Pencarian

Badai Awan Angin 31

Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen Bagian 31


Di luar dugaan pemuda itu justru menghampiri meja mereka, lalu mulai mengganggu dengan sikap ceriwisnya.
"Eh, nona-nona dari mana asal kalian" Rasanya aku kenal pada kalian!" kata pria itu.
"Siapa kau" Aku tak kenal kau!" sentak Jen Ang Siauw.
Didamprat begitu, pemuda itu bukan marah, malah menuang teh ke cawan, lalu berkata pada Nona Jen.
"Kalau begitu anggap saja aku pernah bertemu denganmu, kau jangan marah, Nona! Silakan minum teh ini!"
"Siapa yang mau tehmu!" kata nona Jen kasar.
Kemudian dengan jari tengahnya dia sentil cangkir teh yang disodorkan pemuda itu. Kepandaian nona Jen memang belum tinggi, tapi sentilan jarinya cukup bagus. Jika hanya seorang jago silat biasa saja sudah pasti dia bisa mengalahkannya. Semula nona Jen mengira pemuda itu seorang berandalan biasa. Jadi jika cangkirnya tersentil orang itu.
Sekalipun cangkir itu tepat terkena sentilan nona Jen, tapi tampaknya pemuda itu tenang-tenang saja, seolah tak terjadi apa-apa dengannya. Malah cangkir itu tak bergerak hingga air teh di cangkir pun tak tercecer.
"Ah, tak kusangka nona masih marah padaku. Kalau tak mau biar teh ini kuminum sendiri saja," kata pemuda itu.
"Maafkan jika aku mengganggu kalian!"
2218 Jelas sudah Iwee-kang pemuda itu cukup tinggi. Jika dilihat sikapnya yang tenang itu.
Han Pwee Eng yang ada di dekat nona Jen pun terkejut, segera dia bersiap untuk membantu nona Jen bila perlu. Tak disangka kembali mereka jadi heran karena pemuda itu tak bereaksi apa-apa. Malah dia tak melanjutkan godaannya.
Setelah minum pemuda itu malah minta maaf pada mereka.
Han Pwee Eng dan Jen Ang Siauw saling mengawasi dengan sikap agak bingung, mereka tidak dapat mengira siapa pemuda itu. Tak lama Kok Siauw Hong sudah muncul di depan mereka lalu memberitahu apa yang dialaminya Ketika Han Pwee Eng menceritakan tentang pemuda yang mencurigakan itu, Kok Siauw Hong sangsi dan heran juga.
"Mungkin kedatangan kita ke sini sudah diketahui oleh musuh?" pikir Kok Siauw Hong.
Setelah tenang dia minta agar Han Pwee Eng dan Jen Ang Siauw waspada. Sesudah itu mereka berunding, bagaimana caranya mencari Teng Sit. Menurut Kok Siauw Hong, Teng Sit sengaja menghindar.
"Kita harus mencari akal untuk menemuinya." kata Siauw Hong.
Kedai minuman itu memang terletak di depan toko kain sutera milik Teng Sit, ketika Han Pwee Eng melihat seorang pengantar arang keluar dari toko itu, dia berkata, "Kalian tunggu di sini, aku punya ide!"
Kemudian dia bergegas menyusul pengantar arang itu.
Tak lama pengantar arang itu sudah tersusul. Lalu nona Han mengajak orang itu bicara. Sesudah itu nona Han pun kembali ke kedai minum itu.
2219 "Mari kita pergi, sekarang aku sudah tahu di mana tempat tinggal Tuan Teng," kata Han Pwee Eng sambil tertawa. Di tengah jalan Jen Ang Siauw bertanya. "Cici, bagaimana kau bisa mendapat keterangan?" kata nona Jen.
Nona Han mengisahkan bagaimana dia memancing dan meminta keterangan dari si tukang arang itu.
"Pertama aku tegur dia, kenapa arang itu tidak diantar ke rumah Tuan Teng," kata Pwee Eng. "Ketika itu dia bilang dengan gugup, 'Tiga hari yang lalu aku sudah mengirim ke rumah Tuan Teng,' katanya. Lalu kugertak dia untuk memastikan benarkah arang itu sudah dikirim dan ke mana dikirimnya. Karena ketakutan dia mengatakan alamat Tuan Teng!" kata nona Han sambil tertawa.
Nona Jen tertawa geli mendengar akal nona Han yang lihay itu. Sambil menggoda dia berkata, "Kau memang lihay punya akal begitu bagus. Maka itu kau harus hati-hati Piauw-ko!" kata nona Jen pada Kok Siauw Hong.
"Yang kutakutkan di rumah Teng Sit terjadi onar," kata Siauw Hong sambil tertawa.
Tak lama sampailah mereka di bagian barat kota, di sana mereka menemukan alamat Teng Sit. Pintu rumah Teng Sit tertutup rapat, Kok Siauw Hong mengetuk pintunya.
Seorang penjaga rumah membukakan pintu.
"Mau cari siapa Tuan?" tanya penjaga pintu. "Majikan kami hari ini tak menerima tamu!"
Ketika itu si penjaga pintu akan menutup kembali pintunya, tapi Kok Siauw Hong menahannya.
"Aku mencari majikanmu di toko, beliau tak ada di sana, maka itu kucari dia ke sini," kata Kok Siauw Hong.
2220 "Tapi beliau sedang sakit, maka itu beliau tidak menerima tamu," kata penjaga sambil menutup pintu.
Terpaksa Kok Siauw Hong mendorong pintu itu hingga penjaga itu terdorong dan kaget.
"Aku dari Uh-seng atas petunjuk seorang kawan majikanmu, aku harus menemuinya." kata Siauw Hong.
Dengan agak dongkol akhirnya penjaga itu berkata,
"Baiklah, kalian pasti tak mau pergi jika belum bertemu dengan majikan kami. Mari masuk dan tunggu di ruangan tamu," kata penjaga pintu itu.
Sesudah menyuruh tamunya duduk, penjaga pintu itu masuk. Tak lama muncul seorang pria bertubuh kekar.
Kelihatan wajahnya mirip dengan Teng Hoo.
"Kami rasa kau Tuan Teng, mohon maaf jika kami mengganggu, Tuan. Kami baru datang dari Uh-seng," kata Kok Siauw Hong memberi hormat.
Sikap pria kekar itu sedikit sangsi, tapi sesudah mengawasi Kok Siauw Hong sejenak, dia berkata, "Benar, aku she Teng, aku dengar kau mencariku di toko kain. Apa maksud kedatangan Anda kemari?"
"Ang Pang-cu di Uh-seng meminta agar aku menyampaikan sesuatu pada Tuan Teng," kata Siauw Hong.
Kemudian dia serahkan sebuah cincin dari bambu pada tuan rumah. Cincin bambu itu berwarna kuning belang-belang dari Uh-seng, itu dijadikan alat pengenal oleh Ang Kin. Melihat cincin bambu itu Teng Sit agak kaget, sikapnya berubah hormat sekali.
"Maafkan aku, karena belum saling mengenal aku jadi ragu. Ternyata kau orang kami juga," kata Teng Sit.
2221 Kok Siauw Hong lalu memperkenalkan kedua kawan seperjalanannya.
"Ini nona Han dan ini Nona Jen," kata Siauw Hong.
"Han Tay-hiap itu apamu, Nona Han?" kata Teng Sit yang banyak pengalaman dan tahu soal Han Tay Hiong.
"Beliau Ayahku," jawab Han Pwee Eng.
Karena tahu tamu lelakinya bernama Kok Siauw Hong, Teng Sit jadi tahu Kok Siauw Hong tunangan nona Han Pwee Eng. Maka itu sambil tertawa dia berkata, "Nona Han, ayahmu pendekar tua yang sangat kukagumi, syukur kau datang bersama Kok Siauw-hiap."
"Nona Jen ini, putri Pamanku, Jen Thian Ngo," kata Kok Siauw Hong.
Saat itu tuan rumah kelihatan heran.
"Kenapa Siauw Hong mau bergaul dengan putri Jen Thian Ngo" Apa dia tak tahu Jen Thian Ngo itu pengkhianat?" pikir Teng Sit.
Walau demikian dia diam saja karena tak enak untuk membicarakan soal itu. Kok Siauw Hong yang seolah tahu apa yang ada dalam bernak tuan rumah, lalu berkata, "Adik piauwku ini kabur dari rumah ayahnya. Menurut kabar yang kudengar, benarkah ayahnya ada di Tay-toh" Maka itu agar tak bertemu dengan ayah nona ini, aku harus mencari tempat persembunyian untuknya," kata Siauw Hong.
Mendengar kata-kata itu Teng Sit jadi maklum kalau Kok Siauw Hong sudah mengetahui siapa pamannya itu.
Maka itu dia jadi lega sekali.
"Memang mau cari tempat di mana lagi, kenapa kalian tidak tinggal di sini saja!" kata Teng Sit.
2222 Tak lama tuan rumah menanyakan maksud kedatangan mereka ke Tay-toh.
"Sebenarnya aku dengan piauw-su BengTeng akan membuka piauw-kiok di sini," kata Siauw Hong, "maka itu aku bermaksud menemui beliau. Tapi atas saran Ang Pangcu aku diminta untuk menemuimu dulu dan minta bantuanmu."
"Sebenarnya Beng Teng tidak kenal padaku," kata Teng Sit, "tapi karena toko kami punya hubungan dengan piauw-kioknya ketika dia berkantor di Lok-yang, kami pernah minta pengawalan darinya. Nanti jika hari pembukaan Piauw-kiok tiba, sebaiknya kau menyamar sebagai pembantuku agar bisa pergi bersamaku untuk mengucapkan selamat padanya."
"Terima kasih," kata Siauw Hong. "Maaf, jika boleh kutahu sebenarnya kau ada masalah apa hingga kau tak mau menemui tamu?"
Sambil tertawa tuan rumah menjawab.
"Tiga hari yang lalu ada tamu mengaku dari Uh-seng dan ingin menemuiku," kata Teng Sit.
Orang-orang yang dikirim oleh Tiang-keng-pang umumnya telah dikenal oleh Teng Sit dan kuasa toko. Tapi andaikan dia tidak dikenal, dia bisa mengucapkan kata-kata sandi yang sudah ditentukan. Maka itu jika tamu itu tidak dikenal, tapi tahu kata-kata sandi Tiang-keng-pang dia akan diterima. Ketika orang itu datang Teng Sit ada di toko lain, tapi orang itu tidak tahu dan tidak kenal mana Teng Sit itu.
Teng Sit cerdik dia tidak menemui dan memperkenalkan diri pada orang itu, dia hanya berpura-pura seolah dia salah seorang pegawai toko kain itu. Ketika dtanya orang itu mau 2223
apa, dia mengaku mau menagih hutang, hingga Teng Sit kaget dan heran.
"Orang itu tua atau muda dan berapa usianya?" tanya Kok Siauw Hong.
"Dia mirip denganmu," jawab tuan rumah. "Dia ganteng dan mirip seorang siu-cay (pelajar). Dia mengaku dari Uh-seng juga!"
"Oh, begitu! Pantas pegawaimu curiga saat aku mengaku dari Uh-seng, mungkin anak buahmu mengira aku kawan tamumu itu," kata Siauw Hong.
"Aku rasa begitu, kuasaku juga bilang begitu padaku.
Orang itu mengatakan tahun lalu kami pernah membeli sutera dan sisa uangnya belum lunas, sekarang dia mau menagih hutang kami itu. Jadi ketika kau mengaku akan menyerahkan sesuatu dari Ang Pang-cu, itu membuat kami heran," kata Teng Sit.
Kok Siauw Hong tersenyum.
"Lalu apa yang terjadi selanjutnya?" kata Siauw Hong.
"Tamu itu sangat berani, karena kami tak pernah berhutang, bagaimana mungkin dia bisa melakukan pemerasan pada kami.
Maka itu, kuasa toko itu kuberi isyarat agar menuruti kehendak si tamu. Kuasa toko lalu mempersilakan orang itu duduk, dan pura-pura memeriksa buku kami. Aku yang menyamar jadi pegawai sambil membawa uang datang menemuinya Kemudian aku katakan bahwa benar kami masih berhutang dan mau menyelesaikan hutang kami itu.
Tapi saat diperhatikan, pemuda itu agak heran. Mungkin ini di luar dugaannya kalau kami bersedia memenuhi keinginannya Sekarang dia yang ragu-ragu menerima uang kami. Ketika dia bilang nanti dia akan kembali lagi sesudah 2224
majikan toko kembali. Kuasa tokoku mengatakan bahwa dia berhak membayar hutang kami dan memaksa dia agar mau menerima uang itu. Akhirnya dengan terpaksa dia terima juga uang itu, tapi saat dia pergi dia mempertunjukkan sesuatu untuk menggertak kami!" kata Teng Sit.
"Apa yang dilakukannya?" tanya Siauw Hong.
"Entah apa maksudnya, saat akan pergi dia memberiku sepotong uang perak, mungkin dia kira aku benar-benar seorang pegawai toko," kata Teng Sit. "Nah, coba kau lihat.
Uang itu telah diremas dengan tangannya. Aku pun berusaha tenang dan menghaturkan terima kasihku padanya. Sesudah kejadian itu sengaja aku tinggal di rumah saja, diam-diam kusuruh anak buahku menyelidiki siapa tamu itu" Ternyata selama tiga hari ini orang itu hilir-mudik saja di depan toko kami."
Ketika itu Han Pwee Eng akan ikut bicara. Dia akan menceritakan pengalamannya di tempat minum itu. Tapi sebelum dia berkata apa-apa, tiba-tiba kuasa toko yang ditemui Kok Siauw Hong masuk menemui Teng Sit.
Melihat di situ ada Kok Siauw Hong dan dua kawannya, dia kaget juga. Teng Sit memperkenalkan Kok Siauw Hong dan dua kawannya Sesudah itu Teng Sit langsung bertanya pada si kuasa toko.
"Kenapa, apa anak itu muncul lagi?" kata Teng Sit.
"Justru kedatanganku untuk melapor pada majikan, bahwa anak itu sudah pergi!" kata si kuasa. "Rupanya dia puas menerima uang kita sebanyak seribu tail perak. Untuk rasa terima kasihnya dia tinggalkan ini untukmu, Tuan!"
Dia serahkan surat dari anak muda itu pada Teng Sit.
Sesudah membaca surat itu Teng Sit memeriksa tanda tangannya, "Lie Tiong Chu", melihat nama itu Teng Sit 2225
melongo dan diam sejenak. Lalu dia berkata pada Siauw Hong.
"Namanya asing bagiku, apa kau kenal dengannya Kok Siauw-hiap?" kata Teng Sit.
Kok Siauw Hong memeriksa kartu nama itu.
"Baru kali ini aku mendengar nama itu," kata Siauw Hong.
Walau Jen Ang Siauw tertarik tapi dia diam saja Semula Han Pwee Eng ingin mengisahkan pengalamannya di tempat minum itu. Tetapi saat tahu pemuda itu sudah pergi, dia tak jadi bercerita.
Malam harinya Teng Sit berbincang-bincang dengan Kok Siauw Hong, akhirnya pembicaraan itu sampai pada masalah Jen Thian Ngo.
"Apa yang aku dengar dia sekarang jadi anak buah Wanyen Tiang Cie," kata Teng Sit. "Bahkan aku pernah melihat muridnya yang bernama Ih Hoa Liong memakai pakaian seragam bangsa Kim. Jika gurunya masih merahasiakan keterlibatannya dengan bangsa asing, sebaliknya Ih Hoa Liong malah terang-terangan."
"Hm! Jika aku bertemu dengan Ih Hoa Liong akan kubinasakan dia," kata Kok Siauw Hong.
"Jika kau mau menemukan dia mudah saja, sebab tugas dia dari Wan-yen Tiang Cie sebagai penghubung ke para pendekar bangsa Han agar mau ditarik ke pihak Kim.
Nanti, saat pembukaan piauw-kiok saudara Beng Teng pun, aku kira dia akan hadir di sana!" kata Teng Sit.
"Baik, akan kutemui dia di sana!" kata Siauw Hong.
"Akan kuhabisi dia!"
2226 "Aku harap kau bersabar sedikit, jangan menyulitkan saudara Beng dengan kecerobohanmu," kata Teng Sit.
"Sudah pasti, aku akan melihat gelagat dulu sebelum bertindak," kata Siauw Hong. "Aku tak akan turun tangan di piauwkiok saudara Beng."
Keesokan harinya pada tengah hari, Teng Sit kedatangan seorang tamu. Penjaga pintu membawa kartu nama tamu tersebut dan menyerahkan kartu namanya pada Teng Sit.
Ternyata di kartu nama itu tertulis nama "Lie Tiong Chu".
Teng Sit tersenyum. "Kemarin dia meninggalkan kartu nama di toko dan pamit, sekarang dia datang ke mari. Rupanya dia memaksa ingin menemuiku!" kata Teng Sit.
"Biar aku yang menemuinya dan mengusir dia," kata Kok Siauw Hong.
"Jangan kesusuh, biar dia dipersilakan masuk saj a," kata Teng Sit. "Penjaga, persilakan tamu itu masuk!"
"Aku rasa diam-diam dia mengikuti kalian ke mari hingga dia tahu di mana aku tinggal," kata Teng Sit sebelum tamunya masuk. "Saudara Kok, aku akan berpura-pura sakit, kau saja yang mewakiliku menerima tamu. Kau jangan berlaku keras padanya, selidik dulu apa mau pemuda itu!"
Saat Siauw Hong akan ke ruang tamu untuk menemui tamu itu, Pwee Eng membisikinya.
"Siauw Hong, pemuda itulah yang bertemu kami di kedai minum," kata nona Han.
"Tolong kau tanya, dia berasal dari mana?" kata nona Jen ikut bicara.
2227 Tak lama tamu itu sudah menunggu di ruang tamu. Saat Siauw Hong muncul menemuinya, dia berdiri dan berkata.
"Anda ini...." dia belum selesai bicara, Siauw Hong sudah mendahuluinya bicara.
"Aku she Kok, aku pegawai di tempat ini," kata Siauw Hong.
Pemuda itu tertawa. "Jangan merendah, Toa-ko, kau tak mirip seorang pegawai," kata Lie Tiong Chu sambil tertawa. "Aku dengar majikanmu sudah pulang, maka itu aku ingin bertemu dengan beliau."
"Ah, rupanya kau cepat mendapat kabar, memang beliau sudah pulang, tapi beliau kurang enak badan dan tak bisa menerima tamu," kata Siauw Hong. "Beliau berpesan ada keperluan apa kau mencarinya" Soal itu bisa kau sampaikan padaku saja."
Saat itu seorang pelayan membawa nampan berisi teh untuk tamu. Siauw Hong bangun menyambut nampan itu dari si pelayan, lalu dia angsurkan pada Lie Tiong Chu.
"Silakan minum tehnya, hanya sekedar teh saja!" kata Siauw Hong.
Saat Kok Siauw Hong mengangsurkan nampan teh itu, dia kerahkan tenaga dalamnya hingga cangkir teh itu meluncur ke atas. Maka itu, tamu itu tampak ingin menyambut cangkir teh itu, dia juga harus menggunakan tenaga dalamnya, jika terjadi bentrokan maka air teh akan tumpah dan menyiram wajah sang tamu.
Kejadian itu disaksikan oleh nona Han, dia kagum melihat cara Siauw Hong menjajal ilmu orang she Lie itu.
2228 Tapi dia juga heran karena tamu itu malah bersikap tenang, dia sambuti cangkir teh itu.
"Terima kasih, tak perlu see-ji," kata Lie Tiong Chu.
Kemudian dia buka mulutnya untuk meneguk air dari cangkir, tapi sebelum cangkir itu melekat ke bibirnya, air itu sudah meluncur ke mulutnya bagaikan air mancur saja.
Sesudah itu orang she Lie itu menghela napas.
"Oh, teh yang sedap dan harum!" katanya.
Tak lama cangkir teh yang telah kosong itu jatuh tepat ke tengah nampan tadi. Adu tenaga dalam itu sungguh luar biasa, Siauw Hong pun kagum walau dia tak tahu murid siapa pemuda ini"
"Saat aku ke toko majikanmu, rasanya kau tak ada di sana," kata Lie Tiong Chu.
"Kebetulan aku sedang pergi, tapi semua kejadian di sana sudah kuketahui," kata Siauw Hong. "Apa sekarang kau ke mari karena pembayaran hutang kami ada yang tak beres"
Kalau belum mari kita urus semua sesuai pesan majikanku!"
Pemuda itu tertawa, dia menurunkan sebuah buntalan yang ada di punggungnya.
"Ini pembayaran majikanmu, rupanya ada sesuatu yand tak beres," kata Lie Tiong Chu. "Aku datang bukan mau menagih hutang, tapi untuk mengembalikan uang ini!"
"Aneh, padahal itu pelunasan hutang-hutang kami, kenapa Anda mengembalikannya pada kami?" kata Kok Siauw Hong.
"Maaf, semua itu kesalahanku. Sesudah aku mendapat kabar baru dari Uh-seng, ternyata aku salah alamat. Yang aku harus tagih bukan toko kalian, tapi toko kain yang lain," kata Lie Tiong Chu.
2229 "Oh, maafkan aku, karena aku hanya diberi tugas untuk membayar. Jelas kami tidak berani menerima uangmu itu!"
kata Kok Siauw Hong. "Jika benar terjadi kesalahan, silakan kau datang ke toko saja!"
"Ah, tak apa, uang ini kukembalikan lewat Anda saja, ini untuk menghemat waktuku," kata Lie Tiong Chu.
Tiba-tiba bungkusan uang itu dia lemparkan ke arah Kok Siauw Hong. Padahal berat buntalan yang berisi seribu tail itu sekitar 30 kilo-gram. Melihat cara orang itu melemparkannya, sungguh luar biasa cepatnya. Sedangkan Kok Siauw Hong melihat sikap kasar tamunya itu dia agak dongkol juga. Dia dorong buntalan yang mengarah padanya hingga berbalik ke arah orang yang melemparkannya.
Ketika Kok Siauw Hong mendorongkan buntalan itu berlubang hingga beberapa uangnya berhamburan. Tetapi sebelum jatuh, Kok Siauw Hong menunjukkan
kelihayannya dengan menyambut ketujuh uang itu, lalu melontarkannya ke arah orang she Lie itu dengan keras.
"Kau ambil semua uang ini!" kata Siauw Hong.
Ketika arah uang perak itu tertuju ke setiap jalan darah lawan, dengan tenang Lie mengibas uang itu hingga tergulung pada lengan bajunya. Kemudian dia tekap lubang buntalan itu.
"Jika kau tak mau menerimanya, baiklah," kata Lie Tiong Chu. "Boleh aku minta waktu untuk bicara denganmu secara pribadi?"
"Silakan, apa yang mau kau tanyakan?" kata Siauw Hong.
"Dari dialekmu, aku kira kau berasal dari Yang-ciu, bukan" Jika kau tak keberatan, aku ingin bertanya mengenai seseorang!"
2230 "Mengenai siapa?"
"Seorang jago tua bernama Jen Thian Ngo yang adik perempuannya menikah dengan keluarga Kok di Yang-ciu, putranya bernama Kok Siauw Hong, apa kau kenal dengannya?"
Pertanyaan itu menarik bagi Kok Siauw Hong.
"Apa maksudmu mencari Jen Thian Ngo dan Kok Siauw Hong" Kau berasal dari mana?" kata Kok Siauw Hong.
"Aku sahabat Ie Hoa Liong, murid Jen Thian Ngo, aku dari Bu-seng, daerah Shoa-tang." kata Lie Tiong Chu.
"Hm! Aku memang ingin menghajarmu!" kata Siauw Hong.
"Eh, kenapa kau marah, apa maksudmu?" kata Lie Tiong Chu.
"Aku Kok Siauw Hong! Orang yang kau cari itu seorang pengkhianat bangsa, karena kau teman baik muridnya, pasti kau juga orang jahat!" kata Siauw Hong. "Kau tak akan lolos dari tanganku!"
Sesudah itu Kok Siauw Hong langsung mencengkram bahu orang she Lie itu. Saat itu terdengar suara keluhan di balik pintu. Siauw Hong tertegun, saat itu dia ingat Jen Ang Siauw menyuruh dia menyelidiki orang itu, dan bukan menangkap pemuda itu.
Saat mendengar suara keluhan itu Lie Tiong Chu heran, maka yakinlah dia suara itu adalah orang yang sedang dicarinya. Tapi karena serangan Siauw Hong tiba dengan cepat, dia mengelak dan coba bertarung untuk menguji kepandaian Kok Siauw Hong.
2231 Serangan Kok Siauw Hong datang lagi secara
berturutturut. Tapi dengan cepat Lie Tiong Chu menggunakan buntalan uang itu untuk menangkis serangan itu. Pertarungan semakin seru, saat Kok Siauw Hong menggunakan jurus "Siauw-yangsin-kang" Lie menangkis dengan buntalan uang, sehingga
isinya berantakan ke lantai karena terkoyak oleh pukulan yang dahsyat itu.
"Awas, kau bisa tergelincir," kata Lie Tiong Chu sambil tertawa.
Uang yang berhamburan di lantai memang bisa mengganggu gerakan mereka, sekalipun keduanya lihay dan ilmu meringankan tubuhnya tinggi.
"Hm, walau betapa licinnya kau, tapi kau tak akan lolos dari tanganku!" kata Kok Siauw Hong.
Tak lama Kok Siauw Hong terayun ke arah bongkahan uang, hingga uang itu langsung terlontar ke wajah lawan.
Ketika menghindari serangan lawan, Lie Tiong Chu membalasnya dengan me-notok Kok Siauw Hong. Tentu saja Kok Siauw Hong terkejut.
"Eh, gerakan dia hebat, mirip kepandaian Kong-sun Po yang bernama "Keng-sin-cie-hoat?"" pikir Kok Siauw Hong.
Sadar ilmu totok lawan lihay Kok Siauw Hong menggunakan pedangnya untuk menghadapi lawan dengan serangannya sebanyak tujuh kali secara beruntun. Melihat serangan Siauw Hong, Lie Tiong Cu berseru.
"Hentikan! Jangan menyerang lagi!" kata Lie.
Saat Siauw Hong mau menyerang lagi, Jen Ang Siauw muncul.
2232 "Hentikan Kakak-piauw! Ah kiranya kau si Chu kecil!"
kata Jen Ang Siauw. Lie Tiong Chu tertawa. "Ternyata kau masih mengenaliku!" kata Lie Tiong Chu.
"Hm! Apa maksudmu, kau sudah tahu siapa aku kenapa kau tak berterus terang saja?" kata Jen Ang Siauw.
"Kemarin aku ragu, sesudah kau sebut namaku, baru aku yakin itu kau!" kata Lie Tiong Chu.
"Siapa kau sebenarnya?" kata Siauw Hong.
Pemuda itu mengeluarkan sebuah seruling lalu dia tiup, hingga suaranya memukau sekali. Saat Siauw Hong raguragu Teng Sit dan Han Pwee Eng muncul. Karena Han Pwee Eng mengerti musik, ia berbisik pada Siauw Hong,
"Itu lagu dari syair karya Tu Fu (Tu Hok), themanya
"menyesali peperangan yang menyengsarakan rakyat".
"Dia serba bisa, sayang jadi anjing musuh," pikir Siauw Hong.
Selesai meniup seruling dia memberi hormat pada Teng Sit. "Pasti Tuan ini Tuan Teng!" katanya.. "Aku datang untuk minta maaf."
"Kau siapa?" tanya Siauw Hong.
Teng Sit kelihatan tampak girang.
"Saudara Lie, pasti kau murid Tam Tay-hiap, kan"
Mungkin seharusnya aku yang minta maaf padamu," kata Teng Sit. "Maaf aku tak tahu kalau kau murid beliau!"
"Kau benar, aku murid beliau," kata Lie. "Hanya dari sebuah lagu kau bisa mengenaliku. Sungguh luar biasa!"
2233 Siauw Hong kaget, ternyata pemuda itu murid Bu-lim Thian-kiauw, Tam Yu Cong. Ternyata mereka adalah kawan sendiri.
-0o~DewiKZ~Aditya~aaa~0o-
BAB 83 Jen Ang Siauw Bertemu Kawan Semasa
Kecilnya; Wan-yen Hoo Muncul Dipembukaan
Perusahaan Beng Teng Orang yang tampak gembira adalah Jen Ang Siauw. Dia tertawa sambil berkata, "Kau telah mendapat guru yang lihay, tapi yang aku heran bagaimana Teng Hiang Bu langsung tahu kalau dia murid Bu-lim Thian-kiauw Tam Yu Cong dengan hanya mendengar suara seruling saja?"
"Terus-terang aku tak mengerti musik, tapi karena aku pernah mendengar Bu-lim Thian-kiauw meniup lagu itu duapuluh tahun yang lalu maka aku yakin dia murid beliau!" kata Teng Sit.
Duapuluh tahun yang lalu saat Hong-lay-mo-li ada di Kimkee-leng dia diangkat menjadi Bu-lim Beng-cu, ketika itu Teng Sit yang masih muda hadir dalam pertemuan itu.
Dia ikut sebagai pengikut Ang Kin. Saat itu Bu-lim Thiankiauw memang meniup lagu itu, ia teringat hal itu. Kok Siauw Hong langsung menyambutnya Mereka pun saling meminta maaf. Lie Tiong Chu pun minta maaf pada Han Pwee Eng.
"Bagaimana kau bisa kenal dengan Jen Ang Siauw?"
tanya Han Pwee Eng. Sejak kecil mereka memang bertetangga dan sering bermain bersama. Hampir sepanjang tahun Jen Ang Siauw yang tinggal di rumah kakek luarnya bersahabat dengan 2234
keluarga Lie. Setelah kakeknya meninggal, Jen Ang Siauw tidak pernah atau jarang datang ke tempat kakeknya lagi, sehingga putus hubungan dengan Lie Tiong Chu.
Ketika mereka masih kecil, Jen Ang Siauw memanggil Lie Tiong Chu si Chu Kecil. Sedangkan Li Tiong Chu memanggil Jen Ang Siauw dengan sebutan Anak Liar.
"Coba kemarin kau panggil aku dengan panggilan lamaku, pasti aku akan tahu siapa kau sebenarnya," kata Jen Ang Siauw.
"Kemarin aku agak ragu-ragu, mana berani aku sembarangan memanggilmu?" kata Lie Tiong Chu.
"Ditambah lagi kau pun sudah jadi seorang pendekar, jadi mana boleh aku memanggil nama gelarmu itu" Kau bijaksana tak mau ikut ayahmu!"
Mengingat ayahnya, wajah Jen Ang Siauw jadi muram, hatinya pilu dan juga malu karena dia tahu ternyata ayahnya itu se-orang pengkhianat bangsanya. Pemuda itu seolah bisa menerka isi hati nona Jen. Lalu dia berkata lembut.
"Sekalipun bunga teratai tumbuh di lumpur, tetapi dia tetap suci. Ayahmu tetap ayahmu dan kau tetap kau, menurutku kau tetap seperti dulu. Kau jangan berduka dalam hal itu!" kata Lie Tiong Chu.
"Apa karena masalah Ayahku, kau ingin memberitahu majikan Teng?" tanya Jen Ang Siauw.
"Ya, ini salah satu tujuan kedatanganku ini," kata Lie Tiong Chu. "Masalah ini hanya kebetulan saja, sebelum itu aku pun tak menduga kalian bisa ada di sini!"
"Kau harus menjelaskan padaku, bagaimana kau tahu rahasia perusahaanku?" kata Teng Sit.
2235 "Aku diperintah oleh Guruku," kata pemuda itu.
"Guruku sahabat Hong-lay-mo-li dan suaminya, pasti kau pun sudah tahu hal ini, bukan?"
Teng Sit langsung mengerti masalahnya.
"Benar aku tahu, akhir-akhir ini Pang-cu kami sedang berunding untuk bergabung dengan Liu Beng-cu, pasti Pangcu kami yang memberitahu Liu Beng-cu tentang usahaku di sini dan Liu Beng-cu memberitahu gurumu.
Tapi entah ada masalah apa gurumu menyuruhmu mencariku?" kata Teng Sit.
"Sebenarnya tak ada masalah khusus," kata Lie Tiong Chu. "Tapi karena daerah ini masih asing bagiku, aku sengaja menyelidikinya. Siapa tahu aku diperlukan mengirim berita penting ke mari. Maka itu aku ingin menemuimu, Tuan Teng!"
Bu-lim-thian-kiauw Tam Yu Cong seorang bangsawan Kerajaan Kim, bahkan dia seorang pengawal istana. Wanyen Tiang Cie adalah putra pengasuh Bu-lim-thian-kiauw.
Karena Bu-lim-thian-kiauw tidak bebas di Tay-toh, sengaja dia suruh Lie Tiong Chu, murid kesayangannya agar terjun di kalangan Kang-ouw.
"Sekarang aku tinggal di rumah putra pengasuh guruku,"
kata Lie Tiong Chu. "Aku telah mendapat beberapa kabar penting, aku kira Tuan Teng pasti sudah mendapat informasi itu!"
"Mengenai kabar apa?" tanya Teng Sit.
"Pertama mengenai rencana Wan-yen Tiang Cie ingin menundukkan Hong-hoo-ngo-pang dan Tiang-keng-pang,"
kata Lie Tiong Chu. 2236 "Tapi walau usaha itu telah digagalkan, kita tetap harus waspada, siapa tahu mereka ulangi lagi," kata Kok Siauw Hong.
"Yang kedua bersangkutan dengan Kim-kee-leng," kata pemuda itu lagi. "Aku dengar bangsa Kim bersedia berdamai dengan bangsa Mongol, dengan demikian mereka akan menarik sebagian besar pasukannya dari tapal batas yang sedang menghadapi tentara rakyat."
"Hal itu sudah kami amati cukup lama," kata Teng Sit.
"Sekarang pihak Kim akan melaksanakan rencananya itu, tapi belum kusampaikan berita itu ke Kim-kee-leng."
"Mengenai masalah yang ketiga, tentang pengkhianatan Jen Thian Ngo," kata pemuda itu. "Semula aku kuatir para pendekar belum mengetahuinya dan bisa tertipu olehnya.
Tapi sekarang aku tidak kuatir lagi."
Sesudah menyampaikan masalah itu, pemuda itu bicara lagi.
"Tuan Teng, maafkan sikap kasarku tempo hari. Ketika itu aku hanya ingin memancingmu untuk menemuiku, dengan berpurapura menagih hutang. Aku kira jika kau marah, aku bisa menemuimu. Tak kuduga, malah mengacaukan keadaan."
"Kau cerdik hingga berhasil menemukan rumahku," kata Teng Sit sambil tertawa. "Beberapa hari lagi pembukaan Houw-wie-piauw-kiok milik Beng-lo-piauw-thauw dimulai."
"Aku dengar Beng-lo-piauw-thauw berbudi luhur, begitu kata Guruku," kata Lie Tiong Chu. "Pada hari pembukaan perusahaannya nanti aku akan datang untuk mengucapkan selamat padanya. Apa kau bisa mengajakku ke sana?"
"Bisa," jawab Teng Sit. "Kau dan Kok Siauw Hong bisa menyamar jadi pembantuku. Untuk sementara kalian bisa 2237
tinggal di sini, anggap saja kalian seperti di rumah sendiri.
Aku harus ke toko sudah tiga hari tidak kuurus. Nona Jen dan Lie Siauw-hiap baru bertemu lagi, pasti kalian ingin berbincang dengannya."
Mengetahui Jen Ang Siauw bertemu sahabat semasa kecilnya, Siauw Hong dan Pwee Eng girang. Dia biarkan kedua muda-mudi itu jalan-jalan di taman belakang rumah Teng Sit. Dengan demikian keduanya bisa bebas bercengkrama. Mereka asyik berbincang mengenai pengalaman mereka masingmasing, dengan demikian jalinan cinta di antara mereka pun tumbuh semakin mendalam.......
Selang tiga hari kemudian, pembukaan Houw-wie-piauwkiok di Tay-toh diadakan dengan sangat meriah.
Sesuai rencana, Kok Siauw Hong dan Lie Tiong Chu menyamar jadi pembantu Teng Sit dan ikut menghadiri pesta pembukaan itu.
Bukan main ramainya pembukaan perusahaan ekpedisi itu, para tamu berdatangan bergantian.
Teng Sit hanya dikenal sebagai saudagar di toko sutera, dengan demikian dia tidak mendapat pelayanan khusus dari Beng Teng, yang melayani mereka cuma pembantu Beng Teng yaitu Chu Cu Kia, salah seorang pembantu andalan dari Beng Teng yang ikut mengawal Han Pwee Eng. Kok Siauw Hong pernah bertemu dengannya, tapi karena Kok Siauw Hong sedang menyamar dia tak mengenalinya.
Seorang lelaki setengah umur bersama seorang pemuda menghampiri meja tempat Kok Siauw Hong cs duduk.


Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Melihat kedatangan mereka, Chu Cu Kia memperkenalkan orang itu pada mereka.
"Ini Tuan Tio Pin dan putranya," kata Chu Cu Kia pada Kok Siauw Hong cs. "Beliau ini rekan baru majikan kami!"
2238 Teng Sit tahu kalau Tio Pin seorang jago kalangan Kangouw dan sangat terkenal di Tay-toh (Pak-khia atau Beijing). Teng Sit dan Kok Siauw Hong heran, sebab setahu mereka Houw-wie-piauw-kiok perusahaan keluarga Beng yang sudah turun-temurun, tapi kenapa sekarang bergabung dengan Tio Pin" Karena muncul tamu baru, Chu Cu Kia menemui tamu yang baru tiba itu. Sedang Tio Pin mewakili tuan rumah melayani tamu-tamunya itu.
"Kita kenalan lama," kata Tio Pin berbasa-basi. "Aku mohon Tuan Teng bersedia memberi petunjuk pada putraku!"
"Ah, aku ini cuma seorang pedagang kain sutera, jadi mana bisa silat, aku tak akan sanggup memberi petunjuk pada putramu," kata Teng Sit sambil tersenyum.
"Kau jangan salah paham, Tuan Teng," kata Tio Pin.
"Yang kumaksud bukan dalam bidang ilmu silat, tetapi soal berjualan. Perusahaanmu banyak memerlukan pengawalan dari Piauw-kiok, jika anakku sudah selesai belajar silat dan bekerja, pasti dia diperlukan untuk mengawal daganganmu.
Tolong berikan pekerjaan itu padanya! Harap kau maklum, aku berkongsi dengan Houw Wie Piauw Kiok yang terkenal ini, karena aku ingin agar kelak anakku bisa punya banyak pengalaman. Terutama dia bisa banyak belajar dari Beng Lopiauw-su!"
Teng Sit berusaha menyembunyikan kepandaiannya, sebenarnya dia bisa silat. Sedangkan Tio Pin sebaliknya dia mengalihkan pembicaraan ke masalah perdagangan. Hal itu tentu membuat hati Teng Sit agak kecewa dan kesal.
Untung datang tamu baru hingga Tio Pin dan putranya harus menyambut dan melayani tamu baru itu.
Sesudah Tio Pin dan putranya pergi, Teng Sit mendengar suara bisik-bisik dari belakang mereka. Saat diperhatikan 2239
ada dua orang tamu lain sedang berbisik-bisik membicarakan Tio Pin. Dengan lagak tak acuh, diam-diam Teng Sit coba menguping.
"Setahuku Beng Teng seorang tokoh Piauw-kiok yang termashur, tapi kenapa dia mencari rekan kerja orang macam Tio Pin" Apa hal itu tidak akan menjatuhkan nama baik Houwwie-piauw-kiok?" kata salah seorang dari mereka.
"Aku kira masalahnya bukan begitu," kata kawannya.
"Aku dengar Tio Pin lihay, sahabatnya di Tay-toh pun cukup banyak. Beng Teng semula membuka piauw-kiok di Lok-yang, karena dia orang baru di sini, jadi wajar saja kalau dia mau bersekutu demi kemajuan perusahaannya!"
kata temannya. "Kau benar, maksudku bukan masalah itu, aku bicara tentang pribadi Tio Pin. Apa kau tak sadar pribadi mereka itu sangat berbeda?" kata kawannya.
"Aku tahu, Tio Pin orang yang licin, aku kuatir Beng Teng tertipu olehnya," kata kawannya. "Tapi aku mengetahui sesuatu yang mungkin tak kau ketahui."
"Mengenai apa?" kata kawannya.
"Saat ini Beng Teng sedang ditimpa kesulitan, jadi tak heran jika dia mencari sekutu yang bermodal besar!" kata kawannya. "Apalagi perusahaannya yang ada di Lok-yang ludes terbakar!"
"Oh, begitu, pantas kalau begitu!" kata kawannya.
Sekarang Teng Sit tahu kenapa Beng Teng berkongsi dengan Tio Pin. Pada saat itu terdengar pembantu Beng Teng berseru.
"Tamu agung sudah datang!"
2240 Ketika mata semua tamu di arahkan ke pintu masuk, terlihat murid Beng Teng yang pertama mengiringi seorang tamu yang mengenakan mantel kulit bulu. Orang itu berpakaian bagus seperti seorang putra bangsawan. Di belakang dia ikut empat pengiringnya, seorang kakek berkepala gundul, dan seorang lelaki setengah umur dengan muka benjol penuh daging. Seorang lagi tampak seperti pemuda alim dan orang yang terakhir berumur sekitar 30
tahun. Dia seorang pesolek seperti seorang perempuan, namun, matanya picek. Di antara para tamu ada yang mengenali "pemuda bangsawan" itu dan dia kaget.
Tamu agung itu tak lain Wan-yen Hoo, putra Wan-yen Tiang Cie, panglima pasukan pengawal Kerajaan Kim.
Wan-yen Tiang Cie, pangeran keluarga raja Kim, maka itu kedudukan Wan-yen Hoo saat itu sebagai pangeran muda.
Kedatangan "Pangeran muda" bangsa Kim ke pembukaan sebuah perusahaan ekpedisi, sudah tentu di luar dugaan semua orang. Tio Pin tampak bangga sekali atas kedatangan tamu agung tersebut. Dia langsung menyambut tamu agung itu dengan maksud mencari muka di depan para tamunya. Tapi tiba-tiba kakinya gemetar dan lemas karena gugupnya.
Anak buah Beng Teng tentu saja kurang senang atas kedatangan tamu agung ini, kecuali Tio Pin. Tetapi tak seorang dari mereka berani berkomentar. Tio Pin sangat senang pada pangeran muda itu, sedang anak buah Beng Teng benci pada para anak buahnya.
Ternyata si Gundul itu bernama Tan Piauw, si Srigala Tua. Pria berusia setengah baya itu putra sulung Tan Piauw yang bergelar si Srigala Hijau dan yang lainnya si Srigala Putih Tan Giok, Srigala Kuning Tan Go mereka bergelar Tan-sie-ngolong. Tapi ada yang tak ikut datang ke pembukaan itu. Sedangkan si pesolek bermata satu, 2241
namanya cukup terkenal. Dia si Srigala Liar An Tak.
Maling cabul yang terkenal di dunia Kang-ouw atau Rimba Hijau.
Kunjungan An Tak ini membuat para tamu kurang senang, karena mereka sudah tahu, siapa An Tak ini"
Tetapi karena An Tak datang bersama Wan-yen Hoo, atau Pangeran Kim, tak heran tak ada orang yang berani usil.
Di antara para tamu banyak yang tak tahu, kalau di antara yang datang bersama pangeran Kim itu, adalah musuh-musuh piauw-su Beng Teng.
Pada saat Beng Teng mengawal nona Han ke Yang-ciu atas permintaan ayah Han Pwee Eng. Di tengah jalan rombongan Beng Teng ini dihadang oleh Tan Bersaudara dan An Tak. Untung saat itu Han Pwee Eng ikut turun tangan dan menusuk mata An Tak hingga picek. Dengan demikian selamatlah muka perusahaan ekpedisi itu dari penghinaan. Jika tidak barangkali Beng Teng pun bisa binasa di tangan para penjahat itu.
Peristiwa itu tidak diketahui oleh Tio Pin, tapi para piauw-su lama yang bekerja di Houw-wie-piauw-kiok dan anak buah Beng Teng semua mengetahui kejadian itu.
Maka saat itu Chu Cu Kia jadi kikuk dan serba-salah. Chu Cu Kia pun ragu saat akan menyambut tamu-tamu itu.
Melihat hal itu Beng Teng maju menyambutnya. Sambil tertawa terbahak-bahak Wan-yen Hoo berkata lantang.
"Beng Lo-piauw-thauw, aku dengar kau pernah berselisih dengan beberapa orangku ini. Sekarang aku bawa mereka ke mari, aku harap kau tidak marah, kan?" kata Wan-yen Hoo.
"Seluruh karyawan kami merasa bangga dan senang atas kunjungan Pangeran-muda, dalam masalah pekerjaan, bisa saja tak terhindarkan perselisihan kecil di antara kami. Tapi 2242
aku jamin kami tidak akan mengecewakan anak buah Siauw Ong-ya! Jika ada kesalahan kami, baik yang disengaja atau pun yang tidak disengaja, mohon dimaafkan!" kata Beng Teng sambil memberi hormat.
Di balik ucapan Beng Teng sebenarnya Beng Teng kaget dan tidak menduga jika dia akan kedatangan tamu-tamu yang pernah berselisih dengannya. Bahkan Beng Teng heran, bagaimana orang-orang jahat itu bisa jadi anak buah Pangeran Kim itu.
Wan-yen Hoo tidak peduli pada sindiran Beng Teng itu, sambil tertawa dia berkata, "Ah, Beng Lo-piauw-thauw terlalu merendah, aku tahu mereka pernah membegal kawalanmu. Tapi itu kejadian dulu. Sekarang mereka sudah cuci tangan dan tidak berbuat begitu lagi. Mereka telah jadi pengawal di rumahku. Karena itu aku sengaja mengajak mereka ke sini agar mereka menghapus masalah lama itu!
Bagaimana?" "Ucapan Pangeran-muda terlalu berlebihan, sebenarnya kejadian yang menimpa perusahaan kami cuma masalah kecil, dan biasa di dunia Kang-ouw, sedikit selisih paham bisa dianggap selesai saja," kata Beng Teng.
"Beng Lo-piauw-thauw, kau sangat bijaksana," kata Wan-yen Hoo sambil tertawa. "Seperti kata peribahasa
'Tidak pernah bentrok berarti tidak akan saling kenal'. Maka itu untuk selanjutnya kalian bisa rukun dan akrab kembali."
Tan Piauw cs bersama An Tak dan rombongannya langsung memberi hormat pada Beng Teng secara bergiliran.
"Saudara Beng Teng," kata Tan Piauw, "jika bicara masa lalu, seharusnya aku berterima kasih kepadamu."
"Terima kasih mengenai apa?" kata Beng Teng.
2243 "Dulu jika aku tak kau kalahkan, sampai sekarang mungkin kami belum mau cuci tangan dan meninggalkan dunia hitam itu," kata Tan Piauw.
"Ah, aku malah belum mengucapkan selamat kepada kalian yang sudah mendapat kedudukan tinggi," kata Beng Teng. "Kalian beruntung mendapatkan majikan yang baik seperti Siauw Ong-ya, itu namanya nasib kalian yang beruntung sama sekali tak ada sangkut-pautnya denganku."
Sambil menyeringai Tan Piauw berkata pula:
"Ucapan saudara Beng ada benarnya. Kejadian dulu bagi kami bisa dikatakan dari celaka jadi bahagia. Kau sendiri akhirnya selamat, sungguh nasibmu sedang beruntung.
Saudara Beng, ternyata dulu kami salah lihat! Calon pengantin perempuan yang kalian kawal itu kiranya berkepandaian tinggi."
Mendengar mereka menyinggung tentang Han Pwee Eng, Kok Siauw Hong tertarik.
"Apa mereka sudah tahu hubungan Han Pwee Eng dengan Hong-lay-mo-li hingga mereka sengaja datang menyelidikinya?" pikir Kok Siauw Hong.
"Saudara Beng," kata An Tak ikut bicara, "ada yang membuat aku bingung, maukah kau menjelaskannya padaku?"
"Maksudmu masalah apa, Saudara An Tak?" kata Beng Teng.
An Tak mengibaskan kipas lipat yang ada di tangannya sambil berkata, "Dulu ketika kau mengawal calon pengantin itu, apa kau tidak tahu calon pengantin perempuan itu putri Han Tay Hiong yang terkenal itu?"
2244 "Itu masalah yang memalukan jika dibicarakan lagi,"
kata Beng Teng. "Yang aku ketahui, bahwa marga Han di Lok-yang itu kaya-raya. Baru kemudian kuketahui, kalau yang meminta putrinya dikawal itu Han Tay Hiong, jika aku tahu mana berani aku jadi pengawal putrinya!"
"Apa kau juga tidak tahu, siapa calon menantu Han Tay Hiong?" kata An Tak.
"Aku hanya dipesan untuk mengantarkan calon pengantin ke Yang-ciu, mengenai siapa calon menantu Han Tay Hiong tak kuketahui. Lagi pula untuk apa kuketahui?"
kata Beng Teng. "Sekarang pasti kau sudah tahu, bukan" Bahwa dia Kok Siauw Hong, kan?" kata An Tak.
"Pertanyaanmu ini aneh sekali, untuk apa aku harus mengetahuinya?" jawab Beng Teng kelihatan kurang senang. "Padahal kau pasti tahu bahwa pekerjaanku itu gagal karena tidak sampai ke alamat yang dituju! Di tengah jalan kembali terjadi masalah baru, esok harinya setelah kedatangan kalian telah terjadi sesuatu atas kami."
"Ya, aku pun pernah mendengar kejadian itu," kata An Tak, "orang yang mengambil "kirimanmu" itu Toa-siocia dari keluarga Ci dari Pek-hoa-kok, bukan?" kata An Tak
"Benar, maka jelas sudah bahwa aku tidak pernah bertemu dengan Kok Siauw Hong, mana mungkin aku punya hubungan baik dengannya?" kata Beng Teng agak kesal.
"Aku dengar Ci Sio-cia hanya bergurau dan dia mengembalikan "kirimanmu" itu," kata An Tak.
"Bagaimanapun kejadian dulu itu kuketahui juga"
"Terus-terang, setelah gagal menjalankan tugasku, aku tidak punya muka untuk menemui Han Tay Hiong," kata 2245
Beng Teng. "Apalagi selama dua tahun ini aku berada di Tay-toh, mana aku tahu tentang mereka?"
"Aku dengar orang she Kok itu ada di Kang-lam dan dia membantu Bun Yat Hoan membentuk laskar rakyat.
Maksudnya untuk melakukan perlawanan terhadap Kerajaan Kim!" kata Tan Piauw dengan tajam.
Di tengah para tamu yang banyak sekali, Kok Siauw Hong masih mendengar pembicaraan mereka dengan jelas.
Diamdiam Kok Siauw Hong merasa geli mendengar orang di sekitarnya membicarakan dia yang sebenarnya ada di depan mereka, tanpa diketahui oleh mereka!
Srigala Tua Tan Piauw berkata lagi.
"Aku dengar Pwee Eng sekarang ada di tempat Honglaymo-li. Seperti Kok Siauw Hong calon suaminya, dia memusuhi Kerajaan Kim. Masa Saudara Beng tidak tahu?"
Beng Teng berpura-pura bingung.
"Sungguh, aku tak tahu!" kata Beng Teng. "Kami hanya tahu menerima tugas untuk mengantar barang dan sebagainya! Mana berani kami menanyakan apa yang dikerjakan orang lain?"
"Saudara Beng kau jangan kuatir, kami tidak bermaksud menyelidiki urusanmu yang dulu," kata Wan-yen Hoo.
"Peristiwa dulu itu luar biasa, tapi aku tak tahu bagaimana wajah calon pengantin yang kau antar itu?"
"Dia bisa dikatakan cantik juga," kata Tan Piauw.
"Namun apa yang dia lakukan sangat keji! Kami merasakannya, bahkan saudara An Tak lebih celaka lagi.
Matanya dia lukai!" 2246 Orang yang paling benci pada Han Pwee Eng adalah An Tak, karena salah satu matanya buta oleh nona itu. Dengan gusar An Tak mendehem.
"Hm! Jika dia bertemu lagi denganku, dia akan...." An Tak tak meneruskan kata-katanya.
"Akan kau apakan dia?" kata Tan Piauw.
"Aku akan minta nona itu pada Pangeran muda kita untuk kujadikan istri mudaku!" kata An Tak tanpa malu-malu.
Mendengar ucapan itu banyak yang kurang senang, karena mereka sangat menghormati Han Tay Hiong. Tapi mereka tak ada yang berani bergerak sebab mereka merasa ngeri. Ditambah lagi sekarang An Tak jadi pengawal Wanyen Hoo.
Melihat para tamu kurang senang pada ucapan An Tak tadi, Wan-yen Hoo yang ingin bergurau pun batal, sebab hal itu bisa menjatuhkan kedudukannya sebagai pangeran.
"Jika kau mampu mengalahkannya, silakan saja! Apa yang mau kau lakukan terhadapnya," kata Wan-yen Hoo sambil tersenyum. Karena tak menyadari bahwa dia telah membuat para tamu gusar, An Tak malah tertawa dan berkata lagi dengan lantang.
"Baiklah, hadiah Pangeran-muda sangat kuhargai, terima kasih. Barangkali aku tak mampu mengalahkan diaTapi jika dibantu oleh kawan-kawanku, aku juga bisa
menangkapnya!" kata An Tak dengan sombong. "Jika sudah tertangkap, kumusnahkan ilmu silatnya. Maka mau tak mau dia akan menjadi istri mudaku!"
Mendengar ucapan An Tak yang angkuh itu, Kok Siauw Hong marah karena calon istrinya dihina, tapi untung dia 2247
bisa menahan perasaannya dan tidak mengacaukan pesta tersebut.
Sudah umum dalam suatu pesta besar, sebelum makanan disajikan, pada setiap meja sudah disediakan makanan kecil. Di antaranya kuaci, kacang dan yang lainnya. Ketika Lie Tiong Chu sedang menikmati buah Ang-co, dia gusar saat mendengar kesombongan An Tak di depan para tamu itu.
Diam-diam Lie Tiong Chu mengambil biji buah angco dari mulutnya, dia siapkan untuk disentil. Dengan dialingi lengan bajunya jarinya bergerak. Biji buah angco itu meluncur deras ke arah mulut An Tak yang kebetulan sedang menganga. Tak ampun lagi biji buah angco itu masuk ke mulut An Tak. An Tak terkejut dan berteriak.
"Aduh!" Giginya copot sebuah dan berdarah. Saat itu An Tak pun berdiri tegak tak bisa bergerak. Mulutnya masih terbuka.
Pemuda she Lie itu berbisik pada Kok Siauw Hong.
"Saat kita kemari, tak sengaja aku menginjak tahi kuda, rasa buah angco itu luar biasa," kata Lie Tiong Chu.
Walaupun geli Kok Siauw Hong cemas juga.
"Saudara Lie, apa perbuatanmu itu tak akan mengacaukan pesta besar ini?" bisik Siauw Hong. "Untuk kita tak apa-apa, tapi kekacauan ini bisa mencelakakan tuan rumah!"
"Jangan cemas, aku rasa jika hanya sebuah giginya yang patah tak apa-apa. Sekalipun mata dia yang satu lagi kubutakan, Wan-yen Hoo tidak akan berani mengusut perkara ini!" bisik Lie Tiong Chu.
Kok Siauw Hong mengangguk sekalipun agak ragu, dia menduga-duga, apa Wan-yen Hoo pernah bentrok dengan 2248
pemuda she Lie itu hingga dia takut pada Lie Tiong Chu"
Para tamu kaget ketika mendengar jeritan An Tak yang tertahan dan melihat An Tak mematung di tengah para tamu. Mereka tak percaya ada orang yang berani mengganggu pengawal pangeran Kim itu. Kelihatan Wanyen Hoo terperanjat. Sesuai dugaan orang she Lie itu, tibatiba Wan-yen Hoo menghampiri An Tak.
"Eh, kau bicara kurang sopan, pantas orang menghajarmu!" kata Wan-yen Hoo.
Si Rase Liar An Tak memuntahkan biji buah angco dan gigi dari mulutnya. Tapi mulutnya tetap terbuka tak bisa menutup kembali. Dari mata An Tak yang tinggal satu dan wajahnya yang pucat-pasi, para tamu tahu bahwa saat itu An Tak sedang menahan malu dan rasa sakit yang bukan main.
Srigala Tua Tan Piauw seorang berpengalaman, melihat kejadian atas diri An Tak itu, dia berkata pada Wan-yen Hoo.
"Pangeran, dia tertotok jalan darahnya. Kau sangat ahli dalam hal itu. Apa kau bisa menolonginya?" kata Tan Piauw.
Dengan sikap angkuh dan girang Wan-yen Hoo
tersenyum. "Kiranya matamu tajam sekali, akan kuobati dia!" kata Wan -yen Hoo.
Wan-yen Hoo memijit hidung An Tak, dia menjerit tertahan, akhirnya An Tak bisa terbebas dan bisa bergerak kembali.
"Terima kasih, Pangeran-muda," kata An Tak.
2249 Sambil berpura-pura marah Wan-yen Hoo berkata pada An Tak dengan tajam.
"Hm! Ingat An Tak, bencana tadi berasal dari mulutmu yang kotor. Hati-hati kau!" kata Wan-yen Hoo.
Tampak An Tak menunduk kemalu-maluan. Tetapi hatinya dongkol bukan main pada si penyerang gelap itu.
Walau demikian dia terpaksa mengangguk membenarkan pendapat pangeran Kim itu. Tadi Lie Tiong Chu menggunakan jurus "Keng-in-ci-hoat", atau jurus jari sakti.
Dia berhasil merontokkan gigi An Tak dan menotoknya hingga An Tak harus berdiri kaku seperti patung.
Ilmu "Keng-sin-ci-hoat" kebanggaan Bu-lim-thian-kiauw Tam Yu Cong itu berasal dari lukisan pusaka Kerajaan Kim. Yaitu 'Hiat-to-tong-jin'. IlmuTiam-hiat ini kecuali Bulim-thiankiauw, orang yang paling mahir ialah ayah Wanyen Hoo, yaitu Wan-yen Tiang Cie. Sedang Wan-yen Hoo baru mempelajarinya ilmu itu beberapa tahun saja. Maka itu dia baru separuh saja menguasainya. Tak heran saat tahu An Tak ditotok dengan ilmu itu, dia heran dan kaget.
Rupanya dia kuatir Bu-lim-thian-kiauw Tam Yu Cong ada di tengah pesta besar itu. Menurut silsilah Kerajaan Kim, kedudukan Bu-limthian-kiauw lebih tinggi dibanding kedudukan Wan-yen Hoo.
Ilmu silat Bu-lim-thian-kiauw pun jauh lebih tinggi dari Wan-yen Tiang Cie. Sekalipun Wan-yen Tiang Cie bergelar sebagai "Jago Nomor Satu Negeri Kim". Karena dia masih hormat pada Bu-lim-thian-kiauw, itu sebabnya Wan-yen Hoo tidak berani bertindak, ketika dia mengetahui anak buahnya dikerjai, dia tak berani berhadapan dengan Bu-limthian-kiauw. Ketika tak terjadi masalah dalam pesta itu, para tamu lega juga. Ternyata kejadian tadi berakhir begitu cepat. Keadaan pun telah tenang kembali. Wan-yen Ho 2250
yang sangsi atas kejadian itu, mendadak teringat kepada seseorang.
"Ah, bukankah itu perbuatan Kong-sun Po" Dialah yang pernah mendapat petunjuk dari Bu-lim-thian-kiauw, dan bisa Keng-sin-ci-hoat" Tapi karena dia jujur, rasanya tak mungkin dia menyerang secara gelap?" pikir Wan-yen Hoo.
Bukan main bimbangnya hati Wan-yen Hoo. Buru-buru dia panggil Tan Piauw. Lalu memberi pesan rahasia agar mengawasi semua tamu di ruang pesta itu. Tan Piauw minta bantuan pada anak-anaknya agar ikut mengawasi tamu-tamu jika ada yang mencurigakan harus segera dilaporkan.
Ketika Tio Pin melihat Tan Piauw mendatangi, dia langsung menemuinya. Namun sikap Tio Pin yang mau menjilat itu tak dihiraukan oleh Tan Piauw yang sedang menuju ke arahnya. Segera Tio Pin memapak untuk mencari muka. Ternyata Tan Piauw tidak
mengacuhkannya, dia hanya bicara sekadarnya. Walau Tio Pin masih mencoba ingin memperkenalkan Teng Sit pada Tan Piauw.
"Tidak usah kau perkenalkan aku pada Tuan Teng, aku sudah kenal lama dengannya," kata Tan Piauw angkuh.
Ucapan Tan Piauw membuat Teng Sit sedikit kaget. Tapi dia berusaha bersikap tenang.
"Aku hanya seorang pedagang cita," kata Teng Sit.
"Sungguh aku merasa senang jika Tuan Tan pun mengenal namaku!"
"Jangan see-ji," kata Tan Piauw. "Siapa sih yang tak kenal toko suteramu itu" Aku dengar kau punya banyak toko cabang di Selatan. Di tokomu banyak sutera Souw-ciu dan Hang-ciu yang sulit ditemukan di Ibukota ini."
2251 "Terima kasih atas pujiannya, memang aku punya banyak cabang. Malah di Yang-ciu juga ada, dari sanalah sutera Hangciu dan Souw-ciu dikirim ke mari!" kata Teng Sit.
Kota Yang-ciu dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Kim, sedang di seberang sungai Yang-tze daerah itu termasuk wilayah Kerajaan Song. Sengaja Teng Sit menyebut cabang perusahaannya yang ada di Yang-ciu untuk menghindari tuduhan kalau dia punya hubungan dengan musuh. Teng Sit berusaha menutupi rahasia dirinya, sebaliknya Tan Piauw mencoba mengorek keterangan lebih dalam dari Teng Sit. Tapi dengan gigih Teng Sit tak mau membuka rahasia, hingga Tan Piauw kewalahan sendiri. Tiba-tiba An Tak menghampiri mereka.
"Akrab sekali kalian?" kata An Tak sambil mengipasi tubuhnya.
"Dia Tuan Teng, orangnya baik, ayo kuperkenalkan kau padanya," kata Tan Piauw. "Ini Saudara An Tak!"
"Sudah lama aku dengar namamu, kau sendirian atau bersama teman-temanmu?" kata An Tak.
Teng Sit tertegun. Karena tak tahu maksud pertanyaan An Tak itu, terpaksa dia menjawab dengan agak tersipusipu.
"Oh, aku datang mewakili toko kami, aku tak membawa teman!" kata Teng Sit.
"Tuan Teng membawa anak buahnya, bukan sahabatnya," kata Tio Pin menambahkan.
"Oh, begitu! Kebetulan bolehkah aku berkenalan dengan pembantu Tuan" Sebab suatu saat jika aku berbelanja kita sudah saling kenal!" kata An Tak.
2252 Teng Sit berpura-pura mencari anak buahnya di tengah kerumunan para tamu, hingga akhirnya dia berkata pada An Tak.
"Ah, sayang! Tadi mereka ada di sekitar sini, tapi sekarang entah ke mana mereka" Tapi jangan kuatir, jika Tuan datang ke toko kami, pasti Tuan akan kami layani dengan baik!" kata Teng Sit dengan ramah sekali. Tio Pin yang ingin mencari muka ikut bicara
"Itu mereka!" teriak Tio Pin sambil tangannya menunjuk ke arah Lie Tiong Chu dan Kok Siauw Hong. "Apa mereka perlu kupanggil ke mari?"
"Jangan! Tidak perlu!" kata An Tak. "Aku saja yang menemui mereka di sana untuk berkenalan."
An Tak mendekati Lie Tiong Chu. Kemudian dengan sekilas dia mengawasi Lie Tiong Chu, tak lama dia berpaling ke arah Kok Siauw Hong.
"Eh, rasanya kita pernah bertemu, siapa nama dan she Anda?" kata An Tak.
Kok Siauw Hong memang pernah bertemu, dua tahun yang lalu di medan perang yang sangat kacau, tapi saat bertemu mereka tidak bertarung. Ketika itu Kok Siauw Hong jatuh ke jurang terkena panah seorang ahli panglima Mongol. Sekarang Kok Siauw Hong jelas berbeda jauh dengan dulu. Padahal Kok Siauw Hong ingin menghindar dari An Tak, tapi An Tak malah menemuinya. Saat itu Kok Siauw Hong marah dan ingin menghajarnya.
"Aku rasa Tuan salah lihat," kata Siauw Hong. "Aku belum pernah bertemu dengan Tuan! Biasanya para tamu yang datang ke toko kami bisa kuingat!"
Padahal maksud kata-kata Siauw Hong sebenarnya ingin mengatakan, bahwa pada seorang picek seperti An Tak, 2253
mana mungkin dia lupa" Tentu saj a An Tak yang tahu dia sedang disindir, menjadi dongkol bukan main.
"Baik, mari berkenalan!" kata An Tak.
Kemudian dia menjulurkan tangannya dengan maksud memijit tangan Siauw Hong, karena dia menganggap Siauw Hong ini kurang ajar sehingga perlu dihajar. Kok Siauw Hong pura-pura gugup dan berkata dengan ketakutan.
"Ah, mana berani aku berkenalan dengan Tuan An yang terhormat." kata Siauw Hong.
An Tak tidak peduli dia segera memegang tangan Kok Siauw Hong. Sambil menjerit seolah ketakutan, Siauw Hong bicara lagi.
"Eh, tangan Tuan keras sekali, aduh tanganku sakit sekali." kata Siauw Hong.
An Tak seolah tahu bahwa orang yang sedang dia pegang tangannya ternyata tidak bisa silat. Maka itu kesangsiannya jadi berkurang, walau dia masih tetap merasa pernah bertemu dengan Kok Siauw Hong ini.
Tapi ketika dia akan bertanya lagi, tiba-tiba terdengar penyambut tamu memberi tahu.
"Tamu agung telah tiba!" kata penyambut tamu.
An Tak menoleh, ternyata yang datang Ie Hoa Liong, dia murid Jen Thian Ngo. Ie Hoa Liong mengenakan seragam perwira pengawal kerajaan Kim. Melihat hal itu An Tak heran.
"Kenapa Ie Hoa Liong muncul di sini" Apa telah terjadi sesuatu?" pikir An Tak.
Tak lama terlihat Ie Hoa Liong mendekati Wan-yen Hoo. Lalu An Tak dan Tan Piauw buru-buru mendekat ke arah Wan-yen Hoo. Rupanya Ie Hoa Liong diperintahkan 2254
memanggil Wan-yen Hoo agar segera meninggalkan tempat pesta.
"Ada tamu yang harus Siaw Ong-ya temui sendiri!" kata Ie Hoa Liong.
"Siapa?" kata Wan-yen Hoo.
"Maaf hamba tidak tahu," jawab Ie Hoa Liong. "Ong-ya hanya memerintahkan hamba mencari Siauw Ong-ya agar pulang!"
"Baik, mari kita pulang!" kata Wan-yen Hoo.
Saat Wan-yen Hoo akan pamit, tiba-tiba An Tak tampak kesakitan sambil memegangi perutnya. Tentu saja Wan-yen Hoo jadi kaget.
"Eh, ada apa, An Tak?" tanya Wan-ten Hoo.
"Aku......aku......" An Tak menjawab sambil meringis kesakitan. Saat itu matanya mendelik, sedang keringat dinginnya bercucuran dari dahinya.
"Gabruk!" An Tak pun jatuh dan terguling di lantai dengan mulut terbuka seperti mau bicara, walau suaranya tak terdengar.
"Apa dia dilukai orang" Tadi dia ditotok hingga giginya copot! Mustahil orang itu ingin melukainya lagi" Ini keterlaluan!" kata Tan Piauw geram. An Tak diawasi oleh Wan-yen Hoo.
"Kali ini bukan jalan darah An Tak yang tertotok!" kata pangeran itu.
Tan Piauw segera memerintahkan anak-anaknya membangunkan An Tak. Ketika si pangeran Kim memeriksa nadi An Tak, tiba-tiba Wan-yen Hoo mundur karena mencium bau busuk.
2255 "Lekas bawa dia pergi!" kata Wan-yen Hoo.
"Harus di bawa ke mana?" tanya Tan Piauw yang menutup hidungnya karena bau busuk itu.
"Tentu saja ke belakang rumah ini, minta bantuan orang piauw-kiok. Kau kira mau di bawa ke mana" Kita harus segera pulang!" bentak Wan-yen Hoo. "Sekarang dia sudah tidak berguna lagi!"
Kejadian tak terduga itu membuat tamu-tamu
kebingungan. Di tengah para tamu Lie Tiong Chu berbisik pada Kok Siauw Hong
"Kau memang hebat, saudara Kok, caramu jauh lebih bagus dari caraku tadi. Si Rase Liar An Tak benar-benar sial, jika dia matipun dia tidak tahu siapa pembunuhnya?"
kata Lie Tiong Chu. -0o~DewiKZ~Aditya~aaa~0o-
BAB 84 Jen Thian Ngo Muncul Di Tengah Pesta;
Rumah Teng Sit Dikepung Tentara Kim
Mendengar pujian Lie Tiong Chu, Kok Siauw Hong tersenyum, dia berbisik pada kawan barunya ini dengan suara perlahan tapi jelas.
"Jika melihat kepandaiannya, aku jamin dia tak akan mati!" kata Kok Siauw Hong.
"Walau tidak mati, tetapi rasa sakitnya sudah merupakan siksaan yang luar biasa!" kata Lie Tiong Chu.
Ternyata apa yang dilakukan Kok Siauw Hong hanya berjabatan tangan dengan An Tak, orang tidak bisa menuduh dia yang mengerjainya. Rupanya saat dia diajak 2256
bersalaman oleh An Tak, sengaja Kok Siauw Hong menyalurkan Siauwyang-sin-kang ke tangan An Tak.
Karena ilmu itu sudah dipelajari Kok Siauw Hong hingga hampir sempurna, hingga saat bersalaman tadi sedikit pun An Tak tak merasakan apa-apa. Tetapi saat dia mau menghampiri Wan-yen Hoo, secara tiba-tiba barulah dia merasa perutnya sakit bukan main. Isi perut An Tak seolah bergolak, karena tak tahan tanpa terasa dia buang air besar.
Saat itu keadaan mulai kacau, tiba-tiba muncul seorang tamu baru ternyata dia Jen Thian Ngo, ayah Jen Ang Siauw.
Karena semua tamu belum tahu Jen Thian Ngo telah menjadi antek bangsa Kim, maka tak heran jika semua tamu gembira atas kedatangan tamu itu, sedang Kok Siauw Hong kaget.
Rupanya Kok Siauw Hong kuatir penyamarannya akan ketahuan oleh Jen Thian Ngo. Saat tak ada yang memperhatikan dirinya, diam-diam Kok Siauw Hong pergi untuk menghindari pertemuan dengan Jen Thian Ngo.
Kemudian dia keluar dari ruang tamu lewat pintu samping.
Melihat kedatangan Jen Thian Ngo tentu saja Wan-yen Hoo girang. Mungkin mereka sudah berjanji datang secara berturut-turut. Kedatangan Jen Thian Ngo diharapkan oleh pangeran Kim ini, agar dia bisa menyelidiki tamu-tamu Beng Teng.
Karena sudah berjanji dengan Wan-yen Hoo, setiba Jen Thian-Ngo ke sana, dia berpura-pura tidak kenal dengan pangeran muda itu. Malah dia langsung menemui Beng Teng untuk menyampaikan selamat pada tuan rumah. Saat itulah Tan Piauw dan putra-putranya sedang menggotong An Tak dan masih berdiri di samping Beng Teng dengan 2257
perasaan bingung. Melihat keadaan AnTak, Jen Thian Ngopun tampak kaget. Setelah bicara sejenak dengan tuan rumah, Jen Thian Ngo pura-pura bertanya.
"Siapa dia?" kata Jen Thian Ngo.
"Kebetulan Anda datang, Jen Tay-hiap," kata Beng Teng. "Karena kau sangat berpengalaman, tolong kau periksa penyakit orang ini! Apa dia dijahili orang atau memang sakit" Itu Siauw Ong-ya, dan orang ini bernama An Tak!" kata Beng Teng.
Dengan sikap dingin terpaksa Jen Thian Ngo berkenalan dengan Wan-yen Hoo.
"Aku cuma rakyat biasa, maka itu untuk mengurus anak buah seorang pangeran, aku tak berani!" kata Jen Thian Ngo.
Wan-yan Hoo pun bersikap acuh-tak-acuh.
"Pengikutku ini mendadak sakit keras, karena disini sulit mencari tabib, jika Anda tidak keberatan Tuan Jen mau membantu memeriksanya. Mati atau hidup kau tidak akan bertanggung-jawab."
Beng Teng sebagai tuan rumah tentu tidak ingin ada orang mati di rumahnya, dia juga ikut memohon pertolongan pada Jen Thian Ngo. Merasa didesak akhirnya Jen Thian Ngo menganggukkan kepalanya.
"Baiklah," kata Jen Thian Ngo, "akan kucoba memeriksanya!"
Tak lama Jen Thian Ngo sibuk memeriksa denyut nadi An Tak. Diam-diam dia terkejut, ternyata Siauw-yang-sinkang yang dipelajari Jen Thian Ngo tidak setinggi yang dipelajari oleh Kok Siauw Hong, luka yang diderita An Tak 2258
diketahuinya karena Siauw-yang-sin-kang. Dia pun jadi curiga.
"Apa Kok Siauw Hong ada di sini?" pikir Jen Thian Ngo.
"Bagaimana keadaannya Jen Lo-sian-seng?" kata Wanyen Hoo ingin tahu.
"Dia sakit, tapi tak berbahaya, akan kucoba mengobatinya," kata Jen Thian Ngo.
"Baik, aku mohon kau menolonginya," kata Wan-yen Hoo.
Sesudah itu Wan-yen Hoo pamit pada Jen Thian Ngo maupun Beng Teng karena akan segera meninggalkan tempat pesta. Seperginya pangeran Kim itu, Jen Thian Ngo berkata sinis.
"Jika dia bukan tamumu, aku tak mau menolonginya!"
kata Jen Thian Ngo. "Benar, tolongi dia, apa yang kau butuhkan akan kusediakan" kata Beng Teng agak gugup.
"Aku butuh sebuah kamar," kata Jen Thian Ngo.
"Ada, mari ikut aku," kata Beng Teng.
Tio Pin dan yang lainnya menggotong An Tak yang baunya bukan main ke kamar yang disediakan Beng Teng, saat itu Jen Thian Ngo mengikutinya. Tiba-tiba...
"Siapa kau?" bentak Jen Thian Ngo.
Saat itu Jen Thian Ngo melihat bayangan berkelebat di tempat yang agak gelap dekat kamar dan dapur yang ditunjukkan Beng Teng.
"Barangkali tukang masak!" kata Beng Teng.
2259 Sebenarnya Beng Teng juga melihat bayangan itu hingga dia pun terkejut juga.
"Rasanya bayangan orang itu seperti orang yang kukenal," kata Jen Thian Ngo.
Pada saat bersamaan Beng In, putera kedua Beng Teng menuntun seseorang, mereka muncul dari kegelapan.
"Siapa orang ini, dari mana dia?" tanya Beng Teng.
"Orang ini pengantar arang," jawab Beng In.
Melihat wajah tukang arang itu, Jen Thian Ngo percaya, bayangan tadi memang bayangan tukang arang itu. Dia jadi tak curiga lagi, ditambah lagi Beng In anak masih muda belia, dia baru berumur sekitar 16 tahun. Dia yakin anak itu tidak akan membohongi ayahnya, juga dia tidak kenal pada Kok Siauw Hong.
Semula Jen Thian Ngo ingin melihat lebih dekat wajah tukang arang itu. Tapi karena keburu datang orang-orang yang menggotong An Tak, dan An Tak pun tak henti-hentinya merintih kesakitan, Beng Teng mendesak Jen Thian Ngo agar segera mengobati tamunya itu.
"Baik, silakan Tuan Beng layani tamu-tamu saja," kata Jen Thian Ngo.
Mungkin karena Jen Thian Ngo ingin bicara empat mata dengan An Tak, dia minta Beng Teng meninggalkannya.
"Aku harus ganti pakaian, harap Tio-heng wakili aku melayani tamu-tamu," kata Beng Teng pada Tio Pin.
Tapi Tio Pin pun bilang dia juga mau ganti pakaian karena terkena kotoran ketika menggotong An Tak. Melihat Tio Pin dan putranya sudah pergi, Beng Teng buru-buru ke dapur. Ternyata di dapur terdapat pelataran kecil. Saat itu 2260
tukang arang itu masih ada di sana, malah ditemani Beng In dan Chu Cu Kia.
Melihat Beng Teng muncul, tukang arang itu menyeka wajahnya yang kotor terkena arang, lalu berkata sambil tertawa.


Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Beng Lo-piauw-thauw, ini aku!" kata tukang arang itu.
Beng Teng terkejut setelah melihat jelas siapa "tukang arang" itu, dan ternyata dia Kok Siauw Hong adanya. Beng Teng mengajak Kok Siauw Hong ke kamar lain, sesudah menutup pintu kamar, Beng Teng bertanya.
"Kok Siauw-hiap, kau sangat berani." kata Beng Teng.
"Aku diperintah oleh Liu-li-hiap untuk menemuimu,"
kata Kok Siauw Hong. "Untung Chu Cu Kia mengenaliku dan aku disuruh menyamar jadi tukang arang. Putramu sangat cerdik. Aku kira Jen Thian Ngo tidak akan tahu siapa aku. Pamanku itu berkhianat, mungkin kau pun sudah tahu?"
"Ya, Jen Thian Ngo agak curiga, sudah jangan hiraukan dia!" kata Beng Teng. "Ada masalah apa kau diutus ke mari?"
"Tidak ada, dia hanya ingin kau membantu menyelidiki keadaan musuh," jawab Siauw Hong.
"Wan-yen Hoo pernah datang ke tempatku, rupanya dia mencurigaiku," kata Beng Teng. "Aku rasa sulit bagiku meninggalkan ibukota, aku tak tahu bagaimana cara kita berhubungan?"
"Aku menginap di toko sutera "Hong-hok", Tuan Teng orang Tiang-keng-pang yang baru mengadakan persekutuan dengan Kim-kee-leng, dia kawan seperjuangan kita," kata Siauw Hong.
2261 "Tadi Tan Piauw tak mengajaknya bicara, barangkali dia sudah tahu dan curiga padanya," kata Beng Teng.
"Tuan Teng cerdas, rasanya dia bukan orang yang lemah," kata Siauw Hong.
"Apa kau punya urusan lain?" kata Beng Teng.
Beng Teng tak bisa berlama-lama karena akan dicurigai.
"Ada, mengenai masalah pribadi," kata Siauw Hong sambil mengeluarkan sehelai uang kertas. "Uang ini berjumlah seribu tail perak, mertuaku minta agar aku menyerahkannya padamu, harap kau menerimanya"
"Uang apa ini?" tanya Beng Teng.
"Mertuaku bilang dia masih berhutang separuh biaya pengawalanmu dulu," kata Siauw Hong.
Beng Teng kelihatan kurang senang.
"Sesudah tahu mertuamu yang minta aku mengawal putrinya, mana berani aku minta biaya padanya. Ditambah lagi aku tidak mampu memenuhi kewajibanku dan nona Han tidak sampai di rumahmu, betapa malunya aku menerima uang ini." kata Beng Teng.
"Bagaimana jika aku bicara terus-terang," kata Siauw Hong.
"Silakan saja," kata Beng Teng.
"Kini kau membuka perusahaan baru, bukankah kau masih kekurangan modal?" kata Kok Siauw Hong.
"Benar, tapi mana berani kuterima uang itu!" kata Beng Teng.
"Maaf Beng Lo-cian-pwee, karena terlalu waktu mendesak, biar aku bicara langsung saja. Kau telah menerima rekan kerja baru bernama Tio Pin, menurut 2262
pendapatku dia bukan orang baik, dia malah berbahaya bagimu." kata Siauw Hong.
"Ya, dia agak kikir, tapi belum terlalu jahat. Aku bersekutu dengannya hanya karena dia punya hubungan luas di Tay-toh. Tapi bagaimanapun nasihatmu ini, pasti kuperhatikan! Aku akan selalu waspada menghadapi dia."
kata Beng Teng. Ketika Kok Siauw Hong mendesak agar Beng Teng menerima uang itu, Beng Teng tetap menolak. Sesudah didesak akhirnya dia berkata, "Baiklah, uang ini kuterima untuk sementara sebagai pinjaman. Tapi aku tak akan menggunakannya untuk kepentingan perusahaanku. Uang ini akan kumanfaatkan untuk masalah lain. Apa kau pernah bertemu dengan Kang-lam Tay-hiap Kheng Ciauw alias Ciu Cioh di Lim-an?"
"Pernah sekali di tempat Bun Tay-hiap," kata Siauw Hong. "Apa ada masalah?"
"Dia punya seorang anak lelaki bernama Kheng Thian, usianya sekarang sekitar 14-15 tahun. Dulu ketika Kheng Tayhiap memimpin pasukan ke Selatan, putranya itu ditinggalkan di daerah Utara, karena aku sudah tahu di mana Kheng Tayhiap berada, aku mau mengirim putranya itu. Uangmu ini akan kugunakan untuk masalah itu!"
"Baik, akan kusampaikan hal ini pada Kheng Tay-hiap,"
kata Kok Siauw Hong. Sebelum Beng Teng keluar untuk melayani Jen Thian Ngo, dia memberi sebuah alamat dan nama temannya yang tinggal di See-san, di kota Barat dengan pesan.
"Jika di tempat Teng Sit kurang aman kalian boleh pindah ke rumah temanku itu." kata BengTeng.
2263 Ketika Beng Teng keluar dan pergi ke ruang tamu, terlihat Jen Thian Ngo dan An Tak sudah menunggu kedatangannya.
"Eh, ke mana saja kau, aku mencarimu untuk mohon diri," kata Jen Thian Ngo.
Beng Teng beruasaha tenang dan menjawab.
"Ah, Jen Tay-hiap sangat lihay, hanya sebentar kau bisa mengobati Tuan An! Kenapa Jen Tay-hiap terburu-buru pergi" Jika mau silakan bermalam di sini saja untuk beberapa hari," kata Beng Teng berbasa-basi.
"Ah, aku tak berani merepotkanmu. Tempatmu ni sering dikunjungi orang-orang terhormat, saudara Beng!" kata Jen Thian Ngo.
Beng Teng dongkol sekali melihat sikap Jen Thian Ngo yang angkuh itu, padahal dia seorang pengkhianat. Sikap Jen agung-agungan dan angkuh sekali. Namun, kebenciannya itu tak diperlihatkan oleh Beng Teng. Dengan sikap hormat dia mengantarkan Jen Thian Ngo dan An Tak yang akan meninggalkan ruang pesta. Saat Teng Sit itu dan Lie Tiong Chu telah pergi tanpa pamit lagi pada Beng Teng.
Ini karena mereka mendapat kisikan dari Chu Cu Kia agar mereka segera pergi.
Ketika itu Tio Pin sedang menyanjung kedatangan Jen Thian Ngo, Teng Sit cs pergi agar kepergian mereka tidak menarik perhatian tamu lain. Sesudah itu mereka bergabung dengan Kok Hong dijalan raya. Sebenarnya mereka sudah kuatir ketika Jen Thian Ngo muncul di tengah pesta itu..
"Mungkin para tamu itu tidak tahu aku yang mengerjai An Tak," kata Kok Siauw Hong. "Tapi tidak Jen Thian Ngo. Dia lihay dan berpengalaman. Bukan tidak mungkin 2264
dia tahu aku pelakunya, walau dia tak tahu aku menyamar jadi pembantumu, Tuan Teng."
"Ya, tetapi kita pun harus berhati-hati dan waspada,"
kata Teng Sit memperingatkan.
"Kata Beng Lo-piauw-thauw, seorang temannya bernama Ho Kian Hang tinggal di See-san," kata Siauw Hong. "Dia pun berpesan jika keadaan sangat mendesak, kita bisa tinggal sementara di rumah temannya itu."
"Aku sudah tahu orang she Ho itu, walau dia tidak kenal aku," kata Teng Sit. "Yang pasti aku tidak bisa terusmenerus bersembunyi begitu saja agar tidak mencurigakan pihak musuh. Sebaiknya kita bertindak sesuai keadaan saja."
Sesampai di rumah Teng Sit, Kok Siauw Hong langsung menceritakan pengalamannya pada Jen Ang Siauw, terutama tentang ayahnya yang muncul di tempat Beng Teng. Mendengar cerita Kok Siauw Hong tentu saja Jen Ang Siauw jadi berduka.
"Kalau begitu dia sudah bertekad akan menjadi pengikut Wan-yen Hoo. Rasanya aku tak akan bisa membujuknya supaya insaf," kata Jen Ang Siauw.
"Semua orang pasti bisa melakukan kesalahan, termasuk Ayahmu. Kau sudah melakukan kewajibanmu, maka kau tidak perlu bersedih atau malu," kata Kok Siauw Hong.
"Sekarang ada sesuatu yang ingin kutanyakan padamu."
"Tentang apa?" kata Jen Ang Siauw.
"Sudah mencapai tingkat berapa Siauw-yang-sin-kang yang di latih oleh Ayahmu?" tanya Kok Siauw Hong.
2265 "Aku sama sekali tidak tahu tentang Siauw-yang-sinkang yang dipelajari oleh ayahku," jawab Ang Siauw.
"Yang jelas dalam ilmu itu pasti bukan tandinganmu."
Sekarang Kok Siauw Hong pun tahu. bahwa ilmu Jen Thian Ngo belum tinggi sekali. Tapi yang mencemaskan dia jika Jen Thian Ngo mengenali apa yang dilakukan terhadap An Tak. Jika hal itu ketahuan bisa kacau. Malam harinya Jen Ang Siauw tak bisa tidur. Padahal sudah berbagai cara Han Pwee Eng berusaha menentramkan hati Jen Ang Siauw.
"Kau jangan berduka, bunga teratai yang tumbuh di lumpur pun akan tetap suci. Sekalipun Ayahmu tersesat dijalan yang salah, kau masih punya sahabat seperti kami,"
kata Han Pwee Eng. Hati Jen Ang Siauw agak terhibur juga mendengar ucapan Han Pwee Eng itu. Tetapi sebelum mereka tidur, tiba-tiba daun jendela terbuka, menyusul dengan itu seseorang melompat ke dalam kamar mereka.
"Anakku, sejak kecil
aku menyayangimu, apakah sekarang kau ingin melupakan
Ayahmu?" kata Jen Thian Ngo.
Bukan main kagetnya Jen Ang Siauw, sesudah
menenangkan rasa kagetnya, nona Jen lalu bicara.
"Jika Ayah mau berpihak pada kami dan menjadi orang baik, sudah tentu aku tetap menjadi putrimu dan kau Ayahku." kata Jen Ang Siauw.
"Lucu sekali, pada umumnya anak-anak tunduk pada orang tuanya, lagipula mana ada Ayah yang harus menuruti 2266
kehendak anaknya?" kata Jen Thian Ngo. "Baik buruk aku ini ayahmu, ayo ikut aku pulang!"
"Tidak, aku tidak akan ikut Ayah," kata Jen Ang Siauw.
Tiba-tiba. "Week!" Pakaian Ang Siauw robek. Tapi untung karena Jen Thian Ngo kuatir putrinya terluka, dia melepaskan cengkramannya. Kalau tidak pasti nona itu terluka oleh cengkraman ayahnya. Melihat situasi demikian, Han Pwee Eng segera meniup lampu dan menarik Jen Ang Siauw ke belakang dia.
"Jen Lo-sian-seng, setiap orang punya cita-cita sendiri, kau tidak bisa memaksa kehendak putrimu." kata Han Pwee Eng.
"Sebenarnya anakku tidak kurang ajar, dia jadi begini garagara kau hai perempuan hina! Pasti kau yang mempengaruhinya," kata Jen Thian Ngo. "Baik, aku akan membuat perhitungan denganmu!"
Kamar itu gelap, terpaksa Jen Thian Ngo mencengkram berdasarkan suara nona Han tadi. ketika itu Han Pwee Eng menghunus pedang lalu menebas tangan Jen Thian Ngo yang hendak mencengkramnya. Mendengar suara tebasan pedang lawan, Jen Thian Ngo mengibaskan lengan bajunya untuk melibat pedang nona Han, sedang tangan yang lain menghantamnya.
"Braak!" Tak lama meja hias yang terhajar pukulan tangan Jen Thian Ngo itu gompal sebagian. Hampir saja pedang di tangan Han Pwee Eng terampas oleh Jen Thian Ngo. Tak 2267
lama dia tendang meja itu hingga terjungkal, disusul tangan Jen Thian Ngo menghantam lagi.
"Ayah, kau melukaiku!" jerit Jen Ang Siauw.
Jen Thian Ngo terkejut bukan kepalang, segera dia mengubah pukulannya menjadi totokan jari tangannya.
Han Pwee Eng memutarkan pedangnya dengan keras sekali. Karena keadaan kamar itu gelap Jen Thian Ngo tidak berani ceroboh sehingga untuk sekian lama dia belum mampu merebut pedang lawannya. Sekarang Jen Thian Ngo sadar, jeritan putrinya itu ternyata hanya sebuah tipu-muslihat.
"Anak kurang ajar!" bentak Jen Thian Ngo. "Jika kau tak mau menurutiku, dan kau sampai terluka itu pantas bagimu!"
Nona Han membacok dengan pedangnya, tapi dengan cepat Jen Thian Ngo menyentilnya.
"Cring!" Tak ampun lagi pedang nona Han tergetar menyamping dari sasaran. Benturan itu menimbulkan seberkas cahaya.
Jen Thian Ngo juga tak mau menyia-nyiakan kesempatan itu. Melihat kesempatan itu, dia langsung maju sambil mencengkram ke arah bahu nona Han. Melihat situasi yang membahayakan itu Jen Ang Siauw berseru.
"Ayah, aku tak mau ikut kau. Silakan kau bunuh aku!"
teriak nona Jen. "Kau tak boleh mencelakai Nona Han!"
Saat itu bahu nona Han sudah tercengkram. Tapi karena Jen Ang Siauw berlaku nekat, tiba-tiba terdengar ayahnya mengeluh, tangannya yang mencengkram bahu Han Pwee Eng terlepas.
2268 Mendengar jeritan Jen Ang Siauw, Kok Siauw Hong dan Lie Tiong Chu terjaga dari tidurnya. Mereka memburu ke kamar nona Jen dan Han Pwee Eng. Pada saat yang tepat mereka tiba. Dalam kegelapan Jen Thian Ngo tak melihat apa-apa. Saat merasakan ada angin berkesiur, Jen Thian Ngo membalikkan tubuhnya sambil menyerang dengan cengkramannya. Tak lama tangan Jen Thiang Ngo bentrok dengan tangan Kok Siauw Hong dan dia mampu
menghindari serangan Lie Tiong Chu.
Mereka langsung bertarung. Tapi dalam sekejap Jen Thian Ngo sudah tahu siapa lawannya. Dia kaget sekali.
Walau serangan Kok Siauw Hong bisa dikenalinya, serangan Lie Tiong Chu yang menggunakan jurus Keng-sin-ci-hoat milik Bulim-thian-kiauw pun dia kenali juga.
Tenaga pukulan Jen Thian Ngo yang hebat membuat Lie Tiong Chu sesak napas. Apalagi dia pun sudah tertotok hingga tubuhnya mulai kaku, untung dia bertenaga lumayan lihay..
"Ilmu Tiam-hiat bocah ini hebat dan aneh, rasanya mirip kepandaian Wan-yen Hoo, tapi dia bukan orang Kim.
Janganjangan dia murid Bu-lim-thian-kiauw?" pikir Jen Thian Ngo yang berpengalaman itu.
"Jen Thian Ngo, mau apa kau datang ke mari" Apa Wan-yen Hoo yang menyuruhmu?" bentak Kok Siauw Hong.
"Kurang ajar kau, Kok Siauw Hong!" damprat Jen Thian Ngo. "Aku ini pamanmu, dan aku hanya mencari putriku, lalu apa hubungannya denganmu?"
"Kau pengkhianat bangsa dan anjing musuh kami!" kata Kok Siauw Hong. "Aku tak mau mengakuimu sebagai pamanku! Ingat putrimu pun tak mau ikut denganmu!"
Karena malu Jen Thian Ngo jadi gusar bukan kepalang.
2269 "Putriku berubah sifat karena pengaruh kalian!" bentak Jen Thian Ngo. "Kok Siauw Hong, kau bergabung dengan kaum pemberontak, aku ingin menolongimu, tapi kau berani melawan pamanmu. Kau jangan sesalkan aku!"
Sambil berkata Jen Thian Ngo menyerang dengan gesit Kok Siauw Hong melakukan perlawanan, dia dibantu oleh Lie Tiong Chu, dan Jen Thian Ngo mereka keroyok berdua.
Dongkol, gusar jadi satu saat dia menghadapi Kok Siauw Hong dan Lie Tiong Chu. Tapi jika ingat nona Jen dia jadi sedih.
"Jen Thian Ngo, sia-sia saja tingkahmu tadi di tempat pesta!" kata Kok Siauw Hong.
"Apa kau tak malu, berlagak jadi jagoan sejati" Padahal hatimu busuk bukan main! Sekarang kau tinggalkan tempat ini, jika tidak kau ingat golokku yang tak punya mata bisa membunuhmu!" kata Jen Ang Siauw.
Diam-diam Han Pwee Eng menggelengkan kepalanya mendengar kepolosan Jen Ang Siauw. Kedatangan Jen Thian Ngo yang sudah jelas sedang melaksanakan tugas dari Wan-yen Hoo, mana mungkin berharap dia mau menjaga rahasia mereka. Benar saja tiba-tiba Jen Thian Ngo bicara.
"Enak saja kau bicara, Kok Siauw Hong sudah tahu siapa aku ini" Mana mungkin aku biarkan dia hidup! Kau anakku, karena kau tak mau menuruti kata ayahmu, kau juga akan kutangkap!" kata Jen Thian Ngo.
"Adik misan, minggir! Karena dia tak mau pergi, biar kami mengusirnya!" kata Kok Siauw Hong.
Pertarungan di ruang gelap berlangsung kembali. Hal itu sangat berbahaya bagi Jen Thian Ngo yang dikeroyok beramai-ramai. Karena sudah tahu "persembunyian 2270
mereka" maka pikirnya mengapa pertarungan itu harus dilanjutkan. Tiba-tiba dia melancarkan serangan dahsyat untuk mendesak lawannya mundur. Kemudian secara tibatiba dia melompat ke luar jendela dan kabur.
"Sudah, jangan dikejar! Dia sudah pergi!" kata Jen Ang Siauw.
"Siapa bilang aku pergi. Dengar! setiap orang yang ada di sini tak kuizinkan keluar dari sini!" kata Jen Thian Ngo sambil tertawa.
Nona Jen mengawasi ke luar kamar, dia lihat ayahnya sedang berdiri tegak di pelataran rumah Teng Sit. Kok Siauw Hong terkejut dia sadar ada bahaya. Maka itu dia melompat keluar kamar bersama Lie Tiong Chu dan melancarkan serangan hebat ke arah Jen Thian Ngo.
"Jen Thian Ngo, kau bersekongkol dengan musuh bahkan kau membawa pasukan ke mari, bukan?" kata Kok Siauw Hong.
"Kau benar! Tepat sekali terkaanmu, tapi sayang terkaanmu sudah terlambat!" kata Jen Thian Ngo.
Tiba-tiba terdengar desingan suara anak panah disusul suara gedoran di pintu rumah Teng Sit. Tak lama pasukan Kim sudah menerobos masuk.
Saat di tempat pesta di rumah Beng Teng, dia memang mencurigai kedua pembantu Teng Sit. Maka sepulang ke istana Wan-yen Hoo, dia menanyai Tan Piauw dan An Tak. Malam itu Jen Thian Ngo mendatangi rumah saudagar sutera tersebut untuk mencari tahu. Sedang di luar rumah Tang Sit sudah bersiaga pasukan Kim. Jika diberi tanda, mereka akan menerobos masuk. Han Pwee Eng dan Jen Ang Siauw sudah menerjang keluar kamar. Melihat hal itu betapa gusar dan kuatirnya Jen Ang Siauw.
2271 "Lekas kalian pergi adik Eng! Biar kami yang melindungi kalian dari belakang!" kata Kok Siauw Hong.
Saat itu beberapa perwira tentara Kim sudah menerobos masuk ke halaman rumah. Melihat kedua nona itu, perwira yang menjadi pemimpin pasukan Kim berkata sambil tertawa.
"Eh cantik juga kedua nona ini. Kebetulan sekali, mereka bisa kita hadiahkan pada Ong-ya, jangan lukai mereka!"
teriak perwira Kim itu. Han Pwee Eng yang gusar segera menusuk dengan pedangnya. Perwira Kim itu berusaha menangkis serangan nona Han dengan goloknya. Tak lama terdengar suara benturan keras.
"Trang!" Ujung golok perwira Kim itu tertebas oleh pedang Han Pwee Eng hingga buntung. Perwira Kim itu terkejut dan berteriak.
"Awas pedangnya tajam dan berbahaya!" kata si perwira Kim.
"Hei, keji amat perempuan ini!" kata yang lain. Serangan Han Pwee Eng yang bertubi-tubi membuat perwira Kim itu terdesak. Tapi tak lama dua orang kawannya maju untuk membantunya. Beberapa perwira Kim lainnya langsung menghadang Jen Ang Siauw. Mereka mngeluarkan katakata kotor untuk menggoda nona Jen. Bukan main gusarnya nona Jen dia pun berteriak.
"Kau dengar tidak, Ayah" Putrimu dihina, tapi kau diam saja!" teriak nona Jen.
Beberapa perwira itu kaget, satu di antaranya berkata.
2272 "Oh, rupanya kau putri Jen Lo Sian-seng?" kata perwira itu. "Aneh, kenapa bisa begitu?"
"Anak itu masih hijau, tapi kepala batu, aku harap kalian berlaku murah hati kepadanya," kata Jen Thian Ngo.
"Anakku, lebih baik kau turuti kata-kataku, jika kau mau lari pun sudah tidak mungkin lagi, buat apa kau bela para penjahat?"
Bukan main sedihnya Jen Ang Siauw mendengar katakata ayahnya itu. Dengan air mata berlinang dia berkata.
"Tidak! Sekarang aku bukan anakmu lagi! Aku tidak mau punya ayah yang tidak tahu malu sepertimu. Sejak hari ini kita putus hubungan sebagai ayah dan anak!" kata nona Jen.
Tiba-tiba nona Jen membacok dengan goloknya sekuat tenaga ke arah seorang perwira di depannya. Dia seolah ingin melampiaskan kemarahannya pada perwira itu. Tapi perwira Kim itu tidak berani adu jiwa dengan Jen Ang Siauw, karena Wan-yen Hoo menyukai nona ini. Dengan demikian dia tidak berani mencelakai Jen Ang Siauw.
Terpaksa dia melompat ke samping untuk menghindari serangan itu. Peluang itu tidak disia-siakan oleh nona Jen, dia menerjang untuk bergabung dengan Han Pwee Eng.
Sesudah bergabung, kekuatan mereka bertambah. Walau untuk menerjang keluar halaman rumah belum mampu.
Melihat keadaan mereka terdesak, Kok Siauw Hong dan Lie Tiong Chu melancarkan serangan dahsyat. Lie Tiong Chu memainkan senjatanya, yaitu sepasang poan-koan-pit (alat tulis bangsa Tionghoa) yang terbuat dari baja murni.
Ke mana pun ujung pit itu tertuju, yang di arah selalu jalan darah yang mematikan di tubuh musuhnya. Sedang Kok Siauw Hong memutarkan pedangnya begitu hebat, dia menggunakan jurus Cit-siu-kiam-hoatnya yang lihay dan 2273
selalu menusuk jalan darah lawan. Sekalipun kepandaian Jen Thian Ngo lihay, jika menghadapi dua lawan muda yang tangguh mau tak mau dia kewalahan juga.
"Ternyata Siauw-yang-sin-kangnya telah maju pesat, bahkan Cit-siu-kiam-hoat-nya pun jauh lebih lihay dariku."
pikir Jen Thian Ngo. Ketika hati Jen Thian Ngo sedang bimbang, Kok Siauw Hong dan Lie Tiong Chu menyerang lebih gencar hingga Jen Thian Ngo terpaksa mundur. Kesempatan itu segera digunakan oleh Kok Siauw Hong berdua untuk menerjang ke luar kalangan.
Bersamaan dengan kilauan sinar pedang dan bayangan Poan-koan-pit, terdengar jeritan di sana sini. Ketiga perwira Kim tertotok oleh pit Lie Tiong Chu, sedang dua perwira Kim yang lainnya terluka oleh pedang Kok Siauw Hong.
Perwira Kim yang satunya pun secara beruntun terkena tusukan pedang Han Pwee Eng dan bacokan golok Jen Ang Siauw hingga binasa. Kelima perwira Kim yang terluka itu pun roboh semua.
Jen Thian Ngo jadi kuatir dan berteriak minta bantuan.
Dia langsung maju dan mencengkram bahu Kok Siauw Hong. Meskipun Siauw-yang-sin-kang dan Cit-siu-kiam-hoatnya tidak sehebat Kok Siauw Hong, tapi karena latihannya yang berpuluh-puluh tahun dan cukup ulet bisa menghadapi kegesitan Kok Siauw Hong. Tapi dengan gesit Kok Siauw Hong dan Lie Tiong Chu bisa melayani setiap serangan Jen Thian Ngo. Maka sulit untuk memperkirakan siapa yang akan kalah atau menang ketika itu. Saat itu Jen Ang Siauw dan Han Pwee Eng pun sudah berhasil menerjang ke luar dari kalangan pertempuran. Saat itu pasukan Kim menyerbu ke dalam rumah dan menggeledah seluruh rumah Teng Sit. Tapi karena cuaca malam itu gelap sekali, maka itu penggeledahan yang dilakukan pasukan 2274
Kim hanya bisa dilakukan separuh saja. Pada suatu ketika mendadak dari atap rumah turun sekaleng minyak panas, belasan prajurit Kim menjerit kaget karena kulit dan dagingnya melepuh. Ternyata orang yang menyiramkan minyak panas dari atas adalah Teng Sit.
"Itu orang yang kita cari, tangkap dia!" teriak seorang perwira Kim.
Tak lama secara beramai-ramai pasukan Kim langsung memburu ke halaman sebelah. Kesempatan ini digunakan oleh Han Pwee Eng dan Jen Ang Siauw untuk menerjang ke luar rumah.
"Lekas bantu Tuan Teng dan terjang ke luar, kita berkumpul di rumah sahabat she Ho itu." bisik Kok Siauw Hong pada Lie Tiong Chu.
"Baik," kata Lie Tiong Chu.
Segera dia menyerang Jen Thian Ngo dengan beberapa serangan maut. Setelah Jen Thian Ngo terdesak mundur, dia langsung melompat pergi. Kok Siauw Hong berlari ke arah lain, maksud dia untuk mengecoh Jen Thian Ngo agar mengejarnya. Dengan demikian Teng Sit yang
kepandaiannya lemah bisa terhindar dari bahaya.
Jen Thian Ngo kuatir rahasia dirinya terbongkar oleh Kok Siauw Hong, dia langsung mengejar pemuda itu.
Tanpa menghiraukan Lie Tiong Chu.
Ketika dua perwira Kim merintanginya, Kok Siauw Hong berhasil mencengkram perwira Kim itu, lalu melemparkannya ke arah Jen Thian Ngo. Tapi karena Jen Thian Ngo tahu kedua perwira itu berpengaruh di istana pangeran Wan-yen Hoo, dia terpaksa menangkap tubuh mereka agar tidak terbanting.
2275 Kesempatan itu digunakan Kok Siauw Hong untuk menyelinap dalam kegelapan. Kemudian Kok Siauw Hong memakai pakaian perwira Kim yang dikalahkan. Tapi setelah Jen Thian Ngo menurunkan kedua perwira Kim itu, dia tak melihat lagi Kok Siauw Hong berada di sekitarnya.
Namun, sekalipun Kok Siauw Hong berhasil keluar dari rumah Teng Sit, dia belum bebas dari bahaya. Di luar masih banyak pasukan Kim yang mengepungnya. Beruntung malam itu gelap sekali. Dengan demikian Kok Siauw Hong yang mengenakan pakaian seragam perwira Kim, tidak mudah dikenali hingga bisa menemukan Teng Sit di suatu tempat. Tiba-tiba dia dengar bentrokan senjata, menyusul suara bentakan.
"Setelah kupergoki kalian, mana mungkin kalian bisa kabur!" kata suara itu.
Mendengar suara orang yang keras sekali itu, Kok Siauw Hong kaget. Tapi karena di kegelapan dia tak tahu siapa orang itu. Jarak orang itu mungkin cuma puluhan meter saja dari situ. Maka itu dia mencemaskan keadaan nona Han dan nona Jen.
Kok Siauw Hong segera memburu ke arah suara itu.
Ternyata di sana terlihat seorang lelaki tinggi besar dengan kepala gundul sedang memutarkan sebatang tongkat.
Dengan demikian Han Pwee Eng dan nona Jen terhadang olehnya. Permainan tongkat si gundul pun lihay sekali, hingga debu dan pasir berterbangan karena sambaran angin tongkatnya. Ditambah lagi tentara Kim sudah datang membantunya
Kok Siauw Hong langsung maju, lalu dengan
menggunakan jurus 'Pek-hong-koan-jit' (Pelangi putih menembus matahari) dia menusuk. Tak lama terdengar suara nyaring benturan pedang dengan tongkat orang itu.
2276 Pedang Kok Siauw Hong bergetar, tangannya kesakitan.
Orang itu keheranan melihat penyerangnya berseragam tentara Kim.
"Siapa kau?" kata orang itu.
Tanpa menjawab Kok Siauw Hong, terus menyerang sebanyak tiga serangan. Dengan segera Kok Siauw Hong bekerja sama dengan Han Pwee Eng. Dengan
menggabungkan sepasang pedang ditambah sepasang golok nona Jen, mereka mampu menghadapi tongkat lawan yang hebat itu.
"Hm, kepandaian kalian boleh juga!" kata orang itu."Tapi untuk lolos dari tongkatku ini sangat sulit!"
Kemudian orang itu memutarkan tongkatnya lebih hebat hingga suaranya menderu-deru. Siauw Hong dan Pwee Eng bisa bertahan, tapi nona Jen agak kewalahan. Tiba-tiba Kok Siauw Hong terkejut dan keheranan, mengapa dia mengenali ilmu tongkat orang itu, yaitu Hok-mo-thung-hoat (Ilmu tongkat penakluk iblis) dari Siauw-lim-pay. Ternyata orang itu bernama Soa Yan Liu, bekas murid perguruan Siauw-lim-sie. Karena berkhianat dia dipecat lalu bekerja pada Wan-yen Tiang Cie.
Soa Yan Liu memutarkan tongkatnya dengan hebat, hingga Han Pwee Eng dan Jen Ang Siauw kewalahan.
Tetapi di saat gawat, Kok Siauw Hong berhasil membantu mereka, bahkan beberapa kali Soa Yan Liu harus menghadapi serangan Kok Siauw Hong yang berbahaya.
"Kau menggunakan Cit-siu-kiam-hoat. Apa kau Kok Siauw Hong?" bentak Soa Yan Liu.
"Benar, aku Kok Siauw Hong, kau mau apa?" kata Siauw Hong.
2277 "Kebetulan, aku memang mau menangkapmu!" kata Soa Yan Liu yang langsung menyerang dengan hebat.
Setelah berhasil menghalau pedang nona Han dan golok Jen Ang Siauw, tongkatnya segera menyerang kepala Siauw Hong.
Tiba-tiba terdengar suara seruling yang lembut, tetapi jelas meskipun dalam suasana pertempuran yang berisik.
Soa Yan Liu kaget, sambil membentak ia berkata.
"Siapa kau?" kata Soa Yan Liu.
Berbareng dengan teguran Soa Yan Liu, Lie Tiong Chu menotok iga Soa Yan Liu dengan serulingnya. Melihat hal itu Soa Yan Liu menarik tongkatnya untuk menjaga diri dari serangan orang she Lie itu. Soa Yan Liu kaget atas serangan yang dilakukan Lie Tiong Chu dia pun jadi kelabakan.
"Kau tidak kenal aku dan serulingku, kan"P ejek Lie Tiong Chu. "Kebetulan sekali Guruku sedang mencarimu, jika berani kau jangan lari!"
"Jadi kau murid Bu-lim-thian-kiauw?" kata Soa Yan Liu.
"Nona Jen, nona Han, lekas pergi! Murid murtad Siauw-limsie ini akan dihajar oleh Guruku!" kata Lie Tiong Chu.
Soa Yan Liu kaget dan sangsi juga kuatir. Sebab jika Bulim-thian-kiauw ada di stu, dia bukan tandingannya.
"Ah, benarkah ucapannya itu" Jika benar aku bisa celaka. Lebih baik aku waspada," pikir Soa Yan Liu.
Dulu mereka memang pernah bentrok, Soa pun telah merasakan kehebatan Bu-lim-thian-kiauw. Maka itu diajadi jerih sekali. Tak lama terdengar suara tentara Kim bersama siulan Jen Thian Ngo yang bersuit keras. Mendengar suara siulan itu, Soa Yan Liu senang bukan main.
2278 "Jen Lo-toa, lekas ke mari. Musuhmu ada di sini!" teriak Soa Yan Liu.
Saat itu Soa Yan Liu berpura-pura mengejar nona Han dan nona Jen. Padahal dia berusaha menghindari Lie Tiong Chu dan Kok Siauw Hong, karena dia takut pada Bu-lim-thiankiauw yang tiba-tiba bisa datang. Dalam kegelapan karena nona Han dan nona Jen tak kelihatan bayangannya lagi, Kok Siauw Hong mencemaskan keadaan mereka.
"Saudara Lie, harap kau lindungi Pwee Eng berdua, aku akan menghadapi Jen Thian Ngo."
Sesudah Lie Tiong Chu mengiakan, Kok Siauw Hong menerjang ke tengah pasukan Kim. Tak lama beberapa prajurit Kim telah dirobohkannya. Tapi mendadak suara seorang tua mengejeknya.
"Kok Siauw Hong, ayo ikut aku pulang!" kata Jen Thian Ngo.
-0o~DewiKZ~Aditya~aaa~0o-
BAB 85 Jen Ang Siauw Bertemu Wan-yen Hoo; Lie
Tiong Chu menyelamatkan Nona Jen
Saat itu juga Jen Thian Ngo sudah ada di samping Kok Siauw Hong. Sekalipun Kok Siauw Hong mengenakan pakaian samaran perwira Kim, Jen Thian Ngo
mengetahuinya kalau itu Kok Siauw Hong. Setelah Kok Siauw Hong melepaskan pakaian seragam perwira Kim, dia menerjang ke arah Jen Thian Ngo. Berbareng dengan itu pedangnya menusuk ke arah lawan. Tetapi bisa ditangkis oleh jari Jen Thian Ngo.
"Week!" 2279 Pakaian seragam yang dilemparkan Kok Siauw Hong robek oleh jari Jen Thian Ngo.
"Hm! Kau masih berani bertarung denganku?" kata Jen Thian Ngo yang langsung menyerang ke arah Kok Siauw Hong.
Serangan Jen Thian Ngo begitu hebat hingga pedang Kok Siauw Hong bergetar dan melenceng ke samping tak mengenai sasaran. Sedang tentara Kim yang terdorong sambaran angin serangan Jen Thian Ngo berjatuhan, hingga membuat suasana menjadi sangat kacau.
Saat Kok Siauw Hong dalam bahaya, tiba-tiba terlihat sinar pedang berkelebat ke arah Jen Thian Ngo. Ternyata itu pedang Han Pwee Eng yang muncul secara tiba-tiba di samping Kok Siauw Hong. Secepat kilat pedang nona Han menusuk ke tenggorokan Jen Thian Ngo.
Kok Siauw Hong kaget bercampur girang.
"Adik Pwee Eng, jangan hiraukan aku, pergi!" kata Kok Siauw Hong.
"Hm, kedatangan anak jahat ini kebetulan sekali, kalian berdua jangan berharap bisa lolos dari tanganku!" kata Jen Thian Ngo sedikit mengejek.
Karena Kok Siauw Hong sadar lawannya bukan ringan, dia melancarkan serangan hebat. Pedangnya sekaligus digunakan dengan pukulan tangan kosong. Tetapi Jen Thian Ngo masih sempat bergeser ke samping, lalu menyambut pukulan Kok Siauw Hong dengan keras melawan keras.
"Duuk!" Kok Siauw Hong mengerahkan seluruh tenaganya menggunakan jurus Siauw-yang-sin-kang miliknya.
2280 Meskipun dia kalah kuat dibanding Jen Thian Ngo, tetapi dalam hal Siauw-yang-sin-kang dia lebih baik. Sesudah mengadu pukulan, pemuda ini terdorong mundur beberapa langkah ke belakang. Tak lama darah segar keluar dari mulutnya. Sebaliknya lengan Jen Thian Ngo tiba-tiba terasa kaku.
Nona Han segera menarik Kok Siauw Hong lalu diajak melarikan diri, sesudah itu dia menanyakan keadaan pemuda itu dengan perasaan kuatir.
"Kau terluka?" "Aku tidak apa-apa," jawab Kok Siauw Hong. "Tapi bagaimana keadaan adik Jen?"
"Entah, dia berpencar denganku, mungkin dia sudah lolos!" kata nona Han.
Saat tahu Kok Siauw Hong sendirian dalam bahaya, tanpa pikir panj ang nona Han berbalik untuk membantu kekasihnya. Karena itu dia lupa meninggalkan Jen Ang Siauw. Dalam kegelapan, ketika Jen Ang Siauw kehilangan Han Pwee Eng, diajadi gugup, hingga terpaksa lari tanpa melihat arah lagi. Sebisanya dia berusaha menyelamatkan diri. Saat berada di depan sebuah hutan, dia berhenti sejenak dan berpikir.
"Eh, apa ini yang dinamakan "Tian-tay" (Loteng Langit)?" pikir nona Jen. "Ah aku tak peduli yang penting aku bisa bersembunyi dan selamat!"
"Thian-tay" tempat sembahyang 'memuja langit' bagi para raja yang berkuasa saat itu. Luasnya beberapa li. Di sekitar Thian-tay ditanami pohon cemara dan hutan cemara itu berdaun rindang. Di tengah hutan cemara itu terdapat beberapa istana yang megah. Setiap setahun sekali atau dua kali raja mengadakan sembahyang di sana. Pada hari biasa 2281
tempat itu dijaga oleh prajurit karena terlarang untuk umum. Maka tak heran jika tidak ada yang berani datang ke sana, walau penjagaan bisa dikatakan dilakukan hanya sekadarnya saja.
Ketika Jen Ang Siauw menyusup ke dalam hutan cemara, di sana dia lihat beberapa prajurit Kim sedang meronda. Mereka pasti tidak menyangka jika daerah terlarang itu akan didatangi seorang nona cantik.
Diam-diam Jen Ang Siauw bergerak ke sana. Tapi tibatiba terlihat cahaya berkelebat, tak lama seseorang muncul di depannya. Bukan main kagetnya Jen Ang Siauw ketika mengenali orang itu ternyata Wan-yen Hoo. Saat itu Wanyen Hoo memegang lilin dan di tangan lain sebuah kipas.
Sambil tersenyum ceriwis Wan-yen Hoo berkata.
"Oh, rupanya kau, nona Jen! Sungguh tepat pepatah yang mengatakan. "Jika memang jodoh mau ke mana?"
kata Wan-yen Hoo sambil tertawa ceriwis.
Jen Ang Siauw diam saja. Tapi secara tiba-tiba dia membacokkan goloknya. Wan-yen Hoo buru-buru memadamkan lilinnya, lalu kipasnya dipakai menangkis golok si nona secara perlahan.
"Eh, nona, kenapa kau galak begini?" katanya.
"Bukankah kita pernah bersahabat" Siang dan malam aku senantiasa merindukanmu."
Karena malu, dan gemas Jen Ang Siauw dengan kasar memaki Wan-yen Hoo.
"Hm! Siapa yang mau berteman denganmu?" kata nona Jen.
Dia pun menyerang pemuda Kim itu secara bertubi-tubi.
Tetapi serangannya bisa dipatahkan oleh kipasnya yang 2282
lihay. Sambil tertawa dan mengolok-olok nona Jen dia berkata.
"Hai, nona! Ayahmu sudah menerima lamaranku. Jika kau membunuh aku berarti kau membunuh suamimu sendiri, kenapa kau tega sekali" Lebih baik kau ikut aku pulang!" kata Wan-yen Hoo sambil tersenyum.
Saat menangkis serangan nona Jen, tangannya mencoba menangkap si nona. Bukan main gusarnya nona Jen. Tapi karena sadar dia bukan tandingan Wan-yen Hoo yang lihay, dia membalikkan tubuhnya untuk lari. Ketika itu peronda yang mendengar suara keributan itu, segera membentak.
"Siapa itu?" Wan-yen Hoo gusar segera membentak.
"Aku! Tidak ada apa-apa, lekas kalian kembali ke tempatmu!" kata Wan-yen Hoo.
Walau peronda itu mendengar ada suara dua orang. Tapi karena Wan-yen Hoo telah memperingatinya, maka dengan terpaksa mereka pergi.
Saat itu di kegelapan malam Jen Ang Siauw telah menyelinap kian ke mari di tengah hutan cemara. Tiba-tiba di depan dia terlihat ada cahaya kuning keemasan. Dari sana sebuah bangunan aneh laksana sebuah payung raksasa kelihatan berwarna emas yang muncul di depannya dan bertengger ke atas. Ternyata itu sebuah bangunan yang diberi nama "Hong-kiong-ih", salah satu istana di Thian-tam.


Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bentuk Hong-kiong-ih itu bundar dan atapnya tanpa penyangga, gentingnya terdiri dari kaca berwarna biru langit, mirip dengan sebuah payung biru beratap emas.
2283 Karena Hong-kong-ih tempat terlarang bagi umum di Istana Terlarang, para penjaga tidak boleh memasuki tempat itu. Hal ini tentu tidak diketahui oleh Jen Ang Siauw. Maka itu dia heran melihat bentuk bangunan yang aneh itu.
"Di sini ada orangnya atau tidak?" pikir nona Jen.
Seketika dia ragu untuk bersembunyi di bangunan aneh itu. Apalagi ketika terdengar suara Wan-yen Hoo berkata padanya.
"Jangat takut, nona, di sini kita takkan diganggu orang lain." kata Wan-yen Hoo.
Suara pemuda itu seperti dekat di telinganya, maka tak heran jika nona itu kaget bukan kepalang. Dia berbalik dan langsung membacok, tapi serangan itu tak mengenai sasaran. Ternyata Wan-yen Hoo tak ada di sisinya, tapi ada di balik tembok "Hwee-im-pie" atau tembok tembus suara.
Jika orang bicara di balik tembok itu, suaranya akan tembus ke bagian lain. Tapi nona Jen tak tahu hal ini, demikian juga dengan pemuda Kim itu, juga dia tak tahu keberadaan nona Jen itu di mana. Saat nona Jen sedang kebingungan, tiba-tiba Wan-yen Hoo bicara lagi.
"Aku di sini, Nona!" katanya.
Tak lama kelihatan Wan-yen Hoo berjalan sambil mengipasi dirinya menghampiri nona Jen Ang Siauw. Di belakang nona Jen terdapat dinding, sedang dari depan dia pemuda itu mendatangi. Dengan demikian nona Jen terdesak karena tak ada jalan lain. Dia kaget karena merasa terjebak.
"Tempat ini paling baik untuk pertemuan rahasia, kebetulan kau datang sendiri, ini pertanda kita memang ditakdirkan berjodoh," kata Wan-yen Hoo. "Untuk 2284
berkelahi sudah tentu kau tak akan bisa mengalahkan aku, lebih baik kita bicara baik-baik saja."
Jen Ang Siauw tidak menjawab malah memutar
sepasang goloknya menyerang secara membabi-buta.
"Sekalipun harus mati aku akan adu jiwa denganmu!"
kata Jen Ang Siauw. "Hei, kau mau membunuh suamimu" Jangan! Aku sayang padamu!" kata Wan-yen Hoo. Sedangkan kipasnya bergerak dengan cepat dan...
"Traang!" Salah satu golok Jen Ang Siauw terlepas dari tangannya.
"Benarkan kataku" Apa kau masih ingin berkelahi terus?"
kata Wan-yen Hoo mengejek. "Sudah, ayo kucium kau!"
Saat terdesak dan nona Jen akan bunuh diri dengan cara membenturkan kepalanya ke dinding, tiba-tiba ada suara seseorang yang sudah di kenalnya berseru.
"Jangan takut, nona Jen, aku datang membantumu!"
kata suara orang itu. Saat Wan-yen Hoo merasa ada sambaran angin dari belakangnya, dia memutarkan kipasnya untuk menotok pergelangan tangan orang itu. Ternyata orang itu bersenjata Giok-siauw atau seruling kemala dan langsung membalas menotok ke punggung lawan dengan ilmu Thian-cu-hiat.
Namun, Wan-yen Hoo memutarkan kipasnya untuk menangkis, sehingga terjadi benturan senjata mereka tak terhindarkan.
"Trang!" Wan-yen Hoo berhasil menjatuhkan senjata lawan. Tapi tiba-tiba dia merasakan punggungnya panas seolah terbakar. Merasa punggungnya sakit, bukan main kagetnya 2285
Wan-yen Hoo. Dia pun langsung melompat mundur beberapa langkah.
"Siapa kau?" bentak Wan-yen Hoo.
Tapi orang itu terus mengikuti ke mana Wan-yen Hoo bergerak, tak lama senjatanya kembali menotok Wan-yen Hoo.
"Hm, walau kau tidak kenal aku, tapi seharusnya kau tahu senjataku!" kata Lie Tiong Chu.
Ilmu Thian-cu-hiat memang kebanggaan Bu-lim-thiankiauw, yakni Keng-sin-pit-hoat berdasarkan gambar Hiat-totong-jin pusaka Kerajaan Song yang dicuri bangsa Kim. Selama ini benda itu tersimpan di keraton Kerajaan Kim. Untuk mempelajari ilmu tiam-hiat yang ada dalam lukisan di patung tembaga itu, Wan-yen Tiang Cie pernah mendirikan sebuah "lembaga penelitian khusus" dia mengundang semua ahli ilmu silat dari negeri Kim untuk menyelidikinya. Ternyata cara memecakan arti lukisan itu menghasilkan 13 halaman lukisan. Hanya Bu-lim-thiankiauw dan Wan-yen Tiang Cie yang pernah membaca tulisan itu secara lengkap. Tetapi tentang kesimpulan yang mereka peroleh, ternyata berbeda-beda, walau perbedaan itu tidak banyak. Sedang ilmu totok poankoan-pit maupun dengan seruling dari Lie Tiong Chu, dibanding dengan ilmu totok kipas Wan-yen Hoo, bisa dikatakan berasal dari satu sumber. Tetapi Wan-yen Tiang Cie maupun anaknya jerih kepada Bu-lim-thian-kiauw. Tak heran jika Wan-yen Hoo kaget saat melihat senjata Lie Tiong Chu. Nona Jen segera memungut goloknya yang tadi terjatuh oleh lawan.
"Lie Toa-ko, kebetulan kau datang, tangkap bangsat ini!"
kata nona Jen. Lie Tiong Chu menggagalkan beberapa serangan Wanyen Hoo, pemuda Kim ini lalu membentak.
2286 "Hm! Rupanya kau murid Bu-lim-thian-kiauw, yang bergabung dengan negara musuh bangsa Kim. Kami memang sedang mencari dia untuk ditangkap! Hm! Jangan harap kau bisa lolos dari tanganku!" kata Wan-yen Hoo.
"Apa susahnya jika kau ingin mencari Guruku," kata Lie Tiong Chu. "Tak lama lagi dia akan sampai di sini."
Tujuan Wan-yen Hoo berkata begitu, dia ingin memancing dan mengetahui, benarkah Bu-lim-thian-kiauw ada di Tay-toh atau tidak" Mendengar tak lama lagi Bu-limthian-kiauw akan tiba, bukan main kagetnya Wan-yen Hoo.
Segera Lie Tiong Chu melakukan serangan berbahaya ke arah lawan. Tiba-tiba senjata serulingnya bergerak membuat suatu lingkaran, lalu keempat jalan darah Wanyen Hoo diserangnya.
"Jika bisa tangkap saja dia hidup-hidup!" teriak nona Jen.
Sesudah berkata dia langsung menerjang masuk untuk membantu. Saat itu golok nona Jen berkelebat cepat luar biasa.
Ketika itu Jen Ang Siauw berharap Wan-yen Hoo dijadikan sandera Dengan demikian mereka bisa bebas dari kepungan musuh dan kabur. Kata-kata nona Jen membuat Wan-yen Hoo sadar. Kini tahulah dia, Lie Tiong Chu cuma menggertaknya. Dia mengatakan Bu-lim-thian-kiauw datang hanya untuk mengelabuinya saja. Jika benar dia datang mana mungkin keduanya berusaha untuk menangkap dia.
AJdiimya dengan sekuat tenaga dia melayani kedua lawannya itu, nona Jen di tendang sedang kipasnya dia pakai untuk menangkis serangan Lie Tiong Chu. Melihat hal itu, nona Jen berkelit dari serangan itu, sedang Lie 2287
Tiong Chu mendesak Wan-yen Hoo hingga mundur beberapa langkah.
"Kau mau lari ke mana bangsat?" bentak Lie Tiong Chu.
Ketika senjata pemuda she Lie ini menotok ke jalan darah lawan, Wan-yan Hoo buru-buru menangkis totokan itu dengan kipasnya, sehingga terdengar benturan senjata mereka.
Lie terus melakukan serangan dasyat, namun sayang Wan-yen Hoo bisa menangkis dengan kipasnya, sehingga sering terdengar suara beradunya kedua senjata mereka.
Suara beradu senjata mereka membuat Lie Tiong Chu heran karena mendengar dengung suara senjata lawan yang aneh. Tiba-tiba Wan-yen Hoo melompat jauh.
"Hm! Kau gertak aku, sekarang jangan harap kau bisa lolos!" kata Wan-yen Hoo.
Mereka bertarung di lantai bernama "Sam-im-ciok" di tangga "Hong-kiong-ih". Dengan demikian jika orang berteriak di batu pertama, maka akan menimbulkan suara kumandang yang aneh. Jika pada batu yang kedua dan ketiga, suara kumandang itu akan terdengar dua dan tiga kali. Itu terjadi karena gelombang suara itu memantul dari jarak yang tidak samamelalui "Hwe-im-pek" (dinding yang bisa berkumandang) yang bentuknya bundar. Rupanya hal ini tidak diketahui Lie Tiong Chu.
"Hm! Jika suara kumandang ini terdengar para peronda, mereka pasti akan tahu keberadaanku di sini," pikir Lie.
"Ah, aku harus segera menangkap Wan-yen Hoo!"
Tak lama Wan-yen Hoo melompat ke atas sebuah altar batu putih yang tersusun tiga dan berbentuk bundar. Sedang Lie Tiong Chu yang tidak tahu altar bundar itu altar 2288
sembahyang yang biasa digunakan oleh raja, tanpa berpikir panjang langsung mengejar lawannya
"Kau mau lari ke mana?" bentak Lie.
Namun, bersamaan dengan itu terdengar suara kumandang secara beruntun memekakkan telinga. Padahal tempat itu dianggap tempat suci, sekarang malah dipakai bertarung oleh kedua anak muda ini. Hal yang mengherankan dan belum pernah terjadi.
Lie maupun nona Jen tak tahu masalah itu. Setahu mereka itu hanya tempat yang luas untuk bertarung. Sedang Wan-yen Hoo, walau tahu dia terpaksa harus bertarung di situ. Hal ini tentu saja membuat pemuda Kim itu merasa tak tenang karena melanggar aturan. Namun, Wan-yen Hoo merasa senang, sebab suara kumandang itu akan terdengar oleh para peronda, hingga akan berdatangan para ahli silat kelas satu untuk membantu dirinya.
"Jika mereka tertangkap oleh para jago silat, semua akan kubunuh, kecuali kepercayaanku," pikir Wan-yen Hoo.
"Dengan demikian orang tak akan tahu aku telah ke mari demikian juga raja!"
Usaha bertahan ternyata tidak mudah bagi Wan-yen Hoo, karena Lie yang gagah selalu mendesak. Ditambah lagi nona Jen membantunya hingga dia semakin kewalahan.
Tiba-tiba terdengar suara orang-orang berdatangan dari berbagai penjuru. Saat itu Wan-yen Hoo berpura-pura menyerang, lalu dia melompati lankan altar dan turun ke tingkat dua. Tapi Lie Tiong Chu terus membayangi sambil menyerang dengan senjatanya. Wan-yen Hoo menangkis senjata lawan dengan kipas di tangannya. Walau mereka bertanding, namun karena Lie Tiong Chu menyerang dari atas, tenaganya menjadi lebih besar.
Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 2 18 Romantika Sebilah Pedang Karya Gu Long Kisah Si Pedang Kilat 6
^