Pencarian

Raden Banyak Sumba 1

Raden Banyak Sumba Seri Kesatria Hutan Larangan Karya Saini K M Bagian 1


Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
SERI KESATRIA HUTAN LARANGAN
~ Bara Dendam Menuntut Balas ~
Karya : Saini KM Sbook Oleh Manise di Dimhad Website
Ebook oleh : Dewi KZ http://kangzusi.com/ atau http://
http://dewikz.byethost22.com/
Jika anda menaruh di website anda, tolong infokan
Sumber djvu dan editor ebook ini
Dewi KZ dan Manise Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Synopsis : Banyak Sumba mendidih darahnya setiap kali mengingat
orang yang telah membunuh kakaknya, Jante Jaluwuyung.
Kematian tragis kakaknya itu telah menanamkan kesumat di
dadanya untuk membalaskan dendam. Bahkan dia rela
meninggalkan Emas Purbamanik, kekasih yang ditemuinya di
atas benteng puri Purbawasesa.
Akan tetapi, jalan yang akan dilaluinya tidaklah mudah.
Untuk menandingi kesaktian Pangeran Anggadipati, Banyak
Sumba harus bekerja keras meningkatkan
kemampuannya.Guru demi guru dia timba ilmunya. Belantara
demi belantara dia jelajah untuk mengasah keuletan
tubuhnya. Ketika kesempatan untuk menuntaskan dendamnya tiba,
mendadak Banyak Sumba diserang keraguan. Benarkah
puragabaya santun di hadapannya itu seorang pembunuh
keji" Haruskah dia membalas kejahatan Pangeran Anggadipati
dengan tindakan yang sama kejinya"
Komentar : "Sebuah eksplorasi yang mengejutkan." "Langit Kresna Hariadi, penulis novel sejarah
"Karya Saini K.M. ini memiliki orisinalitasnya sendiri." "
Jakob Sumardjo, akademisi dan pengamat sastra
"Saya merasakan adanya penceritaan yang mengalir
tenang, sabar,dan matang yang pada gilirannya menjelma
kejernihan." "Seno Gumira Adjidarma, penulis dan jurnalis
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Data Singkat Pengarang : Saini K.M. dilahirkan di Sumedang pada 16 Juni 1938.
la merupakan salah satu pemrakarsa berdirinya Jurusan
Teater di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung, la
pernah memenangkan Sayembara Dewan Kesenian Jakarta
(DKJ), sayembara yang diadakan oleh Direktorat Kesenian
Depdikbud, penghargaan sastra dari Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, Anugerah Sastra dari Yayasan Forum
Sastra Bandung pada 1995, dan penghargaan SEA Write
Award pada 2001. Data Katalog Buku : RADEN BANYAK SUMBA Karya : Saini KM Cetakan Pertama, Agustus 2008
Penyunting: Imam Risdiyanto
Desain Sampul : Andreas Kusumahadi
Pemeriksa aksara: Wiennie Modya Noer
Penata aksara: Yan Webe Diterbitkan oleh Penerbit Bentang
Anggota IKAPI (PT Bentang Pustaka) Kantor Pusat Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jin. Pandega Padma 19, Yogyakarta 55284 Telp. (0274)
517373 Faks. (0274) 541441 E-mail:
bentangpustaka@yahoo.com http://www.mizan.com
Perwakilan Jakarta Jin. Puri Mutiara II No. 7 (Jeruk Purut-
Cipete) Cilandak Barat Jakarta Selatan 12430 Telp. (021)
7500895 - Faks. (021) 7500895
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Saini
K.M. Raden Banyak Sumba/Saini K.M.; penyunting, Imam
Risdiyanto"Yogyakarta: Bentang, 2008. viii + 358 hlm; 20,5
cm ISBN 978-979-1227-29-2 I.Judul. II. Imam Risdiyanto.
813 Didistribusikan oleh: Mizan Media Utama
Jin. Cinambo (Cisaranten Wetan) No. 146 Ujungberung,
Bandung 40294 Telp. (022) 7815500 - Faks. (022) 7802288 E-
mail: mizanmu@bdg.centrin.net.id
Daftar Isi Bab 1 Gerhana ~1 Bab 2 Huru-hara ~38 Bab 3 Meniup Bara ~72 Bab 4 Pengembara ~119 Bab 5 Nyai Emas Purbamanik "163
Bab 6 Si Gojin -299 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bab 1 Gerhana Banyak Sumba, putra laki-laki kedua wangsa Banyak Citra
yang berkuasa di Medang, berdiri di atas benteng. Ia seorang anak yang tampan, bertubuh semampai, berkulit kehitam-hitaman, dan bersih. Ketika itu, umurnya hampir tiga belas
tahun, walaupun orang akan menyangka ia sedikitnya
berumur lima belas tahun, karena tubuhnya yang tinggi dan
besar. Banyak Sumba memerhatikan lapangan kecil di luar
benteng. Di sana, banyak anak yang lebih muda daripada dia
sedang bermain-main. Matanya yang berkilat dan hitam
kelam, memandang dengan penuh kerinduan dan hasrat
untuk ikut bermain-main, berlari-lari, dan bersorak-sorak
dengan mereka Akan tetapi, sesuatu dalam dirinya menahan
kehendak itu. Ia berdiri saja di atas benteng sambil
memerhatikan mereka Ia sering merindukan masa kecilnya, ketika ia berumur
delapan atau sembilan tahun. Ketika itu, ia dapat berlari-lari dengan bebas di lapangan di bawah bayang-bayang benteng.
Akan tetapi, ia sering berpikir, alangkah tololnya anak-anak kecil itu. Mereka kadang-kadang berkelahi sampai luka untuk suatu mainan, sepotong kayu, atau sebuah batu. Alangkah
menyenangkan masa kanak-kanak, tapi alangkah menggelikan
dan tolol pula, pikirnya. Jelas baginya, ia tidak mungkin lagi dapat bermain dengan anak-anak kecil itu. Bukan saja ia
sudah terlalu tinggi dan terlalu besar, melainkan permainan anak-anak itu walaupun menyenangkan sebenarnya tidak ada
artinya. Ia sudah besar. Akan tetapi, ia tidak dapat bergaul dengan
para jagabaya dan para gulang-gulang. Mereka terlalu tinggi dan terlalu besar. Selain itu, percakapan mereka banyak yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak dapat ia mengerti. Walaupun ingin sekali ikut bercakap-cakap dengan mereka, ia tidak merasa betah berada di antara mereka. Ia sering merasa seperti seorang asing di tengah-tengah mereka itu. Itulah sebabnya, ia berdiri di atas benteng itu, menjauh dari mereka. Itu pula sebabnya, ia lebih banyak termenung daripada bergaul. Banyak Sumba gelisah. Kadangkadang, pikirannya mengembara ke penjuru Buana
Pancatengah. Kadang-kadang, perasaannya kelam tanpa
alasan. Kadang-kadang, ia gembira tanpa diketahui apa
sebabnya. Kadang-kadang, ia ingin bergerak, menaiki kuda,
dan memacunya seperti dikejar maut; tetapi ia lebih sering
menutup diri di dalam bilik, membaca buku-buku kenegaraan,
atau duduk depan tingkap sambil melamun. Kalau tidak
begitu, ia berjalan-jalan di lorong-lorong istana, dan setiap ada orang, ia segera membelok, menghindarkan diri.
Hal yang paling dihindarinya adalah gadis-gadis atau putri-
putri bangsawan yang tinggal di Puri Banyak Citra.
Gadis-gadis itu, terutama yang sebaya dengan dia,
sekarang sering menyebabkan ia gugup. Kalau menegur
mereka, ia sering mendengar suaranya gemetar. Kalau
mereka yang menegur, alangkah kikuknya jawaban yang dia
berikan. Sering sekali darahnya naik ke muka dan
memanaskan daun telinganya, kalau ia kebetulan bertemu
dengan gadis-gadis di lorong-lorong istana. Kalau gadis-gadis itu tertawa di belakangnya, dia merasa mereka
menertawakannya dan panaslah kulit mukanya. Itulah
sebabnya, ia menghindari mereka, tidak pernah lewat lorong
istana tempat gadis-gadis biasa berkumpul.
Sebaliknya, kalau ia sedang di dalam biliknya, suara atau
tawa mereka sering menyebabkan ia berlari ke arah tingkap.
Ia senang memerhatikan gadis-gadis itu sembunyi-sembunyi.
Ini tidak pernah dilakukan sebelumnya karena gadis-gadis itu makhluk biasa saja, walaupun berbeda dengan kawan-kawannya yang laki-laki. Akan tetapi, sekarang gadis-gadis itu,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pada satu pihak menimbulkan kegugupan sehingga
dihindarinya, pada lain pihak menarik perhatiannya, dan ia
suka mengintip mereka. Dulu, wajah dan tubuh gadis-gadis itu tidaklah menarik
perhatiannya meskipun berbeda dengan laki-laki. Sekarang, ia mulai sangat peka terhadap perbedaan itu. Bukan rupa
mereka saja, gerak-gerik serta tingkah laku mereka pun
menjadi perhatiannya. Sekarang, gadis-gadis itu, walaupun
penuh rahasia, sering menimbulkan gairah yang aneh dalam
hatinya. Ketika sedang mengintip dari biliknya, ia sering sekali ingin menyentuh mereka, terutama seorang di antara mereka,
Teja Mayang. Kalau gadis itu sedang ikut membantu Ayunda Yuta Inten
menyulam atau menenun di kaputren, Banyak Sumba sering
menyelinap dan masuk salah satu kamar yang tingkapnya bcr-
hadapan dengan ruang tenun Ayunda Yuta Inten. Dari
sana, dari bilik tabir, Banyak Sumba memandangi gadis itu
tidak ada puasnya. Ia membelai-belai rambut dan leher gadis itu dengan tangan khayalnya. Ia mencium bibir gadis itu
dengan segenap perasaannya, dari kejauhan. Kemudian, kalau
gadis itu sudah pulang, ia segera masuk biliknya, lalu
berbaring seraya khayalnya terbang dengan awan yang
berarak di luar tingkap. Segala kegelisahan, kebimbangan, dan gairah-gairah aneh
yang menghuni perasaannya, tak urung memengaruhi tingkah
laku Banyak Sumba. Sering sekali ia tidak mendengar kalau
disapa Ibunda, Ayunda, bahkan oleh Ayahanda. Perintah
mereka dilakukan dengan tidak sewajarnya karena pikiran
Banyak Sumba terpecah. Tingkah lakunya yang kikuk tidak
pernah menyebabkan orangtuanya marah. Mereka bahkan
menertawakannya, terutama Ibunda dan Ayunda. Akan tetapi,
olok-olok mereka justru menambah kegugupannya serta
menyebabkan darahnya naik ke muka dan'memerahkan daun
telinganya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bukan olok-olok mereka saja yang menyebabkan ia malu.
Setiap kali ia mendengar nama Teja Mayang disebut, mukanya
menjadi panas tanpa alasan. Hal ini menambah
kegugupannya, dan usahanya menyembunyikan warna
mukanya sering menyebabkan ia melakukan hal-hal yang lebih
menggelikan, bahkan menyebabkan dia marah terhadap
dirinya sendiri. Seperti telah diduganya, Ayunda benar-benar dapat
menyelami apa yang sedang dialaminya. Pada suatu sore,
ketika Banyak Sumba berada di kaputren, tiba-tiba Ayunda
Yuta Inten sambil tersenyum nakal mengganggu dengan
berkata, "Sumba, Teja bertanya kepada Yunda, mengapa
engkau tidak pernah datang ke rumahnya lagi dan bermain
dengan Wisesa?" Rangga Wisesa adalah kakak Teja Mayang, salah seorang
sahabat Banyak Sumba. Akan tetapi, Banyak Sumba tahu
bahwa persahabatannya dengan Rangga Wisesa tidak menjadi
perhatian Ayunda Yuta Inten. Ia sangat sadar bahwa Ayunda
hanya menggodanya dengan menyebut-nyebut Teja Mayang.
Bagaimanapun, pertanyaan kakak perempuannya itu harus
dijawab karena begitulah kaidah kesopanan. Dengan muka
memerah, Banyak Sumba berkata, "Ha... ha... hamba sibuk, Yunda."
"Bukankah hatimu selalu di rumah Rangga Wisesa
walaupun kausibuk?" tanya Yuta Inten sambil tersenyum.
Banyak Sumba tidak dapat membuka mulutnya. Untung
tiba-tiba gulang-gulang datang membawa panggilan
Ayahanda. Kesempatan ini dijadikannya dalih untuk tidak
menjawab pertanyaan Putri Yuta Inten yang sebenarnya olok-
olok belaka. Banyak Sumba berjalan sepanjang lorong yang berbelit-
belit, menanjak, dan mendaki ke ruangan puri yang melekat
ke dinding benteng, tepat di bawah mercu penjagaan. Di
sanalah letak ruangan khusus Ayahanda Banyak Citra.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ruangan itu cukup luas. Karena banyaknya kotak lontar yang
dikumpulkan Ayahanda, sukar membedakan ruangan itu dari
sebuah gudang. Walaupun demikian, suasana ruangan itu
jauh sekali dari suasana gudang. Kalau sebuah gudang tidak
memengaruhi suasana hati, ruangan Ayahanda memberikan
kesan angker dan murung Ke arah ruangan itulah, untuk kesekian kalinya, Banyak
Sumba berjalan. Dua tangga sebelum lantai ruangan, Banyak
Sumba menanggalkan alas kakinya yang terbuat dari kulit
yang kasar. Lantai batu menyengatnya dengan rasa dingin
yang menusuk tulang. Bukan enggan melepaskan alas kaki itu, melaiiik.in ih begini kenal waiak ayahandanya. Ayahanda
Banyak Citra tidak suka mendengar suara berisik, apalagi
kalau suara itu datang dari putra-putrinya. Itulah sebabnya, Banyak Sumba cenderung memilih lantai batu yang dingin
daripada mengenakan alas kaki kulit yang kasar. Dengan kaki telanjang, Banyak Sumba melangkah menuju pintu tertutup
ruangan khusus Ayahanda. Makin dekat ke pintu, makin hening suasana. Seperti pada
masa kanak-kanak, perasaan takut menghinggapi hati Banyak
Sumba setiap kali berjalan menuju pintu ruangan itu.
Kemurkaan Ayahanda terhadapnya atau terhadap saudara-
saudaranya pada masa ia masih kecil, menanam rasa takut
dalam dirinya. Bagaimanapun, Ayahanda Banyak Citra seorang
bangsawan yang keras, apalagi terhadap putra-putri beliau.
Seandainya salah seorang di antara putra-putrinya gagal
melaksanakan asas-asas yang ditanamkan terhadap
keluarganya, Ayahanda Banyak Citra tidak pernah segan-
segan memberi pelajaran dengan kekerasan. Masih terbayang
dalam ingatan Banyak Sumba ketika KakandaJaluwuyung
diikat pada dua tonggak dan dilecut seratus kali oleh gulang-gulang untuk suatu kesalahan terhadap tata kekeluargaan di
Puri Banyak Citra. Kenangan itulah yang tetap memburu
dalam hati Banyak Sumba. Kenangan itu pula yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyebabkan Banyak Sumba gemetar setiap kali menghadap
Ayahanda. Makin dekat ke pintu, Banyak Sumba makin melambatkan
langkahnya. Ketika tinggal beberapa langkah lagi dari pintu, seorang gulang-gulang datang dari tempat yang kelam, dari
lorong kanan pintu. Gulang-gulang itu mengangguk, lalu
membuka pintu perlahan-lahan. Banyak Sumba melangkah ke
dalam ruangan, memijak permadani hijau tua yang menjadi
alas ruangan itu. Di antara tumpukan kotak lontar, di tengah-tengah ruangan, menyalalah sebuah lampu minyak kelapa


Raden Banyak Sumba Seri Kesatria Hutan Larangan Karya Saini K M di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

walaupun siang hari. Di tengah-tengah cahaya itu, Ayahanda
duduk di tikar sambil menulis dengan pisau pangot di atas
daun-daun lontar berwarna putih. Dengan tidak bersuara,
Banyak Sumba duduk di sudut, tidak jauh dari Ayahanda yang
sedang bekerja. Banyak Sumba tidak berkata apa-apa. Ia tahu bahwa
mengganggu Ayahanda bekerja adalah kesalahan besar. Ia
dapat dihukum karenanya. Oleh karena itu, ia tidak berbuat
lain kecuali menunggu, seperti yang biasa ia lakukan kalau ia dipanggil menghadap. Ia pun tidak terlalu peduli berapa lama harus menunggu karena kadang-kadang, hampir setengah
hari menunggu, tiba-tiba pembicaraan ditangguhkan. Banyak
Sumba sudah biasa menghadapi hal seperti itu. Ia pun duduk
dengan sabar sambil memerhatikan Ayahanda yang tekun
menulis. Dipandanginya wajah Ayahanda yang pucat di bawah sinar
lampu minyak kelapa. Laki-laki setengah baya itu kelihatan
lebih tua daripada umurnya. Rambutnya yang panjang dan
bergelung sudah bercampur dengan uban, sedangkan
wajahnya kurus dengan bibirnya yang tipis, dan punggungnya
agak bungkuk, punggung orang kurus yang telah begitu berat
menanggung beban penderitaan dalam kehidupannya. Rupa
Ayahanda yang dapat menimbulkan kasihan memberi kesan
tentang seorang laki-laki yang telah gagal dan diremukkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
oleh kehidupan, kalau saja tidak ada bagian wajah lain yang sangat menonjol. Hidung Ayahanda yang agak besar dan
melengkung bagai paruh elang menghilangkan kesan lemah
dari pribadinya. Hidung Ayahanda yang menonjol itu seolah-
olah menantang kesan-kesan yang ditimbulkan oleh bagian-
bagian wajah dan tubuh lainnya. Kesan yang diberikan hidung itu demikian kuat, sehingga memberikan kesan menantang
dan dapat mengatasi segala kesukaran dan derita hidup. Di
samping itu, hidung itu memberi kesan ketangguhan seorang
bangsawan Pajajaran yang berani menyerahkan segala-
galanya untuk asas yang diperjuangkannya. Apalagi kalau
kesan hidung itu sudah berpadu dengan pandangan mata
Ayahanda Banyak Citra, pandangan sepasang mata hitam
kelam dan terletak dalam-dalam di tempatnya.
Kedua mata yang tajam itu sekarang terangkat,
memandang Banyak Sumba yang sejak tadi duduk di sudut
sambil memandangi Ayahanda yang sedang bekerja.
KETIKA Banyak Sumba menyadari bahwa Ayahanda
memandangnya, ia segera beringsut dari tempat duduknya,
lalu menghaturkan sembah. Ayahanda memberi isyarat agar ia
mendekat. Banyak Sumba pun maju, lalu duduk di lantai bertikar, dekat tempat Ayahanda menulis. Banyak Sumba duduk
bersila, sedangkan wajahnya menunduk dan matanya
memandangi lukisan bunga-bunga dan daun-daunan pada
tikar. Akan tetapi, segala perhatiannya tercurah kepada
Ayahanda yang duduk di hadapannya.
"Sumba," kata Ayahanda. Suaranya seperti terlalu rendah bagi orang tua yang berperawakan kecil itu. "Hamba,
Ayahanda," ujar Banyak Sumba. "Sekarang, engkau sudah terlalu besar untuk bermain-main di luar benteng. Di samping itu, engkau seorang anak dengan masa depan yang gemilang.
Engkau harus mempersiapkan diri. Maka, sejak hari ini, kita akan punya acara tetap bersama-sama. Ayah akan menjadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gurumu. Kita akan membaca buku-buku yang sebagian telah
kaubaca. Kita akan pergi berburu dengan para bangsawan.
Engkau akan belajar bertata krama, selain segala
kebijaksanaan dan pengetahuan dari abdi-abdi sang Prabu."
"Hamba, Ayahanda," ujar Banyak Sumba tanpa
mengangkat mukanya. "Ingatlah, Anakku, wangsa Banyak Citra tidak pernah
kepalang tanggung dalam segala hal. Jikajadi perwira, ia
hanya memilih dua hal, mencapai kemenangan atau gugur.
Kalau jadi negarawan, ia hanya memilih dua hal, jadi
negarawan yang baik atau tidak memakai nama Banyak Citra
dan mengaku-aku ada hubungan darah dengan wangsa
Banyak Citra. Itulah yang diadatkan dalam wangsa Banyak
Citra," kata Ayahanda.
Entah sudah berapa kali Banyak Sumba mendengar
wejangan seperti itu dari Ayahanda. Wejangan itu akhirnya
menanamkan anggapan bahwa wangsa Banyak Citra adalah
wangsa luar biasa di antara wangsa-wangsa bangsawan Paja-
jaran. Keluarbiasaan ini banyak contohnya. Ayahanda Banyak
Citra seorang bangsawan yang termasyhur karena Kota
Medang dapat menyumbangkan barisan jagabaya yang
tangguh, patuh, dan perwira. Dari Kota Medanglah penjaga-
penjaga negara yang baik didatangkan. Mereka tersebar
hampir di seluruh perbatasan Pajajaran: ke daerah rawa-rawa di utara, ke belantara di selatan, di tepi samudra tempat
bersemayam Ratu Siluman Laut, atau ke timur"tempat
pertempuran-pertempuran kecil terus-menerus terjadi dengan
kerajaan-kera-jaan tetangga di seberang Cipamali.
Nenekanda yang juga bernama Banyak Citra adalah
sahabat sang Prabu. Hal itu hanya mungkin berkat
kebijaksanaan serta pengetahuan beliau yang meluas dan
mendalam tentang berbagai masalah kenegaraan. Almarhum
Nenekanda adalah salah seorang di antara bangsawan wangsa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Banyak Citra yang dijadikan suri teladan oleh Banyak Sumba, ipar-ipar, serta saudara-saudaranya.
Terakhir, Kakanda Jante Jaluwuyung. Kakanda Jante adalah
puragabaya yang tidak ada tandingannya. Setiap bangsawan,
baik yang datang dari Pajajaran maupun kota-kota lain
menyatakan hal itu. Bahkan, Pamanda Minda, salah seorang
guru dari Padepokan Tajimalela, secara tidak langsung
menyatakan hal itu ketika Banyak Sumba bertanya kepadanya.
Waktu itu, Pamanda Minda dari Padepokan Tajimalela
mengadakan perjalanan ke suatu tempat yang dirahasiakan di
perbatasan timur kerajaan. Pamanda Minda singgah di
Medang. Selain membawa pesan dari Kakanda Jante, beliau
pun perlu menginap semalam di Medang. Ketika itulah,
Banyak Sumba bertanya, "Pamanda, siapakah puragabaya
terbaik masa kini?" "Kakakmu salah seorang yang paling tangguh," jawab Pamanda Minda sambil mengusap Banyak Sumba yang baru
berumur sepuluh tahun. "Bagaimana dengan yang lain" Apakah mereka kurang
hebat dan semua dikalahkan Kanda Jaluwuyung dalam
latihan?" Pamanda Minda tersenyum, lalu berkata, "Banyak yang
hebat, misalnya Ginggi, Girang, dan... Pangeran Anggadipati...
yang sekarang biasa dipanggil Anom. Mereka ini tidak
terkalahkan dalam latihan-latihan, kecuali oleh Pamanda
Rakean dan Pamanda Minda sebagai gurunya," lanjutnya
sambil tersenyum. Semua yang telah dicapai oleh leluhur dan belakangan oleh
Kanda Jante Jaluwuyung, di satu pihak menumbuhkan rasa
bangga pada diri Banyak Sumba. Tetapi di lain pihak, itu
menjadi beban pula baginya. Sering dia bertanya pada diri
sendiri, apakah ia, Banyak Sumba, dapat menjadi anggota
wangsa Banyak Citra yang menonjol dan termasyhur di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kerajaan Pajajaran" Pertanyaan itu menimbulkan kecemasan
dalam dirinya. Bagaimana kalau ia tidak menjadi orang yang
berarti di mata para bangsawan dan rakyat Pajajaran"
Bagaimana kalau mengecewakan Ayahanda Banyak Citra"
"Anakku, Banyak Sumbaaku yakin, engkau akan menjadi
orang yang benar-benar membawa sifat-sifat wangsa Banyak
Citra," demikian Ayahanda berkata, membangunkan Banyak Sumba dari renungannya.
"Mudah-mudahan, Sang Hiang Tunggal merestui,
Ayahanda," ujar Banyak Sumba.
"Sekarang pergilah, ambillah perlengkapanmu. Suruh
gulang-gulang membawanya ke sini agar kau tidak harus
membungkuk saat membaca lontar-lontar ini," ujar Ayahanda sambil melihat-lihat setumpukan peti lontar di samping beliau.
"Di tempat hamba ada sebuah peti besar yang biasa hamba pergunakan. Bolehkah hamba menggunakannya di ruangan
ini?" "Cari yang lebih baik. Sekarang engkau sudah besar.
Engkau seorang bangsawan," kata Ayahanda pula.
Banyak Sumba tidak berkata apa-apa lagi. Ia menyembah
dengan hormat, lalu mengundurkan diri.
KETIKA itu hari menuju senja, beribu-ribu keluang terbang
ke hutan-hutan yang kelam di sebelah barat. Banyak Sumba
berjalan menyusuri jalan di atas dinding benteng, menuju
bagian kaputren Puri Banyak Citra. Ia sengaja menyusur
benteng karena di sana obor-obor menyala terang. Sambil
berjalan di atas benteng, ia memandang ke sekeliling, ke
langit yang berangsur berubah warna, dari Jingga menjadi
merah tua. Beberapa orang gulang-gulang dan jagabaya yang
mendapat giliran jaga malam di atas benteng, menegurnya
dengan hormat. Banyak Sumba menyahut dengan hormat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pula, sesuai dengan kedudukannya sebagai putra penguasa
Kota Medang. Ketika Banyak Sumba melayangkan pandangannya ke
perhumaan dan gundukan-gundukan kampung yang tersebar
di sebelah barat Kota Medang, di antara kelap-kelip cahaya
obor yang tampak dari jauh, tampaklah tiga buah obor besar
yang bergerak dengan cepat ke arah kota. Ketika Banyak
Sumba menajamkan pandangannya menembus remang senja,
terlihat tiga buah obor besar itu bergerak sepanjang jalan
besar yang menuju gerbang Kota Medang.
Aneh, ketika melihat ada orang yang tergesa-gesa menuju
kota pada waktu senja seperti itu, jantungnya seolah-olah
terhenti. Entah apa sebabnya, hatinya tiba-tiba cemas, kalau-kalau para pendatang itu membawa berita yang tidak
dikehendaki. Akan tetapi, kecemasan yang tidak masuk akal
itu segera diusir dari pikirannya. Ia mulai memerhatikan para penunggang kuda yang mendekat dengan obor berkobar-kobar. Di belakang pembawa obor itu, kira-kira sepuluh
penunggang kuda memacu kuda mereka dengan cepat sekali.
"Paman," kata Banyak Sumba kepada seorang gulang-
gulang yang juga memandang ke arah para pendatang yang
makin lama makin dekat, "tampaknya para penunggang kuda itu bangsawan. Saya melihat pakaian kuda mereka
gemerlapan di bawah obor itu."
"Matamu tajam sekali, Raden," kata gulang-gulang, "Paman tidak dapat melihat pakaian kuda dari tempat ini."
"Lihat, mereka bangsawan," kata Banyak Sumba sambil menunjuk ke arah para pendatang yang makin dekat.
Memang, dari kuda yang berpakaian gemerlap, orang dapat
menduga bahwa rombongan tamu Kota Medang itu para
bangsawan dengan para pengiringnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, jelas sekarang, mereka orang-orang besar," kata gulang-gulang itu, "tapi ada urusan penting apa malam-malam mereka memacu kuda ke sini?"
Pertanyaan itu mengembalikan rasa cemas yang aneh
dalam diri Banyak Sumba. Ya, ada urusan apa rombongan itu
datang malam-malam secara tergesa-gesa" Sambil
merenungkan pertanyaan itu, Banyak Sumba terus berjalan,
kemudian menuruni tangga yang diterangi obor dari tangan
gulang-gulang yang mengantarnya. Setelah berada di bawah
benteng yang terang benderang oleh lampu-lampu minyak
kelapa, ia berjalan tergesa ke ruangan besar di kaputren. Di sana, Ayunda Yuta Inten sedang menyulam dikelilingi putri-putri bangsawan yang juga sedang menjahit atau menyulam.
"Biasanya, engkau tidak suka datang ke tempat gadis-
gadis, Sumba. Ada apa?" tanya Yuta Inten.
"Hamba perlu kotak, Yunda. Ayahanda memerintahkan
agar hamba membawanya ke ruangan beliau."
"Baiklah, pilih salah satu di ruangan kanan. Suruhlah
seorang gulang-gulang membawanya. Jangan ambil jalan
memotong, lebih baik lewat benteng supaya terang."
"Ya, hamba pun lewat benteng waktu kemari," ujar Banyak Sumba.
Tiba-tiba, ia ingat bangsawan-bangsawan berkuda itu. Ia
tertegun sebentar di ambang ruangan besar sebelah kanan,
tempat gadis-gadis menyulam. Ia berpaling kepada Putri Yuta Inten, lalu berkata, "Ayunda, hamba melihat serombongan bangsawan penunggang kuda menuju gerbang kota. Mungkin
para tamu kita." Yuta Inten tegak dari duduknya dan dengan penuh
penasaran bertanya, "Sumba, apakah kau melihat salah
seorang di antara mereka berkuda putih?" sambil bertanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
demikian, sulaman di tangan Putri Yuta Inten jatuh dari
pangkuannya. "Ayunda, hari terlalu gelap dan hamba tidak memerhaT
tikannya," jawab Banyak Sumba. Keinginan hendak menggoda Ayunda Yuta Inten terbit dalam hatinya.
Ayunda Yuta Inten sudah bertunangan dengan Pangeran
Anggadipati, sahabat seperguruan Kakanda Jante Jalawuyung.
Banyak Sumba beranggapan bahwa gadis yang jatuh cinta itu
seolah-olah kembali menjadi anak kecil. Ya, anak kecil yang dapat mainan baru. Begitulah sekurang-kurangnya Ayunda
Yuta Inten di mata Banyak Sumba waktu itu. Gadis itu tidak
dapat melepaskan segala pikiran dari tunangannya. Segala
tingkah lakunya seolah-olah ditujukan kepada tunangannya
yang berada di Pakuan. Ayunda Yuta Inten bersolek,
menyulam, bernyanyi kecil, dan belajar menari; semuanya itu ditujukan kepada Pangeran Anggadipati. Demikian juga segala percakapan Ayunda, apa pun yang menjadi bahan
pembicaraannya dan siapa pun yang diajaknya bicara, baik
gadis-gadis bangsawan maupun Banyak Sumba, akhir
percakapan akan kembali kepada Pangeran Anggadipati.
Alangkah anehnya seorang gadis, walaupun gadis itu
kakaknya sendiri, demikian anggapan Banyak Sumba. Karena
keanehan itu, ia senang menggoda Ayunda Yuta Inten.
Ditambah pula, Ayunda Yuta Inten suka menggodanya. Itulah
sebabnya, Banyak Sumba tidak berterus terang kepada Putri
Yuta Inten bahwa dia tidak melihat kuda putih, kuda yang
biasa ditunggangi para pura-gabaya.
Karena Banyak Sumba tidak memberikan jawaban pasti
tentang warna kuda tamu-tamu yang datang, timbullah
harapan Yuta Inten untuk dapat bertemu dengan kekasihnya.
Ia bangkit dari atas tikar tempat duduknya, lalu berjalan ke arah Banyak Sumba yang berdiri di ambang pintu.
"Sumba, walaupun gelap, bulu kuda putih dapat kaulihat.
Apakah secara samar-samar tidak kaulihat kuda putih?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hamba tidak yakin, Ayunda, tapi mungkin saja ada kuda putih," jawab Banyak Sumba.
"Kaulihat warna putih berkelebat dalam gelap?"
"Mungkin saja, Ayunda, tetapi mungkin yang putih pakaian penunggangnya," jawabnya.
"Sumba! Kaulihat penunggang kuda itu berpakaian putih"
Tahukah engkau bahwa puragabaya itu berpakaian putih di
balik pakaian malamnya yang hitam" Sumba, kaulihat...
kaulihat?" Putri Yuta Inten tidak melanjutkan perkataannya.
Gadis itu segera melangkah menuju gadis-gadis lain,
kemudian mereka memasuki ruangan lain dengan tergesa.
Banyak Sumba tersenyum ketika membayangkan Ayunda Yuta
Inten akan bersolek dibantu gadis-gadis itu. Sungguh, gadis yang sedang diamuk rindu itu mudah sekali ditipu atau menipu dirinya sendiri, pikir Banyak Sumba seraya memasuki ruangan lain.
Setelah kotak itu ditemukan, Banyak Sumba memanggil
seorang gulang-gulang. Gulang-gulang itu disuruhnya
mengangkat kotak dan membawanya ke ruangan Ayahanda
membaca atau menulis. Banyak Sumba berjalan mengiringkan
gulang-gulang menuju kamar Ayahanda yang sejak malam itu
menjadi tempat dia belajar tentang kenegaraan.
"Wah, Raden sudah boleh belajar di ruangan Ayahanda.
Sebentar lagi, Kota Medang mengirimkan calon menteri kera-
jaan ke Pakuan Pajajaran," kata gulang-gulang itu sambil mengerling kepada Banyak Sumba di dalam gelap senja?
"Oh, begitu?" ujar Banyak Sumba menjawab kelakar
gulang-gulang itu dengan pura-pura tak acuh.
"Raden, kalau nanti pergi ke Pakuan Pajajaran untuk
menduduki jabatan menteri kerajaan, bawalah Emang sebagai
salah seorang yang mengantarmu. Ingin sekali Emang melihat


Raden Banyak Sumba Seri Kesatria Hutan Larangan Karya Saini K M di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keramaian ibu kota Pakuan yang begitu banyak diceritakan
dan dikagumi orang."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah Emang yakin,- saya akan jadi menteri kerajaan?"
tanya Banyak Sumba, masih juga tak acuh.
"Mengapa tidak" Raden Jaluwuyung telah menjadi
puragabaya paling hebat, sesuai dengan rencana Ayahanda.
Dan Raden Sumba direncanakan menjadi menteri kerajaan
dari keluarga Banyak Citra ini. Apa yang tidak mungkin bagi Ayahanda" Beliau akan mendidikmu menjadi menteri paling
hebat." Banyak Sumba mengangkat bahunya. Ia tidak tahu apa
yang harus dikatakannya. Menjadi menteri atau tidak menjadi menteri bukan soal besar baginya. Ia tidak tahu apakah
menjadi menteri itu menyenangkan atau tidak. Akan tetapi,
kalau hal itu akan menyenangkan Ayahanda, tentu saja ia
harus berusaha sebaik-baiknya untuk mencapai cita-cita itu.
Bagaimanapun, Banyak Sumba mengetahui bahwa Ayahanda
bukanlah orang yang dapat ditentang kehendaknya. Lagi pula, seorang anak tidak boleh menentang orangtuanya.
Demikianlah pelajaran yang diterimanya. Demikian pula yang
diketahuinya dari pengalaman. Kakanda Jaluwuyung sering
sekali menjadi korban kemurkaan Ayahanda karena mencoba
menentang kehendaknya. Itulah sebabnya ia merasa tidak ada
pilihan lain, kecuali mengikuti kehendak Ayahanda. Ia pun
yakin, kehendak Ayahanda tidak akan membawanya ke arah
yang buruk. Sementara termenung demikian, mereka sudah sampai di
depan ruangan Ayahanda. Banyak Sumba mendahului gulang-
gulang yang membawa kotak itu, lalu membukakan pintu
perlahan-lahan. Gulang-gulang itu masuk, lalu meletakkan
kotak di tempat yang diisyaratkan Banyak Sumba. Setelah itu, gulang-gulang menyembah ke arah Ayahanda yang tidak
mengangkat muka dari tumpukan lontar yang ada di
hadapannya. Setelah gulang-gulang itu keluar, Banyak Sumba
mulai duduk menghadapi kotaknya. Ia duduk bersila di atas
permadani, memandangi ayahandanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tak lama kemudian, Ayahanda bangkit. Dengan dua buah
kotak lontar di tangan, beliau berjalan ke arahnya. Ayahanda Banyak Citra membungkuk, meletakkan kedua buah lontar itu
di atas meja Banyak Sumba. Bau cendana yang harum terisap
oleh Banyak Sumba. Tentu kotak lontar itu terbuat dari kayu yang mahal dan isi kotak itu merupakan naskah-naskah
tentang ilmu-ilmu mulia. Makin yakin Banyak Sumba bahwa ia
harus belajar dengan sungguh-sungguh. Kalau Ayahanda
begitu bersungguh-sungguh menghadapinya, apalagi dia, anak
yang harus berbakti kepada orangtuanya.
"Sumba," tiba-tiba Ayahanda berkata, "leluhur kita adalah menteri-menteri kerajaan atau para pahlawan, puragabaya
atau laksamana. Engkau anggota wangsa Banyak Citra.
Engkau harus merencanakan bagaimana membaktikan dirimu
pada kerajaan. Karena Kakanda Jaluwuyung telah menjadi
puragabaya, puragabaya yang baik pula, kupilihkan engkau
pendidikan negarawan. Sejak malam ini, pelajarilah lontar
yang ada dalam kotak-kotak itu. Kalau ada kesukaran,
bertanyalah kepadaku. Kita akan banyak berbincang-bincang
tentang isi kotak-kotak itu."
"Baik, Ayahanda," ujar Banyak Sumba.
"Sekarang, mulailah pelajari kotak yang sebelah kiri.
Ayahanda akan berada di sini mengerjakan tulisan-tulisan ini,"
kata Ayahanda pula sambil kembali menunduk, menghadapi
tumpukan lontar yang ada di hadapan beliau.
Dengan berhati-hati, Banyak Sumba membuka kotak lontar
yang sebelah kiri. Begitu kotak itu terbuka, bau kayu cendana yang lebih semerbak tersebar ke seluruh kamar. Dari lontar
pertama, yang terbaca oleh Banyak Sumba adalah dua patah
kata yang ditulis dengan bagus sekali "Sang Negarawan".
Akan tetapi, baru saja ia membuka lontar yang pertama dan
mulai membaca lembar lontar yang kedua, dari luar benteng
terdengar suara hiruk pikuk disusul dengan langkah gulang-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gulang yang berisik di atas lantai batu benteng menuju
ruangan. Banyak Sumba mengangkat mukanya, tampak olehnya
ayahanda pun mengangkat muka. Dalam sekilat, Banyak
Sumba ingat kepada rombongan penunggang kuda yang
datang ke arah Kota Medang. Firasat buruk menyentuh
hatinya kembali. Adakah kampung-kampung di wilayah
Medang yang diserang gerombolan perampok" Atau adakah
harimau menerkam orang" Atau naga yang keluar dari Hutan
Larangan dan memangsa berpuluh-puluh penduduk kampung,
seperti pernah terjadi di zaman Nenckanda Banyak Citra yang ketiga" Barangkali ada kebakaran hutan, malapetaka yang
paling ditakuti oleh binatang dan manusia" Segala pikiran
buruk membayang dalam hati Banyak Sumba, tetapi tidak
lama, karena gulang-gulang sudah tiba di pintu dan
menyembah. "Para tamu dari Kutabarang dba dan menunggu di ruang
tengah," kata gulang-gulang itu. Wajah Ayahanda yang
angker bertambah kelam, mungkin segala pikiran buruk
membayang pula dalam hati beliau. Ayahanda bangkit, lalu
meninggalkan ruangan diiring oleh gulang-gulang menuju
istana. Setelah termenung sebentar, dan dengan hati yang masih
gelisah, Banyak Sumba mulai membuka lontar halaman kedua.
Demikianlah sabda Sang Maha Budiman bahwa
sesungguhnya tiada yang kuasa selain Sang Hiang Tunggal,
yang mencurahkan restu-Nya kepada anak negeri untuk
mengurus diri mereka, bersaudara dalam kasih sayang. Para
petani pergilah ke bukit, nelayan ke lautan. Pedagang-
pedagang gelarkan tikar kalian di pasar-pasar, perwira-
perwira, berdirilah di perbatasan kerajaan. Sedangkan dari
mereka Sang Hiang Tunggal akan menetapkan seorang raja,
ia yang paling budiman, ia yang tidak membutuhkan apa-apa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
selain kesempatan untuk mencintai rakyatnya. Yang tidak
takut apa-apa, selain takut rakyatnya akan menderita....
Belum habis Banyak Sumba membaca, tiba-tiba
didengarnya sayup-sayup suara jeritan. Banyak Sumba
menajamkan pendengarannya. Suara itu terdengar dari arah
istana. "Apakah yang terjadi?" tanya Banyak Sumba dalam hati, jantungnya berdetak dengan cepat. Kemudian, suara
jeritan panjang mengikuti, diiringi suara tangisan lainnya.
Suara yang makin lama makin keras itu membangkitkan
Banyak Sumba dari tempat duduknya. Ia kemudian berjalan
ke luar. Ketika suara tangis makin nyaring, ia berlari di atas dinding benteng.
Di atas dinding benteng, gulang-gulang berkumpul,
bercakap-cakap dalam bisikan. Banyak Sumba berlari melewati mereka. Karena asyik bercakap-cakap, tak ada seorang pun di antara gulang-gulang itu yang melihat dia lewat.
"Sudah seminggu ia meninggal, kalau begitu," kata seorang gulang-gulang. Mendengar itu, Banyak Sumba lari. Siapakah
yang meninggal" Siapakah yang ditangisi wanita-wanita itu"
Banyak Sumba makin mempercepat larinya. Beberapa tangga
yang gelap dituruninya, tapi ia tidak terpeleset karena tempat-tempat itu sudah dikenalnya dengan baik. Kemudian, ia berlari di lorong-lorong istana. Di lorong-lorong istana pun ia bertemu dengan para gulang-gulang yang juga bercakap-cakap dengan
berbisik. Jelas bahwa suatu malapetaka telah menimpa isi
Istana Banyak Citra. Dengan pikiran itu, tibalah ia di ruangan tengah.
Ayahanda duduk seperti patung pada kursi kebesaran
beliau. Para tamu yang ternyata ipar-ipar dan keponakan
Ayahanda yang datang dari Kutabarang, duduk dengan kepala
tertunduk. Sementara itu, di samping Ayahanda, Ibunda
dikerumuni para emban. Semua menangis, melolong-lolong.
Ternyata Ibunda tidak sadarkan diri, demikian pula Ayunda
Yuta Inten yang terbaring di ruangan lain tidak jauh dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ruangan tengah. Melihat pemandangan yang mengibakan hati
itu, air mata Banyak Sumba tidak dapat ditahan lagi. Ia berdiri di samping pintu ke ruangan tengah, di bawah bayang-bayang
lampu yang bergerak-gerak. Ia tidak dapat menggerakkan
kakinya. Ia berdiri di sana seperti patung.
Setelah semua wanita diperintahkan mengundurkan diri
sambil membawa Ibunda ke ruangan dalam, berkatalah
Ayahanda. "Kita harus mengetahui ke mana abu jenazahnya dibawa."
"Ya, tapi abu jenazah disembunyikan oleh pemerintahan
kerajaan karena anggota-anggota wangsa Wiratanu
bermaksud mengambil dan menghinakannya. Bahkan, waktu
jenazah hendak dibakar dengan segala upacara yang pantas
bagi puragabaya, orang-orang Wiratanu menyerang upacara
itu untuk mengambil jenazah. Kabarnya, mereka bersumpah
untuk memberikan jenazah Jaluwuyung kepada anjing
mereka," demikian Pamanda Galih Wangi memberi penjelasan.
Kata 'Jaluwuyung" tiba-tiba seperu geledek di siang bolong bagi Banyak Sumba. Betulkah apa yang didengarnya, Kakanda
Jaluwuyung telah gugur dan abu jenazahnya diperebutkan
orang" Betulkah ia sudah kehilangan kakak laki-laki yang
menjadi kebanggaannya"
"Kita harus membuat perhitungan dengan wangsa
Wiratanu," kata Ayahanda, "kalau tidak, kita ini bukan anggota wangsa Banyak Citra."
"Kita perlu menyelidikinya lebih lanjut, mengapa
Jaluwuyung membunuh Raden Bagus Wiratanu," kata
Pamanda Galih Wangi. "Raden Bagus Wiratanu hanyalah dalih, percayalah
kepadaku. Jantejante anakku berulang-ulang menceritakan
bahwa ia mencurigai pengkhianatan. Ia menduga, para pelatih berusaha membunuhnya sejak ia di padepokan. Demikian pula
calon-calon puragabaya lainnya. Dan dalam menghadapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
musuh, Jante sering merasa hendak dikorbankan. Itulah yang
berulang-ulang dikatakan kepadaku," kata Ayahanda.
"Kalau begitu, segala kejadian dapat diterangkan. Akan tetapi, bukan berarti masalah pokok dapat dijawab. Mula-mula, Kutabarang kedatangan sepasukan orang-orang dari
Kuta Kiara yang hendak menuntut balas kematian Raden
Bagus Wiratanu. Kemudian, datang rombongan puragabaya
ini, katanya untuk mencegah perbuatan-perbuatan onar dari
pihak wangsa Wiratanu. Akan tetapi, nyatanya mereka datang
untuk membunuh Jante, sejalan dan setujuan dengan maksud
wangsa Wiratanu. Hanya ada satu soal, mengapa mereka
sejak awal hendak membunuh Jante?"
"Karena ia puragabaya yang terlalu hebat, ia puragabaya keturunan Banyak Citra. Ia dianggap berbahaya dan karena itu harus dibunuh oleh calon iparnya sendiri, Anggadipati.
Sungguh orang ini telah menipuku dan menipu anakku, Yuta
Inten. Kalian tahu ia telah bertunangan dengan Yuta Inten,"
sambung Ayahanda sambil menundukkan kepala. Ketika beliau
mengangkat kepala, kembali tampak oleh Banyak Sumba,
betapa dalam sekejap beliau berubah seperti bertambah tua
beberapa tahun. "Ya, setiap orang mengatakan, hanya Puragabaya Ang-
gadipati-lah tandingan Jante. Oleh karena itu, ia yang
ditugaskan untuk menghadapinya."
"Kalau tidak dibantu puragabaya lain, Anggadipati tidak akan mampu menghadapi Jante," ujar Ayahanda perlahan-lahan. Setelah menarik napas panjang, ia menyambung.
"Kita harus membuat perhitungan dengan setiap orang
yang terlibat dalam peristiwa keji ini. Akan tetapi, pertama-tama kita harus berurusan dengan mereka yang meremehkan
tangan atau senjatanya dengan darah Jante. Keturunan
Banyak Citra tidak boleh gugur tanpa diikuti oleh kematian pengecut-pengecut itu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Peristiwanya belum jelas bagi saya," kata Pamanda Angke.
"Semuanya jelas bagiku," tukas Ayahanda, "ada pihak-pihak yang tidak suka kepada Jante. Pihak-pihak ini
mempergunakan tangan-tangan wangsa Wiratanu untuk
memancing Jante. Jante terpancing, lalu diturunkanlah
Anggadipati dengan pengeroyok lainnya."
"Akan tetapi, sepanjang pengetahuan saya, tidak semudah itu para puragabaya dapat dipergunakan oleh pihak-pihak
yang tidak suka kepada Jante. Apalagi mengingat Anggadipati mencintai Yuta Inten. Banyak hal yang belum jelas," sambung Pamanda Angke.
"Angke!" seru Ayahanda Banyak Citra, "engkau tidak mengalami sendiri bagaimana bangsawan tertentu dapat
berhati busuk. Aku mengalaminya dengan mata kepalaku
sendiri. Ketika aku hampir diangkat menjadi penguasa Kota
Medang, bukankah nyawaku diancam pula" Sudah lupakah
engkau bagaimana aku dihadang perampok yang hampir
berhasil membunuhku" Apakah kaukira perampok itu bukan
suruhan sainganku sebagai calon penguasa Kota Medang ini?"
"Kalau begitu, entahlah. Akan tetapi, bagiku masih banyak hal yang gelap. Ada orang-orang di Kutabarang yang
menyatakan bahwa Jante kehilangan pikiran sehatnya. Ada
yang menyatakan bahwa dia ketakutan setelah membunuh
Bagus Wiratanu dalam perkelahian itu, ya, dan banyak lagi"
kata Pamanda Angke. Akan tetapi, sebelum Pamanda Angke
menyelesaikan kata-katanya, Ayahanda menyela.
'Jante berulang-ulang mengatakan kepadaku bahwa
nyawanya terancam. Pihak-pihak tertentu tidak menyukainya
dan berulang-ulang para pelatih di padepokan serta kawan-
kawan seperguruannya mencoba mencelakakannya."
"Kalau Kakanda yakin, terserahlah. Akan tetapi, saya ...
saya ragu-ragu apakah ...," ujar Paman Angke.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Soalnya jelas, Jante dibunuh oleh Anggadipati setelah diumpani oleh Bagus Wiratanu. Kita anggota wangsa Banyak
Citra harus menegakkan kehormatan kita sepantasnya. Yang
setengah hati, dipersilakan menyimpan senjatanya," sambil berkata demikian, mata Ayahanda berkeliling mengawasi
wajah bangsawan-bangsawan Kota Medang yang hadir satu
per satu. "Biarkanlah darah kita menjadi dingin lebih dahulu, baru kita mempersoalkan apa yang akan kita perbuat," kata
Pamanda Galih Wangi setelah lama menundukkan kepala.
Tampak banyak bangsawan yang setuju dengan pendapat itu.
Akan tetapi, Ayahanda menggeram dan marah.
"Seorang anggota keluarga terbunuh tidak pantas disambut dengan perundingan-perundingan. Kita anggota wangsa
Banyak Citra yang punya harga diri dan aku anggota sulung
wangsa Banyak Citra. Aku bersedia menegakkan kehormatan
keluargaku seorang diri."
Tak ada bangsawan yang berani angkat suara. Itu berarti
pula kehendak Ayahanda menjadi perintah.
WALAUPUN tidak seluruh bangsawan Kota Medang
sependapat dan setuju dengan Ayahanda, pada malam
berikutnya, "Upacara Sumpah Pembalasan Dendam" dilakukan di tengah-tengah lapangan depan istana. Para bangsawan
pembantu terdekat Ayahanda dalam memerintah Kota
Medang, bangsawan-bangsawan muda sahabat Kakanda Jante
Jaluwuyung, dengan pakaian perang yang gemerlapan dan
senjata lengkap, berkumpul mengelilingi api unggun besar di tengah lapangan itu. Api unggun itu demikian besar sehingga suaranya yang gemuruh menyeramkan, sedangkan panasnya
menyengat. Banyak Sumba sudah siap dengan pakaian
kebesarannya. Walaupun semula hati Banyak Sumba kosong
dari segala perasaan karena terkejut mendengar berita yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak disangka-sangka, malam itu"di depan api unggun
raksasa"tiba-tiba ia mengalami sesuatu.
Api unggun yang besar, berkobar-kobar, dan panas adalah
lambang dendam wangsa Banyak Citra terhadap Pangeran
Anggadipati. Sadar akan hal itu, meremanglah bulu roma
Banyak Sumba. Ia meramalkan banyak darah akan mengalir,
banyak nyawa akan melayang karena kematian putra sulung
Ayahanda, Kakanda Jante Jaluwuyung. Kesadaran dan rasa
seram itu bertambah pula ketika ia menyadari bahwa
Ayahanda Banyak Citra yang keras dan pantang menyerah,
orang yang disakiti dalam peristiwa yang menyedihkan itu.
Dendam seorang laki-laki yang keras dan pantang menyerah
akan mengguncangkan Kerajaan Pajajaran sehingga mereka
yang bersalah terhukum dan mereka yang khilaf meminta
maaf. Sebelum itu, Pajajaran akan bergelimang darah, besi,
dan api! Sekali lagi, meremang bulu roma Banyak Sumba.
Sementara Banyak Sumba termenung, ternyata persiapan
upacara sudah selesai. Hampir seluruh penduduk Kota


Raden Banyak Sumba Seri Kesatria Hutan Larangan Karya Saini K M di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Medang, para pedagang, petani, tukang-tukang, dan para
bangsawan hadir di tengah lapangan itu. Di babancong
seluruh keluarga Banyak Citra berkumpul, berpakaian gelap
tanda dukacita. Kaum pria berpakaian perang, kaum wanita
berpakaian perkabungan. Di samping kanan Ayahanda yang
duduk di kursi kencana yang ditutupi kain hitam, duduk
Ibunda. Di sebelah kiri, Ayunda Yuta Inten yang tidak dapat duduk tegak dan harus dipegang para emban karena tak
tahan mengusung beban dukacita. Suara tangis dari arah
kaum wanita kadang-kadang mengeras, kadang-kadang
melemah di antara gemuruh bunyi api unggun.
Setelah beberapa lama orang berhenti berdatangan ke
lapangan itu dan suasana menjadi hening di antara gemuruh
api, berdirilah Ayahanda Banyak Citra. Beliau mengenakan
pakaian kebesaran dan bersenjata lengkap seakan-akan beliau akan pergi ke medan perang. Beliau berjalan ke depan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
babanconghmgga tampak dengan jelas dari semua arah di
dalam terang api unggun itu. Setelah beberapa lama beliau
berdiri di sana, suasana semakin hening. Akhirnya, suara
orang berbicara pun lenyap. Tinggal suara api yang gemuruh
dan gemeletup, seolah-olah suara raksasa atau binatang buas yang menggeram-geram karena marah.
Dalam keheningan itu, berserulah Ayahanda dengan suara
berat tapi lantang, 'Jante Jaluwuyung, anakku, anak kita
semua. Jante Jaluwuyung, sahabatmu, saudaramu. Jantejalu-
wuyung yang mencintai kalian semua, yang akan bersedia
setiap waktu memberikan darahnya seandainya kalian
terancam, seandainya kawan-kawan kalian dan saudara-
saudara kalian dalam bahaya. Jante Jaluwuyung yang
mencintai kota kelahirannya, Kota Medang yang sama-sama
kita bangun dan kita cintai ini, telah tiada.
"Ia telah meninggal.... Dan kita tidak bisa lain, kecuali mengikhlaskannya kalau itu kehendak Sang Hiang Tunggal.
Jante Jaluwuyung meninggal, tapi ia meninggal tidak secara
wajar. Ia meninggal karena dibunuh.
"Baiklah, kita akan menerima kalau ia dibunuh karena
kesalahannya. Akan tetapi, ia terlalu baik untuk berbuat
kesalahan tanpa minta maaf hingga orang harus
membunuhnya. Dan bagaimana ia dibunuh" Pembunuhnya
bertindak secara pengecut. Ia dibunuh setelah dipancing oleh seseorang yang bernama Bagus Wiratanu, kemudian
dikeroyok oleh para pengecut. Bukan saja oleh puragabaya-
puragabaya, tapi juga oleh pelatihnya. Dalam perkelahian itu, seseorang yang tak mau kusebut namanya mencabut
nyawanya dengan mendorongnya ke jurang."
Suara menggeram datang dari hadirin, terutama rakyat
biasa yang berdiri di belakang. Mereka para petani, pedagang, dan tukang-tukang yang sangat kenal dan sangat sayang
kepada para putra Ayahanda Banyak Citra. Mereka
menggeram karena mendengar Jante dibunuh para pengecut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ya, Jante yang biasa mereka sebut Den Ageung, yang pada
masa kanak-kanaknya biasa bermain-main di antara mereka,
sekarang sudah dibunuh orang. Mereka menggeram karena
dendam mulai bangkit dalam hati mereka. Mendengar
geraman itu, Ayahanda Banyak Citra berhenti bicara. Setelah suasana hening kembali, beliau melanjutkan kata-katanya,
"Hanya itulah yang akan kusampaikan kepada kalian, anak sulungku telah tiada. Kuserahkan pada kasih sayang kalian
agar rohnya diterima di Buana Padang dengan baik. Semoga
anakku, anak kalian, Jante Jaluwuyung dapat tidur dengan
nyenyak. Kuminta doa kalian untuk kepergiannya."
Untuk pertama kali dalam kehidupannya, Banyak Sumba
mendengar betapa suara Ayahanda gemetar karena
kesedihan. Suara laki-laki yang keras itu baru kali ini gemetar dan tidak disadarinya, dada Banyak Sumba pun mulai
berguncang. Banyak Sumba menangis selama dua hari sejak
ia mengetahui bahwa Jante Jaluwuyung dibunuh orang.
Tiba-tiba, terdengar teriakan dari hadirin, teriakan-teriakan yang mula-mula tidak jelas terdengar, tetapi akhirnya dapat ditangkap dengan terang. Teriakan-teriakan itu adalah
teriakan tuntutan balas dendam. Bangsawan-bangsawan
muda dengan pakaian perang dan sikap yang gagali perkasa
maju ke depan. Mereka mengucapkan sumpah balas dendam
dan berjanji untuk menyerahkan nyawanya demi terbunuhnya
para pembunuh Jante Jaluwuyung. Kemudian, rakyat biasa
pun berbuat demikian, ingar-bingarlah lapangan, seolah-olah seluruh hadirin mabuk atau menjadi gila karena marah.
Dalam ingar-bingar itu, Banyak Sumba maju, melemparkan
badik hadiah dari Pangeran Anggadipati. Demikian juga
Ayunda Yuta Inten, melemparkan segala perhiasan yang
diterima dari tunangannya. Kemudian, Ayunda pingsan untuk
ketiga kalinya dan terpaksa dipapah menjauh dari api yang
berkobar-kobar buas itu. Sementara itu, tangisan menjadi
keras kembali, teriakan-teriakan menggetarkan langit malam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu. Bendera-bendera merah dan hitam dikibarkan, demikian
juga umbul-umbul tua yang telah sobek-sobek, umbul-umbul
keramat yang telah mengalami beberapa kali peperangan.
Banyak Sumba yang mula-mula tidak mengerti, akhirnya
hanyut juga dalam arus perasaan yang menguasai hadirin.
Kesedihan, kemarahan, kebencian, dan tekad membalas
dendam bergalau dalam dadanya.
UPACARA selesai setelah malam sangat larut. Bangsawan-
bangsawan kebanyakan tidak terus pulang, tetapi masuk
istana menemani Ayahanda. Banyak Sumba masuk ke
ruangannya, lalu membaringkan badannya yang lelah. Akan
tetapi, sampai kokok ayam jantan terdengar untuk pertama
kali, matanya tidak juga hendak terpejam. Peristiwa yang
berturut-turut dialaminya mengisi kesadarannya. Di samping
itu, dari arah ruangan tengah terdengar percakapan atau
perundingan orang-orang tua. Sedangkan dari kaputren
kadang-kadang terdengar 6ayup-sayup suara tangis. Di
lorong, para gulang-gulang yang juga tidak hendak tidur, terus berbincang-bincang. Tentu saja tentang kematian Kakanda
Jante Jaluwuyung. Ketika hari hampir pagi, barulah Banyak
Sumba tertidur. Akan tetapi, tidurnya gelisah oleh berbagai impian buruk. Suatu kali, impian buruk itu begitu
mendebarkan jiwanya sehingga ia terbangun, lalu duduk di
atas balai-balainya. Ia membukakan tingkap, melihat kabut yang masih
menyelimuti pepohonan di taman kaputren dan dinding
benteng yang membayang dari jauh. Menara pengintai
benteng pun masih belum tampak. Udara dingin masuk
ruangannya, menyegarkan badan yang sangat lelah. Ia pun
bangkit dari duduknya, lalu berjalan ke luar ruangan yang
masih sangat sepi. Ia berjalan di lorong istana, mengikuti
ujung jari kakinya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suatu ketika, dikenangnya Pangeran Anggadipati, tunangan
Ayunda Yuta Inten yang ternyata telah membunuh Kakanda
Jante Jaluwuyung. Alangkah lemah lembut dan manis tingkah
laku dan tutur kata puragabaya, tapi alangkah jahatnya
perangai yang ada di belakang tingkah laku dan kera-
mahtamahan itu. Dan alangkah pandainya pula puragabaya itu
menyembunyikan kebusukan hatinya. Ketika pertama kali
mendengar bahwa pembunuh Kakanda Jaluwuyung adalah
Pangeran Anggadipati, sukar baginya untuk percaya. Tidak
mungkin, seribu kali tidak mungkin, pikirnya. Akan tetapi, para bangsawan yang datang dari Kutabarang berulang-ulang
menyatakan begitu. Di samping itu, ada satu hal yang
menyebabkan ia percaya akan berita itu, yaitu penjelasan
Ayahanda Banyak Citra kepada para tamu.
Ayahanda menyatakan, Kakanda Jaluwuyung pernah
mengatakan baHwa puragabaya-puragabaya lain dan bahkan
para pelatih mencari kesempatan untuk membunuhnya. Hal
itu dapat dimengerti karena Kakanda Jaluwuyung seorang
puragabaya yang sangat pandai dan hebat. Memang, dalam
segala hal, Kakanda Jaluwuyung selalu menjadi yang terhebat.
Banyak Sumba ingat ketika dalam perlombaan memanah,
naik kuda, dan bergumul dengan putra-putra bangsawan,
Kakanda Jaluwuyung selalu unggul. Ia sangat kagum kepada
Kakanda Jaluwuyung, ia memuja Kakanda Jaluwuyung. Masuk
akal kalau banyak orang iri kepadanya. Kakandajaluwuyung
dipancing untuk marah, kemudian membunuh Raden Bagus
Wiratanu. Setelah kematian Raden Bagus Wiratanu inilah, para puragabaya yang iri hati menyerangnya secara pengecut.
Seperti anjing-anjing pengecut menyerang babi hutan jantan
yang perwira. Alangkah pengecutnya! pikir Banyak Sumba,
dan hadnya pun mulai panas. Tanpa disadarinya, ia berjalan
bertambah cepat karena hatinya panas, walaupun arah
langkahnya tidak pasti. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba-tiba, ia sudah berada di ruangan tengah, tempat
semalam Ayahanda mengadakan pembicaraan dengan para
tamu dan para bangsawan Kota Medang. Ternyata, beberapa
orang gulang-gulang masih tetap berjaga di setiap pintu
ruangan. Dan ketika Banyak Sumba berpaling ke arah kursi
besar ayahandanya, ternyata beliau masih duduk di sana.
Dari kelopak matanya yang cekung dan dari biji mata beliau
yang kemerah-merahan, Banyak Sumba sudah dapat mengira
bahwa Ayahanda tidak tidur sepanjang malam. Ia memandang
orangtuanya yang duduk dengan kedua belah tangan
bertelekan pada meja panjang di ruangan itu. Ia melihat
betapa punggung Ayahanda yang agak bungkuk itu memberi
kesan seolah-olah Ayahanda seekor elang tua, ya, seekor
elang yang sedang termenung karena marah dan sedih.
Banyak Sumba tidak bergerak dari ambang pintu. Ia
memandang Ayahanda dengan kebingungan, tidak tahu yang
akan diperbuatnya. Ayahanda Banyak Citra berpaling, lalu memberi isyarat
kepadanya supaya mendekat. Banyak Sumba melangkah ragu-
ragu karena sebelumnya ia tidak pernah dipanggil menghadap
di ruangan tengah itu. Ayahanda memberinya isyarat kembali, seolah-olah menyatakan bahwa ia tidak usah ragu-ragu.
Banyak Sumba pun segera datang dan berdiri di sebelah kiri
meja panjang dekat ujung tempat Ayahanda duduk.
"Duduklah," ujar Ayahanda. Banyak Sumba duduk di
bangku yang sebelumnya tidak pernah disentuhnya karena
hanya dipergunakan oleh orang tua dan bangsawan. Ia duduk
dengan kaku sekali. Ayahanda melihat hal itu, kemudian
berkata, "Engkau sekarang anak laki-laki terbesar dalam keluarga Banyak Citra. Oleh karena itu, kau berhak duduk di sana. Kakakmu sudah dada, engkau gantinya," kata
Ayahanda. Terdengar oleh Banyak Sumba, suara Ayahanda
bergetar seperti malam sebelumnya. Banyak Sumba
menundukkan kepala. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sumba, Anakku, aku meramalkan, kehidupan kita akan
berubah. Mungkin kita harus menderita, tetapi bukan anggota wangsa Banyak Citra kalau tidak berani menderita dan
berkorban untuk kehormatannya. Aku tahu, engkau seorang
yang benar-benar berdarah wangsa Banyak Citra. Oleh karena
itu, segala perubahan yang akan kita alami tidak akan
memenga-ruhimu. Justru karena penderitaan, engkau akan
menjadi anggota wangsa Banyak Citra yang sebenarnya.
Anakku, Sumba, Sang Hiang Tunggal menasibkan
keturunan wangsa Banyak Citra menderita. Akan tetapi, aku
yakin, itu karena Sang Hiang Tunggal mengetahui bahwa
keturunan Banyak Citra adalah orang-orang yang jujur, tabah, dan berani. Wangsa Banyak Citra adalah orang-orang yang
menempuh jalan lurus dalam hidupnya, walaupun jalan itu
sukar. Engkau seorang keturunan Banyak Citra. Engkau sekarang
putra sulungku." Sambil berkata demikian, Ayahanda bangkit dari tempat
duduknya, lalu memegang pundak Banyak Sumba. Banyak
Sumba bangkit dan mereka pun berjalan ke ruangan khusus
Ayahanda yang ada di dekat dinding benteng, tempat
sebelumnya mereka duduk bersama. Sepanjang lorong,
tangan Ayahanda tidak lepas dari pundak Banyak Sumba. Baru
pertama kali itulah, Ayahanda berlaku demikian. Biasanya,
tidak pernah Ayahanda memperlihatkan kasih sayang dan
kemesraan seperti itu, bahkan kepada anak-anak yang masih
kecil atau putri-putrinya. Ayahanda juga jauh dari anak-
anaknya. Akan tetapi, hari itu sangat terasa oleh Banyak
Sumba bahwa Ayahanda berubah. Dukacita yang merupakan
pukulan bagi orangtua karena kehilangan putra sulungnya
telah memengaruhi tingkah laku Ayahanda.
Ketika mereka di ruangan khusus, kotak lontar yang dua
buah dan yang kemarin malam diletakkan Banyak Sumba,
masih terletak di sana. Setiba di sana, Ayahanda menunduk,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lalu mengambil kedua buah kotak itu. Tidak disangka-sangka, Ayahanda mengambil lampu minyak kelapa yang masih
menyala di sudut ruangan, lalu membakar isi kedua kotak itu.
Banyak Sumba melihat kejadian itu dengan keheranan, tetapi
tak sepatah kata pun diucapkannya.
Setelah lontar yang bertuliskan pelajaran-pelajaran tentang kenegarawanan itu habis terbakar, Ayahanda mengambil
kotak lain yang berwarna hitam dan buruk rupanya. Kotak itu dibukanya dengan susah payah, kemudian diletakkannya di
hadapan meja Banyak Sumba, "KakandaJaluwuyung telah
hafal isi semua lontar dalam kotak ini. Itulah sebabnya
ia.dapat belajar dengan cepat di Padepokan Tajimalela
sehingga menjadi puragabaya paling hebat dan paling
perkasa. Pelajarilah isi kotak ini walaupun ilmu yang ada di dalamnya barangkali hanya seperseribu dari ilmu
kepuragabayaan. Semua yang tertulis di sana akan berguna
bagimu. Ilmu yang tertulis dalam lontar itu kudapatkan dari orang yang pernah tersesat dalam hutan, kemudian masuk ke
Padepokan Tajimalela yang dirahasiakan. Ia ditangkap, lalu
dilepaskan kembali karena dianggap terlalu bodoh untuk dapat membocorkan rahasia perguruan. Akan tetapi, orang ini dapat menulis. Semua hal yang dilihatnya ditulis, lalu dijual kepada seorang perwira jagabaya. Perwira jagabaya ini menukarkan
keterangan-keterangan itu dengan sebuah badik bermata
gading dari kakekmu. Begitulah, ia sekarang tiba di
hadapanmu. Pelajarilah, karena kehormatan keluarga
menuntutmu menjadi seorang laki-laki yang perkasa."
Setelah berkata demikian, Ayahanda meninggalkan
ruangan. Banyak Sumba membuka-buka lontar yang ada di
hadapannya. Lontar itu tidak diberi nomor urut dan ditulis
dengan tulisan yang sangat buruk pula. Sukar sekali bagi
Banyak Sumba untuk mengerti ujung pangkal pikiran
penulisnya. Hanya beberapa istilah aneh yang tertangkap,
misalnya jurus, jurus susun, leway, sorong dayung, dan lain-lain yang sedikit pun tidak dimengertinya. Di samping itu,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
karena tidak ddur semalaman, mata dan perhatiannya tidak
dapat dipusatkan pada bacaannya. Dan karena kantuknya
tidak tertahan lagi, ia tersungkur dengan posisi kepala di atas kotak tempat menyimpan peti-peti lontar itu.
Ia terbangun karena cahaya matahari siang yang panas
menembus celah ijuk dan dengan tajam menyorod pipinya. Ia
segera bangkit, takut kalau Ayahanda melihatnya. Ternyata,
Ayahanda tidak ada dalam ruangan itu. Ia pun bangkit.
Karena pusing, ia berjalan sempoyongan ke arah pintu. Saya
harus mandi, pikirnya. Ia berjalan melewati lorong menuju
jamban istana. Akan tetapi, terpikir olehnya, mandi di telaga akan lebih menyenangkan. Di samping itu, untuk pergi ke
telaga, ia tidak usah lewat kaputren. Ia tidak mau melewati kaputren untuk menyaksikan dukacita yang dialami Ibunda
dan Ayunda Yuta Inten. Itulah sebabnya, ia membelokkan
langkahnya, lalu berjalan menuju luar istana, terus ke gerbang luar kota.
Di samping gerbang utara kota, terletak kandang kuda
istana. Banyak Sumba berjalan ke kandang si Dawuk, kudanya
yang berbulu keabu-abuan. Mang Iba segera membuka
kandang dan menyodorkan kendali kepada Banyak Sumba.
Mereka tidak berkata-kata, suasana dukacita masih menekan
seluruh, kota. Tak lama kemudian, Banyak Sumba sudah
berada di luar benteng, melarikan kudanya perlahan-lahan
antara semak-semak atau hutan-hutan kecil, menuju telaga.


Raden Banyak Sumba Seri Kesatria Hutan Larangan Karya Saini K M di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setiba di sana, tanpa mengikatkan si Dawuk, ia membuka
pakaian, lalu menceburkan diri ke dalam telaga yang berair
jernih dan sejuk. Si Dawuk makan rumput-rumputan di pinggir telaga. Kuda yang cerdik dan terlatih itu tidak mau pergi jauh dari tuannya.
Demikianlah Banyak Sumba berenang ke sana kemari,
menyeberangi telaga yang luas itu berulang-ulang hingga
segala rasa penat dan pusing hilang meninggalkan tubuhnya.
Setelah puas, Banyak Sumba keluar dari telaga, berpakaian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kembali, lalu duduk di atas sebatang pohon tumbang. Ia tidak hendak pulang dulu karena suasana dukacita di puri Ayahanda sangat menekan hatinya. Ia akan beristirahat di sana hingga langit teduh dan dapat pulang dengan tidak melarikan
kudanya. Akan tetapi, rasa lapar menggeliat dalam perutnya.
Ia segera turun ke tepi telaga, lalu minum air yang jernih itu.
Setelah minum, ia melihat sekeliling, mencari buah-buahan
hutan yang mungkin ada di sana. Di sebatang pohon, tampak
buah samolo. Banyak Sumba pun berjalan ke sana, lalu
memanjatnya dengan sigap.
Ketika didapatnya buah samolo yang besar dan matang,
dicabutnya belati yang terselip di pinggang. Tanpa turun
dahulu, ia mengupas buah itu, kemudian mengeratnya dan
sepotong demi sepotong dimasukkan ke mulutnya. Sementara
itu, dari "atas pohon yang tinggi itu, ia melihat ke segala arah, ke bukit-bukit dengan ladang yang mulai menghijau, ke
kelompok pohon tempat kampung-kampung petani, ke
kandang-kandang jaga yang terletak di samping gerbang
kampung-kampung itu. Kemudian, ke gunung-gunung yang
samar-samar di sebelah barat.
Di sanalah, di balik gunungku terletak Pakuan Pajajaran,
kota yang paling besar dan paling ramai di seluruh Buana
Pancatengah, pikirnya. Dan di salah satu puncak gunung itu
terletak Padepokan Tajimalela yang dirahasiakan, hanya
diketahui para puragabaya. Demikian Kakanda Jaluwuyung
pernah bercerita kepadanya. Ke sebelah utara adalah
Kutabarang, pelabuhan Kerajaan Pajajaran yang kaya. Agak
ke timur, antara Pakuan Pajajaran dan Medang, terletak Kuta Kiara atau Kutawaringin. Ke sebelah selatan Kota Galuh yang tua, bekas ibu kota kerajaan. Dan ini ... mata Banyak Sumba tiba-tiba melihat serombongan penunggang kuda, timbul
tenggelam sepanjang jalan besar yang meliku-liku di antara
kampung-kampung dan hutan-hutan kecil di tengah-tengah
ladang yang luas. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Banyak Sumba melindungkan tangannya dari cahaya
matahari, mengawasi penunggang kuda yang besar jumlahnya
itu. Tentu tamu-tamu Ayahanda, pikirnya, karenajumlah
penunggang kuda itu cukup besar walaupun tanpa kereta,
seperti yang biasa terlihat pada rombongan para saudagar. Di samping itu, panji-panji yang berkibar menyatakan bahwa
para penunggang itu bukan pedagang, melainkan para tamu
resmi atau para jagabaya. Apakah ada berita baru lagi"
Apakah kesedihan keluarga mereka akan menjadi lebih
mendalam atau menjadi tawar" Jantung Banyak Sumba
berdegup keras karena penasaran. Ia segera turun dari pohon samolo, memanggil-manggil si Dawuk yang tak lama
kemudian muncul dari semak-semak.
Banyak Sumba melompat ke atas kuda, lalu melarikannya
ke arah jalan besar yang menuju gerbang kota sebelah barat.
Ia berharap dapat bertemu dengan rombongan penunggang
kuda itu. Akan tetapi, ternyata untuk menuju jalan besar itu banyak sekali hambatannya. Ladang rakyat antara telaga dan
jalan besar tidak rata sehingga si Dawuk terpaksa berkeliling-keliling. Jika melompati tebing-tebing yang tinggi,
dikhawatirkan kaki si Dawuk akan keseleo. Di samping itu,
beberapa orang petani melindungi ladang mereka dengan
tumbuhan berduri untuk menghindarkan babi hutan. Itulah
sebabnya untuk beberapa lama, Banyak Sumba tersesat
berkeliling-keliling sehingga sangat terlambat tiba di tepi jalan besar yang menuju gerbang kota bagian barat.
Ternyata, rombongan penunggang kuda sudah lewat
terlebih dahulu. Banyak Sumba hanya melihat bekas-bekas
ladam mereka di jalan* besar itu. Ia pun melarikan si Dawuk menuju kota dengan penuh rasa ingin tahu. Di
sepanjangjalan, ia berpapasan atau mendahului penduduk
yang pulang ke kampung mereka di luar kota atau kembali ke
dalam kota. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setiba di dalam kota, segera ia menyadari bahwa
dugaannya tidak salah. Serombongan tamu penting telah tiba.
Mungkin mereka membawa berita dan perkembangan baru
dari peristiwa yang telah terjadi. Sambil menuntun kudanya di antara orang-orang yang lalu-lalang atau para pedagang yang sedang membereskan dagangannya dan bersiap-siap untuk
pulang, ia mendengar percakapan orang-orang yang
bergumam atau setengah berbisik. Tentu percakapan itu
sekitar peristiwa terakhir yang menyedihkan dan tentang
kedatangan rombongan tamu yang baru.
-oo00dw00oo- Bab 2 Huru hara Benar, rombongan itu para tamu dari ibu kota Pakuan
Pajajaran. Mereka dipimpin oleh Pamanda Kunten, adik
Ayahanda Banyak Citra yang tinggal di ibu kota Pakuan
Pajajaran. Beliau menjadi pembantu menteri di sana. Pamanda Kunten datang dengan berlinang air mata. Kedatangannya itu
tidak saja disambut para keluarga Banyak Citra, tetapi juga oleh hampir seluruh bangsawan Kota Medang. Malam itu,
mereka berkumpul kembali di ruangan tengah istana. Banyak
Sumba, sebagai anak laki-laki terbesar, diperbolehkan hadir di ruangan tengah itu. Ia tidak duduk di depan, tetapi di sudut, di tempat yang agak gelap.
Ketika ruangan mulai hening, dengan isyarat, Ayahanda
memerintahkan Pamanda Kunten untuk menyampaikan berita
yang dibawanya, tidak saja kepada Ayahanda, tapi juga
kepada hadirin yang terkumpul. Pamanda Kunten mulai
berbicara, "Kakanda Banyak Citra, bagi para bangsawan Kota
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Medang, saat ini saat yang paling menyedihkan dalam hidup
saya. Saya harus menyampaikan berita yang paling
menyedihkan yang dapat didengar oleh Kakanda Banyak Citra
dan para bangsawan Kota Medang. Ternyata, berita sedih itu
sudah tiba sebelum kami datang. Oleh karena itu, kami hanya akan menjelaskan jalan ceritanya hingga peristiwa itu terjadi.
Penjelasan tentang jalannya peristiwa ini kami terima dari
pihak-pihak yang dekat hubungannya dengan istana dan juga
dengan Lembaga Kepuragabayaan.
"Menurut penjelasan itu, sudah beberapa
lamajanteJaluwuyung memperlihatkan tingkah laku yang
aneh. Ia seolah-olah memendam suatu persoalan yang tidak
mau dikemuka-kannya kepada orang lain, juga kepada
sahabat karibnya, yaitu Pangeran Anggadipati. Kemudian,
Jante, seperti kita ketahui, ditempatkan di Kutabarang sebagai pengawal penguasa Kutabarang. Di situlah, Jante terlibat
perselisihan dan perkelahian dengan Raden Bagus Wiratanu
serta para pengiringnya. Raden Bagus Wiratanu ini putra
sulung penguasa Kutawari-ngin. Ia mencintai Putri Mayang
Cinde yang berasal dari kota yang sama, tetapi kemudian
pindah ke Kutabarang. Rupanya antara Mayang Cinde dan
Jante ada hubungan. Itulah sebabnya, Raden Bagus Wiratanu
pada suatu hari menyergap Jante. Dalam perkelahian itu,
Jante membunuh Raden Bagus Wiratanu dan melukai
beberapa orang pengiringnya.
"Setelah peristiwa itu, Jante menghilang dari Kutabarang.
Tumenggung Wiratanu dari Kutawaringin mengadu kepada
sang Prabu di Pakuan. Semua anggota keluarga wangsa
Wiratanu berikrar untuk membalas dendam. Sang Prabu
mengirimkan beberapa orang puragabaya untuk menyelidiki.
Lalu terjadi pula peristiwa yang menggemparkan. Beberapa
orang bangsawan yang sedang berburu diserang dan dibunuh
oleh Jante. Para puragabaya dikerahkan ke tempat kejadian
itu untuk menangkap Jante, tetapi dalam usaha itu, Jante
terjatuh ke jurang dan berita selanjutnya sudah kita ketahui.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sebagai tambahan, saya menyampaikan kepada Kakanda
Banyak Citra dan para bangsawan Kota Medang bahwa dua
hari sesudah kami berangkat, dari ibu kota diberangkatkan
pula serombongan utusan sang Prabu untuk menyampaikan
berita dan tanda belasungkawa kepada kita semua.
Demikianlah seluruh berita yang ingin kami sampaikan!"
Selesai penyampaian berita itu, Ayahanda mendengus.
Beberapa orang bangsawan Kota Medang tetap menunduk,
tetapi beberapa lagi, yaitu ipar-ipar atau keponakan-
keponakan terdekat, memperlihatkan sikap percaya. Ruangan
hening, tapi dari sudut mata beberapa orang bangsawan
tampak cahaya mata menyelidiki. Mereka seperti saling
mencurigai, tapi tak seorang pun berani membuka hatinya
untuk mengetahui isi hati pihak lain. Akhirnya, karena tekanan keheningan itu semakin berat, beberapa orang bangsawan
bergerak-gerak dari tempat duduknya. Ayahanda mendeham,
kemudian berkata dengan berat tetapi lantang, "Kunten, Adikku, terima kasih atas jerih payahmu dan sahabat kalian, yang telah melakukan perjalanan begitu jauh dari ibu kota
Pakuan Pajajaran. Tanpa mengurangi rasa terima kasih kami,
ingin kusampaikan kepada kalian dan para bangsawan Kota
Medang bahwa kisah tentang peristiwa itu terlalu bagus dan
terlalu mudah membebaskan pihak-pihak yang terlibat dari
kesalahan-kesalahan yang mungkin telah diperbuat, hubungan
dengan kematian anakku itu. Oleh karena itu, kisah itu masih terbuka untuk penelitian dan pembahasan kami di Kota
Medang. Di samping itu, kami pun memiliki kisah lain yang
berbeda dengan kisah yang kalian bawa. Baiknya kisah ini
kuceritakan .... "Sebenarnya, sejak lama Jante sudah membaui rencana
busuk yang diarahkan kepadanya. Ia menceritakan kepadaku
bahwa dalam setiap latihan, para pelatih dan kawan-kawan
seperguruannya berulang-ulang mencoba membunuhnya.
Demikian juga di medan pertempuran, Jante sering merasa
dijadikan umpan untuk memancing serangan lawan. Untung,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ia cukup sigap dan waspada. Demikian Jante berulang-ulang
mengatakannya kepadaku. Ia sudah curiga, lama sebelum
peristiwa itu terjadi. Bahkan, begitu curiganya ia akan
pengkhianatan itu, sering ia berjaga-jaga di malam hari hingga kurang tidur. Di samping itu, ia pun sering termenung
memikirkan alasan orang-orang yang bermaksud
membunuhnya. "Pada suatu hari, ketika kumasuki biliknya, begitu curiganya Jante sehingga ia tiba-tiba menyerangku. Untung aku segera
berteriak dan berseru kalau aku ayahnya. Ketika itulah,
kutanya mengapa ia berbuat demikian. Ia menjawab bahwa
sudah lama orang-orang di Padepokan Tajimalela mencoba
membunuhnya. Ia begitu berterus terang kepadaku, padahal
biasanya ia sangat tertutup. Barangkali karena menyadari
betapa besarnya bahaya yang mengancamnya, akhirnya ia
mencurahkan isi hatinya kepadaku, yaitu orang-orang yang
bermaksud membunuhnya. Alasannya hanya satu, ia terlalu
hebat sebagai seorang puragabaya."
Hadirin diam, tapi jelas bagi Banyak Sumba, tidak semua
setuju dengan apa yang dikatakan Ayahanda. Sebagian
bangsawan saling melirik lewat sudut mata seolah-olah
mereka berbincang-bincang melalui cahaya mata mereka.
Akan tetapi, tidak ada di antara mereka yang berani
membantah apa yang dikatakan Ayahanda. Karena hadirin
diam, Ayahanda pun mulai berkata lagi, "Mula-mula, mereka mencoba membunuh anakku selagi latihan dan seandainya ia
meninggal ketika itu, dengan mudah mereka akan
mengatakan bahwa Jante meninggal karena kecelakaan. Jante
lolos dari tipu muslihat itu, maka dibawalah ia ke beberapa medan perang; ternyata ia selamat juga. Akhirnya, Bagus
Wiratanu dijadikan umpan dan didapatlah alasan untuk
memburu dan mengeroyok Jante secara pengecut. Semua itu
dilakukan orang karena Jante terlalu hebat, orang-orang iri kepadanya dan karena ia salah seorang anggota wangsa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Banyak Citra, yang dalam sejarah telah menurunkan orang-
orang besar dan orang-orang perkasa bagi kerajaan.
'Aku bertanya kepada kalian, bukankah tidak mustahil kalau
ada keluarga bangsawan lain yang iri karena tempatnya dalam kehormatan direbut Jante" Bukankah tidak mustahil kalau
wangsa Anggadipati, wangsa Gagak Pernala, atau wangsa Per-
bangkara menginginkan kehormatan yang dicapai oleh salah
seorang wangsa Banyak Citra?" Setelah berkata demikian, mata Ayahanda mengawasi wajah para bangsawan yang
hadir. Mendengar panjelasan terakhir itu, sebagian bangsawan
tersadar dari impian. Mereka bangkit dan dengan menggeram
menyatakan kemarahan mereka. Mereka bergerak-gerak dari
tempat duduk seraya berpaling ke kiri dan ke kanan. Tampak
bahwa akhirnya mereka melihat kebenaran yang dibukakan
melalui kisah yang disampaikan Ayahanda. Akan tetapi,
sebagian bangsawan itu diam saja. Di mata Banyak Sumba,
mereka tampak ragu:ragu. Bahkan, Banyak Sumba menduga
bahwa ada di antara mereka yang tidak percaya pada kisah
Ayahanda. Di antara mereka ini ada yang secara berani
memperlihatkan sikap tidak acuh, yaitu Raden Pembayun
Jakasunu, salah seorang bangsawan tertinggi yang terkaya di Kota Medang
Ketika mengakhiri kisahnya, Ayahanda mengarahkan
pandangannya ke wajah Raden Pembayun Jakasunu ini. Akan
tetapi, Raden Pembayun Jakasunu dengan tak acuh melihat ke
kiri dan ke kanan dengan ujung matanya. Bangsawan yang
lain, yang tampak tak percaya, seolah-olah saling memberi
isyarat dengan Raden Pembayun Jakasunu. Bahkan, Banyak
Sumba melihat dalam remang, salah seorang bangsawan ini
ada yang tersenyum mengejek. Banyak Sumba memandang
hal itu dengan hati panas, tetapi ia tidak dapat berbuat apa-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
apa. Ia hanya berjanji dalam hati bahwa hal itu akan
dilaporkan kepada Ayahanda selelah selesai pertemuan.
"Baiklah," ujar Pamanda Kunten memecah keheningan,
"Marilah kita tunggu saja bagaimana kisah yang akan
disampaikan kepada kita oleh para utusan resmi sang Prabu
yang dalam waktu dekat akan tiba di Kota Medang ini. Setelah itu, kita akan mengambil sikap."
"Aku mengambil sikap, seluruh Kota Medang sudah
mengambil sikap, yaitu akan membalas dendam. Para pemuda
Kota Medang malam tadi telah berikrar bahwa mereka akan
membunuh para pembunuh Jante. Mereka akan meminum
darahnya dan memakan hatinya, dan akan melemparkan
bangkainya kepada anjing. Sumpah ini diucapkan dengan
saksi Sang Hiang Tunggal dan tidak akan dicabut lagi. Para
pemuda Kota Medang bukan orang-orang yang suka menjilat
ludahnya kembali," kata Ayahanda.
Mendengar perkataan itu, bergumamlah sebagian
bangsawan, tetapi sebagian orang diam-diam saja. Tampak
oleh Banyak Sumba bahwa Ayahanda pun menyadari apa-apa
yang dilihatnya. Ketika pertemuan itu diakhiri, hari sudah larut malam.
Tidak ada keputusan baru yang diambil, tidak ada ikrar baru yang diucapkan. Akan tetapi, jelas bahwa keadaan sudah
berubah dibandingkan dengan malam sebelumnya; ketika para
bangsawan sama-sama terbakar oleh amarah. Setelah kisah
baru disampaikan, sebagian mcrekajadi ragu-ragu, sedangkan
sebagian kecil, yaitu Raden Pembayun Jakasunu dan sahabat-
sahabatnya, tampak tak acuh.
Keesokan harinya dan hari-hari berikutnya, orang-orang di
Kota Medang tidak mempercakapkan hal lain, kecuali tentang
kisah-kisah kematian Kakanda Jante Jaluwuyung. Di pasar-
pasar, di pandai-pandai besi, di tempat tukang menganyam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tikar, di ladang, dan di huma-huma orang-orang terdekat. Ada yang setuju dengan kisah yang pertama dan ada pula yang
percaya pada kisah yang kedua. Bahkan, ada orang yang
mulai bertengkar karena adanya dua kisah itu. Lebih dari itu, Banyak Sumba pernah melihat bagaimana dua orang tukang


Raden Banyak Sumba Seri Kesatria Hutan Larangan Karya Saini K M di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kuda berbaku hantam karena yang satu percaya pada kisah
yang pertama, yang lain pada kisah yang kedua.
Pendeknya, perbedaan pendapat telah terjadi dan membagi
penduduk kota menjadi beberapa golongan. Bukan saja di
kalangan rakyat biasa, di kalangan bangsawan lebih-lebih lagi.
Di kalangan ini, perbedaan pendapat tidak terbuka, tetapi
tidak berarti lebih lunak. Sebaliknya, walaupun dibisikkan
dalam ruangan-ruangan tertutup, perbedaan pendapat tidak
lebih kecil, jurang perpecahan tidak lebih sempit. Oleh karena itu, Banyak Sumba merasa tidak betah, bahkan gelisah dan
cemas kalau ia harus berjalan-jalan di dalam kota. Sering
sekali orang berhenti bicara kalau dia lewat, bahkan orang-
orang yang biasanya ramah, kini sering menghindarkan diri
kalau berpapasan di lorong-lorong. Itulah sebabnya, dalam
beberapa hari belakangan, ia lebih suka pergi ke luar benteng seraya melarikan si Dawuk p'erlahan-lahan menyusuri huma-huma, semak-semak, dan hutan-hutan kecil di sekitar Kota
Medang yang menjadi panas itu.
PADA suatu pagi, lima hari setelah pertemuan para
bangsawan di istana, barulah Banyak Sumba punya
kesempatan bertemu dengan Ayahanda. Ketika itulah, Banyak
Sumba menceritakan apa yang dilihatnya dalam pertemuan
itu. Ia menceritakan bagaimana Raden Jakasunu beserta
sahabat-sahabatnya seperti menganggap sepele setiap
perkataan Ayahanda. Mendengar keterangan itu, berkerutlah kening Ayahanda,
lalu beliau bertanya dengan sungguh-sungguh, "Apakah
mereka tersenyum mengejek?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tampaknya kepada hamba demikian, Ayahanda." "Apakah mereka sering memberi isyarat atau sering memandang penuh
pengertian?" tanya beliau pula.
"Hamba tidak melihat hal itu, Ayahanda. Hamba hanya
melihat seolah-olah mereka bosan mendengar kata-kata
Ayahanda, kemudian mereka tak acuh. Kalau Ayahanda
berbicara dengan penuh... penuh semangat, mereka
tersenyum masam." "Kalau begitu, benar dugaanku," ujar Ayahanda setelah termenung beberapa lama. Banyak Sumba tertegun karena
penasaran. Bahkan, Jakasunu dan kawan-kawannya akan
mempergunakan kesempatan ini untuk kepentingan mereka.
Mereka akan menjatuhkanku dengan cara yang curang.
"Banyak Sumba, untung kauberitahukan hal ini kepadaku.
Kalau tidak, Ayahanda akan mereka pukul selagi lengah.
Banyak Sumba, ketahuilah bahwa Jakasunu sangat mengingini
kedudukanku sebagai penguasa Kota Medang ini. Betapa
tidak, ia sangat kaya, juga keturunan bangsawan. Kurangnya
dariku hanyalah karena leluhurnya belum pernah ada yang
jadi menteri. Nah, bukankah orang seperti dia harus kucurigai dari dulu"
"Banyak Sumba, sebelum aku diangkat menjadi penguasa
Kota Medang ini, pada suatu malam, di tengah jalan
segerombolan penyamun menyerangku. Untung gulang-
gulang kita sigap-sigap. Sekarang, makin jelas bahwa
perampok-perampok itu mungkin suruhan Jakasunu. Karena
kalau aku mati sang Prabu akan menempatkan dia sebagai
penguasa Kota Medang ini. Mengertikah kau sekarang, Banyak
Sumba?" "Tapi, Ayahanda, hamba hanya melihat ia tak acuh." "Tak acuh, ya, tak acuh sudah cukup, Banyak Sumba. Untung kau
memberitahukannya kepadaku. Untung. Dalam tiga hari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
belakangan ini, aku sedang menulis surat untuk sang Prabu di Pakuan Pajajaran. Ayah memohon kepada beliau agar para
pembunuh Jante diserahkan supaya keadilan dijalankan. Ayah
harus waspada dan melindungi hingga surat itu dapat diterima dengan baik oleh sang Prabu. Siapa tahu Jakasunu akan
mengerahkan orang-orangnya lagi dalam rangka merebut
kedudukan Ayah." Walaupun tidak tahu apa yang harus dipercaya dan harus
tidak dipercaya dan pikirannya menjadi bingung oleh masalah-masalah ruwet yang hidup di antara orang-orang tua, Banyak
Sumba tidak bertanya apa-apa lagi kepada Ayahanda. Di
samping itu, tampak Ayahanda sangat terguncang oleh
keterangannya. Banyak Sumba bahkan merasa menyesal telah
menyampaikan apa yang dilihatnya dalam pertemuan. Akan
tetapi, ia pun merasa lega sebab kalau dugaan Ayahanda
benar, yaitu Raden Pembayun Jakasunu akan
mempergunakan kesempatan itu untuk tujuan-tujuannya
sendiri, Banyak Sumba telah membantu menghindarkan hal
yang tidak diingini itu. Bagaimanapun, ia tetap bingung. Ia tidak dapat membedakan yang benar dari yang salah, yang
nyata dari yang dikhayalkan, yang baik dari yang buruk. Itu pula sebabnya, ia lebih suka pergi meninggalkan istana dan
kota. SETELAH percakapan itu, Banyak Sumba meninggalkan
istana. Melalui gerbang kota bagian barat, ia menuju telaga tempat ia bermain-main seorang diri atau berenang kalau hari panas. Di atas si Dawuk yang telah tahu tujuan tuannya,
Banyak Sumba termenung. Dalam renungannya itu, ia tidak mau mengingat-ingat
percakapan dengan Ayahanda Banyak Citra ataupun kejadian-
kejadian yang bertalian dengan pertemuan beliau dengan para bangsawan. Ia teringat kepada Kakanda Jante Jaluwuyung.
Tiba-tiba saja ia sadar bahwa Kakanda Jante telah tiada untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
selama-lamanya. Memang, Kakanda Jante bukanlah seorang
kakak yang lemah lembut. Ia kakak yang tidak suka bergaul
dengan adik-adiknya, ia kakak yang keras, yang tidak ragu-
ragu mempergunakan tangannya kalau ada hal-hal yang tidak
disetujui dari tutur kata atau tingkah laku adik-adiknya. Akan tetapi, bagaimanapun, Kakanda Jante Jaluwuyung kakaknya.
Di samping itu, Kakanda Jante kebanggaan keluarga, seorang
putra bangsawan yang karena tingkah lakunya yang baik telah terpilih menjadi puragabaya. Lalu, bukankah sebenarnya
Kakandajaluwuyung sayang kepadanya dengan caranya
sendiri" Bukankah Kandajaluwuyung yang mengajarinya naik
kuda, memanah, mempergunakan tombak, walaupun dalam
memberi pelajaran sangat murah dengan caci maki dan
bahkan tempeleng" Dan bukankah kalau sekarang ia mahir
dengan kepandaian seorang kesatria, hal itu berkat pendidikan Kanda Jante yang keras"
Kesadarannya itu tiba-tiba menyebabkan hati Banyak
Sumba terhenyak. Tiba-tiba, matanya basah dan ketika ia
menyibakkan rambut yang ditiup angin ke pipinya, telapak
tangannya menjadi basah oleh air mata. Perlahan-lahan,
kesedihan itu menjadi lebih dalam ketika ia menyadari bahwa sebenarnya kesedihan itu tidak ia sendiri yang merasakannya.
Ayahanda kelihatan lebih tua beberapa tahun setelah
mendengar berita kematian KakandaJantejaluwuyung. Ibunda
tidak pernah meninggalkan tempat peraduan dalam beberapa
hari setelah peristiwa itu. Demikian juga Ayunda Yuta Inten, yang walaupun dapat mengerjakan tugasnya sehari-hari,
selalu berurai air mata. Kesadaran itu menyebabkan Banyak
Sumba menyadari apa artinya ikatan keluarga, kesetiaan, dan perasaan senasib orang-orang yang sekeluarga. Kesadaran itu menyebabkan ia mengerti apa yang disebut kehormatan
keluarga itu. Ia tiba-tiba mengerti dan menghayati apa yang dikatakan
Ayahanda ketika upacara di lapangan istana, ketika
pertemuan-pertemuan dengan bangsawan-bangsawan dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
adik-adik beliau yang datang dari Kutabarang maupun dari
Pakuan Pajajaran. Tiba-tiba, berkobarlah kemarahan dan
semangat balas dendam dalam diri Banyak Sumba. Perlahan-
lahan, bibirnya membisikkan sumpah yang diucapkan oleh
bangsawan-bangsawan muda di dalam upacara itu. "Minum
darahnya, makan hatinya, lempar bangkainya ke tengah-
tengah anjing kampung!" bisiknya. Bisikan ini keluar dari semangat yang menyala dalam hadnya, kemudian membantu
memperbesar nyala itu. "Minum darahnya! Makan hadnya!
Lempar bangkainya pada anjing!" tiba-tiba Banyak Sumba berteriak.
Si Dawuk meringkik, lalu melompat dan berlari bagai anak
panah. Si Dawuk melonjak-lonjak melalui ladang, huma,
semak-semak, dan hutan-hutan kecil sebelah barat Kota
Medang. Banyak Sumba memacunya, menuju telaga
tempatnya menyepikan diri. Tidak berapa lama, langkah si
Dawuk menjadi perlahan dan tibalah mereka di tepi telaga itu.
Si Dawuk minum, sementara Banyak Sumba mencelupkan
kakinya. Air yang sejuk itu seolah-olah merayap,
mendinginkan kaki juga hatinya. Detak jantungnya melambat
dan duduklah Banyak Sumba di atas sebatang kayu yang
melintang di sana. Tiba-tiba, didengarnya bunyi berpuluh-puluh kaki kuda dari
balik hutan kecil. Banyak Sumba bangkit, lalu menyelinap ke semak-semak menuju arah datangnya bunyi kaki kuda itu.
Berulang-ulang ia melompati semak duri, berulang-ulang ia
merunduk di bawah dahan-dahan yang melintang berulang-
ulang pula ia membetulkan tali alas kaki kulit yang dipakainya.
Akhirnya, tampak di hadapannya suatu bagian hutan yang
terbuka. Ia berhenti, menahan napasnya. Suara dengus kuda
terdengar, demikian juga suara orang bercakap. Ia
menjatuhkan diri dan bergerak mendekati suara itu dengan
merangkak. Maka, tampaklah apa yang ingin dilihatnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dua orang bangsawan tinggi berpakaian kebesaran
kerajaan, duduk di atas kuda mereka yang didandani rapi. Di belakang kedua orang bangsawan ini, sekurang-kurangnya
lima belas orang jagabaya bersenjata lengkap dengan pakaian perang. Rombongan ini berhadapan dengan enam orang
penduduk Kota Medang, yaitu bangsawan-bangsawan yang
dipimpin Raden Pembayun Jakasunu. Mereka bersalaman,
kemudian berhadapan kembali dan mulailah bangsawan asing
itu bertanya: 'Jadi, kemungkinan pemberontakan itu ada?"
"Segalanyr. mungkin, Pangeran, tetapi hamba tidak melihat kemungkinan seburuk itu," jawab Raden Jakasunu.
"Bagaimanapun, kita harus memikirkan yang buruk lebih
dahulu," kata bangsawan yang seorang lagi.
"Bangsawan-bangsawan muda setempat sudah berikrar
untuk membalas dendam," sambung Raden Jakasunu.
"Banyak Citra ini memang keras kepala. Sayang, padahal ia seorang penguasa yang baik. Yang jadi soal, ia keras kepala, sempit, perasa, dan angkuh," kata bangsawan yang satu lagi kepada kawannya.
"Tugas kita dari sang Prabu hanya menyampaikan
keterangan dan belasungkawa. Kukira tidak perlu kita berpikir hingga ke soal kemungkinan pemberontakan."
"Soalnya, kita perlu berhati-hati. Siapa tahu kita ditangkap, lalu dijadikan sandera untuk tujuan-tujuan Banyak Citra yang tidak kita ketahui. Bukankah katamu tadi, ia akan menuntut
kepada sang Prabu agar Anggadipati diserahkan kepadanya?"
tanya bangsawan itu kepada Raden Jakasunu.
"Demikian menurut pendengaran hamba dari salah seorang teman hamba yang dekat dengan Raden Banyak Citra,
Pangeran," jawab Raden Jakasunu.
Banyak Sumba tidak sabar lagi untuk memberitahukan apa
yang dilihat dan didengarnya kepada Ayahanda. Ia merangkak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kembali ke tempatnya semula. Pakaiannya sobek-sobek dan
kulitnya luka-luka oleh duri semak-semak, tetapi itu tidak
dipedulikannya. Ia merangkak menuju si Dawuk yang sedang
asyik makan daun-daunan di tepi telaga.
Setiba di tempat si Dawuk, Banyak Sumba tidak langsung
menunggangi kuda itu, tetapi menuntunnya, berjalan menjauh
dari tempat orang-orang mengadakan pertemuan rahasia itu.
Baru setelah yakin bahwa suara kaki kudanya tidak akan
terdengar dari tempat orang-orang yang sedang berunding
itu, Banyak Sumba melompat ke punggung si Dawuk, lalu
memacunya ke gerbang kota. Ia memacu kuda itu begitu
cepatnya hingga tidak berapa lama kemudian, ia sudah lewat
di gerbangnya. Tidak seperti biasa, ia tetap menunggangi kudanya dan
memacunya di antara orang-orang yang sibuk. Ini perbuatan
yang sangat tercela, apalagi kalau dilakukan seorang anak
bangsawan. Akan tetapi, karena pentingnya berita yang harus disampaikannya kepada Ayahanda, ia terpaksa berlaku seperti orang yang tidak tahu sopan santun.
Setibanya di istana, ia melemparkan kekang si Dawuk
kepada gulang-gulang yang sedang menjaga. Ini pun bukan
perbuatan yang sopan, la beriari dan menabrak seorang
emban hingga berguling di lantai lorong. Ia menaiki tangga
dengan bunyi alas kaki yang berisik. Akhirnya, ia tiba di depan pintu ruangan khusus Ayahanda. Ia membuka pintu perlahan-lahan. Ayahanda mendeham dan ia masuk tanpa meminta izin
terlebih dahulu. Walaupun dalam keadaan biasa Ayahanda akan murka
melihat kelakuannya seperti itu, ketika itu Ayahanda tidak
berkata apa-apa. Bahkan, dengan penasaran beliau
memandang ke muka Banyak Sumba. Rupanya beliau
menduga bahwa ada hal penting yang hendak disampaikan
putranya. Beliau bertanya, "Ada apa, Anakku?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Banyak Sumba menceritakan segala yang dilihat dan
didengarnya. Ayahanda mengerutkan keningnya dan tertegun
untuk beberapa lama, kemudian dengan suara gemetar
bertanya kembali kepada Banyak Sumba, "Sumba, bukankah Jakasunu mengatakan Ayah akan berontak?"
"Tidak, Ayahanda. Raden Jakasunu mengatakan segala
kemungkinan ada." "Bedebah!" tiba-tiba Ayahanda mendengus. "Ia telah menyindir-nyindirkan pemberontakan. Jelas ia ingin
menjatuhkan aku sebagai penguasa Kota Medang."
"Tapi, Ayahanda, Raden Jakasunu beranggapan bahwa
kemungkinan pemberontakan terlalu buruk dan ia tidak
menyngka pemberontakan akan terjadi. Katanya, ia tidak
melihat kemungkinan seburuk itu," Banyak Sumba menyela, ingin memberikan kesan yang benar kepada ayahandanya
tentang apa yang dilihat dan didengarnya.
Akan tetapi, Ayahanda segera berkata pula, "Sumba,
engkau masih terlalu muda untuk mengenal kebusukan
manusia. Banyak orang yang mengejar kehormatan melalui
jalan yang tidak diridhai oleh Sang Hiang Tunggal. Keturunan Banyak Citra mencapai kedudukan dan kehormatan melalui
kerja keras. Akan tetapi, orang-orang yang hina mencapai
kedudukan dan kehormatan dengan menjilat, menipu, bahkan
membunuh! Ketahuilah Anakku, di hadapan setiap keturunan
Banyak Citra selalu ada batu penarung dan keturunan Banyak
Citra tidak pernah menyerah."
Setelah berkata demikian, Ayahanda termenung, kemudian
berkata, "Panggil kepala jagabaya, kemudian larilah engkau kepada Ibunda, katakan bahwa keadaan mulai darurat."
Banyak Sumba berlari ke ruangan para jagabaya dan sesuai
dengan perintah, meminta kepada kepala jagabaya untuk
menghadap Ayahanda. Kemudian, ia menuju kaputren,
menyampaikan berita Ayahanda. Mendengar itu, Ibunda,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ayunda, dan para emban mulai berkemas-kemas
membereskan barang-barang berharga. Ayunda berkata
kepada Banyak Sumba. "Sumba, masukkan barang-barang yang paling berharga
yang kaumiliki ke kotak-kotak besar, siapkan untuk diangkat."
Banyak Sumba menuruti perintah itu. Ia pun untuk
beberapa lama sibuk mengurus barang-barangnya dibantu
beberapa gulang-gulang dan para panakawan.
LAMA sekali Banyak Sumba mengemasi barang-barangnya.
Ketika ia keluar dari ruangannya, hari sudah hampir senja.
Dan ketika ia melihat ke arah benteng, tampaklah
pemandangan yang menggetarkan hatinya.
Di atas benteng itu, para jagabaya dengan pakaian perang
berjaga-jaga, demikian juga berpuluh-puluh bangsawan muda
dengan para pembantu mereka. Bangsawan-bangsawan muda
ini kawan-kawan Kakanda Jante. Rupanya, Ayahanda sudah
memerintahkan supaya mereka berjaga-jaga.
Melihat segala persiapan itu, terbitlah hasrat Banyak Sumba untuk menjadi orang dewasa. Kalau sudah besar, tentu saat
itu ia sudah berpakaian perang dan menyandang senjata
dengan gagahnya. Dengan perasaan itulah, ia melangkah mer
naiki tangga menuju menara penjagaan. Di sana, ternyata
Ayahanda sedang duduk di hadapan kepala jagabaya. Ketika
itu, Ayahanda berkata, "Kita harus memberi kesan kepada para tamu dari ibu kota bahwa Kota Medang bersedia
memberikan petaruh macam apa pun untuk keadilan dan
kehormatan. Di samping itu, kita tidak akan memberi ampun


Raden Banyak Sumba Seri Kesatria Hutan Larangan Karya Saini K M di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepada mereka yang berkhianat."
Setelah berkata demikian, beliau diam kembali. Parajaga-
baya dengan sigap berjaga-jaga, memandang ke barat, ke
jalan yang datang dari arah Pakuan Pajajaran. Ketika matahari terbenam, tampaklah rombongan kecil penunggang kuda.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ayahanda berdiri. Tampak kemudian bahwa yang datang
bukanlah utusan dari ibu kota Pakuan Pajajaran, tetapi
rombongan bangsawan yang dipimpin Raden Pembayun
Jakasunu. "Tutup pintu gerbang, mereka tidak diizinkan masuk." Pintu gerbang pun ditutup. Ketika keenam orang bangsawan di
bawah pimpinan Raden Jakasunu tiba, mereka kebingungan.
"Buka pintu!" seru salah seorang dari mereka. "Tidak!" seru Ayahanda, "Bukankah kalian melaporkan kepada para utusan dari ibu kota bahwa Kota Medang akan berontak?"
Mendengar perkataan Ayahanda, Radenjakasunu dengan
kawan-kawannya tampak tidak mengerti dan kebingungan.
"Kami tidak mengerti apa yang kaukatakan," seru Raden Jakasunu dari bawah.
"Jangan pura-pura!" sambut Ayahanda, "kalian akan mempergunakan tinju pasukan jagabaya kerajaan untuk
mengambil kedudukanku!"
"Banyak Citra, kecurigaanmu tidak beralasan. Kalau kau-yakin kami akan berkhianat, mengapa kami tidak kautangkap
dan kauadili?" "Tidak perlu diadili, membuang-buang waktu!
Pengkhianatanmu sudah jelas. Sekarang, pergilah dari Kota
Medang kalau sayang dengan nyawa kalian."
"Kami tidak sayang pada nyawa kami, asal keadilan
ditegakkan. Kami perlu bukti dulu tentang kesalahan kami seru Jakasunu.
Ayahanda akan menjawab lagi, tetapi dari arah istana
datanglah beberapa orang bangsawan, di antaranya beberapa
orang wanita yang sambil menangis berjalan ke arah
Ayahanda. Ternyata, mereka sanak saudara dan istri, serta
anak-anak Raden Jakasunu. Rupanya mereka diberi tahu
tentang apa yang terjadi di gerbang kota. Dan mereka datang untuk memohon keadilan kepada Ayahanda.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kakanda Jakasunu bermaksud baik. Ia pergi menemui
utusan sang Prabu untuk memberi tahu suasana di Kota
Medang agar perundingan dapat berjalan dengan lancar.
Sekali-kali, ia tidak ada maksud untuk berkhianat," kata seorang saudara Jakasunu. Akan tetapi, Ayahanda berkeras
tidak akan mengizinkan Jakasunu masuk. Akhirnya, dengan
wanita-wanita yang menangis, mereka mengundurkan diri.
Kemudian, rombongan Raden Jakasunu pun meninggalkan
gerbang kota. Mereka melarikan kuda ke arah barat. Hari pun malam.
MALAM itu tidak terjadi apa-apa, tetapi suasana sangat
tegang. Bisik-bisik terdengar antara gulang-gulang, rakyat
biasa, para emban, bahkan para bangsawan. Ayahanda tidak
tidur malam itu. Beliau terus tinggal di menara penjagaan, di atas gerbang kota bagian barat. Malam itu sunyi sekali.
Banyak Sumba juga tidak dapat memejamkan mata. Ia pergi
ke menara penjagaan, tempat Ayahanda memimpin para
jagabaya. Ketika ia sampai di sana, Ayahanda tidak
menyuruhnya pulang. Mungkin, hal itu karena Ayahanda
beranggapan bahwa Banyak Sumba sekarang anak laki-laki
terbesar dalam keluarga. Oleh karena itu, tidak ada salahnya mulai ikut menghayati masalah-masalah yang dihadapi beliau.
"Sumba, duduklah di sini," kata Ayahanda. Banyak Sumba pun duduk di atas bangku panjang yang biasa dijadikan
tempat istirahat jagabaya. Sepanjang malam, secara bergiliran mereka mengelilingi seluruh kota dari atas dinding benteng
itu. Setelah berbicara demikian, Ayahanda memberi isyarat
kepada jagabaya yang menjaga di menara untuk pergi. Maka,
tinggallah ayah dengan anak berdua dalam ruangan menara
penjagaan. "Sumba, jadilah mata dan telinga Ayah," kata Ayahanda setelah mereka berdua, "lihat dan dengarlah tingkah laku dan tutur kata orang-orang. Seperti kauketahui, para bangsawan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di Kota Medang ini tidak semua berpihak kepada Ayah.
Demikian juga para jagabaya, terutama setelah datang
saudara-saudara Ayah dari Pakuan Pajajaran dengan kisah
bohongnya. Jadi, dengarlah dengan baik agar kita dapat
waspada dan bertindak cepat kalau ada hal-hal yang tidak
diingini terjadi." "Baik, Ayahanda," jawab Banyak Sumba, lalu ia
melanjutkan menjelaskan apa-apa yang dilihat dan
didengarnya, walaupun belum jelas benar baginya. Pertama
dikisahkannya tentang orang-orang yang berdebat dan
bertengkar tentang kedua kisah itu. Kemudian, setelah Raden Pembayunjakasunu dilarang masuk Kota Medang, peristiwa itu
menyebabkan pula perbedaan pendapat. Dengan sedih,
Banyak Sumba melihat kenyataan, dengan dibuangnya Raden
Pembayun Jakasunu dari Kota Medang lebih banyak lagi orang
yang tidak setuju dengan Ayahanda. Banyak Sumba sendiri
tidak melihat alasan mengapa Ayahanda harus menolak
kedatangan Raden Pembayun Jakasunu itu.
"Ayahanda, apakah Raden Pembayun Jakasunu benar-
benar akan berkhianat?"
"Anakku, Banyak Sumba, sejak dulu Ayah sudah curiga
terhadapnya. Kemudian, dalam perundingan-perundingan, ia
tidak acuh terhadap masalah yang dihadapi keluarga kita,
keluarga yang sebenarnya harus dianggap majikannya.
Bukankah kita ini keluarga penguasa yang sah, yang diangkat dengan segala upacara oleh sang Prabu"Jelas bagimu
bahwajakasunu kurang menghargai Ayah sebagai penguasa
Kota Medang ini. Keduanya, Jakasunu mencegat utusan Pajajaran. Apakah
maksud pertemuan yang diadakannya itu" Scburuk-buruknya,
ia akan mempergunakan pasukan pemerintah kerajaan untuk
merebut kedudukan Ayah; sebaik-baiknya, ia akan mengambil
muka, seolah-olah dialah yang paling bijaksana dan paling
banyak membantu menyelesaikan masalah sekitar kematian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kakakmu Jante. Nah, sekarang kau mengerti mengapa Ayah
bertindak keras terhadapnya. Banyak Sumba, menurut
pengalaman Ayah, kita jangan terlalu percaya kepada orang-
orang sekeliling kita. Untuk kesenangan, untuk kedudukan,
untuk kemasyhuran, kadang-kadang orang berani berbuat
yang scburuk-buruknya kalau kebetulan ada peluang.
Kecurigaan kita bukanlah kekejaman, tetapi justru kebaikan
karena kecurigaan kita mencegah mereka dari perbuatan yang
lebih buruk, yang akan dikutuk selama-lamanya oleh Sang
Hiang Tunggal dan Sunan Ambu."
Banyak Sumba tidak berkata apa-apa lagi. Ia tidak yakin
benar akan penjelasan Ayahanda. Akan tetapi, ia mengetahui
bahwa Ayahanda orang tua yang sudah banyak makan garam
di dunia ini. Pengetahuan ayahnya tentang kehidupan tidak
mungkin dibandingkan dengan pengetahuannya. Oleh karena
itu, tidak ada jalan lain baginya, kecuali percaya kepadanya.
Untuk beberapa lama, mereka berdiam diri. Banyak Sumba
memandang ke sekeliling, ke arah padang-padang, hutan-
hutan kecil di kampung-kampung yang samar-samar di gelap
malam itu. Kadang-kadang, terlihat olehnya penunggang kuda
membawa obor di jalan-jalan besar. Itu adalah jagabaya yang melakukan perondaan ke kampung-kampung. Kadang-kadang,
dari jauh tampak pula kelap-kelip api unggun yang dinyalakan oleh gembala di tengah lapangan yang dikelilingi pagar tempat menyimpan ternak. Di langit, bintang-bintang pun berkelip-kelip, seolah-olah berbisik-bisik satu sama lain, bukan dengan suara tapi dengan cahaya.
Selagi termenung demikian, sayup-sayup dari arah tempat
minum tuak, Banyak Sumba mendengar teriakan. Ayahanda
bangkit dari tempat duduknya, lalu berjalan ke luar menara
penjagaan itu, melihat ke arah warung-warung tuak itu.
Banyak Sumba mengikuti dari belakang. Ketika mereka sudah
berada di luar menara penjagaan, teriakan-teriakan terdengar makin keras. Scorangjagabaya datang, lalu menyembah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepada Ayahanda, "Di tempat minum, terjadi perkelahian, Gusti."
"Suruh dua orang melihat, mengapa jagabaya yang ada di sana tidak berbuat apa-apa."
"Baik, Gusti," setelah menyembah, pergilah jagabaya itu ke dalam gelap.
Sementara itu, keributan makin menjadi-jadi dan tampaklah
nyala api yang makin lama makin besar dari arah warung-
warung tuak itu. Ayahanda segera memanggil kepala
jagabaya, memerintahkan supaya dikerahkan lima belas orang
jagabaya ke tempat keributan itu. Di samping itu, mereka pun ditugaskan untuk mengerahkan rakyat memadamkan api.
Walaupun Ayahanda berbicara tenang Banyak Sumba
menyadari bahwa beliau cemas akan kejadian itu. Apalagi
keributan makin lama makin hiruk pikuk, sedangkan api makin lama makin berkobar-kobar. Akhirnya, Ayahanda memutuskan
untuk pergi sendiri ke tempat itu.
Diiringi lima orang jagabaya dan gulang-gulang, Ayahanda
menuruni benteng, menyusuri lorong-lorong di dalam kota. Di suatu belokan, datanglah kepala jagabaya dan dengan
terengah-engah melapor. "Perkelahian besar-besaran terjadi karena dua kelompok besar yang minum-minum di warung tuak berselisih paham
tentang tindakan pembuangan Raden Pembayun Jakasunu.
Ketika mereka berkelahi, lentera tersinggung dan terjadilah kebakaran. Jagabaya terbagi dua, mereka bertempur satu
sama lain. "Siapkan tiga puluh orang pasukan!" seru Ayahanda,
"Sumba, pulanglah, kabarkan kepada isi istana tentang apa yang terjadi." Setelah berkata demikian, Ayahanda mencabut pedangnya. Banyak Sumba berlari ke istana. Di belokan, ia
berpaling, melihat Ayahanda yang tergesa-gesa dan dengan
pedang terhunus menuju cahaya api yang berkobar-kobar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
TERNYATA, setiap orang di istana berada dalam suasana
kecemasan dan ketegangan. Berpeti-peti barang milik
keluarga Banyak Citra sudah disiapkan di tengah-tengah
ruangan belakang, untuk setiap waktu diangkut kalau keadaan darurat tiba.
Ibunda dan Ayunda Yuta Inten dikelilingi para emban,
duduk di sudut sambil berdoa dan berderai air mata. Beberapa orang gulang-gulang yang setia dan yang tua-tua, berkumpul
pula di sana. Di antara mereka terdapat Kakek Misja, gulang-gulang tertua yang pernah menjadi pengasuh Ayahanda.
Ketika mereka melihat Banyak Sumba datang, Ibunda berdiri
dan segera menyambutnya. Sambil terengah-engah, Banyak
Sumba berkata kepada Ibunda.
"Dua kelompok besar orang berkelahi di dalam dan di
lapangan tempat minum-minum. Ayahanda sedang
menyelidikinya dengan para jagabaya."
Ibunda termenung sebentar, lalu berpaling kepada Kakek
Misja dan memberi isyarat. Kakek Misja memberi isyarat
kepada gulang-gulang lain, anak buahnya, kemudian kepada
Banyak Sumba supaya mengikuti.
Banyak Sumba berjalan mengikuti Kakek Misja menuju
ruangan kaputren yang jarang dimasuki, yaitu ruangan tempat menyimpan senjata serta barang-barang tua. Setiba di sana,
Kakek Misja memberi tahu Banyak Sumba bahwa lemari besar
tempat menyimpan barang-barang tua itu sebenarnya pintu
rahasia yang dipergunakan sewaktu-waktu, kalau keadaan
darurat. Ibunda telah menganggap keadaan telah darurat.
Oleh karena itu, keluarga Banyak Citra harus bersiap-siap
menyelamatkan diri. Setelah memberi penjelasan demikian, Kakek Misja
memerintahkan kepada enam orang gulang-gulang
kepercayaannya untuk membuka lemari besar itu. Ternyata,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
salah satu papan lemari itu dapat dicabut, yaitu papan yang berada di samping kiri yang melekat pada dinding batu.
Seandainya orang mengangkat atau menggeser lemari itu
secara kepalang tanggung dalam mencari pintu rahasia,
mungkin orang akan menyangka bahwa lemari berat itu tidak
memiliki terowongan di sampingnya. Hanya orang yang
berhasil memindahkan lemari berat itu jauh dari tempatnya
Pendekar Muka Buruk 19 Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen Istana Yang Suram 3
^