Pencarian

Jala Pedang Jaring Sutra 12

Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen Bagian 12


lanjutannya?" Coh Thian-hong hanya diam, Bok Ling-hoa berkata lagi:
"Ayah mengatakan dia tidak ingin berbesan dengan Hie Tiong-
gwee tapi beliau tetap akan berkerja sama dengan Hie Tiong-gwee,
ayah berharap beliau bisa berbesan dengan Pendekar Yang-ciu, Coh
Kim-sung. Kata Tuan Kiam-ta bila ingin berbesan dengan Coh Kim-
sung harus meminta bantuan kepada anaknya. Kata Tuan Kiam-ta
ayahku mempunyai 2 orang putra, satu menikah dengan putri
keluarga Hie dan yang satu menikah dengan putri keluarga Coh
Kim-sung, itu akan sangat sempurna rahasia ini sudah kuberitahu.
Apakah kau setuju?" Coh Thian-hong berlari sambil menutup telinganya dan berteriak:
"Aku tidak mau! Aku tidak setuju! aku tidak mau dengar
omongan kalian!" Wajah Bok Ling-hoa memerah dan berkata:
"Aku sudah menyukaimu, setuju atau tidak, kau tetap harus
setuju!" "Kau mau apa?" Tanya Coh Thian-hong.
Bok Ling-hoa tertawa dan menjawab:
"Tidak mau apa-apa, hanya ingin kau menjadi istriku, kau
memakai minyak wangi apa" Begitu harum, apa aku boleh dekat
denganmu dan mencium harum ini?" Segera dia mengejar dan ingin
memeluknya. Coh Thian-hong marah dan berkata:
"Kurang ajar!" Bok Ling-hoa tertawa dan berkata: "Apakah kau mau mencoba
ilmu silatku?" Yang dia gunakan adalah ilmu silat keluarga Bok yang bernama Tap-in-poh-hoat (Melangkah Menginjak Awan), segera dia
berjalan ringan seperti melayang di belakang Coh Thian-hong, ingin
menotoknya. Tapi dia tidak tahu walaupun Coh Thian-hong masih belia tapi
ilmu silatnya cukup tinggi karena diajar langsung oleh Coh Kim-
sung, ilmu silat keluarga Coh terkenal dengan jurus totokan jalan
darahnya. Bok Ling-hoa ingin menotoknya, dapat dikatakan seperti
mempermainkan pintu. Coh Thian-hong membalikkan tangannya
dan gerakan tubuhnya sangat indah, dengan cara Lan-hoa-jiu
(Tangan Bunga Angrek), dia berhasil balik menotok jalan darah Bok
Ling-hoa.. Tiba-tiba dari arah gunung terdengar teriakan perempuan.
Tidak perlu dipikir lagi. Coh Thian-hong sudah tahu terjadi apa di
sana, dalam hati dia berpikir, 'Cici Hie orangnya baik, aku tidak mau
dia dihina oleh Bok Ling-ku."
Dengan tertawa dingin Coh Thian-hong lalu berkata:
"Bila kau mau menghinaku, harus belajar ilmu silat 3 tahun lagi!"
segera dia berlari meninggalkan Bok Ling-hoa..
Tangan Bok Ling-hoa yang ditotok oleh Coh Thian-hong terasa
kaku, tapi sepasang kakinya masih bisa bergerak, dia sangat marah
besar dan mengejar Coh Thian-hong, dia berkata:
"Perempuan tidak tahu diri! Berani main kasar, karena aku
menyukaimu, aku biarkan kau menotokku, kau kira ilmu silatku tidak
sebanding denganmu" Ayo kita coba coba sekarang!"
Kata Coh Thian-hong: "Kau mau bertarung denganku" Kita naik gunung ini dulu!"
Ilmu meringankan tubuh Coh Thian-hong lebih tinggi dari Bok'
Ling-hoa, ditambah lagi tangan Bok Ling-hoa. sedang kaku sebelah,
jadi ilmu meringankan tubuhnya pun terganggu, dalam sekejap Bok
Ling-hoa. sudah tertinggal jauh, tenaga dalam Bok Ling-hoa
memang lebih kuat dan Coh Thian-hong. Totokan di tangannya
hanya sebentar sudah terbuka sendiri dan dia mengejar Coh Thian-
hong. "Gadis bodoh, Nona Coh sedang berkasih-kasihan dengan Lo-ji,
jangan ganggu mereka, diam di sini saja dan bermain denganku,
mereka sepasang kekasih kita pun sepasang kekasih. Masing-
masing bermain dengan pasangannya, bukankah itu sangat baik?"
itu adalah suara Bok Ling-ku.
Dengan tertawa dingin Kim-giauw berkata:
"Apakah gadis she Coh bisa menyukai Lo-ji" Ilmu silatku tidak
dapat disamakan denganmu, karena itu kau bisa dengan leluasa
menghinaku, ilmu silat Nona Coh lebih tinggi dariku, si Lo-ji belum
tentu bisa menghinanya!"
Kata Bok Ling-ku: "Jangan sebut dengan kata 'menghina', karena ayahmu sangat
berharap aku seperti ini."
Hie Kim-giauw marah dan berkata: "Jangan sembarangan
menghina ayahku!" Bok Ling-ku tertawa terbahak-bahak dan berkata: "Apa"
Menghina ayahmu" Jujur aku akan katakan kepadamu, cara ini pun
diberitahu olehh ayahmu, dia menyuruhku dan Lo-ji menemani
kalian dan berpesan kepada Lao Er dengan cara apa pun harus
mendapatkan Coh Thian-hong, bila tidak bisa memakai cara yang
halus, harus diganti dengan cara keras, bila beras sudah menjadi
nasi, Coh Kim-sung pasti akan merestui pernikahan ini."
Wajah Hie Kim-giauw memerah dan berkata: "Sembarangan
bicara! Ayahku bukan orang semacam itu!" Di mulut dia
mengatakan tidak percaya, tapi suaranya sudah gemetar, Coh
Thian-hong ikut menarik nafas, dia bersyukur masih bisa melarikan
diri. Ayah mereka adalah pendekar, malah nama Pendekar Tiong-ciu
lebih tenar, tapi kedua ayah mereka tidak sama, Coh Thian-hong
pun berpikir seperti itu, 'Untung ayahku tidak seperti ayahnya.'
Terdengar lagi suara perempuan berteriak dari atas gunung, dan
terdengar suara Bok Ling-ku tertawa:
"Aku ingin lihat apakah kau masih bisa melarikan diri?" Suara Kim giauw yang pertama membuktikan bahwa Kim-giauw masih bisa
lepas dari cengkraman Bok Ling-ku. Sekarang terdengar sepertinya
dia sudah tertangkap. Coh Thian-hong sambil berteriak sambil berlari: "Cici Hie, cici
Hie!" Benar saja, Hie Kim-giauw berada di dalam pelukan Bok Ling-ku
dan dia sedang memberontak, melihat Coh Thian-hong datang,
dengan gembira dia berteriak:
"Adik Thian-hong, kau..."
Bok Ling-ku berbisik di telinganya:
"Bila kau berani menyuruhnya datang, akan merobek bajumu di
depannya, akan mempermalukanmu! Apakah dia masih berani
memukulku?" Terlihat Bok Ling-hoa yang mengejar Coh Thian-hong dari
belakang, dia berteriak: "Kembali kau! Jangan mengurusi masalah orang lain! Bila tidak,
aku tidak akan sungkan lagi memukulmu!"
Hie Kim-giauw tidak tahu bahwa Bok Ling-hoa. tidak dapat
mengalahkan Coh Thian-hong, juga tidak tahu bahwa lari Bok Ling-
hoa tidak secepat Coh Thian-hong, dia mengira Coh Thian-hong
sudah kalah, hatinya terasa berat.
Dia berpikir, 'Bila aku dihina olehnya, ayahku pasti tidak akan
mau membelaku." Dia takut Bok Ling-ku akan merobek bajunya, dengan cepat dia
berkata: "Adik, kau jangan naik, jalan di sini sangat berbahaya, sebentar
lagi kami akan turun."
Coh Thian-hong menjadi curiga, apakah kata-kata Kim-giauw
adalah benar" Tiba-tiba dia berteriak
"Ada yang tidak beres, dia tahu ilmu silatku lebih tinggi darinya dia bisa naik, mengapa aku tidak?" walaupun dia masih belia tapi
kepintarannya tidak kalah. Dia tahu mengapa Hie Kim-giauw
berbohong, diam-diam dia berlari lebih cepat lagi.
Walaupun Hie Kim-giauw tidak dapat melepaskan diri dari
pelukan Bok Ling-ku. Tapi Bok Ling-ku tidak bisa membuat Hie Kim-
giauw diam, dengan tertawa dia berkata:
"Kau akan menjadi istriku, kucium pun tidak apa-apa, bersikap
sedikit lembutlah kepadaku, setelah kucium aku akan
melepaskanmu!" Hie Kim-giauw menjadi marah:
"Siapa yang sudi menjadi istrimu!" Dia menyikut Bok Ling-ku, tapi perbandingan ilmu silat mereka terlalu jauh, sikutnya ini hanya
membuat Bok Ling-ku merasa sakit, tapi dia tetap tidak melepaskan
Hie Kim-giauw, malah tangan Hie Kim-giauw dipiting ke belakang,
Hie Kim-giauw tidak dapat bergerak sama sekali.
Bok Ling-ku terkena sikutan dari Hie Kim-giauw, sakitnya masih
terasa, dia pun merasa marah, dalam hati dia berpikir, 'Sepertinya
harus dipaksa baru bisa mendapatkan dia, apakah perbuatan ini
pantas untukku" Aku ingin dia dengan sukarela mengikutiku, dan
pada saat itulah akan membuatnya melepaskan kekesalanku!"
Dengan marah dia berkata:
"Ayahmu menjodohkanmu denganku, tapi kau tidak mau, apakah
karena kau sudah mempunyai kekasih?"
Jawab Hie Kim-giauw: "Benar, aku sudah mempunyai kekasih, mau apa kau!"
"Siapakah dia?" Tanya Bok Ling-ku.
"Mengapa aku harus memberitahukannya padamu" Yang paling
penting dia jauh lebih baik darimu!"
Bok Ling-ku lebih marah lagi dan berkata:
"Dia lebih baik dariku" Apakah dia lebih kaya dariku" Apakah ilmu silatnya lebih tinggi dariku" Atau dia lebih pintar dariku" Atau lebih tampan dariku"..."
Kata Hie Kim-giauw: "Semua yang kau sebut tadi memang tidak bisa bersaing
denganmu, tapi aku mengaguminya, dia lebih baik darimu!"
Tanya Bok Ling-ku: "Apakah kau tidak kagum kepadaku?"
"Aku harus berpikir dulu, kau lepaskan aku baru kuberitahu!"
"Asal kau mau memanggilku Toako dan tersenyum kepadaku,
aku akan melepaskanmu!"
Hie Kim-giauw tidak dapat memanggilnya Toako, juga tidak bisa
lertawa, dia tidak tertawa tapi terdengar ada orang yang tertawa.
Orang ini entah keluar dari mana, dia berdiri di bawah sebuah
pohon tidak jauh dari mereka, dia tertawa dingin.
Suara tawanya menusuk hingga ke telinga, apalagi di telinga Bok
Ling-ku, dia sangat terkejut, tidak sengaja dia melepaskan tangan
Kim-giauw. Dia melihat, ada seorang pemuda yang sedang tertawa
kepadanya. Tanya Bok Ling-ku: "Siapa kau" Apa yang kau tertawakan?"
"Aku ini siapa, nanti kau juga akan tahu, tadi kau bertanya aku
menertawakan apa, aku akan beritahu kepadamu, aku sedang
melihat seekor Lau hai-ma (binatang) yang ingin memangsa angsa,
aku tidak dapat menahan tawaku."
Bok Ling-ku marah dan berkata: "Kau berani menyebutku Lai-hai-
ma!" ---ooo0dw0oo--- C. Bertemu dengan Hui-thian
Saat mereka sedang bicara, Coh Thian-hong dan Bok Ling-hoa.
sudah tiba di sana, Coh Thian-hong tidak mau dekat-dekat dengan
Bok Ling-hoa. Pemuda itu tertawa dan berkata:
"Tadi aku salah bicara, bukan seekor Lai-hai-ma tapi ada dua
ekor. " Bok Ling-ku tidak pernah dihina seperti itu, segera dia mencabut
pedang. Bok Ling-hoa. lebih kalem, dia pun lebih teliti, dia melihat
pemuda itu sama sekali tidak takut, dalam hati dia berpikir, 'Orang
ini begitu sombong, dia pasti mempunyai ilmu silat yang tinggi,
walaupun kami berkelahi dengannya, bisa menang dan mendapat
luka pun tidak pantas."
Segera dia berteriak: "Nanti dulu, Toako!"
"Apakah kau takut kepadanya, aku tidak butuh bantuanmu!"
"Bukan itu maksudku, tapi dia bilang seperti itu, bila ada yang
mengenalnya kita tanya dulu, baru mengambil keputusan." Dia
melihat Coh Thian-hong. Coh Thian-hong lebih bersikap sabar kepada pemuda ini, dia
bertanya: "Hei, apakah kau kenal dengan ayahku?" dia mengira pemuda itu tahu identitasnya dan sengaja memarahi Bok bersaudara sebagai
Lai-hai-ma. "Siapa ayahmu?" tanya pemuda itu.
"Coh Kim-sung dari Yang-ciu." Kata Coh Thian-hong.
"Ternyata kau adalah putri Pendekar Yang-ciu, Coh Kim-sung,
aku tidak kenal, tapi nama ayahmu sering kudengar dan aku kagum
kepadanya." Coh Thian-hong membalikkan tubuh dan melotot ke arah Bok
Ling-hoa dan berkata: "Mengapa kau melihatku terus, aku hanya menyesal mengapa
ayahku tidak berteman dengan orang yang berani memarahi kalian
Lai Hai Ma" Pemuda itu tersenyum dan berkata: "Terima kasih kau sudah
menghargaiku." Bok Ling-ku terkejut, dalam hati dia berpikir, 'Apakah bocah ini
adalah kekasihnya?" Dia bertanya kepada Hie Kim-giauw: "Apakah kau kenal
dengannya?" Semenjak pemuda itu muncul, wajah Hie Kim-giauw berubah
seperti orang tolol. Begitu Bok Ling-ku bertanya kepadanya, dia seperti baru bangun
dari mimpi dan berteriak:
"Walau dia jadi apa pun, aku pasti mengenalinya!"
Pemuda itu tersenyum dan berkata kepadanya:
"Nona Hie, sungguh tidak disangka bisa bertemu denganmu di
sini, apakah kau masih membenciku?"
"Aku ingin membunuhmu!"
Pemuda itu tertawa: "Maaf, menyuruhku membuang apa saja masih boleh, tapi untuk
membuang nyawaku untukmu, itu tidak bisa!"
Mu bersaudara tampak terkejut dan hampir bersamaan bertanya:
"Siapa dia?" "Dia adalah musuh keluargaku, Hui-thian!" Kata Hui-thian.
"Nona Hie, kau salah! Aku dan ayahmu bermusuhan, tapi tidak
denganmu!" Hie Kim-giauw marah dan berkata:
"Kau melukai ayahku kemudian merebut ibu tiriku,
mempermalukan keluargaku, apakah kau bukan musuhku?" Hui-
thian tertawa dan berkata:
"Waktu itu kau sendiri yang mengusir Hiat-kun pergi, mengapa
sekarang mengakuinya sebagai ibu tiri" Kau sebut 2 kesalahanku
tapi aku hanya bisa terima separuhnya, karena Kang Hiat-kun tidak
diculik olehku, yang luka ayahmu juga bukan karena kesalahanku!"
Hie Kim-giauw marah dan berkata:
"Kau masuk ke rumahku dan melukai ayahku, apakah ayahku
yang bersalah?" Kata Hui-thian: "Kau adalah putri Hie Tiong-gwee, aku tidak mau menghina
ayahmu di depanmu. Aku hanya bisa berkata bila ayahmu memiliki
setengah saja dari kebaikanmu, aku tidak akan dendam kepadanya"
Kata-kata ini sudah menyebutkan bahwa Hie Tiong-gwee adalah
orang yang jahat. Bok Ling-hoa terlihat agak tenang, dalam hati dia berpikir, 'Walau


Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kita berdua tidak bisa menang, juga tidak akan kalah, tapi bila
ditonton bertarung oleh kedua gadis ini, sungguh sangat tidak
pantas!' Terdengar Hui-thian berkata lagi:
"Aku tidak bisa menghina kalian begitu saja, aku akan beri 10
jurus terlebih dahulu, kemudian bila dalam 3 jurus aku tidak bisa
menang kalian boleh menangkapku. Terserah kalian akan
membawaku ke mana!" Dua bersaudara Bok ini walaupun marah, tapi mereka agak
tenang karena mereka berpikir dalam 10 jurus Hui-thian tidak
menyerang mereka, masa mereka tidak dapat melukainya" Tidak
mungkin dalam 3 jurus dia dapat mengalahkan mereka.
"Bila kau mati, jangan salahkan aku!" Tanya Bok Ling-ku
"Toako, tunggu dulu!" Teriak Bok Ling-hoa
Bok Ling-ku takut adiknya berubah pikiran, segera dia berkata,
"Cepat bergerak sekarang! Harus tunggu apa lagi!"
Dalam hati Ling-hoa. menertawakan kebodohan Toakonya
mengapa tidak sekalian memeras mereka
Dia berkata: "Toako, bocah ini adalah musuh keluarga Hie, kau balas dendam
demi Nona Hie, kau harus minta imbalan!"
"Benar!" kata Bok Ling-ku, "kau katakan saja bila aku menang bagaimana caramu membalas budi kepadaku?"
Hie Kim-giauw tidak dapat menjawab... Hui-thian berkata:
"Nona Hie, terserah kau mau menjanjikan apa kepadanya, aku
tidak akan mengecewakanmu!"
Bok Ling-ku marah dan berkata:
"Apakah kau berharap kami yang kalah?"
Kata Hie Kim-giauw: "Baiklah! Bila kalian bisa membunuhnya atau setidaknya
menangkapnya, apa yang kalian minta, aku akan turuti."
Kata Ling-hoa: "Toako, imbalanmu sudah ada, aku pun harus minta imbalan
kepada Nona Coh." Kata Coh Thian-hong: "Kalian bertarung, tidak ada hubungannya denganku!"
Kata Ling-hoa: "Kali ini ayahmu datang ke ibukota untuk menghadapi Hui-thian."
Kata Hui-thian: "Nona Coh, aku pun dengar ayahmu sudah menerima undangan
pendekar dari Tuan Kiam-ta dan Hie Tiong-gwee, apakah benar?"
Dengan suara kecil Coh Thian-hong berkata:
"Benar, tapi..." dia ingin menjelaskan kepada Hui-thian bahwa ayahnya menyesal datang ke ibukota, tapi dia tidak kenal dengan
Hui-thian. Hui-thian seperti tahu pikirannya dan berkata:
"Terima kasih Nona Coh tidak menganggapku musuh."
Bok Ling-hoa. Berteriak: "Mengapa kalian baru bertemu sudah begitu akrab" Apakah dia
menganggapmu sebagai teman?"
Wajah Coh Thian-hong memerah:
"Bukan musuh juga bukan teman, di sini aku hanya mempunyai
seorang teman dan dia adalah cici Hie." Kata Bok Ling-hoa:
"Kalau begitu kau menganggap kami seperti dia?"
Coh Thian-hong terdiam, dalam hati dia berpikir, 'Bila aku jujur,
akan membuat kalian lebih marah lagi.' Walaupun dia belum
menganggap dua bersaudara Bok ini sebagai musuh, dan dia
membenci mereka, itu terlihat dari wajah Coh Thian-hong.
Kata Bok Ling-hoa: "Nona Coh, kau tidak mau ikut campur, tapi sayang hal ini ada
hubungannya dengan ayahmu."
Hui-thian tertawa terbahak-bahak:
"Musuh yang jujur lebih baik daripada teman yang bermulut
manis. Nona Coh, aku tidak tahu apakah ayahmu menganggapku
musuh bila kau demi ayahmu mendukung mereka, aku pun tidak
akan menyalahkanmu!"
Coh Thian-hong tiba-tiba mendapat ide, dia berkata:
"Aku tidak akan membantu siapa pun, tapi kedua Bok Siauya ini
ingin aku ikut dalam keramaian ini, aku akan membuat taruhan
dengannya!" "Taruhan apa?" Tanya Bok Ling-hoa.
Kata Coh Thian-hong: "Bukankah kau ingin bertarung denganku?"
"Apakah kau ingin membantu bocah itu?"
"Sudah kukatakan, aku tidak akan membantu siapa pun. Aku
hanya bertanya, apakah perjanjian ini kita hapus saja?"
Jawab Ling-hoa: "Bila tidak dihapus bagaimana?"
"Bila kalian berdua bisa menang dari Hui-thian, berarti aku yang
kalah." Kata Ling-hoa: "Ternyata taruhannya adalah tubuhnya, baiklah, aku akan
bertarung, apa imbalannya?"
"Menurut aturan persilatan, bila kau dapat mengalahkan Hui-
thian, apa pun yang kau minta, akan kuturuti!"
Coh Thian-hong balik bertanya:
"Bagaimana bisa kalian kalah?"
"Kau ingin kami bagaimana?"
"Kalian tidak boleh mencariku lagi, karena aku tidak mau
berteman dengan kalian!"
Bok Ling-hoa. belum pernah dihina sedemikian rupa, dia sangat
marah, tapi dia tetap percaya bahwa dia akan menang, walaupun
marah dia masih bisa tertawa terbahak-bahak dan berkata:
"Gadis kecil, aku tidak mau hitungan denganmu, bila aku
menang, lau akan minta-minta kepadaku!"
Kata Hui-thian dengan dingin:
"Apakah Bok Siauya hanya bisa ngomong saja?"
Kata Bok Ling-ku: "Baiklah Nona Hie, kau bantu menghitung jurus, bila tidak dia
akan main licik!" Tapi di luar perhitungan, ilmu silat mereka bukan ilmu silat
sembarangan. Hanya terlihat 2 cahaya pedang sangat cepat seperti kilat, cahaya
ini segera mengelilingi Hui-thian, karena dari kecil mereka sudah
berlatih pedang, benar-benar sangat kompak.
Coh Thian-hong walaupun masih belia, begitu mereka
mengeluarkan jurus serangan seperti angka 10, ini adalah jurus
'Cap-cu-i nun su-kiam (jurus pedang sepuluh jarum) dari ilmu
pedang Tap-in-kiam-hoat (Ilmu Pedang Mengijak Awan ) dia sempat
kagum juga. Bila Hui-thian tidak cepat-cepat menyingkir dari jurus ini,
tubuhnya akan tertusuk pedang tapi sekarang ini tubuh Hui-thian
berada di pusat angka 10 itu.
Coh Thian-hong terkejut, dalam hati dia berpikir, 'Apakah dia
dijuluki Hui-thian supaya namanya bagus?" dia ingin tertawa tapi
sekarang ?ulah tidak bisa.
Belum habis berpikir, terdengar Hie Kim-giauw berkata:
"Bagaimana Hui-thian mengelak jurus kedua" Aku tidak bisa
melihat." Tap-in-kiam-hoat semakin cepat dan semakin berbahaya,
beberapa jurus hampir mengenai tubuh Hui-thian, tapi itu hanya
sebentar. Terlihat Hui-thian seperti tertawa, tahu-tahu dia sudah
berada di luar jangkauan cahaya pedang, kadang-kadang dia seperti
sengaja mendekati kedua bersaudara ini. Tapi pedang mereka tetap
tidak mengenainya. Hie Kim-giauw tetap melihat dengan tegang, dia sudah lupa
sudah masuk ke hitungan berapa, apakah dia berharap kedua
bersaudara Bok ini menang atau berharap Hui-thian bisa lepas dari
bahaya ini" Tiba-tiba terdengar Hui-thian berkata:
"Tap-in-kiam-hoat adalah jurus yang dahsyat, tapi kedua orang
bodoh ini belum menguasai 10 % nya, jangankan 10 jurus, 100
jurus pun belum tentu bisa melukaiku."
Kedua bersaudara ini sudah mengeluarkan 3 jurus, tapi pedang
mereka tidak mengenai Hui-thian bahkan ujung baju Hui-thian pun
tidak tersentuh. Hui-thian tertawa terbahak-bahak dan berkata: "Sudah 12 jurus,
sekarang giliranku yang mengeluarkan serangan."
Tiba-tiba ada yang berteriak:
"Siapa yang sedang bertarung di atas?" walaupun orang itu
masih jauh, tapi suaranya terdengar di sisi telinga.
Coh Thian-hong terkejut dalam hati dia berpikir, "Tenaga dalam
orang ini sangat kuat, sepertinya tidak berbeda jauh dengan tenaga
dalam ayahku, dia datang untuk membantu siapa?"
Kedua bersaudara Bok ini terlihat sangat senang, mereka
bersamaan menjawab: "Tuan Pheng, ini kami! Cepatlah kemari!"
Coh Thian-hong sudah tahu orang yang datang adalah pelayan
Bok Ci-giauw. Kedua bersaudara itu berpindah tempat dan jurus mereka pun
berubah, dari menyerang menjadi berjaga-jaga, mereka menutupi
kekurangan masing-masing.
Coh Thian-hong lebih mengenal pedang, dia sudah melihat kedua
pemuda itu sangat lihai, dalam hati dia berpikir, 'Hui-thian dengan
tangan kosong harus mengalahkan lawan dalam 3 jurus, sepertinya
itu tidak mungkin." Hui-thian tahu bahwa tenaga bantuan sudah datang, tapi dia
terlihat tetap tenang dan sempat tertawa:
"Kaki tangan ayahmu sudah datang tepat pada waktunya, aku
pukul dulu majikannya baru memukul anjingnya yang galak!"
Bok Ling-ku tertawa dingin:
"Coba lihat, apakah dalam 3 jurus kau bisa mengalahkanku?"
"Kalau aku bilang 3 jurus, pasti 3 jurus! Kau lihat ini adalah jurus pertama!" Kata Hui-thian.
Jurus pertama bukan gerakan tangan, melainkan menggerakkan
lengan baju, lengan baju dikibaskan ke arah pedang Bok Ling-ku.
Bok Ling-ku tidak memandang enteng musuh, dia menggunakan
jurus Heng-in-toan-hong (Awan Mendatar Memapas Gunung), yang
dipegangnya adalah pedang, dalam hati dia berpikir, 'Dengan
pedangku, bulu halus yang terkena pedangku pun bisa putus, kau
kira dengan kekuatan lembut bisa mengalahkan yang keras. Itu
hanya mimpi!" Dia menunggu serangan lengan baju Hui-thian dan berniat untuk
memotong lengan bajunya, bila Hui-thian tidak sempat menarik
lengan bajunya, dia akan memotong tangannya.
Dalam kenyataannya ternyata bukan pedang yang berhasil
memotong tangan Hui-thian oleh Bok Ling-ku tapi pedang 2
bersaudara Mu iiu yang saling beradu hingga terlepas dari
genggaman. Karena cara memainkan pedang mereka hampir sama, tenaga
yang keluar pun sama besar, hanya terdengar suara 'TING', dua
buah pedang dalam waktu yang bersamaan lepas dari tangan
mereka. Tangan Hui-thian bergerak sangat cepat, sudah memasuki jurus
kedua, masih ada 1 jurus lagi.
"Aku takut kalian tidak dapat menerimanya, tapi ingat, kapan-
kapan aku akan meminta nyawa kalian. Sekarang pergilah!"
Dua bersaudara Bok itu jatuh terguling-guling sejauh beberapa
meter. Mereka mendapat 2 buah tamparan, wajah mereka sudah
penuh dengan darah, bibir mereka pun sudah sobek.
Hui-thian membalikkan tubuh dan menghadap Coh Thian-hong,
tapi Coh Thian-hong tahu bahwa Hui-thian tidak akan membuatnya
susah, tapi dia tetap terkejut juga.
Kata Hui-thian dengan suara kecil:
"Ada satu kalimat yang ingin kusampaikan kepada ayahmu,
harap Nona Coh sudi untuk menyampaikannya."
"Terima kasih kau sudah membantuku menyalurkan amarahku,
silahkan kau katakan saja!" Kata Coh Thian-hong.
"Ayahmu orang yang sangat lurus, jangan campurkan air jernih
ke dalam air keruh ini. Ada sebuah rahasia, Tuan Kiam-ta..."
sepertinya dia tidak ingin Hie Kim-giauw mendengar, dia
mengecilkan suaranya dan dia mendekati
Coh Thian-hong, sepertinya ingin membisikkan sesuatu.
Coh Thian-hong pun terkejut, karena ayahnya sebelumnya pun
sudah curiga kepada Tuan Kiam-ta, dalam hati dia berpikir, 'Ayah
sudah Mencurigai Tuan Kiam-ta karena Tuan Kiam-ta sudah
berubah. Apakah rahasia Hui-thian ada hubungannya dengan ini
juga"' Sewaktu dia menunggu Hui-thian bercerita, tiba-tiba suara Hui-
thian malah berhenti. Saat itu juga dia mendengar suara seperti petir: "Siapa berani
menghina putriku?" Begitu suaranya terdengar begitu juga dengan orangnya tiba,
ternyata ayah Coh Thian-hong sudah datang, Pendekar Yang-ciu,
Coh Kim-sung. Suaranya seperti suara auman singa, suara ini tergantung pada
tenaga dalam. Tenaga dalam semakin tinggi, suaranya pun semakin
kuat. Hui-thian juga terkejut mendengar suara ini hingga gendang
telinganya berdenging. Pikir Hui-thian: "Nama Coh Kim-sung ternyata bukan nama kosong, dia lebih
kuat dari Tuan Pheng." Tapi dalam waktu singkat, dia pun tidak
dapat membela diri. Dari jauh Coh Kim-sung melihat Hui-thian sedang berbisik kepada
putrinya. Dia mengira Hui-thian mau mempermalukan putrinya dan
dia menjadi sangat marah. Segera dia berlari menghampiri mereka,
sekali menyerang sudah mengeluarkan jurus yang mematikan.
Coh Thian-hong berteriak,
"Ayah, jangan salah paham..." tapi Coh Kim-sung sudah
menyerang Hui-thian dengan telapak tangannya dan Hui-thian
sudah menyambutnya. Untung teriakan Coh Thian-hong tepat pada waktunya, walaupun
ayahnya belum selesai bertarung, tapi ayahnya sudah tahu ini
adalah salah paham. Ilmu silat Coh Kim-sung sudah terlatih sekali, bisa cepat keluar
tapi bisa juga cepat-cepat ditarik kembali. Dia sudah mendengar
setengah teriakan Coh Thian-hong, tenaga yang tadi dikeluarkan
segera dikurangi. Bila tidak, kedua-duanya akan terluka parah.
Hui-thian melihat tenaga telapak datang dengan cepat, walaupun
dia tidak ingin bermusuhan dengan Coh Kim-sung tapi dia tetap
harus menyambutnya untuk menangkis serangan ini.
Ilmu silat yang dipakai Hui-thian adalah ilmu silat milik Kie Yan-
gan yang bernama Tai-nuo-it-ngo-heng-tui-jiu (Tangan mendatar
mendorong lima kekuatan besar). Ilmu ini adalah ilmu yang
meminjam' tenaga lawan dan memantulkannya kembali, dia
menghadapi dua bersaudara Bok menggunakan jurus yang pertama,
yang dia gunakan hanya sebagian dari tenaga yang sekarang. Tapi
sekarang dia mengeluarkan seluruh tenaganya.
Tai-nuo-it-ngo-heng-tui-jiu adalah ilmu dimana bila diserang oleh
musuh akan membalikkan tenaga sebesar yang tadi dipakai oleh
musuh, jadi musuh malah akan terluka dengan kekuatannya sendiri.


Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bila orang dengan tenaga dalam kurang kuat akan kembali semua,
tapi orang yang dihadapan Hui-thian sekarang ini adalah Coh Kim-
sung, dia hanya bisa mengembalikan setengah tenaga, setengahnya
lagi tetap akan menyerang dia.
Begitu telapak tangan beradu, Hui-thian merasa lawan hanya
memakai tenaga sebanyak 50 %, dia pun sama, tenaga yang
dikembalikan pun dikurangi
Karena itu mereka berdua tidak terluka, hanya terkuras
tenaganya saja. Tubuh Coh Kim-sung bergoyang, Hui-thian pun mundur beberapa
langkah. Tuan Pheng sampai pada waktunya, dia menyerang dengan 2
telapak tangannya dan dia menyerang dengan kekuatan penuh.
Tapi Hui-thian tidak membalikkan kepala dia hanya membalikkan
lengan mendorong Pheng hingga beberapa meter jauhnya. Hui-
thian berkata: "Hari ini kau bernasib baik, aku melepaskanmu." Kemudian dia pergi begitu saja.
Setelah lama Tuan Pheng baru bisa bangun, arti dari kata-kata
Hui-thian tadi adalah bila tadi Hui-thian tidak beradu telapak tangan
dengan Coh Kim-sung, dia akan memukul Pheng hingga terluka
parah, sekarang walaupun dia terluka tapi hanya luka ringan saja.
Kedua bersaudara Bok ini baru berani mencaci maki Hui-thian
idelah sosok Hui-thian tidak terlihat.
Tiba-tiba terdengar suara Hui-thian dari jauh yang berkata:
"Hei dua bersaudara Bok, kalian masih berhutang satu jurus
kepadaku, aku akan memintanya kepada ayah kalian. Kalian pulang
dan beritahu dia. Suruh dia untuk membayar hutang, hutang itu
tidak hanya ada satu, masih ada hutang-hutang yang lain. Bila dia
tidak mencariku, aku yang akan mencarinya!"
Karena Hui-thian bicara dengan suara yang disampaikan dengan
cara mengirim suara khusus, mereka hanya mendengar suara tidak
melihat orangnya. Tapi mereka sudah menjadi gentar walau hanya
mendengar suaranya saja. Tuan Pheng bangun dan berkata:
"Siauya sudahlah! Jangan ganggu Hui-thian lagi, mari kita
pulang!" Kemudian dia mengeluarkan 2 butir obat dan dimasukkan ke
dalam mulut dan satu lagi dia berikan kepada Coh Kim-sung, dia
berkata, "Coh Tayhiap, untung hari ini ada Anda, aku masih bisa
hidup." Kata Coh Kim-sung: "Terima kasih, tapi aku tidak membutuhkannya, aku hanya minta
agar kau menyampaikan kepada Tuan Kiam-ta, aku punya niat tapi
tidak mempunyai tenaga lagi untuk membantunya, aku tidak akan
mengunjunginya. Dua hari lagi aku akan pulang."
Kedua bersaudara Bok ini tahu berkat Coh Kim-sung lah mereka
masih hidup, walaupun mereka tidak suka tapi mereka pun tetap
menghormat ayahnya. Apalagi hati mereka belum tenang, mereka takut Hui-thian akan
kembali lagi. Luka-luka mereka harus diobati dan segera pulang.
Coh Thian-hong menceritakan semua ini kepada ibunya, yang
membuatnya aneh adalah ibunya tidak mengkhawatirkan dia sudah
bertemu dengan Hui-thian. Dia tampaknya mengkhawatirkan hal
lain. "Menurut ceritamu, Hui-thian tidak mempunyai niat jahat kepada
ayahmu, aku percaya kepada kata-kata ayahmu. Dia dan Hui-thian
hanya terkuras tenaganya, seharusnya dia tidak perlu datang ke
pesta itu, itu yang membuatku khawatir." Tanya Song Eng-lam.
"Ayah tidak terluka dan dia datang ke
pesta itu, ibu mengkhawatirkan apa?" Kata Coh Thian-hong.
---ooo0dw0ooo--- Eng-lam membuka tirai dan melihat taman bunga sudah sepi dan
pesta sudah usai, hatinya semakin kacau,
"Mereka sudah bubar, tapi ke mana perginya ayahmu?"
"Menurut orang-orang Piau-hang, ada seorang teman datang dari
tempat jauh dan sangat kagum kepada ayah. Pestanya diadakan
untuknya, mungkin ayah cocok dengannya maka walau pesta sudah
bubar, tapi mereka tetap asyik mengobrol."
Song Eng-lam hanya bisa menarik nafas, dalam hati berkata,
'Semua ini salahku, anak Ang mana tahu teman yang kagum kepada
ayahnya adalah musuh yang mau mengambil nyawa ayahnya.'
Coh Kim-sung keluar dari Piau-hang, dia melihat bulan, waktu
sudah menunjukkan pukul 3 subuh.
Dari pintu Piau-hang hingga ke rumah peristirahatan itu,
memerlukan beberapa ratus langkah. Karena ada Piau-hang maka
jalan itu tidak membutuhkan penjaga.
Piau-hang sudah tutup, di jalan itu hanya ada Coh Kim-sung ia
seorang diri, dia hanya mendengar langkahnya sendiri.
Kira-kira setelah dia berjalan sebanyak 20 hingga 30 langkah,
tiba-m tiba disisi jalan muncul seseorang dan dia tertawa kemudian
tertawa: "Coh Toako, sudah lama kita tidak bertemu, kau tidak
menyangka akan bertemu denganku di sini bukan?"
Orang ini adalah seorang tosu, begitu melihat Coh Kim-sung
langsung berteriak karena senang. :
"Benar-benar tidak disangka, Yu He-cu to-heng, mengapa kau
lari dari Bu-tong dan datang ke sini?"
Tosu itu adalah Yu He-cu, dia adalah teman baik Coh Kim-sung.
Yu He-cu tertawa dan berkata:
"Aku sudah lama menunggu di sini, aku mencarimu!"
"Ada apa?" Yu He-cu melihat sekeliling tempat itu untuk memastikan tidak
ada orang ketiga dijalan itu. Dia baru menjawab:
"Selama 10 tahun aku belum pernah turun dari gunung Bu-tong,
karena ini sangat penting maka aku mencarimu."
Coh Kim-sung melihat sikapnya begitu misterius, lebih-lebih
membuatnya tidak tenang. Coh Kim-sung berkata:
"Bila kau ada perlu, mengapa tidak langsung masuk ke Piau-han
malah di jalan ini menungguku?"
"Mana bisa aku masuk ke Piau-hang?" Jawab Yu He-cu.
"Mengapa tidak" Aku tahu peraturan Bu-tong yang tidak
mengijinkan murid-muridnya menjadi perampok juga menjadi
pegawai Piau tapi, berteman dengan golongan hitam dan orang-
orang Piau-hang itu tidak dilarang"
"Bukan karena aturan itu!" Kata Yu he-cu.
"Lalu karena apa?"
Jawab Yu He-cu dengan suara kecil:
"Apakah kau belum bertemu dengan putramu?"
Coh Kim-sung terpaku dan menjawab:
"Yang kau maksud adalah Thian-su" Di sudah lama pergi ke Lok-
yang tapi sampai hari ini belum pulang, mengapa kau tahu aku ada
di ibukota" Apakah anakku juga akan ke ibukota untuk mencariku?"
"Ternyata kalian belum sempat bertemu, pantas kau tidak tahu
apa-apa. Pertengahan bulan kemarin aku berpisah dengannya di
Hoa-san, dia luhu kau pergi ke ibukota, dia pun tahu ada seseorang
lagi yang juga akan ke ibukota, karena itu dia segera menyusulmu
ke ibukota. Menyuruhmu untuk bersembunyi dan menghindar. Dia
berkata akan tiba terlebih dahulu tapi aku yang sampai terlebih
dahulu." Coh Kim-sung masih mempunyai banyak pertanyaan yang ingin
di tanyakan tapi dia bertanya hal lain:
"Siapa orang itu" Mengapa aku harus menghindarinya?"
Sambil bicara mereka sambil berjalan, mereka sudah dekat
dengan kmpat tinggal Coh Kim-sung.
"Apakah kau datang bersama dengan adik ipar?" Tanya Yu He-cu
"Benar, masih ada putriku juga, kami tinggal di rumah itu! Di sini bukan tempat yang baik untuk bicara, mari kita masuk!"
Sebenarnya Yu He-cu ingin masuk, tapi begitu ada istri Coh Kim-
sung, wajahnya langsung terlihat malu-malu dan berkata:
"Lebih baik di sini saja!"
Coh Kim-sung ingin tahu apa yang akan dikatakan oleh Yu He-cu.
Dan Yu He-cu berbisik di telinganya: "Dia adalah Kie Lek-beng."
Suara Yu He-cu kecil tapi di telinga Coh Kim-sung seperti petir,
Jin sangat terkejut dan bertanya:
"Apakah dia belum mati?"
"Sepertinya dia masih hidup."
"Apa yang kau tahu mengenainya?"
"Bulan lalu Kie Lek-beng dan Tong Hwai-ie bersama-sama pergi
ke ibukota, karena itu aku mengira dia tinggal di kantor Sin-hoan
Piaukok." Coh Kim-sung terkejut dan berteriak: "Apa" Dia tinggal di Piau-
hang sini?" "Aku tidak tahu apakah dia sudah sampai atau belum, tapi kau
harus waspada!" Coh Kim-sung tertawa kecut dan berkata: "Bagaimana aku harus
bersikap waspada?" "Dia pasti mencarimu, dan dia pasti akan berganti nama, kau
belum pernah bertemu dengannya, di depan mata pun kau pasti
tidak akan tahu lebih baik kau meneliti sekelilingmu!"
Coh Kim-sung tanpa sadar bicara sendiri:
"Bukan, pasti bukan dia!"
"Siapa dia?" Tanya Yu He-cu.
"Piau-hang hari ini kedatangan seorang tamu. Tamu ini
diperkenalkan oleh Tong Hwai-ie kepada Toakonya, Tong Hwie-
yan." "Dia memakai nama apa" Apakah Tong Hwai-ie pernah
menyebutkan identitasnya?" tanya Yu He-cu.
"Dia berkata bahwa dia she Kie, bernama Tai-seng. Tong Hwie-
yan pun tidak tahu secara lengkap identitasnya."
"Kalau begitu, pasti dia orangnya!"
"Tapi dia tidak seperti yang kau katakan tadi."
"Kau curiga bahwa dia berani menghadapimu jadi dia berganti
nama tapi tidak berganti marga, dia berubah menjadi Kie Tai-seng,
benar-benar cocok dengan sifatnya!"
"Aku tidak menebak dari namanya saja."
"Dari mana kau tahu bahwa orang itu bukan dia?"
"Dia tidak mengajakku bermusuhan, malah dia menolongku!"
"Kau baru pertama bertemu dengannya, sudah menerima
bantuannya?" Kata Yu- He-cu terkejut
"Sebelum bertemu dengannya, aku bertemu dengan seseorang
yang tidak kusangka sama sekali, kau tidak perlu menanyakan siapa
dia, aku dan dia beradu telapak tangan, sampai tenaga terkuras
habis. Kie Tai-seng berjabat tangan denganku, dia membantuku
melancarkan jalan darah walaupun bukan menolong jiwaku, tapi dia
membantuku agar cepat pulih, kebaikan ini jangan dianggap
remeh!" "Bagaimana sosok orang itu?" Tanya Yu he-cu
Setelah mendengar penjelasan Coh Kim-sung, Yu He-cu berkata:
"Wajahnya tidak mirip, tapi bekas luka di wajahnya sudab
membuktikan bahwa itu adalah Kie Lek-beng, karena luka itu aku
yang menggoreskannya. Mengubah wajah di dunia persilatan, itu
tidak aneh!" "Mengapa dia membantuku?"
Tiba-tiba terdengar teriakan di rumah itu, suara itu adalah suara
teriakan dari istrinya. Sekarang hal yang tidak dipercaya oleh Coh Kim-sung sudah
terjadi di depan matanya.
Dia mengaum dan berlari seperti orang gila, masuk ke dalam
rumah. Langsung masuk ke kamar tidur.
Tapi semua itu sudah terlambat.
Bila tadi dia begitu bertemu dengan Yu He-cu, dan langsung
pulang, mungkin akibatnya ada 2, karena hal yang ditakuti oleh Coh
Kim-sung terjadi pada waktu dia dan Yu He-cu sedang mengobrol.
Pada saat itu Song Eng-lam masih khawatir, dia menunggu
suaminya pulang. Walaupun tirai sudah ditutup, dia tetap bengong
menatap Tiba-tiba putrinya berteriak: "Ayah sudah pulang!" suara ini membangunkan dia dari lamunannya. Benar, ternyata ada suara
langkah kaki di atas loteng.
Dia sangat senang, dia tidak berpikir suaminya masuk, anehnya
udak memanggil dia lagi, dengan gembira dia berkata:
"Sung koko, kau sudah pulang" Apakah kau tahu bahwa aku
begitu mengkhawatirkanmu?"
Baru habis bicara, orang itu sudah muncul di hadapannya, orang
yang diharapkan bukan suaminya yang datang. Semua rasa gembira
langsung lenyap. Orang itu hanya diam dan juga tidak bergerak, tapi seperti
membawa angin yang tidak sedap.
Dia seperti orang yang baru keluar dari kuburan, bulu kuduk Eng-
lam berdiri semua. Tubuh Song Eng-lam gemetaran, dia tidak bisa bicara.
Coh Thian-hong pun sangat kecewa, tapi dia takut seperti
ibunya. Dia melihat orang yang tiba-tiba datang wajahnya penuh dengan
bekas luka. Coh Thian-hong berpikir, 'Dia pasti teman ayah,
mengapa tidak begitu sopan"'
Dia tidak tahu siapa orang itu dan bertanya:
"Siapa kau" Ayah tidak ada di rumah, jadi silakan keluar!"
Orang aneh itu tidak menjawab, setelah lama dia baru menjawab
dengan dingin: "Song Eng-lam, dalam hatimu hanya ada Coh Kim-sung, apakah
tidak pernah ada aku?"
Benar-benar Air mengalir bunga berguguran
Musim semi sudah lewat Untuk apa memikirkan perasaan yang dulu
Apakah yang akan terjadi"
---ooo0dw0ooo--- Bab 14 Hutang karma sulit dibayar
Tidak tahu yang benar dan yang salah
Jodoh belum terbukti Sulit membedakan lawan atau kawan
A. Manusia dari Kuburan Coh Thian-hong terpaku dan mulutnya terbuka seperti ingin
mengatakan sesuatu dan tidak bisa dikeluarkan.
Dia menolehkan kepalanya untuk melihat ibunya, dari pandangan
matanya dia ingin agar ibunya memberitahu siapa orang itu.
Coh Thian-hong tidak dapat berpikir, ibunya memiliki rahasia apa
yang disembunyikan darinya Song Eng-lam melihat pandangan
putrinya yang curiga dia malah terbengong-bengong.
Orang aneh itu maju selangkah, dengan tertawa dingin dia
berkata: "Apakah kau tidak berani memberitahu putrimu siapa aku, atau
kau sudah melupakanku?"
Setelah hilang rasa terkejutnya kebenciannya yang dulu timbul
kembali, dia berteriak, "Kie Lek-beng, apakah kau belum cukup menyiksaku" Sekarang
kau malah kembali menghinaku!"
Kie Lek-beng tertawa terbahak-bahak:


Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Akhirnya kau sudah tahu siapa aku! Apa aku yang
mencelakaimu" Kau lihat sekarang aku seperti apa" Benar, aku
pernah berbuat salah kepadamu tapi sekarang aku ditinggalkan oleh
istri, dan putriku pun entah berada di mana tapi kau sudah
mendapat apa yang kau mainkan yaitu hidup bahagia aku tidak tahu
siapa yang mencelakai siapa?"
Walaupun Coh Thian-hong tidak tahu apa maksud orang itu tapi
dia tidak tahan ketika ibunya dihina oleh orang aneh itu, wajah Coh
Thian-hong sudah pucat dan dia mencabut pedang sambil berkata:
"Keluar kau!" Kie Lek-beng bergerak pun tidak, hanya dengan dingin melihat
ujung pedang milik Coh Thian-hong, matanya bersorot ingin
membunuh. Kie Lek-beng bertanya: "Bila aku tidak keluar, kau mau apa?"
Sorot mata yang sombong dan penuh kebencian yang dalam
membuat Coh Thian-hong sudah tidak dapat mengusai diri lagi. Dia
berkata: "Aku akan membunuhmu!"
"Baiklah, kau majulah sekarang!" dia melihat ujung pedang Coh Thian-hong, dengan pelan dia mengangkat tangannya. Song Eng-lam terkejut, dan berteriak:
"Kie Lek-beng kalau kau membenciku, bunuh saja aku, jangan
melukai putriku!" Tiba-tiba Kie Lek-beng tertawa terbahak-bahak:
"Putrimu" Aku kira kau sudah menganggap putrimu sudah mati,
kau benar-benar ibu yang kejam! Apakah kau masih ingat masih
mempunyai putri yang lain?"
Ternyata Kie Lek-beng seperti berada dalam keadaan setengah
gila. Coh Thian-hong tidak tahu siapa yang dimaksud putri yang lain
oleh Kie Lek-beng. Dia marah:
"Orang gila, siapa kau! Berani-beraninya kau memarahi ibuku!"
Song Eng-lam berteriak: "Jangan katakan kepada putriku, aku bisa bunuh diri untuk
menghilangkan kebencianmu, maafkan dia!"
Kata Kie Lek-beng: "Aku tidak mau kau mati, aku mau kau mengikutiku pergi,
bagaimana" Apakah kau mau menjadi ibu yang kejam?"
Song Eng-lam seperti namanya, sifatnya keras, sekarang dia
sudah tidak tahan, kata-kata Kie Lek-beng seperti pisau menusuk ke
dalam hatinya, melukai hatinya, membuat dia seperti akan roboh:
Coh Thian-hong tidak tahan lagi, dia langsung menusukkan
pedangnya. Hanya terdengar suara pedang yang jatuh, disusul
dengan orangnya. Song Eng-lam terkejut dan berteriak: "Sekalian saja, bunuhlah
aku juga!" Kata Kie Lek-beng: "Kau mengkhawatirkan apa" Kau lihat sendiri apakah dia mati?"
Ternyata Kie Lek-beng hanya menotok Coh Thian-hong, dia,
hanya menotok jalan darah tidurnya, dan Coh Thian-hong sudah
hilang kesadarannya seperti orang mati.
Song Eng-lam ingin membuka totokan putrinya, tapi dia tidak
sanggup, dalam hati dia terkejut,
"Kelihatannya ilmu menotok dia sudah berada di atas Sung koko,
totokannya saja sudah begitu lihai, apalagi ilmu silatnya, Sung koko
pasti, tidak dapat melawannya!"
Karena keluarga Coh terkenal dengan ilmu totokan jalan
darahnya, dan sudah puluhan tahun Eng-lam menikah dengan Coh
Kim-sung, dia pun belajar ilmu menotok dari suaminya, ilmu
menotok jalan darahnyapun hampir mengimbangi Coh Kim-sung,
tapi sekarang ternyata dia tidak dapat membuka totokan putrinya.
Bila totokannya dalam waktu tertentu tidak dibuka, orang itu
akan cacat karena itu hati Eng-lam sangat tidak tenang.
Apakah dia akan meminta agar mantan suaminya membuka totok
jalan darah putrinya. Dia takut putrinya akan menjadi cacat, pada
saat dia menimbang-nimbang, tiba-tiba Kie Lek-beng berkata:
"Benar, aku mau berhadapan langsung dengan Coh Kim-sung,
tapi aku tidak akan memanfaatkan putrinya untuk balas dendam!"
setelah itu dia mengambil kursi dan duduk di tengah-tengah
ruangan. Song Eng-lam agak tenang, tapi kekhawatiran yang lebih besar
datang lagi, Kie Lek-beng tidak mau pergi dari sana, sepertinya dia
ingin menunggu Coh Kim-sung pulang.
Tanya Song Eng-lam dengan suara gemetar:
"Bagaimana caramu membalas dendam?"
"Itu terserah padamu!"
Song Eng-lam terpaku: "Apa artinya ini?"
Kie Lek-beng tertawa tapi tidak melihat ke arah Eng-lam, dia
berkata: "Tadi aku sudah bertemu dengan Coh Kim-sung, kau
tebak, sudah lerjadi apa di antara kami?"
Song Eng-lam terkejut dan bertanya:
"Kau berbuat apa kepadanya?"
Kie Lek-beng tertawa dan menjawab:
"Tenanglah! Aku tidak membunuhnya malah mengobati lukanya,"
tawanya terlihat sangat misterius tapi juga sedih.
Kie Lek-beng melihat mantan istrinya kemudian berkata:
"Aku tahu kau tidak akan percaya. Ini terjadi karena sebelum
bertemu denganku dia sudah bertemu dengan seorang pesilat
tangguh, tenaganya terkuras, aku menggunakan ilmu keluarga Kie
membantunya memulihkan tenaganya."
Sebenarnya Song Eng-lam percaya tapi berkata:
"Apakah mungkin benar kau begitu baik?"
"Kau benar, aku tidak mempunyai niat baik untuk membantunya,
aku hanya ingin dia tidak mati penasaran, besok dia sudah pulih
seperti sedia kala. karena itu besok pagi aku akan siap bertarung
dengannya!" Kata Song Eng-lam: "Sekarang baru jam 3 dini hari, mengapa kau sudah datang?"
"Tadinya besok aku baru akan datang, tapi kupikir-pikir sebelum
dia pulang, lebih baik aku dan kau membereskan perbincangan ini."
Kata Song Eng-lam: "Kau harus tahu, aku tidak mungkin menjadi istrimu lagi, kau dan
aku bisa menjadi seperti ini, tidak ada hubungannya dengan Coh
Kim-sung." Rasa cemburu Kie Lek-beng mulai timbul, Eng-lam belum habis
bicara dengan marah dia berkata:
"Aku tahu kalian sudah saling mengenal sebelum kita menikah,
aku tahu kau tidak pernah menganggapku sebagai suamimu, aku
tahu aku telah bersalah kepadamu, aku pun tahu setelah
memastikan aku meninggal, kau baru menikah lagi."
Dengan tenang Song Eng-lam berkata:
"Baik sekali kalau kau sudah tahu semua, kau hanya bisa
menyalahkan orang lain tapi tidak pernah memikirkan kesalahanmu
sendiri Baiklah, aku juga bisa menerima semua kesalahan ini, lebih
baik kau bunuh aku, Coh Kim-sung sama sekali tidak ada
hubungannya dengan semua ini."
Kata Kie Lek-beng: "Kau benar, aku tidak boleh menyalahkan Coh Kim-sung, ini pun
bukan salahmu, tapi kau harus tahu karena kau terlalu bersikap
dingin kepadaku, maka aku mencari perempuan lain. Aku mati atau
hidup kembali ini pun demi dirimu, aku tidak berani pulang dan
menempuh jalan yang salah, siapa yang benar atau salah, kau tidak
perlu mengusutnya lagi. Aku datang ke sini bukan meminta agar
kau kembali kepadaku. Aku hanya benci kepada Coh Kim-sung,
benci karena dia ada di hatimu, aku tidak dapat bertanding
dengannya, aku harus balas dendam, kau tidak perlu menjelaskan
apa-apa lagi. Aku bukan orang yang tidak mengerti aturan!"
Puluhan tahun hidup sendiri di gunung, hidup penuh dengan
siksaan membuat dia mengambil keputusan hidup semaunya. Dia
tahu dendam ini tidak masuk akal, benang yang kusut sudah tidak
dapat dibereskan, tapi kemarahannya sudah seperti gunung berapi
yang siap meledak. Kemarahan yang dia pendam selama puluhan
tahun dikeluarkan semua dan setelah itu hatinya baru merasa
tenang, tapi bagi Eng-lam dia merasa Kie Lek-beng sangat
menakutkan sekaligus sangat kasihan.
Kata Song Eng-lam: "Baiklah, bila kau mau membunuh Coh Kim-sung, tunggu dia
pulang dulu dan aku dan dia akan bersama-sama mati di
hadapanmu. Tapi putriku tidak tahu apa-apa. Lepaskanlah dia!"
Kata Kie Lek-beng: "Aku tidak harus membunuh Coh Kim-sung, apakah kau mau
mati bersamanya?" Jawab Song Eng-lam: "Akulah yang membuatnya susah, walaupun kami tidak lahiri
bersama-sama tapi kami akan mati bersama-sama!"
Rasa cemburu Kie Lek-beng bertambah lebih besar lagi, dia
berusaha menekan amarahnya dan berkata:
"Kalau begitu kau ingin mengorbankan semuanya, semua ini
demi dirinya. Bila ingin mati bersamanya, bila tidak terpaksa aku
tidak akan melakukan!"
Song Eng-lam tidak berkata apa-apa, dia hanya mengangguk.
Kata Kie Lek-beng: "Aku boleh tidak membunuhnya tapi aku harus mempunyai cara
lain untuk balas dendam kepadanya!"
Kata Song Eng-lam: "Baiklah, apa syarat darimu" Asalkan aku tidak perlu menjadi
istrimu lagi dan melepaskan Jin Song, aku akan setuju!"
Kemarahan Kie Lek-beng mereda dengan tawa yang menusuk,
dan berkata: "Aku tidak mendapatkan hatimu, untuk apa aku meminimi
tubuhmu bila aku hanya ingin menjadi suamimu, aku tidak akan
meninggalkan rumah! Sudah kukatakan, kali ini aku datang bukan
untuk memintamu kembali! Eng-lam, kau jangan menganggapku
terlalu ., aku masih punya harga diri!"
"Baiklah, bagaimana cara agar kebencianmu hilang?"
"Aku ingin kau dan putrimu mengikutiku pergi, tidak boleh
bertemu dengan Coh Kim-sung lagi!"
Song Eng-lam terkejut dan berkata: "Apa hubungan semua ini
dengan putriku?" "Apakah kau tahu bagaimana aku melewati puluhan tahun ini
bukan" Aku ingin Coh Kim-sung mengalami hal yang sama
denganku, kehilangan semua orang yang dicintai, hidup seorang diri
di dunia ini!" Dengan gemetar Song Eng-lam berkata:
"Tidak! Tidak! Kau tidak boleh membalas dendam seperti itu,
tidak bersalah, dia tidak boleh terlibat!"
"Putriku kehilangan ayah dan ibunya, apa salahnya" Sekarang
aku ingin putrimu ditinggalkan oleh ayahnya, ini sudah sangat
beruntung!" Meninggalkan putrinya di keluarga Kie, seumur hidup dia merasa
jangat berdosa. Sekarang Kie Lek-beng menusuk hatinya hingga
terluka. Dia sudah tidak bisa membela diri lagi, dia hanya bisa
memeluk putrinya yang masih tidak sadar seperti takut Kie Lek-beng
akan merebutnya. Kata Kie Lek-beng: "Aku tidak akan memaksa kau menjadi istriku, lebih-lebih tidak
memaksanya menjadi putriku, aku mau kalian menemaniku hidup di
gunung, menemaniku hingga mati!"
Tiba-tiba sepertinya dia teringat kepada suatu hal, dan dia
berkata: "Benar, Coh Kim-sung masih memiliki seorang putra,
katanya namanya cukup terkenal di dunia persilatan, putranya
bernama Thian-su, apakah benar?"
"Kau masih punya niat jahat apa lagi?"
Dengan ringan Kie Lek-beng berkata:
"Apakah kau sudah melupakan kata-kataku tadi" Aku hanya ingin
Coh Kim-sung kehilangan orang-orang yang dia cintai!"
Kata Song Eng-lam: "Thian-su adalah anak dari istri pertamanya, tidak ada alasan kau membencinya!"
Kata Kie Lek-beng: "Putrimu masih bisa dimaafkan, tapi anaknya dari istri yang
pertama, aku tidak perlu melihat muka siapa pun, bila bertemu
dengannya aku akan langsung membunuhnya!"
"Apakah kau itu manusia atau bukan" Mengapa tidak mau
mengerti?" Tanya Song Eng-lam.
Kie Lek-beng tertawa terbahak-bahak dan berkata,
"Dari dulu pun aku bukan manusia, aku adalah orang yang baru
keluar dari kuburan. Aku sudah bilang, aku orang yang tidak tahu
aturan, mengapa kau begitu cepat lupa?"
"Baiklah, aku akan mengikutimu pergi, tapi jangan lukai keluarga
Coh!" "Bila kau tidak mau aku balas dendam seperti itu, aku akan
memakai cara lain lagi, sekarang sudah dini hari pukul 3, sebentar
lagi Coh Kim-sung akan pulang, begitu pulang kami akan
bertarung!" Kata Song Eng-lam: "Aku dan putriku akan mengikutimu pergi, asal kau mau
melepaskan ayah dan anak she Coh ini!"
Kecemburuan Kie Lek-beng kembali lagi dan berkata:
"Tidak disangka, kau begitu sayang kepada putra dari istri Coh
Kim-sung yang pertama."
Tidak memperdulikan perkataannya tanya Song Eng-lam:
"Apakah kau setuju dengan perjanjian ini?"
"Aku tidak jual beli denganmu, kita tidak perlu tawar menawar
lagi!" Song Eng-lam tertawa dingin dan dia mengambil sisir menyisir
rambutnya. Kata Kie Lek-beng: "Kau masih mempunyai niat untuk menyisir rambutmu?"
Sambil tertawa dingin Song Eng-lam berkata:
"Kau memiliki hati batu, aku tidak akan mengemis lagi, sekarang
aku sudah mengambil keputusan, hidup atau mati harus bersama-
sama dengan Sung koko, aku harus berdandan untuknya. Paling-
paling kau hanya membunuh kami bertiga, tapi di dalam tanah kami
masih tetap satu keluarga. Lebih bagus darimu yang hanya hidup
seorang diri di dunia ini!"
Kie Lek-beng sangat marah sekaligus sedih, dia berkata:
"Hatimu lebih keras dan kejam dibanding dengan hatiku!"
"Kaulah yang memaksaku berbuat menjadi seperti ini."
"Aku tidak akan membiarkanmu mendapatkan apa yang kau
inginkan, aku masih mempunyai cara ketiga untuk balas dendam."
Dia ingin membunuh Coh sekeluarga, kemudian bunuh din dan
meninggalkan kesedihan dan kekesalan hatinya demi Song Eng-lam.
Tapi Song Eng-lam juga sudah berniat untuk mati, dia tidak
menanyakan lagi cara apa yang akan dipakai oleh Kie Lek-beng.
Mereka berdua terdiam, diam inilah yang akan mendatangkan
bencana yang lebih besar lagi.
Mula-mula Song Eng-lam hanya mendengar suara detak
jantungnya sendiri, tiba-tiba dia gemetaran, menaruh putrinya dan
melepaskan pelukan dengan perlahan, dia berdiri dan mendengar.
Kata Kie Lek-beng, "Kau tidak perlu mendengar, aku akan memberitahu kepadamu-
Benar, itu suamimu, dia sudah pulang. Di belakangnya masih ada 2
orang lagi, mungkin pesilat tangguh yang dia bawa. Coh Kim-sung


Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

benar-benar sangat lihai, di Piau-hang tidak ada yang tahu
identitasku, aku kira aku dapat membohonginya, dan ternyata dia
tahu siapa aku. Orang yang membantunya sudah datang, padahal
bila mau melawanku secara terang-terangan tidak sembunyi lagi...."
Karena ilmu silatnya tinggi, pendengarannya pun tajam, dia dapat
mendengar suara dari jauh juga bau yang tertiup angin di atas atap.
Orang itu ilmu meringankan tubuhnya lebih tinggi dari yang dia kira
Dua orang lagi berada di ambang pintu sedang mengobrol, dia
hanya mendengar tapi tidak tahu apa yang sedang mereka
bicarakan. Dia sengaja berkata bahwa Coh Kim-sung sembunyi-sembunyi,
tapi dia tertawa dingin dan tetap duduk di tengah ruangan
menunggu Coh Kim-sung masuk melalui jendela.
Eng-lam walaupun merasa heran tapi dia berpikir mungkin ada
orang yang keluar malam, tapi setelah Kie Lek-beng berkata seperti
itu, dia tidak curiga lagi, dia mengira suaminya mengajak temannya
pulang. Waktu itu hatinya semakin kacau, memang benar dia ingin
mati bersama-sama dengan Coh Kim-sung, dia menunggu suaminya
pulang tapi dia tidak ingin suaminya mati karena dia
Tiba-tiba terbesit sebuah akal, antara hidup da mati, tiba-tiba dia
pembuka tirai. Tadinya dia ingin Coh Kim-sung melarikan diri, tapi tiba-tiba pikir
olehnya, "Bila suaminya pulang dan mengetahui bahwa Kie Lek-
beng berada di kamarnya, hasilnya malah akan sebaliknya,
suaminya malah akan cepat-cepat masuk."
Suaranya terhenti di tenggorokan, tubuhnya pun menjadi kaku
begitu dia menarik tirai, dia melihat seseorang yang tidak
disangkanya sama sekali. Dia masih tampak kebingungan dan orang itu sudah melukainya.
"Suruh dia datang secara terang-terangan masuk melalui pintu."
Kie Lek-beng dengan dingin tertawa.
Tawanya belum habis, dia langsung mematung terbelalak.
Teriakan Eng-lam sudah menutup suara tawanya. Begitu Eng-lam
berteriak, tubuhnya limbung dan jatuh ke dalam pelukan Kie Lek-
beng, dia bisa langsung menyambut Eng-lam karena pada saat itu
dia berlari menghampiri Eng-lam, tapi semua itu sudah terlambat.
Mata Song Eng-lam tertutup, wajahnya sudah menghitam. Begitu
diperiksa nafas dari hidungnya, walaupun masih bisa bernafas tapi
nafasnya sudah sangat lemah.
Kie Lek-beng membuka jendela dengan tenaga telapak
tangannya tapi orang itu sudah melarikan diri entah ke mana Yang
pasti dia tidak mempunyai waktu untuk mengejar orang itu.
Segera dia mengeluarkan sebuah pil berwarna hijau dan
memasukkannya ke dalam mulut Song Eng-lam. Obat itu adalah
obat penawar racun. Setelah Eng-lam menelan obat itu, nafasnya mulai lancar tapi dia
tetap tidak sadarkan diri dan wajahnya masih hitam pekat.
Obat penawar itu hanya bisa sementara waktu menyambung
nyawa Song Eng-lam. Senjata rahasia itu sudah diberi racun, pertama kalinya Kie Lek-
beng melihat ada racun yang begitu hebat, dia pun tahu bila dalam
waktu 1 jam racun itu tidak ditawarkan, Song Eng-lam akan mati.
Dia merasa sangat menyesal, dia menyalahkan dirinya yang
begitu ceroboh, dia mengira yang datang adalah Coh Kim-sung
ternyata yang datang adalah orang yang akan membunuh Song
Eng-lam. Pembunuh itu pasti bukan Coh "Kim-sung, siapakah dia"
Senjatanya begitu beracun, pasti orang itu ahli mengenai racun."
Kie Lek-beng tidak dapat menggunakan racun, tapi karena dia
sudah lama tinggal tanpa ikatan pernikahan dengan Gin-ho, maka
mengenai racun, dia mempunyai sedikit pengetahuan.
Pertama dia harus tahu senjata rahasia yang beracun ini berasal
dari keluarga mana, baru bisa tahu jenis racun yang dipakai. Tapi
cara untuk mengatasi racun yang berikutnya Kie Lek-beng sama
sekali tidak tahu. tapi dia tidak mau melepaskan kesempatan
menyelamatkan nyawa Eng-lam begitu saja.
Orang yang bisa memakai racun tidaklah banyak, tiba-tiba dia
sadar bahwa dia tidak pernah melihat senjata rahasia beracun
seperti itu, begitu lihai tapi dia sudah pernah melihat orang yang
keracunan seperti ini. Kira-kira 6 atau 7 tahun yang lalu, saat itu dia masih berada di
hutan untuk menyembuhkan lukanya, karena dia sukar untuk
bergerak Bok Koan-koan selalu menemaninya dan menjadi
perawatnya. Pada suatu hari, datang seorang musuh ingin
membunuhnya. Bok Koan-koan pun kalah melawan musuh ini
untungnya Koan-koan sudah menyiapkan jarum beracun. Racunnya
sangat ganas, pada saat Koan-koan dalam bahaya dalam
pertarungan itu, Bok Koan-koan berhasil menggunakan jarum untuk
membunuh orang itu. Tapi jarum beracun yang dipakai Sok Koan-koan bukan racun
yang begitu ganas karena musuhnya begitu sudah terkena jarum
beracun masih bisa marah-marah dan setengah hari kemudian baru
mati keracunan. Tenaga dalam orang itu begitu kuat Kie Lek-beng
tahu tenaga dalam Song Eng-lam pun seperti orang itu.
Tapi sekarang begitu Song Eng-lam terkena serangan racun ini
sudah tidak sadarkan diri, menurut pengalaman Song Eng-lam
dalam waktu 1 jam bila racunnya tidak segera ditawarkan, Eng-lam
pasti akan mati. Apakah yang menyerang Song Eng-lam adalah Bok Koan-koan"
Tiba-tiba dia teringat cara Bok Koan-koan menolong orang pada
saat itu segera dia tahu jawabannya.
Ilmu meringankan tubuh orang itu lebih tinggi daripada ilmu
meringankan tubuh Bok Koan-koan, paling sedikit ada satu kali
lipatnya. Ilmu jarum beracun Bok Koan-koan bisa mengalami kemaj
selangkah demi selangkah, tapi ilmu meringankah tubuh harus pada
usia muda sudah dilatih, jadi bila sudah lewat dari usia 30 tahun
sulit untuk mengalami kemajuan. Bok Koan-koan sudah berumur 30
tahun lebih, menurut Kie Lek-beng tidak mungkin ilmu meringankan
tubuh Bok Koan-koan mengalami kemajuan yang begitu pesat.
Sebulan yang lalu Kie Lek-beng pernah bertemu dengan Bok
Koan-koan waktu itu ilmu meringankan tubuh Bok Koan-koan masih
tetap seperti dulu walaupun Bok Koan-koan bisa menyembunyikan
ilmu silatnya tapi tetap tidak bisa lepas dari pengawasan Kie Lek-
beng. Karena itu, dia tahu jarum beracun ini adalah senjata beracun
yang dipakai oleh Bok Koan-koan. Jadi siapakah pembunuhnya" Dia
tidak dapat mengatakan bahwa orang itu adalah Bok Koan-koan.
Waktu begitu mendesak, sudah tidak ada waktu lagi untuk
memikirkan siapa pembunuhnya.
Dia tahu bila jarum beracun itu tetap berada di tubuh Eng-lam,
racun akan terus menyebar, yang paling penting sekarang ini adalah
mengeluarkan jarum beracun itu.
Kie Lek-beng membawa batu magnet yang bisa menghisap
jarum, tapi jarum beracun itu berada di bagian tubuh yang mana"
Harus mencari di seluruh tubuh Eng-lam, bukanlah pekerjaan yang
mudah. Kie Lek-beng menyalakan lampu minyak, asal bisa menghisap
jarum itu, Kie Lek-beng akan menyalurkan tenaga dalamnya ke
tubuh Eng-lam sehingga Eng-lam bisa terlepas dari kematian, paling
sedikit bisa hidup selama beberapa tahun lagi.
Karena belum mendapatkan tempat di mana jarum itu masuk,
dan ada orang yang berlari masuk, waktu sudah sangat mendesak,
dia tidak mempunyai waktu untuk berpikir lama, hanya ada sebuah
cara yaitu menyobek baju atas Eng-lam.
Tubuh Eng-lam yang putih dan mulus, dia mulai mencari jarum
itu, pasti lebih mudah daripada dia masih memakai baju. Bila ada
sedikit bekas darah yang keluar itu lebih mudah lagi. Karena jarum
itu dilepaskan dari jendela pasti yang menjadi sasarannya adalah
tubuh bagian atas Eng-lam.
Baru saja dia menyobek baju atas Eng-lam, belum sempat
menemukan bekas luka jarum, Coh Kim-sung sudah masuk ke
dalam kamar. Begitu Coh Kim-sung melihat keadaan di kamar tidur, dia sangat
marah dan berteriak, "Kau mau apa" Cepat lepaskan dia!"
Dengan dingin Kie Lek-beng berkata:
"Aku sedang melakukan apa" Bukankah kau sudah lihat sendiri"
Aku hanya memeluknya, apakah kau tahu siapa aku ini?"
Kedua tangan Coh Kim-sung memegang Poan-koan-pit, dia
menunjuk ke arah Kie Lek-beng dan berkata:
"Aku tahu kau adalah Kie Lek-beng, bila kau mau balas dendam,
balaslah kepadaku, jangan melakukan hal yang memalukan!"
Kie Lek-beng menjadi jengkel dan kesal, dia pun ingin membuat
Coh Kim-sung ikut kesal, dia tertawa dan berkata:
"Dia adalah istriku, bila aku belum menceraikannya, dia masih
menjadi istriku, suami sedang memeluk istri, apa salahnya?"
Coh Kim-sung tidak menyangka bahwa Kie Lek-beng akan
menjawab seperti itu, maka dia pun hanya bisa bengong.
Yu He-cu yang berada di belakang Coh Kim-sung tidak
menyangka bahwa dalam kamar bisa terjadi hal seperti ini, begitu
melihat segera dia keluar lagi, dia malu melihat keadaan di dalam
kamar itu. Sekarang ini kedua belah pihak seperti dua buah busur yang
sudah dipasang panah dan siap dilepaskan. Yu He-cu tahu
bagaimana hebatnya Kie Lek-beng. Bila dia tidak bergabung dengan
Coh Kim-sung begitu bertarung n dia pasti akan langsung kalah, Yu
He-cu membuka jubahnya dan melemparkannya masuk ke dalam
kamar dan berteriak: "Bila kau adalah laki-laki, keluarlah dan kita bertarung!"
Jubahnya dilempar masuk ke dalam kamar untuk menutupi tubuh
Song Eng-lam, dalam hati Kie Lek-beng berpikir,
"Sudah 10 tahun lebih tidak bertemu dengan tosu ini, ilmu
silatnya sudah maju pesat, aku tidak boleh memandang enteng
kepadanya." Tiba-tiba dia menepuk enteng jubah itu, jubah itu segera
menggulung, dan kembali lagi kepada Yu He-cu. Yu He-cu hanya
merasa angin kencang berhembus. Dengan cepat dia menghindar.
Dengan marah Coh Kim-sung berkata:
"Kau tidak tahu malu! Kau tidak boleh menghina Eng-lam seperti
itu! Berdirilah kau! Mari kita bertarung!" bila Kie Lek-beng berdiri, Eng-lam tentu akan dilepaskannya.
Kata Kie Lek-beng: "Aku tidak mau tahu pikiranmu seperti apa, aku tidak mau
meletakkan istriku, kau tidak usah khawatir, aku tidak akan
menjadikan istriku sebagai perisai. Poan-koan-pit-mu boleh
menotokku di tempat mana pun"
Sembil bicara, dia membalikkan tubuh Eng-lam dan menaruh Eng
lam di lututnya, mulutnya terus bicara tapi matanya sama sekali
tidak melihat ke arah Coh Kim-sung. Dia hanya menunduk mencari
jarum di tubuh Eng-lam. Coh Kim-sung tidak tahu bahwa Kie Lek-beng sedang berusaha
menolong Song Eng-lam, dia melihat istri tercintanya dipermainkan
oleh Kie Lek-beng, dia sudah tidak tahan lagi dan berteriak:
"Penjahat berotak mesum, aku harus membunuhmu!" sepasang
Poan-koan-pit mulai menotok ke arah Kie Lek-beng.
Karena Coh Kim-sung sangat marah maka Poan-koan-pit nya
dengan cepat menotok, dalam satu serangan sudah mengarah
menotok 8 jalan darah. Kata Kie Lek-beng dengan dingin:
"Kurang ajar! Seharusnya aku yang marah kepadamu, karena
kau sudah berjinah dengan perempuan yang bersuami, sebaliknya
kau yang marah-marah kepadaku!"
Sambil bicara dia mengeluarkan jarinya dan menyentil kepada
sepasang pena, Coh Kim-sung merasa jalan darah di tangannya
terasa panas, Coh Kim-sung terkejut dan berpikir, 'Sayang tenagaku
belum pulih, bila tidak aku bukan sama sekali tidak dapat
mengenainya!" Kie Lek-beng sepertinya tahu pikiran Coh Kim-sung, dia berkata:
"Aku lupa seharusnya satu jam lagi kau baru pulih, walau
tenagamu sudah kembali 80 %, aku pun baru memakai setengah
dari tenagaku. Aku tidak mau mengambil kesempatan dalam
kesempitan." Yang dia katakan adalah hal sebenarnya, dia hanya memakai
setengah dari tenaganya menghadapi Coh Kim-sung, karena
terburu-buru dia tidak menemukan jarum di tubuh Eng-lam.
Dia takut kalau jarum beracun itu masih tertinggal di tubuh Eng-
lam, racun itu akan menyebar lebih dalam lagi. Karena itu dia hanya
mengeluarkan tangan kirinya dan menekan ke dada Eng-lam untuk
menahan aliran darah, mencegah agar racun itu tidak masuk ke
jantung. Coh Kim-sung membenci sikapnya yang begitu sombong, tapi
Coh Kim-sung juga melihat Kie Lek-beng tidak akan membuat Eng-
lam menjadi perisainya, dalam hati Coh Kim-sung berpikir,
'Walaupun Eng-lam terluka, asal bisa mati bersama-sama dengan
penjahat ini, aku cukup puas.'
Dua kuas seperti hujan guntur menyerang Kie Lek-beng, tapi
dalam serangan dasyat ini, dia kembali lagi ke sifat biasa, tenang
dan tidak tergesa-gesa, penanya bergerak memcoba menotok jalan
darah penting lawannya. Puji Kie Lek-beng: "Keluarga Coh dari Yang-ciu memang hebat, kedua pena dapat
menotok dengan sangat indah, tapi sayang kau bertemu denganku."
Sekarang dia sudah memindahkan tangan kirinya dari dada Eng-
lam,' tangan kirinya mulai menyerang jari tangan kanan menyentil
terdengar sebuah pena Coh Kim-sung tersentil lepas dari tangan
Coh Kim-sung. Waktu mereka mulai bertarung, hati Yu He-cu sudah tidak
tenang, dia hanya mendengarkan di depan pintu.
Begitu mendengar suara pena yang terjatuh, segera dia masuk,
dia takut Coh Kim-sung tidak dapat melawanya, malah jiwanya
terancam Segera dia memakai tenaga telapak memadamkan api
penerangan, bila lampu padam, dia tidak perlu melihat Nyonya Coh
yang tubuhnya setengah telanjang, karena hal ini membuatnya
serba salah. Pesilat tangguh biasanya bisa membedakan suara senjata dan Yu
He-cu adalah pesilat tangguh.
Di dalam kamar yang gelap, tidak terlihat apa-apa, tapi dengan
sepasang mata musuhnya yang bercahaya dapat dilihat di dalam
kegelapan dan mudah dilihat sasarannya, begitu Yu He-cu masuk ke
dalam kamar, langsung dia menusuk mata Kie Lek-beng.
Sepuluh tahun lebih demi balas dendam dia berlatih pedang,
hatinya sudah penuh dengan kemarahan, semuanya dia lampiaskan
ke jurus pedang yang dia mainkan, dapat dibayangkan seperti apa
kehebatan pedangnya. Hanya terdengar suara baju robek, lengan baju Kie Lek-beng
sudah sobek, tapi pedang Yu He-cu berhasil dikibaskan ke samping
oleh Kie Lek-beng. Kie Lek-beng sangat marah dan berkata:
"Apakah kau buta" Kau kira dengan cara seperti ini bisa


Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membutakan mataku?" Wajah Yu He-cu memerah dan berkata:
"Jurus pedangku bermacam-macam, menghadapi musuh
sepertimu yang begitu mesum, aku tidak perlu sungkan lagi, bila
kau tidak berbuat yang tidak senonoh, lepaskanlah Nyonya Coh dan
kita bertarung di luar."
Mulutnya terus bicara tapi pedangnya tidak berhenti menyerang.
Dengan tertawa dingin Kie Lek-beng berkata:
"Kalian semua orang kerdil! Aku tidak butuh menjelaskan semua
ini kepada kalian!" Coh Kim-sung pun bergerak, dalam hatinya berpikir, 'Dari tadi dia
tidak memperalat Eng-lam untuk menyerangku, bila aku menyerang
dulu aku takut melukai Eng-lam, dia pun sepertinya begitu, sudah
beberapa jurus tidak menguntungkannya dan dia tidak
membalasnya, karena dia tidak mau melepaskan Eng-lam maka dia
menculik Eng-lam, bagi dia semua ini tidak gunanya, mengapa dia
melakukan semua ini" Apakah hanya ingin membuatku marah?"
Walaupun dia tidak mendapat jawaban yang dia inginkan, begitu
melihat istrinya dipeluk oleh orang lain, dia tidak dapat
menerimanya. Begitu mendapat bantuan dari Yu He-cu, dia
menyerang lebih dasyat lagi.
Tapi dia sekarang hanya mempunyaisebuah pena, cara
memainkan satu pena berbeda dengan 2 pena, karena hanya ada
sebuah pena, tenaga dalamnya lebih terfokus, dia dapat menahan
kibasan lengang baju Kie Lek-beng, membuat Yu He-cu lebih leluasa
memainkan pedangnya. Lampu padam sehingga Kie Lek-beng hanya bisa menggunakan
lengannya mencari jarum beracun itu.
Dia sudah mendorong darah Eng-lam dari dada, menghalangi
racun terus naik dan menyebar ke jantung Nafas Eng-lam mulai
lancar dan Kie Lek-beng sudah terkuras banyak tenaga
Meraba untuk mencari jarum beracun harus dengan konsentrasi
penuh, walaupun tidak menghabiskan tenaga tapi tetap
menghabisku semangat. Apalagi di ganggu pertarungan yang sengit
dan harus benar-benar menghadapi lawan tangguh.
Seorang pesilat tangguh bertarung, dia harus berkonsentrasi
karena hal itu bisa membahayakan jiwanya, karena Kie Lek-beng
ceroboh tangan-kanannya sudah terkena tusukan. Untungnya dia
mempunyai ilmu Cap-ie-cap-pwee-tiap (Menempel dan menjatuhkan
18x), ujung pedang mengena tubuhnya tapi pedangnya seperti
mengenai benda yang licin malah meleset ke pinggir hanya bajunya
yang sobek dan tubuhnya tidak terluka, tapi Yu He-cu merasa
senang, dia menyerang dengan gigih. Yu He-cu menyerang lagi kali
ini dia menyerang ke leher Kie Lek-beng.
Kie Lek-beng dengan ilmu silat Tai-nuo-it-jiu-hoat (Tangan
menggeser), menggerakan dua jarinya, mengeser pena milik Coh
Kim-sung menahan pedang Yu He-cu bila dalam keadaan biasa cara
ini sangat menguntungkannya tapi sekarang dia sedang berada
dalam keadaan bahaya. Karena tenaga yang dia pakai separuh dari tenaga biasanya,
yang paling penting lagi adalah dia tidak bisa sepenuh hati
menghadapi Coh Kim-gung yang saat itu masih dengan penuh
semangat menyerangnya. Kali ini pena Coh Kim-sung mengenai
pundak Kie Lek-beng, sedikit lagi akan mengenai tulang bahunya,
bila tertusuk dan mengenai tulang bahu, semua ,lniu silat Kie Lek-
beng akan musnah. Untungnya jalan darahnya dia tidak terkena totokan itu,
walaupun dia beruntung tapi tulang bahunya tetap terluka dan luka
ini tidak ringan. Kata Coh Kim-sung: "Bila kau masih selamat, lepaskanlah Eng-lam, mengingat kau
pernah menolongku, kau boleh menyembuhkan lukamu dulu baru
kita bertarung lagi, bila tidak hari ini adalah hari kematianmu!"
Tiba-tiba suara Kie Lek-beng terdengar gembira:
"Nyawa masih ada dan terjaga, apa yang kutakuti dari kalian?"
Coh Kim-sung tidak tahu bahwa yang dikatakan Kie Lek-beng
'nyawanya terjaga' adalah menyangkut nyawa istrinya. Ternyata dia
sudah menemukan jarum beracun itu dan dengan batu magnet dia
menghisap keluar. Dengan marah Coh Kim-sung berkata:
"Sudah mau mati, masih besar mulut! Lebih baik kau menurut
kepadaku, besok kita bisa bertarung lagi!"
Kata Yu He-cu: "Penjahat ini sampai mati pun tidak akan menyesal, lebih baik
kita habisi saja!" Sambil bicara, Yu He-cu sudah mengeluarkan serangan
mematikan dia mengarah ke jalan darah kepala yang berada di
dekat telinga. Tiba-tiba Kie Lek-beng berteriak dan meloncat, dia sudah berdiri
dan mengangkat telapak tangan kirinya, telapak tangan kanan
mengeluarkan jurus Ceng-liong-eng-hong (Naga Naik Mengikuti
Angin) dan dia sudah berhasil mencengkram senjata Yu He-cu.
Dari tadi dia hanya duduk bersila dan hanya dengan satu tangan
menghadapi musuh, sekarang tiba-tiba dia berdiri, dua telapak
tangan langsung digerakkan, semua di luar dugaan Yu He-cu.
Semua serangan sudah dikeluarkan oleh Yu He-cu tapi tetap
tidak bisa mengambil pedang untuk melindungi dirinya, terpaksa dia
melemparkan pedangnya dan menyambut pukulan Kie Lek-beng
dengan telapaknya. Kedua belah pihak saling menyambut telapak tangan, tenaga Kie
Lek-beng tidak begitu besar, tapi Yu He-cu merasa telapak
tangannya seperu digigit semut, hanya sebentar tapi sebelah
tangannya sudah mati rasa kemudian terasa gatal, dan sekujur
tubuhnya terasa mati rasa.
Yu He-cu sangat terkejut dan marah:
"Kau menggunakan cara yang licik!"
Kie Lek-beng tertawa dan berkata:
"Sama-sama." Ternyata jarum yang dicabut dari tubuh Song Eng-lam ternyata
masih ada di tangan Kie Lek-beng dan dia menusukkannya ke arah
Yu He-cu. Karena jarum beracun itu sudah lama berada di dalam tubuh
Song Eng-lam, khasiatnya sudah berkurang separuh, karena itu Yu
He-cu tidak langsung pingsan, walaupun Yu He-cu terkena racun
tidak sehebat Eng-lam, tapi dia tidak dapat menahannya.
Dia hanya bisa marah-marah sebentar kemudian kepalanya
terasa pusing lalu roboh Tapi setelah keadaan itu Kie Lek-beng tidak bisa tertawa lagi.
Karena sewaktu dia merebut pedang dan melukai Yu He-cu, Coh
Kim-sung pun sedang menyerangnya, dia hanya bisa menyambut
dengan tangan kiri, Coh Kim-sung menyerang dengan sekuat tenaga
sedangkan Kie Lek-beng hanya menggunakan 30 % tenaga.
Dua telapak tangan beradu, tidak menimbulkan suara, telapak,
tangan segera menempel seperti direkat oleh lem, Coh Kim-sung
mengerahkan tenaganya, sebuah pena sudah bersiap menusuk ke
arah' tenggorokan Kie Lek-beng. Hanya berjarak 3 meter, tapi pena
tidak dapat maju lagi karena sudah terjadi adu tenaga dalam. Coh
Kim-sung dengan sepenuh hati menyerang musuh, bila pikirannya
bercabang, bukan penanya-yang menusuk ke arah tenggorokan Kie
Lek-beng, malah dia akan digetarkan jantungnya hingga mati.
Luka di tubuh Kie Lek-beng ada 2, luka di tulang bahunya lebiW
parah, dia hanya bisa menggunakan 30 % tenaga untuk menahan
serangan Coh Kim-sung. Begitu Yu He-cu roboh, Kie Lek-beng baru merasa sedikit tenang,
dia menggunakan sisa tenaganya, karena terluka ilmu silatnya pun
tidak seperti biasanya. Tiba-tiba Kie Lek-beng menggigit lidahnya hingga sobek dan
memuntahkan darahnya. Tapi aneh begitu darah dimuntahkan, malah Coh Kim-sung
merasa ada tenaga dalam yang kuat seperti air bah yang
menggempurnya. Ternyata Kie Lek-beng sudah menggunakan ilmu hitam Thian-
mo-kai-te-hoat (Memisahkan Tubuh dengan Langit dan Setan).
Thian-mo-kai-te-hoat ini adalah suatu ilmu tenaga dalam kaum
sesat, dengan melukai dirinya, cara ini dalam waktu pendek tenaga
dalam bisa bertambah beberapa kali lipat.
Karena tenaga Kie Lek-beng hanya tinggal separuh, dengan cara
seperti ini tenaganya dapat pulih seperti semula, walaupun Coh Kim-
sung tidak terluka, tapi tenaganya hanya bisa mencapai 70 % dari
tenaga Kie Lek-tggg; karena keadaan Kie Lek-beng sudah kembali
seperti semula, sudah tentu tidak dapat bertahan lagi.
Song Eng-lam setelah dicabut jarum beracun itu dari tubuhnya,
begini sadar dia langsung berkata:
"Aku belum pernah meminta apa pun kepadamu, aku minta agar
lau jangan membunuhnya."
Dalam kamar sangat gelap, begitu sadar dia tidak tahu sudah
terjadi apa. Suaminya berada di sisinya pun dia tidak tahu.
Begitu mantan-suaminya muncul di hadapannya, dia khawatir
akan terjadi hal seperti ini, gara-gara menyangka suaminya sudah
pulang dia malah terkena jarum beracun, begitu sadar dia minta
agar mantan suaminya sudi melepaskan suaminya yang sekarang.
Eng-lam sangat mengetahui sifat Coh Kim-sung, walaupun harus
mati tidak akan pernah minta ampun kepada lawannya.
Bila Eng-lam tahu bahwa Coh Kim-sung berada dalam kamar, dia
tidak akan meminta-minta kepada Kie Lek-beng, karena harga diri
Coh Kim-sung akan terluka.
Untungnya dia tidak tahu, karena teriakan darinya maka nyawa
Coh Kim-sung tidak jadi masuk ke jurang kematian.
Yang membuat Kie Lek-beng benci bukan hanya istrinya tidak
pernah mencintainya, melainkan sikap dingin dan angkuh dari
istrinya. Pada saat bulan madu, dia berjinah pun istrinya tidak
pernah mau tahu, di dalam hati istrinya hanya ada kekasihnya yang
dulu, sikap dingin dan angkuh ini membuat harga diri Kie Lek-beng
terluka, dia merasa istrinya memandang rendah kepadanya, dia
sama sekali tidak dapat menandingi Coh Kim-sung dalam hati
istrinya. Istrinya belum pernah meminta apa pun darinya, sekarang dia
meminta agar dia mau melepaskan suaminya.
Ratu yang sombong akhirnya takluk juga, dia tidak peduli mantan
istrinya itu meminta apa darinya, asalkan dia mau membuka mulut,
dia akan mengabulkannya, begitu dia mendengar 'jangan
membunuh dia', dia tidak terpikir lagi, langsung menarik kembali
tenaga dalam yang sudah dikeluarkan.
Bersamaan waktu itu, mereka berdua sudah roboh. Kemudian
terdengar suara, pertama adalah bunyi yang berat dan satu lagi
adalah suara orang yang marah seperti orang gila.
Kie Lek-beng terluka parah karena terluka oleh tenaga dalamnya
sendiri yang tiba-tiba ditarik kembali.
Sebenarnya ilmu silatnya sudah terlatih, bisa keluar dengan tiba-
tiba dan bisa ditarik kembali, tapi harus dalam keadaan normal.
Karena sekarang dia sudah memakai ilmu Thian-mo-kai-te-hoat
yang melipat gandakan tenaganya, tenaga yang tiba-tiba keluar
tidak dapat ditarik kembali dengan tiba-tiba, walaupun bisa dia akan
terluka parah, lebih parah pada saat ditusuk dengan pena Coh Kim-
sung, dia hanya mengeluarkan suara yang berat kemudian roboh.
Coh Kim-sung seperti dilempar oleh tenaga air bah, kemudian dia
terjatuh. Dia hanya merasa organ dalamnya seperti tumpah keluar,
dia merasa dihina, penghinaan lebih sakit daripada lukanya, dia
tidak dapat menyalahkan istrinya, dia hanya bisa marah-marah
seperti orang gila. Song Eng-lam mendengar suara suaminya, langsung pingsan lagi
yang terdengar hanya kesunyian. Coh Kim-sung dan Kie Lek-beng
sudah seperti lampu yang kehabisan minyak.
Kie Lek-beng sudah terluka parah dan sekarang dia baru
menyesal, "Yang diperhatikan oleh Eng-lam tetap adalah Coh Kim-sung,
demi nyawa Coh Kim-sung dia rela minta-minta kepadaku, apakah
aku hidup atau mati dia tidak peduli, yang terpenting baginya hanya
keselamatan Coh Kim-sung"
Dia sudah salah duga kepada Eng-lam, sebenarnya Eng-lam pun
tidak tahu bila dia mengampuni suami Eng-lam, dia sendiri akan
terluka bahkan bisa kehilangan nyawa.
Dia sangat marah dan menyesal, dengan suara serak dia berkata:
"Coh Kim-sung, cepat pergi sebelum aku berubah pikiran."
Kata-kata ini tidak perlu dijelaskan lebih lanjut lagi, bila dia
berubah pikiran dia akan membunuh Coh Kim-sung.
Coh Kim-sung marah karena merasa dihina, dengan suara serak
dia pun berkata: "Bunuhlah aku, biar aku mati di tanganmu, aku tidak mau
meminta ampun kepadamu!"
Keduanya terluka parah, kata-kata yang dilontarkan pun penuh
dengan kebencian, setelah berkata seperti itu keduanya kehabisan
tenaga.: Coh Kim-sung tidak dapat berjalan, Kie Lek-beng pun tidak
mempunyai tenaga untuk membunuh lagi.
Mereka berjajar terbaring di bawah, jarak mereka hanya 1,5
meter, tapi mereka sendiri tidak dapat bergerak sama sekali, bahkan
untuk bicara pun sudah tidak sanggup.
Kematian semakin mendekati mereka, tapi pikiran mereka;
bertambah jernih, mereka berdua sudah terpikir sesuatu.
"Diri sendiri terluka, lawan pun terluka." Karena mereka tidak bisa menerima penghinaan bukan benar-benar ingin mati.
Terpikirkan oleh mereka, siapa yang pulih terlebih dahulu, dialah
yang akan membunuh lawan terlebih dahulu.
Mereka sama-sama punya pikiran seperti itu. Kebencian dan
dendam sudah semakin dalam, mereka tidak dapat berdamai lagi,
bila tidak-membunuh dialah yang akan dibunuh. Karena satu-
satunya cara adalah memulihkan diri mereka terlebih dahulu.
Kie Lek-beng malah merasa lebih khawatir karena begitu hari
sang, orang-orang Piau-hang pasti akan mencari Coh Kim-sung,
bahkan mungkin Tong Hwie-yan sendiri yang datang ke sini. Mereka
berdua sangat akrab, bila Coh Kim-sung mengatakan sesuatu, dia
yang akan dibunuh. Sekarang sudah jam 4 dini hari. Langit hampir terang. Dini hari
biasanya keadaan sekeliling lebih gelap, membuat orang takut
kepada kematian. Kie Lek-beng menginginkan ketenangan supaya dapat
mengumpulkan tenaga, tapi hatinya tidak dapat tenang, walaupun
dia berusaha keras tapi hasilnya lebih sedikit dari yang dibayangkan.
Dalam suasana yang sunyi dan sepi, dia seperti mendengar ada
sedikit suara, dia mendengarkan lebih teliti lagi, suara ini tidak
seperti nafas Coh Kim-sung, hanya terdengar sebentar kemudian
menghilang. Dia adalah seorang pesilat tangguh, terpikir olehnya, 'Apakah ada
orang yang keluar malam-malam begini" Mengapa orang itu tidak
masuk"' Dia tahu yang datang pasti bukan temannya, karena dia tidak
mempunyai teman, hanya mempunyai musuh. Dia menarik nafas
dan berpikir, "Baiklah, siapa yang datang, cepat datang, sudah pasti aku akan
mati, lebih awal atau paling akhir sama saja."
Tapi orang itu tetap tidak masuk, suaranya pun tidak terdengar,


Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dia tidak tahu apakah orang itu sudah pergi atau masih berada di
dekat jendela. Song Eng-lam yang berada di sisinya mengigau, 'Anak Giok, Anak
Giok, maafkan ibu." Kemudian dia membalikkan tubuh dan tertidur
lagi. Suara igauan Eng-lam seperti suara nyamuk, tapi sudah
membuat hati Kie Lek-beng bergetar.
"Dalam mimpi pun dia masih mengkhawatirkan Anak Giok." Anak
Giok adalah putrinya yang bernama Kie Su-giok.
Demi putrinya, Kie Lek-beng mempunyai semangat untuk hidup
kembali dia tidak peduli apakah orang yang keluar malam itu adalah
teman Coh Kim-sung juga tidak peduli apakah orang itu berniat
membunuhnya. Walau hanya tersisa sedikit waktu, dia ingin
menggunakan waktu ini sebaik-baiknya.
Dia menenangkan hatinya dan mulai mengumpulkan tenaga, dia
memakai cara yang paling cepat untuk memulihkan tenaga,
walaupun cara ini akan meninggalkan efek samping, dia tidak
peduli. Dia hanya peduli dengan keadaan sekarang tidak peduli
dengan masa depan. Coh Kim-sung sama sekali tidak dapat bergerak, begitu pun
dengan Kie Lek-beng, dibandingkan dia luka Coh Kim-sung lebih
ringan. Sekarang Coh Kim-sung pun sedang mengumpulkan tenaga, luka
dalamnya lebih ringan, tapi tenaga dalamnya tidak sekuat Kie Lek-
beng, dia mengumpulkan tenaga sedikit demi sedikit. Yang satu
terluka parah, yang Mlu ilmu silatnya lebih rendah, siapa dulu yang
cepat pulih, tidak ada yang
Kamar itu mulai terang, mereka bisa saling memandang.
Kegelapan sudah lewat, terang mulai tiba, cahaya matahari
masuk melalui jendela. Coh Kim-sung melihat Kie Lek-beng sudah duduk bersila, tubuh
Eng-lam sudah ditutup oleh sehelai selimut.
Coh Kim-sung terkejut dan merasa kesal, dalam hati dia berpikir,
'Aku sudah berusaha sekuat tenaga, sepertinya tidak dapat lari dari
setan ini!' Dia tidak tahu bagaimana keadaan Kie Lek-beng, tapi melihat dia
yang sudah bisa duduk bersila dan menutup selembar selimut ke
tubuh Eng-lam, artinya dia yang lebih dulu pulih.
Kie Lek-beng menatap Coh Kim-sung yang masih terbaring dan
tidak dapat bergerak, yang membuatnya aneh Yu He-cu pun
menghilang! Aneh, dia sudah terkena jarum beracun tapi masih bisa melarikan
diri. Tapi yang membuat Kie Lek-beng khawatir adalah bila hari
sudah terang, orang-orang di Piau-hang pasti akan datang ke rumah
ini. Belum habis pikirannya, di dalam gang sudah terdengar orang
yang sedang berjalan. Ada dua orang yang sedang berjalan, mereka menuju rumah itu,
walaupun Kie Lek-beng sudah tahu bakal ada yang datang, tapi
tidak disangka mereka akan datang lebih awal.
Suara langkah itu sudah berhenti di depan pintu, hanya
terdengar suara orang yang berkata,
"Coh Siauhiap, aku tidak masuk, tolong ingatkan kepada ayahmu
agar jangan melupakan janji dengan Tuan Tong Hwie-yan." Orang
itu adalah orang dari Piau-hang.
Kie Lek-beng hanya mendengar suara Coh Siauhiap sudah
terpaku. 'Coh Siauhiap" Pendekar muda" Apakah semua ini hanya'
kebetulan"' belum habis berpikir,
"Ayah!" kata ini pun didengarnya, kemudian dia mendengar ada seorang pemuda yang berkata:
"Baiklah, aku dan ayah sarapan dulu dan kami akan segera ke
sana!" Pada malam itu, Kie Lek-beng pernah naik perahu untuk melihat
putrinya, dia pernah mendengar suara Coh Thian-su.
Tidak perlu diragukan lagi, yang datang adalah putra Coh Kim
sung, yaitu Coh Thian-su.
Ternyata Coh Thian-su baru tiba di ibukota kemarin malam, dia
ingin cepat-cepat bertemu dengan ayahnya, begitu tahu di mana
letak kantor Sin-hoan Piaukok, hari baru saja terang dia langsung
mencari ayahnya. Setelah tiba di Piau-hang dia baru tahu bahwa ayahnya tinggal
belakang rumah peristirahatan milik Tong Hwie-yan, orang Piau-
hang i segera mengantarkannya ke sana.
Coh Thian-su mengetuk pintu dan memanggil:
"Ayah! Adik!" tapi tidak ada yang menyahut. Dia merasa aneh, dia berpikir, 'Apakah aku datang terlalu pagi" Tapi ayah pun
biasanya bangun pagi aku memanggil begitu kencang, mengapa
tidak ada yang mendengar"'
Begitu dia masuk ke dalam rumah, dia melihat ada seseorang
yang terbaring di bawah dan banyak darah.
Dia lebih terkejut lagi, karena orang itu adalah Bu-tong Tianglo,
yu He-cu, yang belum lama ini berpisah dengannya di Hoa-san, dia
membalikkan tubuh Yu He-cu, terlihat wajahnya sudah menghitam
dan dari lubang hidungnya sudah keluar darah hitam juga.
"Racun ini yang menyerangku dulu." Coh Thian-su terkejut dan mulai meneliti keadaan Yu He-cu, ternyata jarum itu berada di
telapak tangan Yu He-cu.-Dulu Coh Thian-su pada saat di rumah Kie
Yan-gan pernah terkena jarum beracun itu, dan jarumnya sama
dengan jarum waktu itu. Saat itu Kie Yan-gan yang mengeluarkan jarum itu dari tubuhnya
kemudian dia memakan obat penawar yang dibuat oleh keluarga
Kie, walaupun obat itu tidak pas dengan racunnya tapi setidaknya
bisa meringankan racun yang masuk ke dalam tubuh. Coh Thian-su
belum sembuh total sudah meninggalkan rumah Kie Yan-gan, pada
saat dia akan pergi, Kie Yan-gan memberikan sebutir obat untuknya.
Tenaga dalam Coh Thian-su tidak sekuat Kie Yan-gan, dia
mencoba memasukkan obat itu ke dalam mulut Yu He-cu, segera
membantu penyebaran obat di dalam tubuhnya agar lancar dengan
dorongan tenaga dalamnya.
Untungnya jarum itu dicabut dari tubuh Song Eng-lam baru
ditusukkan ke telapak tangan Yu He-cu jadi khasiat racunnya
berkurang separuh dan telapak tangan bukan jalan darah yang vital
oleh karena itu racun belum menyebar hingga ke jantung.
Yu He-cu mulai sadar, begitu sadar dia langsung marah-marah
kepada Kie Lek-beng. Ternyata Yu He-cu setelah terkana jarum beracun dan sebelum
tubuhnya mati rasa, dia memaksakan diri keluar dari kamar tidur
Coh Kim-sung dan terguling-guling hingga ke bawah loteng.
Begitu Coh Thian-su mendengar nama Kie Lek-beng, dia sangat
terkejut segera dia bertanya:
"Di mana ayahku?"
Yu He-cu membuka matanya, tapi penglihatannya masih buram,
dia bertanya: "Siapa kau?" Coh Thian-su berteriak di depan telinganya dan berkata: "Aku
Thian-su, mana ayahku?"
Yu He-cu sudah sadar dan berkata: "Ayahmu ada di atas, cepat
tolong dia!" Coh Thian-su pun mendengar di atas loteng ada suara teriakan
tegera dia berlari ke sana.
"Hati-hati, ada setan itu!" kata Yu He-cu.
Coh Thian-su langsung mengambil pedang Yu He-cu yang
terjatuh dan berlari ke loteng.
Tapi sayang dia sudah melewati waktu yang paling tepat, bila
tadi dia tidak menolong Yu He-cu terlebih dahulu, dengan mudah
dia bisa membunuh Kie Lek-beng, sekarang ini keadaannya sudah
sulit. Karena Kie Lek-beng sudah pulih sebanyak 10 %, tubuh atasnya
sudah bisa digerakkan, walaupun kakinya masih mati rasa, tapi itu
hanya sebentar dan dia dapat berdiri.
Pada saat Yu He-cu berbicara dengan Coh Thian-su, Kie Lek-
beng sedang berusaha mengumpulkan tenaga dan menyalurkannya
ke jalan darah yang berada di lutut, dia melihat Coh Kim-sung yang
masih terbaring di bawah, dari kepalanya keluar asap putih.
Dia berharap sebelum Coh Kim-sung berhasil membunuhnya, dia
m akan menyandera Coh Kim-sung terlebih dahulu, tapi sayang dia
hanya bisa menggerakan tubuh tapi tangannya tidak bisa mencapai
tubuh Coh Kim-sung. Kepala Coh Kim-sung keluar asap putih itu
artinya dia sedang mengumpulkan tenaga dalam dan memulihkan
dirinya. Kie Lek-beng pun kehilangan saat yang tepat karena Coh Kim-
sung hanya bisa memulihkan tenaganya sedikit demi sedikit, dia
tidak secepat Kie Lek-beng, waktu itu dia hanya bisa menggerakan
jari-jarinya saja. Bila Kie Lek-beng berguling-guling mendekati Coh Kim-sung,
dengan mudah dia akan menangkap Coh Kim-sung.
Kie Lek-beng mendengar langkah Coh Thian-su yang naik ke atas
loteng. Dia sangat ingin pulih secepatnya, waktunya tinggal sedikit
lagi barufifc dia akan bisa jalan, sayangnya dia terlalu tergesa-gesa, malah aliran tenaga-dalamnya tidak lurus, membuat tubuh bagian
bawahnya malah tambah mati rasa, hati Kie Lek-beng seperti jatuh
ke dalam kolam es, dia berpikir,
"Tenaga dalamku baru pulih 20 %, akhirnya aku memang harus
mati di tangan putra Coh Kim-sung."
Sebenarnya sejak tadi Coh Kim-sung sudah bisa bicara, karena
takut dia berteriak minta tolong, Kie Lek-beng akan membunuhnya,
karena itu dia sengaja tidak bersuara, sekarang dia mendengar
bahwa putranya datang, segera dia berteriak:
"Cepat bunuh setan itu!"
Walaupun dia berteriak sekuat tenaga, tapi masih tidak sebesar
suara orang normal, sekali mendengar suaranya sudah diketahui
bahwa dia terluka dalam. Coh Thian-su terkejut, dia baru melihat bahwa ibu tirinya berada
di sisi Kie Lek-beng, tubuhnya ditutupi selimut, hanya kepalanya
yang terlihat, matanya masih tertutup, apakah dia mati atau hidup"
Walaupun dia tidak tahu sudah terjadi apa, tapi melihat keadaan
di sana, dia teringat kepada pembicaraan ibu tirinya dengan
ayahnya pada saat dia masih kecil, sekarang teka tekinya sudah
tertebak. Coh Kim-sung melihat putranya yang berdiri mematung dan
ragu-ragu, dia berteriak:
"Jangan hiraukan aku, cepat bunuh dia, bila terlambat, sudah
tidak waktu lagi!" Coh Thian-su pun seorang pesilat, tidak perlu dijelaskan oleh
ayahnya, dia melihat Kie Lek-beng sedang mengumpulkan tenaga
untuk memulihkan dirinya, bila tenaga dalam Kie Lek-beng bisa
pulih kembali ilmu silatnya, mereka ayah dan anak akan mati di
tangannya. Tidak ada waktu untuk berpikir lagi, Coh Thian-su mengayunkan
pedang, langsung menusuk ke arah jantung Kie Lek-beng, Kie Lek-
beng tertawa dingin dan berkata:
"Aku menyesal dulu tidak membunuhmu, sekarang kau mau
membunuhku, tidak semudah itu!"
Kie Lek-beng meluruskan jari-jarinya, dengan ringan
dia memnyimpangkan pedang Coh Kim-sung keluar dari pintu.
Tenaga Kie Lek-beng tidak bisa menandingi tenaga Coh Thian-su
tapi dengan jurus Tai-nuo-it-jiu-hoat, Coh Thian-su tidak akan bisa
membunuhnya. Tenaga Kie Lek-beng belum pulih kembali secara keseluruhan,
dia tidak dapat merebut pedang itu, kaki Coh Thian-su diputar dan
dengan tenaga dari pinggang memutar pedang panjang itu, dia
mengayunkan ke arah kepala Kie Lek-beng. Kepala Kie Lek-beng
ditundukkan, pedang yang menempel diangkat oleh pundak, Kie
Lek-beng mengkerutkan pundaknya, tenaga Coh Thian-su
berkurang separuh, Kie Lek-beng mengambil kesempatan ini, jarinya
menyentil, pedang panjang itu pun sudah terbang melayang.
Coh Thian-su mengeluarkan Poan-koan-pit dan berkata:
"Baiklah, aku akan memakai penaku untuk membunuhmu,
supaya kau mati dengan puas!" segera dia menusuk ke arah Kie
Lek-beng. Kie Lek-beng hanya bisa menahan bebarapa jurus, dia mulai
merasa detak jantungnya semakin kencang, dia tahu dia sudah tidak
dapat bertahan lagi, dengan tertawa kecut dia berkata:
"Sebenarnya, aku tidak ingin membunuhmu, sekarang terpaksa
kita mati sama-sama!"
Kata-katanya bukan bohong, pada malam itu, di atas perahu dia
ingin membunuh Coh Thian-su, karena putrinyalah dia membatalkan
niatnya, dari igauan Su-giok dia tahu bahwa putrinya mencintai Wie
Thian-hoan bukan Coh Thian-su, tapi dia pun tahu musuh cinta dari
putrinya adalah Kang Hiat-kun, tapi sekarang ini Coh Thian-su
sedang dekat Kang Hiat-kun karena itulah dia tidak membunuh Coh
Thian-su. Memang benar dia pernah mengacam Song Eng-lam akan
membunuh Coh Kim-sung dan Coh Thian-su, tapi itu hanya
ancaman dan kata-katanya pada waktu dia sedang marah, bukan
berniat ingin membunuh Coh Kim-sung.
Tapi sekarang ini dia benar-benar sangat ingin membunuh Coh
Thian-su, karena Kie Lek-beng tidak membunuhnya, maka dia yang
akan membunuh Kie Lek-beng.
Bila dia membunuh Coh Thian-su, dia sendiri pun belum tentu
bisa hidup, dan akhir dari semua ini tetap sama, yaitu mati
bersamaan. Dia tetap ingin membunuh Coh Thian-su, kalah di
tangan pendekar yang lebih s kecil ini sangat memalukan.
Coh Thian-su tidak tahu pikiran Kie Lek-beng, dengan marah dia
berkata: "Ternyata kau tidak ingin membunuhku, terima kasih untuk
kebaikan hatimu! Baiklah, sekarang bila kau dapat membunuhku,
bunuh saja, kita mati bersama-sama!"
Sambil bicara penanya memukul ke arah Kie Lek-beng.
---ooo0dw0ooo--- B. Mengunjungi Keluarga Coh
Kie Su-giok dan U-bun hujin sudah tiba di ibukota, pada hari
kedua dia sudah pergi sendiri ke gunung barat.
Di perjalanan dia sudah mengakui U-bun hujin sebagai ibu
angkatnya, dan ibu angkatnya pun setuju bila dia mencari orang
atau hal lainnya. U-bun hujin menepati janjinya, begitu tiba di ibukota dia tidak
melarang Kie Su-giok pergi ke mana pun dia mau, dan Kie Su-giok
pun tidak pernah menanyakan apa yang dilakukan oleh U-bun hujin
di ibukota. Dia tidak mau meminjam kereta kuda milik U-bun hujin karena
itulah dia menyewa kereta keledai untuk pergi ke gunung barat dan
bermalam di sana, pada hari kedua baru kembali ke ibukota.
Begitu Kie Su-giok pergi, U-bun hujin langsung menyuruh
anaknya untuk mengikuti Kie Su-giok tapi dengan wajah yang sudah
diubah oleh tangannya yang terampil. Demikian juga dengan
kudanya, keluarga ini mempunyai obat perubah warna, walaupun
terkena hujan, warnanya tidak akan luntur. Jika ingin kembali ke
warna semula pun harus menggunakan obat khusus dari mereka
lagi. Sekarang kudanya yang berwarna putih berubah menjadi
coklat. Kie Su-giok tidak tahu sama sekali bahwa ada yang mengikutinya


Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dari belakang Tidak disangka-sangka di tengah perjalanan dia
bertemu dengan orang yang dia kenal.
Mereka terdiri dari 4 laki-laki dan 2 orang perempuan, yang
paling-tua berumur 60 tahun, kedua perempuan itu masih muda,
yang paling muda belum berumur 16 tahun.
Dia kenal dengan perempuan yang usianya lebih tua, paling-
paling usianya antara 16 tahun hingga 17 tahun, dia adalah putri
Hie Tiong-gwee yang bernama Hie Kim-giauw.
Su-giok sudah membuat keributan di rumah Hie, dan dia pun
pernah bertemu dengan Hie Kim-giauw, dia takut Kim-giauw
melihatnya segera dia menutup tirai kereta, Kie Su-giok merasa
aneh karena mereka berjalan sangat cepat, tidak ada yang
memperhatikannya. Setelah mereka lewat. Kie Su-giok berpikir,
"Mereka datang dari arah gunung barat, aneh mengapa putri Hie -
Tiong-gwee pergi ke gunung barat" Apakah dia sedang mencari Wie
Toako juga?" tapi segera dia berpikir lagi,
"Hie Tiong-gwee hanya mempunyai seorang putri yang sangat
disayang, mengapa dia membiarkan putrinya ke gunung barat?"
Munculnya Hie Kim-giauw membuat Kie Su-giok menjadi curiga,
mereka berlima itu pun terlihat sangat aneh, dia berpikir, 'Kedua
pemuda itu sangat mirip, mereka pasti kembar, baju mereka terlihat
mewah tapi juga kotor seperti pernah berkelahi. Pak tua itu
wajahnya merah dan sangat teliti menjaga kedua pemuda itu, dia
pasti pengawal mereka. Sekali melihat pak Ui itu, aku sudah tahu
bahwa dia adalah pesilat tangguh."
Laki-laki setengah baya dan gadis yang paling muda, seperti ayah
dan anak. Ayahnya seperti sedang sakit, bila dia sakit mengapa
mereka berjalan begitu cepat" Yang lebih aneh lagi, sepertinya Kie
Su-giok pernah bertemu dengan ayah dan anak ini.
Yang ditemui di jalan oleh Kie Su-giok adalah putra kembar Bok
Ci-giauw dan pak tua itu adalah Tuan Pheng. Ayah yang sedang
sakit adalah Coh Kim-sung, gadis belia itu adalah Coh Thian-hong.
Kie Su-giok merasa kenal dengan mereka karena mereka mirip
dengan Coh Thian-su. Karena Kie Su-giok merasa curiga kepada mereka, setelah
sampai di gunung barat dia segera turun.
Karena hari sudah sore, di gunung itu sudah tidak ada
pengunjung. Tapi Pintu kuil masih terbuka dia pun masuk ke dalam.
Di dalam kuil hanya ada seorang hweesio tua, melihat dia datang
seorang diri, hweesio itu merasa aneh dan bertanya:
"Apakah kau datang untuk bersembahyang?"
"Apakah guru adalah Bu Sia Taysu?" Tanya Kie Su-giok.
"Benar, aku adalah Bu Sia Taysu."
"Aku datang untuk mencari seseorang, apakah Wie Thian-hoan
ada di sini?" "Siapa Wie Thian-hoan itu?" tanya Hweesio itu terkejut
"Dia dijuluki Hui-thian-sin-liong, katanya dia tinggal di kuil ini."
"Di kuil ini tidak ada orang yang kau maksud, siapa namamu"
Mengapa mencari orang persilatan di kuil ini?"
Kie Su-giok tahu hweesio itu menaruh curiga kepadanya, dia
tidak menjawab pertanyaan hweesio itu, malah mencabut pedang.,
"Apa maksudnya ini?" Teriak Bu Sia Taysu.
Kie Su-giok memutar tubuhnya dan meloncat ke atas beberapa
meter, kemudian memainkan beberapa jurus, terlihat 7 lembar daun
mengikuti cahaya pedang berjatuhan, 7 lembar daun terlepas dari 7
buah tangkainya tapi ke 7 tangkai itu sama sekali tidak bergoyang.
Bu Sia berteriak: "Jurus keluarga Kie yaitu Jit-seng-wan-gwat-kiam-hoat (Jurus
Tujuh Bintang Menemani Rembulan)."
Kie Su-giok memasukkan pedang kembali ke tempatnya dan
berkata: "Guru tahu bahwa ini adalah jurus keluarga Kie, apakah kau
sudah tahu siapa aku ini?"
"Aku dan Kie Yan-gan adalah teman lama, aku tahu dia hanya
mempunyai seorang cucu yang bernama Su-giok, aku yakin kau
adalah Su-giok," Jawab Bu Sia.
"Benar, apakah guru tahu Wie Thian-hoan adalah kakak
seperguruanku?" Kata Bu SiaTaysu: "Wie Thian-hoan pernah membicarakanmu, tapi dia tidak tahu
bila kau akan datang untuk mencarinya."
"Aku tahu dia berada di ibukota, dan di sini dia tidak kenal
dengan seorang pun, aku mengira dia akan datang ke sini."
Bu Sia Taysu terdiam, seperti sedang memikirkan sesuatu.
Kie Su-giok berkata: "Guru apakah kau masih belum percaya kepadaku" Tolong
panggil Wie Toako keluar."
Sebenarnya Kie Su-giok pun merasa aneh,
"Mengapa Toako sudah mendengar suaraku masih tidak mau
keluar" Apakah dia sakit atau terluka" Atau sudah pergi dari sini?"
"Kakakmu sudah tidak berada di sini lagi." Jawab Bu Sia.
"Kapan dia pergi?"
"Kalau saja kau datang 2 jam lebih awal, masih bisa bertemu
dengannya." "Dia pergi ke mana?"
"Aku pun tidak tahu, dia pergi dengan tergesa-gesa, mungkin dia
sendiri pun tidak tahu akan pergi ke mana."
"Di ibukota dia tidak mempunyai kenalan, dia harus kembali lagi,
kapan dia akan pulang?"
"Mungkin dia tidak akan kembali lagi." Jawab Bu Sia.
Kie Su-giok terkejut dan bertanya:
"Mengapa?" "Hari ini ada yang bertarung dengannya, dia takut akan
mengganggu, maka dia pergi dengan tergesa-gesa, orang itu
bertemu dengannya di gunung ini, mereka tidak tahu bahwa Wie
Thian-hoan tinggal di sini."
"Siapa mereka itu?" Tanya Kie Su-giok.
"Putra Bok Ci-giauw dan pengawalnya, Bok Ci-giauw adalah
panglima pasukan istana."
Kata Kie Su-giok: "Kata kakek, Tap-in-kiam-hoat (Jurus Pedang Pengejar Awan)
milik keluarga Bok sangat terkenal tapi aku yakin Wie Toako belum
tentu kalah dari mereka, siapa nama pengawal mereka itu?"
Jawab Hweesio Bu Sia: "Dulu dia adalah pengawal istana, bernama Tuan Pheng."
Kata Kie Su-giok: "Kakek juga pernah mengatakan orang itu adalah orang dari
golongan hitam mempunyai ilmu silat yang tinggi dan pernah
menjadi pengawal istana, tapi ilmu silat Bok Ci-giauw lebih tinggi
lagi. Aku percaya bila Wie Toako berhadapan dengannya pasti akan
kalah." Kie Su-giok berpikir, walaupun Wie Thian-hoan bertemu dengan
mereka juga tidak perlu pergi dengan tergesa-gesa. Kata Hweesio
Bu Sia: "Kau jangan memandang enteng mereka, di antara mereka
masih ada satu orang lagi yang sangat lihai."
Kie Su-giok tertawa dan berkata: "Apakah dia bisa menandingi
kehebatan Toako?" Kata Bu Sia Taysu: "Dia tidak bisa menandingi kakakmu tapi namanya sudah
termasuk dalam 10 besar pesilat tangguh, Wie Toako-mu belum
tentu bisa mengalahkan dia"
"Bila termasuk 10 besar pesilat tangguh, pasti kakek sudah
pernah mengatakan nama orang itu kepadaku, siapakah nama
orang itu?" "Dia adalah Pendekar Yang-ciu, Coh Kim-sung."
"Kata kakek, yang benar-benar dijuluki sebagai pendekar sangat
sedikit sekarang ini, apakah Coh Kim-sung itu benar-benar seorang
pendekar" Mengapa dia bisa menjadi kaki tangan Bok Ci-giauw?"
Jawab Hweesio Bu Sia: "Suhengmu pun merasa aneh, dia yakin ada sesuatu yang tidak
beres." Kie Su-giok pun merasa aneh.
Coh Thian-su adalah teman baiknya, dia berjanji bila bertemu
dengan Thian-su di ibukota dia akan memperkenalkan dia kepada
ibu angkatnya, tidak disangka sampai saat ini dia belum tahu
keberadaan Coh Thian-su, malah mendapat kabar tentang ayah Coh
Thian-su dan kabar ini malah membuat orang terkejut.
Dia ingat sewaktu Coh Thian-su berada di rumahnya, di rumah
kakek yang dianggap sebagai pesilat nomor satu di dunia persilatan,
Coh Thian-su pernah diserang oleh senjata rahasia yang beracun,
siapakah yang berniat membunuh Coh Thian-su" Sampai sekarang
belum ada jawabannya. Demi mencabut jarum beracun itu dan mengobati luka Coh
Thian-su, kakeknya rela menghabiskan tenaga yang dilatih selama 3
tahun, ini pun tidak disangkanya.
Lebih-lebih tidak menyangka, setelah kakeknya menolong Coh
Thian-su, ayah Coh Thian-su malah ingin mencabut nyawa kakak
seperguruannya. Bu Sia melihat ekspresinya yang begitu aneh, dia berkata: "Nona,
apa yang sedang kau pikirkan?"
Jawab Kie Su-giok, "Aku tidak memikirkan apa pun, hanya berpikir di mana aku bisa
menemukan Wie Toako?"
Hweesio Bu Sia menggeleng-gelengkan kepalanya dan berkata:
"Apakah kau harus mencarinya" Sekarang keadaan sedang
berbahaya lebih baik kau pulang saja!"
Dengan marah Kie Su-giok berkata:
"Aku tahu bahwa Tuan Kiam-ta dan Hie Tiong-gwee
mengeluarkan undangan untuk para pendekar dalam menghadapi
Wie Toako..." Hweesio Bu Sia memotong kata-katanya dan berkata: "Sekarang
semua pesilat tangguh sudah berkumpul di ibukota, ilmusilat
kakakmutinggi,orangnyalincah,tapiakutetap
mengkhawatirkannya. Nona, jangan salahkan aku, aku harus
mengatakan..." Kie Su-giok pun memotong kata-katanya:
"Aku tahu, ilmu silat dan pengalamanku tidak sebanding dengan-
Wie Toako." Kata Bu Sia: "Karena itu lebih baik kau cepat pulang, kalau tidak kau pun akan masuk ke dalam keruwetan ini, dan aku lebih mengkhawatirkanmu."
Kata Kie Su-giok, "Karena keadaan sangat berbahaya lebih-lebih aku harus mencari
Wie Toako. Guru, Wie Toako adalah orang yang paling disayang
oleh' kakek, dia menyayangi Wie Toako seperti menyayangi diriku."
Bagi Hweesio Bu Sia yang sudah banyak pengalaman hidup,
begitu mendengar cara Kie Su-giok berbicara tentang Wie Thian-
hoan dia sudah mengerti. "Kie Cianpwee sangat sayang kepada cucu muridnya, itu sudah
tidak perlu diragukan lagi, tapi Nona Kie mencintai Suhengnya dan
dia tidak berani mengungkapkannya."
Kali ini giliran Kie Su-giok bertanya kepada Hweesio Bu Sia,
"Guru, kau sedang memikirkan apa?"
"Aku sedang memikirkan kata-kata Wie Toako-mu."
"Dia mengatakan apa?"
"Walaupun dia sudah bertarung dengan Coh Kim-sung, tapi tidak
menganggap kalau Coh Kim-sung adalah musuhnya, hal membuatku
merasa aneh!" Kata Hweesio Bu Sia lagi:
"Walaupun aku dan kakakmu kenal belum begitu lama, tapi-dkj
bisa menebak sifatnya, bila dia sudah menemukan hal aneh, dia
pasti mencari tahu."
"Kalau begitu dia akan mencari Coh Kim-sung dan bertanya
padanya!" Kata Kie Su-giok
"Aku tidak begitu yakin, ini hanya tebakanku." Kata Bu Sia Taysu.
Kie Su-giok sangat gembira dan berkata,
"Aku pun sedang ingin mencari Pendekar Yang-ciu, Coh Kim-
sung. Guru, apakah kau tahu di mana dia tinggal?"
Bu Sia Taysu terdiam Kata Kie Su-giok, "Guru tidak perlu mengkhawatirkan aku, aku dan putra Coh Kim-
sung yang bernama Coh Thian-su adalah teman akrab, putranya
pernah ditolong oleh kakek Coh Kim-sung adalah pendekar sejati,
aku percaya dia tidak akan mencelakakanku."
Kata Bu Sia Taysu: "Katanya dia tinggal di Piau-hang, di rumah peristirahatan milik
Tong Hwie-yan, rumah ini berada di belakang Piau-hang, tapi...hei,
tunggu dulu!" ternyata belum habis mendengar kata-kata Bu Sia
Taysu, Kie Su-giok sudah ingin pergi.
"Tapi apa?" tanya Kie Su-giok sambil menghentikan langkahnya.
"Aku juga percaya Coh Kim-sung tidak akan melukaimu tapi kau
harus tetap hati-hati. Tong Hwie-yan dan kakekmu bersahabat, aku
kira bila kau ingin bertemu dengan dia, harus secara rahasia, jangan
diketahui oleh orang lain."
Kata Kie Su-giok: "Aku mengerti, alamat kantor Sin-hoan Piaukok berada di..."
"Kantor Sin-hoan Piaukok sangat terkenal, kau bertanya kepada
siapa pun mereka pasti tahu."
Kie Su-giok ikut tertawa, dalam hati dia berpikir, "Aku sangat
bodoh, di depanku sudah ada orang yang bisa membawaku ke sana,
tidak perlu bertanya lagi seharusnya."
Dia membalikkan tubuh dan berkata:
"Baiklah, aku pergi sekarang!"
Begitu melihat Kie Su-giok pergi, Bu Sia menggelengkan kepala
dan berkata: "Benar-benar serasi dengan Wie Thian-hoan."
Dengan ilmu meringankan tubuh, dia tiba sangat cepat di kaki
gunung dan segera mencari kusir kereta yang disewanya. Sekarang
sudah malam, kusir itu baru selesai makan malam dan tadi sempat
mengobrol. Melihat Kie Su-giok-yang datang dengan tergesa-gesa, dia
sempat terkejut juga. Begitu Kie Su-giok tiba di sana, langsung dia berkata, "Segera
berangkat! Kita kembali ke ibukota!"
Tanya kusir itu: "Bukankah besok Nona baru akan pulang?"
Kie Su-giok segera mengeluarkan uang dan berkata:
"Kita berangkat sekarang sebelum pintu kota tutup, uang ini
untukmu untuk beli arak."
Ada pepatah yang mengatakan: ada uang, menyuruh setan
mendorong mesin penggiling kedelai pun bisa, apalagi menyuruh
kusir itu untuk segera kembali ke ibukota.
Jam 3 dini hari, Kie Su-giok sudah tiba di Piau-hang dan kereta
Badai Laut Selatan 15 Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo Tujuh Pedang Tiga Ruyung 6
^