Pencarian

Geger Dunia Persilatan 17

Geger Dunia Persilatan Badai Guntur Menggetarkan Sembilan Wilayah ( Hong Lui Tjin Kiu Tjiu ) Karya Liang Ie Shen Bagian 17


"Apakah Hiau-hu pernah bicara tentang diusirnya
Ubun-sute oleh ibu guruku?" kata Leng-hong. "Hal ini
disebabkan tertangkapnya Ki Seng-in oleh pihak
kerajaan, karena pengaduan Gak Ting, ibu guru merasa
Ubun-sute paling pantas dicurigai, maka terpaksa
mengusirnya pergi. Tapi Sumoay masih menyangsikan
aku yang telah mengadu-biru tentang kejelekan Ubunsute,
padahal diam-diam aku malah melindungi dia, kalau
tidak, mungkin Ubun Hiong takkan melulu diusir pergi
saja. Hal ini sampai sekarang belum diketahui oleh ibu
guru dan Sumoay, aku pun tidak berani mengatakan
kepada mereka. Sekarang akan kuceritakan padamu,
hendaklah kau jangan memberitahu Hiau-hu agar dia
tidak berduka." Dari nadanya seakan Yap Leng-hong hendak
menceritakan bahwa Ubun Hiong pasti adalah mata-mata
musuh yang pernah dipergoki olehnya, maka diam-diam
Ciong Siu merasa tidak enak bagi Kang Hiau-hu.
Dalam pada itu Leng-hong telah meneruskan, "Malam
itu aku dan Ubun-sute sama-sama pergi ke Tong-pengtin
dan mengerjakan tugas masing-masing. Aku habis
membeli obat, lalu aku menunggu di tempat yang telah
dijanjikan, sampai lama sekali Ubun-sute masih belum
muncul, akhirnya aku pergi mencarinya dan tanpa
sengaja aku menemukan sesuatu rahasianya."
"Rahasia apa?" Ciong Siu menegas dengan mata
terbelalak lebar. "Aku melihat dia baru keluar dari sebuah restoran
yang baru dibuka di kota itu," tutur Leng-hong. "Kulihat
dia mengadakan hubungan dengan seorang laki-laki
kekar secara sembunyi-sembunyi, ketika keluar, kulihat
laki-laki itu menyodorkan suatu bungkusan apa-apa
kepada Ubun-sute. Akhirnya baru diketahui bungkusan
itu adalah racun." "Sesudah pulang mengapa kau tidak melapor kepada
ibu gurumu?" ujar Ciong Siu.
"Waktu itu aku belum tahu jelas apa yang terjadi,
besoknya sesudah kedatangan Gak Ting baru diketahui
duduknya perkara," kata Leng-hong. la telah
menimpakan semua perbuatannya sendiri kepada Ubun
Hiong, karena ceritanya yang menarik itu sehingga Ciong
Siu percaya saja segala bualannya.
"Usia Sumoay masih sangat muda, dia tertipu dan
tetap menyukai Ubun Hiong, sebab itulah aku telah
berpikir masak-masak dan merasa lebih baik kututupi apa
yang telah kulihat itu. Jika kulaporkan kepada ibu guru
tentu Ubun Hiong akan dibunuh olehnya dan ini berarti
membikin susah Sumoay."
"Tapi kalau soal ini tak dijelaskan kepada adik Hu,
tentu dia akan merana selama hidup," ujar Ciong Siu
agak cemas. "Semoga Ubun Hiong akhirnya insyaf dan kembali ke
jalan yang benar, maka hal ini boleh tetap kita tutupi
agar tidak mempengaruhi perasaan adik Hu," kata Yap
Leng-hong. "Engkau benar-benar seorang yang baik hati," ujar
Ciong Siu dengan terharu. Saat ini dia benar-benar sudah
percaya penuh terhadap Yap Leng-hong, tanpa terasa
teringat olehnya apa yang diceritakan Kang Hiau-hu tadi
sehingga timbul rasa kuatir pada wajahnya.
"Apa yang sedang kau pikirkan adik Siu?" tanya Lenghong
dengan tersenyum. Untuk pertama kalinya ini Leng-hong memanggilnya
"adik Siu", keruan Ciong Siu merasa syur sehingga tanpa
pikir tercetus dari mulutnya, "Yap-toako, aku ... aku
sedang menguatirkan dirimu."
"Kuatir tentang apa?" sahut Leng-hong sambil
memegang tangan si nona. "Tadi adik Hu bicara padaku, katanya ... katanya
Suhumu juga rada..."
"Ya, aku tahu Suhuku juga rada menyangsikan diriku,"
sela Leng-hong. "Maklumlah, ayah tentu lebih percaya
kepada putrinya, tapi kuyakin persoalan ini cepat atau
lambat tentu akan dibikin terang."
"Bukan saja Kang-tayhiap mencurigaimu, bahkan
beliau telah pergi ke kotaraja, kabarnya justru ingin
menyelidiki sebab musabab tertangkapnya Utti Keng dan
istrinya." Diam-diam Leng-hong terkejut, tapi lahirnya ia purapura
tenang saja, bahkan ia menjawab dengan
tersenyum, "Itulah sangat bagus, justru itulah yang
kuharapkan bila duduknya perkara dapat dibikin terang
oleh Suhu." "Tapi kau harus tahu bahwa gurumu juga akan
mencari Ubun Hiong," kata Ciong Siu Siu. "Maka bukan
mustahil dia akan mempunyai kesempatan memfitnah
lebih dulu padamu. Mengingat gurumu sangat sayang
putrinya, boleh jadi dia pun akan percaya kepada
omongan Ubun Hiong, bila demikian tentu kaulah yang
akan penasaran." Memangnya yang paling dikuatirkan Yap Leng-hong
adalah belum diketahui cara bagaimana gurunya akan
bertindak, sekarang diperoleh keterangan dari Ciong Siu,
keruan ia menjadi girang dan kuatir, pikirnya, "Dunia
demikian luasnya, belum pasti Suhu akan dapat
menemukan Ubun Hiong, namun selama Ubun Hiong
tetap ada, selama itu pula akan merupakan bencana
bagiku. Dalam dua hari ini Hong Jong-liong ingin
mengadakan pertemuan rahasia denganku, kepadanya
akan kuminta menumpas penyakit tersembunyi ini.
Sebagai seorang jagoan istana tentu dia akan dapat
mengerahkan kawan-kawannya untuk bantu
menangkapnya, dengan demikian tentu akan lebih
mudah mencarinya daripada Suhu."
Dalam batin ia merancang muslihat keji itu, tapi
lahirnya dia tetap tenang-tenang saja, katanya
kemudian, "Seorang laki-laki sejati harus berani
bertanggung jawab, biarpun aku mesti merasa
penasaran lantaran Ubun Hiong, daripada nanti
membikin susah kepada Sumoay."
"Yap-toako, engkau sungguh seorang yang baik hati
..." baru Ciong Siu bicara sampai di sini, mendadak dari
jauh terdengar suara derapan kaki kuda. Belum lagi
Ciong Siu mendengar jelas, lebih dulu
Yap Leng-hong sudah bersuara heran. Cepat ia
melepaskan tangan si nona terus menuju ke arah suara
kaki kuda itu dengan langkah cepat.
Perbuatan Yap Leng-hong yang mendadak ini sudah
tentu membikin kaget Gong Siu, ketika dia sadar dari
rasa bingungnya, sementara itu bayangan Yap Lenghong
sudah tidak kelihatan lagi. "Apakah dia melihat
sesuatu yang mencurigakan atau kedatangan musuh?"
pikirnya. Segera ia pun menyusul ke arah Yap Leng-hong
dengan maksud akan membantunya bilamana ada
bahaya. Sebab apakah Yap Leng-hong pergi secara tergesagesa"
Kiranya suara derapan kuda di malam sunyi itu
bagaikan ujung belati yang menyayat hatinya. Suara
derap kaki kuda tadi sangat cepat dan kerap, hal ini
menandakan pendatang itu ada urusan penting,
sedangkan kuda tunggangannya itu pasti pula bukan
kuda biasa. Seketika timbul rasa cemas dan kuatir dalam
hati Yap Leng-hong, yang dia kuatirkan bukan datangnya
musuh, tapi kuatir pendatang itu akan membongkar
rahasianya. Pasukan pergerakan ini berkemah di kaki gunung,
pada bagian depan di pos penjaga pertama itu adalah
lembah gunung. Ketika derap kuda tadi mendadak
berhenti, tempat berhentinya itu tepat di pos penjaga
depan sana. Dengan cepat Yap Leng-hong berlari ke bawah dengan
memotong jalan dari lamping gunung. Sesudah dekat,
waktu dia memandang ke bawah, dilihatnya prajuritprajurit
penjaga itu sedang mengadang seorang
penunggang kuda, tampaknya sedang memeriksa
pendatang itu. Kuda yang berada di samping pendatang
itu jelas berwarna merah maron, sekali pandang saja
sudah lantas dikenal Leng-hong sebagai Jik-liong-ki milik
Suhunya. Girang dan kejut pula perasaan Leng-hong,
diam-diam ia bersyukur, "Untung bukan Suhu sendiri
yang datang." Tak perlu diterangkan lagi siapa pendatang itu, dia
memang bukan lain daripada Ubun Hiong adanya.
Kiranya Ubun Hiong telah menempuh perjalanan siang
dan malam dengan harapan akan mendahului Hong
Jong-liong sampai di Siau-kim-jwan. Dia memegang
tanda pengenal pemberian pimpinan Thian-li-kau, maka
sepanjang jalan dia tidak menemukan kesukaran apa-apa
dan dengan gampang dia dapat mengetahui dimana
letak markas besar pimpinan pasukan pemberontak.
Akan tetapi setiba di depan pos penjaga markas besar,
Ubun Hiong telah mendapat rintangan. Sesuai dengan
rencana, Ubun Hiong tidak ingin membikin onar, segera
ia menerangkan siapa dirinya dan minta prajurit penjaga
mengundang keluar Ciong Leng untuk bertemu.
Perwira piket menjadi curiga malah demi mendapat
keterangan Ubun Hiong itu. Ia heran bilamana Ubun
Hiong mengaku sebagai murid Kang Hay-thiap, mengapa
tidak bertemu dengan komandan saja yang merupakan
Suhengnya, sebaliknya hanya minta bertemu dengan
wakil komandan. Karena rasa curiga itu, ia tetap berpegang teguh
disiplin dan melarang masuknya Ubun Hiong, sudah
tentu Ubun Hiong sangat mendongkol, dengan sendirinya
ia tak dapat menerangkan rahasianya kepada perwira
piket itu. Dan selagi mereka saling berdebat itulah tibatiba
Yap Leng-hong telah muncul.
Perwira piket itu menjadi girang, serunya, "Itu dia
komandan telah datang sendiri, kita tak perlu repot-repot
lagi. Silakan engkau bicara langsung dengan beliau saja."
Dengan muka berseri-seri Yap Leng-hong lantas
menyapa, "Ubun-sute, dimanakah kau berada selama
setahun ini" Sungguh aku sangat merindukan kau.
Malam-malam kau datang kemari, apakah ada urusan
penting, mengapa kau hanya mencari Ciong-toako saja,
bukankah agak janggal?"
Sebenarnya hati Ubun Hiong menjadi panas demi
tampak Yap Leng-hong, tapi dasar dia memang seorang
yang bisa berpikir panjang, sedapat mungkin ia bersabar
dan menahan rasa gusarnya, segera ia menjawab,
"Siaute adalah murid buangan maka tidak berani minta
bertemu pada Suheng."
Sudah tentu Ubun Hiong tak bisa menandingi kelicikan
Yap Leng-hong, apalagi Ciong Siu telah membeberkan
hal Ubun Hiong, maka Leng-hong sudah yakin
kedatangan Ubun Hiong ini tentu tidak menguntungkan
dirinya. Dengan sendirinya diam-diam ia sudah
merencanakan akan menghabisi pemuda seterunya ilu.
Sebabnya Leng-hong pura-pura ramah itu adalah untuk
memancing kelengahan Ubun 1 liong.
Maka setelah Ubun Hiong bicara, dengan terbahakbahak
Leng-hong berkata pula, "Ubun-sute, mengapa
kau berkata demikian" Selama menjadi Suhengmu,
apakah kau masih belum tahu pikiranku terhadapmu"
Biarpun ibu guru telah mengusir kau, tapi aku masih
tetap menganggap kau sebagai Sute sendiri. Sudahlah,
ada urusan apa boleh kita bicarakan nanti, marilah kita
pulang dulu." Sama sekali Ubun Hiong tidak berprasangka jelek
terhadap Yap Leng-hong, siapa duga baru habis berkata
mendadak tangan Leng-hong bergerak, dua buah Kim-cipiau,
senjata rahasia berbentuk mata uang, terus
menyambar ke depan. Karena jaraknya sangat dekat,
hendak mengelak juga tidak sempat lagi, "Plok-plok",
kontan Hiat-to bagian pinggang tertimpuk.
Sambil mengerang Ubun Hiong jatuh terguling sejauh
dua meter lebih, menyusul Yap Leng-hong telah
menubruk maju pula sambil membentak, "Berani benar
mata-mata musuh hendak mengelabui aku! Biarpun kau
adalah adik kandungku juga akan kucabut nyawamu!"
Berbareng pedangnya terus menikam.
Untunglah bagi Ubun Hiong sesudah mendapat
penyaluran tenaga dalam dari Ciong Tian sehingga
beberapa urat nadinya telah dapat ditembus,
Lwekangnya sekarang sudah berbeda daripada dahulu.
Meski Hiat-to tertimpuk Kim-ci-piau, namun dia tidak
sampai jatuh pingsan. Pada detik yang berbahaya itu dia
masih sempat melolos pedang untuk menangkis, akan
tetapi dia kalah tenaga, orangnya berbaring pula, maka
begitu kedua pedang beradu "trang", pedangnya tergetar
putus oleh tenaga dalam Yap Leng-hong.
"Hehe, Ubun Hiong, apakah kau masih ingin hidup?"
ejek Yap Leng-hong dengan menyeringai.
Waktu dia hendak menikam untuk kedua kalinya, tibatiba
terdengar suara jeritan Ciong Siu, "Yap-toako, ja ...
jangan!" Sebagaimana diketahui, diam-diam Ciong Siu telah
menyusul ke arah Yap Leng-hong, maka dia masih
sempat mendengar sebagian pembicaraan Leng-hong
tadi dan diketahuinya pemuda yang baru datang itu
adalah Ubun Hiong. Bahwasanya mendadak Yap Leng-hong turun tangan
keji hendak membinasakan Ubun Hiong, hal ini bukan
saja tak diduga oleh Ubun Hiong, bahkan juga di luar
dugaan Ciong Siu. Tadi baru saja Leng-hong
mengutarakan isi hatinya padanya, katanya tidak tega
membikin duka sang Sumoay, lebih suka menanggung
penasaran daripada membikin susah Sute dan
Sumoaynya. Kata-kata itu seakan-akan masih mengiang


Geger Dunia Persilatan Badai Guntur Menggetarkan Sembilan Wilayah ( Hong Lui Tjin Kiu Tjiu ) Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di telinganya, tapi perbuatan Yap Leng-hong sekarang
sudah lain dengan ucapannya.
Begitulah, karena seruan Ciong Siu tadi, Leng-hong
agak merandek, kesempatan itu telah digunakan oleh
Ubun Hiong untuk menggelundung ke samping dengan
sekuatnya sehingga tusukan Leng-hong yang kedua
kalinya menjadi meleset juga.
Walaupun agak rikuh karena kedatangan Ciong Siu,
tapi Leng-hong tidak lantas berhenti. Sesudah ragu-ragu
sejenak segera ia memburu maju pula, serunya, "Aku
terpaksa harus membunuhnya, adik Siu, terhadap matamata
musuh tidak ada ampun lagi!"
Ciong Siu menjadi bingung dan tidak tahu apa yang
harus dilakukannya pula. Dalam pada itu keadaan Ubun Hiong telah bertambah
payah. Hiat-to yang tertimpuk Kim-ci-piau tadi karena
tidak mendapat pengurutan, sekarang sudah mulai kaku
sehingga hilang daya rasanya. Sebentar lagi tentu dia
takkan bisa berkutik sama sekali.
Tampaknya serangan ketiga Leng-hong pasti akan
membinasakan Ubun Hiong. Pada saat menentukan
itulah sekonyong-konyong Leng-hong merasa di
belakangnya ada angin sambaran senjata tajam, ia
terkejut dan lekas menarik kembali pedangnya untuk
menangkis ke belakang. "Trang", ujung pedang Yap
Leng-hong tahu-tahu terpapas kutung oleh senjata
penyerang itu. Kejut dan girang sekali Ubun Hiong, sekuatnya ia
berseru, "Sumoay!" Sayang dia sudah kehabisan tenaga,
terutama karena Hiat-to yang tertimpuk Kim-ci-piau itu,
maka habis bersuara ia pun tak sadarkan diri lagi.
Waktu Leng-hong menggeser ke samping dan
berpaling, dilihatnya Kang Hiau-hu sudah berdiri di situ
dengan alis menegak dan mata mendelik. "Mengapa kau
hendak membunuh Jisuko?" tegurnya dengan marahmarah.
Kiranya sepulangnya ke kamar sendiri, Hiau-hu
merasa tidak tentram meninggalkan Ciong Siu sendirian
bicara dengan Yap Leng-hong, akhirnya dia keluar lagi
untuk mencarinya, tak tersangka kebetulan memergoki
kedatangan Ubun Hiong ini. Melihat Ciong Siu tak bisa
mencegah keganasan Leng-hong, segera Hiau-hu
bertindak dengan cara yang paling tepat, yaitu
menyerang Yap Leng-hong. Dari malu Yap Leng-hong menjadi gusar, serunya,
"Sebagai komandan aku hendak melaksanakan hukum,
mengapa kau berani merintangi aku?"
"Kalau komandan apa lantas boleh sembarangan
membunuh orang" Berdasarkan hukum apa kau boleh
bertindak secara sewenang-wenang?" sahut Hiau-hu.
"Kukira kau sengaja hendak membunuh untuk
menghilangkan saksi."
Ucapan terakhir ini benar-benar menusuk perasaan
Yap Leng-hong, keruan ia berjingkrak gusar. Lebih-lebih
ia kuatir bila nanti Ubun Hiong sudah sadar, tentu
rahasianya akan terbongkar, maka dengan murka ia
membentak, "Budak gila, kau berani sembarangan
omong dan membangkang kepada pimpinan, aku justru
ingin membinasakan Ubun Hiong. Kau mau menyingkir
atau tidak?" Habis itu segera ia menahaskan pedangnya
ke arah Kang Hiau-hu. Selamanya Hiau-hu belum pernah melihat Toasukonya
sedemikian bengisnya, ia menjadi rada takut, namun
begitu ia tetap tidak mau menyingkir. "Trang", kembali
kedua muda-mudi bergebrak pula dan lagi-lagi ujung
pedang Yap Leng-hong terkutung sebagian, tapi pedang
Hiau-hu sendiri juga tergetar mencelat. Rupanya tenaga
si nona tetap kalah kuat daripada sang Suheng walaupun
menang senjata. Namun lebih dulu Kang Hiau-hu masih sempat
mendahului memburu ke depan Ubun Hiong, ia pentang
kedua tangan untuk melindungi pemuda itu. Dengan
membusungkan dada ia menghadapi ujung pedang Yap
Leng-hong sambil membentak, "Jika kau ingin
membunuh dia, lebih dulu kau harus membunuh aku."
Ciong Siu menjadi takut kalau urusan menjadi runyam,
cepat ia maju melerai, katanya kepada Yap Leng-hong,
"Biarpun orang ini pantas menerima hukuman setimpal
karena dosanya, tapi tidak perlu buru-buru melaksanakan
hukuman pada waktu sekarang. Mengingat adik Hu,
bolehlah kau menunda dulu persoalan ini."
Betapapun besar nyali Yap Leng-hong, pada saat ini
dia belum berani membunuh Kang Hiau-hu, apalagi
Ciong Siu juga berada di situ, tidak nanti si nona tinggal
diam saja jika Hiau-hu akan dibunuhnya.
Pada saat itulah Ciong Leng yang mendapat laporan
juga telah memburu tiba. Ia pun terperanjat melihat
keadaan yang tegang itu. "Ai, ada apakah kalian berdua
saudara seperguruan ini?" demikian ia menegur dengan
tertawa. "Bagus, kedatanganmu sangat kebetulan," seru Hiauhu.
"Dia hendak sembarangan membunuh orang.
Menurut pesan ayah, biarpun dia adalah komandan, tapi
segala urusan harus berunding dulu dengan kau,
sekarang coba kau ikut menimbangnya secara adil."
Sudah tentu Ciong Leng bingung karena tidak tahu
duduknya perkara, ia bertanya, "Siapakah saudara ini?"
"Orang ini membawa tanda pengenal dari Thian-li-kau,
katanya adalah Sute komandan, namun kedatangannya
hendak menemui engkau," lapor perwira piket tadi.
Keruan Ciong Leng bertambah kaget, katanya, "Yapheng,
apakah benar-benar orang ini adalah Sutemu" Apa
dosanya" Segala sesuatu sebaiknya kita pikirkan lebih
mendalam." Kedatangan Ciong Leng membuat Yap Leng-hong
lebih-lebih tidak leluasa untuk turun tangan keji pula,
terpaksa ia pura-pura menghela napas dan menyimpan
kembali pedangnya, lalu berkata, "Adik Hu, bukanlah aku
sengaja mengomeli kau, tapi sesungguhnya kau terlalu
memikirkan kepentingan pribadi dan melupakan tugas."
Hiau-hu menjadi malu dan gusar, sahutnya dengan
sengit, "Urusan pribadi apa" Melupakan tugas" Coba
terangkan!" "Kau suka kepada Ubun Hiong bukan?" seru Yap Lenghong.
"Suka atau tidak suka adalah urusanku, peduli apa
dengan kau!" semprot si nona.
"Sudah tentu aku tidak peduli, tapi kau mengaku suka
kepada Ubun Hiong, bukankah itu berarti mementingkan
urusan pribadi?" "Dia adalah Jisukoku, juga Sutemu. Bicara tentang
urusan pribadi, kita berdua sama-sama berkepentingan,"
sahut Hiau-hu dengan ketus.
"Hm, barangkali kau sudah lupa bahwa Ubun Hiong
sudah dipecat dan diusir pergi oleh ibumu?" jengek Lenghong.
"Kau boleh mengaku dia sebagai Suheng, tapi aku
tidak punya Sute seperti dia. Apalagi terhadap seorang
mata-mata musuh, setiap orang dapat membunuhnya."
"Kau bilang dia mata-mata musuh, apa buktinya, apa
dasarnya?" sahut Hiau-hu.
"Jik-liong-ki ini saja sudah cukup menjadi bukti," kata
Leng-hong. "Kuda ini telah direbut oleh komandan Gi-limkun
yang bernama Ho Lan-bing, mengapa sekarang bisa
berada padanya?" "Apakah tidak mungkin dia merebutnya kembali dari
Ho Lan-bing?" sahut Hiau-hu tetap ngotot.
"Huh, hanya dengan sedikit kepandaiannya ini mampu
merebut kuda dari tangan Ho Lan-bing?" ejek Leng-hong.
"Tanpa memeriksanya dahulu, darimana kau
mengetahui soal ini" Ayahku telah berangkat ke kotaraja,
bukan mustahil ayah juga telah merebut kembali kuda ini
dan diserahkan kepada Jisuko."
"Kau hanya menduga saja, tapi aku masih ada bukti
nyata yang lain," kata Leng-hong.
"Bukti nyata apa?" tanya Hiau-hu.
"Ya, sebenarnya aku tidak ingin bercerita, tapi
sekarang terpaksa harus kukatakan padamu," Leng-hong
pura-pura menyesal. Lalu ia menuturkan seperti apa
yang dikatakannya kepada Ciong Siu tadi dan akhirnya
menambahkan, "Bahkan dari laporan rahasia yang
kuterima, sejak dia meninggalkan perguruan, dia sudah
bersekongkol dengan musuh. Padahal besok juga kita
akan mulai penyerangan total, masakah kita boleh
membiarkan seorang mata-mata musuh menyusup ke
dalam pasukan kita. Sebab itulah aku harus segera
menumpasnya." "Aku tidak percaya, kau memfitnah!" seru Hiau-hu.
Perdebatan mereka yang sengit itu benar-benar
membikin Ciong Leng tercengang. Tentang Ubun Hiong
diusir oleh ibu gurunya memang telah diketahui olehnya,
sebab itulah ia rada percaya kepada ucapan Yap Lenghong,
tapi segala sesuatu sepantasnya mesti melalui
pemeriksaan lebih dulu seperti apa yang dikatakan Kang
Hiau-hu tadi. Terpaksa ia menengahi, "Yap-toako, bila
Ubun Hiong benar-benar pengkhianat, rasanya kita harus
mengadakan pemeriksaan lebih dulu, siapa tahu kalau
kedatangannya ini juga membawa rencana tertentu. Eh,
mengapa dia diam saja, apakah Ia coba mendekati Ubun
Hiong dan memeriksa nadinya, kemudian berkata,
"Orangnya masih hidup, cuma tenaganya sangat lemah,
rasanya dua-tiga jam kemudian baru dapat sadar
kembali." Ilmu silat Ciong Leng sudah tergolong kelas tinggi, dia
dapat melihat keadaan Ubun Hiong yang payah, pertama
karena tertotok, pula kehabisan tenaga sehingga tak
sadarkan din. Andaikan Hiat-to yang tertotok berat itu
dapat dibuka kembali juga masih belum dapat
menyadarkan pemuda itu. Di waktu Ciong Leng memeriksa Ubun Hiong, baik Yap
Leng-hong maupun Kang Hiau-hu sama-sama merasa
kuatir. Leng-hong kuatir kalau rahasianya terbongkar
bilamana Ubun Hiong siuman, sebaliknya Kang Hiau-hu
kuatir kalau-kalau Ubun Hiong dalam keadaan parah
karena serangan Yap Leng-hong.
Tapi mereka menjadi lega sesudah mendengar
keterangan Ciong Leng, diam-diam Yap Leng-hong
bersyukur karena masih ada waktu untuk mengambil
tindakan terhadap Ubun Hiong, sebaliknya Hiau-hu
bersyukur karena Ubun Hiong hanya pingsan saja,
sesudah siuman nanti tentu segala persoalan akan dapat
dibikin terang. Maka dengan berlagak menyesal Yap Leng-hong
berkata, "Baiklah, mengingat pada Ciong-toako, bolehlah
kita menahannya sementara untuk diperiksa kemudian.
Sesungguhnya aku pun tiada niat membunuhnya,
soalnya besok juga kita sudah akan melakukan serangan
total, kalau mata-mata musuh dibiarkan berada di antara
kita, mungkin akan mendatangkan bencana." Habis
berkata ia lantas memanggil pengawal untuk menggusur
pergi Ubun Hiong. "Kemana kau hendak menahannya?" tanya Hiau-hu.
"Sudah tentu menahannya di kemahku," sahut Lenghong.
"Aku sudah menyatakan akan menyekapnya untuk
sementara, sudah pasti aku takkan buru-buru
membunuhnya. Namun demikian aku harus menjaganya
dengan rapat sebagai tawanan yang penting."
"Aku justru tidak mempercayai kau dan membiarkan
dia berada di dalam tahananmu," ujar Hiau-hu.
Leng-hong menjadi gusar, katanya, "Sungguh tidak
pantas ucapanmu ini. Jelek-jelek aku adalah Suhengmu,
kau tidak menghormati aku berarti melanggar tertib
perguruan. Bicara kedudukan, aku adalah komandan
pasukan, kau membangkang kepada pimpinan, ini berarti
melanggar disiplin. Jika kau sembarangan bicara lagi,
jangan salahkan aku bertindak semestinya padamu."
Akan tetapi Kang Hiau-hu tidak gentar, ia jemput
kembali pedang pusaka Cay-in-pokiam yang jatuh tadi,
lalu dengan mendelik ia menjaga di samping Ubun Hiong.
Leng-hong bertambah gusar, bentaknya, "Apa artinya
ini?" "Pendek kata kemana pun kau hendak menahannya,
malam ini juga aku akan menjaga di sebelahnya, jika kau
berani mengganggu seujung rambutnya saja, segera aku
mengadu jiwa padamu," sahut Hiau-hu tegas.
"Ngaco-belo!" seru Leng-hong sambil berjingkrak
gusar. "Sungguh tidak tahu aturan! Sungguh tidak takut
ditertawai orang!" Biarpun berjingkrak-jingkrak gusar, tapi dia benarbenar
tak berdaya terhadap Sumoay yang kepala batu
itu. Betapapun dia gentar terhadap sang guru, maka dia
tidak berani memakai kekerasan terhadap Kang Hiau-hu.
Melihat keadaan yang serba susah itu, diam-diam
Ciong Leng juga merasa sikap Hiau-hu itu adalah
keterlaluan. Segera ia melerai pula, "Yap-toako, besok,
kau harus memimpin pasukan, malam ini harus istirahat
sebaik-baiknya, biarlah tawanan ini sementara ditahan di
kemahku saja. Berada di bawah pengawasanku rasanya
adik Hu juga tak perlu kuatir pula."
"Ya, rasanya kakakku takkan membela siapa-siapa,
tentu adik Hu dapat mempercayainya," Ciong Siu ikut
menyokong. "Baiklah," sahut Hiau-hu. "Jika demikian biarlah Ciongtoako
yang menjaganya, besok aku akan minta orangnya
kepada Ciong-toako."
Karena Ciong Leng sudah menyatakan akan
mengawasi tawanan, terpaksa Yap Leng-hong menyerah
dan setuju. Maka percekcokan itupun berakhirlah.
Setiba kembali di perkemahan sendiri, ternyata Hiauhu
masih kurang puas, katanya kepada Ciong Siu,
"Perasaanku tidak tenteram, aku kuatir akan terjadi
sesuatu." "Masakah kau tidak percaya juga kepada kakakku?"


Geger Dunia Persilatan Badai Guntur Menggetarkan Sembilan Wilayah ( Hong Lui Tjin Kiu Tjiu ) Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ujar Ciong Siu dengan kurang senang.
"Tidak, yang tak bisa kupercayai adalah Yap suko,"
kata Hiau-hu. "Kukira Yap Leng-hong pasti takkan tinggal
diam, tentu dia akan mendatangi kemah kakakmu dan
entah tipu keji apa yang akan digunakannya lagi."
"Agaknya curigamu terlalu besar," ujar Ciong Siu,
"andaikan ada apa-apa juga kakakku takkan tinggal
diam." "Tapi aku tetap tidak tenteram, aku ingin pergi
melihatnya," kata Hiau-hu.
"Tampaknya kehendakmu sukar dirintangi," kata Ciong
Siu. "Baiklah, biar kupergi bersama kau."
Sementara itu sudah jauh lewat tengah malam,
suasana sunyi senyap. Di sekitar perkemahan hanya
prajurit-prajurit peronda saja yang masih berseliweran,
dengan Ginkang yang tinggi mereka keluar dari kemah,
secara hati-hati sekali mereka dapat melalui pos-pos
penjaga dan akhirnya sampai di kemah Ciong Leng.
Dengan suara perlahan Ciong Siu membisiki Hiau-hu,
"Kita mengintip dulu dari luar, bila tiada terjadi sesuatu
bolehkah kita pulang kembali saja"."
"Tidak, aku harus ikut mengawasi sampai subuh tiba
barulah lega hatiku," ujar Hiau-hu.
Belum habis ucapannya, tiba-tiba dari belakang kemah
sana tampak berkelebat sesosok bayangan orang, karena
datangnya dari arah berlawanan sehingga orang itu tidak
mengetahui Ciong Siu dan Hiau-hu. Orang itu tampak
masuk ke kemah Ciong Leng dari arah depan, gerakan
orang itu sangat cepat, sama sekali ia tidak menghindari
penjaga, sebaliknya prajurit penjaga juga tidak
merintangi dia. Seketika Ciong Siu dan Hiau-hu terkejut demi
mengenali siapa orang itu, ternyata tak lain tak bukan
adalah Yap Leng-hong. Sebagai komandan pasukan,
pantas penjaga-penjaga itu tiada berani bersuara dan
merintangi kedatangannya.
Kembali Ciong Siu membisiki Hiau-hu, "Kau jangan
bersuara dulu. Biarlah kita lihat apa maksud
kedatangannya, jangan-jangan dia ada urusan penting
yang hendak dirundingkan dengan kakakku."
Hiau-hu tidak menjawabnya, sebaliknya dia lantas
merayap maju, ia berhenti tepat di belakang kemah, ia
keluarkan Cay-in-pokiam dan merobek kain kemah,
disiapkannya segenggam senjata rahasia jarum pula. Bila
Yap Leng-hong berani menyentuh Ubun Hiong, segera
kubutakan dulu matanya, demikian pikirnya.
Dalam pada itu Ciong Leng agak terkejut juga demi
melihat kedatangan Yap Leng-hong secara mendadak itu,
tegurnya, "Yap-toako, apakah ada terjadi sesuatu?"
"Tidak apa-apa, aku cuma menguatirkan tawanan ini,"
ujar Leng-hong. Walaupun segala sesuatu Ciong Leng suka
menghormati Yap Leng-hong, tapi demi mendengar
ucapan itu ia menjadi kurang senang, katanya, "Apakah
Toako kuatir aku melepaskan dia?"
"Ah, mana aku berani berpikir demikian, kau jangan
salah paham," cepat Leng-hong menjawab dengan
tertawa. "Soalnya mendadak aku teringat sesuatu atas
diri tawanan ini." "Tentang apa?" tanya Ciong Leng.
"Apakah kau sudah menggeledah badannya?"
"O, hal ini memang tak kupikirkan. Apa kau kira ada
barang rahasia apa-apa yang dia bawa?"
"Ya, tiada jeleknya kita berjaga-jaga, biarlah aku coba
mengeledahnya," kata Leng-hong. Segera tangannya
menjambret ke dada Ubun Hiong. Pikirnya andaikan tidak
menemukan sesuatu barang berharga sedikitnya juga
akan membuat terluka dalam supaya tak bisa bicara.
Tak tersangka, baru saja jari Yap Leng-hong hampir
menyentuh baju Ubun Hiong, sekonyong-konyong
cahaya bintik-bintik gemerlapan disertai suara mencicit
yang ramai, tahu-tahu secomot jarum halus telah
berhamburan ke mukanya. Bahkan lantas terdengar
suara bentakan Kang Hiau-hu, "Jangan menyentuhnya!
Bila kau menyentuhnya aku mengaju jiwa padamu!"
Leng-hong terkejut, cepat ia mengebaskan lengan
bajunya untuk melindungi mukanya sambil melompat ke
samping. Untung gerakannya cukup cepat sehingga
matanya terhindar dari bahaya dibutakan, walaupun
demikian lengan bajunya juga sudah tertancap belasan
buah jarum halus itu. Sementara itu dengan cepat sekali Kang Hiau-hu juga
sudah menerjang ke dalam kemah.
Leng-hong menjadi gusar, bentaknya, "Apa apaan kau
ini" Kau hendak berontak?"
"Kau tidak adil, berontak padamu juga panlas!" sahut
Hiau-hu. "Ingin kutanya padamu, apa maksudnya diamdiam
datang ke tempat Ciong-toako ini?"
Kuatir kalau kedua orang memakai kekerasan, lekas
Ciong Leng dan Ciong Siu melerai mereka.
Dengan tertawa dingin Yap Leng-hong berkata, "Aku
tidak menegur kau sebaliknya kau malah menyalahkan
aku. Kau telah melanggar disiplin, bahkan seorang anak
perempuan malam-malam keluyuran ke sini, apa sih
maksudmu" Sebagai komandan apa salahnya jika aku
datang ke sini untuk memeriksa tawanan?"
"Periksa tawanan apa?" jengek Hiau-hu. "Caramu
mencengkeram dadanya, apakah begitu orang
menggeledah atau sengaja hendak mencelakai
tawananmu?" Dari malu Yap Leng-hong menjadi gusar, bentaknya,
"Ngaco-belo! Aku belum memberi hukuman setimpal
padamu, sebaliknya malah kau sudah menuduh aku.
Ciong-toako, tangkap dia sekalian!"
Sudah tentu Ciong Leng merasa bingung dan serba
susah. Dalam pada itu Hiau-hu sudah melolos pedang
dan menjawab, "Yap Leng-hong, jangan kau membikin
sulit Ciong-toako, jika mau tangkap aku, silakan kau
maju sendiri saja." Keruan Yap Leng-hong berjingkrak murka, tapi ia
benar-benar mati kutu menghadapi sang Sumoay yang
kepala batu itu. Sedang ketiga pihak dalam keadaan
canggung, sekonyong-konyong terdengar suara
mendenging-denging nyaring di angkasa, itulah suara
panah tanda bahaya yang biasa digunakan dalam
pasukan. Sungguh kejut Leng-hong tak terkatakan, sebaliknya
Ciong Leng merasa kebetulan malah, cepat ia berseru,
"Yap-toako, silakan kau lekas pergi memeriksa urusan
yang genting. Urusan di sini biarlah serahkan di bawah
pengawasanku saja." Sebenarnya Yap Leng-hong bukan menguatirkan
penyerangan 'musuh' di waktu malam, sebab panglima
lawan itu tak lain tak bukan adalah ayahnya sendiri,
mereka ayah dan anak sudah mengadakan kontak untuk
membasmi pasukan pemberontak pada besok lohor bila
pasukan yang dipimpin Yap Leng-hong memasuki suatu
lembah buntu. Tapi justru karena yakin pasukan kerajaan takkan
menyerang pada malam ini, makanya Yap Leng-hong
sangat terkejut. Dari panah bersuara sebagai tanda
bahaya yang berseliweran di udara yang dilepaskan pos
penjagaan bagian depan itu, kecuali ada serangan musuh
hanya ada suatu kemungkinan lain, yaitu memergoki
mata-mata musuh yang tidak berhasil ditangkap oleh pos
penjaga. Dari keterangan yang diterima, Leng-hong telah
mengetahui Hong Jong-liong ditugaskan ke kotaraja,
menurut perhitungan dalam waktu sehari dua hari ini
tentu sudah dapat pulang kembali dan Hong Jong-liong
sendiri atau wakilnya akan menyampaikan hasil usahanya
di kotaraja kepada Yap Leng-hong. Mestinya kedatangan
Hong Jong-liong atau wakilnya takkan mengalami
kesukaran, karena mereka tentu sudah memegang surat
jalan yang telah disiapkan Yap Leng-hong, tapi mungkin
terjadi sesuatu rintangan, hal inipun bisa terjadi.
Karena rasa kuatirnya kalau-kalau Hong Jong-liong
mengalami sesuatu yang mungkin membikin susah
padanya, terpaksa Yap Leng-hong harus meninggalkan
dulu persoalan Ubun Hiong ini, apalagi sebagai
komandan pasukan sudah seharusnya dia memeriksa apa
yang terjadi seperti dianjurkan Ciong Leng tadi, maka
berkatalah dia, "Baiklah, kuharap Ciong-toako menjaga
baik-baik mata-mata musuh ini. Kupergi memeriksa apa
yang terjadi dan segera akan kembali ke sini."
Sungguh lacur bagi Yap Leng-hong, dia tergesa-gesa
pergi karena kuatir terjadi apa-apa atas diri Hong Jongliong
yang mungkin membawa dokumen rahasia
untuknya, tak terduga dokumen penting yang dikiranya
itu justru berada pada Ubun Hiong yang hampir kena
digeledah olehnya. Setelah Leng-hong pergi, barulah Ciong Leng merasa
lega, katanya, "Sudahlah, sekarang kalian boleh pulang
juga ke perkemahanmu, segala urusan serahkan saja
padaku." "Baiklah, biar kucoba memeriksa keadaan Jisuko dulu,"
kata Hiau-hu sambil mendekati dan memayang bangun
Ubun Hiong yang terbaring itu, tapi mendadak ia berseru
heran, "He, Ciong-toako! Coba lihat, dalam bajunya
seperti ada sepucuk surat'
Kiranya Ubun Hiong telah menyimpan dokumen
rahasia rampasan dari Hong Jong-liong itu di lapisan
dalam bajunya. Karena jambretan Yap Leng-hong tadi
keburu dicengah oleh Kang Hiau-hu, maka hanya
bajunya saja sedikit tertarik dan ujung sampul surat
berharga menongol keluar sedikit. Namun Yap Leng liong
tidak sempat menggeledah lebih jauh sehingga tidak
mengetahui Cepat Ciong Leng mendekat Ubun Hiong dan menarik
keluar sampul surat di dalam bajunya. Belum membaca
tulisannya lebih dulu ia sudah melihat di muka sampul
ada cap kebesaran gubernur Sucwan. Keruan ia terkejut
dan berseru, "He, benar-benar ada bukti yang terdapat di
atas badannya." "Bukti apa?" tanya Hiau-hu bingung.
"Coba kau periksa dulu Jisukomu, biarlah kubaca isi
surat ini," kata Ciong Leng. Segera ia menyingkir ke
pinggir, lalu membuka surat itu dan membacanya sendiri.
Kiranya dari dokumen yang diketemukan di atas badan
Ubun Hiong itu, Ciong Leng menyangka benar-benar
telah diketemukan bukti pengkhianatan Ubun Hiong. Ia
kuatir Kang Hiau-hu merebut surat itu, maka sengaja
menyingkir dulu di pinggir, tapi baru saja ia membaca
sebagian isi surat itu, seketika air mukanya berubah
menjadi pucat, serunya dengan suara gemetar, "Adik Siu,
coba kemari kau!" Dan pada waktu Ciong Siu ikut membaca surat itu, di
sebelah sini Kang Hiau-hu sedang sibuk membangunkan
Ubun Hiong, ia membuka Hiat-to yang tertotok, dasar
Lwekang Ubun Hiong juga cukup kuat, sesudah sekian
lamanya kekuatan Ubun Hiong sudah pulih, maka dalam
waktu singkat dia sudah siuman kembali.
Begitu membuka mata dan melihat wajah Hiau-hu
yang cantik itu berada di depannya, hampir-hampir saja
ia mengira sedang mimpi. Segera Hiau-hu berkata, "Syukurlah kau sudah
siuman. Tentu kau tidak mengira akan melihat aku di sini
bukan?" "Aku ... aku ingat dirobohkan oleh si keparat Yap
Leng-hong itu," sahut Ubun Hiong. "Dimanakah bangsat
itu sekarang?" "Apa" Kau menyebutnya ..." baru saja Hiau-hu hendak
menegas, sekonyong-konyong terdengar suara
gedebukan. Kiranya Ciong Siu telah roboh pingsan
sesudah membaca surat rahasia yang diketemukan
dalam baju Ubun Hiong tadi.
Keruan Hiau-hu kaget, "He, enci Siu, kenapakah kau?"
serunya. Namun Gong Siu sudah tak sadarkan diri dan
sudah tentu tak bisa menjawab.
Gong Leng yang lantas berkata, "Yap Leng-hong
adalah putra Yap To-hu, dia ... dia benar-benar
pengkhianat. Ini adalah surat rahasia laporan ayahnya
tentang jasa putranya selama ini."
Walaupun ucapan Gong Leng bukan jawaban yang
jelas, namun Hiau-hu sudah dapat paham duduknya
perkara. Ia tahu sebab apa Ubun Hiong memaki
"Toasuko" mereka sebagai bangsat dan paham juga apa
sebabnya Gong Siu mendadak pingsan.
"O, kiranya kalian telah menemukan surat rahasia
yang kubawa itu, jika demikian aku tidak perlu memberi
penjelasan lagi. Dimanakah bangsat Yap Leng-hong itu,
jangan biarkan dia lolos!" seru Ubun Hiong sambil
melompat bangun. Wajah Gong Leng sebentar pucat sebentar merah,
serunya kemudian, "Ya, kita harus lekas mengejarnya!
Dia belum tahu bahwa rahasianya telah kita ketahui,
mungkin belum sempat lari!"
"Baiklah, boleh kalian berangkat, biar aku yang
menjaga enci Siu," ujar Hiau-hu. Sesungguhnya ia pun
ingin ikut pergi mengejar Yap Leng-hong, tapi mengingat
Gong Siu tentu akan sangat cemas dan malu bila siuman
nanti, untuk ini harus ada orang yang mendampingi dan
menghiburnya. Sebab itulah Hiau-hu mengekang api
amarahnya terhadap Yap Leng-hong dan tinggal untuk
menjaga Gong Siu. Begitulah selagi Ciong Leng dan Ubun Hiong sudah
mulai melangkah pergi, mendadak Hiau-hu berseru,
"Jisuko!" Cepat Ubun Hiong merandek dan berpaling, "Ada apa,
adik Hu."

Geger Dunia Persilatan Badai Guntur Menggetarkan Sembilan Wilayah ( Hong Lui Tjin Kiu Tjiu ) Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Cay-in-pokiam ini boleh kau bawa saja!" kata Hiauhu.
Walaupun hanya melalui percakapan singkat itu, akan
tetapi segenap perasaan si nona sudah dicurahkan
melalui pedang itu. Sambil menerima pedang pusaka itu,
perasaan Ubun Hiong sangat berterima kasih kepada
sang Sumoay, semangatnya juga terbangkit untuk segera
menumpas pengkhianat. Sebenarnya tenaganya masih
belum pulih seluruhnya, tapi sekarang ia merasa seluruh
badannya penuh tenaga. kalau bisa ia ingin terbang
menyusul Yap Leng liong dan sekali tabas dengan Cay-inpokiam
membinasakannya. Sekarang marilah mengikuti kepergian Yap Leng-hong.
Sekeluarnya dari kemah Ciong Leng, cepat-cepat ia
pulang ke kemahnya sendiri. Jik-liong-ki yang dibawa
kemari oleh Ubun Hiong itu kini sudah dirampas olehnya,
kuda itu sangat besar artinya baginya. Ia pikir bila terjadi
sesuatu yang luar biasa dan tidak menguntungkan
dirinya, tentu kuda mestika itu dapat digunakan untuk
melarikan diri. Begitu mencemplak ke atas Jik-liong-ki, segera Lenghong
melarikannya ke pos penjagaan di mulut lembah.
Tiba-tiba terlihat di pengkolan sana ada panah berapi
yang dibidikkan ke angkasa, itulah tanda bahwa di sana
dipergoki jejak musuh. Cepat ia mengeprak kudanya,
sampai di tengah jalan dia telah diberi laporan bahwa
ada seorang berkedok telah menerjang masuk tanpa
menghiraukan rintangan penjaga.
Leng-hong terkejut, ia pikir kalau pendatang itu adalah
Hong Jong-liong, caranya ini benar-benar tidak pantas.
Dan baru saja ia hendak melanjutkan ke depan, tiba-tiba
tertampak seorang penunggang kuda telah muncul dari
balik pengkolan jalan sana. Cahaya bulan yang tidak
terlalu terang, pula orang itu berkedok sehingga sukar
bagi Yap Leng-hong untuk mengenali siapa pendatang
itu. Cepat Leng-hong memapak maju sambil membentak,
"Siapa itu" Berhenti!" Sesudah dekat ia merasa
pendatang ini seperti sudah dikenalnya, tapi jelas bukan
Hong Jong-liong. Orang itu terbahak-bahak dan mendadak menarik
kedoknya sambil membentak, 'Tentanglah mata
anjingmu, apakah kau sudah pangling padaku" Hehe,
tentunya kau tidak mengira aku masih bisa hidup
bukan?" Sungguh kaget Leng-hong tidak kepalang, kiranya
pendatang ini tak lain tak bukan adalah "Yap Leng-hong
tulen" yang dipalsukan olehnya dan kini memakai
namanya yang lain, yaitu Yap Boh-hoa.
"Hm, tentang pemalsuan namaku aku tak peduli, kau
suka kepada nama itu boleh ambil saja, tapi dengan
memalsukan namaku kau sengaja hendak
menghancurkan pasukan pergerakan, inilah aku tak bisa
tinggal diam," jengek Yap Boh-hoa.
Walaupun kaget karena munculnya Yap Boh-hoa itu,
tapi segera Yap Leng-hong menjadi nekat, pikirnya,
"Mungkin kepandaianku sekarang tidak kalah daripada
dia, kenapa aku mesti jeri padanya?" Tanpa bicara lagi
segera ia melarikan kudanya ke depan, pedangnya terus
menusuk. "Hm, kau masih berani bergebrak dengan aku?"
dengus Yap Boh-hoa sambil menangkis. "Trang", tusukan
Yap Leng-hong tersampuk ke pinggir, dengan cepat kuda
Jik-liong-ki sudah menyerobot lewat, ketika Yap Boh-hoa
hendak balas menyerang sudah tidak keburu lagi.
Diam-diam Boh-hoa terkesiap juga karena tak dapat
menyampuk jatuh pedang Yap Leng-hong. la kagum
sekali terhadap pamannya, yaitu Kang Hay-thian yang
hebat, hanya dalam waktu singkat saja sudah dapat
mendidik muridnya sedemikian pesat kemajuannya. Ia
tidak tahu bahwa Leng-hong telah mendapat bantuan
saluran Lwekang dari Ciong Tian, maka tenaga dalamnya
dapat maju begitu cepat. Namun begitu sesungguhnya
kekuatan Yap Leng-hong toh masih kalah setingkat dari
Yap Boh-hoa. Tanpa berhenti, segera Yap Boh-hoa mengeprak
kudanya mengudak pula, sekejap itu sudah timbul
berbagai pikiran dalam benak Yap Leng-hong. Ia bingung
apakah mesti melarikan diri atau tidak" Jika mau
melarikan diri dia masih dapat lolos mengingat kudanya
yang bagus itu. Akan tetapi kalau melarikan diri, berarti
segala daya upayanya selama ini akan terbuang dengan
sia-sia belaka, segala impiannya juga akan kosong
melompong. Sebagai seorang yang punya ambisi gede,
sudah tentu Yap Leng-hong tidak rela berakhir dengan
demikian. Diam-diam ia membatin, "Untuk membongkar
rahasiaku rasanya dia belum dapat memberi bukti-bukti
yang cukup dan orang sukar mempercayainya. Asal
pasukan sudah berkumpul, sebagai komandan tentu aku
masih dapat memberi perintah untuk membekuknya atau
membinasakan dia dengan hujan panah."
Bertempur di atas kuda sudah tentu Leng-hong lebih
untung karena Jik-liong-ki jauh lebih gesit daripada kuda
biasa, apalagi Leng-hong memperhatikan di atas kuda
Yap Boh-hoa termuat sebuah karung goni besar entah
apa isinya, lantaran itu kuda Yap Boh-hoa menjadi lebih
lamban pula. Leng-hong sengaja memutar kudanya dengan cepat
mengilat ti belakang Boh-hoa, segera pedangnya
menusuk ke arah karung goni itu tapi pedang Yap Bohhoa
sempat menangkisnya lagi. Sesudah mencoba satu
kali dan melihat lawannya membela karung goni itu,
diam-diam Leng-hong heran, apa sih isinya sehingga
karung itu dibelanya mati matian"
Segera ia mendapat akal, lawan membela mati-matian
karungnya itu, maka kelemahan ini yang akan terus
dicecar dengan serangan-serangan.
Sementara itu Boh-hoa sudah tahu pikiran Yap Lenghong,
segera ia ganti siasat, tidak mau bertahan melulu,
tapi diseling dengan serangan balasan. Begitulah dalam
sekejap saja belasan jurus sudah berlalu, di tengah
pertarungan itu sudah ada beberapa orang memburu tiba
pula. Dua orang yang memimpin pendatang-pendatang itu
satu bernama Kam Pa dan yang lain bernama Pek Hiong.
Keduanya sama-sama murid Bin-san-pay angkatan
ketiga, Kam Pa adalah cucu Kam Hong-ti dan Pek Hiong
cucu Pek Thay-koan. Melihat kedatangan mereka, segera
Yap Leng-hong berlagak sebagai komandan dan memberi
perintah, "Lepaskan panah, binasakan mata-mata musuh
ini!" Kam Pa mengiakan, kontan ia menyambitkan tiga
buah piau ke arah Yap Boh-hoa. Beberapa bintara yang
ikut di belakangnya juga lantas menghamburkan macammacam
senjata rahasia, hanya Pek Hiong saja yang tidak
ikut menyerang. Kiranya Pek Hiong adalah putra Pek Eng-kiat yang
terkenal cerdik, sejak kecil Pek Hiong sudah terdidik
seperti sang ayah, segala urusan tentu dipikirkan dulu
sebelum bertindak, maka sekarang ia pun berpikir, "Jika
orang ini adalah mata-mata musuh, seharusnya
ditangkap hidup-hidup untuk dimintai keterangan,
mengapa buru-buru hendak membinasakan dia."
Dalam pada itu Yap Boh-hoa telah memutar
pedangnya dengan kencang hingga ramai terdengar
suara "Crang-cring" suara terbenturnya macam-macam
senjata rahasia oleh pedang. Senjata-senjata rahasia itu
semuanya terbentur mencelat, di bawah hujan senjata
rahasia itu, Yap Boh-hoa tidak dapat melindungi dirinya
sendiri dengan kudanya sekaligus, pada suatu ketika kaki
kudanya telah tertimpuk dua buah piau, binatang itu
meringkik kesakitan sambil berjingkrak untuk kemudian
lantas roboh. Di sinilah tampak kelebihan Yap Boh-hoa, pada saat
berbahaya itu dia telah mengeluarkan Ginkangnya yang
lihai, ia kempit karung goninya itu dan meloncat tinggi ke
atas, selagi terapung di udara pedangnya terus berputar
untuk menyampuk senjata-senjata rahasia yang
bertebaran itu sehingga tidak terluka sedikitpun, tapi
sebelum dia berdiri tegak di atas tanah, dari sana Kam
Pa sudah menerjangnya pula.
"Berhenti dulu, para pahlawan! Apakah kalian tahu
siapakah komandanmu yang sebenarnya?" teriak Bohhoa.
"Persetan!" semprot Kam Pa. "Siapa yang tidak kenal
komandan kami adalah murid pewaris Kang-tayhiap"
Sungguh lucu sekali pertanyaanmu ini."
Sambil melompat pergi untuk menghindarkan
serangan Kam Pa, berbareng Boh-hoa berseru pula.
"Salah, salah! Komandan kalian adalah putra Yap To-hu,
dia yang menjadi mata-mata musuh di tengah-tengah
pasukan pemberontak, Kang-tayhiap sudah tidak
mengakui dia sebagai murid pewaris lagi."
"Hahahaha! Apakah kalian percaya kepada
ocehannya?" sela Yap Leng-hong dengan bergelak
tertawa. Apa yang dikatakan Yap Boh-hoa sudah tentu terlalu
mengejutkan sehingga orang-orang itu sukar
mempercayainya begitu saja, maka beramai-ramai para
pahlawan itu mencaci-maki sebagai jawaban ucapan Yap
Boh-hoa itu. "Baik, kalian tidak percaya, ini akan kuberi saksi
hidup!" seru Boh-hoa sembari melemparkan karung goni
yang besar itu ke arah Kam Pa, tanpa ayal lagi Kam Pa
lantas menangkapnya. "Coba kau buka, tentu kalian akan mengenalnya!" seru
Boh-hoa pula. Dengan tidak sabar Kam Pa lantas merobek karung
goni itu, kontan memberosot keluar sesosok tubuh
manusia. Benar juga, segera ada di antara para
pahlawan yang kenal orang di dalam karung itu dan
berteriak, "He, bukankah dia Hong Jong-liong, jagoan
pengawal gubernur Sucwan si jagal she Yap itu?"
Kiranya tempo hari sesudah dilukai oleh pukulan Tiong
Tiangthong, buru-buru Hong Jong-liong melarikan diri,
tapi makin luka-lukanya makin berat, terpaksa ia harus
mencari suatu tempat untuk merawat diri. Sebab itulah
penguntitan Ubun Hiong tidak berhasil menemukannya,
sebaliknya Yap Boh-hoa yang menyusul kemudian malah
dapat memergokinya. Tentang kejadian ini akan kita
ceritakan di bagian lain.
Sekarang sesudah asal-usul Hong Jong-liong dikenali
orang, seketika para pahlawan menjadi gempar. Segera
Boh-hoa berseru pula, "Coba kalian tanyai dia, tentu
segala sesuatunya akan menjadi jelas."
Dasar watak Kam Pa memang tidak sabaran, pula
tidak suka banyak berpikir, kontan ia gampar dulu muka
Hong Jong-liong sambil membentak, "Orang she Hong,
kau sudah dengar tidak" Mengapa tidak lekas mengaku?"
Dasar dogol sehingga pertanyaannya menjadi tidak
keruan juga. Tapi Hong Jong-liong masih tetap membisu, hanya biji
matanya saja dapat bergerak, sedang badannya masih
kaku tak berkutik. Kiranya dia telah ditotok oleh Yap Bohhoa
dengan tenaga berat dan belum lagi dibuka.
"Kam-jiko, agaknya dia tertotok Hiat-to tertentunya,
biar kuperiksa apakah dapat membukanya atau tidak?"
seru Pek Hiong. Kalau Hong Jong-liong sampai diperiksa oleh
pahlawan-pahlawan itu, berarti guci wasiat Yap Lenghong
akan terbongkar, maka ia tidak tinggal diam. Ia
pura-pura berjingkrak gusar dan berteriak, "Kurangajar!
Dasar mata-mata musuh durjana, kau berani
bersekongkol dengan Hong Jong-liong untuk menfitnah
aku" Akan kubunuh dulu keparat she Hong ini baru nanti
kubereskan kau!" Sambil memaki Yap Leng-hong sudah lantas
menghalau kudanya menuju ke arah Kam Pa, mendadak
ia rampas sebatang tombak dari seorang bintara terus
ditimpukkan sekuatnya ke hulu hati Hong Jong-liong.
Namun Pek Hiong mendadak melompat maju,
goloknya terus menangkis, tombak itu disampuknya
jatuh, serunya, "Yap-thongleng, tahan dulu, kukira dia
akan berguna bila kita memeriksanya sebelum dibunuh."
Agar tidak menimbulkan rasa curiga lebih mendalam,
terpaksa Yap Leng-hong mengalah, namun dia mendapat
akal lagi. Segera ia berkata, "Benar juga usul Pek-hiante.
Baiklah, sementara ini keparat she Hong ini ditahan dulu
untuk kita periksa lagi nanti. Cin Ing-gok, gusurlah
keparat she Hong itu, hati-hati jangan sampai terlepas."
Kiranya Cin Ing-gok yang diberi tugas itu adalah Sute
Bong Ing-ping yang merupakan kawan sekomplotannya.
Sebab itulah Leng-hong sengaja menugaskan
begundalnya sendiri untuk menggiring pergi Hong Jongliong,
dengan demikian secara diam-diam Hong Jongliong
dapat dibinasakan untuk menghilangkan saksi
hidup, Leng-hong yakin Cin Ing-gok pasti akan paham
maksudnya dan mengerjakannya dengan baik.
Menyusul Leng-hong lantas memberi perintah pula,
"Dan masih ada lagi mata-mata musuh itu, lekas kalian
bekuk dia sekalian!"
Karena tadi perhatian semua orang dicurahkan kepada
Hong Jong-liong sehingga Yap Boh-hoa hampir
terlupakan. Sekarang beberapa perwira segera
menerjang ke arahnya demi mendengar perintah
komandan mereka, namun Boh-hoa telah berseru,
"Tahan dulu! Aku takkan lari dari sini. Paling penting
sekarang lekas kalian membuka Hiat-to Hong Jong-liong
yang tertotok itu untuk dimintai keterangan yang amat
penting. Aku telah menotok dia punya Ih-gi-hiat dan
Tiok-tho-hiat."

Geger Dunia Persilatan Badai Guntur Menggetarkan Sembilan Wilayah ( Hong Lui Tjin Kiu Tjiu ) Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Saat itu Cin Ing-gok sudah akan menjambret Hong
Jong-liong dari tangan Kam Pa, tapi keburu dicegah oleh
Pek Hiong. "Nanti dulu, kita perlu memeriksa dan menanyai
beberapa keterangan padanya," kata Pek Hiong sembari
membuka Hiat-to Hong Jong-liong yang tertotok seperti
apa yang dikatakan Yap Boh-hoa.
"Kau berani membantah perintah komandan baru saja
Cin Ing-gok menegur, mendadak Hong Jong-liong sudah
bisa berteriak dengan suara serak, "Ka ... kalian jangan
membunuh aku, segera aku akan mengaku terus
terang!" "Baik, asal kau mengaku terus terang, jiwamu tentu
akan diampuni," sahut Pek Hiong.
Yap Leng-hong menjadi gusar, "Pek Hiong, kau berani
bertindak melampaui wewenangmu tanpa menghiraukan
atasanmu?" semprotnya.
"Huh, kau masih mimpi hendak menjadi komandan
mereka?" jengek Yap Boh-hoa. "Hong Jong-liong, jika
kau ingin hidup hendaklah lekas mengaku saja, lekas!"
"Sungguh keji amat kau, Yap-kongcu!" teriak Hong
Jong-liong, "sampai-sampai aku pun hendak kau bunuh,
maka terpaksa aku mengaku segala perbuatanmu
kepada mereka. Ya, apa yang dikatakan Yap-tayhiap ini
tadi memang tidak salah."
Sedapat mungkin Yap Leng-hong berlagak tenang,
jengeknya, "Huh, kedua mata-mata musuh ini sudah
terang bersekongkol dan sengaja hendak memfitnah
diriku untuk mengadu domba kita, apakah kalian mau
percaya padanya?" Sebagian para pahlawan itu sebenarnya sudah
mencurigai Yap Leng-hong, akan tetapi sebagian pula
yang biasanya suka memuja kecakapan pemimpin
mereka yang muda itu serentak bersorak menyokong
bantahan Leng-hong tadi. Selagi suasana rada tegang, tiba-tiba terdengar seruan
orang, "Yap Leng-hong, kau masih berani berlagak di
sini" Saudara-saudara sekalian, lekas bekuk dia, jangan
sampai dia lolos! Dia benar-benar seorang mata-mata
tulen!" Kiranya Ciong Leng dan Ubun Hiong telah tiba.
Suara Ciong Leng itu benar-benar laksana bunyi
geledek yang membikin sukma Yap Leng-hong hampirhampir
terbang ke awang-awang. Sebagian pahlawan
yang tadinya masih percaya padanya juga terkesima
bingung, sungguh mimpi pun mereka tidak menyangka
bahwa pemimpin pujaan mereka itu benar-benar adalah
mata-mata musuh. Pek Hiong yang pertama-tama bertindak, kontan ia
menyambitkan sebatang belati ke arah Yap Leng-hong
sambil membentak, "Hayolah, beramai-ramai kita bekuk
mata-mata musuh keparat ini!" Lantaran suara
bentakannya barulah semua orang seperti tersadar dari
impian, beramai-ramai mereka lantas mengerubut maju.
Yap Leng-hong sempat menyampuk jatuh belati
timpukan Pek Hiong itu, menyusul ia terus putar kudanya
dan menerjang ke arah Kam Pa.
Saat itu Hong Jong-liong masih berada di tangan Kam
Pa, Cin Ing-gok yang diperintahkan menahan Hong Jongliong
sudah lebih dulu ngacir demi nampak gelagat tidak
enak. Dasar otak Kam Pa memang encer, belum lagi dia
sempat berpikir, tahu-tahu kuda Yap Leng-hong sudah
menerjang sampai di depannya.
"Awas, Kam-jiko, lekas turun tangan!" teriak Pek
Hiong. Dan baru saja Kam Pa sadar bahwa musuh yang harus
segera dibekuk adalah Yap Leng-hong, namun sudah
terlambat. "Tarrrrr", ruyung lemas Yap Leng-hong sudah
menyabet sehingga tubuh Kam Pa terlilit dan terangkat
ke atas, berbareng Leng-hong menyambitkan sebatang
panah kecil pula dan tepat menembus tenggorokan Hong
Jong-liong, kontan jago pengawal itu jiwanya melayang.
Dengan mengangkat tubuh Kam Pa yang terlilit oleh
ruyungnya itu, Leng-hong terus memutarnya untuk
digunakan sebagai tameng, serunya dengan tertawa, "Ini
dia, bolehlah kalian coba serang lagi!"
Mestinya para pahlawan akan menghujani lawan
dengan senjata rahasia, tapi urung demi melihat keadaan
Kam Pa yang terancam itu. Mereka tak berani mendekat.
Ilmu silat Kam Pa mestinya tidak lemah, soalnya dia
tidak berjaga-jaga sama sekali sehingga kena dikerjai
oleh Yap Leng-hong. Saking gusarnya ia terus meronta
dalam keadaan tubuh melayang di udara terbelit oleh
ruyung orang, seketika ujung ruyung terputus dan dia
terjungkal jatuh ke bawah, tapi cepat ia dapat melompat
bangun lagi. Sambil mencaci-maki kontan ia sambitkan
tiga buah piau ke arah Yap Leng-hong.
Namun Jik-liong-ki yang teramat cepat itu sudah
sempat mencongklang jauh ke depan, betapapun
cekatan Kam Pa menyambitkan senjata rahasianya juga
sudah agak kasip. Piau pertama masih sempat mencapai
sasarannya, tapi kena disampuk jatuh oleh pedang Yap
Leng-hong, piau kedua dan ketiga jatuh di tengah jalan.
Maka dengan leluasa dapatlah Yap Leng-hong membobol
kepungan dan meloloskan diri.
Sebagai komandan, dengan sendirinya pos-pos
penjaga di bagian depan belum mengetahui apa yang
sudah terjadi lantas memberi kebebasan seluasnya bagi
kaburnya Yap Leng-hong tanpa menanyai sesuatu.
Sesudah menguber belasan li dan tak dapat
menyusulnya, terpaksa Ciong Leng, Yap Boh-hoa dan
lain-lain putar kembali. Dalam pada itu perwira-perwira
dari berbagai pasukan sudah berkumpul untuk
menanyakan duduknya perkara. Di tengah lapangan situ
Ciong Leng lantas mengadakan suatu sidang darurat
untuk menerangkan peristiwa tadi serta mengumumkan
pengkhianatan Yap Leng-hong.
Dan baru sekarang Ubun Hiong sempat bicara dengan
Yap Boh-hoa dan menanyakan cara bagaimana Hong
Jong-liong itu dapat ditangkapnya.
"Ini berkat bantuan kawan-kawan dari Kay-pang,"
tutur Boh-hoa dengan tertawa. "Kay-pang mempunyai
hubungan merpati pos, Tiong-pangcu telah menghubungi
cabang-cabang Kay-pang di sepanjang jalan dan suruh
mereka membantu diriku. Akhirnya orang Kay-pang
menyampaikan berita padaku bahwa Hong Jong-liong
diketahui sedang merawat lukanya di suatu kelenteng.
Waktu kususul ke sana dan memang benar, dalam
keadaan masih terluka, dengan gampang saja aku dapat
membekuknya." "Kematian Hong Jong-liong setimpal dengan
perbuatannya, cuma sayang Yap Leng-hong dapat lolos,"
kata Ubun Hiong. "Aku pun ingin segera membinasakan dia, namun
tidak apalah, yang penting kedoknya sudah tersingkap,
penyakit yang tersembunyi di dalam barisan kita sudah
dicabut sampai akar-akarnya, untuk ini kita harus
gembira," ujar Yap Boh-hoa. "Biarlah keparat Yap Thingcong
itu hidup lebih lama beberapa hari, tidak lama tentu
dapat kita bekuk." "O, jadi jahanam itu aslinya bernama Yap Thing-cong,"
tanya Ubun Hiong. "O, jika demikian pahamlah aku"
Tapi sebelum dia menjelaskan apa yang diartikan
paham itu, tiba-tiba nampak Kang Hiau-hu dan Ciong Siu
sedang mendatangi. "Sayang kami datang terlambat dan tak bisa
membantu sehingga keparat itu sempat melarikan diri,"
seru Hiau-hu. "Semuanya adalah kesalahanku," kata Ciong Siu
dengan gemas dan menyesal.
Kiranya tidak terlalu lama Ciong Siu sudah siuman
kembali, hatinya yang suci bersih itu walaupun mudah
tertipu orang jahat, tapi sesudah sadar segera ia dapat
membedakan tegas antara yang baik dan buruk, segera
ia ajak Kang Hiau-hu menyusul dan ikut membekuk Yap
Leng-hong, namun agak terlambat datangnya.
Karena Ubun Hiong belum kenal Ciong Siu, segera
Hiau-hu memperkenalkan mereka.
"O, sangat kebetulan," kata Ubun Hiong. "Di tengah
jalan aku telah bertemu dengan kedua orang tuamu,
mereka telah menolong menyembuhkan lukaku dan
minta aku menyampaikan berita kepada kalian bahwa
beliau-beliau itu segera akan menyusul kemari pula."
"Jisuko," tiba-tiba Hiau-hu bertanya, "tadi kau bilang
paham apa" Asyik benar kalian bicara, siapakah saudara
ini?" Sekarang para pahlawan sudah tahu siapakah Yap
Leng-hong yang sebenarnya sehingga mereka menjadi
benci padanya, sebaliknya mereka juga ingin tahu
siapakah kedua pemuda yang berjasa ini. Tentang Ubun
Hiong sudah diketahui sebagai murid Kang Hay-thian,
tapi Ciong Leng dan lain-lain masih belum tahu siapakah
Yap Boh-hoa itu, maka beramai-ramai mereka
berkerumun ingin berkenalan.
"Ini dia Yap Leng-hong yang tulen, yang asli," kata
Ubun Hiong dengan tertawa. "Sumoay, dialah yang
benar-benar Piaukomu sejati."
Walaupun Yap Boh-hoa belum memberitahukan asalusulnya
sendiri kepada Ubun Hiong, tapi dari berbagai
kejadian yang telah dialaminya dan disaksikan serta
caranya membongkar rahasia "Yap Leng-hong" yang
telah melarikan diri tadi, segera Ubun Hiong paham
duduknya perkara dan yakin siapa adanya Yap Boh-hoa.
Sampai di sini terpaksa Boh-hoa mengakui asalusulnya
sendiri, katanya kepada Kang Hiau-hu dengan
tertawa, "Pada suatu malam di rumahmu telah
kedatangan 'maling' seperti digemborkan Yap Thing-cong
itu, dan maling yang dikatakan itu adalah aku sendiri."
"Ya, betul, aku masih ingat," kata Hiau-hu. "Itu adalah
malam berikutnya sesudah Jisuko diusir ibu. Mengapa
waktu itu Piauko tidak mau membongkar kedoknya?"
"Tatkala itu aku baru mulai curiga, tapi ingin
menyelidiki seluk-beluknya dengan jelas, siapa duga
mendadak ia menyerang aku dengan keji, untung jiwaku
tidak sampai melayang. Ya, memang salahku, jika lekas
aku membongkar kedoknya tentu takkan terjadi seperti
sekarang ini. Ciong Leng merasa menyesal dan malu, katanya, "Kita
semua telah tertipu, sungguh tidak nyana bisa terdapat
seorang Yap Leng-hong palsu."
"Nama yang telah dinodai olehnya sudah kubuang,
namaku yang lain adalah Yap Boh-hoa," kata Boh-hoa.
"Kami sekeluarga telah tertipu sekian tahun, bila ayahibu
mengetahui Piauko yang tulen sudah diketemukan,
tentu mereka akan sangat senang," kata Hiau-hu. "Eh,
apa selama ini engkau belum pernah bertemu dengan
ayah?" "Belum," sahut Boh-hoa. "Tapi Jisukomu baru kembali
dari kotaraja, dia sudah bertemu dengan ayahmu."
Segera Ubun Hiong menceritakan secara ringkas
kejadian-kejadian di kotaraja dimana pergerakan Thianli-
kau telah mengalami kegagalan, Lim Jing, ketua Thianli-
kau telah gugur dan Thio Su-liong telah diangkat
sebagai gantinya. Tapi para pahlawan bersama gurunya
juga berhasil membobol penjara dan menolong keluar
Utti Keng yang kini sudah berkumpul lagi dengan
istrinya, yaitu Ki Seng-in.
Berita-berita yang disampaikan Ubun Hiong ini sudah
tentu sangat menggembirakan semua orang, walaupun
di antaranya ada kabar tentang gugurnya Lim Jing, tapi
hal ini tidak mengurangi semangat juang mereka.
"Bukankah masih ada suatu kabar baik yang belum
kau ceritakan?" tiba-tiba Boh-hoa menambahkan dengan
tertawa. "Kabar baik apa?" cepat Ciong Leng tanya.
"Yaitu Kang-tayhiap telah mengangkat dia sebagai
murid ahli waris dan menugaskan dia membersihkan
murid murtad dari perguruan," seru Boh-hoa.
Semua orang ikut bergembira dan beramai-ramai
memberi selamat kepada Ubun Hiong.
Ubun Hiong sendiri merasa kikuk, katanya,
"Sebenarnya aku tidak berani menerima tugas sebesar
itu. Cuma perintah Suhu sukar untuk ditolak. Eh,
darimanakah Yap-toako mengetahui hal ini?"
"Berita orang-orang Kay-pang memang sangat cepat
dan tajam, dari kawan-kawan Kay-pang itulah aku
mendapat kabarnya," sahut Boh-hoa dengan tertawa.
Sesudah sibuk setengah harian, segera para pahlawan
berunding mengenai pimpinan yang kini menjadi kosong
itu, Ciong Leng berkata, "Yap Leng-hong palsu sudah
kabur, dengan sendirinya menjadi tugas Yap Leng-hong
tulen untuk menggantikannya. Maka aku menyarankan
Yap-toako diangkat menjadi komandan kita."
"Aku adalah orang baru dan belum berjasa sedikitpun,
mana boleh datang-datang sudah lantas menjadi
pimpinan," ujar Boh-hoa. "Maka menurut pendapatku,
adalah selayaknya jika Gong-toako yang tadinya
menjabat sebagai wakil sekarang mengambil alih pucuk
pimpinan kita." "Kau telah membongkar kepalsuan Yap Leng-hong,
masakah ini bukan jasa yang besar?" kata Ciong Leng.
"Sudahlah, kalian tak perlu saling mengalah," sela
Hiau-hu. "Menurut pendapatku, jabatan Thongleng
(komandan) bolehlah dipegang oleh Piauko dan Ciongtoako
tetap sebagai wakil dan pengawas dengan dibantu
pula oleh Jisuko." Serentak semua orang menyatakan setuju atas usul
Kang Hiau-hu itu, dengan demikian tiga pimpinan baru
lantas ditetapkan! "Meski mata-mata musuh sekarang sudah kabur, akan
tetapi bahaya masih tetap mengancam kita, kukira
musuh pasti akan mengadakan gerakan yang tidak


Geger Dunia Persilatan Badai Guntur Menggetarkan Sembilan Wilayah ( Hong Lui Tjin Kiu Tjiu ) Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menguntungkan kita," kata Hiau-hu pula.
"Benar," tiba-tiba Ciong Leng menjadi sadar. "Pasukan
pergerakan kita terhimpun di sini untuk menyerang Siaukim-
jwan besok, rencana ini diatur oleh Yap Leng-hong,
kukira dia pasti mempunyai muslihat keji tertentu."
"Jangan gugup dulu," ujar Boh-hoa, "jika rencana ini
diatur oleh keparat itu, kita justru bertindak
kebalikannya. Besok pagi-pagi kita lantas memencarkan
kekuatan pasukan kita agar musuh tak bisa meraba
maksud kita. Selanjutnya dapat kita lakukan dengan
mengganti tempat dan waktu, secara mendadak kita
sergap musuh untuk membantu kawan-kawan yang
terkepung di Siau-kim-jwan."
Sementara itu sudah hampir fajar, berpuluh ribu
prajurit tersebar dalam perkemahan yang luas, untuk
meneruskan perintah perubahan rencana tentu akan
makan waktu cukup lama. Padahal dua pasukan perintis
di depan telah diperintahkan oleh Yap Leng-hong
semalam agar menjelang subuh harus berangkat
membuka jalan lebih dulu bagi pasukan induk. Pada
waktu perintah perubahan rencana itu sampai di situ
kedua pasukan perintis sudah berangkat.
Sampai pagi, semua pasukan sudah menerima
perintah agar mengundurkan diri dari pangkalan semula,
segera dikirim pula kurir cepat untuk menghentikan
gerakan lebih lanjut dari kedua pasukan perintis yang
sudah berangkat itu. Akan tetapi sudah terlambat, belum lagi pasukanpasukan
pembuka jalan itu ditarik mundur, tiba-tiba
terdengar suara tambur bergemuruh, dipandang dari
atas bukit, terlihatlah beribu-ribu kuda berbondongbondong
membanjir tiba, panji berkibaran memenuhi
lembah, pasukan besar kerajaan sudah mulai menyerbu
ke pangkalan mereka. Menyusul diterima laporan pula
bahwa kedua pasukan depan yang telanjur berangkat itu
telah masuk perangkap musuh dan tertumpas habis, dari
belasan orang yang berhasil menyelamatkan diri diterima
keterangan bahwa dari panji pengenal yang terlihat,
pasukan kerajaan itu dipimpin oleh Yap To-hu.
Ciong Leng menjadi kuatir dan gusar menerima
laporan itu, katanya, "Kedatangan pasukan musuh
secepat ini tentu disebabkan hubungan rahasia keparat
she Yap itu dengan ayahnya, mereka telah memasang
perangkap untuk menantikan kita masuk sendiri ke jaring
mereka." "Ya, pastilah jahanam itu yang telah memancing
kedatangan pasukan musuh," kata Hiau-hu. "Tapi
kedatangannya menjadi kebetulan malah, kita tak perlu
susah payah mencarinya lagi."
Namun dengan sangat tenang Yap Boh-hoa sedang
memikirkan siasat, katanya kemudian, "Ya, kukira musuh
memang telah memasang perangkap di depan sana, bila
pasukan kita memasuki jebakan yang telah mereka
pasang, sekaligus mereka akan menumpas kita secara
mendadak. Tapi sekarang mata-mata mereka telah kita
bongkar, tentu mereka telah ganti rencana dan sekarang
telah melancarkan serangan serentak. Kita kalah jumlah,
tapi menang semangat, harapan menang bagi kita tetap
besar. Tapi kita harus mencegah jatuhnya korban dan
tidak perlu membagi kekuatan kita untuk mencari
keparat Yap Thing-cong itu. Sudah tentu, jika dia sendiri
yang mengantarkan nyawa ke sini tentu pula akan kita
sambut dengan senang hati dan takkan membiarkan dia
kabur lagi." Yap Boh-hoa pernah berjuang bersama suku bangsa
Kazak, maka dia rada paham dalam hal siasat perang.
Segera ia mengatur regu-regu tempur ke tempat-tempat
tertentu dan memberitahukan perwira-perwira yang
bertugas untuk melaksanakan garis tempur yang telah
diaturnya itu. Waktu pertempuran sengit terjadi, benar juga jumlah
musuh jauh lebih banyak, perlengkapan lebih baik, tapi
pasukan pemberontak menang semangat, menang teknik
tempur. Beberapa kali pasukan kerajaan menerjang
maju, tapi selalu dapat digempur mundur dengan
meninggalkan korban yang bergelimpangan. Di beberapa
tempat pasukan pemberontak juga dapat membobolkan
garis pertahanan musuh, namun demikian korban yang
jatuh di pihak pasukan pemberontak juga cukup banyak.
Pada saat pertempuran meningkat dengan sengitnya,
sekonyong-konyong dari atas bukit muncul sepasukan
musuh yang menerjang ke bawah ke pusat komando
yang dipimpin Yap Boh-hoa itu. Jumlah musuh ada
ribuan, sebaliknya sekeliling Yap Boh-hoa hanya tinggal
ratusan prajurit saja yang mengawalnya. Di bawah hujan
panah pasukan musuh yang menerjang dari atas itu,
pasukan Yap Boh-hoa yang cuma sedikit itu menjadi
kocar-kacir. Waktu Ciong Leng memperhatikan pimpinan pasukan
musuh yang tiba itu, dengan geram ia berkata,
"Kurangajar! Kiranya keparat Yap Leng-hong itu berani
datang menantang kita!"
Segera Ubun Hiong juga lantas mengenali dua orang
di kanan-kiri Yap Leng-hong itu adalah Nyo Ceng dan
putranya, yaitu Nyo Hoan. Kiranya ayah dan anak itu
sudah kembali ke dalam pasukannya sesudah sembuh
dari lukanya. Karena mengetahui ilmu silat Nyo Ceng
yang tinggi itu, maka Leng-hong sengaja minta bantuan
mereka ikut menggempur secara mendadak dari jalan
yang tak terduga-duga terhadap pasukan pemberontak.
Cepat Boh-hoa memerintahkan satu batalyon
tempurnya yang terdekat ditarik mundur untuk menahan
serangan musuh ini. Ia sendiri menjadi murka, seorang
diri ia lantas mengeprak kudanya ke depan untuk
menantang Yap Leng-hong. "Biarkan aku yang membereskan bocah ini!" seru Nyo
Ceng sambil memapak maju.
Sekali bidik Yap Boh-hoa memanah mati kuda
tunggangan Nyo Ceng, tapi dengan pukulan berat dari
jauh, tenaga pukulan Nyo Ceng juga membikin roboh
kuda Yap Boh-hoa. Keduanya lantas melompat turun dari
kuda untuk bertempur di atas tanah.
Syukurlah batalyon "harimau" yang ditarik mundur Yap
Boh-hoa tadi sempat memotong serbuan pasukan
berkuda yang dipimpin Yap Leng-hong ini, setiap prajurit
dengan gagah berani melabrak musuh dengan matimatian.
Namun pasukan Yap Leng-hong telah bertahan
dengan rapat sekali sehingga batalyon "harimau" itu
sukar menembus ke lingkaran tengah untuk melindungi
Yap Boh-hoa. Keadaan medan pertempuran sekarang berpusat pada
pasukan kecil yang dipimpin Yap Boh-hoa sendiri, di
luarnya terkepung oleh pasukan yang dipimpin Yap Lenghong,
dan di lapisan luar lagi adalah batalyon "harimau"
dari pasukan pemberontak, lapisan lebih luar lagi adalah
pasukan induk kerajaan yang berjumlah banyak melawan
pasukan pemberontak yang jauh lebih sedikit. Jadi pihak
Yap Boh-hoa sangat tipis harapan akan dapat menang.
Soalnya tergantung sepasukan kecil yang dia pimpin
sendiri itu mampu bertahan sampai berapa lamanya"
Ciong Leng sudah teramat benci kepada Yap Lenghong
karena merasa tertipu. Sekarang Yap Boh-hoa
terlibat dalam pertarungan melawan Nyo Ceng, maka ia
lantas menggantikan Yap Boh-hoa, segera Yap Lenghong
diterjangnya. "Ciong-toako," kata Leng-hong .dengan cengar-cengir,
"hubungan kita seperti saudara sendiri, buat apa kita
mesti bertengkar sendiri. Tiada gunanya kalian melawan
mati-matian, lebih baik Ciong-toako ..."
Belum habis Leng-hong putar lidah, tiba-tiba Ciong
Leng sudah mendekat seraya meludahi lawan, Ciong
Leng memaki, "Keparat, tak perlu mengoceh tak keruan,
antara pahlawan dan pengkhianat tak mungkin hidup
bersama! Ini rasakan senjata!" Kontan pedangnya lantas
menusuk. "Hehe, dengan baik-baik aku menasehati kau,
memangnya kau sangka aku jeri padamu?" jengek Lenghong
dengan senyum ejek. Mendadak ia miringkan tubuh
ke samping sehingga tusukan Ciong Leng mengenai
tempat kosong. Berbareng Jik-liong-ki telah dilarikan dan
mengitar ke belakang Ciong Leng, segera Leng-hong
bermaksud melukai dulu kuda tunggangan lawan agar
Ciong Leng terguling ke bawah.
Tak terduga mendadak terdengar suitan Kang Hiauhu,
menyusul nona itu telah berseru, "Jik-liong-ki, kemari
sini!" Sejak kecil Hiau-hu sudah berkawankan Jik-liong-ki,
maka kuda itu boleh dikata melulu kenal si nona sebagai
majikan yang paling akrab. Ketika mendadak mendengar
suara Hiau-hu, benar juga Jik-liong-ki meringkik sambil
membedal ke arah si nona.
Saat itu Yap Leng-hong sedang mengangkat pedang
hendak menusuk, mendadak Jik-liong-ki tidak tunduk
pada kekangannya, terus putar haluan, keruan Lenghong
hampir-hampir terbanting jatuh ke bawah.
Keruan Leng-hong terkejut dan cepat menarik tali
kendalinya, namun begitu Jik-liong-ki masih tidak mau
menurut dan tetap membedal ke depan. Tentu saja ia
menjadi gusar, bentaknya, "Binatang, apa gunanya lagi
jika kau tidak tunduk padaku!" Berbareng ia terus
menggablok sehingga kepala Jik-liong-ki terpukul hancur,
berbareng ia lantas melompat turun dari kuda itu.
Segera Ciong Leng melompat turun juga dari kudanya,
terus menubruk ke arah Yap Leng-hong.
Melihat Jik-liong-ki dibinasakan. Kang Hiau-hu merasa
sedih, dampratnya, "Bangsat yang keji, apa dosa kuda
itu" Kau harus mengganti jiwanya."
"Ya, tidak nanti dia dapat lolos, biarlah kita bersama
mampuskan dia!" seru Ciong Leng.
Sesudah terpaksa membunuh Jik-liong-ki, sekarang
Yap Leng-hong sendiri juga rada gugup, cepat ia
bermaksud mengundurkan diri ke dalam pasukannya
untuk mencari perlindungan, tapi saat itu Ciong Leng
sudah mengamuk, terpaksa ia harus melawannya dan
prajurit-prajurit biasa sudah tentu tidak berani mendekat.
Tiba-tiba Nyo Hoan menyerbu dari samping sehingga
Kang Hiau-hu kena dicegahnya. Dengan pedang pusaka
Cay-in-pokiam yang tajam Hiau-hu dapat memapas
senjata para prajurit sebangsa tombak, golok dan lainlain
sehingga prajurit-prajurit itu ketakutan tidak berani
mendekat. Namun tidak demikian halnya dengan Nyo
Hoan, pemuda ini dapat memutar tongkat bambunya
dengan sangat gesit, beberapa kali Hiau-hu bermaksud
mengurungi tongkat lawan selalu tidak berhasil.
Di sebelah sana Yap Boh-hoa yang ketemu tandingan
seperti Nyo Ceng, mereka belum saling mengenal, tapi
begitu bergebrak sudah tidak kenal ampun lagi. Yap Bohhoa
terus menusuk, tapi mendadak Nyo Ceng
membentak, "Lepas!" Tongkatnya menangkis sambil
dipuntir, namun Boh-hoa lantas melangkah miring ke
samping, kontan sebelah tangannya menghantam.
Mendadak terdengar "biang" sekali, telapak tangan
kedua orang saling beradu.
Adu tangan ini segera kelihatan siapa yang lebih kuat
dan siapa lebih lemah. Yap Boh-hoa tergetar mundur
dua-tiga tindak, tangannya panas kesakitan, tapi
pedangnya tidak sampai tersampuk jatuh. Sebaliknya
tubuh Nyo Ceng hanya tergeliat sedikit saja tanpa
tergeser selangkah pun, namun begitu telapak tangannya
juga terasa panas seperti dibakar, bahkan terasa suatu
arus panas seakan menyusup ke Lau-kiong-hiat di tengah
telapak tangannya. Kiranya dalam hal tenaga dalam memang Nyo Ceng
lebih tinggi, tapi ilmu pukulan Yap Boh-hoa yang hebat,
yaitu Tay-seng-pan-yak-ciang paling lihai untuk memutus
urat nadi lawan, karena sedikit lengah hampir saja Nyo
Ceng kecundang. Untung Lwekangnya sangat kuat,
begitu merasa gelagat jelek, segera ia menolak keluar
hawa panas yang menyusup masuk ke telapak
tangannya itu. Dari gebrakan ini hasilnya Nyo Ceng masih lebih
unggul, tapi dia adalah tokoh kelas wahid dari golongan
Sia-pay, lawannya cuma seorang pemuda, bukan saja
lawan tak bisa dirobohkan, bahkan senjatanya saja tak
terlepas dari tangan, hal ini benar-benar di luar
dugaannya. Keruan ia terkesiap dan berseru, "Bagus,
kiranya kau bocah ini masih boleh juga. Ini, rasakan pula
kelihaianku!" Habis itu segera ia menubruk maju pula
dengan tongkat bambu hijau yang diputar lincah laksana
naga hidup. "Lepas!" mendadak Nyo Ceng membentak lagi,
kembali tongkatnya beradu dengan pedang Yap Boh-hoa
dan seakan terlengket, berbareng terus dipuntir agar
senjata lawannya terlepas dari cekalan.
Beberapa kali Boh-hoa menarik dan mengangkat
pedangnya, tapi sukar melepaskan daya lengket dari
tongkat lawan. Selagi dia mengeluh bisa celaka,
sekonyong-konyong dari sana Ubun Hiong telah
menerjang tiba dengan menghalaukan prajurit-prajurit
musuh yang merintanginya. Begitu tiba pedangnya lantas
menusuk ke arah Nyo Ceng.
"Hm, kau bocah inipun hendak mengantar nyawa!"
jengek Nyo Ceng sembari mengebaskan lengan bajunya.
"Bret", pedang Ubun Hiong tersampuk melenceng ke
samping, tapi lengan baju Nyo Ceng juga terpapas
sebagian. Alangkah cepatnya Yap Boh-hoa, kesempatan itu tak
disia-siakan olehnya, pedangnya mendorong ke depan
terus ditarik, maka dapatlah ia melepaskan pedangnya
dari lengketan tongkat musuh.


Geger Dunia Persilatan Badai Guntur Menggetarkan Sembilan Wilayah ( Hong Lui Tjin Kiu Tjiu ) Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Nyo Ceng tadi telah menggunakan kebasan 'lengan
baju besi' yang kuat, tapi lengan bajunya toh terpapas
robek oleh Ubun Hiong, keruan ia rada heran, pikirnya,
"Hanya dalam beberapa hari saja mengapa kepandaian
bocah ini sudah maju sedemikian banyak?"
Ia tidak tahu bahwa Ubun Hiong telah ditolong oleh
Ciong Tian, Lwekangnya sekarang sudah jauh lebih kuat
daripada tempo hari. Cuma sayang belum terlatih dengan
baik, pula kurang pengalaman, kalau tidak, tentu Nyo
Ceng sudah dikalahkan oleh kerubutan Ubun Hiong
bersama Yap Boh-hoa. Begitulah dengan satu lawan dua, pertarungan
sekarang bertambah sengit, dalam lingkaran seluas
beberapa meter hanya sinar pedang dan bayangan
tongkat yang berkelebatan, orang lain hendak membantu
juga tak mungkin dapat memasukinya. Berkat keuletan
Nyo Ceng dapatlah dia menandingi kedua pemuda itu
dengan sama kuatnya. Di sebelah sana Ciong Leng juga sedang melabrak Yap
Leng-hong, tapi kekuatan mereka pun seimbang. Tibatiba
datang dua orang pembantu Yap Leng-hong
sehingga Ciong Leng sekarang terkepung.
Kedua orang itu adalah Bong Ing-ping dan Cin Ing-gok
yang sekomplotan dengan Yap Leng-hong. Mereka pun
telah menggabungkan diri dengan pasukan kerajaan dan
sekarang ikut menyerbu. Ilmu silat mereka tidak lemah,
mereka dapat ikut menerjang ke tengah pertempuran
antara Ciong Leng dan Yap Leng-hong.
Baru sekarang Ciong Leng mengetahui kedua orang
itupun mata-mata musuh, keruan ia menjadi murka dan
mencaci-maki. Tapi dengan satu lawan tiga ia menjadi
kewalahan, keadaannya menjadi berbahaya.
Di sebelah sana Hiau-hu telah ditandangi Nyo Hoan
sehingga tidak dapat datang membantu. Syukur Ciong
Siu telah merobohkan dua-tiga perwira musuh dan
menerjang tiba. Sementara itu perang di medan yang luas sudah
terjadi, tapi karena pasukan pemberontak kalah banyak,
maka korban yang jatuh sudah amat banyak. Yap Lenghong
telah memerintahkan pasukannya mengepung
rapat Ciong Leng agar tidak dapat lolos. Sedangkan Yap
Boh-hoa dan Ubun Hiong juga cuma sama kuat melawan
Nyo Ceng dan sama-sama berada di tengah kepungan
musuh, jika bertahan lebih lama tentu tidak
menguntungkan. Sudah tentu yang paling berbahaya
keadaannya adalah Ciong Leng.
Saat itu mendadak Kang Hiau-hu meninggalkan Nyo
Hoan dan menerjang ke arah Ubun Hiong, tapi pemuda
itu telah berteriak, "Bantu dulu Ciong-toako!" Cepat Hiauhu
putar haluan dan menerjang ke arah lain.
Melihat datangnya Kang Hiau-hu, segera Yap Lenghong
memberi perintah agar si nona ditangkap hiduphidup
dengan disediakan hadiah bagi yang berjasa, maka
beramai-ramai prajurit musuh terus merubung datang.
Tak terduga senjata yang digunakan Kang Hiau-hu
adalah pedang pusaka yang tiada bandingannya,
sekarang ia pun sudah merah matanya, tanpa ampun
lagi ia menabas dan menusuk, kontan beberapa prajurit
yang paling depan dibikin terguling. Sesudah banyak
membinasakan prajurit-prajurit itu, lama-lama Kang
Hiau-hu tidak sampai hati, bentaknya segera, "Siapa
yang merintangi aku pasti mati! Jika ingin hidup lekas
menyingkir!" Nyata si nona belum kenal hati manusia, dia tak tega
membunuh orang, tapi orang lain tidak kenal ampun
padanya. Dengan nekat beberapa perwira musuh telah
mengerubutnya lagi, lebih celaka lagi Nyo Hoan juga
telah menyusul tiba. Syukurlah saat itu Ciong Siu sudah berhasil menerjang
ke sana, dengan menyengir Yap Leng-hong telah berseru
padanya, "Kebetulan sekali kedatanganmu adik Siu,
hendaklah kau bujuk kakakmu untuk meletakkan senjata
saja, kita adalah orang sendiri, tentu aku tidak akan
mengecewakan kalian."
"Pengkhianat, ini rasakan senjataku," bentak Ciong Siu
sambil menubruk maju seraya menusuk.
Serangan kilat itu benar-benar di luar dugaan Yap
Leng-hong, ia terkejut dan cepat mengegos ke samping.
Tak tersangka, menyusul sebelah tangan Ciong Siu lantas
memukul pula. Leng-hong dapat menghindarkan tusukan
pedang, tapi sukar mengelakkan pukulan itu, sebisanya
ia coba menarik kepalanya dan mendak ke bawah,
namun tidak urung mukanya juga keserempet oleh
tangan Ciong Siu, rasanya sakit pedas.
Keruan Leng-hong menjadi murka, teriaknya, "Budak
setan yang tidak tahu diri!" Segera pedangnya balas
menabas. Namun kepandaian Ciong Siu tidak di bawah
kakaknya, yaitu Ciong Leng, apalagi ia sudah terlalu
benci kepada Yap Leng-hong, maka hanya dalam waktu
singkat saja Yap Leng-hong sudah kewalahan, hanya
mampu menangkis dan tak dapat balas menyerang.
Diam-diam Leng-hong memikirkan siasat lain,
mendadak ia melompat mundur terus melarikan diri. Saat
itu Ciong Leng sedang dikerubut Bong Ing-ping dan Cin
Ing-gok sehingga tidak sempat merintangi mundurnya
Yap Leng-hong. "Hendak lari kemana!" bentak Ciong Siu sambil
mengejar, dengan cepat ujung pedangnya sudah
mengancam di belakang punggung lawan.
Tapi mendadak Yap Leng-hong mencemplak ke atas
kuda seorang prajurit, berbareng prajurit itu diseretnya
terus dilemparkan ke belakang sebagai tameng.
Bobot badan prajurit itu ada ratusan kati, jika sampai
tertindih tentu akan celaka. Cepat Ciong Siu berkelit ke
samping, sebelah tangannya berbareng menyanggah dan
ditolak ke belakang sehingga tubuh prajurit itu masih
terus melayang pergi dan akhirnya jatuh terbanting
sekarat. Hanya sekejap itu saja Yap Leng-hong sudah sempat
melarikan kudanya jauh ke depan, mendadak ia
mengacungkan cambuk sebagai tanda memberi perintah,
teriaknya, "Pasukan berkuda ke depan, terjang saja,
injak musuh biar hancur-luluh!"
Sebagai putra panglimanya, sudah tentu perintah Yap
Leng-hong segera dituruti. Serentak pasukan berkuda
yang dibawa datang tadi menyerbu ke depan, diterjang
oleh ribuan kuda yang dilarikan secara
berbondong-bondong, bila sampai diterjang dan jatuh,
maka dalam sekejap saja pasti akan terinjak-injak hancur
luluh Saat itu Bong Ing-ping dan Cin Ing-gok masih
mengerubut Ciong Leng, nyata Yap Leng-hong sama
sekali tak ambil pusing apakah kawan sendiri akan ikut
diterjang pasukan berkuda atau tidak. Keruan kedua
orang itu terkejut bukan main, kepandaian Bong Ing-ping
lebih tinggi dan lebih cerdik, begitu melihat gelagat jelek,
segera ia melarikan diri dan merampas seekor kuda dari
seorang prajurit dan dapatlah ia menggabungkan diri
dengan pasukan kerajaan. Cin Ing-gok lebih lamban,
baru saja ia hendak ikut lari, namun sekali hantam dia
telah dirobohkan oleh Ciong Leng, menyusul badannya
menjadi hancur terinjak-injak oleh beratus-ratus kuda
yang menerjang tanpa pandang kawan atau lawan.
Ciong Leng sempat menjatuhkan diri sambil mengayun
pedangnya, dua-tiga ekor kuda yang paling depan kena
ditebas kakinya sehingga roboh, dengan sendirinya kudakuda
di belakangnya menjadi terganggu larinya,
kesempatan ini segera digunakan oleh Ciong Leng untuk
melompat bangun. Bersama Ciong Siu masing-masing
berhasil merampas seekor kuda, terus mencari jalan
menyelamatkan diri. Pertarungan di antara Kang Hiau-hu melawan Nyo
Hoan juga terpaksa saling memisahkan diri untuk
mencari selamat, dengan cekatan Hiau-hu juga dapat
merampas seekor kuda. Namun demikian Ciong Leng,
Ciong Siu dan Kang Hiau-hu bertiga menjadi terjeblos di
tengah-tengah pasukan berkuda kerajaan yang melanda.
Di tengah pertempuran sengit yang kacau itu,
sekonyong-konyong terdengar suara suitan orang yang
panjang nyaring, suara tambur perang dan gemuruh
kuda yang berbondong-bondong itu ternyata tidak
mengurangi suara suitan yang keras itu.
Leng-hong terkejut, pikirnya, "Siapakah dia" Agaknya
kekuatannya tidak di bawah Nyo Ceng. Rasanya di
bawah ayahku toh tiada jago selihai ini?"
Belum selesai ia berpikir, tertampaklah pasukan
berkudanya yang kuat itu telah bobol diterjang orang.
Satu rombongan pengemis yang berbaju rombeng
tampak menyerbu tiba, pemimpinnya seorang pengemis
tua telah bergelak tertawa dan berseru, "Bagus, anjing
tua dan anjing kecil berada di sini semua. Kebetulan bagi
pengemis tua, hari ini tentu dapat menghajar anjing
sepuas-puasnya!" Pengemis tua ini bukan lain adalah Tiong Tiang-thong,
ketua Kay-pang. Sebenarnya dia berangkat bersamaan
waktunya dengan Yap Boh-hoa, tapi kuda Boh-hoa lebih
cepat dan semalam sudah sampai di tempat tujuan.
Tiong Tiang-thong sempat mengumpulkan beberapa
puluh murid Kay-pang di sepanjang jalan dan sekarang
telah memburu tiba untuk membantu. Meski jumlah
kaum pengemis itu cuma sedikit, tapi beberapa puluh
orang itu adalah murid Kay-pang dari tingkatan lima
kantong ke atas, semuanya berilmu silat tinggi,
datangnya mereka laksana sebilah belati yang menikam
di tengah jantung pasukan musuh.
Dengan dibobolnya kepungan pasukan musuh oleh
kawanan pengemis itu, kesempatan itu segera digunakan
oleh "batalyon harimau" dari pasukan pemberontak
untuk menggempur lebih nekat dari lapisan luar sehingga
pasukan berkuda yang diandalkan Yap Leng-hong itu
terpotong dan menjadi kacau.
Yap Leng-hong cukup kenal kelihaian Tiong Tiangthong,
pula melihat pasukan inti pihak pemberontak
berhasil ikut menerjang masuk, ia tidak berani tinggal
lebih lama lagi di situ, jalan paling selamat adalah angkat
kaki. Segera ia mengumpulkan satu regu pilihan untuk
melindunginya, terus menerjang ke arah yang paling
lemah dari pihak pemberontak, akhirnya dapatlah dia
bergabung dengan pasukan kerajaan yang berada di
lapisan paling luar. "Haha, tidak jadi apa, anjing kecilnya telah lari, biar
kuhajar anjing tua saja. Awas!" teriak Tiong Tiang-thong
sambil memapak datangnya Nyo Ceng yang sedang
berlari ke arahnya, kontan ia menghantam.
Cepat Nyo Ceng angkat tongkat bambunya, bagai ular
hidup ujung tongkat menotok ke Lau-kiong-hiat di
tengah telapak tangan lawan. Namun dengan gesit Tiong
Tiang-thong telah memutar tangannya ke bawah,
menyusul terus mencengkeram sehingga ujung tongkat
Nyo Ceng terpegang. Menyusul ia lantas mendesak maju
selangkah, sebelah tangannya terus menggaplok ke atas
kepala lawan. Nyo Ceng menangkis, "biang", kedua tangan beradu
dengan keras. Tahu-tahu Nyo Ceng membuang
tongkatnya sembari melompat ke samping.
Kiranya kekuatan kedua orang boleh dikata seimbang,
hanya ilmu pukulan Tiong Tiang-thong, yaitu Kun-goanit-
khi-kang, adalah pukulan bertenaga dahsyat, dalam
keadaan terpaksa Nyo Ceng menyambut pukulan itu,
maka ia rada tergetar dan melompat menyingkir.
Menyusul Yap Boh-hoa dan Ubun Hiong telah
memburu tiba, dua batang pedang serentak menusuk.
Dalam keadaan sudah kehilangan tongkat, mau tak mau
Nyo Ceng mengeluh, "Celaka! Jika pengemis tua itupun
menubruk maju, tentu tamatlah jiwaku!"
Di luar dugaan Tiong Tiang-thong tidak mau ikut
menggempur di kala dia terdesak. Namun begitu, dengan
tangan kosong Nyo Ceng juga kewalahan melawan
keroyokan Yap Boh-hoa dan Ubun Hiong.
"Baiklah, anjing tua ini biar kuserahkan kepada kedua
anak ini untuk menyembelihnya," seru Tiong Tiang-thong
dengan tertawa. Sebagai ketua Kay-pang dan seorang tokoh
terkemuka, Tiong Tiang-thong merasa tidak pantas ikut
membantu kedua pemuda itu. Tak tersangka karena
pikirannya itu, kembali Nyo Ceng mendapat kesempatan
untuk menyelamatkan diri lagi.
Sementara itu situasi medan perang telah berubah
dengan cepat, "batalyon harimau" dari pihak
pemberontak berhasil membobol pasukan berkuda yang
dipimpin Yap Leng-hong tadi sehingga pemuda itu
terpaksa ngacir, tapi dari lapisan luar pasukan induk
kerajaan juga telah menyerbu tiba, pertempuran sengit
secara besar-besaran kembali terjadi pula. Pasukan
kerajaan menang dalam jumlah orang, terpaksa pihak
pemberontak bertahan mati-matian, kesempatan itu
telah digunakan oleh Nyo Ceng untuk lari dari keroyokan
Yap Boh-hoa bersama Ubun Hiong. Mengingat dirinya
harus memimpin pasukannya pula, terpaksa Boh-hoa
tidak sempat mengejarnya.
Baru sekarang Tiong Tiang-thong merasa menyesal
karena Nyo Ceng dan Yap Leng-hong berhasil lolos.
Dengan murka ia telah membinasakan beberapa puluh
orang prajurit musuh sebagai pelampias marahnya.
Kedua tangannya mencengkeram dan melempar dengan
cepat, seperti ayam saja prajurit-prajurit itu dibantingnya
hingga mati. Begitu pula Yap Boh-hoa dan Ubun Hiong
telah memutar pedangnya, yang berani mendekat pasti
binasa. Keruan prajurit-prajurit musuh menjadi ketakutan


Geger Dunia Persilatan Badai Guntur Menggetarkan Sembilan Wilayah ( Hong Lui Tjin Kiu Tjiu ) Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan tak berani mendesak maju.
Walaupun demikian, jumlah pasukan musuh teramat
banyak, pihak pemberontak masih belum mampu
menerjang keluar dari kepungan. Segera Yap Boh-hoa
mengambil tindakan cepat, "Ciong-toako, kau bertahan
sementara di sini. Tiong-pangcu, marilah kita menerjang
keluar dan menyerbu kemah komando pasukan musuh."
"Benar," teriak Tiong Tiang-thong. "Keparat Yap Lenghong
itu tak terbunuh, boleh kita binasakan bapaknya
saja. Memang si jagal she Yap itu lebih bermanfaat untuk
dibunuh!" Begitulah kedua orang itu lantas menerjang ke depan
diikuti oleh beberapa puluh murid Kay-pang yang
berkepandaian tinggi. Prajurit-prajurit musuh tidak
mampu menahan mereka, hanya dalam sekejap saja
mereka sudah membuka suatu jalan berdarah.
Setiba di lapisan luar, dapatlah Yap Boh-hoa
mengumpulkan dua barisan pemanah yang berjumlah
ribuan orang, perintah diberikan agar menangkap dulu
panglima musuh daripada membunuh prajuritnya.
Serentak bergemuruhlah suara, "Tangkap si jagal she
Yap!" Ribuan prajurit pemanah yang bersemangat itu
lantas saja menerjang ke arah kemah komando pasukan
musuh yang jelas kelihatan dari panji pengenalnya.
Saat itu sebagian besar pasukan kerajaan sedang
dikerahkan untuk mengepung pasukan pemberontak,
sisa pasukan yang mengelilingi kemah komando dimana
Yap To-hu berada itu cuma dua ribuan orang saja.
Orang yang kejam biasanya adalah orang yang paling
pengecut pula, biasanya Yap To-hu membunuh orang
boleh dikata seperti menggencet semut tanpa kenal
kasihan, tapi sekarang demi nampak penyerbuan
pasukan yang dipimpin Yap Boh-hoa yang gagah berani
itu, suara teriakan tangkap yang dialamatkan kepadanya
itu bergemuruh laksana geledek, keruan nyali Yap To-hu
serasa pecah. Ia takut kalau-kalau dirinya benar-benar
tertangkap pasukan pemberontak, maka dengan gugup
ia memberi perintah agar pasukannya lekas mundur,
semua pasukan yang telah maju juga cepat ditarik
mundur untuk melindungi dirinya.
Pada hal sisa pasukan Yap To-hu sendiri itu tidak lebih
sedikit daripada pasukan yang datang dipimpin Yap Bohhoa
itu, tapi dasar si jagal yang kejam itu memang takut
mati, begitu perintah mundur dikeluarkan, segera ia
menyelamatkan diri lebih dulu. Keruan hal ini
mempengaruhi semangat tempur pasukannya, masingmasing
lantas mencari selamat sendiri-sendiri, suasana
menjadi kacau. Jika pasukan kerajaan mencari selamat sendiri-sendiri
tanpa menghiraukan prajurit-prajurit mereka yang
terluka, terpaksa kewajiban ini dilakukan oleh pasukan
pemberontak. Yap Boh-hoa memberi perintah agar
jenazah dikubur setempat, yang luka baik kawan maupun
lawan semuanya diberi pertolongan. Selesai itu Yap Bohhoa
lantas menarik kembali pasukannya ke pangkalan
lain, dipindahkannya ke lereng gunung.
Maklumlah jumlah pasukan kerajaan jauh lebih
banyak, bila mereka mendapat tambahan tenaga baru
lagi, tentu akan dapat melakukan serangan pula. Untuk
perang secara terbuka tentu tidak menguntungkan
pasukan pemberontak yang berjumlah jauh lebih sedikit.
Hasil pertempuran itu telah menimbulkan korban tidak
sedikit, antara beberapa ribu korban mati dan luka itu
sebagian besar adalah pasukan kerajaan. Yang terluka
dan sekarang tertawan itu ada beberapa ribu orang
jumlahnya, karena perbekalan yang tidak cukup, maka
tawanan-tawanan perang itu menjadi soal pembicaraan
pokok. Akhirnya Yap Boh-hoa mengambil keputusan,
tawanan-tawanan yang terluka ringan dan mau pulang
kampung halaman diberi kebebasan, yang terluka parah
akan dirawat sedapat mungkin, yang sadar dan mau
menggabungkan diri dengan pasukan pergerakan akan
diterima dengan baik. Keputusan Yap Boh-hoa yang
bijaksana itu sangat mengharukan tawanan-tawanan itu,
sungguh tak terduga oleh mereka bahwa pihak pasukan
pergerakan itu akan memperlakukan mereka dengan
begitu baik, sudah barang tentu mereka merasa
berterima kasih tak terhingga.
Tengah bicara, tiba-tiba penjaga datang melapor
bahwa Ciong-tayhiap dari Thian-san telah datang.
Ciong Siu kegirangan mendengar ayahnya telah
datang, secepat terbang ia berlari keluar. Yap Boh-hoa
dan lain-lain juga lantas keluar menyambut, memang
benar Ciong Tian suami-istri telah datang semua.
Melihat putrinya baik-baik saja barulah Li Sim-bwe
merasa lega, ia merasa bersyukur anak dara itu tidak
sampai menjadi korban kelicikan Yap Leng-hong.
Setelah ambil tempat duduk di dalam kemah, Yap
Boh-hoa maju memberi hormat. Ciong Tian telah
diberitahu bahwa pemuda itu adalah keponakan Kang
Hay-thian yang tulen, maka ia sangat senang, katanya,
"Bibimu sedang pulang ke negeri leluhur untuk
menjenguk pamanmu, rasanya selekasnya dia akan
pulang dan boleh jadi akan sekalian mampir ke Thiansan.
Jika kami pulang dari sini mungkin masih sempat
bertemu dengan dia nanti dan tentu aku akan
memberitahukan tentang segala kejadian di sini agar dia
pun ikut terkejut dan bergirang."
"Bilamana ibu mendapat tahu, tentu beliau akan
datang kemari untuk menjenguk keponakannya," ujar
Hiau-hu dengan tertawa. "Adik Hu," kata Boh-hoa dengan tertawa, "janganlah
kau tergesa-gesa ingin bertemu dengan ibumu. Dalam
waktu singkat ini aku ingin minta kau melakukan
sesuatu." "Melakukan sesuatu apa?" tanya Hiau-hu.
"Melakukan sesuatu yang amat penting," sahut Bohhoa.
"Untuk ini aku ingin minta bantuanmu dan Ubunsute
pergi bersama. Yaitu pergi ke Siau-kim-jwan untuk
menyampaikan berita kepada keluarga Leng dan Siau Ciwan
yang sementara ini tentu sangat mengharapkan
kedatangan bala bantuan kita. Katakan kepada mereka
bahwa rencanaku dalam waktu singkat bila pasukan kita
sudah cukup beristirahat segera akan dapat dikerahkan
untuk menggempur musuh pula dan melepaskan mereka
dari kepungan musuh. Yang penting supaya mereka
mengetahui lebih dulu rencanaku agar bisa tenteram, di
samping itu hendaklah mereka berjaga-jaga kalau-kalau
ada mata-mata musuh yang menyusup di antara
mereka." "Benar," seru Ubun Hiong, "kedok jahanam Yap Lenghong
telah terbongkar di sini, tapi kawan-kawan di Siaukim-
jwan belum lagi mengetahui, bukan mustahil keparat
itu akan datang ke sana untuk mengacau. Dia adalah
saudara angkat Siau Ci-wan, jangan-jangan dia mudah
dikelabui olehnya. Baiklah, besok juga kita lekas
berangkat." "Ya, aku justru sedang menguatirkan hal ini," kata
Boh-hoa. "Kepungan musuh terhadap Siau-kim-jwan
memang rapat sekali, kepergian kalian harus dilakukan
dengan lebih hati-hati."
Dugaan Ubun Hiong itu ternyata tidak meleset, pada
saat yang bersamaan Yap Leng-hong seorang diri
memang sudah menyusup ke Siau-kim-jwan.
Sesudah mengalami kekalahan dan kembali ke wilayah
kekuasaannya, barulah Yap To-hu memerintahkan
pasukannya berhenti dan berkemah. Laksana ayam jago
aduan yang baru saja keok, kira-kira begitulah kelesuan
Yap To-hu pada saat itu. Maka sambil duduk berhadapan
dengan putranya di dalam kemah, dia hanya menghela
napas panjang belaka atas kekalahannya itu. Padahal
sebelumnya dia sudah melaporkan rencananya yang
muluk-muluk kepada raja bahwa kemenangan segera
akan diperolehnya dengan mudah, karena mereka ayah
dan anak sudah bersekongkol dengan baik, siapa duga
pertempuran pertama saja sudah menggagalkan seluruh
impiannya itu. Sudah tentu Yap Leng-hong tidak kurang murungnya
daripada sang ayah. Kedoknya sekarang telah terbongkar
sehingga buyarlah segala impiannya. Terbayang olehnya
sikap gemas Ubun Hiong yang hendak membunuhnya,
terbayang pula sikap Yap Boh-hoa yang mendampratnya
dengan murka. Teringat olehnya sikap Ciong Siu yang
mendadak berubah 180 derajat dan telah
menempelengnya, ya ... bahkan dia sekarang sudah
menjadi musuh bersama orang persilatan, setiap ksatria,
setiap pahlawan tentu tidak kenal ampun padanya. Utti
Keng dan istrinya sudah pasti akan menuntut balas
padanya. Yang paling mengerikan adalah gurunya yang
paling ditakutinya yaitu Kang Hay-thian.
Begitulah makin dipikir makin kuatir dan makin ngeri
Yap Leng-hong, sampai-sampai dua pengawal
membawakan air cuci muka baginya tak diketahui.
"Anak Ting, cucilah mukamu dulu agar segar
semangatmu," kata Yap To-hu.
Tiba-tiba Leng-hong sadar, sahutnya cepat, "Tidak,
biarkan tetap begini. Aku ada suatu akal bagus, ayah!"
"Akal apa?" tanya Yap To-hu.
"Biarlah sekarang juga aku akan berangkat ke Siaukim-
jwan dan akan bertindak menurut keadaan," tutur
Leng-hong. "Boleh jadi kita akan dapat bekerja sama
pula dari dalam dan luar, mungkin pasukan pemberontak
di bawah pimpinan Leng Thian-lok itu akan dapat kita
lalap habis. Dengan demikian dapatlah menutup
kekalahan kita hari ini."
"Kau akan menyusup ke Siau-kim-jwan?" Yap To-hu
menegas. "Ya, rencana ini memang bagus, cuma agak
berbahaya." "Jangan kuatir, ayah," kata Leng-hong. "Asalkan
kepungan terhadap Siau-kim-jwan diperketat, siapa pun
jangan diberi luang untuk menerobos ke sana, dengan
demikian resikoku tentu akan berkurang. Pihak Siau-kimjwan
hanya mengenal aku sebagai komandan pasukan
pergerakan yang datang hendak membantu mereka, Siau
Ci-wan adalah saudara angkatku pula, tentu mereka akan
percaya penuh padaku."
Sebenarnya bukanlah Yap Leng-hong tidak takut
bahaya, soalnya terpaksa. Ia tahu dosanya teramat besar
dan tak terampunkan oleh pihak pemberontak, terpaksa
ia mengharap akan dapat menumpas pasukan
pemberontak untuk menyelamatkan jiwanya sendiri.
Karena tiada jalan lain yang lebih sempurna, akhirnya
Yap To-hu setuju juga. Dia hanya mempunyai putra
tunggal Yap Leng-hong alias Yap Thing-cong saja,
sesungguhnya ia tidak tega membiarkan putranya
menghadapi bahaya, tapi keadaan sudah terpaksa, demi
jiwa dan kedudukannya sendiri ia harus mengambil
resiko itu. Begitulah segera Yap Leng-hong minta dua orang
pengiring dan satu pasukan yang pura-pura mengejarnya
bila dia sudah memasuki daerah pertahanan Siau-kimjwan.
Pihak pemberontak di Siau-kim-jwan meski terkepung
dan putus hubungan dengan luar, tapi pertempuran
sengit yang terjadi antara musuh dengan pasukan
sekarang yang dipimpin Yap Leng-hong yang gemuruh
itu dapat diketahui juga oleh mereka. Sebab itulah
pasukan pemberontak di Siau-kim-jwan juga telah
memperkuat patrolinya dan selalu siap siaga.
Oleh sebab itu baru saja Yap Leng-hong memasuki
garis pertahanan pasukan pemberontak Siau-kim-jwan,
segera jejaknya diketahui dan satu regu patroli lantas
memapak kedatangannya. Pasukan kerajaan yang
berteriak-teriak dan pura-pura mengejar Yap Leng-hong
segera mengundurkan diri. Mendadak Yap Leng-hong
memutar pedangnya ke kanan dan ke kiri, kontan dua
pengiring yang dibawanya dari kemah ayahnya tu ditabas
mati dengan penasaran tanpa mengetahui apa dosa
mereka. Dalam pada itu pasukan patroli tadi pun sudah
tiba. Leng-hong berseru, "Aku adalah Yap Leng-hong,
komandan pasukan pergerakan untuk membantu kalian.
Lekas bawa aku menemui Leng-cecu dan Siau-thongleng
kalian." Perwira regu patroli itu terkejut, cepat ia mengirim
orang melaporkan pihak pimpinan, ia sendiri lantas
mengantar Yap Leng-hong ke markas besar.
Ketika mendapat laporan, Leng Thian-lok, pimpinan
besar dari pasukan pemberontak di Siau-kim-jwan
merasa sangsi, katanya, "Yap Leng-hong adalah
panglima pasukan besar, mengapa seorang diri datang
ke sini?" "Benar atau tidak biarlah kita bertemu dulu dengan
dia," ujar Siau Ci-wan. "Yap Leng-hong adalah saudara
angkatku, tidak nanti aku pangling padanya."
Disangkanya Leng Thian-lok menguatirkan orang
memalsukan Yap Leng-hong untuk bertemu dengan
dirinya, tak tahunya kedatangan Yap Leng-hong ini
memang benar-benar sangat mencurigakan Leng Thianlok.
Ketika kemudian Yap Leng-hong dipersilakan masuk,
Siau Ci-wan terkejut, serunya, "Hiante, mengapa begini
keadaanmu" Apakah.."
Leng-hong memang pandai main sandiwara, seketika
ia menangis tersedu-sedu dan berkata, "Siaute benarbenar
malu untuk bicara dengan Siau-toako."
"Kalah menang adalah soal biasa di medan perang,
Hiante jangan berduka, marilah kita berunding sebaikbaiknya,"
kata Siau Ci-wan. Begitulah Yap Leng-hong lantas menuturkan
pengalamannya bahwa puluhan ribu prajurit yang
dipimpinnya telah mengalami kekalahan total sehingga


Geger Dunia Persilatan Badai Guntur Menggetarkan Sembilan Wilayah ( Hong Lui Tjin Kiu Tjiu ) Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak berhasil memberi bantuan bagi kawan-kawan yang
terkepung di Siau-kim-jwan.
Berita buruk itu sudah tentu sangat mencemaskan
Siau Ci-wan, tapi semangatnya tidak menjadi runtuh,
katanya, "Kegagalan satu kali saja takkan mematahkan
semangat kita. Perjuangan selamanya banyak
rintangannya, kita masih harus mengulanginya lagi."
"Kami pun merasa malu karena tak mampu membobol
kepungan musuh untuk memberi bantuan kepada
kalian," demikian Leng Thian-lok ikut berkata. "Urusan
sekarang kita harus meninjau sebab kekalahan kita ini
dan bersama-sama menggempur musuh. Hanya saja aku
ingin tahu sedikit keadaan cara bagaimana seluruh
pasukan Yap-thongleng sampai kena dimakan habis oleh
musuh dan hanya Yap-thongleng seorang saja yang
berhasil menerobos kemari?"
Sudah tentu sebelumnya Yap Leng-hong sudah
menduga akan datangnya pertanyaan demikian, maka
dengan tenang ia menjawab, "Menerjang keluar dari
kepungan musuh sudah tentu tidak cukup dengan
tenagaku seorang saja. Rombonganku semula ada
beberapa orang yang masih ikut di belakangku, tapi
jumlah musuh teramat banyak dan kuat, akhirnya
mereka gugur semua, seperti murid Jing-sia-pay yang
bernama Bong Ing-ping, dia juga satu rombongan
bersama aku. Syukurlah aku dapat menembus kepungan
dari arah yang paling lemah penjagaan musuh."
Walaupun masih ragu-ragu, tapi melihat pakaian Yap
Leng-hong yang berlepotan darah dan mukanya yang
kotor lelah habis bertempur sengit, mau tak mau Leng
Thian-lok setengah percaya juga. Apalagi dari laporan
tadi memang diketahui Yap Leng-hong dipergoki di
tengah kejaran pasukan musuh dan menyaksikannya
membunuh prajurit yang mengejarnya itu.
Setelah mengikuti cerita Yap Leng-hong, kini Leng
Thian-lok berbalik kuatir bagi pahlawan-pahlawan yang
lain yang tak diketahui nasibnya, ia lantas
mengemukakan perasaannya itu.
"Ya, aku justru ingin minta bantuan Leng-cecu agar
regu-regu patroli diperintahkan mengawasi garis depan,
bila ada kawan kita sendiri harus lekas disambut kemari,
kode penghubung kita adalah matahari dan bulan
bersinar kembali, hanya kawan sendirilah yang
mengetahui kode ini," demikian kata Leng-hong.
Leng Thian-lok segera memerintahkan seperti apa
yang dikatakan Yap Leng-hong itu.
Kiranya cerita Yap Leng-hong itu hanya untuk menipu
Leng Thian-lok saja, dia menguraikan hal itu secara
benar-benar bohong, tapi sesungguhnya mempunyai tipu
muslihat tertentu. Sebab besok paginya dengan alasan
ingin tahu keadaan garis depan, pada kesempatan itu dia
telah menyembunyikan surat rahasia di dalam batang
panah yang bertabung, lalu dibidikkan ke wilayah
pasukan musuh. Beberapa prajurit pengiringnya
menyangka dia hendak memanah musuh untuk
melampiaskan dendamnya, maka tiada seorang pun yang
menaruh curiga. Sesudah menerima surat rahasia putranya itu segera
Yap To-hu menjalankan rencananya, ia memilih beberapa
puluh perwira yang berkepandaian agak tinggi untuk
menyamar sebagai prajurit pasukan pemberontak, setiap
orang dibikin sedikit luka ringan, lalu dibawa serta oleh
Bong Tng-ping dan menyusup ke daerah Siau-kim-jwan
agar dipergoki oleh patroli, dengan demikian
terlaksanalah langkah pertama rencana Yap Leng-hong.
Menurut rencana Yap Leng-hong, bila sudah mendapat
kepercayaan Leng Thian-lok, setindak demi setindak ia
dapat merebut kekuasaan dan menunggu saat yang baik
untuk bergerak bersama ayahnya dari luar dan dalam,
dengan demikian pertahanan Siau-kim-jwan akan dapat
diruntuhkan. Tak terduga Leng Thian-lok bukanlah anak bawang
kemarin sore dan tak dapat dipersamakan Ciong Leng
yang mudah dipermainkan. Di luarnya saja Leng Thianlok
ramah-tamah dan menghormati Yap Leng-hong, tapi
sama sekali ia tidak memberi tugas penting padanya,
segala rahasia militer juga tak dibicarakan dengannya.
Dengan demikian Yap Leng-hong menjadi sukar
menempatkan Bong Ing-ping dan kawan-kawannya di
pos-pos yang penting. Terpaksa ia harus bersabar
menunggu kesempatan lagi.
Namun hasil muslihat Yap Leng-hong itu bukannya
sama sekali nihil, paling tidak ia telah membikin Siau Ciwan
mau mempercayai ocehannya tentang gurunya,
serta sesama saudara seperguruannya. Tentang
diusirnya Ubun Hiong dari perguruannya memang Siau
Ci-wan sudah mendengar beritanya, maka Yap Lenghong
lantas menambahkan macam-macam kebusukan
Ubun Hiong dan memfitnahnya sebagai mata-mata
musuh, bahkan juga ditimpahkan dosa itu atas diri Yap
Boh-hoa yang bersekongkol dengan Ubun Hiong. Karena
Leng Thian-lok dan keponakannya serta Siau Ci-wan
yang merupakan tiga tokoh pimpinan di Siau-kim-jwan
itu tidak kenal siapa Yap Boh-hoa, dengan sendirinya
Yap Leng-hong dapat mengoceh sesukanya dan
mereka pun percaya saja. "Sungguh tidak nyana bahwa Ubun Hiong itu
sedemikian beraninya, sayang Kang-tayhiap telah salah
menerimanya sebagai murid," ujar Siau Ci-wan dengan
gegetun. "Ya, makanya Suhuku sangat gusar," kata Leng-hong.
"Selain itu kita harus menjaga segala kemungkinan
penyusupan ke sini bersama Yap Boh-hoa. Untuk ini
hendaklah penjagaan harus diperketat."
Habis itu ia lantas melukiskan wajah Yap Boh-hoa agar
dikenali para perwira yang berdinas patroli, asalkan
menemukan kedua pemuda yang disebutnya itu, boleh
segera disambut dengan hujan panah saja. Usul Yap
Leng-hong ini dapat diterima oleh Leng Thian-lok, segera
ia memberikan perintah agar mengawasi kemungkinan
penyusupan mata-mata musuh.
Kiranya Yap Leng-hong paling kuatir kalau-kalau Yap
Boh-hoa dan Ubun Hiong berhasil menyusup datang
untuk membongkar rahasianya. Sekarang usulnya
diterima, maka senang dan legalah hatinya.
Pengepungan pasukan kerajaan yang rapat itu disertai
penjagaan yang ketat di pihak Siau-kim-jwan, betapapun
tinggi kepandaian Yap Boh-hoa dan Ubun Hiong juga
suka menembus blokade yang rapat itu.
Sama sekali Yap Leng-hong tidak menduga bahwa
pada waktu dia merasa senang-senang itulah Ubun
Hiong benar-benar sudah datang, cuma datangnya tidak
bersama Yap Boh-hoa, tapi dengan Kang Hiau-hu.
Lereng gunung di sekitar Siau-kim-jwan yang
berderet-deret bagai ular raksasa, garis penjagaan
pasukan kerajaan Boan-jing juga menyusur panjang
ratusan li, meski penjagaan diadakan setiap beberapa
meter satu pos, toh tidak urung masih ada lowongan
yang dapat diterobos. Berkat Ginkang yang tinggi, siang bersembunyi dan
malam menggeremet, pada dua hari pertama Ubun
Hiong dan Kang Hiau-hu dapat maju dengan lancar,
mereka berhasil melalui tiga garis penjagaan musuh
tanpa dipergoki dan tibalah di daerah pegunungan.
Sampai malam hari ketiga mereka sudah melintasi
puncak selatan Giok-boan-san. Di kaki gunung sebelah
utara adalah garis penjagaan terakhir dari pasukan
kerajaan yang mengepung Siau-kim-jwan itu.
Setiba di Iamping gunung, samar-samar perkemahan
pasuk.m musuh di bagian bawah sudah kelihatan,
sesudah Ubun Hjong mengamat-amati keadaan
setempat, tanpa terasa ia mengeluh. Di teng.ili malam
yang gelap gulita itu, pelita-pelita di kaki gunung sana
terlih.it bintik-bintik serapat bintang-bintang di langit.
Ternyata pasukan musuh telah berkemah secara
sambung menyambung dengan rapat sehingga Siau-kimjwan
benar-benar terkepung tak tertembuskan. Biarpun
tumbuh sayap juga sukar melintasinya.
"Bagaimana baiknya sekarang?" kata Hiau-hu kepada
sang Suheng. "Apakah terpaksa kita harus menerjang
lewat secara terang-terangan."
"Cara demikian kurang baik," sahut Ubun Hiong.
"Biarpun pedangmu lihai, apa kau mampu menghabiskan
prajurit musuh sebanyak itu?"
"Habis apa daya kita?" kata Hiau-hu. "Bukan mustahil
keparat Yap Leng-hong itu sekarang sudah menyusup ke
Siau-kim-jwan, apakah kita mesti menyaksikan paman
Leng tertipu lagi seperti Ciong-toako?"
"Ya, justru tugas kita yang maha penting, maka kita
lebih-lebih tidak boleh sembarangan bertindak," ujar
Ubun Hiong. "Betul, soalnya cara bagaimana kita harus menerobos
ke sana, aku bingung, tidak tahu jalan yang paling baik, "
kata Hiau-hu. Sudah tentu Ubun Hiong jauh lebih gelisah daripada si
nona, tapi ia pun tidak mendapatkan sesuatu akal. Pada
saat itulah tiba-tiba terlihat api obor di kaki gunung,
kiranya ada patroli musuh sedang mendatangi.
"Tiada gunanya kita membunuh beberapa orang
mereka, lebih baik kita bersembunyi saja," kata Ubun
Hiong. Dengan menahan dongkol Hiau-hu ikut Ubun Hiong
bersembunyi di tengah semak belukar. Tidak lama
kemudian pasukan patroli itu sudah mendekat, sayupsayup
Hiau-hu mendengar seorang di antaranya sedang
berkata, "Hanya seorang wanita saja, betapapun tinggi
ilmu silatnya masakah berani menyusup lewat garis
penjagaan kita yang rapat ini?"
Lalu seorang kawannya telah menanggapi,
"Darimana kau mengetahui dia hanya seorang diri saja,
bukan mustahil dia berkawan."
"Jika yang datang orang banyak tentu sudah kepergok
sejak tadi," ujar orang tadi.
"Sebaliknya kalau cuma datang dua-tiga orang saja
apa gunanya?" Obor-obor yang dibawa prajurit-prajurit musuh itu
disorotkan ke kanan-kiri, dengan kencang Hiau-hu
memegang senjatanya dan bersiap-siap, bila jejaknya
ketahuan ia akan segera menerjang keluar. Syukur
patroli itu tidak mengetahui tempat persembunyian
mereka, mungkin karena jalanan pegunungan yang sulit
dilalui, maka setiba di lamping gunung rombongan
mereka lantas mundur kembali ke bawah.
Hiau-hu merasa lega dan keluar dari semak belukar,
katanya kepada Ubun Hiong, "Jisuko, kau dengar
pembicaraan mereka tidak?"
"Ya, aneh, apakah barangkali dia maksudkan kita?"
Kitab Ilmu Silat Kupu Kupu Hitam 4 Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo Manusia Yang Bisa Menghilang 1
^