Pencarian

Bara Diatas Singgasana 28

Bara Diatas Singgasana Pelangi Di Singosari Karya S H Mintardja Bagian 28


Namun sejenak kemudian ia berdesah " Hanya kau yang pantas menggantikan kedudukanku Anusapati. Hanya kau. Aku serahkan kekuasaan Singasari sepenuhnya kepadamu, kepada keturunan Ken Dedes yang memiliki pertanda langsung dari Dewa-dewa bahwa ia akan menurunkan Maharaja bagi Singasari. Bukan Ken Umang. Bukan Tohjaya tetapi Anusapati. "
Ken Arok yang bergelar Sri Rajasa itu sudah berbaring bagaikan tidak bernyawa lagi. Namun masih terdengar suaranya meskipun bibir itu sudah tidak bergerak " Anusapati, kau adalah jahanam yang pantas menjadi seorang Maharaja. "
Anusapati yang berdiri tegak itu masih termangu-mangu, Hatinya tersentuh juga mendengar kata-kata Sri Rajasa yang seakan-akan tidak diucapkan oleh mulutnya. Dan Anusapatipun memang tidak dapat ingkar, bagi Sri Rajasa, ia adalah jahanam yang akan menggantikan kedudukannya. Tidak ada orang lain yang lebih berhak daripada dirinya untuk menggantikan kedudukan Sri Rajasa pada waktu itu.
Dalam pada itu, longkangan itupun menjadi sepi. Dengan hati yang tegang mereka memperhatikan Sri Rajasa yang terbaring diam dengan tangan bersilang didada dan mata terpejam.
Namun tiba-tiba saja tetasa dada ketiga orang itu bergetar. Mereka dapat melihat dengan jelas, bahwa dari ubun-ubun Ken Arok itu seakan-akan meluncur perlahan-lahan sebuah cahaya yang berwarna kemerah-merahan. Bagaikan gumpalan warna yang sangat ringan, maka cahaya yang kemerah-merahan itupun terapung diudara-dan sejenak kemudian seolah-olah dihembus oleh mulut bumi, sehingga cahaya itupun terbang keangkasa. Semakin lama semakin tinggi dan akhirnya hilang dikebiruan wajah langit.
Mahisa Agni menarik nafas dalam-dalam. Sudah-pernah ia melihat cahaya itu diubun-ubun Ken Arok yang; bergelar Sri Rajasa. Agaknya memang sudah datang saatnya Ken Arok yang kemudian bergelar Sri Rajasa Batara Sang Amurwabumi itu kembali keasalnya setelah beberapa lama ia melakukan tugasnya dibumi.
Perlahan-lahan ketiga orang itupun kemudian melangkah mendekatinya. Yang kemudian ada dihadapan mereka memang tidak ubahnya sebagai tubuh manusia sewajarnya apabila ajal telah tiba. Karena Ken Arok yang, tinggal itu adalah Ken Arok dalam bentuknya yang wadag.
" Ia memang ujud dari kasih dewa atas Singasari,. tetapi juga ujud yang paling mengerikan dari iblis yang paling laknat " berkata Mahisa Agni kemudian.
" dan itu pulalah sikapnya atasmu Anusapati. Ia menganggapmu sebagai penggantinya, sebagai saluran kasih dewa-dewa atas Singasari, namun ia memandangmu sebagai orang yang paling mengganggu nafsu ketamakan-nya. Dan tanggapan itulah yang tampak pada saat akhirnya. Ia ingin menyerahkan Singasari kepadamu, namun sekaligus ingin meremasmu menjadi debu. "
Anusapati hanya dapat menundukkan kepalanya.
" Nah, sekarang Anusapati. Kau dapat melakukan pesannya. Bawalah Sumekar kebangsalmu. Dan tentu saja kita akan minta izin kepada Kuda Sempana, kakak seperguruannya, bahwa meskipun Sumekar sudah meninggal, kau masih akan minta bantuannya. Dengan nama Pangalasan Batil, ia harus mengorbankan bukan saja jiwanya, tetapi juga nama itu, karena setiap orang akan menyangka, bahwa ialah pembunuh Sri Rajasa, dan kemudian pergi kebangsalmu untuk membunuhmu juga, tetapi kau berhasil membinasakannya lebih dahulu "-
Anusapati masih menundukkan kepalanya. Bahkan kemudian terasa betapa matanya menjadi panas. Sumekar adalah seorang yang sangat baik kepadanya. Orang yang seakan-akan telah mewakili pamannya Mahisa Agni apabila pamannya itu tidak ada di Singasari. Justru karena itu, maka iapun ikut terlibat didalam persoalan yang ttumbuh didalam keluarga besar dari Sri Rajasa. Sumekar seakan-akan terlibat dalam perebutan pengaruh antara. Anusapati dan Tohjaya. Dan itulah sebabnya, maka Sumekar telah hanyut pula didalam arus kebencian kepada Sri Rajasa. Bahkan melampaui dirinya sendiri sehingga ia tidak dapat mengendalikan perasaannya dan dengan keris mPu Gandring yang sakti itu ia ingin membinasakan Sri Rajasa. Namun Sri Rajasa bukannya manusia sewajarnya. Dan itulah sebabnya Sumekar tidak berhasil menyentuhnya dengan keris itu, justru dirinya sendirilah yang terbunuh karenanya.
Dan sekarang mayat itu harus dihinakan sebagai seorang pembunuh.
Sulit bagi Anusapati untuk memenuhinya. Terkenang olehnya ceritera tentang Kebo Ijo yang sama sekali tidak bersalah, namun harus menebus dengan nyawa dan namanya ketika Akuwu Tunggul Ametung terbunuh.
" Aku tahu keberatanmu Anusapati " berkata Mahisa Agni " karena itu, maka sebaiknya kita menemui Kuda Sempana. Kakak seperguruan Sumekar. Kita mendengar pendapatnya. "
" Jadi, bagaimana dengan tubuh paman Sumekar. ini" " bertanya Anusapati.
" Biarlah kita bawa lebih dahulu kelongkang bangsalmu. "
Anusapati menganggukkan kepalanya. Ia memang tidak dapat tinggal dtbangsal Sri Rajasa terlampau lama. Jika para prajurit kemudian meronda kebagian belakang bangsal ini, maka mereka akan menemukannya dan harus bertempur lagi. Jika ia salah langkah maka ia akan membunuh bukan saja satu dua orang, tetapi beberapa orang. Apalagi jika kemudian timbul pertentangan terbuka.
" Baiklah paman " berkata Anusapati kemudian " aku akan mencoba membawa tubuh paman Sumekar.
Tentu cukup berat. Kami akan membantumu. Jika kita tidak harus menyusup diantara pengawasan para pra jurit, maka tidak akan terlampau sulit kiranya Tetapi sekarang kita harus menerobos pengawasan para prajurit.
Demikianlah maka dengan susah payah, ketiga orang itu berhasil membawa Sumekar keluar dari dinding bangsal Sri Rajasa. Dengan susah payah pula mereka berhasil membawa lewat rimbunnya tumbuh-tumbuhan perdu di halaman istana Singasari dari bangsal Sri Rajasa, sampai kebangsal Putera Mahkota.
Malam itu juga Kuda Semparta, Mahisa Agni dan Witantra terpaksa melepaskan Sumekar menjadi seorang pengkhianat dengan nama Pangalasan Batil. Tetapi ia bagi Anusapati adalah seorang yang paling baik, yang telah mempertaruhkan nyawanya untuk kepentingannya, meskipun caranya kurang disetujui. Namun niat terkandung didalam hati Sumekar adalah menempatkannya pada kedudukan yang paling tinggi di Singasari.
Setelah semuanya dibicarakan dengan masak, dan setelah Mahisa Agni, Kuda Sempana dan Witantra dengan dada yang berdebar-debar menunggu dibangsalnya, apa yang akan terjadi diistana itu, maka mulailah Anusapati memainkan peranannya.
Lebih dahulu ia berbisik ditelinga Sumekar " Maafkan aku paman. Aku sama sekali tidak berniat jelek. Kau bagiku adalah seorang pahlawan. Bukan saja dikala hidup paman, tetapi juga sesudah paman meninggal. "
Maka kemudian terjadilah keributan dibangsal itu. Beberapa orang prajurit yang bertugas itupun berlari-larian dengan senjata telanjang.
Keributan itupun segera menjalar kesegenap halaman istana Singasari. Benar-benar diluar rencana yang sudah disusun oleh beberapa orang Senapati. Tiba tiba saja seorang telah menyusup kedalam bangsa! Anusapati dan mencoba membunuhnya. Namun ternyata usaha ini gagal, dan bahkan orang yang dikenal sebagai pangalasan Batil itu telah mati terbunuh.
" Cepat, lihat kebangsal ayahanda Sri Rajasa " Ini kata Anusapati " pangalasan ini telah menyebut-nyebut nama ayahanda. Ia akan membunuh ayahanda pula setelah membunuh aku, atau sebaliknya. "
Halaman istana itu menjadi semakin gempar setelah ternyata Sri Rajasa diketemukan telah meninggal dilong-kangan bangsalnya, terbujur seperti orang tidur dengan tangan bersilang dan mata terpejam.
Dalam keributan itulah Mahisa Agni telah muncul pula dihalaman. Ternyata bahwa ia memiliki wibawa yang cukup bagi para Senapati, meskipun mereka yang telah disiapkan untuk menangkapnya besok.
" Tutup semua gerbang. " perintah Mahisa Agni.
Maka tidak seorangpun yang dapat lolos lagi dari dinding istana. Namun Kuda Sempana, Witantra dan Mahendra sudah berada diluar dinding.
Dalam pada itu, Anusapati yang masih menggenggam keris telanjang memberikan aba-aba pula. Hampir diluar sadarnya para prajurit yang dipersiapkan untuk membunuh Putera Mahkota itu justru melakukan segala perintahnya.
" Periksa setiap orang yang mencurigakan. Aku tidak yakin bahwa pangalasan ini berdiri sendiri. "
Kegemparan itu benar-benar telah mengguncangkan istana Singasari. Bahkan dalam sekejap, berita tentang terbunuhnya Sri Rajasa itu telah menjalar keseluruh kota. Setiap orang yang mendengar berita itu, segera mengetuk pintu rumah tetangganya dan menceriterakan apa yang didengarnya, sehingga dengan demikian maka berita kemati-an Sri Rajasa Batara Sang Amurwabumi segera menjalar.
Jenazah Sri Rajasa itupun segera diusung masuk ke-dalam bangsalnya. Permaisuripun segera mendengar apa yang telah terjadi. Karena itu, maka dengan tergesa-gesa iapun pergi kebangsal Maharaja Singasari itu.
Ketika tampak olehnya jenazah itu, terasa kepala Ken Dedes menjadi pening. Jenazah itu tidak ubahnya seperti jenazah Akuwu Tunggul Ametung, Dibeberapa tempat tampak noda kebiru-biruan, meskipun wajah Sri Rajasa itu seakan-akan sama sekali tidak berubah seperti disaat ia tidur.
Ken Dedespun segera mengetahui, apakah yang sudah terjadi. Ternyata bahwa keris mPu Gandring telah melukai Sri Rajasa seperti keris itu telah melukai pula Akuwu Tunggul Ametung.
Bayangan yang bercampur baur itu membuat kepala Ken Dedes menjadi semakin pening. Pandangannya menjadi berkunang-kunang. Dan sejenak kemudian, Ken Dedes tidak mengetahui apakah yang telah terjadi.
Permaisuri itupun menjadi pingsan. Beberapa orang emban menjadi kebingungan. Dengan segala macam cara mereka berusaha untuk menolong Permaisuri itu.
Dalam pada itu, Ken Umangpun bergegas datang pula kebangsal itu. Ketika ia datang, ternyata Permaisuri sudah dibawa menyingkir untuk mendapat pertolongan.
Yang terdengar adalah jerit yang menyayat. Ken Umang menelungkup dibawah jenazah Sri Rajasa. Tangis nya bagaikan bendungan yang pecah. Sedang yang ter selip diantara suara isaknya adalah ratapan yang pedih. "Tuanku, kenapa Tuanku, sampai hati meninggal kah hamba dan putera - putera tuanku. Justru dalam saat-saat perjuangan putera tuanku sedang memuncak. Dengan demikian, maka lenyaplah segala harapan hamba, bahwa hamba akan dapat menurunkan seorang Maharaja yang akan berkuasa di Singasari. "
Tidak ada yang mendengar ratap itu selain seorang emban yang sedang mencoba menghiburnya. Ratapan itu diucapkannya terlalu lirih. Orang2 yang sedang menunggui jenazah itupun sama sekali tidak mendengar dengan pasti kata-kata yang diucapkannya. Namun emban itu sempat juga mengurut dadanya. Ternyata yang paling menyedihkan bagi Ken Umang bukan kematian Sri Rajasa. Tetapi adalah karena cita-citanya untuk menurunkan seorang Maharaja telah gagal karenanya.
Dalam pada itu, para prajurit dihalaman istana masih sibuk memeriksa setiap sudut halaman. Mereka mencoba untuk menemukan orang yang mencurigakan, yang barangkali adalah kawan dari pangalasan dari Batil itu.
Tetapi tidak seorangpun yang pantas dicurigai. Yang ada didalam halaman itu adalah prajurit-prajurit yang justru telah dipersiapkan oleh orang-orang yang ditentukan, untuk tujuan yang sama sekali berbeda dari apa yang celah terjadi.
Ternyata yang telah terjadi itu menghapuskan semua rencana dikepala beberapa orang Senapati itu. Dihadapan Mahisa Agni, seorang Senapati Agung Singasari, mereka itu menjadi bingung. Apalagi ketika kemudian hadir beberapa orang Panglima dan Senapati yang tidak tahu me nahu tentang rencana itu.
Akhirnya, ketika matahari kemudian terbit di Timur, sidang di bangsal paseban telah dipimpin langsung oleh Putera Mahkota didampingi oleh Senapati Agung yang menjadi wakil Mahkota di Kediri. Didalam sidang itu telah ditetapkan kesimpulan bahwa seorang pengalasan telah membunuh Sri Rajasa dan kemudian berhasil dibunuh oleh Anusapati, Putera Mahkota Singasari. Dan sidang itupun telah menetapkan upacara yang akan dilakukan untuk menyempurnakan jenazah Sri Rajasa Batara Sang Amurwabumi.
Namun demikian, meskipun sidang itu sependapat, bahwa pangalasan Batil telah membunuh Sri Rajasa dan kemudian terbunuh oleh Anusapati, tetapi ternyata bahw?i Tohjaya tidak dapat menerima keputusan itu didalam hatinya. Dengan beberapa orang kepercayaannya ia menetapkan, bahwa pangalasan dari Batil itu telah mendapar perintah dari Anusapati untuk membunuh Sri Rajasa, te tapi kemudian pangalasan itu telah dibunuh sendiri oleli
Anusapati, agar rahasia pembunuhan itu tidak akan pernah didengar oleh orang lain.
Tetapi pengaruh Anusapati dan Mahisa Agni ternyata lebih besar dari pengaruh Tohjaya. Karena itulah kemudian para pimpinan pemerintahan menetapkan, Anusapati menggantikan kedudukan ayahanda Sri Rajasa Batara Sang Amurwabumi yang telah gugur didalam jabatannya.
Dalam pada itu, dengan diam-diam Anusapati berhasil menyingkirkan tubuh Sumekar yang telah mengorbankan segalanya untuknya. Sejak hidupnya, masa-masa mudanya, masa-masa menjelang usia pertengahan dan kemudian bahkan nyawanya dan bahkan namanya. Atas kehendak Anusapati, maka jenazah Sumekarpun telah disempurnakan sebaik-baiknya oleh kakak seperguruannya di padepokannya.
Namun kejutan peristiwa itulah agaknya yang membuat kesehatan Ken Dedes menjadi semakin mundur. Namun demikian ia masih sempat menunggui puteranya memerintah Singasari yang besar.
Tetapi yang terjadi bukannya akhir dari pemerintahan yang damai di Singasari.
-ooo0dw0ooo- (TAMAT BAGIAN KE I) IKUTI CERITERA BERIKUTNYA (Bag. ke II)
SEPASANG ULAR NAGA DALAM SATU SARANG.
SEPASANG ULAR NAGA DI SATU SARANG
KARYA : SH. MINTARDJA SEPERCIK DARAH telah membasahi tahta Singasari, seperti juga saat tahta Tumapel jatuh ketangan Ken Arok, yang kemudian berhasil mempersatukan Singasari dan menjadi seorang raja yang bergelar Sri Rajasa Batara Sang Amurwabumi
Kini Sri Rajasa telah disingkirkan dengan cara yang sama seperti ia menyingkirkan Akuwu Tunggul Ametung, meskipun dengan alasan yang agak berbeda, oleh Anusapati.
Maka mulai terbuktilah ucapan mPu Gandring sebelum saat meninggalnya oleh tangan Ken Arok dengan keris buatannya sendiri yang minta kepada Ken Arok itu, bahwa sebaiknya keris yang telah dilumuri dengan darah mPu Gandring itu sendiri, dihancurkan saja, karena disaat mendatang keris itu akan menjilat darah orang lain lagi. Dan orang itu adalah Ken Arok sendiri.
" Apakah keris itu sudah akan berhenti menitikkaus darah" "
Tidak seorangpun yang mengetahuinya bahwa keris seakan beruntun menghisap darah, karena Ken Arok yang langsung mendengarnya dari mPu Gandring tidak mengatakannya kepada Anusapati pada saat terakhir.
Namun agaknya Anusapati sendiri selalu dibayangi olehi kecemasan dan ke-ragu2an, apakah tidak ada dendam yang menyala didalam istana Singasari itu. Karena itu, maka keris itu pun disimpannya baik2.
Sebenarnyalah bahwa Tohjaya putera Ken Arok dari isteri nya Ken Umang, yang kehilangan ayahandanya benar2 telah di cengkam oleh dendam yang membara didalam dadanya. Ia memutuskan didalam hatinya, bahwa pengalasan Batil itu adalah utusan Anusapati yang kemudian dibinasakan sendiri untuk melenyapkan jejak pembunuhan itu.
Namun untuk sementara Tohjaya tidak dapat berbuat apa apa. Ia harus tunduk kepada keadaan. Ternyata bahwa pengaruh Anusapati cukup kuat untuk menguasai seluruh Singasari, meskipun hidupnya sendiri selalu dibayangi oleh kecemasan.
Dalam pada itu, Ken Umang yang menjadi sangat bersedih bukan saja karena kematian Sri Rajasa, tetapi karena dengan demikian hilangnya semua harapannya untuk mengangkat Toh jaya menjadi putera Mahkota, masih saja dibakar oleh nafsunya. Ia tidak menjadi putus asa, bahwa Tohjaya tidak dapat menduduki jabatan Putera Mahkota. Ken Umang sadar bahwa pada saatnya Anusapati tentu akan mengangkat anak laki2nya untuk jabatan itu, sehingga apabila ia lenyap dari merintahan, anak laki2nyalah yang akan menduduki tahta ngasari. Ia adalah keturunan Ken Dedes. Bukan keturunan Ken Umang.
Sedangkan anak laki2 Anusapati yang bernama Ranggawuni itu setiap hari tumbuh dengan suburnya. Ia menjadi se orang anak laki2 yang tampan dan kuat. Meskipun usianya masih sangat muda, namun ia mewarisi kelebihan ayahnya. Dengan pesat ia maju didalam olah kanuragan dan ilmu kejiwaan. Ia cepat menguasai segala macam tata gerak yang diajarkan, tetapi ia juga dengan cepat menguasai ilmu kesusasteraan, ilmu cacah dan ilmu perbintangan.
Demikian juga adik sepupunya, yang meskipun agak lebih muda, tetapi nakalnya bukan main. Anak laki2 Mahisa Wonga Teleng itupun tumbuh cepat seperti Ranggawuni.
Sejak masih kanak2 keduanya bagaikan tidak terpisahkan. Ranggawuni dengan Mahisa Cempaka. Bahkan keduanya seperti kakak beradik yang lahir berurutan. Bentuk tubuhnya, wajahnya dan kesenangannya hampir tidak berbeda.
Demikianlah keduanya merupakan isi dari halaman istana Singasari yang mengasikkan. Setiap prajurit yang bertugas di-halaman istana, tentu akan tersenyum melihat keduanya berlari2 ber-kejar2an. Para pengasuh dan pengawalnya memandangnya saja dari kejauhan, jika keduanya menjadi semakin jauh barulah mereka mengikutinya. Dan rasa2nya halaman Singasari itu adalah suatu daerah yang paling aman dan damai dipermukaan bumi, sehingga keduanya tidak usah kuatir bahwa pada suatu saat mereka akan mengalami bencana.
Tetapi sebenarnyalah tidak demikian. Disebelah dinding yang memisahkan dua bagian istana Singasari, terdapat timbunan dendam yang menyala. Tetapi Ken Umang dan anak2nya ternyata mampu mengendalikan diri. Didalam kehidupannya se-hari2 se-akan2 mereka dengan ikhlas menerima kenyataan itu. Se-akan2 mereka sama sekali tidak mempunyai niat apapun juga sepeninggal Ken Arok. Namun sebenarnyalah bahwa Ken Umang telah menyusun rencana yang paling berbahaya bagi keseluruhan Anusapati.
" Aku harus menempuh jalan lain " berkata Ken Umang didalam hati. " Jika aku tidak dapat lagi mengharap bahwa Tohjaya akan menduduki jabatan Putera Mahkota, maka jalan yang paling baik adalah menyingkirkan Anusapati. Tahta Singasari harus jatuh ketangan Tohjaya dengan cara yang sama pula. Seperti jatuhnya tahta Tumapel dan Tahta Sri Rajasa. "
Tetapi Ken Umang tidak kehilangan akal dan berbuat ter-gesa2. Ia cukup sabar menunggu saat2 yang menguntungkan baginya dan bagi anaknya.
Karena itulah, maka yang tampak didalam kehidupannya sehari2 adalah sifat yang se-akan2 telah berubah sama sekali. Hampir seluruh penghuni istana dan para juru taman dan hamba yang lain menganggap bahwa Ken Umang telah berubah sama sekali.
" Kini ia menjadi seorang yang baik " desis seorang juru panebah,
" Ya. Ia sekarang menumpang kamukten pada anak tirinya yang sebelumnya sangat dibencinya. Namun agaknya kebaikan hati Anusapati telah menyentuh perasaannya, dan ia tidak dapat berbuat lain daripada mengucapkan terima kasih kepadanya. " sahut seorang emban.
" Mudah2an sifat itu tidak segera berubah lagi " desis yang lain.
Demikianlah untuk beberapa lamanya, se-akan2 istana Singasari telah menjadi aman dan damai. Se-akan2 tidak ada persoalan lagi yang dapat membahayakan kesatun dan kedamaian diseluruh negeri.
Dengan sepenuh hati Rakyat Singasari dapat melakukan kerjanya se-hari2. Yang bekerja disawah dengan tekun mengerjakan sawah dan ladangnya. Beberapa orang yang merasa bahwa tanah garapan mereka menjadi kian sempit karena turun temurun yang lahir beruntun, segera memperluas tanah mereka dengan menebang hutan, sehingga dengan demikian maka se-akan2 Singasari menjadi semakin lama semakin luas.
Hutan belantara yang bertebaran hampir diseluruh negeri merupakan daerah perluasan yang tanpa merugikan pihak manapun juga. Usaha perluasan yang demikian bukannya usaha perluasan daerah dan jajahan. Tetapi perluasan yang benar2 bersih dari perselisihan dan apalagi bentrokan berdarah kareca hutan masih sangat luas dan tidak bertuan.
Namun kadang2 dapat juga timbul persoalan. Apabila daerah itu merupakan sarang dari sekelompok penjahat yang tidak diketahui lebih dahulu. Namun perselisihan yang demikian biasanya akan segera dapat diselesaikan, karena apabila laporan tentang hal itu sampai diistana Singasari, maka Anusa-patipun segera mengirimkan sepasukan prajurit untuk mengusir para penjahat itu.
Dihalaman istana, kecerahan itu nampak pada kedua anak2 yang sedang tumbuh dengan suburnya. Ranggawuni dan Mahisa Cempaka. Seperti Anusapati, maka keduanya dekat dengan Mahisa Agni. Dan seperti Anusapati, keduanyapun mendapat tuntunan olah kanuragan dari Mahisa Agni pula.
Sesuai dengan usia mereka berdua, maka Mahisa Agnipun mulai dengan tata gerak yang nampaknya seperti permainan yang mengasikkan. Permainan yang merupakan pendahuluan dari tata gerak yang sangat sederhana sebelum memulai dengan mempelajari ilmu olah kanuragan yang sebenarnya.
Dan ternyata tuntunan yang dilakukan oleh Mahisa Agni itu sangat digemari oleh kedua anak2 yang masih sangat muda itu, sehingga hubungan mereka dengan Mahisa Agni seperti hubungan mereka dengan orang tua sendiri.
Tetapi Mahisa Agni tidak selalu berada di Singasari. Ia masih memangku jabatannya yang lama. Setiap kali ia masih harus pergi ke Kediri. Namun tidak seperti pada jaman pemerintahan Sri Rajasa, maka ia kini dapat datang ke Singasari setiap saat, dan untuk waktu yang dikehendakinya. Meskipun demikian ia tidak mengabaikan tugasnya. Ia tetap melakukannya dengan se-baik2nya seperti yang dilakukan pada masa pemerintahan Ken Arok. Dan bagi rakyat Kediripun sama sekali tidak menimbulkan persoalan, apalagi prasangka karena sikap Mahisa Agni itu.
Meskipun demikian, meskipun tidak setiap hari Mahisa Agni ada di Singasari, namun Ranggawuni dan Mahisa Cem paka tidak pernah melupakan latihan2 yang telah diterimanya. Meskipun kebetulan Mahisa Agni tidak ada di Singasari, mereka berlatih terus dibawah pengawasan ayahanda mereka Kadang2 Anusapati sendiri didalam waktu2nya yang senggang. kadang2 Mahisa Wonga Teleng.
Perkembangan kedua anak2 itu dihidang kanuragan sang memberi kebanggaan kepada orang tua masing2.
Namun dalam pada itu, dalam ketenangan dan kedamaian yang nampak, Anusapati selalu diliputi oleh kecemasan dan was-was. Bayangan kematian Ken Arok yang bergelar Sri Ra jasa itu tidak dapat lenyap dari hatinya. Meskipun ia sama se kali tidak dengan pasti berusaha membunuh Sri Rajasa, namun ia merasa bahwa sebenarnyalah hasrat itu memang ada didalam dirinya meskipun hanya sepercik kecil. Dan yang sepercik kecil itulah yang se-akan2 selalu mengejarnya sampai saat itu..
SEPASANG PEDANG KENCANA KARYA : WIDI WIDA?AT RINI SRININGSIH yang merasa lebih faham akan keadaan ditempat ini, bergarak cepat tanpa ragu sedikitpun. Ia berlarian seperti terbang, menuruni pinggang gunung yang dipenuhi oleh1 semak jurang maupun batu-batu besar itu. Bibir Rini Sriningsih tersenyum ketika melihat, bahwa pemuda itu lari ke-arah jurang yang lebar dan amat dalam, yang tak mungkin dapat dilompati. Dengar, terhalang oleh jurang itu, ia merasa pasti bahwa pemuda itu takkan dapat menghindar lagi, dan mau tak mau harus melawan dirinya. Rini Sriningsih belum merasa puas sebelum dapat bergebrak dengan pemuda yang ia anggap jahat itu dan kalau perlu membunuhnya.
Akan tetapi tiba-tiba, betapa kaget gadis ini, ketika melihat pemuda yang ia kejar itu malah melompat ke-dalam jurang. Ketika ia tiba di-tepi jurang, dan kemudian menjenguk ke-bawah, jurang itu tampak mengapa tanpa dasar, dan terhalang oleh kabut. Ia tidak melihat pemuda tadi. Agaknya pemuda itu sudah hancur tubuhnya, diterima oleh batu-batu besar di-dasar jurang. Namun setelah menduga bahwa pemuda yang melompat ke-jurang itu sekarang sudah mati, tiba-tiba saja ia menghela napas panjang. Sekarang ia baru merasa menyesal dan getun. Dirinya yang menyebabkan pemuda itu nekat membunuh diri melompat ke-dalam jurang.
Kelana Dewa-pun menjenguk ke-dalam jurang. Tetapi yang tampak hanyalah kabut tebal, dan sayup-sayup di-bawali sana terdengar suara air gemericik mengalir. Ketika ia meng angkat mukanya, dan melihat gadis itu menghela napas panjang, ia merasa aneh. Dengan sikapnya yang hati-hati dan penuh hormat, kemudian ia bertanya dengan suara yang halus. ". Mengapa nona menghela napas" Dia sendiri yang memilih mampus dengan melempar diri ke-dalam jurang, saking takutnya kepada nona. "
" Hemm ........ tetapi akulah yang menyebabkan dia mati, " sahut Rini Sriningsih masih diliputi oleh perasaan getun. " Kalau saja aku tidak begitu mendesak dengan mengejar, tentu dia takkan membuang diri ke-jurang. "
" Akan tetapi nona tak bersalah, " Kelana Dewa ber usaha menghibur dan membujuk.
" Tidak bersalah katamu" " Rini Sriningsih mendelik. " Tidak, aku bersalah. Orang yang tidak berani melawan, berarti kalah. Dan tidak seharusnya pula aku mendesak dan menekan nya sedemikian rupa. Ah, betapa marah guruku kalau men dengar tentang ini. "
" Tak ada orang lain yang tahu, mengapa nona khawatir" " Kelana Dewa kembali menghibur. "Percayalah nona bahwa aku takkan menjadi seorang pengecut. Nona telah menolong saya dari bahaya, maka sudah sepantasnya pula untuk berusaha membalas kebaikan nona. Apa yang baru terjadi, hanya saya dan nona sendiri yang tahu. Manakah mungkin dapat bocor kalau saya dan nona tidak bicara pula" "
Mendengar kata-kata Kelana Dewa ini, terhiburlah hati Rini Sriningsih. Katanya kemudian. " Ya, engkau benar. Dan sekarang bahaya telah lewat, maka kita berpisah sampai disini. Saudara mau ke-mana" " ,
" Saya sedang melakukan perjalanan jauh tanpa tujuan. "
" Ihh, mengapa tanpa tujuan" "
" Panjang ceritanya. Tetapi yang jelas saya ini dalam keadaan sangat menderita. Guna mengurangi rasa derita itu, hanyalah dengan cara mengembara tanpa tujuan, seperti yang aku lakukan sekarang ini. "
" Kau menderita" Menderita karena apakah" "
Kelana Dewa menggelengkan kepalanya. " Tak sanggup aku menceritakan sebabnya penderitaan ini. Oh, nasibku memang amat buruk......... "
Kelana Dewa mengeluh, kemudian menjatuhkan diri duduk di-atas rumput. Melihat keadaan Kelana Dewa yang tampak pucat wajahnya, yang agaknya oleh pengaruh derita yang dialami itu, tiba-tiba saja menggerakkan hati gadis ini, Timbul rasa iba dan kasihan dalam hati gadis ini. Dan menurut pendapatnya, memberi pertolongan kepada seseorang tanpa pamrih itu adalah baik dan merupakan kewajibannya pula. Berkali-kali ia mendengar nasihat dari gurunya, bahwa dirinya harus selalu ringan tangan menolong orang lain yang menderita.
Tiba-tiba Rini Sriningsih sudah menjatuhkan diri, dan duduk di-depan Kelana Dewa. Ia menatap wajah yang pucat itu dengan rasa iba. Lalu terdengar katanya halus. " Saudara, anggaplah aku bukan orang lain. Ceritakan apa yang telah terjadi dan menyebabkan engkau menderita. "
Kelana Dewa mengangkat mukanya, memandang wajah ayu itu sekilas. Kemudian kembali menundukkan kepalanya sambil menghela napas berkali-kali. Tetapi hanya sebentar pula pemuda ini menundukkan muka. Ia kembali mengangkat mukanya, tetapi memandang ke-arah lain. Adapun Rini Sriningsih yang merasa iba, tetap memperhatikan gerak-gerik Kelana Dewa dan dengan sabar menunggu pemuda itu memulai ceritanya..
Tetapi mendadak Rini Sriningsih merasa aneh, ketika melihat wajah pemuda ini mendadak seperti dalam keadaan ketakutan. Wajahnya makin tampak pucat lagi, dan sepasang matanya berkedip memandang ke-arah belakangnya. Rini Sriningsih menjadi khawatir dan curiga. Apakah yang nampak di-bela-kangnya dan kuasa membuat pemuda ini ketakutan"
Dengan geraknya yang sehat, ia sudah meloncat berdiri dan membalikkan tubuh dalam keadaan sudah siaga. Akan tetapi ternyata tidak tampak sesuatu, kecuali beberapa batang pohon dan batu-batu berserakan. Di-saat Rini Sriningsih sedang berusaha untuk mencari apa sebabnya pemuda itu pucat dan ketakutan, mendadak ia kaget setengah mati ketika dua kakinya lumpuh tiba-tiba. Ia menjerit kecil ketika tubuhnya hampir terbanting jatuh. Tetapi sepasang lengan yang kuat, tiba-tiba sudah menerimanya lalu memeluk erat sekali.
Untuk sesaat Rini Sriningsih terbelalak, ketika dirinya sudah di-dalam pelukan Kelana Dewa. Akan tetapi setelah sadar, ia segera dapat menduga apa yang baru saja terjadi. Di-saat dirinya berdiri, membelakangi pemuda itu, secara curang lututnya telah diserang. Akibatnya dua kakinya menjadi lumpuh dan hampir jatuh. ,
" Kurang ajar! Kau sudah menipu aku! " teriak Rini Sriningsih sambil menggerakkan tangannya untuk memukul.
Akan tetapi Rini Sriningsih sudah terlambat. Tangannya-pun sudah menjadi lumpuh seperti kakinya oleh serangan kilat Kelana Dewa.
" Kau ...... apakan maksudmu ......" " Rini Sriningsih terbelalak dan mulai khawatir melihat sinar mata Kelana Dewa dan mulut yang menyeringai seperti iblis.
" Heh-heh-heh, engkau masih bertanya lagi" " ejek Kelana Dewa diiringi ketawanya yang terkekeh. " Engkau sudah menjadi tawananku. Engkau harus menurut apa yang aku kehendaki. Harus! "
Berbareng dengan ucapannya yang terakhir ini, tiba-tiba saja Kelana Dewa telah mendaratkan ujung hidungnya ke-pipi yang halus. Rini Sriningsih memekik kaget dan ngeri.
" Aihh ......... curang. Jahanam kau! Cabul ......... huh, awas kubunuh kau .........! "
" Heh-hch-heh, kau mau membunuh aku" Hayo, bunuhlah' jika bisa! "
Ngeri sekali rasa hati Rini Sriningsih sekarang ini. Menghadapi kenyataan yang tidak terduga macam ini, barulah ia sekarang sadar tertipu oleh kelicikan Kelana Dewa. Kalau demikian keadaannya, jelas sekali bahwa Sunu Prabandaru tadi benar. Pemuda inilah yang sesungguhnya jahat, dan Sunu Prabandaru berkelahi melawan Kelana Dewa dalam usahanya memusuhi kejahatan. Diam-diam ia menjadi amat menyesal sekali, mengapa ia tadi kurang teliti, dan sudah tertipu oleh sikap Kelana Dewa yang pura-pura manis. Sebaliknya Sunu Prabandaru yang tampaknya kasar itu, adalah seorang jujur.
Hilangnya Kitab SUTA SOMA KARYA: RS. RUDHATAN MELIHAT munculnya ketiga orang itu, Sanjaya tercekat harinya, sebab dilihat dari gerak geriknya sekilas saja. ia sudah dapat menduga bahwa ketiganya adalah orang2 yang berilmu tinggi yang tidak dapat dibuat main2. Yang membuat Sanjaya khawatir, bukan memikirkan diri sendiri, tetapi adalah keselamatan Ratu Suhita. Maka didekatinya Ratu, sambil ia memasang kuda2, siap menghadapi keempat orang yang menjadi musuh Majapahit tersebut. Sanjaya berbisik pada Sri Ratu Suhita :
" Gusti, sementara hamba menghadapi orang2 ini lebih baik gusti segera meninggalkan tempat ini. " Dan Ratu Suhita mengangguk sambil diam2 mengagumi keberanian pemuda itu.
Sementara itu, Wirabumt sudah bangun setelah terjatuh tadi. Dan si orang kurus jangkung yang memegang rantai panjang tadi tiba2 menyabetkan senjatanya kearah Sanjaya. Dan karena hebatnya serangan itu, hingga menimbulkan suara bersiutan dan me-nyambar3 dengan dahsyatnya. Tetapi Sanjaya cukup gesit dan lincah. Tubuhnya berloncatan menghindar ke-sana kemari dan menyusup diantara sambaran2 senjata berbahaya itu. Melihat Sanjaya belum juga termakan oleh kejaran senjata mautnya si jangkung. Wirabumi menjadi habis sabar. Maka riba2 ia melompat kearah Dewi Suhita, dan ditikamnya
Ratu Majapahit itu sepenuh tenaga dengan kerisnya. Namun sebelum keris itu dapat menyentuh Ratu, se-konyong2 Sanjaya yang matanya tak pernah lepas memperhatikan Ratu Suhita, meloncat dengan kecepatan kilat meninggalkan si jangkung dan dengan amarah yang ber-kobar2 dihantamnya Wirabumi. Dan tepat! dada Pangeran pemberontak itu kena termakan oleh tangan Sanjaya yang sedang marah dan kalap melihat sikap pengecut orang. Maka tanpa ampun lagi dan tanpa dapat dihindarkan, Wirabumi menjerit dengan suara menggerang panjang dan jatuh berdebug ditanah", bergulingan sambil masih menggerang kesakitan. Sedang ketiga kawannya, sangat terkejut melihat kehebatan Sanjaya yang dalam keadaan sedang bertempur masih sempat menolong orang lain. Yang paling malu adalah si jangkung sendiri. Maka dengan sangat ber-napsu, ingin membunuh Sanjaya, ia sabetkan kembali senjata rantainya pada Sanjaya. Yang disabet berpikir, bahwa ia harus cepat" menyelesaikan pertempuran ini, sebab khawatir akan keselamatan Ratu Suhita yang masih belum mau pergi meninggalkan tempat itu. Tetapi Sanjaya juga menyadari bahwa ia belum tentu dapat mengalahkan mereka kalau sampai maju berbareng, tiga2nya. Lalu karena ternyata si kurus jangkung masih tetap menyerang dengan membabi buta, maka Sanjaya lalu memungut sebuah ranting kayu yang ada disitu dan dipakainya menyerang si kurus yang masih kalap. Sekarang, ternyatalah! bahwa memang Sanjaya tidak bisa dibuat mainan oleh si kurus itu. Senjata yang dipegang Sanjaya dimata musuhnya tiba2 berubah seakan2 menjadi ratusan banyaknya oleh karena begitu cepatnya Sanjaya menggerakkan ranting kayu yang dipegangnya itu. Dari jauh, dua orang gundul tadi setelah menolong Wirabumi, melihat gerakan2 Sanjaya yang aneh, serta kelihatan sambaran2 rantai si kurus yang menimbulkan suara bersiutan itu hanya dipermainkan oleh gerakan2 ranting kayu yang dipegang Sanjaya. Tetapi yang membuat kedua orang gundul itu khawatir adalah ranting kecil ditangan Sanjaya iu selaki mengarah tempat2 ying mematikan ditubuh si jangkung. Dan benarlah! tiba2 padi suatu kesempatan ranting Sanjaya dengan telak menyerang pada kelangkangan musuhnya. Tapi karena ia meloncat menghindarinya kalah cepat oleh gerakan tangan Sanjaya maka pahanya jadi sasaran ranting berbahaya tadi. Dan si jangkung me ngeluh, dirasa pahanya sakit bukan main, sehingga gerakannya menjadi pincang. Tetapi..... " He, Srayapati! jangan takut, aku bantu kau! " terdengar suara si gundul, dan bersamaan dengan itu dua orang gundul tadi maju berbareng. Seorang di-antaranya menggocokan tangannya kemuka Sanjaya, sedang lainnya, menyapu perut Sanjaya dengan sebelah kakinya. Dan melihat datangnya dua orang berbareng itu. Sanjaya agak tercekat, sebab ia tahu yang menyerang bukan orang sembarangan. Jaian saurnya untuk menghindar hanyalah meloncat sejauh mungkin. Maka dengan sekuat tenaga ia lakukan loncatan mundur dengan gaya yang mengagumkan, tetapi belum juga kakinya sempat memijak tanah, tiba1 dirasa kaki si gundul sudah me-nv-sul dan tepat menghantam betisnya, hingga Sanjaya jatuh ke ia gempuran kaki itu, ia mau cepat bangun dan loncat menerkam, namun se-konyong2 pula si gundul satunya mengebut-kan sesuatu dimuka hidungnya, dan tiba2 Sanjaya mencium bau wangi yang keras dan membuat kepalanya menjadi pening dengan mendadak. Sanjaya terhuyung kembali tak mampu bangkit, kesadarannya hampir2 hilang dirangsang oleh bau wangi yang sangat keras yang keluar dari kebutan si gundul tadi. Dan si jangkung ketika melihat lawannya sempoyongan tak mampu bangun, tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Maka rantainya disabetkan pada Sanjaya, dan sekalipun Sanjaya masih setengah sadar la masih dapat melihat datangnya serangan itu, maka ia mencoba menghindar, tetapi ternyata rantai itu sempat meng hantam pahanya dengan hebat. Tanpa ampun, Sanjaya jatuh terguling sebab dirasa kakinya lumpuh dengan tiba2. Si Jangkung yang tadi dipanggil " Srayapati " oleh si gundul, melihat lawannya jatuh terguling, tertawa bergelak, dan disabetnya kepala Sanjaya sekali lagi. Maksudnya, dengan sekali pukul itu akan membikin habis nyawa pemuda Sanjaya. Tetapi sebelum rantai itu menyentuh kepala Sanjaya yang sudah menggeletak, tiba2 Srayapati menjerit keras, rantainya terlempar balik kcbelakang lalu menghantam mukanya sendiri hingga muka itu menjadi robek dan berdarah. Srayapati merasa sakit bukan main sebab dirasa mukanya tadi seperti kena hantaman palu godam yang sekwintal beratnya.
Melihat Srayapati berhal demikian itu, kedua kawannya terperanjat sebab mata mereka yang tajam melihat bahwa sewaktu Srayapati menyabetkan rantainya, terlihat sebuah batu kerikil melayang dan menghantam rantai itu hingga berbalik melabrak muka Srayapati sendiri. Maka keduanya lalu bersiap, karena mengetahui ada seorang pandai yang datang menolong Sanjaya. Benarlah, tak lama dkempat itu muncul seorang tua yang berambut panjang tersenyum memandang kedua orang gundul itu. Kemudian , dengan tanpa memperdulikan pada Wirabumi dan kawairnya, orang tua itu lalu mendekati Sanjaya yang sedang menggeletak. Lalu dengan tangannya yg kelihatan kurus, diangkatnya Sanjaya dan dipondong. Tetapi kedua kawan Srayapati tidak mau tinggal diam. Melihat perbuatan orang tua itu, keduanya dengan hampir berbareng, meloncat dan melancarkan serangan dari kanan kiri kearah pinggang orang tua itu. Tetapi yang diserang se-akan2 tidak mengetahui akan datangnya serangan itu. Diam saja. Namun ternyata kedua kawan Srayapati itu menjadi kaget bukan main. Sebab ketika kedua kepalan mereka menyentuh pinggang orang tua itu, dirasa tangannya mereka menghantam kapas yang lunak. Hingga keduanya merasa tangan mereka melesak kedalam pinggang si orang tua. Dan belum lagi hilang kaget mereka, tiba-tiba orang tua itu menggerakkan tubuh, dan lenyap dari pandangan Wirabumi dan kerabatnya dengan Sanjaya dalam pondongannya. Wirabumi dengan Srayapari dan kedua orang gundul itu merasa sangat kaget melihat kesaktian orang yang menolong Sanjaya. Dalam hati mereka bertanya-tanya siapa gerangan orang itu yang belum pernah mereka lihat dan belum sekalipun mendengar namanya. Tetapi setelah melihat bahwa Sanjaya dibawa kabur oleh orang tua yang tidak mereka ketahui siapa, maka perhatian mereka beralih kembali pada Ratu Suhita yang masih ada ditempat itu. Maka dengan berbareng kedua orang gundul itu meloncat dengan maksud membunuh Sri Ratu yang sedang terpojok tanpa ada penolongnya
Koleksi: Ismoyo Scaning: Arema
Ebook : Dewi KZ Tamat -ooo0dw0ooo- Pedang Medali Naga 24 Sang Ratu Tawon Pendekar 4 Alis Seri 9 Karya Khulung Pendekar Pendekar Negeri Tayli 8
^