Pencarian

Badai Awan Angin 23

Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen Bagian 23


Sekarang Kong-sun Po sudah tak menghiraukan siapa lawannya itu. Dia menyerang dengan hebat dan keras luar biasa. Pertarungan berjalan cukup lama, mula-mula Kongsun Po bisa mendesak lawan, tetapi sesudah lewat limapuluh jurus, kembali tubuh Kong-sun Po mulai lemah.
Jika dia lengah maka tubuhnya akan jadi sasaran totokan lawan. Ketika itu lagi-lagi Yan Hoo berhasil menotok dirinya hingga pingsan.
Saat kong-sun Po sadar dari pingsannya, dia sudah ada di dalam kamar tahanan lagi. Saat sadar itulah Kong-sun Po berpikir keras.
"Aku yakin dalam makananku dia taruhi racun! Tapi dia seolah tak ingin mencelakaiku, maka itu kesempatan untuk mempelajari ilmu totoknya tak boleh aku sia-siakan. Dia memanfaatkan aku maka aku juga akan memanfaatkan mereka. Akan kuikuti apa mau mereka sekalian kupelajari ilmu si Yan Hoo ini!"
Sesudah Kong-sun Po mengambil keputusan akan mengerjai Yan Hoo, maka ketika pelayan itu mengantarkan makanan untuknya, tanpa pikir panjang dia makan saja makanan itu.
Ketika Yan Hoo dan Han Hie Sun kembali
menemuinya, dia lagi-lagi menantang bertanding. Sesudah bertarung sebanyak lima puluh jurus lebih, lagi-lagi Kongsun Po merasakan tenaganya berkurang. Kembali dia tertotok oleh Yan Hoo.
Sejak saat itu Kong-sun Po dan Yan Hoo melakukan pertandingan ulang. Dia sudah mengeluarkan seluruh 1625
kepandaiannya untuk menghadapi Yan Hoo. Tapi lagi-lagi dia dikalahkan dan dimasukkan kembali ke kamar tahanan.
Malamnya Kong-sun Po berkonsentrasi mengumpulkan seluruh kekuatan dan tenaga dalamnya, karena esok paginya kembali dia harus bertanding dengan Yan Hoo.
Tiba-tiba terdengar pintu kamar tahanan berderit, ini membuat Kong-sun Po heran.
"Kenapa mereka datang malam-malam tidak pagi seperti biasanya?" pikir Kong-sun Po.
Saat pintu kamar tahanan terpentang, Kong-sun Po agak terperanjat. Orang itu bukan Han Hie Sun dan Yan Hoo, melainkan seorang kakek berjenggot putih. Dia langsung kenal siapa kakek itu, tak lain daripada Pek Tek adanya.
"Lo-cian-pwee, akhirnya kau datang juga. Apa kau sudah tahu masalahku?" kata Kong-sun Po.
"Jangan bersuara," bisik Pek Tek. "Kau akan kuajak keluar dari sini!"
"Lo-Cian-pwee, aku mau kau ajak ke mana?" kata Kongsun Po lirih.
"Untuk menemui Gurumu," bisik Pek Tek.
Mendengar hal itu Kong-sun Po girang.
"Jika aku sudah bertemu dengan Suhu rasa penasaranku akan bisa kubalas. Aku kira Han Hie Sun melakukan hal ini padaku di luar tahu ayahnya," pikir Kong-sun Po.
Kemudian Pek Tek mengajak Kong-sun Po ke sebuah taman. Di sini ada jalan yang berliku-liku sampai tiba-tiba Pek Tek menyuruh Kong-sun Po merunduk. Dari tempat itu terlihat sebuah gedung yang indah, penerangan gedung itu cukup. Dari tirai jendela terlihat dua sosok bayangan 1626
tubuh manusia. Kong-sun Po mengenali bayangan itu adalah bayangan Han Hie Sun dan Yan Hoo.
"Aah, jadi ke kamar Suhu harus melewati kamar baca Han Hie Sun," pikir Kong-sun Po.
Mereka mendekam sambil mendengarkan pembicaraan Han Hie Sun dengan Yan Hoo. Walau samar-samar Kongsun Po bisa mendengarnya.
"Selamat, selamat Pwee-leek, ternyata kau berhasil mencangkok ilmu totok Beng Beng Tay-su dari bocah itu!"
kata Han Hie Sun. "Dengan ilmu totok yang ada dalam lukisan Hiat-to-tong-jin, berarti ilmumu sudah lengkap!"
Jelas dari pembicaraan Han Hie Sun dia tahu Yan Hoo bukan orang Han. Apalagi Han Hie Sun membahasakan dia
"Pwee-lek" yakni panggilan Pangeran pada bangsa Kim.
"Han Kong-cu pandangan kita sama. Kau pun sudah menyaksikan ketika aku bertarung. Jadi aku yakin pengetahuanmu pun sudah bertambah bukan" Dan kita bisa saling tukar-menukar pengalaman!" kata Yan Hoo.
"Hm! Jadi dia mengajakku bertarung maksudnya ingin mencuri ilmu totokanku," pikir Kong-sun Po.
"Sudah lama aku ada di Tiong-goan, maka itu aku harus segera pulang," kata Yan Hoo. "Anak itu pun sudah tidak berguna lagi bagiku, tapi besok untuk terakhir kalinya akan kutantang lagi dia bertarung! Sesudah itu terserah kau mau diapakan dia!"
"Kalau kau sudah tidak memerlukannya lagi, akan kubunuh saja dia beres!" kata Han Hie Sun.
Untung Pek Tek datang jika tidak Kong-sun Po bisa celaka. Dia bersyukur orang tua itu segera
menyelamatkannya. 1627 "Ayo kita pergi dari sini!" bisik Pek Tek.
Sesudah itu tak lama mereka melintasi sebuah pagar, hingga akhirnya mereka sudah ada di luar gedung Perdana Menteri Han.
"Lo Cian-pwee, bukankah Suhu tinggal di gedung Perdana Menteri itu?" bisik Kong-sun Po.
"Tadi pagi dia pindah ke penginapan kecil," kata Pek Tek.
"Apa yang terjadi?"
"Jangan banyak bertanya, sesudah bertemu dengan gurumu kau akan tahu masalahnya," kata Pek Tek.
Pek Tek terus mengajak Kong-sun Po ke kota. Sampai di kota mereka menuju ke sebuah penginapan kecil. Mereka masuk ke penginapan saat fajar baru menyingsing.
Mereka mengetuk pintu kamar guru Kong-sun Po.
"Masuk!" terdengar suara dari dalam.
"Saudara Ciu Cioh, kau harus bersyukur aku bisa menolongi
muridmu!" kata Pek Tek sambil tertawa.
Buru-buru Kong-sun Po berlutut memberi hormat pada gurunya.
"Suhu kenapa kau jadi ada di sini?" tanya sang murid.
Ciu Cioh alias Kheng Ciauw mengawasi muridnya.
"Sudah jangan banyak bicara dulu, sebaiknya kau kubantu memulihkan tenagamu. Kau harus duduk tenang, gunakan
tenaga dalammu, pakai jurus Tay-hang-pat-sek!" kata Ciu Cioh.
1628 Kong-sun Po duduk untuk berkonsentrasi, sedang Ciu Cioh memegang kedua tangan anak muda itu. Segera Ciu Cioh menyalurkan tenaga dalamnya membantu sang murid memulihkan seluruh tenaganya. Sesudah agak lama Kongsun Po merasakan tubuhnya segar kembali.
"Aku rasa sudah cukup," kata Ciu Cioh. "Apa masih ada yang tak enak pada tubuhmu?"
"Sudah segar, Suhu! Terima kasih. Aku dikerjai oleh Han Hie Sun dan Yan Hoo, Suhu!" kata Kong-sun Po.
"Ya, mereka menaruhi obat pada makananmu, maka itu tenagamu makin berkurang," kata Ciu Cioh. "Syukur obat itu tidak terlalu berbahaya karena mereka punya rencana tertentu atas dirimu. Mereka ingin mencuri ilmu silatmu, maka itu dia tidak memusnahkan tenagamu. Selain itu tenagamu dengan mudah kupulihkan lagi!"
"Kalau begitu Suhu sudah tahu mereka mengerjaiku?"
kata Kong-sun Po. "Siapa sebenarnya Yan Hoo itu" Dia mengambil payungku, apa Suhu bisa melaporkan perbuatan mereka pada Perdana Menteri?"
"Ah, bagaimana kau ini! Negeri Song yang besar ini saja akan diserahkan seluruhnya pada orang she Yan itu! Apa sih artinya sebuah payung" Mana bisa aku memintanya kembali?" kata Ciu Cioh.
"Jadi siapa orang she Yan itu?" desak Kong-sun Po.
"Dia bukan she Yan, tapi she Wan-yen, namanya memang Hoo!" kata sang guru.
"Jadi dia Wan-yen Hoo" Kalau begitu dia orang asing!"
kata Kong-sun Po. "Benar, ayah Wan-yen Hoo paman dari raja Kim sekarang, namanya Wan-yen Tiang Cie. Dia menjadi 1629
panglima besar dan pengawal pasukan kerajaan Kim!" kata Ciu Cioh.
"Jadi begitu" Pantas Han Hie Sun begitu hormat padanya," kata Kong-sun Po.
"Wan-yen Tiang Cie seorang jago kerajaan Kim nomor satu," kata Ciu Cioh lagi. "Setelah orang Kim memiliki Hiat-totong-ji di istana Song, Wan-yen Tiang Cie yang memimpin para akhli mempelajari ilmu silat yang ada di lukisan itu. Dengan mengumpulkan para ahli bangsa Kim, dalam jangka waktu sepuluh tahun, mereka berhasil melukis lukisan itu, sekalipun salinan lukisan itu tidak selengkap aslinya. Tak lama kemudian keberhasilan mereka luar biasa. Sedang sebagian dari lukisan itu jatuh ke tangan Tam Yu Cong, tetapi tidak selengkap yang diperoleh oleh orang Kim itu!"
"Pantas Wan-yen Hoo menantang aku bertarung, jadi tujuannya ingin mengetahui bagian yang ada di tangan Paman Tam," kata Kong-sun Po yang mulai sadar apa yang terjadi atas dirinya."Sedang lukisan asli yang ada di istana Song, sekarang ada di tangan guru Hie Sun."
"Kau benar, aku juga pernah mendengarnya," kata Pek Tek. "Jadi hubungan Han Hie Sun dengan Yan Hoo, selain urusan Negara juga soal ilmu silat dalam lukisan itu!"
"Kim dan Song sedang bermusuhan, walau sekarang sedang dilakukan gencatan senjata untuk sementara. Tapi kenapa Wan-yen Hoo mau datang ke tempat Han To Yu?"
kata Kong-sun Po. "Dia menjadi utusan rahasia negaranya," kata Ciu Cioh.
"Bangsa Kim tak mau mengutus orang resmi mereka, mereka takut diketahui orang Mongol. Maka diutusnya Wan-yen Hoo untuk berunding dengan Han To Yu!"
1630 "Mereka sudah merampas separuh dari Negara Song, mau apa lagi mereka berunding?" kata Kong-sun Po.
"Ibukota Kerajaan Song sudah pindah ke selatan ke kota Hang-ciu, nama Lim-an yang artinya "Selamat untuk sementara". Para pejabat Song pun tidak memikirkan keselamatan rakyatnya. Bahkan panglima Gak Hui yang setia sampai jadi korban kebuasan dorna jahat bernama Cin Kwee. Aku kira kedatangan Yan Hoo lebih rumit dibanding hubungan Cin Kwee dengan bangsa Kim dulu!" kata Ciu Cioh.
"Apa yang mereka bicarakan, tahu Anda?" kata Pek Tek pada Ciu Cioh.
"Aku panglima perang Song, maka sedikit banyak aku diberi tahu oleh Han To Yu," kata Ciu Cioh. "Pada awal tahun lalu juga bangsa Mongol mengirim utusan ke negeri Song. Mereka mengajak Song bersekutu melawan bangsa Kim. Mereka bilang jika sudah mengalahkan bangsa Kim, wilayah yang diduduki bangsa Kim akan dikembalikan pada Kerajaan Song. Apa kalian percaya hal itu?"
"Mungkin itu cuma akal bangsa Mongol saja," kata Pek Tek. "Jika niat Mongol berserikat dengan Song, kenapa dia serang Siam-say dan Su-coan" Mereka juga menunggangi pemberontak bernama Su Thian Tek."
"Kau benar, pendapatmu hampir sama dengan semua patriot Song," kata Ciu Cioh. "Maka itu pembesar Song jadi ragu, perlukah mereka bersekutu dengan Mongol atau jangan" Mungkin karena bangsa Kim sudah mendengar hal ini, dia kirim Wan-yen Hoo. Aku kira kaisar dan Perdana Menteri Han pun bingung dan takut pada Negara Kim dan Mongol. Sedangkan jarak negara Mongol lebih jauh dibanding Negara Kim. Mereka pun takut jika Kim mendahului Mongol menyerang ke selatan! Sedangkan 1631
sambuntan Perdana Menteri pada Wan-yen Hoo mungkin hanya untuk menjajaki sampai sejauh mana tawaran pihak Kim pada Song."
"Kalau demikian Negara ini mirip roti yang diperebutkan oleh dua pihak," kata Pek Tek.
"Tapi kebetulan di Negara Mongol sedang kacau karena sedang mengganti Khan Agung mereka," kata Ciu Cioh.
"Maka serangan ke Negara Kim paling tidak akan tertunda selama setahun. Nanti sesudah bisa menjajaki keinginan bangsa Kim, kaisar berniat berdamai dulu dengan pihak Kim. Politik ini mereka namakan "Mengikuti bertiupnya sang angin"."
"Apa tawaran pihak Kim, Suhu?" kata Kong-sun Po.
"Mereka sepakat memerintah daerahnya masing-masing dengan batas sungai Tiang-kang, selain sepakat menumpas para pengacau bersama-sama," kata Ciu Cioh.
"Kalau begitu, aku dan kawan-kawan terhitung para pengacau?" kata Kong-sun Po.
"Karena kau dari Kim-kee-leng, maka kau terhitung penjahat sejati!" kata Pek Tek sambil tertawa tebahak-bahak. "Sedangkan aku sebagai penghubung dari sana, jadi aku termasuk mata-mata para penjahat!"
"Kau seorang panglima, Suhu, apa rencanamu jika kau mendapat perintah kaisar menumpas para penjahat?" kata Kong-sun Po.
"Aku sudah meletakan jabatan,"kata Ciu Cioh.
"Jadi sekarang Suhu bukan pembesar lagi?" kata Kongsun Po sedikit kaget.
"Dalam sidang di istana, aku menyampaikan pendapatku. Tapi karena Kaisar kurang senang dan berniat 1632
memindahkan aku ke tempat tugas yang lain. Maka itu aku meletakkan jabatan," kata Ciu Cioh.
"Barangkali pilihan Suhu tepat sekali," kata Kong-sun Po sambil tersenyum.
"Kau harus waspada, Saudara Ciu," kata Pek Tek. "Siapa tahu Han To Yu akan mencelakaimu!"
"Aku juga berpikir begitu," kata Ciu Cioh. "Maka itu aku langsung pindah ke sini!"
"Seharusnya aku sudah pergi dari sini, tapi karena cap jabatanku belum aku serahkan maka aku belum pergi.
Ditambah lagi aku dengar Kong-sun Po terkurung di kamar batu, maka itu aku menunggumu sampai bebas!" kata Ciu Cioh.
"Terima kasih Lo Cia-pwee," kata Kong-sun Po pada Pek Tek. "Atas tindakanmu ini, kau pun pasti kehilangan pekerjaanmu!"
"Sekalipun tidak terjadi kejadian ini, aku tetap mau berhenti," kata Pek Tek. "Apalagi pendirian pemerintah sudah berubah, jadi untuk apa aku terus bekerja pada mereka" Aku sudah tua tapi aku tidak takut mati. Yang aku cemaskan keadaan Bun Tay-hiap. Dari sini ke tempatnya tidak jauh. Aku kuatir tempat itu sudah diketahui oleh anak buah Han To Yu!"
"Aku mendapat tugas untuk menemui beliau," kata Kong-sun Po. "Bagaimana jika kita bersama-sama ke sana?"
Tiba-tiba di luar penginapan terdengar suara ribut-ribut.
Saat itu seorang pelayan penginapan sedang dibentak-bentak. Mereka sedang menanyakan apakah ada Ciu Congpeng menginap di penginapan itu. Ketika pelayan itu 1633
menjawab tidak tahu. Orang itu gusar bukan kepalang.
Keadaan di luar tegang sekali.
-o0~DewiKZ~Aditya~aaa~0o-
BAB 59 Pek Tek Menyelamatkan Kong-sun Po;
Kekacauan Di Rumah Bun Yat Hoan
Di dalam kamar Ciu Cioh, Pek Tek dan Kong-sun Po mengenali suara orang yang galak di luar sana. Orang itu adalah Su Hong, pengawal utama gedung Perdana Menteri Han. Sikapnya garang ketika pelayan mengatakan tidak tahu, dia dan anak buahnya akan segera menerobos masuk untuk menggeledah setiap kamar penginapan itu.
"Telinganya tajam sekali, mereka sudah tahu kau ada di sini," kata Pek Tek pada Ciu Cioh.
"Kita temui mereka, Sun Po kau sembunyi saja di sini.
Jika mereka tidak menyebut-nyebut namamu, kau jangan keluar!" kata Ciu Cioh.
"Baik Suhu!" kata Kong-sun Po.
"Akan kubereskan urusanku dengan mereka," kata Pek Tek.
Sesudah itu Ciu Cioh dan Pek Tek keluar dari kamar itu.
"Su Toa-ko, Ciu Cioh ada di sini!" kata Ciu Cioh.
Su Hong dan tiga orang pengikutnya diam. Dua di antaranya adalah Tok-koh Heng dan See-bun Chu Sek yang langsung menemui Ciu Cioh.
Begitu bertemu Su Hong kaget juga ketika bertemu muka dengan Pek Tek. Memang sudah dia duga, Pek Tek pasti ada bersama Ciu Cioh. Tapi dia tak berani langsung 1634
menuduh, dia kaget ternyata Pek Tek berani muncul bersama Ciu Cioh di hadapannnya.
"Pek Lo Suhu," kata Su Hong. "Tuan Perdana Menteri sedang mencarimu! Ternyata kau ada di sini untuk mengantarkan kepergian Ciu Tay-jin!"
"Bukan aku yang mau mengantarkan beliau, tapi kalianlah yang akan mengantar kepergian Ciu Tay-jin!" kata Pek Tek.
Su Hong bingung tidak tahu apa maksud ucapan Pek Tek, dia menjawab.
"Benar kami datang untuk mengucapkan selamat jalan pada Ciu Tay-jin, tapi kau datang ke mari untuk apa?" kata Su Hong.
"Dengar baik-baik, hari ini aku harus pergi dari Hangciu, tolong kau sampaikan pada Siang-ya (Perdana Menteri), kami mohon diri," kata Pek Tek.
"Mau pergi, kenapa" Padahal di Siang-hu (Gedung Perdana Menteri) kau cukup terhormat?" kata Su Hong.
"Terima kasih atas kebaikan dan penghargaan kalian padaku," kata Pek Tek. "Jika kalian ingin tahu, kenapa aku harus pergi kau tanyakan saja pada Han Kong-cumu!"
Su Hong tertawa dingin. "Baiklah, urusanmu nanti kita bicarakan lagi," kata Su Hong.
"Kenapa kalian datang mencariku" Katakan terus-terang padaku," kata Ciu Cioh.
"Kedatangan kami atas perintah Siang-ya (Tuan Perdana Menteri) untuk bicara tiga masalah," kata Su Hong.
"Silakan kau katakan," kata Ciu Cioh.
1635 "Pertama sudah kubilang tadi, kami ingin mengucapkan selamat jalan, karena penggantimu sudah ada," kata Su Hong.
"Baik, pasti Siang-ya ingin agar aku segera menyerahkan cap jabatan, bukan" Baik itu akan segera kulaksanakan, jangan kuatir!" kata Ciu Cioh.
"Yang lain, benarkah Kong-sun Po itu muridmu?" kata Su Hong.
"Benar, dia memang muridku, lalu kenapa?"kata Ciu Cioh.
"Begini! Han Kong-cu senang padanya. Dia diundang datang ke Siang-hu, tetapi entah kenapa dia pergi tanpa pamit pada Han Kong-cu. Jadi aku diminta untuk menanyakan pada Ciu Tay-jin, apakah kau tahu di mana Kong-su Siauw-hiap berada?" kata Su Hong.
"Hm! Aku tidak mengerti maksud kata-katamu?" kata Ciu Sioh sambil tersenyum.
"Tetapi memang begitu pesan Han Kong-cu!" kata Su Hong
Kemudian Ciu Cioh memanggil muridnya.
"Kong-sun Po, keluarlah kau!" kata Ciu Cioh.
Dari dalam terdengar sahutan muridnya.
"Baik, Suhu!" kata Kong-sun Po yang langsung keluar.
Sampai di luar dia awasi Su Hong dan dua orang kawannya dengan mata mendelik.
"Kalian datang menemuiku agar aku memenuhi permintaan majikanmu, bukan" Dia bilang aku harus kembali untuk diajak bertarung lagi, begitu?" kata Kong-sun Po sengit.
1636 Sesudah tertawa Su Hong lalu berkata dengan pura-pura manis.
"Bukankah Wan-yen Kong-cu bermaksud baik dan ingin bertukar pengalaman denganmu," kata Su Hong. "Tapi kenapa kau pergi dari Siang-hu tanpa pamit?"
"Jika aku bilang sebenarnya, apa kau kira Han Hie Sun akan membebaskan aku pergi?" bentak Kong-sun Po.
"Sudahlah Su Hong, kau jangan berpura-pura bodoh!"
kata Pek Tek. "Sebenarnya Han Hie Sun ingin tahu, bagaimana dia bisa membebaskan diri dari kamar tahanan, bukan" Katakan saja, aku yang membebaskannya!"
"Maaf, aku kira Pek Lo Su-hu dan Kong-sun Siauw-hiap agaknya salah paham," kata Su Hong. "Dengan sesungguhnya Han Kong-cu bermaksud baik. Malah jika Kong-sun Siauw-hiap mau kembali lagi, Han Kong-cu akan memintakan jabatan untuknya!"
"Hm! Sudahlah kau jangan banyak bicara lagi. Semalam aku dengar sendiri dia akan membunuhku!" bentak Kongsun Po.
"Ah, aku kira kau salah paham, Ciu Tay-jin tolong jelaskan, apa maksud Perdana Menteri demi Negara!" kata Su Hong.
"Sekarang aku bukan pejabat lagi, maka itu aku tidak mau ikut campur lagi urusan Negara," kata Ciu Cioh.
"Sekarang tolong kau jelaskan apa maksud yang ketiga itu?"
"Yang ketiga, dia berharap Pek Lo-su kembali ke gedungnya," kata Su Hong.
Perlahan-lahan Pek Tek menggunakan jari kakinya menggores ke jubin. Tak lama tampak bekas goresan seperti bekas digores dengan golok.
1637 "Ini tanda bahwa aku sudah memutuskan hubunganku dengan Siang-ya," kata Pek Tek tegas. "Sudah jangan banyak bicara lagi, kita ambil jalan masing-masing!"
Su Hong terkejut bukan kepalang. Menyaksikan betapa tinggi tenaga dalam Pek Tek membuat dia jadi kecil hati. Su Hong memang agak pengecut, dia lebih suka cari selamat.
Maka itu dia langsung berkata lagi.
"Kalau kau tidak mau kembali, baiklah kalau begitu aku pamit!" kata Su Hong.
"Tunggu!" bentak Kong-sun Po.
Su Hong yang sudah akan pergi, terpaksa balik lagi.
"Ada apa?" katanya.
"Kau menyampaikan tiga masalah, kalau begitu aku juga boleh mengajukan satu hal padamu!" kata Kong-sun Po.
"Apa yang hendak kau katakan, Kong-sun Siauw-hiap?"
kata Su Hong dengan hati berdebar-debar.
"Masalah ini tidak ada hubungannya denganmu!" kata Kong-sun Po yang tubuhnya langsung melayang dan berdiri di depan pintu menghadang kedua anak buah Yan Hoo alias Wan-yen Hoo.
Tok-koh Heng tidak menyangka anak muda itu akan menghadangnya.
"Kau mau apa Saudara Kong-sun?" kata Tok-koh Heng sambil mendorongkan tangannya ke arah Kong-sun Po.
Gerakan ini memang sangat diharapkan oleh Kong-sun Po, secepat kilat tangan Kong-sun Po bergerak, lalu mencengkram pergelangan tangan Tok-koh Heng.
Sedangkan tangan yang lain menyambar ke arah See-bun Chu Sek.
1638 "Jangan kasar begitu, bicara baik-baik, Kong-sun Siauwhiap," kata Su Hong yang kaget bukan kepalang.
"Jangan takut, mereka tidak akan kubunuh," kata Kongsun Po. "Kalian pencuri payungku, sekarang aku tangkap pencurinya!"
Saat Tok-koh Heng berontak, Kong-sun Po memperkeras cekalan tangannya pada tangan Tok-koh Heng, hingga dia berkeringat dingin menahan sakit. Sambil meringis Tok-koh Heng berkata terbata-bata.
"Kong-sun Siauw-hiap, pa... payungmu su.. .sudah kuserahkan pada majikanku. Kau minta saja padanya!" kata Tok-koh Heng.
Su Hong memohon pada Ciu Cioh agar muridnya mengampuni Tok-koh Heng dan See-bun Chu Sek Terpaksa Ciu Cioh berkata pada muridnya.
"Sun Po, ampuni mereka karena mereka hanya orang suruhan!" kata Ciu Cioh.
Masih dalam kegusaran Kong-sun Po mendorong kedua lawannya keluar.
"Heran, seharusnya pejabat menangkap maling, sekarang sebaliknya pejabat melindungi pencuri!" kata Kong-sun Po.
"Baik, sekarang kuampuni kalian karena perintah Suhuku.
Kelak aku masih akan mengadakan perhitungan dengan majikanmu!"
"Ucapanmu tepat, tapi dengan demikian kau jadi lawan Han To Yu, aku harap kelak kau waspada terhadapnya!"
kata Pek Tek. "Mereka orang-orang jahat, pantas kumaki mereka. Aku tidak takut pada Han To Yu. Sayang aku harus segera kembali ke Kim-kee-leng. Tapi kepergian mereka akan 1639
makan waktu dua jam, mereka baru bisa sampai di Siang-hu. Maka itu aku punya kesempatan untuk menemui Bun Tay-hiap tanpa gangguan mereka!" kata Kong-sun Po.
"Baik, kau dan Pek Lo-cian-pwee pergi temui Bun Tayhiap, aku juga harus segera pergi dari sini," kata Ciu Cioh.
Mereka akhirnya berpisahan. Pek Tek dan Kong-sun Po ke tempat Bun Tay-hiap, sedang Ciu Cioh pergi ke tempat lain.
Letak Thian-tiok-san berada di tepi See-ouw, telaga yang sangat termasyur. Tempat tinggal Bun Yat Hoan sekitar 50
li dari kota Hang-ciu atau Lim-an. Sejak pagi mereka berangkat dan hampir senja baru sampai di tempat Bun Yat Hoan.
Begitu mereka sampai di depan rumah yang dituju, Kong-sun Po dan Pek Tek kaget. Dari dalam rumah Bun Yat Hoan tedengar suara berisik. Rupanya ada orang sedang bertengkar.
Ketika mereka menyelinap ke dalam, terlihat anak buah Bun Yat Hoan sedang bertengkar dengan orang-orang asing yang tidak dikenal oleh Kong-sun Po maupun Pek Tek.
Sikap mereka jelas angkuh dan garang. Salah seorang yang bertengkar adalah anak buah Bun Yat Hoan dengan orang asing itu.
Dari jarak cukup jauh Kong-sun Po mengenali anak buah Bun Yat Hoan. dia adalah Chan It Hoan, bekas anak buah nona Han Pwee Eng. Sedang orang asing yang bertengkar dengan Chan It Hoan pun seperti dikenali oleh Kong-su Po, tapi dia lupa di mana pernah bertemu. Maka itu Kong-sun Po mencoba mengingat-ingat.
Akhirnya Kong-sun Po ingat, bahwa orang itu orang yang dia lihat di Siang-hu, saat dia baru datang atas 1640
undangan Han Hie Sun. Rupanya mereka mendatangi tempat Bun Yat Hoan, tapi Yan Hoo datang atau tidak, dia belum tahu.
"Hm! Kau ini siapa" Beraninya kau menegurku!" kata orang itu dengan garang.
"Sudah wajar seekor anjing lebih galak dari majikannya,"
kata Chan It Hoan. "Orang lain takut pada Han To Yu, aku tidak!"
"Kurangajar!" kata orang itu.
Kedua tangannya menjulur akan mencengkram bahu Chan It Hoan.
Melihat serangan datang Chan It Hoan merunduk menghindari serangan lawan, lalu dia balas menyerang. Dia berhasil mencengkram tangan lawan. Ternyata kekuatan keduanya seimbang, saat tangan mereka bentrok keduanya tergetar.
Diam-diam Kong-sun Po melangkah, dia gunakan tenaga dalam saat menginjak lantai hingga berbekas. Ketika sudah dekat Kong-sun Po meneriaki Chan It Hoan.
"Chan Toa-siok, aku kenal mereka ini!" kata Kong-sun Po.
Kedatangan Kong-sun Po membuat orang-orang itu terperanjat. Mereka melompat ke samping,
"Siapa yang mengizinkan mereka masuk ke mari?" kata Kong-sun Po.
"Mereka datang bersama Han Hie Sun yang mengatakan ingin bertemu dengan Bun Tay-hiap," kata Chan It Hoan.
"Tapi kau lihat sebagaian orang-orang ini bukan orang Han!
Maka kuhalangi mereka masuk!"
1641 "Sekarang di mana Han Hie Sun berada?" kata Kong-sun Po.
"Mereka ada di dalam," kata Chan It Hoan. "Karena Hie Sun putera Perdana Menteri, Bun Tay-hiap mengizinkan mereka masuk!"
"Chan Toa-siok, mereka ini anak buah Wan-yen Tiang Cie, panglima besar bangsa Kim. Selain orang Kim di antara mereka pun ada penjilat bangsa, mereka orang Han!"
kata Kong-sun Po. "Jadi begitu! Mana boleh tempat kami dikotori oleh bangsa asing!" kata Chan It Hoan gusar bukan main.
Menyaksikan keadaan semakin tegang Pek Tek
menengahi mereka. "Sabar, temui Bun Yat Hoan dulu," kata Pek Tek.
Dia sadar orang-orang itu lihay semua. Jika Chan It Hoan bertarung dengan mereka, belum tentu Chan It Hoan akan menang. Maka posisi yang bakal merugikan itu perlu dicegah oleh Pek Tek.
Kong-sun Po dan Pek Tek masuk ke ruang tengah. Di sana mereka lihat Han Hie Sun dan Wan-yen Hoo, ditemani hweeshio berwajah merah dan seorang lelaki kurus berwajah pucat. Sekali lihat Pek Tek tahu, mereka orang-orang berilmu tinggi.
"Kedatangan mereka ke mari pasti bukan bermaksud baik," pikir Pek Tek.
Memang tak lama terdengar kata-kata Han Hie Sun.
"Ayahku sangat kagum pada Bun Tay-hiap yang jadi Bengcu di sini, itu sebabnya Ayahku bilang seharusnya dia yang datang sendiri menemui Anda di sini. Sayang Ayah 1642
terlalu sibuk hingga dia mengutusku ke mari untuk memberi hormat!" kata Han Hie Sun.
"Jangan sungkan, aku tidak berani menerima penghormatan dari ayahmu, siapa yang datang bersamamu ini?" kata Bun Yat Hoan.
"Dia Yan Kong-cu teman baikku," kata Han Hie Sun.
"Sedangkan Bu Bong Tay-su ini sahabat Ayahku."
Han Hie Sun memperkenalkan sahabat-sahabatnya satupersatu pada Bun Yat Hoan. Sesudah diperkenalkan oleh Han Hie Sun tanpa basa-basi lagi Bu Bong Tay-su langsung bicara.
"Aku datang untuk belajar kenal dengan kepandaian Bun Tay-hiap yang terkenal itu!" kata Bu Bong Tay-su. "Harap Anda mau memberi muka pada pin-ceng!"
"Jika kita bertukar pengalaman di dunia persilatan, rasanya itu wajar saja," kata Cian Ji-sian-seng, Mendengar tantangan tamu-tamunya Bun Yat Hoan segera berpikir.
"Jika kunjungan mereka atas perintah Han To Yu, sungguh tak pantas rasanya jika baru bertemu sudah menantang bertarung?" pikir Bun Yat Hoan.
Melihat Bun Yat Hoan agak ragu, Kong-sun Po yang tidak tahan mendengar ucapan si hwee-shio langsung maju ke depan. Melihat Kong-sun Po tiba-tiba muncul, Han Hie Sun sedikit terperanjat. Sambil tertawa Han Hie Sun menyambut.
"Oh, kiranya Kong-sun Siauw-hiap juga ada di sini?"
kata Han Hie Sun. Kata-kata Han Hie Sun tidak dihiraukan oleh Kong-sun Po, dia langsung memberi hormat pada Bun Tay-hiap.
1643 "Harap Bun Tay-hiap maklum, mungkin penjelasan Han Hie Sun kurang jelas, maka itu baik aku yang mengulang penjelasannya," kata Kong-sun Po.
"Jadi kau kenal dengan mereka?" kata Bun Tay-hiap.
"Untuk dua orang itu aku tidak kenal, tapi Yan Kong-cu hampir setiap hari berkelahi denganku. Dia sebenarnya she Wan-yen!" kata Kong-sun Po.
"Oh, jadi Kong-cu ini she Wan-yn marga kerajaan Kim, kau bangsa Kim atau Han?" kata Bun Yat Hoan.
"Untuk apa bicara soal kebangsaan?" kata Wan-yen Hoo.
"Hm! Kau menutupi identitasmu, baik kukatakan terus terang untukmu," kata Kong-sun Po. "Bun Tay-hiap, dia putera Wan-yen Tiang Cie, paman raja Kim. Dia diutus ke Kang-lam sebagai pangeran bangsa Kim, dia seorang utusan rahasia!"
"Kalau begitu aku besikap kurang hormat kepadanya,"
ejek Bun Yat Hoan. "Dua yang lainnya, biar aku yang memberi penjelasan,"
Pek Tek ikut bicara. Dia tunjuk hwee-shio berwajah merah itu.


Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bu Bong Tay-su kakak seperguruan Wan-yen Tiang Cie, dia baru turun gunung dan dia diangkat jadi Hak-su di kerajaan Kim." kata Pek Tek. "Dia masih punya kakak seperguruan yang ilmu silatnya juga lihay!"
"Kau punya keterangan yang lengkap tentang diriku,"
kata Bu Bong Tay-su dengan tenang.
"Sedang Cian Jie Seng atau Cian Tiang Cun asal-usulnya luar biasa, dia mantan pengawal istana Kerajaan Kim," kata Pek Tek. "Dia jarang turun ke kalangan Kang-ouw. Hanya 1644
aku beruntung bertemu dia di Ceng-ciu sepuluh tahun yang lalu dia pernah bertarung dengannya!"
"Rupanya Anda masih ingat pertemuan kita sepuluh tahun yang lalu," kata Cian Tiang Cun. "Dulu kita bertarung, namun tak diketahui siapa yang kalah dan menang! Baik sekarang aku mohon petunjuk darimu!"
Sesudah sekian lama saling memperkenalkan, Han Hie Sun yang cerdik melihat sikap Bun Yat Hoan yang tidak jerih, malah menantang dia jadi ngeri juga.
"Memang Bu Bong Tay-su yakin bisa mengalahkan Bun Yat Hoan, tapi jika gagal aku juga bisa mendapat kesulitan," pikir Han Hie Sun yang hatinya kebat-kebit juga.
Kemudian Han Hie Sun yang licik lalu berkata.
"Antara Kerajaan Kim dan Song sekarang telah terjalin hubungan baik, jika tidak percaya Bun Tay-hiap tanya saja Kong-sun Siauw-hiap," kata Han Hie Sun.
"Tidak perlu! Jika tak ada hubungan, bagaimana kau bisa mengantar mereka ke mari?" kata Bun Yat Hoan. "Perlu aku jelaskan, aku rakyat biasa yang buta politik! Jika Kim dan Song berserikat, itu urusan pemerintah. Jika kau ingin tahu pendirian rakyat Song, musuh adalah musuh! Mereka tamutamu ayahmu, tapi jelas mereka bukan sahabat kami!"
Mendengar jawaban itu tentu saja Han Hie Sun jadi ngeri.
"Bun Yat Hoan," kata Bu Bong Tay-su. "Sekarang apa maumu, katakan saja. Apa kau kira kami takut padamu?"
"Apa mauku" Baik, jika kau ingin tahu kelihayanku, silakan aku terima tantanganmu!" kata Bun Tay-hiap.
Cian Tiang Cun tertawa. 1645 "Aku dan Pek Lo-su akan mengadakan perhitungan lama dengannya!" kata Cian Tiang Cun dengan angkuh.
"Benar, aku juga harus mengadakan perhitungan dengan Wan-yen Kong-cu!" kata Kong-sun Po yang tidak mau ketinggalan.
Mendengar tantangan Kong-sun Po tentu saja Wan-yen Hoo senang. Dia pikir karena pengaruh racun di tubuh Kong-sun Po belum seluruhnya punah, dia yakin akan memenangkan pertarungan.
"Baik, aku terima tantanganmu Kong-sun Siauw-hiap.
Kita bertarung dalam tiga pasangan. Sesuai peraturan jika dua pasangan memperoleh kemenangan, maka dialah pemenangnya. Bagaimana kau setuju?" kata Wan-yen Hoo.
"Silakan Saudara Pek maju lebih dulu!"
Bun Yat Hoan mengerti, Wan-yen Hoo ingin maju yang pertama. Tapi sudah didahului oleh permintaan Bun Yat Hoan pada Pek Tek.
"Baik, aku setuju bagaimana kehendakmu saja!" kata Bun Yat Hoan.
Pek Tek maju lebih dulu. "Cian Tiang Cun, kau tamuku. Silakan kau dulu!" kata Pek Tek.
Wan-yen Hoo kecewa. Semula dia yang ingin maju lebih dulu dengan perhitungan pengaruh obat di tubuh Kong-sun Po masih bekerja. Tapi sekarang Cian Tiang Cun yang maju lebih dulu.
"Mari," kata Cian Tiang Cun. "Terimalah seranganku!"
Tiba-tiba tangannya menyerang Pek Tek karena dia anggap sekarang sudah tua hingga tenaganya berkurang.
1646 Dia yakin, jika tak bisa mengalahkan Pek Tek, paling tidak mereka seimbang.
Tiga serangan Cian Tiang Cun berhasil ditangkis oleh Pek Tek. Pertarungan berlangsung seru, tapi Kong-sun Po agak mencemaskan keadaan Pek Tek yang sudah tua.
Tadi saat diserang pun Pek Tek mundur, jika dihitung dia sudah tujuh kali mundur. Tapi anehnya tiba-tiba dia berdiri tegak. Setiap serangan lawan dia hadapi dengan berani. Sekarang Kong-sun Po jadi lega, dia yakin Pek Tek bisa mengatasi lawannya. Begitu pun Bun Yat Hoan yang kelihatan tenang tersenyum simpul.
"Celaka, dugaanku keliru semakin tua dia semakin lihay." Pikir Cian Tiang Cun. "Rupanya sulit aku mengalahkannya dalam waktu singkat!"
Karena hatinya bimbang serangan Cian Tiang Cun tidak sehebat tadi. Malah dia seolah tidak mengharapkan kemenangan seperti tadi, karena pikirnya seimbang pun sudah bagus.
Pek Tek tahu lawannya mulai jerih, dia gunakan Kim-n;i elu, serangan ini membuat Cian Tiang Cun kewalahan.
Pertarungan berjalan cukup lama, sesudah lebih dari tigapuluh jurus, Cian Tiang Cun hanya mampu bertahan karena tidak bisa menyerang lawannya lagi.
Satu saat dengan terkejut Cian Tiang Cun melompat mundur. Bahunya berdarah. Jelas dia tercengkram serangan Pek Tek yang lihay.
"Pek Lo-su kau hebat, aku kagum padamu!" kata Cian Tiang Cun.
1647 "Kau juga hebat, tapi aku heran kenapa kau mau jadi budak bangsa Kim" Baik, aku tidak mengambil jiwamu, cukup sampai di sini saja!" kata Pek Tek.
Sebenarnya jika pertarungan lebih lama lagi Pek Tek akan kewalahan karena tenaganya terkuras. Untung Cian Tiang Cun menyerah kalah.
Menyaksikan kawannya kalah, Bu Bong Tay-su maju.
"Hm! Masih ada dua partai lagi, belum tentu kami yang kalah!" kata Bu Bong Tay-su yakin sekali. "Aku dengar kau akhli Tie-pit-su-seng, silakan kau maju!"
"Baik," kata Bun Yat Hoan sambil tertawa. "Sepuluh tahun alat tulisku ini (maksudnya pit) aku simpan saja.
Untuk memenuhi permintaanmu, terpaksa kugunakan lagi!"
Bu Bong membuka jubah merahnya.
"Senjataku hanya jubah ini, mohon kau berbelas kasihan padaku," kata Bu Bong Tay-su. "Jika kau tidak berbelas kasihan, baiklah aku akan menyerah kalah saja!"
"Baik, silakan kau maju!" kata Bun Yat Hoan.
"Awas!" kata Bu Bong yang langsung mengibaskan jubah merahnya ke arah Bun Yat Hoan.
Bun Yat Hoan menghindari serangan itu dengan mengelak sedikit, sedangkan pitnya langsung menotok jalan darah Iegie-hiat di iga lawan. Bu Bong Tay-su menggeser kakinya, dia hindari serangan Bun Yat Hoan. Sesudah itu Bu Bong pun menyabetkan jubah merahnya dengan hebat.
Bun Yat Hoan terkejut merasakan kehebatan kebutan lawannya ini. Sebagai jago Bun Yat Hoan bersikap tenang.
Dia segera membalas dengan beberapa totokan ke arah lawan. Pitnya berkali-kali mengarah ke setiap jalan darah 1648
lawan. Tapi Bu Bong seorang jago yang lihay, dia mampu menangkis maupun menghindari totokan lawannya.
"Aah, ternyata pitmu yang dikatakan lihay, ternyata hanya begini saja," ejek Bu Bong.
Tapi Bun Yat Hoan cuma tertawa.
"Sabar, kau akan menyaksikan kelihayannya nanti!" kata Nun Tay-hiap.
Saat Bu Bong diserang dia gunakan jubah merahnya menutup tubuhnya. Saat itu seakan-akan Bu Bong berada di tengah warna merah jubahnya saja. Sedang pit Bun Yat Hoan tak mampu menerobos untuk melukainya.
Sebagai jago silat Bun Yat Hoan tahu betapa lihaynya Bu Bong Tay-su. Maka itu dia tidak berani sembarangan maju hingga terjebak akal musuhnya. Bun Yat Hoan mencari akal untuk merusak konsentrasi lawan, terutama mengalahkan tenaga dalamnya yang lihay.
Tiba-tiba Bun Yat Hoan melakukan serangan kilat, dan ditangkis oleh Bu Bong menggunakan jubahnya dan jubah melembung seperti balon menahan serangan lawan.
Saat itu terdengar suara senjata Bun Yat Hon yang mengenai jubah merah. Sekalipun tak bisa merobek jubah itu, tapi meninggalkan sedikit bekas.
Bu Bong Tay-su tersenyum puas.
"Hm! Tak salah dugaanku, pitnya tak mampu melubangi jubahku!" pikir Bu Bong.
Kelihatan Bu Bong girang sekali. Bu Bong tak sadar kalau itu cuma "tipuan" Bun Yat Hoan yang "membiarkan"
lawannya senang kalau jubahnya tidak tembus. Sebenarnya Bun Yat Hoan sedang menunggu saat yang tepat untuk mengalahkan sang lawan.
1649 Bu Bong Tay-su yang kegirangan melancarkan serangan bertubi-tubi hingga Bun Yat Hoan harus terus mundur. Bu Bong Tay-su yang bertambah girang, terus melancarkan serangannya.
Tapi tiba-tiba terdengar bentakan Bun Yat Hoan.
"Berhasil!" kata Bun Yat Hoan.
Memang di luar dugaan Bu Bong Tay-su, tiba-tiba pit Bu Yat Hoan menerobos cepat bagaikan kilat, bahkan mampu melubangi jubah merah lawan.
"Kiranya berhasil!" teriak Kong-sun Po.
Bu Bong Tay-su melemparkan jubah merahnya dengan keras ke muka Bun Yat Hoan. Lemparan jubah ini dibarengi dengan sebuah totokan yang lihay. Bun Yat Hoan kaget. Untuk menghindari serangan itu hanya ada satu cara, dia lemparkan pitnya lalu dengan kedua tangannya dia hantam jubah merah lawan hingga jatuh.
Bu Bong Tay-su tertawa terbahak-bahak.
"Kau berhasil melubangi jubah merahku, dan aku juga berhasil menjatuhkan pitmu! Pertandingan ini kita anggap seri saja!" kata Cu Bong.
Sebenarnya ucapan Bu Bong hanya untuk "menutupi"
rasa malunya saja, karena tadi dia sesumbar bisa mengalahkan Bun Yat Hoan. Padahal dia pun sadar kalau dia telah kalah.
"Hm! Enak saja, kau memang tak tahu malu. Memang kau yang menjatuhkan pit Bun Tay-hiap?" kata Kong-sun Po.
"Sudah! Sudah, jangan paksa dia supaya mengaku kalah!" kata Bun Yat Hoan sambil tertawa. "Dia masih penasaran, biar dia maju lagi!"
1650 Bu Bong yang telah dikalahkan satu babak, lalu maju ingin menjajal yang kedua kalinya. Tapi Bun Yat Hoan melepaskan pit yang satunya, lalu dengan tangan kosong mereka akan bertarung.
Oleh karena pernah dikalahkan, sekarang Bu Bong tidak berani memandang ringan lawannya. Tapi Bu Bong melakukan serangan gencar. Jurusnya pun aneh hingga Bun Yat Hoan tertarik menyaksikannya. Sebagai jago bergelar Thie-pit-suseng (Sastrawan bersenjata pit besi), sekalipun tanpa Poankoan-pit, Bun Yat Hoan tetap lihay totokannya.
Pertarungan jadi semakin hebat, dan Bun Yat Hoan dengan tenang mempelajari serangan lawan. Dia tahu Bu Bong menggunakan jurus totokan yang ada di lukisan Hiatto-tongjin.
Rupanya dia mempelajari lukisan itu yang dipinjam dari Wan-yen Tiang Cie yang bukan aslinya. Tapi sekalipun bagus belum seistimewa aslinya. Saat itu Pek Tek dan Kong-sun Po sedang asyik menyaksikan pertarungan tingkat tinggi itu. Tapi tiba-tiba Pek Tek membisiki telinga Kong-sun Po.
"Apa tidak kau dengar, rupanya pasukan musuh datang.
Tak lama lagi tempat ini akan terkepung!" bisik Pek Tek.
Pada saat keadaan mulai gawat, Kong-sun Po maju menantang.
"Wan-yen Hoo, mari kita bertanding!" kata Kong-sun Po.
"Hm! Kau kira aku takut padamu" Kau sudah berkali-kali aku kalahkan!" kata Wan-yen Hoo.
Wan-yen Hoo tak sadar kalau sekarang Kong-sun Po telah pulih dari keracunannya karena ditolong gurunya.
Sedang Kong-sun Po yang tidak sabar dan geram pada 1651
Wan-yen Hoo langsung menyerang dengan jurus andalannya "Hui-liong-caythian" (Naga Terbang Ke Langit).
Wan-yen Hoo merasakan serangan Kong-sun Po sangat dahsyat hingga dia seolah terdorong pukulan dahsyat dan dia kaget! Terpaksa dia menggunakan jurus istimewanya untuk menghadapi lawan hingga dia baru bisa mengatasi serangan itu.
Kong-sun Po yang penasaran menyerang secara bergelombang, serangannya saling susul. Sekalipun Wanyen Hoo lihay ilmu totoknya, tapi diserang demikian gencar dia tidak berdaya. Dengan demikian Wan-yen Hoo terdesak terus. Melihat kawannya dalam bahaya, Han Hie Sun maju.
"Kong-sun Siauw-hiap, aku juga ingin belajar kenal dengan ilmu silatmu!" kata Han Hie Sun.
Sebelum Han Hie Sun maju, Pek Tek menghadang di depannya.
"Hm! Han Kong-cu apa kau tidak tahu peraturan Kangouw?" kata Pek Tek. "Jika tanganmu gatal, baik kau akan kulayani barang satu dua jurus!"
Melihat Pek Tek tentu saja Han Hie Sun kaget.
"Mana aku berani melawanmu, Pek Lo-su! Aku maju karena kuatir Kong-sun Siauw-hiap menyusahkan tamu Ayahku." Kata Han Hie Sun.
"Karena memandang ayahmu, maka aku tidak ingin menyusahkan kau. Tapi jika aku disuruh mengalah pada pangeran asing itu, aku tidak bisa!" kata Pek Tek tegas.
Kelihatan Han Hie Sun jadi serba-salah.
Saat itu di luar rumah terdengar suara pertempuran.
Soraksorai pun terdengar jelas. Ternyata itu perajurit dari 1652
gedung Perdana Menteri yang dipimpin oleh Su Hong.
Mereka mendapat hadangan dari orang-orang Bun Yat Hoan.
Di tengah kalangan tiba-tiba Kong-sun Po mengeluarkan bentakan keras, dibarengi dengan serangan hebat ke kepala Wan-yen Hoo, Wan-yen Hoo yang kaget segera
menjatuhkan diri hendak bergulingan untuk
menyelamatkan diri dari serangan maut Kong-sun Po.
Tetapi cengkraman Kong-sun Po membayanginya.
"Jangan lukai dia!" teriak Pek Tek.
Kong-sun Po berhasil mencengkram tengkuk Wan-yen Hoo.
"Baik, Pek Lo-su!" kata Kong-sun Po.
Saat itu Su Hong dan anak buanya sudah masuk ke dalam rumah Bun Yat Hoan. Melihat Wan-yen Hoo berada dalam cengkraman musuh, Su Hong menghentikan langkahnya. Mereka bengong keheranan.
"Jika ada masalah mari kita bicarakan!" kata Han Hie Sun. Sesudah mendengar majikan mudanya bicara, Su Hong pun ikut bicara.
"Ya! Kalian pun sudah terkepung. Di luar para pemanah telah siap! Kalian tidak bisa lolos!" kata Su Hong.
"Baik, kami tidak berharap akan selamat. Tetap sebelum aku mati, Wan-yen Hoo kubunuh lebih dulu!" kata Kongsun Po.
"Kau keluar, hentikan pertempuran!" kata Han Hie Sun pada Su Hong.
Su Hong bergegas keluar. "Sekarang apa yang hendak kau lakukan, Han Hie Sun?"
kata Kong-sun Po. 1653 "Menurut pepatah kuno: "Berdamai lebih baik daripada bertarung"," kata Han Hie Sun sambil tersenyum.
"Bagaimana pendapatmu?"
"Baik, katakan apa maumu?" kata Kong-sun Po.
"Bebaskan dia, dan aku akan membawa pasukanku kembali!" kata Han Hie Sun.
"Baiklah, sekalipun aku curiga maksud kedatangan kalian, khususnya apa yang akan kau lakukan terhadap Bun Tayhiap" Katakan selanjutnya apa yang kau mau?" kata Kong-sun Po.
"Selanjutnya aku tidak tahu, terserah Ayahku saja!" kata Han Hie Sun.
"Kabulkan saja permintaannya! Jika Han To Yu ingin menghadapiku, silakan saja jika mampu!" kata Bun Yat Hoan.
Bun Yat Hoan berkata-kata sambil terus menyerang Bu Bong Tay-su, hingga lawannya hampir kehabisan napas.
Sekarang pertarungan di luar sudah dihentikan, kini tinggal Bun Yat Hoan dan Bu Bong yang masih bertarung hebat.
"Harap hentikan perkelahianmu, Bu Bong Tay-su!" teriak Han Hie Sun.
Tapi Bu Bong seolah tidak mendengarnya dia masih bertarung. Rupanya pertarungan jago tingkat tinggi tidak mudah dihentikan begitu saja. Melihat lawan sudah kepayahan, akhirnya Bun Yat Hoan mengalah. Dia mundur perlahan-lahan, sedang Bu Bong Tay-su tampak kepayahan.
Akhirnya dengan wajah lesu Bu Bong Tay-su mengeluh.
"Mari kita pulang saja!" kata Bu Bong.
Saat mereka akan pergi, Kong-sun Po membentak.
1654 "Tunggu!" kata Kong-sun Po.
Tangan Kong-sun Po masih mencengkram bahu Wanyen Ho dengan keras.
"Kau mau apa lagi?" kata Han Hie Sun. "Bukankah kita sudah setuju berdamai?"
"Benar, aku tak ingkar janji. Tapi kembalikan payungku, jika kau kembalikan baru dia aku lepaskan!" kata Kong-sun Po.
"Tapi kau lihat sendiri, payung itu tidak kami bawa,"
kata Wan-yen Hoo. "Masa bodoh, selama payungku belum kembali kau tetap di sini!" kata Kong-sun Po tegas.
Baik Wan-yen Hoo maupun Han Hie Sun jadi bingung.
"Baik, akan kuusahakan," kata Han Hie Sun yang langsung minta izin keluar.
Saat Han Hie Sun masuk dia datang bersama See-bun Chu Sek. Di tangan See-bun Chu Sek terdapat payung milik Kong-sun Po.
Sesudah dikalahkan di penginapan, See-bun pulang.
Setelah sampai Su Hong bersama anak buahnya berangkat ke tempat Bun Yat Hoan. Sambil membawa payung See-bun Chu Sek menyusul dan dia kira mereka memperoleh kemenangan.
Tak diduga justru Wan-yen Hoo berada di tangan Kongsun Po.
"Itu payungmu, sekarang bagaimana" Apakah kau mau membebaskan aku?" kata Wan-yen Hoo.
Sesudah menerima payung itu Kong-sun Po berniat melepaskan sanderanya. Tapi tiba-tiba Pek Tek berseru.
1655 "Tunggu dulu!" kata Pek Tek.
Mendengar ucapan Pek Tek, Han Hie Sun kaget.
"Kau mau apa lagi, Pek Lo-su?" kata Han Hie Sun.
"Terus-terang aku tidak percaya pada kalian, maka itu kami minta diantar oleh Wan-yen Hoo. Jika kalian tidak percaya kalian boleh ikuti kami!" kata Pek Tek.
"Jika kalian tidak percaya pada kami, kami juga begitu!"
kata Wan-yen Hoo. Bun Yat Hoan gusar. "Hm! Jangan kau samakan kami dengan bangsa Kim yang tak bisa dipercaya! Sesampai di kaki gunung, kau pasti kami bebaskan!" kata Bun Yat Hoan.
"Kau jangan takut, Wan-yen Kong-cu, kata-kata Bun Tayhiap dapat dipercaya!" kata Han Hie Sun.
Sesudah itu Bun Yat Hoan dan kawan-kawannya turun gunung dengan diantar oleh Han Hie Sun, sedang Wan-yen Hoo tetap disandera. Sampai di bawah Bun Tay-hiap memerintahkan agar Wan-ye Hoo dibebaskan.
"Katakan pada ayahmu, tentara rakyat tak bisa dimusnahkan! Kami akan tetap berj uang melawan musuh dan tidak memusuhi ayahmu. Tetapi jika kami terlalu didesak, kami pun tak segan-segan untuk bertindak!" kata Bun Yat Hoan.
Han Hie Sun hanya mengiakan tanpa banyak bicara, lalu Han Hie Sun dan Wan-yen Hoo segera meninggalkan mereka.
Sesudah kedua orang itu pergi Bun Yat Hoan
mengatakan bahwa dia akan melakukan konsolidasi dengan kawan-kawan seperjuangannya. Bun Yat Hoan meminta 1656
agar perubahan politik pemerintah disampaikan pada Honglai-mo-li. Maka itu dia tidak bisa ke Kim-kee-leng.
"Harap kau berhati-hati, musuhmu semakin banyak,"
kata Pek Tek pada Kong-sun Po.
"Baik," kata Kong-sun Po.
Mulutnya berkata begitu tapi hatinya malah berharap bisa bertemu lagi dengan pangeran Kim itu dan dia akan menghajarnya karena "pembalasannya" tadi, dia rasakan belum cukup, karena sakit hatinya dipermainkan oleh pangeran itu.
Maka berangkatlah Kong-sun Po. Sesudah menyeberangi sungai Tiang-kang dia berjalan menuju ke utara. Di sepanjang jalan dia tidak mengalami sesuatu dan aman-aman saja.
-o0~DewiKZ~Aditya~aaa~0o-
BAB 60 Kong-sun Po Bertemu Para Pembegal;
Kong-sun Po Berhasil Mengalahkan Lawan-lawannya
Dikisahkan Kong-sun Po sedang melakukan perjalanan menuju ke kota Kah-san-kwan di Shoa-tang seorang diri.
Karena tidak ada gangguan di perjalanan, tak lama dia sudah sampai ke Shoa-tang. Sedang dari Kah-san-kwan ke Kim-keeleng hanya butuh tiga hari perjalanan saja..
Saat Kong-sun Po sedang berjalan santai, tiba-tiba terdengar derap kaki kuda sedang mendatangi, dua penunggang kuda yang wajahnya tampak bengis mengawasi padanya. Kong-sun Po menduga kedua penunggang kuda bersenjata lengkap itu orang kalangan Liok-lim (Golongan Rimba Hijau) alias para penjahat.
1657 Kedua penunggang kuda itu mengawasi ke arah Kongsun Po dengan matanya yang tajam. Saat kuda mereka sudah dekat, Kong-sun Po menepi memberi jalan. Kedua penunggang kuda itu melintas dan salah seorang bicara.
Tapi karena bahasa yang dipergunakan Kang-ouw, Kong-su Po tidak paham kata-katanya.
Kong-sun Po tidak takut pada kedua orang Rimba Hijau itu, karena jika dia dirampok pun uangnya hanya tinggal sepuluh tail saja. Tetapi kedua penjahat itu tidak bertindak apa-apa.
"Aah, aku terlalu bercuriga," pikir Kong-sun Po geli.
Dengan santai Kong-sun Po melanjutkan perjalanan. Tapi tiba-tiba dia kaget ketika mendengar suara derap kuda. Saat dia menoleh, ternyata dua penunggang kuda tadi yang dia kira orang Lioklim itu sedang melarikan kudanya ke arahnya. Kong-su Po tak takut, dia menghentikan langkahnya berdiri di tengah jalan.
Lagi-lagi Kong-sun Po salah duga, ternyata kedua penunggang kuda itu tidak minta jalan. Malah mereka menepi ke kiri dan kanan lalu meneruskan perjalanan mereka. Kong-sun Po keheranan.
"Eh, mau apa orang-orang ini" Sekalipun wajahnya garang tapi belum tentu mereka penjahat!" pikir Kong-sun Po
Kong-su Po kembali melanjutkan langkahnya. Tapi menjelang sore. Tiba-tiba dari belakang dia muncul lagi dua penunggang kuda yang lain. Mereka berwajah garang dan membawa senjata. Saat melewati Kong-sun Po mereka menoleh hingga membuat Kong-sun Po curiga.
Karena cuaca semakin gelap, Kong-sun Po akan mencari tempat untuk bermalam.
1658 Saat itu kembali terdengar derap kaki kuda dari atas gunung mendatangi ke arah Kong-sun Po. Dari pembicaraan mereka Kong-sun Po menduga, orang-orang itu mengira dia membawa barang berharga. Tapi kawannya kurang yakin hingga keduanya berdebat. Sekarang Kongsun Po semakin yakin, bahwa mereka memang dari golongan Liok-lim.
"Eeh, mereka pergi ke mana" Kenapa tidak kulihat lagi mereka" Jangan-jangan gunung itu sarang mereka?" pikir Kong-sun Po sambil mengawasi gunung yang ada di depannya.
Cuaca sudah gelap. Kong-sun Po jadi iseng dia ingin tahu mau apa mereka, dia berlari cepat untuk mencari tahu.
Sampai di tengah hutan Kong-sun Po kehilangan jejak mereka. Dia tak tahu di mana mereka berada.
Ketika Kong-sun Po sedang bingung mencari mereka, tibatiba dia mendengar suara.
"Plok! Plok!" itu dua tepukan tangan dari tempat gelap.
Kong-sun Po tahu suara itu datang dari arah timur, rupanya mereka sudah sepakat akan bertemu di sana. Diam-diam Kong-sun Po menuju ke tempat suara tadi. Dia kaget saat melihat ada api unggun di tengah hutan terbuka. Malah Kong-sun Po pun lihat keenam penunggang kuda yang dia lihat dijalan tadi ada di situ.
Diam-diam Kong-sun Po naik ke atas pohon. Dari sana dia bisa melihat dengan jelas ke arah mereka. Tak lama Kong-sun Po mendengar salah seorang dari mereka bicara.
"Kelihatannya dia tidak membawa apa-apa, pasti ada yang dia sembunyikan. Jika bukan emas mungkin barang berharga lainnya," kata yang seorang.
1659 Kong-sun Po insyaf apa maksud mereka. Mereka itu penjahat yang sudah akhli dan tahu korbannya membawa barang apa. Contohnya jika dia membawa emas atau uang perak, maka orang itu akan berjalan lambat, sebaliknya jika membawa permata dia akan berjalan biasa. Tapi bawaannya lebih berharga.
Sedikitpun mereka tidak mengira benda berat yang dibawa Kong-sun Po payungnya. Maka itu salah seorang dari mereka berkata.
"Pasti dia membawa benda berat, maka itu kita harus waspada. Sungguh berani dia berjalan sendirian. Aku yakin dia pandai ilmu silat!" kata orang itu.
"Hm! Jadi kalian ragu terhadap diriku?" pikir Kong-sun Po geli.
"Tidak perlu," kata yang ketiga. "Itu makan waktu, kita pun akan kehilangan kesempatan baik!"
"Kita tidak boleh dianggap remeh, kenapa kita harus takut kepadanya?" kata orang keempat.
"Kita berenam masa kalah olehnya. Sekalipun dia pandai ilmu silat." kata orang kelima.
"Sabar," kata orang yang keenam. "Dia belum sampai ke sini, kenapa kalian ribut?"
"Sekalipun demikian harus kita rencanakan dulu bagaimana kita menyergapnya, jangan sampai saatnya malah kacaubalau," kata yang pertama.
"Tahukah kalian, kenapa aku bilang harus sabar, sebab Han Toa-ko dari Tiauw-houw-kan akan segera datang,"
kata orang yang keenam. "Pengalaman dia lebih luas.
Sekarang dia sedang mencari tahu asal-usul bocah itu!"
1660 "Jika dia datang, tentu bagian kita akan lebih sedikit,"
kata kawannya. Saat itu terdengar tepukan tangan dua kali.
"Itu Han Toa-ko sudah tiba!" kata mereka.
Seorang pria yang memelihara bewok muncul sambil tertawa terbahak-bahak.
"Kalian salah duga, aku bukan Han Toa-ko! Apa aku boleh bergabung?" kata si bewok.
Ternyata dia bukan Han Toa-ko yang dimaksud mereka.
"Aku dengar kau ikut See-cun Sian-seng dan hidup senang, apa kau masih ingin melakukan pekerjaan kaum Rimba Hijau, Kim Toa-ko?" kata orang yang keenam.
Dulu si bewok memang penjahat terkenal, bahkan lebih tekenal dari Han Toa-ko si Harimau Melompat. Tapi kemudian dia ikut bergabung dengan See-bun Souw Ya.
"Ah, hanya seekor domba kecil, apa artinya bagiku. Aku datang ke mari justru mau memberi kalian sesuatu yang lebih berharga!" kata orang she Kim itu.
"Wah, kami senang jika Kim Toa-ko mau berbagi rejeki dengan kami. Tapi katakan dulu, apa yang harus kami lakukan untuk mendapatkannya?" kata salah seorang dari keenam orang itu.
"Aku yakin kalian kenal dengan Hek-hong To-cu, bukan?" kata orang she Kim.
"Ya, kami kenal. Kami dengar dia sudah ada di Tionggoan, apa benar?" kata mereka.
"Hebat pendengaran kalian, benar. Malah tak lama lagi dia bakal jadi Bu-lim Beng-cu!" kata orang she Kim itu.
1661 "Yang kami dengar yang akan menjadi Bu-lim Beng-cu se-Tionggoan itu See-bun Souw Ya, kalau begitu mereka bisa rebut dan berkelahi!" kata si orang pertama.
"Aku kira sebaiknya tidak berkelahi, malah See-bun harus beusaha mendekatinya," kata si orang she Kim.
"Apa benar" Apa mau See-bun Souw Ya berada di bawahnya?" kata orang pertama.
"Sudah jangan ribut, aku kira kalian tidak tahu masalahnya," kata orang she Kim. "Jangan salah See-bun Souw Ya bisa jadi Beng-cu jika didukung oleh Kok-su Mongol itu. Tapi jika Kok-su itu memilih Kiong To-cu, See-bun Souw Ya mana bisa membantah putusannya!
Sekalipun aku tahu mungkin See-bun kesal juga."
"Jadi begitu masalahnya, lalu apa hubungannya dengan rejeki yang Kim Toa-ko tawarkan kepada kami?" kata orang pertama mewakili yang lain.
"Tentu ada hubungannya," kata orang she Kim.
"Ceritanya begini. Kiong To-cu hanya punya anak perempuan satusatunya. Semula nona itu mau ikut ayahnya ke Mongol. Tapi ketika di penginapan tiba-tiba nona itu pergi tanpa pamit dan entah ke mana. Aku diminta untuk mencari dia. Coba kalian bayangkan apa yang akan kita dapatkan jika kita menemukan nona itu. Tak lama lagi Kiong To-cu akan jadi Bu-lim Beng-cu di Tiongkok.
Ditambah lagi bangsa Mongol akan memerintah negeri ini.
Apa itu bukan rejeki besar bagi kita" Maka itu aku minta bantuan kalian untuk mencarinya."
Tapi keenam orang itu tak bicara, mungkin ragu-ragu.
Tapi salah seorang lalu bicara.
"Mangsa kami sudah ada di depan mata, sayang kalau tidak disambar. Bagaimana kalau ini dulu kami kerjakan.
1662 Sesudah itu baru pekerjaan Kiong To-cu, bagaimana?" kata salah seorang dari keenam orang itu.
"Kami kira paling lambat mangsa kita itu besok sudah lewat di sini!"
"Tapi kalian ingat, masalah Kiong To-cu dan Liong Siang Hoat-ong sangat penting! Jika kita ayal dan nona Kiong sudah kabur jauh, untuk mencarinya pasti akan susah sekali. Coba kalian pertimbangkan, bukankah urusan ini lebih besar dibanding dengan mangsa yang akan kalian terkam itu!" kata orang she Kim.
Saat mereka sedang berbincang salah seorang dari mereka berseru.
"Itu Han Toa-ko datang!" katanya. "Eh kok berdua"
Dengan siapa dia datang?" kata orang itu.
Semua orang itu tidak kenal dengan kawan Han Toa-ko itu, tapi Kong-sun Po di atas pohon malah mengenalinya.
Dia See-bun Chu Sek, anak buah Wan-yen Hoo.
"Hm! Aku memang sedang mencarinya, malah bertemu di sini," pikir Kong-sun Po.
"Eh, kau juga datang Saudara See-bun!" kata orang she Kim yang juga kenal dengannya.


Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ternyata kau Kim Jit! Bagaimana keadaan Pamanku See-bun Souw Ya" Kenapa kau juga ada di sini, mau apa?"
kata See-bun Chu Sek. Orang she Kim itu tampak kebingungan.
"Beberapa hari yang lalu Pamanmu bersama Kok-su, dia juga membicarakan kau. Kenapa kau tidak ikut dengan Pamanmu?" kata orang she Kim yang dipanggil Kim Jit itu.
See-bun Chu Sek memang keponakan See-bun Souw Ya.
1663 "Aku punya majikan dan Pamanku juga punya majikan, jadi kami berjalan masing-masing, sekalipun cita-citanya aku kira sama!" kata See-bun Chu Sek.
"Hal itu aku sudah tahu, tapi yang ingin kutahui apa maksud kedatanganmu bersama Han Toa-ko ini?" kata Kim Jit.
"Katakan dulu, kau juga mau apa ke mari?" kata See-bun Chu Sek.
Kim Jit kelihatan bingung, dia tidak segera menjawab pertanyaan itu. Setahu dia paman See-bun Chu Sek bersaing ingin menjadi Beng-cu dengan Kiong To-cu. Maka itu dia bicara terus terang pada See-bun Chu Sek.
"Kami dapat tugas dari Kok-su untuk membantu Kiong Tocu mencarikan puterinya," kata Kim Jit.
"Jadi masalah itu. Kebetulan aku juga sedang mencari seseorang, mungkin ada hubungannya dengan nona Kiong yang kalian cari!" kata See-bun Chu Sek.
"Siapa dia?" kata Kim Jit.
"Seorang pemuda berpakaian sederhana, dia selalu membawa sebuah payung besi," kata See-bun Chu Sek.
"Aah, kebetulan. Pemuda itulah yang sedang kami intai dan akan kami sergap!" kata salah seorang dari enam orang itu. "Sesudah kita bekuk, hasilnya baik kita bagi sama saja!"
"Bagaimana kalian ini," kata Kim Jit. "Apa kalian kira pemuda itu lebih berharga daripada nona Kiong" Saudara See-bun, sebaiknya kau harus bantu aku dulu!"
"Tahukah kalian siapa pemuda itu, dan apa yang dia bawabawa?" kata See-bun Chu Sek.
"Ya, coba kau tolong jelaskan padaku!" kata Kim Jit.
1664 Sebenarnya bukan Kim Jit saja yang ingin tahu apa yang dibawa pemuda itu, tapi keenam orang itu pun ingin tahu.
"Namanya Kong-sun Po, dia membawa sebuah payung pusaka yang langka," kata See-bun Chu Sek. "Nama payung itu Hian-tiat-po-san!"
"Jadi dia membawa payung pusaka?" kata salah seorang dari keenam orang itu.
"Benda pusaka apa Hian-tiat-po-san itu?" kata yang lain.
"Itu senjata terampuh di kalangan Kang-ouw," kata Kim Jit. "Aku dengar senjata itu mampu menandingi berbagai senjata tajam macam apa saja!"
Yang paling diinginkan di kalangan Kang-ouw adalah sebuah senjata istimewa, kitab ilmu silat dan seekor kuda jempolan. Semua menggumam. Tiba-tiba salah seorang bicara.
"Payung hanya satu ada sembilan orang. Bagaimana cara membaginya?" kata orang itu.
"Memang benar payung cuma sebuah, tapi untuk usaha kalian pasti ada imbalannya," kata See-bun Chu Sek berjanji.
"Kalau begitu, apa imbalan yang akan kau berikan, See-bun Sian-seng?" kata salah seorang dari mereka.
"Aku bekerja untuk Pwee-lek (Pangeran) Kim bernama Wan-yen Hoo. Pemuda itu musuh besarnya, jika kalian bisa merampas payungnya, maka kalian akan diberi 100.000 tail perak. Apalagi jika sekalian bisa membunuh pemuda itu akan ditambah lagi 50.000 tail perak. Selain itu kalian juga boleh melakukan apa saja tak akan diganggu oleh pihak Kim!" kata See-bun Chu Sek.
1665 Jumlah hadiah itu cukup besar hingga membuat semua orang tertarik sekali. Melihat hal itu Kim Jit jadi bingung.
"Bagaimana dengan pekerjaan mencari nona Kiong?"
katanya. "Pekerjaan itu jauh lebih menguntungkan, jangan kalian anggap remeh!"
Mendengar hal itu keenam orang itu bingung, mereka saling pandang tak bicara. Melihat hal itu See-bun Chu Sek kurang senang.
"Hm! Jadi Kim Toa-ko ingin bersaing denganku," kata See-bun Chu Sek. "Kalau begitu kita harus membuat janji!"
"Janji apa?" kata Kim Jit.
"Pertama Kim Toa-ko membantu usahaku, sesudah selesai aku janji akan membantumu!" kata See-bun Chu Sek.
"Jadi kau sudah tahu, di mana nona Kiong berada?" kata Kim Jit kaget.
"Aku sendiri tidak tahu di mana, tapi Han Toa-ko ini yang tahu," kata See-bun Chu Sek.
"Benar aku tahu di mana nona Kiong berada, Aku jamin dalam tiga hari ini dia tidak akan ke mana-mana," kata Han Toa-ko itu.
"Di mana?" kata Kim Jit.
"Sebaiknya kau bantu kami dulu, baru kau akan kubantu mencarikan nona Kiong. Bagaimana?" kata See-bun Chu Sek.
Rupanya karena See-bun Chu Sek ngeri menghadapi Kong-sun Po, dia mencari dukungan sebanyak-banyaknya.
"Baik," akhirnya Kim Jit buka suara. "Aku bersedia bekerjasama denganmu!"
1666 "Hm! Bagus! Memang seharusnya begitu, sama-sama saling menguntungkan. Oh, ya ada yang aku belum katakan pada kalian, nona Kiong itu kekasih Kong-un Po yang sedang kalian incar!" kata See-bun Chu Sek. "Tetapi karena Kiong To-cu tidak setuju puterinya menikah dengannya!
Jika kau bisa membunuh dia, Kiong To-cu pasti senang sekali."
"Jadi begitu masalahnya," kata Kim Jit. "Ayo kita turun dan tunggu dia di bawah gunung saja!"
Di atas pohon Kong-sun Po tersenyum.
"Jadi orang she Han itu sudah tahu di mana Mi Yun berada. Dengan demikian aku bisa mencarinya dengan mudah!" pikir Kong-sun Po.
Sesudah itu Kong-sun Po melompat dari atas pohon.
"Hai! Kalian tak usah menunggu lagi, aku ada di sini!
Siapa yang menginginkan payungku, silakan maju!" kata Kong-sun Po dengan lantang.
Mendengar seruan dan tantangan pemuda itu, semua orang itu tertegun sejenak. Mereka tidak menyangka orang yang mereka cari sudah lama ada di tempat itu.
"Hati-hati payung pusakanya, jangan sampai bentrok dengan senjata kalian," kata See-bun Chu Sek memperingatkan. "Serang dan kepung dia bersama-sama.
Jika perlu gunakan senjata rahasia!"
Saat itu mereka menyerang beramai-ramai, tapi Kongsun Po menangkis dengan payung besinya. Terdengar suara bentrokan senjata berkali-kali. Hasilnya ada yang goloknya gompal, toya besinya bengkok dan macam-macam lagi.
"Lepas senjata rahasia!" See-bun memberi komando.
1667 Sesudah musuhnya mundur Kong-sun Po segera
membuka payung besinya, karena berhamburan senjata rahasia ke arahnya. Suara pletak-pletok nyaring terdengar berulangulang. Semua senjata rahasia itu berjatuhan ke tanah tak mampu menembus payung besi Kong-sun Po.
Malah banyak senjata rahasia musuh yang mental dan berbalik menyerang kawan sendiri. Dua di antara mereka terkena senjata rahasia itu hingga terdengar suara keluhan saling susul.
"Ah, payungnya benar-benar hebat, kita harus segera mundur!" kata salah seorang.
"Jangan lari, siapa yang berani kabur, dia akan kubunuh!" kata Han Toa-ko dengan bengis. Dia mengancam orang yang tadi ketakutan itu. "Jika kita yang berjumlah banyak tak mampu mengalahkannya, bagaimana kalian bisa bertahan di dunia Kang-ouw?"
"Tenang! Kepung dia, dia tidak akan bisa lolos walaupun punya sayap?" kata Kim Jit.
"Serang dia dengan jarum!" kata See-bun Chu Sek.
Senjata Kim Jit bernama "Lian Cu Kauw" atau Cakar memakai rantai, senjata ini bisa dipakai menyerang dari jarak jauh, bahkan bisa ditarik maupun dipakai menyerang secara tiba-tiba. Kim Jit berhasil menggaet payung lawan.
Tapi Kong-sun Po menyambar akan menarik rantai cakar itu, Kim Jit sudah menariknya kembali. Saat serangan Kim Jit datang buru-buu Kong-sun Po menutup payungnya dipakai menangkis. Tak lama terdengar suara nyaring, ternyata Kong-sun Po berhasil menyampok cakar berantai itu hingga terpental. Tapi dalam sekejap senjata itu sudah datang lagi menyambar ke arah bahu Kong-sun Po.
1668 "Sungguh lihay," pikir Kong-sun Po. "Pantas See-bun berusaha membujuknya!"
Kong-sun Po agak kewalahan juga, karena selain menghadapi sambaran cakar rantai Kim Jit, dia juga harus waspada terhadap serangan jarum halus lawan. Maka itu dia berpendapat, bahwa dia harus mengalahkan Kim Jit dan See-bun dulu. Dengan demikian yang lain dia pikir akan takluk sendiri.
Kong-sun Po segera menggunakan siasat "mengalah dulu" dan membiarkan dia diserang, hingga berulang-ulang dia harus mundur. Kim Jit girang, dia memberi semangat pada semua kawannya agar maju mengepung pemuda itu lebih rapat lagi. Melihat musuh
"terpancing" oleh akalnya, Kong-sun Po girang. Saat serangan cakar rantai datang, pemuda itu berkelit, hingga cakar menghajar tanah. Buru-buru Kong-sun Po melompat dan menginjak cakar rantai itu dengan kakinya. Sedangkan tangannya yang memegang payung dipakai memukul bahu Kim Jit. Tangan kosongnya pun bergerak menghajar lawan yang berada dekatnya.
"Aduuh!" teriak Kim Jit.
Betapapun hebat dan kuatnya Kim Jit, terhajar payung baja Kong-sun Po, dia menjerit kesakitan. Untung nyawanya selamat tapi Kim Jit akan cacat seumur hidup.
Sedang kawanan penjahat yang terhajar pun mengaduh kesakitan karena terpukul tangan pemuda itu.
Saat itu See-bun Chu Sek maju, tapi disambut oleh serangan dahsyat Kong-sun Po. Karena dulu pernah dikalahkan, See-bun agak jerih pada pemuda ini.Kong-sun Po pun menyerang dengan tangannya yang sudah berwarna merah. Inilah jurus Hua-hiat-to yang menyiarkan bau amis.
1669 Melihat tangan lawan menyerang, See-bun Chu Sek tidak berani menangkisnya.
Ternyata serangan Kong-sun Po cepat sekali, walau See-bun Chu Sek sudah berusaha semampunya, tidak urung dia terkena pukulan lawan. Saat kedua tangan mereka beradu, See-bun Chu Sek menjerit keras.
"Aduh! Mati aku!" teriaknya.
See-bun Chu Sek melompat, tapi sayang lompatannya meleset hingga dia terjatuh ke bawah bukit.
Dari keenam kawanan penjahat itu, sudah banyak yang terluka dan kabur. Sedang sisanya amat ketakuan dan berusaha kabur sambil berteriak-teriak meninggalkan Han Toa-ko mereka.
Melihat orang-orang itu kabur, Kong-su Po meraup segenggam kerikil yang segera disambitkan ke arah mereka.
Tak lama terdengar suara jeritan kesakitan dari orang-orang yang kabur itu. Han Toa-ko pun kabur, tapi dikejar oleh Kong-sun Po, pikir Kong-sun Po See-bun Chu Sek tak perlu dikejar, karena dia tidak akan tahan lama berlari dan dia akan roboh sendiri. Dia sudah terkena pukulan Hua-hiat-to yang lihay.
Kong-sun Po dengan gin-kang yang tinggi berhasil menyusul orang she Han itu.
"Berhenti!" bentak Kong-sun Po.
Orang she Han yang ketakutan itu tanpa terasa berlutut.
Saat itu Kong-sun Po menekan bahu orang she Han itu dengan payungnya. Bukan main kagetnya orang she Han itu, dia tahu betapa hebatnya payung itu saat menghancurkan bahu Kim Jit tadi. Buru-buru orang she Han itu minta ampun.
1670 "Ampun Kong-sun Siauw-hiap," kata orang she Han.
"Baik kau kuampuni, tapi kau harus menuruti perintahku!" kata Kong-sun Po.
"Apa yang Kong-sun Siauw-hiap inginkan dariku, katakan saja!" kata orang she Han itu.
"Silakan berdiri!" kata Kong-sun Po. "Sekarang katakan di mana nona Kiong berada?"
"Jadi Siauw-hiap ingin tahu tentang nona itu, tapi...
.tapi..." "Katakan jangan tapi-tapi saja!" kata Kong-sun Po mengancam dengan payungnya.
"Mohon sabar Siauw-hiap, kira-kira 300 li dari sini di sana ada gunung Sun-keng-san. Gunung itu ada di Kabupaten In-siu-kwan. Kau tahu kan?" kata orang she Han.
"Kau tahu kenapa nona itu ada di sana?" kata Kong-sun Po.
"Aku tidak tahu kenapa dia tinggal di sana," kata orang she Han.
"Siapa nama keluarga yang ditumpangi nona Kiong itu"
Katakan jangan bertele-tele!" kata Kong-sun Po.
"Dia tinggal di tempat Jen Thian Ngo, orang tua yang sudah lama mengasingkan diri. Apa kau kenal dengannya?"
kata orang she Han. "Jen Thian Ngo?" kata Kong-sun Po kaget.
Kong-sun Po tahu Jen Thian Ngo paman Kok Siauw Hong, tahun lalu dia baru bertemu dengannya. Tapi anehnya orang she Han ini mengatakan dia sudah lama mengasingkan diri..
1671 "Setahuku dia bukan orang baik, apa yang dia lakukan di sana?" pikir Kong-sun Po.
"Jadi dia ada di sana, apa kau sahabat orang tua itu?"
kata Kong-sun Po. "Aku cuma kenalan biasa," jawab orang she Han itu.
"Apa kau tahu dia bersahabat dengan orang Mongol, See-bun Souw Ya itu sahabat baiknya," kata Kong-sun Po.
Mendengar ucapan Kong-sun Po orang she Han itu kaget.
"Oh begitu! Malah aku sendiri tidak tahu..." kata orang she Han yang wajahnya segera berubah.
Melihat perubahan itu Kong-sun Po yang sudah tahu hubungan Jen Thian Ngo dan orang Mongol sangat dirahasiakan. Sekarang Kong-sun Po malah dibukanya terangterangan. Tentu saja orang she Han itu kaget.
"Hm! Aku yakin kau tahu masalah ini!" ejek Kong-sun Po. "Kau jangan bohong!"
Kong-sun Po mengangkat payungnya akan menghantam orang she Han itu.
"Ampun! Ampun Kong-sun Siauw-hiap!" katanya.
"Jadi kau akan bilang tidak tahu?" bentak Kong-sun Po.
"Maaf, aku tidak berani," kata orang she Han.
"Terusterang aku memang tidak tahu dia konco bangsa Mongol, Aku memang pernah mendengar tentang Jen Thian Ngo dari See-bun Chu Sek tapi...."
"Tapi apa?" bentak Kong-sun Po.
"See-bun Chu Sek bilang Jen Thian Ngo seorang jago, maka dia pesan agar jangan memusuhinya," kata orang she Han.
1672 "Hm, jago apa. Dia justru pembohong besar, pengkhianat bangsa!" kata Kong-sun Po. "Lalu apa lagi yang dikatakan See-bun Chu Sek padamu?"
"See-bun Souw Ya menyuruh See-bun Chu Sek bekerja pada bangsa Kim, sehingga majikan mereka jadi berbeda tapi tujuannya sama! Mereka seolah hendak berdiri di atas dua buah perahu. Jika perahu yang satu tenggelam mereka masih punya perahu yang lainnya. Sebab baik bangsa Kim maupun bangsa Mongol yang menang, keluarga See-bun tetap akan berkuasa! Begitu katanya."
Ternyata paman dan keponakan ini berbagi tugas, dengan tujuan mana yang menang itu yang mereka abdi.
"Tapi apa hubungannya dengan Jen Thian Ngo?" kata Kong-sun Po.
"Kata See-bun Chu Sek, See-bun Souw Ya sering memujimuji orang she Jen itu. Dia membagi tugas dengan See-bun Chu Sek karena ingin meniru kecerdikan Jen Thian Ngo. Pertama-tama Jen Thian Ngo seolah mengabdi kepada semua pendekar yang menentang bangsa asing, sedang kaki yang lain menginjak ke pihak Mongol!" kata orang she Han.
"Jika demikian kenapa See-bun Chu Sek tidak langsung menemui Jen Thian Ngo dan minta agar nona Kiong diserahkan kepadanya?" kata Kong-sun Po.
"See-bun Chu Sek anak buah bangsa Kim, dia mendapat perintah dari Wan-yen Hoo agar mencari....ah...mencari..."
"Mencariku?" kata Kong-sun Po.
"Kau benar! Ditambah lagi Jen Thian Ngo tidak mengetahui See-bun Chu Sek bekerja untuk bangsa Kim, jadi dia hanya kenal See-bun Souw Ya. Mereka tidak 1673
mungkin berhubungan karena masing-masing tidak kenal!"
kata orang she Han. "Pantas saja dia bujuk Kim Jit, karena jika berhasil menangkapku, dia jadi berjasa pada bangsa Kim demikian juga Kim Jit, begitu?" kata Kong-sun Po.
"Ya, memang begitu. Sekarang kau sudah tahu semuanya, apa aku sudah boleh pergi?" kata orang she Han itu.
"Baik, tapi kau harus mengantarku dulu ke rumah Jen Thian Ngo!" kata Kong-sun Po.
'Oh aku tidak berani, kepandaian silatnya tinggi!" kata orang she Han.
"Jangan takut aku akan menjaga keselamatanmu,:" kata Kong-sun Po. "Sesudah kau tunjukkan rumahnya, kau boleh pergi!"
"Baik-baik," kata orang she Han yang jerih karena ancaman Kong-sun Po.
Dia menurut tapi otaknya tetap bekerja. Sampai di tempat Jen Thian Ngo dia akan melihat situasi. Sedang Kong-sun Po sadar Jen Thian Ngo itu seorang pesilat licik dan pengkhianat. Itu sebabnya Kok Siauw Hong pun mencurigai pamannya.
Kong-sun Po dan orang she Han menemukan kuda-kuda keenam penjahat itu masih ditambat. Dengan kuda itulah mereka berangkat ke In-siu-kwan.
Saat Kiong Mi Yun mengikuti ayahnya akan ke Ho-lin bersama Kok-su Mongol, di penginapan dia bisa meloloskan diri. Dalam perjalanan Kiong Mi Yun tiba di In-siu-kwan.
1674 Saat santai berjalan kaki tiba-tiba terdengar suara panggilan.
"Nona Kiong! Tunggu!" kata orang itu.
Kiong Mi Yun menoleh, dia mengenali Jen Thian Ngo.
"Ah, bagaimana kau bisa ada di sini?" kata Jen Thian Ngo. "Aku sahabat baik ayahmu. Singgah dulu rumahku ada di sini!"
Dulu tanpa sengaja Kiong Mi Yun pernah memergoki Jen Thian Ngo mendatangi rumah Han Tay Hiong. Di sana dia mencuri barang milik Han Tay Hiong. Kiong Mi Yun juga ingat dia mengirim muridnya yang bernama Ih Hoa Liong untuk menghubungi See-bun Souw Ya, saat mereka bersekongkol hendak merampok harta keluarga Han yang mau diangkut dan diserahlan pada lasykar rakyat. Kiong Mi Yun sudah tahu Jen Thian Ngo ini bukan orang baik.
Tapi karena seorang diri, Mi Yun berpikir. Dia bukan tandingan Jen Thian Ngo.
"Mana ayahmu?" kata Jen Thian Ngo.
"Ayah ada di Hek-hong-to dia tidak datang!" jawab nona Kiong.
"Kau sendiri mau ke mana, Nona Kiong?"
"Aku sudah puas berkelana di Tiong-goan, hari ini aku mau pulang!" kata Kiong Mi Yun. "Mungkin Ayahku sedang menungguku pulang!"
"Tapi sungguh aneh. cerita yang aku dengar berlainan sekali dengan ceritamu, nona?" kata Jen Thian Ngo.
"Apa yang beda?" tanya nona Kiong heran dan membuat jantungnya berdebar.
1675 "Aku dengar ayahmu sudah ada di sini, jadi bukan sedang menunggumu pulang." kata Jen Thian Ngo.
"Aaah masa?" kata nona Kiong. "Setahuku Ayahku sudah lama mengasingkan diri di Hek-hong-to. Mungkin ada sahabat lamanya yang mengundang beliau datang.
Barangkali Paman benar dia sudah ada di sini?" kata Mi Yun karena sudah terbuka kebohongannya terpaksa berpura-pura.
"Kalau ayahmu tidak ada di Hek-hong-to, kau tidak perlu terburu-buru kembali ke sana. Aku sahabat ayahmu, kau singgah dulu saja di rumahku. Akan kuusahakan memberitahu ayahmu, supaya kau bisa bertemu dengannya," kata Jen Thian Ngo licin.
Ternyata di otak Jen Thian Ngo sudah ada sebuah rencana, karena dia sudah tahu Kok-su Mongol hendak menggaet ayah si nona. Yang belum diketahuinya bahwa nona Kiong justru kabur saat diajak ayahnya ke Mongol bersama Kok-su Mongol itu.
"Maaf, Paman Jen. Aku harus segera pulang. Aku hanya bilang mau tinggal setahun saja di Tiong-goan. Kau kan tahu watak Ayahku ditambah lagi ada urusan yang harus kubereskan di sana. Terima kasih atas kebaikanmu, Paman Jen!" kata nona Kiong hendak menolak ajakan Jen Thian Ngo ke rumahnya.
"Masalah apa, begitu pentingkah?" kata Jen Thian Ngo.
"Itu menyangkut urusan pribadi!" jawab nona Kiong.
Tetapi urusan pribadi nona ini sudah diketahuinya, bahwa ayah nona Kiong tidak menyetujui hubungannya dengan Kong-sun Po. Barangkali nona Kiong hendak mencari pemuda itu. Sedang Kong-sun Po sahabat baik Kok 1676
Siauw Hong, keponakanku Kok Siauw Hong sekarang mencurigainya.
"Karena urusan pribadi, baiklah aku tak menghalangimu.
Aku juga tidak perlu bertanya terlalu banyak padamu." kata Jen Thian Ngo. "Kelak kalau kau lewat lagi, silakan kau singgah di rumahku."
"Terima kasih, Paman Jen." kata nona Kiong.
"Baiklah, maaf aku tidak mengantarkan kau, harap hatihati!" kata Jen Thian Ngo. "Aku dengar di Tionggoan sahabat ayahmu banyak, tapi juga musuhnya!"
"Aku tahu, Paman, terima kasih," kata nona Kiong.
Kiong Mi Yun merasa heran atas kebaikan Jen Thian Ngo ini. Padahal dia mengira Jen Thian Ngo akan menyusahkannya.
Kiong Mi Yun meninggalkan Jen Thian Ngo, dia berjalan seorang diri. Sesudah meninggalkan In-siu-kwan terdengar suara suitan tiga kali. Tiba-tiba dari hutan muncul tiga orang tidak dikenal. Ketiga orang itu langsung menghadang nona Kiong.
"Eh, kalian mau apa" Jika kalian berniat merampas, kalian salah sasaran!" kata nona Kiong.
"Hm! Kami memang mau merampas, tapi bukan merampas barang tapi menangkap orang!" kata salah seorang dari mereka.
"Ayahmu memang tak dapat kami lawan, tapi aku tahu kau anaknya. Maka itu kau akan kuhajar agar tahu rasa!"
kata orang yang kedua. Saat mau meninggalkan Jen Thian Ngo, nona ini mendapat peringatan agar dia hati-hati pada musuh-musuh 1677
ayahnya. Sekarang sudah terbukti musuh ayahnya menghadangnya.
"Hm! Aku memang anaknya! Kenapa aku harus bohong?"
kata nona Kiong. Tak lama ketiga orang itu sudah mengambil posisi mengepung nona Kiong.
"Kami musuh besar ayahmu, kau akan kutangkap dan kujadikan isteri mudaku!" kata pemimpin ketiga orang itu.
"Jangan banyak bicara, tutup bacotmu!" bentak nona Kiong yang gusar karena dihina itu.
Ketiga orang itu ada yang bersenjata cambuk, ada juga yang membawa golok. Sedang yang seorang lagi bertangan kosong. Mereka bersama-sama maju menyerang nona Kiong. Bukan main gusarnya nona Kiong. Dia langsung menghunus pedang dan menyerang dengan hebat ke arah orang yang besenjata cambuk; sebelum serangannya sampai, serangan nona Kiong berubah arah. Dia tebas orang yang bersenjata golok, sedangkan gagang pedangnya dipakai menghantam orang yang bertangan kosong. Sekali serang tiga sasaran yang diarah oleh nona Kiong.
Gerakannya cepat luar biasa.
Ternyata tiga lawan nona Kiong ini lihay. Mereka mampu menangkis maupun menghindari serangan nona Kiong. Saat pedang Mi Yun mengarah ke kaki orang bersenjata golok, dia tidak menghindari, tapi malah maju.
Dia gunakan goloknya balas menyerang nona Kiong.
Serangan itu sangat berbahaya hingga terpaksa Kiong Mi Yun menyelamatkan diri dari serangan itu.
Nona Kiong terpaksa menangkis serangan lawan, sedang gagang pedangnya tetap menyodok ke perut orang 1678
bertangan kosong dengan cepat. Lawannya ini lihay malah bisa dikatakan lebih lihay dari kedua kawannya. Gagang pedang Kiong Mi Yun berhasil ditang-kisnya hingga tangan nona Kiong kesemutan. Orang itu maju akan merebut pedang si nona.
Tak ada kesempatan untuk menangkis serangan itu, nona Kiong berkelit, sambil menyerang dengan jurus "Cit-satciang".
"Rasakan kelihayan Cit-sat-ciangku!" kata si nona.
Melihat nona Kiong nekat, orang bertangan kosong itu jadi jerih j uga. Dia melompat mundur! Dengan demikian Kiong Mi Yun mampu menangkis golok lawan, dan menghindari sambaran cambuk lawan.
Kepungan terasa agak longgar, tapi untuk lolos dari kepungan pun nona Kiong sulit melakukannya.
"Kau lihay juga, bocah! Tapi jangan harap kau bisa lolos dari tanganku! Lebih baik kau jadi isteriku saja!" kata orang yang pertama yang jadi pemimpin mereka.
Bukan main jengkel dan dongkolnya nona ini. Tapi saat itu dia sibuk menghindari serangan orang bertangan kosong yang lihay itu.
"Hm! Aku harus sabar dan jangan terjebak oleh akal mereka!" pikir nona Kiong.
Sambil menghindari dan menangkis serangan lawan, Kiong Mi Yun berpikir keras.
"Saat kuserang dengan Cit-sat-ciang, mereka jerih.
Sebaiknya kugunakan jurus itu untuk menghajar mereka!"
pikir Kiong Mi Yun. Sesudah itu nona Kiong menantang.
"Mari yang tidak takut mati silakan maju!" kata si nona.
1679 Orang yang bersenjata golok kaget melihat nona Kiong berlaku nekat.
"Ah, apa gunanya aku berkorban demi Jen Thian Ngo?"
pikir orang bersenjata golok.
Saat dia diserang nona Kiong, dia berkelit ke samping.
Kesempatan ini digunakan nona Kiong untuk meloloskan diri.
"Kau mau kabur ke mana?" bentak orang bertangan kosong.
Saat dikejar nona Kiong membacokkan pedangnya ke belakang. Dia kaget pedangnya terpental seperti menghantam benda kenyal.
"Kawan mari kejar dia, jurus Cit-sat-ciangnya belum sempurna!" kata orang bertangan kosong.
Rupanya ketiga orang ini memang suruhan Jen Thian Ngo untuk menghadang nona Kiong.
"Bocah, jangan lari!" teriak orang yang memegang cambuk.
"Taar!" Cambuknya menyambar ke arah nona Kiong.
Kiong Mi Yun kaget dia melompat, tapi bagaimanapun cepatnya ujung baju nona Kiong tersambar cambuk hingga ujungnya robek sedikit.
Saat kakinya kembali menginjak tanah, nona Kiong sudah terkepung kembali. Maka itu dia bertarung matimatian hingga kewalahan. Nona Kiong heran, sekalipun ada kesempatan melukai dirinya, tapi ketiga lawannya seolah tidak mau melukainya. Mereka hanya mengepung semakin rapat hingga Kiong Mi Yun tidak bisa meloloskan diri.
1680 "Kau tak akan bisa kabur, nona! Sebaiknya kau terima saja tawaran kami, kau jadi isteri muda!" kata orang yang memegang cambuk.
Bukan main gusar dan dongkolnya nona Kiong.
Saat dia hendak berbuat nekat, tiba-tiba terdengar suara bentakan keras.
"Hentikan! Jangan bertarung!" kata orang itu.
Ternyata orang itu Jen Thian Ngo, ini tidak disangka oleh nona Kiong. Tapi ketiga orang itu tidak menghiraukan peringatan orang tua itu, mereka terus maju dan menyerang.
"Hai beraninya kalian berbuat seenak hatimu di daerahku, aku Jen Thian Ngo. Ayo berhenti semua!" kata Jen Thian Ngo.
"Harap Jen Sian-seng jangan ikut campur urusan kami.
Kami kagum pada kegagahanmu!" kata orang yang memegang cambuk.
"Tak tahu malu, kalian beraninya mengepung anak perempuan. Aku lihat kalian ini bukan orang sembarangan!" kata Jen Thian Ngo.
"Harap Anda maklum, permusuhan kami dengan ayahnya sangat dalam. Kami ingin menuntut balas pada puterinya!" kata orang bersenjata golok.
Sesudah itu mereka bertiga langsung maju. Jen Thian Ngo melepaskan tiga senjata rahasia. Satu mengenai tangan orang yang memegang cambuk hingga cambuknya terlepas, yang satu mengenai golok dan golok itu pun terjauh. Tetapi satu senjata lagi yang mengarah ke orang bertangan kosong yang berhasil menangkapnya.Sesudah itu uang logam itu disambitkan ke arah pemiliknya. Saat itu Kiong Mi Yun 1681
yang gesit berhasil menusuk tangan kiri orang bertangan kosong itu.
"Awas, sakit hatiku ini akan kubalas!" ancam orang bertangan kosong sambil kabur bersama kawan-kawannya.
"Baik, kapan saja kau mau silakan temui aku!" kata Jen Thian Ngo dengan gagah.
-o0~DewiKZ~Aditya~aaa~0o-
BAB 61 Kiong Mi Yun Tertipu oleh Jen Thian
Ngo; Kiong Mi Yun Bertemu Wan-yen Hoo Di
Rumah Jen Thian Ngo Melihat Jen Thian Ngo yang sok pahlawan itu tentu saja membuat Kiong Mi Yun sangsi. Apa benar Jen Thian Ngo ini baik, atau ketiga orang itu justru suruhannya"
"Ah, jangan-jangan ini perangkap agar hutang budi kepadanya?" pikir nona Kiong.
Tetapi Kiong Mi Yun pura-pura tidak tahu, dia tidak berkata apa-apa. Kiong Mi Yun menganggap Kiong Cauw Bun menyelamatkan dia dari bahaya, tapi sebaliknya mungkin tidak.
"Terima kasih atas bantuanmu, Paman Jen!" kata si nona.
"Jangan see-ji (sungkan), aku ini sahabat ayahmu. Saat masih muda ayahmu banyak membuat masalah hingga musuhnya banyak!" kata Jen Thian Ngo.
1682 "Paman, siapa mereka itu" Ayah tidak pernah menyebut nama mereka, apa benar mereka musuh Ayahku?" kata nona Kiong.
"Musuh ayahmu banyak sekali, mungkin dia juga tidak tah berapa jumlahnya. Tapi musuh besarnya'aku tahu, yaitu Honglai-mo-li Liu Ceng Yauw dan Bu-lim Thian-kiauw Tam Yu Cong! Musuh yang lainnya, mana dianggap oleh ayahmu!" kata Jen Thian Ngo.
"Mereka berilmu tinggi, aku kira tak pantas jika dianggap ringan," kata Kiong Mi Yun.
"Terus terang tentang mereka aku tak tahu benar, tapi aku baru saja menerima khabar buruk bagimu!" kata Jen Thian Ngo.


Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kabar apa?" kata Kiong Mi Yun heran.
Mi Yun ragu-ragu, jika ada kabar kenapa tidak dikatakan saat dia bertemu, maka itu nona Kiong mengira ini cuma akal Jen Thian Ngo saja.
"Aku dengar banyak orang yang akan menghadangmu di sepanjang jalan yang akan kau lalui," kata Jen Thian Ngo.
"aku kira sebaiknya kau hindari saja. Bagaimana kalau untuk sementara kau tinggal dulu di rumahku saja?"
Kiong Mi Yun agak sangsi.
Melihat si nona sangsi Jen Thian Ngo berkata lagi.
"Jika kau ada di tempatku, aku bisa membantumu memberi tahu ayahmu," kata Jen Thian Ngo. "Dengan demikian kau tidak perlu kuatir!"
"Hm! Aku kira dia baik hati hanya untuk menarik perhatian Ayahku, apa salahnya aku turuti permintaannya"
Jika dia sudah tahu tentang Ayah pergi ke Hoo-lin, urusan 1683
lain bisa diurus nanti. Kalau perlu aku kabur dari rumahnya!" pikir nona Kiong.
"Baik, Paman, aku ikut ke rumahmu," kata nona Kiong.
Jen Thian Ngo senang, dia mengajak nona Kiong ke rumahnya.
Ternyata rumah Jen Thian Ngo ada di atas Sun-keng-san. Di sana ada tiga buah rumah , dua yang lainnya rumah petani. Rumah itu tampak mewah dan membelakangi gunung Sunkeng-san.
Begitu sampai Jen Thian Ngo bertanya pada
pegawainya. "Mana Sio-cia?" kata Jen Thian Ngo.
"Tadi sio-cia sedang berlatih silat, entah dia sudah kembali ke kamarnya atau belum," kata si pelayan.
"Coba panggil dia!" kata Jen Thian Ngo.
"Jangan!" kata nona Kiong. "Biar aku yang menemuinya.
Aku juga ingin berkenalan dengan anakmu, Paman Jen!"
"Tapi dia belum apa-apa, mana pantas dilihat!" kata Jen Thian Ngo. "Dia lebih muda kau anggap saja adikmu!"
Jen Thian Ngo mengajak nona Kiong ke taman bunga.
Di sana terdapat bukit buatan yang ditanami bunga yang indahindah.
"Rupanya orang ini bisa juga menikmati hidupnya," pikir nona Kiong.
Memang benar sampai di tempat itu. nona Kiong menyaksikan seorang nona cantik sedang berlatih senjata rahasia. Dia sedang menggunakan jarum Bwee-hoa-ciam (Jarum Bunga Bwee).
1684 Ketika itu musim semi dan bunga toh sedang berbunga lebat. Di sana pun tampak sekawanan lebah, kupu-kupu pun berterbangan kian-kemari hingga menambah keindahan pemandangan di tempat itu. Nona itu berlatih membidik lebah madu. Tak heran saat nona Kiong sampai sudah banyak lebah yang jatuh terkena jarum nona cantik itu.
"Siauw, lihat siapa yang datang!" kata Jen Thian Ngo pada puterinya.
"Siapa dia?" kata nona itu.
"Dia Kiong Cici!"
"Oh, dia Kiong Cici."
"Sekarang kau tidak akan kesepian karena ada Kiong Cici," kata Jen Thian Ngo.
"Kiong Cici mari! Namaku Hong Siauw," kata nona itu.
"Saat Ayah pulang, dia bilang kau bertemu dengannya.
Tapi katanya kau tak mau singgah."
"Maaf, aku mengganggu latihanmu, kau lihay Adik Siauw!" kata Kiong Mi Yun.
"Ah, lagi-lagi kau bunuh lebah-lebah itu!" kata Jen ThianNgo.
"Ayah, kau terlalu meremehkan kepandaianku," kata Jen Hong Siauw.
"Memang apa yang bisa dibanggakan, apa kau sudah maju pesat dalam latihanmu?" kata Jen Thian Ngo.
"Periksa saja sendiri!" kata Hong Siauw sembari cemberut.
Jen Thian Ngo memeriksai tawon yang berjatuhan itu, ternyata mereka belum mati. Tapi pada sayapnya tertancap 1685
jarum halus. Sambil mencabuti jarum-jarum itu, Jen Thian Ngo membiarkan tawon-tawon itu terbang kembali.
"Kau sudah berlatih selama tiga bulan, ternyata hasilnya lumayan, walau belum sempurna benar!" kata Jen Thian Ngo. "Kau harus rajin berlatih hingga mahir benar!"
"Tentu. Mana berani aku berpuas diri, malah aku ingin mohon petunjuk dari Kiong Cici," kata Hong Siauw manja.
"Aku dengar ilmu silat keluarga Kiong lihay sekali!"
Mendengar ucapan nona Jen Hong siauw ini, Kiong Mi Yun jadi berpikir.
"Hm! Aku rasa ini ancaman bagiku, jika aku berani kabur, pasti nasibku akan sama seperti tawon-tawon itu!"
pikir Kiong Mi Yun. "Jangan bergurau Adi Siauw, barangkali kau salah dengar. Aku cuma belajar sedikit dari Ayahku, mana boleh dikatakan ilmu silatku lebih istimewa?" kata Kiong Mi Yun.
"Jangan see-ji, Kiong Cici," kata nona Jen.
"Benar," kata Jen Thian Ngo. "Aku dan ayahmu sahabat lama, kau tidak perlu sungkan. Kalian masih muda, bergaulan.
Sekarang karena aku ada urusan, kalian bersenang-senang saja!"
Dengan perasaan segan Kiong Mi Yun diajak.berkeliling di taman bunga oleh Jen Hong Siauw.
"Sungguh indah taman bungamu ini, Jen Cici. Di sini aku seolah berada di kahyangan saja," kata Kiong Mi Yun.
"Mana bisa dibandingkan dengan Hek-hong-to, di sana aku dengar bunga-bunga bermekaran sepanjang tahun."
Kata Hong Siauw. "Taman ini ciptaan Ayahku, dia telah berusaha keras!"
1686 "Aku tak tahu cara menata taman, kau saja yang menjelaskannya padaku," kata nona Kiong.
"Aku sendiri tidak mengerti, kata Ayah taman ini ditata dengan Pat-kwa-tin ciptaan Khong Beng yang terkenal pada zaman Sam Kok. Bagi yang tak tahu, dia akan terus berputarputar di sekitar taman dan tak akan menemukan jalan untuk keluar!" kata Hong Siauw.
Kiong Mi Yun kaget. "Wah hebat sekali!" kata nona Kiong. "Aku ingin tahu, bagaimana jika orang yang terjebak di sini gin-kangnya tinggi. Dia bisa melompat kian-kemari! Apa dia tak bisa keluar dari sini?"
"Aku kira begitu, sekalipun dia memiliki gin-kang sangat lihay," kata Hong Siauw. "Melihat keadaan tin ini harus dari tempat yang tinggi. Misalnya dari atas bukit buatan itu!
Tapi jarak bukit-bukitan itu sangat berjauhan letaknya.
Bagaimana orang itu bisa mencapai jarak yang demikian jauhnya" Ditambah lagi di atas bukit itu dipasang jebakan."
"Wah, memang hebat tata taman ini!" puji nona Kiong.
"Tapi, kenapa kalian harus takut didatangi musuh, padahal ayahmu selihay itu?"
"Kepandaian Ayahku memang tinggi, dia pun disegani.
Tapi jangan lupa. pasti ada juga orang yang memusuhinya,"
kata Hong Siauw. Mendengar jawaban itu Kiong Mi Yun menilai bahwa nona Hong Siauw berbeda dengan ayahnya. Dia manis budi.
Tak lama keduanya semakin akrab, ditambah kagi mereka memang sebaya. Malamnya Kiong Mi Yun tidur di kamar Jen Hong Siauw. Nona itu senang berbincang-1687
bincang. Saat berbincang mereka sampai bicara ke soal pribadi.
"Maaf, aku dengar sejak kecil kau sudah dijodohkan dengan Kong-sun Po, apa benar?" kata Hong Siauw.
Wajah Kiong Mi Yun berubah merah.
"Aku dengar katanya Ayahmu tidak suka pada calon suamimu ya. Apa benar?" kata Hong Siauw lagi.
"Kau tahu dari siapa" Ayahmu yang bilang, ya?" kata Kiong Mi Yun.
Secara tidak langsung nona Kiong sudah mengakuinya.
"Aku dengar ilmu silat calon suamimu itu lihay sekali.
Tapi aku heran kenapa ayahmu tidak menyetujui calon suamimu?"
"Masalahnya begini. Kog-sun Po ingin bergabung dengan Hong-lai-mo-li. Sedangkan Ayahku ingin mengajak dia ke Hekhong-to dan menikah denganku. Kong-sun Po menolak, maka itu Ayahku kurang senang padanya!" kata Kiong Mi Yun.
"Cita-cita calon suamimu patut dipuji, tapi aku juga menghargai keinginan ayahmu. Rupanya dia ingin suamimu dekat denganmu, jadi kenapa harus berkelana?"
kata Hong Siauw. "Dulu aku pun berpikir seperti Ayahku, agar suamiku tetap tinggal bersama. Tapi setelah aku pikir itu kurang tepat! Apalagi sesudah aku berkelana, dan mendapat banyak pengalaman. Sebab aku sendiri melihat bagaimana orang Mongol dan orang Kim menindas rakyat bangsa kita.
Ibu yang kehilangan anak dan suaminya aku pikir tidak seharusnya kita hanya memikirkan urusan pribadi saja!"
kata Kiong Mi Yun. 1688 Kiong Mi Yun lalu menceritakan pahit getir
pengalamannya bertualang dan menyaksikan sendiri penderitaan rakyat hingga Jen Hong Siauw tertarik juga.
"Memang, kami hidup di Hek-hong-to tenang, kalau perlu kejadian yang mengharukan di sini, jangan dihiraukan. Tapi betulkan cara hidup seperti itu" Kita biarkan penderitaan berjuta-juta rakyat Tiong-goan?" kata Mi Yun mengakhir ceritanya.
"Aku dengar dari Ayahku, ayahmu tak suka pada calon suamimu, bukan karena dia berjuang untuk rakyat. Tapi karena soal lain yang tidak dikatakan padamu! Tapi menurutku, bagi kita para gadis, jika ada pria yang mencintai dan dicintainya, hal itu sudah beres. Dia tidak mau tahu, apakah dia jahat atau dia itu baik" Maaf, bukan maksudku akan mengatakan calon suamimu itu jahat, lho!"
kata Hong Siauw. "Tapi aku tidak sependapat denganmu," kata Kiong Mi Yun. "Contohnya, jika calon suamimu berpihak pada musuh, dan kau mengetahuinya, apa kau masih suka kepadanya?"
"Kau benar, tapi pemuda yang kumaksud tidak seburuk itu," kata Jen Hong Siauw.
"Aku sudah cerita tentang pribadiku, sekarang giliranmu.
Bukankah kau juga sudah punya pemuda idaman. Coba ceritakan padaku!" kata Mi Yun.
Wajah nona Jen berubah merah.
"Mana boleh aku dibandingkan dengan kalian!" kata nona Jen. "Kalian sejak kecil sudah ditunangkan, sedang aku dengan dia baru saja kenal!"
"Pasti calonmu itu ganteng, ayo ceritakan tentang dia!"
kata Kiong Mi Yun. 1689 Ketika nona Jen menolak Mi Yun menakut-nakutinya.
"Jika tak mau akan kukitik-kitik pinggangmu!" ancam nona Kiong.
Saat tangan nona Kiong mengenai pinggangnya, dia tertawa terkekeh-kekeh.
"Sudah! Sudah aku geli, sudah akan kukatakan...." kata nona Jen.
"Aku tahu kau sering berkelana di kalangan Kang-ouw, sekarang aku ingin bertanya. Pernah kau dengar seorang pemuda bernama Yan Hoo?" kata nona Jen.
"Yan Hoo?" kata Kiong Mi Yun berpikir sejenak. "Tapi maaf, aku belum pernah mendengar nama itu!"
"Kata Ayahku, dia seorang pendekar ternama," kata nona Jen agak kecewa.
"Maaf, mungkin aku saja yang kurang pengalaman.
Selama di Kim-kee-leng aku tak pernah mendengar nama itu. Nanti jika aku sudah kembali ke sana lagi, akan kucari tahu tentang dia!" kata Kiong Mi Yun. "Ceritakan bagaimana pertemuanmu dengannya?"
"Suatu hari, aku keluar rumah sendirian. Aku dihadang penjahat, saat aku bertarung dengan penjahat, dia lewat dan membantuku mengusir penjahat itu. Sepulang ke rumah aku ceritakan kejadian itu kepada Ayahku. Ayah bilang, dia penah bertemu dengan pemuda yang aku katakan itu. Kata Ayahku, dia belum lama berkelana dan belum begitu terkenal." kata nona Jen.
Mendengar cerita itu Kiong Mi Yun Sangsi. Dia kira siapa tahu tipuan seperti itu adalah tipu yang dilakukan atas dirinya oleh Jen Thian Ngo. Kiong Mi Yun heran, kenapa 1690
Jen Thian Ngo tega mempermainkan anak perempuannya sendiri"
"Hai, kau melamun ya" Apa yang kau lamunkan?" kata nona Jen.
"Oh tidak, aku malah girang kau telah punya pria pilihan," kata Mi Yun. "Apa kalian sudah bertemu lagi sejak kejadian itu?"
"Kata Ayahku dia akan datang bertamu ke mari," kata nona Jen, "tapi sudah satu tahun dia tidak pernah datang!"
"Kalau begitu kau sangat merindukannya, bukan?" goda Mi Yun. "Asal di hatimu ada dia dan dia memikirkanmu, ditambah ayahmu pun setuju tidak ada masalah!"
"Aku berterus-terang kau malah menggodaku," kata nona Jen.
Kedua nona ini bersahabat karib, bahkan pada hari-hari berikutnya mereka semakin akrab saja. Mi Yun mencemaskan nasib nona Jen, sebab dia tidak yakin pemuda yang dikatakan idaman nona Jen ini orang baikbaik.
Suatu hari seorang pelayan langsung masuk ke kamar Jen Hong Siauw sambil tertawa.
"Eh, apa yang kau tertawakan?" bentak Hong Siauw.
"Kenapa kau masuk tanpa permisi dulu, kau tidak sopan!"
"Maaf, sio-cia, karena terburu-buru ingin menyampaikan kabar gembira, aku lupa minta izin masuk!" kata si pelayan.
"Kabar apa?" kata si nona.
"Telah tiba seorang tamu agung," kata si pelayan.
"Itu tamu Ayahku, apa hubungannya denganku?" kata nona Jen Hong Siauw.
1691 "Tamu itu bernama Yan Hoo, Ibu Nona menyuruhku memberitahumu. Sekarang dia sedang ngobrol dengan Lo-ya, apa kau tak ingin menemuinya?" kata si pelayan.
Nona Jen girang, tapi tidak dia tunjukkan di depan pelayannya.
"Kau ini ada-ada saja, dia tamu Ayahku. Sudah cukup Ayah yang menemaninya!" kata si nona.
"Apa benar begitu?" kata si pelayan yang sudah tahu isi hati nonanya. "Setahuku kau sudah lama menunggu kedatangannya, bukan?"
"Iih, tidak tahu malu! Ayo pergi!" kata si nona dengan wajah berubah merah.
Kiong Mi Yun geli melihat tingkah serba-salah nona Jen.
Kiong Mi Yun lalu mengusulkan.
"Bagaimana kalau kita intai dia dari balik gorden?" kata Kiong Mi Yun. "Tak ada salahnya bukan, kalau aku berkenalan dengan calon suamimu?"
"Kalau ketahuan Ayah,aku jadi tidak enak," kata nona Jen.
"Kenapa" Malah aku pikir Ayahmu akan memanggilmu untuk menemuinya. Sedangkan aku mungkin tak boleh.
Maka itu aku usulkan padamu untuk mengintai saja dari jauh." kata nona Kiong.
Jen Hong Siauw mengangguk, lalu mereka bejalan ke dekat ruang tamu dari sana mereka mengintai. Di ruang tamu telihat Jen Thian Ngo sedang berbincang dengan seorang pemuda asing.
"Eh, cakap sekali calon suamimu itu!" kata Mi Yun perlahan.
Tak lama terdengar kata-kata Jen Thian Ngo.
1692 "Kong-cu, apa yang kau maksud ilmu itu bernama Kengsin-ci-hoat?" kata Jen Thian Ngo.
Kiong Mi Yun kaget mendengar kata-kata itu. Dia tahu itu ilmu yang ada dalam lukisan Hiat-to-tong-jin yang diperebutkan.
"Paman Jen benar, karena kau sudah berpengalaman dan berpengetahuan luas, maka aku ingin menanyakan beberapa bagian ilmu itu pada Paman!" kata Yan Hoo.
"Apakah Paman bersedia memberi petunjuk?"
Jen Thian Ngo tertawa terbahak-bahak.
"Apa kau tak salah, Kong-cu! Ibarat pribahasa, kau bertanya pada orang buta saja!" kata Jen Thian Ngo.
"Harap Paman jangan see-ji-see-ji (sungkan)!" kata Yan Hoo. "Aku memohon dengan sungguh-sungguh!"
"Kita sudah seperti orang sendiri, kenapa aku sungkan padamu," kata Jen Thian Ngo. "Terus-terang aku memang tahu tentang ilmu totok itu dari orang lain. Aku kira gurumu lebih lihay, tanyakan saja pada gurumu."
"Terus-terang aku tidak belajar tiam-hiat dari guruku, aku belajar dari orang lain yang usianya lebih muda dariku," kata Yan Hoo.
Sesudah mendengar percakapan itu baik Kiong Mi Yun maupun nona Jen Hong Siauw, manggut-manggut. Walau pendapat di otak mereka berbeda-beda.
Mendengar kata-kata itu berarti ayahnya setuju pada pemuda itu untuk dijadikan menantunya. Maka itu yang lain tidak dia pikirkan. Sebaliknya Kiong Mi Yun, dia jadi keheranan.
"Siapa sahabat muda Jen Thian Ngo yang dikatakannya itu?" pikir Kiong Mi Yun.
1693 "Maaf Yan Kong-cu, bisa kau sebutkan nama sahabat mudamu itu?" kata Jen Thian Ngo.
"Tapi katakan dulu, siapa anak muda yang dimaksudkan Jen Lo-cian-pwee itu?" kata Yan Hoo.
"Baik, kalau begitu kita masing-masing menulis nama pemuda itu!" kata Jen Thian Ngo. "Kemudian kita cocokkan, siapa tahu orangnya sama!"
Sesudah nama itu selesai ditulis dan masing-masing menunjukkannya, mereka berseru.
"Kong-sun Po!" kata mereka hampir bersamaan.
Mendengar ucapan itu Kiong Mi Yun heran. Dia tidak mengerti kenapa Kong-sun Po bisa bersahabat dengan Yan Hoo" Karena kaget mendengar nama Kong-sun Po disebut, Kiong Mi Yun menghela napas hingga terdengar oleh Jen Thian Ngo.
"Apakah itu Hong Siauw?" kata Jen Thian Ngo.
"Ya, kami sedang melihat-lihat bunga bersama Kiong Cici!" kata Hong Siauw.
"Kebetulan, kau ke mari! Coba kau lihat siapa tamu kita ini?" kata ayah si nona.
Sesudah nona Jen masuk menemuinya bersama Kiong Mi Yun, pemuda itu memberi hormat dan berkata manis.
"Nona Jen, kau tak mengira aku berkunjung ke tempatmu, bukan?" kata Yan Hoo.
Semula nona Kiong tak ingin bertemu dengan pemuda itu. Tapi karena nama Kong-sun Po disebut-sebut oleh pemuda itu, dia tertarik juga, kebetulan Jen Thian Ngo menyilakan mereka datang.
1694 Sesudah Jen Thian Ngo memperkenalkan nona Kiong dan siapa ayah nona itu. Pemuda itu agak kikuk dan berkata begini.
"Jadi ayah nona ini Hek-hong To-cu"!" kata Yan Hoo.
"Aku kagum pada ayahmu, nona!"
"Ah, aku kira ada yang tidak kau ketahui, nona ini justru tunangan sahabatmu Kong-sun Po!" kata Jen Thian Ngo.
"Keterlaluan, apa saja dia bicarakan denganku, kecuali soal kekasihnya ini, dia tak bilang apa-apa. Awas, jika aku bertemu akan kuhukum dia minum arak tiga mangkuk!"
kata Yan Hoo. Di luar dugaan pembicaraan Jen Thian Ngo dan Yan Hoo itu, justru tujuannya untuk memancing munculnya nona Kiong. Maka sengaja mereka membicarakan tentang Kong-sun Po dengan suara agak keras. Karena betapa tingginya ilmu Jen Thian Ngo, jadi tidak mungkin dia tidak tahu pembicaraannya didengar orang lain.
Sekalipun curiga, tapi Kiong Mi Yun pun ragu, kenapa Kong-sun Po mau mengajari Keng-sin-ci-hoat pada kenalan barunya. Walaupun Kiong Mi Yun tahu, ilmu itu tak akan bisa dipelajari dalam waktu singkat. Sekalipun bakat orang yang belajar itu luar biasa.
"Mohon maaf, di manakah Yan Kong-cu bertemu dengannya?" kata Kiong Mi Yun.
"Aku berkenalan dengannya di tempat Bun Tay-hiap.
Kami hanya berkumpul sebulan lamanya lalu berpisah lagi.Kami berdua di sana bertukar ilmu silat, atau tegasnya aku minta diajari olehnya! Karena kau tunangannya, pasti pengetahuan tentang ilmu itu kau lebih paham!" kata Yan Hoo.
1695 "Sayang aku hanya tahu sedikit dan tak ada artinya,"
kata Kiong Mi Yun. "Jangan sungkan, akan kutunjukkan jurus yang kupelajari dari Saudara Kong-sun, jika ada yang salah tolong kau beri tahu," kata Yan Hoo.
"Maaf, aku tidak berani apalagi membetulkan kesalahan segala," kata nona Kiong. "Tapi jika Yan Kong-cu mau menunjukkan padaku untuk menambah pengetahuanku, silakan saja!"
"Baik," kata Yan Hoo.
Sesudah itu Yan Hoo mulai bersilat sedang Kiong Mi Yun mengamatnya. Melihat gaya dan gerak Yan Hoo, Kiong Mi Yun yakin Yan Hoo mendapatkan ilmu itu dari Kong-sun Po. Yang membuat nona Kiong heran, kenapa Kong-sun Po mau mengajarkannya pada Yan Hoo" Dia juga heran hanya sebulan bersama Kong-sun Po, Yan Hoo telah berhasil mencangkok ilmu Kong-sun Po dengan sempurna.
Padahal ada yang tak diketahui nona Kiong. Sebenarnya ilmu yang diperoleh dari Kong-sun Po didapatkan oleh Yan Hoo dengan cara licik. Ditambah lagi Yan Hoo juga belajar dari ayahnya yang lihay. Tapi di depan Kiong Mi Yun dia sengaja melakukan kesalahan kecil, sehingga nona Kiong percaya ilmu itu diperoleh dari kekasihnya.
"Harap kau tidak mentertawakannya," kata Yan Hoo sesudah selesai menunjukkan ilmu silatnya itu.
"Jika kau tak bilang lebih dulu, pasti aku mengira kau dan Kong-sun Po saudara seperguruan," kata nona Kiong.
"Bukan aku hendak memujimu, jika kau tidak berlatih terus, kau akan lebih mahir dari Kong-sun Po!"
1696 Pujian Kiong Mi Yun itu membuat nona Jen bangga sekali.
"Lalu bagaimana pendapatmu Ayah?" kata nona Jen.
Jen Thian Ngo diam saja, dia seolah sedang memikirkan sesuatu.
"Tadi aku lihat Paman keheranan, apa ada yang salah?"
kata Yan Hoo. "Aku tidak bisa ilmu itu, tapi menurut perasaanku ada sesuatu yang salah," kata Jen Thian Ngo.
"Mohon Paman jelaskan," kata Yan Hoo.
"Dari semua ilmu silat yang paling utama pertahanan sendiri," kata Jen Thian Ngo. "Tetapi gayamu tadi agak kendur, dan ini memberi kesempatan pada lawan untuk menyerangmu! Apa betul begitu?"
"Aku tidak tahu yang kutahu Kong-sun Po pun berbuat begitu!" kata Yan Hoo. "Aku hanya menirunya. Tapi kata Kong-sun Po, itu diperoleh dari gurunya. Ketika lawan terpancing melihat "lowongan" itu untuk menyerang, kita serang dia! Sayang ilmu ini belum kucoba."
"Guru Kong-sun Po itu ialah Tam Yu Cong," kata Jen Thian Ngo. "Sedang Tam Yu Cong jago zaman ini, jumlah orang seperti dia tidak banyak!"
Keterangan itu membuat nona Kiong lebih yakin, sebab tak mungkin Kong-sun Po mau menceritakan
kelemahannya sendiri, apalagi Yan Hoo bukan sahabatnya.
"Ya, sudahlah. Kau boleh jalan-jalan bersama Hong Siauw dan nona Kiong untuk melepas lelah!" kata Jen Thian Ngo.
1697 Mereka lalu keluar dan berjalan ke taman. Tapi sampai di taman, Kiong Mi Yun tak mau mengganggu kemesraan nona Jen dan Yan Hoo, dia berkata memberi alasan.
"Kebetulan aku kurang sehat, maka itu aku akan kembali ke kamarku saja!" kata nona Kiong.
Saat nona Jen kuatir dan akan mengikutinya, nona Kiong berbisik.
"Aku tak apa-apa, aku cuma ingin kau bebas berdua saja!" bisik nona Kiong.
Nona Jen sangat berterima kasih pada sahabatnya itu.
Setiba di kamar Kiong Mi Yun semakin curiga. Dia pikir, Kong-sun Po memang baik, tapi untuk mengajarkan ilmu rahasia yang tidak masuk diakal Kiong Mi Yun.
"Kalau begitu mereka memang bersahabat baik" Tetapi kenapa Kong-sun Po tak pernah membicarakan hubungan pribadinya?" pikir Kiong Mi Yun.
Saat nona Jen kembali ke kamarnya dia agak terlambat.
Nona Kiong menggodanya. "Kok kau buru-buru kembali?" kata nona Kiong.
"Aku menguatirkan keadaanmu," kata nona Jen. "Dia masih ingin bicara denganmu, aku kira kau ingin tahu lebih banyak tentang kekasihmu. Maka itu aku berjanji akan mengajak kau menemuinya besok!"
"Aku kira kalian asyik sendiri, ternyata kalian juga membicarakan Kong-sun Po juga!" kata nona Kiong.
Saat bicara nada suara nona Jen sedikit aneh, hal ini membuat nona Kiong sedikit curiga.
"Eeh ada apa dengan Kong-sun Toa-ko, coba kaujelaskan?" kata nona Kiong.
1698 Sesudah berganti pakaian dan naik ke pembaringan, nona Jen mulai bercerita.
"Kita seperti saudara, jika aku cerita secara terbuka kau jangan marah, ya?" kata nona Jen.
"Mana mungkin aku marah padamu," kata Kiong Mi Yun. "Lalu ada apa, apa yang terjadi dengan Kong-sun Toa-ko, coba kaujelaskan..."
"Dengan dia tidak terjadi apa-apa," kata nona Jen. "Tapi ada kejadian yang tidak terduga ..."
"Katakan, kenapa dia?" desak Kiong Mi Yun.
Sesudah menatap ke arah Kiong Mi Yun, akhirnya nona Jen mulai bicara.
"Katakan padaku! Apa benar guru pertama calon suamimu itu bernama Ciu Cioh?" kata nona Jen.
"Lalu kenapa gurunya itu?" desak Kiong Mi Yun.
"Beliau sangat terkenal seperti Bun Tay-hiap, tapi katanya dia menjadi Cong-peng, apa benar begitu?" kata nona Jen.
"Benar! Lalu apa karena dia melawan bangsa Kim kemudian dianggap salah?" kata Mi Yun.
"Bukan maksudku begitu," kata nona Jen. "Apa benar Kong-sun Toa-ko kenal dengan putera Perdana Menteri Han To Yu yang bernama Han Hie Sun?"
"Bukan cuma kenal, tapi mereka pernah bertarung, kata Kong-sun Toa-ko orang she Han itu tidak baik!" jawab Kiong Mi Yun.
"Tapi saat datang ke Lim-an, Kong-sun Toa-ko menjadi tamu Han Hie Sun yang terhormat," kata nona Jen.
1699 "Apa" Kau bilang dia pernah menjadi tamu Perdana Menteri Han?" kata Kiong Mi Yun kaget.
"Benar, aku akan menjelaskan padamu dari awal," kata nona Jen. "Aku kira kau juga tahu tempat tinggal Bun Tayhiap di Thian-tiok-san. Jaraknya sangat dekat dengan istana Perdana Menteri Han To Yu. Ciu Tay-hiap sering datang ke istana Perdana Menteri untuk mendesak Kaisar Song agar memerangi bangsa Kim. Malah belum lama ini Ciu Cioh tinggal sebulan lamanya di rumah perdana menteri itu."
"Sebagai panglima dan dia diundang oleh Han To Yu, memang apa anehnya jika dia bermalam di rumahnya?"
kata Kiong Mi Yun. "Itu memang tidak aneh, tapi kejadian itu ada hubungannya denganmu," kata nona Jen.
"Apa hubungannya denganku?" kata nona Kiong.
Sesudah merenung sebentar nona Kiong akhirnya berkata.
"Oh, aku mengerti sekarang. Saat Ciu Cioh ada di rumah Han To Yu, Kong-sun Po ada di tempat Bun Tay-hiap, begitu maksudmu?" kata Kiong Mi Yun.
"Benar, karena jarak tempat mereka dekat, maka Kongsun Po menemui gurunya," kata nona Jen.
"Itu wajar saja kan" Apa saat itu Han Hie Sun mau balas dendam kepada Kong-sun Toa-ko?" tanya Mi Yun.
"Tidak! Malah Han Hie Sun mengagumi Kong-sun Po, dan dia ingin bersahabat. Katanya Perdana Menteri Han juga suka pada Kong-sun Toa-ko," kata nona Jen.
1700 Dia sudah tahu watak kekasihnya jujur dan polos, mana mungkin dia disukai Han To Yu, karena Kong-sun Po tidak pernah menyanjung-nyanjung pejabat negeri.
"Hm! Aku tahu, pacarmu yang bilang begitu padamu, kan?" kata Kiong Mi Yun.
Pendekar Satu Jurus 9 Sepasang Pedang Pusaka Matahari Dan Rembulan Karya Aminus, B_man, Kucink Harimau Mendekam Naga Sembunyi 2
^