Pencarian

Walet Besi 4

Walet Besi Karya Cu Yi Bagian 4


yang pantas ditanggapi dengan tenang seperti ini.
Betul saja, setelah berdiam diri beberapa lama dia
melanjutkan kata katanya, "Hanya saja sepertinya hidupnya
lebih men-derita dibandingkan kematian"
"Mengapa demikian?" tiba-tiba Wie Kie-hong terloncatdari
tempat duduknya. "Karena saat ini dia sedang dipaksa oleh seseorang. Dia
mirip seperti setan kelaparan, tidak berbeda dengan sebuah
mayat hidup. Dia tidak bisa melakukan apa pun sesuai dengan
keinginannya sendiri... Dalam sekejap saja Wie Kie-hong yang tadinya tampak
sangat tenang sekarang berubah mirip orang gila yang
kesurupan. Dengan nada menyesal dia bertanya:
"Siapa orang yang sudah menekan ayahku" Cepat
katakan!" "Aku tadi sudah berkata padamu, mengapa sekarang kau
jadi emosi seperti ini" bukankah kau tadi mengatakan kau
bukanlah orang yang mudah menjadi emosi?"
"Thiat-yan! kau tidak perlu berbelit-belit seperti ini. aku
memohon agar kau cepat memberitahu, siapa orang yang
menekan ayahku?" "Sekarang ini aku tidak dapat memberitahu"
"Mengapa?" "Karena kau pasti tidak akan percaya"
"Aku sudah berkali-kali menunjukkan padamu, sekarang
aku kemari bertanya padamu, aku pasti akan percaya pada
jawabanmu" "Meski kau sungguh percaya omonganku tanpa curiga
sedikitpun, aku juga tidak akan memberitahu- kannya
padamu...." Emosi Wie Kie-hong semakin meluap, saking emosinya
sampai berteriak padanya:
"Dulu kau takut aku tidak percaya, sekarang kau takut aku
percaya! sebenarnya dalam situasi apa kau baru mau
memberitahu berita itu padaku?"
"Paling baik kau setengah percaya setengah tidak percaya
padaku" "Aku sungguh tidak mengerti...."
"Kau dengarlah kata-kataku. Kalau kau tidak percaya
padaku, apapun yang aku katakan akan sia sia. Kalau kau
sangat percaya padaku, kau pasti akan segera mencari orang
ini dan turun tangan, tentu saja ini akan menjadi masalah.
Kalau kau setengah percaya setengah tidak percaya, ini
sebuah perbedaan yang besar. Kau perlahan-lahan akan
mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kau akan
mempelajari kejadian yang sesungguhnya dengan hati-hati.
Tentu saja pada akhirnya kau pun akan berhasil membongkar
semua misteri ini, hanya saja kau tidak akan salah bertindak
dan membuat masalah yang lebih besar."
Walaupun argumentasi Thiat-yan sangat bertele tele,
namun masuk akal. Wie Kie-hong sudah tidak emosi seperti tadi, sekarang dia
sudah lebih tenang. Dia lalu berkata:
"Aku mengerti apa yang kau ingin katakan. Kalau aku
berjanji tidak akan bertindak dengan gegabah, dan berhati
hati dalam menyelidiki kata-katamu, apakah kau akan
memberitahuku?" "Persetujuanmu bukanlah suatu hal yang menentukan,
masalahnya adalah apakah kau mampu menghadapi masalah
ini dengan hati tenang"
"Aku percaya aku bisa melakukannya"
"Masih ada satu masalah lagi. Apakah kau bisa berjanji
sebelum masalah ini selesai kau tidak memberitahukan
tentang hal ini pada siapapun?"
"Boleh" "Kalau begitu aku akan memberitahumu. Orang itu adalah
Cu Siau-thian" "Cu Siau-thian " apakah benar Cu Siau-thian adalah orang
yang selama ini sudah menekan ayahnya Wie Kie-hong yang
bernama Wie Ceng?" Pada saat ini perasaan Wie Kie-hong bercampur aduk
seperti ketika seseorang ditengah jalan melihat seseorang
merangkak dan lalu menggigit seekor anjing. Bukan anjing
yang menggigit orang, tapi orang yang menggigit anjing.
Siapapun yang melihat hal ini pasti pertama-tama akan
mengira kalau dia salah melihat.
Sekarang ini Wie Kie-hong merasa bahwa dia sudah salah
mendengar. "Kau tidak percaya?"
"Bukan tidak percaya, hanya sulit percaya"
"Sikapmu sungguh membuat hatiku tenang. Setengah
percaya dan setengah tidak percaya. Kau perlahan-lahan
akan...." "Aku ingin bertanya satu hal lagi padamu. Apakah ayahku
ada didalam kota?" "Ada" Thiat-yan menjawab dengan sangat yakin.
"Dimana?" "Didalam genggaman tangan Cu Taiya"
"Apakah selama bertahun-tahun ini ayahku tidak mendapat
kesempatan bebas?" "Sangat sulit, karena kemampuan Cu Siau-thian untuk
mengendalikan orang lain luar biasa hebat, orang orang
seperti Tu Liong, Leng Taiya, Hui Ci-hong, Tan Po-hai,
bukankah semuanya berada dalam genggaman tangannya?"
Kata-kata yang diucapkan Thiat-yan sangat dalam, Wie Kiehong
diam-diam merasa terkejut.
"Kie-hong ! Cu Siau-thian bukan orang yang mudah
dihadapi. Ini adalah kata-kata terakhir yang bisa aku
sampaikan untukmu...."
"Ada satu hal yang ingin aku beritahu padamu. Boh Tanping
adalah adik angkat Cu Siau-thian, kau tidak boleh terlalu
percaya padanya" Wie Kie-hong berharap untuk melihat Thiat-yan yang
terkejut, tapi ternyata Thiat-yan malah tertawa. Tawanya
terdengar sangat lembut. "Urusan yang kau ketahui sebenarnya tidak sedikit"
"Kau tampaknya tidak terkejut mendengar berita ini"
"Aku sama sekali tidak merasa kaget"
"Kenapa?" "Karena aku sudah lama tahu"
"Kau sudah tahu Boh Tan-ping adalah adik angkat Cu Siauthian.
Apa kau mengira bahwa dia pernah menjadi adik
angkatnya, tapi tidak mengira bahwa sampai sekarang pun
masih menjadi adik angkat. Nona Thiat-yan ! sampai
sekarangpun Boh Tan-ping masih berhubungan dengan Cu
Siau-thian. Apakah kau tahu tentang hal itu ?"?"
"Tentu saja aku tahu"
Sekarang keadaannya berbalik. yang terkejut adalah Wie
Kie-hong... "Kau sudah jelas sekali tahu tapi pura-pura tidak tahu"
Ataukah hubungan diam-diam antara Boh Tan-ping dan Cu
Siau-thian juga sudah direncanakan olehmu?"
Thiat-yan tertawa dan berkata: "Urusan ini tergantung dari
kepintaranmu untuk menilai"
Walaupun percakapan kali ini tidak menghasilkan sebuah
keputusan yang jelas, namun jelas percakapan ini sudah
mencairkan rasa permusuhan diantara mereka berdua. Bagi
Wie Kie-hong, dia banyak belajar dari Thiat-yan.
Ayahnya masih hidup....ini adalah kabar besar yang sangat
baik. Walaupun Wie Ceng hidupnya lebih menderita daripada
mati, tapi bagi anaknya hal ini jauh berbeda.
Apakah kata-kata Thiat-yan dapat dipercaya" Jawabannya
sudah pasti. Caranya yang unik dalam menyampaikan berita
ini memberikan kesan yang berbeda bagi Wie Kie-hong. Thiatyan
bukan orang yang lain dimulut lain di hati, bukanlah
seseorang yang berhati picik
Ketika berjalan pulang, tiba-tiba Wie Kie-hong terpikir
tentang muslihat Cu Siau-thian yang membagikan surat
perintah bagi setiap orang. Dia memiliki sebuah pemikiran
untuk mengetahui semua isi surat perintah rahasia yang sudah
diedarkan. Sekarang dia memutuskan untuk membongkar
semuanya. Hui Ci-hong sudah mati, orang yang tersisa hanyalah Tan
Po-hai dan Oey Souw. Wie Kie-hong memutuskan untuk pergi
menjumpai Tan Po-hai. 0-0-0 Saat Wie Kie-hong tiba, Tan Po-hai bukan sedang
memainkan alat musiknya. Dia sedang bermain catur melihat
kedatangan Wie Kie-hong, dia menghentikan permainannya.
"Paman Tan! apakah luka anda sudah lebih baik?"
"Sudah jauh lebih baik!"
Mendengar dari nada suara dan cara bicara Tan Po-hai,
sepertinya kehilangan kedua daun telinga bukanlah sebuah
urusan yang sangat besar baginya.
"Bagaimana keadaan Leng Taiya?"
"Beliau juga baik-baik saja" Wie Kie-hong berbicara dengan
sangat sopan. Mendadak dia menurunkan suaranya:
"Gihu sudah mengutusku kemari untuk menanyakan
tentang satu hal padamu"
Setelah mengatakan hal ini, dalam hatinya Wie Kie-hong
merasa sedikit gugup. Ini adalah pertama kalinya dia berkata
bohong. Namun kalau tidak berbohong, dia takut Tan Po-hai
tidak akan mengata-kan keadaan yang sebenarnya.
"Masalah apa?" Tampaknya Tan Po-hai sama sekali tidak memperhatikan
perubahan emosi Wie Kie-hong.
"Setelah kalian mencelakai Tiat Liong-san, Cu Taiya sudah
membagikan surat perintah rahasia. Masing-masing diantara
anda semua mendapatkan sebuah. Kalau situasi menjadi rumit
dan sulit, anda diharapkan membuka surat itu dan melakukan
apa yang sudah tertulis didalamnya. Tentunya paman belum
melupakan tentang hal ini?"
"Tentu saja aku tidak mungkin lupa"
"Apakah paman sudah melihat surat ini?"
"Tentu saja aku sudah melihatnya"
"Gihu ingin tahu apa isi dari surat yang diberikan pada
anda" Tan Po-hai tertegun "Gihu sudah berpesan padaku. Apakah akan mengatakan
ataupun tidak, itulah keputusan yang akan dibuat Paman. Aku
sama sekali tidak boleh memaksa"
"Sebenarnya tidak ada hal yang aneh dari isi surat yang
diberikan padaku. Di atas surat itu hanya tertulis beberapa
huruf saja ........orang yang bodoh akan selamat, ini sesuai
dengan apa yang aku inginkan sekarang, kau lihat, bukankah
aku sekarang sudah baik-baik saja?"
Wie Kie-hong merasa seperti balon bocor yang kempis dan
kehilangan udara. Kata-kata yang tertulis itu tidak
mengandung banyak arti. Kali ini sepertinya dia sudah datang
sia-sia. "Apakah Leng Taiya mengetahui apa isi surat yang
diberikan pada tuan besar Hui?"
"Hui Taiya sudah mati, bagaimana bisa mencari tahu?"
Mendadak raut muka Tan Po-hai menjadi muram. Dia
berkata seperti sedang bergumam. "Kie-hong, aku tidak ingin
menutupi dirimu. Sebenarnya aku sudah melihat isi surat yang
diberikan pada Hui Taiya"
"Oh...?" Wie Kie-hong bingung, entah apa dia harus terkejut atau
senang. "Setelah aku mendengar kalau kedua mata Hui Taiya sudah
dicungkil, aku langsung berpikir kalau dia tidak mungkin bisa
membaca surat rahasia itu sendiri. Oleh karena itu aku tidak
memperdulikan luka yang sedang kuderita dan secepatnya
pergi ke tempatnya. Tentu saja Hui Taiya sangat mempercayai
aku. Karena itu dia meminta aku membacakan suratnya"
Wie Kie-hong khawatir kalau dia terlalu banyak bertanya
pada Tan Po-hai, dia tidak akan lebih banyak bercerita
padanya. Karena itu dia sengaja membelokkan kata katanya:
"Paman Tan! Gihu sangat ingin tahu isi surat rahasia itu.
Apakah anda bisa menceritakannya padaku?"
"Karena Leng Taiya yang ingin tahu, aku tentu saja tidak
bisa menutup-nutupinya. Tapi kata-kata yang tertulis di dalam
surat rahasia untuk Hui Taiya masih membuat bulu kudukku
berdiri sampai sekarang"
"Oh.." memang apa yang tertulis disana?"
Tan Po-hai merendahkan nada suaranya. Dia mengatakan
patah demi patah kata dengan sangat bertenaga:
"Cepatlah mati! untuk menghindar kesulitan pada temantemanmu"
"Oh...! apakah Hui Taiya langsung melakukan perintah
yang dituliskan?" "Saat itu aku sudah berunding dengannya. Lagipula kedua
matanya sudah tidak bisa melihat. Dia tidak mungkin bisa
membaca tulisan yang tertera didalam surat. Lagipula tidak
ada orang yang tahu kalau aku sudah membantunya
membacakan surat itu. Karena itu kami berdua berpura-pura
tidak ada yang melihat surat rahasia yang sudah diberikan
padanya" "Apakah saat itu Hui Taiya menerima usulan mu pura pura
tidak tahu?" "Tentu saja dia setuju usulanku. Siapa yang tidak ingm
terus hidup?" "Tapi...." "Tapi ternyata Hui Taiya mati. Aku sungguh tidak tahu apa
yang sudah menyebabkan hal ini. apakah dia lalu berubah
pikiran dan menganggap kalau perintah didalam surat itu tidak
boleh diabaikan begitu saja?"
Mendadak Wie Kie-hong tercebur dalam sebuah pemikiran
yang mendalam. Sepertinya saat ini dia sedang terjepit sebuah
pertanyaan yang sangat besar. Sampai-sampai tatapan
matanya tidak beralih barang sejenakpun.
"Kau kenapa?" "Oh... ! " tiba-tiba Wie Kie-hong kembali sadar, "aku tidak
apa-apa, aku hanya merasa aneh. Mungkin saja Cu Taiya
sedang bercanda, mengapa Hui Taiya harus begitu serius
menanggapi isi surat tersebut?"?"
"Sudahlah! sebaiknya kita berdua berhenti disini saja. kau
harus berpura pura tidak mendengar apapun. Aku pun akan
berpura pura tidak mengatakan apapun"


Walet Besi Karya Cu Yi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Harap tenang. Aku bukan seorang anak kecil"
0-0-0 Wie Kie-hong terus berbincang-bincang dengan Tan Po-hai
untuk beberapa lama. Setelah menjelang sore, Wie Kie-hong
mohon pamit. Dia meninggalkan kediaman Tan Po-hai. Segera
dia pergi ke kediaman Hui Taiya, kediaman Hui Taiya terletak
ke sebelah selatan kediaman Tan Po-hai. Ini adalah sebuah
bangunan yang sangat mewah. Wie Kie-hong adalah tamu
yang sering berkunjung ke tempat ini, karena itu dia bisa
masuk ke dalam kediamannya dengan mudah.
Dia mengunjungi pengurus kediaman tersebut.
Pengurusnya bermarga Eng. Dia mengira Leng Souw-hiang
sudah mengutusnya datang untuk menanyakan perihal
upacara pemakaman, karena itu dia segera menjamunya.
"Pengurus Eng! ketika Hui Taiya meninggal, apakah anda
sedang berada disini?"
"Ya, aku sedang berada didalam kediaman ini"
"Siapakah yang paling pertama mengetahui tentang
kematiannya?" "Orang yang sedang mengurus dirinya"
"Apakah aku bisa menemuinya?"
"Wie Siauya, maafkan aku tidak sopan, apakah aku boleh
bertanya mengapa anda ingin melakukan hal ini?"
"Pengurus Eng! apakah anda sungguh percaya bahwa Hui
Taiya sudah mati gantung diri?"
"Memangnya tidak?"
"Aku tidak berani memastikan, hanya saja berdasarkan
keadaan terakhirnya, sepertinya Hui Taiya tidak mungkin bisa
menggantung dirinya sendiri..."
"Anda tidak tahu. Hui Taiya seumur hidup nya selalu
mementingkan harga dirinya. Menerima musibah yang besar
seperti ini, mana mungkin dia masih mempunyai harga diri
untuk terus hidup?" "Pengurus Eng! yang aku bicarakan bukan masalah harga
diri. aku sedang membuat kesimpulan. Hui Taiya sudah
kehilangan kedua matanya. Dia tidak bisa melihat,
memindahkan kursi, mencari tali pengikat dan melilitkan tali
tersebut ke palang rumah. Sepertinya hal ini tidak mudah
dilakukan" Pengurus Eng tampak sangat terkejut, seolah-olah dia baru
saja mendengar tentang sesuatu yang belum pernah
didengarnya selama ini, atau melihat sesuatu yang belum
pernah dilihatnya selama ini. dia baru menyadari hal ini.
Sepertinya suasana hatinya dalam sekejap mendadak
berubah menjadi sedih. Dia membuka mulutnya, namun tidak
ada suara yang keluar. Setelah sangat lama, barulah dia
bertanya dengan suara yang sangat gemetar.
"Wie Siauya! apakah anda ingin mengatakan bahwa Hui
Taiya dibunuh orang?"
"Aku curiga pada hal tersebut"
"Sepertinya hal ini tidak mungkin. Karena Hui Taiya sangat
baik pada semua orang, dia tidak pernah berselisih paham
dengan orang lain. Mana mungkin..?"
"Pengurus Eng! yang aku katakan bukanlah suatu hal yang
sudah pasti. Yang kau katakan pun belum pasti, sebaiknya kita
berdua mencoba menyeli-diki hal ini. bukankah kita akan
mengetahui hal yang sebenarnya terjadi?"
"Bagaimana cara mencari tahunya?"
"Tentu saja dengan bertanya pada orang yang mengurus
Hui Taiya" "Tidak mungkin! tamu yang datang melayat sangat banyak.
Sekali masalah ini terdengar keluar, bukankah ini menjadi
bahan tertawaan orang banyak?"
"Pengurus Eng, kenyataan yang sesungguhnya lebih
penting dari apapun. Sepertinya semua tamu yang datang
melayat pun ingin tahu kejadian yang sebenarnya."
"Saat ini emosi semua orang yang ada didalam kediaman
ini sedang tidak tenang. Bahkan orang yang bisa mengambil
keputusan pun tidak ada. Sementara ini terpaksa aku yang
harus membuat keputusan, namun aku juga tidak bisa
membuat keputusan dengan sesuka hati. Wie Siauya! aku
tahu maksudmu baik. Begini saja, aku bisa membawakan
orang yang pada waktu itu sedang mengurus Hui Taiya, tapi
tolong jangan beritahukan tentang apa yang kalian bicarakan
ini pada orang lain."
"Terimakasih Pengurus Eng"
Tidak lama kemudian, Wie Kie-hong bisa bertemu dengan
orang yang mengurus Hui Taiya dalam sebuah ruangan
rahasia. Orang ini sudah mengabdi pada Hui Taiya sekitar dua
puluh tahun lebih. Dia dipanggil Cong Congkoan.
Wie Kie-hong bertanya dengan sopan:
"Cong Congkoan, apakah anda orang yang pertama
menemukan Hui Taiya gantung diri?"
"Betul" "Hui Taiya sedang mendapatkan musibah yang sangat
besar. Bagaimana mungkin anda bisa meninggalkannya begitu
saja didalam kamarnya?"
"Saat itu Hui Taiya sudah mendengar kabar yang sangat
buruk. Dia berkata bahwa kepalanya terasa pusing, dia ingin
beristirahat menenangkan hati sejenak dan lalu menyuruhku
untuk pergi dari kamarnya. Aku juga tidak tahu bagaimana
alasannya, hatiku merasa tidak tenang, setelah itu aku
kembali ke kamarnya untuk memeriksa keadaannya. Selang
waktu tidak sampai setengah jam, namun aku sudah
menemukan sebuah musibah yang sangat besar."
"Apakah tali yang digunakan untuk menggantung dirinya
adalah tali yang ada didalam kediaman ini?"
"Betul" "Apakah tali itu ditaruh begitu saja didalam kamar tempat
tidurnya?" "Sulit dipastikan."
"Kedua mata Hui Taiya tidak dapat melihat, bagaimana dia
dapat mencari tali ini?" Cong Congkoan tertegun.
"Cong Congkoan, jangankan Hui Taiya yang sudah
mendapat luka begitu parah, sakitnya tidak tertahankan.
Orang yang sehat yang ditutup matanya dengan sapu tangan
saja belum tentu bisa menemukan tali dan mempersiapkan
semua urusan menggantung dirinya. Betul?"
"Betul. Pasti ada orang yang sudah membantu dirinya"
"Mengapa kau tidak berkata bahwa ada orang lain yang
sudah membunuhnya" Bahwa ada orang yang sudah
melingkarkan tali pengikat itu di lehernya?"
"Wie Siauya, kata-katamu itu sudah mem-buatku bingung.
Kalau memang demikian adanya, siapakah orang yang sudah
membunuhnya?" Wie Kie-hong tidak melanjutkan kata-katanya. Dia
menemukan kalau pembantu ini sudah hampir pingsan karena
merasa takut. Dia hanya memberitahu pembantu itu agar
tidak memperbesar masalah dengan mengatakannya pada
orang lain. Setelah itu dia dibawa ke dalam kamar tidur Hui
Taiya untuk meneliti. Setelah selesai, dia bahkan tidak
menyapa para tamu. Dia ingin menghindari tanggapan para
tamu yang sedang melayat.
0-0-0 Setelah berlalu dari kediaman Hui Taiya, Wie Kie-hong
segera berangkat menuju kediaman Cu Taiya. Dia meminta
tolong agar pelayan yang menyambut di pintu melaporkan
kedatangannya diam-diam pada Tu Liong.
Setelah melihat Tu Liong, Wie Kie-hong segera menariknya
pergi menjauh. Tu Liong segera bertanya padanya:
"Ada apa ini?" Wie Kie-hong tidak segera menjawab pertanyaan tadi.
Setelah berjalan cukup jauh, dia memandang jauh ke
sekeliling beberapa kali untuk memastikan tidak ada yang
mendengarkan, dia barulah membuka mulut
"Tu toako, aku ingin memberitahu tentang sesuatu. Kau
harus percaya padaku"
"Katakanlah" "Hui Taiya tidak bunuh diri, tapi dia sudah dibunuh orang
lain" Tu Liong segera bertanya balik:
"Apakah kau memiliki bukti?"
Lalu Wie Kie-hong menceritakan kembali semua
percakapannya dengan Tan Po-hai. Bahkan dia juga
menceritakan kejadian yang dialaminya di dalam rumah Hui
Taiya ketika dia bertanya pada Cong Congkoan.
Tu Liong mendengarkan dengan sangat serius "Coba kau
pikir. Seseorang yang sudah kehilangan penglihatannya,
seorang tua yang sudah menderita luka yang sangat parah,
lalu ingin menggantung diri... pasti ini adalah hal yang sulit
dilakukan" "Siapa pelaku kejahatannya?" Tu Liong mengajukan
pertanyaan yang baru "Sulit dikatakan"
"Kie-hong, kalau kau ingin mengatakan sesuatu,
katakanlah....sepertinya pelaku kejahatan ini sudah ada dalam
pikiranmu...." "Siapa?" "Hanya Cu Taiya seorang yang mungkin terlibat
didalamnya" "Tu toako, aku juga pernah memikirkan kemungkinan
masalah ini, tapi aku tidak berani mengatakannya. Aku juga
tidak berani untuk berpikir terus"
"Mengapa?" "Karena ... ini seperti sangat tidak mungkin. Memikirkan
kembali pada tahun tahun itu, mereka beberapa orang tua itu
semuanya bersahabat sangat karib. Mereka menjalin
hubungan yang sangat harmonis. Hui Taiya mendapat luka,
kedua matanya sudah tidak dapat melihat....mana mungkin Cu
Taiya pada waktu sulit seperti ini...."
"Tujuan seorang pembunuh tidak selalu ingin lawannya
mati, ada banyak orang yang membunuh orang lain agar
dirinya bisa terus hidup.... Kie- hong, kau sudah mengambil
tindakan yang tepat memberitahuku. Kau tenang saja, aku
bisa membeda-kan mana yang baik dan mana yang buruk,
yang mana yang benar dan yang mana yang salah."
Wie Kie-hong tidak tahu bagaimana cara melanjutkan katakatanya,
dia hanya bisa terdiam melihat lawan bicaranya.
"Bagaimana pembicaraanmu dengan Thiat-yan?"
"Dia mengatakan kalau ayahku masih hidup"
"Wah itu berita yang bagus"
"Tapi....tapi...."
"Mengapa kau tidak langsung mengatakan padaku?"
"Katanya ayahku saat ini sedang dipaksa orang, dia tidak
lebih dari sekedar mayat hidup, walaupun masih hidup tapi
seperti mati...." "Siapa yang sudah berbuat begitu?"
"Katanya orang itu Cu Siau-thian"
"Oh...?" kali ini Tu Liong yang merasa kaget "Kau tadi
mengatakan Cu Siau-thian adalah orang satu-satunya yang
terlibat. Tapi menurutku sepertinya tidak demikian, kalau
memang diam-diam ada orang yang seperti ini, dia pasti akan
mengerti semua urusan seperti membalik telapak tangannya
sendiri. Dia menggunakan kesempatan membunuh Hui Taiya
agar beberapa orang yang mengetahui keadaan didalamnya
jadi mencurigai Cu Taiya. Sehingga dia menjadi target
kecurigaan semua orang, ini juga sebuah kemungkinan"
"Kie-hong, terima kasih kau sudah membuatku sadar,
sudah berdiri di posisiku. Aku berharap pertimbanganmu bisa
menjadi kenyataan. Sekarang, aku ingin kembali pada Cu
Taiya dan membuat suatu perundingan yang menentukan. Mungkin saja...."
"Apakah kau tidak merasa itu hal yang berbahaya?"
"Aku tahu, jika dia bisa membunuh sahabat karibnya
sendiri, pasti dia juga bisa membunuhku"
"Kalau ternyata dugaan yang kita buat bersama tidak tepat,
bukankah ini akan menyakitkan hati Cu Taiya?"
"Kie-hong, hatimu sungguh sangat mulia. Aku pasti akan
mencari kesempatan yang tepat untuk membicarakannya, kau
tenang saja" Wie Kie-hong tentu saja tidak dapat berkata lebih banyak
lagi. kedua orang itu pun berpisah. Baru saja dia berjalan
beberapa langkah jauhnya, tiba-tiba Hiong-ki muncul
dihadapannya. Sekarang Wie Kie-hong juga sudah membuat sebuah
dugaan. Dia tahu kemunculan Hiong-ki bukan hanya kebetulan
saja, raut wajahnya tampak sangat datar.
Kie-hong hanya menganggukkan kepala.
"Apa yang Wie heng bicarakan dengan Tu Liong tadi?"
"Aku sudah menyampaikan kata-kata yang dititipkan oleh
Hiong heng" "Bagaimana reaksinya?"
"Sebenarnya Hiong heng sama sekali tidak perlu
menggunakan aku memberitahukannya lagi. Kalian berdua
kan sudah pernah membahas tentang masalah ini, katakatamu
juga sudah membuat perubahan yang sangat besar
pada dirinya" "Oh...?"" Kata-kata Hiong-ki berbelok dengan tajam "Apakah kau
sudah menjumpai nona Thiat-yan?"
"Betul" "Membicarakan apa saja?"
"Membicarakan masalah yang menyangkut
ayahku........apakah Hiong heng sangat menaruh minat pada
semua urusan ini?" Hiong-ki tidak sebodoh itu untuk tidak mengerti apa yang
ingin dikatakan oleh Wie Kie-hong. Dia berkata dengan lemah
lembut: "Sepertinya Wie heng sudah salah paham denganku"
"Aku hanya merasa kemunculan Hiong heng selalu tepat
waktu, sepertinya bukan kebetulan."
"Suatu saat nanti Wie heng pasti akan mengerti sendiri.
Saat ini aku hanya ingin memesan beberapa kata 'terhadap
perkataan siapapun, jangan sepenuhnya percaya ataupun
tidak percaya" "Apakah ini termasuk kata-katamu?"
Hiong-ki hanya tersenyum, setelah itu dia merangkapkan
tangan dan pergi. Wie Kie-hong menatap punggung Hiong-ki yang menjauh
sampai menghilang dari pandangan. Setelah itu dia baru


Walet Besi Karya Cu Yi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membalikkan tubuh untuk pergi.
0-0-0 Wie Kie-hong menyewa sebuah kereta, dan pergi ke gang
San-poa ke kediaman Bu Tiat-cui. Ternyata pemiliknya sedang
berada didalam rumah. Terhadap kunjungannya yang tiba-tiba, sepertinya Bu Tiatcui
tidak merasa kaget sama sekali.
"Tuan Bu, aku punya sebuah pertanyaan yang harus kau
jawab dengan jujur" "Oh...?" Reaksi Bu Tiat-cui masih terlihat sangat tenang.
"Setiap pertanyaan yang kau jawab, kau pasti akan
mendapatkan bayaran. Karena itu aku juga sudah
mempersiapkan sejumlah uang untukmu. Lima puluh uang
orang luar negri. Seharusnya ini tidak sedikit"
"Aku ingin mendapatkan uang ini"
"Pertanyaannya sangat sederhana, siapakah yang sudah
menyuruhmu menjagakan kopor kulit kuning itu?"
"Aku tidak bisa mengatakannya"
"Kenapa?" "Tidak bisa ya tidak bisa"
"kalau begitu aku tambah uangnya dua kali lipat, jadi
seratus, bagaimana?"
"Walaupun kau memberikan aku seribu mata uang orang
luar negeri, aku tidak mungkin memberitahukannya"
"Kau setidaknya harus memberitahu alasan-nya"
"Ini adalah urusan hidup dan mati. Saat itu aku juga
pernah menerima uang dari orang lain. Orang itu sudah
memperingatkanku, kalau aku membocorkan rahasia ini, aku
pasti mati" "Kalau sekarang aku berkata, aku akan membunuhmu
kalau kau tidak menjawab. Apakah kau masih tutup mulut?"
"Kau....kau pasti sedang bercanda"
Wie Kie-hong mengeluarkan sebuah pisau, dan setelah itu
menggerak-gerakkannya dihadapan Bu Tiat-cui. "Kalau kau
tidak menjawab pertanyaanku, aku pasti akan membunuhmu.
Aku serius." Wajah Bu Tiat-cui langsung berubah.
"Aku akan bertanya untuk yang terakhir kalinya. Siapa yang
sudah memberi kopor kulit yang berwarna kuning untuk
dijagakan olehmu itu?"
Tiba-tiba saja Bu Tiat-cui melompat dari tempat duduknya
dan segera berlari keluar pintu
Tapi mana mungkin Bu Tiat-cui dapat meloloskan diri,
sekali Wie Kie-hong menjulurkan bahu kanannya, dia sudah
berhasil menangkapnya. Wie Kie-hong segera berputar ke belakang Bu Tiat-cui, dan
pisau kecil yang dipegangnya sudah menempel di pipinya.
Bu Tiat-cui tampak seperti seorang terdakwa.
Namun tidak disangka, ternyata Bu Tiat-cui tidak hanya
memiliki mulut seperti besi, namun akalnya pun tidak pendek.
Ketika Wie Kie-hong sudah berdiri dibelakang-nya, tangan
Bu Tiat-cui melesat turun berusaha mencengkeram daerah
vital diantara kedua kaki Wie Kie-hong.
Untung Wie Kie-hong segera menyadarinya.
Karena posisinya yang menempel dengan Bu Tiat-cui, dia
terpaksa menunggingkan pantatnya jauh-jauh agar
cengkraman Bu Tiat-cui meleset.
Bu Tiat-cui tahu ini adalah kesempatan satu-satunya bagi
dia untuk melepaskan diri.
Dia pun ikut menunggingkan pantat dan menundukkan
kepala. Sebentar saja dia sudah berhasil lolos dari pelukan Wie Kiehong.
Dia kembali berlari keluar.
Sayangnya dia masih kurang cepat.
Wie Kie-hong segera menjulurkan tangan kirinya dan
langsung memegang bahu kiri Bu Tiat-cui.
Sekali lagi Bu Tiat-cui memamerkan kebolehannya berkelit
dari situasi yang sulit. Saat ini Bu Tiat-cui sedang membelakangi Wie Kie-hong.
Tangan kanannya segera terangkat ke bahu kirinya, dan
lalu memegang tangan Wie Kie-hong.
Setelah menggenggam erat, dia menjatuhkan bahunya
danberputarkebelakang. Bu Tiat-cui memelintir tangan kiri Wie Kie-hong dengan
kuat. Sekarang mereka berdua jadi berdiri saling berhadapan.
Hanya saja Wie Kie-hong tidak berdiri tegak.
Dia rada membungkuk kesakitan.
Bu Tiat-cui tidak membuang waktu.
Kaki kanannya segera menendang tangan kanan Wie Kiehong
yang masih memegang pisau.
Pisau itu terlepas dari tangan Wie Kie-hong dan melayang
menuju lemari yang terletak di sudut ruangan.
"JLEEPP." Pisau menancap di lemari dengan kuat.
Setelah kembali pada posisi berdiri, sekarang giliran kaki
kiri Bu Tiat-cui yang menyerang.
Kaki itu segera menyambar ke arah muka Wie Kie-hong.
Wie Kie-hong segera menggunakan tangan kanannya untuk
mencengkram kaki yang sedang melaju cepat ke arahnya.
Mendadak Wie Kie-hong berdiri tegak.
Dia sekarang mendapat keunggulan posisi, karena kaki kiri
Bu Tiat-cui sudah ada dalam cengkeramannya.
Dengan cepat dia ikut menendangkan kaki kanannya ke
arah Bu Tiat-cui. Tendangan ini mengenai perutnya dengan telak.
Bu Tiat-cui menjerit kesakitan, dan terlempar ke belakang.
Wie Kie-hong segera berlari kearah lemari untuk mencabut
pisaunya. Baru saja tangan kirinya menyentuh pegangan pisau,
tangan itu sudah dipegang keras oleh tangan kanan Bu Tiatcui.
Wie Kie-hong segera melemparkan tangan kirinya untuk
membuka pertahanan Bu Tiat-cui.
Serta merta dia melayangkan tinjunya sekuat tenaga ke
dadanya. Ternyata Bu Tiat-cui juga tidak kalah cepat.
Tangan kirinya segera menangkap tinju itu dengan mantap.
Wie Kie-hong kembali mengayunkan kaki kanannya ke arah
Bu Tiat-cui. Bu Tiat-cui melepas pegangan tinju Wie Kie-hong, dan
dengan tangan yang sama menepis kakinya dengan keras.
Kaki Wie Kie-hong jadi terasa perih, dan secara reflek turun
kembali ke bawah. Kali ini kaki kiri Bu Tiat-cui melangkah maju.
Telapak tangan yang sudah menepis kakinya meluncur
dengan cepat dan menghantam dadanya dengan keras.
Sekarang giliran Wie Kie-hong yang melenguh kesakitan.
Wie Kie-hong mundur beberapa langkah menatap Bu Tiatcui
dengan tatapan tidak percaya.
Dia tidak tahu kalau lawannya bisa ilmu silat. Dia tidak akan
percaya kalau tidak melihatnya sendiri.
Tampak Bu Tiat-cui memasang kuda-kuda Tai Chi.
Wie Kie-hong tidak tahu bagaimana cara menghadapinya,
namun dia tidak bisa tinggal diam.
Maka dari itu dia melangkah maju dan mulai mencoba
menyerangnya. Tangan kanannya segera terkepal menjadi tinju yang
melayang cepat menuju dadanya.
Mendadak tangan kiri Bu Tiat-cui terjulur menyambut
datangnya tinju, sementara tangan kanannya terangkat
setinggi kuping. Setelah menangkap tinju Wie Kie-hong, dia segera menarik
tangan kirinya, dan telapak tangan kanannya sudah meluncur
maju dan menghantam dadanya.
Wie Kie-hong kaget. Namun dia tidak sempat kaget berlama-lama.
Belum lagi Wie Kie-hong berhenti dari hempas-an tenaga
pukulannya, Bu Tiat-cui sudah melangkah-kan kaki kirinya
kedepan. Tangan kanannya kembali terangkat setinggi
telinganya, dan langsung menerjang kembali ke dada Wie Kiehong.
Wie Kie-hong segera kehilangan keseimbangan. Dia jatuh
terguling-guling. Tidak hanya dadanya yang sakit, namun tubuhnya ikut
sakit karena membentur lantai.
Dia segera berdiri diatas kedua kakinya.
Bu Tiat-cui kembali memasang kuda-kuda Tai-kek.
Dia menghembuskan nafas karena sudah selesai
menyerang. Wie Kie-hong tahu dia tidak bisa menganggap enteng
lawannya. Wie Kie-hong juga memasang kuda kuda andalannya.
Setelah beberapa saat, dia kembali meluncur kedepan ke
arah Bu Tiat-cui. Kedua kepalan tangannya segera
menyambar-nyambar. Bu Tiat-cui tetap terlihat tenang.
Kedua tangannya yang berada diatas pahanya yang sedikit
tertekuk segera berputar-putar cepat.
Semua tinju Wie Kie-hong dapat ditepisnya dengan baik.
"In -jiu!!" pekik Wie Kie-hong dalam hati.
In-jiu (Tangan Awan) adalah salah satu jurus Tai-kek"
Konsentrasi Wie Kie-hong sedikit buyar.
Bu Tiat-cui segera mengambil kesempatan ini untuk
melancarkan jurus selanjutnya.
Berat tubuhnya berpindah ke sebelah kiri. Kedua tangannya
terayun turun dan tubuhnya sedikit turun.
Mendadak dia kembali berdiri tegak.
Tangan kiri dan kanannya masing-masing menggenggam
tangan kiri dan kanan Wie Kie-hong.
Kaki kanan Bu Tiat-cui menendang dengan keras dada Wie
Kie-hong. Wie Kie-hong kembali terguling guling...
"Deng Jiao ... " pikir Wie Kie-hong sambil terbaring
telungkup di lantai. Kali ini Wie Kie-hong berdiri lebih lambat.
Dia sedang sibuk memikirkan bagaimana cara menghadapi
jurus Bu Tiat-cui selanjutnya.
Namun dia tidak menemukan Bu Tiat-cui dimanapun.
Sepertinya dia sudah kembali melarikan diri.
Bahkan dia sudah membawa pisau kecil bersamanya.
Pada lemari hanya terlihat bekas pisau yang tadi
menancap. Karena itu Wie Kie-hong segera berlari keluar. Dia segera
menyibakkan tirai yang menutupi pintu
Tiba-tiba Bu Tiat-cui muncul di hadapannya.
Wie Kie-hong kaget dan secara reflek dia menghindar.
Mendadak pinggangnya terasa pedih.
Wie Kie-hong melongo sebentar. Dia segera menoleh
melihat sumber rasa sakitnya.
Ternyata baju disekitar pinggangnya sudah berlumuran
darah. Ternyata Bu Tiat-cui sudah menyabetkan pisau yang
direbutnya dari Wie Kie-hong ketika dia muncul mendadak.
Wie Kie-hong tidak menyangka akan terjadi hal seperti ini.
ujung pisau yang tajam sudah merobek kulitnya. Walaupun
dia sangat gesit menghindari serangan, ujung pisau yang
tajam tetap melukai pinggangnya.
Darah segar terus mengalir keluar
Wie Kie-hong jadi tidak tahu bagaimana cara menghadapi
Bu Tiat-cui. Apakah dia harus membunuhnya" Tidak!. Dia
masih belum tahu rahasia yang masih dipendamnya. Apakah
sebaiknya tidak dibunuh" Tapi dia adalah seorang musuh yang
sangat kuat. Ketika sedang ragu-ragu, tusukan pisau yang
kedua sudah menyusul mengarah padanya.
Wie Kie-hong terpaksa melangkah mundur.
Bu Tiat-cui memanfaatkan kesempatan ini, dia segera
melarikan. Tentu saja Wie Kie-hong harus mengejarnya, ketika dia
berlari sampai taman, ternyata Bu Tiat-cui belum berlari keluar
rumah. Penyebabnya ternyata ada orang lain yang sedang
berdiri didepan pintu mencegat jalannya.
Orang ini adalah Hiong-ki.
Tentu saja Hiong-ki tahu kalau Wie Kie-hong sedang
terluka dan mengucurkan darah. Segera dia bertanya:
"Wie heng....bagaimana kejadiannya?"
"Tolong Hiong-heng bantu aku menangkapnya. Orang ini
punya rahasia yang sangat menentukan...."
Tampaknya Bu Tiat-cui menyadari situasinya tidak
mendukung untuk melarikan diri. Tiba-tiba saja dia
mengarahkan pisau yang dipegang ke arah perutnya sendiri,
jelas sekali dia bermaksud meng-akhiri hidupnya.
Namun gerakan Hiong-ki sangat cepat bagaikan kilat. Ilmu
silatnya tampak sudah terlatih sampai mencapai taraf
kesempurnaan, ketika pisau itu masih berjarak sekitar dua
puluh sentimeter, Hiong-ki sudah berhasil menangkap
pergelangan tangan Bu Tiat-cui dan menahan pisau menusuk
perutnya. Wie Kie-hong menahan rasa sakit dan terus melangkah
maju. Dia segera merebut pisau yang dipegang Bu Tiat-cui.
Sekarang Bu Tiat-cui sudah tidak mungkin lari kemanamana
lagi... "Bu Tiat-cui" Wie Kie-hong berkata dengan dingin,
"Sekarang hayo beritahu jawaban dari pertanyaanku tadi"
Bu Tiat-cui ternyata memang sungguh sudah berubah
menjadi mulut besi. Dia sama sekali tidak mengatakan apaapa.
Wie Kie-hong melihat pada Hiong-ki, seperti-nya dia ingin
meminta tolong membantunya mengha-dapi Bu Tiat-cui.
Hiong-ki berkata dengan ramah:
"Bu Tiat-cui! apakah ada akibat yang lebih berat daripada
kematian" Kau berani membunuh diri, mengapa kau tidak
memiliki keberanian yang sama untuk mengatakan jawaban
pertanyaan Wie Kie-hong?"
"Maaf, aku tidak dapat mengatakan apa-pun"
"Mengapa?" "Kalau aku bicara, akibatnya juga mati"
"Bu Tiat-cui! " Wie Kie-hong berkata dengan baik-baik:
"Aku berjanji akan menjaga keselamatanmu. Aku tidak
akan membiarkan siapapun melukaimu"
"Tidak ada siapapun yang dapat memberikan jaminan
padaku. Kalau kau memaksa terus, lebih baik kau bunuh saja


Walet Besi Karya Cu Yi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aku sekarang...." Mendadak Hiong-ki melepaskan Bu Tiat-cui. Dan berkata
pada Wie Kie-hong: "Wi heng, sudahlah, sebaiknya kita pergi saja. Sepertinya
kau terluka, dan harus segera diobati"
"Ini hanya sebuah luka kecil"
"Luka kecil pun tetap sebuah luka. Sebaiknya kita pergi"
Sekarang penilaian Wie Kie-hong terhadap Hiong-ki sudah
jauh lebih baik. Sambil menghela napas dia pun lalu
melepaskan Bu Tiat-cui. Dia lalu pergi bersama Hiong-ki.
"Wie heng, tampaknya aku sudah membun-tutimu lagi.
Betul?" "Sejujurnya aku memang merasa demikian"
"Mengapa aku ingin memperhatikan semua gerak-gerikmu
dengan Tu Liong" Pada saat ini memang sangat sulit
menjelaskannya. Suatu saat nanti kalian pasti akan
mengerti....betul juga, perkataan apa yang kau tanyakan pada
Bu Tiat-cui?" Wie Kie-hong lalu menceritakan ulang tentang muslihat Cu
Siau-thian memberikan surat perintah ketika keadaan
mendesak. Tentu saja dia juga mengata-kan tentang kopor
kulit kuning. "Sebenarnya kau tidak perlu membuang-buang tenaga
mengejar jawaban ini"
"Mengapa?" "Sebab ini bukan hal yang menentukan"
"Aku tidak setuju apa yang Hiong heng katakan. Kalau Bu
Tiat-cui mengaku kopor itu sudah diberikan padanya oleh Cu
Siau-thian, bukankah segalanya menjadi jelas?"
"Siapapun yang sudah memberikan kopor tersebut, tidak
menjadi masalah" "Kalau begitu masalah apa yang penting?" tanya Wie Kiehong
memaksa. "Hui Ci-hong adalah sahabat karib Cu Siau-thian, namun
ternyata dia sudah memberikan surat yang menyuruhnya
untuk mengakhiri hidupnya. Apakah ini yang pantas dilakukan
oleh seorang teman pada temannya?"
Wie Kie-hong terdiam tidak berkata apa-apa.
"Apakah menurutmu orang seperti ini masih pantas hidup
didunia?" Emosi Wie Kie-hong sama sekali tidak terpengaruh oleh
kata-kata Hiong-ki. Dia mulai mengkhawatirkan luka yang
sedang dideritanya. Karena itu dia segera menghentikan
percakapan "Kalau ada waktu kita akan bicara lagi. aku ingin mencuci
lukaku...." "Wie heng, baik kau dan Tu Liong semua sudah mendapat
luka serius. Ini adalah persahabatan darah. Harap selalu
diingat" Setelah itu dia kembali merangkapkan tangan dan segera
pergi. Wie Kie-hong selalu merasa bahwa semua tindakan Hiongki
selalu dilakukan dengan sangat mendadak. Sangat
mencurigakan. Sepertinya dia sangat membenci Cu Siau-thian.
Mengapa" Wie Kie-hong merasa sangat tenang. Sebelum masalah ini
menjadi jelas, sebaiknya dia tidak ikut-ikutan.
0-0-0 "Ie-tiat-tong" adalah toko obat yang sangat terkenal di
Pakhia. Toko ini menjual perlengkapan obat-obatan. Wie Kiehong
pergi ke toko ini membeli obat sekaligus membalut luka.
Luka yang kecil seperti ini sepertinya bukan masalah besar.
Setelah itu dia kembali pulang kerumah dan mengganti
baju. Dia tidak mengatakan apa-apa, siapapun tidak ada yang
tahu Rupanya Leng Souw-hiang juga selalu memperhatikan
semua gerak-geriknya. Tidak lama dia sampai dirumah, sudah
ada orang yang datang memanggilnya untuk menghadap.
"Kie-hong! apakah kau sudah pergi lagi?"
"Betul" "Untuk apa?" "Aku sudah pernah mengatakan sebelumnya, aku ingin
mengetahui apa isi surat rahasia yang diberikan oleh Cu Taiya
pada teman temannya. Dan aku sudah berhasil"
"Oh...?" Leng Souw-hiang tampak sangat kaget "Surat
rahasia yang diberikan pada Tan Po-hai hanya berisi kata-kata
'orang yang bodoh akan selamat', namun surat yang diterima
oleh Hui Taiya sangat berbeda"
Selanjutnya, Wie Kie-hong menceritakan semua
penemuannya yang mengejutkan.
Raut wajah Leng Souw-hiang terus berubah ubah. Terakhir
wajahnya menjadi sangat pucat.
"Cobalah ayah pikir, bukankah hal ini sangat menakutkan?"
"Ya! sungguh menakutkan!" Leng Souw-hiang berkata
sambil bergumam. "Ayah adalah generasi tua, sebaiknya ayah membuat
sebuah pendirian" "Kie-hong masalah ini harus dihadapi oleh kami generasi
tua. Aku tidak ingin generasi yang lebih bawah ikut terjerumus
dalam masalah ini" "Tapi, aku tidak bisa berhenti sampai disini"
"Mengapa?" "Karena urusan ini menyangkut masalah ayahku"
"Memangnya kenapa dengan ayahmu?"
"Ayahku belum mati, dia hanya sedang didesak oleh
seseorang. Orang yang sudah mendesaknya tidak lain adalah
Cu Siau-thian" "Siapa yang sudah mengatakan hal ini?"
"Thiat-yan" "Mengapa kau begitu percaya kata-kata musuhmu?"
"Thiat-yan bukanlah seorang musuh!"
"APA?" raut wajah Leng Souw-hiang tiba-tiba terlihat
sangat dingin, "dia sudah membuatku menjadi cacat, kau
masih tidak menganggapnya musuh?"
"Dari berbagai sudut pandang, mungkin dia pantas disebut
sebagai seorang pelaku kejahatan, tapi dia sama sekali bukan
musuh. Saat ini kita sudah tidak perlu menunjukkan sikap
yang bermusuhan padanya"
"Apakah karena dia sudah menceritakan kisah tadi, jadi kau
mengubah pandanganmu terhadap dirinya?"
"Kisah?" Wie Kie-hong balik memandang Leng Taiya.
Sepertinya dia tidak mengerti arti kata itu.
"Dia mengatakan kalau ayahmu belum mati, kalau ini
bukan kisah isapan jempol, apa lagi namanya?"
"Aku percaya bahwa apa yang dikatakan Thiat-yan
bukanlah isapan jempol saja."
"Dari mana kau tahu kalau kata-katanya bukan hanya
bualan semata" Ayahmu sudah mati, ini sebuah kenyataan.
Tidak mungkin salah. Apakah kau percaya pada kata-kataku"
Ataukah kau lebih percaya pada orang yang tidak kau kenal
dengan baik?" "Gihu...." "Jangan menyebutku seperti itu. kalau memang ayahmu
belum mati, pergilah mencarinya! jangan lagi mengganguku"
Sekarang Leng Souw-hiang sangat marah. Kelakuannya
seperti sedang mengusir anjing.
"PERGI! PERGI!"
Hati Wie Kie-hong sungguh merasa sedih. Dia berpikir ingin
melangkah mendekat dan menjelaskan mengenai apa yang
dia pikirkan. Menjelaskan tentang perasaannya, tapi dia
merasa bahwa menjelaskan pada saat seperti ini, tampak nya
tidak akan mudah. Karena itu dia tidakberkata apa-apa lagi
dan segera pergi. 0-0-0 Saat orang sedang mendapat masalah, dia pasti
memikirkan arak. Namun setelah tiga cawan arak turun ke
dalam perutnya, Wie Kie-hong merasa semakin gundah.
Ketika emosinya sedang bergejolak seperti ini, Wie Kiehong
pergi ke kediaman keluarga Cu.
Cu Siau-thian sudah sangat akrab dengan Wie Kie-hong.
Dia juga tahu Wie Kie-hong biasa datang ke tempat tinggalnya
untuk mencari Tu Liong. Sekarang tiba-tiba dia datang
mengunjungi dirinya, tentu saja dia merasa aneh.
"Kie-hong, mengapa kamu minum arak?"
"Mabuk karena arak, hati akan mengerti"
"Ha! Kata katamu terdengar sangat berat! Aku lihat kau
sudah mabuk, hingga berpikir tidak jernih"
"Cu Taiya, hari ini aku mengetuk pintu dan
mengunjungimu, aku memohon anda menjelaskan sebuah
masalah" "Katakanlah" "Kau tentu sudah kenal ayahku...."
"Tentu saja! siapakah orang didalam kota Pakhia ini yang
tidak kenal Wie Ceng" Dia adalah orang yang sangat menarik"
"Kalau begitu ayah kandungku pasti sering berhubungan
dengan anda?" "Tentu saja., tentu saja... kita berdua sering pergi minum
arak bersama-sama" "Ketika ayahku disuruh pergi membereskan sebuah
masalah. Dia pasti sudah datang kemari menceritakannya
padamu, apa betul?" "Tidak salah..."
"Kalau begitu, apakah ayahku tidak memberitahukan
padamu apa tugas yang harus dikerjakannya?"
"Kie-hong, kau sudah berputar putar sejauh itu, apakah
ingin menanyakan tentang hal ini?"
"Cu Taiya, kalau anda tidak mengetahui keadaan
sebenarnya, aku juga tidak bisa apa-apa. kalau anda tahu,
tolong beri tahu aku."
"Aku merasa aneh. Mengapa kau tidak langsung bertanya
pada Leng Taiya, malah datang kemari dan bertanya padaku"
Dia pasti akan lebih mengerti banyak hal dibanding diriku"
"Ayahku tidak mau memberitahu."
"Oh...?" raut wajah Cu Siau-thian tampak kaget sekaligus
heran, "dia tidak mau memberitahu padamu" Mengapa?"
"Aku juga tidak mengerti ........Ugh! Aku mendengar kabar
diluaran, aku tidak berani mendengar lebih banyak
lagi........Cu Taiya, anak membutuhkan kasih sayang ayah,
namun ayahku tidak ada. Anda harus mengerti perasaanku!"
"Gosip apa yang sudah kau dengar?"
"Menurut kabar, ayahku masih hidup"
"Bohong!" Cu Siau-thian terus menggeleng gelengkan
kepala, "kalau ayahmu masih hidup, mana mungkin dia tidak
menggubris anaknya sendiri?"
"Ada dua macam kabar yang kudengar. Pertama
mengatakan bahwa dia tidak berhasil menyelesaikan tugasnya
dengan baik, karena itu dia tidak berani pulang menghadap
Leng Taiya. Yang sarunya lagi mengatakan kalau dia sudah
didesak oleh seseorang, sehingga tidak memiliki kebebasan."
"Kie-hong, Leng Taiya sudah memperlaku-kanmu dengan
sangat baik. kau tidak seharusnya ragu akan dirinya dan
memiliki pemikiran yang lain. Ayahmu memang sudah mati,
Ini tidak salah" "Apakah Cu Taiya melihat mayatnya?"
"Belum" "Kalau begitu mengapa kau sangat yakin?"
"Kalau aku bilang mati, dia pasti mati"
"Cu Taiya..." karena pengaruh beberapa cawan arak yang
diminumnya, sikap Wie Kie-hong menjadi sangat keras, "kau
tidak bisa berkata seperti ini. kau harus mengeluarkan bukti,
barulah aku bisa merasa tenang"
"Mengenai urusan diluar, aku sungguh mengerti...."
"Kau tentu mengerti tentang urusan diluar, namun kau
tidak tahu apa tugas yang diemban oleh ayahku. Karena
itu...." "Apakah kau sedang menggunakan taktik untuk memancing
emosiku?" "Dihadapan generasi tua siasat apapun tidak berani aku
gunakan. Aku hanya ingin tahu, tugas apakah yang diemban
oleh ayah kandungku ketika itu. kecuali Leng Taiya, sepertinya
tidak ada orang kedua yang mengetahui tentang hal ini.
"Aku tahu" Emosi Wie Kie-hong semakin memuncak. Namun dari luar,
raut wajahnya tampak masih tenang-tenang saja. Dia berkata
dengan datar: "Aku tidak ingin mendengar tentang hal ini lagi"
"Walaupun kau tidak ingin mendengarnya, aku masih akan
memberitahu mu ........orang yang mengatakan kalau ayahmu
masih hidup, itu hanyalah gosip yang menyesatkan.
Kenyataannya adalah bahwa dia sudah meninggal, tentang hal
ini hanya aku yang tahu"
"Oh...?" "Sebelum ayahmu pergi bertugas, dia pernah datang
kemari menemuiku. Menghadapi masa depan dia tidak
memiliki sedikitpun rasa percaya diri. dia merasa bahwa
perjalanan yang harus ditempuhnya sangat menakutkan,
bahkan dia tidak memiliki keberanian untuk pergi. Aku sudah
mengenal ayahmu selama bertahun-tahun. Dia adalah seorang
pemberani yang tangguh. Hanya saja....Mmm.. cobalah kau pikirkan sendiri, tidak
perlu aku mengatakannya sampai detail"
Wie Kie-hong berpikir balik: 'mengapa ayahnya meragukan
masa depannya'" Apakah dia melihat jalan yang ditempuhnya
adalah suatu misi bunuh diri" Mengapa..."
"Cu Taiya! apa yang ayah ku takuti pada waktu itu?"
"Dia takut mati"
"Mengapa dia tahu kalau dia mengemban tugas itu dia
pasti mati?" "Kie-hong, aku berteman karib dengan Leng Souw- hiang
selama bertahun-tahun. Setelah berbincang bincang kesanakemari,
pastilah pada akhirnya akan membicarakan dirinya.
Untuk apa kau menyuruhku menceritakan hal yang akan
melukai temanku".... orang yang sudah mati tidak akan
kembali hidup. Kau tidak perlu terus mengejar pertanyaan ini"
"Kalau kau mengetahui keadaan yang sebenar- nya, tolong
beri aku penjelasan. Kalau tidak...."
"Kalau tidak bagaimana?"
"Kalau Cu Taiya tidak menjelaskan sampai tuntas, aku pasti
akan menebak dan berpikir kesana-kemari....
"Baiklah. Aku akan mengatakannya....waktu itu ayah


Walet Besi Karya Cu Yi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kandungmu sangat mengerti. Leng Taiya sudah menyuruhnya
keluar, bukan menyuruh-nya untuk menyelesaikan sebuah
tugas, tapi menyuruh nya untuk mati"
"Aku tidak mengerti. Setiap kali ayah angkat mengatakan
tentang ayahku, dia selalu menekankan kalau ayahku adalah
orang yang sangat setia tiada bandingnya. Bagaimana
mungkin dia menyuruhnya untuk mati" Aku tidak
percaya....aku sama sekali tidak percaya"
"Kie-hong....kata-kata ini aku dengar sendiri keluar dari
mulutnya" "Aku belum pernah mendengarnya"
"Oh...?" Cu Siau-thian memandang dingin dari ujung
rambut sampai ujung kaki. "kau mengatakan bahwa aku
sedang menipu dirimu, sedang membuat-mu bingung"
Mengapa aku harus melakukan hal itu?"
"Cu Taiya, aku memohon padamu" Wie Kie-hong berlutut
dihadapannya. "Apa-apaan ini?"
"Kalau anda tidak menyetujuinya, aku tidak akan berdiri
dari tempat ini" "Katakan, urusan apa?"
"Tolong biarkanlah aku menemui ayahku. Cu Taiya, aku
mohon" Tiba-tiba saja wajah Cu Siau-thian berubah. Dia berteriak
keras: "Apa artinya ini?"
"Ayahku saat ini sedang berada dibawah tekananmu. Aku
tahu. Cu Taiya, tolong ijinkan aku melihat ayahku....Aku
mohon...." Tiba-tiba saja Cu Siau-thian menendangkan kakinya ke
arah Wie Kie-hong. Karena Wie Kie-hong sedang berlutut
dihadapannya, tendangan kakinya mengarah tepat menuju
telinga Wie Kie-hong sebelah kanan. Ini adalah titik kematian
yang dimiliki semua orang... dengan kemampuan silat yang
dimiliki Cu Siau-thian, walaupun dalam emosi yang hebat, juga
tidak seharusnya dia bertindak seperti ini. terhadap seorang
generasi muda sekali bertindak langsung mengincar titik
kematian, sepertinya sangat kelewatan.
Dari semula Wie Kie-hong tidak yakin ayahnya berada
dalam tekanan Cu Siau-thian, karena itu dia tidak berani
bertindak gegabah. Sekarang ini, dibawah serangan Cu Siauthian
yang sangat mematikan, tidak terelakan lagi, emosinya
langsung meledak tidak terkendali. Kedua tangannya
digenggam menjadi kepalan, dia menerima tendangan Cu
Siau-thian. Dia juga mengerahkan kepandaian yang
dipelajarinya untuk menangkap kaki kanan Cu Siau-thian.
Sambil memegang kakinya, Wie Kie-hong segera berdiri.
Sekarang Cu Taiya lah yang tidak bisa berbuat apa-apa. Dia
berdiri dengan pose "ay".rr> emas berdiri satu kaki"
"Cu Taiya" Wie Kie-hong terus memburu pertanyaan,
"mengapa anda ingin membunuhku?"
"Aku hanya mewakilkan Leng Taiya mendidikmu pelajaran
bersopan santun." Cu Siau-thian masih sangat marah.
"Mendidikku" Kau tadi sudah mencoba menendang titik
kematianku, jelas sekali kau ingin membunuhku"
"Kalau kau tidak menangkis serangan, aku pasti akan
merubah arah seranganku pada detik terakhir"
"Tentu saja aku harus menangkis serangan, aku tidak
selemah ayahku" "Wie Kie-hong, kau salah. Aku sudah memberitahu jangan
terlalu percaya omongan kosong orang lain sehingga tidak
mempercayai orang yang lebih tua"
"Cu Taiya, tendanganmu kali ini sudah membuktikan.
Katakanlah........Dimanakah ayahku berada saat ini?"
"Aku tidak tahu"
"Pada waktu itu, kau sudah membuat rencana untuk
mencelakai Tiat Liong-san, lalu kau menarik teman dekatmu
menjadi tameng. Setelah itu orang-orang yang terlibat dalam
peristiwa ini semuanya mendapat hukuman, sedangkan kau
sendiri bisa lolos dan tenang-tenang diluar. Paman Tan, Hui
Taiya, bahkan sampai Leng Taiya pun sudah dibohongi
olehmu. Aku tidak boleh.... ... katakanlah! Dimana ayahku
berada saat ini?" "Aku tidak tahu"
Mendadak Wie Kie-hong memutar kaki kanan Cu Siau-thian
yang masih dipegangnya. Cu Siau-thian tidak bisa berdiri
tegak lagi. Dia segera terjatuh ke lantai. Kemudian Wie Kiehong
langsung meloncat kedepan menerkam bagai macan
menerkam mangsa-nya. Pisau kecilnya sudah menempel di
punggung dibelakang jantungnya Cu Siau-thian.
"Kie-hong! kau berani sekali berbuat seperti ini! aku pasti
akan menyuruh Leng Taiya untuk menghukummu dengan
keras!" "Kalau kau sekarang tidak mau memberitahu sampai jelas,
kau selamanya tidak mungkin bisa menemui Leng Taiya.
Katakanlah! dimana ayahku?"
"Aku tidak tahu" Cu Siau-thian tetap berkeras sambil marah
marah. "Jangan kau kira aku tidak berani turun tangan. Aku
sungguh bisa membunuhmu"
"Kalau aku tidak tahu ya tidak tahu"
Wie Kie-hong mengangkat pisau yang di pegangnya,
sepertinya dia sungguh akan membunuh-nya.
"Berhenti!" tiba tiba Tu Liong muncul
"Tu Toako!" "Wie Kie-hong, kau tidak boleh berlaku kurang ajar seperti
itu pada Cu Taiya" "Tu Toako, kau tidak mengerti...."
"Cepat lepaskan Cu Taiya"
"Kalau aku lepaskan, tidak ada kuburan yang mau
menerima jazad ku" "Tenanglah, aku jamin keselamatanmu"
Wie Kie-hong lalu melepaskan Cu Siau-thian, didepan Tu
Liong, dia tidak berani terus melanjutkan tindakannya.
Cu Siau-thian membalikkan tubuh dan mera-yap berdiri.
Masih dengan marah-marah dia berkata:
"Tu Liong, kau didik anak kecil yang tidak tahu sopan
santun ini." Tu Liong berkata dengan dingin:
"Cu Taiya, anda tentu sudah mendengar kata- kataku tadi.
Aku mau menjamin keselamatan dirinya....... Wie Kie-hong,
cepat kau pergi" "Tu toako, maksud kedatanganku kemari bukanlah
untuk...." "Aku tidak perduli apa maksud kedatangan-mu. Sekarang
kau cepat pergi. Lebih cepat lebih baik. Kau jangan membuat
kesulitan sendiri, juga jangan membuat sulit diriku. Suatu saat
nanti, kau dan aku pasti akan ada kesempatan lagi"
Wie Kie-hong sangat pintar, mana mungkin dia tidak
mengerti apa yang ingin dikatakan oleh Tu Liong. Tu Liong
sedang berada ditengah situasi terjepit, hutang budi harus
dibalas, persahabatan pun harus dijaga....berpikir sampai
disini, dia pergi keluar tanpa membalikkan kepala lagi.
Sekarang Cu Siau-thian menjadi lebih tenang, dia berkata
dengan lembut: "Tu Liong, aku tahu kau dan Wie Kie-hong mempunyai
hubungan persahabatan yang sangat akrab, tapi aku tidak
tahu apakah didalam hatimu kau menghormati aku"
"Aku sudah dibesarkan oleh anda, tentu saja aku
menghormati anda" "Tu Liong, aku tidak ingin membuatmu merasa serba salah.
Aku juga tidak ingin menyalahkan Wie Kie-hong. Sebenarnya
Wie Kie-hong memiliki hati yang sangat baik, hanya saja ada
orang yang sedang menyetirnya dari belakang. Tu Liong,
bisakah kau membantuku mencari tahu, siapakah orang yang
sedang menghasutnya selama ini?"
"Urusan ini aku khawatir aku tidak bisa ikut campur"
"Oh..." kenapa begitu?"
"Sebelumnya aku sudah berpikir ingin memecahkan misteri
ini. sekarang ini aku menjadi takut. Karena semakin menebak
semakin jauh, aku semakin merasa bahwa jawaban dari
misteri ini sangat menakutkan"
"Rupanya ada maksud lain dalam kata-katamu"
"Semua orang pasti memiliki sebuah rahasia, rahasia yang
tidak ingin diberitahukan pada orang lain, mengapa aku harus
mengorek rahasia orang lain?"
"Kau harus berkata lebih jelas sedikit. Kalau kau merasa
kau memiliki rahasia yang tidak bisa dikatakan pada orang
lain, sebaiknya kau segera mengatakannya padaku"
"Kalau anda mengijinkan, aku ingin meng-ajukan
serentetan pertanyaan padamu"
"Tanyakanlah" "Mengapa Hui Taiya bunuh diri?"
"Bagaimana mungkin aku tahu?"
"Apakah anda sama sekali tidak mencurigai kematian Hui
Taiya?" "Jangan berbelit-belit. Sebaiknya kau katakan secara
langsung padaku." "Hui Taiya sudah dibunuh orang"
"Apakah kau pikir aku yang sudah membunuhnya?"
"Aku tidak berani mengatakan seperti ini. sekarang ini aku
ingin menanyakan suatu hal yang lain. Pada waktu itu Tiat
Liong-san mendapatkan celaka, apakah anda sudah
memberikan sebuah surat rahasia pada semua orang?"
"Tidak salah" "Apakah maksudnya?"
"Sama sekali tidak ada maksud apa-apa. Aku hanya ingin
menenangkan hati semua orang. Pada waktu itu aku hanya
bermaksud untuk bercanda saja."
"Apakah anda masih ingat apa yang sudah anda tulis pada
surat surat tersebut?"
"Sudah lupa" "Pada surat yang diterima oleh Hui Taiya hanya tertuliskan
kata-kata berikut: 'Cepat lah mati! untuk menghindari
membuat susah teman temanmu'"
"Oh?" Cu Siau-thian tampak sangat terkejut. "Lalu apakah
Hui Ci-hong menganggapnya dengan serius?"
"Tidak. Dia tidak ingin mati, lagipula dia sudah
merundingkan masalah ini dengan orang lain. Hasilnya tetap
saja dia mati" "Karena itu kau mengambil kesimpulan kalau aku yang
sudah membunuhnya?" "Tidak. Aku punya kesimpulan yang lain"
"Katakanlah" "Kedua mata Hui Taiya sudah tidak bisa melihat, sakitnya
pun pasti tidak tertahankan. Tidak mungkin dia bisa mencari
peralatan untuk meng-gantung dirinya sendiri dengan
mudah." Cu Siau-thian menghela nafas dalam-dalam, tapi dia tidak
berkata apa-apa. "Aku tidak ingin menutupinya darimu. Semua urusan ini
sudah diberitahukan padaku oleh Wie Kie-hong. Dia sudah
meluangkan banyak waktu dan tenaga untuk memeriksa
banyak hal. Cu Taiya, ini membuatku merasa serba salah."
Cu Siau-thian memangku wajahnya dan bertanya:
"Apa yang membuatmu serba salah?"
"Banyak situasi dan kondisi yang sudah memberatkan
dirimu. Di satu sisi aku selalu berusaha sekuat tenaga untuk
menyelidiki kebenaran, di sisi yang lain aku juga mengingat
budimu yang sudah merawatku dari kecil. Bagaimana mungkin
aku tidak merasa serba salah?"
"HUH!" Cu Siau-thian lalu mengeluarkan sebuah tawa dingin.
"Apapun yang sudah kau katakan tadi, kesimpulannya kau
mencurigai kalau aku yang sudah membunuh Hui Taiya, betul
tidak?" "Tidak, aku tidak berani memastikan seperti itu"
"Paling tidak kau mencurigai aku, betul?"
Tu Liong mengatupkan rahangnya kuat kuat. Sepertinya dia
tidak ingin mengatakan apa yang sedang dipikirkannya,
namun pada akhirnya kata-kata itu terlepas dari mulutnya.
"Betul. Aku memang merasa curiga"
PLAK! Tiba-tiba Cu Siau-thian menampar Tu Liong dengan kuat.
Dia merasa sangat emosi, dengan sangat marah dia berteriak
"Cepatlah kau pergi dari sini jauh-jauh. Kau tidak perlu
memikirkan lagi balas budi padaku. Pergi...!!!! Pergi ...!!!!
Pergi...!!!!" Kata-kata ini terdengar bagaikan kilat yang terdengar
sangat keras di telinga Tu Long, bahkan sampai merasa
pusing mendengarnya. "PERGI ... !!!!" amarah Cu Siau-thian sama sekali tidak
berkurang walau sudah dikeluarkan tadi. Bahkan sekarang dia
tampak lebih emosi lagi. "PERGI ... !!!! PERGI ... !!!! PERGIIIIIIIIIIIII ... !!!! kau
dengar tidak kata-kataku?"
Di ujung bibir, Tu Liong mengeluarkan darah, hatinya pun
sedang berdarah, namun dia masih menjaga sikapnya.
Dia lalu berlutut, dan lalu menundukkan kepalanya sampai
menempel tanah, tata krama ini menunjukkan kalau hubungan
balas budinya dengan Cu Siau-thian sekarang sudah putus.
Setelah itu dia berdiri, dan lalu pergi keluar.
0-0-0 Tu Liong tidak hanya pergi keluar dari kamar tidur Cu Siauthian,
tapi dia juga terus melangkah keluar dari rumah
kediaman Cu Taiya. Dia terus melangkahkan kakinya menuju
masa depan yang serba tidak pasti....
Orang yang berlalu lalang di jalanan sangat banyak.
Suasana hiruk pikuk dan hari sangat panas, namun hati Tu
Liong merasa dingin. Tapi ketika Hiong-ki muncul dihadapan
matanya, mendadak sinar matanya kembali cerah.
Kemunculan Hiong-ki selalu mendadak dan tepat waktu.
"Tu Liong!" Hiong-ki bertanya kaget "Apa yang terjadi
denganmu?" "Tadi aku sudah bertengkar dengan seseorang" Tu Liong
belum menyeka darah yang mengucur dari sisi bibirnya.
"Dengan siapa?"
"Dengan orang yang tidak pantas dibicarakan" dia
sepertinya tidak ingin membahas kejadian yang baru saja


Walet Besi Karya Cu Yi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menimpanya. "Hiong heng, aku ingin merepotkanmu dengan
sebuah permintaan" "Tidak usah sungkan, katakanlah"
"Bantulah aku mencari Boh Tan-ping"
"Dia tinggal bersama Thiat-yan di gang San-poa"
"Aku tahu. Hanya saja aku tidak ingin menemuinya disana.
Bisakah kau mencari cara agar dia bisa keluar dari
kediamannya untuk menemuiku?"
"Kalau harus menariknya keluar sepertinya tidak mungkin.
Tapi aku sangat ingin tahu, apa niatmu memanggilnya
keluar?" "Aku ingin berbicara dengannya"
"Hanya berbicara?"
"Tentu saja, kalau harus melawannya, aku bukanlah
tandingannya, membalas dendam pun bukan waktu yang
tepat. Dalam hatiku masih ada pertanyaan untuknya, aku ingin
mendapatkan jawaban itu langsung dari mulutnya."
"HUH!" lalu Hiong-ki tertawa dingin, "Bukankah ini hal yang
mustahil?" "Hiong heng, walaupun dia berkata bohong, aku tidak
perduli." "Kalau dia berbohong, apa manfaatnya bagimu
menanyakan padanya?"
"Setidaknya aku bisa membuktikan perkataan seseorang
yang lain" Pertama-tama Hiong-ki tertegun, setelah itu dia tertawa
lagi. Walaupun kejadian ini berlangsung sangat singkat,
namun perubahannya sangat rumit. Dia lalu berkata seperti
sedang bertanya sepintas:
"Ternyata kau sedang mencurigai kata-kataku."
"Maaf. Aku tidak boleh hanya mendengar dari satu pihak
saja" "Kata-katamu tidak salah, mendengar penjelas-an dari satu
pihak saja akan membuat orang menjadi salah paham. Ini
sangat berbahaya. Tapi kalau kau ingin membuktikannya,
paling baik kau jangan menemui Boh Tan-ping."
"Kalau begitu harus mencari siapa?"
Hiong-ki mengatakannya sepatah demi sepatah kata.
"Carilah Thiat-yan"
"Wie Kie-hong sedang mencari dirinya. Dia mendapatkan
kabar yang sangat mengejutkan. Mungkin berita yang
didengarnya ini adalah sebuah kebohongan yang sangat enak
didengar. Kalau kau orang yang baik, aku ingin meminjam
sebuah barang darimu"
"Katakanlah! asalkan aku memilikinya"
"Aku ingin meminjam surat yang sudah kau tunjukkan
padaku dulu" "Surat?" "Betul. Surat yang ditulis oleh Cu Siau-thian untuk Boh Tanping"
sekejap saja rasa terkejut Hiong-ki menurun. Dia
bertanya dengan ramah. "Untuk apa kau ingin meminjam surat itu?"
"Menjadi sebuah bukti untuk menginterogasi seseorang"
"Menginterogasi siapa?"
"Menginterogasi orang yang terlibat pada waktu itu"
"Apakah kau tahu mengapa waktu itu aku hanya
memperlihatkan surat itu sekilas padamu dan setelah itu
menyimpannya kembali" Ini karena aku takut kau akan
mendapatkan masalah"
"Mendapat masalah" Aku tidak mengerti apa yang kau
maksud." "Tidak masalah apakah Cu Siau-thian, ataukah Boh Tanping,
kau bukan lawan tandingan mereka"
Tu Liong menjadi muram. Dia lalu berkata: "Kata-katamu
ini harus diralat. Dunia ini bukanlah dunia dimana semua
urusan bisa diselesaikan hanya dengan menggunakan tenaga
manusia saja. masih ada hukum negara, aturan langit, etika
antarmanusia." "Dengarlah kata-kataku. Kau carilah Thiat-yan dan
berbicara dengannya"
"Thiat-yan dengan Boh Tan-ping sering ber-sama-sama.
Kalau gerak-gerikku terlihat olehnya, tetap saja dia bisa
bertindak tegas menghadapiku"
Hiong-ki berpikir, lalu berkata: "Setelah Wie Kie-hong
berbicara dengan Thiat-yan, apakah dia akan meminta
pendapatmu?" "Pasti" "Kalau begitu, dia pasti sudah memberi-tahumu tentang
satu hal. Boh Tan-ping dan Cu Siau-thian selama bertahuntahun
ini selalu menjaga hubungan. Sebenarnya Thiat-yan
juga mengerti hal ini, karena itu asalkan salah mengaturnya,
pertemuanmu dengan nona Thiat-yan, Boh Tan-ping juga
pasti akan mengetahuinya."
"Kalau begitu aku ingin meminta tolong Hiong heng untuk
mengaturnya" Hiong-ki menyetujuinya, lalu meminta Tu Liong pergi ke
sebuah rumah makan satu tingkat yang berada di sebelah
barat untuk menanti. Ini membukti-kan satu hal, Hiong-ki
diam-diam bisa menghubungi nona Thiat-yan.
Tapi apa gunanya informasi ini" dari awal, Tu Liong selalu
dipenuhi rasa percaya diri, karena dua tujuan. Mencegah
Thiat-yan melakukan tindak kejahatan, mencari tahu sampai
jelas barang apa yang sedang dicari Thiat-yan. Dia bahkan
bersedia menolong dirinya. Namun sekarang keadaan berubah
sampai seperti ini. bahkan hubungan balas budi sudah
berubah sampai seperti ini, semakin lama semuanya terasa
semakin rumit. Sebenarnya kemana dia harus melangkah" Tu Liong
merasa bimbang. Dia hanya tahu kalau dia sedang
menapakkan kaki di jalan yang sangat berbahaya. Tidak ada
satu orang pun yang ingin menapakkan kakinya di jalan
yang berbahaya. Namun dia malah memutuskan untuk terus
berjalan disana. Dia tidak takut, dia hanya merasa kesepian. Satu-satunya
orang yang dapat dipercaya adalah Wie Kie-hong. Namun dia
tidak ingin menarik Wie Kie-hong untuk berjalan bersama
dirinya di jalan yang berbahaya ini.
Tu Liong kembali melihat wajah yang sudah sangat
dikenalnya. Boh Tan-ping. Dari tatapan mata lawannya, bisa
terlihat Boh Tan-ping sudah memperhatikannya sangat lama.
Dia bermaksud ingin menghindar. Namun ternyata Boh
Tan-ping menghampirinya. "Adik Tu, aku ingin meminta maaf atas apa yang sudah
kulakukan kemarin ini." ternyata sikap Boh Tan-ping
sangatberbalikkan. "lukanya tidak parah kan?"
"Kau sedang merencanakan apa?"
Jawaban Tu Liong sangat terus terang.
"Adik Tu, aku hanya ingin menunjukkan ketulusanku minta
maaf, tidak ada maksud lain"
"Kalau begitu, mengapa kemarin ini...?"
"Kemarin ini karena kau adalah anak buah Cu Siau-thian,
aku menganggapmu sebagai kaki tangan-nya. Setelah aku
dengar kau sudah memutuskan hubungan dengan Cu Siauthian,
karena kau sudah membulatkan tekadmu dan
membuatnya marah" Tu Liong sangat terkejut. Bagaimana bisa berita ini begitu
cepat menyebar" Bukankah Boh Tan-ping mempunyai
hubungan yang akrab dengan Cu Siau-thian" Mengapa
sekarang dia menunjukkan sikap yang seperti ini"
Jika Hiong-ki dibandingkan Boh Tan-ping, tentu saja Hiongki
lebih bisa dipercaya, dengan demikian berarti perkataan Boh
Tan-ping tidak tulus" Apa taktik yang sedang dikerjakannya"
"Adik Tu, kita harus berbicara"
"Apa yang masih bisa dibicarakan?" Balas Tu Liong masih
terdengar dingin "Adik Tu, jangan emosi dulu" semua kata kata Boh Tanping
terdengar lemah lembut, "aku berterus terang padamu,
musibah besar sekarang sudah ada didepan mata. hanya kau
yang bisa menyelesaikannya"
"Kau terlalu berlebihan menilaiku"
"Aku mengatakan hal yang sebenarnya. Tapi keputusannya
ada ditangan Leng Taiya. Orang yang berada di sisi Leng
Taiya adalah Wie Kie-hong. Orang yang berada di sisi Wie Kiehong
adalah dirimu." Diam-diam hati Tu Liong tergerak. Namun dia tidak
menunjukkannya. Dia hanya menggeleng gelengkan kepala
dan berkata: "Aku tidak mengerti apa maksudmu"
"Kalau kau tidak mengerti, aku akan mengata-kan lebih
detail lagi. Dulu ketika Tiat Liong-san datang ke kota, dia
membawa sebuah kopor kulit berwarna kuning. Didalam kopor
itu tersimpan sebuah barang yang sangat penting. Ketika Tiat
Liong-san ditangkap oleh orang suruhan pemerintah, kopor
kulit itu disimpan di gudang penyimpanan barang peninggalan
terdakwa. Namun tidak lama kemudian Leng Taiya menyuruh
orang untuk mengambilnya. Kami sudah menyelidikinya"
"Buktinya?" "Kalau kami memiliki bukti, apa mungkin Leng Taiya tidak
mengakuinya?" "Aku tidak percaya"
"Aku juga tidak percaya. Sebelum datang ke Pakhia, aku
dan Thiat-yan selalu menyangka kopor ini jatuh ke dalam
tangan Cu Taiya. Karena itu kami sudah salah sangka....adik
Tu, barang itu sangat berharga.
Berdasarkan perkiraan kita, pada waktu itu Leng Taiya
sudah pernah membawanya ke Hui Taiya untuk menanyakan
perkiraan harganya. Hui Ci-hong mengetahui tentang hal ini,
karena itu dia dibunuh."
"Kalau menurut kata-katamu, orang yang sudah
membunuh Hui Taiya adalah Leng Taiya"
"Sepertinya tidak mungkin salah"
"Tidak ada alasan"
"Dibunuh untuk menutup mulut....apakah alasan ini tidak
cukup?" "Leng Taiya sudah menderita luka yang berat. Dia
kehilangan tangannya. Mana mungkin dia bisa pergi
membunuh orang lain?"
"Dia tidak perlu turun tangan sendiri"
"Kalau begitu siapa yang sudah membantu membunuh Hui
Taiya?" "Bukankah Leng Taiya memiliki seorang pengikut yang
sangat setia padanya?"
"Wie Kie-hong?"
"Bukan Wie Kie-hong, tapi Wie Ceng ayahnya" Tu Liong
terkejut, dia terdiam sangat lama. Boh Tan-ping melanjutkan
kata-katanya, "Mungkin juga Leng Taiya sejak lama sudah
memperhitungkan keadaan hari ini, karena itu dia mengatur
sebuah siasat. Sebenarnya Wie Ceng tidak pernah pergi
mengemban tugas, dia juga belum mati. Diam-diam dia
membunuh untuk Leng Taiya."
Kata kata Boh Tan-ping sangat berkebalikan dengan
kesimpulan yang dibuat oleh Thiat-yan. Ini membuktikan
bahwa walaupun mereka berdua saling berhubungan, namun
pendirian mereka jauh berbeda. Karena itu Tu Liong kembali
menaikkan penilaian dirinya terhadap Hiong-ki.
"Apakah kau percaya?"
"Setengah percaya setengah tidak percaya"
"Aku sudah sangat puas. Orang yang satunya lagi sangat
tidak percaya kata-kataku"
"Siapa?" "Thiat-yan" "Oh,?" dia tidak percaya kata-katamu?"
"Dia menyangka kopor itu berada didalam tangan Cu Siauthian.
Dia memang seorang yang tidak sabaran. Dia langsung
merencanakan menggunakan kekerasan, bukankah ini
berbahaya?" "Kau kedengarannya membela Cu Taiya"
"Tidak. Sebenarnya aku sedang memikirkan kebaikan Thiatyan.
Aku tidak ingin dia salah mem-bunuh orang dan
menanggung akibat yang berat."
Tu Liong hanya diam. setelah beberapa lama, dia baru
berkata: "Aku pasti akan menyelidiki hal ini. bagaimana kalau nanti
kita bertemu lagi?" "Boleh saja. Malam ini di lapangan besar bagian belakang
sebelum fajar menyingsing."
0-0-0 BAB 9 Penyelesaian Didalam sebuah rumah makan di sebelah barat kota, Tu
Liong menjumpai nona Thiat-yan. Berdasarkan kata-kata
Hiong-ki, pertemuan ini tidak diketahui oleh Boh Tan-ping. Tu
Liong datang kesana bersama Hiong-ki, Namun Hiong-ki tidak
ikut makan. Dia duduk diluar ruang makan untuk berjaga-jaga
dan melihat-lihat keadaan, sekaligus menikmati pemandangan
alam. Pada saat itu langit cerah berwarna biru muda, hanya
sedikit awan putih yang terlihat di langit.
"Seharusnya sejak awal kita bertemu dan berbicara santai
seperti ini" Ini adalah kalimat pembuka yang diucapkan nona Thiatyan.
"Betul" sebelum datang kesini, Tu Liong sudah membuat
draft catatan yang ingin dibicarakan, karena itu dia membalas
kata-katanya dengan sangat tenang.
"Namun sebelumnya kita berdua harus mempersiapkan diri
untuk berkata dengan jujur"
"dari awal aku memang bermaksud jujur, bagaimana
dengan dirimu?" Thiat-yan masih terlihat santai.
"Tentu saja aku akan jujur padamu" jawab Tu Liong
berusaha untuk ikut santai.
Setelah itu Tu Liong langsung mengajukan pertanyaan
"Kau datang kemari dan langsung melukai banyak orang.
Apa tujuanmu melakukan hal itu?"
"Semua orang yang kulukai adalah mereka yang sudah
menjadi kaki tangan dalang kejahatan membantu mencelakai
ayahku, aku hanya melukai bagian kecil tubuh mereka, itu
sebenarnya sudah sangat baik sekali."
"Nona Thiat-yan, aku tertarik dengan kata yang tadi kau
gunakan 'kaki tangan'........kalau begitu menurutmu siapakah
pelaku kejahatan sesungguh-nya?"


Walet Besi Karya Cu Yi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Thiat-yan menjawabnya patah demi patah kata dengan
jelas: "Cu Siau-thian"
Tu Liong terus mendesaknya.
"Apakah kau punya bukti?"
"Sebenarnya punya, namun saat ini sulit ditunjukkan"
"Kalau begitu mengapa kau tidak langsung menghukum
pelaku kejahatan?" "Waktunya belum tepat"
"Memangnya apa yang sedang kau tunggu?"
"Menunggu sampai kopor kulit peninggalan ayahku sudah
ditemukan." "Aku dengar kabar yang beredar. Menurut gosip katanya
ketika ayahmu mendapat celaka, kopor kulit itu sudah di sita
di gudang barang sitaan. Setelah itu Leng Souw-hiang
menyuruh orang datang meng-ambilnya"
"Ini memang kenyataan, hanya saja belakangan aku
ketahui kalau kopor ini jatuh ke tangan Cu Siau-thian. Leng
Souw-hiang selalu menghormati Cu Siau-thian, karena itu dia
tidak berani membocorkan rahasia ini keluar"
"Mengapa kau tidak pergi mencari Cu Siau-thian?"
"Karena kau selalu berada di sisinya"
"Kau terlalu tinggi menilai diriku. Apakah kau takut pada
orang yang tidak memiliki nama sepertiku?"
"Tentu saja aku tidak takut padamu. Namun aku tidak ingin
melukai orang yang tidak ada hubungannya dengan masalah
ini. aku sudah pernah memperingati Wie Kie-hong hal yang
serupa, sekarang ini aku juga ingin memberimu peringatan
yang sama. Jangan menghalangi ku, kalau tidak..."
Aku datang kemari bukan untuk men-dengarkan
peringatanmu. Aku datang kemari karena aku ingin mengerti
masalah yang sebenarnya terjadi. Kau tadi mengatakan bahwa
kopor ini sedang berada di dalam tangan Cu Siau-thian. Aku
ingin melihat bukti apa yang mendukung kata-katamu ini"
"Cepat atau lambat aku pasti akan menunjukkannya
padamu." Tu Liong lalu mengajukan topik yang baru.
"Apakah Boh Tan-ping tahu kau datang kemari?"
"Dia tidak tahu. Bukankah tadi Hiong-ki sudah
mengatakannya padamu?"
"Sebenarnya sebelum aku datang kemari, aku sudah
bertemu dengan Boh Tan-ping"
"Oh...?" nona Thiat-yan merasa terkejut, "apakah kau yang
sudah mengundangnya untukbertemu?"
"Tidak. Dia tiba-tiba datang mencariku"
"Apa yang kalian bicarakan?"
"Membicarakan tentang masalah ayah Wie Kie-hong.
Menurut kata-katamu pada Wie Kie-hong, ayahnya masih
hidup. Hanya saja sekarang ini dia sedang berada dibawah
penindasan Cu Siau-thian. Tapi berdasarkan apa yang sudah
dikatakan oleh Boh Tan-ping, cerita kalian berdua bertolak
belakang" "Bagaimana ceritanya?"
"Dia mengatakan bahwa Wie Ceng belum mati, mengenai
cerita bahwa dia meninggalkan kediaman keluarga Leng
Souw-hiang untuk menunaikan tugas, itu hanyalah isapan
jempol saja. Sebenarnya Leng Souw-hiang sengaja
mengaburkan kejadian yang sebenarnya agar gerak-gerik Wie
Ceng selanjutnya tidak akan diperhatikan orang lain"
"Apakah benar Boh Tan-ping berkata seperti itu?"
"Kau seharusnya dapat melihatnya. Aku bukanlah orang
yang suka berbohong"
"Kau juga harus mempercayai kata-kataku. Kalau Boh Tanping
tidak sengaja mengatakannya untuk menggoyang fakta,
dia pasti sudah menjadi korban penipuan Cu Siau-thian. Wie
Ceng sebenarnya sedang dibawah tekanan Cu Siau-thian.
Suatu saat nanti kau pun pasti akan mengerti"
Tu Liong merasa sulit membuat kepastian. Sebenarnya
kata-kata siapakah yang dapat dipercayainya" Tapi dia sangat
menghargai jawaban Thiat-yan, karena pemecahan masalah
ini sangat menentukan banyak hal.
Sementara waktu dia mengesampingkan masalah ini. dia
lalu mengajukan pertanyaan yang lain.
"Thiat-yan, kapan kau berencana untuk turun tangan
memaksa Cu Siau-thian menceritakan tentang kopor kulit
berwarna kuning itu?"
"Malam ini" "Apakah kau yakin bisa mendapat jawaban-nya?"
"Kalau kau tidak ikut campur, setidaknya aku tidak merasa
khawatir" Thiat-yan menjawab pertanyaan dengan sangat pandai.
Tentu saja ada kemungkinan kata kata ini keluar dari lubuk
hatinya yang terdalam. Pendek kata, kata-kata Thiat-yan ini
tersirat niat persahabatan.
"Baiklah, aku akan menggunakan waktu yang tersisa untuk
membuktikan yang mana yang benar yang mana yang tidak
benar. Malam ini aku tidak akan berada dirumah. Nona, aku
harus memberitahu satu hal. Kau mungkin tidak memiliki
kesempatan seperti yang kau bayangkan"
Thiat-yan tertawa tapi tidak berkata apa-apa.
Setelah itu kedua orang ini bersama-sama makan makanan
yang sudah terhidang didepan mereka dengan santai. Selain
itu mereka masih mengangkat cawan arak dan saling tos.
"Nona, ada satu hal yang sangat mengganjal di dalam
hatiku" "Oo...?" "Mengapa kau bisa menerima Boh Tan-ping yang bermuka
dua?" Thiat-yan berkata dengan penuh perasaan: "Orang itu
sudah kupanggil paman dari kecil. Setelah aku tahu dia masih
mempertahankan hubungan dengan Cu Siau-thian, aku tetap
tidak bisa berpaling muka darinya. Lagipula ini bukan waktu
yang tepat untuk berpaling."
"Betul ! kata-katamu yang terakhir adalah kata-kata yang
paling masuk akal" Thiat-yan tertawa manja. Dia memiliki sifat lemah-lembut
yang biasa dijumpai dikalangan nona muda, namun dia juga
memiliki ketegasan yang dimiliki kaum pria.
"Aku datang ke Pakhia, lalu mengenal kau dan Wie Kiehong,
aku merasa senang. Sayang sekali diantara kita
terdapat hubungan balas budi dan balas dendam yang rumit.
Masing-masing punya pendirian sendiri, kalau tidak...."
"Nona, aku adalah orang yang sangat menyunjung tinggi
kebenaran, dan menentang orang-orang yang berbuat jahat.
Nona tenang saja. Didalam situasi apapun, kita bertiga selalu
bisa menjadi kawan baik"
"Benarkah?" "Aku tidak pernah berbohong"
"Kalau begitu aku pantas memanggilmu dengan sebutan Tu
toako" Tu Liong hanya tertawa, Thiat-yan juga ikut tertawa.
Sepertinya semua masalah persahabatan diantara mereka
sudah terselesaikan "Adik Yan!" sekarang Tu Liong sudah menyebutnya dengan
panggilan yang lebih akrab.
"Ada satu hal yang ingin kujelaskan. Aku hanya
memberimu satu kesempatan untuk datang menghadap Cu
Siau-thian menanyakan tentang barang peninggalan ayahmu
itu" "Hanya memberiku satu kesempatan" Apa maksud katakatamu
itu?" "Hanya malam ini"
"Sebenarnya aku juga hanya bisa melakukan malam ini
saja..." "Oo..?" Tu Liong menyadari bahwa raut wajah Thiat-yan
segera berubah menjadi serius, segera dia bertanya, "apa
maksud kata-katamu itu?"
"Toako! apakah kau masih belum mengerti" Cu Siau-thian
tidak hanya memiliki ilmu silat yang hebat, selain itu dia juga
pandai membuat siasat. Aku hanyalah seorang gadis kecil,
mana mungkin aku bisa menang melawan dia" Yang aku miliki
hanya sebuah hati yang berbakti, dan darah yang panas. Tapi
pasti ada orang yang membantuku membalas dendam."
Walaupun Tu Liong sangat terenyuh, tapi dia tidak
menjawab. Dia sangat mengerti bahwa janji yang diucapkan
seperti bekas tato yang ditempel besi panas, selamanya dia
tidak bisa ingkar. Acara makan siang bersama ini harus berakhir juga. Karena
Thiat-yan sudah minum beberapa cawan arak, kedua pipinya
merona merah. Dia tampak semakin manis.
Diam-diam Tu Liong terpesona. Namun dia berusaha untuk
menahan perasaannya. Setelah selesai, kedua orang ini berdiri. Tempat mereka
berdua makan adalah sebuah ruang makan tertutup, pintu
masuknya ditutup rapat. Tu Liong menarik pintu masuk
bermaksud keluar bersiap-siap membayar rekening. Tanpa
diduga ternyata Hiong-ki sedang berdiri tegak didepan pintu
masuk. "Mengapa Hiong heng tidak masuk kedalam dan duduk
bersama kami?" Mendadak Hiong-ki jatuh bergedebuk kedepan, sebuah
pisau menancap di punggung.
Thiat-yan segera menggeliatkan tubuh bermaksud melesat
menerjang keluar. Namun dengan cepat Tu Liong menjulurkan
tangannya dan menahan gerakannya. Segera dia bertanya:
"Kau mau kemana?"
"Mengejar pelakunya"
"Adik Yan!" mungkin karena tegang, secara reflek dia
kembali memanggil panggilan akrabnya.
"Kepandaian Hiong-ki sangat tinggi, kau sudah tahu
tentang hal ini. kalau ada orang bisa begitu mudah
menancapkan pisau di punggungnya, walaupun menemukan
pelakunya, apa yang bisa kau lakukan terhadapnya?"
Thiat-yan hanya mendengus keras. Dia lalu melihat mayat
yang tergeletak di tanah.
Dia tidak berkata sepatah katapun.
"Adik Yan! ayo kita pergi dari sini"
"Apakah kita akan membiarkan Hiong-ki terbaring disini dan
tidak memperdulikannya?"
"Bukan tidak memperdulikan, tapi sekarang ini bukan
waktu yang tepat. Petugas polisi di Pakhia sangat merepotkan.
Bagaimana kau akan menghadapi mereka?"
"Kalau begitu....kalau begitu apa yang harus kita lakukan
sekarang?" "Percaya padaku. Seluruh masalah ini akan kuselesaikan
sendiri, kau harus segera pergi dari sini.... ayo kemari!"
Tu Liong segera menarik tangannya "Cepat ikut aku"
Kebetulan sekali seorang pelayan datang membawa
sepiring makanan ringan. Tu Liong segera mencegatnya:
"Ayo antarkan, kami ingin membayar rekening"
"Tidak perlu terburu-buru! "pelayan itu berkata dengan
ramah, "coba anda cicipi makanan ringan ini, ini adalah
makanan spesial yang khusus dibawakan dari tempat jauh...."
"Kami akan memakannya lain kali. Kami masih ada urusan
mendesak!" Tu Liong khawatir pelayan ini menemukan mayat yang
tergeletak di lantai. Kalau dia berteriak teriak, mereka berdua
pasti akan sulit melarikan diri. karena itu dia terus mendesak
pelayan tadi mengantar mereka kebawah.
Sampailah mereka di kasir tempat membayar makanan
yang terletak didepan. Segera Tu Liong membayar semua
rekening makanan. Setelah itu dia segera menarik Thiat-yan
pergi. Di luar rumah makan ada kereta kuda yang menunggu
tamu yang ingin menumpang. Kedua orang ini segera naik
kereta. Tu Liong segera menyuruh kusir kuda untuk
berangkat: "Ke pintu sebelah barat kota"
Dia lalu menurunkan tirai penutup jendela. Kereta kuda
langsung bergerak. Tangan Thiat-yan masih berada di dalam
genggaman tangan Tu Liong. Kedua orang ini tampaknya
tidak menyadarinya. "Sekarang keadaan sudah berubah menjadi buruk. Ada
banyak hal yang harus aku mengerti, apa hubungan Hiong-ki
dengan dirimu?" "Ceritanya panjang"
"Kalau begitu tolong buatlah ceritanya menjadi singkat dan
jelaskan padaku" "Dia seorang pengembara yang terkenal yang disebut "Dia
yang berjalan sendirian"...."
"Pengembara" Bagaimana kau bisa berhu-bungan dengan
seorang pengembara?"
"Kau mungkin sudah salah paham. Orang -orang
menyebutnya sebagai seorang pengembara karena dia tidak
memiliki rumah ataupun keluarga. Tidak punya ayah ataupun
ibu. Mereka tidak menyebutnya sebagai 'bandit pengembara'.
Kalau dia masih lebih muda sepuluh tahun, dia pasti akan
dipanggil 'seorang pendekar dari negri timur'. Kami berdua
bertemu secara tidak sengaja. Pada waktu itu aku baru
berumur lima belas tahun. Sejak saat itu, dia selalu
memperhatikanku, dan merawatku....
"Kalau begitu kalian berdua pasti memiliki hubungan yang
dekat" "Betul. Hubungan kami seperti seorang ayah pada anak
perempuannya. Seperti kakak pada adik perempuannya.
Didalam hatiku, dia seperti seorang dewa pelindung"
Kalian adalah orang yang sangat lurus. Sekali melihatnya,
aku langsung merasa kagum padanya.... betul juga! dia
mempunyai sepucuk surat, ini adalah surat rahasia yang ditulis
oleh Cu Siau-thian untuk Boh Tan-ping. Apakah kau pernah
melihat surat ini sebelum-nya?"
"Belum. Dia tidak pernah mengatakan tentang masalah ini
padaku" "Aneh" seharusnya dia sudah memberitahu"
"Dia tidak senang mengatakan kejelekan orang lain. Aku
pernah bertanya padanya, bagaimana pandangannya terhadap
Boh Tan-ping. dia hanya tertawa dan tidak berkata apa-apa"
"Aneh. Dihadapanku dia sudah beberapa kali mengatakan
kejelekan Boh Tan-ping....adik Yan! dia begitu memperhatikan
dirimu. Kalau kau harus menghadapi seorang penjahat, dia


Walet Besi Karya Cu Yi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pasti akan mengingatkanmu."
"Sejauh pengetahuanku, dia adalah orang yang cuek (tidak
banyak perduli). Tapi didepanku dia selalu tertawa dengan
sangat hati-hati. berkata satu kalimat, melakukan suatu hal,
selalu dilakukan dengan penuh perhatian."
"Baiklah. ... sekarang kita bahas pertanyaan kedua! Kirakira
siapa yang membunuh Hiong-ki?"
"Menurutmu?" "Aku yakin orang itu adalah Boh Tan-ping"
"Mengapa kau tidak menyangka orang lain" Mengapa kau
langsung menunjuk padanya" jangan menilai dengan
subjektif" "Aku mengatakan hal ini karena aku memiliki sebuah bukti"
"Apa buktinya?"
"Aenjata yang digunakan oleh Boh Tan-ping adalah pedang
bergigi gergaji" "Betul" "Kemarin ini dia pernah menghadang jalanku, lalu
bermaksud membunuhku. Untung saja sebelum dia berhasil,
Hiong-ki datang menolongku"
"Apakah benar terjadi seperti ini?" Thiat-yan terlihat
sungguh terkejut "Bahu kananku terluka parah. Sekarang bahu ini sudah
kuobati. Kalau tidak percaya, silahkan lihat"
"Aku percaya....hanya saja pendapatmu yang mengatakan
bahwa Boh Tan-ping sudah membunuh Hiong-ki, aku tidak
setuju" "Kenapa?" "Selain senjata pedang bergigi gergaji yang digunakan Boh
Tan-ping, dia tidak memiliki senjata yang lain. Terlebih lagi
pengalamannya berkelana di dunia persilatan, Boh Tan-ping
tidak mungkin menye-rang seseorang dari belakang."
"Aku percaya kesimpulan yang kau buat. Apakah mungkin
ada orang lain yang ikut ambil peran" Siapakah orang ini?"
"Aku curiga Cu Siau-thian"
Tebakan yang dibuat oleh kedua orang ini terasa saling
menuding... "Mengapa kau curiga dirinya?" walaupun hati Tu Liong
mulai panas, namun dia tetap terlihat tenang.
"Hiong-ki selalu mengorek-ngorek dan menye- barkan
rahasia pribadi Cu Siau-thian. Tentu saja Cu Siau- thian harus
membunuhnya...." "Sekarang aku akan mengantarmu pulang. Malam ini
sebelum kau bertemu dengan Cu Siau-thian, aku ingin
bertemu dulu denganmu."
Berkata sampai sini, Tu Liong segera memp-rintahkan sais
kereta kuda agar berputar kembali ke gang San-poa untuk
mengantar Thiat-yan. Setelah Thiat-yan turun, kereta kuda
berputar kembali menuju timur ke arah perumahan mewah.
Tidak lama kereta kuda sampai di depan kediaman Leng
Taiya. Wie Kie-hong sedang murung dan mengurung diri didalam
kamarnya. Setelah Tu Liong datang, barulah Wie Kie-hong
mau membuka pintu. "Kau kenapa" sedang murung?"
"Tu toako! melihat gelagatmu sepertinya ada urusan yang
penting" "Aku ingin memberitahumu sebuah kabar buruk"
"Oh...?" "Hiong-ki sudah mati"
"Oh!" Wie Kie-hong langsung loncat dari tempat duduknya.
Didalam benaknya Hiong-ki sudah sangat dekat baginya.
"Mati" Bagaimana matinya?"
"Sebuah pisau menancap di punggungnya"
"Bagaimana mungkin" Kungfunya...."
"Kie-hong! orang yang memiliki ilmu silat yang lebih
hebatpun belum tentu bisa terus hidup kalau pisau menancap
di punggungnya. Kejadian ini sangat mengerikan."
"Sepertinya ada hal lain yang ingin kau katakan"
"Aku tidak bermaksud mengatakan hal yang lain. Aku
hanya berharap kau bisa meningkatkan kewaspadaan. Diamdiam
ada musuh lain yang sedang memperhatikan kita"
"Siapa?" "Aku juga tidak tahu siapa orangnya. Tapi bagaimanapun
tetap saja ada seorang musuh yang seperti ini, mungkin lebih
dari satu orang. Bagaimana pun sebaiknya kita waspada"
"A pakah kau datang kemari untuk menyampaikan ini?"
"Ya" "Kau tidak perlu berkata pun aku sudah tahu. Melihat dari
gelagat ketika kau datang, aku tahu pasti sudah terjadi suatu
hal genting." "Wie Kie-hong!"
Bagaimanapun kalau Wie Kie-hong dibandingkan dengan
dirinya, tampak Tu Liong lebih dewasa, ini karena dia lebih
bisa mengontrol emosinya.
"Setidaknya ada satu hal yang membuat mu senang, yaitu
kabar kalau ayahmu masih hidup. Bagaimanapun juga ini lebih
baik daripadaku. Aku sendiri bahkan tidak tahu bagaimana
rupa ayah kandungku sendiri"
"Tu toako! aku...."
"Kau dengar dulu apa yang ingin ku katakan.."
Tu Liong menghirup nafas dalam-dalam. Suaranya yang
nyaring dan bertenaga itu perlahan lahan berkata:
"Selama orang masih hidup di dunia, selain kasih sayang
antar sesama keluarga, masih ada banyak hal yang lebih
berharga. Hal ini adalah hal penting yang harus diperhatikan.
Selain tata krama, masih banyak aturan yang harus dipatuhi.
Wie Kie-hong, selain memikirkan ayah kandungmu, selain
berharap agar dirinya selamat dari bahaya, berharap hidup
tenang sampai tua, apakah kau tidak memikirkan hal lainnya?"
Kata-kata ini lumayan panjang, lumayan menusuk. Namun
tetap saja Tu Liong mengatakan semuanya sekaligus. Dia
bahkan tidak memasang banyak jeda ditengah kata-katanya.
Wie Kie-hong mendengar semua nasihat ini, sepertinya dia
terkejut mendengar setiap patah kata nasihatnya. Setelah Tu
Liong selesai mengatakan semuanya, segera dia berkata:
"Tu toako! aku bukanlah orang seperti itu. aku selalu
mementingkan tata krama, tapi juga menjunjung tinggi
kepercayaan pada teman...."
"Tiga kata terakhir yang kau ucapkan tadi, tentang
"kepercayaan pada teman" apakah kau sedang menunjuk
pada diriku?" "Tentu saja" "Tadi di dalam kediaman Cu Taiya, aku sudah bertindak
keras padamu. Apakah kau menyalahkan-ku?"
"Tentu saja aku tidak menyalahkanmu. Cu Taiya sudah
memperlakukanmu dengan sangat baik, kau pun tidak bisa
tidak menolongnya ketika dia sedang mendapat masalah.
Karena itu tadi aku segera pergi meninggalkannya. Aku tidak
ingin berselisih dengan dirimu"
"Kie-hong!" Tu Liong mengangkat tangannya, lalu menepuk bahu Wie
Kie-hong. Dia berkata dengan sangat senang.
"Kau sungguh seorang adik yang sangat baik. baiklah kalau
begitu, sekarang kita akan membahas masalah yang penting"
"Aku tahu kau ada urusan yang penting"
"Berkata kesana kemari tetap saja ingin membicarakan
tentang ayahmu...." "Aku sangat berterima kasih atas perhatianmu. Apakah kau
sudah mendengar kabar baru?"
"Ayahmu masih hidup, ini sangat jelas, hanya saja banyak
orang yang bercerita, dan masing-masing versinya berbeda,
katanya ayahmu sedang berada di bawah tekanan Cu Siauthian,
tidak ada kebebasan untuk berbuat apa-apa...."
"Betul. Aku sudah mendengar gosip yang berkata seperti
itu." Wie Kie-hong menambahkan.
"Ini adalah kata yang sudah dikatakan oleh Hiong-ki dan
Thiat-yan. Tapi aku mendengar berita lain yang nadanya
bertolak belakang dengan yang pertama. Wie Kie-hong,
apakah kau pernah mendengarnya?"
"Belum" "Menurut gosip itu, ayahmu sama sekali tidak keluar
menunaikan tugas. Leng Souw-hiang sudah menyuruhnya
memalsukan berita membuat alibi palsu, sehingga dia bisa
menjadi prajurit khusus bagi dirinya. Dia bisa menyuruhnya
setiap saat untuk melakukan kejahatan apapun tanpa
diketahui umum. "Apakah....apakah ini adalah kenyataan?"
"Jujur saja aku katakan. Pertama kali aku tidak percaya
gosip semacam ini. sekarang ini aku sedikit goyah. Mungkin
juga berita ini benar"
"Tidak !" Wie Kie-hong menggeleng-geleng kepalanya
dengan sangat sedih, "Ayah angkatku adalah generasi tua
yang penuh kasih sayang dan tanggung jawab, dia bukan
orang semacam itu" "Kau salah! siasat para pejabat pemerintahan sangat dalam
bagaikan lautan. Mereka jauh lebih berbahaya daripada para
pendekar yang sudah berkecimpung di dunia persilatan. Leng
Taiya sudah puluhan tahun berkecimpung dalam dunia
pemerintahan. Dia pasti sudah punya karakter semacam itu.
kau yang sudah melihatnya sendiri"
"Aku ........aku sungguh tidak tahu harus bagaimana
menghadapi masalah ini. bisakah kau beri aku sedikit
petunjuk" "Kita sudah mendengar dua macam gosip yang beredar.
Kedua gosip ini tidak boleh kita percaya begitu saja. Kita harus
menyelidiki kebenarannya dengan kepala dingin. Untuk
menghindari masalah hubungan dengan majikan, sebaiknya
kita berbagi tugas. Kau pergi menyelidiki Cu Siau-thian, aku
akan pergi menanyai Leng Taiya."
"Diantara mereka terdapat perbedaan yang sangat besar"
"Apa perbedaannya?"
"Cu Taiya masih sehat. Leng Taiya sedang sakit berat dan
hanya bisa berbaring di ranjang. Kita tidak bisa menggunakan
cara yang sama untuk menghadapi mereka"
"Kie-hong! bagaimana rencanamu untuk menghadapi Leng
Taiya?" "Pertama-tama aku akan memohon dengan segenap hati.
kalau sampai terakhir aku tidak berhasil, aku terpaksa
menggunakan kekerasan..."
"Kau tenang saja, aku tidak akan menggunakan kekerasan
untuk menghadapi Leng Taiya. Pertama, dia juga tidak
menguasai ilmu silat, kedua umurnya pun sudah sangat tua.
Ketiga, dia sedang merawat luka. Kalau aku menghadapinya
dengan tidak baik, bukankah ini namanya tidak sopan?"
"Tu toako, tiba-tiba aku menyadari bahwa kata-katamu
bertentangan" Tu Liong terkejut. Dia lalu bertanya:
"Kata-kataku bertentangan" coba kau katakan apa yang
bertentangan itu" "Tadi kau mengatakan bahwa selain hubungan
kekeluargaan, masih ada banyak hal yang harus lebih di
junjung tinggi. Namun sekarang kau membuat pengaturan
seperti ini, semuanya demi mencari tahu keberadaan ayahku.
Sepertinya semua urusan selain hal ini sudah kau anggap
tidak terlalu penting. Bukankah ini adalah hal yang
bertentangan?" "Kita membuat pengaturan seperti ini bukan untuk
menolong ayahmu, juga bukan untuk mempertemukan kau
dengan ayahmu. Kita melakukan ini untuk mencari tahu
kebenaran. Apakah kau mengerti" Kita sekarang sedang
mencari kebenaran, mungkin pada waktu pencarian kita harus
melukai perasaan beberapa orang, namun kita terpaksa
melakukannya." "Baiklah! kalau begitu ayo kita lakukan"
Mereka berdua memutuskan sebuah rencana lalu mengatur
apa yang akan dikerjakan. Setelah selesai, Wie Kie-hong
segera pergi ke kediaman Cu Taiya meninggalkan Tu Liong di
dalam kamarnya seorang diri.
0-0-0 Kediaman Cu Taiya tampak lebih ramai. Wie Kie-hong
datang kesana mengetuk pintu, seperti sebelumnya dia
memohon untuk bertemu. Diluar dugaan, Cu Taiya mau menemuinya. Malah dia
menyambutnya dengan ramah.
"Kie-hong! apakah kesalahpahaman mu kemarin sudah
jelas?" "Diantara kita berdua tidak pernah ada salah paham"
"Kau masih berkata tidak ada salah paham" Itu bukan
suatu urusan kecil, kau harus melihat kemarin ini betapa besar
emosimu. Masih untung aku masih bisa mengalah dan
menenangkan diri. kalau tidak...."
"Sekarang aku datang kemari bukan untuk meminta maaf.
Aku juga datang kemari bukan untuk mendengar
penjelasanmu. Aku datang kemari karena aku masih ingin
mencari tahu jawaban dari pertanyaanku kemarin. Aku punya
beberapa bukti yang bisa membuktikan bahwa ayahku
sekarang sedang berada dibawah tekanan mu."
"Aku tidak mengakuinya"
"Tadi aku pergi karena Tu Liong ada disini. Anda harus
mengerti hubunganku dengan Tu Liong."
"Kalau aku tidak sedang menghargai perasaan diantara
kalian, apakah kau pikir aku akan mengijinkanmu pergi
dengan begitu mudah?"
"Bagaimana dengan sekarang?"
"Sekarang" Ada apa dengan sekarang?"
"Sekarang Tu toako sudah memutuskan hubungan
denganmu. Kau tidak perlu lagi mempertimbangkan dirinya,
betul tidak?" "Kie-hong! kau adalah seorang generasi muda,
pandanganku tidak seperti pandanganmu. Kau datang kemari
dengan harapan setelah memecahkan misteri, kau bisa
mendapat jawaban yang sebenarnya"
"Kau tidak perlu berkompromi denganku. Kau juga tidak
perlu mengatakan kata-kata yang enak didengar. Aku punya
kepercayaan diri, aku tidak perduli betapa kata-kataku sangat
melukai hatimu, kau tidak mungkin melukaiku"
"Mengapa?" "Karena ayahku tidak mungkin dengan begitu mudahnya


Walet Besi Karya Cu Yi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membiarkanmu melukai anaknya sendiri, cobalah, pada
waktunya ayahku pasti akan keluar"
Wajah Cu Taiya menjadi hijau. Nafasnya mulai memburu.
Sepertinya amarah yang ada di dalam hatinya sudah membuat
tenggorokannya tercekat. Dia ingin mengatakan sesuatu tapi
tiada kata yang keluar. Dibelakang dirinya sudah berdiri empat orang pengawal.
Semua berbadan besar dan tinggi tegap. Sepertinya mereka
semua bisu, dan juga tuli. Namun mereka semua menatap
majikannya, sepertinya sedang menunggu perintah.
"Wie Kie-hong !" Cu Siau-thian berdiri. Dia berkata dengan
dingin, "kau terlalu muda, kau sangat mudah diperdaya oleh
orang lain. Cepat katakan padaku, siapa yang sudah
memberitahumu semua itu. cepat katakan"
"Tidak perlu dikatakan. Orangnya sudah mati"
"Sudah mati?" "Untuk apa membesar-besarkan masalah " orang ini sudah
dibunuh olehmu. Mana mungkin kau tidak mengetahuinya?"
"Kie-hong ! aku sudah sangat berbaik hati padamu. Kalau
kau terus berlaku tidak sopan pada generasi tua, aku harus
mendidikmu" "Tidak perlu berkata seperti ini. aku datang seperti ini, dan
lalu berkata dengan sikap yang seperti ini padamu, sudah
tidak ada lagi hubungannya dan rasa hormat pada generasi
leluhur ataupun generasi muda. Cu Taiya! tolong beri tahu
padaku. Dimana ayahku berada"
"Aku tidak tahu"
"Kata-katamu tidak akan bisa mengusirku dengan mudah."
"Sebenarnya apa yang kau inginkan?"
"Aku ingin mencari ayahku"
"Ayahmu sedang berada di Pakhia. Ayahmu masih hidup.
Ini aku tahu, tapi aku sama sekali tidak tahu dia ada dimana,
dia tidak pernah meng-hubungiku"
"Mengenai masalah ayahku, apakah kau tidak pernah
mendengar kabarnya sama sekali?"
"Aku sudah mendengar sangat banyak"
"Boleh aku tahu"
"Aku belum bisa memberitahu" Cu Taiya menggelenggelengkan
kepala, "karena kau sudah menilai diriku dengan
sebuah pandangan buruk. Kalau kau mempunyai pandangan
buruk, walaupun aku sudah mengatakan yang sebenarnya,
kau belum tentu percaya padaku."
"Cu Taiya, aku bisa membedakan mana yang benar mana
yang salah. Mana omongan yang jujur mana yang bohong.
Aku pasti akan mendengarkan semuanya"
"Ayahmu adalah seorang pembunuh yang sangat terkenal
di Pakhia" "Pembunuh?" Wie Kie-hong sangat terkejut.
"Kalau tidak percaya kau boleh bertanya- tanya. Lagipula
semua orang di Pakhia sudah mengetahui masalah ini"
"Jangan-jangan ayahku sudah mengandalkan hidupnya
dengan membunuh orang lain."
"Dia tidak menggantungkan hidupnya dengan membunuh
orang lain, tapi membunuh demi membalas budi. Dia tidak
membunuh demi uang, tapi membunuh demi Leng Souwhiang"
Semua cerita yang disampaikan oleh Cu Siau-thian memang
sejalan dengan apa yang sudah didengar nya selama ini.
hanya saja ada kemungkinan berita yang didengarnya selama
ini juga disebarkan oleh Cu Siau-thian. Sekarang dia
mengatakan hal ini, tentu saja membuat dia bertambah ragu.
"Aku tahu kamu tidak mungkin percaya"
"Cu Taiya, kamu mengatakan semua ini, apakah semuanya
hanya omong kosong saja" Ataukah kamu punya bukti?"
"Tentu saja aku punya bukti"
"Kalau begitu coba ceritakan"
"Hui Ci-hong adalah salah satu korban yang sudah dibunuh
ayahmu" "Bohong!" "Aku sama sekali tidak bohong. Baru saja dia membunuh
satu orang lagi" "Siapa" "Hiong-ki" Wie Kie-hong pertama-tama termenung. Setelah ihi dia
tertawa keras. "Apa yang kau tertawakan?"
"Aku sedang menertawakan dirimu. Kau sungguh sangat
licik. Jelas sekali Hiong-ki sudah dibunuh olehmu, lalu kau
mengatakan kalau ayahku yang membunuhnya. Apakah kau
pikir aku akan langsung mempercayainya?"
"Suatu hari nanti kau pasti akan percaya"
"Kau mengatakan kalau aku melihatnya sendiri, aku pasti
akan percaya, betul?"
"Bukan....kau akan percaya setelah aku mati"
Wie Kie-hong tertegun sangat lama. Dia dapat melihat
gelagat yang ditunjukkan Cu Siau-thian. Dia tampak sangat
serius dan sangat murung. Dia tidak tampak seperti sedang
bercanda, juga tidak sedang berbohong.
"Orang selanjutnya yang akan dibunuh ayahmu adalah
diriku" Cu Siau-thian berkata patah demi patah kata dengan
keras "waktunya adalah nanti malam"
Mengatakan perihal kematian adalah urusan yang
menakutkan yang lazim ditutup tutupi. Setiap kali seseorang
mengatakan tentang hal ini orang itu selalu merasa hatinya
seperti diselubungi bayangan gelap. Karena itu Wie Kie-hong
merasa bahwa Cu Siau-thian sedang merasa sangat berat hati.
Kalau Cu Siau-thian adalah target ayahnya selanjutnya,
semua keadaan sekarang berbalik. Hanya dalam seketika ini
saja, Wie Kie-hong merasa terenyuh.
"Kie-hong! kau seharusnya mengerti, orang yang paling aku
percayai adalah Tu Liong. Tapi Tu Liong sudah memutuskan
hubungan denganku. Apakah kau tahu mengapa ini terjadi?"
Cu Siau-thian berhenti berbicara untuk beristirahat sejenak.
Setelah itu dia melanjutkan kata-katanya, "Ini karena aku
sengaja membiarkan dirinya memutuskan hubungan
denganku." "Mengapa kau melakukan hal itu?"
"Ayahmu mau membunuhku. Tu Liong pasti akan sekuat
tenaga berusaha melindungiku. Pada dasarnya Tu Liong bukan
tandingan yang seimbang kalau harus melawan ayahmu.
Kalau begitu caranya, bukankah aku sama seperti
menyuruhnya mati" Karena itu aku membiarkan dia
memutuskan hubung-an agar dia tidak terlibat masalah ini,
untuk meng-hindari dirinya dari masalah."
Saat ini, perasaan dan pikiran Wie Kie-hong menjadi sangat
rumit. Rumitnya sampai mencapai batas. Orang yang selama
ini dikiranya sebagai seorang pembunuh yang kejam, ternyata
adalah seorang pahlawan dunia persilatan. Setelah semakin
jauh mencari tahu, ternyata malah ayahnya sendiri pembunuh
yang sedang dicarinya. Kenyataan yang sungguh mengerikan
Tapi apakah kata-kata Cu Siau-thian dapat diandalkan"
Kalau begitu saja mempercayainya sepertinya tidak
mungkin. Tapi kalau harus sama sekali tidak mempercayainya,
Wie Kie-hong pun tidak mampu melakukannya. Dia tidak
pernah tahu bagaimana tabiat dan karakter ayah aslinya, apa
saja yang sudah dikerjakannya. Terhadap kejadian yang
sebenarnya pun dia sama sekali tidak tahu. Karena itu dia
tidak mampu membuat sebuah dugaan yang setidaknya
mendekati apa yang sedang terjadi.
"Cu Taiya, kalau semua yang sudah kau ucapkan tadi
adalah kenyataan, aku akan menghargai informasimu. Tapi
kalau ternyata kata katamu tadi tidak benar, pada akhirnya
aku pasti akan mengetahuinya. Pada waktu itu aku pasti akan
datang kemari mencarimu. Aku tidak mungkin memaafkan
orang yang sudah menjelek-jelekkan nama ayahku."
Setelah Wie Kie-hong mengucapkan semua yang ingin
dikatakannya, dia lalu bertanya lagi, "Cu Taiya, apakah kau
bisa membuktikan semua kata-katamu tadi?"
"Kau hanya perlu menunggu. Nanti kau akan melihat
sendiri buktinya" "Menunggu dan melihat sendiri?"
"Betul. Setelah kau melihat mayatku, kau akan tahu kalau
semua yang sudah kukatakan tadi adalah kenyataan. Tidak
akan ada orang yang mau menggunakan nyawa sendiri
sebagai pembuktian ucapannya sendiri"
Wie Kie-hong berkata dengan emosi:
"Kalau ayahku memang seperti apa yang sudah kau
ceritakan, aku pasti akan berusaha sekuat tenaga untuk
menghentikannya. Cepat katakan padaku, dimana aku bisa
menemuinya" "Di kota Pakhia ini hanya ada satu orang yang tahu persis
dimana dia berada" "Siapa?" "Leng Souw-hiang"
Wajah Cu Siau-thian tampak serius namun murung. Katakatanya
pun diucapkan dengan penekanan yang kuat. Kalau
semua yang sudah diucapkannya tidak benar, maka dia
pastilah seorang pembohong yang sangat berbakat
"Aku ingin menanyakan satu hal lagi padamu. Pada waktu
itu kalian mencelakai Tiat Liong-san, apa sebenarnya motivasi
kalian?" "Apakah kau ingin mendengar jawaban yang sebenarnya
ataukah jawaban yang enak didengar?"
"Tentu saja jawaban yang sebenarnya"
"Semua orang sudah tahu kalau aku punya dendam dengan
Tiat Liong-san. Karena itu aku berurusan dengan pejabat
pemerintahan, dan lalu bekerja sama mencelakai dia.
Sebenarnya akulah yang dirugikan....
Wie Kie-hong tidak melanjutkan pertanyaan. Dia hanya
diam menunggu lanjutan kalimatnya.
"Sebenarnya orang yang ingin mencelakai Tiat Liong-san
adalah Leng Souw-hiang. Dia ingin mendapatkan barang
berharga miliknya. Pada saat itu Leng Souw-hiang adalah
tangan kanan raja Su-cen. Siapa yang tidak menghormatinya"
Aku dulu juga bukan siapa-siapa."
Kalimat ini bisa dipercaya. Walaupun di kalangan dunia
persilatan, Cu Siau-thian adalah seorang pendekar yang
sangat terkenal, namun di dalam kota, ditengah tengah
kalangan pejabat pemerintahan, dia tidak lebih dari seorang
pengembara. "Pada akhirnya, apakah Leng Taiya men-dapatkan barang
yang diinginkannya?"
"Yang pasti pada saat itu Tiat Liong-san terlihat membawa
sebuah kopor kulit" "Apa isi kopor kulitnya?"
"Aku tidak tahu"
"Lalu apa maksudmu mengirim tiga pucuk surat rahasia
pada mereka semua?" "Semua itu adalah akal yang dibuat oleh Leng Souw-hiang.
Aku hanyalah kambing hitam"
"Cu Taiya ! sekarang pemerintahan baru sudah berdiri.
Leng Taiya dan dirimu sudah memiliki status sosial yang sama.
Mengapa kau harus takut padanya?"
"Karena dia menguasai seorang pembunuh hebat yang
bernama Wie Ceng." "Walaupun kau takut, belum tentu kau bisa menghindar
dari kematian. Mengapa kau tidak bangkit dan melawannya?"
"Ai... !" Cu Siau-thian menghembuskan nafas panjang. Dia
terdengar sangat berat hati "karena terlalu lama memelihara
rasa takut didalam hati, aku sudah terbiasa hidup begitu, tidak
mungkin bisa merubahnya hanya dalam waktu semalam saja.
Terlebih lagi semua orang ingin tetap hidup. Siapa yang ingin
mati" Kalau membuat marah Leng Souw-hiang, selain mati
tidak ada jalan lainnya."
"Kau tadi mengatakan bahwa ayahku sudah membunuh Hui
Taiya, dan lalu membunuh Hiong-ki. Orang yang ketiga adalah
dirimu. Apakah ini hanyalah tebakan liar saja ataukah kau
punya bukti yang kuat?"
"Tentu saja aku punya bukti"
"Kalau begitu tolong ceritakan padaku"
"Tadi Wie Ceng sudah datang kemari mem-beriku
peringatan" "Tadi?" "Betul. Tadi dia berkata kalau aku tidak bisa mengekang Tu
Liong, kalau Tu Liong masih terus ikut campur dalam urusan
ini, sebelum matahari tenggelam dia pasti akan datang
membunuhku" "Kalau kau sungguh ingin mengekang Tu Liong, kau hanya
perlu memintanya, dia pasti akan segera menuruti
perintahmu" "Tapi aku tidak rela mengekangnya"
"Mengapa?" "Generasi muda mempunyai pemikiran mereka sendiri,
mengapa aku harus mengekang dia?"
"Baiklah!" Wie Kie-hong sepertinya sudah membuat
keputusan mendadak, "mulai sekarang aku tidak akan pergi
terlalu jauh dari dirimu. Aku tidak akan membiarkan
sembarangan orang datang kemari melukaimu."
"Kau?" Cu Siau-thian bertanya dengan nada terkejut, "kau
mau menjaga diriku" Kau bahkan tidak perduli kalau kau akan
melawan ayahmu sendiri?"
"Semua orang harus melakukan kebaikan bagi orang lain.
Kebaikan untuk umum dengan keinginan pribadi selamanya
pun selalu bertolak belakang. Aku ingin bertanya pada ayahku
secara langsung, mengapa dia mau melakukan semua ini"
Setelah berkata sampai sini, tiba-tiba ada seorang pelayan
rumah yang masuk kedalam. Dia lalu berbisik-bisik di samping
telinga Cu Siau-thian. Cu Siau-thian lalu mengibaskan tangannya, pelayan itu
segera pergi keluar. "Ada tamu" "Oh...?" secara reflek Wie Kie-hong tertegun "Jangan kaget,
ini bukan ayahmu. Tamu ini adalah Thiat-yan"
"Kalau begitu sebaiknya aku sembunyi"
"Bersembunyilah dibelakang lemari"
Wie Kie-hong segera bersembunyi kebelakang lemari.
Tepat ketika dia selesai menyembunyikan dirinya,
didalam ruangan terdengar suara seorang perempuan. "Cu
Taiya?" Thiat-yan bertanya dengan dingin "Tidak berani, aku
bukanlah tuan besar."
"Aku biasa dipanggil dengan sebutan Thiat-yan, anak


Walet Besi Karya Cu Yi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perempuan Tiat Liong-san....hari ini aku datang kemari
memohon penjelasan darimu."
"Nona Tiat, silahkan duduk"
"Berdiri pun tidak apa-apa....aku hanya ingin menanyakan
sebuah barang" "Aku tahu" "Kau tahu" Tolong katakan"
"Sebuah kopor kulit berwarna kuning"
"Tidak salah" "Kalau nona ingin mencari kopor kulit itu, anda sudah
mencari orang yang salah! kopor kulit itu tidak ada padaku.
Aku bahkan tidak pernah melihatnya"
"Kalau begitu ada pada siapa?"
"Ada pada Leng Souw-hiang" Thiat-yan berkata dengan
nada dingin: "Cu Taiya, untuk apa kau melakukan hal ini"
jangan menganggap aku Thiat-yan adalah anak kecil. Anda
adalah dalang dibalik pembunuhan ayahku. Yang lain hanyalah
kaki tangan yang membantu anda."
"Tolong nona pertimbangkan sebentar. Aku hanyalah
seorang pengembara yang tidak memiliki nama, sedangkan
Leng Souw-hiang adalah tangan kanan raja Su-cen. Kalau
kami berdua dibandingkan, status kedudukan kami sangat
jauh berbeda. Apakah menurutmu dia akan mendengarkan
kata-kataku" Atau sebaliknya aku yang harus mendengarkan
dia?" Kata-kata ini bukan tidak masuk akal. Kekuasaan menekan
orang, pada waktu itu di dalam kota Pakhia, Leng Souw-hiang
memang memiliki kedudukan yang kuat didalam
pemerintahan. Mana mungkin dia bisa dikontrol oleh seorang
pengembara" "Jadi menurut anda kopor kulit kuning itu sekarang sedang
berada pada Leng Souw-hiang?"
"Tidak salah" "Apakah anda bisa menanyakannya langsung padanya?"
"Tentu saja bisa"
"Baiklah! kalau begitu kita pergi"
"Pergi kemana?"
"Pergi mencari Leng Souw-hiang dan menanyakan tentang
barang itu" "Nona! apakah tujuanmu selama ini adalah untuk
mendapatkan kembali kopor itu" ataukah untuk mencari tahu
apa yang sebenarnya telah terjadi?"
"Apakah ada perbedaan diantara kedua kata itu?"
Cu Siau-thian kembali berkata:
"Sebenarnya diantara kedua kata tersebut terdapat dua
perbedaan yang sangat jelas, kalau kau hanya ingin mencari
tahu kejadian yang sebenarnya, aku pasti akan segera ikut
denganmu menuju kediaman Leng Taiya, dan segera
membuktikan kata-kataku. Kalau kau ingin mencari kopor kulit
itu, kau harus menggunakan siasat"
"Oh...?" Selama ini nona Thiat-yan selalu memberikan pandangan
subjektif terhadap Cu Siau-thian, ini karena dia adalah pelaku
utama yang sudah mencelakai ayah kandungnya sendiri.
Sekarang sepertinya pandangan dia menjadi goyah. Kalau
mendengarkan argumentasi-nya, sepertinya ini sulit dihindari.
"Kalau begitu aku ingin meminta petunjuk"
"Aku tidak berani memberikan petunjuk. Nona seharusnya
menceritakan dulu motivasi anda"
"Tentu saja aku ingin mendapatkan kembali kopor kulit
tersebut..." "Apakah anda sungguh ingin mendapatkan kopor kulit itu"
ataukah barang yang tersimpan didalamnya?"
"Kopor kulit itu adalah barang peninggalan ayah
kandungku. Harganya tidak ternilai. Tentu saja barang yang
terdapat didalamnya pun sama berharganya."
"Sebaiknya aku pergi dulu pada Leng Taiya agar dia tidak
segera emosi. Nanti aku akan menanyakan padanya tentang
kopor tersebut. Aku juga akan menanyakan apakah barangbarang
yang tersimpan didalamnya masih ada disana. kalau
ternyata tidak ada, apakah kau masih tetap harus
mencarinya" Apapun hasilnya nanti aku pasti akan kembali
memberitahumu. Bagaimana?"
"Apakah ini adalah salah satu siasat untuk
membohongiku?" "HUH...! ini bukan cara yang tepat untuk menyelesaikan
masalah. Aku tidak mungkin melaku-kan hal yang seperti itu.
nona Tiat harap tenang"
"Baiklah ! berapa lama aku bisa mendengar jawabanmu?"
"Malam ini sebelum lampu dinyalakan"
"Sampai saat itu aku pasti akan kembali."
Nona Thiat-yan mohon pamit dan segera pergi.
Wie Kie-hong segera keluar dari tempatnya bersembunyi.
"Kie-hong! kau pasti sudah mendengar semuanya."
"Hmm..." "Dari pembicaraanku tadi, seharusnya kau bisa mengerti
sedikit lebih banyak tentang kejadian yang sebenarnya terjadi.
Aku hanyalah sebuah bidak catur. Leng Taiya adalah orang
yang sedang memainkan bidak
caturnya....Wie Kie-hong, apakah kau tahu barang apakah
yang sudah tersimpan didalam kopor kulit Tiat Liong-san?"
"Tidak tahu" "Didalam kopor itu sudah tersimpan seratus butir mutiara
dari timur" "Oh..." Mutiara dari timur" Bukankah mutiara itu harganya
sangat mahal?" "Kalau dihitung dengan kondisi pasar seperti sekarang, satu
butir mutiara timur harganya bisa sampai ratusan ribu uang
orang luar negeri. Tiat Liong-san kehilangan nyawanya karena
mempertahankan barang mahal ini"
"Selanjutnya bagaimanakah kalian membagi seratus butir
mutiara berharga ini?"
"Aku tidak mengerti arti kata-katamu"
"Kalian sudah membantu Leng Taiya men-celakai Tiat
Liong-san untuk mendapatkan mutiara ini. apakah kalian tidak
membagi hasil" Bukankah seharusnya seratus butir mutiara
mahal itu dibagikan secara adil ?"
"Pada waktu itu kami semua bergantung pada Leng Souwhiang
untuk bisa tetap hidup didalam kota Pakhia ini. siapa
yagn berani meminta bagian padanya?"
"Tadi kau sudah berjanji pada nona Tiat bahwa hari ini
sebelum matahari tenggelam kau akan memberikan jawaban
padanya. Kalau begitu kapan kau berencana akan menemui
Leng Taiya?" "Sekarangjuga" "Kalau begitu aku akan pergi bersamamu. Sekaligus aku
juga ingin me'min ta tolong pada anda untuk menanyakan
padanya tentang ayah kandungku." Wie Kie-hong berkata
dengan nada sangat sedih, "selama ini aku selalu hidup
didalam kebohongan, didalam kasih sayang yang palsu. Lebih
baik sekaligus saja semuanya dibongkar"
Cu Siau-thian tampak menimbang-nimbang sesaat. Dia lalu
berkata: "Wie Kie-hong, sepertinya tidak baik kalau kau ikut pergi
denganku. Semua orang memiliki harga diri, seperti pohon
memiliki kulit. Kalau kamu ikut, kamu pasti akan sangat
melukai harga diri Leng Taiya. Dia mungkin akan emosi"
Wie Kie-hong ikut terdiam. Dia menimbang-nimbang katakata
Cu Siau-thian lalu membuat keputusan
"Baiklah! kalau begitu aku tidak ikut pergi. Kalau begitu aku
akan mendengar kabar darimu bersama Thiat-yan sebelum
matahari terbenam nanti."
Setelah itu Wie Kie-hong pun mohon pamit dan ikut pergi.
Sekarang dia bermaksud pergi menemui Tu Liong.
Seharusnya dia sudah berhasil mengorek sedikit informasi dari
ayah angkatnya Leng Souw-hiang.
0-0-0 Kedua orang ini sudah mengatur dimana dan kapan mereka
akan bertemu. Wie Kie-hong pergi ke jalan besar bermaksud
untuk mencegat kereta untuk pergi ke tempat pertemuan.
Namun baru saja kereta kuda berhenti, tiba-tiba Tu Liong
sudah datang menemuinya. "Tu toako, bagaimana hasilnya?" sekali melihat Tu Liong,
Wie Kie-hong langsung bertanya.
"Disini banyak orang, rasanya tidak enak membahasnya.
Sebaiknya kita pergi ke tempat yang lebih tenang dan baru
kita bicara dengan lebih teliti"
Akhirnya mereka berdua menaiki kereta kuda. Mereka pergi
ke sebuah kedai teh. Ketika sampai, hari sudah sangat siang. Tepat sekali waktu
ketika orang-orang datang ke kedai teh untuk beristirahat.
Suasananya malah semakin tidak enak untuk berdiskusi.
Karena itu sekali lagi mereka pindah tempat.
Setelah sampai di jalan besar, sekali lagi mereka mencoba
mencari kereta kuda. Setelah menaiki kereta, Tu Liong
menyuruh kusir kereta untuk pergi sesuka hatinya. Melihat
gelagat Tu Liong yang tampak sangat berat hati, hati Wie Kiehong
ikut menjadi mendung. Sangat jelas terlihat bahwa Tu
Liong sudah mendapatkan kabar yang kurang enak didengar.
"Tu toako, sebenarnya apa yang terjadi pada-mu?"
Kemelut Kerajaan Mancu 8 Menjenguk Cakrawala Seri Arya Manggada 1 Karya S H Mintardja Pendekar Panji Sakti 12
^