Pencarian

Harimau Kemala Putih 7

Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung Bagian 7


"Sebab bila terlampau jujur, maka ia bakal kebobolan uangnya!"
"Aah, baik-baik begini masa uangku bakal kebobolan" Yang benar saja!"
Nelayan itu tertawa dingin tiada hentinya.
"Kau tak usah berlagak goblok." katanya, "aku ingin bertanya kepadamu, kau ingin harta atau
nyawa?" "Aku inginkan kedua duanya!"
341 "Kau tidak kuatir kuceburkan dulu dirimu ke dalam air, lantas menarik kakimu hingga
tenggelam?" "Aku kuatir!" "Kalau begitu lebih baik serahkan saja semua uangmu tanpa melawan, aku tahu banyak juga
hasil yang berhasil kau raih dari tempat Lau Pat-ya hari ini."
Bu-ki menghela napas panjang, kemudian tertawa getir.
"Aaaai, rupanya sudah semenjak tadi kau mengincar diriku!" pekiknya.
"Ah, tak usah banyak omong!" bentak nelayan itu keras, "mau kau serahkan tidak?"
"Tidak!" "Kau pingin mampus?"
"Tidak!" "Lantas apa yang kau inginkan?" tanya sang nelayan tak tahan, rupanya ia merasa agak
keheranan. "Aku ingin keempat guci arak wangi itu kau hidangkan kepadaku, dan kita menikmatinya
bersama," ujar Bu-ki pelan.
Nelayan itu jadi tertegun.
Belum lagi penodong mendapatkan hasil todongannya, ia malah kena ditodong duluan, ini
baru lucu namanya! "Hei, aku lihat kau punya penyakit mungkin?" seru nelayan itu kemudian tak tahan.
"Tidak! Aku sama sekali tidak mengidap penyakit apa-apa!"
"Dengan dasar apa kau anggap aku bukan saja tak akan menodong uangmu bahkan akan
mengundangmu minum arak?"
"Dengan dasar apa pula kau anggap diriku ini seorang telur busuk yang goblok?" Bu-ki balik
bertanya sambil tertawa lebar.
"Siapa yang menuduhmu sebagai telur busuk yang goblok?"
342 "Kalau aku bukan seorang telur busuk yang goblok, memangnya aku suka menaiki sampanmu
secara begitu ceroboh dan gegabah?"
Nelayan itu jadi tertegun dibuatnya.
"Jadi kau sudah kenali diriku semenjak tadi?" ia bertanya.
"Tentu saja!" "Lantas siapakah aku ini?"
"Kau adalah si setan judi paling sial yang tiada tandingamnya di kolong langit, karena jumlah
kekalahan yang pernah kau alamipun tak pernah bisa disusul orang lain!"
Nelayan itu jadi bodoh dibuatnya.
Bu ki tertawa terbahak-bahak, tapi pada saat ia sedang tertawa paling gembira itulah , tibatiba....
"Plok!" bunyi amat nyaring bergema memecahkan kesunyian.
Suara itu berasal dari pipinya, ternyata sebuah tamparan paling halus, tapi paling keras telah
mampi di situ" Bu-ki ikut dibikin bodoh jadinya.
Ternyata menggunakan kesempatan dikala mereka sedang tidak menaruh perhatian, nona Lian
itu sudah melompat bangun, waktu itu ia sedang melotot ke arahnya dengan sepasang
matanya yang besar seperti gundu, lalu sambil tertawa dingin ujarnya:
"Dengan dasar apa kau berani meraba tubuhku lalu membopong aku" Kalau bukan aku yang
menempelengmu siapa pula yang akan menempelengmu?"
Bu-ki tidak berdebat. Dia sendiri seharusnya sudah tahu, ia meraba dadanya karena dia hendak menolongnya.
Ya, apa lagi yang dapat dibicarakan bila menghadapi seorang perempuan tak tahu aturan itu"
Belum lagi sang nelayan memahami duduk perkaranya, tiba-tiba berkumandang kembali
sebuah suara nyaring . . . . "Plok!"
Kali ini suara tersebut bukan berasal dari wajah Bu-ki, tapi muncul dari atas wajah si nona itu.
343 Diapun kena ditempeleng satu kali.
Nona itu terbodoh dibuatnya, dengan kaget ia memandang ke arah Bu-ki, lalu serunya
tergagap: "Kau , . . kau berani memukul orang?"
"Kalau kau berani memukul, kenapa aku tak berani"
"Aku boleh memukulmu, kau tak boleh memukulku."
"Kenapa?" Karena . . . karena . . ." saking gelisahnya nona Lian mendepak depakkan kakinya ke lantai
perahu, "kaukansudah tahu bahwa aku adalah seorang perempuan."
"Perempuan itu manusia atau bukan sih"
"Tentu saja manusia!"
"Nah, kalau memang perempuan boleh memukul lelaki, kaum lelaki kan boleh juga memukul
perempuan?" Lian It-lian gelisah bercampur mendongkol tapi apa mau dikata ia tak sanggup menghadapi
ketajaman mulut orang. Bila seorang perempuan tak mampu menandingi orang lain, seringkali mereka akan
pergunakan cara yang sama . . . nekad !
Tiba-tiba ia melompat lompat seperti orang gila, kemudian teriaknya dengan gemas:
"Kau berani meraba dadaku, membopong aku sekarang menempeleng aku pula, aku tak ingin
hidup, aku ingin mati saja dihadapanmu!"
Tiba-tiba ia lari kedepan dan. . "Pluung!" menceburkan diri ke dalam sungai.
***** BUNGA TERATAI BERDURI ARUS sungai yang amat deras!
Begitu melompat ke air, tubuhnya tak pernah muncul kembali di atas permukaan.
344 Tak tahan Bu-ki bertanya:
"Dalamkah air di sini?"
"Tidak terhitung terlampau dalam," sahut sang nelayan, "cuma, kalau untuk menghanyutkan
beberapa orang nona seperti dia sih masih belum menjadi persoalan."
Bu-ki tertawa dingin. "Toh bukan aku yang mendorongnya mencebur ke air, mati hidupnya apa pula sangkut
pautnya denganku?" "Oh, tentu saja tak ada sangkut pautnya, sedikitpun tak ada sangkut pautnya."
"Apalagi perempuan tak tahu aturan macam dia memang lebih baik mampus saja daripada
hidup." "Bagus, bagus sekali, memang bagus sekali!"
Perkataannya itu belum lagi selesai diucapkan, tiba-tiba . . . . "Plung!"
Bu-kipun menceburkan diri ke sungai.
Air itu bersih sekali, namun dinginnyapun bukan kepalang..
Bisa berenang dalam sungai yang berarus deras dalam udara semacam ini memang terhitung
pula satu kejadian yang menyenangkan.
Sayang Bu-ki sedikitpun tidak merasa gembira.
Baru saja tubuhnya tercebur ke air, ia lantas merasa ada orang yang sedang menarik kakinya,
dalam waktu sekejap ia sudah meneguk air sungai beberapa tegukan.
Walaupun air sungai itu bersih lagi dingin, namun meneguk air deagan cara semacam itu
memang kurang begitu nyaman.
Apalagi ketika air diminum lewat mulut, kemudian harus disembur ke luar lewat lubang
hidung, oh! Betapa tersiksanya perasaan semacam itu.
Bahkan ia sendiripun tak tahu berapa teguk sudah air sungai yang ia teguk, iapun tak tahu
berapa banyak yang masuk ke perut dan berapa banyak yang tersembur ke luar lagi lewat
hidung. 345 Sekarang dia baru tahu, bagaimanapun tenangnya seseorang, bila sudah tercebur ke sungai
dan meneguk beberapa teguk air sungai, maka ia lantas akan berubah jadi pusing tujuh
keliling, sedemikian pusingnya sehingga tak sanggup lagi membedakan mana timur mana
barat, utara atau selatan. . .
Dengan susah payah tangannya berhasil juga menyambar sebuah benda, agaknya sebuah
galah bambu yang panjang, akhirnya muncul juga kepalanya dari permukaan air.
Si nona Lian telah berada di pantai, ia sedang memandangnya seakan-akan lagi menertawakan
dan mengejeknya. "Di atas tanah aku tak sanggup mengalahkanmu, terpaksa aku musti memberi sedikit
pelajaran dalam air, akan kulihat dikemudian hari kau berani memukuli perempuan lagi atau
tidak?" Menunggu ia tersadar sama sekali, nona itu sudah lenyap, sebaliknya si nelayan itu sedang
memandang ke arahnya sambil tertawa.
"Ternyata kaupun seorang setan yang lagi sial, kalau aku adalah si setan judi yang sial, maka
kau adalah si setan perempuan yang sial, tampaknya kau jauh lebih siap dari pada aku."
Si Setan bertaruh yang sial ini sudah barang tentu adalah Samwan Kong.
***** Bu-ki mengaku bahwa dirinya sedang sial.
Tapi ia sama sekali tak marah.
Memang begitulah romantikanya orang hidup, kadangkala apes, kadangkala mujur.
Dikala lagi mujur, ia tak pernah bersikap terlalu gembira hingga lupa daratan, dikala sial
diapun tak pernah terlalu marah dan sedih.
Sambil tertawa terkekeh-kekeh Samwan Kong sedang memandang kearahnya, lalu berkata:
Biasanya kesialan seseorang seringkali datang karena dicari sendiri . . . .!"
"Kalau sialku ini bukan kucari sendiri!"
"Dia toh seorang nona muda, masakah tanpa sebab tanpa musabab ia datang mencari mu?"
seru Samwan Kong tertawa.
Tapi memang begitulah kenyataannya, nona itu bersikeras mencarinya tanpa sebab musabab.
346 Tapi Bu-ki sudah tak ingin membicarakan lagi persoalan itu, katanya:
"Kenapa kau tidak bertanya kepadaku, kenapt aku dapat mengenali diriku ?"
"Ya, aku memang hendak menanyakan persoalan ini kepadamu!"
Topi lebar yang dipakai rendah-rendah hingga menutupi sebagian besar wajahnya itu segera
dilepaskan, sekarang Bu-ki baru bisa melihat bahwa raut wajahnya sama sekali telah berubah,
kini wajahnya berubah menjadi begitu suram menggidikkan hati dengan sepasang mata mati
yang mendirikan bulu roma orang.
"Raut wajahmu itu tampaknyapun tidak terlalu hebat, lebih baik kenakan saja topi lebarmu
itu!" ujar Bu-ki.. "Tapi raut wajahku ini jauh lebih berharga dari pada raut wajahku yang dahulu."
"Oya?" "Apakah tidak kau lihat bahwa aku sedang mengenakan selembar kulit manusia?"
Setelah tertawa tergelak, ia berkata lebih jauh:
"Aku rasa kulit wajah ini mungkin sekali adalah kulit wajah yang paling mahal di dunia saat
ini, konon buatan dari Jit-kiau-tongcu (bocah berkepandaian sakti) pribadi, coba lihatlah !
Bagaimana pendapatmu?"
"Bagus sekali!"
Topeng kulit manusia itu memang amat sempurna pembuatannya, seandainya ia tidak
me-ngatakannya sendiri, sekalipun berada di bawah cahaya matahari, orang lainpun sulit
untuk me-lihatnya dengan jelas.
"Tapi sebelum naik ke atas sampan, kau telah mengenali diriku," seru Samwan Kong.
"Aku tak usah mesti melihat dulu wajahmu!" Bu-ki menerangkan.
"Kau dapat mengenali suaraku?"
"Tepat sekali!"
"Sudah hampir setahun lamanya kita tak pernah bersua muka, tadipun aku cuma
mengucapkan sepatah kata, masakah kau dapat menangkap suara siapakah itu?"
347 "Sekalipun sepuluh tahun tak pernah bersua, aku tetap dapat mengenali suaramu!"
Samwan Kong segera menghela napas panjang
"Aaai ....tampaknya bukan cuma kepandaianmu saja yang hebat, lagi pula permainan setanmu
juga tak sedikit jumlahnya".
"Apakah raut wajahkupun banyak berubah?" tanya Bu-ki kemudian!.
"Yaa, banyak sekali perubahannya!"
"Apakah kau yang menyuruh kereta kuda itu pergi menjemputku?"
"Betul!" "Dari mana kau bisa tahu kalau aku berada disana" Apakah masih ada orang yang dapat
me-ngenali aku sebagai Tio Bu-ki?"
"Kalau di tempat lain aku tak tahu, tapi di sekitar tempat ini tampaknya memang masih ada
seorahg". "Siapakah dia?"
"Aku!" jawab Samwan Kong cepat.
Sesudah tertawa lebar, ujarnya lebih jauh:
"Meskipun wajahmu telah berubah, codet di atas wajahmu masih belum berubah, codet
tersebut adalah tanda khusus, yang kutinggalkan sendiri di atas wajahmu, mana mungkin aku
tidak kenal?" . Wajah Bu-ki pernah tersambar robek oleh pasir beracun yang amat jahat, waktu itu memang
dialah yang turun tangan sendiri memotong daging beracun yang ada di atas pipinya itu,
sehingga sampai sekarang tertinggallah sebuah codet besar seakan-akan sebuah senyuman.
Tentu saja selama hidup Bu-ki tak akan melupakan peristiwa tersebut ........
Sambil tertawa Samwan Kong kembali berkata.
"Kalau kau masih ingat bahwa kepandaianku kalah dalam bertaruh nomor satu di kolong
langit, maka seharusnya kaupun tak akan lupa kalau kepandaianku dalam mencari orangpun
nomor satu di kolong langit, bahkan Siau Tang lo pun kutemukan, kenapa kau tak dapat
kutemukan?" 348 "Apakah tahun ini kau kembali pergi mencarinya?"
"Tahun ini tidak!"
"Kenapa?" "Sebab aku tak ingin membawa kesulitanku kepadanyasana, sudah terlampau banyak
kesulitan yang dia hadapi."
"Oleh karena itu kaupun tidak pergi ke tempat tinggalnya Bwe hujin?"
"Aku lebih-lebih tak boleh mendatangkan segala kesulitan baginya."
"Sesungguhnya kesulitan apakah yang kau maksudkan?"
Samwan Kong tidak langsung menjuwab, dari sakunya ia mengeluarkan sebuah bungkusan
kecil yang terbuat d:ri kertas minyak.
Ia mengelupas kertas minyak bagian luar, di dalamnya masih terdapat dua lapis bungkusan
dari kain kasar, setelah kedua lapisan tersebut dilepas maka tampaklah sebatang senjata
rahasia yang memancarkan sinar gemerlapan.
Itulah senjata rahasia duri beracun dari keluarga Tong yang telah menggetarkan seluruh
kolong langit. Keluarga Tong dari wilayah Suchuan yang tersohor karena senjata rahasia beracunnya!
***** Sang surya telah tenggelam dilangit sebelah barat.
Di bawah timpaan sinar matahari menjelang senja, Tok-ci-li atau Duri beracun tersebut
tampak terbuat dari tigabelas lembar daun baja yang kecil dan lembut sekali, bukan cuma cara
buatannya saja yang indah dan bagus lagi pula setiap lembar daun baja tersebut memancarkan
cahaya yang berbeda, hingga tampak seperti sekuntum bunga iblis yang indah.
Meski indah menarik, tapi keindahan tersebut membawa suatu rasa ngeri dan seram bagi
siapa-pun yang melihatnya.
Entah sudah berapa kali Samwan Kong memperhatikan senjata rahasia tersebut, tapi sekarang
kembali ia terpesona dibuatnya oleh senjata rahasia penyebar maut tersebut.
Seakan-akan senjata rahasia tersebut telah membawa suatu daya kekuatan iblis yang bisa
membetot sukma setiap orang.
349 Ia menjulurkan tangannya seolah-olah hendak merabanya, tapi sebelum ujung jarinya
menyentuh lembaran daun baja yang kecil tersebut, tiba-tiba ia menariknya kembali seakanakan
terkena aliran listrik yang bertegangan tinggi.
Akhirnya ia menghela napas panjang, sambil tertawa getir katanya :
"Inilah kesulitanku!"
"Apakah pihak keluarga Tong mengutus orang untuk mencari gara-gara denganmu?"
"Bukan mereka yang hendak datang mencariku, adalah aku yang telah pergi mencari mereka"
"Kau pernah berkunjung ke keluarga Tong?"
"Aku telah berkunjung ke situ dan merekapun telah datang pula kemari .....!" Samwan Kong
membenarkan. Paras muka Bu-ki agak berubah.
"Keluarga Tong telah mengutus orangnya ke mari?" ia menegaskan.
"Sepanjang jalan paling tidak ada tiga orang yang selalu membuntutiku, dari wilayah Suchuan
mereka menguntit terus sampai di sini."
Matahari senja masih belum tenggelam di balik bukit, Tok-ci-li yang berada di tangannya
masih memantulkan sinar yang gemerlapan.
Tiga belas lembar daun baja memantulkan tigabelas macam sinar yang gemerlapan, seakan-
-akan setiap saat warna cahaya tersebut berubah selalu dengan teraturnya.
"Benda ini merupakan salah satu senjata rahasia paling ampuh dari senjata rahasia yang
dimiliki keluarga Tong, hanya jago-jago kelas tinggi dari keluarga Tong yang pantas
mempergunakan senjata rahasia tersebut." Samwan Kong menerangkan.
Sesudah menghela napas, ia melanjutkan:
"Sewaktu berada dalam rumah penginapan kecil di sebelah barat wilayah Suchuan, hampir
saja benda itu merenggut selembar nyawaku".


Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kalau begitu salah satu di antara tiga orang yang menguntitmu itu, paling tidak ada seorang
yang merupakan keturunan langsung dari keluarga Tong yang memiliki ilmu tinggi".
"Aaai ! Siapa tahu kalau ketiga-tiganya adalah jago lihay semua!" keluh Samwan Kong.
350 "Kau tidak menjumpai mereka?"
"Tiga orang telur busuk cilik itu bukan cuma memiliki sepasang kaki yang lebih cepat dari
kelinci, hidung yang lebih tajam dari anjing pemburu, bahkan pandai pula sedikit ilmu
merubah wajah, sepanjang perjalanan paling tidak ketiga orang itu telah berubah sebanyak
empat puluh enam kali, malah suatu kali ia pernah merubah dirinya menjadi seorang
perempuan yang sedang bunting tua!"
Sesudah tertawa terbahak-bahak, ia berkata lebih lanjut.
"Untung saja kebetulan sekali aku adalah seorang kakek moyangnya permainan macam
begitu, meskipun mereka telah merubah diri dengan cara apapun, aku selalu berhasil
menangkap ekor rase nya! Haaahh...haaahh....haaahhh...."
Padahal sepanjang jalan ia sendiripun telah merubah diri sebanyak delapan belas kali, bahkan
suatu kali dia merubah dirinya menjadi seorang gadis dusun yang berkaki besar.
Akan tetapi bagaimanapun ia merubah diri, orang lain sama saja selalu berhasil menangkap
ekor rasenya. Hakekatnya ilmu merubah wajah memang bukan ilmu sihir atau ilmu sulap, bagaimanapun
sempurnanya seseorang merubah diri, tak mungkin mereka bisa merubah dirinya menjadi
seseorang yang lain. "Aku rasa jumlah keturunan langsung dari keluarga Tong selamanya tidak begitu banyak, dari
ketiga angkatan yang masih hidup sekarang, terhitung dari sang kakek sampai sang cucu,
yang betul-betul telah mencapai dewasa hanya tiga puluh orang lebih, sedang kaum lelakinya
paling tidak cuma dua puluh orang lebih."
Terhadap segala sesuatu yang menyangkut soal keluarga Tong, tidak sedikit yang dia fahami.
Terhadap setiap perguruan dan keluarga yang mungkin akan mendatangkan ancaman bagi
per-guruanTayhong tong, ia selalu memahami dan mendalaminya secara bersungguhsungguh.
"Meskipun jumlah keturunan mereka tidak terlampau banyak, tapi dalam sepuluh orang,
paling tidak tujuh orang diantaranya adalah jago-jago tangguh," ucap Samwan Kong.
Gemerlap sorot mata Bu-ki setelah mendengar ucapan tersebut, segera ucapnya:
"Menurut pendapatmu apakah diantara tiga orang yang datang kali ini terdapat pula Tong Oh
dan Tong Giok diantaranya?"
351 Ketika mendengar nama `Tong Oh` disinggung, Samwan Kong seperti merasa terperanjat,
segera serunya: "Kaupun tahu bahwa dalam keluarga Tong terdapat dua orang manusia macam itu?"
"Aku pernah mendengar orang membicarakannya"
"Kali ini mereka tidak datang?"
*Dari mana kau bisa tahu?"
"Bila mereka telah datang, masa aku bisa hidup sampai sekarang?"
Sekali lagi mencorong sinar tajam dari balik mata Bu-ki, tanyanya dengan cepat:
"Benarkah mereka sedemikian lihaynya"``
"Benar," jawaban dari Samwan Kong ternyata amat singkat dan begitu terbuka.
Bu-ki termenung beberapa saat lamanya, lewat lama sekali pelan-pelan ia baru berkata.
"Jika mereka betul-betul sedemikian lihaynya, maka dikala kau anggap mereka belum datang,
kemungkinan besar mereka telah datang ke mari."
Kau bisa hidup sampai sekarang, mungkin dikarenakan tujuan mereka yang sesungguhnya
sama sekali bukan kau. Ucapan tersebut tidak diutarakan oleh Bu-ki, ia hanya menyimpannya dalam hati saja.
Tiba tiba sambil tertawa dingin kembali ucapnya:
"Perduli mereka cuma tiga orang yang datang, setelah sampai di sini, bagaimanapun juga aku
tak akan membiarkan mereka pulang dengan tangan hampa..."
"Apakah yang kau inginkan ketika mereka pulang nanti?"
"Semoga saja mereka bisa pulang dengan menenteng batok kepala"
"Batok kepala siapa?"
"Batok kepala mereka sendiri!"
Dengan terkejut Samwan Kong memandang ke arahnya, tiba tiba ia bertepuk tangan keras
keras dan tertawa tergelak.
"Bagus, bagus sekali, bocah muda! Kau memang punya semangat!"
"Dimanakah mereka bertiga sekarang?" tanya Bu Ki kemudian
"Setelah bersusah payah, aku berhasil meloloskan diri dari pengawasan mereka semalam"
"Tapi aku yakin mereka pasti berada di sekitar tempat ini!" Bu Ki menandaskan.
"Ya, kemungkinan tersebut memang selalu ada"
352 "Asal kau menampakkan diri, maka dengan cepat mereka akan berdatangan kemari"
Samwam Kong seakan akan merasa terperanjat sekali, dengan suara tertahan ia berseru:
"Apakah kau hendak menggunakan aku sebagai umpan untuk memancing ikan...?"
"Benar!" jawaban dari Bu Kipun cukup singkat dan jelas.
"Dahulu akupun mempunyai seorang teman yang gemar memancing ikan, suatu kali ia
berhasil mendapatkan seekor ikan yang besar sekali"
ditatapnya Bu Ki dengan mata melotot, lalu meneruskan,
"Tapi bagaimana kahirnya" Kau bisa tebak?"
"Yaa, apalagi" Akhirnya dia pasti malah kena ditelan oleh ikan besar tersebut!"
"Tepat sekali!" kata Samwan Kong.
"Ketiga ekor ikan yang hendak kita pancing itu bukan cuma besar, lagipula beracun, bahkan
racunnya hebat sekali"
"Kau takut?" "Yaa, tentu saja aku takut.!"
"Kau tak berani pergi?"
Samwam Kong kembali menghela napas panjang.
"Takutnya sih sebetulnya takut, tapi perginya juga harus tetap pergi!"
Bu-ki segera merasakan semangatnya berkobar kembali, katanya:
"Sekarang masih ada dua persoalan yang hendak kuajukan kepadamu!"
"Tanyalah!" "Siapakah kakek loyo si kusir kereta itu?"
"Dia adalah seorang sahabatku!"
"Bisa dipercaya?"
Samwan Kong tidak langsung menjawab pertanyaan itu, dia hanya menyebutkan nama kakek
tersebut. "Dia she Ciau bernama Ciau In."
"Ciau In dari perkumpulan,Tayhong tong?"
"Benar!" "Kau tidak beritahu kepadanya siapakah aku bukan?" tanya Bu ki lebih jauh dengan cemas.
353 "Aku cuma mengatakan kepadanya bahwa kau adalah sahabatku, tapi kau juga penagih
hutangku." "Oleh sebab itu kecuali kau, di tempat ini tiada orang lain yang tahu lagi bahwa aku adalah
Tio Bu ki!" "Yaa, aku rasa memang tak ada!"
Bu ki menghembuskan napas panjang, dengan sorot mata tajam ditatapnya Samwan Kong
lekat-lekat. Sekarang tinggal satu pertanyaan yang harus diajukan kepadanya, tapi persoalan yang terakhir
ini biasanya justru merupakan yang terpenting.
Akhirnya ia bertanya juga:
"Kepergianmu ke keluarga Tong apakah demi menemukan jejak Sangkoan Jin"
"Benarkah ia bersembunyi disana?"
***** Lorong itu panjang dan dalam sekali. Menurut hasil sensus dari pemerintahan setempat,
dalam lorong yang panjang itu seluruhnya terdapat penghuni sebanyak seratus tiga puluh
sembilan keluarga. Ke seratus tiga puluh sembilan keluarga itu hampir memiliki kegemaran yang sama,yakni
setiap keluarga gemar makan lombok.
Maka dari itu lorong itupun disebut orang sebagai Gang lombok.
Adaorang bilang: "Keluarga yang miskin gemar makan lombok, karena mereka tak mimpi membeli sayur lain,
maka kebanyakan makan nasi dengan lombok (cabe), demikian pula dengan keluarga di
lorong tersebut, mereka gemar makan lombok berhubung mereka semua amat miskin."
Adaorang bilang: "Orang-orang dari wilayah In-lam, Suchuan dan Ou-lam gemar makan lombok, karena
wilayah sekitar tempat itu berhawa amat lembab, keluarga yang menghuni di lorong tersebut
gemar makan lombok berhubung mereka berasal dari wilayah-wilayah tersebut yang
kemudian hijrah ke mari, 354 Tapi sesungguhnya kenapa keluarga dalam lorong itu pada gemar lombok, tak seorangpun
yang tahu. Tapi semua orang tahu kalau lorong itu bernama Gang lombok.
Ketika senja telah lewat, si pincang oh dengan langkah yang terpincang-pincang berjalan
masuk ke Gang lombok. Ting Kang dan To Jiang dengan langkah yang terpincang-pincang pula, mengikuti di
belakangnya, bahkan mereka jauh lebih pincang dari pada rekannya yang benar-benar
pincang. Karena kaki mereka semua telah terluka, terluka tepat di atas tempurung lututnya yang kini
dibalut dengan kain. Mereka mengikuti Oh Po cu (si pincang 0h) ke mari bukan lantaran mereka ingin makan
lombok, melainkan mereka ingin melampiaskan rasa dendam sakit hatinya, mereka
beranggapan hanya Oh Po-cu yang bisa membalaskan dendam sakit hati mereka.
Karena dengan mata kepala sendiri mereka telah menyaksikan kepandaian sebenarnya dari Oh
Po-cu. Malam itu, ketika mereka suruh ia ke luar untuk "bercakap-cakap", meskipun Oh Po-cu tidak
memberi pelajaran kepada mereka, tapi telah mendemonstrasikan suatu kepandaian yang
sangat lihay di hadapan mereka.
Mereka percaya, kepandaian silat yang di miliki Oh Po-cu sama sekali tidak berada dibawah
si setan t.b.c. yang secara beruntun melemparkan angka enam tiga kali sebanyak empat belas
kali itu. Oh Pocu lebih suka mengembalikan sepuluh laksa tahil peraknya dari pada turun tangan, jelas
disebabkan oleh maksud lain.
Maka mereka selalu mengikuti di belakangnya.
Pada mulanya, Oh Po cu masih berlagak pilon, tapi sampai akhirnya ia menyanggupi juga.
"Baik, aku akan membalaskan dendam buat kalian," demikian ia berjanji, "bahkan akupun
akan menghajar putus sepasang kaki anjing kecil itu, tapi aku punya syarat."
Syaratnya adalah: "Peduli apapun yang kuminta kalian lakukan, kalian harus melaksanakannya dengan mulut
membungkam." 355 Arti dari pada membungkam, tentu saja tak boleh banyak bertanya.
Syarat tersebut kedengarannya memang rada sedikit janggal dan tak masuk di akal, tapi
mereka toh menyetujuinya juga.
Bagaimanapun mereka tak akan membiarkan seorang prajurit tanpa nama pergi dari situ
dengan bebas merdeka, setelah menusuk kaki mereka masing-masing dengan dua tusukan.
Apapun yang harus dilakukan, berapapun yang harus dibayar, mereka tetap akan
me-lakukannya. Dendam sakit hati sedalam lautan ini musti dibalas berikut rentenya, walau bagaimanapun
caranya. Oh Po-cu segera memperlihatkan wajah yang puas, katanya kemudian:
"Sekarang, kalian harus mengundang aku untuk bersantap lebih dulu, aku ingin makan ikan
leihi masak tausi serta ayam panggang masak lombok . . . . "
Setelah berhenti sebentar, ia bertanya kembali:
"Sukakah kalian makan hidangan-hidangan yang pedas dan berlombok . . . . . ?"
"Kami suka sekali!" buru buru Ting Kang berseru.
Oh Po-cu tertawa lebar, kembali katanya.
"Kalau begitu bagus sekali, aku tahu di tempat manakah kita musti menikmati panggang ayam
masak Cabe, tanggung saking pedasnya air mata akan bercucuran membasahi wajah dan
peluh dingin membasahi sekujur badan."
Oleh sebab itulah, merekapun berkunjung ke Gang lombok.
WARUNGLOMBOK MENJELANG malam adalah saat orang bersancap malam, seluruh Gang lombok dipenuhi
oleh bau harum lombok yang semerbak dalam kuali, tiap keluarga hampir semuanya sedang
memasak lombok. Dalam anggapan orang-orang itu, kalau makan tak ada lombok, ibaratnya seperti lagi berjalan
tanpa bercelana, suatu hal yang serasa tak sedap di hati.
356 Bila kau tak pernah makan lombok, lebih baik jangan memasuki lorong tersebut, kalau tidak
maka air matamu segera akan bercucuran karena kepedasan.
Diam-diam To Jiang sedang menyusut air matanya.
Ia tak habis mengerti mengapa Oh Po-cu membawa mereka untuk bersantap di tempat seperti
ini" Karena pada hakikatnya ia tak percaya kalau dalam lorong tersebut bisa di jumpai warung
makan. Pada hakekatnya ia tak dapat membayangkan bakal ada orang yang mendatangi tempat
semacam itu untuk bersantap.
Tapi pada saat itulah ia telah menjumpai sebuah warung makan.
Itulah sebuah warung makan yang sangat kecil, di depan pintu tergantung sebuah lombok
berenteng-renteng banyaknya yang berwarna merah darah, tentu saja rentengan lombok merah
itu digunakan sebagai papan nama.
Oleh karena itu warung makan itu disebut orang sebagai Warung lombok.
Pemilik warung lombok adalah seorang laki-laki gemuk yang bertubuh pendek, ia she Cu dan
mempunyai tabiat yang baik sekali.
Sekalipun ada orang memakinya sebagai "Ti Pat-kay" (siluman babi ) tepat di depan
hidungnya, diapun tak akan marah.
Bila pada setahun berselang kau pernah berkunjung ke rumah makan Siau-oh khong itu,
rumah makan paling besar dan paling megah dalamkota, maka kau pasti akan merasa
keheranan. Karena ciangkwe dari warung lombok ini tak lain adalah Toa tauke dari rumah makan Siu oh
khong setahun berselang. Menurut pengakuannya, ia jatuh pailit dengan amat cepatnya lantaran terjadinya peristiwa
pembunuhan pada bulan empat tahun berselang.
Tiga orang kawan sedesanya yang khusus datang dari wilayah Suchuan untuk membantunya,
tiba-tiba tewas secara mengerikan pada saat yang bersamaan dalam ruang utama di atas
lotengnya. Sejak peristiwa itu, semakin jarang tamu berkunjung ke situ, maka rumah makan Siu oh
khong pun terpaksa harus tutup pintu.
357 Maka dari itu, terpaksa ia harus pindah ke mari dan membuka sebuah warung lombok yang
kecil. Ternyata usaha di warung lombok tidak termasuk jelek, dari tujuh-delapan buah meja yang
tersedia, ada separuh diantaranya sudah di tempati para tamu.
Yang paling mengherankan Ting Kang adalah kehadiran Cia-Lak, itu toa tauke dari rumah
perjudian yang selalu memperhatikan soal makanan dan minuman di tempat itu.
Belum lama mereka duduk di situ, Cia Lak telah datang, ia datang ditemani seorang pemuda
yang kurus kering lagi kecil seperti seekor monyet.
Baik dia maupun Oh Po-cu, mereka sama-sama pernah berjumpa dengan Cia tauke, tapi Cia
Lak berpura-pura tidak kenal dengan mereka.
Si pemuda kurus kering macam monyet itu pun memesan ikan leihi masak tausi serta ayam
panggang masak lombok. Jilid 13________ CIA-LAK sedang menundukkan kepalanya sambil bersantap, air mata telah bercucuran, peluh
telah membasahi sekujur tubuhnya karena kepedasan.
Keadaan Ting Kong lebih payah lagi, karena kepedasan hampir saja ia tak mampu menahan
diri. Ia benar-benar merasa tak habis mengerti, mengapa orang-orang itu baru merasa puats setelah
makan hidangan yang pedas sehingga kepedasan seperti itu, ia lebih lebih tidak mengerti
kenapa Oh-Po cu mengajak mereka bersantap ditempat semacam ini.
Tapi ia tak berani bertanya, karena inilah syarat dari mereka dengan Oh-Po cu yang telah
disetujui bersama. Oh Po cu betul-betul tak takut pedas, bukan saja setiap sayur yang dipesan selalu diberi cabe
yang berlipat kali banyaknya, bahkan diapun masih makan lombok mentah, minum arak dan
sebutir keringatpun tidak membasahi wajahnya.
Tapi dengan cepat Ting Kang menemukan bahwa masih ada orang lain dalam warung itu
yang jauh lebih tak takut pedas dari padanya.
Orang itu adalah seorang kakek, pinggangnya ke lewat panjang dengan punggung yang lurus
dan tegap, ia memakai sebuah jubah panjang warna biru yang sudah mulai memutih karena
tuanya, sebuah huncwe panjang terselip pada pinggangnya.
358 Seorang pemuda yang duduk semeja dengannya ternyata tidak makan cabe sedikitpun, dia
hanya memesan semangkok mi kuah yang dimasak dengan telur ayam.
Mereka duduk dimeja tepat disamping meja Ting Kang tepat berhadapan muka dengan
pemuda tersebut. Kalau dilihat usianya maka paling banter baru berkisar dua puluh tahunan, wajahnya halus
dan tampan, kulitnya yang putih kemerah-merahan mirip sekali dengan kulit badan seorang
nona.

Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bahkan tingkah lakunya jauh lebih malu-malu kucing daripada seorang nona.
Asal orang lain memandang dua kejap kearahnya, kontan saja pipinya berubah menjadi merah
jengah, andaikata Ting Kong tidak memperhatikan lebih dulu kalau dadanya datar tanpa
tonjolan, dan lagi tidak diikat dengan selembar kain, hampir saja dia akan menganggap orang
itu sebagai seorang perempuan yang menyaru sebagai laki-laki.
Sekarang mereka telah selesai bersantap, kakek itupun mulai menghisap huncweenya.
Beruntun para tamupun membayar rekening dan berlalu, kini dalam warung tinggal tiga meja
saja yang berisi tamu. Kecuali mereka dua meja, Cia Lak beserta pemuda yang kurus seperti monyet pun masih
belum angkat kaki dari situ.
Cu tauke yang ramah tentu saja tidak mengusir mereka, sebaliknya malah menutup pintu
besarnya. Sekarang sudah saatnya warung ditutup, tapi kenapa para tamunya belum juga meninggalkan
tempat itu" Ting Kong kembali merasa keheranan.
Tiba-tiba saja suasana dalam warung itu berubah menjadi hening, sepi dan tak kedengaran
se-dikit suarapun, hanya kakek itu saja yang sedang pelan-pelan menghisap huncwenya.
Cia Lak masih juga kegerahan, peluh mencucur keluar tiada hentinya dan iapun menyeka
keringat tiada habisnya. Mendadak Ting Kang merasakan suatu suasana yang sangat aneh. ia merasa warung lombok
yang kecil dan bobrok itu secara tiba-tiba berubah menjadi begitu menyeramkan dan
mengerikan, seakan-akan suatu bencana besar segera akan menjelang tiba.
Pada saat itulah pemuda kurus kering seperti monyet itu berteriak secara tiba-tiba:
359 "Cia tauke!" Seperti merasa terperanjat Cia Lak segera melompat bangun, kemudian sambil tertawa paksa
ia bertanya: "Ada urusan apa?"
Si Bandar judi yang dihari-hari biasa selalu meletakkan sepasang matanya di atas kepala itu,
ternyata bersikap luar biasa sungkannya terhadap pemuda ceking seperti monyet tersebut.
Dengan suara pelan, pemuda ceking bertampang monyet itu berkata lagi:
"Aku secara khusus mengundang kehadiranmu kemari, tak lain hanya ingin mengajukan
beberapa pertanyaan kepadamu"
"Tanyalah!" kata Cia Lak.
"Bulan empat tahun berselang, benarkah kau bersama Tio-Bu-ki bersama-sama pergi ke
rumah makan Siu-oh khong?"
"Paras muka Cia Lak segera berubah hebat. .
"Tapi aku......"
"Aku hanya bertanya benar atau tidak" tukas pemuda ceking itu dengan suara ketus, "soal lain
kau tak perlu memberi penjelasan lagi!"
"Baik!" "Hari itu, benarkah kau melakukan perjalanan bersama-sama Tio Bu ki ........?" tanya pemuda
itu kemudian: "Benar!" "Benarkah dengan mata kepala sendiri kau menyaksikan ia membunhuh mati tiga orang itu?"
"Benar!" "Setelah peristiwa tersebut, Apakah ia sendiri menderita luka atau tidak.?"
"Agaknya tidak!"
"Kau betul-betul yakin kalau ia tidak terluka?"
"Aku ....aku tidak begitu yakin"
360 "Kalian berdiri saja disana sambil menyaksikan ia pergi meninggalkan tempat itu, bukankah
kalian tak berani turun tangan menghadapinya meskipun ia sudah terluka sekali pun. . ."
"Waktu itu kami ......."
"Aku hanya bertanya kepadamu, benar atau tidak?" bentak pemuda ceking itu sambil menarik
wajah. "Benar!" Pemuda itu memandang kearahnya tiada emosi diatas wajahnya, kemudian pelan-pelan
berkata: "Sebenarnya adalah kalian yang ingin membunuh dia, tapi tidak menyaksikan ia pergi
meninggalkan tempat itu untuk berkentutpun kalian tak berani"
Tiba-tiba ia menghela napas panjang, sambil ulapkan tangan katanya kembali:
"Pertanyaanku telah selesai kuajukan sekarang pergilah dari tempat ini ....!"
Agaknya Cia Lak tidak mengira kalau ia bakal lolos dari situ dengan demikian gampangnya,
dengan rasa kejut bercampur girang ia lantas bangkit berdiri dan siap berlalu.
Sambil tertawa meringis, Cu ciangkwe memperhatikan wajahnya, tiba-tiba ia berkata:
"Apakah Cia tauke tidak melupakan sesuatu persoalan?"
"Persoalan apa?" tanya Cia Lak keheranan.
"Apakah kau tidak lupa untuk melunasi dahulu rekeningmu .....?"
"Oooh .....yaa, yaa, yaa" seru Cia Lak sambil tertawa paksa, "segera akan kulunasi, segera
akan kulunasi, berapa jumlah seluruhnya?"
"Rekening hari ini ditambah rekening tahun berselang, total jenderal semuanya adalah dua
tahil perak ditambah selembar nyawa"
"Selembar nyawa?" bisik Cia Lak dengan wajah berubah, "nyawa siapa?"
"Tentu saja nyawamu!"
Kemudian sambil pincingkan matanya dan tertawa lirih, ia julurkan tangannya ke depan
sambil berkata: 361 "Harap dua tahil perak itu di bayar lebih dulu!"
Dengan paras muka hijau membesi Cia Lak segera mengeluarkan sekeping uang perak dan
mem-bantingnya keras-keras ke wajah Cu ciangkwe, bentaknya keras-keras:
"Tak usah dikembalikan lagi sisanya!??
Ditengah bentakan keras tubuhnya menerjang ke depan dengan kecepatan luar biasa, dia
bermakud hendak menerjang keluar lewat selembar daun jendela disisinya.
Tapi Cu ciangkwe yang gemuk pendek yang sebenarnya masih duduk dibelakang meja kasir
itu, mendadak telah menghadang didepan jendela sambil memandang kearahnya sambil
tertawa cekikikan, katanya:
"Uang kembalinya apakah kau berikan kepada ku sebagai tip?"
"Benar!" "Uang kembalinya masih ada delapan tahil perak, terima kasih banyak, terima kasih banyak!"
Selangkah demi selangkah Cia Lak mundur terus kebelakang, tiba-tiba ia roboh terjengkang
ke tanah tanpa sebab tanpa musabab langsung roboh terjengkang dengan begitu saja.
Begitu roboh ke tanah, tubuhnya masih melejit-lejit beberapa kali, kemudian tak berkutik lagi
untuk selamanya. Ketika memeriksa wajahnya, ternyata paras mukanya telah berubah menjadi hitam pekat
seperti arang, lidahnya menjulur ke luar, sepasang biji matanya melotot keluar. Seakan-akan
lehernya dicekik oleh sutas tali yang tidak terlihat oleh mata.
Suasana dalam warung pulih kembali dalam keheningan.
Cu ciangkwe yang pendek lagi gemuk itu telah kembali ke belakang meja kasirnya sambil
duduk dengan tenang. Si kake pun masih duduk tenang ditempat semula sambil menghisap huncwenya penuh
kenikmatan. Ting Kang dan To Jiang tak berani berkutik lagi, saking takutnya kedua orang itu merasakan
sepasang kakinya menjadi lemas semua.
Mereka selalu mementangkan matanya lebar-lebar, tapi tidak diketahui apa yang
menyebabkan kematian Cia Lak.
362 Pelan-pelan pemuda ceking bertampang monyet itu bangkit berdiri, ia membawa sepasang
sumpit dan menuju kehadapan Cia Lak, tiba-tiba sumpitnya bergerak kedepan dan menjepit
ke atas tenggorokan Cia Lak.
Tahu-tahu ia telah menjepit keluar sebatang jarum.
Sebatang jarum yang lebih kecil dari pada jarum pentul, pada ujung jarum masih tersisa noda
darah. Diatas tenggorokan Cia Lak pun terbentik keluar setitik gelembung darah yang amat sedikit.
Sebatang jarum dengan Setitik darah dan selembar nyawa!
Suatu jarum beracun yang sungguh lihay, suatu gerakan serangan yang sungguh amat cepat.
Pemuda ceking bertampang moyet itu memperhatikan jarum beracun dalam jepitan sumpitan
sambil gelengkan kepalanya berulang kali.
Setelah menghela napas panjang, ia pun bergumam:
"Sayang. . . . .sayang. . . ."
Pelan-pelan ia berjalan kembali ketempat semula, dicucinya jarum tersebut dalam cawan
araknya, lalu mengeluarkan selembar sapu tangan yang putih bersih untuk menyekanya
sampai kering, setelah itu membungkusnya dengan kain tadi dan dimasukkan ke dalam
sakunya. la tidak berpaling lagi kearah Cia Lak, bahkan memandang sekejap kearahnya pun tidak.
Yang dia sayangkan adalah jarum tersebut, bukan selembar nyawa dari Cia Lak.
***** TELAPAK tangan Ting Kang dan To Jiang telah basah oleh peluh dingin, mereka benarbenar
ingin sekali meninggalkan tempat itu secepatnya.
APA mau dikata Oh Po-cu justru tak bermaksud untuk meninggalkan tempat itu, bahkan
sikap maupun gerak-geriknya masih begitu santai dan tenang.
Tiba-tiba kakek tua itu menyodorkan huncwe ditangannya kepada sipincang Oh.
Oh Po cu juga tidak berbicara, ia menerima huncwe tersebut dan menghisapnya sekali, lalu
menyodorkan kembali huncwe tersebut kepada kakek tadi.
363 Kakek itu menyedot kembali huncwenya sekali sedotan, lalu untuk kedua kalinya diberikan
kepada Oh Po-cu. Begitulah kejadian tersebut berlangsung berulang-ulang, kau satu sedotan aku saju sedotan,
mereka berdua sama-sama menyedot dengan mulut membungkam.
Percikan api dalam tabung huncwenya berkelip-kelip tiada hentinya, asap tembakau yang
menyelimuti ruanganpun makin lama semakin menebal, kedua orang itu seakan-akan sedang
menunggu pihak lawannya untuk buka suara lebih dulu. .
Akhirnya Oh Po cu berkata juga:
"Orang yang kutunggu-tunggu telah munculkan diri!"
"Bagus sekali!" kakek itu menyahut.
"Tahun ini secara beruntun ia telah melepaskan kembali empat belas kali angka emam tiga
kali!" "Sungguh tak disangka kemujurannya tahun ini masih seperti juga kemujurannya tahun
berselang" "Benar" "Cuma sayang selama hidup ini tak akan memiliki kemujuran semacam itu lagi."
Ia menerima huncwe tersebut dan menyedotnya sekali, kemudian sambil disodorkan kembali
ke tangan Oh Po-cu, ia melanjutkan:
Sebab pada saat ini sudah barang tentu dia adalah seorang mati, tentu saja orang mati tak akan
memiliki kemujuran lagi"
"Dia belum mampus!" Oh Po-cu menukas.
"Kau belum membunuhnya?"
"Belum!" "Kenapa?" "Karena aku tidak memiliki keyakinan yang menunjukkan bahwa dia adalah orang yang sama
seperti tahun berselang"
"Kau tidak yakin?"
364 "Ya, wajahnya sama sekali telah berubah, bahkan Lau Pat sendiripun tidak lagi
mengenalinya" "Raut wajah seseorang memang sesungguhnya seringkali dapat berubah-ubah ."
"Ilmu silatnya juga ikut berubah!" Oh po-cu menambahkan.
"Darimana kau bisa tahu kalau ilmu silatnya juga ikut berubah"
"Aku telah pergi memeriksa mayat dari Tong Hong sekalian, dilihat dari mulut luka ditubuh
mereka yang mematikan itu dapat diketahui bahwa meski serangan orang itu cukup ganas,
namun tenaganya masih kurang dengan tenaga yang kurang tentu saja tak akan terlalu cepat
gerakannya?" "Bagaimana pula dengan orang yang kau jumpai pada tahun ini?"
Oh Po-cu tidak menjawab, ia berpaling ke arah Ting Kang serta To Jiang, kemudian
perintahnya: "Berdirilah kalian, biar dia orang tua memeriksa mulut luka ditubuh kalian itu"
Mulut luka itu tidak terlalu dalam, maka dengan cepat mereka dapat bangkit berdiri dan
berjalan. Kakek itu memeriksa mulut mereka dengan seksama, paras mukanya masih belum
menunjukkan perubahan apa-apa.
Api pada tabung huncwenya telah padam.
Pelan-pelan ia mengeluarkan batu api dan selembar kertas untuk menyusut tabung
huncuwenya itu, kemudian pelan-pelan ia baru bertanya:
"Apakah ketika itu kalian hanya bertangan kosong belaka?"
"Tidak!" jawab Ting Kong.
"Aku membawa pedang Siang bun kiam, dan ia membawa golok Yan leng to . . ." To Jiang
me-nambahkan. "Kalian tidak melancarkan serangan?"
Ting Kong tertawa getir. 365 "Pada hakekatnya kami tak sempat untuk turun tangan!" sahutnya.
"Siapa yang terkena tusukan lebih dulu?"
Ting Kong memandang kearah To Jiang, ToJiang balik memandang kearah Ting Kong, lalu
mereka berdua sama-sama gelengkan kepalanya.
"Kami tak dapat mengingatnya lagi, sahut kedua orang itu kemudian.
"Tak dapat mengingatnya kembali" Ataukah memang tak dapat membedakannya dengan
jelas?" Sekali lagi To Jiang memandang kearah TingKong dan Ting Kong balas memandang To
Jiang, kedua orang itu terpaksa harus mengakui kebenaran dari perkataannya itu.
Sesungguhnya mereka memang bukan tak ingat lagi, tapi memang tak dapat mengetahuinya
dengan jelas. sambaran pedang itu terlampau capat, mereka merasa seakan-akan terkena
tusukan pada saat yang bersamaan.
Bahkan kaki manakah dari kedua belah kaki mereka yang terkena lebih dulu pun tidak
diketahui oleh mereka berdua.
Tiba-tiba kakek itu menghembuskan napas panjang, lalu pujinya berulang kali:
"Bagus, ilmu pedang yang bagus! Ilmu pedang yang bagus!.
Kembali ia sodorkan huncwenya ke tangan Oh Po cu, kemudian bertanya:
"Apakah kau dapat melihat, ilmu pedang apakah yang ia pergunakan?"
Oh Po-cu gelengkan kepalanya berulangkali.
"Aku hanya dapat melihat bahwa ilmu pedang yang ia pergunakan itu bukan ilmu pedang
Hhe-hong wu li-kiam-hoat dari Tio Kian, juga bukan ilmu pedang Sip-ci-hwe kiam dari
Sugong Siau-hong" "Oleh karena itu kau merasa yakin bahwa dia bukan Tio Bu ki?" kakek itu menambahkan.
Oh Po cu termenung agak lama, kemudian baru jawabnya:
"Aku tak berani memastikan!"
Kakek itu tidak berbicara lagi.
366 Huncwe itupun bergerak dari tangan yang satu kembali ke tangan yang lain, asap huncwe
yang disembur keluar kian lama kina bertambah tebal sehingga ruangan tersebut seolah-olah
diselimuti oleh selapis kabut yang tipis.
Diantara kerlipan api yang berkedip-kedip peluh sebesar kacang lambat-lambat sudah
membasahi jidat Oh Po-cu.
Kembali lewat cukup lama, akhirnya kakek itu berkata lambat-lambat.
"Agaknya kau tidak membawa serta Lau Pat kemari!"
"Aku tak membawa dia kemari" Oh Po cu segera menerangkan.
"Kenapa?" "Karena ia telah dibawa pergi oleh seeorang sahabatnya"
"Siapakah sahabatnya itu?"
"Giok-bin siau-beng siang (Beng siang kecill berwajah pualam) Thio Yu hiong, Thio jiko dari
antara tujuh bersaudara keluarga Thio dari Lam-hay!"
Walaupun paras muka kakek itu masih tetap tanpa emosi, tapi sesudah mendengar nama
tersebut, biji mata mulai melompat-lompat.
Betul jejak kependekaran dari tujuh bersuadara keluarga Thio dari Lam-hay sangat jarang
bertemu dalam dunia persilatan, tapi jika pendekar mereka, kekayaan keluarga mereka,
kekuasaannya dan kehebatan ilmu silatnya jarang yang tidak diketahui dalam dunia persilatan.
Terutama sekali Thio jiko tersebut, begitu sosial dan ksatrianya siapapun juga merasa amat
bangga dan gembira bila dapat bersahabat dengannya.
Tak seorang manusiapun yang suka berbuat kesalahan atau menyinggung sahabat semacam
ini. Pelan-pelan kakek itu berkata lagi!
"Sudah hampir setahun lamanya kau tiba disini, kejadian yang seharusnya kau lakukan
ternyata tak satupun yang telah kau kerjakan"
"Aku tak dapat mengerjakannya!"
Kakek itu kembali menutup mulutnya rapat-rapat.
367 Huncwe tersebut sudah cukup lama berada ditangannya, tapi kali ini ia sama sekali tidak
menyerahkannya kembali ke tangan Oh Po cu.
Ting Kong sudah mulai bermandi keringat dingin karena menguatirkan keselamatan dari Oh
Po-cu. Ia pernah menyaksikan ilmu silat milik Oh Po-cu, ia percaya Oh Po cu dapat disebut sebagai


Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seorang jago kelas satu dalam dunia persilatan.
Akan letapi orang-orang yang berada dalam warung lombok saat ini, seakan-akan setiap
orang-nya memiliki semacam kekuatan yang misterius tapi jahat yang dapat merubah niat
serta jalan pikiran mereka untuk menentukan mati hidup seseorang..
Mereka seakan-akan seperti setiap saat menginginkan seseorang roboh dihadapan mereka
secara mengerikan. Malam sudah amat larut. Tiba-tiba Cu ciangkwe bangkit berdiri, lalu sambil menarik suara dia berkata:
"Aku tak tahu apakah orang yang dijumpai Po-ko hari ini adalah Tio Bu ki atau bukan, tapi
aku yakin bahwa hari itu dia pasti sudah terluka"
Kakek yang menghisap huncwee itu tak bersuara lagi."
Pemuda ceking bertampang monyetpun membungkam diri dalam seribu bahasa. .
Apalagi pemuda tampan yang pemalu itu, tentu saja lebih-lebih tak mungkin buka suara.
Oh Po-cu memandang sekejap ke arah mereka, lalu memandang pula ke arah Cu ciangkwe,
tiba-tiba ia bertanya lagi:
"Kau yakin?" "Yaa, aku yakin"
"Tapi pada waktu itu toh kau tidak hadir diatas loteng?"
"Walaupun waktu itu aku tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri, tapi aku
mempunyai keyakinan bahwa dia pasti telah terluka"
"Atas dasar apakah kau berani berkata demikian?"
368 "Ketika Tong Hong datang waktu itu, aku telah memeriksa kain pas jalannya sehari sebelum
keluar rumah ia baru berhasil mendapatkan dua puluh tiga batang senjata rahasia Ci li beracun
dan sepuluh tahil tiga rence pasir Toan huan sah!"
Kemudian ia menambahkan kembali:
"Dua macam senjata rahasia yang diperolehnya itu termasuk senjata rahasia kelas sembilan,
engkoh Koat lah yang memberi kain pas jalan kepadanya!"
"Betul!" Oh Pa-cu mengangguk tanda membenarkan.
"Ketika mengikuti Sangkoan Jin berkunjung keperkampungan Ho-hong-san-ceng, untuk
membunuh seorang centeng dari keluarga Tio guna merahasiakan jejaknya, ia telah
pergunakan sebatang senjata Tok-ci-li!" kata Cu ciangkwe lebih jauh.
"Ia tidak membawa pergi Tok ci li yang telah dilepaskan waktu itu?"
"Merurut pengakuannya, waktu itu keadaan mendesak sekali, ia tidak mempunyai kesempatan
lagi untuk berbuat demikian!"
"Yang ia bunuh ketika itu tak lebih cuma seorang centeng, kenapa ia musti mempergunakan
senjata rahasia dari perguruan kita?"
"Oleh sebab itulah aku telah menghukumnya menurut peraturan perguruan kita, aku telah
menyuruhnya berbaring hampir setengah bulan lamanya diatas pembaringan"
"Bagus, lanjutkan lebih jauh!"
Cu ciangkwe mendehem sebentar, kemudian meneruskan:
"Kecuali sebatang Tok ci li yang telah terpakai itu, dalam sakunya masih sisa dua puluh dua
batarg senjata Tok ci li, sedangkan pasir beracun yang sepuluh tahil tiga rence tersebut masih
tetap segelan dan sama sekali tidak digunakan"
"Sehari sebelumnya terjadinya peristiwa itu, dia minta kepada kami untuk carikan orang guna
membuat dua perangkat sarung tangan yang terbuat dari kulit menjangan, katanya sarung
tangan tersebut hendak dipergunakan oleh dua orang saudara dari keturunan mak inang tua"
"Kau mengabulkan permintaannya?" tanya Oh Po-cu..
Cu ciangkwe manggut-manggut.
"Yaa, karena ia bilang orang yang hendak dihadapinya adalah Tio Bu ki, putra Tio Kian"
369 "Kenapa mereka dari golongan lo-nay ma bisa mempunyai senjata rahasia dari perguruan
kita" tanya Oh Po cu.
"Ia telah membagi empat belas batang senjata rahasia tok ci-li miliknya kepada mereka dan
menitahkan kedua orang itu menyergap bersama dari depan dan belakang, sehingga dalam
sekali penyerangan Tio Bu ki bisa dibereskan jiwanya"
"Kemudian?" "Setelah mereka gagal melaksanakan tugas aku segera menutup tempat itu dan pencarian
di-lakukan, tapi hanya lima belas batang tok ci li yang berhasil ditemukan kembali", "Padahal
enam belas batang yang mereka lancarkan bukan?"
"Benar!" "Waktu itu Cia Lak maupua Lau-pat hadir pula ditempat kejadian, jangan-jangan dibawa
kabur mereka?" Oh Po cu mengemukakan kecurigaannya.
"Ah, hal ini tak mungkin terjadi, jangankan membawanya kabur, untuk menyentuhpun
mereka tak berani" "Oleh sebab itu kalian lantas menduga bahwa sebatang tok ci li yang tidak ditemukan kembali
itu, sudah pasti bersarang ditubuh Tio Bu-ki?"?
"Waktu itu dia pergi meninggalkan tempat tersebut dengan langkah tergesa-gesa, dan orang
yang melihat kalau langkahnya sudah gontai sewaktu meninggalkan tempat itu, bahkan ada
juga yang mengatakan bahwa sepasang matanya sudah terbelalak kaku!"
Setelah berpikir sebentar, ia berkata lagi:
"Tapi anehnya, beberapa hari kemudian ada yang mengatakan pernah melihatnya muncul di
Tay-pek-ki dibawah bukit Kiu-hoa-san, kemudian engkoh Lip dan engkoh Bong pergi kesana
mencarinya, siapa tahu setelah ke sana merekapun telah kembali lagi"
"Seandainya ia memang sudah terkena senjata rahasia perguruan kita. kenapa tidak mati?"
tanya Oh Po-cu. "Yaa. itulah sebabnya aku sendiripun tidak habis mengerti!"
***** SEKARANG tentu saja Ting Kang dam To Jiang telah mengerti, kecuali mereka berdua
hampir semua orang yang hadir dalam warung lombok saat ini adalah orang yang berasal dari
sekeluarga. 370 Ob Po-cu sudah pasti bukan she Oh, Cu ciangkwe pun pasi bukan she Cu, sebab mereka
semua bukan lain adalah jago-jago dari keluarga Tong di wilayah Zuchuan.
tentu saja sudah lama mereka mengetahui tentang kelihayan senjata rahasia beracun dari
keluarga Tong, tapi mereka tidak menyangka kalau susunan organisasi dari keluarga Tong,
ternyata sedemikian rahasianya, sehingga setiap orang yang diutus keluar tampaknya tidak
sederhana, semua gerak geriknya terorganisir dengan suatu kerja sama yang amat rapi.
Kelihayan dari pemuda bertampang monyet itu sudah cukup mengejutkan hati mereka, tapi
ketelitian Cu ciangkwe lebih-lebih mengagumkan hati mereka berdua.
Si kakek tua itu masih saja duduk tak berkutik ditempat semula sambil menghisap
huncweenya, ia duduk setangguh sebuah bukit karang, cukup ditinjau dari ketenangan dan
kemantapannya ini, sudah bisa diketahui bahwa orang inipun pasti tidak sederhana.
Kecuali pemuda tampan yang pemalu itu, kini hampir setiap orang telah memberikan
pertanggungan jawabnya atas tugas yang harus dilaksanakan.."
Tugas Oh Po-cu adalah mengawasi Lau Pat, sambil menunggu kemunculan kembali dari
Heng-in-Pa-cu, (si Macan tutul yang mujur).
Tugas si pemuda bertampang monyet itu membereskan Cia Lak, tugas Cu ciangkwe adalah
bercokol disitu sambil melakukan kontak dengan orang-orangnya.
Dari tugas-tugas yang harus mereka laksanakan, ada yang berhasil dengan sukses, ada pula
yang gagal total, tapi baik itu berhasil atau gagal, suatu laporan resmi harus dibereskan
kepada atasannya. Orang yang akan memberikan penyelesaian atas tugas-tugas tersebut semestinya adalah kakek
yang duduk sambil menghisap huncwe itu, tapi diapun tidak berbicara walaupun sepatah
katapun. Apakah ia sedang menunggu orang juga"
Siapa yang sedang ditunggunya"
Tiba-tiba suatu perasaan aneh muncul dari dasar hati Ting Kong, ia merasa kakek berhuncwe
itu agaknya bukanlah sang pemimpin yang sebenarnya.
Sang pemimpin yang sebetulnya pasti orang lain, seseorang yang tak dapat mereka lihat.
Hanya orang inilah baru-betul-betul memiliki kekuasaan yang bisa menentukan mati hidup
orarg lain. 371 Sejak awal sampai sekarang, orang itu lah yang sesungguhnya telah mengendalikan suasana
di tempat ini. Setiap orang harus melaporkan semua perbuatan, semua perjuangan dan semua peristiwa yang
dialaminya kepada orang itu, untuk selanjutnya menunggu keputusannya.
Tapi siapakah orang ini"
.. ....... Kenapa hingga saat ini, mereka masih belum melihat orang tersebut"
Jantung Ting kong mulai berdebar keras. Lamat-lamat perasaannya seperti sedang berkata, tak
lama kemudian orang itu akan munculkan diri dihadapan mereka..
***** MALAM sudah semakin larut.
Tiba tiba angin puyuh berhembus kencang diluat kedai, angin itu sedemikian kencangnya
sehingga menjebolkan kertas jendela yang mulai lapuk dan berkibar-kibar menimbulkan suara
gemerisik yang sangat gaduh..
Kakek itu masih saja menghisap huncwenya dengan penuh kenikmatan, percikan api yang
berkelip-kelip sayup-sayup menerangi raut wajahnya yang kaku bagaikan peti mati itu.
Angin diluar tak dapat berhembus masuk ke dalam ruangan, asap huncwenya tak dapat pula
menyebar keluar. Ini membuat asap tersebut memenuhi seluruh ruangan warung lombok, sehingga bagaikan
selapis kabut yang tebal.
***** JAGO LIHAY KABUT asap menyelimuti seluruh ruangan.
Ting Kang menyaksikan bocah muda yang ayu tapi pemalu itu seperti sudah sedikit tak tahan,
ia mulai mendengus berulang kali.
Pemuda itu tidak menghisap huncwe, tidak minum arak, pun tidak makan lombok.
Apakah dia juga bukan anggota keluarga Tong" Yang lebih aneh lagi, baru saja ia mulai
terbatuk-batuk, kakek yang perokok hebat itu segera menurunkan huncweenya, bahkan
372 menggunakan ibu jarinya yang dibasahi sedikit dengan air ludah untuk memadamkan api
dalam mangkuk huncwee tersebut.
Bocah muda yang ayu itu memandang sekejap kearahnya sambil tertawa, kemudian berkata.
"Terima kasih!"
Suara pembicaraannya lembut dan halus pula, bahkan membawa dialek dari ibu kota malah
sama sekali tidak terbawa logat orang Zuchuan sebagaimana yang lainnya.
Ia mengeluarkan secarik sapu tangan berwarna putih bersih, lalu dipakai untuk menyeka
tangannya. Ia memiliki jari jemari yangpanjang, ramping dan halus, tingkah lakunya sangat lembut dan
halus bagaikan seorang gadis perawan.
Ting Kong memandang kearahnya, hampir saja ia dibikin terpesona.
Padahal Ting Kong bukan seorang Homo, dia bukan seorang laki laki yang tertarik dengan
kaum jenisnya. Tapi setelah berjumpa dengan seorang laki laki ayu seperti ini, bahkan diapun mulai terpikat
hatinya, mulai tergetar oleh keayuannya itu.
Ternyata bocah muda yang ayu itupun sedang memandang kearahnya sambil tertawa, tiba tiba
ia berkata: "Aku dapat melihatnya kalau kaupun tidak suka yang peda pedas, tadi, kau tentu bleum
kenyang!" Ting Kong tak berani mengaku, tak berani pula menyangkal.
"Akan kusuruh Cu ciankwe buatkan beberapa macam sayur yang tak pedas lagi, kalian boleh
pelan pelan bersantap disini, menanti aku selesai bercakap cakap dengan mereka, pasti akan
kutemani kalian berdua lagi, mau bukan?"
Suaranya masih tetap begitu lembut, sikapnya masih begitu tulus, sekalipun terhadap seorang
asing, sikapnya tetap lemah gemulai dan menawan hati.
Dalam keadaan seperti ini, Ting Kong mana berani menampik"
Cu ciankwe telah menitahkan orang untuk menyiapkan beberapa macam sayur yang tidak
pedas, tapi bocah ayu itu tiba tiba menghela napas panjang, lalu berkata:
"Aku benar benar tidak habis mengerti, kenapa setiap hari masih ada juga orang orang kita
yang melakukan pekerjaan yang salah?"
373 Perkataan itu masih diucapkan olehnya dengan lemah lembutnya, tapi setelah mendengar
perkataannya itu, paras muka Cu ciangkwe segera memperlihatkan rasa ngeri dan takut yang
amat tebal. Apalagi Oh Pocu, peluh sebesar kacang telah membasahi seluruh jidat dan tubuhnya.
Pemuda ayu itu berpaling ke arah Cu ciangkwe, lalu bertanya:
"Hari itu, setelah keluar dari pintu Tio Bu ki telah berbelok ke arah mana?"
"Ia berbelok ke sebelah kanan!" buru-buru Cu ciangkwe menjawab.
"Pada deretan sebelah kanan, berapa banyak rumah yang berada disana. . . .?"
Cu ciangkwe agak tertawa, kemudian sahutnya:
"Tentang soal itu. . . aku belum pernah menghitungnya!"
Aku telah menghitungnya! Pemuda ayu itu menyambung cepat.
Kemudian tanpa berpikir lagi, ia berkata lebih jauh:
"Rumah pertama sebelah kananmu adalah sebuah kedai penjual barang kelontong, rumah
kedua sebelah pegadaian, rumah ketiga penjual barang antik dan lukisan kenamaan..."
Sepanjang jalan ia menghapal terus, sehingga pada akhirnya ia berkata:
"Rumah yang terakhir adalah sebuah toko penjual peti mati, besar kecil seluruhnya terdiri dari
seratus dua puluh enam buah toko"
Peluh sudah mulai membasahi wajah Cu ciangkwe.
Sudah hampir setahun lebih ia berdiam di situ, tapi tidak banyak yang diketahui, sebaliknya
pemuda ayu itu baru datang dua hari, tampaknya jauh lebih memahami daripadanya.
Pemuda ayu itu berkata kembali:
"Ketika keluar rumah makan Siu oh khong hari itu, waktu menunjukkan tengah hari baru
lewat, setiap toko sedang buka untuk berjualan, setiap toko pasti ada orangnya, apakah kau
telah bertanya kepada mereka semua?"
"Tidak!" sahut Cu ciangkwe sambil menyeka keringat pada jidatnya dengan ujung baju.
374 "Aku telah bertanya kepada mereka!" kata pemuda ayu itu.
Pelan-pelan ia melanjutkan.
"Ketika Tio Bu ki tiba di depan rumah yang ke delapan belas, sebuah kedai penjual wangiwangian,
ia sudah hampir roboh ke tanah. Nyonya majikan kedai tersebut menyaksikan
kejadian ini dengan mata kepala sendiri, ia sering duduk dibelakang meja kasir sambil
menonton laki-laki yang lewat didepan rumahnya, karena suaminya masih memiliki tiga
orang gundik. diluar rumah"
Bahkan persoalan semacam inipun berhasil ia selidiki sedemikian jelasnya, bukan saja Cu
ciangkwe merasa terkejut, diapun merasa kagum sekali.
Pemuda ayu itu berkata lagi.
"Waktu itu adalah musim semi, agaknya setiap orang tak ingin mampus dimusim semi, maka
usaha penjual peti mati diujung jalan itu kurang begitu baik. Pelayan dan para tukang kayunya
sering main kartu dalam toko, ketika itu ada seorang tukang kayu yang sedang kalah bertaruh
dan berdiri di depan pintu dengan wajah murung, dialah yang telah melihat Tio Bu ki berjalan
lewat didepan tokonya"
.....Tukang kayu itu she Yu, hari itu total jendral ia kalah tiga rencee lima hun.
.....Hari itu, kebetulan majikan mereka sedang keluar rumah, maka sehabis bersantap siang
merekapun mulai bermain gaple.
menurut penuturan tukang kayu she Yu itu, baru saja Tio Bu ki berbelok ketikungan jalan, ia
sudah menumbuk diatas tubuh seseorang. Orang itu memiliki parawakan tubuh yang tinggi
besar, wajahnya bengis bukan cuma kenal dengan Tio Bu-ki, malahan ia seperti datang kesitu
khusus untuk mencarinya, dengan cepat ia memanggil sebuah kereta kuda dan membawa Tio
Bu-ki pergi dari situ. Setiap adegan, setiap kejadian, ia telah selidiki semua dengan teliti dan jelas, maka pada
akhirnya diapun dua kesimpulan:
.... ..Tio Bu-ki memang betul-betul termakan oleh sebatang Tok ci li kita, bahkan baru keluar
dari rumah makan Siu oh khong racun jahat itu sudah mulai bekerja.
. .....Orang yang menyelamatkan dirinya tak lain adalah orang yang kita kuntit terus semenjak
dari wilayah Cuan tiong. Maka sekarang, tinggal satu persoalan yang belum terpecahkan.
375 ......Barang siapa terkena senjata rahasia dari keluarga Tong, maka satu jam kemudian dia
pasti akan mati tak ketolongan lagi, kenapa Tio Bu ki bisa muncul kembali di bukit Kiu hoa
san" Apakah ia belum mati! ***** SELESAI mengutarakan semua keterangannya, pemuda ayu itu memandang ke arah Cu
ciangkwe dan menantikan pendapatnya.
Peluh dingin telah membasahi sekujur tubuh Cu ciangkwe semenjak ia mendengarkan
keterangan tersebut, bahkan Ting Kang dan To Jiang pun dibuat termangu oleh keterangan
itu. Sebetulnya mereka selalu beranggapan bahwa cara kerja Cu ciangkwe sudah merupakan cara
kerja dari seorang yang teliti, tapi kalau dibandingkan dengan pemuda ayu itu sekarang, pada
hakekatnya Cu ciangkwe betul-betul mirip Ti pat kay (siluman babi). . . .
Sayur yang tidak pedas telah dihidangkan ternyata makanan tidak pedas yang dibuat warung
lombok ini lezat juga rasanya.
Sayang Ting Kang dan To Jiang sudah tak dapat makan lagi, sekalipun bisa makan,
merekapun tak bisa membedakan bagaimana rasanya.
Karena pada waktu itu, Cu ciangkwe telah bersembunyi di sudut ruangan dan diam-diam
tumpah. Ia betul-betul terpampau ketakutan, saking takutnya sampai air pahit dalam lambungpun ikut
ditumpahkan keluar.

Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kakek penghisap huncwe itu kelihatan agak ragu, tapi akhirnya berkata juga:
"Putra-putrinya terlalu banyak, beban keluarganya sangat berat, apalagi di rumah masih ada
seorang ibu yang tua"
"Aku tahu!" jawab pemuda ayu itu.
"Meskipun dia agak sedikit bodoh, tapi tugas tersebut toh sudah ia lakukan dengan segala
kemampuan yang dimilikinya"
"Aku tahu!" Kakek penghisap huncwe itu menghela napas panjang, ia tidak berbicara lagi.
376 Tiba-tiba pemuda ayu itu berseru:
"Monyet kecil, kemari kau!"
Pemuda bertampang monyet itu segera beranjak dan menghampirinya, kemudian dengan
sikap penuh hormat berdiri hadapannya.
"Apalah Cia Lak adalah orang kenamaan di kota ini?" pemuda ayu itu mulai bertanya..
"Benar" "Seandainya secara tiba-tiba ia lenyap tak berbekas, apakah akan ada banyak orang yang
mencarinya?" "Benar"
"Ketika kau mengajaknya datang kemari tadi, apakah ada orang dijalan yang berjumpa
dengannya?" Tentu saja ada!, Cia Lak adalah searang kenamaan, tentu saja tidak sedikit jumlah orang yang
kenal dengannya. "Kecuali mempergunakan senjata rahasia dapatkah kau membunuhnya denigan
mempergunakan cara yang lain?" kembali pemuda ayu itu bertanya.
"Dapat!" "Kalau memang begitu, kenapa kau musti mempergunakan senjata rahasia dari perguruan
kita" Apakah ingin membiarkan orang lain tahu, kalau dari perguruan kita sudah ada orang
yang tiba di sini" Bahkan tinggal di Gang Lombok?"
Pemuda bertampang monyet yang sesungguhnya bernama Tong Kau itu tak sanggup
berbicara lagi, raut wajahnya yang bertmpang monyet itu mulai mengejang keras, bahkan
penuh diliputi oleh rasa takut dan ngeri yang amat tebal.
Padahal pemuda ayu itu sama sekali tidak mengatakan hendak msngapakan diri mereka, tapi
ia dari Cu ciangkwe sudah ketakutan setengah mati sehingga untuk berbicarapun tak mampu
lagi. Sekarang, tentu saja Ting Kang dan To Jiang telah tahu, siapakah sesungguhnya pemimpin
di-tempat ini. Sesungguhnya mimpipun mereka tak menyangka kalau orang itu adalah si pemuda ayu yang
lebih mirip banci ini. 377 Perasaan Ting Kang yang sebenarnya sudah mejadi "tertarik" itu, tentu saja saat ini telah
padam. Sekali lagi pemuda ayu itu tertawa kepadanya, tiba-tiba ia bertanya dengan lembut:
"Tahukah kau, mengapa mereka demikian ketakutan?"
Ting Kang menggeleng. Pemuda ayu itu tertawa manis, sahutnya.
"Sebab mereka tahu kalau diri mereka telah melakukan kesalahan, merekapun tahu macam
apakah diriku ini" Sambil tersenyum ia melanjutkan:
"Aku pikir, kau tentu tidak tahu bukan manusia macam apakah aku ini ?"
Ting Kang mengakuinya. "Dahulu, ada orang yang pernah menghadiahkan sebait kalimat kepadaku untuk melukiskan
diriku yang sebenarnya" ujar pemuda tersebut. "dan kalimat tersebut berbunyi: Kejam tak
berperikemanusiaan tak punya perasaan tanpa emosi, orang tua sendiripun tidak kenal"
Gelak tertawanya semakin riang dan gembira, lanjutnya:
"Orang itu benar-benar amat memahami keadaanku yang sebenarnya, kalimat yang ia
lukiskan tentang diriku itu memang sangat bagus sekali ......"
Dengan perasaan terkejut Ting Kang memandang kearahnya, tapi bagaimanapun ia
memandang, tidak ditemukan juga kengerian seperti apa yang telah ia lukiskan tentang
dirinya sendiri itu. "Kau tidak percaya?" tanya pemuda ayu itu.
Ting Kang menggeleng. Pemuda ayu itu tertawa. "Yaa, jangankan kau, akupun kadang kala juga tak percaya!"
Tiba-tiba ia mangalihkan pembinaraannya ke soal lain, katanya:
378 "Sayur yang telah dihidangkan itu tidak pedas mengapa kalian berdua tidak mendahar lebih
banyak lagi?" "Kami semua telah kenyang?"? jawab To Jiang.
"Benar-benar telah kenyang?"
"Yaa benar-benar telah kenyang?"
Pemuda ayu itu segera menghela napas panjang, katanya:
"Aaai, .....kalau begitu akupun bisa berlega hati, aku selalu beranggapan bahwa membiarkan
seseorang mati dalam keadaan lapar, hal itu salah sauatu peristiwa yang kejam dan tak berperi
kemanusiaan, lagipula sangat tidak sopan"
Diiringi helaan napasnya yang ringan, tiba tiba ia merentangkan ketiga buah jari tangannya
dan menotok tenggorokan To Jian dengan ujung jarinya.
Ting Kang segera menangkap suara remukkan tulang tenggorokan yang amat nyaring,
bersamaan itu pula dia melihat juga sepasang biji mata To Jiang tiba tiba melotot keluar,
napasnya tiba tiba berhenti dan sekujur tubuhnya tiba tiba mengejang kaku.
Kemudian, ia mendengus bau busuk yang menusuk hidung dan sangat memuakkan.
Pemuda ayu itu kembali memandang ke arahnya sambil tersenyum, lalu bertanya:
"Sekarang kau sudah percaya bukan?"
Ting Kang merasa tubuhnya seakan akan menjadi beku dan kaku, untuk bergerak pelanpun
tak sanggup. Akhirnya ia paham juga kenapa CU cciangkwe ingin muntah muntah tadi, sebab saat ini
diapun ingin muntah. Keseraman seolah olah suatu tangan besar yang tak dapat dilihat dengan mata sedang
meremas remas usus dan lambungnya dengan kekuatan yang sangat besar.
Kini ketiga buah jari tangan sang pemuda ayu yang panjang dan lembut itu telah tiba pula
diatas tenggorokannya. Mendadak ia kerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya untuk berteriak keras:
"Siapa kau?" Seseorang dikala mengetahui bahwa kematian tak akan dihindari lagi, seringkali berharap
agar ia tahu sebetulnya dirinya telah mati ditangan siapa.
379 Sebetulnya hal ini merupakan suatu kebiasaan yang menggelikan, suatu perbuatan goblok
yang lucu dan mentertawakan orang, bahkan bisa membuat seseorang tertawa sehingga
empedu, air pati dan air matanya meleleh keluar.
"Aku adalah Tong Giok!" pemuda ayu itu menjawab.
***** TONG GIOK Setelah mendengar nama itu, Ting Kangpun segera menghembuskan napasnya yang
penghabisan lewat tenggorokannya yang telah remuk, seakan akan ia merasa bahwa
kematiannya tidak terlalu penasaran.
Bila seseoraag entah bertemu dengan Tong Giok, tentu saja dia akan tewas ditangan Tong
Giok dan pendapat ini seakan-akan sudah tercamkan dalam hati setiap orang, suatu pendapat
yang telah mendarah daging dan tak bisa dihapus lagi.
Tong Giok kembali mempergunakan selembar sapu tangan putih itu membersihkan
tangannya, caranya membersihkan tangan tak akan berbeda dari cara seorang pengumpul
barang antik sedang membersihkan benda antik kesayangannya yang bernilai amat tinggi.
Tangannya memang kelihatan seperti sebuah barang antik, sebuah benda porselen yang
mengkilap, halus dan licin.
Tapi siapapun tak akan menyangka kalau sepasang tangannya itu sanggup meremukkan
tulang tenggorokan orang hanya dengan sebuab pencetan yang ringan sekalipun.
Tiba-tiba Tong Kau berseru:
"Kalau ingin turun tangan, cepatlah turun tangan! Aku sendiri yang telah melakukan
perbuatan salah, aku tak akan menyalahkan dirimu"
"Kau telah melakukan perbuatan salah?" ujar Tong Giok, "kenapa aku sama sekali tidak
teringatnya kembali?"
Dengan terkejut Tong Kau memandang ke arahnya, lalu berbisik:
"Kau. . . . ." Tong Giok tersenyum. kembali katanya:
380 "Kadangkala ada sementara persoalan memang cepat kulupakan lagi, jika ada orang yang
menyinggung kembali masalahnya, mungkin selama hidup aku tak akan teringatnya kembali"
Wajah Tong Kau yang diliputi rasa kaget dan tercengang, segera berubah menjadi berseri
karena kegirangan, Tong Giok kembali bertanya pula kepada Cu ciangkwe:
"Masih ingatkah kau, apa yang telah kau lakukan tadi?"
Dengan cepat Cu ciangkwe gelengkan kepalanya berulang kali.
"Aku tidak teringat lagi, sedikitpun tidak teringat lagi" sahutnya.
Tong Giok menepuk-nepuk bahu Oh Po cu, talu berkata lagi:
"Sedang tentang kau, dirimu sama sekali tak pernah bersalah, jika aku adalah kau maka
akupun akan berbuat demikian, sebab aku tak ingin menyalahi Thio ji kongcu, aku lebih lebih
tak ingin mati diujung pedang orang lain"
Oh Po cu memandang kearahnya, rasa hormat dan penuh luapan rasa terima kasih terpancar
keluar dari balik matanya.
Meskipun orang lain yang telah dibunuh tapi hal itu sekaligus telah memberi pelajaran kepada
Cu ciangkwe dan Tong Kau yang tak akan dilupakan mereka selamanya.
Sekarang ia sedang membutuhkan pembantu, mereka semua adalah saudara-saudaranya, ia
membutuhkan tenaga-mereka untuk setiap saat membiarkan mereka beradu jiwa demi
kepentingannya. Sekalipun cara kerjanya terhitung aneh, eksentrik, tapi sama saja dapat mencapai tujuan,
bahkan seringkali jauh lebih mujarab dibandingkan dengan cara-cara yang lain.
Tong Giok merasa puas sekali dengan penampilan rasa hormat dari orang-orang itu.
Menghormat, biasanya dapat diartikan juga sebagai kesetiaan dan ketaatan melakukan
perintah. Ia sangat membutuhkan kesetiaan dan ketaatan orang lain terhadapnya, karena ia tahu jika dia
ingin menggantikan kedudukan ayahnya yang telah tua untuk memegang tampuk pimpinan
tertinggi dalam keluarga Tong, maka dia masih harus merangkak keatas melewati kepalakepala
orang yang setia kepadanya itu.
Saingannya yang paling besar sesungguhnya bukan Tong Oh.
381 Tong Oh terlalu sombong, sedemikian sombongnya dia sehingga segan untuk memperebutkan
kursi kebesaran tersebut dengannya.
Orang yang benar-benar ia kuatirkan adalah orang lain, setiap kali teringat akan orang itu,
bahkan dalam hati kecilpun ia akan merasakan sedikit kedinginan dan menggigil.
Tapi apa mau dikata, justru ia tak tahan untuk memikirkannya juga sampai kesitu!
Seandainya Tong Koat berada disini, entah bagaimana caranya menyelesaikan persoalan ini"
Dengan cara apa pula dia hendak menghadapi Tio Bu ki?"
***** KAKEK penghisap huncwe itu sedang menatapnya lekat-lekat, dari balik matanya seakanakan
telah muncul kembali sesosok bayangan manusia lain.
Selama ini kakek tersebut tidak begitu suka dengan Tong Giok, tapi ia tak bisa tak setuju
dengan cara kerjanya. Sebab cara kerja Tong Giok, hampir persis satu sama lainnya dengan cara kerja Tong Koat.
Ia masih ingat ada orang pernah berkata begitu:
"Profil Tong Giok seperti Tong Koat yang diperkecil, hubungan antara mereka berdua tak
jauh berbeda seperti hubungan Tong Ci tham dengan jikonya"
Tong Ci tham adalah kakek penghisap huncwe itu, sedang jikonya tak lain adalah Ji sianseng
yang amat termashur dalam dunia persilatan itu.
Dalam hati kecilnya kakek itu mulai tertawa getir:
Selama ini dia memang selalu menirukan lagak jikonya, tapi ia tahu selama hidup tak
mungkin ia tdapat menandingi jikonya itu.
Jika Tong Ji siangseng berada disini, tak nanti Tong Giok akan berani bersikap begitu
sombong dan jumawa seperti ini.
Walaupun dalam hati kecilnya kakek ini merasa sedih dan meneyesali nasib dirinya yang
jelek, namun perasaan tersebut tak sampai ditampilakn diatas wajahnya.
Paras mukanya selalu dan sepanjang masa kaku macam sebuah peti sebab itulah ia baru
bernama Tong Ci tham. 382 Kwalitet kayu terbaik untuk membuat peti mati adalah kayu dari jenis Ci tham, karena itu ia
bernama Tong Ci tham. Hanya dia tak tahu, setelah mati nanti apakah dia akan memeproleh pula sebuah peti mati
yang terbuat dari kayu Ci tham.
Sudah berulang kali persoalan dia renungkan di dalam hati.
Seandainya Tong Ji sianseng sedang menghisap huncwe, Tong Giok tak akan berbatuk batuk,
sekalupun benar benar ingin batuk, diapun akan berusaha untuk menahannya.
Tong Ci tham sekali lagi menyusut huncwenya.
Ia tak ingin menyalahi Tong Giok...
Siapa pyang tak ingin menyalahi seorang manusia tak berperasaan yang bapaknya sendiripun
kau kenal" Tapi diapun tak ingin membiarkan Tong Giok menganggap dirinya benar-benar seorang
kakek bangkotan yang tidak berharga untuk dihormati.
Seorang kakek loyo yang sudah mendekati akhir hayatnya, harus bergaul menjadi satu dengan
Tong Giok, Seorang pemuda berillian yang sinarnya mulai memancar ke empat penjuru,
bagaimanapun juga timbul pula sedikit rasa sedih dan serba salah yang tak wajar.
***** KALI ini bukan saja Tong Giok tidak batuk dia malah membantunya mengambil kertas dan
menyulutkan api untuk huncwenya.
Bagaimanapun juga, Tong Ci-tham merasa hatinya jauh lebih lega dan nyaman.
Maka Tong Giok pun berkata kembali:
"Apakah sekarang kita sudah dapat memastikan hari itu Tio bu-ki benar-benar telah terkena
senjara rahasia dari perguruan kita atau tidak?"
Untuk memperlihatkan rasa hormatnya terhadap orang tua, tentu saja pertanyaan ini diajukan
kepadanya. "Ya, sudah!" Tong Ci-tham mengangguk.
"Tapi kitapun telah memastikan kalau Tio Bu-ki belum mati!" lanjut Tong Giok.
"Benar!" 383 "Orang yang kita kuntit mulai dari wilayah Cuan-tiong sampai disini, memiliki ilmu
meringankan tubuh yang sangat lihay, lagi pula pandai ilmu merubah wajah, bahkan kadang
kala perawakan tubuhnya yang tinggi atau pendekpun bisa dirubah-rubah, jelas diapun
memahami pula ilmu Sut-kut-kang (ilmu menyusut tulang) yang merupakan ilmu paling sulit
untuk dipelajari" "Benar!" "Orang ini sudah pasti gemar bertaruh, walaupun dengan jelas tahu kalau kita sedang
menguntitnya, tapi seringkali diam-diam mengeloyor pergi untuk bertaruh, bahkan tiap kali
bertaruh tentu aklah, sedemikian kalahnya sampai seringkali harus mencuri untuk menutupi
ongkos perjalanannya."
Setan judi semacam dia memang amat jarang dijumpai dalam dunia dewasa ini." Kata Tongci-
tham. "Untuk bisa memenuhi semua syarat sebagai seorang setan judi macam dia, rasanya meamng
ada seorang di dunia saat ini."
"Kau maksudkan Samwan Kong?" mencorong sinar tajam dari balik mata Tong Ci-tham.
"Betul, memang dialah yang kumaksudkan!"
"Apakah orang ini ada permusuhan atau perselisihan dengan pihak kita. . . .?" tanya Tong Citham
lagi. "Tiada perselisihan, ia berkunjung ke benteng keluarga Tong tak lain hanya membantu Tio
Bu-ki mencari seseorang"
"Apakah Sangkoan Jin yang sedang ia cari?"
"Benar!" "Oleh karena itu, kau beranggapan bahwa orang yang telah menyelamatkan Tio Bu-ki hari itu
juga dia?" "Seratus persen pasti dia!"
***** SEKARANG mereka telah mengancingkan kancing yang pertama kuat-kuat, dikala berhasil
mengancingkan setiap kancing, mereka pun melepaskan pula suatu tali simpul yang
memusingkan mereka. 384 Sekarang mereka sedang bersiap-siap untuk membebaskan tali simpul yang kedua.
Tong Giok segera mengajukan kunci dari persoalan tersebut, katanya:
"Di sini Samwan Kong tidak berteman, tidak pula memiliki tempat untuk menyembunyikan
diri, kenapa ia musti kabur ke sini?"
Sepintas lalu persoalan ini kelihatannya gampang dan sederhana, padahal tidak mudah untuk
memecahkannya. Tong Ci-tham memang seorang jago kawakan yang berpengalaman luas, dengan cepat ia telah
mengutarakan jawabannya. "Yaa, karena Tio Bu ki sedang menantikan kedatangannya disini!"
Kemudian ia menjelaskan lebih jauh.
"Ia pergi kesana untuk mencarikan berita buat Tio Bu ki, tentu saja ia harus kembali kemari


Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk melaporkan hasil penyelidikannya kepada Tio Bu ki, siapa tahu kalau mereka
sebenarnya memang telah berjanji untuk bertemu muka disini"
Mencorong sinar tajam dari balik mata Tong Giok, dengan wajah kagum dan memuji,
katanya: "Yaa, keteranganmu memang tepat dan bagus"
"Berbicara sebaliknya, kalau toh ia sudah sampai disini, berarti Tio Bu ki pasti berada disini
pula" kata Tong Ci tham lebih lanjut.
"Tepat sekali!" .
"Orang yang dijumpai si pincang hari ini, meski tampangnya telah banyak berubah, tapi toh
tiada orang yang mengatakan bahwa dia bukan Tio Bu ki!"
Oh Po-cu, si pincang she Oh ini amat setuju dengan pendapat tersebut.
Tong Ci tham berkata lagi:
"Jika dia adalah Tio Bu ki, maka dengan pelbagai cara ia pasti akan berusaha untuk bertemu
muka dengan Samwan Kong"
Setelah berpikir sejenak, katanya kembali:
385 "Sebaliknya, jika mereka sudah saling berjumpa muka, maka orang itu sudah pasti adalah Tio
Bu ki" "Tepat sekali!"
"Oleh karena itu ........"
Oleh karena itu bagaimana" ia tidak melanjutkan lagi.
Persoalan ini sebenarnya merupakan suatu masalah yang penuh liku-liku dan suatu masalah
yang perlu otak yang kuat untuk menelusuri serta memecahkannya, tapi ia sudah tua, makin
hari otaknya makin lemah, tampaknya agak kewalahan juga kakek itu untuk mengatasi semua
masalahnya. Dengan cepat Tong Giok membantunya untuk berbicara lebih lanjut:
"Oleh karena itu asal kita dapat menemukannya, berarti dapat pula menemukan Tio Bu ki!"
"Masa kita masih dapat menemukan dirinya?" tanya Tong Ci tham agak keheranan"
Tong Giok tertawa. "Sekalipun kita tak mampu menemukan dirinya, diapun akan membuat kita dapat menemukan
kembali jejaknya!" Tong Ci tham semakin tidak berhasil mengerti, terutama terhadap perkataannya yang terakhir
itu. "Aku sengaja membiarkan dia dapat meloloskan diri dari penguntilan kita, tujuannya tak lain
agar ia dapat berjumpa dengan Tio Bu ki dan menyelidiki apa tujuan sebenarnya dari
kunjungannya kebenteng keluarga Tong"
"Kenapa?" Tong Ci tham mesib juga tidak mengerti.
"Sebab bilamana mereka telah berjumpa, maka Tio Bu ki akan segera tahu kalau dari pihak
keluarga Tong sudab ada tiga orang yang menguntil sampai disini"
"Betul!" "Bila kau adalah Tio Bu ki dan mengetahui kalau dari pihak keluarga Tong ada tiga orang
telah sampai di wilayah kekuasaan Tay-hong-tong, dapat kah kau biarkan ketiga orang itu
pulang lagi dalam keadaan selamat?"
"Tidak mungkin!"
386 "Diapun berpendapat demikian, maka jika dia ingin membunuh kita, maka pertama-tama ia
harus menemukan diri kita?" kata Tong Ci tham cepat.
"Oleh sebab itulah dia pasti akan pergunakan Samwan Kong sebagai umpan untuk
memancing kita tiga ekor ikan besar!"
Seperti baru menyadari akan hal itu, dengan cepat Tong Ci-tham berseru lagi:
"Oleh sebab itu sekalipun kita tak berhasil menemukan Samwan Kong, diapun pasti akan
membiarkan kita dapat menemukannya kembali!"
Tong Giok tersenyum. "Oleh sebab itu juga, asal kita dapat menemukan Samwan Kong, kitapun dapat menemukan
pula diri Tio Bu- ki. Sekarang simpul mati yang kedua telah terbuka, kancing kedua pun telah dikaitkan kencangkencang.
"Didalam keadaan seperti ini, Tio Bu-ki seperti akan mengatur suatu jebakan dan membiarkan
kita masuk perangkap!" Tong Giok lagi-lagi berbicara.
"Betul!" Tong Ci- tham mengangguk.
"Dia pasti akan bersembunyi ditempat kegelapan, menanti Samwan Kong berhasil
memancing kemunculan kita, maka dari balik kegelapanpun dia akan melancarkan sergapan
kilat, asal sergapannya itu mematikan dan salah seorang diantara kita berhasil dibunuhnya
lebih dulu, maka dua orang sisanya, dengan kekuatan ilmu silat yang mereka miliki tentu
dapat mengatasi secara mudah. Apalagi mereka bisa minta bantuan dari kantor cabang Tayhong-
tong disini untuk membantu pihaknya."
"Itukan menurut perhitungannya!" kata Tong Ci-tham sambit tertawa dingin.
"Berbicara dari sudutnya, perhitungan semacam ini tidak termasuk perhitungan yang salah,
sebab dia tak akan menyangka kalau kita berhasil memperhitungkan kehadirannya di sini"
"Padahal hal tersebut justru sangat penting!" ucap Tong Ci-tham lagi .
"Yang lebih penting lagi, ia sama sekali tak tahu kekuatan yang sebenarnya kita miliki"
sambung Tong Giok. "Tapi paling tidak dia kan sudah tahu kalau dari pihak kita sudah ada tiga orang yang datang!"
387 "Tapi ia tak tahu siapakah ketiga orang itu" Hal mana masih belum cukup untuk
memperhi-tungkan kekuatan kita yang sebenarnya"
"Tentu saja mereka lebih lebih tak menyangka kalau Tong Giok pun telah ikut datang" Tong
Ci-tham menambahkan dengan suara tawar.
Tong Giok tetap santai, seolah-olah sindiran tersebut sama sekali tak terdengar olehnya,
katanya kembali: "Sewaktu berada di rumah penginapan kecil di wilayah Cuan see tempo hari, aku sengaja
menyerangnya tanpa mengena pada sasaran, bukan cuma membiarkan ia berhasil kabur,
bahkan membawa lari juga sebatang Tok ci li kita, hal tersebut tak lain bermaksud agar ia
menilai rendah kekuatan kita yang sebenarnya, agar dia mengira kalau Tok ci li tersebut sudah
merupakan senjata rahasia terlihay yang kita miliki"
Setelah tersenyum, pelan-pelan dia melanjutkan: "Mengetahui diri mengetahui lawan, dengan
begitu setiap pertempuran baru bisa dimenangkan, jika ia sampai menilai rendah kekuatan
kita, maka itu berarti mereka sedang mencari jalan kematian buat diri sendiri!"
Pelan-pelan Tong Ci-tham menghembuskan napas panjang, ucapnya:
"Oleh sebab itu pula, dalam pertarungan yang akan kita hadapi nanti, hanya kemenangan yang
bakal kita raih" "Tapi merekapun bukan berarti sudah tidak memiliki prasyarat lagi yang sekiranya bisa
menguntungkan pihaknya!" kata Tong Giok.
"Prasyarat apakah itu?"
"Tempat ini adalah wilayah kekuasaan Tay-hong-tong, paling tidak mereka sudah menang
dalam soal daereh!" Tong Ci-tham mengakui kebenaran dari perkataan tersebut.
"Tentu saja merekapun menaruh rasa was-was terhadap kehebatan dari senjata rahasia
keluarga Tong, oleh sebab itu mereka pasti akan mencari suatu tempat yang paling
menguntungkan bagi pihaknya untuk Mempersiapkan jebakan tersebut.
"Tempat yang bagai manakah baru akan menguntungkan bagi pihaknya?"
"Pertama, tempat itu harus merupakan sebuah tanah lapang yang luas, agar mereka
mempunyai tempat yang cukup untuk menghindarkan diri"
"Ehmm, betul!".
388 "Kedua, tempat tersebut harus memiliki banyak tempat yang dapat membuat mereka
menyembu-nyikan diri secara baik"
Setelah berhenti sejenak, ia menjelaskan lebih jauh:
"Seperti misalnya pohon, benda ini merupakan suatu tempat yang baik untuk bersembunyi,
jika pepohonannya rindang dan lebat maka sulitlah buat senjata rahasia untuk mencapai
sasaran" "Ehmm, betul!" "Ketiga tempat itu harus masih berada dalam wilayah kekuasaannya, dengan demikian
mereka dapat menyiapkan orang-orangnya disekitar tempat tersebut secara aman dan rahasia
terjamin misalnya saja jika tempat itu adalah sebuah rumah makan maka mereka dapat
mengganti semua pelayan dan ciangkwe rumah makan tersebut dengan anak murid Tay-hong
tongnya ." "Inipun betul juga!"
"Tapi sayangnya, setiap hal yang ada untungnya pasti ada ruginya, jika mereka berbuat
demikian maka ada pula kejelekan-kejelekannya yang merugikan pihak mereka"
"Apa kejelekan-kejelekannya" kembali Tong Ci-tham bertanya dengan perasaan tak habis
mengerti. "Tempat semacam itu sudah pasti tidak terlalu banyak jumlahnya, jika kita menebak secara
jitu tempat macam apakah yang bakal dipilihnya, maka asal kita pergunakan cara yang sama
dengan menyembunyikan juga orang-orang kita disana habis sudah rencana bagus mereka
tersebut ..... " "Aku tahu tempat manakah yang memiliki syarat-syarat seperti itu!" tiba tiba Cu ciangkwe
berkata. Jilid 14________ TONG GIOK segera tersenyum, katanya:
"Aku memang sedang menunggu jawaban darimu !"
"Disebelah selatan kota terdapat sebuah hutan lebar yang dinamakan Say cu lim (hutan singa),
bukan cuma tanahnya yang luas, banyak pula pepohonannya, tempat itu merupakan sebuah
rnmah makan di alam terbuka, dan kebetulan juga tauke rumah makan itu adalah sahabat
karib Ciao In, itu ketua cabang kantor Tay hong tong disini!"
389 Setelah berhenti sejenak, ia menerangkan lebih jauh:
"Sudah cukup lama Ciau In bercokol dikota ini menjabat kedudukannya sebagai kepala kantor
cabang Tay hong tong!"
Tong Giok tertawa lebar, katanya kemudian:
"Buat mereka, tempat semacam itu memang terhitung suatu tempat yang paling bagus!"
Agaknya Cu ciangkwe ingin menebus dosanya dengan membuat pahala, penampilannya
sekarang tampak begitu bersemangat dan begitu menjual tenaga.
Terdengar ia bertanya kembali dengan cepat:
"Sekarang dengan cara bagaimanakah kita akan mempersiapkan orang-orang kita?"
"Aku harus berkunjung lebih dulu ke tempat lokaasinya sebelum mengambil keputusan"
"Peninjauan akan dilakukaa kapan?"
"Aku pikir mereka pasti akan memilih besok sebelum senja untuk mulai melancarkan operasi
ini, oleh karena itu kitapan tak perlu terlalu tergesa-gesa untuk melakukan pekerjaan ini"
Setelah tertawa, kembali ujarnya:
"Mulai sekarang sampai senja besok, hampir ada sepuluh jam lamanya waktu yang kita miliki
aku pikir sepuluh jam yang tersedia tersebut sudah cukup buat kita untuk mengerjakan banyak
urusan" Sepuluh jam memang merupakan suatu jumlah waktu yang cukup lama untuk menyelesaikan
banyak persoalan, tapi apa saja yang telah mereka kerjakan selama ini"
"Operasi kita selama ini merupakan operasi yang pertama kalinya buat kita dipusat wilayah
kekuasaan Tay hok-tong karena itu kalau tidak bergerak masih tidak mengapa, sekali bergerak
hasilnya harus mengejutkan sehingga paling tidak harus menyuramkan ke wibawaan mereka
dimata orang banyak!"
Sepasang mata yang sebenarnya begitu lembut, halus dan menawan itu, mendadak berubah
menjadi begitu tajam melebihi tajamnya sembilu.
Dengan suara hambar ia berkata lebih jauh:
390 "Kali ini bukan saja kita akan membunuh Samwan Kong, membunuh T"io Bu ki, membunuh
Ciau In, kitapun akan membunuh semua orang Tay hong-tong yang berada disini ...."
Setelah mengucapkan empat kali kata "membunuh", namun senyuman lembut kembali
menghiasi ujung bibirnya.
Angin berhembus kencang, tiba-tiba dari tengah udara berkumandang suara guntur yang
menggelegar memekikkan telinga.
Sambil tersenyum Tong Giok kembali berkata:
"Kali ini kita akan membasmi orang-orang Tay hong tong ke akar-akarnya!"
Sementara itu, Samwan Kong telah memberikan jawaban yang pasti untuk Bu-ki.
Benar Sangkoan Jin memang berada di Benteng keluarga Tong!"
***** SALING BERHADAPAN BUNYI guntur menggelegar diudara, hujanpun turun dengan amat derasnya ......
Bu ki masih saja duduk diujung perahu tidak bergerak, dengan cepat curahan hujan deras
membasahi sekujur tubuhnya.
Sejak kecil ia sudah amat membenci dengan hujan, bila tiap kali hujan sedang turun, ia selalu
mengurung diri dalam kamar dan menbaca kitab-kitab sembahyangan yang hingga kini pun
belum pernah dipahami olehnya .........
Tapi sekarang ia tidak terlalu membenci dengan hujan tersebut, sebab paling tidak air hujan
bisa membuat kepala dan otaknya menjadi lebih dingin.
"Sangkoan Jin ternyata ada di Benteng keluarga Tong!"
Sekarang ia telah mengetahui jejak dari musuh besarnya, dengan cara apakah dia hendak
menuntut balas atas sakit hatinya ini"
Bangunan benteng keluarga Tong luas sekali, aku tak dapat memastikan ia sebenarnya berada
dimana, aku hanya pernah mendengar bahwa ia sudah kawin dengan seorang adik perempuan
pocu, bahkan kini sudah menjadi salah seorang diantara beberapa orang anggota staf
terpenting yang mengurusi kelurga Tong"
Sangkoan Jin sudah lama kehilangan istrinya karena ditinggal mati.
391 Politik keluarga Tong terhadap pihak luar, persis seperti taktik politik yang pernah di
pergunakan pihak pemerintah Han dimasa lalu, yakni gemar menggunakan hubungan
"berbesan" untuk mengikat tali hubungan.
Perkawinan dari Sangkoan Jin ini pada hakekatnya telah menjadi semacam bukti bahwa
antara dia dengan keluarga Tong sudah terikat suatu hubungan yang erat.
"Belakangan ini, jumlah anggota keturunan keluarga Tong bertambah makmur, jago lihaynya
bertambah banyak, sejak berserikat dengan pihak Pek-lek tong, kekuasaannya bertambah
besar, Tong ji siangseng dan Tong Oh, Tong Giok sekalian meski bernama lebih termashur
dalam dunia persilatan tapi dalam benteng keluarga Tong sesungguhnya masih terdapat
banyak sekali jago-jago lihay tak ternama yang mungkin jauh lebih menakutkan dari pada
mereka" Padahal persoalan-persoalan semacam ini tak perlu Samwan Kong terangkan, karena Bu-ki
pun telah memahaminya.. Setelah melewati suatu masa penderitaan yang cukup sengsara, ia jauh lebih matang daripada
dugaan siapapun atas dirinya.
***** SAMWAN KONG telah barsembunyi dibalik ruang perahu, ia tak tngin kehujanan, tapi
diapun tidak keberatan orang lain kehujanan.
Akhirnya Bu ki menengadah juga dan memandang ke arahnya, tiba-tiba ia berkata sambil
tertawa: "Aku tahu, apa yang sedang kau pikirkan sekarang".
"Oya ?" Samwan Kong agak terkejut.
Kembali Bu-ki tertawa. "Kau kuatir aku pergi ke benteng keluarga Tong untuk menghantar kematianku!" katanya.
Samwan Kong mengakui kebenaran dari ucapan tersebut.
"Tapi kau tak usah kuatir" kata Bu-ki lagi "Akue sudah bukan manusia dungu yang bisanya
cuma terbelalak dengan muka tertegun lagi, aku bukannya seorang bocah cilik yang cuma
tahu mengadu jiwa dengan musuh besarnya. Akupun tak akan menangis sampai air mataku
bercucuran, atau mata menjadi merah karena sedih, tak nanti aku akan menyusup ke dalam
benteng keluarga Tong dengan begitu saja untuk mencari Sangkoan Jin"
392 Sikapnya berubah menjadi mantap dan tenang, terusnya:
"Karena sekarang aku telah tahu, menderita dan terburu napsu hakekatnya tak akan mampu
untuk menyelesaikan pelbagai persoalan, semakin menderita kau, musuhmu semakin senang,
semakin terburu napsu kau, musuhpun semakin girang"
Kali ini Samwan Kong tertawa, ujarnya:
"Aku memang sudah tahu kalau kau bukan manusia sejenis telur busuk kecil yang pura-pura
berlagak seperti seorang berbakti kepada orang tuanya."
"Tadi kau masih melihat aku tertipu, tapi aku jamin peristiwa tersebut merupakan kejadian
yang terakhir kalinya bagiku"
"Semoga saja betul-betul memang untuk terakhir kalinya " Samwan Kong kembali tersenyum.
"Akupun dapat menjamin kepergianku kali ini bukan untuk menghantar kematian dengan
percuma, selama Sangkoan Jin masih hidup, aku tak akan mati duluan."
Ia tidak menggertak gigi mengangkat sumpah, diapun tak mengtarakan kata-kata sesumbar,
penampilannya yang tenang tersebut sebaliknya malah justru lebih mencerminkan kebulatan
tekadnya. "Aku pun tak akan membiarkan tiga orang yang sepanjang jalan menguntil dirimu terus
menerus itu pulang dari sini dalam keadaan hidup!" kata Bu ki dengan tegas.
"Apa yang hendak kau lakukan?" Samwan Kong bertanya.
Bu ki cuma termenung, tiada jawaban.
"Kalau ingin memancing ikan, kita harus memilih tempat yang baik" kata Samwan Kong,
"aku tahu ditempat ini terdapat sebuah hutan yang bernama Say cu lim, tempatnya luas dan
banyak pepohonannya.. .... "
"Aku tahu tentang tempat itu, aku pernah kesana!" tukas Bu ki sebelum ia menyelesaikan
kata-katanya. "Tempat yang luas dan lebar lebih mudah digunakan untuk menghindari senjata rahasia,
tempat yang banyak pepohonannya lebih gampang dipakai untuk tempat persembunyian"
"Tapi tempat yang luaspun lebih gampang buat mereka untuk melarikan diri, lagi pula mereka
berada dalam kegelapan sekarang, sedang yang membantu kita masih terlalu minim"


Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

393 "jadi menurut anggapanmu tempat itu tidak bagus?"
"Tidak bagus!" "Jadi kalau begitu kau ....."
"Bagaimana caranya kau menyusup kedalam benteng keluarga Tong?" tiba-tiba Bu ki
menukas pembicaraanya sambil mengajukan pertanyaan semacam itu.
"Sekilas pandangan, keluarga Tong ibaratnya suatu kota yang amat ramai, didalamnya
terdapat beberapa buah jalan raya, beberapa puluh buah toko dan rumah makan, asal kau
dapat mengatakannya maka disanapun akan kau jumpai"
"Kalau memang ada toko disana, itu berarti tak bisa dihindari lagi mereka tentu mempunyai
hubungan dengan orang luar dalam soal perdagangan"
Samwan Kong tertawa. "Tepat sekali" katanya, "oleh karena itu akupun menyamar sebagai seorang pedagang besar
yang datang dari Liau tang dengan membawa separtai besar Jinsom asal tiang pek san dan
separtai besar dagangan kulit domba, dengan gaya pedagang yang murni aku memasuki
benteng keluarga Tong"
"Kemudian, secara bagaimana mereka bisa mengetahui kalau toa tauke ini sesungguhnya
seorang tauke gadungan?"
"Dalam keluarga Tong terdapat seorang telur busuk kecil, ketika sedang kalah bertaruh
diapun hendak main gila denganku, perbuatan itu ketahuan aku maka kuhajar dirinya habishabisan,
kemudian ia tidak melanjutkan kembali kata-katanya.
Dalam keadaan seperti ini, ia masih bertaruh, masih juga memukuli orang, tentu saja ia
merasa agak rikuh untuk menceritakan kesemuanya secara terus terang.
Bu-ki tersenyum, katanya:
"Aku jadi teringat dengan sepatah kata lama yang sering dipakai oleh para setan judi."
"Kata-kata lama biasanya adalah kata-kata yang baik, sedikit banyak tentu punya alasan yang
cukup kuat" "Seringkali, arti kata dari suatu kalimat belum tentu hanya menunjukkan satu hal saja."
"Tapi, bagaimanakah bunyi dari ujar-ujar lama tersebut?" tanya Samwan Kong ingin tahu.
394 "Apa yang dihabiskan dalam perjudian harus dirampas kembali pula lewat perjudian!"
Haaahhh. . . . haaahhh. . . . haaahhh. . . . yaa, kata-kata ini memang amat cocok, ucapan
tersebut memang sangat masuk di akal!" seru Samwan Kong sambil tertawa terbahak-bahak.
"Tempo hari, mereka berhasil menangkap ekormu dari meja perjudian, maka kali ini apa
salahnya jika kau biarkan mereka menangkap ekormu sekali lagi."
"Selama tugas itu diembel-embeli dengan judi, aku pasti akan setuju!" kata Samwan Kong
tertawa. "Walaupun pepohonan merupakan tempat persembunyian yang baik, tapi masih ada sesuatu
yang jauh lebih baik lagi dari pada pepohonan tersebut."
Benda apakah itu?" "Manusia!" Setiap tempat yang ada tempat judinya, disitu pasti ada orang, asal pertaruhannya berlangsung
seru, maka manusia yang berkumput di sana pasti tak sedikit jumlahnya.
Dimana Samwan Kong hadir, tentu saja tempat itu tak mungkin tak akan ramai.
Tiba-tiba Samwan Kong mcnggelengkan kepalanya sambil berseru:
"Cara ini tidak baik!"
"Kenapa tidak baik?"
"Senjata rahasia dari keluarga Tong tidak bermata, andaikata sampai menghajar ditubuh orang
lain, bukankah orang-orang itu akan mati dengan penasaran?"
"Keluarga Tong bukan komplotan urakan yang bertindak secara ngawur, bagaimanapun juga
mereka adalah orang-orang dari keluarga persilatan, merekapun memiliki peraturan rumah
tangga yang ketat, apalagi senjata rahasia mereka berharga sekali, tak nanti mereka akan
sembarangan mempergunakan senjata rahasianya, apalagi sebelum yakin jika serangannya
akan memberikan hasil yang diharapkan!"
Setelah tertawa, kembali ujarnya:
"Oleh karena itu semakin banyak orang disana semakin kalut suasananya, mereka semakin tak
berani melepaskan senjata rahasianya secara sembarangan!"
395 "Tapi didalam kekalutan suasana seperti itu bukankah kitapun sama saja sulit untuk
menemukan mereka?" "Kita pasti akan berhasil menemukan mereka!"
"Kenapa?" "Sebab Tay hong tong mempunyai kantor cabangnya disini, paling tidak dalam sebuah kantor
cabang tentu teedapat puluhan orang saudara yang bersedia membantu kita"
Akhirnya Samwan Kong paham juga, katanya kemudian:
"Oleh karena itu, orang yang akan berjudi denganku, semuanya adalah saudara-saudara dari
Tay hong tong" "Yaa betul, setiap orang adalah orang sendiri!"
"Tapi kau harus memperlihatkan lebih dulu wajah-wajah mereka semua kepadaku!"
"Bahkan akupun bisa meninggalkan tanda rahasia di tubuh mereka yang hanya dipahami oleh
mereka sendiri, orang lain tak akan melihat tanda rahasia tersebut, maka jika orang-orang dari
keluarga Tong muncul disitu....."
"Maka keadaaaaya seperti tiga ekor tikus yang kecebur dalam tepung, bahkan seorang
butapun dapat menanggap mereka keluar!" sambung Samwan Kong sambil tettawa tergelak.
"Benar, benar sekali!" Bu ki ikut tertawa.
Tiba-tiba Samwan Kong menggelengkan kepalanya lagi.
"Cara ini tidak baik, paling tidak ada sedikit yang tidak baik !" katanya.
"Bagaimana yang kurang baik?"
Samwan Kong tertawa terbahak-bahak.
"Kalau orang yang bertaruh denganku semuanya adalah saudara-saudara sendiri, aku kan
menjadi rikuh untuk menangkan uang mereka!"
Suara guntur membelah bumi, hujan kembali turun dengan derasnya seperti diguyurkan dari
langit. 396 Cia In sedang berdiri ditepi jendela sambil memandang hujan deras yang mirip sebuah tirai
tersebut, sebenarnya dia bermaksud hendak menutup jendela, tapi entah mengapa, tiba tiba
saja ia menjadi berdiri terkesima disana.
Tempat ini adalah suatu tempat yarg kering, sudah lama sekali belum pernah turun hujan
sede-ras ini. Dia masih ingat, hujan deras terakhir turun pada bulan sembilan tahun berselang.
Dia masih ingat jelas hal itu, karena pada malam tersebut ia telah kedatangan dua orang tamu
agung, yaitu satu adalah Ci Peng sedang yang lain adalah Toa siocia dari keluarga Tio, Tio
Cian-cian. Sebenarnya waktu itu adalah musim gugur yang berhawa kering, disiang hari panasnya bukan
kepalang, sedang hujan deras pada malam harinya segera mengguyur panas disiang harinya,
ia telah menyiapkan sedikit sayur arak ditambah buah untuk menikmatinya seorarg diri.
Pada saat itulah. Ci Peng dan Cian-cian telah datang, bahkan keadaan mereka mengenaskan
sekali. Kemudian ia baru tahu kalau mereka sudah berdiam selama due bulan diatas bukit Kiu hoasan
demi menemukau jejak Bu ki, siapa tahu bukan saja Bu ki tidak ditemukan, malah
sebalikmpa Hong nio ikut lenyap tak berbekas. . . .
Watak toa siocia tersebut betul-betul jelek sekali, terhadap Ci Peng selalu saja ia membentak
atau mengahrdik seenaknya, sedikitpun tidak bermaksud memberi muka kepadanya.
Tapi Ci Peng sedikitpun tidak marah.
Semenjak Hong-nio lenyap tak berbekas, sepasang muda-mudi ini hidup sendirian di atas
bukit yang terpencil, apa yang kemudian terjadi atas diri mereka berdua"
Tentu saja Cia In tidak bertanya, dia tak berani untuk menanyakan persoalan semacam itu.
Selamanya dia adalah seorang manusia yang bersikap teliti dan tahu diri, walaupun tak pernah
melakukan suatu pakerjaan besar, dia pun tak pernah melakukan pelanggaran besar.
Sekalipun ia selalu merasa bahwa Ci Peng terlalu lemah dan mengalah, bukan berarti ia jemu
terhadap pemuda yang mau berjuang untuk mencapai kedudukan yang lebih tinggi ini, bahkan
diapun akan merasa gembira sekali bila Ci Peng dapat mempersunting Tio-siocia ini.
Maka dari itu, dia menitahkan orang untuk menambah arak, menambah sayur dan
menyiapkan kamar tamu. 397 Tapi Tio toa-siocia bersikeras hendak berangkat lagi pada malam itu juga, mereka berkunjung
kesana tak lebih karena ingin mencari ongkos jalan, nona itu minta tiga ribu tahil perak.
Tiga ribu tahil bukan termasuk suatu angka yang kecil, jumlah tersebut sudah cukup bagi
mereka untuk pergi kc tempat yang jauh sekali, hendak kemanakah toa siocia"
Ciau In pun tidak bertanya.
Banyak yang dikerjakan banyak pula kesalahannya, banyak bicara hanya mengundang
datangnya bencana, semakin banyak persoalan yang diketahui, semakin banyak juga kesulitan
yang dihadapi. Itulah merupakan dasar teori paling penting yang harus dicamkan oleh setiap manusia.
Justru karena ia selalu dapat memegang teguh teori tersebut, maka dalam jabatannya yang
sekarang ini ia bisa bercokol selama dua puluh tahun lamanya.
Dua puluh tahun bukan suatu jangka waktu yang terlampau singkat.
Dalam peristiwa "Heng-in Pacu" si macan tutul yang mujur tahun berselang, ia bukannya
tidak mendengar tentarg hal tersebut, diapun bukannya tidak tahu kalau Heng-in pocu tak lain
adalah Toa-kongcu dari Tio Kian, Tio Jiya.
Tapi oleh karena Bu ki tidak datang mencarinya, maka diapun berlagak seolah-olah tidak
tahu. Hari ini Samwan Kong datang berkunjung, ia disuruh menyambut kedatangan seseorang,
siapakah orang itu" Sedikit banyak dalam hati kecilnya telah ada perhitungan.
Tapi, kalau toh orang lain tidak mengatakannya, buat apa pula ia mesti banyak urusan"
Lebih banyak yang dikerjakan lebih banyak pula kesalahan yang akan dilakukan, makin
sedikit yang dkerjarkan makin sedikit pula kesalahannya, apalagi kalau tiada sesuatu yang
dikerjakan, pasti tiada kesalahan juga yang akan dilakukan.
Seseorang yang telah berusia enam puluh tahun lebih, apakah masih ingin terlalu
menonjolkan diri" Apakah dia masih ingin melangkak lebih ke atas lagi, menjadi seorang
Tongcu?" Sekarang ia sudah mempunyai sedikit tabungan, di luar kotapun memiliki beberapa hektar
sawah yang penanamannya diserahkan kepada dua orang buruh tani untuk mengerjakannya,
tiap tahun ia tinggal memungut hasil penanamannya saja.
398 Sejak istrinya mengidap penyakit asma, mereka tidur berpisah kamar, tapi tak pernah terlintas
dalam ingatannya untuk mencari bini muda lagi, apalagi terhadap dayang-dayang dalam
rumahnya, ia lebih-lebih tak pernah menyentuhnya.
Peraturan dalam Tay-hong tong sangat ketat, ia tak boleh membiarkan orang lain
membicarakan soal isengnya secara diam-diam.
Akan tetapi setiap kali dalam Liu cun wan didalam kota sana datang seorang nonva cilik yang
masih baru dan orisinil! dari pihak rumah pelacuran tersebut pasti akan mengirim orang untuk
memberi kabar kepadanya, kemudian diapun akan mengatur suatu tempat pertemuan yang
sangat rahasia, untuk menikmati malam syahdu tersebut dengan penuh kenikmatan.
Barter semacam itu merupakan suatu transaksi perdagangan yang sama-sama tidak saling
merugikan, dia tak perlu malu atas perbuatannya itu, diapun tak perlu kuatir atas terjadinya
banyak kesulitan atas kejadian tersebut .....
Apalagi didalam usianya yarg lanjut seperti ini, ternyata ia masih cukup "bertenaga" untuk
melakukan pekerjaan semacam ini, sedikit banyak timbul juga perasaan girang dalam hatinya.
Setiap kali selesai "bekerja", ia selalu merasakan semangatnya menjadi segar dan berkobar
kembali, semangat kerja pun akan berlipat ganda.
Oleh karena itu ia sudah merasa puas sekali dengan cara hidupnya yang sekarang ini.
***** UDARA kembali terasa agak dingin, dia ingin menyuruh Po-hok menyiapkan sedikit arak dan
sayur, sebab pada setiap malam yang sedang hujan deras, ia selalu suka minum dua cawan
arak. Popohok adalah pelayan kepercayaannya, sudah hampir dua puluh tahun lebih ia bekerja
mengikutinya, dihari-hari biasa jarang sekali ia berpisah dari sisinya.
Tapi hari ini sudah dua kali ia berteriak memanggil namanya, namun belum ada juga suara
jawabannya. Usia Po-hok tidak terhitung kecil, telinganya sudah tidak setajam dahulu lagi, lewat beberapa
waktu kemudian, sudah sepantasnya kalau ia diberi kesempatan untuk menikmati sisa
hidupnya dengar aman, tenang dan penuh kebahagiaan.
Po hok, po-hok, hanya mereka yang tahu bagaimana caranya melindungi (Po) rejekinya
(Hok), baru benar-benar akan mendapat rejeki sepanjang waktu ......
399 Ciau In menghela napas dalam hatinya kemudian pelan-pelan berjalan kedepan pintu dan
berteriak kembali memanggil nama pelayannya"
Dari luar segera terdengar suara sahutannya: "Aku sudah datang!"
Baru saja jawaban itu terdengar, seseorang telah melayarag masuk dengan kecepatan luar
biasa. Ia bukan berjalan masuk, pun bukan berlarian tapi melayang, melayang masuk bagaikan
sebatang balok kayu kemudian seperti pula sebatang batok kayu tergeletak diatas tanah, tak
berkutik lagi. Orang itu memang Po hok, cuma ia sudah tak bernapas lagi, sebab tulang tengkuknya sudah
dipatahkan orang. Sekujur tubuh Ciau In menjadi dingin dan kaku, dan merasa tubuhnya seakan-akan tercebur
ke dalam gudang es yang dingin sekali.
Suara guntur kembali menggelegar di angkasa, kilat ikut menyambar-nyambar.
Ia menjumpai seseorang sambil membawa sebuah payung berdiri dibawah wuwungan rumah,
tepat dihadapannya sana. Tapi menunggu suara guntur menggelegar untuk kedua kalinya, tahu-tahu orang itu sudah
berdiri persis didepan matanya.
Dia adalah seorang pemuda yang masih muda belia, mukanya halus dan ayu, kulitnya putih
kemerah-merahan sehingga sepintas lalu lebih mirip seorang gadis daripada seorang pemuda.
Tentu saja ia tak tahu kalau orang ini tak lain adalah orang yang paling keji dan perbuatannya
paling kejam diantara anak keturunan keluarga Tong lainnya. . . . Tong Giok adanya.
Namun dengan pengalaman yang dimilikinya selama banyak tahun ia sudah merasa bahwa
dengan kemunculan orang ini, maka kehidupannya yang aman dan tenang selama inipun akan
berakhir. Ia saksikan orang itu pelan-pelan melipat payung kertasnya dan meletakkan dibelakang pintu,
ia selalu berusaha mengendalikan perasaannya, berusaha untuk bersikap setenang mungkin.
Akhirnya Tong Giok mendongakkan juga kepalanya dan memandang kearahnya sambil
tertawa. "Bukankah Po hok telah datang?" demikian ia berseru, "siapa lagi yang hendak kau cari?"
400 Gelak tertawanya bertambah riang, katanya lebih jauh.
"Empat puluh tiga orang saudaramu dalam kantor cabang ini telah datang semua dan kini
sedang menunggu diluar halaman sana, bila aku memanggil mereka akan datang, cuma
...tentu saja mereka tak bisa datang sendiri tanpa bantuanku"
Ciau In merasakan hatinya tertekan seakan-akan terjatuh dari atas bukit yang puluhan ribu
kaki tingginya. Walaupun orang itu berbicara dengan suara yang lembut dan senyuman manis menghiasi
seluruh bibirnya, namun ia membawa hawa pembunuhan yang menggidikkan hati.
Bila manusia semacam ini berkata bahwa ia telah membunuh empat puluh tiga orang, maka
sudah pasti ke empat puluh tiga sosok mayat itu telah berbaring dalam halaman, tak mungkin
akan kurang walau hanya sesosokpun.
Ciau In tahu peluh dingin telah membasahi sekujur tubuhnya, bahkan kerutan diatas wajahnya
yang mulai mengejang keraspun tak sanggup dikendalikan lagi.
Empat puluh tiga orang dengan empat puluh tiga lembar nyawa, mereka semua adalah
saudara-saudara seperkumpulannya yang berkumpul dan bergaul selama banyak tahun.
Siapakah orang ini" Kenapa ia turun tangan sekeji ini terhadap mereka semua"
Tong Giok tersenyum. "Kau tak akan bisa menebak siapakah diriku ini, sebab ditanganku tidak mengenakan sarung
tangan kulit menjangan yang berat dan tebal itu, senjata rahasiaku pun tak akan kusimpan
dalam kantung kulit yang menjemukan, aku tak ingin orang lain segera mengetahui asal
usulku hanya dalam sekilas pandangan saja"
"Kau berasal dari keluarga Tong?" Ciau In bertanya.
"Akulah Tong Giok !"
Ciau In pernah mendengar nama ini, bahkan bukan cuma satu kali ia mendengar nama
tersebut. Konon orang ini pernah menciptakan rekor pembunuh orang paling banyak dalam semalaman
suntuk . Seratus tiga orang anggota Hu tau pang yang banyak tahun berselang bercokol di wilayah
Cuan-tang telah disikat habis semua olehnya hanya dalam satu malam.
401 Tiba-tiba Ciau In bertanya:
"Kau benar-benar pernah membunuh seratus tiga orang dalam semalaman suntuk?"
"Aaah, itu mah bohong!" sahut Tong Giok, dengan suara tawar ia melanjutkan:
"Aku hanya membunuh sembilan puluh sembilan orang, sedang sisanya yang empat orang
mampus lantaran ketakutan!" Ciau In segera menghela napas. "Aaai ..... kelihatannya akupun
Golok Yanci Pedang Pelangi 4 Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 2 Karya Marshall Sebilah Pedang Mustika 5
^