Wanita Iblis 16
Wanita Iblis Karya S D Liong Bagian 16
Betapapun angkuhnya nona itu, tetapi dalam keadaan seperti saat itu, dimana setiap
saat para paderi akan menerjangnya dan ujung pedang Siu-lam sudah mengancam ketiga
buah jalan darahnya, terpaksa nona itu menurut perintah Siu-lam. Sapu tangannya segera
dimasukkan lagi ke dalam baju.
"Hm, sebelum terang tanah nanti, kita toh masih akan melakukan pertempuran maut..."
serunya dengan dingin. Sambil menarik pedangnya, Siu-lam tertawa: "Dengan segala senang hati aku akan
melayani kehendak nona!"
"Aku hendak pergi!"
"Silahkan, silahkan!"
"Tetapi para paderi itu masih bergerak di sekelilingku, bagaimana aku dapat keluar?"
"Tadi bagaimana cara nona masuk kemari?" tanya Siu-lam.
"Aku melayang melalui pagar manusia!"
"Ya, ya, benar! Sekarang silahkan nona terbang lagi melalui kepala mereka!" seru Siulam.
Nona itu tertawa dingin: "Sekalipun Lo-han-tin itu termasyhur sebagai barisan nomor
satu di dunia persilatan, tetapi belum tentu dapat merintangi aku!"
Diam-diam Siu-lam menimang: "Budak perempuan ini tentu mempunyai maksud datang
kemari. Sekalipun sudah kucegah agar dia tak dapat menjalankan kclicikannya, tetapi
orang Beng-gak itu kaya dengan tipu muslihat yang licik. Terhadap mereka memang tak
perlu harus merasa sungkan dan memegang peraturan-peraturan persilatan lagi."
Cepat ia gerakkan Pek-kau-kiam seraya berseru: "Aku tak percaya kalau nona hanya
menyampaikan pesan suhu nona saja. Jika engkau merasa sukar untuk keluar dari Lo-hantin,
lebih baik jangan keluar sajalah!"
Mendengar itu, gelisahlah nona baju biru tersebut. Diam-diam ia mengeluh bahwa
rencana nya akan gagal dan ia akan celaka sendiri.
"Keadaan saat ini, kiranya nona tentu sudah mengetahui. Siapa yang bakal mati, nona
tentu tak berani memastikan. Jika nona suka mendengar kata-kataku...!" baru Siu-lam
hendak melanjutkan kata-katanya, si nona sudah tertawa menukas.
"Ai, bagaimana" Engkau bermaksud hendak menganjurkan aku supaya berpihak kepada
Siau-lim-si"!" "Semua partai-partai pcrsilatan telah diundang Siau-lim-si. Paling lambat besok pagi,
mereka tentu sudah datang. Suhumu tak ubahnya seperti katak dalam tempurung.
Menganggap dirinya yang paling sakti sendiri di dunia. Kiranya sekarang dia tentu sudah
menyadari, bahwa untuk menguasai dunia persilatan, tidaklah semudah seperti yang
dibayangkan!" kata Siu-lam.
"Pukul berapakah sekarang ini?" seru si nona.
"Masakan engkau tidak dapat memandang cahaya di langit sendiri?" serunya nyaring
tanpa memandang ke atas. "Hm, pemuda ini memang keras kepala sekali. Mungkin sukar bagiku keluar dari barisan
mereka. Terpaksa aku harus menerjang bahaya!" diam-diam nona itu menimang dalam
hati. Siu-lam memandang tak berkesiap kepada nona itu. Segala gerak-gerik dan mimik nona
itu tak lepas dari pengawasannya. Ketika melihat mata nona itu mulai berkeliaran
memandang ke sekeliling, sekonyong-konyong Siu-lam menyerangnya.
Kepandaian nona itu bukan sembarangan. Begitu Siu-lam bergerak iapun segera
mengisar ke samping dan secepat kilat Ceng-liong-kiam pun sudah melintang di
dadanya". Tring..., terdengar benturan nyaring.
Siu-lam buru-buru tarik pulang pedangnya. Tetapi sebelum ia sempat lancarkan
serangan yang kedua, senjata tanduk rusa dari si nona sudah mendahului menutuk
dadanya. Senjata itu mengkilap dan mempunyai duri-duri tajam. Sekali menutuk beberapa jalan
darah di dada Siu-lam telah terancam.
Siu-lam tak mau unjuk kelemahan. Dengan jalan Heng-soh-ngo-gak atau menabas lima
gunung, ia menabas senjata si nona. Tring! terdengar benda keras saling berbenturan.
Pedang Siu-lam seperti membacok batu keras. Sekalipun tanduk rusa itu terpental, tetapi
tak menderita cacad apa-apa.
Heran juga Siu-lam dibuatnya. Tak tahu ia senjata apakah yang dipakai si nona itu. La
tak berani meremehkan dan menyerang dengan hati-hati. Jurus Pat-hong-hong-u atau
hujan angin menderu dari delapan penjuru, segera dimainkan. Pek-kau-kiam berubah
laksana gelombang sinar pedang yarg melanda musuh.
Untuk menghadapi serangan dahsyat itu, si nona segera gunakan jurus Kim-tin-ting-hay
atau Jarum mas menentang laut.
Tring, tring, tring, terdengar Pek-kau-kiam dan Ceng-liong-kiam beberapa kali saling
berbenturan dengan nyaringnya.
Dalam hal tenaga, ternyata Siu-lam lebih kuat. Benturan itu membuat si nona harus
mundur dua langkah. Pada saat itu, Siu-Iam mendidih. Dengan menggembor keras, ia lancarkan pula jurus
Khong-jiok-thi-ih atau burung merak tanggalkan bulunya. Pek-kau-kiam menabas dari
samping. Tetapi nona baju biru itupun tak mau unjuk kelemahan. Bukan mundur kebalikannya
malah menyongsong maju dua tindak. Tanduk rusa dengan cepat sekali ditutukkan ke
dada Siu-lam. Cara yang dilakukan si nona itu adalah cara yang nekad, mengajak lawan bersamasama
mati. Jika Siu-lam tak mau menarik pedangnya untuk menangkis, memang dia
dapat melukai si nona, tetapi tanduk rusa nona itupun dapat menutuk dadanya.
Siu-lam terpaksa menarik pedang dan menggeser ke samping dua langkah.
Kesempatan itu tak disia-siakan si nona. Tiga buah serangan segera ia lancarkan. Yang
diarah ialah jalan darah maut semua.
Siu-lam terpaksa mundur dua langkah lagi baru ia melancarkan balasan.
Demikianlah keduanya bertempur mati-matian di tengah-tengah barisan Lo-han-tin.
Nona itu memang sengaja melibat Siu-lam dalam pertempuran yang sengit. Sedapat
mungkin ia dapat mendesak lawannya sehingga paderi-paderi anggota Lo-han tin itu
segera membantunya. Dengan demikian perhatian mereka tersedot ke arah pertempuran
itu, tetapi mereka tak berdaya untuk membantu si anak muda.
Seperti telah diketahui, kepandaian yang dimiliki Siu-lam saat itu, hampir meliputi
seluruh ilmu dari semua aliran partai persilatan. Walaupun dia tak dapat menguasai semua
ilmu dari setiap partai persilatan, tetapi ilmu istimewa yang menjadi kebanggaan setiap
partai persilatan itu dia tentu dapat.
Dengan kepandaiannya yang beraneka ragam dan aneh itu, ia dapat melayani serangan
si nona dengan seimbang. Pada saat itu barisan setan dari Beng-gak, makin menyerang hebat. Sehingga barisan
Lo-han-tin pun makin cepat bergerak.
Sejak semula, Siu-lam memang mencurigai kedatangan nona itu tentu tidak
sewajarnya. Tentu nona itu akan melakukan suatu siasat yang licik. Maka ia mainkan Pekkau-
kiam dengan gencar agar tak memberi kesempatan si nona melaksanakan
rencananya. Nona baju biru itupun kuatir kalau paderi Lo-han-tin akan membantu Siu-lam. Maka
iapun lancarkan serangan dahsyat untuk melibat Siu-lam. Dengan demikian pertempuran
kedua anak muda itu berlangsung seru dan sengit sekali.
Tiba-tiba terdengar sebuah suitan nyaring. Saat itu tampak si nona mulai kewalahan.
Sebaliknya makin lama Siu-lam makin gagah. Dia menyadari bahwa sejak dalam beberapa
hari ini menerima pelajaran dari Kak Bong taysu dan kedua tokoh Lam koay-Pek koay,
kepandaiannya makin bertambah pesat. Sekalipun begitu diam-diam ia tetap merasa heran
melihat kemajuan yang dicapainya pada saat itu.
Mendengar suitan itu, tiba-tiba semangat si nona bergelora lagi. Cepat ia lancarkan tiga
buah serangan balasan yang dahsyat.
"Aneh, mengapa mendengar suitan, tiba-tiba semangat si nona ini serentak timbul lagi"
Siapakah gerangan yang bersuit itu" Jika menilik nada suitannya yang melengking tinggi
sedemikian rupa, jelas tentu berasal dari seorang tokoh yang sakti dalam ilmu lwekang.
Dan tentulah suitan itu mempunyai sangkut-paut dengan pertempuran. Karena bersuit,
barisan Beng-gak menyerang hebat lagi." demikian Siu-lam menimang dalam hati.
Tring, tring, tring habis menangkis ketiga serangan si nona, Siu-lam terus lancarikan
jurus sakti Jiauw-toh-co-hoa!
Nona itu terperanjat sekali ketika pedang Siu-lam berhamburan macam kembang api
pecah di udara dan mencurah kepadanya. Ia bingung dan tak mampu menangkis lagi.
Dalam kebingungan ia gerakkan Ceng-liong-kiam dan tanduk rusa untuk melindungi
tubuhnya. Sebagai murid dari ketua Beng-gak, sudah tentu kepandaian nona itu sealiran dengan
pelajaran Lo Hian. Ilmu pedang Jiau-toh-co-hua yang dimainkan Siu-lam itu adalah ciptaan
Lo Hian yang paling ganas sekali. Walaupun hanya terdiri dari satu jurus, tetapi seimbang
dengan ilmu pedang Lo-han-kiam-hwat. Walaupun belum pernah mempelajari, tetapi
sepintas pandang, ia serasa mengenal jurus itu.
Tring, Pek-kau-kiam menyingkap Ceng-liong-kiam dan tentu akan terus menyusup ke
tenggorokkan si nona. Tetapi sekonyong-konyong Pek-kau-kiam berhenti di tengah jalan.
Ah, kiranya Siu-lam hanya dapat menjalankan permainan pedang itu sampai di situ saja.
Jurus kelanjutannya, ia tak bisa.
Tiba-tiba terdengar jeritan ngeri susul-menyusul. Dan barisan Lo-han-tin yang berputarputar
seperti roda, mendadak menjadi kalut.
Sejenak menenangkan diri, nona baju biru itu segera menabas lambung Siu-lam. Siulampun
terpaksa loncat ke samping. Berpaling ke samping, tampak tiga empat puluh
paderi Siau-lim-si telah bergelimpangan menjadi mayat di lantai. Entah apa yang
menyebabkan mereka rubuh itu.
Barisan Beng-gak terus maju menyerbu.
Rupanya paderi pemimpin barisan itupun juga binasa, sehingga karena tiada pimpinan
lagi Lo-han-tin menjadi kacau balau.
Meskipun para paderi itu masih melakukan perlawanan, tetapi mereka bertindak
menurut kemauan sendiri. Tidak lagi terikat dalam formasi barisan Lo-han-tin yang teratur.
Dengan begitu mereka tak kuasa lagi mencegah penyerbuan barisan manusia aneh dari
Beng-gak. Tiba-tiba si nona baju biru serempak menyerang hebat. Didahului dengan teriakan
keras ia putar Ceng-liong-kiam dengan sangat gencar sekali. Seketika seorang paderi
Siau-lim-si telah terpapas kutung.
Melihat darah, nafsu pembunuhannya makin berkobar. Dia tak mau menyerang Siu-lam
lagi melainkan mencari mangsa dimana paderi Siau-lim-si tampak menggerombol dalam
jumlah yang banyak. Pedang Ceng-liong-kiam dan senjata macam tanduk rusa, bagaikan
sepasang sinar merah dan hijau yang menyambar-nyambar.
Dalam beberapa kejap saja, tujuh orang paderi telah menjadi korbannya.
Menyaksikan korban yang diderita paderi Siau-lim-si, Siu-lam sedih sekali. Buru-buru ia
berseru kepada mereka: "Harap suhu sekalian berhenti di tempat masing-masing dan
melawan. Jangan bergerak sembarangan agar tidak menjadi korban keganasan musuh!"
Habis berseru, Siu-lam segera menyerbu si nona baju biru. Nona itu terpaksa tinggalkan
mangsanya dan melayani Siu-lam.
Tring tring tring berulang kali terdengar dering tajam dari benturan senjata tajam Cengliong-
kiam dan Pek-kau-kiam saling beradu beberapa kali.
Dalam pertempuran itu, Siu-lam telah keluarkan jurus-jurus berbagai partai persilatan.
Serangannya bagaikan gelombang yang melanda si nona.
Serangan dahsyat dari anak muda itu memaksa si nona mundur dan kalah angin. Dia
tak mampu lagi melancarkan serangan balasan melainkan hanya membela diri saja.
Sesungguhnya kepandaian nona itu cukup sakti. Tetapi karena ia kalah cepat dan
diserang oleh bermacam-macam ilmu pedang istimewa dari partai-partai persilatan, mau
tak mau terpaksa ia terdesak juga.
Pertempuran kedua anak muda itu benar-benar seru dan sengit sekali. Dalam
menguasai lawan itu, Siu-lam telah menghabiskan seluruh tenaganya. Namun dalam
kedudukan yang kelabakan, nona itu masih tetap dapat bertahan diri.
Dalam beberapa kejap saja keduanya telah melangsungkan lebih dari empat puluh
jurus serangan pedang. Siu-lam tak mau melepaskan kesempatan sebaik itu. Ia curahkan segenap perhatian
dan tenaga untuk menghancurkan si nona. Dan hasilnya, nona itu makin payah.
Kehancuran hanya tinggal menunggu saat saja. Asal Siu-lam dapat langsung
mempertahankan serangannya, nona itu pasti kalah.
Dalam detik-detik hanya menunggu saat kekalahan dari si nona baju biru itu, tiba-tiba
terdengar teriakan melengking yang nyaring sekali. Sesosok bayangan merah meluncur
dari udara tahu-tahu terus menyerang Siu-lam dari belakang.
Pemuda itu cepat berputar tubuh dan menyisih tiga langkah ke samping. Ketika
mengamati ternyata penyerangnya itu seorang nona baju merah yang mencekal pedang di
tangan kanan dan sebuah kebut hud-tim di tangan kiri. Nona baju merah itu tegak berdiri
berhadapan dengan si nona baju biru.
Beberapa langkah di belakang, tampak si wanita baju kuning dan di belakang wanita
baju kuning itu tegak berbaris Siau Yau-cu, Su Boh-tun, Pek Co-gi, Tio Hong-kwat dan
jago-jago sakti yang telah dikuasai pihak Beng-gak.
Dengan kemunculan si wanita baju kuning atau ketua Beng-gak itu, terang kalau dia
telah mengganti siasat. Barisan manusia aneh, telah dijadikan pelopor penyerang.
Sedang rombongan jago-jago sakti, ditaruh di belakang. Mereka disiapkan untuk
mengadakan pertempuran terakhir dengan Siau-lim-si.
Berhadapan dengan rombongan musuh yang sakti itu, Siu-lam bersikap tenang dan
serius. Mencuri pandang sekeliling, ia tak melihat lagi barang seorang paderi Siau-lim-si.
Yang membentur pandangan matanya hanyalah mayat-mayat paderi yang bergelimpangan
malang-melintang di lantai. Jumlahnya terang dari lima puluhan orang.
Suara nyanyian gereja dan musik irama setan tadi, tak terdengar lagi. Hanya lepat-lepat
terdengar dering gemerincing dari suara senjata beradu.
Berpaling ke belakang, Siu-lam melihat sisa rombongan pertama paderi Siau-lim-si
mundur sepuluh tombak jauhnya. Di bawah sinar penerangan berpuluh batang obor yang
terang benderanag, ia lihat dalam ruangan besar telah berlangsung pertempuran.
Siu-lam memperoleh gambaran jelas. Barisan atau rombongan pertama dari Lo-han-tin
telah mengalami kehancuran total.
Sebelum anak muda itu dapat menetapkan rencana, tiba-tiba ketua Beng-gak
mengangkat tangannya dan rombongan jago-jago sakti yang berada di belakangnya itu
segera maju mengepung Siu-lam.
Siu-lam menghela napas panjang, ia kerahkan seluruh tenaga dalamnya untuk siap
menghadapi serangan mereka. Tetapi ternyata jago-jago sakti itu hanya mengurungnya,
tidak menyerang. Wanita baju kuning melangkah maju menghampiri Siu-lam. Diam-diam tergetar juga
hati pemuda itu, pikirnya: "Dengan menyuruh jago-jago sakti mengepung dan ia sendiri
menghampiri ke tempatku ini, tampaknya wanita itu telah mengambil keputusan
membunuh aku...." Dengan dugaan itu, ia cepat lintangkan pedang Pek-kau-kiam untuk melindungi diri. Ia
menggunakan ilmu pedang Tat-mo-sam-kiam menempur wanita Beng-gak itu.
Tetapi tenang-tenang ketua Beng-gak ayunkan langkah. Kira-kira tiga langkah dari Siulam,
tiba-tiba ia berhenti. Ditatapnya Siu-lam tajam-tajam, serunya dingin: "Sekarang
engkau tentu percaya, bahwa sebelum terang tanah, aku tentu dapat membasmi seluruh
paderin Siau-lim-si!"
Siu-lam menengadah ke langit. Diperhitungkan bahwa saat itu belum jam tiga. Menilik
keadaan Siau-lim-si saat itu memang kata-kata wanita itu bukan ucapan kosong.
Sejenak merenung berkatalah pemuda itu: "Merebut kemenangan dengan akal siasat
yang licik, bukanlah laku yang perwira!"
"Ha ha ha ha?" wanita baju kuning itu tertawa sinis, "tujuan perang adalah untuk
mengalahkan musuh. Dengan cara apapun, bukanlah soal. Perang menghalalkan semua
cara, makin licin makin bagus"."
"Dunia persilatan dan kaum pendekar, mengutamakan kepandaian silat yang sejati.
Barangsiapa memiliki ilmu kepandaian yang gemilang, seluruh kaum persilatan tentu akan
tunduk. Dalam kedudukan sebagai ketua Beng-gak dan kau tak segan menggunakan caracara
yang licik, apakah tidak akan merendahkan derajatmu?"
Wanita baju kuning itu tertawa: "Paderi Siau-lim-si berjumlah ribuan orang. Sekalipun
mereka menyerah, tetapi membutuhkan waktu juga untuk menghabiskan mereka...."
Siu-lam selalau dapat menyesuaikan diri dengan keadaan. Karena menyaksikan
kehancuran paderi Siau-lim-si yang sedemikian mengenaskan, seketika timbullah
keinginannya untuk mengetahui alasan apa yang digunakan Beng-gak.
Sejenak memandang ke cakrawala, berserulah ia dengan nada yang serius: "Ucapan
beng-cu memang benar. Jika seluruh paderi Siau-lim-si bertekad untuk mengadu jiwa,
pertempuran malam ini akan merupakan pertempuran berdarah yang paling dahsyat. Baik
kalah ataupun menang tentu akan tercatat sebagai pertempuran berdarah yang paling
ngeri dalam sejarah dunia persilatan...."
Sepasang mata wanita Beng-gak itu berkicup-kicup dan menyahutlah ia tenang-tenang:
"Saat ini waktu berharga sekali. Sedetik bagai sejumput emas. Begitu mcrintih-rintih dan
mengelu-elu kata-katamu itu, entah hendak kau perdengarkan kepada siapa?"
"Biarlah aku bicara sampai lidahku kering tak lain karena berharap agar beng-cu suka
mengingat peri-kemarusiaan"."
"Hahaha." wanita baju kuning itu tertawa hambar. "Suruh pade'i paderi itu lemparkan
senjata dan menyerah, nanti tentu akan kuampuni jiwa mereka!"
Mendengar itu menggigillah bulu kuduk Siu-lam, serunya: "Dengan begitu, kata-kataku
tadi hanya angin kosong. Baiklah, karena bengcu sudah memutuskan begitu, aku hendak
mengusulkan sebuah cara agar menghindarkan pembunuhan yang tak berguna!"
"Jika ada usul, lekaslah katakan dengan jelas, jangan melingkar-lingkar membisingkan
telinga!" tukas wanita baju kuning itu.
"Menggebuk ular harus menggebuk bagian kepalanya. Mencari burung harus mendjolok
sarangnya. Jika bengcu dapat menundukan tokoh-tokoh pimpinan Siau-lim-si, paderipaderi
anak murid mereka tentu tak mampu melanjutkan perlawanannya lagi!" kata Siulam.
"Maksudmu, cukup menyuruh pimpinan Siau-lim-si untuk mengadu kesaktian guna
menentukan kalah atau menang?" seru si wanita.
Wanita Iblis Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Siu-lam mengiyakan. "Bagus juga cara itu...." kata ketua Beng-gak seraya melambaikan tangan kanannya.
Rombongan jago-jago sakti yang mengepung Siu-lam itupun segera memberi jalan.
Kemudian wanita ketua Beng-gak menyuruh Siu-lam: Berundinglah dengan paderi-paderi
itu!" Sambil mancekal kencang Pek-kau-kiam, Siu-lam memberi hormat: "Baiklah, akan
kulaksanakan perintah bengcu. Harap bengcu suruh barisan yang beraneka pakaiannya
itu, hentikan penyerangannya!"
"Gampang saja," kata ketua Beng-gak.
Siu-lam segera melangkah keluar dari kepungan. Beberapa langkah kemudian, ia
berhenti dan berpaling lagi. "Masih ada sebuah permintaan, harap bengcu suka
meluluskan!" Wanita itu marah: "Engkau memang menjemukan sekali! Kalau mau membunuhmu,
adalah semudah membalik telapak tanganku. Lekas bilang!"
Dengan nyaring Siu-lam berseru: "Aku hendak mengusulkan supaya bengcu menyetujui
dalam pertempuran itu jangan menggunakan senjata rahasia serta tak boleh
menggunakan racun. Adu kepandaian itu harus dilangsungkan secara jujur untuk
menentukan unggulnya kepandaian sejati!"
"Baik!" wanita ketua Beng-gak itu menjawab ringkas.
"Sebagai ketua Beng-gak. bengcu seorang pemimpin yang diandalkan sekali. Harap
jangan mengingkari perjanjian ini!"
Tanpa menunggu jawaban, Siu-lam terus berputar dan lari.
Setelah pemuda itu agak jauh. nona baju biru segera berpaling kepada gurunya:
"Pemuda itu lihay sekali, mengapa suhu tak segera melenyapkannya saja?"
"Tetapi kata-katanya memang tepat," jawab wanita baju kuning, "Jika kita
menghabiskan seluruh paderi Siau-lim-si, mungkin sampai terang tanah belum selesai.
Biarlah kita turutkan usulnya agar Siau-lim-si mengajukan beberapa jagonya yang sakti
untuk melangsungkan pertempuran yang menentukan. Kita mempunyai keuntungan dalam
hal itu. Asal beberapa jago mereka sudah kalah, Siau-lim-si tentu menyerah!"
"Tetapi suhu telah meluluskan untuk tidak menggunakan kita juga?" tanya si nona baju
merah. Ketua Beng-gak sejenak sapukan matanya memandang tajam kepada kedua nona yang
menjadi muridnya itu, katanya: "Jika ji-sumoaymu masih hidup, ia tentu takkan
mengajukan pertanyaan semacam itu. Karena kalian dapat bertanya, tentu dapat
menjawab sendiri...."
Kedua nona baju biru dan merah itu angkuh dan dingin sekali sikapnya. Tetapi
terhadap suhunya, mereka takut sekali. Seketika mereka tundukkan kepala dan berkata
perlahan: "Mohon suhu sudi memberi ampun kepada murid."
Wanita baju kuning melangkah perlahan seraya berkata: "Lekas suruh mereka berhenti
menyerang. Barisan Ngo-kui-tin kita, terang bukan tandingan barisan Lo-han-tin mereka!"
Nona baju biru merogoh keluar sebuah suitan. Sekali ditiup terdengarlah bunyi yang
nyaring sekali. Barisan lima macam serangan dari Beng-gak segera hentikan serangannya dan mundur,
Lo-han-tinpun berhenti juga.
Di bawah penerangan obor yang terang benderang, tampak berpuluh-puluh mayat
paderi Siau-lim-si bergelimpangan di lantai.
Wanita baju kuning berkeliaran memandang ke sekeliling kemudian berbisik kepada si
nona baju biru: "Tunggulah perintahku. Selekas pemimpin Siau-lim-si dapat kubekuk,
engkau harus gerakkan barisan menyerang dan membakar gereja. Ratakan gereja Siaulim-
si dengan tanah agar dunia persilatan jangan timbul lagi Siau-lim-si!"
Nona itu mengiyakan. Ketua Beng-gak memberi isyarat, mengajak nona baju merah dan rombongan jago-jago
sakti masuk ke dalam gereja.
Dari pihak Siau-lim-si, muncullah sebuah barisan paderi berjubah putih. Salah seorang
paderi tua, dengan mencekal tongkat dan tangan kiri memegang sepasang senjata tengpo,
melangkah maju. Di sebelah paderi tua itu, terdapat Lam-koay dan Pak-koay. Sebelah
kanannya tampak Siu-lam dengan menghunus pedang.
Kedua pihak berjalan dengan pelahan tetapi langkah mereka menetap dan sikapnya
serius sekali. Masing-masing pihak telah menyadari bahwa pertempuran malam itu
merupakan pertempuran mati atau hidup.
Jarak kedua belah pihak makin dekat tetapi tiada kedengaran suara apa-apa. Agaknya
setiap orang menumpahkan seluruh perhatiannya untuk menjaga setiap kemungkinan.
Tiba-tiba wanita baju kuning itu kerutkan sepasang alisnya dan percepat langkahnya
sehingga dalam beberapa kejap tibalah ia di hadapan rombongan Siau-lim-si.
Memang paderi yang berjalan di muka sendiri itu adalah Tay Ih siansu pejabat ketua
Siau-lim-si. Dengan gunakan tongkat di tangan kanan, paderi itu mencongkel tutup kedua
buah tempat pedupaan yang dipegang di tangan kirinya. Sepasang tempat pedupaan itu
ternyata berisi sebuah arca Budha dari batu kumala putih. Dari dalam tempat itu,
mengepul asap tipis yang harum baunya.
"Benda apakah itu?" tegur si wanita baju kuning dengan nada dingin.
"Harap Gak-cu jangan kuatir. Sudah sejak berdiri ratusan tahun, Siau-lim-si tak pernah
bertindak curang melakukan penyerangan secara gelap. Dan tak pernah pula
menggunakan bius beracun untuk mencelakai orang. Asap dari tempat pedupaan ini,
menyiarkan bau harum yang sama sekali tak mencelakai orang. Kebalikannya, bau harum
itu dapat meleuyapkan segala macam bebauan ya ng mengandung racun!"
"Baiklah kita segera mulai membicarakan acara pertempuran. Tapi tak perlu mengurusi
benda itu!" wanita baju kuning cepat menukas.
"Jangan mempunyai pikiran untuk mencelakai orang tetapi jangan mengabaikan untuk
menjaga diri terhadap perbuatan orang. Dupa harum ini hanya tinggal satu-satunya
batang yang berada dalam Siau-lim-si. Demi menghormat kunjungan Gak-cu. maka
kanmipun menyulutnya juga," kata Tay Ih.
Ucapan ketua Siau-lim-si itu sudah jelas mengunjukkan bahwa dia tak percaya akan
kejujuran ketua Beng gak.
Wanita baju kuning itu tertawa dingin: "Ucapanmu itu sukar membuat aku percaya!"
Habis berkata ia gerakkan jari-jari tangan untuk menunduk ke arah tempat pedupaan itu.
Tay Ih menginsyafi bahwa yang dihadapinya saat itu seorang musuh yang sakti. Dia tak
berani lengah. Buru-buru ia kebutkan lengan jubahnya untuk menolak tutukan dari jarak
jauh orang. Wanita baju kuning itu tertawa dingin. Tiba-tiba ia melangkah maju.
Tenaga sakti dari Tay Ih siansu memang hebat sekali. Tetapi ketika berbentur dengan
tenaga tutukan jari si wanita, tiba-tiba paderi itu terkejut. Angin tutukan dari si wanita
menyerupai pisau tajam yang membelah angin kebutannya tadi.
Melihat terjadi sesuatu dalam gerakan Tay Ih, Lam-koay Shin Ki pura-pura menguruturut
jenggot tetapi diam-diam dengan gerakan mengurut itu, ia melancarkan tenaga sakti
untuk menahan angin tutukan jari si wanita.
Mellihat kedua pihak belum-belum sudah adu kesaktian, Siu-lam buru-buru lari
menghampiri dan berseru nyaring: "Telah kusampaikan pesan gakcu pada Tay Ih siansu
dan ia pun menyetujui. Kedua belah pihak, akan mengajukan jago-jago untuk mewakili
pihak masing-masing dan melakukan pertandingan yang menentukan...."
Ia memandang ke langit, ujarnya: "Saat ini sudah mendekati terang tanah. Harap bengcu
ssgera menetapkan peraturan agar pertandingan dapat segera dimulai!"
Wanita baju kuning itu mendengus dingin: "Rencananya engkau yang usulkan.
Peraturannya juga terserah padamu!"
Siu-lam tertawa: "Siapa yang menentukan peraturan, tak begitu penting. Pokoknya
peraturan itu harus benar-benar ditaati oleh kedua pihak Baiklah, aku menurut saja."
"Hai, dalam pertempuran nanti, engkau yang pertama kubunuh lebih dulu!" wanita baju
kuning itu mengerang karena merasa tersinggung oleh kata-kata Siu-lam.
"Menilik banyaknya manusia yang terbunuh tadi, aku percaya akan ucapan bengcu.
Tetapi sebelum ajal, aku harus berpantang maut. Kiranya bengcu tentu membutuhkan
waktu yang cukup lama untukK membunuh diriku!" kata Siu-lam.
"Hm, hanya seperti orang membalikkan telapak tangan saja," dengus wanita itu.
Siu-lam tak mau meladeni. Ia batuk-batuk sebentar lalu berpaling ke arah tujuh puluh
dua paderi Siau-lim-si yang berdiri di belakang Tay Ih siansu, kemudian berkata kepada si
wanita: "Jika sebelum terang tanah, bengcu dapat membunuh habis kami semua ini,
paderi-paderi Siau-lim-si yang lain tentu akan menyerah dan tunduk pada perintah
bengcu!" "Itu pun tak sukar!" wanita baju kuning tertawa dingin.
"Tetapi dikuatirkan sebelum terang tanah bengcu tentu sukar untuk membasmi kami
semua. Entah kalau sampai menemui kegagalan, bagaimana tindakan bengcu?"
Ketua Beng-gak rupanya menyadari kalau termakan tipuan Siu-lam untuk
membangkitkan rangsangan kemarahan lawan. Tetapi wanita itu dingin saja
menjawabnya: "Jika sebelum terang tanah, aku tak dapat menghabiskan jiwa kalian
semua, aku akan tinggalkan tempat ini. Dalam tiga tahun lamanya aku takkan
melaksanakan rencanaku untuk menguasai dunia persilatan!"
Siu-lam tersenyum: "Syarat yang bengcu ajukan itu memang lebih ringan.Tetapi waktu
tiga tahun itu bukanlah sedikit. Entah bagaimana nanti perubahan di dunia persilatan.
Mungkin suhu bengcu belum meninggal dan muncul kembali. Mungkin muncul pula tokoh
lain yang menggemparkan. Ah, tetapi bagaimanapun halnya, ucapan bengcu itu sudah
merupakan janji yang terhormat!"
Wanita baju kuning itu pelahan-lahan mulai mengangkat tangannya yang berkulit putih,
serunya: "Yang pertama, aku ingin membunuhmu!"
"Karena bengcu memberi penghargaan sedemikian besar, terpaksa akupun akan
melayani. Tapi sebelum turun tangan, aku hendak mengajukan dua patah kata dulu!"
Terpaksa wanita itu turunkan lagi tangannya: "Apa" Lekas bilang!"
"Entah dalam pertempuran ini, kita berkelahi satu lawan satu atau secara berubutan?"
"Kau yang mengajukan rencana dan kau yang menetapkan acaranya. Satu lawan satu,
atau rombongan lawan rombongan, terserah saja kepadamu!" seru wanita itu dengan
murka. "Menurut hematku, baiklah kita bertempur satu lawan satu...."
Wanita baju kuning menyadari bahwa pertempuran satu lawan satu tentu memakan
waktu yang panjang. Sudah tentu hal itu tak menguntungkan pihaknya. Karena jika
sampai terang tanah belum selesai, tentu ia kalah janji dan harus tinggalkan Siau-lim-si.
Cepat-cepat ia hendak berbicara. Tapi Siu-lam sudah lebih dulu berseru: "Partai pertama,
biarlah aku yang menghadapi bengcu!"
Dan tanpa memberi kesempatan orang bicara lagi, Siu-lam terus memutar Pek-kaukiam
seraya berseru: "Harap bengcu hati-hati, aku akan menyerang !"
Buru-buru Tay Ih siansu berteriak: "Pui sicu, sicu sebagai tetamu, partai pertama
seharusnya loni yang maju..."
Tetapi Siu-lam memang sudah mengatur rencana. Tanpa menghiraukan teriakan
pejabat ketua Siau-lim-si itu lagi, ia terus menyerang ketua Beng-gak dengan jurus Se-layco-
im. Jurus itu memang ganas, tapi masih mengandung kelonggaran kepada jiwa lawan.
Tiba-tiba wajah wanita itu jadi berubah. Tubuhnya sedikit menggeliat dan tahu-tahu ia
sudah menyingkir tiga langkah ke samping.
Siu-lam sudah menetapkan rencana. Jika wanita itu mempunyai kesempatan untuk
menyerang, tentu celakalah ia. Maka bagaikan bayangan, ia terus merangsang lagi.
Tetapi gerakan wanita baju kuning itu luar biasa cepatnya. Betapapun cepatnya Siu-lam
melancarkan serangannya berantai, namun wanita itu tetap mempunyai kesempatan untuk
balas menyerang. Tetapi anehnya, dia tak mau dan tetap mengawasi, tenang-tenang saja
menunggu serangan ke dua dari anak muda itu.
Siu-lam berotak cerdas. Melihat sikap wanita itu segera ia mengetahui isi hati orang.
Wanita itu tentu akan mempelajari bagaimana jurus-jurus ilmu pedang.
Sekilas dalam benaknya. Jika lawan mempunyai rencana demikian, itulah kebenaran
sekali. Ia hendak memainkan semua kepandaian yang dimiliki dengan pelahan, agar hari
segera terang tanah. Setelah menetapkan rencana mengulur waklu, Siu-lam menarik pulang pedangnya dan
berseru; "Aku masih mempunyai beberapa soal lagi yang terpaksa harus kuterangkan
dahulu!" Wanita baju kuning itu kerutkan dahinya. Seri wajahnya penuh dengan hawa
pembunuhan. Katanya: "Kali ini merupakan kesempatan engkau bicara untuk yang terakhir
kali!" Siu-lam tertawa: "Dalam pertempuran ini, kita bertempur sampai ada yang mati atau
hanya berhenti apabila ada salah seorang yang terkena tutukan"."
"Sudah tentu harus sampai mati. Tidak akan berhenti sebelum ada yang mati!" tukas
wanita dari Beng-gak itu.
Siu-lam menyadari bahwa kepandaiannya masih kalah. Maka ia tak mau sampai
diserang dulu. 'Hati-hatilah, bengcu, aku hendak lancarkan serangan kedua. Jauh lebih dahsyat dari
jurus pertama tadi!" serunya sambil bersiap tetapi tak segera menyerang.
"Mengapa engkau banyak mulut!" bentak wanita itu dengan marah.
"Ah, maksudku hanya hendak menjelaskan lebih dahulu untuk menghindari tuduhantuduhan
yang tak benar!" ia menutup kata-katanya dengan lancarkan jurus It-cut-mothian
atau sebatang pilar menyanggah langit.
Pedang menukik atas kemudian berhamburan mencurah ke bawah. Gerakan hampir
sama dengan jurus permainan pedang Kun-eng-lin-tian atau Pek-kiong-ki-pay.
Sekalian orang yang melihat gerakan pedang si anak muda, mau tak mau terbelalak
heran. Permainan pedang itu benar-benar mengagumkan sekali. Bahkan si wanita baju
kuning sendiripun agak terkesiap. Tahu-tahu ia melesat ke samping.
Gerakan menyingkir ketua Beng-gak itu amat gesit sekali. Tetapi ternyata pedang Siulam
luar biasa cepatnya. Ujung pedangnya berhasil menusuk robek baju si wanita.
Siu-lam sendiri pun kesima. Ia tak menyangka bahwa permainannya pedang kini
bertambah maju sedemikian hebatnya. Serentak besarlah nyalinya.
"Jurus ketiga yang akan kulancarkan ini lebih ganas lagi, harap bengcu berhati-hati!"
serunya. Saat itu wanita baju kuning belum dapat menenangkan rasa kejutnya. Mendengar
seruan anak muda itu, diam-diam ia tergetar. Pikirnya:
"Dua kali. Jika aku sampai terluka oleh anak itu, betapa aku hendak menyembunyikan
mukaku nanti." Cepat ia gerakkan tangannya menampar!
Tampaknya pelahan sekali tamparan itu tetapi angin yang melanda Siu-lam bukan
kepalang hebatnya. Siu-lam menyadari bahwa ia tak mampu adu kekuatan. Namun kalau
menghindar ia kuatir akan dicecer serangan sehingga ia tentu dikuasai lawan.
Tiba-tiba ia mengambil keputusan. Ia salurkan seluruh lwekangnya ke tangan kanan
dan pedang Pek-kau-kiam segera disongsongkan menusuk.
Cis cis.... terdengar bunyi mendesis tajam dan Pek-kau-kiam terasa mendapat tekanan
keras. Untuk meringankan diri, Siu-lam mengikat ke samping.
Pemancaran tenaga Iwekang dari si wanita baju kuning memang bukan olah-olah
bebatnya. Tetapi berhadapan dengan pedang pusaka Pek-kau-kiam yang luar biasa
tajamnya, serangan tenaga sakti wanita itupun terpecah juga.
Tiba-tiba Siu-lam rasakan sekujur tubuhnya tergetar seperti diangkat ke atas kemudian
dilemparkan ke tanah. Dadanya terasa remuk, darah bergolak keras dan mata berkunangkunang.
Pek-kau-kiam hampir terlepas dari cekalannya.
Sesungguhnya, ketua Beng-gak itu telah melancarkan enam bagian dari tenaga
lwekangnya. Diam-diam ia kagum juga karena pemuda itu tak sampai pingsan. Jika anak
itu dibiarkan hidup tentu berbahaya sekali.
Sekali menggeliat, wanita baju kuning itu melesat menghampiri Siu-lam dan terus
hendak menusuk dadanya. Saat itu Siu-lam sudah tak berdaya lagi. Walaupun jari si wanita sudah hampir
mengenai, dia tetap tak bergerak. Hanya ketika jari itu benar-benar hampir menyentuh
dadanya, tiba-tiba ia rubuh terjerembab ke belakang.
Sepintas pandang, tampaknya dia seperti terkena tutukan jari si wanita. Tetapi si
wanita itu sendiri terkejut karena tak merasa sudah mematuknya. Mengapa pemuda itu
tahu-tahu jatuh sendiri"
Bluk, begitu punggung Siu-lam jatuh ke tanah, dia terus berguling-guling ke samping
dan melenting ke udara seraya berseru nyaring: "Perang menghalalkan segala macam tipu
siasat, makin licik makin bagus..." sambil meluncur ia taburkan Pek-kau-kiam dalam Tayto-
te-peng atau Malaikat menjaring tanah. Jurus yang paling ganas dari ilmu pedang Tatmo-
sam-kiam. Wanita itu terkejut ketika melihat Siu-lam melenting ke udara. Belum sempat ia
menenangkan hatinya, segumpal gelombang sinar pedang telah menimpa kepalanya.
Bukan kepalang kejut ketua Beng-gak itu. Seumur hidup belum pernah ia menyaksikan
permainan pedang yang sedemikian hebatnya. Dalam gugup, ia buang tubuhnya ke
belakang. Sayang... karena terluka dalam maka Siu-lam tak dapat mengembangkan ilmu pedang
itu dengan sepenuhnya. Dan lagi, sejak menerima ajaran dari Kak Bong taysu, baru
pertama kali itu ia menggunakannya. Maka ia belum memahami benar-benar segala
perubahannya. Ketiga kalinya, wanita baju kuning itu bukan olah-olah saktinya.
Gerakannya seperti kilat menyambar. Dengan demikian dapatlah ia lolos dari ancaman
sebuah ilmu pedang pusaka warisan jaman dahulu yang sakti.
Andaikata kepandaian Siu-lam lebih tinggi sedikit dari sekarang dan dia sudah lebih
memahami inti perubahan ilmu pedang itu, betapapun
saktinya wanita itu, tak mungkin dia dapat lolos dari bencana maut.
Ternyata Siu-lam tadi menggunakan siasat. Menyadari bahwa dirinya telah terluka
dalam sehingga apabila sampai diserang wanita itu sekali tentu nyawanya melayang, ia
segera gunakan siasat, ia pura-pura terluka parah, begitu jari si wanita menutuk, ia lalu
jatuhkan dirinya ke belakang, bergulingan dan terus melambung ke udara dan lancarkan
serangan dahsyat. Tetapi ternyata rencananya telah gagal. Si wanita baju kuning masih dapat lolos.
Karena terlalu banyak menggunakan tenaga, ketika melayang turun ke tanah, Siu-lam
terus muntah darah.
Wanita Iblis Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Omitohud!" seru Tay Ih siansu," harap Pui sicu beristirahat dulu. Biarlah loni yang
melayani li-sicu itu!"
Siu-lam menyadari keadaan dirinya yang terluka itu. Ia harus beristirahat memulangkan
tenaga dalam, kemudian dengan mengandalkan kesaktian ilmu pedang Tat-mo-sam-kiam,
kemungkinan ia dapat mengundurkan si wanita baju kuning. Selain itu, kiranya hanya
Lam-koay dan Pak koay yang mampu menghadapi ketua Beng-gak.
Tetapi ia sungkan mengatakan hal itu kepada Tay Ih. Setelah merenung sejenak, baru
ia berkata: "Taysu adalah pimpinan gereja, sebaiknya jangan tergesa maju dulu"."
Tiba-tiba ia mengganti suaranya dengan nada berbisik: "Tadi berkat menggunakan
pedang pusaka Siau-lim si, wanpwe telah berhasil memberantas kecongkakan wanita itu.
Walaupun wanpwe terluka, tetapi tujuan wanpwe telah terlaksana. Sekarang yang penting
harus dapat membakar hati Lam-koay dan Pak-koay agar mau turun tangan. Dalam dunia
persilatan dewasa ini, kiranya jarang yang mampu menandingi kesaktian wanita Beng-gak
itu. Asal kedua lo-cianpwe itu mau bersatu melawannya kemungkinan dapat mengimbangi
wanita itu yang penuh siasat licik, tak perlu kita menuruti perjanjiannya. Dalam kedudukan
sebagai ketua Beng-gak, jika tak terjepit bahaya dia tentu tak mau melanggar janjinya."
Ia berhenti sejenak, lalu melanjutkan lagi: "Wanpwe menghormati kejujuran lo-siansu.
Tetapi pertempuran malam ini bukanlah menyangkut kepentingan siansu seorang, tetapi
nasib dari seluruh dunia persilatan. Maka tujuan kita bukanlah hanya menurutkan
kepanasan hati untuk mengadu keunggulan ilmu saja. Tetapi yang penting ialah untuk
menjaga kelangsungan hidup dunia persilatan. Dalam hal ini wanpwe minta agar lo-siansu
jangan terpengaruh oleh sepatah dua patah kata dalam perjanjian itu!"
"Baiklah," kata ketua Siau-lim-si itu dengan kerut wajah bersungguh. Sebenarnya ia
hendak meminta penjelasan tentang keterangan Siu-lam mengenai ilmu pedang yang
digunakan tadi, tetapi karena melihat mulut pemuda itu mengumur darah, ia tak berani
mengganggunya lagi. Dalam pada berkata-kata itu, mata Siu-lam tetap mencurah ke arah si wanita baju
kuning. Kuatir wanita itu akan mengadakan gerakan lagi.
Tetapi ternyata wanita itu masih tertegun membayangkan ilmu pedang yang dimainkan
Siu-lam tadi. Maka diapun tak berani sembarangan bergerak menyerang lagi. Ia membisiki
muridnya si nona baju merah dan Siau Yau-cu. Rupanya ketua Beng-gak itu tengah
merencanakan sesuatu. Apa yang dikatakan Siu-lam memang benar. Ilmu pedang Tat-mo-sam-kiam telah
meredupkan kecongkakan si wanita baju kuning....
Siu-lam berpaling ke belakang. Dilihatnya para paderi telah mengatur diri lagi dalam
barisan Lo-han-tin. Siu-lam segera masuk ke belakang menghampiri ke tempat Lam-koay
dan Pak-koay. Kedua tokoh yang pernah menggemparkan dunia persilatan pada jamannya mereka
malang melintang dahulu, saat itu berdiri berjajar sambil mengurut-urut jenggot. Wajah
mereka tetap dingin dan serius. Agaknya merasa acuh tak acuh akan pertempuran maut
yang dilangsungkan Siu-lam dengan ketua Beng-gak tadi.
"Shin toako." kata Siu-lam setelah tiba di tempat Lam-koay, "bagaimanakah
pendapatmu tentang permainan pedang yang kugunakan menempur ketua Beng-gak
tadi?" Lam-koay Shin Ki menyeringai senyum: "Hebat dan aneh, tetapi tak cukup tenaganya.
Dalam menyerang bagian penting tubuh lawan, lamban dan kurang tangkas gerakannya.
Jika jurus itu aku yang menggunakan, tentu dia sudah putus kepalanya!"
Siu-lam tertawa: "Memang kepandaian dan tenaga Iwekang toako, amat kukagumi
sekali. Tetapi entah apakah dalam ilmu pedang toako juga liehay?"
"Pedang merupakan sumber dari segala ilmu senjata. Sudah tentu sejak dulu aku telah
paham." Serentak Siu-lam menyerahkan pedang Pek-kau-kiamnya: "Tadi siaute telah menderita
luka dalam yang cukup berat. Mungkin sukar untuk turun gelanggang lagi. Untuk
sementara waktu siaute akan serahkan pedang pusaka ini kepada toako untuk
menghadapi wanita itu. Bagaimana toako?"
Sejenak Lam-koay memandang kepada Pak-koay lalu menyambuti pedang pusaka itu.
Ujarnya: "Sudah enam puluh tahun aku tak pernah menggunakan senjata dalam
pertempuran....." Dari nada ucapan itu, Siu-lam dapat menduga bahwa sebenarnya Lam-koay sudah
dihinggapi rasa gentar terhadap si wanita baju kuning. Diam-diam Siu-lam mengatur
siasat: "Ah, jika tidak kubangkitkan kemarahannya, dia tentu tak mau keluar gelanggang
karena takut !" Jilid 30 "APAKAH dahulu waktu bertempur dengan Lo Hian toako tak menggunakan senjata?"
tanyanya kepada Lam-koay.
"Hanya dengan sepasang tinju saja!"
"Jika sekarang loako menggunakan pedang pusaka, apakah toako masih takut
menghadapi muridnya Lo Hian saja?"
"Hai, siapa bilang aku takut kepadanya!" teriak orang aneh itu seraya melangkah
maju. Setelah berhasil membakar hati Lam-koay, Siu-lam menatap Pak-koay, serunya:
"Apakah dahulu lo-cianpwe juga bertempur dengan Lo Hian?"
"Sudah tentu!" sahut Pak-koay.
"Lo-cianpwe bertempur seorang diri atau bersama dengan Shin toako?"
"Kami bertempur dua orang!"
"Ah, kalau begitu, pada masa itu lo-cianpwe tentu baik sekali hubungannya dengan
Shin toako." "Seumur hidup aku tak pernah berbaik dengan dia!"
"Tetapi mengapa lo-cianpwe membantunya?"
Pak-koay marah karena terus didesaknya saja: "Apa perlumu merengek-rengek tanya
ini itu! Apakah engkau merasa tak menjemukan orang?"
"Apakah lo-cianpwe sekarang tak mau membantu Shin toako lagi?" Siu-lam hanya
tertawa. Pak-koay tertawa dingin: "Heh, coba saja, hatiku senang atau tidak!"
"Ah, tetapi lebih baik lo-cianpwe jangan membantunya. Biarlah dia terluka di tangan
ketua Beng-gak. Dengan begitu bukankah lo-cianpwe akan terangkat menjadi jago nomor
satu di dunia?" Seketika berubahlah wajah Pak-koay, bentaknya: "Apa katamu" Engkau menganggap
aku tak mampu mengalahkannya!"
"Menurut apa yang kusaksikan, kesaktian Lam-koay dan Pak-koay itu berimbang Tak
ada yang kalah atau menang. Seperti halnya dengan kemasyhuran nama lo-cianpwe
berdua. Setiap menyebut Lam-koay Shin Ki orang tentu akan teringat akan Pak-koay Ui
Lian." Pak-koay tertawa gelak-gelak: "Memang benar?" tiba-tiba ia berhenti tertawa.
Sepasang matanya berkilat-kilat tajam, memandang ke muka.
Menurut arah yang dipandang orang aneh itu, Siu-lam terkesiap, kiranya saat itu Lamkoay
tegak berdiri dengan lintangkan pedang. Sedang wanita baju kuning itupun perlahanlahan
melangkah ke muka. Jarak keduanya hanya terpisah satu tombak.
Dan ketika berpaling ke muka lagi, tampak Pak-koay Ui Lian perlahan-lahan mengisar
tubuh seperti hendak bergerak.
Melihat itu hati Sin-lam terasa terlepas dari tindihan batu yang berat, pikirnya: "Menilik
kenyataannya, walaupun kedua tokoh aneh itu selalu bercekcok, tetapi sesungguhnya
mereka berdua selalu bantu membantu, sehidup semati. Sekalipun tadi aku tak membakar
hatinya, Pak-koay tentu tak nanti berpeluk tangan melihat Lam-koay celaka."
Sebenarnya Siu-lam cukup parah lukanya. Tetapi ia selalu mengingat akan kata-kata
Kak Bong taysu, bahwa jika Lam-koay dan Pak-koay mau bersatu, kemungkinan tentu
dapat membendung serangan ketua Beng-gak. Maka dengan menahan sakit, Siu-lam
tetap berusaha untuk membujuk dan membakar hati kedua tokoh aneh itu supaya mau
menghadapi ketua Beng-gak. Setelah kedua tokoh itu maju, ia merasa longgar hatinya.
Tetapi begitu ia kendorkan pengerahan lwckangnya, tiba-tiba ia rubuh ke tanah....
Tay Ih siansu bergegas-gegas menghampiri. Ia menyusupkan dua butir pil ke mulut
pemuda itu lalu menyalurkan Iwekangnya ke pusar Siu-lam.
Kurang lebih sepeminum teh lamanya, pemuda itu dapat menghela napas dan sadar.
Tetapi saat itu pertempuran telah pecah. Lam-koay putar pedangnya menjadi segulung
sinar yang mengurung si wanita baju kuning. Ketua Bcng-gak itupun bergerak luar biasa
cepatnya. Yang tampak hanya sinar putih mengurung sinar kuning. Sedangkan tubuh
kedua orang itu hampir tak kelihatan lagi".
Pak-koay masih tegak berdiri melihat di samping. Dengan begitu, rupanya ia anggap
Lam-koay masih cukup tangguh menghadapi lawan.
Siu-lam menghela napas panjang, serunya: "Kemasyuran nama Lam-koay-Pak-koay,
memang bukan nama kosong!"
Sengaja ia berseru nyaring agar didengar Pak-koay. Buru-buru Tay Ih siansu
mencegahnya agar jangan mengeluarkan tenaga dulu karena lukanya baru sembuh.
Siu-lam berpaling ke arah barisan Lo-han-tin. Katanya dengan berbisik: "Apakah
mereka terdiri murid-murid pilihan?"
"Setiap orang paling sedikit mempunyai peyakinan ilmu silat selama dua puluh tahun."
"Bagus," sambut Siu lam, "harap taysu suka mengundang Tay To dan Tay Hian siansu
kemari. Kita kerahkan seluruh tenaga untuk mempertahankan tempat ini mati-matian"."
"Jangan kuatir, sicu. Tanpa mendapat perintah loni, mereka tentu tak berani
meninggalkan tugasnya!"
Siu-lam menghela napas pula: "Jika kedua lo-cianpwe Lam-koay dan Pak-koay, wanpwe
dan para siansu di sini sampai kalah, kemungkinan dan lain-lain paderi Siau-lim-si tentu
tak dapat melawan serangan Beng-gak lagi!"
"Apa yang sicu kehendaki, harap lekas bilang agar loni segera melaksanakan," kata Tay
Ih. "Kiranya lo-siansu tentu sudah menangkap kata-kata wanpwe," kata Siu-lam, "maksud
wanpwe, jika seluruh kekuatan yang kita kerahkan di sini tetap tak dapat membendung
serangan Beng-gak, Siau-lim-si tentu menyerah. Perlawanan dari sisa-sisa anak murid
dalam gereja ini, hanya mengorbankan jiwa secara sia-sia saja. Wanpwe bermaksud agar
barisan Lo-han-tin bagian belakang, termasuk Tay To dan Tay Hian siansu, agar
dikerahkan ke sini. Kita membuat pertahanan yang terakhir. Selebihnya, lain-lain paderi
yang masih berada dalam gereja agar diperintahkan bersiap-siap meloloskan diri. Begitu
mendengar bunyi penandaan yang kita lepas, mereka harus cepat-cepat meloloskan diri
dari gunung Ko-san sini. Dengan begitu, andaikan musuh mau menghancurkan gereja
Siauw-lim-si, tetapi anak murid masih tersebar luas di dalam masyarakat. Sehingga
harapan untuk membangun Siau-lim-si masih tetap ada!"
Rencana Siu-lam itu didasarkan apa yang disaksikan tadi. Bagaimana ngeri tidak mayat
berpuluh-puluh paderi Siau-lim-si bergelimpangan menjadi korban keganasan orang Benggak.
"Omitohud!" seru Tay Ih dengan perlahan, "Loni perintahkan mereka!"
"Maaf, lo-siansu, obat apakah dalam botol yang lo-siansu pegang itu?" tanya Siu-lam.
"Pil pusaka Siok-beng-kim-tan dari Siau-lim-si!" jawab Tay Ih. Siok-beng kim-tan artinya
pil mujijat untuk mencabut nyawa.
"Apa khasiat pil itu?"
"Menyembuhkan segala macam luka luar dan dalam, menguatkan jiwa dan
menyehatkan tubuh!" "Tentu sangat berharga sekali!"
"Ramuan bahannya sukar dicari."
"Adakah mempunyai khasiat untuk membangkitkan semangat juga?" tanya Siu-lam.
Tay Ih siausu mengiyakan.
Tiba-tiba Siu-lam ulurkan tangannya: "Apakah lo-siansu tak keberatan jika memberi pil
itu padaku?" "Sicu adalah penolong Siau-lim-si. Masakan budi sicu hanya cukup dibalas dengan
sebutir pil saja?" segera ketua Siau-lim-si itu mengangsurkan botol pil kepada Siu-lam.
Siu-lampun tak mau sungkan lagi. Begitu menuang pil, sekaligus ia menelannya empat
butir. Kemudian memasukkan botol pil ke bajunya.
"Harap lo-siansu segera mengerahkan orang. Saat ini sudah hampir pukul tiga,
mungkin wanita baju kuning itu segera akan bergerak!!" katanya.
Tay Ih siansu tampak merenung. Tiba-tiba ia bertanya:
"Bergerak bagaimana?"
"Mungkin mereka akan menggunakan semacam senjata rahasia yang sekaligus dapat
melukai berpuluh-puluh orang!"
"Hai, jika sicu tak mengingatkan, loni pasti lupa. Gereja kami menyimpan sebuah alat
yang bentuknya seperti kuali raksasa. Alat itu khusus untuk menggagalkan serangan
senjata gelap." "Bagus, apakah terdapat anak murid yang bisa menggunakan alat itu?" seru Siu lam.
"Murid angkatan kedua dari Siau-lim-si pada umumnya dapat menggunakan alat itu.
Hanya memang jarang kita menggunakannya!"
"Bagus, lo-siansu," Siu-lam girang, "alat-alat itu dapat mengatasi serangan senjata
gelap musuh, dengan mengandalkan kesaktian ilmu pedang Tat-mo-sam-kiam,
kemungkinan wanpwe tentu dapat melawan ketua Beng-gak itu!"
"Tat-mo-kiam?" Tay Ih berseru heran.
"Ah, saat ini tiada waktu untuk menceritakan. Harap lo-siansu segera mengerahkan
orang!" Tay Ih Siansu menurut setelah memesan supaya anak muda itu beristirahat
memulangkan tenaga, ia segera melangkah pergi. Pada lain saat delapan paderi jubah
kelabu berlarian datang dan berjajar-jajar di muka Siu-lam. Ternyata mereka hendak
melindungi Siu-lam dari setiap kemungkinan diganggu musuh.
Setelah memperhitungkan bahwa paling tidak Lam-koay dan Pak-koay tentu akan
menghabiskan waktu beratus-ratus jurus untuk menempur ketua Beng-gak, Siu-lam
memutuskan untuk bersemedhi dulu memulihkan tenaga.
Tapi karena pikirannya tertuju pada pertempuran antara Lam-koay Pak-koay lawan
ketua Beng-guk, dia tak dapat memusatkan pikirannya. Setelah menjalankan peredaran
jalan darah beberapa saat, ia segera loncat bangun.
Ketika melihat Pak-koay ternyata sudah Imenceburkan diri dalam gelanggang
pertempuran, Siu-lam tercekat dalam hati. Pikirnya: "Apakah Lam-koaydalam keadaan
terdesak sehingga Pak-koay perlu membantunya?"
"Sudah berapa jurus mereka bertempur?" tanyanya kepada rombongan paderi.
"Paling tidak sudah lebih dari seratus jurus," sahut mereka.
Siu-lam meminta kedelapan paderi itu kembali ke posnya masing-masing. Lalu ia maju
menghampiri ke gelanggang pertempuran.
Saat itu kedua tokoh aneh sudah mencapai babak genting dalam pertempurannya
melawan wanita baju kuning. Mereka bertiga bergerak-gerak cepat sekali laksana
bayangan. Tapi anehnya sedikit pun tidak kedengaran suaranya.
Ternyata pertempuran itu merupakan pertempuran gerak cepat. Masing-masing
berusaha untuk mendahului menindas lawan. Masing-masing telah kerahkan tenaga sakti
dalam ujung jari dan ujung senjata. Begitu mendapat lubang kesempatan, baru akan
dilancarkan sepenuhnya. Itulah sebabnya maka walaupun bergerak cepat tapi tak
terdengar suara apa-apa. Sekonyong-konyong terdengar suitan nyaring dan Pak-koaypun loncat keluar dari
gelanggang lalu lepaskan dua buah pukulan kepada wanita baju kuning.
Rupanya tokoh aneh itu tak sabar lagi bertempur tele-tele. Segera ia lepaskan pukulan
Hian-peng-ciang atau pukulan es sakti.
Deru angin pukulan yang menyerupai badai di pegunungan salju itu mengandung hawa
yang dingin menggigit tulang, seluas dua meter di sekitar tempat itu, terasa dingin
menguak. Di dalam menghadapi kedua tokoh aneh itu sesungguhnya si wanita baju kuning
sudah kepayahan. Sepuluh tahun dikurung dalam penjara di bawah tanah, sepanjang hari
kerja kedua manusia aneh itu hanya bersemedhi meyakinkan ilmu lwekang. Dengan
demikian lwekang mereka bertambah hebat. Sekalipun dalam jurus permainan silat,
mereka kalah hebat dengan ketua Beng-gak tetapi dalam hal tenaga dalam, mereka lebih
kuat. Pak-koay dengan cepat dapat mengetahui kelemahan lawan. Maka segera ia loncat
keluar dari gelanggang dan lepaskan pukulan dingin.
Ketua Beng-gak melengking nyaring. Cepat-cepat ia menutuk dengan dua buah jari
untuk memaksa Lam-koay menarik serangannya. Lalu menggunakan kesempatan itu
untuk menyongsong pukulan Pak-koay dengan mendorongkan kedua tangannya.
Sekalipun Lam-koay mahir dalam memainkan berbagai senjata, tetapi dalam ilmu
pedang ia agak lemah. Sekalipun mencekal pedang pusaka tetapi ia merasa masih kurang
leluasa bergerak. Pada Saat wanita baju kuning loncat mundur untuk menyambut pukulan Pak-koay tadi,
Lam-koaypun segera berpaling ke arah Siu-lam: "Nih, terimalah pedangmu kembali!" sekali
lontar, pedang Pek-kau-kiam melayang di hadapan Siu-lam. Pedang itu menyusup ke
dalam tanah keras hingga tinggal kelihatan tangkainya.
Dahulu ketika berhadapan dengan Lo Hian, hanya dalam seratus jurus saja Lam-koay
dan Pak-koay sudah terluka. Kala itu wanita baju kuning yang kini menjadi ketua Beng-gak
baru berumur sebelas-dua belas tahun, seorang anak perempuan yang rambutnya dikuncir
dua dan lincah. Melihat kedua orang itu terluka, bocah perempuan itu bersorak-sorak
kegirangan menertawakan Lam-koay dan Pak-koay. Karena takut kepada Lo Hian, maka
Lam-koay dan Pak-koay diamkan saja tingkah laku bocah perempuan itu.
Tetapi Lam-koay dan Pak-koay itu seorang pendendam. Tingkah laku bocah perempuan
itu tak pernah dilupakan dan tak pernah pula dimaafkan. Diam-diam keduanya mencatat
dalam hati tentang wajah dan ciri-ciri bocah perempuan itu. Maka walaupun bocah itu
sudah menjadi seorang wanita setengah tua, tetap kedua tokoh itu dapat mengenali rasa
benci dan gsntar mencengkam hati kedua tokoh aneh itu.
Gentar karena kuatir jangan-jangan perempuan itu dapat mewarisi kepandaian Lo Hian.
Benci, karena dahulu mereka diejek. Itulah sebabnya maka baik Lam-koay maupun Pakkoay
tak mau buru-buru turun tangan.
Adalah karena Siu-lam telah membakar hati mereka, maka terpaksa mereka marah dan
menghadapi wanita itu. Kemudian setelah bertempur belasan jurus, barulah rasa takut
mereka mulai menurun.
Wanita Iblis Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ternyata mereka mendapatkan bahwa perempuan itu walaupun memiliki jurus
permainan yang serupa dengan kepandaian Lo Hian, tetapi tenaga dalamnya tidak begitu
hebat. Dan setelah Pak-koay Ui Lian ikut turun ke gelanggang, situasi makin berubah. Hanya
berkat ilmu silatnya yang aneh dan luar biasa, maka wanita itu dapat memaksa kedua
lawannya tak berani memandang rendah.
Tetapi Pak-koay yang tajam matanya dan luas pengalamannya, dengan cepat
mengetahui kelemahan lawannya itu. Segera ia loncat keluar untuk adu pukulan dan
Iwekang. Tatapi ketika saling berbentur, Pak-koay dapatkan angin pukulan yang mengandung
Iwekang dingin itu seperti membentur keping baja dan meniup balik.
"Hai, ilmu apakah yang dimiliki wanita itu?" diam-diam Pak-koay terkejut dalam hati.
Buru-buru ia kerahkan semangat untuk menghadapi tenaga yang membalik itu.
Setelah melemparkan Pek-kau-kiam kepada Siu-lam, Lam-koay segera berputar tubuh
dan lontarkan pukulan. Pukulan Cek-yan-ciang yang bersifat panas, telah menggempur dan mendorong
pukulan dingin Hian-peng-ciang yang sedang tertahan oleh Iwekang tutukan jari ketua
Beng-gak. Dan tcrgempurlah rintangan keping baja dari Iwekang ketua Beng-gak....
Wanita itu tergetar tubuhnya, mundur dua langkah kebelakang seraya menyambut
pukulan Lam-koay. Nona baju merah yang sejak tadi berdiri di pinggir, rupanya mengetahui juga tentang
bahaya yang mengancam suhunya. Buru-buru ia memutar pedang mengajak Siau Yau- cu
dan rombongannya maju. Tetapi wanita baju kuning itu segera menyusupkan dengusan dingin ke telinga nona itu.
Nona baju merah itu tertegun mendengar bentakan suhunya. Serentak ia berhenti.
Pak-koay membentak keras dan lepaskan pukulan lagi".
Pukulan kedua itu lebih kuat dari pukulan yang pertama tadi. Anginnya menderu!
Meughadapi adu kekuatan lwekang itu, sesungguhnya dalam hati si wanita baju kuning
sudah mengeluh. Ia pun menyadari sukar untuk menghadapi kedua tokoh aneh itu.
Namun ia tetap berusaha bersikap setenang mungkin.
Dan yang lebih hebat lagi, sesaat Pak-koay lepaskan pukulan Hian-peng-ciang, Lamkoay
pun menyerempaki dengan pukulan panas Cek-yang-ciangnya.
Memang sejak dijebloskan dalam penjara di bawah tanah, dalam penderitaan senasib
dan saling terikat batinnya, Pak-koay lepaskan pukulan yang kedua itu, merupakan suatu
isyarat bagi Lam-koay supaya bertindak. Dengan mata berapi-api memancarkan kebuasan
Lam-koaypun segera menghantam.
Tiba-tiba ketua Beng-gak itu miringkan tubuhnya, sekali lengan kanannya bergerak, ia
tebarkan selembar tenda putih macam bayangan. Ternyata benda itu merupakan sehelai
kain sutera putih. Dan ketika kedua pukulan panas dingin itu terbentur dengan sutera
putih, tiba-tiba sutera putih itu melambung ke udara. Wut. Wut" angin kedua pukulan itu
menyambar di bawah sutera putih.
Kiranya setelah menyadari bahwa tak mungkin menghadapi kedua pukulan sakti,
segera wanita itu mengeluarkan sutera putih. Begitu ditebarkan, ia diam-diam
memperhitungkan jarak kedua lawan lalu salurkan Iwekangnya menyelubungi sutera itu.
Sutera itu tipis sekali tetapi licin dan ulet. Dan memangnya bukan bahan sutera biasa
tapi dari ulat sutera yang jarang terdapat di dunia.
Dengan tepat sekali ketua Beng-gak itu menunggu sampai angin pukulan melanda,
baru ia melambung ke udara. Dan tatkala kedua tokoh itu terkejut karena pukulannya
menghambur ke tanah, ketua Beng-gak sudah meluncur turun dan terus menyerang Lamkoay.
Sambil menampar dengan tangan kiri, ia menabas Lam-koay dengan sebatang belati
emas. Telinga Lam-koay luar biasa tajamnya, begitu mendengar suara baju berkibar, segera ia
menduga tentu musuh menyerangnya. Buru-buru ia menghindar dua langkah ke samping.
Tetapi wanita baju kuning itu tak mau memberi kesempatan lagi. Sekali gerakkan
tangan, belati emas itu tiba-tiba melayang ke arah Lam-koay.
Timpukan itu luar biasa cepatnya. Betapa pun saktinya Lam-koay tetapi karena tak
menduga sama sekali, ia tak dapat menghindar atau menangkis lagi.
Wut" tiba-tiba Pak-koay menghantam sehingga belati emas itu menyisih ke samping.
Luput menimpuk, wanita baju kuning itu segera maju menampar dada Lam-koay.
Serangan itu istimewa sekali. Yang di arah pada jalan darah yang berbahaya. Lam koay
benar-benar tidak diberi kesempatan untuk balas menyerang.
Pak-koay agak gelisah. Ia dapat membantu Lam-koay mengirim pukulan kepada wanita
itu. Tapi karena wanita itu menggunakan siasat cerdik untuk merapat pada Lam-koay,
terpaksa Pak-koay tak berani gegabah menghantam.
Tigapuluh jurus lamanya Lam-koay dikurung dalam serangan deras oleh ketua Benggak.
Dahsyat dan cepatnya serangan si wanita, benar-benar membuat Lam-koay
kelabakan membela diri. Sama sekali ia tak mampu balas menyerang.
Dalam pada Lam-koay mengikuti pcrtempuran itu dengan penuh perhatian, ia sudah
siapkan pengerahan Iwekang untuk setiap detik digunakan menghantam ketua Beng-gak.
Tapi wanita itu tidak mau melepaskan siasat untuk menyerang secara merapat pada Lamkoay.
Siu-lam pun mengetahui juga akan siasat ketua Beng-gak itu. Secepat kilat ia
memperoleh akal. "Awas Ui lo-cianpwe, wanita itu tentu sedang merencanakan tipu muslihat..." serunya
kepada Pak-koay. "Jangan kuatir," Pak-koay tertawa dingin, "Shin tua meskipun kehilangan kesempatan,
tapi tak mungkin kalah. Pertempuran malam ini mereka pasti takkan makan enak"."
Tiba-tiba wanita itu melengking. Ia menutuk dada Lam-koay dengan dua buah jari....
Sebenarnya karena tak mampu melepaskan diri dari libatan serangan si wanita baju
kuning, Lam-koay marah sekali. Melihat totokan jari si wanita walaupun ganas tapi
lamban, timbullah rencananya supaya ia dapat menguasai kembali kedudukannya.
Setelah menghimpun tenaga murni, tiba-tiba ia menyurut mundur dua langkah. Tapi
pada saat ia hendak lancarkan serangan balasan, tiba-tiba dari tangan ketua Beng-gak
yang menutuk tadi, meluncur sebatang belati kecil bersinar hijau.
Serangan itu benar-benar tak terduga sama sekali. Betapapun kesaktian Lam-koay, tapi
karena diserang dari jarak yang dekat, ia tak berdaya menghindar lagi. Dalam gugupnya ia
miringkan tubuhnya ke samping. Dadanya terhindar tetapi bahu kirinya, terasa sakit sekali.
Belati kecil menyusup sampai ke tulang bahu!
Pak-koay mendengus. Cepat melesat maju menghantam seraya memaki: "Hidung
kerbau Lo Hian itu memang pandai sekali membuat senjata gelap untuk mencelakai orang.
Kau, budak perempuan, kepandaian yang sejati tak mampu mewarisi sepenuhnya,
sebaliknya mempelajari warisannya yang jahat!"
Ketua Beng-gak itu menghindar ke samping lalu balas menutuk. Tutukan itu disebut
tutukkan sakti Thian-kong-ci. Merupakan ilmu istimewa yang diwariskan Lo Hian. Seluruh
Iwekang dipusatkan ke ujung jari, hebatnya bukan kepalang. Walaupun orang memiliki
kepandaian ginkang yang tinggi untuk melindungi diri, tapi tetap sukar menahan tutukan
itu. Dahulu ketika berhadapan dengan Lo Hian, Pak-koay pun menderita kerugian dari
tutukan itu. Rasa ngeri masih membekas dalam hati. Maka begitu mendengar angin tajam
mendesis desis, cepat-cepat ia loncat menghindar.
Tetapi wanita ketua Beng-gak itu tak mau memberi kesempatan lagi. Kalau tadi kepada
Lam-koay, sekarang kepada Pak-koay pun dilepaskannya sepasang belati hijau.
"Budak hina, engkau memang pandai menyerang secara pengecut!" Pak koay
membentak keras seraya menghantam belati itu.
Pada saat tangan Pak-koay sedang menghantam serangan belati, tiba-tiba wanita itu
lontarkan sebuah jaring sutera untuk menjaring Pak-koay.
"Awas, Ui lo-cianpwe!" teriak Siu-lam.
Pak-koay terkejut. Tampak jaring sutera yang ditebarkan ke arahnya itu mencangkup
beberapa tombak luasnya. Walaupun mempunyai ilmu gin-kang yang bagaimana saktinya,
tak mungkin dapat lolos. Akhirnya Pak-koay nekad. Dengan menggembor keras, ia menghantam wanita itu
dengan seluruh tenaganya.
Jarak mereka hanya terpisah dua-tiga meter. Jika menghindar dari pukulan maut Pakkoay,
wanita itu harus dilepaskan jaringnya. Kalau ia tetap hendak menguasai jaringnya, ia
harus berani menangkis pukulan.
Belum ia mengambil putusan, tiba-tiba pukulan Pak-koay sudah melanda datang, cepatcepat
ia menyedot napas dalam hati dan tiba-tiba tubuhnya melayang seperti layanglayang
tertiup angin.... Siu-lam dan Tay Ih siansu, terkejut. Ternyata pukulan maut Pak-koay tak mampu
melukai si wanita. Dan jaring sutera itupun sudah melayang turun ke atas kepala Pakkoay.
Rupanya Pak-koay pun menyadari ancaman itu. Cepat ia berguling ke tanah menuju ke
samping Lam-koay sambil lepaskan pukulan untuk menahan jatuhnya jaring.
Tetapi jaring yang sehalus jaring-jaring laba-laba itu, entah terbuat daripada behan
apa. Mata jaring berlubang besar sehingga angin pukulan selalu merembes keluar mata
jaring. Dengan demikian, pukulan Pak-koay itupun tak kuasa menahan meluncurnya jaring
ke bawah. Melihat itu timbullah pikiran Siu-lam. Dengan menghunus Pek-kau-kiam, ia lari
menyerbu ketua Beng-gak. Ia teringat bahwa pedang pusaka itu dapat menabas segala
macam logam. Kemungkinan tentu dapat menghancurkan jaring sutera.
Setelah melihat jaring dapat menyelubungi kedua Lam-koay dan Pak-koay, ketua Benggak
segera lepaskan cekalannya dan menggunakan gerak Put-poh-teng-gong melayang ke
udara lalu meluncur ke arah rombongan paderi.
Siu-lam menubruk angin kosong. Ia berpaling ke belakang dan tercengang. Kiranya
Lam-koay dan Pak-koay sudah terjaring.
Dalam keadaan bahaya itu, makin tampak ikatan batin kedua tokoh aneh itu. Dengan
cepat Pak-koay menyanggakan kedua tangannya menahan jaring seraya berseru: "Lekas
cabut senjata yang menyusup pada bahumu itu. Kerahkan Iwekang mengobatinya dan
marilah kita segera menghancurkan jaring ini!"
Tay ih siansu pun segera bertindak. Setelah meminta supaya Siu-lam mengurus kedua
Lam-koay dan Pak-koay, ia segera menyerang ketua Beng-gak dengan tongkatnya.
Serempak dengan gerakan ketua Siau-lim-si itu, di tengah-tengah rombongan paderi Siau-
Iim-si telah terjadi keributan. Paderi-paderi itu berdesak-desak menyingkir dan di bagian
tengah terbuka sebuah tempat kosong seluas satu tombak.
Tiba-tiba wanita baju kuning menggeliat ke udara. Bagai seekor burung belibis, ia
meluncur pula ke tanah dan luputlah serangan Tay Ih siansu tadi. Tetapi saat itu barisan
Lo-han-tin pun segera bergerak.
"Berhenti!" bentak wanita baju kuning itu dengan bengis.
Tay Ih siansu segera memberi isyarat supaya Lo-han-tin berhenti dulu. Kemudian ia
bertanya: "Jika ketua Beng-gak hendak bicara, silahkan. Loni bersedia mendengar," seru
ketua Siau-lim-si. Wanita baju kuning itu tertawa dingin: "Rupanya kalian hanya mengandalkan tenaga
Lam-koay dan Pak-koay. Sesungguhnya kedua orang itu memang merupakan tandingan
berat. Sungguh di luar dugaan bahwa kalian dapat mengundang bantuannya. Tetapi
lihatlah. Mereka telah dapat kujaring dan jelas tak mampu membantumu lagi...."
Tiba-tiba wanita itu berganti nada nyaring: "Masih ada sebuah kesempatan dan
kesempatan ini merupakan yang terakhir kali. Menyerah dan dengar perintahku, masih ada
harapan tertolong. Tetapi kalau keras kepala, jangan salahkan aku berlaku ganas. Kubumihapuskan
gereja ini dan kubunuh semua paderi-paderinya!"
Dari wajah Tay Ih siansu yang penuh welas asih, memancar cahaya kerawanan.
Sahutnya dengan tandas: "Loni bersama ratusan anak murid, telah bertekad untuk pecah
sebagai ratna. Jika Beng-gak hendak membakar gereja ini, sebelumnya Beng-gak harus
melalui tumpukan mayat kami."
Wanita itu tertawa hambar: "Baiklah, hendak kucoba dulu barisan Lohan-tin yang kamu
banggakan itu. Sampai di manakah kehebatannya!"
Wanita itu menutup kata-katanya dengan taburkan tangannya ke atas. Sebuah benda
hitam mendesing dan melamban sampai tujuh delapan tombak tingginya. Dor.... benda itu
meletus dan pecah berhamburan jadi letikan bunga api.
"Si hidung kerbau Lo Hian itu memang paling gemar bermain ilmu setan, kalian harus
hati-hati!" Seru Pak-koay dari dalam jaring.
Saat itu Siu-lam menghunus Pek-kau-kiam dan berada di hadapan kedua tokoh aneh.
Ternyata jaring itu luar biasa sekali. Seolah-olah mempunyai alat rahasianya yang dapat
menyurutkan jaring itu menjadi sempit. Dan saat itu jaring telah menjerat kencangkencang
kedua Lam-koay dan Pak-koay.
Waktu ditaburkan ke udara tadi, jaring itu berkembang membesar sehingga tali-talinya
menjadi halus sekali macam rambut. Tetapi pada saat jaring itu mengecil mencengkam
tabuh kedua tokoh tersebut, tali-talinya mengumpul dan menjadi besar.
Siu-lam sudah menduga jaring itu tentu mempunyai rahasia tetapi untuk beberapa saat
ia belum dapat menemukan kuncinya. Dan sekalipun ia mencekal pedang pusaka namun
karena tali jaring itu melekat pada tubuh kedua Lam-koay Pak-koay, ia tak berdaya untuk
memapasnya. "Belati perempuan siluman itu dilumuri racun. Saat ini racun telah bekerja menyerang
tubuhku. Jika kucabut belati itu, dikuatirkan racun akan bekerja lebih cepat," kata Lamkoay.
Dalam pada itu Pak-koay masih tetap berjuang menyangga jala agar Lam-koay tetap
dapat duduk dengan leluasa.
Sedang Siu-lam masih termenung memikirkan alat rahasia daripada jaring yang dapat
mengembang besar dan menyurut kecil itu. Tiba-tiba ia dikejutkan oleh ledakan kembang
api yang dilontarkan kc udara oleh wanita itu. Screntak sadarlah ia.
"Biarlah jaring ini dapat mengembang surut tetapi yang penting harus kucoba
memutuskan dengan Pek-kau-kiam. Apabila berhasil, mudahlah untuk menolong kedua locianpwe
itu!" pikirnya. Tetapi alangkah kejutnya ketika menebas dengan Pek-kau-kiam, jaring itu makin
menyurut dengan cepat sekali. Siu-lam kerahkan tenaga, sekali mencungkil, pulaslah
sehelai tali jaring. Tetapi serempak dengan itu, Pak-koaypun mendengus. Ternyata jaring
itu makin menyurut kencang.
Terpaksa Siu-lam tak berani memotong lagi. Otaknya yang cerdik segera bekerja. Untuk
memotong jaring harus menggunakan tenaga besar. Pertama, begitu tersentuh benda,
mata jaring itu akan menyurut makin cepat. Apabila sebuah mata putus, maka semua
mata jaring akan bergerak menyurut dengan serempak. Padahal jaring itu menpunyai
ribuan mata jaring. Selain memerlukan waktu lama, pun penyurutan mata jaring yang lain
tentu lebih menghebat lagi sehingga dikuatirkan Lam-koay dan Pak-koay tak dapat
bertahan diri. Kedua kali, karena tali-tali jaring itu halus sekali, apabila menyurut dan mencengkam
orang, tentu akan setajam pisau. Sekalipun orang memiliki Iwekang tinggi, mungkin juga
tak dapat bertahan lama. Jika Siu-lam agak gelisah. Sebaliknya wanita baju kuning itu enak-enak saja. Sedikitpun
ia tak mau berpaling kepala ke arah kedua korbannya. Rupanya ia sudah mempunyai
keyakinan bahwa Siu-lam dengan pedang pusakanya tak mungkin dapat menghancurkan
jaring itu. Saat itu barisan Lo-han-tin benar-benar mulai bergerak. Tongkat golok kwato
berhamburan melanda ketua Beng-gak. Anggota barisan itu merupakan murid pilihan dari
gereja Siau-lim-si. Selain bcrlambarkan tenaga Iwekang tinggi, pun jurus-jurus
permainannya amat dahsyat. Barisan Lo-han-tin yang terdiri dari seratus delapan orang,
dipimpin oleh Tay Lip dan Tay To siansu.
Sementara Tay Ih siansu dengan mencekal tongkat siangciang, menjaga gerak-gerik
rombongan Siau Yau-cu dan kelima barisan Beng-gak. Dan seperti yang telah diduganya,
kembang api yang dilontarkan ketua Beng-gak itu tentu mempunyai tujuan tertentu.
Ternyata kelima rombongan murid Beng-gak yang berpakaian lima macam seragam itu,
memecah diri lalu tangan mereka sama memegang seputik api berwarna kebiru- biruan.
Kemudian wanita baju kuning itu melambaikan kebut hud-tim lalu memimpin
rombongan Siau Yau-cu melangkah maju.
Barisan Lo-han-tin yang angker telah ditabur dengan api biru. Ruang gereja yang suci
berubah menjadi seperti daerah tempat iblis-iblis berkeliaran....
Siu-lam segera mengambil botol pil. Dia mengambil tiga butir pil lalu ditelannya.
Dengan menggembor keras, ia loncat menerjang si wanita baju kuning.
Anak muda itu benar-benar mengamuk seperti banteng terluka. Pedang diganti dengan
sebuah pukulan sakti Hud-hwat-bu-pian ke dada Siauw Yau-cu.
Hud-hwat-bu-pian adalah ilmu pukulan sakti ajaran dari mendiang Tan lo-cianpwe atau
kakek dari Hian song. Betapapun saktinya Siau Yau-cu, namun dia terpental mundur
sampai tiga langkah juga.
Setelah berhasil melukai Siau Yau-cu, Siu-lam menyerang Bu-ing-sin-kun Pek Co-gi
dengan pedang. Melihat itu Su Boh-tun segera gunakan gerak Chit-seng-tun-heng menghantam lengan
Siu-lam dari samping. Siu-lam endapkan lengannya. Pek-kau-kiam tiba-tiba diganti dengan
jurus Jiau-toh-co-hua dan tetap diserangkan pada Pek Co-gi. Sedang dengan tangan kiri ia
menyambut pukulan Su Boh-tun. Bum" terdengar dua buah tinju saling berhantam
keras. Tubuh Siu-lam terhuyung sehingga tusukan pedangnya kepada Pek Co-gi itupun
mencong ke samping. Tetapi walaupun terlepas dari bahaya maut, lengan kanan jago
Tibet itu tetap tergurat ujung pedang. Darah bercucuran deras....
Tetapi Siu-lam pun menderita. la muntah darah. Tetapi pada lain saat Su Boh-tun pun
menyusul mendesak lalu mundur. Pukulan yang hampir menyentuh dada Siu-lam pun
ditariknya kembali. Kiranya pada waktu Siu-lam muntah darah, ia semburkan darah ke muka Su Boh-tun
sehingga sepasang mata tokoh she Su itu menjadi gelap. Terpaksa ia mundur. Jika tidak
meyemburkan darah, mungkin Siu-lam terluka parah.
Anehnya setelah menyemburkan darah, semangat Siu-lam malah tambah segar. Cepatcepat
ia mundur ke belakang dan menelan dua butir pil lagi.
Saat itu barulah Tay Ih siansu mengetahui kenapa Siu-lam meminta botol pil tadi, Ia
terharu atas kenekadan Siu-lam. Pikirnya: "Setelah menerima pukulan dari wanita siluman
tadi, Pui sicu tentu merasa sudah tak sanggup melawan lagi maka dia memberanikan diri
meminta botol pil. Dengan mengandalkan khasiat pil itu, dia tetap akan melawan
musuh...."
Wanita Iblis Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dalam pada itu Sam-kiam-it-pit Tio Hong-kwat dan Kiu-seng-hui-hoan bergerak
menyerang Siu-lam. Sedangkan wanita baju kuning menyelinap dari samping Siu-lam,
terus menghampiri Lam-koay dan Pak-koay.
Tay Ih siansu mengucapkan Omitohud lalu loncat ke muka Siu-lam. Dengan jurus Latsoh-
ngo-gak atau Menyapu Lima Gunung, ia serang Sam-kiam-lt-pit Tio Hong-kwat dan
Kiu-seng-hui-hoan Kau Cin-hong. Desakan Siau-lim-si itu memaksa kedua tokoh tersebut
menyingkir mundur. "Lo-siansu harus lekas melindungi Lam dan Pak kedua lo-cianpwe itu, di sini wanpwe
masih dapat bertahan!" bisik Siu-lam.
"Harap Pui sicu hati-hati, luka sicu?" baru Tay Ih siansu berkata sampai di situ, Siu-lam
sudah membentaknya: "Silahkan lekas pergi!"
Habis berkata, kembali Siu-lam muntah darah. Namun pemuda yang nekad itu
menyerang lagi dengan jurus It-cut-mo-thian. Pedang Pek-kau-kiam berubah menjadi
lautan sinar putih yang melanda ke arah rombongan tokoh-tokoh yang telah menggabung
pada Beng-gak. Dalam rombongan mereka, Siau Yau-cu yang dianggap sebagai Dewa pedang, telah
menderita pukulan di dada dan terluka dalam. Dia sedang bersemedi memulangkan napas.
Sedang jago Tibet Pek Co-gi, tangan kanannya terkena tusukan pedang sehingga tak
mampu melepaskan pukulan Bu-ing-sin-kun lagi.
Maka walaupun rombongan mereka berjumlah banyak tapi mereka jeri juga diamuk
oleh pedang Siu-lam dan terpaksa mundur.
Ilmu pedang hebat baru akan memancarkan keperbawaannya apabila dimainkan
dengan tenaga Iwekang yang tinggi. Tapi saat itu Siu-lam sudah menderita luka dalam
yang parah. Dalam usahanya mengundurkan rombongan tokoh-tokoh itu, ia telah
menghabiskan seluruh tenaganya. Setelah mereka muudur, ia tak mau mendesak
melainkan tegak berdiri melintangkan pedangnya. Sesaat ia merasa darahnya bcrgolakgolak.
Punggungnya seperti memanggul beban yang berat sekali sehingga matanya
berkunang-kunang dan tubuh terhuyung huyung ingin jatuh.
Tapi pikirannya tetap sadar. Jika ia sampai rubuh, rombongan tokoh tokoh itu tentu
akan maju menyerbunya lagi. Maka ditahanlah sekuat-kuat tenaganya untuk berdiri tegak
seraya deliki mata kepada mereka. Sepintas dipandang memang sangat garang sekali
sikapnya. Tapi sesungguhnya ia sudah kehabisan tenaga. Sebenarnya dalam
pandangannya, saat itu rombongan tokoh-tokoh hanya tampak seperti segunduk
bayangan hitam saja. Apabila salah seorang nekad maju, tentu ia tak mampu melawannya
lagi. Dalam pada itu Tay Ih siansu pun ternyata sudah bertempur hebat dengan ketua Benggak.
Untunglah Siu-lam tertolong oleh pil Siok-beng-kim-tan. Setelah berdiri tegak berdiam
diri beberapa saat, tenaganya mulai pulih, pandangan matanyapun berangsur-angsur
terang. Ia menghela napas panjang sambil lintangkan pedang di dada. ia merogoh keluar pil
dan menuang dua butir pil lalu ditelannya.
Siok-beng-kiam-tan buatan Siau-lim-si memang hebat sekali khasiatnya. Merupakan
obat penyembuh luka dalam yang mustajab. Untuk menahan lukanya, terpaksa Siu-lam
minum sampai setengah botol. Padahal pil itu sukar sekali mencari bahan ramuannya.
Dalam pada itu setelah menghapus noda darah pada wajahnya, Su Boh-tun
memandang sekeliling. Tampak ketua Beng-gak si wanita baju kuning, sedang bergerak
malang-melintang dalam barisan itu. Muridnya si nona baju merah sedang bertempur
melawan Tay Ih siansu. Sedang si nona baju kuning yg memimpin ke lima barisan Benggak,
masih tegak menanggapi api berwarna biru. Entah apa yang tengah mereka lakukan.
Menganggap dirinya sebagai pemimpin rombongan tokoh-tokoh persilatan yang tunduk
pada Beng-gak, Su Boh-tun segera tertawa dingin lalu melambaikan tangannya: "Hayo,
kita serbu!" Habis berseru, ia terus mendahului melangkah maju. Langkahnya pelahan tapi setiap
tindakan kakinya tentu meninggalkan bekas injakan telapak kaki yang dalam. Kiranya
diam-diam dia telah kerahkan Iwekang.
"Ah, kepandaiannya memang hebat sekali. Dalam keadaan terluka seperti saat ini,
mungkin tak dapat ketahannya!" diam-diam Siu-lam mengeluh dalam hati.
Dan ketika berpaling memandang ke belakang, dilihatnya Lam-koay dan Pak-koay
makin terjerat kencang dalam jaring. Bahkan untuk bergerak saja, mereka tampak
kepayahan.... Tiada jalan lain bagi Siu-lam kecuali harus minta bantuan dari paderi anggota barisan
Lo-han-tin. Suara langkah kaki tokoh-tokoh persilatan itu makin lama makin jelas dan makin dekat.
"Berhenti! Berani maju selangkah lagi, awas pedangku tak bermata!" hardik Siu lam.
Rombongan tokoh-tokoh itu berhenti. Tetapi Su Boh-tun tak menghiraukan, dia tetap
maju". Siu-lam siap sedia. Ia kerahkan seluruh lwekangnya untuk menghadapi Su Boh-tun.
Tekadnya akan mati bersama musuh.
Sekonyong-konyong terdengar ledakan keras. Diundang berhamburan bunga api.
Tanpa disadari Siu-lam Su Boh-tun sama-sama menengadah memandang ke atas.
Belum bunga api itu berhamburan padam, barisan Lo-han-tin sudah kalut. Lapat-lapat
terdengar beberapa kali erangan tertahan. Dan menyusul dengan itu, musik berlagu
seperti iblis merintih itu, kembali terdengar mengalun lagi.
Siu-lam terkesiap. Jelas bahwa suara erang tertahan itu mirip dengan seseorang yang
tengah menderita luka dalam yang parah dan memaksa diri untuk bertahan sekuat tenaga.
Suara itu bukan baru pertama itu ia dengar. Entah sudah berapa puluh suara begitu
akibat dari senjata rahasia beracun yang ditaburkan ketua Beng-gak kepada murid-murid
Siau-lim- si. Seketika timbullah kemarahan Siu-lam.
Dengan kerahkan seluruh tenaganya, ia menggembor keras dan menghantam sekuatkuatnya
kepada Su Boh-tun. Mendengar gemboran Siu-lam, Su Boh-tun sudah mengetahui pemuda itu akan
menyerangnya. Maka tanpa berpaling kepala ia terus melesat menghindar ke samping.
Ilmu gerak Chit-poh-tun-heng, memang merupakan ilmu yang istimewa dalam dunia
persilatan. Keindahannya sukar dilukiskan. Betapa cepat dan dahsyat serangan Siu-lam itu,
namun Su Boh-tun tetap dapat menghindarinya.
Serangannya luput, Siu-lampun menghimpun tenaga murni lagi. Dan tegaklah ia diam
menyalurkan napasnya".
Tiba-tiba terdengar lengking suara tertawa nyaring: "Ho, paderi tua, hebat juga
kepandaianmu. Sejak sekarang keadaannya sudah berubah. Coba lihatlah barisan Lo-hantin
yang engkau bangga-banggakan itu!"
Ketika Siu-lam mengeliarkan pandangannya, pertama-tama ia melihat gadis baju merah
sudah terlibat dalam taburan sinar tongkat Tay Ih siansu. Nona itu hanya dapat membela
diri tak mampu balas menyerang.
Tetapi barisan Lo-han-tin mulai mengunjukkan tanda kekacauan. Wanita baju kuning
menerjang kian kemari dalam barisan itu seperti seekor harimau berpesta pora di tengah
kawanan domba. Puluhan sosok tubuh rubuh menganak bukit di tanah. Kemana wanita
baju kuning itu menerjang, di situ tentu timbul tumpukan mayat ".
Barisan Lo-han-tin yang sejak beratus tahun menjadi kebanggaan Siau-lim-si dan
disohorkan sebagai barisan yang belum pernah diterobos orang, ternyata saat itu
mengalami kenaasannya. Jika barisan itu bobol, pertahanan Siau-lim-si yang terakhir untuk menghadapi Benggak,
akan hancur berantakan juga. Karena boleh dikata seluruh anak murid Siau-lim-si
yang dianggap memiliki kepandaian yang berarti, telah dikerahkan untuk mendukung
barisan itu. Tiba-tiba terdengar genta bertalu tiga kali. Kumandang suara genta itu mengganas
berkepanjangan. Siu-lam tersirap dan menghela napas perlahan. Pikirnya: "Tiga kali bunyi genta itu,
mungkin merupakan pertanda agar sisa-sisa paderi Siau-lim-si meloloskan diri dari gereja
ini. Ah, kemasyhuran nama yang dipupuk sejak ratusan tahun, dalam sekejap mata saja
akan hancur berantakan...."
Tiba-tiba barisan Lo-han-tin yang hampir dijebolkan ketua Beng-gak itu, selekas
mendengar bunyi genta itu, segera bergerak dengan cepat lagi. Mayat-mayat anggota
barisan yang terdampar di lantai, dilemparkan keluar barisan.
Memang pedih hati paderi-paderi Siau-lim-si itu ketika harus kuatkan imannya untuk
melemparkan mayat dengan tongkat maupun pedang. Mayat-mayat itu adalah paderipaderi
seperguruan yang biasanya hidup rukun dengan mereka. Tetapi apa boleh buat.
Dalam menghadapi ancaman kemusnahan seperti saat itu, mereka memaksa diri untuk
menghapus segala rasa kepedihan hati.
Setelah itu barisanpun menjadi lancar. Dan paderi-paderi itu rupanya sudah merelakan
jiwa raganya. Mereka bertempur dengan kalap sekali. Asal dapat melukai lawan saja,
biarlah tubuh mereka hancur, tak jadi soal.
Serangan kalap itu memaksa wanita baju kuning, menghentikan keganasannya.
Dalam pada itu Siu-lam kembali mengeluarkan botol obat. Semua sisa pil yang berada
dalam botol itu ditelannya habis. Setelah sejenak mengambil pernapasan, ia maju
menyerbu lagi. Ia menyadari bahwa saat itu merupakan saat-saat yang menentukan mati hidupnya.
Dengan nekad ia menelan pil itu semua. Mudah-mudahan dapat diharapkan khasiat pil itu
akan menambah tenaganya dan menyembuhkan lukanya. Tetapi ia merasa tipis harapan
untuk hidup lebih lama. Luka dalam tubuhnya memang parah. Sekalipun andaikata pil itu
dapat menolong jiwanya, tetapi musuh yang dihadapinya itu tentu takkan mengampuni
jiwanya. Daripada mati konyol lebih baik ia mati secara ksatria.
Dengan bekal berani mati itu, Siu-lam lancarkan serangannya dengan mantap seakali.
Setiap jurus tentu dilambari dengan tenaga penuh. Sabetan pedangnya penuh dengan
taburan maut. Kenekatan pemuda itu berhasil menghentikan rombongan Su Boh-tun yang hendak
menyerbu maju. Dalam pada itu si nona baju biru diam-diam telah memimpin kelima rombongan barisan
setan untuk memadamkan obor-obor yang dinyalakan pihak Siau-lim-si. Dalam ruang
gereja yang semula terang benderang seperti siang hari saat itu segera menjadi gelap
gulita. Setiap sudut dan lorong merupakan tempat-tempat yang berbahaya serta
menyeramkan. Sekonyong-konyong terdengar wanita baju kuning itu melengking nyaring. Sekali
menggeliat, tubuhnya melayang ke udara sambil taburkan kedua tangannya. Sepuluh
paderi segera diterjang si wanita baju kuning untuk lolos keluar.
Melihat hampir separuh dari paderi-paderi sakti telah binasa, gentarlah hati Tay Hian
siansu. Ia menghela napas dan berbisik kepada Tay To siansu: "Sam-te, harap menyusun
sisa barisan Lo-han-tin, kita siap melawan lagi. Aku mau menempur wanita ketua Benggak
itu!" Barisan Lo-han-tin mempunyai ciri, baik menyerang maupun bertahan, tentu separuh
barisan bergerak. Sekalipun musuh berilmu tinggi tetapi kalau terkepung di tengah barisan
juga sukar untuk mengembangkan kepandaiannya.
Tetapi karena ternyata banyak anggota barisan yang binasa di tangan ketua Beng-gak,
Tay Hian tidak dapat menahan kemarahannya lagi. Ia serahkan tugas pimpinan barisan
kepada Tay To, lalu ia sendiri lari mengejar wanita itu.
Setelah keluar dari Lo-han-tin, wanita baju kuning itu segera berteriak memerintahkan
berhenti. Mendengar itu rombongan Su Boh-tun dan si nona baju merah, serentak
mundur. "Saat ini merupakan kesempatan yang terakhir kali bagi kalian. Jika kalian tetap
membangkang, seluruh paderi Siau-lim-si akan aku basmi!" seru wanita itu dengan
nyaring. Tay Ih pun menyaksikan kehancuran dalam barisan Lo-han-tin. Diam-diam ia menghela
napas lalu berseru nyaring: "Silahkan gak-cu perintahkan menyerang. Jika tidak
membasmi semua paderi Siau-lim-si, kiranya sukar untuk menghancurkan gereja Siau-limsi!"
Wanita baju kuning itu tertawa dingin. Tiba-tiba ia mengangkat tangannya dan
mendorong. Tampak lemah gemulai tidak bertenaga gerakan tangannya itu tetapi pada
lain saat Tay Hian siansu kedengaran mendengus tertahan dan cepat-cepat mundur lima
langkah. Tay Ih diam-diam segera mengerahkan tenaga dalam dan melangkah maju lagi dengan
wajah tegang, serunya: "Loni hendak mengadu jiwa lebih dulu dengan gakcu."
Wanita baju kuning itu tertawa dingin, sahutnya: "Karena engkau tetap menghendaki
kematian, terpaksa akan kuhancurkan!"
Sambil membolang-balingkan tongkat sian-ciang, paderi sakti Siau-lim-si itu berkata:
"Loni hendak mohon pelajaran kepada gakcu, harap gakcu menghunus senjata!"
Walaupun dalam keadaan Siau-lim-Si sudah payah, namun sebagai pejabat ketua Siau
lim-si Tay Ih siansu tetap pegang gengsi.
Siu-lam yang berdiri di samping, tiba-tiba menyeletuk : "Harap lo-siansu mundur,
pertandingan pertama ini biarlah wanpwe yang maju."
Tiba-tiba terdengar suara mendebuk dan tahu-tahu Tay Hian siansu rubuh ke tanah.
Sambil memandang ke sekeliling, wanita baju kuning itu tertawa: "Kalian sudah
terkurung dalam barisan Ngo-kui (lima setan) Beng-gak. Asal kuberi perintah, segera akan
berhamburan tigapuluh dua macam senjata beracun yang ganas sekali. Di dalam keadaan
yang gelap gulita seperti tempat ini, sekalipun mempunyai mata yang tajam sekali, tetap
tak nanti mampu menghindar. Dalam waktu sepeminum teh lamanya kalian tentu sudah
menjadi mayat yang tak berkepala lagi!"
Tay Ih siansu mengeliarkan pandangan matanya ke empat penjuru. Memang ia merasa
rombongannya telah dikepung rapat. Kiranya barisan manusia-manusia setan dari Benggak
itu, setelah keadaan gelap lalu berpencaran membentuk lingkaran untuk mengepung
paderi-paderi Siau-lim-si.
Siu lampun lepaskan perhatiannya ke sekelilingnya. Diperhatikannya bahwa manusiamanusia
setan dari Beng-gak itu telah menempatkan diri dalam kedudukan yang tertentu.
Jika mereka benar-benar serempak menaburkan senjata rahasia, seluruh paderi Siau-lim-si
yang berada di tengah ruang situ tentu akan hancur binasa semua. Diam-diam ia
menyadari bahwa ucapan wanita baju kuning itu memang bukan ancaman kosong.
"Satu-satunya jalan untuk menghadapi keadaan tegang ini ialah harus melibat ketua
Beng-gak serapat-rapatnya agar anak buah Beng-gak tak berani sembarangan melepaskan
senjata rahasia" diam-diam ia telah merancang siasat.
Setelah menetapkan rencana, dengan menggembor keras, ia putar pedang menyerang
wanita baju kuning itu. Tetapi sebelum ia turun tangan ia rasakan lukanya telah menderita
perubahan. Untuk mempertahankan diri, ia berusaha minum pil Siok-beng-tan sebanyakbanyaknya.
Tapi ia sadar apabila kekuatan pil itu sudah lenyap, jiwanya tentu turut
lenyap juga. Kesempatan terakhir masih dapat bernapas itu, hendak ia pergunakan
menulis sejarah hidup yang mengesankan. Kini ia lancarkan ilmu pedang Tat-mo-samkiam.
Ilmu pedang tersebut merupakan ciptaan dari Tat Mo cousu, pendiri gereja Siau-lim-si.
Sembilan tahun menghadap tembok (istilah bersemedhi). Kedahsyatannya tiada taranya.
Walaupun wanita baju kuning itu sakti sekali, tetapi dia tak berdaya memecahkan ilmu
pedang istimewa itu. Tat-mo-sam-kiam, jurus demi jurus makin dahsyat. Jurus kedua lebih hebat dari
pertama dan jurus ketiga lebih sakti dari kedua. Apabila ketiga jurus itu benar-benar dapat
dipahami dengan mahir, tentu takkan menemui lawan yang mampu lolos dari
serangannya. Sayang kepandaian Siu-lam belum mencapai sedemikian tinggi. Apalagi ia sedang
terluka parah. Khasiat pil Siok-beng-tan sudah mulai menurun. Pada saat ia lancarkan
jurus Tay-lo-it-ong, ia sudah tak kuat lagi. Mulut menyembur darah dan orangnya pun
meluncur jatuh ke tanah. Sebenarnya ketua Beng-gak itu sudah tumpahkan seluruh kepandaiannya menghadapi
serangan Tat-mo-sam-kiam. Dengan susah payah ia dapat menghindar dari dua jurus
serangan. Pada saat ia terdesak dan kelabakan bertahan diri, tiba-tiba Siu-lam terbanting jatuh ke
tanah sendiri. Diam-diam wanita baju kuning menghela napas longgar.
Ia tertawa mengejek: "Huh, anai-anai berani menerjang api!" Ucapan itu mengandung
keputusan untuk membunuh pemuda itu.
Situasi pada saat itu benar benar suram sekali bagi pihak Siau-lim-si. Siu-lam rubuh
terlentang di lantai. Napasnya terengah-engah. Di sekelilingnya penuh dengan mayat
paderi-paderi Siau-lim-si. Lam-koay dan Pak-koay sedang berjuang mati-matian untuk
bertahan diri dalam jaring.
Api warna biru yang berada di tangan barisan setan Beng-gak, berkeliaran kian-kemari.
Angin malam berhembus dingin. Sosok-sosok mayat yang menganak bukit, bau darah
yang anyir, menjadikan ruang gereja Siau-lim-si yang suci, sebuah tempat yang
menyeramkan.... Menghela dalam-dalam, Tay Ih siansu lintangkan tongkatnya lurus ke muka dan
melangkah maju, serunya: "Rencana Gak-cu hendak meratakan gereja Siau-lim-si yang
sudah berdiri selama ratusan tahun, agaknya tidak sukar"."
Rubuhnya Siu-lam telah membuat paderi tua itu tertekan batinnya. Dan kematian dari
sekian banyak anak murid Siau-lim-si, meluluhkan semangatnya.
Setelah berhenti sejenak, ia melanjutkan berkata pula: "Hanya sebelum gakcu dapat
meratakan gereja ini, lebih dulu gakcu harus membunuh loni dulu!"
"Tentu akan kubunuh!" seru wanita baju kuning itu seraya mengangkat tangannya
pelahan-lahan. Pada saat itu terdengarlah suara seruling. Beralun-alun seperti berasal dari jauh tetapi
seperti pula berasal dari dekat.
Wanita baju kuning itu tiba-tiba menurunkan lagi tangannya dan mendengarkan
dengan penuh perhatian. Nada seruling itu makin melengking tinggi. Di dalam iramanya yang rawan,
mengandung kegagahan yang berwibawa.
Sekonyong-konyong wanita baju kuning menutup mukanya dan berteriak keras: "Ayo,
lekas pergi!" la terus berputar tubuh dan lari keluar.
Perubahan yang tak terduga-duga itu, membuat Tay Ih siansu tercengang. Benar-benar
ia tak mengerti mengapa dalam detik-detik kemenangannya, tiba-tiba musuh malah
melarikan diri. Karena ketuanya lari, maka barisan setan Beng-gak dan rombongan Siau Yau-cu pun
Wanita Iblis Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
segera mengikuti langkahnya.
Orang Beng-gak datang seperti laut pasang dan pergi juga seperti gelombang
menyurut. Tay Ih siansu menghela napas panjang. Segera menghampiri Siu-lam. Hidung dan
mulut pemuda itu mengucurkan darah, napasnya terengah-engah lemah.
Ketua Siau-lim-si itu menghela napas. Kemudian dirabanya dada pemuda itu. Ternyata
masih bernapas tetapi sudah lemah sekali.
"Toa-suheng, apakah Pui sicu itu masih ada harapan tertolong?" tiba-tiba Tay To siansu
berseru. Tay Ih siansu pelahan-lahan mengangkat kepala. Dua butir air mata mengembeng
turun dari pelapuk matanya, la gelengkan kepala: "Harapannya tipis sekali. Semoga Hud
memberi berkah agar jiwanya dapat tertolong!"
"Tay Hian Suheng juga terluka parah sekali," kata Tay To dengan rawan.
Ketika berpaling, Tay Ih melihat Tay To tengah memanggul tubuh Tay Hian yang sudah
kaku. Ketua Siau-lim-si itu menampilkan kedukaan yang dalam sekali. Sebuah helaan
napas panjang meluncur pula dari mulutnya: "Ah, dalam pertempuran ini boleh dikata
musuh telah membunuh Siau-lim-si...."
Tiba-tiba Tay Ih teringat sesuatu, serunya: ''Entah dengan senjata apa maka wanita
siluman itu dapat melukai anak murid kita dalam barisan Lo-han-tin. Lebih dari enam
puluh orang yang terluka dan Lo-han-tin menjadi porak-poranda. Tapi anehnya pada saat
Lo-han-tin hampir hancur, mengapa wanita itu tiba-tiba melarikan diri" Apakah dia
memasang perangkap?"
"Menilik keadaan yang kita hadapi saat ini, jelas bahwa kita telah mengalami kekalahan
besar. Rasanya tak perlu wanita itu menggunakan siasat apa-apa lagi untuk memperoleh
kcmenangan yang sudah pasti itu!"
"Itulah yang membingungkan," kata Tay To.
Sejenak Tay Ih merenung lalu berkata: "Sebelum wanita siluman itu pergi, apakah sute
tak mendengar sesuatu bunyi yang aneh?"
Karena tumpahkan tenaga dan perhatiannya untuk mengadu jiwa dengan wanita baju
kuning itu tadi, maka Tay Ih telah kehilangan ketajaman pendengarannya. Walaupun
sesungguhnya suara seruling itu cukup nyaring tapi tak mendapat perhatiannya sehingga
ia tak dapat memastikan benda apa yang berbunyi itu.
Untunglah Tay To siansu seperti teringat sesuatu, serunya: "Benar, seperti terdengar
semacam suara seruling yang bernada rawan dan perkasa. Ketika mendengar suara
seruling, wanita itu terus melarikan diri!"
Kata Tay Ih: "Ilmu kepandaian wanita itu memang sakti sekali. Dan pula ia
membekal segala macam senjata rahasia beracun. Mengapa hanya suara seruling saja
dapat membuatnya lari" Ah, tentu terdapat rahasia di balik peristiwa itu"."
Berhenti sejenak, ia melanjutkan kata-katanya pula: "Wakililah aku memberi perintah
supaya mayat-mayat itu segera disingkirkan. Anak murid yang gugur dalam pertempuran
supaya dicatat namanja dan ditanam bersama. Tiga hari kemudian akan diadakan doa
sembahyangan untuk meminta pengampunan dosa. Dan murid-murid yang terluka, supaya
dibawa dan dirawat di ruang Tat-mo-wan"."
Ketua Siau-lim-si itu menghela napas, lalu berkata pula: "Berhasilnya Siau-lim-si
terhindar dari bencana kehancuran hari ini, pahala Pui sicu yang paling besar. Entah
lukanya dapat disembuhkan atau tidak, tapi kita wajib berusaha sekuat tenaga untuk
menolong jiwanya!" Tiba tiba Tay To berbisik: "Lam-koay dan Pak-koay masih terjerat dalam jaring.
Bagaimana akan mengurus mereka?"
"Pakailah pedung Pek-kau-kiam ini untuk memotong jaring dan lepaskan mereka
keluar!" tanpa ragu-ragu Tay Ih memberi perintah.
"Tetapi kedua orang itu agaknya mendendam terhadap paderi Siau-lim-si. Kita sekarang
masih belum pulih tenaga kita. Apabila kedua orang itu lepas dan menumpahkan
kemarahan kepada kita, bukankah kita akan mengalami kesulitan. Maksud siaute .."
Tay Ih gelengkan kepala: "Kedua orang itu telah membantu pihak kita dan bertempur
dengan ketua Beng-gak. Sekalipun nanti mereka tetap hendak menuntut balas kepada
kita, tetapi kita pun tak dapat berpeluk tangan mengawasi orang yang sedang dalam
kesulitan. Lekas tolong mereka...!"
Jilid 31 "SUHENG, Kau benar," sahut Tay To seraya menyambut pek kau-kiam terus hendak
menghampiri Lam koay dan Pak koay.
Tetapi tiba tiba terdengar runcing lembut menghembus, "Ketua Beng gak, licin bukan
kepalang. Sekalipun dia lari karena mendengar tiupan serulingku tapi kuduga dia tentu
takkan begitu rela meninggalkan tempat ini. Dalam waktu singkat, ia tentu akan menyuruh
anak buah-nya secara diam diam menyelundup kedalam gereja sini. Harap bersiap siap
menjaga kemungkinan itu"."
Suara runcing lembut itu tiba tiba berbenti. Rupanya orang itu tengah merenung.
beberapa jenak kemudian terdengar ia menghembuskan suaranya yang runcing lagi,
"Pada saat ini, belum waktunya kuunjukkan diriku. Sebenarnya aku-pun dapat melepaskan
Lam-koay dan Pak koay dari jeritan nyaring Thian-jan si agar kedua orang itu dapat
membantu Siau-lim-si menghadapi musuh. Tetapi karena tampaknya mereka masih
mendendam kepada paderi Siau lim-si, apa-bila dikeluarkan, belum tentu mau membantu
kalian. Sekalianpun mereka tak mau ikut campur tangan dalam pertempuran, tetapi tetap
tak menggunakan fihak Siau-lim-si. Maka untuk sementara ini, lebih baik tak melepaskan
mereka. Untung mereka berdua berkepandaian tinggi sehingga dapat bertahan diri dari
jepitan jaring. Asal mereka tahu bahwa makin meronta semakin jaring itu mengeras,
mereka tentu mau berdiam diri dengan tenang".
"Kojin siapakah yang sudi membantu kami itu" Maukah kiranya"." baru Tay Ih siansu
berseru kepada orang yang tidak kelihatan itu. tiba tiba orang itu sudah menukas, "saat ini
kugunakan ilmu menyusup suara untuk bicara dengan kalian berdua. Oleh karena setiap
saat ketua Beng gak mungkin akan kembali kesini, sebaik-nya segera dilakukan penjagaan
ketat. Untuk sementara waktu, barap kalian berdua suka mendengarkan petunjukku,
jangan menolak." Kembali orang itu berhenti lalu berkata lagi, "Rupanya pemuda She Pui itu menderita
luka berat. Sebaiknya pindahkan dia kekamar rahasla, jangan sampai diganggu musuh!"
Tergerak hati Tay Ih atas perintah orang tak kelihatan itu, Namun ia tak leluasa untuk
mengucapkan apa apa. Kembali orang itu gunakan ilmu menyusup suara berkata lebih lanjut, "Kalian berdua
harus bersikap seperti yakin dapat mengatasi peristiwa saat ini. Sekalipun anak murid Siau
lim si banyak yang jatuh korban keganasan Beng gak tapi rasanya sisa yang masih ada,
dapat membentuk lagi barisan Lo han-tin. Sebaiknya memilih lagi sejumlah anak murid
agar barisan itu segera dapat dibentuk. Dan nyalakan obor kembali untuk menjaga
kemungkinan musuh mengadakan serangan secara gelap."
Tay Ih dan Tay To, meskipun merupakan paderi tua yang berkedudukan tinggi, tapi
dalam kekalahan total seperti saat itu, merekapun hampir kehilangan kepercayaan diri lagi.
Mereka menganggap petunjuk orang itu memang tepat. Maka Tay To segera
melakukannya. Disamping menyusun anggauta barisan Lo ban-tin yang terdiri dari murid
murid pilihan, juga diperintah-kan agar Obor obor yang dipadamkan oleh barisan setan
Beng-gak, dinyalakan kembali.
Sesaat kemudian terdengar suara tajam itu melengking lagi, "Barisan manosia-manusia
Setan itu, sebenarnya terdiri dari jago jago sakti dunia persilatan. Tetapi mereka telah
dikalahkan ketua Beng gak, dipotong lidahnya dan diminumi obat bius sehingga menurut
segala perintahnya. maka mereka memiliki kepandaian silat yang tinggi"."
Mendengar itu Tay Ih siansu gemetar dan serta merta ia merangkapkan kedua
tangannya mengucap doa Omitohud.
Kembali suara tajam itu melanjutkan bersuara lagi, "Harap lekas pindahkan pemuda itu
kesuatu tempat yang aman. Walaupun wanita Beng gak itu licin seperti rupa, tetapi
wataknya banyak curiga. Jika tidak mempunyai bukti-bukti yang nyata, dia tak mau
sembarang bergerak. Jika dapat bersikap seolah-olah seperti tak menderita apa-apa, tentu
wanita itu akan ragu-ragu dan tanggung tentu tak berani bertindak sembarangan. Nah,
sampai disini dulu karena aku tak leluasa bercakap- cakap lebih lanjut dengan kalian."
Dan suara itupun tak kedengaran lagi.
"Sute, harap bawa Pui sicu keruangan hong tiang," Tay Ih berbisik pelahan-lahan. Tay
To segera menyuruh dua orang paderi memanggul Siu-lam dan membawanya masuk.
Dalam pada itu, berpuluh puluh batang obor yang dipadamkan oleh barisan setan Beng
gak tadi, dan sudah dinyalakan kembali, Ruangan terang benderang lagi.
Barisan Lo han-tin yang kocar kacir, telah tersusun kembali. Kobaran-kobaran paderi
Siau-lim si yang telah jatuh, disusun rapi dimuka barisan sehingga menimbulkan suasana
yang rawan penuh dendam kedukaan.
Tay Ih siansu melangkah pelahan lahan mengitari korban korban itu. Lalu menatap
tajam tajam kepada barisan Lo han tin, Wajah setiap anggota barisan Lo ban tin
mengunjuk kedukaan vang diliputi kebulatan tekad untuk mempertahankan gereja Siau lim
si. Tay Ih siansu mengela napas lalu pejamkan mata. Diam diam ia telah mengerahkan
napas siap menghadapi musuh.
Halaman gereja Siau lim Si yang luar dan penuh dengan beratus ratus paderi, tampak
Sunyi senyap seperti suasana kuburan.
Tetapi sampai berselang beberapa lama, tetap tak terjadi suatu perubahan apa-apa.
saat itu barulah Tay Ih membuka mata dan memandang kelangit. Ternyata saat itu sudah
lewat pukul tiga malam. Tak berapa lama lagi tentu hari sudah terang tanah.
Tiba-tiba dibawah cahaya obor, tampak sesosok bayangan meluncur masuk dan
menghampiri ketempat rombongan paderi.
Tay Ih sianSu menghela napas, "Aaah, akhirnya datang juga. Pertempuran kali ini
entah akan mengorbankan berapa banyak paderi Siau lim-Si lagi"."
Dalam pada itu bayangan orang itu sudah tiba setombak dari tempat Tay Ih, dia
berhenti. Ketika Tay Ih siansu memandangnya ternyata pendatang itu orang pemuda yang
berpakaian ringkas warna hitam. Punggungnya menyanggul pedang.
Sambil memberi hormat kepada ketua Siau lim-si. pemuda itu berseru nyaring, "Maaf,
toa-suhu!" Tay Ih siansu kerutkan dahi dan membalas hormat, "Siapakah sicu?"
Orang itu pelahan lahan maju menghampiri. Kira kira terpisah tiga empat langkah ia
berhenti. Kita melihat tumpukan mayat paderi Siau-iim Si, tiba-tiba orang itu menjurah
dalam-dalam. "Siapakah sicu?" Tay Ih ulangi pertanyaannya lagi.
Pemuda itu tenang sekali sikapnya. Sambil julurkan sepasang tangan, ia menyahut
dengan hormat, "Cayhe adalah Tio Gan, murid dari partay Ceng sia-pay. Mohon tanya
gelaran tay-su yang mulia?"
Setelah mengatakan dirinya siapa, Tay Ih menanyakan apa maksud kedatangan
pemuda itu. Kata Tio Gan, "Suhuku karena sedang menyelesaikan pembuatan obat, maka tidak
dapat menghadiri Eng Hiong tay hwe di gunung Tay-Sin tempo hari. Tetapi tentang
perubahan di-dunia persilatan, di ikutinya dengan penuh perhatian, Konon kabarnya di
dunia persilatan dewasa ini, muncul seorang yang gerak-geriknya menakutkan sekali.
Siang malam dia menempuh parjalanan menuju kedaerah Tionggoan. Setelah pembuatan
obat selesai, suhupun msndengar berita itu dan timbul kecurigaannya. Maka dengan
mengajak dua belas murid, beliau telah turun gunung. rombongan kami dapat mengikuti
jejak orang itu sampii ke gereja sini. saat ini rombongan kami berada diluar gereja karena
sebelum mendapat perkenan dari taysu, kami tak berani lancang masuk"."
"Bukankah suhu sicu itu Ceng Hun totiang ketua Ceng-sia-pay?" Tay Ih menghela
napas. "Benar," Sahut pemuda itu.
"Ah, seorang sahabat lama"." Tay Ih Siansu sejenak menghela napas, "harap Tio sicu
mengundang suhu sicu dan menyampaikan berita bahwa karena saat ini Siau-lim-si
sedang menghadapi ancaman besar dari musuh, terpaksa lohu tak dapat menyambut
keluar"." "Menilik banyak paderi yang rubuh, tentulah habis terjadi pertempuran dahsyat. Baiklah
wanpwe segera akan menyampaikan pada suhu."
Tio Gan terus berputar tubuh dan lari keluar.
Sebenarnya Tay Ih masih hendak bicara, Ia hendak meminta agar pemuda itu
menyampaikan kepada rombongan Ceng sia-pay bahwa sebaiknya Ceng-sia-pay lekaslekas
tinggalkan gereja Siau Lim si Saja. Tetapi ternyata Tio Gan habis berkata terus lari
keluar sehingga Tay Ih tak sempat bicara lagi.
Tay Ih siansu menghela napas rawan. Barisan Lo han tin yang begitu tanggub, akhirnya
jebol juga apalagi Ceng sia pay. Bantuan mereka hanya berarti akan mengantar jiwa
secara sia-sia saja. Tak berapa lama, belasan orang berlari-lari disepanjang jalan yang terbentang dimuka
gereja. Menilik gerakan mereka, tentulah mereka memihki ilmu ginkang yang tinggi.
Pada lain kebad, Seorang imam yang memelihara jenggot panjang dan menyanggul
pedang dibelakang bahunya, menerobos masuk ke-dalam. Itulah imam Ceng Hun, ketua
dari partai Ceng-Sia -pay!
Begitu memandang tumpukan mayat yang menganak-bukit, ketua Ceng sia pay itu
menghela napas, serunya penuh sesal, "Ah, pinto datang terlambat, sungguh amat
menyesal." Tay Ih-Siansu rangkapkan kedua tangan memberi hormat, "Terima kasih atas
kunjungan toheng!" "Apakah barisan ini barisan Lo han-tin yang termasyhur itu?" sesaat Ceng Hun totiang
bertanya setelah memandang pada rombongan paderi Siau-Lim si yang tengah pecak
baris. Tay Ih mengiakan dengan kata-kata merendah.
"Tampaknya musuh sudah dapat dipukul mundur," kata ketua Cing sia-pay pula.
Tay Ih merenung sejenak, ujarnya, "Musuh keliwat tangguh sehingga gereja kami
menderita kerugian besar. Walaupun siaat ini mereka mundur, tetapi setiap saat dapat
datang lagi." Wajah ketua Ceng-sia pay serentak berubah serius, "Pada pertemuan digunung Thay
san yang diselenggarakan Tay Hong toheng. karena sedang membuat pil, terpaksa pinto
tak dapat menghadiri. Tetapi saat itu pinto mengutus dua orang murid, Siong Hong dan
Siong Gwat untuk mewakili pinto hadir."
"Apakah murid toheng itu kini sudah pulang kembali?" cepat cepat Tay Ih menukas
cemas. "Karena tak ada kabarnya, pinto segera mengirim beberapa murid pilihan untuk
menyelidiki ke gunung Thay san. Menurut surat mereka yang dikirim dengan burung
merpati, didekat gunung Thay san telah muncul gerombolan manusia aneh berpakaian
serba aneh dan gerak-geriknya serba misterius. Walaupun sudah lama pinto tak turun
gunung, tetapi pinto selalu mengikuti perkembangan dunia persilatan. Gerombolan
manusia manusia aneh itu, agaknya belum pernah muncul didalam persilatan. Karena
curiga, pinto berusaha memecahkan persoalan itu. Hari kedua pinto terima laporan burung
merpati lagi, menyatakan bahwa gerombolan manusia aneh itu kalau siang hari tidur,
malam berkeliaran. Pinto makin curiga dan akhirnya pinto memutuskan untuk turun
gunung. Karena tergesa-gesa, pinto hanya memilih dua belas murid untuk menyertai
pinto, ternyata pinto terlambat setindak juga"."
Tay Ih Siansu menghaturkan terima kasih atas perhatian dan semangat setia kawan
imam Ceng Sia Pay itu. Tiba-tiba terdengar langkah orang berlari. Ternyata Tay To siansu muncul dengan
mandi keringat. Tay Ih memperkenalkan sutenya itu kepada ketua Ceng Sia Pay dan
rombongannya. Kemudian Tay Ih menanyakan apa sebab sute itu berlari begitu tergesa-gesa.
Dengan menghela napas Tay To melaporkan tentang keadaan Siu Lam yang
berbahaya. "Dia tiga kali pingsan, dua kali habis napas. Siaute telah berusaha sekuat
tenaga untuk menyalurkan tenaga dalam kepadanya"."
Berita itu seperti palu godam yang menghantam kepala. Namun Tay Ih tetap menekan
tubuhnya yang gemetar, serunya:" apakah sekarang keadaannya sudah cukup baik?"
Diam diam Ceng Hun totiang heran melihat wajah kedua paderi Siau Lim Si itu. Segera
ia bertanya siapakah pemuda she Pui itu.
"Boleh dikata dialah yang menjadi tulang punggung Siau Lim si dalma menghadapi
serbuan Beng gak". Tay Ih menerangkan.
"selainberjasa kepada Siau Lim Si, diapun telah menyelamatkan dunia persilatan dari
bencana kehancuran." kata Tay Ih dengan penuh semangat.
"Entah dari partai manakah pemuda yang sedemikian saktinya itu" Mungkin pnto
pernah mendengar namanya." imam Ceng Hun semakin heran.
"Dia anak muda yang tak bernama. Tetapi kali ini jasanya, akan dikenang oleh seluruh
kaum persilatan. Namanya akan selalu dipuja oleh setiap anak murid Siau Lim Si." kata
Tay Ih lebih lanjut. Walau dalam hati tak puas. tetapi Ceng Hun totiang sungkan untuk membantah
mereka. Ia batuk-batuk kecil lalu katanya :"Jika kalian berdua begitu memujinya, tentulah
dia seorang yang luar biasa!"
"Tetapi saat ini dia sedang berada dalam keadaan yang gawat sekali. Dalam keadaan
jiwanya terancam itu ia tetap memperhatikan keselamatan Lam-koay dan Pak-koay!"
Kemasyhuran nama kedua tokoh aneh itu bukan hanya berkumandang di dunia
persilatan Tiong goan, pun jauh sampai di Kwan gwa (luar perbatasan). Sebagai ketua
Ceng-sia pay sudah tentu Ceng Hun totiang mendengar juga. Seketika ia terkesiap.
"Apa" Kedua locianpwe itu masih hidup?" serunya terkejut
Kata Tay Ih Siansu, "Kecuali Pui sicu, kedua tokoh Lam koay dan Pak koay itupun
membantu Siau-lim si"."
"Sudah lama pinto mengagumi nama kedua tokoh itu. Entah di manakah mereka itu
sekarang" Bolehkah pinto menjenguk?"
"Omitohud, hal ini"." tiba-tiba Tay Ih tak lanjutkan kata katanya. Ia ingat kedua tokoh
itu masih terjerat dalam jaring. Jika di-ketahui orang, tentulah akan merugikan nama
mereka. Tay Ih tidak ingin ketua Ceng-sia pay itu mengetahui keadaan Lam-koay dan pak koay
Wanita Iblis Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tetapi diapun tak dapat berdusta. Maka sampai beberapa saat, ketua Siau lim si itu tak
dapat berkata- kata. Tiba-tiba terdengar suara orang tertawa dingin:
"Ui dan Shin lokoay saat ini sedang terjerat jaring, lebih baik jangan melihatnya!"
Menyusul seorang lain orang, berseru dengan dingin, "Walaupun jaring itu lihay, tetapi
aku dan Ui lokoay dapat mengatasinya. Dalam sehari dua hari, aku masih dapat bertahan.
Yang penting adalah Pui suteku itu harus lekas di tolong jiwanya. Hm, dia menderita luka
berat karena membela Siau-lim-si, Jika kalian tidak mampu menyelamatkan jiwanya,
Lentera Maut 3 Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long Pedang Kayu Harum 18
Betapapun angkuhnya nona itu, tetapi dalam keadaan seperti saat itu, dimana setiap
saat para paderi akan menerjangnya dan ujung pedang Siu-lam sudah mengancam ketiga
buah jalan darahnya, terpaksa nona itu menurut perintah Siu-lam. Sapu tangannya segera
dimasukkan lagi ke dalam baju.
"Hm, sebelum terang tanah nanti, kita toh masih akan melakukan pertempuran maut..."
serunya dengan dingin. Sambil menarik pedangnya, Siu-lam tertawa: "Dengan segala senang hati aku akan
melayani kehendak nona!"
"Aku hendak pergi!"
"Silahkan, silahkan!"
"Tetapi para paderi itu masih bergerak di sekelilingku, bagaimana aku dapat keluar?"
"Tadi bagaimana cara nona masuk kemari?" tanya Siu-lam.
"Aku melayang melalui pagar manusia!"
"Ya, ya, benar! Sekarang silahkan nona terbang lagi melalui kepala mereka!" seru Siulam.
Nona itu tertawa dingin: "Sekalipun Lo-han-tin itu termasyhur sebagai barisan nomor
satu di dunia persilatan, tetapi belum tentu dapat merintangi aku!"
Diam-diam Siu-lam menimang: "Budak perempuan ini tentu mempunyai maksud datang
kemari. Sekalipun sudah kucegah agar dia tak dapat menjalankan kclicikannya, tetapi
orang Beng-gak itu kaya dengan tipu muslihat yang licik. Terhadap mereka memang tak
perlu harus merasa sungkan dan memegang peraturan-peraturan persilatan lagi."
Cepat ia gerakkan Pek-kau-kiam seraya berseru: "Aku tak percaya kalau nona hanya
menyampaikan pesan suhu nona saja. Jika engkau merasa sukar untuk keluar dari Lo-hantin,
lebih baik jangan keluar sajalah!"
Mendengar itu, gelisahlah nona baju biru tersebut. Diam-diam ia mengeluh bahwa
rencana nya akan gagal dan ia akan celaka sendiri.
"Keadaan saat ini, kiranya nona tentu sudah mengetahui. Siapa yang bakal mati, nona
tentu tak berani memastikan. Jika nona suka mendengar kata-kataku...!" baru Siu-lam
hendak melanjutkan kata-katanya, si nona sudah tertawa menukas.
"Ai, bagaimana" Engkau bermaksud hendak menganjurkan aku supaya berpihak kepada
Siau-lim-si"!" "Semua partai-partai pcrsilatan telah diundang Siau-lim-si. Paling lambat besok pagi,
mereka tentu sudah datang. Suhumu tak ubahnya seperti katak dalam tempurung.
Menganggap dirinya yang paling sakti sendiri di dunia. Kiranya sekarang dia tentu sudah
menyadari, bahwa untuk menguasai dunia persilatan, tidaklah semudah seperti yang
dibayangkan!" kata Siu-lam.
"Pukul berapakah sekarang ini?" seru si nona.
"Masakan engkau tidak dapat memandang cahaya di langit sendiri?" serunya nyaring
tanpa memandang ke atas. "Hm, pemuda ini memang keras kepala sekali. Mungkin sukar bagiku keluar dari barisan
mereka. Terpaksa aku harus menerjang bahaya!" diam-diam nona itu menimang dalam
hati. Siu-lam memandang tak berkesiap kepada nona itu. Segala gerak-gerik dan mimik nona
itu tak lepas dari pengawasannya. Ketika melihat mata nona itu mulai berkeliaran
memandang ke sekeliling, sekonyong-konyong Siu-lam menyerangnya.
Kepandaian nona itu bukan sembarangan. Begitu Siu-lam bergerak iapun segera
mengisar ke samping dan secepat kilat Ceng-liong-kiam pun sudah melintang di
dadanya". Tring..., terdengar benturan nyaring.
Siu-lam buru-buru tarik pulang pedangnya. Tetapi sebelum ia sempat lancarkan
serangan yang kedua, senjata tanduk rusa dari si nona sudah mendahului menutuk
dadanya. Senjata itu mengkilap dan mempunyai duri-duri tajam. Sekali menutuk beberapa jalan
darah di dada Siu-lam telah terancam.
Siu-lam tak mau unjuk kelemahan. Dengan jalan Heng-soh-ngo-gak atau menabas lima
gunung, ia menabas senjata si nona. Tring! terdengar benda keras saling berbenturan.
Pedang Siu-lam seperti membacok batu keras. Sekalipun tanduk rusa itu terpental, tetapi
tak menderita cacad apa-apa.
Heran juga Siu-lam dibuatnya. Tak tahu ia senjata apakah yang dipakai si nona itu. La
tak berani meremehkan dan menyerang dengan hati-hati. Jurus Pat-hong-hong-u atau
hujan angin menderu dari delapan penjuru, segera dimainkan. Pek-kau-kiam berubah
laksana gelombang sinar pedang yarg melanda musuh.
Untuk menghadapi serangan dahsyat itu, si nona segera gunakan jurus Kim-tin-ting-hay
atau Jarum mas menentang laut.
Tring, tring, tring, terdengar Pek-kau-kiam dan Ceng-liong-kiam beberapa kali saling
berbenturan dengan nyaringnya.
Dalam hal tenaga, ternyata Siu-lam lebih kuat. Benturan itu membuat si nona harus
mundur dua langkah. Pada saat itu, Siu-Iam mendidih. Dengan menggembor keras, ia lancarkan pula jurus
Khong-jiok-thi-ih atau burung merak tanggalkan bulunya. Pek-kau-kiam menabas dari
samping. Tetapi nona baju biru itupun tak mau unjuk kelemahan. Bukan mundur kebalikannya
malah menyongsong maju dua tindak. Tanduk rusa dengan cepat sekali ditutukkan ke
dada Siu-lam. Cara yang dilakukan si nona itu adalah cara yang nekad, mengajak lawan bersamasama
mati. Jika Siu-lam tak mau menarik pedangnya untuk menangkis, memang dia
dapat melukai si nona, tetapi tanduk rusa nona itupun dapat menutuk dadanya.
Siu-lam terpaksa menarik pedang dan menggeser ke samping dua langkah.
Kesempatan itu tak disia-siakan si nona. Tiga buah serangan segera ia lancarkan. Yang
diarah ialah jalan darah maut semua.
Siu-lam terpaksa mundur dua langkah lagi baru ia melancarkan balasan.
Demikianlah keduanya bertempur mati-matian di tengah-tengah barisan Lo-han-tin.
Nona itu memang sengaja melibat Siu-lam dalam pertempuran yang sengit. Sedapat
mungkin ia dapat mendesak lawannya sehingga paderi-paderi anggota Lo-han tin itu
segera membantunya. Dengan demikian perhatian mereka tersedot ke arah pertempuran
itu, tetapi mereka tak berdaya untuk membantu si anak muda.
Seperti telah diketahui, kepandaian yang dimiliki Siu-lam saat itu, hampir meliputi
seluruh ilmu dari semua aliran partai persilatan. Walaupun dia tak dapat menguasai semua
ilmu dari setiap partai persilatan, tetapi ilmu istimewa yang menjadi kebanggaan setiap
partai persilatan itu dia tentu dapat.
Dengan kepandaiannya yang beraneka ragam dan aneh itu, ia dapat melayani serangan
si nona dengan seimbang. Pada saat itu barisan setan dari Beng-gak, makin menyerang hebat. Sehingga barisan
Lo-han-tin pun makin cepat bergerak.
Sejak semula, Siu-lam memang mencurigai kedatangan nona itu tentu tidak
sewajarnya. Tentu nona itu akan melakukan suatu siasat yang licik. Maka ia mainkan Pekkau-
kiam dengan gencar agar tak memberi kesempatan si nona melaksanakan
rencananya. Nona baju biru itupun kuatir kalau paderi Lo-han-tin akan membantu Siu-lam. Maka
iapun lancarkan serangan dahsyat untuk melibat Siu-lam. Dengan demikian pertempuran
kedua anak muda itu berlangsung seru dan sengit sekali.
Tiba-tiba terdengar sebuah suitan nyaring. Saat itu tampak si nona mulai kewalahan.
Sebaliknya makin lama Siu-lam makin gagah. Dia menyadari bahwa sejak dalam beberapa
hari ini menerima pelajaran dari Kak Bong taysu dan kedua tokoh Lam koay-Pek koay,
kepandaiannya makin bertambah pesat. Sekalipun begitu diam-diam ia tetap merasa heran
melihat kemajuan yang dicapainya pada saat itu.
Mendengar suitan itu, tiba-tiba semangat si nona bergelora lagi. Cepat ia lancarkan tiga
buah serangan balasan yang dahsyat.
"Aneh, mengapa mendengar suitan, tiba-tiba semangat si nona ini serentak timbul lagi"
Siapakah gerangan yang bersuit itu" Jika menilik nada suitannya yang melengking tinggi
sedemikian rupa, jelas tentu berasal dari seorang tokoh yang sakti dalam ilmu lwekang.
Dan tentulah suitan itu mempunyai sangkut-paut dengan pertempuran. Karena bersuit,
barisan Beng-gak menyerang hebat lagi." demikian Siu-lam menimang dalam hati.
Tring, tring, tring habis menangkis ketiga serangan si nona, Siu-lam terus lancarikan
jurus sakti Jiauw-toh-co-hoa!
Nona itu terperanjat sekali ketika pedang Siu-lam berhamburan macam kembang api
pecah di udara dan mencurah kepadanya. Ia bingung dan tak mampu menangkis lagi.
Dalam kebingungan ia gerakkan Ceng-liong-kiam dan tanduk rusa untuk melindungi
tubuhnya. Sebagai murid dari ketua Beng-gak, sudah tentu kepandaian nona itu sealiran dengan
pelajaran Lo Hian. Ilmu pedang Jiau-toh-co-hua yang dimainkan Siu-lam itu adalah ciptaan
Lo Hian yang paling ganas sekali. Walaupun hanya terdiri dari satu jurus, tetapi seimbang
dengan ilmu pedang Lo-han-kiam-hwat. Walaupun belum pernah mempelajari, tetapi
sepintas pandang, ia serasa mengenal jurus itu.
Tring, Pek-kau-kiam menyingkap Ceng-liong-kiam dan tentu akan terus menyusup ke
tenggorokkan si nona. Tetapi sekonyong-konyong Pek-kau-kiam berhenti di tengah jalan.
Ah, kiranya Siu-lam hanya dapat menjalankan permainan pedang itu sampai di situ saja.
Jurus kelanjutannya, ia tak bisa.
Tiba-tiba terdengar jeritan ngeri susul-menyusul. Dan barisan Lo-han-tin yang berputarputar
seperti roda, mendadak menjadi kalut.
Sejenak menenangkan diri, nona baju biru itu segera menabas lambung Siu-lam. Siulampun
terpaksa loncat ke samping. Berpaling ke samping, tampak tiga empat puluh
paderi Siau-lim-si telah bergelimpangan menjadi mayat di lantai. Entah apa yang
menyebabkan mereka rubuh itu.
Barisan Beng-gak terus maju menyerbu.
Rupanya paderi pemimpin barisan itupun juga binasa, sehingga karena tiada pimpinan
lagi Lo-han-tin menjadi kacau balau.
Meskipun para paderi itu masih melakukan perlawanan, tetapi mereka bertindak
menurut kemauan sendiri. Tidak lagi terikat dalam formasi barisan Lo-han-tin yang teratur.
Dengan begitu mereka tak kuasa lagi mencegah penyerbuan barisan manusia aneh dari
Beng-gak. Tiba-tiba si nona baju biru serempak menyerang hebat. Didahului dengan teriakan
keras ia putar Ceng-liong-kiam dengan sangat gencar sekali. Seketika seorang paderi
Siau-lim-si telah terpapas kutung.
Melihat darah, nafsu pembunuhannya makin berkobar. Dia tak mau menyerang Siu-lam
lagi melainkan mencari mangsa dimana paderi Siau-lim-si tampak menggerombol dalam
jumlah yang banyak. Pedang Ceng-liong-kiam dan senjata macam tanduk rusa, bagaikan
sepasang sinar merah dan hijau yang menyambar-nyambar.
Dalam beberapa kejap saja, tujuh orang paderi telah menjadi korbannya.
Menyaksikan korban yang diderita paderi Siau-lim-si, Siu-lam sedih sekali. Buru-buru ia
berseru kepada mereka: "Harap suhu sekalian berhenti di tempat masing-masing dan
melawan. Jangan bergerak sembarangan agar tidak menjadi korban keganasan musuh!"
Habis berseru, Siu-lam segera menyerbu si nona baju biru. Nona itu terpaksa tinggalkan
mangsanya dan melayani Siu-lam.
Tring tring tring berulang kali terdengar dering tajam dari benturan senjata tajam Cengliong-
kiam dan Pek-kau-kiam saling beradu beberapa kali.
Dalam pertempuran itu, Siu-lam telah keluarkan jurus-jurus berbagai partai persilatan.
Serangannya bagaikan gelombang yang melanda si nona.
Serangan dahsyat dari anak muda itu memaksa si nona mundur dan kalah angin. Dia
tak mampu lagi melancarkan serangan balasan melainkan hanya membela diri saja.
Sesungguhnya kepandaian nona itu cukup sakti. Tetapi karena ia kalah cepat dan
diserang oleh bermacam-macam ilmu pedang istimewa dari partai-partai persilatan, mau
tak mau terpaksa ia terdesak juga.
Pertempuran kedua anak muda itu benar-benar seru dan sengit sekali. Dalam
menguasai lawan itu, Siu-lam telah menghabiskan seluruh tenaganya. Namun dalam
kedudukan yang kelabakan, nona itu masih tetap dapat bertahan diri.
Dalam beberapa kejap saja keduanya telah melangsungkan lebih dari empat puluh
jurus serangan pedang. Siu-lam tak mau melepaskan kesempatan sebaik itu. Ia curahkan segenap perhatian
dan tenaga untuk menghancurkan si nona. Dan hasilnya, nona itu makin payah.
Kehancuran hanya tinggal menunggu saat saja. Asal Siu-lam dapat langsung
mempertahankan serangannya, nona itu pasti kalah.
Dalam detik-detik hanya menunggu saat kekalahan dari si nona baju biru itu, tiba-tiba
terdengar teriakan melengking yang nyaring sekali. Sesosok bayangan merah meluncur
dari udara tahu-tahu terus menyerang Siu-lam dari belakang.
Pemuda itu cepat berputar tubuh dan menyisih tiga langkah ke samping. Ketika
mengamati ternyata penyerangnya itu seorang nona baju merah yang mencekal pedang di
tangan kanan dan sebuah kebut hud-tim di tangan kiri. Nona baju merah itu tegak berdiri
berhadapan dengan si nona baju biru.
Beberapa langkah di belakang, tampak si wanita baju kuning dan di belakang wanita
baju kuning itu tegak berbaris Siau Yau-cu, Su Boh-tun, Pek Co-gi, Tio Hong-kwat dan
jago-jago sakti yang telah dikuasai pihak Beng-gak.
Dengan kemunculan si wanita baju kuning atau ketua Beng-gak itu, terang kalau dia
telah mengganti siasat. Barisan manusia aneh, telah dijadikan pelopor penyerang.
Sedang rombongan jago-jago sakti, ditaruh di belakang. Mereka disiapkan untuk
mengadakan pertempuran terakhir dengan Siau-lim-si.
Berhadapan dengan rombongan musuh yang sakti itu, Siu-lam bersikap tenang dan
serius. Mencuri pandang sekeliling, ia tak melihat lagi barang seorang paderi Siau-lim-si.
Yang membentur pandangan matanya hanyalah mayat-mayat paderi yang bergelimpangan
malang-melintang di lantai. Jumlahnya terang dari lima puluhan orang.
Suara nyanyian gereja dan musik irama setan tadi, tak terdengar lagi. Hanya lepat-lepat
terdengar dering gemerincing dari suara senjata beradu.
Berpaling ke belakang, Siu-lam melihat sisa rombongan pertama paderi Siau-lim-si
mundur sepuluh tombak jauhnya. Di bawah sinar penerangan berpuluh batang obor yang
terang benderanag, ia lihat dalam ruangan besar telah berlangsung pertempuran.
Siu-lam memperoleh gambaran jelas. Barisan atau rombongan pertama dari Lo-han-tin
telah mengalami kehancuran total.
Sebelum anak muda itu dapat menetapkan rencana, tiba-tiba ketua Beng-gak
mengangkat tangannya dan rombongan jago-jago sakti yang berada di belakangnya itu
segera maju mengepung Siu-lam.
Siu-lam menghela napas panjang, ia kerahkan seluruh tenaga dalamnya untuk siap
menghadapi serangan mereka. Tetapi ternyata jago-jago sakti itu hanya mengurungnya,
tidak menyerang. Wanita baju kuning melangkah maju menghampiri Siu-lam. Diam-diam tergetar juga
hati pemuda itu, pikirnya: "Dengan menyuruh jago-jago sakti mengepung dan ia sendiri
menghampiri ke tempatku ini, tampaknya wanita itu telah mengambil keputusan
membunuh aku...." Dengan dugaan itu, ia cepat lintangkan pedang Pek-kau-kiam untuk melindungi diri. Ia
menggunakan ilmu pedang Tat-mo-sam-kiam menempur wanita Beng-gak itu.
Tetapi tenang-tenang ketua Beng-gak ayunkan langkah. Kira-kira tiga langkah dari Siulam,
tiba-tiba ia berhenti. Ditatapnya Siu-lam tajam-tajam, serunya dingin: "Sekarang
engkau tentu percaya, bahwa sebelum terang tanah, aku tentu dapat membasmi seluruh
paderin Siau-lim-si!"
Siu-lam menengadah ke langit. Diperhitungkan bahwa saat itu belum jam tiga. Menilik
keadaan Siau-lim-si saat itu memang kata-kata wanita itu bukan ucapan kosong.
Sejenak merenung berkatalah pemuda itu: "Merebut kemenangan dengan akal siasat
yang licik, bukanlah laku yang perwira!"
"Ha ha ha ha?" wanita baju kuning itu tertawa sinis, "tujuan perang adalah untuk
mengalahkan musuh. Dengan cara apapun, bukanlah soal. Perang menghalalkan semua
cara, makin licin makin bagus"."
"Dunia persilatan dan kaum pendekar, mengutamakan kepandaian silat yang sejati.
Barangsiapa memiliki ilmu kepandaian yang gemilang, seluruh kaum persilatan tentu akan
tunduk. Dalam kedudukan sebagai ketua Beng-gak dan kau tak segan menggunakan caracara
yang licik, apakah tidak akan merendahkan derajatmu?"
Wanita baju kuning itu tertawa: "Paderi Siau-lim-si berjumlah ribuan orang. Sekalipun
mereka menyerah, tetapi membutuhkan waktu juga untuk menghabiskan mereka...."
Siu-lam selalau dapat menyesuaikan diri dengan keadaan. Karena menyaksikan
kehancuran paderi Siau-lim-si yang sedemikian mengenaskan, seketika timbullah
keinginannya untuk mengetahui alasan apa yang digunakan Beng-gak.
Sejenak memandang ke cakrawala, berserulah ia dengan nada yang serius: "Ucapan
beng-cu memang benar. Jika seluruh paderi Siau-lim-si bertekad untuk mengadu jiwa,
pertempuran malam ini akan merupakan pertempuran berdarah yang paling dahsyat. Baik
kalah ataupun menang tentu akan tercatat sebagai pertempuran berdarah yang paling
ngeri dalam sejarah dunia persilatan...."
Sepasang mata wanita Beng-gak itu berkicup-kicup dan menyahutlah ia tenang-tenang:
"Saat ini waktu berharga sekali. Sedetik bagai sejumput emas. Begitu mcrintih-rintih dan
mengelu-elu kata-katamu itu, entah hendak kau perdengarkan kepada siapa?"
"Biarlah aku bicara sampai lidahku kering tak lain karena berharap agar beng-cu suka
mengingat peri-kemarusiaan"."
"Hahaha." wanita baju kuning itu tertawa hambar. "Suruh pade'i paderi itu lemparkan
senjata dan menyerah, nanti tentu akan kuampuni jiwa mereka!"
Mendengar itu menggigillah bulu kuduk Siu-lam, serunya: "Dengan begitu, kata-kataku
tadi hanya angin kosong. Baiklah, karena bengcu sudah memutuskan begitu, aku hendak
mengusulkan sebuah cara agar menghindarkan pembunuhan yang tak berguna!"
"Jika ada usul, lekaslah katakan dengan jelas, jangan melingkar-lingkar membisingkan
telinga!" tukas wanita baju kuning itu.
"Menggebuk ular harus menggebuk bagian kepalanya. Mencari burung harus mendjolok
sarangnya. Jika bengcu dapat menundukan tokoh-tokoh pimpinan Siau-lim-si, paderipaderi
anak murid mereka tentu tak mampu melanjutkan perlawanannya lagi!" kata Siulam.
"Maksudmu, cukup menyuruh pimpinan Siau-lim-si untuk mengadu kesaktian guna
menentukan kalah atau menang?" seru si wanita.
Wanita Iblis Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Siu-lam mengiyakan. "Bagus juga cara itu...." kata ketua Beng-gak seraya melambaikan tangan kanannya.
Rombongan jago-jago sakti yang mengepung Siu-lam itupun segera memberi jalan.
Kemudian wanita ketua Beng-gak menyuruh Siu-lam: Berundinglah dengan paderi-paderi
itu!" Sambil mancekal kencang Pek-kau-kiam, Siu-lam memberi hormat: "Baiklah, akan
kulaksanakan perintah bengcu. Harap bengcu suruh barisan yang beraneka pakaiannya
itu, hentikan penyerangannya!"
"Gampang saja," kata ketua Beng-gak.
Siu-lam segera melangkah keluar dari kepungan. Beberapa langkah kemudian, ia
berhenti dan berpaling lagi. "Masih ada sebuah permintaan, harap bengcu suka
meluluskan!" Wanita itu marah: "Engkau memang menjemukan sekali! Kalau mau membunuhmu,
adalah semudah membalik telapak tanganku. Lekas bilang!"
Dengan nyaring Siu-lam berseru: "Aku hendak mengusulkan supaya bengcu menyetujui
dalam pertempuran itu jangan menggunakan senjata rahasia serta tak boleh
menggunakan racun. Adu kepandaian itu harus dilangsungkan secara jujur untuk
menentukan unggulnya kepandaian sejati!"
"Baik!" wanita ketua Beng-gak itu menjawab ringkas.
"Sebagai ketua Beng-gak. bengcu seorang pemimpin yang diandalkan sekali. Harap
jangan mengingkari perjanjian ini!"
Tanpa menunggu jawaban, Siu-lam terus berputar dan lari.
Setelah pemuda itu agak jauh. nona baju biru segera berpaling kepada gurunya:
"Pemuda itu lihay sekali, mengapa suhu tak segera melenyapkannya saja?"
"Tetapi kata-katanya memang tepat," jawab wanita baju kuning, "Jika kita
menghabiskan seluruh paderi Siau-lim-si, mungkin sampai terang tanah belum selesai.
Biarlah kita turutkan usulnya agar Siau-lim-si mengajukan beberapa jagonya yang sakti
untuk melangsungkan pertempuran yang menentukan. Kita mempunyai keuntungan dalam
hal itu. Asal beberapa jago mereka sudah kalah, Siau-lim-si tentu menyerah!"
"Tetapi suhu telah meluluskan untuk tidak menggunakan kita juga?" tanya si nona baju
merah. Ketua Beng-gak sejenak sapukan matanya memandang tajam kepada kedua nona yang
menjadi muridnya itu, katanya: "Jika ji-sumoaymu masih hidup, ia tentu takkan
mengajukan pertanyaan semacam itu. Karena kalian dapat bertanya, tentu dapat
menjawab sendiri...."
Kedua nona baju biru dan merah itu angkuh dan dingin sekali sikapnya. Tetapi
terhadap suhunya, mereka takut sekali. Seketika mereka tundukkan kepala dan berkata
perlahan: "Mohon suhu sudi memberi ampun kepada murid."
Wanita baju kuning melangkah perlahan seraya berkata: "Lekas suruh mereka berhenti
menyerang. Barisan Ngo-kui-tin kita, terang bukan tandingan barisan Lo-han-tin mereka!"
Nona baju biru merogoh keluar sebuah suitan. Sekali ditiup terdengarlah bunyi yang
nyaring sekali. Barisan lima macam serangan dari Beng-gak segera hentikan serangannya dan mundur,
Lo-han-tinpun berhenti juga.
Di bawah penerangan obor yang terang benderang, tampak berpuluh-puluh mayat
paderi Siau-lim-si bergelimpangan di lantai.
Wanita baju kuning berkeliaran memandang ke sekeliling kemudian berbisik kepada si
nona baju biru: "Tunggulah perintahku. Selekas pemimpin Siau-lim-si dapat kubekuk,
engkau harus gerakkan barisan menyerang dan membakar gereja. Ratakan gereja Siaulim-
si dengan tanah agar dunia persilatan jangan timbul lagi Siau-lim-si!"
Nona itu mengiyakan. Ketua Beng-gak memberi isyarat, mengajak nona baju merah dan rombongan jago-jago
sakti masuk ke dalam gereja.
Dari pihak Siau-lim-si, muncullah sebuah barisan paderi berjubah putih. Salah seorang
paderi tua, dengan mencekal tongkat dan tangan kiri memegang sepasang senjata tengpo,
melangkah maju. Di sebelah paderi tua itu, terdapat Lam-koay dan Pak-koay. Sebelah
kanannya tampak Siu-lam dengan menghunus pedang.
Kedua pihak berjalan dengan pelahan tetapi langkah mereka menetap dan sikapnya
serius sekali. Masing-masing pihak telah menyadari bahwa pertempuran malam itu
merupakan pertempuran mati atau hidup.
Jarak kedua belah pihak makin dekat tetapi tiada kedengaran suara apa-apa. Agaknya
setiap orang menumpahkan seluruh perhatiannya untuk menjaga setiap kemungkinan.
Tiba-tiba wanita baju kuning itu kerutkan sepasang alisnya dan percepat langkahnya
sehingga dalam beberapa kejap tibalah ia di hadapan rombongan Siau-lim-si.
Memang paderi yang berjalan di muka sendiri itu adalah Tay Ih siansu pejabat ketua
Siau-lim-si. Dengan gunakan tongkat di tangan kanan, paderi itu mencongkel tutup kedua
buah tempat pedupaan yang dipegang di tangan kirinya. Sepasang tempat pedupaan itu
ternyata berisi sebuah arca Budha dari batu kumala putih. Dari dalam tempat itu,
mengepul asap tipis yang harum baunya.
"Benda apakah itu?" tegur si wanita baju kuning dengan nada dingin.
"Harap Gak-cu jangan kuatir. Sudah sejak berdiri ratusan tahun, Siau-lim-si tak pernah
bertindak curang melakukan penyerangan secara gelap. Dan tak pernah pula
menggunakan bius beracun untuk mencelakai orang. Asap dari tempat pedupaan ini,
menyiarkan bau harum yang sama sekali tak mencelakai orang. Kebalikannya, bau harum
itu dapat meleuyapkan segala macam bebauan ya ng mengandung racun!"
"Baiklah kita segera mulai membicarakan acara pertempuran. Tapi tak perlu mengurusi
benda itu!" wanita baju kuning cepat menukas.
"Jangan mempunyai pikiran untuk mencelakai orang tetapi jangan mengabaikan untuk
menjaga diri terhadap perbuatan orang. Dupa harum ini hanya tinggal satu-satunya
batang yang berada dalam Siau-lim-si. Demi menghormat kunjungan Gak-cu. maka
kanmipun menyulutnya juga," kata Tay Ih.
Ucapan ketua Siau-lim-si itu sudah jelas mengunjukkan bahwa dia tak percaya akan
kejujuran ketua Beng gak.
Wanita baju kuning itu tertawa dingin: "Ucapanmu itu sukar membuat aku percaya!"
Habis berkata ia gerakkan jari-jari tangan untuk menunduk ke arah tempat pedupaan itu.
Tay Ih menginsyafi bahwa yang dihadapinya saat itu seorang musuh yang sakti. Dia tak
berani lengah. Buru-buru ia kebutkan lengan jubahnya untuk menolak tutukan dari jarak
jauh orang. Wanita baju kuning itu tertawa dingin. Tiba-tiba ia melangkah maju.
Tenaga sakti dari Tay Ih siansu memang hebat sekali. Tetapi ketika berbentur dengan
tenaga tutukan jari si wanita, tiba-tiba paderi itu terkejut. Angin tutukan dari si wanita
menyerupai pisau tajam yang membelah angin kebutannya tadi.
Melihat terjadi sesuatu dalam gerakan Tay Ih, Lam-koay Shin Ki pura-pura menguruturut
jenggot tetapi diam-diam dengan gerakan mengurut itu, ia melancarkan tenaga sakti
untuk menahan angin tutukan jari si wanita.
Mellihat kedua pihak belum-belum sudah adu kesaktian, Siu-lam buru-buru lari
menghampiri dan berseru nyaring: "Telah kusampaikan pesan gakcu pada Tay Ih siansu
dan ia pun menyetujui. Kedua belah pihak, akan mengajukan jago-jago untuk mewakili
pihak masing-masing dan melakukan pertandingan yang menentukan...."
Ia memandang ke langit, ujarnya: "Saat ini sudah mendekati terang tanah. Harap bengcu
ssgera menetapkan peraturan agar pertandingan dapat segera dimulai!"
Wanita baju kuning itu mendengus dingin: "Rencananya engkau yang usulkan.
Peraturannya juga terserah padamu!"
Siu-lam tertawa: "Siapa yang menentukan peraturan, tak begitu penting. Pokoknya
peraturan itu harus benar-benar ditaati oleh kedua pihak Baiklah, aku menurut saja."
"Hai, dalam pertempuran nanti, engkau yang pertama kubunuh lebih dulu!" wanita baju
kuning itu mengerang karena merasa tersinggung oleh kata-kata Siu-lam.
"Menilik banyaknya manusia yang terbunuh tadi, aku percaya akan ucapan bengcu.
Tetapi sebelum ajal, aku harus berpantang maut. Kiranya bengcu tentu membutuhkan
waktu yang cukup lama untukK membunuh diriku!" kata Siu-lam.
"Hm, hanya seperti orang membalikkan telapak tangan saja," dengus wanita itu.
Siu-lam tak mau meladeni. Ia batuk-batuk sebentar lalu berpaling ke arah tujuh puluh
dua paderi Siau-lim-si yang berdiri di belakang Tay Ih siansu, kemudian berkata kepada si
wanita: "Jika sebelum terang tanah, bengcu dapat membunuh habis kami semua ini,
paderi-paderi Siau-lim-si yang lain tentu akan menyerah dan tunduk pada perintah
bengcu!" "Itu pun tak sukar!" wanita baju kuning tertawa dingin.
"Tetapi dikuatirkan sebelum terang tanah bengcu tentu sukar untuk membasmi kami
semua. Entah kalau sampai menemui kegagalan, bagaimana tindakan bengcu?"
Ketua Beng-gak rupanya menyadari kalau termakan tipuan Siu-lam untuk
membangkitkan rangsangan kemarahan lawan. Tetapi wanita itu dingin saja
menjawabnya: "Jika sebelum terang tanah, aku tak dapat menghabiskan jiwa kalian
semua, aku akan tinggalkan tempat ini. Dalam tiga tahun lamanya aku takkan
melaksanakan rencanaku untuk menguasai dunia persilatan!"
Siu-lam tersenyum: "Syarat yang bengcu ajukan itu memang lebih ringan.Tetapi waktu
tiga tahun itu bukanlah sedikit. Entah bagaimana nanti perubahan di dunia persilatan.
Mungkin suhu bengcu belum meninggal dan muncul kembali. Mungkin muncul pula tokoh
lain yang menggemparkan. Ah, tetapi bagaimanapun halnya, ucapan bengcu itu sudah
merupakan janji yang terhormat!"
Wanita baju kuning itu pelahan-lahan mulai mengangkat tangannya yang berkulit putih,
serunya: "Yang pertama, aku ingin membunuhmu!"
"Karena bengcu memberi penghargaan sedemikian besar, terpaksa akupun akan
melayani. Tapi sebelum turun tangan, aku hendak mengajukan dua patah kata dulu!"
Terpaksa wanita itu turunkan lagi tangannya: "Apa" Lekas bilang!"
"Entah dalam pertempuran ini, kita berkelahi satu lawan satu atau secara berubutan?"
"Kau yang mengajukan rencana dan kau yang menetapkan acaranya. Satu lawan satu,
atau rombongan lawan rombongan, terserah saja kepadamu!" seru wanita itu dengan
murka. "Menurut hematku, baiklah kita bertempur satu lawan satu...."
Wanita baju kuning menyadari bahwa pertempuran satu lawan satu tentu memakan
waktu yang panjang. Sudah tentu hal itu tak menguntungkan pihaknya. Karena jika
sampai terang tanah belum selesai, tentu ia kalah janji dan harus tinggalkan Siau-lim-si.
Cepat-cepat ia hendak berbicara. Tapi Siu-lam sudah lebih dulu berseru: "Partai pertama,
biarlah aku yang menghadapi bengcu!"
Dan tanpa memberi kesempatan orang bicara lagi, Siu-lam terus memutar Pek-kaukiam
seraya berseru: "Harap bengcu hati-hati, aku akan menyerang !"
Buru-buru Tay Ih siansu berteriak: "Pui sicu, sicu sebagai tetamu, partai pertama
seharusnya loni yang maju..."
Tetapi Siu-lam memang sudah mengatur rencana. Tanpa menghiraukan teriakan
pejabat ketua Siau-lim-si itu lagi, ia terus menyerang ketua Beng-gak dengan jurus Se-layco-
im. Jurus itu memang ganas, tapi masih mengandung kelonggaran kepada jiwa lawan.
Tiba-tiba wajah wanita itu jadi berubah. Tubuhnya sedikit menggeliat dan tahu-tahu ia
sudah menyingkir tiga langkah ke samping.
Siu-lam sudah menetapkan rencana. Jika wanita itu mempunyai kesempatan untuk
menyerang, tentu celakalah ia. Maka bagaikan bayangan, ia terus merangsang lagi.
Tetapi gerakan wanita baju kuning itu luar biasa cepatnya. Betapapun cepatnya Siu-lam
melancarkan serangannya berantai, namun wanita itu tetap mempunyai kesempatan untuk
balas menyerang. Tetapi anehnya, dia tak mau dan tetap mengawasi, tenang-tenang saja
menunggu serangan ke dua dari anak muda itu.
Siu-lam berotak cerdas. Melihat sikap wanita itu segera ia mengetahui isi hati orang.
Wanita itu tentu akan mempelajari bagaimana jurus-jurus ilmu pedang.
Sekilas dalam benaknya. Jika lawan mempunyai rencana demikian, itulah kebenaran
sekali. Ia hendak memainkan semua kepandaian yang dimiliki dengan pelahan, agar hari
segera terang tanah. Setelah menetapkan rencana mengulur waklu, Siu-lam menarik pulang pedangnya dan
berseru; "Aku masih mempunyai beberapa soal lagi yang terpaksa harus kuterangkan
dahulu!" Wanita baju kuning itu kerutkan dahinya. Seri wajahnya penuh dengan hawa
pembunuhan. Katanya: "Kali ini merupakan kesempatan engkau bicara untuk yang terakhir
kali!" Siu-lam tertawa: "Dalam pertempuran ini, kita bertempur sampai ada yang mati atau
hanya berhenti apabila ada salah seorang yang terkena tutukan"."
"Sudah tentu harus sampai mati. Tidak akan berhenti sebelum ada yang mati!" tukas
wanita dari Beng-gak itu.
Siu-lam menyadari bahwa kepandaiannya masih kalah. Maka ia tak mau sampai
diserang dulu. 'Hati-hatilah, bengcu, aku hendak lancarkan serangan kedua. Jauh lebih dahsyat dari
jurus pertama tadi!" serunya sambil bersiap tetapi tak segera menyerang.
"Mengapa engkau banyak mulut!" bentak wanita itu dengan marah.
"Ah, maksudku hanya hendak menjelaskan lebih dahulu untuk menghindari tuduhantuduhan
yang tak benar!" ia menutup kata-katanya dengan lancarkan jurus It-cut-mothian
atau sebatang pilar menyanggah langit.
Pedang menukik atas kemudian berhamburan mencurah ke bawah. Gerakan hampir
sama dengan jurus permainan pedang Kun-eng-lin-tian atau Pek-kiong-ki-pay.
Sekalian orang yang melihat gerakan pedang si anak muda, mau tak mau terbelalak
heran. Permainan pedang itu benar-benar mengagumkan sekali. Bahkan si wanita baju
kuning sendiripun agak terkesiap. Tahu-tahu ia melesat ke samping.
Gerakan menyingkir ketua Beng-gak itu amat gesit sekali. Tetapi ternyata pedang Siulam
luar biasa cepatnya. Ujung pedangnya berhasil menusuk robek baju si wanita.
Siu-lam sendiri pun kesima. Ia tak menyangka bahwa permainannya pedang kini
bertambah maju sedemikian hebatnya. Serentak besarlah nyalinya.
"Jurus ketiga yang akan kulancarkan ini lebih ganas lagi, harap bengcu berhati-hati!"
serunya. Saat itu wanita baju kuning belum dapat menenangkan rasa kejutnya. Mendengar
seruan anak muda itu, diam-diam ia tergetar. Pikirnya:
"Dua kali. Jika aku sampai terluka oleh anak itu, betapa aku hendak menyembunyikan
mukaku nanti." Cepat ia gerakkan tangannya menampar!
Tampaknya pelahan sekali tamparan itu tetapi angin yang melanda Siu-lam bukan
kepalang hebatnya. Siu-lam menyadari bahwa ia tak mampu adu kekuatan. Namun kalau
menghindar ia kuatir akan dicecer serangan sehingga ia tentu dikuasai lawan.
Tiba-tiba ia mengambil keputusan. Ia salurkan seluruh lwekangnya ke tangan kanan
dan pedang Pek-kau-kiam segera disongsongkan menusuk.
Cis cis.... terdengar bunyi mendesis tajam dan Pek-kau-kiam terasa mendapat tekanan
keras. Untuk meringankan diri, Siu-lam mengikat ke samping.
Pemancaran tenaga Iwekang dari si wanita baju kuning memang bukan olah-olah
bebatnya. Tetapi berhadapan dengan pedang pusaka Pek-kau-kiam yang luar biasa
tajamnya, serangan tenaga sakti wanita itupun terpecah juga.
Tiba-tiba Siu-lam rasakan sekujur tubuhnya tergetar seperti diangkat ke atas kemudian
dilemparkan ke tanah. Dadanya terasa remuk, darah bergolak keras dan mata berkunangkunang.
Pek-kau-kiam hampir terlepas dari cekalannya.
Sesungguhnya, ketua Beng-gak itu telah melancarkan enam bagian dari tenaga
lwekangnya. Diam-diam ia kagum juga karena pemuda itu tak sampai pingsan. Jika anak
itu dibiarkan hidup tentu berbahaya sekali.
Sekali menggeliat, wanita baju kuning itu melesat menghampiri Siu-lam dan terus
hendak menusuk dadanya. Saat itu Siu-lam sudah tak berdaya lagi. Walaupun jari si wanita sudah hampir
mengenai, dia tetap tak bergerak. Hanya ketika jari itu benar-benar hampir menyentuh
dadanya, tiba-tiba ia rubuh terjerembab ke belakang.
Sepintas pandang, tampaknya dia seperti terkena tutukan jari si wanita. Tetapi si
wanita itu sendiri terkejut karena tak merasa sudah mematuknya. Mengapa pemuda itu
tahu-tahu jatuh sendiri"
Bluk, begitu punggung Siu-lam jatuh ke tanah, dia terus berguling-guling ke samping
dan melenting ke udara seraya berseru nyaring: "Perang menghalalkan segala macam tipu
siasat, makin licik makin bagus..." sambil meluncur ia taburkan Pek-kau-kiam dalam Tayto-
te-peng atau Malaikat menjaring tanah. Jurus yang paling ganas dari ilmu pedang Tatmo-
sam-kiam. Wanita itu terkejut ketika melihat Siu-lam melenting ke udara. Belum sempat ia
menenangkan hatinya, segumpal gelombang sinar pedang telah menimpa kepalanya.
Bukan kepalang kejut ketua Beng-gak itu. Seumur hidup belum pernah ia menyaksikan
permainan pedang yang sedemikian hebatnya. Dalam gugup, ia buang tubuhnya ke
belakang. Sayang... karena terluka dalam maka Siu-lam tak dapat mengembangkan ilmu pedang
itu dengan sepenuhnya. Dan lagi, sejak menerima ajaran dari Kak Bong taysu, baru
pertama kali itu ia menggunakannya. Maka ia belum memahami benar-benar segala
perubahannya. Ketiga kalinya, wanita baju kuning itu bukan olah-olah saktinya.
Gerakannya seperti kilat menyambar. Dengan demikian dapatlah ia lolos dari ancaman
sebuah ilmu pedang pusaka warisan jaman dahulu yang sakti.
Andaikata kepandaian Siu-lam lebih tinggi sedikit dari sekarang dan dia sudah lebih
memahami inti perubahan ilmu pedang itu, betapapun
saktinya wanita itu, tak mungkin dia dapat lolos dari bencana maut.
Ternyata Siu-lam tadi menggunakan siasat. Menyadari bahwa dirinya telah terluka
dalam sehingga apabila sampai diserang wanita itu sekali tentu nyawanya melayang, ia
segera gunakan siasat, ia pura-pura terluka parah, begitu jari si wanita menutuk, ia lalu
jatuhkan dirinya ke belakang, bergulingan dan terus melambung ke udara dan lancarkan
serangan dahsyat. Tetapi ternyata rencananya telah gagal. Si wanita baju kuning masih dapat lolos.
Karena terlalu banyak menggunakan tenaga, ketika melayang turun ke tanah, Siu-lam
terus muntah darah.
Wanita Iblis Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Omitohud!" seru Tay Ih siansu," harap Pui sicu beristirahat dulu. Biarlah loni yang
melayani li-sicu itu!"
Siu-lam menyadari keadaan dirinya yang terluka itu. Ia harus beristirahat memulangkan
tenaga dalam, kemudian dengan mengandalkan kesaktian ilmu pedang Tat-mo-sam-kiam,
kemungkinan ia dapat mengundurkan si wanita baju kuning. Selain itu, kiranya hanya
Lam-koay dan Pak koay yang mampu menghadapi ketua Beng-gak.
Tetapi ia sungkan mengatakan hal itu kepada Tay Ih. Setelah merenung sejenak, baru
ia berkata: "Taysu adalah pimpinan gereja, sebaiknya jangan tergesa maju dulu"."
Tiba-tiba ia mengganti suaranya dengan nada berbisik: "Tadi berkat menggunakan
pedang pusaka Siau-lim si, wanpwe telah berhasil memberantas kecongkakan wanita itu.
Walaupun wanpwe terluka, tetapi tujuan wanpwe telah terlaksana. Sekarang yang penting
harus dapat membakar hati Lam-koay dan Pak-koay agar mau turun tangan. Dalam dunia
persilatan dewasa ini, kiranya jarang yang mampu menandingi kesaktian wanita Beng-gak
itu. Asal kedua lo-cianpwe itu mau bersatu melawannya kemungkinan dapat mengimbangi
wanita itu yang penuh siasat licik, tak perlu kita menuruti perjanjiannya. Dalam kedudukan
sebagai ketua Beng-gak, jika tak terjepit bahaya dia tentu tak mau melanggar janjinya."
Ia berhenti sejenak, lalu melanjutkan lagi: "Wanpwe menghormati kejujuran lo-siansu.
Tetapi pertempuran malam ini bukanlah menyangkut kepentingan siansu seorang, tetapi
nasib dari seluruh dunia persilatan. Maka tujuan kita bukanlah hanya menurutkan
kepanasan hati untuk mengadu keunggulan ilmu saja. Tetapi yang penting ialah untuk
menjaga kelangsungan hidup dunia persilatan. Dalam hal ini wanpwe minta agar lo-siansu
jangan terpengaruh oleh sepatah dua patah kata dalam perjanjian itu!"
"Baiklah," kata ketua Siau-lim-si itu dengan kerut wajah bersungguh. Sebenarnya ia
hendak meminta penjelasan tentang keterangan Siu-lam mengenai ilmu pedang yang
digunakan tadi, tetapi karena melihat mulut pemuda itu mengumur darah, ia tak berani
mengganggunya lagi. Dalam pada berkata-kata itu, mata Siu-lam tetap mencurah ke arah si wanita baju
kuning. Kuatir wanita itu akan mengadakan gerakan lagi.
Tetapi ternyata wanita itu masih tertegun membayangkan ilmu pedang yang dimainkan
Siu-lam tadi. Maka diapun tak berani sembarangan bergerak menyerang lagi. Ia membisiki
muridnya si nona baju merah dan Siau Yau-cu. Rupanya ketua Beng-gak itu tengah
merencanakan sesuatu. Apa yang dikatakan Siu-lam memang benar. Ilmu pedang Tat-mo-sam-kiam telah
meredupkan kecongkakan si wanita baju kuning....
Siu-lam berpaling ke belakang. Dilihatnya para paderi telah mengatur diri lagi dalam
barisan Lo-han-tin. Siu-lam segera masuk ke belakang menghampiri ke tempat Lam-koay
dan Pak-koay. Kedua tokoh yang pernah menggemparkan dunia persilatan pada jamannya mereka
malang melintang dahulu, saat itu berdiri berjajar sambil mengurut-urut jenggot. Wajah
mereka tetap dingin dan serius. Agaknya merasa acuh tak acuh akan pertempuran maut
yang dilangsungkan Siu-lam dengan ketua Beng-gak tadi.
"Shin toako." kata Siu-lam setelah tiba di tempat Lam-koay, "bagaimanakah
pendapatmu tentang permainan pedang yang kugunakan menempur ketua Beng-gak
tadi?" Lam-koay Shin Ki menyeringai senyum: "Hebat dan aneh, tetapi tak cukup tenaganya.
Dalam menyerang bagian penting tubuh lawan, lamban dan kurang tangkas gerakannya.
Jika jurus itu aku yang menggunakan, tentu dia sudah putus kepalanya!"
Siu-lam tertawa: "Memang kepandaian dan tenaga Iwekang toako, amat kukagumi
sekali. Tetapi entah apakah dalam ilmu pedang toako juga liehay?"
"Pedang merupakan sumber dari segala ilmu senjata. Sudah tentu sejak dulu aku telah
paham." Serentak Siu-lam menyerahkan pedang Pek-kau-kiamnya: "Tadi siaute telah menderita
luka dalam yang cukup berat. Mungkin sukar untuk turun gelanggang lagi. Untuk
sementara waktu siaute akan serahkan pedang pusaka ini kepada toako untuk
menghadapi wanita itu. Bagaimana toako?"
Sejenak Lam-koay memandang kepada Pak-koay lalu menyambuti pedang pusaka itu.
Ujarnya: "Sudah enam puluh tahun aku tak pernah menggunakan senjata dalam
pertempuran....." Dari nada ucapan itu, Siu-lam dapat menduga bahwa sebenarnya Lam-koay sudah
dihinggapi rasa gentar terhadap si wanita baju kuning. Diam-diam Siu-lam mengatur
siasat: "Ah, jika tidak kubangkitkan kemarahannya, dia tentu tak mau keluar gelanggang
karena takut !" Jilid 30 "APAKAH dahulu waktu bertempur dengan Lo Hian toako tak menggunakan senjata?"
tanyanya kepada Lam-koay.
"Hanya dengan sepasang tinju saja!"
"Jika sekarang loako menggunakan pedang pusaka, apakah toako masih takut
menghadapi muridnya Lo Hian saja?"
"Hai, siapa bilang aku takut kepadanya!" teriak orang aneh itu seraya melangkah
maju. Setelah berhasil membakar hati Lam-koay, Siu-lam menatap Pak-koay, serunya:
"Apakah dahulu lo-cianpwe juga bertempur dengan Lo Hian?"
"Sudah tentu!" sahut Pak-koay.
"Lo-cianpwe bertempur seorang diri atau bersama dengan Shin toako?"
"Kami bertempur dua orang!"
"Ah, kalau begitu, pada masa itu lo-cianpwe tentu baik sekali hubungannya dengan
Shin toako." "Seumur hidup aku tak pernah berbaik dengan dia!"
"Tetapi mengapa lo-cianpwe membantunya?"
Pak-koay marah karena terus didesaknya saja: "Apa perlumu merengek-rengek tanya
ini itu! Apakah engkau merasa tak menjemukan orang?"
"Apakah lo-cianpwe sekarang tak mau membantu Shin toako lagi?" Siu-lam hanya
tertawa. Pak-koay tertawa dingin: "Heh, coba saja, hatiku senang atau tidak!"
"Ah, tetapi lebih baik lo-cianpwe jangan membantunya. Biarlah dia terluka di tangan
ketua Beng-gak. Dengan begitu bukankah lo-cianpwe akan terangkat menjadi jago nomor
satu di dunia?" Seketika berubahlah wajah Pak-koay, bentaknya: "Apa katamu" Engkau menganggap
aku tak mampu mengalahkannya!"
"Menurut apa yang kusaksikan, kesaktian Lam-koay dan Pak-koay itu berimbang Tak
ada yang kalah atau menang. Seperti halnya dengan kemasyhuran nama lo-cianpwe
berdua. Setiap menyebut Lam-koay Shin Ki orang tentu akan teringat akan Pak-koay Ui
Lian." Pak-koay tertawa gelak-gelak: "Memang benar?" tiba-tiba ia berhenti tertawa.
Sepasang matanya berkilat-kilat tajam, memandang ke muka.
Menurut arah yang dipandang orang aneh itu, Siu-lam terkesiap, kiranya saat itu Lamkoay
tegak berdiri dengan lintangkan pedang. Sedang wanita baju kuning itupun perlahanlahan
melangkah ke muka. Jarak keduanya hanya terpisah satu tombak.
Dan ketika berpaling ke muka lagi, tampak Pak-koay Ui Lian perlahan-lahan mengisar
tubuh seperti hendak bergerak.
Melihat itu hati Sin-lam terasa terlepas dari tindihan batu yang berat, pikirnya: "Menilik
kenyataannya, walaupun kedua tokoh aneh itu selalu bercekcok, tetapi sesungguhnya
mereka berdua selalu bantu membantu, sehidup semati. Sekalipun tadi aku tak membakar
hatinya, Pak-koay tentu tak nanti berpeluk tangan melihat Lam-koay celaka."
Sebenarnya Siu-lam cukup parah lukanya. Tetapi ia selalu mengingat akan kata-kata
Kak Bong taysu, bahwa jika Lam-koay dan Pak-koay mau bersatu, kemungkinan tentu
dapat membendung serangan ketua Beng-gak. Maka dengan menahan sakit, Siu-lam
tetap berusaha untuk membujuk dan membakar hati kedua tokoh aneh itu supaya mau
menghadapi ketua Beng-gak. Setelah kedua tokoh itu maju, ia merasa longgar hatinya.
Tetapi begitu ia kendorkan pengerahan lwckangnya, tiba-tiba ia rubuh ke tanah....
Tay Ih siansu bergegas-gegas menghampiri. Ia menyusupkan dua butir pil ke mulut
pemuda itu lalu menyalurkan Iwekangnya ke pusar Siu-lam.
Kurang lebih sepeminum teh lamanya, pemuda itu dapat menghela napas dan sadar.
Tetapi saat itu pertempuran telah pecah. Lam-koay putar pedangnya menjadi segulung
sinar yang mengurung si wanita baju kuning. Ketua Bcng-gak itupun bergerak luar biasa
cepatnya. Yang tampak hanya sinar putih mengurung sinar kuning. Sedangkan tubuh
kedua orang itu hampir tak kelihatan lagi".
Pak-koay masih tegak berdiri melihat di samping. Dengan begitu, rupanya ia anggap
Lam-koay masih cukup tangguh menghadapi lawan.
Siu-lam menghela napas panjang, serunya: "Kemasyuran nama Lam-koay-Pak-koay,
memang bukan nama kosong!"
Sengaja ia berseru nyaring agar didengar Pak-koay. Buru-buru Tay Ih siansu
mencegahnya agar jangan mengeluarkan tenaga dulu karena lukanya baru sembuh.
Siu-lam berpaling ke arah barisan Lo-han-tin. Katanya dengan berbisik: "Apakah
mereka terdiri murid-murid pilihan?"
"Setiap orang paling sedikit mempunyai peyakinan ilmu silat selama dua puluh tahun."
"Bagus," sambut Siu lam, "harap taysu suka mengundang Tay To dan Tay Hian siansu
kemari. Kita kerahkan seluruh tenaga untuk mempertahankan tempat ini mati-matian"."
"Jangan kuatir, sicu. Tanpa mendapat perintah loni, mereka tentu tak berani
meninggalkan tugasnya!"
Siu-lam menghela napas pula: "Jika kedua lo-cianpwe Lam-koay dan Pak-koay, wanpwe
dan para siansu di sini sampai kalah, kemungkinan dan lain-lain paderi Siau-lim-si tentu
tak dapat melawan serangan Beng-gak lagi!"
"Apa yang sicu kehendaki, harap lekas bilang agar loni segera melaksanakan," kata Tay
Ih. "Kiranya lo-siansu tentu sudah menangkap kata-kata wanpwe," kata Siu-lam, "maksud
wanpwe, jika seluruh kekuatan yang kita kerahkan di sini tetap tak dapat membendung
serangan Beng-gak, Siau-lim-si tentu menyerah. Perlawanan dari sisa-sisa anak murid
dalam gereja ini, hanya mengorbankan jiwa secara sia-sia saja. Wanpwe bermaksud agar
barisan Lo-han-tin bagian belakang, termasuk Tay To dan Tay Hian siansu, agar
dikerahkan ke sini. Kita membuat pertahanan yang terakhir. Selebihnya, lain-lain paderi
yang masih berada dalam gereja agar diperintahkan bersiap-siap meloloskan diri. Begitu
mendengar bunyi penandaan yang kita lepas, mereka harus cepat-cepat meloloskan diri
dari gunung Ko-san sini. Dengan begitu, andaikan musuh mau menghancurkan gereja
Siauw-lim-si, tetapi anak murid masih tersebar luas di dalam masyarakat. Sehingga
harapan untuk membangun Siau-lim-si masih tetap ada!"
Rencana Siu-lam itu didasarkan apa yang disaksikan tadi. Bagaimana ngeri tidak mayat
berpuluh-puluh paderi Siau-lim-si bergelimpangan menjadi korban keganasan orang Benggak.
"Omitohud!" seru Tay Ih dengan perlahan, "Loni perintahkan mereka!"
"Maaf, lo-siansu, obat apakah dalam botol yang lo-siansu pegang itu?" tanya Siu-lam.
"Pil pusaka Siok-beng-kim-tan dari Siau-lim-si!" jawab Tay Ih. Siok-beng kim-tan artinya
pil mujijat untuk mencabut nyawa.
"Apa khasiat pil itu?"
"Menyembuhkan segala macam luka luar dan dalam, menguatkan jiwa dan
menyehatkan tubuh!" "Tentu sangat berharga sekali!"
"Ramuan bahannya sukar dicari."
"Adakah mempunyai khasiat untuk membangkitkan semangat juga?" tanya Siu-lam.
Tay Ih siausu mengiyakan.
Tiba-tiba Siu-lam ulurkan tangannya: "Apakah lo-siansu tak keberatan jika memberi pil
itu padaku?" "Sicu adalah penolong Siau-lim-si. Masakan budi sicu hanya cukup dibalas dengan
sebutir pil saja?" segera ketua Siau-lim-si itu mengangsurkan botol pil kepada Siu-lam.
Siu-lampun tak mau sungkan lagi. Begitu menuang pil, sekaligus ia menelannya empat
butir. Kemudian memasukkan botol pil ke bajunya.
"Harap lo-siansu segera mengerahkan orang. Saat ini sudah hampir pukul tiga,
mungkin wanita baju kuning itu segera akan bergerak!!" katanya.
Tay Ih siansu tampak merenung. Tiba-tiba ia bertanya:
"Bergerak bagaimana?"
"Mungkin mereka akan menggunakan semacam senjata rahasia yang sekaligus dapat
melukai berpuluh-puluh orang!"
"Hai, jika sicu tak mengingatkan, loni pasti lupa. Gereja kami menyimpan sebuah alat
yang bentuknya seperti kuali raksasa. Alat itu khusus untuk menggagalkan serangan
senjata gelap." "Bagus, apakah terdapat anak murid yang bisa menggunakan alat itu?" seru Siu lam.
"Murid angkatan kedua dari Siau-lim-si pada umumnya dapat menggunakan alat itu.
Hanya memang jarang kita menggunakannya!"
"Bagus, lo-siansu," Siu-lam girang, "alat-alat itu dapat mengatasi serangan senjata
gelap musuh, dengan mengandalkan kesaktian ilmu pedang Tat-mo-sam-kiam,
kemungkinan wanpwe tentu dapat melawan ketua Beng-gak itu!"
"Tat-mo-kiam?" Tay Ih berseru heran.
"Ah, saat ini tiada waktu untuk menceritakan. Harap lo-siansu segera mengerahkan
orang!" Tay Ih Siansu menurut setelah memesan supaya anak muda itu beristirahat
memulangkan tenaga, ia segera melangkah pergi. Pada lain saat delapan paderi jubah
kelabu berlarian datang dan berjajar-jajar di muka Siu-lam. Ternyata mereka hendak
melindungi Siu-lam dari setiap kemungkinan diganggu musuh.
Setelah memperhitungkan bahwa paling tidak Lam-koay dan Pak-koay tentu akan
menghabiskan waktu beratus-ratus jurus untuk menempur ketua Beng-gak, Siu-lam
memutuskan untuk bersemedhi dulu memulihkan tenaga.
Tapi karena pikirannya tertuju pada pertempuran antara Lam-koay Pak-koay lawan
ketua Beng-guk, dia tak dapat memusatkan pikirannya. Setelah menjalankan peredaran
jalan darah beberapa saat, ia segera loncat bangun.
Ketika melihat Pak-koay ternyata sudah Imenceburkan diri dalam gelanggang
pertempuran, Siu-lam tercekat dalam hati. Pikirnya: "Apakah Lam-koaydalam keadaan
terdesak sehingga Pak-koay perlu membantunya?"
"Sudah berapa jurus mereka bertempur?" tanyanya kepada rombongan paderi.
"Paling tidak sudah lebih dari seratus jurus," sahut mereka.
Siu-lam meminta kedelapan paderi itu kembali ke posnya masing-masing. Lalu ia maju
menghampiri ke gelanggang pertempuran.
Saat itu kedua tokoh aneh sudah mencapai babak genting dalam pertempurannya
melawan wanita baju kuning. Mereka bertiga bergerak-gerak cepat sekali laksana
bayangan. Tapi anehnya sedikit pun tidak kedengaran suaranya.
Ternyata pertempuran itu merupakan pertempuran gerak cepat. Masing-masing
berusaha untuk mendahului menindas lawan. Masing-masing telah kerahkan tenaga sakti
dalam ujung jari dan ujung senjata. Begitu mendapat lubang kesempatan, baru akan
dilancarkan sepenuhnya. Itulah sebabnya maka walaupun bergerak cepat tapi tak
terdengar suara apa-apa. Sekonyong-konyong terdengar suitan nyaring dan Pak-koaypun loncat keluar dari
gelanggang lalu lepaskan dua buah pukulan kepada wanita baju kuning.
Rupanya tokoh aneh itu tak sabar lagi bertempur tele-tele. Segera ia lepaskan pukulan
Hian-peng-ciang atau pukulan es sakti.
Deru angin pukulan yang menyerupai badai di pegunungan salju itu mengandung hawa
yang dingin menggigit tulang, seluas dua meter di sekitar tempat itu, terasa dingin
menguak. Di dalam menghadapi kedua tokoh aneh itu sesungguhnya si wanita baju kuning
sudah kepayahan. Sepuluh tahun dikurung dalam penjara di bawah tanah, sepanjang hari
kerja kedua manusia aneh itu hanya bersemedhi meyakinkan ilmu lwekang. Dengan
demikian lwekang mereka bertambah hebat. Sekalipun dalam jurus permainan silat,
mereka kalah hebat dengan ketua Beng-gak tetapi dalam hal tenaga dalam, mereka lebih
kuat. Pak-koay dengan cepat dapat mengetahui kelemahan lawan. Maka segera ia loncat
keluar dari gelanggang dan lepaskan pukulan dingin.
Ketua Beng-gak melengking nyaring. Cepat-cepat ia menutuk dengan dua buah jari
untuk memaksa Lam-koay menarik serangannya. Lalu menggunakan kesempatan itu
untuk menyongsong pukulan Pak-koay dengan mendorongkan kedua tangannya.
Sekalipun Lam-koay mahir dalam memainkan berbagai senjata, tetapi dalam ilmu
pedang ia agak lemah. Sekalipun mencekal pedang pusaka tetapi ia merasa masih kurang
leluasa bergerak. Pada Saat wanita baju kuning loncat mundur untuk menyambut pukulan Pak-koay tadi,
Lam-koaypun segera berpaling ke arah Siu-lam: "Nih, terimalah pedangmu kembali!" sekali
lontar, pedang Pek-kau-kiam melayang di hadapan Siu-lam. Pedang itu menyusup ke
dalam tanah keras hingga tinggal kelihatan tangkainya.
Dahulu ketika berhadapan dengan Lo Hian, hanya dalam seratus jurus saja Lam-koay
dan Pak-koay sudah terluka. Kala itu wanita baju kuning yang kini menjadi ketua Beng-gak
baru berumur sebelas-dua belas tahun, seorang anak perempuan yang rambutnya dikuncir
dua dan lincah. Melihat kedua orang itu terluka, bocah perempuan itu bersorak-sorak
kegirangan menertawakan Lam-koay dan Pak-koay. Karena takut kepada Lo Hian, maka
Lam-koay dan Pak-koay diamkan saja tingkah laku bocah perempuan itu.
Tetapi Lam-koay dan Pak-koay itu seorang pendendam. Tingkah laku bocah perempuan
itu tak pernah dilupakan dan tak pernah pula dimaafkan. Diam-diam keduanya mencatat
dalam hati tentang wajah dan ciri-ciri bocah perempuan itu. Maka walaupun bocah itu
sudah menjadi seorang wanita setengah tua, tetap kedua tokoh itu dapat mengenali rasa
benci dan gsntar mencengkam hati kedua tokoh aneh itu.
Gentar karena kuatir jangan-jangan perempuan itu dapat mewarisi kepandaian Lo Hian.
Benci, karena dahulu mereka diejek. Itulah sebabnya maka baik Lam-koay maupun Pakkoay
tak mau buru-buru turun tangan.
Adalah karena Siu-lam telah membakar hati mereka, maka terpaksa mereka marah dan
menghadapi wanita itu. Kemudian setelah bertempur belasan jurus, barulah rasa takut
mereka mulai menurun.
Wanita Iblis Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ternyata mereka mendapatkan bahwa perempuan itu walaupun memiliki jurus
permainan yang serupa dengan kepandaian Lo Hian, tetapi tenaga dalamnya tidak begitu
hebat. Dan setelah Pak-koay Ui Lian ikut turun ke gelanggang, situasi makin berubah. Hanya
berkat ilmu silatnya yang aneh dan luar biasa, maka wanita itu dapat memaksa kedua
lawannya tak berani memandang rendah.
Tetapi Pak-koay yang tajam matanya dan luas pengalamannya, dengan cepat
mengetahui kelemahan lawannya itu. Segera ia loncat keluar untuk adu pukulan dan
Iwekang. Tatapi ketika saling berbentur, Pak-koay dapatkan angin pukulan yang mengandung
Iwekang dingin itu seperti membentur keping baja dan meniup balik.
"Hai, ilmu apakah yang dimiliki wanita itu?" diam-diam Pak-koay terkejut dalam hati.
Buru-buru ia kerahkan semangat untuk menghadapi tenaga yang membalik itu.
Setelah melemparkan Pek-kau-kiam kepada Siu-lam, Lam-koay segera berputar tubuh
dan lontarkan pukulan. Pukulan Cek-yan-ciang yang bersifat panas, telah menggempur dan mendorong
pukulan dingin Hian-peng-ciang yang sedang tertahan oleh Iwekang tutukan jari ketua
Beng-gak. Dan tcrgempurlah rintangan keping baja dari Iwekang ketua Beng-gak....
Wanita itu tergetar tubuhnya, mundur dua langkah kebelakang seraya menyambut
pukulan Lam-koay. Nona baju merah yang sejak tadi berdiri di pinggir, rupanya mengetahui juga tentang
bahaya yang mengancam suhunya. Buru-buru ia memutar pedang mengajak Siau Yau- cu
dan rombongannya maju. Tetapi wanita baju kuning itu segera menyusupkan dengusan dingin ke telinga nona itu.
Nona baju merah itu tertegun mendengar bentakan suhunya. Serentak ia berhenti.
Pak-koay membentak keras dan lepaskan pukulan lagi".
Pukulan kedua itu lebih kuat dari pukulan yang pertama tadi. Anginnya menderu!
Meughadapi adu kekuatan lwekang itu, sesungguhnya dalam hati si wanita baju kuning
sudah mengeluh. Ia pun menyadari sukar untuk menghadapi kedua tokoh aneh itu.
Namun ia tetap berusaha bersikap setenang mungkin.
Dan yang lebih hebat lagi, sesaat Pak-koay lepaskan pukulan Hian-peng-ciang, Lamkoay
pun menyerempaki dengan pukulan panas Cek-yang-ciangnya.
Memang sejak dijebloskan dalam penjara di bawah tanah, dalam penderitaan senasib
dan saling terikat batinnya, Pak-koay lepaskan pukulan yang kedua itu, merupakan suatu
isyarat bagi Lam-koay supaya bertindak. Dengan mata berapi-api memancarkan kebuasan
Lam-koaypun segera menghantam.
Tiba-tiba ketua Beng-gak itu miringkan tubuhnya, sekali lengan kanannya bergerak, ia
tebarkan selembar tenda putih macam bayangan. Ternyata benda itu merupakan sehelai
kain sutera putih. Dan ketika kedua pukulan panas dingin itu terbentur dengan sutera
putih, tiba-tiba sutera putih itu melambung ke udara. Wut. Wut" angin kedua pukulan itu
menyambar di bawah sutera putih.
Kiranya setelah menyadari bahwa tak mungkin menghadapi kedua pukulan sakti,
segera wanita itu mengeluarkan sutera putih. Begitu ditebarkan, ia diam-diam
memperhitungkan jarak kedua lawan lalu salurkan Iwekangnya menyelubungi sutera itu.
Sutera itu tipis sekali tetapi licin dan ulet. Dan memangnya bukan bahan sutera biasa
tapi dari ulat sutera yang jarang terdapat di dunia.
Dengan tepat sekali ketua Beng-gak itu menunggu sampai angin pukulan melanda,
baru ia melambung ke udara. Dan tatkala kedua tokoh itu terkejut karena pukulannya
menghambur ke tanah, ketua Beng-gak sudah meluncur turun dan terus menyerang Lamkoay.
Sambil menampar dengan tangan kiri, ia menabas Lam-koay dengan sebatang belati
emas. Telinga Lam-koay luar biasa tajamnya, begitu mendengar suara baju berkibar, segera ia
menduga tentu musuh menyerangnya. Buru-buru ia menghindar dua langkah ke samping.
Tetapi wanita baju kuning itu tak mau memberi kesempatan lagi. Sekali gerakkan
tangan, belati emas itu tiba-tiba melayang ke arah Lam-koay.
Timpukan itu luar biasa cepatnya. Betapa pun saktinya Lam-koay tetapi karena tak
menduga sama sekali, ia tak dapat menghindar atau menangkis lagi.
Wut" tiba-tiba Pak-koay menghantam sehingga belati emas itu menyisih ke samping.
Luput menimpuk, wanita baju kuning itu segera maju menampar dada Lam-koay.
Serangan itu istimewa sekali. Yang di arah pada jalan darah yang berbahaya. Lam koay
benar-benar tidak diberi kesempatan untuk balas menyerang.
Pak-koay agak gelisah. Ia dapat membantu Lam-koay mengirim pukulan kepada wanita
itu. Tapi karena wanita itu menggunakan siasat cerdik untuk merapat pada Lam-koay,
terpaksa Pak-koay tak berani gegabah menghantam.
Tigapuluh jurus lamanya Lam-koay dikurung dalam serangan deras oleh ketua Benggak.
Dahsyat dan cepatnya serangan si wanita, benar-benar membuat Lam-koay
kelabakan membela diri. Sama sekali ia tak mampu balas menyerang.
Dalam pada Lam-koay mengikuti pcrtempuran itu dengan penuh perhatian, ia sudah
siapkan pengerahan Iwekang untuk setiap detik digunakan menghantam ketua Beng-gak.
Tapi wanita itu tidak mau melepaskan siasat untuk menyerang secara merapat pada Lamkoay.
Siu-lam pun mengetahui juga akan siasat ketua Beng-gak itu. Secepat kilat ia
memperoleh akal. "Awas Ui lo-cianpwe, wanita itu tentu sedang merencanakan tipu muslihat..." serunya
kepada Pak-koay. "Jangan kuatir," Pak-koay tertawa dingin, "Shin tua meskipun kehilangan kesempatan,
tapi tak mungkin kalah. Pertempuran malam ini mereka pasti takkan makan enak"."
Tiba-tiba wanita itu melengking. Ia menutuk dada Lam-koay dengan dua buah jari....
Sebenarnya karena tak mampu melepaskan diri dari libatan serangan si wanita baju
kuning, Lam-koay marah sekali. Melihat totokan jari si wanita walaupun ganas tapi
lamban, timbullah rencananya supaya ia dapat menguasai kembali kedudukannya.
Setelah menghimpun tenaga murni, tiba-tiba ia menyurut mundur dua langkah. Tapi
pada saat ia hendak lancarkan serangan balasan, tiba-tiba dari tangan ketua Beng-gak
yang menutuk tadi, meluncur sebatang belati kecil bersinar hijau.
Serangan itu benar-benar tak terduga sama sekali. Betapapun kesaktian Lam-koay, tapi
karena diserang dari jarak yang dekat, ia tak berdaya menghindar lagi. Dalam gugupnya ia
miringkan tubuhnya ke samping. Dadanya terhindar tetapi bahu kirinya, terasa sakit sekali.
Belati kecil menyusup sampai ke tulang bahu!
Pak-koay mendengus. Cepat melesat maju menghantam seraya memaki: "Hidung
kerbau Lo Hian itu memang pandai sekali membuat senjata gelap untuk mencelakai orang.
Kau, budak perempuan, kepandaian yang sejati tak mampu mewarisi sepenuhnya,
sebaliknya mempelajari warisannya yang jahat!"
Ketua Beng-gak itu menghindar ke samping lalu balas menutuk. Tutukan itu disebut
tutukkan sakti Thian-kong-ci. Merupakan ilmu istimewa yang diwariskan Lo Hian. Seluruh
Iwekang dipusatkan ke ujung jari, hebatnya bukan kepalang. Walaupun orang memiliki
kepandaian ginkang yang tinggi untuk melindungi diri, tapi tetap sukar menahan tutukan
itu. Dahulu ketika berhadapan dengan Lo Hian, Pak-koay pun menderita kerugian dari
tutukan itu. Rasa ngeri masih membekas dalam hati. Maka begitu mendengar angin tajam
mendesis desis, cepat-cepat ia loncat menghindar.
Tetapi wanita ketua Beng-gak itu tak mau memberi kesempatan lagi. Kalau tadi kepada
Lam-koay, sekarang kepada Pak-koay pun dilepaskannya sepasang belati hijau.
"Budak hina, engkau memang pandai menyerang secara pengecut!" Pak koay
membentak keras seraya menghantam belati itu.
Pada saat tangan Pak-koay sedang menghantam serangan belati, tiba-tiba wanita itu
lontarkan sebuah jaring sutera untuk menjaring Pak-koay.
"Awas, Ui lo-cianpwe!" teriak Siu-lam.
Pak-koay terkejut. Tampak jaring sutera yang ditebarkan ke arahnya itu mencangkup
beberapa tombak luasnya. Walaupun mempunyai ilmu gin-kang yang bagaimana saktinya,
tak mungkin dapat lolos. Akhirnya Pak-koay nekad. Dengan menggembor keras, ia menghantam wanita itu
dengan seluruh tenaganya.
Jarak mereka hanya terpisah dua-tiga meter. Jika menghindar dari pukulan maut Pakkoay,
wanita itu harus dilepaskan jaringnya. Kalau ia tetap hendak menguasai jaringnya, ia
harus berani menangkis pukulan.
Belum ia mengambil putusan, tiba-tiba pukulan Pak-koay sudah melanda datang, cepatcepat
ia menyedot napas dalam hati dan tiba-tiba tubuhnya melayang seperti layanglayang
tertiup angin.... Siu-lam dan Tay Ih siansu, terkejut. Ternyata pukulan maut Pak-koay tak mampu
melukai si wanita. Dan jaring sutera itupun sudah melayang turun ke atas kepala Pakkoay.
Rupanya Pak-koay pun menyadari ancaman itu. Cepat ia berguling ke tanah menuju ke
samping Lam-koay sambil lepaskan pukulan untuk menahan jatuhnya jaring.
Tetapi jaring yang sehalus jaring-jaring laba-laba itu, entah terbuat daripada behan
apa. Mata jaring berlubang besar sehingga angin pukulan selalu merembes keluar mata
jaring. Dengan demikian, pukulan Pak-koay itupun tak kuasa menahan meluncurnya jaring
ke bawah. Melihat itu timbullah pikiran Siu-lam. Dengan menghunus Pek-kau-kiam, ia lari
menyerbu ketua Beng-gak. Ia teringat bahwa pedang pusaka itu dapat menabas segala
macam logam. Kemungkinan tentu dapat menghancurkan jaring sutera.
Setelah melihat jaring dapat menyelubungi kedua Lam-koay dan Pak-koay, ketua Benggak
segera lepaskan cekalannya dan menggunakan gerak Put-poh-teng-gong melayang ke
udara lalu meluncur ke arah rombongan paderi.
Siu-lam menubruk angin kosong. Ia berpaling ke belakang dan tercengang. Kiranya
Lam-koay dan Pak-koay sudah terjaring.
Dalam keadaan bahaya itu, makin tampak ikatan batin kedua tokoh aneh itu. Dengan
cepat Pak-koay menyanggakan kedua tangannya menahan jaring seraya berseru: "Lekas
cabut senjata yang menyusup pada bahumu itu. Kerahkan Iwekang mengobatinya dan
marilah kita segera menghancurkan jaring ini!"
Tay ih siansu pun segera bertindak. Setelah meminta supaya Siu-lam mengurus kedua
Lam-koay dan Pak-koay, ia segera menyerang ketua Beng-gak dengan tongkatnya.
Serempak dengan gerakan ketua Siau-lim-si itu, di tengah-tengah rombongan paderi Siau-
Iim-si telah terjadi keributan. Paderi-paderi itu berdesak-desak menyingkir dan di bagian
tengah terbuka sebuah tempat kosong seluas satu tombak.
Tiba-tiba wanita baju kuning menggeliat ke udara. Bagai seekor burung belibis, ia
meluncur pula ke tanah dan luputlah serangan Tay Ih siansu tadi. Tetapi saat itu barisan
Lo-han-tin pun segera bergerak.
"Berhenti!" bentak wanita baju kuning itu dengan bengis.
Tay Ih siansu segera memberi isyarat supaya Lo-han-tin berhenti dulu. Kemudian ia
bertanya: "Jika ketua Beng-gak hendak bicara, silahkan. Loni bersedia mendengar," seru
ketua Siau-lim-si. Wanita baju kuning itu tertawa dingin: "Rupanya kalian hanya mengandalkan tenaga
Lam-koay dan Pak-koay. Sesungguhnya kedua orang itu memang merupakan tandingan
berat. Sungguh di luar dugaan bahwa kalian dapat mengundang bantuannya. Tetapi
lihatlah. Mereka telah dapat kujaring dan jelas tak mampu membantumu lagi...."
Tiba-tiba wanita itu berganti nada nyaring: "Masih ada sebuah kesempatan dan
kesempatan ini merupakan yang terakhir kali. Menyerah dan dengar perintahku, masih ada
harapan tertolong. Tetapi kalau keras kepala, jangan salahkan aku berlaku ganas. Kubumihapuskan
gereja ini dan kubunuh semua paderi-paderinya!"
Dari wajah Tay Ih siansu yang penuh welas asih, memancar cahaya kerawanan.
Sahutnya dengan tandas: "Loni bersama ratusan anak murid, telah bertekad untuk pecah
sebagai ratna. Jika Beng-gak hendak membakar gereja ini, sebelumnya Beng-gak harus
melalui tumpukan mayat kami."
Wanita itu tertawa hambar: "Baiklah, hendak kucoba dulu barisan Lohan-tin yang kamu
banggakan itu. Sampai di manakah kehebatannya!"
Wanita itu menutup kata-katanya dengan taburkan tangannya ke atas. Sebuah benda
hitam mendesing dan melamban sampai tujuh delapan tombak tingginya. Dor.... benda itu
meletus dan pecah berhamburan jadi letikan bunga api.
"Si hidung kerbau Lo Hian itu memang paling gemar bermain ilmu setan, kalian harus
hati-hati!" Seru Pak-koay dari dalam jaring.
Saat itu Siu-lam menghunus Pek-kau-kiam dan berada di hadapan kedua tokoh aneh.
Ternyata jaring itu luar biasa sekali. Seolah-olah mempunyai alat rahasianya yang dapat
menyurutkan jaring itu menjadi sempit. Dan saat itu jaring telah menjerat kencangkencang
kedua Lam-koay dan Pak-koay.
Waktu ditaburkan ke udara tadi, jaring itu berkembang membesar sehingga tali-talinya
menjadi halus sekali macam rambut. Tetapi pada saat jaring itu mengecil mencengkam
tabuh kedua tokoh tersebut, tali-talinya mengumpul dan menjadi besar.
Siu-lam sudah menduga jaring itu tentu mempunyai rahasia tetapi untuk beberapa saat
ia belum dapat menemukan kuncinya. Dan sekalipun ia mencekal pedang pusaka namun
karena tali jaring itu melekat pada tubuh kedua Lam-koay Pak-koay, ia tak berdaya untuk
memapasnya. "Belati perempuan siluman itu dilumuri racun. Saat ini racun telah bekerja menyerang
tubuhku. Jika kucabut belati itu, dikuatirkan racun akan bekerja lebih cepat," kata Lamkoay.
Dalam pada itu Pak-koay masih tetap berjuang menyangga jala agar Lam-koay tetap
dapat duduk dengan leluasa.
Sedang Siu-lam masih termenung memikirkan alat rahasia daripada jaring yang dapat
mengembang besar dan menyurut kecil itu. Tiba-tiba ia dikejutkan oleh ledakan kembang
api yang dilontarkan kc udara oleh wanita itu. Screntak sadarlah ia.
"Biarlah jaring ini dapat mengembang surut tetapi yang penting harus kucoba
memutuskan dengan Pek-kau-kiam. Apabila berhasil, mudahlah untuk menolong kedua locianpwe
itu!" pikirnya. Tetapi alangkah kejutnya ketika menebas dengan Pek-kau-kiam, jaring itu makin
menyurut dengan cepat sekali. Siu-lam kerahkan tenaga, sekali mencungkil, pulaslah
sehelai tali jaring. Tetapi serempak dengan itu, Pak-koaypun mendengus. Ternyata jaring
itu makin menyurut kencang.
Terpaksa Siu-lam tak berani memotong lagi. Otaknya yang cerdik segera bekerja. Untuk
memotong jaring harus menggunakan tenaga besar. Pertama, begitu tersentuh benda,
mata jaring itu akan menyurut makin cepat. Apabila sebuah mata putus, maka semua
mata jaring akan bergerak menyurut dengan serempak. Padahal jaring itu menpunyai
ribuan mata jaring. Selain memerlukan waktu lama, pun penyurutan mata jaring yang lain
tentu lebih menghebat lagi sehingga dikuatirkan Lam-koay dan Pak-koay tak dapat
bertahan diri. Kedua kali, karena tali-tali jaring itu halus sekali, apabila menyurut dan mencengkam
orang, tentu akan setajam pisau. Sekalipun orang memiliki Iwekang tinggi, mungkin juga
tak dapat bertahan lama. Jika Siu-lam agak gelisah. Sebaliknya wanita baju kuning itu enak-enak saja. Sedikitpun
ia tak mau berpaling kepala ke arah kedua korbannya. Rupanya ia sudah mempunyai
keyakinan bahwa Siu-lam dengan pedang pusakanya tak mungkin dapat menghancurkan
jaring itu. Saat itu barisan Lo-han-tin benar-benar mulai bergerak. Tongkat golok kwato
berhamburan melanda ketua Beng-gak. Anggota barisan itu merupakan murid pilihan dari
gereja Siau-lim-si. Selain bcrlambarkan tenaga Iwekang tinggi, pun jurus-jurus
permainannya amat dahsyat. Barisan Lo-han-tin yang terdiri dari seratus delapan orang,
dipimpin oleh Tay Lip dan Tay To siansu.
Sementara Tay Ih siansu dengan mencekal tongkat siangciang, menjaga gerak-gerik
rombongan Siau Yau-cu dan kelima barisan Beng-gak. Dan seperti yang telah diduganya,
kembang api yang dilontarkan ketua Beng-gak itu tentu mempunyai tujuan tertentu.
Ternyata kelima rombongan murid Beng-gak yang berpakaian lima macam seragam itu,
memecah diri lalu tangan mereka sama memegang seputik api berwarna kebiru- biruan.
Kemudian wanita baju kuning itu melambaikan kebut hud-tim lalu memimpin
rombongan Siau Yau-cu melangkah maju.
Barisan Lo-han-tin yang angker telah ditabur dengan api biru. Ruang gereja yang suci
berubah menjadi seperti daerah tempat iblis-iblis berkeliaran....
Siu-lam segera mengambil botol pil. Dia mengambil tiga butir pil lalu ditelannya.
Dengan menggembor keras, ia loncat menerjang si wanita baju kuning.
Anak muda itu benar-benar mengamuk seperti banteng terluka. Pedang diganti dengan
sebuah pukulan sakti Hud-hwat-bu-pian ke dada Siauw Yau-cu.
Hud-hwat-bu-pian adalah ilmu pukulan sakti ajaran dari mendiang Tan lo-cianpwe atau
kakek dari Hian song. Betapapun saktinya Siau Yau-cu, namun dia terpental mundur
sampai tiga langkah juga.
Setelah berhasil melukai Siau Yau-cu, Siu-lam menyerang Bu-ing-sin-kun Pek Co-gi
dengan pedang. Melihat itu Su Boh-tun segera gunakan gerak Chit-seng-tun-heng menghantam lengan
Siu-lam dari samping. Siu-lam endapkan lengannya. Pek-kau-kiam tiba-tiba diganti dengan
jurus Jiau-toh-co-hua dan tetap diserangkan pada Pek Co-gi. Sedang dengan tangan kiri ia
menyambut pukulan Su Boh-tun. Bum" terdengar dua buah tinju saling berhantam
keras. Tubuh Siu-lam terhuyung sehingga tusukan pedangnya kepada Pek Co-gi itupun
mencong ke samping. Tetapi walaupun terlepas dari bahaya maut, lengan kanan jago
Tibet itu tetap tergurat ujung pedang. Darah bercucuran deras....
Tetapi Siu-lam pun menderita. la muntah darah. Tetapi pada lain saat Su Boh-tun pun
menyusul mendesak lalu mundur. Pukulan yang hampir menyentuh dada Siu-lam pun
ditariknya kembali. Kiranya pada waktu Siu-lam muntah darah, ia semburkan darah ke muka Su Boh-tun
sehingga sepasang mata tokoh she Su itu menjadi gelap. Terpaksa ia mundur. Jika tidak
meyemburkan darah, mungkin Siu-lam terluka parah.
Anehnya setelah menyemburkan darah, semangat Siu-lam malah tambah segar. Cepatcepat
ia mundur ke belakang dan menelan dua butir pil lagi.
Saat itu barulah Tay Ih siansu mengetahui kenapa Siu-lam meminta botol pil tadi, Ia
terharu atas kenekadan Siu-lam. Pikirnya: "Setelah menerima pukulan dari wanita siluman
tadi, Pui sicu tentu merasa sudah tak sanggup melawan lagi maka dia memberanikan diri
meminta botol pil. Dengan mengandalkan khasiat pil itu, dia tetap akan melawan
musuh...."
Wanita Iblis Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dalam pada itu Sam-kiam-it-pit Tio Hong-kwat dan Kiu-seng-hui-hoan bergerak
menyerang Siu-lam. Sedangkan wanita baju kuning menyelinap dari samping Siu-lam,
terus menghampiri Lam-koay dan Pak-koay.
Tay Ih siansu mengucapkan Omitohud lalu loncat ke muka Siu-lam. Dengan jurus Latsoh-
ngo-gak atau Menyapu Lima Gunung, ia serang Sam-kiam-lt-pit Tio Hong-kwat dan
Kiu-seng-hui-hoan Kau Cin-hong. Desakan Siau-lim-si itu memaksa kedua tokoh tersebut
menyingkir mundur. "Lo-siansu harus lekas melindungi Lam dan Pak kedua lo-cianpwe itu, di sini wanpwe
masih dapat bertahan!" bisik Siu-lam.
"Harap Pui sicu hati-hati, luka sicu?" baru Tay Ih siansu berkata sampai di situ, Siu-lam
sudah membentaknya: "Silahkan lekas pergi!"
Habis berkata, kembali Siu-lam muntah darah. Namun pemuda yang nekad itu
menyerang lagi dengan jurus It-cut-mo-thian. Pedang Pek-kau-kiam berubah menjadi
lautan sinar putih yang melanda ke arah rombongan tokoh-tokoh yang telah menggabung
pada Beng-gak. Dalam rombongan mereka, Siau Yau-cu yang dianggap sebagai Dewa pedang, telah
menderita pukulan di dada dan terluka dalam. Dia sedang bersemedi memulangkan napas.
Sedang jago Tibet Pek Co-gi, tangan kanannya terkena tusukan pedang sehingga tak
mampu melepaskan pukulan Bu-ing-sin-kun lagi.
Maka walaupun rombongan mereka berjumlah banyak tapi mereka jeri juga diamuk
oleh pedang Siu-lam dan terpaksa mundur.
Ilmu pedang hebat baru akan memancarkan keperbawaannya apabila dimainkan
dengan tenaga Iwekang yang tinggi. Tapi saat itu Siu-lam sudah menderita luka dalam
yang parah. Dalam usahanya mengundurkan rombongan tokoh-tokoh itu, ia telah
menghabiskan seluruh tenaganya. Setelah mereka muudur, ia tak mau mendesak
melainkan tegak berdiri melintangkan pedangnya. Sesaat ia merasa darahnya bcrgolakgolak.
Punggungnya seperti memanggul beban yang berat sekali sehingga matanya
berkunang-kunang dan tubuh terhuyung huyung ingin jatuh.
Tapi pikirannya tetap sadar. Jika ia sampai rubuh, rombongan tokoh tokoh itu tentu
akan maju menyerbunya lagi. Maka ditahanlah sekuat-kuat tenaganya untuk berdiri tegak
seraya deliki mata kepada mereka. Sepintas dipandang memang sangat garang sekali
sikapnya. Tapi sesungguhnya ia sudah kehabisan tenaga. Sebenarnya dalam
pandangannya, saat itu rombongan tokoh-tokoh hanya tampak seperti segunduk
bayangan hitam saja. Apabila salah seorang nekad maju, tentu ia tak mampu melawannya
lagi. Dalam pada itu Tay Ih siansu pun ternyata sudah bertempur hebat dengan ketua Benggak.
Untunglah Siu-lam tertolong oleh pil Siok-beng-kim-tan. Setelah berdiri tegak berdiam
diri beberapa saat, tenaganya mulai pulih, pandangan matanyapun berangsur-angsur
terang. Ia menghela napas panjang sambil lintangkan pedang di dada. ia merogoh keluar pil
dan menuang dua butir pil lalu ditelannya.
Siok-beng-kiam-tan buatan Siau-lim-si memang hebat sekali khasiatnya. Merupakan
obat penyembuh luka dalam yang mustajab. Untuk menahan lukanya, terpaksa Siu-lam
minum sampai setengah botol. Padahal pil itu sukar sekali mencari bahan ramuannya.
Dalam pada itu setelah menghapus noda darah pada wajahnya, Su Boh-tun
memandang sekeliling. Tampak ketua Beng-gak si wanita baju kuning, sedang bergerak
malang-melintang dalam barisan itu. Muridnya si nona baju merah sedang bertempur
melawan Tay Ih siansu. Sedang si nona baju kuning yg memimpin ke lima barisan Benggak,
masih tegak menanggapi api berwarna biru. Entah apa yang tengah mereka lakukan.
Menganggap dirinya sebagai pemimpin rombongan tokoh-tokoh persilatan yang tunduk
pada Beng-gak, Su Boh-tun segera tertawa dingin lalu melambaikan tangannya: "Hayo,
kita serbu!" Habis berseru, ia terus mendahului melangkah maju. Langkahnya pelahan tapi setiap
tindakan kakinya tentu meninggalkan bekas injakan telapak kaki yang dalam. Kiranya
diam-diam dia telah kerahkan Iwekang.
"Ah, kepandaiannya memang hebat sekali. Dalam keadaan terluka seperti saat ini,
mungkin tak dapat ketahannya!" diam-diam Siu-lam mengeluh dalam hati.
Dan ketika berpaling memandang ke belakang, dilihatnya Lam-koay dan Pak-koay
makin terjerat kencang dalam jaring. Bahkan untuk bergerak saja, mereka tampak
kepayahan.... Tiada jalan lain bagi Siu-lam kecuali harus minta bantuan dari paderi anggota barisan
Lo-han-tin. Suara langkah kaki tokoh-tokoh persilatan itu makin lama makin jelas dan makin dekat.
"Berhenti! Berani maju selangkah lagi, awas pedangku tak bermata!" hardik Siu lam.
Rombongan tokoh-tokoh itu berhenti. Tetapi Su Boh-tun tak menghiraukan, dia tetap
maju". Siu-lam siap sedia. Ia kerahkan seluruh lwekangnya untuk menghadapi Su Boh-tun.
Tekadnya akan mati bersama musuh.
Sekonyong-konyong terdengar ledakan keras. Diundang berhamburan bunga api.
Tanpa disadari Siu-lam Su Boh-tun sama-sama menengadah memandang ke atas.
Belum bunga api itu berhamburan padam, barisan Lo-han-tin sudah kalut. Lapat-lapat
terdengar beberapa kali erangan tertahan. Dan menyusul dengan itu, musik berlagu
seperti iblis merintih itu, kembali terdengar mengalun lagi.
Siu-lam terkesiap. Jelas bahwa suara erang tertahan itu mirip dengan seseorang yang
tengah menderita luka dalam yang parah dan memaksa diri untuk bertahan sekuat tenaga.
Suara itu bukan baru pertama itu ia dengar. Entah sudah berapa puluh suara begitu
akibat dari senjata rahasia beracun yang ditaburkan ketua Beng-gak kepada murid-murid
Siau-lim- si. Seketika timbullah kemarahan Siu-lam.
Dengan kerahkan seluruh tenaganya, ia menggembor keras dan menghantam sekuatkuatnya
kepada Su Boh-tun. Mendengar gemboran Siu-lam, Su Boh-tun sudah mengetahui pemuda itu akan
menyerangnya. Maka tanpa berpaling kepala ia terus melesat menghindar ke samping.
Ilmu gerak Chit-poh-tun-heng, memang merupakan ilmu yang istimewa dalam dunia
persilatan. Keindahannya sukar dilukiskan. Betapa cepat dan dahsyat serangan Siu-lam itu,
namun Su Boh-tun tetap dapat menghindarinya.
Serangannya luput, Siu-lampun menghimpun tenaga murni lagi. Dan tegaklah ia diam
menyalurkan napasnya".
Tiba-tiba terdengar lengking suara tertawa nyaring: "Ho, paderi tua, hebat juga
kepandaianmu. Sejak sekarang keadaannya sudah berubah. Coba lihatlah barisan Lo-hantin
yang engkau bangga-banggakan itu!"
Ketika Siu-lam mengeliarkan pandangannya, pertama-tama ia melihat gadis baju merah
sudah terlibat dalam taburan sinar tongkat Tay Ih siansu. Nona itu hanya dapat membela
diri tak mampu balas menyerang.
Tetapi barisan Lo-han-tin mulai mengunjukkan tanda kekacauan. Wanita baju kuning
menerjang kian kemari dalam barisan itu seperti seekor harimau berpesta pora di tengah
kawanan domba. Puluhan sosok tubuh rubuh menganak bukit di tanah. Kemana wanita
baju kuning itu menerjang, di situ tentu timbul tumpukan mayat ".
Barisan Lo-han-tin yang sejak beratus tahun menjadi kebanggaan Siau-lim-si dan
disohorkan sebagai barisan yang belum pernah diterobos orang, ternyata saat itu
mengalami kenaasannya. Jika barisan itu bobol, pertahanan Siau-lim-si yang terakhir untuk menghadapi Benggak,
akan hancur berantakan juga. Karena boleh dikata seluruh anak murid Siau-lim-si
yang dianggap memiliki kepandaian yang berarti, telah dikerahkan untuk mendukung
barisan itu. Tiba-tiba terdengar genta bertalu tiga kali. Kumandang suara genta itu mengganas
berkepanjangan. Siu-lam tersirap dan menghela napas perlahan. Pikirnya: "Tiga kali bunyi genta itu,
mungkin merupakan pertanda agar sisa-sisa paderi Siau-lim-si meloloskan diri dari gereja
ini. Ah, kemasyhuran nama yang dipupuk sejak ratusan tahun, dalam sekejap mata saja
akan hancur berantakan...."
Tiba-tiba barisan Lo-han-tin yang hampir dijebolkan ketua Beng-gak itu, selekas
mendengar bunyi genta itu, segera bergerak dengan cepat lagi. Mayat-mayat anggota
barisan yang terdampar di lantai, dilemparkan keluar barisan.
Memang pedih hati paderi-paderi Siau-lim-si itu ketika harus kuatkan imannya untuk
melemparkan mayat dengan tongkat maupun pedang. Mayat-mayat itu adalah paderipaderi
seperguruan yang biasanya hidup rukun dengan mereka. Tetapi apa boleh buat.
Dalam menghadapi ancaman kemusnahan seperti saat itu, mereka memaksa diri untuk
menghapus segala rasa kepedihan hati.
Setelah itu barisanpun menjadi lancar. Dan paderi-paderi itu rupanya sudah merelakan
jiwa raganya. Mereka bertempur dengan kalap sekali. Asal dapat melukai lawan saja,
biarlah tubuh mereka hancur, tak jadi soal.
Serangan kalap itu memaksa wanita baju kuning, menghentikan keganasannya.
Dalam pada itu Siu-lam kembali mengeluarkan botol obat. Semua sisa pil yang berada
dalam botol itu ditelannya habis. Setelah sejenak mengambil pernapasan, ia maju
menyerbu lagi. Ia menyadari bahwa saat itu merupakan saat-saat yang menentukan mati hidupnya.
Dengan nekad ia menelan pil itu semua. Mudah-mudahan dapat diharapkan khasiat pil itu
akan menambah tenaganya dan menyembuhkan lukanya. Tetapi ia merasa tipis harapan
untuk hidup lebih lama. Luka dalam tubuhnya memang parah. Sekalipun andaikata pil itu
dapat menolong jiwanya, tetapi musuh yang dihadapinya itu tentu takkan mengampuni
jiwanya. Daripada mati konyol lebih baik ia mati secara ksatria.
Dengan bekal berani mati itu, Siu-lam lancarkan serangannya dengan mantap seakali.
Setiap jurus tentu dilambari dengan tenaga penuh. Sabetan pedangnya penuh dengan
taburan maut. Kenekatan pemuda itu berhasil menghentikan rombongan Su Boh-tun yang hendak
menyerbu maju. Dalam pada itu si nona baju biru diam-diam telah memimpin kelima rombongan barisan
setan untuk memadamkan obor-obor yang dinyalakan pihak Siau-lim-si. Dalam ruang
gereja yang semula terang benderang seperti siang hari saat itu segera menjadi gelap
gulita. Setiap sudut dan lorong merupakan tempat-tempat yang berbahaya serta
menyeramkan. Sekonyong-konyong terdengar wanita baju kuning itu melengking nyaring. Sekali
menggeliat, tubuhnya melayang ke udara sambil taburkan kedua tangannya. Sepuluh
paderi segera diterjang si wanita baju kuning untuk lolos keluar.
Melihat hampir separuh dari paderi-paderi sakti telah binasa, gentarlah hati Tay Hian
siansu. Ia menghela napas dan berbisik kepada Tay To siansu: "Sam-te, harap menyusun
sisa barisan Lo-han-tin, kita siap melawan lagi. Aku mau menempur wanita ketua Benggak
itu!" Barisan Lo-han-tin mempunyai ciri, baik menyerang maupun bertahan, tentu separuh
barisan bergerak. Sekalipun musuh berilmu tinggi tetapi kalau terkepung di tengah barisan
juga sukar untuk mengembangkan kepandaiannya.
Tetapi karena ternyata banyak anggota barisan yang binasa di tangan ketua Beng-gak,
Tay Hian tidak dapat menahan kemarahannya lagi. Ia serahkan tugas pimpinan barisan
kepada Tay To, lalu ia sendiri lari mengejar wanita itu.
Setelah keluar dari Lo-han-tin, wanita baju kuning itu segera berteriak memerintahkan
berhenti. Mendengar itu rombongan Su Boh-tun dan si nona baju merah, serentak
mundur. "Saat ini merupakan kesempatan yang terakhir kali bagi kalian. Jika kalian tetap
membangkang, seluruh paderi Siau-lim-si akan aku basmi!" seru wanita itu dengan
nyaring. Tay Ih pun menyaksikan kehancuran dalam barisan Lo-han-tin. Diam-diam ia menghela
napas lalu berseru nyaring: "Silahkan gak-cu perintahkan menyerang. Jika tidak
membasmi semua paderi Siau-lim-si, kiranya sukar untuk menghancurkan gereja Siau-limsi!"
Wanita baju kuning itu tertawa dingin. Tiba-tiba ia mengangkat tangannya dan
mendorong. Tampak lemah gemulai tidak bertenaga gerakan tangannya itu tetapi pada
lain saat Tay Hian siansu kedengaran mendengus tertahan dan cepat-cepat mundur lima
langkah. Tay Ih diam-diam segera mengerahkan tenaga dalam dan melangkah maju lagi dengan
wajah tegang, serunya: "Loni hendak mengadu jiwa lebih dulu dengan gakcu."
Wanita baju kuning itu tertawa dingin, sahutnya: "Karena engkau tetap menghendaki
kematian, terpaksa akan kuhancurkan!"
Sambil membolang-balingkan tongkat sian-ciang, paderi sakti Siau-lim-si itu berkata:
"Loni hendak mohon pelajaran kepada gakcu, harap gakcu menghunus senjata!"
Walaupun dalam keadaan Siau-lim-Si sudah payah, namun sebagai pejabat ketua Siau
lim-si Tay Ih siansu tetap pegang gengsi.
Siu-lam yang berdiri di samping, tiba-tiba menyeletuk : "Harap lo-siansu mundur,
pertandingan pertama ini biarlah wanpwe yang maju."
Tiba-tiba terdengar suara mendebuk dan tahu-tahu Tay Hian siansu rubuh ke tanah.
Sambil memandang ke sekeliling, wanita baju kuning itu tertawa: "Kalian sudah
terkurung dalam barisan Ngo-kui (lima setan) Beng-gak. Asal kuberi perintah, segera akan
berhamburan tigapuluh dua macam senjata beracun yang ganas sekali. Di dalam keadaan
yang gelap gulita seperti tempat ini, sekalipun mempunyai mata yang tajam sekali, tetap
tak nanti mampu menghindar. Dalam waktu sepeminum teh lamanya kalian tentu sudah
menjadi mayat yang tak berkepala lagi!"
Tay Ih siansu mengeliarkan pandangan matanya ke empat penjuru. Memang ia merasa
rombongannya telah dikepung rapat. Kiranya barisan manusia-manusia setan dari Benggak
itu, setelah keadaan gelap lalu berpencaran membentuk lingkaran untuk mengepung
paderi-paderi Siau-lim-si.
Siu lampun lepaskan perhatiannya ke sekelilingnya. Diperhatikannya bahwa manusiamanusia
setan dari Beng-gak itu telah menempatkan diri dalam kedudukan yang tertentu.
Jika mereka benar-benar serempak menaburkan senjata rahasia, seluruh paderi Siau-lim-si
yang berada di tengah ruang situ tentu akan hancur binasa semua. Diam-diam ia
menyadari bahwa ucapan wanita baju kuning itu memang bukan ancaman kosong.
"Satu-satunya jalan untuk menghadapi keadaan tegang ini ialah harus melibat ketua
Beng-gak serapat-rapatnya agar anak buah Beng-gak tak berani sembarangan melepaskan
senjata rahasia" diam-diam ia telah merancang siasat.
Setelah menetapkan rencana, dengan menggembor keras, ia putar pedang menyerang
wanita baju kuning itu. Tetapi sebelum ia turun tangan ia rasakan lukanya telah menderita
perubahan. Untuk mempertahankan diri, ia berusaha minum pil Siok-beng-tan sebanyakbanyaknya.
Tapi ia sadar apabila kekuatan pil itu sudah lenyap, jiwanya tentu turut
lenyap juga. Kesempatan terakhir masih dapat bernapas itu, hendak ia pergunakan
menulis sejarah hidup yang mengesankan. Kini ia lancarkan ilmu pedang Tat-mo-samkiam.
Ilmu pedang tersebut merupakan ciptaan dari Tat Mo cousu, pendiri gereja Siau-lim-si.
Sembilan tahun menghadap tembok (istilah bersemedhi). Kedahsyatannya tiada taranya.
Walaupun wanita baju kuning itu sakti sekali, tetapi dia tak berdaya memecahkan ilmu
pedang istimewa itu. Tat-mo-sam-kiam, jurus demi jurus makin dahsyat. Jurus kedua lebih hebat dari
pertama dan jurus ketiga lebih sakti dari kedua. Apabila ketiga jurus itu benar-benar dapat
dipahami dengan mahir, tentu takkan menemui lawan yang mampu lolos dari
serangannya. Sayang kepandaian Siu-lam belum mencapai sedemikian tinggi. Apalagi ia sedang
terluka parah. Khasiat pil Siok-beng-tan sudah mulai menurun. Pada saat ia lancarkan
jurus Tay-lo-it-ong, ia sudah tak kuat lagi. Mulut menyembur darah dan orangnya pun
meluncur jatuh ke tanah. Sebenarnya ketua Beng-gak itu sudah tumpahkan seluruh kepandaiannya menghadapi
serangan Tat-mo-sam-kiam. Dengan susah payah ia dapat menghindar dari dua jurus
serangan. Pada saat ia terdesak dan kelabakan bertahan diri, tiba-tiba Siu-lam terbanting jatuh ke
tanah sendiri. Diam-diam wanita baju kuning menghela napas longgar.
Ia tertawa mengejek: "Huh, anai-anai berani menerjang api!" Ucapan itu mengandung
keputusan untuk membunuh pemuda itu.
Situasi pada saat itu benar benar suram sekali bagi pihak Siau-lim-si. Siu-lam rubuh
terlentang di lantai. Napasnya terengah-engah. Di sekelilingnya penuh dengan mayat
paderi-paderi Siau-lim-si. Lam-koay dan Pak-koay sedang berjuang mati-matian untuk
bertahan diri dalam jaring.
Api warna biru yang berada di tangan barisan setan Beng-gak, berkeliaran kian-kemari.
Angin malam berhembus dingin. Sosok-sosok mayat yang menganak bukit, bau darah
yang anyir, menjadikan ruang gereja Siau-lim-si yang suci, sebuah tempat yang
menyeramkan.... Menghela dalam-dalam, Tay Ih siansu lintangkan tongkatnya lurus ke muka dan
melangkah maju, serunya: "Rencana Gak-cu hendak meratakan gereja Siau-lim-si yang
sudah berdiri selama ratusan tahun, agaknya tidak sukar"."
Rubuhnya Siu-lam telah membuat paderi tua itu tertekan batinnya. Dan kematian dari
sekian banyak anak murid Siau-lim-si, meluluhkan semangatnya.
Setelah berhenti sejenak, ia melanjutkan berkata pula: "Hanya sebelum gakcu dapat
meratakan gereja ini, lebih dulu gakcu harus membunuh loni dulu!"
"Tentu akan kubunuh!" seru wanita baju kuning itu seraya mengangkat tangannya
pelahan-lahan. Pada saat itu terdengarlah suara seruling. Beralun-alun seperti berasal dari jauh tetapi
seperti pula berasal dari dekat.
Wanita baju kuning itu tiba-tiba menurunkan lagi tangannya dan mendengarkan
dengan penuh perhatian. Nada seruling itu makin melengking tinggi. Di dalam iramanya yang rawan,
mengandung kegagahan yang berwibawa.
Sekonyong-konyong wanita baju kuning menutup mukanya dan berteriak keras: "Ayo,
lekas pergi!" la terus berputar tubuh dan lari keluar.
Perubahan yang tak terduga-duga itu, membuat Tay Ih siansu tercengang. Benar-benar
ia tak mengerti mengapa dalam detik-detik kemenangannya, tiba-tiba musuh malah
melarikan diri. Karena ketuanya lari, maka barisan setan Beng-gak dan rombongan Siau Yau-cu pun
Wanita Iblis Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
segera mengikuti langkahnya.
Orang Beng-gak datang seperti laut pasang dan pergi juga seperti gelombang
menyurut. Tay Ih siansu menghela napas panjang. Segera menghampiri Siu-lam. Hidung dan
mulut pemuda itu mengucurkan darah, napasnya terengah-engah lemah.
Ketua Siau-lim-si itu menghela napas. Kemudian dirabanya dada pemuda itu. Ternyata
masih bernapas tetapi sudah lemah sekali.
"Toa-suheng, apakah Pui sicu itu masih ada harapan tertolong?" tiba-tiba Tay To siansu
berseru. Tay Ih siansu pelahan-lahan mengangkat kepala. Dua butir air mata mengembeng
turun dari pelapuk matanya, la gelengkan kepala: "Harapannya tipis sekali. Semoga Hud
memberi berkah agar jiwanya dapat tertolong!"
"Tay Hian Suheng juga terluka parah sekali," kata Tay To dengan rawan.
Ketika berpaling, Tay Ih melihat Tay To tengah memanggul tubuh Tay Hian yang sudah
kaku. Ketua Siau-lim-si itu menampilkan kedukaan yang dalam sekali. Sebuah helaan
napas panjang meluncur pula dari mulutnya: "Ah, dalam pertempuran ini boleh dikata
musuh telah membunuh Siau-lim-si...."
Tiba-tiba Tay Ih teringat sesuatu, serunya: ''Entah dengan senjata apa maka wanita
siluman itu dapat melukai anak murid kita dalam barisan Lo-han-tin. Lebih dari enam
puluh orang yang terluka dan Lo-han-tin menjadi porak-poranda. Tapi anehnya pada saat
Lo-han-tin hampir hancur, mengapa wanita itu tiba-tiba melarikan diri" Apakah dia
memasang perangkap?"
"Menilik keadaan yang kita hadapi saat ini, jelas bahwa kita telah mengalami kekalahan
besar. Rasanya tak perlu wanita itu menggunakan siasat apa-apa lagi untuk memperoleh
kcmenangan yang sudah pasti itu!"
"Itulah yang membingungkan," kata Tay To.
Sejenak Tay Ih merenung lalu berkata: "Sebelum wanita siluman itu pergi, apakah sute
tak mendengar sesuatu bunyi yang aneh?"
Karena tumpahkan tenaga dan perhatiannya untuk mengadu jiwa dengan wanita baju
kuning itu tadi, maka Tay Ih telah kehilangan ketajaman pendengarannya. Walaupun
sesungguhnya suara seruling itu cukup nyaring tapi tak mendapat perhatiannya sehingga
ia tak dapat memastikan benda apa yang berbunyi itu.
Untunglah Tay To siansu seperti teringat sesuatu, serunya: "Benar, seperti terdengar
semacam suara seruling yang bernada rawan dan perkasa. Ketika mendengar suara
seruling, wanita itu terus melarikan diri!"
Kata Tay Ih: "Ilmu kepandaian wanita itu memang sakti sekali. Dan pula ia
membekal segala macam senjata rahasia beracun. Mengapa hanya suara seruling saja
dapat membuatnya lari" Ah, tentu terdapat rahasia di balik peristiwa itu"."
Berhenti sejenak, ia melanjutkan kata-katanya pula: "Wakililah aku memberi perintah
supaya mayat-mayat itu segera disingkirkan. Anak murid yang gugur dalam pertempuran
supaya dicatat namanja dan ditanam bersama. Tiga hari kemudian akan diadakan doa
sembahyangan untuk meminta pengampunan dosa. Dan murid-murid yang terluka, supaya
dibawa dan dirawat di ruang Tat-mo-wan"."
Ketua Siau-lim-si itu menghela napas, lalu berkata pula: "Berhasilnya Siau-lim-si
terhindar dari bencana kehancuran hari ini, pahala Pui sicu yang paling besar. Entah
lukanya dapat disembuhkan atau tidak, tapi kita wajib berusaha sekuat tenaga untuk
menolong jiwanya!" Tiba tiba Tay To berbisik: "Lam-koay dan Pak-koay masih terjerat dalam jaring.
Bagaimana akan mengurus mereka?"
"Pakailah pedung Pek-kau-kiam ini untuk memotong jaring dan lepaskan mereka
keluar!" tanpa ragu-ragu Tay Ih memberi perintah.
"Tetapi kedua orang itu agaknya mendendam terhadap paderi Siau-lim-si. Kita sekarang
masih belum pulih tenaga kita. Apabila kedua orang itu lepas dan menumpahkan
kemarahan kepada kita, bukankah kita akan mengalami kesulitan. Maksud siaute .."
Tay Ih gelengkan kepala: "Kedua orang itu telah membantu pihak kita dan bertempur
dengan ketua Beng-gak. Sekalipun nanti mereka tetap hendak menuntut balas kepada
kita, tetapi kita pun tak dapat berpeluk tangan mengawasi orang yang sedang dalam
kesulitan. Lekas tolong mereka...!"
Jilid 31 "SUHENG, Kau benar," sahut Tay To seraya menyambut pek kau-kiam terus hendak
menghampiri Lam koay dan Pak koay.
Tetapi tiba tiba terdengar runcing lembut menghembus, "Ketua Beng gak, licin bukan
kepalang. Sekalipun dia lari karena mendengar tiupan serulingku tapi kuduga dia tentu
takkan begitu rela meninggalkan tempat ini. Dalam waktu singkat, ia tentu akan menyuruh
anak buah-nya secara diam diam menyelundup kedalam gereja sini. Harap bersiap siap
menjaga kemungkinan itu"."
Suara runcing lembut itu tiba tiba berbenti. Rupanya orang itu tengah merenung.
beberapa jenak kemudian terdengar ia menghembuskan suaranya yang runcing lagi,
"Pada saat ini, belum waktunya kuunjukkan diriku. Sebenarnya aku-pun dapat melepaskan
Lam-koay dan Pak koay dari jeritan nyaring Thian-jan si agar kedua orang itu dapat
membantu Siau-lim-si menghadapi musuh. Tetapi karena tampaknya mereka masih
mendendam kepada paderi Siau lim-si, apa-bila dikeluarkan, belum tentu mau membantu
kalian. Sekalianpun mereka tak mau ikut campur tangan dalam pertempuran, tetapi tetap
tak menggunakan fihak Siau-lim-si. Maka untuk sementara ini, lebih baik tak melepaskan
mereka. Untung mereka berdua berkepandaian tinggi sehingga dapat bertahan diri dari
jepitan jaring. Asal mereka tahu bahwa makin meronta semakin jaring itu mengeras,
mereka tentu mau berdiam diri dengan tenang".
"Kojin siapakah yang sudi membantu kami itu" Maukah kiranya"." baru Tay Ih siansu
berseru kepada orang yang tidak kelihatan itu. tiba tiba orang itu sudah menukas, "saat ini
kugunakan ilmu menyusup suara untuk bicara dengan kalian berdua. Oleh karena setiap
saat ketua Beng gak mungkin akan kembali kesini, sebaik-nya segera dilakukan penjagaan
ketat. Untuk sementara waktu, barap kalian berdua suka mendengarkan petunjukku,
jangan menolak." Kembali orang itu berhenti lalu berkata lagi, "Rupanya pemuda She Pui itu menderita
luka berat. Sebaiknya pindahkan dia kekamar rahasla, jangan sampai diganggu musuh!"
Tergerak hati Tay Ih atas perintah orang tak kelihatan itu, Namun ia tak leluasa untuk
mengucapkan apa apa. Kembali orang itu gunakan ilmu menyusup suara berkata lebih lanjut, "Kalian berdua
harus bersikap seperti yakin dapat mengatasi peristiwa saat ini. Sekalipun anak murid Siau
lim si banyak yang jatuh korban keganasan Beng gak tapi rasanya sisa yang masih ada,
dapat membentuk lagi barisan Lo han-tin. Sebaiknya memilih lagi sejumlah anak murid
agar barisan itu segera dapat dibentuk. Dan nyalakan obor kembali untuk menjaga
kemungkinan musuh mengadakan serangan secara gelap."
Tay Ih dan Tay To, meskipun merupakan paderi tua yang berkedudukan tinggi, tapi
dalam kekalahan total seperti saat itu, merekapun hampir kehilangan kepercayaan diri lagi.
Mereka menganggap petunjuk orang itu memang tepat. Maka Tay To segera
melakukannya. Disamping menyusun anggauta barisan Lo ban-tin yang terdiri dari murid
murid pilihan, juga diperintah-kan agar Obor obor yang dipadamkan oleh barisan setan
Beng-gak, dinyalakan kembali.
Sesaat kemudian terdengar suara tajam itu melengking lagi, "Barisan manosia-manusia
Setan itu, sebenarnya terdiri dari jago jago sakti dunia persilatan. Tetapi mereka telah
dikalahkan ketua Beng gak, dipotong lidahnya dan diminumi obat bius sehingga menurut
segala perintahnya. maka mereka memiliki kepandaian silat yang tinggi"."
Mendengar itu Tay Ih siansu gemetar dan serta merta ia merangkapkan kedua
tangannya mengucap doa Omitohud.
Kembali suara tajam itu melanjutkan bersuara lagi, "Harap lekas pindahkan pemuda itu
kesuatu tempat yang aman. Walaupun wanita Beng gak itu licin seperti rupa, tetapi
wataknya banyak curiga. Jika tidak mempunyai bukti-bukti yang nyata, dia tak mau
sembarang bergerak. Jika dapat bersikap seolah-olah seperti tak menderita apa-apa, tentu
wanita itu akan ragu-ragu dan tanggung tentu tak berani bertindak sembarangan. Nah,
sampai disini dulu karena aku tak leluasa bercakap- cakap lebih lanjut dengan kalian."
Dan suara itupun tak kedengaran lagi.
"Sute, harap bawa Pui sicu keruangan hong tiang," Tay Ih berbisik pelahan-lahan. Tay
To segera menyuruh dua orang paderi memanggul Siu-lam dan membawanya masuk.
Dalam pada itu, berpuluh puluh batang obor yang dipadamkan oleh barisan setan Beng
gak tadi, dan sudah dinyalakan kembali, Ruangan terang benderang lagi.
Barisan Lo han-tin yang kocar kacir, telah tersusun kembali. Kobaran-kobaran paderi
Siau-lim si yang telah jatuh, disusun rapi dimuka barisan sehingga menimbulkan suasana
yang rawan penuh dendam kedukaan.
Tay Ih siansu melangkah pelahan lahan mengitari korban korban itu. Lalu menatap
tajam tajam kepada barisan Lo han tin, Wajah setiap anggota barisan Lo ban tin
mengunjuk kedukaan vang diliputi kebulatan tekad untuk mempertahankan gereja Siau lim
si. Tay Ih siansu mengela napas lalu pejamkan mata. Diam diam ia telah mengerahkan
napas siap menghadapi musuh.
Halaman gereja Siau lim Si yang luar dan penuh dengan beratus ratus paderi, tampak
Sunyi senyap seperti suasana kuburan.
Tetapi sampai berselang beberapa lama, tetap tak terjadi suatu perubahan apa-apa.
saat itu barulah Tay Ih membuka mata dan memandang kelangit. Ternyata saat itu sudah
lewat pukul tiga malam. Tak berapa lama lagi tentu hari sudah terang tanah.
Tiba-tiba dibawah cahaya obor, tampak sesosok bayangan meluncur masuk dan
menghampiri ketempat rombongan paderi.
Tay Ih sianSu menghela napas, "Aaah, akhirnya datang juga. Pertempuran kali ini
entah akan mengorbankan berapa banyak paderi Siau lim-Si lagi"."
Dalam pada itu bayangan orang itu sudah tiba setombak dari tempat Tay Ih, dia
berhenti. Ketika Tay Ih siansu memandangnya ternyata pendatang itu orang pemuda yang
berpakaian ringkas warna hitam. Punggungnya menyanggul pedang.
Sambil memberi hormat kepada ketua Siau lim-si. pemuda itu berseru nyaring, "Maaf,
toa-suhu!" Tay Ih siansu kerutkan dahi dan membalas hormat, "Siapakah sicu?"
Orang itu pelahan lahan maju menghampiri. Kira kira terpisah tiga empat langkah ia
berhenti. Kita melihat tumpukan mayat paderi Siau-iim Si, tiba-tiba orang itu menjurah
dalam-dalam. "Siapakah sicu?" Tay Ih ulangi pertanyaannya lagi.
Pemuda itu tenang sekali sikapnya. Sambil julurkan sepasang tangan, ia menyahut
dengan hormat, "Cayhe adalah Tio Gan, murid dari partay Ceng sia-pay. Mohon tanya
gelaran tay-su yang mulia?"
Setelah mengatakan dirinya siapa, Tay Ih menanyakan apa maksud kedatangan
pemuda itu. Kata Tio Gan, "Suhuku karena sedang menyelesaikan pembuatan obat, maka tidak
dapat menghadiri Eng Hiong tay hwe di gunung Tay-Sin tempo hari. Tetapi tentang
perubahan di-dunia persilatan, di ikutinya dengan penuh perhatian, Konon kabarnya di
dunia persilatan dewasa ini, muncul seorang yang gerak-geriknya menakutkan sekali.
Siang malam dia menempuh parjalanan menuju kedaerah Tionggoan. Setelah pembuatan
obat selesai, suhupun msndengar berita itu dan timbul kecurigaannya. Maka dengan
mengajak dua belas murid, beliau telah turun gunung. rombongan kami dapat mengikuti
jejak orang itu sampii ke gereja sini. saat ini rombongan kami berada diluar gereja karena
sebelum mendapat perkenan dari taysu, kami tak berani lancang masuk"."
"Bukankah suhu sicu itu Ceng Hun totiang ketua Ceng-sia-pay?" Tay Ih menghela
napas. "Benar," Sahut pemuda itu.
"Ah, seorang sahabat lama"." Tay Ih Siansu sejenak menghela napas, "harap Tio sicu
mengundang suhu sicu dan menyampaikan berita bahwa karena saat ini Siau-lim-si
sedang menghadapi ancaman besar dari musuh, terpaksa lohu tak dapat menyambut
keluar"." "Menilik banyak paderi yang rubuh, tentulah habis terjadi pertempuran dahsyat. Baiklah
wanpwe segera akan menyampaikan pada suhu."
Tio Gan terus berputar tubuh dan lari keluar.
Sebenarnya Tay Ih masih hendak bicara, Ia hendak meminta agar pemuda itu
menyampaikan kepada rombongan Ceng sia-pay bahwa sebaiknya Ceng-sia-pay lekaslekas
tinggalkan gereja Siau Lim si Saja. Tetapi ternyata Tio Gan habis berkata terus lari
keluar sehingga Tay Ih tak sempat bicara lagi.
Tay Ih siansu menghela napas rawan. Barisan Lo han tin yang begitu tanggub, akhirnya
jebol juga apalagi Ceng sia pay. Bantuan mereka hanya berarti akan mengantar jiwa
secara sia-sia saja. Tak berapa lama, belasan orang berlari-lari disepanjang jalan yang terbentang dimuka
gereja. Menilik gerakan mereka, tentulah mereka memihki ilmu ginkang yang tinggi.
Pada lain kebad, Seorang imam yang memelihara jenggot panjang dan menyanggul
pedang dibelakang bahunya, menerobos masuk ke-dalam. Itulah imam Ceng Hun, ketua
dari partai Ceng-Sia -pay!
Begitu memandang tumpukan mayat yang menganak-bukit, ketua Ceng sia pay itu
menghela napas, serunya penuh sesal, "Ah, pinto datang terlambat, sungguh amat
menyesal." Tay Ih-Siansu rangkapkan kedua tangan memberi hormat, "Terima kasih atas
kunjungan toheng!" "Apakah barisan ini barisan Lo han-tin yang termasyhur itu?" sesaat Ceng Hun totiang
bertanya setelah memandang pada rombongan paderi Siau-Lim si yang tengah pecak
baris. Tay Ih mengiakan dengan kata-kata merendah.
"Tampaknya musuh sudah dapat dipukul mundur," kata ketua Cing sia-pay pula.
Tay Ih merenung sejenak, ujarnya, "Musuh keliwat tangguh sehingga gereja kami
menderita kerugian besar. Walaupun siaat ini mereka mundur, tetapi setiap saat dapat
datang lagi." Wajah ketua Ceng-sia pay serentak berubah serius, "Pada pertemuan digunung Thay
san yang diselenggarakan Tay Hong toheng. karena sedang membuat pil, terpaksa pinto
tak dapat menghadiri. Tetapi saat itu pinto mengutus dua orang murid, Siong Hong dan
Siong Gwat untuk mewakili pinto hadir."
"Apakah murid toheng itu kini sudah pulang kembali?" cepat cepat Tay Ih menukas
cemas. "Karena tak ada kabarnya, pinto segera mengirim beberapa murid pilihan untuk
menyelidiki ke gunung Thay san. Menurut surat mereka yang dikirim dengan burung
merpati, didekat gunung Thay san telah muncul gerombolan manusia aneh berpakaian
serba aneh dan gerak-geriknya serba misterius. Walaupun sudah lama pinto tak turun
gunung, tetapi pinto selalu mengikuti perkembangan dunia persilatan. Gerombolan
manusia manusia aneh itu, agaknya belum pernah muncul didalam persilatan. Karena
curiga, pinto berusaha memecahkan persoalan itu. Hari kedua pinto terima laporan burung
merpati lagi, menyatakan bahwa gerombolan manusia aneh itu kalau siang hari tidur,
malam berkeliaran. Pinto makin curiga dan akhirnya pinto memutuskan untuk turun
gunung. Karena tergesa-gesa, pinto hanya memilih dua belas murid untuk menyertai
pinto, ternyata pinto terlambat setindak juga"."
Tay Ih Siansu menghaturkan terima kasih atas perhatian dan semangat setia kawan
imam Ceng Sia Pay itu. Tiba-tiba terdengar langkah orang berlari. Ternyata Tay To siansu muncul dengan
mandi keringat. Tay Ih memperkenalkan sutenya itu kepada ketua Ceng Sia Pay dan
rombongannya. Kemudian Tay Ih menanyakan apa sebab sute itu berlari begitu tergesa-gesa.
Dengan menghela napas Tay To melaporkan tentang keadaan Siu Lam yang
berbahaya. "Dia tiga kali pingsan, dua kali habis napas. Siaute telah berusaha sekuat
tenaga untuk menyalurkan tenaga dalam kepadanya"."
Berita itu seperti palu godam yang menghantam kepala. Namun Tay Ih tetap menekan
tubuhnya yang gemetar, serunya:" apakah sekarang keadaannya sudah cukup baik?"
Diam diam Ceng Hun totiang heran melihat wajah kedua paderi Siau Lim Si itu. Segera
ia bertanya siapakah pemuda she Pui itu.
"Boleh dikata dialah yang menjadi tulang punggung Siau Lim si dalma menghadapi
serbuan Beng gak". Tay Ih menerangkan.
"selainberjasa kepada Siau Lim Si, diapun telah menyelamatkan dunia persilatan dari
bencana kehancuran." kata Tay Ih dengan penuh semangat.
"Entah dari partai manakah pemuda yang sedemikian saktinya itu" Mungkin pnto
pernah mendengar namanya." imam Ceng Hun semakin heran.
"Dia anak muda yang tak bernama. Tetapi kali ini jasanya, akan dikenang oleh seluruh
kaum persilatan. Namanya akan selalu dipuja oleh setiap anak murid Siau Lim Si." kata
Tay Ih lebih lanjut. Walau dalam hati tak puas. tetapi Ceng Hun totiang sungkan untuk membantah
mereka. Ia batuk-batuk kecil lalu katanya :"Jika kalian berdua begitu memujinya, tentulah
dia seorang yang luar biasa!"
"Tetapi saat ini dia sedang berada dalam keadaan yang gawat sekali. Dalam keadaan
jiwanya terancam itu ia tetap memperhatikan keselamatan Lam-koay dan Pak-koay!"
Kemasyhuran nama kedua tokoh aneh itu bukan hanya berkumandang di dunia
persilatan Tiong goan, pun jauh sampai di Kwan gwa (luar perbatasan). Sebagai ketua
Ceng-sia pay sudah tentu Ceng Hun totiang mendengar juga. Seketika ia terkesiap.
"Apa" Kedua locianpwe itu masih hidup?" serunya terkejut
Kata Tay Ih Siansu, "Kecuali Pui sicu, kedua tokoh Lam koay dan Pak koay itupun
membantu Siau-lim si"."
"Sudah lama pinto mengagumi nama kedua tokoh itu. Entah di manakah mereka itu
sekarang" Bolehkah pinto menjenguk?"
"Omitohud, hal ini"." tiba-tiba Tay Ih tak lanjutkan kata katanya. Ia ingat kedua tokoh
itu masih terjerat dalam jaring. Jika di-ketahui orang, tentulah akan merugikan nama
mereka. Tay Ih tidak ingin ketua Ceng-sia pay itu mengetahui keadaan Lam-koay dan pak koay
Wanita Iblis Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tetapi diapun tak dapat berdusta. Maka sampai beberapa saat, ketua Siau lim si itu tak
dapat berkata- kata. Tiba-tiba terdengar suara orang tertawa dingin:
"Ui dan Shin lokoay saat ini sedang terjerat jaring, lebih baik jangan melihatnya!"
Menyusul seorang lain orang, berseru dengan dingin, "Walaupun jaring itu lihay, tetapi
aku dan Ui lokoay dapat mengatasinya. Dalam sehari dua hari, aku masih dapat bertahan.
Yang penting adalah Pui suteku itu harus lekas di tolong jiwanya. Hm, dia menderita luka
berat karena membela Siau-lim-si, Jika kalian tidak mampu menyelamatkan jiwanya,
Lentera Maut 3 Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long Pedang Kayu Harum 18