Badai Awan Angin 32
Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen Bagian 32
2289 "Sreet!" Wan-yen Hoo terkejut karena kipasnya tertusuk seruling orang she Lie yang digunakan sebagai senjata, saat dia menotok tadi. Pinggang Wan-yen Hoo tertotok. Tak ampun lagi Wan-yen Hoo tergelincir dan roboh dari tingkat dua altar tersebut. Tiba-tiba Wan-yen Hoo merasa kesemutan, untung tak sampai celaka.
Nona Jen ikut melompat turun. Tapi tak lama para bu-su (pahlawan bangsa Kim) segera bermunculan di tempat itu.
Saat itu karena terdesak Wan-yen Hoo mengharapjan bantuan dari anak buahnya. Tapi karena lawan terus mendesak, terpaksa dia melemparkan kipasnya ke arah nona Jen.
Namun, dengan gesit nona Jen berakrobat menghindari kipas lawan. Kedua goloknya dia pakai untuk membacok lawan. Karena kipas Wan-yen Hoo mengenai golok nona Jen, dia kaget karena tangannya kesemutan. Saat itu karena kakinya menginjak lantai, tubuh si nona sedikit limbung.
Untung Tiong Chu dapat memegang si nona hingga tak sampai terjatuh.
"Kau tidak apa-apa?" kata si pemuda.
"Tak apa-apa, ayo kejar dia!" kata si nona.
Saat itu para bu-su pun sudah sampai.
"Sudah terlambat, ayo kita pergi!" kata Lie Tiong Chu.
Dia segera memungut sepasang golok nona Jen, dan langsung pergi dengan cepat sekali.
"Mereka ada di sini!" teriak seorang bu-su.
Saat itu Lie Tiong Chu dan nona Jen sedang melompat ke bawah. Melihat ada musuh Lie Tiong Chu menghantam musuhnya dengan senjata. Walau ilmu silat kedua Bu-su itu 2290
lumayan, tapi sayang mereka tak sanggup menangkis serangan Lie Tiong Chu.
Saat itu suara beradunya senjata terdengar saling susul.
Tiba-tiba golok salah satu bu-su itu terlontar. Saat Lie Tiong Chu sampai di bawah dengan cepat dia cepat menyambar senjata rantai lawan dan langsung ditarik dengan sekuatnya.
Tak ampun lagi bu-su tersebut tertarik, lalu ditangkap dan dilemparkan ke belakang.
Kebetulan lemparan Lie Tiong Chu cukup jauh hingga busu itu jatuh di dekat Wan-yen Hoo. Dengan sigap Wanyen Hoo menotok bu-su itu hingga menjerit dan tewas seketika. Hal itu dilakukan Wan-yen Hoo karena dia tak mau diketahui kalau dia telah melanggar larangan yang berlaku ditempat itu.
Mendengar suara jeritan kawannya, bu-su yang seorang lagi kaget. Dia tak yakin kawannya akan mati jika hanya dilempar oleh orang she Lie. Apalagi di atas setahu dia hanya ada Wan-yen Hoo. Kini tahulah dia jika kawannya dibunuh oleh majikannya sendiri. Maka tak heran jika dia berkeringat dingin.
Akhirnya busu ini sadar mereka salah karena memasuki daerah terlarang. Jadi dibunuhnya sang teman karena Siauw Ong-ya tak ingin ada saksi, bahwa dia datang ke tempat itu. Maka itu dia berpura-pura tak tahu karena berharap dia tak dibunuh oleh Wan-yen Hoo yang kejam itu.
Dengan segera dia membalikkan tubuhnya untuk kabur.
Namun, sebelum pergi dia sarankan agar semua kawannya mengikuti jejaknya dan kabur. Hal itu tentu saja merupakan keberuntungan bagi Lie Tiong Chu dan nona Jen, karena mereka bisa meloloskan diri. Tak lama mereka sudah ada di 2291
hutan cemara lagi. Di tengah hutan yang lebat karena cuaca gelap, jarak pandang mereka tak terlalu jauh.
"Ah, jalan mana yang harus kita pilih agar kita bisa keluar dari hutan ini," kata Lie Tiong Chu.
Tiba-tiba terdengar suara tertawa menyeramkan, tak lama ada orang bicara.
"Bocah liar dan anak nakal, jangan harap kalian bisa lolos dari tanganku!" katanya sambil diawasi, ternyata dia Chu Kiu Sek kawan See-bun Souw Ya.
Dia datang sendiri karena See-bun Souw Ya belum sembuh lukanya. Dengan demikian hanya Chu Kiu Sek yang mengawal Wan-yen Hoo. Saat itu Chu Kiu Sek langsung menyerang mereka. Untung Lie Tiong Chu cukup lihay, dengan demikian dia mampu menahan serangan dingin lawan. Tetapi nona Jen tak bisa menahan pukulan Siu-lo-im-sat-kang kepungan Chu Kiu Sek. Lie Tiong Chu segera mengangkat seruling lalu meniupnya. Tak lama suara arus hawa hangat segera muncul. Ternyata hawa panas yang keluar dari seruling kumalanya mampu menahan hawa dingin dari pukulan Siu-lo-im-sat-kang musuhnya.
Sadar pukulannya tak mampu merobohkan lawan, Chu Kiu Sek kaget juga. Ternyata ilmu Keng-sin-pit-hoat Lie Tiong Chu mampu mengatasi ilmu silatnya. Maka itu dia memperhebat serangannya.
Saat itu Lie Tiong Chu merasa kedinginan sekali. Tapi karena memegang seruling pusaka, dia masih bisa bertahan semampunya. Tetapi bagi nona Jen kedinginan itu seolah membuat tubuhnya beku. Melihat hal itu, Lie Tiong Chu bukan kepalang khawatir.
Chu Kiu Sek tertawa terbahak-bahak.
2292 "Karena kau putri Jen Thian Ngo, aku tak akan menyusahkanmu, ayo kau ke mari!" kata Chu Kiu Sek sambil mengibaskan lengan bajunya hngga seruling Lie Tiong Chu menyimpang dari sasaran. Tiba-tiba tangan kiri Chu Kiu Sek mencengkram ke arah nona Jen Ang Siauw.
Lie Tiong Chu yang saat itu sedang terdesak, tak mampu menolongnya.
Saat Chu Kiu Sek sedang girang karena mengira si nona akan tertangkap, tiba-tiba sesosok bayangan menyambar dengan secepat kilat. Tetapi karena pendengaran Chu Kiu Sek sangat tajam, maka terjangan orang itu bisa diketahuinya. Semula dia kira orang itu jago silat dari istana Kim anak buah Wan-yen Hoo, maka itu dia tidak memperhatikannya. Namun di luar dugaan, begitu orang itu dekat dia langsung membacok dengan goloknya.
Sambaran angin golok tersebut membuat Chu Kiu Sek kaget. Namun pada detik yang berbahaya, Chu Kiu Sek masih mampu menangkis serangan golok tersebut.
Ternyata permainan golok orang itu lihay sekali, dia tidak gentar pada ilmu Siu-lo-im-sat-kang milik Chu Kiu Sek yang hebat itu.
Goloknya diputar pula menyerang lawan.
Sekalipun cuaca sangat gelap, mungkin karena Chu Kiu Sek sudah terbiasa bertarung di tempat gelap, dia heran karena penyerangnya itu mengenakan seragam tentara pengawal bangsa Kim.
"Aku kawanmu, mereka berdualah musuh kita!" kata Chu Kiu Sek.
Sebaliknya Lie Tiong Chu yang tahu ada bahaya, segera menarik nona Jen untuk diajak kabur. Tapi herannya 2293
perwira Kim itu bukan mengejar mereka, tapi terus bertarung dengan Chu Kiu Sek.
"Aku Chu Kiu Sek!" kata orang she Chu.
"Apa?" kata orang itu. "Kau Chu Kiu Sek?"
"Benar!" "Jadi kau orang yang diundang oleh Ong-ya?" kata orang itu.
"Benar!" kata Chu Kiu Sek.
"Ah aku tidak percaya, setahuku orang she Chu itu sudah diberi tahu tak boleh masuk daerah terlarang. Tapi kenapa kau malah melanggarnya" Itu berarti kau bukan Chu Kiu Sek!" kata orang itu. Saat itu Chu Kiu Sek yang sadar kalau dia telah bersalah memasuki daerah terlarang, jadi berkeringat dingin.
"Ah, dia benar. Jika saja dia tidak memperingatinya, aku bisa melanggar peraturan yang berat sekali!" pikir Chu Kiu Sek.
"Ketika kudengar panggilan Siauw Ong-ya, langsung aku datang. Jadi maaf karena aku tak tahu kalau ini daerah terlarang!" kata Chu Kiu Sek.
"Jangan ngawur! Mana mungkin Siauw Ong-ya ke mari!" kata orang itu. "Apa benar kau ini Chu Kiu Sek!"
Karena Chu Kiu Sek tak bisa membantah, dia hanya mengangguk.
"Benar, maafkan aku benar-benar tak tahu kalau ini tempat terlarang..." kata Chu Kiu Sek agak ketakutan.
"Jika tak tahu kau tak akan disalahkan," kata orang itu.
"Untung kau belum telanjur masuk ke Koan Ciu. Sudah jangan bicara lagi lebih baik kau pergi, Siauw Ong-ya 2294
sedang mencarimu! Biar mereka berdua aku yang menanganinya!"
Mendengar kata-kata itu Chu Kiu Sek langsung pergi akan mencari Wan-yen Hoo. Apalagi dia yakin orang itu akan sanggup menghadapi kedua orang yang kabur tersebut. Tetapi dalam perjalanan itu Chu Kiu Sek berpikir lagi.
"Eh, kenapa perwira itu malah menyerangku, bukan menyerang mereka" Apalagi hampir semua jago Kim kukenali. Tapi heran aku seolah belum mengenalnya?" pikir Chu Kiu Sek.
Hati Chu Kiu Sek jadi curiga. Tapi tak lama dia telah sampai di dalam hutan cemara dan bertemu dengan Wanyen Hoo di sana.
"Sungguh kebetulan kau datang, tadi ada penjahat yang datang kesini. Karena aku agak lengah, aku tertotok. Tapi untung aku sudah bebas. Tolong kau pijiti pinggangku,"
kata Wan-yen Hoo. "Kalau begitu perwira itu benar, sebab Siauw Ong-ya sedang mengharapkan kedatanganku," pikir Chu Kiu Sek.
"Ternyata dia tidak membohongiku!"
Sesudah itu Chu Kiu Sek segera memijiti pinggang Wanyen Hoo hingga keadaannya pulih kembali.
"Terima kasih, apa kedua musuh itu sudah tertangkap,"
kata Wan-yen Hoo. "Bagaimana kau bisa menemukan aku di sini?"
"Ada orang yang sedang mengejar mereka," kata Chu Kiu Sek. "Orang itu yang memberi tahu keberadaan Siauw Ong-ya di sini. Maka itu dengan mudah aku
menemukanmu!" 2295 "Oh begitu, siapa orang itu?" tanya Wan-yen Hoo.
"Tidak sempat kutanya namanya," jawab Chu Kiu Sek.
"Yang jelas kepandaiannya tinggi dan dia pandai memainkan ilmu golok Ngo-houw-toan-bun-to."
Wan-yen Hoo mengerutkan alisnya.
"Aku memang ingin mencarimu, tapi aku tak pernah menyuruh orang," kata Wan-yen Hoo. "Sedangkan bu-su yang kubawa tak seorangpun yang bersenjata golok!"
Chu Kiu Sek terkejut. "Kalau begitu aku tertipu olehnya!" kata Chu Kiu Sek.
"Tak apa, lain kali kita selidiki," kata Wan-yen Hoo.
Sekarang mari kita cari mereka, aku yakin mereka tidak akan mudah bisa meninggalkan tempat ini. Apalagi keadaan disini sangat gelap."
Dugaan Wan-yan Hoo ternyata benar. Saat itu pemuda she Lie dan nona Jen belum menemukan jalan keluar.
Ditambah lagi keadaan hutan cemara sangat gelap.
Saat itu mereka sedang kebingungan mencari-cari jalan keluar.
"Hai, kalian mau ke mana?" kata seorang serdadu Kim yang membawa golok itu.
"Dia sangat lihay," bisik Lie Tiong Chu pada Jen Ang Siauw. "Biar kupancing dia, kau sembunyi saja!" bisik Lie Tiong Chu.
Tapi nona Jen tak setuju kalau dia hanya selamat sendiri saja.
"Jangan cemas, cuaca gelap begini belum tentu dia menemukan kita," bisik nona Jen.
2296 Ternyata bisikan kedua muda-mudi itu terdengar oleh perwira Kim itu. Maka itu dia tertawa terbahak-bahak.
"Hm! Kalian kira aku cuma menggertak, coba kalian lihat uang logam ini bisa mematahkan ranting di kepalamu!" kata perwira itu. Saat itu keduanya memang bersembunyi di bawah sebatang pohon cemara. Dan kebetulan rambut nona Jen tersangkut ranting cemara yang menjulur ke bawah. Dengan demikian perwira Kim itu bisa melihat keduanya bersembunyi di sana.
Tiba-tiba terdengar desir angin dan....
"Craass!" Rambut nona Jen yang tersangkut ranting terlepas tibatiba karena terputus oleh sambaran uang logam itu.
Menyaksikan kejadian itu mau tak mau pemuda she Lie terperanjat. Dia tarik nona Jen ke sisinya. Tak lama terdengar tawa perwira Kim itu. Nona Jen dan pemuda she Lie itu mencoba berlari tanpa tujuan.
"Jika kau lari seperti itu, jangan harap kalian bisa keluar dari hutan cemara ini!" kata perwira Kim itu. "Awas seranganku!"
"Ting!" orang itu menyentil sebuah uang logam.
"Seer!" Pemuda she Lie segera siaga. Tapi herannya uang itu malah meleset dari sasarannya dan jatuh di samping mereka.
"Heran! Rupanya dia tidak menyerangku?" pikir Lie Tiong Chu. "Tapi kenapa begitu?"
Dalam keadaan sangsi dia tarik tangan nona Jen sambil berlari ke arah lain.
2297 "Hai, sudah kubilang cara larimu itu ngawur, kalian malah berlari tanpa arah. Padahal adajalan yang enak, kenapa kau tempuh jalan yang salah" Awas,ada serangan lagi!" kata perwira Kim itu.
'Tring!" "Seerr!" "Pluk!" Uang itu jatuh di suatu tempat dan bukan ke arah lari nona Jen dan pemuda itu. Tiba-tiba Lie Tiong Chu sadar.
"Tadi dia menghalangi Chu Kiu Sek, sekarang dia memberi petunjuk jalan padaku!" pikir Lie Tiong Chu.
Lie Tiong Chu girang, lalu menarik Jen Ang Siauw untuk diajak berlari ke arah jatuhnya uang logam itu.
Begitulah seterusnya secara berturut-turut orang itu melontarkan uang logam untuk memberi petunjuk kearah jalan yang harus ditempuh keduanya. Tak berapa lama mereka pun sudah keluar dari hutan cemara yang gelap itu di sebuah jalan besar.
"Ternyata kita bisa meloloskan diri," kata Jen Ang Siauw. "Tak kusangka perwira Kim itu baik pada kita! Tapi sayang kita tak tahu siapa nama orang itu?"
"Aku rasa dia bukan perwira Kim sesungguhnya," kata Lie Tiong Chu. "Sudah jangan kita hiraukan dia, paling utama kita mencari rumahnya kawan Tuan Beng Teng saja!"
"Benar, aku pun tak tahu bagaimana keadaan Enci Eng dan Kok Siauw Hong?" kata nona Jen.
Ternyata Lie Tiong Chu mengenal sedikit jalan di kota Taytoh. Maka itu dia ajak nona Jen ke See-san, bukit di 2298
bagian barat kota. Ketika itu hari sudah pagi, walau orang-orang masih jarang yang lewat.
Hawa yang sejuk dan sorotan sang surya membuat keduanya segar bukan main.
"Lie Toa-ko, kejadian semalam seperti dalam mimpi saja," kata Jen Ang Siauw.
"Ya, sungguh tidak terduga kita dapat lolos dari bahaya dengan begitu mudah. Aku memang serasa sedang bermimpi saja," jawab Lie Tiong Chu.
"Bicara tentang mimpi buruk, kemarin malam benarbenar aku bermimpi, malah mimpi tentang dirimu juga,"
kata Jen Ang Siauw. "Oh, mimpi buruk apa itu, maukah kau
menceritakannya?" "Aku bermimpi mau ditangkap oleh Wan-yen Hoo.
Syukur kau datang lalu bertempur dengannya. Tapi karena kau terluka parah, aku jadi sedih dan menangis, hingga akhirnya aku terbangun dari tidurku."
"Cerita mimpimu itu hampir sama dengan kejadian yang terjadi semalam," ujar Tiong-cu dengan tertawa.
"Semalam Wan-yen Hoo yang kau kalahkan, sedang kejadian dalam mimpiku terbalik," kata Jen Ang Siauw.
"Aneh juga, dalam mimpiku aku bukan ditolong Kakak misanku, tapi kau yang menyelamatkan aku. Rasanya hal ini memang takdir kau yang harus menolongiku, bukan?"
Dari ucapan Jen Ang Siauw jelas bahwa nona ini lebih menaruh perhatian pada Lie Tiong Chu dibanding pada Kok Siauw Hong, kakak misannya. Mendengar kata-kata itu bukan main girangnya pemuda she Lie itu.
2299 "Mudah-mudahan kita akan selalu bersama-sama seperti dalam mimpimu!" kata Lie Tiong Chu.
Wajah nona Jen berubah merah karena kata-kata pemuda she Lie itu.
"Apa kau tidak suka?" kata Lie Tiong Chu sambil tersenyum.
"Masalah yang akan terjadi nanti, tak seorangpun yang tahu. Mari kita berangkat!" kata nona Jen.
"Kau benar, saat itu mungkin Kok Toa-ko dan nona Han sedang menunggu kita," kata Lie Tiong Chu sambil tertawa.
Mereka pun segera pergi. Di sepanjang jalan mereka tidak bertemu dengan siapapun hingga mereka sampai di See-san.
Di sekitar See-san terkenal sebagai tempat wisata, salah satunya Pi-mo-keh dan rumah kawan Beng Teng atau si orang she Ho tinggal. Orang-orang jarang ada yang datang ke daerah ini.
-0o~DewiKZ~Aditya~aaa~0o-
BAB 86 Mencari Rumah Keluarga Ho Di Seesan;
Pertarungan Antara Ho Leng Wie Dan Lo Jin Cun
Sekalipun Lie Tiong Chu pernah tinggal di kota Tay-toh dan cukup lama dia di sana, tetapi dia belum pernah pesiar ke See-san. Jadi tak mengherankan jika jalan ke situ jadi asing sekali baginya. Pada musim dingin tempat berwisata itu jadi sepi karena tidak kelihatan orang yang datang. Yang mereka temukan di tengah jalan hanyalah para tukang kayu yang sedang mencari kayu bakar. Dari merekalah Lie Tiong Chu dan nona Jen mendapat keterangan jalan yang menuju 2300
ke Pit-mokee. Walau alamat yang jelas tak mereka ketahui dengan tepat, tapi pemuda itu belum tahu Pit-mo-kee itu sebuah kelenteng yang disebut "Cin-ko-sie". Maka itu di sepanjang jalan mereka hanya mencari dan memperhatikan rumah ibadah atau kelenteng saja
Saat itu mereka berjalan tanpa mengenal lelah dan mereka baru sadar setelah hari mulai sore. Tetapi karena belum menemukan sebuah bangunan, mereka terus berjalan. Di saat mereka melintasi sebuah lereng, mereka menikmati pemandangan yang sangat indah.
"Di mana mereka, kenapa kita belum juga menemukannya," kata nona Jen mulai cemas. "Tadi kata tukang kayu bangunan itu seharusnya ada di sekitar sini!"
Tapi Lie Tiong Chu mencoba menghibur nona Jen agar tidak gelisah "Anggap saja bahwa kita sedang berjalanjalan", katanya.
"Tapi Kok Siauw Hong dan Enci Eng mungkin sedang menunggu kita dengan cemas," kata nona Jen Ang Siauw.
Tiba-tiba terdengar suara berkesiurnya senjata rahasia yang memecah kesunyian. Rupanya ada orang yang menyerang dengan sebuah batu ke arah mereka Tentu saja hal itu membuat Lie Tiong Chu kaget, apalagi cara orang itu menyambit sama dengan perwira Kim yang
membantunya meloloskan diri dari hutan cemara.
"Ah, jangan-jangan dia sedang membantuku dan datang mendahului kami?" pikir Lie Tiong Chu.
"Seer!" Tak lama sebuah batu mengarah ke arahnya, Lie Tiong Chu mengangkat serulingnya untuk menangkis. Tapi heran 2301
ternyata batu itu seolah bisa berbelok, dan jatuh di sampingnya Tak lama disusul suara teguran.
"Siapa kalian beraninya datang ke Pit-mo-kee, lekas sebutkan namamu!" bentak orang itu.
"Lie Toa-ko, rupanya kita sudah sampai," bisik nona Jen,
"lekas kasih tahu pada dia!"
"Tunggu dulu!" bisik Lie Tiong Chu.
Dia melompat dan balas melempar orang itu.
"Terimalah balasanku!" kata pemuda she Lie.
Bersamaan dengan teriakannya dia menghamburkan uang logam ke arah orang itu. Saat orang itu akan menyambut uang logam itu, tiba-tiba uang-uang itu berjatuhan di hadapannya
"Sungguh lihay!" katanya kaget.
Tahu-tahu Lie Tiong Chu sudah berada di depan dia.
Orang itu berumur sekitar duapuluh tahun lebih. Dia mengenakan pakaian seorang pemburu. Melihat hal itu Lie Tiong Chu yakin bahwa pemuda itu bukan perwira Kim yang telah membantunya meloloskan diri dari hutan cemara tadi malam. Apalagi Lie Tiong Chu pun pernah mendengar suara perwira itu. Cara dia menyambitkan batu juga sama dengan perwira Kim itu.
"Kau hebat," kata pemuda itu. "Mau apa kau datang ke mari"'
"Ini bukan tempat milikmu, lalu kenapa aku tak boleh ke mari" Lagi pula kau tak perlu tahu siapa aku ini?" kata Lie Tiong Chu.
"Hm! Kau ingin menantangku?" kata pemuda itu.
2302 "Kau yang mulai, jika kau mau berkelahi aku siap meladenimu!" kat Lie Tiong Chu.
"Baik, karena kau tamu, silakan kau yang mulai!"
tantang pemuda itu. Dengan tak sungkan-sungkan, Lie Tiong Chu langsung menyerang dengan serulingnya.
"Bagus, ilmu totok Keng-ci-sin-hoatmu memang lihay!"
kata pemuda itu. Dia balas menyerang hingga angin pukulannya berkesiur keras. Dua serangan yang berbarengan itu membuat keduanya bertarung sejenak Tak lama keduanya melompat mundur. Tahu lawannya bisa menyebut nama jurusnya, Lie Tiong Chu kaget juga.
"Aneh ternyata dia tahu jurusku, dia pun menggunakan jurus Siauw-lim-pay dan tenaganya sangat hebat! Dari aliran manakah dia?" pikir Lie Tiong Chu.
Pemuda itu berdiri tegak begitupun Lie Tiong Chu.
"Bagaimana, apa mau kau teruskan?" kata Lie Tiong Chu menantang.
"Sekalipun tak kau beritahu namamu, aku tahu kau murid Bu-lim-thian-kiauw!" kata pemuda itu.
"Ya, kau benar, kau siapa?" kata Lie Tiong Chu.
Sebelum pemuda itu menjawab, dari lereng bukit muncul tiga orang mendatangi. Orang yang berj alan paling depan seorang kakek berusia enampuluh tahun, di belakang kakek itu menyusul seorang pemuda dan seorang nona, mereka adalah Kok Siauw Hong dan Han Pwee Eng.
"Hai, Saudara Lie, adik misan, kalian sudah sampai?"
kata Kok Siauw Hong. 2303 "Leng Wie, kenapa kau berkelahi dengan tamu kita?"
kata si kakek sambil tertawa.
"Aku cuma ingin melihat Keng-sin-pit-hoat dari Tam Tayhiap," kata pemuda yang dipanggil Leng Wie itu.
Kok Siauw Hong tertawa sambil berkata, "Kalau tak berkelahi dulu mana bisa kenal. Saudara Lie, inilah Ho Lo-cianpwee, anak muda itu putranya!" kata Kok Siauw Hong.
"Namaku Ho Tiong Yong, putraku bernama Leng Wie,"
kata si kakek. "Aku dan Beng Lo-piauw-thau sahabat lama, jangan sungkan tinggal di tempatku."
Kemudian Tiong Yong membawa mereka ke rumahnya lewat jalan kecil berliku-liku. Tak lama mereka sudah sampai di Pi-mo-kee. Di sana terlihat sepotong batu padas berukuran besar mencuat keluar di atas gunung. Di bawah batu padas raksasa itu terdapat sebidang tanah lapang yang luas. Dari jauh mirip mulut singa sedang menganga.
Kelenteng Cin-kosie terletak di "mulut singa" itu. Karena terhalang oleh Pit-mokee (Tebing iblis ajaib) yang mencuat itu, kelenteng itu tidak terlihat dari jauh. Sedang keluarga Ho beberapa li di belakang Cin-ko-sie tersebut. Untuk mencapai tempat itu orang harus mengitari Pit-mo-kee.
Setiba di rumah keluarga Ho, Kok Siauw Hong menceritakan secara ringkas kejadian semalam. Rupanya setelah lolos dari kepungan musuh, mereka tidak mendapat rintangan berarti, Teng Sit tidak datang ke See-san, malah dia kembali ke kota Tay-toh, maksudnya ingin memberitahu anak buahnya di toko agar segera menyelamatkan diri.
"Tindakan tuan Teng sangat berbahaya," kata Lie Tiong Chu.
2304 "Pergaulan tuan Teng sangat luas dan mendapat bantuan dari golongan Kay-pang, andai kata ada bahaya rasanya tak jadi masalah," kata Kok Siauw Hong.
Setelah mendengar pengalaman Kok Siauw Hong dan Pwee Eng, Lie Tiong Chu bercerita mengenai
pengalamannya. Dia juga menanyakan tentang perwira Kim yang ilmu silatnya sama dengan Ho Leng Wie. Ketika Lie bertanya, ia tak mendapat jawaban sedang Ho Leng Wie langsung berpikir.
"Kalau begitu perwira Kim yang membantu kalian menyelamatkan diri itu mungkin kawan kita," kata Siauw Hong.
"Menilik ceritamu saudara Lie, jika ilmu silatnya sama denganku mungkin perwira Kim itu Guruku. Tapi herannya mengapa dia ada di daerah terlarang dan bisa ada di Taytoh!" kata Ho Leng Wie.
Keterangan itu membuat Lie Tiong Chu keheranan.
Ternyata guru Ho Leng Wie menjadi perwira Kim.
"Siapa nama beliau?" tanya Lie Tiong Chu.
"Putraku murid Bu Su Tun, Ketua Kay-pang angkatan dulu," kata Ho Tiong Yong.
"Ah, ternyata beliau, aku pernah mendengar cerita tentang beliau dari guruku, kenapa aku tak mengenalinya."
kata Lie Tiong Chu. "Ketika masih muda Guruku pernah menjadi pengawal istana Kim," kata Ho Leng Wie. "Saat terjadi perang di Cayciok-kie beliau pengawal pribadi Wan-yen Liang, raja bangsa Kim!"
"Ketua Kay-pang yang sekarang bernama Liok Kun Lun sahabat baik guruku," sambung Kok Siauw Hong.
2305 "Beberapa tahun yang lalu ketika di Lok-yang, aku pernah mendengar cerita dari Ketua Liok mengenai guru Tuan Ho.
Beliau sengaja diperintahkan oleh kakek gurumu Siang Lo-pang-cu agar menyamar sebagai orang Kim serta menyusup ke pihak musuh. Kemudian ketika Wan-yen Liang mendapat kekalahan besar di Kwa-ciu, dia dibunuh oleh gurumu. Jasa gurumu sangat dikagumi oleh setiap pahlawan dan patriot bangsa kita."
"Dalam pertempuran di Cay-ciok-kie yang menentukan kalah dan menangnya pihak Kim dan Song, aku baru lahir.
Ketika aku berguru, Guruku sudah tidak jadi Pang-cu lagi,"
kata Ho Leng Wie. "Beliau menyerahkan kedudukan Pangcu kepada pembantunya, yaitu Liok Kun Lun. Kemudian ia mengasingkan diri bersama ibu guru dan menetap di Siuyang-san."
"Berapa tahun Usia gurumu itu?" tanya Jen Ang Siauw.
"Waktu beliau membunuh Wan-yen Liang bisa dikatakan masih muda sekali, usianya sekarang mungkin belum sampai 50 tahun," jawab Ho Leng Wie. "Yang jelas umur Liok Pang-cu lebih tua belasan tahun dari guruku."
"Mungkin usia perwira yang aku lihat semalam sekitar itu," kata Jen Ang Siauw.
Semula nona Jen mengira usia ketua Kay-pang yang dulu lebih tua dari Liok Kun Lun. Tapi sekarang sangsinya lenyap setelah mendengar penjelasan Ho Leng Wie.
"Apa Nona Jen kenal dengan Liok Pang-cu?" tanya Ho Leng Wie.
"Beberapa tahun yang lalu aku pernah bertemu di Yangciu," jawab nona Jen.
Ingat masa lalu, tanpa terasa nona Jen jadi muram.
2306 "Apa nama ibu gurumu In Lo-cian-pwee yang nama aslinya Hun Ji Yan?" tanya nona Han.
"Benar," jawab Ho Leng Wie. "Waktu masih muda beliau bersahabat baik dengan Liu Beng-cu. Maka itu kita semua masih keluarga"
"Sudah lama gurumu tidak berkelana di dunia Kangouw. Ah sungguh sayang, pada usia yang masih begitu muda gurumu sudah mengasingkan diri," kata nona Han.
"Sebenarnya apa yang menyebabkan beliau tidak ikut campur di kalangan Kang-ouw tidak diketahui, yang pasti beliau tidak putus hubungan sama sekali dengan dunia luar.
Sebab selama delapan tahun aku berguru sudah tiga kali beliau turun gunung," kata Ho Leng Wie.
"Guruku memang pernah memuji gurumu yang tenang tapi cerdik itu. Sebab gurumu pura-pura mengasingkan diri mungkin mempunyai rencana baik, buktinya sekarang dia muncul kembali di kalangan Kang-ouw?" kata Lie Tiong Chu.
"Aku sendiri secara resmi belum menjadi anggota Kaypang, walau cabang Kay-pang di Tay-toh telah kukenal baik.Maka itu biarlah aku mencari kabar mengenai guruku ke cabang Kay-pang di sana, aku kira mereka bisa memberi keterangan," kata Ho.
"Bulan lalu aku pernah bertemu dengan Beng Teng Lo Cian-pwee. Menurut kabar yang dia terima, Liok Kun Lun sudah ada di Tay-toh, entah benar atau tidak," kata Ho Tiong Yong.
"Tak apa, lebih baik kita tunggu saja kedatangan Teng Sit. Sesudah itu baru kita berusaha mencari kabar ke kota,"
kata Kok Siauw Hong. 2307 Selang tiga hari ternyata Teng Sit belum muncul juga, hingga semua orang jadi kuatir.
"Ah, entah apa yang terjadi" Tampaknya kita tak bisa menunggu lebih lama lagi di sini," kata Kok Siauw Hong.
"Karena saudara Kok sudah beberapa kali bertarung dengan musuh, rasanya sudah banyak musuh yang mengenalimu. Kalau begitu biar aku saja yang pergi mencari kabar, harap kau beri tahu alamat toko tuan Teng,"
kata Ho Leng Wie. "Kalau begitu aku ikut, rasanya aku tak akan dikenali mereka," kata Lie Tiong Chu.
"Biar mereka yang berangkat! Siauw Hong, nona Han dan nona Jen menunggu di rumah".
Lie Tiong Chu dan Ho Leng Wie segera pergi ke Taytoh. Sesampai di depan toko Teng Sit, ternyata pintu toko tertutup rapat dan disilang dengan kertas segel pemerintah setempat. Ketika mereka mencoba mencari tahu pada rumah makan yang berdekatan, maka diketahui bahwa tiga hari yang lalu, toko itu disegel oleh pemerintah.
"Untungnya di toko itu tak ada orang," kata pemilik rumah makan.
Mendengar hal itu Lie Tiong Chu dan Ho merasa girang walau jejak Teng Sit belum diketahui mereka.
"Kalau begitu sebelum mengujungi cabang Kay-pang sebaiknya kita menemui Beng Teng dulu di Cin-wan-piauwkiok. Mungkin di sana kita bisa memperoleh berita mengenai jejak dan keberadaan Teng Sit." usul Ho Leng Wie.
Kemudian Lie Tiong Chu segera menyamar dengan memakai pakaian pemuda pelajar. Saat mereka sampai di 2308
piauw-kiok Beng Teng, orang-orang Beng Teng agak pangling hingga tak mengenali Lie Tiong Chu lagi. Maka itu kedatangan mereka disambut oleh Chu Cu Kia.
"Ada keperluan apa kalian ke mari?" tanya Chu Cu Kia.
Setelah Ho Leng Wie menyebut nama ayahnya, dia menyatakan maksud kedatangannya ingin bertemu dengan Beng Teng untuk menyampaikan selamat atas dibukanya piauw-kiok barunya di Tay-toh.
"Silakan masuk dan tunggu sebentar." kata Chu Cu Kia.
Ho Leng Wie yang heran melihat Chu Cu Kia sedikit raguragu, terpaksa menunggu sedikit lama.
"Ada urusan apa dengan Beng Lo-piauw-thauw hingga dia tak mau menemui kita?" kata Lie Tiong Chu pada Ho Leng Wie.
"Hubungan ayahku dengan Beng Teng cukup baik, jika dia tahu aku datang beliau pasti akan menemuiku segera,"
kata Ho Leng Wie. Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki. Karena mengira itu pasti Beng Teng yang keluar, mereka bangkit. Tak terduga yang muncul bukan Beng Teng tapi seorang pemuda berumur 20 tahun.
"Kakak Ho, apa kau lupa padaku?" kata pemuda itu.
"Aku Beng To, masa kau lupa?"
Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Beng To putra sulung Beng Teng, usianya lebih muda tiga tahun dari Ho Leng Wie Ketika masih kecil mereka sering bermain bersama-sama.
"Ah, sudah delapan tahun kita tidak saling bertemu dan kini kau sudah besar. Aku benar-benar pangling," kata Ho Leng Wie.
2309 Beng To sangat senang bertemu dengan teman mainnya, sambil tertawa dia berkata, "Kakak Ho, aku dengar kau belajar silat ke tempat jauh, kapan kau pulang?"
"Aku pulang sudah belasan hari," kata Ho Leng Wie.
"Seharusnya aku menghadiri pesta pembukaan perusahaan kalian. Kau tak marah, kan?"
"Aku tahu. kalian tidak ingin bertemu dengan orang yang tak sepaham denganmu," kata Beng To. "Ini siapa?"
"Saudara Beng, kita memang pernah bertemu, aku ini anak buah Tuan Teng Sit," kata Lie Tiong Chu.
"Ternyata Anda, rupanya kita ini sahabat sejalan," kata Beng To yang ramah, tapi masih terlihat wajahnya agak murung. Sejak tadi dia tak bicara tentang ayahnya.
"Mana ayahmu" Aku ingin bertemu dengan beliau," kata Ho Leng Wie.
Beng To memberi tahu dengan suara agak perlahan.
"Ayahku sedang menghadapi kejadian yang tak terduga, sekarang beliau sedang berusaha menyelesaikannya." kata Beng To.
"Masalah apa" Bolehkah aku mengetahuinya?" tanya Ho Leng Wie.
"Sejam yang lalu datang seorang tamu ingin melamar pekerjaan di perusahaan kami, Ayahku jadi pening, apa dia bisa mengusir orang itu atau tidak?" kata Beng To.
"Aneh, hanya karena seseorang yang ingin bekerja ayahmu jadi pusing kepala" Apakah dia memaksa?" kata Ho Leng Wie.
"Dia bukan orang sembarangan, maka itu Ayahku harus waspada," kata Beng To.
2310 Kemudian diketahui pemuda itu bernama Lo Jin Cun.
Dia datang membawa surat pengantar dari rumah Wan-yen Tiang Cie, dari orang bernama Pan Kian Hoo. Beng Teng jadi bingung dan pening kepala.
Lo Jin Cun ini seorang penjahat di daerah Selatan, namanya sangat buruk di kalangan Kang-ouw. Sekalipun Beng Teng belum pernah bertemu dengannya, tapi namanya sudah sering dia dengar.
Maka itu Beng Teng berpura-pura tak tahu asal-usulnya, dia hanya menanyakan keinginan sang tamu.
"Aku mencari pekerjaan, Tuan Pan menyuruhku ke perusahaanmu, aku mohon diterima sebagai pegawaimu,"
kata Lo Jin Cun. Beng Teng heran dan kaget.
"Ah, Anda jangan bergurau mana mungkin perusahaan sekecil ini bisa menerimamu bekerja di sini?" kata Beng Teng.
"Aku ke sini karena di tempat lain tak ada lowongan,"
kata Lo Jin Cun. "Menurut Tuan Pan, perusahaanmu cocok untukku. Aku bangga jika bisa bekerja di tempatmu, kenapa kau ragu-ragu, katakan saja terus terang!"
Beng Teng yang mendongkol melihat sikap orang itu, dengan ketus berkata, "Aku tak bisa berbasa-basi, jika ada kata-kata yang tak berkenan, katakan saja!" kata Beng Teng.
"Sudah aku katakan, bahwa aku bangga jika bisa menjadi pegawai Anda," kata Lo Jin Cun. "Tapi kau malah menolakku, apa karena kepandaianku rendah hingga aku tak cocok bekerja di perusahaanmu?"
Beng Teng yang bingung karena tak punya alasan tepat untuk menolak lamarannya, teringat sesuatu.
2311 "Mana berani aku menilaimu begitu?" kata Beng Teng,
"Apalagi kau sahabat Pan Cong-koan, pasti ilmumu tinggi.Tapi karena kau minta aku berterus-terang, akan kukatakan terusterang. Sebelumnya di perusahaan kami ada peraturan, bahwa setiap calon piauw-su harus menunjukkan kebolehannya. Karena Anda datang atas anjuran Pan Cong-koan, maka peraturan itu tidak berlaku bagimu."
Lo Jin Cun marah bukan kepalang.
"Aku bukan mencari makan dengan mengandalkan bantuan orang lain," kata Lo Jin Cun. "Kau benar untuk menjadi piauwsu memang perlu diuji kepandaiannya. Aku setuju itu! Maka itu bagi piauw-su yang kau anggap paling tinggi ilmu silatnya, boleh bertanding denganku! Mungkin kau sendiri bersedia bertanding denganku"
"Saudara Lo, kau terlalu serius," kata Beng Teng.
"Anggap saja pertandingan itu merupakan persahabatan, biar akan kusuruh muridku melayanimu!"
Demikianlah Beng To menceritakan tentang tamu ayahnya itu pada tamu-tamunya
"Oh begitu, mari kita tonton pertandingan mereka!" kata Ho Leng Wie.
Begitu mereka sampai pertarungan sudah dimulai. Saat itu, Lo Jin Cun sudah menghadapi murid Beng Teng yang bernama Kui Pek Kee. Dia sudah mewarisi kepandaian Beng Teng, bahkan tenaganya pun cukup besar.
Tempat pertandingan itu sudah ramai dikelilingi para penonton. Lie Tiong Chu dan Ho Leng Wie pun sudah ada di antara para penonton itu.
Pertandingan berlangsung seru, untuk membela nama baik perguruan Kui Pek Kee mengeluarkan seluruh kemampuannya.
2312 Tiba-tiba Lo Jin Cun memberi sebuah peluang bagi lawannya yang disambut dengan girang oleh Kui Pek Kee.
Telapak tangannya terus menyerang lawan.
Pukulan telapak tangan Beng Teng memang terkenal dan disegani sesama orang Kang-ouw, sedangkan Kui Pek Kee sudah mewarisi kepandaian gurunya. Karena dia lebih muda, tenaga pukulannya lebih keras dari gurunya.
Melihat serangan Kui Pek Kee yang lihay itu, serentak para penonton bersorak memuji. Tapi murid Beng Teng yang bernama Tio Bu Teng, karena ingin punya hubungan dengan kaum pembesar merasa kuatir Lo Jin Cun terluka.
Tanpa terasa ia berseru. Ternyata Lo Jin Cun berhasil mengelak ke samping, berbareng dengan itu sebelah tangannya memukul muka lawan.
Kui Pek Kee yang tahu situasi buruk, telapak tangannya memotong lurus ke depan, lalu kakinya berubah menjadi sebuah gaetan untuk membanting lawan. Tetapi di luar dugaan Lo Jin un bergerak cepat dan berseru, "Kena!" Kui Pek Kee jatuh terlentang.
"Mohon maaf!" kata Lo Jin Cun, dia berusaha akan membangunkan Kui Pek Kee.
Ternyata Kui Pek Kee yang tangannya terkilir, tak mau mengalah. Dia bahkan tak merintih walaupun kesakitan.
Dengan terburu-buru dia bangun lagi. Namun, dengan tersenyum Lo Jin Cun berkata pada Beng Teng.
"Maaf Tuan Beng, aku tak sengaja melukai lengan muridmu!" kata Lo Jin Cun. "Sekarang apa Anda siap memberi petunjuk padaku?"
Beng Teng kaget, sebab jika dia masih muda sudah tentu dia tak akan gentar pada tantangan lawannya itu. Tapi kini karena usianya sudah lanjut, dia jadi cemas, sebab jika tak 2313
ada orang yang mampu mengalahkan Lo Jin Cun sungguh bisa berabe. Berarti dia harus menerima orang she Lo bekerja di perusahaannya. Saat Beng Teng kebingungan, muncul Ho Leng Wie lalu maju ke depan.
"Untuk memotong seekor ayam tak perlu menggunakan sebuah golok. Biarlah aku piauw-su kecil yang ingin bermainmain dengan Tuan Lo!" kata Ho Leng Wie.
Saat itu para penonton kebingunan dan heran. Sebab selain Beng Teng, Chu Cu Kia dan putera-putera Beng Teng, tak ada yang mengenal Ho Leng Wie. Namun, tampilnya Ho untuk mewakili ketua mereka membuat mereka girang.
Beng Teng ragu-ragu, jika Ho Leng Wie cedera dia merasa tidak enak pada ayah pemuda itu. Namun, karena tahu pemuda itu baru pulang dari belajar pada seorang guru yang pandai, siapa tahu dia memiliki kepandaian tinggi.
Saat Beng Teng ragu-ragu, di lain pihak Lo Jin Cun sudah marah, tetapi dia menerima ucapan Ho Leng Wie.
"Aku tak peduli kau siapa, tadi karena kau bicara sombong sekarang hadapi aku! kata Lo Jin Cun.
"Baik, tapi karena kau tamu, silakan kau yang mulai!"
kata Ho Leng Wie. Dia memperhatikan Leng Wie yang kulitnya putih bersih dan cakap.
"Hm! Sekali cengkram akan kurobek tubuhmu jadi dua!"
pikir Lo Jin Cun. Sesudah itu dengan cepat dia pentang kedua tangannya dan langsung menyerang lawan.
"Bagus!" kata Ho Leng Wie.
2314 Suara Ho yang keras membuat semua orang kaget termasuk Lo Jin Cun. Ho Leng Wie lalu menyambut serangan lawan dengan jurus "Mementang jendela memandang rembulan". Saat kedua tangannya mendorong ke arah lawan yang maju ke arahnya.
Lo Jin Cun sedikit kaget. Karena dia tahu betapa lihaynya lawan yang dia hadapi. Jika dia tak segera mundur, serangan itu akan mengancam dirinya. Saat kritis kedua tangan Lo berubah menjadi tinju dan menghantam lawannya.
"Braaak!" Kedua tangan itu beradu hingga keduanya mundur beberapa langkah ke belakang. Ho Leng Wie menggeliat sedang Lo Jin Cun terdorong mundur.
Menyaksikan dua orang itu bertarung Beng Teng kaget bercampur girang.
'Ternyata Leng Wie menguasai jurus Hok-mo-ciang-hoat milik kaum Kay-pang," pikir Beng Teng. "Aku yakin dia akan mampu menghadapi lawannya ini."
Sebaliknya Lo Jin Cun pun kaget menerima serangan itu.
"Baik, aku akan adu jiwa denganmu!" kata Lo Jin Cun.
Karena yakin lawannya masih muda, dia akan mampu mengatasinya. Maka itu segera dia mengubah siasat bertarungnya. Kemudian dia menggunakan cara dengan memutari lawan dan mengelilinginya kian ke mari untuk membingungkan musuh. Saat itu Ho Leng Wie hanya tertawa.
"Aku hanya mewakili Tuan Beng menguji
kepandaianmu, apa tak keterlaluan kau mau adu jiwa segala?" kata Ho Leng Wie menyindir.
2315 Namun sambil berbicara Ho tak mengendurkan
serangannya. Ketika dia menghantam lawannya sebanyak tiga kali, dengan terpaksa Lo Jin Cun menangkis serangan itu jika tak ingin celaka.
Pertarungan berlangsung seru, tanpa terasa 50 sampai 70
jurus sudah terlampaui. Lambat-laun gerakan Lo Jin Cun mulai kelihatan lambat. Dia cemas, kuatir juga gelisah.
"Jika dia tak mampu kukalahkan, bagaimana kelak aku bisa berkelana di kalangan Kang-ouw?" pikir Lo Jin Cun.
Karena gelisah dia jadi tidak sabaran. Mendadak dia menyerang dengan hebat, tubuhnya dimiringkan ke samping, dengan jurus 'Yap-tee-tau-tho' (Mencuri buah Tho di balik daun), mendadak dia serang iga kanan lawan.
"Jadi kau sungguh-sungguh ingin adu jiwa?" kata Ho Leng Wie.
Dengan cepat Leng Wie membalikkan tubuhnya, untuk menangkis serangan Lo Jin Cun sambil menyerang dengan jurus "Leng-yo-khoa-kak" (Kambing gunung menanduk), dan mulai memukul wajah Lo Jin Cun yang tidak berani keras lawan keras dan terpaksa berganti serangan. Secepat kilat dia berbalik ke belakang lawannya. Ketika Leng Wie berbalik, dengan tangan ingin men-cengkrarn, dia memiring ke samping, lalu dengan tangannya dia berbalik memegang lawan dengan jurus Kim-na-jiu-hoat yang jadi ilmu andalannya.
Melihat demikian para penonton jadi kuatir untuk keselamatan Ho Leng Wie. Namun sebelum pemuda itu berhasil mencengkram lawannya yang mungkin akan mematahkan lengannya, tanpa pikir panjang lagi ada penonton yang berteriak, "Awas".
Di luar dugaan telah terjadi perubahan yang mendadak.
2316 Ho Leng Wie maju menyerang. Ketika Lo Jin Cun mencengkram lengannya, segera Leng Wie
membentangkan kedua tangannya ke atas. Tiba-tiba Lo Jin Cun terlempar dan jatuh terlentang beberapa langkah jauhnya. Ternyata Leng Wie sengaja memberi kesempatan pada lawan dan memaksa lawan harus keras melawan keras. Pemuda itu mendapat pelajaran cuku dari gurunya, Bu Su Tun, ilmu kebanggaan Kay-pang "Kun-goan-it-ki-kang" dan sudah dikuasainya
Ketika kedua tangan Leng Wie terangkat ke atas, cengkraman Lo Jin Cun seperti mengenai sebuah gada besi, hingga tangan Lo Jin Cun terluka. Leng Wie pun pura-pura terdorong, dan menabrak pohon Liu hingga tumbang. Lo Jin Cun melompat bangun, padahal saat itu tubuhnya sakit dan tulangnya seolah lepas semuanya hanya untung dia tidak terluka dalam. Ho Leng Wie segera mendekati Lo Jin Cun lalu membungkuk sambil tertawa.
"Maaf, aku tak sengaja membuat Anda terjatuh!" kata Leng Wie. "Harap Anda jangan marah aku rasa latihan ini tak perlu kita lanjutkan."
Ternyata kata-kata Ho Leng Wie jelas ingin menjaga kehormatan Lo Jin Cun di depan para penonton. Sedang Ho yang terdorong hingga membuat pohon Liu tumbang, untuk menunjukkan betapa kuatnya tenaga Ho. Apalagi pohon itu tumbang seolah tertebas sebuah golok tajam. Lo Jin Cun juga kaget bukan main. Tapi dia pun girang bahwa orang mau bermurah hati terhadapnya.
Sesudah itu mau tak mau Lo Jin Cun mengaku kalah, dengan terpaksa dia berkata, "Terima kasih atas kemurahan hatimu, sungguh aku memang tidak sesuai untuk menjadi pegawai di sini. Biar aku mohon diri saja."
2317 Keadaan di tempat itu sudah kembali tenang, setelah Lo Jin Cun pergi, dengan gembira para piauw-su langsung berkerumun untuk menghaturkan terima kasih kepada Ho Leng Wie. Tetapi Tio Bu Teng yang merasa tidak tentram, meminta agar semua orang tidak bergembira dulu, sebab bukan mustahil urusan itu akan ada akibatnya. Beng Teng mencoba menghibur semua orang agar tidak cemas, jika perlu perusahaan boleh ditutup saja.
Kemudian Beng To berkata:
"Ayah, Kakak Ho datang bersama temannya." kata Beng To.
"Tuan Beng, apa kau masih ingat padaku?" kata Lie Tiong Chu.
Melihat pemuda itu Beng Teng kaget, dia mengajak tamutamunya itu masuk ke dalam rumah.
"Kalian sahabat-sahabat baikku, mari masuk!" kata Beng Teng. "Kita bisa bicara dengan leluasa di dalam!"
Beng Teng sengaja tak menyebutkan nama Lie Tiong Chu agar semua orang mengira pemuda itu kenalan baik Beng Teng. Setelah bubar, Beng Teng mengajak mereka ke sebuah kamar.
"Saudara Lie, bukankah kau ingin mencari kabar tentang Tuan Teng Sit?" kata Beng Teng.
"Benar," jawab Lie Tiong Chu..
"Sebenarnya aku tak tahu di mana Teng Sit berada. Tapi disini ada seorang pembantunya yang tinggal di tempatku,"
kata Beng Teng. "Mari kalian ikut aku."
Setelah meraba dinding kamar itu, sebuah pintu rahasia terbuka. Di sana ada sebuah lorong bawah tanah. Pada ujung lorong terdapat sebuah kamar. Ketika Lie Tiong Chu 2318
dan Leng Wie masuk tampak seseorang sedang berbaring di sebuah pembaringan. Beng Teng membesarkan sumbu pelita, dan berkata, "Saudara Lauw, ada kawan datang mencarimu."
Ternyata dia bersembunyi di situ karena sedang mengobati lukanya, dia Lauw Hong kuasa toko cita milik Teng Sit dan dia pernah bertarung dengan Lie Tiong Chu.
Lauw Hong kaget lalu bangkit untuk duduk.
"Rupanya kau, Saudara Lie, bagaimana keadaan majikan kami?" kata Lauw Hong.
"Kedatanganku justru ingin mencari majikanmu, karena lukamu belum sembuh, silakan berbaring saja," kata Lie Tiong Chu.
"Lukaku hampir sembuh! Aku berpencar dengan majikanku pada malam toko kami disegel," kata Lauw Hong.
Malam itu Teng Sit pulang tergesa-gesa. Setelah mengumpulkan para pegawai kami diminta melarikan diri sesudah diberi pesangon seperlunya. Yang tertinggal hanya Lauw Hong seorang saja. Karena Lauw Hong bertugas sebagai kuasa dan kasir toko Teng Sit, semua urusan ada di tangannya. Ketika itu dia harus menyelesaikan pembukuan toko sutera dan memusnahkan semua surat penting.
Namun, pada saat urusan hampir selesai, pasukan pemerintah jajahan datang dan menyegel toko Teng Sit.
Teng Sit dan Lauw Hong segera menerjang keluar melalui pintu belakang. Dalam usaha mereka untuk kabur, mendadak Lauw Hong terkena panah musuh. Dalam keadaan terluka Lauw Hong ingin menyerahkan dokumen yang dibawanya pada Teng Sit agar diselamatkan. Teng Sit tidak mau meninggalkan kawannya yang terluka itu, sebisanya dia ingin menyelamatkan Lauw Hong sebelum 2319
musuh tiba. Tapi sudah terlambat Lauw Hong kembali terluka hingga terpaksa mereka berpisah.
Lauw Hong menerjang dalam keadaan terluka parah.
Teng Sit dengan sekuat tenaga menghadang kedua musuhnya agar tidak sempat mengejar Lauw Hong. Tapi Teng Sit terbacok oleh musuh sehingga tubuhnya mandi darah. Ketika Lauw Hong menoleh, dia lihat keadaan Teng Sit sudah sangat payah. Sebenarnya dia bermaksud kembali untuk membantunya, namun karena dia sendiri terluka parah, tenaganya pun sudah lemah, akhirnya dia jatuh tidak sadarkan diri. Dalam keadaan sadar tak sadar dia merasa sedang digendong. Ketika siuman, hari sudah menjelang pagi. Orang itu menaruh dia di depan pintu belakang Cin-wan-piauw-kiok. Syukur Beng Teng punya kebiasaan bangun pagi dan berjalanjalan ke luar. Pagi itu dia menemukan Lauw Hong tergeletak di depan pintu. Tak lama dia memanggil Chu Cu Kia dan Kui Pek Kee untuk menggotong Lauw Hong ke dalam. Kejadian itu hanya diketahui Chu Cu Kia dan Kui Pek Kee serta kedua putra Beng Teng.
"Jika ada orang menolongmu, aku rasa ada orang lain yang akan menyelamatkan Teng Hiang-cu," kata Lie Tiong Chu.
"Ya, semoga saja begitu," kata Lauw Hong. "Tapi Tuan Teng terluka parah, aku menguatirkan keselamatannya."
"Kami bermaksud mencari kabar ke cabang Kay-pang, karena sumber berita mereka biasanya cukup tajam. Nanti jika kami sudah mendapat kabar, pasti kami
memberitahumu," kata Lie Tiong Chu.
Lie Tiong Chu dan Ho Leng Wie pamit lalu berangkat ke cabang Kay-pang yang ada di barat kota yang sepi. Setiba di sana, mereka lihat tempat itu dikelilingi sungai kecil. Di 2320
sanasini tumbuh rumput gelagah, setelah menyusuri sebidang tanah yang penuh ditumbuhi rumput liar, terlihat sebuah rumah kuno yang dikelilingi pagar tembok yang cukup tinggi. Tapi pagar tembok bagian belakang rumah itu sudah runtuh. Ketika angin berkesiur, tercium bau harum daging bakar.
"Ini tempatnya," kata Ho Leng Wie.
Mereka masuk ke rumah kuno itu lewat pagar tembok yang runtuh. Tak lama terlihat empat pengemis sedang mengelilingi seonggok api unggun, sedang asyik minum arak dan makan daging bakar.
-0o~DewiKZ~Aditya~aaa~0o-
BAB 87 Ho Leng Wie Bertemu Gurunya; Bulim-
thian-kiauw Muncul Saat Keadaan Gawat
Salah seorang pengemis itu mengawasi mereka dengan tajam, sedang pengemis yang satu lagi berkata, "Wah, rasa daging anjing ini lezat sekali. Eh, mau apa kalian ke mari"
Apa mau makan daging anjing?"
Tiba-tiba Ho Leng Wie merobek bajunya, lalu melangkah untuk memberi salam. Menyaksikan tingkah Ho Leng Wie yang tiba-tiba itu membuat Lie Tiong Chu bingung, sedang keempat pengemis itu tampak kaget dan serempak bangkit berdiri.
Ternyata menurut peraturan golongan Kay-pang, setiap murid Kay-pang harus mengenakan pakaian rombeng.
Sekalipun pakaian itu masih baru tapi harus dirobek. Ho Leng Wie sengaja merobek pakaiannya secara mendadak.
Sekalipun dia tidak bisa dianggap sebagai anggota Kaypang, tapi hanya untuk menunjukkan, bahwa dia punya 2321
hubungan erat dengan kaum Kay-pang. Pengemis yang menjadi kepala di situ segera membalas hormat Ho Leng Wie. Dengan suara lantang dia bersenadung.
"Tangan memegang pemukul anjing, punggung menyandang kantung dunia, lima danau dan empat lautan dijelajah secara rata. Mohon bertanya dari mana Anda datang, berapa lama pernah tinggal di gunung dewa?"
Pada umumnya kaum pengemis selalu membekal dua macam barang, sebuah tongkat bambu, untuk menghalau anjing galak yang disebut "pemukul anjing". Sedang yang lainnya sebuah kantung yang digunakan untuk menaruh hasil mengemis, namanya disebut "kantung dunia".
Tingkatan murid Kay-pang ditentukan oleh jumlah tambalan pada pakaiannya, yaitu mulai tambalan satu sampai tambalan yang ke sembilan. Orang yang mampu menyandang sembilan buah kantung cuma sang Pangcu.
Lain halnya jika sedang menjalankan tugas, anggota Kay-pang tak perlu mengenakan atribut demikian dan orang Kay-pang yang luar juga tak perlu membawa-bawa
"pemukul anjing". Oleh karena pengemis itu tak kenal siapa Ho Leng Wie, sengaja dia mengajukan pertanyaanpertanyaan tadi. Artinya dia bertanya, jika Ho Leng Wie memang anggota Kaypang, dia dari kay-pang tingkat berapa" Ho Leng Wie berpikir sejenak, akhirnya dia mengarang empat kalimat syair untuk menjawab pertanyaan itu.
"Pernah tinggal selama delapan tahun di gunung dewa, bukan Hwee-shio juga bukan To-su dan juga bukan Dewa.
Aku ini melompat keluar garis tiga, soalnya aku pernah mencapai langit susun sembilan!" kataHo Leng Wie.
Ho Leng Wie murid Bu Su Tun, ketua Kay-pang sebelum Liok Kun Lun menjadi ketua. Dia baru 2322
meninggalkan perguruan, maka itu dia belum masuk Kaypang secara resmi. Oleh karena itu secara samar-samar dia memberi jawaban yang berarti "Aku bukan anggota Kaypang, tapi punya hubungan erat dengan Kay-pang selama delapan tahun. Aku belum masuk Kay-pang, hal itu karena aku pernah mendampingi Pang-cu serta mendapat izin khusus (Langit susun sembilan artinya Pang-cu bertambal sembilan), bahwa dia pernah mencapai langit sembilan artinya dia pernah di samping Pangcu dan seorang kepercayaannya.
Keempat pengemis itu heran, sebab mereka tidak pernah mengira bahwa mereka masih punya seorang Pang-cu yang sudah lama mengasingkan diri. Segera pengemis yang menjadi kepala bersuit. Mendadak dari dalam rumah melompat keluar empat ekor anjing galak.
"Wah, celaka!" keempat pengemis itu berteriak. "Kita makan daging anjing, anjing-anjing galak ini mau membalas sakit hati kawannya!"
Mereka langsung membuang pemukul anjingnya
masingmasing dan berlari untuk menyelamatkan diri dari serangan anjing-anjing itu. Anehnya keempat ekor anjing itu tidak memburu para pengemis yang lari, tapi mengepung Ho Leng Wie saja. Lie Tiong Chu bermaksud membantu menghalau anjing-anjing itu, tapi Ho berseru padanya agar tetap di tempat saja. Sambil berkata dia mengambil pemukul bambu yang ditinggalkan para pengemis itu.
Karena Lie Tiong Chu yakin Ho mampu menghadapi keempat ekor anjing itu, dia menonton saja sambil menepi.
Cepat luar biasa keempat anjing itu menubruk dari berbagai jurusan, seperti jago yang sudah terlatih, mereka mengepung musuhnya dengan teratur.
2323 Namun, dengan gesit Ho Leng Wie sempat berputar, sebelum orang melihat jelas, tahu-tahu dia telah lolos dari tubrukan anjing-anjing itu. Ketika dia berputar beberapa kali, seluruh penjuru seakan hanya terlihat bayangan Ho Leng Wie belaka hingga serangan anjing-anjing itu menjadi kacau. Sejenak kemudian mendadak terdengar Ho Leng Wie membentak.
"Roboh!" Seekor anjing terguling tak berkutik lagi terkena pukulan Ho. Ketika itu seekor anjing yang lain menubruk ke depan Ho. Kemudian disusul oleh dua ekor anjing yang lainnya.
Tanpa pikir panjang Ho Leng Wie mengangkat pemukul anjingnya. Kali ini dia bergerak dengan pelahan seperti sengaja memperlihatkan pada para pengemis agar mereka mengenal ilmu permainan pemukul anjingnya. Tampak pemukul anjing itu terjulur lurus ke depan dan tepat menyanggah di bawah perut anjing yang sedang menubruk itu, sekali angkat anjing itu terlontar beberapa meter jauhnya.
Pada saat itu dari dalam rumah berlari seorang anak kecil sambil berteriak, "Hei, kenapa kau pukul anjingku hingga mati" Ayo, Say-ji dan Pa-ji (Singa dan Macan tutul), lekas gigit orang jahat ini!" kata anak itu.
Sambil tertawa Ho Leng Wie berkata, "Jangan takut, anjingmu tidak mati!"
Terlihat anjing yang terlontar tadi sekarang sudah mulai bangun lalu mendekati majikannya. Tetapi si Macan dan si Singa sudah telanjur menyerang Ho Leng Wie. Sambil tersenyum Ho Leng Wie mengangkat pemukul anjingnya Dia menyabet perlahan, Jingga kedua anjing itu langsung menggeletak, tubuhnya gemetar seperti orang demam.
Rupanya pemukul anjing dari bambu di tangan Ho Leng 2324
Wie tepat menyabet jalan darah anjing-anjing itu hingga anjing itu tak bisa bergerak. Serempak keempat pengemis itu berteriak memuji Ho Leng Wie.
"Sungguh jurus Pang-ta-siang-kauwmu hebat sekali!"
kata mereka. Sekarang keempat pengemis itu mengenali Pa-kauw-panghoat yang dipakai Ho Leng Wie. Baru saja mereka ingn berseru agar Ho Leng Wie menghentikan aksinya, saat itu tampak seorang pengemis tua berusia 50 tahun muncul di hadapan mereka.
"Ayah dan Paman Bu datang!" kata anak itu.
Ketiga pengemis yang berusia masih muda itu tidak kenal siapa "Paman Bu" yang dimaksud anak itu. Tapi pengemis yang lebih tua segera maju dan memberi hormat kepada lelaki kekar itu sambil berkata, "Bu Tiang-lo, kapan kau tiba?"
Orang yang disebut paman Bu itu guru Ho Leng Wie, yaitu Bu Su Tun. Dia sudah dua hari berada di markas cabang Kay-pang, tetapi pengemis lain tidak mengetahuinya kecuali sang Pang-cu, yaitu Liok Kun Lun dan putranya. Tentu saja Ho Leng Wie girang sekali.
"Suhu, ternyata kau ada di sini! Ini Lie Tiong Chu, murid kesayangan Tam Tay-hiap!" kata Ho Leng Wie.
Lie Tiong Chu segera memberi hormat.
"Ya, aku sudah tahu, malah aku pernah bertemu dengannya," kata Bu Su Tun sambil tertawa.
Saat Lie Tiong Chu memperhatikan Bu Su Tun, ternyata dia si "Perwira Kim" yang diam-diam menolong dia kabur dari tempat berbahaya itu. Segera dia menghaturkan terima kasih.
2325 "Aku dengan gurumu seperti saudara kandung saja, jika bukan demi kau, malam itu aku tidak akan datang ke sana,"
kata Bu Su Tun sambil tertawa. "Waktu itu pasti kau heran kenapa seorang perwira Kim membantumu, bukan?"
"Benar," jawab Lie Tiong Chu. "Setelah bertemu dengan Kanda Ho, tahulah aku bahwa itu Paman Bu."
"Mari masuk, nanti kuceritakan," kata Bu Su Tun.
Setelah ada di dalam, Liok Kun Lun memperkenalkan putranya yang bernama Liok Hiang Yang, Bu Su Tun lalu memperkenalkan Ho Leng Wie.
"Sudah lama aku putus hubungan dengan perkumpulan kita sehingga muridku ini belum sempat masuk anggota Kay-pang secara resmi. Aku harap setelah dia resmi menjadi anggota, semoga Pangcu mau memberi
kesempatan agar dia bisa punya pengalaman di dunia Kangouw."
Liok Kun Lun tahu apa maksud Bu Su Tun yang menginginkan Ho Leng Wie diberi kesempatan lebih banyak bergerak bebas agar bisa membantu para pejuang.
"Baik, dia akan kujadikan penghubung antara kami dengan pasukan pejuang. Dengan demikian dia bisa jadi anggota Kay-pang yang tak resmi," kata Liok Kun Lun.
Kemudian Ho Leng Wie menceritakan pengalamannya dengan perusahaan Beng Teng di Tay-toh. Demikian juga tentang disitanya toko sutera milik Teng Sit.
"Sekarang Teng Sit belum diketahui ada di mana?" kata Leng Wie.
Baru saja Ho menyebut nama Teng Sit, tiba-tiba seorang lelaki muncul sambil membawa Teng Sit. Walau luka Teng Sit belum sembuh benar, tetapi dia sudah cukup sehat dan 2326
girang ketika melihat Lie Tiong Chu dan Ho Leng Wie ada di situ. Maka itu Teng Sit lalu menceritakan pengalamannya. Kiranya dia dan Lauw Hong telah diselamatkan oleh murid-murid Kay-pang. Sesudah itu terdengar Lie Tiong Chu bicara.
"Padahal Paman bisa menyamar jadi perwira Kim, kenapa Paman yak menggunakan kesempatan itu untuk membunuh Wan-yen Hoo?" kata Lie Tiong Chu.
"Aku punya tugas yang lebih penting lagi," kata Bu Su Tun. "Kedatanganku ke sini karena mendapat kabar rahasia, bahwa Wan-yen Tiang Cie ingin merebut tahta.
Justru orang yang paling kuat mendukung maksud Wanyen Tiang Cie itu putranya sendiri, Wan-yen Hoo."
"Dari mana Suhu tahu masalah itu?" kata Ho Leng Wie.
"Dulu aku pernah bekerja dalam pasukan pengawal Kim dan di sana ada beberapa kawanku yang bisa dipercaya.
Maka itu untuk menyusup ke istana Wan-yen Tiang Cie bagiku tidak sulit. Kebetulan aku juga mendengar niat mereka merebut tahta. Selain itu aku pun tahu rencana mereka ingin menangkap Teng Sit dan Lie Tiong Chu.
Rupanya mereka curiga pada Lie Tiong Chu sesudah melihat Keng-sin-cie-hoat yang digunakannya atas diri An Tak tempo hari. Malam itu Wan-yen Hoo memerintahkan Jen Thian Ngo dan Sah Yan Liu menangkap Teng Sit.
Sedang orang kepercayaannya berkumpul di Thian-tam untuk merundingkan rencana perebutan tahta itu. Thian-tam tempat sembahyang raja dan tak boleh dikunjungi oleeh siapapun kecuali raja. Tempat itu sesungguhnya sangat bagus untuk membicarakan masalah rahasia. Tak terduga tugas yang diberikan kepada Jen Thian Ngo tidak berhasil, sebaliknya secara kebetulan kalian menerjang ke daerah terlarang itu dan memergoki Wan-yen Hoo ada di sana."
2327 "Apa Suhu tahu, bagaimana cara mereka ingin merebut tahta?" tanya Ho Leng Wie.
"Rencana mereka cukup keji," kata Bu Su Tun. "Mereka telah siap untuk membunuh raja Kim tepat pada saat raja bersembahyang tahun baru di Thian-tam. Pembesar Kim yang ikut dan setia pada raja yang ke sana akan dibunuh semuanya!"
"Musuh yang saling bunuh itu sangat menguntungkan kita," kataHo Leng Wie.
Bu Su Tun berpikir sejenak.
"Untung ruginya bagi kita belum bisa diketahui. Yang penting aku ingin menyampaikan kabar ini ke Kim-kee-leng untuk mengetahui apa pendapat Siauw-go-kiam-kun dan Hong-lay-mo-li. Guru saudara Lie pun rasanya akan sampai di Tay-toh tidak lama lagi. Dalam waktu singkat semoga aku bisa bertemu dengannya untuk berunding."
"Ah, jadi Suhu juga akan datang ke sini?" kata Tiong Chu.
"Ya," jawab Bu Su Tun.
Karen Ho Leng Wie belum memahami cerita gurunya, dia bertanya lagi pada sang guru.
"Suhu, jika musuh saling bunuh, bukankah itu suatu kebetulan bagi kita. Tapi kenapa Suhu katakan ada ruginya juga?" kata Ho.
"Jika itu terjadi dalam keadaan biasa, memang kita diuntungkan, tapi karena sekarang keadaannya lain, maka aku katakan untung ruginya belum tentu!" kata Bu Su Tun.
"Sekarang musuh kita bukan cuma bangsa Kim saja, tetapi juga bangsa MongoLKekuatan bangsa Mongol melebihi kekuatan bangsa Song. Maka itu setelah bangsa Mongol 2328
menghancurkan bangsa Kim, mereka baru akan merebut Kerajaan Song!"
Ho Leng Wie mengangguk tanda mengerti. Tak lama gurunya meneruskan kembali.
"Sedang sekarang daerah yang diduduki bangsa Kim sebagian besar tanah bangsa Han. Jadi jika orang Mongol menyerbu ke mari dan berhasil menggulingkan raja Kim dari suku Nuchen, rakyat bangsa Han dan rakyat bangsa Nuchen sama-sama akan menderita. Sebenarnya di antara pembesar Mongol terbagi atas dua aliran, satu mereka yang ingin berserikat dengan Song untuk membasmi bangsa Kim, sedang aliran yang lain lebih suka berserikat dengan bangsa Kim untuk menumpas bangsa Song. Sebenarnya semua itu urusan politik dan siasat saja, sebab bagi Song hasilnya akan sama saja. Baik Mongol berserikat dengan Song maupun dengan Kim, akhirnya kedua-duanya akan dicaplok semua."
"Benar, mengenai hal ini pernah kudengar," kata Liok Kun Lun. "Bulan lalu Bun Beng-cu pernah memberi kabar padaku, bahwa pemerintah Song Selatan sedang berunding dengan bangsa Mongol, sedang perdana menteri Han memilih lebih baik berserikat dengan bangsa Kim.
Sekarang, jumlah penguasa Mongol yang ingin bergabung dengan Song lebih banyak. Pejabat Mongol yang ingin bergabung dengan Kim dipimpin Kha Khan yaitu Cahatai, sedang yang ingin bergabung dengan Song dipimpin oleh Tulai, dia panglima perang mongol!"
"Kau hebat, Bu Tiang-lo," kata Liok Kun Lun kagum.
"Selama ini kami kira kau mengasingkan diri karena tidak mau ikut campur urusan dunia persilatan lagi. Tapi ternyata kau malah tahu banyak tentang bangsa Mongol."
2329 "Aku sering berkunjung ke Mongol," kata Bu Su Tun.
"Tiga bulan terakhir aku bertemu dengan Bu-lim-thiankiauw di Holin. Saat itu baru aku ketahui kalau dia ada di Mongol lebih lama dibandingkan aku. Bahkan dia punya seorang kawan baik bernama Siang-koan Hok. Dulu dia pernah menjadi pembantu utama Liong-siang Hoat-ong.
Siang-koan Hok itu bangsa Liao yang kabur ke Mongol dengan maksud ingin membangun kemballi negeri Liao yang dicaplok oleh bangsa Kim. Tapi setelah asal-usulnya diketahui Liong-siang Hoat-ong, dia kabur dari Ho-lin."
"Apa Guruku pernah bilang kapan dia datang?" kata Lie Tiong Chu.
"Katanya, dia masih punya masalah yang perlu diselesaikan dulu. Setelah selesai baru dia ke sini, mungkin sekitar sepuluh hari lagi. Sekarang mungkin dia sudah tiba di sini. Tapi sebelum kedatangan gurumu itu, seorang utusan rahasia Tulai sudah tiba lebih dulu. Utusan itu diminta untuk menemui Wan-yen Tiang Cie, pada hari pesta pembukaan perusahaan Beng Teng."
"Pantas Wan-yen Hoo terburu-buru pulang, rupanya dia harus mengawal ayahnya menemui utusan dari Mongol itu.'' kata Lie Tiong Chu.
"Usaha merebut tahta yang direncanakan Wan-yen Tiang Cie didukung oleh Tulai. Tujuannya untuk mengadu domba agar kekuatan Kerajaan Kim berkurang. Dengan demikian rencananya ingin membasmi Kerajaan Kim bisa terlaksana dengan mudah."
Rupanya semua orang tidak mengira dalam masalah itu terdapat tipu muslihat dari berbagai pihak yang begitu rumit.
"Jika Suhu datang pasti semua masalah akan lebih mudah diatasi," kata Lie Tiong Chu.
2330 "Sekarang lebih baik kalian pulang dulu, sesudah itu aku akan berdaya menghubungi Beng Teng. Namun, jika ada persoalan pasti akan kukirimkan kabar pada kalian," kata Bu Su Tun.
Kedua pemuda itu mengangguk, lalu mereka mohon diri pada Ketua Liok dan yang lainnya. Setelah meninggalkan markas Kay-pang, hari sudah tengah hari. Di tengah jalan Lie Tiong Chu menyuruh Ho Leng Wie agar pulang lebih dulu.
"Semula aku ingin tinggal di rumah pengasuh Guruku.
Tapi ketika aku pindah ke rumah Teng Sit, aku berjanji akan kembali ke sana untuk menjenguknya. Sudah belasan hari aku pergi, rasanya sudah waktunya aku menjenguk orang tua yang baik budi itu." kata Lie Tiong Chu.
"Kau ingin mencari tahu tentang gurumu juga, bukan?"
kata Ho Leng Wie. "Benar," kata Lie Tiong Chu. "Jika Suhu sudah datang ke Tay-toh, beliau pasti datang ke rumah ibu asuhnya."
"Kalau begitu aku ikut kau ke sana," kata Ho Leng Wie.
"Akujuga ingin bertemu dengan gurumu. Apalagi karena kita keluar bersama, maka kembali harus bersama juga. Jika tidak Ayahku pasti akan kuatir jika cuma aku yang pulang."
Ibu asuh Bu-lim-thian-kiauw Tam Yu Cong menjadi budak istana Wan-yen Tiang Cie, maka itu Ho Leng Wie kuatir jika membiarkan Lie Tiong Chu pergi sendirian.
Ibu asuh Bu-lim-thian-kiauw itu sudah janda, usianya enampuluh tahun lebih. Dia hanya mempunyai seorang anak laki-laki. Sesudah Bu-lim-thian-kiauw meninggalkan rumahmya, keluarga Tam tidak memperhatikan keadaan ibu asuhnya itu. Wan-yen Tiang Cie yang mengetahui hal itu, berpikir bahwa orang tua Tam Yu Cong masih bisa 2331
diperalat olehnya. Maka itu dia berpura-pura mengasihani dan merawat di istananya.
Walau anak lelaki ibu asuh Tam Yu Cong menjadi tukang kebun istana Wan-yen Tiang Cie, tapi tempat tinggalnya bukan di lingkungan istana melainkan di sebuah rumah kecil danjelek di luar taman bunga. Lie Tiong Chu membawa Ho Leng Wie ke tempat tinggal ibu asuhnya itu.
Melihat kedatangan mereka, ibu asuh itu girang dan meminta agar mereka tinggal di rumahnya. Sesudah itu dia segera menyediakan makanan seperlunya.
"Terima kasih, harap kau jangan repot-repot. Aku tinggal di rumah saudara Ho, kedatangan kami ini karena ingin mencari kabar tentang Guruku, apa beliau sudah datang atau belum?"
"Aku sangat merindukan gurumu, apa benar dia akan datang?" kata perempuan tua itu. "Aku kira dia belum sampai, sebab biasanya dia ke mari."
"Sejak beberapa hari yang lalu aku tinggal di sini, apa hal itu sudah diketahui oleh anak buah Ong-ya atau belum"
Pernahkah kau ditanyai?" tanya Lie Tiong Chu.
"Siapa yang mau memperhatikan nenek seperti aku"
Lagipula kau tak perlu kuatir, bukankan kau pernah berpesan padaku" Mana mungkin aku sembarangan bicara."
kata si nenek. Tapi tiba-tiba terdengar suara orang bicara di luar.
"Pasti ini rumahnya!"
Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ya, itu rumah ketiga di ujung taman, pasti tak salah!"
kata kawannya. Lie Tiong Chu kaget karena suara orang itu sudah dikenalnya. Benar saja kedua orang yang baru datang itu 2332
Wan-yen Hoo dan Jen Thian Ngo. Segera Lie Tiong Chu membisiki si nenek.
"Itu Siauw Ong-ya, kami harus sembunyi." kata Lie.
"Lekas sembunyi di balik tumpukan kayu bakar, biar kulayani mereka." kata si nenek.
Baru saja mereka bersembunyi, pintu depan telah didobrak dari luar hingga rusak dan terpentang. Tak lama terlihat Wan-yen Hoo dan Jen Thian Ngo masuk.
"Maaf, kami orang miskin tak punya apa-apa," kata si nenek dengan tubuh gemetar.
Diam-diam Lie Tiong Chu geli dan memuji lagak nenek itu. Dengan dongkol dan geli Jen Thian Ngo membentak.
"Hai, nenek, buka matamu dan lihat yang betul, beliau ini Siauw Ong-ya! Masa kau anggap kami ini perampok?"
kata Jen Thian Ngo. "Apa.. .apa katamu" Aku ini tu......tuli, kurang jelas?"
kata si nenek. Jen Thian Ngo membentak keras di tepi telinga si nenek.
"Beliau ini Siauw Ong-ya, dengar tidak?" kata Jen Thian Ngo.
Buru-buru si nenek berlutut.
"Oh, jadi ini Siauw Ong-ya! Maaf, mohon ampun atas kebodohanku." kata si nenek meratap.
"Karena tidak tahu tidak bisa disalahkan," kata Wan-yen Hoo sambil tertawa. "Eh, nenek tua, selama ini Ong-hu memperlakukan kau dengan baik atau tidak?"
"Baik, baik sekali! Kami ibu dan anak tak akan melupakan kebaikan Ong-ya dan Siauw Ong-ya." kata si nenek.
2333 "Kalau begitu kau bicara sejujurnya!" kata Wan-yen Hoo.
"Apa yang ingin kau ketahui, Siauw Ong-ya?" kata si nenek.
"Aku dengar Pangeran Tam pulang, apa kau sudah bertemu dengannya?" kata Wan-yen Hoo.
Seolah kaget dan girang si nenek berkata
"Apa kau bilang" Pangeran Tam pulang " Apa.... Apa betul begitu" Dia......di mana sekarang?"
"Dia ada di mana, justru itu yang mau kutanyakan padamu" kata Wan-yen Hoo.
"Oh, aku kira Siauw Ong-ya mau memberitahuku, tapi......tapi mana aku tahu di mana Tam berada" Jika beliau sudah pulang pasti akan datang menemui Ong-ya mana mau beliau datang ke tempatku yang buruk ini?" kata si nenek.
"Kau ibu asuhnya, sedang dia sudah tidak punya orang tua. Juga tidak mungkin dia tak menemuimu?" kata Wanyen Hoo.
"Tapi.. .dia kan majikan dan aku hanya budaknya, mungkin saja dia kira aku sudah mati!" kata si nenek.
"Ternyata nenek ini tak tahu apa-apa Dengan demikian kita datang ke mari dengan sia-sia," kata Wan-yen Hoo.
"Aku kira nenek ini licin, coba kau tanya anak itu. Kalau perlu dengan kekerasan," bisik Jen Thian Ngo.
Wan-yen Hoo mengangguk. Karena mengira si nenek benar-benar tuli dan tak mendengar bisikan Jen Thian Ngo, Wan-yen Hoo mengeluarkan dua potong uang perak.
2334 "Ini uang jumlahnya seratus tail, jika kau mau berterusterang, aku berikan uang ini untukmu!" kata Wanyen Hoo.
"Apa maksud Siauw Ong-ya?" kata si nenek. "Siapa yang dimaksud Siauw Ong-ya?"
Wan-yen Hoo membuat gambar wajah Lie Tiong Chu.
"Dia she Lie, aku yakin kau pernah melihatnya. Di mana dia sekarang?" kata Wan-yen Hoo.
"Ah, siapa dia, aku belum pernah melihatnya!" kata si nenek.
"Coba kau renungkan, kau jangan bohongi aku!" bentak Wan-yen Hoo sambil mengeluarkan sebuah seruling.
"Orang itu murid Tam, dia juga membawa seruling seperti ini!" kata Wan-yen Hoo menegaskan.
"Maaf Siauw Ong-ya, mana mungkin dia mau kenal padaku si tua tak berguna!" kata si nenek.
Wan-yen Hoo jadi tak sabar, mendadak dia menggebrak meja sambil mendamprat si nenek.
"Kurang ajar! Jika kau tidak bisa diajak bicara baik-baik, barangkali harus dengan kasar?" kata Wan-yen Hoo.
"Anakmu sudah berterus terang, apa yang kau ragukan.
Aku ini saudara Tam Yu Cong, mustahil aku mencelakai muridnya?"
Si nenek tetap menggelengkan kepalanya.
"Siapa yang tak mau uang seratus tail perak. Tapi sayang aku tak tahu di mana mereka berada, jadi aku harus bagaimana?" kata si nenek.
"Plok!" 2335 Dengan keras Wan-yen Hoo menampar si nenek hingga dua giginya rontok dan berdarah dari mulutnya. Lie Tiong Chu yang sedang bersembunyi tidak tahan melihat kejadian itu. Dia ingin segera melompat keluar untuk menghajar Wan-yen Hoo. Tetapi sebelum Lie Tiong Chu keluar dari persembunyiannya, putra si nenek masuk ke rumah. Bukan main gusar dan sedihnya anak itu menyaksikan ibunya dianiaya.
"Siauw Ong-ya, sekalipun kau majikan kami, tapi kau keterlaluan sekali berani menganiaya Ibuku yang tidak berdosa!" kata anak itu.
"Katakan di mana orang she Lie itu. Jika kau katakan akan kuampuni ibumu, tapi jika tidak, kau pun akan kubunuh!" kata Wan-yen Hoo.
Tiba-tiba muncul seseorang di ruang itu.
"Akulah orang she Lie yang kau cari!" teriak Lie Tiong Chu.
Lie Tiong Chu langsung menyerang dengan hebat.
"Trang!" Seruling yang dipegang Wan-yen Hoo tersampok jatuh.
Ho Leng Wie pun melompat keluar untuk menyambut pukulan Jen Thian Ngo dengan keras.
"Ho Toa-ko, lekas lari bersama ibumu!" kata Lie Tiong Chu.
Berbareng dengan itu seruling Lie melancarkan totokan kilat ke arah Wan-yen Hoo. Sebenarnya Keng-sin-cie-hoat yang dimiliki Wan-yen Hoo tidak lemah dibanding ilmu totok Lie Tiong Chu. Tetapi karena belum lama dia baru dikalahkan di Thian-tam, jelas rasa takutnya pada Lie belum hilang. Ditambah lagi Lie menggunakan seruling 2336
pusaka, sedang Wan-yen Hoo tanpa senjata. Tentu saja Wan-yen Hoo bertambah gugup dan ngeri. Maka dengan terpaksa dia mundur ke arah pintu depan. Anak si nenek segera menggendong ibunya lalu kabur lewat pintu belakang. Sedang Jen Thian Ngo sedang bertarung melawan Ho Leng Wie. Melihat gaya bersilat Ho Leng Wie dari kaum pengemis Jen Thian Ngo kaget.
"Hm! kiranya kau murid Kay-pang," ejek Jen Thian Ngo.
"Katakan kau murid Bu Su Tun atau Liok Kun Lun"
Sayang kau harus berhadapan denganku!"
Jen Thian Ngo menyerang dengan hebat sambil berseru.
"Siauw Ong-ya, lekas kau keluar!" kata Jen Thian Ngo.
Saat itu Ho Leng-Wie sedang melancarkan pukulan, hingga kedua tangan mereka beradu.
"Braak!" Keduanya terdorong mundur, sedang rumah itu bergetar keras hingga akhirnya ambruk. Saat itu Wan-yen Hoo yang sudah keluar sedang dibayangi oleh Lie Tiong Chu. Ho Leng Wie selangkah lebih lambat. Tiba-tiba sebuah balok meluncur, untung sempat ditangkis oleh Ho Leng Wie.
Kemudian dia melompat keluar rumah.
Setiba di luar Wan-yen Hoo melepaskan sebuah anak panah bersuara untuk mengundang bantuan. Lie Tiong Chu yang marah langsung maju, serulingnya menotok bagian dada lawan. Ho yang berpikir Jen Thian Ngo kebih lihay dan bukan tandingannya, terpikir untuk menangkap Wanyen Hoo.
Saat itu Wan-yen Hoo yang terus didesak jadi kelabakan menghadapi serangan Lie Tiong Chu yang gencar itu.
Melihat situasi sangat buruk baginya, Jen Thian Ngo bergeser sambil melancarkan pukulan dahsyat untuk 2337
membantu Wan-yen Hoo. Tapi Ho Leng Wie tenis membayanginya
"Kubunuh kau!" bentak Jen Thian Ngo.
Ho Leng Wie yang tak menduga akan mendapat
serangan ini, sem-pat menyambar sepotong kayu untuk menyambut serangan lawan. Dengan menggunakan jurus pemukul anjing dari kaum Kay-pang dia menyerang lawannya. Namun serangan Ho dapat ditangkis Jen Thian Ngo. Baju Jen Thian Ngo robek,dan kayu di tangan Ho pun patah. Tiba-tiba Jen Thian Ngo menerjang maju, dia coba mendesak ke arah Lie Tiong Chu.
"Siauw Ong-ya, biar orang she Lie ini aku yang hadapi!"
kata Jen Thian Ngo. Tentu saja Wan-yen Hoo girang, sekarang dia hanya menghadapi lawan yang seimbang.
"Hm! Kalian semua tak akan lolos dari tanganku!
Termasuk si nenek dan anaknya akan kubunuh!" kata Wanyen Hoo.
Ho Leng Wie marah bukan main, dia melabrak Wan-yen Hoo dengan hebat. Saat itu Lie Tiong Chu melancarkan serangan dengan seruling pusakanya, dia totok bagian atas dan bawah tubuh lawan. Serangannya mengarah ke 36 jalan darah yang mematikan lawan. Ternyata Lie Tiong Chu mendapat lawan yang seimbang, masing-masing tak mudah saling mengalahkan. Sesudah bertarung beberapa jurus, akhirnya Jen Thian Ngo yakin bahwa Lie Tiong Chu pemuda yang kabur bersama anak perempuannya tempo hari. Dengan gusar dia membentak.
"Hm! Jadi kaulah bangsat yang membawa kabur anak perempuanku, di mana kau sembunyikan putriku?" kata Thian Ngo.
2338 "Hm! Siapa bilang anakmu, dia sudah tak mau mengakutmu sebagai ayahnya!" kata Lie Tiong Chu.
"Bangsat! Rupanya kau tipu putriku, kau harus kubinasakan!" kata Jen Thian Ngo kalap.
Dia melancarkan serangan maut ke arah lawan. Memang kemampuan Jen Thian Ngo lebih tinggi dibanding Lie Tiong Chu yang kini tubuhnya telah bermandikan keringat.
Beruntung Jen Thian Ngo agak ngeri pada ilmu Keng-sin-ciehoat lawan hingga Lie masih sanggup bertahan dari serangan Jen Thian Ngo ini.
Di pihak lain Ho Leng Wie sedikit lebih unggul dibanding Wan-yen Hoo. Tapi karena dia telah mengadu tenaga dengan Jen Thian Ngo, mau tak mau kekuatannya mulai berkurang, karena itu Wan-yen Hoo bisa bertahan dan terkadang bisa balas menyerang. Tiba-tiba Lie Tiong Chu menguatirkan nenek dan anaknya sekalipun mereka sudah kabur. Karena pikirannya agak terganggu, Jen Thian Ngo mampu mendesaknya lebih hebat.
"Bangsat! Lekas kau katakan di mana putriku jika kau ingin selamat!" kata Jen Thian Ngo. "Kalau tidak kau kubunuh!"
"Aku tak yakin Jen Ang Siauw punya ayah sepertimu tak tahu malu!" kata Lie Tiong Chu.
"Saat mampusmu sudah dekat pun kau masih keras kepala!" bentak Jen Thian Ngo sambil menyerang dengan gencar.
Ketika Lie Tiong Chu sedang terdesak, tiba-tiba muncul dua penunggang kuda mendatangi. Ternyata mereka dua perwira pengawal istana.
"Bagaimana, apa kalian sudah menangkap si nenek dan anaknya?" tanya Wan-yen Hoo.
2339 Saat itu mendadak muncul seorang pemuda pelajar dari belakang dua perwira pengawal istana itu.
"Ternyata kau, Suhu!" teriak Lie Tiong Chu girang bukan main.
Wan-yen Hoo terperanjat segera dia melompat keluar dari kalangan. Rupanya yang datang itu Bu-lim-thian-kiauw Tam Yu Cong.
"Benar, ini aku" jawab Bu-lim-thian-kiauw. "Sudah, kalian berhenti bertarung!"
Saat itu Jen Thian Ngo sedang melancarkan serangan dahsyat ke arah Lie Tiong Chu yang tidak akan mampu menangkis serangannya. Maka itu Jen Thian Ngo tidak menghiraukan bentakan Bu-lim-thian-kiauw, apalagi Jen juga tak kenal siapa yang membentaknya itu. Saat itu serangan Jen Thian Ngo sulit dihindarkan oleh Li Tiong Chu. Seandainya dia menangkis pun pasti dia akan terluka parah. Tapi Lie Tiong Chu tidak menghindar maupun menangkis. Setelah mendengar seruan Bu-lim-thian-kiauw, dia hanya meluruskan kedua tangannya ke bawah dan berkata.
"Baik Suhu!" kata Lie Tiong Chu.
Mendengar panggilan "Suhu" Jen Thian Ngo baru sadar bahwa orang itu Tam Yu Cong. Saat itu Jen Thian Ngo juga kaget hendak membatalkan serangannya, tapi terlambat.
"Plok!" Muka Jen Thian Ngo tertampar oleh Tam Yu Cong.
Melihat kejadian itu Wan-yen Hoo terperanjat, Jen Thian Ngo yang terhitung jago tua pun berhasil ditampar oleh Tam Yu Cong.
2340 "Ayahku jago nomor satu Kerajaan Kim, tapi rasamya sulit untuk melawan Tam Yu Cong," pikir Wan-yen Hoo.
"Siapa kau, beraninya kau tak mentaati perintahku?" kata Tam Yu Corig.
"Paman Tam, dia tamu Ayahku namanya Jen Thian Ngo!" kata Wan-yen Hoo. "Pasti Paman Tam pernah mendengar nama Jen Lo Sian-seng!"
"Oh, maafkan, aku bersalah pada muridmu," kata Jen Thian Ngo sambil tertawa.
Bu-lim-thian-kiauw Tam Yu Cong mengejek. Tanpa memperhatikan Jen Thian Ngo, dia berpaling ke arah Wanyen Hoo.
"Sebagai bangsawan, kenapa kau datang ke tempat seperti ini dan menyusahkan seorang nenek yang tak berdosa padamu!" kata Tam Yu Cong.
Wan-yen Hoo gugup, dia menjawab dengan wajah berubah-ubah sebentar merah sebentar pucat.
"Harap maklum karena.....karena..."
"Maklum bagaimana" Kau menyuruh orang untuk menangkap mereka. Untung aku datang, jika tidak mungkin jiwa mereka sudah melayang," kata Bu-lim-thian-kiauw.
Tak lama kelihatan pasukan pengawal berdatangan, komandan pasukan itu Wan-yen Tiang Cie. Wan-yen Hoo girang dan berkata.
"Paman Tam, itu Ayahku datang menyambutmu!" kata Wan-yen Hoo.
Wan-yen Tiang Cie yang sudah dekat langsung berkata,
"Hai Tam Yu Cong! Angin apa yang membawamu ke mari"
Sudah lama aku ingin bertemu denganmu!": 2341
"Ong-ya, kedatanganmu untuk menangkap buronan, kan?" kata Bu-lim-thian-kiauw.
"Kau jangan bergurau, Tam Yu Cong!" kata Wan-yen Tiang Cie. "Masa lalu kenapa harus kau ungkit-ungkit lagi"
Tadi Baginda baru membicarakan tentang dirimu, sayang beliau tak tahu kau ada di mana" Baginda mengundangmu datang untuk urusan kedudukanmu sebagai pangeran!
Sekarang kau kembali, pasti baginda senang sekali. Aku sengaja menyambut kedatanganmu!"
Duapuluh tahun yang lalu, Bu-lim-thian-kiauw dianggap buronan Kerajaan Kim. Dia dianggap anti Raja Kim.
Terpaksa Bu-lim-thian-kiauw melarikan diri. Kemudian Wan-yen Liang memimpin pasukan menyerbu ke wilayah Song. Tapi dalam pertempuran di Cay-ciok-kie, pasukan Kim hampir musnah seluruhnya oleh panglima Song bernama Kie Un Bun yang terkenal itu. Sedangkan sisa pasukan Kim lari ke Kwan-ciu.
Di sana Wan-yen Liang terbunuh oleh anak buahnya.
Wan-yen Yong, atau saudara sepupunya menggantikannya naik tahta. Sekarang sudah berlalu belasan tahun lamanya.
Merasa tahta yang diperolehnya itu berkat jasa-jasa dari Bu-lim-thian-kiau walau tidak langsung, setelah Wan-yen Yong berkuasa, dia menghapus nama Bu-lim-thian-kiauw dari daftar buronan kerajaan Kim. Maka itu persengketaan dalam keluarga kerajaan itu selalu dirahasiakan dan tidak pernah diumumkan, orang luar hampir tidak ada yang tahu.
-0o~DewiKZ~Aditya~aaa~0o-
2342 BAB 88 Tam Yu Cong Hampir Terjebak Musuh;
Ilmu Berbisa Chu Kiu Sek Dan See-bun Souw Ya
Musnah Sebenarnya apa yang dikatakan Wan-yen Tiang Cie tidak semuanya benar. Walaupun Wan-yen Yong tidak menganggap Bu-lim-thian-kiauw sebagai duri dalam daging seperti anggapan Wan-yen Liang, tapi paling tidak dia hanya menghapus Tam Yu Cong dari daftar buronan saja.
Sedang tentang gelar pangeran yang akan dikembalikan pada Tam Yu Cong, hanya omong kosong. Wan-yen Tiang Cie hanya ingin membohongi Bu-lim-thian-kiauw saja.
Wan-yen Yong memang pernah bicara dengan Wan-yen Tiang Cie tentang Bu-lim-thian-kiauw karena dia ingat pada Bu-lim-thian-kiauw Tam Yu Cong. Saat itu dia menyayangkan bakat dan kepandaian Tam Yu Cong yang tak dapat dimaafkan. Tapi Wan-yen Tiang Cie membisiki Wan-yen Yong, dia bilang Bu-lim-thian-kiauw itu sekalipun berdarah bangsawan Kim, namun perjuangannya memihak pada bangsa lain.
Wan-yen Yong menganggap bahwa Tam Yu Cong
sebagai pangeran bangsa Kim, tidak akan menyerahkan wilayah Kim pada bangsa lain. Oleh karena itu, Wan-yen Yong berharap jika Tam Yu Cong kembali ke Tay-toh, dia ingin menemuinya.
Terpaksa Wan-yen Tiang Cie pun menyetujuinya, dia berjanji akan melaksanakan keinginan junjungannya itu.
Akhirnya karena ada kesepakatan dengan junjungannya itu, Wan-yen Tiang Cie tak bisa menggunakan kekerasan terhadap Tam Yu Cong. Dia hanya menggunakan akal agar Tam Yu Cong mau datang ke istana. Maka itu walaupun Bu-Iim-thiankiauw berada di tengah kepungan pasukan Kim, dia tetap tenang.
2343 Sambil tertawa dia berkata begini.
"Kedatanganku bukan untuk memulihkan kedudukanku sebagai Pangeran Kim, karena tak berani aku merepotkan Ong-ya!" kata Tam Yu Cong.
"Apapun alasanmu, Sri Baginda ingin bertemu denganmu! Aku harap kau memberi muka padaku dan mau menemui Baginda. Jika tidak bagaimana aku memberi alasan pada beliau?" kata Wan-yen Tiang Cie.
Walau kepungan pasukan Kim sudah semakin ketat, sedikitpun Bu-lim-thian-kiauw tidak peduli sama sekali.
"Baik, undangan Ong-ya tidak bisa kutolak, maaf aku merepotkan Ong-ya saja." kata Tam Yu Cong.
"Kau sangat bijaksana, Tam Pwee-cu!" kata Wan-yen Tiang Cie sambil tertawa.
"Tapi bagaimana dengan muridku dan kawanku ini, apa Ong-ya mau menerima mereka juga?" kata Bu-lim-thiankiauw.
"Ya, masa mereka tidak diundang?" kata Tiang Cie.
Sebenarnya Lie Tiong Chu ragu, tapi karena gurunya yang mengajak, dia menurut saja. Mereka ikut dengan pengawalan pasukan Kim. Tak lama mereka sampai di istana Wan-yen Tiang Cie. Dia memimpin Tam Yu Cong, sedang Ho dan Lie Tiong Chu dilayani oleh Pan Kian Hoo, si kepala rumah tangga istana itu.
Saat berjabatan tangan Pan Kian Hoo mengerahkan tenaganya untuk menguji kedua tamunya itu. Ho Leng Wie dan Lie Tiong Chu pun merasakan tenaga dalam Pan Kian Hoo yang cukup tinggi. Di sini ada Jen Thian Ngo, Wanyen Hoo, See-bun Souw Ya dan yang lain-lain, Jika mereka harus bertarung di situ, mereka yakin tak mudah untuk 2344
meloloskan diri dari sana. Wan-yen Tiang Cie diam-diam menguji tenaga dalam Bu-lim-thian-kiauw. Saat pelayan membawakan teh, Wan-yen Tiang Cie sengaja menerima nampan dari tangan si pelayan dan menyuguhkan sendiri air teh itu pada Bu-limthian-kiauw.
"Ini teh wangi hadiah dari Sri Baginda, silakan Pwee-cu mencicipinya." kata Wan-yen Tiang Cie.
"Terima kasih," kata Bu-lim-thian-kiauw.
Wan-yen Tiang Cie menyodorkan nampan ke dada Bu-limthian-kiauw. Segera Bu-lim-thian-kiauw mengetahui tuan rumah mengerahkan tenaga dalamnya untuk mengujinya. Jika nampan tak dia tahan dan membentur dadanya, maka dia akan terluka parah.
"Jangan sungkan, letakkan saja di meja!" kata Tam Yu Cong.
Saat tenaga keduanya bentrok, nampan teh itu bergetar, tapi air tehnya tidak tumpah. Tam Yu Cong langsung mengangkat cawan teh dan berkata.
"Harum dan sedap teh ini!" kata Tam Yu Cong.
Pelayan itu mengangkat nampan teh untuk diganti dengan nampan berisi makanan. Saat nampan terangkat, Wan-yen Tiang Cie kaget melihat bekas nampan tertera di atas meja. Tapi dia coba berusaha setenang mungkin.
"Anda hebat Tam Pwee-cu, aku kagum sekali. Tapi sayang meja ini jadi tidak rata, biar aku yang akan menghaluskannya kembali." kata Wan-yen Tiang Cie.
Dia mengusap meja yang berbekas nampan itu hingga rata kembali. Diam-diam Wan-yen Tiang Cie sadar bahwa tenaga dalam Bu-lim-thian-kiauw lebih tinggi setingkat darinya. Dia kaget tapi berusaha tenang.
2345 "Setinggi apapun kepandaiannya, dia sudah masuk perangkapku. Aku yakin dia tidak akan mudah lolos dari tanganku!" pikir Wan-yen Tiang Cie.
"Saudara Tam, selama ini kau berada di mana" Sri Baginda dan aku sangat rindu padamu." kata Wan-yen Tiang Cie.
"Aku berkelana di kalangan Kang-ouw, ke mana saja aku pergi, sulit kujelaskan padamu!" kata Tam Yu Cong.
"Luas sekali pengalaman Anda saudara Tam, pasti banyak kenalanmu. Aku ingin tahu, menurutmu siapa jagoan di kalangan kang-ouw sekarang ini?" kata Wan-yen Tiang Cie lagi.
"Kenalanku banyak dan hampir semuanya jago-jago silat zaman ini! Maka itu sulit sekali untuk menilai siapa yang paling jago!" kata Tam Yu Cong.
"Pendapatmu dan pendapatku pasti berbeda. Tapi ada dua orang yang aku ingin tahu, bagaimana penilaianmu terhadap mereka itu," kata Wan-yen Tiang Cie.
"Siapa mereka itu?" kata Bu-lim-thian-kiauw.
"Mereka suami istri yang sangat terkenal, Hong-lay-mo-li Liu Ceng Yauw, dan suaminya yang bergelar Siauw-go-kiankun Hoa Kok Han, pasti. Anda kenal mereka!" kata Wan-yen Tiang Cie.
"Benar, aku kenal mereka. Mereka itujago-jago luar biasa," kata Tam Yu Cong.
"Hong-lay-mo-lie berkedudukan di Kim-kee-leng, dia bersama laskar rakyatnya menentang bangsa Kim! Apa kau juga tahu?" kata Wan-yen Tiang Cie.
Tam Yu Cong mengangguk. "Aku tahu!" 2346 "Hm! Kalau begitu jago yang kau maksudkan orang yang menentang bangsa Kim, begitu?" kata Wan-yen Tiang Cie.
"Maaf Ong-ya, Jenghis Khan dari Mongol itu termasuk ksatria dan pahlawan bukan?" kata Tam Yu Cong.
"Kegagahan Jenghis Khan tidak ada bandingannya di zaman ini, jadi sudah tentu dia seorang ksatria besar!" kata Wan-yen Tiang Cie.
"Sejak Jenghis Khan memerintah Mongol beberapa puluh tahun lamanya, entah sudah berapa kali mereka bertempur dengan Kerajaan Kim. Walau mereka hidup damai dengan kita, tapi rencana mereka ingin mencaplok Kerajaan Kim bukan rahasia lagi. Apa menurut Ong-ya Jenghis Khan itu bukan musuh kita" Karena pendapat kita tidak sama, maka saat mengakui pahlawan dari pihak musuh pun akan berbeda."
"Tetapi bagaimanapun kau tetap bangsa Kim dan bukan bangsa Han?" kata Wan-yen Tiang Cie.
"Tapi kau pun harus mengakui, bahwa Kim-kee-leng itu tanah air bangsa Han," kata Bu-lim-thian-kiauw. "Menurut kita mereka itu pemberontak, namun menurut mereka malah sebaliknya!"
"Tentang saudara sepupumu Tam See Eng yang kalah besar saat memimpin pasukan untuk menyerang Kim-keeleng, apa kau juga tahu?" kata Wan-yen Tiang Cie.
"Peristiwa itu menggemparkan, sudah tentu aku pernah mendengarnya," jawab Bu-lim-thian-kiauw.
"Demi kejayaan Kim dan kehormatan keluarganu, apa pendapatmu jika kuusulkan kepada Sri Baginda agar kau diangkat menjadi panglima pasukan untuk menggempur Kim-kee-leng?" kata Wan-yen Tiang Cie.
2347 "Menurut pendapatku, musuh yang mengancam Kerajaan Kim adalah bangsa Mongol. Maka jika pemerintah mengerahkan kekuatan untuk menggempur Kim-kee-leng, rasanya sungguh ganjil." kata Tam Yu Cong.
"Berdamai dengan Mongol itu suatu keputusan Baginda, apa Anda anggap Baginda kurang bijaksana," kata Wan-yen Tiang Cie sambil berdiri hendak pergi.
Tadi Wan-yen Tiang Cie sengaja memancing Tam Yu Cong agar dia mengeluarkan pendapatnya yang menentang Kerajaan Kim. Dengan demikian dia bisa melaksanakan niatnya menangkap Tam Yu Cong. Ditambah lagi di luar istana sudah berkumpul pasukan panah dengan anak panah berbisanya. Sedang di belakang pintu angin sudah siaga jagojago pilihan. Jika Wan-yen Tiang Cie memberi aba-aba, dengan serentak Bu-lim-thian-kiauw bertiga akan dibinasakan. Bu-lim-thian-kiauw tetap tenang, dia tetap menanti apa yang ingin dilakukan oleh lawannya. Pada saat yang tegang itu, tiba-tiba terdengar orang berseru.
"Titah Raja tiba!"
Wan-yen Tiang Cie terperanjat ketika dia mendengar seruan itu. Dengan sangat terpaksa dia mengurungkan mengeluarkan perintah untuk membekuk Bu-lim-thiankiauw dan kawan-kawan.
"Buka pintu untuk menyambut titah Baginda!" kata Wan-yen Tiang Cie.
Tak lama masuk seorang Thay-kam (sidasida istana) dan seorang Wisu (pengawal) istana. Wan-yen Tiang Cie sudah kenal pada Thay-kam bernama Maliha, Thaykam itu mengurus urusan istana dan paling dipercaya oleh Raja.
Tapi Wisu itu tidak dikenalnya. Ketika Wan-yen Tiang Cie mau berlutut untuk menerima titah raja, mendadak Maliha berkata,
2348 "Ong-ya, titah Raja bukan ditujukan padamu, tapi pada Tam Pwee-cu!"
Mendengar keterangan itu, Bu-lim-thian-kiauw maju ke depan untuk mendengarkan titah raja.
Tak lama dengan suara lantang Maliha berseru,
"Hong-siang (Baginda) minta Pwee-cu menerima titah dan segera ikut ke istana untuk menghadap pada Hong-siang!"
Kejadian itu di luar dugaan Wan-yen Tiang Cie. Karena Maliha seorang Thay-kam kepercayaan baginda, Wan-yen Tiang Cie tidak berani membantah. Dia heran kenapa baginda menerima kabar secepat itu, padahal Tam Yu Cong baru saja tiba. Dia heran siapa sebenarnya Wi-su baru itu"
Dia yakin belum pernah melihatnya. Diam-diam dia kuatir juga, janganjangan baginda memakai Wisu kepercayaannya untuk mengawasi gerak-geriknya. Dengan demikian Wisu itu sengaja dirahasiakan, pantas jika Wisu itu tidak dikenalnya. Karena berpikir bahwa baginda telah mencurigai dirinya, mau tak mau Wan-yen Tiang Cie jadi tak tentram. Selesai menerima titah raja, Bu-lim-thiankiauw berkata.
"Apa murid dan keponakanku juga boleh aku bawa menghadap Hong-siang?" kata Tam Yu Cong.
"Boleh!" kata Maliha. "Terserah Hong-siang mau menerima atau tidak?"
Tam Yu Cong pamit pada Wan-yen Tiang Cie. Ketika ia sampai di luar, di sana sudah menunggu sebuah kereta kuda milik kerajaan Kim. Melihat kereta itu Wan-yen Tiang Cie 2349
tidak sangsi lagi, walau tetap merasa heran karena wi-su itu tak pernah bicara. Lie Tiong Chu dan Ho Leng Wie pun keheranan dan sangsi. Mereka pun berpikir, ia pikir si wi-su itu pernah dilihatnya, walau dia lupa di mana mereka pernah melihatnya.
Saat itu Tam Yu Cong sudah naik kereta bersama Maliha. Lie Tiong Chu dan Ho Leng Wie duduk di tempat kusir. Dan yang menjadi kusir wi-su istana Kim itu. Lie Tiong Chu dan Ho Leng Wie duduk di kanan dan kiri dia, tak sadar mereka mengawasi wi-su itu itu beberapa kali, tapi mereka tetap ragu. Ketika kereta sudah sampai di suatu tempat yang sepi, mendadak wi-su itu menghentikan keretanya dan berkata sambil tertawa.
"Lupakah kalian padaku" Sekarang silakan kalian turun di sini!" kata wi-su itu.
Mendengar suara wisu itu, seketika Ho Leng Wie terkejut bercampur girang, dia berseru.
"Hai, Suhu, ternyata kau!" kata Leng Wie.
Lie Tiong Chu pun baru ingat, wisu itulah yang pernah meno-longinya di Thian-tam tempo hari. Sambil tertawa terbahak-bahak Tam Yu Cong berkata.
"Bu Toa-ko, silakan kau turun di sini, biar kita membagi tugas! Kau pulang bersama muridku dan aku yang akan masuk ke istana bersama Ma Kong-kong." kata Tam Yu Cong.
"Eh, jadi kau tetap ingin masuk ke istana?" kata Bu Su Tun.
"Benar, jangan kuatir, aku pasti kembali," kata Tam Yu Cong. "Muslihat Tiang Cie sudah kuketahui, coba pikir, masa persoalan ini bisa kudiamkan?"
2350 Tam Yu Cun segera naik ke tempat kusir menggantikan Bu Su Tun, lalu melanjutkan perjalanan ke istana. Setelah turun dari kereta, Ho Leng Wie bertanya pada gurunya.
"Suhu, kenapa bisa begini?" kata Leng Wie.
"Semua terjadi secara kebetulan sekali. Ketika Tam Yu Cong datang, dia ke rumah ibu asuhnya. Ternyata di sana kalian sedang mendapat masalah," kata Bu Su Tun.
"Bagaimana dengan titah raja itu?" tanya Lie Tiong Chu.
"Titah itu palsu!" kata Bu Su Tun.
"Kenapa Thay-kam itu mau membantu Suhu?" tanya Lie Tiong Chu heran.
"Dia kupaksa supaya menuruti perintahku," kata Bu Su Tun sambil tersenyum.
Tam Yu Cong tahu seluk-beluk istana karena dia seorang pangeran Kim. Sedang Bu Su Tun pernah bekerja sebagai pengawal raja Kim, dengan demikian dia tahu keadaan istana. Ketika Tam Yu Cong datang hendak
menyelamatkan ibu asuhnya, Bu Su Tun yakin Tam Yu Cong pasti bertemu dengan Wan-yen Tiang Cie, dia lalu berusaha menculik Maliha, si thaykam. Karena diancam thay-kam itu menuruti perintah Bu Su Tun.
"Berani sekali Suhu menempuh bahaya! Tapi mengenai niat Wan-yen Tiang Cie ingin merebut tahta, Paman Bu juga yang memberi tahu Suhu?" kata Lie Tiong Chu.
"Saat datang ke istana, dia sudah memperoleh keterangan itu dari sahabatnya. Hanya sayang keterangannya kurang jelas dibanding penjelasanku," kata Bu Su Tun.
"Sekarang kita akan ke mana, ke markas Kay-pang atau ke tempat muridmu, Suhu?" tanya Ho Leng Wie.
2351 "Ke tempatmu saja agar ayahmu tidak kuatir," kata Bu Su Tun. "Alamatmu pun sudah kukatakan pada Tam Tayhiap."
"Wan-yen Tiang Cie pasti tidak menduga kalau kita tidak ada di istana Kim. Andaikata dalam perjalanan kita ke Seesan, dia mengetahuinya, itu pun rasanya sudah terlambat," kata Lie Tiong Chu.
Dugaan Lie Tiong Chu tidak keliru, karena Wan-yen Tiang Cie telah mengetahui hal itu, sudah terlambat.
Tentang Bu Su Tun yang menyamar juga sudah diketahui Wan-yen Hoo. Sesudah ayahnya mengantarkan Tam Yu Cong yang akan ke istana. Wan-yen Hoo menemui ayahnya, lalu mengisahkan kejadian di Thian-tam juga tentang seorang perwira Kim yang dicurigainya.
Mendengar keterangan itu Wan-yen Tiang Cie kaget, walau dia yakin Maliha bukan Maliha palsu, apalagi Thay-kam itu memang kepercayaan junjungannya. Tak lama Wan-yen Tiang Cie segera mengirim orang ke istana untuk menyelidiki kebenaran cerita anaknya itu. Selang tak lama datang laporan.
"Benar, Maliha memang mengantar Tam Yu Cong ke istana raja, tapi mereka hanya berdua saja tanpa si perwira dan kedua pemuda itu!" kata si pelapor.
Wan-yen Tiang Cie jadi sangsi.
"Maliha itu Thay-kam kesayangan baginda, dia pun membawa Tam Yu Cong ke istana. Jadi hal itu tidak perlu disangsikan lagi. Tetapi ke mana pengawal itu" Ini harus kuselidiki! "pikir Wan-yen Tiang Cie.
Segera Wan-yen Tiang Cie masuk ke istana untuk menghadap raja. Mengenai jejak pengawal serta kedua anak muda itu, Wan-yen Hoo yang diberi tugas untuk mengusutnya. Sesudah itu Wan-yen Hoo memilih belasan 2352
jago kelas tinggi yang terbagi empat tujuan untuk mengusut jejak ketiga buronan itu. Tiap kelompok disertai orang yang sudah mengenal Lie Tiong Chu dan Ho Leng Wie.
Ketika Bu Su Tun bersama Ho Leng Wie dan Lie Tiong Chu sampai di See-san, hari sudah hampir gelap. Saat itu mereka baru melewati Leng-san-sie, sebuah kuil di lereng bukit itu. Sedang untuk mencapai Pit-mo-giam atau tempat tinggal keluaga Ho, mereka masih harus mendaki lagi. Saat itu secara tiba-tiba terdengar suara derap kaki kuda yang riuh sekali di belakang mereka.
Ketika Bu Su Tun menoleh, tampak empat orang penunggang kuda sedang menyusul mereka. Sedang Jen Thian Ngo terlihat berada di antara para pengejar itu. Selain itu ada seorang kakek kurus yang pernah bertarung dengannya di Thian-tam,. Dia terlihat bersama dua orang kakek yang tinggi besar, seorang berumur limapuluh tahun, dan yang kedua tidak dikenalnya. Setelah dekat, kakek itu melompat dari kudanya sambil membentak.
"Beraninya kau menyamar sebagai perwira dan pengawal istana Di Thian-tam kami dikelabui olehmu, sekarang jangan harap kau bisa lolos dari tanganku!" kata si kakek.
"Hm, tua bangka macam kau punya kepandaian apa, beraninya kau membual di depanku?" kata Bu Su Tun.
Tempo hari kakek kurus itu memang pernah bertarung dengan Bu Su Tun. Tapi karena belum tahu lihaynya bekas Ketua Kay-pang itu, dia kira kepandaian Bu Su Tun setingkat dengannya. Padahal dia salah satu di antara tiga iblis yang paling ditakuti orang Kang-ouw, dan dia tidak pernah dia diolok-olok orang seperti itu" Maka itu dia balas mendamprat.
"Baik, kau boleh belajar kenal dengan tua bangka macam aku ini!" kata si kakek.
2353 Tak lama dia menyerang Bu Su Tun dengan hebat.
Samberan angin pukulannya membawa hawa dingin itu seolah masuk ke tulang. Lie Tiong Chu dan Ho Leng Wie yang berdiri di samping menggigil kedinginan, sedang Bu Su Tun yang diserangnya tenang-tenang saja.
"Aku memang sedang gerah, terima kasih!" kata Bu Su Tun mengejek.
Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ketika kedua tangan mereka beradu, si kakek kurus merasakan hawa hangat yang membuat tubuhnya kelelahan dan lesu, rasanya dia mengantuk dan ingin tidur. Si kakek kurus terkejut, dia gigit lidahnya hingga semangatnya timbul kembali. Tak lama dia menghantam lawannya tiga kali. Tetapi semua serangannya bisa ditangkis oleh Bu Su Tun.
"Hm! Siu-lo-im-sat-kangmu entah sudah berapa orang saja yang kau celakai! Sekarang tiba hari naasmu!" kata Bu Su Tun.
Berbareng kata-kata itu Bu Su Tun melancarkan serangan balasan yang dahsyat. Sebenarnya kakek kurus itu terhitung jago kelas tinggi di bawah Wan-yen Tiang Cie, tapi saat mendapat pukulan Bu Su Tun, dia bergetar. Tidak urung dia mundur beberapa langkah ke belakang. Pukulan Bu Su Tun disebut Kim-kong-ciang, ilmu pukulan bertenaga sakti, sejenis ilmu yang kekuatannya memang lebih tinggi dari si kakek, bahkan Kim-kong-ciang merupakan ilmu pukulan anti Siu-loim-sat-kang. Melihat kawannya terdesak, si kakek tinggi besar itu segera menerjang maju untuk mewakili kawannya menyambut pukulan Bu Su Tun.
"Braak!" Langsung si kakek tinggi besar itu bergetar mundur dua tiga langkah ke belakang. Mulutnya keluar darah segar, jelas dia terluka dalam. Tapi telapak tangan Bu Su Tun pun 2354
panas seperti terbakar, malah disertai rasa gatal-gatal dan ngilu.
"Hai, rupanya kau si iblis pencuri kitab pusaka keluarga Suang!" bentak Bu Su Tun. "Tapi sayang Hoa-hiat-tomu belum sempurna. Mana bisa kau melukaiku" Hm, tak akan kubiarkan kau mencelakai orang lain lagi!"
Sesudah itu kembali Bu Su Tun melancarkan pukulan keras. Semula mulut si kakek tinggi besar itu hanya terlihat mengeluarkan darah. Tapi sekarang dia muntah darah segar, seperti orang mabuk. Tubuhnya sempoyongan. Dari jarak jauh dia balas menghantam sekali ke arah Bu Su Tun.
Aneh, setelah muntah darah, tenaga pukulan lelaki itu jadi bertambah dahsyat dibanding pukulannya tadi. Ketika kedua tangan mereka beradu maka terdengarlah suara keras. Si kakek kurus yang sudah bisa menenangkan dirinya lagi, segera berseru keras.
"Hei! Ternyata kau mahir Kim-kong-ciang, malah lebih hebat dibanding dengan Liok Kun Lun, apa kau ini Bu Su Tun yang pernah menjabat ketua Kay-pang?"
"Benar," jawab Bu Su Tun. "Siu-lo-im-sat-kang yang kau gunakan untuk mencelakai orang itu harus kumusnahkan!"
"Hm! Bu Su Tun, jangan sombong dulu!" ejek si kakek kurus. "Memang, jika satu lawan satu aku bukan tandinganmu, tapi karena sekarang kami berdua, untuk bisa menang kau perlu memanggil Liok Kun Lun dulu ke sini."
Sambil berbicara kakek kurus itu bergabung dengan si kakek tinggi besar. Setelah bergabung, tenaga pukulan mereka bertambah hebat. Kekuatan pukulan Bu Su Tun yang dahsyat itu pun dapat dihalau kembali oleh keduanya.
"Bu Su Tun jangan lupa, masih ada aku!" kata Jen Thian Ngo berseru sambil menerjang maju. "Hm! Rupanya kau 2355
buronan yang dicari pemerintah Kim! Kau jangan menyesal jika aku tidak memakai peraturan Kang-ouw!"
Cit-siu-kiam-hoat sebagai ilmu andalan Jen Thian Ngo memang termasuk ilmu khas di dunia persilatan, kekuatannya pun tidak di bawah kedua kakek kurus dan tinggi besar itu. Tadi Bu Su Tun mulai kewalahan menghadapi kerubutan kedua kakek itu, apalagi sekarang ditambah dengan Jen Thian Ngo. Lie Tiong Chu dan Ho Leng Wie tidak tinggal diam, segera mereka maju untuk membantu Bu Su Tun. Melihat Lie Tiong Chu, seketika Jen Thian Ngo naik darah.
"Hm! Kebetulan sekali kedatanganmu, keparat! Kau yang membawa anak perempuanku kabur! Maka itu akan kubinasakan kau dulu!" kata Jen Thian Ngo.
Namun, serangan Jen Thian Ngo ditangkis oleh Lie Tiong Chu dengan serulingnya yang tidak kalah tangkasnya, hingga berturut-turut sebanyak tiga kali serangan musuhnya bisa dipa-tahkannya, malah sekaligus dia balas mengincar jalan darah di tubuh lawan. Si kakek tinggi besar sempat melancarkan pukulan ke arah Ho Leng Wie.
"Awas anak Wie itu pukulan berbisa!" teriak Bu Su Tun memperingatkan muridnya itu.
Walau Ho Leng Wie mengiakan, dia tetap melancarkan serangan dengan keras lawan keras. Tiba-tiba dia hantam tangan musuhnya. Seperti pukulan gurunya, pukulan Ho Leng Wie pun dahsyat.
Maka itu terlihat si kakek tinggi besar agak jerih menghadapi pukulan itu. Tiba-tiba dia memutarkan tangannya agar tidak bentrok dengan tangan Ho Leng Wie.
Tapi Ho Leng Wie segera mengganti serangannya sambil mengelak dari pukulan musuh. Karena kedua orang itu 2356
sama lihaynya, masing-masing pukulan mereka luput mengenai sasaran.
Saat itu Bu Su Tun memuji ketangkasan muridnya itu.
Padahal dia tahu keuletan Ho Leng Wie masih kurang. Jika mereka bertarung sedikit lama lagi, mungkin dia akan kewalahan menghadapi pukulan berbisa lawan. Segera dia mendesak mundur si kakek kurus, lalu menerjang ke arah lawan muridnya. Tak lama kedua telapak tangannya memukul sekaligus ke arah Jen Thian Ngo dan ke arah si kakek tinggi besar. Tapi si kakek tinggi besar itu menggeser mundur untuk menghindari pukulan dahsyat Bu Su Tun.
Tak lama Jen Thian Ngo berseru.
"Baiklah, kau layani kedua bocah itu!" kata Jen Thian Ngo.
Sesudah itu dia langsung menghadapi Bu Su Tun bersama si kakek kurus. Sedang si kakek tinggi besar melayani kerubutan Lie Tiong Chu dan Ho Leng Wie.
Pertarungan berlangsung sengit. Ternyata di pihak Jen Thian Ngo masih ada seorang laki-laki setengah umur, karena takut menghadapi pertarungan dahsyat itu dia tidak berani ikut bertempur.
Rupanya lelaki setengah umur ini Ie Hoa Liong, murid Jen Thian Ngo. Sedang si kakek tinggi besar See-bun Siouw Ya dan si kakek kurus itu Chu Kiu Sek. Sebenarnya kepandaian See-bun Souw Ya maupun Chu Kiu Sek termasuk kepandaian kelas satu. Jika mereka berdua maju bersamaan. Tapi sialnya, lawan mereka adalah Bu Su Tun yang tidak mempan racun pukulan mereka.
Di antara mereka berempat hanya Ie Hoa Liong yang kepandaiannya paling lemah, maka itu dia tidak berani ikut bertempur. Bahkan dia terus mundur semakin jauh karena 2357
tidak tahan oleh hawa dingin yang timbul dari Siu-lo-imsatkang yang digunakan Chu Kiu Sek.
Bu Su Tun melayani Jen Thian Ngo dan Chu Kiu Sek dengan sama kuatnya. Sedang di pihak lain Lie Tiong Chu dan Ho Leng Wie menghadapi See-bun Souw Ya. Tapi setelah dua tiga puluh jurus, lambat-laun mereka terdesak juga.
Sekalipun pukulan See-bun Souw Ya tidak sampai mengenai tubuh mereka, tapi hawa berbau amis itu sangat luar biasa hingga mereka mual. Lama-lama mereka jadi pening mencium bau tidak sedap itu. Lie Tiong Chu dan Ho Leng Wie selain harus menahan serangan lawan mereka juga harus mengerahkan tenaga dalam untuk melawan serangan hawa berbisa lawan. Tapi lambat-laun merekapun mulai kepayahan juga.
Melihat Ie Hoa Liong tidak berani ikut bertempur, bahkan menghindar semakin jauh, Jen Thian Ngo dongkol sekali, "Hai tolol, kenapa kau tidak lekas mencari balabantuan?" bentaknya.
Ie Hoa Liong yang sadar, segera melepas anak panahnya beberapa kali ke udara. Sesudah itu dia pun lari ke tempat kuda yang ditambat pada sebatang pohon. Tetapi sebelum sampai ke tujuan, tiba-tiba terlihat dua bayangan sedang mendatangi secepat kilat. Ketika Ie Hoa Liong menegasi, kiranya kedua orang itu Kok Siauw Hong dan Han Pwee Eng. Bukan main kagetnya Ie Hoa Liong, tanpa pikir panjang lagi dia bersembunyi di semak-semak. Untung Kok Siauw Hong dan Han Pwee Eng sedang terburu-buru ke tempat pertempuran, hingga mereka tidak memperhatikan persembunyian Ie Hoa Liong. Ketika sampai di lereng bukit tempat menambat kuda, tiba-tiba Han Pwee Eng mendapat akal. Dia sengaja memotong tali kendali kuda, hingga 2358
keempat ekor kuda itu lepas semuanya, dengan demikian musuh tidak bisa melarikan diri.
Ketika mengetahui kedatangan kedua bayangan itu, Jen Thian Ngo jadi heran kenapa bala-bantuan itu begitu cepat datangnya. Namun, ketika Kok Siauw Hong berdua sudah dekat, barulah Jen Thian Ngo kaget ketika mengenali kedua anak muda itu. Dari jarak jauh Kok Siauw Hong sudah membentak.
"Bagus, Jen Thian Ngo! Kau masih berani main gila dan membantu musuh, jangan salahkan pedangku jika tidak kenal orang tua macam kau!" kata Kok Siauw Hong.
"Mari kita bereskan dulu See-bun Siuw Ya, aku kira Bu Pang-cu sanggup melayani Jen Thian Ngo dan Chu Kiu Sek," kata Han Pwee Eng.
"Ya!" kata Kok Siauw Hong.
"Saudara Lie, silakan istirahat, biar kami yang menggantikan kalian!" kata Kok Siauw Hong.
Kok Siauw Hong bersama Han Pwee Eng langsung menerjang ke tengah pertarungan, sinar pedang mereka berkelebat mengitari See-bun Souw Ya.
"Hm! Padahal kalian pernah kukalahkan, tapi nyata kau masih berani mencari masalah denganku!" kata See-bun Souw Ya.
"Jangan sombong, ayo kita bertarung lagi!" kata Kok Siauw Hong.
Kok Siauw Hong segera melancarkan serangan sebanyak tiga kali ke arah jalan darah lawan. Mendapat serangan itu bukan main kagetnya See-bun Souw Ya, ternyata ilmu pedang Kok Siauw Hong begitu maju pesat.
2359 Ilmu pedang Kok Siauw Hong memang jauh lebih maju, tapi anehnya kenapa dia bisa melancarkan serangan kilat hingga membuat panik See-bun Souw Ya. Ternyata hal itu bukan karena kemajuan ilmu pedangnya saja, tetapi serangan Siauw Hong digabung dengan ilmu pedang nona Han yang telah dilatihnya dengan tekun setahun lebih.
Selain itu mereka juga diberi petunjuk oleh Kong-sun Po cara bagaimana melayani ilmu berbisa keluarga Suang.
Sedang See-bun Souw Ya juga baru bertarung melawan Bu Su Tun, hingga membuat tenaganya terkuras cukup banyak.
Belum lagi dia dikeroyok oleh Lie Tiong Chu dan Ho Leng Wie yang tak kalah lihaynya. Jadi tak heran saat menghadapi Siauw Hong dan nona Han dia jadi kewalahan. Serangan Siauw Hong dan Han Pwee Eng begitu gencar, hingga terpaksa See-bun Souw Ya menggunakan "Hoo-hiat-to" untuk mengimbangi lawanlawannya
"Hm! Bagus!" bentak Kok Siauw Hong. Ternyata serangan pemuda ini luar biasa cepatnya, sekalipun pedangnya agak melenceng oleh pukulan lawan, namun ujung pedangnya berhasil melukai telapak tangan See-bun Souw Ya.
"Aduh!" teriak See-bun Souw Ya. Tiba-tiba dia menyerang Han Pwee Eng, tapi dengan cepat dapat dihindari, hingga terkaman See-bun Souw Ya gagal. Setelah menyerang dengan hebat, See-bun Souw Ya langsung kabur. Nona Han yang melihat dia kabur akan mengejarnya, tapi Kok Siauw Hong berseru.
"Jangan dikejar!" kata Kok Siauw Hong. "Ilmu racunnya sudah rusak, untuk mengembalikannya dia harus berlatih paling tidak tiga tahun! Ada kemungkinan dia pun akan terserang penyakit gila. Apalagi dia baru kehilangan kitab racunnya. Rasanya sulit bagi dia sekarang!"
2360 Kata-kata Kok Siauw Hong sengaja diteriakkan agar didengar oleh See-bun Souw Ya yang sedang lari.
Mendengar teriakan Kok Siauw Hong dia kaget bukan kepalang,
"Ah ternyata Wan Ceng Liong telah merebut kitab racunku. Kudengar dia akan menyerahkannya pada Hekhong-to-cu Kiong Cauw Bun. Kenapa aku tak menemuinya Sekalipun dia tak mau mengembalikan kitab itu tapi jika dengan bantuan Liong-siang Hoat-ong mungkin dia terpaksa menyerahkannya" pikir See-bun Souw Ya.
Kemelut Blambangan 6 Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung Pedang Ular Merah 8
2289 "Sreet!" Wan-yen Hoo terkejut karena kipasnya tertusuk seruling orang she Lie yang digunakan sebagai senjata, saat dia menotok tadi. Pinggang Wan-yen Hoo tertotok. Tak ampun lagi Wan-yen Hoo tergelincir dan roboh dari tingkat dua altar tersebut. Tiba-tiba Wan-yen Hoo merasa kesemutan, untung tak sampai celaka.
Nona Jen ikut melompat turun. Tapi tak lama para bu-su (pahlawan bangsa Kim) segera bermunculan di tempat itu.
Saat itu karena terdesak Wan-yen Hoo mengharapjan bantuan dari anak buahnya. Tapi karena lawan terus mendesak, terpaksa dia melemparkan kipasnya ke arah nona Jen.
Namun, dengan gesit nona Jen berakrobat menghindari kipas lawan. Kedua goloknya dia pakai untuk membacok lawan. Karena kipas Wan-yen Hoo mengenai golok nona Jen, dia kaget karena tangannya kesemutan. Saat itu karena kakinya menginjak lantai, tubuh si nona sedikit limbung.
Untung Tiong Chu dapat memegang si nona hingga tak sampai terjatuh.
"Kau tidak apa-apa?" kata si pemuda.
"Tak apa-apa, ayo kejar dia!" kata si nona.
Saat itu para bu-su pun sudah sampai.
"Sudah terlambat, ayo kita pergi!" kata Lie Tiong Chu.
Dia segera memungut sepasang golok nona Jen, dan langsung pergi dengan cepat sekali.
"Mereka ada di sini!" teriak seorang bu-su.
Saat itu Lie Tiong Chu dan nona Jen sedang melompat ke bawah. Melihat ada musuh Lie Tiong Chu menghantam musuhnya dengan senjata. Walau ilmu silat kedua Bu-su itu 2290
lumayan, tapi sayang mereka tak sanggup menangkis serangan Lie Tiong Chu.
Saat itu suara beradunya senjata terdengar saling susul.
Tiba-tiba golok salah satu bu-su itu terlontar. Saat Lie Tiong Chu sampai di bawah dengan cepat dia cepat menyambar senjata rantai lawan dan langsung ditarik dengan sekuatnya.
Tak ampun lagi bu-su tersebut tertarik, lalu ditangkap dan dilemparkan ke belakang.
Kebetulan lemparan Lie Tiong Chu cukup jauh hingga busu itu jatuh di dekat Wan-yen Hoo. Dengan sigap Wanyen Hoo menotok bu-su itu hingga menjerit dan tewas seketika. Hal itu dilakukan Wan-yen Hoo karena dia tak mau diketahui kalau dia telah melanggar larangan yang berlaku ditempat itu.
Mendengar suara jeritan kawannya, bu-su yang seorang lagi kaget. Dia tak yakin kawannya akan mati jika hanya dilempar oleh orang she Lie. Apalagi di atas setahu dia hanya ada Wan-yen Hoo. Kini tahulah dia jika kawannya dibunuh oleh majikannya sendiri. Maka tak heran jika dia berkeringat dingin.
Akhirnya busu ini sadar mereka salah karena memasuki daerah terlarang. Jadi dibunuhnya sang teman karena Siauw Ong-ya tak ingin ada saksi, bahwa dia datang ke tempat itu. Maka itu dia berpura-pura tak tahu karena berharap dia tak dibunuh oleh Wan-yen Hoo yang kejam itu.
Dengan segera dia membalikkan tubuhnya untuk kabur.
Namun, sebelum pergi dia sarankan agar semua kawannya mengikuti jejaknya dan kabur. Hal itu tentu saja merupakan keberuntungan bagi Lie Tiong Chu dan nona Jen, karena mereka bisa meloloskan diri. Tak lama mereka sudah ada di 2291
hutan cemara lagi. Di tengah hutan yang lebat karena cuaca gelap, jarak pandang mereka tak terlalu jauh.
"Ah, jalan mana yang harus kita pilih agar kita bisa keluar dari hutan ini," kata Lie Tiong Chu.
Tiba-tiba terdengar suara tertawa menyeramkan, tak lama ada orang bicara.
"Bocah liar dan anak nakal, jangan harap kalian bisa lolos dari tanganku!" katanya sambil diawasi, ternyata dia Chu Kiu Sek kawan See-bun Souw Ya.
Dia datang sendiri karena See-bun Souw Ya belum sembuh lukanya. Dengan demikian hanya Chu Kiu Sek yang mengawal Wan-yen Hoo. Saat itu Chu Kiu Sek langsung menyerang mereka. Untung Lie Tiong Chu cukup lihay, dengan demikian dia mampu menahan serangan dingin lawan. Tetapi nona Jen tak bisa menahan pukulan Siu-lo-im-sat-kang kepungan Chu Kiu Sek. Lie Tiong Chu segera mengangkat seruling lalu meniupnya. Tak lama suara arus hawa hangat segera muncul. Ternyata hawa panas yang keluar dari seruling kumalanya mampu menahan hawa dingin dari pukulan Siu-lo-im-sat-kang musuhnya.
Sadar pukulannya tak mampu merobohkan lawan, Chu Kiu Sek kaget juga. Ternyata ilmu Keng-sin-pit-hoat Lie Tiong Chu mampu mengatasi ilmu silatnya. Maka itu dia memperhebat serangannya.
Saat itu Lie Tiong Chu merasa kedinginan sekali. Tapi karena memegang seruling pusaka, dia masih bisa bertahan semampunya. Tetapi bagi nona Jen kedinginan itu seolah membuat tubuhnya beku. Melihat hal itu, Lie Tiong Chu bukan kepalang khawatir.
Chu Kiu Sek tertawa terbahak-bahak.
2292 "Karena kau putri Jen Thian Ngo, aku tak akan menyusahkanmu, ayo kau ke mari!" kata Chu Kiu Sek sambil mengibaskan lengan bajunya hngga seruling Lie Tiong Chu menyimpang dari sasaran. Tiba-tiba tangan kiri Chu Kiu Sek mencengkram ke arah nona Jen Ang Siauw.
Lie Tiong Chu yang saat itu sedang terdesak, tak mampu menolongnya.
Saat Chu Kiu Sek sedang girang karena mengira si nona akan tertangkap, tiba-tiba sesosok bayangan menyambar dengan secepat kilat. Tetapi karena pendengaran Chu Kiu Sek sangat tajam, maka terjangan orang itu bisa diketahuinya. Semula dia kira orang itu jago silat dari istana Kim anak buah Wan-yen Hoo, maka itu dia tidak memperhatikannya. Namun di luar dugaan, begitu orang itu dekat dia langsung membacok dengan goloknya.
Sambaran angin golok tersebut membuat Chu Kiu Sek kaget. Namun pada detik yang berbahaya, Chu Kiu Sek masih mampu menangkis serangan golok tersebut.
Ternyata permainan golok orang itu lihay sekali, dia tidak gentar pada ilmu Siu-lo-im-sat-kang milik Chu Kiu Sek yang hebat itu.
Goloknya diputar pula menyerang lawan.
Sekalipun cuaca sangat gelap, mungkin karena Chu Kiu Sek sudah terbiasa bertarung di tempat gelap, dia heran karena penyerangnya itu mengenakan seragam tentara pengawal bangsa Kim.
"Aku kawanmu, mereka berdualah musuh kita!" kata Chu Kiu Sek.
Sebaliknya Lie Tiong Chu yang tahu ada bahaya, segera menarik nona Jen untuk diajak kabur. Tapi herannya 2293
perwira Kim itu bukan mengejar mereka, tapi terus bertarung dengan Chu Kiu Sek.
"Aku Chu Kiu Sek!" kata orang she Chu.
"Apa?" kata orang itu. "Kau Chu Kiu Sek?"
"Benar!" "Jadi kau orang yang diundang oleh Ong-ya?" kata orang itu.
"Benar!" kata Chu Kiu Sek.
"Ah aku tidak percaya, setahuku orang she Chu itu sudah diberi tahu tak boleh masuk daerah terlarang. Tapi kenapa kau malah melanggarnya" Itu berarti kau bukan Chu Kiu Sek!" kata orang itu. Saat itu Chu Kiu Sek yang sadar kalau dia telah bersalah memasuki daerah terlarang, jadi berkeringat dingin.
"Ah, dia benar. Jika saja dia tidak memperingatinya, aku bisa melanggar peraturan yang berat sekali!" pikir Chu Kiu Sek.
"Ketika kudengar panggilan Siauw Ong-ya, langsung aku datang. Jadi maaf karena aku tak tahu kalau ini daerah terlarang!" kata Chu Kiu Sek.
"Jangan ngawur! Mana mungkin Siauw Ong-ya ke mari!" kata orang itu. "Apa benar kau ini Chu Kiu Sek!"
Karena Chu Kiu Sek tak bisa membantah, dia hanya mengangguk.
"Benar, maafkan aku benar-benar tak tahu kalau ini tempat terlarang..." kata Chu Kiu Sek agak ketakutan.
"Jika tak tahu kau tak akan disalahkan," kata orang itu.
"Untung kau belum telanjur masuk ke Koan Ciu. Sudah jangan bicara lagi lebih baik kau pergi, Siauw Ong-ya 2294
sedang mencarimu! Biar mereka berdua aku yang menanganinya!"
Mendengar kata-kata itu Chu Kiu Sek langsung pergi akan mencari Wan-yen Hoo. Apalagi dia yakin orang itu akan sanggup menghadapi kedua orang yang kabur tersebut. Tetapi dalam perjalanan itu Chu Kiu Sek berpikir lagi.
"Eh, kenapa perwira itu malah menyerangku, bukan menyerang mereka" Apalagi hampir semua jago Kim kukenali. Tapi heran aku seolah belum mengenalnya?" pikir Chu Kiu Sek.
Hati Chu Kiu Sek jadi curiga. Tapi tak lama dia telah sampai di dalam hutan cemara dan bertemu dengan Wanyen Hoo di sana.
"Sungguh kebetulan kau datang, tadi ada penjahat yang datang kesini. Karena aku agak lengah, aku tertotok. Tapi untung aku sudah bebas. Tolong kau pijiti pinggangku,"
kata Wan-yen Hoo. "Kalau begitu perwira itu benar, sebab Siauw Ong-ya sedang mengharapkan kedatanganku," pikir Chu Kiu Sek.
"Ternyata dia tidak membohongiku!"
Sesudah itu Chu Kiu Sek segera memijiti pinggang Wanyen Hoo hingga keadaannya pulih kembali.
"Terima kasih, apa kedua musuh itu sudah tertangkap,"
kata Wan-yen Hoo. "Bagaimana kau bisa menemukan aku di sini?"
"Ada orang yang sedang mengejar mereka," kata Chu Kiu Sek. "Orang itu yang memberi tahu keberadaan Siauw Ong-ya di sini. Maka itu dengan mudah aku
menemukanmu!" 2295 "Oh begitu, siapa orang itu?" tanya Wan-yen Hoo.
"Tidak sempat kutanya namanya," jawab Chu Kiu Sek.
"Yang jelas kepandaiannya tinggi dan dia pandai memainkan ilmu golok Ngo-houw-toan-bun-to."
Wan-yen Hoo mengerutkan alisnya.
"Aku memang ingin mencarimu, tapi aku tak pernah menyuruh orang," kata Wan-yen Hoo. "Sedangkan bu-su yang kubawa tak seorangpun yang bersenjata golok!"
Chu Kiu Sek terkejut. "Kalau begitu aku tertipu olehnya!" kata Chu Kiu Sek.
"Tak apa, lain kali kita selidiki," kata Wan-yen Hoo.
Sekarang mari kita cari mereka, aku yakin mereka tidak akan mudah bisa meninggalkan tempat ini. Apalagi keadaan disini sangat gelap."
Dugaan Wan-yan Hoo ternyata benar. Saat itu pemuda she Lie dan nona Jen belum menemukan jalan keluar.
Ditambah lagi keadaan hutan cemara sangat gelap.
Saat itu mereka sedang kebingungan mencari-cari jalan keluar.
"Hai, kalian mau ke mana?" kata seorang serdadu Kim yang membawa golok itu.
"Dia sangat lihay," bisik Lie Tiong Chu pada Jen Ang Siauw. "Biar kupancing dia, kau sembunyi saja!" bisik Lie Tiong Chu.
Tapi nona Jen tak setuju kalau dia hanya selamat sendiri saja.
"Jangan cemas, cuaca gelap begini belum tentu dia menemukan kita," bisik nona Jen.
2296 Ternyata bisikan kedua muda-mudi itu terdengar oleh perwira Kim itu. Maka itu dia tertawa terbahak-bahak.
"Hm! Kalian kira aku cuma menggertak, coba kalian lihat uang logam ini bisa mematahkan ranting di kepalamu!" kata perwira itu. Saat itu keduanya memang bersembunyi di bawah sebatang pohon cemara. Dan kebetulan rambut nona Jen tersangkut ranting cemara yang menjulur ke bawah. Dengan demikian perwira Kim itu bisa melihat keduanya bersembunyi di sana.
Tiba-tiba terdengar desir angin dan....
"Craass!" Rambut nona Jen yang tersangkut ranting terlepas tibatiba karena terputus oleh sambaran uang logam itu.
Menyaksikan kejadian itu mau tak mau pemuda she Lie terperanjat. Dia tarik nona Jen ke sisinya. Tak lama terdengar tawa perwira Kim itu. Nona Jen dan pemuda she Lie itu mencoba berlari tanpa tujuan.
"Jika kau lari seperti itu, jangan harap kalian bisa keluar dari hutan cemara ini!" kata perwira Kim itu. "Awas seranganku!"
"Ting!" orang itu menyentil sebuah uang logam.
"Seer!" Pemuda she Lie segera siaga. Tapi herannya uang itu malah meleset dari sasarannya dan jatuh di samping mereka.
"Heran! Rupanya dia tidak menyerangku?" pikir Lie Tiong Chu. "Tapi kenapa begitu?"
Dalam keadaan sangsi dia tarik tangan nona Jen sambil berlari ke arah lain.
2297 "Hai, sudah kubilang cara larimu itu ngawur, kalian malah berlari tanpa arah. Padahal adajalan yang enak, kenapa kau tempuh jalan yang salah" Awas,ada serangan lagi!" kata perwira Kim itu.
'Tring!" "Seerr!" "Pluk!" Uang itu jatuh di suatu tempat dan bukan ke arah lari nona Jen dan pemuda itu. Tiba-tiba Lie Tiong Chu sadar.
"Tadi dia menghalangi Chu Kiu Sek, sekarang dia memberi petunjuk jalan padaku!" pikir Lie Tiong Chu.
Lie Tiong Chu girang, lalu menarik Jen Ang Siauw untuk diajak berlari ke arah jatuhnya uang logam itu.
Begitulah seterusnya secara berturut-turut orang itu melontarkan uang logam untuk memberi petunjuk kearah jalan yang harus ditempuh keduanya. Tak berapa lama mereka pun sudah keluar dari hutan cemara yang gelap itu di sebuah jalan besar.
"Ternyata kita bisa meloloskan diri," kata Jen Ang Siauw. "Tak kusangka perwira Kim itu baik pada kita! Tapi sayang kita tak tahu siapa nama orang itu?"
"Aku rasa dia bukan perwira Kim sesungguhnya," kata Lie Tiong Chu. "Sudah jangan kita hiraukan dia, paling utama kita mencari rumahnya kawan Tuan Beng Teng saja!"
"Benar, aku pun tak tahu bagaimana keadaan Enci Eng dan Kok Siauw Hong?" kata nona Jen.
Ternyata Lie Tiong Chu mengenal sedikit jalan di kota Taytoh. Maka itu dia ajak nona Jen ke See-san, bukit di 2298
bagian barat kota. Ketika itu hari sudah pagi, walau orang-orang masih jarang yang lewat.
Hawa yang sejuk dan sorotan sang surya membuat keduanya segar bukan main.
"Lie Toa-ko, kejadian semalam seperti dalam mimpi saja," kata Jen Ang Siauw.
"Ya, sungguh tidak terduga kita dapat lolos dari bahaya dengan begitu mudah. Aku memang serasa sedang bermimpi saja," jawab Lie Tiong Chu.
"Bicara tentang mimpi buruk, kemarin malam benarbenar aku bermimpi, malah mimpi tentang dirimu juga,"
kata Jen Ang Siauw. "Oh, mimpi buruk apa itu, maukah kau
menceritakannya?" "Aku bermimpi mau ditangkap oleh Wan-yen Hoo.
Syukur kau datang lalu bertempur dengannya. Tapi karena kau terluka parah, aku jadi sedih dan menangis, hingga akhirnya aku terbangun dari tidurku."
"Cerita mimpimu itu hampir sama dengan kejadian yang terjadi semalam," ujar Tiong-cu dengan tertawa.
"Semalam Wan-yen Hoo yang kau kalahkan, sedang kejadian dalam mimpiku terbalik," kata Jen Ang Siauw.
"Aneh juga, dalam mimpiku aku bukan ditolong Kakak misanku, tapi kau yang menyelamatkan aku. Rasanya hal ini memang takdir kau yang harus menolongiku, bukan?"
Dari ucapan Jen Ang Siauw jelas bahwa nona ini lebih menaruh perhatian pada Lie Tiong Chu dibanding pada Kok Siauw Hong, kakak misannya. Mendengar kata-kata itu bukan main girangnya pemuda she Lie itu.
2299 "Mudah-mudahan kita akan selalu bersama-sama seperti dalam mimpimu!" kata Lie Tiong Chu.
Wajah nona Jen berubah merah karena kata-kata pemuda she Lie itu.
"Apa kau tidak suka?" kata Lie Tiong Chu sambil tersenyum.
"Masalah yang akan terjadi nanti, tak seorangpun yang tahu. Mari kita berangkat!" kata nona Jen.
"Kau benar, saat itu mungkin Kok Toa-ko dan nona Han sedang menunggu kita," kata Lie Tiong Chu sambil tertawa.
Mereka pun segera pergi. Di sepanjang jalan mereka tidak bertemu dengan siapapun hingga mereka sampai di See-san.
Di sekitar See-san terkenal sebagai tempat wisata, salah satunya Pi-mo-keh dan rumah kawan Beng Teng atau si orang she Ho tinggal. Orang-orang jarang ada yang datang ke daerah ini.
-0o~DewiKZ~Aditya~aaa~0o-
BAB 86 Mencari Rumah Keluarga Ho Di Seesan;
Pertarungan Antara Ho Leng Wie Dan Lo Jin Cun
Sekalipun Lie Tiong Chu pernah tinggal di kota Tay-toh dan cukup lama dia di sana, tetapi dia belum pernah pesiar ke See-san. Jadi tak mengherankan jika jalan ke situ jadi asing sekali baginya. Pada musim dingin tempat berwisata itu jadi sepi karena tidak kelihatan orang yang datang. Yang mereka temukan di tengah jalan hanyalah para tukang kayu yang sedang mencari kayu bakar. Dari merekalah Lie Tiong Chu dan nona Jen mendapat keterangan jalan yang menuju 2300
ke Pit-mokee. Walau alamat yang jelas tak mereka ketahui dengan tepat, tapi pemuda itu belum tahu Pit-mo-kee itu sebuah kelenteng yang disebut "Cin-ko-sie". Maka itu di sepanjang jalan mereka hanya mencari dan memperhatikan rumah ibadah atau kelenteng saja
Saat itu mereka berjalan tanpa mengenal lelah dan mereka baru sadar setelah hari mulai sore. Tetapi karena belum menemukan sebuah bangunan, mereka terus berjalan. Di saat mereka melintasi sebuah lereng, mereka menikmati pemandangan yang sangat indah.
"Di mana mereka, kenapa kita belum juga menemukannya," kata nona Jen mulai cemas. "Tadi kata tukang kayu bangunan itu seharusnya ada di sekitar sini!"
Tapi Lie Tiong Chu mencoba menghibur nona Jen agar tidak gelisah "Anggap saja bahwa kita sedang berjalanjalan", katanya.
"Tapi Kok Siauw Hong dan Enci Eng mungkin sedang menunggu kita dengan cemas," kata nona Jen Ang Siauw.
Tiba-tiba terdengar suara berkesiurnya senjata rahasia yang memecah kesunyian. Rupanya ada orang yang menyerang dengan sebuah batu ke arah mereka Tentu saja hal itu membuat Lie Tiong Chu kaget, apalagi cara orang itu menyambit sama dengan perwira Kim yang
membantunya meloloskan diri dari hutan cemara.
"Ah, jangan-jangan dia sedang membantuku dan datang mendahului kami?" pikir Lie Tiong Chu.
"Seer!" Tak lama sebuah batu mengarah ke arahnya, Lie Tiong Chu mengangkat serulingnya untuk menangkis. Tapi heran 2301
ternyata batu itu seolah bisa berbelok, dan jatuh di sampingnya Tak lama disusul suara teguran.
"Siapa kalian beraninya datang ke Pit-mo-kee, lekas sebutkan namamu!" bentak orang itu.
"Lie Toa-ko, rupanya kita sudah sampai," bisik nona Jen,
"lekas kasih tahu pada dia!"
"Tunggu dulu!" bisik Lie Tiong Chu.
Dia melompat dan balas melempar orang itu.
"Terimalah balasanku!" kata pemuda she Lie.
Bersamaan dengan teriakannya dia menghamburkan uang logam ke arah orang itu. Saat orang itu akan menyambut uang logam itu, tiba-tiba uang-uang itu berjatuhan di hadapannya
"Sungguh lihay!" katanya kaget.
Tahu-tahu Lie Tiong Chu sudah berada di depan dia.
Orang itu berumur sekitar duapuluh tahun lebih. Dia mengenakan pakaian seorang pemburu. Melihat hal itu Lie Tiong Chu yakin bahwa pemuda itu bukan perwira Kim yang telah membantunya meloloskan diri dari hutan cemara tadi malam. Apalagi Lie Tiong Chu pun pernah mendengar suara perwira itu. Cara dia menyambitkan batu juga sama dengan perwira Kim itu.
"Kau hebat," kata pemuda itu. "Mau apa kau datang ke mari"'
"Ini bukan tempat milikmu, lalu kenapa aku tak boleh ke mari" Lagi pula kau tak perlu tahu siapa aku ini?" kata Lie Tiong Chu.
"Hm! Kau ingin menantangku?" kata pemuda itu.
2302 "Kau yang mulai, jika kau mau berkelahi aku siap meladenimu!" kat Lie Tiong Chu.
"Baik, karena kau tamu, silakan kau yang mulai!"
tantang pemuda itu. Dengan tak sungkan-sungkan, Lie Tiong Chu langsung menyerang dengan serulingnya.
"Bagus, ilmu totok Keng-ci-sin-hoatmu memang lihay!"
kata pemuda itu. Dia balas menyerang hingga angin pukulannya berkesiur keras. Dua serangan yang berbarengan itu membuat keduanya bertarung sejenak Tak lama keduanya melompat mundur. Tahu lawannya bisa menyebut nama jurusnya, Lie Tiong Chu kaget juga.
"Aneh ternyata dia tahu jurusku, dia pun menggunakan jurus Siauw-lim-pay dan tenaganya sangat hebat! Dari aliran manakah dia?" pikir Lie Tiong Chu.
Pemuda itu berdiri tegak begitupun Lie Tiong Chu.
"Bagaimana, apa mau kau teruskan?" kata Lie Tiong Chu menantang.
"Sekalipun tak kau beritahu namamu, aku tahu kau murid Bu-lim-thian-kiauw!" kata pemuda itu.
"Ya, kau benar, kau siapa?" kata Lie Tiong Chu.
Sebelum pemuda itu menjawab, dari lereng bukit muncul tiga orang mendatangi. Orang yang berj alan paling depan seorang kakek berusia enampuluh tahun, di belakang kakek itu menyusul seorang pemuda dan seorang nona, mereka adalah Kok Siauw Hong dan Han Pwee Eng.
"Hai, Saudara Lie, adik misan, kalian sudah sampai?"
kata Kok Siauw Hong. 2303 "Leng Wie, kenapa kau berkelahi dengan tamu kita?"
kata si kakek sambil tertawa.
"Aku cuma ingin melihat Keng-sin-pit-hoat dari Tam Tayhiap," kata pemuda yang dipanggil Leng Wie itu.
Kok Siauw Hong tertawa sambil berkata, "Kalau tak berkelahi dulu mana bisa kenal. Saudara Lie, inilah Ho Lo-cianpwee, anak muda itu putranya!" kata Kok Siauw Hong.
"Namaku Ho Tiong Yong, putraku bernama Leng Wie,"
kata si kakek. "Aku dan Beng Lo-piauw-thau sahabat lama, jangan sungkan tinggal di tempatku."
Kemudian Tiong Yong membawa mereka ke rumahnya lewat jalan kecil berliku-liku. Tak lama mereka sudah sampai di Pi-mo-kee. Di sana terlihat sepotong batu padas berukuran besar mencuat keluar di atas gunung. Di bawah batu padas raksasa itu terdapat sebidang tanah lapang yang luas. Dari jauh mirip mulut singa sedang menganga.
Kelenteng Cin-kosie terletak di "mulut singa" itu. Karena terhalang oleh Pit-mokee (Tebing iblis ajaib) yang mencuat itu, kelenteng itu tidak terlihat dari jauh. Sedang keluarga Ho beberapa li di belakang Cin-ko-sie tersebut. Untuk mencapai tempat itu orang harus mengitari Pit-mo-kee.
Setiba di rumah keluarga Ho, Kok Siauw Hong menceritakan secara ringkas kejadian semalam. Rupanya setelah lolos dari kepungan musuh, mereka tidak mendapat rintangan berarti, Teng Sit tidak datang ke See-san, malah dia kembali ke kota Tay-toh, maksudnya ingin memberitahu anak buahnya di toko agar segera menyelamatkan diri.
"Tindakan tuan Teng sangat berbahaya," kata Lie Tiong Chu.
2304 "Pergaulan tuan Teng sangat luas dan mendapat bantuan dari golongan Kay-pang, andai kata ada bahaya rasanya tak jadi masalah," kata Kok Siauw Hong.
Setelah mendengar pengalaman Kok Siauw Hong dan Pwee Eng, Lie Tiong Chu bercerita mengenai
pengalamannya. Dia juga menanyakan tentang perwira Kim yang ilmu silatnya sama dengan Ho Leng Wie. Ketika Lie bertanya, ia tak mendapat jawaban sedang Ho Leng Wie langsung berpikir.
"Kalau begitu perwira Kim yang membantu kalian menyelamatkan diri itu mungkin kawan kita," kata Siauw Hong.
"Menilik ceritamu saudara Lie, jika ilmu silatnya sama denganku mungkin perwira Kim itu Guruku. Tapi herannya mengapa dia ada di daerah terlarang dan bisa ada di Taytoh!" kata Ho Leng Wie.
Keterangan itu membuat Lie Tiong Chu keheranan.
Ternyata guru Ho Leng Wie menjadi perwira Kim.
"Siapa nama beliau?" tanya Lie Tiong Chu.
"Putraku murid Bu Su Tun, Ketua Kay-pang angkatan dulu," kata Ho Tiong Yong.
"Ah, ternyata beliau, aku pernah mendengar cerita tentang beliau dari guruku, kenapa aku tak mengenalinya."
kata Lie Tiong Chu. "Ketika masih muda Guruku pernah menjadi pengawal istana Kim," kata Ho Leng Wie. "Saat terjadi perang di Cayciok-kie beliau pengawal pribadi Wan-yen Liang, raja bangsa Kim!"
"Ketua Kay-pang yang sekarang bernama Liok Kun Lun sahabat baik guruku," sambung Kok Siauw Hong.
2305 "Beberapa tahun yang lalu ketika di Lok-yang, aku pernah mendengar cerita dari Ketua Liok mengenai guru Tuan Ho.
Beliau sengaja diperintahkan oleh kakek gurumu Siang Lo-pang-cu agar menyamar sebagai orang Kim serta menyusup ke pihak musuh. Kemudian ketika Wan-yen Liang mendapat kekalahan besar di Kwa-ciu, dia dibunuh oleh gurumu. Jasa gurumu sangat dikagumi oleh setiap pahlawan dan patriot bangsa kita."
"Dalam pertempuran di Cay-ciok-kie yang menentukan kalah dan menangnya pihak Kim dan Song, aku baru lahir.
Ketika aku berguru, Guruku sudah tidak jadi Pang-cu lagi,"
kata Ho Leng Wie. "Beliau menyerahkan kedudukan Pangcu kepada pembantunya, yaitu Liok Kun Lun. Kemudian ia mengasingkan diri bersama ibu guru dan menetap di Siuyang-san."
"Berapa tahun Usia gurumu itu?" tanya Jen Ang Siauw.
"Waktu beliau membunuh Wan-yen Liang bisa dikatakan masih muda sekali, usianya sekarang mungkin belum sampai 50 tahun," jawab Ho Leng Wie. "Yang jelas umur Liok Pang-cu lebih tua belasan tahun dari guruku."
"Mungkin usia perwira yang aku lihat semalam sekitar itu," kata Jen Ang Siauw.
Semula nona Jen mengira usia ketua Kay-pang yang dulu lebih tua dari Liok Kun Lun. Tapi sekarang sangsinya lenyap setelah mendengar penjelasan Ho Leng Wie.
"Apa Nona Jen kenal dengan Liok Pang-cu?" tanya Ho Leng Wie.
"Beberapa tahun yang lalu aku pernah bertemu di Yangciu," jawab nona Jen.
Ingat masa lalu, tanpa terasa nona Jen jadi muram.
2306 "Apa nama ibu gurumu In Lo-cian-pwee yang nama aslinya Hun Ji Yan?" tanya nona Han.
"Benar," jawab Ho Leng Wie. "Waktu masih muda beliau bersahabat baik dengan Liu Beng-cu. Maka itu kita semua masih keluarga"
"Sudah lama gurumu tidak berkelana di dunia Kangouw. Ah sungguh sayang, pada usia yang masih begitu muda gurumu sudah mengasingkan diri," kata nona Han.
"Sebenarnya apa yang menyebabkan beliau tidak ikut campur di kalangan Kang-ouw tidak diketahui, yang pasti beliau tidak putus hubungan sama sekali dengan dunia luar.
Sebab selama delapan tahun aku berguru sudah tiga kali beliau turun gunung," kata Ho Leng Wie.
"Guruku memang pernah memuji gurumu yang tenang tapi cerdik itu. Sebab gurumu pura-pura mengasingkan diri mungkin mempunyai rencana baik, buktinya sekarang dia muncul kembali di kalangan Kang-ouw?" kata Lie Tiong Chu.
"Aku sendiri secara resmi belum menjadi anggota Kaypang, walau cabang Kay-pang di Tay-toh telah kukenal baik.Maka itu biarlah aku mencari kabar mengenai guruku ke cabang Kay-pang di sana, aku kira mereka bisa memberi keterangan," kata Ho.
"Bulan lalu aku pernah bertemu dengan Beng Teng Lo Cian-pwee. Menurut kabar yang dia terima, Liok Kun Lun sudah ada di Tay-toh, entah benar atau tidak," kata Ho Tiong Yong.
"Tak apa, lebih baik kita tunggu saja kedatangan Teng Sit. Sesudah itu baru kita berusaha mencari kabar ke kota,"
kata Kok Siauw Hong. 2307 Selang tiga hari ternyata Teng Sit belum muncul juga, hingga semua orang jadi kuatir.
"Ah, entah apa yang terjadi" Tampaknya kita tak bisa menunggu lebih lama lagi di sini," kata Kok Siauw Hong.
"Karena saudara Kok sudah beberapa kali bertarung dengan musuh, rasanya sudah banyak musuh yang mengenalimu. Kalau begitu biar aku saja yang pergi mencari kabar, harap kau beri tahu alamat toko tuan Teng,"
kata Ho Leng Wie. "Kalau begitu aku ikut, rasanya aku tak akan dikenali mereka," kata Lie Tiong Chu.
"Biar mereka yang berangkat! Siauw Hong, nona Han dan nona Jen menunggu di rumah".
Lie Tiong Chu dan Ho Leng Wie segera pergi ke Taytoh. Sesampai di depan toko Teng Sit, ternyata pintu toko tertutup rapat dan disilang dengan kertas segel pemerintah setempat. Ketika mereka mencoba mencari tahu pada rumah makan yang berdekatan, maka diketahui bahwa tiga hari yang lalu, toko itu disegel oleh pemerintah.
"Untungnya di toko itu tak ada orang," kata pemilik rumah makan.
Mendengar hal itu Lie Tiong Chu dan Ho merasa girang walau jejak Teng Sit belum diketahui mereka.
"Kalau begitu sebelum mengujungi cabang Kay-pang sebaiknya kita menemui Beng Teng dulu di Cin-wan-piauwkiok. Mungkin di sana kita bisa memperoleh berita mengenai jejak dan keberadaan Teng Sit." usul Ho Leng Wie.
Kemudian Lie Tiong Chu segera menyamar dengan memakai pakaian pemuda pelajar. Saat mereka sampai di 2308
piauw-kiok Beng Teng, orang-orang Beng Teng agak pangling hingga tak mengenali Lie Tiong Chu lagi. Maka itu kedatangan mereka disambut oleh Chu Cu Kia.
"Ada keperluan apa kalian ke mari?" tanya Chu Cu Kia.
Setelah Ho Leng Wie menyebut nama ayahnya, dia menyatakan maksud kedatangannya ingin bertemu dengan Beng Teng untuk menyampaikan selamat atas dibukanya piauw-kiok barunya di Tay-toh.
"Silakan masuk dan tunggu sebentar." kata Chu Cu Kia.
Ho Leng Wie yang heran melihat Chu Cu Kia sedikit raguragu, terpaksa menunggu sedikit lama.
"Ada urusan apa dengan Beng Lo-piauw-thauw hingga dia tak mau menemui kita?" kata Lie Tiong Chu pada Ho Leng Wie.
"Hubungan ayahku dengan Beng Teng cukup baik, jika dia tahu aku datang beliau pasti akan menemuiku segera,"
kata Ho Leng Wie. Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki. Karena mengira itu pasti Beng Teng yang keluar, mereka bangkit. Tak terduga yang muncul bukan Beng Teng tapi seorang pemuda berumur 20 tahun.
"Kakak Ho, apa kau lupa padaku?" kata pemuda itu.
"Aku Beng To, masa kau lupa?"
Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Beng To putra sulung Beng Teng, usianya lebih muda tiga tahun dari Ho Leng Wie Ketika masih kecil mereka sering bermain bersama-sama.
"Ah, sudah delapan tahun kita tidak saling bertemu dan kini kau sudah besar. Aku benar-benar pangling," kata Ho Leng Wie.
2309 Beng To sangat senang bertemu dengan teman mainnya, sambil tertawa dia berkata, "Kakak Ho, aku dengar kau belajar silat ke tempat jauh, kapan kau pulang?"
"Aku pulang sudah belasan hari," kata Ho Leng Wie.
"Seharusnya aku menghadiri pesta pembukaan perusahaan kalian. Kau tak marah, kan?"
"Aku tahu. kalian tidak ingin bertemu dengan orang yang tak sepaham denganmu," kata Beng To. "Ini siapa?"
"Saudara Beng, kita memang pernah bertemu, aku ini anak buah Tuan Teng Sit," kata Lie Tiong Chu.
"Ternyata Anda, rupanya kita ini sahabat sejalan," kata Beng To yang ramah, tapi masih terlihat wajahnya agak murung. Sejak tadi dia tak bicara tentang ayahnya.
"Mana ayahmu" Aku ingin bertemu dengan beliau," kata Ho Leng Wie.
Beng To memberi tahu dengan suara agak perlahan.
"Ayahku sedang menghadapi kejadian yang tak terduga, sekarang beliau sedang berusaha menyelesaikannya." kata Beng To.
"Masalah apa" Bolehkah aku mengetahuinya?" tanya Ho Leng Wie.
"Sejam yang lalu datang seorang tamu ingin melamar pekerjaan di perusahaan kami, Ayahku jadi pening, apa dia bisa mengusir orang itu atau tidak?" kata Beng To.
"Aneh, hanya karena seseorang yang ingin bekerja ayahmu jadi pusing kepala" Apakah dia memaksa?" kata Ho Leng Wie.
"Dia bukan orang sembarangan, maka itu Ayahku harus waspada," kata Beng To.
2310 Kemudian diketahui pemuda itu bernama Lo Jin Cun.
Dia datang membawa surat pengantar dari rumah Wan-yen Tiang Cie, dari orang bernama Pan Kian Hoo. Beng Teng jadi bingung dan pening kepala.
Lo Jin Cun ini seorang penjahat di daerah Selatan, namanya sangat buruk di kalangan Kang-ouw. Sekalipun Beng Teng belum pernah bertemu dengannya, tapi namanya sudah sering dia dengar.
Maka itu Beng Teng berpura-pura tak tahu asal-usulnya, dia hanya menanyakan keinginan sang tamu.
"Aku mencari pekerjaan, Tuan Pan menyuruhku ke perusahaanmu, aku mohon diterima sebagai pegawaimu,"
kata Lo Jin Cun. Beng Teng heran dan kaget.
"Ah, Anda jangan bergurau mana mungkin perusahaan sekecil ini bisa menerimamu bekerja di sini?" kata Beng Teng.
"Aku ke sini karena di tempat lain tak ada lowongan,"
kata Lo Jin Cun. "Menurut Tuan Pan, perusahaanmu cocok untukku. Aku bangga jika bisa bekerja di tempatmu, kenapa kau ragu-ragu, katakan saja terus terang!"
Beng Teng yang mendongkol melihat sikap orang itu, dengan ketus berkata, "Aku tak bisa berbasa-basi, jika ada kata-kata yang tak berkenan, katakan saja!" kata Beng Teng.
"Sudah aku katakan, bahwa aku bangga jika bisa menjadi pegawai Anda," kata Lo Jin Cun. "Tapi kau malah menolakku, apa karena kepandaianku rendah hingga aku tak cocok bekerja di perusahaanmu?"
Beng Teng yang bingung karena tak punya alasan tepat untuk menolak lamarannya, teringat sesuatu.
2311 "Mana berani aku menilaimu begitu?" kata Beng Teng,
"Apalagi kau sahabat Pan Cong-koan, pasti ilmumu tinggi.Tapi karena kau minta aku berterus-terang, akan kukatakan terusterang. Sebelumnya di perusahaan kami ada peraturan, bahwa setiap calon piauw-su harus menunjukkan kebolehannya. Karena Anda datang atas anjuran Pan Cong-koan, maka peraturan itu tidak berlaku bagimu."
Lo Jin Cun marah bukan kepalang.
"Aku bukan mencari makan dengan mengandalkan bantuan orang lain," kata Lo Jin Cun. "Kau benar untuk menjadi piauwsu memang perlu diuji kepandaiannya. Aku setuju itu! Maka itu bagi piauw-su yang kau anggap paling tinggi ilmu silatnya, boleh bertanding denganku! Mungkin kau sendiri bersedia bertanding denganku"
"Saudara Lo, kau terlalu serius," kata Beng Teng.
"Anggap saja pertandingan itu merupakan persahabatan, biar akan kusuruh muridku melayanimu!"
Demikianlah Beng To menceritakan tentang tamu ayahnya itu pada tamu-tamunya
"Oh begitu, mari kita tonton pertandingan mereka!" kata Ho Leng Wie.
Begitu mereka sampai pertarungan sudah dimulai. Saat itu, Lo Jin Cun sudah menghadapi murid Beng Teng yang bernama Kui Pek Kee. Dia sudah mewarisi kepandaian Beng Teng, bahkan tenaganya pun cukup besar.
Tempat pertandingan itu sudah ramai dikelilingi para penonton. Lie Tiong Chu dan Ho Leng Wie pun sudah ada di antara para penonton itu.
Pertandingan berlangsung seru, untuk membela nama baik perguruan Kui Pek Kee mengeluarkan seluruh kemampuannya.
2312 Tiba-tiba Lo Jin Cun memberi sebuah peluang bagi lawannya yang disambut dengan girang oleh Kui Pek Kee.
Telapak tangannya terus menyerang lawan.
Pukulan telapak tangan Beng Teng memang terkenal dan disegani sesama orang Kang-ouw, sedangkan Kui Pek Kee sudah mewarisi kepandaian gurunya. Karena dia lebih muda, tenaga pukulannya lebih keras dari gurunya.
Melihat serangan Kui Pek Kee yang lihay itu, serentak para penonton bersorak memuji. Tapi murid Beng Teng yang bernama Tio Bu Teng, karena ingin punya hubungan dengan kaum pembesar merasa kuatir Lo Jin Cun terluka.
Tanpa terasa ia berseru. Ternyata Lo Jin Cun berhasil mengelak ke samping, berbareng dengan itu sebelah tangannya memukul muka lawan.
Kui Pek Kee yang tahu situasi buruk, telapak tangannya memotong lurus ke depan, lalu kakinya berubah menjadi sebuah gaetan untuk membanting lawan. Tetapi di luar dugaan Lo Jin un bergerak cepat dan berseru, "Kena!" Kui Pek Kee jatuh terlentang.
"Mohon maaf!" kata Lo Jin Cun, dia berusaha akan membangunkan Kui Pek Kee.
Ternyata Kui Pek Kee yang tangannya terkilir, tak mau mengalah. Dia bahkan tak merintih walaupun kesakitan.
Dengan terburu-buru dia bangun lagi. Namun, dengan tersenyum Lo Jin Cun berkata pada Beng Teng.
"Maaf Tuan Beng, aku tak sengaja melukai lengan muridmu!" kata Lo Jin Cun. "Sekarang apa Anda siap memberi petunjuk padaku?"
Beng Teng kaget, sebab jika dia masih muda sudah tentu dia tak akan gentar pada tantangan lawannya itu. Tapi kini karena usianya sudah lanjut, dia jadi cemas, sebab jika tak 2313
ada orang yang mampu mengalahkan Lo Jin Cun sungguh bisa berabe. Berarti dia harus menerima orang she Lo bekerja di perusahaannya. Saat Beng Teng kebingungan, muncul Ho Leng Wie lalu maju ke depan.
"Untuk memotong seekor ayam tak perlu menggunakan sebuah golok. Biarlah aku piauw-su kecil yang ingin bermainmain dengan Tuan Lo!" kata Ho Leng Wie.
Saat itu para penonton kebingunan dan heran. Sebab selain Beng Teng, Chu Cu Kia dan putera-putera Beng Teng, tak ada yang mengenal Ho Leng Wie. Namun, tampilnya Ho untuk mewakili ketua mereka membuat mereka girang.
Beng Teng ragu-ragu, jika Ho Leng Wie cedera dia merasa tidak enak pada ayah pemuda itu. Namun, karena tahu pemuda itu baru pulang dari belajar pada seorang guru yang pandai, siapa tahu dia memiliki kepandaian tinggi.
Saat Beng Teng ragu-ragu, di lain pihak Lo Jin Cun sudah marah, tetapi dia menerima ucapan Ho Leng Wie.
"Aku tak peduli kau siapa, tadi karena kau bicara sombong sekarang hadapi aku! kata Lo Jin Cun.
"Baik, tapi karena kau tamu, silakan kau yang mulai!"
kata Ho Leng Wie. Dia memperhatikan Leng Wie yang kulitnya putih bersih dan cakap.
"Hm! Sekali cengkram akan kurobek tubuhmu jadi dua!"
pikir Lo Jin Cun. Sesudah itu dengan cepat dia pentang kedua tangannya dan langsung menyerang lawan.
"Bagus!" kata Ho Leng Wie.
2314 Suara Ho yang keras membuat semua orang kaget termasuk Lo Jin Cun. Ho Leng Wie lalu menyambut serangan lawan dengan jurus "Mementang jendela memandang rembulan". Saat kedua tangannya mendorong ke arah lawan yang maju ke arahnya.
Lo Jin Cun sedikit kaget. Karena dia tahu betapa lihaynya lawan yang dia hadapi. Jika dia tak segera mundur, serangan itu akan mengancam dirinya. Saat kritis kedua tangan Lo berubah menjadi tinju dan menghantam lawannya.
"Braaak!" Kedua tangan itu beradu hingga keduanya mundur beberapa langkah ke belakang. Ho Leng Wie menggeliat sedang Lo Jin Cun terdorong mundur.
Menyaksikan dua orang itu bertarung Beng Teng kaget bercampur girang.
'Ternyata Leng Wie menguasai jurus Hok-mo-ciang-hoat milik kaum Kay-pang," pikir Beng Teng. "Aku yakin dia akan mampu menghadapi lawannya ini."
Sebaliknya Lo Jin Cun pun kaget menerima serangan itu.
"Baik, aku akan adu jiwa denganmu!" kata Lo Jin Cun.
Karena yakin lawannya masih muda, dia akan mampu mengatasinya. Maka itu segera dia mengubah siasat bertarungnya. Kemudian dia menggunakan cara dengan memutari lawan dan mengelilinginya kian ke mari untuk membingungkan musuh. Saat itu Ho Leng Wie hanya tertawa.
"Aku hanya mewakili Tuan Beng menguji
kepandaianmu, apa tak keterlaluan kau mau adu jiwa segala?" kata Ho Leng Wie menyindir.
2315 Namun sambil berbicara Ho tak mengendurkan
serangannya. Ketika dia menghantam lawannya sebanyak tiga kali, dengan terpaksa Lo Jin Cun menangkis serangan itu jika tak ingin celaka.
Pertarungan berlangsung seru, tanpa terasa 50 sampai 70
jurus sudah terlampaui. Lambat-laun gerakan Lo Jin Cun mulai kelihatan lambat. Dia cemas, kuatir juga gelisah.
"Jika dia tak mampu kukalahkan, bagaimana kelak aku bisa berkelana di kalangan Kang-ouw?" pikir Lo Jin Cun.
Karena gelisah dia jadi tidak sabaran. Mendadak dia menyerang dengan hebat, tubuhnya dimiringkan ke samping, dengan jurus 'Yap-tee-tau-tho' (Mencuri buah Tho di balik daun), mendadak dia serang iga kanan lawan.
"Jadi kau sungguh-sungguh ingin adu jiwa?" kata Ho Leng Wie.
Dengan cepat Leng Wie membalikkan tubuhnya, untuk menangkis serangan Lo Jin Cun sambil menyerang dengan jurus "Leng-yo-khoa-kak" (Kambing gunung menanduk), dan mulai memukul wajah Lo Jin Cun yang tidak berani keras lawan keras dan terpaksa berganti serangan. Secepat kilat dia berbalik ke belakang lawannya. Ketika Leng Wie berbalik, dengan tangan ingin men-cengkrarn, dia memiring ke samping, lalu dengan tangannya dia berbalik memegang lawan dengan jurus Kim-na-jiu-hoat yang jadi ilmu andalannya.
Melihat demikian para penonton jadi kuatir untuk keselamatan Ho Leng Wie. Namun sebelum pemuda itu berhasil mencengkram lawannya yang mungkin akan mematahkan lengannya, tanpa pikir panjang lagi ada penonton yang berteriak, "Awas".
Di luar dugaan telah terjadi perubahan yang mendadak.
2316 Ho Leng Wie maju menyerang. Ketika Lo Jin Cun mencengkram lengannya, segera Leng Wie
membentangkan kedua tangannya ke atas. Tiba-tiba Lo Jin Cun terlempar dan jatuh terlentang beberapa langkah jauhnya. Ternyata Leng Wie sengaja memberi kesempatan pada lawan dan memaksa lawan harus keras melawan keras. Pemuda itu mendapat pelajaran cuku dari gurunya, Bu Su Tun, ilmu kebanggaan Kay-pang "Kun-goan-it-ki-kang" dan sudah dikuasainya
Ketika kedua tangan Leng Wie terangkat ke atas, cengkraman Lo Jin Cun seperti mengenai sebuah gada besi, hingga tangan Lo Jin Cun terluka. Leng Wie pun pura-pura terdorong, dan menabrak pohon Liu hingga tumbang. Lo Jin Cun melompat bangun, padahal saat itu tubuhnya sakit dan tulangnya seolah lepas semuanya hanya untung dia tidak terluka dalam. Ho Leng Wie segera mendekati Lo Jin Cun lalu membungkuk sambil tertawa.
"Maaf, aku tak sengaja membuat Anda terjatuh!" kata Leng Wie. "Harap Anda jangan marah aku rasa latihan ini tak perlu kita lanjutkan."
Ternyata kata-kata Ho Leng Wie jelas ingin menjaga kehormatan Lo Jin Cun di depan para penonton. Sedang Ho yang terdorong hingga membuat pohon Liu tumbang, untuk menunjukkan betapa kuatnya tenaga Ho. Apalagi pohon itu tumbang seolah tertebas sebuah golok tajam. Lo Jin Cun juga kaget bukan main. Tapi dia pun girang bahwa orang mau bermurah hati terhadapnya.
Sesudah itu mau tak mau Lo Jin Cun mengaku kalah, dengan terpaksa dia berkata, "Terima kasih atas kemurahan hatimu, sungguh aku memang tidak sesuai untuk menjadi pegawai di sini. Biar aku mohon diri saja."
2317 Keadaan di tempat itu sudah kembali tenang, setelah Lo Jin Cun pergi, dengan gembira para piauw-su langsung berkerumun untuk menghaturkan terima kasih kepada Ho Leng Wie. Tetapi Tio Bu Teng yang merasa tidak tentram, meminta agar semua orang tidak bergembira dulu, sebab bukan mustahil urusan itu akan ada akibatnya. Beng Teng mencoba menghibur semua orang agar tidak cemas, jika perlu perusahaan boleh ditutup saja.
Kemudian Beng To berkata:
"Ayah, Kakak Ho datang bersama temannya." kata Beng To.
"Tuan Beng, apa kau masih ingat padaku?" kata Lie Tiong Chu.
Melihat pemuda itu Beng Teng kaget, dia mengajak tamutamunya itu masuk ke dalam rumah.
"Kalian sahabat-sahabat baikku, mari masuk!" kata Beng Teng. "Kita bisa bicara dengan leluasa di dalam!"
Beng Teng sengaja tak menyebutkan nama Lie Tiong Chu agar semua orang mengira pemuda itu kenalan baik Beng Teng. Setelah bubar, Beng Teng mengajak mereka ke sebuah kamar.
"Saudara Lie, bukankah kau ingin mencari kabar tentang Tuan Teng Sit?" kata Beng Teng.
"Benar," jawab Lie Tiong Chu..
"Sebenarnya aku tak tahu di mana Teng Sit berada. Tapi disini ada seorang pembantunya yang tinggal di tempatku,"
kata Beng Teng. "Mari kalian ikut aku."
Setelah meraba dinding kamar itu, sebuah pintu rahasia terbuka. Di sana ada sebuah lorong bawah tanah. Pada ujung lorong terdapat sebuah kamar. Ketika Lie Tiong Chu 2318
dan Leng Wie masuk tampak seseorang sedang berbaring di sebuah pembaringan. Beng Teng membesarkan sumbu pelita, dan berkata, "Saudara Lauw, ada kawan datang mencarimu."
Ternyata dia bersembunyi di situ karena sedang mengobati lukanya, dia Lauw Hong kuasa toko cita milik Teng Sit dan dia pernah bertarung dengan Lie Tiong Chu.
Lauw Hong kaget lalu bangkit untuk duduk.
"Rupanya kau, Saudara Lie, bagaimana keadaan majikan kami?" kata Lauw Hong.
"Kedatanganku justru ingin mencari majikanmu, karena lukamu belum sembuh, silakan berbaring saja," kata Lie Tiong Chu.
"Lukaku hampir sembuh! Aku berpencar dengan majikanku pada malam toko kami disegel," kata Lauw Hong.
Malam itu Teng Sit pulang tergesa-gesa. Setelah mengumpulkan para pegawai kami diminta melarikan diri sesudah diberi pesangon seperlunya. Yang tertinggal hanya Lauw Hong seorang saja. Karena Lauw Hong bertugas sebagai kuasa dan kasir toko Teng Sit, semua urusan ada di tangannya. Ketika itu dia harus menyelesaikan pembukuan toko sutera dan memusnahkan semua surat penting.
Namun, pada saat urusan hampir selesai, pasukan pemerintah jajahan datang dan menyegel toko Teng Sit.
Teng Sit dan Lauw Hong segera menerjang keluar melalui pintu belakang. Dalam usaha mereka untuk kabur, mendadak Lauw Hong terkena panah musuh. Dalam keadaan terluka Lauw Hong ingin menyerahkan dokumen yang dibawanya pada Teng Sit agar diselamatkan. Teng Sit tidak mau meninggalkan kawannya yang terluka itu, sebisanya dia ingin menyelamatkan Lauw Hong sebelum 2319
musuh tiba. Tapi sudah terlambat Lauw Hong kembali terluka hingga terpaksa mereka berpisah.
Lauw Hong menerjang dalam keadaan terluka parah.
Teng Sit dengan sekuat tenaga menghadang kedua musuhnya agar tidak sempat mengejar Lauw Hong. Tapi Teng Sit terbacok oleh musuh sehingga tubuhnya mandi darah. Ketika Lauw Hong menoleh, dia lihat keadaan Teng Sit sudah sangat payah. Sebenarnya dia bermaksud kembali untuk membantunya, namun karena dia sendiri terluka parah, tenaganya pun sudah lemah, akhirnya dia jatuh tidak sadarkan diri. Dalam keadaan sadar tak sadar dia merasa sedang digendong. Ketika siuman, hari sudah menjelang pagi. Orang itu menaruh dia di depan pintu belakang Cin-wan-piauw-kiok. Syukur Beng Teng punya kebiasaan bangun pagi dan berjalanjalan ke luar. Pagi itu dia menemukan Lauw Hong tergeletak di depan pintu. Tak lama dia memanggil Chu Cu Kia dan Kui Pek Kee untuk menggotong Lauw Hong ke dalam. Kejadian itu hanya diketahui Chu Cu Kia dan Kui Pek Kee serta kedua putra Beng Teng.
"Jika ada orang menolongmu, aku rasa ada orang lain yang akan menyelamatkan Teng Hiang-cu," kata Lie Tiong Chu.
"Ya, semoga saja begitu," kata Lauw Hong. "Tapi Tuan Teng terluka parah, aku menguatirkan keselamatannya."
"Kami bermaksud mencari kabar ke cabang Kay-pang, karena sumber berita mereka biasanya cukup tajam. Nanti jika kami sudah mendapat kabar, pasti kami
memberitahumu," kata Lie Tiong Chu.
Lie Tiong Chu dan Ho Leng Wie pamit lalu berangkat ke cabang Kay-pang yang ada di barat kota yang sepi. Setiba di sana, mereka lihat tempat itu dikelilingi sungai kecil. Di 2320
sanasini tumbuh rumput gelagah, setelah menyusuri sebidang tanah yang penuh ditumbuhi rumput liar, terlihat sebuah rumah kuno yang dikelilingi pagar tembok yang cukup tinggi. Tapi pagar tembok bagian belakang rumah itu sudah runtuh. Ketika angin berkesiur, tercium bau harum daging bakar.
"Ini tempatnya," kata Ho Leng Wie.
Mereka masuk ke rumah kuno itu lewat pagar tembok yang runtuh. Tak lama terlihat empat pengemis sedang mengelilingi seonggok api unggun, sedang asyik minum arak dan makan daging bakar.
-0o~DewiKZ~Aditya~aaa~0o-
BAB 87 Ho Leng Wie Bertemu Gurunya; Bulim-
thian-kiauw Muncul Saat Keadaan Gawat
Salah seorang pengemis itu mengawasi mereka dengan tajam, sedang pengemis yang satu lagi berkata, "Wah, rasa daging anjing ini lezat sekali. Eh, mau apa kalian ke mari"
Apa mau makan daging anjing?"
Tiba-tiba Ho Leng Wie merobek bajunya, lalu melangkah untuk memberi salam. Menyaksikan tingkah Ho Leng Wie yang tiba-tiba itu membuat Lie Tiong Chu bingung, sedang keempat pengemis itu tampak kaget dan serempak bangkit berdiri.
Ternyata menurut peraturan golongan Kay-pang, setiap murid Kay-pang harus mengenakan pakaian rombeng.
Sekalipun pakaian itu masih baru tapi harus dirobek. Ho Leng Wie sengaja merobek pakaiannya secara mendadak.
Sekalipun dia tidak bisa dianggap sebagai anggota Kaypang, tapi hanya untuk menunjukkan, bahwa dia punya 2321
hubungan erat dengan kaum Kay-pang. Pengemis yang menjadi kepala di situ segera membalas hormat Ho Leng Wie. Dengan suara lantang dia bersenadung.
"Tangan memegang pemukul anjing, punggung menyandang kantung dunia, lima danau dan empat lautan dijelajah secara rata. Mohon bertanya dari mana Anda datang, berapa lama pernah tinggal di gunung dewa?"
Pada umumnya kaum pengemis selalu membekal dua macam barang, sebuah tongkat bambu, untuk menghalau anjing galak yang disebut "pemukul anjing". Sedang yang lainnya sebuah kantung yang digunakan untuk menaruh hasil mengemis, namanya disebut "kantung dunia".
Tingkatan murid Kay-pang ditentukan oleh jumlah tambalan pada pakaiannya, yaitu mulai tambalan satu sampai tambalan yang ke sembilan. Orang yang mampu menyandang sembilan buah kantung cuma sang Pangcu.
Lain halnya jika sedang menjalankan tugas, anggota Kay-pang tak perlu mengenakan atribut demikian dan orang Kay-pang yang luar juga tak perlu membawa-bawa
"pemukul anjing". Oleh karena pengemis itu tak kenal siapa Ho Leng Wie, sengaja dia mengajukan pertanyaanpertanyaan tadi. Artinya dia bertanya, jika Ho Leng Wie memang anggota Kaypang, dia dari kay-pang tingkat berapa" Ho Leng Wie berpikir sejenak, akhirnya dia mengarang empat kalimat syair untuk menjawab pertanyaan itu.
"Pernah tinggal selama delapan tahun di gunung dewa, bukan Hwee-shio juga bukan To-su dan juga bukan Dewa.
Aku ini melompat keluar garis tiga, soalnya aku pernah mencapai langit susun sembilan!" kataHo Leng Wie.
Ho Leng Wie murid Bu Su Tun, ketua Kay-pang sebelum Liok Kun Lun menjadi ketua. Dia baru 2322
meninggalkan perguruan, maka itu dia belum masuk Kaypang secara resmi. Oleh karena itu secara samar-samar dia memberi jawaban yang berarti "Aku bukan anggota Kaypang, tapi punya hubungan erat dengan Kay-pang selama delapan tahun. Aku belum masuk Kay-pang, hal itu karena aku pernah mendampingi Pang-cu serta mendapat izin khusus (Langit susun sembilan artinya Pang-cu bertambal sembilan), bahwa dia pernah mencapai langit sembilan artinya dia pernah di samping Pangcu dan seorang kepercayaannya.
Keempat pengemis itu heran, sebab mereka tidak pernah mengira bahwa mereka masih punya seorang Pang-cu yang sudah lama mengasingkan diri. Segera pengemis yang menjadi kepala bersuit. Mendadak dari dalam rumah melompat keluar empat ekor anjing galak.
"Wah, celaka!" keempat pengemis itu berteriak. "Kita makan daging anjing, anjing-anjing galak ini mau membalas sakit hati kawannya!"
Mereka langsung membuang pemukul anjingnya
masingmasing dan berlari untuk menyelamatkan diri dari serangan anjing-anjing itu. Anehnya keempat ekor anjing itu tidak memburu para pengemis yang lari, tapi mengepung Ho Leng Wie saja. Lie Tiong Chu bermaksud membantu menghalau anjing-anjing itu, tapi Ho berseru padanya agar tetap di tempat saja. Sambil berkata dia mengambil pemukul bambu yang ditinggalkan para pengemis itu.
Karena Lie Tiong Chu yakin Ho mampu menghadapi keempat ekor anjing itu, dia menonton saja sambil menepi.
Cepat luar biasa keempat anjing itu menubruk dari berbagai jurusan, seperti jago yang sudah terlatih, mereka mengepung musuhnya dengan teratur.
2323 Namun, dengan gesit Ho Leng Wie sempat berputar, sebelum orang melihat jelas, tahu-tahu dia telah lolos dari tubrukan anjing-anjing itu. Ketika dia berputar beberapa kali, seluruh penjuru seakan hanya terlihat bayangan Ho Leng Wie belaka hingga serangan anjing-anjing itu menjadi kacau. Sejenak kemudian mendadak terdengar Ho Leng Wie membentak.
"Roboh!" Seekor anjing terguling tak berkutik lagi terkena pukulan Ho. Ketika itu seekor anjing yang lain menubruk ke depan Ho. Kemudian disusul oleh dua ekor anjing yang lainnya.
Tanpa pikir panjang Ho Leng Wie mengangkat pemukul anjingnya. Kali ini dia bergerak dengan pelahan seperti sengaja memperlihatkan pada para pengemis agar mereka mengenal ilmu permainan pemukul anjingnya. Tampak pemukul anjing itu terjulur lurus ke depan dan tepat menyanggah di bawah perut anjing yang sedang menubruk itu, sekali angkat anjing itu terlontar beberapa meter jauhnya.
Pada saat itu dari dalam rumah berlari seorang anak kecil sambil berteriak, "Hei, kenapa kau pukul anjingku hingga mati" Ayo, Say-ji dan Pa-ji (Singa dan Macan tutul), lekas gigit orang jahat ini!" kata anak itu.
Sambil tertawa Ho Leng Wie berkata, "Jangan takut, anjingmu tidak mati!"
Terlihat anjing yang terlontar tadi sekarang sudah mulai bangun lalu mendekati majikannya. Tetapi si Macan dan si Singa sudah telanjur menyerang Ho Leng Wie. Sambil tersenyum Ho Leng Wie mengangkat pemukul anjingnya Dia menyabet perlahan, Jingga kedua anjing itu langsung menggeletak, tubuhnya gemetar seperti orang demam.
Rupanya pemukul anjing dari bambu di tangan Ho Leng 2324
Wie tepat menyabet jalan darah anjing-anjing itu hingga anjing itu tak bisa bergerak. Serempak keempat pengemis itu berteriak memuji Ho Leng Wie.
"Sungguh jurus Pang-ta-siang-kauwmu hebat sekali!"
kata mereka. Sekarang keempat pengemis itu mengenali Pa-kauw-panghoat yang dipakai Ho Leng Wie. Baru saja mereka ingn berseru agar Ho Leng Wie menghentikan aksinya, saat itu tampak seorang pengemis tua berusia 50 tahun muncul di hadapan mereka.
"Ayah dan Paman Bu datang!" kata anak itu.
Ketiga pengemis yang berusia masih muda itu tidak kenal siapa "Paman Bu" yang dimaksud anak itu. Tapi pengemis yang lebih tua segera maju dan memberi hormat kepada lelaki kekar itu sambil berkata, "Bu Tiang-lo, kapan kau tiba?"
Orang yang disebut paman Bu itu guru Ho Leng Wie, yaitu Bu Su Tun. Dia sudah dua hari berada di markas cabang Kay-pang, tetapi pengemis lain tidak mengetahuinya kecuali sang Pang-cu, yaitu Liok Kun Lun dan putranya. Tentu saja Ho Leng Wie girang sekali.
"Suhu, ternyata kau ada di sini! Ini Lie Tiong Chu, murid kesayangan Tam Tay-hiap!" kata Ho Leng Wie.
Lie Tiong Chu segera memberi hormat.
"Ya, aku sudah tahu, malah aku pernah bertemu dengannya," kata Bu Su Tun sambil tertawa.
Saat Lie Tiong Chu memperhatikan Bu Su Tun, ternyata dia si "Perwira Kim" yang diam-diam menolong dia kabur dari tempat berbahaya itu. Segera dia menghaturkan terima kasih.
2325 "Aku dengan gurumu seperti saudara kandung saja, jika bukan demi kau, malam itu aku tidak akan datang ke sana,"
kata Bu Su Tun sambil tertawa. "Waktu itu pasti kau heran kenapa seorang perwira Kim membantumu, bukan?"
"Benar," jawab Lie Tiong Chu. "Setelah bertemu dengan Kanda Ho, tahulah aku bahwa itu Paman Bu."
"Mari masuk, nanti kuceritakan," kata Bu Su Tun.
Setelah ada di dalam, Liok Kun Lun memperkenalkan putranya yang bernama Liok Hiang Yang, Bu Su Tun lalu memperkenalkan Ho Leng Wie.
"Sudah lama aku putus hubungan dengan perkumpulan kita sehingga muridku ini belum sempat masuk anggota Kay-pang secara resmi. Aku harap setelah dia resmi menjadi anggota, semoga Pangcu mau memberi
kesempatan agar dia bisa punya pengalaman di dunia Kangouw."
Liok Kun Lun tahu apa maksud Bu Su Tun yang menginginkan Ho Leng Wie diberi kesempatan lebih banyak bergerak bebas agar bisa membantu para pejuang.
"Baik, dia akan kujadikan penghubung antara kami dengan pasukan pejuang. Dengan demikian dia bisa jadi anggota Kay-pang yang tak resmi," kata Liok Kun Lun.
Kemudian Ho Leng Wie menceritakan pengalamannya dengan perusahaan Beng Teng di Tay-toh. Demikian juga tentang disitanya toko sutera milik Teng Sit.
"Sekarang Teng Sit belum diketahui ada di mana?" kata Leng Wie.
Baru saja Ho menyebut nama Teng Sit, tiba-tiba seorang lelaki muncul sambil membawa Teng Sit. Walau luka Teng Sit belum sembuh benar, tetapi dia sudah cukup sehat dan 2326
girang ketika melihat Lie Tiong Chu dan Ho Leng Wie ada di situ. Maka itu Teng Sit lalu menceritakan pengalamannya. Kiranya dia dan Lauw Hong telah diselamatkan oleh murid-murid Kay-pang. Sesudah itu terdengar Lie Tiong Chu bicara.
"Padahal Paman bisa menyamar jadi perwira Kim, kenapa Paman yak menggunakan kesempatan itu untuk membunuh Wan-yen Hoo?" kata Lie Tiong Chu.
"Aku punya tugas yang lebih penting lagi," kata Bu Su Tun. "Kedatanganku ke sini karena mendapat kabar rahasia, bahwa Wan-yen Tiang Cie ingin merebut tahta.
Justru orang yang paling kuat mendukung maksud Wanyen Tiang Cie itu putranya sendiri, Wan-yen Hoo."
"Dari mana Suhu tahu masalah itu?" kata Ho Leng Wie.
"Dulu aku pernah bekerja dalam pasukan pengawal Kim dan di sana ada beberapa kawanku yang bisa dipercaya.
Maka itu untuk menyusup ke istana Wan-yen Tiang Cie bagiku tidak sulit. Kebetulan aku juga mendengar niat mereka merebut tahta. Selain itu aku pun tahu rencana mereka ingin menangkap Teng Sit dan Lie Tiong Chu.
Rupanya mereka curiga pada Lie Tiong Chu sesudah melihat Keng-sin-cie-hoat yang digunakannya atas diri An Tak tempo hari. Malam itu Wan-yen Hoo memerintahkan Jen Thian Ngo dan Sah Yan Liu menangkap Teng Sit.
Sedang orang kepercayaannya berkumpul di Thian-tam untuk merundingkan rencana perebutan tahta itu. Thian-tam tempat sembahyang raja dan tak boleh dikunjungi oleeh siapapun kecuali raja. Tempat itu sesungguhnya sangat bagus untuk membicarakan masalah rahasia. Tak terduga tugas yang diberikan kepada Jen Thian Ngo tidak berhasil, sebaliknya secara kebetulan kalian menerjang ke daerah terlarang itu dan memergoki Wan-yen Hoo ada di sana."
2327 "Apa Suhu tahu, bagaimana cara mereka ingin merebut tahta?" tanya Ho Leng Wie.
"Rencana mereka cukup keji," kata Bu Su Tun. "Mereka telah siap untuk membunuh raja Kim tepat pada saat raja bersembahyang tahun baru di Thian-tam. Pembesar Kim yang ikut dan setia pada raja yang ke sana akan dibunuh semuanya!"
"Musuh yang saling bunuh itu sangat menguntungkan kita," kataHo Leng Wie.
Bu Su Tun berpikir sejenak.
"Untung ruginya bagi kita belum bisa diketahui. Yang penting aku ingin menyampaikan kabar ini ke Kim-kee-leng untuk mengetahui apa pendapat Siauw-go-kiam-kun dan Hong-lay-mo-li. Guru saudara Lie pun rasanya akan sampai di Tay-toh tidak lama lagi. Dalam waktu singkat semoga aku bisa bertemu dengannya untuk berunding."
"Ah, jadi Suhu juga akan datang ke sini?" kata Tiong Chu.
"Ya," jawab Bu Su Tun.
Karen Ho Leng Wie belum memahami cerita gurunya, dia bertanya lagi pada sang guru.
"Suhu, jika musuh saling bunuh, bukankah itu suatu kebetulan bagi kita. Tapi kenapa Suhu katakan ada ruginya juga?" kata Ho.
"Jika itu terjadi dalam keadaan biasa, memang kita diuntungkan, tapi karena sekarang keadaannya lain, maka aku katakan untung ruginya belum tentu!" kata Bu Su Tun.
"Sekarang musuh kita bukan cuma bangsa Kim saja, tetapi juga bangsa MongoLKekuatan bangsa Mongol melebihi kekuatan bangsa Song. Maka itu setelah bangsa Mongol 2328
menghancurkan bangsa Kim, mereka baru akan merebut Kerajaan Song!"
Ho Leng Wie mengangguk tanda mengerti. Tak lama gurunya meneruskan kembali.
"Sedang sekarang daerah yang diduduki bangsa Kim sebagian besar tanah bangsa Han. Jadi jika orang Mongol menyerbu ke mari dan berhasil menggulingkan raja Kim dari suku Nuchen, rakyat bangsa Han dan rakyat bangsa Nuchen sama-sama akan menderita. Sebenarnya di antara pembesar Mongol terbagi atas dua aliran, satu mereka yang ingin berserikat dengan Song untuk membasmi bangsa Kim, sedang aliran yang lain lebih suka berserikat dengan bangsa Kim untuk menumpas bangsa Song. Sebenarnya semua itu urusan politik dan siasat saja, sebab bagi Song hasilnya akan sama saja. Baik Mongol berserikat dengan Song maupun dengan Kim, akhirnya kedua-duanya akan dicaplok semua."
"Benar, mengenai hal ini pernah kudengar," kata Liok Kun Lun. "Bulan lalu Bun Beng-cu pernah memberi kabar padaku, bahwa pemerintah Song Selatan sedang berunding dengan bangsa Mongol, sedang perdana menteri Han memilih lebih baik berserikat dengan bangsa Kim.
Sekarang, jumlah penguasa Mongol yang ingin bergabung dengan Song lebih banyak. Pejabat Mongol yang ingin bergabung dengan Kim dipimpin Kha Khan yaitu Cahatai, sedang yang ingin bergabung dengan Song dipimpin oleh Tulai, dia panglima perang mongol!"
"Kau hebat, Bu Tiang-lo," kata Liok Kun Lun kagum.
"Selama ini kami kira kau mengasingkan diri karena tidak mau ikut campur urusan dunia persilatan lagi. Tapi ternyata kau malah tahu banyak tentang bangsa Mongol."
2329 "Aku sering berkunjung ke Mongol," kata Bu Su Tun.
"Tiga bulan terakhir aku bertemu dengan Bu-lim-thiankiauw di Holin. Saat itu baru aku ketahui kalau dia ada di Mongol lebih lama dibandingkan aku. Bahkan dia punya seorang kawan baik bernama Siang-koan Hok. Dulu dia pernah menjadi pembantu utama Liong-siang Hoat-ong.
Siang-koan Hok itu bangsa Liao yang kabur ke Mongol dengan maksud ingin membangun kemballi negeri Liao yang dicaplok oleh bangsa Kim. Tapi setelah asal-usulnya diketahui Liong-siang Hoat-ong, dia kabur dari Ho-lin."
"Apa Guruku pernah bilang kapan dia datang?" kata Lie Tiong Chu.
"Katanya, dia masih punya masalah yang perlu diselesaikan dulu. Setelah selesai baru dia ke sini, mungkin sekitar sepuluh hari lagi. Sekarang mungkin dia sudah tiba di sini. Tapi sebelum kedatangan gurumu itu, seorang utusan rahasia Tulai sudah tiba lebih dulu. Utusan itu diminta untuk menemui Wan-yen Tiang Cie, pada hari pesta pembukaan perusahaan Beng Teng."
"Pantas Wan-yen Hoo terburu-buru pulang, rupanya dia harus mengawal ayahnya menemui utusan dari Mongol itu.'' kata Lie Tiong Chu.
"Usaha merebut tahta yang direncanakan Wan-yen Tiang Cie didukung oleh Tulai. Tujuannya untuk mengadu domba agar kekuatan Kerajaan Kim berkurang. Dengan demikian rencananya ingin membasmi Kerajaan Kim bisa terlaksana dengan mudah."
Rupanya semua orang tidak mengira dalam masalah itu terdapat tipu muslihat dari berbagai pihak yang begitu rumit.
"Jika Suhu datang pasti semua masalah akan lebih mudah diatasi," kata Lie Tiong Chu.
2330 "Sekarang lebih baik kalian pulang dulu, sesudah itu aku akan berdaya menghubungi Beng Teng. Namun, jika ada persoalan pasti akan kukirimkan kabar pada kalian," kata Bu Su Tun.
Kedua pemuda itu mengangguk, lalu mereka mohon diri pada Ketua Liok dan yang lainnya. Setelah meninggalkan markas Kay-pang, hari sudah tengah hari. Di tengah jalan Lie Tiong Chu menyuruh Ho Leng Wie agar pulang lebih dulu.
"Semula aku ingin tinggal di rumah pengasuh Guruku.
Tapi ketika aku pindah ke rumah Teng Sit, aku berjanji akan kembali ke sana untuk menjenguknya. Sudah belasan hari aku pergi, rasanya sudah waktunya aku menjenguk orang tua yang baik budi itu." kata Lie Tiong Chu.
"Kau ingin mencari tahu tentang gurumu juga, bukan?"
kata Ho Leng Wie. "Benar," kata Lie Tiong Chu. "Jika Suhu sudah datang ke Tay-toh, beliau pasti datang ke rumah ibu asuhnya."
"Kalau begitu aku ikut kau ke sana," kata Ho Leng Wie.
"Akujuga ingin bertemu dengan gurumu. Apalagi karena kita keluar bersama, maka kembali harus bersama juga. Jika tidak Ayahku pasti akan kuatir jika cuma aku yang pulang."
Ibu asuh Bu-lim-thian-kiauw Tam Yu Cong menjadi budak istana Wan-yen Tiang Cie, maka itu Ho Leng Wie kuatir jika membiarkan Lie Tiong Chu pergi sendirian.
Ibu asuh Bu-lim-thian-kiauw itu sudah janda, usianya enampuluh tahun lebih. Dia hanya mempunyai seorang anak laki-laki. Sesudah Bu-lim-thian-kiauw meninggalkan rumahmya, keluarga Tam tidak memperhatikan keadaan ibu asuhnya itu. Wan-yen Tiang Cie yang mengetahui hal itu, berpikir bahwa orang tua Tam Yu Cong masih bisa 2331
diperalat olehnya. Maka itu dia berpura-pura mengasihani dan merawat di istananya.
Walau anak lelaki ibu asuh Tam Yu Cong menjadi tukang kebun istana Wan-yen Tiang Cie, tapi tempat tinggalnya bukan di lingkungan istana melainkan di sebuah rumah kecil danjelek di luar taman bunga. Lie Tiong Chu membawa Ho Leng Wie ke tempat tinggal ibu asuhnya itu.
Melihat kedatangan mereka, ibu asuh itu girang dan meminta agar mereka tinggal di rumahnya. Sesudah itu dia segera menyediakan makanan seperlunya.
"Terima kasih, harap kau jangan repot-repot. Aku tinggal di rumah saudara Ho, kedatangan kami ini karena ingin mencari kabar tentang Guruku, apa beliau sudah datang atau belum?"
"Aku sangat merindukan gurumu, apa benar dia akan datang?" kata perempuan tua itu. "Aku kira dia belum sampai, sebab biasanya dia ke mari."
"Sejak beberapa hari yang lalu aku tinggal di sini, apa hal itu sudah diketahui oleh anak buah Ong-ya atau belum"
Pernahkah kau ditanyai?" tanya Lie Tiong Chu.
"Siapa yang mau memperhatikan nenek seperti aku"
Lagipula kau tak perlu kuatir, bukankan kau pernah berpesan padaku" Mana mungkin aku sembarangan bicara."
kata si nenek. Tapi tiba-tiba terdengar suara orang bicara di luar.
"Pasti ini rumahnya!"
Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ya, itu rumah ketiga di ujung taman, pasti tak salah!"
kata kawannya. Lie Tiong Chu kaget karena suara orang itu sudah dikenalnya. Benar saja kedua orang yang baru datang itu 2332
Wan-yen Hoo dan Jen Thian Ngo. Segera Lie Tiong Chu membisiki si nenek.
"Itu Siauw Ong-ya, kami harus sembunyi." kata Lie.
"Lekas sembunyi di balik tumpukan kayu bakar, biar kulayani mereka." kata si nenek.
Baru saja mereka bersembunyi, pintu depan telah didobrak dari luar hingga rusak dan terpentang. Tak lama terlihat Wan-yen Hoo dan Jen Thian Ngo masuk.
"Maaf, kami orang miskin tak punya apa-apa," kata si nenek dengan tubuh gemetar.
Diam-diam Lie Tiong Chu geli dan memuji lagak nenek itu. Dengan dongkol dan geli Jen Thian Ngo membentak.
"Hai, nenek, buka matamu dan lihat yang betul, beliau ini Siauw Ong-ya! Masa kau anggap kami ini perampok?"
kata Jen Thian Ngo. "Apa.. .apa katamu" Aku ini tu......tuli, kurang jelas?"
kata si nenek. Jen Thian Ngo membentak keras di tepi telinga si nenek.
"Beliau ini Siauw Ong-ya, dengar tidak?" kata Jen Thian Ngo.
Buru-buru si nenek berlutut.
"Oh, jadi ini Siauw Ong-ya! Maaf, mohon ampun atas kebodohanku." kata si nenek meratap.
"Karena tidak tahu tidak bisa disalahkan," kata Wan-yen Hoo sambil tertawa. "Eh, nenek tua, selama ini Ong-hu memperlakukan kau dengan baik atau tidak?"
"Baik, baik sekali! Kami ibu dan anak tak akan melupakan kebaikan Ong-ya dan Siauw Ong-ya." kata si nenek.
2333 "Kalau begitu kau bicara sejujurnya!" kata Wan-yen Hoo.
"Apa yang ingin kau ketahui, Siauw Ong-ya?" kata si nenek.
"Aku dengar Pangeran Tam pulang, apa kau sudah bertemu dengannya?" kata Wan-yen Hoo.
Seolah kaget dan girang si nenek berkata
"Apa kau bilang" Pangeran Tam pulang " Apa.... Apa betul begitu" Dia......di mana sekarang?"
"Dia ada di mana, justru itu yang mau kutanyakan padamu" kata Wan-yen Hoo.
"Oh, aku kira Siauw Ong-ya mau memberitahuku, tapi......tapi mana aku tahu di mana Tam berada" Jika beliau sudah pulang pasti akan datang menemui Ong-ya mana mau beliau datang ke tempatku yang buruk ini?" kata si nenek.
"Kau ibu asuhnya, sedang dia sudah tidak punya orang tua. Juga tidak mungkin dia tak menemuimu?" kata Wanyen Hoo.
"Tapi.. .dia kan majikan dan aku hanya budaknya, mungkin saja dia kira aku sudah mati!" kata si nenek.
"Ternyata nenek ini tak tahu apa-apa Dengan demikian kita datang ke mari dengan sia-sia," kata Wan-yen Hoo.
"Aku kira nenek ini licin, coba kau tanya anak itu. Kalau perlu dengan kekerasan," bisik Jen Thian Ngo.
Wan-yen Hoo mengangguk. Karena mengira si nenek benar-benar tuli dan tak mendengar bisikan Jen Thian Ngo, Wan-yen Hoo mengeluarkan dua potong uang perak.
2334 "Ini uang jumlahnya seratus tail, jika kau mau berterusterang, aku berikan uang ini untukmu!" kata Wanyen Hoo.
"Apa maksud Siauw Ong-ya?" kata si nenek. "Siapa yang dimaksud Siauw Ong-ya?"
Wan-yen Hoo membuat gambar wajah Lie Tiong Chu.
"Dia she Lie, aku yakin kau pernah melihatnya. Di mana dia sekarang?" kata Wan-yen Hoo.
"Ah, siapa dia, aku belum pernah melihatnya!" kata si nenek.
"Coba kau renungkan, kau jangan bohongi aku!" bentak Wan-yen Hoo sambil mengeluarkan sebuah seruling.
"Orang itu murid Tam, dia juga membawa seruling seperti ini!" kata Wan-yen Hoo menegaskan.
"Maaf Siauw Ong-ya, mana mungkin dia mau kenal padaku si tua tak berguna!" kata si nenek.
Wan-yen Hoo jadi tak sabar, mendadak dia menggebrak meja sambil mendamprat si nenek.
"Kurang ajar! Jika kau tidak bisa diajak bicara baik-baik, barangkali harus dengan kasar?" kata Wan-yen Hoo.
"Anakmu sudah berterus terang, apa yang kau ragukan.
Aku ini saudara Tam Yu Cong, mustahil aku mencelakai muridnya?"
Si nenek tetap menggelengkan kepalanya.
"Siapa yang tak mau uang seratus tail perak. Tapi sayang aku tak tahu di mana mereka berada, jadi aku harus bagaimana?" kata si nenek.
"Plok!" 2335 Dengan keras Wan-yen Hoo menampar si nenek hingga dua giginya rontok dan berdarah dari mulutnya. Lie Tiong Chu yang sedang bersembunyi tidak tahan melihat kejadian itu. Dia ingin segera melompat keluar untuk menghajar Wan-yen Hoo. Tetapi sebelum Lie Tiong Chu keluar dari persembunyiannya, putra si nenek masuk ke rumah. Bukan main gusar dan sedihnya anak itu menyaksikan ibunya dianiaya.
"Siauw Ong-ya, sekalipun kau majikan kami, tapi kau keterlaluan sekali berani menganiaya Ibuku yang tidak berdosa!" kata anak itu.
"Katakan di mana orang she Lie itu. Jika kau katakan akan kuampuni ibumu, tapi jika tidak, kau pun akan kubunuh!" kata Wan-yen Hoo.
Tiba-tiba muncul seseorang di ruang itu.
"Akulah orang she Lie yang kau cari!" teriak Lie Tiong Chu.
Lie Tiong Chu langsung menyerang dengan hebat.
"Trang!" Seruling yang dipegang Wan-yen Hoo tersampok jatuh.
Ho Leng Wie pun melompat keluar untuk menyambut pukulan Jen Thian Ngo dengan keras.
"Ho Toa-ko, lekas lari bersama ibumu!" kata Lie Tiong Chu.
Berbareng dengan itu seruling Lie melancarkan totokan kilat ke arah Wan-yen Hoo. Sebenarnya Keng-sin-cie-hoat yang dimiliki Wan-yen Hoo tidak lemah dibanding ilmu totok Lie Tiong Chu. Tetapi karena belum lama dia baru dikalahkan di Thian-tam, jelas rasa takutnya pada Lie belum hilang. Ditambah lagi Lie menggunakan seruling 2336
pusaka, sedang Wan-yen Hoo tanpa senjata. Tentu saja Wan-yen Hoo bertambah gugup dan ngeri. Maka dengan terpaksa dia mundur ke arah pintu depan. Anak si nenek segera menggendong ibunya lalu kabur lewat pintu belakang. Sedang Jen Thian Ngo sedang bertarung melawan Ho Leng Wie. Melihat gaya bersilat Ho Leng Wie dari kaum pengemis Jen Thian Ngo kaget.
"Hm! kiranya kau murid Kay-pang," ejek Jen Thian Ngo.
"Katakan kau murid Bu Su Tun atau Liok Kun Lun"
Sayang kau harus berhadapan denganku!"
Jen Thian Ngo menyerang dengan hebat sambil berseru.
"Siauw Ong-ya, lekas kau keluar!" kata Jen Thian Ngo.
Saat itu Ho Leng-Wie sedang melancarkan pukulan, hingga kedua tangan mereka beradu.
"Braak!" Keduanya terdorong mundur, sedang rumah itu bergetar keras hingga akhirnya ambruk. Saat itu Wan-yen Hoo yang sudah keluar sedang dibayangi oleh Lie Tiong Chu. Ho Leng Wie selangkah lebih lambat. Tiba-tiba sebuah balok meluncur, untung sempat ditangkis oleh Ho Leng Wie.
Kemudian dia melompat keluar rumah.
Setiba di luar Wan-yen Hoo melepaskan sebuah anak panah bersuara untuk mengundang bantuan. Lie Tiong Chu yang marah langsung maju, serulingnya menotok bagian dada lawan. Ho yang berpikir Jen Thian Ngo kebih lihay dan bukan tandingannya, terpikir untuk menangkap Wanyen Hoo.
Saat itu Wan-yen Hoo yang terus didesak jadi kelabakan menghadapi serangan Lie Tiong Chu yang gencar itu.
Melihat situasi sangat buruk baginya, Jen Thian Ngo bergeser sambil melancarkan pukulan dahsyat untuk 2337
membantu Wan-yen Hoo. Tapi Ho Leng Wie tenis membayanginya
"Kubunuh kau!" bentak Jen Thian Ngo.
Ho Leng Wie yang tak menduga akan mendapat
serangan ini, sem-pat menyambar sepotong kayu untuk menyambut serangan lawan. Dengan menggunakan jurus pemukul anjing dari kaum Kay-pang dia menyerang lawannya. Namun serangan Ho dapat ditangkis Jen Thian Ngo. Baju Jen Thian Ngo robek,dan kayu di tangan Ho pun patah. Tiba-tiba Jen Thian Ngo menerjang maju, dia coba mendesak ke arah Lie Tiong Chu.
"Siauw Ong-ya, biar orang she Lie ini aku yang hadapi!"
kata Jen Thian Ngo. Tentu saja Wan-yen Hoo girang, sekarang dia hanya menghadapi lawan yang seimbang.
"Hm! Kalian semua tak akan lolos dari tanganku!
Termasuk si nenek dan anaknya akan kubunuh!" kata Wanyen Hoo.
Ho Leng Wie marah bukan main, dia melabrak Wan-yen Hoo dengan hebat. Saat itu Lie Tiong Chu melancarkan serangan dengan seruling pusakanya, dia totok bagian atas dan bawah tubuh lawan. Serangannya mengarah ke 36 jalan darah yang mematikan lawan. Ternyata Lie Tiong Chu mendapat lawan yang seimbang, masing-masing tak mudah saling mengalahkan. Sesudah bertarung beberapa jurus, akhirnya Jen Thian Ngo yakin bahwa Lie Tiong Chu pemuda yang kabur bersama anak perempuannya tempo hari. Dengan gusar dia membentak.
"Hm! Jadi kaulah bangsat yang membawa kabur anak perempuanku, di mana kau sembunyikan putriku?" kata Thian Ngo.
2338 "Hm! Siapa bilang anakmu, dia sudah tak mau mengakutmu sebagai ayahnya!" kata Lie Tiong Chu.
"Bangsat! Rupanya kau tipu putriku, kau harus kubinasakan!" kata Jen Thian Ngo kalap.
Dia melancarkan serangan maut ke arah lawan. Memang kemampuan Jen Thian Ngo lebih tinggi dibanding Lie Tiong Chu yang kini tubuhnya telah bermandikan keringat.
Beruntung Jen Thian Ngo agak ngeri pada ilmu Keng-sin-ciehoat lawan hingga Lie masih sanggup bertahan dari serangan Jen Thian Ngo ini.
Di pihak lain Ho Leng Wie sedikit lebih unggul dibanding Wan-yen Hoo. Tapi karena dia telah mengadu tenaga dengan Jen Thian Ngo, mau tak mau kekuatannya mulai berkurang, karena itu Wan-yen Hoo bisa bertahan dan terkadang bisa balas menyerang. Tiba-tiba Lie Tiong Chu menguatirkan nenek dan anaknya sekalipun mereka sudah kabur. Karena pikirannya agak terganggu, Jen Thian Ngo mampu mendesaknya lebih hebat.
"Bangsat! Lekas kau katakan di mana putriku jika kau ingin selamat!" kata Jen Thian Ngo. "Kalau tidak kau kubunuh!"
"Aku tak yakin Jen Ang Siauw punya ayah sepertimu tak tahu malu!" kata Lie Tiong Chu.
"Saat mampusmu sudah dekat pun kau masih keras kepala!" bentak Jen Thian Ngo sambil menyerang dengan gencar.
Ketika Lie Tiong Chu sedang terdesak, tiba-tiba muncul dua penunggang kuda mendatangi. Ternyata mereka dua perwira pengawal istana.
"Bagaimana, apa kalian sudah menangkap si nenek dan anaknya?" tanya Wan-yen Hoo.
2339 Saat itu mendadak muncul seorang pemuda pelajar dari belakang dua perwira pengawal istana itu.
"Ternyata kau, Suhu!" teriak Lie Tiong Chu girang bukan main.
Wan-yen Hoo terperanjat segera dia melompat keluar dari kalangan. Rupanya yang datang itu Bu-lim-thian-kiauw Tam Yu Cong.
"Benar, ini aku" jawab Bu-lim-thian-kiauw. "Sudah, kalian berhenti bertarung!"
Saat itu Jen Thian Ngo sedang melancarkan serangan dahsyat ke arah Lie Tiong Chu yang tidak akan mampu menangkis serangannya. Maka itu Jen Thian Ngo tidak menghiraukan bentakan Bu-lim-thian-kiauw, apalagi Jen juga tak kenal siapa yang membentaknya itu. Saat itu serangan Jen Thian Ngo sulit dihindarkan oleh Li Tiong Chu. Seandainya dia menangkis pun pasti dia akan terluka parah. Tapi Lie Tiong Chu tidak menghindar maupun menangkis. Setelah mendengar seruan Bu-lim-thian-kiauw, dia hanya meluruskan kedua tangannya ke bawah dan berkata.
"Baik Suhu!" kata Lie Tiong Chu.
Mendengar panggilan "Suhu" Jen Thian Ngo baru sadar bahwa orang itu Tam Yu Cong. Saat itu Jen Thian Ngo juga kaget hendak membatalkan serangannya, tapi terlambat.
"Plok!" Muka Jen Thian Ngo tertampar oleh Tam Yu Cong.
Melihat kejadian itu Wan-yen Hoo terperanjat, Jen Thian Ngo yang terhitung jago tua pun berhasil ditampar oleh Tam Yu Cong.
2340 "Ayahku jago nomor satu Kerajaan Kim, tapi rasamya sulit untuk melawan Tam Yu Cong," pikir Wan-yen Hoo.
"Siapa kau, beraninya kau tak mentaati perintahku?" kata Tam Yu Corig.
"Paman Tam, dia tamu Ayahku namanya Jen Thian Ngo!" kata Wan-yen Hoo. "Pasti Paman Tam pernah mendengar nama Jen Lo Sian-seng!"
"Oh, maafkan, aku bersalah pada muridmu," kata Jen Thian Ngo sambil tertawa.
Bu-lim-thian-kiauw Tam Yu Cong mengejek. Tanpa memperhatikan Jen Thian Ngo, dia berpaling ke arah Wanyen Hoo.
"Sebagai bangsawan, kenapa kau datang ke tempat seperti ini dan menyusahkan seorang nenek yang tak berdosa padamu!" kata Tam Yu Cong.
Wan-yen Hoo gugup, dia menjawab dengan wajah berubah-ubah sebentar merah sebentar pucat.
"Harap maklum karena.....karena..."
"Maklum bagaimana" Kau menyuruh orang untuk menangkap mereka. Untung aku datang, jika tidak mungkin jiwa mereka sudah melayang," kata Bu-lim-thian-kiauw.
Tak lama kelihatan pasukan pengawal berdatangan, komandan pasukan itu Wan-yen Tiang Cie. Wan-yen Hoo girang dan berkata.
"Paman Tam, itu Ayahku datang menyambutmu!" kata Wan-yen Hoo.
Wan-yen Tiang Cie yang sudah dekat langsung berkata,
"Hai Tam Yu Cong! Angin apa yang membawamu ke mari"
Sudah lama aku ingin bertemu denganmu!": 2341
"Ong-ya, kedatanganmu untuk menangkap buronan, kan?" kata Bu-lim-thian-kiauw.
"Kau jangan bergurau, Tam Yu Cong!" kata Wan-yen Tiang Cie. "Masa lalu kenapa harus kau ungkit-ungkit lagi"
Tadi Baginda baru membicarakan tentang dirimu, sayang beliau tak tahu kau ada di mana" Baginda mengundangmu datang untuk urusan kedudukanmu sebagai pangeran!
Sekarang kau kembali, pasti baginda senang sekali. Aku sengaja menyambut kedatanganmu!"
Duapuluh tahun yang lalu, Bu-lim-thian-kiauw dianggap buronan Kerajaan Kim. Dia dianggap anti Raja Kim.
Terpaksa Bu-lim-thian-kiauw melarikan diri. Kemudian Wan-yen Liang memimpin pasukan menyerbu ke wilayah Song. Tapi dalam pertempuran di Cay-ciok-kie, pasukan Kim hampir musnah seluruhnya oleh panglima Song bernama Kie Un Bun yang terkenal itu. Sedangkan sisa pasukan Kim lari ke Kwan-ciu.
Di sana Wan-yen Liang terbunuh oleh anak buahnya.
Wan-yen Yong, atau saudara sepupunya menggantikannya naik tahta. Sekarang sudah berlalu belasan tahun lamanya.
Merasa tahta yang diperolehnya itu berkat jasa-jasa dari Bu-lim-thian-kiau walau tidak langsung, setelah Wan-yen Yong berkuasa, dia menghapus nama Bu-lim-thian-kiauw dari daftar buronan kerajaan Kim. Maka itu persengketaan dalam keluarga kerajaan itu selalu dirahasiakan dan tidak pernah diumumkan, orang luar hampir tidak ada yang tahu.
-0o~DewiKZ~Aditya~aaa~0o-
2342 BAB 88 Tam Yu Cong Hampir Terjebak Musuh;
Ilmu Berbisa Chu Kiu Sek Dan See-bun Souw Ya
Musnah Sebenarnya apa yang dikatakan Wan-yen Tiang Cie tidak semuanya benar. Walaupun Wan-yen Yong tidak menganggap Bu-lim-thian-kiauw sebagai duri dalam daging seperti anggapan Wan-yen Liang, tapi paling tidak dia hanya menghapus Tam Yu Cong dari daftar buronan saja.
Sedang tentang gelar pangeran yang akan dikembalikan pada Tam Yu Cong, hanya omong kosong. Wan-yen Tiang Cie hanya ingin membohongi Bu-lim-thian-kiauw saja.
Wan-yen Yong memang pernah bicara dengan Wan-yen Tiang Cie tentang Bu-lim-thian-kiauw karena dia ingat pada Bu-lim-thian-kiauw Tam Yu Cong. Saat itu dia menyayangkan bakat dan kepandaian Tam Yu Cong yang tak dapat dimaafkan. Tapi Wan-yen Tiang Cie membisiki Wan-yen Yong, dia bilang Bu-lim-thian-kiauw itu sekalipun berdarah bangsawan Kim, namun perjuangannya memihak pada bangsa lain.
Wan-yen Yong menganggap bahwa Tam Yu Cong
sebagai pangeran bangsa Kim, tidak akan menyerahkan wilayah Kim pada bangsa lain. Oleh karena itu, Wan-yen Yong berharap jika Tam Yu Cong kembali ke Tay-toh, dia ingin menemuinya.
Terpaksa Wan-yen Tiang Cie pun menyetujuinya, dia berjanji akan melaksanakan keinginan junjungannya itu.
Akhirnya karena ada kesepakatan dengan junjungannya itu, Wan-yen Tiang Cie tak bisa menggunakan kekerasan terhadap Tam Yu Cong. Dia hanya menggunakan akal agar Tam Yu Cong mau datang ke istana. Maka itu walaupun Bu-Iim-thiankiauw berada di tengah kepungan pasukan Kim, dia tetap tenang.
2343 Sambil tertawa dia berkata begini.
"Kedatanganku bukan untuk memulihkan kedudukanku sebagai Pangeran Kim, karena tak berani aku merepotkan Ong-ya!" kata Tam Yu Cong.
"Apapun alasanmu, Sri Baginda ingin bertemu denganmu! Aku harap kau memberi muka padaku dan mau menemui Baginda. Jika tidak bagaimana aku memberi alasan pada beliau?" kata Wan-yen Tiang Cie.
Walau kepungan pasukan Kim sudah semakin ketat, sedikitpun Bu-lim-thian-kiauw tidak peduli sama sekali.
"Baik, undangan Ong-ya tidak bisa kutolak, maaf aku merepotkan Ong-ya saja." kata Tam Yu Cong.
"Kau sangat bijaksana, Tam Pwee-cu!" kata Wan-yen Tiang Cie sambil tertawa.
"Tapi bagaimana dengan muridku dan kawanku ini, apa Ong-ya mau menerima mereka juga?" kata Bu-lim-thiankiauw.
"Ya, masa mereka tidak diundang?" kata Tiang Cie.
Sebenarnya Lie Tiong Chu ragu, tapi karena gurunya yang mengajak, dia menurut saja. Mereka ikut dengan pengawalan pasukan Kim. Tak lama mereka sampai di istana Wan-yen Tiang Cie. Dia memimpin Tam Yu Cong, sedang Ho dan Lie Tiong Chu dilayani oleh Pan Kian Hoo, si kepala rumah tangga istana itu.
Saat berjabatan tangan Pan Kian Hoo mengerahkan tenaganya untuk menguji kedua tamunya itu. Ho Leng Wie dan Lie Tiong Chu pun merasakan tenaga dalam Pan Kian Hoo yang cukup tinggi. Di sini ada Jen Thian Ngo, Wanyen Hoo, See-bun Souw Ya dan yang lain-lain, Jika mereka harus bertarung di situ, mereka yakin tak mudah untuk 2344
meloloskan diri dari sana. Wan-yen Tiang Cie diam-diam menguji tenaga dalam Bu-lim-thian-kiauw. Saat pelayan membawakan teh, Wan-yen Tiang Cie sengaja menerima nampan dari tangan si pelayan dan menyuguhkan sendiri air teh itu pada Bu-limthian-kiauw.
"Ini teh wangi hadiah dari Sri Baginda, silakan Pwee-cu mencicipinya." kata Wan-yen Tiang Cie.
"Terima kasih," kata Bu-lim-thian-kiauw.
Wan-yen Tiang Cie menyodorkan nampan ke dada Bu-limthian-kiauw. Segera Bu-lim-thian-kiauw mengetahui tuan rumah mengerahkan tenaga dalamnya untuk mengujinya. Jika nampan tak dia tahan dan membentur dadanya, maka dia akan terluka parah.
"Jangan sungkan, letakkan saja di meja!" kata Tam Yu Cong.
Saat tenaga keduanya bentrok, nampan teh itu bergetar, tapi air tehnya tidak tumpah. Tam Yu Cong langsung mengangkat cawan teh dan berkata.
"Harum dan sedap teh ini!" kata Tam Yu Cong.
Pelayan itu mengangkat nampan teh untuk diganti dengan nampan berisi makanan. Saat nampan terangkat, Wan-yen Tiang Cie kaget melihat bekas nampan tertera di atas meja. Tapi dia coba berusaha setenang mungkin.
"Anda hebat Tam Pwee-cu, aku kagum sekali. Tapi sayang meja ini jadi tidak rata, biar aku yang akan menghaluskannya kembali." kata Wan-yen Tiang Cie.
Dia mengusap meja yang berbekas nampan itu hingga rata kembali. Diam-diam Wan-yen Tiang Cie sadar bahwa tenaga dalam Bu-lim-thian-kiauw lebih tinggi setingkat darinya. Dia kaget tapi berusaha tenang.
2345 "Setinggi apapun kepandaiannya, dia sudah masuk perangkapku. Aku yakin dia tidak akan mudah lolos dari tanganku!" pikir Wan-yen Tiang Cie.
"Saudara Tam, selama ini kau berada di mana" Sri Baginda dan aku sangat rindu padamu." kata Wan-yen Tiang Cie.
"Aku berkelana di kalangan Kang-ouw, ke mana saja aku pergi, sulit kujelaskan padamu!" kata Tam Yu Cong.
"Luas sekali pengalaman Anda saudara Tam, pasti banyak kenalanmu. Aku ingin tahu, menurutmu siapa jagoan di kalangan kang-ouw sekarang ini?" kata Wan-yen Tiang Cie lagi.
"Kenalanku banyak dan hampir semuanya jago-jago silat zaman ini! Maka itu sulit sekali untuk menilai siapa yang paling jago!" kata Tam Yu Cong.
"Pendapatmu dan pendapatku pasti berbeda. Tapi ada dua orang yang aku ingin tahu, bagaimana penilaianmu terhadap mereka itu," kata Wan-yen Tiang Cie.
"Siapa mereka itu?" kata Bu-lim-thian-kiauw.
"Mereka suami istri yang sangat terkenal, Hong-lay-mo-li Liu Ceng Yauw, dan suaminya yang bergelar Siauw-go-kiankun Hoa Kok Han, pasti. Anda kenal mereka!" kata Wan-yen Tiang Cie.
"Benar, aku kenal mereka. Mereka itujago-jago luar biasa," kata Tam Yu Cong.
"Hong-lay-mo-lie berkedudukan di Kim-kee-leng, dia bersama laskar rakyatnya menentang bangsa Kim! Apa kau juga tahu?" kata Wan-yen Tiang Cie.
Tam Yu Cong mengangguk. "Aku tahu!" 2346 "Hm! Kalau begitu jago yang kau maksudkan orang yang menentang bangsa Kim, begitu?" kata Wan-yen Tiang Cie.
"Maaf Ong-ya, Jenghis Khan dari Mongol itu termasuk ksatria dan pahlawan bukan?" kata Tam Yu Cong.
"Kegagahan Jenghis Khan tidak ada bandingannya di zaman ini, jadi sudah tentu dia seorang ksatria besar!" kata Wan-yen Tiang Cie.
"Sejak Jenghis Khan memerintah Mongol beberapa puluh tahun lamanya, entah sudah berapa kali mereka bertempur dengan Kerajaan Kim. Walau mereka hidup damai dengan kita, tapi rencana mereka ingin mencaplok Kerajaan Kim bukan rahasia lagi. Apa menurut Ong-ya Jenghis Khan itu bukan musuh kita" Karena pendapat kita tidak sama, maka saat mengakui pahlawan dari pihak musuh pun akan berbeda."
"Tetapi bagaimanapun kau tetap bangsa Kim dan bukan bangsa Han?" kata Wan-yen Tiang Cie.
"Tapi kau pun harus mengakui, bahwa Kim-kee-leng itu tanah air bangsa Han," kata Bu-lim-thian-kiauw. "Menurut kita mereka itu pemberontak, namun menurut mereka malah sebaliknya!"
"Tentang saudara sepupumu Tam See Eng yang kalah besar saat memimpin pasukan untuk menyerang Kim-keeleng, apa kau juga tahu?" kata Wan-yen Tiang Cie.
"Peristiwa itu menggemparkan, sudah tentu aku pernah mendengarnya," jawab Bu-lim-thian-kiauw.
"Demi kejayaan Kim dan kehormatan keluarganu, apa pendapatmu jika kuusulkan kepada Sri Baginda agar kau diangkat menjadi panglima pasukan untuk menggempur Kim-kee-leng?" kata Wan-yen Tiang Cie.
2347 "Menurut pendapatku, musuh yang mengancam Kerajaan Kim adalah bangsa Mongol. Maka jika pemerintah mengerahkan kekuatan untuk menggempur Kim-kee-leng, rasanya sungguh ganjil." kata Tam Yu Cong.
"Berdamai dengan Mongol itu suatu keputusan Baginda, apa Anda anggap Baginda kurang bijaksana," kata Wan-yen Tiang Cie sambil berdiri hendak pergi.
Tadi Wan-yen Tiang Cie sengaja memancing Tam Yu Cong agar dia mengeluarkan pendapatnya yang menentang Kerajaan Kim. Dengan demikian dia bisa melaksanakan niatnya menangkap Tam Yu Cong. Ditambah lagi di luar istana sudah berkumpul pasukan panah dengan anak panah berbisanya. Sedang di belakang pintu angin sudah siaga jagojago pilihan. Jika Wan-yen Tiang Cie memberi aba-aba, dengan serentak Bu-lim-thian-kiauw bertiga akan dibinasakan. Bu-lim-thian-kiauw tetap tenang, dia tetap menanti apa yang ingin dilakukan oleh lawannya. Pada saat yang tegang itu, tiba-tiba terdengar orang berseru.
"Titah Raja tiba!"
Wan-yen Tiang Cie terperanjat ketika dia mendengar seruan itu. Dengan sangat terpaksa dia mengurungkan mengeluarkan perintah untuk membekuk Bu-lim-thiankiauw dan kawan-kawan.
"Buka pintu untuk menyambut titah Baginda!" kata Wan-yen Tiang Cie.
Tak lama masuk seorang Thay-kam (sidasida istana) dan seorang Wisu (pengawal) istana. Wan-yen Tiang Cie sudah kenal pada Thay-kam bernama Maliha, Thaykam itu mengurus urusan istana dan paling dipercaya oleh Raja.
Tapi Wisu itu tidak dikenalnya. Ketika Wan-yen Tiang Cie mau berlutut untuk menerima titah raja, mendadak Maliha berkata,
2348 "Ong-ya, titah Raja bukan ditujukan padamu, tapi pada Tam Pwee-cu!"
Mendengar keterangan itu, Bu-lim-thian-kiauw maju ke depan untuk mendengarkan titah raja.
Tak lama dengan suara lantang Maliha berseru,
"Hong-siang (Baginda) minta Pwee-cu menerima titah dan segera ikut ke istana untuk menghadap pada Hong-siang!"
Kejadian itu di luar dugaan Wan-yen Tiang Cie. Karena Maliha seorang Thay-kam kepercayaan baginda, Wan-yen Tiang Cie tidak berani membantah. Dia heran kenapa baginda menerima kabar secepat itu, padahal Tam Yu Cong baru saja tiba. Dia heran siapa sebenarnya Wi-su baru itu"
Dia yakin belum pernah melihatnya. Diam-diam dia kuatir juga, janganjangan baginda memakai Wisu kepercayaannya untuk mengawasi gerak-geriknya. Dengan demikian Wisu itu sengaja dirahasiakan, pantas jika Wisu itu tidak dikenalnya. Karena berpikir bahwa baginda telah mencurigai dirinya, mau tak mau Wan-yen Tiang Cie jadi tak tentram. Selesai menerima titah raja, Bu-lim-thiankiauw berkata.
"Apa murid dan keponakanku juga boleh aku bawa menghadap Hong-siang?" kata Tam Yu Cong.
"Boleh!" kata Maliha. "Terserah Hong-siang mau menerima atau tidak?"
Tam Yu Cong pamit pada Wan-yen Tiang Cie. Ketika ia sampai di luar, di sana sudah menunggu sebuah kereta kuda milik kerajaan Kim. Melihat kereta itu Wan-yen Tiang Cie 2349
tidak sangsi lagi, walau tetap merasa heran karena wi-su itu tak pernah bicara. Lie Tiong Chu dan Ho Leng Wie pun keheranan dan sangsi. Mereka pun berpikir, ia pikir si wi-su itu pernah dilihatnya, walau dia lupa di mana mereka pernah melihatnya.
Saat itu Tam Yu Cong sudah naik kereta bersama Maliha. Lie Tiong Chu dan Ho Leng Wie duduk di tempat kusir. Dan yang menjadi kusir wi-su istana Kim itu. Lie Tiong Chu dan Ho Leng Wie duduk di kanan dan kiri dia, tak sadar mereka mengawasi wi-su itu itu beberapa kali, tapi mereka tetap ragu. Ketika kereta sudah sampai di suatu tempat yang sepi, mendadak wi-su itu menghentikan keretanya dan berkata sambil tertawa.
"Lupakah kalian padaku" Sekarang silakan kalian turun di sini!" kata wi-su itu.
Mendengar suara wisu itu, seketika Ho Leng Wie terkejut bercampur girang, dia berseru.
"Hai, Suhu, ternyata kau!" kata Leng Wie.
Lie Tiong Chu pun baru ingat, wisu itulah yang pernah meno-longinya di Thian-tam tempo hari. Sambil tertawa terbahak-bahak Tam Yu Cong berkata.
"Bu Toa-ko, silakan kau turun di sini, biar kita membagi tugas! Kau pulang bersama muridku dan aku yang akan masuk ke istana bersama Ma Kong-kong." kata Tam Yu Cong.
"Eh, jadi kau tetap ingin masuk ke istana?" kata Bu Su Tun.
"Benar, jangan kuatir, aku pasti kembali," kata Tam Yu Cong. "Muslihat Tiang Cie sudah kuketahui, coba pikir, masa persoalan ini bisa kudiamkan?"
2350 Tam Yu Cun segera naik ke tempat kusir menggantikan Bu Su Tun, lalu melanjutkan perjalanan ke istana. Setelah turun dari kereta, Ho Leng Wie bertanya pada gurunya.
"Suhu, kenapa bisa begini?" kata Leng Wie.
"Semua terjadi secara kebetulan sekali. Ketika Tam Yu Cong datang, dia ke rumah ibu asuhnya. Ternyata di sana kalian sedang mendapat masalah," kata Bu Su Tun.
"Bagaimana dengan titah raja itu?" tanya Lie Tiong Chu.
"Titah itu palsu!" kata Bu Su Tun.
"Kenapa Thay-kam itu mau membantu Suhu?" tanya Lie Tiong Chu heran.
"Dia kupaksa supaya menuruti perintahku," kata Bu Su Tun sambil tersenyum.
Tam Yu Cong tahu seluk-beluk istana karena dia seorang pangeran Kim. Sedang Bu Su Tun pernah bekerja sebagai pengawal raja Kim, dengan demikian dia tahu keadaan istana. Ketika Tam Yu Cong datang hendak
menyelamatkan ibu asuhnya, Bu Su Tun yakin Tam Yu Cong pasti bertemu dengan Wan-yen Tiang Cie, dia lalu berusaha menculik Maliha, si thaykam. Karena diancam thay-kam itu menuruti perintah Bu Su Tun.
"Berani sekali Suhu menempuh bahaya! Tapi mengenai niat Wan-yen Tiang Cie ingin merebut tahta, Paman Bu juga yang memberi tahu Suhu?" kata Lie Tiong Chu.
"Saat datang ke istana, dia sudah memperoleh keterangan itu dari sahabatnya. Hanya sayang keterangannya kurang jelas dibanding penjelasanku," kata Bu Su Tun.
"Sekarang kita akan ke mana, ke markas Kay-pang atau ke tempat muridmu, Suhu?" tanya Ho Leng Wie.
2351 "Ke tempatmu saja agar ayahmu tidak kuatir," kata Bu Su Tun. "Alamatmu pun sudah kukatakan pada Tam Tayhiap."
"Wan-yen Tiang Cie pasti tidak menduga kalau kita tidak ada di istana Kim. Andaikata dalam perjalanan kita ke Seesan, dia mengetahuinya, itu pun rasanya sudah terlambat," kata Lie Tiong Chu.
Dugaan Lie Tiong Chu tidak keliru, karena Wan-yen Tiang Cie telah mengetahui hal itu, sudah terlambat.
Tentang Bu Su Tun yang menyamar juga sudah diketahui Wan-yen Hoo. Sesudah ayahnya mengantarkan Tam Yu Cong yang akan ke istana. Wan-yen Hoo menemui ayahnya, lalu mengisahkan kejadian di Thian-tam juga tentang seorang perwira Kim yang dicurigainya.
Mendengar keterangan itu Wan-yen Tiang Cie kaget, walau dia yakin Maliha bukan Maliha palsu, apalagi Thay-kam itu memang kepercayaan junjungannya. Tak lama Wan-yen Tiang Cie segera mengirim orang ke istana untuk menyelidiki kebenaran cerita anaknya itu. Selang tak lama datang laporan.
"Benar, Maliha memang mengantar Tam Yu Cong ke istana raja, tapi mereka hanya berdua saja tanpa si perwira dan kedua pemuda itu!" kata si pelapor.
Wan-yen Tiang Cie jadi sangsi.
"Maliha itu Thay-kam kesayangan baginda, dia pun membawa Tam Yu Cong ke istana. Jadi hal itu tidak perlu disangsikan lagi. Tetapi ke mana pengawal itu" Ini harus kuselidiki! "pikir Wan-yen Tiang Cie.
Segera Wan-yen Tiang Cie masuk ke istana untuk menghadap raja. Mengenai jejak pengawal serta kedua anak muda itu, Wan-yen Hoo yang diberi tugas untuk mengusutnya. Sesudah itu Wan-yen Hoo memilih belasan 2352
jago kelas tinggi yang terbagi empat tujuan untuk mengusut jejak ketiga buronan itu. Tiap kelompok disertai orang yang sudah mengenal Lie Tiong Chu dan Ho Leng Wie.
Ketika Bu Su Tun bersama Ho Leng Wie dan Lie Tiong Chu sampai di See-san, hari sudah hampir gelap. Saat itu mereka baru melewati Leng-san-sie, sebuah kuil di lereng bukit itu. Sedang untuk mencapai Pit-mo-giam atau tempat tinggal keluaga Ho, mereka masih harus mendaki lagi. Saat itu secara tiba-tiba terdengar suara derap kaki kuda yang riuh sekali di belakang mereka.
Ketika Bu Su Tun menoleh, tampak empat orang penunggang kuda sedang menyusul mereka. Sedang Jen Thian Ngo terlihat berada di antara para pengejar itu. Selain itu ada seorang kakek kurus yang pernah bertarung dengannya di Thian-tam,. Dia terlihat bersama dua orang kakek yang tinggi besar, seorang berumur limapuluh tahun, dan yang kedua tidak dikenalnya. Setelah dekat, kakek itu melompat dari kudanya sambil membentak.
"Beraninya kau menyamar sebagai perwira dan pengawal istana Di Thian-tam kami dikelabui olehmu, sekarang jangan harap kau bisa lolos dari tanganku!" kata si kakek.
"Hm, tua bangka macam kau punya kepandaian apa, beraninya kau membual di depanku?" kata Bu Su Tun.
Tempo hari kakek kurus itu memang pernah bertarung dengan Bu Su Tun. Tapi karena belum tahu lihaynya bekas Ketua Kay-pang itu, dia kira kepandaian Bu Su Tun setingkat dengannya. Padahal dia salah satu di antara tiga iblis yang paling ditakuti orang Kang-ouw, dan dia tidak pernah dia diolok-olok orang seperti itu" Maka itu dia balas mendamprat.
"Baik, kau boleh belajar kenal dengan tua bangka macam aku ini!" kata si kakek.
2353 Tak lama dia menyerang Bu Su Tun dengan hebat.
Samberan angin pukulannya membawa hawa dingin itu seolah masuk ke tulang. Lie Tiong Chu dan Ho Leng Wie yang berdiri di samping menggigil kedinginan, sedang Bu Su Tun yang diserangnya tenang-tenang saja.
"Aku memang sedang gerah, terima kasih!" kata Bu Su Tun mengejek.
Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ketika kedua tangan mereka beradu, si kakek kurus merasakan hawa hangat yang membuat tubuhnya kelelahan dan lesu, rasanya dia mengantuk dan ingin tidur. Si kakek kurus terkejut, dia gigit lidahnya hingga semangatnya timbul kembali. Tak lama dia menghantam lawannya tiga kali. Tetapi semua serangannya bisa ditangkis oleh Bu Su Tun.
"Hm! Siu-lo-im-sat-kangmu entah sudah berapa orang saja yang kau celakai! Sekarang tiba hari naasmu!" kata Bu Su Tun.
Berbareng kata-kata itu Bu Su Tun melancarkan serangan balasan yang dahsyat. Sebenarnya kakek kurus itu terhitung jago kelas tinggi di bawah Wan-yen Tiang Cie, tapi saat mendapat pukulan Bu Su Tun, dia bergetar. Tidak urung dia mundur beberapa langkah ke belakang. Pukulan Bu Su Tun disebut Kim-kong-ciang, ilmu pukulan bertenaga sakti, sejenis ilmu yang kekuatannya memang lebih tinggi dari si kakek, bahkan Kim-kong-ciang merupakan ilmu pukulan anti Siu-loim-sat-kang. Melihat kawannya terdesak, si kakek tinggi besar itu segera menerjang maju untuk mewakili kawannya menyambut pukulan Bu Su Tun.
"Braak!" Langsung si kakek tinggi besar itu bergetar mundur dua tiga langkah ke belakang. Mulutnya keluar darah segar, jelas dia terluka dalam. Tapi telapak tangan Bu Su Tun pun 2354
panas seperti terbakar, malah disertai rasa gatal-gatal dan ngilu.
"Hai, rupanya kau si iblis pencuri kitab pusaka keluarga Suang!" bentak Bu Su Tun. "Tapi sayang Hoa-hiat-tomu belum sempurna. Mana bisa kau melukaiku" Hm, tak akan kubiarkan kau mencelakai orang lain lagi!"
Sesudah itu kembali Bu Su Tun melancarkan pukulan keras. Semula mulut si kakek tinggi besar itu hanya terlihat mengeluarkan darah. Tapi sekarang dia muntah darah segar, seperti orang mabuk. Tubuhnya sempoyongan. Dari jarak jauh dia balas menghantam sekali ke arah Bu Su Tun.
Aneh, setelah muntah darah, tenaga pukulan lelaki itu jadi bertambah dahsyat dibanding pukulannya tadi. Ketika kedua tangan mereka beradu maka terdengarlah suara keras. Si kakek kurus yang sudah bisa menenangkan dirinya lagi, segera berseru keras.
"Hei! Ternyata kau mahir Kim-kong-ciang, malah lebih hebat dibanding dengan Liok Kun Lun, apa kau ini Bu Su Tun yang pernah menjabat ketua Kay-pang?"
"Benar," jawab Bu Su Tun. "Siu-lo-im-sat-kang yang kau gunakan untuk mencelakai orang itu harus kumusnahkan!"
"Hm! Bu Su Tun, jangan sombong dulu!" ejek si kakek kurus. "Memang, jika satu lawan satu aku bukan tandinganmu, tapi karena sekarang kami berdua, untuk bisa menang kau perlu memanggil Liok Kun Lun dulu ke sini."
Sambil berbicara kakek kurus itu bergabung dengan si kakek tinggi besar. Setelah bergabung, tenaga pukulan mereka bertambah hebat. Kekuatan pukulan Bu Su Tun yang dahsyat itu pun dapat dihalau kembali oleh keduanya.
"Bu Su Tun jangan lupa, masih ada aku!" kata Jen Thian Ngo berseru sambil menerjang maju. "Hm! Rupanya kau 2355
buronan yang dicari pemerintah Kim! Kau jangan menyesal jika aku tidak memakai peraturan Kang-ouw!"
Cit-siu-kiam-hoat sebagai ilmu andalan Jen Thian Ngo memang termasuk ilmu khas di dunia persilatan, kekuatannya pun tidak di bawah kedua kakek kurus dan tinggi besar itu. Tadi Bu Su Tun mulai kewalahan menghadapi kerubutan kedua kakek itu, apalagi sekarang ditambah dengan Jen Thian Ngo. Lie Tiong Chu dan Ho Leng Wie tidak tinggal diam, segera mereka maju untuk membantu Bu Su Tun. Melihat Lie Tiong Chu, seketika Jen Thian Ngo naik darah.
"Hm! Kebetulan sekali kedatanganmu, keparat! Kau yang membawa anak perempuanku kabur! Maka itu akan kubinasakan kau dulu!" kata Jen Thian Ngo.
Namun, serangan Jen Thian Ngo ditangkis oleh Lie Tiong Chu dengan serulingnya yang tidak kalah tangkasnya, hingga berturut-turut sebanyak tiga kali serangan musuhnya bisa dipa-tahkannya, malah sekaligus dia balas mengincar jalan darah di tubuh lawan. Si kakek tinggi besar sempat melancarkan pukulan ke arah Ho Leng Wie.
"Awas anak Wie itu pukulan berbisa!" teriak Bu Su Tun memperingatkan muridnya itu.
Walau Ho Leng Wie mengiakan, dia tetap melancarkan serangan dengan keras lawan keras. Tiba-tiba dia hantam tangan musuhnya. Seperti pukulan gurunya, pukulan Ho Leng Wie pun dahsyat.
Maka itu terlihat si kakek tinggi besar agak jerih menghadapi pukulan itu. Tiba-tiba dia memutarkan tangannya agar tidak bentrok dengan tangan Ho Leng Wie.
Tapi Ho Leng Wie segera mengganti serangannya sambil mengelak dari pukulan musuh. Karena kedua orang itu 2356
sama lihaynya, masing-masing pukulan mereka luput mengenai sasaran.
Saat itu Bu Su Tun memuji ketangkasan muridnya itu.
Padahal dia tahu keuletan Ho Leng Wie masih kurang. Jika mereka bertarung sedikit lama lagi, mungkin dia akan kewalahan menghadapi pukulan berbisa lawan. Segera dia mendesak mundur si kakek kurus, lalu menerjang ke arah lawan muridnya. Tak lama kedua telapak tangannya memukul sekaligus ke arah Jen Thian Ngo dan ke arah si kakek tinggi besar. Tapi si kakek tinggi besar itu menggeser mundur untuk menghindari pukulan dahsyat Bu Su Tun.
Tak lama Jen Thian Ngo berseru.
"Baiklah, kau layani kedua bocah itu!" kata Jen Thian Ngo.
Sesudah itu dia langsung menghadapi Bu Su Tun bersama si kakek kurus. Sedang si kakek tinggi besar melayani kerubutan Lie Tiong Chu dan Ho Leng Wie.
Pertarungan berlangsung sengit. Ternyata di pihak Jen Thian Ngo masih ada seorang laki-laki setengah umur, karena takut menghadapi pertarungan dahsyat itu dia tidak berani ikut bertempur.
Rupanya lelaki setengah umur ini Ie Hoa Liong, murid Jen Thian Ngo. Sedang si kakek tinggi besar See-bun Siouw Ya dan si kakek kurus itu Chu Kiu Sek. Sebenarnya kepandaian See-bun Souw Ya maupun Chu Kiu Sek termasuk kepandaian kelas satu. Jika mereka berdua maju bersamaan. Tapi sialnya, lawan mereka adalah Bu Su Tun yang tidak mempan racun pukulan mereka.
Di antara mereka berempat hanya Ie Hoa Liong yang kepandaiannya paling lemah, maka itu dia tidak berani ikut bertempur. Bahkan dia terus mundur semakin jauh karena 2357
tidak tahan oleh hawa dingin yang timbul dari Siu-lo-imsatkang yang digunakan Chu Kiu Sek.
Bu Su Tun melayani Jen Thian Ngo dan Chu Kiu Sek dengan sama kuatnya. Sedang di pihak lain Lie Tiong Chu dan Ho Leng Wie menghadapi See-bun Souw Ya. Tapi setelah dua tiga puluh jurus, lambat-laun mereka terdesak juga.
Sekalipun pukulan See-bun Souw Ya tidak sampai mengenai tubuh mereka, tapi hawa berbau amis itu sangat luar biasa hingga mereka mual. Lama-lama mereka jadi pening mencium bau tidak sedap itu. Lie Tiong Chu dan Ho Leng Wie selain harus menahan serangan lawan mereka juga harus mengerahkan tenaga dalam untuk melawan serangan hawa berbisa lawan. Tapi lambat-laun merekapun mulai kepayahan juga.
Melihat Ie Hoa Liong tidak berani ikut bertempur, bahkan menghindar semakin jauh, Jen Thian Ngo dongkol sekali, "Hai tolol, kenapa kau tidak lekas mencari balabantuan?" bentaknya.
Ie Hoa Liong yang sadar, segera melepas anak panahnya beberapa kali ke udara. Sesudah itu dia pun lari ke tempat kuda yang ditambat pada sebatang pohon. Tetapi sebelum sampai ke tujuan, tiba-tiba terlihat dua bayangan sedang mendatangi secepat kilat. Ketika Ie Hoa Liong menegasi, kiranya kedua orang itu Kok Siauw Hong dan Han Pwee Eng. Bukan main kagetnya Ie Hoa Liong, tanpa pikir panjang lagi dia bersembunyi di semak-semak. Untung Kok Siauw Hong dan Han Pwee Eng sedang terburu-buru ke tempat pertempuran, hingga mereka tidak memperhatikan persembunyian Ie Hoa Liong. Ketika sampai di lereng bukit tempat menambat kuda, tiba-tiba Han Pwee Eng mendapat akal. Dia sengaja memotong tali kendali kuda, hingga 2358
keempat ekor kuda itu lepas semuanya, dengan demikian musuh tidak bisa melarikan diri.
Ketika mengetahui kedatangan kedua bayangan itu, Jen Thian Ngo jadi heran kenapa bala-bantuan itu begitu cepat datangnya. Namun, ketika Kok Siauw Hong berdua sudah dekat, barulah Jen Thian Ngo kaget ketika mengenali kedua anak muda itu. Dari jarak jauh Kok Siauw Hong sudah membentak.
"Bagus, Jen Thian Ngo! Kau masih berani main gila dan membantu musuh, jangan salahkan pedangku jika tidak kenal orang tua macam kau!" kata Kok Siauw Hong.
"Mari kita bereskan dulu See-bun Siuw Ya, aku kira Bu Pang-cu sanggup melayani Jen Thian Ngo dan Chu Kiu Sek," kata Han Pwee Eng.
"Ya!" kata Kok Siauw Hong.
"Saudara Lie, silakan istirahat, biar kami yang menggantikan kalian!" kata Kok Siauw Hong.
Kok Siauw Hong bersama Han Pwee Eng langsung menerjang ke tengah pertarungan, sinar pedang mereka berkelebat mengitari See-bun Souw Ya.
"Hm! Padahal kalian pernah kukalahkan, tapi nyata kau masih berani mencari masalah denganku!" kata See-bun Souw Ya.
"Jangan sombong, ayo kita bertarung lagi!" kata Kok Siauw Hong.
Kok Siauw Hong segera melancarkan serangan sebanyak tiga kali ke arah jalan darah lawan. Mendapat serangan itu bukan main kagetnya See-bun Souw Ya, ternyata ilmu pedang Kok Siauw Hong begitu maju pesat.
2359 Ilmu pedang Kok Siauw Hong memang jauh lebih maju, tapi anehnya kenapa dia bisa melancarkan serangan kilat hingga membuat panik See-bun Souw Ya. Ternyata hal itu bukan karena kemajuan ilmu pedangnya saja, tetapi serangan Siauw Hong digabung dengan ilmu pedang nona Han yang telah dilatihnya dengan tekun setahun lebih.
Selain itu mereka juga diberi petunjuk oleh Kong-sun Po cara bagaimana melayani ilmu berbisa keluarga Suang.
Sedang See-bun Souw Ya juga baru bertarung melawan Bu Su Tun, hingga membuat tenaganya terkuras cukup banyak.
Belum lagi dia dikeroyok oleh Lie Tiong Chu dan Ho Leng Wie yang tak kalah lihaynya. Jadi tak heran saat menghadapi Siauw Hong dan nona Han dia jadi kewalahan. Serangan Siauw Hong dan Han Pwee Eng begitu gencar, hingga terpaksa See-bun Souw Ya menggunakan "Hoo-hiat-to" untuk mengimbangi lawanlawannya
"Hm! Bagus!" bentak Kok Siauw Hong. Ternyata serangan pemuda ini luar biasa cepatnya, sekalipun pedangnya agak melenceng oleh pukulan lawan, namun ujung pedangnya berhasil melukai telapak tangan See-bun Souw Ya.
"Aduh!" teriak See-bun Souw Ya. Tiba-tiba dia menyerang Han Pwee Eng, tapi dengan cepat dapat dihindari, hingga terkaman See-bun Souw Ya gagal. Setelah menyerang dengan hebat, See-bun Souw Ya langsung kabur. Nona Han yang melihat dia kabur akan mengejarnya, tapi Kok Siauw Hong berseru.
"Jangan dikejar!" kata Kok Siauw Hong. "Ilmu racunnya sudah rusak, untuk mengembalikannya dia harus berlatih paling tidak tiga tahun! Ada kemungkinan dia pun akan terserang penyakit gila. Apalagi dia baru kehilangan kitab racunnya. Rasanya sulit bagi dia sekarang!"
2360 Kata-kata Kok Siauw Hong sengaja diteriakkan agar didengar oleh See-bun Souw Ya yang sedang lari.
Mendengar teriakan Kok Siauw Hong dia kaget bukan kepalang,
"Ah ternyata Wan Ceng Liong telah merebut kitab racunku. Kudengar dia akan menyerahkannya pada Hekhong-to-cu Kiong Cauw Bun. Kenapa aku tak menemuinya Sekalipun dia tak mau mengembalikan kitab itu tapi jika dengan bantuan Liong-siang Hoat-ong mungkin dia terpaksa menyerahkannya" pikir See-bun Souw Ya.
Kemelut Blambangan 6 Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung Pedang Ular Merah 8