Pencarian

Iblis Sungai Telaga 11

Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung Bagian 11


masih dia tak berdaya merobohkan lawan. Maka dia menjadi
nekad. Diam diam dia mengerahkan tenaganya pada lengan
kirinya setelah itu dia menyerang sehebat habatnya sambil
menyerukan lawan : "Eh bocah kalau kau berani sambtlah
tanganku ini !" Hanya lebih dahulu dia menyerang dengan
tangan kanannya. "Mari coba" menjawab It Hiong berani.
Hong Hui girang. menyusuli tangan kanannya itu
menyeranglah ia dengan tangan kirinya dengan dahsyatnya
sebab ia telah menguras semua tenaganya.
Tak ampun lagi beradulah kedua belah tangan dengan
benturan yang keras. Akibatnya itu yaitu Hong Hi terpental
mundur sejauh tujuh tindak tubuhnya limbung turus roboh
terkulai karena tubuhnya bagian dalam telah bergetar hebat.
It Hiong pun terpental tiga tindak tetapi dia segera berdiri
tegak sambil meluruskan jalan darahnya menyalurkan
pernapasannya. Tan Hong terkejut dia segera lompat ke sisi si anak muda.
"Adik, apakah kau mendapat luka didalam?" tanyanya
prihatin. It Hiong membuka matanya yang tadi ia pejamkan Habis
menyalurkan diri itu ia merasa kesehatannya tidak terganggu.
Maka ia lantas tertawa. "Tidak!" sahutnya perlahan.
Tepat itu waktu It Hiong melihat dan mendengan sesuatu
dengan berbareng ia melihat bayangan orang berkelebat
bersama berkelebatnya cahaya berkilau terus terdengar suara
barang terasampok disusul jatuhnya golok ketanah. Lalu
akhirnya tubuhnya Hoay Giok berlompat ke arahnya. Hoay
Giok yang nafasnya tersengal-sengal.
Apakah yang telah terjadi"
Hoay Giok menonton pertempuran dengan asyik.
selekasnya ia melihat Hong Hui roboh ia lompat kepada wanita
itu goloknya diayun Ia hendak membunuh orang saking
panasnya hatinya karena ia berniat hebat membalas dendam
gurunya. Berbareng dengan dia berlompat juga Cian pwee
Longkun SuToaw Kit Dia ini melihat istrinya roboh hendak ia
menyelamatkan. Tapi dia berbareng melihat orang hendak
membinasakan istrinya itu cepat luar biasa dia menangkis
Hoay giok membuat golok terlepas jatuh dan orangnnya
termasgul ke arah It Hiong.
Pemuda she Tio itu lantas melihat bagaimana SuToaw Kit
tengah mencoba menolong Hong Hui dan Hoay Giok berdiri
bernapas membara disisinya. Ia dapat mengerti duduknya
kejadian. "Kau kena terhajar musuh kakak?" Ia tanya.
"Tidak ada artinya!" sahut Hoay Giok sangat mendongkol.
"Masih bagus nasibnya wanita siluman itu, sayang
kepandaianku masih rendah hingga golokku kena dibikin
orang terpental...."
"Malam ini mereka itu berdua harus dibereskan" berkata
Tan Hong perlahan, habis dia melirik SuToaw Kit dan Lan
Hong Hui " Demi keselamatannya paman Beng, tak dapat
tidak kita harus berlaku keras, bukankah benar demikian adik
Hong" It Hiong berpikiran lain menjawab. "Asal mereka tahu diri
dan rela mengundurkan dirinya tak usah kita ambil jiwanya."
"Tetapi adik!" kata Hoay Giok matanya mendelik "toh ada
pepatah yang mengatakan bahwa siapa tidak berkeras hati
dialah bukan laki laki sejati! Bermurah hati terhadap lawan
berarti berlaku kejam terhadap diri sendiri Kau toh ketahui itu
bukan?" Selagi It Hiong belum menjawab Tan Hong sudah pergi
memungut goloknya Hoay Giok untuk diserahkan pada
pemiliknya. Ia melihat dua orang itu lagi berdiri diam saling
mengawasi. Lantas ia kata: "Kenapa kalian berdiam saja"
Bukankah kita sedang menghadapi musuh musuh yang
kejam?" It Hiong mengangkat kepalanya memandang nona itu
"Aku tengah memikirkan kata katanya kakak Hoay Giok
bagaikan emas hendak aku ukir itu di dalam hatiku supaya tak
sampai dapat dilupakan!" Terus dia menjura pada si kakak dan
kata: "Kakak Giok kata katamu menyadarkan aku membuatku
dapat menghilangkan sifat lemah hati wanita dari dalam
kalbuku! Kakak aku sangat kagum terhadapmu."
"Jangan berkata begini adik" kata Hoay Giok cepat. "kita
bagaikan saudara kandung satu dengan yang lain jangan
berlaku sungkan." Tan Hong mengawasi orang yang ditanyai itu ia tertawa
geli. Ia menganggap lagak orang jenaka.
It Hiong menoleh mengawasi si nona bersungguh sungguh.
"Jangan tertawakan aku kakak!" katanya " Selanjutnya aku
akan bersikap menuruti kata kata emas dari kakak Hoay Giok
akan aku buang sifatku yang lemah itu"
Memang kekurangannya seseorang muda ialah terlalu keras
otak terlalu lemah hingga ia tak dapat berlaku sama tengah
mana itu jalan yang mudah dan sukar. Dikira mudah Tapi itu
pula jalan yang sulit. Co Kiauw In yang luwes menghendaki si adik Hiong berlaku
murah hati supaya dia bebas dari "kutukan" dimana yang bisa
agar It Hiong dapat mengampuni orang. Karenanya si anak
muda menjadi gagah tetapi lemah hati mudah merasa kasihan
Sekarang ia justru mendengar kata kata gagah dari Whi Hoay
Giok Kakak ini muda tetapi pengalamannya tidak banyak dia
tahu segala apa. Maka itu terbangunlah semangatnya. Ia memang
membenci kejahatan maka sekarang ia menganggap si sesat
tetap sesat dia berdoa atau tidak.
Sementara itu Lou Hong Hui telah sadarkan diri berkat
bantuan suaminya. ia membuka matanya, ia mengeluarkan
napas lega terus ia bangun berdiri.
Tatkala itu si petani malam sudah menunjuki saat kira jam
tiga, langit bersih sekali hingga puncak dan rimba tampak
jelas dan di depan mata sejauh tiga tombak atau lebih, orang
bisa melihat segala apa dengan nyata. Demikian Hong Hui
bisa melihat It Hiong bertiga sedang berkumpul bersama.
Mendadak munculk kegusarannya sambil berseru ia bergerak
menghampiri si anak muda, musuhnya itu. Ia mau mencari
balas Sutouw Kit menghadang istri itu.
"Lukamu masih belum sembuh" kata sang suami. "jangan
kau turuti hawa amarahmu! Mana dapat kau berkelahi pula "
Itulah larangan kaum rimba persilatan! Sekarang kau
duduklah beristirahat nanti aku sendiri yang membereskan
mereka itu. Berkata begitu suami ini merogoh sakunya mengeluarkan
sebutir pil yang ia terus masuki kedalam mulut istrinya
kemudian ia berkata di telinga istrinya itu: " Dari mereka
bertiga rupanya si anak muda yang paling lihai. Bocah yang
bersenjata golok itu biasa saja kepandaiannya akan tetapi
mereka berdua nampaknya sangat erat hubungannya. Maka
itu kalau kita bisa bekuk bocah itu kawan kawannya tentu
akan tunduk dan menyerah atas kehendak kita!."
Sebagai seorang Kang Ouw yang berpengalaman Sutaw Kit
pandai melihat dan berikir maka juga ia dapat menerka tepat
dan terus mendapat ide itu untuk membekuk dan menguasai
Hoay Giok. Hong Hui mengangguk membenarkan pendapat suaminya
itu, Ia bernapas lega. Segera Sutauw Kit berteriak ke arah It Hiong bertiga.
Kembali dia membawa tingkahnya seorang Cianpwe orang
yang usianya lebih tua serta tingkatannya llebih tinggi. Dia
berhenti sejenak satu tombak dari mereka itu terus ia
mengelurkan suara lantang :"Eh bocah bau yang tahu langit
tinggi dan bumi tebal! Losu! Bun sudah berlaku murah
terhadap kamu kenapa kamu berani banyak tingkah di sini"
kamu berani melukai Lou tongcu! Kamu bosan hidup disini ya"
Sepasang alisnya It Hiong bangkit matanya menyala.
"Manusia yang tidak menepati janji!" bentaknya
"bagaimana berani kamu datang kemari untuk mencelakai
pamanku" mari jika hendak belajar kenal dengan dengan
seribu tanganmu! Mari kita lihat siapa sebenarnya yang sudah
bosan hidup!" "Anak muda ini menyebut "seribu tangan" sebab itulah
artinya gelaran dari Sutauw Kit "Cian Pie Longkun" orang
dengan seribu bahu" (cian pie)
"Tutup bacotmu!" Sutauw Kit membentak Dia tampak tetap
bengis. Lantas dia maju menyerang. Benar hebat tangannya
itu, sebab tangan dua tetapi bergerak dalam banyak bayangan
saking cepatnya. It Hiong heran melihat gerakan tangan lawan itu, ia tidak
takut sebaliknya ia menjadi mendongkol dan penasaran. Ia
lantas menyambut selekasnya ia mengerahkan tenaga
dalamnya, siap sedia untuk mengadu tangan itu dengan lain.
Tangan kiri dipakai menjaga diri tangan kana dipakai
menyerang dan pukulan pukulan tangan. Menaklukkan Naga
menundukkan Harimau. dengan jurus "menyingkap Mega
Mengambil Rembulan" Itulah siasat "Penyerang dia balas
dengan menyerang". Sutaw Kit heran hingga ia lantas lompat mundur. Belum
pernah ia menemui lawan berani seperti pemuda ini. Kalau dia
menyerang terus mungkin ia berhasil, tetapi pun sudah pasti
ia sendiri bakal bahaya. Ia menganggap mundur dahulu paling
selamat. Demikian dia mengalah.
It Hiong jemu dengan lagak orang. begitu berhasil
merangsak ia meneruskan mendesak tiga kali ia menyerang
terus menerus. Sutauw Kit benar-benar lihai. Dapat dia mengelak. Segera
dia membalas. Kali ini dengan "Poa Lui Ciang Hoat" pukulanpukulan
tangan kosong "guntur" Ia menyerang berulang ulang
hingga tujuh puluh dua kali.
It Hiong terus menangkis atau berkelit dari semua hajaran
itu Ia ditolong oleh Tou In Ciong, lompatan "Tangga Mega"
ilmu ringan tubuh yang lihai sekali itu.
Maka itu pertarungan jadi berjalan cepat dan seru sampai
puluhan jurus mereka masih sama unggulnya. Sutauw Kit
menjaga diri baik baik supaya tak kena terhajar Ia melihat
bukti pada istrinya yang terluka demikian parah. Sebaliknya
ingin sekalian berhasil menyerang mengenai sasarannya, guna
membalas sakit hati istrinya itu. Dia mengharap harap supaya
lawannya kehabisan tenaga.
Pengharapannya jago Losat Bun itu pengharapan yang
beralasan. Lawan toh masih muda lawan selayaknya kalah ulet
daripadanya. Dia sendiri termasuk jago tua dan tahu baik akan
kekuatan dirinya. Tapi It Hiong dapat bertahan. Terpaksa ia
mesti bertahan juga. Semua penonton kagum, mereka tak dapat membedakan
mana kawan dan mana lawan saking cepatnya dan orang itu
berlompatan menyerang dan mengulat.
Selagi mendekati jurus yang keseratus Sutauw Kit merasa
hatinya tak tenang. Inilah sebab ia mendapat kenyataan lawan
muda itu tetap gesit dan tangguh. Ia sendiri sebaliknya
merasa tenaganya mulai berkurang dan inilah berbahaya
untuknya. "Aku mesti mendahului dia!" demikian pikirnya. Lantas ia
mengambil keputusan dan bertindak luar biasa bengisnya ia
mendesak lawannya terpaksa It Hiong mesti mundur sampai
dua tindak. Justru lawan ..... menyerangnya dengan ..... jurus
dari poa jui Ciang yaitu "Sinar Kilat Api bara" hanya itu
selekasnya dirubah menjadi cengkraman kepada bahu.
Hoay Giok kaget sekali ketika ia tengah kesengsem
menyaksikan perlawanannya It Hiong yang sangat
mengagumkan padanya ,.... (tidak terbaca)..
SuToaw Kit tercekat dengan tangannya itu gagal dengan
serangannya yang pertama ia menyusuli dengan yang lain tapi
kali ini pasti gagal pula. Kali ini Tan Hong yang
menggagalkannya. Nona itu menghajar tangannya dengan
ruyung ...... Ia menjadi terkejut berbareng penasaran. Lantas
ia menyambar yang sisinya buat.............seru keras supaya
pemilik ruyung ........ Tan Hong berlaku waspada dan Cepat Ia menarik pula
ruyungnya buat terus dipakai menyerang pula kepem...........
lawan. Tapi ia disambut lawan. Kali ini SuToaw Kit juga
menyambut dengan dua dua tangannya inilah yang ia
kehendaki ia memang mau mengguna tipu Bahkan sengaja ia
melancarkan ruyung sedikit jauh supaya dapat tersentuh
lawan itu. Dengan begitu Hoay Giok jadi mendapat ketika
menjaga dirinya. Hampir Cian Pie Longkun dapat mencekal ujung ruyung
atau mendadak lawan mnyerangnya dengan keras sekali maka
itu kedua tangannya tersentuh ujung ruyung itu Tapi yang
mengagetkan ia adalah .... tangannya terasa kaku.
Akibat sentuhan itu Untuk menyelamatkan diri lantas ia
menendang si nona. Tan Hong justru mengeluarkan tenaga dalam Mo Teng Ka
ketika tendangan mengancamnya terpaksa ia berkelit dengan
lompat mundur sendiri dengan kaget menarik pulang
ruyungnya menarik pulang sambil disontakkan ke arah lawan.
Seketika itu juga terjadilah dua hal hampir berbareng
Sutaw Kit berdiri limbung hingga ia mundur dua tindak terus
dia memuntahkan darah disebelah dia Hoay Giok pun
mendadak roboh dengan sendirinya terus dia bergulingan
ditambah dengan tangannya yang satu memegangi bahu
tangannya yang lain hingga menyaksikan itu Tan Hong kaget
sekali. Itulah kejadian diluar dugaannya si nona Kiranya Loa Hong
yang berduduk diam menyalurkan pernapasannya telah
melihat jalannya pertempuran itu mengetahui suaminya
berada dibawah angin Ketika itu pula Hoay Giok maju untuk
membacok suaminya. Untuk menolong suaminya itu tidak ada jalan lain lantas ia
menjemput batu hancur dan memakai itu sebagai gantinya
senjata rahasia menyerang si anak muda.
Dia berhasil sebab Hoay Giok terhajar lengan kanannya
lengan itu patah dan goloknya jatuh ketanah terjatuh
robohnya tubuhnya hingga ia bergulingan saking ngerinya.
It Hiong telah menyaksikan semua
Tak keburu ia menolong kakak seperguruanya itu ia pun
menjadi sangat gusar Matanya hendak ia memburu si kakak
untuk membantu atau mendadak ia memikir lain.


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia sudah berlompatan ia merubah arahnya terus ia lompat
kepada SuToaw Kit dan menghajarnya dengan satu hajaran
yang keras dan mengenai punggung jago Losat Bun itu tanpa
si jago sampai berdaya Tan Hong melengak menyaksikan semua kejadian. Semua
terjadi dengan sangat cepat.
Hong Hui lompat kepada suaminya untuk memayangnya
buat mencoba membantu. Suaminya itu terus muntah muntah darah.
It Hiong sebaliknya lompat kepada Hoay Giok untuk
mengasi dia bangun serta paling dahulu memberikan dia obat
pemunah racun. Jago wanita dari pulau ikan Lodan Hitam tidak melengak
lama. Segera dia lompat kepada Loa Hong Hui dan
menghajarnya dengan ruyungnya.
SuToaw Kit mendapat lihat datangnya serangan kepada
istrinya. Dia sudah terluka parah akibat serangan satu jurus.
Dari Hang Liong Hok Kouw Ciang. Dia masih memuntahkan
darah tetapi melihat istrinya itu terancam bahaya hendak dia
menolongnya dengan sisa tenaganya Maka dia meronta lantas
dia maju dengan dua duanya guna menangkis serangan dia
pun sambil berseru "istriku lekas menyingkir! jangan kau
hiraukan aku lagi...!"
Cuma begitu jago Lohat Bun ini mengeluarkan kata katanya
segera dia roboh terkulai tanpa berkutik lagi karena tak dapat
dia bertahan dari pukulan kematian dari Nona Tan. Dia lain
pihak Hong Hui sudah lantas kabur menuruti anjuran
suaminya Hanya sebentar saja ia telah menjauhkan diri empat
tombak seraya terus menuju ke bawah gunung.
Tan Hong hendak mengejar musuh itu atau hendak ia
membatalkan pikirannya itu, Ia sangat It Hiong lagi membantu
Hoay Giok hingga kedua anak muda itu tak dapat di tinggal
pergi dikuatirkan waktu muncul musuh atau musuh musuh
yang mestinya berada disekitar tempat itu. Begitulah habis
mengawasi tubuhnya Sutow Kit ia menghampiri It Hiong dan
Hoay Giok. Selekasnya dia menelan obatnya si pendeta tua dari Bie Lek
Sie. Hoay Giok merasa nyerinya berkurang. Obat itu dapat
mengoobati luka luka dan racun. Ia tak lagi merintih dan
mukanya pun berubah menjadi merah pula tak sepucat
semula. Lega hatinya It Hiong menyaksikan kemustajaban obat itu.
Ia sekarang memikirkan lengan yang patah dari kakak
seperguruannya itu. Obat apakah harus dipakai tak usah lama
ia berpikir lantas ia mendapat akal. Ia mengeluarkan pil yang
lain ia mengunyah itu terus ia borehkan ditempat yang luka
pada lengannya sang suheng. kemudian luka itu dibabat
dengan robekan ujung sang baju. habis membalut luka ia
meneruskan dengan mengempos tenaga dalamnya ketubuh
Hoay Giok guna menyalurkan darahnya dengan baik supaya
daging dan tulang berambung pula dengan tepat seperti sedia
kala. Ketika Tan Hong datang menghampiri kedua anak muda itu
lagi sama sama berdiam Hioay Giok tengah bersemadhi
meneriam bantuan ternaga dalam It Hiong lagi
mengemposkan tenaga dalamnya itu. Ia berdiam saja disisi
mereka itu mengawasi sambil berjaga jaga kuatir musuh
datang membokong. Sang waktu terus berjalan tak hentinya. Fajar tiba sudah
Cahaya terang mulai tampak diufuk timur terus keseluruh
jagad Di atas pohon burung burung mulai bercowetan.
Hoay Giok menghela napas terus membuka matanya terus
ia berbangkit bangun berdiri. Dengan perlahan sekali ia
mencoba menggerakan tangan kanannya yang terluka.
Ia tidak merasa nyeri. Ia mencoba menggerakkan lebih
jauh dengan pelbagai gerakan ke kiri dan kanan, ke atas dan
bawah. Untuk girangnya ia merasai tangannya itu bergerak
bebas seperti biasa. Maka bukan main girangnya.
"Sute !" katanya. "Darimana kau mendapatkan obat yang
mujarab sekali ini " Sute, lukaku telah sembuh !"
It Hiong tidak lantas menjawab kakak seperguruan itu. Ia
justru berdiam sebagai orang lagi bersemadhi. Inilah karena ia
perlu beristirahat habis ia mengemboskan terlalu banyak
tenaga dalamnya yang membuatnya letih.
Adalah Tan Hong yang tertawa dan berkata : "Syukur kau
telah sembuh kakak Whie. Kau bukan ditolong oleh obat
melulu tetapi juga karena bantuan tenaga dalam adik Hiong !
Kalau tidak, kesembuhanmu tak secepat ini !"
Hoay Giok mengawasi It Hiong yang duduk bersila sambil
memejamkan mata dan tubuhnya tak berkutik. Ia menghela
napas dan berkata : "Sungguh baik hatinya Tio sute. Aku
bersyukur bukan main !"
Tan Hong bersenyum. Selagi sang waktu terus berjalan merayap, kesunyian terus
menguasai tanah pegunungan itu. Tan Hong bertiga merasa
aman. Tak pernah datang pula musuh. Mungkin Kiam Lam It
Tok repot membantu kedua muridnya dan Losat Bun tengah
menantikan si jago muda yang diharuskan datang pula guna
menjalankan syarat atau aturan partainya itu.........
Selekasnya It Hiong pulih seperti biasa, tanpa banyak
omong lagi ia mengajak kedua kawannya mencari lobang gua.
Mereka hendak lekas menolong Beng Kee Eng. Sekarang tak
ada lagi rintangan. Mereka mengingat-ingat dari mana
datangnya bokongan tadi. Mereka pun melihat dari mana Kim
Lam It Tok muncul dan kemana ia pergi.
Tidak terlalu lama mereka menggunakan waktunya. Sarang
Ular itu lantas dapat ditemukan. Letaknya tak seberapa jauh
dari mulut sumber air. Mulut gua itu teraling rapat oleh akar
rotan, pantas sukar dicarinya.
It Hiong menghunus Keng Hong Kiam. Dengan itu
membabati sekalian akar yang merintanginya. Setelah itu
dengan berani ia memasuki lobang itu. Tan Hong dan Hoay
Giok ia ajak bersama. Lobang itu berupa seperti terowongan.
Di langitnya terdapat stalaktit. Dari situ menetes terus air
seperti butiran-butiran air es. Karenanya, tanahnya lembab.
Sejauh lima tombak di sebelah depan tampak sinar terang dari
sebuah lentera yang digantung di dinding. Cahaya itu hanya
cukup buat orang mengenali jalanan.
Ketiganya maju dengan perlahan, senjatanya masingmasing
siap sedia. Selewatnya belasan tombak, mereka
melihat makhluk bergerak-gerak di tanah.
"Ular !" seru It Hiong yang berjalan di muka. Tangannya
dipakai mencegah kedua kawannya maju lebih jauh.
Tan Hong dan Hoay Giok berhenti. Mata mereka
mengawasi kepada makhluk itu.
Di sana ada sekumpulan ular besar dan kecil, ada yang
kuning, hijau dan merah dan belang juga. Selainnya yang
bergerak-gerak, ada yang mengangkat kepalanya dan
mengulur memain lidahnya, sedangkan semua matanya
bercahaya bengis. Risau rasanya mengawasi sekalian binatang
dengan sikapnya yang mengancam itu........
"Sekarang bagaimana, adik Hiong ?" tanya Tan Hong. Ia
gagah tetapi ia jeri terhadap binatang merayap itu. Dia tak
bebas seluruhnya dari tabiat wanita, takut akan ular. "Hebat
sarangnya Kiu Lam It Tok ! Ular melulu !"
Tanpa malu-malu si nona merapatka tubuhnya pada It
Hiong dan menyendernya. It Hiong bersikap tenang. Setelah mengawasi sekian lama,
tangannya merogoh sakunya mengeluarkan peles obatnya. Ia
mengulapkan itu di muka si nona.
"Buat apa takut, kakak ?" katanya. "Kita toh mempunyai
obat dari pendeta tua dari Bie Lek Sie itu. Mana dapat ular
beracun ini mencelakai kita " Sia-sia saja segala akalnya Kiu
Lam It Tok terhadap kita !"
Lantas si anak muda membuka tutup peles dan mengambil
isinya. Ia memberikan tiga butir masing-masing pada si nona
dan Hoay Giok. Ia sendiri mengambil tiga butir pula untuk
bersama-sama memakannya. Hoay Giok pernah merasai pagutan ular beracun. Walaupun
ia telah menelan obat, hatinya masih cemas. Ia berjalan
dengan berhati-hati sekali. Matanya dipasang tajam-tajam.
"Ular memenuhi jalanan, mana dapat sekali gua semuanya
dibinasakan......" kata ia bersangsi. "Biar bagaimana kita sukar
luput dari pagutan satu diantaranya........ Biarnya kita sudah
makan obat, kita toh harus waspada......... Sute, aku pikir
harus kita mencari jalan paling mudah untuk
melewatinya.........."
Perlahan-lahan Tan Hong mendapat pulang ketabahan
hatinya. Ia berpikir selekasnya ia mendengar kata-katanya
Hoay Giok. "Kakak Whie, kenapakah kita tidak mau menggunakan api
?" katanya kemudian. "Bukankah ular dan binatang buas
lainnya takut api ?"
"Benar, benar !" menjawab Hoay Giok girang hingga ia
menepuk-nepuk tangan. "Sungguh kau cerdik Nona Tan !"
It Hiong berdiam, ia menggeleng kepala, alisnya
dikerutkan. "Kau takuti apa, sute ?" tanya Hoay Giok heran.
"Api dan asap dapat mengusir ular." sahut si anak muda.
"Tetapi asap pun dapat membuat Paman Beng sukar bernafas
hingga ia terancam bahaya lain........"
"Tapi kita harus dapat mengira-ngira menggunakannya."
kata Tan Hong bersenyum. "Bagaimana kalau kita membuat
sejumlah obor dari kayu atau cabang-cabang kering. Kita sulut
dan ombang-ambingkan itu sembari kita berjalan maju " Aku
bukan maksudkan kita membakar habis semua ular ini......"
Selagi bicara itu, Nona Tan tampak gembira sekali.
It Hiong memandang nona itu, lalu ia tunduk dan berkata
dengan perlahan : "Kembali seorang Kakak Cio Kiauw In......."
Manis Tan Hong merasa mendengar pujian itu. Ia
disamakan dengan Kiauw In, si cantik, sabar dan cerdas.
"Ah, adik. Kau lagi mempermainkan aku !" katanya
bersenyum. "Mana dapat aku dipadu dengan Kakak Kiauw In
mu itu ?" It Hiong berdiam. Kata-katanya nona itu bercabang dua.
"Mari kita bekerja seperti katanya Nona Tan !" Hoay Giok
menyela. Dan dia lantas memutar tubuh, buat lari balik untuk keluar
dari mulut gua. Tan Hong menyusul, disusul juga oleh It Hiong.
Di lain detik, ketiga orang itu sudah kembali ke dalam
terowongan. Masing-masing mencekal beberapa ikat bahan
api. Mereka menyalakan api dan menyulut obor istimewa itu
hingga terowongan terang dengan cahaya apinya. It Hiong
dan Tan Hong berjalan maju berendeng, obor di tangannya
senantiasa di goyang-goyang ke kiri dan ke kanan.
Hoay Giok berjalan di belakang, membawa cekalan obor
lainnya untuk menggantikan setiap obor yang sudah padam.
Cara itu memberi hasil. Melihat api dan mencium bau asap,
semua ular lantas bergerak. Semua berebut lari ke sebelah
dalam terowongan. Mereka itu ketakutan dan berlomba
keluar. Dengan ular itu berebutan lari, It Hiong dapat maju
dengan terlebih cepat. Terowongan mungkin panjang tiga puluh tombak. Habis itu
terlihat gua merupakan ruang, ada pembaringan, kursi dan
mejanya. Semua terbuat dari adukan batu hancur. Hanya
ruang ini kosong, tidak ada penghuninya. Sampai disitu, entah
semua ular menghilang kemana.......
"Suhu ! Suhu !" Hoay Giok memanggil-manggil.
Tidak ada jawaban, cuma terdengar kumandang yang
keras. It Hiong dan Tan Hong mencoba turut memanggilmanggil
tetapi cuma kumandang menjadi jawabannya. Setelah
itu mereka berdiam, mata mereka dipasang ke seluruh ruang.
Mereka mengharapi melihat sesuatu.....
Tiba-tiba dari satu pojok, dimana tampak rebung batu
terdengar suatu suara perlahan.
"Ah !" seru Tan Hong tertahan, lalu terus ia menarik ujung
bajunya It Hiong. Anak muda itu memasang mata.
Tan Hong bukan cuma menarik. Ia juga bertindak. Maka
bersama-sama berdua mereka pergi ke pojok itu. Kiranya di
belakang rebung batu itu terdapat sebuah ruang kecil yang
penuh terhamparkan rumput kering. Di situ terdapat sesosok
tubuh orang yang rebah tak berdaya. Melihat orang itu, It
Hiong berlompat maju lantas ia mengangkat dan
memondongnya, dibawa ke dalam ruang buat diletaki dengan
hati-hati diatas pembaringan batu.
Orang itu ialah Beng Kee Eng, paman atau guru mereka.
Dia membuka matanya yang lemah, mukanya pucat pasi
dengan mata yang guram itu dia mengawasi tiga orang yang
berdiri terpaku di hadapannya. Inilah sebab tegangnya hati
mereka itu. Akhirnya It Hiong mencekal lengan sang paman, air
matanya turun meleleh. "Paman !" panggilnya. "Paman !"
Bee Kee Eng berdiam saja. Ia mendengar seperti tak
mendengar, melihat seperti tak melihat. Ia tetap hanya
mendelong ! Hoay Giok berlutut di depan gurunya itu. Air
matanya bercucuran. "Suhu !" panggilnya. "Suhu, kau kenapa " Kenapa suhu
berdiam saja " Apakah suhu tidak mengenali kami ?"
Murid itu lantas menangis dan It Hiong turut terus
mengucurkan air matanya. Di dalam keadaan seperti itu,
mereka bingung hingga seperti tak dapat berpikir dengan
tenang. Keadaan Beng Kee Eng sungguh mengharukan,
pantas membuat orang tak berdaya. Tan Hong tidak kenal
Beng Kee Eng, ia tak bersitegang hati seperti kedua anak
muda itu. Mau juga pikirannya tetap tenang. Ia cuma terharu
dan merasa berkasihan. Ia tidak bingung. Ia dapat berpikir.
Melihat keadaannya pemuda yang seperti lumpuh itu, Tan
Hong berlaku mantap dan cepat. Paling dahulu ia menotok
kedua pemuda itu pada masing-masing jalan darah hek tiam.
Inilah guna menenangkan mereka itu supaya kesadaran
mereka mudah pulih. Hendak ia mengambil hatinya It Hiong
dengan melakukan sesuatu. Setelah menotok kedua anak
muda itu, lantas Tan Hong mengawasi Beng Kee Eng.
Bagaikan mayat, Beng Kee Eng rebah tak bergeming. Dia
tak dapat bicara. Melihat keadaannya mungkin itulah akibat
totokan lawan pada jalan darahnya. Karena itu Nona Tan
lantas memperhatikan seluaruh tubuh orang guna mencari
kebenaran dari dugaannya itu.


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tak sulit akan mendapat kenyataan kecuali telah ditotok
kedua jalan darah hun hiat dan ahiat yang menyebabkan
orang tak sadar dan gagu, Beng Kee Eng pun ditotok jalan
darah sinToan di punggung, jalan darah hoktouw di belakang
pinggang juga jalan darah siang kiok di perut. Di semua
tempat tertotok itu terdapat tetesan darah.
Menyaksikan itu, Tan Hong sebal benar terhadap Kiu Lam It
Tok. Ia menganggap jago racun itu kejam sekali. Tapi ia harus
bekerja. Maka ia mengumpul tenaga dalamnya pada
tangannya, terus ia menepuk hun hiat dan hiat. Untuk tiga
jalan darah lainnya yang mengeluarkan darah ia menunda
sebab ia tidak mengerti dan kuatir nanti mencelakai jago itu.
Lewat sesaat, sadar sudah Beng Kee Eng. Hanya belum
dapat dia menggerakkan tubuhnya. Maka itu ia cuma bisa
mendelong mengawasi si nona yang dia tak kenal itu. Ia
merasa aneh. "Locianpwe." Tan Hong lantas menyapa. "Kenalkah
locianpwe akan dua orang itu ?" Ia terus menunjuk kepada It
Hiong dan Hoay Giok yang lagi rebah di pembaringan batu itu.
Beng Kee Eng menoleh. Maka ia melihat keponakan dan
muridnya yang terasayang lagi tidur nyenyak. Ia
memperlihatkan rupa tak mengerti atau kaget, terus saja dia
menghela napas dan mengeluh. "Habislah........." Tapi sedetik
kemudian, mendadak tampangnya menjadi bengis.
"Siapakah kau ?" ia tegur Tan Hong, gusar.
Tan Hong girang mendapat jago itu sudah sadar benar.
Maka tanpa mau melayani teguran orang, justru pergi
menepuk-nepuk dahulu jalan darah It Hiong dan Hoay Giok
membuat kedua anak muda itu lantas mendusin setelah mana
ia menyesalkan si pemuda she Tio dengan mengatakan : "Adik
Hiong, mengapa nyalimu lemah tidak karuan " Paling penting
ialah menolong dahulu Paman Beng !"
It Hiong dapat dikasihh mengerti. Segera ia menahan sedih
hatinya. Ia berlompat bangun sambil memanggil keras :
"Paman !" Terus ia lari kepada paman itu memelukinya.
Beng Kee Eng heran dan girang sampai ia mengeluarkan air
mata. "Aku tidak sangka bahwa aku masih dapat menemui kalian,
anak-anak....." katanya terisak-isak.
"Adik Hiong, jangan bicara saja !" Tan Hong menyela.
"Telah aku periksa tiga buah jalan darah penting dari Paman
Beng telah kena terpagut ular beracun. Maka itu paling perlu
ialah kau mengobatinya dulu."
Beng Kee Eng mendengar itu, dia menarik napas dalamdalam.
Lantas dia kata lemah : "Ketiga luka jalan darah itu
bukan karena totokan atau pagutan ular, hanya disebabkan
tusukan jarum emas yang ada racunnya. Sudah lama aku
ditusuknya dan racun sudah bekerja lama menyelusup ke nadi
maka juga walaupun ada obat mujarab mungkin waktunya
sudah terlambat......."
"Jangan kuatir suhu." berkata Hoay Giok. Ia pun
menghampiri gurunya itu. "Orang baik diberkahi Tuhan Yang
Maha Kuasa. Adik Hiong mempunyai obat pemunah racun
yang sangat mujarab. Walaupun racun ular jahat sekali, obat
masih dapat memunahkannya."
Bagaikan baru terasadar It Hiong segera merogoh ke dalam
saku bajunya. Ia mengeluarkan peles obatnya dan mengambil
enam butir diantara obat itu dan dengan lantas ia memasuki
obat ke dalam mulut pamannya untuk dikunyah dan ditelan
sedangkan tiga butir lainnya dihancurkan dengan air untuk
dipakai memborehkan luka pada tiga jalan darah yang
membahayakan itu. "Sabar Paman. Segera paman akan sembuh." ia menghibur
pamannya itu yang ia minta berdiam jangan bergerak guna
mengasi ketika obat berjalan dan bergerak.
Kee Eng menurut. Ia rebah dengan berdiam saja. Selang
satu jam ia bergerak karena mual. Ia muntah-muntah
mengeluarkan bau yang amis sekali. Bukan cuma itu saja,
juga ditempat yang luka lantas muncul kepalanya tiga batang
jarum ! It Hiong bertiga kaget berbareng girang. Hebat
obatnya si pendeta tua. Tanpa ayal lagi pemuda she Tio itu menggunakan dua jari
tangannya akan menjepit dan mencabut ketiga jarum itu satu
demi satu, setelah mana lubang-lubang luka mengeluarkan
darah hitam. Jarum-jarum itu sendiri yang panjang tiga dim
bersinar kuning emas kebiru-biruan.
Kee Eng menarik napas dalam-dalam. Masih ia nampak
lesu. Masih dia berduka. Kata dia perlahan : "Semua jarum
telah keluar dan rasa nyerinya telah lenyap tetapi aku masih
sangat lemah, tenagaku tidak pulih. Tak dapat aku
menggunakannya. Nampaknya usaha kalian sia-sia
belaka........." "Janganlah berkecil hati, locianpwe." Tan Hong menghibur.
"Jika benar-benar kami tidak berhasil menolong locianpwe,
akan kita bawa locianpwe turun dari gunung Ay Lao San ini
guna mencari tabib yang pandai guna menolong terlebih jauh
! Sekarang locianpwe sabar saja dan beristirahatlah dengan
tenang !" Beng Kee Eng dapat dibujuki. It Hiong dan Hoay GIok pun
membantunya. Malam itu dilewatkan mereka berempat di dalam sarang
ular itu. Selama menantikan sang waktu, Kee Eng dibantu
dengan pengurutan seluruh tubuhnya. Hanya kali ini obat
belum juga bekerja. Sampai pagi, jago tua ini belum dapat
pulang tenaganya, tak dapat ia bangun sendiri.........
It Hiong semua bingung. Mereka berpikir keras sampai
mereka ingat kepada Kiu Lam It Tok. Bahwa mereka harus
mencoba mencari jago Kwieciu Selatan itu buat mendapatkan
pertolongan-nya walaupun secara paksa. Ada pepatah yang
berkata : "Buat membebaskan orang dari ikatan mesti dipakai
tenaganya orang yang mengikatnya"
"Beng Locianpwe." Tan Hong lantas tanya Kee Eng.
"Tahukah locianpwe dimana Sia Hong menyembunyikan
dirinya ?" "Malam itu sepulangnya Sia Hong, dia repot mengobati
kedua muridnya." Kee Eng memberikan keterangan. "Habis itu
dia menotok dan menjarumi aku hingga aku tidak tahu apaapa
lagi.........." Benar-benar sulit. It Hiong bertiga menggeledah seluruh ruang itu untuk
mencari obat selama satu jam sia-sia saja. Mereka tidak
mendapatkan sesuatu tetapi pemuda she Tio itu penasaran,
dia mencari terus. Ia mengikuti setiap dinding. Akhirnya dia
menemukan sebuah lubang yang tertutup tapi didalam situ
tersembunyi sebuah kotak kecil terbuat dari kayu yang
atasnya berukiran tiga buah huruf, bunyinya "Kay Tok Tan"
artinya pil pemunah racun.
"Aku berhasil !" ia berseru dalam girangnya. Lantas ia
membuka tutup kotak atau segera ia berdiri menjublak saja !
Kotak itu kosong melompong ! Ada juga segumpal kertas
kecil yang bertuliskan : "Racun ular pada tubuhnya si orang
she Beng dapat menyambung jiwanya sampai tiga bulan.
Sampai di Rapat di gunung Tay San. Jika kalian benar
mempunyai kepandaian, obat pemunahnya akan didapatkan.
Sia Hong." Hoay Giok menggertak gigi saking mendongkol. Lantas ia
mencaci maki Kiu Lam It Tok yang dikatakan kejam dan licik.
Tak ada perasaannya sebagai orang Kang Ouw sejati !
"Si bajingan tukang main racun sudah kabur, percuma kita
mencaCinya." berkata Tan Hong. "Sekarang ini paling perlu
kita melindungi Beng Locianpwe berlalu dari gunung ini."
Itulah benar. It Hiong dan Hoay Giok pun dapat menyabari
diri. "Kakak benar." kata It Hiong. "Kita terusl menuruti saja
suara hati kita hingga kita melupakan tugas kita."
"Si bajingan berkata kita masih mempunyai waktu tiga
bulan. Mungkin dia dapat dipercaya." kata Tan Hong pula.
"Syukur, waktu itu cukup lama. Maka yang penting sekarang
ialah kita harus menghadapi pihak Losat Bun. Setelah berhasil
meninggalkan gunung ini, selanjutnya pasti locianpwe akan
dapat ditolongi ! Nah, mari kita bekerja !"
Hoay Giok dan It Hiong setuju. Hoay Giok segera
menghampiri gurunya. Ia membuka ikat pinggangnya guna
memakai itu melibat tubuh sang guru yang ia angkat dan
gendong. Ia minta sang guru suka bersabar dan bertahan.
"Mari !" kata anak muda ini selesai berdandan. Goloknya ia
cekal di tangan kanan. Tan Hong dan It Hiong mengikuti, tetapi It Hiong sambil
berkata : "Kakak Whie, kau jalan di muka. Aku telah berunding
dengan kakak Tan, ia akan ikut kau buat melindungi kalian.
Aku sendiri akan jalan di belakang buat menjaga kalau-kalau
musuh datang mengejar. Apa juga terjadi atas diriku, kau
jangan pedulikan. Kalian lari terus asal paman selamat !"
Itulah kata-kata mirip pesan terakhir.
Hoay Giok mengerti. "Dimana nanti kita bertemu ?" tanyanya.
"Aku pikir tempat itu ialah Siauw Lim Sie di Siong San."
sahut It Hiong. "Di manapun ada ayah angkatku, itulah tempat
yang aman ! Nah, sampai kita berjumpa pula di gunung itu !"
"Tetapi aku....." tiba-tiba Tan Hong berkata, suaranya
tertunda. "Memang kakak tidak dapat pergi ke Siauw Lim Sie."
berkata It Hiong. "Baik kakak mengantar paman sampai di
tempat yang aman. Selanjutnya terserah kepada kakak sendiri
! Kakak telah banyak melepas budi padaku. Aku, Tio It Hiong
akan aku ingat itu untuk membalasnya !"
Bukan main berdukanya Tan Hong. Ia mesti berpisah dari
adik itu sedang sampai sebegitu jauh mereka bertiga telah
seperti sehidup semati. Tapi ia tahu suasana. Itulah
perpisahan yang sukar dihindari. Dengan lesu, bahkan sedih ia
berkata : "Adik, kau memandang aku sebagai orang luar.
Dengan perpisahan ini, sampai kapan kita akan jumpa pula.
Entah aku masih mempunyai untung baik menemukan kau
pula atau tidak." It Hiong melengak. Ia terharu. Hanya sekejap, terbangun
pula semangatnya. Lantas ia berkata sungguh-sungguh.
"Kakak, kau telah pertaruhkan jiwa ragamu membantu kami
mencari dan membantu Paman Beng, budimu yang sangat
besar itu tak nanti aku lupakan. Hanya sekarang, suasana
memaksa kita berpisah ! Kakak, biar kita berpisah buat
sementara waktu saja ! Jangan kakak bersusah hati !
Bukankah bakal lekas tiba saatnya Rapat Besar di gunung Tay
San " Nah, waktu rapat itu ialah waktu pertemuan kita pula.
Bukankah itu bagus ?"
Tan Hong diingatkan akan rapat besar itu Tay San Tay
Hwe. Ia nampak girang. "Bukankah rapat itu bakal diadakan nanti bulan delapan
tanggal lima belas ?" kata ia bertanya.
"Benar, kakak !" sahut It Hiong. "Sekarang sudah bulan
enam tanggal pertengahan, maka ini waktu perpisahannya
tidak lama lagi !" Hoay Giok mendengari pembicaraan itu.
"Mari !" ia mengajak, sebab pembicaraan pun telah selesai.
Maka berlalulah mereka dengan cepat, meninggalkan
sarangnya Sia Hong itu. "Hoay Giok," kata Kee Eng selagi mereka menuju ke mulut
gua. "Di dasar terowongan ini ada jalan rahasia, jadi tak usah
kalian ambil jalan mulut gua yang sukar itu. Mari aku tunjuki
jalannya." Itulah bagus. Maka orang menuruti kata-kata orang tua itu.
Lantas mereka mengubah tujuan ke dasar gua. Jalanan gelap
dan berliku-liku, sempit dan sulit sekali.
Tan Hong cerdik. Untuk mengatasi jalan yang gelap, ia
mengambil sebuah lentera dari dalam raung hingga
selanjutnya mereka memakai penerangan yang membuat
mereka dapat berjalan jauh terlebih cepat.
Lewat satu jam mereka lantas melihat cahaya matahari.
Bukan main leganya hati mereka. Telah mereka keluar dari
sarang ular. Matahari sudah berpindah ke barat. Ketika itu
kira-kira jam tiga atau empat lohor.
It Hiong memandang ke sekitarnya akan melihat arah buat
mencari jalan meninggalkan gunung itu. Ia lantas menuju ke
arah kiri, Hoay Giok dan Tan Hong mengikutinya. Terpaksa ia
yang mesti membuka jalan. Waktu mereka sampai di tempat
tadi malam mereka menempur Cian Piu Longkau Sutouw Kit,
mayatnya tongcu dari Losan Bun itu sudah tidak ada, tinggal
darahnya saja di atas rumput.
"Ah..." ia menghela napas. Terus ia bersiul buat melegakan
hatinya. Baru berhenti siulannya anak muda ini atau dari suatu
pojok gunung, mereka melihat munculnya serombongan
orang, ialah serombongan orang berseragam topi dan
pakaiannya berkembang yang semuanya membekal golok.
Cepat sekali mereka itu sudah memegat jalan.
"Kakak Hoay Giok !" berkata It Hiong. "Kakak Hong ! Kalian
teruslah tetapi kalian harus berhati-hati !"
Lantas anak muda ini dengan pedang terhunus berlompat
maju ke depan guna menghampiri orang Losat Bun itu, mau
membuka jalan supaya kedua kawannya dapat menerobos
rombongan penghadang itu guna pergi meloloskan diri. Ia
pula tahu karena lawan berjumlah besar, ia memerlukan
pertempuran dengan waktu singkat dan demi itu, mesti
bersikap telengas. Kawanan Losat Bun itu berjumlah kira-kira tiga puluh
orang, mereka berbekal golok dan juga pedang. Yang menjadi
kepala tiga orang, berada paling muka. Yang satu ialah Lou
Hong Hui. Dari dua yang lain, merekalah seorang touwlo atau
rahib dan seorang tua. Si rahib yang kepala dan rambutnya
dilibat gelang emas bermata gede dan beralis gemplok, daging
di mukanya pada menonjol dan senjatanya ialah sebatang
tongkat kuningan. Dan si orang tua yang berkulit mukanya
gelap memiliki mata tikus yang bersinar tajam dan di
punggungnya tergemblok senjatanya, golok sepasang. Kiranya
mereka itulah murid-murid murtad dari Siauw Lim Sie : Tiat Lo
han Loe Liong dan Co siang Hui Kan Tie Uh.
Sebenarnya mereka itu berdua lagi melakukan perjalanan
mencari kawan guna menghadiri Tay Sam Tay Hwea. Mereka
main hasut sana dan hasut sini. Kebetulan mereka tiba di Ay
Lao San. Mereka menemui anaknya Sutauw Kit terbinasakan.
Lantas mereka menyatakan suka memberi bantuan buat


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membalaskan kepada musuh terus mereka menemani Lou
Hong Hui. Lebih dahulu daripada itu, mata-mata Losat Bun telah
mencari tahu tentang rombongannya It Hiong itu. Maka
mudah saja mereka ini dipegat.
Karena kedua belah pihak sudah menjadi musuh yang
saling mengenal dengan yang lain, pertempuran segera
dimulai. Dimulai oleh Hong Hui yang memberi isyarat lirikan
mata kepada kedua kawannya hingga kedua kawan itu maju
dengan segera, menyerang kepada It Hiong.
It Hiong membentak : "Bagus kamu bertiga maju
berbareng !" Terus ia menggerakkan pedangnya dan
menyambut serangan. Lantas ia menggunakan Khie bun
Patkwa Kiam. Hanya kali ini ia bergerak ketiga arah sebab
musuhnya tiga orang ! Kee Liong sangat mengandalkan tenaga dalamnya yang
istimewa dan juga senjatanya yang berat. Dengan berani dia
menyambut It Hiong. Niatnya buat menyampok terpental
pedangnya pemuda itu. Selekasnya kedua senjata beradu, percikan apinya
bermuncratan. Suaranya terdengar nyaring, lantas si rahib
menjadi sangat kaget. Gagal senjatanya yang dia buat
andalan itu bahkan tangannya yang kanan bergemetaran
hingga hilang tenaganya. Terpaksa dia mundur satu tindak.
Justru itu Kan Tie Uh berlaku licik. Dia justru menyerukan
mereka itu : "Saudara-saudara ! Kalian lihat bocah itu ! Aku si
tua hendak membereskan kawan-kawannya !" Terus dia
berlompat untuk Hoay Giok yang menggendong gurunya,
bahkan dia segera menyerang dengan bacokan yang hebat.
Sama-sama dari pihak Siauw Lim Sie, Hoay Giok kenal ilmu
silatnya rahib itu. Yang sulit untuknya ialah ia lagi
menggendong gurunya hingga ia tak bebas menggunakan
goloknya. Tapi ia tidak putus asa. Ia tahu bagaimana harus
mengendalikan diri. Maka dia menjauhkan dirinya secara
lincah. Kan Tie Uh penasaran. Dia mendesak terus. Sebentar saja
dia sudah membacok lima kali saling susul. Sampai di situ dia
barulah dihadang Tan Hong. Nona ini menghadang sambil
terus menusuk matanya dengan sanhopang. Dia terkejut. Dia
berkelit. Karenanya bebaslah Hoay GIok.
Kan Tie Uh berkelit dengan jurus silat "Jembatan Papan
Besi", hampir pipinya tersentuh ruyung. Tetapi toh ia merasai
giris. Ia menjadi kaget berbareng gusar. Karena ia kenal si
nona, ia lantas saja mendamprat : "Hai budak bau dari Hek
Keng To ! Kau hendak mencari laki "
Muka Tan Hong menjadi merah. Ia dikatakan mencari laki !
Maka terbangunlah sepasang alisnya terus dia membentak :
"Siapakah yang menentang partai " Kau toh tahu sendiri
bukan " Bagus kau mempunyai muka akan menegur lain
orang ! Kau lihat senjataku !"
Nona ini tidak takut. Ia maju sambil menikam.
Kan Tie Uh memuat perlawanan. Dia menggunakan jurus
silat Lohan To, Golok Arhat yang dia robah menjadi ilmu golok
kaun Bwe Hoa Hun. Dia pula berlaku bengis. Dia sangat
membenci si nona dan berniat merampas jiwanya. Sesudah si
nona binasa, pikirannya mudah saja dia nanti merobohkan
Hoay Giok dan membekuk Beng Kee Eng.
Walaupun ia berani, Tan Hong tidak mau melawan keras
dengan keras. Ia insyaf bahwa ia kalah tenaga. Maka
sebaliknya ia melawan keras dengan kelunakan. Lekas-lekas ia
mengerahkan tenaga lunak dari Mo Teng Ka, ilmunya dari
pihak Hek Keng To, pulau ikan Lodan Hitam. Dengan
kelincahannya, ia seperti bersilat berputaran di sekitar lawan
ganas itu. Tengah mereka berdua bertempur itu, mendadak mereka
dikejutkan satu jeritan yang menyayatkan hati. Tanpa merasa
keduanya berhenti berkelahi hampir berbareng. Mereka
berpaling ke arah dari mana jeritan itu datang.
Di sana tampak Kee Liong rebah mandi darah. Darah masih
menyembur keluar dari dadanya yang terkena padang Keng
Hong Kiam dari It Hiong. Sebab si anak muda tidak suka
memberi hati padanya dan merobohkannya dengan cepat.
Bahkan It Hiong berhasil juga membekuk Lou Hong Hui,
tangan siapa dicekal erat-erat hingga nyonya itu berdiam
sambil mukanya meringis menahan nyeri cekalan itu ! Dia pun
bermandikan peluh pada mukanya.
It Hiong menjadi sengit. Biar bagaimana ia mesti menolong
menyelamatkan pamannya. Maka itu ia tahu yang ia mesti
berkelahi cepat. Itu artinya ia mesti bersikap keras. Karena ini
dengan lantas ia menggunakan ilmu ringan tubuh Tangga
Mega yang sangat diandali itu. Dengan begitu, ia bisa
bergerak dengan sangat gesit. Dengan begitu juga berhasil
mendesak lawan-lawannya. Dia selalu menggunakan tangan
kirinya akan menyerang dengan jurus-jurus Hong Liong Hok
Houw Ciang dari ayah angkatnya.
Kee Liong lihai, selain bekas orang partai Siauw Lim Pay, ia
pula ketua Tay Sora Ban dan latihannya latihan dari beberapa
puluh tahun. Dia termasuk orang kelas satu. Di lain pihak, dia
dibantu Lou Hong Hui, wanita kaum Kang Ouw ilmu silat
tangan kosong Im Yang Ciang, dia jadi berbesar hati. Hanya
sayang dia justru menghadapi muridnya Tek Cio Siangjin atau
anak pungutnya In Gwa Sian. Dia seperti bertemu binatang
pawangnya. Di lain pihak lagi It Hiong pula tak sudi
membuang-buang waktu yang berharga.
Begitulah kapan telah tiba saatnya senjata mereka beradu
setelah mereka bertempur lima puluh jurus lebih, It Hiong
menggunakan siasat membalas penyerangan dengan
penyerangan. Dengan keras ia menyampok tongkat lawan
hingga tongkat terpental, lantas ia meneruskan menikam ke
arah dada Kee Liong. Kee Liong mati daya, dadanya terkena
pedang yang tajam itu. Maka menjeritlah dia dan tubuhnya
roboh dengan bermandikan darah itu !
Hong Hui kaget menyaksikan kawannya roboh binasa,
tetapi ia tidak menjadi takut dan lari. Justru It Hiong belum
bersedia, dia membarengi menyerang dengan pukulan Im Yan
Ciang. Tak terkecewa dia digelarkan si kejam.
It Hiong menyambar pedangnya dari tubuhnya Kee Liong
ketika serangannya si nyonya itu tiba. Tidak dapat serang itu
ditangkis dengan senjata. Terpaksa ia berkelit terus tangan
kirinya dipakai membalas menyerang. Hanya mendadak ia
merubah serangannya menjadi tangkapan, ialah ia
menyambuti menangkap tangan si nona dengan jurus "Di
tengah Laut Menawan Naga". Ia berhasil dengan
tangkapannya itu. Ia berubah pikiran karena ia ingat belum
tentu Hoay Giok dapat lolos. Andiakan pemuda itu dan
gurunya kena ditawan Losat Bun, Hong Hui bisa dipakai
sebagai orang tukaran. Jika tidak, mudah saja ia merampas
nyawanya si nyonya nanti !
"He, murid murtad dari Siauw Lim Pay. Masihkah kau tidak
mau mengangkat kaki ?" bentak It Hiong melihat Kan Tie Uh
masih membandel. Ia menarik tangannya Hong Hui buat
diajak berjalan. Kan Tie Uh takut sekali. Dua kawannya telah mati atau
tertawan. Tidak ayal sedetik juga, ia memutar tubuh dan lari
menghilang di dalam sebuah tikungan.
Jilid 24 Beberapa puluh orang berseragam itu kaget dan jeri hati,
lantas mereka berseru-seru saling mengisyaratkan. Mereka
juga lantas memutar tubuh dan lari menyelamatkan diri.
Sebaliknya It Hiong bertiga lantas berkumpul. Hoay Giok tidak
berlari terus karena musuh telah tumpas dan kabur.
Ketika itu sang magrib pun mulai tiba.
It Hiong menyuruh Hong Hui duduk ditanah. Ia
menotoknya membuat orang tak dapat bergerak, kemudian
baru ia masuki pedangnya ke dalam sarungnya. Baru sekarang
ia menghela nafas lega. "Kakak Whie, bagaimana dengan Paman ?" tanyanya. Ia
lantas duduk untuk beristirahat.
Sunyi di sekitar mereka, cuma ocehan sang burung yang
terdengar. "Guruku tak kurang suatu apa," Hoay Giok menjawab.
"Takut Nona Tan datang disaat yang tepat hingga aku bebas
dari ancaman si bajingan yang telengas sekali. Dia mendesak
hebat kepadaku !" It Hiong berpaling kepada Tan Hong, wajahnya menunjuki
dia sangat bersyukur, hendak ia mengucapkan sesuatu tetapi
dia batal. Inilah sebab dia bersangsi, tak berani dia sembarang
bicara. Dia takut dengan menghaturkan terima kasih, si nona
nanti tersinggung dan ia bakal bersusah hati. Hal itu pernah
terjadi beberapa kali. Maka itu, cuma sinar matanya yang
menunjukkan terang bahwa dia bersyukur sekali.
Selagi si pemuda mengawasinya, Tan Hong juga lagi
memandangi si anak muda itu. Dengan begitu sinar mata
mereka seperti bentrok satu dengan lain. Maka juga kontaklah
hati mereka. Keduanya sama-sama berdiam. Tan Hong
merasa hatinya sedap sekali, terpaksa, ia bersenyum.
Sungguh ia cantik manis. Sementara itu Kee Eng telah menyaksikan apa yang terjadi.
Saking tidak berdaya, ia berdiam saja. Tenaganya telah hilang
dan belum mau pulih kembali. Melihat It Hiong menjadi
demikian gagah, ia kagum sekali, hatinya lega. Benar hebat
keponakan itu. "Inilah yang dibilang gelombang sungai Tiang kang yang di
belakang mendorong ombak yang di depan." kata ia menghela
nafas saking kagumnya itu. "Kau telah memiliki ilmu silatmu
ini, anak Hiong. Di belakang hari apa yang diimpi-impikan
kelak kau pastilah akan memegang pimpinan rimba persilatan.
Dengan begitu maka saudaraku Siu Pek akan memperoleh
turunannya yang sejati !"
Saking lega hatinya jago tua itu meneteskan air mata
kegirangan. Di dalam hati It Hiong puas karena paman itu
memujinya, tetapi yang menggerakkan hatinya ialah disebut
nama "saudaraku Siu Pek" itu. Selama beberapa tahun belum
pernah ia mendengar lain orang menyebut nama ayahnya,
hanya kali ini oleh Kee Eng saking kagumnya. Justru ia
mendengar nama ayahnya itu, terbangunlah semangatnya. Ia
menjadi ingat punahnya keluarganya, peristiwa yang sangat
menyedihkan dan menyakitkan itu. Ia telah berhasil menuntut
balas tetapi ia toh ingat halnya ia telah berpisah dari ayah
bundanya itu. Ia sadar tetapi ia lantas seperti membayangi
peristiwa terjadi. Ia menjadi bersedih, air matanya meleleh
tanpa merasa... Berempat mereka berduduk di rumput, semuanya berdiam
saja. Mereka berpikir masing-masing. Selama berdiam, mereka
mengingat sesuatu. Angin magrib pun bershilir halus meniup
pergi hawa panas sang siang mendatangkan hawa nyaman.
Tan Hong melihat tibanya sang sore lantas ia mengeluarkan
rangsumnya dan membagi-bagikannya.
"Malam ini kita harus dapat turun dari Ay Lao San ini" kata
ia sembari tertawa. "Mungkin akan terjadi pula pertempuran
dahsyat. Maka itu perlu kita makan dengan cukup !"
Mendengar suaranya si nona, parasnya It Hiong berubah.
Selagi beristirahat buat sedetik ia seperti melupakan diri masih
berada di tempat berbahaya itu. Maka ia lantas berkata
memesannya: "Aku percaya Kwie Tiok Giam Po lihai sekali,
seandianya aku mesti bertempur dengannya asal kita
bergebrak, aku minta kakak bersama suheng lantas
melindungi paman menyingkir dari sini supaya lekas-lekas
kalian dapat turun gunung. Tentang bagaimana akan aku
meloloskan diri, jangan kalian pikirkan !"
"Aku mengerti adik," sahut Tan Hong mengangguk,
suaranya perlahan dan air matanya tergenang.
It Hiong makan dengan cepat, lantas ia bangun berdiri.
"Sudah tiba saatnya !" berkata dia. "Mari kita turun gunung
!" Dia terus menotok Hong Hui buat membikin orang supaya
dapat bergerak, terus dia menuntunnya pergi berjalan.
Hoay Giok merapikan gendongan dan turut berangkat
diiringi oleh Tan Hong. Lari belum lama sampai sudah mereka
di depan sarangnya Losat Bun. Di sana tampak bayangan dari
banyak orang bergerak-gerak dan terlihat juga kilauannya
pelbagai macam senjata. It Hiong membawa sikapnya seorang laki-laki sejati. Dia
tidak lantas maju untuk menyerang hanya dia berdiri di muka
pintu gerbang, untuk memperdengarkan suaranya yang
nyaring, "Kauwcu dari Losat Bun, mari kita membuat
pertemanan ! Sukalah kau memperlihatkan diri !"
"Tunggu !" berseru seorang Losat Bun yang menjaga pintu.
"Kenapa kita tidak mau menyerbu dan pergi selagi si nenek
tua belum muncul ?" tanya Tan Hong berbisik pada si anak
muda. "Kau lihat itu di kiri dan kanan, kakak," berkata It Hiong
sambil tangannya menunjuk. "Aku percaya di sana telah
tersembunyikan banyak orang untuk memegat dan merintangi
kita. Lihat saja, mereka begini tenang. Mestinya mereka sudah
mengatur perangkap. Tak nanti Kwie Tiok Giam Po demikian baik budi
membiarkan kita meninggalkan gunung dengan dia tak
mengambil suatu tindakan. Maka itu baik kita menemukan
dulu baru kita bertindak."
Selagi mereka bicara, diambang pintu gerbang sudah
bermunculan orang-orang Losat Bun, pria dan wanita semua
berseragam, senjatanya golok dan pedang dan sebelah
tangannya pada memegang obor terang-terang. Jumlah
mereka itu lima atau enam puluh orang. Langsung mereka
memasuki lapangan dimana mereka terus memecah diri di dua
Barisan kiri dan kanan. Obornya diangkat tinggi hingga seluruh
lapangan menjadi terang sekali.
Menyusul pasukan pertama itu muncul lagi seBarisan kecil
dari dua belas orang nona-nona, rambutnya yang terbuka
memakai ikat rambut berkembang. Semua mereka
mengenakan jubah panjang dengan kaki telanjang juga.
Sebagai senjata pedang panjang ditancap di punggung
mereka. Empat orang yang paling belakang membawa lentera
yang biasa dipakai di dalam istana raja-raja.
Merekalah yang mengiringi seorang wanita tua. Itulah si
nenek Kwie Tiok Giam Po, ketua dari Losat Bun.
"Cis" Tan Hong meludah. "Segala Losat Bun saja memakai
aturan bau semacam ini !"
Nona Tan sebal dan jumawa sekali.
Si nenek tua berjalan terus tanpa menghiraukan


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rombongan It Hiong, setibanya ditengah lapangan, lantas ia
menjatuhkan diri untuk berduduk di atas kursi, yang terus ada
yang menyediakannya. Lantas empat pengiringnya
mendampingi di kiri dan kanan. Dan dua belas nona-nona
lainnya itu berkumpul ditengah lapangan itu, tapi hanya
sekejap, lantas mereka memecah ke empat penjuru, mengatur
diri tanpa bersuara. Selesai itu dengan satu bentakan muncullah seorang
anggota Losat Bun pria. Dia bertindak maju untuk memberi
hormat kepada ketua atau raja agamanya. Habis itu dia
kembali, untuk menghampiri It Hiong. Sambil menuding dia
kata bengis pada si anak muda : "Kauwcu mengundang
engkau !" It Hiong melirik Tan Hong dan Hoay Giok, lantas ia
serahkan Hong Hui pada Nona Tan. Ia sendiri bertindak maju,
mengikuti orang Losat Bun itu.
Diterangnya obor tampak wajahnya Kwie Tiok Giam Po
tidak memberi kesan lain kecuali dingin. Lantas dengan dingin
juga dia berkata keren : "Eh ! Bocah cilik. Inilah kau sendiri
yang lancang memasuki Ay Lao San, maka inilah saatnya kau
menerima hukuman mati ! Nah, ada apakah pesanmu yang
terakhir ?" It Hiong tidak jeri sama sekali. Ia dapat mengerti sikap atau
adat luar biasa dari raja agama Losat Bun ini. Di dalam hati ia
merasa lucu dan tertawa karenanya. Dengan suara nyaring ia
menjawan : "Aku yang muda, aku biasa melakukan sesuatu
dengan tidak merembet-rembet lain orang, demikian juga kali
ini, akulah yang bertanggung jawab sendiri ! Katanya kau
lihai, kauwcu, aku bersedia akan belajar kenal dengan
kepandaianmu itu tetapi lebih dahulu hendak aku menanya
tegas-tegas kepadamu, bagaimana dengan sahabatku ini ?"
"Apakah mereka itu memikir akan turun dari gunung ini
dengan masih hidup ?" balik tanya si nenek.
Tapi It Hiong membentak : "Kauwcu ! Kaulah seorang tua
dan bekenamaan, kenapa sekarang sepak terjangmu ini tak
membedakan hitam dari putih dan putih dari hitam " Apakah
kau tidak takut dunia rimba persilatan nanti mentertawakanmu
" Ingat kauwcu, jiwanya Lou Tongcu masih berada di
tanganku !" Kauwcu itu berdiam. Dia berpikir keras. Lantas parasnya
nampak berubah. Ia tak sebengis semula.
"Kau mau berbuat apakah atas dirinya ?" tanyanya. "Kau
menghendaki apakah ?"
It Hiong menjawab cepat dan tegas, "Kau membiarkan
kawan-kawanku turun gunung dengan selamat, lantas aku
juga membebaskan tongcumu ini !"
Kwie Tiok Giam Po, si nenek tertawa.
"Jika aku menolak "' tanyanya.
It Hiong menjawab nyaring : "Segera akan aku bunuh Lou
Hong Hui !" Nenek itu menatap tajam si anak muda. Lantas ia menjadi
sabar. "Bocah, kau bersemangat laki-laki !" katanya perlahan.
"Baiklah, aku terima baik keinginanmu itu !" Lalu terus ia
menggapaikan tangannya memanggil salah seorang
anggotnya kepada siapa ia bicara bisik-bisik atas mana
anggota itu segera berlalu pergi dengan berlari-lari !
Menyusul itu orang-orang Losat Bun lantas memisahkan diri
ke pinggiran, buat membuka jalan.
It Hiong segera berseru : "Kakak Whie ! Kakak Tan Hong !
Lekas kalian turun gunung, jagalah baik-baik Paman Beng !"
"Ya !" sahut Nona Tan yang lantas saja membuka
langkahnya turun dari gunung mendampingi Hoay Giok yang
menggendong gurunya. Sebagai seorang yang
berpengalaman, tak mau ia melepaskan Hong Hui, tangan
siapa ia terus cekal erat-erat hingga mereka bisa berjalan
bersama-sama. Ia pula tidak mau berlari-lari, sebaliknya ia
berjalan dengan perlahan-lahan.
Setiba ditangan lapangan, Tan Hong berpaling kepada It
Hiong untuk berkata dengan suara sedih : "Adik Hiong, kau
berhati-hatilah. Kami berangkat lebih dahulu !"
It Hiong menghampiri akan menggantikan mencekal
tangannya Hong Hui.... "Paman Beng, pergilah turun gunung !" kata ia pada
pamannya. "Jangan takut apa-apa, tak usah menguatirkan
anak Hiong !" Beng Kee Eng seorang laki-laki sejati, ia insyaf akan
gawatnya keadaan itu maka itu disaat seperti itu, tak sudi ia
menggempur semangatnya keponakan itu, maka ia jawab
dengan gagah : "Ya !" Kepada Hoay Giok ia kata : "Lekas
berangkat !" Baru saja jauh setombak lebih Tan Hong sudah berpaling
pula. "Adik Hiong !" katanya. "Sampai kapan saja akan aku
menantikanmu !" "Aku tahu kakak !" sahut si anak muda singkat. "Kakak
pergilah !" Berkata begitu anak muda ini diam-diam mengawasi
kepergiannya tiga orang itu sampai mereka turun gunung dan
lenyap diantara gelapnya sang malam. Ia tahu bahwa katakatanya
Tan Hong itu mengandung makna terlebih dalam,
hingga tanpa terasa ia berpikir keras. Ia sadar ketika ia
merasa Hong Hui lepas dari cekalannya dan waktu ia melihat
kesekitarnya ia mendapati ia sudah dikurung di empat penjuru
oleh orang-orang yang berseragam rambut panjang riapriapan
ke punggung dan bahunya serta dahinya dilibat dengan
semacam sabuk. Itulah serombongan dari dua belas orang
nona-nona, yang semua tangannya memegang pedang.
Cara berdirinya mereka itu menandakan bahwa mereka
telah mengatur diri dalam tiu, Barisan rahasia, Su Ciang Tiu
rangkap Pat Kwa Tiu. Ia insyaf akan ancaman itu maka ia
mengumpulkan semangatnya supaya pikirannya menjadi tetap
dan mantap. Sekian lama anak muda itu berdiri tegak tetapi tenang, ia
melihat lawan belum bergerak sama sekali. Ia heran hingga ia
menerka-nerka. "Entah mereka hendak menunggu apa ?" pikirnya. "Lebih
baik aku mendahului mereka. Aku harus mendahului keluar
dari kurungan tiu ini !"
Begitu ia berpikir begitu It Hiong menghunus Keng Hong
Kiam, hingga terdengar suara menyeresetnya yang nyaring
serta tampak sinarnya berkeredepan, begitu juga ia lantas
menyerang seorang nona yang berada di depannya sekali !
Hebat nona itu, luar biasa cepatnya dia berkelit. Dia
berlompat ke samping, pedangnya diputar melengkung.
Selekasnya It Hiong menarik pulang pedangnya, tempat
kosong nona itu sudah diisi seorang kawannya, sedangkan dia
sendiri menggeser mengganti tempat kawan itu Dan masih
mereka berdiam terus. Hingga tiu pun tetap diam tak
bergerak.... Menyaksikan sikap orang itu, It Hiong tak mau banyak pikir
lagi. Sudah pasti keputusannya ! Keluar dahulu dari dalam
kurungan tiu itu ! Kali ini si anak muda tidak menyerang seperti tadi. Ia
menjejak tanah sambil berseru terus tubuhnya loncat
mencelat. Inilah sebab ia menggunakan ilmu ringan tubuh
Tangga Mega. Ia berlompat tinggi dua tombak, pedangnya di
depan dadanya. Ia berlompat ke arah Pat Kwa Tiu... Barisan
segi delapan. Setelah tubuhnya turun, baru ia menikam nona
di depannya. Asal si nona berkelit pikirnya mau ia menerobos
keluar ! Aneh si nona. Dia tidak mengikuti kawannya tadi. Dia
bukannya lompat ke samping hanya mundur empat tindak,
menyusul mana kawannya lantas menggantikan lowongannya
itu untuk dia sebaliknya terus mengisi lowangan si kawan.
Habis itu lagi-lagi mereka berdiam !
It Hiong mendongkol. Jadinya ia cuma hendak di kurung
bukan buat diserang dan dirobohkan atau ditawan. Hampir ia
menuruti hawa amarahnya dan menerjang pula, baiknya ia
ingat pantangan tak boleh keras hati dan sembrono atau ia
bakal kena dikalahkan lawan. Maka itu ia menenangkan diri
berdiri diam sambil tangannya memegangi gagang pedang
mustikanya, matanya melihat dan melirik ke segala arah.
Menyusul itu maka dari luar tiu terdengar suara bangsi
nadanya, mendesak keras, seumpama teriakan seekor kuda
tengah kabur berlari-lari, suaranya tajam membuat telinga
orang ketulian seperti berbunyi mengacau.
Mendengar it tahulah It Hiong bahwa itu ada suara bangsi
lagi "Cie Ciu Toan Hua" Menyesatkan Yang Asli, Memutuskan
Nyawa. Pasti itulah lagunya Kwie Tiok Giam Po yang hendak
mengasih pertunjukan apa. Ia lantas merasakan hatinya
goncang dan darahnya bergolak. Lekas-lekas ia menenangkan
diri dengan Hian Bun Sian Thian Khie kang, mulutnya
berkelemik mengucapkan sesuatu hingga lekas juga ia
memperoleh ketenangannya kembali.
Suara bangsi sementara itu telah menyebabkan tiu
bergerak-gerak. Empat nona-nona dari Siu Cian Tiu lantas
berjalan pesat mengitari si anak muda, rambut mereka teriapriap.
Sang angin dan pedang mereka berkeredepan,
menyilaukan mata. Segera mereka itu ditelan oleh delapan
nona-nona dari Pat Kwa Tiu, yang merupakan kurungan luar,
hanya itu mereka itu berjalan berputaran dengan perlahanlahan
dan mutarnyapun dari arah yang berlawanan. Maka itu,
itulah gabungan tiu yang aneh.
Selagi It Hiong tetap berdiam, hatinya tenang dan terbuka
dan matanya berwaspada. Nona-nona dari Su Ciang Tiu
berputaran makin cepat makin cepar sampai tubuh mereka
tampak mirip bayangan saja, membuat mata kabur
melihatnya. Adalah di saat itu sekonyong-konyong ke empat
nona berseru dengan berbareng dan berbareng juga pedang
mereka berkelebat menyerang orang
yang dikurungnya ! It Hiong sudah siap sedia, ia tidak menjadi bingung,
dengan tak kurang cepatnya ia memutar pedangnya sambil
tubuhnya ikut berputar juga, membela diri dari pelbagai
tikaman itu. Oleh karena ke empat nona berputaran terus,
tikamannya juga datang bertubi-tubi tak hentinya. Hebatnya
ialah pedang mereka itu sukar dapat diatas pedang mustika
kalau tidak pastilah semua sudah kena dikutungkan.
Pertempuran berlangsung terus. Tetap si anak muda
dikurung, saban-saban ia ditikam, selalu ia menangkis
menghindar diri dari bahaya. Belum berapa kali ia mencoba
membalas menyerang, senantiasa ia gagal. Nona-nona itu
sangat lincah. Maka berlarut-larut pertempuran itu, tampak saja orang
berputaran dan sinar-sinar pedang berkelebatan. Rupanya si
anak muda mau dibikin letih. Tapi percobaan lawan gagal. Si
anak muda, berkat darah belut emas menjadi luar biasa.
Lewat sekian lama maka terlihatlah suatu perubahan. Gerak
geriknya nona-nona itu mulai menjadi kendor. Teranglah
bahwa mereka kalah kekuatan. Hal ini dapat dihati si anak
muda. Ia lantas menggunakan kesempatan. Maka lewat pula
beberapa waktu, keadaan lantas menjadi berbalik. Dari pihak
penyerang nona-nona itu menjadi pihak yang diserang.
Hingga mereka harus membela diri saja.
Selain kalah giat, nona itu juga kalah lihai dalam ilmu
pedang. Kalau tadi mereka menang diatas angin, itulah sebab
mereka mengandalkan kedudukan tiu serta tenaga kurungan,
mereka dapat bekerja sama dengan sempuna.
"Aduh !" mendadak ke empat nona-nona itu menjerit
dengan berbareng. Itulah sebab It Hiong menyerang dengan
tiba-tiba, membabat kutung ujung pedang mereka itu disaat
mereka repot mengurung diri. Dengan terpaksa mereka
melompat mundur empat tindak, kalaupun tidak, mereka bisa
menjadi korban ujunnya Keng Hong Kiam.
Selekasnya ke empat nona itu mundur maka delapan nona
dianara Pat Kwa Tiu lantas menggantikan tempatnya, terus
saja mereka itu maju mengurung sambil menyerang.
Penyerangan teratur sama-sama seperti Su Ciang Tiu tadi.
Bahkan mereka berdelapan orang !
Menyusul pengepungan Pat Kwa Tiu itu suara bangsi
terdengar pula. Kembali Kwie Tiok Giam Po memperdengarkan
lagunya yang menggoncangkan hari itu, bahkan kali ini
nadanya berlainan dari tinggi dan keras menjadi halus dan
sedih, bagaikan kera-kera sesamputan di dalam lembah.
It Hiong telah mengerahkan tenaga dalamnya ia dapat
berlatih Hian Bun Sian Thian Khie kang dengan sempurna. Ia
tidak menghiraukan lagu yang hebat itu, ia hanya melayani
dengan seksama kedelapan lawannya.
Mereka itu tenaga-tenaga baru, mereka terlebih hebat dari
Su Ciang Tiu tadi.Kembali tak ada pedang yang bentrok satu
sama lain saking pandainya si nona menggunakan masingmasing
genggamannya. Kembali yang tampak hanya bayang-bayangan yang
berkelebatan dan sinar-sinar pedang yang berkeredepan. It
Hiong dapat bertahan walaupun ia dikepung hebat.
Pedangnya lihai dan tenaganya cukup. Ia melayani dengan tak
kalah gesitnya. Disamping itu suara bangsi masih tetap mengalun.
Rupanya Kwie Tiok Giam Po penasaran, dan mencoba terus
lagunya itu guna meruntuhkan semangat orang.
Belum terlalu lama atau seruan nyaring, merdu terdengar
riuh, lantas ke empat nona dari Su Ciang Tiu yang tadi
beristirahat maju pula guna membantui kawan-kawannya dari
Pat Kwa Tiu. Dengan demikian It Hiong menjadi dikepung
selusin nona-nona itu. Pertempuran dahsyat itu membikin heran dan kagum
orang-orang Losat Bun yang berkumpul diluar tiu. Bahkan
Kwie Tiok Giam Po sendiri tidak menjadi kecuali hingga wajah
berkeriputannya menjadi semakin menjadi-jadi. Disatu pihak
dia ingin menjatuhkan si anak muda, di lain pihak dia
menyayangi kepandaian orang yang luar biasa itu tetapi
disebelah itu, dia pula sangat penasaran, sebab dia tidak
dapat segera merobohkan lawan itu. Dan sang penasaran
membuat hatinya panas. Hingga dia memikir buat
menggunakan lain macam ilmu kepandaiannya yaitu "Siu lo It
Khie kang" atau "Kekuatan Bajingan Asmara" Itulah suatu lagu
lain daripada "Bie Ciu Toan Hua" yang lihai tadi.
Ketika itu sang putri malam sudah bergeser ke tengahtengah
langit, cahaya putih peraknya memenuhi jagad hingga


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

segala apa di medan pertempuran dan sekitarnya itu tampak
terang sekali. Sudah begitu dari segala penjuru ada sinarnya
banyak obor. Lagi-lagi It Hiong menghadapi kesukaran yang
membuatnya pening dan penasaran. Buat melindungi
keselamatan dirinya ia telah keluarkan kepandaian ajaran
gurunya dan juga yang dari kitab pusaka. Buat sementara ia
tidak bisa berbuat apa-apa kecuali membela diri dengan
waspada. Si nyonya tua agak bingung ketika dia memperoleh
kenyataan pengepungan kali ini jika tidak lantas memberikan
hasil bahkan ia kuatir kedua belas muridnya itu nanti keburu
kehabisan tenaga seperti empat muridnya yang pertama.
Kalau mereka itu gagal, itu semuanya sia-sia, berarti kedua
tiunya itu tak dapat ditambal lagi, bahkan akan musnah
karenanya hingga namanya bakal turut runtuh....
Dengan tiba-tiba saja suara bangsi dihentikan, diakhirkan
dengan dua tekukan suara seperti suaranya burung bajingan.
Menyusul itu kedua belas nona-nona juga sudah lantas
berhenti bersilat secara berbareng, semua lantas berdiri diam
dalam kedudukannya masing-masing, tak bergerak, tak
bersuara. It Hiong heran hingga ia pun berdiri diam bahkan
tercengang. Tak tahu ia lawan mau menggunakan cara apa
lagi. Sebenarnya ada niatnya akan menerobos tetapi ia raguragu
karena kuatir musuh nanti mempunyai perangkap
lainnya. Ia pula ingat walaupun ia tangguh, ia merasa letih
juga. Ia sudah berkelahi terlalu lama dan telah menggunakan
banyak sekali tenaga. Ia pula segera ingat pepatah yang
berupa pantangan kaum rimba persilatan : "Musuh tidak
bergerak, kita tidak bergerak. Kalau musuh mau bergerak, kita
harus mendahului". Maka tidak ayal lagi ia menjatuhkan diri
untuk duduk bersila guna meluruskan jalan nafasnya buat
beristirahat sambil mengumpulkan tenaganya, ia berwaspada
supaya ia tidak sampai dibokong lawan.
Begitulah, karena kedua belah pihak berdiam, sunyilah
medan pertempuran itu, kecuali siurannya sang angin malam.
Sinar rembulan membuat semua pedang kadang-kadang
berkilauan. Lewat waktu sesantapan lamanya, tiba-tiba suara bangsi
terdengar pula. Kali ini suara itu tinggi dan tajam, tajam
seumpama kata dapat "Menjeblos mega dan memecah batu",
suara itu bagaikan mengalun naik ke langit. Siapa mendengar
lagu itu, telinganya terasa nyeri.
Sebagai susulan dari suara bangsi, pihak Losat Bun tidak
menggerakkan tiu-nya seperti semula tadi. Orang-orang Losat
Bun itu benar pada bergerak hanya bukan buat maju
menyerang tetapi justru buat berbaris kembali ke sarang
mereka, bahkan Cie Ciu Koan In
Lau Hong Hui turut mundur bersama. Hingga di dalam
waktu yang pendek semua mereka tak nampak lagi
bayangannya. Kecuali kedua belas nona-nona dari Su Ciang
Tiu dan pat Kwa Tiu serta pemimpinnya si nenek keriputan
yang lihai itu. Tapi kedua belas nona itu pun tidak berdiri
seperti patung hanya mereka telah melepaskan ikat rambut di
dahi mereka akan memakai pengikat itu buat membungkus
kepala mereka berikut telinganya masing-masing rupanya
guna mencegah gangguan lagu aneh itu. Sebab mereka
menutup juga muka mereka, sekarang mereka nampak mirip
bangsa iblis. Selagi kawanan Losat Bun membuat gerak gerik yang aneh
itu, It Hiong juga sudah selesai beristirahat, hingga pulihlah
kesegarannya. Ia mendapat lihat gerak gerik orang, ia heran.
Ia menerka mungkin bakal terjadi lagi sesuatu. Maka ia
bersiap sedia. Hanya ia tidak bangun berdiri. Ia tetap duduk bersila.
Diam-diam saja ia memasang mata dan telinganya.
Lagu Siulo I Khie kang dari Kwie Tiok Giam Po jahat sekali.
Itu bukan lagu belaka, hanya racunnya dia telah sebar dengan
jalan lagunya itu. Siapa mendengar lagu itu, sendirinya ia
telah kemasukan racun tanpa ia merasa, riangnya orang bisa
menjadi kalap, hebatnya mati dalam waktu beberapa jam
kemudian, tanpa ada obatnya...
Mulanya lagu itu tak keras tak lemah, lembut bagaikan
nyanyian burung, mirip seumpama air mengalir atau mega
melayan-layang. lagu itu beda pula disambutnya oleh kedua
belas nona-nona tadi. Tiba-tiba mereka bergerak-gerak
menurut lagu, mirip orang lagi menari sambil berlompatan,
untuk saling menukar kedudukan, seperti lawan kupu-kupu
terbang berpindahan, hanya setelah itu barulah mereka
berputaran memutari si anak muda. Pedang mereka
berkilauan tetapi mereka tidak menyerang si anak muda itu.
It Hiong menggunakan tenaga dari Hian Bun SIna Thina
Khie kang guna menentang lagunya si nenek keriput. Ia
berhasil menyelamatkan diri dari lagu beracun itu. Hanya ia
tidak tahu tentang bahanya itu sebab ia tak kenal akan ilmu
jahat si nenek bajingan. Terus ia berdiam, terus memasang
mata. Si nenek sebaliknya penasaran. Tiba-tiba dia telah
merubah nada lagunya itu menjadi keras sekali bagaikan
badai, bagaikan gelombang dahsyat seperti bergeraknya
tentara dari berlaksa jiwa.
Kali ini It Hiong terkejut. Hien Bun Sian Thian Khie kang
tangguh tetapi dalam halnya latihan, ia kalah lama daripada si
nenek. Lama-lama ada juga racun yang menyerang masuk ke
antara tiga puluh enam jalan darahnya. Tiba-tiba saja ia
merasakan kesehatannya terganggu dan jalan darahnya tak
lurus lagi, lalu sebelum ia tahu apa-apa, tubuhnya roboh tak
sadarkan diri ! Kwie Tiok Giam Po melihat lawan roboh, ia bersenyum iblis.
Sementara itu tapi juga kedua belas nona-nona muridnya
pada roboh sendirinya, semua pingsan seperti si anak muda.
Kapan dia melihat murid-muridnya itu, dia terperanjat.
"Ah !" sesalnya. "Karena aku hendak menempur bocah ini,
aku sampai melupakan semua muridku. Mana mereka dapat
bertahan dari laguku yang istimewa ?"
Lalu ia meninggalkan It Hiong, ia bertindak kepada sekalian
muridnya, ingin ia membantu mereka. Dengan menghampiri
murid itu si nenek mesti datang dekat kepada It Hiong yang
seperti terkurung para muridnya itu.
Perlahan-lahan majunya Kwie Tiok Giam Po justru ia baru
sampai pada murid-muridnya mendadak It Hiong berlompat
bangun, mukanya merah, matanya menyala, bersiul nyaring,
dia lompat menyerang musuh itu !
Si nenek terkejut, ia tidak tahu bahwa si anak muda sudah
terpengaruhkan lagunya. Berkat ketangguhannya Hian Bun
Sian Thian Khie kang serta khasiatnya darah belut emas, It
Hiong tidak lantas roboh terbinasa. Toh, dia itu semuanya
berada dalam keadaan separuh sadar separuh kalap. Justru ia
sedang sadar itu, ia menyerang musuhnya.
Kwie Tiok Giam Po terkejut tetapi ia masih mempunyai
kesehatan untuk berkelit, ia menggunakan tipu "Bayangan
setan", tubuhnya melejit babas dari ujung pedang mustika. Ia
berkelit sambil lekas-lekas menoleh akan melihat lawan itu
atau mendadak ia menjadi heran sekali.
Habis menyerang itu It Hiong bukan mengulangi
serangannya yang gagal, ia justru berlompat lari ke arah
dinding gunung ! "Kurang ajar" teriak si nenek saking gusar. Maka lupalah ia
pada murid-muridnya itu, terus ia lompat untuk lari menyusul
anak muda. It Hiong kabur dengan merasakan tubuhnya panas seperti
bara, tetapi jantung dan nadinya belum kemasukan racun, ia
tetap sebentar sadar, sebentar kalap. Adalah diwaktu sadar ia
mengerti akan keadaan dirinya itu, maka ingat yang utama
ialah selekasnya bisa lari turun dari Ay Lao San, sebaliknya
disaat kalap dia lari terus ke dinding gunung diluar tahunya.
Demikian tanpa merasa ia sampai ditepinya jurang, didalam
mana terdengar suara air mengerocok keras. Lantas ia ingat
untuk mandi guna menghilangi rasa panas hebat itu. Tanpa
berpikir lagi ia loncat ke dalam jurang itu sebab ia percaya
itulah tentu sebuah kali !
Kwie Tiok Giam Po dapat lari keras tetapi dia tidak sanggup
menyusul si anak muda, segera setelah satu tikungan ia
kehilangan si anak muda itu. terpaksa ia tidak bisa lari dan
mesti berjalan dengan perlahan-lahan guna mencari
musuhnya. Ia mengikuti tepian puncak, memasuki rimba dan
setiap gua besar atau kecil. Sia-sia saja ia mencari sampai
fajar tiba, hingga dengan mudah ia bisa melihat segala apa
dengan nyata disekitarnya itu.
"Hei, bocah !" katanya sengit. "Kau dapat lolos dari
tanganku tetapi tidak nanti dari racunku ! Apakah kau
menyangka kau masih dapat berlalu dengan masih hidup dari
gunungku ini " Hm !"
Lalu dia tertawa berkakakan. Setelah itu dia ngeloyor pergi
untuk pulang ke sarangnya, markas Losat Bun.
Sekarang kita kembali dahulu pada Pek Giok Peng, habis ia
"membujuki" Gak Hong Kun agar pemuda she Gak itu mau
mencari Hauw Yan, anaknya yang diculiknya itu. Hong Kun
agak tenang, tetapi dia selalu mencari ketika akan terus
mendekati bekas kekasihnya itu. Sebaliknya ia mencoba selalu
menghindar diri dari Pek Thian Liong dan orangnya.
Pada suatu hari, waktu tiba disebuah tempat yang dipanggil
Liong poat diperbatasan kedua propinsi Ouwlam dan Ouwpak.
Mereka bertemu seorang setengah tua yang punggungnya
menggendol sepasang pukang, orang mana bukan lain
daripada Teng It Beng, saudara angkatnya Hong Kun. Dia
baru kembali dari daerah perbatasan dan tengah mencari
saudara angkatnya ini. Dari jauh-jauh, It Beng sudah dapat melihat rombongannya
Hong Kun itu. Hong Kun berdampingan dengan Giok Peng, di
belakang mereka turut pula seorang muda serta beberapa
pengiringnya yang berseragam hitam serta membekal golok.
Mereka ini ialah Thian Liong dan orang-orangnya itu.
"Adik Hong Kun ! Adik Hong Kun !" It Beng lantas
memanggil-manggi sambil dia berdiri ditepi jalan.
Hong Kun segera mengangkat kepalanya.
"Oo... Kakak It Beng !" serunya keras. "Kakak, kapan kau
kembali ?" It Beng menjawab : "Sepulang dari daerah perbatasan aku
menuju langsung ke Heng San. Di sana aku menemukan
tempat kosong, adikku. Gurumu, It Yap Totiang telah turun
gunung. Tak kusangka disini aku bertemu denganmu "
Kemudian dia mengawasi Giok Peng, nampaknya dia heran,
terus dia tanya : "Adik, kau berdua bersama Nona Pek
sekalian, kemanakah kalian hendak pergi ?"
Hong Kun menghela nafas. "Peruntunganku buruk." katanya masgul. "Aku gagal dalam
urusan asmara." It Beng tertawa. "Bukankah sekarang kau ada bersama Nona Pek ?"
tanyanya heran. Ada apakah diantara kalian berdua ?" terus ia
menatap si nona. Alisnya Giok Peng terbangun. Tak puas ia dengan katakatanya
pemuda she Gak itu. Ia pula tak senang terhadap
gerak geriknya It Beng. Maka ia kata gusar : "Orang she Tang,
kalau kau bicara hargailah derajatmu. Kenapa kau bicara
sembarangan begini " Apa kau tak takut nanti turun
derajatmu sebagai pahlawan istana ?"
It Beng heran, ia menerka kepada sesuatu yagn tak beres.
Maka lenyaplah tawa atau senyumnya itu. Ia pun segera kata
pada adik angkatnya itu : "Adik, mari turut aku mencari satu
tempat dimana kita bisa memasang omong semalam suntuk !"
Terus saja dia menarik tangan orang buat diajak pergi.
Giok Peng berlompat maju guna menghadang.
"Tahan !" bentaknya. Ia pun menghunus pedangnya.
It Beng menghentikan langkahnya dan menoleh ke
belakang. "Apa ?" dia tanya.
"Tak dapat aku membiarkan Hong Kun pergi !" berkata si
nona keras. "Dia telah menculik anakku ! Tak boleh dia kabur
!" Thian Liong dan orang-orangnya sudah lantas
menghampiri. It Beng heran hingga ia melengak. Lantas dia
mengawasi Hong Kun. Adik angkat itu tunduk dan bungkam,
tampangnya likat. Dia lantas menerka pada sesuatu. Maka dia
memberi hormat pada Giok Peng seraya berkata : "Nona, aku
minta sukalah kau memberi muka padaku ! Bagaimana kalau
urusan anakmu itu kau serahkan tanggung jawab padaku ?"
"Nonamu tidak berurusan dengan siapa juga" sahut Giok
Peng kaku. "Selama dia belum mengembalikan anakku, Hong
Kun tidak dapat meninggalkan aku !"
Panas hatinya It Beng hingga ia menghunus pedangnya.
"Pek Giok Peng !" katanya sengit, "kau tanyaitu dirimu,
sanggupkah kau menentang pedangku yang panjang ini ?"
Giok Peng gusar hingga ia lantas menikam bekas pengawal
kaisar itu. It Beng menangkis dengan keras, niatnya buat membikin
pedang si nona terpental guna memperlihatkan ilmu
pedangnya yang lihai. "Trang !" demikian suara pedang beradu keras. Lantas It
Beng terperanjat. Ia melihat si nona mundur satu tindak tetapi
ia sendiri mundur satu tindak juga. Itulah bukti berimbangnya
tenaga mereka berdua. Sudah begitu, si nona sudah lantas
menikam pula ! "Tahan adik Peng !" Hong Kun berseru mencegah. "Baik
kau bunuh Hong Kun saja. Buat apa kau menjadi gusar begini
?" Dan ia lompat maju untuk menghadang pedang !
Tidak ada niatnya Giok Peng membinasakan pemuda itu. Ia
cuma ingin anaknya didapat pulang. Melihat orang
mengajukan tubuhnya, ia menarik pulang pedangnya.
"Tak kusangka kau begini hina dina !" bentaknya. "Kau
berani melindungi orang dengan jiwamu ! Hm !"
Tanpa merasa si nona meneteskan airmatanya saking
jengkelnya. Teng It Beng berdiri menjublak, ia heran sekali
menyaksikan pemandangan di depan matanya itu.
Pek Thian Liong dan rombongannya pun terdiam. Tak ada
perlunya buat mereka campur bicara. Justru itu dari kejauhan
dari arah belakang mereka terlihat datangnya serombongan
penunggang kuda yang mendatangi secara cepat sekali.


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ketika Pek Thiang Liong mengawasi, ia mengenali adiknya
Siauw Houw datang bersama delapan orangnya yang semua
membekal golok. Segera ia lari menyambut.
"Ada kabar tentang Hauw Yan ?" kakak ini mendahului
menegur. Siauw Houw mengawasi kepada Hong Kun, ia lantas
menarik tangan kakaknya itu, untuk dibisiki atas mana si
kakak memperlihatkan tampang senang.
"Adik !" ia lantas berkata pada Giok Peng. "Karena saudara
Teng ini suka bertanggung jawab terhadap anak Hauw Yan,
kau terimalah tawarannya ! Buat orang Kang Ouw sejati,
sepatah katanya berarti seribu kati emas ! Biarkan saudara
Gak turut padanya. Tak usah kita berbuat kerukunan kita
terganggu karenanya......" Kemudian mengawasi It Beng, ia
meneruskan : "Saudara Teng, kaulah seoarang yang dapat dipercaya, aku
percaya kau tak bakal membuat adikku kecewa dan menyesal
! Nah, saudara Teng silakan !"
It Beng tidak dapat menerka kabarnya Siuaw Houw kabar
apa itu, tetapi ia lantas menjawab : "Akan aku membuat
penyelidikan, nanti pastilah aku akan datang memberi kabar.
Nah, maaf tak dapat aku menemani kalian terlebih lama pula
!" Berkata begitu It Beng menarik tangannya Hong Kun buat
diajak berjalan dengan cepat.
Pemuda she Gak itu berpaling kepada Giok Peng, mau ia
bicara tetapi batal. Cuma wajahnya menunjukkan dia likat,
jengah sendirinya. Giok Peng mengawasi orang berlalu. Ia membiarkan orang
pergi karena ia percaya Siauw Houw si kakak nomor dua
membawa berita baik. Bukankah Thian Liong nampak girang "
Selekasnya It Beng dan Hong Kun sudah pergi jauh, Siauw
Houw mengajak kakaknya menghampiri Giok Peng si adik buat
menyampaikan beritanya. Itulah halnya ia yang mencari Houw
Yan si keponakan cilik setibanya di Siulam telah bertemu
dengan Tan Hong si nona yang bersenjatakan sanho pang serta di
rumah makan dan penginapan bertemu dengan Whie Hoay
Giok, kakak seperguruannya It Hiong. Dia akhirnya ia kasih
tahu juga halnya Tan Hong mau menyerahkan Hauw Yan pada
It Hiong sendiri. "Maka itu adik, perlu kau lekas menyusul mereka itu !" kata
Siauw Houw. Sementara itu Giok Peng telah menerka bahwa orang yang
telah menculik Hauw Yan dari tangannya Hong Kun di rumah
makan adalah Tan Hong cuma ia belum mendapat kepastian.
Sekarang ia mendengar keterangannya Siauw Houw, ia
menjadi girang berbareng terkejut. Terkejut karena
kekuatiran...... Girang sebab berada ditangannya Tan Hong,
Houw Yan pasti tak kurang suatu apa. Yang ia kuatirkan ialah
Tan Hong nanti "merampas" It Hiong, sebab nona she Tan itu
pastilah demikian baik hati melulu guna mengambil hatinya si
pemuda. Maka itu, dengan rupa perasaan itu bercampur
menjadi satu, ia sampai tak dapat berkatai apa-apa atas
wartanya Siauw Houw itu....
"Adik" kata Thian Liong kemudian. "Nona Tan Hong itu
orang kaum sesat, dia baik dengan kau dan saudara It Hiong,
dapatkah kau menerka kalau-kalau tindakannya itu disebabkan
sesuatu maksud ?" Ditanya kakaknya itu, Giok Peng bagaikan terasadar.
"Kakak, Hauw Yan tak akan kurang suatu apa" kata ia yang
tak mau menjawab pertanyaan orang, "meski demikian
hendak aku menemukan adik Hiong supaya hatiku menjadi
tenang. Baiklah kakak berdua pulang saja."
"Aku ingin menemani kau, adik" berkata Siauw Houw,
"supaya dimana yang perlu dapat aku membantumu. Aku pula
telah berjanji dengan saudara Whie Hoay Giok untuk bertemu
dikaki gunung Kiu Kiong San. Lebih daripada itu, hatiku baru
lega benar-benar, sesudahnya Hauw Yan kembali dalam
pelukanmu !" Giok Peng tidak dapat menolak kakaknya itu, maka lantas
Thian Liong memberikan dua orang pengiring buat kedua adik
itu, ia sendiri terus pulang, bersama sekalian pengiringnya
adik. Di hari besoknya Giok Peng dan rombongannya sudah
dalam perjalanannya ke Kiu Kiong San. Untuk girangnya ibu ini
telah bertemu dengan putranya yang ada bersama Kiauw In.
Cuma walaupun girang hatinya toh belum lega seluruhnya.
Sebab ia masih pikirkan urusannya Tan Hong. Karena bujukan
hatinya sangat keras dengan mesti ia tanyakan Kiauw In
tentang Nona Tan dari golongan sesat itu....
Kiauw In tertawa. "Adik Peng" katanya manis. "Kita kaum wanita, mata kita
harus dibuka sedikit lebih lebar, dengan cara demikian barulah
kita akan mendapati atau menikmati kebahagiaan yang sejati.
Kau sekarang berpikir begini rupa bukankah itu berarti kau
mencari keruwetan pikiranmu sendiri " Kau kenal baik adik
Hiong, dia bukan pria yang kemaruk dengan bunga-bunga.
Kenapakah kau berpikir tidak karuan ?"
Giok Peng jujur, ia memiliki sifat laki-laki, mendengar
suaranya Nona Cio yang begitu sabar dan halus, ia jengah
sendirinya. Ia merasa bahwa ia sangat cupet kalau dipadu
dengan nona itu. Kiauw In polos dan hatinya lapang, ia
sebaliknya, ia suka merasa jelus hingga ia sudah
bercemburu.... "Kakak benar !' katanya kemudian tertawa sambil
mengawasi nona yang cantik luwes itu. "Kakak, kata-katamu
adalah kata-kata emas. Sungguh kaulah guruku yang pandai
!" Kiauw In bersenyum. "Adik, apakah kau ada menerima petunjuk dari Paman In ?"
tanyanya. "Tidak" sahut Giok Peng cepat. "Apa kabar dari Paman In
?" "Di tengah jalan, aku bertemu dengan pendeta murid
Siauw Lim Pay" kata Kiauw In. "Dia menyampaikan pesan lisan
dari Paman In, katanya karena saat pertemuan besar di Tay
San sudah mendatangi semakin dekat, maka kita bertiga
dianjurkan untuk lekas kembali ke Siauw Sit san. Tinggal
halnya adik Hiong. Ia pergi ke Ay Lao San, guna membantu
pamannya, entah bagaimana hasilnya, tak tahu ia bakal lekas
kembali atau tidak...."
Giok Peng berdiam, untuk berpikir, kemudian ia berkata :
"Kalau begitu, sekarang terserah kepada kau, kakak. Kita
berdua pulang dahulu ke Liok Tiok Po atau kita berangkat
langsung ke Siauw Sit San, atau kita menyusul ke Ay Lao San !
Bagaimana pendapat kakak ?"
Kiauw In berpikir keras. "Sudah lama adik Hiong pergi ke Ay Lao San, kalau kita
menyusul ke sana, mungkin kita menyia-nyiakan waktu saja"
sahutnya kemudian. "Bagaimana kalau kita pergi dahulu ke
Siauw Sit San, untuk di sana kita mendengar apa katanya
Paman In " Kitapun jadi tak usah membuat paman
mengharap-harap kita...."
"Mama !" Hauw Yan menyela, selagi ia dipeluk ibunya.
"Mama, mana nenek " Aku pun ingin main-main bersama
kakak Kuil..." Mendengar suaranya sang keponakan, Siauw Houw
mendapat pikiran. "Adik" berkata dia, "saat ini saat banyaknya urusan kaum
Kang Ouw, dengan kau membawa-bawa Hauw Yan, mana
dapat kau menghadiri pertemuan di gunung Tay San itu " Aku
pikir baiklah aku yang ajak Hauw Yan pulang, supaya ibu yang
merawatinya. Bukankah itu lebih sempurna ?"
"Begitu pun baik." sahut Giok Peng. Memang berasa akan
ia membawa-bawa anaknya itu, yang belum tahu apa-apa
tetapi waktu ia menyerahkan anaknya itu, ia merasa berat. Kata ia pada
anaknya : "Hauw Yan, anak baik, pergilah kau pulang bersama
pamanmu ini, untuk menemui nenekmu dan kakak Kuil..."
Hauw Yan membuka matanya lebar-lebar. Ia mengasi
ibunya dan juga Kiauw In.
"Mama !" panggilnya. "Mama !"
Siauw Houw lantas menyambuti keponakannya itu, ia
mengucapkan selamat berpisah dari adiknya itu dan Nona Cio,
terus bersama dua orang pengiringnya, ia berangkat pulang.
Syukur keponakan itu mendengar kata dan tak ribut
memanggil ibunya. Giok Peng berdua Kiauw In mengawasi sampai orang sudah
pergi jauh, baru mereka pun melanjuti perjalanan mereka
dengan tujuan Siauw Sit San.
Sementara itu Hong Kun, yang diajak It Beng, hari itu
setelah melakukan perjalanan belasan lie, baru mereka
mampir disebuah dusun, untuk mencari penginapan, buat
mandi, bersantap didalam kamar mereka, sembari mengisi
perut, mereka bicara banyak tentang masing-masing selama
perpisahan mereka berdua.
"Kita berpisah baru beberapa bulan, adik" berkata It Beng,
"sekarang aku melihat kesehatanmu seperti sangat terganggu.
Kau tak segagah dahulu ! Adik, itulah hebat asmara. Karena
itu, baiklah kau singkirkan itu dari hatimu ! Kau tahu sendiri,
sangat banyak nona-nona yang cantik !"
Hong Kun meletakkan cawan araknya. Dia menghela nafas.
"Aku bukannya setan paras elok, kakak !" katanya. "Cuma
cinta itu ada yang tunggal ! Sulit buat aku membebaskan diri
dari itu ! Aku pula tidak puas Tio It Hiong telah merampas
pacarku ! Inilah sebab yang membuat kesehatanku, lahir dan
batin menjadi begini rupa...."
"Tio It Hiong dan Pek Giok Peng telah menjadi suami isteri,
umum mengetahuinya" kata It Beng pelan. "Taruh kata
karena Giok Peng mengingatmu dan dia meninggalkan It
Hiong, masih tidak dapat kau menikah dengannya ! Itulah tak
dapat terjadi, saudaraku, Kalaupun berbuat demikian, nama
baikmu bakal menjadi runtuh ! Kenapa mesti menyiksa diri
sendiri ?" Hong Kun berdiam. Dia mengangkat kepalanya, dia
meneguk araknya. Nampak dia jengah, malu sendirinya.
"Habis, kakak, kau ingin aku berbuat apakah ?" tanya dia.
Ditanya begitu It Beng melengak.
"Sekarang ini, adikku, kau lupakan dahulu soal asmaramu
ini." katanya kemudian. "Mari kita lakukan sesuatu, supaya tak
kecewa kepandaian kita ini !"
"Kau benar, kakak, ingin aku menuruti nasehatmu. Cuma
aku, Gak Hong Kun, aku dapat membedakan budi dan
penasaran ! Biar bagaimana, tak dapat aku lupakan halnya
pacarku telah dirampas orang !"
"Mari minum, adik !" kata It Beng yang mengangkat
cawannya. "Adik, asal kau dapat melupakan Pek Giok Peng,
aku mempunyai jalan buat kau melampiaskan penasaranmu
ini !" Hong Kun agak tertarik hatinya.
"Benarkah itu, kakak ?" tanyanya.
It Beng tertawa. Hong Kun melengak sejenak, lekas-lekas ia mengiringi
cawannya. Ia merasa sudah ketelepasan bicara. It Beng lakilaki
sejati, tidak nanti dia mendusta, apapula terhadap ia
sendiri. It Beng mengawasi orang dengan tampang sungguhsungguh.
"Kita bagaikan saudara kandung satu dengan lain, tak nanti
bergurau denganmu, adik !" katanya kemudian. "Kau tahu,
dalam perjalananku kali ini aku berhasil mendapatkan serupa
ilmu untuk merubah wajah orang. Aku anggap ilmuku ini ada
faedahnya untukmu adik !"
Hong Kun nampak girang. "Coba kau jelaskan, kakak" pintanya. "Apakah faedahnya
itu ?" "Kau tahu saudaraku, kepandaianku ini jika kau gunakan,
faedahnya itu merupakan sebuah batu mendapatkan dua ekor
burung !" kata sang kakak angkat menjelaskan. "Percaya aku,
faedahnya akan bukan main besarnya !"
Lantas kakak angkat ini berbisik ditelinga adiknya itu.
Hong Kun bertepuk-tepuk tangan.
"Bagus ! Bagus sekali !" dia berseru kegirangan. "Sungguh
bagus akalmu ini, kakak. Hahaha !"
"Hanya adikku" berkata pula It Beng. "Jika kau hendak
melakukan itu, kau harus dengan tekad bulat, dengan rada
kejam ! Di sini bakal diadakannya pertemuan besar di gunung
Tay San itu, kau membuat kacau dunia rimba persilatan, kaum
sadar dan lurus setelah itu maka lantaslah Tio It Hiong,
lawanmu dalam laut asmara itu, bakal menjadi manusia yang
paling dibenci dan dikutuk laksaan orang selama ribuan tahun,
dia bakal menjadi orang berdosa besar kaum rimba persilatan
! Inilah pasti akan lebih memuaskan daripada turun tangan
sendiri menyingkirkan jiwanya...."
"Kakak" tanya Hong Kun setelah mengangguk-angguk.
"Berapa lamakah waktu yang dibutuhkan olehmu guna kau
membuat obatmu itu hingga dapat aku gunakan ?"
It Beng tertawa. "Jangan tak sabaran, adikku !" katanya. "Kedua rupa bahan
obatnya telah aku sedia dan membuatnya pun mudah sekali."
Hong Kun girang tetapi toh ia mengerenyitkan sepasang
alisnya. "Wajahku dapat aku rubah, tetapi bagaimana dengan
pedangku ?" tanya perlahan. "Pedangku tak dapat disamakan
pedang Keng Hong Kiam...."
It Beng menghirup araknya, alisnya terbangun.
"Itupun mudah, saudaraku" katanya tertawa. "Dari daerah
perbatasan, aku telah memperoleh pedang Kia Koat, dapat
aku pinjamkan. Itu pedangmu. Pedang itu pedang tua dan
tajamnya luar biasa, pasti dapat dibandingkan dengan Keng
Hong Kiam. Melihat sinarnya saja orang sudah terkejut hingga
aku percaya tak mudah orang mengenalinya."
It Beng mengeluarkan pedangnya itu dan menghunusnya.
Benar-benar cahaya berkilau menyilaukan mata. Setelah
memasuki pedang kembali ke dalam sarungnya, ia serahkan
itu pada kawannya sambil bertanya, "Nah, saudara, apa lagi
yang kau kuatirkan ?"
Hong Kun menyambuti pedang, girangnya bukan buatan
hingga ia menjura dalam pada kakak angkat itu sambil berkata
: "Kalau nanti aku berhasil melampiaskan penasaranku, itulah


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pemberian kau, kakak ! Aku tidak dapat mengucap terima
kasih padamu, maka kau terima saja hormatku itu !"
It Beng tertawa, kedua tangannya dipakai mengasi tangan
adik angkat itu. "Kau sungkan, adik ! Sudah lama kita berpisah, mari kita
minum dahulu hingga puas !"
Hong Kun menerima baik undangan itu, maka mereka
mulai duduk pula, akan bersantap sambil minum sepuasnya.
Dalam girangnya, pemuda she Gak itu sampai bicara
seenaknya saja, hingga ia lupa bahwa mereka berada di
tempat minum. Mereka tidak ingat bahwa tembok pun ada
telinganya. Tiba-tiba sesosok tubuh langsing dan lincah berkelebat
mengintai diluar jendela, dengan begitu dia dapat mendengar
semua pembicaraan diantara kedua saudara angkat itu.
Setelah merasa sudah mendengar cukup, orang itu lantas
mengangkat kaki ! Siapakah orang itu " Baiklah kita meninggalkannya lebih
dahulu, buat mendahului menengok kepada Whie Hoay Giok
yang membawa pergi gurunya yang menjadi korban racun itu.
Bersama atau dibawah perlindungannya Tan Hong berhasil,
berhasil ia turun dari Ay Lao San. Rencana mereka adalah dari
propinsi Ouwlam baru ke Holam, akan pergi ke kuil Siauw Lim
Sie di gunung Siong San, guna mencari Liauw In, kakak gurunya buat
minta tolong agar gurunya diobati. Justru baru mereka tiba
didekat perbatasan propinsi soecoan, mereka mendengar
berita yang mengherankan dan mengejutkan mereka. Itulah
kabar hebat sekali ! Bunyinya berita itulah begini :
Tio It Hiong, muridnya Tek Cio Siangjin sudah menyatroni
gunung Bu Tong San. Di sana Tio It Hiong sudah menyerang
dan membinasakan belasan murid Bu Tong pay serta
membakar vihara Sam Goan Kiong, sedangkan di Ouwpak
selatan, Tio It Hiong sudah membinasakan secara kejam
empat orang Siauw Lim Pay !
Jilid 25 Hebat pula peristiwa terhadap keluarga Liok diwilayah
sungai Siang Kang. Dan Beng Theng Liok Cim, orang Kang
Ouw kenamaan, yang sudah lama mengasingkan diri didalam
satu malam habis seluruh keluarganya yang terdiri dari
beberapa puluh jiwa! Penyerangnya menggunakan pedang
mestika dan piauw beracun. Cuma Liok Cim sendiri yang
selamat jiwanya tetapi sebelah lengannya terluka.
Berita itu sudah menggoncangkan dunia Kang Ouw. Ketua
Bu Tong Pay, Gouw Hian Tojin sudah lantas pulang dari kuil
Siauw Lim Sie di Siong San, guna mengurus pembunuhan para
murid-muridnya itu. Sedangkan ketua Siauw Lim Sie sendiri,
Pek Cut Taysu telah mengutus Ang Sian Taysu, adik
seperguruannya yang berkedudukan sebagai Ciang Ih, untuk
pergi merantau mencari Tio It Hiong untuk menyampaikan
surat yang ditulis oleh Pat Pie Sin Kit, In Gwa Sian.
Hubungan diantara Hoay Giok dan It Hiong luar biasa
kekalnya, maka juga ia mendengar berita tersebut. Anak
muda ini bingung bukan main. Itulah sangat aneh dan sukar
dipercaya! Toh berita ini agaknya sangat pasti. Tan Hong juga
goncang hatinya. Ia sangat menghargai dan mencintai It
Hiong. Dan ia kenal baik kegagahannya anak muda itu.
Sekarang tersiar berita hebat itu! Benarkah itu"
Karena ini, keduanya sambil melakukan perjalanannya itu
lantas mencoba melakukan penyelidikan. Mereka
menghendaki bukti yang nyata. Pada suatu hari Hoay Giok
tiba didusun Keng Liong tin ditepian propinsi Sucoan. Tiba-tiba
ia dan Tan Hong mendengar suara sangat berisik, terus
mereka menyaksikan orang lari serabutan, berebut saling
mendahului. Agaknya seperti ada bencana besar mengancam
mereka itu. Tan Hong heran dia mencegat beberapa orang untuk
diminta keterangan. Ia mendapat jawaban berupa semua
orang yang ditanya bungkam, mereka cuma mengeluarkan
lidah dan menggeleng-gelengkan kepala!
"Gila!" teriak Tan Hong penasaran. "Kakak Whie tunggu
sebentar, aku akan pergi sebentar buat melihat apa yang
sebenarnya terjadi!".
Hoay Giok memikir lain. "Baik kita pergi kepasar untuk terus mencari tempat
istirahat," katanya, Buat apa kita usil dengan orang lain?"
Belum lagi Tan Hong memberi jawaban, tampak seorang
pemuda yang punggungnya terikat pedang tampak lari cepat
sekali, bahkan dia lari disisinya si nona, sehingga nona itu
harus menyampingkan tubuhnya supaya tidak terlanggar dan
ketika ia melihat muka orang tersebut, iapun berpaling da
memanggil : "Adik Hiong! Adik Hiong!"
Anak muda itu terus lari bagaikan terbang, lekas sekali dia
menghilang disebuah gang. Tan Hong melengak hingga tak
ingat ia untuk menyusul, baru kemudian ia berkata : "Orang
itu mempunyai wajah sangat sama dengan adik Hiong! Hanya,
kalau dia benar adik Hiong, kenapa dia melihat kita bertiga
tapi dia kabur terus" Aneh!"
Hoay Giok tengah berjalan terus, ia tak sempat melihat
wajah orang, ia cuma melihat sesudah orang lari lewat. Maka
ia menjawab si nona, "Didalam dunia memang ada orang yang
segalanya mirip satu dengan lain Nona Tan, kau melihat hanya
sekelebatan, mana dapat kau mengenalinya dengan baik?"
Beng Kee Eng dipunggungnya Hoay Giok mendengar
pembicaraan muda-mudi itu.
"Kau benar anak Giok, tapi Nona Tan benar juga," katanya.
"Mari lekas kita cari tempat beristirahat, di sana baru kita
mencari keterangan"."
Tan Hong terdiam, ia hanya mempercepat langkah kakinya.
Setibanya dipasar maka di depan sebuah restoran ia melihat
seorang pria setengah tua sedang duduk ditanah sambil
memejamkan mata. Dia tengah mengatur pernapasannya,
baju didekat dadanya tampak berlumuran darah, tanda dari
sebuah luka. Di belakang dia terpisah kira-kira setombak lebih,
tiga orang roboh sebagai mayat".
Ketika Whie Hoay Giok sudah dapat menyusul Tan Hong,
hingga mereka datang dekat pada sekalian mayat itu, si anak
muda mengenali orang yang terluka itu ialah Go Tauw Kong,
murid ahli warisnya Pauw Pok Tojin dari partai Ceng Shia Pay.
Ia terkejut. "Eh, cianpwe Go Tauw Kong!" sapanya, "Kau kenapakah?"
Pertanyaan itu tidak mendapat jawaban, maka ia
mengulanginya namun orang masih berdiam saja, hingga
saking herannya, ia bertanya dan bertanya lagi.
Akhirnya orang itu membuka matanya, setelah melihat
Hoay Giok dia lantas berkata kasar dan sengit : "Tidak
kusangka, muridnya sebuah partai persilatan yang sangat
kenamaan tapi berprilaku kejam bukan main! Sudah dia
mencuri pedang pusaka Ceng Shia Pay, diapun membunuh
tiga orang adik seperguruan kami! Kau adalah manusia
sebangsa ular dan tikus, bagaimana kau masih dapat berpurapura
merasa kasihan dan menanyakan aku begini macam"
Hm!" Whie Hoay Giok melengak, terang itulah cacian atau
teguran untuk partainya, ia jadi berpikir, " Benarkah semua
perbuatan busuk dan kejam itu perbuatannya adik Hiong,
ditengah jalan baru aku mendengar berita saja, tapi sekarang
aku mendapat buktinya. Mustahil Go Tauw Kong memfitnah"
Tak mungkin! Ah!....." ia menghela napas.
Tapi iapun penasaran, ia berkata pula pada orang she Go
itu, "Cianpwe aku harap cianpwe jangan salah paham! Aku
mohon sukalah cianpwe membuat penyelidikan
dahulu"..menurut aku tak mungkin perbuatan ini
perbuatannya Tio It Hiong, adik perguruanku itu"."
Matanya Go Tauw Kong mendelik.
"Tutup bacotmu!" bentaknya gusar bukan kepalang. "Tak
dapat kau berpura-pura untuk mengibul orang! Apakah katakatamu
ini hanya untuk menutupi kejahatannya Tio It Hiong"
Apa yang telah dia lakukan atas kami ini telah didahului
dengan segala perbuatan keji dia yang lainnya! Dia sudah
membakar kuil Sam Goan Kiong! Dia telah membunuh murid
Siauw Lim Pay! Diapun telah membunuh keluarga Liok!
Sekarang mencuri pusaka kami, membunuh saudarasaudaraku
ini, juga melukai bahuku! Tak sempat aku bicara
denganmu, maka pergilah kau!"
Habis berkata begitu, dengan menahan nyerinya. Tauw
Kiong berjingkrak bangun terus dengan tubuh masih limbung
ia berjalan pergi dari situ!
Kembali Hoay Giok melongo, tak sempat ia bicara pula.
Lagipula apa yang dapat ia ucapkan" Ia Cuma bisa merasa
heran dan bingung. Ia hanya berjalan menggendong gurunya
menghampiri rumah penginapan.
Di sana ia mendapati Tan Hong sedang menangis dengan
sangat sedih, mukanya penuh air mata".
Kee Eng dipunggung muridnya batuk-batuk perlahan.
"Kalian anak-anak muda, kalian tak dapat menguasai hati
kalian." Katanya perlahan. "Hati kalian mudah sekali
tergoncang! Dengan kurangnya ketenangan, mana dapat
kalian hidup dalam dunia Kang Ouw" Untuk menghadapi
mereka yang licik dan jahat, orang membutuhkan
kesabaran"." Kata-kata jago tua ini menyadarkan Hoay Giok dan Tan
Hong, bahkan si nona sudah lantas berhenti menangis.
Wajahnya Hoay Giok pun tak seseram semula.
"Locianpwe," si nona lantas bertanya : "Bagaimanakah
pendapat locianpwe tentang peristiwa ini?"
"Jangan bingung nona," berkata Kee Eng, "Kita bicara
sebentar didalam kamar."
Tan Hong suka menyabarkan diri, aka Hoay Giok segera
memesan kamar. Mereka pun membersihkan tubuh, habis itu
duduk bersantap. Dengan cepat sang waktu lewat, meeka
baru dapat kesempatan bicara setelah tengah malam.
Tan Hong hampir hilang sabarnya. Ia sangat
mengkuatirkan keselamatan It Hiong. Kalau benar pacarnya
itu tersesat, sungguh hebat akibatnya nanti".
"Anak-anak mari kita bicara tenang," kata Kee Eng sabar.
"Bukankah kita berpisah baru sepuluh hari lebih, bahkan
sekarang mungkin dia sedang melayani pihak Losat Bun
dengan Barisannya yang hebat! Dapatkah dia turun dari
gunung musuh itu" Kalau toh dia berhasil apa mungkin dalam
waktu sependek itu dia dapat melakukan semua perbuatannya
itu seperti berita yang tersiar diluaran. Menyerbu, merampas
dan membunuh orang" Lagi pula aku tahu baik sekali sifatnya
anak Hiong. Dia tulus dan jujur, dia sangat menghormati
gurunya, jadi aku tidak percaya dia dapat melakukan semua
perbuatan yang merusak namanya sendiri serta
perguruannya! Bukankah semua pihak yang bersangkutan itu :
Siauw lim Pay, Bu tong Pay, keluarga Liok dan lainnya semua
adalah kawan dan sahabat gurunya" Barusan kita melihat dia,
katanya dia merampas barang pusakanya Ceng Shia Pay serta
membunuh murid-muridnya. Walaupun demikian aku tetap
bersangsi! Kalau toh kita harus kuatir, kita justru
mengkuatirkan keselamatannya di Ay Lao san! Bagaimana
dengan pertempuran itu" Dia selama bertempur berhari-hari
menang atau kalah" Kalau dia menang dimana adanya dia
sekarang" Kalau dia kalah bagaimana dengan nasibnya" Maka
itu, kita baik kesampingkan soal lainnya"."
Hoay Giok membenarkan pandangan itu.
"Hanya suhu," tanyanya, "Habis siapakah orang yang mirip
adik Hiong itu" Kenapa dua orang demikian mirip segalanya?"
"Jangan-jangan dialah musuhnya adik Hiong" berkata Tan
Hong. " Kalau orang tadi benar adik Hiong, kenapa bertemu
dengan kita dia kabur terus" Ah, kalau saja aku sempat
bertemu pula dengan orang itu, pasti menanya tegas-tegas
kepadanya!" Beng Kee Eng menarik napas dalam-dalam.
"Kau baik sekali teradap anak Hiong, Nona Tan," katanya. "
Disamping itu aku minta sukalah kau bersabar dan berhati-hati
menghadapi manusia licik kita harus waspada. Menurut
perkiraanku, orang tadi bukan sembarang orang, dia pasti lihai
sekali. Sayang aku lagi keracunan hingga aku menjadi tak
punya guna apa-apa, jika tidak demikian akan kucari sampai
keujung langit guna menyingkirkannya!"
Tan Hong berdiam, begitupun Hoay Giok.
Ketika itu mungkin sudah jam tiga. Dari luar jendela,
sinarnya sang puteri malam tampak indah sekali, seluruh
penginapan sangat tenang.
Kee Eng menguap. "Sudah jauh malam nona, silahkan kau kembali kekamarmu
dan beristirahat," katanya.
Tan Hong berpaling ke arah jendela, ia melihat cahaya
rembulan. Justru itu, ia melihat bayangan orang berkelebat
hitam. "Siapa?" tegurnya segera, sedangkan sebelah tangannya
dikebutkan pada lilin untuk memadamkannya. Dilain pihak ia
segera menyiapkan senjatanya dan tubuhnya bergerak gesit
untuk munduk dibawah jendela.
Hoay Giok dapat menerka apa artinya itu, dengan golok
ditangan ia menempatkan diri di depan pembaringan guna
melindungi gurunya. Tiba-tiba berkilauan satu sinar pedang yang melesat
kedalam kamar dengan melintasi mulut jendela. Itulah sinar
pedang yang bergerak kedalam mendahului tubuh pemiliknya,
siapa telah berlompatan langsung ke arah Beng Kee Eng.
Hoay Giok telah memasang mata, ia sudah siap sedia,
selekasnya ujung pedang meluncur ia menangkis dengan
goloknya. Tapi pedang itu mendadak ditarik pulang guna
menangkis ke belakang untuk menyelamatkan dirinya. Sebab
sama cepatnya seperti dia sendiri, Tan Hong berdiri dan
menyerang padanya! Kedua senjata beradu keras tapi Sanho pang tak tertabas
kutung. Senjata itu licin dan pedangpun meleset karenanya.
Tapi sipemilik pedang menjadi sangat gusar. Dia merasa
bahwa dirinya dibokong, tanpa menyadari dialah yang lancang
masuk kedalam kamar orang serta terus menyerang ke arah
Kee Eng! Dia lantas menyerang kepada si nona.
Sudah tentu Tan Hong bersiap melayani karena ia hendak
melindungi Kee Eng. Disamping itu iapun merasa gusar karena
orang menyerang secara tiba-tiba dengan cara licik.


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Penyerang itu tampaknya gusar sekali. Dia menyerang dengan
hebat, rupanya dia penasaran sebab maksudnya terhalang.
Sementara Hoay Giok masih tetap berjaga, dia tidak berani
menjauhkan diri dari pembaringan.
Didalam kamar demikian sempit, ada kursi dan meja
sehingga sipenyerang merasa tidak leluasa bergerak. Lagipula
lawannya pun dua orang. Setelah ia gagal menusuk
senjatanya ke arah Tan Hong, ia terus meloncat kejendela
untuk melarikan diri. Selama itu ia tak pernah membuka
mulutnya, sedang kamar gelap gulita karena lilin sudah
dipadamkan hingga mukanya tidak kelihatan. Apa yang bisa
diduga hanya itu potongan tubuhnya sama seperti potongan
tubuh It Hiong! Tan Hong melompat keluar kamar untuk mengejar orang
itu. Ia penasaran sekali siapa penyerang gelap itu" Kalau
benar itu It Hiong, iapun ingin mengetahui apa sebabnya dia
menjadi berubah seperti itu.
Kedua orang berlari-lari dengan pesat, ilmu ringan tubuh
mereka tampaknya seimbang. Sesudah lari tujuh delapan lie,
mereka tiba disebuah bukit kecil. Disitu penyerang gelap itu
memperlambat larinya, dia lari keatas bukit itu.
Tan Hong mempunyai nyali yang besar, ia terus mengejar.
Ia pun mendaki bukit itu. Rembulan masih bersinar sehingga
ia bisa melihat orang itu berhenti berlari dan duduk dibawah
sebatang pohon cemara yang akarnya menonjol keluar. Dia
duduk dengan sebelah tangan dilututnya dan sebelah yang
lain pada dagunya, dilihat dari samping dia mirip It Hiong.
Selagi lari menghampiri, hatinya Tan Hong goncang, ia
menerka-nerka apa benar orang itu si adik It Hiong. Selagi
mendekati, ia berjalan perlahan matanya terus mengawasi
dengan tajam. Siapakah orang itu kalau bukannya Tio It Hiong, pacar
idamannya yang tampan dan gagah" Iapun percaya akan
kilauan pedangnya si pemuda yang merupakan pedang
mestika. Ia maju sampai tinggal lima kaki dari orang tersebut,
dia masih duduk diam seperti tengah berpikir keras.
"Siapakah kau?" Tanya Tan Hong kemudian, "Kenapa kau
Rahasia Istana Terlarang 9 Panji Tengkorak Darah Ko Lo Hiat Ki Karya S D Liong Ilmu Ulat Sutera 20
^