Pencarian

Rahasia Lukisan Kuno 2

Rahasia Lukisan Kuno Seri Pendekar Cinta Karya Tabib Gila Bagian 2


langkah Li Kun Liong. Sang surya dengan semburat jingga sinarnya segera bangkit dari
pelaminan. Fenomena alam yang luar biasa. Dari kegelapan yang begitu hening, penuh misteri dengan
ilustrasi musik alam, muncul perlahan garis-garis langit dari kisi-kisi dibalik bukit yang terlihat
kokoh dan seram. Kilauan warna-warni berkejaran, menerpa hamparan pepohonan lebat
bagaikan gelaran permadani sutera.
Akhirnya Li Kun Liong berhenti melangkah, ia tiba di sebuah puncak bukit yang menjadi awal
pegunungan yang lebih luas. Suasana alam yang hijau dari pantulan dedaunan di lereng gunung
tersebut. Bukit ini menawarkan keindahan yang cocok bagi pelancong yang senang berpesiar dan
bersantai. Dari puncak bukit ini mereka bisa menikmati panorama yang mengagumkan.
Berada di sebelah selatan dari puncak bukit ini terlihat hamparan air. Dari tempat ini bisa dilihat
sangat bebas dan indah memandang hamparan air danau yang biru dikelilingi untaian bukit dan
gunung. Panorama yang khas ini diperindah lagi dengan puncak-puncak gunung yang lebih tinggi
dan selain itu, masih terdapat air terjun yang terpancar dari sebuah gua di lereng bukit yang
curam, berarus sangat deras.
Ketinggian air terjun sekitar ratusan depa, air sungai yang mengalir dengan deras dari lereng
bukit yang curam, jatuh mencurah-curah ke dalam danau di kaki bukit, mengeluarkan bunyi
deruan yang bergemuruh lalu membentuk kabut.
Li Kun Liong merasa sangat haus, mulutnya terasa kering ditandai kerut-kerut dibibirnya. Dia
meneruskan langkah kakinya menuju air terjun tersebut. Segera sesampainya di sana, diraupnya
air yang sangat menyegarkan tersebut, terasa sangat dingin namun cukup untuk melepaskan
dahaganya. Lalu ia berbaring di pinggiran danau tersebut, beristirahat melepaskan lelah.
Entah sudah beberapa lama ia tertidur, tiba-tiba Li Kun Liong sadar dari tidurnya. Sinar matahari
yang terik menghujani wajahnya yang pucat hingga kering kerontang. Dengan tertatih-tatih
sambil menahan sakit, ia bangkit menuju pepohonan yang rindang menghindari terik matahari.
Ia berusaha memulihkan tenaga dengan samadi memusatkan pikiran tapi tidak mudah. Rasa
sakit dan perut yang keroncongan sangat menyiksa dirinya. Ia memandang sekelilingnya, deru
air terjun memenuhi angkasa. Tempat ini sangat cocok untuk memulihkan diri. Untuk bermalam
mungkin ia bisa menggunakan gua yang terlihat tak jauh di didepannya, di balik air terjun
tersebut. Namun urusan pertama yang perlu ia lakukan adalah menangsal perutnya yang
keroncongan. Dia berjalan agak masuk ke dalam hutan, tampak beberapa pohon sedang berbuah
lebat. Di timpuknya beberapa buah tersebut dengan batu kerikil dan dimakannya dengan lahap.
Rasanya sangat manis dan sari airnya sangat menyejukkan.
Li Kun Liong kembali ke tepi danau lalu membersihkan darah kering di sekitar lukanya. Sepintas
melihat-lihat tanaman yang berada di dalam hutan tadi, dia menemukan beberapa macam daun-
daunan obat untuk mengobati luka luar yang dideritanya. Dipetiknya beberapa pucuk daun-
daunan tersebut, dikunyahnya, lalu ditempelkannya di sekitar luka-lukanya dan dibebatnya
dengan sepotong kain. Untuk luka dalam kebetulan ia sudah membekal beberapa macam ramuan
obat pemberian sucouwnya si tabib sakti. Di minumnya beberapa butir ramuan tersebut lalu
berusaha bersemadi di tengah riuhnya air terjun. Awalnya terasa sukar namun lama-kelamaan
akhirnya dia menjadi terbiasa dan tenggelam dalam keheningan di dalam. Terasa olehnya
ketenangan dan kedamaian menyebar di seluruh tubuhnya, sakit yang dirasakan mulai berkurang
sedikit demi sedikit. Sore sudah menjelang tiba, tak ada mendung yang mengelayut di langit, tak terasa sudah
beberapa jam berlalu Li Kun Liong bersamadi, wajahnya mulai sedikit kemerahaan, tidak pucat
seperti pagi tadi. Sedari tadi Li Kun Liong hanya berusaha mengumpulkan keping-keping
semangat yang bertebaran. Kelelahan yang sangat baik fisik maupun rohani mengayutinya sejak
pertempuran tersebut, perlahan-lahan dapat dikumpulkannya kembali. Dalam keadaan yang
parah dan dengan penuh ketabahan ia berupaya sedikit demi sedikit memulihkan diri.
Dia lalu berusaha memasuki gua yang berada di belakang air terjun tersebut, letaknya cukup
tinggi dari permukaan danau. Dalam keadaan biasa tentu bukan merupakan kesulitan yang
berarti untuk memasuki gua dengan ilmu pek-houw-yu-ciang (cecak merayap di dinding) namun
keadaannya sekarang jauh dari sehat, jangankan mengerahkan ilmu, mengerahkan tenaga
sedikit saja sudah membuatnya meringis kesakitan. Sadar akan kemampuan dirinya saat ini, Li
Kun Liong membatalkan niatnya berdiam di dalam gua tersebut. Dia akhirnya bermalam di langit
terbuka di balik semak-semak pepohonan.
Hampir satu bulan Li Kun Liong menetap di hutan tersebut dan selama ini belum pernah ia
bertemu sesama manusia lainnya, mungkin karena letaknya yang jauh ke dalam membuat
tempat ini terasing dari dunia luar. Luka-luka luar sudah sebagian besar sembuh namun luka
dalamnya belum sembuh secepat luka luarnya, dibutuhkan waktu sekitar enam bulan lagi untuk
pulih sedia kala. Obat-obatan yang dibawanya sangat membantu pemulihan dirinya.
Sementara itu, dia sudah mampu memanjat gua di balik air terjun tersebut. Pintu masuk gua
tersebut tidak begitu lebar, ia harus sedikit membungkukkan badan untuk memasukinya.
Pintu masuk gua tak seberapa besar keadaannya, hanya setinggi tubuhnya. Ia menemukan
beberapa tumbuhan gua di sini. Salah satunya adalah tumbuhan jenis umbi yang tumbuh tiga
batang di atas satu batang lainnya. Tak seberapa jauh berjalan dari pintu masuk, keadaan gua
tiba-tiba membesar. Membentuk sebuah ruangan berbentuk kubah. Terlihat lorong gua kemudian
memecah di ruangan besar tersebut. Ada yang ke kanan, yang keadaannya terlihat sedikit naik
ke atas dan yang ke kiri yang terlihat menurun menuju bagian bawah gua. Di ruangan berkubah
ini terdapat banyak ornamen gua yang menghiasi. Ada stalagmit yang menggantung-gantung
dan stalagtit. Di antara stalagtit tersebut terdapat banyak kelelawar yang kelihatannya sedang
beristirahat sampai malam nanti. Tinggi langit-langit ruangan ini sampai sepuluh meter di atas
kepalanya, dan bagian dasarnya dipenuhi dengan pecahan-pecahan batuan jenis kapur yang
teronggok berserakan begitu saja. Udara terasa segar di ruangan ini, tanda gua ini memiliki
sistem ventilasi yang baik dan sangat cocok untuk tempat tinggal sementara. Li Kun Liong belum
berniat untuk menjelajahi gua ini, perhatiannya saat ini adalah untuk memulihkan diri terlebih
dahulu. Hari-hari berikutnya Li Kun Liong berdiam diri di dalam gua tersebut.
Bulan ketiga ia tinggal di hutan tersebut, Li Kun Liong luka luarnya sudah sembuh total dan
sebagian besar luka dalamnya mulai sembuh, ternyata kesembuhan yang dialaminya lebih cepat
dari perkiraannya, mungkin disebabkan suasana lingkungan yang tenang serta makanan yang
dimakannya. Selama tiga bulan ini, ia hanya makan buah-buahan, jamur serta umbi-umbian yang
ditemukannya tumbuh di sekitar gua tersebut.
Hari itu masih pagi, sehabis samadi Li Kun Liong membersihkan diri dengan mandi di bawah air
terjun. Airnya sangat dingin tapi menyegarkan, membuat semangatnya menyala-nyala.
Sekembalinya ke gua, Li Kun Liong membereskan baju-bajunya. Baju yang dikenakannya saat
pertempuran sudah tidak dapat dipakai lagi karena noda-noda darah yang tidak bisa hilang serta
robekan-robekan yang cukup besar. Di samping baju tersebut, ia melihat gulungan lukisan kuno
tergeletak begitu saja. Gulungan lukisan tersebut juga penuh noda darah yang mengering,
perlahan-lahan ia berusaha membuka gulungan tersebut. Noda darah yang mengering telah
membuat gulungan lukisan tersebut menempel satu sama lain. Dengan hati-hati Li Kun Liong
membuka gulungan takut merusak lukisan tersebut. Setelah terbuka semua, nampak olehnya
lukisan pemandangan tersebut sudah rusak hingga tidak terlihat lagi gambar pemandangan yang
indah seperti sebelumnya.
Namun anehnya, noda-noda darah yang menimpa dan merusak sebagian besar gambar
pemandangan tersebut menimbulkan huruf-huruf kecil dan aneh serta gambar-gambar tubuh
manusia sedang samadi dengan bermacam-macam posisi. Ada yang bersila dengan gaya biasa,
ada yang jungkir balik dengan kepala di bawah, ada juga yang seperti mendekam di tanah. Di
samping masing-masing postur tubuh tersebut terdapat tulisan-tulisan kecil yang bahasanya
tidak dimengerti oleh Li Kun Liong.
Dengan perasaan tertarik, Li Kun Liong mengamati gambar-gambar tersebut, kelihatannya
lukisan kuno ini memang menyimpan rahasia ilmu silat tingkat tinggi, terbukti gambar-gambar
tubuh manusia dengan berbagai macam gaya tersebut seperti mengungkapkan rahasia cara
melatih tenaga dalam yang dashyat. Gelagatnya untuk menampilkan postur-postur tubuh
tersebut, lukisan itu harus dibasahi dahulu dengan air dan menghilangkan lukisan pemandangan
di atasnya. Buru-buru Li Kun Liong keluar dari gua menuju tepi danau dan merendam seluruh
gulungan lukisan tersebut ke dalam air danau yang bening. Dari atas permukaan air, dilihatnya
perlahan-lahan sisa-sisa gambar pemandangan tersebut mulai meluntur dan menampilkan postur
tubuh manusia sebagai gantinya. Akhirnya seluruh gambar pemandangan tersebut menghilang,
tampak gulungan lukisan tersebut penuh dengan gambar-gamabr manusia dengan tulisan-tulisan
kecil di masing-masing posisi tubuh tersebut. Total posisi tubuh manusia di lukisan tersebut
berjumlah enam puluh empat posisi. Li Kun Liong mengeluarkan gulungan lukisan tersebut dari
dalam air, lalu menghamparkannya di atas sebuah batu besar di tepi danau untuk
mengeringkannya. Tidak berapa lama kemudian gulungan lukisan tersebut mengering.
Dibawanya gulungan tersebut kembali ke dalam gua lalu diamatinya sekali lagi dengan penuh
perhatian. Sayang ia tidak bisa membaca tulisan-tulisan yang terdapat di lukisan tersebut,
sepertinya tulisan tersebut berasal dari bahasa Persia (Parsi).
Li Kun Liong merasa yakin ia telah berhasil menemukan rahasia lukisan kuno ini yang menurut
dugaannya ternyata mengandung rahasia ilmu cara melatih tenaga dalam tingkat tinggi. Yang
menarik perhatiannya dari ke enam puluh empat posisi tubuh tersebut adalah bagian mata,
semuanya terbuka lebar!. Sangat berlainan dengan latihan samadi pada umumnya yang bersila
sambil menutup kedua belah mata, di lukisan tersebut memperlihatkan latihan tenaga dalam
dengan mata terbuka!. Salah satu posisi tubuh yang menarik perhatian Li Kun Liong adalah posisi tubuh bersila dengan
kedua tangan saling menumpu pada kaki yang bersilangan, telapak tangan terbuka ke atas. Di
bagian atas, tampak air terjun mengalir menimpa kepala postur tubuh tersebut terus menerus.
Kedua matanya terbuka lebar. Rasanya posisi tersebut sangat cocok untuk dicoba karena sesuai
dengan keadaan sekelilingnya saat ini. Li Kun Liong segera bangkit dan berjalan keluar menuju
ke bawah air terjun. Dibagian bawah air terjun tersebut, tampak air terjun menimpa sepotong
batu besar dengan permukaan rata melandai. Namun karena terus menerus di timpa air dari
ketinggian yang cukup tinggi, permukaan batu tersebut sedikit cekung ke bawah.
Li Kun Liong berusaha duduk di permukaan batu tersebut dan mencoba meniru posisi tubuh
seperti yang ia lihat barusan di gulungan lukisan tersebut. Ia merasakan tekanan air yang kuat
menimpa tubuh dan kepalanya, sangat kuat dan deras. Sambil mengerahkan tenaga dalam
menahan kucuran air terjun yang menimpanya, Li Kun Liong menatap ke depan dengan mata
terbuka. Air masuk ke dalam mata, membuatnya berkedip dan menutup mata menghindari air
tersebut, terasa perih kelopak matanya. Dicobanya sekali lagi, dan lagi, dan seterusnya sampai
matanya bisa terbuka cukup lama terbuka.
Namun yang membuatnya tidak tahan adalah kucuran air terjun yang sangat kuat menimpa
kepalanya. Awalnya dengan tenaga dalam dipusatkan di kepala, ia masih mampu menahan
timpaan air terjun tersebut, tapi lama kelamaan ia tidak sanggup. Bagian atas kepalanya
bagaikan dipukul-pukul terus menerus, ia hanya sanggup bertahan sekitar beberapa menit saja
sebelum akhirnya menyerah keluar dari air terjun tersebut.
Li Kun Liong lalu mencoba salah satu posisi lain yang mensyaratkan kepala di bawah, kaki di
atas, tegak lurus. Sambil berpegangan pada dinding gua, ia mencoba menaruh kepalanya di permukaan gua dan
mengangkat kakinya tegak lurus ke atas dan mata tetap terbukaa lebar. Awalnya cukup sukses,
ia merasakan aliran darahnya mengalir dari kaki dan tubuhnya menuju ke arah kepala hingga
membuat wajahnya merah. Ia merasa aneh tapi terasa cukup meyenangkan dalam posisi
tersebut. Tapi berselang sekitar setengah jam, ia mulai merasa jantungnya berdebar-debar,
kepalanya pusing dan matanya perih akibat darah memenuhi seluruh pembuluh darah di mata
dan wajahnya. Dicobanya bertahan sekuatnya namun tidak bisa lama hingga akhirnya kembali ia
menyerah. Li Kun Liong sangat penasaran, baru dua posisi tubuh dari enam puluh empat posisi tubuh yang
terdapat di gulungan lukisan tersebut ia coba tapi sudah tidak berhasil. Diam-diam ia sangat
kagum akan rahasia melatih tenaga dalam ini. Ia yakin bila sanggup menjalankan ke enam puluh
empat posisi tersebut, tenaga dalam yang dimilikinya akan meningkat sangat pesat.
Hari-hari berikutnya dihabiskannya dengan mempelajari dan melihat-lihat posisi-posisi tubuh
tersebut. Satu persatu posisi dicobanya sekitar sepertanakan nasi, ada yang berhasil namun ada
juga yang tidak. Karena berlatih tanpa bimbingan, kadang kala di posisi tertentu ia jatuh pingsan
karena tidak tahan tapi tetap ia paksakan. Setelah itu ia merasakan tubuhnya sakit-sakit hingga
sejak itu ia tidak berani lagi sampai jatuh pingsan. Dia hanya bertahan sekuatnya saja. Cara ini
ternyata lebih bermanfaat, terbukti setelah menerapkan strategi tersebut, lama-kelamaan timbul
segulung arus hangat di perutnya. Dicobanya menyatukan arus hangat tersebut dengan tenaga
dalamnya dan berhasil menyatu tanpa kesulitan yang berarti. Gelagatnya ilmu tenaga dalam
yang ia coba latih sekarang dapat menyesuaikan diri dengan aliran tenaga dalam seseorang
sebelumnya. Jadi tidak perlu memusnahkan tenaga dalam yang dimiliki, baru memulai lagi dari
awal seperti ilmu tenaga dalam pada umumnya.
Hasil dari coba-coba selama kurang lebih dua bulan menirukan posisi-posisi tubuh dari lukisan
tersebut mulai menampakan sedikit hasil. Li Kun Liong merasakan luka dalam yang dideritanya
mulai pulih seluruhnya, bahkan tenaga dalamnya bertambah kuat dari sebelumnya. Ia merasa
sangat girang, selama ini memang kelemahannya terletak dalam hal tenaga dalam, dari segi ilmu
silat ia sudah mencapai kesempurnaan. Penemuan ini bagaikan pucuk di cinta ulam tiba.
6. Dedengkot Silat Setelah merasa pulih seutuhnya, Li Kun Liong memutuskan keesokan harinya meninggalkan
tempat ini namun sebelum meninggalkan gua, ia baru merasa tertarik untuk menjelajahi bagain
dalam gua tersebut. Dari ruangan berbentuk kubah dimana ia tinggal selama ini terdapat dua
lorong menuju ke bagian dalam gua, yang satu ke kanan sedangkan yang satunya lagi ke kiri.
Dia memutuskan menuju ke kanan, menuju ke arah atas gua.
Perjalanan menuju ke arah lorong di sebelah kanan ruangan tadi ternyata mengantar dirinya
menuju ruangan kedua. Hampir tak ada beda kondisi kedua ruangan tersebut. Terdengar
beberapa tetesan air yang jatuh. Lorong makin menyempit dan membuat gerah tubuh. Tapi
kelihatannya sistem gua mulai mengantarkannya ke arah yang lebih tinggi. Tiba di beberapa
kelokan akhirnya dia menemukan sebuah ruangan ketiga, lebih kecil dari kedua ruangan
terdahulu. Di dalam ruangan ini keadaan adalah sejuk dan nyaman, dan mempunyai
pemandangan yang menakjubkan. Tampak olehnya bunga-bunga persik berwarna merah
mudasedang bermekaran semarak menghiasi seluruh ruangan gua tersebut.
Tinggi ruangan ini cukup tinggi, ditengah-tengahnya tampak lubang selebar rentangan tangan
dimana sinar matahari menerobos menyinari bunga-bunga persik. Rupanya ruangan gua ini tidak
jauh dari permukaan tanah, mungkin permukaan tanah di atas berbentuk seperti lubang sumur.
Untuk melalui lubang tersebut cukup sulit dan licin, mustahil bagi orang dengan kepandaian silat
sekedarnya untuk keluar melalui lubang tersebut.
Di salah satu sudut ruangan nampak sesosok tengkorak manusia dalam posisi duduk. Pakaian
yang dikenakan sudah hancur dimakan usia, tampaknya tengkorak ini sudah cukup lama berada
di sini. Dari sisa-sisa pakaian yang ada, tengkorak ini dulunya adalah seorang pria. Sepasang
mata Li Kun Liong yang tajam melihat goresan tangan di dinding belakang tengkorak tersebut.
Tulisan tersebut digores oleh jari-jari yang sangat kuat, setiap lekukannya nyaris sama rata,
menandakan si pemilik jari tersebut memiliki ilmu jari yang maha hebat. Tidak semua orang bisa
melakukan hal tersebut, lebih-lebih di sebuah dinding gua yang tebal dan keras melebihi dinding-
dinding buatan manusia. Li Kun Liong sangat kagum melihat demonstrasi kekuatan jari-jari
tersebut, ia sendiri ragu dapat menggores tulisan seperti ini dengan tenaga dalam yang
dimilikinya saat ini. Tulisan tersebut hanya terdiri atas tiga baris kalimat saja. Kalimat pertama berbunyi "tidak
berubah adalah berubah, dengan tidak berubah menghadapi semua perubahan alias gerakan
dihadapi tanpa gerakan"
Membaca kalimat tersebut Li Kun Liong seperti di ngatkan waktu pertama kali ia mendengarnya
dari kakek gurunya (sucouw) si tabib sakti. Sejak memahami kalimat di atas ilmu silatnya maju
berkali lipat dari sebelumnya. Kalimat ini bagi jago silat biasa yang belum mencapai taraf yang
sempurna tidak memiliki arti apa pun dan sangat sulit untuk dipahami, namun bagi mereka yang
ilmu silatnya sudah sempurna seperti Li Kun Liong waktu mendengarnya dulu, merupakan kunci
pembuka ke arah yang lebih tinggi. Tapi tentu saja berapa lama untuk memahami seluruhnya
tergantung bakat masing-masing. Ada yang membutuhkan puluhan, belasan tahun, atau sedetik
saja. Kalimat kedua berbunyi "Semakin hebat seseorang mempelajari ilmu meringankan tubuh,
semakin enteng perilakunya"
Membaca kalimat kedua ini, Li Kun Liong mengerutkan dahi, tidak mudah baginya untuk
memahami kalimat ini namun lapat-lapat nalurinya mengatakan kalimat ini merupakan kunci
untuk mempelajari ilmu meringankan tubuh yang sangat hebat.
Kalimat yang ketiga juga aneh dan susah di pahami, berbunyi "Untuk mencapai tingkat tiada
tara, seseorang tidak membutuhkan atau mengandalkan senjata apa pun karena senjata yang
diperlukan sudah tersedia di manapun bahkan di dalam hati pun ada."
Kedua kalimat terakhir belum dapat dimengertinya, namun Li Kun Liong sadar kalimat-kalimat
tersebut merupakan teori ilmu silat tingkat tinggi. Di ingat-ingatnya kalimat ini baik-baik untuk
dipahami lebih lanjut Li Kun Liong menghela nafas panjang, dia merasa simpati sekaligus kagum terhadap tengkorak
ini. Simpati karena tengkorak ini meninggal sendirian, kesepian tanpa ada yang mengurus.
Kagum karena pemahamannya yang sangat luar biasa akan ilmu silat, dia yakin tengkorak ini
dulunya pastilah dedengkot silat yang sangat terkenal dimasanya. Dia lalu mengali lubang dan
mengubur tengkorak tersebut di dalam ruangan gua tersebut.
Li Kun Liong kembali ke ruangan pertama lalu mengambil arah ke lorong sebelah kiri yang
menuju ke arah bawah gua. Lorong tersebut berliku-liku dan gelap, udara juga tidak sesegar
seperti di atas, terasa pengap dan suasananya juga sedikit menakutkan. Dibelokan terakhir, ia
sampai di sebuah ruangan yang cukup lebar. Gua ini ternyata memiliki ronga-ronga lebar
berbentuk kubah di dalamnya, sejauh ini ia sudah menemukan empat rongga buatan alam.
Samar-samar ia melihat obor yang tergantung di dinding gua, dicoba menyalakannya, ternyata
masih bisa hidup. Sinar obor menerangi gua tersebut, keadaan rongga atau ruangan tersebut
kosong melompong. Li Kun Liong merasa kegerahan akibat sirkulasi udara yang sedikit.
Di tengah-tengah ruangan gua tersebut terdapat permukaan tanah yang keras dan tidak rata.
Tampak tapak-tapak kaki tak beraturan melesak beberapa dim ke dalam tanah, meninggalkan
lekukan kaki yang cukup dalam. Tanah di ruangan ini sangat kering hingga setelah sekian lama,
tapak kaki tersebut tidak menghilang. Jumlah jejak kaki tersebut cukup banyak dan bentuknya
sama menandakan orang yang meninggalkan tapak kaki tersebut hanyalah seorang saja. Bentuk
jejak kaki ini jelas jejak kaki seorang pria yang cukup besar dan lebar. Di lihat dari urutan
terdekat dari pintu masuk ruangan ini, jejak-jejak kaki tersebut seolah-olah sengaja ditinggalkan
oleh si empunya dengan tujuan tertentu. Sekilas melihatnya, Li Kun Liong tahu jejak-jejak kaki ini
merupakan ilmu yang mengajarkan langkah-langkah untuk menghindari serangan lawan.
Kadang-kadang jejak kaki yang ditinggalkan tidak utuh, hanya meninggalkan jajak kaki depan
saja, menandakan jejak itu sedang berjinjit bertumpu bagian dengan kaki. Ada juga jejak kaki
yang hanya menampakkan bagian tumit saja.
Li Kun Liong mengamati jejak-jejak kaki tersebut dengan cermat, otaknya yang cerdik sudah


Rahasia Lukisan Kuno Seri Pendekar Cinta Karya Tabib Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dapat menangkap sebagian besar alur tapak kaki. Jejak kaki tersebut merupakan pelajaran ilmu
langkah kaki yang ajaib, baru kali ini Li Kun Liong melihat ilmu langkah kaki sehebat ini. Namun
ada beberapa jejak kaki yang cukup membingungkan urutannya. Kalau melihat pola jejak kaki
tersebut seharusnya di langkah ke sembilan, ia harus melangkah mundur tiga tindak tapi jejak
kaki berikutnya mustahil untuk di kuti karena posisinya di langkah ke sembilan bertolak belakang
dengan langkah ke sepuluh. Ada sekitar empat sampai lima kasus serupa dialaminya dari puluhan
jejak langkah kaki tersebut, bahkan di beberapa jejak kaki terakhir terputus hingga ilmu ini
menjadi tidak lengkap. Hal ini mungkin disebabkan orang yang meninggalkan rahasia ilmu ini
hanya menguasai sebagian saja ilmu ini atau lekukan jejak kaki terakhir tersebut entah
bagaimana terhapus. Ketidakserasian alur kaki yang sudah berhasil ditebaknya sangat memusingkan kepala Li Kun
Liong. Berjam-jam lamanya ia berkutat berusaha memecahkan rahasia langkah ajaib ini namun
belum juga berhasil sampai ia jatuh tertidur kelelahan.
Begitu mendusin, Li Kun Liong kembali ke ruangan pertama untuk mengisi perut lalu bergegas
kembali ke ruangan di bawah untuk mencoba sekali lagi mengungkapkan rahasia jejak tersebut.
Memang sudah menjadi tabiat Li Kun Liong, begitu menemukan sesuatu yang sulit semakin
membuatnya penasaran untuk mempelajarinya. Pernah ia sampai lupa waktu sewaktu
mempelajari ilmu pedang terbang hingga akhirnya gurunya menyadarkannya untuk beristirahat
terlebih dahulu. Butuh waktu sekitar belasan hari bagi Li Kun Liong untuk memecahkan ketidakserasian beberapa
langkah kaki tersebut. Ternyata pemecahannya sangat sederhana, dia cukup mengikuti alur yang
telah ada, walaupun kelihatannya mustahil atau tidak masuk akal tapi untuk menjalankan
rangkaian langkah-langkah tersebut memang menghendaki demikian. Seperti pada langkah ke
sembilan, apabila ia ikuti, di langkah ke sepuluh kelihatannya tidak serasi dengan alur rangkaian
yang ada namun sebenarnya sesuai dengan polanya. Di langkah ke sembilan ia cukup
menginjakkan kaki kiri bagian depan saja setelah itu ia harus memusatkan tenaga dalam ke
bagian depan kaki tersebut untuk mengerakkannya berputar arah lalu menekan kebawah
mengambil ancang-ancang melambung terbalik ke arah langkah ke sepuluh. Memang gerakan ini
sangat sulit untuk dilakukan namun tidak mustahil. Demikian juga dengan kasus-kasus jejak
langkah kaki yang lain, pemecahannya sederhana tapi untuk melakukannya tidak sembarang
orang mampu melaksanakannya. Diperlukan pengetahuan dan penguasaan tenaga dalam yang
mahir serta ketepatan dan kecepatan yang akurat dalam melangkahkan kaki ke langkah-langkah
berikutnya. Semakin lama semakin lancar Li Kun Liong menjalankan rangkaian ilmu langkah ajaib tersebut.
Awalnya terasa kaku tapi setelah diulang-ulang puluhan kali, gerakannya semakin cepat dan
lancar. Bahkan di hari-hari selanjutnya, secara otomatis kakinya dapat melangkah ke urutan
berikut sebelum pikirannya sampai ke langkah berikut. Rahasia keajaiban langkah kaki ini terletak
pada kecepatan dan ketepatan melakukan langkah tersebut. Untuk itu diperlukan penguasaan
ilmu meringankan tubuh yang sempurna. Semakin sempurna ilmu mengentengkan tubuh
seseorang semakin ajaib ilmu langkah kaki ini menunjukkan perbawanya.
Semakin lama mempelajari rangkaian jejak kaki tersebut membuat Li Kun Liong semakin
menyelami arti kalimat ke dua, tubuhnya berkelabat ke sana kemari dengan ringan dan lembut
bagaikan kupu-kupu berterbangaan tanpa arah namun sebenarnya memiliki arah yag pasti. Arah
sebenarnya dari gerakan langkah ini tersembunyi di balik ketidakteraturan langkah-langkah
tersebut. Disinilah letak kehebatan ilmu langkah ajaib ini, menerapkan aplikasi teori ilmu alam
yang pada jaman modern ini di sebut dengan teori chaos atau efek kupu-kupu atau teori
kekacauan. Teori ini berkenaan dengan sistem yang tidak teratur seperti fenomena alam (ombak, angin,
pohon dl ) bersifat random, acak, tidak teratur bahkan anarkis. Namun bila dilakukan pembagian
dari pengamatan yang kecil, maka sistem besar yang juga tidak teratur ini sesungguhnya bisa
diprediksi sebagai pengulangan dari bagian-bagian kecil yg teratur dan masih bisa diamati.
'Efek kupu-kupu' yang menimbulkan kekacauan , bukan lagi sistem analisa yang
memperhitungkan ketergantungan peka terhadap kondisi awal semata. Juga bukan hanya
dengan sedikit perubahan pada kondisi awal akan dapat mengubah secara drastis sebuah sistem
besar pada jangka panjang (selanjutnya).
Setengah bulan berlalu, Li Kun Liong berhasil menguasai sepenuhnya langkah-langkah ajaib yang
ditinggalkan dedengkot silat ratusan tahun yang lalu tersebut. Bakat dan kecerdikanyang
dimilikinya sekali lagi menunjukkan bahwa manusia semacam Li Kun Liong sungguh jarang ada
selama ratusan tahun di dunia kangouw ini. Bagi jago silat yang berbakat sekalipun, butuh waktu
tahunan untuk menguasai secara sempurna gerakan langkah ajaib ini. Bahkan jika masih hidup,
si pencipta ilmu ini tidak akan menyangka ada orang yang mampu mempelajarinya dalam waktu
belasan hari saja. Merasa dirinya telah pulih seperti semula bahkan memperoleh kemajuan tenaga dalam yang
berarti dan tambahan ilmu langkah ajaib, membuat Li Kun Liong bertambah lihai saja. Dia
memutuskan untuk meninggalkan tempat ini. Li Kun Liong merasa betah tinggal di tempat ini
hingga ia memutuskan suatu hari akan kembali ke tempat ini. Hal pertama ang akan ia lakukan
setelah meninggalkan tempat ini adalah berusaha mencari tahu jejak Cin-Cin. Dia merasa
khawatir dan ikut bertanggung jawab atas keselamatan Cin-Cin.
7. Kwi-eng-cu & Bu-eng-cu
Tiong-Goan adalah salah satu tempat yang paling banyak melintasi daerah iklim. Di utara, mulai
dari daerah beriklim dingin dan sedang di bagian utara keresidenan Heilongjiang, ke arah selatan
berturut-turut adalah daerah beriklim sedang medium, daerah beriklim sedang hangat, daerah
beriklim subtropis, daerah beriklim tropis serta daerah beriklim khatulistiwa. Dengan perkataan
lain, kecuali daerah tundra dan daerah beku yang dekat dengan daerah kutub , daerah-daerah
iklim lainya di dunia terdapat di Tiong-Goan. Khususnya daerah beriklim sedang, daerah beriklim
sedang hangat dan daerah beriklim subtropis menempati sebagian terbesar wilayah Tiong-Goan.
Cuaca yang hangat dan empat musim yang jelas, menjadikan Tiong-Goan tempat ideal untuk
menetap. Wilayah Tiong-Goan yang luas juga menyebabkan perbedaan sangat besar kondisi air antara
daerah yang satu dengan daerah yang lain . Selama bertahun-tahun ini, curah hujan sangat
lebat. Akan tetapi, berhubung perbedaan waktu masuk dan keluarnya angin musim panas serta
derajat dampaknya terhadap daerah yang berlainan, sehingga mengakibatkan tidak ratanya
distribusi waktu dan ruang kondisi air serta kecenderungan semakin berkurangnya curah hujan
dari tenggara ke arah baratlaut. Daerah di bagian selatan Tiong-Goan sangat terpengaruh angin
topan, curah hujan banyak, khususnya daerah pesisir di tenggara. Daerah barat laut Tiong-Goan
terletak di jantung benua Erasia, kecil terpengaruh angin topan, curah hujan sedikit, kecuali di
sejumlah daerah pegunungan tinggi, curah hujan di daerah umumnya di bawah rata-rata,
kebanyakan daerah itu merupakan tanah tandus dan setengah tandus. Di Ruoqiang yang terletak
di pedalaman Tanah Cekung Tarim, Daerah Uighur Xinjiang, curah hujan sangat kecil selama
bertahun-tahun, merupakan daerah yang paling kering di Tiong-Goan.
Angin musiman Asia Timur sangat besar pengaruhnya terhadap iklim di Tiong-Goan. Pada musim
panas banyak bertiup angin dari arah tenggara, udara panas dan banyak turun hujan,
temperatur lebih tinggi daripada daerah lain di dunia yang berada di garis lintang sama; Pada
musim dingin sering bertiup angin condong ke utara, udara dingin dan kering, temperatur lebih
rendah daripada daerah lain yang berada di garis lintang sama. Suhu tinggi di musim panas
memungkinkan daerah bagian selatan yang luas di Tiong-Goan dapat ditanami tumbuhan padi
dan kapas yang cocok dengan udara hangat, sedang munculnya udara panas dan hujan dalam
waktu bersamaan dapat memenuhi kebutuhan tumbuhan akan kondisi air dan suhu panas.
Topografi Tiong-Goan beraneka ragam, pegunungan, dataran tinggi, tanah cekung, dataran
rendah dan perbukitan terdapat dalam areal luas dan menunjukkan panorama alam yang
berbeda-beda. Daerah pegunungan, dataran tinggi dan perbukitan menempati 65% luas total
wilayah seluruh negeri. Banyak pegunungan yang tinggi dan panjang membentuk kerangka
topografi daratan Tiong-Goan. Pegunungan-pegunungan itu malang melintang seperti jaring
dengan dataran tinggi yang bentuknya berlainan dan berbeda besar kecilnya, membentuk daerah
topografi yang memiliki ciri khasnya sendiri. Dibagi menurut tingginya dari permukaan laut,
topografi Tiong-Goan tinggi di barat dan rendah di timur, melandai dari arah barat ke timur
seperti anak tangga. Berdasarkan itu, topografi Tiong-Goan dapat dibagi menjadi tiga anak
tangga dari yang rendah sampai yang tinggi. Anak tangga pertama dari Pegunungan Xingan di
utara sampai daerah sebelah timur pegunungan Taihang-Wushan-Xiefeng, topografinya datar,
kebanyakan adalah dataran rendah dan perbukitan tidak sampai 500 meter di atas permukaan
laut. Tiga dataran rendah terbesar di Tiongkok yakni Dataran Rendah Timur Laut, Dataran
Rendah Tiongkok Utara dan Dataran Rendah Bagian Tengah dan Hilir Sungai Yangtze serta
daerah perbukitan yang paling luas di Tiong-Goan yakni Perbukitan Tenggara berada di anak
tangga ini. Anak tangga kedua berada di sebelah barat garis tersebut, berupa dataran tinggi dan
tanah cekung yang tingginya sekitar 1.000 sampai 2.000 meter di atas permukaan laut. Dataran
Tinggi Mongol, Dataran Tinggi Tanah Kuning dan Dataran Tinggi Yunnan-Guizhou, tiga dari
empat dataran paling luas di Tiong-Goan, serta empat tanah cekung yang terluas di Tiong-Goan
yakni tanah cekung Sichuan, Tarim, Zunggar dan Caidam terletak di anak tangga ini. Anak
tangga ketiga adalah Dataran Qinghai-Tibet, topografi tinggi dan terjal, terdiri atas dataran tinggi
yang luas dan datar 4.000 meter lebih di atas permukaan laut dan sederet pegunungan panjang
setinggi 5.000-6.000 meter di atas permukaan laut. Di antaranya terdapat belasan puncak
gunung yang tingginya 8.000 meter lebih di atas permukaan laut. Puncak Zomolungma atau
Everst , puncak utama pegunungan Himalaya yang terletak di perbatasan Tiong-Goan-Nepal
setinggi 8848,9 meter di atas permukaan laut adalah puncak tertinggi di dunia. Dataran Tinggi
Qinghai-Tibet dijuluki pula sebagai "atap dunia".
Topografi landai yang terjadi secara alamiah itu menguntungkan mengalirnya udara lembab di
atas laut ke daerah pedalaman daratan Tiong-Goan, sedang sungai-sungai besar yang terjadi
oleh turunnya hujan ke bumi mengalir deras ke arah timur dan bermuara di laut, disamping telah
menghubungkan lalu lintas daerah pedalaman dan daerah pantai, terjadi pula beda ketinggian
aliran sungai sesuai dengan kelandaian topografi sehingga menghasilkan sumber daya tenaga air
yang sangat besar. Kota Lin-An (Hangzhou sekarang) saat itu sedang memasuki musim dingin. Pemandangan pada
awal memasuki musim dingin terlihat kontras jika dibandingkan dengan musim-musim lainnya.
Pada musim semi, keindahan utama terlihat dari mulai munculnya kuncup-kuncup muda. Pada
musim panas, kuncup-kuncup berkembang menghijau disertai dengan bunga-bunga yang
berwarna-warni. Memasuki musim gugur, bunga menjadi layu, dan dedaunan berubah memerah
atau menguning sebelum akhirnya menjadi kecoklatan dan gugur. Pada musim dingin, tanpa
adanya salju, pohon-pohon hanya menyisakan warna hitam kulitnya dengan tangkai-tangkai
yang menyerupai jejari panjang. Jika tiba saatnya salju turun, warna putih yang indah akan
mendominasi, menghamburkan cahaya ke segala arah, menciptakan suasana yang benderang
dan menyilaukan. Memasuki musim dingin, pohon-pohon sudah mulai mempersiapkan dirinya
untuk tidur panjang dengan cara merontokkan daunnya. Ada beberapa pohon yang masih
menyisakan daun-daunnya yang menguning.
Kalau musim semi terkenal dengan keindahan bunga-bunga bermekaran; di musim salju kita
dapat menyaksikan salju putih yang melayang-layang laksana kapuk randu ditiup angin.
Kota Lin-An kota yang indah; dengan telaga yang ditumbuhi teratai beraneka warna, dengan
gadis-gadis yang tersohor cantiknya. Yiheyuan - Istana musim panas, yang terkenal indahnya;
Tian Tan - kelenteng Nirwana yang dibangun sangat unik tanpa sepotong paku pun. Di musim
salju juga ada bunga ume mekar saat musim dingin, meskipun turun salju bunganya tidak gugur.
Suasananya terasa sangat anggun. Di Tiongkok pohon pinus, bambu dan ume di kenal sebagai
"tiga teman pada musim dingin", dan sering menjadi menjadi tema lukisan karena ketiga
tumbuhan ini, tidak gugur daunnya atau bunganya pada musim dingin, menjadi simbol kesetiaan
yang tidak berubah. Penduduk kota di musim dingin ini sebagian besar jarang bepergian, mereka lebih mengurung
diri di dalam rumah sambil menghangatkan badan. Kalaupun ada yang keluar rumah, mereka
lebih suka mampir ke warung arak, mengobrol dengan teman atau kerabat sambil minum arak
untuk menghangatkan badan.
Bangunan kota terhampar putih semua tertutup salju tanpa terkecuali termasuk danau-danau
pun turut membeku. Pagi dengan sinar matahari yang membuat suasana musim dingin agak menghangat ternyata
berubah menjadi langit kelabu berangin saat Li Kun Liong tiba di kota ini di sambut rintikan salju.
Berjalan di suasana dingin memang tidak mudah, terutama bagi kaum kangouw biasa yang ilmu
tenaga dalamnya belum sempurna.
Li Kun Liong memasuki warung makan pertama yang ia temui, dari tadi malam ia belum mengisi
perut. Suasana warung makan tersebut cukup sepi dari pengunjung, hanya terlihat dua tiga
orang pelanggan saja. Memilih meja yang berada di sudut, Li Kun Liong memesan nasi putih
hangat beserta beberapa macam sayur dan lauk pauk, juga tidak ketinggalan dua poci arak utuk
menghangatkan tubuh. Tidak lupa ia menanyakan kepada pelayan tempat penginapan terdekat,
yang ternyata letak rumah penginapan tersebut bersebelahan dengan warung ini. Bahkan si
pelayan menawarkan jasa untuk mengurus pemesanan kamar kepada Li Kun Liong. Li Kun Liong
memberikan beberapa tael perak kepada pelayan untuk ongkos menginap satu-dua hari serta tip
yang cukup besar. Sudah dua bulan berselang ia berkelana mencari kabar berita Cin-Cin namun
sampai saat ini belum jua terdengar kabarnya.
Selagi menikmati pesanannya, masuk seorang gadis muda dengan wajah yang cantik memukau.
Kecantikannya sangat khas dan asing, nyata gadis muda ini bukan gadis Han. Melihat
dandanannya Li Kun Liong menduga gadis ini berasal dari suku bangsa Miao atau Persia. Raut
wajah yang sesempura gadis ini merupakan impian setiap gadis muda. Tubuhnya yang ramping
di balut baju berwarna hijau muda menambah daya tariknya.
Gadis tersebut berjalan masuk menuju meja di sebelah Li Kun Liong dan memanggil pelayan
dengan suaranya yang merdu. Dari nada panggilan, bisa dilihat gadis ini sudah terbiasa
berurusan dengan pelayan, menandakan dia berasal dari keluarga terpandang atau keluarga
kelas atas yang memiliki banyak pelayan. Dia memesan dua tiga macam sayur, ikan mas di tumis
dan sepoci teh hangat. Sejak kedatangannya, pengunjung warung makan ini mengikuti semua
gerak-geriknya, mereka terpukau melihat kecantikan yang jarang mereka lihat sebelumnya
bahkan si pelayan pun terkesima dan melayani gadis ini dengan luar biasa manisnya. Memang
dari tubuh gadis ini selain teruar keharuman seorang dara muda, juga terpancar kewibawaan
yang membuat siapa pun yang melihatnya tidak akan berani coba-coba mengusiknya. Gadis ini
memiliki mata yang indah dengan kerlingan bulu mata yang lentik dan tajam, memang menjadi
daya tarik tersendiri bagi yang melihatnya.
Gadis ini adalah Kim Bi Cu, putri ketua Mo-Kauw yang minggat menyusul rombongan Mo-Kauw
ke Tiong-Goan. Selama beberapa bulan ini, ia tidak berhasil menyandak rombongan toa-
suhengnya Ciang-Gu-Sik, mungkin arah yang ditempuhnya berbeda. Memang Kim Bi Cu baru
pertama kali ke daerah Tiong-Goan dan belum mengenal situasi hingga arah yang diambilnya
tergantung dari penuturan para pelayan warung makan atau warung penginapan. Selama
beberapa bulan ini ia sudah cukup mengenal budaya dan adat istiadat penduduk Tiong-Goan,
juga mengenai bahasa ia tidak mengalami kesulitan yang berarti karena sejak kecil ia sudah
mempelajari bahasa Han ini dari guru yang khusus di undang ayahnya dari Tiong-Goan untuk
mengajarinya bahasa Han. Diam-diam ia mengagumi ketampanan Li Kun Liong, selama berkelana di daerah Tiong-Goan
sudah sering ia melihat pemuda-pemuda tampan bangsa Han namun baru kali ini Kim Bi Cu
merasa tertarik hatinya. Entah apa yang membuatnya merasa tertarik, mungkin ini yang disebut
dengan cinta pada pandangan pertama. Dalam adat istiadat bangsa Persia, gadis-gadisnya lebih
terbuka terhadap pergaulan muda-mudi dibandingkan gadis Han yang lebih tertutup dan malu-
malu. Begitu pula Kim Bi Cu, dengan terang-terangan ia menatap Li Kun Liong dengan
kekaguman yang kentara dan membuat Li Kun Liong likat sendiri. Sejak tadi Li Kun Liong sudah
menyadari tatapan mata si gadis muda ini namun ia pura-pura tidak tahu. Dia sendiri mengakui
kecantikan gadis ini cukup menarik hati.
Tak lama kemudian, nampak dua orang pria memasuki warung makan. Pria yang disebelah kiri
adalah seorang pemuda berusia dua puluh tahunan dengan raut wajah yang bundar, berbaju
hijau tua, matanya agak sipit, postur tubuhnya kurus. Sedangkan pria yang satu lagi adalah
seorang pria berusia enam puluh tahunan, wajahnya agak kekuning-kuningan, sinar matanya
tajam mencorong dengan urat dahi yang menonjol menandakan kesempurnaan ilmu silat yang
dimilikinya. Gerak-gerik keduanya kelihatannya lambat namun terbayang kegesitan yang
sempurna dari langkah kaki mereka.
Mereka duduk di meja yang berada di depan pintu masuk. Si pemuda memandang sekeliling
warung makan dengan acuh tak acuh dan matanya yang sipit berhenti di wajah Kim Bi Cu. Mata
sipit tersebut sedikit terbuka tanda ia dapat melihat kecantikan Kim Bi Cu dan mengaguminya.
Walaupun pemuda tersebut bukan seorang yang suka dengan wanita namun kecantikan Kim Bi
Cu telah membuatnya tertarik. Sambil nyengir kuda, dia terus-menerus menatap untuk menarik
perhatian Kim Bi Cu. Pria tua tersebut diam saja dengan kelakuan si pemuda, dengan tenang ia memesan bermacam-
macam sayur dan beberapa poci arak. Dari semua pengunjung rumah makan ini, pria tua ini
paling menaruh perhatian pada Li Kun Liong. Sama seperti Kim Bi Cu, pada bentrokan mata
antara ia dan Li Kun Liong secara sekilas tadi, telah membangkitkan kewaspadaannya. Sinar
mata Li Kun Liong yang tajam bagaikan mata naga tealh membuatnya terkesiap. Diam-diam ia
kagum terhadap Li Kun Liong yang usianya hampir sama dengan muridnya ini memiliki tenaga
dalam yang sangat sempurna. Ingin sekali hatinya mencoba ketangguhan ilmu silat Li Kun Liong.
Bagi Li Kun Liong, kehadiran kedua pria ini juga telah membangkitkan kewaspadaannya,
terutama terhadap pria tua di samping pemuda tersebut. Nalurinya mengatakan ilmu silat
keduanya sudah mencapai tingkat tinggi dan tidak boleh dianggap enteng.
Kim Bi Cu merasa jengkel di tatap terus menerus oleh pemuda tersebut. Walau pun ia sudah terbiasa di
tatap demikian sepanjang pengembaraannya namun melihat cengiran si pemuda tersebut menyalakan api
di hatinya. Memang sejak dulu ia paling tidak suka dilirik oleh para pemuda yang kurang ajar, seolah-
olah mata mereka menjelajahi seluruh tubuhnya yang ramping.
Tapi Kim Bi Cu tidak mau sembarangan, ia pun dapat melihat kedua pria ini memiliki ilmu silat
yang tinggi. Namun tatapan mata si pemuda tersebut membuatnya naik darah.
"Braak, dibantingnya cangkir tehnya ke meja. Uhh.. seekor lalat hijau kok bisa keliaran di sini,
menganggu selera makan orang saja" kata Kim Bi Cu dengan jengkel.
Senyuman di wajah pemuda tersebut menghilang dengan cepat, matanya kembali sipit seperti
semula dan mengeluarkan sinar yang berkilauan. Ia merasa sangat tersinggung di sindir
sedemikian rupa oleh Kim Bi Cu. Pemuda tersebut memiliki penilaian yang sangat tinggi terhadap
diri sendiri hingga penghinaan yang diterimanya barusan telah membuat emosinya naik. Coba
kalau yang menghinanya bukan seorang gadis cantik, sudah diterjangnya dari tadi.
Dengan gesit ia bangkit dari kursi dan berjalan menuju ke arah si gadis sambil membawa
secawan arak. Sesampai di dekat Kim Bi Cu, ia menjura dan berkata "Nona manis hendak
kemana sendirian saja, kalau tidak keberatan mari minum bersama cayhe"
Dengan marah Kim Bi Cu melemparkan sumpit yang dipegangnya ke arah pemuda tersebut.
Sumpit tersebut meluncur cepat ke arah wajah si pemuda, kecepatannya sungguh
mengagumkan. Sepasang sumbit yang demikian ringan mampu melucur secepat itu menandakan
si pelempar memiliki ilmu silat yang tinggi.


Rahasia Lukisan Kuno Seri Pendekar Cinta Karya Tabib Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sedikit terkejut di serang sedemikian rupa, pemuda tersebut berkelit dengan manis, membiarkan
sumpit tersebut meluncur di sampingnya dan menancap di dinding di belakang.
Pemuda tersebut meleletkan mulutnya melihat sepasang sumpit tersebut menancap seluruhnya
di dinding meninggalkan dua titik kecil saja. Diam-diam ia mengagumi kelihaian gadis tersebut,
dilihat dari cara melempar sumpit yang sedemikian hebat, pemuda ini tahu ia menghadapi
seorang jago wanita yang lihai.
Sehabis melempar sumpit, Kim Bi Cu langsung melancarkan pukulan pek-khong-ciang (pukulan
tangan kosong) menyambar ke arah pundak pemuda tersebut. Gerakan itu tampaknya tanpa
tenaga dan tak terdengar angin pukulan sehalus apa pun, tahu-tahu sudah tiba di depan mata.
Pemuda tersebut mengangkat tangannya menangkis serangan lawan dengan tiga bagian tenaga
dalam. Kesudahannya membuat si pemuda terhuyung mundur tiga langkah, ternyata pukulan
yang nampaknya tak bertenaga tersebut, begitu ia tangkis baru terasa kekuatan pukulan
tersebut. Ibarat air sungai yang mengalir dengan tenang dipermukaan namun dibawah
permukaan arusnya sangat deras, mampu menengelamkan siapa pun yang tidak berhati-hati.
Dengan muka merah tanda malu, pemuda tersebut lalu melancarkan pukulan balasan, kali ini ia
menyertakan tujuh bagian tenaga dalamnya. Tangan pemuda tersebut mencengkram cepat ke
arah buah dada Kim Bi Cu, bila tidak berhasil dihindari, dapat dipastikan buah dada Kim Bi Cu akan
teremas oleh tangan kurang ajar si pemuda tersebut.
Mata Kim Bi Cu mengeluarkan sinar berapi-api, belum pernah ia merasa semarah ini, kalau bisa
ingin ia memotong putus tangan pemuda tersebut. Dengan lincah dan luwes, Kim Bi Cu
mengelakkan serangan tersebut sambil melancarkan tendangan maut ke arah dada pemuda
tersebut. Dalam gebrakan berikutnya masing-masing pihak waspada, mereka tahu kali ini mereka
menjumpai lawan yang tangguh.
Li Kun Liong dengan berkerut kening menyaksikan jalannya pertempuran. Dia tahu si gadis muda
dan si pemuda tersebut memiliki ilmu silat yang setara alias seimbang hingga apabila diteruskan
masing-masing pihak tidak akan memperoleh keuntungan apa pun. Namun sebagai pihak yang
tidak memiliki hubungan apa pun dengan kedua pihak yang berseteru tersebut, membuatnya
tidak bisa berbuat apa-apa, takut di tuduh mencampuri urusan orang lain, walaupun sebenarnya
ia lebih condong ke arah si gadis muda tersebut. Diam-diam ia memutuskan untuk melihat
keadaan terlebih dahulu, apabila pria tua yang datang bersama si pemuda diam saja, maka ia
pun akan diam juga. Dia tahu jika sampai pria tua ini turun tangan, dapat dastikan gadis ini akan
menderita kekalahan. Beberapa puluh jurus telah berlalu, kursi dan meja di warung makan tersebut sudah jatuh
berantakan dan pelanggan warung makan ini sejak siang-siang sudah lari meninggalkan warung
makan kecuali Li Kun Liong yang masih duduk dengan tenang sambil minum arak.
Pemuda berbaju hijau tua ini merasa geregetan dan malu, sudah sekian lama bertarung belum
juga dapat menjatuhkan gadis ini. Mau ditaruh kemana mukanya, dia Kwi-eng-cu (si bayangan
iblis) yang sudah terkenal harus berkelahi mati-matian dengan seorang gadis muda yang tidak
dikenal. Dia lalu mengerahkan ilmu meringankan tubuh kebanggaannya, tiba-tiba tubuhnya
lenyap dan berubah jadi bayangan yang berkelabatan kesana kemari mengitari Kim Bi Cu
bagaikan bayangan iblis yang hendak menerkam korbannya.
Kim Bi Cu merasa terkesiap melihat lawan mampu menunjukakn ilmu meringankan tubuh
sehebat ini, berkelabat mengitari dirinya, membungkus seluruh ruang geraknya. Dia tahu sangat
berbahaya situasi ini, dengan cepat ia melancarkan pukulan berantai ke arah bayangan pemuda
tersebut untuk membebaskan diri dari tekanan si pemuda.
"Plakk!..Plakk, tangan mereka saling beradu. Dengan gerakan yang indah Kim Bi Cu meloloskan
diri dari tekanan pemuda tersebut. Untuk menghindari tekanan pemuda tersebut, Kim Bi Cu
langsung mengembangkan serangan-serangan maut ke arah pemuda tersebut. Dalam serangan
kali ini, ia melancarkan serangan yang ganas mengarah ke bagian-bagian berbahaya tubuh
pemuda tersebut. Pertarungan sudah mulai mengarah ke pertempuran mati-hidup.
Pria tua yang dari tadi hanya melihat saja pertempuran tersebut, tiba-tiba bangkit dan berjalan
mengarah ke arah pertempuran.
Tahu-tahu tubuhnya berkelabat menyelak ke tengah-tengah pertempuran untuk mengakhiri
pertarungan tersebut. Kim Bi Cu hanya merasakan segulungan bayangan menghampirinya dibarengi angin pukulan
yang sangat kuat, jauh lebih kuat dari pukulan si pemuda, mampir di pundaknya tanpa dapat ia
elakkan. Dia hanya merasa pundaknya sedikit sakit dan tubuhnya tanpa dapat di cegah
terdorong mundur oleh sebuah kekuatan yang maha dasyhat. Beruntung ada sepasang tangan
yang menahan punggungnya dari belakang, kalau tidak ia pasti sudah terjengkang jatuh ke
lantai. Sepasang tangan tersebut berasal dari tangan pemuda yang ditaksirnya, tangan Li Kun
Liong. Jarak Li Kun Liong dengan pertempuran sedikit lebih jauh dari pria tua tersebut hingga sewaktu
pria tua tersebut tiba-tiba bergerak maju ke arah pertempuran, ia sedikit terlambat. Di samping
itu juga, gerakan pria tua ini sangat cepat bagaikan kilat, belum pernah Li Kun Liong
menyaksikan gerakan secepat ini selama terjun ke dunia kangouw. Diam-diam Li Kun Liong
sangat kagum melihat pertunjukan ilmu meringankan tubuh yang sangat sempurna ini.
"Nona apakah engkau terluka?" tanya Li Kun Liong.
Kim Bi Cu tidak menjawab, dia meringis kesakitan, tulang pundaknya sedikit bergeser akibat
pukulan si orang tua. "Silahkan istirahat dahulu, nona. Biar cayhe menghadapi mereka" kata Li Kun Liong sambil
berjalan meghampiri pemuda dan si orang tua tersebut.
Dengan wajah khawatir, Kim Bi Cu menatap punggung belakang Li Kun Liong. Dia cukup tahu
kelihaian pemuda berbaju hijau tadi, lebih-lebih si orang tua, ia sendiri merasa bukan tandingan
si orang tua tersebut. Maka tidak heran ia sangsi dan khawatir akan diri pemuda yang ditaksirnya
tersebut. Dengan tenang Li Kun Liong menghampiri kedua orang tersebut dan menjura sambil berkata
"Ilmu meringankan tubuh cianpwe sangat hebat, boanpwe Li Kun Liong sangat mengaguminya
namun menyerang seorang angkatan muda bukanlah tindakan yang terpuji"
Dengan wajah tak berubah mendengar sindiran Li Kun Liong, si orang tua mendengus dan
berkata "Jadi engkau inilah pemuda yang akhir-akhir ini meroket namanya di dunia persilatan,
mungkin kabar tersebut terlalu berlebihan."
Sambil tersenyum tawar, Li Kun Liong menjawab "Memang kabar di sungai telaga banyak yang
simpang siur dan tidak dapat dipercaya sepenuhnya sebelum kita menyaksikannya sendiri.
Boanpwe sendiri tidak berani mengaku-ngaku angkatan muda yang paling jago. Mungkin nama-
nama besar yang ada sekarang pun hanya nama kosong belaka" Li Kun Liong tidak senang
dengan kejumawaan yang ditunjukkan si orang tua hingga ia membalasnya dengan sindiran pula.
Sifat Li Kun Liong sebenarnya tidak mau ribut-ribut tapi ia paling tidak tahan terhadap orang-
orang yang jumawa dan merasa dirinya angkatan yang harus dihormati serta memandang
enteng angkatan muda. Mungkin ini disebabkan sejak terjun di dunia kangouw, telah berkali-kali
ia mengalami pengeroyokan-pengeroyokan yang dilakukan angkatan-angkatan sebelumnya. Dia
tahu orang tua ini pasti memiliki asal-usul yang tidak sembarangan.
"Hmm, engkau memang pandai bersilat lidah, entah bagaimana dengan kemampuan ilmu
silatmu, apakah sebanding dengan lidahmu itu" kata si orang tua sambil mengebaskan
tangannya ke arah Li Kun Liong.
Li Kun Liong merasakan serangkum kekuatan yang maha dashyat menerpa dirinya. Untung sejak
tadi ia sudah bersiap sedia, seolah-olah tidak terjadi apa pun ia menjura dan berkata "Kalau
boleh tahu, siapakah nama besar cianpwe?"
Si orang tua merasa kaget kebasan tangannya yang mengandung lima bagian tenaga dalamnya
tidak mendapat reaksi seperti yang ia harapkan. Pakaian Li Kun Liong hanya berkibar sedikit,
sedangkan orangnya sendiri tidak apa-apa. Benar dugaannya, pemuda ini memiliki ilmu silat yang
susah diukur. Dia tidak mau mengambil resiko hanya karena persoalan kecil, ia harus bertempur
dengan Li Kun Liong yang ia dengar memiliki ilmu silat yang menghebohkan. Syukur apabila ia
menang tapi kalau kalah, pamornya selama puluhan tahun ini akan hancur.
"Baiklah, dengan memandang mukamu, lohu sudahi saja masalah ini. Mengenai siapa diri lohu
dan muridku ini, seperti yang engkau bilang barusan, nama besar di dunia ini kebanyakan adalah
nama kosong belaka, jadi buat apa repot-repot untuk mengetahuinya." Jawab si orang tua sambil
mengulapkan tangan ke arah muridnya dan melayang menghilang dari warung makan tersebut
bersama muridnya. Menyaksikan sekali lagi demonstrasi ilmu meringankan tubuh nomer wahid tersebut, Li Kun Liong
sudah dapat menerka siapa gerangan pemuda dan si orang tua tersebut. Kalau tidak salah
dugaannya, si orang tua adalah salah satu dari empat tokoh terbesar dunia Liok-Lim yaitu Bu-
eng-cu (si tanpa bayangan ) sedangkan si pemuda tentu adalah muridnya yang juga dikenal
sebagai salah satu angkatan muda Liok-Lim yang paling cemerlang yaitu Kwi-eng-cu (si
bayangan iblis). Li Kun Liong merasa bersyukur tidak jadi bentrok dengan mereka, ia sendiri belum memiliki
keyakinan penuh dapt mengalahkan mereka berdua. Sejak dirinya beberapa kali dikeroyok
bahkan keroyokan yang terakhir kali hampir membuatnya meninggalkan dunia ini, telah
membuat Li Kun Liong berkurang kepercayaan atas kemampuan dirinya. Dia tidak tahu,
sebenarnya ilmu silatnya sudah mencapai taraf yang susah di ukur. Hanya nasibnya saja yang
kurang beruntung, selalu bentrok atau dikeroyok oleh dedengkot-dedengkot silat masa kini.
Dia lalu menengok ke arah gadis muda tadi, dilihatnya muka gadis tersebut pucat menahan sakit.
Memang bagian pundak adalah bagian yang penting, apabila terkilir harus segera diperbaiki
posisi tulangnya, jika sedikit terlambat akan mempengaruhi kemampuan ilmu silat yang sudah di
latih selam ini. Menyaksikan hal tersebut, Li Kun Liong buru-buru mengajak si nona ke penginapan di sebelah
warung makan agar dapat diobati lebih leluasa.
Kim Bi Cu mengikuti saran Li Kun Liong, memang sejak awal ia sudah menaruh kesan yang baik
terhadap Li Kun Liong, terlebih ketika pemuda ini membelanya tadi.
Sekarang berada di dalam kamar penginapan, justeru Li Kun Liong yang menjadi bingung. Untuk
mengobati tulang pundak yang terkilir tersebut, gadis ini harus membuka baju bagian atas
supaya lebih dapat memperbaiki posisi tulang yang terkilir tersebut dengan benar. Kim Bi Cu
sadar apa yang hendak dilakukan Li Kun Liong, dia juga menyadari ini adalah satu-satunya cara
untuk memperbaiki tulang pundaknya, tidak mungkin ia sendiri yang melakukannya. Sambil
mengigit bibirnya yang merah, ia berkata "Silakan siangkong membantuku memperbaiki tulang
pundakku ini". Lalu secara perlahan-lahan ia membuka baju luar bagian atasnya sebelah
pundaknya, nampak pundak yang mulus tersebut sedikit lebam kebiruan akibat pukulan si orang
tua. Li Kun Liong berusaha mengfokuskan pikirannya untuk memperbaiki tulang pundak gadis
tersebut namun tidak dapat dihindari oleh matanya sebagian baju dalam ketat warna merah
muda dengan tonjolan bukit yang membusung dibaliknya tersebut. Dengan hati-hati Li Kun Liong
memperbaiki tulang pundak tersebut. Syukur tulang yang bergeser tidak begitu parah, cukup
beristirahat beberapa hari akan sembuh.
Ketika jari tangan Li Kun Liong menyentuh pundaknya, hati Kim Bi Cu berdebar-debar. Selama
hidupnya belum pernah ada pria yang menyentuh pundaknya sedekat ini. Perasaan yang
dialaminya sekarang pun belum pernah ia alami, jantung yang berdebar-debar, aliran darah yang
bergolak, nafas yang memburu, semuanya campur aduk.
Hati Li Kun Liong pun terguncang hebat terutama ketika gadis tersebut bernafas dengan kuat
membuat tonjolan bukit dibalik pakaian dalam tersebut naik turun dan lekukan bagian atas buah
dada si nona semakin menyembul. Pemandangan yang mampu membuat setiap lelaki bangkit
gairahnya. "Sudah selesai, selanjutnya nona cukup beristirahat beberapa hari maka akan sembuh" kata Li
Kun Liong memecahkan keheningan yang terjadi sewaktu ia memperbaiki tulang pundak si nona.
Dengan tersipu malu dan wajah yang kemerahan, Kim Bi Cu mengucapkan terima kasih kepada
Li Kun Liong. Setelah saling berbasa-basi saling memperkenalkan diri masing-masing, Li Kun Liong pamit
kembali ke kamarnya untuk beristirahat. Hari itu berlalu tanpa kejadian apa pun.
Keesokan harinya, Li Kun Liong menghampiri kamar Kim Bi Cu dan mengajaknya sarapan pagi
bersama-sama di warung makan kemarin. Pundak Kim Bi Cu sudah baikan walaupun masih sedikit
kaku namun sembuh dengan cepat.
Selama berbincang-bincang dengan Li Kun Liong, Kim Bi Cu tidak memberitahu dia adalah putri
ketua Mo-Kauw. Dia hanya memberitahu, keluarganya berasal dari Persia dan sekarang ini ia
sedang berkelana mencari pengalaman di dunia persilatan di Tiong-Goan ini. Li Kun Liong sendiri
sebenarnya girang bisa berkenalan dengan Kim Bi Cu yang berasal dari Persia dan tentunya bisa
membaca bahasa Persia (Parsi). Seperti yang pembaca ketahui, rahasia lukisan kuno telah dapat
dipecahkan Li Kun Liong tanpa sengaja yang mengandung pelajaran ilmu tenaga dalam tingkat
tinggi. Tapi tulisan yang berada di lukisan tersebut adalah tulisan dalam bahasa Persia sehingga
Li Kun Liong tidak mampu membacanya. Li Kun Liong ragu-ragu untuk menunjukkan lukisan
kuno tersebut karena ia baru mengenal Kim Bi Cu.
Dalam pembicaraan mereka selanjutnya, Li Kun Liong menyinggung ketertarikannya mempelajari
bahasa Persia. Kim Bi Cu dengan senang hati mengajarinya Li Kun Liong tulisan Persia.
Begitulah, selanjutnya mereka berdua melanjutkan perjalanan bersama-sama sambil mempelajari
bahasa Persia. Semakin lama bergaul mereka semakin akrab satu sama lain, terlebih memang
gadis Persia lebih terbuka dari gadis Han sehingga sangat membantu mempererat keakraban di
antara mereka berdua. 8. Binasanya Tokoh Kenamaan Kangouw
Suatu hari mereka tiba di kota Gui-Lin dan mendengar kabar yang sangat mengejutkan. Ketua
partai Hoa-San-Pai, Master Yu-kang ditemukan binasa secara misterius dua hari yang lalu di kaki
bukit Hoa-San. Tidak ada yang tahu siapa pembunuhnya, saat itu Master Yu-Kang baru saja
turun gunung untuk mengunjungi sahabatnya Ong-Sun-Tojin, ketua parta Go-Bi-Pai.
Kabar yang beredar d dunia persilatan simpang siur. Ada yang mengatakan Master Yu-Kang
binasa di keroyok musuh bebuyutannya sejak muda, Pian-mo (setan cambuk), salah satu dari
empat tokoh besar angkatan tua kalangan Liok-Lim dibantu oleh Kim-mo-siankouw (dewi
berambut emas) yang menjadi istri tidak resmi Pian-mo. Dulu di masa mudanya, Master Yu-kang
yang terkenal ketampanannya, dicintai oleh Kim-mo-siankouw (dewi berambut emas) namun
ditolak oleh Master Yu-Kang karena ia sudah lama mendengar kebejatan Kim-mo-siankouw (dewi
berambut emas) terhadap pemuda-pemuda tampan. Ini membuat Kim-mo-siankouw patah hati
dan melanjutkan perbuatan bejatnya itu bahkan makin menggila.
Sebaliknya Pian-mo sudah dari dulu mencintai Kim-mo-siankouw tapi bertolak sebelah tangan
karena di lihat dari wajahnya, jelas Pian-mo tidak dapat bersaing dengan Master Yu-Kang. Pian-
mo sendiri di masa muda bukan merupakan pemuda yang menjadi impian gadis-gadis. Wajahnya
biasa saja bahkan cenderung di bawah rata-rata hingga tentu saja Kim-mo-siankouw yang di
masa mudanya sangat cantik tidak memandang sebelah mata Pian-mo.
Hanya gara-gara Kim-mo-siankouw, Pian-mo rela bermusuhan dengan Master Yu-Kang yang
waktu itu terkenal sebagai salah satu angkatan muda yang cemerlang. Mereka bertempur
ratusan jurus sebelum akhirnya Master Yu-Kang berhasil mengores wajah Pian-mo dengan
pedangnya dan memutuskan senjata andalan Pian-mo, sebuah cambuk sakti yang sudah banyak
memakan korban. Kekalahan yang diderita Pian-mo makin memperhebat permusuhan mereka,
terlebih goresan pedang Master yu-Kang membuat wajah Pian-mo bertambah jelek dan
menyeramkan hingga harapan untuk mempersunting Kim-mo-siankouw pupus sama sekali.
Namun setelah puluhan tahun berlalu, akhirnya Kim-mo-siankouw luluh hatinya melihat kecintaan
Pian-mo yang tak surut dilekang waktu hingga rela menjadi istri tidak resmi Pian-mo.
Versi lainnya mengatakan, ketua Hoa-San-Pai ini mati di tangan pentolan partai Mo-Kauw. Berita
ini pun simpang siur, ada yang mengatakan Master Yu-Kang mati di tangan murid utama Mo-
Kauw-Kauwcu, Ciang Gu Sik. Kabar yang lain mengatakan Master Yu-Kang mati dikeroyok oleh
Ciang Gu Sik dan tetua pelindung kanan partai Mo-Kauw. Kejadian sesungguhnya tidak ada yang
mengetahui, yang jelas Master Yu-Kang ditemukan sudah tidak bernyawa lagi oleh murid-murid
Hoa-San-Pai. Berita duka tersebut dengan cepat tersiar di dunia kangouw. Berduyun-duyun kaum persilatan
mendatangi partai Hoa-San untuk menyampaikan bela sungkawa sekaligus ingin mendengar
versi sebenarnya apa yang sesungguhnya menimpa diri Master Yu-Kang.
--- 000 --- Pegunungan Hoa-San sangat terkenal di daerah Tiong-Goan, pegunungan ini termasuk salah satu
pegunungan utama di Tiong-Goan. Ketenaran gunung Hoa-San di samping keindahan panorama
pemandangannya juga karena di salah satu puncak gunung Hoa-San ini berdiri markas besar
partai Hoa-San-Pai, salah satu partai terbesar di Tiong-Goan.
Saat itu pegunungan Hoa-San diselubungi salju itu laksana anak panah yang tajam dan berwarna
putih. Di kejauhan mulai nampak hamparan salju mempesona, yang tampak seperti permadani
itu, menyelimuti pegunungan Hoa-San, ditimpa sinar matahari pagi dengan sinar keemasan.
Pagi itu nampak banyak kaum persilatan mendaki gunung Hoa-San. Sejak kemarin berdatangan
kaum persilatan menyambangi partai Hoa-San-Pai. Jalanan dan pepohonan menuju markas besar
Hoa-San-Pai di selimuti salju yang dingin sedingin suasana di partai Hoa-San-Pai saat ini. Dalam
kurun waktu enam puluh tahun terakhir, Hoa-San-Pai mengalami bencana yang hebat yaitu
kehilangan ciangbujin dua kali, mereka binasa di tangan musuh Hoa-San-Pai.
Tampak di antara murid-murid Hoa-San-Pai yang sedang berduka, nampak hadir sute Master Yu-
Kang yang menjabat sebagai tong-leng Gie-Lim-Kun " Sun-Kai-Shek. Begitu mendengar
suhengnya binasa, Sun Kai Shek yang saat itu sedang berada di kota raja, segera mengajukan
cuti dan berangkat ke Hoa-San-Pai secepatnya.
Master Yu-Kang hanya memiliki dua orang sute saja yaitu Sun-Kai-Shek dan Yo-Lung yang saat
ini merupakan anggota partai yang paling senior. Tidak ada tersisa angkatan sebelum Master Yu-
Kang, mereka semua sudah menutup mata atau binasa pada pertempuran lima puluh tahun yang
lalu. Sedangkan jago muda terlihai dari Hoa-San-Pai yaitu Cia Sun yang berjuluk Kun-Cu-Kiam telah
binasa di tangan Bwe-Hoa-Cat setahun yang lalu, hingga praktis saat ini Hoa-San-Pai mengalami kerugian
yang sangat besar dan menyebabkan di masa depan pamor partai ini mulai
luntur. Para tamu yang hadir terdiri dari tokoh-tokoh kenamaan seperti ketua biara Shao-Lin-Pai, Siang-
Jik-Hwesio yang datang bersama beberapa sutenya. Dari pihak Kay-Pang terlihat datang ketua
baru mereka yaitu Kam-Lokai yang datang bersama muridnya Tiauw-Ki serta sutitnya Kok Bun
Liong. Juga datang ketua Go-Bi-Pai, Ong-Sun-Tojin bersama muridnya Lu-Gan. Mereka berdua
dan pihak Kay-Pang segera terlibat pembicaran yang kelihatan sangat serius. Nampak pula
Tiong-Pek-Tojin, ketua Bu-Tong-Pai bersama sute termudanya Sie-Han-Li. Dari partai-partai
selain tujuh partai utama, nampak hadir tokoh-tokoh perwakilan dari Ceng-Sia-Pai, Eng-Jiauw-
Bun, Khong-Tong-Pai, keluarga Tong, dan tokoh-tokoh kenamaan tak berpartai lainnya.
Sedangkan perwakilan dari partai Thai-San-Pai dan Kun-Lun-Pai tidak nampak, dikarenakan
letaknya yang nun jauh di sana, berita kematian Master Yu-Kang belum sampai di tempat
mereka. Suasana haru dan hening terlihat di ruangan utama markas besar Hoa-San-Pai. Layon (peti mati)
ketua Hoa-San-Pai " Master Yu-Kang berada di pojokan ruangan. Para tamu yang memberi
penghormatan terakhir di sambut lututan para murid Hoa-San-Pai sebagai tanda terim kasih.
Kemudian para tamu dipersilahkan duduk sambil menikmati minuman dan makanan kecil yang
disediakan. Kesempatan yang langka ini juga dimanfaatkan para tamu untuk saling menyapa
kenalan masing-masing. Suasana pun berubah menjadi cukup ramai namun tetap hikmat.


Rahasia Lukisan Kuno Seri Pendekar Cinta Karya Tabib Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Seliweran para tamu dan murid-murid Hoa-San-Pai menambah ramai keadaan ruangan.
Li Kun Liong dan Kim Bi Cu terlihat berbaur dengan para tamu yang datang. Setelah menyapa
para tamu yang dikenalnya seperti Tiong-Pek-Tojin, Siang-Jik-Hwesio, dan lain-lain, Li Kun Liong
mengajak Kim Bi Cu duduk di barisan belakang. Banyak yang hadir terutama pemuda-pemuda
menolehkan kepalanya ke arah Kim Bi Cu, kecantikan yang khas gadis Persia telah menarik
kekaguman mereka. Tanpa sepengetahuan Li Kun Liong, sepasang mata yang indah dan lentik yang berasal dari
seorang gadis muda berbaju kuning muda menatap ke arah mereka berdua. Sepasang mata
tersebut awalnya bersinar gembira namun ketika melihat Li Kun Liong di temani seorang gadis
yang cantik jelita, sinar matanya berubah menjadi sinar kecemburuan. Wajah gadis tersebut
tidak kalah rupawan dengan Kim Bi Cu, wajahnya oval bermata bulat jernih, alis tebal dan
dagunya yang runcing serta bibir merah delima, di balut kulit yang putih bak pualam " sungguh
kesempurnaan yang jarang dimiliki oleh seorang gadis. Tidak heran sejak kedatangannya
bersama Bai-Mu-An, si pedang kilat, banyak mata yang menatap dan meliriknya dengan Di ringi Bai-Mu-An
yang berjalan dengan membusungkan dada, tanda dirinya merasa sangat
bangga dapat berjalan dengan seorang gadis yang menarik perhatian banyak orang, Bai Mu An
menyapa kenalan-kenalannya sekaligus memperkenalkan gadis tersebut.
Li Kun Ling memandang keliling ruangan, agak jauh di sebelah kirinya, matanya bentrok dengan
sepasang mata gadis yang bersama dengan Bai-Mu-An. Li Kun Liong baru pertama kali bertemu
gadis ini walaupun lapat-lapat dirinya seperti familiar dengan mata gadis tersebut. Dia merasa
kagum melihat kecantikan gadis tersebut namun diam-diam dirinya kaget melihat sinar mata si
gadis yang seolah-olah hendak membakar dirinya. Sambil mengerutkan keningnya, Li Kun Liong
mengalihkan pandangannya ke arah Bai Mu An yang saat itu sedang berbicara dengan Lu-Gan
yang duduk di sebelahnya. Li Kun Liong tidak berani menatap kembali mata si gadis yang datang
bersama Bai Mu An, pikirannya sibuk menerka-nerka kesalahan apa yang telah ia perbuat hingga
sinar mata gadis tersebut sangat tajam ke arahnya. Setelah sekian lama berpikir, Li Kun Liong
merasa sangat yakin ia belum pernah bertemu gadis tersebut sekalipun hingga ia tidak habis pikir
mengenainya. Li Kun Liong melihat ke arah ketua Go-Bi-Pai " Ong Sun Tojin yang saat itu masih terlibat
pembicaraan dengan pihak Kay-Pang. Dirinya merasa heran ketika melihat kelompok tersebut
sesekali menoleh ke arahnya. Apabila satu dua kali masih tidak apa, mungkin mereka
mengagumi Kim Bi Cu. Namun sudah berkali-kali sudut matanya melihat tengokan mereka ke
arah tempatnya duduk, nalurinya mengatakan ada sesuatu yang tidak beres tapi entah apa
gerangan. Tiba-tiba ketua Go-Bi-Pai, Ong-Sun-Tojin berjalan ke tengah ruangan dan mengerahkan
lweekangnya yang hebat untuk mengatasi dengung pembicaraan para tamu.
"Mohon perhatian para tamu sekalian, lohu ada perkataan yang hendak disampaikan" seru Ong-
Sun-Tojin. Lweekang yang dilatih Ong-Sun-Tojin sudah mencapai taraf yang sangat tinggi, hasil latihan
selama puluhan tahun. Kesempurnaan lweekang Ong-Sun-Tojin terlihat dari suara yang ia
keluarkan, walaupun perlahan tapi terdengar sangat jelas ke seluruh ruangan. Para tamu yang
hadir dengan heran menghentikan pembicaraan mereka dan menatap ke tengah-tengah ruangan
menantikan perkataan yang hendak disampaikan ketua Go-Bi-Pai, Ong-Sun-Tojin.
Ong-Sun-Tojin di masa mudanya bernama Ong-Sun-Tiong, seorang anak petani yang di ambil
murid oleh ketua Go-Bi-Pai terdahulu, In-Cinjin. In-Cinjin memiliki tiga orang murid yaitu Pek-
Kong-Tojin, Him-Jiu-Tojin dan yang terakhir Ong-Sun-Tojin. Selisih umur antara ketiga saudara
seperguruan tersebut tidak banyak hanya berselang dua-tiga tahun saja.
Lima puluh tahun yang lalu mereka sudah terkenal dengan julukan Go-Bi-Sam-Kiam-Hiap (Tiga
pendekar pedang dari Go-Bi). Mereka bertiga merupakan tunas muda harapan partai Go-Bi-Pai,
tidak ada murid-murid Go-Bi-Pai yang melebihi kelihaian ilmu silat mereka. Bila tidak ada aral
melintang dapat waktu dua puluh tahun mendatang dapat dipastikan Pek-Kong-Tojin merupakan
calon terkuat untuk menggantikan suhu mereka sebagai ketua Go-Bi-Pai. Dari segi ilmu silat,
memang Pek-Kong-Tojin melebihi kedua sutenya tersebut, diantara mereka bertiga Ong-Sun- Tojinlah yang
paling lemah kepandaiannya. Ini bukan dikarenakan bakatnya yang kurang namun dikarenakan Ong-Sun-Tojin
di waktu muda lebih suka berkelana dan bergaul dengan kaum muda persilatan yang gemar pelesir seperti
Tiong-Cin-Tojin, dl . Memang di masa mudanya, Ong-Sun- Tojin cukup tampan dan terkenal suka pelesir bahkan gurunya pun
sampai geleng-geleng kepala melihat kelakuan murid termudanya tersebut. Sangat berlainan dengan ke dua
suhengnya, yang sejak muda memang sudah bercita-cita menjadi Tojin. Sifatnya halus tapi angkuh, merasa
ilmu silatnya paling tinggi, selain gurunya tidak ada lagi orang yang ia takuti. In Cinjin sendiri memiliki hati
yang lemah, sering ia tidak dapat berlaku tegas menghadapi kelakuan muridnya tersebut sehingga tabiat
Ong-Sun-Tojin semakin merajalela. Namun sifatnya yang kurang bagus tersebut tidak banyak orang yang
mengetahuinya selain suhunya dan para suhengnya.
Dikarenakan hal tersebut, hubungannya dengan suheng-suhengnya tidak begitu akrab,
bahkan terhadap para susioknya pun ia tidak memiliki rasa hormat walaupun hal tersebut ia sembunyikan
dengan baik sekali. Maka merupakan suatu kejutan bagi dunia persilatan ketika ia diangkat menjadi ciangbujin
Go-Bi-Pai menggantikan In-Cinjin yang tewas ditangan ketua Mo-Kauw. Tidak ada yang
menyangka, Ong-Sun-Tojin lah yang bakal menggantikan In-Cinjin sebagai ketua bahkan para
murid Go-Bi-Pai pun sebagian besar terkejut sewaktu mendengar berita tersebut, terkecuali
konco-konco Ong-Sun-Tojin.
Memang dibalik pengangkatan tersebut terselip tipu muslihat yang keji dari Ong-Sun-Tojin.
Diam-diam sejak kecil Ong-Sun-Tojin memiliki ambisi yang sangat besar yaitu menjadi ciangbujin
Go-Bi-Pai. Tidak ada yang tahu tipu muslihat apa yang dijalankannya, yang jelas tidak beberapa
lama setelah In-Cinjin binasa, Pek-Kong-Tojin sebagai calon kuat pengganti In-Cinjin tiba-tiba
mendadak sakit keras dan dalam beberapa hari meninggal dunia. Sakit yang dideritanya sangat
misterius, semua tabib yang diundang tidak dapat menyatakan Pek-Kong-Tojin terkena penyakit
apa. Desas-desus yang kemudian beredar, Pek-Kong-Tojin di racuni oleh Ong-Sun-Tojin namun
karena tidak ada bukti, desas-desus tersebut menghilang di telan waktu.
Selayaknya setelah Pek-Kong-Tojin meninggal, calon kuat berikutnya adalah Him-Jiu-Tojin
sebagai murid kedua tapi entah kenapa Him-Jiu-Tojin menolak menjadi calon ketua hingga
akhirnya atas dukungan satu-satunya susiok mereka yang lolos dari pertempuran dengan partai
Mo-Kauw, Cin-Cinjin maka Ong-Sun-Tiong di angkat menjadi ketua baru dan selanjutnya bergelar
Ong-Sun-Tojin. Dua tahun setelah menjabat sebagai ciangbujin, kembali Go-Bi-Pai kehilangan
murid utama mereka, Him-Jiu-Tojin yang seperti toa-suhengnya meninggal akibat sakit yang
misterius. Demikianlah secara perlahan namun pasti, Ong-Sun-Tojin menyingkirkan semua
murid-murid Go-Bi-Pai yang menentangnya. Namun berkat kecerdikannya tidak ada satu pun
bukti yang mengarah kepadanya, desas-desus hanya tinggal desas-desus dan perlahan-lahan
menghilang dengan sendirinya di telan sang waktu. Di rimba persilatan sendiri nama besar Ong-
Sun-Tojin tidak tercela sedikitpun bahkan ia dikenal sebagai salah satu guru besar yang santun
dan bijaksana, dan bergaul erat dengan sesama ciangbujin ke tujuh partai utama seperti Master
Yu-Kang dan lain-lain hingga setiap patah katanya memiliki bobot yang tinggi.
Kembali ke perkabungan di partai Hoa-San-Pai, setelah suasana cukup tenang, Ong-Sun-Tojin
melanjutkan perkataannya "Lohu hendak menyampaikan kabar berita yang sangat penting.
Berita ini berasal dari sumber yang sangat terpercaya. Kabar tersebut meyatakan partai Mo-Kauw
telah menyusupkan mata-mata di setiap partai di rimba persilatan, selain itu kabarnya tokoh-
tokoh utama Mo-Kauw juga telah datang ke Tiong-Goan. Bahkan kabarnya putri ketua Mo-kauw
sekarang ada di antara kita saat ini. Untuk itu lohu harap mulai sekarang kita meningkatkan
kewaspdaan kita semua"
Perkataan Ong-Sun-Tojin di sambut dengan wajah kaget oleh para tamu sekalian. Berita ini
sungguh mengejutkan, mereka yang hadir memang sudah mendengar pergerakan partai Mo-
Kauw namun tidak ada yang menyangka sudah sejauh itu. Ruangan kembali ramai dengan
pembicaraan seputar partai Mo-Kauw.
Kemudian terlihat seorang pria berusia lima puluh tahunan bangkit, hadirin mengenalnya sebagai
ketua Ceng-Sia-Pai, bernama Hong Gun dengan julukan Thi-ciang-siau-pa-ong (si raja tombak).
Ilmu silatnya terutama ilmu tombaknya diakui sebagai nomer satu dalam rimba persilatan saat
ini. Ia berkata dengan nyaring "Berita ini memang sangat penting, bahkan partai Mo-Kauw berani
hadir di perkabungan ini. Ini menandakan mereka sangat memandang rendah kaum persilatan
Tiong-Goan. Kalau boleh tahu, apakah Ong-Sun-Tojin sudah mengetahui siapa putri ketua Mo-
Kauw yang telah hadir di sini?"
Sambil berdehem dan memandang lurus ke arah Li Kun Liong dan Kim Bi Cu berdua, Ong-Sun-
Tojin berkata "Mungkin sicu Li Kun Liong dapat menjelaskannya kepada kita semua"
Para tetamu gempar, mereka menggerakkan kepala untuk melihat wajah Li Kun Liong yang
terkenal tersebut. Mereka yang belum pernah melihat pendekar muda yang menguncangkan
rimba persilatan belakangan ini sangat penasaran untuk melihat roman muka Li Kun Liong.
Tampak oleh mereka seorang pemuda berwajah tampan dan halus dengan potongan tubuh
seperti seorang siucai (pelajar) berdiri dengan wajah kaget. Rata-rata tidak menyangka pemuda
yang begitu mengemparkan dunia persilatan dan kabarnya ilmu silatnya susah di ukur bahkan
mampu membinasakan salah satu tokoh teratas Bu-Tong-Pai serta menghadapi kerubutan jago-
jago kosen kelas atas tersebut adalah pemuda yang tampak lemah ini.
Dengan wajah kebingungan Li Kun Liong berdiri dan berkata kepada Ong-Sun-Tojin "Boanpwe
tidak mengerti apa maksud perkataan cianpwe. Caye sama sekali tidak mengetahui keberadaan
putri ketua Mo-Kauw seperti yang cianpwe katakan"
Dengan wajah sinis, Ong-Sun-Tojin menjawab sambil menuding ke arah Kim Bi Cu "Kalau begitu,
mungkin sicu bisa menjelaskan kenapa bisa jalan bareng dengan putri Mo-Kauw tersebut"
Dengan wajah pucat, Kim Bi Cu berdiri dan berkata "Memang benar aku adalah putri ketua Mo-
Kauw tapi Li Kun Liong tidak tahu apa-apa mengenai hal ini."
Li Kun Liong menatap wajah Kim Bi Cu dengan mulut mengangga, dia tersentak kaget dan tidak
meyangka sama sekali bahwa Kim Bi Cu adalah putri ketua Mo-Kauw. Bagaikan orang bisu dia
tak mampu berkata-kata. "Hm, lohu tidak percaya sicu Li Kun Liong tidak mengetahui asal-usul gadis ini. Berdasarkan
berita yang lohu dengar, mereka berdua melakukan perjalanan bersama dalam waktu yang
cukup lama. Bukan tidak mungkin kematian Master Yu-Kang berkaitan erat dengan mereka
berdua. Sebaiknya kita tangkap mereka berdua, pasangan yang tak genah ini terlebih dulu,
urusan selanjutnya serahkan saja pada lohu."
Sinar mata Li Kun Liong mengeluarkan percikan-percikan api, dia merasa marah dan tersinggung
dengan perkataan Ong-Sun-Tojin yang sangat menghina dan memandang enteng tersebut.
Selain itu ia juga gegetan dengan tuduhan gila semacam ini.
"Boanpwe menolak tegas tuduhan cianpwe Ong-Sun-Tojin, mereka yang mengenal cayhe cukup
tahu tidak mungkin cayhe bersekutu dengan Mo-Kauw, bahkan beberapa bulan yang lalu hampir
saja cayhe mati dikeroyok tokoh-tokoh Mo-Kauw. Sebaiknya sebelum ada bukti yang jelas, tidak
sembarangan menuduh seseorang, ini menandakan kepicikan berpikir seseorang!"
Dengan wajah memerah mendengar sindiran Li Kun Liong terhadapnya, Ong-Sun-Tojin
mengebrakkan kakinya ke lantai dan berkata "Bukti apa lagi, engkau dengan kekasih gelapmu ini
sudah merupakan fakta yang tak terbantahkan lagi!"
"Harap jaga kalimat cianpwe!, boanpwe tidak bisa menerima perkataan tersebut dari seorang
tokoh Bu-Lim yang dihormati, seharusnya cianpwe malu dengan tuduhan yang sewenang-
wenang dan penghinaan terhadap seorang gadis semacam ini. Ini tidak mencerminkan sikap
seorang angkatan tua yang patut dihormati" jawab Li Kun Liong menahan emosi.
"Apa!, anak bawang yang baru kenal dunia kangouw semacam dirimu ini, mau coba-coba
menasehati lohu yang sudah puluhan tahun berkecimpung di rimba persilatan, benar-benar tidak
mengenal tiong dan gie lagi angkatan muda sekarang ini." kata Ong-Sun-Tojin dengan nada sinis
guna memancing kemarahan Li Kun Liong. Ong-Sun-Tojin memang cerdik, pengalamannya
memang tak bisa ditandingi Li Kun Liong yang baru beberapa tahun saja berkelana di sungai
telaga. "Untuk apa menghormati seorang cianpwe yang justeru tidak tahu bagaimana harus bersikap
yang sesuai dengan ke-cianpwe-annya. Memangnya hanya karena dia seorang cianpwe, kita-kita
yang muda ini harus menelan begitu saja penghinaan ini. Perlu cianpwe ketahui, untuk saling
hormat-menghormati baru bisa terjadi bila dilakukan kedua belah pihak bukan satu pihak saja!.
Tidak ada itu larangan angkatan yang lebih tua boleh memaki atau menyindir seenaknya
sedangkan angkatan yang lebih mudah tidak boleh." jawab Li Kun Liong setengah berteriak.
Emosinya tak terbendungkan lagi, bagaikan tanggul yang jebol, mengalir sederas-derasnya.
Kata-kata Li Kun Liong mengemparkan hadirin yang hadir. Perlu diketahui di jaman itu,
menghormati yang lebih tua seperti guru, saudara seperguruan yang lebih tua, orang tua, ketau
partai besar, paman guru, dan lain-lain adalah hal yang mutlak. Mereka yang melanggar aturan
tersebut akan dikucilkan dan dianggap kurang ajar. Walaupun yang lebih tua bersikap kasar
sekalipun, itu dianggap sebagai ajaran untuk yang lebih muda. Memang tidak adil tapi begitulah
keadaan di masyarakat rimba persilatan saat itu. Legenda pendekar besar Yo Ko yang berani
menentang pendapat umum dengan mengawini gurunya sendiri Siau Liong Li atau pun tingkah
nyentrik pendekar jaman dulu Oey Yok Soe sampai sekarang pun di jamannya Li Kun Liong masih
dianggap menyimpang kebiasaan umum dan dikutuk segenap kaum kangouw.
"Sudah!, lohu paling malas pasang omong dengan orang yang tidak menghormati yang lebih tua
dan tidak mau mengalah seperti ini. Bukti sudah terpampang di depan mata, kata-kata sicu ini
yang kasar memaki-maki lohu sudah didengarkan semua hadirin. Tidak ada jalan lain kecuali lohu
harus turun tangan sendiri memberi pelajaran kepada pemuda yang tidak tahu tingginya langit
ini" kata Ong-Sun-Tojin sambil melancarkan cengkraman eng-jiauw-kang (ilmu cakar elang) ke
arah pundak Li Kun Liong.
Dengan sedikit mengegoskan badan, Li Kun Liong mengelakkan serangan tersebut namun belum
sempat memperbaiki kedudukan dirinya, serangan berikutnya telah melanda datang. Gerakan
Ong-Sun-Tojin begitu cepat, tahu-tahu pukulannya telah tiba di bagian dada Li Kun Liong.
Dengan tercekat, Li Kun Liong mengerahkan ilmu langkah ajaib yang telah berhasil dilatihnya
dengan sempurna untuk meloloskan diri. Hasilnya sungguh tidak mengecewakan, semua
serangan berantai Ong-Sun-Tojin dapat dielakkannya dengan manis, tak satu pun pukulan yang
berhasil menyentuh ujung bajunya sekalipun. Para tokoh kosen yang hadir dapat menyaksikan
gerak langkah Li Kun Liong yang sedemikian aneh, mampu menghindar dari serangan lawan, merasa
sangat kagum dan baru pertama kalinya mereka melihat ilmu ini. Tidak heran apabila para tokoh kosen
yang hadir tidak mengenal ilmu ini karena ilmu langkah ajaib ini sudah ratusan
tahun menghilang dari permukaan bumi.
Gebrakan pertama tersebut memperlihatkan masing-masing pihak memiliki ilmu silat yang sangat
lihai. Kelihaian ilmu silat Go-Bi-Pai sudah dikenal seantero jagat tapi kelihaian dan keanehan ilmu
silat Li Kun Liong tak terbayangkan oleh para tamu yang hadir, bisa dimiliki oleh pemuda yang
masih semuda ini namun mampu menandingi ilmu silat dari ketua Go-Bi-Pai yang tersohor.
Ong-Sun-Tojin merasa malu dan semakin marah, dia seorang ciangbujin partai besar tidak dapat
segera menaklukkan seorang angkatan muda yang seusia dengan murid-muridnya. Diam-diam ia
mengerahkan tujuh bagian tenaga dalam dan melancarkan pukulan jarak jauh ke arah Li Kun Liong.
Suara gemuruh menyertai pukulan tersebut. Entah sudah berapa banyak orang yang binasa oleh pukulan
sakti ketua Go-Bi-Pai ini tanpa mengenai langsung tubuh korbannya,maka dapat dibayangkan betapa
ampuhnya. Diam-diam para hadirin menahan nafas
dan menyayangkan diri Li Kun Liong yang segera akan binasa akibat pukulan tersebut.
Li Kun Liong kaget, tapi ia tidak mau sembrono, dengan cepat ia menggeser mundur kakinya.
Namun pukulan tersebut selalu mengikuti kemana saja dirinya menghindar hingga mau tidak
mau ia harus menangkis pukulan tersebut. Bukan main arus tenaga dalam Ong-Sun-Tojin
menerpa dirinya. Untung saja Li Kun Liong telah memperoleh kemajuan yang luar biasa berkat
latihan coba-coba dari posisi-posisi samadi yang ia tiru dari lukisan kuno hingga tanpa ia sadari
ilmu tenaga dalamnya sudah meningkat pesat. Dengan sukses ia mampu menangkis pukulan
sakti Ong-Sun-Tojin tanpa menderita luka dalam apa pun. Selagi Ong-Sun-Tojin melancarkan
pukulan ke arah Li Kun Liong, tiba-tiba dari arah samping, ia mendengar desir senjata rahasia
yang menyambar datang dengan cepatnya ke arah bahu kirinya. Saat itu kedua tangannya
sedang beradu dengan tanggan Li Kun Liong hingga tanpa dapat dielakkan lagi senjata rahasia
berbentuk jarum tersebut menancap setengah dibahunya. Ong-Sun-Tojin melompat mundur
sambil mencabut jarum tersebut, bahunya terasa kesemutan dan tak dapat digerakkan leluasa,
hatinya terkesiap kaget, buru-buru ia menelan obat anti racun buatan Go-Bi-Pai. Lalu ia
menenggok ke arah mana datangnya bokongan tersebut.
Tak ada para hadirin yang menyadari tahu-tahu tiga sosok tubuh muncul di dalam ruangan
tersebut. Mereka terlalu terpesona melihat pertempuran antara Ong-Sun-Tojin dan Li Kun Liong
hingga sewaktu salah seorang dari ketiga tamu misterius tersebut melancarkan bokongan ke
arah Ong-Sun-Tojin, tak ada yang menghalangi. Mereka baru mendusin ketika melihat Ong-Sun-
Tojin mundur sambil memegangi bahunya yang terkena senjata rahasia.
Terlihat di dalam ruangan tersebut kedatangan tiga orang yang luar biasa. Keluarbiasaan
tersebut terpancar dari tubuh dan wajah mereka. Wajah ke tiga orang tersebut sangat tenang
namun lapat-lapat kelihatan hawa permusuhan yang terlihat tidak begitu kentara kecuali oleh
jago silat kelas satu. Tentu saja hawa permusuhan yang nampak di sebuah perkabungan terlihat
sangat kentara bagi yang hadir, dalam waktu singkat ruangan utama partai Hoa-San-Pai yang
lebar menjadi hening ibarat dengung nyamuk pun akan terdengar jelas.
Ketiga orang tersebut adalah para tokoh puncak Mo-Kauw, yang berada di tengah adalah Tok-
tang-lang, disebelah kirinya nampak murid utama Mo-Kauw Ciang Gu Sik dan di sebelah kanan
Tok-tang-lang berdiri seorang pemuda yaitu Ceng Han Tiong. Mereka datang bertepatan dengan
pertempuran antara Li Kun Liong dan Ong-Sun-Tojin, kehadiran mereka memang sudah
direncanakan terlebih dahulu.
Ciang Gu Sik dan Tok-tang-lang melongo melihat Li Kun Liong masih hidup, padahal mereka
yakin sekali Li Kun Liong binasa waktu pertempuran terakhir bahkan mereka sudah memeriksa
dengan seksama tubuh Li Kun Liong hingga diam-diam hati mereka mengkirik melihat kejadian
ini. Namun sebagai tokoh yang sudah mempunyai pengalaman yang luas, Tok-tang-lang sadar
bahwa saat itu agaknya Li Kun Liong belum benar-benar mati. Memang benar peristiwa tersebut
sangat jarang terjadi namun bukan hal yang mustahil. Tok-tang-lang merasa sedikit menyesal,
kalau tahu begitu, bisa saja ia menusuk dada Li Kun Liong untuk memastikan kematiannya,
namun nasi telah menjadi bubur, menyesal pun tiada guna. Yang penting adalah bagaimana
menghadapi Li Kun Liong saat ini sebab dia tahu ilmu silat Li Kun Liong sangat lihai, lebih-lebih
setelah melihat pertarungannya dengan Ong-Sun-Tojin, ia lihat ilmu silat Li Kun Liong semakin
lihai dari setahun yang lalu. Ia tidak habis pikir bagaimana bisa ilmu silat Li Kun Liong bisa maju
sepesat ini dalam waktu setahun saja, Li Kun Liong akan menjadi batu sandungan bagi rencana mereka.
Namun otaknya yang cerdik segera menemukan pemecahan terhadap masalah tersebut, dia
segera membisikkan rencana tersebut kepada kawan-kawannya. Demikianlah mengapa begitu
datang Tok-tang-lang segera melepaskan senjata rahasia ke arah Ong-Sun-Tojin, ini merupakan
langkah pertama dari taktiknya.
Para tamu yang hadir kebanyakan tidak mengenal mereka bertiga yang barusan datang namun
lain dengan pihak Kay-Pang, mereka tentu saja mengenal Tok-tang-lang atau Seng-Lokai,
penghianat partai Kay-Pang. Ternyata mereka bertiga adalah tokoh-tokoh puncak Mo-Kauw
hingga dengan cepat berita tersebut menyebar. Sedangkan para ketua partai yang hadir
umumnya mengenal siapa adanya Tok-tang-lang namun mereka tidak menyangka bahwa Tok-
tang-lang merupakan tetua pelindung kanan dari Mo-Kauw. Rupanya dua puluh tahun yang lalu


Rahasia Lukisan Kuno Seri Pendekar Cinta Karya Tabib Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ketika ia dikalahkan oleh Kiang-Ti-Tojin, ia pergi menghilang ke Persia dan menjadi sekutu partai
Mo-Kauw. Li Kun Liong melihat kehadiran susioknya dan Ciang Gu Sik, tokoh yang telah mengeroyoknya
hingga ia hampir binasa, sinar matanya mengeluarkan sinar bagaikan api yang membara. Namun
belum sempat ia bereaksi, Tok-tang-lang telah berkata terlebih dahulu,
"He..he..he, rupanya tokoh bu-lim yang begitu dihormati cuma berani melawan angkatan muda
saja, sutit jangan khawatir susiok akan membalas semua hinaan mereka. Apakah engkau tidak
apa-apa, sebaiknya engkau istirahat dahulu, biar paman gurumu ini yang akan membereskan
semua ini" Kata-kata Tok-tang-lang di sambut dengan rasa kaget oleh para tamu sekalian, rupanya Li Kun
Liong adalah sutit dari tetua Mo-Kauw hingga tuduhan Ong-Sun-Tojin sangat beralasan. Mereka
yang awalnya kurang begitu yakin sekarang keyakinan mereka goyah.
Belum sempat Li Kun Liong bereaksi, Tok-tang-lang sudah langsung menyerang Ong-Sun-Tojin
di kuti Ciang Gu Sik yang menerjang ke arah ketua Kay-Pang Kam-Lokai, sedangkan Ceng Han
Tiong mengeluarkan tanda siulan khas Mo-Kauw berkumandang ke seluruh puncak gunung Hoa-
San. Tidak beberapa lama kemudian, tampak puluhan anggota Mo-Kauw menyerbu masuk.
Keadaan segera menjadi kacau balau, pertempuran mati-matian pun segera terjadi. Jeritan
kematian terdengar di sana-sini, anggota-anggota partai Mo-Kauw yang di bawa Ciang Gu Sik
kali merupakan anggota-anggota pilihan, ilmu silat mereka boleh dibilang setaraf dengan jago
kelas satu sungai telaga sehingga tidak heran banyak tetamu dan murid-murid Hoa-San-Pai yang
ilmu silatnya kurang lihai menjadi korban mereka. Melihat keadaan tersebut, di pimpin Sun-Khai-
Sek dan Yu-Long para murid Hoa-San-Pai bahu membahu bersama tetamu yang lain menghadapi
serbuan kawanan Mo-Kauw. Pertarungan antara Ciang-Gu-Sik dan Kam-Lokai berlangsung seru namun beberapa puluh jurus
kemudian, segera kelihatan Kam-Lokai kalah unggul. Kalau pada awalnya ia masih sanggup
membalas setiap serangan lawan dengan Tang-Kaw-Pang-Hoat (ilmu tongkat pemukul anjing)
yang baru dipelajarinya dari ketua Kay-Pang terdahulu Sun-Lokai, setelah lewat puluhan jurus
kelihatan ilmu tongkat pemukul anjingnya tersebut masih kurang matang hingga kehebatannya
berkurang banyak. Bagi ahli silat tingkat tinggi, kematangan ilmu yang dimainkan adalah hal
yang mutlak diperlukan dalam menghadapi lawan yang setimpal atau lebih tinggi. Lain halnya
bila menghadapi lawan yang lebih rendah tingkatnya, kematangan ilmu silat yang dimainkan
tidak mempengaruhi banyak karena lawan kalah tinggi ilmu silatnya. Tetapi menghadapi lawan
yang ilmu silatnya sederajat atau lebih tinggi, tentu saja ketidakmatangan ilmu yang dimainkan
merupakan malapetaka. Melihat suhunya kewalahan menghadapi Ciang Gu Sik, Tiauw Ki segera meninggalkan lawannya
dan maju membantu mengerubuti murid utama Mo-Kauw tersebut. Dengan adanya bantuan
Tiauw-Ki yang sudah mewarisi sebagian besar ilmu Kay-Pang, keadaan menjadi seimbang
kembali. Bersama muridnya, Kam-Lokai menjalankan barisan pemukul anjing kebanggaan Kay-
Pang. Sebenarnya barisan pemukul anjing ini memerlukan sekitar delapan orang agar supaya
barisan ini efektif dalam menghadapi musuh yang lebih tinggi tingkatnya. Namun keadaan
memaksa hingga dengan berdua saja mereka berusaha menahan serangan Ciang Gu Sik dan
hasilnya lumayan, bisa menghalau serangan-serangan lawan untuk sementara.
Situasi pertempuran secara keseluruhan masih berlangsung seimbang, terlihat Tiong-Pek-Tojin
dan Ong-Sun-Tojin sedang bertanding dengan seru melawan tetua Mo-Kauw Tok-tang-lang. Tok-
tang-lang yang bernama asli Tan Kin Hong dua puluh tahun yang lalu pernah dikalahkan guru
Tiong-Pek-Tojin yaitu Kiang-Ti-Tojin melalui pertarungan ratusan jurus hingga pertarungan kali
ini boleh dibilang pertarungan balas dendam Tok-tang-lang terhadap Bu-Tong-Pai. Sebenarnya
apabila Ong-Sun-Tojin tidak terluka terkena bokongan Tok-tang-lang sewaktu dirinya bertempur
dengan Li Kun Liong, pertempuran bisa berlangsung seimbang, namun karena bahu kirinya tidak
leluasa digerakkan, otomatis ilmu silat yang dimainkannya tidak bisa seratus persen. Kesempatan
tersebut tidak disia-siakan Tok-tang-lang, sambil mengelakkan diri dari tusukan pedang Tiong-
Pek-Tojin, ia melancarkan ilmu Thian-Te-Hoat (ilmu langit bumi) tingkat ke lima ke arah Ong-
Sun-Tojin. Ong-Sun-Tojin hanya merasakan hawa disekelilingnya panas dan membuat hidungnya
tak lancar menghirup udara, tahu-tahu pundak kanannya terhajar pukulan lawan. Dengan
sempoyongan Ong-Sun-Tojin mundur menghindari pukulan selanjutnya.Menampak hal tersebut,
ketua Shao-Lin-Pai, Siang-Jik-Hwesio mau tidak mau tanpa mengindahkan aturan kangouw lagi,
maju membantu menghadapi Tok-tang-lang dan menyuruh Ong-Sun-Tojin mundur untuk
merawat luka-lukanya. Keadaan sekarang cukup berimbang, seperti yang diketahui umum, ilmu
silat Shao-Lin merupakan sumber dari segala ilmu silat di Tiong-Goan, Siang-Jik-Hwesio sebagai
ketua Shao-Lin-Pai yang memimpin ribuan murid Shao-Lin tentu saja memiliki ilmu silat yang
sangat tinggi hingga pertempuran berjalan seimbang.
Di lain pihak Ceng Han Tiong yang melihat kehadiran Kim Bi Cu merasa sangat gembira, sudah
sekian lama ia mencari sumoinya ini tapi tak ketemu juga.
"Sumoi, suhu marah engkau minggat dan menyuruhku mencari dirimu serta mengajakmu pulang
ke Persia" kata Ceng Han Tiong.
Dengan wajah pucat tanda hatinya merasa pedih, Kim Bi Cu berkata "Tidak mau Han Tiong, aku
masih betah di sini, engkau saja pulang memberitahu ayah"
Lalu Kim Bi Cu berlari keluar meninggalkan markas Hoa-San-Pai. Hatinya merasa sedih dan
menyesal telah membohongi Li Kun Liong tentang jati dirinya yang sebenarnya. Ia telah
membuat Li Kun Liong di tuduh macam-macam oleh kaum persilatan. Kim Bi Cu merasa tidak
ada muka lagi menghadapi Li Kun Liong, ia tahu Li Kun Liong pasti merasa sangat marah. Tanpa
menenggok lagi ke arah belakang ia berlari tak tentu arah, ia tidak peduli pap-apa lagi, yang
penting segera meninggalkan tempat ini sejauh-jauhnya.
Ceng Han Tiong berusaha mengejar Kim Bi Cu tapi dihalangi oleh Sie Han Li dan Lu Gan. Mereka
menyerang Ceng Han Tiong dengan serangan-serangan ganas, terutama Lu Gan yang merasa
sangat marah melihat gurunya Ong-Sun-Tojin terluka parah oleh kawanan Mo-Kauw ini. Mereka
tidak memberikan kesempatan buat Ceng Han Tiong untuk meloloskan diri, dengan demikian
maksud Ceng Han Tiong terhalang dan membuatnya sangat marah. Dia membalas balik
serangan-serangan kedua lawannya ini dengan serangan yang tak kalah ganasnya. Sie Han Li
dan Lu Gan merupakan salah satu angkatan muda dari ketujuh partai utama yang sudah
mewarisi sebagian besar ilmu partai masing-masing hingga kelihaian ilmu silat mereka tidak
diragukan lagi. Sedangkan Ceng Han Tiong adalah murid termuda dari ketua Mo-Kauw yang
memiliki bakat yang baik sekali bahkan melebihi toa-suhengnya Cian Gu Sik. Walau pun saat ini
ilmu silatnya masih kalah setingkat dari toa-suhengnya tapi dapat dipastikan dengan bakat yang
dimilikinya dalam waktu sepuluh tahun ke depan dapat menyusul ilmu silat suhengnya.
Menghadapi serangan kedua pemuda tersebut, Ceng Han Tiong dapat melayani mereka dengan
imbang bahkan sedikit lebih unggul. Terjadilah pertempuran yang seru antara tunas-tunas muda
paling cemerlang di dunia persilatan saat ini. Pertempuran ini tidak kalah serunya dengan
pertempuran angkatan yang lebih tua bahkan terlihat lebih seru karena semangat dan darah
muda mereka lebih tinggi serta berani mati dengan mengeluarkan ilmu silat andalan masing-
masing. Puluhan jurus berlalu namun masih berimbang, belum kelihatan siapa pemenangnya.
Walaupun sedikit lebih unggul namun tidak mudah bagi Ceng Han Tiong untuk merubuhkan Sie
Han Li dan Lu Gan dalam waktu singkat. Dibutuhkan ratusan jurus lagi untuk mencapai
kemenangan dan tentu saja kelihaian ilmu silat bukan satu-satunya faktor yang menentukan
menang-kalah tapi juga konsentrasi pikiran, kebugaran fisik dan ketepatan dalam melancarkan
jurus-jurus serangan. Di lain pihak, Li Kun Liong merasa serba salah untuk membantu kaum persilatan Tiong-Goan,
hatinya masih merasa tersinggung dengan tuduhan Ong-Sun-Tojin dan melihat sebagian besar
tatapan menuduh dari mata para tamu yang hadir, terlebih setelah mereka mendengar perkataan
susioknya Tok-tang-lang. Ketika dilihatnya Kim Bi Cu lari meninggalkan tempat ini, segera ia mengejarnya. Li Kun Liong
ingin meminta penjelasan selengkapnya kepada Kim Bi Cu. Namun ketika ia tiba di luar markas
Hoa-San-Pai, Kim Bi Cu sudah tidak kelihatan lagi, entah arah mana yang diambilnya. Li Kun
Liong ragu-ragu sejenak, akhirnya ia memutuskan mengejar ke arah timur. Setelah sekian lama
berlari dengan mengerahkan ilmu mengentengkan tubuh belum juga kecandak, ia meneruskan
pnegejaran ke arah timur. Dua jam sudah ia berlari namun kelihatan arah yang ia ambil salah,
sekarang ia tengah berada di bagian tengah salah satu puncak pegunungan Hoa-San. Di tengah
hamparan salju dengan cahaya yang menyilaukan dengan pepohonan yang diselimuti butir-butir
salju yang turun dari langit dengan derasnya.
Dari ketinggian, eloknya alam pegunungan Hoa-San membuat orang terpana karena tak ada
bandingannya. Terkadang awan tebal menutupi pemandangan di bawah. Namun di balik
keindahan dan kesan damai dari pemandangan salju itu, suasana hati Li Kun Liong malah
sebaliknya. Tiba-tiba, di depan matanya terbentang pemandangan danau yang dikelilingi
pegunungan diselimuti salju dan kabut, yang berusaha menelan matahari. Sinar oranye matahari
meninggalkan jejak keemasan, dan permukaan air danau pun seakan menjadi lautan emas. Sinar
keemasan yang terlihat di sela-sela ranting telanjang pepohonan, sungguh indah.
Sekonyong-konyong matanya melihat setitik bayangan kecil bergerak di sekitar danau tersebut.
Sambil memicingkan mata, Li Kun Liong berusaha menebak titik bayangan tersebut apakah
seorang pria atau seorang gadis namun karena jauh ia tidak dapat memastikan. Segera ia
melayang ke arah titik bayangan tersebut, menuruni lereng salju pegunungan ini dengan cepat.
Ketika ia tiba di tepi danau yang mengeras tersebut, tak terasa hari sudah menjelang sore,
matahari sedang bersiap-siap pulang sehabis menyelesaikan tugas hariannya.
Li Kun Liong meneruskan langkah kakinya masuk ke dalam hutan di sekitar danau tersebut. Kira-
kira berjalan sekitar sepertanakan nasi, ia melihat sebuah pondok yang cukup besar di balik
pepohonan. Kondisi pondok tersebut sudah tidak terlihat bagus lagi namun lumayan untuk
melepaskan lelah dan menghabiskan malam dari pada di luaran. Dari depan pondok tersebut
kelihatan seperti pondokan sementara para pemburu binatang sebelum melanjutkan perjalanan
pulang ke bawah bukit. Li Kun Liong berjalan menghampiri pondokan tersebut, dibukanya pintu pondokan yang tak
terkunci dan melangkah masuk ke dalam.
Ruangan di dalam pondokan tersebut cukup besar, di tengah ruangan terletak sebuah meja kayu
Sebilah Pedang Mustika 6 Jaka Galing Karya Kho Ping Hoo Suling Emas Dan Naga Siluman 16
^