Pencarian

Dendam Empu Bharada 7

Dendam Empu Bharada Karya S D Djatilaksana Bagian 7


Boboci memang ditentukan sebagai tempat pertemuan antara dua insan, pria dan wanita, yang
akan merebah wajah dunia dan nasib kerajaan "
Entahlah. Tetapi yang jelas Nararya pun terpana pesona sebagaimana dahulu Ken Arokpun
demikian. Pun kali ini angin kembali memerankan kejahilannya. Angin kembali berhembus seolah
menyambut kunjungan kedua puteri agung, Tribuwana dan Gayatri.
Pandang mata Nararya yang mencurah ke arah pintu ratha kencana, serentak terbeliak ke ka
melihat puteri Tribuwana turun lebih dahulu. Agak membungkuk tubuh puteri itu ke ka harus
melongokkan kepala keluar kemudian kakinya menjulur kebawah untuk menginjak pijakan besi.
Entah bagaimana anginpun berhembus dan agak melongsorlah kain dada puteri itu. Seke ka
Nararya terbeliak ke ka melihat suatu pemandangan yang menakjubkan. Sepasang buah dada yang
menguning ranum seolah memancarkan sinar gemilang.
Nararya terpukau. Walaupun tempatnya agak jauh dari ratha sang puteri tetapi ia dapat melihat
jelas keanehan itu. Nararya tersipu-sipu malu. Ia merasa telah terlihat oleh sesuatu yang seharusnya tak boleh
dilihat. Namun yang terlihat itu tetap dilihatnya. Kemudian karena merasa bahwa hal itu kurang
senonoh, iapun buru2 tundukkan kepala.
Tetapi pada saat itu puteri Gayatripun turun. Ke ka kakinya meluncur kebawah pada besi
pijakan ratha, tepat pada saat itu pula pandang mata Nararya mencurah kebawah. Ah ....
Hampir Nararya memekik karena dicengkam oleh suatu rasa kejut yang belum pernah dialaminya
selama ini. Kembali angin menunjukkan kenakalan dan kejahilannya. Kain yang menutup betis puteri
cantik itu tersiak. Dan betis sangputeri yang menguning padi itu tiba2 seperti memancarkan
sinar kemilau. Untuk yang kedua kalinya, darah Nararya serasa berhenti mengalir ....
Sampai setelah meninggalkan taman Boboci, masih dibawalah pemandangan gaib itu dalam
renungannya "Dada puteri Tribuwana memancarkan cahaya gemilang dan be s puteri Gayatri mencuat cahaya
kemilau yang menyilaukan pandang mata. Apakah ar nya itu?" demikian pertanyaan yang mbul
dalam hatinya. Pertanyaan yang tak pernah mendapatkan jawabannya yang sesuai.
"Lepas dari pelengkap keindahan bentuk tubuh seorang wanita, buah dada merupakan sumber
kehidupan yang menghidupkan putera puteri yang dilahirkannya" ia coba merangkai suatu
penilaian dan tafsiran "buah dada mencorong gemilang, dakkah hal itu lambang dari seorang
wanita yang kelak akan menurunkan putera puteri yang agung" Tidakkah putera puteri itu akan
menjadi seorang manusia besar yang berkuasa besar pula, seorang raja atau maharaja ?"
"Ah, tentu, ten:u" ia menjawab sendiri "karena puteri Tribuwana adalah puteri raja Kertanagara,
sekar kedaton kerajaan Singasari. Sudah tentu putera puterinya kelak mempunyai harapan untuk
menjadi raja besar" Kemudian ia melanjutkan pula penafsirannya akan diri puteri Gayatri "Mengapa be s sang putri
juga mencuatkan cahaya kilau kemilau" Mengapa dibagian dari lain2 tubuhnya tak memancarkan
sinar sedemikian?" "Be s memancarkan sinar kemilau, apakah ar nya?" ia mulai menafsir dan menilai "ah, kaki
adalah tempat dimana orang menumpahkan sembah hormatnya. Mentri, senopa dan seluruh
narapraja kerajaan tentu akan menyembah ke kaki baginda. Jika demikian....." ba2 merekahlah
suatu penemuan dalam pikiran Nararya " dakkah putri Gayatri itu memiliki suatu perbawa dan
kekuasaan agung yang ditaa oleh para kawula" Tidakkah hal itu menunjukkan bahwa puteri
Gayatri itu kelak akan menjadi puteri yang berkuasa dan berpengaruh besar?"
Walaupun berhasil membuat tafsiran atas keanehan yang terdapat pada kedua puteri raja itu,
namun Nararya tetap masih belum yakin akan kebenarannya. Kelak apabila bertemu -dengan
gurunya, empu Sinamaya, ia akan memohon keterangan tentang hal itu.
Ke ka ia mengajak Pamot untuk beris rahat dibawah pohon brahmastana, dalam suatu
kesempatan bertanyalah ia kepada Pamot "Pamot, apa yang mengesankan engkau selama berada
di taman Boboci tadi?"
"Bertemu dengan kedua puteri baginda Kertanagara yang cantik, raden"
"O, hanya cantik itu belaka?"tanya Nararya.
"Lalu apa maksud raden ?" Pamot balas bertanya.
"Kumaksudkan apakah dikala kita menghadap kedua gus puteri itu, adakah engkau merasakan
sesuatu yang ajaib?"
"Tidak, raden" jawab Pamot "yang kurasakan hanyalah bahwa kedua gus puteri itu memang
puteri keraton yang agung dan cantik"
"Pamot" ba2 Nararya bergan nada bersungguh " dakkah engkau melihat sesuatu yang
memukau perasaan hatimu ketika kedua puteri itu turun dari ratha kencana ?"
Pamot diam seolah hendak mengenang dan mengingat peris wa itu "Tak ada, raden" akhirnya ia
menjawab. "Benar?" "Benar, raden" Pamot agak heran "mengapa raden bertanyakan hal itu" Adakah raden melihat
sesuatu yang aneh pada diri kedua tuan puteri itu ?"
"Yang pertama turun adalah gusti puteri Tribuwana, bukan?"
"Apa yang engkau lihat, Pamot?"
"Tidak ada sesuatu lagi kecuali seorang puteri yang cantik gemilang, raden"
"Hanya itu?" Pamot mengiakan. "Aneh" gumam Nararya dalam ha . Kemudian ia bertanya pula "dan yang kedua turun dari
ratha, bukankah puteri Gayatri?"
"Benar, raden" "Dan engkau tak melihat sesuatu yang aneh?"
"Tidak, raden" "Heran" kembali Nararya mendesah dalam hati. Adakah keajaiban pada diri kedua puteri itu
hanya terlihat olehnya seorang" Pikirnya. Ia termenung pula. Dalam kemenungan itu jauhlah ia
mencapai suatu jangkauan dari masa yang lampau. Ia teringat akan cerita dari ramanya,
Lembu Tal. Cerita itu dituturkan ramanya dalam suatu tempat yang sepi dan nada yang pelahan
sekali. Seolah hal itu suatu rahasia yang gawat sekali.
"Apa yang kuceritakan kepadamu, Nararya" kata Lembu Tal "adalah suatu rahasia keraton yang
juga menyangkut leluhur kita. Oleh karena itu, janganlah engkau menyiarkannya kepada orang.
Simpanlah sendiri sebagai pengetahuan"
"Baik, rama" Nararya agak berdebar. Rahasia apakah yang akan dituturkan ramanya sehingga
ramanya tampak sedemikian tegang "
Ternyata cerita Lembu Tal itu mengenai asal usul kerajaan Singasari, termasuk riwayat dari
rajakula atau pendiri dari kerajaan itu, yalah Ken Arok yang kemudian bergelar Sri Rajasa sang
Amurwabhumi. Semua telah diceritakan oleh Lembu Tal termasuk peris wa Kea Arok melihat
anggauta kesucian dari Ken Dedes di taman Boboci.
Nararya mendengarkan dengan penuh perha an. Namun ia tak menger apa sebab ramanya
menuturkan juga tentang bagian2 hal itu.
Renungan Nararya ba juga kepada cerita itu. Dan renungannyapun segera melahirkan renungan
lagi. "Adakah sesuatu dari bagian tubuh wanita yang memancarkan sinar ajaib itu memiliki suatu
daya gaib yang memberi lambang nasib dari dirinya sendiri dan kepada pria yang
mempersun ngnya?" bertanya Nararya dalam ha . Karena hanya bertanya itulah yang mampu ia
lakukan walaupun jawabannya tak pernah diperolehnya. Atau kalau memperoleh jawaban itu, pun
masih diragukannya. Adalah dikala sedang terbenam dalam laut renungan yang ada bertepi itu, muncullah Lembu
Peteng. Suatu kemunculan yang tak pernah diduga sama sekali.
Lembu Peteng ternyata telah ditawan dan dipaksa masuk menjadi anggauta sebuah gerombolan
yang belum diketahui jelas tentang tujuan dan pemimpinnya. Lembu Peteng terpaksa menyerah
pada tuntutan gerombolan itu karena anakbuahnya, Tugul, sudah kehabisan tenaga. Pun jumlah
gerombolan itu jauh lebih banyak.
"Kami berdua dibawa kesebuah guha dari lembah gunung yang pelik letaknya" kata Lembu
Peteng melanjutkan ceritanya.
"Gunung apakah namanya?" tanya Nararya.
"Terpaksa aku berusaha untuk menunjukkan sikap taat kepada mereka agar dapat menyelidiki
lebih mendalam tentang gerombolan itu. Beberapa waktu kemudian barulah aku berhasil
menemukan keterangan tentang mereka" kata Lembu Peteng.
Nararya dan Pamotpun segera mendengarkan dengan penuh perhatian.
"Gunung itu ternyata gunung Butak" Lembu Peteng mulai menutur "dan kepala gerombolan
bernama Banyak Pasiran. Menurut cerita anakbuah gerombolan, Banyak Pasiran itu sak
mandraguna, suka bertapa dan meniliki sebuah senjata pusaka, tombak yang diberi nama
Udanpati" "Menurut cerita?" Nararya menyela "adakah kakang belum pernah menghadapnya ?"
"Gerombolan gunung Butak itu rupanya mempunyai susunan yang rapi dan teratur. Se ap
anggauta baru, baru dapat berhadapan muka dengan kepala gerombolan setelah setahun
kemudian dan membuktikan bahwa anggauta baru itu benar2 setya dan berani"
"O, benar2 sebuah gerombolan yang hebat" seru Nararya "berapakah jumlah anakbuah mereka
?" "Yang berada di pusat markas gunung itu tak kurang dari lima ratus orang. Juga di pura Daha
maupun di pura Singasari rrierekapun mempunyai orang2 kepercayaan"
Nararya terperangah. "Jika demikian bukan buatan kekuatan gerombolan itu, kakang Lembu" serunya "apakah tujuan
mereka, kakang" Adakah mereka juga semacam gerombolan penyamun dan perampok biasa?"
"Kurasa dak, raden" kata Lembu Peteng "menilik susunan mereka yang diatur menurut
keprajuritan tentulah mereka mempunyai tujuan yang lebih jauh. Selama beberapa waktu disitu,
belum pernah kudengar mereka mengadakan penyamunan atau perampasan harta benda. Daerah
gunung itu telah digarap sedemikian rupa, antara lain mereka giat bercocok tanam dan menggarap
tanah, sehingga hasilnya cukup untuk memberi makan kepada seluruh anakbuah"
Nararya makin terkejut "Jika demikian jelas kepala gerombolan yang bernama Banyak Pasiran itu
tentu bukan orang sembarangan. Maksudku, kemungkinan besar dia tentu bekas prajurit atau
nayaka kerajaan, entah Daha entah Singasari"
Lembu Peteng mengangguk "Ya. Akupun mempunyai dugaan begitu juga. Sayang aku belum
mempunyai kesempatan untuk berhadapan muka. Pun anakbuah yang lain, jarang sekali bertemu
muka dengan kepala gerombolan itu"
Kemudian Nararya bertanya bagaimana Lembu Peteng dapat ditugaskan ke taman Boboci.
"Se ap anggauta baru harus diuji dulu bagaimana kesetyaan dan keberaniannya. Dalam rangka
itulah maka aku mendapat tugas bersama tiga orang kawan menuju ke Singasari"
"Ke taman Boboci?" sela Nararya.
"Pada waktu berangkat hanya diperintahkan ke Singasari saja. Baru setelah tiba di Singasari,
seorang lelaki menghampiri rombonganku dan memberitahu supaya ke Taman Boboci. Dia
membisiki beberapa patah kata kepada Kasipu, yang mengepalai rombongan kami, Kemudian
kami menuju ke taman Boboci. Setiba di taman itu, Kasipupun baru mengatakan bahwa di
taman Boboci itu terdapat dua orang puteri yang cantik. Kedua puteri itu supaya direbut dan
dibawa pulang ke gunung"
"Hal itu telah kami laksanakan dengan baik. Tetapi ke ka bekel bhayangkara pengiring kedua
puteri itu menyerang, Kasipu memberi tanda supaya kita mengalah dan melarikan diri" kata Lembu
Peteng. "Hm" desuh Nararya "jika demikian, ya, jika demikian ...."
Belum sempat ia menyelesaikan kata-katanya, ba2 terdengar suara orang tertawa seram dan
kemudian sebuah seruan bernada cemoh "Hm, Kebo Galar, ternyata engkau mempunyai kawan2.
Tetapi ketahuilah, sekali engkau sudah masuk kedalam lembah Songgori , jangan engkau bermimpi
dapat meloloskan diri lagi kecuali hanya nyawamu ...."
Lembu Peteng terkejut dan cepat berpaling tubuh. Nararya dan Pamotpun terkesiap melihat ga
lelaki bertubuh kekar dan membekal pedang, muncul dari balik gerumbu. Sebelum Nararya sempat
menegur, Lembu Petengpun sudah mendahului "Hm, engkau Kasipu"
"Ya" sahut salah seorang yang bertubuh kekar, berkumis lebat "bagaimana maksudmu Kebo
Galar?" "Sederhana sekali" sahut Lembu Peteng "aku ingin bebas dan kembali ke desaku. Aku tak mau
ikut dalam gerombolanmu, Kasipu"
Lelaki perkasa yang disebut Kasipu itu tertawa "Kutahu maksudmu tetapi sayang, Kebo Galar.
Peraturan lembah Songgori menetapkan, se ap orang yang masuk sebagai anggauta, seumur
hidup dia harus menjadi anggauta, kecuali sudah mati"
"Siapa yang menetapkan peraturan itu?" seru Lembu Peteng.
"Pemimpin kita, ki Banyak Pasiran"
"Adakah dia sedemikian kuasanya sehingga berani menentukan kebebasan seseorang" Ingat
Kasipu, aku masuk kedalam gerombolanmu karena terpaksa"
"Ya" sahut lelaki perkasa itu "memang kami masih belum percaya penuh kepadamu. Tadi karena
agak lengah maka engkau sempat melarikan diri"
"Bukan melarikan diri, Kasipu" seru Lembu Peteng "tetapi membebaskan diri"
"Kebo Galar "seru Kasipu "apakah engkau tak ingat akan kawanmu itu ?"
Kini Nararya dan Pamot baru menyadari bahwa yang dipanggil Kebo Galar itu tak lain adalah
Lembu Peteng. Rupanya Lembu Peteng tak mau mengatakan namanya yang aseli tetapi
menggunakan nama Kebo Galar.
Lembu Peteng tertawa "Mengapa dak, Kasipu" Apabila engkau kembali ke lembah, tentulah
kawanku itu sudah lolos karena sebelum ke Singasari, sudah kuberinya petunjuk bagaimana untuk
meloloskan diri dari sarang gerombolanmu itu"
Kasipu tertawa, mengejek "Engkau boleh mengatakan begitu, tetapi kenyataannya tentu lain.
Karena sekalipun lalat, apabila sudah masuk ke lembah Songgori tak mungkin dapat meloloskan
diri" "Jika demikian" sahut Lembu Peteng "kami berdua harus merasa bangga karena merupakan
orang pertama yang dapat membebaskan diri dari cengkeraman gerombolan gunung Butak"
"Belum tentu" sahut Kasipu "karena aku terlanjur menemukan engkau"
"O, engkau tetap hendak memaksa aku kembali ke gunung?" seru Lembu Peteng.
"Jika engkau tak mau" kata Kasipu "nyawamu kuidinkan nggal disini tetapi mayatmu tetap akan
kubawa kembali ke lembah"
"O, baiklah Kasipu" seru Lembu Peteng juga dengan nada yang longgar "silahkan engkau
membawa mayatku. Asal engkau dapat menghalau nyawaku"
Kasipu membawa dua orang kawan. Kedua kawan Kasipu itu mencabut pedang sementara Kasipu
berseru "Bukankah kedua kawanmu itu akan membantu engkau, Kebo Galar?"
Lembu Peteng serentak menyahut "Kukira dak, Kasipu. Rasanya mereka segan untuk menyentuh
tubuhmu. Dan lagi mereka berdua percaya penuh kepadaku tentu dapat menjaga diri"
Kasipu melangkah maju, langsung ia menyambar bahu Lembu Peteng. Ia memandang rendah
akan kekuatan Lembu Peteng. Dan memang ke ka Lembu Peteng disergap dan menyerah tempo
hari, dia tak memberi perlawanan. Dengan begitu anakbuah gerombolan itu belum sempat
mengetahui betapa kedigdayaan Lembu Peteng.
Oleh karena jumlah anakbuah gerombolan yang nggal di gunung Butak itu mencapai
limaratusan orang, maka pemimpin mereka segera mengadakan susunan dan pener ban. Mereka
dibagi dan ditempatkan dalam sepuluh perkampungan. Tiap perkampungan terdiri dari limapuluh
orang dan dikepalai oleh seorang lurah. Tiap lima lurah dikepalai oleh seorang rangga. Kemudian
kedua rangga itu dibawahi seorang pa h. Setelah pa h baru pemimpin gerombolan yang
mengangkat diri sebagai seorang akuwu.
Kesepuluh perkampungan itu dibagi dua. Yang lima perkampungan melakukan tugas luar,
misalnya menjaga keamanan, dikirim keluar daerah baik untuk menghubungi orang atau fihak yang
diperlukan. Yang lima perkampungan, ditugaskan melakukan pekerjaan dalam. Bercocok tanam,
mengurus hutan, perairan dan bangunan serta ransum makanan.
Kasipu seorang lurah sebuah perkampungan yang termasuk tugas luar. Pemilihan lurah
berdasarkan pada kedigdayaan dan kesetyaannya. Memang gerombolan gunung Butak itu dibentuk
dan diatur menurut tata keprajuritan.
Sebagai seorang lurah, tentulah kedigdayaan Kasipu sudah teruji. Dan kedudukan sebagai lurah
dalam gerombolan di gunung Butak itulah yang menyebabkan dia bangga dan mengabaikan
kemampuan Lembu Peteng. Walaupun merasa bahwa cara mencengkeram bahu lawan itu mudah
dihindari ataupun ditangkis namun ia tetap melangsungkan juga. Ia hend ik menguji betapalah
tinggi kepandaian Lembu Peteng. Dan ia tetap yakin akan mampu mengatasinya.
"Uh ..." ba2 Kasipu mengerang menahan kesakitan ke ka secara tak terduga-duga Lembu
Peteng membuat gerakan, tangan kiri menyambar pergelangan tangan dan tangan kanan
mencengkeram siku lengan orang lalu ditekuknya dengan sekuat tenaga, krek... seke ka patahlah
tulang Kasipu. Dan serempak pada saat ia mengerang kesakitan, Lembu Petengpun sudah memutar
lengan Kasipu kebelakang, dilekatkan pada punggung.
Merah padam cahaya muka Kasipu karena menahan rasa sakit yang hebat. Keringatpun
bersimbah memenuhi dahi. Bahkan pandang matanya terasa berku-nang-kunang
Kedua anakbuah Kasipu terkejut sekali. Mereka tak pernah menyangka bahwa hanya dalam
sebuah gerak saja, Kasipu sudah dikuasai lawan. Kedua anakbuah itu menyadari apa yang terjadi.
Serempak mereka berdua menyerbu Lembu Peteng seraya ayunkan pedang.
Tetapi Lembu Peteng bergerak cepat dan gesit sekali. Sambil mendorongkan lengan Kasipu
hampir ke-tengkuk, ia segera mendorong tubuh lurah gerombolan itu ke muka, menyongsong
kedua anakbuah yang menerjang itu.
"Ah ..." salah seorang dari kedua anakbuah gerombolan itu rupanya lebih tangkas. Cepat ia
loncat menyingkir ke samping. Tetapi Lembu Peteng sudah siap. Ia menyerempaki loncat maju dan
menerpa bahu orang sekuat-kuatnya. Orang itupun, mengaduh lalu terjerembab jatuh ke tanah.
Sekali loncat, Lembu Peteng menginjak tangan kanan orang dan sebelah kaki yang kanan menginjak
dada orang. Anakbuah yang seorang tadi, karena agak terlambat menghindar terbentur oleh kepala Kasipu,
terjerembab jatuh, kepalanya membentur tanah, masih di ndih pula oleh tubuh Kasipu yang
pingsan. Anakbuah itupun ikut pingsan.
Dalam waktu hampir hanya beberapa kejab mata, Lembu Peteng telah dapat merubuhkan ke ga
lawannya, anakbuah gerombolan gunung Butak. Nararya terkejut dan diam2 memuji kedigdayaan
Lembu Peteng. "Kakang Lembu, engkau sungguh hebat" serunya memberi pujian.
"Ah, dak, raden" kata Lembu Peteng "kemenanganku ini disebabkan kelengahan mereka.
Rupanya Kasipu terlalu memandang rendah kepadaku sehingga dia harus menderita kekalahan"
Lembu Peteng terus mengikat kaki dan tangan ke ga orang itu lalu diikat pada sebatang pohon
"Jika kubunuh mereka, memang mudah tetapi akan mengundang kemarahan gerombolan gunung
Butak" Nararya menyetujui pendapat itu "Benar, kakang Lembu. Jika mereka ma , kawan-kawannya
tentu marah dan pimpinan gerombolan tentu akan mengerahkan seluruh anakbuahnya untuk
mencari engkau. Jika mereka dibiarkan hidup, walaupun juga akan menimbulkan kemarahan


Dendam Empu Bharada Karya S D Djatilaksana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka, tetapi mereka tidak akan bernafsu sekali"
Lembu Peteng mengangguk, menyetujui. Ke ga carang itu diikat pada batang pohon. Setelah
selesai, Nararya segera mengajak Lembu Peteng melanjutkan perjalanan lagi.
"Tunggu dulu, raden" kata Lembu Peteng. Kemudian ia berlari-lari disepanjang jalan yang
menuju ke timur atau kearah Singasari. Tiba2 ia membiluk masuk kedalam sebuah hutan.
Nararya tak menger apa maksud Lembu Peteng melakukan hal itu. Tak berapa lama, ba2
Lembu Peteng muncul dari balik gerumbul disebelah muka.
"Apa yang engkau lakukan, kakang?" tegur Nararya.
Lembu Peteng tertawa "Sekedar membuat bekas telapak kaki agar mereka, kawan2 anakbuah
gerombolan gunung Butak itu, mengira aku menuju ke pura Singasari dan mengejar ke sana. Sedang
kita menuju ke Daha"
Nararya memuji adakan Lembu Peteng yang teramat dan cerdik. Tiba2 ia bertanya "Kakang
Lembu tidakkah lebih baik kita mencari keterangan dari mereka ?"
Lembu Peteng gelengkan kepala "Anggauta gerombolan gunung Butak, terutama yang
berkedudukan lurah perkampungan seper Kasipu itu, telah teruji ke-setyaan dan keberaniannya.
Mereka lebih senang menyerahkan nyawa daripada memberitahu tentang rahasia mereka"
Nararya mengangguk-angguk.
"Raden, manurut pendapatku" kata Lembu Peteng pula "lebih baik kita kembali ke Daha untuk
meninjau keadaan di pura itu. Dan bagaimanakah perkembangan usaha kita memburu jejak
pencuri gong Prada itu, raden" Mengapa pula raden tiba2 berada ditempat ini bersama Pamot?"
Dengan singkat Nararya lalu menuturkan pengalamannya selama ini. Ia dan Pamot ke pura
Singasari karena hendak mencari jejak Lembu Peteng yang menghilang dan kedua kali karena
hendak menyerahkan surat pan dari pangeran Ardaraja kepada seorang bekel bhayangkara
keraton Singasari. Setelah selesai sebenarnya dia dan Pamot hendak kembali ke Daha tetapi karena
tertarik nama yang termasyhur dari taman Boboci, iapun singgah sebentar. Di taman itu kembali ia
harus mengalami peris wa dan dapat bertemu dengan ke dua putri raja. Selanjutnya ke ka sedang
beristirahat di bawah pohon Brahmastana, muncullah Lembu Peteng.
Nararya menutup ceritanya dengan sebuah helaan napas yang cukup panjang "Ah, ada
kusangka sama sekali bahwa soal mencari gong Prada yang dicuri orang itu dapat menimbulkan
peris wa2 yang makin lama makin melibatkan diri kita ke dalam suatu kisaran peris wa yang
ruwet" Lembu Peteng mengangguk. Demikian Nararya ber ga segera melanjutkan perjalanan menuju ke
Daha bersama renungan dan pemikiran tentang peristiwa2 yang telah dan bakal dihadapinya.
Belum berapa lama mereka menempuh perjalanan ba2 Nararya mengajak berhen dan duduk
ditepi jalan. Walaupun tak menger akan maksud raden itu tetapi Lembu Peteng dan Pamot
menurut juga. "Kakang Lembu" Nararya membuka pembicaraan setelah duduk disebuah batu "menempuh
perjalanan pada malam hari begini, memang kurang sedap. Lebih baik kita beris rahat saja disini
sambil bercakap-cakap lebih lanjut"
"Baik, raden" kata Lembu Peteng pula.
"Mengapa ba2 saja aku mengajak kakang berdua berhen disini" kata Nararya pula "tentulah
kakang Lembu dan Pamot ingin mendapat keterangan. Dalam berjalan tadi, kakang Lembu, ba2
aku mendapat pikiran"
"O, silahkan raden memberitahu kami" kata Lembu Peteng.
"Begini kakang Lembu" kata Nararya"kupikir, kita makin jauh terlibat dalam suatu lingkaran
peristiwa yang makin luas. Dimulai dari mencari hilangnya gong pusaka Empu Bharada itu, kita
telah menginjak di pintu sebuah gelanggang yang luas. Gelanggang dari suatu kegiatan2 yang
berlangsung dalam pemerintahan Daha dan pemerintahan Singasari. Kulihat dalam gelanggang
itu kakang Lembu, beberapa mentri2 yang berpangkat tinggi dan berkuasa, sedang
mengadakan suatu kegiatan kasak kusuk, menjalin suatu mata-rantai hubungan, tukar menukar
keterangan dan lain2 kegiatan yang kukuatirkan, apabila keadaan sudah makin meningkat,
pada suatu saat yang tepat waktunya, tentu akan meletuskan suatu gerakan besar yang
membahayakan kerajaan"
Lembu Peteng mengangguk "Ulasan raden itu sangat mengena dalam ha ku. Perasaankupun
demikian pula raden. Hanya aku masih bingung dan gelap, siapa2 yang terlibat dalam gelanggang
kegiatan itu dan apa pula tujuan daripada kegiatan mereka itu. Raden menyinggung tentang
bahaya yang akan menimpa kerajaan. Kerajaan manakah yang raden maksudkan?"
Nararya tertawa dan balas bertanya "Adakah Lain kerajaan pula dari kerajaan Singasari?"
"Daha" "Daha bukan kerajaan yang penuh sebagai Singasari. Melainkan lebih mendekati dengan
akuwu" "O, raden maksudkan kerajaan itu kerajaan Singasari?"
Nararya mengiakan "Benar, kakang Lembu. Kurasa kegiatan2 mereka itu tak lepas dari arah
dan tujuan kepada kerajaan Singasari"
"Dapatkah raden memberi gambaran kepada Lembu Peteng sumber daripada kesan2 raden itu?"
tanya Lembu Peteng. "Karena pangeran Ardaraja sendiri juga terlibat dalam mereka2 yang tengah melakukan
kegiatan2 itu" "O, raden menduga bahwa surat pangeran Ardaraja yang di pkan raden supaya diterimakan
kepada seorang bekel bhayangkara keraton Singasari itu, menyangkut suaiu hubungan rahasia
antara penerima surat itu dengan pangeran Ardaraja?"
"Tepat, kakang Lembu" sahut Nararya "tak mungkin pangeran itu akan memberi surat2 yang
bersifat peribadi, kecuali urusan2 negara. Dengan demikian jelas bahwa pangeran Ardaraja
mempunyai orang dalam pemerintahan pura Singasari"
"Benar, raden" ba2 Lembu Peteng berseru "apabila kita merenungkan tentang kegiatan Daha
untuk membangun dan memperbesar pasukannya, bukan mustahil kalau kita merangkai dugaan
bahwa pangeran itu akan melakukan sesuatu kepada kerajaan Singasari. Tetapi apabila hal itu
memang benar, raden, aku pun ikut merasa bersyukur"
Nararya terbeliak. "Engkau merasa bersyukur, kakang Lembu" Mengapa?" tegurnya.
"Perjalanan hidup itu tak lepas dari mata rantai Sebab dan Akibat, raden. Baginda Kertanagara
telah sampai ha untuk menumpas saudaranya sendiri, pangeran Kanuruhan di Gelagah Arurn.
Tidakkah dewata berlaku adil apabila Daha akan membalas dendam kepada Singasari ?"
"Tidak, kakang Lembu" Nararya menolak "per kaian antara raja Kertanagara dengan pangeran
Kanuruhan itu sifatnya per kaian antara saudara. Mungkin berebut pengaruh atau kekuasaan.
Tetapi Singasari dan Daha itu lain sifatnya. Merupakan per kaian antar dua buah kerajaan yang
sejak lama menjadi musuh bebuyutan"
Lembu Peteng tertawa dengan nada yang aneh.
"Kakang Lembu, jangan kakang menyangka bahwa aku berfihak kepada baginda Kertanagara dan
tak senang terhadap pangeran Kanoruhan. Karena waktu terjadi per kaian itu mungkin aku masih
seorang anak. Tetapi kini dalam kesadaranku sebagai seorang pemuda yang sudah memiliki alam
pikiran dewasa, aku dapat membedakan pula antara kepen ngan perorangan dengan negara. Jika
nada kata-kataku seolah berfihak kepada Singasari, bukan berar bahwa aku menyetujui ndakan
baginda Kertanagara terhadap pangeran Kanuruhan. Tidak. Aku tak menyinggung persoalan itu. Itu
persoalan antara dua orang kakak beradik. Tetapi letak daripada dasar pendirianku yalah pada
negara Singasari ini. Terus terang, kakang Lembu, aku seorang putera yang dilahirkan di bumi
Singasari. Wajiblah aku membela kepen ngan bumi Singasari itu. Soal siapakah yang menjadi raja
yang dipertuan di Singasari, entah baginda Kertanagara entah pangeran Kanuruhan, yang pen ng
bagiku dia harus; seorang raja yang benar2 memikirkan kepentingan kerajaan dan kawula Singasari"
Lembu Peteng tertegun. "Dalam rangka kewajiban rasa dan peker sebagai seorang putera Singasari itulah maka aku akan
membela bumi Singasari dari mana dan siapa pun juga yang hendak mengganggunya. Dengan
demikian, apabila pangeran Ardaraja mengadakan gerak-gerik untuk membentuk gerakan yang
membahayakan kerajaan Singasari, terpaksa aku harus menghadapinya"
Kembali Lembu Peteng mengangguk. Rupanya ia dapat menyelami ha raden itu dan menghaya
pendiriannya. "Aku menghormati kesetyaan kakang Lembur-Peteng terhadap pangeran Kamiruhan. Tetapi
kuminta pula kerelaan dan kesediaan kakang Lembu untuk ber-setya kepada kerajaan
Singasari" kata Nararya.
Lembu Peteng terbeliak. "Kerajaan Singasari adalah bumi dan kawula Singasari" Nararya melanjutkan pula "bukan
baginda Kertanagara. Andai kakang Lembu tidak setuju dengan baginda yang sekarang,
akupun tak merintangi pendirian kakang itu. Kita berjuang demi kejayaan dan kebesaran bumi
Singasari dan kesejahteraan kawula Singasari belaka. Dan marilah kita menarik suatu garis
pengertian antara kerajaan Singasari dengan raja Singasari. Maukah kakang menerima
ajakanku ?" Ha Lembu Peteng tersentuh akan kata dan pendirian raden Nararya. Ia mengaku dan dapat
menerima apa yag dikatakan raden itu. Diapun seorang putera bumi per wi telatah Singasari.
Diapun merasa sebagai seorang pejuang Singasari.
"Kakang Lembu Peteng" ba2 Nararya menyusuli kata2 pula "sifat seorang ksatrya itu pemurah,
pengampun dan pengayom. Tidak layak seorang ksatrya itu pendendam. Pernah kakang Lembu
mendengar cerita tentang seorang ksatrya raksasa dari negara Alengka?"
"O, maksud raden ksatrya Kumbakarna itu?"
"Benar, kakang Lembu" kata Nararya "dialah yang kumaksudkan. Walaupun seorang raksasa, dia
seorang ksatrya yang berha luhur dan berjiwa ksatrya. Dalam menentukan keputusannya
membantu kakandanya, raja Rahwanaraja, ia meni kkan pada pendiriannya sebagai seorang
ksatrya yang wajib, membela kemerdekaan negaranya. Dia dak membela ndakan Rahwanaraja
yang salah tetapi semata-mata memenuhi kewajiban seorang ksatrya terhadap negaranya yang
sedang diserang musuh. Nah, pandangan hidup ksatrya Kumbakarna itulah yang hendak kuminta
kepada kakang Lembu supaya menghaya dan menerimanya. Lepas dari segala pendirian kakang
Lembu terhadap diri peribadi baginda Kertanagara"
Lembu Peteng termangu. "Tugas kita yang pertama, selamatkan dahulu kerajaan Singasari dari segala gangguan dari siapa
dan fihak manapun jua" Nararya menyusuli pula "soal diri peribadi baginda, akan kita rundingkan
pula setelah segala ancaman dan gangguan itu lenyap. Dapatkah kakang Lembu menyetujui
tawaranku ini?" Tergugah seke ka semangat Lembu Peteng. Bukan karena teringat akan dendamnya terhadap
baginda Kertanagara, walaupun dendam itu sesungguhnya hanya mbul dari rasa kesetyaannya
terhadap junjungannya yang lama yalah pangeran Kanuruhan, namun karena terpesona akan sikap
dan wibawa pemuda Nararya dalam membawakan kata2 dan melantangkan pendiriannya terhadap
negara "Baik, raden, Lembu Peteng akan menyerahkan diri untuk mengabdi kepada raden. Apapun
yang raden perintahkan, tentu akan kulaksanakan"
Nararya terkejut. Ia tak pernah menyangka dan mengharap akan mendengar pernyataan Lembu
Peteng yang sedemikian. Ia hanya mengajak Lembu Peteng untuk berjuang bahu membahu didalam
menanggulangi awan gelap yang akan mengancam cakrawala langit Singasari. Dengan nada haru,
Nararya berkata "Kakang Lembu, aku seorang muda, seorang manusia pula. Tentu tak lepas dari
kekurangan dan kehilafan. Apabila kakang melihat dan merasa bahwa segala ngkah ulah dan
sepak terjangku, menjurus keluar dari garis2 kelurusan dan kebenaran sifat2 seorang ksatrya,
sukalah kakang menegur"
"Ah, raden" Lembu Peteng menghela napas dan tersenyum. Ia puas dengan sikap Nararya yang
rendah hati tetapi luhur budi itu. Kemudian ia menanyakan apa .kehendak pemuda itu.
"Begini, kakang Lembu" kata Nararya "gong Prada telah merupakan suatu persoalan yang pelik
dan rahasia. Tentu memakan waktu yang lama dalam mencarinya. Pada hal dalam pencaharian itu,
kita telah menemukan suatu hal lain, maksudku, suatu gerakan yang kuduga keras, mempunyai
kaitan dengan kepen ngan Singasari. Jelasnya, gerak-gerik pangeran Ardaraja dan orang
kepercayaannya dalam tubuh pemerintahan pura Singasari itu, wajib meminta-curahan perha an
kita. Sedangkan disamping itu pula, kita menemukan sebuah gerombolan di gunung Butak yang
gerak geriknyapun sangat mencurigakan. Menilik bentuk susunan dan peraturannya, kemungkinan
mereka bukan suatu gerombolan biasa tetapi mempunyai tujuan lain"
Nararya berhenti sejenak lalu melanjutkan pula
"Menghadapi sekian macam persoalan, kitapun harus dapat menyesuaikan diri dengan keadaan
mereka. Ar nya, jika kita selalu menggerombol satu untuk terus menerus mencari gong Prada itu,
kemungkinan kita akan terlambat untuk mengetahui sesuatu yang menyangkut nasib negara dan
nasib para kawula" Rupanya Lembu Peteng dapat menangkap akan tujuan Nararya "Baik, raden, aku bersedia
apapun yang raden hendak perintahkan"
"Terima kasih,kakang Lembu" kata Nararya
"Jelasnya begini. Jika kakang meloloskan diri dari gunung Butak, ada dua macam hal yang
tidak menguntungkan.' Pertama, kita akan kehilangan suatu mata rantai dari usaha kita untuk
memberantas gangguan2 yang mengancam negara Singasari. Karena siapa lagi yang dapat
menyelidiki keadaan gerombolan itu" Kedua kali, seperti kata Kasipu tadi, mereka tentu takkan
berhenti untuk mencari jejak kakang. Dan mereka mempunyai banyak kaki tangan yang
tersebar di mana2. Tidakkah hal itu akan merupakan gangguan bagi sepak terjang kakang
Lembu?" Lembu Peteng mengangguk "O, maksud raden, supaya aku kembali kepada gerombolan gunung
Butak itu lagi ?" "Agar kita dapat menyelidiki keadaan mereka kemudian kita dapat menentukan langkah. Jika
mereka benar2 bertujuan hendak mengacau kerajaan Singasari, kita dapat memberantas,
paling tidak dapat menghalang-halangi tindakan mereka"
Merenung beberapa jenak, akhirnya Lembu Peteng dapat menerima pandangan Nararya "Baik,
raden, aku akan kembali menyusup ke dalam gerombolan gunung Butak itu. Akan kutolong Kasipu
dan kedua anakbuahnya itu untuk kuajak kembali ke lembah mereka. Lalu bagaimana agar kita
selalu mempunyai hubungan, antara lain se ap kali yang kuanggap perlu, aku tentu akan mengirim
berita laporan tentang keadaan gerombolan itu kepada raden"
"Benar, kakang Lembu" kata Nararya "memang kita harus selalu terikat dalam hubungan itu. Lalu
bagaimana menurut pendapat kakang?"
Setelah berpikir beberapa saat, Lembu Peteng mengemukakan "Begini raden. Letak gunung Kelud
itu tak berapa jauh disebelah barat gunung Butak. Supaya anakbuahku di gunung Kelud itu
mendirikan sebuah tempat rahasia di daerah kaki gunung Butak. Setelah aku dapat menemukan
tempat mereka itu, akan kuatur lebih lanjut tentang cara kerja kita selanjutnya"
Kemudian Lembu Peteng berkata kepada Pamot "Pamot, sejak saat ini pimpinan kawan2 kita
di gunung Kelud kuserahkan kepada raden Nararya. Sampaikan perintahku ini kepada mereka.
Mereka harus tunduk dan melakukan semua perintah raden Nararya. Dan beritahukan juga
tentang rencanaku tadi, supaya mereka mendirikan sebuah tempat rahasia di sekitar kaki
gunung Butak" Pamot menyatakan akan melakukan perintah itu.
"Raden" kata Lembu Peteng pula "aku akan kembali ketempat Kasipu dan kedua anakbuahnya
tadi. Dan silahkan raden melanjutkan perjalanan ke Daha. Apapun yang raden perlu dan
kehendaki, perintahkan-lah kepada anak2 di gunung Kelud. Mereka pas akan taat kepada
perintah raden" "Kakang Lembu" kata Nararya dengan nada haru "sesungguhnya berat sekali rasa hariku untuk
melepaskan kakang kembali kepada gerombolan itu. Tetapi keadaan membutuhkan tenaga dan
perhatian kita semua. Semoga dewata memberkahi langkah kakang"
(Oo-dwkz^ismoyo-oO) II KALINGGA terkejut ke ka ia mendapat panggilan dari pa h Aragani. Namun bekei bhayangkara-
dalam itu terpaksa harus menghadap juga. Ia tahu bahwa saat itu di tubuh pemerintahan kerajaan
Singasari sedang berlangsung perobahan besar. Suasana masih hangat.
Pembahan itu berkisar pada keputusan baginda Kertanagara untuk menggan beberapa wredda
mentri. Pa h sepuh empu Raganata yang setya, telah dilepas dari kedudukannya sebagai pa h
amangkubhumi dan dipindah menjadi ramadhyaksa di Tumapel. Pa h Raganata ada bersalah
apa2, kecuali sering menentang dan tak setuju tentang ndakan2 baginda. Pada hal keberanian
pa h tua itu patut dipuji karena ia bekerja dan mengabdi pada kerajaan bukan karena kedudukan
dan kehidupan nikmat melainkan demi kepentingan dan kejayaan Singasari.
Adalah karena dianggap selalu menentang kehendak baginda maka pa h sepuh yang sudah
mengabdi berpuluh tahun dengan seiya itu, dilorot dan dipindah ke Tumapel.
Rupanya baginda tak kepalang tanggung untuk mengadakan pembersihan di kalangan pucuk
pimpinan pemerintahannya. Setelah pa h Raganata maka rakryan Banyak Wide atau Wiraraja juga
dicopot dan dipindah ke Madura. Rakryan Banyak Wide semula menjabat kedudukan demung,
suatu jabatan di bawah pa h. Rakryan Banyak Wide dianggap juga terlalu banyak mulut, suka
menyatakan pendapat2 yang bertentangan dengan keinginan baginda.
Masih ada pula seorang mentri yang menerima nasib seper pa h Empu Raganata dan rakryan
Banyak Wide, mentri itu adalah tumenggung Wirakre yang semula termasuk salah seorang dari
lima menteri utama dalam pucuk pimpinan pemerintahan, dilorot sebagai mentri angabaya atau
mentri keamanan. Sebagai mentri angabaya, tumenggung Wirakre dak mempunyai kekuasaan
lagi untuk ikut campur dalam urusan pemerintahan. Tugasnya kebanyakan di luar keraton, menjaga
keamanan. Sebagai gan pa h Raganata maka baginda mengangkat Kebo Anengah atau Kebo Arema sebagai
pa h dan Apanji Aragani sebagai pembantunya. Sekalipun hanya pembantu, ternyata pa h
Aragani lebih dapat memikat kepercayaan baginda. Dia seorang yang pandai bicara dan pandai
mengambil muka. Berkat ketajaman lidah dan kelicikannya, baginda cenderung untuk mengangkat
Apanji Aragani sebagai patih-dalam. Sedangkan Kebo Anengah sebagai patih-luar.
Demikian kekuasaan pa h Apanji Aragani dalam pemerintahan Singasari sehingga berdebarlah
hati bekel bhayangkara Kalingga ketika mendapat panggilan supaya menghadap kepada patih itu.
Dengan membawa berbagai pertanyaan dan peneropongan atas tugasnya selama ini dimana
mungkin ia telah melakukan kesalahan-kesalahan bekel Kalingga menuju ke gedung kepatihan
"Tidak sari-sarinya gusti patih menitahkan aku menghadap. Apalagi pada malam hari begini.
Mungkin ada sesuatu perintah penting yang harus kulakukan. Atau ...." tiba2 ia terkejut ketika
melihat sesosok bayangan hitam muncul dari sebuah lorong dan berjalan menghampiri ke
arahnya. "O, engkau adi Rangkah" serentak bekel Kalingga berseru agak terkejut ke ka orang itu ba dan
segera mengenalinya, sebagai Mahesa Rangkah, bekel bhayangkara puri-dalam yang bertugas
menjaga keselamatan keputrian dan seluruh keluarga baginda.
Saat itu memang belum terlalu malam sehingga dalam puri keraton masih terdapat dayang2 atau
prajurit2 bhayangkara yang berlalu lalang melakukan tugas masing-masing.
"O, kakang bekel Kalingga" seru orang itu pula "hendak kemanakah kakang" Mengapa tampak
kakang bergegas langkah?"
Bekel Kalingga memandang ke sekeliling penjuru sebelum ia menjawab. Setelah melihat ada


Dendam Empu Bharada Karya S D Djatilaksana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang lain, ia segera menarik tangan bekel Mahesa Rangkah kese-buah tempat yang agak gelap.
Melihat ketegangan sikap bekel Kalingga, Mahesa Rangkah kerutkan dahi. Tetapi ia menurut saja.
"Adi" kata bekel Kalingga dengan suara pelahan "aku hendak menghadap gusti patih"
Mahesa Rangkah terkejut "Mengapa kakang?"
"Entahlah, adi. Aku hanya diperintah menghadap ke kepatihan saja"
"Gusti patih siapa?"
"Apanji Aragani"
"O" seru bekel Rangkah agak kejut "pada waktu malam begini, gus pa h itu memanggil
kakang?" "Itulah, adi" kata bekel Kalingga "yang membuat aku heran juga. Bukankah perintah dapat di
sampaikan pada esok hari, mengapa harus malam ini juga?"
"Mungkin ada suatu tugas yang penting sekali" kata bekel Rangkah.
Bekel Kalingga gelengkan kepala "Kurasa dak adi. Karena dak sari-sarinya dan baru pertama
kali ini gusti patih Aragani memanggil aku menghadap ke kepatihan"
"Lalu apa sajakah maksud gusti patih, menurut dugaan kakang?"
"Aku lebih cenderung untuk menduga bahwa gus pa h akan memberi hukuman atau sekurang-
kurangnya teguran keras atas kesalahanku"
"Apakah kakang merasa melakukan kesalahan?"
Bekel Kalingga gelengkan kepala, menghela nafas "Itulah adi yang menjadi pemikiranku. Aku
merasa dalam menjalankan tugas sebagai bekel bhayangkara selama ini, tak pernah aku melalaikan
kewajiban. Bahkan sakitpun aku paksakan diri untuk masuk"
Tiba2 bekel Rangkah kerutkan dahi, katanya dengan nada dalam "Kakang Kalingga"
Bekel Kalingga terkejut melihat perobahan airmuka dan nada suara bekel Rangkah "Mengapa, adi
?" "Cobalah engkau jawab pertanyaanku ini"
"Ya" "Menurut perasaan, pengamatan dan dugaanmu, adakah pa h Aragani telah mengetahui atau
sekurang-kurangnya mencium bau akan kerjasama kita selama ini?"
Mendengar itu bekel Kalingga terbeliak "Maksudmu ...."
"Ya, kakang, itulah yang kumaksudkan" tukas bekel Rangkah "ingatlah kakang, pa h Aragani itu
seorang yang cerdik, licin, banyak akal muslihat dan mempunyai kaki tangan yang menyelundup di
segala tempat" Bekel Kalingga tak lekas menjawab melainkan merenung. Rupanya ia tengah menggali ingatannya
untuk membayangkan hal2 yang cenderung kearah yang ditanyakan bekel Rangkah itu. Sampai
lama ia tetap berdiam diri.
"Bagaimana kakang Kalingga ?" karena cukup menunggu lama akhirnya bekel Rangkah memecah
kesunyian. "Kurasa tidak, adi" kata bekel Kalingga "karena selama ini, aku bertindak dengan sangat
hati2. Tidak kuperluas kawan2 kita melainkan kubatasi apa yang sudah ada saja. Pun mereka
tetap kuawasi gerak geriknya. Tetapi selama ini tiada tanda2 mereka akan berpaling haluan"
Bekel Rangkah mengangguk "Kupercaya penuh kepada kakang Kalingga. Tetapi masih juga
kekuatiran itu menghinggapi perasaanku"
"Apa yang engkau kuatirkan, adi?"
"Aku kua r akan adanya hal2 dari luar yang dapat menggagalkan atau sekurang-kurangnya
mengganggu rencana -kita, kakang"
"O" bekel Kalingga terkesiap "dapatkah adi menjelaskan lebih lanjut tentang hal2 semacam itu?"
Kali ini bekel Rangkah yang mengeliarkan pandang untuk meneli keadaan disekeliling. Setelah
tak melihat sesuatu yang mencurigakan ia segera melekatkan muka kedekat telinga bekel Kalingga
dan membisikinya "Baru2 ini aku menerima berita dari fihak gunung Butak, bahwa ada seorang
pemuda yang tampak menunjukkan kegiatannya untuk mencari gong pusaka empu Bharada yang
hilang. Pemuda itu sempat berkenalan pula dengan pangeran Arjadaraja dan rupanya dia datang
ke pura Singasari" "Bagaimana adi tahu akan hal itu ?"
"Ke ka mengiring kedua gus puteri ke taman Boboci, aku sempat bertemu dengan pemuda itu
dan seorang pengiringnya. Bahkan pemuda itupun sempat diterima menghadap gus puteri,
kakang" "O" desuh bekel Kalingga "tetapi adakah pemuda itu mempunyai hubungan erat dengan rencana
kita, adi ?" "Sampai saat ini aku belum melihat suatu tanda kearah itu, kakang. Tetapi perasaanku
mengatakan bahwa kita harus waspada dan menaruh perhatian terhadap pemuda itu"
"Adi Rangkah" kata bekel Kalingga "adi mengatakan bahwa pemuda itu datang ke pura Singasari.
Dapatkah engkau memberi keterangan, apakah maksud tujuan pemuda itu ke pura ini?"
"Soal itu kakang" jawab bekel Rangkah "aku belum menerima laporan apa2. Kuduga, dia hanya
sekedar melihat-lihat saja keindahan pura kerajaan Singasari ini"
"O" seru bekel Kalingga, kemudian memandang cakrawala "baiklah, adi. Kuperha kan pesanmu
itu. Betapapun, berlaku hati2 jauh lebih baik daripada lengah, bukankah begitu?"
"Terima kasih, kakang" kata bekel Rangkah "kakang Kalingga" seru bekel Rangkah seraya
mengeluarkan sebuah kotak kecil dari dalam bajunya "entah bagaimana, tetapi kurasa ndakan
gus pa h Aragani memanggil kakang pada waktu malam begini, cukup menimbulkan kecurigaan.
Kita tahu siapa dan bagaimana gus pa h Aragani itu. Sesuai dengan pedoman cara kerja kita
bahwa lebih baik berha -ha daripada lengah, maka akupun hendak memperlengkapi bekal
kakang dalam menghadap gusti patih Aragani nanti"
"Apakah maksudmu, adi?"
"Jika gus pa h Aragani hendak memberi perintah yang berhubungan dengan tugas, kita tentu
merasa bersyukur" kata bekel Rangkah "tetapi apabila terjadi sesuatu yang menyimpang dari hal
itu, terutama apabila menyangkut hubungan kita, dalam keadaaan yang sangat mendesak dan
terpaksa sekali, dalam kedudukan yang terjepit dan berbahaya, segeralah kakang membuka kotak
ini. Kutanggung, segala keruwetan, ancaman dan bahaya yang akan menimpah diri kakang, pas
akan lenyap" "O" desuh bekel Kalingga terkejut "apakah isinya adi ?"
"Jangan kakang tanyakan atau buka dulu apa isinya. Bukankah kakang percaya kepadaku ?"
"Percaya penuh"
"Terima kasih,kakang" kata bekel Rangkah. "kotak itu hanya sebagai penjagaan bilamana kakang
benar2 terancam bahaya dan tak dapat menemukan jalan untuk menyelamatkan diri. Apabila
kakang masih merasa dapat mengatasi persoalan yang kakang hadapi, janganlah kakang membuka
kotak itu. Begitu pula apabila kakang tak jadi menggunakannya, besok kembalikan lagi kepadaku".
Demikian kedua bekel yang bersahabat karib itu saling berpisah. Sebelumnya sekali lagi, bekel
Rangkah memeluk tubuh bekel Kalingga "Apapun yang terjadi kita harus tetap bersatu dan setya
pada janji kita. Senang dan susah kita tetap akan "bersama"
Bekel Kalingga segera melanjutkan perjalanan ke kepatihan. Ia menyimpan kotak kecil itu
walaupun tak tahu apa isinya. Ia peicaya penuh akan bekel Rangkah. Dan pikirannyapun agak
longgar karena sekurang-kurangnya langkahnya ke gedung kepatihan itu diketahui oleh bekel
Rangkah. Segera ia diterima oleh prajurit penjaga gedung kepa han dan langsung dibawa masuk kedalam
menghadap pa h Aragani. Tampak pa h yang bertubuh agak gemuk dan bermata seper orang
ngantuk itu, duduk disebuah kursi beralas beludu merah. Disamping pa h Apanji Aragani itu tegak
seorang pemuda berparas cakap. Busananyapun indah.
Bekel Kalingga agak heran. Ia belum pernah mendengar bahwa pa h itu mempunyai putera
tetapi hendak memungut putera menantu yang menurut cerita para nayaka dan hamba sahaya
seorang pemuda yang cakap. Inilah gerangan calon menantu patih itu " Ah, mungkin, pikir Kalingga.
"Gusti patih, hamba bekel Kalingga menghadap dan menghaturkan sembah hormat kebawah kaki
paduka" kata bekel Kalingga seraya memberi sembah.
"O, engkau bekel Kalingga" pa h itu seper seorang yang gelagapan terjaga dari dur. Lapat2
hidung bekel Kalingga terbaur hembusan angin lembut yang berbau tuak.
"Engkau tentu terkejut mengapa kupanggil engkau datang menghadap aku pada waktu malam
ini" kata patih Aragani pula.
"Benar, gusti" "Ah, tak perlu kaget, bekel" kata pa h Aragani "karena ada lain maksud yang kukandung
kepadamu kecuali hendak memberi hadiah, seperangkat busana dan uang"
Bekel Kalingga terperangah ke ka ia melihat dihadapan pemuda cakap itu memang telah
tersedia sebuah penampan besar yang berisi sesusun pakaian serta sebuah pundi2 uang.
"Tetapi gus pa h" seru bekel Kalingga "atas dasar apakah maka hamba layak paduka karuniai
hadiah yang sedemikian besar ?"
"Jasa" "Jasa, gus ?" bekel Kalingga makin terbeliak "hamba merasa tak pernah melakukan sesuatu yang
layak dinilai sebagai jasa, gusti ?"
Pa h Apanji Aragani tertawa. Nadanya kering kerontang seper suara burung gagak yang
kehausan di-musim kemarau.
"Engkau seorang bekel yang jujur, Kalingga" seru pa h Apanji Aragani pula "kuminta engkau
selalu melaksanakan kejujuranmu itu, maukah?"
"Baik, gus " bekel Kalingga mengiakan walaupun tak tahu kemanakah sesungguhnya arah tujuan
kata-kata patih itu. "Engkau berjanji dengan sungguh2, bekel?" masih patih itu mendesak.
"Demi kehormatan hamba, gusti"
Tiba2 pa h itu berpaling ke samping "Panglulut, puteraku, engkau kuminta menjadi saksi atas
pernyataan bekel Kalingga ini" kemudian pa h itu berpaling pula "bekel Kalingga, inilah calon
putera menantuku, raden Kuda Panglulut"
Bekel Kalingga gopoh memberi hormat dan mohon maaf karena terlambat menghaturkan
sembah. "Dan raden menantuku inilah yang menjadi saksi dari pernyataanmu tadi, bekel" seru pa h
Aragani. Walaupun tak menger mengapa pa h Aragani selalu menekankan soal itu, namun bekel
Kalingga terpaksa mengiakan juga.
"Memang benar, bekel Kalingga, apabila engkau merasa tak melakukan sesuatu yang layak diberi
penghargaan sebagai suatu jasa" kata patih Aragani pula.
"Tetapi jasa itu harus engkau ciptakan"
Dalam menginjak pembicaraan itu jelas kata2 patih Aragani itu mulai menghambur laksana
hujan mencurah. Beda sekali dengan kesan yang dirasakan bekel Kalingga pada saat melihat
sikap dan pandang mata patih Aragani yang sekuyu orang mengantuk tadi. Kini mulailah ia
mengakui bahwa apa yang disohorkan para narapraja tentang diri patih Aragani yang pandai
bicara, memang benar. "Gus pa h" bekel Kalingga menghatur sembah "hamba benar2 bodoh sekali sehingga tak
menger apakah yang sesungguhnya hendak paduka tahkan kepada hamba. Mohon gus pa h
sudi melimpahkan keterangan"
"Kukatakan engkau harus menciptakan jasa itu" pa h Apanji Aragani mengulang kata-katanya
tadi. "Tetapi gusti patih, bagaimana cara hamba menciptakan jasa itu?"
"Mudah sekali, bekel" patih Aragani tertawa.
"Mudah ?"bekel Kalingga terbeliak.
"Ya. Mudah" patih Aragani memberi penegasan "hanya tergantung dari kemauanmu sendiri"
"Tetapi hamba benar2 tak tahu bagaimana cara untuk menciptakan jasa itu, gusti patih"
"Benarkah engkau ingin menciptakan jasa ?" ba2 pa h Apanji Aragani bertanya dengan nada
bersungguh. "Gus pa h" kata bekel Kalingga "hamba adalah seorang nayaka yang menjabat bekel
bhayangkara-luar dari keraton Singasari. Sudah tentu demi kepen ngan negara, hamba ingin sekali
Untuk menghaturkan jasa itu"
"Sungguhkah itu?"
"Sungguh, gusti patih"
Apanji Aragani cepat berpaling pula kearah raden Kuda Panglulut "Panglulut, engkaulah yang
menjadi saksi dari pernyataan bekel itu"
"Baik, rama" sahut pemuda tampan itu pula.
"Bekel Kalingga" seru pa h Apanji Aragani "dengan mudah sekali engkau akan menciptakan jasa
besar apabila engkau mau memberi, keterangan yang sejujurnya atas pertanyaanku ini"
Bekel Kalingga terkesiap pula. Namun karena ia belum tahu apa yang tersembunyi dibalik ucapan
pa h itu maka iapun segera menjawab "Mohon gus pa h segera melimpahkan pertanyaan itu
kepada hamba" "Bekel" seru pa h Apanji Aragani "kenalkah engkau dengan pangeran Ardaraja, putera akuwu
Jayakatwang dari Daha itu ?"
Diam2 bekel Kalingga terkejut mendengar pertanyaan itu. Namun ia berusaha sekuat mungkin
untuk menguasai perobahan cahaya pada mukanya "Hamba tahu, gusti"
"Aku tak bertanya engkau tahu atau tidak. Pertanyaanku itu adalah, engkau kenal atau tidak"
"Kenal, gusti patih"
"Kenal baik sekali ?"
Bekel Kalingga terbeliak. Ia tak menduga akan menerima pertanyaan semacam itu dari pa h
Aragani. Iapun heran mengapa pa h Aragani bertanyakan hal itu sedemikian bersungguh
"Perkenalan hamba dengan pangeran Ardaraja, ke ka dahulu pangeran itu berkunjung menghadap
seri baginda Kertanagara untuk menghaturkan sembah bhak akuwu Jayakatwang kebawah duli
baginda. Sejak itu hamba tiada hubungan lagi dengan pangeran"
"Kuperingatkan kepadamu, bekel" ba2 pa h Aragani berseru "bahwa disaksikan oleh putera
menantuku ini, raden Kuda Panglulut, engkau tadi telah memberi pernyataan hendak bersikap jujur
kepadaku" "Hamba merasa tak mengingkari pernyataan hamba itu, gusti patih"
"Bekel Kalingga" pa h Apanji Aragani tak menanggapi jawaban bekel itu "Berapa kalikah
pangeran Ardaraja memberi surat kepadamu" Apakah isi surat itu ?"
Jika saat itu pe r meletus disampingnya, daklah bekel Kalingga akan lebih kaget daripada
mendengar serangkaian pertanyaan yang menghambur dari mulut pa h Apanji Aragani saat itu.
Seketika cahaya muka bekel itu pucat.
"Bekel Kalingga" seru patih Aragani yang kali ini dimeriahkan dengan tertawa ramah
"mengapa engkau perlu terkejut, pucat dan berdebar-debar" Pertanyaanku itu mudah sekali
engkau jawab dan dengan mudah pula engkau akan menciptakan jasa yang layak kuberi hadiah
ini. Bahkan kemungkinan akan kuusahakan supaya engkau naik pangkat"
Bekel Kalingga menyadari keadaannya saat itu. Suatu perobahan dari se ap gejolak perasaan
ha nya, akan mempersulit bahkan membahayakan jiwanya. Maka cepatlah ia menghapus semua
lipat kerut yang menghias dahinya "Gus pa h, hamba belum pernah menerima surat apa2 dari
pangeran itu" Patih Apanji Aragani tertawa.
"Bekel" serunya "akan hal yang semudah itu mengapa pula engkau harus berusaha untuk
menutupinya " Tidakkah lebih bahagia bagi dirimu apabila engkau memberi keterangan sejujur-
jujurnya " Bekel Kalingga, engkau tentu menyadari bahwa saat ini aku telah memiliki kekuasaan
yang dapat menghitam-putihkan setiap rnentri, nayaka dan semua narapraja di keraton
Singasari. Dan akupun sanggup untuk melindungi keselamatan jiwamu manakala engkau kuatir
pengakuanmu itu akan membahayakan jiwamu. Janganlah engkau takut akan hal itu, bekel"
"Benar, gus pa h" seru bekel Kalingga pula "hamba memang tak pernah menerima barang
sepucuk suratpun dari pangeran Ardaraja itu"
"Bekel Kalingga" seru pa h Apanji Aragani "perlukah engkau menghendaki saksi untuk
membuktikan bahwa keteranganmu itu tidak benar ?"
Karena sudah terpojok, mau tak mau bekel Kalingga menerima juga "Baik, gus pa h. Hamba
mohon dipadu dengan saksi itu"
Pa h Apanji Aragani segera berpaling dan membisiki raden Kuda Panglulut. Raden itu beranjak
dari tempatnya dan melangkah keluar.. Tak berapa lama dia muncul kembali diiring oleh dua orang
bekel bhayang-kara-luar, Lingga dan Pirang.
"Bekel Lingga" seru pa h Apanji Aragani "cobalah engkau terangkan tentang peris wa yang
engkau alami kemarin agar bekel Kalingga puas"
"Kemarin" bekel Lingga mulai menutur "ke ka hamba sedang berada di Balai Prajurit, ba- ba
ada seorang kawan yang memberi tahu hamba bahwa di luar ada seorang pemuda yang hendak
mencari hamba. Hambapun bergegas keluar. Pemuda itu belum hamba kenal. Dia menyerahkan
sepucuk surat kepada hamba setelah hamba memperkenalkan nama hamba kepadanya. Pemuda
itu mengatakan bahwa sarat itu dari pangeran Ardaraja, supaya diserahkan kepada bekel Kalingga.
Ke ka hamba menegaskan bahwa nama hamba bekel Lingga, diapun mengangguk dan teras
menyerahkan surat itu kepada hamba. Kemudian hamba beritahukan hal itu kepada adi Pirang ini.
Hamba merasa tak kenal dengan pangeran Ardaraja dan menilik keraguan sikap pemuda itu waktu
mendengar nama Kalingga dengan Lingga, mbullah kesan hamba hahwa dia tentu keliru
menyerahkan surat itu. Seharusnya yang dicari tentulah bekel Kalingga, bukan hamba bekel Lingga.
Tetapi dia tentu menganggap bahwa Lingga itu sama dengan Kalingga. Demikian gus pa h,
peristiwa yang hamba alami kemarin dan surat itu telah hamba haturkan ke hadapan paduka"
"Bekel Kalingga" seru Aragani sudah dengarkah engkau akan penuturan bekel Lingga tadi" Jelas
pangeran Ardaraja hendak menyerahkan surat ini kepadamu. Maka sekali lagi kuperingatkan
engkau, bekel agar suka memberi keterangan yang sejujur-jujurnya, sesuai dengan pernyataanmu
tadi" "Bekel Kalingga, engkau mau mengaku atau dak" seru pa h Aragani yang menyongsongkan
ujung keris ke dada bekel Kalingga sehingga dada bekel itu mengucurkan darah. Tiba2 bekel itu
mendapat akal. . ... "Hamba tak merasa mempunyai kewajiban untuk menerima surat dari pangeran Ardaraja, gus
patih" bantah bekel Kalingga,
"Hm, ternyata engkau ingkar janji" kata patih Apanji Aragani "baik, sekarang kubenmu sebuah
kesempatan lagi tetapi kesempatan ini yang terakhir. Isi surat itu menyatakan tentang
lenyapnya gong Prada di Daha. Maka diminta, supaya melakukan penyelidikan di pura
Singasari. Siapakah diantara mentri, senopati kerajaan yang cenderung untuk diduga
menyembunyikan gong pusaka itu. Demikianlah isi surat itu"
"Siapakah yang diminta untuk menyelidiki itu, gusti patih?"
"Mungkin engkau, bekel"
"Sama sekali dak benar, gus pa h. Hamba tak tahu menahu soal gong pusaka itu. Dan tak
merasa mempunyai kewajiban untuk menerima surat dari pangeran Daha itu"
"Mungkin engkau hanya seorang perantara. Agar seterimanya surat ini engkau segera
menghaturkan kepada orang yang harus menerima"
"Siapa gusti patih ?"
"Itulah yang hendak kutanyakan kepadamu. Mengapa engkau berani mengajukan pertanyaan itu
kepadaku" Jika aku tahu, mengapa aku harus memanggil engkau datang kemari, bekel Kalingga"
Kalingga benar2 terkejut. Diam2 ia mengakui bahwa ia memang pernah menerima surat dari
pangeran Ardaraja, Tetapi pada saat sebelumnya, ia telah mendapat keterangan dari Mahesa


Dendam Empu Bharada Karya S D Djatilaksana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Rangkah bahwa jika ada orang yang menyerahkan surat, supaya bekel Kalingga menerima dan
menyerahkan kepada Mahesa Rangkah.
Tetapi kali ini benar2 ada berita apa2. Mahesa Rangkah tak memberi suatu petunjuk apa2. Ia
sendiri tak tahu menahu soal hubungan Mahesa Rangkah dengan Ardaraja. Waktu ia bertanya hal
itu, Mahesa Rangkah hanya memberi penjelasan singkat, bahwa surat itu diperuntukkan pa h
Kebo Arema. Namun betapapun ia sudah terikat janji dengan bekel Rangkah untuk tidak mengatakan
peristiwa surat2 dari pangeran Ardaraja itu kepada siapapun juga. Bekel Rangkah memberi
gambaran tentang suasana dalam pemerintahan di pura Singasari "Kakang Kalingga, keadaan
pemerintahan di pura Singasari dewasa ini, bagaikan api dalam sekam. Diluar tampak tenang
tetapi didalam membara. Baginda mulai dimabuk sanjung puji. Baginda mempunyai beberapa
rencana besar untuk mencapai kekayaan kerajaan Singasari. Kini sedang dijajagi kemungkinan
untuk mengirim pasukan Singasari. ke Malayu. Karena menentang rencana itu maka gusti patih
sepuh empu Raganata telah dipecat dan dipindah ke Tumapel sebagai adhyaksa. Demikian
pula rakryan Banyak Wide dan tumenggung Wirakretipun telah dicopot dan dipindah ke luar
daerah" "Mengapa gus pa h Raganata tak menyetujui rencana baginda itu ?" saat itu bekel Kalingga
menyatakan keheranannya. "Gus pa h Raganata meni k beratkan pada kekuatan dalam negeri. Yang pen ng keadaan
dalam negeri sudah aman dan benar2 sentausa, barulah melangkah pada pemikiran rencana
mengirimkan pasukan ke Malayu. Sebaliknya baginda, setuju dengan pendapat tumenggung Apanji
Aragani, bahwa saat ini keadaan dalam negeri Singasari sudah aman sentausa. Apabila Singasari
hendak mencapai kekayaan, haruslah kebesaran dan pengaruhnya melipu negara2 seberang
Malayu. Baginda lebih condong pada pandangan tumenggung A-panji Aragani. Pa h Raganata dan
rakryan Banyak Wide serta tumenggung Wirakre , dibersihkan dari pucuk pimpinan kerajaan,
diganti oleh patih Kebo Arema dan Apanji Aragani"
Bekel Kalingga masih ingat jelas akan pembicaraan itu yang oleh bekel Rangkah kemudian
di ngkatkan kearah suatu kerjasama, demi melindungi kepen ngan kerajaan Singasari, akan
menentang sepak terjang pa h Aragani. Itulah pula sebabnya mengapa bekel Kalingga setuju untuk
menerima surat2 dari pangeran Ardaraja untuk bekel Rangkah, karena ia mendapat keterangan
dari bekel Rangkah bahwa baginda hendak mengambil pangeran Ardaraja sebagai putera menantu.
"Bagaimana bekel Kalingga" seru pa h Aragani pula "adakah masih ada lain keberatan bagimu
untuk tak memberi keterangan sejujurnya?"
"Benar, gus pa h" kata bekel Kalingga "karena betapapun hamba hendak memberi keterangan,
namun hamba tak tahu akan peris wa itu. Kemungkinan pemuda itu memang benar hendak
memberikan surat dari pangeran Ardaraja kepada bekel Lingga"
"Tidak" seru pa h Aragani "karena jika benar begitu, tak mungkin bekel Lingga akan
menyerahkan surat itu kepadaku. Dan isinya jelas mengenai hal2 yang ada sangkut pautnya
dengan diriku. Bekel Kalingga, telah kujanjikan kepadamu, hadiah busana, uang serta kenaikan
pangkat, kujanjikan pula suatu jaminan untuk melindungi keselamatan jiwamu. Maka bekel
Kalingga, janganlah engkau takut atau ragu2 lagi. Gukup asal engkau memberitahu, kepada
siapakah surat dari pangeran Ardaraja harus engkau berikan?"
Bekel Kalingga sudah membenahi diri. Kini jelas apa maksud pa h Aragani memanggilnya malam
itu. Dengan mudah ia dapat memberitahukan siapa yang akan menerima surat itu. Dan dengan
pengakuan itu ia tentu akan menerima hadiah dan kenaikan pangkat serta perlindungan
keselamatan jiwa. Ia percaya pa h Aragani tentu mampu melakukan hal itu semua karena saat ini
patih Araganilah yang paling dekat dengan baginda.
Tetapi dengan pengakuan itu jelas bekel Rangkah pas akan celaka. Bahwa bekel Rangkah akan
ditangkap pa h Aragani bahkan kemungkinan akan dibunuh, baginya peribadi, dak menambah
ataupun mengurangi kepen ngannya. Tetapi bagi kepen ngan perjuangan dan menjaga
kepen ngan tahta kerajaan dari rongrongan pa h Aragani, ma nya bekel Rangkah akan
merupakan suatu kehilangan yang besar sekali. Tidak. Ia tak mau berhianat. Upah bagi
penghinatannya hanya seperangkat busana dan sepundi uang, setingkat pangkat. Tetapi akibat dari
tindakannya berhianat itu akan jauh lebih besar daripada imbalan yang diperolehnya.
"Gus pa h" kata bekel Kalingga dengan nada mantap "telah hamba haturkan keterangan yang
sejujurnya bahwa hamba tak tahu tentang surat itu. Hamba kua r, gus pa h, bahwa dalam
suasana seperti saat ini, banyak sekali fitnah dan tuduhan2 yang berhamburan mencari sasaran"
"Apa maksudmu bekel?"
"Sejak dalam pucuk pimpinan pemerintahan di pura Singasari terjadi perobahan maka suasana
dalam purapun ikut bergolak. Pergunjingan menjadi buah bibir mulut usil, fitnah menjadi
pekerjaan dari mereka yang ingin merebut kedudukan lain orang"
Sebenarnya bekel Kalingga bermaksud hendak mengatakan bahwa orang yang menuduh dia,
Kalingga, yang sebenarnya akan menerima surat dari pangeran Ardaraja itu, hanyalah suatu fitnah
yang bertujuan untuk menjatuhkannya dari jabatan sebagai bekel bha-yangkara. Tetapi justeru
kata2 itu mengena sekali pada diri pa h Aragani yang dengan kepandaiannya bermulut manis
merangkai fitnah, telah berhasil menjatuhkan patih Raganata dari jabatan patih.
Barangsiapa terluka tentu perih atau barangsiapa berbuat tentu merasa. Ucapan itu memang
tepat. Pa h Apanji Aragani marah sekali ke ka mendengar kata2 bekel Kalingga. Ia menganggap
bekel itu berani menyindirnya "Tutup mulutmu, keparat! Kesabaranku ada batasnya. Engkau mau
mengaku atau tidak?"
Bekel Kalingga terkejut melihat perobahan sikap pa h itu. Walaupun ia sudah menduga bahwa
pada a-khirnya pa h Aragani tentu marah, tetapi daklah disangkanya bahwa kemarahan pa h itu
disebabkan karena mendengar kata-katanya tadi "Gus pa h, betapapun hamba ingin mengaku
tetapi sesungguhnya hamba tak merasa ...."
"Tangkap keparat itu!" teriak patih Aragani.
Seke ka bekel Lingga dan Pirang segera loncat menyergap bekel Kalingga. Dalam waktu yang
amat singkat bekel Kalingga telah diikat tangannya.
Bekel Kalingga tak mau melawan. Ia tahu bahwa melawanpun tiada guna. Masuk kedalam
gedung kepatihan, ibarat masuk kedalam sarang harimau.
Tiba2 bekel Lingga melepaskan cekalan pada bahu bekel Kalingga dan maju kehadapan patih
Aragani "Gusti patih, hamba mohon idin untuk menggeledah bekel Kalingga. Karena hamba
mendapat kesan, bekel itu tentu, masih menyimpan hal2 yang mempunyai hubungan dengan
bukti2 lainnya" "Bagus, bekel Lingga" kata pa h Aragani "jika engkau menemukan buk 2 yang lain, apabila dia
tetap tak mau mengaku, potonglah lidahnya"
Bekel Lingga segera menggeledah badan bekel Kalingga. Tiba2 ia berteriak kaget "Hai, dia
menyimpan sebuah kotak kecil. Tentu berisi sesuatu yang penting. . ."
Bekel Kalingga terkejut juga ke ka bekel Lingga mengambil kotak kecil pemberian dari bekel
Rangkah. Ia tak tahu apa isinya. Tetapi mengingat pesan bekel Rangkah bahwa kotak itu jika
dibuka, akan dapat menyelamatkan diri bekel Kalingga dari segala mara bahaya dan ancaman, ia
duga isinya tentu sesuatu yang benar2, pen ng sekali. Kotak kecil itu jelas diperuntukkannya,
apabila sampai jatuh ke tangan bekel Lingga, tentulah bekel Lingga akan mengetahui juga tentang
diri bekel Rangkah. Hal itu berarti rahasia bekel Rangkah akan pecah.
"Jangan, bekel Lingga" cepat ia berseru gugup "kotak itu berisi sebuah cincin permata yang
hendak kuberikan kepada isteriku. Jangan engkau ganggu isinya!"
Mungkin karena gugup maka bekel Kalingga mengeluarkan kata2 itu. Tetapi ia lupa bahwa yang
dihadapinya itu adalah pa h Aragani yang cerdik dan licin. Demikian pula dengan bekel Lingga.
Kata2 bekel Kalingga itu bahkan merupakan suatu pernyataan bahwa kotak itu berisi sesuatu yang
pen ng dan berharga sekali. Mereka percaya bahwa isinya tentu bukan cincin permata seper yang
dikatakan bekel Kalingga.
Bekel Lingga memandang kearah patin Aragani.
"Bukalah Lingga!" seru pa h Aragani "apapun isinya, ambillah. Kecuali bekel Kalingga merobah
pendiriannya" "Kakang Kalingga" kata bekel Lingga "sebagai sesama kawan yang sudah lama saling mengenal,
aku ingin menawarkan suatu hal kepadamu"
"Percuma Lingga" bekel Kalingga gelengkan kepala "aku tak tahu menahu soal itu bagaimana aku
harus membuat pengakuan?"
Bekel Lingga tertawa mengejek "Rupanya engkau masih terlena dalam keasyikan durmu yang
lelap, kakang Kalingga. Kawan2 kita yang dulu mengabdi kepada gus pa h Raganata atau rakryan
Banyak Wide ataupun tumenggung Wirakreti, banyak yang sudah beralih kiblat",
Bekel Kalingga tertawa "Kiblat itu hanya satu, Lingga Yang salah bukan kiblat tetapi manusia2 itu
sendiri jika mereka beralih kiblat"
"Benar" sambut bekel Lingga "memang kiblat; itu hanya satu. Tetapi yang satu itupun tak
abadi. Mengapa kita tak mau menyongsong matahari hari ini tetapi memburu matahari yang
telah silam kemarin. Kiblat memang satu bagi matahari. Tetapi manusia tak boleh terus
mengarahkan kiblatnya kearah silamnya matahari kemarin, melainkan harus beralih kiblat
kearah matahari yang terbit hari ini"
Bekel Kalingga terdiam. "Kakang Kalingga" seru bekel Lingga pula "semua kawan2 kita, baik yang tergabung dalam
kelompok bhayangkara-dalam maupun bhayangkara-luar, sekarang beralih mengabdi kepada gus
pa h Aragani. Tindakan kami ini sesuai dengan amanat dari langkah baginda yang telah
melimpahkan kepercayaan penuh kepada gus pa h. Cobalah engkau renungkan kakang Kalingga.
Jika baginda junjungan kita sudah berkenan melimpahkan kepercayaan kepada gus pa h Aragani,
adakan kita masih berkeras kepala tak mau mengabdi gusti patih ?"
"Lingga" seru bekel Kalingga "apa yang harus kukatakan" Cobalah engkau tunjukkan kepadaku,
Aku tentu menurut" "Kakang Kalingga" ba2 Lingga bergan nada keras "kita sudah sama2 seorang tua. Betapapun
engkau hendak mengingkari, aku memang tak dapat mengetahui. Tetapi hanya ba nmu sendiri
yang tak dapat engkau bohongi. Karena jelas engkau tak mau menerima anjuranku, akupun tak
dapat berkata apa2 lagi. Sekarang ini kita bukan berhadapan sebagai bekel Lingga kawan dari bekel
Kalingga, tetapi sebagai dua orang bekel yang bertentang pendirian. Nah, untuk membuk kan
betapa isi ha mu, kotak ini akan kubuka. Aku tak percaya kalau isinya cincin permata tetapi pas
berisi benda yang bersangkutan dengan rahasiamu"
"Lingga ...." seru bekel Kalingga "untuk yang terakhir kalinya kuminta janganlah engkau membuka
kotak itu" "Aku bukan anak kecil" seru bekel Lingga seraya terus mendekatkan kotak itu kearah mukanya
dan tangannyapun mulai membuka tutupnya.
Termasuk bekel Kalingga sendiri, semua mata yang berada di ruang itu, tertumpah ruah pada isi
kotak itu. Sekonyong-konyong mereka melihat sepercik cahaya kuning keemasan meluncur dan
melayang kemuka bekel Lingga.
"Auhhhhh ...." sekonyong-konyong pula bekel Lingga menjerit keras dan panjang. Nadanya penuh
kejut dan ketakutan serta kesakitan yang hebat. Dan seke ka itu pula tubuh bekel itu terjerembab
jatuh ke lantai. Bergeleparan seper orang yang tengah meregang jiwa dan kemudian diam tak
bergerak .... "Ular weling" seke ka menjeritlah Pirang ke ka melihat sebuah benda kecil meluncur hendak
keluar dari ruang itu. Cepat ia loncat dan membacok dengan pedang. Benda itupun kutung menjadi
dua. Sehabis membunuh ulur kecil yang sangat berbisa itu, Pirang segera memburu ketempat bekel
Kalingga "Keparat, engkau membunuh kakang Lingga ...."
"Jangan!" ba2 pa h Aragani berteriak keras sehingga pedang yang sudah terangkat diatas
kepala Pirang itu, terhenti seketika.
"Mengapa gusti patih ?" seru Pirang dengan mata berkilat-kilat buas.
"Jangan dibunuh dulu" seru pa h Aragani seraya turun dari tempat duduknya dan menghampiri
ke tempat bekel Kalingga berdiri.
Peris wa terbunuhnya bekel Lingga karena tergigit ular kecil yang amat berbisa dari dalam kotak
itu, benar2 menggemparkan sekalian orang. Termasuk bekel Kalingga sendiri juga terkejut sekali
sehingga ia terbelalak. Benar2 ia tak menyangka bahwa kotak yang diterimanya dari bekel Rangkah
itu ternyata berisi ular weling, jenis ular yang kecil tetapi ganas sekali. Orang yang digigit ular itu,
dalam beberapa kejab saja tentu sudah melayang jiwanya. Ular itu terkenal sekali memiliki bisa
yang menyebabkan kematian secara cepat dan ganas.
Kini bekel Kalingga menyadari apa yang dimaksud oleh bekel Rangkah. Bahwa bekel Rangkah
mengatakan, apabila menghadapi bahaya dan ancaman maut, bukalah kotak kecil itu, tentu akan
dapat mengatasi segala bahaya. Tak lain adalah suatu penyelesaian untuk bunuh diri. Benar,
memang dengan ma digigit ular weling yang sangat berbisa itu, segala penderitaan, ketakutan dan
bahaya, akan selesai. "Bekel Kalingga" ba2 ia dikejutkan oleh suara pa h Apanji Aragani yang sudah ba
dihadapannya "jelas sudah bahwa engkau telah mempersiapkan dirimu lebih dulu sebelum
menghadap kemari. Dengan membawa kotak berisi ular kecil yang amat berbisa itu, engkau telah
membulatkan tekadmu untuk menutup mulut"
Pa h Aragani berhen sejenak, memandang muka bekel Kalingga dengan tajam "Perbuatan itu
memang layak dilakukan untuk suatu tujuan yang pen ng dan mulia. Misalnya, demi menjaga
rahasia negara agar jangan jatuh sampai ke tangan musuh"
Sejenak berhen , berkata pula pa h Aragani "Dengan buk yang telah ada, jelas engkau tentu
takkan terlepas dari hukuman. Namun bekel Kalingga, aku bersedia menghapuskan peris wa saat
ini. Engkau tak perlu takut. Soal bekel Lingga, biarlah dia meninggal karena melakukan tugasnya.
Aku yang akan mempertanggungkan kesemuanya ini. Tetapi engkaupun harus bertanggung jawab
kepadaku. Nah, sekali lagi untuk yang terakhir kalinya, akan kuberimu kesempatan. Kepada
siapakah surat itu hendak engkau berikan ?"
"Hamba benar2 tak tahu tentang surat itu, gusti patih" bekel Kalingga tetap pada pendiriannya.
"Bukan yang kali ini" kata pa h Aragani "karena mungkin saja bukan engkau yang harus
menerima. Yang kumaksudkan yalah pada biasanya. Engkau tentu tahu dan berilah keterangan
yang jujur" Kesempatan itu tak disia-siakan bekel Kalingga. Ia tetap akan bertahan pada pendiriannya "Gus
pa h, hamba benar2 tak tahu menahu soal surat dari pangeran Ardaraja. Hamba tak pernah
berhubungan dengan pangeran itu ... ."
Bekel Kalingga tak dapat melanjutkan kata-katanya karena seke ka itu juga dadanya sudah
terlekat oleh sebuah benda yang dingin "Kalingga, engkau mau mengaku atau tidak !"
Bekel Kalingga terperangah. Ke ka menunduk, ia melihat dadanya telah terjamah oleh ujung
keris pa h Aragani. Saat itu mbullah pertentangan ba n yang hebat dalam ha nya. Apabila ia
mau mengaku dengan mudah ia akan selamat, mendapat hadiah dan kenaikan pangkat. Tetapi
Mahesa Rangkah akan ditangkap dan dibunuh. Perjuangan untuk membela kerajaan Singasari pas
akan gagal. Wajahnya merah padam diamuk oleh gelombang pertempuran dalam ba nnya.
Keringatpun mulai bercucuran membasahi dahinya ....
"Lekas, Kalingga" bentak pa h Aragani seraya menyorongkan ujung keris kemuka "mau bilang
atau tidak!". Seke ka darah mengucur dari dada bekel Kalingga. Bekel itu sudah pejamkan mata untuk
menyongsong kedatangan kema annya. Tiba2 rasa nyeri pada-dadanya itu agak berkurang dan
pada lain kejab terdengar patih Aragani bersuara pula.
"Tiada manusia yang lebih bodoh dari dia yang tak tahu gelagat" seru pa h itu "jelas saat ini
engkau sudah ada harapan lagi, mengapa engkau masih mempertahankan rahasia itu kema -
ma an " Kalau engkau ma , yang menderita adalah anak isterimu. Orang yang engkau lindungi
rahasianya itu, takkan menderita suatu apa dan belum tentu dia akan bertanggung jawab atas
kehidupan anak isterimu. Dan orang yang engkau lindungi itu, tak mungkin dapat mengungguli
kekuasaanku, pa h Aragani saat ini. Cobalah engkau pikir sekali lagi untuk yang terakhir kali, bekel
Kalingga. Kalau engkau memang menganggap bahwa pengorbananmu itu layak bagi kelanjutan
hidup keluargamu, akupun tak keberatan untuk mengantarkan engkau kepada batara Yamadipa .
Tetapi sebagai seorang pa h harus melindungi orang sebawahannya, sebagai seorang manusia
yang sadar akah peri-kemamusiaannya, aku masih mengharapkan kesadaranmu"
Tiba2 terlintaslah sesuatu dalam benak bekel Kalingga. Akhirnya ia menghela napas "Baik, gus
pa h. Hamba akan mengaku. Memang apa yang gus ucapkan itu benar. Jika hamba ma , keluarga
hambalah yang menderita"
Bagai awan terhembus angin, seke ka itu cerahlah wajah pa h Aragani. Segera ia menarik keris
yang sudah dilekatkan pada dada bekel itu dan berkata "Syukurlah, bekel Kalingga, bahwa engkau
telah mendapat kesadaran. Rupanya dewa masih memberi berkah kepadamu. Nah, katakanlah,
jangan engkau cemas lagi"
"Jika hamba menerima surat dari pangeran Ardaraja, maka surat ini hamba haturkan kepada
gusti patih Kebo Arema ...."
"Hai" teriak pa h Aragani seper terpagut ular kejutnya "jangan engkau mencari-cari, bekel
Kalingga!" "Gus pa h" kata bekel Kalingga dengan tenang "adalah berkat tah paduka tadilah hamba
memperoleh kesadaran bahwa sia2 hamba mengabdi kepada lain gus kecuali kepada paduka.
Oleh karena itu maka hamba telah mengatakan dengan sejujurnya apa yang hamba ketahui dan
lakukan selama ini, gusti"
"Bekel Kalingga" seru pa h Aragani dengan nada bengis "persoalan ini bukan soal kecil. Ini
menyangkut soal negara, soal nasib kerajaan .Singasari dan seluruh kawula, engkau dan aku juga.
Jangan engkau mengada-ada menciptakan nama yang dak benar. Apa tujuanmu mengatakan
kalau patih Kebo Arema yang menerima surat dari pangeran Ardaraja itu"
"Gusti patih" kata bekel Kalingga "soal bagaimana isi surat itu, sama Sekali hamba tak tahu.
Hamba hanya mendapat titah dari gusti patih Arema, bahwa apabila ada pengalasan dari Daha
yang memberikan surat dari pangeran Ardaraja, supaya segera dihaturkan kepada gusti patih
Kebo Arema. Jika gusti patih tak percaya, hamba diadu kesaksian ini dihadapan gusti patih
Kebo Arema" Melihat kesungguhan wajah dan nada bekel Kalingga, tergeraklah ha pa h Aragani. Dia menilai
jiwa bekel Kalingga itu seper yang dibayangkan. Seorang manusia kerdil yang takut ma takut
kehilangan pangkat demi menyelamatkan jiwa dan keselamatan keluarganya. Memang berkali-kali
dengan siasat mengingatkan seseorang akan jiwa anak isterinya, pa h Aragani berhasil memaksa
orang memberi pengakuan yang sebenarnya.
Bekel Kalingga sempat menyelimpatkan pandang untuk mencari kesan pada wajah pa h Aragani.
Diperha kannya bahwa ketegangan wajah pa h itu sudah mulai reda, pertanda bahwa pa h itu
sudah mau mempercayai keterangannya.
Diam2 bekel Kalingga gembira. Ia tak mau mendesakkan keterangan tambahan yang berlebih-
lebihan. Ia kua r se ap pembicaraan dan sikap yang terlalu menonjol, akan menimbulkan
kecurigaan patih Aragani. Dibiarkannya patih itu membenam diri dalam renungan yang kelam.
Pa h Aragani memang sedang merenung keras. Sejauh ingatannya, ia dapat bekerja sama
dengan pa h Kebo Arema sehingga berhasil menggulingkan pa h Raganata, rakryan Banyak Wide
dan tumenggung Wirakre . Juga dalam melakukan pembersihan pengikut2 mereka, ia dan pa h
Kebo Arema dapat bekerja sama dengan baik. Mungkinkah pa h Kebo Arema akan mengadakan
persekutuan rahasia dengan pangeran Ardaraja "
Pa h Aragani makin meningkatkan penyorotannya. Pa h Kebo Arema tampaknya jujur dan baik
kepadanya. Tetapi .... ba2 ke ka ia menyorot dirinya sendiri, sikap dan ba nnya terhadap pa h


Dendam Empu Bharada Karya S D Djatilaksana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kebo Arema, pa h Aragani tak berani melanjutkan lagi. Ia merasa bahwa ia mengandung nafsu
yang lebih besar untuk mendapat kekuasaan dalam pemerintahan Singasari. Iapun merasa bahwa
untuk melaksanakan cita-citanya itu, ia harus mengambil ha baginda. Kesemuanya itu telah
dilaksanakan dengan berhasil. Kini baginda Kertanagara lebih menumpahkan kepercayaan
kepadanya daripada ke pa h Kebo Arema. Bahkan walaupun belum resmi, tetapi baginda seolah
telah menggariskan suatu tugas untuk kedua pa h itu. Pa h Kebo Arema ditugaskan untuk
mengurus pasukan dan lain2 hubungan dengan luar daerah. Sedangkan pa h Aragani diserahi
tugas khusus dalam keraton.
"Perkembangan ha orang memang sukar diduga" pikir pa h Aragani "dengan menyisihkan pa h
Kebo Arema kepada tugas2 luar, aku memang dapat lebih dekat dengan baginda. Tetapi pa h Kebo
Aremapun tentu mendapat pengalaman2 baru selama di luar itu"
"Kebo Arema sendiri mungkin dak mengandung pikiran apa-apa" pikirnya lebih lanjut "tetapi
betapapun dia juga seorang manusia. Manusia yang mencita-citakan kekuasaan besar karena
terbuk dia setuju untuk diajak bersekutu menggulingkan pa h Raganata, Banyak Wide dan
Wirakre . Bukan suatu hal yang mustahil Kebo Arema itu hendak melanjutkan cita-citanya lebih
luas lalu bersekutu dengan pangeran Ardaraja. Kebo Arema juga seorang manusia yang mempunyai
perasaan iri, dengki dan dendam. Bukan mustahil pula diam2 ia iri dan dendam kepadaku karena
telah mendapat kepercayaan lebih besar dari baginda!"
Mencapai pada penyorotan atas diri dan ha pa h Kebo Arema dengan ukuran seper jiwa dan
pikirannya sendiri, pa h Aragani tertumbuk akan suatu batu karang. Karang yang dianggap
menghadang perjalanannya meniti puncak tangga kekuasaan dalam pura Singasari.
"Tiada sesuatu yang tak mungkin dalam ha dan pikiran seorang manusia" akhirnya pa h
Aragani mengambil kesimpulan terhadap diri patih Kebo Arema.
"Bekel Kalingga, engkau sanggup menyerahkan jiwa ragamu untuk mengukuhkan keteranganmu
itu ?" tiba2 ia mengajukan pertanyaan.
"Hamba telah merelakan jiwa dan raga hamba kebawah kaki paduka, gus pa h" kata bekel
Kalingga. "Apa yang engkau inginkan?"
"Hamba tak mohon apa2 kecuali perlindungan atas jiwa hamba dan keluarga hamba"
"Hm, baik bekel" kata pa h Aragani dengan nada dingin" jangan takut, jiwamu akan kulindungi
seaman-amannya. Tiada seorangpun, walaupun baginda, yang akan sanggup mengganggu
ketenanganmu" "Terima kasih ...."
Belum sempat bekel Kalingga menyelesaikan kata-katanya, sekonyong-konyong pa h Aragani
ayunkan kerisnya dan cret.....
Dada bekel Kalingga menghambur darah, mulut mengaum jeritan ngeri dan seram ke ka ujung
keris patih A?ragani terbenam kedada bekel itu.
"Bekel Kalingga, tenang-tenanglah engkau beris rahat. Tiada seorang, sekalipun baginda, yang
dapat mengganggumu lagi" pa h Aragani mengiring kata2 ke ka mencabut keris dari dada bekel
itu. Tubuh Kalingga terkulai rubuh bersimbah darah. Tiba2 ia menggelepar-gelepar dan mulutnya
berseru "Apanji Aragani, kotor sekali manusia semacam engkau .... aku ma di tanganmu . . . tetapi ingat
. . . . Aragani, kelak engkaupun akan mati ditikam keris juga ...."
"Penghianat!" pa h Aragani ayunkan kaki dan tubuh bekel Kalingga terdampar beberapa
langkah. Diam tak berkutik lagi. Jiwanya telah melayang.
Kuda Panglulut ngeri juga menyaksikan pemandangan itu. Namun ia tak berani membuka suara
kecuali memandang calon mertuanya itu dengan pandang keheranan.
"Demikian upah bagi seorang penghianat, puteraku Panglulut" serunya kepada calon
menantunya itu "engkau tentu heran mengapa rama masih membunuhnya sekalipun dia sudah
mengaku" "Ya, rama" "Manusia yang bertulang hianat, sukar untuk dipercaya. Dia menghiana Kebo Arema, kelak
dalam keadaan tak menguntungkan, diapun sanggup pula untuk menghiana aku. Maka lebih baik
manusia semacam dia kulenyapkan saja"
Kuda Panglulut terkejut tetapi diam2 ia menyetujui tindakan mentuanya itu.
Aragani segera menitahkan orang untuk menyingkirkan mayat bekel Kalingga dan bekel Lingga.
Sedang ia sendiri lalu mengajak Kuda Panglulut masuk ke dalam.
Semalam itu patih Aragani merenungkan langkah2 yang akan diambil terhadap Kebo Arema.
(Oo-dw~kz^ismoyo-oO) III Nararya bersama Pamot telah ba di Daha. Mereka langsung menuju ke guha Selamangleng
untuk menemui bekel Saloka dan rombongannya.
Nararya menuturkan semua pengalamannya selama di pura Singasari. Ke ka Nararya
menceritakan telah bertemu dengan Lembu Peteng, anakbuah dari gunung Kelud menyambut
dengan gembira sekali. "Tetapi sayang" kata Nararya "untuk sementara waktu terpaksa kakang Lembu Peteng kuminta
tetap menggabungkan diri dalam gerombolan gunung Butak"
Para anakbuah gunung Kelud agak kecewa.
"Kawan-kawan" kata Pamot "jangan kalian kecewa atau putus asa. Karena hal itu memang ki
Lembu Peteng juga menghendaki sendiri. Dalam perjuangan tak kenal kecewa atau putus asa.
Ki Lembu Peteng pesan, bahwa kalian, kita semua, harus tunduk pada perintah raden Nararya.
Kita menghadapi tugas yang lebih berat dari mencari gong Prada"
Nararya menyampaikan pesan Lembu Peteng supaya anakbuah gunung Kelud membuat jalur
perhubungan ke gunung Butak "Kakang Lembu menghendaki, agar kalian membuat sebuah markas
rahasia disekitar kaki. gunung Butak. Kakang Lembu akan mencari markas kalian itu dan selanjutnya
akan mengadakan hubungan untuk memberi laporan tentang gerak gerik gerombolan gunung
Butak" "Bukankah laporan itu harus dihaturkan kepada raden?" tanya seorang anakbuah Lembu Peteng.
"Ya" "Lalu dimanakah kami dapat menghadap raden?"
"Untuk sementara, gua Selamangleng ini kita jadikan tempat persembunyian kita di Daha.
Apabila mendapat laporan dari kakang Lembu, berikanlah kemari" kata Nararya.
Demikian diputuskan, keesokan harinya rombongan anakbuah gunung Kelud, kembali ke gunung
untuk melaksanakan perintah Lembu Peteng.
Dalam merencanakan bagaimana langkah yang akan -diambil selanjutnya, berkatalah Nararya "Ki
bekel Saloka, kedudukan kita memang serba sulit. Kita hendak mencari jejak gong pusaka itu tetapi
kita tak leluasa untuk menyelidiki. Misalnya diriku. Jika orang sebawahan atau para abdi pangeran
Ardaraja yang pernah mengetahui aku pernah menghadap pangeran ke dalam kera-*-ton, tahu aku
berada di Daha, mereka mungkin akan melaporkan pada pangeran. Dan pangeran tentu segera
menitahkan memanggil aku ke keraton"
Bekel Saloka terbeliak "Tidakkah hal itu suatu langkah yang baik untuk melakukan penyelidikan,
raden ?" Nararya menghela napas. "Ki bekel" ujarnya lamban "memang cara menyelidiki yang langsung dapat membuahkan hasil
seper yang kita inginkan adalah dengan jalan masuk kedalam keraton. Tetapi ki bekel, bagiku hal
itu kurang leluasa" Bekel Saloka terbeliak lalu berusaha mengingat-ingat dan akhirnya teringat juga akan sesuatu "O,
tentulah raden merasa tak leluasa kepada pangeran Ardaraja yang selalu mendesak, raden agar
mau bekerja padanya"
Nararya mengangguk "Ya. Tetapi disamping itu masih ada beberapa persoalan lagi"
Bekel Saloka tidak terbeliak tetapi terbelalak "Persoalan apakah yang akan raden hadapi ?"
"Tidakkah ki bekel...." ba2 Nararya tak melanjutkan kata-katanya. Ia teringat bahwa ia belum
menceritakan tentang pengalamannya dengan puteri Dyah Nrang Keswari, adinda pangeran
Ardaraja. Bekel Saloka makin tercengang.
"Maaf, ki bekel" kata Nararya "sebenarnya ada suatu peris wa yang belum sempat kuceritakan
kepada ki bekel tatkala aku dipanggil pangeran Ardaraja ke dalam keraton"
Dengan singkat Nararya lalu menuturkan pengalamannya bertemu dengan puteri Nrang Keswari
dan perkelahiannya dengan raden Kuda Natpada.
Bekel Kuda Saloka mengangguk-angguk.
"Jika demikian" katanya "memang raden akan menghadapi kesulitan apabila orang2 pangeran
Ardaraja tahu raden berada di pura Daha. Tentulah pangeran akan memanggil raden juga. Mungkin
raden akan mendapat tugas, paling dak pangeran tentu akan mengulang desakannya agar raden
bekerja pada Daha" Nararya mengiakannya. "Begini sajalah, raden" kata bekel Saloka pula "kita bergan an melakukan penyelidikan. Aku yang
keluar pada siang hari dan raden melakukan penyelidikan pada malam hari"
"Ki bekel" tiba2 Nararya berseru cerah "aku teringat sesuatu. Mungkin hal itu dapat kita
jadikan sebagai pembuka jalan usaha kita"
"O" bekel Saloka segera mengemasi perha annya. Dipandangnya raden itu dengan tatapan
penuh gairah penantian. "Ki bekel tentu masih ingat akan peraturanku ke ka pada malam hari mengiku perjalanan
seorang bernama Rembang ke lembah Trini Panti, bukan"
"O, ya, ya" "Rembang hendak membunuh Seta, seorang pengalasan dari bekel Sindung yang diutus bekel itu
untuk mencuri gong Prada" kata Nararya pula "karena Rembang telah diberi keterangan bekel
Sindung bahwa Seta telah membunuh Tugu, kakang dari Rembang"
"Benar, raden, aku ingat" kata bekel Saloka "selama ini akupun pernah menyelidiki rumah bekel
Sindung itu. Tetapi sampai saat ini, belum kuperoleh suatu jejak maupun keterangan yang
meyakinkan tentang gong Prada itu. Rupanya pimpinan prajurit Daha sangat ketat sekali menjaga
rahasia" "Maksud ki bekel" kata Nararya "gong pusaka itu masih sukar diketahui bagaimana keadaan yang
sebenarnya?" "Benar, raden" sahut bekel Saloka "pertama, di manakah gong pusaka itu berada. Kedua, adakah
gong yang tersimpan di Daha itu benar2 gong pusaka empu Prada ataukah gong yang palsu"
Nararya mengangguk. "Memang gong Prada itu merupakan suatu pencaharian yang sulit dan pelik. Tetapi entah
bagaimana, aku merasa makin tertarik untuk mencarinya. Karena menurut bayang2 yang kurangkai
dalam resunganku, dalam menelusur jejak gong pusaka itu kita akan dapat pula menyingkap suatu
rahasia lain. Rahasia yang menyangkut kepentingan Singasari"
Bekel Saloka mengangguk pula" Memang tepat kiranya pandangan raden itu. Dalam menghadapi
pertanyaan yang paling sederhana saja, mungkin kita harus berhadapan dengan beberapa tafsiran"
"Pertanyaan bagaimanakah yang ki bekel maksudkan ?"
"Yalah" kata bekel Saloka "apa tujuan orang hendak mencuri gong Prada itu" Jika yang
melakukan itu orang Daha, apakah maksudnya" Untuk kebanggaan, kejayaan dan kebesaran
angkatan perang Daha" Adakah hanya itu?"
Nararya merenung. "Jika hanya itu yang menjadi tujuannya, adakah mereka dak kua r bahwa hilangnya gong
pusaka itu tentu akan menimbulkan kehebohan kerajaan Singasari" Sepanjang-panjang lorong
masih panjang jua kerong-kong. Betapapun ketat Daha akan menjaga rahasia itu, namun akhirnya
pas akan bocor dan pas Singasari akan mendengar juga. Dan apabila Singasari mengetahui
peris wa itu, dakkah baginda akan mengambil ndakan" Dan apakah ndakan itu takkan
meretakkan hubungan Singasari-Daha " Adakah kebanggaan dari pimpinan prajurit Daha itu layak
dengan imbalan yang akan diderita akibat tindakan baginda Singasari?"
"Ki bekel" kata Nararya "Memang tepat ulasan ki bekel itu. Tetapi kenyataan Daha berani
menindakkannya. Tentulah para pimpinan pasukan Daha termasuk pangeran Ardaraja, sudah
memperhitungkan akibat2 itu. Dan apabila mereka tetap berani melakukan, tentulah mereka
sudah mempunyai rencana untuk menghadapinya"
Kali ini bekel Saloka harus mengangguk, membenarkan ulasan Nararya.
"Ki bekel" kata Nararya pula "oleh karena kenyataan yang kita hadapi adalah demikian, maka
marilah kita lanjutkan usaha kita untuk mencarf jejak gong pusaka yang hilang itu. Tetapi ki bekel
...." tiba2 Nararya hentikan kata2.
"Adakah ki bekel sudah mengadakan perundingan dengan ki demang Lodoyo?"
"Soal apa, raden?"
"Bahwa ki demang bersedia memberi kelonggaran waktu kepada kita dalam mencari jejak gong
itu. Artinya, janganlah ki demang terburu-buru memberi laporan ke Singasari"
"Ya" kata bekel Saloka "dalam hal itu ki demangpun telah mempertimbangkan langkah yang
bijaksana. Dia memberi waktu secandra kepadaku. Apabila ternyata gagal, terpaksa ia akan
memberi laporan ke Singasari. Tetapi ia lebih suka apabila kita berhasil menemukan gong itu.
Melapor ke pura kerajaan, tentu akan mendapat hukuman, paling tidak teguran"
"Walaupun sudah setengah candra kita mulai melakukan pencarian tanpa berhasil, tetapi waktu
secandra itu memang cukup longgar" kata Nararya "ki bekel, menyambung pembicaraanku tadi.
Kumaksudkan apa yang kualami di lembah Tiini Pan itu. Rembang disuruh membunuh Seia.
Walaupun kami berdua berhasil menghukum Rembang tetapi Setapun tak dapat, ditolong jiwanya.
Sebelum ma , Seta minta tolong kepada kami supaya menyampaikan peris wa itu kepada seorang
adiknya yang bernama Wariga. Nah, kepada Wariga inilah kita dapat langkahkan tujuan kita untuk
mencari hubungan2 yang diperlukan dalam usaha penyelidikan kita ini"
Bekel Saloka mengangguk "Ya, benar, raden. Tetapi dimanakah Wariga itu bekerja" Di pura Daha
terdapat banyak mentri dan senopati"
Nararya menghela napas "Itulah ki bekel, soal yang meresahkan pikiranku. Karena ke ka saat itu
kuminta keterangan tentang diri Wariga ternyata Seta sudah keburu meninggal akibat luka yang
dideritanya" Bekel Saloka merenung kemudian berkata "Baiklah raden. Daripada berjalan dalam
kegelapan, sepercik sinarpun berguna juga. Akan kuselidiki orang itu"
Maka hari itu bekel Saloka masuk pula ke pura Daha untuk menemui beberapa kenalan.
"Aku belum berhasil menemukan keterangan tentang diri Wariga itu, raden" kata bekel Saloka
ke ka sore itu ia pulang dan duduk bercakap-cakap dengan Nararya "tetapi aku mendapat sebuah
berita yang-penting"
"O" Nararya terkesiap "berita apakah itu, ki bekel?"
"Di pura Daha akan berlangsung suatu pernikahan agung. Antara puteri tumenggung Sagara
Winotan dengan putera dari tumenggung Mahesa Antaka. Saat ini kedua tumenggung itu
merupakan senopati2 yang menjadi tiang utama kerajaan Daha"
"O" desuh Nararya "pernikahan diantara puteri putera mentri, narapraja dan Priagung,
merupakan peris wa yang jamak terjadi. Dalam hal apakah maka ki bekel, pernikahan kali ini suatu
peristiwa yang penting?"
"Raden Nararya" kata ki bekel "oleh karena kedua tumenggung itu merupakan tiang andalan
dari pemerintah Daha dan menduduki jabatan yang penting dalam pasukan Daha, sudah tentu
segenap mentri narapraja Daha akan menghadiri. Disitulah raden, kita harus mencari
kesempatan untuk mengenal wajah2 mereka. Syukur apabila dalam perjamuan itu akan terjadi
sesuatu sehingga kita dapat memperoleh keterangan2 penting tentang gong pusaka itu"
"Benar, ki bekel ..." Nararya cepat berseru tetapi cepat pula ia berhenti terlongong.
"Mengapa raden?"
"Kenyataan sering tak memenuhi keinginan" kata Nararya "memang rencana ki bekel itu bagus.
Aku setuju sekali. Tetapi
dakkah pelaksanaannya sukar" Bagaimana mungkin kita dapat
mendengar berita2 itu apabila dak ikut masuk dalam perjamuan " Tapi bagaimana mungkin kita
dapat ikut dalam perjamuan itu?"
"Raden" bekel Saloka tersenyum "dalam hal ini secara tak kusangka, aku telah memperoleh jalan
untuk melaksanakan hal itu. Yalah, Pinaka, kenalanku prajurit yang bekerja pada senopa Sagara
Winotan, menawarkan suatu pekerjaan padaku sebagai tenaga yang menghidangkan hidangan dan
minuman kepada para tetamu. Diperkirakan tenaga pelayan tentu tak mencukupi karena tetamu2
yang diundang banyak sekali"
"Dan ki bekel menerimanya"
"Ya" sahut bekel Saloka "bahkan prajurit kenalanku itu pesan supaya aku mencarikan lagi dua
atau tiga orang" "Bagus, ki bekel" seru Nararya "jika demikian ki bekel dapat mengajak beberapa anakbuah ki
bekel untuk menerima pekerjaan itu. Aturlah sedemikian rupa, agar ki bekel dan anakbuah ki bekel
itu dapat menangkap pembicaraan para priagung di perjamuan itu. Bilakah pernikahan itu akan
dilangsungkan?" tanya Nararya.
"Dua hari lagi" kata bekel Saloka.
Demikian setelah bercakap-cakap maka Nararya menyatakan malam itu akan melakukan
penyelidikan kedalam pura "Mungkin dengan adanya pernikahan itu, para tumenggung dan
nayaka menghentikan kegiatannya. Tetapi daripada disini, lebih baik aku coba berjalan-jalan
kedalam pura. Mungkin akan menemukan sesuatu"
Bekel Saloka menyetujui, ia menyertakan Pamot lagi untuk mengiring Nararya sekalian menjadi
penunjuk jalan. Nararya berjalan dalam kesepian malam. Kebanyakan rumah2 dan lorong2 serta jalan2 sudah
sepi. Tetapi karena tiada tujuan tertentu, Nararyapun tak menghiraukan suasana itu. Ia berjalan
bersama Pamot menelusuri lorong2 gelap. Ia tak mengharap banyak dakrn penyelidikan malam
itu. Ia hanya minta Pamot supaya membawa ke tempat kediaman para mentri dan senopa yang
mempunyai kedudukan pen ng dalam pemerintahan Daha. Barangkali saja ia akan melihat
sesuatu. Malam makin larut dan tibalah Nararya di sebuah bangunan besar yang memiliki halaman
luas. Letaknya agak diujung pura.
"Inilah tempat kediaman tumenggung Mahesa Antaka, raden" kata Pamot.
"O" Nararya agak terkejut "yang puteranya akan dinikahkan dengan puteri tumenggung Sagara
Winotan itu ?" "Ya" "Mengapa sepi2 saja?"
"Entah, raden" kata Pamot "tentulah mereka telah bekerja pada siang hari. Kemungkinan besok
malam, hari widodaren, tentu lebih ramai"
Demikian setelah tengah malam ba, karena merasa takkan mendapat sesuatu, Nararya segera
mengajak Pamot pulang. Tetapi belum berapa jauh mereka berjalan, ba2 Nararya terkejut
mendengar derap orang berjalan. Walaupun pelahan sekali kaki orang itu melangkah tetapi karena
malam amat sunyi dan pendengaran Nararya memang tajam, iapun segera dapat menangkap derap
langkah itu. "Pamot, kita menyusup kebalik pohon itu" Nararya menarik tangan Pamot untuk diajak
menyelinap dibalik sebatang pohon besar yang tumbuh tak berapa jauh dari tepi jalan.


Dendam Empu Bharada Karya S D Djatilaksana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pamot heran. Ia tak mendengar ataupun melihat, sesuatu yang mencurigakan tetapi mengapa
raden itu hendak mengajaknya menyembunyikan diri. Namun ia menurut juga.
Belum berapa lama mereka menempatkan diri dibalik gerumbul pohon, ba2 sesosok tubuh
melintas di jalan dan menuju ke dalam pura. Langkah kaki orang itu ringan dan cepat. Nararya dan
Pamot terbeliak kejut ke ka menyaksikan perwujutan orang itu. Mengenakan pakaian warna hitam
dan mukanyapun memakai topeng.
"Berjalan di tengah malam, menimbulkan keheranan orang. Apalagi memakai topeng dan
pakaian hitam, tentu mencurigakan" diam2 Nararya menimang dalam ha "dan memang, apabila
menilik gerak gerik-nya, orang itu tentu mempunyai maksud yang penting"
"Biasanya, orang yang keluar pada waktu tengah malam sepi dan berdandan begitu, tentulah
hanya bangsa penjahat. Garong atau pencuri ataupun ptenjahat yang hendak melakukan
pembunuhan atau penganiayaan" pikirnya pula.
Ia segera menggamit lengan Pamot"Hati2, kita ikuti orang itu"
Dengan menjaga jarak yang tertentu jauhnya tetapi yang terhindar dari pendengaran orang yang
diikuti, Nararya dan Pamot berindap-indap membayangi orang itu.
Orang itu ternyata menuju ke gedung kediaman tumenggung Mahesa Antaka. Dia mengitar ke
bagian belakang gedung. Sejenak ia berhen , mengeliarkan pandang ke empat penjuru. Tentulah
dia hendak memas kan bahwa gerak geriknya aman dari pembayangan orang dan sekeliling
tempat itu aman dari orang atau peronda.
Dibalik gerumbul pohon tempat ia bersembunyi, Nararya dan Pamot dapat melihat apa yang
dilakukan orang itu. Orang itu mengeluarkan segulung tali. Ujung tali diikat dengan seperangkat
alat besi, menyerupai ujung trisula tetapi melengkung bengkuk seperti kait.
Setelah membaling-balingkan tali dan kait, orang itu lalu melontarkannya kepuncak pagar
tembok, lalu ditarik-tariknya beberapa-kali. Setelah yakin bahwa kait telah menyusup pada
lingkupan puncak tembok, barulah orang itu mulai memanjat keatas dengan bantuan tali. Dalam
beberapa kejab balah ia di puncak pagar tembok, memindahkan kait ke lingkupan puncak tembok
bagian luar, kemudian menuruni tali itu ke bawah.
"Jelas seorang penjahat yang hendak mengganggu keamanan keluarga tumenggung Mahesa
Antaka" bisik Nararya. Pamot mengiakan, kemudian bertanya bagaimana raden itu hendak
bertindak. "Kita tak boleh tergesa-gesa. Lebih baik nantikan saja bagaimana perkembangannya"
Hampir sepeminum teh lamanya, ba2 Nararya dan Pamot terkejut mendengar suara hiruk orang
berteriak-teriak "Tangkap, penjahat! Tangkap penjahat!"
Gedung kediaman tumenggung Mahesa Antaka yang semula terlelap dalam kesunyian malam,
saat itu mengumandangkan suara yang hiruk dan tegang. Bahkan beberapa saat kemudian
terdengar r kentung bertalu-talu menjagakan dur penghuni dan kantuk penjaga gedung
tumenggungan. Secepat itu pula Nararya melihat kemunculan sosok tubuh manusia aneh yang mengenakan
topeng tadi dipuncak pagar tembok. Rupanya orang itu tak sempat menggulung tali kait alat
pemanjat pagar tembok lagi. Bahkan tak sempat pula ia menggunakan tali itu. Bagaikan seekor
kelelawar meluncur dari cerobong daun pisang, orang itu melayang dari ke nggian puncak pagar
tembok. Selekas tiba di tanah, ia terus lari menyusup kedalam kegelapan.
"Pamot, kita ikuti dia" Nararya segera mendahului menyusul orang itu.
Tindakan Nararya itu memang tepat. Karena selang beberapa saat kemudian, beberapa
pengalasan gedung tumenggungan serempak keluar untuk mencari jejak. Mereka menyelidiki
kesekeliling pagar tembok luar.
Dalam pada itu memang agak mengalami kesulitan bagi Nararya untuk mengiku jejak orang itu.
Pertama ia harus tak boleh menonjolkan diri sehingga jejaknya diketahui orang itu. la harus
menjaga suatu jarak tertentu agar jangan kehilangan bayangan jejak orang itu. Kemudian lapun
harus memperhatikan Pamot agar jangan ketinggalan terlalu jauh dibelakang.
"Pamot, pelahan-lahan saja engkau berlari" akhirnya Nararya memberi perintah "aku akan
mengimbangi lari orang itu agar jangan sampai kehilangan jejaknya. Apabila aku tak kembali
menemui engkau, langsung engkau pulang ke guha dan menunggu aku di-sana"
Setelah meninggalkan Pamot, agak leluasalah Nararya bergerak. Selang beberapa waktu, orang
itu ba2 menghilang ke dalam sebuah gerumbul semak. Nararya terpaksa menunggu. Tengah ia
menduga-duga apakah gerangan yang dilakukan orang itu, ba2 muncullah sesosok tubuh dari
gerumbul semak. Orang itu hanya mengenakan kutang, memakai ikat kepala dan berjalan dengan
tenang. Nararya terkejut. Hampir ia merangkai suatu dugaan lain. Tetapi untunglah dalam
pengamatannya yang tajam, walaupun jaraknya agak jauh, tetapi ia segera mendapat kesan bahwa
nggi dan perawakan orang itu sama dengan orang yang mengenakan pakaian hitam dan
bertopeng tadi. Cepat iapun dapat menduga bahwa orang bertopeng tadi telah melucu pakaian
dan topeng, berganti dengan pakaian biasa.
Dengan makin ha 2 Nararya mengiku langkah orang itu dari jarak yang cukup jauh. Tak lama
kemudian orang itu menuju ke sebuah rumah yang luas halamannya. Tak lama kemudian lenyap
masuk ke dalam. Sampai beberapa saat Nararya mengawasi rumah besar dengan halamannya yang luas itu. Tiba2
ia terperanjat "Bukankah rumah itu tempat kediaman bekel Sindung?"
Di mbulkannya pula ingatannya untuk mengingat-ingat lebih tajam. Memang tak salah kiranya
kalau ia memas kan bahwa rumah itu memang kediaman bekel Sindung. Pernah sekali ia datang
menyelidiki rumah itu pada malam hari.
"Siapakah gerangan orang itu?" kini mulailah ia bertanya-tanya dalam ha "seorang pengalasan
atau mungkin bekel Sindung sendiri ?"
Timbul sedikit rasa sesal dalam ha nya, karena ia belum fahatn akan wajah serta perawakan
bekel Sindung. Sukar untuk menemukan ciri2 orang itu dengan bekel Sindung. Namun mbul pula
pertanyaan lebih lanjut "Mengapa orang itu hendak melakukan kejahatan di gedung kediaman
tumenggung Mahesa Antaka " Hendak mencuri " Atau mempunyai tujuan lain ?"
"Ah, bekel Sindung benar2 penuh rahasia. Pencurian gong Prada, dialah yang memerintahkan
pengelasannya,. Dan kini diapun menyuruh seorang pengatasan untuk masuk ke dalam
tumenggungan. Bahkan mungkin dia sendiri yang masuk ke tumenggungan itu" pikir Nararya.
Setelah menimang beberapa saat, akhirnya Nararya kembali untuk menemui Pamot yang
ter nggal di belakang. Ia akan mengajak Pamot untuk memberi keterangan, benarkah rumah besar
dengan halaman yang luas itu, tempat kediaman bekel Sindung.
Hampir ba ditempat ia berpisah dengan Pamot tadi, ia terkejut ke ka mendengar suara orang
merin h-rin h kesakitan. Nararya berhen dan memandang ke sekeliling penjuru tetapi tak
melihat sesuatu apa. Ah, mungkin salah mendengar, pikirnya. Tetapi ke ka ia hendak lanjutkan
langkah, telinganya yang tajam dapat menangkap pula suara orang mengerang dengan lirih, seper
takut kalau terdengar orang. Namun angin malam yang berhembus, mengantar napas dan erang
orang itu ke telinga Nararya.
Nararya mengeliarkan pandang dan akhirnya melekatkan pandang matanya ke arah sebuah
gerumbul lebih kurang tiga tombak jauhnya dari tepi jalan.
"Ki sanak, siapakah engkau" Mengapa engkau merin h rin h seper kesakitan?" tegurnya seraya
menghampiri dan berdiri di depan gerumbul itu.
"O. raden Nararya .... aku berada di balik gerumbul ini . . ." ba2 terdengar suara orang berseru
lemah. Cepat Nararya menyelimpat ke belakang gerumbul "Engkau Pamot" serunya ke ka melihat
sesosok tubuh terbaring di tanah. Cepat ia menghampiri "mengapa engkau!"
Bukan kepalang kejut Nararya ketika melihat tubuh Pamot berlumuran darah "Pamot, engkau ...."
"Aku telah dikeroyok orang2 tumenggungan, raden" Pamot menahan kesakitan, memberi
keterangan. , "Mengapa?" Nararya makin terperanjat. Tetapi melihat Pamot mengerang kesakitan, Nararya
suruh dia tenang dulu. Kemudian ia menolongnya, mengurat-urut tubuh pengalasan dari Lodoyo
itu. Merobek ujung baju dan membalut bahu kiri Pamot yang terluka tusukan senjata tajam.
Selang beberapa saat kemudian, sakit Pamot agak berkurang, napaspun mulai tenang.
"Ke ka sedang berjalan, ba2 serombongan pengalasan tumenggungan yang bersenjata, muncul.
Karena kua r salah faham, akupun segera bersembunyi dibalik gerumbul. Tak lama kemudian,
ba2 dari arah barat muncul seorang lelaki. Langsung orang itu berha-dapan dengan rombongan
pengalasan tumenggungan. Orang2 tumenggungan yang terdiri dari peronda, penjaga dan
pengalasan, segera berteriak-teriak hendak menangkap orang itu. Orang itu terkejut dan berteriak-
teriak "Aku tak salah apa2, mengapa hendak kalian tangkap ?"Tetapi orang2 tumenggungan itu
tetap tak menghiraukan dan menganggap orang itu tentulah penjahat yang masuk kedalam gedung
tumenggungan tadi. Melihat itu akupun kasihan dan muncul. Kuterangkan kepada pengalasan2
bahwa orang itu baru saja datang dari luar pura. Dia tak tahu apa2 tentang peris wa yang terjadi
di tumenggungan" Pamot berhen sejenak untuk memulangkan napas, kemudian melanjutkan pula "Ternyata
mereka tak percaya bahkan menuduh aku sebagai kawan orang itu. Kami berdua terus dihajar.
Karena mereka berjumlah lebih banyak dan bersenjata tajam, akhirnya aku terkena tusukan dan
rubuh pingsan. Sebelum pingsan aku masih sempat mendengar orang itu mengatakan mau
menyerahkan diri asal mereka jangan mengganggu aku. Demikian dia terus dibawa ke
tumenggungan dan akupun dibiarkan pingsan ditempat ini"
"Kenalkah engkau pada orang itu?" tanya Nararya.
"Tidak raden" kata Pamot "dia masih muda, mungkin lebih tua sedikit dari raden. Bertubuh
kekar, dada bidang. Andaikata para pengalasan tumenggungan itu dak membekal senjata,
kemungkinan sukar untuk mengalahkan pemnda itu walaupun jumlah mereka jauh lebih banyak"
"Siapakah namanya ?" Nararya mulai tertarik.
Pamot tertegun "Ah, sayang dia tak memberitahukan namanya. Dan aku sendiripun karena
menderita kesakitan tak sempat bertanya"
"Dengan begitu dia masih berada di tumenggungan bukan ?" tanya Nararya.
"Ya, dia diperlukan sebagai tawanan. Kedua tangannya diikat. Pada hal jelas dia bukan penjahat
yang masuk ke tumenggungan tadi"
Nararya menghela napas. "Berjalan seorang diri di malam gelap, memang menimbulkan kecurigaan orang. Dan justeru
terjadi peris wa penjahat di tumenggungan itu sehingga dengan mudah pengalasan2
tumenggungan menjatuhkan tuduhan bahwa dialah penjahat itu"
"Benar, raden" kata Pamot "memang sering para pengalasan itu mencari mudah. Kua r karena
mendapat teguran dari tumenggung karena telah melalaikan tugasnya menjaga keselamatan
gedung tumenggungan maka pengalasan itu segera menjadikan orang itu sebagai kambing hitam.
Sebagai tumpuan kesalahan mereka agar setelah berhasil menangkap penjahat itu, merekapun
terlepas dari hukuman atau teguran ki tumenggung"
Nararya diam sejenak. Rupanya ia tengah memikir sesuatu.
"Pamot, apakah engkau sudah dapat berjalan?" ba2 ia bertanya. Dan ke ka Pamot mengatakan
kalau ia sudah dapat berjalan maka Nararyapun mengajaknya pulang.
Dalam perjalanan itu Pamot serrtpat bertanya bagaimana langkah yang akan diambil Nararya.
Berkata Nararya "Pamot, sebenarnya aku sangat berkesan akan pemuda yang merelakan diri
ditangkap pengalasan tumenggungan itu karena hendak menolong engkau. Kita wajib
membebaskannya, Pamot"
"Tetapi raden, tumenggungan tentu dijaga keras. Tidakkah sangat berbahaya apabila raden
hendak masuk kesana ?"
"Pamot" kata Nararya dengan nada tak kenal kecewa "berbicara soal bahaya, disegala tempat
dan segala waktu, kita selalu dikelilingi bahaya itu. Jika dia seorang yang belum mengenal engkau,
Hati Budha Tangan Berbisa 2 Iblis Ular Hijau Karya Aryani W Suling Emas Dan Naga Siluman 10
^