Pencarian

Mentari Senja 4

Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya S H Mintardja Bagian 4


orang-orang dari padepokan itu. Tetapi kalian sudah
mengetahui, bahwa mereka telah berusaha memperbodoh
kalian. Orang yang bernama Kiai Banyu Bening itu telah
kehilangan anak bayinya yang terbakar. Ia merasa terpukul
oleh peristiwa itu. Tetapi kami belum tahu pasti, siapakah
yang telah bersalah atas kematian bayi itu. Mungkin justru Kiai
Banyu Bening sendiri. Dan ia berusaha menimpakan
kesalahannya kepada orang lain."
Orang-orang yang berada di halaman itu memang telah
tersentuh hatinya. Tetapi mereka menyadari, bahwa
menentang orang-orang padepokan akan berarti hancurnya
padukuhan mereka. Demikianlah, maka satu-satu mereka telah keluar dari regol
halaman banjar padukuhan yang telah menjadi abu. Di
beberapa bagian api masih nampak menyala. Tetapi sudah
menjadi semakin kecil. Masih ada pula bara yang merah
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diantara setumpuk reruntuhan. Namun sudah tidak banyak
berarti lagi. Sebuah kentungan yang menjadi kebanggaan padukuhan
itu, karena besarnya dan bunyinya yang mendengung seperti
gema yang menyusuri lembah di antara bukit-bukit, telah ikut
menjadi abu pula. Malam itu setiap keluarga telah membicarakan banjar
mereka yang terbakar. Satu dua diantara mereka telah
membicarakan pula orang-orang yang disebut membakar
banjar itu. "Siapakah sebenarnya orang bongkok itu?" desis Ki
Krawangan yang duduk bersama keluarganya, "ternyata
kedatangannya di p adukuhan ini bukan sekedar kelaparan dan
kehausan." Delima mengangguk-angguk. Tetapi ia sama sekali tidak
menyahut. Yang kemudian berbicara adalah Nyi Krawangan,
"Orang bongkok itu agaknya membawa pesan yang lebih
berarti bagi para penghuni padukuhan ini."
Ki Krawangan mengangguk-angguk. Namun kemudian
katanya "Aku tidak tahu, bagaimana sikap kakang terhadap
peristiwa yang baru saja terjadi di sanggar dan di banjar. Dua
peristiwa yang memang saling berhubungan. Jika benar kedua
orang itu membakar banjar, maka segala sesorah orang-orang
padepokan itu adalah omong kosong."
"Apalagi menilik keterangan orang yang tidak dikenal itu.
Kiai Banyu Bening, eh, jabang bayi, aku telah menyebut
namanya, orang yang dibayangi oleh dendam karena kematian
bayinya itu, ingin melihat orang lain juga mengalami
sebagaimana dialaminya. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jika demikian, ia adalah orang yang perlu dikasihaninya,"
desis Ki Krawangan. Nyi Krawangan termangu-mangu sejenak. Dipandanginya
anak perempuannya. Delima memang menjadi gelisah, tetapi
ia tetap berdiam diri. Namun peristiwa yang terjadi di sanggar itu nampaknya
akan menjauhkan orang bongkok dan dua orang cucunya itu
dari padukuhannya, karena orang-orang padukuhan ini telah
mengenalnya. Delima tidak dapat membayangkan tanggapan orang-orang
dipadukuhannya terhadap Ki Pandi. Apakah mereka menjadi
marah, merasa terhina, atau justru seperti ayah dan ibunya,
yang nampaknya mempunyai sikap tersendiri terhadap orang
bongkok itu. Dalam pada itu, maka Ki Krawangan pun kemudian berkata,
"Sudahlah. Kita akan tidur. Kita akan melihat perkembangan
keadaan esok pagi." Tetapi Nyi Krawangan agaknya justru merasa cemas.
Karena itu, iapun bertanya kepada suaminya, "Apakah orang-
orang padepokan itu dapat menuduh kita terlibat dalam
persoalan ini" Maksudku, apakah orang-orang padepokan
menganggap bahwa kita telah menjadi jembatan kehadiran
orang bongkok dan kawan-kawannya di padukuhan ini karena
orang bongkok itu pernah berada dirumah ini?"
Ki Krawangan menarik nafas dalam-dalam. Katanya
"Entahlah Nyi. Tetapi mudah-mudahan tidak. Karena itu, aku
berharap besok kakang datang kemari. Aku ingin berbicara
dengan kakang." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nyi Krawangan pun mengangguk-angguk. Namun ia pun
kemudian berkata kepada Delima dan Kenanga, "Sudahlah.
Hari telah larut. Sebaiknya kita pergi tidur saja."
Ketika kemudian Nyi Krawangan, Delima dan Kenanga
sudah berbaring didalam biliknya, Ki Krawangan masih duduk
di ruang tengah. Sebuah mangkuk berisi wedang jahe telah
dihirupnya beberapa kali.
Bagaimanapun juga Ki Krawangan juga menjadi gelisah.
Orang-orang dari padepokan Kiai Banyu Bening itu memang
dapat menuduhnya bahwa ia telah berhubungan sebelumnya
dengan orang bongkok itu. Kakaknya memang pernah
memberitahukannya dan bahkan para cantrik pernah datang
pula kepadanya. Baru menjelang dini, Ki Krawangan itu sempat tidur
beberapa saat. Ketika fajar menyingsing, Ki Krawangan telah terbangun. Ia
minta agar isterinya tidak pergi ke pasar atau ke mana-mana.
"Ada apa kakang?" bertanya Nyi Krawangan.
"Apapun yang terjadi, kita ada dirumah."
Nyi Krawangan mengangguk. Katanya "Baiklah. Biarlah
Delima mencuci di sumur saja nanti."
Tetapi ketika kemudian matahari terbit, Delima telah
mengumpulkan cuciannya di dalam bakul yang selalu
dibawanya mencuci ke sungai.
"Delima," berkata ibunya "kau nanti tidak usah pergi ke
sungai. Kau cuci saja pakaian kotor itu di sumur."
"Kenapa" " bertanya Delima.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau tahu bahwa baru semalam terjadi keributan. Banjar
kita masih berasap. Kita tidak tahu apakah orang-orang dari
padepokan semalam ada yang menjadi korban. Maksudku,
terbunuh. Karena itu, maka sebaiknya kita berkumpul saja
dirumah. Mungkin pamanmu akan datang memberikan
penjelasan, apakah keluarga kita dianggap terlibat atau tidak."
Delima termangu-mangu sejenak. Tetapi rasa-rasanya ia
ingin pergi ke sungai, justru karena semalam terjadi keributan.
Apakah orang bongkok itu masih datang atau benar-benar
menjauhkan dirinya dari padukuhan ini.
Karena itu, maka Delima itupun berkata "Tetapi mencuci di
sungai lebih bersih ibu. Lagi pula aku tidak usah menimba air."
"Tetapi suasananya tidak menguntungkan Delima. Sebaiknya kau tetap dirumah. Jika terjadi sesuatu di
padukuhan ini karena peristiwa yang terjadi semalam, kita
sudah berkumpul di rumah."
Delima menjadi kecewa. Tetapi ia memang menjadi cemas
bahwa sesuatu akan terjadi di padukuhan itu sebagaimana
dikatakan oleh ibunya. Bahkan mungkin sesuatu akan terjadi
pada keluarganya, karena kecurigaan orang-orang dari
padepokan Kiai Banyu Bening terhadap keluarganya. Orang-
orang dari padepokan itu dapat menganggap bahwa
keluarganya merupakan jembatan kehadiran orang bongkok
itu di padukuhan. Karena itu, maka Delima pun memutuskan untuk tidak pergi
ke sungai hari iiu. Ia akan mencuci di sumur. Tetapi Delima itu
pun kemudian berkata kepada adiknya, "Kau harus membantu
aku menimba air." "Aku membantu menggosok dengan lerak saja," jawab
Kenanga. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau tidak boleh malas."
"Aku sudah mencuci mangkuk."
"Sudahlah," ibunya memotong, "bukankah ayahmu sudah
mengisi jambangan sampai penuh. Nanti ayahmu akan
mengisinya lagi." "Bukan karena jambangan penuh ibu. Tetapi Kenanga tidak
boleh bermalas-malasan saja. Ia menjadi semakin tumbuh dan
menjadi besar. Ia tidak boleh selalu bermanja-manja."
"Delima, kau kenapa sebenarnya" Bukankah kau tidak
pernah berkata demikian?"
Delima termangu-mangu sejenak. Namun ia tidak
menjawab lagi. Dipugutnya bakul yang berisi pakaian-pakaian
kotor itu dan dibawanya ke sumur.
Sambil berjalan ia melihat adiknya mengusap matanya yang
basah. Sambil melangkah Delima berdesis perlahan yang
hanya dapat didengarnya sendiri, "Anak manja yang cengeng."
Tetapi ketika ia mulai duduk di atas dingklik kayu setelah
merendam pakaian-pakaian yang kotor itu, hatinya menjadi
luluh melihat Kenanga melangkah mendekatinya sambil
berusaha menghapus air matanya.
"Biar aku menimba air kak" " suaranya agak serak.
Delima memandang adiknya yang berdiri termangu-mangu.
Namun katanya" Sudahlah Kenanga. Jambangan itu sudah
penuh. Ayah sudah mengisinya."
"Tetapi kak Delima marah" berkata adiknya.
"Tidak. Aku tidak marah Kenanga."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kenanga masih ragu. Selangkah ia mendekat, sementara
Delima berkata, "marilah. Bantu aku menggosok dengan
lerak!" Kenanga pun kemudian berjongkok di sebelah Delima.
Dicobanya untuk membantu mencuci pakaian-pakaian yang
kotor itu. Dalam pada itu, Delima sempat merenungi dirinya sendiri.
Kenapa tiba-tiba saja ia menjadi kesal. Namun akhirnya
Delima menyadari bahwa ia menjadi kecewa karena ia tidak
dapat pergi ke sungai untuk bertemu dan berbicara dengan
orang bongkok itu. Tetapi ia telah menimpakan kekesalannya itu kepada
adiknya. Dalam pada itu, Ki Krawangan yang duduk di ruang dalam
masih saja merasa gelisah. Nyi Krawangan yang sibuk di
dapur, sempat melupakan kegelisahannya sejenak, justru
karena kesibukannya. Ketika matahari menjadi semakin tinggi, maka Ki
Krawangan bergegas menyongsong kakaknya yang benar-
benar telah datang ke rumahnya.
Dipersilahkannya kakaknya itu duduk didalam. Rasa-rasanya
Ki Krawangan tidak sabar menunggu, apa yang akan
dikatakan oleh kakaknya itu.
"Krawangan," berkata kakaknya "beberapa orang kawanku
memang mempertanyakan hubunganmu dengan orang
bongkok itu." "Tetapi kakang tahu, bahwa aku tidak mempunyai
hubungan apa-apa." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya. Para cantrik yang kemarin ada disini itu juga
mengatakan bahwa kau tidak mempunyai hubungan apa-apa."
kakaknya itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
katanya "Tetapi sekarang yang ada hanya aku, Krawangan.
Aku ingin kau berkata dengan jujur. Apakah sebenarnya kau
mempunyai hubungan atau tidak."
Sementara itu Delima yang diberitahu oleh ibunya, bahwa
pamannya telah datang, berkata kepada adiknya, "Kau tunggu
cucian ini Kenanga. Jika kau dapat membantu, lakukanlah.
Tetapi jika kau merasa lelah, tunggui sajalah disini."
Kenanga yang masih dibayangi oleh kemarahan kakaknya
tidak berani membantah. Sambil mengangguk Kenanga
menyahut "Baik, kak. Tetapi jangan lama-lama."
"Tidak. Aku tidak akan menunggui pembicaraan ayah dan
paman sampai selesai."
Bersama ibunya, maka Delima pun kemudian masuk ke
dalam. Tetapi keduanya tidak menemui pamannya. Keduanya
berusaha mendengarkan pembicaraan Ki Krawangan dengan
kakaknya yang menjadi salah seorang penghuni padepokan
Kiai Banyu Bening dari balik dinding.
Dalam pada itu, Krawangan berusaha menjelaskan sekali
lagi, kenapa orang bongkok itu pernah berada dirumahnya
sebelum terjadi peristiwa yang mengguncang tatanan yang
dibuat oleh orang-orang dari padepokan Kiai Banyu Bening itu.
Kakak Ki Krawangan itu mengangguk-angguk. Dengan nada
berat ia berkata, "Ternyata segala sesuatunya telah disusun
dengan rapi oleh orang bongkok itu. Tetapi kenapa ia telah
memilih rumah ini" Apakah orang bongkok itu mengetahui,
bahwa kau adalah adik dari salah seorang penghuni
padepokan itu?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku tidak tahu, kakang. Yang aku ketahui, orang bongkok
itu ada didepan rumahku. Sementara itu, ia mengaku
kelaparan dan kehausan."
Kakak Ki Krawangan itu kemudian berdesis, "Ternyata
kelompok mereka terdiri dari beberapa orang berilmu tinggi.
Semalam, tiga orang kawanku terluka cukup berat. Seorang
diantaranya jiwanya sangat terancam. Sedangkan yang lain.
semuanya terluka dan pingsan. Aku juga tiba-tiba saja tidak
ingat apa-apa lagi."
Ki Krawangan mengangguk-angguk. Namun iapun kemudian (teks tdk terbaca) "Dua orang-orang yang tidak


Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dikenal ini dikatakan telah membakar banjar dengan sengaja
uniuk memberikan kesan kemurkaan Sang Maha api."
Wajah kakak Ki Krawangan itu menjadi tegang. Sementara
kepada kakaknya, Ki Krawangan itu berkata "Aku hanya berani
mengatakan kepadamu kakang. Aku tidak berani mengatakan
kepada siapapun juga, karena akan dapat menimbulkan salah
paham. Bahkan aku tidak berani membicarakannya dengan
orang-orang yang juga mendengar langsung keterangan orang
yang tiba-tiba saja muncul dari reruntuhan banjar itu."
"Mereka akan dapat menghancurkan padepokan Kiai Banyu
Bening itu." Ki Krawangan melihat kecemasan di wajah kakaknya.
Namun kemudian diberanikan dirinya untuk bertanya,
"Kakang, kakang minta agar aku berkata dengan jujur.
Akupun telah menjawab semua pertanyaan kakang dengan
jujur. Sekarang, apakah aku juga dapat minta kakang
menjawab pertanyaanku dengan jujur dan tidak menimbulkan
salah paham. Jika kakang bersedia menjawab dan tidak akan
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, maka aku akan
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengajukan beberapa pertanyaan. Tetapi jika kakang
berkeberatan, maka akupun akan mengurungkannya."
Wajah kakak Ki Krawangan itu menjadi tegang. Tetapi ia
seakan-akan mempunyai hutang kepada adiknya. Ketika
adiknya itu menagihnya, maka sulit baginya untuk mengelak.
"Apa yang akan kau tanyakan?" desis kakaknya.
Ki Krawangan menarik nafas dalam-dalam. Kemudian
barulah ia bertanya, "Apakah yang dikatakan oleh orang yang
tiba-tiba saja muncul dari rerumputan itu benar?"
"Yang mana yang kau maksudkan?" kakak Ki Krawangan
memang menjadi agak bingung.
"Maksudku, aku ingin mendapat jawaban tentang apakah
benar bahwa banjar itu memang sengaja dibakar" Kemudian
apakah benar, bahwa sebenarnya upacara yang dilakukan
setiap bulan purnama yang mengarah kepada penyerahan
korban seorang bayi itu semata-mata karena dendam yang
membakar jantung Kiai Banyu Bening dan sama sekali tidak
ada hubungan dengan kepercayaan tentang kesejahteraan
lahir dan batin?" Wajah kakak Ki Krawangan menjadi sangat tegang. Dengan
nada berat ia berkata, "Jangan bertanya kepada siapapun
tentang kebenaran ceritera itu. Jika terdengar orang-orang
dari padepokan, maka kau akan dapat dibunuh."
"Sudah aku katakan, kakang. bahwa aku tidak berani
berbicara tentang keterangan orang-arang yang tidak dikenal
itu dengan siapapun juga. Bahkan dengan orang-orang yang
langsung mendengarnya."
Kakak Ki Krawangan itu mengangguk-angguk. Namun
kemudian katanya, "Krawangan. Jika semula aku hanya ingin
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tahu tentang isi padepokan Kiai Banyu Bening, maka akhirnya
aku terjerat didalamnya. Sulit bagiku dan bagi orang-orang
yang sudah terikat dapat melepaskan diri. Kami, orang-orang
padepokan Kiai Banyu Bening itu, satu dengan yang lain selalu
saling mencurigai, saling mengawasi dan jika perlu saling
membunuh di antara kami."
"Jadi bagaimana menurut pendapat kakang tentang ceritera
orang yang tidak dikenal itu?"
Kakak Ki Krawangan itu menarik nafas dalam-dalam.
Katanya, "Sebagian besar dari yang dikatakannya itu benar,
Krawangan. Banjar ini memang sengaja dibakar. Aku sebagai
penghuni padukuhan ini sebenarnya merasa berkeberatan.
Tetapi aku tidak berani mencegahnya, agar tidak menimbulkan
masalah baru. Sedangkan dendam yang menyala dihati Kiai
Banyu Bening tentang bayinya yang terbakar itu juga benar."
"Jika demikian, apa artinya sebuah padepokan dengan para
pengikutnya yang besar dan bahkan semakin besar" Mungkin
Kiai Banyu Bening mendapat kepuasan kelak, jika korban bayi
itu sudah dimulai. Ia akan merasa bahwa ia tidak sendiri
kehilangan anak bayinya yang ditelan api. Ia akan tertawa
mendengar jerit bayi yang kepanasan dan kemudian
membakarnya menjadi abu. Tetapi apa yang didapatkan oleh
para pengikutnya, seperti kakang, misalnya. Atau orang
bertubuh raksasa yang terluka itu. Atau yang lain lagi. Bahkan
yang hampir mati terbunuh oleh orang- orang yang tidak
dikenal itu. "Krawangan, isi padepokan itu bukan sekedar orang-orang
yang sesorah mengelabuhi banyak orang dengan ceritera Sang
Maha Api. Tetapi dipimpin oleh Kiai Banyu Bening sendiri
sekelompok orang telah berkeliaran dengan alasan untuk
mendapatkan dana bagi perkembangan padepokannya serta
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyebarkan kepercayaan untuk mendapatkan kesejahteraan
lahir dan batin." "Bagaimana cara mereka untuk mendapatkan dana itu?"
"Kau sengaja bertanya untuk memancing agar aku
menyebutnya" Baiklah. Kami memang sering melakukan
perampokan. Tentu tidak atas nama padepokan Kiai Banyu
Bening. Selanjutnya, di kemudian hari, jika kami sudah
berhasil mengikat orang-orang yang sudah terlanjur percaya,
maka kami akan dapat memeras mereka. Uang dan barang-
barang itu akan mengalir dengan sendirinya ke padepokan
kami." "Dan kakang menjadi salah seorang diantara mereka?"
bertanya Ki Krawangan. "Aku sudah terlanjur terlibat didalamnya. Sulit bagiku untuk
melepaskan diri. Jika aku hilang dari lingkungan mereka, maka
semua keluargaku tentu akan ditumpas habis. Termasuk kau
dan anak isterimu. Apalagi sekarang, setelah orang bongkok
itu hadir di padukuhan ini," kakaknya berhenti sejenak. Namun
kemudian dengan kerut yang semakin dalam di keningnya ia
berkata, "Selama ini aku adalah salah seorang diantara
mereka yang mendapat kepercayaan itu untuk tetap dapat
berbuat banyak. Tetapi aku sebenarnya sedang mencari jalan
untuk keluar dari neraka itu. Apalagi Kiai Banyu Bening sudah
mengatakan niatnya, untuk benar-benar mengorbankan
seorang bayi meskipun baru akan dilakukan di padepokan itu
saja." Ki Krawangan menarik nafas dalam-dalam. Semula ia tidak
mengira bahwa kakaknya itu justru merasa tersiksa. Ia
mengira bahwa kakaknya benar-benar merasa terpanggil
untuk bekerja keras menyebarkan kepercayaan yang sekedar
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi selubung dari satu gerakan yang kotor. Dendam dan
pemerasan. Tetapi Krawangan sendiri tidak berdaya untuk membantu
kakaknya melepaskan diri dari lingkungan yang terkutuk itu.
Kakaknya yang melihat wajah Ki Krawangan menjadi
muram, berkata "Sudahlah. Jangan hiraukan aku. Aku akan
dapat menjaga diriku sendiri."
Ki Krawangan mengangguk-angguk. Katanya "Maaf kakang.
Aku tidak dapat membantu apapun juga."
"Aku mengerti" jawab kakaknya, jika kau melibatkan diri,
maka kaulah yang lebih terancam daripada aku sendiri.
Bahkan dengan anak dan isterimu. Karena itu, kau justru
harus berdiri pada jarak tertentu. Sementara ini aku masih
orang yang dipercaya sehingga sikapku masih harus tidak
berubah." Ki Krawangan mengangguk-angguk sambil berdesis, "Baik
kakang." Demikianlah, maka kakak Ki Krawangan itupun segera
minta diri. Sebelum ia meninggalkan tempat itu ia berkata,
"Kau harus berhati-hati Krawangan. Meskipun sampai, saat ini
kau masih di-anggap bersih tetapi kau termasuk salah seorang
yang pernah dibicarakan oleh para pemimpin padepokan Kiai
Banyu Bening itu." "Ya, kakang. Tetapi sebenarnyalah aku tidak mempunyai
hubungan apa-apa dengan orang bongkok itu."
Sejenak kemudian, maka kakak Ki Krawangan itu telah
meninggalkan rumah adiknya. Sementara Ki Krawangan
mengantarnya sampai ke luar regol halaman rumahnya.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika seseorang lewat didepan regol itu, maka iapun telah
mengangguk dalam-dalam. Mereka menganggap bahwa kakak
Ki Krawangan itu adalah salah satu dari antara orang-orang
yang dihormati di padepokan Kiai Banyu Bening, karena kakak
Ki Krawangan itu sudah mendapat wewenang untuk
memberikan sesorah di sanggar diluar padukuhan itu.
Karena kakaknya itu pula, maka Ki Krawangan sendiri
termasuk orang yang dihormati pula di padukuhan itu.
Delima dan ibunya mendengar semua pembicaraan itu.
Ibunya, seperti juga ayahnya, sama sekali tidak melihat jalan
yang dapat ditetapkan oleh kakak Ki Krawangan itu. Namun
Delima agak su8ngkan untuk menyampaikannya kepada orang
bongkok itu apabila mendapat
kesempatan. "Besok aku akan mencuci di
kali. Mudah-mudahan orang
bongkok itu masih mau datang
lagi." berkata Delima didalam
hatinya. Sebenarnyalah di keesokan
harinya, Delima telah minta ijin
ayah dan ibunya untuk mencuci
di kali. "Suasananya masih belum
menentu, Delima," berkata ibunya. "Jika terjadi sesuatu, tentu
telah terjadi kemarin, ibu,"
jawab Delima "agaknya memang tidak terjadi sesuatu. Apakah paman mengatakan
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bahwa crang-orang dari padepokan itu akan berbuat sesuatu
atas orang-orang padukuhan ini?"
"Tidak" jawab ayahnya, "tetapi kita harus tetap berhati-
hati." "Bukankah aku tidak akan berbuat apa-apa, ayah. Hanya
mencuci pakaian. Tidak lebih."
Ki Krawangan menarik nafas panjang. Namun akhirnya ia
berkata "Tetapi jangan terlalu lama. Kaupun harus berhati-
hati. Jika bukan orang dari padepokan, mungkin orang-orang
yang tidak kita kenal itu masih berkeliaran disini. Terutama
orang bongkok itu." "Bukankah orang bongkok itu tidak berniat jahat" Ia justru
mencoba untuk mengingatkan kita, bahwa jalan yang selama
ini kita tempuh harus kita pertimbangkan lagi."
"Delima "potong ayahnya "kau jangan berkata begitu. Hati-
hatilah dengan setiap kata yang kau lontarkan. Jika lidahmu
tergelincir maka kau akan dapat terjerumus kedalam
kesulitan" Delima memandang ayahnya dengan tajamnya. Namun
kemudian ia mengangguk kecil sambil menjawab, "Ya, ayah."
"Untuk selanjutnya, kau jangan mengatakan apa saja
tentang hubungan kita dengan orang-orang dari padepokan
Kiai Banyu Bening, Mereka adalah orang-orang tanpa hati
tanpa jantung." Delima mengangguk pula. Katanya, "Ya, ayah."
"Nah, berhati-hatilah. Jangan terlalu lama."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Delima pun kemudian membawa bakul berisi pakaian yang
kotor itu ke sungai. Seperti biasanya iapun merendam
cuciannya. Satu-satu ia mulai mencuci dengan lerak.
Beberapa saat lamanya Delima mencuci. Ternyata memang
belum ada orang lain yang keluar dan mencuci pakaiannya di
kali sebagaimana dilakukan oleh Delima, sehingga karena itu,
maka Delima itupun berada di tepian itu sendiri.
Setiap kali Delima selalu memandang genunbul-gerumbul
di-seberang. Orang bongkok dan kedua orang cucunya, atau
kadang-kadang sendiri, sering keluar dari gerumbul disederang. Namun setelah i a menunggu beberapa lama,
namun orang bongkok itu belum juga keluar dari dalam
gerumbul. "Agaknya kakek bongkok itu tidak mau lagi datang,"
berkata Delima didalam hatinya.
Sebenarnya, ingin menceriterakan sikap pamannya yang
sangat menarik baginya. Pamannya yang harus berada
ditempat yang dibencinya, sehingga karena itu, maka ia
merasa selalu tersiksa. Tetapi Delima masih menunggu. Ia masih. tetap mencuci
meskipun sebenarnya cuciannya sudah bersih. Sekali-sekali
Delima meletakkan cuciannya. Bangkit terdiri dan menggeliat
karena pinggulnya terasa menjadi pegal.
Namun orang bongkok itu tidak juga datang.
Akhirnya Delima menjadi kesal. Dimasukkannya cuciannya
yang sudah bersih itu kedalam bakulnya. Dibenahinya
pakaiannya, kemudian Delimapun siap untuk meninggalkan
tepian. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun langkah Delima berhenti. Dua orang laki-laki
berjalan kearahnya. Dua orang laki-laki yang agaknya belum
dikenalnya. Tetapi ketika kedua orang itu menjadi semakin dekat, maka


Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Delimapun merasa pernah melihat wajah kedua orang itu.
Namun Delima tidak menghiraukannya. Ia tidak tahu pasti,
apakahia pernah melihat atau belum.
Tetapi ketika ia melangkah sambil menjinjing bakulnya,
salah seorang dari kedua orang itu memanggilnya, "nDuk.
Tunggu." Karena tidak ada orang lain, maka Delimapun merasa
bahwa orang itu telah memanggilnya.
Karena itu, maka Delimapun telah berhenti.
"Tunggu," berkata orang itu pula. "Kenapa kau tergesa-
gesa pergi" Bukankah hari masih pagi?"
Delima merasakan nada yang tidak wajar pada suara laki-
laki itu. Karena itu, maka iapun justru telah melangkah pula
naik ke tanggul. Tetapi laki-laki itu berkata lebih keras lagi. "Tunggu, he
nduk. Jangan pergi. Ada yang ingin aku katakan kepadamu."
Delima tidak menghiraukannya. Justru ia menjadi semakin
ketakutan. Karena itu, maka ia berusaha untuk. semakin cepat
meninggalkan tempat itu. Tetapi kedua orang laki-laki itu juga melangkah semakin
cepat. Ketika Delima hampir mencapai ujung tanggul, kedua
orang itu sudah berada dibawahnya. Bahkah seorang diantara
mereka telah memegang kaki Delima dan menariknya dengan
kasar. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Delima terseret turun. Bakulnya terlepas dari tangannya
dan. bahkan ia sendiri bergulir, beberapa kali dan kemudian
terbaring kembali di tepian.
Delima dengan tergesa-gesa berusaha bangkit. Sementara
kedua orang laki-laki itu tertawa berkepanjangan.
"Kau akan lari kemana nduk?" bertanya salah seorang dari
keduanya. Wajah Delima menjadi pucat. Ia menyesal, bahwa ia telah
pergi ke kali untuk mencuci. Kenapa ia tidak mendengarkan
nasehat ayah dan ibunya, agar tidak pergi dalam suasana
yang masih tidak menentu.
Tiba-tiba saja Delima mulai mengenali kedua orang itu.
Keduanya tentu orang dari padepokan Kiai Banyu Bening.
Dengan gagap Delima pun bertanya "Siapakah kalian
berdua?" Kedua orang itu masih tertawa. Seorang dari merekapun
kemudian menyahut "Tidak ada gunanya kau mengetahui
siapa kami." "Kenapa kalian menggangguku?" bertanya Delima pula.
"Kami tidak mengganggumu. Kami hanya ingin duduk-
duduk bersamamu disini. Kenapa kau lari?"
"Aku harus segera pulang. Aku harus masak bagi
keluargaku." "Itu tidak perlu" jawab salah seorang dari kedua orang itu"
lebih baik bersama kami disini."
Delima benar-benr menjadi ketakutan. Mata kedua orang
laki-laki itu menjadi semakin liar.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tepian itu memang sepi. Biasanya banyak kawan-kawannya
yang mencuci pakaian. Sekali-sekali ada orang yang
memandikan kerbau atau sapinya. Sering juga anak-anak yang
menggembalakan kambingnya bermain-main di tepian. Atau
seorang pencari ikan yang menyusuri arus sungai itu.
Tetapi hari itu tepian itu sama sekali tidak disentuh kaki
seorangpun kecuali Delima.
Ternyata kedua orang ini benar-benar menjadi liar. Seorang
diantara mereka berkata, "Marilah. Kita bawa anak ini ke
seberang. "Jangan" Delima mulai menangis.
"Diam kau," bentak salah seorang dari kedua orang itu.
"Aku akan berteriak " tangis Delima.
"Tidak akan ada orang yang mendengar. Tetapi jika kau
lakukan juga, aku akan membunuhmu."
Ternyata Delima tidak menghiraukannya. Ia benar-benar
berteriak nyaring. Tetapi dengan cepat, kedua orang laki-laki itu menyergapnya dan menutup mulutnya dengan telapak tangan.
"Iblis betina," geram yang seorang.
Tetapi yang seorang berkata "Aku senang kepada
perempuan yang tidak mudah menyerah. Marilah, kita bawa
anak ini keseberang. Cepat."
Namun sebelum kedua orang laki-laki itu menyeret Delima
keseberang, maka tiba-tiba seseorang telah berdiri diatas
tanggul memandangi mereka dengan dahi yang berkerut.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kedua orang laki-laki yang menyeret Delima itu terkejut.
Tetapi keduanya menarik nafas lega. Seorang diantara mereka
berdesis, "Ki Warana. Aku kira siapa?"
"Apa yang kalian lakukan?" bertanya orang itu.
Kedua orang laki-laki itu tertawa. Katanya, "Biasa, Ki
Waraha. Kami sudah terlalu lama tenggelam didalam tugas
yang tidak berkeputusan. Tiba-tiba saja kami melihat
perempuan yang kesepian ini. Kami memang merasa kasihan,
sehingga kami perlu menemaninya."
Delima memandang orang yang berdiri di atas tanggul itu
dengan mata yang tanpa berkedip. Tetapi mulutnya justru
bagaikan membeku. Delima tidak tahu, apa yang akan terjadi
kemudian atas dirinya meskipun orang itu hadir diatas
tanggul. Namun dengan nada berat orang itu berkata, "Lepaskan
anak, itu." "He?" kedua orang laki-laki ini terkejut.
"Lepaskan," suara orang yang berdiri di atas tanggul itu
menjadi semakin keras. Delima mendengar kata-kata itu. Tiba-tiba saja ketegangan
yang mencengkamnya sehingga membuat mulutnya bagaikan
membeku itu, larut dalam satu pengharapan. Karena ini, maka
tiba-tiba saja Delima berteriak, "Paman."
Kedua orang laki-laki itu terkejut. Sejenak mereka
termangu-mangu, tetapi mereka belum melepaskan Delima.
"Lepaskan," berkata orang yang berdiri diatas tanggul itu
semakin lantang. "Anak itu kemanakanku, kalian dengar?"
"Tetapi, tetapi ......." salah seorang laki-laki itu berdesis.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Biarlah anak itu pulang kepada orang tuanya."
Namun tiba-tiba seorang dari kedua orang itu berkata "Ki
Warana, hal itu tidak biasa. Biasanya tidak ada orang yang
mencampuri persoalan orang lain di padepokan."
"Ini bukan persoalan orang lain. Aku sudah mengatakan,
anak itu kemanakanku, apakah kalian tuli?"
Tetapi kedua orang itu tidak mau kehilangan korbannya.
Karena itu, maka seorang diantara mereka berkata "Kami tidak
akan melepaskan anak ini. Kami memerlukannya."
Orang yang berdiri diatas tanggul itu melangkah turun.
Demikian ia berdiri di tepian, maka suaranya yang berat
terdengar lagi, "Lepaskan, biarlah aku membawanya pulang.
Gadis itu anak adikku."
"Aku tidak peduli," jawab salah seorang dari kedua orang
itu. "Aku memberi peringatan terakhir kepada kalian. Jika kalian
tidak melepaskannya, maka kita akan membuat perhitungan
menurut kebiasaan kita, orang-orang padepokan Kiai Banyu
Bening. "Bagus," sahut seorang diantara kedua orang yang
menangkap Delima itu, "kami akan membunuhmu. Kaulah
yang mencari persoalan. Karena itu, jika kau mati, adalah
karena salahmu sendiri. Wajah Ki Warana, kakak Ki Krawangan itu menjadi merah.
Dengan geram ia berkata, "Jadi kau berdua sudah berani
menentang aku, he" Berapa lama kalian berada di padepokan.
Kalian sudah berani menentang orang-orang tua di padepokan
itu. Karena itu, maka kalian tidak pantas lagi berada di
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
padepokan Kiai Banyu Bening, karena kau tentu hanya akan
membuat air yang mengalir dari padepokan menjadi keruh."
Kedua orang itu termangu-mangu sejenak. Tetapi benak
mereka telah dicengkam oleh nafsu iblis yang menyuruk
kedalamnya. Karena itu seorang diantara mereka berkata, "Ki
Warana. Kami berani menentangmu, karena kau memiliki
kelainan dari orang-orang tua yang lain. Mereka tidak akan
pernah menghalangi apapun yang kami lakukan. Tetapi kau
telah mencoba merampas sesuap nasi yang sudah berada di
mulutku. Karena itu, siapa pun orangnya, akan kami lawan
dengan segenap kemampuan kami. Tetapi melawan orang-
orang tua yang tidak berarti seperti kau, tidak boleh setengah-
setengah. Jika kakiku menginjak ular, maka sebaiknya aku
injak kepalanya sampai mati, agar ular itu tidak akan mematuk
aku dikemudian hari."
Ki Warana tidak dapat menahan diri lagi. Iapun segera
bergeser mendekati kedua orang itu.
Kedua orang itupun segera bersiap pula. Seorang di antara
mereka masih memegangi Delima.
Dengan geram Ki Warana pun telah menyerang salah
seorang diantara mereka, sedangkan yang lain justru telah
menyeret Delima agak menjauh.
Sejenak kemudian, terjadi perkelahian antara salah seorang
diantara kedua orang itu dengan Ki Warana.
Namun Ki Warana memang memiliki banyak kelebihan.
Dalam waktu singkat, lawannya telah terdesak. Beberapa kali
serangan Ki Warana sempat mendorong lawannya, sehingga
kadang-kadang keseimbangannya pun telah terguncang.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun dalam keadaan yang paling gawat bagi orang itu,
terdengar kawannya berteriak "Cukup. Hentikan perkelahian
atau gadis itu akan mati."
Ki Warana terkejut. Iapun kemudian melihat tangan orang
yang memegangi Delima itu mencengkam lehernya.
"Setan licik," geram Ki Warana "jika kalian laki-laki
sebagaimana penghuni padepokan Kiai Banyu Bening,
lepaskan gadis itu. Kita bertempur sampai tuntas disini. Aku
tidak berkeberatan jika kalian bertempur berdua.
"Persetan dengan igauanmu itu. Sekarang kau harus
memilih, kau atau gadis ini yang mati."
Wajah Ki Warana menjadi sangat tegang. Tetapi Delima
seakan-akan tidak lagi dapat bernafas. Tangan orang itu
benar-benar telah mulai mencekik leher Delima.
"Cepat, katakan. Kau atau gadis ini yang akan mati." Ki
Warana menjadi semakin tegang. Namun kemudian iapun
berdesis, "Jika kau bunuh aku, apa jaminanmu, bahwa gadis
itu akan tetap hidup tanpa kau sakiti?"
"Kau tidak dapat menuntut jaminan apapun. Sekarang,
berbaringlah menelungkup. Kami akan menghancurkan
kepalamu dengan batu. Jika kau mati ditepian, maka anak ini
akan tetap hidup." Namun tiba-tiba Delima berteriak, "Jangan hiraukan aku
paman." Tetapi suaranya pun segera tertelan. Tangan yang kuat
telah menutup mulutnya. Tetapi nampaknya Delima memang
sudah mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Ketika tangan itu
menutup mulutnya, Delima justru telah membuka mulutnya
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu. Demikian tangan itu berada diantara giginya, maka Delima
telah menggigit tangan itu keras-keras.
Orang itu berteriak kesakitan. Justru pada saat itu, Delima
merenggut dirinya dari tangan orang itu dan berusaha berlari
meninggalkan tepian. Ki Warana tanggap akan keadaan itu. Dengan cepat ia
meloncat memburu ketika orang yang kesakitan tangannya
yang berusaha menggapai Delima lagi.
Orang itu memang mengurungkan niatnya mengejar
Delima. Ia harus dengan cepat mempersiapkan diri melawan
Ki Warana yang menyerangnya seperti badai.
Tetapi pada saat itu, orang yang hampir dikalahkan oleh Ki
Warana itulah yang kemudian berlari memburu Delima yang
naik keatas tanggul. Delima memang mempunyai sedikit waktu berlebih. Tetapi
ia memang tidak setangkas lawannya. Ketika ia hampir sampai
diatas tanggul, maka orang yang mengejarnya itu hampir saja
dapat menggapainya. Tetapi tiba-tiba saja orang ku menjerit kesakitan. Tubuhnya
meluncur dan berguling jatuh ke tepian. Sementara itu Delima
telah berdiri di atas tanggul.
Namun yang sangat mengejutkan orang-orang yang berada
di tepian itu adalah, seorang yang bertubuh bongkok duduk
diatas tanggul itu. Ki Warana pun berdiri termangu-mangu. Ia tahu, bahwa
orang bongkok itu telah memusuhi seisi padepokan Kiai Banyu
Bening. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi orang bongkok itupun kemudian berkata "Delima,
beruntunglah bahwa kau telah ditolong oleh pamanmu. Tetapi
persoalan pamanmu dengan kedua orang itu belum selesai."
"Setan, kau bengkok." geram salah seorang dari kedua
orang yang akan menyeret Delima "jangan lari. Kami akan
membunuhmu." Orang bongkok itu tertawa. Katanya, "Kalian tidak usah
mengurusi aku. Aku berjanji tidak akan mencampuri persoalan
kalian sendiri. Akupun tidak akan mengganggu Delima. Ia
anak baik. Sudah sepantasnya ia kembali kepada orang
tuanya." Ki Warana termangu-mangu sejenak. Namun kemudian


Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan nada rendah ia berkata "Aku ingin mengambil
keuntungan dari keadaan kami sekarang ini bongkok?"
"Tidak Ki sanak. "jawab Ki Pandi "tetapi baiklah. Jika kalian
menganggap aku mengganggu. Biarlah aku pergi."
"Dan kau akan mempergunakan kesempatan itu untuk
mengganggu Delima?" bertanya Ki Warana.
Ki Warana justru terkejut ketika Delima menjawab, "Tidak
paman. Kakek bongkok itu tidak akan mengganggu Delima."
Ternyata yang terkejut bukan hanya Ki Warana. Tetapi
Delima sendiri ternyata juga terkejut. Tetapi ia sudah terlanjur
mengucapkannya. Tetapi kedua orang yang mengganggu Delima itulah yang
agaknya tidak ingin melepaskan Delima. Karena itu, maka
seorang diantara mereka berkata kepada Ki Warana Kita tunda
persoalan kita. Kita selesaikan dahulu orang bongkok itu."
"Kemudian kau akan mengulanginya. Menangkap Delima
dan mengancamku?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pengkhianat kau," geram orang itu.
Ki Warana sendiri tidak mengerti, kenapa tiba-tiba saja ia
mempercayai orang bongkok itu, bahwa ia tidak akan
mengganggu Delima. Karena itu, maka ia menganggap bahwa
Delima telah aman ditangan orang bongkok itu. Ki Warana
menganggap bahwa kedua orang itu justru lebih berbahaya
dari orang bongkok itu. Yang terjadi di sanggar itu juga
menunjukkan bahwa orang bongkok dan kawan-kawannya
bukan orang jahat. Ternyata mereka tidak membunuh kawan-
kawannya yang sudah tidak berdaya. Mereka justru
meninggalkan kawan-kawannya dari padepokan meskipun
mereka dapat membunuhnya dengan mudah jika mereka
inginkan. Karena itu, maka iapun kemudian berkata "Biarlah Delima
dibawa oleh orang bongkok itu. Aku sendiri tidak tahu kenapa
aku justru lebih percaya kepada orang bongkok itu daripada
kepada kawan-kawanku sendiri."
"Bagus," geram salah seorang dari kedua orang yang
merasa kehilangan Delima itu, "satu pihak diantara kita
memang harus mati. Jika kau masih hidup, maka kau tentu
akan melaporkan tingkah laku kami. Sebaliknya kami pun akan
melaporkan pengkhianatanmu, karena kau lebih mempercayai
orang bongkok yang sudah jelas ingin menghancurkan
padepokan kita daripada kawan sendiri."
"Persoalannya bukan persoalan padepokan atau yang
bersangkut paut dengan padepokan. Tetapi persoalannya
menyangkut kemanakanku, anak adikku. Nah, karena kita
masing-masing mempunyai mulut, sehingga kami masing-
masing dapat memberikan laporan, maka terserah kepada Kiai
Banyu Bening, siapakah yang akan dipercaya."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Itu sama sekali tidak perlu" jawab orang iiu, "karena kau
akan mati disini. Mayatmu akan dibawa hanyut oleh arus
sungai itu meskipun tidak terlalu kuat. Saudara-saudara kita di
padepokan akan mengira bahwa kau telah dibunuh oleh orang
bongkok itu dengan kejam karena mayatmu akan kulumatkan.
Jika mayatmu kemudian hilang sampai ke muara, maka
saudara-saudara kita di padepokan akan mengira bahwa telah
melarikan diri." "Bagus" Ki Warana mengangguk-angguk "jika demikian,
biar kalian sajalah yang mati."
Kedua orang itu tidak menunggu lebih lama lagi. Tiba-tiba
saja keduanya menyerang hampir bersamaan. Jika seorang
melawan seorang, mereka tidak dapat mengalahkan Ki
Warana, maka berdua mereka tentu akan dapat menang.
Tetapi sebenarnyalah bahwa Ki Warana memang seorang
yang berilmu tinggi. Meskipun kedua orang lawannya
menyerangnya seperti banjir bandang, namun tidak mudah
bagi mereka untuk dapat mengalahkan Ki Warana.
Sementara itu Ki Warana pun tidak lagi mengekang diri.
Dengan kelebihannya, maka Ki Warana segera mampu
mendesak kedua orang lawannya.
Tetapi kedua orang itu agaknya tidak mau melihat
kenyataan. Karena itu, maka keduanya masih berusaha untuk
dapat memenangkan perkelahian itu.
Kedua orang itu berusaha untuk memecah perhatian Ki
Warana, Mereka menyerang dari dua jurusan yang berbeda.
Namun mereka berusaha untuk dapat melakukannya berganti-
ganti, susul menyusul tidak henti-hentinya.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi Ki Warana sama sekali tidak menjadi bingung,
meskipun kadang-kadang ia juga terkejut mengalami serangan
yang datang tidak terduga.
Tetapi Warana masih saja mampu mengatasi keduanya,
sehingga kedua lawannya itu semakin terdesak.
Namun justru karena keduanya tidak lagi mampu
menguasai Ki Warana, maka keduanyapun telah menggenggam senjata ditangan mereka. Keduanya telah
menarik pedang yang tergantung di lambung mereka.
Ki Warana yang melihat kedua orang lawannya telah
menggenggam senjata, meloncat beberapa langkah surut.
Dengan wajah yang tegang iapun kemudian berkata, "Senjata
kalian akan mempercepat kematian kalian. Bersiaplah untuk
mati." Kedua orang lawannya sama sekali tidak mendengarkannya. Jantung mereka telah membeku. Bahwa
Delima lepas dari tangan mereka, membuat kedua orang itu
seakan-akan menjadi gila.
Demikianlah, maka pertempuran itu menjadi semakin
sengit. Ki Warana juga sudah memegang senjata ditangannya.
Kedua orang yang kehilangan buruannya itu menyerang
berganti-ganti dari arah yang berbeda. Namun kadang-kadang
keduanya justru mengambil kesempatan untuk bersama-sama
meloncat maju dengan senjata teracu.
Dalam pertempuran bersenjata, Ki Warana memang harus
mengerahkan kemampuannya untuk melawan kedua orang
itu. Ia harus mengerahkan tenaganya. Perhatiannya yang
terpecah membuatnya kadang-kadang harus! meloncat
mengambil jarak. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun ternyata bahwa Ki Warana yang bertempur dengan
tangkas itu sempat membuat kedua lawannya, terkejut ketika
Ki Warana itu seakan-akan terbang menyerang keduanya
berganti-ganti. Demikian cepatnya senjatanya menyambar
lawannya yang seorang kemudian yang lainnya,
Dalam puncak kemarahannya, maka Ki Warana telah
melenting dengan senjata terjulur lurus menyusup pertahanan
salah seorang lawannya. Terdengar teriakan nyaring. Ujung pedang Ki Warana
sempat menembus dada orang itu sehingga meraba jantung.
Ketika Ki Warana menarik senjatanya, maka darahpun telah
memancar dari dadanya, menghambur di tepian.
Sementara itu, kawannya tidak berhasil menyelamatkannya.
Ketika ia menyerang Ki Warana, ujung pedang Ki Warana
sudah terlanjur menikam jantung.
Melihat kawannya sudah tidak berdaya, maka lawan Ki
Warana yang seorang lagi menjadi gentar. Berdua mereka
tidak mampu mengimbangi kemampuannya. Apalagi seorang
diri. Karena itu, maka orang itu berusaha untuk melarikan diri
dari arena pertempuran. Namun orang itu gagal memanfaatkan kesempatan. Ketika
ia melangkah meninggalkan arena, senjata Ki Warana justru
telah mencapai punggungnya.
Orang itupun menjerit kesakitan. Ujung senjata Ki Warana
telah menembus pula punggung lawannya yang seorang lagi.
Ki Warana pun kemudian berdiri termangu-mangu
memandang dua sosok tubuh yang terbaring diam di tepian.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Darah yang mengalir dari luka mereka membasahi pasir dan
kerikil yang terserak. Beberapa saat Ki Warana berdiri mematung. Ternyata ia
sudah membunuh kawannya sendiri. Namun Ki Warana akan
dapat mempertanggung jawabkan tindakannya, karena kedua
orang kawannya itu telah mengganggu seorang gadis yang
justru adalah kemanakannya.
Selagi Ki Warana masih berdiri termangu-mangu, maka
terdengar suara Delima dari atas tanggul, "Paman."
Ki Warana tersentak. Ketika ia berpaling, dilihatnya Delima
berdiri disebelah orang bongkok itu.
Bagaimanapun juga, Ki Warana menjadi berdebar-debar.
Orang bengkok itu tentu orang yang berilmu sangat tinggi. Ia
tidak tahu apa yang telah dilakukan ketika tiba-tiba saja salah
seorang diantara kedua orang yang mengganggu Delima,
yang hampir berhasil menangkap gadis itu selagi ia memanjat
tanggul, telah menjadi kesakitan dan berguling dari lereng
tanggul itu. Orang bongkok itu pula bersama-sama dengan beberapa
orang kawannya telah mengacaukan pertemuan di sanggar.
Bahkan orang bongkok yang hampir saja dikorbankan diatas
api itu bersama-sama dengan kawan-kawannya, telah
mengalahkan beberapa orang kawan-kawannya dari padepokan Kiai Banyu Beriing.
Karena itu, jika ia harus berhadapan seorang melawan
seorang dengan orang bongkok itu, maka ia harus sangat
berhati-hati. "Atau segala sesuatunya memang harus berakhir disini"
berkata Ki Warana itu didalam hatinya.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi ia. menjadi heran ketika Delima justru menggandeng
tangan orang bongkok itu turun ketepian. Kepada orang
bongkok itu. Delima berkata, "Ini adalah pamanku, kek. Kakak
ayahku." Ki Pandi tersenyum. Katanya "Bukankah kita sudah
berkenalan, Ki Warana?"
"Ya," jawab Ki Warana.
"Paman " berkata Delima
"sambil mengamati paman
bertempur melawan kedua orang itu, aku sempat berceritera tentang paman."
"Tentang apa" Wajah Ki
Warana menjadi tegang. "Tentang niat paman keluar dari padepokan Banyu
Bening" jawab Delima.
"Siapa yang mengatakannya?" Ki Warana
rhenjadi tegang, "ayahmu?"
"Tidak, paman. Aku telah
mendengar sendiri ayah berbicara dengan paman dirumah." jawab Delima.
"Delima, kau telah melanggar unggah-ungguh. Kau tidak boleh mendengarkan orang-orang tua berbincang."
"Maaf, paman. Aku tidak sengaja mendengarkan paman
dan ayah berbincang. Tetapi aku kebetulan duduk dibelakang
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dinding dan mendengarnya. Aku mencoba untuk melupakan
pembicaraan itu, tetapi aku membayangkan betapa paman
setiaphari merasa tersiksa, karena apa yang paman lakukan,
sama sekali tidak sesuai dengan nurani paman sendiri, karena
itu, ketika hari ini kebetulan aku bertemu dengan kakek
bongkok, yang pernah aku kenal di rumahku dan kemudian
aku lihat kehadirannya di sanggar, maka aku ingin
mempertemukan paman dengan kakek bongkok ini."
"Delima ~ berkata pamannya apakah sebelumnya orang
bongkok itu sering datang kerumahmu?"
"Sekali paman. Ketika kakek bongkok itu mengaku kela-
paran dan kehausan. Ayah dan ibu merasa iba melihatnya dan
kemudian menolongnya. Aku tidak tahu kenapa tiba-tiba saja
kakek bongkok ini mengatakan kepada ayah, berniat untuk
ikut mendengarkan sesorah didalam sanggar, sehingga kita
lihat, apa yang terjadi kemudian."
Ki Warana itu berdiri termangu-mangu. Sementara itu, Ki
Pandi pun melangkah mendekat sambil berkata "Ki Warana.
Aku memang sudah mendengar dari Delima, apa yang Ki
Warana katakan kepada Ki Krawangan. Jika aku menemui Ki
Warana sekarang, aku berniat untuk membantu agar Ki


Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Warana tidak selalu dibelenggu oleh keadaan."
Ki Warana menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian
katanya "Untuk waktu yang pendek ini, belum ada yang dapat
aku lakukan, Ki Sanak. A ku berterima kasih atas sikapmu. Aku
kira kau mendendamku. Tetapi temyata dugaanku keliru."
"Baiklah, Ki Warama. Aku akan selalu menghubungi anak
ini. Justru karena ia seorang gadis maka ia akan luput dari
pengawasan kawan-kawanmu."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Warana mengangguk-angguk.
"Nah, sekarang, bagaimana dengan kedua orang kawanmu
itu?" Ki Warana termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
katanya kepada Delima "Menyingkirlah Delima. Aku akan
menguburkan kedua orang kawahku ini di tepian. Aku tidak
dapat berbuat lain."
"Duduklah diatas batu itu," berkata Ki Pandi "aku akan
membantu pamanmu.. Kau tidak perlu melihat apa yang
terjadi dengan kedua orang itu."
Delima pun kemudian menurut. Ia duduk diatas sebuah
batu yang besar sambi! mengulangi membersihkan pakaian
yang kotor . lagi oleh debu dan pasir ketika bakulnya
tertumpah. Ki Pandi memang telah membantu Ki Warana membuat
lubang di tepian yang memang agak lunak. Kemudian
memasukkan tubuh itu kedalamnya dan menimbuninya
dengan batu-batu kali. Agar tidak menarik perhatian, maka
disekitarnya telah ditaburkan batu kerikil dan pasir
sebagaimana semula. Dirumah, Ki Krawangan dan Nyi Krawangan menjadi
gelisah. Delima sudah terlalu lama pergi. Beberapa kali
Kenanga sudah menanyakan, kenapa Delima masih belum
pulang. "Aku akan pergi ke tepian " berkata Ki Krawangan "mungkin
terjadi sesuatu dengan anak itu."
"Anak ini memang keras kepala" desis ibunya "seharusnya
ia tidak pergi ke sungai."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Krawangan pun kemudian bersiap-siap untuk pergi ke
sungai. Tetapi justru karena suasana yang masih belum
menentu, maka Ki Krawanganpun telah menyelipkan pedang
dilambungnya. Tetapi demikian Ki Krawangan keluar dari regol halaman,
maka dilihatnya Delima melangkah sambil menjinjing bakul
berisi cuciannya. Ki Krawangan menarik nafas dalam-dalam. Apalagi ketika ia
melihat wajah Delima yang tidak memberikan kesah sesuatu
yang menggelisahkan. "Ayah akan kemana?" bertanya Delima ketika ia melihat
ayahnya berdiri termangu-mangu di depan regol halaman
rumahnya. "Kemana saja kau Delima?" ayahnya ganti bertanya, "kami
menjadi gelisah. Adikmu mulai merengek karena kau tidak
segera pulang. Justru dalam suasana yang tidak menentu ini."
"Sekarang ayah akan mencari aku?"
"Ya. Aku akan menyusulmu ketepian."
Delima tersenyum. Katanya, "Aku sudah pulang, ayah.
Bukankah aku tidak apa-apa?"
"Kau memang tidak apa-apa. Tetapi jantung kamilah yang
apa-apa." Delima justru tertawa. Katanya, "Sebenarnya aku sudah
selesai beberapa waktu yang lalu."
"Jadi kenapa kau baru pulang sekarang?"
"Ketika aku naik tebing, aku tergelincir. Pakaian yang sudah
bersih itu tumpah dan menjadi kotor kembali. Nah, aku
terpaksa mencucinya lagi ayah."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bukankah ibumu sudah mengatakan, bahwa sebaiknya kau
mencuci dirumah saja."
Delima memandang ayahnya sekilas. Ia memang melihat
kecemasan membayang di mata ayahnya. Karena itu, maka
Delimapun berkata, "Marilah ayah. Mungkin ibu juga gelisah."
"Tidak sekedar mungkin. Bukankah aku sudah mengatakan,
seisi rumah menjadi gelisah. Kenanga sudah ribut saja
menanyakan kenapa kau tidak segera pulang."
Keduanya pun kemudian masuk kembali ke regol halaman
rumah menyeberangi halaman. Kenanga yang melihat Delima
datang diiringi oleh ayahnya, segera berlari-lari mendapatkannya. "Lama sekali kau di tepian kak?" bertanya adiknya. Delima
mengusap pipi adiknya sambil berkata "Aku harus mencucinya
dua kali, karena cucian yang sudah bersih itu tumpah karena
aku tergelincir ketika aku naik tanggul"
"Ah, lain kali hati-hati ya kak. Kau tidak terluka?"
Pertanyaan adiknya tiba-tiba membuat Delima merasa pedih di
kakinya. Tcringat olehnya betapa ngerinya ketika kawan
pamannya itu menarik kakinya ketika ia hampir sampai keatas
tanggul. Ketika ia kemudian mengamati kakinya, baru ia melihat
bahwa kakinya memang tergores kerikil.
"Sakit kak?" bertanya adiknya.
Tetapi Delima tersenyum. Katanya "Tidak. Hanya sedikit
pedih. Tetapi segera akan baik."
"Aku carikan daun metir, kak."
"Ah. tidak seberapa," jawab Delima.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika ia masuk ke dapur, ibunyapun menyatakan
kegelisahannya karena Delima tidak segera pulang.
Ketika kemudian Delima menjemur cuciannya dibelakang
rumahnya, matahari telah menjadi agak tinggi. Ia memang
terlambat pulang. Namun yang terjadi di tepian membuatnya
sedikit berpengharapan, bukan saja tentang pamannya, tetapi
justru seisi padukuhannva akan dapat menyadari jalan sesat
yang telah mereka tempuh, bahwa selama ini mereka sekedar
menjadi alas berpijak oleh seorang yang membenci kenyataan
yang dialaminya. Kemudian dendamnya menebar ke
lingkungan luas yang dapat dijangkaunya.
Tetapi jalan tentu masih agak jauh.
Dalam pada itu, ketika Delima mendapat kesempatan untuk
berbicara dengan ayahnya seorang diri, maka Delima pun
telah menceriterakan apa yang telah terjadi di tepian. Hampir
saja ia menjadi korban kebiadaban orang-orang dari
padepokan Kiai Banyu Bening. Untunglah bahwa pamannya
melihatnya. Bahkan kemudian ternyata bahwa orang bongkok
itu juga berada di tempat itu.
"Paman telah membunuh dua orang kawannya, ayah."
Ayahnya mengangguk-angguk. Namun kemudian katanya,
"Dengan demikian, pamanmu ada dalam bahaya."
"Paman telah berbicara langsung dengan kakek bongkok
itu, ayah. Tetapi nampaknya paman masih belum siap untuk
mengambil langkah-langkah penting untuk meninggalkan
padepokan." "Ya. Tentu tidak dapat dilakukan dengan serta-merta.
Bukan karena pamanmu mencemaskan dirinya sendiri. Tetapi
pamanmu justru memikirkan nasib kita sekeluarga."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Delima mengangguk-angguk. Dugaannya tentang pamannya ternyata keliru. Pamannya bukannya orang yang
tidak berjantung. Tetapi pamannya masih mempunyai
perasaan wajar dan bahkan selalu memikirkan keselamalan
adiknya. Namun aknirnya Delima tidak dapat menyimpan rahasianya
lagi. Ketika orang bongkok itu tidak lagi merupakan iblis yang
dianggap menggoda untuk melemahkan kepercayaan keluarganya, Delima merasa aman untuk mengatakan kepada
ayahnya, bahwa sejak sebelum peristiwa di sanggar itu terjadi,
dan bahkan sejak sebelum orang bongkok itu datang sebagai
orang yang kelaparan dan kehausan, Delima memang sudah
mengenalnya. "Jadi, kau sudah berhubungan dengan orang itu?" bertanya
ayahnya. "Ya ayah," jawab Delima "tetapi aku takut mengatakannya
kepada ayah." Ki Krawangan menarik nafas dalam-dalam. Namun
kemudian iapun berkata, "Untunglah, bahwa keadaan
berkembang ke arah yang menguntungkan bagi kita. Sikap
kakang yang tidak kita duga sebelumnya, serta perkembangan
padepokan Kiai Banyu Bening itu sendiri. Seandainya yang
terjadi sebaliknya, apa jadinya kita semuanya?"
"Jika perkembangannya tidak seperti ini, tentu aku tidak
akan mengatakannya kepada ayah,"' jawab Delima.
"Baiklah Delima. Tetapi kau harus tetap berhati-hati. Kita
tidak tahu, apa yang terjadi sebenarnya di sekitar kita. Kita
tidak tahu, apakah orang-orang lain di padukuhan ini
mempunyai perasaan yang sama seperti kita."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku kira demikian, ayah. Aku kira sebagian besar orang-
orang padukuhan kita mempertanyakan kebenaran sesorah-
sesorah yang sering kita dengar di sanggar. Apalagi setelah
peristiwa yang terjadi di sanggar itu, serta banjar padukuhan
kita terbakar. Orang yang tiba-tiba muncul dari reruntuhan itu
tentu kawan kakek bongkok itu pula. Demikian pula yang tiba-
tiba saja sudah berada di pintu gerbang halaman banjar."
"Nampaknya mereka mempunyai kekuatan yang cukup,"
berkata Ki Krawangan. Namun kemudian katanya "Meskipun
demikian, sekali lagi aku peringatkan Delima, kita harus
berhati-hati. Banyak kemungkinan masih daput terjadi.
Demikian juga hubungan kita dengan padepokan Kiai Banyu
Bening itu." Delima mengangguk kecil. Namun iapun menyadari, bahwa
banyak hal yang tidak dapat diperhitungkan dahulu mungkin
akan terjadi. Peristiwa di pinggir kali itu, membuat Ki Krawangan sehari-
harian merenung. Ia mulai menyadari, banwa anaknya
memang sudah menginjak usia dewasanya. Sementara itu,
orang-orang dari padepokan Kiai Banyu Bening sering
berkeliaran kemana-mana. Mereka melakukan tindakan-
tindakan yang tidak terkendali.
Agaknya, peristiwa yang hampir saja menimpa Delima itu
juga pernah menimpa gadis yang lain. Tetapi gedis itu, atau
mungkin orang tuanya, sama sekali tidak berani mengatakan
kepada siapapun juga, karena orang-orang dari padepokan itu
tentu mengancamnya untuk membunuh atau tindak kekerasan
yang lain. Bersukurlah Ki Krawangan, bahwa anaknya ternyata masih
selamat. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi tiba-tiba terbersit pertanyaan "Mengucap sukur
kepada siapa" Sang Maha Api" Matahari atau rembulan?"
Ki Krawangan menarik nafas dalam-dalam.
"Tidak. Tentu bukan Sang Maha Api yang telah menelan
banjar padukuhan itu. Karena ternyata banjar padukuhan itu
telah dibakar oleh orang-orang dari padepokan Kiai Banyu
Bening." Dalam pada itu, dari hari ke hari, orang-orang padukuhan
itu masih tetap merasa tegang. Mereka masih belum yakin,
bahwa padukuhan mereka akan benar-benar menjadi tenang.
Apalagi ketika kepada orang-orang padukuhan itu diberitahukan bahwa untuk sementara tidak ada kegiatan apa-
apa didalam sanggar. "Orang bongkok dan kawan-kawannya akan dapat
mengacaukan suasana yang seharusnya hening itu" berkata
orang dari padepokan yang ditugaskan menemui orang-orang
padukuhan. "Sementara itu. orang-orang tua yang berada dirumah Ki
Ajar Pangukan pun tidak dengan tergesa-gesa mengambil
tindakan. Mereka menunggu perkembangan keadaan. Namun
mereka tidak henti-hentinya mengamati padepokan Kiai Banyu
Bening, serta padukuhan yang pernah mereka rambah untuk
menyatakan, bahwa ada pihak yang menentang perbuatan
Kiai Banyu Bening, yang tidak lebih dari ungkapan gejolak
perasaan pribadinya yang penuh dengan dendam dan nafsu.
Dihari-hari berikutnya, ternyata Ki Pandi pun masih juga
sering menemui Delima di pinggir kali, ketika Delima mencuci
pakaian. Bahkan masih belum ada orang lain yang berani
melakukan sebagaimana yang dilakukan oleh Delima. Namun
bagi Delima, hal itu justru menguntungkan baginya.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Justru karena tepian itu selalu sepi, maka bukan saja Ki
Pandi yang_sering datang, tetapi juga Manggada dan Laksana.
Namun yang penting bagi Ki Pandi, ia justru dapat selalu
berhubungan pula dengan Ki Warana.
Ceritera yang menarik yang dibawa oleh Ki Warana adalah
ceritera tentang

Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

burung-burung elang yang sering berterbangan diatas padepokan Kiai Banyu Bening.
Ki Pandi selalu tertarik setiap kali ia mendengar ceritera
tentang burung-hurung elang. Ia sendiri pernah melihat
burung-burung elang itu terbang diatas padepokan Kiai Banyu
Bening itu. "Berhati-hatilah dengan burung elang itu "berkata Ki Pandi
kepada Ki Warana ketika mereka bertemu di tepian, justru
saat Delima sedang mencuci.
"Aku juga pernah mendengar ceritera tentang burung-
burung elang itu," berkata Ki Warana.
"Burung-burung itu selalu membawa perlambang buruk.
Burung-burung elang berkuku timah itu adalah milik seorang
yang menamakan diri Panembahan Lebdagati."
"Kiai Banyu Bening telah mendengar nama itu," desis Ki
warana. "Ia pernah membuat hal sama di daerah ini," berkata Ki
Pandi. "Ya. Kiai Banyu Bening pernah mengatakan demikian.
Karena itu, ia memilih tempat ini untuk mengembangkan
kepercayaan yang disebarkannya, meskipun ia sendiri tidak
pernah mempercayainya," sahut Ki Warana, namun Panembahan Lebdagati itu sudah lebur bersama padepokannya ketika padepokannya dihancurkan disini oleh
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pasukan Pajang dan orang-orang berilmu tinggi yang
menentang kepercayaannya."
"Aku ada diantara mereka waktu itu," berkata Ki Pandi.
Ki Warana mengangguk-angguk. Dengan demikian ia
menjadi semakin yakin, bahwa orang bongkok itu tidak
sekedar bermain-main jika ia berniat menghancurkan
padepokan Kiai Banyu Baning.
"Berhati-hati sajalah," pesan Ki Pandi "jika elang itu sudah
semakin sering nampak dan berputar-putar, maka itu
merupakan isyarat bahwa Panembahan Lebdagati akan segera
datang." Ki Warana mengangguk-angguk. Katanya "Kiai Banyu
Bening menganggap bahwa Panembahan Lebdagati sudah
benar-benar tidak ada. Jika ada orang yang menamakan
Panembahan Lebdagati, maka tentu bukan Panembahan
Lebdagati yang sebenarnya."
"Tidak. Kiai Banyu Bening salah. Panembahan Lebdagati
yang sebenarnya itu masih ada. Masih hidup. Ia masih
menunjukkan gejala-gejala kesalahan penalaran."
Ki Warana masih saja mengangguk-angguk.
Sementara itu Ki Pandi berkata "Namun apa yang
dikembangkan Panembahan Lebdagati adalah benar-benar
yang diyakini. Sedangkan Kiai Banyu Bening justru sekedar
pelepasan dendamnya karena ia sudah kehilangan anak
bayinya yang mati di dalam nyala api."
Ki Warana mengangguk-angguk sambil berdesis "Ya.
Agaknya memang demikian."
"Dengan demikian, maka dari sisi keyakinan, Panembahan
Lebdagati masih lebih jujur dari Kiai Banyu Bening. Tetapi
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sayang, bahwa keyakinan Panembahan itupun merupakan
keyakinan yang sesat." berkata Ki Pandi.
"Ya "jawab Ki Warana "tetapi aku tidak tahu, apakah aku
dapat memberi peringatan kepada Ki Banyu Bening."
"Kaulah yang mengetahui kemungkinan itu. Tetapi untuk
melengkapi keteranganku tentang Panembahan Lebdagati,
aku beritahukan bahwa aku telah bertemu dan bertempur
melawannya dalam memperebutkan pusaka-pusaka yang
berada di tangan Kiai Gumrah, dari sebuah perguruan yang
murid-muridnya sebagian besar menjadi pembuat dan
pedagang gula kelapa."
Ki Warana mengerutkan dahinya sambil bertanya "Kau telah
bertempur melawan Panembahan Lebdagati?"
"Ya. Sudah beberapakali aku alami. Tetapi aku tidak pernah
berhasil mengalahkannya. Apalagi menangkap atau membinasakannya. Karena itu, maka aku yakin, bahwa
Panembahan Lebdagati! itu masih ada sampai sekarang!
Elang-elang itu adalah pertanda dari perhatiannya kepada
padepokan Kiat Banyu Bening. Aku tidak tahu, apakah Kiai
Banyu Bening memiliki kemampuan sebagaimana Panembahan
Lebdagati." "Kiai Banyu Bening juga seorang yang berilmu sangat
tinggi. Tetapi aku juga tidak tahu, apakah ia mampu
mengimbangi Panembahan Lebdagati, karena aku belum
pernah menyaksikan ilmunya."
Ki Pandipun kemudian berkata, Baiklah. Aku minta kau
dapat memberi tabukan kepadanya, langsung atau lewat
Delima setiap perkembangan yang terjadi di padepokanmu,
juga dalam hubungannya dengan Panembahan Lebdagati."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ki Warana mengangguk-
angguk. Namun kemudaan iapun minta diri meninggalkan Ki Pandi dan
Delima di tepian. Dihari berikutnya, Ki Pandi
bersama Manggada dan Laksana telah melihat lagi,
dua ekor burung elang yang
berputar-putar tinggi di udara. Burung itu tidak menukik dan tidak pula menyambar-nyambar. Nampaknya burung-burung itu dalam keadaan tenang,
meskipun agaknya ada sesuatu yang sedang diawasinya.. Ternyata dikeesokan harinya, Delima telah berceritera kepada Ki Pandi yang datang bersama Manggada
dan Laksana pula. Paman baru saja meninggalkan tempat ini," berkata Delima
"ia harus segera berada di padepokan."
"Apa ada sesuatu yang penting?" bertanya Ki Pandi.
Paman minta disampaikan kepada kakek, bahwa kemarin di
padepokan telah datang dua orang utusan Panembahan
Lebdagati." "O," wajah Ki Pandi berkerut. Sementara Manggada
bertanya, "Apa yang dibicarakan oleh utusan itu?"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Paman tidak mengatakannya. Tetapi paman berpesan,
bahwa paman ingin bertemu dengan Ki Pandi lewat tengah
hari di sini." "Baiklah, nduk," berkata Ki Pandi kemudian, "nanti kami
akan datang kemari."
"Apakah aku juga harus datang kemari, kek" "bertanya
Delima. -Ah, tentu tidak," jawab Ki Pandi, "keadaan menjadi makin
gawat, nduk. Persoalannya tidak lagi terbatas antara
padepokan Kiai Banyu Bening dengan kakek yang bongkok ini,
tetapi melihat Panembahan Lebdagati pula."
Delima dapat mengerti keterangan Ki Pandi itu. Karena itu,
maka iapun menjawab "Baiklah kek. Tetapi besok pagi aku
akan berada disini lagi."
"Tetapi kau harus melihat suasana, Delima. Jika suasananya
tidak memungkinkan, maka kau harus tetap tinggal dirumah.
Yang perlu kau ketahui Delima, para pengikut Panembahan
Lebdagati tidak kalah liarnya dengan orang-orang padepokan
Kiai Banyu Bening. Bahkan kemampuan orang-orangnya agak
lebih tinggi dari orang-orang padepokan itu."
Delima mcngangguak-angguk. Katanya, "Baik, kek."
"Nah, sekarang, jika kau sudah selesai, pulanglah. Keadaan
lingkungan ini benar-benar menjadi semakin gawat." berkata
Ki Pandi. Ternyata Delima menuruti nasehat itu. Ia pun segera
mengemasi cuciannya dan kemudian menjinjingnya. Ketika ia
mulai naik tanggul, maka Laksana telah menyusulnya sambil
berkata, "Marilah, aku.bawakan bakul itu."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku sudah terbiasa membawa bakul sambil memanjat
naik." "Tetapi jika ada yang membantumu, bukankah itu lebih
baik?" Delima tidak menolak ketika Laksana kemudian mengambil,
bakul cucian itu dari tangannya.
Manggada hanya memandanginya saja sambil tersenyum.
Tetapi ketika Delima sudah sampai diatas tanggul, maka iapun
berkata "Sudahlah. Biar aku membawa bakul itu."
"Aku antar kau sampai kerumahmu," berkata Laksana.
Tetapi Delima berkata "Bukankah keadaan.sekarang menjadi
semakin gawat" Jika aku pulang bersama seseorang, maka
tentu akan sangat menarik perhatian. Meskipun kita dapat
mengabaikan perhatian tetangga-tetangga, tetapi tentu kita
tidak dapat mengabaikan perhatian orang-orang padepokan
dan mungkin para pengikut Panembahan Lebdagati itu."
Laksana tersenyum masam. Tetapi ia sempat juga berkata,
"Bagaimana jika kita juga mengabaikan perhatian orang-orang
padepokan Kiai Banyu Bening dan para pengikut Panembahan
Lebdagati." "Mungkin akibatnya tidak terasa bagimu. Tetapi bagiku"
Bagi keluargaku?" Laksana tertawa. Katanya, "Ah, bukankah aku tidak
bersungguh-sungguh?"
Wajah Delima berkerut. Tetapi iapun kemudian tertawa
pula. "Sampai besok," desis Delima.
Ketika Delima kemudian menjadi semakin jauh dan
mendekati padukuhannya, maka Laksanapun segera turun
kembali ketepian. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bertiga mereka meninggalkan tepian. Mereka akan kembali
lagi sesuai dengan pesan Ki Warana lewat lengah hari.
Demikianlah, maka lewat lengah hari, Ki Pandi, Manggada
dan Laksana telah berada kembali di tepian. Mereka
menunggu kedatangan Ki Warana untuk mendengarkan
perkembangan terakhir padepokan Kiai Banyu Bening.
Ketiga orang itu tidak perlu menunggu terlalu lama.
Beberapa saat kemudian, maka Ki Warana benar-benar datang
sesuai dengan pesannya lewat Delima.
"Mereka adalah cucu-cucuku," berkata Ki Pandi, ketika Ki
Warana memandangi.Manggada dan Laksana.
"Mereka juga ada di sanggar malam itu" desis Ki Warana.
"Ya. "sahut Ki Pandi "mereka berusaha menolong
kakeknya." "Tidak Ki Sanak. Bukan mereka berusaha menolong
kakeknya. Tetapi semuanya sudah terpencar. Sejak kau
kelaparan dan kehausan di rumah Krawangan."
Ki Pandi tertawa. Katanya "Ya. Sekarang aku tidak akan
ingkar. Kami memang telah membuat rencana itu, meskipun
sebagian sedikit menyimpang. Tetapi untunglah bahwa kami
dapat menyelesaikan bagian pertama dari permainan kami
dengan baik meskipun ada unsur keberuntungan."
"Kalian terdiri dari orang-orang berilmu tingg," jawab Ki
Warana. "Nah, sekarang, apakah yang akan kau katakan kepada
kami?" "Di padepokan kami telah datang dua orang utusan
Panembahan Lebdagati."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Pandi mengerutkan dahinya. Sambil mengangguk-angguk
ia pun kemudian berkata, "Jadi mereka telah benar-benar
datang?" "Ya, Ki Pandi."
"Apa yang mereka katakan?" bertanya Ki Pandi.
"Panembahan Lebdagati menuntut agar
apa yang dianggapnya haknya, supaya dikembalikan."
"Apa yang dimaksud?"


Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Daerah ini. Panembahan Lebdagati menuntut agar Kiai
Banyu Bening meninggalkan lingkungan ini dan menyerahkan
padepokannya kepada Penambahan Lebdagati yang akan
menanamkan kembali pengaruhnya di daerah ini. Panembahan
Lebdagati merasa bahwa tanah ini adalah tanahnya."
"Apa jawab Kiai.Banyu Bening?"
"Tentu saja Kiai Banyu Bening tidak ingin menyerahkannya.
Ia pun tidak akan meninggalkan tempat itu. Ketika Kiai Banyu
Bening membangun padepokannya, maka Panembahan
Lebdagati sudah tidak ada di tempat itu."
Ki Pandi mengangguk-angguk. Namun kemudian iapun
berkata "Jika Kiai Banyu Bening bersungguh-sungguh ingin
mempertahankan padepokannya, ia harus benar-benar
mempersiapkan dirinya. Panembahan Lebdagati masih
mendapat kepercayaan dari beberapa orang pemimpin
padepokan yang melandasi ilmunya dengan kepercayaan-
kepercayaan hitam yang akan dapat diajaknya bergerak."
"Kiai Banyu Bening memang telah mulai mempersiapkan
dirinya. Tetapi Kiai Banyu Bening tetap menganggap bahwa
Panembahan Lebdagati yang mengirimkan utusannya itu
bukan Panembahan Lebdagati yang sebenarnya."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau benar-benar tidak dapat, memperingatkannya?"
bertanya Ki Pandi. "Dalam keadaan yang demikian, Kiai Banyu Bening tidak
dapat mendengarkan pendapat orang lain."
"Bagaimana pendapat pembantu-pembantu Kiai Banyu
Bening?" "Sebagian besar dari mereka juga tidak percaya bahwa
yang mengirirnkan utusan itu adalah Panembahan Lebgadati."
"Apakah Kiai Banyu Bening pernah mengenal wajah
Panembahan Lebdagati?"
Ki Warana termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
katanya, Aku tidak tahu, Ki Pandi. Tetapi menilik setiap
pembicaraan mengenai Panembahan itu, nampaknya Kiai
Banyu Bening pernah bertemu dan berbicara dengan
Panembahan Lebdagati. Namun yang terang, Kiai Banyu
Bening mengakui bahwa Panembahan Banyu Bening adalah
orang yang berilmu sangat tinggi. Namun sebagaimana
dikatakannya, bahwa Kiai Banyu Bening telah siap
menghadapinya, meskipun orang yang mengaku Panembahan
Lebdagati itu memiliki ilmu setinggi Panembahan Lebdagati
sendiri." Ki Pandi mengangguk-angguk. Katanya "Meskipun aku
belum pernah menjajagi kemampuan Kiai Banyu Bening,
namun rasa-rasanya sulit bagi Kiai Banyu Bening untuk
mengimbangi kemampuan Panembahan Lebdagati."
Ki Warana mengerutkan dahinya. Dengan ragu ia berkata,
"Tetapi Kiai Banyu Bening juga memiliki ilmu yang sangat
tinggi." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mudah-mudahan," jawab Ki Pandi. Namun kemudian ia
berkata "Tetapi sebaiknya kau berhati-hati Ki Warana. Bukan
maksudku untuk menghasutmu agar kau berkhianat terhadap
Kiai Banyu Bening, tetapi nurani Ki Warana sendiri sudah
memanggil, agar Ki Warana meninggalkan padepokan yang
diwarnai oleh kepalsuan sikap pemimpinnya. Kiai Banyu
Bening sama sekali tidak jujur dengan kepercayaan yang
disebarkannya. Disinilah letak kelebihan Panembahan Lebdagati. la bersikap jujur terhadap kepercayaannya,
meskipun kepercayaan itu adalah kepercayaan hitam yang
harus dihapuskan. Karena itu. jika terjadi perang antara kedua
padepokan yang sama-sama harus dimusnahkan itu,
sebaiknya Ki Warana berusaha untuk melepaskan diri. Jika Ki
Warana tidak bersiap-siap sejak semula, maka Ki Warana akan
terjebak kedalam satu pertempuran yang akan mengikat Ki
Warana." Ki Warana termangu-mangu. Memang sulit untuk melakukannya. Meskipun ia sendiri merasa tersiksa hatinya
selama ia berada di padepokan itu, namun untuk begitu saja
meninggalkan justru di saat yang gawat, rasa-rasanya Ki
Warana itu tidak akan sampai hati. Seandainya ia tidak
membela Kiai Banyu Bening, namun apakah ia akan dapat
membiarkan kawan-kawannya yang setiap hari selalu
berhubungan, digilas oleh kekuatan lain tanpa melibatkan
dirinya". Ki Pandi melihat keragu-raguan ini. Karena itu, maka iapun
berkata, "Ki Warana. Kekuatan dan kemampuan Ki Warana
seorang diri tidak banyak berpengaruh. Namun keselamatan Ki
Warana sangat berarti bagi Ki Warana sendiri. Bukan
keselamatan kewadagan saja, tetapi juga keselamatan jiwa Ki
Warana. Jika Ki Warana bertempur dipihak Kiai Banyu Bening,
itu akan berarti bahwa Ki Warana telah ikut serta
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mempertahankan sesuatu yang tidak sesuai dengan nurani Ki
Warana sendiri." "Tetapi Ki Pandi, seandainya Kiai Banyu Bening dikalahkan
oleh Panembahan Lebdagati, apakah bukan berani bahwa
kepercayaan hitam Panembahan Lebdagati akan berkembang
lagi di daerah ini" Betapa jujurnya Panembahan Lebdagati
terhadap kepercayaannya, namun kepercayaan itu sendiri
adalah kepercayaan yang sesat. Bagi orang lain, justru akan
menjadi lebih berbahaya karena orang yang menerima
keyakinan itupun akan menjadi yakin dan mengakar. Tidak
seperti orang-orang yang menerima kepercayaan yang
sekedar pura-pura, sehingga bagi para pengikutnya pun
kepercayaan itu hanya sekedar mengambang saja?"
"Bukankah sudah aku katakan, bahwa kepercayaan yang
ditebarkan oleh Panembahan Lebdagati itu pun harus
dimusnahkan?" Ki Warana mengangguk-angguk. Katanya, "Aku mengerti. Ki
Pandi." -oo0o0dw0o0oo- http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seri Arya Manggada V Mentari Senja Oleh : SH MINTARDJA Sumber DJVU : Koleksi Ismoyo
http://cersilindonesia.wordpress.com/
Convert, edit, ebook : MCH & Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kang-zusi.info http://cerita-silat.co.cc/
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
JILID 4 KI PA NDI menarik nafas dalam-dalam. Ia melihat
kebimbangan di mata Ki Warana.
"Kau harus mengambil sikap Ki Warana. Kau tidak boleh
mengorbankan dirimu untuk sesuatu yang tidak kau yakini
kebenarannya. Dengan demikian maka pengorbananmu akan
sia-sia." "Aku menjadi bingung," desis Ki Warana.
"Jika kau dengar pendapatku. Ki Warana. Kau jangan hilang
tanpa arti. Jika kau harus terlibat dalam pertempuran sekedar
untuk menunjukkan kesetia-kawanan meskipun tidak didukung
oleh keyakinan apapun, maka kau sebaiknya menentukan
takaran, sampai dibatas manakah kau pantas menunjukkan
kesetia-kawananmu itu."
"Maksud Ki Pandi?"-
"Kau tidak perlu mati dalam benturan kekerasan itu.
Bukankah dengan demikian kau akan mati tidak untuk apa-
apa?" Ki Warana mengangguk-angguk. Sementara Ki Pandi
berkata selanjutnya, "Jika kau hidup, maka kau masih
mempunyai kesempatan untuk berbuat sesuatu yang lebih
berarti. Berarti bagi dirimu sendiri dan berarti bagi orang lain."
Ki Warana mengangguk-angguk. Katanya, "Aku mengerti.
Dan aku akan berusaha untuk melakukannya. Jika aku tidak
melihat kemungkinan apapun kalau Panembahan Lebdagati
benar-benar datang, maka aku akan mempergunakan
kesempatan terakhir untuk berusaha tetap hidup."
"Kau dapat menularkan sikap ini kepada beberapa orang
lain. Jika kau berhasil, maka yang tersisa dari padepokan Ki
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Banyu Bening, masih akan memberikan arti bagi kehidupan di
lingkungan ini." Ki Warana mengangguk-angguk. Sementara Ki Pandi
berkata selanjutnya "Kami akan mengamati perkembangan di
padepokanmu." "Terima kasih" desis Ki Warana yang kemudian minta diri
"aku harus segera kembali ke padepokan."
"Silahkan Ki Warana. Jika Ki Warana menganggap perlu, Ki
Warana dapat berpesan kepada Delima."
"Tetapi kadang-kadang aku merasa cemas melihat Delima
berada ditepian. Mungkin orang-orang padepokan sendiri yang
berkeliaran scperti yang pernah terjadi. Tetapi mungkin orang-
orang Panembahan Lebdagati, justru akhir-akhir ini tepian
menjadi sepi." "Kami akan mengawasinya. Setidak-tidaknya salah seorang
diantara kami bertiga atau kawan-kawan kami yang lain."
Ki Warana mengangguk kecil. Tetapi ia masih bertanya,
"Berapa orang kawan kalian?"
Ki Pandi tersenyum. Katanya "Tidak tentu. Kali ini ada
beberapa orang tua bersamaku. Orang-orang tua yang ingin
merasa dirinya masih berarti. Termasuk aku sendiri."
Ki Warana menarik nafas panjang. Namun kemudian iapun
minta diri, "Terima kasih. Aku akan kembali ke barak."
Sepeninggal Ki Warana, ketiga orang itu memang tidak
segera meninggalkan tepian. Mereka duduk-duduk diatas batu
sambil berbincang. Tetapi beberapa kali Laksana membelokkan pembicaraan mereka yang berkisar sekitar
kemungkinan kedatangan Panembahan Lebdagati. Kadang-
kadang seperti orang yang tidak menyadari apa yang
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dikatakannya. Laksana berbicara tentang gadis yang bernama
Delima itu. "Kenapa Delima harus dalang ke tepian" Seharusnya kita
justru memperingatkannya, agar ia tidak lagi pergi ketepian
ini. Seperti yang dikatakan oleh Ki Warana, kemungkinan
buruk itu dapat terjadi pada Delima sebagaimana yang pernah
terjadi. Seandainya kita mengawasi tepian ini, namun bahaya
itu dapat menyergap Delima sepanjang jalan menuju ke tepian
ini." "Jadi menurut pendapatmu?" bertanya Manggada.
"Aku tidak berkeberatan datang kerumahnya setiap hari
untuk menanyakan, apakah ada pesan dari Ki Warana atau
tidak." "Apakah kau ingin Ki Warana atau keluarga Delima
digantung di padepokan" " bertanya Manggada, "orang-orang
padepokan yang saling mencurigai tentu akan saling
mengawasi. Dengan perintah atau tidak."
"Kesetia-kawanan mereka cukup tinggi, sebagaimana sikap
Ki Warana." "Untuk menghadapi bahaya dari luar. Tetapi kedalam
mereka akan berebut kedudukan. Seperti juga terjadi dimana-
mana, kadang-kadang seseorang yang saling menolong dalam
keterkaitan dengan orang lain, akan sampai hati saling
memfitnah justru diantara keluarga sendiri karena mereka
berebut kedudukan." Laksana menarik nafas panjang. Namun agaknya ia dapat
mengerti alasan itu. Ki Pandi hanya tersenyum-senyum saja mendengarkan
pembicaraan kedua orang anak muda itu.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun akhirnya, Ki Pandi itu berdesis "Marilah. Kita
tinggalkan tempat ini. Kita dapat berbicara dengan saudara-
saudara kita. Bahwa Panembahan Lebdagati siap untuk
mengambil alih padepokan Ki Banyu Bening akan merupakan
berita yang menarik bagi mereka."
Sebenarnyalah, ketika hal itu disampaikan kepada mereka
yang berada di rumah Ki Ajar Pangukan, ternyata bahwa
mereka menjadi sangat tertarik.
"Jadi Panembahan iiu benar-benar akan mengusir Ki Banyu
Bening?" bertanya Ki Ajar Pangukan.
"Menurut Ki Warana memang demikian. Dua orang
utusannya telah bertemu dengan Ki Banyu Bening. Namun Ki
Banyu Bening nampaknya berkeras untuk bertahan. Bahkan
menurut Ki Warana, Ki Banyu Bening tidak percaya bahwa
Panembahan Lebdagati itu masih ada."
"Kita akan mengambil kesempatan," berkata Ki Ajar
Pangukan. "Kesempatan apa" "bertanya Ki Jagaprana.
"Kita tidak menghendaki kehadiran kedua-duanya di
lingkungan ini. Bahkan dimanapun juga. Karena itu, kita akan
memanfaatkan benturan kekuatan mereka. Bukankah dengan
demikian kedua-duanya menjadi lemah?"
Ki Pandipun kemudian menyahut "Aku sependapat. Tetapi
aku sedang berusaha untuk selalu berhubungan dengan Ki
Warana. Aku berharap bahwa pada suatu saat, kita dapat


Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bekerja bersamanya."
"Bekerja bersama bagaimana" " bertanya Ki Lemah Teles.
"Kalau Ki Warana menyadari kedudukannya serta panggilan
nuraninya, maka aku kira aku akan berhasil."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan singkat, Ki Pandi menceriterakan hubungan yang
dibuatnya dengan Ki Warana. Kemudian katanya, "Aku
menaruh harapan pada sikapnya."
Ki Lemah Telespun berkata, "Jika demikian, teruskan
hubunganmu dengan orang itu. Setidak-tidaknya kita dapat
mengikuti perkembangan persoalan yang menyangkut hubungan antara padepokan Kiai Banyu Bening dan
Panembahan Lebdagati."
"Baiklah," berkata Ki Pandi "namun nampaknya segala
sesuatunya sudah menjadi semakin mendesak. Kitapun harus
mempersiapkan diri untuk terlibat kedalam persoalan ini.
Tentu saja dengan sudut pandang kita terhadap persoalan
yang terjadi." Yang lain pun mengangguk-angguk. Mereka memang sudah
meletakkan niat mereka untuk melawan kegiatan Kiai Banyu
Bening dan apalagi Panembahan Lebdagati."
Demikianlah dari hari ke hari, Ki Pandi dapat tetap
berhubungan dengan Ki Warana lewat Delima. Sehingga pada
suatu hari, Ki Warana itu berkata "Panembahan Lebdagati
telah menyampaikan ancamannya."
"Ancaman apa?" bertanya Ki Pandi.
"Dua orang utusannya telah datang lagi. Panembahan
Lebdagati minta dalam waktu sepuluh hari, padepokan itu
harus sudah menjadi kosong. Semua kegiatan dihentikan, dan
menyerahkan segala-galanya kepada Panembahan Lebdagati."
Ki Pandipun mengangguk-angguk. Namun tiba-tiba ia
bertanya "Apakah padepokan itu masih tetap melakukan
kegiatan di sanggar-sanggar dibeberapa padukuhan?"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sejak peristiwa di sanggar itu, maka beberapa kegiatan
telah disusut. Tetapi menurut Kiai Banyu Bening, semuanya itu
sekedar ancang-ancang untuk langkah-langkah panjang
berikutnya. Tetapi kehadiran utusan-utusan orang yang
menyebut dirinya kemenakan Lebdagati itu agaknya sangat
berpengaruh terhadap kegiatan Kiai Banyu Bening. Apalagi
setelah Panembahan Lebdagati mengancam dan memberikan
waktu sepuluh hari. Maka kegiatan seisi padepokan terutama
adalah mempersiapkan diri menyambut kedatangan Panembahan Lebdagati itu.
Ki Pandi mendengarkan keterangan Ki Warana itu dengan
sungguh-sungguh. Dengan nada berat, Ki Pandi itu menyahut,
"Panembahan Lebdagati tentu tidak sekedar mengancam. Aku
mengenal waktunya dengan baik. Ia tentu akan bersungguh-
sungguh datang dengan kekuatan yang cukup untuk
menghancurkan Kiai Banyu Bening. Bukan sekedar mengusirnya. Seperti yang pernah aku katakan, kekuatan
Panembahan Lebdagati tentu sulit untuk dilawan oleh Kiai
Banyu Bening." "Tetapi Kiai Banyu Bening tetap pada pendiriannya. Ia tidak
akan beranjak dari padepokan itu."
"Ki Warana," berkata Ki Pandi "jika para pengikut Kiai Banyu
Bening akan bertahan, silahkan. Tetapi aku ingin memperingatkan, bahwa Ki Warana tidak perlu membunuh
diri. Jika Ki Warana mempunyai beberapa orang yang dapat
sungguh-sungguh dipercaya, maka Ki Warana dapat
mempersiapkan diri untuk membuat garis pertahanan kedua,
justru diluar padepokan."
"Maksud Ki Pandi?" bertanya Ki Warana.
-"Jika keadaan memaksa, maksudku jika pertahanan Kiai
Banyu Bening benar-benar pecah dan tidak mungkin bertahan
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lagi, sebaiknya Ki Warana menyingkir dari padepokan. Ki
Warana harus mempersiapkan tempat untuk mengumpulkan
sisa-sisa kekuatan dari padepokan itu."
"Lalu, apa artinya" Jika bersama Kiai Banyu Bening kami
sudah tidak mampu bertahan, apa yang kemudian dapat kita
lakukan jika Panembahan Lebdagati memburu kami?"
"Ki Warana" berkata Ki Pandi, "kami berjanji untuk berada
ditempat itu. Kami akan bersama membantu sejauh dapat
kami lakukan untuk melawan kekuatan Panembahan
Lebdagati. Tetapi sudah tentu dengan janji."
"Janji apa?" bertanya Ki Warana.
Ki Pandi termangu-mangu. Namun kemudian ia berkata,
"Semua ajaran Kiai Banyu Bening yang tidak lebih dari sekedar
memanjakan nafsu dan dendam itu harus dihentikan.
Padepokan itu harus menjadi tempat yang berani bagi
kehidupan lahir dan batin bagi orang-orang di lingkungan ini.
Padepokan itu harus menjadi tempat orang-orang mencari
pengetahuan yang berarti bagi kesejahteraan hidup lahiriyahnya, tetapi juga tempat orang menemukan dirinya
dihadapan penciptanya menurut ajaran yang benar."
Ki Warana memandang Ki Pandi dengan tajamnya. Namun
kemudian Ki Warana itupun bertanya, "Tetapi siapakah yang
akan dapat melakukannya" Maksudku, siapakah yang akan
memimpin padepokan itu, karena tidak seorangpun diantara
kami yang mampu melakukannya" Kami adalah orang-orang
yang selama ini hanyut dalam arus yang liar dan bermuara
pada genangan yang keruh."
"Jalan telah dibuat menembus hutan yang menyekat
lingkungan ini dengan dunia yang lebih cerah. Karena itu, jika
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
segalanya telah dapat diselesaikan, maka pergilah ke pajang.
Kalian akan dapai memecahkan persoalan yang kalian hadapi."
"Haruskah kami menempuh perjalanan yang jauh itu?"
"Kau pernah ke Pajang" Pajang tidak terlalu jauh dari
tempat ini. Apalagi setelah hutan Jatimalang terbuka."
Ki Warana mengangguk-angguk. Katanya "Baiklah Ki Pandi.
Aku akan berusaha sejauh dapat aku lakukan. Tetapi aku pun
harus berhati-hati, agar aku tidak dicurigai oleh Kiai Banyu
Bening dan para pengikutnya yang paling setia. Yang menurut
penglihatan Kiai Banyu Bening termasuk aku sendiri."
"Mudah-mudahan Ki Warana berhasil. Usaha Ki Warana ini
juga merupakan usaha untuk melestarikan keberadaan
padepokan itu, meskipun isinya akan berubah."
Namun Ki Warana tidak dapat berbincang terlalu panjang,
ia harus segera berada di padepokannya kembali.
Meskipun demikian, Ki Warana telah membawa bekal yang
akan sangat berarti bagi padepokannya.
"Ki Warana" pesan Ki Pandi "beritahukan kami, kemana Ki
Warana akan menyusun pertahanan kedua sebelum Ki Warana
akan kembali memasuki padepokan."
"Baiklah Ki Pandi. Aku akan menyampaikannya dalam dua
hari sebelum batas waktu yang sepuluh hari itu sampai. Jika
aku tidak sempat menunggu Ki Pandi karena waktuku yang
sempit, aku akan berpesan kepada Delima."
Sepeninggal Ki Warana, Ki Pandi yang diikuti oleh
Manggada dan Laksana telah menyusuri tepian. Ketika mereka
sampai di tempat yang hampir tidak pernah di kunjungi orang,
Ki Pandi berkata, "Sepuluh hari lagi, Lebdagati akan datang ke
padepokan. Kalian pun harus bersiap."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Manggada dan Laksana mengangguk-angguk. Namun
mereka tanggap bahwa Ki Pandi telah menemukan tempat
yang baik untuk berlatih.
"Kita manfaatkan waktu yang pendek ini," berkata Ki Pandi.
Untuk beberapa lama, maka mereka bertiga telah berlatih di
tepian. Ki Pandi sengaja mengajak Manggada dan Laksana
berlatih diatas pasir yang tebal, agar menambah hambatan
pada langkah kaki mereka.
Sejak hari itu, maka orang-orang yang berada di rumah Ki
Ajar Pangukan telah benar-benar mempersiapkan diri. Karena
Manggada dan Laksana adalah orang-orang yang paling muda
diantara mereka, bukan saja umurnya, tetapi juga ilmunya,
maka seakan-akan orang-orang tua yang ada dirumah itu
telah berusaha membantu mereka meningkatkan ilmunya.
Bahkan tanpa diminta oleh siapapun, masing-masing berusaha
menyesuaikan kemungkinan-kemungkinan yang tidak justru
mengganggu bagi perkembangan ilmu dan tubuh Manggada
dan Laksana. Diantara mereka berusaha membantu perkembangan ilmu
Manggada dan Laksana melengkapi unsur-unsur geraknya.
Tetapi Ki Lemah Teles lebih senang mengajak kedua anak
muda itu berkelahi. "Aku tidak akan merusak dasar ilmu mereka. Dengan
berkelahi, anak-anak itu akan mendapat pengalaman-
pengalaman baru sehingga dasar kemampuan mereka akan
berkembang dengan sendirinya. Karena didunia olah
kanuragan, merekapun akan menghadapi kekerasan dari
orang-orang yang semula ilmunya tidak dikenalnya sama
sekali." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Manggada dan Laksana memang memanfaatkan kesempatan itu sebaik-baiknya. Beberapa pintu yang rasa-
rasanya masih tertutup baginya, telah menjadi terbuka,
sehingga Manggada dan Laksana menemukan kemungkinan-
kemungkinan baru didalam tatanan kemampuannya. Dengan
demikian maka ilmu Manggada dan Laksana dengan pesatnya
telah meningkat. "Kalian tidak boleh menjadi beban," berkata Ki Pandi "jika
benar kita akan terlibat, maka kalian akan dapat mandiri
menghadapi para pengikut Panembahan Lebdagati."
"Jika Kiai Banyu Bening diluar dugaan menang atas
Panembahan Lebdagati dan dapat mengusirnya atau bahkan
menghancurkannya sama sekali?" bertanya Manggada.
Ki Pandi menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Memang
mungkin sekali. Selama ini kita selalu menganggap bahwa Kiai
Banyu Bening akan dikalahkan oleh Panembahan Lebdagati."
"Lalu apa yang harus kita lakukan" "bertanya Laksana.
"Kita harus mempergunakan kesempatan sebaik-baiknya.
Sebelum Kiai Banyu Bening sempat bernafas, kita akan datang
dan menghancurkannya sama sekali. Terutama bangunan-
bangunan yang ada hubungannya dengan nafsu dan
dendamnya karena ia telah kehilangan anak bayinya.
Sedangkan kita tidak tahu, siapakah yang telah bersalah,
sehingga anak bayinya itu ditelan api."
Manggada dan Laksana mengangguk-angguk. Mereka
mengerti sepenuhnya, apa yang harus mereka lakukan jika
Panembahan Lebdagati berhasil. Tetapi merekapun tahu apa
yang harus mereka lakukan jika Kiai Banyu Bening berhasil
mengusir Panembahan Lebdagati dan bahkan menghancurkan
para pengikutnya. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seperti yang sudah direncanakan, maka dua hari sebelum
hari-hari yang menegangkan itu, Ki Warana ternyata masih
sempat menemui Ki Pandi di tepian seperti biasanya. Bahkan
Ki Warana sudah menunggu bersama Delima yang sedang
mencuci. Ki Warana menemui Ki Pandi dan Manggada ditempat yang
terpisah, sementara Laksana lebih senang menunggui Delima
yang sedang sibuk dengan cuciannya.
"Kau tidak ikut dalam pembicaraan itu?" bertanya Delima.
Laksana menggeleng. Katanya "Seandainya aku ikut duduk
bersama mereka, akupun hanya mendengarkan saja."
"Bukankah dengan demikian kau akan mengetahui
rancangan yang seharusnya kalian lakukan?"
"Bukankah aku dapat bertanya kepada kakang Manggada
atau langsung kepada Ki Pandi?"
"Tetapi tentu lebih puas jika dapat langsung mendengar
urut-urutan pembicaraan itu."
"Hasil pembicaraan itu akan dapat aku dengar dari orang
lain. Tetapi apa yang akan kau katakan hanya dapat aku
dengar langsung dari kau sendiri."
"Apa yang akan kau katakan?" Delima justru terkejut.
"Tidak tahu. Tentu kau yang lebih tahu," jawab Laksana.
"Ah, kau," desis Delima yang kemudian telah tenggelam
dalam kesibukannya, mencuci pakaian sebagaimana selalu
dilakukannya. Biasanya bahkan Delima datang dengan
beberapa orang kawan-kawan Delima masih belum berani
turun ke sungai. Dalam pada itu, Ki Warana telah memberikan ancar-ancar
kepada Ki Pandi tentang garis pertahanan keduanya.


Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Beberapa orang yang benar-benar dapat aku percaya telah
sepakat," berkata Ki Warana "jika keadaan memaksa kami
akan menyusun pertahanan di sebuah padukuhan yang tidak
terlalu jauh dari padepokan. Sebanyak kawan-kawan kami
yang dapat melarikan diri, maka kami akan mencoba
menyusun kekuatan kami kembali. Tentu saja dengan
harapan, bahwa Ki Pandi akan membantu kami. Terutama
untuk menghadapi Panembahan Lebdagati itu sendiri."
Ki Pandi mengangguk-angguk. Kalanya "Baiklah. Tetapi aku
mempunyai syarat lagi."
"Syarat apa Ki Pandi" "
"Jika padepokan kalian memenangkan pertempuran
melawan Panembahan Lebdagati, maka Kiai Banyu Bening
akan berhadapan dengan kami. Kami memang ingin
menghapus nafsu dan dendam Kiai Banyu Bening. Jika Kiai
Banyu Bening menang atas Panembahan Lebdagati, maka
kepercayaan terhadap dirinya menjadi semakin tebal. Dengan
demikian, maka kegiatan yang selama ini agak mengendor
karena berbagai macam sebab, akan semakin meningkat. Kiai
Banyu Bening tentu akan benar-benar memerintahkan
mengorbankan bayi-bayi yang tidak berdosa sekedar untuk
didengar tangisnya saat api mulai menjilat tubuhnya."
Ki Warana menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Lalu, apa
yang sebaiknya kami lakukan?"
"Bukankah Ki Warana juga ingin membebaskan diri dari
cengkeraman kepercayaan yang pura-pura itu?"
"Ya.?"jawab Ki Warana.
"Nah, jika demikian, perintahkan orang-orang yang sejalan
dengan pikiran Ki Warana untuk mengenakan tanda. Jika
kalian mampu mengalahkan Panembahan Lebdagati, http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sementara kemu dan kami memasuki padepokan itu sebelum
Kiai Banyu Bening sempat bernafas, agar kami dapat
membedakan, siapakah yang berniat mempertahankan
kehadiran Kiai Banyu Bening dan siapa yang tidak, kalian
harus mengenakan sesuatu."
"Apa menurut pendapat Ki Pandi?"
"Apa yang paling mudah kalian dapatkan di dalam
padepokan Kiai Banyu Bening" Janur atau bulu ayam, bulu itik
atau apa" "Memang ada beberapa batang pohon kelapa yang
terkurung oleh dinding padepokan."
"Nah, pastilah janur kuning. Sebelum kalian perlukan,
ikatkan janur kuning itu dibawah baju kalian. Baru kemudian
janur kuning itu diperlihatkan dan dipergunakan sebagai
pertanda setelah diperlukan," berkata Ki Pandi.
Ki Warana mengangguk-angguk. Katanya, "Baiklah, Ki
Pandi. Kami akan mencobanya. Kami akan bertahan terhadap
Panembahan Lebdagati, tetapi disisi lain kami ingin bebas dari
belenggu Kiai Banyu Bening tanpa menumbuhkan kecuriagaan." "Terima kasih Ki Warana. Mudah-mudahan kita berhasil,"
jawab Ki Pandi. "Jika Panembahan Lebdagati bersungguh-sungguh, maka
waktu kita tinggal dua hari."
"Aku kira Panembahan Lebdagati bersungguh-sungguh.
Berhati-hatilah. Kau tidak boleh hancur dalam permainan ini,
karena kau akan membawa perubahan sikap dari beberapa
orang yang terbelenggu didalam cengkeraman lingkungan
yang kau benci." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baiklah " berkata Ki Warana, "aku akan berusaha." Seperti
biasanya maka Ki Warana tidak dapat terlalu lama berada di
pinggir sungai itu. Apalagi disaat padepokannya sedang
mempersiapkan kesiagaan tertinggi menghadapi tantangan
Panembahan Lebdagati. Karena sebenarnyalah Kiai Banyu
Bening sendiri menjadi berdebar-debar menghadapi ancaman
itu. Tetapi sebagai seorang yang berilmu tinggi dan
berkeyakinan atas kemampuannya, maka Kiai Banyu Bening
tidak akan begitu saja menyerah terhadap ancaman
Panembahan Lebdagati. Pada malam-malam terkhir, mendekati saat yang ditentukan oleh Panembahan Lebdagati, maka Kiai Banyu
Bening sendiri memang lebih banyak berada didalam
sanggarnya. Beberapa orang kepercayaannya memang
diperintahkan untuk meningkatkan kemampuan mereka.
Memantapkan pengabdian mereka kepada Sang Maha Api dan
menyediakan senjata secukupnya.
Kiai Banyu Bening telah memerintahkan pula membuat
panggungan dibelakang dinding padepokannya. Para cantrik
sudah diperintahkan untuk menghancurkan lawan sebelum
mereka memasuki dinding padepokan.
"Sediakan anak panah sebanyak-banyaknya. Juga sediakan
lembing dan senjata lontar yang lain.
Sedangkan para cantrik juga diperintahkan untuk melihat
din-ding, pintu gerbang dan pintu butulan. Yang nampak
lemah harus segera diperkuat. Selarak pintu pun dibuat
rangkap pula. Menjelang hari-hari yang ditentukan, maka segala
sesuatunya telah siap. Kiai Banyu Bening menjadi semakin
yakin, bahwa orang yang menyebut dirinya Panembahan
Lebdagati itu tidak akan dapat memasuki padepokannya.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun dihari-hari terakhir itu pula sepasang burung elang
nampak berputaran di langit. Sekali-sekali menukik rendah.
Namun kemudian membubung tinggi menyentuh mega-mega
di langit. Dengan matanya yang tajam sepasang burung elang
itu memperhatikan apa yang
ada didalam dinding padepokan. Kemudian dengan gerak isyarat sepasang burung elang itu
memberikan laporan tentang penglihatannya sesuai dengan kemampuannya. Sementara itu orang- orang yang mampu mengendalikan burung- burung elang itu mencoba untuk menangkap arti dari
isyarat-isyarat yang diberikan oleh sepasang burung elang itu. Namun bukan hanya orang-orang yang mengendalikan burung-burung elang itu
saja yang memperhatikan sepasang burung itu dari kejauhan.
Tetapi Ki Pandi, Manggada dan Laksana pun ikut
memperhatikan pula dari kejauhan.
"Menurut Ki Warana, besok adalah batas terakhir yang
diberikan oleh Panembahan Lebdagati," berkata Ki Pandi.
"Besok akan terjadi pertempuran yang sengit antara dua
aliran hitam yang garang." desis Manggada.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bukan besok," sahut Ki Pandi "besok adalah batas terakhir.
Aku kira baru besok lusa Panembahan Lebdagati akan dalang
ke padepokan." "Kita harus siap di tempat yang sudah disebut Ki Warana itu
Ki Pandi. Ki Warana menganggap tempat itu sebagai garis
pertahanannya yang kedua. Jika Ki Pandi dan orang-orang tua
yang tinggal dirumah Ki Ajar Pangukan itu tidak ikut campur,
maka mereka tentu akan dimusnakan oleh Panembahan
Lebdagati," berkata Manggada.
"Ya" desis Laksana "namun Panembahan Lebdagati tentu
bersungguh-sungguh. Sepasang burung elang itu merupakan
salah satu isyarat kesungguhan Panembehan Labdagati."
"Baiklah," Ki Pandi mengangguk-angguk, "kitapun harus
bersiap. Besok malam kita harus bergerak ke tempat yang
sudah ditentukan itu. Sebuah padukuhan kecil yang tidak
terlalu jauh dari padepokan sebagaimana telah diancar-
ancarkan oleh Ki Warana. "Marilah kita kembali" desis Manggada.
Tetapi Laksanapun berdesis "Kita singgah sebentar di tepian
itu." "Untuk apa?" bertanya Manggada.
"Melihat apakah Delima ada di tepian," jawab Laksana.
"Bukankah kau yang mengatakan sendiri" Delima mengatakan kepadamu, bahwa ia tidak akan datang ke tepian
lagi untuk beberapa hari sampai keadaan menjadi tenang?"
"Mungkin hari ini ia masih datang."
"Tentu tidak," jawab Manggada "apakah kau masih belum
puas menunggui gadis itu mencuci kemarin?"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Laksana hanya tersenyum saja. Dengan nada dalam ia
berkata "Baiklah. Kita pulang saja."
Bertiga merekapun kemudian menyusuri jalan setapak dan
sekali-sekali naik dan turun tebing yang curam untuk
mencapai sebuah rumah yang terpencil yang dihuni oleh Ki
Ajar Pangukan. Kepada orang-orang tua yang berada di rumah Ki Ajar
Pangukan, Ki Pandi telah memberikan keterangan terperinci,
apakah yang harus mereka lakukan menjelang terjadinya
benturan kekuatan antara isi padepokan Kiai Banyu Bening
dengan Panembahan Lebdagati serta para pengikutnya.
"Waktu kita tinggal besok siang. Besok malam kita harus
sudah berada di padukuhan kecil itu.
Ki Ajar Pangukan mengangguk-angguk. Katanya "Baiklah.
Kita yang sudah berjanji, terutama kepada diri sendiri untuk
menghancurkan ilmu hitam siapapun yang menjadi pemimpinnya, akan melakukan kewajiban yang kita letakkan
diatas pundak kita sendiri ini dengan sebaik-baiknya. Besok
kita semuanya akan pergi ke padukuhan sebagaimana
dikatakan oleh Ki Warana itu."
"Tetapi bagaimana dengan orang-orang padukuhan itu
sendiri" Apakah mereka sudah mengerti tentang apa yang
bakal terjadi" " bertanya Ki Sambi Pitu.
Ki Pandi menggeleng. Katanya "Belum. Jika mereka
mengetahuinya, mungkin rencana itu akan menjalar dan
didengar oleh Kiai Banyu Bening atau oleh Panembahan
Lebdagati. Kedua-duanya tidak menguntungkan bagi rencana
Ki Warana." "Ya," Ki Sambi Pitu mengangguk-angguk, "jika demikian,
besok kita harus dapat menempatkan diri. Kita sudah tahu,
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bahwa kehadiran kita besok masih belum diketahui oleh
orang-orang padukuhan itu, sehingga kita tidak dengan serta-
merta datang ke banjar."
Demikianlah, maka orang-orang tua itu telah merencanakan
untuk berada disekitar sanggar yang agaknya juga sudah
dibuat di-padukuhan itu. Dalam pada itu, maka Ki Pandipun telah minta waktu untuk
mengambil dua ekor harimaunya. Dengan tegas ia berkata,
"Besok, sebelum matahari terbenam, aku sudah berada di
tempat ini kembali. Kita akan bersama-sama pergi ke
padukuhan itu. Kita akan mencoba mengikuti perkembangan
keadaan dikeesokan harinya. Apa yang akan terjadi di
padepokan Kiai Banyu Bening."
"Jadi, Ki Pandi akan pergi" " bertanya Manggada.
"Ya," jawab Ki Pandi "kalian tidak usah ikut. Usahakan
untuk melihat apakah besok burung-burung elang itu akan
berputeran lagi diatas padepokan."
Demikianlah, maka Ki Pandi pun telah minta diri setelah


Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menitipkan Manggada dan Laksana kepada orang-orang yang
berada dirumah Ki Ajar Pangukan itu.
"Tetapi apakah Ki Pandi dapat menempuh perjalanan itu
semalam dan sehari besok?" bertanya Manggada "seandainya
dapat Ki Pandi lakukan, Ki Pandi tentu letih sekali."
Ki Pandi tersenyum. Katanya "Aku akan mencobanya untuk
kembali pada saatnya. Jika aku merasa letih, bukanah masih
ada waktu semalam untuk beristirahat?"
Manggada mengangguk-angguk sambil berdesis "Ya, Ki
Pandi." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ternyata Ki Pandi memang seorang yang memiliki
kemampuan yang sangat tinggi. Agar tidak terlambat maka Ki
Pandi telah menempuh perjalanannya dengan cepat. Secepat
orang berlari. Ki Pandi pun tidak menempuh perjalanan lewat jalur jalan
yang berkelok-kelok. Tetapi ia lebih banyak memotong arah.
Bukan saja melintasi pematang, tanggul, meloncati parit dan
menyeberang sungai, tetapi Ki Pandi juga berjalan dengan
cepat menembus hutan seperti seekor kijang. Pengalamannya
Tapa Ngidang yang sudah dilakukan tidak hanya sekali, sangat
membantunya menerobos gerumbul-gerumbul liar dan eri
bebondotan. Dengan caranya itu, maka Ki Pandi memang akan dapat
kembali pada waktunya sebagaimana di janjikannya.
Bukan hal yang sulit bagi Ki Pandi untuk menemukan kedua
ekor harimaunya. Hanya tanpa istirahat, maka Ki Pandipun
segera mengajak kedua ekor harimaunya ke kaki Gunung
Lawu. Dalam pada itu, Manggada dan Laksana yang ditinggalkan
oleh Ki Pandi di rumah Ki Ajar Pangukan, telah mendapat
kesempatan sebagaimana yang sering dilakukannya, mengadakan latihan dengan orang-orang tua yang berilmu
tinggi. Kesempatan yang sangat berarti bagi Manggada dan
Laksana. Dengan latihan-latihan yang berat itu, maka ilmu kedua
anak muda itu memang selalu meningkat dan menjadi
matang. Pada kesempatan di hari terakhir yang diberikan oleh
Panembahan Lebdagati kepada Kiai Banyu Bening, maka
Manggada dan Laksana telah mengamati padepokan itu dari
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kejauhan. Mereka memang melihat dua ekor burung elang
yang berputar-putar. Sekali-sekali menukik rendah, kemudian
terbang naik tinggi tinggi.
Melihat sikap kedua ekor burung itu, maka nampaknya
memang terjadi sesuatu di padepokan Kiai Banyu Bening.
"Burung-burung itu tentu mengamati utusan Panembahan
Lebdagati yang datang ke padepokan itu" desis Manggada.
Laksana mengangguk-angguk. Katanya, " Mudah-mudahan
dugaan Ki Pandi benar, bahwa hari ini masih belum terjadi
sesuatu di padepokan itu."
"Kita akan mengamati padepokan itu dari jarak yang lebih
dekat. Tetapi hati-hati. Jika mereka, apakah orang-orang Kiai
Banyu Bening, lebih-lebih lagi orang-orang Panembahan
Lebdagati, rencana Ki Warana akan dapat terganggu
seandainya salah seorang atau bahkan mereka berdua
mengadakan perubahan sikap," berkata Manggada selanjutnya. Demikianlah, maka dengan sangat berhati-hati kedua orang
anak muda itu telah berusaha mendekti padepokan. Tetapi
mereka tetap berada pada jarak tertentu agar kehadiran
mereka tidak diketahui oleh kedua belah pihak yang sedang
bersengketa itu. Kedua-nyapun berusaha untuk menghindari
penglihatan burung-burung elang yang terbang berputaran
diatas padepokan Kiai Banyu Bening.
Dua orang anak muda itu telah tersembunyi dibelakang
gcrumbul perdu yang rimbun. Dan tempat mereka
bersembunyi, mereka dapat melihat meskipun tidak begitu
jelas, wajah depan padepokan Kiai Banyu Bening.
Untuk beberapa lamanya mereka menunggu. Burung-
burung elang yang berterbangan itu masih saja berputar-putar
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan sekali-sekali menukik rendah. Manggada dan Laksana
menduga, bahwa utusan Kiai Asem Bening masih berada di
padepokan. Keduanya telah menyabarkan dirinya, untuk melihat utusan
Panembahan Lebdagati itu keluar dari regol padepokan Kiai
Banyu Bening yang masih tertutup.
Ketika kesabaran kedua orang anak muda itu hampir habis,
maka mereka melihat dari kejauhan, pintu gerbang padepokan
itu bergerak. Perlahan-lahan pintu itupun terbuka.
Dari dalam regol, Manggada dan Laksana melihat lima
orang berkuda meninggalkan padepokan itu. Sementara itu,
beberapa orang penghuni padepokan itu melepas orang-orang
berkuda itu pergi. Namun nampak bahwa sikap mereka, baik
kelima orang berkuda itu, maupun orang-orang yang melepas
mereka pergi, tidak cukup ramah.
Ketika kelima orang berkuda itu menjauh, maka orang-
orang yang melepas mereka pergi itupun segera kembali
masuk ke dalam dan pintu regol pun perlahan-lahan ditutup.
Manggada dan Laksana menarik nafas dalam-dalam.
Manggada mengusap keringatnya yang mengembun di
keningnya berkata, "Mereka tentu tidak menemukan
persetujuan. Besok akan terjadi keributan itu."
"Tetapi mungkin juga Panembahan Lebdagati menunggu
persiapan yang lebih matang."
"Menurut perhitunganku, Panembahan Lebdagati akan
berperan dengan cepat. Jika dia sudah memberikan waktu
sepuluh hari, itu berarti bahwa dalam sepuluh hari itu,
Panembahan Lebdagati mematangkan persiapannya."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Laksana mengangguk-angguk sambil berdesis, "Jika
demikian, besok akan terjadi pertempuran yang sengit di regol
itu. " "Kita harus sudah berada di padukuhan kecil itu. Mudah-
mudahan Ki Pandi datang tepat pada waktunya," sahut
Manggada. Laksana tidak menjawab. Sementara itu, burung-burung
elang itupun masih nampak terbang berputaran. Tetapi tidak
lagi diatas padepokan Kiai Banyu Bening. Burung-burung elang
itu berputaran sambil mengikuti kelima orang utusan
Panembahan Lebdagati itu.
"Apakah kita akan mengikuti arah terbang burung-burung
itu agar kita mendapat ancar-ancar dimana sarang
Panembahan Lebdagati selama ia mempersiapkan diri untuk
menyerang padepokan Kiai Banyu Bening?" bertanya Laksana.
"Sudahlah. Kita kembali saja ke rumah Ki Ajar Pangukan.
Jika para pengikut Panembahan Lebdagati atau burung-
burung elang mereka melihat kita, maka kita akan berada
dalam kesulitan. Bahkan mungkin bukan hanya kita berdua."
Laksana mengangguk-angguk. Katanya "Baiklah. Kita akan
memberikan laporan kepada Ki Ajar Pangukan."
Demikianlah, maka mereka berduapun segera kembali
kerumah Ki Ajar Pangukan. Namun ketika mereka menyusup
sebuah gerumbul dan kemudian memanjat naik sebuah tebing
rendah, mereka terkejut. Ki Ajar Pangukan duduk diatas
sebuah batu padas sambil tersenyum.
"Ki A jar," desis Manggada dan Laksana hampir berbareng.
"Aku memang menunggu kalian," berkata Kj Ajar.
"Ki A jar disini sejak tadi" " bertanya Laksana.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak. Aku menunggu kalian yang bersembunyi dibelakang
gerumbul sambil melihat kepergian kelima orang utusan
Panembahan Lebdagati. Anak Harimau 5 Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung Pendekar Bodoh 10
^