Pencarian

Rahasia Lukisan Kuno 3

Rahasia Lukisan Kuno Seri Pendekar Cinta Karya Tabib Gila Bagian 3


sederhana dengan beberapa buah kursi yang terbuat dari kayu. Di atas meja itu hanya terlihat
sebuah mangkok kayu berisi salju yang mulai mencair.
Di sebelah kiri ruangan ini, terlihat sebuah ruangan lain yang ditutupi sehelai kain seukuran
pintu. Tidak ada ruangan lain, kelihatannya ruangan di sebelah kiri berfungsi sebagai kamar
tidur. Selagi Li Kun Liong menatap sekeliling ruangan, dari balik ruangan di sebelah kiri muncul
sesosok tubuh seorang gadis muda, gadis tersebut ternyata adalah Kim Bi Cu. Rupanya arah
yang di tempuh Li Kun Liong dalam mengejar Kim Bi Cu benar dan ttik bayangan yang ia lihat
tadi memang Kim Bi Cu adanya.
Ketika berlari meninggalkan markas Hoa-San-Pai, Kim Bi Cu tidak memperdulikan arah hingga
akhirnya ia tersesat dan memutuskan untuk bermalam di pondokan yang ia temukan. Saat itu
ketika Li Kun Liong memasuki pondokan, sebenarnya ia sedang membereskan ruangan tidur.
Masing-masing pihak terkejut melihat kehadiran masing-masing, tidak ada sepatah katapun yang
mereka ungkapkan. Dengan sorot mata menyesal, Kim Bi Cu menghampiri Li Kun Liong dan
berkata "Maafkan aku Kun Liong, aku telah membohongimu dan menyebabkan dirimu dituduh
macam-macam tapi sebenarnya aku tidak bermaksud demikian. Engkau tahu partai kami Mo-
Kauw dipandang sesat oleh kaum kangouw di Tong-Goan sehingga sewaktu kita bertemu tentu
saja aku tidak berani menceritakan asal-usulku sejujurnya kepadamu, aku takut begitu
mendengar diriku berasal dari Mo-Kauw engkau tidak akan mau jalan bersama."
Dengan nada pahit Li Kun Liong menjawab "Engkau tidak tahu, aku hampir binasa di tangan
partaimu, dua dari tiga orang yang datang tadi adalah mereka yang mengeroyokku secara
pengecut setahun yang lalu, masih untung aku bisa hidup sampai sekarang. Engkau benar kalau
aku tahu sejak dahulu bahwa engkau adalah putri ketua Mo-Kauw, aku pasti tidak akan
mengajakmu jalan bersama. Dendamku terhadap mereka yang mengeroyokku pasti akan kubalas
suatu saat." "Apakah mereka yang mengeroyokmu adalah pria yang berusia lima puluh tahun dan pria berusia
tiga puluh lima tahunan?"
"Benar, pria yang tertua aku sudah mengenalnya, dia sebenarnya adalah susiokku yang sudah
diusir dari perguruan."
"Pria yang satu lagi tersebut adalah toa-suhengku, murid pertama ayahku, namanya Ciang Gu
Sik, ilmu silatnya sangat lihai" kata Kim Bi Cu.
"Hmm, suatu hari nanti mereka pasti akan merasakan pembalasanku" kata Li Kun Liong geram.
Dengan mata sayu, Kim Bi Cu bergeser mendekat ke arah Li Kun Liong dan bertanya "Kun Liong,
apakah engkau mau memaafkanku?"
Li Kun Liong menghela nafas panjang dan menganggukkan kepalanya dengan lemah.
"Sebaiknya kita tidak perlu bertemu lagi, sudah cukup kesalahpahaman yang terjadi, antara aku
dan pihak Mo-Kauw sudah tidak bisa didamaikan lagi. Jadi untuk menghindari ha-hal yang tidak
di nginkan memenag sebaiknya kita tidak jalan bareng lagi."
Dengan wajah kecewa Kim Bi Cu menganggukkan kepala tanda setuju, dia memahami maksud
hati Li Kun Liong. Namun diam-diam hatinya merasa sedih tidak bisa bertemu lagi dengan pujaan
hatinya. Selama melakukan perjalanan bersama Li Kun Liong, hatinya sudah diserahkan kepada
Li Kun Liong sepenuhnya. Diam-diam ia memutuskan untuk menyerahkan hati dan tubuhnya kepada Li Kun Liong malam ini
sebelum kembali ke Persia. Memang partai Mo-Kauw terkenal sedikit sesat sehingga dibesarkan
di dalam lingkungan demikian, sedikit banyak sifat Kim Bi Cu terpengaruh dengan lingkungannya
yang bisa menghalalkan segala cara ntuk mencapai tujuan.
Namun Kim Bi Cu takut Li Kun Liong menolak maksud hatinya hingga dengan diam-diam tanpa
sepengetahuan Li Kun Liong, ia menaruh sejenis obat penambah gairah ke dalam mangkuk air
yang di minum Li Kun Liong. Efeknya segera kelihatan tak lama kemudian, Li Kun Liong merasa
sedikit gerah dan aliran darahnya berjalan cepat. Harum tubuh Kim Bi Cu yang duduk
disebelahnya mulai menganggunya. Kim Bi Cu berlagak tak tahu apa dan semakin mendekatkan
tubuhnya ke arah Li Kun Liong, hati Li Kun Liong makin berdebar-debar kencang. Dicobanya
untuk menguasai diri namun obat penambah gairah yang diberikan Kim Bi Cu merupakan ramuan
kuno dari negeri Persia dan dibuat oleh tabib nomer satu Persia dengan bahan-bahan yang
berkualitas tinggi hingga kemujarabannya tidak diragukan lagi. Obat ini berguna bagi raja atau
pria yang mengalami kesulitan untuk berhubungan intim dengan wanita, apabila diberikan
kepada pria yang masih muda, apalagi yang memiliki gairah yang tinggi, obat ini bagaikan
menambah nyala api unggun dengan kayu bakar yang banyak. Demikian juga dengan Li Kun
Liong yang masih muda dan memiliki gairah yang cukup tinggi tak terkecuali terpengaruh dengan
ramuan ini hingga dalam waktu yang tidak berapa lama efeknya sudah mempengaruhi
kesadarannya dan tidak dapat berpikir jernih kembali, apalagi memang Li Kun Liong pada
dasarnya memiliki kelemahan terhadap seorang wanita.
Dahi Li Kun Liong mulai mengeluarkan keringat tanda gairahnya makin memuncak.
"Engkau kenapa Kun Liong" kata Kim Bi Cu sambil berusaha menyentuh dahi Li Lun Liong.
Li Kun Liong berusaha sekuat tenaga menahan gairahnya yang semakin memuncak, namun
ketika tangan Kim Bi Cu menyentuh keningnya seolah-olah bagaikan aliran listrik, ia memegang
tangan Kim Bi Cu dan menarik tubuh Kim Bi Cu yang ramping ke dalam pelukannya. Kehalusan
jari-jari tangan Kim Bi Cu terasa benar di dalam genggaman. Kim Bi Cu tak menolak bahkan
membalas dekapan Li Kun Liong dengan erat.
Kim Bi Cu memiliki bentuk tubuh yang tinggi semampai dengan mata dan hidung yang mancung,
kulitnya yang putih kecoklatan cukup merangsang gairah lelaki. Wajahnya manis dengan bibir
tipis yang merekah sedikit terbuka memperlihatkan giginya yang putih dan kecil-kecil. Rambutnya
yang lurus dan panjangnya sampai punggung.
Li Kun Liong mengulum bibir Kim Bi Cu yang merekah tersebut, rasanya manis sekali bagaikan
buah apel segar. Kuluman bibir Li Kun Liong disambut Kim Bi Cu dengan ciuman yang lembut
tapi hebat. Lidah Li Kun Liong menjulur dalam-dalam ke langit-langit mulut Ki Bi Cu, yang dibalas
dengan penuh hasrat oleh Kim Bi Cu. Kim Bi Cu merangkul pundak Li Kun Liong, buah dadanya
menekan dada Li Kun Liong dengan hangatnya. Ki Bi Cu mempererat rangkulannya pada bahu Li
Kun Liong. Hasrat Li Kun Liong makin terbakar, ternyata hasratnya tidak bertepuk sebelah tangan. Ternyata
Ki Bi Cu juga menyimpan hasrat untuk bercinta dengannya.
------------------------------------------------
Sensor untuk menghindari di bawah 17 terpengaruh
Versi Buku & Ebook tidak di sensor
-------------------------------------------------
Beberapa saat lamanya Li Kun Liong dan Kim Bi Cu terdiam dalam keadaan berpelukan erat
sekali, perlahan-lahan baik tubuh Kim Bi Cu maupun Li Kun Liong tidak mengejang lagi. Li Kun
Liong kemudian menciumi leher mulus Kim Bi Cu dengan lembutnya, sementara tangan Kim Bi
Cu mengusap-usap punggung dan mengelus-elus rambut Li Kun Liong.
"Bi Cu... terima kasih," kata Li Kun Liong lirih. Otaknya yang cerdik sudah dapat menerka apa
yang sesungguhnya terjadi.
Kim Bi Cu tidak memberi kata jawaban, setetes air mata jatuh dari sudut matanya. Kim Bi Cu
meletakkan kepalanya di atas dada Li Kun Liong yang bidang, sedang tangannya melingkar ke
badan Li Kun Liong. Dia merasa puas telah mempersembahkan kehormatannya kepada lelaki
yang dicintainya. 9. Mendung Kelabu Dunia Persilatan
Untuk kesekian kalinya, sungai telaga kembali bergoncang dengan berita serbuan partai Mo-
Kauw di perkabungan ketua Hoa-San-Pai, Master Yu-Kang di markas besar Hoa-San-Pai. Pada
pertempuran tersebut masing-masing pihak terluka baik di pihak kaum persilatan Tiong-goan
maupun di pihak Mo-Kauw namun dengan demikian genderang perang telah berbunyi, untuk
selanjutnya dunia persilatan akan mengalami pertempuran berdarah. Dalam pertempuran
tersebut partai Hoa-San-Pai mengalami kerusakan yang paling parah, murid-muird Hoa-San-Pai
banyak yang binasa di tangan anggota Mo-Kauw. Memang sejak awal, partai Mo-kauw sudah
merencanakan untuk menghancurkan partai Hoa-San-Pai terlebih dahulu, baru berikutnya partai-
partai lainnya. Berita yang tak kalah menghebohkan lainnya adalah tentang jago muda yang disebut-sebut
tunas muda paling berbakat selama ratusan tahun terakhir yaitu Li Kun Liong, diberitakan
merupakan anggota partai Mo-Kauw bahkan paman gurunya adalah salah satu tetua Mo-Kauw.
Kaum persilatan rata-rata sangat menyayangkan hal ini sebab harapan untuk kembali berhasil
mengusir partai Mo-Kauw dari Tiong-Goan semakin tipis dengan bergabungnya jago paling lihai
di angkatan muda saat ini dengan partai Mo-kauw.
Angkatan muda yang menonjol lainnya seperti Tiauw-Ki, Kok Bun Liong dari Kay-Pang, Lu-Gan
dari Go-Bi-Pai, Sie-Han-Li dari Bu-Tong-Pai, masih kalah setingkat bila dibandingkan dengan Li
Kun Liong. Berita tersebut menyebar dengan cepat dengan kecepatan kilat, namun sangat disayangkan
seperti umumnya terjadi, berita yang sampai sudah berubah versinya, ada yang dilebih-lebihkan
sehingga efeknya jauh lebih dramatis.
Mendung mulai menyelimuti rimba persilatan, dalam beberapa bulan ke depan partai Mo-Kauw
mulai mengerakkan semua kekuatannya. Setelah partai Hoa-Sa-Pai dihancurkan, giliran Go-Bi-Pai
di serbu partai Mo-Kauw. Tanpa perlawanan berarti, markas besar Go-Bi-Pai dapat dihancurkan,
banyak murid-murid Go-Bi-Pai yang mati dan tertawan pihak Mo-Kauw. Keberhasilan pihak Mo-
Kauw dalam penyerbuan di Go-Bi-Pai juga tidak terlepas dari belum sembuhnya ketua Go-Bi-Pai,
Ong-Sun-Tojin yang telah terluka parah pada pertempuran di Hoa-San-Pai oleh bokongan tetua
Mo-Kauw, Tok-tang-lang. Dalam penyerbuan kali ini, Ong-Sun-Tojin tewas mengenaskan di
tangan murid utama Mo-Kauw Ciang-Gu-Sik sedangkan murid utamanya Lu-Gan berhasil
melarikan diri dengan luka-luka berat dan menghilang tak ketentuan rimba.
Setelah Go-Bi-Pai berhasil dihancurkan, pergerakan pihak Mo-Kauw berhenti sementara untuk
mengumpulkan tenaga sebelum menyerbu partai-partai lainnya. Namun partai-partai kecil seperti
Ceng-Sia-Pai, Khong-Tong-Pai, Ciong-Lam-Pai, dan lain-lain telah ditaklukan partai Mo-kauw
dengan mudah. Melihat keadaan tersebut, ketua biara Shao-Lin, Siang-Jik-Hwesio berinisiatif mengundang para
ciangbujin tujuh partai utama untuk melakukan pertemuan puncak di Shao-Lin-Pai guna
membahas langkah-langkah yang diperlukan untuk menghalangi rencana pihak Mo-Kauw
menguasai rimba persilatan Tiong-Goan.
--- 000 --- Kuil Shao-lin berdiri di lereng barat Gunung Song-shan, tidak jauh dari keresidenan Henan. Kuil
Shao-lin terkenal sebagai pemimpin dunia persilatan dengan ilmu silat para bhiksunya yang
melegenda di seluruh rimba persilatan, di samping dikenal sebagai pusat kelahiran dan
pengembangan agama Buddha aliran Cha"n di Tiong-Goan.
Kuil Shao-lin pada awalnya dibangun tahun 495 atas perintah Kaisar Xiaowen sebagai tempat
beribadah seorang rahib Buddha asal India bernama Bartuo. Baru kemudian tahun 527 rahib asal
India lainnya bernama Dharma (yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Tatmo Cauwsu)
datang dan mengajar di kuil ini. Dharma merupakan generasi ke-28 dari Buddha Kasgapa atau
Buddha Sakyamuni. Kuil Shao-lin telah mengalami beberapa kali musibah yang menghancurkan kuil dan dibangun
kembali pada jaman kerajaan Ming dan kerajaan Ching.
Sekalipun mengalami beberapa kali musibah, kuil Shao-lin masih tetap berdiri megah. Sebelum
memasuki kuil Shao-lin, para pengunjung akan masuk melewati gerbang utama yang disebut
Gerbang Gunung. Ini gerbang terdepan. Di atas gerbang masuk ini adalah papan nama dengan
tulisan kaligrafi yang berbunyi Shao-Lin-She ( Kuil Shao-lin). Tulisan kaligrafi ini dibuat oleh
Kaisar Kangxi dari kerajaan Qing.
Begitu memasuki gerbang ini, para pengunjung akan memasuki bangunan utama kuil. Sebelum
memasuki bangunan utama kuil, mereka harus melewati satu bangunan gerbang yang berpintu
kokoh terbuat dari kayu. Bangunan ini disebut Bangunan Para Dewa Penjaga dan merupakan
gerbang masuk lapis kedua ke bangunan utama. Di kanan-kiri pintu gerbang lapis kedua ini
berdiri gagah sepasang patung vajra setinggi sekitar dua meter, yang disebut Jenderal Heng dan
Jenderal Ha. Di balik pintu masuk lapis kedua ini berdiri empat patung yang disebut sebagai
patung dewa penjaga pintu masuk.
Bangunan utama merupakan bangunan terbesar di antara bangunan-bangunan dalam
lingkungan kuil Shao-lin. Bangunan yang dibangun pada zaman kerajaan Jin ini memiliki tiga
patung Buddha dipuja di dalam bangunan utama ini. Bangunan ini merupakan tempat utama
kegiatan para bhiku Shao-lin.
Selain bangunan utama ini, masih ada beberapa bangunan lainnya diantaranya, dua bangunan
yang paling menarik adalah bangunan Aula Seribu Buddha yang dibangun pada zaman kerjaani
Ming dan bangunan Aula Jubah Putih yang dibangun pada zaman kerajaan Qing. Pada dinding
Aula Seribu Buddha ada lukisan yang menggambarkan "lima ratus Arhat sedang menyembah
Buddha". Hal yang menarik dari aula ini adalah lantainya. Pada lantai aula ini beberapa bagian
tampak amblas akibat bertahun-tahun kena jejak kaki para bhiksu yang berlatih kungfu di
ruangan tersebut. Di dalam Aula Jubah Putih terdapat lukisan ilmu silat Shao-Lin pada dindingnya. Lukisan ini
menggambarkan beberapa pola gerakan kungfu Shao-lin sebagai petunjuk bagi para bhiksu
Shao-Lin dalam melatih ilmu silatnya.
Di belakang kuil Shao-Lin merupakan tempat keramat, tidak sembarang bhiksu di jinkan
memasuki daerah tersebut. Konon kabarnya di daerah terlarang tersebut terdapat sebuah
bongkah batu gunung yang disebut Batu Bayangan karena pada batu tersebut secara samar-
samar tampak guratan-guratan yang menyerupai orang sedang duduk meditasi. Konon gambar
tersebut dihasilkan dari pantulan bayangan rahib Dharma (Tatmo Cauwsu) yang duduk meditasi
menghadap dinding sebuah goa di Gunung Song-shan selama 9 tahun (527-536). Sekarang ini
goa tersebut menjadi tempat samadhi para tiang-lo Shao-Lin.
Di lingkungan kuil Shao-Lin banyak terdapat puluhan pohon tua, batang pepohonan tersebut
terdapat lubang-lubang bekas tusukan kedua jari telunjuk dan jari tengah. Rupanya pohon-pohon
tersebut menjadi sasaran para bhiksu Shao-lin berlatih ilmu totok atau ilmu jari besi.
Pada awalnya para bhiksu kuil Shao-Lin tidak mempelajari ilmu silat, mereka hanya mempelajari
ajaran Buddha, namun hal tersebut berubah sejak P'u-t'i Tamo (Bodhi Dharma), seorang pendeta
Budha bangsa India yang datang ke Tiongkok sekitar tahun 505 - 556 AD. P'u-t'i Tamo menetap
di kuil Shao-Lin, mengembangkan ajaran Buddha Ch'an (Zen).
Suatu hari beliau tampak terkejut karena hampir sebagian besar para bhiksu terlihat terkantuk-
kantuk saat mengikuti pelajaran agama. Sejak itu para bhiksu Shao-Lindiwajibkan berlatih 18
jurus kungfu Penyehat Tubuh yang dibawa dari India. Kungfu tersebut ditujukan untuk
menyehatkan tubuh para bhiksu, karena mereka harus duduk berjam-jam mendengarkan
pelajaran agama. Kungfu tersebut ternyata di kemudian hari memberikan warna khusus pada
ilmu silat Shao-Lin-Pai. Dengan berjalannya waktu, apalagi sepeninggal P'u-t'i Tamo, kedelapanbelas jurus kungfu
penyehat tubuh tersebut hampir saja hilang, dilalaikan oleh para bhiksu. Untunglah, seorang
muda ahli Kung Fu tangan kosong dan pedang masuk menjadi bhiksu di kuil Siauw Liem. Beliau,
yang kelak kemudian berjuluk Ciok Yen Shang Ren, dengan tekun dan sungguh-sungguh mulai
membenahi ke-18 jurus tersebut dan mencampurnya dengan ilmu Kung Fu-nya. Terciptalah ilmu
yang baru, 72 jurus, yang dinamakan Shao-lin Kung Fu, karena tercipta di kuil Shao-Lin.
Untuk mencari pendekar ahli Kung Fu yang bisa menyempurnakan ilmunya, beliau mengembara.
Ketika berada di kota Lancow, beliau melihat seorang tua dihadang oleh seorang penjahat yang
bertubuh kekar. Anehnya, ketika penjahat itu melancarkan serangan, hanya dengan ketukan jari
tangan yang tampaknya dilakukan dengan ringan membuat penjahat itu jatuh pingsan. Beliau
memperkenalkan diri dan secara jujur menceritakan tujuan pengembaraannya. Ternyata orang
tua itu adalah pendekar Kim Na Jiu (Jujitsu versi Kung Fu). Orang tua itu cuma menyebut nama
marganya, Lie. Dengan perantaraan orang tua itu, beliau dapat berkenalan dengan pendekar Pai
Ie Fung, pendekar tanpa tanding dari keresidenan Shansi, Henan dan Hopei. Ketulusan hati Ciok
Yen Shang Ren dapat mengetuk hati kedua pendekar tersebut, sehingga mereka mau tinggal di
kuil Shao-Lin untuk menyusun suatu ilmu baru berdasar ke-18 jurus Kungfu Penyehat Tubuh
warisan Tatmo Cou Su, ditambah ke-72 jurus Kung Fu Ciok Yen Shang Ren, dan digabungkan
dengan ilmu kedua pendekar itu sendiri. Demikian, akhirnya tercipta 182 jurus Shaolin Kung Fu
yang dapat dibagi dalam lima macam permainan Kung Fu: Liong-Kun (Jurus Naga), Houw-Kun
(jurus harimau), Pa-Kun (Jurus Macan Tutul), Coa-Kun (Jurus Ular) dan Ho-Kun (Jurus Bangau).
Suatu pagi yang cerah tanpa kabut di puncak gunung Song-Shan dimana kuil Shao-Lin berdiri
dengan megah tampak lima orang orang tua sedang bercakap-cakap dengan serius di dekat
hutan yang rimbun di bagian sebelah kiri kuil Shao-Lin.
Mereka adalah ketua biara Shao-Lin-Pai Siang-Jik-Hwesio, ketua Bu-Tong-Pai Tiong-Pek-Tojin,
ketua Thai-San-Pai Master The-Kok-Liang, ketua Kay-Pang Kam-Lokai, dan ketua Kun-Lun-Pai
Sie-Han-Cinjin. Ketujuh partai utama sekarang hanya tertinggal lima partai saja, partai Hoa-San-
Pai dan Go-Bi-Pai telah tercerai berai dihancurkan pihak Mo-Kauw.
Dalam pembicaraan tersebut mereka sepakat untuk meningkatkan kewaspadaan masing-masing
dan saling memberi khabar secepatnya bila partai mereka di serbu pihak Mo-Kauw hingga partai
lainnya dapat segera memberi bantuan.
Mereka juga meyinggung tentang Li Kun Liong yang dituduh sebagai antek pihak Mo-Kauw,
Master The-Kok-Liang dengan tegas tidak percaya Li Kun Liong adalah anggota Mo-Kauw, dia
lalu menceritakan sepak terjang susiok Li Kun Liong, Tok-tang-lang yang telah di usir dari
perguruan bahkan hampir membunuh suhengnya sendiri Gan-Khi-Coan yang berjuluk Sin-Kiam-
Bu-Tek (Dewa pedang tanpa tanding) yang adalah guru Li Kun Liong, hingga tidak mungkin Li
Kun Liong bekerjasama dengan susioknya yang murtad tersebut.
"Omitohud, memang masalah ini kita tidak boleh terburu-buru menuduh seseorang sembarangan
sebelum adanya bukti-bukti kuat" kata Siang-Jik-Hwesio bijaksana.
"Mudah-mudahan Kun Liong dapat membersihkan nama baiknya dan dapat membantu dunia
persilatan yang saat ini dalam keadaan genting" sahut Master The-Kok-Liang.
"Shao-Lin saat ini sudah mengutus murid penutup Tiang-Pek-Hosiang (ketua biara Shao-Lin
terdahulu) yaitu bhiksu muda Hun-Lam-Hwesio untuk menyerapi keadaan dunia persilatan saat
ini sekaligus mencari tahu rencana berikutnya pihak Mo-Kauw." Kata Siang-Jik-Hwesio.
"Taysu, kabarnya Hun-Lam-Hwesio ini merupakan tunas muda paling berbakat dari Shao-Lin dan
sudah menguasai ilmu silat Shao-Lin yang hebat-hebat, bahkan penjahat-penjahat muda terlihai
Liok-Lim yaitu Cap-sah-thian-mo (13 iblis besar) berhasil di basmi Hun-Lam-Hwesio, apakah
berita tersebut benar?" tanya Tiong-Pek-Tojin.
Sambil tersenyum Siang-Jik-hwesio mengangguk dan menjawab "Memang saat ini sute Hun-Lam
merupakan murid Shao-Lin yang paling berbakat selama seratusan tahun ini di kalangan murid-
murid Shao-Lin, namun ilmu silat sangat luas, masih banyak tunas-tunas muda lainnya yang
mungkin belum kita kenal atau tidak mau menonjolkan diri seperti sute Tiong-Pek-tojin, Sie-Han-
Li atau murid utama Sie-Han-Cinjin, Tio Sun atau murid Master The-Kok-Liang, Tang Bun An
serta murid-murid Kay-Pang seperti Tiauw-Ki dan Kok Bun Liong."
"Wah, rupanya diam-diam taysu yang jarang berkelana di sungai telaga memiliki kuping yang
tajam juga" kata Kam-Lokai tertawa terbahak-bahak.
"Yaah, kita yang sudah tua ini patut bersyukur partai kita memiliki tunas muda yang dapat
mengangkat nama harum partai masing-masing" kata Sei-Han-Cinjin sambil mengelus
jenggotnya.

Rahasia Lukisan Kuno Seri Pendekar Cinta Karya Tabib Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Selagi para tokoh utama Bu-lim ini bercakap-cakap, nampak seorang bhiksu muda berjalan
mendekat dengan terburu-buru. Bhiksu tersebut menyerahkan sebuah gulungan kertas kepada
Siang-Jik-Hwesio. Segera setelah membaca pesan yang tertera di tulisan tersebut, Siang-jik-
Hwesio berkata dengan wajah serius "Lohu mendapatkan berita penting dari sute Hun-Lam yang
mengawasi gerak-gerik pihak Mo-Kauw. Menurutnya pihak Mo-Kauw sekarang sedang bersiap-
siap menyerbu Shao-Lin dalam waktu dekat ini, menunggu kedatangan kauwcu mereka, Sin-Kun-
Bu-Tek yang akan terjun langsung memimpin penyerangan kali ini.
Berita tersebut diterima dengan rasa kaget oleh para ketua partai utama, serta merta mereka
berunding cara terbaik menghadapinya.
"Sebaiknya kita menjadikan Shao-Lin sebagai pusat pertahanan dalam pertempuran dengan
pihak Mo-Kauw" saran Sie-Han-Cinjin.
"Lohu setuju, daripada melawan mereka sendiri-sendiri, lebih baik kita bersatu, hasilnya mungkin
dapat menahan serbuan mereka" sambung Tiong-Pek-Tojin.
"Menurut kabar yang tersiar, Sin-Kun-Bu-Tek telah berhasil menembus tingkat tertinggi ilmu
Thian-Te-Hoat (ilmu langit bumi), melebihi gurunya terdahulu. Sebaiknya kita mempersiapkan
siapa yang akan menandingi kauwcu tersebut?"
"Dulu dalam pertempuran lima puluh tahun yang lalu, suhu Tiang-Pek-Hosiang pernah bergebrak
dengan Sin-Kun-Bu-Tek dan hasilnya berimbang, tapi waktu itu Sin-Kun-Bu-Tek baru menguasai
tingkat ke lima ilmu tersebut, entah bagaimana sekarang. Sedangkan suhu sekarang setelah
mengundurkan diri dari kedudukan ketua biara, bertapa di belakang kuil ini bersama para tiang-
lo, tidak pernah keluar lagi." kata Siang-Jik-Hwesio
"Mungkin lohu juga perlu memberitahu insu untuk meminta pendapatnya" kata Tiong-Pek-Tojin.
"Kita juga perlu berhati-hati dengan murid utama Sin-Kun-Bu-Tek, Ciang-Gu-Sik. Dengan jujur
harus lokai akui ilmu silatnya lebih tinggi, waktu pertempuran di Hoa-San-Pai kalau tidak dibantu
sutit Kok-Bun-Liong, mungkin lokai sudah menelan kekalahan yang memalukan" kata Kam-Lokai
serius. Akhirnya mereka sepakat untuk menjadikan Shao-Lin-Pai sebagai pusat pertahanan untuk
menahan serbuan pihak Mo-Kauw.
Tiong-Pek-Tojin segera kembali ke Bu-Tong-Pai yang letaknya tidak jauh dari Shao-Lin-Pai
bersama-sama Master The-Kok-Liang. Untuk sementara karena letak partainya jauh sekali,
Master The-Kok-Liang berdiam di tempat sahabat karibnya Tiong-Pek-Tojin sedangkan Sie-Han-
Cinjin yang letak partainya juga cukup jauh sementara menginap di Shao-Lin-Pai. Kam-Lokai
menetap di markas cabang terdekat Kay-pang dan memerintahkan anggota-anggota Kay-Pang
segera datang ke Shao-Lin-Pai untuk membantu Shao-Lin-Pai.
10. Pertempuran Besar Berita akan diserbunya Shao-Lin-Pai oleh pihak Mo-Kauw menyebar dengan cepat dan menjadi
pembicaraan di mana-mana. Banyak kaum persilatan yang mendengar berita tersebut segera
berbondong-bondong menuju kuil Shao-Lin. Diantara mereka ada yang ingin membantu, namun
banyak juga yang sekedar ingin melihat keadaan, belum pernah dalam sejarah puluhan tahun ini,
umat persilatan bersatu padu melawan pihak Mo-Kauw. Rasa persatuan yang ditunjukkan antara
sesama kaum kangouw ini telah membuat kaum bu-lim merasa optimis dapat membendung
gerakan Mo-Kauw. Kuil Shao-Lin mendadak kebanjiran tamu-tamu yang berdatangan dari segala penjuru, mereka
yang datang terdiri atas bermacam-macam orang, ada pengemis, pendeta, wanita, ada yang
berpotongan seperti siucai bahkan dengan lagak orang gila pun ada. Semua diterima dengan
tangan terbuka oleh para bhiksu Shao-Lin, mereka semua menginap di sekitar gunung Song-
Shan di tempat yang telah disediakan oleh pihak Shao-Lin-Pai. Namun saking banyaknya tamu
yang datang, tempat yang disediakan tidak mencukupi sehingga dengan inisatif sendiri, kaum
kangouw banyak yang tidur beratapkan langit atau di atas pepohonan besar yang banyak
terdapat di sekitar gunung.
Banyak pula kaum kangouw yang tidak mau menyusahkan pihak tuan rumah, mereka membawa
makanan sendiri dan mendirikan semacam tenda untuk menginap. Diperkirakan ribuan orang
telah berdatangan dan semakin bertambah setiap harinya.
Penjagaan kuil Shao-Lin makin diperketat, berjaga-jaga terhadap mata-mata Mo-Kauw yang
menyusup di antara para tamu.
Suasana gunung Song-Shan yang biasanya tenang dan sepi mendadak berubah menjadi ramai.
Di waktu malam cahaya rembulan dan kelap-kelip bintang menyebar ke seluruh angkasa,
bersinar sangat indah sekali. Suasana malam yang gemerlap tampak sangat menakjubkan dilihat
dari kaki bukit dengan kelap-kelip cahaya lilin menerangi sekitar puncak gunung Song-Shan.
Untuk mengisi waktu, kaum kangouw yang terpelajar mendendangkan syair yang berjudul
"Ketika kembali ke gunung Song-Shan" buah tangan penyair terkenal Wang-Wei"
Kedua tepi sungai bening terbayang hamparan rumput digenangi air
kereta yang kutumpangi melaju dengan tenang, santai dan nyaman
oh, aliran air, seakan membersitkan rasa cinta yang dalam
burung-burung senja berbondong-bondong, satu per satu
pulang ke sarang Benteng tandus dan sunyi tepat di depan dermaga purba
sisa cahaya mentari senja
penuh sinari gugusan gunung di musim gugur,
perjalanan panjang tak kunjung henti
akhirnya aku kembali ke kaki gunung Song San,
sekali kembali takkan kuterima tamu sering pula kututup pintu ini.
Di timpali oleh siucai lainnya"
Kunang-kunang, hendak ke mana
Kelap-kelip indah sekali Gemerlap, bersinar seperti bintang di malam hari
Semakin malam suasana semakin ramai, di lamping gunung agak jauh ke dalam nampak kaum
kangouw yang menyendiri menjauhi keramaian, mereka lebih suka menunggu di keheningan
malam yang sunyi. Mereka umumnya adalah pengelana-pengelana tanpa partai hingga sudah
terbiasa hidup di alam terbuka tanpa perlu merepotkan siapa pun dan tidak ingin di ganggu oleh
siapa pun. Ilmu silat mereka rata-rata kelas satu, tidak kalah dengan murid-murid partai utama.
Nampak di antara mereka, seorang pemuda berjalan menyendiri menyusuri lereng gunung
sebelah dalam. Pemuda tersebut adalah jago kita, Li Kun Liong, yang baru saja tiba di puncak
gunung Song-Shan ini. Setelah berpisah dengan Kim Bi Cu yang kembali ke Persia, Li Kun Liong
melanjutkan perjalanannya seorang diri, tiap kali berpapasan dengan kaum kangouw yang
mengenal dirinya, mereka segera membuang muka atau segera menyingkir dengan pandangan
menghina. Rupanya berita mengenai dirinya telah menyebar dengan cepat, namun Li Kun Liong
tidak peduli sepanjang mereka tidak menganggunya. Namun diperlakukan demikian terus
menerus membuatnya sedikit terganggu, diam-diam ia mengutuk Ong-Sun-Tojin yang telah
membuatnya menjadi cemoohan kaum sungai telaga. Di salah satu kota, ia mendapat kabar
tentang akan diserangnya Shao-Lin oleh pihak Mo-Kauw. Awalnya ia tidak mempunyai minat
untuk ikut campur, dia tidak ingin salah paham semakin tajam dengan kehadirannya di Shao-Lin
namun akhirnya hati nuraninya yang menang. Di samping itu Li Kun Liong tahu susioknya pasti
berada di sana sedangkan pesan gurunya sampai sekarang belum dapat dilaksanakan hingga
akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke Shao-Lin. Begitu tiba di kaki gunung Song-Shan, Li Kun
Liong menggambil jalan setapak menghindari pertemuan dengan kaum kangouw. Dia memasuki
hutan pegunungan tersebut semakin jauh ke dalam dan memutuskan untuk tinggal sementara di
situ sambil menunggu kedatangan pihak Mo-Kauw.
Dalam beberapa hari ke depan, para tokoh dan murid-murid utama ke tujuh partai utama telah
tiba di kuil Shao-Lin. Dalam gerakan kali ini mereka mengerahkan semua kekuatan partai,
mereka sadar nasib partai mereka sekarang tergantung dari hasil pertempuran kali ini. Dari pihak
Thai-San-Pai, tampak Tang Bun An berjalan bersama gurunya Master The-Kok-Liang. Tang Bun
An yang ditugaskan gurunya untuk mencari jejak Cin-Cin, mendengar berita tersebut di kota Gui-
Yin. Ia menduga Cin-Cin pun pasti telah mendengar juga kabar tersebut dan pasti datang ke
Shao-Lin hingga ia memutuskan untuk langsung menuju Shao-Lin. Tetapi di sana bukan Cin-Cin
yang ia jumpai melainkan suhunya sendiri.
Dari pihak Kay-Pang, mereka telah mengerahkan anggota-anggota terlihai untuk membantu
mengusir pihak Mo-Kauw. Mereka di pimpin langsung oleh Kam-Lokai beserta Tiauw-Ki dan Kok-
Bun-Liong. Juga terlihat murid-murid Bu-Tong-Pai di pimpin oleh Tiong-Pek-Tojin di ringi sutenya
Sie Han Li. Dari pihak Kun-Lun-Pai juga telah datang bersama Sie-Han-Cinjin, murid utamanya
Tio Sun yang berusia sekitar dua puluh lima tahunan. Wajah Tio Sun cukup tampan dengan
bentuk rahang yang kokoh dan dahi yang menonjol menandakan ilmu silat yang dikuasainya
tidak dapat di anggap remeh. Di samping itu juga nampak hadir sisa-sisa murid-murid Hao-San-
Pai dan Go-Bi-Pai yang telah dihancurkan pihak Mo-Kauw sebelumnya. Kedatangan mereka di
sambut dengan rasa simpati oleh kaum persilatan yang hadir, mereka umumnya hendak
membalas dendam terhadap Mo-Kauw atas kebinasaan suhu dan saudara-saudara seperguruan
mereka. Diantara mereka tidak tampak murid terlihai Go-Bi-Pai, Lu-Gan. Sampai sekarang tidak
ada kabar beritanya sejak menghilang dalam serbuan Mo-Kauw di markas besar Go-Bi-Pai. Tidak
ada yang tahu apakah Lu-Gan masih hidup atau telah binasa akibat luka-lukanya yang parah.
--- 000 --- Waktu menyingsing fajar Pagi sunyi senyap Matahari bersinar Mengganti malam g'lap Nampak sekuntum bunga persik
Di dalam hutan Bermekaran dengan indahnya
Suasana puncak gunung Song-Shan masih sepi di pagi yang cerah ini, belum nampak kegiatan
dari kaum kangouw, hanya beberapa di antara mereka yang sudah bangun, kecuali di kuil Shao-
Lin. Pagi-pagi sekali para bhiksu sudah bangun dan melakukan doa bersama sebelum melakukan
kegiatan masing-masing. Ada yang menyapu halaman, mengotong air, membersihkan lantai dan
bagian-bagian gedung. Di ruangan berlatih silat nampak puluhan bhiksu sedang berlatih bersama
di pimpin seorang bhiksu senior dengan aba-aba yang keras untuk menambah semangat berlatih.
Kegiatan hari itu baru saja di mulai namun di kaki bukit Song-San sudah kelihatan kesibukan
yang luar biasa, nampak dua barisan yang panjang berkelok-kelok bagaikan tubuh naga mendaki
menuju puncak gunung. Barisan tersebut terdiri atas ribuan orang dengan memakai seragam
tempur berwarna kuning dan merah, masing-masing di pimpin oleh seorang komandan di bagian
depan. Mereka adalah barisan Mo-Kauw yang telah tiba di kaki gunung sejak tengah malam
tanpa diketahui pihak kaum persilatan Tiong-goan. Gerakan meraka kali ini memang dilakukan
secara diam-diam, kedatangan mereka memang disengaja tiba pada tengah malam hingga
memiliki tempo beberapa jam untuk beristirahat.
Di pagi harinya baru mereka bergerak kembali menuju kuil Shao-Lin di puncak gunung Song-
Shan. Kedatangan pihak Mo-Kauw ini segera di ketahui oleh para murid Shao-Lin yang sedang berjaga-
jaga, dengan cepat mereka mengabarkan berita tersebut ke atas gunung. Bunyi lonceng kuil
Shao-Lin yang bertalu-talu menandakan sesuatu yang penting terjadi membangunkan kaum
persilatan yang sebagian besar masih tidur nyenyak. Dengan mata kemerahan dan wajah yang
kaget, mereka mendengar kabar tibanya pasukan Mo-Kauw. Situasi segera menjadi kalang kabut,
mereka yang berjiwa pengecut dan datang hanya datang untuk gagah-gagahan saja supaya
dapat menceritakan kepada khalayak ramai bahwa mereka ikut serta dalam pertempuran ini
menjadi pucat wajahnya dan diam-diam segera mengeloyor pergi ke arah berlawanan.
Sedangkan murid-murid partai utama sedikit lebih tenang dan tertib, mereka segera berkumpul
menjadi satu menuju ruangan utama untuk menerima petunjuk dari guru masing-masing.
Kedatangan pasukan Mo-kauw pagi-pagi sekali memang mengagetkan dan diluar perkiraan
sehingga dari segi strategi pihak Mo-Kauw selangkah lebih maju. Namun untuk mencapai kuil
Shao-Lin sebenarnya masih dibutuhkan waktu yang cukup lama sehingga sebenarnya kaum
persilatan Tiong-goan tidak perlu panik, justeru kepanikan yang ditunjukkan menandakan
persiapan mereka yang kurang.
Para tokoh partai utama semuanya nampak hadir di ruangan utama kuil Shao-Lin, wajah mereka
tenang dan siap sedia menghadapi segala sesuatu. Ketenangan ini membantu meredakan
kepanikan sesaat yang barusan terjadi bahkan mereka yang tadi ikut-ikutan panik sekarang
merasa sedikit malu hati, mereka mengambil posisi masing-masing. Dengan tegang mereka
menanti munculnya pasukan Mo-kauw.
Tak berapa lama kemudian, sayup-sayup terdengar derap langkah barisan Mo-kauw menaiki
puncak gunung Song-Shan. Mula-mula kelihatan ke dua pimpinan barisan Mo-Kauw tersebut.
Pemimpin barisan berpakaian kuning adalah seorang pria berusia empat puluh tahunan, dengan
tubuh yang besar dan sedikit kumis, berjalan dengan tegap memimpin barisannya. Dia sudah
belasan tahun mengabdi di pihak Mo-Kauw, dulunya ia seorang bandit besar yang malang
melintang di Tiong-goan barat sebelum ditaklukan Ciang Gu Sik dan bersedia menjadi anggota
Mo-Kauw. Julukannya adalah Thi-kah-kim-kong (si raksasa berbadan baja). Ilmu silatnya
terutama mengandalkan kekuatan badannya yang tak mempan senjata hasil latihan ilmu weduk
yang luar biasa, Ciang-Gu-Sik sendiri butuh waktu ratusan jurus untuk menaklukannya sehingga
tidak heran ia dipercaya memimpin barisan pasukan kuning dari Mo-kauw.
Sedangkan pemimpin pasukan merah adalah seorang pria kurus berusia limapuluh tahunan,
wajahnya terdapat goresan melintang menambah keangkeran wajahnya. Dia berjuluk Hek-Houw
(harimau hitam), dulunya ia adalah pemimpin seluruh bajak laut di perairan Po-Hai. Sejak
dikalahkan Tok-tang-lang ia masuk menjadi anggota Mo-Kauw dan memimpin pasukan merah ini.
Di masa mudanya pun ia pernah kebentur dengan Kiang-Ti-Tojin.
Di bagian tengah barisan tersebut nampak beberapa buah tandu tempat pemimpin utama partai
Mo-Kauw. Begitu memasuki puncak gunung barisan tersebut mengeluarkan pekikan bergemuruh
ke seluruh puncak gunung Song-Shan. Tujuan mereka adalah untuk melunturkan semangat
lawan, lalu dengan tertib mereka mengurung kuil Shao-Lin. Dari tandu-tandu tersebut nampak
kelaur Ciang Gu Sik, Ceng Han Tiong, Tok-tang-lang dan kauwcu Mo-Kauw, Sin-Kun-Bu-Tek.
Wajahnya segar kemerahan, dalam usia tujuh puluh tahunan ini, semangatnya masih kelihatan
bagus. Mereka berjalan memasuki ruangan utama kuil Shao-Lin dan berhenti di tengah-tengah
ruangan. Ruangan utama ini penuh sesak oleh kaum rimba persilatan Tiong-goan yang ingin
melihat dari dekat tokoh-tokoh puncak Mo-kauw.
Rombongan Mo-Kauw di sambut ketua biara Shao-Lin, Siang-Jik-Hwesio.
"Omitohud, selamat datang di kuil kami ini, kauwcu" sapa Siang-Jik-Hwesio.
"Ha..haa..ha..selamat, selamat bertemu. Rupanya taysu yang menjabat sebagai ciangbujin Shao-
Lin-Pai saat ini. Entah bagaimana kabarnya Tiang-Pek-Hosiang?" tanya Sin-Kun-Bu-Tek.
"Insu sekarang sudah tidak mencampuri urusan sehari-hari dan lebih banyak bersamadi di
belakang kuil ini untuk memahami lebih mendalam ajaran sang Buddha."
Sambil memandang para ciangbujin partai utama yang berdiri dihadapannya, Sin-Kun-Bu-Tek
berkata "Bagaimana dengan Kiang-Ti-Tojin dari Bu-Tong-Pai, apakah turut datang ke sini?"
"Suhu juga telah cuci tangan dari urusan kangouw dan menyerahkan jabatan ketua pada lohu"
sahut Tiong-Pek-Tojin. "Hmm rupanya begitu, kelihatannya teman-teman lama lohu sudah pada mengundurkan diri,
tidak ada lagi yang berani keluar menyambut kedatangan lohu" sahut Sin-Kun-Bu-Tek
memandang rendah para ketua partai utama ini.
Sambil tersenyum, Siang-Jik-Hwesio berkata "Entah apa maksud kedatangan kauwcu kali ini yang
datang jauh-jauh dari negeri Persia?"
"Lohu ingin mewujudkan cita-cita suhu sebelumnya yang sampai akhir hayatnya belum
kesampaian. Kelihatannya saatnya memang tepat sekali bagi Mo-Kauw untuk memimpin dunia
persilatan Tiong-goan yang semakin lama semakin mundur. Lohu rasa diperlukan bengcu
(pemimpin) yang dipatuhi semua kaum sungai telaga.
Pernyataan ketua Mo-Kauw yang sangat takebur dan terang-terangan untuk menguasai dunia
persilatan di sambut dengan rasa marah oleh para tetamu yang hadir. Bahkan ketua Ceng-Sia-
Pai, Hong-Gun yang berjuluk Thi-ciang-siau-pa-ong (si raja tombak) tidak dapat menahan
kemarahannya lagi dan berkata "Selama ini dunia persilatan Tiong-goan justeru tentram-tentram
saja bahkan sejak partai Mo-Kauw di usir lima puluh tahun lalu, keadaan kaum sungai telaga
damai sama sekali." "Hmm..siapa engkau berani bicara begitu terhadap lohu" kata Sin-Kun-Bu-Tek sambil
mengebaskan tangannya ke arah ketua Ceng-Sia-Pai. Ketua Ceng-Sia-Pai tahu Sin-Kun-Bu-Tek
telah melancarkan serangan dibalik kebasan tangannya tersebut namun ia tidak takut. Diam-
diam sejak tadi ia telah bersiap siaga sepenuhnya. Dirasakannya serangkum hawa panas
mendatangi dirinya, dengan hati tercekat ia menyambutnya dengan mengerahkan seluruh bagian
tenaga dalamnya. Kesudahannya membuat kaget seluruh hadirin, tubuh ketua Ceng-Sia-Pai
bergoyang-goyang keras menahan hawa tenaga dalam ketua Mo-Kauw ini. Di wajahnya
tersembul rasa kejut yang luar biasa, hawa panas yang diterima dirasakanya membakar bagian
dalam tubuh. Tenaga dalam yang telah ia kerahkan sepenuhnya tidak dapat menandingi hawa
panas tersebut dan menembus jauh ke dalam badannya. Dia ingin mengeluarkan teriakan
kesakitan tapi tak sepatah kata pun yang berhasil keluar dari mulutnya, jiwanya telah melayang
sebelum tubuhnya perlahan-lahan terkulai jatuh ke lantai. Tubuh ketua Ceng-Sia-Pai ini yang
tadinya gagah perkasa, walaupun dari luar kelihatan tidak apa-apa, sebenarnya bagian dalamnya
sudah hancur termasuk seluruh tulang tubuhnya.
Sebagai seorang ciangbujin tentu saja ilmu silat ketua Ceng-Sia-Pai ini termasuk kelas wahid
namun hanya dalam kebasan tangan ketua Mo-kauw dapat dibinasakan dengan mudah,
kehebatan ilmu silat yang dipertunjukan benar-benar mencengangkan para hadirin. Belum
pernah selama hidup, mereka menyaksikan kedashyatan seperti ini. Master The-Kok-Liang yang
memeriksa tubuh ketua Ceng-Sia-Pai ini merasa sangat kaget melihat keadaan ketua Ceng-Sia-
Pai ini, dia tahu ia bukan tandingan ketua Mo-kauw tersebut.
Perlahan ia bangkit dan berkata kepada Sin-Kun-Bu-Tek, "Ilmu silat kauwcu sungguh lihai, lohu
merasa sangat kagum melihatnya"
Ciang Gu Sik berbisik ke telinga gurunya memberitahu siapa adanya master The-Kok-Liang.
Diantara para ketua partai utama, usia master The-Kok-Liang bukanlah yang paling tua tapi dia
termasuk empat tokoh besar yang dianggap memiliki ilmu silat paling tinggi di dunia persilatan
saat ini selain Tiang-Pek-Hosiang,
Kiang-Ti-Tojin, dan Sun-Lokai. Ketiga nama yang disebut belakangan telah mengundurkan diri
dari dunia persilatan sehingga diantara ketua partai utama, ilmu silatnya adalah yang paling lihai
dan hal tersebut diketahui dengan baik oleh Sin-Kun-Bu-Tek.
Nada suaranya sedikit melunak ketika berkata kepada Master The-Kok-Liang, "Rupanya anda


Rahasia Lukisan Kuno Seri Pendekar Cinta Karya Tabib Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

adalah ketua Thai-San-Pai yang termashur tersebut."
"Tidak berani..tidak berani. Lohu hanya ingin memberikan usul untuk menyelesaikan masalah ini
sekaligus menghindari pertumpahan darah yang banyak hingga masing-masing pihak bisa
mengalami kerugian yang tidak sedikit."
"Apa usulmu ?" tanya Sin-Kun-Bu-Tek sedikit tertarik. Dia cukup tahu pertempuran ini akan
memakan korban yang tidak sedikit di pihaknya sehingga ia pun sebenarnya merasa sayang
terhadap kerugian yang akan terjadi bila ia memaksakan pertempuran besar-besaran. Selama
puluhan tahun ini dengan bersusah payah ia mampu mengembalikan kejayaan partai Mo-kauw
yang sebelumnya hancur lebur dalam pertempuran lima puluh tahun yang lalu. Sekarang dengan
anggota ribuan orang walaupun ia memiliki keyakinan yang tinggi untuk menang namun ia tidak
bisa menjamin kerugian yang ditimbulkan akan minimal.
Sebelumnya pihak partai utama telah membicarakan cara-cara pertempuran dan sepakat untuk
mengajukan pertempuran hanya antara para tokoh puncak saja dari masing-masing pihak
sehingga kerugian yang lebih besar dapat dihindari oleh kedua belah pihak.
"Bagaimana kalau menang kalah ditentukan dalam pertempuran lima babak saja antara tokoh-
tokoh tertinggi masing-masing pihak, dengan demikian pertumpahan darah dapat kita hindari.
Pihak yang kalah harus tunduk pada keputusan pihak yang menang."
"Usul yang bagus, lohu sangat setuju. Apabila pihak kami yang kalah, lohu sebagai ketua Mo-
kauw bersumpah tidak akan kembali lagi ke Tiong-goan seumur hidup" kata Sin-Kun-Bu-Tek
dengan gembira. Sebenarnya dibalik perkataan Sin-kun-Bu-Tek ini terselip tipu muslihat, bila benar pihak mereka
kalah dalam pertempuran ini tentu saja ia akan mematuhi sumpahnya untuk tidak kembali ke
Tiong-goan namun sumpah tersebut tidak berlaku bagi ketua Mo-kauw berikutnya. Namun pihak
Bu-lim sebenarnya juga telah memperhitungkan cara ini dengan seksama, mereka tahu tidak ada
Seorang pun yang dapat menandingi ketua Mo-Kauw ini yang telah mencapai tingkat tertinggi
ilmu yang dilatihnya sehingga dalam pertempuran tiga babak, mereka mengharapkan dapat
menang di dua babak berikutnya.
"Baiklah, kalau begitu masing-masing pihak telah setuju. Sekarang sebaiknya masing-masing
pihak merundingkan terlebih dahulu siapa-siapa saja yang akan maju" kata Master The-Kok-
Liang. Para kaum kangouw yang hadir mulai bersuara ramai memperbincangkan siapa-siapa saja yang
akan diajukan pihak partai utama dan pihak Mo-Kauw. Mereka terutama penasaran siapa yang
akan melawan ketua Mo-kauw. Ada yang berpendapat Siang-Jik-Hwesio paling tepat untuk
menghadapi Sin-Kun-Bu-Tek, tapi juga ada yang lebih memilih Master The-Kok-Liang sebgai
lawan yang paling tepat untuk ketua Mo-Kauw ini.
Akhirnya setelah ke dua pihak berunding cukup lama untuk mengajukan jago-jagonya masing-
masing, keputusan telah di ambil masing-masing pihak.
Pada babak pertama dari pihak Mo-Kauw mengajukan pemimpin barisan kuning, Thi-kah-kim-
kong yang dihadapi Sie-Han-Cinjin. Mereka berdua belum pernah bertarung sehingga pada jurus-
jurus awal, masing-masing pihak baru mencoba mengenal jurus-jurus lawan. Sie-Han-Cinjin
memainkan ilmu Kun-Lun-Kiam-Hoat (ilmu pedang Kun Lun) yang terdiri atas enam puluh empat
jurus. Kun-Lun-Kiam-Hoat merupakan ilmu andalan partai Kun-Lun-Pai hasil penyempurnaan
selama ratusan tahun oleh para cendikiawan Kun-Lun-Pai sehingga kehebatannya tidak kalah
dengan Bu-Tong-Kiam-Hoat dan Thai-San-Kiam-Hoat.
Sie-Han-Cinjin menggerakkan pedangnya dengan cepat hingga pedang pusakanya berubah
menjadi segulung sinar putih yang mengurung tubuh Thi-kah-kim-kong dengan ketat. Namun
Thi-kah-kim-kong bukanlah jago silat sembarangan, Ciang Gu Sik sendiri mengakui kelihaian ilmu
silatnya terutama ilmu weduk (ilmu kebal) yang dimilikinya. Memang Thi-kah-kim-kong memiliki
tubuh sekuat baja hasil latihan keras selama berpuluh tahun sehingga tubuhnya tidak mempan
senjata atau totokan jari yang dilancarkan lawan. Ia memiliki ketahanan tubuh yang luar biasa,
pukulan lawan yang biasanya dapat menghancurkan batu besar diterimanya dengan biasa saja
tanpa terluka sedikitpun.
Tapi menghadapi Sie-Han-Cinjin, salah satu ketua partai utama tentu saja berbeda, selain
pedang pusaka, Sie-Han-Cinjin juga telah mengetahui keistimewaan Thi-kak-kim-kong sehingga
pedangnya selalu mengincar bagian-bagian tubuh yang lemah dari Thi-kak-kim-kong seperti
mata dan tenggorakan. Pertandingan kelas satu ini semakin hebat, pedang Sie-Han-Cinjin dengan kecepatan kilat telah
dua kali berhasil menyontek pundak Thi-kah-kim-kong namun hanya bajunya saja yang robek
sedangkan pundak Thi-kah-kim-kong tidak apa-apa. Kelemahan Thi-kak-kim-kong adalah ilmu
meringankan tubuhnya tidak sehebat Sie-Han-Cinjin sehingga beberapa kali ia kelabakan
menghadapi serangan pedang lawan yang menyambar-nyambar cepat sekali. Diam-diam Sie-
Han-Cinjin mengagumi kehebatan ilmu weduk lawannya, walaupun pedang yang digunkananya
adalah pedang pusaka tapi belum mampu melukakan Thi-kak-kim-kong. Dia lalu mencoba
merubah gaya serangan pedangnnya, kini pedangnya tidak mengandalkan kecepatan semata-
mata, melainkan lebih mendasarkan serangan pada penggunaan tenaga lweekang di ujung
pedang. Setiap tusukan dan tebasan pedangnya sekarang mengandung hawa sakti hasil latihan
puluhan tahun sehingga kali ini bila pedangnya terkena tubuh Thi-kah-kim-kong yang kebal
tersebut, pasti menghasilkan luka yang cukup serius bagi lawannya, Thi-kah-kim-kong sendiri
telah menyadari hal tersebut sehingga ia sangat berhati-hati mengembangkan perthanan
tubuhnya sambil melancarkan serangan balasan.
Pertandingan telah berjalan ratusan jurus, masing-masing pihak telah mengeluarkan tenaga yang
banyak hingga gerakan mereka sedikit lambat. Seperti yang diketahui usia Sie-Han-Cinjin lebih
tua dari Thi-kah-kim-kong sehingga dari segi keuletan kalah dari Thi-kah-kim-kong yang lebih
muda tapi dari segi ilmu silat Sie-Han-Cinjin menang setingkat dari lawannya ini.
Suatu ketika pedang Sie-Han-Cinjin berkelabat menusuk ke arah dada Thi-kah-kim-kong dengan
kecepatan yang menakjubkan, dan terus berubah-ubah arah sehingga mata Thi-kah-kim-kong
berkunang-kunang mengikuti gerakan pedang lawan. Betapapun ia mencoba menghindari
serangan tersebut tetap saja ujung pedang Sie-Han-Cinjin yang penuh hawa sakti berhasil
mampir di pundak kanannya dan mencoblos sekitar tiga dim, darah muncrat berhamburan dari
lobang luka yang cukup lebar tersebut dengna derasnya dan membuat muka Thi-kah-kim-kong
pucat pasi tanda kehabisan darah. Kepala Thi-kah-kim-kong terasa semakin pusing dan
konsentrasinya buyar sehingga lagi-lagi pedang Sie-Han-Cinjin berhasil melukai kaki kanan Thi-
kah-kim-kong dan membuatnya sempoyongan. Hanya tinggal menunggu waktu sebelum
akhirnya Thi-kah-kim-kong akan roboh di tangan Sie-Han-Cinjin. Menyadari hal tersebut, kepala
barisan merah, Hek-Houw pada saat yang tepat meloncat ke dalam pertempuran dan segera
memapah tubuh sahabatnya tersebut kembali ke dalam barisan. Satu kosong untuk pihak tujuh
partai utama. Dengan wajah masam, Sin-Kun-Bu-Tek melirik ke arah Tok-tang-lang. Tok-tang-lang mengerti
arti lirikan tersebut, perlahan ia maju ke depan untuk menghadapi lawan berikutnya. Memang
Sin-Kun-Bu-Tek cukup cerdik, kekalahan Thi-kah-kim-kong pasti mempengaruhi mental
pasukannya sehingga dengan memerintahkan salah satu tetua Mo-Kauw, ia ingin mengembalikan
semangat barisannya. Kam-lokai yang melihat penghianat Kay-Pang tersebut maju, segera memapakinya. Dengan mata
merah tanda kemarahan hatinya ia segera berkata,
"Penghianat"!" sambil melancarkan melancarkan serangan-serangan ganas.
Dengan tersenyum sinis, Tok-tang-lang menghindari setiap serangan Kam-Lokai dengan mudah.
Tentu saja ia mengenal dengan baik ilmu silat Kam-Lokai, selama dua puluh tahun ini ia bahkan
telah menguasai sebagian besar ilmu perkumpulan Kay-Pang. Dua jago silat kelas wahid ini
segera terlibat pertarungan mati-matian.
Selama berada di Kay-Pang, Tok-tang-lang atau biasa dikenal sebagai Seng-lokai sangat pintar
menyembunyikan ilmu silatnya yang asli sehingga selama dua puluh tahun ini, Kam-lokai mengira
ilmu silat Tok-tang-lang masih berada dibawahnya. Namun dalam pertarungan ini, segera ia
sadar perkiraannya tersebut salah besar. Ilmu silat Tok-tang-lang sangat mengejutkanny, setiap
serangannya dapat dengan mudah dielakkan Tok-tang-lang bahkan ia harus bersusah payah
menghindari serangan balasan lawan. Untung bagi Kam-lokai, ia sudah mempelajari rahasia ilmu
Tang-kaw-pang-hoat (ilmu tongkat pengebuk anjing) yang khusus diwarisi oleh ketua Kay-Pang,
jika tidak sudah dari tadi ia kena dikalahkan mantan tiang-loo Kay-pang ini.
Ilmu tongkat pemukul anjing ini memang sangat ajaib dan mampu membuat Tok-tang-lang
terkejut dan kewalahan pada mulanya, sayang ilmu tersebut baru saja dipahami oleh Kam-Lokai
sehingga belum mendarah daging. Tok-tang-lang mengetahui kelemahan tersebut, perlahan tapi
pasti ia mampu menekan balik lawan dengan ilmu Tong-tang-lang-hoat (ilmu kelabang berbisa)
andalannya. Seperti yang diketahui Tong-tang-lang adalah sute Gan-Khi-Coan, suhu Li Kun
Liong, yang murtad. Selama berkelana di sungai telaga, Tong-tang-lang bertemu seorang jago
tua kalangan Liok-lim yang memiliki ilmu racun sangat tinggi. Dari jago tua ini, tong-tang-lang
mempelajari ilmu racun terutama racun kelabang yang dikumpulkan dari ratusan kelabang hidup
lalu merendam tangannya dengan ramuan racun tersebut sehingga kedua tangannya sangat
beracun. Setiap lawan yang terkena pukulan beracunnya, dalam waktu setengah jam pasti
melayang jiwanya bila tidak segera mendapat pertolongan. Cukup dengan hawa pukulan saja,
lawan dapat di buat mual dan pusing-pusing sehingga konsentrasi lawan hancur, dan dengan
mudah dapat dikalahkannya, entah sudah berapa banyak tokoh kangouw yang binasa di
tangannya tanpa dapat di tolong.
Kesiuran pukulan beracun Tong-tang-lang membuat Kam-lokai sangat berhati-hati namun karena
tidak mengetahui lawan memiliki ilmu beracun, Kam-lokai tidak bersiap sedia minum obat
pelawan racun sehingga sedikit hawa beracun dari pukulan Tong-tang-lang terhirup dan
membuat Kam-lokai sedikit kepeningan. Kesempatan baik tersebut tidak disia-siakan oleh Tong-
tang-lang, ia melancarkan jurus terlihai dari Tong-tang-lang-hoat ke arah dada Kam-Lokai tapi
tiba-tiba arah pukulan tersebut berubah arah mengincar pundak kanan Kam-lokai. Kam-lokai
yang sedikit kepeningan, sudah menaruh perhatian penuh ke arah dadanya hingga sewaktu arah
pukulan Tong-tang-lang berubah mendadak, ia tidak menduga sama sekali hingga dengan telak
pukulan Tong-tang-lang hinggap di pundak kanannya.
"Bukk..krek" terdengar bunyi yang cukup keras, pundak kanan Kam-lokai patah akibat pukulan
yang disertai tenaga dalam yang penuh dari Tong-tang-lang. Kam-lokai mundur sempoyongan,
mukanya terlihat sangat pucat. Segera ia duduk bersamadi guna menahan menjalarnya racun
berbisa di pundaknya. Buru-buru Master The-Kok-Liang membuka mulut Kam-lokai dan
memasukkan soatlian (teratai salju) pegunugan Thai-San yang berkhasiat mengobati luka
beracun dan luka dalam bagaimana beratnya sekalipun. Satu-satu untuk kedua belah pihak.
Di ringi sorak sorai pasukan Mo-Kauw menyambut kemenangan tetua mereka, Tong-tang-lang,
Ciang Gu Sik murid utama Sin-Kun-Bu-Tek maju ke depan dalam babak berikutnya.
Sesuai kesepakatan semula para ketua partai utama, kali ini yang maju adalah ketua biara Shao-
Lin-Pai, Siang-Jik-Hwesio. Yang maju kali ini adalah murid utama dari partai pemimpin di daerah
masing-masing. Siang-Jik-Hwesio adalah murid utama Tiang-Pek-Hosiang yang diakui sebagai
salah satu dari empat tokoh besar di daerah Tiong-Goan sedangkan Ciang Gu Sik adalah murid
utama ketua partai Mo-Kauw, Sin-Kun-Bu-Tek yang kabarnya telah menguasai tingkat sembilan
dari ilmu andalan partai mereka, Thian-Te-Hoat (ilmu langit bumi). Pertaurngan ini sangat
menarik sehingga tidak heran semua yang hadir baik para kaum kangouw Ting-goan dan para
anggota partai Mo-Kauw tidak berkedip matanya untuk menyaksikan pertarungan ini. Bagi
kalangan Bu-Lim sangat jarang mereka melihat ilmu silat ketua Shao-Lin yang sangat jarang
berkelana sehingga sampai di mana taraf ilmu silatnya tidak diketahui dengan jelas. Demikian
juga dengan Ciang Gu Sik yang baru datang dari Persia, banyak kaum persilatan Tiong-goan
yang tidak mengenalnya sehingga diam-diam mereka menaruh harapan tinggi di pundak Siang-
Jik-hwesio. Ciang Gu Sik yang biasanya sangat jumawa, kali ini tidak berani memandang enteng. Setelah
mengeluarkan beberapa jurus serangan untuk menjajaki lawannya, Ciang Gu Sik segera
mengerahkan ilmu andalannya Thian-Te-Hoat tingkat pertama, dia tidak mau membuang tempo,
sebisa mungkin mengakhiri pertandingan secepatnya. Pikiran Siang-Jik-Hwesio sama dengan
pikiran Ciang Gu Sik, dia juga mengerahkan ilmu tenaga dalam Ih-kin-keng andalan Shao-Lin-Pai
yang sudah dilatihnya puluhan tahun sejak kecil. Kehebatannya bukan alang kepalang, baru kali
ini kaum sungai telaga melihat kehebatan ilmu silat ketua Shao-lin ini, rata-rata sangat
mengaguminya dan mengakui ilmu silat Shao-lin memang benar-benar sumber dari segala ilmu
silat di daerah Tiong-goan. Memang selama ini murid-murid Shao-Lin jarang yang berkelana,
kalaupun ada mungkin hanya beberapa orang saja dan mereka tidak menonjolkan ilmu silat
mereka sehingga banyak kaum kangouw mulai meragukan kehebatan ilmu silat Shao-Lin-Pai
yang digembar-gemborkan selama ini. Namun kali ini mata mereka terbuka lebar bahkan para
ketua partai utama pun diam-diam mengakui kehebatan Siang-Jik-Hwesio.
Tapi lawan Siang-Jik-Hwesio juga tidak kalah hebatnya, walaupun berusia jauh lebih muda
dibandingkan Siang-Jik-Hwesio yang berumur enam puluh tahunan namun dalam belum empat
puluh tahunan, Ciang Gu Sik telah menguasai tingkat ke tujuh dari ilmu Thian-Te-Hoat. Kalau
dalam pertandingan di babak-babak sebelumnya terlihat sangat seru maka dalam pertandingan
babak ketiga ini justeru kurang seru dan terlihat lamban. Namun jangan dikira pertarungan ini
biasa saja, justeru sebenarnya lebih hebat dan berbahaya dari pertarungan sebelumnya. Dalam
pertandingan ini masing-masing pihak mengandalkan tenaga sakti mereka untuk menjatuhkan
lawan. Ciang Gu Sik sudah mengerahkan ilmunya sampai tingkat ke enam, hawa panas tak
berwujud mengurung seluruh ruang gerak Siang-Jik-Hwesio. Hawa panas tersebut membuat
Siang-Jik-Hwesio susah menarik nafas, diam-diam ia tercekat melihat kehebatan ilmu Thian-Te-
Hoat ini. Ilmu silat Siang-Jik-Hwesio dewasa ini adalah nomer satu di angkatannya, ia sudah
mewarisi seluruh ilmu silat gurunya, Tiang-Pek-Hosiang. Untuk melawan hawa panas tersebut,
Siang-Jik-Hwesio mengerahkan seantero tenaga dalamnya.
Melihat lawannya masih sanggup bertahan terhadap serangan tingkat ke enam ilmu Thian-Te-
Hoatnya, Ciang Gu Sik sangat penasaran dan memutuskan untuk mengeluarkan tingkat ke tujuh.
Selama berkelana di sungai telaga, belum pernah ia sampai harus mengeluarkan ilmu tingkat ke
tujuh ini karena bila tingkat ke tujuh ini telah dikerahkan dan masih gagal juga untuk
menjatuhkan lawan, ia dalam bahaya besar. Tenaga dalam yang dikerahkannya akan berbalik
menghantam dirinya. Dengan mengeluarkan lengkingan tinggi, Ciang Gu Sik mengerakkan kedua lengannya dengan
cepat mengarah Siang-jik-Hwesio.
"Dukkkk!" Dua tangan mengandung tenaga sakti tersebut berbenturan dan saling menempel
dengan kedua tangan Siang-Jik-Hwesio yang juga berisi hawa sakti. Pertarungan telah mencapai
puncaknya dan makin berbahaya. Adu tenaga dalam pun berlangsung dengan sengit, masing-
masing pihak mengerahkan seantero tenaga dalam yang dimilikinya. Sepertanakan nasi telah
berlalu, kedua pihak masih berimbang dan diam tak bergerak. Di atas ubun-ubun kepala masing-
masing nampak keluar uap putih ke atas. Dahi Ciang Gu Sik mulai mengeluarkan keringat, begitu
pula dahi Siang-Jik-Hwesio.
Dari segi kematangan tenaga dalam, Siang-Jik-Hwesio lebih lama latihannya dibandingkan Ciang
Gu Sik. Tapi aliran tenaga dalam Mo-Kauw memang sangat aneh dan luar biasa sehingga tidak
heran Ciang Gu Sik mampu mengimbangi tenaga dalam Siang-Jik-Hwesio.
Melihat pertarungan tersebut yang kalau dilanjutkan akan merugikan kedua belah pihak, Sin-
Kun-Bu-Tek berkata "Bagaimana kalau untuk babak ketiga ini dianggap seri, tiada yang menang
atau kalah?" Master The-Kok-Liang mengangguk setuju, lalu bersama-sama Sin-Kun-Bu-Tek melayang ke arah
pertempuran guna memisahkan kedua pihak yang sedang bertarung. Tetap satu-satu untuk
kedua pihak. Di babak keempat, maju pemimpin barisan merah Mo-Kauw, Hek-Houw. Sedangkan dari pihak
partai utama, keluar ketua Bu-Tong-Pai, Tiong-Pek-Tojin. Sewaktu masih menjadi pemimpin
bajak laut di perairan Po-hai, Hek-houw pernah bertempur melawan guru Tiong-Pek-Tojin, Kiang-
Ti-Tojin dan dikalahkan sehingga selama puluhan tahun ini ia masih menyimpan dendam
terhadap Kiang-Ti-Tojin. Mengetahui lawannya adalah murid Kiang-Ti-Tojin, Hek-houw melihat
peluang yang baik untuk membalas sakit hatinya.
Tiong-Pek-Tojin sendiri tidak mengetahui kalau suhunya pernah memberi ajaran kepada
Hek-houw sehingga ia sedikit heran mengapa begitu berhadapan dengannya, dengan mata berapi-api
Hek-houw melancarkan serangan ganas dan bertubi-tubi ke arahnya. Sambil mengegoskan
tubuh, Tiong-Pek-Tojin membalas serangan lawan dengan ilmu Bu-Tong-Kiam-Hoat (ilmu pedang
Bu-Tong) yang sangat terkenal tersebut. Gerakannya yang demikian ringan dan cepatnya
menandakan Tiong-Pek-Tojin telah mencapai tingkat tertinggi dari ilmu pedang Bu-Tong.
Tapi lawannya kali ini memiliki ilmu golok yang luar biasa, saat itu golok di tangan Hek-houw
sudah menyambar, membacok, ke arah kepala Tiong-Pek-Tojin. Tiong-Pek-Tojin menundukkan
kepalanya sambil pedangnya menyontek ke arah perut lawan. Dengan cepat Hek-houw menarik
pulang goloknya dan melompat mundur menghindari sontekan pedang Tiong-Pek-Tojin.
Tapi pedang Tiong-Pek-Tojin bagaikan memiliki mata, terus mengejar Hek-houw, menikam
bertubi-tubi hingga Hek-houw dengan terpaksa harus menggulingkan dirinya dan menjauhi
lawan. Sambil melompat bangun, dengan wajah yang semakin merah, golok Hek-houw meluncur
menusuk tengkuk Tiong-Pek-Tojin.
"Traang!.." pedang pusaka Tiong-Pek-Tojin menangkis serangan golok Hek-houw. Ramai bukan
main pertarungan tingkat tinggi ini. Bayangan mereka berkelabat di bungkus sinar pedang dan
golok, keadaan masih berimbang.
Bagaikan seekor naga menyambar, Tiong-Pek-Tojin meloncat dan bagaikan kilat melancarkan
jurus-jurus terlihai Bu-Tong-Kiam-Hoat. Jurus-jurus ini sangat jarang ia keluarkan karena sangat
menguras tenaga sakti namun hasilnya memang setimpal, Hek-houw keteteran, dengan susah
payah ia menghindari serangan-serangan tersebut. Laksana naga mengamuk, pedang Tiong-Pek-
Tojin berkelabatan dengan gerakan-gerakan yang susah ditebak dan tak terduga sama sekali,
tahu-tahu pundak kanan Hek-houw bolong tertusuk ujung pedang Tiong-Pek-Tojin.
"Aduuh!.." Hek-houw mengeluarkan jeritan kesakitan, golok yang dipegangnya terlepas dan jatuh
ke lantai. Belum lagi ia sempat beraksi lebih lanjut, ujung pedang Tiong-Pek-Tojin telah berada di
depan tenggorokannya. Kalau mau sebenarnya cukup dengan mengerakkan maju pedang satu
dim saja, tenggorokan Hek-houw pasti tertembus pedangnya. Dengan hati terkesiap Hek-houw
tidak berani bergerak sama sekali, untuk kedua kalinya ia mengalami kekalahan yang
mengenaskan dari murid-murid Bu-Tong-Pai.
Sambil tersenyum lelah, Tong-Pek-Tojin menarik pedangnya dari tenggorokan Hek-houw dan
kembali ke tempatnya di kuti sorak-sorai murid-murid ke tujuh partai utama dan kaum kangouw
yang hadir. Dua-satu untuk pihak partai utama.
Dengan dahi berkerut tanda hatinya yang kesal, Sin-Kun-Bu-Tek bangkit dari duduknya dan
berjalan ke tengah ruangan. Dibabak terakhir ini, dia sendiri yang maju. Para hadirin menengok
ke arah para ketua partai utama untuk mencari tahu siapa yang akan menghadapi ketua Mo-
Kauw ini. Ternyata adalah ketua Thai-San-Pai, Master The-Kok-Liang. Lima puluh tahun yang
lalu, ayah Master The-Kok-Liang, The-Ciu-Kang, binasa di tangan ketua Mo-Kauw terdahulu,
Thian-Te-Lojin (si kakek langit bumi). Waktu itu usianya masih belasan tahun sehingga saat itu ia
sangat berduka dan bersumpah untuk mempelajari ilmu silat Thai-San-Pai sampai puncaknya
agar menjadi jago terkemuka kangouw. Dia sendiri menyadari ayahnya mati dalam pertempuran
dan lawannyapun turut binasa sehingga masalah dendam sudah terbalaskan dengan sendirinya.
Ilmu silat Thai-San-Pai sendiri ia pelajari bersama sumoinya, yang sekarang menjadi istrinya


Rahasia Lukisan Kuno Seri Pendekar Cinta Karya Tabib Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melalui suhengnya, murid pertama ayahnya, Phang Ji Hok yang saat itu sudah berumur dua
puluh lima tahunan dan sudah mewarisi semua ilmu silat partai Thai-San-Pai, di samping ibunya
sendiri. Tapi boleh di bilang, Phang Ji Hok lah yang menjadi guru sekaligus suhengnya. Berkat
bakat dan ketekunannya yang luar biasa, Master The-Kok-Liang akhirnya menjadi salah satu
empat tokoh besar dunia persilatan.
Para hadirin yang hadir berdebar-debar menanti pertandingan puncak ini. Kedua tokoh ini sudah
sangat terkenal selama puluhan tahun, mati-hidup dunia
persilatan tergantung hasil
pertandingan tersebut. Dengan tajam Sin-Kun-Bu-Tek menatap Master The-Kok-Liang yang
berjalan dengan tenang menghampirinya. Ketenangan Master The-Kok-Liang sedikit menganggu
diri Sin-Kun-Bu-Tek, hanya mereka yang telah mencapai tingkat kesempurnaan ilmu silat yang
dapat memiliki ketenangan seperti ini. Sebenarnya peristiwa pertempuran antara ke tujuh partai
utama dan pihak Mo-Kauw lima puluh tahun yang lalu, disamping menghancurkan kedua belah
pihak tapi juga memiliki segi positif. Keterpurukan masing-masing pihak telah membuat
semangat angkatan yang lebih muda untuk mencapai ilmu silat tertinggi, berlipat-lipat. Terbukti
dari pihak partai utama, murid-murid ketua terdahulu telah dapat menyamai bahkan melebihi
kemasyhuran guru-guru mereka. Ibarat pepatah gelombang belakang sungai tiang-kang
mendorong gelombang depan, begitu pula dengan pihak Mo-Kauw, Sin-kun-bu-tek bahkan
berhasil mencapai tingkat tertinggi yaitu tingkat ke sembilan dari ilmu Thian-Te-Hoat yang
selama ratusan tahun belum pernah ada yang berhasil menguasainya sehingga secara umum
ilmu silat mengalami kemajuan dari sebelumnya.
Kedua tokoh puncak ini saling menjura memberi salam sebelum mereka melancarkan gebrakan
pertama. Dalam pertarungan kelas atas, masing-masing pihak langsung mengeluarkan ilmu
simpanan masing-masing. Mereka tahu tidak perlu membuang-buang tenaga melancarkan ilmu-
ilmu yang dapat dengan mudah dielakkan lawan. Sambil mengelak dari serangan ilmu Thian-Te-
Hoat (ilmu langit bumi) tingkat pertama, Master The-Kok-Liang mencabut pedang pusaka dan
menjalankan ilmu Thian-San-Kiam-Hoat (ilmu pedang Thian-San) yang termasyhur. Ilmu pedang
partai Thai-San-Pai berandeng dengan ilmu pedang Bu-Tong, masing-masing partai memiliki
sendiri-sendiri. Bu-Tong-Kiam-Hoat memiliki keunggulan dari segi penyerangan sedangkan Thai-
San-Kiam-Hoat sangat kokoh pertahanannya bagaikan gunung Thai-San. Tidak mudah bagi Sin-
kun-Bu-Tek untuk menerobos pertahanan Thian-San-Kiam-Hoat yang dimainkan Master The-Kok-
Liang yang sudah mencapai kemahiran yang sempurna dan mendarah daging. Perlahan-lahan
Sin-Kun-Bu-Tek mengerahkan ilmu Thian-Te-Hoat setahap demi setahap untuk memperkecil
ruang gerak Master The-Kok-Liang. Gerakan Sin-Kun-Bu-Tek terlihat jauh lebih matang dari
gerakan Ciang Gu Sik, walaupun ilmu yang dimainkan sama.
Begitu pula dengan hawa panas yang dihasilkan dari tenaga saktinya, dan membuat Master The-
Kok-Liang mulai prihatin menghadapinya, terbukti kelincahannya tidak segesit pada puluhan
jurus pertama, dimanapun ia bergerak hawa panas tersebut menyelubunginya. Ilmu Thian-Te-
Hoat sudah mencapai tingkat ke tujuh dikerahkan oleh Sin-Kun-Bu-Tek namun Master The-Kok-
Liang masih dapat bertahan walaupun dahinya mulai mengeluarkan keringat dan punggung
bajunya sudah basah terkena keringatnya. Ini diakibatkan efek hawa panas tersebut juga yang
membuat para hadirin juga merasakan panasnya udara di sekitarnya bahkan mereka yang
kemampuan ilmu silatnya biasa-biasa saja merasa tidak tahan dan menjauhi pertempuran
belasan tombak. Diam-diam Sin-Kun-Bu-Tek kagum melihat kegigihan Master The-Kok-Liang, dia
mulai menjalankan tingkat ke delapan ilmu Thian-Te-Hoat. Master The-Kok-Liang sendiri diam-
diam sudah tidak tahan tehadap hawa panas tersebut, tenaga dalam yang dikerahkannya
mengalami kemacetan akibat hawa tersebut, ibarat seekor katak dalam tempurung (panci)
tertutup dan dibawah panci terdapat api yang makin lama makin membesar tapi tidak bisa lari
kemana-mana, memanaskan keadaan di dalam tempurung tersebut, begitulah kira-kira situasi
Master The-Kok-Liang saat itu.
Begitu tingkat ke delapan di jalankan Sin-Kun-Bu-Tek, dari ujung hidung Master The-Kok-Liang
keluar darah, pada mulanya kaum sungai telaga tidak memperhatikannya tapi ketika darh
tersebut semakin banyak mengucur dari hidung Master The-Kok-Liang, beberapa kaum Bu-Lim
menjerit khawatir, demikian juga para ketua partai utama. Mata mereka yang tajam telah dapat
melihat sesuatu yang belum dilihat kaum persilatan yang hadir yaitu kedua mata dari master
The-Kok-Liang pun turut berubah menjadi kemerahan, kondisinya sekarang ini sangat kritis.
Kita tinggalkan dahulu pertempuran yang telah mencapai tahap kritis ini. Mari kita lihat keadaan
jago kita Li Kun Liong. Di bagian dalam hutan di gunung Song-Shan, selama beberapa hari ini, Li
Kun Liong dengan tekun mempelajari gambar-gambar di lukisan kuno. Seperti yang kita ketahui
selama melakukan perjalanan bersama Kim Bi Cu, Li Kun Liong berusaha mempelajari tulisan
Persia. Walaupun waktu untuk mempelajari tulisan Persia cukup singkat namun dengan
kepintarannya yang berbeda dengan orang biasa pada umumnya, Li Kun Liong sudah mampu
mengenal huruf-huruf dasar Persia. Bahasa ini tergolong bahasa tertua bahkan lebih tua dari
bahasa Sansekerta. Cukup banyak jenis uruf yang berhasil di ngatnya dari pengajaran Kim Bi Cu.
Betapa girang hatinya ketika ia dapat mengerti beberapa kalimat yang tertera di dalam lukisan
tersebut, walaupun tidak semua arti dalam suatu kalimat ia mengerti tapi dengan menebak-
nebak arti keseluruhan kalimat tersebut ditambah pengertiannya yang sudah mendalam akan
ilmu silat, akhirnya Li Kun Liong mampu memahami sebagian besar kalimat-kalimat tersebut.
Tanpa mengenal lelah, Li Kun Liong mengikuti petunjuk-petunjuk yang berhasil dipahaminya.
Mula-mula ia mencoba gambar-gambar postur pertama dan hasilnya menakjubkan, kali ini ia
tidak merasa pusing-pusing atau pingsan seperti sebelumnya bahkan semangatnya semakin
segar tanda petunjuk yang di kutinya telah benar. Tenaga dalam di sekitar perutnya pun
dirasakan berputar-putar tanpa henti dan semakin lama semakin dasyhat. Rupanya pada sepuluh
gambar pertama, memberikan cara-cara untuk memupuk tenaga sakti. Dia lalu mencoba posisi-
posisi berikutnya yaitu dengan kepala di bawah kaki di atas. Apabila dulu tidak sampai setengah
jam dirinya sudah jatuh pingsan, kali ini dengan mengikuti petunjuk tulisan yang dipahaminya, Li
Kun Liong mampu bertahan sekitar dua jam. Di posisi berikutnya berdasarkan uraian dalam
lukisan tersebut, hawa sakti yang berputar di perutnya harus dikumpulkan dan perlahan-lahan
mengitari semua urat nadi di seluruh tubuhnya termasuk yang ada urat syaraf yang ada di
kepala. Li Kun Liong berhasil membawa hawa sakti diperutnya tersebut mengeliling hampir
semua urat nadi di tubuhnya hanya dua urat nadi yang berada di syarafnya yang belum mampu
ditembusnya. Begitu sampai di kedua urat syaraf tersebut, hawa sakti yang dikumpulkannya
dengan susah payah buyar secara misterius. Begitu terjadi berulang kali dan membuat Li Kun
Liong sangat penasaran. Bolak-balik selama beberapa hari ini ia mencoba menjebol urat syaraf
tersebut namun tetap tak berhasil juga. Tanpa putus asa Li Kun Liong mencoba terus hingga
tanpa disadarinya suara gemuruh kedatangan pasukan Mo-Kauw terlewatkan dari perhatiannya
karena saat itu ia dalam keadaan yang genting. Salah satu urat syaraf yang selama beberapa
hari ini gagal ia tembus akhirnya jebol juga. Jebolnya urat salah satu urat syaraf tersebut
membuat Li Kun Liong semakin bersemangat hingga lupa waktu. Sekarang dicobanya untuk
menembus urat syaraf terakhir, dengan mengkonsentrasikan seluruh semangat dan pikiran, dia
mengumpulkan hawa sakti di perut dan membawanya mengitari seluruh urat nadi di tubuhnya
dan perlahan-lahan naik ke atas menuju urat nadi yang terletak di syaraf. Kali ini diluar
dugaannya, urat syaraf terakhir dapat dijebolnya dengan mudah. Ibarat sedang bisul yang belum
mau pecah juga atau sakit gigi yang dirasakan berminggu-minggu lamanya, begitu dicabut gigi
yang sakit tersebut, rasanya plong, sakitnya langsung hilang.
Begitu juga dengan keadaan Li Kun Liong saat itu, jebolnya urat nadi terakhir yang berada di
syarafnya membuat hawa sakti yang dikumpulkannya menjadi berlipat-lipat kekuatannya, seolah-
olah tidak dihalangi tembok bendungan, mengalir dengan derasnya ke seluruh tubuhnya.
Badannya terasa nyaman luar biasa, belum pernah ia mengalami kenyamanan seperti ini. Seluruh
urat nadinya berdenyut denyut begitu dilewati hawa sakti tersebut. Perlahan-lahan Li Kun Liong
mampu mengendalikan arus hawa saktinya, setelah beberapa kali berputar mengelilingi seluruh
urat nadi tanpa halangan, hawa sakti tersebut dapat dengan sesuka hati diaturnya.
Li Kun Liong mencoba memukul sebatang pohon dengan lingkaran sepelukan orang dewasa
dengan tenaga saktinya, hasilnya jauh dari dugaannya. Batang pohon tersebut hanya bergoyang
sekali akibat hantamannya tersebut. Sebelum tenaga dalamnya berhasil menembus urat nadi di
kedua syarafnya, Li Kun Liong mampu mematahkan batang pohon tersebut tanpa susah payah
namun sekarang justeru begitu urat nadinya tembus, ia tidak bisa merubuhkan batang pohon.
Dengan bingung Li Kun Liong memeriksa pohon yang dihantamnya barusan, tampak tidak ada
sesuatu yang aneh. Pohon tersebut masih berdiri tegak, Li Kun Liong mengaruk-garuk kepalanya
dengan bingung. Di tendangnya pohon tersebut saking kesalnya, hasilnya dengan suara
gedubrakan pohon besar tersebut roboh ke tanah. Dengan kaget Li Kun Liong memeriksa batang
pohon tersebut, ternyata bagian dalam batang pohon tersebut sudah hancur menjadi abu.
Rupanya akibat hantaman tanaga dalam Li Kun Liong, seluruh bagian dalam pohon tersebut
pecah berantakan namun dari luar tidak kelihatan sama sekali. Kehebatan tenaga dalam sehebat
ini tidak dapat dibayangkan oleh Li Kun Liong bisa ia kuasai bahkan mendengarnya pun ia tidak
pernah. Diam-diam ia menarik nafas dalam-dalam, hatinya bergidik ngeri, entah bagaimana
akibatnya bila yang terkena hantamannya tadi adalah manusia.
Memang tanpa disadari Li Kun Liong, ia telah mempelajari ilmu aliran tenaga dalam yang sangat
ajaib dan tiada duanya. Dengan kemampuannya saat ini, ia dapat malang melintang di sungai
telaga tanpa tandingan lagi. Bahkan dengan sedikit kecerdikan yang dimilikinya, di masa
mendatang Li Kun Liong mampu menyerang lawan dengan tenaga dalam tak berwujud ke arah
musuhnya tanpa disadari lawan, tahu-tahu lawannya tergeletak binasa dengan bagian dalam
hancur semuanya. Tapi tentu saja masih dibutuhkan waktu yang cukup lama sebelum Li Kun
Liong mencapai tingkat tersebut dan hal tersebut terjadi di lain cerita.
Setelah kembali membumi, Li Kun Liong sadar hari telah menjelang sore. Entah apakah partai
Mo-kauw sudah datang atau belum. Li Kun Liong mengerahkan ilmu menringankan tubuh berlari
ke arah Shao-lin untuk mencari berita.
Kali ini pun ia merasa kaget, cukup dengan mengerahkan sedikit tenaga, tubuhnya meluncur
dengan kecepatan kilat. Kecepatan ini berkali lipat dari sebelumnya, bagaikan terbang kedua
kakinya melayang seolah-olah tak menyentuh tanah. Dalam waktu singkat ia sampai di depan
kuil Shao-Lin, dari kejauhan ia telah melihat kepungan pasukan Mo-Kauw, rupanya mereka
benar-benar sudah datang ke kuil Shao-Lin. Tanpa membuang tempo Li Kun Liong melayang
melewati tembok kuil Shao-Lin, ia tidak mau repot dihadang pasukan Mo-Kauw. Bagi pasukan
Mo-kauw sendiri, mereka hanya melihat segulungan bayangan putih berkelabat di depan mata
mereka. Kecepatan bayangan tersebut tidak dapat di kuti oleh mata mereka yang cukup terlatih
sebenarnya. Terjadi kehebohan dalam barisan Mo-kauw, mereka tahu yang datang adalah
seorang jago kosen yang maha lihai.
Kedatangan Li Kun Liong sangat tepat waktunya, begitu memasuki ruangan utama kuil Shao-Lin,
ia melihat Master The-Kok-Liang dengan tubuh gemetaran sedang dalam tahap yang sangat kritis
di serang oleh seorang tua yang berusia sekitar hampir delapan puluh tahunan. Juga
dirasakannya hawa panas di sekitar ruangan tersebut, wajah Master The-Kok-Liang sekarang
sudah berubah menjadi merah darah akibat darah yang kelaur dari kedua lubang hidung, mata
dan telinganya. Li Kun Liong sadar bahaya yang mengancam, sambil mengeluarkan pekikan
dasyhat ia melompat ke arah pertempuran untuk menolong ayah Cin-Cin.
Saat itu pikiran Master The-Kok-Liang sudah tidak stabil lagi, tenaga dalamnya sudah terkuras
habis, ia hanya menanti detik-detik terakhir sebelum kematian menghampirinya. Sin-Kun-Bu-Tek
sendiri cukup terkuras tenaganya menjalankan tahap ke delapan ini namun diam-diam hatinya
lega melihat keadaan Master The-Kok-Liang yang sebentar lagi akan roboh sehingga ia tidak
perlu menjalankan tingkat terakhir ilmu Thian-Te-Hoat yang akan menguras tenaga dalamnya
lebih banyak lagi. Sekarang pun setelah pertandingan ini selesai, ia membutuhkan waktu
beberapa hari untuk memulihkan tenaga.
Mendadak dirinya mendengar pekikan dashyat di ringi serangkum tenaga dalam yang sangat
hebat menerpa ke arahnya. Hati Sin-Kun-Bu-Tek tercekat mengetahui masih ada tokoh nomer
wahid di kalangan dunia persilatan kangouw, terbukti serangkuman tenaga dalam tersebut dapat
menembus hawa saktinya yang sedang mengurung Master The-Kok-Liang. Namun ia tidak
sempat banyak berpikir, gelombang tenaga dalam tersebut telah membuyarkan hawa panas yang
melingkupi Master The-Kok-Liang, sekaligus membuatnya mundur sempoyongan akibat desakan
hawa panas yang membalik ke arahnya. Dengan wajah sedikit pucat tanda hatinya tergoncang,
ia melihat seorang pemuda seumuran muridnya Ceng Han Tiong sedang memapah Master The-
Kok-Liang mejauhi gelanggang. Master The-Kok-Liang segera dikerumuni oleh para ketua partai
utama, dengan wajah khawatir Li Kun Liong bertanya "Master, apakah tidak apa-apa?".
Disekanya darah yang membasahi wajah Master The-Kok-Liang. Diam-diam dikerahkannya
tenaga dalam untuk membantu Master The-Kok-Liang. Dengan wajah pucat pasi, Master The-
Kok-Liang mengambil sebutir pek-leng-tan yang terbuat dari Thain-San-Soat-Lian (teratai salju
dari Thian-San) dan segera meminumnya. Pek-leng-tan sangat berkhasiat untuk menyembuhkan
luka dalam. Dengan wajah sedikit membaik, Master The-Kok-Liang berkata lemah "Terima kasih
atas pertolonganmu Kun Liong"
"Sebaiknya suhu jangan banyak bicara dahulu agar tenaga dalamnya tidak tergetar" kata Tang
Bun An sambil memeriksa nadi di tangan Master The-Kok-Liang.
Melihat keadaan Master The-Kok-Liang mendingan, baru Li Kun Liong lega hatinya, ditepuknya
bahu Tang Bun An dan berkata "Bun An, tolong jaga suhumu baik-baik"
"Terima kasih Kun Liong, untung engkau datang, kalau tidak?" Tang Bun An tidak dapat
menyelesaikan perkataannya, hatinya masih berdebar-debar menyaksikan pertempuran gurunya
dengan Sin-Kun-Bu-Tek tadi.
"Ha..ha..ha.. Siang-Jik-Hwesio menurutmu bagaimana hasil pertempuran lohu dengan Master
The-Kok-Liang" kata Sin-Kun-Bu-Tek tiba-tiba.
"Omitohud, ilmu Thian-Te-Hoat Sin-Kun-Bu-Tek memang sangat lihai, pertandingan ini jelas
dimenangkan pihak Mo-Kauw" jawab Siang-Jik-Hwesio.
Keadaan sekarang menjadi susah, masing-masing pihak sudah memenangkan dua babak dan
satu seri sehingga keadaan berimbang. Kaum kangouw Tiong-goan yang menyaksikan
kedatangan Li Kun Liong, awalnya mengira Li Kun Liong datang untuk membantu pihak Mo-Kauw
namun kesudahannya membuat mereka tercengang, tidak menyangka sama sekali justeru Li Kun
Liong membantu Master The-Kok-Liang.
Ciang Gu Sik segera berbisik kepada gurunya, memberitahu siapa diri Li Kun Liong. Juga
diceritakannya kerubutannya bersama Tong-tang-lang namun ia tidak menyangka ilmu silat Li
Kun Liong sekarang sudah maju sangat pesat dari sebelumnya. Bahkan Tong-tang-lang diam-
diam tergetar hatinya melihat tenaga dalam sutitnya ini, dia heran dari mana Li Kun Liong
memperoleh kemajuan tenaga dalam sepesat ini.
"Hm.. rupanya dikalangan kaum muda kangouw Tiong-goan masih mempunyai jago muda yang
lihai" kata Sin-Kun-Bu-Tek dengan mata berkilat menatap Li Kun Liong. Diam-diam ia
memutuskan untuk mencoba ilmu silat Li Kun Liong. Tiba-tiba ia mengebaskan tangan dengan
gerakan tjiamie sippattiat (merubuhkan musuh dengan kebasan tangan) ke arah Li Kun Liong.
Melihat gerakan tersebut kaum kangouw yang hadir berteriak khawatir bagi keselamatan Li Kun
Liong. Tadi ketua Ceng-Sia-Pai juga ia serang dengan gerakan ini dan hasilnya ketua Ceng-Sia-
Pai tersebut binasa. Li Kun Liong kaget ketika tahu orang tua dihadapannya ini adalah Sin-Kun-Bu-Tek, ayah dari Kim
Bi Cu. Li Kun Liong tahu Sin-Kun-Bu-Tek telah melancarkan serangan ke arahnya namun sejak tadi
seluruh urat tubuhnya telah siap siaga. Dirasakannya datang serangkum tenaga dashyat yang
berwujud menghampirinya, dengan tenang seolah-olah hendak membersihkan baju dari debu,
dikebas-kebaskannya kedua tangannya ke baju. Diam-diam ia bersyukur telah memperoleh
kemajuan tenaga dalam yang berarti dari lukisan kuno tersebut hingga mampu menyambut
serangan Sin-Kun-Bu-Tek. Melihat kebasan tangannya tidak berarti apa-apa terhadap Li Kun Liong, Sin-Kun-Bu-Tek segera
sadar ia menghadapi lawan yang tangguh.
Otaknya memikirkan langkah selanjutnya yang harus ia lakukan, dengan hasil seimbang tentu
saja ia masih memiliki kesempatan untuk mencapai cita-citanya. Namun kedatangan pemuda ini
membuatnya sedikit ragu, tenaga dalam pemuda ini sangat tinggi, belum pernah ia melihat
seorang pemuda memiliki tenaga dalam sesempurna ini, kalau tidak menyaksikannya sendiri, ia
pasti tidak akan percaya.
Belum lagi Sin-Kun-Bu-Tek memutuskan langkah selanjutnya, tiba-tiba terdengar suara mengalun
memasuki gendang telinganya.
"Kim-heng, lohu menyampaikan selamat bertemu kembali setelah puluhan tahun ini "
Tahu-tahu di dalam ruangan tersebut hadir seorang padri tua dengan wajah welas asih dan
rambut yang sudah putih semua. Padri tersebut adalah ketua biara Shao-Lin terdahulu, Tiang-
Pek-Hosiang. Ketika Li Kun Liong mengeluarkan pekikan dashyat tadi, pekikan tersebut
mengetarkan seluruh kuil Shao-Lin dan menyadarkan Tiang-Pek-Hwesio dari samadhinya. Dia
merasa heran tokoh lihai dari mana yang telah mendatangi kuil Shao-Lin, diam-diam ia khawatir
muridnya Siang-Jik-hwesio mampu menandingi tamu tersebut. Makanya segera ia menampilkan
diri dan menyangka orang yang mengeluarkan pekikan tersebut adalah Sin-Kun-Bu-Tek yang
sudah dikenalnya puluhan tahun yang lalu.
Lapat-lapat, Sin-Kun-Bu-Tek masih mengenali Tiang-Pek-Hosiang, lima puluh tahun yang lalu
mereka pernah bertempur puluhan jurus. Tak nyana gelagatnya ilmu silat Tiang-Pek-Hosiang ini
sudah mencapai kesempurnaan, terbukti dari suara yang didengarnya barusan, walaupun lirih
namun terdengar dengan jelas sekali. Diam-diam ia mengeluh dalam hati melihat kemunculan
seorang tokoh lihai lagi, belum lagi apabila Kiang-Ti-Tojin ikut muncul, cukup berat baginya.
Namun di luaran ia tidak menampakkan kekhawatiran sama sekali bahkan sambil tertwa
tergelak-gelak ia menjawab "Selamat..selamat bertemu kembali Tiang-Pek-Hosiang, lohu
bersyukur bisa bertemu kembali teman lama. Kedatangan lohu kali ini memang untuk
bernostalgia dengan teman-teman lama. Entah apakah Kiang-Ti-Tojin juga berkenan hadir ?"
Sambil tersenyum, Tiang-Pek-Hosiang menjawab "Ilmu silat sicu semakin lama semakin hebat,
pinceng sangat mengaguminya."
Melihat kedatangan Tiang-Pek-Hosiang, Siang-Jik-Hwesio dan para ketua partai utama sangat
gembira, diam-diam hati mereka lega. Begitu juga kaum kangouw Tiong-goan yang hadir,
kehebatan ilmu silat Sin-Kun-Bu-Tek mengiriskan hati mereka.
"Baiklah, sesuai kesepakatan semula, keadaan bagi kedua pihak berimbang. Lohu memutuskan
pertandingan ini seri, sementara partai kami akan tetap berdiam di Tiong-goan. Bagaimana
keputusan kalian?" tanya Sin-Kun-Bu-Tek.
"Omitohud, kami tidak masalah sama sekali dengan kehadiran partai Mo-kauw sepanjang tdak
menganggu ketentraman dunia persilatan kang-gouw" sahut Siang-Jik-Hwesio.
Sambil tertawa dingin, Sin-Kun-Bu-Tek mengulapkan tangannya ke arah anggota Mo-Kauw dan
meninggalkan ruangan. Gemuruh pasukan Mo-Kauw kembali terdengar menuruni gunung Song-
Shan. Kaum persilatan yang hadir diam-diam menarik nafas lega menyaksikan kepergian pasukan Mo-
kauw tersebut, untuk sementara dunia kangouw bisa tenang. Satu-persatu ikut meninggalkan
gunung Song-Shan hingga akhirnya tinggal para tokoh partai utama saja. Mereka menghampiri
Tiang-Pek-Hosiang untuk memberi salam sedangkan Li Kun Liong menghampiri Tang Bun An dan
Master The-Kok-Liang.

Rahasia Lukisan Kuno Seri Pendekar Cinta Karya Tabib Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Li Kun Liong memegang urat nadi di tangan Master The-Kok-Liang, dirasakannya denyut nadi
masih lemah namun berkat pek-leng-tan untuk sementara luka-luka dalamnya dapat dicegah
tidak menjadi lebih parah. Diam-diam dari hasil pemeriksaan tersebut Li Kun Liong menyadari
hidup Master The-Kok-Liang tidak dapat bertahan lama, Li Kun Liong bingung untuk
mengungkapkannya. Seperti yang kita ketahui, ilmu pertabiban Li Kun Liong dipelajarinya dari
sucouwnya, Seng-Ih (si tabib sakti) yang dikenal sebagai tabib nomer satu sungai telaga,
sehingga diagnosa Li Kun Liong bukan sembarangan. Sambil tersenyum lemah, seolah juga
menyadari keadaannya, Master The-Kok-Liang berkata "Kun Liong, umur manusia ada batasnya dan setiap manusia cepat
atau lambat memang harus mati, engkau tidak perlu bingung, lohu sendiri sudah menyadari luka-
lukaku ini terlalu parah."
Mendendengar perkataan suhunya, Tang Bun An sangat kaget dan berkata "Suhu mengapa
berkata seperti itu, murid yakin suhu pasti akan sembuh, betulkan Kun Liong?"
Li Kun Liong tidak tahu bagaimana untuk menjawabnya, namun Master The-Kok-Liang sudah
menjawab "Bun An, engkau harus tahu, sebenarnya kalau tadi Li Kun Liong tidak mengerahkan
tenaga dalam untuk membantuku, mungkin sejak tadi suhumu ini sudah binasa. Cuma satu yang
masih membuatku belum tentram, keberadaan Cin-Cin sampai sekarang tidak jelas. Kun Liong
lohu mau minta bantuanmu untuk ikut membantu Bun An mencari Cin-Cin, kalau engkau tidak
keberatan." "Jangan khawatir Master, Cin-Cin sudah aku anggap adik sendiri, aku pasti membantu Bun An mencari
jejak Cin-Cin" kata Li Kun Liong sedih.
Selagi mereka prihatin melihat keadaan Master The-Kok-Liang, terlihat Tiang-Pek-Hosiang
bersama para ketua partai utama menghampiri Master The-Kok-Liang.
"The-sicu, bagaimana keadaanmu, pinceng punya obat luka dalam buatan Shao-Lin, mungkin
bisa membantu" kata Tiang-Pek-Hosiang sambil berlutut dan memeriksa keadaan Master The-
Kok-Liang. Namun hasil pemeriksaan Tiang-Pek-Hosiang juga sama dengan Li Kun Liong.
"Omitohud.., luka-luka dalam The-sicu sangat serius, lohu tidak sanggup untuk mengobatinya"
"Terima kasih taysu, lohu tahu luka-lukaku sudah tidak dapat tertolong lagi hingga merepotkan
taysu dan para ketua lainnya.
"Jangan berkata begitu Master The-Kok-Liang, engaku sudah menyumbangkan tenaga yang
sangat berarti bagi dunia persilatan. Sekarang sebaiknya kita berusaha merawat Master
secepatnya" kata Kam-Lokai.
Mereka lalu membawa Master The-Kok-Liang ke dalam Shao-Lin dan membaringkannya di
sebuah kamar besar. Tang Bun An dan Li Kun Liong menjaga Master The-Kok-Liang bergantian,
selama beberapa hari ini beberapa tabib terkenal yang di undang datang ke Shao-Lin tetap tidak
dapat menyembuhkan Master The-Kok-Liang sehingga keadaan ketua Thai-San-Pai ini semakin
lemah dan parah hingga akhirnya setelah memberi pesan-pesan terakhir kepada muridnya, Tang
Bun An, ia meninggalkan dunia ini dengan tenang. Dunia persilatan berkabung, kehilangan salah
satu tokoh paling terkemuka selama puluhan tahun ini.
11. Epilog Di depan sebuah gubuk di atas tebing sungai Yangtze dengan kehijauan rimbunan pepohonan hutan
yang masih asli diselingi gemericik derasnya air sungai nan jernih dengan hawa sejuk berlatar
pegunungan Lu-Shan, menambah indahnya alam. Saat itu rintik-rintik gerimis membasahi bumi.
Pemandangan itu sangat indah. Keindahannya terutama perpaduan sungai, pemandangan bebatuan di
sungai, yang bagaikan batu-apung yang membentuk hiasan alam secara alamiah. Kalau berkabutpun
tetap indah, karena kabut itu seakan menjadi tabir-alam yang tampaknya sangat halus bagaikan sutera
kekelabuan. Kalau ada matahari lain lagi keindahannya, sinar yang memancarkan cahaya keemasan,
memantul di air sungai, dan dari jauh tampak lengkungan pelangi yang berwarna-warni.
Di pinggir sungai Yangtze tersebut berdiri seorang gadis dengan kecantikan wajah yang sempurna bak
bidadari turun dari langit. Seluruh pakaiannya basah kuyup menampilkan bayangan tubuh yang sintal dan
menggiurkan dari seorang dara muda. Lekak-lekuk tubuh gadis itu sangat indah, menguncangkan hati setiap
pria yang melihatnya. Cahaya pelangi menerpa wajahnya yang basah, menampilkan garis-garis wajah
yang terukir halus, memberikan kesan yang agung. Pakaian yang dikenakannya tidak dapat
menyembunyikan bentuk tubuh yang ramping dengan sepasang buah dada membusung ketat dibalik baju
basah tersebut. Kerinduan memang selalu datang begitu saja. Seperti pagi hari ini, Cin-Cin sedang berlatih silat dengan tekun
mempelajari jurus-jurus baru ilmu pedang, hujan rintik-rintik tak dihiraukannya.
Jurus-jurus tersebut sangat hebat dan mengiriskan hati, kelabatan pedang kesana kemari seolah menapaki
setiap titik hujan yang berjatuhan.
Sekonyong-konyong ingatannya kembali ke masa kecilnya, ketika ia berdua Li Kun Liong bermain air hujan di
halaman belakang gedung Thai-San-Pai. Dengan termangu ia menatap gerimis yang yang berkejaran di
permukaan sungai, teringat betapa gembira mereka saat itu. Entah mengapa ia begitu kangen pada Li Kun
Liong (saat itu Li Kun Liong sedang merawat dirinya dan merasa sengsara, kesepian seorang diri), ia mengira-
ngira apa yang sedang dilakukan Li Kun Liong saat ini.
Hujan akhir musim turun semakin deras membasahi ingatannya pada Li Kun Liong, sepasang mata bulat
bening itu sedikit meredup sinarnya.
Kau seperti hujan yang datang membasahi, membuat pepohonan dan rerumputan meruap segar
di hatiku, dan ketika pergi meninggalkan aroma tanah yang gembur. Barangkali sejak itulah, aku
mulai menyukai hujan dan betah menikmatinya berlama-lama. Sebab aku merasa menemukan
dirimu... Rindu berpadu sunyi Paduan sempurna di kala sendiri
Kutata indah sibuknya hati
Nikmati rindu tiada bertepi
". Ban Rou Bo Lou Mi* Hati yang mendambakan ketenangan, dunia fana menari di tengah kelam malam
Kemanakah hrs pergi mencari rumput harum dalam mimpiku
Sepanjang jalan cinta sesukanya menakutkan dan meresahkan
Suara bo ye po luo yang menjerat, siapa yang dapat memahami"
sudah mengetahui asyiknya kebebasan berharap dapat melupakan namun tak kuasa
berapa banyak mengetahui bunga merekah dan luluh, sudah mengetahui btp indahnya memiliki
Namun tak kuasa memenuhinya, siapa yang hrs menyelesaikannya"
Mengetahui bahagianya perjumpaan namun tak kuasa melupakan budi dan dendam
Berapa banyak mengetahui datangnya angin badai malam tersebut
sudikah Kau adalah kegalauan yang paling aku banggakan
Sepanjang jln hatiku terbakar dalam lubuk hatiku
Melihat bunga tak sperti bunga, rumput tak sperti rumput, siapa yg dapat memahami"
Orang tak sperti orang, rumput tak sperti rumput, apakah ini baik atau tidak"
Mabuk kepayang dalam impian, jerih payah yang menerjang dan awan tersapu hilang dalam
asap Berjumpa denganmu memerlukan keberuntungan, bahkan mencintaimu memerlukan berapa
banyak Keberanian" Diriku yang kecil hanya bertekad, manusia di dunia tak mampu mengisi sebuah kisah
Ada orang mengatakan harus melupakanmu, aku rela melupakan ketidaktauan ku
Kehilanganmu, apa hebatnya jika menarik perhatian seluruh dunia"
Aku tak memperdulikan segalanya biarkan waktu berhenti
Jangan mau menukarkan kau sebuah keteguhan
Akhir dari kehidupan manusia, bukan pertemuan maka perpisahan
Jangan meninggalkan jejak sebuah percintaan
Ada orang mengatakan seharusnya aku menyerah, masih lebih mudah terjebak dalam pesona
daripada hendak menyesal Yang tersulit adalah kehilangan daya cinta, mabuk dan mati dalam kesepian
Seluruh dunia tengah menungguku dan melihatmu
Biarkan aku mengecupmu dan jatuh cinta padamu
* (Chinese Ghost Story) TAMAT Panji Sakti ( Jit Goat Seng Sim Ki) 8 Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo Memanah Burung Rajawali 6
^