Hina Kelana 35
Hina Kelana Balada Kaum Kelana Siau-go-kangouw Karya Jin Yong Bagian 35
Serentak kawanan orang buta itu ayun senjata, mereka membacok dan menebas serabutan, untung kedua murid Ko-san-pay itu cukup tangkas, selagi tubuh mereka terapung di udara, mereka mampu mencabut pedang sendiri buat menangkis seraya berteriak, "Kami orang Ko-san-pay, kita kawan sendiri, lekas menyingkir!"
Mendengar itu kawanan orang buta menjadi kelabakan dan kacau-balau, mereka berusaha menghindar sedapat mungkin. Namun Put-kay sudah lantas menyusul ke depan, kembali kedua murid Ko-san-pay itu kena dicengkeram olehnya, bentaknya pula, "Jika kalian tidak suruh kawanan buta itu enyah dari sini, biar kulemparkan kalian ke jurang!"
Berbareng ia kerahkan tenaga sekuatnya, kedua orang itu dilemparkan ke atas. Bobot kedua murid Ko-san-pay itu masing-masing ada lebih seratus kati, tapi tenaga pembawaan Put-kay memang sangat kuat, sekali lempar, kedua orang itu lantas melayang ke atas beberapa meter tingginya.
Keruan kedua murid Ko-san-pay itu ketakutan setengah mati, hampir-hampir sukma mereka terbang meninggalkan raganya. Berbareng mereka menjerit ngeri, mereka percaya sekali ini pasti akan terjatuh ke dalam jurang yang tak terhingga dalamnya dan hancur lebur menjadi bakso.
Namun sebelum kedua orang itu jatuh ke bawah, dengan cepat sekali Put-kay sudah kena cengkeram pula kuduk mereka lalu mengancam, "Bagaimana" Apakah mau sekali coba lagi?"
"Ti... tidak! Jang... jangan!" cepat seorang di antaranya berseru. Seorang lagi agaknya lebih licin, tiba-tiba ia berseru, "Hei, Lenghou Tiong, hendak lari ke mana kau" Hayo para sobat buta, lekas kejar ke sana, lekas!"
Mendengar itu kawanan orang buta itu percaya sungguh-sungguh, serentak mereka mengejar.
Dengan marah Dian Pek-kong lantas mendamprat murid Ko-san-pay tadi, "Nama Lenghou Tiong masakah boleh sembarangan kau sebut" Ini hadiahmu!"
"Plak", kontan memberi persen tempelengan kepada orang Ko-san-pay itu. Lalu ia berteriak, "Lenghou-tayhiap berada di sini, Lenghou-ciangbun berada di sini! Orang buta mana yang berani, hayolah coba kemari kalau minta diberi hajaran!"
Sebenarnya kawanan orang buta itu kena dihasut oleh orang Ko-san-pay agar menuntut balas kepada Lenghou Tiong. Maka dengan penuh dendam mereka menanti di jalan pegunungan itu. Tapi ketika mendengar jeritan ngeri kedua murid Ko-san-pay tadi, mau tak mau mereka menjadi jeri, apalagi mereka telah lari kian-kemari di jalan pegunungan itu dengan mata buta sehingga tidak tahu mana sasarannya. Keruan mereka menjadi bingung sendiri dan akhirnya berdiri termenung di tempat masing-masing.
Lenghou Tiong tidak ambil pusing lagi pada mereka, bersama Put-kay, Dian Pek-kong, dan murid-murid Hing-san-pay, mereka meneruskan perjalanan ke atas gunung. Tidak lama di depan kelihatan dua puncak gunung mengapit sebuah selat alam sehingga berwujud sebuah pintu gerbang, angin kencang meniup keluar dari selat sana disertai kabut awan.
Kalau tadi anak murid Ko-san-pay suka pamer dan mengoceh tentang tempat-tempat strategis di pegunungan Ko-san, tapi sekarang mereka hanya bungkam saja. Maka Dian Pek-kong sengaja mengolok-olok, bentaknya mendadak, "Apa nama tempat ini" Kenapa kalian berubah menjadi bisu?"
Dengan menyengir murid Ko-san-pay tadi terpaksa menjawab, "Ini namanya Tiau-thian-mui (Pintu Gerbang Langit)."
Setelah memutar lagi ke sebelah kiri dan menanjak lagi tidak jauh, tiba-tiba terdengar suara alat tetabuhan dibunyikan. Pada tanah lapang di atas puncak gunung situ sudah berjubel beribu-ribu orang. Beberapa murid Ko-san-pay tadi lantas mendahului naik ke atas puncak situ untuk melapor, Lenghou Tiong dan rombongannya menyusul kemudian.
Maka terlihatlah Co Leng-tan memakai jubah kuning datang menyambut bersama belasan orang muridnya.
Kini kedudukan Lenghou Tiong adalah ketua Hing-san-pay, tapi dia sudah biasa memanggil "Co-supek" pada Co Leng-tan, sebagai angkatan muda, maka tetap ia memberi hormat dan menyapa, "Terimalah hormat Lenghou Tiong, Ko-san-ciangbun."
"Meski berpisah sekian lamanya, namun Lenghou-siheng tampaknya tambah segar," ujar Co Leng-tan. "Kesatria ganteng muda sebagai Lenghou-siheng mengetuai Hing-san-pay, sungguh suatu peristiwa yang memecahkan sejarah dunia persilatan, terimalah ucapan selamat dariku."
Lenghou Tiong tahu ucapan Co Leng-tan itu sebenarnya cuma olok-olok belaka, kata-kata "peristiwa yang memecahkan sejarah dunia persilatan" sebenarnya untuk menyindir Lenghou Tiong seorang laki-laki telah mengetuai kawanan nikoh.
Maka Lenghou Tiong menjawab sewajarnya saja, "Wanpwe menerima tugas terakhir dari Ting-sian Suthay, tujuannya adalah untuk menuntut balas bagi kedua suthay. Bila tugas membalas dendam sudah tercapai, dengan sendirinya Cayhe akan mengundurkan diri dan menyerahkan jabatan ketua kepada yang lebih bijaksana."
Waktu berkata pandangan Lenghou Tiong selalu menatap tajam ke arah Co Leng-tan dengan maksud menyelami perasaan orang apakah memperlihatkan air muka malu atau marah atau benci. Tapi air muka Co Leng-tan ternyata tidak berubah sedikit pun.
Malahan Co Leng-tan berkata, "Ngo-gak-kiam-pay selamanya senasib setanggungan, selanjutnya kelima golongan bahkan akan dilebur menjadi satu, maka soal sakit hati Ting-sian dan Ting-yat Suthay tidak cuma urusan Hing-san-pay sendiri, bahkan juga urusan Ngo-gak-pay kita. Syukur Lenghou-hengte sudah menetapkan tekad, sungguh harus dipuji."
Ia merandek sejenak lalu menyambung lagi, "Sementara itu Thian-bun Toheng dari Thay-san, Bok-taysiansing dari Heng-san, Gak-siansing dari Hoa-san, serta para undangan peninjau sudah datang semua, silakan Lenghou-hengte bertemu dengan mereka."
"Baik," kata Lenghou Tiong. "Entah Hong-ting Taysu dari Siau-lim dan Tiong-hi Totiang dari Bu-tong sudah datang atau belum?"
Dengan acuh tak acuh Co Leng-tan menjawab, "Tempat tinggal mereka berdua meski dekat, tapi mengingat kedudukan mereka, tentunya mereka akan menjaga gengsi, rasanya mereka takkan hadir."
Lenghou Tiong mengangguk. Tapi pada saat itulah tertampak dua murid Ko-san-pay berlari tiba dari bawah gunung, melihat cara lari mereka yang terburu-buru, jelas ada sesuatu urusan penting yang perlu dilaporkan. Karena itu para hadirin menjadi tertarik.
Dalam sekejap saja kedua orang itu sudah berada di depan Co Leng-tan, mereka memberi hormat dan berkata, "Suhu, ketua Siau-lim-si Hong-ting Taysu dan Tiong-hi Totiang dari Bu-tong-pay bersama anak muridnya sedang menuju kemari untuk menyampaikan selamat kepada Ngo-gak-pay kita."
"O, mereka juga hadir" Wah, sungguh suatu kehormatan besar. Harus kita sambut selayaknya," kata Co Leng-tan.
Para kesatria yang sudah hadir juga gempar ketika mendengar bahwa ketua-ketua Siau-lim-pay dan Bu-tong-pay juga hadir. Serentak mereka ikut di belakang Co Leng-tan ke bawah gunung untuk menyambut.
Lenghou Tiong bersama anak murid Hing-san-pay menyingkir di tepi jalan untuk memberi jalan kepada orang banyak. Tertampak Thian-bun Tojin dari Thay-san-pay, Bok-taysiansing dari Heng-san-pay, Pangcu dari Kay-pang, Ih Jong-hay ketua Jing-sia-pay, dan gembong-gembong persilatan lain memang benar sudah hadir semua. Kepada tiap-tiap kenalan itu Lenghou Tiong mengangkat tangan memberi hormat.
Tiba-tiba dari belakang sana muncul satu rombongan, kiranya adalah orang-orang Hoa-san-pay, Gak Put-kun dan istrinya tampak berada paling depan. Dengan perasaan pilu Lenghou Tiong memburu maju, ia berlutut dan menjura, katanya, "Harap kedua Lojinkeh (orang tua) terima hormatnya Lenghou Tiong."
Ia tidak berani memanggil "suhu" dan "sunio", juga tidak berani menyebut dirinya sebagai "murid", tapi cara menjura tiada ubahnya seperti dahulu kalau dia memberi hormat kepada Gak Put-kun dan istrinya.
Gak Put-kun mengegoskan tubuhnya ke samping, jawabnya dengan nada dingin, "Buat apa Lenghou-ciangbun menjalankan penghormatan sebesar ini" Bukankah aneh dan menertawakan?"
Selesai memberi hormat, Lenghou Tiong lantas berbangkit dan mundur ke tepi jalan.
Mata Gak-hujin tampak merah basah, katanya, "Kabarnya kau telah menjabat ketua Hing-san-pay. Selanjutnya asalkan kau tidak sembrono dan tidak bikin gara-gara, kukira masih banyak kesempatan bagimu untuk membersihkan diri."
"Hm, tidak bikin gara-gara" Nanti kalau matahari terbit dari barat," jengek Gak Put-kun. "Kalau dia bisa menjabat ketua Hing-san-pay sampai hari ini tentu dia sudah boleh merasa puas."
Lenghou Tiong lantas berkata, "Pertemuan di Ko-san ini tampaknya Co-supek ada maksud melebur Ngo-gak-kiam-pay. Entah bagaimana pendapat kedua Lojinkeh terhadap urusan ini?"
"Pendapatmu sendiri bagaimana?" Gak Put-kun balas bertanya.
"Tecu kira...."
"Istilah "tecu" tak perlu kau pakai lagi," sela Gak Put-kun dengan tersenyum. "Jika kau masih mengingat hubungan baik di Hoa-san dahulu, maka hendaklah kau...."
Sejak diusir dari Hoa-san-pay, belum pernah Lenghou Tiong menghadapi sikap ramah Gak Put-kun seperti saat ini, keruan ia menjadi senang dan cepat menjawab, "Ada pesan apa dari Lojinkeh, Tecu... O, Wanpwe pasti akan menurut saja."
"Aku pun tiada pesan apa-apa," Gak Put-kun manggut-manggut. "Hanya saja kaum persilatan kita paling mengutamakan budi dan kewajiban. Bahwa kau dikeluarkan dari Hoa-san-pay sesungguhnya bukan kami yang berhati kejam dan tidak dapat memaafkan kesalahanmu. Soalnya karena kau yang melanggar pantangan besar dunia persilatan kita. Meski sejak kecil kubesarkan kau sehingga hubungan kita seperti ayah dan anak, namun aku harus bertindak secara adil tanpa pilih kasih."
Mendengar sampai di sini, air mata Lenghou Tiong bercucuran, katanya dengan terguguk-guguk, "Budi kebaikan Suhu, biarpun badan Tecu hancur lebur juga sukar membalas."
Gak Put-kun tepuk-tepuk bahu Lenghou Tiong dengan perlahan sebagai tanda menghiburnya, katanya pula, "Kejadian di Siau-lim-si tempo hari, kita guru dan murid sampai main senjata, tapi sebenarnya beberapa jurus yang kugunakan itu mengandung arti yang dalam dengan harapan agar kau bisa mengubah pikiranmu dan kembali ke dalam Hoa-san-pay, namun kau tidak sadar, sungguh membikin aku sangat kecewa."
"Ya, Tecu pantas mampus," jawab Lenghou Tiong dengan tunduk kepala. "Perbuatan Tecu di Siau-lim-si tempo hari sesungguhnya sukar dijelaskan. Bila Tecu dapat kembali mengabdi di bawah pimpinan Suhu, sungguh inilah cita-cita Tecu selama hidup ini."
"Kukhawatir kata-katamu ini hanya manis di mulut tetapi lain di hati," kata Gak Put-kun dengan tersenyum. "Sekarang kau kan sudah menjadi ketua Hing-san-pay, mana kau sudi kembali menjadi muridku."
Dari nada Gak Put-kun itu agaknya dia tidak keberatan untuk menerimanya kembali menjadi murid Hoa-san-pay, kesempatan baik ini mana boleh disia-siakan, segera Lenghou Tiong berlutut dan berkata, "Suhu, Sunio, Tecu telah banyak berbuat dosa, untuk selanjutnya Tecu berjanji akan memperbaiki kesalahan-kesalahan dahulu dan taat kepada ajaran Suhu dan Sunio. Harapan Tecu hanya sudilah Suhu dan Sunio menaruh belas kasihan dan terima Tecu kembali."
Pada saat itu terdengar suara orang banyak sedang mendatangi, para kesatria tampak mengiringi Hong-ting Taysu dan Tiong-hi Tojin sedang naik ke atas. Cepat Gak Put-kun berkata dengan suara tertahan, "Lekas kau bangun saja, urusan ini dapat kita rundingkan nanti."
Lenghou Tiong sangat girang, ia menjura beberapa kali pula dan mengucapkan terima kasih, habis itu barulah berdiri.
Dengan perasaan pilu dan girang pula Gak-hujin berkata, "Siausumoaymu dan Lim-sute pada bulan yang lalu sudah... sudah menikah," nadanya rada khawatir kalau-kalau apa yang dikatakannya itu akan mengecewakan Lenghou Tiong, sebab ia menduga maksud Lenghou Tiong ingin kembali ke Hoa-san-pay adalah demi Gak Leng-sian.
Pedih juga perasaan Lenghou Tiong, ia coba melirik ke arah Gak Leng-sian, tertampak sang sumoay telah ganti dandanan sebagai seorang nyonya muda, pakaiannya rada mewah, namun wajahnya masih sama seperti dahulu, tiada tanda-tanda riang gembira sebagaimana layaknya seorang pengantin baru. Ketika beradu pandang dengan Lenghou Tiong, mendadak air mukanya berubah merah dan lantas menunduk.
Seketika dada Lenghou Tiong seperti kena digodam dengan keras, mata terasa berkunang-kunang, berdiri pun hampir tidak sanggup. Sayup-sayup telinga mendengar seorang menyapa padanya, "Lenghou-ciangbun, engkau adalah tamu jauh, tapi malah sudah datang lebih dulu. Siau-lim-si adalah tetangga dekat, tapi Lolap malah datang terlambat."
Lalu Lenghou Tiong merasa bahunya dipayang seorang, cepat ia tenangkan diri dan memerhatikan, kiranya dengan tersenyum simpul Hong-ting Taysu sudah berdiri di depannya. Cepat ia menjawab, "O, kiranya Hong-ting Taysu. Terimalah hormat Wanpwe!"
"Sudahlah, kita tidak perlu banyak adat lagi, kalau setiap orang saling memberi hormat, sampai kapan beribu-ribu orang yang hadir ini bisa rampung saling memberi hormat" Silakan para hadirin masuk sian-ih (pendopo) dan duduk di dalam."
Para kesatria sama mengiakan, beramai-ramai mereka lantas masuk ke kuil Cun-kek-sian-ih.
Puncak tertinggi dari Ko-san bernama "Cun-kek", di puncak tertinggi itu dibangun sebuah kuil dan disebut Cun-kek-sian-ih, selama beratus tahun kuil itu menjadi tempat kediaman ketua Ko-san-pay.
Pekarangan kuil itu penuh dengan pepohonan, pendoponya juga sangat luas, cuma kalau dibanding Tay-hiong-po-tian dari Siau-lim-si memang lebih kecil. Baru ribuan orang masuk ke kuil itu sudah memenuhi pendopo dan halaman luar, selebihnya hampir-hampir tiada tempat berpijak lagi di dalam kuil.
Bab 111. Pertumpahan Darah di Puncak Ko-san
Dengan suara lantang Co Leng-tan lantas membuka suara, "Hari ini adalah pertemuan Ngo-gak-kiam-pay kami, atas kunjungan para kawan bu-lim yang meluap ini, sungguh di luar dugaan dan terimalah rasa terima kasih kami. Hanya saja kalau ada kekurangan penyambutan dan pelayanan, harap para hadirin sudi memberi maaf."
"Sudahlah, tak perlu pakai sungkan-sungkan segala, soalnya sekarang orang terlalu banyak, tapi tempatnya sempit," seru orang banyak.
"Tidak jauh di atas sini adalah Hong-sian-tay yang dahulu sering digunakan maharaja dari berbagai dinasti bila mengadakan tirakatan ke Ko-san sini, tempatnya sangat luas dan lapang, hanya saja kaum persilatan kita sebenarnya tidak layak menggunakan tempat suci yang diagungkan itu," demikian seru Co Leng-tan.
"Kita toh tidak di bawah perintah raja mana pun juga, peduli apakah agung atau tidak, tempat sebaik itu tidak digunakan sekarang mau tunggu kapan lagi?" teriak pula orang banyak. Berbareng sebagian di antaranya sudah lantas mendahului berlari ke arah yang ditunjuk.
"Jika demikian, marilah kita menuju ke sana," kata Co Leng-tan.
Dalam hati Lenghou Tiong membatin, "Entah tempat macam apakah Hong-sian-tay itu" Dia menyatakan tempat itu biasanya digunakan oleh kaum maharaja, sekarang dia mengundang para hadirin pergi ke sana, jangan-jangan Co Leng-tan sudah anggap dirinya sebagai maharaja" Hong-ting Taysu dan Tiong-hi Totiang mengatakan dia punya ambisi sangat besar, setelah melebur Ngo-gak-kiam-pay, langkah selanjutnya adalah berusaha mencaplok Tiau-yang-sin-kau, kemudian akan menghabiskan pula Siau-lim dan Bu-tong-pay. Hah, dia dan Tonghong Put-pay agaknya mempunyai cita-cita yang sama."
Tanpa banyak omong ia pun ikut orang banyak menuju ke Hong-sian-tay. Yang disebut Hong-sian-tay itu adalah sebuah panggung batu yang dipahat secara rata. Di sekitar panggung batu itu adalah lapangan yang luas. Sampai di puncak tertinggi Ko-san itu, semua orang merasa nyaman segar melihat puncak-puncak gunungan tak terhitung banyaknya menegak di bawah puncak Ko-san itu. Tatkala mana udara terang benderang, pemandangan jelas.
Lenghou Tiong mendengar tiga orang tua di depannya sedang tunjuk sana dan tuding sini ke berbagai puncak sambil manggut-manggut. Kata seorang di antaranya, "Yang itu adalah Tay-him-hong (Puncak Beruang Besar) dan yang sana adalah Siau-him-hong (Puncak Beruang Kecil). Dan gunung di seberang sana itu adalah Siau-sit-san, di mana terletak Siau-lim-si yang termasyhur. Tempo hari aku pernah mengunjungi Siau-lim-si dan merasakan Siau-sit-san yang luar biasa tingginya, tapi dipandang dari sini, nyata Siau-lim-si masih jauh di bawah Ko-san."
Lalu tertawalah ketiga orang tua.
Dari dandanan ketiga orang tua itu Lenghou Tiong tahu mereka bukan orang Ko-san-pay, tapi dari ucapan mereka itu jelas mengolok-olok Siau-lim-pay dan meninggikan derajat Ko-san-pay itu, tentulah mereka adalah undangan Co Leng-tan yang sengaja didatangkan untuk membantu bila terjadi apa-apa.
Dalam pada itu terlihat Co Leng-tan sedang meminta Hong-ting Taysu dan Tiong-hi Totiang ke atas panggung. Tapi dengan tertawa Hong-ting berkata, "Kami berdua orang tua yang sudah lapuk ini hanya datang sebagai peninjau saja, buat apa kami naik panggung dan membikin malu didengar orang banyak?"
"Kenapa Taysu bicara demikian, seperti baru kenal saja," ujar Co Leng-tan dengan tertawa.
"Para tamu sudah hadir semua, silakan Co-ciangbun mengurusi acara pokok dan tidak perlu selalu melayani kami berdua tua bangka," kata Tiong-hi.
"Baiklah jika demikian," jawab Co Leng-tan. Lalu ia menaiki panggung batu itu.
Setelah menaiki berpuluh undak-undakan batu itu, kira-kira masih dua-tiga meter di bawah panggung, ia berdiri di atas undak-undakan itu, lalu berseru dengan lantang, "Para hadirin yang terhormat!"
Meski lapangan di puncak gunung itu cukup luas, para tamu juga tersebar di sana-sini, namun ucapan Co Leng-tan itu dapat didengar dengan jelas oleh setiap orang.
Maka Co Leng-tan lantas melanjutkan sambil memberi salam, "Atas kunjungan para kawan, sungguh aku sangat berterima kasih. Sebelum tiba di sini tentunya para kawan sudah mendengar bahwa hari ini adalah hari bahagia, hari persatuan bagi Ngo-gak-kiam-pay kami yang akan berlebur menjadi satu."
"Benar, benar! Selamat! Selamat!" demikian serentak beratus-ratus orang telah bersorak.
"Terima kasih!" kata Co Leng-tan. "Bahwasanya Ngo-gak-kiam-pay kami sudah ratusan tahun lamanya berserikat, selamanya satu napas dan satu haluan laksana satu keluarga, sudah sekian tahun pula Cayhe sebagai bengcu dari Ngo-gak-kiam-pay. Cuma akhir-akhir ini di tengah bu-lim telah banyak terjadi peristiwa-peristiwa penting, Cayhe dan para suheng tertua Ngo-gak-kiam-pay telah berunding, kami sama-sama merasa Ngo-gak-kiam-pay kalau tidak dilebur menjadi satu, maka kelak tentu sukar menghadapi kesulitan-kesulitan yang bakal menimpa."
Tiba-tiba terdengar seorang menimbrung dengan nada dingin, "Entah Co-bengcu pernah berunding dengan suheng tertua dari aliran mana" Mengapa aku orang she Bok tidak pernah mengetahui persoalan ini."
"Baru saja aku mengatakan di dunia persilatan (bu-lim) telah banyak terjadi peristiwa-peristiwa penting sehingga terpaksa Ngo-gak-kiam-pay harus dilebur, salah satu peristiwa penting di antaranya yang kumaksudkan adalah terjadinya saling bunuh dan saling mencelakai di antara saudara-saudara sesama Ngo-gak-kiam-pay kita, rupanya banyak di antara kita sudah lupa pada setia kawan antara sesama anggota kelima aliran kita. Bok-taysiansing, murid Ko-san-pay kami, yaitu Ko-yang-jiu Hui-sute telah tewas di luar Kota Heng-san, ada orang menyaksikan sendiri, katanya engkau Bok-taysiansing yang melakukan pembunuhan itu, entah betul tidak?"
Terkesiap hati Bok-taysiansing. Pikirnya, "Waktu aku membunuh orang she Hui, saat itu yang ada cuma Lenghou Tiong serta seorang nikoh cilik dari Hing-san-pay, selain itu ialah Kik Yang beserta cucu perempuannya yang masih kecil. Apakah mungkin mereka telah membocorkan rahasia kejadian itu?"
Sementara itu beribu-ribu pasang mata sama memerhatikan air muka Bok-taysiansing. Namun ketua Heng-san-pay itu ternyata tenang-tenang saja seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Ia menggeleng dan menjawab, "Tiada pernah terjadi hal demikian. Rasanya cuma sedikit kepandaian orang she Bok saja masakah mampu membunuh tokoh macam Ko-yang-jiu?"
"Hm, kalau pertarungan satu-lawan-satu secara terang-terangan, memangnya Bok-taysiansing masakah mampu membunuh Hui-sute-ku?" jengek Co Leng-tan. "Namun tatkala itu yang mengerubut Hui-sute selain Bok-taysiansing dan sutemu Lau Cing-hong, ada pula murid Hing-san-pay dan murid Hoa-san-pay, bahkan ada gembong Mo-kau Kik Yang dan cucu perempuannya."
Kata-kata Co Leng-tan ini benar-benar membikin Bok-taysiansing mengirik. Ia tidak habis paham siapakah yang membocorkan kejadian dahulu itu. Padahal waktu itu yang hadir selain sutenya, Kik Yang, dan cucu perempuannya, selebihnya adalah Lenghou Tiong dan Gi-lim. Apakah mungkin kedua anak muda ini yang membocorkan rahasianya" Setelah Co Leng-tan membongkar rahasia perbuatannya, jelas permusuhan Heng-san-pay dan Ko-san-pay sudah terikat, untuk lolos dari Ko-san dengan selamat rasanya sukar diramalkan.
Lenghou Tiong juga merasa terperanjat demi mendengar Co Leng-tan mengorek apa yang terjadi di masa dahulu itu.
Terdengar Co Leng-tan melanjutkan pula, "Peleburan Ngo-gak-kiam-pay kita hari ini adalah peristiwa mahapenting dalam sejarah selama beratus-ratus tahun ini. Bok-taysiansing, kau adalah ketua dari salah satu aliran, tentunya engkau harus mengutamakan urusan mahapenting ini dan kesampingkan persengketaan pribadi. Asalkan persoalannya menguntungkan kelima aliran kita, sepantasnya percekcokan perseorangan harus dijauhkan. Maka dari itu Bok-heng, urusan yang sudah-sudah itu pun tak perlu kau pikirkan, Hui-sute adalah suteku, nanti kalau Ngo-gak-pay sudah terlebur menjadi satu, dengan sendirinya Bok-heng adalah saudara seperguruan pula dengan aku. Yang sudah meninggal biarlah, yang masih hidup buat apa mesti saling bunuh pula?"
Kata-kata Co Leng-tan ini kedengaran sangat enak didengar, tapi sebenarnya bernada mengancam, maksudnya kalau Bok-taysiansing bisa menyetujui soal peleburan Ngo-gak-kiam-pay, maka soal terbunuhnya Hui Pin takkan diusut dan akan diadakan perhitungan.
Begitulah, dengan mata melotot Co Leng-tan menatap Bok-taysiansing dan menegas pula, "Bagaimana Bok-heng" Betul tidak?"
Tapi Bok-taysiansing hanya mendengus saja tanpa menjawab.
Dengan tersenyum-senyum yang dibuat-buat Co Leng-tan berkata pula, "Soal peleburan Ngo-gak-kiam-pay kita agaknya Heng-san-pay sudah tiada berbeda pendirian. Lalu bagaimana dengan Thay-san-pay" Thian-bun Toheng, bagaimana pendirianmu?"
Thian-bun Tojin lantas berdiri, dengan suara keras ia berkata, "Thay-san-pay didirikan oleh cikal bakal Tong-leng Totiang sudah hampir dua ratus tahun lamanya. Sungguh menyesal, aku terlalu bodoh dan kurang bijaksana sehingga tidak mampu mengembangkan Thay-san-pay lebih gemilang. Namun begitu, Thay-san-pay yang sudah bersejarah dua ratus tahunan ini betapa pun tidak boleh putus di tanganku. Soal melebur Thay-san-pay dengan golongan-golongan lain ini sekali-kali kami tidak dapat terima."
Mendadak di tengah orang-orang Thay-san-pay berdiri seorang tojin berjenggot putih dan berjubah hijau, serunya, "Ucapan Thian-bun Sutit ini kurang tepat. Thay-san-pay kita meliputi lebih 400 anggota, janganlah karena kepentingan dirimu seorang mesti mengorbankan kepentingan orang banyak."
Air muka tojin berjenggot itu tampak kurus kering, tapi suaranya ternyata keras dan kuat. Ada di antara hadirin yang mengenalnya lantas berbisik-bisik pada teman di sekitarnya, "Dia bernama Giok-ki-cu, terhitung paman gurunya Thian-bun Tojin."
Memangnya Thian-bun Tojin berwajah merah bercahaya, mendengar kata-kata Giok-ki-cu itu, mukanya menjadi tambah merah. Serunya segera, "Susiok, apa artinya ucapanmu ini" Sejak Sutit menjabat ketua Thay-san-pay kita, dalam hal apa pernah kuabaikan kepentingan golongan kita" Sebabnya aku menolak peleburan ngo-pay justru demi mempertahankan Thay-san-pay kita, di mana ada menyangkut kepentingan pribadiku?"
Giok-ki-cu tertawa mengejek, katanya, "Kelima golongan dilebur menjadi satu, seketika Ngo-gak-pay akan sangat besar pengaruhnya, itu berarti setiap anak murid Ngo-gak-pay akan ikut merasakan manfaatnya. Namun sebaliknya, Sutit, jabatanmu sebagai ciangbunjin lantas hanyut, bukan?"
Thian-bun Tojin menjadi gusar, teriaknya murka, "Jadi kau menuduh aku hanya memikirkan kepentingan pribadi?"
Tiba-tiba ia mengeluarkan sebilah pedang pendek kehitam-hitaman dari bajunya lalu berteriak pula, "Ini, mulai saat ini aku tidak sudi menjadi ciangbunjin lagi. Kalau kau kepingin, boleh kau yang menjabatnya."
Pedang pendek itu tiada menarik sedikit pun, tapi adalah benda yang diwariskan oleh Tong-leng Tojin, itu cikal bakal Thay-san-pay, selama dua ratusan tahun benda itu selalu menjadi tanda pengenal pejabat ketuanya.
Melihat kedua tokoh Thay-san-pay itu bertengkar sendiri dan saling ngotot membela pendirian masing-masing, para hadirin menjadi sunyi, semuanya mengikuti apa yang akan terjadi selanjutnya.
Tertampak Giok-ki-cu maju selangkah, jengeknya, "Hm, kau benar-benar rela meninggalkan kedudukanmu?"
"Kenapa tidak?" jawab Thian-bun dengan gusar.
"Baik, boleh serahkan padaku!" kata Giok-ki-cu. Mendadak sebelah tangannya menjulur ke depan, tahu-tahu pedang pendek di tangan Thian-bun Tojin itu telah dirampas olehnya.
Sama sekali Thian-bun tidak mengira Giok-ki-cu benar-benar akan merampas pedangnya, ia menjadi tertegun oleh perbuatan Giok-ki-cu dan tahu-tahu pedangnya sudah berpindah ke tangan lawan. Tanpa berpikir lagi ia terus lolos pedang panjang di pinggangnya.
Namun dengan cepat Giok-ki-cu sudah lantas melompat mundur. Pada saat itu dua sosok bayangan lantas berkelebat, dua tosu tua lain telah mengadang di depan Thian-bun dengan pedang terhunus, bentak mereka berbareng, "Thian-bun, sebagai angkatan muda kau berani melawan angkatan tua, apakah kau sudah lupa pada undang-undang perguruan kita?"
Kedua tosu tua itu dikenal oleh Thian-bun sebagai paman-paman guru yang seangkatan dengan Giok-ki-cu, namanya Giok-seng-cu dan Giok-im-cu.
Tidak kepalang gusar Thian-bun Tojin sehingga badan bergemetar, teriaknya, "Kedua Susiok menyaksikan sendiri, apa... apakah yang diperbuat oleh Giok-ki... Giok-ki Susiok barusan ini?"
"Kami memang menyaksikan kau menyerahkan jabatan ciangbunjin kepada Giok-ki Suheng, kau sendiri rela mengundurkan diri dan memberikan tempatmu kepada orang yang lebih bijaksana, sungguh tindakanmu ini patut dipuji," kata Giok-im-cu.
Giok-seng-cu ikut bicara juga, "Giok-ki Suheng adalah susiokmu, sekarang dia adalah pejabat ciangbunjin pula, tapi kau berani gunakan senjata dan bersikap keras padanya, ini namanya perbuatan durhaka terhadap orang tua."
"Aku bicara di waktu marah, padahal kedudukan ketua Thay-san-pay kita masakah boleh diserahkan begini saja kepada setiap orang" Seumpama akan kuberikan pada orang lain juga sekali-kali tidak... tidak kepada Giok-ki," seru Thian-bun dengan penasaran.
"Sebagai seorang kesatria, mengapa kau menjilat kembali ludahmu sendiri?" kata Giok-im-cu.
Tiba-tiba seorang tojin setengah umur di tengah rombongan orang Thay-san-pay berteriak, "Ketua golongan kita selama ini adalah suhuku, kalian beberapa susiokco ini sebenarnya hendak main gila apa?"
Tojin setengah umur ini bernama Kian-tu, dia adalah murid Thian-bun yang kedua.
Menyusul seorang tojin lain juga berdiri dan berseru, "Thian-bun Suheng telah menyerahkan jabatannya kepada guruku, peristiwa ini telah disaksikan beribu pasang mata dan telinga yang hadir di Ko-san sekarang ini, masakah persoalan ini bisa dipalsukan" Dengan jelas Thian-bun Suheng tadi menyatakan, "Sejak kini aku tidak menjabat ciangbunjin lagi, kalau kau kepingin boleh kau ambil saja!". Coba katakan, betul tidak?"
Yang bicara ini adalah murid Giok-ki-cu, terhitung satu angkatan dengan Thian-bun Tojin. Dalam Thay-san-pay, Thian-bun Tojin adalah murid dari kelompok tertua, pengaruh kelompoknya adalah paling kuat, namun beberapa susioknya serentak bergabung untuk memencilkan dia, dengan demikian di antara dua ratusan anggota Thay-san-pay yang hadir di Ko-san ini adalah tiga per empat yang berdiri di pihak lawan.
Seketika itu orang-orang Thay-san-pay menjadi ribut, berpuluh orang sama berteriak-teriak, "Ketua lama undurkan diri, ketua baru pegang pimpinan! Ketua lama lekas mundur, biar ketua baru menggantikannya!"
Giok-ki-cu lantas mengangkat tinggi-tinggi pedang pandak yang dirampasnya dari Thian-bun tadi dan berteriak, "Ini adalah tanda kebesaran Tong-leng Cosuya kita, "melihat pedang ini sama dengan melihat Tong-leng", pantas tidak kalau kita taat kepada perintah tinggalan cikal bakal kita?"
"Benar, tepat sekali ucapan Ciangbunjin!" serentak ratusan anak buahnya berteriak.
"Murid murtad Thian-bun berani melawan atasan dan tidak tunduk kepada peraturan, dia harus dibekuk dan dihukum," demikian ada yang berseru.
Melihat suasana begitu, Lenghou Tiong menduga tentu Co Leng-tan yang telah mengatur semuanya itu. Watak Thian-bun Tojin sangat berangasan, karena tidak sabar, hanya beberapa kata-kata saja telah membuatnya masuk perangkap lawan. Kini pihak lawan lagi mendapat angin, Thian-bun bukanlah seorang yang pintar menghadapi kejadian-kejadian luar biasa, maka ia hanya bisa berjingkrak murka, tapi mati kutu, tak bisa berbuat apa-apa.
Ketika Lenghou Tiong memandang ke tengah orang-orang Hoa-san-pay, dilihatnya sang suhu berdiri di sana dengan berpangku tangan, air mukanya tidak memperlihatkan sesuatu pendapat. Pikirnya, "Tentu beliau tidak dapat menyetujui tindakan Giok-ki-cu dan kawan-kawannya itu. Namun suhu tampaknya tidak ingin ikut campur persoalan orang, agaknya beliau hendak melihat gelagat selanjutnya. Biarlah aku pun tunggu saja mengikuti haluan suhu."
Dalam pada itu tampak Giok-ki-cu telah memberi isyarat, serentak 150-an orang Thay-san-pay yang termasuk begundalnya lantas memencarkan diri dengan pedang terhunus, seketika sisa orang Thay-san-pay yang lain"kurang-lebih 50 orang"lantas terkepung di tengah-tengah.
Yang terkepung itu dengan sendirinya adalah anak murid Thian-bun Tojin.
Dengan murka Thian-bun lantas membentak, "Apakah kalian benar-benar ingin berkelahi" Baiklah, coba maju!"
Dengan suara lantang Giok-ki-cu berteriak, "Dengarkan, Thian-bun! Selaku ketua Thay-san-pay, kuperintahkan agar kau membuang senjata dan menyerahkan diri, apakah kau berani membangkang terhadap pedang pusaka tinggalan Cosuya ini?"
"Huh, siapa yang mengakui kau sebagai ketua Thay-san-pay kita?" jawab Thian-bun dengan gusar.
Tapi Giok-ki-cu lantas berseru pula, "Dengarkan anak murid Thian-bun, urusan ini tiada sangkut pautnya dengan kalian, asalkan kalian meletakkan senjata dan menggabungkan diri, maka kesalahan kalian takkan diusut, kalau tidak, tentu kalian akan terima ganjaran setimpal."
Dengan suara, keras Kian-tu Tojin berkata, "Asalkan kau mau bersumpah di bawah pedang pusaka Cosuya bahwa kau takkan menghancurkan Thay-san-pay yang dibangun Cosuya secara susah payah, maka tidaklah menjadi soal bila kau yang menjabat ketua kita. Namun baru sekejap saja kau mengaku menjabat ketua, serentak kau menjual Thay-san-pay kita kepada Ko-san-pay. Kau benar-benar orang berdosa terhadap Cosuya di alam baka, kau pasti akan dikutuk oleh setiap orang yang mengaku dirinya sebagai anggota Thay-san-pay."
"Kurang ajar!" damprat Giok-im-cu. "Kau cuma anak murid tingkat tiga, dengan hak apa kau berani mengoceh terhadap orang tua angkatan "Giok". Apa jeleknya Ngo-gak-kiam-pay dilebur menjadi satu" Bukankah Ko-san-pay sendiri nanti juga terlebur di dalamnya?"
"Hm, secara diam-diam kalian telah main gila dan menjual diri kepada Co Leng-tan dalam usahanya mencaplok anggota-anggota Ngo-gak-kiam-pay yang lain," teriak Thian-bun dengan gusar. "Hm, pendek kata, bila perlu kalian boleh bunuh aku, tapi suruh aku takluk kepada Ko-san-pay, hm, jangan harap."
"Kalian tidak mau tunduk kepada perintah pedang pusaka Cosuya, janganlah menyesal bila sebentar nanti kalian semua akan mampus tak terkubur," teriak Giok-ki.
Thian-bun ternyata pantang menyerah, serunya, "Setiap anak murid Thay-san-pay yang setia, hari ini biarlah kita bertempur mati-matian sampai titik darah penghabisan di puncak Ko-san ini."
"Benar, bertempur sampai titik darah penghabisan!" teriak anak murid Thian-bun yang berdiri di sekitarnya. Meski jumlah mereka cuma sedikit, tapi tekad mereka bulat, sedikit pun tidak gentar.
Kalau Giok-ki-cu memberi komando agar anak buahnya menyerang, seketika rasanya sukar juga membunuh habis anak buah Thian-bun Tojin, sebaliknya beribu-ribu kesatria yang hadir di situ, terutama tokoh-tokoh seperti Hong-ting Taysu, Tiong-hi Tojin, dan lain-lain tentu juga tak bisa tinggal diam menyaksikan pembunuhan besar-besaran di antara sesama golongan itu.
Maka Giok-ki-cu, Giok-im-cu, dan Giok-seng-cu serta kawan-kawannya hanya saling pandang saja dengan ragu-ragu, seketika mereka tidak tahu bagaimana harus bertindak.
Tiba-tiba jauh di sebelah kiri sana seorang berseru dengan kemalas-malasan, "Selama hidup Locu sudah menjelajahi dunia ini, kesatria dan pahlawan yang kukenal juga tak terhitung banyaknya, tapi babi yang suka menjilat kembali ludah sendiri artinya menyangkal apa yang diucapkan sendiri hanya dalam waktu singkat saja sungguh jarang kulihat."
Pandangan semua orang beralih ke arah datangnya suara, terlihat seorang laki-laki berbaju dari kain kasar berdiri bersandar pada sepotong batu cadas, tangan kiri memegang sebuah caping, caping itu dikebas-kebaskan sebagai kipas, sepasang matanya kecil, tubuhnya jangkung, sikapnya acuh tak acuh.
Semua orang tidak kenal asal usulnya, juga tidak tahu ucapannya itu ditujukan kepada siapa. Terdengar si jangkung berkata pula, "Huh, sudah jelas kau telah menyerahkan jabatan ciangbunjin kepada orang lain, memangnya apa yang sudah kau katakan itu hanya kentut belaka" Kalau begini, sebaiknya salah satu namamu "Thian" itu diganti menjadi "kentut" saja."
Mendengar ini, Giok-ki-cu dan lain-lain baru tahu si jangkung berdiri di pihaknya, maka tertawalah mereka.
Dengan gusar Thian-bun menjawab, "Urusan Thay-san-pay kami, tidak perlu orang lain ikut campur."
Tapi si jangkung masih bicara dengan kemalas-malasan, "Setiap urusan yang kulihat tidak adil pasti akan aku urus. Hari ini adalah hari bahagia penggabungan Ngo-gak-kiam-pay, tapi kau sengaja bikin ribut di sini dan mengacaukan suasana baik ini, sungguh keterlaluan kau."
Sekonyong-konyong pandangan semua orang serasa kabur, si jangkung mendadak melompat maju, dengan kecepatan yang sukar dilukiskan dia terus menerjang ke tengah orang Thay-san-pay, capingnya terangkat ke atas, serentak ia menghantam ke atas kepala Thian-bun.
Thian-bun Tojin tidak menangkis serangan orang, tapi pedangnya membarengi menusuk ke dada musuh. Di luar dugaan orang itu terus menjatuhkan diri ke bawah, menyusul dengan cepat sekali ia terus menerobos lewat melalui selangkangan Thian-bun. Ketika ia membalik tubuh, sebelah kakinya lantas mendepak, "plak", dengan tepat hiat-to di punggung Thian-bun Tojin kena ditendang olehnya.
Beberapa gerakan itu sungguh teramat cepat dan caranya juga lain daripada yang lain. Keruan semua orang melongo, dalam keadaan tak terduga-duga Thian-bun Tojin menjadi kecundang.
Melihat sang guru mengalami kekalahan, serentak beberapa murid Thian-bun mengangkat pedang dan menusuk si jangkung. Tapi orang itu bergelak tertawa malah, punggung Thian-bun dipegangnya terus disodorkan ke depan. Keruan anak murid Thian-bun kelabakan dan lekas-lekas tarik kembali pedang masing-masing.
"Lekas buang senjata kalian, kalau tidak, segera kupuntir putus kepala gurumu ini!" bentak si jangkung sambil menjambak rambut Thian-bun dan bergerak akan memuntir kepalanya.
Dalam keadaan begitu, percuma saja Thian-bun memiliki kepandaian tinggi, sama sekali ia tak bisa berkutik. Saking gusarnya sampai wajahnya merah padam.
"Caramu menyerang secara menggelap itu bukanlah perbuatan seorang kesatria sejati, siapakah namamu yang terhormat?" kata Kian-tu Tojin.
"Plak", mendadak si jangkung menempeleng muka Thian-bun satu kali, katanya dengan kemalas-malasan, "Siapa berani bersikap kurang ajar padaku, segera kuhajar gurunya!"
Melihat sang guru dianiaya orang, anak murid Thian-bun sama khawatir dan murka, kalau serentak mereka menusuk dengan pedang masing-masing, bukan mustahil si jangkung seketika akan penuh tertancap pedang hingga mirip binatang landak. Namun terpaksa mereka tak berani sembarangan bertindak mengingat sang guru berada dalam genggaman musuh. Seorang anak muda berteriak, "Kau binatang...."
"Plok", kembali Thian-bun ditempeleng oleh si jangkung. Katanya, "Itulah dia muridmu yang pintar mengucapkan kata-kata kotor!"
Pada saat itulah mendadak Thian-bun berteriak satu kali, darah segar terus menyembur keluar dari mulutnya. Si jangkung terkejut dan bermaksud melepaskan pegangannya, tapi sudah terlambat. Thian-bun sempat putar kepalanya sehingga keduanya sekarang muka berhadapan muka, sedangkan darah masih menyembur keluar dari mulut Thian-bun, keruan muka si jangkung tersembur sehingga basah kuyup. Pada saat yang sama Thian-bun terus mencekik leher lawan dengan kedua tangan, terdengar suara "krak" satu kali, tulang leher si jangkung telah dipatahkan mentah-mentah oleh Thian-bun. Ketika Thian-bun ayun tangannya, orang itu terlempar dan jatuh menggelepar, tampak berkelojotan beberapa kali, lalu tidak bergerak lagi. Dasar tubuh Thian-bun memang tinggi besar, kini tambah gagah tampaknya, hanya mukanya penuh darah dan menyeramkan.
Selang sejenak, mendadak Thian-bun membentak keras, badan sempoyongan terus roboh, ternyata ia pun mengembuskan napas penghabisan.
Rupanya tadi ia kena dibekuk oleh si jangkung, ditambah lagi dianiaya dan dihina di depan orang banyak, saking gemasnya dia rela mengorbankan jiwa sendiri, sekuatnya ia mengerahkan tenaga dalam untuk membobolkan hiat-to sendiri yang tertutuk musuh sehingga dapat bergerak bebas, lalu sekuat sisa tenaga ia membinasakan musuh, sedangkan ia sendiri pun gugur bersama musuh karena urat nadi terputus lantaran getaran tenaga yang dipaksakan itu.
Serentak anak murid Thian-bun berteriak memanggil sang guru dan memburu maju, namun Thian-bun sudah tidak bernapas lagi, maka menangislah mereka dengan sedih.
Di tengah ribut-ribut itu, tiba-tiba ada orang berseru, "Co-ciangbun, kau sengaja menampilkan orang macam "Tong-hay-siang-ok" untuk melayani Thian-bun Totiang, caramu ini tidakkah rada keterlaluan?"
Semua orang melihat yang bicara itu adalah seorang kakek berwajah buruk yang dikenal bernama sebagai Ho Sam-jit, sering kali kakek itu kelihatan menjual bakmi pangsit di berbagai kota besar, terutama di Kota Heng-san.
Tentang asal usul si jangkung yang dibinasakan Thian-bun Tojin itu tiada seorang pun yang tahu, tapi Ho Sam-jit mengatakan si jangkung adalah satu di antara "Tong-hay-siang-ok", dua durjana dari lautan timur. Padahal macam apa tokoh-tokoh Tong-hay-siang-ok yang dimaksudkan juga tidak banyak yang tahu.
Maka Co Leng-tan telah menjawab, "Kata-katamu sungguh aneh dan menertawakan. Sedangkan Ki-heng yang gugur itu juga baru pertama kukenal hari ini, mengapa kau mengatakan aku sengaja menampilkan dia?"
Ho Sam-jit berkata pula, "Co-ciangbun mungkin belum lama kenal Tong-hay-siang-ok, tapi hubunganmu dengan guru Siang-ok, yaitu "Pek-pan-sat-sing" tentunya lain daripada yang lain bukan?"
"Pek-pan-sat-sing" atau Bintang Maut Halus Polos yang disebut itu benar-benar menggemparkan para hadirin yang tahu apa artinya nama itu. Dalam permainan maciok atau mahyong ada kartu yang disebut pek-pan, yaitu yang mukanya putih halus tanpa sesuatu tanda. Menurut cerita orang tua, Pek-pan-sat-sing adalah seorang iblis mahajahat, suka makan anak kecil yang suka menangis, konon Pek-pan-sat-sing itu tidak punya hidung, hanya kelihatan lubang hidung saja, mukanya jadi rata polos sebagai kartu pek-pan dalam permainan maciok.
Lenghou Tiong masih ingat di waktu Gak Leng-sian masih kecil, di kala anak dara itu suka menangis, maka ibu gurunya sering menakut-nakutinya dengan menggunakan nama Pek-pan-sat-sing. Terkenang kepada kejadian di masa lampau itu, tanpa terasa Lenghou Tiong memandang ke arah Gak Leng-sian, dilihatnya sumoaynya itu sedang memandang jauh ke sana seperti lagi melamun, air mukanya tampak murung, agaknya ucapan Ho Sam-jit tentang Pek-pan-sat-sing tadi tidak diperhatikan olehnya, bisa jadi apa yang terjadi di masa lampau itu pun sudah terlupa semua.
Melihat sikap Leng-sian itu, Lenghou Tiong menjadi heran, pikirnya, "Siausumoay baru saja menikah dengan Lim-sute yang dicintainya itu, seharusnya dia merasa gembira dan bahagia, ada urusan apakah yang membikin hatinya murung" Jangan-jangan kedua suami istri baru itu telah bertengkar sendiri?"
Ia coba memandang Lim Peng-ci, pemuda itu tampak berdiri di sisi Leng-sian, air mukanya sangat aneh, seperti tertawa, tapi toh bukan tertawa, seperti lagi marah, tapi juga bukan marah. Kembali Lenghou Tiong terkejut, "Aneh, sikap macam apakah ini" Aku seperti sudah pernah melihat air muka seorang yang demikian ini?"
Tapi di mana pernah dilihatnya tak teringat olehnya.
Dalam pada itu terdengar Co Leng-tan lagi berkata, "Giok-ki Toheng, lebih dulu aku mengucapkan selamat kepadamu sebagai ketua Thay-san-pay baru. Lalu mengenai penggabungan Ngo-gak-kiam-pay seperti kuuraikan tadi, bagaimana dengan pendapat Toheng?"
Melihat Co Leng-tan menyimpangkan persoalan dan tidak menjawab pertanyaan Ho Sam-jit tadi, maka soal dia berhubungan baik dengan Pek-pan-sat-sing berarti telah diakuinya secara diam-diam.
Dengan mengacungkan pedang pandak, dengan berseri-seri Giok-ki-cu menjawab, "Soal peleburan Ngo-gak-kiam-pay menjadi satu, kuanggap cara ini hanya ada baiknya bagi kelima golongan kita dan tiada jeleknya sama sekali. Hanya manusia tamak yang mementingkan diri sendiri seperti Thian-bun saja yang tidak setuju, tapi setiap orang yang berpandangan jauh pasti akur. Co-bengcu, sebagai pejabat ketua Thay-san-pay, aku menyatakan bahwa Thay-san-pay kami dengan suara bulat menyetujui soal peleburan Ngo-gak-kiam-pay kita. Segenap anggota Thay-san-pay kami menyatakan taat di bawah pimpinanmu demi untuk perkembangan dan kejayaan Ngo-gak-pay, bila ada orang hendak merintangi peleburan ini dengan maksud jahat, maka Thay-san-pay kami yang pertama-tama akan menghadapinya."
Menyusul beratus orang Thay-san-pay lantas bersorak menyatakan setuju, karena mereka berteriak serentak, suara mereka menjadi menggelegar berkumandang jauh. Anehnya teriakan mereka satu sama lain serupa dan berbarengan, tampaknya sebelumnya mereka sudah dilatih. Apalagi kalau melihat cara bicara Giok-ki-cu yang begitu hormat kepada Co Leng-tan, jelas sebelumnya mereka sudah bersekongkol dan pasti Giok-ki-cu telah banyak mendapat kebaikan dari Co Leng-tan.
Melihat gurunya mati secara mengenaskan, tapi keadaan gelagat tidak menguntungkan, anak murid Thian-bun Tojin terpaksa bungkam saja, hanya dalam hati mereka mencaci maki dan mengutuk, ada yang mengepal dengan geram dan bersumpah di dalam batin kelak pasti akan menuntut balas kepada Giok-ki-cu beserta begundal-begundalnya.
Maka terdengar Co Leng-tan berseru lagi, "Di antara Ngo-gak-kiam-pay kita kini sudah jelas Heng-san-pay dan Thay-san-pay telah menyatakan setuju penggabungan, tampaknya soal ini memang menjadi cita-cita orang banyak demi kebahagiaan bersama, maka Ko-san-pay kami dengan sendirinya juga mengikuti suara orang banyak dan siap meleburkan diri."
Dalam hati Lenghou Tiong menjengek, "Hm, urusan ini hakikatnya adalah kau yang merencanakan sebagai biang keladi, tapi kau malah pura-pura mengikuti suara orang banyak dan berlagak tidak tahu."
Terdengar Co Leng-tan berkata pula, "Di antara ngo-pay (kelima aliran) kini sudah ada tiga yang setuju bergabung, sekarang tinggal Hoa-san-pay dan Hing-san-pay saja, entah bagaimana pendapat kalian" Ketua Hing-san-pay yang dahulu, mendiang Ting-sian Suthay pernah beberapa kali berunding dengan Cayhe tentang penggabungan ini, beliau waktu itu juga sangat setuju, begitu pula Ting-cing dan Ting-yat Suthay juga akur."
Sekonyong-konyong di tengah orang banyak suara seorang wanita yang nyaring berseru, "Co-ciangbun, ucapanmu ini tidak betul. Sebelum ciangbunjin dan kedua susiok kami wafat, beliau-beliau justru menentang keras soal penggabungan Ngo-gak-kiam-pay ini. Sebabnya beliau-beliau bertiga wafat berturut-turut justru karena mereka antipeleburan ini. Mengapa kau malah sengaja memaksakan pendirianmu atas beliau bertiga?"
Semua orang sama memandang ke arah orang yang bicara itu, ternyata adalah seorang anak dara cantik, yaitu murid Hing-san-pay yang bernama The Oh.
Bab 112. Siapa yang Berdiri di Belakang Tho-kok-lak-sian
Dengan lantang Co Leng-tan menjawab, "Guru kalian mempunyai pandangan jauh dan perhitungan mendalam, beliau adalah tokoh paling hebat dari Ngo-gak-kiam-pay kita, selamanya aku pun sangat kagum padanya. Cuma sayang beliau telah meninggal di Siau-lim-si tempo hari, kalau beliau masih hidup, maka ketua Ngo-gak-pay hari ini rasanya takkan diperebutkan lagi, cukup serahkan saja kepada Ting-sian Suthay."
Ia merandek sejenak, lalu menyambung pula, "Dahulu di waktu Cayhe berunding tentang penggabungan Ngo-gak-kiam-pay dengan Ting-sian Suthay bertiga, secara tegas Cayhe juga pernah menyatakan bilamana peleburan Ngo-gak-kiam-pay jadi dilaksanakan, maka jabatan ketua Ngo-gak-pay sudah pasti akan kuminta Ting-sian Suthay yang menjabatnya. Tatkala mana Ting-sian Suthay secara rendah hati telah menolak usulku, tapi setelah Cayhe menyarankan dengan sungguh-sungguh, akhirnya Ting-sian Suthay tidak menolak lagi. Tapi, ai, sungguh harus disesalkan, seorang kesatria wanita yang belum merampungkan darmabakti itu sudah mendahului meninggal di Siau-lim-si, sungguh membikin hati sedih dan gegetun."
Berturut-turut ia dua kali menyebut Siau-lim-si, secara samar-samar ucapannya itu hendak mengingatkan orang bahwa kematian Ting-sian dan Ting-yat Suthay itu adalah perbuatan pihak Siau-lim-si, seumpama pembunuhnya bukan orang Siau-lim-pay, tapi tempat kejadian itu adalah tempat suci yang diagungkan dunia persilatan, namun pembunuh itu tetap berani melakukan kejahatannya, maka betapa pun pihak Siau-lim-pay harus ikut bertanggung jawab.
Tiba-tiba suara seorang serak kasar berteriak, "Ucapan Co-ciangbun kurang tepat. Dahulu Ting-sian Suthay pernah berkata padaku, katanya beliau justru mendukung engkau menjadi ketua Ngo-gak-pay."
Co Leng-tan menjadi senang, ia coba memandang ke arah pembicara, dilihatnya orang itu berwajah buruk dan aneh, kepala kecil lancip, mata kecil seperti tikus, ternyata tidak dikenalnya. Tapi dari bajunya yang berwarna hitam dapat diketahui adalah orang Hing-san-pay. Di sebelahnya berdiri pula lima orang yang berwajah serupa, dandanan juga sama. Ia tidak tahu bahwa keenam orang itu adalah Tho-kok-lak-sian.
Meski senang dalam hati, tapi lahirnya Co Leng-tan pura-pura dingin saja, katanya, "Siapakah nama Saudara yang mulia ini" Meski dahulu Ting-sian Suthay memang pernah menyarankan demikian, tapi kalau Cayhe dibandingkan beliau boleh dikata jauh untuk bisa memadai."
Yang baru bicara itu adalah Tho-kin-sian, dia berdehem satu kali, lalu menjawab, "Aku bernama Tho-kin-sian, kelima orang ini adalah saudara-saudaraku."
"O, sudah lama kagum, sudah lama kagum!" ujar Co Leng-tan.
"Apa yang menjadikan kau kagum kepada kami?" tanya Tho-ki-sian. "Kagum terhadap ilmu silat kami atau kagum terhadap kecerdikan kami?"
"Buset, kiranya orang dogol," demikian Co Leng-tan membatin dalam hati. Tapi mengingat kata-kata Tho-kin-sian yang memujinya tadi, ia lantas menjawab, "Baik ilmu silat maupun kecerdikan kalian sudah lama kukagumi."
"Ilmu silat kami sih tidak seberapa," sela Tho-kan-sian. "Bila kami berenam maju sekaligus memang lebih tinggi sedikit daripada kau Co-bengcu, tapi kalau satu lawan satu harus diakui selisih rada jauh."
"Namun kalau bicara tentang kecerdikan memang kami jauh lebih tinggi daripadamu," sambung Tho-hoa-sian.
"Betulkah begitu?" jengek Co Leng-tan sambil mengerut kening.
"Sedikit pun tidak salah," sahut Tho-hoa-sian. "Begitulah dikatakan oleh Ting-sian Suthay dahulu."
"Ya, dahulu di waktu Ting-sian Suthay mengobrol dengan Ting-cing dan Ting-yat Suthay bila bicara tentang penggabungan Ngo-gak-kiam-pay, sering kali Ting-sian Suthay mengatakan bahwa orang yang paling tepat menjabat ketua Ngo-gak-pay adalah Co-bengcu dari Ko-san. Kau percaya tidak apa yang dikatakan Ting-sian Suthay?"
"Itu karena Ting-sian Suthay menghargai diriku, tapi aku sendiri tidak berani menerimanya," ujar Co Leng-tan.
"Kau jangan senang dahulu," kata Tho-kin-sian. "Sebab Ting-cing Suthay berpendapat lain, beliau mengatakan engkau Co-bengcu memang seorang kesatria, kalau dibandingkan para tokoh persilatan umumnya, memang termasuk pilihan yang baik bila engkau diangkat menjadi ketua Ngo-gak-pay, namun beliau anggap kau terlalu nafsu, terlalu mementingkan diri pribadi, berpikiran sempit, dada kurang lapang, bila kau jadi diangkat menjadi ketua, maka yang paling celaka tentulah anak murid Hing-san-pay yang terdiri dari kaum wanita semua ini."
"Ya, maka Ting-sian Suthay lantas berkata bahwa untuk calon ketua yang bijaksana sudah tersedia enam kesatria sejati di sini," sambung Tho-kan-sian. "Keenam kesatria ini tidak cuma tinggi dalam ilmu silat, bahkan pengetahuannya luas dan cerdik, mereka sangat cocok untuk diangkat menjadi ketua Ngo-gak-pay."
"Enam kesatria?" jengek Co Leng-tan. "Hm, mana keenam orang itu?"
"Aha, tak-lain tak-bukan ialah kami berenam saudara ini," jawab Tho-hoa-sian.
Maka bergemuruhlah suara tertawa orang banyak oleh kata-kata Tho-hoa-sian itu. Sebagian besar para hadirin itu tidak kenal Tho-kok-lak-sian, tapi melihat wajah mereka yang aneh dan tingkah laku yang lucu, kata-katanya jenaka, malah sekarang mengaku punya kepandaian tinggi dan pengetahuan yang luas, tentu saja mereka merasa geli.
Begitulah Tho-ki-sian lantas ikut menyambung, "Dahulu ketika Ting-sian Suthay menyebut "keenam kesatria", seketika Ting-cing dan Ting-yat Suthay teringat kepada kami berenam saudara, maka serentak mereka bersorak setuju. Eh, apa yang dikatakan Ting-yat Suthay ketika itu, apakah kau masih ingat, Saudaraku?"
"Sudah tentu aku masih ingat," sahut Tho-sit-sian. "Di tengah sorak gembira ketiga tokoh itu, Ting-yat Suthay lantas berkata, "Tho-kok-lak-sian memang selisih sedikit kalau dibandingkan Hong-ting Taysu dari Siau-lim-si, masih lebih rendah juga kalau dibandingkan Tiong-hi Totiang dari Bu-tong-pay. Tapi dibandingkan tokoh-tokoh Ngo-gak-kiam-pay pada umumnya boleh dikata tiada seorang pun yang mampu menandingi mereka. Betul tidak, kedua Suci?"
"Maka Ting-cing Suthay telah menjawab, "Sebenarnya bicara tentang ilmu silat dan pengetahuan sesungguhnya Ting-sian Suci masih di atas Tho-kok-lak-sian, cuma sayang kita adalah kaum wanita, untuk menjadi ketua Ngo-gak-pay dan memimpin beribu-ribu pahlawan dan kesatria rasanya rada-rada repot. Maka dari itu, memang paling baik kita menyarankan Tho-kok-lak-sian saja yang menjadi ketua Ngo-gak-pay.?"
Semakin mendengar semakin geli Lenghou Tiong, ia tahu Tho-kok-lak-sian sengaja meledek Co Leng-tan dan mengacaukan pertemuan ini. Kalau Co Leng-tan berani mengarang ucapan orang-orang yang sudah mati, apa salahnya kalau Tho-kok-lak-sian juga membual sehingga Co Leng-tan mati kutu.
Soal penggabungan Ngo-gak-kiam-pay, di antara para hadirin itu kecuali anak buah Ko-san-pay beserta sebagian kecil orang-orang yang sudah berkomplot dengan Co Leng-tan, selebihnya boleh dikata tidak setuju. Ada tokoh-tokoh yang berpandangan jauh seperti Hong-ting Taysu dan Tiong-hi Tojin, mereka khawatir kalau kekuatan Co Leng-tan bertambah besar dan kelak tentu akan menimbulkan bencana bagi dunia Kangouw. Ada yang menyaksikan kematian Thian-bun Tojin tadi secara mengenaskan serta sikap Co Leng-tan yang garang, hal ini telah menimbulkan rasa benci dan memuakkan mereka. Sedangkan orang-orang seperti Lenghou Tiong dan anak murid Hing-san-pay, mereka menduga pasti Co Leng-tan yang membunuh Ting-sian Suthay bertiga, maka yang mereka cita-citakan adalah menuntut balas, dan dengan sendirinya mereka paling tegas memusuhi pihak Ko-san-pay. Maka dari itu mereka menjadi senang, bahkan banyak yang tertawa riuh melihat Co Leng-tan mati kutu menghadapi Tho-kok-lak-sian yang bicara secara lucu itu.
Maka terdengarlah suara seorang berseru, "Tho-kok-lak-sian, apa yang diucapkan Ting-sian Suthay bertiga itu, siapa lagi yang mendengarkan?" Agaknya pembicara ini adalah begundalnya Co Leng-tan.
Dengan tertawa Tho-kin-sian menjawab, "Berpuluh anak murid Hing-san-pay juga ikut mendengarkan. Betul tidak, Nona The?"
The Oh menahan rasa gelinya dan menjawab, "Betul! Co-ciangbun, kau sendiri bilang guruku menyetujui penggabungan Ngo-gak-kiam-pay, siapa lagi yang mendengar ucapan beliau ini" Wahai para suci dan sumoay dari Hing-san-pay, adakah di antara kalian pernah mendengar ucapan demikian dari suhuku?"
"Tidak, tidak pernah dengar," jawab berpuluh murid Hing-san-pay secara serentak. Bahkan ada yang berteriak, "Tentu Co-ciangbun sendiri yang mengarang cerita demikian."
Seorang lagi menyambung, "Dibandingkan Co-ciangbun, suhu kami jelas lebih mendukung Tho-kok-lak-sian. Sebagai murid beliau masakah kami tidak tahu pikiran guru sendiri?"
Di tengah suara tertawa orang banyak, dengan suara keras Tho-ki-sian lantas berseru, "Nah, betul tidak kata-kata kami" Kami tidak berdusta bukan" Malahan kemudian Ting-sian Suthay berkata pula, "Setelah bergabung, yang menjabat ketua Ngo-gak-pay hanya satu orang saja, padahal Tho-kok-lak-sian terdiri dari enam orang, lalu siapa di antaranya yang harus diangkat?"
"Eh, Saudaraku, apa yang dijawab oleh Ting-cing Suthay waktu itu?"
"Beliau mengatakan... mengatakan, o ya, katanya, "Biar ngo-pay dilebur menjadi satu, tapi kelima gunung yang menjadi empat kedudukan kelima aliran itu toh tak bisa dikumpulkan menjadi satu, sedangkan Co Leng-tan juga bukan malaikat dewata, apa dia mampu memindahkan kelima gunung itu untuk dipersatukan" Maka dari itu Tho-kok-lak-sian diminta membagi lima orang untuk menduduki kelima pegunungan itu, sisanya seorang lagi adalah pemimpin pusat."
"Lalu Ting-yat Suthay menanggapi, "Pendapat Suci memang benar. Rupanya ayah-bunda Tho-kok-lak-sian sudah tahu sebelumnya bahwa kelak Co Leng-tan akan melebur Ngo-gak-kiam-pay menjadi satu, maka sengaja melahirkan mereka enam bersaudara. Kenapa tidak melahirkan lima orang atau tujuh orang, tapi bikin pas enam orang. Sungguh harus dikagumi kepandaian ayah-bunda Tho-kok-lak-sian itu.?"
Mendengar kata-kata jenaka ini, seketika bergemuruhlah suara tawa orang banyak.
Sebenarnya rencana Co Leng-tan dalam pertemuan ini akan dilaksanakan secara khidmat dan tertib agar disegani oleh para kesatria yang hadir, siapa duga mendadak muncul enam manusia dogol dan mengacaukan upacara yang diagungkan ini. Keruan gusar Co Leng-tan tak terlukiskan. Cuma sayang dia sendiri adalah tuan rumah sehingga terpaksa harus bersabar sedapat mungkin. Tapi di dalam batin ia mengutuk Tho-kok-lak-sian dan mengambil keputusan bila urusan penting sudah selesai, maka keenam keparat ini pasti akan dibinasakan olehnya.
Dalam pada itu Tho-sit-sian mendadak menangis keras-keras, teriaknya, "Wah, tidak bisa, tidak bisa jadi. Kami berenam saudara sejak keluar dari perut ibu selamanya tak pernah berpisah satu sama lain, bilamana sekarang kami masing-masing harus menjabat ketua dari kelima aliran sehingga terpaksa terpencar di lima tempat, ini takkan kulakukan, takkan kulakoni."
Cara menangisnya begitu sungguh-sungguh, seakan-akan kedudukan mereka di lima gunung untuk menjabat ketua kelima aliran itu sudah ditetapkan dengan pasti, maka merasa tidak tega untuk berpisah dengan saudaranya.
Terdengar Tho-kan-sian lantas menanggapi, "Tak perlu Adik bersedih, kita berenam pasti takkan berpisah, kau tidak tega berpisah dengan para kakak-kakak, maka kakakmu ini pun tidak tega berpisah dengan adikku. Maka jalan paling baik supaya kita tidak diangkat menjadi pemimpin kelima gunung yang terpisah jauh satu sama lain itu, terpaksa kita harus menyatakan antipenggabungan Ngo-gak-kiam-pay ini."
"Ya, seumpama benar harus dilebur juga perlu tunggu sampai nanti di tengah Ngo-gak-kiam-pay sudah muncul seorang pahlawan sejati, seorang kesatria tulen yang lebih berwibawa daripada kita berenam, yang cocok untuk memimpin Ngo-gak-pay, dengan begitulah baru kita dapat menyetujui penggabungan ini."
Melihat keenam orang itu masih terus mengoceh tak keruan, Co Leng-tan pikir harus ambil tindakan tegas dan tepat untuk mengatasi keadaan, maka segera ia berteriak, "Sesungguhnya ketua Hing-san-pay dijabat kalian berenam kesatria ini ataukah masih ada orang lain lagi" Apakah urusan Hing-san-pay telah dikuasakan kepada kalian?"
"Kalau kami berenam kesatria besar ini mau menjabat ketua Hing-san-pay sebenarnya bukan soal," jawab Tho-ki-sian. "Tapi mengingat ketua Ko-san-pay adalah engkau ini, bila kami menjadi ketua Hing-san-pay, itu akan berarti kami harus berdiri sama tinggi dan berduduk sama rendah dengan orang she Co seperti kau, untuk ini, hehe, hehe...."
"Berdiri sama tinggi dengan dia sudah tentu akan sangat merosotkan derajat kami berenam, sebab itulah ketua Hing-san-pay terpaksa kami serahkan kepada Lenghou-kongcu untuk menjabatnya," sambung Tho-hoa-sian.
Sungguh tidak kepalang rasa murka Co Leng-tan, dengan dingin ia berkata kepada Lenghou Tiong, "Lenghou-kongcu, engkau adalah ketua Hing-san-pay, kenapa kau tidak dapat mengajar mereka dan membiarkan dia mengoceh tak keruan di depan para kesatria, kan membikin malu saja?"
"Keenam saudara ini bicara secara kekanak-kanakan tanpa tedeng aling-aling, tapi sesungguhnya mereka bukan manusia yang suka mengarang kata-kata ngawur dan omongan dusta," jawab Lenghou Tiong. "Mereka hanya menguraikan kembali apa yang pernah diucapkan mendiang ketua kami Ting-sian Suthay, sudah tentu jauh lebih dapat dipercaya daripada orang luar yang suka ngaco-belo tanpa dasar."
"Hm, jadi penggabungan Ngo-gak-kiam-pay sekarang hanya Hing-san-pay kalian yang mempunyai pendirian berbeda?" jengek Co Leng-tan.
"Hing-san-pay sih tiada pendirian yang tersendiri. Gak-siansing, ketua Hoa-san-pay adalah guruku yang berbudi yang pertama mengajarkan kepandaian padaku, meski Cayhe sekarang telah masuk di aliran lain, tapi tak berani melupakan ajaran-ajaran guruku di masa lampau."
"Jika demikian, jadi kau masih tetap tunduk kepada apa yang dikatakan Gak-siansing dari Hoa-san?" Co Leng-tan menegas.
"Benar," sahut Lenghou Tiong. "Hing-san-pay kami dan Hoa-san-pay tetap bahu-membahu dan gotong royong satu hati."
Co Leng-tan lantas berpaling ke arah Hoa-san-pay dan berseru, "Gak-siansing, Lenghou-ciangbun ternyata tidak melupakan budi kebaikanmu terhadapnya di masa lampau, sungguh aku ikut gembira dan bahagia bagimu. Dalam hal penggabungan Ngo-gak-kiam-pay ini apakah engkau pro atau anti, yang jelas Lenghou-ciangbun telah menyatakan akan mengikuti haluanmu. Lantas bagaimana dengan pendirianmu?"
"Terima kasih atas pertanyaan Co-bengcu ini," jawab Gak Put-kun dengan tenang-tenang. "Mengenai urusan penggabungan ini Cayhe memang pernah mempertimbangkannya secara masak-masak, tapi untuk mengambil suatu keputusan yang sempurna, sungguh tidaklah gampang."
Seketika perhatian semua orang beralih atas diri Gak Put-kun. Sebagian besar di antara hadirin itu berpikir, "Heng-san-pay sudah lemah kekuatannya, Thay-san-pay terpecah belah sehingga tidak mampu menandingi Ko-san-pay, kalau sekarang Hoa-san-pay berdiri satu pihak dengan Hing-san-pay tentu akan sanggup menandingi Ko-san-pay."
Terdengar Gak Put-kun berkata pula, "Selama sejarah Hoa-san-pay kami pernah terjadi pertentangan antara Kiam-cong dan Khi-cong. Banyak di antara locianpwe yang hadir tentu masih ingat. Maka kalau teringat kepada pertentangan di antara orang sendiri secara kejam di masa lalu itu, sungguh sampai sekarang Cayhe masih merasa ngeri...."
Lenghou Tiong menjadi heran mengapa Gak Put-kun hari ini mencerocos tentang urusan dalam Hoa-san-pay yang biasanya tidak suka diceritakannya kepada orang luar, sebab pertentangan Khi-cong dan Kiam-cong sesama Hoa-san-pay itu betapa pun memalukan bila diketahui orang.
Dalam pada itu terdengar Gak Put-kun melanjutkan kata-katanya dengan suara yang melengking nyaring berkumandang jauh, diam-diam Lenghou Tiong pikir sang guru ternyata sudah mencapai tingkatan yang lebih tinggi dari ilmu "Ci-he-sin-kang" yang dilatihnya itu.
Terdengar Gak Put-kun lagi berkata, "Sebab itulah Cayhe merasa di antara berbagai golongan dan aliran persilatan kita ini daripada terpecah belah adalah lebih baik tergabung menjadi satu. Selama beratus-ratus, bahkan beribu-ribu tahun entah sudah betapa banyak para kawan bu-lim yang telah menjadi korban bunuh-membunuh, semuanya itu adalah karena gara-gara perbedaan paham, perselisihan golongan. Cayhe sering kali berpikir, bilamana dunia persilatan kita tiada perbedaan golongan dan perguruan, semua orang adalah anggota satu keluarga besar saja, satu sama lain laksana saudara sekandung, maka dapat dipastikan setiap percekcokan dan pertumpahan darah tentu akan dapat dikurangi."
Pada umumnya orang persilatan memang sering mengalami nasib mati pada usia muda dan meninggalkan anak istri yang merana. Maka kata-kata Gak Put-kun sebenarnya tepat mengenai lubuk hati sebagian besar di antara hadirin. Tidak heran kalau banyak di antaranya sama manggut-manggut dan ada yang memuji keluhuran budi Gak Put-kun sesuai dengan julukannya, yaitu "Kun-cu-kiam", Si Pedang Kesatria Sejati.
Begitulah Gak Put-kun melanjutkan pula, "Namun karena perbedaan di antara sumber ilmu silat yang diyakinkan masing-masing aliran, cara berlatihnya juga berlainan, maka untuk mempersatukan orang-orang persilatan sehingga tanpa membedakan golongan dan aliran, sungguh bukan persoalan yang mudah."
"Siancay! Siancay!" Hong-ting Taysu bersabda. "Kata-kata Gak-siansing ini benar-benar mahabijaksana. Bilamana setiap orang persilatan mempunyai jalan pikiran seperti Gak-siansing, maka kekacauan dunia ini tentu akan hilang sirna tanpa bekas."
"Ah, Taysu terlalu memuji," kata Gak Put-kun. "Sedikit pendapat Cayhe yang dangkal ini tentunya sebelumnya sudah menjadi buah pikiran para padri sakti turun-temurun dari Siau-lim-pay. Sebenarnya dengan nama dan pengaruh Siau-lim-si, asalkan mau tampil ke muka dan menyerukan persatuan, maka setiap orang yang berpandangan jauh tentu akan setuju dan pasti akan banyak manfaatnya selama ratusan tahun terakhir ini. Namun sampai sekarang di antara berbagai golongan dan aliran masih terus bertentangan satu sama lain baik secara terang-terangan maupun secara gelap-gelapan sehingga banyak mengorbankan jiwa dan harta. Bahwasanya selama ini banyak di antara tokoh bijaksana telah menyelami betapa besar bencana yang ditimbulkan karena perbedaan golongan dan aliran, lalu mengapa kita tidak bertekad untuk melenyapkannya" Cayhe benar-benar bingung, sudah sekian lamanya Cayhe merenungkan persoalan ini, baru beberapa hari yang lalu Cayhe sadar dan memahami di mana letaknya kunci untuk memecahkan persoalan ini. Karena urusan ini menyangkut nasib setiap kawan persilatan, Cayhe tidak berani merahasiakan hasil pemikiranku ini, maka ingin kukemukakan di sini dan minta pertimbangan para hadirin."
"Silakan bicara, silakan bicara," seru orang banyak. "Pendapat Gak-siansing pasti sangat bagus!"
Setelah suasana rada tenang kembali barulah Gak Put-kun bicara pula, "Setelah Cayhe merenungkan secara mendalam, akhirnya kuketemukan titik persoalannya. Rupanya penyakit kegagalan daripada usaha penghapusan perbedaan golongan dan aliran ini sering kali disebabkan usaha yang terburu nafsu. Maklumlah, golongan dan aliran persilatan kita berpuluh-puluh, bahkan beratus-ratus banyaknya, setiap golongan juga sudah bersejarah sekian lamanya, kalau sekaligus hendak melenyapkan sejarah golongan masing-masing boleh dikatakan mahasulit."
"Jika demikian, jadi menurut pendapat Gak-siansing adalah tidak mungkin untuk menghapuskan perbedaan golongan dan aliran" Jika betul demikian bukankah pendapat Gak-siansing ini sangat mengecewakan harapan orang?" ujar Co Leng-tan.
"Walaupun mahasukar, tapi bukannya sama sekali tidak dapat," jawab Gak Put-kun. "Barusan Cayhe menyatakan bahwa titik penyakitnya terletak pada usaha yang terburu nafsu ingin cepat, malah macet. Jadi caranya yang harus diubah, asalkan haluannya berubah, lalu dihadapi bersama dengan segenap tenaga oleh para kawan, apakah usaha ini akan berjalan sampai 50 tahun ataupun 100 tahun, tapi akhirnya pasti jadi."
"Wah, perlu 50 tahun atau 100 tahun, kan para pahlawan dan kesatria yang hadir sekarang ini hampir semuanya sudah masuk kubur?" ujar Co Leng-tan.
"Kaum kita hanya perlu berusaha sepenuh tenaga, soal akan berhasil atau tidak dari usaha kita bukan soal," kata Gak Put-kun. "Ini namanya leluhur tanam pohonnya dan keturunan memetik buahnya. Kita hanya tanam pohon saja, biarlah anak cucu kita yang menerima buahnya, hal demikian kan perbuatan luhur" Pula, usaha jangka panjang 50 atau 100 tahun adalah secara keseluruhannya, kalau cuma sedikit hasil saja mungkin dalam waktu delapan atau 10 tahun juga sudah tampak nyata."
"Dalam sepuluh atau delapan tahun sudah akan tampak hasil nyata walaupun hanya bagian kecil, ini sungguh sangat bagus. Tapi entah cara bagaimana kita harus berusaha bersama?" tanya Co Leng-tan.
Gak Put-kun tersenyum, jawabnya, "Seperti apa yang dilakukan Co-bengcu sekarang adalah perbuatan baik yang bermanfaat bagi kaum persilatan umumnya. Bahwasanya sekaligus kita hendak menghapus perbedaan pandangan di antara berbagai golongan dan aliran boleh dikata sukar terlaksana, tapi kalau diusahakan agar golongan-golongan yang tempatnya berdekatan, yang ilmu silatnya mendekati sejenis atau yang mempunyai hubungan lebih rapat, lalu di antara mereka diadakan peleburan sebisanya, maka dalam waktu tidak terlalu lama perbedaan golongan dan aliran di dunia persilatan kita, tentu akan berkurang sebagian besar. Seperti halnya peleburan di antara Ngo-gak-kiam-pay kita adalah suatu bukti nyata bagi golongan-golongan lain."
Ucapan terakhir Gak Put-kun ini seketika membikin para hadirin menjadi gempar, banyak yang berteriak, "O, kiranya Hoa-san-pay juga setuju penggabungan Ngo-gak-kiam-pay."
Lenghou Tiong juga sangat terkejut, pikirnya, "Tak terduga suhu duga menyetujui penggabungan, padahal aku sudah menyatakan akan ikut haluan suhu, apakah aku mesti menarik kembali ucapanku?"
Dengan cemas ia coba memandang ke arah Hong-ting Taysu dan Tiong-hi Tojin, dilihatnya kedua tokoh itu sama menggeleng padanya dengan wajah yang rada lesu.
Maka terdengar Co Leng-tan berkata, "Sebenarnya maksud Ko-san-pay menghendaki penggabungan hanya demi kepentingan kita bersama, sebab kalau bergabung jelas kekuatan menjadi besar, sebaliknya kalau bercerai tenaga menjadi lemah. Tapi dari uraian Gak-siansing tadi ternyata penggabungan Ngo-gak-kiam-pay kita masih dapat mendatangkan manfaat-manfaat begitu besar, sungguh aku menjadi seperti pintar mendadak."
Lalu Gak Put-kun berkata pula, "Sesudah kita bergabung, bila kita ingin memperbesar pengaruh, lalu mengadu kekuatan dengan golongan lain, maka akibatnya hanya menimbulkan bencana di dunia persilatan. Sebab itu asas tujuan peleburan kita ini harus mengutamakan "hindarkan pertentangan dan akhiri permusuhan". Menurut dugaanku banyak di antara kawan persilatan tentu khawatir penggabungan kita ini pasti akan merugikan pihak lain, dalam hal ini aku dapat menyatakan supaya kawan-kawan ini janganlah khawatir."
Banyak di antara hadirin menjadi lega mendengar jaminan Gak Put-kun itu, tapi ada juga yang masih ragu-ragu dan kurang percaya.
"Jika demikian, jadi Hoa-san-pay jelas juga setuju penggabungan?" tanya Co Leng-tan.
Hina Kelana Balada Kaum Kelana Siau-go-kangouw Karya Jin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Benar," jawab Gak Put-kun. Ia merandek sejenak, lalu katanya sambil memandang ke arah Lenghou Tiong, "Lenghou-ciangbun dari Hing-san-pay dahulu pernah berada di Hoa-san, Cayhe pernah mempunyai hubungan guru murid selama 20-an tahun dengan dia. Sejak dia meninggalkan Hoa-san-pay, syukur selama ini dia masih ingat akan hubungan baik di masa silam dan tetap mengharapkan agar Cayhe dapat kumpul bersama lagi dengan dia dalam suatu aliran yang sama. Dalam hal ini tadi Cayhe sudah menyanggupi dia bahwa untuk kumpul kembali di dalam suatu aliran bukanlah soal sulit."
Bicara sampai di sini, wajahnya menampilkan senyuman manis.
Lenghou Tiong tergetar dan sadar seketika, kiranya kesanggupan sang guru akan menerimanya kembali sebagai murid bukanlah kembali ke dalam Hoa-san-pay, tapi masuk ke dalam Ngo-gak-pay sesudah kelima golongan dilebur menjadi satu, rasanya hal ini toh tidak jelek. Apalagi tadi suhu telah menyatakan sesudah dilebur menjadi satu, maka asas tujuannya adalah menghindari pertentangan dan mengakhiri permusuhan. Kalau nanti Hoa-san-pay, Hing-san-pay ditambah dengan Heng-san-pay berdiri di satu pihak, ini berarti akan lebih besar pengaruhnya daripada Ko-san-pay dan Thay-san-pay sehingga asas yang dikemukakan suhu ini dapatlah dijalankan.
Selagi Lenghou Tiong dibuai oleh pikirannya sendiri, terdengar Co Leng-tan lagi berkata, "Syukurlah bahwa Gak-siansing dan Lenghou-ciangbun sejak kini telah dapat berkumpul kembali dalam suatu keluarga besar. Terimalah ucapan selamat dariku!"
Menyusul banyak di antara hadirin juga bersorak menyatakan syukur.
Tapi mendadak Tho-ki-sian berteriak, "Tidak, urusan ini tidak baik, sangat tidak baik."
"Kenapa tidak baik?" tanya Tho-kan-sian.
"Jabatan ketua Hing-san-pay bukankah tadinya adalah hak kita berenam saudara?" tanya Tho-ki-sian.
"Betul!" serentak Tho-kan-sian berlima menjawab.
"Tapi lantaran kita sungkan menjadi ketua segala, makanya kita serahkan jabatan itu kepada Lenghou Tiong dengan suatu syarat bahwa dia harus membalaskan sakit hati kematian Ting-sian Suthay bertiga, betul tidak" Dan kalau tidak melaksanakan tugasnya itu berarti jabatannya sebagai ketua menjadi batal, betul tidak?"
Begitulah setiap kali Tho-ki-sian bertanya, serentak Tho-kan-sian berlima mengiakan pula setiap kali.
"Namun pembunuh Ting-sian Suthay bertiga jelas berada di tengah Ngo-gak-pay juga," kata Tho-ki-sian pula. "Maka menurut pendapatku, besar kemungkinan pembunuh itu she Co kalau tidak she Ci, atau bisa jadi she Cuci. Bilamana Lenghou Tiong jadi masuk Ngo-gak-pay, itu berarti dia akan menjadi saudara seperguruan dengan manusia jahanam she Co atau she Ci atau Cuci dan itu berarti pula dia tak mampu membalaskan sakit hati Ting-sian Suthay bertiga."
"Benar, sedikit pun tidak salah," seru Tho-kok-ngo-sian.
Alangkah gusarnya Co Leng-tan, pikirnya, "Keparat, kalian berenam berani menghina aku di depan umum, bila kalian dibiarkan hidup lebih lama tentu banyak ocehan-ocehan tidak senonoh yang akan kalian lontarkan terhadapku."
Dalam pada itu Tho-kin-sian sedang berkata, "Kalau Lenghou Tiong tidak membalaskan sakit hati Ting-sian Suthay berarti dia batal menjadi ketua Hing-san-pay, bukan" Dan kalau dia batal menjadi ketua Hing-san-pay berarti dia tidak kuasa lagi mengurusi kepentingan Hing-san-pay, bukan" Dan kalau dia tidak kuasa lagi berarti tidak boleh bicara atas nama Hing-san-pay dalam soal penggabungan ini, bukan?"
Setiap kali ia tanya, setiap kali pula Tho-kok-ngo-sian yang lain mengiakan.
Kini Tho-sit-sian yang bicara, "Tapi lowongan ketua tidak boleh selalu kosong, bila Lenghou Tiong tidak menjadi ketua Hing-san-pay, sepantasnya diangkat orang lain yang lebih sesuai, bukan" Adapun calon ketua yang punya ilmu silat tinggi dan pengetahuan luas sudah sejak dulu dinilai oleh Ting-sian Suthay, bukan?"
"Benar!" jawab Tho-kok-ngo-sian. Semakin keras yang bertanya, semakin nyaring pula suara kelima orang yang menjawab.
Lantaran merasa lucu, pula maksud Tho-kok-lak-sian itu jelas sengaja main gila terhadap Ko-san-pay, maka sebagian di antara hadirin itu ikut senang, malahan ada di antaranya lantas ikut-ikutan bersuara, setiap kali Tho-kok-lak-sian bertanya jawab, berpuluh orang hadirin juga ikut-ikut mengiakan.
Ketika Gak Put-kun setuju penggabungan Ngo-gak-kiam-pay tadi, diam-diam Lenghou Tiong merasa cemas dan bingung, sekarang demi mendengar ocehan Tho-kok-lak-sian yang tak keruan itu, dalam hati kecilnya timbul rasa senang seakan-akan keenam orang dogol itu telah menyelesaikan soal sulit baginya. Tapi setelah mengikuti terus ocehan Tho-kok-lak-sian itu, kemudian ia menjadi terheran-heran, sebab sekarang apa yang diucapkan seakan-akan sangat teratur, satu sama lain seperti telah disiapkan, sama sekali berbeda daripada kebiasaan mereka, sungguh perubahan yang aneh. Apa barangkali di belakang mereka ada orang pandai yang memberi petunjuk" Demikian pikir Lenghou Tiong.
Sementara itu Tho-hoa-sian lagi berkata, "Bahwasanya di dalam Hing-san-pay ada enam kesatria yang berilmu silat tinggi dan berpengetahuan luas, siapakah mereka berenam, kalian kan bukan orang bodoh, tentu sudah tahu, bukan?"
Beratus hadirin serentak mengiakan dengan tertawa.
"Siapa keenam kesatria besar itu" Coba katakan!" seru Tho-hoa-sian.
"Siapa lagi kalau bukan kalian Tho-kok-lak-sian!" teriak beratus orang dengan suara riuh.
"Itu dia! Dengan demikian, jadi jabatan ketua Hing-san-pay terpaksa kami berenam menerimanya untuk melaksanakan tugas yang suci sesuai dengan harapan orang banyak, cocok dengan pilihan umum, sesuai dengan kehendak bapak mertua, dan... dan...."
Karena kata-katanya yang melantur, para hadirin sampai terpingkal-pingkal saking geli. Sebaliknya orang-orang Ko-san-pay sangat mendongkol, banyak di antaranya lantas membentak, "Persetan! Kalian berenam keparat ini sengaja mengacau apa di sini" Lekas enyah semua dari sini!"
"Aneh bin heran!" jawab Tho-ki-sian. "Kalian Ko-san-pay dengan segala daya upaya berusaha hendak melebur Ngo-gak-kiam-pay menjadi satu, sekarang kami para kesatria Hing-san-pay telah sudi berkunjung ke Ko-san sini, tapi kalian malah mengusir kami pergi dari sini. Bila kami berenam kesatria besar ini angkat kaki dari sini, segera para kesatria kecil, para pahlawan betina Hing-san-pay yang lain juga akan ikut pergi dari sini, lalu soal penggabungan Ngo-gak-pay kalian itu akan macet setengah jalan, akan mati dalam kandungan dan... dan... gugur. Nah, baiklah, para kawan Hing-san-pay, karena kita sudah tidak diperlukan lagi, marilah kita pergi dari sini, biarkan mereka mengadakan peleburan si-pay (empat aliran) saja. Kalau Co Leng-tan kepingin menjadi ketua Si-gak-pay biarkan saja, kita Hing-san-pay tidak sudi ikut campur."
Dasar Gi-ho, Gi-jing, Gi-lim, dan lain-lain sudah teramat benci kepada Co Leng-tan, demi mendengar ajakan Tho-ki-sian itu, serentak mereka mengiakan, seru mereka, "Benar, hayolah kita pergi dari sini!"
Keruan Co Leng-tan berbalik kelabakan, ia pikir kalau Hing-san-pay pergi, itu berarti Ngo-gak-pay akan tinggal Si-gak-pay. Padahal sejak dahulu kala di dunia ini telah kenal ngo-gak, tidak pernah kenal si-gak segala. Jika si-gak bergabung dan aku menjadi ketua Si-gak-pay, rasanya juga tidak gemilang, sebaliknya malah akan ditertawai oleh orang-orang persilatan.
Bab 113. Perdebatan yang Bertele-tele
Lantaran berpikir demikian, cepat Co Leng-tan berseru, "Nanti dulu, para kawan Hing-san-pay, ada persoalan apa biarlah kita berunding secara baik-baik, kenapa mesti terburu nafsu?"
"Adalah begundalmu yang mengusir kami dan bukan kami sendiri yang mau pergi dari sini," jawab Tho-kin-sian dengan mencibir.
Co Leng-tan mendengus satu kali tanpa menanggapi, sebaliknya ia berkata terhadap Lenghou Tiong, "Lenghou-ciangbun, orang persilatan kita paling mengutamakan pegang janji. Tadi kau sudah menyatakan akan mengikuti haluan Gak-siansing, tentunya kau akan pegang teguh ucapanmu ini."
Lenghou Tiong coba memandang Gak Put-kun, dilihatnya sang guru sedang manggut-manggut padanya dengan sikap simpatik dan sangat mengharapkan. Sebaliknya ketika ia memandang ke arah Hong-ting Taysu dan Tiong-hi Tojin, kedua tokoh itu tampak menggeleng-geleng kepala.
Di tengah kebimbangan itu, terdengar Gak Put-kun berkata, "Anak Tiong, hubungan kita seperti ayah dan anak, ibu-gurumu juga cukup baik padamu, apakah kau tidak ingin berhubungan baik lagi dengan kami seperti dahulu?"
Seketika Lenghou Tiong mencucurkan air mata terharu, tanpa pikir lagi ia lantas berseru, "Suhu dan Sunio, memang itulah yang kuharap-harapkan. Bila kalian setuju penggabungan, maka Anak hanya menurut saja, lain tidak."
Ia merandek sejenak, lalu menyambung pula, "Namun, bagaimana pula dengan sakit hati ketiga Suthay...."
"Kau jangan khawatir," kata Gak Put-kun dengan lantang. "Hal tewasnya Ting-sian Suthay bertiga memang harus disesalkan oleh setiap kawan persilatan kita. Selanjutnya sesudah kelima golongan kita tergabung, maka urusan Hing-san-pay tentu termasuk juga urusanku. Tugas utama kita sekarang tiada lain mencari tahu siapakah pembunuhnya, lalu dengan tenaga gabungan ngo-pay kita serta minta bantuan para kawan bu-lim yang hadir sekarang, biarpun si pembunuh punya kepandaian setinggi langit juga akan kita cincang sampai hancur lebur. Anak Tiong, maka kukatakan lagi janganlah kau khawatir, sekalipun pembunuhnya adalah tokoh tertinggi dari Ngo-gak-pay kita juga takkan kita ampuni."
Kata-kata Gak Put-kun itu diucapkan dengan gagah dan tegas, serentak anak murid Hing-san-pay sama bersorak memuji. Gi-ho lantas berseru, "Ucapan Gak-siansing memang betul. Bila engkau dapat tampil ke muka untuk membalaskan sakit hati ketiga Suthay kami, maka segenap keluarga Hing-san-pay sungguh merasa sangat berterima kasih."
"Soal ini kujamin, dalam tiga tahun bilamana tidak mampu membalaskan sakit hati ketiga Suthay, biarlah nanti kawan bu-lim boleh anggap aku sebagai manusia rendah, orang yang tidak tahu malu," seru Gak Put-kun.
Ucapan ini semakin menimbulkan rasa senang anak murid Hing-san-pay, mereka bersorak gembira, banyak dari kawan-kawan golongan lain juga ikut bertepuk tangan dan memuji.
Menyaksikan itu, Lenghou Tiong berpikir, "Meski aku bertekad menuntut balas bagi ketiga Suthay, tapi susah rasanya memakai batas waktu. Biarpun orang banyak mencurigai Co Leng-tan sebagai pembunuhnya, tapi cara bagaimana membuktikannya" Seumpama dia dapat dibekuk dan ditanyai, apakah dia mau mengaku terus terang" Tapi mengapa Suhu berbicara secara begitu tegas dan pasti" Ya, tentu beliau sudah tahu pasti siapa pembunuhnya dengan bukti-bukti nyata, makanya di dalam tiga tahun Suhu yakin akan dapat membereskannya."
Kalau semula dia mengkhawatirkan anak murid Hing-san-pay menentang pendiriannya yang mengikuti haluan Gak Put-kun, sekarang demi melihat mereka bersorak gembira, maka legalah hatinya, segera ia berseru, "Baik sekali jika demikian. Guruku Gak-siansing sudah menyatakan, asal sudah diselidiki dan jelas siapa pembunuh ketiga Suthay, sekalipun pembunuh itu adalah tokoh tertinggi Ngo-gak-pay juga takkan diampuni. Nah, Co-ciangbun, engkau setujui atas ucapan ini tidak?"
Dengan nada dingin Co Leng-tan menjawab, "Ucapan ini kan sangat tepat, mengapa aku tidak setuju?"
"Bagus," seru Lenghou Tiong. "Nah, para kesatria yang hadir di sini telah mendengar semua, bilamana biang keladi pembunuh ketiga Suthay nanti telah diketahui, tak peduli siapakah dia dan apa kedudukannya, maka setiap orang berhak untuk membinasakan dia."
Serentak sebagian besar di antara hadirin bersorak menyatakan akur.
Setelah suara ramai itu rada mereda, lalu Co Leng-tan berseru, "Nah, jadi sudah jelas Ngo-gak-kiam-pay kita seluruhnya sudah setuju bergabung menjadi satu, maka sejak kini di dunia persilatan takkan muncul pula nama Ngo-gak-kiam-pay, yang ada ialah Ngo-gak-pay. Dengan demikian segenap anggota kelima golongan kita dengan sendirinya juga menjadi anak murid atau anggota Ngo-gak-pay." (Ngo-gak = lima gunung. Yakni gunung sebelah timur Thay-san, sebelah barat Hoa-san, sebelah utara Hing-san, sebelah selatan Heng-san dan gunung bagian tengah Ko-san.)
Habis berkata, ketika ia angkat sebelah tangannya, serentak terdengarlah suara riuh gemuruh petasan bergema di angkasa pegunungan Ko-san sebagai tanda merayakan berdirinya "Ngo-gak-pay" secara resmi.
Menghadapi suasana ramai itu, para kesatria saling pandang dengan tersenyum, mereka sama bersyukur bahwa penggabungan Ngo-gak-kiam-pay dapat berjalan dengan lancar, kalau tidak tentu akan terjadi banjir darah di puncak Ko-san ini.
Begitulah di puncak gunung sunyi itu seketika bertebaran dengan remukan kertas, asap mengepul memenuhi udara, suara petasan makin lama makin riuh sehingga bicara berhadapan tak terdengar. Selang agak lama barulah suara petasan mulai mereda.
Lalu di antara hadirin ada yang menghampiri Co Leng-tan untuk mengucapkan selamat, tampaknya orang-orang ini adalah undangan Ko-san-pay sendiri, karena melihat penggabungan Ngo-gak-kiam-pay terang akan jadi, pengaruh Co Leng-tan juga tambah besar, maka mereka mendahului memberi puji sanjung kepada tuan rumah.
Tiada henti-hentinya Co Leng-tan mengucapkan kata-kata rendah hati, namun tidak urung air mukanya yang biasanya dingin kaku itu menampilkan senyuman kepuasan.
Tiba-tiba terdengar Tho-kin-sian berseru, "Karena penggabungan Ngo-gak-kiam-pay menjadi Ngo-gak-pay sudah jadi, maka kami Tho-kok-lak-sian terpaksa ikut mendukungnya, ini namanya menurut arah angin."
Co Leng-tan membatin, "Sejak keenam keparat ini datang ke sini, hanya kata-kata inilah pantas didengar."
Dalam pada itu Tho-kan-sian juga berseru, "Pada umumnya setiap aliran tentu ada seorang ketua. Lalu ketua Ngo-gak-pay ini harus dipegang siapa" Bila para hadirin mengangkat kami Tho-kok-lak-sian, mau tak mau kami pun akan menerimanya."
"Menurut kata-kata Gak-siansing tadi bahwa penggabungan ini adalah demi kepentingan dunia persilatan umumnya dan tidak untuk keuntungan pribadi," seru Tho-ki-sian pula. "Jika demikian halnya, maka tugas seorang ketua sungguh sangat berat, namun apa mau dikata, terpaksa kami berenam saudara akan bekerja sekuat tenaga."
"Memang, kalau para hadirin begini simpatik kepada kami, mana boleh kami tidak bekerja mati-matian demi kawan-kawan Kangouw umumnya?" sambung Tho-yap-sian.
Begitulah mereka bertanya-jawab seperti dagelan, seakan-akan mereka benar-benar telah diangkat menjadi ketua oleh pilihan orang banyak.
Dengan gemas seorang tua berbaju kuning dari Ko-san-pay berteriak, "Hei, siapakah yang mengangkat kalian menjadi ketua Ngo-gak-pay" Huh, seperti orang gila, tidak tahu malu?"
Serentak orang-orang Ko-san-pay yang lain juga sama mencemoohkan, "Persetan! Omong kosong melulu!"
"Huh, kalau bukan hari gembira, jangan harap kalian dapat turun dari sini dengan selamat!"
Lalu seorang lain berseru kepada Lenghou Tiong, "Lenghou-ciangbun, keenam orang gila itu mengacau terus dari tadi, kenapa kau diam saja?"
"Hah, kau panggil Lenghou Tiong sebagai "Lenghou-ciangbun", jadi kau mengakui dia sebagai Ciangbunjin (ketua) Ngo-gak-pay?" teriak Tho-hoa-sian. "Tadi Co Leng-tan sendiri sudah menyatakan bahwa Thay-san-pay, Ko-san-pay, dan lain-lain sudah dihapus dari dunia persilatan, dengan sendirinya "ciangbun" yang kau sebut tentunya dimaksudkan sebagai ciangbun dari Ngo-gak-pay."
"Meski Lenghou Tiong masih selisih setingkat daripada kami jika dia yang menjabat ketua Ngo-gak-pay, tapi kalau yang lebih baik seperti kami tidak mau, ya, terpaksa boleh juga terima saja tokoh yang lebih rendah sedikit," ujar Tho-sit-sian.
Lalu Tho-kin-sian berteriak keras-keras, "Nah, Ko-san-pay mengusulkan Lenghou Tiong sebagai ketua Ngo-gak-pay, bagaimana pendapat para hadirin?"
"Setuju!" terdengar beratus-ratus orang berteriak, suaranya nyaring merdu, terang mereka adalah anak murid Hing-san-pay.
Hanya karena salah omong, salah seorang tua Ko-san-pay salah ucap "Lenghou-ciangbun" dan kelemahan ini lantas dipegang oleh Tho-kok-lak-sian, keruan orang Ko-san-pay itu menjadi serbasusah dan bingung, serunya dengan gelagapan, "Tidak, ti... tidak! Bu... bukan... bukan begitu maksudku."
"Bukan begitu maksudmu" Jika demikian tentu kau anggap kami Tho-kok-lak-sian lebih cocok menjadi ketua Ngo-gak-pay," seru Tho-kan-sian. "Wah, atas dukungan Saudara dan rasa cintamu kepada kami, terpaksa kami tak bisa menolak dan mau tak mau harus menerimanya."
"Begini saja," sambung Tho-ki-sian. "Kami akan pegang pimpinan setahun atau enam bulan, kalau segala urusan sudah berjalan lancar barulah kami serahkan kedudukan penting ini kepada tokoh lain."
"Betul, betul! Ini namanya tahu kewajiban dan pemimpin bijaksana!" teriak Tho-kok-ngo-sian yang lain.
Sungguh tidak kepalang mendongkolnya Co Leng-tan, dengan nada dingin ia berseru, "Kalian berenam sudah terlalu banyak mengoceh, seakan-akan para kesatria yang hadir di Ko-san ini tak berharga sama sekali, boleh tidak kalau orang lain juga diberi kesempatan bicara sedikit?"
"Boleh, sudah tentu boleh, kenapa tidak boleh?" jawab Tho-hoa-sian. "Ada kata-kata lekas diucapkan, ada kentut lekas dilepaskan!"
Seketika suasana menjadi sunyi malah demi mendengar kata-kata Tho-hoa-sian itu. Maklum, siapa pun tidak mau membuka suara supaya tidak dianggap kentut.
Selang agak lama barulah Co Leng-tan berbicara, "Para hadirin silakan kemukakan pandangan masing-masing, tentang ocehan keenam orang gila ini tak perlu digubris lagi!"
Berbareng Tho-kok-lak-sian menghirup napas panjang-panjang, lalu hidung mereka sama-sama mendengus-dengus dan berkata, "Nyaring benar kentutnya, tapi untung, tidak terlalu bau!"
Seorang tua Ko-san-pay tampil ke muka pula dan berseru, "Ngo-gak-kiam-pay berserikat secara senasib setanggungan, paling akhir ini pimpinan selalu dijabat oleh Co-ciangbun, nama beliau cukup terkenal, wibawanya cukup disegani. Kalau sekarang ngo-pay kita dilebur, dengan sendirinya Co-bengcu pula yang pantas menjadi ciangbunjin kita. Kalau dijabat orang lain, kukira sukar diterima oleh orang banyak."
"Tidak betul, kurang tepat!" seru Tho-hoa-sian. "Penggabungan kelima aliran adalah peristiwa hebat dan merupakan sejarah baru, oleh karena itu ciangbunjin juga harus diganti yang baru, harus diangkat orang baru."
"Benar," sambung Tho-sit-sian. "Jika Co Leng-tan tetap menjadi ketua, itu berarti ganti botol tanpa ganti isi, lalu apa gunanya Ngo-gak-kiam-pay dilebur menjadi satu?"
"Kukira ketua Ngo-gak-pay dapat dijabat oleh siapa pun juga," kata Tho-ki-sian. "Hanya Co Leng-tan saja yang tidak boleh menjabatnya."
"Menurut pendapatku, paling baik kalau jabatan ketua ini kita jabat secara bergiliran, seorang menjadi ketua satu hari, hari ini kau yang menjadi ketua, besok ganti aku, lusa dia, semuanya mendapat bagian, tiada satu pun yang dirugikan. Ini namanya adil, tidak pilih kasih, tanpa pandang bulu, barang baik, harga pas!" seru Tho-yap-sian.
"Usulmu ini sungguh teramat bagus!" sambut Tho-kin-sian. "Dan yang pantas menjabat ketua yang pertama adalah nona cilik yang berusia paling muda. Maka aku mengusulkan adik cilik Cin Koan dari Hing-san-pay menjadi ketua Ngo-gak-pay pertama pada hari ini!"
Para anak murid Hing-san-pay serentak bersorak setuju sebab mereka tahu apa yang diucapkan Tho-kok-lak-sian memang sengaja untuk menentang rencana busuk Co Leng-tan. Selain itu ribuan hadirin yang juga senang pada kekacauan juga ikut-ikutan berteriak setuju, sehingga di puncak Ko-san itu seketika menjadi riuh ramai lagi.
Seorang tosu tua dari Ko-san-pay tampil pula dan berseru, "Ketua Ngo-gak-pay harus dijabat oleh seorang yang pandai dan bijaksana, seorang tokoh terkemuka yang punya nama dan berpengaruh, mana bisa jabatan sepenting itu diduduki secara bergiliran, sungguh pikiran anak kecil kalian ini!"
Begitu keras dan lantang suara tosu tua ini sehingga di tengah ribut-ribut itu toh didengar dengan jelas oleh setiap hadirin.
Tho-ki-sian lantas menanggapi, "Orang pandai dan bijaksana dengan nama baik dan berpengaruh" Kukira tokoh dunia persilatan yang memenuhi syarat ini kecuali Tho-kok-lak-sian hanya ketua Siau-lim-si saja yang dapat diterima, yaitu Hong-ting Taysu."
Setiap kali Tho-kok-lak-sian bicara tadi selalu menimbulkan gelak tertawa orang banyak, semuanya anggap mereka seperti badut saja. Tapi sekarang demi Tho-ki-sian menyebut nama Hong-ting Taysu, seketika suasana menjadi sunyi, semua orang menjadi bungkam.
Maklumlah Hong-ting Taysu adalah tokoh yang dihormati dan disegani oleh setiap orang bu-lim, nama Siau-lim-si juga sangat berpengaruh di dunia persilatan. Maka Hong-ting Taysu memang tak bisa dibantah sebagai seorang yang pandai dan bijaksana, punya nama baik dan berpengaruh.
Begitulah Tho-kin-sian lantas berteriak, "Ketua Siau-lim-si Hong-ting Taysu terhitung tokoh yang pandai dan bijaksana, orang yang punya nama baik dan berpengaruh tidak?"
"Ya, betul, beliau terhitung tokoh nomor satu untuk memenuhi syarat itu!" teriak beribu-ribu hadirin berbareng.
"Bagus!" sambut Tho-kin-sian. "Itu tandanya Hong-ting Taysu telah disetujui dengan suara bulat oleh para hadirin, jika demikian maka ketua Ngo-gak-pay ini kita serahkan untuk dijabat oleh Hong-ting Taysu."
"Ngaco-belo!" teriak sebagian orang-orang Thay-san-pay dan Ko-san-pay. "Hong-ting Taysu sendiri adalah ketua Siau-lim-pay, apa sangkut pautnya dengan Ngo-gak-pay kita?"
"Tadi tosu tua itu mengatakan jabatan ketua ini harus dipegang oleh seorang tokoh pandai dan bijaksana yang punya nama baik dan berpengaruh. Sekarang kita telah mendapatkan pilihan yang tepat dan sesuai dengan syarat tersebut, yaitu Hong-ting Taysu, memangnya kau berani menyangkal beliau tidak memenuhi syarat-syarat itu" Huh, coba katakan kalau kau minta kami ganyang lebih dulu."
"Hong-ting Taysu memang seorang tokoh yang harus dihormati oleh siapa pun juga," kata Giok-ki-cu dari Thay-san-pay. "Tetapi yang kita pilih sekarang adalah ketua Ngo-gak-pay, sedangkan Hong-ting Taysu adalah tamu, mana boleh beliau diikutsertakan dalam urusan ini."
"O, jadi maksudmu Hong-ting Taysu tak dapat dipilih menjadi ketua Ngo-gak-pay lantaran Siau-lim-si kau anggap tiada sangkut pautnya dengan Ngo-gak-pay?" tanya Tho-kan-sian.
"Benar," jawab Giok-ki-cu.
"Mengapa Siau-lim-pay tiada sangkut pautnya dengan Ngo-gak-pay" Aku justru mengatakan sangat besar sangkut pautnya! Coba katakan, Ngo-gak-pay terdiri dari kelima pay apa?" tanya Tho-kan-sian.
"Ah, Saudara ini sudah tahu sengaja tanya," ujar Giok-ki-cu. "Ngo-gak-pay jelas terdiri dari Ko-san, Heng-san, Thay-san, Hing-san, dan Hoa-san-pay."
"Salah, salah besar!" seri Tho-hoa-sian dan Tho-sit-sian berbareng. "Tadi Co Leng-tan menyatakan bahwa setelah Ngo-gak-kiam-pay bergabung, maka nama Thay-san-pay, Ko-san-pay segala takkan dipertahankan lagi, mengapa sekarang kau menyebut lagi kelima pay itu?"
"Ini tandanya dia tidak pernah melupakan golongannya sendiri, begitu ada kesempatan tentu dia akan menegakkan kembali kebesaran Thay-san-pay," sambung Tho-yap-sian.
Banyak hadirin yang tertawa geli, mereka pikir Tho-kok-lak-sian tampaknya suka gila-gilaan, tapi asal lawan sedikit salah bicara segera didebat oleh mereka sehingga mati kutu.
Maklumlah, sejak mulai dapat bicara Tho-kok-lak-sian lantas suka bantah-membantah dan debat-mendebat di antara saudara-saudaranya sendiri, selama berpuluh tahun pekerjaan mereka hanya berdebat melulu, ditambah lagi enam kepala digunakan sekaligus, enam mulut mengap berbareng, tentu saja orang lain kewalahan menghadapi mereka berenam.
Begitulah Giok-ki-cu menjadi tersipu-sipu oleh debatan Tho-kok-lak-sian tadi, terpaksa ia berkata, "Huh, Ngo-gak-pay punya keenam anggota istimewa macam kalian, sungguh sial."
"Kau bilang Ngo-gak-pay sial" Itu berarti kau menghina Ngo-gak-pay dan tidak sudi masuk Ngo-gak-pay," kata Tho-hoa-sian.
"Ngo-gak-pay kita didirikan pada hari pertama ini sudah kau sumpahi dengan ucapan sial, padahal kita semua mengharapkan Ngo-gak-pay akan berkembang dan berjaya di dunia persilatan, Giok-ki Totiang, mengapa hatimu begitu jahat dan sengaja mengutuki?" sambung Tho-sit-sian.
"Ya, itu menandakan Giok-ki Tojin menghendaki kegagalan pendirian Ngo-gak-pay kita, maksud jahat seperti ini mana boleh kita mengampuni dia?" kata Tho-yap-sian.
Pada umumnya orang Kangouw paling sirik pada kata-kata yang bersifat menyumpahi, karena itu banyak di antara hadirin sepaham dengan Tho-kok-lak-sian dan anggap Giok-ki-cu memang tidak pantas mengatakan Ngo-gak-pay sial pada hari pertama ini.
Rupanya Giok-ki-cu merasa telah telanjur salah omong, ia menjadi bungkam dengan penuh mendongkol.
Segera Tho-kan-sian berseru, "Kami mengatakan Siau-lim-pay besar sangkut pautnya dengan Ko-san, tapi Giok-ki Tojin justru bilang tiada sangkut pautnya. Sebenarnya bagaimana" Kau yang salah atau kami yang betul?"
Dengan gemas Giok-ki-cu menjawab, "Kau suka mengatakan ada sangkut pautnya, maka anggap saja kau yang benar."
"Haha, segala urusan di dunia ini memangnya tak bisa mengingkari suatu hal, yakni kebenaran," kata Tho-kan-sian. "Coba katakan, Siau-lim-si terletak di gunung mana" Dan Ko-san-pay terletak di gunung mana pula?"
"Siau-lim-si terletak di Siau-sit-san dan Ko-san-pay di Thay-sit-san, baik Siau-sit-san maupun Thay-sit-san termasuk pegunungan di lingkungan Ko-san, betul tidak" Nah, kenapa Giok-ki Tojin mengatakan Siau-lim-pay tiada sangkut pautnya dengan Ko-san-pay?"
Kata-kata ini nyatanya betul dan bukan pokrol-pokrolan, mau tak mau para hadirin manggut-manggut setuju.
Lalu Tho-ki-sian menyambung lagi, "Tadi Gak-siansing mengatakan bahwa setelah penggabungan nanti akan banyak mengurangi pertentangan di antara sesama orang Kangouw, makanya beliau menyetujui peleburan Ngo-gak-kiam-pay. Beliau mengatakan pula yang ilmu silatnya mendekati satu sama lain atau yang tempatnya berdekatan sebaiknya saling gabung. Bicara tentang tempat yang berdekatan kukira hanya Siau-lim-pay dan Ko-san-pay yang sama-sama terletak di suatu pegunungan yang sama. Kalau Siau-lim-pay dan Ko-san-pay tidak bergabung, maka apa yang dikatakan Gak-siansing bukankah seperti ken... kentut belaka."
Semua orang tertawa mendengar Tho-ki-sian hendak menahan "kentut", namun mereka pun merasa apa yang dikatakan Tho-ki-sian memang bukannya tidak beralasan.
Tho-kin-sian lantas berkata, "Hong-ting Taysu adalah tokoh pilihan umum, maka kalau terjadi penggabungan Siau-lim-pay dan Ko-san-pay, lalu dilebur pula ke dalam Ngo-gak-pay, maka kami Tho-kok-lak-sian yang pertama-tama tunduk kepada beliau dan taat kepada beliau sebagai ciangbunjin. Memangnya ada di antara hadirin yang tidak tunduk?"
"Jika ada yang tidak tunduk, hayolah silakan tampil ke muka dan coba-coba ukur tenaga lebih dulu dengan kami Tho-kok-lak-sian," sambung Tho-hoa-sian. "Bila dapat mengalahkan Tho-kok-lak-sian kami, nanti baru coba-coba dengan Hong-ting Taysu. Kalau Hong-ting Taysu juga dikalahkan, masih ada lagi jago-jago Siau-lim-si yang lain seperti padri-padri sakti dari Tat-mo-ih, Lo-han-tong, dan lain-lain. Bila tokoh-tokoh simpanan Siau-lim-si itu juga kalah, kemudian silakan bertanding pula dengan Tiong-hi Totiang dari Bu-tong-pay...."
"Lho, kenapa Tiong-hi Totiang dari Bu-tong-pay kau bawa-bawa, Saudaraku?" tanya Tho-sit-sian.
"Habis, Bu-tong-pay dan Siau-lim-pay kan dua aliran yang mempunyai hubungan paling erat," jawab Tho-hoa-sian. "Kalau Siau-lim-pay dikalahkan orang, mustahil Tiong-hi Totiang dari Bu-tong-pay tinggal diam saja?"
"Ya, benar juga," kata Tho-sit-sian. "Dan kalau Tiong-hi Totiang juga kalah, akhirnya silakan bertanding pula dengan Tho-kok-lak-sian."
"He, pertandingan dengan kita Tho-kok-lak-sian kan sudah dilakukan tadi, kenapa diulangi?" ujar Tho-kin-sian.
"Tadi memang sudah, tapi kita hanya kalah satu kali saja masakah lantas rela menyerah?" jawab Tho-sit-sian. "Tentu saja kita masih harus labrak si keparat itu secara mati-matian sampai akhir zaman."
Riuh rendah seketika suara tertawa orang banyak, bahkan ada yang bersuit.
Keruan tidak kepalang gusar Giok-ki-cu, ia tidak sabar lagi dan lantas melompat maju, teriaknya, "Tho-kok-lak-koay, aku Giok-ki-cu yang pertama-tama tidak tunduk dan hendak mencoba-coba kemampuan kalian!"
"Ah, kita kan sama-sama orang Ngo-gak-pay, bila bergebrak bukankah berarti saling bunuh-membunuh?" ujar Tho-kin-sian.
"Kalian terlalu cerewet dan membikin muak," kata Giok-ki-cu. "Jika kalian dilenyapkan dari Ngo-gak-pay tentu suasana akan menjadi tenang dan aman."
"E-eh, jadi timbul nafsu membunuh pada dirimu, kau ingin membinasakan kami berenam?" kata Tho-kan-sian.
Giok-ki-cu mendengus saja tanpa menjawab, diam-diam berarti membenarkan pertanyaan orang.
Tho-ki-sian berkata, "Hari ini ngo-pay kita baru bergabung dan kau sudah berniat membunuh kami berenam dari Hing-san-pay, lalu cara bagaimana kita bisa bekerja sama pada waktu-waktu yang akan datang?"
"Jika kalian sudah tahu perlu adanya kerja sama yang baik, maka ocehan-ocehan kalian yang mengganggu urusan penting hendaknya jangan diucapkan lagi," jawab Giok-ki-cu dengan menahan gusar.
"Tapi kalau ucapan-ucapan yang bermanfaat bagi Ngo-gak-pay dan kata-kata baik demi kepentingan kawan dunia persilatan, apakah juga tidak boleh diucapkan?" tanya Tho-yap-sian.
"Hm, rasanya kalian takkan mengemukakan ucapan-ucapan baik sebagaimana kalian maksudkan!" jengek Giok-ki-cu.
"Soal siapa yang pantas menjadi ketua Ngo-gak-pay bukankah soal yang penting bagi Ngo-gak-pay kita sendiri dan juga bersangkut paut dengan kepentingan dunia persilatan umumnya?" ujar Tho-hoa-sian. "Sedari tadi kami telah menyarankan seorang tokoh terkemuka dan disegani dunia persilatan umumnya untuk menjadi ketua kita tapi kau tidak setuju, rupanya kau mempunyai kepentingan pribadi dan ingin mendukung calonmu sendiri yang telah memberi sogok tiga ribu tahil emas dan empat perempuan cantik padamu itu."
Giok-ki-cu menjadi gusar karena dituduh terima sogokan, teriaknya, "Kau mengaco-belo belaka! Siapakah yang pernah memberi tiga ribu tahil emas dan empat perempuan cantik padaku?"
"Ah, jangan kau mungkir?" jawab Tho-hoa-sian. "Bisa jadi aku salah sebut angkanya, kalau bukan tiga ribu tahil tentulah empat ribu tahil. Kalau tidak empat perempuan cantik tentulah tiga atau lima. Siapa yang memberikannya padamu masakah kau sendiri tidak tahu dan pura-pura tanya" Siapa calon ketuamu, dia itulah yang menyogok kau."
"Sret", segera Giok-ki-cu melolos pedang, bentaknya, "Jika kau mengoceh tak keruan lagi, segera kubikin kau mandi darah di sini!"
Tapi Tho-hoa-sian terbahak-bahak malah sambil melangkah maju dengan membusungkan dada. Katanya, "Dengan keji dan licik kau telah membunuh ketua Thay-san-pay kalian sendiri, sekarang kau hendak mencelakai orang lain lagi" Hayolah maju, jika berani cobalah bikin aku mandi darah di sini. Thian-bun Tojin sudah kau sembelih, membunuh anggota perguruan sendiri memang adalah kemahiranmu yang khas, sekarang boleh kau coba-coba cara yang sama atas diriku."
Sembari bicara ia terus mendekati Giok-ki-cu.
"Berhenti!" bentak Giok-ki-cu sambil mengacungkan pedangnya ke depan. "Satu langkah lagi kau maju segera kuserang kau!"
"Haha, untuk menyerang saja memangnya kau perlu permisi dulu?" ejek Tho-hoa-sian. "Puncak Ko-san ini bukan hak milikmu, ke mana aku suka, ke sana pula aku bebas melangkah pergi, memangnya kau ada hak buat merintangi aku?"
Habis berkata kembali ia melangkah maju sehingga jaraknya dengan Giok-ki-cu tinggal beberapa kaki jauhnya.
Melihat wajah Tho-hoa-sian yang buruk dengan gigi-gigi yang kuning menyeringai, rasa muak Giok-ki-cu bertambah hebat, tanpa pikir pedangnya terus menusuk ke dada Tho-hoa-sian.
Cepat Tho-hoa-sian mengegos sambil memaki, "Bangsat busuk, kau ben... benar-benar ingin berkelahi?"
Ternyata Giok-ki-cu telah menguasai ilmu pedang Thay-san-pay dengan sempurna, serangan pertama segera disusul serangan kedua yang lebih lihai dan cepat. Dalam sekejap saja Tho-hoa-sian terpaksa harus menghindari empat kali serangan. Makin menyerang makin cepat gerak pedang Giok-ki-cu, Tho-hoa-sian sampai tidak sempat melolos pedang sendiri untuk menangkis. Di tengah berkelebatnya sinar pedang, "cret", bahu kiri Tho-hoa-sian tertusuk. Tapi pada saat yang hampir sama segera pedang Giok-ki-cu lantas terpental ke udara, menyusul tubuhnya terangkat ke atas, kedua tangan dan kedua kakinya masing-masing telah dipegang oleh Tho-kin-sian, Tho-kan-sian, Tho-ki-sian, dan Tho-yap-sian berempat.
Apa yang terjadi itu sungguh teramat cepat, bahkan suatu bayangan kuning lantas berkelebat datang pula disertai mengilatnya sinar pedang, seorang telah membacok kepala Tho-ki-sian dengan pedangnya.
Namun Tho-sit-sian sudah berjaga di samping, segera ia menangkis dengan pedangnya. Menyusul orang itu lantas mengalihkan serangannya ke dada Tho-kin-sian. Tapi Tho-hoa-sian juga sudah siap dan menangkisnya dengan pedangnya. Ketika diperhatikan, kiranya penyerang itu adalah ketua Ko-san-pay, Co Leng-tan adanya.
Sejak tadi Co Leng-tan sudah tahu Tho-kok-lak-sian memiliki kepandaian yang hebat meski ucapan mereka angin-anginan dan ugal-ugalan. Sekarang dilihatnya Giok-ki-cu kena ditangkap pula oleh keenam orang aneh itu, bila terlambat menolongnya tentu Giok-ki-cu akan mengalami nasib tubuh terkoyak-koyak. Sebagai tuan rumah mestinya Co Leng-tan tidak pantas turun tangan, tapi menghadapi detik bahaya itu terpaksa ia menyelamatkan dulu jiwa Giok-ki-cu. Dua kali ia menyerang Tho-ki-sian dan Tho-kin-sian dengan tujuan memaksa kedua orang itu lepaskan Giok-ki-cu. Tak terduga Tho-kok-lak-sian dapat bekerja sama dengan sangat rapat, empat saudaranya memegangi sasaran, dua orang lagi lantas siap menjaga di samping sehingga dua kali serangan Co Leng-tan dapat ditangkis oleh Tho-hoa-sian dan Tho-sit-sian.
Golok Yanci Pedang Pelangi 6 Elang Pemburu Karya Gu Long Perjodohan Busur Kumala 21
Serentak kawanan orang buta itu ayun senjata, mereka membacok dan menebas serabutan, untung kedua murid Ko-san-pay itu cukup tangkas, selagi tubuh mereka terapung di udara, mereka mampu mencabut pedang sendiri buat menangkis seraya berteriak, "Kami orang Ko-san-pay, kita kawan sendiri, lekas menyingkir!"
Mendengar itu kawanan orang buta menjadi kelabakan dan kacau-balau, mereka berusaha menghindar sedapat mungkin. Namun Put-kay sudah lantas menyusul ke depan, kembali kedua murid Ko-san-pay itu kena dicengkeram olehnya, bentaknya pula, "Jika kalian tidak suruh kawanan buta itu enyah dari sini, biar kulemparkan kalian ke jurang!"
Berbareng ia kerahkan tenaga sekuatnya, kedua orang itu dilemparkan ke atas. Bobot kedua murid Ko-san-pay itu masing-masing ada lebih seratus kati, tapi tenaga pembawaan Put-kay memang sangat kuat, sekali lempar, kedua orang itu lantas melayang ke atas beberapa meter tingginya.
Keruan kedua murid Ko-san-pay itu ketakutan setengah mati, hampir-hampir sukma mereka terbang meninggalkan raganya. Berbareng mereka menjerit ngeri, mereka percaya sekali ini pasti akan terjatuh ke dalam jurang yang tak terhingga dalamnya dan hancur lebur menjadi bakso.
Namun sebelum kedua orang itu jatuh ke bawah, dengan cepat sekali Put-kay sudah kena cengkeram pula kuduk mereka lalu mengancam, "Bagaimana" Apakah mau sekali coba lagi?"
"Ti... tidak! Jang... jangan!" cepat seorang di antaranya berseru. Seorang lagi agaknya lebih licin, tiba-tiba ia berseru, "Hei, Lenghou Tiong, hendak lari ke mana kau" Hayo para sobat buta, lekas kejar ke sana, lekas!"
Mendengar itu kawanan orang buta itu percaya sungguh-sungguh, serentak mereka mengejar.
Dengan marah Dian Pek-kong lantas mendamprat murid Ko-san-pay tadi, "Nama Lenghou Tiong masakah boleh sembarangan kau sebut" Ini hadiahmu!"
"Plak", kontan memberi persen tempelengan kepada orang Ko-san-pay itu. Lalu ia berteriak, "Lenghou-tayhiap berada di sini, Lenghou-ciangbun berada di sini! Orang buta mana yang berani, hayolah coba kemari kalau minta diberi hajaran!"
Sebenarnya kawanan orang buta itu kena dihasut oleh orang Ko-san-pay agar menuntut balas kepada Lenghou Tiong. Maka dengan penuh dendam mereka menanti di jalan pegunungan itu. Tapi ketika mendengar jeritan ngeri kedua murid Ko-san-pay tadi, mau tak mau mereka menjadi jeri, apalagi mereka telah lari kian-kemari di jalan pegunungan itu dengan mata buta sehingga tidak tahu mana sasarannya. Keruan mereka menjadi bingung sendiri dan akhirnya berdiri termenung di tempat masing-masing.
Lenghou Tiong tidak ambil pusing lagi pada mereka, bersama Put-kay, Dian Pek-kong, dan murid-murid Hing-san-pay, mereka meneruskan perjalanan ke atas gunung. Tidak lama di depan kelihatan dua puncak gunung mengapit sebuah selat alam sehingga berwujud sebuah pintu gerbang, angin kencang meniup keluar dari selat sana disertai kabut awan.
Kalau tadi anak murid Ko-san-pay suka pamer dan mengoceh tentang tempat-tempat strategis di pegunungan Ko-san, tapi sekarang mereka hanya bungkam saja. Maka Dian Pek-kong sengaja mengolok-olok, bentaknya mendadak, "Apa nama tempat ini" Kenapa kalian berubah menjadi bisu?"
Dengan menyengir murid Ko-san-pay tadi terpaksa menjawab, "Ini namanya Tiau-thian-mui (Pintu Gerbang Langit)."
Setelah memutar lagi ke sebelah kiri dan menanjak lagi tidak jauh, tiba-tiba terdengar suara alat tetabuhan dibunyikan. Pada tanah lapang di atas puncak gunung situ sudah berjubel beribu-ribu orang. Beberapa murid Ko-san-pay tadi lantas mendahului naik ke atas puncak situ untuk melapor, Lenghou Tiong dan rombongannya menyusul kemudian.
Maka terlihatlah Co Leng-tan memakai jubah kuning datang menyambut bersama belasan orang muridnya.
Kini kedudukan Lenghou Tiong adalah ketua Hing-san-pay, tapi dia sudah biasa memanggil "Co-supek" pada Co Leng-tan, sebagai angkatan muda, maka tetap ia memberi hormat dan menyapa, "Terimalah hormat Lenghou Tiong, Ko-san-ciangbun."
"Meski berpisah sekian lamanya, namun Lenghou-siheng tampaknya tambah segar," ujar Co Leng-tan. "Kesatria ganteng muda sebagai Lenghou-siheng mengetuai Hing-san-pay, sungguh suatu peristiwa yang memecahkan sejarah dunia persilatan, terimalah ucapan selamat dariku."
Lenghou Tiong tahu ucapan Co Leng-tan itu sebenarnya cuma olok-olok belaka, kata-kata "peristiwa yang memecahkan sejarah dunia persilatan" sebenarnya untuk menyindir Lenghou Tiong seorang laki-laki telah mengetuai kawanan nikoh.
Maka Lenghou Tiong menjawab sewajarnya saja, "Wanpwe menerima tugas terakhir dari Ting-sian Suthay, tujuannya adalah untuk menuntut balas bagi kedua suthay. Bila tugas membalas dendam sudah tercapai, dengan sendirinya Cayhe akan mengundurkan diri dan menyerahkan jabatan ketua kepada yang lebih bijaksana."
Waktu berkata pandangan Lenghou Tiong selalu menatap tajam ke arah Co Leng-tan dengan maksud menyelami perasaan orang apakah memperlihatkan air muka malu atau marah atau benci. Tapi air muka Co Leng-tan ternyata tidak berubah sedikit pun.
Malahan Co Leng-tan berkata, "Ngo-gak-kiam-pay selamanya senasib setanggungan, selanjutnya kelima golongan bahkan akan dilebur menjadi satu, maka soal sakit hati Ting-sian dan Ting-yat Suthay tidak cuma urusan Hing-san-pay sendiri, bahkan juga urusan Ngo-gak-pay kita. Syukur Lenghou-hengte sudah menetapkan tekad, sungguh harus dipuji."
Ia merandek sejenak lalu menyambung lagi, "Sementara itu Thian-bun Toheng dari Thay-san, Bok-taysiansing dari Heng-san, Gak-siansing dari Hoa-san, serta para undangan peninjau sudah datang semua, silakan Lenghou-hengte bertemu dengan mereka."
"Baik," kata Lenghou Tiong. "Entah Hong-ting Taysu dari Siau-lim dan Tiong-hi Totiang dari Bu-tong sudah datang atau belum?"
Dengan acuh tak acuh Co Leng-tan menjawab, "Tempat tinggal mereka berdua meski dekat, tapi mengingat kedudukan mereka, tentunya mereka akan menjaga gengsi, rasanya mereka takkan hadir."
Lenghou Tiong mengangguk. Tapi pada saat itulah tertampak dua murid Ko-san-pay berlari tiba dari bawah gunung, melihat cara lari mereka yang terburu-buru, jelas ada sesuatu urusan penting yang perlu dilaporkan. Karena itu para hadirin menjadi tertarik.
Dalam sekejap saja kedua orang itu sudah berada di depan Co Leng-tan, mereka memberi hormat dan berkata, "Suhu, ketua Siau-lim-si Hong-ting Taysu dan Tiong-hi Totiang dari Bu-tong-pay bersama anak muridnya sedang menuju kemari untuk menyampaikan selamat kepada Ngo-gak-pay kita."
"O, mereka juga hadir" Wah, sungguh suatu kehormatan besar. Harus kita sambut selayaknya," kata Co Leng-tan.
Para kesatria yang sudah hadir juga gempar ketika mendengar bahwa ketua-ketua Siau-lim-pay dan Bu-tong-pay juga hadir. Serentak mereka ikut di belakang Co Leng-tan ke bawah gunung untuk menyambut.
Lenghou Tiong bersama anak murid Hing-san-pay menyingkir di tepi jalan untuk memberi jalan kepada orang banyak. Tertampak Thian-bun Tojin dari Thay-san-pay, Bok-taysiansing dari Heng-san-pay, Pangcu dari Kay-pang, Ih Jong-hay ketua Jing-sia-pay, dan gembong-gembong persilatan lain memang benar sudah hadir semua. Kepada tiap-tiap kenalan itu Lenghou Tiong mengangkat tangan memberi hormat.
Tiba-tiba dari belakang sana muncul satu rombongan, kiranya adalah orang-orang Hoa-san-pay, Gak Put-kun dan istrinya tampak berada paling depan. Dengan perasaan pilu Lenghou Tiong memburu maju, ia berlutut dan menjura, katanya, "Harap kedua Lojinkeh (orang tua) terima hormatnya Lenghou Tiong."
Ia tidak berani memanggil "suhu" dan "sunio", juga tidak berani menyebut dirinya sebagai "murid", tapi cara menjura tiada ubahnya seperti dahulu kalau dia memberi hormat kepada Gak Put-kun dan istrinya.
Gak Put-kun mengegoskan tubuhnya ke samping, jawabnya dengan nada dingin, "Buat apa Lenghou-ciangbun menjalankan penghormatan sebesar ini" Bukankah aneh dan menertawakan?"
Selesai memberi hormat, Lenghou Tiong lantas berbangkit dan mundur ke tepi jalan.
Mata Gak-hujin tampak merah basah, katanya, "Kabarnya kau telah menjabat ketua Hing-san-pay. Selanjutnya asalkan kau tidak sembrono dan tidak bikin gara-gara, kukira masih banyak kesempatan bagimu untuk membersihkan diri."
"Hm, tidak bikin gara-gara" Nanti kalau matahari terbit dari barat," jengek Gak Put-kun. "Kalau dia bisa menjabat ketua Hing-san-pay sampai hari ini tentu dia sudah boleh merasa puas."
Lenghou Tiong lantas berkata, "Pertemuan di Ko-san ini tampaknya Co-supek ada maksud melebur Ngo-gak-kiam-pay. Entah bagaimana pendapat kedua Lojinkeh terhadap urusan ini?"
"Pendapatmu sendiri bagaimana?" Gak Put-kun balas bertanya.
"Tecu kira...."
"Istilah "tecu" tak perlu kau pakai lagi," sela Gak Put-kun dengan tersenyum. "Jika kau masih mengingat hubungan baik di Hoa-san dahulu, maka hendaklah kau...."
Sejak diusir dari Hoa-san-pay, belum pernah Lenghou Tiong menghadapi sikap ramah Gak Put-kun seperti saat ini, keruan ia menjadi senang dan cepat menjawab, "Ada pesan apa dari Lojinkeh, Tecu... O, Wanpwe pasti akan menurut saja."
"Aku pun tiada pesan apa-apa," Gak Put-kun manggut-manggut. "Hanya saja kaum persilatan kita paling mengutamakan budi dan kewajiban. Bahwa kau dikeluarkan dari Hoa-san-pay sesungguhnya bukan kami yang berhati kejam dan tidak dapat memaafkan kesalahanmu. Soalnya karena kau yang melanggar pantangan besar dunia persilatan kita. Meski sejak kecil kubesarkan kau sehingga hubungan kita seperti ayah dan anak, namun aku harus bertindak secara adil tanpa pilih kasih."
Mendengar sampai di sini, air mata Lenghou Tiong bercucuran, katanya dengan terguguk-guguk, "Budi kebaikan Suhu, biarpun badan Tecu hancur lebur juga sukar membalas."
Gak Put-kun tepuk-tepuk bahu Lenghou Tiong dengan perlahan sebagai tanda menghiburnya, katanya pula, "Kejadian di Siau-lim-si tempo hari, kita guru dan murid sampai main senjata, tapi sebenarnya beberapa jurus yang kugunakan itu mengandung arti yang dalam dengan harapan agar kau bisa mengubah pikiranmu dan kembali ke dalam Hoa-san-pay, namun kau tidak sadar, sungguh membikin aku sangat kecewa."
"Ya, Tecu pantas mampus," jawab Lenghou Tiong dengan tunduk kepala. "Perbuatan Tecu di Siau-lim-si tempo hari sesungguhnya sukar dijelaskan. Bila Tecu dapat kembali mengabdi di bawah pimpinan Suhu, sungguh inilah cita-cita Tecu selama hidup ini."
"Kukhawatir kata-katamu ini hanya manis di mulut tetapi lain di hati," kata Gak Put-kun dengan tersenyum. "Sekarang kau kan sudah menjadi ketua Hing-san-pay, mana kau sudi kembali menjadi muridku."
Dari nada Gak Put-kun itu agaknya dia tidak keberatan untuk menerimanya kembali menjadi murid Hoa-san-pay, kesempatan baik ini mana boleh disia-siakan, segera Lenghou Tiong berlutut dan berkata, "Suhu, Sunio, Tecu telah banyak berbuat dosa, untuk selanjutnya Tecu berjanji akan memperbaiki kesalahan-kesalahan dahulu dan taat kepada ajaran Suhu dan Sunio. Harapan Tecu hanya sudilah Suhu dan Sunio menaruh belas kasihan dan terima Tecu kembali."
Pada saat itu terdengar suara orang banyak sedang mendatangi, para kesatria tampak mengiringi Hong-ting Taysu dan Tiong-hi Tojin sedang naik ke atas. Cepat Gak Put-kun berkata dengan suara tertahan, "Lekas kau bangun saja, urusan ini dapat kita rundingkan nanti."
Lenghou Tiong sangat girang, ia menjura beberapa kali pula dan mengucapkan terima kasih, habis itu barulah berdiri.
Dengan perasaan pilu dan girang pula Gak-hujin berkata, "Siausumoaymu dan Lim-sute pada bulan yang lalu sudah... sudah menikah," nadanya rada khawatir kalau-kalau apa yang dikatakannya itu akan mengecewakan Lenghou Tiong, sebab ia menduga maksud Lenghou Tiong ingin kembali ke Hoa-san-pay adalah demi Gak Leng-sian.
Pedih juga perasaan Lenghou Tiong, ia coba melirik ke arah Gak Leng-sian, tertampak sang sumoay telah ganti dandanan sebagai seorang nyonya muda, pakaiannya rada mewah, namun wajahnya masih sama seperti dahulu, tiada tanda-tanda riang gembira sebagaimana layaknya seorang pengantin baru. Ketika beradu pandang dengan Lenghou Tiong, mendadak air mukanya berubah merah dan lantas menunduk.
Seketika dada Lenghou Tiong seperti kena digodam dengan keras, mata terasa berkunang-kunang, berdiri pun hampir tidak sanggup. Sayup-sayup telinga mendengar seorang menyapa padanya, "Lenghou-ciangbun, engkau adalah tamu jauh, tapi malah sudah datang lebih dulu. Siau-lim-si adalah tetangga dekat, tapi Lolap malah datang terlambat."
Lalu Lenghou Tiong merasa bahunya dipayang seorang, cepat ia tenangkan diri dan memerhatikan, kiranya dengan tersenyum simpul Hong-ting Taysu sudah berdiri di depannya. Cepat ia menjawab, "O, kiranya Hong-ting Taysu. Terimalah hormat Wanpwe!"
"Sudahlah, kita tidak perlu banyak adat lagi, kalau setiap orang saling memberi hormat, sampai kapan beribu-ribu orang yang hadir ini bisa rampung saling memberi hormat" Silakan para hadirin masuk sian-ih (pendopo) dan duduk di dalam."
Para kesatria sama mengiakan, beramai-ramai mereka lantas masuk ke kuil Cun-kek-sian-ih.
Puncak tertinggi dari Ko-san bernama "Cun-kek", di puncak tertinggi itu dibangun sebuah kuil dan disebut Cun-kek-sian-ih, selama beratus tahun kuil itu menjadi tempat kediaman ketua Ko-san-pay.
Pekarangan kuil itu penuh dengan pepohonan, pendoponya juga sangat luas, cuma kalau dibanding Tay-hiong-po-tian dari Siau-lim-si memang lebih kecil. Baru ribuan orang masuk ke kuil itu sudah memenuhi pendopo dan halaman luar, selebihnya hampir-hampir tiada tempat berpijak lagi di dalam kuil.
Bab 111. Pertumpahan Darah di Puncak Ko-san
Dengan suara lantang Co Leng-tan lantas membuka suara, "Hari ini adalah pertemuan Ngo-gak-kiam-pay kami, atas kunjungan para kawan bu-lim yang meluap ini, sungguh di luar dugaan dan terimalah rasa terima kasih kami. Hanya saja kalau ada kekurangan penyambutan dan pelayanan, harap para hadirin sudi memberi maaf."
"Sudahlah, tak perlu pakai sungkan-sungkan segala, soalnya sekarang orang terlalu banyak, tapi tempatnya sempit," seru orang banyak.
"Tidak jauh di atas sini adalah Hong-sian-tay yang dahulu sering digunakan maharaja dari berbagai dinasti bila mengadakan tirakatan ke Ko-san sini, tempatnya sangat luas dan lapang, hanya saja kaum persilatan kita sebenarnya tidak layak menggunakan tempat suci yang diagungkan itu," demikian seru Co Leng-tan.
"Kita toh tidak di bawah perintah raja mana pun juga, peduli apakah agung atau tidak, tempat sebaik itu tidak digunakan sekarang mau tunggu kapan lagi?" teriak pula orang banyak. Berbareng sebagian di antaranya sudah lantas mendahului berlari ke arah yang ditunjuk.
"Jika demikian, marilah kita menuju ke sana," kata Co Leng-tan.
Dalam hati Lenghou Tiong membatin, "Entah tempat macam apakah Hong-sian-tay itu" Dia menyatakan tempat itu biasanya digunakan oleh kaum maharaja, sekarang dia mengundang para hadirin pergi ke sana, jangan-jangan Co Leng-tan sudah anggap dirinya sebagai maharaja" Hong-ting Taysu dan Tiong-hi Totiang mengatakan dia punya ambisi sangat besar, setelah melebur Ngo-gak-kiam-pay, langkah selanjutnya adalah berusaha mencaplok Tiau-yang-sin-kau, kemudian akan menghabiskan pula Siau-lim dan Bu-tong-pay. Hah, dia dan Tonghong Put-pay agaknya mempunyai cita-cita yang sama."
Tanpa banyak omong ia pun ikut orang banyak menuju ke Hong-sian-tay. Yang disebut Hong-sian-tay itu adalah sebuah panggung batu yang dipahat secara rata. Di sekitar panggung batu itu adalah lapangan yang luas. Sampai di puncak tertinggi Ko-san itu, semua orang merasa nyaman segar melihat puncak-puncak gunungan tak terhitung banyaknya menegak di bawah puncak Ko-san itu. Tatkala mana udara terang benderang, pemandangan jelas.
Lenghou Tiong mendengar tiga orang tua di depannya sedang tunjuk sana dan tuding sini ke berbagai puncak sambil manggut-manggut. Kata seorang di antaranya, "Yang itu adalah Tay-him-hong (Puncak Beruang Besar) dan yang sana adalah Siau-him-hong (Puncak Beruang Kecil). Dan gunung di seberang sana itu adalah Siau-sit-san, di mana terletak Siau-lim-si yang termasyhur. Tempo hari aku pernah mengunjungi Siau-lim-si dan merasakan Siau-sit-san yang luar biasa tingginya, tapi dipandang dari sini, nyata Siau-lim-si masih jauh di bawah Ko-san."
Lalu tertawalah ketiga orang tua.
Dari dandanan ketiga orang tua itu Lenghou Tiong tahu mereka bukan orang Ko-san-pay, tapi dari ucapan mereka itu jelas mengolok-olok Siau-lim-pay dan meninggikan derajat Ko-san-pay itu, tentulah mereka adalah undangan Co Leng-tan yang sengaja didatangkan untuk membantu bila terjadi apa-apa.
Dalam pada itu terlihat Co Leng-tan sedang meminta Hong-ting Taysu dan Tiong-hi Totiang ke atas panggung. Tapi dengan tertawa Hong-ting berkata, "Kami berdua orang tua yang sudah lapuk ini hanya datang sebagai peninjau saja, buat apa kami naik panggung dan membikin malu didengar orang banyak?"
"Kenapa Taysu bicara demikian, seperti baru kenal saja," ujar Co Leng-tan dengan tertawa.
"Para tamu sudah hadir semua, silakan Co-ciangbun mengurusi acara pokok dan tidak perlu selalu melayani kami berdua tua bangka," kata Tiong-hi.
"Baiklah jika demikian," jawab Co Leng-tan. Lalu ia menaiki panggung batu itu.
Setelah menaiki berpuluh undak-undakan batu itu, kira-kira masih dua-tiga meter di bawah panggung, ia berdiri di atas undak-undakan itu, lalu berseru dengan lantang, "Para hadirin yang terhormat!"
Meski lapangan di puncak gunung itu cukup luas, para tamu juga tersebar di sana-sini, namun ucapan Co Leng-tan itu dapat didengar dengan jelas oleh setiap orang.
Maka Co Leng-tan lantas melanjutkan sambil memberi salam, "Atas kunjungan para kawan, sungguh aku sangat berterima kasih. Sebelum tiba di sini tentunya para kawan sudah mendengar bahwa hari ini adalah hari bahagia, hari persatuan bagi Ngo-gak-kiam-pay kami yang akan berlebur menjadi satu."
"Benar, benar! Selamat! Selamat!" demikian serentak beratus-ratus orang telah bersorak.
"Terima kasih!" kata Co Leng-tan. "Bahwasanya Ngo-gak-kiam-pay kami sudah ratusan tahun lamanya berserikat, selamanya satu napas dan satu haluan laksana satu keluarga, sudah sekian tahun pula Cayhe sebagai bengcu dari Ngo-gak-kiam-pay. Cuma akhir-akhir ini di tengah bu-lim telah banyak terjadi peristiwa-peristiwa penting, Cayhe dan para suheng tertua Ngo-gak-kiam-pay telah berunding, kami sama-sama merasa Ngo-gak-kiam-pay kalau tidak dilebur menjadi satu, maka kelak tentu sukar menghadapi kesulitan-kesulitan yang bakal menimpa."
Tiba-tiba terdengar seorang menimbrung dengan nada dingin, "Entah Co-bengcu pernah berunding dengan suheng tertua dari aliran mana" Mengapa aku orang she Bok tidak pernah mengetahui persoalan ini."
"Baru saja aku mengatakan di dunia persilatan (bu-lim) telah banyak terjadi peristiwa-peristiwa penting sehingga terpaksa Ngo-gak-kiam-pay harus dilebur, salah satu peristiwa penting di antaranya yang kumaksudkan adalah terjadinya saling bunuh dan saling mencelakai di antara saudara-saudara sesama Ngo-gak-kiam-pay kita, rupanya banyak di antara kita sudah lupa pada setia kawan antara sesama anggota kelima aliran kita. Bok-taysiansing, murid Ko-san-pay kami, yaitu Ko-yang-jiu Hui-sute telah tewas di luar Kota Heng-san, ada orang menyaksikan sendiri, katanya engkau Bok-taysiansing yang melakukan pembunuhan itu, entah betul tidak?"
Terkesiap hati Bok-taysiansing. Pikirnya, "Waktu aku membunuh orang she Hui, saat itu yang ada cuma Lenghou Tiong serta seorang nikoh cilik dari Hing-san-pay, selain itu ialah Kik Yang beserta cucu perempuannya yang masih kecil. Apakah mungkin mereka telah membocorkan rahasia kejadian itu?"
Sementara itu beribu-ribu pasang mata sama memerhatikan air muka Bok-taysiansing. Namun ketua Heng-san-pay itu ternyata tenang-tenang saja seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Ia menggeleng dan menjawab, "Tiada pernah terjadi hal demikian. Rasanya cuma sedikit kepandaian orang she Bok saja masakah mampu membunuh tokoh macam Ko-yang-jiu?"
"Hm, kalau pertarungan satu-lawan-satu secara terang-terangan, memangnya Bok-taysiansing masakah mampu membunuh Hui-sute-ku?" jengek Co Leng-tan. "Namun tatkala itu yang mengerubut Hui-sute selain Bok-taysiansing dan sutemu Lau Cing-hong, ada pula murid Hing-san-pay dan murid Hoa-san-pay, bahkan ada gembong Mo-kau Kik Yang dan cucu perempuannya."
Kata-kata Co Leng-tan ini benar-benar membikin Bok-taysiansing mengirik. Ia tidak habis paham siapakah yang membocorkan kejadian dahulu itu. Padahal waktu itu yang hadir selain sutenya, Kik Yang, dan cucu perempuannya, selebihnya adalah Lenghou Tiong dan Gi-lim. Apakah mungkin kedua anak muda ini yang membocorkan rahasianya" Setelah Co Leng-tan membongkar rahasia perbuatannya, jelas permusuhan Heng-san-pay dan Ko-san-pay sudah terikat, untuk lolos dari Ko-san dengan selamat rasanya sukar diramalkan.
Lenghou Tiong juga merasa terperanjat demi mendengar Co Leng-tan mengorek apa yang terjadi di masa dahulu itu.
Terdengar Co Leng-tan melanjutkan pula, "Peleburan Ngo-gak-kiam-pay kita hari ini adalah peristiwa mahapenting dalam sejarah selama beratus-ratus tahun ini. Bok-taysiansing, kau adalah ketua dari salah satu aliran, tentunya engkau harus mengutamakan urusan mahapenting ini dan kesampingkan persengketaan pribadi. Asalkan persoalannya menguntungkan kelima aliran kita, sepantasnya percekcokan perseorangan harus dijauhkan. Maka dari itu Bok-heng, urusan yang sudah-sudah itu pun tak perlu kau pikirkan, Hui-sute adalah suteku, nanti kalau Ngo-gak-pay sudah terlebur menjadi satu, dengan sendirinya Bok-heng adalah saudara seperguruan pula dengan aku. Yang sudah meninggal biarlah, yang masih hidup buat apa mesti saling bunuh pula?"
Kata-kata Co Leng-tan ini kedengaran sangat enak didengar, tapi sebenarnya bernada mengancam, maksudnya kalau Bok-taysiansing bisa menyetujui soal peleburan Ngo-gak-kiam-pay, maka soal terbunuhnya Hui Pin takkan diusut dan akan diadakan perhitungan.
Begitulah, dengan mata melotot Co Leng-tan menatap Bok-taysiansing dan menegas pula, "Bagaimana Bok-heng" Betul tidak?"
Tapi Bok-taysiansing hanya mendengus saja tanpa menjawab.
Dengan tersenyum-senyum yang dibuat-buat Co Leng-tan berkata pula, "Soal peleburan Ngo-gak-kiam-pay kita agaknya Heng-san-pay sudah tiada berbeda pendirian. Lalu bagaimana dengan Thay-san-pay" Thian-bun Toheng, bagaimana pendirianmu?"
Thian-bun Tojin lantas berdiri, dengan suara keras ia berkata, "Thay-san-pay didirikan oleh cikal bakal Tong-leng Totiang sudah hampir dua ratus tahun lamanya. Sungguh menyesal, aku terlalu bodoh dan kurang bijaksana sehingga tidak mampu mengembangkan Thay-san-pay lebih gemilang. Namun begitu, Thay-san-pay yang sudah bersejarah dua ratus tahunan ini betapa pun tidak boleh putus di tanganku. Soal melebur Thay-san-pay dengan golongan-golongan lain ini sekali-kali kami tidak dapat terima."
Mendadak di tengah orang-orang Thay-san-pay berdiri seorang tojin berjenggot putih dan berjubah hijau, serunya, "Ucapan Thian-bun Sutit ini kurang tepat. Thay-san-pay kita meliputi lebih 400 anggota, janganlah karena kepentingan dirimu seorang mesti mengorbankan kepentingan orang banyak."
Air muka tojin berjenggot itu tampak kurus kering, tapi suaranya ternyata keras dan kuat. Ada di antara hadirin yang mengenalnya lantas berbisik-bisik pada teman di sekitarnya, "Dia bernama Giok-ki-cu, terhitung paman gurunya Thian-bun Tojin."
Memangnya Thian-bun Tojin berwajah merah bercahaya, mendengar kata-kata Giok-ki-cu itu, mukanya menjadi tambah merah. Serunya segera, "Susiok, apa artinya ucapanmu ini" Sejak Sutit menjabat ketua Thay-san-pay kita, dalam hal apa pernah kuabaikan kepentingan golongan kita" Sebabnya aku menolak peleburan ngo-pay justru demi mempertahankan Thay-san-pay kita, di mana ada menyangkut kepentingan pribadiku?"
Giok-ki-cu tertawa mengejek, katanya, "Kelima golongan dilebur menjadi satu, seketika Ngo-gak-pay akan sangat besar pengaruhnya, itu berarti setiap anak murid Ngo-gak-pay akan ikut merasakan manfaatnya. Namun sebaliknya, Sutit, jabatanmu sebagai ciangbunjin lantas hanyut, bukan?"
Thian-bun Tojin menjadi gusar, teriaknya murka, "Jadi kau menuduh aku hanya memikirkan kepentingan pribadi?"
Tiba-tiba ia mengeluarkan sebilah pedang pendek kehitam-hitaman dari bajunya lalu berteriak pula, "Ini, mulai saat ini aku tidak sudi menjadi ciangbunjin lagi. Kalau kau kepingin, boleh kau yang menjabatnya."
Pedang pendek itu tiada menarik sedikit pun, tapi adalah benda yang diwariskan oleh Tong-leng Tojin, itu cikal bakal Thay-san-pay, selama dua ratusan tahun benda itu selalu menjadi tanda pengenal pejabat ketuanya.
Melihat kedua tokoh Thay-san-pay itu bertengkar sendiri dan saling ngotot membela pendirian masing-masing, para hadirin menjadi sunyi, semuanya mengikuti apa yang akan terjadi selanjutnya.
Tertampak Giok-ki-cu maju selangkah, jengeknya, "Hm, kau benar-benar rela meninggalkan kedudukanmu?"
"Kenapa tidak?" jawab Thian-bun dengan gusar.
"Baik, boleh serahkan padaku!" kata Giok-ki-cu. Mendadak sebelah tangannya menjulur ke depan, tahu-tahu pedang pendek di tangan Thian-bun Tojin itu telah dirampas olehnya.
Sama sekali Thian-bun tidak mengira Giok-ki-cu benar-benar akan merampas pedangnya, ia menjadi tertegun oleh perbuatan Giok-ki-cu dan tahu-tahu pedangnya sudah berpindah ke tangan lawan. Tanpa berpikir lagi ia terus lolos pedang panjang di pinggangnya.
Namun dengan cepat Giok-ki-cu sudah lantas melompat mundur. Pada saat itu dua sosok bayangan lantas berkelebat, dua tosu tua lain telah mengadang di depan Thian-bun dengan pedang terhunus, bentak mereka berbareng, "Thian-bun, sebagai angkatan muda kau berani melawan angkatan tua, apakah kau sudah lupa pada undang-undang perguruan kita?"
Kedua tosu tua itu dikenal oleh Thian-bun sebagai paman-paman guru yang seangkatan dengan Giok-ki-cu, namanya Giok-seng-cu dan Giok-im-cu.
Tidak kepalang gusar Thian-bun Tojin sehingga badan bergemetar, teriaknya, "Kedua Susiok menyaksikan sendiri, apa... apakah yang diperbuat oleh Giok-ki... Giok-ki Susiok barusan ini?"
"Kami memang menyaksikan kau menyerahkan jabatan ciangbunjin kepada Giok-ki Suheng, kau sendiri rela mengundurkan diri dan memberikan tempatmu kepada orang yang lebih bijaksana, sungguh tindakanmu ini patut dipuji," kata Giok-im-cu.
Giok-seng-cu ikut bicara juga, "Giok-ki Suheng adalah susiokmu, sekarang dia adalah pejabat ciangbunjin pula, tapi kau berani gunakan senjata dan bersikap keras padanya, ini namanya perbuatan durhaka terhadap orang tua."
"Aku bicara di waktu marah, padahal kedudukan ketua Thay-san-pay kita masakah boleh diserahkan begini saja kepada setiap orang" Seumpama akan kuberikan pada orang lain juga sekali-kali tidak... tidak kepada Giok-ki," seru Thian-bun dengan penasaran.
"Sebagai seorang kesatria, mengapa kau menjilat kembali ludahmu sendiri?" kata Giok-im-cu.
Tiba-tiba seorang tojin setengah umur di tengah rombongan orang Thay-san-pay berteriak, "Ketua golongan kita selama ini adalah suhuku, kalian beberapa susiokco ini sebenarnya hendak main gila apa?"
Tojin setengah umur ini bernama Kian-tu, dia adalah murid Thian-bun yang kedua.
Menyusul seorang tojin lain juga berdiri dan berseru, "Thian-bun Suheng telah menyerahkan jabatannya kepada guruku, peristiwa ini telah disaksikan beribu pasang mata dan telinga yang hadir di Ko-san sekarang ini, masakah persoalan ini bisa dipalsukan" Dengan jelas Thian-bun Suheng tadi menyatakan, "Sejak kini aku tidak menjabat ciangbunjin lagi, kalau kau kepingin boleh kau ambil saja!". Coba katakan, betul tidak?"
Yang bicara ini adalah murid Giok-ki-cu, terhitung satu angkatan dengan Thian-bun Tojin. Dalam Thay-san-pay, Thian-bun Tojin adalah murid dari kelompok tertua, pengaruh kelompoknya adalah paling kuat, namun beberapa susioknya serentak bergabung untuk memencilkan dia, dengan demikian di antara dua ratusan anggota Thay-san-pay yang hadir di Ko-san ini adalah tiga per empat yang berdiri di pihak lawan.
Seketika itu orang-orang Thay-san-pay menjadi ribut, berpuluh orang sama berteriak-teriak, "Ketua lama undurkan diri, ketua baru pegang pimpinan! Ketua lama lekas mundur, biar ketua baru menggantikannya!"
Giok-ki-cu lantas mengangkat tinggi-tinggi pedang pandak yang dirampasnya dari Thian-bun tadi dan berteriak, "Ini adalah tanda kebesaran Tong-leng Cosuya kita, "melihat pedang ini sama dengan melihat Tong-leng", pantas tidak kalau kita taat kepada perintah tinggalan cikal bakal kita?"
"Benar, tepat sekali ucapan Ciangbunjin!" serentak ratusan anak buahnya berteriak.
"Murid murtad Thian-bun berani melawan atasan dan tidak tunduk kepada peraturan, dia harus dibekuk dan dihukum," demikian ada yang berseru.
Melihat suasana begitu, Lenghou Tiong menduga tentu Co Leng-tan yang telah mengatur semuanya itu. Watak Thian-bun Tojin sangat berangasan, karena tidak sabar, hanya beberapa kata-kata saja telah membuatnya masuk perangkap lawan. Kini pihak lawan lagi mendapat angin, Thian-bun bukanlah seorang yang pintar menghadapi kejadian-kejadian luar biasa, maka ia hanya bisa berjingkrak murka, tapi mati kutu, tak bisa berbuat apa-apa.
Ketika Lenghou Tiong memandang ke tengah orang-orang Hoa-san-pay, dilihatnya sang suhu berdiri di sana dengan berpangku tangan, air mukanya tidak memperlihatkan sesuatu pendapat. Pikirnya, "Tentu beliau tidak dapat menyetujui tindakan Giok-ki-cu dan kawan-kawannya itu. Namun suhu tampaknya tidak ingin ikut campur persoalan orang, agaknya beliau hendak melihat gelagat selanjutnya. Biarlah aku pun tunggu saja mengikuti haluan suhu."
Dalam pada itu tampak Giok-ki-cu telah memberi isyarat, serentak 150-an orang Thay-san-pay yang termasuk begundalnya lantas memencarkan diri dengan pedang terhunus, seketika sisa orang Thay-san-pay yang lain"kurang-lebih 50 orang"lantas terkepung di tengah-tengah.
Yang terkepung itu dengan sendirinya adalah anak murid Thian-bun Tojin.
Dengan murka Thian-bun lantas membentak, "Apakah kalian benar-benar ingin berkelahi" Baiklah, coba maju!"
Dengan suara lantang Giok-ki-cu berteriak, "Dengarkan, Thian-bun! Selaku ketua Thay-san-pay, kuperintahkan agar kau membuang senjata dan menyerahkan diri, apakah kau berani membangkang terhadap pedang pusaka tinggalan Cosuya ini?"
"Huh, siapa yang mengakui kau sebagai ketua Thay-san-pay kita?" jawab Thian-bun dengan gusar.
Tapi Giok-ki-cu lantas berseru pula, "Dengarkan anak murid Thian-bun, urusan ini tiada sangkut pautnya dengan kalian, asalkan kalian meletakkan senjata dan menggabungkan diri, maka kesalahan kalian takkan diusut, kalau tidak, tentu kalian akan terima ganjaran setimpal."
Dengan suara, keras Kian-tu Tojin berkata, "Asalkan kau mau bersumpah di bawah pedang pusaka Cosuya bahwa kau takkan menghancurkan Thay-san-pay yang dibangun Cosuya secara susah payah, maka tidaklah menjadi soal bila kau yang menjabat ketua kita. Namun baru sekejap saja kau mengaku menjabat ketua, serentak kau menjual Thay-san-pay kita kepada Ko-san-pay. Kau benar-benar orang berdosa terhadap Cosuya di alam baka, kau pasti akan dikutuk oleh setiap orang yang mengaku dirinya sebagai anggota Thay-san-pay."
"Kurang ajar!" damprat Giok-im-cu. "Kau cuma anak murid tingkat tiga, dengan hak apa kau berani mengoceh terhadap orang tua angkatan "Giok". Apa jeleknya Ngo-gak-kiam-pay dilebur menjadi satu" Bukankah Ko-san-pay sendiri nanti juga terlebur di dalamnya?"
"Hm, secara diam-diam kalian telah main gila dan menjual diri kepada Co Leng-tan dalam usahanya mencaplok anggota-anggota Ngo-gak-kiam-pay yang lain," teriak Thian-bun dengan gusar. "Hm, pendek kata, bila perlu kalian boleh bunuh aku, tapi suruh aku takluk kepada Ko-san-pay, hm, jangan harap."
"Kalian tidak mau tunduk kepada perintah pedang pusaka Cosuya, janganlah menyesal bila sebentar nanti kalian semua akan mampus tak terkubur," teriak Giok-ki.
Thian-bun ternyata pantang menyerah, serunya, "Setiap anak murid Thay-san-pay yang setia, hari ini biarlah kita bertempur mati-matian sampai titik darah penghabisan di puncak Ko-san ini."
"Benar, bertempur sampai titik darah penghabisan!" teriak anak murid Thian-bun yang berdiri di sekitarnya. Meski jumlah mereka cuma sedikit, tapi tekad mereka bulat, sedikit pun tidak gentar.
Kalau Giok-ki-cu memberi komando agar anak buahnya menyerang, seketika rasanya sukar juga membunuh habis anak buah Thian-bun Tojin, sebaliknya beribu-ribu kesatria yang hadir di situ, terutama tokoh-tokoh seperti Hong-ting Taysu, Tiong-hi Tojin, dan lain-lain tentu juga tak bisa tinggal diam menyaksikan pembunuhan besar-besaran di antara sesama golongan itu.
Maka Giok-ki-cu, Giok-im-cu, dan Giok-seng-cu serta kawan-kawannya hanya saling pandang saja dengan ragu-ragu, seketika mereka tidak tahu bagaimana harus bertindak.
Tiba-tiba jauh di sebelah kiri sana seorang berseru dengan kemalas-malasan, "Selama hidup Locu sudah menjelajahi dunia ini, kesatria dan pahlawan yang kukenal juga tak terhitung banyaknya, tapi babi yang suka menjilat kembali ludah sendiri artinya menyangkal apa yang diucapkan sendiri hanya dalam waktu singkat saja sungguh jarang kulihat."
Pandangan semua orang beralih ke arah datangnya suara, terlihat seorang laki-laki berbaju dari kain kasar berdiri bersandar pada sepotong batu cadas, tangan kiri memegang sebuah caping, caping itu dikebas-kebaskan sebagai kipas, sepasang matanya kecil, tubuhnya jangkung, sikapnya acuh tak acuh.
Semua orang tidak kenal asal usulnya, juga tidak tahu ucapannya itu ditujukan kepada siapa. Terdengar si jangkung berkata pula, "Huh, sudah jelas kau telah menyerahkan jabatan ciangbunjin kepada orang lain, memangnya apa yang sudah kau katakan itu hanya kentut belaka" Kalau begini, sebaiknya salah satu namamu "Thian" itu diganti menjadi "kentut" saja."
Mendengar ini, Giok-ki-cu dan lain-lain baru tahu si jangkung berdiri di pihaknya, maka tertawalah mereka.
Dengan gusar Thian-bun menjawab, "Urusan Thay-san-pay kami, tidak perlu orang lain ikut campur."
Tapi si jangkung masih bicara dengan kemalas-malasan, "Setiap urusan yang kulihat tidak adil pasti akan aku urus. Hari ini adalah hari bahagia penggabungan Ngo-gak-kiam-pay, tapi kau sengaja bikin ribut di sini dan mengacaukan suasana baik ini, sungguh keterlaluan kau."
Sekonyong-konyong pandangan semua orang serasa kabur, si jangkung mendadak melompat maju, dengan kecepatan yang sukar dilukiskan dia terus menerjang ke tengah orang Thay-san-pay, capingnya terangkat ke atas, serentak ia menghantam ke atas kepala Thian-bun.
Thian-bun Tojin tidak menangkis serangan orang, tapi pedangnya membarengi menusuk ke dada musuh. Di luar dugaan orang itu terus menjatuhkan diri ke bawah, menyusul dengan cepat sekali ia terus menerobos lewat melalui selangkangan Thian-bun. Ketika ia membalik tubuh, sebelah kakinya lantas mendepak, "plak", dengan tepat hiat-to di punggung Thian-bun Tojin kena ditendang olehnya.
Beberapa gerakan itu sungguh teramat cepat dan caranya juga lain daripada yang lain. Keruan semua orang melongo, dalam keadaan tak terduga-duga Thian-bun Tojin menjadi kecundang.
Melihat sang guru mengalami kekalahan, serentak beberapa murid Thian-bun mengangkat pedang dan menusuk si jangkung. Tapi orang itu bergelak tertawa malah, punggung Thian-bun dipegangnya terus disodorkan ke depan. Keruan anak murid Thian-bun kelabakan dan lekas-lekas tarik kembali pedang masing-masing.
"Lekas buang senjata kalian, kalau tidak, segera kupuntir putus kepala gurumu ini!" bentak si jangkung sambil menjambak rambut Thian-bun dan bergerak akan memuntir kepalanya.
Dalam keadaan begitu, percuma saja Thian-bun memiliki kepandaian tinggi, sama sekali ia tak bisa berkutik. Saking gusarnya sampai wajahnya merah padam.
"Caramu menyerang secara menggelap itu bukanlah perbuatan seorang kesatria sejati, siapakah namamu yang terhormat?" kata Kian-tu Tojin.
"Plak", mendadak si jangkung menempeleng muka Thian-bun satu kali, katanya dengan kemalas-malasan, "Siapa berani bersikap kurang ajar padaku, segera kuhajar gurunya!"
Melihat sang guru dianiaya orang, anak murid Thian-bun sama khawatir dan murka, kalau serentak mereka menusuk dengan pedang masing-masing, bukan mustahil si jangkung seketika akan penuh tertancap pedang hingga mirip binatang landak. Namun terpaksa mereka tak berani sembarangan bertindak mengingat sang guru berada dalam genggaman musuh. Seorang anak muda berteriak, "Kau binatang...."
"Plok", kembali Thian-bun ditempeleng oleh si jangkung. Katanya, "Itulah dia muridmu yang pintar mengucapkan kata-kata kotor!"
Pada saat itulah mendadak Thian-bun berteriak satu kali, darah segar terus menyembur keluar dari mulutnya. Si jangkung terkejut dan bermaksud melepaskan pegangannya, tapi sudah terlambat. Thian-bun sempat putar kepalanya sehingga keduanya sekarang muka berhadapan muka, sedangkan darah masih menyembur keluar dari mulut Thian-bun, keruan muka si jangkung tersembur sehingga basah kuyup. Pada saat yang sama Thian-bun terus mencekik leher lawan dengan kedua tangan, terdengar suara "krak" satu kali, tulang leher si jangkung telah dipatahkan mentah-mentah oleh Thian-bun. Ketika Thian-bun ayun tangannya, orang itu terlempar dan jatuh menggelepar, tampak berkelojotan beberapa kali, lalu tidak bergerak lagi. Dasar tubuh Thian-bun memang tinggi besar, kini tambah gagah tampaknya, hanya mukanya penuh darah dan menyeramkan.
Selang sejenak, mendadak Thian-bun membentak keras, badan sempoyongan terus roboh, ternyata ia pun mengembuskan napas penghabisan.
Rupanya tadi ia kena dibekuk oleh si jangkung, ditambah lagi dianiaya dan dihina di depan orang banyak, saking gemasnya dia rela mengorbankan jiwa sendiri, sekuatnya ia mengerahkan tenaga dalam untuk membobolkan hiat-to sendiri yang tertutuk musuh sehingga dapat bergerak bebas, lalu sekuat sisa tenaga ia membinasakan musuh, sedangkan ia sendiri pun gugur bersama musuh karena urat nadi terputus lantaran getaran tenaga yang dipaksakan itu.
Serentak anak murid Thian-bun berteriak memanggil sang guru dan memburu maju, namun Thian-bun sudah tidak bernapas lagi, maka menangislah mereka dengan sedih.
Di tengah ribut-ribut itu, tiba-tiba ada orang berseru, "Co-ciangbun, kau sengaja menampilkan orang macam "Tong-hay-siang-ok" untuk melayani Thian-bun Totiang, caramu ini tidakkah rada keterlaluan?"
Semua orang melihat yang bicara itu adalah seorang kakek berwajah buruk yang dikenal bernama sebagai Ho Sam-jit, sering kali kakek itu kelihatan menjual bakmi pangsit di berbagai kota besar, terutama di Kota Heng-san.
Tentang asal usul si jangkung yang dibinasakan Thian-bun Tojin itu tiada seorang pun yang tahu, tapi Ho Sam-jit mengatakan si jangkung adalah satu di antara "Tong-hay-siang-ok", dua durjana dari lautan timur. Padahal macam apa tokoh-tokoh Tong-hay-siang-ok yang dimaksudkan juga tidak banyak yang tahu.
Maka Co Leng-tan telah menjawab, "Kata-katamu sungguh aneh dan menertawakan. Sedangkan Ki-heng yang gugur itu juga baru pertama kukenal hari ini, mengapa kau mengatakan aku sengaja menampilkan dia?"
Ho Sam-jit berkata pula, "Co-ciangbun mungkin belum lama kenal Tong-hay-siang-ok, tapi hubunganmu dengan guru Siang-ok, yaitu "Pek-pan-sat-sing" tentunya lain daripada yang lain bukan?"
"Pek-pan-sat-sing" atau Bintang Maut Halus Polos yang disebut itu benar-benar menggemparkan para hadirin yang tahu apa artinya nama itu. Dalam permainan maciok atau mahyong ada kartu yang disebut pek-pan, yaitu yang mukanya putih halus tanpa sesuatu tanda. Menurut cerita orang tua, Pek-pan-sat-sing adalah seorang iblis mahajahat, suka makan anak kecil yang suka menangis, konon Pek-pan-sat-sing itu tidak punya hidung, hanya kelihatan lubang hidung saja, mukanya jadi rata polos sebagai kartu pek-pan dalam permainan maciok.
Lenghou Tiong masih ingat di waktu Gak Leng-sian masih kecil, di kala anak dara itu suka menangis, maka ibu gurunya sering menakut-nakutinya dengan menggunakan nama Pek-pan-sat-sing. Terkenang kepada kejadian di masa lampau itu, tanpa terasa Lenghou Tiong memandang ke arah Gak Leng-sian, dilihatnya sumoaynya itu sedang memandang jauh ke sana seperti lagi melamun, air mukanya tampak murung, agaknya ucapan Ho Sam-jit tentang Pek-pan-sat-sing tadi tidak diperhatikan olehnya, bisa jadi apa yang terjadi di masa lampau itu pun sudah terlupa semua.
Melihat sikap Leng-sian itu, Lenghou Tiong menjadi heran, pikirnya, "Siausumoay baru saja menikah dengan Lim-sute yang dicintainya itu, seharusnya dia merasa gembira dan bahagia, ada urusan apakah yang membikin hatinya murung" Jangan-jangan kedua suami istri baru itu telah bertengkar sendiri?"
Ia coba memandang Lim Peng-ci, pemuda itu tampak berdiri di sisi Leng-sian, air mukanya sangat aneh, seperti tertawa, tapi toh bukan tertawa, seperti lagi marah, tapi juga bukan marah. Kembali Lenghou Tiong terkejut, "Aneh, sikap macam apakah ini" Aku seperti sudah pernah melihat air muka seorang yang demikian ini?"
Tapi di mana pernah dilihatnya tak teringat olehnya.
Dalam pada itu terdengar Co Leng-tan lagi berkata, "Giok-ki Toheng, lebih dulu aku mengucapkan selamat kepadamu sebagai ketua Thay-san-pay baru. Lalu mengenai penggabungan Ngo-gak-kiam-pay seperti kuuraikan tadi, bagaimana dengan pendapat Toheng?"
Melihat Co Leng-tan menyimpangkan persoalan dan tidak menjawab pertanyaan Ho Sam-jit tadi, maka soal dia berhubungan baik dengan Pek-pan-sat-sing berarti telah diakuinya secara diam-diam.
Dengan mengacungkan pedang pandak, dengan berseri-seri Giok-ki-cu menjawab, "Soal peleburan Ngo-gak-kiam-pay menjadi satu, kuanggap cara ini hanya ada baiknya bagi kelima golongan kita dan tiada jeleknya sama sekali. Hanya manusia tamak yang mementingkan diri sendiri seperti Thian-bun saja yang tidak setuju, tapi setiap orang yang berpandangan jauh pasti akur. Co-bengcu, sebagai pejabat ketua Thay-san-pay, aku menyatakan bahwa Thay-san-pay kami dengan suara bulat menyetujui soal peleburan Ngo-gak-kiam-pay kita. Segenap anggota Thay-san-pay kami menyatakan taat di bawah pimpinanmu demi untuk perkembangan dan kejayaan Ngo-gak-pay, bila ada orang hendak merintangi peleburan ini dengan maksud jahat, maka Thay-san-pay kami yang pertama-tama akan menghadapinya."
Menyusul beratus orang Thay-san-pay lantas bersorak menyatakan setuju, karena mereka berteriak serentak, suara mereka menjadi menggelegar berkumandang jauh. Anehnya teriakan mereka satu sama lain serupa dan berbarengan, tampaknya sebelumnya mereka sudah dilatih. Apalagi kalau melihat cara bicara Giok-ki-cu yang begitu hormat kepada Co Leng-tan, jelas sebelumnya mereka sudah bersekongkol dan pasti Giok-ki-cu telah banyak mendapat kebaikan dari Co Leng-tan.
Melihat gurunya mati secara mengenaskan, tapi keadaan gelagat tidak menguntungkan, anak murid Thian-bun Tojin terpaksa bungkam saja, hanya dalam hati mereka mencaci maki dan mengutuk, ada yang mengepal dengan geram dan bersumpah di dalam batin kelak pasti akan menuntut balas kepada Giok-ki-cu beserta begundal-begundalnya.
Maka terdengar Co Leng-tan berseru lagi, "Di antara Ngo-gak-kiam-pay kita kini sudah jelas Heng-san-pay dan Thay-san-pay telah menyatakan setuju penggabungan, tampaknya soal ini memang menjadi cita-cita orang banyak demi kebahagiaan bersama, maka Ko-san-pay kami dengan sendirinya juga mengikuti suara orang banyak dan siap meleburkan diri."
Dalam hati Lenghou Tiong menjengek, "Hm, urusan ini hakikatnya adalah kau yang merencanakan sebagai biang keladi, tapi kau malah pura-pura mengikuti suara orang banyak dan berlagak tidak tahu."
Terdengar Co Leng-tan berkata pula, "Di antara ngo-pay (kelima aliran) kini sudah ada tiga yang setuju bergabung, sekarang tinggal Hoa-san-pay dan Hing-san-pay saja, entah bagaimana pendapat kalian" Ketua Hing-san-pay yang dahulu, mendiang Ting-sian Suthay pernah beberapa kali berunding dengan Cayhe tentang penggabungan ini, beliau waktu itu juga sangat setuju, begitu pula Ting-cing dan Ting-yat Suthay juga akur."
Sekonyong-konyong di tengah orang banyak suara seorang wanita yang nyaring berseru, "Co-ciangbun, ucapanmu ini tidak betul. Sebelum ciangbunjin dan kedua susiok kami wafat, beliau-beliau justru menentang keras soal penggabungan Ngo-gak-kiam-pay ini. Sebabnya beliau-beliau bertiga wafat berturut-turut justru karena mereka antipeleburan ini. Mengapa kau malah sengaja memaksakan pendirianmu atas beliau bertiga?"
Semua orang sama memandang ke arah orang yang bicara itu, ternyata adalah seorang anak dara cantik, yaitu murid Hing-san-pay yang bernama The Oh.
Bab 112. Siapa yang Berdiri di Belakang Tho-kok-lak-sian
Dengan lantang Co Leng-tan menjawab, "Guru kalian mempunyai pandangan jauh dan perhitungan mendalam, beliau adalah tokoh paling hebat dari Ngo-gak-kiam-pay kita, selamanya aku pun sangat kagum padanya. Cuma sayang beliau telah meninggal di Siau-lim-si tempo hari, kalau beliau masih hidup, maka ketua Ngo-gak-pay hari ini rasanya takkan diperebutkan lagi, cukup serahkan saja kepada Ting-sian Suthay."
Ia merandek sejenak, lalu menyambung pula, "Dahulu di waktu Cayhe berunding tentang penggabungan Ngo-gak-kiam-pay dengan Ting-sian Suthay bertiga, secara tegas Cayhe juga pernah menyatakan bilamana peleburan Ngo-gak-kiam-pay jadi dilaksanakan, maka jabatan ketua Ngo-gak-pay sudah pasti akan kuminta Ting-sian Suthay yang menjabatnya. Tatkala mana Ting-sian Suthay secara rendah hati telah menolak usulku, tapi setelah Cayhe menyarankan dengan sungguh-sungguh, akhirnya Ting-sian Suthay tidak menolak lagi. Tapi, ai, sungguh harus disesalkan, seorang kesatria wanita yang belum merampungkan darmabakti itu sudah mendahului meninggal di Siau-lim-si, sungguh membikin hati sedih dan gegetun."
Berturut-turut ia dua kali menyebut Siau-lim-si, secara samar-samar ucapannya itu hendak mengingatkan orang bahwa kematian Ting-sian dan Ting-yat Suthay itu adalah perbuatan pihak Siau-lim-si, seumpama pembunuhnya bukan orang Siau-lim-pay, tapi tempat kejadian itu adalah tempat suci yang diagungkan dunia persilatan, namun pembunuh itu tetap berani melakukan kejahatannya, maka betapa pun pihak Siau-lim-pay harus ikut bertanggung jawab.
Tiba-tiba suara seorang serak kasar berteriak, "Ucapan Co-ciangbun kurang tepat. Dahulu Ting-sian Suthay pernah berkata padaku, katanya beliau justru mendukung engkau menjadi ketua Ngo-gak-pay."
Co Leng-tan menjadi senang, ia coba memandang ke arah pembicara, dilihatnya orang itu berwajah buruk dan aneh, kepala kecil lancip, mata kecil seperti tikus, ternyata tidak dikenalnya. Tapi dari bajunya yang berwarna hitam dapat diketahui adalah orang Hing-san-pay. Di sebelahnya berdiri pula lima orang yang berwajah serupa, dandanan juga sama. Ia tidak tahu bahwa keenam orang itu adalah Tho-kok-lak-sian.
Meski senang dalam hati, tapi lahirnya Co Leng-tan pura-pura dingin saja, katanya, "Siapakah nama Saudara yang mulia ini" Meski dahulu Ting-sian Suthay memang pernah menyarankan demikian, tapi kalau Cayhe dibandingkan beliau boleh dikata jauh untuk bisa memadai."
Yang baru bicara itu adalah Tho-kin-sian, dia berdehem satu kali, lalu menjawab, "Aku bernama Tho-kin-sian, kelima orang ini adalah saudara-saudaraku."
"O, sudah lama kagum, sudah lama kagum!" ujar Co Leng-tan.
"Apa yang menjadikan kau kagum kepada kami?" tanya Tho-ki-sian. "Kagum terhadap ilmu silat kami atau kagum terhadap kecerdikan kami?"
"Buset, kiranya orang dogol," demikian Co Leng-tan membatin dalam hati. Tapi mengingat kata-kata Tho-kin-sian yang memujinya tadi, ia lantas menjawab, "Baik ilmu silat maupun kecerdikan kalian sudah lama kukagumi."
"Ilmu silat kami sih tidak seberapa," sela Tho-kan-sian. "Bila kami berenam maju sekaligus memang lebih tinggi sedikit daripada kau Co-bengcu, tapi kalau satu lawan satu harus diakui selisih rada jauh."
"Namun kalau bicara tentang kecerdikan memang kami jauh lebih tinggi daripadamu," sambung Tho-hoa-sian.
"Betulkah begitu?" jengek Co Leng-tan sambil mengerut kening.
"Sedikit pun tidak salah," sahut Tho-hoa-sian. "Begitulah dikatakan oleh Ting-sian Suthay dahulu."
"Ya, dahulu di waktu Ting-sian Suthay mengobrol dengan Ting-cing dan Ting-yat Suthay bila bicara tentang penggabungan Ngo-gak-kiam-pay, sering kali Ting-sian Suthay mengatakan bahwa orang yang paling tepat menjabat ketua Ngo-gak-pay adalah Co-bengcu dari Ko-san. Kau percaya tidak apa yang dikatakan Ting-sian Suthay?"
"Itu karena Ting-sian Suthay menghargai diriku, tapi aku sendiri tidak berani menerimanya," ujar Co Leng-tan.
"Kau jangan senang dahulu," kata Tho-kin-sian. "Sebab Ting-cing Suthay berpendapat lain, beliau mengatakan engkau Co-bengcu memang seorang kesatria, kalau dibandingkan para tokoh persilatan umumnya, memang termasuk pilihan yang baik bila engkau diangkat menjadi ketua Ngo-gak-pay, namun beliau anggap kau terlalu nafsu, terlalu mementingkan diri pribadi, berpikiran sempit, dada kurang lapang, bila kau jadi diangkat menjadi ketua, maka yang paling celaka tentulah anak murid Hing-san-pay yang terdiri dari kaum wanita semua ini."
"Ya, maka Ting-sian Suthay lantas berkata bahwa untuk calon ketua yang bijaksana sudah tersedia enam kesatria sejati di sini," sambung Tho-kan-sian. "Keenam kesatria ini tidak cuma tinggi dalam ilmu silat, bahkan pengetahuannya luas dan cerdik, mereka sangat cocok untuk diangkat menjadi ketua Ngo-gak-pay."
"Enam kesatria?" jengek Co Leng-tan. "Hm, mana keenam orang itu?"
"Aha, tak-lain tak-bukan ialah kami berenam saudara ini," jawab Tho-hoa-sian.
Maka bergemuruhlah suara tertawa orang banyak oleh kata-kata Tho-hoa-sian itu. Sebagian besar para hadirin itu tidak kenal Tho-kok-lak-sian, tapi melihat wajah mereka yang aneh dan tingkah laku yang lucu, kata-katanya jenaka, malah sekarang mengaku punya kepandaian tinggi dan pengetahuan yang luas, tentu saja mereka merasa geli.
Begitulah Tho-ki-sian lantas ikut menyambung, "Dahulu ketika Ting-sian Suthay menyebut "keenam kesatria", seketika Ting-cing dan Ting-yat Suthay teringat kepada kami berenam saudara, maka serentak mereka bersorak setuju. Eh, apa yang dikatakan Ting-yat Suthay ketika itu, apakah kau masih ingat, Saudaraku?"
"Sudah tentu aku masih ingat," sahut Tho-sit-sian. "Di tengah sorak gembira ketiga tokoh itu, Ting-yat Suthay lantas berkata, "Tho-kok-lak-sian memang selisih sedikit kalau dibandingkan Hong-ting Taysu dari Siau-lim-si, masih lebih rendah juga kalau dibandingkan Tiong-hi Totiang dari Bu-tong-pay. Tapi dibandingkan tokoh-tokoh Ngo-gak-kiam-pay pada umumnya boleh dikata tiada seorang pun yang mampu menandingi mereka. Betul tidak, kedua Suci?"
"Maka Ting-cing Suthay telah menjawab, "Sebenarnya bicara tentang ilmu silat dan pengetahuan sesungguhnya Ting-sian Suci masih di atas Tho-kok-lak-sian, cuma sayang kita adalah kaum wanita, untuk menjadi ketua Ngo-gak-pay dan memimpin beribu-ribu pahlawan dan kesatria rasanya rada-rada repot. Maka dari itu, memang paling baik kita menyarankan Tho-kok-lak-sian saja yang menjadi ketua Ngo-gak-pay.?"
Semakin mendengar semakin geli Lenghou Tiong, ia tahu Tho-kok-lak-sian sengaja meledek Co Leng-tan dan mengacaukan pertemuan ini. Kalau Co Leng-tan berani mengarang ucapan orang-orang yang sudah mati, apa salahnya kalau Tho-kok-lak-sian juga membual sehingga Co Leng-tan mati kutu.
Soal penggabungan Ngo-gak-kiam-pay, di antara para hadirin itu kecuali anak buah Ko-san-pay beserta sebagian kecil orang-orang yang sudah berkomplot dengan Co Leng-tan, selebihnya boleh dikata tidak setuju. Ada tokoh-tokoh yang berpandangan jauh seperti Hong-ting Taysu dan Tiong-hi Tojin, mereka khawatir kalau kekuatan Co Leng-tan bertambah besar dan kelak tentu akan menimbulkan bencana bagi dunia Kangouw. Ada yang menyaksikan kematian Thian-bun Tojin tadi secara mengenaskan serta sikap Co Leng-tan yang garang, hal ini telah menimbulkan rasa benci dan memuakkan mereka. Sedangkan orang-orang seperti Lenghou Tiong dan anak murid Hing-san-pay, mereka menduga pasti Co Leng-tan yang membunuh Ting-sian Suthay bertiga, maka yang mereka cita-citakan adalah menuntut balas, dan dengan sendirinya mereka paling tegas memusuhi pihak Ko-san-pay. Maka dari itu mereka menjadi senang, bahkan banyak yang tertawa riuh melihat Co Leng-tan mati kutu menghadapi Tho-kok-lak-sian yang bicara secara lucu itu.
Maka terdengarlah suara seorang berseru, "Tho-kok-lak-sian, apa yang diucapkan Ting-sian Suthay bertiga itu, siapa lagi yang mendengarkan?" Agaknya pembicara ini adalah begundalnya Co Leng-tan.
Dengan tertawa Tho-kin-sian menjawab, "Berpuluh anak murid Hing-san-pay juga ikut mendengarkan. Betul tidak, Nona The?"
The Oh menahan rasa gelinya dan menjawab, "Betul! Co-ciangbun, kau sendiri bilang guruku menyetujui penggabungan Ngo-gak-kiam-pay, siapa lagi yang mendengar ucapan beliau ini" Wahai para suci dan sumoay dari Hing-san-pay, adakah di antara kalian pernah mendengar ucapan demikian dari suhuku?"
"Tidak, tidak pernah dengar," jawab berpuluh murid Hing-san-pay secara serentak. Bahkan ada yang berteriak, "Tentu Co-ciangbun sendiri yang mengarang cerita demikian."
Seorang lagi menyambung, "Dibandingkan Co-ciangbun, suhu kami jelas lebih mendukung Tho-kok-lak-sian. Sebagai murid beliau masakah kami tidak tahu pikiran guru sendiri?"
Di tengah suara tertawa orang banyak, dengan suara keras Tho-ki-sian lantas berseru, "Nah, betul tidak kata-kata kami" Kami tidak berdusta bukan" Malahan kemudian Ting-sian Suthay berkata pula, "Setelah bergabung, yang menjabat ketua Ngo-gak-pay hanya satu orang saja, padahal Tho-kok-lak-sian terdiri dari enam orang, lalu siapa di antaranya yang harus diangkat?"
"Eh, Saudaraku, apa yang dijawab oleh Ting-cing Suthay waktu itu?"
"Beliau mengatakan... mengatakan, o ya, katanya, "Biar ngo-pay dilebur menjadi satu, tapi kelima gunung yang menjadi empat kedudukan kelima aliran itu toh tak bisa dikumpulkan menjadi satu, sedangkan Co Leng-tan juga bukan malaikat dewata, apa dia mampu memindahkan kelima gunung itu untuk dipersatukan" Maka dari itu Tho-kok-lak-sian diminta membagi lima orang untuk menduduki kelima pegunungan itu, sisanya seorang lagi adalah pemimpin pusat."
"Lalu Ting-yat Suthay menanggapi, "Pendapat Suci memang benar. Rupanya ayah-bunda Tho-kok-lak-sian sudah tahu sebelumnya bahwa kelak Co Leng-tan akan melebur Ngo-gak-kiam-pay menjadi satu, maka sengaja melahirkan mereka enam bersaudara. Kenapa tidak melahirkan lima orang atau tujuh orang, tapi bikin pas enam orang. Sungguh harus dikagumi kepandaian ayah-bunda Tho-kok-lak-sian itu.?"
Mendengar kata-kata jenaka ini, seketika bergemuruhlah suara tawa orang banyak.
Sebenarnya rencana Co Leng-tan dalam pertemuan ini akan dilaksanakan secara khidmat dan tertib agar disegani oleh para kesatria yang hadir, siapa duga mendadak muncul enam manusia dogol dan mengacaukan upacara yang diagungkan ini. Keruan gusar Co Leng-tan tak terlukiskan. Cuma sayang dia sendiri adalah tuan rumah sehingga terpaksa harus bersabar sedapat mungkin. Tapi di dalam batin ia mengutuk Tho-kok-lak-sian dan mengambil keputusan bila urusan penting sudah selesai, maka keenam keparat ini pasti akan dibinasakan olehnya.
Dalam pada itu Tho-sit-sian mendadak menangis keras-keras, teriaknya, "Wah, tidak bisa, tidak bisa jadi. Kami berenam saudara sejak keluar dari perut ibu selamanya tak pernah berpisah satu sama lain, bilamana sekarang kami masing-masing harus menjabat ketua dari kelima aliran sehingga terpaksa terpencar di lima tempat, ini takkan kulakukan, takkan kulakoni."
Cara menangisnya begitu sungguh-sungguh, seakan-akan kedudukan mereka di lima gunung untuk menjabat ketua kelima aliran itu sudah ditetapkan dengan pasti, maka merasa tidak tega untuk berpisah dengan saudaranya.
Terdengar Tho-kan-sian lantas menanggapi, "Tak perlu Adik bersedih, kita berenam pasti takkan berpisah, kau tidak tega berpisah dengan para kakak-kakak, maka kakakmu ini pun tidak tega berpisah dengan adikku. Maka jalan paling baik supaya kita tidak diangkat menjadi pemimpin kelima gunung yang terpisah jauh satu sama lain itu, terpaksa kita harus menyatakan antipenggabungan Ngo-gak-kiam-pay ini."
"Ya, seumpama benar harus dilebur juga perlu tunggu sampai nanti di tengah Ngo-gak-kiam-pay sudah muncul seorang pahlawan sejati, seorang kesatria tulen yang lebih berwibawa daripada kita berenam, yang cocok untuk memimpin Ngo-gak-pay, dengan begitulah baru kita dapat menyetujui penggabungan ini."
Melihat keenam orang itu masih terus mengoceh tak keruan, Co Leng-tan pikir harus ambil tindakan tegas dan tepat untuk mengatasi keadaan, maka segera ia berteriak, "Sesungguhnya ketua Hing-san-pay dijabat kalian berenam kesatria ini ataukah masih ada orang lain lagi" Apakah urusan Hing-san-pay telah dikuasakan kepada kalian?"
"Kalau kami berenam kesatria besar ini mau menjabat ketua Hing-san-pay sebenarnya bukan soal," jawab Tho-ki-sian. "Tapi mengingat ketua Ko-san-pay adalah engkau ini, bila kami menjadi ketua Hing-san-pay, itu akan berarti kami harus berdiri sama tinggi dan berduduk sama rendah dengan orang she Co seperti kau, untuk ini, hehe, hehe...."
"Berdiri sama tinggi dengan dia sudah tentu akan sangat merosotkan derajat kami berenam, sebab itulah ketua Hing-san-pay terpaksa kami serahkan kepada Lenghou-kongcu untuk menjabatnya," sambung Tho-hoa-sian.
Sungguh tidak kepalang rasa murka Co Leng-tan, dengan dingin ia berkata kepada Lenghou Tiong, "Lenghou-kongcu, engkau adalah ketua Hing-san-pay, kenapa kau tidak dapat mengajar mereka dan membiarkan dia mengoceh tak keruan di depan para kesatria, kan membikin malu saja?"
"Keenam saudara ini bicara secara kekanak-kanakan tanpa tedeng aling-aling, tapi sesungguhnya mereka bukan manusia yang suka mengarang kata-kata ngawur dan omongan dusta," jawab Lenghou Tiong. "Mereka hanya menguraikan kembali apa yang pernah diucapkan mendiang ketua kami Ting-sian Suthay, sudah tentu jauh lebih dapat dipercaya daripada orang luar yang suka ngaco-belo tanpa dasar."
"Hm, jadi penggabungan Ngo-gak-kiam-pay sekarang hanya Hing-san-pay kalian yang mempunyai pendirian berbeda?" jengek Co Leng-tan.
"Hing-san-pay sih tiada pendirian yang tersendiri. Gak-siansing, ketua Hoa-san-pay adalah guruku yang berbudi yang pertama mengajarkan kepandaian padaku, meski Cayhe sekarang telah masuk di aliran lain, tapi tak berani melupakan ajaran-ajaran guruku di masa lampau."
"Jika demikian, jadi kau masih tetap tunduk kepada apa yang dikatakan Gak-siansing dari Hoa-san?" Co Leng-tan menegas.
"Benar," sahut Lenghou Tiong. "Hing-san-pay kami dan Hoa-san-pay tetap bahu-membahu dan gotong royong satu hati."
Co Leng-tan lantas berpaling ke arah Hoa-san-pay dan berseru, "Gak-siansing, Lenghou-ciangbun ternyata tidak melupakan budi kebaikanmu terhadapnya di masa lampau, sungguh aku ikut gembira dan bahagia bagimu. Dalam hal penggabungan Ngo-gak-kiam-pay ini apakah engkau pro atau anti, yang jelas Lenghou-ciangbun telah menyatakan akan mengikuti haluanmu. Lantas bagaimana dengan pendirianmu?"
"Terima kasih atas pertanyaan Co-bengcu ini," jawab Gak Put-kun dengan tenang-tenang. "Mengenai urusan penggabungan ini Cayhe memang pernah mempertimbangkannya secara masak-masak, tapi untuk mengambil suatu keputusan yang sempurna, sungguh tidaklah gampang."
Seketika perhatian semua orang beralih atas diri Gak Put-kun. Sebagian besar di antara hadirin itu berpikir, "Heng-san-pay sudah lemah kekuatannya, Thay-san-pay terpecah belah sehingga tidak mampu menandingi Ko-san-pay, kalau sekarang Hoa-san-pay berdiri satu pihak dengan Hing-san-pay tentu akan sanggup menandingi Ko-san-pay."
Terdengar Gak Put-kun berkata pula, "Selama sejarah Hoa-san-pay kami pernah terjadi pertentangan antara Kiam-cong dan Khi-cong. Banyak di antara locianpwe yang hadir tentu masih ingat. Maka kalau teringat kepada pertentangan di antara orang sendiri secara kejam di masa lalu itu, sungguh sampai sekarang Cayhe masih merasa ngeri...."
Lenghou Tiong menjadi heran mengapa Gak Put-kun hari ini mencerocos tentang urusan dalam Hoa-san-pay yang biasanya tidak suka diceritakannya kepada orang luar, sebab pertentangan Khi-cong dan Kiam-cong sesama Hoa-san-pay itu betapa pun memalukan bila diketahui orang.
Dalam pada itu terdengar Gak Put-kun melanjutkan kata-katanya dengan suara yang melengking nyaring berkumandang jauh, diam-diam Lenghou Tiong pikir sang guru ternyata sudah mencapai tingkatan yang lebih tinggi dari ilmu "Ci-he-sin-kang" yang dilatihnya itu.
Terdengar Gak Put-kun lagi berkata, "Sebab itulah Cayhe merasa di antara berbagai golongan dan aliran persilatan kita ini daripada terpecah belah adalah lebih baik tergabung menjadi satu. Selama beratus-ratus, bahkan beribu-ribu tahun entah sudah betapa banyak para kawan bu-lim yang telah menjadi korban bunuh-membunuh, semuanya itu adalah karena gara-gara perbedaan paham, perselisihan golongan. Cayhe sering kali berpikir, bilamana dunia persilatan kita tiada perbedaan golongan dan perguruan, semua orang adalah anggota satu keluarga besar saja, satu sama lain laksana saudara sekandung, maka dapat dipastikan setiap percekcokan dan pertumpahan darah tentu akan dapat dikurangi."
Pada umumnya orang persilatan memang sering mengalami nasib mati pada usia muda dan meninggalkan anak istri yang merana. Maka kata-kata Gak Put-kun sebenarnya tepat mengenai lubuk hati sebagian besar di antara hadirin. Tidak heran kalau banyak di antaranya sama manggut-manggut dan ada yang memuji keluhuran budi Gak Put-kun sesuai dengan julukannya, yaitu "Kun-cu-kiam", Si Pedang Kesatria Sejati.
Begitulah Gak Put-kun melanjutkan pula, "Namun karena perbedaan di antara sumber ilmu silat yang diyakinkan masing-masing aliran, cara berlatihnya juga berlainan, maka untuk mempersatukan orang-orang persilatan sehingga tanpa membedakan golongan dan aliran, sungguh bukan persoalan yang mudah."
"Siancay! Siancay!" Hong-ting Taysu bersabda. "Kata-kata Gak-siansing ini benar-benar mahabijaksana. Bilamana setiap orang persilatan mempunyai jalan pikiran seperti Gak-siansing, maka kekacauan dunia ini tentu akan hilang sirna tanpa bekas."
"Ah, Taysu terlalu memuji," kata Gak Put-kun. "Sedikit pendapat Cayhe yang dangkal ini tentunya sebelumnya sudah menjadi buah pikiran para padri sakti turun-temurun dari Siau-lim-pay. Sebenarnya dengan nama dan pengaruh Siau-lim-si, asalkan mau tampil ke muka dan menyerukan persatuan, maka setiap orang yang berpandangan jauh tentu akan setuju dan pasti akan banyak manfaatnya selama ratusan tahun terakhir ini. Namun sampai sekarang di antara berbagai golongan dan aliran masih terus bertentangan satu sama lain baik secara terang-terangan maupun secara gelap-gelapan sehingga banyak mengorbankan jiwa dan harta. Bahwasanya selama ini banyak di antara tokoh bijaksana telah menyelami betapa besar bencana yang ditimbulkan karena perbedaan golongan dan aliran, lalu mengapa kita tidak bertekad untuk melenyapkannya" Cayhe benar-benar bingung, sudah sekian lamanya Cayhe merenungkan persoalan ini, baru beberapa hari yang lalu Cayhe sadar dan memahami di mana letaknya kunci untuk memecahkan persoalan ini. Karena urusan ini menyangkut nasib setiap kawan persilatan, Cayhe tidak berani merahasiakan hasil pemikiranku ini, maka ingin kukemukakan di sini dan minta pertimbangan para hadirin."
"Silakan bicara, silakan bicara," seru orang banyak. "Pendapat Gak-siansing pasti sangat bagus!"
Setelah suasana rada tenang kembali barulah Gak Put-kun bicara pula, "Setelah Cayhe merenungkan secara mendalam, akhirnya kuketemukan titik persoalannya. Rupanya penyakit kegagalan daripada usaha penghapusan perbedaan golongan dan aliran ini sering kali disebabkan usaha yang terburu nafsu. Maklumlah, golongan dan aliran persilatan kita berpuluh-puluh, bahkan beratus-ratus banyaknya, setiap golongan juga sudah bersejarah sekian lamanya, kalau sekaligus hendak melenyapkan sejarah golongan masing-masing boleh dikatakan mahasulit."
"Jika demikian, jadi menurut pendapat Gak-siansing adalah tidak mungkin untuk menghapuskan perbedaan golongan dan aliran" Jika betul demikian bukankah pendapat Gak-siansing ini sangat mengecewakan harapan orang?" ujar Co Leng-tan.
"Walaupun mahasukar, tapi bukannya sama sekali tidak dapat," jawab Gak Put-kun. "Barusan Cayhe menyatakan bahwa titik penyakitnya terletak pada usaha yang terburu nafsu ingin cepat, malah macet. Jadi caranya yang harus diubah, asalkan haluannya berubah, lalu dihadapi bersama dengan segenap tenaga oleh para kawan, apakah usaha ini akan berjalan sampai 50 tahun ataupun 100 tahun, tapi akhirnya pasti jadi."
"Wah, perlu 50 tahun atau 100 tahun, kan para pahlawan dan kesatria yang hadir sekarang ini hampir semuanya sudah masuk kubur?" ujar Co Leng-tan.
"Kaum kita hanya perlu berusaha sepenuh tenaga, soal akan berhasil atau tidak dari usaha kita bukan soal," kata Gak Put-kun. "Ini namanya leluhur tanam pohonnya dan keturunan memetik buahnya. Kita hanya tanam pohon saja, biarlah anak cucu kita yang menerima buahnya, hal demikian kan perbuatan luhur" Pula, usaha jangka panjang 50 atau 100 tahun adalah secara keseluruhannya, kalau cuma sedikit hasil saja mungkin dalam waktu delapan atau 10 tahun juga sudah tampak nyata."
"Dalam sepuluh atau delapan tahun sudah akan tampak hasil nyata walaupun hanya bagian kecil, ini sungguh sangat bagus. Tapi entah cara bagaimana kita harus berusaha bersama?" tanya Co Leng-tan.
Gak Put-kun tersenyum, jawabnya, "Seperti apa yang dilakukan Co-bengcu sekarang adalah perbuatan baik yang bermanfaat bagi kaum persilatan umumnya. Bahwasanya sekaligus kita hendak menghapus perbedaan pandangan di antara berbagai golongan dan aliran boleh dikata sukar terlaksana, tapi kalau diusahakan agar golongan-golongan yang tempatnya berdekatan, yang ilmu silatnya mendekati sejenis atau yang mempunyai hubungan lebih rapat, lalu di antara mereka diadakan peleburan sebisanya, maka dalam waktu tidak terlalu lama perbedaan golongan dan aliran di dunia persilatan kita, tentu akan berkurang sebagian besar. Seperti halnya peleburan di antara Ngo-gak-kiam-pay kita adalah suatu bukti nyata bagi golongan-golongan lain."
Ucapan terakhir Gak Put-kun ini seketika membikin para hadirin menjadi gempar, banyak yang berteriak, "O, kiranya Hoa-san-pay juga setuju penggabungan Ngo-gak-kiam-pay."
Lenghou Tiong juga sangat terkejut, pikirnya, "Tak terduga suhu duga menyetujui penggabungan, padahal aku sudah menyatakan akan ikut haluan suhu, apakah aku mesti menarik kembali ucapanku?"
Dengan cemas ia coba memandang ke arah Hong-ting Taysu dan Tiong-hi Tojin, dilihatnya kedua tokoh itu sama menggeleng padanya dengan wajah yang rada lesu.
Maka terdengar Co Leng-tan berkata, "Sebenarnya maksud Ko-san-pay menghendaki penggabungan hanya demi kepentingan kita bersama, sebab kalau bergabung jelas kekuatan menjadi besar, sebaliknya kalau bercerai tenaga menjadi lemah. Tapi dari uraian Gak-siansing tadi ternyata penggabungan Ngo-gak-kiam-pay kita masih dapat mendatangkan manfaat-manfaat begitu besar, sungguh aku menjadi seperti pintar mendadak."
Lalu Gak Put-kun berkata pula, "Sesudah kita bergabung, bila kita ingin memperbesar pengaruh, lalu mengadu kekuatan dengan golongan lain, maka akibatnya hanya menimbulkan bencana di dunia persilatan. Sebab itu asas tujuan peleburan kita ini harus mengutamakan "hindarkan pertentangan dan akhiri permusuhan". Menurut dugaanku banyak di antara kawan persilatan tentu khawatir penggabungan kita ini pasti akan merugikan pihak lain, dalam hal ini aku dapat menyatakan supaya kawan-kawan ini janganlah khawatir."
Banyak di antara hadirin menjadi lega mendengar jaminan Gak Put-kun itu, tapi ada juga yang masih ragu-ragu dan kurang percaya.
"Jika demikian, jadi Hoa-san-pay jelas juga setuju penggabungan?" tanya Co Leng-tan.
Hina Kelana Balada Kaum Kelana Siau-go-kangouw Karya Jin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Benar," jawab Gak Put-kun. Ia merandek sejenak, lalu katanya sambil memandang ke arah Lenghou Tiong, "Lenghou-ciangbun dari Hing-san-pay dahulu pernah berada di Hoa-san, Cayhe pernah mempunyai hubungan guru murid selama 20-an tahun dengan dia. Sejak dia meninggalkan Hoa-san-pay, syukur selama ini dia masih ingat akan hubungan baik di masa silam dan tetap mengharapkan agar Cayhe dapat kumpul bersama lagi dengan dia dalam suatu aliran yang sama. Dalam hal ini tadi Cayhe sudah menyanggupi dia bahwa untuk kumpul kembali di dalam suatu aliran bukanlah soal sulit."
Bicara sampai di sini, wajahnya menampilkan senyuman manis.
Lenghou Tiong tergetar dan sadar seketika, kiranya kesanggupan sang guru akan menerimanya kembali sebagai murid bukanlah kembali ke dalam Hoa-san-pay, tapi masuk ke dalam Ngo-gak-pay sesudah kelima golongan dilebur menjadi satu, rasanya hal ini toh tidak jelek. Apalagi tadi suhu telah menyatakan sesudah dilebur menjadi satu, maka asas tujuannya adalah menghindari pertentangan dan mengakhiri permusuhan. Kalau nanti Hoa-san-pay, Hing-san-pay ditambah dengan Heng-san-pay berdiri di satu pihak, ini berarti akan lebih besar pengaruhnya daripada Ko-san-pay dan Thay-san-pay sehingga asas yang dikemukakan suhu ini dapatlah dijalankan.
Selagi Lenghou Tiong dibuai oleh pikirannya sendiri, terdengar Co Leng-tan lagi berkata, "Syukurlah bahwa Gak-siansing dan Lenghou-ciangbun sejak kini telah dapat berkumpul kembali dalam suatu keluarga besar. Terimalah ucapan selamat dariku!"
Menyusul banyak di antara hadirin juga bersorak menyatakan syukur.
Tapi mendadak Tho-ki-sian berteriak, "Tidak, urusan ini tidak baik, sangat tidak baik."
"Kenapa tidak baik?" tanya Tho-kan-sian.
"Jabatan ketua Hing-san-pay bukankah tadinya adalah hak kita berenam saudara?" tanya Tho-ki-sian.
"Betul!" serentak Tho-kan-sian berlima menjawab.
"Tapi lantaran kita sungkan menjadi ketua segala, makanya kita serahkan jabatan itu kepada Lenghou Tiong dengan suatu syarat bahwa dia harus membalaskan sakit hati kematian Ting-sian Suthay bertiga, betul tidak" Dan kalau tidak melaksanakan tugasnya itu berarti jabatannya sebagai ketua menjadi batal, betul tidak?"
Begitulah setiap kali Tho-ki-sian bertanya, serentak Tho-kan-sian berlima mengiakan pula setiap kali.
"Namun pembunuh Ting-sian Suthay bertiga jelas berada di tengah Ngo-gak-pay juga," kata Tho-ki-sian pula. "Maka menurut pendapatku, besar kemungkinan pembunuh itu she Co kalau tidak she Ci, atau bisa jadi she Cuci. Bilamana Lenghou Tiong jadi masuk Ngo-gak-pay, itu berarti dia akan menjadi saudara seperguruan dengan manusia jahanam she Co atau she Ci atau Cuci dan itu berarti pula dia tak mampu membalaskan sakit hati Ting-sian Suthay bertiga."
"Benar, sedikit pun tidak salah," seru Tho-kok-ngo-sian.
Alangkah gusarnya Co Leng-tan, pikirnya, "Keparat, kalian berenam berani menghina aku di depan umum, bila kalian dibiarkan hidup lebih lama tentu banyak ocehan-ocehan tidak senonoh yang akan kalian lontarkan terhadapku."
Dalam pada itu Tho-kin-sian sedang berkata, "Kalau Lenghou Tiong tidak membalaskan sakit hati Ting-sian Suthay berarti dia batal menjadi ketua Hing-san-pay, bukan" Dan kalau dia batal menjadi ketua Hing-san-pay berarti dia tidak kuasa lagi mengurusi kepentingan Hing-san-pay, bukan" Dan kalau dia tidak kuasa lagi berarti tidak boleh bicara atas nama Hing-san-pay dalam soal penggabungan ini, bukan?"
Setiap kali ia tanya, setiap kali pula Tho-kok-ngo-sian yang lain mengiakan.
Kini Tho-sit-sian yang bicara, "Tapi lowongan ketua tidak boleh selalu kosong, bila Lenghou Tiong tidak menjadi ketua Hing-san-pay, sepantasnya diangkat orang lain yang lebih sesuai, bukan" Adapun calon ketua yang punya ilmu silat tinggi dan pengetahuan luas sudah sejak dulu dinilai oleh Ting-sian Suthay, bukan?"
"Benar!" jawab Tho-kok-ngo-sian. Semakin keras yang bertanya, semakin nyaring pula suara kelima orang yang menjawab.
Lantaran merasa lucu, pula maksud Tho-kok-lak-sian itu jelas sengaja main gila terhadap Ko-san-pay, maka sebagian di antara hadirin itu ikut senang, malahan ada di antaranya lantas ikut-ikutan bersuara, setiap kali Tho-kok-lak-sian bertanya jawab, berpuluh orang hadirin juga ikut-ikut mengiakan.
Ketika Gak Put-kun setuju penggabungan Ngo-gak-kiam-pay tadi, diam-diam Lenghou Tiong merasa cemas dan bingung, sekarang demi mendengar ocehan Tho-kok-lak-sian yang tak keruan itu, dalam hati kecilnya timbul rasa senang seakan-akan keenam orang dogol itu telah menyelesaikan soal sulit baginya. Tapi setelah mengikuti terus ocehan Tho-kok-lak-sian itu, kemudian ia menjadi terheran-heran, sebab sekarang apa yang diucapkan seakan-akan sangat teratur, satu sama lain seperti telah disiapkan, sama sekali berbeda daripada kebiasaan mereka, sungguh perubahan yang aneh. Apa barangkali di belakang mereka ada orang pandai yang memberi petunjuk" Demikian pikir Lenghou Tiong.
Sementara itu Tho-hoa-sian lagi berkata, "Bahwasanya di dalam Hing-san-pay ada enam kesatria yang berilmu silat tinggi dan berpengetahuan luas, siapakah mereka berenam, kalian kan bukan orang bodoh, tentu sudah tahu, bukan?"
Beratus hadirin serentak mengiakan dengan tertawa.
"Siapa keenam kesatria besar itu" Coba katakan!" seru Tho-hoa-sian.
"Siapa lagi kalau bukan kalian Tho-kok-lak-sian!" teriak beratus orang dengan suara riuh.
"Itu dia! Dengan demikian, jadi jabatan ketua Hing-san-pay terpaksa kami berenam menerimanya untuk melaksanakan tugas yang suci sesuai dengan harapan orang banyak, cocok dengan pilihan umum, sesuai dengan kehendak bapak mertua, dan... dan...."
Karena kata-katanya yang melantur, para hadirin sampai terpingkal-pingkal saking geli. Sebaliknya orang-orang Ko-san-pay sangat mendongkol, banyak di antaranya lantas membentak, "Persetan! Kalian berenam keparat ini sengaja mengacau apa di sini" Lekas enyah semua dari sini!"
"Aneh bin heran!" jawab Tho-ki-sian. "Kalian Ko-san-pay dengan segala daya upaya berusaha hendak melebur Ngo-gak-kiam-pay menjadi satu, sekarang kami para kesatria Hing-san-pay telah sudi berkunjung ke Ko-san sini, tapi kalian malah mengusir kami pergi dari sini. Bila kami berenam kesatria besar ini angkat kaki dari sini, segera para kesatria kecil, para pahlawan betina Hing-san-pay yang lain juga akan ikut pergi dari sini, lalu soal penggabungan Ngo-gak-pay kalian itu akan macet setengah jalan, akan mati dalam kandungan dan... dan... gugur. Nah, baiklah, para kawan Hing-san-pay, karena kita sudah tidak diperlukan lagi, marilah kita pergi dari sini, biarkan mereka mengadakan peleburan si-pay (empat aliran) saja. Kalau Co Leng-tan kepingin menjadi ketua Si-gak-pay biarkan saja, kita Hing-san-pay tidak sudi ikut campur."
Dasar Gi-ho, Gi-jing, Gi-lim, dan lain-lain sudah teramat benci kepada Co Leng-tan, demi mendengar ajakan Tho-ki-sian itu, serentak mereka mengiakan, seru mereka, "Benar, hayolah kita pergi dari sini!"
Keruan Co Leng-tan berbalik kelabakan, ia pikir kalau Hing-san-pay pergi, itu berarti Ngo-gak-pay akan tinggal Si-gak-pay. Padahal sejak dahulu kala di dunia ini telah kenal ngo-gak, tidak pernah kenal si-gak segala. Jika si-gak bergabung dan aku menjadi ketua Si-gak-pay, rasanya juga tidak gemilang, sebaliknya malah akan ditertawai oleh orang-orang persilatan.
Bab 113. Perdebatan yang Bertele-tele
Lantaran berpikir demikian, cepat Co Leng-tan berseru, "Nanti dulu, para kawan Hing-san-pay, ada persoalan apa biarlah kita berunding secara baik-baik, kenapa mesti terburu nafsu?"
"Adalah begundalmu yang mengusir kami dan bukan kami sendiri yang mau pergi dari sini," jawab Tho-kin-sian dengan mencibir.
Co Leng-tan mendengus satu kali tanpa menanggapi, sebaliknya ia berkata terhadap Lenghou Tiong, "Lenghou-ciangbun, orang persilatan kita paling mengutamakan pegang janji. Tadi kau sudah menyatakan akan mengikuti haluan Gak-siansing, tentunya kau akan pegang teguh ucapanmu ini."
Lenghou Tiong coba memandang Gak Put-kun, dilihatnya sang guru sedang manggut-manggut padanya dengan sikap simpatik dan sangat mengharapkan. Sebaliknya ketika ia memandang ke arah Hong-ting Taysu dan Tiong-hi Tojin, kedua tokoh itu tampak menggeleng-geleng kepala.
Di tengah kebimbangan itu, terdengar Gak Put-kun berkata, "Anak Tiong, hubungan kita seperti ayah dan anak, ibu-gurumu juga cukup baik padamu, apakah kau tidak ingin berhubungan baik lagi dengan kami seperti dahulu?"
Seketika Lenghou Tiong mencucurkan air mata terharu, tanpa pikir lagi ia lantas berseru, "Suhu dan Sunio, memang itulah yang kuharap-harapkan. Bila kalian setuju penggabungan, maka Anak hanya menurut saja, lain tidak."
Ia merandek sejenak, lalu menyambung pula, "Namun, bagaimana pula dengan sakit hati ketiga Suthay...."
"Kau jangan khawatir," kata Gak Put-kun dengan lantang. "Hal tewasnya Ting-sian Suthay bertiga memang harus disesalkan oleh setiap kawan persilatan kita. Selanjutnya sesudah kelima golongan kita tergabung, maka urusan Hing-san-pay tentu termasuk juga urusanku. Tugas utama kita sekarang tiada lain mencari tahu siapakah pembunuhnya, lalu dengan tenaga gabungan ngo-pay kita serta minta bantuan para kawan bu-lim yang hadir sekarang, biarpun si pembunuh punya kepandaian setinggi langit juga akan kita cincang sampai hancur lebur. Anak Tiong, maka kukatakan lagi janganlah kau khawatir, sekalipun pembunuhnya adalah tokoh tertinggi dari Ngo-gak-pay kita juga takkan kita ampuni."
Kata-kata Gak Put-kun itu diucapkan dengan gagah dan tegas, serentak anak murid Hing-san-pay sama bersorak memuji. Gi-ho lantas berseru, "Ucapan Gak-siansing memang betul. Bila engkau dapat tampil ke muka untuk membalaskan sakit hati ketiga Suthay kami, maka segenap keluarga Hing-san-pay sungguh merasa sangat berterima kasih."
"Soal ini kujamin, dalam tiga tahun bilamana tidak mampu membalaskan sakit hati ketiga Suthay, biarlah nanti kawan bu-lim boleh anggap aku sebagai manusia rendah, orang yang tidak tahu malu," seru Gak Put-kun.
Ucapan ini semakin menimbulkan rasa senang anak murid Hing-san-pay, mereka bersorak gembira, banyak dari kawan-kawan golongan lain juga ikut bertepuk tangan dan memuji.
Menyaksikan itu, Lenghou Tiong berpikir, "Meski aku bertekad menuntut balas bagi ketiga Suthay, tapi susah rasanya memakai batas waktu. Biarpun orang banyak mencurigai Co Leng-tan sebagai pembunuhnya, tapi cara bagaimana membuktikannya" Seumpama dia dapat dibekuk dan ditanyai, apakah dia mau mengaku terus terang" Tapi mengapa Suhu berbicara secara begitu tegas dan pasti" Ya, tentu beliau sudah tahu pasti siapa pembunuhnya dengan bukti-bukti nyata, makanya di dalam tiga tahun Suhu yakin akan dapat membereskannya."
Kalau semula dia mengkhawatirkan anak murid Hing-san-pay menentang pendiriannya yang mengikuti haluan Gak Put-kun, sekarang demi melihat mereka bersorak gembira, maka legalah hatinya, segera ia berseru, "Baik sekali jika demikian. Guruku Gak-siansing sudah menyatakan, asal sudah diselidiki dan jelas siapa pembunuh ketiga Suthay, sekalipun pembunuh itu adalah tokoh tertinggi Ngo-gak-pay juga takkan diampuni. Nah, Co-ciangbun, engkau setujui atas ucapan ini tidak?"
Dengan nada dingin Co Leng-tan menjawab, "Ucapan ini kan sangat tepat, mengapa aku tidak setuju?"
"Bagus," seru Lenghou Tiong. "Nah, para kesatria yang hadir di sini telah mendengar semua, bilamana biang keladi pembunuh ketiga Suthay nanti telah diketahui, tak peduli siapakah dia dan apa kedudukannya, maka setiap orang berhak untuk membinasakan dia."
Serentak sebagian besar di antara hadirin bersorak menyatakan akur.
Setelah suara ramai itu rada mereda, lalu Co Leng-tan berseru, "Nah, jadi sudah jelas Ngo-gak-kiam-pay kita seluruhnya sudah setuju bergabung menjadi satu, maka sejak kini di dunia persilatan takkan muncul pula nama Ngo-gak-kiam-pay, yang ada ialah Ngo-gak-pay. Dengan demikian segenap anggota kelima golongan kita dengan sendirinya juga menjadi anak murid atau anggota Ngo-gak-pay." (Ngo-gak = lima gunung. Yakni gunung sebelah timur Thay-san, sebelah barat Hoa-san, sebelah utara Hing-san, sebelah selatan Heng-san dan gunung bagian tengah Ko-san.)
Habis berkata, ketika ia angkat sebelah tangannya, serentak terdengarlah suara riuh gemuruh petasan bergema di angkasa pegunungan Ko-san sebagai tanda merayakan berdirinya "Ngo-gak-pay" secara resmi.
Menghadapi suasana ramai itu, para kesatria saling pandang dengan tersenyum, mereka sama bersyukur bahwa penggabungan Ngo-gak-kiam-pay dapat berjalan dengan lancar, kalau tidak tentu akan terjadi banjir darah di puncak Ko-san ini.
Begitulah di puncak gunung sunyi itu seketika bertebaran dengan remukan kertas, asap mengepul memenuhi udara, suara petasan makin lama makin riuh sehingga bicara berhadapan tak terdengar. Selang agak lama barulah suara petasan mulai mereda.
Lalu di antara hadirin ada yang menghampiri Co Leng-tan untuk mengucapkan selamat, tampaknya orang-orang ini adalah undangan Ko-san-pay sendiri, karena melihat penggabungan Ngo-gak-kiam-pay terang akan jadi, pengaruh Co Leng-tan juga tambah besar, maka mereka mendahului memberi puji sanjung kepada tuan rumah.
Tiada henti-hentinya Co Leng-tan mengucapkan kata-kata rendah hati, namun tidak urung air mukanya yang biasanya dingin kaku itu menampilkan senyuman kepuasan.
Tiba-tiba terdengar Tho-kin-sian berseru, "Karena penggabungan Ngo-gak-kiam-pay menjadi Ngo-gak-pay sudah jadi, maka kami Tho-kok-lak-sian terpaksa ikut mendukungnya, ini namanya menurut arah angin."
Co Leng-tan membatin, "Sejak keenam keparat ini datang ke sini, hanya kata-kata inilah pantas didengar."
Dalam pada itu Tho-kan-sian juga berseru, "Pada umumnya setiap aliran tentu ada seorang ketua. Lalu ketua Ngo-gak-pay ini harus dipegang siapa" Bila para hadirin mengangkat kami Tho-kok-lak-sian, mau tak mau kami pun akan menerimanya."
"Menurut kata-kata Gak-siansing tadi bahwa penggabungan ini adalah demi kepentingan dunia persilatan umumnya dan tidak untuk keuntungan pribadi," seru Tho-ki-sian pula. "Jika demikian halnya, maka tugas seorang ketua sungguh sangat berat, namun apa mau dikata, terpaksa kami berenam saudara akan bekerja sekuat tenaga."
"Memang, kalau para hadirin begini simpatik kepada kami, mana boleh kami tidak bekerja mati-matian demi kawan-kawan Kangouw umumnya?" sambung Tho-yap-sian.
Begitulah mereka bertanya-jawab seperti dagelan, seakan-akan mereka benar-benar telah diangkat menjadi ketua oleh pilihan orang banyak.
Dengan gemas seorang tua berbaju kuning dari Ko-san-pay berteriak, "Hei, siapakah yang mengangkat kalian menjadi ketua Ngo-gak-pay" Huh, seperti orang gila, tidak tahu malu?"
Serentak orang-orang Ko-san-pay yang lain juga sama mencemoohkan, "Persetan! Omong kosong melulu!"
"Huh, kalau bukan hari gembira, jangan harap kalian dapat turun dari sini dengan selamat!"
Lalu seorang lain berseru kepada Lenghou Tiong, "Lenghou-ciangbun, keenam orang gila itu mengacau terus dari tadi, kenapa kau diam saja?"
"Hah, kau panggil Lenghou Tiong sebagai "Lenghou-ciangbun", jadi kau mengakui dia sebagai Ciangbunjin (ketua) Ngo-gak-pay?" teriak Tho-hoa-sian. "Tadi Co Leng-tan sendiri sudah menyatakan bahwa Thay-san-pay, Ko-san-pay, dan lain-lain sudah dihapus dari dunia persilatan, dengan sendirinya "ciangbun" yang kau sebut tentunya dimaksudkan sebagai ciangbun dari Ngo-gak-pay."
"Meski Lenghou Tiong masih selisih setingkat daripada kami jika dia yang menjabat ketua Ngo-gak-pay, tapi kalau yang lebih baik seperti kami tidak mau, ya, terpaksa boleh juga terima saja tokoh yang lebih rendah sedikit," ujar Tho-sit-sian.
Lalu Tho-kin-sian berteriak keras-keras, "Nah, Ko-san-pay mengusulkan Lenghou Tiong sebagai ketua Ngo-gak-pay, bagaimana pendapat para hadirin?"
"Setuju!" terdengar beratus-ratus orang berteriak, suaranya nyaring merdu, terang mereka adalah anak murid Hing-san-pay.
Hanya karena salah omong, salah seorang tua Ko-san-pay salah ucap "Lenghou-ciangbun" dan kelemahan ini lantas dipegang oleh Tho-kok-lak-sian, keruan orang Ko-san-pay itu menjadi serbasusah dan bingung, serunya dengan gelagapan, "Tidak, ti... tidak! Bu... bukan... bukan begitu maksudku."
"Bukan begitu maksudmu" Jika demikian tentu kau anggap kami Tho-kok-lak-sian lebih cocok menjadi ketua Ngo-gak-pay," seru Tho-kan-sian. "Wah, atas dukungan Saudara dan rasa cintamu kepada kami, terpaksa kami tak bisa menolak dan mau tak mau harus menerimanya."
"Begini saja," sambung Tho-ki-sian. "Kami akan pegang pimpinan setahun atau enam bulan, kalau segala urusan sudah berjalan lancar barulah kami serahkan kedudukan penting ini kepada tokoh lain."
"Betul, betul! Ini namanya tahu kewajiban dan pemimpin bijaksana!" teriak Tho-kok-ngo-sian yang lain.
Sungguh tidak kepalang mendongkolnya Co Leng-tan, dengan nada dingin ia berseru, "Kalian berenam sudah terlalu banyak mengoceh, seakan-akan para kesatria yang hadir di Ko-san ini tak berharga sama sekali, boleh tidak kalau orang lain juga diberi kesempatan bicara sedikit?"
"Boleh, sudah tentu boleh, kenapa tidak boleh?" jawab Tho-hoa-sian. "Ada kata-kata lekas diucapkan, ada kentut lekas dilepaskan!"
Seketika suasana menjadi sunyi malah demi mendengar kata-kata Tho-hoa-sian itu. Maklum, siapa pun tidak mau membuka suara supaya tidak dianggap kentut.
Selang agak lama barulah Co Leng-tan berbicara, "Para hadirin silakan kemukakan pandangan masing-masing, tentang ocehan keenam orang gila ini tak perlu digubris lagi!"
Berbareng Tho-kok-lak-sian menghirup napas panjang-panjang, lalu hidung mereka sama-sama mendengus-dengus dan berkata, "Nyaring benar kentutnya, tapi untung, tidak terlalu bau!"
Seorang tua Ko-san-pay tampil ke muka pula dan berseru, "Ngo-gak-kiam-pay berserikat secara senasib setanggungan, paling akhir ini pimpinan selalu dijabat oleh Co-ciangbun, nama beliau cukup terkenal, wibawanya cukup disegani. Kalau sekarang ngo-pay kita dilebur, dengan sendirinya Co-bengcu pula yang pantas menjadi ciangbunjin kita. Kalau dijabat orang lain, kukira sukar diterima oleh orang banyak."
"Tidak betul, kurang tepat!" seru Tho-hoa-sian. "Penggabungan kelima aliran adalah peristiwa hebat dan merupakan sejarah baru, oleh karena itu ciangbunjin juga harus diganti yang baru, harus diangkat orang baru."
"Benar," sambung Tho-sit-sian. "Jika Co Leng-tan tetap menjadi ketua, itu berarti ganti botol tanpa ganti isi, lalu apa gunanya Ngo-gak-kiam-pay dilebur menjadi satu?"
"Kukira ketua Ngo-gak-pay dapat dijabat oleh siapa pun juga," kata Tho-ki-sian. "Hanya Co Leng-tan saja yang tidak boleh menjabatnya."
"Menurut pendapatku, paling baik kalau jabatan ketua ini kita jabat secara bergiliran, seorang menjadi ketua satu hari, hari ini kau yang menjadi ketua, besok ganti aku, lusa dia, semuanya mendapat bagian, tiada satu pun yang dirugikan. Ini namanya adil, tidak pilih kasih, tanpa pandang bulu, barang baik, harga pas!" seru Tho-yap-sian.
"Usulmu ini sungguh teramat bagus!" sambut Tho-kin-sian. "Dan yang pantas menjabat ketua yang pertama adalah nona cilik yang berusia paling muda. Maka aku mengusulkan adik cilik Cin Koan dari Hing-san-pay menjadi ketua Ngo-gak-pay pertama pada hari ini!"
Para anak murid Hing-san-pay serentak bersorak setuju sebab mereka tahu apa yang diucapkan Tho-kok-lak-sian memang sengaja untuk menentang rencana busuk Co Leng-tan. Selain itu ribuan hadirin yang juga senang pada kekacauan juga ikut-ikutan berteriak setuju, sehingga di puncak Ko-san itu seketika menjadi riuh ramai lagi.
Seorang tosu tua dari Ko-san-pay tampil pula dan berseru, "Ketua Ngo-gak-pay harus dijabat oleh seorang yang pandai dan bijaksana, seorang tokoh terkemuka yang punya nama dan berpengaruh, mana bisa jabatan sepenting itu diduduki secara bergiliran, sungguh pikiran anak kecil kalian ini!"
Begitu keras dan lantang suara tosu tua ini sehingga di tengah ribut-ribut itu toh didengar dengan jelas oleh setiap hadirin.
Tho-ki-sian lantas menanggapi, "Orang pandai dan bijaksana dengan nama baik dan berpengaruh" Kukira tokoh dunia persilatan yang memenuhi syarat ini kecuali Tho-kok-lak-sian hanya ketua Siau-lim-si saja yang dapat diterima, yaitu Hong-ting Taysu."
Setiap kali Tho-kok-lak-sian bicara tadi selalu menimbulkan gelak tertawa orang banyak, semuanya anggap mereka seperti badut saja. Tapi sekarang demi Tho-ki-sian menyebut nama Hong-ting Taysu, seketika suasana menjadi sunyi, semua orang menjadi bungkam.
Maklumlah Hong-ting Taysu adalah tokoh yang dihormati dan disegani oleh setiap orang bu-lim, nama Siau-lim-si juga sangat berpengaruh di dunia persilatan. Maka Hong-ting Taysu memang tak bisa dibantah sebagai seorang yang pandai dan bijaksana, punya nama baik dan berpengaruh.
Begitulah Tho-kin-sian lantas berteriak, "Ketua Siau-lim-si Hong-ting Taysu terhitung tokoh yang pandai dan bijaksana, orang yang punya nama baik dan berpengaruh tidak?"
"Ya, betul, beliau terhitung tokoh nomor satu untuk memenuhi syarat itu!" teriak beribu-ribu hadirin berbareng.
"Bagus!" sambut Tho-kin-sian. "Itu tandanya Hong-ting Taysu telah disetujui dengan suara bulat oleh para hadirin, jika demikian maka ketua Ngo-gak-pay ini kita serahkan untuk dijabat oleh Hong-ting Taysu."
"Ngaco-belo!" teriak sebagian orang-orang Thay-san-pay dan Ko-san-pay. "Hong-ting Taysu sendiri adalah ketua Siau-lim-pay, apa sangkut pautnya dengan Ngo-gak-pay kita?"
"Tadi tosu tua itu mengatakan jabatan ketua ini harus dipegang oleh seorang tokoh pandai dan bijaksana yang punya nama baik dan berpengaruh. Sekarang kita telah mendapatkan pilihan yang tepat dan sesuai dengan syarat tersebut, yaitu Hong-ting Taysu, memangnya kau berani menyangkal beliau tidak memenuhi syarat-syarat itu" Huh, coba katakan kalau kau minta kami ganyang lebih dulu."
"Hong-ting Taysu memang seorang tokoh yang harus dihormati oleh siapa pun juga," kata Giok-ki-cu dari Thay-san-pay. "Tetapi yang kita pilih sekarang adalah ketua Ngo-gak-pay, sedangkan Hong-ting Taysu adalah tamu, mana boleh beliau diikutsertakan dalam urusan ini."
"O, jadi maksudmu Hong-ting Taysu tak dapat dipilih menjadi ketua Ngo-gak-pay lantaran Siau-lim-si kau anggap tiada sangkut pautnya dengan Ngo-gak-pay?" tanya Tho-kan-sian.
"Benar," jawab Giok-ki-cu.
"Mengapa Siau-lim-pay tiada sangkut pautnya dengan Ngo-gak-pay" Aku justru mengatakan sangat besar sangkut pautnya! Coba katakan, Ngo-gak-pay terdiri dari kelima pay apa?" tanya Tho-kan-sian.
"Ah, Saudara ini sudah tahu sengaja tanya," ujar Giok-ki-cu. "Ngo-gak-pay jelas terdiri dari Ko-san, Heng-san, Thay-san, Hing-san, dan Hoa-san-pay."
"Salah, salah besar!" seri Tho-hoa-sian dan Tho-sit-sian berbareng. "Tadi Co Leng-tan menyatakan bahwa setelah Ngo-gak-kiam-pay bergabung, maka nama Thay-san-pay, Ko-san-pay segala takkan dipertahankan lagi, mengapa sekarang kau menyebut lagi kelima pay itu?"
"Ini tandanya dia tidak pernah melupakan golongannya sendiri, begitu ada kesempatan tentu dia akan menegakkan kembali kebesaran Thay-san-pay," sambung Tho-yap-sian.
Banyak hadirin yang tertawa geli, mereka pikir Tho-kok-lak-sian tampaknya suka gila-gilaan, tapi asal lawan sedikit salah bicara segera didebat oleh mereka sehingga mati kutu.
Maklumlah, sejak mulai dapat bicara Tho-kok-lak-sian lantas suka bantah-membantah dan debat-mendebat di antara saudara-saudaranya sendiri, selama berpuluh tahun pekerjaan mereka hanya berdebat melulu, ditambah lagi enam kepala digunakan sekaligus, enam mulut mengap berbareng, tentu saja orang lain kewalahan menghadapi mereka berenam.
Begitulah Giok-ki-cu menjadi tersipu-sipu oleh debatan Tho-kok-lak-sian tadi, terpaksa ia berkata, "Huh, Ngo-gak-pay punya keenam anggota istimewa macam kalian, sungguh sial."
"Kau bilang Ngo-gak-pay sial" Itu berarti kau menghina Ngo-gak-pay dan tidak sudi masuk Ngo-gak-pay," kata Tho-hoa-sian.
"Ngo-gak-pay kita didirikan pada hari pertama ini sudah kau sumpahi dengan ucapan sial, padahal kita semua mengharapkan Ngo-gak-pay akan berkembang dan berjaya di dunia persilatan, Giok-ki Totiang, mengapa hatimu begitu jahat dan sengaja mengutuki?" sambung Tho-sit-sian.
"Ya, itu menandakan Giok-ki Tojin menghendaki kegagalan pendirian Ngo-gak-pay kita, maksud jahat seperti ini mana boleh kita mengampuni dia?" kata Tho-yap-sian.
Pada umumnya orang Kangouw paling sirik pada kata-kata yang bersifat menyumpahi, karena itu banyak di antara hadirin sepaham dengan Tho-kok-lak-sian dan anggap Giok-ki-cu memang tidak pantas mengatakan Ngo-gak-pay sial pada hari pertama ini.
Rupanya Giok-ki-cu merasa telah telanjur salah omong, ia menjadi bungkam dengan penuh mendongkol.
Segera Tho-kan-sian berseru, "Kami mengatakan Siau-lim-pay besar sangkut pautnya dengan Ko-san, tapi Giok-ki Tojin justru bilang tiada sangkut pautnya. Sebenarnya bagaimana" Kau yang salah atau kami yang betul?"
Dengan gemas Giok-ki-cu menjawab, "Kau suka mengatakan ada sangkut pautnya, maka anggap saja kau yang benar."
"Haha, segala urusan di dunia ini memangnya tak bisa mengingkari suatu hal, yakni kebenaran," kata Tho-kan-sian. "Coba katakan, Siau-lim-si terletak di gunung mana" Dan Ko-san-pay terletak di gunung mana pula?"
"Siau-lim-si terletak di Siau-sit-san dan Ko-san-pay di Thay-sit-san, baik Siau-sit-san maupun Thay-sit-san termasuk pegunungan di lingkungan Ko-san, betul tidak" Nah, kenapa Giok-ki Tojin mengatakan Siau-lim-pay tiada sangkut pautnya dengan Ko-san-pay?"
Kata-kata ini nyatanya betul dan bukan pokrol-pokrolan, mau tak mau para hadirin manggut-manggut setuju.
Lalu Tho-ki-sian menyambung lagi, "Tadi Gak-siansing mengatakan bahwa setelah penggabungan nanti akan banyak mengurangi pertentangan di antara sesama orang Kangouw, makanya beliau menyetujui peleburan Ngo-gak-kiam-pay. Beliau mengatakan pula yang ilmu silatnya mendekati satu sama lain atau yang tempatnya berdekatan sebaiknya saling gabung. Bicara tentang tempat yang berdekatan kukira hanya Siau-lim-pay dan Ko-san-pay yang sama-sama terletak di suatu pegunungan yang sama. Kalau Siau-lim-pay dan Ko-san-pay tidak bergabung, maka apa yang dikatakan Gak-siansing bukankah seperti ken... kentut belaka."
Semua orang tertawa mendengar Tho-ki-sian hendak menahan "kentut", namun mereka pun merasa apa yang dikatakan Tho-ki-sian memang bukannya tidak beralasan.
Tho-kin-sian lantas berkata, "Hong-ting Taysu adalah tokoh pilihan umum, maka kalau terjadi penggabungan Siau-lim-pay dan Ko-san-pay, lalu dilebur pula ke dalam Ngo-gak-pay, maka kami Tho-kok-lak-sian yang pertama-tama tunduk kepada beliau dan taat kepada beliau sebagai ciangbunjin. Memangnya ada di antara hadirin yang tidak tunduk?"
"Jika ada yang tidak tunduk, hayolah silakan tampil ke muka dan coba-coba ukur tenaga lebih dulu dengan kami Tho-kok-lak-sian," sambung Tho-hoa-sian. "Bila dapat mengalahkan Tho-kok-lak-sian kami, nanti baru coba-coba dengan Hong-ting Taysu. Kalau Hong-ting Taysu juga dikalahkan, masih ada lagi jago-jago Siau-lim-si yang lain seperti padri-padri sakti dari Tat-mo-ih, Lo-han-tong, dan lain-lain. Bila tokoh-tokoh simpanan Siau-lim-si itu juga kalah, kemudian silakan bertanding pula dengan Tiong-hi Totiang dari Bu-tong-pay...."
"Lho, kenapa Tiong-hi Totiang dari Bu-tong-pay kau bawa-bawa, Saudaraku?" tanya Tho-sit-sian.
"Habis, Bu-tong-pay dan Siau-lim-pay kan dua aliran yang mempunyai hubungan paling erat," jawab Tho-hoa-sian. "Kalau Siau-lim-pay dikalahkan orang, mustahil Tiong-hi Totiang dari Bu-tong-pay tinggal diam saja?"
"Ya, benar juga," kata Tho-sit-sian. "Dan kalau Tiong-hi Totiang juga kalah, akhirnya silakan bertanding pula dengan Tho-kok-lak-sian."
"He, pertandingan dengan kita Tho-kok-lak-sian kan sudah dilakukan tadi, kenapa diulangi?" ujar Tho-kin-sian.
"Tadi memang sudah, tapi kita hanya kalah satu kali saja masakah lantas rela menyerah?" jawab Tho-sit-sian. "Tentu saja kita masih harus labrak si keparat itu secara mati-matian sampai akhir zaman."
Riuh rendah seketika suara tertawa orang banyak, bahkan ada yang bersuit.
Keruan tidak kepalang gusar Giok-ki-cu, ia tidak sabar lagi dan lantas melompat maju, teriaknya, "Tho-kok-lak-koay, aku Giok-ki-cu yang pertama-tama tidak tunduk dan hendak mencoba-coba kemampuan kalian!"
"Ah, kita kan sama-sama orang Ngo-gak-pay, bila bergebrak bukankah berarti saling bunuh-membunuh?" ujar Tho-kin-sian.
"Kalian terlalu cerewet dan membikin muak," kata Giok-ki-cu. "Jika kalian dilenyapkan dari Ngo-gak-pay tentu suasana akan menjadi tenang dan aman."
"E-eh, jadi timbul nafsu membunuh pada dirimu, kau ingin membinasakan kami berenam?" kata Tho-kan-sian.
Giok-ki-cu mendengus saja tanpa menjawab, diam-diam berarti membenarkan pertanyaan orang.
Tho-ki-sian berkata, "Hari ini ngo-pay kita baru bergabung dan kau sudah berniat membunuh kami berenam dari Hing-san-pay, lalu cara bagaimana kita bisa bekerja sama pada waktu-waktu yang akan datang?"
"Jika kalian sudah tahu perlu adanya kerja sama yang baik, maka ocehan-ocehan kalian yang mengganggu urusan penting hendaknya jangan diucapkan lagi," jawab Giok-ki-cu dengan menahan gusar.
"Tapi kalau ucapan-ucapan yang bermanfaat bagi Ngo-gak-pay dan kata-kata baik demi kepentingan kawan dunia persilatan, apakah juga tidak boleh diucapkan?" tanya Tho-yap-sian.
"Hm, rasanya kalian takkan mengemukakan ucapan-ucapan baik sebagaimana kalian maksudkan!" jengek Giok-ki-cu.
"Soal siapa yang pantas menjadi ketua Ngo-gak-pay bukankah soal yang penting bagi Ngo-gak-pay kita sendiri dan juga bersangkut paut dengan kepentingan dunia persilatan umumnya?" ujar Tho-hoa-sian. "Sedari tadi kami telah menyarankan seorang tokoh terkemuka dan disegani dunia persilatan umumnya untuk menjadi ketua kita tapi kau tidak setuju, rupanya kau mempunyai kepentingan pribadi dan ingin mendukung calonmu sendiri yang telah memberi sogok tiga ribu tahil emas dan empat perempuan cantik padamu itu."
Giok-ki-cu menjadi gusar karena dituduh terima sogokan, teriaknya, "Kau mengaco-belo belaka! Siapakah yang pernah memberi tiga ribu tahil emas dan empat perempuan cantik padaku?"
"Ah, jangan kau mungkir?" jawab Tho-hoa-sian. "Bisa jadi aku salah sebut angkanya, kalau bukan tiga ribu tahil tentulah empat ribu tahil. Kalau tidak empat perempuan cantik tentulah tiga atau lima. Siapa yang memberikannya padamu masakah kau sendiri tidak tahu dan pura-pura tanya" Siapa calon ketuamu, dia itulah yang menyogok kau."
"Sret", segera Giok-ki-cu melolos pedang, bentaknya, "Jika kau mengoceh tak keruan lagi, segera kubikin kau mandi darah di sini!"
Tapi Tho-hoa-sian terbahak-bahak malah sambil melangkah maju dengan membusungkan dada. Katanya, "Dengan keji dan licik kau telah membunuh ketua Thay-san-pay kalian sendiri, sekarang kau hendak mencelakai orang lain lagi" Hayolah maju, jika berani cobalah bikin aku mandi darah di sini. Thian-bun Tojin sudah kau sembelih, membunuh anggota perguruan sendiri memang adalah kemahiranmu yang khas, sekarang boleh kau coba-coba cara yang sama atas diriku."
Sembari bicara ia terus mendekati Giok-ki-cu.
"Berhenti!" bentak Giok-ki-cu sambil mengacungkan pedangnya ke depan. "Satu langkah lagi kau maju segera kuserang kau!"
"Haha, untuk menyerang saja memangnya kau perlu permisi dulu?" ejek Tho-hoa-sian. "Puncak Ko-san ini bukan hak milikmu, ke mana aku suka, ke sana pula aku bebas melangkah pergi, memangnya kau ada hak buat merintangi aku?"
Habis berkata kembali ia melangkah maju sehingga jaraknya dengan Giok-ki-cu tinggal beberapa kaki jauhnya.
Melihat wajah Tho-hoa-sian yang buruk dengan gigi-gigi yang kuning menyeringai, rasa muak Giok-ki-cu bertambah hebat, tanpa pikir pedangnya terus menusuk ke dada Tho-hoa-sian.
Cepat Tho-hoa-sian mengegos sambil memaki, "Bangsat busuk, kau ben... benar-benar ingin berkelahi?"
Ternyata Giok-ki-cu telah menguasai ilmu pedang Thay-san-pay dengan sempurna, serangan pertama segera disusul serangan kedua yang lebih lihai dan cepat. Dalam sekejap saja Tho-hoa-sian terpaksa harus menghindari empat kali serangan. Makin menyerang makin cepat gerak pedang Giok-ki-cu, Tho-hoa-sian sampai tidak sempat melolos pedang sendiri untuk menangkis. Di tengah berkelebatnya sinar pedang, "cret", bahu kiri Tho-hoa-sian tertusuk. Tapi pada saat yang hampir sama segera pedang Giok-ki-cu lantas terpental ke udara, menyusul tubuhnya terangkat ke atas, kedua tangan dan kedua kakinya masing-masing telah dipegang oleh Tho-kin-sian, Tho-kan-sian, Tho-ki-sian, dan Tho-yap-sian berempat.
Apa yang terjadi itu sungguh teramat cepat, bahkan suatu bayangan kuning lantas berkelebat datang pula disertai mengilatnya sinar pedang, seorang telah membacok kepala Tho-ki-sian dengan pedangnya.
Namun Tho-sit-sian sudah berjaga di samping, segera ia menangkis dengan pedangnya. Menyusul orang itu lantas mengalihkan serangannya ke dada Tho-kin-sian. Tapi Tho-hoa-sian juga sudah siap dan menangkisnya dengan pedangnya. Ketika diperhatikan, kiranya penyerang itu adalah ketua Ko-san-pay, Co Leng-tan adanya.
Sejak tadi Co Leng-tan sudah tahu Tho-kok-lak-sian memiliki kepandaian yang hebat meski ucapan mereka angin-anginan dan ugal-ugalan. Sekarang dilihatnya Giok-ki-cu kena ditangkap pula oleh keenam orang aneh itu, bila terlambat menolongnya tentu Giok-ki-cu akan mengalami nasib tubuh terkoyak-koyak. Sebagai tuan rumah mestinya Co Leng-tan tidak pantas turun tangan, tapi menghadapi detik bahaya itu terpaksa ia menyelamatkan dulu jiwa Giok-ki-cu. Dua kali ia menyerang Tho-ki-sian dan Tho-kin-sian dengan tujuan memaksa kedua orang itu lepaskan Giok-ki-cu. Tak terduga Tho-kok-lak-sian dapat bekerja sama dengan sangat rapat, empat saudaranya memegangi sasaran, dua orang lagi lantas siap menjaga di samping sehingga dua kali serangan Co Leng-tan dapat ditangkis oleh Tho-hoa-sian dan Tho-sit-sian.
Golok Yanci Pedang Pelangi 6 Elang Pemburu Karya Gu Long Perjodohan Busur Kumala 21