Pencarian

Iblis Sungai Telaga 12

Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung Bagian 12


berdiam saja?" Baru setelah ditegur orang itu mengangkat kepalanya
untuk memandang si nona, ia lantas menghela napas.
"Habis aku harus bilang apa?" sahutnya balik bertanya.
Tan Hong maju lagi dua tindak, ia menatap.
"Ah?"" serunya tertahan, orang itu It Hiong adanya.
Maka ia lantas bertanya pula : "Eh, kau kenapakah" Kau
memikirkan apa" Coba kau ceritakan itu padaku, maukah
kau?" Mendengar suara lebih jauh dari si nona, orang itu berkata
: "Kakak, apakah kakak belum tahu bahwa aku telah
melakukan sesuatu yang merusak nama, yang aku lakukan
selama hatiku kacau?"
Tan Hong melengak, ia tampak sangat berduka.
"Kenapa kau lakukan perbuatan itu?" tanyanya pula.
"Apakah itu disebabkan kesadaranmu telah dikacaukan oleh
Kwie Tiok Giam Po?" Tan Hong bertanya demikian karena goncangan hatinya itu,
tapi ia justru terperangkap. Sebab pemuda dihadapannya itu
bukannya It Hiong melainkan Hong Kun yang menyamar
dengan sempurna sekali. Pantas It Beng memuji tinggi
kepandaiannya menyamar itu, sampai Tan Hong sendiri kena
disesatkan. Hong Kun tidak kenal nona ini, maka juga dia tak mau
sembarangan bicara karena si nona membahasakan diri kakak,
dia dapat menerka sedikit hubungan diantara It Hiong dan
nona ini, maka ia juga lantas mengikuti arah angina. " Aku Tio
It Hiong, sejak aku memasuki dunia Kang Ouw belum pernah
aku melakukan sesuatu yang buruk, tapi setelah aku terkena
racunnya Kwie Tiok Giam Po, pikiranku menjadi kacau,
diwaktu begitu asal aku melihat orang, hendak aku menyerang
dan membunuhnya dan hatiku baru puas sesudah aku melihat
darah orang. Kakak kau tolonglah aku".."
Tan Hong mengawasi, ia heran.
"Adik Hiong," tanyanya, "Bukankah kau membawa obat
hosing ouw serta pil mujarab dari pendeta tua dari Bie Lek
Sie" Kenapa kau tidak mau makan obat itu guna
menghilangkan pengaruh racun tersebut?"
Ditanya begitu Hong Kun melengak, tapi hanya sebentar,
dia lantas menjawab : "Selama aku tak sadar disebabkan
terkena racun, semua barangku telah dirampas, waktu sadar
hendak aku bunuh diri tapi aku batal Karena aku ingat kau
kakak. Sebenarnya aku mau denganmu menjadi sepasang
burung yang dapat terbang bersama untuk hidup didunia yang
bebas dan damai" Hebat niatnya Hong Kun, ia tertarik dengan nona ini dan
ingin merampas milik orang yang paling berharga karena
dengan begitu iapun dapat membalas dendam terhadap It
Hiong. Sebenarnya ia juga membenci nona ini yang telah
mengerjainya itu. Kalau sudah kehormatan si nona diambil, ia
juga hendak merampas jiwanya.
Bagaikan orang buta Tan Hong percaya benar pemuda di
depannya adalah It Hiong yang asli. Hingga tak ada
kecurigaannya kepada si anak muda. Ia seperti lupa segala,
sambil tertawa ia bertanya : "Dapatkah kau melupai kedua
kakakmu Kiauw In dan Giok Peng?"
Orang yang ditanya tidak menjawab, hanya dia bangkit
mendatangi, kedua tangannya lantas meraba ketubuh orang.
"Kakak!" katanya manis.
Tan Hong terkejut, biar bagaimana ia adalah seorang nona,
ia mencintai It Hiong bukan Cuma disebabkan It Hiong
tampan dan gagah, terutama gerak geriknya yang sopan
santun. Selama ia berkenalan dengan It Hiong, belum pernah
It Hiong berlaku kurang ajar atau ceriwis, tapi sekarang ini.
Mendadak Tan Hong ingat pesannya Beng Kee Eng utnuk
waspada. Mendadak saja ia sadar, maka segera ia
mengeluarkan senjatanya. "Kau siapa?" tanyanya membentak. "Kenapa kau berlaku
begini kurang ajar?"
Sanho pang segera dilayangan ketubuh orang!
Hong Kun lihai, mudah saja ia berkelit, ia tidak marah
malah sebaliknya ia tertawa ceriwis.
"Eh kakak, apakah kau sudah menjadi gila?" tanyanya.
"Kau begini manis, kenapa kau tidak mengerti tentang
kelembutan dan kenikmatannya" Ah, jangan nanti kau
menyesal"." Tan Hong mengawasi tajam. Sekarang ia percaya benar
bahwa orang ini It Hiong palsu. Pasti dialah yang merusak
namanya It Hiong, sang adik yang dicintai. Ia menjadi sengit,
ia hampir diperdayakan. Hampir ia mengulangi serangannya,
namun tiba-tiba ia ingat untuk membuka kedok orang dahulu.
Hong Kun mengawasi nona itu, menerka-nerka apa yang
lagi dipikirkannya. Hampir ia berkata pula namun ia pun ingat
nona di depannya ini adalah si nona yang dirumah makan di
Tiancu tiu yang sudah merampas Hauw Yan dari tangannya.
Ia tidak kenal Tan Hong namun pernah mendengar tentang
Nona Tan Hong dari Hek Keng To, bagaimana cantiknya dan
apa senjatanya. Maka itu mendadak timbullah rasa bencinya
serta keinginannya membalas sakit hati nya dahulu itu!
Buat sesaat mata tajam Hong Kun meyala mengawasi nona
di depannya itu, tapi dasar cerdik dan licik masih dapat ia
menguasai dirinya. Begitulah dengan suara sabar ia berkata :
"Kakak, adikmu sungguh sangat bersyukur kepadamu sebab
dengan susah payah kau telah berhasil menolong Hauw Yan
dari tangan orang jahat. Kakak, dengan begitu kau membuat
aku bertambah cinta kepadamu. Itulah sebabnya kenapa
barusan aku berlaku sembrono, kakak kau maafkanlah
aku".." Didalam sekejap Hong Kun nampak lesu dan menyesal.
"Aneh!" pikir Tan Hong. "Dia benar-benar adik It Hiong
atau bukan" Kalau bukan, kenapa dia dapat bicara tentang
Hauw Yan?" "Itulah tidak berarti"." Katanya, namun mendadak ia ingat
satu orang :"Ah! Apa bukannya Gak Hong Kun?" maka ia
segera membentak : "Gak Hong Kun! Jangan kau main gila!
Apa kau kira dapat mengelabuiku!" dan ia menatap tajam
sekali. Hong Kun terperanjat, parasnya berubah dengan tiba-tiba.
Akan tetapi dia tabah dan cerdik, lantas dia mendapat akal.
Maka dia mengangkat kepalanya, menatap puteri rembulan,
habis itu ia berkata perlahan : "Gak Hong Kun adalah
musuhku dalam urusan asmara"..aku justru mau cari dia
guna membuat perhitungan, maka menyebut nama dia,
apakah dia muncul disini?"
Tan Hong tetap mengawasi, ia menjadi waswas : Hong Kun
atau It Hiong" Gak Hong Kun juga mengawasi tajam, dia mengerti bahwa
orang telah mencurigainya, maka ia hendak mendahului turun
tangan, ia merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah botol
kecil, terus dibuka dan dikibaskannya, membuat isinya
tersebar sambil ia berkata nyaring : "Kakak, kau lihat harum
bau apa! Dapatkah kau menciumnya?"
Tan Hong terperanjat karena orang memanggilnya itu ,
ketika ia terperanjat justru hidungnya telah mencium bau
bubuk harum itu, terus ia berseru tertahan dan tubuhnya
roboh tidak sadar lagi! "Hm!" Hong Kun tertawa iblis. "Sekarang baru kau tahu
rasa budak bau! Berapa kali sudah kau menjual jiwamu untuk
It Hiong, selalu menggagalkan usahaku maka sekarang
hendak aku memuaskan hatiku atas dirimu! "
Tanpa ayal pula si anak muda berjongkok
untukmengangkat tubuh orang, buat dipondong dan dibawa
lari ke arah bukit yang penuh dengan pepohonan dan
terdapat sebuah kali kecil. Dahan-dahan dan daun pohon
membuat tempat itu tak tembus oleh sinar rembulan.
Untuk girangnya si anak muda, dia justru melihat beberapa
buah gubuk ditepi kali itu. Tidak ada cahaya api didalam
gubuk tentu penghuninya sedang tidur pikirnya. Itulah yang ia
kehendaki, dia pikir, asal tuan rumah dapat dikekang dia pasti
bebas melakukan apa yang dia sukai.
Melihat cahaya rembulan, Hong Kun menerka waktu sudah
mendekati jam empat, ia menghampiri sebuah gubuk terus
menolak daun pntunya. Ia mendapat kenyataan pintu itu tak
terkunci. Tanpa pikir panjang lagi ia masuk kedalam rumah.
Lebih dahulu ia menyalakan api, hingga ia melihat sebuah
ruangan dengan segala perabotannya, kursi, meja dan lainnya
yang terbuat dari kayu dan bamboo dan semuanyapun bersih.
Terus ia menyulut lilin yang berada diatas meja, setelah itu ia
letaki tubuh si nona diatas kursi bambu, ia sendiri duduk
dikursi satunya untuk beristirahat.
Sambil beristirahat itu, Hong Kun memandang kedinding,
maka ia melihat sebuah holouw atau buli-buli tergantung
didinding di depannya. Ia bangkit untuk menurunkan buli-buli
itu, waktu ia membukanya ia membaui arak yang harum.
"Sungguh menarik hati!" katanya dalam hati. "Sudah ada
wanita cantik, ada juga arak harum! Tak disangka Gak Hong
Kun , didalam rumah gubuk ini , kau bakal mendapat sesuatu
yang sangat nikmat!"
Mulut holouw lantas dibawa kemulutnya untuk ditegak
isinya dalam beberapa teguk. Terus Hong Kun duduk lagi,
tangan kirinya tetap memegang tempat arak, matanya
mengawasi si nona manis diatas kursi. Tanpa terasa pengaruh
arak membuat napsu birahinya tambah menyala".
"Inilah saatku".." pikirnya. Maka ia bangun untuk
memondong nona guna dibaa masuk kedalam kamar di
depannya tanpa ia mau memeriksa terlebih dahulu kamar itu!
Saat si anak muda melewati ambang pintu, tiba-tiba
kepalanya terasa pusing, terus tubuhnya terhuyung-huyung
kemudian dia roboh bersama-sama nona yang dipondongnya1
Dia roboh tanpa ingat apa juga".
Berbareng dengan itu dari kamar terdengar suara tawa
nyaring yang sangat gembira, terus terlihat munculnya
seorang dengan sabuk hijau dan baju panjang hijau juga. Dia
beralis gomblok dan bermata bundar dan mukanya brewokan
tebal. Melihat tampangnya dia tentu berusia kira-kira lima
puluh tahun. "Hai tikus!" katanya sambil menunding tubuh Hong Kun.
"Dasar tikus rakus, tidak kuat minum, kau mencuri arak
orang!" Lalu orang itu mengambil lilin dari atas meja buat dipakai
menerangi dua tubuh yang tak bergerak itu, hingga ia melihat
tegas sepasang muda-mudi tapi yang membuatnya terkejut
sampai ia berseru tertahan, ialah waktu ia mengenali si anak
muda Tio It Hiong adanya, ia melongo mengawasinya.
Ketika itu dari sebuah kamar lain, lari keluar seorang
perempuan muda dengan pakaian merah tua yang singsat,
rambutnya panjang turun kebahu dan punggungnya, rambut
dikepalanya dijepit dengan jepitan emas dengan gambar
burung hong terbang. Dia seorang nona yang manis. Dia
menghampiri si orang tua untuk terus mengawasi muda mudi
itu, ketika ia menatap si anak muda ia tampak girang, ia
menggertak gigi perlahan, setelah itu sambil menepuk bahu si
orang tua dia bertanya : "Jie Suheng, kau kenalkah pemuda
ini?" Orang tua itu terkejut mendengar suara orang yang
dibarengi dengan tepukan tangan kepada bahunya itu. Ia
justru lagi meneliti sepasang muda mudi yang seperti lagi tidur
nyenyak itu. Si nona datang dengan cepat tapi hati-hati
hingga tak tahu orang sudah ada disisinya. Dan si nona yang
menjadi adik seperguruannya ini memang jail sekali.
"Ah, budak setan!" tegurnya sambil menoleh.
Kiranya orang tua itu adalah Jie Koay atau Jie Mo Lam
Hong Hoan si siluman atau bajingan nomor dua diantara Cit
Me tujuh bajingan dari To Liong To, pulau naga melengkung.
Sedangkan si nona adalah Cit Mo Siauw Wan Goat, bajingan
nomor tujuh atau sibungsu dari tujuh bajingan itu.
Bersama kedua saudara seperguruan itu masih ada Ngo Mo
Bok Cou Lauw, bajingan nomor lima, sebab mereka bertiga
sedang menerima tugas dari pimpinannya, kakak
seperguruannya yang tertua, guna pergi keberbagai tempat
dan mengundang orang-orang kosen kaum sesat, agar
mereka itu nanti sama-sama menghadiri pertemuan besar
dunia persilatan digunung Tay san untuk membantu pihaknya.
Kebetulan saja mereka lewat ditempat itu. Siauw Wan Goat
tertarik dengan ketenangan tempat itu, dia mengajak kedua
saudaranya singgah disitu dengan menempati rumah gubuk
tersebut. Tidak tahunya yang punya rumah gubuk itu justru
Beng Leng Cinjin, ketua dari Hek Keng To. Karena mereka
sama-sama kaum sesat, Beng Leng Cinjin suka menerima
ketiga tamunya itu. Sebenarnya ketika itu, Beng Leng Cinjin sudah berpikir
untuk mengundurkan diri dari dunia Kang Ouw akibat
serbuannya ke Siauw Lim Sie dimana diruang Lohan Tiong dia
kena dirobohkan Pek Cut Taysu yang mengalahkannya dengan
ilmu Tay Poan jiak atau Prajana Luhur yang membuatnya
sadar, begitulah akhirnya dia pilih tempat terpencil itu, sunyi
damai hingga dia menerima Lam Hong Hoan bertiga. Dia
mengalah dan pindah kegubuk paling belakang, disitu tetap
dia hidup menyendiri tak bergaul dengan bajingan-bajingan
dari To Liong To itu. "Kakak," kata Wan Goat sambil melirik It Hiong palsu.
"Pemuda ini apa bukannya Tio It Hiong murid dari Pay In Nia
yang kita temukan dibawah puncak Heng San?" dimulut si
nona bertanya, dihati ia girang bukan main. Ia menganggap
barang makanan mengantarkan diri".
"Bocah ini malang!" kata Lam Hong Hoan tertawa. "Dia
roboh oleh arak buatanku ini dengan begitu dengan sendirinya
berkurang musuh kita di Tay San nanti"."
Wan Goat tertawa dan berkata : "Sebenarnya aku matangi
arakmu ini buat membikin kau sinting lupa daratan, siapa tahu
bocah itu datang menggantikanmu. Dasar untungmu bagus,
sekarang kakak, apakah kau ingin menyingkirkan jiwanya ini?"
"Tentu saja!" sahut sikakak. "Cuma wanita ini kalau
melihat dari senjatanya, mestinya dia dari Hek Keng To,
mengenai dia kita harus teliti dahulu"."
Timbul segera rasa cemburu si nona.
"Seorang nona malam-malam berada bersama seorang
pria, apakah dia masih mempunyai muka?" tanyanya.
"Perempuan busuk ini buat apa kita pedulikan siapa adanya


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dia" Baik sekalian saja kita bereskan!"
Berkata begitu nona siauw mengayun tangannya kekepala
Tan Hong. Lam Hong Hoan terkejut, dia menyampok
tangannya si nona, dengan begitu serangan itu menukar arah
mengenai pinggiran kursi hingga Cuma rambutnya Tan Hong
yang terkena anginnya. Ketika Tan Hong terkena racun, ia hanya membaui sedikit.
Disamping itu dengan ilmu Mo Tang ka telah sempurna sekali
maka selang sekian lama tenaga dalamnya sendiri berhasil
mengusir racunnya Hong Kun. Selagi kesadarannya mau pulih
itu, ia justru tersampok angin pukulan Wan Goat hingga
kesadarannya dipercepat. Sekejap saja ia sudah melompat
bangun, matanya terus mengawasi Kam Hong Hoan dan Wan
Goat untuk sejenak rupanya ia merasa heran.
Hong Hoan membawa lilin mendekati Nona Tan untuk
menatapnya. "Nona?" tanyanya kemudian, "Bukankah kau Nona Tan
Hong dari Hek Keng To?"
Tan Hong mengawasi tajam, ia segera mengenali Hong
Hoan. "Oh, Lam Cianpwe, sudah lama kita tak bertemu!"
sahutnya, "Memang aku yang muda Tan Hong adanya."
Hong hoan trus menatap, tampak dia merasa heran sekali.
"Nona," tanyanya pula sambil menunjuk Hong Kun.
"Kenapa nona ada bersama bocah ini?"
Tan Hong memandang ke arah yan ditunjuk itu. Ia melihat
pemuda yang lagi rebah itu mirip It Hiong. Ia bersangsi hingga
ia berdiri menjublak saja. Ia terus menggunakan pikirannya
untukmengingat-ingat. "Dasar Jie Suheng tolol!" berkata Wan Goat menyelak.
"Orang toh berpasangan tengah malam buta, mereka lancang
memasuki tempat kita, apalagi maksudnya" Buat apa banyak
bicara" Mari aku mewakili kau menajwab : Pasti untuk
berpelesiran semalam suntuk1"
Tak cukup dengan ejekan itu, nona Siauw pun
memperdengarkan suara tawa dinginnya.
Tan Hong membuka lebar matanya, hatinya panas.
"Siauw Wan Goat mulutmu tidak bersih!" tegurnya. "Jangan
menghina orang lain jika kau tidak ingin dirimu dihina!
Bukankah kau juga seorang gadis remaja. Apa kau benar tak
tahu malu?" Hong Hoan tertawa dan menyela : "Harap jangan gusar
nona! Sudah biasanya adikku ini suka berjumawa dan
bergurau menjaili orang! Eh nona, apakah kau datang kemari
buat mencari kakak seperguruanmu Beng Leng Cinjin?"
Sebagai orang cerdik bahkan licin, Hong Hoan tahu
bagaimana harus mengalihkan pembicaraan supaya kedua
nona itu tidak bentrok. Benar, akhirnya Tan Hong menjadi sabar.
"Apakah kakak seperguruanku yang tertua berada disini?"
tanyanya. "Beberapa buah gubuk ini semua milik kakak
seperguruanmu itu nona," sahut Hong Hoan, "Inilah tempat
dimana dia tengah mengasingkan diri. Ketika kami kemarin
lewat disini, kami bertemu dengannya, maka kami lalu singgah
disini beberapa hari. Tan Hong heran berbareng girang.
"Aku memang ingin menemui kakak seperguruanku itu,"
katanya. "Dimanakah adanya ia sekarang?"
"Kakak nona itu berada digubuk belakang." Sahut Hong
Hoan," Mari nona, mari aku yang tua memimpinmu kepada
kakakmu itu." Berkata begitu, orang she Lam itu melirik Hong Kun, terus
ia memesan Wan Goat setelah itu ia bertindak pergi mengajak
Nona Tan Hong. Ia membawa terus lilinnya.
Wam Goat menanti orang sudah berlalu, lantas ia
mengambil air dengan apa ia menyembur mukanya Hong Kun
hingga ia membuat It Hiong palsu lantas mendusin dari
pingsannya akibat keracunan arak istimewa itu. Ia mengawasi
heran kepada nona di depannya itu, sebab orang bukannya
Tan Hong, tapi ia cerdik sekali, tahu ia bagaimana
menghadapi seorang wanita.
"Kakak!" lantas ia memanggil dengan suara perlahan.
Luar biasa dua orang ini, Wan Goat mengenali It Hiong ,
maka ia menyangka pemuda di depannya ini It Hiong tulen
adanya. Hong Kun sebaliknya mengenali nona itu, Siauw Wan
Goat dari To liong To. Sewaktu berada ditengah jalan
dikecamaTan Hongbwe mereka pernah bertemu dan dia dicaci
maki nona itu. Dan itulah peristiwa yang masih diingatnya
dengan baik. Wan Goat merasa manis dipanggil kakak, mukanya menjadi
merah. "Kakak It Hiong1" berkata dia. "Apakah kau masih belum
mau berangkat pergi dari sini" Kalau sebentar kakakku yang
nomor dua keburu datang, pasti akan berabelah kau."
Hong Kun bangkit untuk bangun.
"Tak dapat aku meninggalkan kau kakak," katanya
perlahan. Mendadak ia menyambar tangan si nona.
Hatinya Wan Goat memukul, parasnya merah. Biarpun ia
centil,ia toh likat, ia melirik terus tunduk.
"Kakak Hiong," tanyanya perlahan, "Kau berniat berbuat
apa?" Hong Kun mengawasi muka orang. Nona itu sedang
mengangkat mukanya, ia memberi isyarat supaya nona itu
mengikutinya. Nona itu kalah cerdik, iapun telah diganggu
ditarik, iapun turut berjalan keluar"..
Dibawah sinar rembulana mudi itu berjalan bagaikan
bayangan dibawah pepohonan. Mereka melangkah
disepanjang tepian kali, sampai mendekati sebuah desa.
Mereka mendengar ayam-ayam mulai berkokok
membangunkan orang tidur. Hanya Wan Goat yang belum
sadar dari mabuk asmaranya"..
Hong Kun mengajak orang berlari, ia tahu selekasnya
terang tanah, tak dapat ia mempuasi hatinya terhadap nona
siauw ini. Ia harus merebut waktu. Tegasnya ia mesti
memisahkan diri biar jauh dari gubuk si nona. Tak berani ia
kembali ke Liong peng, takut Tan Hong nanti menjadi
rintangan baginya. Di depan mereka ada jalan pegunungan yang berliku-liku,
tanpa pikir panjang Hong Kun mengajakl Wan Goat lari
kesana. Wan Goat berlari-lari disamping si anak muda, hatinya tidak
berpikir lainlagi kecuali tentang anak muda itu. Beberapa kali
ia meliriknya. Ia Cuma ingat Tio It Hiong.
Segera juga sang surya muncul dengan sinar paginya yang
indah. Masih Wan Goat mendampingi pemuda yang
diidamkannya itu. Ia tidak tahu bahkan tidak memikirkan
kemana ia sudah dibawa pergi.
Kali ini karena sudah terpisah cukup jauh, Hong Kun tidak
berlari lagi, ia hanya mengajak nona disisinya berjalan
berputaran ditanah pegunungan itu, bagaikan orang tengah
berpesiar. Ia pandai membawakan dirinya membuat si nona
senantiasa merasa tenang dan tak curiga apa-apa. Baru
setelah magrib mulai tiba, ia mengajak nona itu turun dari
gunung yang tidak dikenal itu.
Hong Kun membawa orang kekecamatan Na Kue, ia
memasuki kota dan lantas mencari rumah penginapan. Ia
memesan barang hidangan dan arak untuk bersama Wan Goat
bersantap didalam kamar yang disewa itu.
Bukan main puasnya Hong Kun, kalau ia berhasil
mengganggu Wan Goat itu, berarti ia telah melampiaskan
kebenciannya terhadap kaum wanita. Wan Goat tidak
mencurigainya dan tidak menyangka apa-apa, bahkan ia
senang sekali berjamu bersama "kekasihnya" itu".
Sang waktu lewat dengan cepat tanpa terasa.
Ketika kentongan terdengar tiga kali, mukanya Wan Goat
sudah merah pengaruh air kata-kata. Ia justru semakin cantik
dan menggiurkan, saban-saban ia melirik "To It Hiong" dan
tersenyum manis. "Kakak Hiong" katanya perlahan, "Sudah jauh malam, pergi
kau kekamarmu untuk beristirahat, aku sudah minum banyak,
kepalaku terasa pusing, akupun mau tidur?"
Berkata begitu lantas si nona bangun untuk pergi
kepembaringan dimana ia duduk disisinya, terus kepalanya
diletaki diatas bantal. Hong Kun tahu itulah kesempatan baik, ia lantas berpura
mulai mabuk dengan berjalan tak tetap ia menghampiri
pembaringan terus memegangi paha si nona.
"Adik Wan Goat, apakah kau sudah mabuk?" tanyanya
sengaja. "Ah!" berkata si nona yang menolak tangan orang. "Kakak
Hiong jangan nakal!..."
Hong Kun menatap. "Aku mau"..aku mau menungui kau, adik"." Katanya,
"Sesudah kau pulas barulah hatiku lega"."
Wan Goat tertawa, hatinya berdenyut kencang, ketika sinar
matanya beradu dengan si anak muda, ia lantas menoleh
kelain arah. Justru itu tiba-tiba ia ingat sesuatu.
"Apakah artinya ini?" demikian katanya dalam hati. Ia
melihat api lilin yang menyala. "Apakah artinya perbuatanku
ini" Bukankah adik Hiong bakal menganggap aku serupa
dengan bunga ditengah jalan" Oh, tidak, tidak!"
Tiba-tiba si nona turun dari pembaringannya, ia berbalik
memegang lengannya It Hiong tiruan.
"Kakak Hiong, kau juga sudah mabuk!" katanya, "Lekas
pergi kekamarmu! Kalau mau bicara, besok dapat kita
lanjutkan lagi." Terus ia menarik orang kepintu dan menolak
tubuhnya hingga dilain saat ia sudah menutup pintu dan
memalangnya. It Hiong palsu berdiri menjublak dibalik pintu, ia tersenyum
iblis. "Hm!" terdengar suaranya yang tawar dan perlahan, "Ah
budak bau, apa kau kira dapat mempermainkan tuan
besarmu" Tidak! Kau lihat saja nanti!" Maka ia lantas berkata
agak keras "Adik, kau tidurlah! Aku kekamarku!" lalu ia
sengaja memperdengarkan suara langkah yang berat.
Wan Goat menyahuti, terus ia padamkan api, habis
membuka bajunya ia naik pula keatas pembaringannya.
Sebenarnya ia sangat mencintai It Hiong. Rasa cinta itu
muncul semenjak pertemuan mereka berdua dikaki gunung
Heng San. Hanya sejak itu tak ada kesempatan buat ia
menemui pemuda yang cakap ganteng itu. Tapi sekarang
mereka dapat berkumpul bersama".
"Ah, mengapa aku menyuruhnya keluar?" pikir Wan Goat
sebelum ia pulas. "Ini adalah saat yang paling baik, kenapa
aku menyia-nyiakannya" Bagaimana kalau dia keliru
menyangka aku tidak mencintainya"..."
Letih si nona berpikir panjang, arak pun membuatnya
pusing. Diakhirnya tanpa terasa ia toh tidur pulas juga. Ia
tidur nyenyak sekali. Tak tahu ia telah tidur berapa lama.
Bahkan samara-samar ia bermimpi suatu kejadian yang belum
pernah ia mimpikan. Ia merasa sangat bahagia. Hanya itu
ketika kemudian ia mendusin dari tidurnya, ia telah berubah
menjadi bukan gadis lagi. Dari seorang nona ia menjadi
nyonya. Segera ia merasakan sesuatu yang tak biasanya.
Ketika ia melihat sinar matahari di jendela, ia bangkit untuk
bangun, namun ia heran karena tangannya merasa
memegang sesuatu. Ia membuka matanya, dari kedap kedip
menjadi lebar, lantas iapun terperanjat. Disisinya, diatas
pembaringannya, ia melihat sesosok tubuh pria tengah rebah
dan tidur menggeros. Ia pun kaget ketika mengenali orang itu
ialah si "Kakak Hiong". Maka sadarlah bahwa ia bukannya
bermimpi, namun itulah kenyataan! Ia kaget berbareng
girang. "Bangun!" katanya sambil meraba tubuh orang untuk
digoyang-goyang, ia terus menatap muka orang itu,
airmatanya sendiri berlinang karena bahagianya, "Telah aku
serahkan tubuhku yang putih bersih terhadapmu, maka
sekarang selanjutnya bagaimana kau hendak perlakukan
diriku?" It Hiong palsu mengawasi nona itu. Si nona lembut dan
agak mendatangkan rasa kasihan. Tapi ia berpikir lain.
"Hm!" ia mengeluarkan suara dinginnya. "Hm, apa yang
ditangisi" Apakah kau tidak bunyi pepatah yang
mengharuskan wanita itu menurut dan bijaksana?"
Wan Goat heran. "Kakak Hiong apa katamu?" ia bertanya.
Hong Kun menjawab dengan keras : "Sejak saat ini kau
harus mendengar dan menurut kata-katakku! Jika kau
membandel dan menantangnya, jangan heran kalau aku tidak
mengenal kasihan lagi padamu!"
Berkata begitu, pemuda itu turun dari pembaringan,
membetulkan pakaiannya dan memasang pedang Kie Koat
pada punggungnya. Wan Goat terkejut, hatinya terasa nyeri. Hebat kata-kata
yang berupa seperti tikaman itu. Hampir ia pingsan
karenanya, ia pun turun dari pembaringan untuk merapikan
pakaiannya juga. Sambil berpakaian itu ia mengawasi tajam
muka orang, masih air matanya berlinang dikedua belah
matanya. Ia mendapat perasaan "Kakak Hiong" dari hari
kemarin beda dengan sekarang ini. Tapi ia berkata : "Tak
peduli keujung langit dan pojok laut, aku akan ikut kau!"
"Hahaha!" Hong Kun tertawa nyaring, "He, budak bau!
Siapakah yang menghendaki kau tergila-gila begini rupa" Tak
tahu malukah kau?" Wan Goat melengak, ia heran sekali lalu hatinya menjadi
panas. "Aku toh istrimu!" katanya keras, "Kenapa kau berubah
begini rupa?" "Jangan rewel!" bentak Hong Kun, matanya melotot. "Inilah
kutukan atas dirimu sendiri! Inilah penyakit yang kau cari!
Siapa suruh kau mencintai aku hingga kau membuatku
berbahagia satu malam" Siapa yang harus dipersalahkan?"
Wan Goat gusar hingga tak tahu harus berbuat apa, ia
menubruk untuk memegang baju orang sambil ia menangis
terisak-isak. Naik darahnya Hong Kun, sebelah tangannya melayang
menggaplok telinga orang hingga orang roboh, sambil
menunding ia berkata sengit : "Telah cukup aku dipermainkan
wanita! Hari ini ialah pembalasanku yang pertama! Maka kau,


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hitung-hitung saja nasibmu yang lagi apes! Maka kau harus
menerima nasibmu!" Habis berkata begitu, Hong Kun melompat keluar jendela,
buat kabur, tak mau ia berdiam lama-lama sebab itulah rumah
penginapan. Pikirannya Wan Goat kacau, ia pun melompat menyusul.
Celaka untuknya, begitu ia tiba, ia dipapaki satu hajaran
hingga ia menjerit, "Aduh!" tertahan. Terus ia roboh pula
pingsan. Sedangkan Hong Kun sudah lantas melenyapkan diri.
Sampai besok paginya barulah Wan Goat terasadar dari
pingsannya, ia rebah diatas pembaringan dan ada orang yang
tengah mengurusnya. Ketika ia mengawasi, ia kenali orang itu
adalah Tan Hong, si nona yang malam itu datang bersamasama
"It Hiong". Lantas ia berpikir:"Nona ini datang bersama
"It Hiong", dia mesti mempunyai hubungan erat luar biasa
dengan pemuda itu. Apakah itu seperti hubungan eratnya tadi
malam" Maka tiba-tiba timbullah cemburunya, sehingga
bukannya berterima kasih, ia justru menjadi gusar. Ia menolak
dengan kasar tangan Tan Hong, terus ia bangun untuk duduk
dan berkata dingin : "Kakak Hiong sudah pergi! Kau berbuat
begini baik hati, kepada siapa kau hendak pertontonkan itu?"
Tan Hong melengak, itulah teguran yang tak ia mengerti.
"Nona Siauw, apa kau kenal aku?" tanyanya, "Kenapa kau
terluka begitu parah?"
Suara nona itu perlahan dan prihatin, hatinya Wan Goat
menjadi tergerak. Ia lantas menangis, tapi ia memaksakan diri
untuk tertawa, hingga ia jadi tertawa sedih. Masih hatinya
panas, katanya dingin : "Kalau kau hendak susul dia, kau
susullah lekas! Tak usah kau berdiam lama disini berpura
bermurah hati!" Bingung Tan Hong mendapat perlakuan itu. Biar
bagaimana, ia merasa kurang puas, akan tetapi masih ia dapat
menahan diri, ia melirik dan tertawa dengan paksa.
"Kau rupanya tidak mengerti maksud baikku," katanya, "
aku melihat persahabatan antara partai kita, aku juga
mengutamakan keharusan diantara sesame Kang Ouw untuk
saling tolong. Demikianlah ketika aku melihat kau rebah
pingsan sendirian saja, sedang kaupun terluka, mana dapat
aku berdiam saja tidak menolongmu" Begitulah aku lantas
tolong dirimu!" Berkata begitu Tan Hong hening sejenak dan menatap
muka orang. "Nona Siauw," katanya kemudian. "Rupanya kau telah kena
tipu orang dan diperhina hingga kau menjadi penasaran sekali.
Namun kita adalah wanita Kang Ouw, buat apa kita membawa
diri seperti wanita kebanyakan" Itu artinya menyiksa diri
sendiri!" Wan Goat menangis sedih, airmatanya bercucuran deras.
Sekian lama ia berdiam menenangkan diri, kemudian ia
menghapus air matanya. Msih ia sesegukan, ketika ia berkata
: "Kakak, kau toh tidak menggusari aku bukan?"
Tan Hong tidak menjawab, ia hanya merogoh obat pulung
dari dalam sakunya untuk dimasukkan kedalam mulut orang.
"Adik jangan kau menganggap aku sebagai orang asing."
Katanya sabar. "Aku lihat kau tentu mempunyai suatu sebab,
maka kau menjadi berduka begini, tidak adik! Aku tak
menggusari kau." Perlahan-lahan Wan Goat dapat menguasai diri.
"Malam itu, kakak," katanya bertanya, "Ketika kakak
bersama It Hong datang kegubuk kami, kalian datang dari
manakah?" Tan Hong dapat menerka orang mencintai It Hiong, bahwa
nona ini pasti telah kena tipu, maka ia lantas mengasi
keterangan halnya ia mengejar orang mulai dari rumah
penginapan di Liong peng sampai ia kena dibikin tak sadarkan
diri, hingga ia tak tahu apapun yang telah terjadi, sampai ia
tahu-tahu disadarkan oleh Lam Hong Hoan.
"Kalau aku melihat orang itu, perbuatan dia beda seperti
langit dan bumi dengan sifatnya Tio It Hiong," ia
menambahkan kemudian, "Hanya sampai sekarang masih aku
belum memperoleh kepastian. Mungkin dialah Tio It Hiong
palsu, tapi kenyataannya?"
Mendengar keterangan itu, Wan Goat merasai tubuhnya
bagaikan tergetar dan menggigil keras, telinganya seperti
ditulikan guntur. "Kakak," tanyanya heran. "Apa kakak tidak mendustai aku"
Darimana kakak mendapat alasan dan menerka dialah Tio It
Hiong palsu." Tan Hong menatap nona ini.
"Ketika aku pertama kali bertemu dengannya, akupun
menerka dialah Tio It Hiong." Ia menjawab kemudian, "Aku
baru menaruh curiga setelah aku mendengar penjelasan
Locianpwe Beng Kee Eng. Ketika kami meninggalkan gunung
Ay Lao San, adik Hiong masih berada diatas gunung tengah
melayani Kwie Tiok Giam Po. Karena itu, mana dapat ia telah
melakukan segala perbuatan busuknya itu dalam waktu yang
demikian pendek!" "Tetapi, kakak," kata Wan Goat, "Biarlah segala soalnya
kakak Hiong itu. Yang aku ingin tahu sekarang ialah apa yang
membedakan yang tulen dengan yang palsu" Dapatkah kakak
menjelaskannya?" Tan Hong mengawasi nona itu, ia tertawa.
"Bukankah diantara To Liong To dan Pay In Nia terdapat
permusuhan, kenapa adik nampaknya sangat bingung dan
begini mendesak ingin mengetahui bedanya It Hiong palsu
dan tulen?" Wan Goat melengak, mukanya merah, tatap ia bersedih.
"Aku sama dengan kau, kakak." Sahutnya, "Seperti kau,
aku juga ingin ketahui dia itu Kakak It Hiong atau bukan!...."
Kali ini Wan Goat menerka bahwa Tan Hong juga sudah
jadi korbannya si "Kakak Hiong" seperti dia sendiri.
Jilid 26 Tan Hong berpikir sebelumnya ia menjawab. Ia malu akan
menutur terus terang hal ikhwalnya dengan It Hiong palsu itu,
sebab ia hampir menjadi korban. Ia menghela nafas.
"Dalam hal memperhatikan adik Hiong, kita berdua sama
saja." sahutnya kemudian. "Cuma halnya dalam
keberuntungan aku kalah dari kau, adik. Kau berbahagia
sekali." "Kakak" Wan Goat menyela, suaranya tajam. "Kakak, aku
minta sukalah kau bicara dengan sebenar-benarnya."
Tan Hong bersikap sungguh-sungguh.
"Adik" sahutnya. "Kita ada sesama wanita, buat apa kau
sampai menegas begini " Mana dapat aku mendustakan kau."
Wan Goat menjerit perlahan, dia menangis pula, air
matanya mengucur deras. Ia mendekam.
"Oh, aku mau mati !" katanya. "Mana ada muka aku hidup
didalam dunia ?" Tan Hong menepuk-nepuk bahu orang.
"Anak tolol !" katanya. "Manakah semangatmu sebagai
wanita Kang Ouw " Bukankah belum ada kepastiannya orang
ada It Hiong yang palsu atau yang tulen " Apakah soalmu
dapat dibereskan dengan hanya menangis saja ?"
Bagaikan tersentak Wan Goat bergerak bangun untuk
berduduk. "Kakak, kau ajarilah aku !" katanya, matanya masih penuh
air. "Hatiku sudah hancur. Bagaimana sekarang ?"
Tan Hong mengenggam tangan orang.
"Jika orang itu benar Tio It Hiong." kata ia sungguhsungguh,
"bukankah percuma kau mengucurkan air matamu
ini " Kalau sebaliknya, dialah si manusia palsu, maka adalah
tugasmu untuk menuntut balas ! Maka itu sekarang mari kita
membuat perjalanan guna mencari dia buat menyelidiki hal
yang sebenarnya ! Buat apa berlaku tolol, bicara tentang mati.
Itu cuma bakal mendatangkan tertawaan orang !"
Nona Siauw melengak, lantas ia menghapus airmatanya.
"Kakak benar !" katanya kemudian. "Ah, kenapa aku jadi
tolol begini ?" Ia menggerakkan tubuhnya akan turun dari
pembaringan. Selagi bergerak itu ia merasakan lengannya
masih sakit dan dadanya pun nyeri. Ia lantas menggosokgosok
dadanya. Ia merasa nyeri berbareng di hatinya dan
karena lukanya itu "Siauw Wan Goat bersumpah tak akan menjadi manusia
kalau dia tak dapat membalas sakit hati ini !" demikian
katanya keras. Tepat itu waktu, dari luar terdengar suara ketukan dengan
pintu disusul dengan datang masuknya dua orang, ialah Lam
Hong Hoan dan Bok Cee Lauw.
Malam itu Hong Hoan kaget, selekasnya dia melihat adik
seperguruannya lenyap, lantas dia menerka adik itu telah
diculik oleh si pemuda, sebab pemuda itu hilang juga. Maka
lantas ia ajak Cee Lauw pergi mencari hingga mereka mesti
berputaran, hingga baru sekarang mereka menemui adik itu.
Adanya Tan Hong bersama si adik membuatnya heran.
Melihat kedua saudara seperguruan itu, Wan Goat
menangis sebagai anak kecil. Ia menubruk dan merangkul
Hong Hoan, ia menangis bukan main sedihnya.
Tan Hong merasa bahwa tak dapat ia berdiam lebih lama
disitu, maka ia menghadapi Lam Hong Hoan dan berkata :
"Lam Cianpwe, sukalah kau menghiburi adikmu ini, haraplah
kau melindungi nama besar dari To Liong To ! Kebetulan
sekali cianpwe tiba disini ! Nah, ijinkanlah aku mengundurkan
diri !" Tanpa menanti jawaban lagi, wanita jago dari Hek Keng To
itu lantas bertindak pergi.
Lam Hong Hoan menerka kata-katanya Nona Tan itu mesti
ada artinya sebab adik seperguruannya itu menangis saja. Ia
rada gugup maka juga ia mendelong mengawasi orang pergi.
Bok Cee Lauw juga heran, hingga ia menggeleng-geleng
kepala. "Cit-sumoay" tanyanya kemudian kepada adik
seperguruannya yang ketujuh itu yang bungsu, "apakah budak
Tan Hong berani main gila terhadapmu ?"
Wan Goat lagi menangis, tak dapat ia menjawab kakak
seperguruan itu. "Adikku, kau bicaralah !" Cee Lauw mendesak.
Masih Wan Goat sesegukan saja.
"Hm !" Cee Lauw bersuara sengit. "Apakah bocah Tio It
Hiong itu kau jadi...."
Dia sebenarnya mau mengatakan "kau jadi bentrok dengan
Tan Hong" atau ia kena dicela si nona yang sudah lantas
mengangkat mukanya menoleh kepadanya.
"Cis" demikian nona itu. "Aku tak mempunyai kegembiraan
seperti kau yang gemar menggodia orang..."
Berkata begitu Wan Goat menekan dadanya. Ia merasa
nyeri. Hong Hoan menerka adik itu terluka di dalam.
"Hayo, kita pulang dulu !" ia mengajak. "Kita perlu lekas
mengobati adik kita ini !"
Habis berkata begitu, kakak seperguruan itu lantas
menggendong adiknya itu. Ia terus lari keluar. Maka Bok Cee
Lauw pun lari menyusulnya.
Sementara itu Gak Hong Kun si Tio It Hiong palsu sudah
menyingkarkan jauh-jauh dari tempat dimana ia hajar pingsan
Siauw Wan Goat. Ia puas sekali atas perbuatannya itu. Ia
mendapat dua rupa kepuasan, puas karena bisa
melampiaskan kebenciannya kepada wanita, puas karena
sudah mencicipi kenikmatan hidupnya dengan seorang nona
cantik. Kenyataan ini membuatnya ketagihan. Ia memikir buat
melanjutkannya perbuatannya serupa itu. Lalu ia memikirkan
siapa harus dijadikan korban nomor dua, wajar saja ia segera
ingat Pek Giok Peng pacarnya itu yang katanya sudah
dirampas Tio It Hiong. Ingat namanya Pek Giok Peng, Hong
Kun tertawa bergelak sendirinya.
"Sekarang aku mau melihat bukti penyamaranku ini !"
katanya hatinya puas. "Setelah melihat aku, ingin aku lihat dia
bakal terjatuh dalam rangkulanku atau tidak ! Pasti dia akan
menyerahkan dirinya dengan suka rela.....
Lantas ia pikirkan dimana adanya Giok Peng sekarang. Di
vihara Siauw Lim Sie atau di Lek Tiok Po " Segera ia
mengambil keputusan. Ia terus menyewa perahu akan
berangkat ke timur dengan mengikuti sungai Tiang Kang, ia
melintasi Siangyang untuk tiba di Kayhong.
Di itu hari yang pemuda ini tiba di kota kayhong dimana ia
terus mengambil hotel, ia lantas mendengar halnya pelbagai
partai tengah membuat perjalanan atau penyelidikan guna
mencari Tio It Hiong. Ia mendengar berita itu dengan hati
puas. Hasil perbuatannya itu sudah menerbitkan kegemparan
dan Tio It Hiong telah menjadi hinaan orang banyak. Cuma
ada satu hal yang membuatnya sulit, ia masih menyamar
sebagai Tio It Hiong, karena Tio It Hiong lagi dicari, ia mudah
terlihat orang yang mengenalnya. Karena ini, diwaktu siang
tak mau ia keluar dari kamarnya, bahkan diwaktu malam ia
lebih sering berdiam didalam gelap. Ia mau menjaga jangan
sampai ada orang melihat dia.
Kekuatirannya Gak Hong Kun bukan tidak beralasan. Selagi
ia lewat di Siangyang, ia telah dapat dilihat oleh muridnya
seorang Bu Lim yang ternama. Jago Bu Lim itu ialah Koay To
Ciok Peng, si golok kilat yang pada tiga puluh tahun dulu
namanya menggemparkan kalangan rimba persilatan yang
disebelah selatan dan sebelah utara.
Bahkan dialah sahabat karib dari Bu Eng Thung Liok Cim.
Maka juga habis lolos dari bahaya maut, Liok Cim telah pergi
ke rumah sahabatnya itu, buat menumpang disitu hingga
kepada sang sahabat ia telah menuturkan malang yang
menimpa diri dan keluarganya itu.
Ciok Peng bersedia membantu sahabat itu serta
membalaskan sakit hatinya si saudara angkat. Maka dia telah
menanyakan terang-terang wajah dan potongan tubuhnya It
Hiong serta cara berpakaiannya, sesudah mana dia
menitahkan beberapa orang muridnya pergi membuat
penyelidikan. Demikian itu hari, selekasnya ia menerima laporan salah
seorang muridnya, Ciok Peng lantas mengajak See Sie, murid
kesayangannya berangkat dari Siangyang, menyusul terus ke
Kayhong, lantas ia membuat penyelidikan yang tepat, sesudah
itu baru ia mengambil keputusan akan bertindak di waktu
malam. Malam itu Hong Kun merebahkan diri sambil berjaga-jaga,
ia sudah pulas namun ia terasadarkan dengan kaget oleh satu


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

suara berkeresek pada daun jendela yang terus terpentang
terbuka. Justru ia kaget, justru ia mendengar bentakan
nyaring dari luar jendela, "Jahanam Tio It Hiong, kau keluarlah
untuk terima binasa !"
Tak mau Hong Kun memperdengarkan pula suaranya.
Diam-diam ia merosot turun dari pembaringannya, matanya
dipasang untuk melihat siapa orang diluar kamar itu.
Karena ia berdiam itu, ia mendengar pula suara diluar. "Tio
It Hiong, akulah Koay To Pang ! Aku tidak mau main
sembunyi-sembunyi maka juga aku memanggil kau keluar !
Mari kau harus membuat perhitungan buat Bu Eng Thung Liok
dan keluarganya ! Bangsat kau berdiam saja,
menyembunyikan diri apakah artinya itu ?"
Mulanya terkejut lantas hatinya Hong Kun menjadi panas.
"Tua bangka itu mencari mampusnya." pikirnya sengit. Ia
tidak takut. Dengan mencekal erat-erat pedangnya, ia
berlompat melewati jendela sebelum ia meletakkan kakinya
ditanah, pedangnya sudah diputar di depannya. Terus saja ia
berkata nyaring, "Hendak aku mencoba golok kilatmu dapat
bergerak bagaimana cepatnya !"
Ciok Peng dapat melihat sinar pedang orang. Ia tahu itulah
sebuah pedang mustika maka tak mau ia berlaku sembrono.
Bahkan ia lompat mundur dulu. Untuk berlaku lalai, ia kata,
"Koay Toa Ciok Peng tidak biasanya membinasakan setan
tanpa nama karena itu jahanam kau sebutkan dulu namamu !"
It Hiong palsu tertawa terkekeh.
"Tua bangka !" sahutnya. "Kau sendiri bilang kau belum
kenal aku, cara bagaimana kau dapat berkata bahwa kau
datang guna membuat perhitungan, buat membalaskan sakit
hati orang " Tidakkah kau bakal ditertawakan kaum Kang Ouw
andiakata perbuatanmu sekarang ini sampai tersiar diluaran ?"
Ciok Peng merasai mukanya panas. Ia menyesal sudah
bicara seenaknya saja. Tapi ia tetap gusar, maka juga ia
berdiri sambil mengawasi tajam.
Tiba-tiba terdengar suara golok dihunus dan terlihat
sinarnya berkelebat, disusul dengan suara ini : "Suhu, jangan
layani dia ! Ijinkan muridmu yang mencoba jahanam itu !"
Kiranya itulah gerak-geriknya See Sie, sang murid, yang
panas hatinya sebab lawan sangat temberang. Dia maju terus
untuk menyerang It Hiong palsu.
Hong Kun tidak lantas menangkis, ia hanya berkelit. Masih
ia berkelit terus waktu serangan diulangi dan diulangi lagi.
Untuk sementara ia cuma melindungi saja tubuhnya. Sebegitu
jauh, pedangnya pun belum berhasil bentrok dengan goloknya
si penyerang. "Aku mesti bertindak !" pikirnya selewat lagi beberapa
jurus. Ia tahu ia bisa terancam kalau Ciok Peng sendiri turun
tangan. Sambil menutup diri itu, diam-diam ia mengeluarkan
racun Hun Tok Han, racunnya yang dapat membuat orang
pingsan seketika, lantas sehabisnya itu, ia menanti
kesempatan. Begitu dia dapat angin, dia menyebar bubuknya
yang beracun ! Ciok Peng dapat melihat gerakan tangan kiri musuh itu,
lekas-lekas ia menyerukan muridnya : "See Sie, lekas putar
golokmu ! Tutup napasmu dan mundur !"
See Sie mendengar dan lantas ia mundur dengan pesat
sekali, hingga ia berhasil membebaskan diri dari bubuk jahat
itu. Tapi It Hiong palsu sangat cerdik dan licik, justru orang
lompat mundur, justru ia mencelat ke belakang, untuk lantas
lompat naik ke atas genting dimana ia menghilang dalam
gelap gulita. Maka wajar saja, selagi berlompat, ia tertawa
nyaring buat mengejek lawannya !
Lega hatinya Ciok Peng terhadap akan muridnya tidak
kurang suatu apa, karenanya terus ia lompat pula ke atas
genting guna mengejar pemuda itu. Atau ia segera
mendengar suara keras disebelah depannya : "Tio It Hiong !
Kau mau lari " Lihat tanganku !"
Ia percepat larinya hingga ia melihat Tio It Hiong dihadang
seorang imam tua dengan janggut panjang dan punggung
tergemblokkan pedang. Beruntun tiga kali imam itu sudah
menyerang dan orang yang diserangnya senantiasa berkelit
walaupun dia memegang pedang, tak berani atau tak mau dia
menggunakan pedangnya itu.
Setelah datang dekat, Ciok Peng mengenali It Yap Tojin
dari Heng San. Imam tinggal imam tetapi pikirannya It Yap Tojin pendek
dalam urusan muridnya dengan It Hiong yang dikalahkan It
Hiong itu dia tak puas bahkan dia membenci si anak muda she
Tio hingga timbul niatnya mengajar adat. Hanya mengingat
dia adalah pihak lebih tua dan dari tingkat lebih tinggi tak
berani dia sembarang turun tangan. Kebenciannya kepada It
Hiong bertambah setelah dia mendapat keterangan halnya It
Hiong sudah merampas Giok Peng pacarnya muridnya. Maka
baginya datanglah ketika yang baik, selekasnya dia
mendengar berita ramai tentang Tio It Hiong sudah berbuat
kejam dan busuk, hingga kemurkaan kaum Bu Lim telah
dibangkitkan karenanya. Maka bulatlah tekadnya akan
binasakan It Hiong buat membalaskan sakit hati muridnya itu.
Sungguh kebetulan bagi It Yap Tojin, malam itu ia berada
di tempat dan dapat melihat Ciok Peng lagi mengintil It Hiong
palsu. Terang ia tidak mengenali muridnya yang telah
merubah wajahnya itu justru orang kabur dan menghina Ciok
Peng, ia keluar dari tempatnya sembunyi dan lantas
menyerang hingga tiga kali serangan.
Hong Kun bingung mengenali penghadangnya itu adalah
gurunya sendiri. ia memberitahukan guru itu bahwa dia adalah
sang murid atau ia mesti membatalkan itu sebab Ciok Peng
keburu tiba. Ia repot sekali. It Yap sedang gusar dan semua
serangannya berbahaya. Untungnya buat Hong Kun, ia sudah mewariskan
kepandaian gurunya itu hingga biar bagaimana sulit juga,
masih dapat ia menyelamatkan dirinya.
Ciok Peng terus berdiri menonton. Tak berani ia turun
tangan. Ia kuatir perbuatannya itu nanti menyebabkan
kemarahannya It Yap Tojin. Ia tahu jago dari Heng San ini
separuh sesat, separuh lurus. Ketika See Sie menyusul ia juga
melarang muridnya maju menyerang Hong Kun.
Beberapa kali Hong Kun mau membuka rahasia, sabansaban
ia membatalkannya. sebabnya itu ialah hadirnya Ciok
Peng serta murid disitu. Kalau ia membuka rahasia, habis
sudah nasibnya ! Gurunya mungkin mengerubutinya. Ia sudah
lantas bermandikan peluh. Tapi ia harus membela dirinya.
Diakhirnya ia mendapat satu akal. Demikian selagi menghindar
diri dari satu serangan, ia menghunus pedangnya, terus ia
menggerakkan tiga rupa gerakan ilmu pedang Heng San Pay
sembari berbuat berita, ia menatap gurunya. Sebenarnya
itulah satu isyarat kaum Heng San Pay dan artinya : "Aku
adalah Gak Hong Kun, murid Heng San Pay !"
Sementara itu It Yap Tojin telah menjadi sangat penasaran.
Ia telah menduga dengan tiga jurus saja ia bakal dapat
merobohkan pemuda itu, ia tidak menyangka bahwa orang
yang demikian lincah dan gesit dan bisa bertahan dari
pelbagai serangannya itu. Ketika ia melihat orang menghunus
pedang, tanpa merasa ia tertawa dingin dan kata di dalam
hatinya : "Kau mau mampus terlebih cepat, ya ?" Habis itu
lantas ia menjadi heran. Ia melihat orang memberi isyarat
cara Heng San Pay itu. Ia pula merasa aneh akan sinar
matanya orang itu. Tanpa merasa ia berlambat bergerak,
pedangnya juga bakal ia hunus.
It Hiong palsu sangat cerdik, ia tidak mau menyia-nyiakan
kesempatan yang paling baik itu. Justru sang guru berlambat,
justru ia lompat jauh dan terus kabur, untuk melenyapkan diri
dalam gelapnya sang malam.
"Ah !" berseru Ciok Peng, menyesal. Lantas ia lompat untuk
mengejar. Atau : "Saudara Ciok, tahan !" demikian seru guru dari Heng San.
"Aku bercuriga terhadap bocah itu !"
Ciok Peng membatalkan niatnya untuk mengejar.
"Apakah totiang mencurigakan bahwa bocah jahanam itu
bukannya Tio It Hiong dari Pay In Nia?" ia tanya.
It Yap Tojin tidak menjawab. TIba-tiba saja ia merasa
bahwa ia sudah keliru bicara. Lekas-lekas ia berpura batukbatuk.
"Aku si tua heran kenapa bocah itu tidak mau melawan
dengan menangkis pelbagai seranganku.." sahutnya
kemudian. Ciok Peng tidak berkata apa-apa, tetapi ia heran yang lagak
si imam tak wajar dan kata-katanya itu sendiri bertentangan
dengan gerak geriknya semula.
"Sampai jumpa pula" kata ia yang terus memberi hormat
dan mengajak muridnya berlalu pergi. Ia pikir tidak ada
gunanya buat meminta keterangan imam itu.
It Yap Tojin membiarkan Koay Tong berlalu kemudian ia
pun berlalu meninggalkan tempat itu, ia hanya berlalu dengan
pikiran bekerja keras. Ia sudah mulai mendapat meraba-raba.
Biar bagaimana ia menyayangi muridnya dan sebaliknya
sangat membenci Tio It Hiong....
Hong Kun sementara itu sudah pergi dengan hatinya lega.
Ia lolos dari ancaman maut, tak lagi ia merasa takut. Ia pula
tidak menyesali semua perbuatannya itu. Sebaliknya, ia
memuji kecerdikannya sendiri, dapat mengelabui gurunya.
Sekeluarnya dari wilayah kayhong, ia menuju langsung ke
Siong San, guna mencari Giok Peng, sasarannya yang nomer
dua, supaya hancur lebur ikatan cinta kasih It Hiong dan
isterinya itu ! Ketika itu gunung Siong San atau lebih tepat Siauw Lim Sie,
telah menjadi repot sekali. Telah datang tak sedikit orangorang
partai Rimba Persilatan yang menerima undangan,
sedang para murid yang bertugas merondia gunung bekerja
siang dan malam, sebab disamping penjagaan, mereka selalu
dapat menyambut tamu-tamu disembarang saat. Di pihak
dalam, semua murid Siauw Lim Pay dimasihkan berlatih
dengan keras terutama untuk melatih Lohan Tiu, Barisan
istimewanya. Pek Cut Taysu sendiri yang memimpin latihan
pasukan isitimewa itu. Di lain pihak, Pek Cut sendiri selalu mengharap-harap lekas
tibanya pemuda Tio It Hiong, guna anak muda itu membantu
ia membebaskan Siauw Lim Sie atau Siauw Pay, dari ancaman
malapetaka. Sementara itu, satu hal pun membuatnya
Bingung dan juga kuatir. Itulah berita halnya Tio It Hiong
sudah melakukan pelbagai pembunuhan dan perampasan.
Mungkinkah itu " Pula, beberapa orang muridnya yang diutus
ke pelbagai arah guna menyelidiki pemuda she Tio itu, belum
ada yang pulang dengan laporannya. Baru sesudahnya Cio
Kiauw In dan Pek Giok Peng tiba, ia mendengar halnya Tio It
Hiong masih berada di Ay Lao San, tengah menghadapi Kwie
Tiok Giam Po, si nenek lihai dengan bangsinya yang luar biasa
itu. Ia merasa aneh dan bercuriga, walaupun ia adalah
seorang pendeta tua dan beribadat, toh hatinya
terguncangkan juga..... Kiauw In dan Giok Peng telah mengambil tempat di gubuk,
di gunung belakang. Mereka sangat mengharap-harap
kembalinya It Hiong. Buat menyambut pertemuan besar kaum
persilatan itu, mereka perlu lekas-lekas melatih ilmu silat
pedang Sam Cay Kiam. Ilmu mana tak dapat dipelajari tanpa
It Hiong. Sam Cay dari Sam Cay Kiam berarti langit, bumi dan
manusia, dan itu berarti pula tiga orang. Kiam ialah pedang.
Pada suatu malam nan terang bulan, Giok Peng muncul di
muka jendela akan memandangi si putri malam yang tetap
permai, yang cahayanya terang bersih dan sinarnya lembut.
Seluruh daerah pegunungan tampak terang dan tegas,
suasana sunyi sekali. Justru itu, mendadak ia menarik napas
dalam-dalam dan terus meneteskan air matanya. Tak ada lagi
napsunya menikmati malam yang indah itu. Maka hendak ia
memutar tubuhnya buat meninggalkan jendela itu atau
mendadak ada orang yang menepuk bahunya.
"O, adik Peng...." demikian tiba-tiba suaranya Nona Kiauw
In. "Adik, kau kenapakah " Apakah kau kuatir Tan Hong nanti
merampas adik Hiongmu " Aku lihat kau selalu berduka...."
Giok Peng menepis air matanya.
"Oh, kakak tegakah dengan kata-katamu ini ?" ia balik
bertanya, "bukankah keselamatannya adik Hiong berarti
keselamatanmu juga ?"
Kiauw In sangat mencintai It Hiong dan senantiasa
memikirkannya tetapi ia sabar dan hatinya sangat tenang dan
mantap, tidak sebagai Giok Peng yang hatinya mudah
goncang itu. Mendengar pertanyaan itu, ia menghela nafas.
"Semoga adik Hiong dilindungi Tuhan supaya ia lekas
kembali !" katanya sungguh-sungguh. "Dengan kembalinya
adik Hiong maka akan terang jelaslah itu semua berita buruk
dan bebas !" Giok Peng terdiam. Ia ada sangat berduka. Maka keduanya
jadi berdiam terus. Lewat sekian lama, Kiauw In menarik tangan orang.
"Malam begini indah" katanya, "mari kita melatih Sam Cay
Kiam..." Dan tanpa menanti jawaban, ia sudah lantas
mengambil pedang meraka yang digantung ditembok untuk
dibawa keluar dari kamar, buat pergi ke Pekarangan yang luas
yang dikitari pagar pepohonan.
Giok Peng mengiringi kehendak kakaknya yang luwes itu,
maka dilain saat berdua mereka sudah mulai melatih ilmu
pedangnya itu menuruti ajarannya Tek Cio Siangjin selama
Kiauw In masih berada di gunungnya. Sayangnya kedudukan
huruf "Thian" Langit kosong, sebab tidak adanya It Hiong
hingga tinggal dua kedudukan "Tan" Bumi dan "Jia" Manusia.
Biarnya mereka dapat berlatih dengan baik, kekosongan itu
terasa sekali. Tengah mereka berlatih itu mendadak terlihat satu
bayangan berlompat masuk dengan melewati pagar
pepohonan, lantas orang itu berdiri tegak di dalam
Pekarangan. Telihat sebatang pedang menggemblok pada
punggungnya. Kiauw In dan Giok Peng berhenti berlatih dengan segera.
Tentu sekali berbareng mereka pun teruslah untuk mengawasi
dengan tajam. "Siapa ?" tegur Nona Cio.
Mendadak saja Giok Peng menjadi sangat girang.
"Adik Hiong ! Kau pulang !" serunya seraya lantas ia
berlompat lari kepada suaminya itu !
"Adik Peng" balas memanggil orang itu, "kau.." Mendadak


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dia berhenti berbicara terus, sebab tiba-tiba dia insyaf bahwa
dia telah salah menggunakan panggilan. Dia pun tidak berani
memanggil Kiauw In. Tapi dia masih ingat akan berpura
batuk-batuk sambil dia tunduk....
Giok Peng sudah lantas memegang lengan orang untuk
digoyang-goyang. "Adik, kau kenapakah ?" tanyanya, agaknya sangat
menyayangi. "Ada apakah " Mari kau turut pada kakakmu..."
Kiauw In sementara itu melengak. It Hiong memanggil adik
pada Giok Peng ! Ia tahu, panggilan itu biasanya ialah kakak.
Ia pula heran, kenapa It Hiong tidak menyapanya, ia selain
sangat mencintai, It Hiong pun sangat menghormatinya.
Kenapa sekarang adik atau adik tidak seperguruannya itu diam
saja " Karenanya ia terus berdiri diam, matanya mengawasi
tajam, pada si anak muda. Terangnya sang rembulan
membuatnya dapat melihat orang dengan tegas.
Ketika itu It Hiong palsu telah berkata perlahan : "Selagi di
Ay Lao San, adikmu telah terkena racunnya Kwie Tiok Giam
Po. Syukur aku masih dapat melarikan diri. Sampai sekarang,
setiap dua hari sisanya racun masih tetap menganggu
kesehatanku dan setiap kali aku terganggu, kesadaranku
hilang, lantas aku menjadi kasar dan kalap kehendakku selalu
ingin menyerang dan membunuh orang-orang, habis itu baru
hatiku tenang pula. Aku sudah melakukan perbuatan keliru
dengan membinasakan beberapa orang...... ah !...."
Giok Peng terkejut, tetapi ia lantas ingat hosin ouw, obat
mujarab itu. "Kau mempunyai hosin ouw, kau telah makan itu atau tidak
?" tanyanya. Ia meraba muka orang dengan perlahan sekali.
"Oh, kau menjadi terlebih kurus....". Berkata begitu mendadak
si nona ingat sesuatu, segera sambil mengawasi ia kata :
"Adik, kenapa kau tidak gunakan ilmu tenaga dalam Hian Bun
Sian Thian Khie kang guna mengusir racun di dalam tubuhmu
itu ?" Prihatin suaranya si nona dan air matanya sudah lantas
menggenang. It Hiong menengadah langit, ia berdiam saja. Itulah
caranya guna mengelakkan pertanyaannya Giok Peng, yang ia
tidak dapat jawab. Kalau ia menjawab sembarangan saja ia
kuatir nanti rahasianya terbuka. Ia tahu penyamarannya
sempurna tetapi ia berwaspada.
Selama itu, Kiauw In masih terus memasang mata. Ia
melihat It Hiong sebagai It Hiong yang tulen, cuma gerak
gerik orang yang berbeda. Ia menerka-nerka. Apakah itu
disebabkan racunnya Kwie Tiok Giam Po "
It Hiong palsu menengadah langit tetapi diam-diam ia
melirik pada Nona Ciu. Ia merasa hatinya tidak tenang sebab
nona itu terus mengawasi padanya. Ia kuatir nona itu yang
sabar luar biasa, nanti mencurigainya. Ia pun lantas berpikir
apa yang ia harus lakukan supaya ia tak terus berada dalam
kekuatiran. Dengan lantas ia mendapat akal. Terus ia berpura
menggigil dan berkata dengan suara tak tegas, "Ah, ah, racun
dalam tubuhku mulai bekerja pula ! Kakak, tolong aku !"
Giok Peng kaget. "Apa aku mesti perbuat, adik ?"tanyanya Bingung. "Aku
nanti lakukan segala apa katamu ! Bilanglah !"
Hong Kun memandang ke depan, kepada Kiauw In.
"Ia ada di sana, aku tidak berani menyebutkannya..."
katanya perlahan sekali. Benar-benar Giok Peng sangat bingung. Dia
terpengaruhkan sangat oleh ketakutan bahwa It Hiong nanti
bercelaka karena keracunannya itu. Dia sampai melupakan
segala apa, sampai lupa Kiauw In siapa. Dia juga menyangka
karena It Hiong mau bicara sendiri padanya, itu tentu
disebabkan si anak muda sangat mencintainya. Maka ia lantas
kata pada Kiauw In, "Kakak, racun dalam tubuh adik Hiong
bekerja pula, tolong kau pergi mengambil air dingin ! Maukah
kau ?" "Apakah air dingin dapat melenyapkan racun ?" tanya
Kiauw In, lalu dengan perlahan-lahan juga ia bertindak
menghampiri. Hong Kun bingung. Dia kuatir tipu dayannya itu gagal. Dia
mencoba menenangkan diri. Makin keraslah niatnya untuk
menyingkirkan nona Cio. Terpaksa ia berlaku sabar dan kata
perlahan : "Kakak, kenapa kakak tidak memperhatikan aku "
Jiwaku bakal tak dapat bertahan lebih lama pula....Tegakah
kau kakak ?" Kiauw In mengawasi tajam.
"Apakah kau sesalkan kakakmu ini tega, adik ?" tanyanya.
"Kaulah justru yang tega terhadap adik Peng !" Berkata begitu
ia maju pula dan tindak sinar matanya menatap muka orang.
Selagi berjalan tangannya si nona merogoh ke dalam sakunya
mengeluarkan sebutir obat pula, kemudian sembari
mengangsurkan itu, ia kata : "Apakah kau melupakan obat
pemunah racun yang mujarab dari Bie Lek Sie " Nah, lekas
kau makan ini !" Hong Kun tidak tahu tentang obat itu, tak berani ia banyak
bicara, tak berani ia menanya apa-apa. Ia menyambuti obat
itu dan memakannya. Melihat orang makan obat itu, kecurigaannya Kiauw In
menjadi bertambah kuat. Obat Kay Tok Tan dari pendeta dari
Bie Lek Sie cuma ada pada It Hiong dan disimpannya di dalam
peles batu hijau, ia sendiri tidak memilikinya. Obatnya barusan
adalah obat biasa saja. "Adik" ia berkata pula, "kau telah makan obat itu, lekas kau
duduk beristirahat untuk mengatur pernafasanmu. Kau
gunakan tenaga Hian Bun Sian Thian Khie kang guna
membikin obat bekerja ke seluruh anggota tubuhmu, supaya
racun dapat diusir keluar."
"Racun sudah menyerang ke tan-tian, tak dapat aku
meluruskan lagi pernafasanku..." sahut si licik.
Kiauw In berpikir keras. "Adik" katanya pula, "kalau begitu cobalah kau berlatih diri
dengan ilmu silat Hang Liong Hok Houw Ciang hoat dari
Paman In. Ilmu itu dapat membikin darah mengalir dengan
baik..." Hong Kun kaget bagai disambar guntur. It Hiong pandai
ilmu silat itu, tetapi ia sejuruspun ia tidak mengerti, mana
dapat ia menjalaninya " Maka ia berpura terus, ia
mengernyitkan alis dan mengerutkan muka, nafasnya dibikin
memburu. Ia kata : "Sekarang..... ini..... tenagaku......
habis...... Apakah Pa..........man..... In.......... ada di dalam
.....?" Ada maksudnya Hong Kun maka ia bertanya begitu. Ia
kuatir In Gwa Sian berada didalam gubuk itu. Itulah
berbahaya. Tapi justru karena ia menanya itu, ia telah
membuka rahasia. Orang menyebut Paman In, ia menyebut
paman pula ! In Gwa Sian adalah ayah angkatnya It Hiong
bukannya paman. Mendengar itu bukan main panas hatinya Kiauw In. Ia telah
mendapat bukti bahwa It Hiong ini It Hiong palsu. Tapi ia
masih dapat mengendalikan hatinya. Maka ia dapat
memperlihatkan tampang muka yang sangat berduka dan
prihatin terhadap pemuda di depannya itu.
"Kau tidak dapat meluruskan nafasmu, adik. Kau juga tidak
bisa berlatih" katanya perlahan dan menyesal, sikapnya
menyayangi. "Kalau begitu marilah masuk ke dalam untuk
merebahkan diri buat beristirahat. Paman In tidak ada disini,
ia telah pergi ke Siauw Lim Sie untuk mendamaikan sesuatu,
mungkin ia tak sempat pulang. Adik Peng, kau payanglah dia
kedalam...." Diam-diam Hong Kun bergirang mendengar kata-kata si
nona. Itulah yang ia kehendaki. Tidak adanya In Gwa Sian di
gubuk itu berarti ia dapat bergerak dengan bebas. Bukan saja
Giok Peng, mungkin Kiauw In juga bakal terjatuh ke dalam
pelukannya. Ia ada demikian girang hingga ia dapat jalan
setindak demi setindak sampai ia lupa bahwa ia baru berpura
sakit sekali. Giok Peng memperpanjang orang sampai didalam kamar, ia
menggantung pedangnya si anak muda di dinding, ia
membantui juga membukai baju luarnya orang muda itu. Yang
ia rebahkan dengan berhati-hati diatas pembaringan.
"Adik Hiong, bagaimana kau rasai tubuhmu ?" tanyanya.
Hong Kun menggeleng kepala, mukanya meringis, ia malah
lantas merintih. "Adik" berkata Kiauw In, "kalau racun bekerja hingga
kalapmu bakal kumat, hingga kau mau membunuh orang, kau
harus beritahukan itu kepada kami supaya kami bisa bersiap
sedia menyingkirkan diri."
"Jangan kau berkuatir kakak" sahut It Hiong palsu. "Habis
makan obatmu barusan aku merasa jalan darahku rada
longgar, aku merasa jauh lebih ringan."
Ia mengucap begini karena ia kuatir nona-nona itu nanti
meninggalkannya. Giok Peng lantas menanyakan tentang pertempuran di Ay
Lao San, atas itu Hong Kun menjawab dengan isapan
jempolnya. Selama itu Kiauw In duduk disisi, diam mendengari maka ia
dapatkan banyak keterangan yang mencurigakannya. Ketika si
anak muda berdiam sekian lama tiba-tiba ia campur bicara
dengan menanya, "Adik, setelah kau terkena racun, kau dapat
lari turun gunung, habis bagaimana dengan Paman Beng "
Apakah pamanmu itu masih tetap terkurung di Ay Lao San ?"
Hong Kun telah melihat Kee Eng di Liong peng, ia
menjawab tanpa ragu : "Tidak ! Paman Beng sudah lolos dari
Ay Lao San !" Kiauw In menanya pula : "Adik, kau tidak dapat melawan
racunnya Kwie Tiok Giam Po, habis bagaimana caranya kau
membantu Paman Beng ?"
Hong Kun berpura mau muntah. Tak dapat ia menjawab
pertanyaan itu. Ia bergerak berbalik kedalam. Terus ia tidak
menyahuti. Ketika itu Giok Peng melihat malam sudah lewat jauh.
"Sudah jam tiga kakak" kata ia pada Kiauw In. "Baik kakak
kembali ke kamarmu. Sesudah makan obat, aku rasa adik
Hiong sudah bebas dari ancaman racunnya. Aku kuatir kakak
nanti terlalu letih dan kantuk..."
Kiauw In menyahuti dengan perlahan, seperti perlahan juga
langkahnya. Katanya di dalam hati: "Adik Peng, kau terlalu
polos. Manusia palsu kau percaya sebagai suamimu, apakah
kau tak takut nanti kena terpedaya " Baiklah hendak aku
saksikan kepandaiannya jahanam ini !"
Memasuki kamarnya yang berada disebelah kamarnya Giok
Peng, sengaja Nona Ciu memperdengarkan suara tertutupnya
pintu, terus dengan diam-diam ia kembali ke kamarnya sang
adik. Ia dapat menggunakan ilmu ringan tubuh Tangga Mega
hingga ia tidak memperdengarkan suara apa. Ia mendekam di
bawah jendela sambil mengintai ke dalam.
Sekian lama kamarnya Nona Pek tetap sunyi saja.
Ketika itu Hong Kun sudah menggerakkan tubuhnya buat
duduk, ia membawa jeriji tangannya ke bibirnya buat memberi
isyarat supaya Giok Peng jangan bersuara. Habis itu ia
menggapaikan. Giok Peng duduk dikursi, ia berbangkit dan menghampiri
untuk duduk ditepi pembaringan.
"Bagaimana, adik ?" tanyanya perlahan. "Kau tak
merasakan apa-apa lagi " Apakah kau ingin makan sesuatu ?"
Hong Kun tertawa, sebelah tangannya diletaki dibahu si
nona. Giok Peng melirik, ia tunduk.
Dengan telunjuknya, It Hiong palsu menolak dagu orang.
Dia tertawa. "Kau menjadi terlebih kurus, adik Peng." katanya. "Ini tentu
disebabkan kau terlalu memikirkan aku...."
Giok Peng menolak tangan orang, ia melirik : "Adik,
tidurlah." katanya. "Besok akan aku mohon Paman In minta
obat dari Locianpwe Ngay Eng Eng. Jago tua itu kabarnya ahli
pemunah racun !" Hong Kun tidak berkata apa-apa, hanya tangannya
merapah repeh. Ia bersenyum berseri-seri, kali ini disebabkan
kegirangannya yang sangat. Segera juga tiba saatnya ia akan
merasakan kenikmatan seperti disaat ia mempermainkan
Siauw Wan Goat... Giok Peng merasa heran. Tak biasanya It Hiong berbuat
demikian. Mendadak ia berbangkit bangun, lalu memutar
tubuh dan menatap si anak muda.
"Adik" tanyanya, "dari mana kau pelajari cara ceriwismu ini
" Apakah kau tidak menyayangi dirimu " Bukankah kau tengah
keracunan parah ?" Habis berkata begitu, nona ini mau kembali ke kursi di
jendela. Hong Kun kembali menarik tangan orang.
"Kau gusar, adik Peng ?" tanyanya.
Giok Peng terperanjat. Orang memanggil dirinya "Adik Peng
!" Tadi pun ia mendengarnya tetapi ia tidak perhatikan. Kali ini
suara itu terdengarnya lain. Tapi tetap ia belum bercuriga.
"Adik" katanya, "apakah pikiranmu masih kacau "
Bagaimana kau rasai tubuhmu " Apa racun jahat itu bekerja
pula ?" Hong Kun menarik kedua tangan orang, memaksa si nona
duduk pula. Ia bersenyum. Lantas ia kata : "Perpisahan tak
lama memang jauh daripada saat pengantin baru ! Adikku,
apakah kau berpura-pura saja " Apakah kau tengah
mempermainkan aku ?"
Giok Peng tunduk, ia tidak mengatakan apa-apa hanya
tertawa perlahan. Ia seperti sudah mulai limbung dalam laut
asmara..... Kiauw In diluar jendela telah melihat semua itu, ia merasa
saat sangat gawat sudah tiba, perlu ia bertindak. Dengan
lantas ia kembali ke kamarnya. Ia mengambil jinsom untuk
memeras itu lalu mengaduknya dengan air dingin di dalam
mangkuk, setelah mana ia lekas kembali ke kamarnya Nona
Pek. Ia telah mengetuk pintu sambil memanggil dengan
perlahan. Giok Peng membukai pintu. Di dalam hati ia kurang puas.
Nona itu seperti menganggunya. Tapi ia lekas-lekas menanya :
"Ah, kakak ! Sudah jauh malam kenapa kakak masih belum
tidur ?" "Aku tak dapat tidur" sahut Kiauw In mendusta. "Aku selalu
memikirkan sakitnya adik Hiong, aku kuatir racunnya nanti
kumat. Diwaktu malam seperti ini dimana kita bisa dapatkan


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

obat pemunah racun " Maka itu aku lantas membuatkan air
jinsom ini. Baik adik Hiong meminumnya buat menguatkan
tubuhnya..... " Kiauw In tidak menyerahkan mangkuk obat kepada Giok
Peng, hanya ia menyerahkannya kepada Hong Kun, sembari ia
berkata : "Adik, habis minum ini kau singkirkan segala
pikiranmu yang tidak-tidak, kau beristirahatlah ! Kau tahu
sendiri kalau kau berfikir yang bukan-bukan, kesesatan bakal
membahayakan jiwamu !"
Kata-kata itu dapat diartikan dua maksudnya itu bisa
berupa juga nasihat berikut ancaman. Mendengar itu gentar
hatinya Hong Kun. Tidak demikian dengan Giok Peng. Nona
Pek menganggap Kiauw In berbuat baik demikian mungkin
disebabkan nona itu mengiri terhadapnya....
Hong Kun kuatirkan jinsom itu adalah racun atau obat
pingsan untuknya. Di dalam hati ia mengutuk Kiauw In :
"Budak bau, kau mau main gila ya ! Kau masih terlalu hijau
bagiku ! Kau kira dapat kau perdayakan aku."
Pemuda ini menyambuti mangkok, ia menggerakkan tubuh
buat duduk, sambil berbuat begitu ia membikin mangkok
terbalik maka tumpahlah air obat ke lantai, ia berpura-pura
kaget, lalu dengan tampang likat ia mengawasi Kiauw In dan
kata : "Maaf kakak, aku menyia-nyiakan capek lelahmu ini.
Dasar aku tidak punya rejeki...."
Tak puas Giok Peng, sengaja dia menyindir : "Kakak
bermaksud baik terhadapmu ! Aku tidak sanggup berbuat
seperti kakak ini." Kiauw In tidak memperdulikan suara kawan yang mudah
tersinggung itu, yang keras jelusnya. Ia justru berkata kepada
Hong Kun, "Adik, dimanakah kau taruh kitab Sam Cay Kiam
hadiah dari guru kita " Mari kau keluarkan kasih pada aku,
dapatkah ?" Hong Kun kaget, lekas-lekas dia tunduk dengan perlahan,
dia kata : "Menyesal kakak, kitab itu hilang di Ay Lao San
selagi aku melarikan diri...."
Giok Peng menyela : "Urusan kitab itu baik besok saja kita
bicarakan ! Kakak, jangan kau ruwetkan pikirannya adik Hiong
!" Nona ini bertindak menghampiri pembaringan akan duduk
dipinggirannya. Di waktu itu Hong Kun berpikir keras. Ia menerka Kiauw In
telah mencurigainya. Inilah berbahaya. Makin lama makin
mudah rahasianya terbuka. Celaka kalau kedoknya lucut. Maka
ia lantas bertindak. Dengan berpura-pura hendak pergi ke
kakus, ia turun dari pembaringannya, ia mengenakan baju
luarnya, setelah itu dengan tiba-tiba ia lompat ke dinding,
akan menyambar pedangnya kemudian dengan sama
cepatnya ia lompat balik kepada Giok Peng untuk menotok
jalan darah thay yang nona itu, buat membuatnya pingsan ! Ia
berniat memondong nona itu buat dibawa kabur seperti
dahulu hari dia melarikan Wan Goat.
Kiauw In tapinya sudah siap sedia.
Dengan tangan kirinya ia menolak Giok Peng sampai si
nona mundur dua tindak, dengan tangan kanannya dia
menyambuti tangan kanan pemuda itu yang dipakai
menyerang Nona Pek. Ia menghajar dengan satu pukulan
sebuah jurus Hang Liong Giok Houw Ciang.
"Bangsat ! Kalau kau laki-laki, beritahukanlah namamu !"
bentaknya. Pek Giok Peng kaget sekali, berbareng menjadi sangat
gusar. Ia lantas mengerti maksudnya Kiauw In dan tahu It
Hiong itu It Hiong palsu. Mukanya lantas jadi merah
sendirinya. Ia jengah kalau ia ingat bagaimana barusan ia
dipermainkan pemuda tak dikenal itu. Dengan alis berdiri dan
mata mendelik, ia menyambar sebuah kursi dan dipakai untuk
menghajar si orang busuk !
Tak sempat Hong Kun menghunus pedangnya, ia
menangkis dengan pedangnya yang masih bersarung itu,
hingga kursi pecah rusak. lalu kesempatan itu dipakai olehnya
buat berlompat keluar jendela. Setibanya diluar dengan berani
dia menantang : "Kalau kamu bernyali besar, mari keluar. Kita
bertempur buat beberapa jurus !"
Giok Peng gusar bukan main, ia lompat ke tembok akan
mengambil pedangnya, disaat ia mau lompat keluar jendela,
Kiauw In menarik ujung bajunya.
"Jangan menempur dia seorang diri !" kata kakak ini. "Dia
bukan sembarang orang. Mari kita melayaninya berdua buat
melihat asal usul ilmu silatnya !"
oooooOooooo Giok Peng menurut. Ketika kemudian ia berdua Kiauw In
lompat keluar, si manusia jahat sudah hilang tak karuan pula.
Ia mendongkol sekali, mau ia pergi mencari.
"Sudah adik !" berkata Kiauw In. Ia mencegah. "Kita cuma
berdua kalau kita mengejar, bagaimana andiakata dia
menggunakan tipu daya, memperangkap kita " Bukankah itu
berbahaya" Buat membuat perhitungan, kita jangan tergesagesa......"
Dan kakak ini menarik adik itu masuk ke dalam gubuk
mereka. Saking mendongkol, Giok Peng menangis, ia menjatuhkan
diri dalam rangkulannya Kiauw In. Ia menyesali dirinya.
"Dasar aku yang tolol !" katanya. "Kenapa aku tidak
mengenali orang " Bagaimana nanti aku harus menemui adik
Hiong ?" "Jangan berduka, adik" Kiauw In menghiburi. "Kau belum
menjadi korbannya jahanam itu ! Kau tahu setiap saat aku
berjaga-jaga terhadapnya. Tadi pun aku mengintai dari luar
jendela hingga aku melihat tegas sepak terjangnya. Tentang
kesucian dirimu adik, aku yang bertanggung jawab!"
Giok Peng menyusuti air matanya. Ia menarik napas
panjang. "Aku yang harus mati !" katanya.
"Syukur ada kau, kakak, yang melindungi aku, kalau tidak
mana ada muka melihat orang-orang."
Kiauw In mengusap-usap rambut indah nona itu.
"Sabari hatimu adik, kau berlaku tenang." ia menghiburi
pula. "Bukankah kita sudah seperti saudara kandung " Mana
ada perbedaan diantara kita " Sebenarnya telah sekian lama
aku mencurigai orang itu tetapi karena aku ingin bukti, aku
bersabar terus, aku seperti membiarkan kau dijadikan korban.
Bukankah kau sudi memaafkan aku ?"
Giok Peng berbangkit akan merapihkan rambutnya.
"Mana berani aku menyesalkan atau menggusari kau, kakak
?" katanya. "Aku justeru berterima kasih kepadamu ! Kakak, aku sangat
mengagumi kecerdikanmu !"
Lewat lagi sekian lama, barulah Giok Peng dapat
menenangi diri. Sekarang ia dapat berpikir.
"Kakak" katanya, "bagaimana sebabnya maka kau
ketahuilah dialah adik Hiong palsu ?"
Kiauw In bersenyum. "Siapa yang hatinya sedang sangat terpengaruhkan sesuatu
mungkin saja dia lupa segala apa." sahutnya. "Ketika itu orang
pintar bisa menjadi bodoh. Kau sangat memikirkan adik Hiong,
adik. Lantas mendadak kau melihat dia, maka itu juga
mendadak juga terbangunlah semangatmu. Kau menjadi
sangat girang secara mendadak sekali hingga kau tak sempat
berpikir lainnya. Di dalam keadaan seperti itu, mana dapat kau
berpikir jernih ?" "Tetapi, kakak." kata pula nona Pek, "bukankah kau juga
memikirkan keras adik Hiong sebagaimana yang aku pikirkan "
Inilah yang aku tidak mengerti !"
"Adik, aku harap kau tidak menerka keliru" berkata Nona
Cio sabar. "Siapakah orang yagn tidak mencintai suaminya "
Bukankah setiap orang mencintainya " Kita tapinya beda
daripada orang kebanyakan. Kitalah wanita Kang Ouw. Maka
kalau kita menghadapi sesuatu, harus kita bersikap lebih
tenang. Aku sudah merasa heran, selekasnya dia memanggil
kau 'adik Peng', maka diam-diam aku lantas perhatikan
padanya. Makin lama kecurigaanku makin bertambah. Dia
gagal memperlihatkan Hian Bun Sian Thian Khie kang dan
Hang Liong Hok Houw Ciang hoat. Itu masih tidak apa sebab
dia baru terkena racun, mungkin dia lemah tak berdaya.
Lantas hal obatnya pendeta dari Bie Lek Sie ! Bukankah obat
itu ada pada adik Hiong " Obat yang aku berikan adalah obat
biasa saja, toh dia percaya ! Dengan begitu, dia seperti
membuka rahasianya sendiri......"
"Tetapi kakak," kata Giok Peng "toh benar kalau orang
terkena racun dia jadi lupa segala apa " Ada kemungkinannya
bukan ?" "Tetapi biasanya," Kiauw In menjelaskan lebih jauh, "siapa
terkena racun yang jahat, dia benar-benar melupakan segala
apa, matanya seperti buram, gerak geriknya tidak biasa pula.
Didalam keadaan begitu, mana orang dapat ingat akan
kesenangan hidup suami istri ?"
Mukanya Giok Peng merah. "Tadi," Kiauw In tanya, "selama berduaan saja, apakah kau
tidak melihat sesuatu yang mencurigai ?"
"Ya, ada..." sahut Giok Peng, kembali mukanya merah.
Kiauw In tersenyum. "Itulah lucu adik ! Kenapa orang tak tahu kebiasaan
suaminya." Giok Peng menubruk kakak itu, untuk mendekam
dibahunya. "Ah, kakak, kau menggodia aku !" katanya. Ia malu tapi toh
ia tertawa. Selagi kakak beradik itu bergurau, tiba-tiba ada asap
bertiup masuk dari luar jendela, hanya lantas asap itu buyar
kembali menyusul mana dari luar terdengar bentakan keras
suara yang nona-nona itu mengenali seperti suaranya In Gwa
Sian. Kiauw In dan Giok Peng dapat mencium sedikit asap itu,
yang baunya harum tetapi lekas-lekas mereka menahan
napas, maka itu cuma pusing sedikit, mereka lantas pulih pula.
Lantas mereka saling memandang terus mereka berlompat
keluar jendela. Tepat di dalam Pekarangan pagar, di sana tampak Pek Cut
Tasyu ketua Siauw Lim Pay tengah berdiri tegak.
Kedua nona datang menghampiri, buat mengunjuk hormat.
"Apakah loSiansu dapat melihat orang jelas ?" tanya
mereka. Belum lagi pendeta itu menjawab atau Pat Pie Sie Kie
sudah tiba. Dia lantas tertawa nyaring dan kata : "Bangsat itu
memiliki dua buah kaki yang tak dapat dicela, dia berhasil
meloloskan diri dari tanganku !" Kemudian dia menoleh
kepada kedua nona dan kata sambil tertawa pula : "Kalian
berdua sangat temaha akan tidur nyenyak ! Kalau aku si tua
bangka datang terlambat satu tindak saja, apakah itu bukan
artinya celaka ?" "Ah, paman bisa saja !" berkata Giok Peng. Dia jengah
berbareng penasaran. "Paman tahu, jahanam itu sudah datang sekian lama dan
datangnya dengan menyamar sebagai adik Hiong. Sesudah
sekian lama, baru kami ketahui dialah manusia palsu maka
kami mengusirnya ! Siapa sangka, dia bernyali sangat besar,
dia berani datang pula ! Bahkan dia menggunakan obat pulas
!" Pek Cut memperdengarkan pujinya.
"Apakah tan wat berdua telah melihat tegas ?" tanyanya.
Kiauw In menjura dan menjawab, "Tampang dan pakaian
dia semuanya mirip dengan adik Hiong. Kami mengetahui
kepalsuannya setelah kami berbicara dengannya dan menguji
ilmu silatnya !" "Habis kalian kena terpedayakan atau tidak ?" tanya In
Gwa Sian yang tiba-tiba, wajahnya jadi sungguh-sungguh.
"Tidak !" menjawab kedua nona, cepat dan bebareng.
Mendapat jawaban itu, mendadak wajahnya si pengemis
menjadi terang pula. "Kalau begitu muridnya si hidung kerbau tak dapat dicela !"
katanya. "Paman In" kemudian Kiauw In tanya, "ada urusan apa
malam-malam paman datang kemari " Adakah ada didapat
sesuatu isyarat ?" In Gwa Sian meloloskan buli-bulinya untuk menenggak
araknya. Ia mengusap-usap mulutnya.
"Adalah si pendeta yang menarik, membetot aku."
sahutnya kemudian, perlahan. "Nah, kau tanya saja padanya
!" Pek Cut taysu bersenyum tanpa menanti sampai ditanya si
nona ia sudah lantas diberikan keterangan.
Sebenarnya beruntun-runtun ketua Siauw Lim Sie itu telah
menerima laporan Tio It Hiong sudah kembali ke Siauw Sit
San. It Hiong pernah menolong Siauw Lim Sie dari bencana
besar, setiap anggotanya kenal atau mengenalinya. Karena It
Hiong datang dengan jalan bertarung dalam hal ini ialah Hong
Kun yang menyamar It Hiong palsu, ia tidak ada yang hadang.
DI beberapa tempat penjagaan, dia dapat lewat dengan
bebas. Pek Cut Taysu menerima semua laporan itu dengan girang.
Ia ingin segera menemui pemuda yang dianggapnya sebagai
penolong itu. Maka ia cari In Gwa Sian yang sudah datang
terlebih dahulu dan mengajaknya ke belakang gunung, ke
tempatnya Kiauw In dan Giok Peng. Tepat mereka datang
mendekati rumah gubuk, mereka dapat melihat satu bayangan
orang bergerak. Pendeta dan pengemis itu memang bermata
sangat celi, lebih-lebih Pat Pie Sin Kit si orang Kang Ouw
kawakan. Bahkan ia lantas dapat menerka maksud orang.
Tidak ayal lagi dia berlompat maju, menghampiri bayangan itu
dan menghajarnya. Itulah saatnya Hong Kun menceploskan bubuk beracunnya
yang berupa seperti asap itu. Hebat muridnya It Yap Tojin ini.
Dia mendapat tahu ada serangan gelap. Dia menarik pulang
tangannya sambil berkelit, hingga dia lolos dari kejaran itu,
selekasnya dia mengenali si pengemis, dia kabur tanpa ragu
lagi. Demikian dia lolos dihutan lebat, dipuncak kemana dia
lari. Tak dapat In Gwa Sian menyusulnya. Itulah sebabnya,
waktu kedua nona lari menyusul, pertama mereka cuma
menemui ketua Siauw Lim Sie dan belakangan barulah si
Paman In muncul. "Sesudah mendekati usia seratus tahun, baru inilah yang


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pertama kali lociap menemui orang jahat yang melakukan
penyamaran dan melakukan kejahatan istimewa ini." Pek Cut
menambah-kan keterangannya. Kemudian ia berpaling kepada
In Gwa Sian, untuk berkata : "Kalau begini, In Sicu, terang
sudah bahwa Tio Tanwat telah orang fitnah dan si manusia
jahat adalah pemuda barusan !"
Matanya In Gwa Sian bersinar, kulit mukanya bergerakgerak,
terus ia mengangguk-angguk. Tapi ia tidak mengatakan
sesuatu. Sampai disitu, Giok Peng memberi hormat kepada si
pendeta. "Silahkan loSiansu dan Paman In mampir dahulu untuk
minum teh !" ia mengundang.
Pek Cut Taysu membalas hormatnya dengan sebelah
tangannya. Jilid 27 "Terima kasih !" bilangnya. "Lolap hendak lekas kembali ke
kuil akan membunyikan genta, isyarat serta menitahkan
murid-muridku segera mencari atau memegat orang jahat itu."
In Gwa Sian menengadah langit. Ia melihat fajar telah tiba.
"Pendeta tua, tak usah kau berbuat demikian lagi."
cegahnya. "Itulah percuma saja. Orang itu sangat sempurna
ilmu ringan tubuhnya, dia tentu sudah lama turun gunung.
Manusia jahat bakal menerima nasibnya sendiri, demikian
dengan penjahat tadi, tak nanti dia lolos dari hukumannya !"
Pek Cut mengangguk. Ia menggerakkan tangannya.
"Kedua tanwat, silahkan kembali untuk beristirahat" ia
mempersilahkan. "Lolap meminta diri !"
In Gwa Sian tampak berpikir, lalu dia kata kepada kedua
nona : "Nanti kalau sudah ada kesempatannya, aku si tua
akan menjenguk kalian berdua untuk membicarakan soal anak
Hiong. Sekarang kalian jangan banyak pikir, cuma akan
memusingkan kepala saja ! Paling benar biar rajinlah kalian
berlatih, bersiap sedia menyambut hari pertemuan besar nanti
!" Habis berkata, ia lantas bertindak mengikuti ketua Siauw
Lim Sie itu. Semenjak itu maka Pek Cut Taysu telah mengasi titah baru,
siapa pun datang ke Siauw Lim Sie, dia harus dilaporkan
dahulu dan tidak dapat dia dibiarkan masuk dengan bebas
seperti Tio It Hiong palsu itu. Penjagaan pun dipesan untuk
diperketat. Hong Kun sementara itu dapat keluar dengan
bebas dari pelbagai pos penjagaan Siauw Lim Sie, sebab ia
tetap masih menyamar sebagai Tio It Hiong dan diluar
pengejarannya In Gwa Sian, dia bersikap tenang-tenang saja.
Sampai jauh dari kaki gunung SiongSan, baru dia duduk diatas
sebuah batu untuk beristirahat, untuk sekalian menyesali
usahanya yang gagal itu. Ia menjadi mendongkol dan
penasaran sekali, hingga timbul niatnya untuk melakukan lain
pembunuhan guna melampiaskan kebusukan hati itu. Sekali
ia benar-benar menjadi seorang manusia sesat.
Selagi It Hiong palsu ini beristirahat itu, beberapa orang
rahib tampak tengah mendatangi. Waktu itu sudah fajar.
Mereka itu pada menggendol pedang dan mendatanginya
dengan berlari-lari. Merekalah rombongan Pauw Pok Tojin dari
Ciang Shia Pay bersama beberapa orang muridnya, yang
datang memenuhi undangan untuk pertemuan besar di
gunung Tay San nanti. Diantara murid-muridnya itu terdapat
Gu Tauw Kong yang baru sembuh dari lukanya. Dia ini melihat
Hong Kun, dia lantas mengenalinya, maka lantas saja ia
lompat maju, dia menghunus pedang sambil
memperdengarkan suara dingin tanpa mengucap sepatah kata
terus dia menyerang anak muda yang menjadi musuhnya itu.
Hong Kun lihai, dengan mudah dia lompat berkelit. Dia
menghunus pedangnya. Dia pula segera mengenali
penyerangnya itu ialah imam dari Ceng Shia Pay yang dia
telah lukakan di Liong peng.
"Hai, roh gelandangan diujung pedang !" dia membentak,
"masih berani kau datang menerima kebinasaanmu !" Lantas
dia maju untuk membalas menyerang. Bahkan dia mendesak,
menyerang terus hingga tiga kali !
"Tahan !" berseru Pauw Pok Tojin. "Tauw Kong, siapakah
orang ini ?" Tauw Kong berlompat mundur.
"Suhu, dia inilah yang melukakan murid serta
membinasakan bebeapa orang adik seperguruanku !"
sahutnya. "Dialah Tio It Hiong yang menyerbu gunung dan
mencuri pusaka kita !"
Pauw Pok segera berpaling kepada si anak muda. Ia ada
cukup besar, hendak dia menanyakan sesuatu, atau
mendadak serangannya si anak muda itu telah tiba. Terpaksa
ia menyampok dengan kebutannya sambil membentak :
"Manusia ganas ! Kau mengandalkan pedang mustikamu
dengan apa kau tak memandang orang ya ?"
Bersama Pauw Pok berada juga Pauw Goan Tojin, adik
seperguruannya. Dia ini gusar, maka dia maju ke depan kakak
seperguruannya, untuk segera menuding Hong Kun sambil
tertawa : "Bocak busuk, jika berani, nyalimu besar,
sebutkanlah nama gurumu ! Pinto akan tak pedulikan siapa
tua siapa muda, bersedia pinto melayanimu bertempur !"
Tak berani Hong Kun menyebut nama perguruannya dan
biarpun dia bernyali besar, dia juga takut memakai namanya
Tek Cio Siangjin, maka itu dengan kelicikannya dia menjawab
saja : "Jangan kau bertingkah dengan ketua-bangkaanmu !
Jika kau mempunyai kepandaian, kau keluarkanlah itu untuk
ku merampas pulang pusaka parta Ceng Shia Pay kamu !"
Mendengar disebutnya pusaka mereka, semua murid Ceng
Shia Pay menjadi gusar sekali, maka semua maju serentak
sambil mereka menghunus senjatanya masing-masing. Empat
diantara mereka itu sudah lantas mengambil kedudukan
mengurung di empat penjuru. Gu Tauw Kong adalah yang
memegang pimpinan sebab itulah semacam tiu, Barisan
istimewa dari Ceng Shia Pay, namanya Keng Hoan Thian Pauw
Kiam Tiu. Cocok dengan namanya Barisan itu, "Barisan
pedang" kiam tiu. Segera juga It Hiong palsu sudah mulai diserang dari
empat penjuru. Itulah serangan yang teratur sempurna. Ke
empat batang pedang maju bergantian atau berbareng,
menikam atau menebas atau membacok. Dia tak takut tetapi
dia toh repot. Tak mudah akan meloloskan diri, jangankan
buat melakukan penyerangan membalas.
Seru sekali pertempuran itu. Kelima buah pedang
berkilauan, anginnya menghembus kemana-mana, suara
bentroknya nyaring. Sampai sekian lama itu, kedua pihak terus
berkutat saja. Gu Tauw Kong berempat tak berhasil
merobohkan musuh yang lihai itu dan Hong Kun tak sanggup
meloloskan diri dari pengurungan, ia cuma berhasil membela
diri saja.Pauw Pok Tojing menonton terus. Ia melihat
hebatnya pertempuran. Terpaksa, ia menguatirkan
keselamatan murid-muridnya. Ia mendapat kenyataan pemuda
itu lihai sekali. Ia menjadi menyayangi kepandaian orang itu.
Maka juga akhirnya ia berkata nyaring :
"Hei bocah, jika kau mengembalikan pusaka gunung kami,
suka pinto membuka jalan lolos bagimu !"
Hong Kun sudah lantas menunjuki kecerdikannya. Dia
mengerti kalau dia bertempur terus ada kemungkinan dia
nanti kalah ulet. Sudah sekian lama pertempuran berlangsung
dan dia belum berdaya sama sekali. Maka pikirnya. "Baiklah
aku bersabar ! Laginya buat apa segala benda pusaka orang."
Tetapi dia menghendaki kepastian.
"Totiang" demikian serunya. "Apakah totiang bersungguhsungguh
?" Sambil berkata begitu, pemuda ini merogoh ke sakunya
dan terus mengulapkan tangannya itu, akan memperlihatkan
benda pusaka orang yang dia rampas. Itulah yang dipanggil
Pek Giok Siam uh, atau "Kodok Gemula" yang berkhasiat
menyembuhkan luka. Habis mengasi lihat itu, ia kembalikan
benda itu ke dalam sakunya.
Pauw Goan Tojin mendongkol sekali. Terang orang itu
menunjuki kelicikannya. "Lekas menggunakan It Kie Thian lo !" Ia menyerukan ke
empat muridnya. "Perketat kepungan ! Binasakan dia !"
Perintah itu dituruti, ke empat murid Ceng Shia Pay
menyerang pula, "It Kie Thian lo" berarti "Jaring Langit
senyawa". Pula penyerangan dilakukan dengan keras luar
biasa. Maka itu selagi pedang-pedang lawan berkilauan dan
anginnya menderu, It Hiong palsu menjadi repot sekali
mencoba menyelamatkan dirinya.
Tetapi muridnya It Yap Tojin tidak takut. Dia berani dan
cerdik. Lantas tangan kirinya merogoh pula sakunya, kali ini
buat mengeluarkan Pek Giok Siam uh bersama bubuk
pulasnya yang beracun, Bie Hun Tok Han, sembari
melemparkan itu ke arah Gu Tauw Kong, ia berseru :
"Terimalah pusakamu ini !" Menyusul seruan itu maka terbang
berhamburanlah bubuknya yang lihai itu !
Dilain pihak, Pauw Pok Tojin yang jujur melihat orang mau
melemparkan pusakanya, sudah lantas menyerukan orangorangnya
"Lepaskan pengurungan ! Berikan dia jalan hidup !"
Ke empat murid itu sudah lantas berhenti mengurung
sedangkan Gu Tauw Kong terus menyodorkan tangannya
guna menyambuti pusakanya atau segera ia kena mencium
bubuk racun itu, seketika juga tubuhnya limbung terus roboh
pingsan, sementara kedua kawannya yang dapat mencium
sedikit, terhuyung mundur dengan kepala sedikit pusing,
lekas-lekas mereka menyampok ke depan, akan membuyarkan
bubuk, setelah mana ketiganya menjatuhkan diri untuk duduk
bersila, buat mengatur pernafasannya.
Di lain pihak lagi, Gak Hong Kun yang cerdik telah
menggunakan kesempatan buat angkat kaki, tetapi dasar dia
licik dan juga ganas, dia berlompat kepada Gu Tauw Kong
sambil mengayun pedangnya. Dia memikir sekalian saja
membunuh musuh itu walaupun oarng sudah rebah pingsan.
Sementara itu Pauw Goan Tojin yang berpengalaman,
lantas menerka jelek selekasnya ia melihat robohnya Tauw
Kong itu maka justru Hong Kun menyerang dengan kecepatan
yang luar biasa, dia sudah menyambut serangan busuk dari
pemuda itu. Hong Kun terperanjat, ia mencoba berkelit dengan Tiat
Poam Kio, jurus silat Jembatan Papan Besi, akan tetapi biar
bagaimana, ia toh terlambat maka juga bajunya robek
terpapas pedang dan darahnya mengalir keluar membasahi
bajunya itu ! Selagi penyerangan itu berlaku Pauw Pok telah menyerukan
adik seperguruannya : "Sute, tahan!"
Pauw Goan mentaati kata-kata kakak seperguruannya, ia
masukkan pedangnya ke dalam sarungnya, matanya
mengawasi It Hiong palsu yang kabur seketika, hilang lenyap
di tempat jauh. Habis itu, ia menghampiri Tauw Kong untuk ia
menjemput Pek Giok Saim Uh yang ia terus letaki diatas
hidung orang, sedangkan dengan tangannya yang lain ia
menotok, menekan dan menguruti dada dan perut si pingsan,
guna memberikan pertolongannya.
Luar biasa khasiatnya benda pusaka itu yang bisa
menyingkirkan racun dan menyembuhkan, karena dilain detik,
Gu Tauw Kong mendusin dengan tidak kurang suatu apa.
Hampir berbareng dengan itu, ketiga yang lainnya pun dapat
berbangkit sebab mereka bisa menyelamatkan diri dengan
usaha penyaluran pernapasannya itu.
Pauw Pok Tojin menyimpan benda pusakanya, sesudahnya
Gu Tauw Kong berempat dapat berjalan bersama-sama
mereka mulai pula bertindak ke arah Siauw Lim Sie. Sembari
jalan Pauw Pok penuh keragu-raguan. Inilah sebab ia melihat
ilmu silatnya It Hiong tak mirip dengan ilmu silat Kie Bun Pat
Kwa Kiam dari Pay In Nia dan gerakan ringan tubuhnya tak
sama dengan ilmu ringan tubuh Te In Ciong, Tangga Mega.
Walaupun demikian, ia cuma merasa heran, tidak ia utarakan
itu. Ia melihat tetapi ia menutup mulut........
Selagi Tio It Hiong palsu kabur meninggalkan gunung Siong
San, maka It Hiong yang dapat celaka berbalik menjadi
memperoleh keberuntungan, hingga tidak saja jiwanya tak
lenyap di jurang di Ay Lao San itu, sebaliknya ia memperoleh
buku silat pedang Gie Kiam Sut.
Tanpa ia ketahui, It Hiong terjatuh di dalam jurang dengan
ia tercebur ke dalam air hingga saking terkejut ia kena
menengaknya. Justru karena itu, karena hawa dingin ia lantas
terasadar. Ia melihat gelap disekitanya. Air dingin luar biasa
dan perih rasanya terkena mata. Maka ia lantas memejamkan
pula matanya itu serta menyalurkan pernafasan dengan ilmu
Hian Bun Sian Thian Khie kang, sedangkan kedua tangannya
digerak geraki tak hentinya untuk berenang. Ia terus menahan
nafas. Ia tahu, ia terjatuh ke air dan tenggelam, entah berapa
dalam. Maka ia ingin muncul dipermukaan air itu.
Tidak lama muncul juga ia dipermukaan air. Ia berenang
terus sampai tangannya memegang stalaktit. Sekarang ia bisa
membuka matanya tetapi disekitarnya gelap, tak dapat ia
melihat apa-apa. Ia pula merasa seluruh tubuhnya gatal,
hingga ia menjadi terkejut. Disebelah itu ia telah biasa dengan
dingin itu. Ketika ia pusatkan tenaga matanya ia cuma bisa
melihat sejauh tiga kaki.
Tiba-tiba si anak muda ini melihat sinar kuning emas
berkelebat di depannya bergerak maju dan mundur. Waktu ia
mendekati kiranya itulah sekumpulan ikan yang sisiknya
mengeluarkan cahaya seperti kunang-kunang. Dan kumpulan
ikan itu berkumpul di mulutnya sebuah goa. Dengan berani ia
masuk ke dalam goa itu hingga kakinya kena injak lumut yang
tebal dan licin sekali. Goa itu mendaki naik. Ia lantas bertindak
seperti merayap, kedua tangannya sekalian dipakai sebagai
mata, sebab tetap ia berada di dalam gelap gulita. Ia pula
merasa yang ia mendaki berputar. Jadi terowongan itu tidak
terus lempang. Waktu ia angkat tangannya ke atas, tangan itu
membentur langit-langit goa, terpisah goa dari kepala cuma
satu kaki. Ditempat seperti itu, terang tak dapat ia duduk atau
kepalanya akan sundul dengan langit-langit. Terpaksa ia
beristirahat sambil rebah diam saja. Selekasnya ia merasa
letihnya berkurang, ia mulai merayap pula hingga tangan dan
kakinya bekerja sama. Makin jauh ia merayap, It Hiong merasai terowongan
mendaki terus. Tentu sekali tak tahu ia berapa jauh ia sudah
berjalan merayap itu. Makin ia merayap makin ia mendaki
tinggi. Kembali ia merasa bahwa ia telah merayap memutari.


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hanya kali ini segera ia merasa debarannya angin dan waktu
ia membuka matanya, ia melihat sedikit sinar terang.
Sementara itu ia merasa letih bukan main, cuma dengan
menguatkan hatinya dapat ia merayap lagi kira-kira tiga puluh
tombak. Disini ia merasa gua makin lebaran dan juga langitlangitnya
tinggi, cari duduk dan berjongkok ia dapat berdiri
tanpa kepalanya sundul. "Ah !" demikian ia menghela nafas, lalu ia meluruskan jalan
nafasnya. Ia berduduk akan beristirahat. Kali ini ia duduk
bersemedi dengan membuka matanya supaya ia bisa melihat
segala apa. Ia merasakan nadinya bagaikan tertutup, itulah
penghalang untuk mengatur pernafasannya. Cuma ia merasa
hatinya tenang, ia lantas ingat bahwa ia telah jadi korban
racunnya lagu bangsi dari Kwie Tiok Giam Po. Maka lekaslekas
ia merogoh sakunya, mengeluarkan peles hijaunya buat
mengeluarkan pil dari pendeta tua dari Bie Lek Sie, untuk
terus dimakannya. Bahkan sekali telan, ia menelan enam butir.
Sesudah itu ia menyenderkan tubuhnya pada dinding dan
matanya dipejamkan. Tanpa merasa, ia tidur kepulasan.
Entah berapa lama sudah sang waktu lewat. Tatkala It
Hiong mendusin, pakaiannya sudah separuh kering sendirinya.
Yang menggirangkan hatinya ialah waktu ia mendapat
kenyataan tenaganya sudah pulih dan otaknya sudah jernih
seperti biasa. sekarang ia ingat akan rasa lapar. Untung
baginya, rangsum bekalannya tidak lenyap, hingga ia bisa
mengeluarkan itu dan mulai mengisi perutnya.
Lalu tibalah saatnya yang anak muda ini berbangkit, untuk
mulai berjalan. Ia mengikuti jalanan yang banyak
pengkolannya. Ia mengharap-harap bisa tiba di mulut goa. Ia
pula merasa aneh, goa itu bebas dari tikus atau ular atau
binatang lainnya. Satu hal ia kuatirkan juga, kalau jalan keluar
masih jaun, ia bisa kehabisan rangsum dan celakalah bila ia
sampai kelaparan. "Bak !" tiba-tiba terdengar satu suara keras dan It Hiong
terperanjat. Ia berjalan sambil berpikir keras, matanya sampai
tak memperhatikan jalan disebelah depan itu, maka diluar
tahunya ia membentur dinding. Lantas ia mengawasi, ia
menjadi girang sekali. Ia melihat sinar matahari ! Bukan main
girangnya ! Lantas ia lari ke arah darimana cahaya itu datang.
Berdiri di mulut goa, It Hiong berpaling ke belakang. Ia
melihat goa itu cukup lebar. Tadi dari dalam, tak dapat ia
melihat lebih tegas. Ia melihat pembaringan dan kursi batu. Benda lainnya
tapinya tak ada. "Pasti goa ini pernah orang pakai buat bertapa" pikirnya.
"Karenanya mulut goa ini pastilah jalan keluar...."
Dengan tenang It Hiong mengawasi dinding. Ia mendapat
lihat dinding yang rata seperti buatan manusia, lebar kira satu
tembok. Mungkin itu hasil papasan dengan golok atau kapak.
Dinding lainnya tak rata.Sesudah pikirannya menjadi lega itu,
It Hiong cepat kembali ketenangannya. Disitu tak ada benda
lainnya. Ia jadi tertarik dengan dinding yang rata itu. Lantas ia
bertindak menghampiri sampai dekat sekali, untuk meneliti.
Samar-samar ia melihat huruf-huruf, hanya sebab cahaya
kurang tak dapat ia melihat nyata, hingga juga tak dapat ia
membaca huruf-huruf itu. Ia ingat api lekapannya tetapi tak
dapat ia menyalakan itu karena sumbunya basah bekas
kerendam. Saking masgul It Hiong pergi ke pembaringan batu. Ia naik
diatas itu dan duduk beristirahat guna menenangka hatinya.
Mulanya ia tetap berpikir keras. Dengan begitu tak dapat ia
duduk tenteram. Pikirannya tertarik pada dinding licin itu. Ia
turun dari pembaringan, ia berjalan mondar mandir.
"Bagaimana aku harus berdaya buat bisa melihat dan
membaca huruf-huruf itu ?" pikirnya berulang-ulang.
Masih lewat pula beberapa saat sampai mendadak saja ia
ingat sesuatu. "Ah, mengapa aku menjadi tolol ?" akhirnya ia kata sambil
menepuk tangan. Ia lantas mengambil sumbunya yang tadi ia
lemparkan ke tanah sebab tak dapat disulut nyala. Buat mendapatkan
api, ia mencabut pedangnya. Ia pakai itu buat mengetuk
dinding, hingga pelatikannya merupakan api. Kali ini sesudah
berulang-ulang dapat juga ia menyalakan sumbu itu hingga
selanjutnya sumbu itu menggencang terus hingga bisa dipakai
menyalai. Ada bagian lain yang telah tumbuh lumut lantas lumut itu
dikorek,disingkirkan. Untuk kegirangannya, ia melihat tiga
huruf yang berbunyi "Gie Kiam Sut" Ilmu Mengendalikan
Pedang. Itulah ilmu pedang yang sudah lenyap dari
perbendaraan dunia persilatan selama setengah abad paling
belakang. Orang umumnya menyebut itu sebagai ilmu
"Pedang Terbang". Huruf-huruf lainnya adalah cara
mempelajari ilmu pedang yang istimewa itu.
It Hiong telah mengerti ilmu pedang walaupun Gie Kiam
Sut sulit setelah ia membaca berulang-ulang, dapat ia
menangkap artinya. Hal itu membuatnya girang bukan main.
Lupa segalanya, ia terus membaca dan membacanya sampai
ia sanggup mengapalkan itu diluar kepala, hingga ia lupa lapar
dan haus ! Untuk melatih diri dengan ilmu pedang yang baru ini, maka
It Hiong berdiam di dalam goa itu. Ia tidak menyia-nyiakan
waktu kecuali buat makan dan beristirahat sewaktu-waktu,
terutama buat tidur. Di waktu malam ia tidur sampai waktu
sudah larut, untuk besoknya bangun pagi-pagi. Selama itu ia
telah menghabiskan semua bekalan rangsum keringnya.
Bahkan disaat ia menghadapi kesempurnaan latihannya itu, ia
mengisi perut dengan beberapa lembar daun hosin ouw sebab
tak mau ia membuang waktu sedetik juga !
Dengan memakan hosin ouw obat mujarab itu, It Hiong
dapat menahan lapar. Di sebelah itu, khasiat obat
membuatnya bertambah hingga ia menjadi lebih ringan,
kesaktiannya bertambah hingga ia menjadi sangat
bersemangat, ia pula merasa bahwa matanya dapat melihat
dengan terlebih terang. Mula pertama It Hiong dapat menerbangkan pedangnya
setinggi tiga tombak lebih dan sejauh belasan tombak. Itulah
hasilnya dua bulan, tetapi hasil itu adalah hasil belasan tahun
buat orang biasa. Ia memperoleh kecepatan sebab bakat
dasar baik ilmu silatnya sendiri, pengaruh obat dan rejekinya.
Tapi hasil itu belum memuaskan. Ia ingin memperoleh lebih.
Toh ada sebab-sebab yang memaksanya meninggalkan goa
terlebih cepat. Itulah soal pamannya, urusan pertemuan besar
kaum persilatan di gunung Tay San, memikirkan Kiauw In,
Giok Peng dan anaknya. Pula janjinya dengan Tan Hong.
Tentunya ia diliputi urusan famili, partai, dan asmara. Maka
akhirnya ia mengambil keputusan buat berangkat pulang.
Pagi itu masih It Hiong berlatih, selesai itu dan beristirahat
sebentar, terus ia berjalan menuju ke mulut goa, akan keluar
dari situ, hingga ia melihat dinding gunugn disekitarnya.
Dinding itu tinggi seratus tombak lebih. Matahari sudah
muncul akan tetapi hal mana belum buyar seluruhnya. Sejauh
tiga puluh tombak kabut tebal.
Setelah mengawasi ke atas sekian lama, It Hiong
mengerahkan tenaganya. Ia mesti mendaki dinding itu. Untuk
ini ia mesti menggunakan ilmu ringan tubuh Tangga Mega.
Saban-saban ia meminta bantuan pedangnya guna menikam
dinding, guna menancapkan pedangnya itu supaya ia bisa
meminjam kekuatan pedang guna saban-saban mengapungi
tubuhnya naik terus. Ketika akhirnya ia tiba diatas gunung, ia
girang bukan main. Ia menghirup pula hawa segar di tempat
terbuka. Ia mengawasi ke pelbagai arah habisnya sambil
bersiul nyaring ia lari turun gunung.
Di detik itu tak tahu ia arah tujuannya. Yang penting ialah
asal ia tiba dulu di kaki gunung. Disini ia akan bisa memilih
jalan atau menanya orang.
Sementara itu pada hari itu, pagi-pagi habis para pendeta
melakukan ibadatnya, telah diadakan sebuah rapat dimana
hadir semua orang anggota dari kuil Siauw Lim Sie serta para
tamunya yang terdiri dari beberapa orang ketua partai dan
orang-orang rimba persilatan. Di kursi baris kedua hadir para
pendeta dan murid dari tingkat kedua. Ruang rapat itu
memang tempat khutbah, jumlah hadirin seratus orang lebih
tetapi suasana tenang dan sunyi. Tidak ada orang yang bicara.
Semua berdiam. Segera juga Pek Cut Taysu ketua Siauw Lim Sie berbangkit
dari tempat duduknya. Ia merangkap tangannya sembari
hormat pada semua hadirin sambil mulutnya mengucapkan
doa puji, setelah mana ia menatap keseluruh hadirin. Dengan
demikian ia melihat diantara sekalian hadirIn Goaw Han Tojin
dari Bu Tong Pay bersama Pauw Goan Tojin adik
seperguruannya, Cio Sim Tojin dari Kun Lun Pay, Cukat Tan
dan Hea Poan Liong dari Ngo Bie Pay juga In Gwa Sian serta
lainnya sejumlah tiga puluh orang lebih ahli silat kenamaan.
Tiga orang lagi tidak hadir disebabkan pantangan keagamaan
dari Siauw Lim Sie ialah Beng Sio Sanhay dari Kun Lun Pay
serta Cio Kiauw In dan Pek Giok Peng, walaupun mereka telah
berada diatas gunung. Dengan tenang tetapi bersungguh, Pek Cut Taysu
mengutarakan sebab musabab atau keperluannya Tay Su Tay
Hwan. Pertemuan Besar di gunung Tay Su nanti, ialah guna
menentang bencana rimba persilatan, guna menyelamatkan
dunia persilatan lurus dan ancaman pihak yang sesat. Maka itu
para hadirin terutama harus sadar seluruhnya, diminta suka
nanti bekerja sama menumpas para bajingan itu.
"Begitulah, maka lolap bersama Sicu In Gwa Sian sudah
mengirim surat undangan kepada pelbagai pihak yang sama
tujuan, guna kita membuat pertemuan di Lam Thian bun
digunung suci Tay San. Sekarang sudah tanggal sepuluh bulan
delapan, saatnya sudah mendesak. Disebelah kanan kiri kita
menyusun kekuatan, kita juga perlu ketahui kekuatan pihak
lawan, supaya kita bisa menempatkan pepatah : 'Tahu lawan,
tahu diri sendiri. Seratus kali perang, seratus kali menang.'
Maka itu para hadirin yang terhormat, tolong kalian membantu
memberikan petunjuk supaya kita dapat bekerja dengan
sempurna." In Gwa Sian tidak menanti suara orang berhenti, sembari
menepuk meja dia berkata keras : "Eh, pendeta tua, buat apa
sih kau bicara merendah panjang lebar begini " Kalau kita
menghadapi kawanan bajingan jin, kita hajar saja, tak usah
kita banyak berpikir lagi ! Buat aku si orang tua, aku cuma
akan menyediakan dua tangan ini."
Demikian tabiatnya si pengemis, yang tidak sabaran.
Memang biasanya kalau ia bicara dengan orang, atau orangorang
sebayanya tak sudi ia pakai adat istiadat atau aturan. Ia
membawa caranya sendiri, baik ditempat umum atau di
tempat resmi. Sekalipun Pek Cut Taysu ketua dari Siauw Lim
Sie, suci dan dihormati oleh semua orang, bagi ia sama saja.
Ia bicara tanpa bahasa pengertian.
Masih lugas ia memanggil imam tua, sedangkan Tek Cio
Siangjin, tabib kenamaan gurunya It Hiong, ia kerap panggil
dengan sebutan si hidung kerbau ! Diantara hadirin ada
murid-muridnya yang masih muda yang semangatnya meluaplupa,
mereka ini bertepuk tangan dan berseru menyambut
suaranya si pengemis itu.
Setelah suasana sunyi kembali, Pauw Pok Tojin dari Ceng
Shia Pay berbangkit. Ia mengangguk kepada para hadirin,
istimewa mengangguk kepada In Gwa Sian, sembari
menyingkap janggutnya yang panjang, ia berkata sabar : "In
sicu benar, hanya itu aku pikir, kalau kita berlaku sabar sedikit
dan kita merundingkan tentang kekuatan pihak sana, mungkin
itu ada baiknya juga. Pernah pada tiga puluh tahun dahulu
pinto bertemu dengan Thian Cia si imam tua si biang
kejahatan. Itulah pertemuan di tengah jalan di Holo. Dalam
pertemuan itu pinto menginsyafi lihainya ilmu Sam Im Khie
kang dan Sam Ciang hoat yang dimilikinya. Setelah sekarang
lewat puluhan tahun, entah berapa jauh sudah kemajuannya
kedua ilmunya itu. Atau mungkin dia telah menambah dengan
lain macam kepandaian yang jauh terlebih lihai. Maka itu,
lawan sebagai dia itu sungguh tak dapat dipandang ringan !"
Habis berkata, rahib itu mengawasi para hadirin, lalu
mengangguk terus berduduk pula.
Setelah itu Cukat Tan, murid kepala Ngo Bie Pay,
berbangkit dan berkata : "Sayang guruku Leng In Tojin tak
dapat datang hadir dalam rapat ini, sebab ialah ia kebetulan
lagi menutup diri. Karena itu aku yang rendah telah dikirim
kemari guna minta maaf, buat aku menerima segala titah agar
aku dapat berbuat apa-apa untuk kita semua."
Habis berkata, Cukat Tan mengawasi para hadirin, lalu ia
bertanya : "Taysu, telah aku mendengar tentang saudara Tio
It Hiong murid pandai dari Tek Ciok Siangjin dari Pay In Nia,
halnya dia telah membantu mengusir kawanan bajingan yang
telah menyerbu kemari, bahwa kepandaiannya luar biasa lihai.
Aku kagum sekali mendengar halnya itu. Tapi sekarang
manakah saudara Tio itu, kenapa ia tidak turut hadir disini ?"
Pemuda itu menanya polos, tetapi itu justru menyulitkan
Pek Cut Taysu hingga ia berdiam saja. Maka ia dapat
menjawab karena ia sendiri tidak tahu dimana adanya pemuda
yang ditanyakan itu. Sementara itu sejumlah hadirin yang tak mengerti maksud
pertanyaannya Cukat Tan pada menoleh mengawasi murid
Ngo Bie Pay itu. Alis panjang dari Pek Cut Taysu bergerak,
agak bersangsi ia berkata juga. "Sebenarnya sekarang ini Tan
wat Tio It Hiong sedang pergi ke Ay Lao San berhubung
dengan urusan pamannya, Tanwat Beng Kee Eng tetapi lolap
rasa bila tiba saatnya pertempuran ia tentu akan datang tepat
pada waktunya. Tentang Tio Tanwat itu harap sicu tak usah
buat kuatir." Justru baru pendeta itu habis berkata muncullah seorang
kacung muridnya dengan laporannya ini.
"Kakak Beng Kee Eng dengan masih sakit telah tiba dan ia
menantikan perintah Su cun."
Kata-kata Su cun itu berarti guru yang terhormat.
Mendengar laporan berduka, ia girang sebab murid itu
datang dan berduka lantaran orang lagi sakit. Ia lantas
memberikan perintahnya. "Tempatkan ia di Ruang Bawah.
Kalau ada bicara lainnya, tunggu sampai sebentar malam !"
Kacung murid itu mengangguk lantas dia mundur.
Pek Cut menahan sabar. Sebenarnya ingin ia segera bicara
dengan murid Siauw Lim Sie itu. Ia berbangkit pula dan


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkata : "Sebenarnya sulit buat kita mengetahui tentang kekuatan
lawan maka itu benar seperti katanya In Lo sicu, kita baik
menyambutnya dengan kekuatan kita. Sekarang hendak lolap
menitahkan. Ang Sian Sute berangkat bersama dua puluh
orang murid sebagai rombongan pertama. Mengenai pelbagai
partai, lolap minta para ciangbunjin untuk mengatur masingmasing
orangnya sendiri. Kita sendiri para hadirin, akan
berangkat pada tanggal tiga belas yang mendatang. Karena
itu, silahkan sicu semua bersiap-siap !"
Semua hadirin segera berbangkit.
"Baiklah !" kata mereka serempak.
Maka sampai disitu selesai sudah rapat itu dan semua
orang lantas bubaran. Malam itu juga Pek Cut mengajak Liauw In dan In Gwa
Sian pergi ke Ho In pendoponya yang disebut Ruangan Bawah
itu untuk melihat Beng Kee Eng. Mereka disambut Whie Hoay
Giok yang selalu mendampingi dan merawat gurunya itu.
Kemudian anak muda pintu menggendong gurunya, buat
diajak keluar dari kamarnya akan membuat pertemuan di
ruang tamu. Kee Eng tetap belum dapat berdiri maka ia memberi
hormat dengan mengangguk saja kepada gurunya bertiga itu.
Ia pun memohon maaf. Terharu Liauw In melihat keadaan muridnya itu.
"Muridku, kau terkena racun siapa ?" tanyanya memotong
kata-kata si murid. "Dan sicu Tio It Hiong, dimanakah adanya
dia sekarang ?" Kee Eng memberikan keterangannya, bagaimana mulanya
ia dipancing Kie Cie Hoan Heng Su, bagaimana ia terkena
racunnya ular oleh Kin Lam It Tok sampai It Hiong datang
menolong bersama Hoay Giok serta Tan Hong dari Hek Keng
To. "Apa kabar kemudian mengenai Tio sicu ?" tanyanya Pek
Cut yang memuji sang Buddha.
Kee Eng tidak dapat memberi keterangan kecuali hanya di
dusun Liong Peng tiu di pinggiran propinsi Secuan, ia telah
bertemu orang yang mirip It Hiong yang sudah melukakan
murid-murid dari Ceng Shia Pay dan malamnya ia bertiga telah
diserang secara menggelap hingga Tan Hong pergi mengejar
Legenda Kematian 2 Pembalesan Seri Oey Eng Si Burung Kenari Karya Siao Ping Pedang Dan Kitab Suci 17
^