Pencarian

Badai Awan Angin 18

Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen Bagian 18


"Prang!" Kaca itu hancur berantakan di lantai. Bersama kaca itu berhamburanlah seikat rambut Tik Bwee sehingga membuat semua tamu kaget, heran, bingung dan terpesona.
"Benar, aku ini hanya seorang pelayan, jadi mana mungkin aku bisa disamakan dengan kalian!" kata Tik Bwee. "Akulah yang keterlaluan kau pun tidak bersedia menerima bingkisanku. Liong Cici, mari kita pergi!"
"Eeh, ada apa ini?" kata Bun Tay-hiap.
Jago tua ini kaget menyaksikan kejadian itu.
"Aku tidak tahu masalahnya. Paman," kata nona Liong.
"Mungkin Enci Yo sedikit mabuk. Sekarang kami mohon pamit, biar nanti akan kuajak dia menemui Paman lagi untuk minta maaf!"
Kejadian itu tidak diduga oleh Seng Liong Sen. Dia tidak menyangka kalau Tik Bwee begitu berani membuka kedoknya di depan para tamu. Dia lebih cemas lagi jika sampai Tik Bwee membongkar masa kecilnya dulu. Maka itu Seng Liong Sen berteriak.
"Biarkan dia pergi, dasar budak yang tak tahu diuntung.
Membuat malu saja!" kata Seng Liong Sen.
1248 "Paman Bun, kau dengar sendiri apa kata muridmu itu.
Lebih baik kami pergi!" kata nona Liong Thian Hiang.
Sebagai orang tua yang berpengalaman Bun Tay-hiap langsung bisa menerka apa yang telah terjadi di antara anak muda itu.
"Aib keluarga tidak perlu diungkap di depan umum, asalkan nona Tik masih gadis dan Seng Liong Sen tidak merusaknya sudah bagus. Kenakalan remaja itu soal biasa.
Sebaiknya aku pura-pura tidak peduli saja," pikir Bun Tayhiap.
"Baiklah, jika kalian memaksa sudah akan pergi, silakan.
Maaf Nona Yo, aku tidak bisa mengantarkan kalian!" kata Bun Tay-hiap.
Maka pergilah Tik Bwee dan nona Liong dari tempat itu.
Sesudah mereka pergi para tamu saling pandang, tapi tidak seorang pun yang berani menanyakan masalah apa yang terjadi di antara Seng Liong Sen dan kedua gadis itu.
Di antara orang yang hadir di tempat itu, Ci Giok Hian-lah yang paling tidak senang. Wajahnya merah-padam, begitu pun Seng Liong Sen. Dia masih marah sekalipun sedikit agak senang karena kedua nona itu sudah pergi.
Wajah Seng Liong Sen pun tampak murung. Melihat gelagat kurang baik, para tamu satu persatu pulang.
Kamar pengantin yang dihias indah dan diterangi cahaya lilin seharusnya merupakan tempat yang menyenangkan.
Tetapi saat itu nona Ci justru sedang murung, hatinya kesal sekali. Dia duduk diam tidak bergerak. Setelah Seng Liong Sen tahu keadaan sudah sunyi baru dia berkata pada Ci Giok Hian.
1249 "Enci Giok Hian aku menyesal atas kejadian tadi!
Perbuatan kedua pelayan itu harap tidak mengganggu perasaanmu," kata Seng Liong Sen.
"Kenapa dia begitu berani mempermalukan kau di depan umum," kata Ci Giok Hian. "Apakah kau pernah berbuat sesuatu yang tidak pantas kepadanya" Jangan kau bohongi aku!"
Seng Liong Sen sedikit terperanjat, tetapi sudah tentu dia tidak mau berterus-terang.
"Aah, masakan aku mau bergaul rapat dengan seorang pelayan seperti dia" Apakah kau percaya?" kata Liong Sen.
"Benarkah?" kata Ci Giok Hian.
Mata nona Ci mengawasi Seng Liong Sen dengan tajam, seolah matanya hendak menembus ke dalam hati pemuda itu.
"Benar, aku tidak berbuat apa-apa padanya," kata Seng Liong Sen. "Ketahuilah olehmu, dia pelayan pribadi Bibiku, maka itu aku harus ramah-tamah padanya. Mungkin karena salah tangkap atas kebaikanku, diam-diam dia jatuh cinta kepadaku. Tetapi itu bukan salahku! Sebagai suami-isteri kita harus saling percaya. Tapi apa kau malah percaya pada kata-Kata budak itu?"
Nona Ci seorang gadis cerdas. Dari jawaban suaminya dia yakin terselip sesuatu yang tidak diungkapkannya. Tapi dia berpikir karena upacara pernikahan sudah berlangsung, apapun yang pernah terjadi dia tetap suami isten.
"Untuk apa aku menyelidiki masalah ini. dia mencintaiku setulus hati. Jika dulu dia pernah berbuat salah, untuk apa kupikirkan?" pikir nona Ci.
1250 Sekalipun demikian nona Ci tetap gelisah. Dia jadi ingat pada Kok Siauw Hong tidak berbohong padanya. Sedang apa yang terjadi atas Seng Liong Sen, baru kali ini diketahuinya.
Akhirnya Seng Liong Sen berkata lembut.
"Giok Hian, sudah jangan kau pikirkan soal budak itu!
Mari tidur, besok kita masih harus menerima ucapan selamat dari saudara seperguruanku!" kata Seng Liong Sen.
Ketika Ci Giok Hian ingat, bahwa Seng Liong Sen calon Beng-cu hatinya girang.
"Mengapa aku harus ribut dengannya, malah seharusnya aku membantu dia!" pikir nona Ci. "Kenapa aku harus meributkan soal kecil itu!"
Melihat perubahan sikap isterinya. Liong Sen senang sekali. Seng Liong Sen mendekati isterinya.
"Giok Hian, apa tidak sebaiknya kau berganti pakaian dengan pakaian tidur saja?" kata Seng Liong Sen.
Pemuda ini mulai memeluk isterinya, hingga Ci Giok Hian kaget, wajahnya pun berubah merah.
"Kau jangan begitu," kata nona Ci malu-malu.
Dengan disinari cahaya sinar lilin yang agak terangbenderang, wajah Ci Giok Hian yang berubah jadi merah dan jadi bertambah cantik. Sikap Ci Giok Hian yang malu-malu membuat Seng Liong Sen tambah bernapsu ingin merangkul isterinya yang cantik itu.
"Kita sudah jadi suami isteri, kenapa kau masih bersikap malu-malu" Biarkan aku menciummu," kata Seng Liong Sen merayu.
1251 Tak lama mereka sudah mulai bercumbu memadu cinta.
Saat sedang bermesraan dan semakin asyik, tiba-tiba Seng Liong Sen merasakan perutnya melilit kesakitan.
"Eeh, kenapa kau" Kenapa tanganmu jadi semakin dingin?" tanya Ci Giok Hian kaget.
Ci Giok Hian menempelkan telinganya ke dada suaminya, dia ingin memerika denyut jantung suaminya.
"Aah, jangan cemas aku tidak apa-apa!" kata Liong Sen.
Semakin lama suara Seng Liong Sen semakin lemah keadaannya kelihatan semakin parah. Ketika Ci Giok Hian memeriksa denyut jantung Liong Sen, ternyata berdebar semakin keras. Nona Ci sadar bahwa ada yang tidak beres atas suaminya.
"Celaka, pasti budak itu menaruh racun pada arak yang disuguhkan kepadamu!" kata Ci Giok Hian kaget.
Keadaan Seng Liong Sen jadi tidak karuan. Tubuhnya panas dingin. Mendengar ucapan isterinya Seng Liong Sen pun sadar.
"Ya, kau benar! Bibiku memang akhli racun. Tik Bwee ikut Bibiku sejak kecil, kepandaiannya menggunakan racun pum tidak bisa dianggap remeh. Celaka, mungkin aku dikerjai olehnya!" kata Seng Liong Sen.
Tubuh Seng Liong Sen semakin dingin bahkan dia mengeluh.
"Kedua kakiku terasa dingin, mungkin aku akan lumpuh tidak berdaya...." kata Seng Liong Sen.
"Kau istirahat sebentar, akan kupanggilkan seorang tabib," kata Ci Giok Hian.
"Tapi... Apa kejadian ini tidak akan menjadi tertawaan orang?" kata Seng Liong Sen.
1252 "Yang penting selamatkan dirimu, jadi bahan tertawaan orang jangan kau pikirkan!" kata Ci Giok Hian.
Ci Giok Hian buru-buru keluar dari kamar pengantin akan mencari tabib. Tapi aneh sekali sesudah isterinya keluar rasa sakit di perut Seng Liong Sen segera hilang.
Bahkan dia sudah bisa bergerak leluasa. Ketika itu tamutamu Bun Yat Hoan belum pulang semua, di antaranya ada seorang tabib bernama Yap Thian Liu. Tabib ini bergelar
"Tabib Hoa To". Tabib yang terkenal pada zaman "Sam Kok" (Kisah Tiga Kerajaan).
Saat guru Seng Liong Sen diberitahu oleh Ci Giok Hian tentang apa yang terjadi atas Seng Liong Sen, tentu saja Bun Tay-hiap kaget. Segera dia menemui Yap Thian Liu.
Mereka bertiga buru-buru ke kamar pengantin. Sungguh mengherankan saar itu Seng Liong Sen kelihatan sehatsehat saja. Saat Ci Giok Hian mencari guru Seng Liong Sen, guru dan tabib itu menghabiskan waktu kurang lebih setengah jam di kamar pengantin.
"Liong Sen apa yang terjadi, kok kelihatanya kau sehatsehat saja," kata Bun Tay Hiap.
"Benar, sekarang aku tidak merasakan apa-apa. Mungkin tadi karena aku merasa letih saja!" jawab Seng Liong Sen.
Aneh saat Ci Giok Hian yang kegirangan suaminya tidak keracunan, dia memeluk suaminya. Tiba-tiba tubuh Seng Liong Sen menggigil seperti kedinginan. Melihat hal itu tabib Yap terperanjat.
"Nyonya Seng, ijinkan aku memeriksa suamimu. Silakan kau duduk dulu di sana!" kata tabib Yap.
Dengan wajah berubah merah Ci Giok Hian melepaskan pelukannya.
1253 Tabib Yap Thian Liu segera memeriksa meh (nadi) Seng Liong Sen. Dengan teliti dia rasakan denyut nadi Seng Liong Sen.
Menyaksikan tabib Yap begitu lama dan serius memeriksa
suaminya, Ci Giok Hian sedikit cemas juga. Dia bingung kenapa tabib Yap demikian lama memeriksa suaminya.
"Apa suamiku terkena racun yang sangat berbahaya?"
pikir Ci Giok Hian. Selang sekian lama baru tabib Yap berkata sambil menggelengkan kepalanya.
"Aah, baru kali ini aku menemukan racun seperti di tubuh Seng Siauw-hiap?" kata tabib Yap keheranan.
"Dia terkena racun apa, bisakah dia tertolong?" kata Ci Giok Hian gugup.
"Racun ini tidak berbahaya, tapi.....Aah....." tabib Yap seolah sulit untuk menjelaskannya.
"Kalau racun itu tidak berbahaya sungguh beruntung, tapi
ada-apa, katakan saja!" kata Giok Hian dengan gugup dan
cemas sekali. "Baik, sementara ini kau jangan dekati dulu suamimu,"
kata tabib Yap. Sekalipun heran dan sangsi, Ci giok Hian menurut dia menjauh dan duduk di sebuah kursi.
1254 "Aneh," kata Seng Liong Sen, "saat aku dipeluk oleh isteriku tiba-tiba aku merasa kedinginan, tapi sekarang sudah baik lagi. Penyakit apa ini?"
"Sebaiknya Seng Siauw-hiap keluar sebentar ke halaman, nanti kau akan kuperiksa lagi," kata tabib Yap. "Bun Tayhiap pun dipersilakan ikut kami."
Di luar keadaan agak gelap, rembulan terhalang oleh mega hingga cahayanya jadi suram. Mendengar permintaan tabib Yap hal itu membuat Ci Giok Hian keheranan. Dia tidak diajak keluar, Ci Giok Hian cerdik langsung menduga.
Mungkin tabib Yap ingin membicarakan sesuatu yang tidak boleh kuketahui. Maka itu dia tetap tinggal di kamarnya.
Sekalipun Ci Giok Hian bingung dan heran bukan main.
Tak lama Yap Thian Liu dan Seng Liong Sen serta Bun Tayhiap sudah ada di halaman. Tabib Yap segera mendekati Seng Liong Sen.
"Seng Siauw-hiap, maafkan kalau pertanyaanku ini kurang berkenan di hatimu. Aku ingin tahu, apakah kau merasakan sakit, jika sedang bermesraan dengan isterimu?"
kata tabib Yap. "Ya, benar begitu," jawab Liong Sen tanpa malu-malu.
"Kuketahui hal itu dari denyut nadimu," kata tabib Yap.
"Saat isterimu menemui kami. kau kembali sehat, tapi saat kau dipeluk isterimu kau kesakitan sekali!"
"Eh, aneh sekali" Penyakit apa itu?" kata Bun Tay-hiap.
"Muridmu terkena racun yang sangat aneh, orang yang terkena racun ini tidak bisa berhubungan badan dengan perempuan," kata tabib Yap. "Tapi jika tidak berdekatan dengan perempuan dia akan sehat-sehat saja. Racun ini 1255
pernah kubaca dari sebuah catatan kuno, hanya aku lupa namanya."
Seng Liong Sen kaget dan berpkir.
"Celaka malam pengantinku yang indah ini tidak bisa kunikmati, bahkan aku pun akan putus turunan karena tidak bisa punya anak!" pikir Seng Liong Sen.
"Menurut catatan kuno tabib sakti yang kau katakan itu, ada obat bisa memunahkan racun itu?" kata Bun Tay-hiap.
"Menurut catatan itu memang ada, tapi obatnya sulit dicari," kata tabib Yap.
"Kalau ada penawarnya, obat apa itu?" kata Seng Liong Sen sedikit agak lega juga.
"Jika ada, sesulit apapun masih ada harapan," kata Bun Tay-hiap.
"Obat itu ada di Seng-siok-hay Kun Lun-san, namanya Thian-sim-ciok (Batu hati langit). Obat itu mirip batu biasa, harus ditumbuk halus lalu diberi air dan diminum. Sesudah minum obat itu, tubuh si penderita akan terasa panas. Tapi batu itu sama dengan batu biasa. Mencarinya pun tidak mudah, Untuk mendaki ke atas gunung Kun-lun pun bukan sesuatu yang gampang," kata tabib Yap.
Mendengar keterangan itu, Seng Liong Sen kaget dan wajahnya pucat-pasi tanda dia putus asa.
"Apa barangkali aku harus jadi hwee-shio saja?" kata Liong Sen.
"Aku kira Seng Siauw-hiap tidak perlu jadi hwee-shio, asalkan kau tidak berdekatan dengan perempuan, kan tidak masalah." kata tabib Yap yang kelihatan geli mendengar ucapan Seng Liong Sen itu.
1256 "Bagaimana dengan isterinya, apa mereka harus berpisah?" kata Bun Tay-hiap yang ikut bingungjuga.
"Aku kira tidak harus begitu asal jangan berhubungan badan bagi Seng Siauw-hiap tidak masalah," kata tabib Yap.
Jawaban itu membuat Bun Tay-hiap jadi serba salah.
Akhirnya dia berkata. "Kita sedang menghadapi musuh, maka musuhlah yang harus kita utamakan. Tentang masalah pribadi bisa ditunda dulu. Aku kira ini sudah takdirmu, mengenai masalah pribadimu aku tidak ingin ikut campur. Terserah kalian saja!" kata Bun Tay-hiap yang bingung bukan main.
Dengan perasaan kacau dan bingung bukan main, akhirnya Seng Liong Sen kembali ke kamar pengantin. Ci Giok Hian yang ingin tahu apa saja yang mereka rundingkan, mendesak suaminya. Akhirnya Liong Sen menjelaskan apa yang dikatakan tabib Yap kepadanya, bahwa mereka tidak bisa melakukan hubungan sebagai mana layaknya suami isteri. Mendengar jawaban suaminya Ci Giok Hian kaget juga sedih memikirkan nasibnya. Selain mengutuk perbuatan Tik Bwee. tidak ada yang bisa dilakukannya. Sesudah itu Ci Giok Hian dengan lesu berkata.
"Ini sudah menjadi nasibku, untuk menjaga keselamatanmu kau tidur di kamar lain saja. Aku sudah senang jika kau mencintaiku dan aku mencintaimu," kata Ci Giok Hian.
Semula napsu Seng Liong Sen yang menggebu-gebu dan berharap bisa menikmati malam pertamanya dengan Ci giok Hian, ternyata tidak terkabul. Dia sangat kecewa, tapi ketika mendengar kata-kata Ci Giok Hian hatinya lega juga.
1257 "Biar bagaimana aku telah mampu merebut calon isteri Kok Siauw Hong!" pikir Seng Liong Sen bangga.
Sesudah itu Seng Liong Sen pindah ke kamar tulis demi keselamatan dirinya. Sekarang Ci Giok Hian berada sendirian di kamarnya. Saat sendirian itulah Ci Giok Hian terkenang pada Kok Siauw Hong. Tanpa terasa dia menangisi nasibnya yang malang dan masa depannya kelak.
-o0-DewiKZ^~^aaa-o0- Bab 46 Dikisahkan Tik Bwee dan Liong Thian Hiang yang sedang melakukan perjalanan, sudah jauh meninggalkan kediaman Bun Tay-hiap. Ketika dia sampai di sebuah tempat yang keadaannya sangat sepi, mereka berhenti sejenak. Tiba-tiba Tik Bwee tertawa terbahak-bahak. Nona Liong pun tertawa.
"Aku senang kau telah membuat Seng Liong Sen malu di depan umum," kata nona Liong.
"Sayang masih ada yang tidak kau ketahui," kata Tik Bwee.
"Tentang apa?" tanya nona Liong.
"Dia telah mengecewakan aku maka kubalas hingga dia untuk selamanya tidak bisa...." Tik Bwee menghentikan katakatanya.
"Apa yang kau lakukan terhadapnya?" tanya nona Liong.
"Aku tidak sampai membahayakan jiwanya, hanya ....
Aah sudahlah aku kira kau tidak perlu tahu!" kata Tik Bwee sambil tertawa.
Tetapi tak lama kelihatan diajadi berduka, mungkin memikirkan nasibnya yang buruk. Tik Bwee menyeka air 1258
matanya, sesudah itu saputangan yang dipakai menyeka air mata itu dia cabik-cabik sehingga hancur lalu ditebarkan.
Menyaksikan tingkah-laku kawan seperjalanannya itu, nona Liong terkejut. Dia dengar Tik Bwee berkata, "Tik Bwee telah mati dan sekarang aku bukan budak keluarga Seng lagi, tetapi menjadi diriku, yaitu Yo Kiat Bwee!"
Nona Liong yakin, saputangan yang dihancurkan oleh Tik Bwee itu pasti tanda mata dari Seng Liong Sen.
Menyaksikan sikap Tik Bwee ini, nona Liong sedikit lega.
Dia pikir semula Tik Bwee sakit jiwa, ternyata tidak!
"Sesudah aku membalas dendam padanya, masih ada satu cita-citaku yang belum terlaksana," kata Tik Bwee.
"Tentang hal apa?" tanya nona Liong.
"Aku akan mencari orang yang membuat nasibku jadi buruk," kata Tik Bwee.
Nona Liong manggut-manggut.
"Apa kau akan mencari penjahat yang menculikmu saat kau masih kecil" Tapi masih ingatkah kau wajah orang itu?"
"Sekalipun aku masih kecil, aku yakin jika bertemu dengannya, aku masih mengenalinya!" kata Tik Bwee.
Rupanya ketika masih muda ayah nona Liong dan ayah Tik Bwee bersahabat. Yo Tay Keng seorang jago silat.
Mereka juga bertetangga. Saat itu Yo Kiat Bwee atau Tik Bwee berumur tujuh tahun. Ketika itu Tik Bwee dan nona Liong Thian Hiang sedang bermain-main di lereng gunung, di belakang rumah mereka, tiba-tiba mereka bertemu dengan seseorang yang membiusnya, hingga Tik Bwee tak sadarkan diri. Kemudian Tik Bwee dibawa kabur.
Liong Thian Hiang berhasil menyelamatkan diri, lalu melaporkan pada ayahnya, apa yang telah terjadi atas Tik 1259
Bwee. Saat ayah Tik Bwee dan nona Liong mengejar ke tempat kejadian, penculik itu sudah lenyap.
"Memang kau wajib membalas perbuatan orang itu.
Tetapi kita tidak tahu, di mana dia berada. Ke mana kau akan mencarinya" Kecuali jika kebetulan kau bertemu dengannya. Sedangkan orang tua kita sudah meninggal semuanya, jadi mau pulang pun aku rasa tidak ada gunanya. Bagaimana kalau kita pesiar ke tempat lain saja?"
kata nona Liong. "Mau ke mana kita?" tanya Tik Bwee.
"Ayahku mempunyai seorang sahabat, dia she Bun namanya Yan Cun, dia tinggal di Bu-kang-kwan, di Ouwlam.
Aku dengar pemandangan di sana sangat indah," kata Liong Thian Hiang.
Alasan nona Liong mengajak Tik Bwee ke sana untuk pesiar, dia berharap agar Tik Bwee mendapatkan jodoh.
Selain itu dia juga ingin bertemu dengan calon suaminya, putera Bu Yan Cun yang bernama Bun Hian Kam. Dia berharap siapa tahu calon suaminya punya kawan yang cocok untuk Tik Bwee.
"Sekarang aku sebatang kara, ke mana pun kau bersedia mengajakku, aku akan menemanimu!" kata Tik Bwee.
Sesudah ada kata sepakat, mereka melanjutkan perjalanannya.
Pada suatu hari mereka tiba di Ouw-lam. Pada saat keduanya sedang asyik berjalan, tiba-tiba mereka dengar ada suara kelenengan kuda dari arah belakang. Mereka segera menepi dengan cepat saat kedua kuda itu melintas dari arah belakang mereka. Saat nona Tik dan Liong mengawasi ke arah penunggang kuda itu, mereka terdiri 1260
dari seorang lelaki dan perempuan. Usia mereka baru sekitar duapuluh tahun. Penunggang kuda yang lelaki mengawasi ke arah Tik Bwee, dia kelihatan gugup. Sedang yang perempuan langsung menyelak.
"Kak, biar aku yang bicara dengan mereka!" kata penunggang kuda yang perempuan. Sesudah nona itu memberi hormat dan berkata.
"Nona Yo dan nona Liong, mungkin kalian lupa pada kami. Kita pernah bertemu dengan kalian dulu, tapi aku masih mengenali kalian!" kata nona itu.
Liong Thian Hiang keheranan.
"Pernah bertemu" Di mana dan kapan itu, ya" Aku minta maaf karena sudah lupa!" kata nona Liong.
Pemuda itu sedang mengawasi ke arah Tik Bwee, hampir saja Tik Bwee memakinya. Tapi setelah mata mereka saling mengawasi, Tik Bwee berpikir.
"Rasanya aku pernah bertemu dengannya, tapi entah di mana" Tapi adik perempuannya rasanya belum pernah bertemu denganku!" pikir Tik Bwee alias Yo Kiat Bwee.
"Kami she Ciauw, tempat tinggal kami di Ciauw-yang-kwan, Ayahku dengan ayah nona Liong pernah bertemu.
Kami saja masih mengenali kalian berdua." kata nona itu.
Nona Liong mencoba mengingatnya, kemudian dia berkata.
"Apakah ayahmu itu Siang say Tay-hiap Ciauw Goan Hoa dari Ouw-lam?" kata nona Liong.
"Kau benar, ini Kakakku, namanya Ciauw Siang Hoa dan aku Ciauw Siang Yauw!" kata nona itu.
"Ayahku memang pernah cerita, tapi seingatku kita belum penah bertemu," kata nona Liong.
1261 "Bukankah bulan lalu kalian hadir di pesta pernikahan di rumah Bun Tay-hiap?" kata nona itu.
"Jadi kalian juga hadir?" kata nona Liong.
Mereka berdua mengangguk. Sekalipun masalahnya sudah jelas, Tik Bwee masih heran. Ketika itu Tik Bwee memang tidak memperhatikan tamu Bun Tay-hiap hingga dia tidak mengenali pemuda itu.
"Oh, begitu, sekarang apa yang kalian inginkan dari kami?" kata nona Liong.
"Semula kami tidak berani bicara soal persahabatan.
Tapi karena ayah nona Liong dan ayahku pernah bersahabat, aku kagum pada nona Yo (maksudnya Tik Bwee). Sekarang kebetulan kalian lewat di kampung kami, jadi apa salahnya jika kami mengundang kalian singgah ke tempat kami!" kata Ciauw Siang Yauw.
Liong Thian Hian mengucapkan terima kasih, dan menolak tawaran nona Ciauw karena dia ingin segera bertemu dengan kekasihnya. Dia hanya berjanji kelak dia akan singgah.
"Maaf, memang kalian berdua mau ke mana?" kata Ciauw Siang Yauw.
"Kami akan ke tempat Bu Yan Cun di Bu-kang-kwan,"
kata Tik Bwee mendahului nona Liong.
"Bu-kang-kwan sudah tidak jauh dari sini, sebaiknya kalian istirahat dulu di sini. Sekalipun Ciauw-yang tidak seindah Bukang-kwan, tapi di sini pun ada pemandangan yang indah!" kata Ciauw Siang Yauw.
Nona Liong heran atas ajakan yang seolah memaksa dari nona Ciauw ini, padahal mereka baru saling mengenal.
1262 Melihat nona Liong tidak bersedia singgah, nona Tik Bwee merasa tak enak hati. Dia lalu mengambil putusan cepat.
"Liong Cici, kau pergi dulu ke Bu-kang-kwan, biar aku yang singgah di tempat Ciauw Cici. Sesudah kau puas, barulah kau temui aku di sini!" kata Tik Bwee.
"Benar, itu yang paling baik," kata nona Ciauw.
Pemuda she Ciauw girang mendengar jawaban Tik Bwee.
"Bagus, itu pun lebih baik," kata Ciauw Siang Hoa ikut bicara. "Berikan kudamu pada nona Yo, kau naik kuda bersamaku saja!" kata pemuda itu kepada adiknya.
Ciauw Siang Hoa langsung menyerahkan kudanya pada Tik Bwee seolah khawatir nona itu akan berubah pikiran lagi.
Diam-diam nona Liong jadi geli, dia menduga Ciauw Siang Hoa jatuh hati pada Tik Bwee. Ternyata dugaan nona Liong keliru, sebab pikiran Tik Bwee ternyata lain dari dugaan nona Liong. Pada saat Tik Bwee menerima cambuk dari tangan Ciauw Siang Hoa, dia lihat ada tahi lalat di tangan pemuda itu.
"Aneh, bisa kebetulan seperti ini?" pikir Tik Bwee.
Tiba-tiba terbayang kejadian 14 tahun yang lalu, yaitu saat dia diculik oleh seseorang. Ketika itu dia membawa Kiat Bwee (Tik Bwee) ke sebuah kelenteng. Di tempat ini dia bertemu dengan orang yang wajahnya codet sedang membawa seorang bocah lelaki yang usianya sebaya dengannya.
1263 "Sudah tiga hari lamanya kau kutunggu di sini, dia pasti puteri kesayangan Yo Tay Ceng. Ternyata kau berhasil menculiknya!" kata orang bercodet itu.
"Sama-sama, kau juga sudah berhasil," kata si penculik.
"Aku menerima pesanan orang," kata orang bercodet itu.
"syukur kau berhasil memenuhi pesanan orang itu."
"Ini bukan pesanan tapi akan kujadikan dia sebagai hadiah," kata si penculik.
"Hadiah untuk siapa?" tanya si muka codet.
"Aku dengar Seng Cap-si Kouw sedang mencari seorang pelayan yang cerdik," kata si penculik.
"Jadi kau kenal dengannya?"
"Tidak! Tapi kabar ini aku dengar dari kawan sekerjaku.
Jika bocah ini kuberikan padanya mungkin dia bersedia berkenalan denganku. Bagaimana dengan bocah yang kau bawa itu?" kata si penculik.
"Sayangnya Seng Cap-si Koou hanya butuh budak perempuan, tidak butuh anak lelaki. Jadi aku tidak tahu harus kuapakan anak ini" Siapa tahu kelak ada yang mau "
kata si muka codet. Mereka ada di kelenteng seharian. Ketika itu Kiat Bwee ingin bicara dengan bocah lelaki itu, tapi si muka codet selalu mengawasinya. Saat anak lelaki itu menanyakan she Kiat Bwee, langsung mukanya ditampar dan dilarang banyak bicara. Kiat Bwee tak berani bicara tapi yang masih diingatnya ialah tahi lalat yang ada di tangan bocah lelaki itu.
Saat ini Kiat Bwee atau Tik Bwee berhadapan dengan bocah yang sama-sama diculik itu. Dari ucapan kedua 1264
penculik, jelas Kiat Bwee mengetahui, bahwa penculikan atas diri mereka sudah direncanakan.
"Penculik itu pasti musuh Ayahku, sedang lelaki itu tak tahu aku, apakah dia masih ingat peristiwa itu atau tidak?"
pikir Kiat Bwee. Karena itulah Kiat Bwee bersedia ikut dengan kedua kakak beradik itu. Sesudah itu Kiat Bwee alias Tik Bwee berpisahan dengan nona Liong. Dengan naik kuda mereka melanjutkan perjalanan.
Selang dua hari mereka tiba di rumah Ciauw Goan Hoa.
Tapi orang tua ini keheranan melihat anaknya membawa seorang gadis ke rumah mereka. Kemudian dia bertanya pada puterinya.
"Siapa dia?" "Di tempat Bun Tay-hiap kami bertemu dengan puteri Paman Liong!"
"Jadi diakah nona Liong?" kata Ciauw Goan Hoa.
"Bukan, dia nona Yo, dulu tetangga nona Liong. Dia saudara angkat nona Liong. Tapi nona Liong tidak mau ke mari hanya nona Yo yang bersedia jadi tamu kita," kata Ciauw Siang Yauw.
"Kedatanganku hanya merepotkan Paman saja," kata Tik Bwee.
Sesudah memperhatikan keadaan Tik Bwee orang tua itu tertawa.
"Ayahmu sahabatku tidak kusangka kalian dari angkatan muda bisa bersahabat juga!" kata Ciauw Goan Hoa.
"Rupanya Paman dengan Ayahku..."
1265 "Ya, aku dengan ayahmu sangat akrab. Aku juga kenal dengan Liong Pek Giam," kata Ciauw Goan Hoa.
"Duapuluh tahun yang lalu mendadak dia menghilang.
Sejak saat itu, kami tidak pernah bertemu lagi. Sayang aku jadi kehilangan sahabat baikku. Barangkali sekarang kau bisa mengisahkan tentang ayahmu itu padaku."
"Menyesal Ayahku telah meninggal," kata Kiat Bwee.
"Ketika masih kecil, aku diculik orang jahat, maka itu aku tidak tahu bagaimana keadaan Ayahku."
"Jadi sejak kecil kau diculik orang?" kata Ciauw Goan Hoa.
"Benar, Paman!" kata Kiat Bwee.
"Konon dia dijual ke rumah Seng Liong Sen yang baru-baru ini menikah!" kata Ciauw Siang Yauw.
"Kalau begitu kau adalah...." Ciauw Goan Hoan tidak jadi menyebut kata "budak" Seng Cap-si Kouw, karena dia anggap kurang sopan.
"Paman benar, aku ini budak Seng Cap-si Kouw, apakah Paman juga kenal pada Majikanku?" kata Kiat Bwee.
Ciauw Siang Hoa ikut bicara.
"Yo Cici hanya sebentar menderita, sekarang dia bukan pelayan lagi. Malah aku dengar Seng Siauw-hiap mengakui dia sebagai adik angkatnya!" kata Ciauw Siang Hoa.
"Aku tidak kenal pada Seng Cap-si Kouw," kata Ciauw Goan Hoa. "Karena dia terkenal, jadi aku hanya tahu namanya saja!"
"Paman, dulu kau sahabat Ayahku, pasti kau tahu tentang Ayahku!" kata Kiat Bwee.
"Aku tidak begitu tahu, hanya dulu ayahmu pernah menjadi piauw-su. Aku dengar ayahmu sering bentrok 1266
dengan orang dari kalangan Rimba Hijau. Mungkin karena itu ayahmu pun mengasingkan diri. Mengenai kejadian itu, sebenarnya aku juga tidak tahu jelas." kata Ciauw Goan Hoa.
Jawaban itu tidak memuaskan Kiat Bwee, tapi dia tidak berani mendesak terus. Sejak hari itu Kiat Bwee tinggal di rumah keluarga Ciauw. Dia bergaul akrab dengan Ciauw Siang Yauw dan jarang bertemu dengan Ciauw Siang Hoa.
Pada suatu malam saat rembulan bersinar terang, nona Ciauw mengajak Kiat Bwee menikmati pemandangan indah di taman bunga.
"Tempat ini sangat indah, kalian hidup bahagia."


Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jika kau suka keadaan di sini kau boleh menjadi...."
Nona Ciauw tak meneruskan kata-katanya.
"Jadi apa?" tanya Kiat Bwee.
Takut Kiat Bwee tidak senang, nona Ciauw yang ingin mengatakan "jadi kakak iparku" lalu berkata lain.
"Jadi Kakakku dan kau pun boleh tinggal di sini selamanya!" kata nona Ciauw.
"Terima kasih atas kebaikanmu, tapi aku rasa aku tidak pantas menjadi Kakakmu. Aku ini hanya seorang bekas pelayan..." kata Kiat Bwee.
"Eh, kenapa kau ingat-ingat masa lalumu itu" Kau dan aku tidak ada bedanya!" kata nona Ciauw.
"Siapa bilang, derajat dan rejekiku jauh berbeda," kata Kiat Bwee.
Nona Ciauw mencoba menghibur Kiat Bwee. Tak lama nona Ciauw berkata pada kawannya.
1267 "Kau tunggu, aku mau ke kamar kecil dulu ya!" kata nona Ciauw.
Saat sedang sendiri di tepi kolam, tiba-tiba Kiat Bwee melihat ada bayangan laki-laki di dalam kolam. Ternyata orang itu Ciauw Siang Hoa. Kiat Bwee sadar perginya nona Ciauw pasti sudah direncanakan agar dia bisa berada berduaan dengan Ciauw Siang Hoa. Sekalipun dia tidak menaruh hati pada pemuda ini, tapi pertemuan seperti ini sangat dia harapkan.
"Nona Yo, kau belum tidur?" kata Ciauw Siang Hoa.
"Adikmu mengajakku jalan-jalan di taman." kata Kiat Bwee. "Ke mana dia?"
"Tidak usah kau cari, sebab aku ingin bicara denganmu!"
kata Siang Hoa. "Aku kira dulu kita pernah bertemu, bukan?"
"Ya, ketika itu kau dibawa oleh lelaki bermuka codet, dan kau berada di sebuah kelenteng!" kata Kiat Bwee.
"Ya, ternyata kau nona yang aku lihat waktu itu!" kata Siang Hoa.
"Bagaimana kau bisa diculik oleh orang itu?" kata Kiat Bwee.
"Nasibku mungkin lebih buruk darimu, rumah dan keluargaku musnah, aku dibawa ke Kang-lam."
"Sebenarnya kau she apa?"
"She Ciok, ayahku seorang guru silat, ayahmu Yo Tay Ceng bukan?"
"Mengapa kau tanyakan lagi, bukankah ayahmu sudah mengatakannya?" kata Kiat Bwee.
1268 "Ya, saat baru datang Ayahku mengatakan nama ayahmu!" kata Ciauw Siang Hoa. "Aku juga pernah mendengar nama ayahmu itu."
"Kejadian itu pasti saat kau masih kecil, siapa yang mengatakan nama Ayahku itu" Bagaimana kau masih ingat hal itu?" kata Kiat Bwee.
"Waktu itu saat hancurnya rumah tanggaku, masakan aku lupa!" kata Ciauw Siang Hoa.
"Apa kau masih ingat semua, ceritakan padaku!"
"Hari itu Ayahku kedatangan seorang tamu, selain tamu itu diajak bicara di ruang baca," kata Ciauw Siang Hoa.
"Kemudian Ayah memperingat-kan para pelayan, agar mereka tidak masuk ke ruang baca tanpa dipanggil. Aku tidak ingat mau apa orang itu menemui Ayahku. Tapi ketika aku melintas di depan kamar baca, aku dengar tamu Ayahku menyebutnyebut nama ayahmu, Dia mengajak Ayahku agar berangkat bersama-sama akan mencari ayahmu."
Kiat Bwee kelihatan bingung, dia rasa tidak mungkin ayah pemuda she Ciauw ini dan tamunya musuh ayahnya.
Melihat nona Kiat Bwee kebingungan pemuda itu bicara lagi.
"Aku tidak tahu bagaimana hubungan Ayahku dengan ayahmu, tapi aku yakin mereka tidak bermusuhan!" kata Ciauw Siang Hoa.
"Darimana hal itu kau ketahui, padahal itu masalah orang tua dan kita tidak mengetahuinya," kata Kiat Bwee.
"Aku tidak bermaksud membela Ayahku, tapi aku memastikannya karena kejadian yang terjadi selanjutnya,"
kata Ciauw Siang Hoa. 1269 "Maksudmu kejadian apa?"
Ciauw Siang Hoa mengingat kejadian yang dialaminya dulu.
"Aku masih ingat waktu itu, saat aku sedang menguping di luar kamar baca, tiba-tiba menyambar sebuah senjata rahasia. Tamu itu membentak, 'Siapa di luar?". Untung Ayahku cukup sebet dia berhasil menyampok senjata rahasia itu ningga melenceng dari sasaran. Kemudian kelihatan Ayahku membuka pintu. 'Ternyata benar si setan kecil, untung aku bertindak cepat! Ayo lekas pergi, kalau tidak kau sudah mampus!' Kemudian aku dengar tamu itu minta maaf pada ayahku. Aku lari dengan ketakutan ke kamar Ibuku."
"Sesudah kau pergi apa yang mereka bicarakan tidak kau ketahui, bagaimana kau yakin mereka bukan musuh Ayahku?" kata Kiat Bwee.
"Malam itu terjadi peristiwa yang tidak terduga.
Peristiwa itulah yang telah mengubah nasibku dan nasib keluargaku. Malam harinya rumah kami didatangi para penjahat. Ayah dan tamu itu melakukan perlawanan sengit.
Di antara para penjahat itu ada yang mengatakan, bahwa tamu Ayahku itu bukan orang she Yo, tapi orang she Pek.
Tapi yang lain bilang, tak peduli siapa dia, agar tidak membocorkan rahasia harus dibunuh." kata Ciauw Siang Hoa.
"Kalau begitu musuh Ayahku penjahat itu!" pikir Kiat Bwee. "Mereka mengira Ayahku bersembunyi di rumah Paman Ciok, jadi tamu she Pek itu sahabat Ayahku."
"Saat penjahat menyerang, Ayahku menyuruh seorang budaknya membawaku kabur. Di belakang rumah kami hutan cemara," lanjut Ciauw Siang Hoa. "Budak tua itu membawaku ke tempat persembunyian. Suara beradunya 1270
senjata masih terdengar dari tempat persembunyian kami.
Karena aku masih kecil hanya beberapa patah kata saja yang masih kuingat. Sejak saat itu aku tidak pernah bertemu dengan Ayahku lagi. Barangkali Ayah dan tamunya telah terbunuh."
"Apa kau pernah pulang ke rumahmu?"
"Malang bagiku, budak tua yang membawaku lari terbunuh oleh sebuah anak panah. Untung aku selamat dari serangan anak panah karena tengkurup di tanah. Esok harinya kulihat rumahku telah terbakar menjadi puing.
Mayat bergelimpangan karena ada yang terbakar. Saat kuhitung jumlahnya ada 9 sosok, padahal keluargaku berjumlah 13 orang, jadi aku mengira masih ada tiga orang lagi yang entah bagaimana nasibnya" Apakah mereka lolos dari pembunuhan atau bagaimana"
"Aku kira Ayahmu orang baik, pasti Tuhan melindunginya. Mungkin Paman Ciok masih hidup?" kata Kiat Bwee..
"Mudah-mudahan begitu," kata Siang Hoa. "Jika benar Ayahku masih hidup, bagaimana aku bisa menemuinya"
Bagaimana pula Ayahku bisa mengenaliku?"
"Aku kira di dunia segalanya bisa saja terjadi," kata Kiat Bwee. "Kau jangan bersedih siapa tahu akan terjadi keajaiban" Aku ingin tahu bagaimana kau bisa diculik?"
'Saat aku sedang menangis di atas puing-puing rumahku, tiba-tiba ada yang menepuk bahuku. Saat aku menoleh ada orang berdiri di belakangku."
"Siapa dia?" "Orang yang wajahnya codet itu!"
1271 "Mula-mula orang bercodet itu sangat baik padaku, dia mengaku she Ciu. Aku disuruh memanggil dia Paman Ciu.
Kemudian dia mengajakku ke rumahnya dan berjanji akan membantu mencari ayahku. Aku sebenarnya takut pada orang itu, tapi karena aku sebatang kara terpaksa ikut dia.
Sesudah kami pergi dari kampung halamanku, aku mulai sadar bahwa orang ini jahat. Selain memaki dia juga suka memukuliku. Seperti pada saat di kelenteng ketika aku ingin bicara denganmu."
"Ya, aku ingat. Lalu dia menjualmu kepada Paman Ciauw?"
"Tidak, Paman Ciauw yang menyelamatkan aku dari penjahat itu!" kata Ciauw Siang Hoa.
"Kalau begitu Paman Ciauw ini teman Ayahmu?"
"Bukan, dia tidak kenal pada Ayahku!"
"Bagaimana caranya dia menyelamatkanmu?"
"Ayah angkatku dulu seorang perwira tentara, anak buah Gouw Ciang-kun. Sesudah naik pangkat ayahku menjadi Congpeng di kota Un-ciu."
Sesudah berhenti sejenak Ciauw Siang Hoa melanjutkan ceritanya.
"Si Codet membawaku ke Kang-lam, ke tempat para penjahat penjual garam gelap yang terkadang juga menjual anak-anak yang berhasil diculik oleh para penculik anakanak. Rupanya si Codet kawan akrab dengan para penjual garam gelap ini. Saat membawa anak-anak culikan di suatu tempa mereka terkepung oleh tentara. Para penjahat itu akhirnya terbunuh semua. Anak buahnya ditangkapi. Aku dan beberapa anak diselamatkan. Di antara anakanak itu kebanyakan anak orang kaya yang orang tuanya akan diperas.Tentara menggrebek mereka, dan anak-anak itu 1272
dikembalikan pada orang tua masing-masing. Karena aku sudah tidak punya sanak famili, aku dibawa pulang oleh perwira itu dan menganggap aku sebagai anak angkatnya."
"Lalu kau ceritakan asal-usulmu padanya?" kata Kiat Bwee.
"Ya," kata Ciauw Siang Hoa. "Ayah angkatku akan menyelidiki kejahatan ini, dia minta aku menyimpan rahasia diriku. Sampai adikku pun tidak mengetahui bahwa aku ini bukan kakak kandungnya."
"Kenapa begitu?"
"Isteri ayah angkatku ini isteri kedua..."
"Jadi dia selir Paman Ciok?"
"Duapuluh tahun lamanya ayah angkatku bertugas di tempat jauh. dia meninggalkan isteri tua yang punya anak, yaitu adikku itu. Sedangkan tentang dia punya gundikpun masih dirahasiakan pada isteri tuanya." kata Siang Hoa.
"Oh, ternyata Paman Ciauw ini diam-diam punya gundik di luaran," pikir Kiat Bwee.
"Saat ibu tiriku tahu bahwa aku anak yang diculik, dia mengusulkan agar aku dijadikan anak mereka," kata Siang Hoa.
"Kenapa begitu?"
"Jika ibu tiriku punya anak laki-laki, maka di mata isteri tua Ayah tiriku jadi terhormat. Ayah angkatku khawatir hartanya akan jatuh ke tangan familinya, maka dia mengangkat aku menjadi anak kandungnya dan
mencatatkan namaku dalam silsilah keluarganya. Bahkan dia meminta agar aku merahasiakan asal-usulku." kata Siang Hoa.
"Riwayat hidupmu sungguh rumit," kata Kiat Bwee.
1273 Namun dalam hatinya Kiat Bwee menilai Ciauw Siang Hoa kurang jujur. Melihat Kiat Bwee kurang senang pemuda ini langsung bicara.
"Bukan maksudku ingin menguasai harta keluarga Ciauw, tapi ini terpaksa kulakukan karena ayah angkat telah menyelamatkan jiwaku. Kelak jika aku sudah bertemu dengan Ayahku, maka aku akan kembali pada Ayahku yang sejati!" kata Ciauw Siang Hoa.
Tiba-tiba Kiat Bwee mendengar ada suara, dia segera menoleh, tapi dia tidak melihat apa-apa.
"Jangan khawatir, tidak akan ada orang yang datang ke tempat ini," kata Ciauw Siang Hoa. "Tempat ini sengaja diatur oleh adik perempuanku, agar kita bisa leluasa bicara.
Dia sekarang ada di kamarnya paling cepat dia baru akan menjemputmu setengah jam lagi!"
"Adikmu baik padamu, kau malah membohonginya.
Tapi sebaliknya rahasiamu kau sampaikan padaku," kata Kiat Bwee alias Tik Bwee. "Apa kau lupa Paman Ciauw melarang kau membocorkan rahasia ini?"
"Sekalipun tidak aku katakan padamu, kau tahu aku bukan anak keluarga Ciauw. Kita senasib sejak pertemuan kita pertama kali, aku selalu ingat padamu," kata Ciauw Siang Hoa. "Malah kau sudah kuanggap menjadi keluargaku sendiri!"
Mendengar ucapan itu Kiat Bwee terharu.
"Aku juga selalu ingat pertemuan kita dulu. Apa Paman Ciauw sudah menyelidiki keadaan rumahmu dan siapa penjahat-penjahat itu?" kata Kiat Bwee.
"Tidak mudah menyelidiki kejadian masa lalu yang sudah lama, ditambah lagi jarak dari sini ribuan li," kata Siang Hoa. "Tapi Ayah angkatku pernah mengirim orang 1274
ke kampung halamanku. Utusan itu bilang rumahku telah musnah dan entah ke mana perginya Ayahku?"
Kiat Bwee menghela napas panjang.
"Semula aku berharap akan mendapatkan keterangan, tapi ternyata tetap terselubung mengenai kejadian yang menimpa keluargaku itu," pikir nona Kiat Bwee. "Tapi nasib dia lebih menyedihkan dibanding nasibku."
"Selama ini bagaimana keadaanmu selama di tempat keluarga Seng?" kata Ciauw Siang Hoa.
"Sekalipun kata ayahmu Seng Cap-si Kouw penjahat besar, tapi terhadapku dia baik," kata Kiat Bwee.
"Bagaimana sikap Seng Kong-cu padamu?" kata Siang Hoa.
"Mengapa kau tanyakan seal itu?" kata Kiat Bwee yang kelihatan kurang senang.
"Aku tidak bermaksud apa-apa, tapi perbuatanmu hari itu agak..." Siang Hoa tidak melanjutkan kata-katanya.
"Maksudmu aneh, begitu?" kata Kiat Bwee. "Terus terang aku salah mempermalukan dia di depan umum!"
"Bukan! Bukan itu maksudku," kata Siang Hoa. "Aku kagum padamu!"
"Kagum mengenai apanya?"
"Aku kagum karena keberanianmu, aku juga tidak tahu kenapa kau memusuhi Seng Kong-cu" Jika kau keberatan memberitahuku, aku juga tidak akan memaksamu. Padahal dia calon ketua persilatan di Kang-lam, tapi kau berani mempermalukannya di depan umum. Pasti itu menarik perhatianku!" kata Ciauw Siang Hoa.
Kiat Bwee senang dipuji demikian.
1275 "Itu bukan rahasia, kelak di lain kesempatan pasti akan aku ceritakan," kata Kiat Bwee.
Tiba-tiba Ciauw Siang Yauw muncul sambil tertawa.
"Waah. asyiknya kalian mengobrol," kata nona Ciauw.
"Dasar, kau bilang hanya mau buang air kecil, kenapa begitu lama?" kata Kiat Bwee mengomel.
"Bukan terima kasih kau malah ngomel, Kakakku kan menemanimu," kata nona Ciauw.
"Sudahlah, sudah larut malam. Kalian pergi tidur," kata Siang Hoa.
Kedua nona itu kembali ke kamarnya. Kiat Bwee tampak sangsi.
"Eh, bagaimana menurutmu Kakakku itu?" kata nona Ciauw.
"Eh, apa maksudmu?" kata Kiat Bwee.
"Bukankah kalian bicara akrab sekali, padahal setahuku Kakakku itu sangat pendiam, dengan aku saja dia jarang mau bicara. Tapi tadi dia bicara begitu lama denganmu!
Aku ingin tahu bagaimana pendapatmu tentang Kakakku itu?"
"Semua itu gara-gara kau, sekarang masih bertanya lagi,"
kata Kiat Bwee. "Aku bertanya sungguh-sungguh, maukah kau jawab untukku?" kata nona Ciauw.
"Jika kalian kakak beradik baik padaku, aku juga begitu!"
kata Kiat Bwee. "Tapi aku yakin antara kau baik padaku dengan Kakakku tentu ada bedanya," kata nona Ciauw sambil 1276
tertawa. "Apa saja sih yang kalian bicarakan, asyik banget!
Maukah kau menceritakannya padaku?"
"Yang kami bicarakan soal biasa, tentang indahnya suasana malam dan taman bungamu," kata Kiat Bwee.
"Aku tidak percaya, masa cuma itu yang kalian bicarakan?" kata nona Ciauw.
"Lalu kau kira apa yang kami bicarakan?"
"Mana kutahu, mungkin soal mesra-mesraan barangkali?" kata Siang Yauw sambil tertawa.
Kiat Bwee memegang tangan nona Ciauw, dia akan menggelitik nona itu.
"Setan kecil, ayo ngaku padaku, bukankah kau yang bersembunyi di balik semak itu tadi?" kata Kiat Bwee.
Ciauw Siang Yauw yang kegelian minta-minta ampun.
"Lepaskan, aku paling tak tahan digelitik, aku geli!" kata nona Ciauw.
"Katakan benarkah kau yang bersembunyi di sana?"
"Tidak! Aku tidak sembunyi, mungkin itu bukan aku!"
"Lalu siapa" Aku mendengar suara dan melihat bayanganmu, kalau bukan kau lalu siapa?" kata Kiat Bwee.
"Aku berada jauh di gunung-gunungan, jadi apa yang kalian bicarakan sungguh aku tidak mendengarnya," kata nona Ciauw.
"Tidak mungkin, bayangan yang kulihat di dekat kolam, kau jangan bohong!"
"Sungguh, aku tidak sembunyi di sana. Oh, barangkali Ibuku yang bersembunyi di sana!" kata nona Ciauw.
"Ibu mana?" 1277 "Apa Kakak tidak bilang padamu, dia anak ibu kedua Ayahku," kata nona Ciauw.
Mendengar keterangan itu Kiat Bwee jadi curiga, sebab tadi memang dia tidak melihat bayangan apa-apa. Dia hanya mendengar suara. Jika benar itu isteri muda ayah nona Ciauw, kenapa dia main sembunyi-sembunyian.
"Mungkin Ibuku ingin agar Kakak segera menikah, maka itu dia mencur dengar pembicaraan kalian," kata nona Ciauw.
Sudah beberapa hari Kiat Bwee berada di rumah keluarga Ciauw, tapi dia belum pernah bertemu dengan kedua isteri tuan rumah.
"Aku belum pernah bertemu dengan kedua ibumu, jika ibu mudamu ingin menemuiku, kenapa dia tidak menyuruhmu meminta aku menemuinya?" kata Kiat Bwee,
"Ibu mudaku sakit-sakitan, dia jarang keluar dari kamarnya," kata nona Ciauw. "Saat kau sampai kebetulan sakitnya sedang kambuh. Tetapi dia tahu kau sudah sampai ke mari. Malam tadi barangkali kesehatannya membaik.
Ketika dia tahu Kakakku akan menemuimu, dia mengintai kalian!"
Mendengar keterangan itu Kiat Bwee jadi sangsi, dia kira pertemuan tadi tidak diberitahukan pada siapapun. Jadi dari mana ibu muda atau Kho-si mengetahui pertemuannya.
Jelas dari awal perempuan itu menaruh perhatian pada Kiat Bwe.
"Tapi apa sebabnya?" pikir nona Kiat.
"Ibu kandungku sedang pergi ke rumah saudaranya, jika sudah pulang akan kuberitahu kau," kata nona Ciauw.
1278 Kiat Bwee ingin tahu lebih banyak tentang Ciauw Siang Hoa. Namun karena harus dirahasiakan, dia tidak banyak bertanya pada nona Ciauw.
Tiba-tiba Siang Yauw berkata lagi.
"Pertanyaanku belum kaujawab! Sebenarnya yang kutanyakan itu atas perintah Ayahku yang ingin tahu jawaban darimu!" kata nona Ciauw.
"Padahal ayahmu yang ingin tahu jawaban dariku, tapi kenapa kau yang menanyakannya," kata Kiat Bwee.
"Benar, Ayahku dan ibu-tiriku suka padamu, maka itu dia berharap kau mau menjadi menantunya," kata nona Ciauw. "Kau jangan berpura-pura. Tapi apa yang aku tidak tahu, apakah suka atau tidak kau pada Kakakku?"
"Lagi-lagi kau bercanda, ya" Apa kau ingin kukitik-kitik lagi?" kata Kiat Bwee.
"Sudah, jika kau malu menjawabnya sekarang, lain kali saja. Mari kita tidur," kata nona Ciauw.
Selang beberapa hari kemudian ibu kandung nona Ciauw pulang,
Kiat Bwee yang diberitahu ingin menemuinya. Tapi ibu kandung nona Ciauw masih belum bersedia ditemui.
Bahkan walau sudah berkali-kali Kiat Bwee bertemu dengan Ciauw Siang Hoa. mengenai pengintaian ibu-mudanya belum diceritakan pada Ciauw Siang Hoa, karena nona Ciauw sering bersama-sama mereka.
Berhubung musuh besarnya belum terlacak, dan Kiat Bwee menaruh curiga pada ibu-muda Ciauw Siang Hoa,dedang Thian Hiang pun belum menyusul ke rumah keluarga Ciauw, maka Kiat Bwee pun jadi iseng sendiri.
-o0-DewiKZ^~^aaa-o0- 1279 Bab 47 Dikisahkan saat itu keadaan Liong Thian Hiang yang berada di rumah keluarga Bu sedang bergembira. Nona Liong mengira Kiat Bwee pun sudah menemukan kawan hidupnya di sana. Maka itu dia tidak segera menyusulnya.
Pada suatu hari Bu Hian Kam pesiar bersama kekasihnya Liong Thian Hiang ke atas bukit. Ketika itu justru jatuh pada musim semi. Cuaca hari itu sangat cerah. Di lereng bukit tampak bunga-bunga sedang bermekaran beraneka warna. Tak jauh dari situ tampak air terjun turun dari celah-celah bukit. Sinar matahari pun menambah keindahan pemandangan alam di sekitarnya.
Ketika itu kedua muda-mudi yang asyik pacaran itu sedang menikmati pemandangan alam yang sangat indah.
Sesudah merasa lelah. Liong Thian Hiang mengajak Bu Hian Kam duduk beristirahat di tepi sungai. Tapi sebelum mereka istirahat nona Liong memetik beraneka macam bunga. Saat istirahat itu barulah bunga-bunga itu dia rangkai.
"Bagaimana, indah tidak?" kata Liong Thian Hiang. Bu Hian Kam mengambil rangkaian bunga itu, lalu dia kalungkan ke leher nona Liong.
"Bunga ini untukmu, tapi kini malah kau yang memberikannya kepadaku," kata nona Liong.
"Kebiasaan di tempat ini hanya pengantin wanita yang memakai kalung bunga," kata Bu Hian Kam sambil tersenyum.
"Ngaco!" kata si nona.
"Bukan ngaco, tapi dengan bunga itu kau tampak lebih cantik," kata Bu Hian Kam. "Aku juga belum tahu, apakah 1280
aku bernasib baik bisa menyunting bunga secantik kau atau tidak?"
Berhubung ayah nona Liong baru meninggal dua tahun yang lalu, masa berkabung nona Liong tinggal setahun lagi.
Sedangkan ucapan Bu Hian Kam tadi seolah ingin membicarakan pernikahan mereka.
"Iih, kau ngaco lagi!" kata si nona.
"Kalau kau tidak suka membicarakan tentang kita, mari bicarakan tentang orang lain saja," kata Hian Kam.
"Ayahku diundang oleh Bun Yat Hoan. Tapi karena hubungan Ayahku tidak akrab dan jarak rumah Bun Yat Hoan sangat jauh, aku tidak datang ke pesta pernikahan muridnya. Aku dengar pengantin perempuannya she Ci dan cantik sekali serta sangat terkenal."
"Ya, selain cantik dia juga cerdas dan ilmu silatnya tinggi. Tapi sayang, kau sudah kedahuluan Seng Liong Sen!" kata nona Liong menggoda.
"Bagiku, kau bagaikan bidadari, malah banyak yang iri kepadaku lho. Maka kenapa aku harus iri kepada orang lain?" kata Bu Hian Kam sambil tersenyum.
Tiba-tiba Nona Liong ingat pada Kiat Bwee, tanpa merasa dia menghela napas perlahan. Kejadian itu membuat Bu Hian Kam terperanjat. Dia awasi kekasihnya.
"Eeh, kenapa kau menghela napas" Aku bicara sewajarnya tanpa maksud lain!" kata pemuda itu.
"Kau salah paham, aku tidak peduli apakah kau menyukai perempuan lain atau tidak!" kata si nona.
"Lalu kenapa kau mengeluh?"
"Aku ingat pada Kak Kiat Bwee, dia she Yo. Dia bernasib malang sekali!" kata nona Liong.
1281 Bu Hian Kam pernah mendengar cerita nona Liong tentang Kiat Bwee.
"Memang kasihan, nasibnya buruk sekali. Tapi kau bilang dia sudah mendapat jodoh?" kata Bu Hian Kam.
"Aku berharap mudah-mudahan dia mendapatkan jodoh yang cocok," kata nona Liong. "Malah aku ingin bertanya padamu tentang pria pilihannya itu!"
"Maksudmu bagaimana?"
"Aku ingin tahu bagaimana keadaan orang she Ciauw yang kuceritakan padamu dulu. Apakah kau kenal dengan puteri Ciauw Goan Hoa?" kata nona Liong.
"Mereka keluarga akhli silat ternama," kata Bu Hian Kam. "Ciauw Goan Hoa pernah menjadi Cong-peng (Letnan). Hanya sayang kami tidak punya hubungan dengan mereka!"
"Bisa dikatakan kalian bertetangga, kenapa tidak berhubungan?"
"Tabiat Ciauw Goan Hoa agak aneh. dia tidak suka bergaul dengan tetangganya. Aku dengar familinya banyak di tempat jauh. Saat baru pulang kampung, memang dia berkirim kartu nama sebagai pemberitahuan sesama orang Kang-ouw. Namun, dia tidak mengundang kami ke rumahnya. Sejak saat itu kami tidak berhubungan lagi dengannya."
"Oh, begitu!" kata nona Liong. "Untung dia bekas pejabat, kalau tidak mungkin dia dituduh kepala penjahat yang mengasingkan diri'"
"Hati-hati menilai orang, setiap orang memiliki tabiat sendiri-sendiri," kata Bu Hian Kam.
1282 "Tapi putera-puterinya aneh, mereka bisa bergaul.
Buktinya dia mau mengundang kami ke rumahnya. Aku jadi ingin ke sana. kau mau ikut?" kata nona Liong.
Tiba-tiba muncul seorang pelayan yang meminta mereka pulang karena ada tamu yang harus ditemui mereka. Tiba di rumah benar saja ada dua orang tamu. Mereka masingmasing she Cio dan she Theng dari golongan tua.
Mereka mengaku sebagai saudara angkat. Ketika ditanya mereka bermaksud menanyakan tentang tempat tinggal Yo Tay Ceng, ayah nona Yo Kiat Bwee.
"Apa betul dulu nona tetangganya?" tanya si tamu.
"Benar, tapi Paman Yo sudah lama meninggal," kata nona Liong.
"Tentang hal itu sudah lama kami dengar, tapi kami ingin mencari puterinya. Tadi dari Bu-ceng-cu, khabarnya nona pernah berjalan bersama puterinya itu. Apa benar, di mana dia sekarang?"..
Nona Liong jadi heran mendengar kata-kata tamu itu, sebab baru kali ini ia mendengar Yo Tay Ceng punya saudara angkat. Padahal mereka berasal dari Utara. Tapi karena dia kenal keluarga Bu, maka nona Liong pun merasa tidak masalah bila menjelaskan di mana adanya Yo Kiat Bwee pada mereka.
"Benar, kami pernah jalan bersama dan menghadiri pesta pernikahan di rumah Bun Tay-hiap," kata nona Liong.
"Apa yang menikah itu pemuda bernama Seng Liong Sen, keponakan Seng Cap-si Kouw yang terkenal 20 tahun yang lalu?" kata orang she Theng.
"Benar, malah aku dengar, dulu Yo Cici diculik dan dijual pada Seng Cap-si Kouw!" kata nona Liong.
1283 Kedua tamu itu saling pandang sesamanya.
"Kebetulan, sekarang nona Kiat ada di mana?" kata mereka hampir bersamaan.
"Dia ada di rumah keluarga Ciauw," kata Liong Thian Hiang.
"Pasti kalian juga pernah mendengar nama Ciauw Goan Hoa, dia tinggal di Ciauw-yang-kwan," kata Bu Yan Cun.
"Untunglah, kalau begitu dia akan mudah kami cari,"
kata orang she Cio. "Terima kasih atas keteranganmu ini, nona Liong!"
Keduanya lalu pamit. Sesudah kedua tamu itu pergi, nona Liong bertanya pada ayah Bu Hian Kam.
"Paman, kau percaya pada mereka" Rasanya aku belum pernah mendengar Paman Yo punya saudara angkat?" kata nona Liong yang kelihatan ragu-ragu.
"Dulu Paman Yo pernah bekerja di perusahaan ekpedisi di daerah Utara. Sudah pasti pergaulannya sangat luas.
Tidak heran jika dia punya saudara angkat di mana-mana.
Aku kira mereka orang baik-baik!" kata Bu Yan Cun.
"Kalau begitu, legalah hatiku," kata Bu Hian Kam.
Tapi nona Liong masih ragu-ragu. Malamnya dia tidak bisa tidur.
Esok harinya dia mengajak Bu Hian Kam menyusul Kiat Bwee di rumah keluarga Ciauw. Setelah ada kata sepakat.
Bu Hian Kam mengajak nona Liong mengambil jalan pintas, supaya mereka bisa segera sampai di tempat tujuan.
Sudah belasan hari Kiat Bwee tinggal di rumah keluarga Ciauw. Tapi selama itu dia belum pernah bertemu dengan isteri muda Ciauw Goan Hoa. Sejak dia dengar dari Ciauw 1284
Siang Yauw, bahwa ibu-tirinya pernah mengintai saat dia bertemu dengan Ciauw Siang Hoa, Kiat Bwee jadi curiga.
Suatu hari Kiat Bwee pesiar ke suatu tempat bersama Ciauw Siang Yauw. Saat sudah kelelahan mereka istirahat di suatu tempat. Saat istirahat itulah Siang Yauw berkata pada Kiat Bwee.
"Aku dengar Seng Cap-si Kouw itu lihay, dan kau sudah ikut dia cukup lama. Bagaimana jika kau tunjukkan salah satu dua jurus ilmu silat yang kau pelajari darinya?" kata Ciauw Siang Yauw.
"Aku cuma pelayan, mana boleh aku belajar ilmu silatnya," kata Kiat Bwee. "Memang aku pernah diberi petunjuk beberapa jurus, tapi aku kira tidak pantas untuk diperlihatkan!"
"Kau jangan berkata begitu, apa kau masih belum menganggapku sebagai teman baikmu?" kata Ciauw Siang Yauw.
"Kalau begitu baiklah, sesudah aku kau pun harus menunjukkan kepandaianmu," kata Kiat Bwee.
Sesudah Kiat Bwee mempertunjukkan ilmu silatnya, Siang Yauw pun memainkan beberapa jurus ilmu silatnya.
"Apa nama ilmu golokmu itu" Aku kagum hingga mataku jadi silau melihatnya," kata Kiat Bwee memuji.
"Ini ilmu golok Pat-kwa (Delapan Diagram), bergerak berdasarkan garis Pat-kwa," kata Ciauw Siang Yauw. "Tapi Kakakku lebih lihay dibandingkan dengan aku!'*
"Kenapa begitu, tidak mungkin ayahmu pilih kasih," kata Kiat Bwee heran.
"Tidak! Ayah tidak pilih kasih. Kakakku sering bersama Ayah dan isteri kedua Ayahku. Dia yang lebih sering 1285
belajar ilmu silat keluarga kami. Malah cuma Kakakku yang belajar ilmu silat dari isteri muda Ayahku."
"Jadi ibu-tirimu juga bisa silat" Tapi kenapa dia sering "
sakit-sakitan?" kata Kiat Bwee.
"Dia sudah sakit sejak menikah dengan Ayahku, apa sakitnya sejak dulu aku juga tidak tahu!" kata Ciauw Siang Yauw.
Kiat Bwee mengangguk, dia jadi bertambah sangsi.
"Kalau begitu ibu-tirimu yang pilih kasih," kata Kiat Bwee. "Tapi kalian berdua akur. kenapa kau tidak minta diajari pada kakakmu?"


Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dia mau mengajariku tapi aku yang enggan belajar darinya," kata Siang Yauw.
"Kenapa?" "Aku kurang suka pada isteri-muda Ayah, sengaja aku membuatnya jengkel. Tapi aku suka pada Kakak apalagi sesudah kau.... kau....."
"Huss! Jangan ngaco!" kata Kiat Bwee yang tahu ke mana arah pembicaraan nona Ciauw ini.
Kiat Bwee berpikir keras.
"Kenapa dia tak suka pada ibu-tirinya, apakah wajahnya jelek. Atau dia galak sekali dan dingin?" pikir Kiat Bwee.
"Agaknya kau tidak senang jika aku menyebut-nyebut Kakakku. Apa kau memang tidak senang atau hanya berpurapura tidak suka?" kata Ciauw Siang Yauw sambil tertawa.
Tak lama tampak seseorang mendatangi.
"Tuh dia datang! Dia malah datang saat kita sedang membicarakannya!" kata Siang Yauw.
1286 Saat Kiat Bwee menoleh, benar saja kakak nona Ciauw mendatangi ke arah mereka.
"Kak, kau ingin bertemu Kakak Kiat, ya" Jangan terburuburu begitu!" menggoda Ciauw Siang Yauw.
"Aku menyusul kalian karena ada masalah. Jadi sengaja aku menyusul untuk memberitahu Nona Yo!" kata kakaknya.
"Ada masalah apa?" tanya Kiat Bwee.
"Di rumah telah kedatangan dua orang tamu. Mereka mengaku saudara angkat ayahmu, Nona Yo," kata Ciauw Siang Hoa.
"Dua orang tamu. siapa mereka?"
"Yang seorang mengaku she Cio, seorang lagi mengaku she Theng, usia mereka lebih dari limapuluh tahun. Mereka mengaku datang dari daerah Utara. Kau kenal dengan mereka?" kata Ciauw Siang Hoa.
"Tidak. Ayahku pun tidak pernah menceritakan tentang mereka!" kata Kiat Bwee.
"'Karena sejak maih kecil kau diculik, mungkin kau juga sudah lupa," kata Ciauw Siang Yauw.
"Benar barangkali begitu," kata Kiat Bwee.
"Aku sangsi apa maksud kedatangan kedua orang itu,"
kata Ciauw Siang Hoa. "Malah saat bicara dengan Ayah, dia bicara bisik-bisik dengan bahasa kalangan Kang-ouw, tentu saja aku jadi tidak mengerti. Sikap Ayah sangat hormat kepada mereka, tapi saat Ayah menyuruhku menyusul kalian, ada dua kalimat Ayah yang menimbulkan kecurigaanku. Sambil mengedipkan mata Ayah berkata padaku, 'Adik Yauw dan Nona Yo sedang ke rumah neneknya. Mereka belum tentu bisa buru-buru pulang.
1287 Bagaimana, ya"' kata ayah. Apa benar kau bilang pada Ayah kalian akan ke rumah Nenek?"
"Aku tidak bilang mau ke rumah Nenek." kata Ciauw Siang Yauw ikut heran.
"Tepat! Maka itu aku jadi curiga, apa maksud kedua orang itu terhadap Nona Yo" Jangan-jangan mereka berniat jahat?" kata Ciauw Siang Hoa.
"Kalau begitu kau hindari saja mereka Kakak Kiat Bwee," kata Ciauw Siang Yauw.
"Justru aku ingin tahu apa mau mereka" Biar akan kutemui mereka," kata Kiat Bwee.
"Kalau begitu, mari kita pulang. Sampai di sana kita lewat taman dekat ruang tamu. Nanti lewat jendela kau bisa mengintai mereka. Apakah kau kenal dengan mereka atau tidak?" kata nona Ciauw.
"Baik, mari kita pulang," kata Kiat Bwee.
Sesampai di rumah mereka mengendap-endap di taman bunga, kemudian mereka mengintai ke ruang tamu. Saat itu kedua tamu itu sedang ngobrol dengan ayah nona Ciauw.
Kedua tamu itu kelihatan sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Kiat Bwee.
Melihat kedua orang itu Kiat Bwee sedikit terperanjat.
Orang she Cio tidak dikenalinya, tapi orang she Theng itu samar-samar masih dikenalinya sebagai penculik saat dia masih kecil.
"Hm! Sungguh nekat orang ini, dia berani mencariku.
Dengan demikian cita-citaku untuk membalas dendam akan terlaksana hari ini. Tapi dari keterangan Ciauw Siang Hoa tadi, aku kira dia punya hubungan baik dengan ayah angkatnya. Sebaiknya tidak kuberitahukan pada Paman 1288
Ciauw tentang niatku akan membalas dendam ini!" pikir Kiat Bwee.
Sesudah Kiat Bwee mengambil keputusan, dia akan menyerang orang she Theng itu dengan jarum beracun.
Tibatiba dia berdiri di muka jendela. Tangannya bergerak menyebarkan jarum beracun ke arah orang she Theng itu.
"Kat-cu-ciam " (Jarum Kalajengking) itu senjata khas buatan keluarga Seng. Jika terkena jarum itu, lawan akan terluka dan tubuhnya akan membusuk tidak bisa diobati lagi. Senjata ampuh itu sengaja dia curi dari rumah Seng Cap-si Kouw agar bisa membalas dendam pada musuhnya.
Saat itu orang she Theng itu sedang asyik bicara dengan tuan rumah dan membelakangi jendela tempat Kiat Bwee menebarkan segenggam jarum ke arahnya. Jarum itu menyambar tanpa menimbulkan suara sedikitpun. hingga orang she Theng itu tampaknya tidak tahu datangnya bahaya atas dirinya.
Kiat Bwee girang dan yakin usaha balas-dendamnya akan berhasil. Tetapi di luar dugaan. Ciauw Goan Hoa mengibaskan tangannya, hingga sebelum jarum-jarum itu mengenai orang she Theng, jarum-jarum itu berhasil disampok oleh Ciauw Goan Hoa. Ketika jarum-jarum itu berjatuhan ke lantai. Kiat Bwee kecewa sekali! Dia langsung menghunus pedangnya dan melompat lewat jendela ke dalam ruang tamu.
"Nona Yo jangan! Mereka tamu-tamuku...." teriak Goan Hoa. Tapi pedang Kiat Bwee sudah menusuk ke arah orang she Theng itu.
"Paman, orang inilah penculikku yang telah membuat aku sengsara! Aku mohon Paman jangan ikut campur!" kata Kiat Bwee.
"Bagus! Kau masih mengenaliku!" kata orang she Theng.
1289 Sambil mengibaskan lengan baju yang terpapas kutung oleh pedang Kiat Bwee, dia sudah menghunus goloknya.
Kiat Bwee menyerang sebanyak tiga kali. Tetapi sayang serangan Kiat Bwee berhasil ditangkis oleh orang she Theng itu.
Ciauw Siang Hoa maupun Ciauw Siang Yauw sudah sampai ke dalam ruang tamu. Mereka kaget menyaksikan pertarungan itu.
Ciauw Siang Hoa baru sadar, kalau dulu dia juga pernah bertemu sekali dengan orang she Theng itu di kelenteng.
Sesudah mendengar Kiat Bwee bicara tentang orang she Theng itu, dia baru ingat semua kejadian itu dengan jelas.
Ilmu silat yang diperoleh Kiat Bwee dari Seng Cap-si Kouw ternyata mampu untuk mendesak orang she Theng mundur. Melihat keadaan makin gawat bagi kawannya, orang she Cio itu tidak tinggal diam. Sambil tertawa dia menyerang Kiat Bwee.
Tidak disangka orang she Cio ini lebih lihay dibandingkan kawannya. Buru-buru Ciauw Siang Hoa maju akan membantu, tapi tangkisan orang she Cio membuat tangan Ciauw Siang Hoa terasa panas karena berbenturan dengan tangan orang she Cio itu. Melihat Siang Hoa maju, orang she Cio jadi ragu melancarkan serangannya. Dia malu pada ayah Ciang Hoa, Ciauw Goan Hoa.
"Ciauw Goan Hoa, kau pasti sudah tahu siapa aku"
Tolong suruh mundur puteramu ini, supaya dia jangan ikut campur!" kata orang she Cio.
Mendengar teguran itu Ciauw Goan Hoa jadi ragu. Dia mampu mengalahkan kedua tamunya itu, namun orang yang berada di belakang kedua tamunya itu membuat Ciauw Goan Hoa ragu-ragu. Maka itu dia minta puteranya supaya mundur teratur.
1290 Tapi Ciauw Siang Hoa seolah tidak mendengar peringatan ayah nya, dia hunus pedangnya dan langsung melancarkan serangan maut. Sebenarnya dia sudah lupa siapa orang she Cio ini, tetapi suara tawanya membuat dia ingat pada seseorang. Kenangan saat rumahnya hancur berantakan teringat kembali oleh Siang Hoa.
Suara tawa itu sangat dikenalinya dan diingat selama hidupnya. Dia ingat saat dibawa kabur oleh pelayan tua, tawa itu terdengar jelas olehnya. Jadi tawa itulah yang membuat dia geram. Dengan mata berapi-api dia menyerang dengan hebat. Tawa itu yang membuat Siang Hoa kalap.
Serangan Ciauw Siang Hoa tidak diduga oleh orang she Cio itu. Dia tak sempat menghunus senjatanya.
"Hentikan Siang Hoa!" teriak ayahnya.
Ciauw Siang Hoa tidak mau menghentikan serangannya.
Sedang orang she Theng bertarung dengan Kiat Bwee.
Melihat anaknya bandel Ciauw Goan Hoa melancarkan pukulan untuk memisahkan pertarungan antara Ciauw Siang Hoa dan orang she Cio itu.
Saat itu orang she Cio mengeluarkan Houw-thouw-kauw (Gaetan berkepala harimau), sedang Ciauw Siang Hoa sudah maju kembali menyerangnya.
"Ciauw Goan Hoa, kau tidak bisa mengendalikan anakmu, maka terpaksa aku yang akan menghukumnya,"
kata orang she Cio itu. Dia menangkis serangan lawan sambil menjepit pedang Siang Hoa, sedang gaetan yang lain menyambar menyerang anak muda itu. Ketika keadaan sudah sangat kritis bagi anaknya, Siang Hoa, untung ayah Siang Hoa sempat 1291
menyambit gaetan orang she Cio itu dengan sebuah cangkir.
"Trang!" Cangkir hancur berantakan di lantai. Orang she Cio itu kaget. Melihat kesempatan ini Ciauw Siang Hoa menarik pedangnya dan langsung menyerang tangan orang she Cio hingga tergores meninggalkan luka cukup parah.
"Bagus! Kalian memusuhiku. Tunggu tiga hari lagi kami akan datang mencari kalian!" kata orang she Cio.
Sesudah itu dia mengambil bendera kecil yang dia sambitkan ke atas meja. Itu bendera bergambar tengkorak manusia berwarna hitam. Melihat bendera itu Ciauw Goan Hoa terperanjat.
"Kau kenal bendera itu, bukan?" kata orang she Cio.
"Dalam tiga hari jika kau insaf, segera serahkan nona Yo pada kami!"
Sesudah itu kedua tamu tak diundang itu kabur. Ciauw Siang Hoa mengejar keluar.
"Dia musuh besarku, Ayah! Aku tidak bisa membiarkan dia lolos!" kata Ciauw Siang Hoa.
"Hoa, anakku kembali!" kata Ciauw Goan Hoa.
Tapi Siang Hoa sudah berlari jauh diikuti Ciauw Siang Yauw dan Kiat Bwee mengejar musuh. Terpaksa Ciauw Goan Hoa pun ikut mengejar. Jika perlu dia pun akan membantu anaknya melawan kedua tamu itu. Saat baru akan berhasil mengejar lawan, kelihatannya Ciauw Siang Yauw yang melompaii tembok pagar terjatuh. Tidak lama muncul seorang wanita yang rambutnya terurai. Kiranya dia isteri muda Ciauw Goan Hoa. Kho-si ikut mengejar.
Saat mereka sudah dekat, dia menarik suaminya yang kaget 1292
karena tidak mengira isteri mudanya begitu lihay. Dia tahu isteri-mudanya bisa silat, tapi tidak mengira begitu lihay.
Ciauw Siauw Yauw terjatuh, ternyata dia jatuh oleh hajaran senjata rahasia sang isteri.
"Heran kenapa dia serang anak Yauw dan aku tidak boleh menolongi si Hoa?" pikir Ciauw Goan Hoa.
Melihat suaminya bingung isteri mudanya seolah mengerti.
"Jangan cemas, anak Yauw akan pulih sesudah sejam kemudian." kata sang isteri muda.
Kemudian dia memanggil pelayannya.
"Bawa sio-cia ke kamarnya! Jangan sampai Toa-nio mengetahuinya!" kata Kho-si.
"Kau halangi anak Yauw mengejar musuh, tapi kenapa kau tidak mencegah Hoa mengejar mereka?" kata suaminya.
"Aku tidak ingin dikenali oleh mereka," jawab sang isteri.
"Anak Hoa ingin balas-dendam, sulit dicegah. Jika kau susul mereka, pasti kau pun akan bertarung untuk membela anakmu. Aku tidak ingin kau berbuat begitu!"
"Kenapa?" "Mari kita bicara di dalam saja," kata isterinya. dia bawa suaminya ke ruang tamu.
Sambil menunjuk bendera kecil di atas meja isterinya berkata.
"Sesudah melihat bendera ini, masakan kau tidak bisa mengenali siapa mereka?" kata isterinya.
"Kau juga tahu mengenai bendera ini?" kata suaminya.
1293 "Ya. Ini bendera bajak yang malang-melintang di wilayah Timur! Nama ketuanya Kiauw Sek Kiang. Orang she Cio itu anak buahnya!"
"Dari mana kau ketahui hal itu?"
"Apa kau lupa bagaimana kita bertemu" Saat itu kau bantu aku mengusir penjahat anak buah Kiauw Sek Kiang.
Ketika itu dia masih bergerak di daratan," kata isterinya.
Duapuluh tahun yang lalu Ciauw Goan Hoa seorang komandan tentara di kota Tin-kang. Dia berhasil menolong seorang wanita yang sedang dikepung penjahat. Orang itu adalah Kho-si yang menjadi isteri-mudanya. Ketika itu ayah Kho-si jadi piauw-su dan barang antarannya dirampok penjahat. Sesudah menjadi piatu dia bersedia menjadi isteri Ciauw Goan Hoa yang menolonginya dari bahaya.
"Jadi mereka juga musuhmu?" kata suaminya. "Kenapa kau tidak menuntut balas pada mereka?"
"Musuh bersarku Kiauw Sek Kiang!" kata sang isterimuda. "Jadi percuma jika aku hanya membunuh anak buahnya."
"Hoa sekalipun bukan anak kandungmu, tapi kaulah yang membesarkan dia. Kenapa kau tidak mencegahnya agar dia tidak masuk perangkap musuh?" kata suaminya.
"Aku tidak ingin kau menanam permusuhan, aku juga yakin anak Hoa dan nona Yo akan sanggup menghadapi mereka, maka itu aku tidak mencegahnya!" kata isterinya.
"Terus terang aku sedang melatih ilmu silat khusus, jika sudah mahir aku yakin akau bisa mengalahkan Kiauw Sek Kiang!"
"Tapi, apa masih ada sesuatu yang kau rahasiakan padaku?" kata suaminya yang sedikit ragu-ragu 1294
"Memang ada yang mau kukatakan, sekarang lebih utama kita hindari musuh, kelak akan kuceritakan padamu!" kata isterinya.
Ciauw Siang Hoa dan Kiat Bwee mengejar kedua tamu tak diundang itu. Sesudah mereka sampai di luar kampung, sambil mengejar Ciauw Siang Hoa berteriak.
"Kau mau kabur ke mana bajingan!" kata Siang Hoa sambil menyambitkan piauw ke arah lawan. Tapi tidak mengenai sasaran.
Tiba-tiba kedua orang itu berhenti berlari. Malah orang she Cio itu tertawa dingin.
"Hm! Ada kesempatan baik, malah kalian memilih kematian!" kata orang she Cio itu. "Kau jangan lari!"
"Aku yakin mereka tidak akan lolos dari tangan kita!"
kata orang she Theng. Tak lama mereka sudah mulai bertarung. Mula-mula keadaan seimbang, tapi karena Kiat Bwee terlalu bernapsu dan kurang hati-hati, kedua muda-mudi ini mulai terdesak.
Malah dalam suatu serangan orang she Cio berhasil menggaet tusuk konde Kiat Bwee.
"Hati-hati, jangan terlalu bernapsu nona Yo, tak lama lagi Ayah akan tiba!" kata Ciauw Siang Hoa.
"Hm! Kau jangan berharap yang tidak-tidak," kata orang she Cio. "Kau panggil dia ayah, padahal bukan ayah kandungmu. Dia pun tidak sayang padamu!"
"Dia tidak akan memusuhi Kiauw To-cu, sekalipun harus menolongi puteranya," kata orang she Theng. "Lebih baik kalian menyerah, dengan demikian nyawamu akan selamat!"
1295 Dengan sabar Ciauw Siang Hoa menghadapi kedua musuh itu bersama Kiat Bwee. Tapi heran setelah sekian lama ayahnya belum juga muncul.
"Ke mana dia, kenapa tidak menolongiku?" pikir Siang Hoa. "Apa dia sudah tidak peduli pada keselamatanku?"
Orang she Theng sedang bertarung dengan Kiat Bwee.
Sekalipun ilmu silatnya tidak tinggi, dia mampu menghadapi nona ini. Orang she Cio terlihat sering membantu orang she Theng menyerang Kiat Bwee, namun karena Kiat Bwee belajar silat dari Seng Cap-si Kouw, maka dia masih mampu mengimbangi lawannya. Krena mereka sulit mengalahkan kedua muda-mudi ini, kelihatannya mereka mulai nekat. Saat kedua muda-mudi mulai kewalahan, tiba-tiba terlihat dua penunggang kuda mendatangi. Penunggang yang perempuan segera berteriak.
"Kiat Bwee, siapa yang sedang kalian hadapi itu?" kata si nona.
Melihat kedatangan nona itu Kiat Bwee girang.
"Kakak Liong, dia penculikku, mereka musuh besar keluargaku!" kata Kiat Bwee yang mengenali Liong Thian Hiang.
Mendengar jawaban itu Thian Hiang langsung meminta kawannya membantu.
"Hian Kam, kau serang orang yang bersenjata gaetan!"
kata nona Liong. Melihat pria yang datang bersama nona Liong masih muda, orang she Cio memandang rendah padanya. Tetapi sesudah bertarung sekian lama dia sadar bahwa pemuda ini lihay sekali. Dia bertambah kaget lagi saat mendengar jeritan orang she Theng itu. Rupanya kawannya ini tertusuk oleh pedang nona Liong. Orang she Cio memang sudah 1296
sejak tadi ingin pergi, jadi melihat ketika Theng terluka maka dia pun berteriak.
"Lari!" katanya.
Tapi sebelum dia sempat kabur dengan jurus "Tiat-sohhengkang" (Rantai besi melintang di sungai), Bu Hian Kam menyerangnya dengan hebat, tak ampun lagi gaetan orang she Cio itu terlepas dari cekalannya. Rupanya Cio sudah kelelahan, apalagi sekarang dia menghadapi pemuda lihay. Untung dia lihay, sekalipun senjatanya tinggal satu, dia masih mampu membalas menyerang lawan. Sedang tangan kirinya dipakai menangkis pedang Ciauw Siang Hoa.
Berhubung pedang Bu Hian Kam belum bisa ditarik, dia gunakan tangannya menangkis serangan orang she Cio itu.
Saat beradu tangan Hian Kam mundur beberapa langkah ke belakang, kesempatan ini digunakan untuk kabur oleh orang she Cio.
Orang she Theng ketakutan melihat kawannya kabur, dia juga ingin kabur. Tapi serangan Liong Thian Hiang dan Kiat Bwee secara berbareng membuat dia kaget. Pedang nona Liong berhasil melepaskan goloknya, sedang pedang Kiat Bwee melukai bahu orang she Theng ini. Kedua nona itu girang mereka tertawa.
"Bagaimana kau bisa menemukan musuh besarmu, Kakak Bwee" Siapa orang yang kabur tadi?"
"Nanti akan kujelaskan padamu," kata Kiat Bwee.
"Orang yang kabur itu musuh besar keluargaku," kata Ciauw Siang Hoa ikut bicara.
Sesudah itu Ciauw Siang Hoa mengancam orang she Theng dengan pedangnya.
1297 "Katakan! Kawanan penjahat mana yang
menghancurkan rumahku" Apakah Ayahku terbunuh atau tidak?" kata Siang Hoa.
"Jawab, atas perintah siapa kau menculikku?" kata Kiat Bwee yang juga sengit.
"Anak sial! Kau telah melukaiku hingga ilmu silatku musnah. Bunuh saja aku dan jangan harap kau mendapat keterangan dariku!" kata orang she Theng.
Dia meringis kesakitan karena bahunya terluka.
"Benarkah ucapanmu, baik rasakan pedangku ini!" kata Kiat Bwee semakin gemas.
Sekarang Kiat Bwee menyerang iga lawannya dengan jarum beracunnya.
"Cress!" "Aduuh!" teriak orang she Theng.
Tak lama dia merasakan tubuhnya kesemutan. Lama-lama semakin sakit, seolah digigit ratusan ular berbisa. Dia merintih kesakitan.
"Oh, sakitnya! Tolong berikan obat pemunahnya Nona!"
kata orang she Theng. "Semua yang kau inginkan akan kujelaskan!"
Mendengar orang itu mau mengaku, Kiat Bwee akan memberi obat pemunah. Tapi tiba-tiba Bu Hian Kam berteriak.
"Siapa itu?" Nona Liong menarik Kiat Bwee untuk menghindari serangan gelap. Orang she Theng yang terkena jarum pun langsung roboh dan tidak berkutik lagi.
"Dia terkena senjata rahasia!" teriak Kiat Bwee.
1298 Bu Hian Kam langsung mengejar orang itu. Saat diperiksa, benar saja, bagian belakang kepala orang she Theng itu tertembus sebuah panah kecil beracun berwarna hitam. Padahal orang she Theng itulah satu-satunya orang yang bisa memberi keterangan. Tetapi dia telah mati oleh kawannya yang tidak ingin orang she Theng itu membuka rahasia. Tak lama Bu Hian Kam sudah kembali, dia tidak berhasil mengejar musuh itu.
"Aneh," kata nona Liong. "Orang she Cio tadi tidak selihay orang yang dikejar oleh Hian Kam. Siapa dia?"
"Sudah, mari kita ke rumah Paman Ciauw, kita bicarakan nanti dengan beliau," kata Hian Kam.
Pulanglah mereka bersama-sama. Sampai di rumah mereka lihat Ciauw Goan Hoa masih berunding dengan isterimudanya. Melihat putera-puterinya pulang dengan selamat, Goan Hoa girang sekali.
"Eeh, bagaimana, apa kalian tidak apa-apa?" kata Goan Hoa. "Untung mereka berdua datang membantu kami,"
kata Ciauw Siang Hoa. "Oh, terima kasih, bagaimana ayahmu baik-baik saja?"
"Baik, terima kasih. Paman," kata Bu Hian Kam. "Saat Paman pulang kampung, Ayah tidak sempat datang untuk mengucapkan selamat pada Paman. Sekarang aku mewakili Ayahku menyampaikan salam pada Paman Ciauw!"
"Tidak apa, malah seharusnya aku yang berkunjung ke rumah ayahmu," kata Ciauw Goan Hoa. "Siapa Nona ini?"
"Dia puteri Liong Pek Giam, pendekar daerah Kanglam. Kedatangan kami untuk menjemput Nona Yo," kata Bu Hian Kam.
1299 "Aku dengar dulu nona Yo tetangga kalian?" kata nona Liong. "Kemarin dua penjahat itu datang ke rumah keluarga Bu. Kemudian sesudah memperoleh keterangan, mereka menyusul ke mari. Aku curiga, maka itu kami menyusul ke mari. Kami bertemu saat puteramu dan nona Yo sedang bertarung dengan mereka. Kedatangan kami sungguh kebetulan."
"Ayahmu pun sudah lama kukagumi," kata Ciauw Goan Hoa. "Aku senang kalian selamat. Sebenarnya aku ingin menemui Ayah saudara Bu, tapi saatnya belum mengizinkan."
"Paman Ciauw benar, sesudah peristiwa tadi Paman jangan meninggalkan rumah. Biar aku akan minta Ayahku berkunjung ke mari, bagaimana?" kata Bu Hian Kam.
"Oh! Bukan begitu maksudku, malah kami akan pergi dari sini. Terima kasih atas kebaikanmu," kata Ciauw Goan Hoa.
"Ayah, kita mau pergi ke mana" Orang she Cio itu musuh besarku, malah aku berharap dia kembali lagi ke mari!" kata Ciauw Siang Hoa.
"Nak, kau tidak mengetahui bahwa orang she Cio itu punya andalan yang hebat. Dia mengandalkan Kiauw Sek Kiang, bajak laut yang sangat ganas itu!" kata ayahnya.
"Aku tidak ingin menyusahkan Ayah, maka itu aku tidak akan pergi dari sini!" kata Ciauw Siang Hoa tegas.
"Nak, bukan aku mau meninggalkanmu, tapi aku bukan tandingan Kiauw Sek Kiang. Jangan terburu napsu, seperti kata pepatah yang mengatakan : "Sepuluh tahun lagi juga belum terlambat bagi seorang pria sejati!" kata ayahnya.
1300 "Anakku, Ayahmu benar. Mari kau ikut kami bersamasama," kata Kho-si, isteri-muda Ciauw Goan Hoa.
"Aku berjanji masalahmu akan kuselesaikan kelak!"
Saat orang sedang bicara Bu Hiang Kam menyela.
"Sebagai tetangga kita wajib saling membantu, baiklah aku pulang dulu untuk memberitahu Ayahku," kata Bu Hian Kam.
"Dia benar Ayah, mengapa kita tidak menerima bantuan mereka?" kata Ciauw Siang Hoa.
"Aku tidak ingin merepotkan orang lain," kata ayahnya.
Sebenarnya Ciauw Goan Hoa pun tidak rela
meninggalkan harta-bendanya. Tapi jika dia mau minta bantuan ayah Bu Hian Kam, dia khawatir rahasia pribadinya akan diketahui orang lain.
"Sekalipun kita dibantu rasanya sulit untuk melawan mereka," kata Kho-si. "Daripada menyusahkan orang lain, lebih baik kita pergi saja. Anakku, jika ingat bagaimana aku membesarkanmu, kau ikut dengan kami."
Dia awasi anak lelakinya itu.
"Nak, kau harus ikut. Kita tidak pantas merepotkan orang lain," kata ayahnya tegas.
"Tidak Ayah, aku tidak mau pergi!" kata Ciauw Siang Hoa.
"Jika kau masih menganggap aku ayahmu, kau harus ikut. Aku tidak ingin kau mati sia-sia di sini!" kata Ciauw Goan Hoa.
Melihat ayahnya bersungguh-sungguh, akhirnya Siang Hoa mengalah juga.
1301 "Baiklah, Ayah. Silakan saudara Bu dan Nona Liong pulang. Terima kasih atas bantuan kalian!" kata Ciauw Siang Hoa.
Tiba-tiba terdengar suara tongkat beradu dengan lantai rumah.
"Siapa yang bilang mau pergi dari sini?" kata seorang wanita tua memakai tongkat.
Orang itu isteri pertama Ciauw Goan Hoa, dia she Lauw.
"Isteriku, kau tidak tahu masalahnya," kata suaminya.
"Siapa yang tidak tahu" Tidak tahu tentang apa?" jawab sang isteri tua. "Hm! Demi isteri-mudamu kau ingin meninggalkan kami berdua, kan?"
"Kakak jangan salah paham." kata Kho-si. "Ini semua salahku hingga kalian ikut susah. Musuh sangat lihay, kami terpaksa menghindarinya. Jika harus pergi pasti kami akan pergi bersama-sama!"
"Hm! Goan Hoa," kata Lauw-si pada suaminya. "Mana keberanianmu dulu! Apa kau benar-benar takut pada musuhmu" Atau karena kau ingin melindungi isteri-mudamu" Sudah lama aku bungkam, tapi sekarang aku harus ikut bicara! Kau mengangkat anak lelaki yang kau katakan anak kandungmu. Apa kau tidak malu
ditertawakan oleh orang luar?"
"Ibu, bukan aku ingin membohongimu, tapi semua ini atas kehendak Ayah," kata Ciauw Siang Hoa. "Jangan salah duga, Aku tidak ingin menguasai harta keluarga Ciauw.
Tapi jika Ibu melarang kami pergi, aku sangat setuju! Jika sakit hatiku sudah terbalas, pasti aku akan meninggalkan kalian semua!"
1302 "Kalau begitu, baik," kata Kho-si. "Biar aku pergi sendiri saja!"
"Kau juga jangan pergi, Bu!" kata Ciauw Siang Hoa.
"Bu, sudah jangan ribut," kata Ciauw Siauw Yauw pada ibu kandungnya. "Kakak Siang Hoa, aku tidak peduli kau siapa" Tapi kau tetap Kakakku!"
Tanpa terasa dua muda-mudi ini menangis.
"Hm! Ibu-mudamu telah menotokmu, kau malah membela dia!" kata ibu kandung Ciauw Siang Yauw.
"Bu, kita selama ini hidup rukun. Saat menghadapi musuh seharusnya kita semakin bersatu," kata Ciauw Siang Yauw.
Dia rangkul ibu kandungnya dengan mesra.
"Ibu menotokku, mungkin dia khawatir aku tidak bisa melawan musuh," kata Siang Yauw.
Mendengar jawaban adiknya. Siang Hoa kaget. Biasanya Siang Yauw kurang cocok dengan ibu keduanya. Tapi kali ini dia bicara begitu di luar dugaannya. Dengan gagah Ciauw Siang Hoa berdiri dan berkata dengan lantang.
"Seandainya kita harus mati di sini, biarlah kita mati bersama-sama!" kata Siang Hoa.
"Baik, anak Hoa! Jika kita sudah menyelesaikan masalah ini, dan kita tidak binasa, maukah kau pergi dari sini bersamaku?" kata Kho-si.
"Mau, Bu," jawab Ciauw Siang Hoa.
"Kakak, sejak saat ini aku tidak akan ikut campur urusan keluarga Ciauw. Aku tinggal di sini hanya untuk beberapa hari saja," kata Kho-si pada isteri tua Ciauw Goan Hoa.
1303 "Maka jika musuh itu datang, biar aku dan si Hoa yang menghadapinya!"
"Hm! Selama ada di sini, kau masih kuanggap keluargaku!" kata Lauw-si. "Musuh setangguh apapun kami tidak takut. Kami tidak akan bersembunyi, tapi akan menghadapinya bersama-sama!"
"Terima kasih, Kak," kata Kho-si.
Kho-si kembali ke kamar nya sambil menangis sedih.
Sesudah itu redalah keributan di antara keluarga. Bu Hiang Kam lagi-lagi mengajukan usul akan minta bantuan ayahnya.
"Tidak!" kata Lauw-si. "Urusan keluarga Lauw tidak perlu bantuan orang lain!"
"Orang itu musuhku juga!" kata Kiat Bwee ikut dongkol.
"Aku kira mereka datang bukan hanya untuk keluarga Ciauw!"
Akhirnya Ciauw Goan Hoa memutuskan.
"Baik, kalian boleh tinggal di sini, tapi sebelum musuh datang kalian tidak boleh ke mana-mana!" kata Ciauw Goan Hoa.
Dia tidak ingin Bu Hiang Kam pergi minta bantuan pada ayahnya.
"Baik," kata Bu Hian Kam.
Pintu pagar segera dikunci. Tapi malam itu tidak ada kejadian apa-apa.
"Ayah, kenapa kita jadi tegang begini?" kata Ciauw Siang Yauw. "Musuh minta bantuan, tidak mungkin dia bisa segera datang ke mari!"
1304 "Jangan rewel, kau tahu apa" Orang she Kiauw itu jago Rimba Hijau, anak buahnya di mana-mana. Siapa tahu dia sudah ada di sekitar kita. Kita harus siaga!" kata ayahnya.
Ketika keadaan mulai hening, saat itulah salah seorang penjaga pintu pagar datang melapor.
"Tuan, di luar ada orang yang mengetuk pintu, kata orang itu dia sedang mencari seorang nona bernama Tik Bwee!" kata si penjaga.
"Tik Bwee, di sini mana ada nona yang bernama Tik Bwee?" kata Ciauw Goan Hoa.
Mendengar pembicaraan ini, Kiat Bwee bersama Liong Thian Hiang keluar.
"Akulah Tik Bwee," kata Kiat Bwee alias Tik Bwee.
"Siapa yang mencariku?"
"Hm! Aku kira, jika kau yang dicari siapa lagi kalau bukan Kiauw Sek Kiang. Aneh, cepat sekali mereka tiba?"
kata Ciauw Goan Hoa. -o0-DewiKZ^~^aaa-o0- Bab 48 Ciauw Goan Hoa mengira orang yang mencari nona Kiat Bee alias Tik Bwee itu Kiauw Sek Kiang dan konco-konconya. Tetapi penjaga pintu memberi penjelasan.
"Mereka bukan orang yang Tuan sebutkan, tapi sepasang muda-mudi yang wajahnya cakap," kata si penjaga pintu.
"Mereka tidak mirip orang jahat!"
Kebetulan sebelum penjaga ini melapor, dia sempat mengintai tamu itu dari celah pintu pagar rumah.


Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mendengar keterangan penjaga pintu, Ciauw Goan Hoa sangsi. Dia tahu Kiauw Sek Kiang dan kawan-kawannya 1305
berusia hampir limapuluh tahun semuanya. Sedang dari keterangan penjaga pintu jelas mereka bukan orang Kiauw Sek Kiang. Yo Kiat Bwee jadi sedikit gelisah.
"Orang yang tahu aku bernama Tik Bwee hanya keluarga marga Seng, sedang tamu itu sepasang muda-mudi. Apa barangkali mereka Seng Liong Sen dan Ci Giok Hian?"
pikir Tik Bwee. Saat semua sedang bimbang Ciauw Goan Hoa berkata.
"Baiklah, suruh mereka masuk! Aku ingin tahu siapa mereka itu" Beraninya dia datang mencari bahaya di tempatku!" kata Ciauw Goan Hoa.
Penjaga pintu segera berlalu akan membukakan pintu.
Tak lama masuk seorang pemuda tampan bersama seorang nona cantik yang rambutnya mengenakan pita kupu-kupu.
Sesudah mengawasi ke sekitarnya, yang wanita berkata lembut.
"Yang mana yang bernama Kak Tik Bwee?" kata si nona.
Sedang yang lelaki memberi hormat pada tuan rumah.
"Paman, pasti Anda Ciauw Lo-cian-pwee. Maafkan kami mengganggu ketentraman Paman sekalian!" katanya.
Tik Bwee tercengang, dia tidak kenal pada dua mudamudi ini. Tapi sesesudah agak lama dia perhatikan, dia ingat pernah bertemu, tapi entah di mana"
"Sebenarnya kalian siapa?" kata Ciauw Goan Hoa.
Ciauw Goan Hoa jadi ragu, tapi jika mereka musuh tidak mungkin mereka sesopan itu pikirnya.
"Akulah Tik Bwee, tapi siapa kalian" Rasanya aku belum kenal dengan kalian!" kata Tik Bwee.
1306 "Aku Ci Giok Phang dari Pek-hoa-kok, dan nona ini bernama Wan Say Eng dari Beng-shia-to!" kata si pemuda.
Saat mendengar nama Beng Shia-to disebut-sebut., Tampak Ciauw Goan Hoa girang.
"Jadi nona puteri Beng-shia To-cu Wan Ceng (Kim) Liong?" kata Ciauw Goan Hoa.
"Benar, Paman. Aku ini puterinya," kata Wan Say Eng.
Tik Bwee baru ingat mengapa ia seolah sudah kenal dengan pemuda itu, karena pemuda itu kakak Ci Giok Hian. Wajah Ci Giok Phang dan Ci Giok Hian memang agak mirip.
"Nona Wan, aku memang sudah tahu nama besar ayahmu. Tetapi selama ini kami belum saling mengenal.
Lalu mengapa Nona mencariku?" kata Ciauw Goan Hoa.
"Oh itu! Begini Paman Ciauw, aku datang untuk mencari Enci Tik Bwee ini!" kata Wan Say Eng.
"Dari mana kau tahu aku ada di sin?" kata Tik Bwee alias Kiat Bwee.
"Anak buah Kiauw Sek Kiauw pernah mengacau di sini, bukan?" kata Ci Giok Phang.
"Ya, memang begitu," kata Ciauw Goan Hoa. "Dia kabur setelah terluka oleh Nona Yo. Dari mana kau tahu mengenai hal itu?"
"Kebetulan kami bertemu dengan orang itu!" kata Giok Phang.
Ayah nona Wan berjanji pada Kiong Cauw Bun akan mencari See-bun Souw Ya untuk merebut kitab silat milik keluarga Suang. Maka dengan tidak menunggu sampai luka Ci Giok Phang sembuh dengan seorang diri Wan Kim Liong berangkat ke Tiong-goan.
1307 Selang beberapa waktu kemudian, luka Ci Giok Phang pun sembuh. Ketika terkenang kampung halamannya Ci Giok Phang ingin kembali ke Tiong-goan, Wan Say Eng pun ikut bersama Ci Giok Phang.
Sesudah hilang rasa kangennya, Ci Giok Phang yang tahu adiknya Ci Giok Hian pergi ke Kang-lam, lalu berangkat bersama Wan Say Eng untuk mencari adiknya.
Suatu hari mereka tiba di daerah Ciauw-yang-kwan.
Di tempat ini mereka menyaksikan pemandangan indah di To-hoa-nia. Si tempat itu banyak pohon Toh yang membuat mereka kagum sekali.
Ketika mereka sedang menikmati pemandangan indah itu, lewatlah sebuah kereta. Mereka tertarik saat mendengar percakapan orang di atas kereta itu. Sesekali terdengar rintihan kesakitan. Ci Giok Phang dan nona Wan curiga, apalagi suara itu seperti dikenalnya. Rupanya orang itu anak buah Kiauw Sek Kiang.
"Gadis busuk bernama Tik Bwee itu.. Jika tertangkap olehku akan kubeset kulitnya!" kata orang yang merintih itu.
"Kau tidak takut pada Seng Cap-si Kouw?" kata kawannya.
"Kenapa harus takut" Aku yakin Kiauw Toa-ko pun tidak takut padanya. Apalagi aku dengar gadis sial itu kabur dari tempat Seng Cap-si Kouw, mana berani dia minta bantuan pada Seng Cap-si Kouw?" kata orang yang merintih itu.
"Kiauw Toa-ko hanya ingin menahan gadis busuk itu, jadi tidak mudah kau membeset kulitnya," kata kawannya.
1308 "Kau benar, budak itu masih ada harganya bagi Kiauw Toako, tapi sebelumnya aku ingin menyiksa gadis itu!"
"Itu mudah jika kau mau, apa susahnya?" kata kusir kereta. "Aku tahu cara menyiksanya, jika kau mau akan kuajari!"
Mereka bicara seenaknya, karena saat itu tidak menyangka kalau di tepi jalan ada oranp mendengarkan pembicaraan mereka.
Saat Kiauw Sek Kiang dan anak buahnya datang ke Bengshia-to, saat itu Jiauw ikut rombongan Kiauw Sek Kiang. Kebetulan Ci Giok Phang dan Wan Say Eng pernah bertarung dengannya. Sekalipun wajahnya tidak jelas dalam kegelapan, namun mereka masih mengenali suaranya.
Mereka mengetahui nama Tik Bwee dari Kok Siauw Hong dan Han Pwee Eng. Menurut nona Han saat di tempat Seng Cap-si Kouw, Ci Giok Hian akrab dengan Tik Bwee. Mendengar nama nona Tik disebut-sebut oleh orang itu, Ci Giok Pang dan nona Wan curiga. Mereka pikir jika mengikuti orang she Jiauw, pasti mereka akan menemukan Ci Giok Hian.
Wan Say Eng mengambil sebuah batu kecil, alu membidik kaki kuda kereta itu. Kuda yang terkena hajaran batu itu, berjingkrak kaget karena kesakitan. Kuda itu pun roboh, sedang keretanya terguling karena tak ada keseimbangan.
"Kurangajar! Kalian berani membegalku, apa kalian buta?" kata kusir.
Kusir ini mengira mereka dibegal oleh begal biasa.
"Orang she Jiauw keluar, kau ikut aku ke Beng-shia-to untuk menghadap Ayahku!" kata Wan Say Eng dengan suara nyaring.
1309 Saat dibentak nona Wan, orang she Jiauw itu sedang duduk mendeprok di tanah merasakan sakit yang bukan main. Saat menoleh dan mengenali nona Wan, dia balas memaki.
"Hai bocah sial, ternyata kau! Sekalipun aku sudah terluka, aku masih sanggup membereskan kau!" kata orang she Jiauw.
Kusir kereta terkejut. "Jadi mereka itu orang dari Beng-shia-to?" katanya.
"Ya, nona busuk itu puteri kesayangan Wan Ceng Liong!" jawab Jiauw. "Jangan cemas ayahnya sedang ke utara mencari See-bun Souw Ya, tidak mungkin ada di daerah selatan!"
"Hm! Siapa bilang aku takut hanya menghadapi dua bocah ingusan ini?" kata kusir orang she Khu.
"Baik, jika kau ingin mampus bersama orang she Jiauw, maju kalian berdua!" kata nona Wan.
"Sabar, menghadapi kalian tak perlu terburu-buru. Aku akan mengisap tembakau dulu," kata orang she Khu itu.
Dia sedang memegang sebuah cangklong berwarna kehitaman, panjangnya satu meter lebih. Mungkin cangklong itu terbuat dari kayu besi. Sedang ujung cangklong itu bulat sebesar cangkir. Kelihatan dia sedang mengisi tembakau pada cangklongnya. Lalu menyalakan api untuk menyulut tembakau.
"Tak perlu menunggu, mari kita serang meeka!" bisik Wan Say Eng pada Ci Giok Phang.
Baru saja nona Wan selesai bicara asap tembakau dari pipa orang she Khu menyambar. Ci giok Phang kaget, dia rasakan kepalanya pening.
1310 "Say Eng, awas asap beracun!" Giok Phang memperingatkan.
Nona Wan sedikitpun tidak gentar malah tertawa.
"Hm! Hanya asap tembakau mana bisa mencelakakan aku?" kata nona Wan.
Dia menyerahkan sebuah pil pada Giok Phang.
"Makan pil Phia-sia-tan buatan Ayahku!" kata nona Wan menambahkan.
"Tanpa asap in pun aku bisa menangkap kalian," kata si orang she Khu.
Dia maju dan menyerang dengan pipa panjangnya yang dijadikan sebagai senjata. Saat itu serangannya tertuju pada Ci Giok Phang. Tapi sekalipun sudah menelan obat dari noan Wan, namun kepala Ci Giok Phang masih terasa pusing. Terpaksa dia menangkis serangan lawan sekenanya.
Dia hunus pedangnya untuk menangkis pipa lawan.
Orang she Khu itu kaget, ternyata Ci Giok Phang bisa menangkis serangannya.
"Adik Eng, kau yang menangkap orang she Jiauw, bangsat ini biar aku yang menghadapinya!" kata Ci Giok Phang.
"Baik, hati-hati," kata nona Wan.
Sambil menenteng pedang nona Wan menghampiri orang she Jiauw.
"Aku tidak akan melukaimu, tapi jawab pertanyaanku jangan bohong!" kata nona Wan.
Tetapi tiba-tiba orang she Jiauw mengeluarkan sepasang gaetannya, sambil bersandar pada kereta yang terguling, dia serang kaki nona Wan.
1311 "Bocah, sekalipun terluka aku tidak takut padamu!" kata orang she Jiauw itu.
"Sreet!" Nona Wan kaget, hampir saja dia terluka terkena gaetan, untung hanya pakaiannya saja yang kena.
"Kau mau mampus, jangan salahkan aku!" kata nona Wan.
Nona Wan langsung menyerang hingga terjadi
pertarungan seru cukup lama. Jika lawan tidak sedang terluka, nona Wan memang kalah setingkat, tapi sekarang orang she Jiauw itu sedang terluka, maka itu dia bertarung sambil bersandar ke kereta agar bisa berdiri dan tidak bisa bergerak. Akibatnya dia terus diserang oleh nona Wan.
Lewat tigapuluh jurus orang she Jiauw mulai terdesak.
Ci Giok Phang dan orang she Khu kepandaianya sebanding, saat orang she Khu melihat kawannya terdesak, dia mulai gugup. Akibatnya dia juga terdesak oleh Ci Giok Phang. Saat Ci Giok Phang akan berhasil melukai lawan, dia dengar nona Wan menjerit. Tubuhnya tergelincir ke lereng bukit.
Ci Giok Phang yang kaget, membatalkan serangannya.
Dia berlari akan menolongi nona Wan. Tapi saat Ci Giok Phang sampai ke tempat nona Wan jatuh, nona itu sudah bangun lagi.
"Lekas tangkap mereka! Sayang mereka sudah kabur!"
kata si nona kesal. Cepat orang she Khu ini membopong Jiauw dan mereka kabur. Dengan demikian mereka sulit dikejar lagi.
"Eh, bagaimana keadaanmu?" tanya Giok Phang. "Apa kau terluka?"
1312 "Tidak, aku tidak terluka," jawab nona Wan.
"Lalu kenapa kau tergelincir?"
"Entahlah, akupun tak tahu kenapa?" kata nona Wan.
"Padahal dia hampir kukalahkan. Saat akan kutusuk dengan pedangku, mendadak tungkai kakiku kesemutan.
Sakit luar biasa! Rasanya seperti disengat lebah. Maka tanpa kusadari aku tergelincir!"
Ci Giok Phang kaget, karena dia cemas nona Wan terkena senjata rahasia lawan. Saat nona Wan membuka sepatunya, dia melihat ada titik merah walau sudah tidak sakit lagi.
"Aneh," kata Ci Giok Phang, "kejadian ini tidak bisa terjadi karena kebetulan. Pasti ada orang lihay yang menyerangmu, adik Eng!"
"Kau benar. Mungkin karena orang itu ingin melindungi keparat itu, dia serang aku. Tapi mungkin karena takut kepada Ayahku, dia tidak berani melukaiku, begitu kan?"
kata nona Wan yang cerdas.
"Aah sayang mereka lolos," kata Ci Giok Phang. "Jika berhasil kita tangkap akan kutanyai tentang adikku!"
"Jika hanya untuk mencari Ci Giok Hian, aku yakin aku juga bisa mencari jejaknya, tidak perlu menanyai mereka!"
kata nona Wan Say Eng. "Bagaimana caranya?"
"Aku lihat luka orang she Jiauw itu baru, pasti dia diserang orang gagah dan kejadiannya belum lama, ya kan?" kata si nona.
"Kau benar, sebab Tik Bwee tidak mungkin bisa melukai orang she Jiauw itu!" kata Giok Phang.
1313 "Sepengetahuanku di sekitar tempat ini tinggal pesilat tangguh she Ciauw, namanya Ciauw Goan Hoa!"
"Kalau begitu nona Tik ada di tempatnya!" kata Giok Phang.
Nona Wan mengangguk, kemudian mereka sepakat akan mencari rumah keluarga Ciauw tersebut. Begitu kisah yang disampaikan Ci Giok Phang pada Ciauw Goan Hoa.
Mendengar cerita itu tuan rumah pun girang.
"Jadi orang she Jiauw itu musuh nona Wan!" kata Goan Hoa.
"Tapi kenapa dia juga mengacau di tempatmu?" tanya nona Wan.
Ciauw Goan Hoa tidak bersedia berterus-terang, dia hanya bilang perselisahan terjadi karena putera dan nona Tik Bwee. Karena nona Wan tidak ingin bertanya lebih jauh jelas diam saja.Tapi tak lama nona itu berkata lagi.
"Mereka pernah mengacau di Beng-shia-to, jika boleh kami bersedia membantu Lo Cian-pwee," kata nona Wan.
Secara pribadi Ciauw Goan Hoa memang senang dibantu, karena nona Wan ayanya pun terkenal. Ditambah lagi Ci giok Phang pun tampaknya gagah. Tapi karena identitas isteri keduanya Kho-sie tak ingin diketahui umum, dia jadi raguragu.
Saat orang she Ciauw sedang bingung Tik Bwee nyelak ikut bicara.
"Ci Kong-cu, kau bilang kalian sengaja datang mencariku, ada masalah apa?" kata Tik Bwee.
"Aku dengar adik Giok Hian kenal denganmu, Nona.
Aku baru datang dari Beng-shia-to datang ke mari ingin bertanya padamu. Terus terang aku sedang mencari adikku.
1314 Aku dengar adikku ke Kang-lam, apa benar?" kata Ci Giok Phang.
"Aku hanya seorang budak," kata Tik Bwee alias Yo Kiat Bwee dengan dingin.
"Nona tidak perlu berkata begitu," kata Giok Phang agak kikuk, "dari nona Han Pwee Eng aku dengar Giok Hian banyak mendapat bantuanmu, maka kuucapkan terima kasih padamu."
"Aku tidak berani menerima ucapan terima kasihmu,"
kata Tik Bwee. "Mengenai keberadaan adikmu, memang aku tahu."
"Apa Nona bersedia memberitahuku?"
"Tentu, malah aku ingin mengucapkan selamat padamu," kata nona Kiat Bwee.
"Benar, saat Bun Yat Hoan menikahkan murid kesayangannya, kenapa kau tidak hadir! Padahal kau kakaknya," kata Ciauw Goan Hoa ikut bicara.
Bukan main kagetnya Ci Giok Phang saat mendengar adiknya telah menikah dengan Seng Liong Sen.
"Celaka, bagaimana aku bisa menerangkannya pada Kok Siauw Hong?" pikir Ci Giok Phang bingung sekali."Adikku ini aneh sekali, kenapa dia cepat berubah" Padahal pertunangannya dulu dengan Kok Siauw Hong sangat menggegerkan dunia Kang-ouw. Aneh jadi begini" Tapi karena sudah terjadi mau diapakan lagi?"
"Maaf, aku tidak mengetahui kejadian itu karena aku berada di Beng-shia-to," kata Giok Phang sesudah hatinya agak tenang.
1315 Ciauw Goan Hoa mengawasinya, dia lihat pemuda itu agak gugup. Dia yakin di balik kejadian itu ada sesuatu yang luar biasa.
"Jika kau mau mencari adikmu, bagus! Tawaran bantuanmu pun aku terima dengan baik. Tapi jika kau ingin mencari adikmu silakan saja, kami tidak berani menahan kalian di sini!" kata Ciauw Goan Hoa.
"Sekarang yang utama hadapi komplotan Kiauw Sek Kiang dulu, sebab jejak adikku sudah kuketahui. Untuk mencari adikku bisa lain hari saja!" kata Ci Giok Phang.
"Oh! Syukurlah kalau begitu, kalian sementara boleh tinggal di tempat kami," kata Ciauw Goan Hoa yang girang bukan kepalang.
"Jangan sungkan, kami juga pernah bentrok dengan mereka, mari kita hadapi bersama-sama," kata Giok Phang.
Sejak saat itu mereka tinggal di rumah Ciauw Goan Hoa.
Suatu hari anak muda itu berkumpul berlatih silat.
Masingmasing menunjukkan kepandaiannya. Mereka bergembira. Setelah Bu Siang Kam dan Ciauw Siang Hoa selesai berlatih, dia bertanya pada nona Wan.
"Nona Wan, pengalamanmu banyak, bagaimana menurutmu latihan kami tadi?" kata Ciauw Siang Hoa.
"Bagus! Ilmu silatmu lihay, Ciauw Toa-ko!" kata nona Wan. "Jika kau bersedia mari kita berlatih bersama!"
Secara tiba-tiba tanpa memberitahu dulu, nona Wan menyerang. Hal ini membuat Ciauw Siang Hoa kaget.
Kiranya nona Wan menggunakan jurus yang baru dia latih dengan Bu Hiang Kam. Ternyata itu ilmu silat ajaran dari isteri kedua ayah angkatnya. Siang Hoa heran, bagaimana nona Wan bisa menguasai ilmu silat itu dan dari mana dia 1316
belajar" Padahal ibu tirinya bilang bahwa itu jurus keluarga sangat rahasia. Jika karena melihat latihan saja, rasanya tidak mungkin secepat itu nona Wan menguasainya"
Terpaksa mereka bertanding. Orang heran menyaksikan ilmu silat mereka serupa.
"Rupanya ilmu silat Ciauw Siang Hoa sealiran dengan ilmu Ayah nona Wan. Tapi ayah Siang Hoa kurasa tidak seperguruan dengan mertuaku," pikir Ci Giok Phang.
"Mengapa ilmu silat mereka serupa" Aneh?"
Jadi selama berkumpul bersama Wan Say Eng, belum pernah Ci Giok Phang menyaksikan ilmu silat yang dipakai menyerang Ciauw Siang Hoa. Sekarang dia berpendapat, bahwa ilmu itu ilmu simpanan keluarga Wan dari Bengshia-to dan tidak diajarkan pada orang lain.
Saat itu semua orang asyik menyaksikan pertarungan antara nona Wan dengan Ciauw Siang Hoa, hanya Kiat Bweelah yang mengalihkan perhatiannya ke tempat lain.
Tak jauh dari tempat mereka berlatih terlihat sebuah gedung bercat merah, dari jendela rumah itu terhalang oleh pepohonan rindang. Tapi samar-samar Yo Kiat Bwee melihat ada orang sedang mengawasi lewat jendela rumah bercat merah itu ke arah mereka. Kiat Bwee mengenali orang itu Kho-si adanya.
"Hm! Ternyata dia lagi!" pikir Kiat Bwee.
Tiba-tiba Wan Say Eng menghentikan latihannya, lalu keluar dari gelanggang.
"Cukup! Cukup! Rupanya ilmu silat kita tidak berbeda jauh," kata nona Wan. "Ciauw Toa-ko, dari mana kau mempelajari ilmu silatmu itu?"
Mendapat pertanyaan itu, Ciauw Siang Hoa kelihatan kaget dan ragu-ragu menjawab pertanyaan itu.
1317 Keraguannya itu karena Kho-si mengingatkan agar dia tidak memberi tahu orang dari mana ilmu silat yang dia pelajari.
"Nona terlalu memuji, itu hanya ilmu silat biasa saja!"
kata Ciauw Siang Hoa. "Tapi jurusmu sama dengan ilmu yang dipakai oleh nona Wan," kata Kiat Bwee. "Jika kau bilang itu ilmu silat biasa, apa kau tidak meremehkan nona Wan?"
Sebenarnya tadi Ciauw Siang Hoa sangsi pada jurus yang digunakan nona Wan. Sekarang saat mendengar teguran Kiat Bwee dia tertegun, karena ucapannya tadi membuat dia tidak enak hati pada nona Wan.
Ketika itu Ciauw Siang Yauw muncul hendak
memanggil Ciauw Siang Hoa.
"Siapa yang menyuruhmu memanggilku?"
"Jie-nio," jawab Siang Yauw. "Sekarang Ayah pun berada di kamar Jie-nio. Mereka sepertinya sedang berunding."
Saat itu Siang Hoa memang sedang kebingungan mendengar pertanyaan Wan Say Eng tentang ilmu silatnya.
Maka itu panggilan adiknya itu dia anggap seolah kebetulan sebagai alasan untuk pergi dari tempat itu. Sesudah pamitan Siang Hoa pun pergi.
Sepeninggal Ciauw Siang Hoa, sekarang Siang Yauw yang menemani tamu-tamunya.
"Kami sedang berlatih silat," kata Kiat Bwee. "Kau juga harus ikut latihan!"
"Baik, asal kau beri aku petunjuk," kata Siang Yauw.
"Aku lelah, kau berlatih dengan Liong Cici saja," kata Kiat Bwee.
1318 Sesudah saling memberi hormat dan berbasa-basi, Siang Yauw masuk ke gelanggang bersama Liong Thian Hiang.
Wan Say Eng memperhatikan latihan mereka dengan cermat. Ternyata ilmu silat Siang Yauw berbeda dengan yang dimainkan oleh Ciauw Siang Hoa.
"Heran, kenapa bisa begitu?" bisik Wan Say Eng pada Kiat Bwee.
"Mereka bukan saudara kandung kalian, ilmu silat Siang Hoa mungkin bukan dari ayahnya!" kata Kiat Bwee.
Sifat Kiat Beee dan Wan Say Eng hampir sama. Semula Kiat Bwee memang hendak membuka rahasia keluarga Ciauw pada nona Wan, tapi hal itu tida dia lakukan, karena dia pikir untuk sementara dia beritahu saja sekedarnya secara samar-samar. Nona Wan tambah curiga. Dia pikir jangan-jangan nona Ciauw sengaja menyembunyikan ilmu silatnya.
"Biar akan kupaksa dia agar dia mau mengeluarkan ilmu silat sejatinya!" pikir nona Wan. "Jika dia bisa ilmu yang digunakan oleh Siang Hoa, maka terpaksa dia harus meladeniku dengan ilmu tersebut untuk melawanku!"
Tapi sayang sebelum Siang Yauw dan nona Liong selesai bertanding, Ciauw Goan Hoa muncul. Terpaksa latihan mereka dihentikan.
Kelihatan nya Ciauw Goan Hoa gelisah, begitu sampai dia langsung berkata pada Ci Giok Phang dan Wan Say Eng. Sikapnya bersungguh-sungguh.
"Kalian sudah beberapa hari tinggal di sini. Barangkali keparat Kiauw Sek Kiang tidak akan berani datang lagi.
Mengingat kalian juga punya urusan sendiri, aku kira kalian jangan buang waktu di sini. Lekas cari adik perempuanmu!
Buntalan kalian pun sudah kuperintahkan agar anak 1319
buahku menyiapkannya. Silakan kalian berangkat, tapi maaf aku tidak bisa mengantar kepergian kalian!" kata Ciauw Goan Hoa.
Tak lama kelihatan pelayan muncul sambil membawa buntalan Ci Giok Phang dan nona Wan.
Sikap Ciauw Goan Ho- ini tentu saja membuat nona Ciauw Siang Yauw jadi kurang enak hati. Namun, dia tidak membantah perintah sang ayah. Sedang nona Wan saat dia sudah menerima buntalannya, langsung mengajak Ci Giok Phang pergi. Ciauw Siang Yauw mewakili ayahnya mengantar tamu-tamunya. Dia mengucapkan selamat jalan dengan perasaan berat.
Di tengah jalan Ci Giok Phang tak hentinya menggerutu.
"Orang tua itu adatnya aneh sekali," kata Giok Phang.
"Kenapa tiba-tiba dia mengusir kita" Alasan yang dia sampaikan pun tidak masuk akal!"
"Aku kira yang aneh bukan dia, tapi isteri keduanya.
Malah aku pikir Kho-si ini orangnya misterius," kata Wan Say Eng.
"Tiga hari di sana belum pernah kita bertemu dengan kedua isteri orang tua itu," kata Ci Giok Phang. "Dari mana kau tahu dia aneh dan misterius?"
"Menurut bisikan nona Yo, ilmu silat Siang Hoa itu ajaran Kho-si," kata nona Wan.
"Benar, aku juga merasa heran. Tadi aku ingin bertanya padamu menge-nai hal itu," kata Ci Giok Phang. "Kenapa ilmu silat dia sama dengan yang kau gunakan" Kau sangsi itu ajaran Kho-si, apakah dia punya hubungan dengan Beng-shiato?"
1320 "Mungkin ada," kata nona Wan. "Tapi sekarang aku belum bisa memastikan, biar akan kuselidiki dulu, nanti kau kuberi tahu."
"Mengenai apa?" kata Giok Phang.
Tapi nona Wan sedang berpikir, maka itu pertanyaan Giok Phang seolah tidak didengarnya, Giok Phang pun tidak menanyakan lagi. "Ci Toa-ko, nanti malam kita kembali ke sana!" kata nona Wan.
"Kembali ke mana?"
"Sudah tentu ke rumah keluarga Ciauw," jawab nona Wan.
"Mereka tidak suka kita berada di sana, mau apa kita kembali ke sana?" kata Giok Phang.
"Kita ke sana secara diam-diam." kata nona Wan.
"Aku kira cara itu kurang baik," kata Giok Phang.
"Aku akan menyelidiknya supaya jelas, sekalipun harus diam-diam seperti pencuri!" kata nona Wan.
Giok Phang mengangguk saja tak membantah, hanya dia sedikit merasa kurang enak hati. Tengah malam diam-diam kedua orang itu kembali lagi, mereka menyusup ke taman belakang rumah keluarga Ciauw.
"Akan kuselidiki kamar Kho-si, kau mengawasi di luar,"
bisik nona Wan. Mengetahui niat kawannya, Giok Phang kaget juga, dia berbisik.
"Huss! Ilmu silat Kho-si belum kita ketahui, kau jangan cari penyakit!" bisik Giok Phang.
"Jangan cemas, aku membawa Kee-bin-ngo-koh-hoan-hunhiang (Obat bius yang mampu membuat lawan lelap 1321
sampai ayam berkokok). Obat bius itu khas buatan Bengshia-to," bisik Wan Say Eng sambil tersenyum.
Tapi karena hatinya tidak tentram, ia mengikuti si nona.
Mereka memutari bukit-bukit buatan. Menyelinap di antara semak-semak pohon bunga. Akhirnya mereka berdua sudah berada di bawah rumah berloteng bercat merah.
Ketika nona Wan hendak melompat, dia kaget karena dia merasa ada orang yang menyentuh tubuhnya. Dia menoleh, ternyata di belakangnya hanya ada Ci Giok Phang.
"Apa tadi kau yang menyentuhku?" tanya si nona.
"Tidak!" kata Giok Phang sedikit heran.
"Aneh, aku merasa pinggangku ada yang menyentuh hingga ngilu. Aku kira kau yang menyentuhku tanpa sengaja" Tapi..." Nona Wan tidak meneruskan katakatanya.
Dia sedikit terperanjat hingga hampir saja dia menjerit.
Dia kaget karena pedangnya yang disandang di pinggangnya lenyap entah ke mana" Sedang sarungnya masih tergantung. Menyaksikan hal itu Giok Phang kaget, mulutnya ternganga tidak bisa bicara.
Mereka mengawasi ke sekitar taman, mendadak mata mereka terbelalak. Pedang nona Wan kelihatan tertancap di sebuah pohon. Jelas sudah tadi nona Wan telah dicuri pedangnya tanpa dia merasa. Jelas itu perbuatan seorang yang ilmu silatnya lihay luar biasa.
Mereka mencoba menenangkan hatinya yang sedikit guncang.
1322 "Aku kira orang itu sengaja memperingati kita," kata Ci Giok Phang. "Bagaimana" Apa tidak lebih baik kita tinggalkan saja tempat ini!"
"Dia bisa datang dan pergi tanpa bekas, tak ubahnya bagai setan saja!" pikir nona Wan. "Kepandaian orang itu jelas lebih tinggi dariku. Jika dia mau tadi saja dia bisa mencelakaiku. Barangkali benar orang itu ingin memberi peringatan pada kami. Apa ini perbuatan Ciauw Goan Hoa" Aah, tidak mungkin! Sekalipun Kho-si kurasa ilmunya tidak setinggi orang itu?"
Nona Wan menghampiri pedangnya yang tertancap di pohon. Saat mereka sedang sangsi dan mau pergi. Tiba-tiba terdengar suara, pintu gerbang rumah keluarga Ciauw didobrak dari luar hingga terpentang lebar.
"Ciauw Goan Hoa, apa kau kira bisa menahanku dengan mengunci pintu rumahmu?" kata Kiauw Sek Kiang.
Di belakang orang she Kiauw tampak lima orang berdiri tegap. Mereka terdiri dari Ciong Bu Pa, orang she Jiauw dan orang she Khu, si kusir. Dua yang lainnya tidak dikenal. Tapi mereka pernah bertarung dengan Ci Giok Phang saat di Bengshia-to.
"Bagus bajingan she Kiauw" kata Ciauw Siang Hoa yang muncul paling dulu. "Aku memang akan mencarimu, tapi sekarang kau malah datang mencari mampus sendiri!"
Riwayat Lie Bouw Pek 1 Pendekar Setia Pendekar Kembar Bagian Ii Karya Gan K L Payung Sengkala 8
^