Pencarian

Mentari Senja 1

Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya S H Mintardja Bagian 1


Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seri Arya Manggada V Mentari Senja Oleh : SH MINTARDJA Sumber DJVU : Koleksi Ismoyo
http://cersilindonesia.wordpress.com/
Convert, edit, ebook : MCH & Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kang-zusi.info http://cerita-silat.co.cc/
Jilid : 1 http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
DI TIMUR matahari mulai membayangkan sinar paginya
yang sejuk. Ketika Manggada dan Laksana keluar dari regol
halaman, mereka melihat beberapa orang berjalan dengan
tenang di jalan padukuhan. Diwajah mereka tidak lagi
membayang kecemasan dan ketakutan. Dua orang perempuan
yang nampaknya akan pergi ke pasar, sempat bergurau. Suara
tertawa mereka yang renyah disahut oleh kicau burung
kepodang yang hinggap dipelepah daun pisang.
Padukuhan Gemawang memang mulai tersenyum. Orang-
orang yang pergi ke sawahpun tidak lagi nampak tergesa-gesa
dengan wajah yang cemas. Manggada dan Laksanapun kemudian melangkah menyusuri
jalan padukuhan. Mereka memang akan pergi ke sawah untuk
membuka pematang mengairi batang padi yang mulai
berbunga. Manggada dan Laksana sengaja berjalan lewat depan
rumah Wira Sabet. Rumah yang sudah mulai dihuni lagi oleh
pemiliknya setelah untuk beberapa lama ditinggalkan dan
dibiarkan kosong dan kotor. Sampah berserakan dimana-
mana. Kayu-kayu kering yang dibiarkan teronggok dibawah
pepohonan. Namun pohon duwet dan manggis dirumah Wira Sabet itu
tetap berbuah. Ketika keduanya berjalan didepan regol, tiba-tiba saja
keduanya ingin singgah. Keduanya mendengar suara sapu lidi
di halaman rumah yang pintu regolnya masih tertutup.
Perlahan-lahan Manggada mendorong pintu regol yang
ternyata tidak diselarak itu.
Dari sela-sela pintu yang sedikit terbuka itu, Manggada
melihat Pideksa yang sedang menyapu halaman, terkejut.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi demikian Pideksa itu melihat Manggada dan Laksana
yang kemudian melangkah masuk, m?ka ?nak muda itupun
tersenyum. "Aku tidak sengaja mengejutkanmu" berkata Manggada.
"Aku tahu" jawab Pideksa yang berhenti menyapu "tetapi
jantungku yang menjadi rapuh sekarang membuat aku mudah
sekali terkejut." "Lupakan" desis Manggada "masih banyak yang harus kau
lakukan. Bukankah umurmu tidak terpaut dengan umur kami
berdua?" "Kau tidak pernah terperosok kedalam kubangan yang
mengotori tubuh dan jiwamu" berkata Pideksa.
"Tetapi yang penting sekarang, apa yang akan kita kerjakan
kemudian." jawab Manggada.
Pideksa mengangguk kecil, sementara Laksanapun berkata
"Bangkitlah. Anak-anak muda padukuhan ini ternyata dapat
menerima kau kembali diantara mereka."
Pideksa memandang Laksana sekilas. Tetapi kemudian
pandangan matanya terlempar jauh kesudut halamannya.
Suaranya yang parau terdengar ragu:"Apakah mereka benar-
benar memaafkan keluarga kami, atau sekedar meredam
dendam didalam hati yang setiap saat akan meledak dan
membakar keluarga kami."
"Mungkin ada orang yang mendendammu. Mungkin
keluarga dari korban yang jatuh ketika kami datang ke
barakmu. Tetapi jika kau kembali memasuki kehidupan wajar
dan membuktikari bahwa kau telah berubah, maka dendam itu
akhirnya akan terkikis oleh kenyataan itu."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pideksa tersenyum, betapapun pahitnya. Katanya "Aku
berterima kasih kepada kalian berdua. Kalian telah memberi
kesempatan kepada kami untuk menatap masa depan. Segala
sesuatunya tentu tergantung kepada kami, apakah kami dapat
mempergunakan kesempatan ini dengan baik atau tidak."
"Tataplah hari depanmu dengan tegar" desis Manggada
sambil menepuk bahu Pideksa.
Pideksa mengangguk. "Ki Jagabaya dan Sampurna benar-benar telah memaafkan
kau dan paman Wira Sabet. Bukankah kau rasakan itu?"
Pideksa mengangguk pula. Katanya "Ya. Aku merasakannya. Ayah juga merasakannya. Tetapi sampai
sekarang, ayah masih lebih senang mengurung diri didalam
rumah dengan pintu yang tertutup."
"Ajak paman Wira Sabet keluar. Aku yakin, kalian akan
diterima dengan baik oleh seisi padukuhan." desis Manggada.
Pideksa mangangguk-angguk.
"Sudahlah" berkata Manggada kemudian "aku akan
mengairi sawahku. Padi sedang berbunga. Jika terlambat,
maka hasilnya tentu kurang baik."
Pideksa memandang wajah Manggada dengan kerut didahi.
Dengan ragu ia berkata "Apakah Ki Bekel masih mengakui
bahwa sawah ayah itu masih tetap menjadi milik ayah?"
"Ya, seharusnya demikian. Bukankah sampai sekarang
sawah paman Wira Sabet masih kering dan tidak ditanami
sejak paman Wira Sabet meninggalkan padukuhan ini?"
"Ya" jawab Pideksa.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sawah itu kini menjadi tempat anak-anak menggembala
kambing. Tetapi sudah tentu bukan berarti bahwa kalian tidak
boleh menanaminya lagi." jawab Manggada.
Pideksa mengangguk-angguk. Tetapi ia masih tetap
nampak ragu. Manggada yang melihat keraguan di sorot mata Pideksa itu-
pun berkata "Baiklah. Aku akan menghubungi Ki Jagabaya
untuk meyakinkan, apakah sawahmu itu dapat digarap lagi."
Pideksa menarik nafas panjang. Dengan nada dalam ia
berkata "Terima kasih. Berapa kali lagi aku harus
mengucapkan terima kasih kepada kalian."
"Sudahlah. Jangan berlebihan. Kita akan bersama-sama
hidup dalam suasana yang lebih baik di padukuhan ini."
"Kami akan berusaha berbuat sebaik-baiknya. Kami benar-
benar berharap bahwa kami dapat diterima oleh para
penghuni padukuhan ini."
"Penghuni padukuhan ini bukannya pendendam, Pideksa.
Kecuali ayah dan paman Sura Gentong."
"Jangan sebut lagi." potong Laksana. Lalu katanya "Nah,
marilah. Kami akan pergi ke sawah. Nanti dari sawah kami
akan singgah. Pohon duwet itu seakan-akan tidak berdaun
lagi. Kamilah yang selama ini memetik duwet dan manggis
dari halaman ini. Tentu saja atas ijin paman Wira Sabet."
Ketika kemudian Manggada dan Laksana meninggalkan
halaman itu, maka Pideksa mengantar mereka sampai keregol
halaman. Demikian keduanya turun ke jalan, maka Pideksa
melanjutkan kerjanya, menyapu halaman rumahnya yang
terhitung cukup luas. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dihari-hari berikutnya, Manggada dan Laksana memang
berusaha untuk membawa Pideksa kembali kedalam pergaulan
anak-anak muda. Sebagian dari anak-anak muda padukuhan
itu, masih saja dibayangi oleh ketakutan, justru karena
Pideksa anak Wira Sabet. Tetapi tingkah laku Pideksa memang
meyakinkan anak-anak muda di Gemawang, bahwa Pideksa
memang sudah berubah. Seperti yang dijanjikan kepada Pideksa, maka Manggada
dan Laksana telah menemui Ki Jagabaya. Mereka telah
membicarakan lemang sawah dan pategalan milik Wira Sabet
dan Sura Gentong. Apakah Wira Sabet diperbolehkan
menggarap sawahnya kembali.
Ki Jagabaya mengangguk-angguk. Katanya "Mereka perlu
makan. Karena itu menurut pendapatku, biarlah mereka
menggarap sawah mereka. Karena Sura Gentong sudah tidak
ada lagi, maka miliknya memang akan diwarisi oJeh
kemanakannya, Pideksa."
Manggada dan Laksana mengangguk-angguk. Ternyata Ki
Jagabaya cukup bijaksana. Ia memang bukan pendendam
sebagaimana diduganya. Bahkan sikap Sampumapun tidak
berbeda dengan sikap ayahnya. Ia menganggap bahwa Wira
Sabet memerlukan bekal untuk dapat tetap hidup.
"Jika hidup paman Wira Sabet dan Pideksa mengalami
kesulitan dan bahkan tidak dapat memenuhi kebutuhannya
sehari-hari, maka mereka akan dapat terperosok kembali
kedalam dunianya yang gelap. Karena disamping mendendam
orang-orang Gemawang, maka mereka telah hidup diantara
para perampok, penyamun dan penjahat-penjahat yang lain,
bahkan bersama para pengikut Ki Sapa Aruh." berkata
Sampurna. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nah, biarlah aku menemuinya" berkata Ki Jagabaya "tetapi
sebaiknya aku berbicara dengan Ki Bekel."
"Apa gunanya" desis Sampurna "selama ini Ki Bekel tidak
berbuat apa-apa. Ia selalu dibayangi oleh keragu-raguan.
Bahkan menurut pendapatku bukan keragu-raguan karena ia
membayangkan kerusakan, korban dan bencana yang dapat
menimpa padukuhan ini. Tetapi ketakutan yang amat sangat."
"Jangan begitu" berkata Ki Jagabaya "apapun yang
dilakukan, tetapi ia masih tetap Bekel padukuhan Gemawang.
Bukankah bukan hanya Ki Bekel yang berlaku seperti itu" Apa
yang telah dilakukan oleh Kademangan Kalegen" Justru Ki
Demang Rejandani yang dengan serta-merta bersedia
membantu kita tanpa perasaan takut sama sekali meskipun ia
sadar siapakah yang bakal dihadapi."
"Meskipun Ki Demang mempunyai alasan tersendiri.
Bukankah ia juga berusaha untuk mendapatkan kembali
benda-benda yang sangat berharga yang dirampok oleh Ki
Sapa Aruh dan orang-orang dari barak itu?" sahut Sampurna.
"Bukan hanya itu. Aku melihat sikap jujur pada Ki Demang
Rejandani. " sahut Ki Jagabaya.
Sampurna tidak menjawab. Ia hanya mengangguk-angguk
kecil. Ketika kemudian Manggada dan Laksana meninggalkan
rumah Ki Jagabaya, maka seperti yang dikatakannya, Ki
Jagabayapun telah pergi ke rumah Ki Bekel. Bagaimanapun
juga sikap Ki Bekel sebelumnya, tetapi ia masih tetap diakui
sebagai Bekel padukuhan Gemawang.
Kedatangan Ki Jagabaya telah diterima oleh Ki Bekel
Gemawang di pringgitan. Dengan sikap seorang pemimpin Ki
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bekelpun bertanya "Apakah keperluan Ki Jagabaya menghadap aku sekarang ini?"
"Ki Bekel" jawab KfJagabaya yang kemudian telah
menceriterakan keperluannya datang menemui Ki Bekel.
Ki Bekel mendengarkan keterangan Ki Jagabaya dengan
dahi yang kadang-kadang berkerut.
"Dengan menggarap sawahnya kembali, maka Wira Sabet
akan dapat hidup bersama keluarganya." "Huh" pikir Ki Bekel tiba-
tiba telah mencibir "apakah ia
mengira bahwa ia dapat berbuat apa saja di padukuhan ini" Ia sudah
berkhianat dan bahkan merusak tata kehidupan padukuhan ini. Sekarang dengan enaknya ia ingin minta
sawah dan pategalannya kembali. Tidak. Sawah dan
pategalannya bahkan rumah
dan halamannya akan menjadi
milik padukuhan. Aku bukan
seorang pendendam. Tetapi ia sudah terlalu lama membuat
kepalaku menjadi pusing. Jika saja aku tidak mempunyai daya
tahan yang tinggi, maka aku tentu sudah menjadi gila karena
tingkah lakunya yang buruk itu."
"Jadi maksud Ki Bekel" bertanya Ki Jagabaya.
"Sudah aku

Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

katakan. Sebagai hukuman atas pengkhianatannya, maka sawah, pategalan, rumah, halaman
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan segala kekayaannya akan dirampas dan menjadi milik
padukuhan." "Ki Bekel" berkata Ki Jagabaya "ia sudah menyatakan diri
untuk meninggalkan dunianya yang gelap itu. Ia sudah
berjanji untuk hidup dengan baik sebagaimana orang lain
penghuni padukuhan ini. Ia sudah menyesali segala
perbuatannya. Sebenarnyalah bahwa yang sama sekali tidak
terkendali adalah Sura Gentong. Bukan Wira Sabet."
"Begitu mudahnya orang mendapatkan pengampunan?"
bertanya Ki Bekel "aku harus bersikap adil. Yang memberikan
lebih bagi padukuhan ini akan mendapatkan lebih pula. Yang
berkhianat tentu akan mendapatkan hukumannya. Wira Sabet
bukannya baru sekarang melakukan dosa yang besar bagi
padukuhan ini. Ketika ia melarikan diri, maka ia telah
meninggalkan noda pula di padukuhan ini."
"Ya" jawab Ki Jagabaya "ketika itu, Wira Sabet telah
melukai aku." Ki Bekel mengerutkan dahinya. Ia mengingat-ingat
sebentar. Lalu katanya "Ya. Ia sudah melukai Ki Jagabaya.
Kemudian ia telah berkhianat. Dengan susah payah aku harus
berusaha mengatasinya, sehingga akhirnya ketenangan dapat
diperoleh kembali oleh padukuhan ini."
"Siapakah yang menangkap Wira Sabet menurut pendapat
Ki Bekel?" tiba-tiba saja Ki Jagabaya bertanya.
Ki Bekel menjadi gagap. Namun kemudian jawabnya "Itu
memang kewajiban Ki Jagabaya. Tetapi segala perbuatan,
sikap dan tingkah laku bebahu padukuhan ini tentu dibawah
tanggung jawabku." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ki Bekel benar" jawab Ki Jagabaya "karena itu maka aku
harus datang menghadap dan mohon persetujuan Ki Bekel
tentang sawah dan pategalan milik Wira Sabet."
"Keputusanku tetap" berkata Ki Bekel.
"Baiklah. Aku akan menyampaikan keputusan Ki Bekel
kepada Wira Sabet. Aku akan mengatakan bahwa Ki Bekel
tidak sependapat untuk menyerahkan kembali sawah dan
pategalan Wira Sabet ketangannya."
"Tetapi keputusan ini aku dasarkan atas jabatanku. Bukan
aku pribadi." "Ya, Ki Bekel" jawab Ki Jagabaya.
"Dengan demikian, maka kita semuanya harus mengamankan keputusan itu. Semua orang padukuhan ini.
Terutama para bebahu. Apalagi Ki Jagabaya yang memang
mempunyai tugas khusus untuk menjaga ketenangan dan
ketertiban di padukuhan ini."
"Baik Ki Bekel. Aku akan berusaha. Tetapi tentu saja
kemampuan dan tenagaku terbatas. Sementara Wira Sabet
dan saudara-saudara seperguruannya akan semakin mendendam." "Maksud Ki Jagabaya" bertanya Ki Bekel.
"Aku tidak bermaksud apa-apa. Aku hanya mengatakan
bahwa dendam Wira Sabet akan membakar jantungnya
kembali." jawab Ki Jagabaya.
"Adalah tugas Ki Jagabaya untuk menangkapnya dan
memenjarakannya." berkata Ki Bekel dengan wajah yang
tegang. "Tentu Ki Bekel. Tetapi sudah aku katakan, bahwa
kemampuan dan tenagaku terbatas. Apalagi Wira Sabet sudah
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendendamku sampai ke ujung rambutnya. Jika besok atau
lusa saudara-saudara seperguruannya datang membunuh aku,
maka segala sesuatunya tentu terserah kepada Ki Bekel.
Mungkin Ki Bekel dapat menunjuk orang lain yang lebih baik
dari aku atau Ki Bekel akan menanganinya sendiri."
"Tetapi bukankah Ki Jagabaya mampu melawan mereka?"
suara Ki bekel mulai bergetar.
"Mungkin seorang melawan seorang aku mampu mengimbangi kemampuan Wira Sabet. Tetapi jika datang dua
orang, tiga orang, ampat orang dengan beberapa orang
pengikut" Atau mereka memakai cara yang lama dengan
menakut-nakuti seisi padukuhan termasuk Ki Bekel?"
Wajah Ki Bekel menjadi tegang. Untuk beberapa saat ia
berdiam diri. Namun kemudian suaranya menjadi semakin
gagap "Bukankah Ki Jagabaya pernah mengalahkan Wira
Sabet dan bahkan membunuh Sura Gentong."
"Satu kebetulan Ki Bekel. Ada beberapa orang datang
membantu. Ki Pandi dengan kedua ekor harimau peliharaannya yang garang tetapi terkendali. Ki Carang Aking
dengan dua orang muridnya. Ki Ciirabawa dengan anaknya
dan Ki Demang Rejandani yang kebetulan mempunyai
kepentingan yang sama. Tanpa mereka, maka padukuhan ini
akan dihancurkan sampai lumat."
"Bagaimana dengan Ki Kertasana" Anaknya dan anakmu?"
"Aku akan menyuruh isteri dan anak-anakku mengungsi.
Jika Wira Sabet dan saudara-saudara seperguruannya datang
mengamuk, biar aku sajalah yang dibunuhnya. Sementara Ki
Kertasana, entahlah, apakah ia masih bersedia bertempur lagi
atau tidak." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Bekel memang menjadi kebingungan. Dengan suara yang
bergetar ia berkata "Orang-orang itu harus tetap bersedia
melawan Wira Sabet. Bahkan sekarang mereka aku
perintahkan untuk menangkap Wira Sabet itu sebelum ia
membuat keributan di padukuhan ini lagi."
"Mereka tidak berkewajiban untuk mematuhi perintah Ki
Bekel, karena mereka bukan penghuni padukuhan ini."
"Tetapi mereka ada di sini sekarang" bentak Ki Bekel.
Ki Jagabaya yang sudah menahan diri itu mengerutkan
dahinya. Ia tidak senang dibentak dengan kasar oleh Ki Bekel
sekalipun. Karena itu, maka katanya "Jika Ki Bekel ingin
memberikan perintah itu kepada mereka, berikan langsung
kepada mereka. Tetapi jika kemudian mereka justru berpihak
kepada Wira Sabet, dan bahkan termasuk aku, itu terserah
kepada Ki Bekel." "Gila. Apakah kau sudah gila?" bertanya Ki Bekel.
"Mungkin aku sudah gila. Tetapi aku ingin menyelamatkan
diri dan keluargaku." jawab Ki Jagabaya.
Wajah Ki Bekel menjadi pucat. Sementara Ki Jagabaya
berkata "Jika Ki Bekel tidak senang dengan sikapku, aku minta
Ki Bekel memberhentikan, aku dan menggantinya dengan
orang lain yang memiliki kemampuan yang tinggi untuk
melawan Wira Sabet."
"Tetapi itu tidak mudah" jawab Ki Bekel.
"Aku minta diri. Aku datang untuk minta agar Ki Bekel
menyetujui menyerahkan kembali tanah dan pategalan Wira
Sabet kepadanya. Hanya itu, Jika Ki Bekel tidak setuju, itu
terserah. Tetapi akibatnya terserah pula kepada Ki Bekel. Aku
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memilih dipecat saja karena aku tidak ingin mengorbankan
keluargaku." Ki Bekel menjadi bingung. Ketika Ki Jagabaya beringsut,
maka Ki Bekel itupun berkata "Tunggu Ki Jagabaya."
"Apalagi yang ditunggu" Bukankah keputusan Ki Bekel
tetap" Sebaiknya aku pulang saja mempersiapkan pengungsian isteri dan anak-anakku. Aku mohon Ki Bekel
menghubungi langsung orang-orang yang telah membantu
membebaskan padukuhan ini dari tekanan ketakutan dan
kecemasan. Itu jika mereka masih ada di padukuhan ini serta
bersedia. Pokoknya terserah kepada Ki Bekel."
"Tetapi itu kewajibanmu" teriak Ki Bekel.
"Bukankah aku katakan, pecat saja aku."
"Aku tidak memecatmu. Tetapi aku memerintahkan kau
berbuat sesuatu." "Kalau Ki Bekel tidak memecatku, aku meletakkan jabatan"
"Tunggu. Tunggu." minta Ki Bekel.
"Apalagi yang harus kita bicarakan?" bertanya Ki Jagabaya.
"Tetapi jangan pergi dahulu. Kita belum selesai" Ki Bekel
menjadi gagap. "Sebenarnya tidak banyak persoalan yang harus kita
putuskan hari ini. Mengijinkan Wira Sabet menggarap sawah
dan pategalanrrya lagi. Itu saja. Jika Ki Bekel memutuskan
setuju, maka tidak ada persoalan lagi. Tetapi jika tidak, maka
padukuhan ini akan memasuki kembali suasana sebagaimana
pernah kita alami." Ki Bekel menjadi berdebar-debar. Suasana yang baru saja
dialami oleh padukuhan itu benar-benar sangat menakutkan
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
baginya. Bahkan ia tidak dapat berbohong kepada dirinya
sendiri, bahwa segala sesuatunya Ki Jagabayalah yang telah
mengatasinya. Karena itu, maka dengan nada berat Ki Bekel
itupun berkata "Baiklah. Terserah kepada Ki Jagabaya. Jika Ki
Jagabaya menganggap bahwa Wira Sabet pantas untuk
menggarap sawah dan pategalannya kembali, maka akupun
tidak berkeberatan pula."
Ki Jagabaya menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Terima
kasih Ki Bekel. Hanya itulah yang aku butuhkan. Aku mohon
diri. Aku akan menyampaikannya kepada Wira Sabet dan anak
laki-lakinya. Mereka tentu akan merasa senang dan tidak akan
membuat keributan lagi di padukuhan ini."
Berita bahwa Wira Sabet dan Pideksa diperkenankan
menggarap sawahnya lagi, telah diterima dengan suka cita.
Ketika Ki Jajabaya dengan mengajak Sampurna, Manggada
dan Laksana datang kerumah Wira Sabet untuk menyampaikan ijin untuk menggarap sawah dan pategalannya
lagi, maka Wira Sabet menjadi sangat terharu. Kegarangannya
seakan-akan telah luluh oleh kebesaran jiwa orang-orang
padukuhannya. Ijin untuk menggarap sawah dan pategalannya kembali itu
membuat penyesalan yang semakin mendalam di hatinya.
Dihari-hari mendatang, maka Wira Sabet tidak lagi menjadi
orang yang terasing di padukuhannya sendiri, ia mulai keluar
dari dinding rumahnya untuk pergi ke sawah. Disepanjang
jalan ia bertemu dengan tetangga-tetangganya. Mula-mula
mereka hanya saling mengangguk. Namun kemudian mereka
mulai berbicara yang satu dengan yang lain. Bahkan kemudian
mereka mulai terbuka dan berbicara tentang banyak hal
mengenai padukuhan mereka.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikian pula yang dilakukan oleh Pideksa diantara anak-
anak muda Gemawang. Di hari-hari mendatang, maka Gemawang benar-benar telah
menjadi tenang. Tatanan kehidupan telah pulih kembali. Tidak
ada lagi ketakutan dan kecemasan. Tidak pula ada perasaan
saling curiga dan permusuhan.
Bagi orang-orang Gemawang, maka padukuhan mereka
telah menjadi padukuhan yang dapat memberikan kesejukan.
Gemawang bukan sekedar tempat tinggal, tetapi Gemawang
merupakan kampung halaman yang teduh.
Ketika kehidupan di Gemawang menjadi mapan, maka Ki Ci-
trabawa justru mulai teringat kepada kampung halamannya
sendiri. Karena itu, maka kepada Ki Kertasana, ia telah
menyampaikan niatnya untuk pulang.
"Aku sudah cukup lama berada disini kakang" berkata Ki
Citrabawa. Ki Kertasana tersenyum. Katanya "Kalian berdua telah ikut
mengalami satu peristiwa yang mendebarkan di padukuhan
ini." "Sekarang, semuanya telah lewat." desis Ki Citrabawa.
Dengan demikian, maka Ki Kertasana tidak dapat menahan
adiknya lebih lama lagi. Karena itu, maka ketika kemudian
adiknya benar-benar minta diri, maka Ki Kertasana itupun
telah melepaskannya. Namun Ki Kertasana masih minta Ki Citrabawa untuk minta
diri kepada Ki Jagabaya. Ki Jagabaya melepaskan Ki Citrabawa dengan berat hati. Ki
Citrabawa telah ikut menentukan hari depan padukuhan


Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gemawang bersama Laksana.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun ternyata bukan hanya Ki Citrabawa sajalah yang
akan meninggalkan Gemawang. Ki Kertasana telah minta agar
Manggada dan Laksana mengantarkan Ki Citrabawa pulang.
"Lebih banyak kawan diperjalanan, tentu perjalanan akan
dirasakan semakin pendek." berkata Ki Kertasana.
Ki Citrabawa tidak menolak. Apalagi setelah ia mengetahui
bahwa anak dan kemanakannya itu sudah menjadi semakin
matang. Bukan saja kemampuan ilmunya, tetapi juga cara
mereka berpikir dan mengambil sikap.
Tetapi baik Ki Citrabawa maupun Ki Kertasana tidak
menentukan, apakah Mariggada dan Laksana akan tinggal
dirumah orang tua mereka masing-masing, atau mereka akan
selalu bersama-sama sebelum mereka masing-masing berkeluarga. Tetapi justru karena itu, maka Ki Pandipun telah minta diri
pula. Katanya "Aku berada disini karena Manggada dan
Laksana ada disini. Jika mereka pergi, maka akupun akan
pergi juga." "Ki Pandi akan pergi ke mana?" bertanya Manggada
"seandainya Ki Pandi tidak mempunyai kepentingan tertentu,
marilah, kita berjalan bersama-sama."
Ki Pandi mengerutkan keningnya. Namun iapun kemudian
berdesis "Sebenarnya aku masih mempunyai tugas. Panembahan berilmu hitam itu masih belum dapat
ditundukkan. Tetapi baiklah, sambil mencarinya, aku bersedia
ikut berjalan bersama-sama Manggada dan Laksana.
Bukankah itu berarti bahwa aku akan berjalan bersama Ki
Citrabawa dan Nyi Citrabawa" Agaknya akan menjadi
perjalanan yang menyenangkan."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku akan berterima kasih sekali jika Ki Pandi dapat
berjalan bersama kami." berkata Ki Citrabawa.
"Meskipun aku akan berjalan bersama Ki Citrabawa, tetapi
jalan yang akan kita lalui akan berbeda." sahut Ki Pandi
kemudian. Lalu katanya pula "Aku membawa momongan. Dua
ekor harimau. Karena itu, aku harus memilih jalan terbaik
yang dapat kami lalui tanpa mengganggu orang lain."
Manggada tertawa. Katanya "Apakah kedua momongan Ki
Pandi itu pada suatu saat tidak dapat ditinggalkan disatu
tempat?" "Tentu. Tetapi disatu tempat yang terdekat. Setiap saat aku
memerlukan keduanya atau keduanya memerlukan aku"
berkata Ki Pandi kemudian.
"Jika demikian, biarlah kami yang menyesuaikan diri"
berkata Ki Citrabawa. Ki Pandi menggeleng. Katanya "Jangan. Jika Ki Citrabawa
tidak berjalan bersama Nyi Citrabawa, maka aku tidak
berkeberatan, karena aku yakin, dimasa muda Ki Citrabawa
tentu telah sering menempuh perjalanan pula."
Ki Citrabawapun tertawa. Katanya "Itu sudah lama sekali
terjadi. Tetapi baiklah. Meskipun Ki Pandi akan mengambil
jalan sendiri, tetapi akhirnya Ki Pandi akan sampai kerumahku
juga." Demikianlah, ketika sampai saat yang direncanakan, maka
Ki Citrabawa dan Nyi Citrabawa telah meninggalkan
padukuhan Gemawang diantar oleh Manggada dan Laksana.
Bersama mereka adalah Ki Pandi. Namun Ki Pandi telah
mengambil jalan yang lain, karena jika Ki Pandi menempuh
jalan sebagaimana dilalui oleh Ki Citrabawa dan Nyi Citrabawa,
maka kedua ekor harimaunya akan menakut-nakuti orang.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perjalanan yang mereka tempuh memang merupakan
perjalanan panjang. Tetapi ternyata bahwa mereka tidak
mengalami hambatan disepanjang perjalanan mereka,
sehingga akhirnya mereka telah berada dirumah Ki Citrabawa.
Sebagaimana dikatakan sebelumnya, maka Ki Pandi yang
menyertai mereka tetapi mengambil jalan yang berbeda, telah
sampai pula dirumah Ki Citrabawa. Ki Pandi sudah berjanji
untuk tinggal dirumah itu beberapa lama sebagaimana
Manggada. "Jika pada suatu saat kau akan pulang, maka biarlah aku
bersamamu" berkata Ki Pandi kepada Manggada.
"Terima kasih Ki Pandi"
sahut Manggada "tetapi aku
tidak tahu, apakah Laksana
akan tinggal bersama paman
dan bibi atau masih ada niatnya
untuk menempuh perjalanan
pengembaraan." "Kau kira aku akan tinggal
dirumah sebagai gadis pingitan"
sahut Laksana. Ki Pandi tertawa. Katanya
"Tetapi bukan aku yang mengajakmu. Jangan-jangan Ki
Citrabawa dan Nyi Citrabawa
salah mengerti." Manggada dan Laksana tertawa pula. Dengan nada tinggi
Laksana berkata "Aku akan mengatakan kepada ayah dan ibu,
bahwa Ki Pandi telah memaksaku dan bahkan mengancamku
jika aku tidak mau pergi bersamanya."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Pandi sendiri masih saja tertawa. Namun kemudian,
ketika suara tertawa mereka mereda, Ki Pandipun berkata
"Tetapi kalian harus mengetahui sebelumnya, bahwa jika
kalian akan melakukan pengembaraan, kalian harus menjadi
lebih berhati-hati."
"Kenapa" "bertanya Manggada.
Dahi Ki Pandi menjadi berkerut. Ia menjadi lebih
bersungguh-sungguh "Perjalanan kalian selalu diamati oleh
seseorang." "Siapa?" bertanya Laksana.
Ki Pandi menggeleng. Katanya "Aku tidak mengenal. Aku
ketahui justru karena diperjalanan kalian bersama Ki
Citrabawa dan Nyi Citrabawa aku telah memisahkan diri.
Tetapi aku dapat mengenali orang itu jika aku bertemu
kembali dengan orang itu."
Manggada dan Laksana mengangguk-angguk. Dengan nada
dalam Manggada berkata "Jika demikian, maka pada suatu
saat, kita akan dapat menemukan orang itu."
"Mudah-mudahan" jawab Ki Pandi "tetapi karena untuk
sementara kita akan berada disini, maka orang itu dapat kita
lupakan saja. Kecuali jika pada suatu hari kita temui orang itu
lagi dimanapun." Manggada dan Laksana mengangguk-angguk pula. Namun
mereka benar-benar telah melupakan orang itu, setidak-
tidaknya untuk beberapa lama.
Ternyata Ki Pandi memang melihat orang itu. Bahkan ketika
Ki Pandi berjalan-jalan seorang diri di luar halaman rumah Ki
Citrabawa, ia melihat orang itu lagi. Tetapi Ki Pandi seakan-
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan tidak menghiraukannya sama sekali. Untunglah bahwa
orang itu juga tidak menghiraukan Ki Pandi.
Tetapi dihari-hari mendatang, Ki Pandi tidak pernah melihat
orang itu lagi disekitar rumah Ki Citrabawa.
Dalam pada itu, Manggada dan Laksana ternyata tidak
dapat bertahan lebih lama lagi untuk tinggal dirumah saja.
Karena itu, maka keduanyapun telah minta diri untuk
menempuh satu perjalanan agar pengalaman mereka dapat
bertambah. "Tidak akan terlalu lama, paman" berkata Manggada.
"Tidak terlalu lama itu menurut ukuranmu berapa hari?"
bertanya Ki Citrabawa. "Jangan dihitung hari, ayah" sahut Laksana.
"Jadi?" "Pertanyaan ayah seharusnya berdasarkan bulan. Berapa
bulan atau bahkan tahun." berkata Laksana.
Ki Citrabawa menarik nafas dalam-dalam. Ia dapat
merasakan gejolak perasaan anak-anak muda yang ingin
mendapatkan pengalaman yang lebih luas serta melihat lebih
banyak dari warna bumi ini. Berbeda dengan anak-anak muda
yang merasa hidupnya sudah berada diatas kemapanan
tertentu, maka Manggada dan Laksana ingin menjangkau
kesempatan yang lebih banyak lagi.
Seperti saat-saat Manggada dan Laksana minta diri
meninggalkan rumah itu untuk pergi ke Gemawang beberapa
saat yang lewat, maka Nyi Citrabawa merasa sangat berat
untuk melepas mereka. Tetapi nampaknya keinginan
Manggada dan Laksana sulit untuk dicegah lagi.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ngger" berkata Nyi Citrabawa "kau lihat anak-anak
sebayamu di padukuhan ini, atau di padukuhan Gemawang,
dapat be-kerjadengan tenangdirumah, disawah dan pategalan.
Mereka merupakan tiang-tiang penyangga kehidupan keluarga
dan padukuhannya. Tetapi kenapa kalian berdua menjadi
gelisah dan ingin menempuh satu pengembaraan yang
panjang?" "Ibu" jawab Laksana "pada suatu saat aku juga akan
kembali ke padukuhan ini. Demikian juga kakang Manggada
akan kembali ke Gemawang. Namun sebelum kami menetap
tinggal dan bekerja bagi lingkungan kami, sebenarnyalah kami
ingin melihat betapa luasnya tanah ini, meskipun aku sadar,
bahwa yang dapat aku lihat itu tentu hanya selebar daun kelor
dibanding dengan luasnya bumi.".
Nyi Ciirabawa itupun kemudian berpaling kepada Ki Pandi
yang menunduk. Perasaan Ki Pandi memang agak tergelitik
oleh sikap Nyi Citrabawa. Seperti yang dicemaskannya, akan
dapat terjadi salah paham, seolah-olah Ki Pandilah yang
mengajak kedua orang anak muda itu untuk mengembara.
Tetapi Ki Citrabawa itupun justru berkata "Baiklah. Jika
kalian ingin melihat-lihat sebagaimana pernah kalian lakukan
sebelumnya." Namun kemudian katanya kepada Ki Pandi "Aku
titipkan anak-anak ini kepada Ki Pandi. Mudah-mudahan
pengembaraan mereka mendapat arti bagi hidupnya
mendatang serta bagi sesamanya. Kami akan selalu berdoa,
semoga Yang Maha Agung akan tetap melindungi mereka."
Nyi Citrabawa memang tidak menahan mereka lagi.
Sementara-Ki Pandi berkata "Aku akan berusaha sebaik-
baiknya dalam keterbatasanku Ki Citrabawa. Sebenarnya aku
juga sudah mencoba untuk menahan mereka untuk tetap
tinggal dirumah sementara aku akan minta diri, karena aku
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
masih mempunyai tugas yang belum terselesaikan. Tetapi
ternyata keduanya berkeras hati untuk tetap pergi untuk
melihat lingkungan yang lebih luas."
"Aku justru merasa beruntung, bahwa ketika keduanya
ingin pergi, Ki Pandi justru bersama mereka. Itu akan jauh
lebih baik daripada mereka pergi hanya berdua saja.
Kemudian mereka kadang-kadang dapat membuat mereka
kurang dapat mengekang diri."
Ki Pandi menarik nafas dalam-dalam. Tetapi didalam hati ia
berkata "Justru kepercayaan ini merupakan beban yang berat
bagiku, Untunglah kedua anak muda itu termasuk anak-anak
muda yang tidak terlalu sulit dikendalikan."
Demikianlah, maka Ki Citrabawa dan Nyi Citrabawa harus
melepaskan anak dan kemanakannya itu pergi. Yang membuat
mereka cemas adalah justru karena mereka mengetahui,
bahwa kedua-nya tidak sekedar mengembara menyusuri jalan-
jalan dan menghindari kesulitan yang dapaf timbul
diperjalanan. Tetapi sebagaimana yang pernah terjadi atas
mereka, adalah justru peristiwa yang dapat membahayakan
jiwa mereka. Ketika mereka meninggalkan rumah Ki Citrabawa, maka
bertiga mereka telah pergi ke sebuah hutan yang tidak terlalu
jauh. Di-hutan itu dahulu Manggada dan Laksana sering
berburu harimau untuk mendapatkan kulitnya. Kulit harimau
itu biasanya dibeli oleh para pedagang dengan harga yang
cukup tinggi. Tetapi Ki Citrabawapun kemudian melarang mereka untuk
setiap kali memburu harimau, sehingga keduanyapun telah
menghentikan kegiatan mereka.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diperjalanan itulah Ki Pandi telah memperingatkan mereka
sekali lagi, bahwa mereka berdua agaknya sedang dalam
pengawasan seseorang. "Kita belum dapat memastikan, apakah ada hubungannya
antara orang itu dengan peristiwa yang terjadi di barak Wira
Sabet dan Sura Gentong. Terbunuhnya beberapa orang
berilmu tinggi kadang-kadang membuat persoalan berlarut-
larut. Mungkin ada orang yang tersinggung karenanya,
sehingga memahatkan dendam didalam hatinya. Dendam
itulah yang membuat tanah ini selalu dibayangi oleh
kekerasan, disamping sifat-sifat bujuk yang lain yang dapat
hinggap dihati seseorang."
Manggada dan Laksana mengangguk-angguk kecil. Tetapi
pesan Ki Pandi itu mereka perhatikan dengan sungguh-
sungguh. Benih itu akan dapat tumbuh dan berkembang di
hati yang pada da-sarnya memang merupakan ladang yang


Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

subur. Demikianlah, di hutan itu Ki Pandi sempat menemui kedua
ekor harimaunya. Berbicara dengan bahasa yang tidak
dimengerti oleh Manggada dan Laksana.
Namun kemudian Ki Pandipun berkata "Aku berharap
bahwa keduanya bersedia tinggal dihutan ini untuk beberapa
lama. "Di hutan ini banyak terdapat binatang buas Ki Pandi."
berkata Manggada." "Kedua ekor harimauku ini memiliki sedikit kelebihan.
Mereka dapat menghindari perkelahian. Tetapi jika hal itu
harus terjadi, maka keduanya dapat melakukan yang tidak
dapat dilakukan oleh jenis-jenis binatang buas yang lain."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Manggada dan Laksana mengangguk-angguk. Namun
mereka meyakini kata-kata Ki Pandi yang sudah bergaul
dengan kedua ekor harimaunya untuk waktu yang lama.
Ketiga orang itu bermalam di hutan itu. Manggada dan
Laksana yang pernah tinggal dihutan sebulan penuh sama
sekali tidak merasa canggung tidur di atas pepohonan.
Merekapun tidak canggung pula berburu untuk mendapatkan
makan malam mereka. "Baru dihari berikutnya, menjelang matahari terbit, setelah
mereka mandi disebuah mata air, maka merekapun
meninggalkan hutan itu. Demikian keduanya keluar dari hutan itu, maka dilihatnya
cahaya matahari yang membayangi di langit. Kemerah-
merahan. Semakin lama semakin cerah.
Ki Pandi yang sudah berpengalaman telah mengajak
mereka untuk menentukan arah perjalanan. Meskipun mereka
tidak mempunyai rencana tertentu, namun sebaiknya mereka
tidak berjalan asal melangkahkan kaki mereka.
"Bagaimana pendapat Ki Pandi jika kita melihat keadaan di-
seberang hutan Jatimalang sepeninggal Panembahan Lebdagati?" Ki Pandi menarik nafas dalam-dalam. Tetapi iapun
kemudian bertanya kepada diri sendiri "Sepeninggal Panembahan Lebdagati yang berilmu hitam itu?"
Manggada yang mendengar kata-kata itu justru menyahut
"Ya. Apakah Ki Ajar Pangukan masih berada ditempatnya?"
Ki Pandi termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
katanya "Dapat saja jika kita memang ingin singgah."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, sekedar singgah. Agaknya kita memang tidak akan "
Menjumpai apa-apa lagi disana. Panembahan Lebdagati sudah
meninggalkan padepokannya dan mengembara dari satu
tempat ke tempat yang lain."
"Panembahan itu sudah kehilangan kesempatan yang telah
dirintisnya sejak lama dengan mengorbankan gadis-gadis.
Satu kali purnama lepas dari padanya, maka ia harus
mengulanginya lagi dari awal. Agaknya Panembahan itu sudah
tidak mungkin lagi untuk memulainya, sehingga ia telah
mencari jalan lain yang dianggapnya lebih pendek daripada
mengorbankan gadis-gadis disetiap bulan purnama. Karena ia
sudah kehilangan waktu yang panjang, sejak kita menggagalkannya dan merebut anak Ki Wiradadi itu."
Manggada dan Laksana mengangguk-angguk. Namun
reneana untuk singgah dilingkungan seberang hutan Jati-
malang sangat menarik bagi mereka. Mungkin perubahan-
perubahan sudah dan sedang berlangsung disana.
Manggada dan Laksana mengangguk-angguk. Namun
rencana untuk singgah dilingkungan seberang hutan
Jatimalang sangat menarik bagi mereka. Mungkin perubahan-
perubahan sudah dan sedang berlangsung disana.
Dengan demikian, maka mereka telah mengarahkan arah
perjalanan mereka. Mereka akan melihat, apakah kehidupan di
kaki Gunung Lawu itu sudah banyak mengalami perubahan
atau belum. Namun mereka tidak tergesa-gesa. Mereka tidak mempunyai satu kepentingan tertentu di seberang hutan Jati,
selain sekedar ingin melihat kembali lingkungan itu.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena itu, maka mereka berjalan sambil melihat-lihat.
Padu kuhan, sawah, pategalan, sungai dan hijaunya
pepohonan. Ketika mereka melewati sebuah pasar, maka Laksanapun
berniat untuk singgah sebentar disebuah kedai dipinggir pasar
itu. "Aku ingin minum dan makanan hangat" desis anak muda
itu. Manggada tersenyum. Ketika ia berpaling kepada Ki Pandi,
sebelum Manggada bertanya kepadanya, maka Ki Pandi itu
sudah mengangguk sambil berkata "Bukankah aku hanya
mengikuti kalian ?" Manggada tersenyum. Katanya "Baiklah. Kita singgah
sebentar." Demikianlah, maka mereka bertiga telah singgah disebuah
kedai yang tidak terlalu besar.
Meskipun demikian, agaknya kedai itu menyediakan makanan
dan minuman yang baik, sehingga karena itu, maka kedai
itu menjadi cukup ramai. Dalam kesibukan menghirup
minuman dan mengunyah makanan, tiba-tiba wajah Ki Pandi berkerut. Ia melihat lagi
orang yang dilihatnya mengikuti perjalanan Manggada dan
Laksana ketika mereka mengantar Ki Citrabawa dan isterinya.
Orang yang juga pernah dilihatnya di dekat rumah Ki
Citrabawa. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi Ki Pandi tidak sempat menunjukkannya kepada
Manggada dan Laksana karena orang itu hanya lewat dan
berhenti sejenak di depan kedai itu.
Namun nampaknya orang itu tidak seorang diri.
Meskipun orang itu sudah tidak nampak lagi, namun Ki
Pandi telah memberitahukan juga kepada Manggada dan
Laksana, bahwa orang yang pernah dikatakannya mengamati
perjalanan mereka itu baru saja lewat didepan kedai itu.
"Kenapa Ki Pandi tidak menunjukkan kepada kami ?"
"Orang itu hanya lewat. Ketika aku berniat untuk
mengatakan kepada kalian, orang itu sudah tidak nampak
lagi." "Kita akan mencarinya. Mungkin ia masih berada disekitar
tempat ini" berkata Laksana.
Tetapi Ki Pandi itu menggeleng. Katanya "Kita tidak perlu
bersusah payah mencarinya."
"Tetapi menurut Ki Pandi, orang itu berbahaya bagi kita"
sahut Laksana. "Ya. Tetapi tanpa mencarinya , orang itu tentu akan datang
lagi kepada kita. Nanti, esok atau lusa. Mereka tentu akan
selalu mengikuti kalian berdua. Namun setelah mereka
mengetahui bahwa aku selalu bersama kalian, maka akupun
akan ikut mereka awasi."
"Apakah Ki Pandi tidak keliru " Justru Ki Pandilah yang
diikutinya." desis Manggada.
"Agaknya memang suatu kemungkinan. Tetapi yang sempat
mereka temukan dahulu adalah kalian berdua. Orang itu
memperhitungkan, bahwa dengan mengikuti kalian berdua,
maka kalian akan membawanya kepadaku."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ternyata perhitungannya benar" desis Laksana.
Ki Pandi mengangguk-angguk. Setelah merenung sejenak,
maka Ki Pandi itupun berdesis "Memang masuk akal. Tetapi
semua itu baru merupakan dugaan-dugaan. Meskipun
demikian aku kira pada suatu saat, kita akan mengetahui,
apakah sebenarnya yang dikehendakinya."
Manggada dan Laksana mengangguk-angguk. Mereka
masih menghirup minuman dan mereka bahkan mulut mereka
masih juga mengunyah makanan.
Sementara itu Ki Pandi mulai membayangkan kembali orang
yang pernah dilihatnya. Ketika ia melihat orang itu didekat
rumah Ki Citrabawa, maka orang itu seakan-akan tidak
memperhatikan. Tetapi Ki Pandi tidak ingin pening memikirkan orang itu. Ia
berharap bahwa suatu ketika ia mendapat kejelasan.
Dalam pada itu, setelah Manggada membayar harga
makanan dan minuman, mereka bertigapun keluar dari kedai
itu dan berjalan searah dengan orang yang telah dikenali Ki
Pandi. Namun mereka sudah tidak melihat lagi orang itu.
"Mungkin orang itu salah seorang saudara seperguruan
Sura Gentong atau saudara-saudara seperguruannya." berkata
Manggada. "Jika demikin, kenapa mereka tidak mencari ayah ?"
bertanya Laksana. Namun nada pertanyaannya memang
mengandung kecemasan. Laksana benar-benar memikirkan
keadaan ayahnya. "Sudahlah" berkata Ki Pandi." Kita tidak dapat memecahkan
teka-teki itu." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan demikian, maka perjalanan mereka bertiga sama
sekali tidak terpengaruh oleh kehadiran orang yang tak dikenal
itu. Siapapun mereka, maka ketiga orang itu melanjutkan
perjalanan ke arah hutan Jatimalang.
Perjalanan mereka memang perjalanan yang panjang.
Meskipun Manggada dan Laksana teringat juga kepada Ki
Wiradadi, namun mereka tidak ingin singgah kerumah itu.
"Jika kita harus singgah dimana-mana, maka kita tidak akan
sampai dihutan Jatimalang." berkata Manggada.
Laksana mengerutkan dahinya. Tetapi sebelum ia
mengucapkan sesuatu, Manggada telah mendahuluinya "Anak
gadis Ki Wiradadi itu ?"
"Ah, tidak." jawab Laksana.
Manggada tertawa. Sementara Laksana melemparkan
pandangan matanya jauh-jauh.
Ki Pandi sempat tersenyum juga mendengar pembicaraan
kedua orang anak muda itu. Namun ia tidak berkata sesuatu.
Demikianlah, maka merekapun berjalan semakin jauh.
Matahari yang kemudian melewati puncak langit, panasnya
bagaikan membakar kulit. Namun perjalanan mereka selanjutnya sama sekali tidak
terganggu. Juga ketika mereka berhenti untuk minum dan
makan disebuah kedai. Menjelang malam, ketiga orang itu memasuki sebuah
padukuhan. Bertiga mereka berniat untuk menumpang
bermalam di banjar padukuhan itu.
Tetapi ketiga orang itu merasa aneh. Padukuhan itu
nampak sepi. Pintu-pintu rumah sudah tertutup dan gardu-
gardupun tidak terisi. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mungkin masih terlalu sore untuk berada di gardu "
berkata Manggada. "Mungkin" sahut Ki Pandi "tetapi regol-regol halaman dan
bahkan pintu-pintu rumah sudah tertutup rapat."
"Seperti padukuhan Gemawang sebelum barak Wira Sabet
dan Sura Gentong di kuasai." berkata Laksana.
"Ya" sahut Manggada "apapun yang terjadi ditempat ini,
tentu ada yang tidak wajar."
Ki Pandi mengangguk-angguk mengiakan. Namun ia tidak
berkata sesuatu. Ia berjalan saja menelusuri jalan padukuhan.
Beberapa saat kemudian, ternyata mereka telah berada di-
depan banjar padukuhan. Namun nampaknya banjar
padukuhan itu juga nampak sepi.
Dengan agak ragu ketiga orang itu melangkah memasuki
banjar padukuhan. Mungkin mereka dapat bertemu dengan
penunggu banjar itu. Seperti yang mereka duga, maka dibelakang banjar itu
tinggal sebuah keluarga kecil. Ia bertugas untuk menunggu
dan memelihara banjar milik padukuhan itu.
Meskipun nampak ragu-ragu, namun ketiga orang itu
dipersi-lahkan masuk kerumahnya yang tidak begitu besar.
Ki Pandilah yang minta kepada penunggu banjar itu untuk


Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diijinkan bermalam barang semalam saja dibanjar itu.
Penunggu banjar itu termangu-mangu sejenak. Nampak
keraguan semakin bergejolak didadanya. Namun agaknya
penunggu banjar itu tidak sampai hati untuk menolak
permintaan ketiga orang yang minta ijin untuk menginap itu.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Siapakah sebenarnya ki sanak bertiga ini ?" bertanya
penunggu banjar itu. "Kami adalah pengembara yang menyusuri jalan-jalan yang
panjang" jawab Ki Pandi.
"Untuk apa " Jika kalian melakukan sesuatu, kalian tentu
mempunyai maksud tertentu" bertanya penunggu banjar itu.
"Benar Ki sanak" jawab Ki Pandi "kedua kemenakanku ini
ingin memperluas pengalaman hidupnya. Mereka ingin melihat
tempat-tempat yang jauh yang belum pernah dilihatnya.
Mereka ingin melihat tatanan kehidupan yang beraneka di
tanah ini." Penunggu banjar itu mengangguk-angguk. Dengan nada
rendah ia berkata "sebenarnya kami tidak berkeberatan. Para
pejalan dan barangkali juga pengembara, bermalam di banjar
ini. Tetapi kalian datang pada saat yang kurang baik."
Ki Pandi termangu-mangu sejenak. Namun rasa-rasnya ia
mendapat jalan justru untuk menanyakan, apa yang sedang
terjadi di padukuhan itu.
Karena itu, maka Ki Pandi itupun bertanya "Apa yang
sebenarnya terjadi disini ?"
Penunggu banjar itu memandang Ki Pandi dan kedua orang
anak muda yang menyertainya itu dengan tajamnya. Namun
orang itupun berkata "Siapakah nama kalian ?"
"Orang memanggilku Ki Pandi. Kedua kemenakanku ini
adalah Manggada dan Laksana."
Penunggu banjar itu mengangguk-angguk. Sementara itu Ki
Pandilah yang bertanya "Apakah aku diperkenankan mengenal
nama Ki sanak ?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang itu menarik nafas panjang. Jawabnya "Namaku
Kerta. Orang memanggilku Kerta Banjar, karena dipadukuhan
ini ada tiga orang yang bernama Kerta."
Ki Pandipun mengangguk-angguk. Namun ia masih juga
bertanya "Tetapi tadi Ki Kerta mengatakan bahwa kami datang
pada waktu yang kurang baik."
"Ya, Ki Pandi "jawab penunggu banjar itu "dalam waktu
terakhir ini, padukuhan kami sedang dibayangi oleh ancaman
yang mencemaskan seisi padukuhan."
"Apa yang telah terjadi ?"
"Dipadukuhan ini tinggal seorang yang sangat disegani oleh
para penghuni padukuhan ini. Ia seorang yang sangat baik. Ia
suka menolong sesama dan memberikan bantuan apa saja
yang dibutuhkan oleh orang banyak dalam batas kemampuannya." Ki Pandi mengangguk-angguk pula.
"Namun pada hari-hari terakhir ini, seorang berkuda telah
mencarinya. Seorang yang tidak dikenal." orang itu
melanjutkan. "Ia bertanya kepada orang-orang padukuhan ini dimana
orang yang baik itu tinggal. Orang-orang padukuhan ini yang
tidak tahu maksudnya telah menunjukkan tempat tinggal
orang yang dicarinya. Tetapi akhirnya kami mengetahui bahwa
orang yang mencarinya itu tidak berniat baik."
"Apa yang akan dilakukannya ?" bertanya Ki Pandi.
"Orang berkuda itu menantang untuk berperang tanding."jawab Ki Kerta Banjar.
"Apa yang ia kehendaki ?" bertanya Ki Pandi.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kami tidak mengetahuinya. Orang yang kami anggap
orang baik dan disegani seisi padukuhan inipun tidak mau
mengatakannya, persoalan apakah yang membuat orang
berkuda itu menantangnya untuk berperang tanding."
"Apakah keduanya masih terhitung muda, separo baya atau
justru sudah memasuki usia tua ?" bertanya Ki Pandi
kemudian. "Mereka sudah menjelang masa-masa tua. Orang yang
dihormati di padukuhan inipun sudah memasuki hari tuanya.
Rambutnya sudah mulai memutih. Demikian pula janggut dan
kumisnya." "Tetapi apakah orang berkuda itu mengganggu seisi
padukuhan ini ?" bertanya Ki Pandi.
"Tidak. Orang itu tidak mengganggu seisi padukuhan ini.
Tetapi tantangamitu membuat seisi padukuhan ini gelisah.
Kami sudah menyatakan keinginan kami untuk membantu.
Tetapi orang yang kami segani itu tidak menghendakinya. Ia
menganggap bahwa persoalan itu adalah persoalan pribadinya. Karena itu tidak sepantasnya, orang-orang
padukuhan ini melibatkan diri."
"Jika demikian, kenapa seisi padukuhan ini menjadi
ketakutan " Bukankah tantangan itu semata-mata ditujukan
kepada seseorang " "bertanya Ki Pandi.
"Tetapi seakan-akan orang itu telah menjadi bagian dari
kami, seisi padukuhan ini." jawab Ki Kerta Banjar.
"Siapakah nama orang yang disegani itu ?" tiba-tiba saja Ki
Pandi bertanya. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Penunggu banjar itu menjadi ragu-ragu pula. Namun
kemudian ia menjawab "Kami, seisi padukuhan ini
memanggilnya Ki Sambi Pitu."
"Sambi Pitu" Ki Pandi mengulang. Wajahnya nampak
berkerut. Tetapi kemudian ia menarik nafas dalam-dalam.
Hampir diluar sadarnya, Laksana bertanya "Ki Pandi
mengenal nama itu ?" " .
Ki Pandi menggeleng sambil menjawab "Tentu tidak. Yang
aku kenali tidak lebih dari tetangga-tetanggaku dan sanak-
kadangku." Laksana menarik nafas panjang. Tetapi ia tidak bertanya
lagi. Ki Pandilah yang kemudian berkata "Ki Kerta. Menurut
pendapatku, orang-orang padukuhan ini tidak usah merasa
ketakutan. Agaknya ancaman itu semata-mata hanya
ditujukan kepada Ki Sambi Pitu saja."
"Kami tidak dapat memisahkan diri kami dari orang tua
itu."jawab Ki Kerta Banjar.
"Seandainya orang-orang padukuhan ini sudah siap
membantu, kenapa mereka menjadi ketakutan?" bertanya Ki
Pandi. "Ki Sanak" berkata Ki Kerta Banjar "bukankah wajar, jika
terjadi benturan kekerasan, maka akan timbul ketakutan"
Bahkan orang-orang padukuhan ini terutama perempuan dan
anak-anak sudah menjadi ketakutan sejak beberapa hari yang
lalu." Ki Pandi mengangguk-angguk. Katanya "Tetapi bukankah
kehadiran kami tidak menambah kegelisahan yang terjadi di
padukuhan ini?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak. Tidak Ki Pandi" jawab Ki Kerta Banjar "jika kalian hanya ingin bermalam disini, silahkan. Tetapi jika kalian
mendengar derap kaki kuda itu, kalian jangan. terkejut."
"Apakah orang berkuda itu sering kali datang?" bertanya Ki
Pandi. "Ya. Tiba-tiba saja kami mendengar derap kaki kuda
menjelang tengah malam. Kuda itu berputar-putar di jalan-
jalan padukuhan. Namun kemudian derap kaki kuda itupun
menghilang." "Setiap malam?" bertanya Manggada.
"Tidak" jawab Ki Kerta "tetapi sering kali."
Manggada mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak bertanya
lagi. Dalam pada itu, maka Ki Kertapun kemudian telah
mempersilahkan tamunya untuk mengikutinya ke banjar. Ki
Kerta telah menunjukkan tempat bagi ketiganya untuk
bermalam. "Serambi ini memang kami sediakan bagi mereka yang
singgah dan bermalam di banjar ini" berkata Ki Kerta. Lalu
katanya pula "Di halaman samping terdapat pakiwan. Bawa
lampu minyak di sudut itu jika kalian ingin pergi ke pakiwan."
"Terima kasih Ki Kerta" jawab Ki Pandi.
Namun Laksana sempat bertanya "Apakah tidak ada anak-
anak muda yang bertugas ronda di banjar setiap malam?"
"Sejak orang berkuda itu berkeliaran di padukuhan, maka
anak-anak muda tidak meronda di banjar. Tetapi mereka
berkumpul di rumah Ki Bekel. Mereka merasa cemas bahwa
orang berkuda itu juga memusuhi Ki Bekel."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Pandi hanya mengangguk-angguk saja. Sementara Ki
Kerta kemudian berkata "Silahkan beristirahat Ki Sanak.
Mudah-mudahan kalian tidak merasa terganggu disini."
"Terima kasih Ki Kerta" jawab Ki Pandi.
Ki Kertapun kemudian meninggalkan ketiga orang itu dise-
rambi banjar yang disekat dengan dinding bambu. Diserambi
itu terdapat sebuah amben yang agak besar, diterangi sebuah
lampu minyak yang berkeredipan.
Sepeninggal Ki Kerta, maka mereka bertigapun bergantian
pergi ke pakiwan. Baru kemudian mereka duduk berbincang-
bincang sebelum mereka membaringkan tubuh mereka di
amben yang agak besar itu.
Tetapi sebelum mereka sempat berbaring, Ki Kerta telah
datang lagi sambil membawa minuman hangat serta nasi
beras gaga yang kemerah-merahan.
"Marilah Ki Sanak. Nasinya sudah dingin, tetapi sayurnya
sudah dipanasi. Silahkan minum dan makan seadanya."
"Kami sangat berterima kasih, Ki Kerta. Kami telah
membuat Ki Kerta dan keluarga Ki Kerta menjadi sibuk."
"Bukankah itu sudah merupakan tugas kami?" sahut Ki
Kerta. Ki Pandi, Manggada dan Laksana tidak ingin mengecewakan
kebaikan hati Ki Kerta. Karena itu maka merekapun telah
minum dan makan hidangan itu.
"Bukan sekedar agar tidak mengecewakan mereka" desis
Laksana "tetapi aku memang merasa lapar."
Manggada tersenyum. Katanya "Aku sudah menduga
melihat caramu makan."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah kau tidak lapar?" bertanya Laksana. Menggada
tertawa sambil berpaling kepada Ki Pandi.
Demikian mereka selesai makan, serta membenahinya dan
membawa mangkuk yang kotor ke rumah Ki Kerta, maka
mereka telah duduk di tangga banjar padukuhan itu.
Udara memang terasa lebih sejuk di luar daripada di
serambi yang disekat dengan dinding bambu itu.
Sementara itu, Ki Pandipun kemudian berkala "Aku tidak
dapat menjawab pertanyaan kalian dihadapan Ki Kerta,
apakah aku mengenal Ki Sambi Pitu. Sebenarnya aku sudah
mengenalnya meskipun tidak begitu akrab. Ia memang orang
yang baik. Bahkan aku ingin menemuinya dan menanyakan
siapakah yang dimaksud dengan orang berkuda oleh Ki Kerta
itu. "Apakah besok kita akan singgah?" bertanya Manggada.
"Ya. Jika kalian tidak berkeberatan, maka kita akan singgah
dirumah orang itu. Seharusnya orang seperti Ki Sambi Pitu itu
tidak mempunyai musuh. Jika ada orang yang mendendamnya
dan bahkan menantangnya untuk berperang tanding, maka
persoalannya agaknya sulit dimengerti."
Manggada dan Laksana mengangguk-angguk. Tetapi
mereka tidak bertanya lagi.
Ketika mereka sudah merasa lebih segar oleh sejuknya
udara malam, maka mereka bertigapun telah kembali kedalam
bilik mereka yang panas. Namun merekapun segera berbaring.
Tetapi mereka sudah berjanji, bahwa seorang diantara mereka
tidak boleh tidur, bergantian untuk sekedar berjaga-jaga
karena mereka berada ditempat yang asing.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Menurut persetujuan mereka, maka yang pertama-tama
berjaga-jaga adalah Laksana. Ia akan membangunkan
Manggada jika ia sudah menjadi sangat mengantuk lewat
tengah malam. Tetapi ketika Ki Pandi dan Manggada mulai memejamkan
mata mereka, maka tiba-tiba saja mereka mendengar derap
kaki kuda berlari kencang lewat jalan induk padukuhan itu.
Derap kaki kuda itu terasa bagaikan mengguncang tiang-tiang
banjar yang berdiri dipinggir jalan induk itu.
"Itulah yang dikatakan oleh Ki Kerta" desis Ki Pandi yang
kemudian bangkit dan duduk bersandar dinding.
"Mudah-mudahan perang tanding itu tidak terjadi malam ini
" berkata Manggada. "Ya" sahut Laksana "sehingga kita besok masih mempunyai
kesempatan untuk berbincang dan mengetahui, siapakah yang
telah menantangnya untuk berperang tanding."
"Tetapi orang yang menantangnya itu sudah sering
memacu kudanya berputar-putar di padukuhan ini. Namun
perang tanding itu masih juga belum terjadi." desis Manggada.


Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ki Pandi mengangguk-angguk. Tetapi ia justru menjadi
gelisah. Tiba-tiba saja ia berkata "Biarlah kalian tinggal disini. Aku
akan melihat, apa yang terjadi."
"Apakah Ki Pandi akan pergi kerumah orang itu?" bertanya
Manggada. "Ya" jawab Ki Pandi "tetapi aku tidak akan menemuinya
sekarang." "Apakah Ki Pandi sudah mengetahui letak rumahnya?"
bertanya Laksana. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Belum" jawab Ki Pandi "tetapi biarlah aku mencarinya. Kita
tahu arah derap kaki kuda yang lewat tadi. Jika kuda itu
berderap lagi lewat jalan ini, maka suara derap kakinya akan
dapat aku pergunakan sebagai ancar-ancar untuk menemukan
rumahnya yang agaknya juga berada ditempat yang mudah
diketemukan." Manggada dan Laksana mengangguk-angguk mengiakan.
Mereka menyadari, bahwa sebaiknya mereka memang tinggal
di banjar karena jika terjadi sesuatu mereka tidak justru
menjadi beban Ki Pandi. Demikianlah, maka sejenak kemudian, Ki Pandi telah
meninggalkan banjar itu dengan diam-diam. Ia menyelinap
keluar dari halaman dan berjalan dikegelapan.
Ki Pandi tahu bahwa seperti di banjar, maka gardu-gardu
perondanpun menjadi sepi.
Tetapi justru karena itu, tidak seorangpun yang dapat
ditanya, dimana rumah Ki Sambi Pitu. Bahkan seandainya ada
beberapa orang digardu, pertanyaan tentang letak rumah Ki
Sambi Pitu akan dapat menimbulkan persoalan.
Ki Pandi tertarik ketika ia mendengar lagi derap kaki kuda.
Ternyata sejenak kemudian maka derap kaki kuda di malam
yang sepi itu justru melingkar sehingga kuda itu seakan-akan
ingin menyusul perjalanan Ki Pandi.
Dengan cepat Ki Pandi berusaha untuk meloncati dinding
halaman yang tidak terlalu tinggi, sehingga demikian kuda itu
lewat, maka Ki Pandi sudah berada di balik dinding.
Namun demikian kuda itu berderap, maka Ki Pandipun
dengan cepat telah meloncat turun kembali di jalan dan berlari
menyusul derap kaki kuda itu.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi Ki Pandi tidak perlu berlari terlalu jauh. Ia
memperlambat larinya ketika ia menyadari bahwa kuda itu
sudah berhenti beberapa puluh langkah saja dihadapannya.
Ki Pandi menyadari, bahwa ia harus sangat berhati-hati.
Orang berkuda yang sudah berani menantang Ki Sambi Pitu
itu tentu orang yang berilmu sangat tinggi.
Karena itu, maka Ki Pandipun kemudian telah meloncat pula
ke halaman samping. Ia merasa lebih aman untuk mendekati
orang berkuda itu lewat halaman, menyusup diantara
beberapa batang pepohonan daripada lewat jalan yang
terbuka. Ki Pandi berhenti dihalaman sebelah. Dengan sangat
berhati-hati ia memperhatikan seseorang yang berdiri di
sebuah halaman yang tidak begitu luas, yang ditanami
beberapa batang pohon bunga ceplok piring dan bunga soka.
Baunya semerbak di malam hari.
Dari tempatnya bersembunyi Ki Pandi mendengar orang
yang berdiri di halaman itu berkata keras-keras tanpa ragu,
bahwa suaranya itu dapat didengar oleh tetangga Ki Sambi
Pitu "He, dengar Ki Sambi Pitu. Aku memperingatkanmu. Dua
malam lagi, aku menunggumu di bulak Parapat. Kita akan
membuat perhitungan sampai tuntas. Hutangmu harus kau
bayar bersama bunganya sekali."
Ki Pandi menarik nafas dalam-dalam. Agaknya dendam
membara dihati orang yang menantang Ki Sambi Pitu itu.
Dengan jantung yang berdebaran Ki Pandi melihat dari
halaman sebelah, pintu rumah itu terbuka. Sesosok tubuh
melangkah keluar dan berdiri di tangga sambil menjawab "Kau
selalu menggangguku Ki Lemah Teles. Sudah aku katakan,
bahwa dua malam lagi aku akan pergi ke bulak Parapat. Aku
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terima tantanganmu meskipun aku tidak pernah mengakui
mempunyai hutang apapun kepadamu."
"Jangan mengigau. Banyak orang yang tidak mengakui
hutangnya kepada orang lain atau sengaja melupakannya.
Tetapi orang yang mempunyai
piutang tentu bersikap lain."
"Terserah apa saja alasanmu. A ku tahu semuanya
itu sekedar kau pergunakan
untuk memancing perang tanding. Sudah aku katakan
bahwa kau tidak perlu memakai alasan apapun juga.
Kita akan berperangtanding
dibulak Parapat dua malam
mendatang. Sekarang pergilah, biar aku dapat tidur
nyenyak. Derap kaki kudamu
telah mengganggu dan membangunkan anak-anak yang tidur dipelukan ibunya.
Sementara mereka tidak tahu menahu tentang persoalan kita."
Orang yang disebut Ki Lemah Teles itu tidak menjawab. Ia-
pun melangkah keluar dari halaman dan langsung meloncat ke
punggung kudanya. Ketika kemudian sosok yang berdiri di tangga itu masuk
kembali kedalam rumahnya, maka Ki Pandipun telah
merenungi peristiwa yang dilihatnya itu
Ternyata Ki Pandi telah mengenal kedua orang yang
bermusuhan itu. Ia mengenal Ki Sambi Pitu. Iapun mengenal
Ki Lemah Teles pula. Dua orang yang berilmu sangat tinggi.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun yang tidak diketahuinya adalah sebab dari
pertengkaran di antara mereka berdua.
Tetapi Ki Pandi itupun segera menyadari dirinya, bahwa ia
berada di halaman orang. Karena itu maka iapun segera
beringsut meninggalkan tempat itu.
Ki Pandi itu menarik nafas dalam-dalam ketika ia
mendengar derap kaki kuda itu lagi. Ternyata Ki Lemah Teles
tidak segera pergi dari padukuhan itu. Tetapi kudanya masih
saja berlari-larian berputar-putar di jalan-jalan padukuhan.
"Orang aneh" desis Ki Pandi.
Karena itu, maka Ki Pandi itupun berjalan dengan hati-hati.
Ia harus memasang telinganya, agar ia tidak dengan tiba-tiba
saja bertemu, berpapasan di simpang tiga atau simpang
ampat atau didahului oleh orang berkuda itu.
Ketika Ki Pandi kemudian telah berada di banjar lagi dan
duduk diamben yang agak besar itu bersama Manggada dan
Laksana, maka iapun telah menceriterakan apa yang lelah
dilihatnya. "Bagaimana menurut pendapat Ki Pandi?" bertanya
Manggada "apa yang dimaksud dengan hutang Ki Sambi Pitu
kepada Ki Lemah Telcs itu?"
Ki Pandi menggeleng. Katanya "Aku tidak tahu. Tetapi
menurut Ki Sambi Pitu, agaknya Ki Lemah Telcs sekedar
mencari persoalan untuk menantangnya berperang tanding."
Manggada dan Laksana mengangguk-angguk kecil. Namun
Laksanapun kemudian bertanya pula "Apakah Ki Lemah Teles
menurut pengenalan Ki Pandi seorang yang jahat?"
Ki Pandi menggeleng. Katanya "Tidak. Ki Lemah Teles juga
bukan seorang yang jahat. Tetapi dua orang yang baik hati
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekalipun pada suatu saat akan dapat berselisih pendapat,
bertentangan kepentingannya atau justru mempunyai kepentingan yang sama terhadap sesuatu hal atau persoalan-
persoalan yang lain."
"Tetapi jika bukan persoalan yang mendasar, keduanya
tentu tidak akan memasuki perang tanding" berkata
Manggada. Ki Pandi mengangguk-angguk. Katanya "Ya. Tentu ada
persoalan yang mendasar. Karena itu, biarlah besok kita
singgah sebentar dirumah Ki Sambi Pitu."
Manggada dan Laksana mengangguk-angguk. Keduanya
memang menjadi tertarik oleh persoalan yang timbul diantara
orang-orang yang berilmu tinggi itu.
Namun kemudian Ki Pandipun berkata "Tidurlah, hari sudah
larut. Biarlah aku yang berjaga-jaga."
"Ki Pandi tentu letih. Biarlah kami berdua bergantian" jawab
Manggada. "Aku dapat tidak memejamkan mata selama sepekan terus-
menerus siang dan malam. Bahkan lebih." jawab Ki Pandi
sambil tersenyum. Manggada dan Laksana menarik nafas dalam-dalam. Tetapi
mereka percaya kata-kata Ki Pandi itu.
Karena itu, maka Manggada dan Laksanapun kemudian
telah berbaring di amben itu. Mereka masih sempat berangan-
angan sejenak. Namun kemudian keduanyapun telah tertidur
nyenyak. Pagi-pagi sekali ketiga orang itu sudah bangun. Mereka
segera mengisi jambangan untuk mandi bergantian. Sebelum
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
matahari terbit, ketiganya sudah siap untuk melanjutkan
perjalanan. Tetapi ketika mereka minta diri, Ki Kerta Banjar telah
mempersilahkan mereka minum minuman hangat. Rebus
ketela yang masih mengepulkan asap, baunya menyentuh
hidung Manggada dan Laksana.
Keduanya sempat berpandangan dan menahan senyum
dibibir mereka. Baru setelah mereka bertiga minum dan makan ketela
rebus itu, maka mereka telah dilepas oleh Ki Kerta Banjar
untuk melanjutkan perjalanan. Tetapi ketiga orang itu sama
sekali tidak mengatakan bahwa mereka ingin singgah dirumah
Ki Sambi Pitu. Ketiga orang itupun kemudian melangkah meninggalkan
banjar padukuhan. Matahari yang terbit, memancarkan
sinarnya yang cerah. Satu dua titik embun masih bergayutan
diujung dedaunan yang merunduk.
Manggada dan Laksana berjalan dibelakang Ki Pandi yang
melangkah berbongkok-bongkok. Burung-burung yang berkicau membuat suasana pagi menjadi gembira.
Orang-orang padukuhan itu yang sudah mulai turun ke
jalan-jalan, melihat ketiga orang itu dengan dahi berkerut.
Mereka yang akan pergi ke pasar atau pergi ke sawah,
menganggap Ki Pandi, Manggada dan Laksana sebagai orang-
orang asing. Namun ada di-antara mereka yang memang
menduga, bahwa ketiganya adalah pejalan yang telah
menginap di banjar padukuhan mereka.
"Tentu bukan orang berkuda itu" desis seseorang kepada
kawannya yang berjalan disampingnya sambil membawa
cangkul, karena keduanya memang akan pergi ke sawah.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Pandi dan kedua anak muda itu berjalan termangu-
mangu. Sekali-sekali jika tatapan mata mereka bertemu
dengan orang-orang padukuhan itu yang menandangi mereka,
maka merekapun telah menganggukkan kepala.
Seperti yang mereka rencanakan, maka merekapun telah
menyusuri jalan padukuhan menuju ke rumah Ki Sambi Pitu.
Kedatangan mereka di hari yang masih terhitung pagi itu
memang mengejutkan. Seorang yang rambutnya sudah ditumbuhi uban yang
keputih-putihan itu termangu-mangu sejenak ketika ia melihat
seorang yang berjalan terbongkok-bongkok memasuki
halaman rumahnya. "Ki Bongkok" desis orang itu.
"Apakah kau masih dapat mengenali aku, Ki Sambi Pitu?"
"Tentu, tentu Ki Bongkok. Marilah, naiklah" berkata Ki
Sambi Pitu. Ki Pandipun kemudian telah naik kependapa rumah Ki
Sambi Pitu yang tidak terlalu besar. Berbeda dengan pendapa
rumah pada umumnya yang berbentuk joglo, maka pendapa
rumah Ki Sambi Pitu yang tidak begitu besar itu dibuat dalam
bentuk limasan, sehingga kesannya menjadi lebih sederhana.
"Setelah mereka saling mempertanyakan keselamatan
masing-masing, maka Ki Sambi Pitu itupun bertanya "Ki
Bongkok. Aku merasa aneh bahwa tiba-tiba saja Ki Bongkok
telah mengunjungi aku. Apalagi hari masih sepagi ini."
Ki Pandi mengangguk-angguk kecil. Katanya "Aku minta
maaf, Ki Sambi Pitu, bahwa di hari yang masih pagi ini aku
sudah mengganggu ketenangan Ki Sambi Pitu."


Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak, Ki Bongkok. Aku sama sekali tidak merasa
terganggu. Aku senang mendapat kunjungan seseorang dihari
tuaku. Rasa-rasanya hidup menjadi semakin sepi. Tetapi
kedatangan Ki Bongkok membuat aku merasa bahwa aku tidak
hidup sendiri dan terasing disini."
"Bukankah sikap orang-orang padukuhan ini baik terhadap
Ki Sambi Pitu?" "Baik. Baik sekali. Aku merasa berada diantara keluarga
sendiri." Ki Sambi Pitu berhenti sejenak. Namun kemudian
katanya "Tetapi kunjungan Ki Bongkok yang datang dari dunia
yang pernah kami huni bersama, rasa-rasanya hidup ini masih
tersisa." "Bukankah bukan aku satu-satunya orang yang sering
berkunjung kerumah Ki Sambi Pitu?"
"Tidak ada, Ki Bongkok. Justru itu aku merasa bahwa
segala sesuatunya sudah lewat."
"Tentu tidak Ki Sambi Pitu. Aku yang kurang-lebih sebaya
dengan Ki Sambi Pitu merasa bahwa hidupku masih berarti.
He, bukankah itu tergantung kepada kita sendiri?"
"Ya. Ya. Aku juga mencoba memberi arti dari sisa hidupku
ini bagi tetangga-tetanggaku yang baik di padukuhan ini.
Tetapi karena rasa-rasanya kami datang dari dunia yang
berbeda, maka kehadiran seseorang dari dunia kita, membuat
aku sangat bergembira hari ini."
"Ki Sambi Pitu. Bukankah Ki Lemah Teles juga sering
berkunjung kemari?" "O" Ki Sambi Pitu mengangguk-angguk "Ya. Ki Lemah Teles
memang sering datang kemari. Tetapi ia lebih banyak
mengganggu daripada satu kunjungan seorang sahabat."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Pandi mengangguk-angguk. Namun kemudian iapun
berkata "Maaf, Ki Sambi Pitu. Apakah Ki Lemah Teles sering
datang mengganggu Ki Sambi Pitu?"
"Ya. Tetapi aku senang. Meskipun ia datang mengganggu,
tetapi justru karena itu, maka aku menganggap bahwa ia
masih menghargai aku yang pernah hidup di dunia pada
tataran yang sama dengan Ki Lemah Teles itu sendiri."
Ki Pandi mengangguk-angguk. Namun kemudian iapun
berkata "Apa saja yang dilakukan oleh Ki Lemah Teles
sehingga Ki Sambi Pitu merasa terganggu karenanya?"
Ki Sambi Pitu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
iapun tersenyum sambil berkata "Ki Lemah Teles masih selalu
mengajak bergurau dihari-hari tua."
Ki Pandi masih ingin bertanya lebih jauh. Tetapi Ki Sambi
Pitu telah lebih dahulu bertanya "Ki Bongkok, siapakah nama
kedua orang anak muda itu?"
"Mereka adalah kemanakanku, Ki Sambi Pitu" jawab Ki
Pandi. "Kau tidak usah berbohong kepadaku" desis Ki Sambi Pitu
"keduanya tentu bukan kemanakanmu."
Ki Pandi tertawa. Katanya "Siapapun mereka, tetapi mereka
sekarang bersamaku. Namanya Manggada dan Laksana."
Ki Sambi Pilu mengangguk-angguk sambil tersenyum.
Katanya "Anak-anak yang kokoh."
"Mereka ingin melihat-lihat tempat yang jauh yang belum
pernah dilihatnya. Semalam kami sampai di padukuhan ini.
Kami minta belas kasihan kepada Ki Kerta Banjar untuk
bermalam di banjar padukuhan."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Itu sebabnya, maka kalian sepagi ini sudah berada disini.
Tetapi siapakah yang memberitahukan kepada kalian bahwa
aku tinggal disini?"
"Suara kuda yang berderap mengelilingi padukuhan inilah
yang menuntun aku sampai ke rumah ini."
"Jadi kau tentu tahu apa yang telah terjadi."
Ki Pandi tidak ingkar. Karena itu, maka iapun mengangguk
sambil menjawab "Ya. Aku mendengar pembicaraan kalian.
Aku minta maaf atas keinginan tahuku itu."
"Tidak apa-apa. Setiap orang berhak mengetahuinya,
karena Ki Lemah Teles dengan sengaja berteriak-teriak."
"Karena persoalan yang kurang aku mengerti itulah, maka
aku memerlukan datang kepadamu pagi ini." berkata Ki Pandi
kemudian. Ki Sambi Pitu mengangguk-angguk. Katanya dengan nada
rendah "Apakah kau ingin tahu kenapa Ki Lemah Teles
menantang aku berperang tanding?"
Ki Pandi mengangguk kecil. Katanya "Ya. Menurut penda-
patku, kau dan Ki Lemah Teles tidak akan berbenturan
kepentingan. Kalian saling mengenal sejak lama. Seandainya
ada persoalan, tentu sudah kalian selesaikan sebelum rambut
kalian mulai ditumbuhi uban seperti sekarang ini."
Ki Sambi Pitu menarik nafas dalam-dalam. Wajahnya yang
semula nampak cerah, telah berkerut dan nampak
bersungguh-sungguh. "Ia menganggap aku berhutang kepadanya." berkata Ki
Sambi Pitu "sebelumnya ia memang tidak pernah menyebut-
nyebutnya. Namun tiba-tiba ia datang minta aku melunasi
hutangku dengan menantang untuk berperang tanding."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah yang dimaksud dengan hutang itu" "bertanya Ki
Pandi. "Itulah yang membuat aku bingung" jawab Ki Sambi Pitu.
"Ternyata kau terima tantangannya" desis Ki Pandi.
"Ya. Aku menganggapnya satu kehormatan bahwa ia masih
menghargai kemampuanku sama dengan dirinya." jawab Ki
Sambi Pitu. "Tetapi bukankah itu tidak bijaksana?" bertanya Ki Pandi.
"Justru aku merasa bahwa sisa hidupku masih berarti. Kalah
atau menang, hidup atau mati, tidak penting bagiku. Tetapi
aku masih sempat untuk menerima penilaian yang tinggi dari
Ki Lemah Teles. "jawab Ki Sambi Pitu.
Ki Pandi mengerutkan dahinya. Ternyata jalan pikiran Ki
Sambi Pitu dan Ki Lemah Teles hampir bersamaan justru di
hari tua mereka. Agaknya justru karena keduanya adalah
orang-orang penting dan dihormati, sehingga mereka merasa,
bahwa akhirnya mereka tercampak dan tidak berarti apa-apa
lagi bagi dunia yang pernah menjadi lingkungan .hidupnya
sebagai orang-orang berilmu tinggi.
Dalam pada itu, maka pembicaraan merekapun terputus.
Seorang pembantu dirumah Ki Sambi Pitu telah menghidangkan minuman panas bagi tamu-tamunya.
Untuk selanjutnya, Ki Sambi Pitu justru mencoba untuk
menghindari pembicaraan tentang tantangan Ki Lemah Teles
itu. Dipersilahkannya ketiga orang tamunya untuk minum.
Sementara itu, Ki Sambi Pitu mulai berceritera tentang masa
mudanya yang panjang serta masa muda Ki Pandi yang
bongkok itu menurut pengenalannya.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun tiba-tiba saja Ki Sambi Pitu bertanya "Dimana
binatang peliharaanmu itu" Kau sembelih ketika kau
kelaparan?" "Tentu tidak" jawab Ki Pandi "aku tinggalkan keduanya
disebuah hutan yang aku anggap aman bagi keduanya."
Ki Sambi Pitu tertawa. Katanya "Seharusnya kau mencari
lagi anak harimau, atau anak orang hutan atau bahkan anak
gajah, kau ajari binatang-binatang itu menurut segala
perintahmu" "Kau.." Ki Pandi tertawa, sementara Ki Sambi Pitu berkata
selanjutnya "Kau akan menjadi seorang raja di hutan,
karenakau akan dapat menguasai segala-galanya jika
binatang-binatang terkuat menjadi pendukungmu. Kau dapat
memaksakan kehendakmu terhadap seisi hutan karena
binatang-binatang yang lebih kecil dan lemah tidak akan
berani melawanmu." Ki Pandi tertawa semakin keras. Manggada dan Laksanapun
tertawa pula. Namun dengan demikian, maka Ki Pandi menjadi sulit untuk
mencari jalan kembali pada pembicaraan mereka tentang Ki
Lemah Teles. Apalagi Ki Sambi Pitu selalu berusaha
menghindari pembicaraan itu.
Karena itu, maka akhirnya Ki Pandi justru minta diri untuk
melanjutkan perjalanan mereka.
"Terima kasih akan kunjungan kalian" berkata Ki Sambi Pitu
"aku masih berharap bahwa kalian masih sudi singgah
dirumahku ini. Dengan kehadiran mereka yang sebaya dengan
aku, maka rasa-rasanya aku tidak terlalu terpisah dari
duniaku." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau sudah mendapatkan dunia yang baru, Ki Sambi Pitu"
berkata Ki Pandi "dunia yang lebih baik. Lebih sejuk dan tentu
te-rasadamai. Ternyata yang mengguncang kedamaian
hidupmu diduniamu yang baru itu adalah orang-orang yang
datang dari duniamu yang kau anggap sudah meninggalkanmu itu."
Ki Sambi Pitu mengerutkan dahinya. Ia nampak merenung.
Namun kemudian sambil menarik nafas ia berkata "Mungkin
kau benar Ki Bongkok. Tetapi kadang-kadang sulit bagi kita
untuk berbicara sekedar berpijak pada nalar."
Ki Pandi mengangguk. Katanya "Ya. Kau juga benar."
Demikianlah maka Ki Pandipun telah meninggalkan Ki Sambi
Pitu. Bertiga mereka menyusuri jalan keluar dari padukuhan
itu, memasuki bulak persawahan yang luas.
Matahari sudah menjadi semakin tinggi. Orang-orang yang
bekerja di sawah mulai berkeringat.
Dari ujung padukuhan terdengar suara orang menumbuk
padi. Lenguh anak lembu berbaur dengan tangis bayi yang
minta minum susu ibunya. Ki Pandi, Manggada dan Laksana berjalan menyusuri jalan
ditengah-tengah kotak-kotak sawah yang terbentang luas.
Seorang petani berdiri sambil meneguk air sejuk dari sebuah
gendi yang terbuat dari tanah liat.
Ternyata Ki Pandi sambil lalu sempat bertanya kepada
seseorang "Apakah Ki Sanak mengetahui, dimanakah letak
Bulak Parapat?" "Apakah Ki Sanak akan pergi ke sana?" bertanya orang itu.
"Ya" jawab ki Pandi.
"Untuk apa?" orang itu nampak keheranan.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak apa-apa. Sekedar melihat-lihat." jawab Ki Pandi.
Kening orang itu berkerut. Dengan nada tinggi ia berkata
"Bulak Parapat adalah nama sebuah hutan perdu yang
membentang dibawah bukit kecil itu."
Ki Pandi termangu-mangu sejenak. Seperti juga Manggada
dan Laksana ia mengira bahwa Bulak Parapat adalah sebuah
bulak persawahan sebagaimana sedang dilaluinya itu. Namun
ternyata Bulak Parapat adalah nama sebuah hutan perdu di
lereng bukit kecil, Namun Ki Pandi yang cepat berpikir itu segera menyahut
"Terima kasih Ki Sanak."
"Tetapi apa kepentingan kalian dengan Bulak Parapat?"
orang itu masih mendesak.
"Kami adalah pembuat gerabah dari tanah liat. Kami ingin
membuktikan, apakah benar kata orang, bahwa tanah liat di
Bulak Parapat lebih baik dari tanah liat dari tempat yang lain."
Ternyata jawab orang itu tidak disangka-sangka "Mungkin
keterangan itu benar. Bukit kecil itu seluruhnya terdiri dari
tanah liat yang warnanya merah agak keputih-putihan. Aku
tidak tahu, apakah itu termasuk tanah liat yang baik atau
bukan." "Dengan jari-jari kita dapat mengetahui, apakah tanah liat
itu baik atau tidak, lembut atau kasar, keras atau lentur."
sahut Ki Pandi. Orang itu mengangguk-angguk. Katanya "Jika ternyata
tanah liat di bukit itu baik, maka tempat itu tentu akan
menjadi ramai." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Terima kasih Ki Sanak" berkata Ki Pandi kemudian "aku
akan pergi ke bukit kecil itu untuk melihat, apakah tanah liat
disana cukup baik." Ki Pandipun kemudian mengajak Manggada dan Laksana
untuk meneruskan perjalanan. Namun orang yang telah
menunjukkan letak Bulak Parapat itu berkata "Jalan ini yang
harus kalian tempuh. Bukan kesana."
"Terima kasih Ki Sanak. Nanti kami akan pergi ke bukit itu.
Tetapi kami masih mempunyai sedikit kepentingan yang lain."
sahut Ki Pandi. Orang itu mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak bertanya
lagi. Ki Pandi, Manggada dan Laksana kemudian telah
meneruskan langkah mereka. Namun kemudian Ki Pandipun
telah membuat rencana. Pada saat perang tanding itu
dilaksanakan dua malam lagi, mereka bertiga akan berada di
Bulak Parapat itu. "Lalu kita sekarang akan pergi kemana" Tentunya kita
masih belum langsung menuju ke Jatimalang."
"Belum" jawab Ki Pandi. Lalu katanya kemudian "Bukankah
kita terbiasa tidur dimanapun juga. Jika kita ingin sedikit
bermanja-manja, kita dapat menginap di banjar padukuhan.
Tetapi, jika tidak, maka kita dapat saja tidur di pinggir hutan,


Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di pategalan atau bahwa di Bulak Parapat itu sekali."
Manggada dan Laksana mengangguk-angguk. Sebenarnya
mereka memang ingin segera melihat kembali hutan
Jatimalang, dan terutama lereng kaki Gunung Lawu
dibelakang hutan Jatimalang itu. Tetapi mereka sadar, jika
mereka memaksa juga untuk berangkat, Ki Pandi tentu akan
menjadi sangat kecewa. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena itu, maka Manggada dan Laksanapun tinggal
menurut saja, kemana Ki Pandi akan pergi.
"Kita masih mempunyai waktu" berkata Ki Pandi tiba-tiba
"untuk memanfaatkan waktu itu sebaik-baiknya, maka kita
tidak usah berada terlalu jauh dari hutan Bulak Parapat itu."
Demikianlah, sambil menunggu, Ki Pandi telah mengajak
Manggada dan Laksana menuju ke hutan kecil tidak begitu
jauh dari Bulak Parapat. Di hutan itu Ki Pandi telah
mempergunakan waktunya yang dua hari itu untuk
membimbing Manggada dan Laksana memperdalam ilmu yang
mereka miliki. Ternyata bahwa keduanya telah meningkat
semakin jauh dari dasar ilmu yang mereka warisi dari Ki
Citrabawa. Meskipun demikian, bagi Manggada dan Laksana,
ilmu yang mereka terima dari Ki Citrabawa merupakan alas
ilmu mereka yang kemudian berkembang semakin tinggi.
Selama dua hari ketiga orang itu keluar dari hutan. Mereka
memburu binatang dan membuat perapian. Meskipun mereka
tidak lagi melakukan Tapa Ngidang, namun ternyata yang dua
hari itu dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh
Manggada dan Laksana. Meskipun ketiga orang itu tidak berkepentingan langsung
dengan perang tanding yang bakal terjadi antara Ki Sambi Pitu
dengan Ki Lemah Teles, namun ternyata mereka ikut menjadi
tegang ketika saat-saat yang ditentukan itu tiba.
Ki Pandi yang sudah melihat-lihat hutan perdu yang disebut
Bulak Parapat itu dapat menduga, dimana perang tanding itu
akan dilakukan. Didalam lingkungan hutan perdu itu terdapat
sepetak tanah yang lebih lapang dari yang lain tidak ditumbuhi
pohon-pohon perdu dan bahkan semak-semak berduri.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sejak senja turun, maka Ki Pandi telah menempatkan
Manggada dan Laksana di antara pohon-pohon perdu yang
rapat, yang dapat melindungi mereka, sehingga tidak mudah
dilihat oleh orang yang lewat dekat mereka sekalipun.
Ki Pandi juga sudah mengajari, bagaimana mereka harus
mengatur pernafasan mereka, agar dapat menyerap bunyi
tarikan nafas mereka sedalam-dalamnya sehingga suaranya
tidak lebih dari gesekan daun-daun yang paling lembut.
Malam itu ternyata langit jernih. Yang nampak hanyalah
bintang-bintang yang berhamburan. Selembar awan tipis
terbang melintas dan lenyap di cakrawala.
Ketika malam menjadi semakin dalam, Manggada dan
Laksana mulai menjadi gelisah. Kulit mereka mulai terasa gatal
digigit nyamuk yang buas di hutan perdu itu.
Ki Pandi yang melihat gelagat itupun berkata "Belum tengah
malam. Kita harus sabar menunggu. Kesabaran merupakan
salah satu syarat bagi keberhasilan."
Manggada dan Laksana mengangguk-angguk. Sebenarnyalah menjelang tengah malam, maka mereka telah
mendengar derap kaki kuda memasuki hutan perdu itu.
Seperti yang diperhitungkan oleh Ki Pandi, maka orang
berkuda itu melintasi semak-semak dan gerumbul-gerumbul
perdu disela-sela batang ilalang, menuju ketempat yang lebih
lapang dari lingkungan disekitarnya. Beberapa saat kudanya
berputar-putar. Namun kemudian orang itu telah meloncat
turun dan mengikat kudanya pada pohon batang perdu
dipinggir tempat yang lapang itu.
Untuk beberapa saat, orang itu menunggu. Ketika ia mulai
gelisah, maka didengarnya suara tembang yang ngelangut.
Suara tembang itu seakan-akan menyelusuri hutan perdu yang
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak terlalu luas yang membentang didekat sebuah bukit
kecil. Orang berkuda yang berdiri termangu-mangu itupun tiba-
tiba saja telah berteriak "He, kau orang yang licik. Aku hampir
jemu menunggumu. Cepat, kemarilah. Aku tidak mempunyai
banyak waktu." Suara tembang itu masih terdengar. Semakin lama nadanya
seakan-akan menjadi semakin tinggi, melengking di sepinya
malam. Menggetarkan udara membentur lereng bukit.
Orang berkuda itu berteriak sekali lagi "Cepat, aku sudah
jemu menunggumu. Jika kau merasa ketakutan untuk
menerima tantanganku, maka datanglah berlutut dan mohon
ampun atas segala kesalahanmu. Maka hutangmupun akan
aku anggap lunas." Suara tembang itu menjadi semakin perlahan. Akhirnya
suara itupun berhenti sama sekali.
Ternyata beberapa saat kemudian, seseorang melangkah
mendekati orang yang datang berkuda itu. Manggada dan
Laksana yang melihat semuanya dari jarak yang tidak terlalu
dekat, segera dapat membedakan. Orang yang datang
berkuda itu tentu Ki Lemah Teles. Sedangkan orang yang
sempat melontarkan tembang itu tentu Ki Sambi Pitu.
Meskipun tidak ada bulan dilangit, namun keredipan bintang
dapat membantu Manggada dan Laksana melihat kedua orang
yang berdiri ditempat terbuka itu. Ternyata bahwa Ki Lemah
Teles adalah seorang yang bertubuh kecil, dapat disebut
pendek menurut ukuran yang wajar. Sementara Ki Sambi Pitu
adalah seorang yang ukuran tubuhnya sedang-sedang saja
sebagaimana orang kebanyakan.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nah" berkata Ki Lemah Teles "sekarang katakan, apakah
kau akan membayar hutangmu, atau kau akan mohon ampun
atau kita akan berperang tanding."
"Ki Lemah Teles" jawab Ki Sambi Pitu "sudah aku katakan,
bahwa tanpa alasan apapun kau dapat menantang aku untuk
berperang tanding. Karena itu, kau tidak usah menyebut-
nyebut tentang hutang itu, karena sebenarnya aku tidak
mengerti sama sekali, apa
yang kau maksud dengan hutangku dan yang sudah kau
sebut lebih dari seribu kali itu."
"Sudah aku katakan, orang
yang mempunyai hutang kadang-kadang dengan sengaja melupakannya atau
berpura-pura lupa." "Lupa atau berpura-pura
lupa atau apapun yang kau
katakan, sekarang aku minta
kau sebut, berapa hutangku
kepadamu dan atas dasar apa
kau nilai apa yang kau sebut
dengan hutang itu." berkata Ki
Sambi Pitu. Ki Pandi, Manggada dan Laksana masih harus menahan diri
serta mengatur pernafasan mereka, ahar kehadiran mereka
tidak diketahui oleh kedua orang yang akan berperang tanding
itu. Dalam pada itu, Ki Lemah Telespun kemudian berkata
"Baiklah. Jika kau ingin aku menyebut hutangmu." Ki Lemah
Teles berhenti sejenak. Lalu katanya pula "Kau ingat, ketika
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kita sama-sama muda, maka diantara kita berdiri seorang
gadis cantik, anak perempuan seseorang yang sama-sama kita
hormati, karena sikap lahir dan batinnya."
"Setan kau Lemah Teles. Kau masih mengungkit persoalan
itu" Persoalan yang sudah terjadi puluhan tahun yang lalu.
Sekarang rambut kita sudah memutih dan umur kita tinggal
sepanjang umur jagung, kau sebut lagi persoalan yang sudah
kita lupakan itu." "Jangan berkata seperti itu. Baru sekarang kau merasa
betapa getirnya akibat dari persoalan yang terjadi puluhan
tahun yang lalu itu."
"Peristiwa getir yang mana yang kau maksudkan?"
"Ternyata karena gadis itu kau curi dari sisiku, maka aku
harus menikmati perempuan lain."
"Siapa yang mencuri gadis itu" Gadis itu mencintai aku.
Tidak mencintaimu." Namun suara Ki Sambi Pitu merendah
"alangkah memalukan untuk berbicara tentang seorang gadis
pada saat rambut kita mulai beruban."
"Tetapi akibatnya terasa amat pahit. Karena aku harus
menikahi perempuan lain, yang baru kemudian aku ketahui,
bahwa menurut perhitungan hari kelahirannya dan hari
kelahiranku tidak sesuai, maka meskipun aku mempunyai tiga
orang anak, tetapi tidak seorangpun yang tinggal hidup.
Ketiga anakku meninggal pada umur yang berbeda-beda.
Seorang diantara mereka meninggal saat dilahirkan. Seorang
meninggal ketika berumur ampat belas tahun. Hanyut
disebuah sungai yang banjir. Sedangkan anakku yang satu
lagi, meninggal beberapa tahun yang lalu. ia terbunuh saat
anakku itu justru melindungi seorang pedagang yang sedang
dirampok. Anakku berdua dengan pedagang itu harus
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bertempur melawan lebih dari tujuh orang perampok yang
garang." suara Ki Lemah Teles merendah "sekarang aku hidup
sendiri." "Bukankah kau mempunyai cucu dari anakmu yang baru
saja meninggal itu?" bertanya Ki Sambi Pitu.
"Aku mempunyai dua orang cucu." jawab Ki Lemah Teles.
"Jika demikian, bukankah kau tidak sendiri" Kau dapat
hidup dengan kedua orang cucumu yang dapat kau anggap
sebagai anakmu." "Aku tidak dapat memiliki kedua cucuku itu." berkata Ki
Lemah Teles. "Kenapa?" bertanya Ki Sambi Pitu.
"Keduanya berada dirumah kakek dan nenek mereka.
Maksudku ayah dan ibu menantuku. Mereka orang-orang kaya
yang akan dapat menghidupi kedua cucuku itu jauh lebih baik
daripada keduanya hidup bersamaku."
"Bagaimana dengan isterimu?"
"Jika saja ia masih hidup, meskipun hari kelahirannya tidak
sesuai dengan hari kelahiranku, namun aku tentu tidak akan
menjadi kesepian seperti ini."
"Jadi kau mencari kesalahan atas kematian anak-anakmu
itu pada hari, kelahiranmu dan hari kelahiran isterimu?"
"Ya. Tetapi letak kesalahan sebenarnya adalah padamu.
Seandainya tidak kau rampas gadis itu. Ia akan menjadi
isteriku. Anak-anakku tidak akan mati dan cucu-cucuku tidak
akan diambil oleh keluarga menantuku."
"Kau sudah gila" geram Ki Sambi Pitu "aku juga kehilangan
segala-galanya. Aku justru menganggap nasibmu lebih baik
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dari nasibku. Aku dan isteriku, gadis yang pernah kau cintai
itu, tidak pernah mempunyai seorang anakpun. Kami belum
pernah merasakan kebahagiaan seorang ayah dan ibu yang
menimang anaknya. Apalagi kemudian isteriku itu mati muda
oleh penyakit yang tidak pernah aku ketahui sampai sekarang.
Nah, apakah kau masih akan menyebut aku mempunyai
hutang kepadamu?" "Jika kau tidak mempunyai anak itu karena salahmu. Kaulah
yang mandul. Dan perempuan itu mati karena hatinya tersiksa
oleh kesepiannya, sementara hidupmu kau habiskan merayapi
lereng gunung dan menyusuri sungai-sungai yang panjang.
Kau kira dengan caramu kau akan menjadi orang yang tidak
terkalahkan di-muka bumi ini."
"Kau kira aku meninggalkan isteriku untuk sekedar mencari
kesenangan, membiarkan ketamakan tumbuh subur didalam
hati atau keserakahan yang tidak terkendali" Aku pergi
kesegala sudut bumi untuk mencari seorang tabib yang
mampu menyisihkan kemandulan kami. Aku atau isteriku.
Tetapi semuanya sia-sia."
"Kau kira keluhanmu itu dapat meruntuhkan belas
kasihanku" Aku justru menganggap hutangmu semakin besar
karena kau telah menyia-nyiakan gadis yang kau rebut dari
sisiku ini." "Cukup, cukup" Ki Sambi Pitu tiba-tiba saja berteriak
"sekarang kau mau apa" Kau tidak usah mengungkit apapun
untuk menantang aku bertempur. Marilah, aku sudah siap.
Apakah kau ingin kita bertempur dengan senjata atau tidak
atau kita akan saling menggigit."
"Setan kau Sambi Pitulikur. Bersiaplah. Kita akan berperang
tanding dengan cara apapun sekehendak kita masing-masing.
Apakah kita akan bersenjata atau tidak atau dengan
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menaburkan tanah berpasir ke mata atau apapun caranya."
geram Ki Lemah Teles. Ki Sambi Pitu tidak menjawab lagi. Tetapi iapun segera
bersiap untuk bertempur. Demikianlah, maka sejenak kemudian, keduanya telah
saling berhadapan. Tidak seorangpun di antara mereka yang
bersenjata. Agaknya senjata juga bukan merupakan alat yang
paling penting bagi keduanya.
Ketika Ki Lemah Teles mulai bergeser sambil mengayunkan
tangannya, maka perang tanding itupun segera mulai.
Keduanya mulai dengan gerakan-gerakan lamban. Namun
pada setiap gerak, maka terasa seakan-akan getarannya
mengguncang udara Bulak Parapat.


Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Namun semakin lama gerak merekapun mulai menjadi
semakin cepat, meskipun getar ayunan serangan mereka
masih tetap mengguncang udara.
Beberapa saat kemudian, keduanya berloncatan saling
menyerang, menghindar dan berkisar. Keduanya memiliki
ketangkasan dan ketrampilan yang seimbang.
Untuk beberapa saat lamanya, Manggada dan Laksana
memperhatikan pertempuran itu. Tidak lebih dari dua orang
yang berkelahi dengan mengandalkan tenaga kewadagan
mereka semata-mata. "Ternyata mereka hanya bermain-main" berkata Manggada
dan Laksana didalam hatinya.
Tetapi pertempuran itu semakin lama menjadi semakin
sengit. Kedua-duanya mulai meningkatkan kemampuan
mereka. Selapis demi selapis.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Manggada dan Laksanalah yang menjadi tidak telaten.
Kenapa semuanya itu berjalan sangat lamban" Bukankah
mereka sudan saling mengetahui tataran kemampuan masing-
masing, sehingga jika mereka langsung melepaskan kemampuan puncak mereka, maka sentuhan tangan mereka
tidak akan dengan serta-merta membunuh lawannya karena
lawannya juga berilmu tinggi.
Tetapi Manggada dan Laksana tidak dapat mengatur kedua
orang yang sedang bertempur itu. Keduanya agaknya ingin
menja-jagi kemampuan mereka sendiri serta menilai kembali
tataran-tataran kemampuan yang agaknya sudah agak lama
tidak mereka pergunakan. Namun ketika darah didalam tubuh mereka mulai
memanas, maka pertempuran itu mulai berubah. Yang dilihat
Manggada dan Laksana tidak lagi sekedar dua orang yang
berloncatan dengan cepat serta ayunan-ayunan serangan
yang kuat dengan tenaga yang besar, tetapi mereka mulai
merasa sentuhan ilmu yang tinggi dari keduanya. Hentakan-
hentakan yang mengejut serta gerak yang tidak terduga,
bahkan menjadi semakin rumit, menunjukkan bahwa
keduanya memang berilmu tinggi.
Ketika kemudian mulai terjadi benturan-benturan, Manggada dan Laksana mulai menahan nafasnya. Ternyata
keduanya mulai merambah kedalam ilmu mereka masing-
masing. Manggada dan Laksana kadang-kadang terkejut bahwa
sesuatu telah terjadi. Keduanya kadang-kadang terlambat
menyadari, apa yang sebenarnya telah terjadi itu.
Bergantian Ki Lemah Teles dan Ki Sambi Pitu terdorong
beberapa langkah surut. Bahkan kemudian salah seorang dari
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka terlempar beberapa langkah. Tetapi dalam sekejap
orang itu telah berdiri tegak menunggu serangan berikutnya.
Kecepatan gerak kedua orang itu sulit untuk diikuti oleh
Manggada dan Laksana. Bahkan tiba-tiba saja tangan Ki
Lemah Teles telah mengguncang pertahanan Ki Sambi Pitu.
Tetapi dengan cepat Ki Sambi Pitu telah memperbaiki
keadaannya, justru dengan kecepatan yang tidak dapat diikuti
oleh tatapan mata Manggada dan Laksana, Ki Sambi Pitu telah
membalas serangan itu dengan serangan-serangan beruntun,
sehingga Ki Lemah Teles harus berloncatan mengambil jarak.
Tetapi pertempuran itupun kemudian telah berubah pula.
Ketika kedua belah pihak telah semakin sering disentuh oleh
serangan-serangan lawan, maka pertempuran itu justru mulai
menjadi lamban kembali. Keduanya tidak lagi berloncatan
seakan-akan tidak menyentuh tanah. Tetapi keduanya mulai
saling menyerang dengan kekuatan ilmu mereka yang
memancar meloncat dari dalam diri mereka masing-masing ke
arah lawan. Manggada dan Laksana menjadi semakin berdebar-debar.
Ia mulai melihat kebesaran nama kedua orang yang sedang
bertempur itu, justru ketika mulai bergerak dengan lamban.
Namun akhirnya, Ki Pandilah yang menjadi berdebar-debar
ketika ia melihat kedua orang itu justru seakan-akan berhenti
bertempur. Tetapi keduanya justru mulai duduk dengan kaki
dan tangan bersilang saling berhadapan.
"Apa yang terjadi ?" bertanya Manggada dan Laksana dida-
lam hatinya. Tetapi detak jantung mereka menjadi semakin cepat.
Bahkan kemudian seperti memukul-mukul dada mereka.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dari kedua orang yang duduk berhadapan itu, Manggada
dan Laksana melihat seakan-akan telah berloncatan kunang-
kunang kecil dari yang seorang hinggap kepada yang lain.
Tetapi semakin lama keduanya nampak menjadi letih.
Keduanya mulai goyah ketika dari kepala mereka nampak
seakan-akan mengepul asap putih tipis.
Tiba-tiba saja Ki Pandi berdesis "Keduanya mulai
bersungguh-sungguh. Itu sangat membahayakan mereka
masing-masing." "Apa yang akan Ki Pandi lakukan ?" Ki Pandi termangu-
mangu sejenak. Namun kemudian ia berbisik "Pertempuran
yang gila itu harus dihentikan, meskipun mungkin akibatnya
akan buruk bagiku." Manggada dan Laksana tidak segera mengerti maksud Ki
Pandi. Namun kemudian ternyata Ki Pandi telah mengambil
serulingnya. Iapun mulai duduk dengan menyilangkan
kakinya, mengangkat serulingnya dan meletakkannya dibibirnya. Sejenak kemudian terdengar alunan getar suara seruling Ki
Pandi. Nada-nada yang mengalir adalah nada-nada yang
geram, keras dan menghentak-hentak. Namun semakin lama
nada suara seruling itupun berubah. Iramanya juga berubah.
Semakin lama menjadi semakin lembut. Namun nadanya
meninggi menggeliat menggapai mega-mega yang mengalir
diwajah langit yang digayuti beribu bintang.
Manggada dan Laksana menjadi tegang. Merekapun tahu,
bahwa Ki Pandi adalah seorang yang berilmu sangat tinggi.
Ilmunya setatar dengan ilmu seorang Panembahan yang
ditakuti karena ilmunya yang tinggi, namun yang dibumbuinya
dengan ilmu hitam. Panembahan Lebdagati.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ternyata suara seruling itu berpengaruh atas kedua orang
yang sedang bertempur. Pemusatan nalar budi mereka
ternyata telah mulai terganggu oleh nada-nada dan irama
seruling yang ditiup oleh Ki Pandi itu.
Karena itu, maka Manggada dan Laksana justru tidak
melihat lagi kepulan asap putih yang tipis itu. Bahkan
kemudian loncatan-loncatan cahaya seperti kunang-kunang
kecil itupun semakin jarang dan memudar.
"Apa yang terjadi ?" bertanya Manggada dan Laksana dida-
lam hati. Sebenarnyalah suara seruling Ki Pandi telah mengoyak
pemusatan nalar budi kedua orang yang sedang bertempur
itu. Dengan demikian, maka kemampuan mereka melontarkan
ilmupun menjadi semakin menyusut.
Karena itu, maka kedua orang yang sedang bertempur itu
menjadi marah oleh gangguan suara seruling itu.
Seperti berjanji, maka kedua orang itupun telah saling
memberikan isyarat, menghentikan pertempuran. Kunang-
kunang kecil itupun kemudian berhenti sama sekali,
sedangkan asap tipis yang keputih-putihan itupun sudah tidak
nampak lagi diseputar kepala kedua orang yang sedang
berperangjtanding itu. Hampir berbareng, keduanya telah bangkit berdiri. Sejenak
mereka termangu-mangu. Namun kemudian Ki Sambi Pitupun
berteriak lantang "ki Bongkok. Kenapa kau mengganggu kami
" A ku sudah mengira bahwa kau akan hadir disini. Tetapi aku
tidak mengira bahwa kau telah mencampuri persoalan kami."
Ki Pandi masih saja meniup serulingnya. Sementara itu Ki
Lemah Teles itupun berteriak pula "He, bongkok buruk.
Kenapa kau datang juga ke tempat ini ?"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suara seruling Ki Pandipun semakin perlahan. Akhirnya
berhenti sama sekali. "Marilah, kita mendekat" berkata Ki Pandi kepada Mang-
gada dan Laksana. Manggada dan Laksana tidak menyahut. Tetapi dengan
jantung yang berdebaran mereka bangkit dan melangkah
mengikuti langkah Ki Pandi mendekati kedua orang yang
merasa terganggu itu. "Bongkok buruk. Jika kau masih suka mengganggu orang,
maka aku akan membunuhmu disini." geram Ki Lemah Teles.
Tetapi Ki Pandi tertawa pendek. Katanya "Kau tidak akan
dapat melakukannya Ki Lemah Teles. Kau sudah menjadi
lemah. Tenaga dalammu sudah terhisap habis dalam benturan
ilmu dengan Ki Sambi Pilu. Sebagai seorang yang berilmu
tinggi kau tentu dapat mengukur betapa tinggi ilmuku. Karena
itu, jika kita saling membunuh sekarang, aku tentu akan dapat
membunuhmu dengan mudah. Bahkan sambil meniup
serulingku, aku akan dapat membunuhmu. Melawan atau tidak
melawan." "Iblis kau " geram Ki Lemah Teles.
Namun Ki Pandi berkata "Tetapi bukankah kita tidak saling
membunuh ?" "Ki Pandi" berkata Ki Sambi Pitu "aku tahu bahwa kau tentu
akan datang kemari. Tetapi sebaiknya kau tidak mencampuri
urusanku dengan Ki Lemah Teles."
"Kalau yang kalian persoalkan itu benar-benar persoalan
yang mendasar, maka aku tidak akan mencampuri persoalan
kalian berdua. Tetapi setelah aku mendengar dari mulut
kalian, bahwa ternyata persoalan yang mendorong kalian
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk membunuh diri bersama-sama itu bukan persoalan yang
berarti, maka aku berusaha untuk mencegahnya. Sebaiknya Ki
Lemah Teles pulang saja dan mencoba menyusun alasan-
alasan yang lebih masuk akal untuk menantang seseorang
untuk berperang tanding. Atau dalam kenyataan yang hampir
saja terjadi, kalian berdua akan mati bersama-sama. Dengar,
mati tanpa arti sama sekali."
"Omong kosong" bentak Ki Lemah Teles "aku bertempur
untuk mempertahankan harga diriku sebagai laki-laki."
"Kau sudah terlambat puluhan tahun, Ki Lemah Teles. Yang
mendorong kau sekarang datang menantang Ki Sambi Pitu
sama sekali bukan harga dirimu sebagai seorang laki-laki.
Tetapi hari-hari tuamu yang sepi. Kau merasa bahwa di hari
tuamu kau sudah tidak berarti lagi, sehingga kau telah
berusaha menunjukkan, bahwa kau masih Ki Lemah Teles
yang dahulu." "Setan kau Bongkok. Sekarang aku tantang kau" geram Ki
Lemah Teles. Tetapi Ki Pandi menjawab dengan keras pula "Dengar. Jika
aku menerima tantanganmu, maka kau akan mati. Sementara
itu tidak akan ada orang yang menyalahkan aku, karena aku
membunuhmu dalam perang tanding. Karena itu, maka jika
kau masih ingin melawan hari tuamu dengan cara yang aneh-
aneh dan tidak masuk akal, datanglah kepadaku. Aku akan
menerima tantanganmu."
"Sudahlah" berkata Ki Sambi Pitu "aku dapat mengerti niat
baik Ki Pandi. Akupun sebenarnya menyadari, untuk apa aku
berperang tanding." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Lemah Teles termangu-mangu sejenak. Namun
kemudian iapun menarik nafas dalam-dalam sambil berkata
"Kata-katamu membuat jiwaku menjadi lemah."
"Kau masih punya kesempatan untuk merenunginya"
berkata Ki Pandi. "Mudah-mudahan nalarmu bertambah
bening di-hari tuamu."
Ki Lemah Teles tidak menjawab. Dengan kaki yang terasa
berat, ia berjalan menuju ke kudanya. Namun Ki Lemah Teles
harus mengakui, bahwa ia sudah terlalu banyak memeras
tenaganya, sehingga tubuhnya memang terasa menjadi
sangat lemah. Sejenak kemudian terdengar derap kaki kudanya mengumandang menggetarkan udara Bulak Parapatan yang-
membentang dikaki sebuah bukit kecil itu.
"Terima kasih, Ki Bongkok" desis Ki Sambi Pitu kemudian
"kau telah membebaskan aku dari persoalan yang tidak lebih
dari kegilaan yang mencengkam jantung Ki Lemah Teles.
Jiwanya yang sakit telah menyeret aku kedalam keadaan yang
serupa. Untunglah bahwa aku segera menyadari hal ini karena
kehadiranmu Ki Bongkok."
"Aku sekedar mengingatkanmu. Sementara kau sudah
menemukan pijakan baru dipadukuhan yang ramah itu. Kau
dianggap orang tua yang menjadi panutan. Jika saja orang-
orang padukuhan mengetahui apa yang kau lakukan malam
ini, maka mereka tentu akan ikut melibatkan dirinya dan
berdatangan kemari tanpa mengetahui bahaya sebenarnya
ada disini. Bukankah untuk beberapa lama padukuhan itu
dicengkam oleh ketegangan dan bahkan ketakutan karena
pokal Ki Lemah Teles yang setiap kali berkeliaran dengan


Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kudanya di padukuhan " Ketakutan yang amat sangat dapat
meledak menjadi tenaga yang luar biasa ibetsarnya."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku mengerti Ki Bongkok" Ki Sambi Pitu mengangguk-
angguk. "Tetapi apa pula kata orang-orang padukuhan jika mereka
juga tahu, bahwa yang terjadi adalah sekedar gejolak
perasaan orang yang kehilangan pegangan menjelang hari-
hari tuanya." Ki Sambi Pitu tersenyum. Katanya "Aku memang harus
menatap wajahku dipermukaan air tenang."
"Kau dapat melihat bahwa orang-orang tua padukuhan,
yang tidak pernah hidup dalam gejolak dunia yang lain, tidak
merasa kehilangan apa-apa."
Ki Sambi Pitu mengangguk-angguk pula. Katanya kemudian
"Baiklah. Aku akan berusaha meyakinkan diri pada pijakanku
sekarang ini. Meskipun demikian, aku minta Ki Pandi sekali-
sekali datang melihatku."
"Tentu" jawab Ki Pandi "aku yang masih saja berkeliaran ini
mempunyai kesempatan lebih banyak untuk berkunjung.
Tetapi aku masih mengemban beban yang tidak dapat aku
letakkan, meskipun aku sendiri yang memungut beban itu dan
membawa dialas bongkokku ini kemana aku pergi."
"Apakah aku boleh mengetahuinya ?" bertanya Ki Sambi
Pitu. "Setan yang menyebut dirinya Panembahan Lebdagati itu
masih berkeliaran." jawab Ki Pandi.
Ki Sambi menarik nafas dalam-dalam. Dengan suara serak
ia bertanya "Dengan burung-burung Elangnya ?"
"Ya." jawab Ki Pandi.
"Baiklah Ki Pandi" berkata Ki Sambi Pitu "jika saja aku
mendapat kesempatan untuk mengetahui, sengaja atau tidak
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sengaja, aku akan memberitahukan kepadamu. Tetapi dimana
aku dapat menemuimu ?"
Ki Pandi tertawa. Katanya "Rumahku terbentang seluas
atapnya. Langit." "Aku mengerti" desis Ki Sambi.
"Akulah yang akan singgah dirumahmu setiap kali." berkata
Ki Pandi. Demikianlah, maka Ki Pandipun telah minta diri. Ia akan
melanjutkan perjalanannya. Tanpa menyembunyikan arah
perjalanannya ia berkata "Dibelakang hutan Jatimalang itulah
aku pernah menemukan sebuah padepokan yang dibangun
oleh Panembahan Lebdagati. Tetapi setelah padepokan itu
hancur, Ki Lebda-gati justru berkeliaran kemana-mana."
"Hubungi aku jika kau memerlukan. Setiap saat aku
bersedia membantumu. Justru kesempatan untuk tetap
merasa diriku berarti." berkata Ki Sambi Pitu.
Dalam pada itu, Manggada dan Laksanapun telah minta diri
pula kepada Ki Sambi Pitu. Sambil menepuk kedua orang anak
muda itu, Ki Sambi Pitu berkata "Kalian merupakan harapan
masa depan bagi Ki Bongkok. Tetapi beruntunglah Ki Bongkok
yang menemukan kalian berdua" Ki Sambi Pitu berhenti
sejenak. Dengan ujung kelima jari tangan kanannya Ki Sambi
menyentuh punggung kedua orang anak muda itu berganti-
ganti. Kemudian memijit-mijit pundak mereka dan menyentuh
lambung. Kemudian katanya "Jika Ki Bongkok datang kemari,
aku harap kalian juga ikut bersamanya."
"Baik Ki Sambi Pitu" jawab Manggada dan Laksana hampir
berbareng. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, maka sejenak kemudian, Ki Pandi dan kedua
anak muda yang menyertainya itu telah melangkah
meninggalkan Ki Sambi Pitu yang berdiri termangu-mangu
seorang diri. Namun Ki Sambi Pitu itupun segera melangkah
pergi, kembali pulang ke-rumahnya.
"Nampaknya orang bongkok itu masih saja tidak membuat
tempat tinggal yang tetap menjelang hari-hari tuanya."
berkata Ki Sambi Pitu kepada dirinya sendiri. Tetapi kemudian
ia berkata pula "Meskipun demikian, ia dapat meletakkan masa depannya
pada kedua anak muda yang dibawanya. Nampaknya
keduanya adalah anak-anak baik, kokoh dan cerdas. Tetapi
aku tidak dapat merasa iri akan keberuntungannya itu."
Sambil menundukkan kepalanya, Ki Sambi Pitu itupun
melangkah menyusuri Bulak Parapat kembali ke padukuhan.
Dalam perjalanan itu ia merasakan bahwa tubuhnya
menjadi sangat letih. Kekuatan dan tenaganya memang serasa
terkuras dalam perang tanding melawan Ki Lemah Teles.
Perang tanding yang tidak ada artinya sama sekali. Baik bagi
dirinya sendiri, apalagi bagi orang banyak.
"Seperti dikatakan Ki Bongkok" desis Ki Sambi Pitu "jika
perang tanding itu diteruskan, dan kami berdua atau salah
seorang diantara kami mati, maka kematian itu adalah sia-sia."
Sementara itu, Ki Pandi, Manggada dan Laksana telah
berjalan meninggalkan Bulak Parapat. Tetapi merekapun
kemudian telah berhenti ditepi hutan perdu itu untuk
beristirahat. Meskipun mereka tidak terlibat sama sekali dalam
perang tanding itu, tetapi ketegangan selama mereka
mengikuti peristiwa di Bulak Parapat itu membuat mereka
menjadi letih. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan nada berat Ki Pandipun berkata "Besok kita
melanjutkan perjalanan menuju ke hutan Jatimalang untuk
melihat perkembangan lingkungan di kaki Gunung Lawu,
dibelakang hutan itu."
"Apakah kita akan singgah dirumah Ki Ajar Pangukan ?"
bertanya Laksana. "Ya." jawab Ki Pandi dengan serta-merta "aku pernah
tinggal bersamanya untuk ikut membayangi padepokan
Panembahan Lebdagati itu."
"Tetapi apakah Ki Ajar masih berada ditempat yang
dahulu?" "Tetapi apakah Ki Ajar masih berada ditempat yang
dahulu?" bertanya Laksana pula.
"Mudah-mudahan Ki Ajar Pangukan masih tinggal digubug-
nya itu. Nampaknya ia sudah kerasan tinggal disana." jawab Ki
Pandi. Di dini hari ketiga orang itu sudah bersiap. Mereka mencuci
muka di sebuah sungai kecil yang mengalir dipinggir hutan
perdu itu. Agaknya Laksana merasa malas untuk berburu binatang.
Dengan nada berat ia berkata "Kita cari makan di kedai saja
nanti." Ki Pandi tertawa.-Katanya "Berburu dikedai agaknya lebih
mudah dari berburu dipadang perdu ini."
"Bukankah kita mempunyai senjata yang baik untuk
Pendekar Tongkat Dari Liongsan 3 Pedang Inti Es Peng Pok Han Kong Kiam Karya Okt Kisah Si Pedang Kilat 2
^