Pencarian

Patung Emas Kaki Tunggal 13

Patung Emas Kaki Tunggal ( Unta Sakti ) Karya Gan K H Bagian 13


mempertahankan diri. Dalam gelanggang kini tinggal ada empat belas ekor
kelabang yang besar besar, tiga diantaranya mengepung Koan
San gwat, masing masing panjang dua tumbak, tajam pedang
ditangn Koan San Gwat sudah tidak kuasa melukai mereka
lagi. Sementara Ki Houw dan Sebun Bu yam masing masing
dikepung empat lima ekor kelabang cuma rada kecil kira kira
setumbak lebih panjang, dan yang paling besar kira kira tiga
tumbak panjangnya, begitu besar sampai badannya sebesar
gentong air. Dia menyendiri berhadapan dengan Kang Pan
dibela oleh Giok tai yang siap siaga, kedua pihak bertengger
saling pandang dengan tajam, masing masing siap menyergap
ketempat lemah bagi musuhnya.
Melihat keadaan ini, tak tertahan bergelak tawalah Koan
San Gwat, serunya. "Ki Houw, Sebun Bu yam, kalian tidak
menduga bukan, semula kalian hendak mencelakai aku, kini
jiwa kalian sendiripun terancam bahaya...."
Ki Hou mengertak gigi, serunya sengit. "Ya, meski harus
ajal bersama kau pun akan kulakoni!" habis berkata, tiba tiba
ia membalikan pacul terus membacok putus lengannya sendiri,
sungguh hebat dia, sedikitpun tidak mengeluh kesakitan,
dengan sebelah tangannya yang lain ia jemput potongan
tangannya terus d lempar kearah Koan San Gwat. Sigap sekali
Koan San gwat bolang baling kan pedang nya, tangan
potongan itu kontan hancur lebur berserakan kemana mana.
Karena bau anyir darah yang merangsang kelabang
kelabang raksasa itu menjadi buas dan liar, serempak mereka
menyerbu dengan lebih ganas, memang sudah kelaparan
mereka menyerang dengan membabi buta. Sementara Ki
Houw sendiri seketika juga menjerit ngeri, entah bagaimana
tahu tahu badaanya sudah tergigit seekor kelabang dan
terangkat tinggi di tengah udara.
Dengan sekuat tenaga Koan San Gwat dorongkan
pedangnya menyampok mundur kelabang pertama yang
menerjang datang, sementara dua ekor yang lain menyerbu
dari kiri kanan, kedua sungutnya yang besar laksana dua bilah
golok baja berkilauan. Dengan setaker kekuatannya, Koan San gwat ayunkan
pedangnya memapas kutung gigi kelabang besar yang
menyerbu dekat, sekonyong konyong ia rasakan pinggangnya
mengencang, tahu ia bahwa seekor kelabang yang lain sudah
menyerang datang dari jurusan lain.
Di kejap lain ia pun merasakan badannya seperti keadaan
Ki Houw terangkat naik kontal kantil ditengah udara, ia tahu
bahwa pinggangnya sudah tergigit masuk ke mulut kelabang
raksasa itu, karuan takut dan tersiap darahnya.
Tapi itu hanya perasaan gugup semetara saja kejap lain
terasa olehnya meski gigitan mulut kelabang raksasa itu amat
kencang dan kuat namun belum sampai bisa melukai dirinya.
Semula ia sendiri tidak paham akan kejadian ini, cuma di saat
ia sedikit berontak dan menggerakkan badan, pelan pelan
terasa sakit, apalagi bila dia menggunakan tenaga, jepitan
atau tekanan pada pinggangnya semakin berlipat kuatnya.
Gigi runcing kelabang itu teraba seperti tangan besi yang
kuat menjepit pinggang, sehingga terasa sakitnya itu pun
segera lenyap. Hal itu bukan terjadi karena ia tidak bergerak
lantas kelabang raksasa itu mengendorkan gigitannya.
Demikian pula keadaan Ki Houw di sebelah sana, cuma
keadaannya jauh lebih runyam dan menyedihkan.
Karena hendak memancing kemarahan dan kebuasan
kelabang kelabang itu, Ki Houw mengorbankan sebuah
lengannya, menggunakan bau anyirnya darah untuk
merangsang kemarahannya sehingga mereka menyerbu lebih
gencar dan ganas, namun dia sendiri justru menjadi korban
pertama dari sergapan kelabang raksasa itu, begitulah dia
terangkat kontal kantil ditengah udara tanpa mampu berbuat
apa apa. Untunglah sebelumnya Ki Houw sudah punya persiapan,
setelah lengannya buntung lekas di bubuhi obat ditempat
potongan lengan nya sehingga darah tidak mengalir keluar
lebih lanjut, lalu ia mengerahkan hawa murni untuk bertahan,
sehingga gigitan keras dari gigi kelabang tidak sampai
mengutuskan seluruh pinggangnya.
Dengan menghisap darah segarnya, tenaga kelabang
raksasa itu agaknya bertambah kuat, terasa oleh Ki Houw
tenaganya semakin terkuras keluar, dan pertahanan dirinya
sudah semakin lemah, keringat sudah membanjiri diseluruh
badannya. Melihat keadaan Ki Houw yang berontak mati matian, lama
lama Koan San gwat menjadi paham, kelabang kelabang
raksasa itu karena pertumbuhan badan mereka yang
membesar secara serempak memerlukan bahan makanan
yang cukup banyak pula, maka perut terasa amat lapar
sehingga jadi liar dan ganas, ingin rasanya seketika ia telan
mangsa manusia diujung mulutnya ini kedalam perut.
Tapi adalah kebalikan dari keadaan Ki Houw, karena secara
reflek dari dalam badannya timbul tenaga perlawanan yang
maha hebat, itulah karena dia pernah menelan empedu ular
wulang bertanduk ribuan tahun, kasiat dari empedu ular itu
bisa menjadikan kulit dagingnya kebal dan kuat, senjata tajam
biasa tidak akan kuasa melukai seujung rambutnya, sudah
tentu betapapun tajam gigit kelabang raksasa ini tidak
berguna pula atas dirinya dan lagi empedu ular wulung
bertanduk usia ribuan tahun juga menambah lwekangnya
berlipat ganda. -oo0dw0oo- JILID 26 BUKAN SAJA JALAN DARAH MATI HIDUP DALAM
BADANNYA SUDAH terjebol, malah pada tubuhnya timbul
suatu keajaiban yang tidak bisa diterima akal sehat, semakin
besar dan kuat, tekanan luar bertambah besar pula tenaga
pertahanan dari dalam tubuhnya. Tenaga perlawanan ini
timbul wajar dan tidak perlu dipaksakan, soalnya latihan
belum matang sehingga ia tidak mampu menggunakan tenaga
perlawanan wajar dalam tubuhnya ini, jika ditempat lain ia
menggunakan tenaga, tenaga pertahanan dalam badannya
menjadi kendor dan lemah, itulah sebabnya kenapa sektiap
kali ia menggunakan tenaga untuk berontak, terasa
pinggangnya kesakitan malah.
Jikalau dia lepas dan diam saja pasrah nasib, sedikitpun
tidak menggunakan tenaga, tenaga pertahanan itu bisa
berkembang mencapai puncakanya yang tertinggi, sehingga
segala tenaga luar apapun tidak akan mampu meluakai
dirinya. Jelas bahwa hidangan lezat sudah berada didalam mulut,
namun tidak mampu mengegaresnya, sementara Koan San
Gwat yang telah menyadari keadaan diri tinggal diam saja
sehingga kelabang raksasa itu mencak mencak sendiri, makin
kelaparan dengan marah ia merambat kian kemari seperti gila,
sampai akhirnya sambil merambat dan mencak mencak
mulutnyapun mengeluarkan suara aneh, Koan San Gwat
berpeluk tangan dan enak enakan menonton kemarahan sang
kelabang yang menjadi jadi, dilihatnya sorot matanya sudah
berapi api, seolah olah hampir membawa, tak tertahan ia
bergelak tertawa. Keadaannya memang cukup longgar, adalah
lain pula keadaan Kang Pan begitu melihat Koan San Gwat
kena dicaplok diujung mulut kelabang raksasa itu kaget dan
gugup Kang Pan luar busa, meski tahu dihadapannya sedang
berjaga seekor kelabang raksasa yang terbesar, ia tidak
hiraukan keselamatan diri sendiri. Sembari menghardik, sebat
sekali badannya melebat terbang kearah sana. Kelabang
raksasa itu sudah sekain lama mengincar mangsanya, selama
ini selalu dirintangi oleh Giok tai, sehingga sia sia segala
usahanya. Maka begitu Kang Pan bergerak, inilah kesempatan yang
ditunggunya sejak tadi cepat ia pentang mulut menyemburkan
segulung asap tebal, sementara Giok taipun tidak tingggal
diam, dimana ekornya menyeendal dadanya lantas menegak
tinggi sekaligus ia sedot masuk kedalam mulutnya, sementara
badannya mendadak melar menjadi besar beberapa lipat,
semula badannya, panjang setumbak lebih, sebesar lengan
tangan, setelah memanjang kini tinggal sebesar ibu jari.
Dengan kencang ia belit, seluruh badan kelabang raksasa itu,
keduanya lantas bergulingan ditanah.
Begitu menerjang datang disamping Koan San gwat, King
Pan berteriak. "Koan toako" bagaimana kau....."
Sikap Koan San gwat tenang, sahutnya tersenyum lebar
"Nona Kang! Aku tidak apa apa. Lebih baik kau perhatikan
dirimu saja!" Memang keadaan Koan San gwat tidak perlu dikutirkan,
sebalikanya kedatangan Kang Pan membuat ia terjeblos
ketempat bahaya, seperti diketahui ada tiga ekor kelabang
raksasa yang mengepung Koan San Gwat. Seekor kena
tertabas kutung seluruh giginya, kecuali menyemburkan asap
berbisa, tidak mampu berbuat apa lagi. Seekor lagi berhasil
menggigit Koan San Gwat, sementara seekor yang lain jadi
kehilangan sasaran. Kedatangan Kang Pan justru menjadi
sasarannya yang utama, maka sambil menggerakkan kedua
sungutnya yang tajam seperti pisau itu, dengan buas ia
menerjang tiba tiba. Meski Kang Pan tidak membekal senjata, namun
kepandaian ilmu silatnya mempunyai dasar yang cukup kuat,
boleh dikata sudah mendapat taraf dimana setiap benda bisa
dia gunakan sebagai alat senjata, lekas ia kebaskan
lengannya, lengan baju sutranya segera menggulung kedepan
membelit gigi runcing kelabang raksasa itu, dimana ia
kerahkan tenaga, seketika kelabang raksasa itu kena
diseretnya kesamping. Kelabang raksasa itu tidak putus asa, putar badan ia
menyerbu balik lagi. Lekas Koan San Gwat berseru kepadanya.
"Nona Kang! Sambutlah!" lalu Ui tiap kiam ditangannya ia
lontarkan kesana. Lengan baju Kang Pan meski dapat
membendung serbuan kelabang raksasa itu, namun lengan
baju sutranya itu pun sobek karena tajamnya gigi seperti
ujung pisau itu. Kalau pertempuran dilanjutkan Kang Pan
tentu terdesak dan menghadapi bahaya. Maka begitu
memegang senjata pusaka ditangan Kang Pan tidak perlu
takut lagi menghadapi kelabang raksasa yang sedang
menubruk maju pula. Otakanya memang cukup cerdik, ia tahu bahwa kelabang
raksasa ini tidak gampang dibunuh, kalau ditebas kutung
sebatas pinggang nya, kedua potongan tubuhnya bisa tumbuh
pula menjadi dua kelabang yang lain yang sama besarnya
pula, kalau dibacok terbelah menjadi dua dari atas kepala
sampai keekornya. meski kena terbunuh namun mayatnya
bakal menjadi hidangan kelabang lainnya, akibatnya bakal
tumbuh seekor kelabang yang lain yang lebih besar lagi, untuk
menghadapinya tentu teramat susah dan makan tenaga.
Maka dia mencontoh tindakan Koan San gwat tadi, maka
pedangnya hanya memapas kutung gigi kelabang itu, begitu
pedang dan gigi saling sentuh, terdengarlah suara benturan
yang cakup keras ternyata gigi kelabang raksasa itu sedikitpuu
tidak kurang satu apa! Bukan karena Ui tiap kiam sudah kehilangan kesaktiannya,
juga bukan karena kelabang raksasa itu bertambah lihay,
adalah tenaga tebasan Kang Pan sendiri yang kurang kuat dan
keras. Bicara mengenai lwekang, sebetulnya kekuatannya
tidak lebih lemah dari Koan San Gwat, soalnya dasar ajaran
mereka berlainan, demikian kondisi merekapun berbeda. Koan
San gwat termasuk positip sedang Kang Pan termasuk
negatip, Ui tiap kiam termasuk positip, maka berada
ditangannya, sudah tentu tidak bisa menunjukan perbawanya
yang tulen, akan tetapi benturan itu mengakibatkan sesuatu
yang menguntugkan juga. Karena benturan keras itu, hampir saja pedang ditangan
Kang Pan tergetar lepas, tak kuasa ia tergentak dan mencelat
beberapa langkah. Sementara kelabang raksasa itu karena
giginya terpapas rompal sebagian, sakitnya bukan main
sampai kepala terasa pusing, hingga sesaat ia tidak bisa
mendesak kepada Kang Pan, malah menentang mulut
menggigit kearah Koan San Gwat yang berada didekatnya.
Koan San Gwat terangkat ditengah sementara pinggang
tergigit dimulut kelabang, meski tidak luka, namun gerak
gerikanya terganggu juga, sasaran mulut kelabang adalah
sebelah atas badannya. Meski ia tahu jika kelabang raksasa itu
menggigit dirinya tidak akan kurang suatu apa, namun ia tidak
berani menyerempet bahaya, lekas ia membentang kedua
tangan, gesit sekali ia berhasil menangkap kedua gigi
taringnya, sehingga kelabang itu tidak bisa mendesak lebih
dekat. Begitu merasa mulutnya mengulum benda, peduli apapun
lekas lekas kelabang itu mematupkan mulutnya. Terasa oleh
Koan San Gwat tenaganya besar sekali, maka ia tidak
berusaha mengadu tenaga dengan lawannya. Begitu gigi
runcing itu hampir katup lekas Koan San gwat lepaskan
sebuah tangannya, sementara tangannya yang lain kebetulan
memegang ditempat peluang dimana pipinya terkurung oleh
tebasan pedang Kang Pan tadi. Maka meski gigi runcing
kelabang terkatup rapat, namun tidak membawa akibat apa
apa bagi tangan Koan San Gwat. Begitu ia menunduk kepala
hendak menyerang lebih lanjut, kepala susah di gerakan lagi
karena Koan San gwat menyekal kencang gigi taringnya dan
tidak dilepas lagi. Karena dia harus memecah perhatian untuk menghadapi
kelabang lain ini tenaga pertahanan dalam tubuh menjadi
lemah, tekanan pada pinggangpun terasa bertambah besar,
namun Koan San Gwat tidak bisa hiraukan keadaan diri
sendiri. Karena kalau kelabang lain yang menyerbu lagi dan
berhasil menggigit anggota badan lainnya, tentu dirinya bakal
jadi umpan yang dibuat bulan bulanan. Kedua kelabang
raksasa ini ditengah udara, betapa rasanya sungguh ia tidak
berani membayangkan. Kelabang yang gigi taringnya digenggam kencang koan San
gwat meronta mengeleper geleper, kepalanya digoyang
goyangkan, namun Koan San Gwat tidak mau melepaskannya,
setelah bertahan dan main berontak, mendadak terasa
olehnya jepitan pinggangnya menjadi kendor dan badanpun
terjatuh ketanah.

Patung Emas Kaki Tunggal ( Unta Sakti ) Karya Gan K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Itulah karena kelabang yang mengigit pinggangnya
melepaskan gigitaanya, maklum karena perut amat kelaparan,
namun tidak kuasa menelan Koan San gwat, di saat ia
kebingungan dan marah marah, kelabang yang lain menyerbu
datang pula, meski giginya kena dipegang Koan San Gwat dan
tidak dilepaskan, namun kelabang raksasa itu tidak tahu
disangkanya kawannya datang hendak merebut mangsanya.
Langsung gusar seluruh rasa penasaran dan kemaranan dia
tumplekan kepada kawan sejeninya ini lebib baik ia lepaskan
Koan San gwat dia terus menggigit kebadan kelabang yang
lain. Melihat kesempatan yang amat baik dan mengantungkan
ini lekas Koan San Gwat lepaskan pegangannya dan mundur
ketempat jauh. Kedua kelabang raksasa itu jadi tergumul dan
berkelahi mati matian. Melihat Koan San Gwat terhindar dari marabahaya,
sungguh girang Kang Pan bukan main, serunya "Koan toaku!
Marilah kita tinggal pergi saja!"
Koan San Gwat menjelajah keempat penjuru, di lihatnya Ki
Houww masih tergigit pinggangnya dan terangkat kontal kantil
di udara agaknya tenaga sudah terkuras habis sehingga gerak
berontakanya sudah jauh amat lemah, sementara tiga ekor
kelabang lainnya masih menunggu disamping. Cuma badan
mereka rada kecil maka tidak berani mengeroyok mangsa
dengan kelabang raksasa yang menggigit Ki Houww ini,
namun demikian mereka toh telah siap gegares sisa sisa dari
badan Ki Houw yang ketinggalan.
Sementara dengan bumbung bambunya Sebun Bu yam
masih berusaha menghalau dan menundukan kelabang
kelabang itu supaya tidak menyer ng dirinya, namun kini ia
sudah tidak kuasa memberi aba aba dan main perintah lagi
supaya mereka menyerbu kepada musuh.
Dalam pada itu, kelabang raksasa paling besar yang dibelit
Giok tai masih bergumpul dan bertempur amat sengitnya
badan Giok tai sudah mengecil semakin panjang dan kencang
sebesar jari kelingking, begitu kencang ia belit seluruh
kelabang besar itu. Koan San Gwat jadi berpikir, katanya. "Kalau kita tinggal
pergi, bagaimana dengan Siau giok?"
Kata katanya ini didengar oleh Giok tai, kelas ia
mengeluarkan suara mendesis yang keras, mendengar itu
Kang Pan lantas berkata. "Dia suruh kita jalan lebih dulu, dia
akan bisa berusaha meloloskan diri, kelabang itu tidak akan
mampu melukai dia, setelah dia mengatasi habis tenaga
lawannya Siau giok akan dapat menundukannya, selanjutnya
dia akan menyusul dan menemukan kita pula. Koan toako!
Kalau sekarang tidak segera pergi, nanti mungkin tidak
bisa...." "Takut apa?" ujar Koan San Gwat menggeleng. "Beberapa
kelabang itu kini tidak akan sempat menghadapi kita, biar kira
tonton dulu kedua keparat durjana ini mati dengan konyol
dimulut mereka...." Kang Pan menjadi gugup, katanya. "Bila kelabang kelabang
itu makan daging manusia, menghisap kemudian darah yang
bakal menambah besar tenaganya, selera makannyapun
bertambah besar, kecuali daging manusia, bahan makanan
apapun dia tidak akan mau makan lagi, saat mana bisakah
kita melawannya?" Koan San Gwat tertegun, tanyanya "Masakah benar seperti
apa yang kau katakan?"
"Memangnya aku menipu kau!" seru Kang Pan gugup,
"waktu di jian coa kok kulihat Coa sin menggunakan cara ini
untuk memelihara ular ularnya beracun, setelah mereka
mendapat daging berdarah watakanya menjadi liar dan ganas,
tidak mau makan makanan lain."
Berubah air muka Koan San Gwat mendadak ia merebut Ui
tiap kiam ditangan Kang Pan terus memburu kearah Ki Houw,
beberapa kelabang yang lain serempak putar badan
menghadapi dirinya. Karena kelabang kelabang itu jauh lebih kecil cukup Koai
San Gwat mainkan pedang nya, tanpa menggunakan banyak
tenaga ia berhasil mengutungi seluruh gigi gigi mereka. Kejap
lain pedangnya sudah menyambar ke arah Ki Houw.
Ki Houw sudah kehabisan tenaga dan tongol tongol, begitu
melihat sinar menyambar datang kontan mulutnya menjerit.
"Koan San Gwat, sungguh kejam kau!"
Belum lenyap suaranya tiba tiba badannya sudah
terbanting diatas tanah. Ternyata kilat pedang Koan San Gwat menyambar kemulut
kelabang dan mengutungi giginya. Sungguh mimpi pun Ki
Houw tidak menyangka bahwa Koan San gwat bakal menolong
jiwanya. Disaat ia menjublek, sementara Koan San Gwat
sudah memburu kearah Sebun Bu yam. Pengalamannya kali
ini cukup luas, beruntun pedangnya terayun pulang pergi, satu
persatu ia kutungi seluruh gigi kelabang kelabang itu. Serelah
kehilangan gigi kelabang itu tidak bisa mengganas lagi
terpaksa hanya menyemburkan kabut berbisa.
Begitu tekanan menjadi ringan Sebun Bu yam menjawab.
"Bisa! Kami sudah menelan obat pemunahnya, tidak sampai
terkena bisanya, kalian"."
Kang Pan mendengus. jengeknya. "Sejak kecil aku
dibesarkan makan ular, Koan toako pernah menelan empedu
ular kami justru tidak perlu takut lagi. Kalian hanya
meninggalkan bibit bencana bagi manusia lain saja"."
Koan San Gwat menjadi gugup, tanyanya. "Adakah cara
untuk melenyapkan kabut berbisa ini?"
"Tiada cara apa apa, terpaksa dibiarkan saja dihembus
angin keperkampungan manusia bagaimana kalau sampai
tersedot oleh orang?"
Sebun Bu yam tergagap, sahutnya. "Orang yang menyedot
hawa beracun ini seluruh badannya bakal melepuh bernanah
dan mati membusuk menjadi genangan air darah. Malah
mungkin bisa menjadikan penyakit menular yang jahat?"
Dengan bengis Koan San gwat menyercah "Kalian hanya
hendak menghadapi ku namun berani melakukan perbuatan
durjana yang pasti akan dihukum oleh Thian, bagaimana
kalian hendak menempatkan diri selanjutnya ?"
Sebun Bu yam tertunduk menyesal, sesaat baru bersuara.
"Aku sendiri tidak menduga kejadian bisa berkembang sampai
sedemikian rupa, tak kuketahui pula mereka bisa tumbuh
semakin besar, malah akhirnya aku sendiri tidak kuasa
mengendalikan mereka!"
"Kau sendiri yang melepas binatang binatang jahat ini, cara
bagaimana kau tidak tahu akan akibatnya?" demikian maki
Koan San Gwat. "Aku memang tidak tahu, waktu Thio Hun cu memberikan
kepada aku, dia hanya mengajarkan cara untuk menundukan
dan mengatasinya saja, kau sendirikan sudah lihat aku sudah
tidak mampu mengendalikan lagi?"
"Thio Han cu !" seru Koan San gwat naik pitam, "Akan
kucari padanya dan membuat perhitungan...."
"Aku pun tidak akan mengampuninya, dia bikin aku serba
celaka dan sengsara...."
Waku itu Giok tai kembali mendesis desis, mendengar itu
lekas Kang Pan berkata "Koan toako! Siau giok bilang dia bisa
melenyapkan kabut beracun ini, tapi kau harus bantu dia
membunuh kelabang kelabang raksasa itu, baru dia bisa bebas
bekerja...." "Oh ya," teriak Koan San gwat kegirangan. "Aku menjadi
pikun malah, kabut beracun semburan kelabang raksasa tadi
bukankah tersedot hilang oleh Siau giok, memang aku harus
segera bantu dia membebaskannya,..." lekas ia memburu
maju dimana pedangnya berkelebat ia memapas kegigi
kelabang raksasa itu. "Trang!" batang pedangnya tergentak
balik, sedikitpun gigi kelabang itu tidak cidera keruan Koan
San gwat melengak katanya. "Binatang ini teramat besar, aku
sendiri sudah tidak mampu menundukannya lagi"."
Siau giok mendesis panjang pendek Kang Pan lekas
memberi tahu. "Tusuk kedua matanya ...." lekas Koan San
Gwat angkat pedang dan menusuk, kedua biji mata kelabang
itu ternyata amat lemah, cukup pedangnya menyambar
kontan biji matanya pecah dan darah muncrat, karena
kesakitan kelabang raksasa itu menggeleper dan berguling
ditanah. Menggunakan kesempatan ini lekas Siau giok
mengkeretkan badan terus menerobos masuk kedalam
perutnya, gerak gerikanya amat gesit dan cekatan, sekejap
saja seluruh badannya sudah tertelan masuk kedalam
mulutnya dan tahu tahu kepalanya sudah menongol keluar
pula diujung buntut kelabang raksasa itu.
Setelah kelejetan sebentar, kelabang raksasa itu akhirnya
berhenti bergerak jiwanya melayang. Namun Siau giok tidak
lantas berhenti, cepat sekali ia sudah menerobos masuk pula
kemulut kelabang raksasa yang lain.
Koan San Gwat keheranan, serunya "Mereka sudah tidak
akan mampu menggigit orang, kenapa harus mengeluarkan
banyak tenaga?" Kata Kang Pan tertawa. "Meski mereka tidak bisa menggigit
orang, namun masih bisa menyemburkan kabut beracun,
kalau tidak dilenyapkan keakar akarnya, malah merupakan
bencana juga, hanya cara Siau giok ini yang dapat
melenyapkan mereka sebersih bersihnya,"
"Memang benar," ujar Koan San Gwat mengerti. "Agakanya
ularmu itu amat cerdik dan lebih tahu urusan dari manusia...."
Setelah kabut hilang seluruhnya, baru Koan San Gwat
berkata dengan tertawa riang. "Siau giok! Terima kasih
padamu, untunglah ada kau dan berkat bantuanmu pula...."
Siau giok menegakan kepala dan mendesis desis, kepala
diangguk anggukan kepada Koan San Gwat.
Kang Pan segera memberi penjelasan. "Siau giok juga
mengucapkan terima kasih kepadamu, kabut berbisa dan
empedu meski berbahaya bagi manusia, namun teramat
berguna bagi dia, hari ini hasil pendapatannya berlimpah
ruah...." Koan San Gwat tertawa dan manggut manggut, lalu ia
berpaling kepada Sebun Bu yam dan Ki Houw katanya.
"Sekarang apa pula yang perlu kalian katakan?"
Terdiam sebentar akhirnya Sebun Bu yam menjawab "Adu
pedang kita bukan lawanmu, Cu bo hwi siong juga kau
lenyapkan, apa pula yang harus kami katakan, terserah pada
mu saja apa yang hendak kau lakukan kepada kami?"
Koan San Gwat berpikir sebentar lalu berkata dengan sikap
sungguh. "Menurut perbuatan kalian hari ini serta selalu
bersikap bermusuhan terhadap aku. sebetulnya tidak patut
aku mengampuni jiwa kalian, tapi selama nya aku tidak
pernah membunuh musuh yang sudah tidak mampu melawan
lagi...." "Bila kau hendak bunuh aku, akan kuberi kesemparan
kepada kau," demikian Sebun Bu yam segera menukas
berkata, "Harap pinjam pedang mu, mari kita bertempur sekali
lagi, supaya kau punya alasan terang dan jujur?"
Koan San Gwat jadi tertegun, serunya. "Kau tidak ingin
hidup?" "Hiduppun tiada artinya lagi bagiku, Cia Ling im sudah tidak
lagi menarah perhatian lagi terhadap aku. Apa lagi kau
menolong aku dari mulut Cu bo hwi siong, aku berhutang jiwa
kepada kau...." "Sudahlah, bukan maksudku menolong kau, kalau toh aku
sudah menolong jiwamu tiada alasan untuk menghabisi
jiwamu pula. Silahkan kau pergi, lebih baik kalau kau tidak
bantu Cia Ling im melakukan kejahatan menjadi kaki
tangannya kau tidak akan memperoleh akibat yang baik bagi
dirimu." "Selanjutnya aku tidak akan mengekor kepadanya lagi,
sudah tiada tempatku berpihak lagi disana, namun tiada
tempat lain pula aku berteduh, kecuali mengikuti dia kemana
pula tempat yang haru kupilih?"
"Apa apaan ucapanmu ini, asal kau tidak mengikuti
jejakanya, kami akan suka menyambut kedatanganmu."
"Tidak!" Ujar Sebun Bu yam menggeleng. "Suruh aku ikut
kelompok kalian untuk melawan Cia Ling im sekali kali tidak
boleh terjadi. Meski dia tidak mau menerima diriku, apapun
yang terjadi, dia sudah terhitung suamiku..."
"Terserah kepada kau! Aku tak bisa memberi nasehat
kepada kau, kau pun tidak bisa mati mendengar pesanku,
cuma perlu juga ku beritahu kepada kau, kau tidak cocok
menjadi jodoh Cia Ling im...."
"Sejak lama aku sudah tahu," demikian ujar Sebun Bu yam
manggat manggut dengan pilu. "Maka tidak pernah aku
berangan angan supaya dia mencintaiku sepenuh hati, namun
sekarang cinta palsunya terhadap akupun sudah tidak
berbekas lagi aku sendiri pun sudah sadar, seorang yang
bermuka jelek tiada punya kuasa untuk memikmati atau
mengharapkan berempuan cinta yang indah, Ibu guruku
merupakan contoh yang paling gamblang, cuma boleh dikata
aku jauh lebih bahagia diban ding beliau?"
"Kau lebih bahagia?"
"Ya, ilmu silatku jauh bukan tandingan Cia Ling im maka ia
akan memberi ijin aku hidup didalam dunia fana ini, supaya
aku bisa memberikan sekedar sumbangan tenaga dan bakti,
sebaliknya ilmu silat ibu garuku jauh lebih ungggul dari guruku
akhirnya betapa suci dan besar rasa cintanya terhadap
guruku, sebaliknya guru selalu berdaya upaya hendak
membunuhnya?" Koan San Gwat menjublek, katanya kemudian. "Lubuk
hatimu jauh lebih elok dari bentuk luarmu, kau bisa membekal
lubuk hati yang begitu bajik dan bijaksana, asal kau tidak
punya angan angan kosong, kelak pasi bisa mencari seorang
kekasih..." "Terlambat! Sudah terlambat"." demikian ujar Sebun Bu
yam menggeleng, "Dulu aku terima diperalat oleh Cia Ling im
karena atas perintah guru dan demi keperluan latihan silat,
sejak mana sudah menjadikan ketentuan bagi nasib hidupku
ini." "Jalan pikiranmu ini tidak dibenarkan," lekas Koan San
Gwat menyanggah, "Li Sek hong sama seperti keadaanmu,
kenapa dia bisa"."
"Li Sek hong berwajah cantik, dia bisa memisahkan
perasaan dan kenyataan, aku sebalikanya tidak bisa,
perempuan jelek tiada hak untuk memilih laki laki tampan,


Patung Emas Kaki Tunggal ( Unta Sakti ) Karya Gan K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak peduli siapapun yang ditemui, kalau sudah salah ya biar
salah lebih lanjut. Jangan kata usiamu jauh lebih cukup lanjut,
meski aku masih muda belia, akupun tidak akan mencari laki
laki lagi. Memang begitulah pasangan hidup dan nasib seorang
bermuka jelek seperti aku, terpaksa aku mudah menerima
permainan nasib ini?"
"Jadi kau masih ingin kembali pada Cia Ling im?"
"Ya, terpaksa aku menjadi seekor anjing nya yang paling
setia, selamanya mengekor padanya, sampai dia sendiri tidak
sudi lagi memberi sedekah makan kepadaku, baru akan ku
cari sebuah tempat untuk menyembunyikan diri, selama hidup
tidak akan bertemu lagi dengan manusia lagi?"
Koan San Gwat mendelong, akhirnya ia berpaling
menghadapi Ki Houw. Sementara itu semangat Ki Houw sudah
rada pulih, katanya sambil mengerahkan lengan tunggalnya
"Koan San gwat, aku tidak perlu banyak cerewet lagi, kami
sudah berkeputusan meski kau sudah menolong jiwku, aku
tidak akan berterima kasih kepada kau selanjutnya aku tetap
akan menjadi musuhmu!"
"Memangnya aku sudi terimakasih, soalnya aku kuatir bila
kelabang kelabang itu menelan badanmu, hanya menambah
keliaran dan kebuasannya saja untuk mencelakakan orang
lain!" "Begitu lebih baik, sekarang aku tidak usah menaruh dalam
hati akan kejadian ini, bila aku harus hidup dengan
menanggung belas kasihan dan pertolongan musuh aku lebih
baik bunuh diri saja!"
Koan San Gwat menyeringai dingin. Kang Pan tidak tahan,
jengekanya. "Dalam hal ini aku punya keyakinan yang cukup
besar dalam hati Koan San Gwat berharap membunuh aku,
tetapi bukan pada saat sebelah tanganku sudah buntung
begini...." habis berkata ia putar tubuh tinggal pergi tanpa
berpaling lagi. Mengawasi panggung orang, hampir saja Koan
San Gwat tidak kuasa menahan gejolak hatinya, ingin rasanya
mengajar orang serta menggenjotnya sampai mampus. Tapi
setelah Ki Houw bejalan cukup jauh, dia masih tidak bergerak
dari tempatnya. Sebun Bu yam menonton diam dari samping, sesaat
kemudian baru ia bersuara lirih. "Sebetulnya tidak patut kau
melepaskan dia orang macam itu mungkin adalah musuh
besar yang paling menakutkan, rasa bencinya jauh lebih besar
dari Cia Ling im,...."
Koan San Gwat medengus ujarnya. "Kalau tadi dia bicara
menghadap kepadaku, tentu dia tahu bahwa aku tidak akan
turun tangan membunuh orang dari belakang."
"Memang, Ki Houw adalah orang yang menyelami
pribadimu paling mendalam, sampai ilmu silat, watak dan
hobby serta lain lain dia pernah menyelidikinya secara
cermat." "Dia menyelidiki aku" Apa tujuannya?"
"Semula dia hendak kebaikanmu dan menadingimu,
akhirnya mengorek ngorek cacad atau kelemahanmu untuk
melenyapkan jiwa mu, alhasil kedua tujuannya itu sama sama
gagal total...." Koan San Gwat heran katanya. "Untuk melenyapkan aku
sih masih logis, bahwa dia hendak menandingi dan menjiplak
diriku, hal itu aku jadi kurang paham!"
"Bila kau paham tujuannya tentu tidak akan hendak lagi.
Dia mempelajari kau atau membunuh kau, malah menjadi
antek Cia Ling im yang paling setia, tujuannya hanya satu...
yaitu hendak mempersunting Ih yu sumoy !"
"Jadi demi Liu Ih yu !" teriak Koan San Gwat, "tidak perlu
dia bertindak sedemikian jauh !"
Sebun Bu yam tertawa getir, katanya. "Diapun sudah tahu
bahwa kau tidak punya maksud apa apa terhadap Sian sumoy,
kenyataan memang begitu sifat manusia, sepenuh hati dengan
seluruh jiwa raganya Sian sumoy mencintai kau, sebalik nya
sejak lama dia sudah terpincut, dan tergila gila kepada sian
sumoy, Cia Ling im pernah memberikan janjinya untuk
membantu merangkap perjodohan ini soal itu bukan mustahil
namun sejak kamu maucul, posisinya menjadi terdesak, maka
hilanglah harapan nya..."
Koan San Gwat melongo lagi, sunguh suatu uraian yang
lucu dan mengherankan sekali, sulit ia menerima dengan nalar
yang sehat akan kejadian yang sebenarnya tidak masuk di
akal. Namun diapun tahu bahwa Sebun Bu yam tidaklah bicra
dengan karangan khayal belaka, apa yang dikatakan memang
benar benar terjadi dan kenyataan.
Begitulah sekian saat mereka berdiri mematung tanpa
bicara, sesaat kemudian baru sebun Bu yam berkata sambil
menuding mayat mayat kelabang itu. "Koan San Gwat!
sekarang ada sebuah permintaanku terhadap kau kuharap kau
suka bantu aku membereskan mayat kelabang kelabang ini.
Tapi terserah akan kerelaanmu, tidak menjadi soal kau
menolak." Koan San Gwat berpikir sebentar lalu tanyanya. "Kita kjra
perlu berapa lama?" "Badan mereka sudah sedemikian besar, untuk
membereskannya seluruhnya sampai bersih paling cepat perlu
makan waktu setengah harian, dengaa demikian kau...."
"Dengan demikian aku tidak akan bisa menyusul tiba ke
Jian coa kok dalam waktu tiga hari sesuai dengan waktu yang
telah dijanjikan...."demikian jengek Koan San Gwat.
"Permintaanku ini bukan demi keuntungan Cia Ling im
untuk mengejar waktunya, dan karena itu maka aku berani
mengajukan permintaanku , kalau tidak, aku juga bisa masa
perduli, biar mereka membusuk disini dan menjadi bibit
bencana bagi masyarakat sekitar sini..."
Sedikit berubah air muka Koan Sai Gwat tanyanya
"Bencana apa saja yang ditimbulkan oleh mayat mayat
kelabang ini?" "Kata kataku mungkin kau tidak percaya, oleh karena itu
silahkan kau tanyakan kepada nona Kang Pan saja!"
Tanpa ditanya segera Kang Pan menjelas kan. "Mayat
mayat kelabang ini gampang membusuk dalam waktu singkat,
dalam dua belas jam bakal menjadi air darah beracun, bila
terkena sinar matahari dan menguap, hawanya yang beracun
tiada bedanya dengan kabut beracun yang mereka semburkan
tadi!" SebunBu yam menambahkan tertawa dingin. "Koan San
Gwat! Kau mendengar tidak" menurut tabiatku biasa nya
boleh kutinggal pergi saja habis perkata, soal bencana atau
mala petaka apa yang bakal terjadi, hakikatnya bukan menjadi
perhatianku. Adalah setelah melihat sepak terjang dan tindak
tanduk belakangan ini, memangnya setimpal disebut sebagai
Enghiong teladan, maka kuajukan permintaanku ini, kalau kau
salah paham menyangka kehendakku ini demi keuntungan Cia
Ling in, baiklah biar kulakukan sendiri saja!"
"Apakah orang lain bisa membantu kesulitanmu ini?" tanya
Koan San Gwat. "Tidak bisa! Ki Houw sudah pergi hanya kau dan nona Kang
yang tidak takut kena pengaruh racun kelabang ini, orang lain
jangan kata menyentuh dalam jarak yang agak dekat saja
mereka bakal mampus seketika...."
Disaat Koan San Gwat sedang ragu ragu Sebun Bu yam
segera menjemput pedang kutung yang terjatuh ditanah tadi
terus mulai menggali lubang. Gerak gerikanya cukup cepat
dan cekatan. Menurut pertimbangan Koan San Gwat setelah
memperhitungkan besarnya mayat mayat kelabang kelabang
itu, paling kecil mereka harus menggali lubang lima enam
tumbak persegi, dengan empat tumbak dalamnya baru bisa
memendam seluruh mayat mayat kelabang itu.
Mengandal kecepatan kerja Sebun Bu yam ini paling cepat
dua hari baru selesai, malah harus terus bekerja tanpa
istirahat, makan minum atau tidur. Tatkala itu mayat mayat
kelabang itupun sudah membusuk. Naga naga permintaan
orang supaya dirinya membantu memang bukan bertujuan
demi keuntungan pribadi, maka setelah ragu ragu sebentar
maka dengan menggairahkan semangat segera ia melolos Ui
tiap kiam mulai ikut bekerja menggali tanah.
Melihat orang toh akhirnya sudi membantu, sedikitpun
Sebun Bu yam tidak menam pilkan perubahan air mukanya.
Akan tetapi tiba tiba ia menghentikan kerjaannya, putar tubuh
terus tinggal pergi masuk kedalam hutan dipinggir tanah.
Keruan Kang Pan menjadi naik pitam makinya. "Kau
perempuan keparat ini memang patut dibunuh, satelah kami
terikat kerja disini, kau hendak tinggal pergi malah !"
Tanpa orang bicara habis Sebun Bu yam segera
mendengus, ujarnya. "Siapa mau bekerja silahkan, tidak mau
silahkan pergi, tiada orang yang memaksa kau untuk
mengerjakan nya!" Karena semakin membara amarah Kang Pan, cepat ia
melompat maju seraya mengayun tangan menampar pipi
orang, sedemikian keras tamparan ini sampai Sebun Bu yam
terpental mundur sempoyongan, ujung mulutnya melelehkan
darah, pipi pun bengap, sambil mengusap darah dipinggir
mulutnya tanpa bicara ia terus masuk kedalam hutan.
Saking marah Kang Pan hendak memburunya lagi, lekas
Koan San Gwat mencegahnya. "Nona Kang! Jelas kerjaan ini
harus kita lakukan, marilah bekerja sekuat tenaga tidak perlu
minta bantuan orang lain. Marilah kau bantu aku!"
Dengan bersungut Kang Pan kembali ke tempatnya,
memungut potongan pedang yang ditinggalkan Sebun Bu
yam, mulai dia bantu mengeduk ranah, namun masih
penasaran ia menggerundal. "Perempuan buruk ini memang
bukan manusia, kukira memang dia sengaja hendak menahan
kita disini. Kelabang kelabang kan dia yang melepas, kenapa
kita mesti...." "Nona Kang!" ujar Koan San Gwat menggeleng sambil
menarik napas, "Dia anggota Thian mo kau, terhadapnya
jangan kita meminta sesuatu banyak, peduli kemana
tujuannya, bagaimana juga kita tidak bisa berpeluk tangan
apalagi jalan raya ini cukup ramai, orang berlalu lalang tidak
sedikit, janganlah mereka yang tidak berdosa menjadi korban
secara konyol." "Peduli Kau pihak Thian mo kau yang memikul dosanya!"
"Ya, namun paling tidak kelabang ini dilepas gara gara kita,
kau kau pula yang membunuh, kalau aku tidak tahu bencana
apa yang ditimbulkan sudah tentu boleh tinggal pergi saja,
habis perkara, namun persoalan sekarang jauh berbeda...."
"Apakah kau seorang bisa mengurus segala persoalan tetek
bengek di seluruh jagat ini!" seru Kang Pan sengit dan keras.
"Segala urusan yang ganjil didunia ini meski tidak
seluruhnya bisa kuselesaikan, namun setiap urusan yang
kebentur ditanganku tidak bisa tidak harus kuurus. Itulah
sumpah setiaku diwaktu aku menerima jabatan Bing tho ling
cu nan jaya dan agung..."
Kang Pan jadi melongo sesaat berkata dengan lirih "Koan
toako! Memang kau yang benar, sungguh aku harus menyesal
kenapa punya pikiran egois, agakanya untuk menjadi istri
idamanmu, aku harus banyak belajar..." bicara sampai disini
tenaga dikerahkan kedua tangan bekerja semakin cepat tanah
batu seketika beterbangan dan berjatuhan, sekejap saja ia
berhasil mengduk tanah beberapa banyak dan dalamnya,
malah dengan kedua tangan yang halus dan putih itu ia
menyerok tanah serta dihamburkan keluar lubang.
Koan San Gwat menjadi risau malah oleh beberapa patah
kata katanya yang terakhir.
"Masa iya!" sahut Kang Pan, setelah mengendurkan tanah
galiannya, Kang Pan ganti menggunakan kedua lengan baju
yang di saluri tenaga dalam mengebut beberapa kali, kontan
tanah tanah yang digalinya itu beterbangan ke luar lubang,
kejap lain ia berhasil menggali sebuah lubang cukup besar.
Begitulah mereka bekerja sepera saling berlomba, lambat
laun Kang Pan mendekati di pinggir Koan San Gwat, karena
ketajaman pedang Ui tiap kiam dimana tajam pedang bekerja
tanah berhamburan menjadi kendor, kontan Kang Pan
membantu dengan caranya tadi, setiap padang Koan San gwat
bekerja, lekas lengan bajunya dikebutkan. Cara kerja sama ini
ternyata hasilnya lebih besar dan cepat. Kira kira setengah
jam kemudian, mereka sudah mengeduk lubang lebar dua
tumbak dan setumbak lebih dalamnya.
Tiba tiba diatas lubang berkelebat sesosok bayangan orang,
kiranya Sebun Bu yam kembali lagi. Sambil mendongak
bertanya Kang Pan. "Untuk apa kau kembali pula?"
Sebun Bu yam menyeringai, sahut nya. "Jangan kau
anggap setiap orang Thian mo kau orang jahat jahat,
terutama aku Sebun Bu yam bukanlah seorang manusia
rendah hati ini, bhwa aku kembali memangnya aku hendak
membuktikan kata kataku."
"Lalu kenapa kau tadi tinggal lari?"
"Kenapa kau tidak naik kemari melihat nya?"
Kang Pan segera melompat naik, tampak dipinggir lubang
sana bertumpuk setumpuk kayu kayu kering, tanyanya dengan
heran. Mata Sebun Bu yam tertawa dingin. "Bekerja harus
sempurna, berapapun dalamnya kau memendam mayat mayat
kelabang itu. bila menguap menjadi hawa beracun, masih ada
kemungkinan bisa merembes keluar bumi, terpaksa harus
dibakar dulu...." "Menang benar!" kata Kang Pan sesaat kemudian setelah
tertegun. "Tadi akulah yang salah, kenapa kau tidak
menyelesaikan lebih dulu" Sampai kupukul kau, maafnya!"
Sebun Bu yam tertawa dingin, ujarnya "Setiap orang boleh
bekerja sekuat tenaga melakukan kerjaan apa saja yang harus
dia kerjakan. Kenapa harus menjelaskan kepada kau lebih
dulu. Sekali pukulanmu akan ku ingat dalam hati...."
Sifat Kang Pan memang polos dan jujur sungguh hatinya
amat menyesal, cepat ia berkata. "Kalau kau hendak
membalas boleh sekarang juga silahkan....."
Sebun Bu yam mendengus, katanya. "Aku tak punya
waktu!" habis berkata ia tinggal pergi lagi kali ini rada lama
baru kelihatan dia kembali, satu jam kemudian ia kembali
membawa seonggok bersamaa kayu kering.
Waktu itu lubang sudah tiga tumbak. Maklumlah waktu itu
musim rontok sedang mendatang, apalagi kedua tangan
Sebun Bu yam sudah cacad, gerak geriknya tidak begitu
leluasa, tanpa menggunakan alat senjata dan tidak bisa
menggerakkan tenaga lagi, sedang dahan dahan kayu itu


Patung Emas Kaki Tunggal ( Unta Sakti ) Karya Gan K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

harus dipanjat diatas pohon untuk mendapatkasnnya, meski
hasilnya kira kira sudah dua ratusan kati, dilihatnya
keadaannya kelihatan sudah amat payah.
Kang Pan jadi tidak tega, setelah berpikir ia berkata "Kau
istirahatlah, biar aku yang cari kayu bakar?"
"Tidak usahlah!" sahut Sebun Bu yam menggeleng."Kerja
sama kalian suami istri amat baik, kalau aku yang melakukan
tentu tidak sebaik dan cepat itu, bagi seorang yang sebatang
kara hanya kerjaan tunggal saja bagiannya!"
Mendengar sindiran tajam ini seketika merah jengah muka
Kang Pan. Setelah pekerjaan memakan waktu kira kira tiga jam,
lubang itu sudah sedalam tiga tumbak, dan luas empat
tumbak. Koan San Gwat dan Kang Pan sudah sama keletihan,
mereka berdiri dipinggir lubang, istirahat.
Dalam pada itu, cuaca sudah gelap bintang bintang kelap
kelip dicakrawala dan cerah tampak Sebun Bu yam menyeret
dua onggok kayu besar sedang mendatangi dengan tertatih
tatih. Setelah meletakkan kayu kayu itu, ia berkata menarik
napas "Mencari kayu bakar dalam musim sekarang ini
sungguh sukar sekali. Kedua onggok ini kutemukan empat li
dihutan sana." Sikap dan pandangan Koan San Gwat terhadapnya sudah
berubah sama sekali, katanya lemah lembut. "Kau tidak usah
bercapek lelah kukira sedemikian banyak sudah lebih dari
cukup!" "Masih kurang banyak lagi," sahut Sebun Bu yam
menggerakan kepala. "Tapi kalian tidak perlu kuatir, biar
kukerjakan sendiri mengubur dan membakar mayat mayat
kelabang ini. Kalian boleh sekarang berangkat saja!"
Koan San Gwat melihat cuaca, lalu berkata. "Sampai saat
ini, cepat atau lambat kita berangkat sama saja?"
"Tidak!" tukas Sebun Bu yam, "melihat tekad kerja kalian,
sungguh aku tidak rela kalian kena terjebak dan menjadi
korban kelicikan Cia Ling im. Boleh kau perhitungkan, sebelum
terang tanah bisakah kalian tiba di Jian coa kok?"
"Sudah tentu tidak menjadi soal, tapi setelah terang tanah,
berarti sudah lewat hari ketiga seperti yang dijanjikan,
menyusul tiba kesana juga tidak berguna lagi, ada lebih
baik?" Sebun Bu yam menjadi gelisah, katanya. "Asal sebelum
matahari terbit kalau sudah bisa sampai disana, mungkin
masih bisa mencegah tipu daya Cia Ling im, melindungi
keselamatan jiwa kalian, kalau terlambat habis sudah ..."
Koan San Gwat merasa heran, tanyanya "Dengan cara apa
Cia Ling im hendak menghadapi kami?"
Sebun Bu yam ragu ragu sebentar, akhirnya bicara juga.
"Dari mulut Ban li bu in Cia Ling im mengetahui segala seluk
beluk mengenai Coa sin, maka dia lalu mengatur suatu tipu
daya yang keji, dengan caranya ini dia dapat menundukkan
Coa sin dan memperalatnya...."
Diam diam bercekat hati Koan San gwat. Justru yang
dikuatirkan memang hal itu, namun lahirnya dia berlaku tetap
tenang, kata nya acuh tak acuh. "Kukira tidak mungkin! Cara
bagaimana Coa sin bisa mendengar perintahnya?"
"Cia Ling im tidak akan melakukan kerjaan yang semduma,
di sudah berhasil memegang dua titik kelemahan Coa sin,
dengan dua alat kepercayaannya ini, Coa sin pasti terjeblos
kedalam tipu dayanya "Kelemahan Coa sin yng mana dipegang Cia Ling im?"
"Seseorang pasti punya cacat karena dia tidak melakukan
sesuatu keinginan yang tidak bisa dikerjakan. Coa sin kemaruk
akan paras cantik, namun dia tidak mampu bersenggama
dengan perempuan, ada tidak kejadian ini?"
Pucat muka Kang Pan, teriakanya. "Benar, masakah Cia
Ling im bisa membuatnya."
"Ya, kepandaian simpanan Thian mo kau yang paling
diandalkan adalah Im yang sin hap perpaduan ganjil antara
negatif dan positif justru Cia Ling im paling ahli dalam bidang
ini, memang benar dia bisa mengajarkan sesuami kepandaian
yang aneh, sehingga dia bisa mencapai kenikmatan dari
hubungan antara perempuan dan laki laki. Belum cukup
dibekalnya ini, Cia Ling im pun membawa serta Thio Hun cu,
pasti mereka bisa mengubah bentuk Coa sin sekarang menjadi
manusia yang normal."
Mencelos hari Koan San Gwat, katanya. "Kedua hal itu
memang kejadian yang paling diharapkan oleh Coa sin...."
"Maka kalian harus cepat menyusul ke sana. Ilmu
perpaduan Im dan Yang itu cukup dalam tempo sehari sudah
bisa diajarkan sempurna, cuma operasi untuk menormalkan
anggota badan itu yang rada sulit dan makan waktu, paling
cepat harus dua hari baru bisa selesai dan baru bisa digerakan
dengan leluasa seperti manusia umumnya. Cia Liog im
beramat dua hari lebih dulu tiba disana Coa sin sebelum
matahari terbit kalian bisa tiba disana, Coa sin masih belum
mumpu bergerak....."
Koan San Gwat berpikir sebentar lalu katanya. "Seumpama
Coa sin mau menerima syarat yang mereka ajukan, belum
tentu dia terima diperbudak oleh Cia Ling im. Ilmu silatnya
jauh lebih tingggi dari mereka....."
"Betapa pandai dan licik cara Cia Ling im menundukkan
seseorang, menghadapi Coa sin tokoh yang bosan itu, kalau
tidak punya pegangan yang meyakinkan, masakah dia sudi
membantu orang begitu saja?"
Bercekat pula hati Koan San Gwat teriaknya "Apakah betul
betul dia bisa mengendalikan dan menundukkan Coa sin
secara keseluruhannya?"
"Masakah diragukan. Disaat ia mengajar kan perpaduan Im
yang itu, dia gunakan pula semacam ilmu sihir, asal Coa sin
mau menerima pelajarannya, selamanya dia akan menjadi alat
paling setia!" "Koan toako !" teriak Kang Pan gugup, "Marilah lekas...."
"Tidak!" Koan San Gwat tegas " Kilau Coa sin mau
menerima ajaran Cia Ling im maka sekarang dia sudah bisa
diperalat oleh Cia Ling im. Kalau kita menyusul tiba disana,
paling paling hanya mencegah operasi memulihkan anggota
badannya menjadi manusia normal, bukankah waktunya
sudah terlambat juga?"
"Belum terlambat!" seru Sebun Bu yam dengan penuh
keyakinan, "Asal kalian bisa datang tepat pada waktunya dan
secara kebetulann pula Coa sin belum mampu bergerak kalian
bisa melenyapkannya lebih dulu, tipu daya Cia Ling im tidak
berguna lagi." Koan San Gwat meliriknya sebentar, tanyannya. "Kenapa
mendadak kau mau membantu aku, kalau kau punya maksud
baikmu ini, kanapa pula kau harus melepaskan kelabang
beracun itu, sehingga menunda dan membuang waktu kami
secara cuma cuma?" Seban Bu yam menarik napas dan menundukkan, sahutnya
menyesal "Mendadak aku menjadi sedih. Bukan saja aku suka
membantu kalian apalagi kalau kalian bisa melenyapkan Coa
sin sehingga Cia Ling im kehilangan sandaran yang
diandalkan, terpaksa dia harus menyembunyikan diri, maka
aku masih ada harapan bersanding disebelahnya Atau
sebalikanya, ambisinya amat besar, tujuannya hendak merajai
dunia, kalau itu sampai terjadi selama hidup ini aku tidak akan
mendapat penghargaan nya...."
Berpikir sebentar lalu Koan San Gwat berkata kepada Kang
Pan. "Nona Kang, marilah kita lanjutkan menggali!" sembari
berkata dia sudah siap hendak melompat turun.
Keruan Kang Pan menjadi gugup, serunya. "Koan toako!
kenapa kau tidak begitu prihatin akan persoalan ini?"
"Prihatin juga tidak berguna, kalau sekarang kita menyusul
kesana, paling paling hanya bisa membunuh Coa sin, apalagi
aku tiada permusuhan atau dendam kepadanya, malah
sebelum ini aku menerima kebaikannya! Demikian juga kau,
pantaskah kita membunuhnya" Jangan kau melulu terlalu
kuatir dia bakal menjadi alat setia Cia Ling im, toh kenyatan
belum terjadi atau sudah kau saksikan sendiri!"
Kang Pan terbungkam. Sebun Bu yam menyela bicara
sambil menghela napas. "Kau tidak, percaya padaku, akan
datang saatnya kau menyesal diri."
Koan San gwat menggeleng, ujarnya "Aku percaya akan
keteranganmu, tapi aku seorang laki laki sejati, keturunan
perguruan tenar, apalagi untuk menghadapi seorang yang
pernah memberikan manfaat kepadaku, tidak bisa aku
membalas kebaikan budinya dengan kejahatan. Aku tidak bisa
memberi penilaian pada sepak terjang dan kebaikan hatimu
ini, cuma kurasa kau terkekang oleh rasa kesetiaan dan cinta
kasih yang tidak berharga, bukanlah menjadi seorang kelana
Kangouw tulen yang harus dipuji...."
"Masakah aku berani angkat diri jadi pendekar segala. Tapi
aku punya sebuah prinsip, setiap tindak tandukku hanyalah
menuruti kelurusan hati dan kesucian nurani belaka, untuk
membunuh orang kitapun harus punya alasan alasan yang
setimpal. Waktu di Sin li hong, aku pernah membebaskan Cia
Ling im, karena kurasa dia belum melakukan kejahatan yang
keluar takaran, mengenai Coa sin, aku berpegang akan
keyakinan yang sama. Bila dia benar benar melanggar
kejahatan yang sudah tidak terampun, aku pasti tidak akan
memberi ampun padanya. Tapi sekarang bagaimana juga aku
tidak bisa membunuhnya."
Sebun Bu yam derdiam sebentar, lalu katanya. "Belum
tentu aku harus membunuh dia mungkin meski kau hanya bisa
mencegah pulih nya menjadi manusia normal sehingga
selamanya mengurung diri didalam Jian coa kok dia tidak akan
keluar menimbulkan bencana bagi dunia ramai...."
Koan San Gwat tertawa besar, ujarnya. "Hal ini lebih tidak
bisa kulakukan. Karena aku menelan empedu ular wulung
bertanduk itu, shingga hilang harapan Coa sin pulih menjadi
manusia normal, karena hal itu hatiku jadi tidak enak dan
rasanya hutang budinya padanya. Kini kalau toh ada cara lain
bisa mengabulkan angan angannya ini, sepantasnya aku ikut
bergirang dan syukur baginya, mana boleh merusak
usahanya..." Sebun Bu yam menjublek tidak bersuara lagi. Adalah Kang
Pan yang menyeletuk. "Koan toako, jadi untuk apa pula kita
tergesa gesa hendak memburu tiba disana?"
"Semula aku belum tahu rencana apa yang sedang di atur
oleh Cia Ling im, maka aku ingin buru buru menyusul kesana
melihatnya kini setelah aku tahu aku jadi tidak perlu tergesa
gesa, jadi kau tidak takut bila Coa sin sampai diperalat oleh
Cia Ling im?" tanya Kang Pan gelisah.
"Jadi kau tidakatakut bila Coa sin sampai diperalat oleh Cia
Ling im?" tanya Kang Pan gelisah.
"Tidak salah! Memang aku sedang memikirkan hal itu, tapi
akupun tidak percaya kan terjadinya hal itu, mungkin Coa sin
memang punya cacat, dia suka kepincut paras cantik namun
tidak kuasa menikmatinya, tapi dia adalah manusia, sebagian
besar badannya adalah raga manusia, adalah pantas
mempunyai keinginannya itu, tidak bisa aku beranggapan
bahwa hal ini adalah kesalahannya. Mengenai takut dia
diperalat oleh Cia Ling im, itu tidak mungkin terjadi, ilmu sihir
merupakan semacam kepandaian silat juga, mengandal dasar
latihan lwekang Coa sin yang tinggi, kemungkinan kena
terpengaruh dan hilang ingatannya adalah kecil sekali,
sebaliknya bukan mustahil Cia Ling im sendiri yang bisa
ditundukan olehnya..."
Kang Pan tidak bicara lagi, kembali mereka terjun kedalan
lubang, yang satu mengeduk yang lain membersihkan tanah,
tak lama kemudian galian tanah itu sudah hertambah lebar
dan dalam. Koan San Gwat melompat keluar dan katanya tertawa.
"Semula dia perhitungkan memerlukan waktu enam jam, kini
kita hanya memerlukan waktu empat jam, dari sini dapatlah
dimengerti, bahwa bekerja harus memperhatikan cara dan
manfaatnya, gunakanlah otak berpikir"."
Sebun Bu yam melemparkan kayu kayu bakar dibagian
bawah sebgai alas dasar, Koan San Gwat membantu
memotongi kayu kayu itu kecil kecil dengan pedangnya,
setelah kayu merata baru mereka mulai mengotong mayat
kelabang itu ditumpuk diatasnya.
Setelah persiapan selesai mulailah menyulut api pada
sebatang dahan pohon kering, tak lama kemudian api sudah
menyala besar berkobar kobar, mayat mayat kelabang itu ada
mengeluarkan minyak gajihnya sehingga kobaran api semakin
besar membantu kayu kayu itu terbakar semakin cepat dan
membara. Kira kira setengah jam kemudian tinggal abu abu dan
karang karang masih membara yang tinggal dalam lubang,
serempak mereka bertiga kerja sama lagi mengurukkan tanah
ke dalam lubang lubang, serta menginjak injak dengan kaki
biar rata dan padat. Setelah pekerjaan selesai, barulah Sebun Bu yam berkata
prihatin. "Lekaslah Kalian beraungkat. Setelah bertemu
dengan Cia Ling im tolong kirimkan kabar dariku, katakan aku
akan kembali ke Ngo tai san, pulang ketempat lama untuk
menetap disana. Kalau dia sudah tiada tempat untuk berteduh
boleh datang kesana, aku akan melayaninya dengan setia
selama hidup ini.. tapi kukira kata kataku ini pun bakal sia sia,
aku berani pastikan dia tidak akan sudi kesana...." habis
berkata dengan rawan dan sedu ia tinggal pergi lebih dulu.
Koan San Gwat dan Kang Pan jadi melongo dan hampa,
sesaat lamanya mereka memjublek, akhirnya berangkat juga
menuju ke Jian coa kok. Keadaan Jian coa kok sudah tidak seperti keadaan semula
tempo hari, celah celah batu yang sempit kecil itu kini sudah
dipagari oleh tenaga manusia, jalan lebar dan datar, maka
Koan San Gwat dan Kang Pan tidak perlu susah payah harus
mencari jalan untuk masuk kedalam.
Belum jauh mereka memasuki jalan lurus ini, tibalah
mereka dilapangan luar itu, tempat kediaman Coa sin msih
berada disebelah belakang, lapangan kosong melompong
tiada kelihatan bayangan seorangpun juga.
Adalah di kedua pinggiran lapangan sana tergantung dua
ekor ular sanca yang amat besar, keduanya menegakan
kepala dan membuka mulur menjulurkan lidah, sikapnya
garang dan siap mematuk sambil mendesiskan suara.
"Apa yang terjadi ini?" tanya Koan San Gwat tidak
mengerti.

Patung Emas Kaki Tunggal ( Unta Sakti ) Karya Gan K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kang Pan berpikir sebentar, lalu katanya. "Mungkin mereka
sedang repot mengerjakan sesuatu, maka mengatur ular ular
besar ini untuk menjaga pintu, barisan ular macam ini adalah
yang paling lihay....."
Koan San Gwat tidak percaya, katanya. "Meski aku tidak
pernah mempelajari strategi militer, namun aku tahu barisan
ular hanyalah barisan yang paling gampang dan umum,
dimana tempat kelihayannya."
"Ya, memang hanya pinjam nama saja, maknanya
berlainan, sebetulnya semakin besar kadar racunnya ular
semakin kecil, hanya ular sanca bersisik merah ini, semakin
besar kadar racunnya semakin berbisa, sepanjang jalan ini
semua dijaga oleh ular ular sanca peliharaan Coa sin selama
puluhan tahun, tujuannya adalah untuk mencegah
sembarangan orang masuk mengganggu."
"Bisa merintangi orang lain masakan bisa merintangi kita,
sejak kecil kau dibesarkan di tempat ini, masakan mereka bisa
menyerang terhadap kau juga, soal aku?"
Kang Pan menggeleng, katanya. "Ular sanca berbisa
macam ini tidak mengenal jenis dan persaudaraan, kecuali
Coa sin, tidak lawan yang terpandang dalam mata mereka,
meski kau pernah menelan empedu ular, merekapun tidak
akan bisa kau gertak...."
Melihat orang bicara serius, Koan San Gwat jadi ragu ragu,
katanya. "Kenyataan kita sudah melewati puluhan ekor,
kenapa tidak kelihatan mevunjukan sesuatu aksi apa?"
"Ya, aku sendiri juga sedang tidak mengerti, menurut
biasanya, sejak tadi mereka sudah mulai bergerak, tapi kulihat
mereka rada rada rakut dan bimbang, seolah olah ada sesuatu
yang mereka takutkan...."
"Kalau toh tidak takut kepadaku dan kau apa pula yang
mereka jerihkan?" Sebegitu jauh Kang Pan sendiri belum bisa menyimpulkan
sesuatu, cuma ia coba mendekati salah seekor yang terbesar,
sikapnya kelihatan tegang dan menegakan kepala dengan
garang dan berjaga jaga. Cuma kelakuannya tidak sebegitu
garang lagi, malahan badannya mengkeret mundur,
sementara kedua biji matanya berjelalatan mengawasi
kantong dibawah ketiaknya.
Mendadak Kang Pan menjadi paham duduk perkaranya,
katanya tertawa besar. "Ternyata mereka takut terhadap Siau
giok!" Kuatir Koan San Gwat tidak paham segera ia menjelaskan.
"Mereka adalah lawan bebuyutan dangan Siau giok tidak perlu
takut, namun keadaan hari ini lain pula, mungkin Siau giok
tidak akan kuasa menghadapi lawan sedemikian banyak,
menuruti biasanya mereka sudah maju bersama, untunglah
Sebun Bu yam telah memberi berkah kepadanya."
Tanya Koan San gwat masih rada bingung. "Kenapa ada
hubungannya dengan Sebun Bu yam?"
"Kelabang yang dilepas Sebun Bu yam itu telah menambah
perbawa kekuatan Siau giok berlipat ganda, kebetulan menjadi
lawan penunduk mereka lagi, tak heran mereka tidak berani
banyak bergerak." Kata Koan San Gwat mengerut kening "Coa sin mengatur
barisan ularnya ini, tujuan nya hendak merintangi kita masuk,
tentu sebelumnya dia tidak memikirkan bakal terjadi seperti
ini, kesempatan baik bagi kita malah, marilah lekas maju!"
segera dengai langkah lebar ia maju dengan cepat. Kang Pan
mengikuti jejakanya. Tapi ular ular yang menghadang
disebelah depan mendadak bergerak serempak, bersama dari
kanan kekiri mematuk bersama.
Sigap sekali Koan San Gwat membacokan pedangnya
memapak kearah ular yang menyerang paling depan. Tapi ular
itu sedikit pun tidak takut menghadapi Ui tiap kiam yang tajam
luar biasa itu. Kepala mendongak keatas badanpun menjulur maju lebih
dekat dan membiarkan pedang Koan San Gwat membacok
dipingangnya namun sedikitpun tidak cidera apa apa, malah
dengan cepat dan gesit sekali badannya melingkar terus
membelit pedang. Dalam waktu dekat Koan San Gwat tidak kuasa menarik
lepas pedangnya, sementara ular yang lain sudah menyerang
tiba, didalam keadaan gawat, terpaksa ia angkat sebelah
kakinya menendang telak sekali kepala ular kena
ditendangnya, tapi paling paling ular hanya tergeliat sedikit,
cepat sekali kepala nya sudah putar balik mematuk dengan
beringas. Ular sanca jenis ini bukan saja lihay merekapun punya daya
kecerdikan, mereka me ngenal cara pengeroyokan yang
dilancarkan secara bergelombang dan teratur, ular yang
membelit pedang itu tidak mau melepaskan, dengan ketat ia
menarik semakin kencang dan kuat. Malah sisa badan
kepalanya yang menegak masih bisa bergerak dengan leluasa,
karena Koan San gwat harus menggerakan tangan
menghadapi rangsakan ular yang lain, maka diapun ikut
menyerang setiap ada kesempatan.
-oo0dw0ooTiraikasih Website http://kangzusi.com/
JILID 27 DASAR SUDAH PENGALAMAN, meski menghadapi mara
bahaya sedikitpun Koan San gwat tidak menjadi gugup
karenanya, sudah tentu ia cukup paham menghadapi tipu
daya musuh musuh binatang ini, meski pedangnya bergubat ia
gunakan kaki dan sebelah tangannya yang lain untuk melayani
serangan ular ular yang lain.
Setelah kena tendangan ternyata ular tadi berlaku lebih
waspada dan hati hati, meski serangannya gencar, namun kira
kira setengah tombak didepan badan Koan San gwat
mendadak ia menghentikan terjangannya. Dengan badan
bergoyang gontai pergi datang kepada nya mendandak
mengincar musuh sambil menanti setiap kesempatan. Apalagi
badannya amat panjang jarak setengah tumbak cukup sekali
melejit saja dapat diraihnya.
Adalah kaki tangan Koan San gwat tidak kuasa mencapai
jarak yang begitu jauh posisinya kena terkekang oleh ular
yang membelit pedangnya sehingga bidang gerakanya amat
terbatas, sehingga ia mudah terima diserang sana sini tanpa
kuasa maju melabrak. Untunglah kedua ular sanca raksasa ini. Agakanya tahu
akan kelihayannya, mereka tidak berani sembarangan turun
tangan, begitulah kedua pihak jadi sama bertahan, sebaliknya
Koan San gwat menjadi gelisah dan membara sorot matanya.
Ular ular besar itu sama berjajar sepasang demi sepasang,
setiap pasang berjarak dua tumbak, pasangan yang ini sudah
bentrok langsung dengan musuh, maka pasangan selanjutnya
segera siap hendak menerjunkan diri dalam gelanggang
pertempuran pula. Cukup sepasang saja Koan San gwat sudah
kesalahan dibuatnya, kalau pasangan yang lain juga meyerbu
datang Koan San gwat pasti terancam elmaut, makin gugup
terpaksa ia terteriak. "Nona Kang lekas kau lepaskan Siau
giok!" Waktu itu Kang Pan berdiri satu tumbak disebelah belakang
menyaksikan pertempuran pertempuran dirinya, mendengar
teriakanya, belum lagi ia membelikan tanggapan, Siau giok
yang berapa dalam kantongnya sudah melesat keluar laksana
anak panah cepatnya. Sekaligus ia menyerang lebih dulu kepada ular besar yang
berhadapan dengan Koan San gwat! Begitu badan meluncur
tiba mulut mendesis seraya di pentang menyemburkan
segulung kabut putih kearah musuh.
Sungguh tidak nyana ular sanca raksasa yang garang dan
buas itu, begitu kena semburan kabut putih Siau giok seketika
meloso jatuh lemas ditanah dan tidak bergerak lagi. Ular yang
membelit pedang mebabat gelagat amat tidak
menguntungkan lekas ia lepaskan belitannya dan hendak
melarikan diri, namun Siau giok tidak membiarkan lawan lolos
begitu saja, gesit sekali ekornya mematul tanah badannya
secepat anak panah melesat kedepan lagi. Seperti perbuatan
pertama ia menyemburkan kabut putih, keruan ular raksasa
itupun terjungkal jatuh lemas dan tidak berkutik lagi. Dua ekor
lainnya yang hendak mengeroyok datang tadi, seketika ia
mengkerat ketakutan dan menrik diri kembali ketempat
asalnya. Waktu Koan San gwat menarik pedang nya, kedua ular
sanca raksasa itu sudah mampus dengaa badan terbalik perut
menghadap kelangit lekas Siau giok merambat menghampiri,
sekali terjang ia tembusi perut ular raksasa itu terus
menyusup masuk kedalam. Di lain saat ia sudah menarik
keluar kepalanya, namun mulutnya mengulum sebutir empedu
ular yang berwarna hijau keputihan, sebesar buah salak,
dengan cara demonstratif ia mengangsurkan kekepala Koan
San gwat. Kontan hidung Koan San gwat dirangsang bau amis dan
anyir, cepat ia menggoyangkan tangan menolak.
Kata Kang Pan. "Koan toako, empedu ular ini bila kau
makan bisa menjernihkan matamu, di malam hari kau bisa
melihat seperti disiang hari bolong, dapat membangkitkan
semangat dan gairah lagi, Siau giok sedang membagi rejeki
kepada kau." Koan Sin Gwat menggeleng, katanya. "Terima kasih akan
kebaikannya. Dan lagi aku pun sudah sempurna melatih mata
malam, silahkan kau saja yang makan!"
Siau giok rada kecewa, terpaksa ia merambat kehadapan
Kang Pan. Kang Panpun menggoyangkan tangan, katanya.
"Aku tidak mau, kau makan sendiri saja!"
Terpaksa Siau giok menelannya sendiri. Kejap lain ia sudah
menghampiri ular yang satunya lagi Kang Pan lantas
mendekati Koan San gwat, melihat orang masih menjublek, ia
tertawa geli, katanya. "Koan toako! Aku tidak ngapusi kau
bukan!" "Ular ini memang cerdik dan lihay, kedua ular raksasa itu,
tadi cukup membuat kau kerepotan!"
Untunglah ada Siau giok yang setiap saat siap membantu,
kalau tidak puluhan ekor ini bila menyerbu bersama sejak tadi
kami sudah tamat riwayatnya. Kenapa Coa sin mengatur
barisan ularnya yang terlihay ini!"
Dalam pada itu Siau giok sudah menelan empedu ular yang
kedua, dengan senang dan buas ia datang menghampiri dan
siap mendengar perintah selanjutnya. Dihadapan Koan San
gwat masih ada dua puluhan ular, ular ular raksasa
menghadang jalan dengan barisannya yang kuat. Maka ia
perintah kepada Siau giok seraya menuding kedepanSiau giok,
"Kau boleh bereskan mereka sekalian!"
Baru saja Siau giok hendak bergerak menurut perintah,
Kang Pan tiba tiba berseru "Jangan Siau giok! Kembalilah!"
Sementara itu Siau giok sudah tiba dihadapan sepasang
ular sanca yang terdepan, mendengar seruan ini ia
menghentikan badan tanpa melancarkan serangan, berpaling
ia menunjukan rasa penasaran dan tidak mengerti.
Koan San gwat heran, tanyanya. "Nona Kang, kenapakah" "
Kata Kang Pan dengan lirih "Coa sin mengayunkan barisan
ularnya ini untuk merintangi kita masuk kedalam tentu dia
mempunyai alasan alasannya yang penting, mungkin kuatir
kita mengganggu dirinya, bukankah kau sendiri menghadapi
dia bisa leluasa kembali dalam bentuk lainnya seperti manusia
normal umumnya" "
"Ya, aku memang punya maksud demikian!"
"Kalau begitu biarlah kita sempurnakan keinginannya.
Sekarang tidak perlu mencari dia tunggu setelah urusan
selesai, tentu dia akan manarik semua barisannya ini!"
Koan San gwat berpikir sebentar lalu berkata. "Tidak!
Sebaliknya aku segera masuk melihatnya. Kalau dia memang
sedang menjalani oprasi aku tentu tidak akan
mengganggunya, karena Cia Ling im dan juga lain lain disana
jikalau mereka sedang menggunakan ilmu sihir yang
mempengaruhi daya pikiran Coa sin, kita akan bisa
menghalang halangi perbuatan jahatnya ini, kukira hal itu
tidak membawa pengaruh apa apa bagi dirinya....."
"Ucapamu memang masuk akal, Koan toako! Kenapa tidak
sejak tadi kau jelaskan?"
"Agakanya kau salah paham terhadapku, waktu aku bicara
dengan Sebun Bu yam kan sudah kuterangkan. Mungkin kau
masih belum menaruh kepercayaan sepenuhnya terhadapku!"
Merah muka Kang Pan, katanya. "Koan toako, secara
mutlak aku percaya kepadamu, cuma sejak kecil aku
dibesarkan oleh Coa sin dia begitu baik terhadapku, tidak bisa
tidak aku ikut berkutir akan keselamatannya!"
"Berhutang budi berusaha membalasnya, hal ini tidak bisa
Salahkan kau, tak heran tadi kusuruh kau pergi dulu kau tidak
mau. Kau tidak usah kuatir, aku tidak akan menjilat ludahku
sendiri!" "Koan toako jangan kau berkata demikian, apapun yang
terjadi aku sudah termasuk istrimu, terhadap Coa sin, aku
hanya bisa berbuat sekuat tenaga, bila kelak dia berhadapan
dengan kau, akupun masih akan berdiri sendiri dipihakmu,
Koan toako kuharap kau percaya kepadaku."
Kuatir orang bicara ngelantur panjang pendek, cepat Koan
San gwat berkata. "Sudah tentu aku percaya kau sepenuh
hati, sekarang kau beleh suruh Siau giok mulai bergerak!"
Mulut Kang Pan lantas bersuit dan bersiul beberapa kali,
lalu katanya kepada Koan San gwat. "Marilah maju!"
Dilihat oleh Koan San gwat Siau giok masih diam berjaga
ditengah jalan, karuan ia jadi heran, katanya. "Kenapa Siau
giok tidak segera bertindak?"
Kang Pan memberi tahu dengan suara lirih. "Kusuruh dia
mengintil dibelakang, barisan ular ini tentu tidak berani
sembarang bergerak. Sejak kecil aku tumbuh dewasa bersama
ular ular ini, sungguh tidak tega aku melihat mereka menjadi
korban?" "Ular beracun adalah binatang yang berbisa, tiada gunanya
dipertahankan hidup, jikalau suatu ketika Coa sin
meninggalkan tempat ini, tidak mungkin ia bisa membawa
mereka pergi, masyarakat sekitarnya..."
"Tidak mungkin terjadi !" tukas Kang Pan. "Coa sin sudah
malatih mereka sedemikian rupa, tanpa perintah Coa sin,
mereka tidak akan berani sembarangan meninggalkan tempat
ini, asal orang tidak sembarangan main terobosan kemari,
mereka tidak akan keluar mengigit orang. Meski mereka
beracun merekapun punya jiwa, apalagi tumbuh sampai


Patung Emas Kaki Tunggal ( Unta Sakti ) Karya Gan K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sedemikian besar, sungguh sulit diketemukan dilain tempat,
biarlah mereka hidup dan mati menurut kodratnya!"
"Yah, terserah! Memangnya akupun tidak tega main bunuh,
cuma..." "Kalau ada kemungkinan mereka bisa mencelakai jiwa
manusia, tentu aku akan mencari akal untuk melenyapkan
mereka semua, dalam hal ini aku punya pegangan yang cukup
diandalkan, kau tidak usah kuatir!"
Koan San gwat tidak banyak cakap lagi, tanpa bicara
mereka maju lebih lanjut, dengan Siau giok sebagai teman
jalan, ular ular sanca raksasa itu hanya mendesis dan
menunjuk sikap garang saja tanpa berani bertindak apa apa.
Jalan sepanjang empat lima puluh tumbak sekejap saja sudah
mereka tempuh, tibalah mereka diambang sebuah pintu
tergantung sebuah kerai yang menjuntai kebawah, sehingga
tidak kelihatan keadaan sebelah dalam.
Kamar batu ini semula adalah tempat tinggal Kang Pun
dulu, Koan San gwat pernah datang kesini, didalam kamar ada
meja kursi dan dipan kayu, tiada penjagaan atau sesuatu yang
ganjil. Maka begitu tiba Koan San gwat lantas hendak menyingkap
kerai dan masuk kedalam untung Siau giok lekas bergerak
membelit tangan nya serta menarikanya. Koan San gwat jadi
heran dia bertanya. "Siau giok! Apa yang kau lakukan?"
Siau giok lantas mendesis kepada Kang Pan, sikapnya takut
takut dan kuatir. Seketika berubah air muka Kang Pan, katanya. "Koan
toako! Jangan kau menyentuh didalam ada jebakan yang amat
lihay." "Jebakan apa" " tanya Koan San gwat tegang.
"Semacam ular yang paling jahat dan berbisa!"
"Ular beracun lagi! Aku tidak percaya binatang apa bisa
begitu lihay!" sembari bicara ia melangkah maju hendak
menarik kerai tiba tiba didengarnya suara aneh dari dalam
kamar dan menongollah keluar sebuah kepala aneh
menerjang kemuka, keruan Koan San gwat berjingkrak kaget
dan tersentak mundur. Bukan dia takut menghadapi ular adalah kepala aneh serta
bentuknya yang mengejutkan hatinya. Karena Kang Pan
mengatakan ular berbisa maka dalam hati ia sudah siap
menggunakan cara untuk menghadapi ular berbisa sungguh
diluar tahunya bahwa kepala aneh itu bentuknya mirip benar
dengan kepala manusia, malah tampangnya kelihatan amat
beringis dan menyeringai.
Besar kecilnya seperti kepala manusia, panca indranya
lengkap, cuma sepasang kupingnya teramat kecil, kepalanya
gundul pelontos, melelehkan lidah yang merah darah dan
memuakkan, giginya perongos keluar mulut, mengunjuk
senyum aneh yang sadis. Dibawah kepalanya menjulur sebuah leher panjang yang
kecil, dimana mulutnya terpentang terus hendak menggigit
kepada Koan San gwat, karena tidak mengira dan siaga
sebelumnya, kebetulan ia memegang selembar kulit ular itu
menengkurep keatas kepala aneh itu, sedang badannya lekas
mencelat mundur. Sementara itu Siau giok sudah sembunyi kedalam kantong,
Kang Pan juga mundur cukup jauh, melihat Koan San gwat
tidak kurang suatu apa, cepat ia berseru. "Koan toako!
Lekaslah mundur kemari, jangan kau sampai terkena
semburan hawa berbisa...."
Begitu kulit ular menengkup keatas kepala mahluk aneh itu
seketika melayang terbang ketempat yang jauh, dari luncuran
terbangnya jelas karena ditiup oleh kepala aneh itu.
Lekas Kang Pan memburu kesamping Koan San gwat,
katanya "Koan toako! Kau tidak terkena bahwa tipuannya
bukan?" "Tidak, kepala mahluk apakah yang tumbuh sedemikian
aneh." Kang Pan mengelus dan bersyukur, katanya "Bukan saja
bentukanya yang jelek, hawa yang ditiup dari mulutnyapun
teramat lihay barang apa saja yang terkena hawa berbisa itu
sektika akan luluh tanpa berbekas, tidak percaya kau lihatlah
kulit ular itu!" Waktu Koan San gwat berpaling kesana, seketika berubah
air mukanya. Kirarya kulit ular itu kena di sembul tiga tumbak
jauhnya, kedaannya seperti jala ikan saja yang berlubang
lubang, tak lama lagi kulit ular yang utuh itu sudah luluh sama
sekali tanpa meninggalkan bekas apa apa! Sementara kepala
aneh itupun sudah mengkeret masuk kedalam kamar.
Koan San gwat menjublek ditempatnya dengan heran dan
tidak mengerti ia berseru. "Ular apakah itu?"
Karena bentuk kepala aneh itu sedikit pun tidak menyerupai
ular, badannya seperti naga, sebesar gentong raksasa,
bertengger diatas meja baru, badannya disangga keempat
kakinya yang pendek dan kekar.
Lehernya panjang dua tumbak, lega legok menyanggah
sebuah kepala aneh menyerupai kepala manusia, kedua biji
matanya melotot keluar, tidak punya alis dan tidak punya
kelopak mata, maka biji matanya yang berkilauan hijau bening
selamanya tidak pernah terpejam, kulitnya berkerut kering
membungkus tulang, kedua pinggir mulutnya menjulur keluar
dan taringnya panjang, gigi tertarik lebar sehingga
menyeringai sadis, seolah olah selamanya tersenyum beringas.
Pucat muka Kang Pan, katanya menjelaskan "Mahluk ini
tiada punya nama tertentu, tidak boleh dikata sejenis ular,
menurut cerita Coa sin, mahluk ini adalah hasil perkawinan
dari kura kura beracun dengan ular sanca kerkepala manusia,
maka bentukanya amat menyeramkan, tapi racunnya nomor
satu diseluruh dunia, terutama hawa beracun yang
disemburkan dari mulutnya. Batu besarpun bisa menjadi
luluh." Dengan mata kepalannya sendiri Koan San gwat
menyaksikan kulit ular itu luluh tanpa bekas, sudah tentu ia
percaya akan penuturan ini, katanya. "Mahluk yang
sedemikian lihay cara bagaimana Coa sin bisa menangkapnya"
" "Dia bukanlah tangkapan, adalah peliharaan Coa sin sejak
kecil. Suatu ketika ia berhasil menangkap seekor kura kura
raksasa betina, lalu dia kumpulkan dua puluh ekor sanca
betina dikurung menjadi satu, akhirnya seluruh ular ular sanca
betina itu kena dilalap habis oleh kura kura itu, setelah itu
baru ular sanca bermuka manusia yang jantan ia kawinkan
dengan kura kura rahasia itu dan lahirlah mahluk aneh ini!
Hanya Coa sin seorang yang bisa mengendalikannya!"
Kata Koan San gwat dengan gusar "Coa sin nenaruh
mahluk aneh ini didalam kamar entah apa maksudnya" "
"Tidak tahu, mungkin hendak merintangi kita maju lebih
lanjut." Ditengah udara mendadak berkumandang sebuah suara
berkata. "Koan San gwat! Kau terlalu tinggi menjunjung
dirimu! Hanya untuk mencegah kau masuk kemari, tidak perlu
aku bercapek lelah, memang tujuanku hendak membunuh
kau!" dari suaranya dapatlah diketahui Coa sinlah yang bicara.
Karuan Koan San gwat melengak katanya nya. "Coa sin,
apa maksudmu" "
Terdengarlah Coa sin tertawa terloroh loroh. "Kubunuh kau
adalah supaya kau mampus, masih ada maksud apa lagi" "
Koan San gwat murka, serunya. "Untuk membunuh aku,
boleh silahkan kau keluar dan bertempur secara jantan."
"Aku malah berbuat begitu, biarlah mestikaku ini yang
meniup kau sehingga tulang belulang mu hancur luluh tanpa
bekas, bukankah begini jauh lebih gampang. Kenapa aku
harus bersusah payah."
Koan San gwat tertegun sebentar, lalu serunya. "Kalau aku
tidak masuk kerumah, mahluk anehmu ini apakah bisa
mengjang keluar" "
"Tidak! Meski mestikaku ini lihay, sayang gerak gerikanya
amat lamban, kulepas keluarpun tidak akan bisa mengejar
kau, tetapi aku punya caraku sendiri supaya kau masuk
mengantar jiwamu!" "Kalau aku tidak sudi masuk" "
"Kalau kau tega tidak masuk kemari, biarlah jiwamu
kuampuni saja. Tapi aku percaya kau tak akan tahan, coba
kau dengar suara siapakah ini ..."
Lenyap suaranya dari dalam kamar belakang lantas
terdengar rintihan orang, suaranya melengking kan masih
kekanak kanakan terang keluar dari mulut Ling koh, seketika
marah membara didada Koan San gwat teriaknya dengan
beringas. "Ling koh".!"
Dari dalam kamar terdengar Ling koh berteriak. "Koan
kongcu! Jangan kau tertipu olehnya, lekaslah pergi !"
"Ling koh! Cara bagaimana mahluk tua keparat itu
menyiksa kau?" Tiada jawaban Ling koh. Gelak tawa Coa sin yang
berkumandang, serunya. "Dia tidak enak menjelaskan, biarkan
aku saja yang memberitahu! Cia Ling im sudah mengajarkan
cara menikmati hubungan pria dan perempuan. Dalam lembah
ini tiada perempuan lain, terpaksa dia kubuat percobaan!"
Terasa darah mendidih dan jantung hampir meledak, teriak
Koan San gwat murka. "Mahluk durjana! Berani kau...."
"Kenapa tidak berani! Nona kecil ini kan sudah tiga empat
belas tahun, menurut kata Cia Ling im, perempuan seusia ini
adalah paling menyenangkan, apalagi memang aku amat suka
kepadanya." Sungguh Koan San gwat tidak tahan lagi, kaki melangkah
langsung ia menerjang masuk kedalam kamar. Namun
gerakan Kang Pan jauh lebih cepat dari dia, begitu tiba
diambang pintu ia lantas berteriak "Coa sin" Jangan kau
memperkosa anak kecil, biarlah aku saja yang menggantikan,
tidak?" Diluar dugaan Coa sin malah marah marah, dampratnya
"Menggelindinglah pergi. Aku tidak sudi dengan kau. Berani
kau menerjang masuk biar kusuruh Siau hoa menyembur kau,
kalau kau tidak takut mati silahkan coba?"
Kontan pecah tangis Kang Pan, serunya sambil
menggerung gerung "Coa Sin" semula kau adalah orang yang
welas asih. Kenapa sekarang berubah begitu rupa, apakah kau
sudah tersesat oleh pengaruh Cia Ling im?"
Coa sin terkekeh kekeh dingin, ujarnya "Cia Ling im barang
permainan apa, masakah dia mampu memincut aku, begitu
dia mengembangkan ilmu sihirnya aku lantas dapat
mengetahuinya, sekarang mereka kukuh didalam sang ular
dibawah tanah...." "Lalu kenapa kau berbuat demikian?" jerit Kang Pan pula
sambil menangis. "Karena aku suka, dulu bentukku malu dilihat orang,
terpaksa harus tinggal dilembah yang sunyi dan dingin ini
menderita hidup sengsara, sekarang aku sudah pulih apa saja
yang menjadi keinginan hatiku. Sudah kau jangan banyak
cerewet, minggirlah ketempat yang jauh, suruh bocah she
Koan berbicara dengan aku."
Koan San gwat menyeret minggir Kang Pan, lalu serunya.
"Mahluk tua! Tiada omongan yang perlu kusampaikan kepada
kau!" "Memang kau tidak perlu benyak bicara, kau tunggu saja,
setelah aku main cinta dengan genduk mungil ini, aku akan
keluar dan bicara panjang lebar dengan kau!"
"Mahluk tua!" seru Koan San gwat sambil melolos pedang,
"Kau dengar, asal kau berani menyentuh Ling koh, pasti aku
tidak akan mengampuni jiwamu, aku bisa memecah hancur
badanmu dengan pedangku ini."
Sambil menenteng pedang Koan San gwat sudah siap
menerjang maju, mendadak kepala aneh itu sudah
menongolkan kepala pula, pipinya sudah melembang terang ia
sedang menyedot hawa dan siap menyemburkannya keluar.
Terdengaar suara Ling koh berteriak menyedihkan. "Koan
kongcu! Kau pergilah! Jangan kau hiraukan aku."
Mana Koan San gwat kuasa menahan sabar, betapapun dia
bukan seorang pemberani yang tidak punya daya pikiran
cerdik, setelah berkepastian hendak menempuh bahaya,
sikapnya makin tenang dan tindak tandukanya serba
diperhitungkan. Dia amat amati mahluk aneh itu lebih dulu, dalam hati ia
sudah mendapat cara untuk menghadapinya, tempat mana
yang terlemah di bagian badannya. Letak kelihaiannya
simahluk hanyalah semburan hawa berbisa dari mulutnya saja,
dan mungkin tidak kuat lagi, kelihatannya sudah amat
kepayahan. Cuma gerak gerik kepalanya cukup gesit dia cepat sekali,
cara bagaimana harus menghindari sergapannya dan
memapas putus laher panjangnya itu, hal inilah yang perlu
dipikirkan masak dan harus memeras otak, akan tetapi dia
sudah memperoleh suatu cara. Pertama tama ia melepas baju
luarnya. Kang Pan paham apa yang hendak dilakukannya,
cepat ia menariknya dengan ketakutan "Koan roako! Bajumu
ini tidak akan bisa menghalanginya!"
Koan San gwat tidak peduli akan seruannya, sekonyong
konyong ia taburkan baju luarnya sementara dengan
kecepatan luar biasa badannya meleset masuk kedalam pintu.
Betul juga mahluk aneh itu meniupkan semburan hawa
berbisanya. Menggunakan baju luarnya yang ditarik kencang
itu Koan San gwat menahan semburan hawa berbisa itu,
tujuannya semula adalah menerjang masuk dan memapas
kutung leher panjangnya, siapa nyana semprotan mahluk
aneh itu ternyata amat keras, hanya dua tiga tindak kakinya
melangkah badannya sudah tertolak balik, dikala ia hendak
mundur sementara kepala mahluk aneh itu sudah putar balik
dan menyerang kearahnya. Tidak bisa mundur terpaksa harus maju, maka tanpa
banyak pikir cepat ia menerjang maju, lalu berdiri tegak
dengan punggung membelakangi dinding, sementara tangan
meraih sebuah kursi batu, siap menunggu bila mahlu aneh itu
menyerang pula. Sebab saat mana baju luarnya itu sudah
hancur luluh oleh semburan hawa beracun itu. Melihat
keadaanaya ini Kang Pan yang diluar kamar jadi ketakutan
dan pucat parasnya, teriaknya. "Koan toako, lekas kau
berusaha lari keluar, batupun tidak akan kuasa
merintanginya!" Tapi keadaan Koan San gwat sudah keterlanjur serba sulit,
namun lehernya yang panjang serta kepalanya yang aneh itu


Patung Emas Kaki Tunggal ( Unta Sakti ) Karya Gan K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghadang didepan pintu, sedang sebuah pintu lain yang
menembus kesebelah dalam dibiarkan saja, terang memang
hendak mendesak dirinya masuk kesebelah sana.
Akhirnya Kang Pan berlaku nekad serunya. "Koan toako!
Biar kucegat dia sebentar lekas menyingkir ketempat yang
jauh!" sembari berkata diapun sudah menerjang masuk saking
gugup takut orang menjadi mangsa kekejaman si mahluk
aneh, lekas dia lemparkan kursi batu ditangannya kearah si
mahluk aneh itu. Sebetulnya mahluk aneh itu sudah siap menyemburkan
hawa berbisanya kepada Kang Pan, namun samberan kursi
batu itu teramat cepat terpaksa ia alihkan semburan mulutnya
menyongsong kedatangan kursi batu itu. Menggunakan
peluang ini Koan San gwat menyelinap maju seraya
mengayunkan pedangnya terus membabar kutung leher
panjang simahluk aneh yang kecil itu.
Serempak Kang Pan dan Coa sin yang berada didalam
kamar sebelah dalam sana mengeluarkan jeritan kaget,
sementara itu kepala mahluk aneh itu menyeret lehernya yang
panjang setumbak lebih, menerjang keluar dan entah terbang
kemana. Waktu sampai diambang pintu, kepala aneh itu masih
sempat berpaling kebelakang menyeringaikan mulutnya
kearah Koan San gwat, lalu laksana meteor jatuh melesat dan
menghilang. "Celaka! Celaka.." jerit Kang Pan gugup seraya membanting
kaki. Koan San gwat terheran heran, tanyanya. "Apa yang
celaka" Apakah mahluk aneh itu belum mampus?"
"Bukan saja tidak mampus, dengan kau kutungi lehernya,
maka gerak geriknya akan tambah leluasa, tanpa kendali,
seluruh ular di jagat ini bakal menjadi mangsanya yang
empuk, Koan toako, sungguh kau membikin celaka orang saja
?" Meski belum paham, namun Koan San gwat merasa lega
juga, karena kalau yang dijadikan mangsa makanan si mahluk
aneh itu hanyalah binatang ular, seharusnya malah
merupakan sesuatu yang menguntungkan bagi manusia.
Melihat mimik wajah Koan San gwat, Kang Pan tahu apa
yang dipikirkan dalam hatinya, terpaksa ia hanya menggeleng
menarik napas, malah sikap dan tindak tandukanya
menunjukan rada prihatin yang serius.
Baru sekarang Koan San gwat menyadari bahwa kejadian
tidak seperti dugaanya, keruan ia melengak, sebalikanya Kang
Pan tidak memberi penjelasan lebih lanjut tak tahan segera ia
bertanya "Nona Kang, sebetulnya ..."
"Mahluk itu setengahnya masih termasuk jenis ular,
setengah lagi termasuk jenis kura kura yang paling dirasakan
menjadi beban dan rintangan yang terberat olehnya adalah
raganya yang berat dan besar itu. Celakanya kau justru
memutus lehernya membantu dia bergerak lebih cekatan dan
bebas !" Koan San gwat masih belum mengerti katanya acuh tak
acuh "Aku berhasil memutuskan lehernya, sehingga kepalanya
terpenggal dari badan kasarnya, badan merupakan modal
kehidupan bagi setiap mahluk hidup didunia, belum pernah
kudengar sesuatu mahluk bisa hanya dengan sebuah kepala
dan leher, masakah dia bisa hidup lama."
Kang Pan gegetun dan dongkol katanya menggeleng.
"Koan toako, jangan kau mengudak teorimu, kau tidak tahu
justru sumber kehidupan jiwa mahluk aneh itu terletak pada
kepalanya, badan justeru menjadikan belenggu bagi dia, kau
memutuskan belenggunya, sehingga dia mendapat kebebasan
selanjutnya tiada orang dan tiada cara apapun yang kuasa
menundukkannya, lihatlah betapa cepat tadi ia terbang
keluar," Merandek sebentar, bertanyalah Koan San gwat. "Apa saja
yang bisa dia lakukan" "
"Sejak mula dia menggunakan ular sebagai pengisi
perutnya, kali ini dia akan bisa bersimaharaja, tak ada seekor
ular berbisapun yang bisa lolos menjadi santapannya, dengan
racun menambah racun, bisakah kau bayangkan akibatnya ?"
"Bukankah begitu lebih baik" Ular berbisa memang
binatang yang suka mencelakai jiwa manusia ....."
"Aih" pikiranmu terlalu jenaka. Bukankah kau sendiri sudah
mengecap kelihayan kelabang terbang ibu beranak itu, setelah
mereka saling lalap ...."
"Jadi mahluk aneh itu tadi juga bisa semakin tumbuh
besar" " "Tidak! Dia justru berlawanan, semakin banyak ular ular
beracun yang menjadi santapannya, racun yang mengumpul
semakin keras, badannya malah menjadi semakin kecil. Dan
karena dia tidak menelan bulat bulat setiap ular yang menjadi
mangsanya, paling paling hanya mengisap inti sari kadar
racunnya. Kalau dia sudah berhasil menghisap kadar racun
dari dua ribu ekor ular berbisa, kepalanya itu akan mengkeret
sebesar kepalan tangan saja, maka buntut dan lehernya yang
panjang itupun akan semakin pendek."
Koan San gwat jadi uring uringan katanya tidak sabar
"Bicara pergi datang yang menjadi korban toh hanya ular
beracun melulu ..." "Meski yang menjadi korban secara langsung adalah ular
ular berbisa, tapi yang ketimpah bencananya secara tidak
langsung justru lebih banyak. Hawa beracun yang di
semprotkan dari mulutnya kau sendiri sudah menyaksikannya,
kalau kehebatannya sudah mencapai puncaknya, setiap
tempat yang pernah dilewatinya, sekitar sepuluh tumbak tiada
barang berjiwa apapun yang bisa tetap hidup, karena
wibawanya yang besar, setiap benda yang tersentuh olehnya,
seketika itu juga menjadi luluh ..."
Baru sekarang Koan San gwat merasa betapa seriusnya
urusan ini jadinya, setelah dipikir pikir, ia berkata. "Dia tidak
akan sembarangan terbang kemana mana bukan?"
"Kenapa tidak bisa?" ujar Kang Pan dengan nada berat. "Ia
pasti akan menyelinap kemana saja untuk mencari mangsa
santapan nya. Kalau suatu saat tempat sudah dibersihkan dia
akan ganti ketempat lain, sampai dia bosan sendiri, gerak
geriknyapun semakin gesit dan cekatan...."
"Wah" kalau begitu memang celaka jadinya. Untunglah
tempat dimana ular ular berbisa kebanyakan dihutan belukar
atau pegunungan yang jarang diinjak kaki manusa, bencana
yang dia akibatkan tentunya tidak begitu besar!"
"Panca indra jenis ular jauh tajam dari manusia, meski jauh
berada dibeberapa li jauhnya, maka ular ular berbisa itu lantas
bisa mencium kedatangannya maka diluar dugaan pastilah
mereka akan melarikan diri kemana saja asal bisa
menyelamatkan diri."
"Apakah mereka mampu melarikan diri" " tanya Koan San
gwat. "Lari sih tidak mungkin bisa lolos, cuma soal waktu belaka,
maka dapatlah kau bayangkan ular ular yang lari ketakutan
pasti bisa menjadikan bencana pula bagi manusia umumnya.
Reaksi manusia setiap menemukan ular tidak lepas dari dua
kemungkinan cara pertama lari menyingkir, cara lain adalah
membunuhnya. Kalau menyingkir sih akan rada mending,
kalau masyarakat ramai melihat ular beracun berbondong
bondong, pasti mereka akan kerja sama menumpasnya, nah
kalau sampat manusia dan ular bentrok paling ringan kedua
pihak pasti jatuh korban, kalau mahluk aneh itu mengejar tiba
pula, ular sih tidak peduli, namun banyak manusia akan
ketiban malapetaka!"
Pucat dan berkecat hati Koan San gwat, ujarnya. "Kenapa
tidak kau jelaskan sejak semula, wah, celaka dua belas!"
"Keadaan waktu itu tidak memberi kesempatan padaku
untuk banyak bicara!"
"Bahwasanya kejadian ini sukar diduga sebelumnya, karena
mahluk aneh itu teramat lihay, selamanya tiada seorangpun
yang berani mendekat padanya, aku sendiri sedang bingung
cara bagaimana kau bisa mengutungi lehernya...."
Mendelong mata Koan San gwat sesaat lamanya tidak
mampu bicara. "Dan lagi sebelum mahluk itu terbang pergi, masih
berpaling dan unjuk tawa kepada kau, jelas bahwa dia sudah
diberkahi kecerdikan, kukira memang dia sengaja memberi
kesempatan kau masuk, kau diperalat olehnya untuk
membebaskan belenggunya itu" demikan Kang Pan
menambahkan. "Yang lain tidak perlu dibicarakan lagi, marilah kita pikirkan
cara bagaimana baru bisa melenyapkannya" "
"Menutur apa yang kutahu tiada akal sehat apa lagi yang
bisa menundukan dia kecuali membiarkan dia melanjutkan
usia dan mati sendiri, binatang ganas macam itu usia nya
tidak akan bisa panjang, paling lama hanya bisa hidap dua
puluh tahun ...." "Dalam jangka dua puluh tahun mengandal kecepatan
terbangnya, dia sudah bisa menjelajahi sungai gunung dan
kemana saja segala peloksok dunia ini, jiwa cari penghuni
dunia ini bisa separuh terbunuh olehnya."
Kang Pan tertawa kecut, ujarnya. "Habis, apa daya kita,
maka aku sendiri jadi begitu gugup!"
Tak tertahan Koan San gwat mencaci maki sambil
penasaran. "Coa sin memang pantas mampus, kenapa dia
memelihara bibit bencana ini!"
"Selanjutnya Coa sin amat hati hati terhadapnya, malah
sejak lama ia sudah memberitahu seluk beluknya kepada aku,
tujuan semula hanya untuk membunuh kau, siapa akan
menduga kau sendirilah yang menimbulkan malapetaka ini!"
Tangan Koan San gwat terkepal dan digosok gosokkan,
menandakan hatinya gelisah dan gegetun lagi, sesaat lamanya
baru ia bersuara pula. "Apakah Coa sin ada bilang mahluk itu
benar tiada cara untuk menundukkan nya lagi" "
Kang Pan mengiakan. "Aku tidak perduli, apapun yang terjadi akan kusuruh dia
mencari untuk menghadapi nya...." sembari bicara ia
menyingkap kerai terus mencobos masuk kedalam kamar
sebelah dalam, didalam kamar ini hanya terdapat sebuah
ranjang batu, diatasnya hanya digelar selembar kulit ular yang
besar. Ling koh sigadis mungil itu di belejeri telanjang bulat,
sedang terlentang di atas kulit ular itu, air matanya berlinang
linang mengawasi dirinya. Melihat keadaannya ini seketika
berdiri rambut Koan San gwat saking murka.
Gadis cilik ini baru berusia empat belasan, badannya yang
kecil dan halus itu sedang mulai tumbuh akil balik, namun
belum lagi kembang mekar sudah menjadi korban kekerasan
semacam nafsu binatang jalang.
Bergegas Koan San gwat memburu maju serta
memelukanya kedalam haribaannya, serunya tertahan dan
haru. "Ling koh! Kau"."
Mata Ling koh berkedip kedip meneteskan air mata, lalu
berkata dengan suara yang lemah. "Koan kongcu, Hiat toku
tertutuk, tolong kau bebaskan aku dulu!"
Cepat Koan San gwat mengurut diberbagai jalan darah
diatas badannya, namun ia tidak menemukan Hiat to yang
mana yang tertutuk. Kang Pan menghela napas pedih, katanya. "Yu cwan hiat
yang tertutuk!" "Hah!" teriak Koan San gwat tersentak. "Itu Hiat to
mematikan !" "Tutukan jari Coa sin merupakan ilmu tunggal yang
istimewa, jauh berlainan dengan ilmu tutuk umumnya."
Sembari bicara ia berjalan mendekat, lalu dibawah buah dada
Ling koh, masing masing dia mengurut dan menepuk satu kali,
seketika Ling koh mengerut alis memejamkan mata, namun
kejap lain ia sudah bisa bergerak pula, tindakkan pertama
yang dilakukan adalah cepat cepat meraih pakaian
disampingnya terus bergegas memakainya.
Koan San gwat menahan gejolak amarah nya, katanya
sambil menahan air mata. "Ling koh!" Kaulah yang
menderita"." Ling koh menggeleng kepala, katanya sambil tertawa getir.
"Masih untung, betapapun Coa sin masih punya rasa
perikemanusiaan"."
"Sebetulnya dia hendak memperkosa aku tapi menjelang
saat saat yang menentukan, mungkin dia teringat kebaikan
kebaikkanku terhadapnya, ternyata ia mengendalikan diri"."
"Sungguh aku ikut gembira bagi kau!"
Terpejam kedua mata Ling koh sikapnya harus dikasihani
dan aleman, katanya lirih "Kau senang...."
"Sudah tentu, kubawa kau keluar dari tempat Liu siancu,
akhirnya terpaksa meninggalkan kau pula disini, kalau kau
sampai menderita, sungguh aku tidak tahu ?"
Ling koh membuka matanya yang berlinang air mata,
ujarnya. "Tidak perlu kau menyesal dan kuatir lagi
keselamatanku, menetap disini adalah demi keperluanku
sendiri seumpama aku memang menghadapi sesuatu yang
menyakitkan hati, akunun tidak akan menyalahkan kau!"
"Tidak!" cepat Koan San gwat berkata "Aku tidak akan
membiarkan kau menderita dan disakiti" tadi"."
"Tadi demi menyelamatkan kesucianku kau sampai
mengadu jiwa, aku pun amat terima kasih kepada kau. Akan
tetapi bila kelak kebentur kejadian macam itu, sekali kali kau
harus menjaga dirimu sendiri, karena ada seorang yang perlu
kau pertaruhkan demi cintanya yang suci, seperti Thio Ceng
ceng, karena kau dia ketimpah bencana dan sengsara. Kini
terjatuh ketangan Liu siancu dan perlu segera kau tolong,
seperti nona Kang, dia sudah termasuk ...."
"Dari mana kau bisa tahu" " tukas Koan San gwat tertegun.
"Segala sesuatu yang menyangkut dirimu, serta orang
orang yang sangkut pautnya dengan kau, semua pasti
kuketahui. Koan kongcu demi aku kau mengadu jiwa sungguh
tidak setimpal, aku tidak lebih hanyalah gadis cilik yang"."
"Ling koh! Kau jangan banyak omong lagi, didalam benakku
kau sama saja seperti manusia umumnya, siapa bilang tak
setimpal" " Menyala pandangan mata Ling koh seru nya. "Apa benar" "
"Sudah tentu benar !" sahut Koan San gwat lantang.
"Jangan kata kau, meski seorang perempuan asing yang tidak
kukenal, di dalam keadaan seperti kau tadi, akupun akan
berlaku nekad demi keselamatan jiwanya!"


Patung Emas Kaki Tunggal ( Unta Sakti ) Karya Gan K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pudar lagi sorot mata Ling koh, tidak tertahan ia
menunduk. Koan San gwat menukas berkata. "Aku bertindak hanya
berpegang dengan landasan kebenaran, patut tidak aku
melakukannya, selama tidak terpikir olehku soal setimpal
segala." Satelah merandek akhirnya Ling koh berkata dengan sedu
"Bagaimana pun juga, aku amat bertertma kasih terhadap
kau!" Koan San gwat tertawa lebar ambil menepuk kepalanya
tanyanya. "Dimanakah Coa sin ?"
Ling koh menuding pintu yang menembus kerumah sebelah
dalam, sahutnya. "Tinggal pergi lewat sana, mungkin
menyusul pergi kesarangan ular!"
"Benar, kau memenggal leher mahluk aneh itu, tentu dia
langsung terbang kesarang ular itu berpesta pora, disanalah
tempat Coa sin memelihara ular ular kesayangannya."
"Ada berapa banyak ular disarang itu?" tanya Koan San
gwat. "Tidak bisa dihitung jumlahnya, lekaslah kita menyusul
kesana !" "Jadi cukup ditempat itu saja ia sudah mendapakan mangsa
dan bahan makanan untuk menjadikan puncak kesaktiannya
bukan?" "Bukan saja cukup, malah tiga empat kali lipat lebih
banyak." Koan San Gwat berpikir lalu berkata. "Bila mahluk itu
seperti yang kau katakan tiada tandingan diseluruh jagat,
untuk apa pula Coa sin mengejarnya kesana" Apakah dia tak
takut kena disembur oleh hawa beracunnya?"
Kang Pan juga menjadi bingung, katanya kemudian "Hal
itu akupun kurang jelas, mungkin Coa sin punya cara lain
untuk menundukan dia, tapi dulu hanya begitu saja dia
menjelaskan kapada aku Koan toako, kita..."
"Sudah tentu kita harus segera menyusul kesana, kalau Coa
sin tidak takut, maka tiada alasannya kitapun harus takut.
Apalagi bila dia berani menempuh bahaya demi menumpas
kejahatan maka harus membantu dia. Atau ingin juga aku
melihat dengan cara apa Coa sin tidak perlu takut menghadapi
keganasan mahluk itu."
"Seumpama Coa sin tidak berada disana bagaimana" "
"Kalau begitu aku harus segera kesana, mahluk aneh itu
pasti berada disana sedang didalam sarang ular itu, Cia Ling
im, Lau Yu hu dan lain lain disekap disana, aku harus
berusaha membebaskan mereka, supaya mereka tida menjadi
korban secara konyol. Meski kedua orang itu adalah musuh
besarku, aku tidak bisa berpeluk tangan melihat mereka
menemui ajalnya tanpa liang kubur!"
Selesai bicara segera ia mendahului bergerak, ia
menerobos keluar lewat pintu samping baru saja Kang Pan
hendak menelat perbuatan Koan San gwat, lekas Ling koh
menarik nya. "Nona Kang! Kalau bisa memahami martabat
Koan kongcu, janganlah kau mencegah segala tekad dan
usahanya. Kalau kau ingin menjadi isterinya, maka kau harus
siap siap membiasakan diri menjadi seorang janda...."
Karuan Kang Pan melengak, sementara Koan San Gwat
sudah tidak kelihatan bayangannya, segera Ling koh melepas
pegangannya katanya. "Begitulah perangai dan tindak
tanduknya, demi setiap urusan yang hendak dia lakukan,
selamanya dia tidak pernah memikirkan keselamatan pribadi,
terutama ia tidak akan bisa terpengaruh oleh hubungan
pribadi atau hubungan cinta asmara!"
Habis kata katanya ia mendahului menerobos keluar
dihadapan Kang Pan malah. Sementara Kang Pan menurunkan
kantong kain dimana Siau giok disimpan, dielus elus kepalanya
ia memberi pesan dengan suara halus. "Siau giok, kau harus
tetap tinggal disini, mahluk aneh itu justru merupakan
lawanmu yang tangguh dan kau merupakan hidangan lezat
bagi keperluannya, maka dengarlah nasehatku, baik baiklah
bersembunyi disini ..."
Namun Siau giok menerobos keluar dari dalam kantong
berusaha merintangi dia pergi.
"Siau giok," ujar Kang Pan menghela napas, "Aku sudah
termasuk istri Koan toako, mati atau hidup harus bersama dia,
kau sebaliknya tidak perlu menempuh bahaya bersamanaku,
Manis! Dengarlah kataku!"
Siau giok malah melilitnya semakin kencang, berkata pula
Kang Pan dengan rawan. "Siau giok! Selamanya tidak pernah
berpisah dengan aku, sekarang kau harus kutinggalkan.
Jikalau aku menemui sesuatu, kau harus menjaga dirimu baik
baik." Akhirnya kata suara sudah tidak terdengar sama sekali.
Pelan pelan ia mendorong dan melepaskan diri dari libatan
Siau giok, lalu menyelinap keluar dari pintu samping. Keadaan
disini sudah apal betul, maka dengan leluasa ia mengejar
dengan cepat. Waktu dia tiba disebelah kiri dekat sarang ular itu,
dilihatnya Koan San gwat sedang melolos pedang sedang
berhadapan dengan seseorang. Sementara dari sarang ular
dibawah sana terdengar suitan panjang yang melengking.
Sekali dengar cukup jelas bahwa suitan itu keluar dati
mulut Coa Sin iapun kenal orang yang berhadapan dengan
Koan San gwat adalah Lu Yu hu, karuan ia tertegun
ditempatnya. Sebalikanya begitu melihat kedatangannya, Koan
San gwat lantas berteriak. "Nona Kang! Kebetulan kau datang
lekas kau hadapi keparat ini !"
Lau Yu hu menyeringai dingin, jengekanya. "Jangan kau
bermimpi, siapa bisa merintangi aku" "
Kang Pan melayang tiba diaamping Koan San gwat
tanyanya. "Koan toako apa yang telah terjadi?"
"Coa sin seorang diri sedang bergebrak dengan mahluk
aneh itu didalam sana, sementara keparat itu menghalangi
aku masuk ke sana membantu. Lau Yu hu, kau sadar apa
yang sedang kau lakukan?"
"Kenapa aku tidak tahu" Ketahuilah segala kejadian ini
adalah buah rencanaku. Coa sin keparat itu terlalu liar dan
tidak tahu diuntung, memang dia cukup ampuh basa terhindar
dari ilmu sihir Cia Ling im, terpaksa kami harus menggunakan
Jian kau untuk mengendalikan dia, tapi Coa sin memang
cukup cerdik, dia tidak mengijinkan kita berhadapan langsung
dengan mahluk aneh itu, siapa nyana justru kau membantu
mensukseskan segala rencana kita !"
Kang Pan melenggong, tanyanya. "Mahluk aneh itu
dinamakan Jian kau" "
"Thio Hun cu yang memberikan nama itu sebetulnya
mahluk macam itu tiada nama tertentu, yang terang dia
adalah alat paling berguna untuk mengekang Coa sin, dengan
mahluk itu berada ditangan kami, jangan kata Coa sin, siapa
saja menghuni dunia ini tiada seorangpun yang menjadi
lawannya!" "Masakah kalian punya cara untuk mengendalikan mahluk
aneh itu" " tanya Kang Pan.
Lau Yu hu terbahak bahak, ujarnya. "Coa Sin hanya pintar
memelihara ular, kecuali itu pengetahuannya memang terlalu
sempit, dalam kolong langit ini masakah tiada sesuatu mahluk
yang tidak bisa ditundukan. Thio Hun cu justru sudah
mengatur segalanya yang sempurna!"
Dalam pada itu suitan Coa sin didalam sarang ular sana
makin sengit dan keras, sungguh Koan San gwat tidak tahan
lagi, Ui tiap kiam ditangannya segera teracung ke depan terus
menusuk kedada Lau Yu hu.
Lekas Lau Yu hu memutar perglangan tangannya
menangkis dengan pedangnya, dimana sinar ungu menyala,
seketika Koan San gwat tergentak mundur dua tombak, hal ini
bukan terjadi karena lwekang Koan San gwat kalah kuat,
soalnya pedang pusaka lawanlah yang memang ampuh dan
sakti luar biasa. Ci seng kiam adalah pentolan dari kelima pedang pusaka,
cukup asal menyalurkan tenaga dalam, batang pedang dengan
sendirinya bisa memancarkan cahaya dan hawa pedang yang
tajam dan deras, dengan kekerasan Koan San gwat sudah
membuktikannya sendiri. Kalau dia tidak segera mundur pastilah ia terluka oleh
tenaga timbul dari kekuatan hawa pedang itu. Bahwa senjata
bukan tandingan lawan, karuan Koan San gwat mencak
mencak seperti semut diatas wajan yang panas, namun ia
kehabisan akal. "Koan toako!" mendadak Kang Pan berkata. "Serahka
pedangmu kepadaku." Koan San gwat melengak, lalu tanyanya "Kau tahu cara
menggunakan pedang" "
"Meski aku tidak mahir ilmu pedang, tapi aku panya cara
lain untuk menghadapinya" sembari berkata dia maju merebut
Ui tiap kiam, lalu mengikat ronce ronce digagang pedang Ui
tiap kiam dengan lengan bajunya, sekali gentak segera ia
kembangkan sebuah tabir cahaya pedang yang berkilauan
berceplok ceplok seperti kupu kupu, serempak memberondong
kedepan. Sekali lagi Lau Yu hu menggunakan keampuhan pedang
pusakanya balas menyerang tapi usahanya kali ini tidak
memperoleh hasil seperti semula. Karena pedang Kang Pan
tidak terpegang di tangannya, dengan terikat kontat kantil
dilengan bajunya, sehingga tidak punya landasan kekuatan
untuk menyalurkan tenaganya yang dahsyat, adalah dia hanya
menggunakan lengan bajunya menggetar dan menarikan
pedangnya menimbulkan gelombang cahaya terang sinar
pedangnya, khusus menyergap setiap lubang kelemahan gelak
lawan. Umpama seorang yang bertangan kosong
membendung arus gelombang lautan, meski ia bisa memukul
bercerai berai damparan ombak lautan yang maha dahsyat
namun tidak kuasa menghalangi butir butir air muncrat
mengenai tubuh. Justru butir butir air dari gelombang hawa
pedang Kang Pan adalah setajam pisau seruncing tumbak
untuk melindungi badan supaya tidak terluka oleh gempuran
hawa pedang lawan terpaksa ia harus melarikan pedangnya
sekencang kitiran untuk membungkus badan.
Rangsakan Kang Pan boleh dikata kena dibendung, tapi
gerak gerik Lau Yu hu sendiri juga terkekang, tiada peluang
bagi diri untuk menghalangi orang masuk kedalam sarang ular
itu. Barulah sekarang Kang Pan kerkata kepada Koan San
gwat. "Koan toako! Lekaslah kau masuk!"
Coa sin yang berada didalam mendengar percakapan
diluar, segera ia berteriak keras. "Keparat she Koan, semua
memang kaulah yang menjadi gara gara sehingga terjadi
bencana ini, kenapa tidak lekas kau masuk bantu aku
melenyapkan semua ular ular beracun ini. Asal kita bisa
mencegah binatang keparat itu tidak mengisap inti racun ular
ular ini, dia tidak akan begitu berbahaya, kalau tidak akan
begitu berbahaya, kalau tidak kita semua tidak akan bisa
hidup tentram. Para durjana itu memang amat licik dan licin,
begitu picik mereka menggunakan akal muslihat ini !"
"Koan toaka! Ayolah jangan berayal, Coa sin sudah buka
suara minta bantuanmu, jelas bahwa urusan tidak segenting
yang kita bayangkan sebelumnya, kau hati hatilah, jangan kau
terlalu dekat dengan mahluk aneh itu !"
Sekali berkelebat Koan San gwat menyelinap masuk
kedalam mulut sarang ular, keadaan disebelah bawah sana
amat gelap, untung dia sudah melatih mata malam dengan
sempurna. Cukup asal ada setitik terang, matanya sudah bisa
melihat sesuatu benda dengan jelas.
Tampak sarang ular yang lebar panjang ini dimana mana
terdapat banyak ular yang sedang lari kemana mana saling
terjang dengan simpang siur, banyak diantaranya yang sudah
dipukul mampus oleh Coa sin. Ternyata Coa sin memang
sudah kembali asal dalam bentuk manusia normal. Buntut
ularnya sebatas paha kebawah sudah terpotong hilang, diganti
dua kaki manusia normal, badan sebelah atas masih
berbentuk asalnya semula, berkulit telanjang dan kekar
berbulu. Mungkin menggunakan kedua kakinya itu gerak gerikanya
masih kurang leluasa dan biasa, waktu berjalan masih perlu
berloncatan tapi gerak geriknya sudah amat cepat dan lincah,
selintas pandang seperti terbang saja.
Sementara mahluk aneh yang dinamakan Jin kau itu sambil
menyeret lehernya yang panjang sedang menerjang kesana
kemari, mengejar ular ular berbisa, begitu ia berhail menerima
seekor ular, terus digigitnya putus kepalanya dan menghisap
racunnya. Racun ular biasanya tersekam di kedua pinggir mulutnya
yang dekat taringnya, begitu menggigit putus kepalanya terus
dipentang mulutnya dan menghisap racunnya sampai habis
lalu dibuang. Agakanya Coa sin sendiri tidak berani terlalu dekat
padanya, terpaksa menggunakan kesempatan setiap kali dia
menghisap racun, dia mengintil di belakangnya serta
melancarkan pukulannya, dengan mati matian ia berusaha
membunuh semua ular ular yang berada didalam sarang itu
sebelum Jin kau menerkam sasaran nya.
Tapi bila gerak gerik nya sedikit terlambat, akhirnya pasti
didahului oleh mahluk aneh itu. Dari kepala kepala ular yang
terputus dan berserakan ditanah itu, dapatlah diperkirakan, Jin
kau sudah menghisap racun hampir ratusan ular banyaknya,
yang terpukul mati oleh hantaman Coa sin justru lebih banyak
lagi, keadaannya sungguh amat giris dan menyeramkan.
Di bawah damparan angin pukulan Coa sia yang maha
dahsyat, seluruh ular ular yang menjadi sasarannya pastilah
terpukul remuk dan hancur lebur, bau anyir darah segera
merangsang hidung. Badan badan ular yang kepalanya tergigit putus oleh Jin
kau masih bergerak gerak dan merambat kian kemari,
kelihataanya amat menjijikan, adalah jumlah ular dalam
sarang itu yang masih hidup tidak kurang dua tiga ribu ekor
banyaknya. Baru saja Koan San gwat mssuk, Coa sin lantas berkata.
"Lekas kau kejar dan bunuh semua ular yang berada disini,
biar aku mengawasi dan kendalikan binatang keparat itu."
Sembari bicara tangaannya mencengkram seekor ular
besar, dia pencet lehernya sehingga mulut ular terbuka lebar,
dan dua taringnya yang besar segera merembes keluar air
racunnya. Jin kau kena tertarik oleh bau racun ini secepat kilat


Patung Emas Kaki Tunggal ( Unta Sakti ) Karya Gan K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menubruk datang hendak menghisap sepuasnya, lekas Coa sin
melontarkan sebuah pukulan memapak kedatangannya,
sehingga Jin kau terpukul mental kebelakang, Jin kau hanya
menggoyang goyangkan ekor nya yang panjang lalu
menubruk maju pula. Coa sin beruntun menyongsongnya dengan pukulan
pukulan kerasnya, begitulah mereka jadi saling berkutet dan
Sepak Terjang Hui Sing 6 Harimau Mendekam Naga Sembunyi Karya Wang Du Lu Istana Pulau Es 9
^