Pencarian

Patung Emas Kaki Tunggal 12

Patung Emas Kaki Tunggal ( Unta Sakti ) Karya Gan K H Bagian 12


bertindak amat hati hati, untunglah kecerdikan otakmu luar
biasa, meski pertempuran itu belum mencapai puncak
tertinggi untuk melenyapkan musuh laknat, namun situasi
tegang pada waktu itu mau tidak mau banyak berubah dan
banyak manfaatnya bagi pihak kita bersama...."
"Selanjutnya bagamana ?" tanya Koan San gwat setelah
menepekur sebentar sebentar.
Go hay ci hang menggeleng, ujarnya. "Urusan selanjutnya
kau adalah kau sendiri yang menimbulkan. Kau mendadak
pergi megghilang di Sin li hon dan Bu san, bukan saja
membeber rahasia asal usul dirimu, kaupun membuat seorang
musuh besar macam Lau Yu hu yang cukup tangguh pula.
Kecerdikan Cia bahwasanya tidak lebih asor dari Ui ho, seperti
juga Kik Cu seng, dipihak kalianpun sudah menanam mata
mata disamping kalian?"
Jadi Ban li bu in dan It lun bing gwat adanya?" tanya It
ouw. Go hay ci hang manggut manggut, ujarnya "Cara kedua
orang ini menyembunyikan nama dan kedudukan mereka
memang cukup rapi dan pintar, sengaja Cia Ling im membuat
gara gara mengeluarkan mereka dari kelompok Sian pang
menyuruh mereka bersikap benci dan mendendam, lalu masuk
dalam kelompok kita, maka dengan leluasa mereka dapat
mengelabui kalian, untunglah ada Kik Cuseng kalau tidak tiada
seorangpun bisa tahu rahasia ini."
"Kedua keparat itu memang setimpal di bunuh !" demikian
damprat It ouw. "Yang pantas mampus sudah mati. Dalam membunuh
mereka sedikitpun Kik Cu seng tak menunjukkan tanda tanda,
mau tidak mau Lolap harus memuji akan kecermatan dan
kelihayannya bertindak, dari sini dapatlah dimaklumi, untuk
merahasiakan sesuatu ada lebih baik dari jumlah jangan
tarlalu banyak asal usul Kik Cu seng hanya Lolap seorang yang
tahu. Sebalikanya karena kedua tua bangka keparat itu
membocorkan perihal Gwat hoa Hujin kepihak markas besar
Thian Mo kau, baru diketahui asal usul mereka oleh Kik Cu
seng." "Sungguh menakutkan!" demikian desis Li Sek hong.
"Memang kedua orang ini cukup menakutkan, kalau tidak
segera diberantas, Cia Ling im selalu akan bertindak selangkah
dihadapan kita, baru saja asal usul Koan siheng terbongkar,
Cia Ling im segara menemui Lau Yu hu dan menariknya
kedalam komplotan nya, lebih jauh dengan akal muslihatnya ia
menipu dua pedang mustika kepihanya..."
Sesaat kemudian baru Li Sek hong membuka kesunyian.
"Kik Cu seng membekal kepandaian tunggal yang tiada
taranya, kenapa tidak dia gunakan untuk membunuh Cia Ling
im ?" Agaknya kalianpun tertipu olehnya, kepandaian tunggalnya
untuk membunuh Ban li bu in dan Se lun hing Gwat memang
berkecukupan, kalau untuk menghadapi Cia Ling im
terpautnya masih amat jauh. Kalau tidak sejak lama dia sudah
bekerja dengan baik masakah perlu diulur ulur sampai
sekarang?" It ouw kurang percaya katanya "Waktu dia membunuh It
ouw tadi, kami beramai berusaha untuk menggagalkan
usahnya namun toh sia sia menghadapi kelihayannya itu,
masakah tidak mampu melukai Cia Ling im ?"
"Pelor tebang yang keluar dari senjatanya yang aneh itu,
bahwasanya dilandasi dengan tenaga khikang, titik hitam yang
melesat keluar itu merupakan bentuk yang abstrak, mana
mungkin kalian bisa menangkisnya?"
Koan San Gwat juga heran dan tidak mengerti,
timbrungnya. "Tapi kedua orang yang dibunuhnya itu, kedua
hidungnya sama terkena pelor yang melekat dihidungnya."
"Itu hanyalah bubuk besi, mengmdal ketukan tenaga dalam
dan suaranya untuk menggerakkannya keluar sewaktu
mengenai sasarannya baru berkumpul jadi satu membentuk
sebutir pelor bundar, Ban li bu in mati karena tidak berjaga
jaga, sedang It lun saking ketakutan mereka hanya perhatikan
bayangan kosong, tanpa mengerahkan hawa murni untuk
bertahan, maka mereka mampus demikian gampang!"
Semua orang terbungkus mulutnya, maka berkata pula Go
hay ci hang dengan tertawa. "Mengandal latihan ilmu silat Cia
Ling im sudah mencapai taraf tidak usah mengerahkan hawa
murni, dalam tubuh secara reflek bisa timbul daya perlawanan
yang cakup kuat, maka pelor Kik Cu seng" tidak! Seharusnya
dinamakan pasir terbang dari dalam batoknya lebih tepat,
pasir terbang dari dalam batoknya itu untuk mencelakai
jiwanya boleh dikata tidak mungkin terjadi, tapi, paling tidak
kejadian tadi sudah menggertak dan cukup membuat hatinya
rada jeri...." Koan Sau Gwat bepikir sebentar, mendadak ia membanting
kaki, serunya. "Kalau kenyataan seperti itu, posisi Kik Cuk
seng menjasi amat bahaya, betapa licik manusia seperti Cia
Ling im itu, mana dia sudi kena ditekan oleh seorang
bawahannya, maka hatinya pasti amat murka dan dendam,
meski lidah Kik Cu seng, bisa melimpahkan madu manis Cia
Ling im tidak akan berlega hati, maka permainan pasir terbang
dari dalam batokanya itu, akhirnya pasti tidak bisa lagi
mengelabui matanya."
Go hay ci hang manggut manggut ujarnya "Lolap juga
pernah memikirkan hal ini, maka pernah kupesan Kik Cu seng
didalam keadaan yang amat kepepet baru boleh dia
menunjukkan kepandaian tunggalnya itu, saat ini kukira tidak
akan ada perubahan apa apa, bukankah dirinya bakal celaka!"
Berubah air muka seluruh hadirin, Go hay ci hang yang
menjadi gugup. "Benar, Kenapa kita lupa melenyapkan kedua
mayat mereka. Omitohud! Semoga Thian yang maha pengasih
memberi berkah dan perlindangan padanya, Kik Cu seng
sendiri pun dapat memikirkan akan keteledoran ini "." hati
semua orang menjadi gundah dan gelisah, mereka mulai
kuatir bagi keselamatan Kik Cu seng.
Tak lama kemudian dari luar hutan sana terdengar derap
kaki kuda yang dibedal kencang mendatangi, terdengar bagi
Koan San Gwat, cepat ia menyongsong keluar hutan katanya
penuh dengan semangat. "Mungkin utusan Kik Cu seng sudah
tiba!" Semua orang mengikuti dibelakangnya, sebelum mereka
tiba diluar hutan didengarnya derap kaki kuda lari kencang
semakin menjauh malah, karuan mereka mereka merasa
heran dan diluar dugaan, segera mereka mempercepat
langkah tampak, Jip hoat yang berjaga diluar hutan sedang
menenteng sebuah buntalan, sedang berdiri menjublek
dilemparnya jauh kira kira satu li didepan sana tampak setitik
hitam sedang membedal kencang lari kudanya.
"Jip hoat!" lekas Gwat hoa Hujin maju bertanya. "Siapakah
yang datang!" Dengan terlongong Jip hoat menjawab. "Hwi Kak barusan
datang!" Semua orang melengak pula, tanya Koan San gwat cepat.
"Hwi Kak! Untuk apa dia kemari."
"Dari kejauhan dia melempar buntalan ini kepadaku, tanpa
bicara terus memutar kudanya tinggal pergi pula, hamba
sendiri sedang kebingungan maksud kedatangannya!"
Seketika berubah air muka Koan San Gwat, baru ia
menyambuti buntalan itu terus dibuka diatas tanah, disebelah
dalam terdapat sebuah buntalan kertas minyak, segera
terdengar Koan San Gwat menjerit. "Kik Cu seng tentu
menemui bahaya!" -oo0dw0oo- JILID 24 SEMUA ORANG JUGA MERASA KUATIR dan gugup, karena
sebelah lempitan kertas minyak itu ada melelehkan cairan
darah kental, apa yang terisi didalam buntalan itu dapatlah
dibayangkan sendiri. Dengan tangannya yang gemetar pelan pelan Koan San
Gwat membuka lempitan kertas minyak itu, seketika ia
terbelalak, itulah batok kepala Kik Cu seng yang berlepotan
darah. Disebelah samping terdapat pula senjata batok besi itu
yang ikut berlepotan darah pula. Didalam batok itu berisi
secarik kain yang bertuliskan dengan tinta darah.
Itulah surat pendek yang ditulis menggunakan darah Kik Cu
seng sebagai tinta sedang kain itu adalah sobekan dari
pakaian Kik Cu seng, pula nada tulisan didalam surat itu, jelas
adalah hasil karya Cia Ling im. "Dua lawan satu, kecerdikanku
memang tidak seunggul Ui ho, namun sejak kini dua pihak
sama putus hubungan, marilah sekarang mengandal
kepintaran dan kecerdikan kita masing masing untuk
mengukur sampai dimana keunggulan aktifiteit kami. Markas
besar Thian mo kau sekokoh benteng mas, kalau kalian ingin
main coba coba secara tidak berarti tiga hari kemudian kami
akan datang kesuatu tempat, tanyakan kepada Koan San Gwat
apakah dia berani datang berhadapan langsung dengan aku" "
Kata kata bagian depan ini penuh nada menantang
disebelah bawah masih terdapat barisan huruf huruf yang
lebih kecil barbunyi. "Perjalanan kali ini aku hanya datang
bersama Lau hu kaucu, kalau Koan San Gwat berani dan
punya maksud menepati undangan ku ini mungkin ditengah
jalan kalian menghadapi berbagai rintangan dan bahaya!"
Lekas Go hay ci hang numbuntal kepala dan batok itu terus
menggali tanah disitu juga ia pendam kedalam liang kubur
yang sederhana itu. Tak tertahan air mata bercucuran, dengan
mengheningkan cipta mulutnya berkemik memanjatkan doa.
It ouw dan Li Sek hong pun tak tertahan mencucurkan air
mata. Dengan muka kecut berkatalah Koan San Gwat. "Dari
kejadian ini dapatlah disimpulkan bahwa Cia Ling im, sejak
lama sudah mengetahui asal usulnya, kalau tidak meski ia
berhasil membongkar keanehan yang ganjil dari pasir terbang
dari dalam batok itu, belum tentu ia menurunkan tangan keji."
Gwat hoa Hujinpun amat berkuatir, katanya. "Kedua orang
macam itu betul betul amat menatakan, Anak Gwat! Kau...."
Dengan gagah dan teguh pendirian Koan San gwat angkat
kepala, katanya. "Maksud ibu mengenai perjanjiannya ini,
sudah tentu aku harus menepati undangnnya!"
Tak tahan bertanya Li Sek hong. "Apakah Cia Ling im
menyebutkan alamat pertemuan didalam suratnya" "
"Mungkin aku bisa meraba, memang sengaja ia hendak
menguji kecerdasanku, maka aku tidak boleh unjuk
kelemahan, paling tidak harus kubuktikan, bahwa kecerdasan
hakikatnya tidak disebelah bawahnya."
"Dimaakah tempatnya" Perlukah kami berangkat bersama"
" Tanya Li Sek hong pula.
"Tidak usah! Dia hanya menjanjikan aku membawa seorang
teman, kukira lebih baik menuruti pesannya saja, kalau tidak
tindakan apapun bisa dilakukan sesuai dengan ancamannya!
Ibu...." Semula Gwat hoa Hujin menyangka Koan San Gwat hendak
mengajak dirinya, karena mereka adalah ibu beranak, hendak
menghadapi Lau Yu hu pula, lain orangpun merasa Gwat hoa
Hujin seoranglah yang pantas mengiringi kaberangkatannya,
tak nyana Koan San gwat malah berkata. "Ibu! Kuharap kau
sudi pinjamkan Ui tiap kiam kepadaku!"
"Anak Gwat! Apakah kau mengajak aku" "
"Tidak!" Kali ini aku hanya mengandal pedangmu saja,
mengenai siapa yang hendak kuajak, sekarang tidak perlu
kuumumkan dan akupun tidak ingin orang lain tahu. Pihak
Thian mo kau tidak akan bertindak apa apa lagi terhadap kita,
boleh kalian istirahat saja besok pagi pagi silahkan kau bawa
seluruh orang pulang ke Khong ham kiong, bangunlah kembali
tempat itu jadikan tempat pangkalan kita, disamping itu untuk
mengenang jasa jasa ayahku pula."
Setelah beragu sebentar, akhirnya gwat hoa Hujin
menanggalkan pedangnya dan diberikan kepada putranya.
Setelah menyambuti berkata pula Koan San Gwat setelah
menghela napas. "Ibu! ada sebuah hal yang harus kujelaskan
dulu kepada kau, kalau sekali ini aku kebentur dengan Lau Yu
hu sekali bukan karena dendam sakit karena hubungan kami
pribadi dia bergaul dan sekongkol dengan manusia macam Cia
Ling im itu, tidak akan mungkin lagi bisa kembali kedalam
haribaanmu, menjadi puteramu yang tersayang?"
"Koan kongcu," tanya Li Sek hong menyela."Kapan kau
akan berangkat" "
"Nanti tengah malam, aku akan memberi janjiku kepada
teman yang akan kuajak secara diam diam meninggalkan
kalian! Maka aku minta diri lebih dulu kepada kalian, tiba
saatnya tidak perlu membuat gaduh!"
Tak tahan It ouw bertanya "Koan kong cu! Sebenarnya
siapakah yang kau pilih, kami akan patuh keputusanmu, tidak
akan mengalangi keberangkatanmu."
Koan San Gwat tersenyum, ujarnya. "Dalam hal ini aku
sudah menunjuk satu orang, tapi tidak perlu kukatakan, kukira
orang itu juga maklum, aku percaya di waktu aku berangkat
dia pasti sudah menunggu kedatanganku di tengah jalan!"
Melihat kata katanya penuh arti dan serba rahasia, semua
orang jadi risi bertanya lebih jauh. Cuaca sudah mendekati
magrib, tabir malam segera menjelang, mereka tahu tidak
perlu terlalu gugup, cukup asal nanti malam sedikit menaruh
perhatian teka teki ini pasti dapat mereka bongkar. Maka Tay
Su berempat segera dipanggil untuk kumpul bersama, semua
orang sama berkumpul didalam hutan mengeluarkan bekal
rangsum mengenyangkan perut tak lama kemudian mereka
mencari tempat untuk istirahat.
Tadi siang mereka sama mengalami pertempuran sengit
yang habiskan banyak tenaga maka mereka merasa amat
letih, namun semua orang menaruh perhatian akan
keberangkatan Koan San Gwat nanti, maka tiada seorangpun
yang memejamkan mata. Hanya Koan San Gwat seorang yang bersikap amat tenang,
duduk membelakangi sebatang pohon dan tidur mendengkur
kelelap dalam impiannya. Semua orang sudah menunggu
nunggu tanpa melihat reaksi apa apa.
Saking lelah tak tertahan lagi akhirnya gwat hoa Hujin
memejamkan mata, di waktu ia tersentak bangun oleh
dinginnya air embum ditengah malam, Koan San gwat dengan
unta saktinya ternyata sudah menghilang.
Dalam hutan tinggal dirinya bersama kelima dayangnya
orang seorang yang lain tidak kelihatan mata hidungnya,
karuan ia melengak heran, tanyanya kepada Jip Hoat yang


Patung Emas Kaki Tunggal ( Unta Sakti ) Karya Gan K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berada di sampingnya. "Dimana Koan kongcu" "
Jip hoat tertawa, tuturnya. "Kongcu berangkat paling akhir,
mereka sama mengharap adalah orang yang dipenujui oleh
Koan kongcu, maka beramai ramai menuju ke tempat menurut
rekaan hati masing masing untuk menunggunya. Entahlah
siapa nanti yang tepat meraba ketempat yang benar benar
dituju!" "Kau tahu ke mana tujuan Koan kongcu" " Tanya gwat hoa
Hujin. Jip hoat tertawa tawa sambil menggigit bibir. Gwat hoa
Hujin mendesakanya lagi."Tempat apakah itu" "
"Hujin sendiri dan Li siancu pernah ke tempat itu!" sahut
Jip Hoat tersenyum. Hampir saja Gwat hoa Hujin berjingkrak bangun,
teriakanya. "Jian coa kok" Mana mungkin terjadi" "
"Bukan saja mungkin, malah tidak akan salah lagi. Setelah
Hujin pulang dari Jian coa kok bersama Li siancu semua orang
merdengar dengan jelas cerita Hujin dan Li siancu bukan
mustahil pula Ban li bu in dan Lt lun bing Gwat membocorkan
hal ini kepada Cia Ling im, setelah tahu didalam dunia ini
terdapat seorang aneh macam itu masakah tidak segera
memeras otakanya?" "Memeras otakpun tidak berguna, ilmu silat Coa sin maha
tinggi Cia Ling im dan Lau Yu hu kuasa apa terhadap dirinya"
" Jip hoat menggeleng, katanya "Mereka kesana bukan untuk
mencari permusuhan dengan Coa sin, mereka tidak akan takut
menghadapi segala penentang!"
"Bicaramu semakin aneh," kata Gwat hoa Hujin
menggeleng "Coa sin mana mungkin Coa sin bisa diperalat
oleh mereka" " Kata Jip hoat, "Cia Ling im adalab seorang gembong iblis
yang amat lihay, kalau toh dia mau bertindak dan punya suatu
tujuan, tentu sebelumnya sudah diperhitungkan masak masak
dan punya pegangan yang amat kuat."
Gwat hoa Hujin jadi gugup ujarnya "Ya, hal ini tidak boleh
dipandang enteng, agakanya kita harus segera menyusulnya
kesana seorang diri anak Gwat mana bisa menghadapi begitu
banyak persolan, jikalau sampai terjadi sesuatu...."
Tiba tiba dari berbagai arah berkelebat bayangan orang,
mereka adalah Li Sek hong, It ouw dan Go hay ci hang,
Hwesio tua segera berkata dengan tertawa. "Hujin tidak usah
kuatir, Koan kongcu tidak akan bisa dikalahkan oleh iblis itu."
Gwat hoa Hujin berpaling bingung, katanya."Kalian sama
pulang, lalu dengan siapa anak Gwat berangkat" "
"Silahkan Hujin periksa sendiri kurang siapa diantara kita" "
sahut Li Sek hong. Gwat hoa Hujin celingukan sebentar, dilihatnya Coa Ki Kang
Pan tidak hadir, serta merta berkerut alisnya."Nona Kang...."
Li Sek hong manggut sambil tersenyum ujarnya.
"Pikirannya kami beramai seperti juga jalan pikiran Jip hoat,
maka tanpa berjanji sebelumnya beramai ramai menuju jalan
pikiran kesana yang sama, tapi setelah kami melihat nona
Kang juga menempuh jalan yang sama, secara suka rela kami
tahu diri terus mengundurkan diri tanpa memperlihatkan jejak
kami, setelah kami melihat dia mengejar bersama Koan
kongcu menunggang unta sakti baru kami pulang bersama."
Gwat hoa Hujin mengerut kening dan berkata lesu. "Apa
gunanya dia ikut pergi" Dia hanyalah seorang gadis yang
tidak tahu urusan...."
"Kalau menuju Jian coa kok tiada seorangpun yang paling
cocok kecuali nona Kang, ilmu silatnya cukup tinggi bakal
bantuan, dan lagi terhadap Coa sin ia banyak membawa
pengaruh yang bermanfaat, aku percaya orang yang dipenujui
oleh Koan kongcu pasti dia adanya."
Gwat hoa Hujin tenggelam dalam renungannya. Sebaliknya
Go hay ci hang berkata. "Perjalanan Koan kongcu kali ini tidak
akan menghadapi kesulitan apa apa, kalian tidak perlu kuatir,
marilah kita bekerja menurut pesan Koan kongcu, bangun
kembali Khong ham kiong Hujin lebih megah, disana kita
nantikan kabar baikanya. Kaki tangan Thian mo kau tersebar
luas, untuk berhadapan dan melawan kekuatan mereka, Lolap
harus segera mengumpulkan kembali para kawan sehaluan
yang tersebar diberbagai tempat. Kitapun perlu menggabung
sesuatu kekuatan besar untuk bertanding dan menentukan
jantan atau betina dengan Thian mo kau?"
Belum jauh Koan San Gwat mencongklang unta saktinya,
tiba tiba dirasakan sesuatu bergerak disebelah belakangnya,
seolah olah selembar daun pohon daun melayang jatuh
dibelakangnya dengan enteng. Panca indranya amat tajam,
sesaat ia berpaling kebelakang kebetulan ia berpapasan
dengan wajah Kang Pan yang ayu jelita sedang tersenyum.
"Nona Kang, ternyata betul kau yang datang!"
"Jadi kau memang sedang menunggu aku" "
"Ya, waktu kulajukan unra saktiku, kulihat beberapa
bayangan orang sudah berjalan disebelah depan, aku tahu
mereka sedang meraba raba keinginanku dan bergejolak
sanubarinya!" "Apa yang kau kuatirkan" " tanya Kang Pan.
"Aku kuatir mereka ikut datang, dan aku pun jadi sulit
menampik." "Apa yang dapat kau pikirkan, orang lain pun bisa
memikirkan, tapi setelah mereka sama melihat diriku, beramai
ramai mereka mundur teratur."
Berlega hati Koan San gwat, namun ia masih kurang
percaya. Melihat mimik wajah orang, Kang Pan tertawa geli katanya
cekikikan : "Apa sih yang belum dapat kau mengerti. Bicara
soal ilmu silat, mereka lebih asor, yang paling mereka
kuatirkan hanyalah otakku yang tumpul dan berpikir amat
sederhana, tidakkah setimpal menjadi pembantu yang setia,
akhirnya setelah melihat akupun dapat meraba jalan
pikiranmu, terbukti bahwa aku tidak lebih asor dari mereka,
apa pula yang mesti mereka kuatirkan" "
"Aneh benar, kenapa mereka sama berpikiran bahwa Cia
Ling im mengajak aku bertemu di Jian coa kok" Bicara terus
terang, aku sendiripun semula ragu ragu!"
"Kecuali Coa sin, siapa pula yang dapat melemaskan hati
Cia Ling im, kalau rekaanmu tidak melest, bahwasanya tidak
perlu kau pedulikan mereka, kecuali Coa sin terhadap
siapapun mereka tidak menaruh rasa takur dan gentar!"
"Tepat sekali! Begitu pula jalan pikiranku Kecuali Coa sin
siapapun yang mereka cari dan temukan tidak perlu ditakuti."
Kata Kang Pan dengan sungguh "Kau pun jangan terlalu
puas diri, jikalau dugaan mu tidak meleset, urusan jadi sulit
diselesaikan, bila Coa sin kena mereka bujuk, siapapun dari
pihak kalian jangan harap bisa lolos dari keganasannya,"
"Ada tiga macam cara untuk menundukkan manusia,
pertama dengan ancaman kedua ditipu lalu di rekan, dan
ketiga meluluhkan hati orang dengan budi pekerti, ketiga cara
ini tidak berguna bagi Coa Sin, ilmu silat Coa sin jauh lebih
tinggi dari mereka, gengsi dan nama tidak akan
menggerakkan hatinya, apalagi dengan budi pekerti seglaa,
jangan dibicarakan lagi"."
"Tapi jangan kau lupa Coa sin bukan manusia normal,
namun dia punya satu cacad seperti manusia umumnya,
diapun punya cita cita dan harapan seperti orang lain,
demikian pula kesenangan dan keinginan hatinya..."
"Hobby apa yang paling disenangi Coa sin" "
"Kenapa kau tanyakan kepadaku" "
"Sudah sekian lamanya bergaul dengan Coa sin tentu tahu
tethadap segala tingkah laku dan kesenangannya,"
"Sebenarnya sulit kukatakan, Coa sin tidak punya hobby
apa apa, dia benci laki laki, suka perempuan, namun hanya
terbatas pada suka belaka, karena dia terkekang oleh keadaan
jasmaninya, tidak mungkin bisa bergaul lebih intim dengan
perempuan, maka sampai sekarang belum bisa kumengerti,
mereka dua laki laki pergi menemuinya, dengan kata apa
dapat mengetuk hati Coa sin" "
Koan San gwatpun tidak habis mengerti maka dia tidak
perlu tergesa gesa menempuh perjalanan, sepanjang jalan ini
hatinya selalu memikirkan persoalan ini dan mencari
pemecahannya, disamping itu juga menganalisa situasi yang
bakal dihadapinya nanti. Dari Ngo tai san ke Jian coa kok paling lambat dua hari
perjalanan, namun Cia Ling im menjanjikan tiga hari, berarti
satu hari lebih lama, sudah tentu menggunakan waktu
peluang itu untuk membujuk Coa sin, namun dalam satu hari
itu apa saja yang mereka lakukan"
Dalam tulisan suratnya Cia Ling im agakanya punya
pegangan kuat, seolah olah seratus persen dia pasti dapat
berhadapan dengan dirinya didalam Jian coa kok, mengandal
apa" Melihat orang selalu bermuram durja bujuk Kang Pan
tertawa "Sudahlah jangan murung saja, mungkin tempat
perjanjian yang mereka temukan bukan didalam jian coa kok."
"Memang kuharap bukan disana, tapi naluriku bicara bahwa
tempat yang dia tentukan pasti disana sebab kalau mereka
manemukan tempat lain, atau mencari orang lain, berarti
orang yang belum pernah kukenal dan kuketahui, tidak bisa
tidak Cia Ling im harus menyebutkan nama tempat itu, kecuali
dia punya tujuan lain, hakikatnya tidak membuat perjanjian
dengan diriku, jadi diapun tidak perlu berbuat atau bertingkah
sedemikian rupa." "Ya, anggap saja benar di jian coa kok kan tidak perlu kau
menjadi gugup dan gelisah begitu rupa, bukan mustahil begitu
tiba disana mereka lantas terbunuh oleh Coa sin."
"Kalau benar terjadi seperti itu, sungguh merupakan
keberuntungan umat manusia!"
"Seandainya mereka capat memikirkan sesuatu cara lain
untuk membujuk Coa sin, oh Ling koh berada disana pula,
budak kecil ita tentu akan dapat merintangi Coa sin kena
ditipu dan dibujuk oleh mereka"
Pikir punya pikir, Koan San gwat berpendapat situasi tidak
sedemikian parah seperti keadaannya semula, kata kata Kang
Pan terakhir ini banyak menghibur sanubarinya yang
bergejolak. Berkatalah Kang Pan. "Marilah kira lekas jalan mendahului
tiba di Jian coa kok, mengandal tenaga lari unta saktimu, kita
harus tiba di sana lebih dulu dari mereka sehingga mereka
tidak berkesempatan bertemu muka dengan Coa sin?"
"Betul!" teriak Koan San Gwat girang. "Usulmu ini memang
tepat, kita harus menjaga segala kemungkinan sebelum hal itu
sendiri terjadi, maka tidak perlu kita kuatir akan segala
sesuatu yang bakal terjadi, begitulah segera ia bedal unta
saktinya supaya lari kencang, ingin rasanya hari itu juga ia tiba
di tempat tujuan. Lewat lohor mereka tiba disuatu kota kecil kebetulan
memang perut sudah kelaparan, segera mereka mencari
sebuah rumah makan. Perdagangan mereka agakanya cukup
makmur, meski hari sudah lewat lohor, namun tamu didalam
rumah makan ini masih cukup banyak dan ramai, setelah
hidangan tersedia didepan meja, mereka mulai gegares
dengan lahapnya, terutama Kang Pan makan dengan
bernapsu sekali maklumlah sebesar itu jarang ia menikmati
hidangan lezat yang berharga cukup mahal.
Tengah mereka makan minum tiba tiba berjalan masuk
seorang laki laki pertengahan umur mengenakan jubah
panjang dandanan seorang tabib keliling, langsung
menghampir ke meja makan mereka serta berkata sambil
menjura hormat. "Apakah kalian yang memiliki unta diluar itu"
" "Saudara ini ada petunjuk apa" " Pertanyaan San Gwat hati
hati. "Aku membekal ilmu membawa berkelana didunia
Kangouw, khusus mengobati binatang sakit" "
"Binatang tunggangan kami itu amat sehat dan segar
bugar?" "Unta itu memang cukup gagah dan hebat, jarang terdapat
seekor tunggangan sehebat itu. kuharap kalian jangan terlalu
kikir untuk mengeluarkan beberapa tail uang untuk ongkos
pengobatannya, kalau tidak menyesal pun sudah kasep,
ketahuilah bintang kalian sudah terserang semacam penyakit
jahat..." Kontan Koan San Gwat menyanggah dan tidak percaya.
"Tidak mungkin bisa terjadi hal demikian bahwasanya
memang sulit di percaya, karena unta tunggangannya itu
cukup cerdik dan bisa dengar perkataan manusia, tidak
mungkin begitu gampang terserang penyakit, seumpama
benar sakit diapun bisa mencari daun daun obat obatan untuk
mengobati diri serdiri. Namun laki laki itu berkata pula dengan tertawa. "Kalau
tuan tidak percaya silahkan keluar untuk memeriksanya,
penyakit tunggangan tuan sudah cukup parah, paling lama
dua tiga hari lagi bakal kumat dan celakalah jiwanya!"
"Mana mungkin terjadi," seru Koan San Gwat gugup.
"Selamanya dia tidak pernah kena sakit."
"Betapapun kuat dan sehat tunggangan mu ini, dia toh
binatang yang tidak dapat bicara, apalagi biasanya unta hidup
dipadang pasir, mana bisa tahan lama hidup didalam iklim
yang berbeda, bibit penyakitnya sudah lama bersemi dalam
badannya, cuma belum kumat dan soal waktu saja...."
Karena ucapan orang masuk diakal, Koan San Gwat jadi
sangsi, katanya. "Siansing, apakah penyakitnya masih keburu
diobati" " "Memang jiwanya belum ditakdirkan mampus, hari ini
kebetulan kebentur ditanganku, tapi kalau mau ditolong harus
cepat turun tangan, kalau terlambat celakalah jiwa nya...."
demikian kata laki laki itu sembari tertawa tersipu sipu Koan
San Gwat bersoja serta katanya. "Harap Siancing suka
mencapaikan diri memberi pertolongan padanya, berapa
honor yang harus saya bayar silahkan katakan saja kami akan
bayar menurut tarifmu...."
Laki laki itu bergelak, ujarnya. "Saudara sudah berjanji,
akupun tidak perlu banyak bicara lagi, marilah segera dimulai,
cuma ditempat ini kurang mencocoki...."
"Menurut Siancing dimana lebih sesuai" "
"Di luar kota sana ada sebuah aliran sungai, dipinggir
sungai terdapat sebidang hutan rindang cukup luas dan
nyaman, marilah kita bawa kesana saja."


Patung Emas Kaki Tunggal ( Unta Sakti ) Karya Gan K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Koan San Gwat manggut manggut, lekas ia tuntun unta
sakti mengikuti dibelakang orang, Kang Pan mengintil
dibelakangnya. Kira kira setengah li diluar kota, sudah jauh
meninggalkan keramaian kota, tibalah meraka ditempat yang
diunjuk, memang dimana terdapat sebuah alilan sungai kecil
yang bening airnya, disebelah sampingnya terdapat sebidang
hutan palawija. Segera laki laki itu menyuruh Koan San gwat menurunkan
barang perbekalan dari punggung unta lalu disuruh unta itu
berbaring miring sementara ia membuka peti obat yang
dibawanya. Dari dalam peti obatnya, dia mengeluarkan
sebotol obat cair, setelah diseduh dengan air kali terus
diminumkan pada si Unta lalu ia mengeluakan sebuah gayung,
sisa dari obat cair itu dituang didalam gayung lalu diisi air
penuh setelah diaduk rata, ia memetik daun pohon, dengan
daun pohon ini ia menyiram basah seluruh badan unta sakti.
Dengan mendelong Koan San gwat meneliti setiap gerak
gerikanya, setelah orang bekerja hampir selesai, ia maju
mendekat membuka kelepak unta sakti, dilihatnya matanya
yang buram tadi kini sudah mulai bersinar pula, demikian pula
napasnya rada wajar dan semangat kelihatan pulih pelan
pelan. Namun laki laki itu menarik napas panjang dan ujarnya.
"Cukup sudah! Dia harus istirahat supaya tenaganya pulih
kembali." "Berapa lama dia harus istirahat" " tanya Koan San gwat.
"Menutur keadaan biasa istirahat kurang lebih dua tiga hari,
namun kulihat kalian seperti hendak melakukan perjalanan
jauh cukup sehari saja kukira tenaganya sudah segar bugar."
"Harap Siansing, apakah penyakitnya kelak bisa kumat lagi"
" "Sebelum berkecimpung dalam pengobatan puluhan tahun,
sekali turun tangan penyakit pasti lenyap selama lamanya!"
demikian dengus laki laki itu rada kurang senang.
"Banyak terima kasih akan bantuan Siansing, entah berapa
banyak aku harus bayar!"
"Kalau binatang biasa, paling paling hanya kutatik tiga atau
lima tail, namun unta tua ini merupakan binatang sakti yang
tiada keduanya, aku jadi sulit menetapkan berapa tarif nya,
terserah berapa saja tuan hendak bayar!"
Koan San Gwat berpikir sebentar, lalu katanya. "Seribu tail
emas, Siansing tidak merasa terlalu sedikit bukan."
"Kenapa begitu banyak" " seru Kang Pan melengak.
Laki laki itupun diluar dugaan, katanya "Aku tidak berani
mengharap bayaran yang begitu tinggi, tapi tuan sendiri yang
hendak bayar begitu banyak terpaksa kuterima dengan
senang hati, siapa nyana hari ini aku bakal ketiban rejeki...."
Segera Koan San Gwat mengambil Tok kak kim sin senjata
tunggalnya, langsung ia angsurkan kehadapan orang, tiba tiba
air mukanya berubah ketus dan kereng, jengekanya dingin.
"Membawa yang receh menyulitkan sekali, seluruh uang
masku kujadikan seluruh patung mas ini silakan Siagsing
memotongnya sendiri sesuka hatimu."
"Lho, ini...." laki laki itu tertegun. "Aku tidak membawa alat
potong, tidak membawa timbangan pula, mana bisa
memotongnya secara tepat, harap tuan bayar dengan yang
lain nya saja, kurang sedikitpun tidak menjadi soal."
"Tidak bisa! Lebih baik bayarlah banyak dari pada kurang,
patung masku ini seluruh nya berat seribu dua puluh kati, jadi
bernilai enam belas ribu tiga ratus dua puluh tail bukan kira
kira potong sebagian, terlalu banyak juga tidak menjadi soal."
"Agakanya tuan memang sengaja tidak mau bayar, kenapa
main pura pura mempersulit orang saja" ah, sebel anggap
saja aku yang sial." habis berkata terus putar badan hendak
tinggal pergi. Koan San Gwat nalah tertawa dingin, paung mas
diangkat terus mengepruk kebatok kepala orang, lekas laki laki
itu berkelit kesamping. Tapi peti obatnya yang menjadi korban
pecah berantakan, obat obatan didalamnya tercecer ditanah
berumput, sudah tentu pucat air mukanya, tetiaknya gusar.
"Aku sudah bersusah payah, sepeserpun tidak kau bayar, apa
pula kehendakmu" "
"Tinggalkan jiwamu sebagai penebus perbuatan mencelakai
tungganganku," Mendengar kata katanya ini, seketika berubah air muka laki
laki itu, putar tubuh terus lari sipat kuping. Gerak Kang Pan
jauh lebih cepat, sekali melesat tahu tahu ia sudah
menghadang didepan orang, agakanya laki laki itu sudah
kalap, tanpa ayal lagi segera ia angkat telapak tangan terus
menggempur kedepan dada, tanpa mengerahkan pandangan
matanya kepada lawan dipepannya, sebat sekali tangan Kang
Pan menyelonong maju menggenjot tenggorokkan laki laki itu
serangan ini enteng dan cepat luar biasa.
Koan San Gwat tahu ilmu silat Kang Pan luar biasa, cepat ia
berteriak. "Nona Kang ampuni jiwanya!"
Sebetulnya jati Kang Pan sudah menyentuh tenggorokkan
orang, serta mendengar teriakkannya gesit sekali telapak
tangannya melayang miring dan "plak", dari menceng keram
ia ganti sebuah tamparan keras kepipi laki laki itu.
Tenaga dalam ini tidak terlalu keras, orang itupun hanya
gentayangan mundur empat lima tindak, maka pukulan
telapak tangannya yang mengarah dada Kang Pan dengan
sendiri mengenai tempat kosong.
Lawan balas menyerang setelah dirinya memukul lebih
dulu, ditengah jalan cengkeraman diganti sebuah tamparan
lagi namun toh masih jauh lebih cepat dari serangan sendiri,
ilmu silat macam ini sungguh amat mengejutkan hatinya. Yang
dia kuatirkan semula hanyalah Koan San Gwat seorang
sungguh diluar dugaannya bahwa gadis ayu ini justru lebih
sulit dilayani, bahwa kejut dan ketakutan muka menjadi pucat
pasi penuh ditaburi bintik bintik keringat, kakipun gemetar.
Koan San Gwat maju mendekat sambil menenteng
senjatanya, katanya. "Kawan! Aku tahu kau pasti kaki tangan
Thian mo kau yang diutus oleh Cia Ling im, siapakah
namamu" " Terlongong setengah harian, baru laki laki itu kuasa
menjawab dengan suara lirih "Ma Pek poh!"
Mendengar nama orang tak tahan Koan San Gwat tertawa
geli, olokanya. "Tampang tuan memang sesuai dengan
namamu, kerjamu suka mencelakai binatang tunggangan
orang, tak heran unta saktiku kebentur ditanganmu menjadi
lesu dan patah semangat."
"Koan San Gwat!" seru Ma Pek poh gusar, "Jangan kau
mentang mentang, aku cukup sungkan terhadap binatangmu,
kalau tidak segera kuberikan pertolongan, tanggung jiwamu
tidak akan bertahan sampai besok pagi."
Koan San Gwat mangut manggut, katanya. "Memang
benar! untaku sudah mencapai kecerdikan luar bias dan sakti,
namun masih jaga kau bokong berarti kau cukup mampu juga,
tapi diwaktu kau menaruh racun dan memunahkan racun,
gerak gerikmu menunjuk banyak lubang kelemahan, sebenar
nya apa tujuanmu" "
Ma Pek poh tertawa dingin, jengekanya. "Kaucu memberi
batas tiga hari kepada kau sepagi ini kau hendak meluruk
kesana, sudah tentu aku dan berusaha merintangi
perjalananmu ini...."
Tergerak hati Koan San Gwat, katanya mendadak.
"Kebetulan malah kalau begitu, aku jadi berkesempatan
mengadu kecerdikan dengan Cia Ling im. Nona Kang ringkus
keparat ini, berikan sedikit penderitaan, supaya para kamrat
kamratnya disebelah depan melihat dan tahu, coba beranikah
mereka berlawanan dengan kita!"
Kang Tan manggut manggut, dengan langkah gemulai ia
minta ampun, karuan berubah pula air muka Ma pek poh,
sebelum orang bergerak, ia mendahului menyerang dengan
tutukan jarinya menyodok kebawah ketiak orang.
Kang Pan berdiri diam sambil tertawa manis, sebalikanya
Ma Pek poh menyerang dengan kalap dan hendak mengadu
jiwa, tenaga tutukan diujung jarinya segera dilipat gandakan
namun baru saja jarinya menyentuh baju Kang Pan, kontan ia
berjingkrak mundur dengan hati mencelos.
Ternyata dibawah ketiak Kang Pan mengempit sebuah
kantong yang menyimpan ular putihnya yang dinamakan Giok
tai itu, ular dalam kantong begitu melihat jari tangan orang
diangsurkan kemulutnya segera menongolkan kepalanya terus
menggigit dengan telak sekali.
Ular itupun seekor binatang aneh yang amat cerdik juga,
mendengar perkataan Koan San Gwat agakanya iapun cukup
paham, maka dikala dia menggigit jari orang, kadar racun
yang ditumpahkan dari giginya cukup hanya membuat orang
jatuh pingsan dan tidak terlalu parah.
Dalam pada itu Ma Pek poh sudah berguling guling ditanah,
kecuali kepala dan makanya, seluruh tubuhnya mulai melepuh
membesar seperti bola, rasanya panas gatal dan sakit
menusuk tulang. "Membawa contoh hidup seperti keadaanmu ini, kukira
cukup membuat kamrat kamratnya kuncup nyalinya untuk
bertindak secara gegabah.... Kawan tua! Marilah berangkat
jangan menghabiskan waktu melulu, agakanya kau harus
dibebani seorang lagi?"
Unta sakti yang sejak tadi berbaring tiba tiba berjingkrak
bangun, sikapnya gagah penuh semangat dan segar bugar,
sedikitpun tidak kelihatan sakit, sebalikanya keadaan Ma Pek
poh sangat menderita, mulutnya mendesis tak mampu
bersuara. Tanpa banyak bicara Koan San Gwat menjinjing
tengkuknya terus mengikatnya disebelah pantat
tunggangannya sebelum berangkat ia beresi dulu barang
barang yang ketinggalan ditanah, terus mengundang Kang
Pan serta melanjutkan perjalanan.
Sudah tentu sepanjang perjalanan ini mereka menimbulkan
perhatian orang orang dijalan ini mereka menimbulkan
perhatian orang dijalan, maklum yang laki laki gagah kereng
yang perempuan cantik rupawan me nunggang seekor unta
besar yang gagah berani dan yang lebih kontras adalah
keadaan Ma Pek poh yang amat sengsara dengan terikat
kencang tidak mampu bergerak lagi.
Entah karena jeri melihat wibawa Koan San Gwat yang
besar atau melihat keadaan Ma Pek poh yang menderita,
sepanjang jalan ini mereka tidak mendapat gangguan dan
rintangan, meski dibebani tiga orang, sedikitpun unta sakti
tidak merasa payah dan tenaga kaki nya sudah bisa berlari
kencang seperti mengejar angin. Hari kedua meeka sudah tiba
di lereng sebuah gunung, tempat mana agak nya tidak jauh
dari pondok desa yang mereka inapi beberapa waktu yang
lalu. Itu berarti bahwa jarak Jian coa kok tidak jauh lagi. Saking
senang Kang Pan menepuk nepuk leher unta sakti, katanya.
"Koan toako! Hampir tiba ketempat tujuan, kukira keparat ini
tiada gunanya lagi, lebih baak di tinggalkan saja disini, supaya
Lo pek (unta sakti) rada enteng bebannya."
Pergaulan dua hari yang cukup pendek membuat hubungan
Kang Pan dengan Koan San Gwat semakin dekat dan intim,
bukan saja dia membahasakan Koan San Gwat sebagai Koan
toako, terhadap unta sakti iapun memanggil lebih mesra
dengan sebutan Lo pek. Terpaksa Koan San Gwat melompat turun dan melepas
ikatan Ma Pek poh terus melemparkannya dipinggir jalan,
karuan ia menjerit kesakitan.
Agakanya Kang Pan tidak tega, lekas ia ikut melompat
turun, dari dalam bajunya ia keluarkan sebuah botol kecil
dimana ia menuang sebutir pil merah terus dijejalkan ke mulut
Ma Pek poh Katanya. "Menurut perbuatanmu, memang
setimpal dihukum mati cuma aku tidak tega melihat kau
mampus dipinggir jalan, makanlah obatku dan istirahatlah
sebentar, sejam lagi kau akan bebas bergerak selanjutnya
kuharap kau bisa berkelakuan jujur dan baik, jangan mencari
gara gara kepada kami,"
Kasiat pil obat ini ternyata amat mujarab, badan Ma Pek
poh yang melepuh besar segera mengempes semangatnya
jauh lebih baik, tapi dia masih bermuka getir dan merengek.
"Koan tayhiap Kang siocia terima kasih akan pengampunan
kami berdua, tapi lebih baik kalian bunuh aku saja, kau kalian
melepas aku pulang saja, Kaucu tidak akan mengampuni
diriku....." Berdiri alis Koan San Gwat katanya. "Satu jam lagi kau bisa
bebas seperti sedia kala, masakah tidak mampu melindungi
keselamatan sendiri" Cia Ling im sendiri tidak akan punya
waktu untuk mengurus dirimu..."
"Mesks Kaucu dalam waktu dekat tidak akan menemukan
aku, kelak sama saja aku tidak akan bisa lepas dari
genggamannya, kalau aku sampai terjatuh ketangan Kaucu
siksaan yang kuterima sungguh tidak berani kubayangkan?"
Kang Pan menjadi heran, katanya. "Cia Ling im
menugaskan kau membokong kami, kau sudah bekerja cukup
baik, cuma kemampuanmu saja yang tidak becus, masakah
karena hal itu Cia Ling im akan menjatuhkan hukuman kepada
kau?" "Kang siocia kau tidak tahu aturan aturan disiplin didalam
Thian mo kau, setelah kami menerima suatu tugas, jikalau
bisa sukses pahalanya sudah tentu juga besar, sebalikanya
kalau gagal, hukumannya pasti amat berat, aku mendapat
perintah untuk merintangi perjalananan kalian, akhirnya tidak
terlaksana sesuai perintahnya, tidak bekerja menurut aturan
tertentu pula..." "Aturan tertentu apa?" tanya Koan San Gwat.
"Terhadap anggota bawahannyayang menerima tugas
Kaucu ada memberikan sebutir pil beracun, bilamana kita
gagal menunaikan tugas yang diperintahkan, untuk bunuh diri
menggunakan pil racun itu, hanya diperbolehkan bunuh diri
daripada ditawan...."
Koan San Gwat tertawa dingin, jengeknya. "Disaat kau tahu
kau tidak berhasil, kenapa tidak segera bunuh diri saja" "
Ma Pek poh menunduk kepala, ujarnya. "Begitu tergigit ular
seluruh badanku lantas melepuh dan kesakitan luar biasa,
hakekatnya tidak bisa gerak secara bebas, Tayhiap mengingat
diriku diatas unta lagi, sehingga pil obat ku itu terguncang
jatuh didalam perjalanan."
"Cara mencari kematian ada banyak macam, masakah
harus menggunakan obat racun saja, jikalaa kau memang
bertekad gugur demi tugas, dengan cara apapun dapat kau
lakukan, kenapa harus"."


Patung Emas Kaki Tunggal ( Unta Sakti ) Karya Gan K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ucapan Tayhiap memang benar, namun hidup manusia di
dalam dunia fana ini ada kalanya sesuatu persoalan tidak bisa
diterapkan dengan keadaan tertentu atau dengan nalar saja
diwaktu aku kena ditahan, memang aku tidak takut mati,
soalnya aku tidak mampu bergerak, kini aku sudah bebas,
justru aku tidak ingin mau lagi. Celakanya untuk hidup
teruspun susah"."
"Lalu apa kehendakmu" " tanya Koan San Gwat mengerut
kening. "Untuk bunuh diri aku sudah tidak punya keberanian, hati
sudah jeri pula menghadapi hukuman berat tiada punya
kemampuan melawan Kaucu lagi, maka harap Tayhiap suka
berbelas kisihan silahkan bunuh aku saja."
"Tidak mungkin! Aku sudah membebaskan kau berati tidak
ingin membunuh kau !"
Tergerak hati Ma Pek poh, katanya tersipu sipu "Kalau
begiru harap Tayhiap suka bawa aku serta, hanya
menghamba pada Tayhiap baru jiwaku tidak terjatuh ketangan
orang orang Thian mo kau kalau tidak, begitu kalian tinggal
pergi, segera detang beberapa orang uuruk membereskan
diriku..." "Bohong!" sentak Koan San Gwat. "Kenapa aku tidak
melihat jejak mereka" "
"Disepanjang jalan ini, entah berapa banyak kaki tangan
Thian mo kau yang tersebar luas mengawasi segala gerak
gerik kita, karena Tayhiap meringkus diriku baru mereka tidak
berani bertindak terhadap Tayhiap...."
"Jadi dengan meringkus kau sepanjang jalan ini berarti
tindakanku tepat, terhindar berbagai rintangan dan halangan,
meski sebenarnya aku tidak takut terhadap segala gangguan
itu!" "Terhadap gangguan itu sendiri sudah tentu Tayhiap tidak
takut, tapi paling tidak bisa menghambat perjalanan Tayhiap
satu hari lebih lama. Perjalanan secepat ini hanya memakan
satu setengah hari, itu berati aku sudah membantu
mempercepat setengah hari diantaranya."
"Jadi maksudmu kami harus mengucap terima kasih
kepadamu malah !" olok Koan San Gwat tertawa.
"Meski aku tidak takluk kepada Tayhiap orang orang Thian
mo kau tak akan mau percaya keadaan memaksa aku harus
menyerah dan terima diperbudak saja kepada Tayhiap!"
"Aku tidak perduli kau menyerah atau takluk, melihat
keadaanmu, memang patut aku melindungi keselamatanmu,
cuma kini aku tiada tempo....."
"Kalau begitu harap Tayhiap suka bawa aku serta, meski
harus digantung di pantat unta juga bolehlah, hal itu akan
lebih baik daripada aku kau tinggalkan disini"."
"Tidak ! Tujuan yang akan kucapai cukup sulit, membawa
kau menambah beban belaka dan lagi disana aku harus
berhadapan langsung dengan Cia Ling im, disana belum tentu
kau bisa selamat ..."
Gelisah dan gugup membuat Ma Pek poh mencak mencak
dan hampir saja ia melelehkan air mata rengeknya. "Kalau
begitu Tayhiap kusilahkan menyempurnakan hidupku saja,
lebih baik daripada jatuh ketangan orang orang Thian mo
kau," Koan San Gwat berpikir sebentar, lalu berpaling pada Kang
Pan, katanya. "Nona Kang! Apakah didalam satu jam ini dia
bisa pulih seluruhnya ?"
"Tidak akan salah! Kalau Siau giok kena menggigit urat
nadinya, jiwanya pasti sudah mampus, akupun tidak akan bisa
menolongnya. Soalnya Siau giok mendengar pesan mu,
hendak menawannya sebagai sandera, maka kadar racunnya
hanya meresap kedasar kulitnya saja, setelah menelan obat
pemunahku, satu jam lagi dia akan pulih seluruhnya seperti
sedia kala." "Baiklah orang she Ma!" ujar Koan San gwat. "Aku percaya
akan keteranganmu, aku akui secara tidak sengaja kau telah
membantu sedikit mengatasi kesulitanku, maka kutunggu kau
satu jam disini, setelah kau sehat kembali baru kutinggal
pergi, kelak kau beruntung atau celaka terserah pada nasibmu
sendiri....!" "Jelas aku tidak akan selamat di bawah ancaman kekuatan
Thian mo kau, kecuali ikut kau Koan Tayhiap, tiada tempat
berteduh yang aman bagiku. Bahwa aku bsa menjadi
begundal mereka tidak lebih hanyalah karena aku mengenal
sendikit ilmu pengobatan terhadap hewan, maka aku
diperbudak oleh Ki Houw untuk mencarikan unta serta melatih
unta terbang hitamnya itu...."
Tergerak hati Koan San Gwat, tanyanya. "Jadi unta terbang
itu hasil dari pilihan dan didikanmu?"
"Ya, untuk menandingi dan menghadapi unta sakti
kepunyaan Tayhiap ini, sejak lama aku sudah diperintahkan
mencari seekor unta yang setanding untuk menghadapi unta
sakti mu ini. Meski aku menemukan seekor itu, betapapun
belum setanding menghadapi tunggangan Tayhiap yang sakti
ini, karena kekalahan itu, Ki Houw sendiri sudah merasa sakit
hati terhadapku, kini terjadi pula suatu peristiwa ini"."
Koan San Gwat berpikir sebentar, lalu katanya. "Kalau kau
punya pengetahuan macam itu, ingin aku menguji kau,
dapatkah kau mengatakan asal usul dari unta saktiku ini"
Berapa umurnya tahun ini" Punya kemampuan khusus apa
saja..." Agakanya Pek poh sudah lupa akan rasa sakit badannya,
bangkitlah semangatnya katanya. "Unta sakti Tayhiap ini
kelahiran dari Se ek, merupakan keturunan campuran dari
naga dan unta liar, sejak jaman kuno turun temurun hanya
ketinggalan seekor milik Tayhiap ini, dasar cerdik dan sakti
langkah nya enteng secepat angin lalu, satu hari dapat
menempuh seribu li pulang pergi, jalan digunung seperti jalan
datar menerjang gelombang laksana berlaju dilautan tenang,
apalagi dibawah asuhan dan bimbingan Tokko Bing gurumu,
bukan saja pandai dan menjadi cerdik mengenal huruf dan
bisa membaca, tidak sedikit pula ajaran silat yang berhasil
dipahami, cuma sayang dia merupakan unta jantan, tidak bisa
lagi melahirkan anak menyambung keturunan, sayang sekali
kalau selanjutnya harus putus keturunan.
Sejenak Koan San Gwat terlongong, katanya. "Apa yang
kau uraikan memang benar apakah benar dia tidak akan bisa
melanjutkan keturunan" "
"Unta biasa tidak setimpal menjadi jodohnya, hanya unta
hitam milik Ki Houw itu sedapat mungkin bisa dipakai, tapi
telah binasa oleh kekejaman Ki Hou!"
"Apakah kau tak bisa mencari yang lain" "
"Unta hitam itu sebenarnya merupakan binatang pilihan
yang cukup pandai juga, cuma belum bisa menandingi
kesaktiannya, kemungkinan aku masih bisa menemukan
seekor yang lain yang cukup lumayan, cuma waktu sudah
tidak memberikan kesempatan padaku."
"Asal kau dapat menemukan seekor jodoh, aku bersumpah
akan melindungi keselamatanmu, sekali kali tidak akan
kubiarkan orang orang Thian mo kau melukai seujung
rambutmu?" Berjingkrak girang Ma Pek poh mendengar janji Koan San
Gwat, serunya. "Tayhiap sudah mengucapkan janjimu, aku
pasti akan bekerja sekuat tenaga, bicara terus terang aku pun
merasa sayang bila unta sakti ini sampai putus turunan....."
Koan San Gwat menuntun unta sakti kemari, dia turunkan
semua perbekelannya serta Tok kak kim sin, senjatanya lalu
diletakkan disamping Ma Pek poh dengan laku yang amat
prihatin. Dari dalam bajunya dia mengeluarkan sebentuk Bing
tho ling, tanda kebesaran dari Bing tho ling cu serta sejilid
buku tipis yang ia letakkan pula bersama senjatanya, katanya
dengan serius. "Ma siansing, sebelum ini memang aku berlaku
kurang hormat kepada kau, kuharap kau tidak menjadi
berkecil hati dan suka memaafkan kesalahanku itu, sekarang
segala sesuatunya kuserahkan semua kepadamu...."
Dalam pada itu keadaan Ma Pek poh sudah berangsur
angsur baik, bergegas ia melom pat bangun dari tanah serta
serunya. "Koan tayhiap! Apa apaan maksudmu ini" "
Dengan kereng dan penuh wibawa Koan San Gwat
menjelaskan. "Karena unta sakti ini bakal putus turunan maka
guruku pernah beritahu kepadaku bahwa aku bakal menjadi
generasi terakhir dari kejayaan Bing tho ling cu, tapi aku
percaya, secara diam diam kubersiap siap, buku ini merupakan
catatan hasil ciptaan Suhu didalam mendalami ilmu silat
tingkat tinggi, Tok kak kim sin adalah senjata tunggal dari
kebesaran Bing tho ling cu, sekarang semua kuserahkan
kepada kau untuk menyimpan dan menjaga baik baik...."
Lekas Ma Pek poh menggoyangkan tangan. Tapi Koan San
Gwat tidak memberi kesempatan orang buka suara, katanya
lebih lanjut. "Cia Ling im menjanjikan aku bertamu di Jian coa
kok, mati hidupku sulit diramalkan, seumpama tidak
beruntung aku menemui ajalku disana, kuharap Siansing
menunggang unta sakti meninggalkan tempat ini. Sepihak kan
harus berdaya untuk melanjutkan keturunan unta sakti ini,
dilain pihak harap carilah seorang tunas muda yang benar
benar punya bakat dan berhati luhur serta bajik untuk
mewarisi jabatan Bing tho ling cu, pelajaran silat dalam buku
itu, boleh silahkan Siansing juga membaca serta
mempelajarinya tapi dasar pelajaran silatmu sudah cukup
kokoh, tidak akan banyak membawa manfaat bagi kau, bagi
calon penerus dari Bing tho ling Cu harus mengutamakan
seorang yang berbakat tinggi dengan tanpa pernah
mempelajari dasar ilmu silat cabang lain?"
Ma Pek poh amat haru dan terketuk, sanubarinya, ujarnya.
"Begitu besar kapercayaan Tayhiap terhadap diriku" "
Koan Sangwat tetawa lantang, katanya "Terhadap unta
sakti Siansing cukup kenal segalanya, sudah tentu kaupun
amat sayang memandangnya sebagai milikmu pribadi, aku
percaya Siansing tidak akan bikin aku kecewa, segalanya
kuserahkan kepada kau untuk mengurusnya...."
Ma Pek poh berpikir sebentar lalu berkata. "Aku akan
bekerja sekuat tenaga sesuai dengan pesan Tayhiap, yang aku
kuatirkan sulit terhindar dan kejaran orang orang Thian mo
kau, aku tahu jago jago dalam kumpulan mereka cukup
banyak." "Siansing tidak usah kuatir, asal aku tetap berada disini, Cia
Ling im tentu tumplek perhatiannya pada diriku, orang lain
tidak perlu dibuat takut, kalau Siansing tidak suka bentrok
langsung, mengandal kekuatan lari unta sakti tentu dapat
meninggalkan mereka jauh di belakang, tapi jangan sekali kali
Siansing meningalkan punggung unta sakti, aku berani
pastikan Siansing pasti akan selamat dan terlindung,"
Ma Pek poh tidak banyak bicara lagi, kedua mata
dipejamkan, seolah oleh sedang merenungkan sesuatu,
seperti pula sedang mengerahkan hawa murni untuk
selekasnya memulihkan tenaganya.
Sebalikanya si unta agaknya juga tahu bahwa segera
mereka akan berpisah, mungkin untuk selamanya, lekas ia
menemui Koan San Gwat, mulutnya berbunyi aneh, maeanya
memancarkan rasa iba dan berat berpisah, tak tertahan lagi
air matanya meleleh keluar. Tenggorokan Koan San gwatpun
terasa tersumbat air mata sudah berlinang di kelopak matanya
sambil mengelus ngelus bulunya yang halus berkatalah ia
"Sahabat tua! Kau sudah mendengar kata kataku, dapatkah
kau memahami perasanku?"
Unta sakti manggut manggut, air mata meleleh semakin
deras, "Sahabat tua, jangan kau bersedih, aku hanya
mempersiapkan diri untuk menjaga segala kemungkinan,
mungkin selekasnya kita sudah bertemu lagi, apakah kau rela
dalam pertempuran kali ini aku mampus di medan laga" Aku
adalah Bing tho ling cu dan kau adalah penyanggah dan
tulang punggung dari Bing tho ling, sekali kali , pantang
mengucurkan air mata !"
Lekas unta sakti menggeleng kepala mengeringkan air
mata. "Nah kan begitu, pergilah kesarang tinggalmu istirahat baik
baik disana mungkin dalam waktu singkat Ma siansing sudah
berhasil mencarikan teman hidupmu, setelah kalian
melahirkan unta kecil, aku akan minum arak bagianmu !"
Unta sakti menggeleng tanda tidak setuju dengan ucapan
Koan San Gwat. Koan San Gwat mejadi heran, tanyanya.
"Kenapa" Kau tidak ingin punya keturunan" "
Unta sakti menggeleng lagi lalu dengan kaki depannya
diatas tanah mencoret coret dua huruf, lapat lapat huruf itu
seperti berbunyi "Menunggu kau"
Koan San Gwat bergelak tertawa, serunya."Untuk apa kau
menunggu aku" Kan tidak bisa aku bantu kau melahirkan unta
kecil!" Unta sakti menunduk dan melengking keras tanda hatinya
marah, lekas Koan San Gwat membujukanya. "Sahabat tua,
jangan marah, aku hanya guyon guyon saja. Sebalik nya kau
jangan main main, bila kau punya keturunan Bing tho ling cu
baru bisa hidup disanubari masyarakat dengan abadi........"
Unta sakti menggeleng kepala pula, dengan kaki depannya
ia menulis beberapa huruf yang berbunyi. "Melahirkan anak...."
"Menunggu kau melahirkan anak....." Koan San Gwat
membaca lebih lanjut, "Apakah maksudnya?" sekilas berpikir
akhirnya ia tahu kemana juntrungan kata kata ini, ujarnya
sambil tertawa lebar. "Bagus sekali! Kau melahirkan unta kecil,
aku melahirkan seorang putra, biarlah mereka yang mewarisi
Bing tho ling, baik! Sahabat tua, aku pasti tidak akan menyia
nyiakan harapanmu, asal aku tidak menemui ajal, aku tidak
akan membiarkan Bing tho ling cu terjatuh ketangan orang
lain, lega tidak hatimu ."
Unta sakti mendongak dan melengking suara panjang,
dengan kaki depannya ia menulis satu huruf pula. "Lekas !"
Koan San Gwat menahan geli, katanya. "Soal jodoh dan
punya anak tidak bisa dibuat cepat pertama tama kita harus
sama sama mencari jodoh?"
Demikian asyik Koan San Gwat melayani untanya bicara
serta hubungan mereka yang begitu intim membuat Kang Pan
sarat haru tak tertahan ia mengalirkan air mata.
Tiba tiba unta sakti menggerakkan leher nya mendorong
Koan San Gwat, lalu mengedip ngedipkan mata memberi
tanda, lekas Koan San gwat mendapat tahu, cepat ia
bertanya. "Nona Kang! kenapakah kau" "
Lekas Kang Pan menghapus air mata dengan rikuh,
jawabnya. "Tidak apa apa, keakraban kalian membuat hatiku


Patung Emas Kaki Tunggal ( Unta Sakti ) Karya Gan K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terharu...." Mendadak unta sakti menggigit ujang baju Koan San Gwat,
lalu di tanah ia menulis satu huruf lagi. "Dia!" dengan kakinya
ini dia menutul dua kali lalu menutul ke huruf "cepat" itu dua
kali pula. Koan San Gwat tahu maksudnya, dengan tertawa ia tepuk
kepalanya serta serunya "Hus, jangan main main!" lekas ia
menghapus huruf itu dengan telapak kakinya, kuatir terlihat
oleh Kang Pan. Akan tetapi Kang Pan keburu melihat semula merah jengah
selebar mukanya, kejap lain dengan sikap mesra dan aleman
segera ia maju menghampiri memeluk leher unta sakti,
katanya "Terima kasih Lo pek! Aku" apakah aku setimpal" "
Unta sakti manggut manggu t lalu memicingkan mata pula
kearah Koan San gwat, keruan Koan San Gwat menjadi rikuh
dan kikuk, terutama menghadapi pandangan mata Kang Pan
hampir saja dia tidak berani beradu pandang.
Tapi Kang Pan tidak melepaskan kesempatan ini, tanyanya
dengan suara lirih. "Koan toako! Kenapa kau tidak bicara" "
Koan San Gwat menjublek ditempatnya sanubarinya sedang
bergejolak, ia rasakan gentingnya persoalan ini. Karena
penolakannya secara tegas akan lamaran Liu Ih yu membuat
orang menyeleweng menempuh jalan sesat sejak saat itu
diam diam ia sudah dapat memahami dan menyelami betapa
berbahaya dan menakutkan jiwa seorang perempuan yang
kena diperalat oleh cinta asmara yang membabi buta.
Terutama mengahadapi Kang Pan dia adalah gadis remaja
yang baru mekar dan belum mengenal kehidupan yang
sesungguhnya, perasaannya jelas amat lemah dan masih liar
lagi, sulit dia dapat membedakan antara cinta dan benci yang
amat kuat mendasari jiwanya.
Sedikit meleset dan kurang hati hati ia menghadapi
persoalan ini, Liu Ih yu kedua akan terjadi pula gara garanya,
lebih celaka pula karena Kang Pan belum sematang Liu Ih yu,
maka akibatnya akan jauh menakutkan.
Kalau sekarang juga ia melulusi permohonan orang,
bagaimana pula kelak ia harus menghadapi Thio Ceng Ceng"
Pikir punya pikir sekian lamanya baru dia memperoleh
jawaban. Jawaban yang lucu yang menggelikan, ia arahkan
persoalan ini kepada pertanyaan soal cocok atau tidak. Maka
dengan tersenyum ia berkata. "Nona Kang! Mengandal
parasmu yang cantik serta ilmu silatmu yang tinggi, tidak
sembarang kau memperoleh jodoh, maka pertanyaanmu itu
seharusnya, diajukan orang lain, kukira jarang orang yang
cocok untuk menjadi pasanganmu!"
Agakanya Kang Pan puas akan jawaban Koan San Gwat
pada permulaan, maka secara spontan ia memberikan
jawaban akan ucapan terakhir Koan San Gwat. "Koan toako!
Kau adalah laki laki pertama yang pernah kulihat, kau pula laki
laki yang paling kuhormati dan kukagumi, aku kuatir kau tidak
sudi mempersunting diriku, jangan kau singgung soal lain
kecuali kau, selama hidupku tidak akan kupikirkan laki laki
kedua!" Koan San Gwat menjublek ditempatnya, tak tahu apa pula
yang harus ia lakukan, sebalikanya unta sakti angkat kedua
kaki depannya dan berjingkrak kegirangan.
Untunglah pada saat itu juga Ma Pek poh tersadar dari
samadinya, terhitung dialah yang mengubah suasana kaku
dan kikuk ini, agakanya dia tidak tahu menahu akan kejadian
yang baru berlangsung. Dengan hati hati ia membungkuk tubuh menjemput Bing
tho ling cu terus disimpan kedalam baju, lalu diangkatnya pula
Tok kak kim sin, setelah ditimang timang berat lalu dipanggul
di atas pundak, katanya. "Hanya senjata Tayhiap yang berat
ini, dapatlah dibayangkan kenapa Bing tho ling cu kuasa
malang melintang dan menggetarkan Kangouw soal nama dan
gengsi sekali kali bukan diperoleh secara untung untungan.
Maka terhadap calon pengganti atau ahli waris dari Bing tho
ling cu sekali kali Cayhe tidak akan berani ambil keputusan
sendiri, lebih baik kutunggu Tayhiap kembali saja...."
Tanpa menunggu Koan San Gwat men jawab, Kang Pan
sudah menukas. "Persoalan itu tidak perlu kau banyak pikiran,
kalau hari ini aku dan Koan toako terhindari dari bencana,
dalam dua tiga tahun kami akan mengantar anak kami....."
Koan San Gwat melongo dan tidak tahu apa harus
diperbuat, mukanya merah malu namun dengan suara mantap
dan penuh keyakinan Kang Pan menambahkan. "Aku hanya
mematuhi maksud Lo pek, dia benar benar seekor binatang
sakti yang mempunyai kepribadian manusia, cerdik dan bisa
menulis lagi, tadi dengan tulisannya dia mengharap keturunan
Koan toako kelak bakal menjadi ahli waris dari Bing tho ling
cu. Lopek ! Benarkah begitu maksudmu ?"
Unta saku manggut manggut Kang Pan tertawa ujarnya.
"Lihat malah diapun dapat menjadi comblang, katanya supaya
aku menikah sama Koan toako, Koan toakopun sudah setuju !"
Ma pek poh manggut manggut, sambil mengiakan katanya.
"Kalian menjadi pasangan sungguh merupakan karunia Tuhan
...." Kata Kang Pan dengan tertawa riang "Sedapat mungkin kita
akan selekasnya melahirkan anak dan kukirim ketempatmu
untuk belajar silat, kelak biar menjadi penerus yang lebih
gagah dan perwira sebagai tokoh besar yang lebih tenar!"
Ma Pek poh bergelak tawa, serunya "Keturunan naga
melahirkan naga pula. anak kalian kelak pasti menjadi seorang
besar yang tiada bandingan diseluruh jagat...."
Melihat sikap Kang Pan yang begitu serius dan sungguh
sungguh, semakin berkerut pula alis Koan San gwat, terpaksa
ia mendesak. "Ma siansing, sudahlah lekas kau berangkat."
-oo0dw0oo- JILID 25 "O YA! BIARLAH AKU MENUNGGU kabar baik kalian...."
Sebalikanya Koan San Gwat lantas berkata."Ma siansing!
Mengenai calon ahli waris, kau harus hati hati, jikalau kau
temukan anak muda pilihan yang benar benar berbakat, sekali
kali jangan kau sia siakan kesempatan....."
Berubah air muka Kang Pan, katanya. "Koan toako,
bukankah tadi kau sudah setuju untuk mencalonkan anak kita
sebagai ahli warismu" Kenapa pula kau ingkar janji" "
Sungguh Koan San Gwat amat kewalahan katanya
menghela napas. "Bukan aku ingkar janji, mati hidup kita
sendiri masih merupakan persoalan...."
Kang Pan manggut manggut dan paham maksudnya,
katanya. "Aku tidak memikirkan kearah hal itu, begini saja!
Tiada halangannya Ma siansing bersiap siap mencari
seseorang calon, seumpama kami tidak mati, baru kau?"
"Ya, aku akan waspada, untunglah untuk membimbing
seorang tunas muda menjadi orang yang betul betul matang
diperlukan masa yang cukup panjang, sembarang waktu
masih bisa diubah." "Betul! Ma siansing, lekaslah berangkat kami sudah
menghabiskan banyak waktu!" demikian ujar Kang Pan.
Unta sakti datang mendekat terus menekuk kaki depannya
membiarkan Ma Pek poh naik kepunggungnya, Koan San Gwat
tidak banyak bicara lagi, segera ia melambaikan tangan
serunya. "Ma siansing, hati hati dan bekerjalah dengan
cermat! Sahabat tua, kaupun harus hati hati, pergilah ikut Ma
siansing semoga kita masih bisa bertemu...."
Unta sakti manggut manggut, kakinya di pentang dengan
langkah lebar ia tinggal pergi menuju kebarat laut.
"Ma siansing! Lo pek! Jagalah diri kalian baik baik, kami
pasti segera melahirkan anak dan kubawa kepada kalian!
Selamat bertemu! Selamat bertemu!" demikianlah teriak Kang
Pan sambil melambaikan tangan.
Koan San Gwat mengerutkan alis, katanya. "Nona Kang,
selanjutnya jangan kau tuturkan ucapanmu itu kepada orang
lain!" Kang Pan melengak katanya. "Omongan apa" "
Koan San Gwat merandek sebentar baru berkata. "Sudah
tentu kata katamu yang barusan kau ucapkan kepada Ma
siansing..." Kata Kang Pan tertawa. "Soal pesanmu terhadap Ma
siansing adalah sebuah rahasia, sudah tentu aku tidak akan
katakan kepada orang lain! Soal pernikahan kita..."
"Hal itu lebih tidak boleh kau katakan," lekas Koan San
Gwat menukas. "Kenapa?" tanya Kang Pan tertegun, "Meski aku tahu
urusan, namun aku tahu soal pernikahan adalah urusan agung
yang harus dibuat gembira, tiada alasan harus main sembunyi
sembunyi, aku berpendapat bisa menjadi istrimu betapa
bangga dan menyenangkan, ingin rasanya aku beritahukan
kepada setiap orang."
Koan San Gwat menarik napas, ujarnya "Setelah kita
menikah secara resmi sudah tentu kita boleh beritahukan
kepada siapa saja, tapi sekarang belum terikat menjadi istri
...." "Kukira tidak menjadi soal, yang jelas... toh kau sudah
setuju soal pernikahan ini, aku tanpa kau pun tidak akan
menikah cepat atau lambat masyarakat bakal tahu akan hal
ini. Kenapa harus main rahasia segala" "
Apa boleh buat Koan San Gwat menjelaskannya.
"Pernikahan jelas memang suatu hal yang harus dibanggakan
dan terjadi secara gamblang, tapi sebelum upacara resmi
dilakukan masakah boleh setiap ketemu orang lantas cerita
padanya, terutama bagi anak perempuan sebelum
menikah...." "Aku tidak paham," sela Kang Pan sambil memonyongkan
mulut. "Sebelum dan sesudah menikah ada perbedaan
apa...?" "Sebelum menikah anak perempuan harus menjaga nama
baik dan kesuciannya, meski sudah bertunangan, juga
dilarang membicarakan soal hubungan antara laki laki dengan
perempuan, kalau tidak orang akan mentertawakan dan
menghina kita...." "Aku tidak perduli dengan segala cemoohan atau obrolan
mereka"." ujar Kang Pan menggeleng kepala.
"Aku perduli!" Sentak Koan San Gwat keras. "Aku tidak bisa
membiarkan kau menjadi bahan tertawaan khalayak ramai."
Melihat orang marah, terpaksa Kang Pan berlaku kalem,
katanya lembut. "Baiklah tidak kukatakan saja! Koan toako,
jangan kau marah marah."
Melihat sikap aleman dan mesra orang, Koan San gwat
menjadi luluh hatinya, katanya perlahan. "Pethatikanlah baik
baik! Aku tidak marah, hanya kuberitahu bagaimana jadi
manusia bebas yang hidup dalam lingkungan adat istiadat
yang mengekang segala tindak tanduk kita, didalam kebiasaan
itulah kau tidak patut melakukan perbuatan seperti
keinginanmu tadi!" Kang Pan mengerling tertawa, katanya. "Baik! Masih
banyak yang belum kuketahui, kau harus pelan pelan
menjelaskan kepadaku. Aku pasti mendengar nasehatmu, tapi
adat istiadat itu sebetulnya kurang beralasan...."
"Banyak adat istiadat yang memang tidak memenuhi selera
dan janggal, tapi manusia hidup diatas dunia ini mau tidak
mau harus mematuhi segala aturan aturan lapuk itu! Perlahan
lahan kau akan paham sendiri!"
Begitulah sembari bicara mereka melanjutkan kedepan.
Entah berapa jauh kemudian tiba tiba dilihatnya Ma Pek poh
putar balik dan sedang mendatangi dengan tergesa gesa.
Cepat mereka menyongsong maju serta bertanya. "Ma
siangsing, kenapa kau putar balik lagi" "
Sahut Ma Pek poh dari atas unta. "Tadi aku sudah
menempuh kira kira dua li perjalanan, didepan sebuah toko
dalam desa didepan sana kulihat dua orang, meskipun mereka
mengenakan kedok samarannya, namun masih dapat kukenali
bahwa mereka adalah Ki Houw dan Sebun Bu yam...."
Koan San Gwat melengak, tanyanya. "Apakah mereka tak
merintangi perjalananmu" "
"Tidak!" tutur Ma Pek poh. "Melihat aku mendatangi
menunggang unta sakti, kelihatannya Ki Houw hendak turun
tangan tapi lekas Sebun Bu yam merintangi dengan menarik
lengannya, karena gerak gerik mereka yang mencurigakan ini
maka dapat kulihat kedok penyamaran mereka. Ki Houw
menyamar sebagai petani, sementara Sebun Bu yam menutupi
wajahnya dengan secarik kain, mengenakan pakaian laki laki."
"Cara bagaimana kau bisa mengenali penyamaran mereka"
" Ma Pek poh tertawa geli, ujarnya. "Dada Sebun Bu yam
amat montok meski mengenakan pakaian laki laki toh tidak
dapat mengelabui pandangan seorang ahli seperti aku ini.
Meski Ki Houw sendiri tidak menunjukkan suatu tanda khusus,
namun sepasang matanya itu memancarkan hawa beringas
yang sesat, sudah lama aku bergaul dengan dia, sekali
pandang lantas konangan,"
Koan San Gwat berpikir, katanya kemudian "Tentu mereka
sedang menunggu dan hendak mempersulit aku."
"Betul !" sahut Ma Pek poh. "Semula begitu melihat unta
sakti ini, tentu mereka menyangka Tayhiap yang datang,
untunglah mata Sebun Bu yam cukup celi, dia lebih dulu
melihat aku yang bercokol diatas unta maka lekas lekas
menarik lengan Ki Houw, maka aku bisa lewat dengan leluasa.
Kuatir Tayhiap kena dijebak maka aku putar balik kemari
memberitahu Tayhiap supaya kalian tidak terjebak kedalam
perangkap mereka." Setelah menepekur akhirnya Koan San Gwat berkata.
"Baiklah, aku sudah tahu terima kasih akan pemberitahuan ini,
silahkan kau berangkat lagi lebih dulu !"
"Jangan!" tiba tiba Kang Pan menyela. "Sekali mereka
sudah memberi kelonggaran kepada Ma siansing tentu tidak
akan mereberikan kedua kalinya apalagi jejak mereka sudah
konangan, apakah Lo pek cukup mampu menerjang lewat
rintangan mereka berdua" "
"Analisamu cakup beralasan" demikian ujar Koan San Gwat.
"Meski Lo pek cukup sakti, namun untuk menerobos sergapan
dari kekuatan mereka berdua, mungkin memerlukan tenaga
yang bukan kecil..."
Berpurar biji mata Kang Pan, tiba tiba ia berkata. "Kalau Ma
siansing hendak lewat dengan aman dan tidak kurang suatu
apa, aku mendapat sebuah akal!" lalu ia suruh Ma Pek poh
maju mendekat bertiga mereka berbisik bisik merundingkan
sesuatu.

Patung Emas Kaki Tunggal ( Unta Sakti ) Karya Gan K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Akhirnya terdengar Koan San Gwat berseru memuji. "Bagus
sekali! Nona Kang, akalmu ini cakup baik, biarlah kita bekerja
menurut rencanamu." Mendapat pujian Kang Pan berseri tawa lebar kesenangan.
Sebalikany Ma Pek poh merengut dan sungkan, katanya. "Cara
itu memang dapat membebaskan aku dari kesulitan tapi kalian
berdua?" "Tidak menjadi soal !" ujar Koan San Gwat goyang tangan.
"Ingatlah akan tugasmu yang berat, nasib unta sakti dan masa
depan Bing tho ling cu berada ditangan Siansing, aku harap
kau tidak banyak kuatir dan main sungkan segala....."
Terpaksa Ma Pek poh manggut manggut, urusan akhirnya
berkeputusan dan mereka mulai bekerja menurut rencana.
Unta sakti berlenggang kedepan pelan pelan dengan Ma
Pek poh tetap bercokol dia atas punggungnya. Sikap orang
yang duduk di punggung unta kelihatan amat tegang dan was
was, sementara gerak gerik serta langkah unta sakti kelihatan
tidak wajar dan seperti risi dan keri.
Untunglah jarak satu li akhirnya mereka tempuh dengan
susah payah, desa yang dimaksud disebelah depan sudah
kelihatan dari kejauhan kira kira puluhan tumbak dari warung
kecil di pinggir desa, dari dalam rumah mendadak menerobos
keluar seorang laki laki berpakaian petani, panggulnya
menyandang sebuah pacul besi, mencegat ditengah jalan ia
membentak dengan murka. "Ma Pek poh! Kau bangsat yang
makaa dilain membantu orang luar, masih hendak lari kemana
kau?" Laki laki itu memang samaran Ki Houw samarannya
memang cukup pintar, bentukanya sekarang sama sekali lain.
Mendengar Ma Pek poh buka mulut lantas mengenali dirinya,
seketika ia tertegun, kiranya sambil menurunkan caping diatas
kepalanya. "Ma Pek poh! Cara bagaimana kau bisa kenali aku"
" Ma Pek poh tersenyum manis, ujarnya. "Penyamaran Ki
congkoan cukup lihay, hamba hanya mana bisa tahu, cuma
hamba punya suatu keahlian yaitu memelihara dan
menundukkan binatang, dapat pula membedakan bau rengus
dari berbagai jenis binatang, dari bau itulah hamba dapat
mengenali Ki congkoan..."
"Badanku ada bau apa?" tanya Ki Houw melengak.
"Kalau dikatakan mungkin Ki congkoan bisa marah, karena
bau di atas badan Ki congkoan amat istimewa dan lain dari
yang lain meski berada ditempat jauh empat lima li hamba
juga merasakannya!" Ki Houw menjadi tidak sabar, sentakanya. "Jangan
ngelantur! Lekas katakan badanku ada rasa bau apa" "
"Bau badan Ki eongkoan tidak akan sama dengan bau
manusia, namun mirip benar dengan bau amis badan keledai!"
"Kunyuk." Seketika Ki Houw berjingkrak gusar. "Kemarin
didepan mata. berani kau menghina dan memaki aku!"
Ma Pek poh tergelak tertawa, serunya. "Bukan saja bau
badan Ki congkoan seperti bau apek badan keledai, sampai
suara bicaramupun seperti dengus dan berbenger keledai
malah"." Sudah tentu Ki Houw amat murka mendengar olok olok
yang menyakiti hati nya ini, kontan pacul diatas pundaknya
terangkat terus menyapu keatas. Sikap Ma Pek poh amat
tenang, seakan akan sedkitpun tidak melihat akan serangan
dahasyat ini, disaat pacul besi lawan sudah hampir saja
mengenai perutnya.... Dari biwah perut unta sakti mendadak menerobes keluar
sesosok bayangan, sebat sekali menyambut kedatangan
samberan pacul terus didorong mundur, sedemikian besar
daya tolakannya ini sampai Ki Houw ikut tersurut mundur
beberapa langkah. Setelah berdiri tegak terlihat oleh Ki Houw orang yang
merintangi dirinya ini ternyata adalah Kang Pan. Karuan ia
melongo di tempatnya. Sementara Ma Pek poh bergelak tertawa terpingkal pingkal
diatas unta, serunya. "Ki congkoan, nona Kang mendapat
kabar katanya daging keledai dari Samsay amat gurih dan
enak rasanya, dia ingin coba mencicipi jangan kau
membuatnya kecewa. Maaf aku tidak bisa melayani kau lama
lama." Tidak perlu dijelaskan lagi bahwa orang itu adalah Sebun
Bu yam adanya, meski dia menyamar dengan pakaian laki laki
dan menutupi mukanya pula. Tapi seperti yang dituturkan oleh
Ma Pek poh, kedua buah dadanya yang montok besar itu lapat
lapat masih kelihatan, apalagi diwaktu ia bergerak kelihatan
lebih nyata pula, terpaksa Ma Pek poh menghentikan
tunggangannya, serunya tertawa terloroh loroh sambil
menuding dada orang. "Sebuh huhoat! Tidak pantas kau
mengenakan pakaian laki laki, seorang laki laki masa punya
dada yang sedemikian montok dan menggiurkan, sungguh
lucu dan ganjil sekali...."
Karena mukanya tertutup, jadi sulit mengetahui bagaimana
perubahan air mukanya tapi dari gerak geriknya, terang Sebun
Bu yam sudah naik pitam dan amat murka. Begitu menyingkap
baju ia segera mengeluarkan sebuah bumbang bambu yang
dicat merah, panjang kira kira satu kaki sebesar lengan bocah,
dengan garang matanya mendelik sementara tangan yang lain
sudah siap hendak membuka tutup bumbung yang terbuat
dari kapok kapas. Disebelah sana lekas Ki Houw berteriak "Sebun huhoat,
jejak musuh belum kelihatan jangan kau sembarangan
gunakan...." Dari bawah perut unta sakti tiba tiba keluar Koan San
Gwat, serunya tertawa seraya bertepuk tangan. "Aku ada
disini, kalian punya pusaka apa untuk menghadapi aku,
silahkan keluarkan saja, jangan sungkan, ingin aku lihat
barang permainan apa sih......" lalu ia tepak pantat unta sakti
dan berkata pula. "Sahabat tua! Bikan susah kau saja,
sungguh aku menyesal, sekarang kami sudah turun, silahkan
kau berangkat lebih dulu."
Unta sakti segera pentang keempat kakinya berlari pergi
bagai terbang. Ternyata karena hendak muncul secara tiba tiba dan tidak
terduga untuk menggertak dan merintangi Sebun Bu yam dan
Ki Houw supaya unta sakti membawa Ma Pek poh pergi
dengan selamat mereka menggunakan cara yang diusulkan
Kang Pan, yaitu mereka berdua sembunyi dibawah perut unta
sakti menggunakan bulu bulunya yang panjang untuk
menutupi badan, tak heran gerak gerik jalan unta sakti tadi
kelihatan berat dan risi serta keri.
Dengan mendelong Sebun Bu yam dan Ki Houw mengawasi
unta sakti berlenggang pergi karena dihalangi oleh Koan San
Gwat berdua. Tapi tujuan, utama mereka memang terhadap
Koan San Gwat, lekas Ki Houw mendekat Sebun Bu yam,
sementara Kang Pan juga kumpul bersama Koan San Gwat.
Dalam pada itu Ki Houw menanggalkan topi caping nya,
sementara Subun Bu yam sudah mencopot pakaian luar dan
kain penutup mukanya, Koan San Gwat jadi geli, godanya.
"Kenapa kalian merubah bentuk lagi bukankah samaran begitu
lebih baik" Untung Ma Pek poh mengenali samaran kalian,
kalau tidak bagaimanapun aku tidak akan kenal tampang
kalian sekarang yang lucu ini ..."
Ki Houw menjengek dingin. "Sekarang sudah kau ketahui
juga tidak menjadi soal, karena tujuan kami menghalangi kau
maju ke depan, batas perjanjian tiba hari belum lagi tiba
mimpimu jangan harap kau bisa tiba disana."
Koan San Gwat tersenyum, tanyanya. "Apakah Cia Ling im
berjanji bertemu di Jian Coa kok bersamanaku?"
"Kau sudah tahu kenapa banyak tanya segala" "
"Dia minta bertemu di Jian coa kok, tentunya hendak
menggunakan Coa sin untuk nenghadapi aku, tapi batas tiga
hari perjalanan, sisa dua hari yang lain, dengan cara apa ia
hendak membujuk dan menundukkan Coa sin" Apakah Coa sin
sudi mendengar obrolannya?"
"Setelah tiba waktunya, pasti kau akan itahu
segalagalanyai" Justru aku tidak sabar menunggu, ingin kususul kesana
melihat kenyataan." "Tidak mungkin!" seru Sebun Bu yam bengis, "Kaucu bilang
tiga hari ya tiga hari, sebelum tiba waktunya sekali kali kau
dilarang kesana, maksud kami justru merintangi kau kesana."
"Aku tidak peracaya kalian mampu menghalangi aku. Ma
Pek poh sudah megcobanya sekali akibatnya dia malah
menyerah dan tunduk kepadaku, kalian...."
"Kami berdua jangan kau samakan dengan Ma Pek poh.
Kausu ada pesan bila kau hendak main kekerasan, segera
bunuh saja habis perkara."
Koan San gwat terbahak bahak, serunya. "Tujuan utama
Cia Ling im memang hendak membunuh aku, kalau kalian
mampu melaksanakan kenapa harus masih ulur waktu sampai
tiga hari lagi" "
"Orang she Koan, jangan kau takabur untuk membunuh
kau sebetulnya Kaucu tidak perlu banyak mengeluarken
tenaga, soalnya beliau dulu pernah kau tusuk sekali, sakit hati
ini harus dia balas dengan cara pertandingan pedang, maka
jiwamu bisa bisa terulur sampai sekarang, tapi jikalau kau
sudah bosan hidup, kami bisa bantu kau lekas mampus?"
Koan San Gwat berpikir sebentar, lalu katanya. "Untuk
membalas sakit hati luka luka pedangnya itu, tidak pantas Cia
Ling im mencari Coa sin untuk membantunya, menurut apa
yang kuketahui, paling paling Coa sin hanya ilmu silat yang
maha tinggi soal ilmu pedang amat biasa aja...."
"Perseten dengan obrolanmu." demikian damprat Ki Houw.
"Bagaimana pesan Kaucu begitulah aku menunaikan tugas,
mau percaya tidak terserah kepada kau, kalau kau memang
tidak takut mati, marilah coba coba."
"Manusia siapa yang tak takut mati mendengar ucapanmu
ini, aku jadi tidak berani mempertaruhkan jiwaku untuk
menyerempet bahaya, terpaksa baiklah kutunggu sampai tiga
hari seperti batas yang dijanjikan saja."
Habis berkata Koan San Gwat lantas tarik tangan Kang Pan
hendak tinggal pergi, sudah tentu perbuataanya ini berada
diluar dugaan Ki Houw, sejenak ia melengak, buru buru
menyusul maju sambil mengayun paculnya, serunya "Koan
San Gwat pulang atau pergi sama saja bakal mampus, kenapa
kau tidak sekarang saja mencari jalan kematianmu?"
"Wah, aneh benar kata katamu ini," demikian sindir Koan
San Gwat menyeringai dingin. "Kau melarang kami
melanjutkan perjalanan, kini melarang kami kembali."
"Kaucu ingin membanuh kau di bawah tusukan pedangnya,
sebaliknya ingin rasanya aku segera dapat membunuh kau.
Maka kuharap silahkan kau coba menerjang maju kedepan."
"Tidak!" sahut Koan San Gwat geleng kepala, "Biar hidup
sehari lebih lama jauh lebih enak daripada mati konyol,"
sembari berkata ia sudah putar badan hendak tinggal pergi
pula. Saking gugup Ki Houw berpaling kepada Sebun Bu yam,
teriaknya "Sebun hu hoat, apa lagi yang sedang kau tunggu"
Lekasilah turun tangan!"
Tak nyana Sebun Bu yam malah menggeleng kepala,
ujarnya "Tidak! Aku harus mematuhi perintah Suheng, kalau
dia tidak mau main terobos dengan kekerasan, akupun tidak
akan turun tangan, biar Suheng sendiri yang membereskan
dia." Jelas bahwa bujukan dan desakannya tidak berhasil
terpaksa Ki Houw menghadapi Koan San gwat pula serta
mengumpat caci "Orang she Koan, kau memang manusia
durjana yang lemah dan takut mati, kau ini anak haram dan
hina dina, kau adalah keturunan liar yang tak pantas menjadi
manusia?" untuk memancing kemarahan Koan San Gwat
supaya orang mau turun tangan, Ki Houw menggunakan
segala makian yang paling kotor.
Namun sikap Koan San Gwat tetap wajar seperti tidak
mendengar belaka, sebalikanya Kang Pan tidak tahan lagi,
dampratnya "Bedebah! Mulutmu ini memang terlalu kotor dan
perlu disikat !" Lekas Koan San Gwat menahannya, katanya tersenyum.
"Nona Kang! Anjing gila sedang menggonggong kenapa kau
hiraukan ocehannya" "
Namun Kang Pan masih uring uringan omelnya "Tapi aku
sebal dan tidak bisa kubiarkan dia berani menghina kau !"
"Kalau anjing sedang menggonggong anggap saja kau tidak
mendengar. Tujuannya adalah hendak membunuh aku,
namun dia tidak berani membangkang perintah Cia Ling im,
maka sengaja dia menyakiti perasaanku, supaya aku kena tipu
muslihatnya dan dia punya alasan yang tepat untuk turun
tangan..." Kang Pan tidak percaya, selanya. "Masa kau percaya bahwa
mereka betul betul membunuh kita?"
"Bahwa dia begitu besar tekadnya supaya lekas aku turun
tangan, kemungkinan sudah mempersiapkan suatu muslihat
yang cukup sempurna, bukan aku takut mati, namun kalau
mampus di bawah perangkap keji lawan yang licik macam
mereka ini sungguh penasaran dan tiadi harganya...."
Tak tahan Sebun Bu yam bertanya. "Darimana kau bisa
tahu bila kami hendak menghadapi kalian dengan perangkap
licik?" Koan San Gwat bergelak tertawa besar, u jarnya
"Mengandal tampang kalian berdua yang tidak becus ini, kalau
tidak mengandal tipu muslihat licik, masakah berani mentang
mentang berdiri dihadapanku, kalau tidak langsung sejak tadi
kalian sudah mencawat ekor dan sembunyi ke tempat yang
jauh, jangan kata berani unjuk diri menongolkan kepala pun
pasti tidak berani!"
Kata kata ini mengobarkan amarah Sebun Bu yam, "Sret"
kontan ia mencabut pedang, teriak nya beringas sambil
mengacungkan pedang. "Koan San Gwat, aku hanya pernah
dengar katanya betapa tinggi ilmu silat dan permanian
pedangmu, namun selama ini belum pernah menjajal mohon
petunjuk kepada kau. Malah ingin aku menempur kau dengan
sebilah pedangku ini!"
Raut muka Ki Houw mengunjuk sekulum senyum licik yang
sadis, dari samping ia menghasut. "Sebun hu Howe! Jangan
kau kena ditipu olehnya, ilmu pedang bocah keparat ini jauh
lebih lihay dari gurunya, Lim Hiang ting sendiripun sudah
bukan lawannya, mana kau mampu melawan dia?"


Patung Emas Kaki Tunggal ( Unta Sakti ) Karya Gan K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kata katanya terakhir lebih mengobarkan amarah Sebun Bu
yam, dampratnya berjingkrak. "Kentut! Lim Hiang ting
terhitung golekan apa?"
Seperti menyiram minyak diatas api unggun, Ki Houw
menambahkan. "Tapi, Kaucu masih amat kangen dan tidak
melupakan selama lamanya,"
Mungkin Sebun Bu yam paling pantang mendengar kata
kata ini, tiba tiba ia membalik badan berbareng pedangnya
menyambar balik membabat kearah Ki Houw malah. Ki Houw
lekas melejit menyingkir, teriakanya. "Sebun Hu hoat, jangan
kau salah mengincar lawan, kalau hendak adu jiwa lawanlah
Koan San Gwat, dialah murid Ui ho, Lim Hiang ting sekarang
sudah jadi istri Ui ho, hanya membunuh bocah keparat ini,
baru kau bisa memancingnya keluar...."
Seperti sudah gila Sebun Bu yam segera putar tubuh terus
menerjang kearah Koan San Gwat dengan kalap. Lekas Koan
San Gwat melolos pedang menangkis menyampoki nya
terhuyung kesamping, sementara hatinya amar mendelu dan
kasihan. Agakanya perempuan jelek ini amat kepincut dan
berkelebihan cintanya terhadap Cia Ling im, sebalikanya Cia
Ling im diam diam mencintai Lim Hiang ting, sementara Lim
Hiang ting justru jatuh cinta kepada gurunya yaitu Tokko Bing,
hingga terjadilah tragedi yang berkepanjangan sampai
sekarang ini. Seperti anjing gila yang kesurupan setan Sebun Bu yam
menyerbu datang pula dengan kalap, lagi lagi Koan San Gwat
harus acungkan pedangnya menyongsong maju, kali ini ia
gunakan tajam pedangnya, betapa tajam dan lihaynya Ui tiap
kiam ditangannya. "Trang" pedang panjang Sebun Bu yam
seketika putus menjadi dua potong, lebih celaka lagi
lengannyapun kena tergores luka panjang, untung Koan San
Gwat masih menaruh belas kasihan lekas lekas menarik
pedang ditengah jalan, kalau tidak sebuah lengannya ini tentu
sudah kutung dan menjadi cacat.
Seperti diketahui dibagian depan cerita sewaktu di Sin li
hong dulu, Sebun Bu yam pernah mengorbankan kedua
tangannya untuk menolong jiwa Cia Ling im dari ancaman
pedang Koan San Gwat, tapi hari ini Koan San gwat menjadi
tidak tega hati menurunkan tangan keji, terutama ia melihat
bahwa kedua tangan Sebun Bu yam sekarang adalah
sepasang tangan palsu. Dikatakan tangan palu karena kedua tangannya itu bukan
asli miliknya, itulah tangan orang lain yang ditrapkan atau
disambung dengan kedua lengannya setelah melalui oprasi
jangka panjang, cara oprasi menyambung tangan macam ini
di bidang ilmu pengobatan memang suatu hal yang
menakjubkan, tapi serta ia teringat bahwa ayah Thio Ceng
ceng, yaitu Thio Hun cu pun terima menjadi antek dalam
Thian mo kau. maka kejadian ini tidak perlu dibuat heran.
Betapa tingginya pengetahun pengobatan Thio Hun cu,
mungkin hanya mertuanya sa yaitu Soat lo thay thay yang
dapat menandinginya. Dengan tangan asli menyambung
tangan yang lain, sudah tentu bukan menjadi persoalan bagi
dirinya. Cuma betapapun lihay dan tinggi keahlian seorang tabib
dalam menyambung tangan yang sudah kutung itu, sedikit
banyak masih meninggalkan cacat dan tidak bisa menjadi
wajar seperti sedia kala, maka mau tidak mau permainan ilmu
pedang Sebun Bu yam dengan sendirinyapun jauh menurun
dari sejak mulanya dulu, apa lagi gerak gerik kedua tangan
palsunya tidak begitu cekatan lagi.
Pek hong kiam milik Koan San Gwat dulu kini sudah dicuri
oleh Liu Ih yu, pedang yang berada ditangannya ini adalah Ui
tiap kiam yang dapat ia pinjam dari ibunya. Bicara soal pedang
Ui tiap kiam masih jauh lebih sakti dari pada Pek hong kiam,
tapi bagi Koan San gwat, Pek hong kiam jauh lebih mencocoki
seleranya, terutama bila dia perlu mengembangkan Tay lo
kiam hoat. Alasan Tay lo kiam hoat yang diselami oleh Mo li Oen Kiau
biasanya mengandal Pek hong kiam untuk latihan, kalau
menggunakan Ui tiap kiam malah tidak bisa menunjukkan
perbawa semula yang angker dan penuh. Namun demikian
Sebun Bu yam toh tidak kuasa melawannya, kutungan pedang
dibuang lekas ia mendekati luka luka dilengannya, kedua biji
matanya memancarkan sorot buas, liar dan beringas.
Dari samping Ki Houw menyeringai dingin pula.
"Bagaimana Sebun Hu hoat! Betul tidak kata kataku! Tempo
dulu bocah keparat ini mengutungi kedua tanganmu, meski
kini sudah diganti yang baru, bagaimana juga terpaut terlalu
jauh dari yang asli, masih untung kau terluka ringan, asal dia
mau mengerahkan sedikit tenaga, tanggung seluruh lenganmu
yang sudah buntung. Thio Hun cu tidak akan mampu lagi
mengoperasi menyambung dengan lengan orang lain pula...."
Kata kata ini tepat mengenai borok lamanya, cepat ia
melompat mundur rada jauh seraya berteriak dengan
beringas. "Ki Houw! Siappp!" sementara bumbung bambu itu
sudah dicekal pula ditangannya.
Ki Houw angkat paculnya, katanya ringan. "Nah,
semestinya sejak tadi kau sudah bertindak begitu, kenapa pula
harus mandah terima dilukai dulu."
Sambil gertak gigi Sebun Bu yam segera mencopot kapuk
kapas yang menutup mulut bumbung bambu itu. Sementara Ki
Houw mengetuk ngetuk ujung paculnya sehingga
mengeluarkan suara yang menusuk kuping dengan nada dan
irama yang tertentu. Begitu Sebun Bu yam meneriaki Ki Houw bersiap, diam
diam Koan San gwat sudah bersiaga menghadapi segala
kemungkinan, dia melihat bumbung itu ditutupi kapuk kapas
maka ia menduga isinya tentu semacam asap atau kabut
beracn yang jahat, lekas lekas ta menutup hidung menahan
napas, disampmg itu ia angkat tangan memberi tanda kepada
Kang Pan suruh orangpun siap siaga.
"Koan toako!" ujar Kang Pan menggoyang tangan sambil
tertawa. "Tidak menjadi soal memangnya kau sangka aku
takut menghadapi racun..."
Belum habis ia bicara, tiba tiba ia menjerit kaget dan
tersentak mundur, cepat sekali ia melejit kesamping Koan San
Gwat serta ia tarik lengannya, sikapnya amat gelisah dan
gugup serta takut lagi, serunya. "Koan toakol Hati hatilah,
binatang itu amat lihay...!"
Koan San gwat sendiri sih bersikap adem ayem, karena
yang merayap keluar dari bambu bambu itu hanyalah dua
ekor kelabang panjang satu kaki, meski bentukanya kelihatan
jelek dan menjijikan, namun gerak geriknya amat lamban dun
malas malasan. Maka dengan pongah Koan San gwat berkata. "Sebun Bu
yam, jadi kau mengandal kedua ekor binatang ini untuk
mengadapi aku..." Raut muka Sebun Bu yam amat perihatin, bibirnya
mencebir dan mendesis keras dan cepat, suaranya berpadu
dengan ketukan pacul Ki Houw dengan adanya perpaduan
suara yang memimpinnya, kedua kelabang itu bergerak dari
kanan ke kiri, merambat maju lambat lambat, badan mereka
memancarkan warna merah yang terang menyala, pasangan
kakinya yang banyak itu bergerak gerak sangat menjijikan ke
depan. Cekalan Kang Pan senakin kencang malah mulai gemetar.
Koan San Gwat menjadi keheranan dan tidak habis
nengerti, tabyanya. "Nona Kang! Kenapa kau begitu menjadi
ketakutan" " Jawab Kang Pan dengan suara gemetar. "Memangnya aku
paling takut pada kelabang mereka adalah satu satunya lawan
tertangguh dari binatang ular...."
Koan San gwat sambil tertawa sombong. "Kelabang dapat
mengatasi ular, belum tentu mampu mengatasi kita, legakan
saja hatimu. Lihatlah aku, nanti kalau maju lebih dekat lagi,
biar sekali tebas kubunuh mereka..." di mulut ia bicara
sombong, secara diam diam ia bersiap waspada karena dia
tahu bila Ki Houw dan Sebun Bu yam mau menggunakan
kedua binatang berbisa ini pastilah mereka merupakan musuh
musuh yang jahat yang amat tangguh pula. Apalagi dari nada
bicara Ki Houw tadi, seolah olah ia anggap kedua binatang ini
benar benar merupakan terampuh untuk membunuh dirinya.
Lambat namun pasti kedua ekor kelabang itu merambat
maju terus, setelah ada dekat bentuk asli mereka sudah
terlihat jelas seluruh panjang tubuhnya terbagi dalam tiga
puluh enam ruas, setiap ruasnya tumbuh sepasang kaki
lembut. Ruas terdepan dan paling besar adalah kepalanya, dimana
tumbuh sepasang sungut yang berdiri tegak, namun berwarna
hitam legam, mulutnya mendesis menyemburkan kabut tipis
warna kehijauan. Koan San Gwat tidak tahu, kelabang itu sendiri yang bisa
melukai orang atau kabut hijau yang tersembur dari mulutnya
yang dapat melukai orang. Tapi ia sudah berkeputusan bahwa
kedua binatang menjijikan itu tidak boleh maju lebih dekat
lagi. Diwaktu kelabang sebelah kiri sudah maju berjarak lima
enam kaki dan menongolkan kepalanya, belum lagi ia
menunjukkan sesuatu gerakkan apa pedang Koan San Gwat
sudah berkelebat menebas miring.
Gerak tebasannya ini boleh dikata dilakukan amat cepat
sekali, namun masih ada yang bergerak jauh lebih cepat lagi,
disaat tajam pedang hampir saja mengenai kepala kelabang,
dari samping mendadak melesat datang selarik bayangan
putih menerjang batang pedang.
Waktu Koan San Gwat melihat tegas, ki ranya ulah Kang
Pan yang dinamakan Giok tai, sungguh ia tak habis mengrti,
apa maksudnya merintangi dirinya turun tangan, membunuh
kedua kelabang ini. Maka dilihatnya ular putih seperti sabak kumala itu
melentingkan badan, sementara ekornya menyapu kedepan
telak sekali menyongsong kearah badan kelabang yang
merambat maju terus disendal keluar, kontan badan kelabang
itu terpental terbang satu tumbak jauhnya gerak gerik Giok tai
teramat cepat, dengan cara yang sama dia singkirkan pula
seekor kelabang yang lain ketempat yang jauh.
Setelah kedua kelabang itu disingkirkan rada jauh, baru
ular putih menegakkan kepala yang bergerak dan berpaling
kearah Koan San gwat, pula menggeleng geleng kepala
sementara mulut berdesis aneh. Kang Pan segera berkata
"Koan toako! Kata Siau giok jangan kau gunakan pedangmu
untuk membacok mereka...."
Raut muka Ki Houw seketika berubah seringainya dingin.
"Koan San gwat! Ularmu ini memang aneh dan amat cerdik
sekali?" Habis berkata ia sendiri angkat pacul tanpa banyak
cingcong beruntun ia bacok kutung kedua kelabang itu
menjadi puluhan banyakanya, sementara suara suitan dari
mulut Sebun Bu yam Semakin kencang dan cepat.
Kejadian ini membuat Koan San Gwat tambah bingung dan
tidak mengerti bahwa mereka melepas kelabang untuk
menghadapi musuh, kenapa pula sekarang membunuhnya
sendiri" Tapi teka teki ini tidak lama berselang lantas
mendapat jawabanya yang pasti dan aneh serta menggiriskan.
Ternyata potongan potongan kelabang itu begitu
terhembus angin seketika tumbuh memanjang, sekejap lain
setiap potonganya menjelma bentuk seperti asalnya tadi,
kejap lain lengkap dengan kepala dan kakinya, terang bahwa
potongan potongan kecil badan kelabang itu bisa tumbuh
menjadi puluhan kelabang lain yang sama besanya.
Kejadian aneh ini seketika membuat Koan San Gwat
tersirap darahnya, terutama Kang Pan amat takut dan
kebingungan, teriakanya dengan pucat. "Koan toako mari
lekas mundur !" Ki Houw terloroh loroh dingin, serunya "Sekarang baru
ingin mundur, sudah terlambat!" sembari berkata paculnya
terus bekerja beruntun ia mengutungi pula beberapa kelabang
menjadi puluhan potong dan potongan potongan itu dilempar
keberbagai penjuru dengan merata, dalam kejap lain tanah
sekitar Koan San Gwat, berdua sudah penuh bertebaran
merata, kelabang kelabang yang sama besarnya. Karena
setiap potongan potongan badan kelabang itu tumbuh lagi
menjadi kelabang hidup, sementara Sebun Bu yam masih
bersuit suit tak henti hentinya, memberi aba aba kepada
kelabang kelabang itu untuk menyerang, saat mana sudah
tidak terhitung banyaknya kelabang kelabang merah darah
yang tersebar luas dimana mana.
Koan San Gwat dengan Kang Pan berdiri menjublek di
tengah kepungan, hanya lima enam kaki sekelilingnya yang
masih kosong, sementara kelabang kelabang yang
mengepung disitu mulai bergerak maju mau menyerang
bersama. Tanah kosong Seluas enam kaki itu masih mengandal
kehebatan Siau giok untuk meluangkannya, diapun berdiri
tegak dengan lidah terjulur keluar masuk dan mendesis desis
dengan tak kalah garangnya, sedang ditengah kepalanya
tumbuh sebuah jambul berdaging wana merah darah pula.
Agakanya kawanan kelabang itu masih rada jeri juga
menghadapinya, sehingga sekian lama masih belum bergerak
menyerang, akan tetapi jumlah kelabang bertambah banyak,
di bawah aba aba dan dorongan suara Sebun Bu yam mereka
maju berhimpitan dan bertumpuk tumpuk kedepan.
Yang berada paling depan terdorong dorong oleh yang ada
disebelah belakang, mau tidak mau terdorong maju semakin
dekat, dikala mereka maju sampai tiga empat kaki, Siau giok
mendadak bersuara aneh dengan gesit bagaikan angin lesus
tiba tiba badannya melejit kedepan, dengan kecepatan luar
biasa tiba tiba badannya melingkar terus berputar, sementara
buntut panjangnyapun berbareng menyapu kedepan, tampak
sinar merah terpental berhamburan ketempat jauh, kiranya
kelabang kelabang yang mendekat itu kena disapunya
terpental jauh keluar kalangan.
Ternyata menggunakan kekuatan ekornya yang keras dan
kuat itu ia menyapu terpental kawanan kelabang yang
mendekat, untunglah tanah kosong seluas enam kaki itu
masih tetap bertahan sekian lamanya.
Akan tetapi kemampuan Siau giok paling paling hanya
demikian saja untuk mengusir kawann kelabang itu dengan
cara lain terang tidak mampu, selesai bekerja diapun lekas


Patung Emas Kaki Tunggal ( Unta Sakti ) Karya Gan K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melingkar dibawah kaki Kang Pan, sikapnya kelihatan rada
payah dan mengeluarkan banyak tenaga. Kalau kejadian
berlangung terus akhirnya bakal celaka juga.
Koan San Gwat menjadi kuatir, lekas dia berkata. "Nona
Kang! Tahukah kau permainan apa ini?"
Kang Pan menggeleng kepala.
Ki Houw yang berada dikejauhan segera bergelak tertawa.
"Koan San Gwat, biar kuberitahu kepada kau, inilah yang
dinamakan Ce ho hwi siong (kelabang terbang ibu
beranak), setiap kelabang punya tiga puluh enam ruas asal
setiap ruasnya dipotong dan disebar kemana mana dalam
waktu singkat akan tumbuh dan hidup menjadi kelabang yang
berbentuk seperti asalnya, anak beranak terus menerus tidak
putus putus, dibunuhpun tidak bisa. dilenyapkan juga tidak
mungkin, jiwa kalian terang amblaslah hari ini..."
Koan San Gwat menjadi gusar, dampratnya. "Aku tidak
percaya, kecuali cepat tumbuh berkembang biak, kelabang
kelabang ini tiada menunjukan sesuatu kelebihan apa apa
biarlah kubunuh saja! Lihat!"
Sembari bicara pedang ditangannya diobat abitkan
membacok ke kelabang disekitarnya, cuma gerak gerikanya
amat hati hati dan cermat, bukan membacok kebadan
kelabang tapi sinar pedang berkelompok seperti kupu kupu itu
sama berjatuhan diatas kepala.
Cara ini agaknya membawa hasil diluar dugaan, kelabang
kelabang yang terbacok kepalanya tidak tumbuh lebih jauh,
malah badan terbaik jiwa lantas melayang. Semula Koan San
Gwat hanya main coba coba saja, karena terpikir olehnya
bahwa Kepala merupakan pusat dari kehidupan sesuatu
mahluk mungkin bisa membunuh mereka.
Cara yang dicoba coba ini ternyata membawa hasil, keruan
hatinya girang bukan main, beruntun pedangnya bergerak
lagi, ia congkel mayat mayat kelabang yang bergelimpangan
itu ketempat yang jauh, sementara mulutnya berseru. "Ki
Houw! Kau sudah lihat belum?"
Ki Houw berdiri diluar lima enam tumbak jauhnya, ia
mandah tersenyum ejek saja ujarnya. "Koan San Gwat otakmu
cukup cerdik tak kunyana kau bisa berpikir kearah itu!"
"Hal ini tidak perlu dibuat heran, membunuh ular harus
mengincar tujuh centi dibavah lehernya, membunuh binatang
binatang jahat begini harus mencari tempat kelemahannya...."
"Jangan kau keburu senang, segera kau akan menyesal
dibuatnya." "Apa yang harus kusesalkan?"
"Kau akan menyesal bahwa kecerdikkan otakmu yang
menemukan cara baik bakal menjadikan kebodohan keluar
batas" Mendengar olok olokanya ini, lekas Koan San gwat
berpaling kesana, seketika berubah air mukanya, rasa senang
dan puasnya tadi seketika tersapu bersih, seperti yang
dikatakan Ki Houw, diam diam hatinya memang sangat
menyesal. Ternyata mayat mayat kelabang yang berjatuhan
dikelompok kelompok kelabang yang hidup itu seketika dibuat
rebutan dan digares cepat, setiap kelabang yang sudah makan
mayat kelabang kelabang itu seketika badannya tumbuh besar
satu lipat. Dari satu kaki menjadi dua kaki, semula hanya
sebesar ibu jari, kini sudah berlipat ganda sebesar lengan,
kelabang kelabang yang badannya membesar ini kekuatan dan
gerak gerikinyapun bertambah besar dan gesit lagi.
Beramai ramai mereka berhimpitan dan berdesakan, kawan
kawannya yang berbadan kecil disibakkan ke samping terus
menerjang maju kedepan, sekejap saja kelabang kelabang
bertubuh besar panjang bermunculan disekitar gelanggang.
Seperti cara semula Siau giok menyapukan ekornya pula
memukul mundur terjangan, kawanan kelabang itu, namun
kali ini sudah jauh lebih sulit dilayani, paling paling hanya bisa
memukul mundur tiga kaki jauhnya. Malah ada beberapa ekor
diantaranya pentang mulut menggigit kearah ekornya, untuk
Siau giok mengandal sisik kulitnya yang tebal dan keras
sehingga tidak terluka, namun untuk menghabiskan kelabang
kelabang itu harus memeras tenaganya juga, diwaktu ia
kembali ketengah gelanggang untuk istirahat, perutnya
kembang kempis, kelihataanya amat keletihan.
Ki Houw bergelak tawa, serunya. "Koan San Gwat! Kalau
kau sudi bantu membunuh beberapa ekor, supaya badan
mereka tumbuh lebih besar, ular saktimu itupun tidak kuasa
merintangi lagi!" Kawanan kelabang itu sudah mulai bergerak hendak
menyerbu pula, Koan San Gwat tidak berani sembarangan
bertindak, dilihat nya keadaan Siau giok belum lagi pulih,
namun sekuat tenaga ia menggerakkan badannya ia bertindak
cepat ia gerakan tangannya mencegah, katanya berpaling
kepada Kang pan. "Bagaimana kalau tergigit oleh kelabang
macam ini" " "Aku tidak tahu, kelabang biasa saja tergigit sekali sudah
membuat orang sekarat, apalagi kelabang sedemikian
besarnya, sudah tentu kadar racunnya jauh lebih jahat,
terutama terhadap kita"."
Koan San gwat mengerutkan alis ujarnya. "Kita bagaimana"
Masakah kita mesti takut menghadapi kelabang kelabang ini" "
Sejak kecil aku diasuh dengan racun racun ular, kau sendiri
pernah menelan empedu ular wulung bertanduk tunggal racun
apapun kita tidak perlu takut, hanya kelabang ini saja, karena
kadar racun mereka berlawanan, lihatlah Siau giok sebagai
bukti, dia terhitung raja dari segala ular, sekarang keadaannya
begitu kasihan?" Koan San Gwat terpekur sebentar, mendadak ia berkata
tegas. "Apapun yang terjadi, aku harus menerjang keluar."
Lalu dia siap bergerak. "Jangan!" Kang Pan segera menarik lengannya. "Koan
toako caramu ini amat berbahaya!"
"Tujuan orang hendak bunuh kita masakah kita harus
mandah terima nasib saja berdiri disini, dari pada konyol lebih
baik berjuang dengan mengadu jiwa."
Kang Pan melepas tangannya, namun ia bertanya
terlongong. "Cuma cara bagaimana mengadu jiwa?"
"Entahlah! Menggunakaa tangan, dengan pedang, gigi dan
apa saja yang dapat kita gunakan, asal dapat menerjang
keluar dari kepungan kelabang ini."
Kan Pan berpikir sebentar, lalu katanya. "Mungkin aku
punya cara, biarlah suruh Siau giok membuka jalan bagi kau."
"Tidak!" sahut Koan San Gwat tegas, "Siau giok harus
dipertahankan untuk melindungi kau, tujuan utama mereka
adalah aku, kalau kita berpisah, mungkin kau dan Siau giok
punya harapan meloloskan diri."
Kata Kang Pan rawan. "Kalau kau mati untuk apa aku harus
melarikan diri ?" Koan San Gwat tertawa getir, katanya "Tanggung jawabmu
cukup besar, Ma Pek poh berangkat bersama unta sakti, dikala
generasi mendatang dari Bing tho ling cu ketiga dilahirkan, dia
masih memerlukan bantuan mu ?"
Kang Pan tersengguk katanya. "Aku hanya kenal kau,
peduli apa dengan Bing tho ling cu segala!"
Mendadak Koan San Gwat merendahkan suara berbisik di
pinggir kupingnya. "Nona Kang! Bukankah kau sudah setuju
bakal menjadi isteriku" Meski kita belum resmi menjadi suami
istri, namun sudah mejadi istri Bing tho ling cu, maka terhadap
Bing tho ling cu, kita punya tanggung jawab yang sama. Pan!
Dengarlah kata kataku, jagalah dirimu baik baik demi masa
depan kita bersama...."
Panas selebar muka Kang Pan, baru pertama kali ini ia
mendengar ucapan Koan San Gwat yang cukup mesra, namun
kali inipun yang terakhir tak tertahan berlinang air mata nya.
Dalam pada itu Koan San Gwat sudah mulai beraksi, sambil
melangkah lebar kedepan Ui tiap kiam diputar sekencang
kitiran terus menerjang keluar kepungan. Kelabang kelabang
itu menjadi marah berbondong bondong menyerbu bersama,
namun nafsu juang Koan San Gwat sudah menghayati
sanubarinya yang nekad sedemikian kencang pedang diputar
seumpama hujan lebatpun tidak akan tertembuskan.
Dimana sinar pedangnya berkelebar menyambar badan
kelabang kena ditebas kutung berterbangan kemana mana,
namun potongan potongan badan kelabang itu dalam sekejap
tumbuh dan hidup berkembang biak semakin banyak
jumlahnya tidak berkurang kurang malah semakin banyak dan
sesak berjubel. Puluhan langkah kemudian, sekilas Koan San Gwat
berkesempatan melirik kedepan, di lihatnya gerombolan
kelabang yang luas puluhan tumbak sekarang semakin meluas
menjadi dua puluhan tumbak.
Ki Hauw semakin bersorak kegirangan, serunya. "Koan San
Gwat! Serahkan saja jiwamu! bukankah tadi sudah kuberitahu
kepada kau, semakin kau cacah semakin banyak kelabang Ibu
beranak ini, kalau keadaan ini berkembang lebih lanjut,
seumpama mereka tidak gigit kau, didesak dan dihimpitpun
akhirnya kau bakal mampus!"
Olok olok ini menyadarkan Koan San Gwat namun juga
membuatnya semakin dongkol, kini setiap ia menggerakkan
pedang dan memang harus dimainkan terus untuk
membendung gelombang serbuan kelabang kelabang itu,
hanya permainannya menggunakan perhitungan yang cukup
matang, setiap tebasan pedangnya cakup hanya mementalkan
badan kelabang kelabang itu menjauh tanpa melukai
sedikitpun juga. Usaha ini memang cukup baik, cuma serbuan
kelabang kelabang itu semakin gencar dan buas, malah ada
diantaranya melesat terbang menyerang dari sebelah atas.
Apa boleh buat terpaksa Koan San Gwat memapak
kedatangan serbuan kelabang kelabang itu. Kali ini dia
gunakan pedang sebagai golok membacok lurus dan lempang
dari atas kebwah, cara inipun merupakan penemuan baru saja
untuk menghadapi musuh musuhnya yang semakin banyak
ini, kalau toh main babat dan potong tidak berhasil, apa pula
akibatnya dengan cara bacokan lurus ini.
Kelabang pertama kena terbacok terbelah dua dari atas
kepala sampai keekornya, akibatnya ternyata benar tidak
menjadi tumbuh dan hidup kembali, cuma dua belah badan
kelabang itu menjadikan bahan makanan buat pesta pora oleh
kawan kawan sejenisnya. Kelabang kelabang yang gegares badan kawannya
tubuhnya berkembang besar dan kasar, tujuan Koan San Gwat
hanyalah hendak mengurangi jumlah mereka, maka tidak bisa
berbuat terlalu banyak, sambil berjalan pedang bekerja terus
membacok kekanan kiri. Kira kira dua puluh langkah kemudian
separoh dari jumlah sekian banyakanya kena terbunuh oleh
pedangnya namun luas gelanggang kepungan nya tidak
menjadikan lebih sempit karenanya, karena ada beberapa ekor
diantaranya sudah tumbuh melar sampai segede gantang
besarnya, panjangnya kira kira ada lima enam kaki.
Sebun Bu yam dan Ki Houw sekarang sudah tidak kuasa
tertawa lagi, karena kelabang yang badannya tumbuh semakin
besar itu lama kelamaan sudah tidak mau mendengar aba
abanya lagi ada sebagian diantaranya malah menyerbu
mereka. Suitan Sebun Bu yam diperggencar dan melengking tajam,
kawanan kelabang itu rada jeri dan tidak berani menyerbu
kearahnya, sebalikanya Ki Houw sudah dikepung oleh puluhan
kelabang yang cukup besar besar, saking gugup dan takut ia
berteriak. "Sebun Huhoat lekas kau suruh meraka mundur...."
Sebun Bu yam membelalakan mata, sahutnya menggeleng.
"Tidak mungkin, mereka tidak mendengar perintah lagi,
kecuali kita gunakan cara terakhir, namun kita tidak akan
mampu merintangi Koan San Gwat lagi?"
Mendengar percakapan mereka semakin girang Koan San
Gwat, sinar pedang ditangan nya memancar semakin terang,
kini ia mengincar kelabang kelabang yang rada gede karena
mayat kelabang besar, yang kecil tidak mampu menelannya,
kecuali kelabang yang amat besarnya baru bisa sekali telan
setengah badan, selanjutnya badan sendiripun melar sekali
lipat. Apalagi semakin besar mereka, tidak mau lagi mendengar
aba aba, sampai akhir nya ada beberapa ekor diantaranya
sudah tumbuh setumbak lebih, Sebun Bu yam sendiri sudah
tidak kuasa mengendalikan mereka, kini dia sendiri pun kena
terkurung tak bisa berkutik lagi.
Setelah badan menjadi besar selera makan kelabang
kelabang itupun semakin besar tidak menemukan yang mati,
yang hiduppun bolelah, kelabang kelabang satu dua kaki
panjang nya sama menjadi sasaran mereka, satu kali telan
tiga empat ekor dapat digaresnya bersama.
Yang besar mencaplok yang sedang, yang sedang untuk
menghindarkan diri dan menyelamatkan jiwanya terpaksa
mengalihkan sasarannya kepada yang kecil kecil, supaya
badan sendiri tumbuh besar pula.
Dengan adanya saling rebut dan bunuh membunuh sendiri
diantara kawanan kelabang itu, tekanan terhadap Koan San
Gwat mejadi ringan, namun keadaannya tidak bagitu
mendingan, karena setelah kelabang kelabang itu menjadi
raksasa kulit dagingnya pun menjadi keras, kalau tenaga
kurang kuat bahwasanya pedang tidak kuasa melukai mereka,
kalau sekuat tenaga ia berhasil membunuh dua tiga ekor pula,
namun kelabang yang lain tumbuh semakin besar dan banyak.
Pacul di tangan Ki Houw hanya berguna untuk menghalangi
serbuan kelabang kelabang itu, sementara Sebun Bu yam
tidak membekal gaman apa apa, hanya bumbung bambu yang
dibawanya tadi dibuatnya alat untuk berusaha
Pendekar Pengejar Nyawa 13 Pasangan Naga Dan Burung Hong Karya S D Liong Kemelut Kerajaan Mancu 4
^