Pencarian

Hong Lui Bun 4

Hong Lui Bun Karya Khu Lung Bagian 4


ditangannya melingkar-lingkar diatas kepalanya, tenaga sudah
dikerahkan akan mengayun cemeti, namun mendadak dia tarik
kembali tenaga serta berteriak: "Tunggu sebentar."
Lalu dia berpaling kebelakang dan berkata pada salah
seorang anak buahnya: "Li Yan gak. bawa para saudara dan
antarkan Kimling itu ke Jian-lui-ceng langsung diserahkan
kepada Lau-ongya, sesuai pesan Tang keh, sampaikan
omonganya. Sebentar aku akan menyusul ke sana. Lekas
berangkat" Laki-laki bernama Li Yan-gak mengiakan serta memberi
aba-aba kepada teman-temannya, semua cemplak
kepunggung kuda siap pergi.
"Tunggu dulu." Bentak Liok Kiam-ping, mendengar ong Lui
suruh anak buahnya menyerahkan Kim-ling (lencana emas)
kepihak Jian-liu-ceng, tergerak hati Liok Kiam-ping, maka dia
berseru mencegah. Orang-orang yang sudah bercokol dipunggung kuda
serempak menoleh Pek-pou-yu-hun ong Lui pun berdiri
melongo, dengan siaga dia menarik muka, katanva: "Mau apa
kau?" "Aku ingin tanya, barang apa yang akan kalian antar ke
Jian-liu-ceng ?" "Hm, apakah tuan tidak keterlaluan, jangan kau
mencampuri urusan kami." Demikian ancaman Ong Lui.
"Memang nya kau tahu persoalan tiada sangkut pautnya
dengan aku, kenapa aku tidak boleh turut campur ?" Kiamping
balas menjengek. "Kau... " Ong Lui tergagap karena tidak menduga akan
jawaban Kiam-ping, air mukanya berobah, "Siapa kau
sebenarnya, berani mempermainkan aku ?"
"Aku adalah aku. Setelah kau menjelaskan hal itu pasti
kujelaskan siapa aku," Demikian ujar Kiam-ping dengan
tatapan tajam. Sesaat lamanya Pek-pou-yu-hun berdiri melenggong,
akhirnya dia batuk-batuk dan berkata: "Baiklah, hal ini
memang tidak perlu dirahasiakan- Nah dengarkan- Permulaan
bulan ini markas pusat Pang kita di san-say menerima Hamgiok-
ling dari Ham-sin-leng-mo di Ham-ping-kiong dilaut utara,
perintah menyatakan kami harus mencurahkan seluruh
kekuatan kaum Liok-lim (kaum begal) di enam propensi utara
untuk menemukan jejak Pat-pi-kim-liong yang pernah melukai
ceng-san-biau-khek. seluruh golongan kita perintahkan pula
untuk siap-siap membuka jalan, bukan saja Ham-sin-leng-mo
sendiri yang akan hijrah ke selatan, sekaligus beliau pun
menantang kepada Kiu-thian-sin-liong.
Begitu menerima perintah ceng-tiok-pang kita segera
bekerja keras, mengingat Jian-liu-ceng yang dikuasai Laungoyacu
disini adalah markas cabang Hwe-hun-bun sekte
utara, Lau-ngoyacu berpengalaman dan punya hubungan luas,
maka kami diperintahkan kemari menyampaikan Ham-giokling.
Nah sekian saja keteranganku, sekarang giliranmu
menjawab pertanyaanku."
Liok Kiam-ping tersenyum, katanya kalem: "Lho, bukankah
aku sudah menjawab"'
"Kau... " Pek-pon-yu-hun garuk-garuk kepala kebingungan,
mendadak dia tersentak kaget serunya dengan mata terbeliak:
"Kau inilah Pat-pi-kim- liong ?"
"Hehehe, banyak terima kasih, terserah bagaimana kalian
akan menjuluki diriku, biarlah anggap sebagai kehormatan-"
ujar Liok Kiam-ping mengebas lengan baju terus bersoja.
Anak buah Ong Lui sama menjerit kaget dan jeri, ada yang
hampir jatuh dari punggung kuda. Lekas ong Lui menjura
dengan muka serius "Nama besar tuan memang sudah
menggoncangkan Kangouw, mehon maaf bahwa tadi kami
berlaku kurang hormat. Sebagai seorang laki-laki pantang
menjilat ludahnya sendiri, tantangan sudah kuajukan meski
bukan tandingan aku tak pernah mengerut alis, mohon tuan
sudi memberi pelajaran-"
Bahwa lawan masih berani ajak bertanding setelah tahu
asal usul dirinya, diam-diam Liok Kiam-ping memuji
keberaniannya dengan tersenyum dia menggeleng, katanya:
"Lekas kalian pergi saja, Aku tidak akan mencari setori
dengan kalian- cuma sampaikan pesanku, suruh mereka
menyampaikan tantanganku kepada iblis tua dari laut utara
itu, kapan saja dia datang pasti akan kusambut dengan
tangan terbuka. Demikian pula kepada ceng-san-biau-khek,
katakan bahwa Pat-pi-kim- liong akan menuntut balik barang
yang telah dicurinya."
Orang-orang ceng-tiok-pang melongo sekian lamanya,
akhirnya Pekpou-yu-hun ong Lui mengangguk seperti
menyadari suatu hal dia menjura, anak buahnya di suruh
mengangkut dua mayat saudara mereka terus tinggal pergi
tanpa banyak bicara lagi.
Kiam-ping tunggu setelah rombongan itu pergi jauh baru
beranjak pelan-pelan, dalam hati dia membatin: "Ha, kapan
aku pernah bermimpi, suatu ketika aku bakal diberi julukan,
banyak orang terkejut mendengar jukanku. Hm, Ham-sin-lengmo,
ceng-san-biau-khek, marilah kemari, akan kuganyang
mereka satu persatu." Belum pernah dia merasa hatinya
seriang ini, tanpa sadar ingin dia menggerak lengan bersuit
panjang. Untung lekas dia sadar akan keadaan sekelilingnya,
lekas sekali jalan raya ini kembali ramai sebagaimana
biasanya, orang-orang yang teriuka ketumbuk kuda tadipun
sudah ditolong orang, maka pelan-pelan Kiam-ping putar
badan tinggal pergi tanpa hiraukan orang-orang yang
memandangnya dengan kagum.
Pandangan Kiam-ping sendiri tidak lepas menyelidik kearah
orang banyak mencari jejak pengemis cilik atau laki-laki tua
jubah kuning, tapi dia kecewa karena yang diharapkan tidak
tercapai. "He, kenapa aku jadi ketarik pada pengemis cilik
itu?" Siapa dia" Siapa pula laki-laki tua jubah kuning yarg
bergelar Siang-jiu-king-thian ?" Kiam-ping bingung, dia tidak
mengerti kenapa amat simpati terhadap pengemis cilik itu.
mungkin karena riwayat pengemis hampir mirip dengan
penderitaan hidupnya, demikian pikirnya.
Kiam-ping langsung kembali ke Eng hiong kip, dia merasa
perlu tanya kepada Thi-jiau-kim-pian tentang asal usul Thiciang
Lau-ngoya, baru akan bertindak apa yang harus dia
lakukan- "Siapakah Hwesio malas itu " Yakin dia seorang
kosen aneh. Agaknya Biau-jiu-sip-coan juga punya nama di
Kangoaw, dia mengaku sebagai anggota Hong-lui-bun. Haha,
lucu, murid Hong- lui- bun ternyata berani mencuri lencana
kebesaran ciangbun Hong-lui-bun-" Tanpa merasa Liok Kiamping
tertawa sendiri. Maka dia berkeputusan setelah menemui
Thi-jiau kim-pian dan diajak meluruk ke Jian-liu-ceng.
"Akan kuproklamirkan dihadapan mereka bahwa Pat-pi-kim
liong adalah Ciangbunjin Hong-lui-bun." Demikian batin Kiamping
pula sambil beranjak cepat-cepat.
Tiba-tiba dari arah depan mendatang sebuah kereta ditarik
tiga ekor keledai, yang menjadi kusir kereta bukan lain adalah
paman angkatnya Thi-jiau-kim-piam Sun Bing-ci, tapi
disampingnya duduk pula seorang laki-laki brewok.
Agaknya Sun Bing-cijuga sudah melihat dirinya, lekas dia
menarik kendali menghentikan kereta, "Lekas naik." Baru saja
Liok Kiam-ping menjura dan menyapa Sun Bing-ci telah
mendesaknya, walau merasa heran, tanpa banyak bicara Liok
Kiam-ping terus melompat keatas kereta.
"Tar." Sun Bing-ci ayun cemeti membedal keledainya,
kereta meluncur cepat ke depan-Roda mengeluarkan suara
ramai di jalan raya yang berbalok batu berpadu dengan tapal
keledai sehingga kedengaran nyaring. orang-orang yang jalan
ditengah jalan sama menyingkir kepinggir, tidak sedikit yang
memperhatikan tiga laki laki menunggang kereta yang
berbeda dandanan ini. Seorang laki-laki setengah bungkuk
berwajah kuning seperti petani, laki-laki brewok yang
bertubuh tegar bermuka kereng dan pemuda sekolahan baju
putih. Sepanjang jalan mereka tiada yang bicara beberapa kali
Kiam-ping ingin bertanya, tapi melihat sikat Sun Bing-ci yang
serius seperti kuatir dan prihatin, dia urungkan niatnya.
Lekas sekali kereta sudah keluar kota, Lok-yang jauh
ketinggalan dibelakang. "Kiam-ping." Akhirnya Sun Bing-ci bersuara, "tahukah kau
kenapa sejak tadi aku tidak bicara denganmu?""
Kiam-ping melongo, geleng-geleng kepala,
"Biar kuberitahu, saudara ini adalah keponakan Bu-jipekmu,
dikalangan Kangouw di juluki Lik-su-cui Bu Wi-pin, kalian
boleh berkenalan, kelak satu sama lain harus saling
membantu," demikian ujar Sun Bing-ci menuding laki-laki
brewok lalu menyambung, "Bu-hiantit, pagi tadi sudah
kujelaskan kepadamu, tidak perlu kubicarakan lagi."
Laki-laki brewok tertawa lebar kepada Kiam-ping, sapanya
ramah: "Liok-heng masih muda sudah berjasa besar, Siaute
sungguh amat kagum." Lalu dia menjura.
"Ah, mana, selanjutnya mohon Bu-heng suka memberi
petunjuk." Ujar Kiam-ping. Laki-laki brewok ternyata ramah
dan periang, Kiam-ping merasa cocok dan simpati padanya.
Thi-jiau-kim-pian celingukan sebentar, melihat tiada orang
dia berpaling menyingkap kerai bertanya kedalam kabin kereta
"Lan-ci, bagaimana keadaan adikmu?"
Kiam-ping ikut berpaling, dilihatnya pemuda yang dihajar
babak belur itu rebah didalam kereta. kepalanya masih
dibalut, mukanya juga benjol-benjol biru, matanya terpejam,
agaknya sedang pulas. Nona berkuncir duduk disamping,
sahutnya sambil angkat kepala, "Khing-te barusan tidur
paman-" Sahut gadis itu. Tanpa sengaja pandangannya
bentrok dengan tatapan Kiam-ping, lekas dia melengos
dengan muka merah. "Lan-ci, nama yang indah. Jadi nona berkuncir ini bernama
Sun Lan-ci." Demikian batin Liok Kiam-ping.
"Kiam-ping, apa yang kau lamunkan?" tiba-tiba Sun Bing-ci
menegor. "Ha, tidak apa-apa." Kiam-ping tergagap.
"Hm," Sun Bing-ci geleng-geleng tidak mengerti, lalu
berkata kepada laki-laki brewok: "Wi-pin, sekarang boleh kau
ceritakan secara ringkas tentang persoalan pamanmu kepada
Kiam-ping." lalu dia menggeser tempat duduknya bertukar
arah dengan Bu Wi-pin. Liok Kiam-ping hanya mengawasi mereka berdua dan
bingung. Setelah batuk-batuk Bu Wi-pin tersenyum, katanya
"Saudara Kiam-ping, yakin kau merasa heran akan sikap kami
barusan, biarlah Siaute jelaskan-"
Berhenti lalu celingukan, "sejak kecil ayah bundaku sudah
meninggal. maka aku dibesarkan oleh It-tio-liong Bu-jisiok,
karena seorang diri susah mengurus aku, maka Bu-jisiok
mengirim aku ke Kun-lun san, waktu aku turun gunung,
kebetulan Bu-jisiok kalah bertanding melawan seorang iblis
dari luar perbatasan, sehingga beliau mengundurkan diri dari
percaturan dunia persilatan- Sejak itu Ji-siok suruh aku
mengembara mencari pengalaman, syukurlah aku tidak
menyia-nyiakan pendidikan perguruan, dengan sebatang palu
godam aku malang melintang di enam propinsi utara, akhir
kali aku menjatuhkan Kim-to Pang Mo, tidak sedikit pula
gembong penjahat ditujuh propinsi selatan yang kukalahkan,
termasuk Hian-thian-kaucu Bun Hoan-gay sehingga aku di
juluki Lik-su-cui (Martil raksasa), tapi dibanding kau saudara
Kiam-ping kemampuan dan apa yang kucapai bukan apa-apa."
Lalu dia tertawa bingar sambil mengawasi Liok Kiam-ping.
"Laki- laki jujur dan sahaja," demikian batin Liok Kiam-ping,
kesannya lebih baik. "Tahun itu aku pulang untuk merayakan tahun baru
dirumah Ji-siok, atas petunjuk Ji-siok aku disuruh
menyelundup ke Hwe-hun bun mencari tahu berita Swanhong-
it-kiam, yaitu ayahmu, entah bagaimana nasibnya,
karena waktu itu pihak Hwe-hun-bun mengerahkan anak
muridnya mencari jejak ayahmu."
Karena menyinggung ayahnya Kiam-ping mendengarkan
penuh perhatian, matanya mendelik terang.
"Waktu itu Siaute seorang bekerja mencari kabar kemanamana,
tapi tiada yang tahu dimana jejak Liok-cianpwe, tanpa
terasa setengah tahun telah berselang. dari mulut seseorang
Siaute mendapat kabar bahwa Hwe-hun-bun-cia ciangbunjin
Hwe-hun-bun telah menemukan ayahmu serta memukulnya
sampai luka parah. orang yang memberitahu kepadaku itu
mengaku bernama Suma Liang bergelar Tiong siau-kiam-khek.
Waktu itu keadaannya amat lesu, loyo dan patah semangat,
badannya penuh luka-luka, luka dalamnya lebih parah lagi,
waktu kutemukan dia berada disebuah selokan gunung, buruburu
Siaute menolongnya dan memberi pengobatan."
Sampai disini dia menoleh, dilihatnya pancaran cahaya
mata Liok Kiam-ping lebih tajam lagi, didengarnya Liok Kiamping
menggumam: "Suma Liang, Tiong-siau-kiam-khek, Suma
Liang " Suma Ling-khong..."
"Kau kenal dia ?" tarya Bu Wi-pin.
"Tidak " Kiam-ping menggeleng, tiba-tiba dia pegang
lengan Wi-pin. "Akhirnya bagaimana " Lanjutkan ceritamu..."
"Untuk membuktikan kebenaran cerita itu, Siaute pernah
naik ke Bu-ling-san di Gikpak tapi penyelidikan nihil, tiada
yang kuperoleh. Namun beberapa tahun yang lalu waktu
Siaute hadir dalam perjamuan seorang sahabat tanpa sengaja
kudengar bahwa pihak Hwe-hun-bun waktu mengudak Swanhong-
it-kiam dulu, katanya urusan itu menyangkut seorang
gagah disekte utara yang bergelar Thi-ciang Lau Koan-ni,
yaitu pemilik atau penguasa Jian-liu-ceng sekarang Thi-ciang
Lau-ngoya." Sekilas dia melirik Kiam-ping lalu melanjutkan- "Lao Koan-ni
pernah bertemu beberapa kali dengan Bu-jisiok. waktu itu dia
sudah menjabat Tong-cu yang berkuasa disalah satu cabang
Hwe-hun-bun di sekte utara. Maka setelah hal ini kulaporkan
kehadapan Bu-jisiok, aku disuruh terus menyelidiki secara
diam-diam, tak lama kemudian seorang perempuan setengah
baya yang buntung sebelah lengannya seorang diri meluruk ke
Bu ling-san menantang Hwe-hun-cun-cia.
Ternyata perempuan setengah baya itu tak karuan
parannya, tiada orang tahu nasibnya, tiba-tiba tersiar bahwa
perempuan lengan buntung itu meluruk ke Bu-tong minta obat
tapi gagal, celakanya dia terpukul luka parah oleh para Tosu
Bu-tong, beruntung waktu itu seorang pemuda juga meluruk


Hong Lui Bun Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ke Bu-tong mengaku putera perempuan itu, seorang diri dia
memukul jatuh Bu-tong Ciang bun, sebelum pergi secara
demonstratip dia melancarkan Wi-liong-sin kang yang pernah
menggetarkan Kangouw..."
Melihat Liok Kiam-ping mendengar kisahnya penuh
perhatian, Bu Wi-pin batuk-batuk lalu melanjutkan: "Keadaan
waktu itu, karena Liok-lote sendiri juga mengalami tentu kau
lebih jelas dari Siaute. Tapi satu hal mungkin Liok-lote tidak
tahu, yaitu sejak Bu-tong-ciangbun mengeluarkan perintah
menangkap Pat-pi-kim-liong, demikian pula Han-ping-kiong
dilaut utara juga mengeluarkan Han-giok-licng untuk
meringkus Pat-pi-kim-licng juga, ternyata Lau-ngoya kelihatan
sibuk, beberapa hari ini dia menyebar juga undangan untuk
merayakan limapuluh tahun hari lahirnya, orang-orang
Kangouw tidak sedikit yang diundang, aku yakin dibelakang
pesta ulang tahunnya itu ada tersembunyi hal-hal yang patut
dicurigai..." Bu-jisiok juga menerima undangannya, Diam-diam beliau
sudah berkeputusan untuk menepati undangan itu, tanpa
masuk kesarang harimau mana bisa mencari tahu seluk beluk
musuh, maka dua hari yang lalu beliau sudah berangkat ke
Jian-liu-ceng, Selama beberapa tahun ini hubungan beliau
dengan Lau-ngoya cukup baik, keluar masuk Jian liu-ceng
leluasa, tiada orang yang merintangi penyelidikannya secara
diam-diam ternyata memperoleh hasil, beliau mendapatkan
suatu rahasia.." Sampai disini Bu Wi-pin tutup mulut, karena dilihatnya tak
jauh disebelah depan dijalan raya muncul beberapa bayangan
orang yang menuju kemari.
Thi-jiau-kim-pian yang diam saja sejak tadi tiba-tiba
mengayun cemeti membedal keledai lebih cepat, dengan
gagang cemetinya dia menyendal kerai yang tersingkap
sehingga tertutup, Lekas sekali beberapa penunggang kuda telah dibedal
lewat disamping kereta, debu tebal beterbangan memenuhi
udara. Sekilas Liok Kiam-ping menangkap bayangan mereka,
yaitu kawanan ceng-tiok-pang yang bentrok dengan dirinya
dikota tadi, agaknya mcreka juga melihat Liok Kiam-ping, dua
orang bersuara kaget dan heran, tapi cepat sekali mereka
sudah lewat kebelakang dan pergi jauh.
"Waktu amat mendesak. biarlah Siaute meringkas
ceritanya." Demikian ujar Bu Wi-pin setelah penunggang kuda
itu pergi jauh. "Waktu itu Siaute juga pernah masuk ke Jianliu-
ceng, Ngo-jiau-eng Ling Kong-hiap congkoan dari
perkampungan itu adalah kenalan baikku, maka akupun bisa
keluar masuk secara bebas. Begitu Bu-jisiok mendapat bukti
surat-surat hubungan rahasia pihak Hwe-hun-cun-cia dengan
Thi-ciang Lau-ngoya, secara diam-diam Siaute lantas di suruh
pergi ke ouw-lam menemui Sun-supek menjelaskan perihal
itu... " "Waktu itu aku sudah meninggalkan ow-lam, maka Wi-pin
tidak menemukan aku" Thi-jiau-kim-pian yang berdiam sejak
tadi tiba-tiba menimbrung lagi, "Tadi baru Wi-pin pulang dan
bertemu di Eng-hiong-kip. dia jelaskan semua persoalannya
kepadaku, Karena daerah ini termasuk kekuasaan Thi-ciang
Lau Koan-ni, maka sepak terjang kita harus hati-hati,
Sekarang aku sendiri akan pergi ke Jian-liu-ceng, bila perlu
bisa membantu Bu Kim. Kiam-ping Hiantit, satu hal perlu aku
berpesan kepadamu, keadaannya sekarang belum jelas,
musuh ditempat gelap kita ditempat terang, segala
sesuatunya tidak boleh gegabah, setelah waktunya baru kita
boleh unjuk diri, dendam sakit hati orang tuamu, kau sendiri
yang harus membalasnya."
Lalu dia menerawang keadaan sekelilingnya serta
menambahkan kepada Bu Wi-pin, "Wi-pin, Sesuai apa yang
pagi tadi kukatakan kepadamu, hati-hatilah kau melindungi
Lan-ci dan Lan-khing ke barat bersama Kiam-ping, pergilah ke
Heng-kik menemui cong-piau-thau Wi-wan Piaukiok Thi-jibeng
Pui Thian-tek setelah urusan di sini beres, segera aku
menyusul kalian ke sana, urusan cukup genting, sekarang juga
kalian harus berangkat."
Kebetulan tiba di persimpangan jalan tiga, dia belokkan
kereta kekiri lalu menghentikan kereta, katanya kepada Kiamping:
"Kiam-ping barang-barangmu yang kau tinggal dihotel
biar aku yang mengurusnya, patuhi pesanku, lindungi kedua
saudaramu dan langsung ke Heng-kik menemui Thi-ji-beng
(elang sayap besi), karena putra Pui Thian-tek yang bernama
Pui kin-wi, adalah calon suami Lan-ci, sejak kecil waktu masih
dalam kandungan mereka sudah merangkap jodoh- Baiklah,
kita berpisah disini."
Lalu dia serahkan cemeti kepada Bu Wi-pin, setelah
menepuk pundaknya terus melompat turun.
"Paman.."seru Liok Kiam-ping.
"Ada apa?" tanya Thi-jiau-kim-pian sambil membalik tubuh,
dilihatnya mata Liok Kiam-ping merah dan mewek-mewek
hendak menangis. Sampai di sini dia merandek menelan air liur, "Dendam
orang tua terukir dalam sanubariku, sebagai seorang putra
yang memikul tugas mulia ini, mana dapat hidup tentram
sebelum sakit hati ini terbalas, untuk itu tak perlu aku takuttakut
dan bertindak main sembunyi, paman dan para saudara
sudah giat bekerja dan susah payah ikut membantu
betapapun Kiam-ping tidak boleh berpeluk tangan saja, Kiamping
bertekad membunuh musuh dengan kedua tangan
sendiri, betapapun paman jangan menempuh bahaya seorang
diri." Tegak alis Thi-jiau-kim-pian, katanya dengan nada serius: "
Kiam-ping, pandanglah pamanmu, apakah aku ini orang yang
takut mati " Bukan begitu maksudku menyuruh kau pergi,
soalnya saatnya belum matang, sebelum terbukti bahwa Thiciang
Lau Koan-ni ada hubungan dengan Hwe-hun-cun-cia
sehingga Swan-bong-it- kiam celaka ditangan mereka,
betapapun kita tidak boleh bertindak sembarang. Kau baru
berkecimpung di Kangouw pengalaman cetek. walau kau
membakal Wi-liong-sin-kang, betapapun harus bertindak hatihati.
orang-orang jahat kaum persilatan serba licik dan licin,
kau jelas takkan kuasa menghadapi keganasan mereka,
mengingat betapa berat dan penting tanggung jawab mu,
maka tak boleh sembarang menyerempet bahaya, kalau kau
mengalami sesuatu sebelum berhasil, apakah kau mampu
bertanggung jawab kepada kedua orang tuamu di alam baka
?" Melihat Kiam-ping tertunduk dengan air mata berkaca-kaca,
setelah berhenti sejenak dia menambahkan dengan nada agak
kalem: "Memikirkan kepentinganmu, kuharap kau tidak lupa
dendam orang tua, bakarlah semangatmu, arahkan
kecerdikanmu, tiba saatnya akan kuberi kesempatan kau turun
tangan sendiri. Dan lagi hubungan kami dengan Lau-ngoya
masih baik, kehadiranku di Jian-liu-ceng yakin tidak akan
berbahaya. Bila paman dan Bu-jisiok berhasil mendapatkan
buktinya, belum terlambat kubeber persoalan ini. Ooh, ya,
hampir lupa aku memberitahu kepadamu, guru Thi-ciang Lau
Koan-ni ber-nama It-hou-cu adalah Susiok ayahmu, waktu Lau
Koan-ni berkelana di daerah utara pernah berkenalan dan
punya hubungan baik dengan putra kedua Hwe-hun-cun-cia
yang bernama Leng Pwe-kiat, sudah cukup sekian saja, waktu
sudah mendesak. lekas kalian berangkat."
Sambil melambai tangan Thi-jiau-kim-pian Sun Bing-ci
segera putar tubuh tinggal pergi.
Liok Kiam-ping menggigit bibir, setelah tarik napas dia
membusungkan dada. Pemuda brewok Wi-pin mengayun
cemetinya, "Tar..." keretapun bergerak berlari kedepan,
meninggalkan debu kuning yang beterbangan ditiup angin
lalu. Agak basah juga kelopak mata laki-laki muka kuning alias
Thi-jiau-kim-pian Sun Bing-ci, pelan dia turunkan tangan
sambil menghela napas, setelah membetulkan pakaiannya
tiba-tiba dia menjejak tanah, tubuhnya meluncur kencang
kedepan- Sekejap setelah bayangannya lenyap.
Ditempat di mana tadi dia berdiri tiba-tiba berkelebat
bayangan satu orang, Tampak orang ini berjubah biru,
mengenakan ikat pinggang kain merah. Sorot matanya tajam,
Thay-yang-hiat di kedua pelipisnya tampak merongkol besar.
Dengan bertolak pinggang dia mengawasi bayangan
punggung Thi-jiau-kim-pian, tiba-tiba menyeringai sambil
mendengus dingin, terkulum senyum sinis yang sadis diujung
bibirnya, setelah membanting kaki cepat diapun mengudak ke
sana. Tak pernah terpikir olehnya, bahwa tak jauh dibelakang
pohon dimana dia berdiri, ada sepasang mata jeli tajam
tengah memperhatikan gerak geriknya pula, sepasang mata
yang tersembunyi dibalik cadar hitam, tangan orang ini
tampak memegang sebatang seruling putih panjang tiga kaki
bentuknya agak aneh. ---ooo0dw0ooo--- Kereta keledai itu berlari dalam kecepatan sedang
meninggalkan taburan debu yang membumbung di angkasa,
meninggalkan dua jalur bekas roda di tanah kering yang
berderu tebal. Pemuda brewok agaknya seorang periang yang
pegang kendali sambil berdendang dan bernyanyi, tak pernah
dia mau peduli akan kehidupan yang serba sulit ini.
Liok Kiam-ping duduk setengah tidur ditempat kusir,
pandangannya lantang ketanah tegalan yang membentang
luas tak tercapai ujung pangkalnya, sementara temannya
masih terus tarik suara, dia melamun, pikirannya melayang
jauh menyusuri pengalaman hidupnya selama ini. Pemuda
sakit masih tidur nyenyak. nona kuncir juga duduk tenang
didalam kereta memainkan kuncir panjang yang menjuntai di
depan dada, kepala tertunduk wajah merah jengah, entah apa
pula yang tengah dipikir dalam hatinya.
"Wi-pin-heng," tiba-tiba Liok Kiam-ping tersentak dari
lamunannya, " ingin aku bicara dengan kau."
Tiba-tiba dari pinggir jalan sana terdengar pula seorang
berdendang meniru nyanyian yang dibawakan si brewok.
"Ha, Wi-pin-heng," Kiam-ping berjingkrak berdiri, "Maaf,
Siaute teringat suatu urusan penting. Boleh kalian berangkat
dulu, segera aku menyusul kalian-.. " Sebelum mendapat
jawaban dia melompat turun terus lari ketanah tegalan sana.
"Hai, hai, Liok-lote, kenapa kau " Mau ke mana ?" teriak
Wi-pin. "Hai, Liok-toako... " nona berkuncir juga melongok keluar
ikut memanggil dengan kedua mata berlinang air mata.
Tapi Kiam-ping seperti tidak mendengar suara mereka,
dengan kencang dia lari ke sana,
"Lan-ci, biarlah dia pergi, kita lanjutkan perjalanan, Lioktote
mungkin ada urusan biar nanti dia menyusul didepan"
demikian ujar Wi-pin lalu membedal keretanya pula.
"Hihi, hahaha... " debu masih bertaburan, entah dari mana
tiba-tiba muncul seorang Hwesio berjubah dekil banyak
tambalan, kepalanya yang gundul tumbuh borok, bernanah,
tapi tepat diubun-ubun kepalanya berderet tiga baris sembilan
titik hitam selomotan dupa. Memandang kearah Liok Kiamping
yang berlari-lari ditengah tegalan dia melelet lidah serta
membuat mimik setan, sambil menjinjing jubah pelan-pelan
dia mengudak ke sana. "Lho, kemana dia, aneh ?" sementara itu Kiam-ping tengah
berdiri diatas gundukan tanah celingukan, hanya rumput
bergerak tak kelihatan bayangan orang. Pada hal waktu dia
duduk diatas kereta tadi, jelas dia melihat Hwesio tua pemalas
yang membuat onar direstoran dikota Lokyang itu tengah tidur
diatas batu ditanah tegalan ini, menirukan dendang si brewok
menarik perhatiannya. "Perduli pada dia, biar aku menyusul ke Jian-liu-ceng saja,
supaya tidak terlambat menyusul mereka." demikian pikir
Kiam-ping. Tapi begitu dia membalik sambil angkat kepala
keanehan tiba-tiba muncul didepan matanya, hampir dia tidak
percaya akan apa yang dilihatnya, tapi ini kenyataan, tak jauh
didepannya seorang tengah berlari-lari kecil sambil menjinjing
jubahnya, siapa lagi kalau bukan Hwesio kurus pemalas
tukang gares hidangan orang"
"Lo-cianpwe." serunya terus angkat langkah mengejar.
Tapi Hwesio tua itu seperti pikun tidak merdengar
panggilannya. sambil kedua tangan menjinjing jubah kakinya
berlari-lari enteng sejauh delapan tombak didepannya.
"Ha, dia sedang menguji aku." demikian pikir Liok Kiamping,
bangkit semangatnya, segera dia tancap gas menjejak
kedepan dengan luncuran kencang, langkahnya seperti air
mengalir mega mengambang, tubuhnya melesat bagai anak
panah. Tapi, Hwesio tua didepannya tetap menjinjing jubah dan
berlari-lari kecil, tidak kelihatan dia bergaya atau
mengerahkan tenaga, tapi jaraknya tetap delapan tombak di
depan Kiam-ping. "Ah, Ling-khong-lei-toh." . Serta merta langkah Kiam-ping
agak mengendor, kiranya dia Hwesio Siau-lim-si." Akhirnya
Kiam-ping berhenti. "Hiiiihi, hahaha." Tahu-tahu Hwesio kurap didepan itupun
berhenti dan tengah melambai tangan kepadanya, apa boleh
buat Kiam-ping angkat pundak serta menghampiri.
"Ha, buyung, tidak jelek. lekas beritahu kepada Hwesio
rudin. Apakah ilmu yang kau yakinkan itu kau peroleh dari Sa
Kiu si bocah itu?" setelah Kiam-ping didepannya Hwe siomalas
tertawa dan menegur. "Siapa" Sa Kiu " Siapa itu Sa Kiu?" Kiam-ping terbelalak
heran. "Siapa " Bukankah kungfumu kau pelajari dari Kiu-thiansin-
liong Sa Kiu bocah itu ?" Hwesio malas bertanya dengan
terbelalak. "Kiu-thian-sin-liong" Bocah siapa " heran-" Kiam-ping
makin bingung. "Sontoloyo. Dulu waktu Hwesio rudin ini masih kecil jadi
kacung membawakan poci teh untuk cosuya, bocah itu masih
ingusan dan suka ngompol dan bobrok. apa salahnya kalau
aku anggap dia masih bocah ?" demikian omel si Hwesio
sambil melorok. "Jadi... kau... cianpwe... " Kiam-ping garuk-garuk kepala,
mata terbeliak mengawasi Hwesio rudin, sungguh dia tak mau
percaya bahwa Hwesio tua kurus Jenaka ini ternyata berusia


Hong Lui Bun Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lebih seabad. "Hiihi." Hwesio malas tertawa menyengir sambil memicing
mata, hidungnya yang besar merah mendengus- dengus
seperti congor babi membuat gerakan dan mimik yang lucu,
lalu dari kantongnya dia merogoh segelondong perak
diangsurkan kepada Kiam-ping, katanya: "Nah, ini uangmu,
sebagian kuambil untuk membayar rekening restoranneneknya
sesungguhnya aku harus terima kasih kepada
maling cilik itu, kalau tidak karena dia, mana Hwesio rudin ini
bisa makan gratis dari uangmu"
Kiam-ping tahu bahwa uang itu memang miliknya, maka
tanpa sungkan dia menerima nya, dia maklum apa yang telah
terjadi, maka tidak banyak bicara.
"Anak muda berkeliaran di luar harus hati-hati, Jangan kau
kira kau pandai main cakar ular lantas malang melintang di
Kangouw, bila bertemu dengan maling neneknya, mungkin
jiwa sendiri ambles juga tidak kau sadari" demikian Hwesio
rudin memberi nasehat dengan nada sungguh-sungguh.
"Mungkin maling cilik itu melihat tampangmu memang mirip
manusia, maka sengaja menginjak kakimu. Begitu kau
perhatikan senyumannya, tanpa kau sadari barangmu telah
digerayangi. Hm, kalau Hwesio rudin ini tidak memergoki
perbuatanmu, memangnya aku sudi turut campur."
Melihat mimik Kiam-ping meringis lucu hatinya jadi girang,
serunya pula, "Buyung, tahukah kau bagaimana aku
menghajar adat maling cilik itu" Haha haha."
Kiam-ping tahu 'maling cilik' yang di maksud adalah Biaujiu-
sip-coan, memang dia tidak habis mengerti cara bagaimana
Hwesio rudin ini mempermainkan Biau-jiu-sip-coan sehingga
maling jail ini tunduk dan patuh melihat si Hwesio seperti
melihat nenek moyangnya. Didengarnya Hwesio rudin bicara, "Hm, melihat uang perak
segede itu dirogoh dari kantongmu, aku si tua bangka ini
menjadi mengiler. Padahal dahulu waktu Hwesio rudin
sembunyi didalam Bu-lung-tiam cosuya mencuri makan
manisan pun tidak buang tenaga sedikitpun, itupun belum
apa-apa, cukup sebuah jari Hwesio rudin ini berputar, barangbarang
simpanan dalam kantong maling cilik itu lantas pindah
kekantong buanaku ini. Tapi berbuat jahat tidak bajik,
betapapun Hwesio rudin ini harus menanam budi dan kenal
kasihan, lencana kebesaranmu itu tetap kutinggal dalam
kantongnya, sekalian aku tinggalkan juga kulit borok kepalaku
didalam kantongnya, hahaha, coba pikir lucu tidak?" Lalu dia
garuk-garuk pula kepalanya yang borokan-
Hampir Kiam-ping muntah saking mual tapi Hwesio rudin
malah berteriak. 'Neneknya moyang, buyung. Kau berhasil
menemukan pengemis cilik tidak?"
"Dia... ya, sekarang Wanpwe juga sedang mencarinya."
"Bohong, barusan kulihat kau main mata dengan cewek
dalam kereta itu." Hwesio rudin pura-pura marah sambil
menarik muka, "Ah, mana... aku... " Kiam-ping gelagapan
"Kau apa " Lekas pergi, carilah pengemis cilik itu dan
serahkan kepada Hwesio rudin, ketahuilah cacing dalam perut
Hwesio rudin sudah berontak. lekas cari dia."
"Lha, kemana Wanpwe harus mencarinya.?" Kiam-ping
kebingungan- "Goblok. tumpul, telur busuk. memangnya kau tidak bisa...
oh" Setelah memaki kalang kabut Hwesio rudin sendiri juga
kebingungan," neneknya, kalau tidak pergilah cari laki-laki
berjenggot baju kuning itu, hajar pantatnya, kalau dia tidak
datang, pengemis cilik juga tidak akan lari. Maknya kurcaci."
"Bocah berjubah kuning berjenggot pendek, Siapa "
Maksudmu Siang-ciu-king-thian ?"
"Betul, bocah keparat itu. Neneknya, melihat bulu kera
disekitar mulutnya, aku jadi geli, nanti bila kepergok
ditanganku, boleh kau cabut beberapa lembar bulu keranya
itu." "Mencabut jenggotnya " Wah." Kiam-ping melotot
mengawasi Hwesio rudin. "Ya, cabut bulu keranya. Neneknya melihat bulu panjang
itu Hwesio rudin jadi gatal, dulu disiniku juga tumbuh bulu
halus, celakanya untuk makan minum aku jadi susah dan
kerepotan- Neneknya, kalau bulu tidak basah kena kuah, nasi
berhamburan mengotori jubahku, Eh, kau kan tahu biasanya
aku orang tua paling suka kebersihan, maka saking gemas aku
cabuti semua bulu keraku, heheheilahahaha." demikian
kelakar Hwesio rudin sambil meraba dagu sendiri sambil
meram melek. "Wah lucu juga." ujar Kiam-ping geli, tapi alisnya bertaut.
"Hahaha,... he, buyung, kenapa kau mengerut alis " Apa
kau takut atau tidak mampu, kan gampang, nah, cukup begini
dan begini haha, aku yakin kau pasti dapat mencabut
beberapa lembar bulu keranya itu, ha haha." Lalu dia
mendekat dan bisik-bisik dipinggir telinga Kiam-ping sambil
kaki tangan bergerak-gerak. akhirnya dia tertawa besar
dengan lantang. Liok Kiam-ping mendengar dan asyik memperhatikan
gerak-gerak si Hwesio, gerakan kocak tapi belum pernah dia
melihatnya, sekilas dia melongo, tanpa sadar dia ikut bergelak
meniru gerak-gerik orang.
"Betul, ya begitu, ha ha hi, lucu sekali bila bulu keranya
tercabut habis, dia akan dinamakan kera plontos. Ha ha ha
waduh perutku mules Hweshio rudin mau buang air besar,
buyung, selamat bertemu... ha ha ha... "
Sambil memegang celana membuka kolor Hweshic rudin
berlari kearah gerombolan rumput. Liok Kiam-ping masih
mengerut kening membayangkan beberapa gerakan tadi kian
dibayangkan makin aneh lucu tapi juga terasa lihay, sesaat dia
melenggong sementara itu Hwesio rudin sudah menyelinap
hilang tak kelihatan lagi bayangannya.
"Wah, betul-betul hebat... lucu .. dan menyenangkan- ha
ha, bagus." Tanpa terasa Liok-kam-ping terkial-kial geli sambil
tepuk tangan kegirangan- Ditengah gelak tawanya, badannya
melesat kencang menuju ke Jian-liu-ceng.
Menjelang lohor, mentari bercokol ditengah angkasa, debu
mengepul tinggi dijalan raya diluar kota Lokyang yang menuju
kebarat. Beberapa penunggang kuda tampak membedal
kudanya keluar kota. Dua ekor kuda tampak berlari pesat ke arah barat, dua
penunggangnya masih muda, terdengar seorang berkata:
"Suheng, sudah hampir sampai bukan?"
"Em, ya, tidakjauh lagi," sahut sang suheng.
"Suheng, nah lihat, bukankah itu Jian-liu-ceng?" yang
bertanya ternyata seorang nona penunggang kuda hitam.
"Ya, betul." sahut sang Suheng dengan suara rendah.
Lekas sekali mereka sudah tiba di depan sebidang hutan
pohon Liu yang rindang, lapat-lapat tampak tembok tinggi
ditengah kerumunan-pepohonan lebat disebelah sana.
Memasuki hutan jalanan disini mulai dilandasi batu-batu krikil
yang lembut, dlujung jalan sana berdiri megah sebuah pintu
gerbang perkampungan- Pagar temboknya tinggi beberapa tombak. dibilangan luar
pohon tumbuh subur dan rindang, rumah-rumah tampak
dibangun berlapis-lapis di bagian dalam tembok.
Rumah-rumah di dalam tampak dipajang warna-warni,
suasana riang gembira, jelas perkampungan sedang diliputi
suasana ramai bahagia. Perkampungan ini bukan lain adalah
Jian-liu-ceng atau perkampungan ribuan pohon liu yang
terkenal di Kangpak. Pintu gerbang perkampungan terbuka lebar, manusia
tampak hilir mudik keluar masuk, puluhan centeng
berseragam hijau berpakaian rapi berderet didepan pintu
sambil membusung dada, mereka bertugas menyambut para
tamu-tamu yang datang serta mengantar kedalam.
Lekas sekali kedua penunggang kuda itu sudah membedal
kuda mereka didepan pintu gerbang, mendadak tali kendali
ditarik sehingga kuda meringkik sambil melonjak berdiri
dengan kaki belakang. "Haya, Lat-pa-kiu-king telah tiba, maaf tidak menyambut
darijauh, silahkan, silahkan-" Seorang laki-laki berjubah biru
yang berdiri didepan pintu segera menyapa sambil menjura,
laki-laki ini bermulut besar berbibir tebal.
Laki-laki gede penunggang kuda itu memang benar adalah
Lat-pa-kiu-king (tenaga kasar menjunjung sembilan hiolo),
sesuai perawakannya yang tegap dengan daging otot yang
merongkol, suaranyapun rendah berat berisi, terasa betapa
kuat tekanan kata-katanya "Aai mana berani, orang She Shin
datang bersama Sumoay, mohon maaf." Setelah balas
menyura dia menunjuk gadis penunggang kuda bersepatu
tinggi dibelakangrya, " Inilah Sumoay ku Ang-ji-to sat (
dedemit sayap merah ), karena mengagumi kebesaran nama
nama Lau-cengcu, sengaja ikut kemari akan menyampaikan
sembah sujud." Laksana segumpal api saja, gadis satu ini berpakaian serba
merah menyala, pakaian sari yang membelit ketat tubuhnya
yang ramping semampai, montok berisi lagi, kulit dagingnya
begitu putih halus dan lembut bagai susu, matanya bundar,
alisnya lentik, hidung tegak dan bibir merah sedikit menjengkit
naik menandakan wataknya keras dan aleman- Berdiri didepan
kuda sambil bertolak pinggang, bergaya lagi laksana bintang
panggung layaknya. "Haya, sungguh kurang hormat, nama besar Nona Cin
sudah tersiar luas dikalangan
Kangow, sungguh beruntung orang She Li hari ini dapat
menyambut kehadirannya disini, mari silahkan, silahkan masuk
." Demikian sambut laki-laki jubah biru sambil menyilakan
tamunya masuk ke perkampungan, dua orang laki-laki sudah
maju menerima kendali kuda serta menuntunnya ke samping.
Setelah balas memberi hormat, Lat-pa-kiu-king bersama sang
Sumoay beranjak masuk. Seorang centeng berjalan didepan
menunjukkan jalan- ---ooo0dw0ooo--- Agaknya perjamuan sudah dimulai di balairung yang besar,
para tamu sudah kumpul disana disambut tuan rumah,
pestapun telah dimulai, suasana begitu ramai dan meriah,
wajah setiap orang cerah dan gembira, orang orang Jian-liuceng
tiada yang tidak repot semua berjalan lancar sesuai
rencana. Diujung serambi panjang disebelah timur balairung, tampak
seorang laki-laki jubah biru tengah mondar mandir sambil
menggendong tangan, ikat pinggang kain merah tampak
menyolok, sikapnya yang gelisah tampaknya sedang
menunggu sesuatu dengan tidak sabar, namun dia berusaha
bersikap wajar seperti lagi iseng sambil longok-longok
kesekitarnya. Tiba-tiba dia bergegas memapak maju serada
menjura kepada seorang laki-laki muka kuning berdandan
petani yang mendatangi, sapannya: "Hah, Thi-jiau-kim-pian,
Sun-loyacu, cayhe Ngo-jiau-eng Ling Kong hiap adalah
kenalan baik Wi-pin-heng, sudah lama kudengar nama
besarmu, baru hari ini aku bersua disini, sungguh beruntung,"
Thi-jiu-kim-pian yang sedang menyusuri serambi panjang
itu kelihatan melengak. tapi segera dia paham dan balas
menjura, katanya tertawa: "Masa begitu. Ngojiu-eng juga
telah ternama di kangou, mana berani Losiu mendapat
penghormatan ini, beruntung juga losiu berkenalan dengan
tuan ." Lalu dia tertawa lebar sambil menjura, dikala tubuhnya
membungkuk itulah tiba-tiba dia berkata lirih "Ling-heng,
barusan . , ." Laki-laki kurus jubah biru segera menegakkan jarinya
didepan mulut sambil mendesis, setelah celingukkan tidak
nampak orang dia berkata gugup: "Rahasia It-tio-liong Bu-jiya
sudah konangan, sekarang dia disekap dipenjara bawah tanah
di belakang perkampungan..."
"Hah ?" laki-laki muka kuning berjingkrak kaget.
"Urusan amat mendesak. Lau-ngoya sekarang berada di
balairung menyambut kedatangan murid terbesar Hwe huncun-
cia Ang-hun-jit-sian (megah merah berkelebat tujuh kali)
Leng Pwe-ing. Penjara bawah tanah kini hanya dijaga oleh
Kiau Le dan Beng Liang, biar aku ketaman belakang
menunggumu, disana kita berunding lagi dan bertindak
melihat gelagat." Habis berbisik laki-laki jubah biru menjura lagi lalu berkata
keras: "Silahkan Sun-loyacu tunggu sejenak. setelah cayhe
membereskan pekerjaan, pasti akan kutemani kau orang tua."
Sebelum dijawab Thi-jiau-kim-pian, buru-buru dia tinggal
pergi dengan langkah lebar.
Laki-laki muka kuning melenggong beberapa kejap
ditempatnya, mendadak matanya bersinar, tinjunya terkepal
gemas dan gegetun, melihat sekelilingnya tiada orang,
dilihatnya perjamuan sedang meriah dibalairung, bergegas dia
meninggalkan tempat itu, Begitu bayangannya lenyap dibalik tembok. dari belakang
gunung-gunungan tak jauh dari serambi panjang itu tiba-tiba
muncul dua orang, seperti laki-laki kurus tadi, merekapun
berjubah biru dengan ikat pinggang kain merah. Kedua orang
ini beranjak keluar dengan tertawa saling pandang, yang dikiri
adalah laki-laki setengah umur dengan jenggot pendek. sambil
menjengek dia berkata kepada temannya: "He, muslihat kita
cukup lancar, inilah yang dinamakan tipu mengundang tuan
masuk perangkap Hehehe."
"Betul, memang bagus, permainan sandiwara Hoan-thian-ju
(tikus langit jumpalitan) memang mirip sekali. Tua bangka
sebatang kara itu juga kena ditipunya, Haha."
Keduanya lalu tertawa latah dengan gembira, laki-laki jubah
biru disebelah kanan membalik tubuh melangkah
kepekarangan belakang, temannya yang berjenggot pendek
berdiri diam mengawasi punggungnya sejenak. akhirnya dia
melangkah kedalam balairung sambil menggendong tangan-
Ditengah balairung, seorang laki-laki tua muka merah
tengah angkat sebuah medali perak berisi arak yang cukup
besar, dengan senyum lebar ia berputar menyapu hadirin,
dandanannya mirip seorang hartawan, jubahnya serba kuning
emas, dibagian tengah tersulam sebuah huruf "Siu" atau
panjang umur yang besar dengan dipelinti benang hijau
pupus, mengenakan topi beludru segi empat, hingga rambut
samping saja yang kelihatan sudah ubanan. Sambil bergelak
tawa dia ajak hadirin menghabiskan arak masing-masing.
Serempak hadirin menyambut dengar riang dan gelak tawa
terdengar riuh, beramai-ramai mereka menghaturkan ucapan


Hong Lui Bun Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

selamat panjang umur, banyak rejeki, suasana makin gembira
setelah sayur mayur mulai berdatangan disuguh, pesta
porapun dimulai, dara-dara jelita mengantar makanan
menuang arak satu lebih cantik dari yang lain, dandanannya
yang menyolok, dengan tubuh semampai yang menggiurkan,
alunan musik menambah semarak perjamuan bebas iri, hadirin
tenggelam dalam suasana pesta gila-gilaan dua gadis cantik
tampak bergaya dan menari gemulai dengan gerakan
merangsang. Tiada satupun hadirin yang tidak tertawa lebar dan pesona,
arak terus dituang kedalam mulut, sebagian besar hadirin
sudah setengah mabuk. Sekonyong-konyong suatu pekik mengeri menghentikan
suasana riang gembira, entah siapa yang mendahului, tapi
pandangan hadirin satu persatu menoleh kearah luar, tatapan
mereka membayangkan rasa heran dan panik, jeritan gadisgadis
cantik menambah suasana menjadi gempar, musik
berhenti, tarianpun terputus, perjamuan seperti beku,
perhatian para hadirin tertuju kearah pintu besar, dimana
tampak sesuatu mengalir dari atas, cairan merah kental -
Darah, wanginya arak lenyap berganti bau anyir yang
memualkan. Hadirin melotot, merinding dan bergidik seram.
Diambang pintu tampak berdiri seorang pemuda, jubah
putih yang dipakainya tampak melambai ditiup angin,
wajahnya yang cakap ganteng tampak beku dan sinis, hadirin
merasakan ancaman serius dari tatapan mata dan ujung
mulutnya yang menyengir sadis.
"Siapa yang bernama Lau Koan-ni ?" pertanyaan ini seperti
pilar es yang dingin menusuk sanubari hadirin, sorot matanya
yang dingin tajam seperti mengiris lubuk hati mereka.
Tiba-tiba seorang hadirin menjerit ngeri, disusul jeritanjeritan
lain yang ketakutan- Akhirnya tercetus sebuah pekik
dari mulut seorang: "Pat-pi-kim-liong."
"Hah, apa" Pat-pi-kim- liong?" yang kenal dan tidak kenal
ikut menjerit panik dan histeris.
"Jadi pemuda inilah Pat-pi-kim-liong" Berdebar jantung Lau
Koan-ni, serta merta dia menoleh kearah darah yang meleleh
dipintu, itulah darah yang mengalir dari tubuh puluhan laki-laki
yang bertumpuk diluar pintu dekat dinding, para korban
semua berseragam hitam. Darah mengalir dan berceceran
dipekarangan luar. Lebih mengejutkan lagi adalah kejadian
diluar hakikatnya tidak diketahui sama sekali.
"Siapa itu Thi-ciang Lau Koan-ni, silakan tampil kedepan."
Suaranya dingin itu berkumandang ditengah balairung.
Thi-ciang Lau Koan-ni berdiri mematung kulit mukanya
berkerut-kerut, sorot matanya memancar tajam, tiba-tiba dia
bergelak tawa sambil menengadah. sambil angkat cangkir
araknya dia melompat berdiri:" Ha ha ha, jago kosen dari
mana telah tiba, hingga Lohu kurang hormat tidak menyambut
maaf, maaf, silakan masuk. silakan masuk."
Ditengah gelak tawanya dengan langkah lebar dia beranjak
kedepan menyongsong kedatangan Liok Kiam-ping.
Mendadak di hadapan Pat-pi-kim liong. "Kau inikah Pat-pikim-
liong ?" seorang muda dengan ikat kepala pelajar
berwajah bersih tiba-tiba merebut maju diantara hadirin,
menuding dan melotot kepada Liok Kiam-ping.
Pat-pi-kim- liong hanya mendengus sambil melirik dingin,
jengeknya: "Enyah kau."
"Haaah." Pekik pemuda itu, karena tak menduga akan
reaksi Kiam-ping, sekilas melenggong, tiba-tiba bola matanya
melotot, gusar memancarkan dendam membara, hardiknya:
"Kunyuk pongah. Susah payah tuan besar mencarimu tidak
ketemu, kebetulan kau muncul di sini, serahkan jiwamu."
Berdiri alis Pat-pi-kim-liong, jengeknya "Siapa kau ?"
"Ha, kau jeri " Baik, biar kau tahu supaya maripun kau bisa
meram. Tuan muda ini Adalah Bu-tong-ci-eng (tunas harapan
Bu-tong) Ting ciau, guruku bergelar Lan- ciok, tentunya kau
masih ingat siapa beliau " Ha haha, setengah tahun ini tak
pernah tuan mudamu ini melupakan dirimu, nah sekarang tiba
saatnya aku menagih hutang kepadamu."
Bu-tong-ci-eng Ting ciau beringas dan kalap. suaranya
bergetar, wajahnya yang ganteng pucat saking emosi.
Sekilas Pat-pi-kim- liong menerawang sekelilingnya, tampak
Thi-ciang La u Koan-ni berdiri diam dengan wajah heran dan
kaget, tapi sorot matanya menampilkan rasa syukur dan
senyumannya kelihatan licik.
Setelah mendengus Pat-pi-kim- liong melirik Ting ciau,
katanya keren: "Kalau sekarang kau mengundurkan diri masih
ada kesempatan hidup,"
"Cuh, obrolanmu lebih merdu dari nyanyian, ketahuilah
celurut, kematianmu sudah tergenggam ditanganku, serahkan
jiwamu." Berkelebat nafsu sadis diwajah Liok Kiam-ping, bola
matanya benderang memancarkan cahaya kemilau,jengeknya:
"Kaki kirimu sekarang sudah masuk ke dalam peti mati, jikalau
membual lagi kau akan menyesal selama hidup."
Karuan makin berkobar amarah Bu-tong-ci-eng, desisnya
dengan mengertak gigi: "Bagus, kunyuk busuk. kalau bukan kau biar aku yang
mampus hari ini. Lihat pukulan-" Kedua tangan lurus kedepan,
sekali menggaris terus berputar mundur serta didorong
dengan gempuran angin dahsyat menindih kearah Liok Kiamping.
"He, he, berhenti. Saudara ini, ada persoalan apa boleh
dibicarakan, jangan berkelahi." Sambil membuka kedua
tangan Lau Koan-ni berteriak dari samping.
Pat-pi-kim-liong menggeram sekali, alisnya tegak. tidak
kelihatan dia bergerak, tiba-tiba tubuhnya berkelit dua langkah
ke samping, lengan bajunya mengebas.
Bu-tong-ci-eng Ting ciau rasakan napas sesak. pandangan
kabur, lekas dia miringkan tubuh sambil mendongak kepala,
ditengah gerungannya, kedua tangan bersilang. menambah
dua bagian tenaga terus menggempur pula. Jurus ini dia
menggunakan ilmu Bu-tong yang dibanggakan yaitu tipu Yaumo-
siu-mo (siluman iblis menyerang dibekuk). Tujuannya
membendung serangan musuh serta balas menyerang
mengincar Thay-yang dan Tay-im dua Hiat-to mematikan
dikepala lawan- Tapi segulung tenaga lunak yang kuat tiba-tiba menumbuk
tabir pukulannya menindih langsung kedadanya. Bayangan
kematian seketika menggejolak di sanubarinya, dengan pejam
mata sekuatnya dia kerahkan tenaga menyongsong pukulan-
"Blang" ledakan keras menggelegar ditengah mereka,
menimbulkan pusaran angin kencang ditengah jeritan panjang
yang menyayat hati tampak Bu-tong-ci-eng tertolak mundur
sempoyongan, wajahnya kelihatan panik dan ketakutan, darah
meleleh diujung mulutnya, badannyapun menggigil. "Kau...
kau... ini... menggunakan-.. Wi... liong .. ciang... "suaranya
gemetar, darah menyembur makin banyak setiap kali
mulutnya terbuka. "Bluk" akhirnya dia terkulai roboh, ternyata
lengannya putus sebatas pundak.
"Wi- liong- ciang." Hadirin ada yang memekik ngeri.
Liok Kiam-ping berdiri gagah dan angkuh, sorot matanya
yang sadis ditarik dari wajah Ting-ciau yang mengejang
kesakitan, satu persatu dia tatap wajah hadirin, akhirnya
berhenti dimuka Thi-ciang Lau Koan-ni.
Lau Koan-ni tersentak seperti sadar dari lamunan, lekas dia
melangkah maju dan berkata: "Ai, tidak nyana, kenapa kalian
terus berkelahi. Apakah tidak merepotkan saja." Suaranya
ramah dan simpatik, agaknya kasihan terhadap Ting ciau yang
menjadi korban, tapi juga seperti memuji akan kepandaian
hebat pemuda baju putih. "Hm," Liok Kiam-ping tetap dingin dan kaku, "ada satu hal
ingin aku tanya padamu."
"Oh, tuan begini sungkan, sungguh merepotkan saja. Mari
silahkan duduk di dalam, minum dulu dua cangkir, masih
banyak waktu untuk bicara, sungguh beruntung Lohu dapat
menyambut kehadiranmu. Hahaha."
Bertaut alis Liok Kiam-ping, dia mendengus tidak sabar,
akhirnya berkata dengan tertawa: " Kalau kau takut didengar
orang lain, boleh kau mencari tempat lain." Lau Koan-ni
melenggong, tapi dia lantas bergelak tertawa.
Tiba-tiba bayangan kelam berkelebat, sebuah suara kasar
berkata: "Eh, kurcaci sombong dari mana berani kurang ajar
kepada tuan rumah yang merayakan hari bahagia,
memangnya sudah bosan hidup," Seorang laki-laki brewok
tiba-tiba melompat berdiri di depan Kiam-ping, setelah
menepuk dada dia menuding hidung Kiam-ping sambil
menghardik pula, "Neneknya. pelajar kecut, gara-gara kau
membuat onar, tangan bapakmu ini tak sempat memeluk si
genit, kau ingin berkelahi, nah rasakan dulu bogem
mentahku." Tinju hitam sebesar kepala tiba menggenjot
mkuka Liok Kiam-ping. "Waaaah" Lolong mengerikan disertai semburan darah
segar keluar dari mulutnya. badannya yang besar dan kasar
rebah tak bergerak diatas lantai hijau, kepalanya pecah, darah
tercampur otak berhamburan.
Mencorong bola mata Liok Kiam-ping, desisnya geram:
"Aku paling benci manusia yang bermulut kotor, orang ini
setimpal dibikin mampus."
Hadirin menjadi gempar, satu dengan yang lain berebut
memaki, ada pula yang menganjurkan: "Ganyang saja, gasak
manusia ganas yang tak berperi kemanusiaan ini."
"Hai, hai, nanti dulu sabar." Thi-ciang Lau Koan-ni menjeritjerit
menahan amarah hadirin, persoalan masih bisa
dibicarakan, jangan membuat onar lebih besar."
Lalu dia menoleh kepada Liok Kiam-ping dan berkata.
"Perbuatan tuan apakah tidak terlalu... terlalu... kejam. Tanpa
sebab kau membunuh anak buahku, kini membunuh pula
tamuku... apakah tidak keterlaluan ?"
Dengan gelak tawa dia mengakhiri perkataannya, lalu
celingukan mengawasi para hadirin, melihat para tamunya
semua bermuka gusar, ada pula yang kaget dan takut, tapi
tidak sedikit yang mengertak gigi mengepal tinju, diam-diam
dia tersenyum dalam hati, pancingannya agaknya berhasil.
Wajah Liok Kiam-ping dilembari hawa hijau, maju setapak
dia tuding Lau Koan ni dan membentak bengis: Jawab
pertanyaanku, apakah kau kenal Swan hong-it-kiam Liok Hoatliong
?" "Swan- hong-it-kiam Liok Hoat-liong." Terdengar seorang
menjerit diantara hadirin-
"Siapakah yang gembar gembor di sini, mengganggu
suasana saja." Sebuah suara berkumandang dari tempat
duduk dipojok sana. Tegak pula alis Liok Kiam-ping dia menoleh kearah
datangnya suara, tampak diatas meja di mana tadi Lau Koanni
duduk. duduk seorang tua muka merah, perawakannya
tinggi besar, berjubah sutra merah tua sorot matanya yang
bengis tengah menatap dingin kearah Liok Kiam-ping.
Disampingnya duduk seorang tua berjenggot panjang, hidung
singa mata harimau Liok Kiam-ping kenal orang ini, dia bukan
lain adalah laki-laki jubah kuning yang mengaku bergelar
Siang-jiu-king-thian yang pernah dilihatnya di restoran di kota
Lok yang itu. Maka hidungnya mendengus hina jengeknya: "Siapa
mengoceh tak karuan di sini mengganggu usahaku ?" "dengan
nada sama dia balas bertanya.
Tiba-tiba terasa bayangan merah berkelebat, kesiur angin
lesus yang berat menindih datang, waktu dia angkat kepala
ujung mulutnya menyeringai ejek. sedikitpun dia tidak
bergeming. Ternyata laki-laki jubah merah telah melayang
kedepan bersama meja yang dia duduki, lima kaki didepan
Liok Kiam-ping. wajahnya seperti dilapisi salju, dengan gusar
dia melotot kepada Liok Kiam-ping, bentaknya: "Kau ini
barang apa ?" "Kau juga barang apa ?" Liok Kiam-ping balas menjengek
tak kalah angkuhnya. "Wut" bersama meja yang diduduki tiba- tiba tua jubah
merah melejit keatas terus mengepruk kepala Liok Kiam-ping.
"Bagus." seru Liok Kiam-ping, sebelah kakinya menggeser
setelah langkah, kedua telapak tangan tiba-tiba terangkat
ditengah berputar membuat satu lingkaran terus didorong
kedepan, jurus Liong-kiap-sin-gan dilancarkan-
Ditengah deru angin yang berseliweran tampak bayangan
merah berkelebat kian kemari. bersama meja dibawah
pantatnya, laki-laki jubah merah bersalto beberapa kali
ditengah udara lalu melayang turun enteng. Tampak wajahnya
kelam, sorot matanya kaget dan heran, sekian saat dia
melotot mengawasi Liok Kiam-ping.
"Kau ini barang apa. hanya begini saja. Hm" Jengek Pat-pikim-
liong Liok Kiam-ping, padahal hatinya juga kaget "Siapa
dia" Pukulanku tak mampu merobohkan dia ?" pikiran lain
segera berkelebat dibenaknya, mendadak dia maju selangkah
seraya membentak: "Kau... kaukah Hwe-hun-cun-cia ?"
Bercahaya mata laki-laki jubah merah. Tapi laki-laki jubah
kuning Siang-jiu-king-thian sudah membentak sekali seraya
melompat keluar. Bentaknya: "Bocah kurang ajar, tidak tahu
aturan, biar lohu menghajar adat kepadamu." Ditengah udara
tubuhnya miring terus menindih turun, angin pukulannya
menindih Liok Kiam-ping. Liok Kiam-ping tidak gentar, telapak tangan terangkat.
secepat kilat dia melancarkan serangan balasan, ditengah
taburan telapak tangannya, tubuhnya sudah terbungkus rapat
dari sarangan lawan, sementara tangan kiri-balas mengancam
ketiak kiri laki-laki jubah kuning.
Tahu ketiaknya terancam lekas laki-laki jubah kuning
menegakkan telapak tangan kanan dengan jari-jari rapat
membelah turun terus menepis miring, pergelangan tangan
Liok Kiam-ping dibabatnya.
Liok Kiam-ping tertawa dingin, tangan kiri ditarik ganti
telapak tangan kanan yang menggempur dengan gerakan
melingkar memapak telapak tangan kanan laki-laki jubah
kuning. "Plak" begitu tangan kedua orang beradu keduanya
bergetar, Liok Kiam-ping limbung beberapa kali, laki-laki jubah
kuning jungkir balik beberapa kali baru melayang turun, tapi
juga sempoyongan pula beberapa langkah.
Matanya terbeliak mengawasi Liok Kiam-ping, rasa ngeri
menghantui nalurinya, walau dirinya berada diudara mengadu
pukulan, posisinya lebih rugi, tapi selama puluhan tahun dia
malang melintang di Kangouw dengan tangan tunggal, tak
nyata hari ini tak mampu menandingi pukulan dahsyat anak


Hong Lui Bun Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

muda ini, untung dia membekal Lwekang tangguh, kalau tidak
jelas dirinya kecundang habis-habisan.
Liok Kiam-ping juga mencelos hatinya, pikirnya: "Tangan
tunggal menyanggah langit memang tidak bernama kosong,
kekuatan pukulannya ternyata tidak asor dibanding kawanan
Tosu busuk Bu-tong-pay. Tapi jurus permainannya tadi mirip
ilmu pukulan Siau-lim-pay, kenapa dia bergaul bersama orangorang
jahat ini ?" ujung mulutnya menjengkit, maju selangkah
dia berkata: "Kupandang muka Pin-te (pengemis cilik), hari ini
aku tidak mengulur panjang urusan dengan kau. Tapi seorang
cianpwe minta aku menghajar adat kepadamu, karena kau
menyebabkan Pin-te melarikan diri."
"Ha, apa ?" teriak laki-laki jubah kuning dengan terbeliak,
"Apa Pin-te" Pin-ji ?"
Laki-laki jubah merah kini telah mendongakan tubuhnya,
dengan melotot dia menatap Liok Kiam-ping lalu menoleh
kearah laki-laki jubah kuning Siang-jiu-king-thian-
"Em, ya, Pin-ji. Bocah ini adalah pelajar yang pagi itu
bersama Pin-ji direstoran."
Laki-laki jubah kuning mengangguk kepada laki-laki jubah
merah. Liok Kiam-ping maju selangkah pula, bantaknya sambil
mengawasi laki-laki jubah merah: "Siapa kau sebenarnya?"
Sebelum laki-laki jubah merah bersuara Thi-ciang Lau
Koan-ni tampil kedepan, katanya menjura: "Jangan kurang
ajar. Inilah Ang-hun-jit-sian Leng Pwe-ing Leng-toa-tongcu
Siau-ciang-hun Hwe-hun-bun. inilah Siang-jiu-king-thian Tan
Sik-san Tan loyacu congkoan sekte utara dari Hwe-hun-bun
kita. Hm, masih jauh kau untuk menandingi mereka."
Setelah menunjuk laki-laki jubah merah lalu Sang-jiu-kingthianTiraikasih
Website "Apa "Jadi kau adalah putra Hwe-hun-cun-cia " Hm."
Dingin setajam sembilu sorot mata Liok Kiam-ping, hadirin
merasakan betapa kaku dan dingin tatapan matanya, penuh
dendam dan kebencian- "Jelaskan, dimana Hwe-hun iblis tua
bangka itu?" setengah memekik teriakan Liok Kiam-ping.
"Hus, anak kurang ajar, jangan bertingkah." Hardik Thiciang
Lau Koan-ni. Bola mata Liok Kiam-ping membara merah, desisnya
dengan mengertak gigi: "jangan harap kalian bisa hidup lagi."
Ditengah gerungan sengit, kedua tangan menghantam ke
arah Ang-hun-jit-sian Leng Pwe-ing.
Ang-hun-jit-sian mengeluarkan suara auman rendah, "Wut"
bersama meja tubuhnya mencelat terbang, ditengah udara dia
menekuk pinggang berputar dua kali, dengan gaya tidak
berobah secara lurus dia mengepruk batok kepala Liok Kiamping.
Liok Kiam-ping mendak tubuh sambil berkisar kedua tangan
ditekuk kedalam satu melingkar yang lain mulur kedepan,
dilandasi kekuatan dahsyat jurus Liong-kiap-sin-gan membelah
kearah Ang-hun-jit-sian- "Pyaaar." Ditengah ledakan dahsyat bayangan merah
mencelat tinggi melayang turun setombak jauhnya. Meja
cendana yang tebal dan besar itu sudah hancur berhamburan-
Liok Kiam-ping berdiri gagah, dengan sedikit memicing dia
awasi Ang-hun-jit-sian tanpa berkedip, raut mukanya kencang
kedua tangan lurus bersilang didepan dada.
Melihat gaya pertahanan Liok Kiam-ping mencelos juga hati
Ang-hun-jit-sian, kedua pipinya tampak gemetar, biji matanya
membulat menatap lawan tanpa berkedip. Diam-diam hatinya
mengumpat, sungguh dia tidak habis mengerti bagaimana
mungkin pemuda didepan matanya ini memiliki Kungfu
setinggi dan setangguh ini, kalau benar berita yang
didengarnya, lawan menggunakan Wi-liong-sin-kang nya.
Dalam segebrak tadi lawan hanya menggerakkan kedua
tangannya secara berganti, tapi tenaga yang timbul ternyata
sedahsyat itu menyampuk muka. jikalau dia tidak menyergap
memungut keuntungan dari posisi sendiri dan begitu merasa
kurang sip terus menekuk pinggang jelas sekarang dirinya
sudah kecundang. Sungguh dia tidak habis mengerti, ditengah amarahnya,
kekuatan lawan ternyata mengandung wibawa yang tak kuasa
dibendung dan ditandingi, bukan saja aneh, kokoh dan tebal.
Padahal dia sudah bergerak cukup tangkas, namun dirinya
masih keserempet oleh angin pukulan, untung hanya meja itu
yang hancur. Bibirnya terkatup kencang, giginya gemeretak
menandakan betapa geram hatinya.
Tiba-tiba berkerut alis-Liok Kiam-ping.
Jilid 07 Hal 33 s/d 34 Hilang
mendadak dia menghardik keras, tubuhnya melambung,
ditengah deru keras, lengan bajunya yang juga merah
menggulung sekencang hujan badai yang mengamuk,
tubuhnya dibungkus bayangan merah yang kokoh dan kuat
membendung rangs akan pukulan Liok Kiam-ping.
Maka terdengarlah suara rplak, plok" yang ramai dan
beruntun, angin membubung tinggi menyentuh langit-langit,
bayangan merah mulur keatas turun kebawah pula bagai
sebatang tonggak baja, ledakan telapak tangan makin keras
menggoncangkan bumi.. Dalam sekejap Liok Kiam-ping sudah mengadu dua belas
pukulan tangan dengan Ang-hun-jit-sian, deru angin kencang
terus menyambar keempat penjuru sehingga hadirin tardesak
mundur sungsang sumbel. Dalam baku hantam yang sengit ini, Ang hun-jit-sian
memutar otaknya, dia maklum sang waktu berjalan tanpa
kenal kasihan, manusia setua dirinya agaknya dilarang
menjagoi dunia. secara langsung dia telah meresapi lawannya
yang muda berpakaian serba putih ini bergerak selincah naga
menari, secepat kilat menyambar, kegagahannya selama ini
seperti runtuh seketika, keperkasaan lawan mirip bayangan
dirinya dikala muda dulu, diam-diam dia mengeluh akan
ciptaan alam yang tidak adil, kenapa manusia yang berusia
lanjut harus semakin lemah tenaganya, kenapa orang yang
sudah berumur pantang menjagoi dunia dan berkuasa dimaya
pada ini. Dari tatapan mata pemuda lawannya ini, dia melihat setitik
harapan, harapan bersimaharaja didunia ini, harapan balas
dendam kesumat. Dia maklum pemuda lawannya ini
membenci dirinya, karena ayahnya membunuh ayah
sipemuda, tapi apakah dia dapat memaklumi sebab musabab
dari pertikaian ini" Mungkinkah dia memberi penjelasan dan
dapat dimaklumi lawan"
Mau tidak mau hatinya agak grogi, kalau lawan pasti akan
menuntut balas kematian ayahnya, lalu bagaimana dengan
kematian adiknya " Adik sepupunya Biau-hun-kiam-khek mati
terbunuh oleh Swan hong-it-kiam Liok Hoat-liong.
Bila terbayang keadaan ayahnya yang kehilangan
kesadarannya, syarafnya terganggu sehingga mirip orang gila
dan kini jejaknya tidak diketahui parannya, yaitu Hwe-hun-bun
ciang bun Hwe-hun-cun-cia, hatinya makin kuatir, apalagi
terbayang pula putrinya yang binal dan minggat dari rumah,
hatinya menjadi lemah, semangatnya luluh.
Dari sorot mata lawan Liok Kiam-ping merasakan kesedihan
seorang gapah yang menemui jalan buntu, walau menyadari
kepandaian lawan amat tangguh, tapi diapun meresapinya
secara loyo dan menunjukkan ketuaannya yang mulai kropos,
Dendam kebencian sedang menyala dalam relung hatinya,
ingin rasanya dia mengganyang seluruh musuh-musuhnya,
tapi apakah dirinya mampu " Laki laki tua yang sebelum ini
kelihatan garang dan gagahpun sudah patah semangat..
tatapan matanya bukan lagi mohon belas kasihan, akan
tetapi... "Huh." Mandadak dia sadar dari lamunannya, dengan heran
dan kaget diapun mendapati lawannya tengah menjublek.
entah karena apa pertempuran berhenti sejenak. Lawanpun
mengawasi dirinya dengan tatapan melenggong.
Mendadak terasa dua sorot mata licik dan telengas
memancar kearah dirinya, sorot mata sadis yang penuh
muslihat keji membuat hatinya tersirap. ujung matanya
menangkap gerakan sebuah telapak tangan gede hitam
menyelonong keluar dari lengan baju kuning.
Sebuah hardikan disusul damparan kencang melanda dada.
Hadirin sama menjerit kaget, sigap sekali Liok Kiam-ping
menyadari elmaut mengancam jiwanya, tubuhnya
menjengkang mundur kebelakang terus jungkir balik.
Hadirin menjerit takjub dan kaget pula melihat betapa
cepat reaksi Liok Kiam-ping yang lihay dan cekatan-
Gerak tubuh Liok Kiam-ping bukan saja cepat juga enteng,
sambil jungkir balik kedua lengan bajunya tidak berhenti
bekerja, Liok-hwi-kiu- thian tiba-tiba menerbitkan tabir telapak
tangan yang berlapis-lapis menjaring kearah Thi-ciang Lau
Koan-ni yang menyeringai sadis.
Bahwa pukulannya luput sudah membuat Thi-ciang Lau
Koan-ni kaget, tahu-tahu tabir telapak tangan lawan
memberondong dirinya, karuan bukan kepalang kagetnya,
sekejap itu sinar buas terpancar disorot matanya, alisnya
berkerut menampilkan kekejian hatinya, tenggorokannya
menggeram berat, sedikit menggeser kesamping dia pasang
kuda-kuda, begitu dia membalikkan kedua telapak tangan,
gumpalan hawa hitam yang kencang laksana gugur gunung
menerpa kearab Liok Kiam-ping yang masih terapung ditengah
udara. ---ooo0dw0ooo--- "Daar " Ledakan hebat menimbulkan damparan angin
bergolak. Thi-ciang Lau Koan-ni mengerang rendah. matanya
melotot merah, kulit mukanya berkerut merut, beruntun dia
tertolak tiga langkah. Darah segar yang panas terasa mengalir turun membasahi
mukanya, darahnya betul-betul tersirap. tapi waktu tak
memberi kesempatan dia menyadari apa yang terjadi, karena
pandangannya terasa pusing berkunangkunang, darah
bergolak dalam tubuhnya, teng gorokan sudah sesak dan
terasa amis. Sementara itu Liok Kiam-ping bersalto dua kali baru
melayang turun- "duk" dia tersurut selangkah baru berdiri
tegak. bola matanya beringas, darah tampak meleleh diujung
bibir, noda darah tampak juga mengotori jubah putih didepan
dadanya. Amarah tampak membakar hatinya, sorotmatanya
yang menyala dingin menatap Lau Koan-ni yang berdiri
menjublek. sambil menggerung dia kertak gigi seraya
mengerjakan kedua tangan, pukulan Wi- liong- ciang yang
digdaya dilontarkan sekuat tenaga.
"Huaaa..." jeritan terlontar dari mulut Lau Koan- ni, jeritan
putus asa yang menyedihkan-
"Uaaaaah," Hadirin pun ikut menjerit panik.
Liok Kiam-ping betul-betul sudah dirasuk setan, dengan
gregetan serangannya semakin sengit dan deras, setiap kali
langan bajunya bergerak dimana bayangan putih berkelebat,
jeritan mengerikan bergema, darahpun berhamburanTiraikasih
Website Lau Koan-ni rebah dalam pelukan Siang-jiu-king-thian yang
berusaha memapahnya berduduk. sambil mendengus, sebat
sekali dia sudah melejit disamping laki-laki jubah kuning.
Karuan Siang-ji-king-thian menjerit kaget, serta merta dia
angkat sebelah tangan nya menyampuk. Tiba-tiba mulutnya
mengeluarkan jeritan kaget, dengan heran matanya jelalatan
karena bayangan lawan tahu-tahu lenyap dia merasa dagunya
kesakitan luar biasa, tanpa kuasa dia menjerit sejadi-jadinya
sambil terhuyung mundur, perasaan kaget dan panik
melembari wajahnya, dengan suara gemetar dia menuding
Liok Kiam-ping" "Kau... kau... apakah ini..."
Pelan-pelan Liok Kiam-ping angkat tangan kiri, dimana jarijarinya
terbuka, secomot jenggot putih beterbangan ditiup
angin lalu. Matanya yang bercahaya seperti mata harimau
menyapu pandang mayat-mayat disekelilingnya, serta hadirin
yang pucat, ngerti dan ketakutan, lalu berputar menghadapi
Siang- jiu-king-thian Tan Sik-san.
"Membantu kejahatan melakukan kekejaman, sepantasnya
kucabut nyawamu. Tapi mengingat kau murid didik Siau-limpay,
hari ini kuampuni jiwamu, kelak perguruan sendiri yang
akan menghukummu. Hm," lalu dia maju selangkah menuding
Lau Koan-ni yang rebah dilantai, bentaknya dengan kertak
gigi: "Kau main licik dengan muslihat kejam, melukai orang
secara membokong, sepantasnya kucabut nyawamu sekarang
juga, tapi keadaan sekarang tidak akan menguntungkan kau,
akan kubuat kau mencicipi betapa nikmatnya seluruh tubuh
digigiti semut, biar kau rasakan betapa derita bila otot
mengejang daging meng kerut, tapi semua itu dapat kutunda
bila kau menjawab pertanyaanku, bagaimana kematian
ayahku " Katakan"
Suaranya bukan saja gusar dilembari rasa dendam dan
kebencian, maklum sakit hati telah menjalari sanubarinya,
hakikatnya Kiam-ping sendiri sudah tidak mampu
membendung emosinya. Lalu dia menghardik pula: Thi-jiauTiraikasih
Website kim-pian dan It-to-liong kau kurung dimana " Bagaimana
keadaannya " Lekas katakan-"
Lau Koan-ni memejam mata, rambutnya awut-awutan,
rebah dilantai tanpa bergerak, kedua lengannya putus sebatas
sikut, betapa sedih dan pilu hatinya, rasanya ingin bunuh diri
saja, tapi dendam menggejolak hatinya, betapapun dia tidak
boleh mati, sudah menjadi wataknya selama hidup apa yang
dirugikan harus dibalas, maka dia bertekad untuk bertahan
hidup, berusaha menuntut balas.
Karena watak yang tidak mau kalah itulah, dia pernah
menjual jiwa teman baiknya Swan-hong-it-kiam, sehingga
sekarang dia memperoleh kedudukan tinggi, nama mulia dan
disanjung bawahannya, kapan jiwanya masih hidup, wataknya
itu takkan pernah pudar. Maka dia memejam mata,
beristirahat menghimpun kekuatan, tidak hiraukan pertanyaan
Liok Kiam-ping Sudah tentu Liok Kiam-ping naik pitam, tangannya
terangkat seraya membentak: 'Masih bungkam, jangan
menyesal, bila kau merasakan siksaanku."
Lau Koan-ni tetap diam sambil memejam mata, maka
tangan Liok Kiam-ping terayun- Pada saat itulah seekor kuda
meringkik keras berhenti didepan balairung, hadirin menoleh
dengan kaget, tampak seekor kuda putih langsung menerjang
kedalam balairung. "Ha, Seng-jiu-tok-liong Ibun-loyacu,"
Diantara hadirin ada yang berteriak. "Haya, ayah." Seorang
berteriak pula.

Hong Lui Bun Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kuda itu berhenti ditengah ruangan terus angkat kepala
meringkik sekali, diatas punggungnya tengkurap seseorang
yang berlepotan darah. "Ayah." bayangan orang bergerak. tiba-tiba Ibun Kong
menerobos keluar dari gerombolan orang banyak langsung
memburu kesamping kuda serta memapah turun Seng-jiu-tokliong
Ibun Kiong, ayahnya. Terpejam mata Ibun Kiong, bibir gemetar, darah masih
meleleh, jubahnya pecah berlepotan darah. "Ayah. ayah."
Ibun Kong menjerit-jerit serta merebahkan ayahnya di atas
lantai. Kuda putih itu seperti tahu keadaan majikannya tiba-tiba
dia berbenger dan geleng-geleng kepala lalu mengeluh
rendah. Tangan Liok Kiam-ping masih terangkat, tapi tanpa kuasa
dia menoleh mengawasi kuda yang muncul membawa Sengjiu-
tok- liong yang luka-luka. Waktu di cong-goan-lau dia
dengar Ibun hong menceritakan jejak ayahnya yang pergi ke
ow-pak untuk menyelidiki sesuatu mengenai rahasia Te-satkok,
kenapa sekarang tiba-tiba muncul disini dalam keadaan
yang mengenaskan" Karena digoncang-goncang tubuhnya oleh ratap-tangis
Ibun Kong, pelan-pelan Seng-jiu-tok- liong membuka mata,
tatapannya kaku, mukanya bergidik, bibir gemetar, akhirnya
dengan tergagap dia berkata: "Pedang... pedang... Liat-jit...
ki-kiam... di .direbut... ceng-san... biau..." karena ganti napas
suaranya terputus, tubuhnya mengejang dan berkelejetan.
"Hah ceng san-biau-khek." Seorang di samping berteriak.
"Hm, lagi-lagi ceng-san-biau-khek." Desis Liok Kiam-ping. "
Lekas katakan, dimana ceng-san-biau-khek sekarang."
Serunya keras sambil menyibak orang banyak yang merubung
maju. Agaknya keadaan Seng-jiu-tok-liong sudah teramat payah,
seperti dian yang sudah kehabisan minyak. pelan-pelan dia
memejam mata dan kepalanyapun terkulai miring.
"Haya, ayah. Keparat kau, serahkan jiwamu." Mendadak
Ibun Kong berjingkrak kalap terus menampar kearah Pat-pikim-
liong. Otak Liok Kiam-ping sedang memikirkan Wi-liong-pit-sin
dan ceng-san-biau-khek, mulutnya mengigau, hakikatnya tidak
sadar akan serangan Ibun Kong, tapi secara reftek lengannya
menyampuk. Kontan Ibun Kong menjerit kesakitan-
"Ceng-san-biau khek. Hm, dimanapun kau berada, aku
pasti dapat menemukan jejakmu, buktikan saja." Demikian
teriak Liok Kiam-ping seraya melangkah keluar pintu. Dari
kejauhan terdengar suaranya berkumandang :
"Lau Koan-ni, batok kepalamu sementara kutitipkan diatas
lehermu, bila Thi-jiau-kim-pian dan It-tio-liong kau ganggu
seujung rambutnya, kau akan mampus konyol ditanganku,
tubuhmu akan kusobek menjadi abon"
Tiba-tiba hadirin ada yang berteriakpula: "Hah, Biau-jiu-sipcoan."
Disusul pula teriakan kaget yang lain: "Ho, Kim-ginhou-
hoat." "He, itu kan cap-pwe-ang-kin dari Hong- lui- bun-" Teriakan
kaget saling bersahutan menyambut kedatangan beberapa
orang. Terdengar Biau-jiu-sip-coan berteriak di luar rumah: "Hai,
ciangbun, tunggu sebentar."
"Ha, masa iya, dia Hong-lui ciangbunn?" hadirin terbelalak
kaget. "Ooooh, ayah..." Ibun Kong menjerit dan menubruk
jenazah ayahnya, menangis menggerung- gerung, tiba-tiba dia
mendongak. alisnya tegak matanya tegang, tinjunya terkepal,
mulutnya mendesis: "Ceng-san-biaukhek. aku bersumpah
takkan sejajar dengan kau didunia ini." Demikian dia
bersumpah sambil memegang lengannya yang kesakitan
karena disampuk Liok Kiam-ping tadi.
Liok Kiam-ping sedang berlari-lari ditanah gersang yang
berdebu, jalan raya ini kalau hujan becek. bila kering berdebu
tebal. Otaknya masih diliputi rasa dendam. perkataan seng-jiutok-
liong sebelum ajal masih terngiang ditelinganya, dengan
gemas dia mengepal tinju dan mendesis:: "Bila kepergok lagi.
pasti tak kan kubiarkan dia lari.
"Awas kau ceng-san-biau-khek." Tiba-tiba bayangannya
meluncur secepat anak panah.
Beberapa jurus permainan Hwesio rudin itu ternyata
memang lihay dan lucu, gayanya seperti wataknya yang
Jenaka, tapi kenyataan lihaynya luar biasa, Demikian Liok
Kiam-ping membatin setulus hati dia memuji dan memuja
Hwesio rudin yang malas dan Jenaka itu, kenyataan beberapa
jurus gerakan yang diajarkan kepadanya itu ternyata adalah
ilmu mujijat yang tiada taranya. Dia tidak tahu ilmu sakti itu
dari aliran mana dan apa namanya, tapi waktu dia
kembangkan ilmu aneh itu di Jian-liu-ceng, kenyataan jenggot
Siang- jiu-king-thian berhasil dicabutnya hanya dalam
segebrakan saja. "Entah dari mana Biau-jiu-sip-coan menemukan Kim-ginhou-
hoat dan cap-pwe-ang-kin segala ?" Demikian batin Liok
Kiam-ping, pula sembari mengayun langkahnya, mungkin dia
pulang ke sarang Hong-Lui-Bun, dan tadi baru menyusul tiba
ke Jian-liu-ceng" Waktu dia keluar tadi ada melihat
serombongan orang menunggang kuda, Biau-jiu-sip-coan
diantara mereka kuda yang dinaiki berkembang putih hitam,
dibelakangnya dua orang laki-laki tua bermuka merah dengan
rambut ubanan dan serombongan orang berkuda putih
berjubah biru laut, kepala diikat kain merah, karena buru-buru
dia tidak perhatikan mereka, sebab tujuannya ingin selekasnya
menemukan ceng-san-biau-khek merebut balik Wi-liong-pitsin.
---ooo0dw0ooo--- Cuaca cerah, angin meniup semilir, rambutnya terurai,
pakaiannya melambai, Liok Kiam-ping terus mengayun
langkah berlari-lari dijalan besar kearah selatan- Di
persimpangan jalan dia berhenti sejenak menerawang
sekelilingnya, dari bekas tapak kuda yang membekas ditanah
jalanan, sukar dia membedakan dari arah mana kedatangan
Seng-jiu-tok- liong, kali ini dia perlu bertindak cermat, supaya
tidak mengabaikan suatu kesempatan baik.
Sesaat dia berdiri kebingungan, matanya masih menjelajah
sekelilingnya, tiba-tiba dia tersentak girang, dilihatnya tetesan
darah diantara batu-batu krikil, mengikuti arah jalur tetesan
darah dia terus, melangkah maju kearah timur, tetesan darah
masih belum kering seluruhnya dengan mudah dia ikuti terus
jejaknya. Dengan lega akhirnya dia mengepal tinju pula, entah
dari mana datangnya perasaan lega, tiba-tiba dia mendongak
terus menggembor sekuat-kuatnya.
Mendadak beberapa suara bentakan dingin disertai suara
yang amat dikenalnya berkumandang disebelah sana. "Heh,
suara siapa itu, seperti amat kukenal." Sekilas melengak. lekas
dia menjejak kaki meluncur kearah datangnya suara. Setelah
melampaui gundukan tanah panjang seperti tanggul dia
dihadang sederetan pohon yang telah gundul dedaonannya.
Ditengah hutan yang pohon-pohonnya sudah gundul sana
tampak dua orang lagi bertarung sengit, deru angin pukulan
yang keras, menyebabkan debu pasir dan daon-daon kering
bertaburan, beberapa pucuk pohon yang kering telah tumpang
kesapu pukulan- Tubuh ramping yang dibungkusjubah hitam dengan cadar
hitam pula, bergaman seruling putih, ternyata sudah amat
dikenalnva, karena dia bukan lain adalah Tokko cu penghuni
Te-sat-kok dan lawannya bukan lain adalah ceng-san-biaukhek
yang sedang diubernya. Didengarnya ceng-san-biau-khek menggembor pendek.
tiba-tiba tangannya memancarkan lembayung perak mengetuk
seruling putih ditangan Tokko cu, berbareng tangan kiri
terayun memukul lambung kanan Tok ko cu.
Seketika pandangan Liok Kiam-ping terbeliak terang, jelas
dilihatnya ceng-san-biau khek bersenjata pedang tajam yang
kemilau selintas pandang senjata itu tak ubahnya seperti
pedang besi umumnya. Badan pedangnya lebih lencir dari
pedang biasanya, tapi lebih panjang, memancarkan cahaya
kemilau yang dingin menyilaukan mata, setiap ditarik,
menimbulkan desir angin pedang yang tajam.
"Ya,. mungkin itulah Ki-kiam seperti yang dikatakan Sengjlu-
tok-liong, apakah Tokko cu... "
Waktu dia menerawang di lihatnya Tokko cu mendengus
dingin sambil mendak kebawah terus selulup kepinggir, jubah
hitamnya yang lebar tampak berkibar, namun seruling putih
ditangannya laksana lidah ular mematuk dan menjodoh,
gerakannya aneh dan secara licin menghindar dari serangan
pedang ceng-san-biau-khek. Ternyata lengan baju kirinya
sempat mengebas menggulung pergelangan tangan ceng-sanbiau-
khek. seruling ditangan kanan serong mengincar Sinhong,
Yu-bun, Siang-kik Ling-hi danSin-ciang hiat-to penting
ditubuh lawan- Gerakan ceng-san-biau-khek sedikit merandek seperti
mengerem serangan, agaknya dia tidak menduga akan
serangan Tokko cu yang ganas. secara kekerasan dia
berusaha mengendorkan gerakannya serta menyurut dua kaki,
sementara pedang panjang ditangannya menutup jalan
tengah dengan membundar sertajuri tangan kiri menjentik,
ditengah dering suara nyaring, dia menarik napas serta
menghardik, tangannya terayun balik sambil menggentak
pedang panjang. "Cring" getaran kencang menimbulkan cahaya perak
melambung laksana gugusan gunung, dari jalur-jalur pedang
berobah menjadi ceplok-ceplok sinar kembang membawa
desis angin kencang meluruk kemuka Tokko cu.
Ternyata Tokko cu tidak kalah lihay, sambil mendengus
lengan bajunya mengebas kaki minggir setengah langkah,
seruling di tangan kanan terulur keatas, ujung serulingnya
bergetar menimbulkan irama tajam langsung menusuk keta bir
sinar pedang ceng-san-biau-khek.
Dalam sibuknya lekas ceng-san-biau-khek menutul
beberapa kali dengan ujung pedang, terus mengiris
kepergelangan tangan- Tangan Tokko cu yang memegang
seruling ".Sret, sret, sret" menyusul dia menabas dan membalas
tiga kali sambil melompat ke samping lima langkah, baru
sekarang dia sempat menghela napas lega.
Sepasang mata jeli bundar dibalik cadar, kelihatan mendelik
gusar, menandakan hatinya amat penasaran dan marah.
Setelah ganti napas, baru saja ceng-san-biau-khek mau buka
suara tiba-tiba dilihatnya bayangan Tokko cu dengan jubah
kedodoran lebar itu melambung tinggi keudara, laksana
burung rajawali dengan tekanan dahsyat laksana kilat
menyambar, serulingnya menukik turun berubah selarik
bianglala mengepruk batok kepala lawan-
Begitu dia angkat kepala matanya jadi silau oleh pantulan
cahaya seruling lawan, kiranya sang surya kebetulan terbit
memancarkan cahayanya yang cemerlang, secara reflek
cahaya surya memantul balik dari seruling pualam menyoroti
matanya sehingga silau. Untunglah begitu menyadari situasi
tidak menguntungkan selekasnya dia menggentak pedang
tegak lurus didepan dada terus di angkat keatas sementara
tangan kiri menekan batang pedang ikut melandasi posisi
tegak pedangnya hingga lebih kokoh, syukur keprukan
seruling Tokko cu berhasil digagalkan kepalanya selamat dari
samberan elmaut. Begitu Tokko cu melayang turun belum lagi lawan berdiri
tegak sambil menggerung mendadak dia sampukan
pedangnya, begitu ujung pedang tertuju lurus kedepan,
gerakan dia robah menjadi tusukan kemuka Tokko cu baru
setengah jalan, kembalipergelangantangan menggentak
sehingga timbullah taburan jalur sinar kemilau yang
berkembang lebar mengurung gerakan lawan.
Bahwa serangannya hampir melukai lawan dan ternyata
gagal, kini terasa sinar pedang lawan balas mengincar jiwanya
saking kaget, tahu-tahu sinar pedang telah menyilaukan mata
ujung pedang panjang cengsan-biau-khek telah mengancam
hidung. Sungguh tak pernah terpikir bahwa perobahan
secepat dan segawat ini bahna gugupnya menggeram sekali,
tangan kiri melindungi muka, berbareng tubuhnya mencelat
mundur beberapa langkah. "Cret" tiba-tiba terasa pundaknya dingin ternyata ujung
pedang ceng-san-biau-khek berhasil menusuk bolong jubah
dipundaknya, sekaligus menyontek lepas cadar hitam yang
menutupi kepalanya. "Hah." Kontan ceng-san-biau-khek menjerit kaget, matanya
terbeliak pula, ternyata lawan yang berdiri didepannya bukan
nenek reyot yang ubanan, tapi seraut wajah molek jelita
berkulit putih halus, cantiknya bukan kepalang. Bola matanya
yang bening mendelik tajam membuat jantungnya berdebar.
sesaat lamanya dia menjublek mengawasi bibir lembut yang
mungil. ceng-san-biau-khek benar-benar terpesona akan
keayuan dara manis ini sehingga sesaat lamanya dia
melenggong, tak tahu apa yang harus dia lakukan-
Darah tampak merembes membasahi pundak. ternyata si
"dia" juga berdiri terlongong namun hanya sedetik, tiba-tiba
dia membentak nyaring terus menubruk sengit, kembali
serulingnya menarik sinar putih mengeluarkan suitan nyaring
pula menutuk ke Thian-toh-hiat ceng-san-biau-khek, begitu
gemasnya sehingga serangannya ini seperti hendak
membinasakan lawan- Tak nyana begitu dia bergerak pundak kirinya terasa
kesakitan luar biasa sehingga tubuhnya bergetar, ternyata
tenaga tidak mampu dikerahkan lagi. Tanpa sadar dia menjerit
kesakitan, darah tampak membanjir lebih banyak dari lukalukanya.
Ceng-san-biau-khek memang terpesona oleh kecantikan
orang hingga menjublek seperti kehabisan akal, kini melihat
keadaan lawan, tahulah dia bahwa pedang ditangannya
memang tajam luar biasa, kemungkinau tulang pundak
lawanjuga tergores luka, maka dia tertawa riang, katanya:
"Ah, maaf cianpwe... " lalu dia menekan berat suaranya,
sebetulnya aku tidak bermaksud Melukai lenganmu yang
seputih saiju... " sembari bicara kakinya menghampiri kearah
Tok Ko cu. Tak nyana belum habis dia bicara, dari belakang mendadak
menggelegar sebuah bentakan segulung tenaga pukulan berat
tiba-tiba menerjang punggung. begitu dahsyat pukulan ini


Hong Lui Bun Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sehingga hawa terasa menderu dengan suaranva yang aneh.
Karuan bukan main rasa kagetnya, air muka berobah
hebat, lekas dia mengegos minggir tiga kaki kesamping,
untung s empat- ugadia hindarkan terjangan pukulan dahsyat
ini. Begitu kaki menyentuh tanah sigap sekali dia membalik
tubuh seraya balik menggempur, pedang ditangannya
menggaris melintang melindungi dada. Tampak yang
menyerang dirinya adalah seorang pemuda gagah jubah putih,
alisnya tegak mata melotot, wajahnya tampak gusar, dengan
bertolak pinggang orang sudah berdiri dipinggir Tokko cu.
Begitu melihat jelas lawan seketika dia menjerit kaget: "Ha,
kau " Pat-pi-kim- liong?"
Diam-diam ceng-san-biau-khek mengkirik, sungguh tak
pernah diduga bahwa Pat-pi-kim- liong yang selalu
mempersulit dirinya mampu menarik balik tenaga gempuran
sedahsyat itu secara mentah-mentah, taraf Lwekang
setangguh ini jelas tidak mungkin dapat dilakukan dirinya.
Maklumlah ajaran Lwekang mengutamakan pengendalian
napas, kalau latihan sudah mencapai puncaknya orang dapat
mengatur hawa murni sesuka jalan pikirannya, sehingga suatu
gempuran dahsyat mungkin saja direm atau ditarik balik,
namun tenaga ribuan kati ada kalanya bisa dirobah menjadi
kekuatan ratusan kati, itu pertanda bahwa latihan Lwekangnya
belum sempurna. Adalah jamak kalau sekarang ceng-san-biau-khek amat
kaget, pikirnya pula: 'Dalam jangka pendek aku berpisah
dengan dia, dari mana dia bisa memperoleh tambahan ilmu
dan Lwekang setangguh ini "' Mau tidak mau semangat
tempurnya menjadi goyah, tapi bila dia melihat pedang pusaka
ditangan, keangkuhan menjalari sanubarinya, pikirnya pula:
'Dia ingin cari gara-gara padaku. biar kupersen dia dengan
jurus Jit-lun-jut-seng (sang surya baru terbit).'
Kembali berhadapan dengan raut wajah jelita yang pernah
menggetar sanubarinya dulu, Kiam-ping benar-benar dag dig
dug, kini dilihatnya tubuh orang limbung dan lemas lunglai,
rasa iba merasuk hatinya, natmun rasa gusar lebih
merangsang emosinya, sehingga dia lebih banyak menaruh
perhatian kepada ceng-san-biau-khek dengan tatapan gusar.
Tiba-tiba didengarnya Tokko cu merintih kesakitan, lekas
Liok Kiam-ping berpaling, tampak wajah orang yang jelita
dihiasi butiran keringat dingin, darah yang merembes
membasahi jubah hitamnya yang lengket dengan badan.
Terpaksa dia bertanya dengan suara kuatir: 'Kau... bagaimana
kau .. ' Tokko cu menegakkan badan, bibirnya gemetar, sahutnya
dengan tertawa meringis: 'Hati-hatilah terhadap pedangnya itu, mengandung racun
api, seluruh tubuhku sekarang seperti terbakar, terutama luka
luka ku seperti dipanggang diatas tungku.'
Lekas Kiam-ping mengeluarkan sebuah kotak persegi dari
batu pualam, seluruh pil obat yang ada dia tuang semua
seraya berkata: 'Nah, ambillah, semua ditelan-' Setelah menyerahkan obat
dia membalik badan terus menubruk maju seraya membentak.
Sejak tadi ceng-san-biau-khek berdiri mematung
disamping, agaknya dia amat menyesal melukai lawan, atau
mungkin terlalu kesengsem akan kecantikan lawannya, maka
matanya nanar tak berkedip.
Tatapan dan tubrukan Liok Kiam-ping baru mengejutkan
dirinya. tahu-tahu bayangan tangan pukulan telah memburu
sekencang kitiran kepada dirinya, hawa sekeliling tubuhnya
seperti bergolak oleh gencetan keras dari berbagai penjuru.
Sekali dia melesat minggir, tangan yang pegang pedang
teracung miring mencipta kanta bir sinar pedang, menyusup
diantara bayangan telapak tangan lawan, batang pedangnya
yang lencir panjang dengan leluasa menyelonong maju
mengincar Hoan-bun, Siang-ki, Kiksti tiga Hiat-to besar, cepat
lagi jitu, serangan pedang yang ganas sekali.
Melihat pedang lawan bergerak mengeluarkan suara
mendengung seperti bunyi ribuan tawon, Liok Kiam-ping
menghardik sekali, pukulan membalik, tubuh berputar,
beruntun dia berpindah dua posisi, sekonyong-konyong
menarik serangan sambil mendakpasang kuda-kuda terus
memberondong dengan jurus Licng-kiap-sin-gan, serangannya
berobah menjadi bayangan telapak tangan yang tak terhitung
jumlahnya menyodok iga kiri lawan-
Pakaian ceng-san-biau-khek tampak berkibar, begitu
serangan luput, pedang sudah ditarik mundur melindungi
tubuh, cukup sigap memang perobahan permainannya, tak
nyana begitu pedangnya mengiris miring, tahu-tahu
gerakannya sudah terkunci oleh serangan lawan hingga
pedangnya seperti tak mampu bergerak lagi. Sungguh tak
terpikir bahwa gerakan lawan secepat ini, dalam gugupnya
lekas dia mengkeret tubuh menarik telapak tangan kiri,
tubuhnya setengah berputar, seluruh kekuatan dia kerahkan
ditelapak tangan terus menepuk denganpukulan Hian-pingciang.
Hawa seketika menjadi dingin dengan desis suaranya yang
mengeluarkan uap putih segulung kekuatan dingin kontan
melanda kearah Liok Kiam-ping.
"Pyaaar." Dua kekuatan beradu ditengah udara, hawa
dingin yang membekukan kontan terpencar cerai berai,
kekuatan dahsyat bagai gugur gunung betul-betul membuat
ceng-san-biau-khek mengerang tertahan, tubuhnya tergentak
tujuh langkah. Liok Kiam-ping menghardik keras, tubuhnya melejit tinggi
tiga tombak ditengah udara tubuhnya melompatjauh kesana
menyusuli dengan gempuran lebih dahsyat, hakikatnya dia
tidak memberi peluang kepada musuh untuk mempersiapkan
diri. Dua langkah kakinya beranjak ditengah udara, kedua
tangan bersilang beruntun dia menjotos dua puluh satu
pukulan, jalur-jalur angin kencang yang situ lebih keras dari
yang lain, semua menggulung kearah ceng-sin-biau-khek.
Pakaian ceng-sin-biau-khek seperti ditiup angin badai,
"Bret" jubah bagian dadanya tersampuk sobek sebagian besar,
keadaannya sekarang tak ubahnya seperti berada di tengah
kepungan pasukan berlaksa jumlahnya padahal dia itu hanya
mampu bertahan dengan serangan balasan sejurus saja, yaitu
membendung tenaga raksasa yang menindih dari atas. Kedua
kakinya berdiri kokoh seperti berakar dibumi, pedangnya
teracung miring keatas menyongsong pukulan telapak tangan
lawan yang mengepruk turun.Jurus ini dinamakan Pat-kakham-
sing (bintang dingin delapan sudut) salah satu jurus
petilan dari ilmu Pak-hay-pay yang sakti, gerakannya
kelihatannya sederhana, tapi didalamnya mengandung daya
tahan dan serangan dengan perobahan yang sukar diraba,
besar manfaatnya untuk membobol serangan tenaga ribuan
kati. Bahwasanya keistimewaan ilmu yang diyakinkan ceng-sanbiau-
khek selama ini adalah Ginkang dan pukulan telapak
tangan, kini dia menggunakan ilmu pedang yang tidak begitu
dikuasainya melawan Wi-liong-ciang yang sudah diyakinkan
sempurna oleh Liok Kiam-ping, jelas perbandingannya
terlampau jauh dan tidak sebanding, adalah jamak kalau dia
memperoleh kerugian besar.
Sayang kesempatan mendahului telah lenyap pula, karena
terdesak oleh kekuatan tindihan lawan, terpaksa dia hanya
bisa memperkokoh kedudukan sekuat tenaga menghadapi
rangsakan musuh, sekali-kali dia tak berani berganti posisi
atau menggeser kedudukan sehingga memperlemah
pertahanan sendiri hingga termakan oleh gempuran lawan-
Bagai malaikat yang turun dari langit Liok Kiam-ping
membentak sambil melontarkan pukulannya yang hebat,
kekuatan pukulan yang dilontarkan dari telapak tangannya
membikin sekujur tubuh ceng-san-biau-khek makin amblas
kebumi, pedang ditangannya pun melengkung mengeluarkan
dengung suara keras. Secara gencar Liok Kiam-ping melontarkan tiga puluh
pukulan ditengah udara, kaki ceng-san-biau-khek pun makin
amblas kedalam bumi sampai menyentuh lutut.
Keringat tampak gemerobyos diwajahnya, sorot matanya
yang panik dan tegang jelas kelihatan, maklum sebesar ini
belum pernah merasakan betapa ngerinya seseorang
menghadapi kematian, arwah seakan telah direnggut oleh
elmaut. Dadanya sesak. darah mendidih, seluruh urat nadinya
berdenyut keras, syarafnya seperti hampir pecah, sekuatnya
dia telan kembali darah yang sudah menerjang keteng
gorokan- Tapi. akhir tiga puluh serangan Liok Kiam-ping, ceng-sanbiau-
khek pun tak kuasa bertahan lagi, darah menyembur
sebanyak-banyaknya. Untunglah pada saat-saat kritis itu pula,
hawa murni Liok Kiam-ping juga tak mampu diganti pula
sehingga tubuhnya anjlok kebawah, begitu dia menarik napas
panjang, tangannya sudah siap menggempur pula kearah
ceng-san-biau-khek. Begitu merasakan tindihan ribuan kati dari atas mengendor,
ceng-san-biau-khek pun meronta sekuatnya seraya memekik
keras, kedua lututnya tertekuk ketanah, dengan sisa
tenaganya sekuatnya dia melontarkan serangannya lebih dulu,
tapi tangannya gemetar dan berat sekali seperti diganduli
barang ribuan kati, selebar mukanya merah padam.
Liok Kiam-ping sedang meluncur turun, tahu-tahu sinar
gemerdep telah melandai, pedang panjang tajam beracun itu
telah menggaris tiba, seketika timbul secercah cahaya
benderang laksana pancaran sang surya yang cemerlang,
cahaya gemerdep yang benderang itu betul-betul membuat
matanya silau seperti ditabiri warna serba merah menyala,
bayangan lawan pun lenyap ditelan tabir merah menyala itu,
sehingga gerakan ceng-sanbiau-khekjuga tidak kelihatan-
Pada hal pikirannya masih jernih dan segar, dia tahu waktu
itu sudah menjelang magrib, pancaran sinar surya tidak
mungkin secemerlang ini, tabir merah itu sungguh amat
menyakiti bola matanya tanpa kuasa dia memejam mata. Tapi
pada detik-detik krisis itulah tiba-tiba terasa Thian toh-hiat
dibagian lehernya seperti dituding ujung pedang yang runcing
dingin, jaraknya tinggal beberapa dim saja hampir menyentuh
kulit. Mau tidak mau Kiam-ping kaget dan tersirap oleh
perobahan yang tak terduga ini, hakikatnya dia tidak
menyadari akan anceaman ujung pedang yang sudah
mengincar tenggorokan ini. Untunglah pada saat-saat gawat
itu mendadak didengarnya sebuah pekik peringatan: 'Hai lekas
berkelit.' Itulah pekik suara perempuan yang penuh prihatin
dan panik serta gugup, Secara reflek tanpa pikir Liok Kiam-ping menggembor bagai
guntur menggelegar, tubuh bagian atas secara reflek menj
engkang mundur tiga dim, berbareng telapak- tangan kiri
terangkat menyampuk sementara kelima jari tangan kanan
menceng kram pula. Gerakkannya ini adalah jurus Liong-jitcing-
thian, jurus ketiga dari Wi- liong- ciang.
Baru sekali ini pula ceng-san-biau-khek melontarkan jurus
Jit-lun-jut-seng ilmu pedang yang berhasil dia pelajari dari
catatan yang terukir digagang pedang, mutiara sakti Liat-jit
(matahari) yang terpasang diatas pedang memancarkan
cahaya kemilau yang dapat membikin sila u pandangan mata
lawan, begitu gaya pedang dilancarkan, selarik sinar pedang
bergerak tenggorokan lawan akan menjadi sasaran tusukan
pedang panas itu. Serangan secepat kilat ini, jelas mampu menusuk bolong
tenggorokan orang dan tamat riwayatnya, tak nyana Tokko cu
yang menonton disamping mendadak menjerit memberi
peringatan, sehingga lawan tersentak sadar dan mampu
meluputkan diri. Lekas dia tarik napas, seluruh tubuh doyong kedepan,
dengan gaya tetap dia dorong pedangnya tetap menusuk
tenggorokan- tak nyana tiba-tiba pandangannya kabur, lima
jalur angin kencang dari jari-jari lawan mencengkram Yang-ko,
Pian-ie, Un-liu, Toalin, dan Lau-kicng lima hiat-to ditelapak
dan pergelangan tangannya. Dalam keadaan tubuh
terjengkang kedepan, tak mungkin pula dia bisa merobah
gerakan, begitu tangan lemas jari terlepas, pedang
panjangpun terampas oleh lawan- Maka telapak tangan kiri
Liok Kiam-ping yang menepuk turun itu melingkar setengah
bundar, secara menakjubkan menepuk dadanya.
"Blang" untung dia sempat sedikit mendak sehingga
tepukan telapak tangan Kiam-ping mengenai pundak kanan
ceng-san-biau-khek. tampak bayangan hijau mencelat,
laksana layang-layang putus benang tubuhnya mencelat
mabur beberapa tombak dan "Bluk" terbanting keras rebah
celentang. Liok Kiam-ping tenangkan diri mengendalikan gejolak
hatinya, sesaat lamanya baru pandangannya pulih seperti
sedia kala. dilihatnya ceng-san-biau-khek yang celentang
mandi darah disana, dengan geram dia mendengus keras.
Waktu dia menelan air liur, terasa bagian lehernya sakit, serta
merta dia angkat tangan meraba, tangannya berlepotan
darah.. Ternyata ujung pedang lawan tadi juga sempat
menyentuh kulit lehernya hingga tergores lecet. Karuan Kiamping
bergidik merinding, kembali dia mengawasi ceng-sanbiau-
khek yang pingsan, dengan langkah lebar lekas dia
menghampiri Tokko cu. Tubuhnya yang semampai lemas menggelendot didahan
pohon, wajahnya pucat pias, namun tubuhnya yang agung
dan suci seperti memancarkan cahaya bening sehingga
kelihatan dia lebih anggun dan asri.
Berdegup jantung Liok Kiam-ping melihat bibirnya yang
terkatup menjengkit keatas menahan sakit. Disadarinya bahwa
jantungnya berdetak lebih keras dari biasarya, maklum
sekarang dia menghadapi gadis jelita yang masih suci murni,
tapi bukan lagi seorang Bulim cianpwe yang berkedok. Agak
lama dia megap-megap baru kuasa mencetuskan suaranya:
"Kau... bagaimana luka-luka mu ?"
Tokko cu hanya tertawa ewa sahutnya lirih: "obatmu
mujarab luka-lukaku sudah mengering, darah tidak keluar lagi"
Lalu dia menyingkap rambutnya yang menjuntai lemas dari
sanggulnya, gaya dan gerakannya nan lembut sungguh indah
mempesona. Lok Kiam-ping coba tersenyum sewajarnya, katanya:
"Itulah obat mujarab buatan Siau-lim-pay, semula memang
kukira amat mujarab maka kuberikan kepadamu, karena aku
sendiri belum pernah memakai..." dia bicara sejujurnya,


Hong Lui Bun Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"serangan pedangnya tadi sungguh teramat lihay, pedangnya
ternyata mampu memancarkan cahaya benderang laksana
surya sehingga mataku tak mampu terbuka, untung kau
memberi peringatan- kalau tidak..." Kiam-ping angkat pundak
serta geleng-geleng lalu meraba lehernya pula.
Tokko cu geli melihat tingkah lucu dan kikuk Liok Kiamping,
tapi dia hanya mengangguk saja, tadi akupun tak
mampu membuka mata karena jurus pedangnya yang aneh
itu." Lalu dia mengawasi pedang panjang lencir ditangan
Kiam-ping, diatas gagang pedang ada dicatat tiga jurus
pelajaran ilmu pedang, Suhu pernah menjelaskan bahwa
ketiga jurus pedang ini merupakan kombinasi intisari ilmu
pedang dari berbagai cabang persilatari yang paling top... "
sampai di-sini baru dia sadar telah kelepasan omong, maka
lekas dia tutup mulut, sungguh dia sendiri tidak habis
mengerti, kenapa hari ini dia banyak bicara, pada hal selama
didalam Te-sat-kok belasan tahun dia amat pendiam dan
bersikap eksentrik, tapi sejak pemuda yang satu ini
menerobos masuk ke Te-sat-kok entah kenapa perangainya
berobah, pada hal dulu dia tinggi hati, angkuh, dingin dan
sekarang... ---ooo0dw0ooo--- Tanpa terasa dia menghela napas, terbayang olehnya
betapa gurunya memberi pesan kepadanya disaat dekat
ajalnya, dirinya diwajibkan menjaga ketiga pedang pusaka,
tapi pemuda gagah, teguh dan perkasa ini ternyata telah
terukir didalam relung hatinya yang sebelum ini telah
tersumbat olel segala perasaan keduniawian-
Kini otaknya tengah menerawang, dengan mendelong dia
mengawasi pemuda ganteng ini, perasaan mulai bersemi
dalam lubuk hatinya, bayangan sang perjaka telah terukir
dalam benaknya. Entah mengapa tiba-tiba mukanya yang
pucat itu bersemu merah, dengan tertawa lirih dia menunduk
malu hingga tampak barisan giginya yang putih rajin:
"Senyumannya laksana bunga mekar." demikian batin
Kiam-ping, meski dia hanya mengenakan jubah hitam."
Selama hidup baru pertama kali ini Kiam-ping menyaksikan
senyuman semanis dan mekar seperti ini, tanpa sadar dia
menghela papas panjang, puas dan lega..
"Siapa namamu ?" tanya Tokko cu dengan suara nyaring
lembut. "Aku she Liok bernama Kiam-ping, tapi kau boleh panggil
Kiam-ping padaku, karena aku suka orang memanggilku
demikian," sahut Kiam-ping sambil menatapnya lekat-lekat.
"Berkat pertolonganmu tempo hari, seingatku aku belum
sempat berterima kasih kepadamu, apakah kau masih
salahkan kelakuanku yang sembrono itu ?"
Merah wajah Tokko cu, katanya menggeleng: "Semula aku
kira kau adalah manusia tamak yang mengincar harta pusaka
dalam lembah, maka... "
Lekas Kiam-ping memberi penjelasan:
"Tanpa sengaja aku masuk ke sana, tapi waktu itu ku kira
betul-betul adalah seorang cianpwe yang sudah terkenal di
Kangouw, karena kulihat ceng-san-biau-khek agak jeri
terhadapmu." Diam-diam dia merasa heran oleh perobahan
sikap gadis rupawan ini, tindak tanduknya jauh berobah
dibanding waktu masih berada didalam lembah. Diam-diam
Kiam-ping membatin: "Mungkin dia sengaja bersikap kereng
dan ketus karena mengenakan kedoknya itu, pada hal dia
seorang nona yang baik hati.'
Apa yang diduganya memang benar, setiap gadis tentu
punya kedok muka yang palsu ada kalanya seorang gadis
aleman, binal, malu-malu semua itu hanya untuk menjaga
gengsi, mempertahankan harga diri, akan tetapi bila mereka
sudah berada didekat apa lagi dalam pelukan sang perjaka
yang dicintai, secara tidak sadar mereka akan menanggaikan
kedok palsu mereka. Begitu menyinggung ceng-san-biau-khek, serta merta
Tokko cu lantas menoleh kesana tiba-tiba dia berjingkat,
karena ditanah hanya ketinggalan ceceran darah dan sejilid
buku tua, bayangan ceng-san-biau-khok ternyata telah lenyap
entah kemana. 'Dia sudah lari, disaat kami... " terbayang
betapa mesra tadi dirinya berdiri berhadapan, tanpa merasa
dia menoleh kearah Liok Kiam-ping dengan muka jengah.
Kebetulan Liok Kiam-ping juga tengah menatapnya. begitu
pandangan bentrok lekas dia melengos sambil tertawa Cekikik.
Lekas Liok Kiam-ping menghampiri ketempat ceng-sanbiau-
khek rebah tadi, segera dia berjongkok memungut buku
tipis yang kuno itu begitu melihat tulisan diatas sampul buku
seketika dia menjerit girang: "Wi-liong-pit sin."
Tokko cu juga melenggong, lekas dia memburu maju dan
bertanya: "Apa " Wi-liong-pit-sin ?"
Gemetar jari-jari Liok Kiam-ping dengan terbalik dia mulai
membuka lembaran buku Wi-liong-pit-sin, halaman ada sebuah potret orang dan
dibawahnya ada tulisan, langsung dia membuka lembaran
keempat dimana tercantum jurus keempat dari Wi-liong-pitsin-
Wi Bong-ting-yak." dengan rasa haru dan senang dia
memekik. "Tokko cu bertanya: Jadi kau adalah murid Kiu-thian-sinliong
" Bergelar Pat-pi-kim- liong ?"
Liok-Kiam-ping menjawab dengan anggukkan kepala,
langsung membalik halaman terakhir, tampak di-sini ada
tulisan berbunyi: "Aku inilah ciangbunjin generasi kedua dari
Hong-lui-bun. orang-orang Kangouw menjuluki Ki-kiam-wiliong
padaku, dengan ilmu pukulan wi- liong aku malang
melintang diselUruh jagat, namun tiada seorang lawanpun
yang mampu melawan aku lima jurus pukulan.
"Musim rontok tahun itu, waktu aku lewat Tong-pek-san
kebetulan bersua dengan Thian-to-sin-liong yang datang dari
Thiantiok ( India ) daripadanya aku memperoleh Lian-jit, cui ie
dan Jit-jay tiga mutiara, lalu kupaksa pawang pedang yang
paling jempolan pada masa ini- In-tiong-cu untuk
menggemleng sebilah pedang mestika. Untuk menundukkan
dia terpaksa aku menggunakan Wi-liong-hiong-khong menutuk
Jie-kan-hiat didadanya, namun dia berhasil meloloskan diri
juga..." Diam-diam Liok Kim-ping bergirik sendiri, tak pernah
terbayang olehnya ada manusia sehebat ini didunia, setelah
terkena tutukan didada dengan jurus Wi-liong-hiong-khong
masih mampu melarikan diri. Karena Jit-kian-hiat adalah salah
satu dari tiga puluh enam Hiat-to besar yang mematikan di
tubuh manusia, sedikit tergetar saja dapat mengakibatlan
kematian jiwa manusia. Tiba-tiba terasa lehernya gatal dan nyeri, dua jalur hawa
panas seperti menyembur kulit lehernya, tapi Kiam-ping diam
saja dan tidak menoleh, karena dia tahu Tokko cu juga ikut
membaca buku yang dibentangnya dibelakang, deru napas
hidungnya menyebur lehernya.
Tiba-tiba dia menarik napas panjang, seolah-olah dia ingin
menghirup seluruh bau harum yarg tersiar diudara kedalam
dadanya, bau harum yang menyejukkan teruar dari badannya
yang manis dan lembut. Tokko cu heran dan tidak mengerti kenapa Kiam-ping
berulang kali tarik napas dalam tanyanya: " Kenapa sih kau?"
"Ah, tidak apa-apa." Liok Kiamping tersipu-sipu, "aku hanya
ingin mengganti napas segar yang harum diudara..." tiba-tiba
dia menoleh, melihat orang menunduk malu-malu, seketika
Kiam-ping sadar telah kelepasan omong. Segera dia simpan
Wi-liong-pit-sin lalu berkata: "Nona, kau...siapa namamu ?"
Tokko cu angkat kepala, dengan berani dia balas menatap.
suaranya lirih: "Nama hanyalah tanda pengenal untuk
seseorang saja. Boleh kau memanggilku Tokko cu -saja,
tentang,..." dia merandek lalu menambahkan.. "Pedang ini
memang pantas menjadi milikmu, masih ada dua batang lagi
tertinggal di Te sat kok, semua akan kuserahkan kepadamu.
Dulu suhu pernah berpesan waktu dia meninggalkan ketiga
batang pedang ini, supaya aku menyerahkan kepada
ciangbunjin Hong lui bun. Semoga selanjutnya kau dapat
malang melintang di Kangouw menguasai Bu lim..."
Sinar matanya memancarkan cahaya aneh, tapi akhirnya
dia menghela napas rawan, katanya sendu: "Kepintaranmu
pasti dapat mengangkat namamu, semoga kau baik-baik saja.
Ah, ada orang datang, Aku mau pergi..." segera dia jemput
cadarnya, dengan gesit terus berlari pergi kearah lembah
gunung sana. Melihat orang pergi, lekas Kiam-ping mengejar seraya
memanggil: "Nona, tunggu sebentar."
Tokko cu berhenti dan menoleh, pandangannya penuh
tanda tanya. Dengan memberanikan diri Kiam-ping bertanya: "Nona
apakah mau kembali ke-Te-sat-kok " Maukah kau berkelana di
Kangouw bersamaku ?"
Tokko cu manggut- mang gut, tapi lekas dia geleng-geleng
pula. Kiam-ping mendekat dua langkah, tanyanya: "Nona ada
ganjelan hati apa " Dari sorot matamu aku merasakan banyak
persoalan menguatirkan diriku..."
Tokko cu tertawa, tawa yang sendu, dan dingin, maklum
tawanya tersembunyi dibalik cadarnya.
Liok Kiam-ping berkata pula: "Tidak sepantasnya kau
mengenakan jubah hitam ini, kaupun tak usah mengenakan
cadar, karena... karena kau begitu cantik. Dan lagi kaupun
masih begini muda... "
Lama Tokko cu menjublek, akhirnya geleng kepala, tanpa
bersuara pelan-pelan dia memutar tubuh terus tinggal pergi,
bayangannya lenyap dikejauhan-
Diwaktu orang membalik tubuh jelas tampak oleh Liok
Kiam-ping, air mata berkaca-kaca dipelupuk mata si gadis.
Diam-diam dia menarik napas panjang, terasa bukan kepalang
masgul hatinya, mendadak dia mendongak serta menggembor
sekuatnya, suaranya mengalun tinggi ditengah udara, kejap
lain dia sudah melangkah lebar menyongsong kedatangan
puluhan penunggang kuda yang mendatangi.
---ooo0dw0ooo--- Hari sudah mulai gelap. rombongan berkuda itu membedal
kencang kedepan, jarak masih cukup jauh, lekas Kiam-ping
membuka jubah luarnya untuk membungkus pedang mestika
lalu berdiri tegak dipinggir jalan menunggu kedatangan
belasan penunggang kuda itu.
Secepat lesus rombongan berkuda itu telah tiba, dalam
jarak beberapa tombak mereka telah berhenti. Biau-jiu-sipcoan
mendahului lompat turun terus berlutut dan menyembah,
serunya lantang: "Murid-murid Hong-lui-bun menghadap
ciang-bun...' Sementara itu, para penunggang kuda yang lain juga sudah
melompat turun, semua berdiri tegak berbaris lurus, serempak
merekapun berlutut dalam gerakan yang rapi menyembah
kepada Liok Kiam-ping. Gemuruh suara mereka yang lantang:
"Ang-kim-cap-pwe-ki murid Hong-lui-bun menghadap
ciangbun, semoga ciang bun sehat dan panjang umur... "
Kedua kakek berambut uban bermuka merah berbareng
menjura kepada Kiam-ping satu diantaranya yang mengikat
rambut dengan gelang emas berkata: "Mohon ciangbun
keluarkan Hiat-liong-ling dan mengangkat tinggi supaya
semua murid-murid mengenalinya, selama hidup ini kita bakal
menjadi pengikut ciangbun, untuk menunaikan tugas bakti
warisan ciangbun yang dahulu."
Liok Kiam-ping sadar dari lamunannya yang hambar,
katanya dengan melenggong: "Kau ini kah Hu-hoat... "
Laki-laki tua bergelang emas dekat kepalanya menjura,
sahutnya: "Hamba Kimji-toa-beng (elang besar sayap emas)
Kongsun cin-khing sebagai coh-huhoat, atas perintah warisan
ciangbun yang terdahulu kami menyambut dan
menjunjungmu... " Mata Liok Kiam-ping melirik kearah ke kiri si tua yang
rambutnya diikat gelang perak. katanya: "Dia pun Huhoat "
Laki-laki bergelang perak dikepalanya menjura, katanya:
"Hamba Gin-jiay-beng (elang besar sayap perak) Kongsun cingiok.
berkat kemuliaan hati cianghun yang dulu diangkat
sebagai Yu-huhoat... "
Maka Liok Kiam-ping merogoh Hiat-liong-ling serta
diangkatnya tinggi, serunya: "Boleh kalian periksa apakah
betul ini?" Sorak sorai lebih gemuruh dari tadi bergema ditanah
tegalan yang terbentang luas, ditengah tempik sorak orangorang
Hong-lui-bun itu, tampak King-ji-tai-beng dan Gin-ji-taybeng
berlinang air mata, serempak mereka berlutut didepan
Liok Kiam-ping. Tersipu-sipu Liok Kiam-ping memapah mereka berdiri,
katanya gugup "cayhe masih membutuhkan bantuan kalian,
terutama tenaga kalian kedua Huhoat, lekaslah berdiri jangan
banyak peradatan." "Terima kasih, kami patuh perintah ciangbun- sahut cohyu-
hu-hoat. Demikian pula delapan belas penunggang kuda
seragam biru laut, berdiri serta menjura pula, tegak lurus
membusung dada, tampak betapa gagah perkasa sikap dan
semangat mereka. ---ooo0dw0ooo--- Sementara itu tabir malam telah menyelimuti jagat raya.
bulan sabit telah bergantung dilangit timur, memancarkan
cahaya peraknya yang redup, Berhadapan dengan para
pahlawan gagah yang penuh semangat semua patuh dan
menghormati serta menyanjung dirinya, bukan kepalang haru
dan senang serta lega hati Liok Kiam-ping, yakinlah dia bahwa
sejak kini kebesaran nama Pat-pi-kim- liong bolehlah
dipertahankan dan terus ditegakkan di kalangan Kangouw.
Kebesaran nama, kedudukan dan Kungfu yang tinggi
merupakan impian setiap insan persilatan- Juga perempuan
cantik." demikian batin Liok Kiam-ping, karena raut wajah
Tokko cu yang cantik rupawan, gerak geriknya yang lembut
gemulai tak pernah lepas dari ukiran sanubarinya.
Suasana hening, Kiam-ping berdiri tegak menengadah,
terbayang olehnya betapa sengsara kala dulunya menjadi
gelandangan- namun kehidupan melarat dan siksa derita itu
telah menggembleng dirinya, kesempatan telah memberikan
harapan dan mengangkat nasib dirinya kejenjang kehidupan
yang lebih lumrah baik, dari sekarang dia memperoleh apa
Manusia Harimau Jatuh Cinta 3 Bakti Pendekar Binal Karya Khu Lung Anak Harimau 8
^