Pencarian

Hong Lui Bun 8

Hong Lui Bun Karya Khu Lung Bagian 8


Sekonyong-konyong sebuah suara dingin berkumandang
dibela kang: "He, Pat-pi-kim- liong, bocah bagus. bagaimana
rasanya Yu-ling-toa-tinku ini " Dalam sekejap lagi mayatmu
akan luluh tak berbekas oleh kabut beracun yang menyadap
seluruh badanmu... Liok Kiam-ping tidak hiraukan ocehan orang, Lwekangnya
tetap disalurkan, semangat terhimpun, mendadak dia
melompat terbang, pedangnya bergerak deagan jurus Jit-lunTiraikasih
Website jut-seng, selarik cahaya benderang menerangi langit
membawa geseran suara memecah udara, Dibawa h pancaran
sinar pedangnya yang benderang lapat-Iapat dia melihat
berkelebatnya bayangan beberapa orang. Sungguh kebencian
telah menjalari sanubarinya, tenaga dikerahkan tangan
bergerak dengan gaya pedang menaburkan tiga kuntum sinar
pedang, dengan kecepatan yang luar biasa menusuk
kebayang-bayang manusia itu.
"Aduh." sebuah jeritan melengking, disusul semburan darah
yang tercecer. serempak beberapa jalur angin tajam
memberondong kearah tubuhnya. Secara reflek Kiam-ping
ayun pedangnya menangkis dengan jurus Liat-jit-yam-yam,
cahaya pedang yang cemerlang menyilau mata berkembang
diudara. Jeritan yang mengerikan kembali memekik, tubuh seorang
tampak roboh menggeletak sebuah lengan tertabas butung
dan tersapu pergi oleh putaran pedang "bluk"jatuh ditanah
bersalju. Waktu Kiam-ping menegasi seorang kakek tua rambut
panjang berpakaian blaco telah binasa tertembus pedang
tenggorokannya, seorang lelaki setengah umur lagi buntung
lengannya, mukanya pucat, saking kesakitan badannya
menggigil sambil kertok gigi terguling-guling meregang jiwa.
Sekali jambak Kiam-ping jinjing orang ini, bentaknya:
"Lekas katakan bagaimana barisan ini berputar, nanti jiwamu
kuampuni." Tiba-tiba terdengar Yu-ling Kongcu berkata dari luar
barisan: "Pat-pi-kim- liong, jangan bertingkah, coba dengar ini
suara siapa ?" "Oh, Kiam-ping, kenapa kau?" itulah suara Le Bun yang
cemas dan kuatir. "Le Bun, di mana kau " Aku tidak apa-apa"
"Kiam-ping, kau terkurung dalam barisan bentuk barisan ini
menggunakan teori cin-hoan-kiu-Kiong-pat-kwa dan... " tibatiba
suaranya terputus, kalau tidak didekap mulutnya tentu
Hiat-to bisunya ditutuk. Mengingat Le Bun tertawan musuh, sungguh amarahnya
berkobar makin besar. Terbayang dendam orang tua belum
terbalas, tugas berat Hong-lui-bun juga belum sempat dia
bereskan, kini dirinya terkurung didalam barisan sementara
kekasihnya menjadi sandera musuh, sungguh serasa pecah
dadanya, bagaimana pula dia harus menunaikan pesan Hwesio
sakti" Menegakkan keadilan dalam percaturan dunia
persilatan- Terbayang kepada Hwesio sakti, seketika dia
teringat bahwa didalam kantong bajunya masih menyimpan
Pit-hwe-cu. Dalam bahaya menemukan jalan buntu mendadak
memperoleh penerangan sinar harapan, seketika terbangkit
semangatnya, lekas dia kembalikan pedang kesarungnya lalu
mengeluarkan Pit hwe cu. cahaya hijau remang-remang
seketika menjulang diangkasa, pancarannya mencapai tiga
tombak membundar, dalam jangkauan sinarnya segala
sesuatu disekitarnya dapat terlihat jelas.
Kiam-ping segera menyapu sekelilingnva tampak Yu-ling
Kongcu berdiri setombak lebih diarah selatan, sibuk memberi
perintah dan aba-aba kepada anak buahnya, memperketat
kepungan- Melihat kesempatan tak boleh disia-siakan, lekas dia
kerahkan tenaga dikedua lengan, hawa murni tersalur
keseluruh tubuh, di mana tumit kakinya menutul bumi
badannya menerjang dengan kecepatan anak panah.
Yu-ling Kongcu sedang kesenangan sambil tuding sana
tunjuk sini sementara mulut berkaok-kaok, mendadah cahaya
hijau berkelebat, disusul gelombang tenaga raksasa mendadak
menyapu datang sedahsyat amukan gelombang samudra,
lekas dia menjejak mundur sambil berputar.
Liok Kiam-ping sudah kebacut gusar, maka serangannya ini
teramat bernafsu, bagaimana juga musuh pantang lolos dari
incarannya, dimana dia salurkan tenaganya terus ditarik balik
pula, menyelinap terus melompat pula seperti ulat dalam perut
saja, dia mengudak dengan ketat, kelima jari tangan kanannya
tertekuk laksana cakar mencengkeram urat nadi lawan-
Luka dalam Yu-ling Kongcu cukup parah dan belum sempat
disembuhkan, mau tidak mau gerak geriknya menjadi lamban,
sebelum kakinya menyentuh tanah, seketika dia rasakan
pergelangan tangan mengencang kesakitan, kontan lengan
kanannya menjadi linu lemas, lekas sekali sekujur badan juga
lunglai. Karena barisan tanpa komando maka barisan setan itupun
bubar sendiri, lekas sekali pemandangan sekitarnya telah
kembali terang seperti biasa. Sinar pagi tampak benderang
dan cuaca cerah ceria, ternyata sang fajar telah menyingsing
tanpa terasa, berarti Kiam-ping bertempur semalam suntuk.
Dengan suara berat Kiam-ping membentak: "Lekas buka
tutukan Hiat-to mereka, aku boleh mengampuni jiwa mu, atau
kau akan merasakan siksaan hidup, kalau masih bandel
mayat-mayat itu menjadi contohmu," sembari bicara tenaga
diperkeras, tulang pergelangan tangan Yu-ling Kong cu seperti
hampir patah, saking kesakitan gemetar badan Yu-ling
Kongcu. Wataknya memang biadab, culas dan kejam, selama
mengembara di Kangouw, kapan dia pernah kecundang begini
mengenaskan, menjadi tawanan musuh dan diancam lagi, tapi
jiwa raga sendiri berada digenggaman orang, apa boleh buat
dia menghela napas, segera dia memberi perintah anak
buahnya untuk membebaskan tutukan Le Bun, Kim-gin-huhoat
berenam. Setelah mereka berenam sadar dan tidak kurang suatu apa,
baru Liok Kiam-ping lepas cengkramannya, lekas dia memburu
kesana menggiring serta melindungi mereka ketempat yang
selamat, orang banyak masih terlongong bingung.
Yu-Ling Kongcu mendengus ejek. katanya: "Keparat,
jangan temaha, sejak kini Tang-ling-Kiong tidak akan berpeluk
tangan-" "Segala tanggung jawab akan kuhadapi, kapan saja aku
tunggu tuntutanmu.. Mendadak seorang berkata: "Kenapa kapan saja, sekarang
juga jiwa mu pasti mampus disini," suara dingin kumandang
dari belakang, nadanya rendah dan sadis.
cepat Kiam-ping membalik, tiga tombak dipinggir pohon
berdiri seorang lelaki tua berambut uban, wajahnya
menyeringai kejam, hidung elang tulang pipi menonjol, bola
matanya seperti srigala yang haus darah, mendelik tanpa
berkedip. Melihat tampangnya yang buruk dan kejam
siapapun akan merinding. Bahwa orang ini tiga tombak berada
dibelakangnya tanpa disadari, betapa tinggi Lwekang dan
Ginkangnya, sungguh amat mengejutkan-
Begitu melihat orang, tua ini Yu-ling Kongcu seketika
berjingkrak senang, teriaknya: "Ayah, keparat ini bernama
Pat-pi-kim- liong, Hiat-liong po-giok berada ditangannya, tapi
dia..." "Aku sudah tahu," tukas orang itu aseran-
Kim-ji-tay-beng mencelos, pikirnya: "Sudah puluhan tahun
siluman tua ini tidak pernah muncul di Kangouw, hari ini
mendadak berada disini, urusan ini tentu sukar dibereskan
secara damai." Orang tua sadis itu melangkah setapak. suaranya bergema:
"Bocah, jadi kau inilah Pat-pi-kim- liong, tunas harapan kaum
persilatan masa kini?"
"Mana berani, tapi memang akulah adanya.."
Orang itu menuding mayat-mayat yang bergelimpangan,
katanya, "Kaukah yang membunuh mereka .."
"Terpaksa cayhe harus bertindak untuk membela diri."
"Terpaksa apa. Bocah semuda kau ini sudah berhati kejam,
membunuh anak buah Lohu, terpaksa Lohu akan menuntut
keadilan kepadamu" "Haha, mengumbar anak berbuat jahat adalah keliru,
membantai umat hidup melanggar hukum alam. meyakinkan
ilmu sesat lagi, patut menjadi musuh bersama umat manusia.
Ang-kin-cap-pwe-ki, anak buahku itu seluruhnya kalian bantai,
bagaimana pula kau akan memberi pertanggungan jawab?"
---ooo0dw0ooo--- "Setan cilik pandai berputar lidah, jangan kira kau ini murid
Hou-hun Hwesio Lohu tetap berani menyikatmu."
"Demi keadilan dan kebenaran- kaum persilatan, meski
gugur dimedan laga juga cukup terpandang, cayhe menurut
saja apapun kehendakmu. "Bocah tekebur, berani kau
menghadapi tiga pukulan Lohu ?"
"Jangan kata tiga jurus, tiga puluh jurus juga tidakjadi soal
bagi cayhe." "Melihat sikap dan tutur katamu, kau memang cukup gagah
dan perkasa, Lohu jadi kagum kepadamu, biarlah hari ini aku
melanggar kebiasaan, mencobamu tiga jurus, bila kau kuat
menandingi persoalan ini anggap himpas sampai di sini, kalau
kau kalah Hiat-long-po-giok harus kau serahkan kepadaku,
jiwamu tetap kupertahankan" Angkuh adalah watak utamanya,
sebagai ciangbun lagi, dihadapan anak buahnya betapapun dia
harus mempertahankan gengsi, pantang dipandang enteng
lawan, maka Kiam-ping tertawa gelak gelak. katanya: "Jikalau
cayhe kalah, jangan kata Hiat-liong-po-giok, batok kepalaku
juga boleh dipenggal dan terserah apa kehendakmu.
Sebaliknya bila kau yang kalah, terpaksa aku harus menuntut
balas kematian ciangbunjin kita yang terdahulu ciang-kiamkim-
ling yang kalian keroyok di Tay-pa-san dulu."
"Boleh, boleh, nah awas bocah", perhatikan seranganku."
Pelan-pelan dia ulur kedua tangannya lurus kedepan dada,
kedua telapak tangan terus bertepuk perlahan, namun
segulung tenaga tiba-tiba menerpa muka. Hanya lima bagian
tenaganya saja, tapi dengan latihan Lokoay yang hampir
mencapai seratus tahun ini, perbawa serangan ini ternyata
amat mengejutkan, damparan tenaga yang menyerang itu
sungguh sedahsyat gelombang yang berderai.
Menghadapi musuh tangguh betapapun Liok Kiam-ping
tidak berani gegabah, segera dia salurkan tenaga saktinya,
seluruh kekuatan dipusatkan dipusar, kedua tanganjuga
menepuk dengan enam bagian tenaga.
"Byaaaar " seperti ledakan petir, begitu kedua tenaga
pukulan berada, badan Liok Kiam-ping sedikit menggeliat.
Lokoay kira usianya masih muda, umpama sejak dalam
perut ibunya meyakinkan Lwekang juga masih terbatas, maka
kali ini dia agak pandang rendah lawannya, maka hanya
menggunakan lima bagian tenaganya. Di luar tahunya Liok
Kiam-ping beruntun memperoleh mukjijad sehingga Jin-tiok-jimeh
sudah tembus, Lwekangnya sekarang boleh dijajarkan
sebagai tokoh paling top di Bulim, setelah pukulan beradu
Lokoay tergentar mundur selangkah
"Setan alas, kiranya kau memang tangguh, baik sambut
pukulanku ini," kembali dia gerakkan kedua tangan. kali ini
pukulan dahsyat membawa deru gemuruh seperti geluduk
menggulung kearah Liok Kiam-ping. Badai mengamuk, ombak
menjerit, hawa udara seperti bergolak. bukan kepalang hebat
perbawa serangan ini. Liok Kiam-ping tahu lwekang Siluman tua ini amat hebat,
sebetulnya dia mampu berkelit, tapi wataknya juga congkak,
betapapun tangguh kekuatan musuh, dia tidak mau dipandang
rendah. "Haait," mulut menggembor pendek. kedua tangan
mengerahkan dua belas bagian tenaga memapak angin badai.
Dua jalur kekuatan saling gubat dan bentur sedemikian
dahsyatnya laksana ular raksasa yang bertarung sengit saling
lilit sehingga. menimbulkan pusaran angin puyuh, gemuruh
suaranya sedahsyat gunung meletus tanah menjadi berlobang
seluas setombak sedalam beberapa kaki. kapan orang-orang
diluar gelanggang itu pernah melihat adu kekuatan sedahsyat
ini, semua melotot dan melongo tiada yang bersuara, saking
takjub sampai lupa bersorak memuji.
Setelah lenyap suara gemuruh, kedua pihak tampak
tertolak mundur tiga tindak, terhitung, seri alias sama kuat.
Sungguh Lokoay tidak mengira dalam usia semuda ini,
Lwekangnya ternyata setangguh ini, Bila hari ini lawan
semuda ini tidak dilenyapkan dari muka bumi. kelak pasti
merupakan bibit bencana, maka hasrat membunuh semakin
tebal melembari hatinya. cepat dia mengendap badan, kedua tangan memeluk dada,
telapak tangannya berurubah merah menjadi hitam dan mulai
mengepulkan asap hitam terus menyelubungi sekujur badan,
setelah menggaris bundar kedua tangan terus ditepuk
kedepan sekuat tenaga. "Heksat-tok- elang. Awas ciangbun." Kim-ji-tay-beng
berteriak memperingatkan, cepat dia memberi tanda kepada
Ginjutay-beng, keduanya lantas melompat maju kepinggir
arena, sepasang tangan mereka menahan punggung Liok
Kiam-ping. Le Bun juga menguatirkan keselamatan pujaannya, diapun
melompat maju, demikian pula Siang Wi dan yang lain ikut
memburu dekat. Begitu mendengar peringatan Kim-ji-tay-beng, hati Liok
Kiam-ping sudah mencelos, lekas dia kerahkan Kim-kong-put
hoay-sinkang, seluruh kekuatan dia himpun dikedua tangan
terus disendai keluar. Ledakan dahsyat kembali menggelegar
nnenggoncang bumi, kuping hadirin sampai pekak. genderang
telinga serasa pecah. Terasa oleh Liok Kiam-ping segumpal tenaga gelap bagai
segugus gunung menindih kearah dirinya, kekuatannya
melandai sambung menyambung, sehingga badannya
tergoncang mengikuti getaran tenaga lawan- Untung segera
dia merasakan adanya searus tenaga hangat meresap
kedalam badan, dia tahu Kin-gin-hu-hoat telah membantunya
dari belakang, lekas dia pusatkan pikiran mengendap hawa
murni kepusar, lalu kembali dia dorong kekuatan menahan
damparan tenaga lawan yang dahsyat.


Hong Lui Bun Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Betapapun Kim-kong-put-hoay-sin-karg baru saja berhasil
diyakinkan, landasannya belum kokoh, kekuatan asap beracun
Lokoay kang, telah diyakinkan hampir seabad, mana kuat
dipertahankan terus, akhirnya serangkum bau busuk
menyengat hidung membuatnya pusing tujuh keliling, seluruh
tenaga seperti ludes seketika.
Nafsu Lokoay sudah berkobar, pelan-pelan dia angkat pula
tangan kanan siap memukul pula.
Untunglah pada saat kritis itu seseorang membentak: "Tiga
jurus sudah genap. apakah Tang- ling-heng hendak menjilat
ludah sendiri, sungguh memalukan kaum persilatan-"
Lenyap suara maka muncullah seorang pelajar setengah
baya berusia empat puluhan mukanya putih jenggot panjang,
perawakan sedang, sepasang alisnya memanjang turun
beradu dengan rambut dipelipisnya, tidak marah tapi sikapnya
kereng berwibawa. Lekas Tang-ling Lokoay tarik tangan sambil melejit
kepinggir terns berputar, katanya gelak-gelak: "Kukira siapa
mempunyai kepandaian sehebat ini, ternyata kau Lam-coatTiraikasih
Website heng, tiga puluh tahun tidak bertemu, Lwekang Loheng
ternyata maju tidak sedikit."
"Sudah, jangan mengagulkan diriku, bocah ini sudah genap
menerima tiga jurus pukulanmu, sebagai pentolan Bulim dari
angkatan tua lagi, memangnya kau hendak memungut
keuntungan dari dia?"
Merah muka Tang-ling Lokoay, katanya tertawa: "Sejak
Lohu berkecimpung di Bulim kapan pernah ingkar janji?" lalu
kedua tanagan mengebas, setelah mengucap selamat
bertemu, dia berlari pergi membawa seluruh anak buahnya.
Lekas Kim-ji-tay-beng melangkah maju seraya menjura,
katanya: "Mohon tanya Locianpwe, bukankah kau Jit-coat
Suseng dari Si-gwa-ngo-song?"
Lam- coat mengangguk dengan tertawa, ujarnya: "Puluhan
tahun terasing dari Kangouw, ternyata masih ada orang kenal
Losiu agaknya kau ini dari aliran Kim-sa Thian-san-beng
dipadang pasir itu ?" lalu dipandangnya Kim-ji tay-beng lekatlekat.
"Betul, beliau adalah kakek guru, sudah meninggal
banyak tahun... " Sementara itu Le Bun sedang memeriksa badan Liok Kiamping,
apakah terluka tidak, terasa napasnya teramat lemas,
tinggal satu-satu saja, mukanya pucat, sungguh hatinya sedih
seperti disayat-sayat, air matapun sederas hujan-
Lam- coat memegang pergelangan memeriksa urat nadi,
katanya menggeleng: "Untung anak ini membekal Kim-kongput-
hoay-sin-kang, kalau tidak jangan kata dia menahan
secara kekerasan pukulan Hek sat ciang hanya tertiup sedikit
bau busuk beracun saja, isi perut orang dapat membusuk
seketika..agaknya Hou-hun-ceng punya hubungan cukup intim
dengan bocah ini." "ciangbunjin memang pernah memperoleh didikan dari
padri sakti itu sebelum ajalnya," Kimji-tay-,beng menjawab
ramah dan hormat. "Apa Hou-hun Taysu sudah almarhum, Lwekangnya jarang
ada tandingan di Bulim, bahwa bocah ini mendapat
kepercayaan dari padri sakti, merupakan keuntungan umat
persilatan umumnya. Sekarang biar Losiu bersamadi
membantu dia mengobati luka-lukanya." beruntun jarinya
bekerja menutuk tiga puluh enam Hiat-to ditubuh Kiam-ping
tanpa berhenti, tutukannya tepat dan lincah, lalu dia duduk
bersimpuh, telapak tangan menekan Bing-bun-hiat
dipunggung. Satu jam kemudian uap putih mengepul diatas kepalanya,
makin lama makin tebal menurun membungkus tubuh. Wajah
pucat Liok Kiam-ping semakin semu merah, deru napasnya
yang tipis juga tambah berat, mendadak kaki tangan
mengejang sekali, dengan dia membuka mata perlahan dia
tatap muka setiap hadirin, dia tahu seseorang tengah
membantu dirinya menyembuhkan luka dalamnya yang parah,
lekas dia memejam mata memusatkan semangat. mendadak
segulung arus panas luar biasa bersemi dari pusar terus
melanda keseluruh badan melalui seluruh urat syarafnya
hingga berputar satu lingkaran-
Kiamping pernah memperoleh saluran Lwekang Padri sakti
dengan Kay-ting-tayhoat, inti tenaganya terbenam didalam
pusar sehingga tak kuasa dikembangkan menyeluruh, kini
setelah didorong oleh tenaga Lwekang Lam-coat yang
tangguh, tenaga inti yang terbenam itu seperti meledak saja
terbaur dan senyawa dengan tenaga murninya, sehingga
Lwekannya maju tidak sedikit.
Sekarang wajahnya sudah merah segar, rasa sakit yang
menyiksa tadi sudah lenyap. lekas dia berkata
perlahan:Terima kasih cianpwe..."
Jidat Lam coat sudah mandi keringat, terasa adanya
segulung arus panas yang lebih kuat lagi menyedot tenaga
murni yang dia salurkan ketubuh orang hingga dia hampir tak
kuasa mengendalikan diri, disaat dia sudah hampir payah
itulah, tiba-tiba didengarnya Kiam-ping bicara, lekas dia
hentikan saluran tenaga serta membuka kedua mata.
Lekas Liok Kiam-ping berdiri serta menjura, menyatakan
terima kasih akan budi pertolongannya.
Kembali Kim-ji-tay-beng membuka suara lebih dulu,
tanyanya: "Sudah puluhan tahun cianpwe mengasingkan diri,
kali ini mendadak menampakkan diri, apakah..."
"Panjang ceritanya," demikian ujar Lamcoat, "enam puluh
tahun yang lampau, kami lima tua b angka yang tidak mau
mampus saling menjajal Kungfu dipuncak Ui-san,
memperebutkan jago nomor satu diseluruh jagat, Waktu itu
Losiu kira setelah rampung meyakinkan Kian-le-cin-khi, pasti
sedikit diatas angin dibanding keempat lawan lain- Tak nyana
beruntun tiga kali aku berhantam dengan mereka, tiada
satupun yang mampu kurobohkan, kekuatan tetap sama kuat.
Maka tiga puluh tahun yang lalu kami berkeputusan untuk
mendidik seorang murid, ditentukan pada hari raya Tiongciu
tahun depan murid masing-masing harus dipertandingkan
dipuncak Uisan pula. Bagi pemenangnya memperoleh hak
mempelajari ilmu silat keempat lawan yang lain- Konon Lamhay
Gau-cu telah menemukan seorang jenius silat yang sukar
dicari selama sekian tahun mendatang ini, sekarang bocah itu
sudah diantar kebarat daya. Karena waktu amat mendesak.
waktu Losiu menguntit jejak mereka, kebetulan kulihar sinar
kunang-kunang d is ini, jadi secara kebetulan kepergok disini,"
lalu dia berputar mengawasi seruling pualam ditangan Le Bun,
wataknya yang suka bicara timbul lagi, tanyanya: "Nona cantik
jelita, pintar dan berbakat, kurasa kaupun sudah mahir dalam
permainanmu itu." "cianpwe terlalu memuji, ajaran guru hanya kulitnya saja
yang berhasil kuyakinkan, mohon cianpwe sudi memberi
petunjuk." Le bun merendah diri.
"Nah, coba kau tiup sebuah lagu untuk mencuci kuping
Losiu yang hampir tuli ini."
Le bun tersenyum manis, segera ia angkat serulingnya
meniup sebuah lagu, iramanya kalem mengalun enteng
mengambang di angkasa terus meninggi sehingga merasa ikut
terbang keangkasa, betapa mengasyikkan dan mengetuk
sanubarinya. Lam- coat keplok sambil tertawa lebar, katanya, "Nadanya
bening dan tunggal, sayang mengandung rasa rawan, apakah
nona dirundung kerisauan masa lampau, bila kau percaya
kepada Losiu, senang aku ajarkan seluruh Kungfu milikku
kepadamu." Sejak kecil Le Bun sudah biasa menyepi di Te-sat-kok. sifat
pendiam, hidup sengsara, perkataan Lam-coat seperti
mengaduk perasaan yang terpendam sekian lamanya.
seketika bercucuran air matanya, saking haru tak tahu
bagaimana dia harus menjawab. Lekas Kim-ji-tay-bong
menimbrung: "Pek-locianpwe memiliki Kungfu yang tiada taranya, nona
inilah kesempatan yang tidak boleh disia-siakan-" lalu dia
menatap Liok Kiam-ping. Liok Kiam-ping tertawa, katanya: "Ilmu sakti Locianpwe
memang menggetar dunia, mana mungkin adik Bun tidak sudi
menjadi murid beliau. Baiklah tahun depan setelah
pertandingan dipuncak Ui-san berakhir, aku akan menanti
kedatanganmu di Te-sat-kok."
Le Bun tersenyum senang, lekas dia berteriak: "Suhu."
tersipu-sipu dia hendak menyembah.
Lam-coat tertawa gelak- gelak. katanya "Bagus, bagus,
muridku tidak usah memberi hormat. Sekarang juga kita
pulang lalu dia mengulap tangan kepada orang banyak",
menarik Le Bun terus melompat terbang, sekejap saja
bayangan mereka telah lenyap.
Lama Liok Kiam-ping mendelong mengawasi bayangan
kedua orang yang sudah tidak kelihatan- tiba-tiba
disampingnya seseorang memanggilnya lirih: "Ping-ko."
Liok Kiam-ping tersentak sadar sambil mengiakan dalam
mulut. "Siau Hong, kau baik-baik saja?" suaranya haru
gemetar. Sejak kecil dia hidup sebatangkara, Siau Hong yang polos,
arif dan suci dipandangnya seperti adiknya sendiri, Masa lalu
bagai halimun, tak terasa dia amat hambar menghadapi
tantangan hidup ini. Kokok ayam terdengar dikejauhan. Kiam-ping mengguman:
"Hari hampir fajar. Biarlah segala sesuatu dimulai dari
permulaan-" ---ooo0dw0ooo--- Musim dingin, Jalan raya yang menuju kepropinsi In-lam sudah tebal
dilapisi saiju, seekor kuda berlari bagai terbang, menantang
hembusan angin dingin, terasa berderap menuju kekota Tayli.
Penunggang kuda adalah seorang pemuda jubah putih,
sorot matanya bercahaya, gagah dan tampan, namun kedua
alisnya berkerut seperti dirundung banyak pikiran- Dia bukan
lain adalah Pat-pi-kim- liong Liok Kiam-ping untuk menemukan
dan menyelidik Ngo-tok-seng-te, dia memerlukan diri
menempuh perjalanan kebarat seorang diri.
Waktu itu jalan raya membelok kelereng bukit, keadaan
jalan pegunungan makin berbahaya, lari kudapun terpaksa
diperlambat, selepas mata memandang pemandangan putih
melulu, tanpa terasa dia teringat...
Lwekang sendiri belum mencapai taraf tinggi, bukan
tandingan Hek-sat-tok-ciang dari Tang-ling. Bagaimana
mampu menuntut balas dendam perguruan, membangun
perguruan dan menyusun kekuatan, Sebelum ajal padri sakti
menurunkan ilmu, pesannya sukar dilaksanakan-
Ang-kin-cap-pwe-ki mati secara mengenaskan, tenaga dan
jago-jago perguruan yang betul-betul dapat diandalkan tiada.
Maka dia menugaskan kepada Kim-jin-hu-hoat untuk keluar
perbatasan mengundang para Tianglo yang sudah lama
mengasingkan diri untuk terjun pula kekancah pergolakan di
Kangouw entah kapan mereka baru akan pulang, entah
berhasil tidak mereka menunaikan tugas.
Apa sangkut paut Hiat-liong-po-giok dengan Ngo-tok-sengto
" Maka sekarang dia memerlukan meluruk kepropinsi Inlam
untuk mencari Ngo-tok-seng-to " Apakah maksud
tujuannya dapat tercapai "
---ooo0dw0ooo--- Lantaran Hiat-liong-po-giok. Tang- ling tidak segan-segan
kerahkan seluruh kekuatannya, dari sini dapat dibayangkan
betapa besar faedah Hiat-liong-po-giok itu bagi kaum
persilatan- Masa depan dikala pikirannya bekerja dan
mendadak melengak itu, tiba-tiba ujung matanya sempat
menangkap gerakan sebuah bayangan orang diatas bukit
sebelah kanan- Kiam-ping membatin: "Mungkin ada orang menguntit
diriku.Juga menuntut Hiat- liong- ling ?" lekas dia keprak
kudanya berlari lebih kencang, lekas sekali dia sudah tiba
disebuah belokan diperut gunung.
Mendadak dari lembah disebelah depan kumandang gelak
tawa orang. Kiam-ping tersirap kaget, lekas tangannya
menarik tali kendali menghentikan kuda, sekali tekan pelana
dia dorong kuda itu, sementara tubuhnya melejit tinggi
dengan gerakan ciam-liong-seng-thian-Ditengah udara dia
menekuk pinggang terus menggeliat, tubuhnya berputar,
dengan gaya indah melompat jauh lima tombak. badannya
lantas mepet dinding di atas karang.
Baru saja tubuhnya hinggap diatas dinding, lantas
didengarnya sebuah suara serak berkata: "Hahaha, kalau
begitu, tidak sia-sia jauh-jauh dari barat aku meluruk ke
Tlonggoan- Yakin dimalam Tlongelu tahun depan, aku pasti
dapat mengalahkan para tua b angka itu menjagoi seluruh
jagat." Menyusul seorang lagi bicara: "Lo-cianpwe memiliki
kepandaian yang tiada tandingan, pertemuan di Ui-san tahun
depan, yakin kau orang tua dapat mengalahkan lawan-lawan
menjagoi Bulim. Tadi yang diberikan kepada cayhe apakah
Soat-lian ?" Suara serak tua itu kedengaran agak marah, katanya kaku:
'Aku ini malaikat picak dari dunia barat, selama namaku
menggetar Kangouw, kapan aku pernah ingkar janji, cukup
asal kau ramu dengan beberapa jenis obat, soat-lian sekotak
ini cukup kau manfaatkan seumur hidupmu. Baiklah, aku akan
segera pulang kegunung. o, ya, siapa nama bocah itu "'
Seorang lain menjawab: "Bernama Suma Ling-khong, cayhe
telah menutuk kesadarannya, cianpwe cukup menyingkirkan
balutan obat diatas jidatnya, segera dia pulih seperti sedia
kala." Mendengar "Suma Ling-khong" Liok Kiam-ping agak
tersirap. batinnya: "Nama ini seperti sudah kukenal."
"Hm," suara serak itu berkata: "Go-hucu. Adakah kau
menyuruh orang berjaga di mulut lembah " Memangnya kau
belum percaya kepada Malaikat picak dari barat ini?"
Kembali mencelos hati Liok Kiam-ping, sungguh tak nyana
sedikit gerakan bersuara dikala tubuhnya menyentuh dinding
karang juga tidak terlepas dari pendengaran si picak dari barat
ini, dapat dibayangkan betapa hebat Lwekangnva. Sungguh
tak nyana hanya karena kemaruk sekotak Soat-lian, Go-hu-cu
rela mengorbankan jenius silat yang jarang ditemukan selama
ratusan tahun, padahal akibatnya bisa mendatangkan bencana
kaum persilatan- Lebih celaka lagi karena jenius silat yang


Hong Lui Bun Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dibicarakan itu bukan lain adalah Suma Ling-khong.
Sekarang Kiam-ping teringat waktu dirinya menjadi
gelandang dulu bersua dengan bibi angkatnya, beliau pernah
berpesan supaya dia bantu mencarikan putranya yang hilang,
Bukankah namanya Suma Ling-kong suaminya bernama Suma
Liang. Rasa benci menggejolak sanubari Liok Kiam-ping, benci
terhadap kawanan penjahat dari golongan hitam yang rendah
dan hina. Maka dia merasa punya kewajiban untuk membela
keadilan menegakkan kebenaran, bunuh dan bunuh semua
durjana itu, hanya diberantas habis kaum penjahat itu baru
bisa membela kaum lemah yang arif dan tak berdosa.
Dikala hati terkejut itulah didengarnya Go-hu-cu tertawa
kering, katanya: "Mohon cianpwe tidak marah dulu, soalnya
cayhe kuatir ada orang luar menerobos kedalam lembah,
maka sebelumnya telah mengatur beberapa perangkap
dimulut lembah, harap dimaklumi."
Bong-seng atau malaikat buta tertawa riang, katanya:
"Hanya perangkap begitu apa artinya. jikalau Lam-coat mau
kemari, dia tetap bisa keluar masuk dengan bebas. Kini semua
sudah lengkap. Meski Jit- coat Suseng sendiri datang kemari
juga aku tidak perlu gentar terhadapnya. Hahahaha."
Belum reda rasa kuatir Liok Kiam-ping, tiba-tiba
didengarnya suara Bong-seng bersuara lirih diujung lembah
sempit dikejauhan sana: "Soat lian itu tidak bisa dibiarkan
terlalu lama, nanti bisa lenyap khasiatnya." agaknya dia sudah
siap tinggal pergi. Dengan mengerahkan tenaga dalam Go hu-cu berteriak
lantang: "Terima kasih akan petunjuk cianpwe, selamat
bertemu." lalu dia terkekeh tawa sendiri, dengan memperoleh
tulang punggung sekuat ini, selanjutnya aku tidak perlu takut
terhadap Tang ling." Agaknya diantara kawanan penjahat itu
satu dengan yang lain ada pertikaian yang mendalam juga
demi memperjuangkan kepentingan masing-masing,
Sekonyong-konyong sebuah suara dingin menjengek
dibelakang: "Kukira selanjutnya kau tidak akan punya
kesempatan lagi." Sudah tentu Go-hu-cu berjingkat kaget, dia kira Lam- coat
telah tiba, dengan sigap dia membalik tubuh, Tahu-tahu
didepannya berdiri seorang Suseng (pelajar) berjubah putih,
dengan sikap galak dan tatapan tajam tengah mengawasi
dirinya, ujung mulutnya menyeringai dingin. Sejenak dia
tenangkan diri lalu b erg elak tawa, katanya: "Anak muda, kau
murid siapa " Untuk apa datang kemari '
Melihat pelajar ini masih muda legalah hatinya, Padahal dia
tidak berpikir secara cermat, betapa tinggi taraf lwekang
sendiri setelah latihan puluhan tahun, namun orang berada
dibelakang tidak diketahui kapan kedatangannya, Ginkang
yang hebat inijelas dirinya bukan tandingan-
"Jangan pamer usia tua bangka. Murid siapa dari perguruan
mana, tidak perlu kau tahu. Bila kau bisa menjawab dua
pertanyaanku, boleh aku melanggar kebiasaan mengampuni
jiwamu kali ini." "Lohu Go-hu-cu dari Lam-hay, selama berkecimpung
puluhan tahun di Kangouw belum pernah ada orang
bertingkah kasar dan berani menghinaku. Anak muda, jangan
tema h a dihadapanku, nasibmu bisa celaka nanti" tapi begitu
dia angkat kepala melihat tiga batang pedang yang terselip
dipunggurg Liok Kiam-ping seketika dia menjerit kaget seraya
berjingkrak, serunya: "Ha pedang dari Hong Lui Bun, jadi kau
ini Pat-pi-kim- liong "."
"Ah, mana berani, orang tak bernama seperti diriku mana
berani mengagulkan diri,"
Sesaat keduanya berdiam diri, akhirnya Go-hu-cu angkat
alis serta menyeringai dingin, "Anak muda, kebetulan kau
datang, lekas serahkan Hiat-liong-po-giok, boleh Lohu
mengampuni jiwamu, kalau tidak... hm."
"Kalau tidak kenapa?" jengek Kiam-ping,
"Bersiaplah untuk mampus."
"Kau yakin dapat membunuh aku ?"
"Anak muda masih berbau bawang kau tidak tahu tingginya
langit tebalnya bumi. Lihat pukulan" dimana kedua tangannya
menggaris bundar. Segumpal angin pukulan seketika menerpa
kedepan sedahsyat badai, Liok Kiam-ping menggeram gusar.
Tenaga dikerahkan dari pusar. Lwekangnya lantas membanjir
keluar, kedua tangannyapun menepuk kedepan menyongsong
terjangan angin badai pukulan lawan-
Setelah terjadi ledakan hebat, tampak badan Liok Kiamping
tergeliat sekali, sementara Go-hu-cu seperti disodok
keras terhenyak mundur lima kaki, roman mukanya berobah
hebat. Darah seperti mendidih dalam tubuhnya. Sungguh
gusar danpenasaran bukan main, sambil meraung murka
beruntun dia menaburkan pula beberapa kali pukulan telapak
tangan, tenaganya lebih besar, tapi Kiam-ping sendirijuga
sudah bertekad untuk bertindak cepat, beruntun diapun
memukul tak kalah kerasnya hingga Go-hu-cu didesaknya
mundur beberapa langkah. Maju setapak lebar, Kiam-ping
membentak: "Di mana Suma Ling-khong sekarang ?"
"Kusekap dalam gua dilekuk gunung sebrang sana,
sekarang mungkin sudah dibawa oleh Bong-seng dari dunia
barat." "Siapa biang keladi atas terjadinya pengeroyokan kepada
ciang-kiam-kim-ling dulu ?"
"Hal itu... Lohu tidak boleh menjelaskan-"
"Tua bangka keparat, hari ini tak terampun jiwamu. Tidak
tanggung-tanggung lagi "
"Sret" Kiam-ping melolos Liat-jit-kiam, di mana sinar perak
berkelebat, secepat kilat pedang menusuk keJit-kian dan
Siang- kik didepan dada Go-hu-cu.
"Tersirap darah Go-hu-cu melihat lawan melolos senjata,
lekas dia mundur tiga langkah, tongkat ditangannyapun
menjojoh dan menyontek, cepat dan aneh tongkatnya itu
menutuk ketabir cahaya pedang lawan-
Selincah belut langkah Liok Kiam-ping menggeser
kedudukan sambil menambah tenaga di tangan, di mana
lengannya menggentak batang pedangnya bergetar
mengeluarkan dengung suara yang membising, cahaya
pedang seketika seperti meledak tercerai berai, kiranya Kiamping
sudah berkeputusan untuk melancarkan Jit-lun-jut-seng,
gaya pertama dari Liat "jit-kiam-hoat yang lihay itu.
Seketika Go-hu-cu melihat bola matahari terbit didepan
matanya. Begitu terang benderang cahayanya sehingga kedua
matanya silau, pandangan menjadi gelap dalam hati dia sudah
mengeluh celaka, namun betapapun dia masih berusaha
menyelamatkan diri, badan berputar sembari melancarkan Liuhun-
koay-hoat (ilmu pentung mega mengalir) untuk menolong
diri, jurus ini bukan bertahan tapi justru balas menyerang
ketabir cahaya pedang lawan-
Liu-hun-koay-hoat merupakan ilmu kebanggaan Go-hu-cu
hasil daya ciptanya sendiri setelah menyelami berbagai ilmu
tongkat atau pentung dari berbagai perguruan silat lihay, hasil
kombinasi dari ciptaannya ini memang luar biasa lihay dan
kuat. Permainannya mengutamakan serangan untuk
mematahkan serangan lawan, bila permainan pentung sudah
dikembangkan dia tidak pernah mundur sebelum lawan
ambruk atau awak sendiri binasa. Dalam arena setombak
bayangan pentungnya mampu melukai lawan dengan
serangan yang mengejutkan.
Go-hu-cu yakin pentungnya cukup berat, permainannya
juga keras, pedang panjang macam apapun takkan kuat
menahan sekali ketukan senjatanya, walau dia rasakan daya
serangan pedang Liok Kiam-ping ini teramat ganas dan kokoh.
Namun dia masih berani menyelinap balas menyerang secara
kekerasan- Ternyata perhitungannya meleset, sebelum ujung
pentungnya mengenai tabir cahaya pedang lawan, segulung
arus panas tiba-tiba telah menindih badannya, napas seketika
terasa sesak. Matanyapun berkunang-kunang, saking takutnya
lekas dia menjengkang tubuh sambil kerahkan tenaga diujung
tumit kakinya, badannya rebah datar hampir menyentuh bumi,
ternyata pentung ditangan kanannya masih mampu balas
menyerang delapan jurus dengan serangan aneh pula.
Delapanjurus dilontarkan bersama sehingga menjadikan satu
gerakan- pada hal tujuh jurus diantaranya hanya serangan
gertak sambel, jurus terakhir barulah serangan mematikan
yang cepat dan keji. Bayangan pentung berlapis-lapis diudara merabu kedalam
tabir cahaya pedang, ternyata arus panas dari tekanan hawa
pedang lawan berhasil ditahannya sebagian besar, sayang
sekali tujuh jurus terdahulu dari permainan tongkatnya itu
hanya gerakan kosong belaka, sehingga jurus terakhirjuga
tidak bisa dilancarkan sepenuh hati, di mana cahaya kilat
menyamber, tahu-tahu pundaknya telah tergores luka
berdarah. Ditengah keluhan kesakitan dari mulutnya, gerak
pentungnya sedikit tertunda, namun jurus terakhir permainan
pentungnya pun telah mencapai gerakan yang berisi dan
kebetulan memapak batang pedang lawan, "Trang" ujung
pedang lawan berhasil digetar mumbul dua dim.
Liok Kiam-ping menghardik keras. Kakinya mengenjot
tubuh terapung, telapak tangan tertekuk lalu, menindih
dengan jurus Llong-kiap-sin-gan, segulung angin kencang
menindih batok kepala lawan- Pada hal saat itu gerakan Gohu-
cu terhenti sejenak karena luka-luka dipundaknya, di kala
tubuhnya berusaha membrosot pergi, kebetulan gerakannya
menyongsong datangnya tindihan telapak tangan Kiam-ping.
Sambil menggembor keras kedua tangan dia dorong keatas
dengan setaker tenaganya.
"Biang" ditengah ledakan dahsyat tampak saiju
beterbangan, terlalu besar tenaga yang dikerahkan Go-hu-cu
sehingga dia tergetarjatuh dan terbanting cukup keras di
tanah. Untung otaknya masih menyadari bahaya masih
mengancamjiwanya lekas dia menggelinding pergi beberapa
tombak. Syukurjiwanya selamat dari serangan dahsyat ini.
Jantung masih berdebar, pandangan juga terbeliak
sungguh tak pernah terpikir olehnya bahwa pemuda lawannya
ini memiliki Lwekang setangguh itu, terutama setelah dia
melancarkan ilmu pedangnya, tangan kiri masih mampu
melancarkan serangan aneh pula, gerakan dua tangan yang
memerlukan pemecahan konsentrasi kedua jurusan sungguh
cukup mengejutkan- Sudah tentu tak pernah terpikir olehnya bahwa berulang
kali Liok Kiam-ping mendapat penemuan aneh, dilandasi bakat
dan kecerdikan otak yang luar biasa lagi, kini Jin-tiok ji-meh
dibadannyajuga telah tembus, mendapat saluran tenaga
dalam dari padri sakti lagi Lwekangnya sudah bertaraf enam
puluhan tahun. Untung disaat dirinya menjengkang tubuh
sambil menjejak kaki berusaha lolos tadi kakinya terpeleset
oleh licinnya saiju sehingga gerakannya sedikit merandek.
Maka secara aneh dan kebetulan batok kepalanya luput dari
tindihan telapak tangan dan dirinya sempat menangkis dengan
kedua tangan, walau jiwa selamat tapi keadaannya sudah
cukup runyam. Sekilas ujung mata Liok Kiam-ping menangkap beberapa
gerakan bayangan orang dimulut lembah, gerak gerik mereka
tampak cepat dan tangkas, tahu bahwa bala bantuan Go-huTiraikasih
Website cu tengah mendatangi, jika la u bangsat tua ini lolos, kelak
pasti memerlukan banyak tenaga untuk menumpasnya. Begitu
kerahkan tenaga pada pedangnya Liok Kiam-ping mernb entak
sadis: "Hutang darah bayar darah. Setan tua, serahkan
jiwamu." Dengan jurus sip-yang-say-loh, ujung pedangnya
tampak bergetar memetakan jalur-jalur sinar pedang yang
mendengung mengancam berbagai Hiat-to besar didepan
dada Go-hu-cu. Meski hidup setua ini, sebagai bang kota n silat kelas tinggi
pula, kapan Go-hu-cu pernah menyaksikan gaya pedang
sedahsyat ini, saking gugup lekas dia menurunkan pundak
sambil menyontek dengan pentung, sekaligus dia mengamuk
dengan dua belas j urus serangan pentungnya, "cras, kras"
ditengah samberan angin kencang disertai suara yang ramai,
hawa udara seperti bergolak. Pentung panjang ditangan Gohu-
cu terpotong menjadi puluhan keping dan terlempar
keberbagai penjuru. Go-hu-cu menjerit ngeri sambil mundur sempoyongan,
tangannya tertabas buntung tepat sebatas sikut, sisa
pentungnya terbang beberapa tombak jauhnya, darah
mencucur bagai ledeng, saking kesakitan kedua bola matanya
melotot bundar beringas, badan menggigil keringat berketesketes,
perlahan-lahan tubuhnya terjungkal roboh dan
semaput. Tiba-tiba angin kencang memberondong dari berbagai
penjuru, puluhan deru senjata tajam meny amber tiba kearah
Liok Kiam-ping. Dengan tekanan suara berat Kiam-ping
membentak: "Kawanan tikus berani mati."
Mendadak tubuhnya melejit keatas sambil melancarkan
Liong-hwe-kiu-thian, sekaligus dia memukul tiga puluh enam
kali jotosan, ditengah samberan angin ribut terdengarlah
jeritan-jeritan orang yang meregang jiwa.
Penyergap gelap ini ternyata adalah anak murid Go-hu-cu
yang dibawanya dari Lam-hay, mereka kira dengan tenaga
orang banyak main keroyok seorang lawan, betapapun tinggi
kepandaian musuh pasti dapat mereka ganyang bersama.
Liok Kiam-ping menyerang dengan hati terbakar, makum
kalau perbawa serangannya dahsyat luar biasa, di mana angin
pukulan menyamber, jeritan saling susul pula orang terlempar
sungsang sumbel menemui ajalnya.
Sementara itu Go-hu-cu sudah siuman dari pingsannya,
wajahnya yang pucat masih menyeringai sadis hingga
kelihatan seram, melihat anak buahnya dibantai habis-habisan
sungguh pedih dan gusar bukan kepalang, sambil menahan
sakit lekas dia melompat berdiri.
Liok Kiam-ping menuding dengan pedang, dampratnya:
"Waktu kalian mengeroyok ciang-kiam-kim-ling dahulu,
pernahkah kalian membayangkan nasib kalian sekarang.
Katakan siapa biang keladi pengeroyokan itu?"
Go-hu-cu mendengus sekali, sambil tertawa bengis dia
memutar badan seraya berteriak: "Locianpwe, lekas kemari."
Belum habis dia bicara sambil berputar itu tangan kirinya
terayun, serangkum hujan sinar segera meluncur kebadan


Hong Lui Bun Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Liok Kiam-ping. Kiam-ping melenggong oleh teriakan pura-pura lawan,
mendadak dirasakan angin tajam merangsang badan. Lekas
dia kerahkan Kim-kong-put-hoay-sin kang melindungi badan,
mulut memoentak: "Bangsat kurcaci, cari mampus," dengan
jurus Sip-yang-say-loh ujung pedangnya sudah meluncur lurus
kedepan. Secara licik Go-hu-cu berusaha membokong lawan dengan
jarum-jarum berbisa, namun Am-ginya ternyata rontok oleh
hawa pelindung badan lawan, celaka pula ujung pedang lawan
tahu-tahu sudah menusuk tiba dan amblas kedalam dadanya.
Jiwa Go-hu cu amblas seketika. Pelan-pelan Kiam-ping
menarik pedangnya, di kala tubuh Go-hu-cu ambruk itulah
sebuah buntalan kuning menggelundung jatuh disamping
tubuhnya. Kiam-ping tahu itulah buntalan berisi Soat-lian yang
diberikan oleh Bong-seng kepada Go-hu-cu tadi sebagai
imbalannya menculik Suma Ling-khong. Kiam-ping jemput
buntalan itu tanpa diperiksa terus disimpan kedalam kantong
dan beranjak menuju ke kota
Menjelang magrib Kiam-ping sudah berada di hotelJut-lay.
Setelah menempuh perjalanan jauh dan mengalami
pertempuran sengit, sungguh badan teramat capai. Setelah
makan malam dia padamkan lampu terus beristirahat.
Dalam keadaan layap-layap tiba-tiba terasa adanya geseran
suara angin diatas genteng, Kiam-ping tahu ada sesuatu yang
tidak beres diluar tanpa mengeluarkan suara dengan lincah dia
melompat turun terus membuka jendela, sekali tutul tubuhnya
sudah meluncur keluar, ditengah udara dia menggeliat sambil
bersalto hingga tubuhnya mumbul pula beberapa kaki,
ditengah udara tubuhnya berputar lurus dengan enteng
hinggap diatas genteng, didengarnya sebuah suara tertawa
dingin dari arah kiri beberapa tombak jauhnya, begitu dia
menoleh bayangan hitam tampak berkelebat menghilang
dikegelapan. Orang itu sembunyi ditempat gelap dan sengaja hendak
mempermainkan, karuan Kiam-ping merasa dongkol, lekas dia
kembangkan Ginkang mengudak kencang. Ternyata Lwekang
dan Ginkang orang itu juga sama tinggi, hapal daerah sekitar
sini pula, dengan dia bermain petak terus ngacir ke arah
barat, sesampai ditembok kota berputar kearah selatan-
Walau Ginkang tinggi, karena tidak hapal keadaan, lawan
bermain petak secara licin lagi maka susah buat Kiam-ping
untuk menyandaknya. Kebetulan didepan menghadang sebuah
hutan gelap. Bayangan itupun meluncur masuk ke sana.
Dengan gusar Kiam-ping lantas membentak: "Tokoh kosen
dari mana kau, silakan keluar, kalau membandel terpaksa
cayhe..." "Anak muda," sebuah suara berkumandang dari dalam
hutan, "sambut ini." Segulung bayangan putih lantas
menyambar. Kiam-ping ulur tangan meraih bayargan putih itu, kiranya
segulung kertas. Dimana tertulis demikian: "Tengah malam
dikala bulan purnama tepat dicakrawala tiga hari lagi, kami
tunggu kedatanganmu di Tho-te-blo di kota barat, tertanda
Khong-tong-sam-kiam."
Kiam-ping tahu urusan lantaran matinya Pi-san-khek yang
dibunuhnya tempo hari, maka dia bergelak tertawa, serunya
angkuh: "orang she Liok akan datang tepat pada waktunya, yakinlah
kalian tidak akan kecewa." Tanpa bicara lagi segera dia putar
balik kedalam hotel, ternyata kokok ayam sudah bersahutan
didalam kota, hari menjelang fajar.
Baru saja dia merebahkan badan, sebuah suara serak tibatiba
didengarnya bicara di jendela sebrang kamarnya: "Losam
hayo bangun, siapkan kereta untuk berangkat, bukankah
sebelum petang kita harus tiba di Ting-Jwan, memangnya kau
lupa " cilaka bila kita tersusul oleh keempat tua bangka tak
mau mampus itu, aku tak berani membayangkan akibatnya."
Suara orang ini gerak dan tidak keras, tapi dipagi yang
hening ini ketambahan pendengaran Liok Kiam-ping amat
tajam maka dia mendengar jelas perkataannya. Batinnya:
"Empat tua bangka tak mau mampus " Mungkinkah... "
Sesaat lagi didengarnya kesibukan dikamar sebrang,
pelayan datang bantu menggotong sesuatu benda-benda
berat dinaikkan keatas kereta, diam-diam Liok Kiam-ping
tersenyum dalam hati. Setelah kereta orang itu berangkat
haripun sudah terang tanah, Kiam-ping tidak tergesa-gesa,
dengan kalem dia membersihkan badan dan sarapan pula,
setelah membayar rekening baru dia melanjutkan perjalanan
naik kuda. ---ooo0dw0ooo--- Belasan li setelah keluar kota, sebuah kereta hitam yang
ditarik dua kuda telah tersusul tak jauh disebelah depankereta
itu seperti dibungkus kain hitam saja karena empat
penjuru terbalut kain hitam.
Dua lelaki kekar berwajah bengis duduk didepan kereta,
satu memegang tali kendali yang lain mengayun pecut,
pakaian mereka ketat dengan topi rumput ditekan rendah,
namun jelas keadaan mereka cukup menyolok.
Kereta itu dilarikan cukup cepat mes kij a la nan d is ini
tidak rata, pecut terus berdentam diudara sehingga kedua
kuda penarik kereta berlari kesetanan kearah utara.
Menjelang lohor kereta tertutup itu tiba disebuah lekuk
gunung yang membelok kekanan, tiba-tiba seorang
membentak dibelakang kereta: "Hai, hentikan kereta, siapa
yang disembunyikan dalam kereta ?"
Sebelum kereta sempat dihentikan, sais kereta merasa
angin menyambar lewat disamping kereta. Mendadak
dilihatnya seorang pemuda bagus berdiri tolak pinggang tak
jauh didepan kereta. Legalah kedua hati sais kereta, sambil
menyeringai laki-laki disebelah kanan tertawa dingin,
jengeknya: "Ditengah jalan "raya, siang hari bolong lagi, siapa
yang berada didalam kereta, memangnya apa sangkut,
pautnya dengan kau?" pecut ditangannya sudah terayun,
temannya menarik tali kendali sehingga kuda sedikit
menyingkir kesamping hendak menerobos lewat.
Karuan tambah besar rasa curiga Liok Kiam-ping, lekas dia
dorong kedua tangan, hingga kedua ekor kuda seperti ditahan
oleh tembok hawa yang kokoh, sambil meringkik panik kedua
kuda itu berdiri dan berjingkrak binal, karuan kabin kereta
yang enteng itu ikut tertarik dan ketubruk ambruk jumpalitan,
kedua sais itupun terlempar beberapa tombak jauhnya .
Ternyata kepandaian kedua sais ini cukup lumayan- begitu
badan menyentuh bumi mereka sudah melompat bangun pula.
Mata terbelalak mengawasi sipemuda. Begitu kereta ambruk
dari dalam kereta menggelundung keluar sebuah buntalan
kain-panjang yang bergerak-gerak.
Berdiri alis Liok Kiam-ping, lekas dia memburu maju sekali
jambret dia robek, buntalan kain itu, maka tampak seraut
wajah pemuda putih cakap. Beralis lentik tegak seperti
pedang, kedua matanya berkedip tak bercahaya.
Seketika timbul amarah Liok Kiam-ping, sebat sekali dia
melompat membalik kesana sambil ulur tangan, kelima jarinya
mencengkram tulang pundak salah seorang lelaki seraya
membertak: "Katakan, siapa yang suruh kalian melakukan
penculikan ini?" Lelaki itu bandel dan beringas, makinya: "Anjing cilik, tuan
besarmu tidak siaga berhasil kau sergap. Boleh kau bunuh aku
saja, jangan harap dapat keterangan dari mulutku "
Sudah tentu makin membara amarah Kiam-ping, sedikit
tambah tenaga, kelima jarinya amblas kekulit daging pundak
orang, saking kesakitan lelaki itu meringis kesakitan, keringat
dingin membanjir. Laki-laki temannya itu mendadak menggerung gusar seraya
menggerakkan kedua tangan sambil menubruk maju. Lebih
berkobar amarah Liok Kiam-ping, dimana telapak tangannya
terayun "Plak" jeritan terdengar cukup mengerikan, batok
kepala orang itu ditempelengnya pecah danjiwa melayang
seketika, mayatnya terlemparjauh menggelinding kebawah
selokan- Melihat temannya binasa, lelaki yang menyergap itu
menjadi pecah nyalinya, tubuhnya kebacut menubruk itu lekas
dijatuhkan keping gir terus menggelinding kebawah selokan
pula. "Byuuur" dengan selulup dalam arus air yang deras dia
berhasil menyelamatkan diri.
Menolong orang lebih penting maka Kiam-ping biarkan saja
orang itu menyelamatkan diri, lekas dia keluarkan si pemuda
dari buntalan kain serta membersihkan segulung kapas diatas
kepalanya, didalam kapas ternyata terdapat obat bius, setelah
gulungan kapas disingkirkan maka pemuda itupun siuman-
Kiam-ping mencopot kuda penarik kereta, bersama si pemuda
mereka langsung menuju ke kota Tayli.
Pemuda itu bukan lain adalah Suma Ling khong. Sejak kecil
ayahnya pergi tidak pernah pulang, maka dia bertekad
meninggalkan rumah mencari sang ayah, dikala dia
mengembara dan tiba dikota Lam-jang, karena kelaparan,
sang u habis pula akhirnya dia diterima menjadi pembantu di
Hong-jang Piauwklok, pemilik Piauwklok adalah Thi-cay-kimhoa
(Pelor emas jari besi) Ji Thiansiu.
Suma Ling- khong memang pemuda cerdik pandai, otaknya
encer, setiap senggang para Piausu latihan silat, selalu dia
menyempatkan diri menonton diam-diam, lama kelamaan dia
hapal dan mahirjuga akan permainan ilmu silat beberapa
Piausu itu, dasar jiwanya lapang supel dan suka bergaul lagi,
maka para Piausu itupun suka rela memberi petunjuk
kepadanya, tanpa merasa beberapa tahun telah berselang,
latihan silatnya ternyata sudah memperoleh pupuk dasar yang
lumayan, sayang belum menemukan guru pandai.
Bulan yang lalu secara tidak sengaja Go-hu-cu memergoki
pemuda ini ditengah jalan, sebagai ahli silat pandangannya
cukup tajam, diam-diam dia merasa kaget dan heran akan
bakat tulang pemuda yang jarang ditemukan ini, lalu dia
menyergapnya dan menutuk Hiat-tonya, hari itu juga dia bawa
pemuda itu ke In-lam, maksudnya hendak diserahkan kepada
Bong-seng untuk barter dengan beberapa kelopak soat-lian
Liok Kiam-ping memperkenalkan dirinya. Maka selanjutnya
kedua pemuda itu hidup berdampingan saling membahasakan
saudara. Usia Kiam-ping lebih tua maka dia menjadi kakak.
---ooo0dw0ooo--- Tanpa merasa tiga hari sudah menjelang.
Begitu petang mendatang rembulanpun telah menongol
dari peraduannya memancarkan cahayanya yang benderang.
Sesosok bayangan tampak melesat terbang dari dalam
kota, gerakannya lincah, berlompatan sambil berlari kencang
diwuwungan rumah penduduk. arahnya kearah barat, manusia
biasa pasti takkan mampu mengikuti gerak kecepatannya.
Lekas sekali, bayangan itu sudah tiba dipintu kota barat terus
meluncur keluar kota, arahnya tetap kebarat lurus.
Kira-kira semasakan air bayangan itu membelok kekiri
menuju keatas bukit dan melompat kepucuk pohon yang
paling tinggi. dari puca k pohon dia celingukan, lapat-lapat
dilihatnya jauh diujung hutan sebelah barat ada sebentuk
bayangan hitam gelap yang berdiri angker diantara lebatnya
hutan, maka dia membatin: "Mungkin itulah Tho-te-blo yang
dijanjikan kawanan iblis itu."
Dengan bersiul panjang sesosok bayangan putih tampak
meluncur dengan kecepatan kilSat menyambar, ditengah
udara kaki kiri memancal kaki kanan, maka tubuhnya melesat
pula lebih kencang kedepan, beberapa kali lompatan
berjangkit bayangan putih itu sudah meluncur turun didepan
sebuah biara kecil. Tengah dia celingukan dan pasang kuping, dari dalam
hutan mendadak berkumandang sebuah tawa dingin: "Anak
muda ternyata dapat dipercaya, datang menepati janji, sayang
datangmu dengan rasa senang, pulangya bakal diusung
sebagai mayat. Dari samping biara diantara gerombolan
pohon pelan-pelan beranjak keluar tiga orang tua dengan
berpakaian aneh, wajah bengis punggung memanggul
pedang, setombak didepan Liok Kiam-ping mereka berhenti.
Begitu berhadapan Liok Kiam-ping lantas merasa muak.
melihat tampang mereka ia tahu ketiga orang inijelas bukan
manusia baik-baik, namun dia menahan sabar dan bertindak
menurut aturan Kangouw, sapanya dengan tertawa: "Siapa
kalian " untuk urusan apa mengundang cayhe kemari?"
"Lohu bertiga Khong-tong-sam-kiam (tiga jago pedang dari
Khong-tong), yakin kau pernah dengar julukan kami, tentang
persoalan apa kami mengundangmu kemari, anak muda,
kurasa tak usah kau berpura-pura pikun, Pi-san-khek The
Hong apakah menemui ajalnya ditangan orang-orang Honglui-
bun kalian ?" "Kejadian memang demikian, biarlah cayhe seorang yang
tanggung jawab." "Ada permusuhan apa kau dengan dia, sampai hati kau
membunuhnya?" "Sebagai insan persilatan, berduel di tengah laga kalau
tidak terluka tentu mati, siapa suruh dia membantu manusia
lalim melakukan kejahatan, kematiannya merupakan ganjaran
setimpal. "Ganjaran setimpal apa. Anak muda tahukah kau aturan
Kangouw, hutang darah harus bayar darah."
"Jadi kau menuntut balas kematiannya" Lalu bagaimana
dengan pertanggungan jawab ciangbun kalian waktu ikut
mengeroyok ciang-kiam-kim-ling dulu "'
"Keparat, tak usah banyak bacot, mari kita tentukan kalah
menang dengan kepandaian."
"Boleh, untuk ngirit tenaga, boleh kalian maju bersama.."
Sudah puluhan tahun Khong-tong-sam-kiam menggetar
dunia persilatan wilayah barat, kapan pernah dihina begini
rupa, karuan amarah mereka memuncak. satu sama lain saling
lirik sekejap lalu membentak bersama: "Keparat, kau memang
ingin mampus." "sret" tiga jalur pedang seketika menusuk
bersama kearah Liok Kiam-ping.
Kiam-ping menyurut mundur tiga tindak di mana tangan
kanan terangkat Liat-jit-kiam sudah terlolos ditangan- Badan
tampak berkisar lengan kanan menyabet pedangnya balas
menusuk ketiga lawan, gaya serangannya jauh lebih cepat,
lihay dan mengeluarkan samberan angin kencang. Hawa
pedang seketika saling s amber dan bergelut dengan ketat
dalam pencaran cahaya benderang, empat batang seperti
empat ekor naga yang lagi bertempur diangkasa, naik turun,


Hong Lui Bun Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berputar dan saling terjang.
cepat sekali tiga pulah jurus telah berselang, Kiam-ping
mengencangkan gerakan pedangnya sambil menambah
tenaga hingga serangannya tampak lebih berwibawa, tiga
lawannya di desak mundur membela diri. Bahwa serangan
musuh mendadak tambah gencar. ketiga lawan itu segera
meng konsentrasi segala daya kemampuan, satu sama lain
memberi isyarat rahasia maka serempak mereka
mengembangkan Sam-jay-kiam-hoat.
Sam-jay-kiam-hoat adalah ilmu pedang Khong tong-pay
yang tidak sembarang diturunkan kepada murid didiknya,
barisan pedang ini mengutamakan saling isi dan menjaga
keserasian permainan satu dengan yang lain, gerak g eriknya
aneh dan berantai. kalau kepala diserang ekornya membelit,
kalau ekor yang diserang kepala balas memagut, selincah ular
selicin belut, lihay tapi juga ganas.
Seketika Kiam-ping rasakan hawa pedang lawan laksana
gugusan gunung saja menindih dari empat penjuru, gerak g
erik pedangnya terasa berat dan tertahan- Sambil meronta
Kiam-ping menjerit keras, tenaga tersalur dari pusar sehingga
hawa jeritannya seperti menggetarkan semesta, sekali enjot
kaki badannya mumbul keudara sementara pedang
melancarkan jurus Jit-lun-jut-seng, tabir cahaya pedang
berkembang lebar laksana jala menungkrup turun, sementara
telapak tangan kiri ikut menyerang dengan jurus Liang-kiapsin-
gan membelah musuh yang berada diujung kiri.
---ooo0dw0ooo--- "Trang" sebatang pedang mencelat tinggi keudara, Lo-toa
tampak menggelinding jatuh setombak lebih, tiga jari
tangannya terpapas buntung, darah tampak mengalir deras,
saking kesakitan dia kertak gigi sambil melompat berdiri.
Dalam waktu yang sama "Blang" disusul sebuah jeritan pula,
badan Losam yang gede itu mencelatjauh terbanting ditanah
rebah tak bergerak lagi, jelas terpukul luka parah. Hanya Lo-ji
yang masih berdiri ditempatnya dengan menjublek, kedua
bola matanya melotot bundar mengawasi lawan-
Tampak Liok Kiam-ping memeluk pedang berdiri sekokoh
gunung, gagah perkasa, wajahnya tampak kereng berwibawa,
Loji merinding dibuatnya kala beradu pedang dengan sorot
matanya. Lekas dia tenangkan hati lalu menyeringai sadis
katanya: "Selama gunung tetap menghijau, hadiah
tabasanpedang dan pukulan tangan hari ini pasti akan datang
suatu hari kami akan menuntut balas kepadamu." lalu dia
panggul Losam memapah Lotoa berjalan pergi tertatih-tatih
ditelan kegelapan didalam hutan. Liok Kiam-ping tertawa
bingar serunya "Setiap saat akan kutunggu kalian di Kui-hun-ceng. Hari ini
sementara kutitip batok kepala kalian, jikalau kalian bernyali
kecil musim rontok tahun depan tuan muda ini pasti meluruk
ke Khong-tong membuat perhitungan dengan pihak Khongtong
kalian." Belum lenyap gema suaranya, tubuhnya sudah melejit
tinggi keudara, di kala lenyap suaranya, bayangannya sudah
meluncur enam puluhan tombak jauhnya. Langsung dia
kembali ke hotel masuk kekamar lewatjendela. Tanpa ganti
pakaian dia duduk samadi diatas ranjang, menjelang fajar dia
sudah rampung dengan samadinya, dilihatnya Suma Lingkhong
masih tidur nyenyak. pikirannya jadi gundah: "Tulang
adik Ling-khong memang berbakat berlatih silat, laksana batu
akik yang belum diasah, kalau sudah jadi tentu murni dan
cemerlang, masa depannya tidak bisa diukur."
Fajar telah menyingsing, angin utara menghembus tetap
santer, meski cuaca cerah ceria, namun hawa udara masih
tetap dingin. Dua ekor kuda hitam putih tampak di congklang keluar kota
menuju kepintu barat kota Tayli terus dipacu menuju ke Tiamjongsan.
Mereka bukan lain adalah Liok Kiam-ping dan Suma Lingkhong.
Propinsi in-lam merupakan dataran tinggi, merupakan
gunung gemunung yang sambung menyambung laksana gajah
beriring. Mereka terus meg congklang kuda dijalan
pepunungan yang naik turun dan lika liku. Pegunungan
didaerah Tayli terkenal, sebagai penghasil batu-batu marmer
yang bermutu baik, semakin tinggi keadaan jalan semakin
buruk. kuda tidak bisa dinaiki lagi. terpaksa mereka turunjalan
kaki, kuda ditinggal dilamping gunung. Dengan mengembang
Ginkang mereka terus memanjat naik kepuncak dengan
gerakan gesit dan tangkas.
Lekas sekali mereka sudah tiba diatas puncak, angin terasa
menghembus lebih kencang seperti mengiris kulit, daerah
inijarang dijelajah manusia, yang terdengar hanyalah deru
angin dan rabang binatang serta lolong serigala. Kiamping
berdua bukan bermaksud menikmati pemandangan alam,
maka mereka beruntun melampaui dua puncak terus menuju
kearah selatan, pegunungan tandus yang berbatu-batu ini
semakin sulit dicapai, tiada jalan untuk dilalui. Akhirnya Liok
Kiamping berhenti, menerawang dan berpikir: "Tempat ini
kira-kira tinggal sepuluh li lagi dari kota, arah yang kutuju
sesuai yang ditujukkan oleh Goantay-beng, kenapa daerah ini
begini belukar "' Setelah memperhatikan keadaan sekeliling, dilihatnya
dibalik ngarai sebelah kanan sana dataran gunung kelihatan
lebih rendah dan lapang, kelihatannya adajejak kehidupan
manusia di sana. Maka dia bergerak ke sana melalui celah dua
karang besar dengan keentengan tubuh mereka terus
menyelinap kesebelah kanan-
Dataran lapang disebrang gunung sudah kelihatan didepan
mata. tapi bagi Suma Ling-khong terasa amat payah untuk
mencapai jarak yang tidak begitu jauh maklum Lwekang dan
kepandaiannya memang masih jauh dibanding kemampuan
Liok Kiam-ping. Sesulutan dupa kemudian, mereka baru tiba diperut
gunung. di sini keadaan juga agak datar, semula merupakan
sebuah dasar lembah cipta a n alam namun luas dasar lembah
ini memang mengagumkan, kedua puncak gunung yang
sebrang menyebrang tampak mencakar langit, bentuknya
seperti dua saka raksasa yang menunjang langit, mulut
lembah sempit, menjurus kesebelah kiri seperti terdapat
sebuah jalanan gunung kecil yang tembus kedasar lembah,
cukup seorang berjaga atau bertahan dimulut lembah, meski
berlaksa pasukan besarpun jangan harap bisa menerjang
masuk kedalam, keadaan memang cukup berbahaya dan
strategis. Liok Kiam-ping sudah bertekad bulat.
"Hayo masuk." katanya terus mendahului menyelinap
kedalam. Suma Ling-khong mengintil dibelakangnya. Kira-kira
ratusan tombak kemudian, dasar lembah semakin menyempit,
kepulan asap semakin tebal sehingga mengganggu pandangan
mata. Setiba diujung lembah, ditanah berserakan abu dan
kayu arang serta genteng dan bata, jelas di sini dulu pernah
ada orang tinggal. Pada hal dinding gunung tinggi, kabut tebal mengambang
rendah, hakikatnya sukar meneliti dan mencari atau
menemukan sesuatu gua, atau tempat tinggi yang diharapkantapi
Liok Kiam-ping cukup sabar meneliti keadaan sekitarnya,
kebetulan angin menghembus lalu membawa kabut tebal
sehingga secercah sinar mentari menerobos masuk menyinari
sebuah batu putih besar disebrang sana, meski hanya sekilas
sudah cukup bagi Liok Kiam-ping untuk menentukan arah,
segera dia melompat tinggi naik keatas batu karang putih itu.
---ooo0dw0ooo--- Berkat ketelitiannya diatas batu putih ini dia temukan
ukiran sebuah naga hitam begitu indah dan bagus sekali
ukirannya, diatas batu karang itu seperti hidup saja lebih
menggirangkan lagi karena bentuk ukiran naga diatas batu ini
mirip dengan yang berada didalam Hiat-llong-po-glok miliknya.
Karuan bukan kepalang riang hati Kiam-ping, kebetulan sinar
mentari menyorot masuk pula melalui celah kabut tebal tepat
dipucuk cakar naga yang terpentang ke depan-
Tanpa menyia-nyiakan kesempatan Kiam-ping lantas tekan
tangan tepat diujung cakar naga. Sekonyong-konyong
terdengarlah suara gemuruh dan keriut nyaring, sebuah papan
batu disebelah samping batu karang mendadak melesak turun
kebawah dan mencuatlah sebuah lobang gua. Dimulut lobang
gua diatas dinding karang berukir empat huruf berbunyi: "Th
ia n-tok-piat- h u. "
Sungguh senang Liok Kiarn-ping bukan main, tanpa ragu
segera dia melangkah masuk menuruni undakan batu yang
menurun berputar dan berliku entah betapa dalamnya,
ratusan undakan kemudian waktu mereka berputar keka nan
terdengar pula suara gemuruh, waktu mereka angkat kepala
papan batu diatas-pintu gua itu ternyata telah menutup
sendiri. Jalan keluar sudah buntu, terpaksa mereka harus
terus maju. Lorong gelap diperut gunung ini ternyata cukup panjang
dan semakin dalam menjorok kebawah, hawa lembab dan
dingin, dinding di kana kiri lorong ternyata licin dan halus
seperti kaca layaknya, jelas memang manusia yang
membangun lorong panjang ini. Setelah belok beberapa kali
pula, lorong makin sempit dan mulus mendatar, didepan
mencegat sebuah Hlolo batu setinggi manusia.
Kiam-ping tertegun sejenak. dia heran lalu maju sambil
angkat kedua tangan pegang kedua kuping hlolo lalu berputar
kekanan kiri. Maka terdengarlah suara keras seperti ada
sesuatu benda yang anjlok- Hlolo batu ini berputar sendiri dan
menggeser kesebelah kanan mepet dinding.
Diatas tanah dimana tadi hlolo berada terdapat ukiran
beberapa huruf yang berbunyi kiri tiga kanan empat tengah
melintang, Kiam-ping tidak sempat perhatikan dan tidak tahu
apa makna ukiran huruf itu, buru-buru dia terus beranjak
maju tanpa sangsi. Beberapa langkah kemudian dia menemukan lorong
bercabang, keadaan semakin ruwet dan bola k balik. Tapi
Kiam-ping tidak banyak pikir dia terus maju setiap ada jalanentah
belok kiri atau putar kekanan, kira-kira setanakan nasi
kemudian ternyata mereka putar kembali ketempat semula,
hiolo batu masih tetap mepet dinding.
Keringat sudah membasahi jidat Suma Ling-khong,
napasnya juga sedikit tersengal. Baru sekarang Kiam-ping
menyadari gelagat yang tidak menguntungkan, tapi otaknya
memang encer, tiba-tiba tergerak hatinya, sekilas dia melirik
ukiran huruf ditanah itu, hatinya lantas paham duduk
persoalannya." cepat dia gandeng tangan Suma Ling-khong, setiap tiga
langkah belok kekiri, maju empat langkah belok kekanan,
setelah maju pula tujuh langkah terus melintang ketengah.
Secara beruntun dia lakukan tiga kali. Betul juga akhirnya dia
keluar dari lorong batu ini dan tiba diujung lorong.
Diluar lorong keadaan lebar dan berada disebuah kamar
batu besar yang luasnya lima tombak. Empat butir mutiara
sebesar telur angsa terpasang diempat penjuru dinding
dengan pancaran cahayanya yang benderang, sehingga kamar
batu ini seperti berada disiang hari bolong saja. Kamar
sebesar ini ternyata kosong melompong, Kiam-ping berdua
lantas merasa hambar, sejenak mereka celingukan serta
berdiam diri, maka didengarnya gemericik suara air, tapi sukar
ditentukan dari mana datangnya suara air.
Kiam-ping berdua jalan berdampingan mulai dari kiri
meneliti sekali putaran tapi tidak menemukan apa2, dikala
mereka beranjak ketengah ruangan, terasa lantai dimana
mereka berpijak seperti bergerak, maka terdengarlah suara
gemuruh. Sebuah batu raksasa ribuan kati tepat ditengah
langit-langit ruanganjatuh menindih kepala mereka.
Kiam-ping menghardik: "Lekas menyingkir," sekenanya dia
menarik Suma Ling-khong sambil menjejak kaki, secepat kilat
dia melompat menyingkir, tepat d isaat kakinya menyentuh
tanah, batu raksasa itupun sudah amblas dengan suara
gemuruh menggoncangkan seluruh kamar batu. Batu putih di
mana tadi Kiam-ping berdua berdiri pecah dan retak, dari
bawah menyembur beberapa jalur mata air yang deras
menyentuh langitlangit kamar.
Belum lenyap rasa kaget mereka, tiba-tiba dirasakan sepatu
mereka basah, ternyata dalam sekejap kamar batu ini sudah
digenangi air. Kiam-ping melenggong, katanya: "Kita harus lekas mencari
jalan keluar, tinggalkan dulu tempat ini.' Sambil menggandeng
Suma Ling-khong dia melompat keatas batu raksasa yang
anjlok dari atas. Sementara itu air sudah semakin tinggi. semburan airpun
makin mereda dengan makin meningginya genangan air,
namun sumber air semakin besar dan lobangpun makin
meluas, sekejap lagi batu besar inipun bakal tenggelam.
Padahal jalan mundur sudah tersumbat, air sudah
memenuhi kamar batu ini, dalam beberapa kejap lagi mereka
bisa mati tenggelam dikamar batu ini. Dasar cerdik dalam
menghadapi jalan buntu ini tiba-tiba timbul akalnya. Terasa
dari lobang dimana tadi batu raksasa ini jatuh angin dingin
menghembus turun, keadaan diatas gelap gulita tidak tahu
menembus kemana lobang besar dilangit-langit kamar, tapi
Kiam-ping tidak peduli lekas dia peluk pinggang suma Lingkhong
seraya membentak: "Naik." Laksana roket badan
mereka menembus lobang gelap itu, ditengah udara dia
menggeliat pinggang terus berputar datar, dikala badannya
meluncur turun kakinya sudah hinggap ditempat keras.
Ternyata disebelah atas kamar batu terdapat dunia lain-
Hawa dingin menusuk tulang. Kiam-ping berdua menarik
napas lega, sekilas mereka celingukan baru melihat jelas
keadaan sekeliling. Ternyata mereka berada disebuah lembah mati, yang
dikelilingi oleh dinding gunung yang curam dan tinggi
menembus mega, dasarnya adalah batu marmer yang
mengkilap hasil kerja tangan manusia Tapi jelas lembah ini
buntu tiada jalan tembus keluar. Belasan tombak disebelah
depan berdiri sebuah bangunan berbentuk mirip kelenteng
yang menempel dinding gunung, seluruhnya terbuat dari batu
marmer yang ditatah dan dipahat kelihatannya begitu angker
dan megah. Cahaya matahari menjelang magrib masih sempat
rnenyinari lembah buntu ini, seluruh lembah diliputi halimun
tipis. pemandangan tampak mempesona. Setelah putar kayuh
setengah harian diperut gunung Kiamping dan Suma Lingkhong
sudah cukup lelah, merasa lapar, lekas mereka


Hong Lui Bun Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

beristirahat dan makan rangsum kering.
Dengan menghela napas Liok Kiam-ping berkata: "Lembah
buntu ini ternyata dibangun semegah ini, betapa
mengagumkan proyek besar ini, pasti banyak mengorbankan
banyak keringat dan tenaga, beruntung kita lolos dari bahaya,
tak nyana terkurung pula dilembah mati ini, burungpun takkan
bisa keluar dari sini.' Lantas dia membatin.
"Dalam istana marmer itu mungkin ada pintu rahasia untuk
keluar, kalau tidak mana mungkin pembuat lembah buntu ini
keluar masuk." Suma Ling-khong yang selama ini tidak berkomentar
mendadak bicara: "Daripada terkurung di sini, marilah kita
maju lebih jauh kedalam istana itu."
Maka berendeng mereka melangkah masuk kedalam pintu
gerbang istana yang megah itu, mereka masuk dari kanan kiri.
istana ini dibangun diperut gunung pula, jelas tiada celah
lobang sedikitpun, pintunya tertutup rapat, suasana sunyi tak
terdengar suara apapun, begitu sepi dan lengang sehingga menimbulkan rasa curiga
dan was-was. Tiba-tiha Suma Ling-khong bersuara kaget, serunya: "Pingko,
coba kau kemari, lihat apa ini"' ,
Lekas Kiam-ping memburu datang dan memeriksa, pada
dinding kanan terukir pula seekor naga, besar kecil dan
gayanya mirip dengan ukiran naga di batu karang diluar tadi.
Tanpa banyakpikir dengan gagang pedang Kiam-ping
memukul badan naga, suaranya mendengung jelas dibalik
dinding adalah tempat kosong. Bila gagang pedangnya
mengetuk cakar naga serta menekannya sedikit, dinding itu
mendadak melesat ke dalam, maka terdengarlah suara
gemuruh, pintu gerbang istana pelan-pelan terpentang ke
kanan kiri. Sebat sekali mereka lantas melompat masuk
kedalam' baru beberara langkah mereka beranjak terasa angin
ribut dibelakang dan ...'Blam." pintu gerbang raksasa itu
menutup rapat pula. Dalam istana terang benderang oleh cahaya mutiara diatas
dinding dan langit-langit, menakjubkan adalah adanya mutiara
itu terpadu dalam beberapa warna, merah, hijau, kuning, biru,
dan jambon sehingga menciptakan panorama yang indah
didalam ruang istana ini.
Bentuk ruang istana ini memanjang kedalam. Tepat
ditengah pada ujung ruangan mepet dinding sana terdapat
sebuah pembaringan batu marmer, diatas pembaringan duduk
bersimpuh seorang lelaki tua berwajah bersih berjubah
kuning, alisnya memutih turun menjulai panjang, jenggot
panjang menyentuh dada, kedua matanya terpejam mirip
padri sakti sedang bertapa.
Kiam-ping batuk-batuk kering dua kali lalu melangkah
mendekat, serunya sambil menjura: "Generasi muda angkatan
baru Liok Kiam-ping bersama adik angkat Suma Ling-khong
menyampaikan sembah sujud kepada Lotiang yang mulia."
habis bicara dia menyingkir kesamping berdiri tegak
menunggu jawaban- Tunggu punya tunggu orang tua itu tetap duduk diam tidak
bergerak seperti tidak mendengar atau melihat kehadiran
mereka. Maka dia ulangi lagi sampai tiga kali. Tetap tidak
melihat reaksi slorang tua maka dalam hati Kiam-ping
menggerutu. Akhirnya dia memberanikan diri melangkah dekat
serta ulur tangannya menyentuhnya, jubah kuning itu lantas
rontok menjadi abu dan kelihatanlah kulit badannya yang
sudah mengering, ternyata orang tua ini sudah lama
meninggal, mungkin sudah banyak tahun sehingga
pakaiannyapun luruh di makan waktu. Disamping
pembaringan terdapat sebuah meja batu, diatas meja ditaruh
sebuah kotak besi dan sebuah botol porselin, kotak besi ini
tertutup rapat tiada lobang kuncinya jadi susah untuk
membukanya, tapi Kiam-ping tidak kalah akal, dia keluarkan
cui-le-kiam lalu mengirisnya satu lingkaran, sekali ketuk pula
kotak besi itu eg era menjeblak terbuka.
Didalamnya berisi sejilid buku hersampul biru terbuat dari
kulit kambing, tepat di tengah sebelah atasnya berjajar empat
huruf "Thian-gwa-cin-king" dalam gaya tulisan kuno. Dibawah
buku terta ruh pula selembar kain sutra tipis, diatas kain padat
tulisan-tulisan huruf kecil yang berbunyi: "Aku adalah Sute
ciang-kiam-kim-ling bernama In-liong-kiu-sian Tio Thian-hou,
kami mendapat pendidikan perguruan bersama, karena
memperebutkan kedudukan ciangbun, maka kami bertanding
dan aku dikalahkan, membawa adat kemauan sendiri, aku
mencuri lambang kebesaran perguruan, sehingga
menimbulkan bencana dunia persilatan, berbagai perguruan
silat saling berebutan karenanya, sejak kejadian yang harus d
isesalkan itu, meski lambang kebesaran perguruan sudah
dikembalikan, namun ciangbun Suheng ciang-kiam-kim-ling
sudah keburu menjadi korban pengeroyokan kawanan
penjahat di Tay-pa-san. Sejak itu Wi-liong-pit-sin dan Hiatliong-
giok- ling juga lenyap di kalangan Kangouw. Bencana
gara-gara perbuatanku yang brutal sehingga perguruan kita
runtuh total, sungguh sesal kesalahanku tak terampun lagi,
maka aku bersumpah untuk bertobat ditempat ini, selama
hidup takkan berkecimpung lagi di Kangouw. Kiu-yap-cilan dan
Thian-gwa-cin-king yang kuperoleh setelah hari tuaku
kutinggaikan di sini untuk kuberikan kepada sesama
perguruan yang punya jodoh sebagai penebus dosa-dosaku di
masa lalu. "Thian-gwa-cin-king adalah ciptaan Thian-gwa-sin-mo yang
hidup dua ratus tahun yang lalu hasil kombinasi yang dia
himpun dari inti sari berbagai perguruan silat tinggi baik aliran
putih maupun golongan hitam.
Apa yang termuat dalam buku pelajaran ini merupakan ilmu
sakti mandraguna yang tiada taranya. Semoga ilmu sakti ini
berguna untuk menunjang kebenaran memberantas
kejahatan, pelaj arilah secara lurus dan murni.
"Gambar ukiran diatas dinding adalah Ling-hi-poa-hoat,
untuk meyakinkan Ginkang ini harus memiliki pupuk dasar
pergantian napas ditengah udara, ketambah makan Kiu-yapTiraikasih
Website ci-lan baru akan berhasil mencapai taraf yang paling tup,
dalamjangka dua bulan harus berhasil secara meyakinkan-
"Pintu batu sudah tertutup, tiada jalan keluar, dua bulan
kemudian boleh menggeser batu raksasa dibela kang dinding
ranjang batu ini. dan keluar dari lorong rahasia. Pil obat
didalam botol dan sari batu yang yang terdapat dilekuk meja
dapat dimakan dan di minum sebagai penahan lapar. obatobatan
di botol-botol kecil merupakan obat mujarab untuk
menyembuhkan segala luka dalam dan peranti pemunah
racun, boleh digunakan bila perlu.
"Bagi slapa yang berjodoh memperoleh semua
peninggalanku ini harus bekerja demi kepentingan perguruan
serta mengembang luaskannya. Dilarang berbuat jahat, lalim
dan tamak, apalagi mencontoh perbuatan dosaku masa lalu.
Jenazahku boleh dikebumikan dibawah ranjang batu ini
Tertanda murid Hong- lui- bun yang berdosa Tio Thian-hou."
Setelah tahu orang tua ini adalah angkatan tua perguruan
sendiri. lekas Liok Kiam-ping taruh buku dan lempitan kain itu
serta berlutut dan menyembah hormat, serunya:
"cianpwe sudah menyesali kesalahan dan menebus dosadosa
masa lalu. tiada alasan untuk bertobat dan menyalahkan
diri sendiri pula. Boleh silakan istirahat dengan tenang dialam
baka, Kiam-ping mewakili seluruh pimpinan dan anggota
Hong-lui-bun menghaturkan terima kasih dan menerima
peninggalan cianpwe yang tak ternilai harganya ini. Kami
bersumpah untuk mengembang luas kan kebesaran dan
kejayaan perguruan, yakin tidak akan menelantarkan harapan
cianpwe serta para leluhur kita. Meski harus hancur leburjuga
kami tidak akan mundur." Lalu Kiam-ping dan Suma Lingkhong
bekerja sama menggeser ranjang batu serta membuka
papan batu dibawahnya, ternyata disitu sudah digali sebuah
liang lahat yang terbuat dari batu marmer sedalam lima kaki,
pelan-pelan mereka memasukkan tulang belulang In-hong-kiusian
Tio Thian-hou kedalam lobang, setelah ditutupnya pula
mereka berlutut dan menyembah pula sebagai penghormatan
terakhir lalu menggeser balik ranjang batu ketempat semula.
Setelah beristirahat sejenak Kiam-ping mulai membalik
halaman Thian-gwa-sin-kang.
Bab pertama adalah pelajaran Kiam-hoat seluruhnya ada
dua belas jurus, setiap jurus mengandung tiga gaya gerakan-
Bab kedua pelajaran Ginkang, terbagi pula dua pelajaran A
dan B. Bab ketiga mengajarkan Pek-kut-im-kang, untuk
mempelajari ilmu ini diharuskan menyerap tulang sumsum
mayat manusia untuk menambah kemurnian tenaga dalam
sendiri, setiap kali telapak tangan mengenai tubuh lawan, isi
perut orang akan digetar hancur dan membusuk. ilmu ini
teramat ganas dan jahat, bila ilmu berhasil diyakinkan
mencapai taraf paling tinggi, pukulan Pek-kut-im- kang dapat
menghancurkan pertahanan Kim-kong-put-hoay-sin-kang atau
hawa pelindung badan yang sakti sekalipun. Beberapa lembar
di bawahnya lagi ternyata sobek dan lenyap. mungkin karena
ilmu pelajarannya teramat jahat maka orang sengaja
membuangnya. Bab keempat adalah cara penggunaan racun. Bab kelima
adalah ilmu pengobatan, Kiam-ping memilih ilmu pengobatan ini sebagai bekal dalam
menunaikan tugas berat sebagai ciangbunjin yang harus
dipikulnya. Sementara ilmu pedang dan Ginkang dia anjurkan
kepada Suma Ling-khong untuk mempelajarinya.
Sejak itu mereka berada didalam istana tertutup itu. Sesuai
petunjuk Kiam-ping berdua menemukan jalan sempit diujung
ruang yang menjurus kebelakang istana. Di sana terdapat
sebuah air terjun yang lebar dua tombak, deras airnya yang
mengerojok ke bawah sungguh amat dahsyat, air seperti
dituang dari langit masuk kedalam sebuah selokan buatan
manusia mengalir kebawah kamar batu. tidak heran semburan
air dibawah kamar batu tadi begitu keras. Tak jauh dipinggir
empang dibawah air terjun tumbuh sepucuk pohon didalam
sebuah pot besar, bentjuk pohon ini mirip kembang anggrek
tapi bukan anggrek, warnanya ungu tua. terdapat sembilan
daun, jadi inilah kiu-yap-ci-lan yang sukar diperoleh karena
seribu tahun baru tumbuh sekali. Pohon kecil ungu sembilan
daun itu seperti dibungkus asap hijau, selintas pandang
bentuknya mirip batu pualam. Bau harum merangsang hidung,
jelas sudah hampir tiba saatnya pohon ini akan masak dan
rontok daunnya. Kiam-ping tidak ayal lagi, lekas dia ulur tangan memetiknya
terus dijejaikan kedalam mulut. Segera dia bersimpuh
bersamadi, maka terasa segulung hawa panas seperti bara
yang menyala didalam pusar menerjang seperti lahar
dahsyatnya keseluruh urat nadi dalam tubuhnya. Begitu
panasnya sampai uap mengepul diatas kepalanya, mukanya
merah seperti darah. arus panas dalam tubuhnya terus
mengalir keseluruh sendi tulang dan menguap keluar lewat
pori-pori kulit badannya menjadi keringat merah, sekuatnya
Kiam-ping bertahan diri akan siksa yang hebat ini.
Beberapa jam kemudian baru arus panas dalam tubuhnya
mulai menurun dan berputar balik kedalam pusar pula
danterbaur dengan hawa murni dalam tubuhnya kembali
mengalir satu putaran menembus dua belas pintu penghalang
dan begitulah seterusnya dia lupa akan dirinya.
Entah berapa kejap kemudian, waktu dia siuman membuka
mata, terasa sekujur badannya segar dan nyaman sekali.
bergegas dia melompat berdiri, ternyata tubuhnya mencelat
mumbul seenteng kapas mencapai sepuluh tombak. jelas
Ginkangnya telah mencelat maju berlipat ganda dibanding
sebelum ini. Di luar kesadaran Liok Kiam-ping sendiri semadinya itu
telah makan waktu tujuh hari lamanya, Kui-yap-ci-lan yang
ditelannya benar-benar sudah meresap didalam tubuh dan
menjadikan Lwekangnya bertambah pula satu kali lipat.
Setelah dia berdiri tegak dan mengenang kembali apa yang
telah dialaminya, mendadak didengarnya suara Suma Ling
khong berseru girang dibela kang: "Ping-ko, sekali duduk satu
minggu kau tidak sadarkan diri, Siaute sampai gelisah mati."
"Hiante," ujar Kiam-ping, "syukur kau tidak mengusik aku,
Baiklah setelah dasarmu terpupuk baik, akan kubantu kau
samadi rnenembus Hiat-to penghalang."
Mulai hari kedelapan dibawah bimbingan Kiam-ping, Suma
Ling-khong mulai mempelajari teori dan mempraktekkan
ajarah ilmu pedang, terasa beberapa jurus ilmu pedang itu
teramat ganjil dan sukar untuk dikembangkan- meski Kiamping
memberi petunjuk dan contoh dari samping, tapi dia
hanya berhasil menghapalkan satu gerakan, karuan hatinya
jadi risau. Malamnya sesuai teori Lwekang yang diajarkan Kiam-ping
dia mulai bersamadi dan mengatur pernapasan- Sementara
Liok Kiam-ping sendiri tenggelam dalam keasyikannya
mempelajari Ling-hi-pou-hoat yang terukir diatas dinding.
Pada hal Lwekang dan kecerdikan otaknya sudah merupakan
bekal baik, tapi ternyata dia harus memeras keringat juga,
cukup lama baru mulai berhasil dia selami.
Ilmu pengobatan baru pertama kali dipelajari, maka dia
merasa perlu mulai mempelajari tentang Ko-king-pat-meh.
Kim-kang-put-hoay-sin-kang adalah ilmu sakti puncak tinggi
dari aliran Hud, ilmu yang paling sukar dipelajari dan
dipahami, tapi sejak Kiam-ping menelan Kiu-yap-cilan,
Lwekangnya sekarang setarap dengan jago kosen yang
pernah meyakinkan Lwekang selama seratus tahun, didalam
samadinya itu secara diam-diam dia berhasil menyelaminya
secara tuntas, maka kemajuan yang dicapainyapun teramat
pesat dan menyeluruh. sebulan telah menjelang
Sembilan jurus ilmu pedang telah berhasil dipelajari oleh
Suma Ling-khong, namun jurus kesepuluh terasa tenaga tidak
memadai, berulang kali dia mengulang dan diulang lagi selalu
gagal, saking jengkel akhirnya dia buang pedang membanting
kaki sambil berkeluh kesah. Saatnya memang sudah tiba.
disamping Kiam-ping tahu landasan Lwekang Suma Lingkhong
memang masih terlalu cetek, maka dia keluarkan
selembar kelopak Soat-lian diserahkan kepada Suma Lingkhong,
katanya.: "Lekas telan, lalu samadi sesuai ajaran Simhoat
yang kuajarkan' Soat-lian merupakan obat mujarab yang selalu diimpikan


Hong Lui Bun Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

oleh setiap insan persilatan, khasiatnya dapat menambah
Lwekang dan menyembuhkan luka memunahkan racun pula,
bagi kaum persilatan yang makan kelopak kembang saiju akan
dapat membantu memperlancar ilmu yang dipelajari serta
menambah kekuatan- Begitu kelopak kembang saiju masuk mulut Suma Lingkhong
rasakan tenggorokan menjadi dingin harum, liurnya
tertelan masuk keperut lantas menjadi manis dan hangat,
langsung berkembang keseluruh badan.
Kiam-ping tekan kedua telapak tangannya di Bing-bun-hiat
serta membentak: "Awas Hiante, kosentrasi dan alirkan hawa
murni " lekas sekali segulung arus panas merembes dari
telapak tangannya masuk ke badan Suma Ling-khong
mendorong khasiat Soat-lian untuk bekerja lebih menyeluruh
keseluruh tubuh menembus semua Hiat-to yang menghambat
kemajuan Lwekangnya. Suma Ling-khong memang agak tersiksa karena terasa
seluruh urat nadi dalam tubuhnya seperti mendadak melar
dan hampir meledak. darah seperti mendidih, laksana lahar
gunung berapi melanda kesetiap pelosok tubuhnya, hingga
keringat gemerobyos membasahi seluruh badan, mendadak
tubuhnya makin keras dan menggigil hampir roboh.
Pada saat-saat kritis itulah mendadak Liok Kiam-ping
membentak enteng: "Hati-hati Hiante, tahanlah sedikit."
Mencelos hati Suma Ling-kong, namun dengan ketahanan
luar biasa sekuatnya dia bertahan diri untuk menekan gejolak
arus panas dalam badannya, berkat bakat dan pembawaan
tulangnya yang luar biasa serta ketenangan dan kemantapan
hatinya, tak lama kemudian gejolak arus panas itu mulai
mereda, arus panas itu seperti kuncup saja mengalir balik
kedalam pusar, setelah penuh lalu melanda pula dengan
gelombang yang lebih besar menjebol Seng-si-hian-koan
sehingga seluruh Hiat- to dalam tubuhnya berjalan lancar.
Liok Kiam-ping tampak tersenyum simpul, pelan-pelan dia
menarik tenaga serta menurunkan kedua tangan, wajahnya
tampak sedikit pucat. Suma Ling-khong tahu kakak angkatnya telah membantu
dirinya menjebol Jin-tlok-ji-meh dengan mengorbankan tidak
sedikit tenaga murni sendiri, sudah tentu bukan kepalang rasa
haru dan terima kasihnya. Setelah melihat Kiam-ping
membuka kedua mata, lekas dia memburu maju serta
berseru: "Ping-ko...'
'Tidak apa-apa, Hiante, lekas teruskan latihanmu ' ucap
Liok Kiam-ping tersenyum.
Maka kedua orang lebih giat dan rajin berlatih, karena
Lwekang keduanya maju pesat, maka latihan selebihnya
ternyata lebih lancar dan kemajuan yang dicapainyapun
sungguh diluar dugaan- Dalam lembah seperti ini tak bisa
membedakan siang dan malam, tanpa terasa sudah dua bulan
mereka meyakinkan ilmu sakti dilembah buntu itu.
Setelah membenahi segala sesuatu yang perlu dibawa
mereka kembali kedalam istana dan berlutut mohon restu
kepada arwah ln-liong-kin-sian Tio Than-hou. Kejap lain
mereka sudah berada dipinggir rawa dibawah air terjun.
Dengan kekuatan raksasa mereka berdua tidak banyak makan
tenaga merobohkan batu raksasa yang berada dipinggir rawa.
Dengan mengeluarkan suara gemuruh batu raksasa itu
menggelundung kedalam rawa, sementara air langsung
dituang lewat lobang besar, dibawah batu raksasa mengalit
keluar. Kiam-ping berdua segera menerobos keluar dan meluncur
turun dibawah sebuah pohon besar. Selepas mata
memandang, sang surya masih berada ditengah angkasa,
sungguh tak kepalang rasa lega hati mereka. Hembusan angin
sepoi nan sejuk menambah kobaran semangat.
Mengingat dendam perguruan dan keluarga selama
beberapa tahun, dengan bekal ilmu yang telah dipelajarinya,
Kiam-ping bertekad menuntut batas, semang at j uang
mendadak menggelora dirongga dada, tanpa merasa dia
mendongak serta menggembor sekeras guntur menggelegar,
suaranya mengalun tinggi mendatar rendah dilembah
pegunungan bergema d ia la m semesta. Laksana anak panah
dua bayangan orang meluncur secepat kilat menuju kearah
kota Tayli. ---ooo0dw0ooo--- Lima hari kemudian- Sepasang kuda dilarikan berendeng menuju kearah Kwiciu,
hari itu mereka tiba di Poh-an dan tak jauh kedepanpula
mereka sudah akan tiba di Sa-cu-nia.
Mendadak dari arah hutan didepan sana kumandang
benturan senjata keras serta bentakan orang yang lagi
berhantam. Kedua penunggang kuda itu tetap
mempertahankan laju kuda mereka langsung menuju kedalam
hutan- Tampak empat orang lagi bertempur saling tubruk dan
terjang. Tiga lelaki berwajah bengis tengah mengeroyok seorang
lelaki tua berambut uban, mulut ketiga lelaki bengis itu terus
mengoceh meledek dan menghina: "Setan tua, tak kira kau
akan mengalami nasib jelek seperti hari ini bukan " Diakherat
nanti tolong sampaikan salam kami kepada saudara kelima
kami ya." "Haya, sayang luput. Eh, kenapa tidak kau angkat sedikit
telapak tanganmu, memangnya sudah tak mampu bergerak ?"
"Jian-li-tok-heng (berjalan sendiri seribu li) hari ini bakal
selangkahpun takkan mampu berjalan lagi. hehe."
Seperti kucing mempermainkan tikus mangsanya saja
ketiga lelaki bengis itu mencemooh kakek ubanan yang
bermuka pucat. gerak g eriknya tampak lamban dan
langkahpun limbung, setiap gerak serangannya selalu kandas
ditengah jalan seperti dia tidak kuat lagi mengeluarkan
tenaga, gelagatnya mirip seorang yang terkena racun dan tak
mampu menyalurkan Lwekang pula. Agaknya kakek beruban
ini berdarah panas, meski keadaan sudah payah, tapi matanya
tampak mencorong gusar, mendadak dia tarik napas serta
menerjang dengan dua jurus serangan. Ketiga lawannya
sedang kesenangan menggoda dan meledek, sehingga tak
bersiaga bahwa kakek yang sudah keracunan ini mampu balas
menyerang secara keji. ---ooo0dw0ooo--- "Bluk" seorang kena digenjot secara telak hingga mencelat
terbang setombak lebih dengan muntah darah, terguling
beberapa kali lantas tidak bergerak, jelas tertuka parah.
Maklum si kakek meski terluka namun menyerang dengan
seluruh sisa tenaga, lawan berhasil dirobohkan, namun
Lwekang sendirijuga bobol dan pertahanan menjadi buyar,
mata seketika berkunang hampir saja diapunjatuh semaput.
Dua lelaki yang lain melihat saudara mereka roboh terluka
parah, karuan naik pitam dan dendam, serempak mereka
menubruk maju dengan niatjahat. bentaknya bersama: "Setan
keparat, masih berani mengganas." empat j alur tenaga angin
dahsyat memberondong kearah kakek tua ubanan.
Sementara itu si kakek sendirijuga sudah limbung, mana
mampu balas menyerang pada detik-detikjiwanya hampir
terenggut elmaut itulah mendadak seseorang menghardik
sekeras guntur: 'Kawanan kunyuk berani mengganas." .
ditengah hardikan tampak bayanganputih melesat seorang
pemuda jubah putih tahu-tahu sudah berdiri ditengah.
Ternyata Liok-Kiamping Ling khong sudah menonton sejak
tadi di luar arena, melihat ketiga orang itu mempermainkan
sikakek mereka sudah merasa keki, kini bertindak keji lagi,
maka Kiam-ping segera bertindak. Waktu dia meraba
pernapasan orang, ternyata desau napasnya sudah makin
berat. jelas sudah keracunan cukup parah, maka lekas dia
menggerakkan jari tangan sekaligus menutuk tiga puluh enam
Hiat-to, sementara dia cegah
kadar racun merembes kejantung. Dengan tertawa dingin
dia mendengus:. "Sahabat, membunuh orang sekali penggal
batok kepala jatuh ketanah. Umpama dendam kalian setinggi
gunung, pada hald ia sudah keracunan separah ini,
sepantasnya tak perlu kalian mempermainkan begitu rupa.
kalau tahu diri lekas kalian enyah dari hadapanku."
Kedua orang itu kaget akan gerak ketangkasan Kiam-ping,
tapi melihat usianya masih begini muda, apapun tak mungkin
memiliki Kungfu tinggi maklum mereka tidak tahu bahwa Liok
Kiam-ping sudah berhasil menyempurnakan bekal
kepandaiannya. Yang paling tua segera menyeringai, jeng ekny a: "Kenapa
tidak kau cari tahu lebih dulu, dengan siapa kau berhadapan,
setiap persoalan yang telah ditangani Ki-bun-sam-kiat,
siapapun dilarang mencampuri."
"Aku tidak perduli siapa kalian, yang terang bertindak adil
membela kebenaran adalah makna hidupku, sebagai kaum
persilatan sepatutnya aku membela yang lemah menindas
yang lalim, Bahwa kalian begini pongah, biarlah rasakan
beberapa jurus pukulanku." habis bicara, dia menggendong
tangan sambil menengadah dengan sikap santai, bahwasanya
dia tidak pandang sebelah mata kepada kedua orang ini.
Dalam wilayah ini Ki-bun-sam-kiat termasukjagoan yang
disegani, biasanya orang lain menunduk-nunduk terhadap
mereka, kapanpernah dihina begini rupa, saking gusar otot
hijau sampai merongkol dijidat mereka, bola matapun
mendelik seperti ingin menelan bulat-bulat lawannya.
Liok Kiam-ping justru sengaja mengejek dengan tertawa
pongah: "Bagaimana " silahkan mulai, Tuan mudamu tidak
sabar menunggu lagi."
Kedua orang saling memberi tanda kedipan mata, tanpa
bicara mereka menubruk dari kiri kanan masing-masing
melancarkan enam pukulan ganas yang mematikan, Liok
Kiam-ping bergerak dengan Ling- hi-pou-hoat tampakjubah
putihnya berkibar, selincah naga menari selulup timbul
diantara bayangan pukulan kedua lawan, mumpung ada
kesempatan, sengaja dia mau menjajal dan mempraktekkan
langkah ajaib yang baru dipelajarinya.
Kedua orang itu mengerahkan segala kemampuan serta
tenaga sekuatnya menyerang dengan sengit, tiga puluh jurus
telah berlalu, jangan kata melukai lawan, ujung baju lawanpun
tak mampu disentuhnya, baru sekarang mereka insyaf hari ini
betul-betul ketemu batunya.
Jika la u pertempuran terus dilanjutkan seperti ini, umpama
lawan tidak balas menyerang pihak sendiri akhirnya juga pasti
jatuh lemas Kehabisan tenaga, padahal keringat dingin sudah
membasahi tubuh, segera mereka menarik diri mundur serta
berdiri tegak sambil mengawasi Liok Kiam-ping dengan
mendelong, katanya dengan tergagap: "Siapa kau sebenarnya
?" Liok Kiam-ping tertawa lebar, katanya menuding tiga
batang pedang dipunggung: "Memangnya kalian tidak tahu
apa artinya ?" Seketika kedua orang itu bergidik, serunya: "Kau pat-pikim-
liong "' 'Takut ya " Nah kalian potong sendiri kuping sebelah kiri,
tuan mudamu ampuni jiwa kalian- Kalau membandeljangan
harap bisa pergi dengan tetap bernyawa."
Bahwa Liok Kiam-ping menjatuhkan ceng-san-biau-khek,
sekali pukul melukai Hwi-bing, pedangnyapun membelah Tayhun,
pertempurannya melawan Tok-sin Klong-bing sudah
menggetarkan seluruh Bulim, golongan hitam maupun aliran
putih siapa tidak jeri padanya.
Karuan kedua orang itu serasa terbang arwahnya, melawan
jelas bukan tandingan dan tak berani lagi. larijuga takkan bisa
lolos, akhirnya mereka saling pandang, seorang lelaki harus
pandai melihat gelagat, selama dada masih bernapas. kapan
saja masih ada kesempatan mencari balas, yah apa boleh
buat, akhirnya mereka kertak gigi, secara kekerasan mereka
tarik protol kuping masing-masing, saking kesakitan mereka
gemetar, lekas mereka bimbing saudara yang terluka terus
ngacir tanpa bercuit lagi.
Lekas Liok Kiam-ping papah kakek ubanan terus diangkat
naik kepunggung kuda di bawa lari kekota menginap disebuah
hotel. Dalam pada itu rona muka si kakek dari hijau sudah
berobah hitam, tubuhnya meringkel seperti menyusut, desau
napasnya juga tinggal satu-satu, jelas racun sudah terlalu
merasuk tubuhnya. Liok Kiam-ping keluarkan sebuah botol porselin kecil
mengeluarkan tiga pil warna merah, sekali pencet dia buka
geraham si kakek terus jejaikan tiga butir pil obat ke dalam
mulutnya. Beruntun dia menutukpula beberapa hiat-to dileher
dan didada orang. Kira-kira semasakan air kemudian, tubuh si kakek tampak
bergetar, setelah menggeliat dia mulai merintih, mendadak
badannya mengejang sekali terus membalik badan dan
tumpah-tumpah mengeluarkan gumpalan darah kental hitam,
matapun terbuka, namun tubuh masih lunglai rebah dipinggir
ranjang sesaat dia awasi kedua pemuda didepan ranjang.
"Lotiang sudah merasa lega bukan?" ujar Liok Kiam-ping.
Kakek itu menghela napas, katanya tersendat haru: "Losiu
terkena Toan-hun-san .. .. kecuali... Jinsom... atau Soat-lian...
" belum habis bicara mendadak dia terkulai pingsan
Kiam-ping teringat akan Soat-lian yang disimpan dalam
sakunya, kejadian memang teramat kebetulan atau
mungkinjuga ada jodoh dan nasib si kakek ubanan memang
mujur dan belum saatnya ajal. Setelah menelan sekelopak
Soat-lian, Kiam-ping papah si kakek duduk bersimpuh, dia
sendiri duduk dibela kang orang menyalurkan tenaga lewat
telapak tangan yang menempel dipunggungnya, bantu
memperlancar bekerjanya khasiat obat.
Terasa dalam tubuh si kakek timbul segulung hawa dingin
seperti gumpalan es yang melawan saluran tenaganya, lekas
dia kerahkan setaker tenaganya secara kekerasan dia
berusaha menjebol dan melumerkan hawa dingin itu.
Lekas sekali wajah pucat si kakek makin bersemu merah,
tiba-tiba perutnya berbunyi berkerutuk seperti suara katak
berkotek, kontan mulutnya terpentang dan menyemburlah
cairan hitam yang berbau amis. Setelah muntah kedua
kalinya, orang nyapun sudah sadar.
Uap putih tampak mengepul diatas kepala Liok Kiam-ping,
keringat juga membasahi wajahnya mengalir turun Keleher,
jelas keadaannya cukup payah juga dalam mengerahkan
Lwekang membantu penyembuhan si kakek, setelah orang


Hong Lui Bun Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sadar dia turunkan ke dua tangan serta bersamadi.
Beruntun si kakek tidur pulas dua hari satu malam, hari
ketiga baru dia siuman- Dia maklum pemuda didepannya ini
yang telah menyelamatkanjiwanya, bergegas dia turun dari
pembaringan hendak menghaturkan terima kasih.
Lekas Liok Kiam-ping menekan pundaknya, katanya:
"Lotiang masih lemah, badan belum sehat, tidak boleh
sembarang bergerak."
"Pertolongan Siauhiap sungguh setinggi gunung, meski
Losiu harus hancur lebur juga. tak setimpal untuk membalas
budi pertolonganmu."
"Urusan sekecil ini kenapa dibuat kapiran, Lotiang jangan
pikirkan soal budi segala. Entah bagaimana Lotiang
bermusuhan dengan ketiga penjahat itu, racun yang di
gunakan juga begitu ganas "' Kakek itu menghela napas
panjang. Baiklah kami perkenalkan, kakek ini adalah begal tunggal
yang berjiwa pendekar Jian-li-tok-hengJin Hou yang kenamaan
di daerah barat laut, Sian-tian-ciang-hoat dan Thi-lian-cu
merupakan bekal kepandaiannya yang lihay, selama tiga puluh
tahun belum pernah ketemu tandingan.
Tapi wataknya teramat angkuh dan memandang kejahatan
sebagai musuh utama, penjahat yang terjatuh ditang a nnya
tiada yang pernah diberi ampun, terutama kaum penjahat
pasti ciut nyalinya bila berhadapan dengan dia, maka
musuhnya boleh dikata tersebar luas.
Sepuluh tahun yang lalu waktu dia lewat Kian-yang,
kebetulan Ki bun-sam-hong sedang melakukan kejahatan dan
kepergok olehnya maka dia turun tangan menghajar mereka.
Beberapa hari yang lalu mereka kepergok d id a la m kota,
diluar tahunya dia dikuntit dan diincar oleh Ki-bun-sam-hong,
direstoran minuman teh yang ditenggaknya secara diam-diam
telah dicampur racun Toan-hun-san, sayang dia sadar setelah
terlambat, dengan gusar dia labrak ketiga lawan ini, sayang
racun sudah bekerja akhirnya dia sendiri yang terkepung dan
hampir saja binasa secara konyol, untung Liok-Kiam-ping
kebetulan lewat serta menolongnya, kalau tidak tentu jiwanya
sudah melayang. Kakek ini berwatak tegas dan berpendirian teguh, budi dan
dendam digaris bawahi dengan jelas, selama hidup tak pernah
dia mau menerima budi kebaikan orang lain, kali ini berkat
pertolongan Kiam-ping, sehingga jiwanya yang sudah
terenggut elmaut berhasil ditarik balik, apapun dia rela
mendampinginya dan sudi merendahkan diri sebagai
pembantu. Liok Kiam-ping menggoyang tangan, katanya: "Jangan
Lotiang berpikir demikian tekadmu akan menyiksa batinku
saja. Syukurlah bila kau sudi mendarma baktikan tenaga untuk
kepentingan perguaua n kita saja, kami pun sudah amat
berterima kasih." "Boleh, cuma Losiu ada satu permintaan yaitu jangan
memanggil Lotiang padaku, sementara ini boleh kita saling
membahasakan sebagai saudara seangkatan saja. Kalau kau
kukuh pendapat Losiujuga tidak mau terima."
"Untuk menghormat lebih baik menurut perintah. Lo-koko,
biar kita istirahat beberapa hari, tiga hari lagi boleh kita
melanjutkan perjalanan ketimur."
Musim semi lebih dini datangnya di Kanglam, saat mana
cuaca baik, hawa segar, alam semesta seperti dilembari
kehidupan baru. Dijalan raya yang menuju ke kota Tin-wan, tampak tiga
ekor kuda dicongklang dalam kecepatan sedang, Mereka
bukan lain adalah Liok Kiam-ping bertiga yang tengah
menempuh perjalanan pulang kemarkas pusat Hong- lui- bun
yang telah berdiri di Kui-hun-ceng.
Liok Kiam-ping kuatir markas pusat yang kosong tanpa
penjagaanjago kosen, bila diserbu musuh, keadaan pasti kocar
kacir, celaka kalau sampai terebut oleh musuh, maka rasa
gugupnya seperti ingin baru- buru menolong kebakaran,
sepanjang jalan tiada hasrat menikmati panorama daerah
Kang lam nan permai. Setelah melampaui sebuah bukit, jalan pegunungan
semakin buruk dan sukar dilewati, maka mereka
memperlambat lari kuda. Mendadak dari arah belakang terdengar seekor kuda
dibedal kencang mendatangi membawa kepulan debu kuning
yang membumbung keangkasa, penunggang kuda berpakaian
ringkas mendekam dipunggung kuda cepat sekali kuda itu
melesat lewat disamping mereka, topi rumput diatas
kepalanya ditarik rendah hingga hanya kelihatan hidung dan
mulutnya saja. Padahal jalan pegunungan sejelek itu, tapi kuda itu dapat
dilarikan sekencang angin, jelas lelaki itu memang akhli
menunggang kuda, tunggangan itujuga sudah biasa dan hapal
akanjalan dan keadaan disekitar gunung ini. Kira-kira lima
tombakjauhnya mendadak penunggang kuda itu menoleh
serta melotot kearah Liok Kiam-ping bertiga namun lari
kudanya tidak menjadi lambat.
Jian-li-tok-heng seorang kawakan Kangouw,
pengalamannya luas, segera dia menjengek: 'Kawanan iblis
akan datang mengantar kematian. Hayo kejar.' lalu dia
mendahului keprak kudanya mengudak dengan kencang. Tapi
setelah meegitari perut gunung dalam waktu sekejap saja
mereka hanya mengejar kepulan debu yang masih
membumbung dludara, jejak lelaki berkuda itu sudah lenyap
tak karuan paran. Tapi mereka bertiga masih terus larikan kudanya dengan
kencang, tak lama kemudian mereka sudah takjauh dari kota
Tin-wan, setelah masuk kota perut terasa lapar maka mereka
memasuki sebuah restoran bermerk Ki-eng-lau. Setelah
memilih tempat memesan masakan, mereka tidak banyak
berbincang, begitu hidangan tiba lantas digares dengan lahap.
restoran itu penuh sesak. pelayan tampak sibuk. Takjauh
disebrang sana beberapa orang persilatan sambil makan
sedang mengobrol panjang lebar, suaranya keras dan satu
sama lain seperti berlomba bicara maka tanpa pasang kuping
juga dapat dengar pembicaraan mereka.
Seorang lelaki bersuara serak sedang berkata: "Bicara terus
terang, Ham-glok-ling Ham s im-leng-mo Lo-cianpwe memang
sudah menggetar B ulim sejak puluhan tahun yang lalu,
sungguh tak nyana kali ini terjungkal ditangan Pat-pi-kimliong,
ceng-san-biaukhekpun ajal ditangannya. Betapa takkan
bikin marah beliau?" .
"Dengan gusar dia hijrah keselatan, seluruh kekuatan Hampeng-
klong dikerahkan, jelas Kui-hun-Ceng pasti sukar
mempertahankan lagi, yakin pasti tertumpas rata dengan
bumi. Diam-diam Liok Kiam-ping mengeluh dalam hati, dengan
tenaga Gin-jay-beng dan sibocah gede Siang Wi, betapapun
mereka bukan tandingan iblis tua itu. Sekilas dia melirik
kesana, dilihatnya dimeja sebelah kanan duduk empat lelaki
berpakaian ringkas. dandanan mereka menunjukkan sebagai
kawanan Piausu. "Konon Tang ling Kongeujuga ingin menuntut balas sekali
pukulan, sejauh ini dia juga sedang kerahkan tenaga
menyelidik jejak musuh."
Pihak Hwe-hun-bunjuga punya permusuhan setinggi langit,
secara diam-diam mereka berintrik dengan pihak Tang- ling
untuk mengganyang musuh."
Terhadap beberapa orang diatas loteng ini Liok Kiam-ping
tidak perlu gentar, namun dia menguatirkan keadaan markas
pusat, musuh teramat tangguh, maka hatinya jadi gelisah,
maka selera makannya jadi menurun-
Tengah dia kebingungan, didengarnya derap seorang yang
menaiki tangga loteng maka muncullah seorang lelaki
perawakan tinggi bercaping rumput, langkahnya lebar menaiki
loteng. Begitu tiba diatas loteng, melihat kehadiran Liok Kiamping
bertiga, seketika berobah air mukanya, langsung putar
tubuh lari kebawah. Laki-laki itu bukan lain yang tadi mereka kejar ditanah
pegunungan- Liok Kiam-ping sudah berdiri. LekasJian-li-tokheng
menekan tangannya serta berbisik: "Biarkan dia pergi
disini banyak orang, biar nanti kita kerjain didepan."
Setelah kenyang mereka membayar rekening terus turun
dan naik kuda melanjutkan kearah timur. Menjelang magrib
mereka sudah memasuki perbatasan Siang-kin dan tiba di
Ban-san. Dikatakan Ban-san selaksa gunung memang tidak
berkelebihan, karena daerah disini merupakan gunung
gemunung yang belukar dan jarang dijelajah manusia. Setiba
dibalik gunung mereka mulai memasuki sebuah selat sempit.
Selat ini dipagari tembok karang yang menjulang tinggi
tegak selicin kaca, puncaknya ditelan mega, ditengah
merupakan selat sempit yang berkelok-kelok yang harus jalan
beriring satu-satu, bagi siapa saja yang pertama kali
lewatjalan ini pasti merinding dan was- was.
Karena kejadian siang tadi cukup mencurigakan, maka Jiantok-
heng bersiaga dan hentikan kuda serta menerawang
pegunungan ini. Sang surya memancarkan sinarnya yang
terakhir, hingga bayangan gunung sebelah kiii tamrak
benderang, tampak bayangan kepala beberapa orang
bergerak diatas sana, jelas musuh telah mengaturjebakan d id
a la m selat sana, maka dia suruh Kiam-ping berdua berhenti
untuk menempuh jalan putar saja.
Berkepandaian tinggi maka nyali Liok Kiam-ping amat
besar, dia yakin kemampuan diri sendiri, kalau hanya dinding
securam itu masih belum mempersulit dirinya, sekilas dia
menerawang, maka timbul akal dalam benaknya, katanya lirih:
"Lo-koko dan Hian-te silahkan naik keatas puncak dari kiri
kanan.' Lalu dia tuntun kedua ekor kuda mereka dikeprak
masuk kedalam selat. Jian-li-tok-heng tidak menduga dan tak sempat mencegah.
Terpaksa dia membagi arah dengan Suma Ling khong seperti
berlomba saja mereka melompat dan memanjat naik keatas
puncak. Seorang diri dengan tiga ekor kuda Liok Kiam-ping terus
congklang kudanya maju lebih jauh. Kira-kira tiga puluh
tombak jauhnya, didengarnya suara sempritan saling
bersahutan disebelah atas. Kejap lain didengarnya suara
gemuruh seperti ada gempa hebat meruntuhkan puncak
gunung. Waktu dia mendongak dilihatnya belasan Batu-batu
besar bergelundungan dari atas bersama taburan karungkarung
kapur dan balok-balok kayu raksasa, laksana hujan
saja berjatunan dari atas menyumbat selat sempit ini.
Kiam-ping lompat turun dari punggung kuda terus
mengembangkan Ginkang, secara lincah dan enteng dia
berlompatan klan ke mari menghindarkan diri dari hujan batu
dan karung-karung kapur yang beterbangan. Sementara
kedua tangan menepuk dan terayun, tenaga angin dahsyat
dari kedua tangannya di sapunya minggir terpental jauh
beterbangan. cukup payah juga usaha menyelamatkan diri
dari hujan batu dan kapur serta balok-balok kayu, namun
Kiam-ping terus maju kedepan. Tiba-tiba didengarnya ringkik
kuda dibelakang, tiga ekor kuda itu akhirnya binasa oleh hujan
batu dan terpendam tanpa bisa berkutik lagi karena tubuhnya
hancur lebur. Pada hal panjang selat ini tidak terukur
ujungnya, mau tidak mau gelisah juga hati Kiam-ping.
Kiam-ping maklum kalau kejadian berlanjut sedikit lama,
tentu tenaga sendiri akhirnya terkuras habis, dan jiwa
terancam elmaut, nasibnya akan seperti ketiga ekor kuda itu,
mati dengan badan hancur ketiban batu- batu raksasa.
Mendadak kumandang gelak tawa ramai diatas puncak.
seorang berseru lantang: "Pat-pi-kim- liong, dalam selat itulah
tempat liang kuburmu."
Seorarg lagi berteriak: "Kalau mau hidup lekas serahkan
barang milikmu yang paling berharga, jiwamu nanti boleh
diampuni. melihat depan atau belakang sudah tersumbat,
umpama Kungfumu setinggi langitjuga harus binasa didalam
selat ini.' lalu terdengar pula gelak tawa ramai bergema di
angkasa. Liok Kiam-ping cukup cerdik, diatahuhujan kapur itu hanya
untuk menutupi pandangannya supaya dirinya susah maju
lebih lanjut, kalau suara gemuruh hujan batu masih
berlangsung disebelah depan, tapi dibela kang keadaan sudah
hening. Mendadak Liok Kiam-ping membentak gusar: "Kawanan
tikus yang tidak tahu malu muslihat keji, kalian jangan harap
dapat membunuhku, hari ini tuan muda akan memberi
keadilan kepada kalian-"
Lenyap suaranya mendadak dia mengenjot kaki, tubuhnya
melenting keatas, mengembangkan Ling-hi-pou-hoat seperti
naga terbang saja tubuhnya legat-legot mumbul puluhan
tombak^ dikala luncuran tubuhnya mengendor, dia menekuk
punggung menggeliat pinggang, berbareng kaki menancap
dinding karang sehingga tubuhnya meluncur pula lebih tinggi,
untung selat ini tegak lurus lebarnya juga kurang setombak,
hal ini membantu Liok Kiam-ping untuk menjejakkan kakinya
dikiri kanan dinding gunung sehingga tubuh-lebih pesat
meluncur lebih tinggi keatas. Dalam sekejap seratus tombak
telah dicapainya. Dalam pada ituJian-li-tok-heng meloncat keatas lewat sisi
kiri, didepan dia dihadang sebuah jurang, terpaksa dia harus
berlari-lari mengitari bibir jurang menuju ke arah sebrang,
kira-kira setanakan nasi baru dia tiba dimulut jurang sebrang,
sekali menghirup napas dia kerahkan tenaga dipusar terus
melambung jauh kedepan, karena menguatirkan keselamatan
adik angkatnya, sedetikpun tak boleh terbuang, maka tanpa
berhenti dia masih terus tancap gas berlari bagai terbang
diatas pegunungan berbatu.
Sementara itu Suma Ling-khong yang belum punya
pengalaman Kangouw juga sudah melampaui dua puncak.
setiba diatas dia jadi kehilangan arah, apalagi pegunungan
batu ini tidak rata setelah berputar klan kemari dia merasa
semakin jauh meninggaikan suara gaduh dari batu-batu yang
dihamburkan kedalam selat, gema suaranya mengalun diudara
susah dibedakan dari mana arahnya.
Sejenak dia tenangkan hati lalu melompat kepucuk sebuah
pohon, kebetulan dilihatnya asap tebal mengepul dari dasar
Kisah Para Pendekar Pulau Es 20 Golok Sakti Karya Chin Yung Alap Alap Laut Kidul 5
^