Pencarian

Wanita Iblis 23

Wanita Iblis Karya S D Liong Bagian 23


rasakan kedua lututnya mulai sakit. Apa yang dikatakan imam buta itu memang benar.
sakitnya seperti disayat dengan pedang yang dibakar. Hampir ia tak kuat bertahan.
Ia membuka mata dan memandang keseketiling. Ia teringat bahwa imam buta itu
melarangnya supaya jangan mergerahkan tenaga dalam untuk melawan kesakitan. Ia
coba menuruti pesan itu. Ketika tenaga dalam dilonggarkannya, ternyata rasa sakitnya
berkurang sekali. Menjelang malam, rasa sakit itu sudah lenyap. setelah makan, Siu-lam mulai
bersemedhi lagi. Malam itu berlalu dengan tenang.
Cepat tiga hari telah lalu. selama itu setiap hari ia harus menderita kesakitan selama
empat jam. Dan kian hari rasa sakit itu kian hebat. seperti dibakar api. setiap akan terasa
sakit, ia kendorkan tenaga dalam agar tidak menderita sekali.
Pada hari keempat, tiba tiba belasan ekor tawon raksasa menyerbu kedalam ruang kuil
itu, buru saja Siu-lam terlepas dari kesakitan lukanya. Ia terkejut melihat tawon besar itu.
"Celaka, kalau sampsi digigit binatang itu, diriku tentu lebih celaka lagi," pikir Siu-lam.
Ia terus menyambar tongkat dan siap memperhatikan gerak gerik tawon. Ia
memperhitungkan tentu dapat menyapu binatang itu.
setelah terbang berputar putar dalam ruang, kawanan tawon itu tiba tiba terbang pergi.
Siu-lam menghela napas longgar. Tetapi diam diam ia heran, jelas didalam kuil tiada
terdapat tanaman bunga, tetapi mengapa kawanan tawon itu terbang masuk.
sokonyong konyong ia dikejutkan oleh gemuruh dengung tawon berbunyi. Dan pada
lain saat berpuluh puluh ekor tawon raksasa terbang masuk kedalam ruangan. Dan
menyusul tak henti hentinya berpuluh tawon masuk lagi. Dalam beberapa kejsp saja, tak
kurang dari seratus ekor jumlahnya.
"Ah, celaka, tak nyana aku Pui Siu-lam, harus mengalami kebinasaan begini," diam
diam ia mengeluh. Tiba tiba sesosok tubuh melesat dan muncul diambang pintu".
Dia mengenakan baju dan celana pendek dan mencekal sebuah Bok liong atau sangkar
kayu yang panjang. sangkar itu berukir naga nagaan. Ternyata sangkar Bok-liong itulah
yang meluarkan tawon-tawon raksasa
Ketika memandang wajah orang itu, tersiraplah darah Siu-lam. sepasang mata orang itu
memancarkan sinar berapi api penuh dendam kesumat.
"Siapa engkau?" tegur orang itu membengis.
serentak teringatlah Siu-lam akan- pesan siimam buta tadi. segera ia menerangkan
namanya. Orang aneh itu memandangnya beberapa jenak, ujarnya. "Kedua lututmu begitu besar,
apakah terluka?" Siu-lam mengiakan. Tiba tiba wajah orang itu berobah, serunya memberingas "Kemana imam hidung
kerbau itu, bilang lekas!" ia ayunkan Bok liong dan kawanan tawon raksasa berhamburan
keluar. Mereka menyerbu Siu-lam.
Bermula Siu-lam hendak menyapu dengan tongkat tetapi pada lain saat cepat ia
batalkan lagi. Pertama, ia hendak mentaati pesan siimam buta. Dan kedua kali merasa tak
mungkin dapat melawan serangan sekian banyak tawon tawon beracun.
Dalam pada itu kawanan tawon itu wulai bertaburan menyambar sekeliling tubuh Siulam.
Bayangkan, ribuan ekor tawon besar yang beracun mendengung dengung
menyambar Siu-lam. Siu-lam menghela napas dan pejamkan mata menyerah nasib.
Ilmu semadhi dari kaum agama, memang benar benar hebat sekali. Siu-lam dapat
membebaskan diri dalam kehampaan dan tak menghiraukan lagi keadaaan disekelilingnya.
Yang terasa hanyalah, tenaga murni mulai merangsang keatas kepala lalu menebar
keseluruh tubuhnya. Entah berapa lama serangan jiwa itu berlangsung. Yang jelas, Siu-lam terkejut ketika
telinganya terngiang oleh suara tertawa gelak-gelak.
Ketika memandang kemuka ternyata ribuan tawon tadi sudah lenyap. Rupanya tentu
masuk kedalam Bok liong. Tetapi orang berbaju pendek tadi duduk dilantai berhadapan
dengannya. sebatang lilin merah, tengah menyala terang. Tenyata hari sudah malam.
"Budak, nyalimu besar sekali!" seru orang tinggi kurus berbaju pendek itu.
sejak menerima pelajaran menyalurkan napas dari paderi Kak Bong dan Kak Hui,
biasanya tidak merasa mendapat suatu kemajuan apa apa. Tetapi pada saat itu ia rasakan
tubuhnya nyaman sekali dan semangatnyapun segar.
"Ah, lo clanpwe keliwat memuji," sahutnya tertawa hambar.
Tiba tiba orang itu merogoh kedalam Bok-liong dan mengeluarkan serangan madu,
"Cobalah rasakan bagaimana mulutku ini?"
Diam diam Siu-lam menimang. Jika orang itu bermaksud jahat, tentu dengan mudah
sudah membunuhnya. Biarlah ia menerima pemberian itu.
"Ah, benar benar madu istimewa!" serunya memuji setelah mencicipi madu.
Orang itu tertawa, "Budak, dalam ruang kuil terdapat seorang penghuni, seorang imam
buta. Kemanakah dia sekarang?"
Siu-lam kerutkan dahi, serunya, "Mengapa lo cianpwe hendak mencari?"
"Aku mempunyai perjanjian seumur hidup dengan dia. Jika tak berjumpa, aku tak mau
mati dulu!" Siu-lam menanyakan nama orang itu.
"Sudah lama sekali aku tak muncul keluar. Kalian auak anak muda tentu tak
mengetahui namaku Nyo Ko, ahli tawon. Dahulu orang persilatan memberi julukan Raja
tawon kepadaku!" kata orang itu.
"Diam-diam Siu-lam geli mendengar gelaran itu, "Oh, kiranya Nyo locianpwe"
Orang itu mengangguk-angguk, "Sudah berpuluh tahun tiada orang yang menyebut
begitu"." tiba tiba wajahnya berobah, lalu, "engkau belum menjawab pertanyaanku.
Kemanakah si imam buta itu?"
"Memetik daun Obat untukku," sahut Siu-lam.
"Pulangnya?" "Menurut pesannya, paling lama sepuluh hari!"
"Sekarang sudah berapa hari?"
"Sampai hari ini sudah hari kelima."
"Bagus, akan kutunggunya disini," kata Nyo Ko.
"Apakah locianpwe ini sahabatnya?"
sahut Nyo Ko, "Entah sahabat entah musuh, sukar dibilang. Tak perlu engkau turut
campur".Eh, berapakah umurmu sekarang?"
cepat cepat ia berganti nada.
"Dua puluh satu."
Nyo Ko menghela napas, "Ah, aku sudah sembilan puluh tiga tahun. Bila mati kukuatir
ilmu memelihara tawon ini akan turut lenyap!"
Memandang kearah sarang tawon, Siu-lam hendak bicara tetapi tak jadi.
Nyo Ko mengicupkan mata, ujarnya, "Nya-limu cukup besar, budak dan tulang " tulang
mu bagus sekali. sayang engkau sudah masuk menjadi murid si imam buta itu!"
"Aku sudah mempunyai guru dan tidak menjadi murid totiang itu!" Siu-lam
menerangkan. "Bohong!" bentak Nyo Ko.
"Uh, apa salahku?" Siu-lam tertegun kaget.
Nyo Ko menutup mata dan tak menghiraukan pemuda itu lagi. Siu-lam menyadari
memang tokoh sakti itu sering aneh tingkah lakunya. sekali salah kata, tentu akan
menimbulkan kesulitan. Maka diapun tak mau bicara apa-apa lagi.
Keesokan harinya, Nyo Ko masih belum lenyap kemarahannya. Beberapa kali Siu-lam
menegur tetap tak diacuhkan, Bahkan sehari itu, Nyo Ko tak mau bicara. sampai dua hari
dua malam, mereka hanya duduk berhadapan. Masing masing bersemedhi menyalurkan
tenaga dalam. Pada hari kedelapan dari kepergian siimam buta, tiba-tiba diluar kuil terdengar suara
parau seseorang, "Huh, tukang pelihara tawon, sudah lamakah engkau datang?"
serempak dengan suara itu, seorang imam butapun melangkah masuk sambil mencekal
sebatang tongkat. Nyo Ko melonjak bangun, teriaknya, "Huh, kukira selama hidup tak dapat berjumpa
dengan engkau lagi" Tak kira akhirnya dapat kucari kau juga!"
Brak". si imam tua gentakkan tongkatnya kelantai. sebuah batu lantaipun pecah!
sambil mengangkat Bok liong atau sarang tawon, Nyo Ko berseru nyaring, "Hampir lima
belas tahun aku mengadakan usaha mengawinkan campuran antara tiga puluh enam jenis
tawoa beracun. Dan akhirnya berhasil mendapat semacam tawon istimewa yang amat
beracun sekali. Tetapi walau tawon itu jenis yang paling beracun di dunia, mereka dapat
menghasilkan madu yang luar biasa lezatnya!"
Imam buta tertawa dingin, "Apa gunanya madu itu kepadaku si imam buta?"
"Bagaimana" Engkau tidak percaya?" Nyo Ko tertawa.
"Bagaimana?" si imam buta balas bertanya,
"Hm, cobalah engkau cicipi sedikit, Coba saja katakan apakah di dunia terdapat madu
tawon yang lebih bebat dari ini?" kata Nyo Ko seraya menjemput segenggam madu dan
di-angsurkan. Tanpa banyak bicara, si imam buta menyambuti terus di makannya.
Siu-lam dapatkan kedua orang aneh itu sudah sama lanjut usianya. Tetapi tingkah laku
mereka masih seperti kanak-kanak. Diam diam ia merasa geli dalam hati.
"Bagaimana?" tanya Nyo Ko setelah siimam memakan madu.
si imam buta tertawa gelak. "Hebat, hebat, memang hebat sekali madumu itu. Tapi
sayang engkau takkan lama memakannya!"
"Kenapa?" Nyo Ko marah.
"Karena sebentar lagi engkau bakal mati!"
"Buta busuk! Besar nian mulutmu!" Nyo Ko murka sekali. "Cobalah dulu bagaimana
rasanya tawon-tawonku itu dulu?"
"Nanti dulu, nanti dulu, aku hendak bicara" seru si imam buta.
"Lekas bilang, aku sudah berpuluh tahun mencarimu. sudah tak sabar lagi!"
Berkata imam buta dengan dingin, "Tunggu setelah budak itu sembuh dari lukanya,
barulah kita nanti rundingkan acara perkelahian yang memuaskan benar benar!"
"Baik, kutunggu setengah jam. selewatnya itu, tak peduli engkau sudah dapat
menyembuhkan lukanya atau belum, aku segera melepaskan tawon tawonku!" sahut Nyo
Ko. Imam bukan tak mau beradu mulut lagi. segera ia menghampiri Siu-lam. Rupanya dia
memang berusaha sungguh untuk mencari daun obat.
"Lo Cianpwe, apakah sudah mendapatkan obat?"
Imam buta itu berkata pula, "Aku sendiri pun melakukan permintaan orang. setiap
tahun pada malam Tongchiu atau musim semi, harus menuju ketelaga Hek-liong than di
puncak Tay. san, menunggu orang itu. Dengan kutungan jarum yang kusimpan ini, kita
padukan untuk menukar dengan pedang pusaka itu. Tak perduli siapa orang itu, laki atau
perempuan, dari mana pun datangnya, asal membawa kutungan jarum serupa dengan
yang kusimpan ini, kita segera dapat mengambil pedang pusaka.
Tetapi sudah berpuluh tahun kutunggu, tak juga muncul orang yang hendak mengambil
pedang itu. Oleh karena sekarang ini belum tenfu aku masih dapat hidup, andaikata
hiduppun tentu akan menderita luka berat, maka kutungan jarum dan kotak berisi pedang
pusaka ini hendak kuserahkan kepadamu agar kau suka mewakili aku menyimpannya"."
Berhenti sejenak. imam buta itu melanjutkan lagi. "Setiap tahun pada malam Tiong-ciu
kau harus menuju ketelaga Hek liong-than digunung Thay-san sana. Tunggulah
kedatangan orang yang menyerahkan kutungan jarum itu. Jika tak datang, barulah kau
tinggalkan tempat itu!"
sesungguhnya Siu-lam hendak menceritakan apa yang diketahuinya. Tetapi kuatir
menimbulkan salah faham, ia terpaksa diam dan menyambuti pemberian imam buta itu.
Tiba-tiba imam buta itu gunakan ilmu menyusup suara berkata lagi. "Takkan percuma
saja kau menolongi aku menyimpan kutungan jarum dan kotak pedang itu. sekarang
hendak kuajarkan kepadamu dua buah ilmu pukulan. Meskipun hanya dua jurus tapi ilmu
pukulan itu merupakan ilmu simpananku seumur hidup. sayang si Raja-tawon itu
mengawasi disamping kita sehingga tak dapat kuajarkan kepadamu jurus demi jurus.
Maka terpaksa hanya kuberi pelajaran secara lisan saja. Dapat tidaknya kau mempelajari,
tergantung pada beruntungan dan bakatmu!"
"Lo cianpwe"."
"Tempo sangat berharga sekali!" tukas imam buta itu, "tak perlu kau bilang ini itu. Mari
kita manfaatkan tempo dengan cepat"."
Dan tanpa menghiraukan adakah Siu-lam mau mendengarkan dengan perhatian atau
tidak, segera imam buta itu mengajarkan secara lisan melalui ilmu menyusup suara.
Siu-lam terpaksa mendengarkan dengan seluruh perhatian dan mencatat dalam hati.
selesai mengajarkan secara lisan, tiba tiba imam itu berbangku dan menyambar
tongkatnya "Pak tua pemelihara tawon, hayo kita mulai!" sekali loncat, imam buta itu melesat
keluar ruang. sekalipun kedua matanya buta tapi ternyata gerakan luar biasa gesit dan
tepat. Ia melayang turun tepat ditengah halaman kuil.
Nyo Ko tertawa gelak, seluruhnya. "Bagus. Berpuluh tahun tak berjumpa, ternyata
engkau masih segagah dahulu!"
"Orang sbe Nyo, sebelum betempur, aku hendak mengajukan sebuah permintaan
kepadamu!" seru siimam buta.
sambil mengangkat Bok-liong, Nye Ko mengejar keluar seraya berseru, "Katakanlah!"
"Budak ini sebenarnya tak kenal padaku. Dia kemari karena hendak mengobatkan
kakinya. Urusan kita berdua, janganlah ditimpahkan pada lain orang!"
Nyo Ko tertawa dingin, "Asal dia jangan mengganggu, tentu kululuskan permintaanmu
Tetapi jika dia turut campur, berarti dia cari mati sendiri. Jangan mempersalahkan aku!"
"Bijaksana juga kata-kata itu"."kata siimam buta lalu berseru keras kepada Siu-lam,
"Dengralah, hai budak! Telah kucarikan Obat untut lukamu itu. Asal engkau menuruti
petunjukku, tentu sembuh dengan cepat. Aku mempunyai dendam permusuhan dengan
situa tukang tawon mi. Dia sudan menghabiskan waktunya selama berpuluh puluh tahun
untuk memelihara tawon besar yang beracun. Tujuannya hendak menghimpas hutang
hutang piutang sakit hati dengan aku. Karena itu, dalam pertempuran nanti, siapa saja
yang kalah dan menang, jangan sekali kali engkau membantu!"
Siu-lam terkesiap tak menyahut.
"Engkau harus meluluskan nasehatku itu, baru akan lega hatiku!"
Tiba-tiba Nyo Ko berputar tubuh dan memandang Siu-lam dengan menyala-nyala. "Jika
engkau hendak membantunya, sekarang jugalah eugkau boleh ikut. Jika setelah
kulukainya engkau baru membantu, berarti seperti telur diadu dengan tanduk!"
sahut Siu-lam, "Tiong itu telah melepas budi kepadaku, Menerima budi orang, sudah
selayaknya kalau dibalas. Berdasarkan peraturan kaum persilatan, aku tak dapat berpeluk
tangan melihat saja"."
"Siapa suruh engkau membalas budi kepadaku! Hm, manusia yang tak tahu diri!"
siiman buta memaki marah sekali.
Tetapi Siu-lam tak menghiraukan, katanya pula, "Karena locianpwe berdua hendak
menyelesaikan dendam permusuhan yang lalu, aku tak mengerti siapa yang salah dan
siapa yang benar. Maka tak dapat diputuskan, harus atau tidak aku turun tangan
mencampuri urusan ini!"
"Budak kecil, besar benar mulutmu!" bentak Nyo Ko-
Siu-lam menghela napas, "Sebaiknya locian-pwe dapat menghapus dendam lama itu,
tak perlulah aku melihat juatu pertumpahan darah yang ngeri."
Rupanya kata kata Siu-lam itu mempunyai pengaruh. Tampak wajah kedua orang tua
itu mengerut rawan. sepasang mata Nyo Ko yang menyala-nyala buas, tampak merdu
padam. Dan si imam buta itupun perlahan-lahan menundukkan kepala.
Kata siau lam lebih lanjur "Mengingat lo-cianpwe sudah berusia lanjut, kiranya tentu
kenal akan dua tokoh yang disebut Lam-koay dan Pak koay"."
Tiba-tiba Nyo Ko mengangkat kepala dan membentak marah, "Tutup mulutmu!
Dendam kesumat yang tertanam dalam hatiku selama berpuluh puluh tahun masakan
dapat terhapus begitu saja oleh sepatah perkataanmu"." ia menengadah kelangit dan
berkata seorang diri, "ah, peyakinan selama berpuluh tahun masakan akan tersia sia
begini saja"." Imam buta tiba tiba mengeluarkan sebuah benda macam ruas bambu, bewarna kuning
emas dan panjangnya setengah meter.
"Orang she Nyo, meskipun mataku buta, tetapi belum tentu jatuh ditanganmu. Karena
engkau belum tetap tak mau menghapus dendam segera sajalah kita mulai untuk
menentukan siapa yang berhak hidup di dunia. Kalau tidak engkau tentu aku yang mati!"
serunya dengan nada dingin.
Nyo Ko tertawa gelak-gelak, "Benar".!" gekali menampar Bang-liongnya, berpuluh
puluh ekor tawon besar segera berhamburan keluar. Tampaknya binatang itu berat,
ternyata gesit sekali terbangnya. Hanya dalam sekejap saja, sudah tiba dihadapan imam
buta itu. Imam buta menggembor keras, tongkat di putar untuk menyapu binatang-binatang itu,
Tetapi tawoa-tawon itupun lihay, serentak berhamburan kekanan kekiri, atas bawah,
menyerang siimam buta. Tertawalah si raja tawon Nyo Ko, "Ho, imam buta, mungkin hari ini engkau tak dapat
lolos dari malaikat elmaut lagi!"
Imam buta itu tertawa dingin. Tabung emas menyerupai ruas bambu yang dicekal di
tangannya itu tiba tiba disentakkan. segumpal api muncrat dari tabung emas itu,
menyembur asap beberapa meter luasnya. Belasan towon mati hangus seketika.
Nyo ko tercengang, serunya, "Bagus, ternyata kau sudah mempunyai persiapan!"
Siu-lam yang mencemaskan keselamatan imam buta itu, diam diam bersorak dalam hati
ketika melihat alat tabung emas itu dapat menyemburkan api. Diam diam ia memuji si
imam buta sebagai perencana yang hebat. Rupanya senjata penyembur itu, benar-benar
merupakan senjata penumpas tawon yang ampuh.
"Berpuluh tahun engkau hamburkan untuk mengumpulkan tawon tawon beracun
diseluruh dnaia. sudah tentu akupun harus mencari daya untuk menghadapi anak buahmu
yang beracun itu!" Tampaknya si Raja tawon Nyo Ko sayang sekali kepada tawon peliharaannya. Kuatir
tawon itu akan musnah, ia tak mau menggunakan sarang Bok liong lagi.


Wanita Iblis Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ingin kulihat apakah tabung emas penyembur api milikmu iru mampu melukaiku atau
tidak" tiba tiba Nyo Ko berseru nyaring dan menerjang maju.
Baru imam buta menyimpan tabung emasnya lalu berseru menyahut, "Sekalipun buta
namun aku tak mau menggunakan tabung ini untuk melukai orang" ia menutup kata
katanya dengan sapukan tongkat.
Ternyata gerakan si Raja tawon Nyo Ko itu luar biasa gesitnya. sambil loncat menerjang
ia sudah mengeluarkan sepasang tong hwan atau gelang tembaga. Dengan tangan kiri ia
menghantam tongkat sibuta sedang gelang ditangan kanan secepat kilat dihujamkan
kedada lawan. Gerakan imam buta tak ubah seperti orang yang tidak buta matanya. Dengan tak kalah
gesit, ia menyurut mundur tiga langkah lalu tusukkan tongkat kedada lawan.
Tring, tring".Nyo Ko katupkan gelang tembaga menangkis tongkat lalu secepat kilat
balas menyerang. Menangkis dan menyerang, seolah olah serempak dilakukan dengan
cepat. Tetapi siimam buta itu sudah siap. sambil menghindar ia menangkis tepat.
Menyaksikan permainan kedua orang aneh yang menggunakan jurus jurus serba
istimewa, terpikatah perhatian Siu-lam. sejenak ia lupa akan lukanya.
kedua orang itu makin lama makin cepat bergerak. senjata mereka tak henti hentinya
melancar dengan gerak perubahan yang aneh dan berbahaya.
seratus jurus kemudian, kedua orang itu seolah olah merupakan dua sosok bayangan
yang berlincahan dan diiringi dengan dering senjata beradu serta sambaran angin
menderu deru. Dalam lingkaran setombak, rumput dan debu bertebaran kemana mana.
Benar benar suatu pertempuran yang jarang terdapat didunia persilatan. Keduanya
bertempur mati matian serta menumpahkan seluruh kepandaian masing masing.
Pada saat Siu-lam asyik mengikuti pertempuran bermutu tinggi itu, tiba tiba ia rasakan
luka pada kedua kakinya sakit sekali sehingga menyerang sampai keulu hati. Ia menyadari
bahwa saat itu tentulah saatnya luka itu kambuh. Buru buru ia pejamkan mata dau
bersemedhi tenangkan pikiran.
Entah selang berapa lama, ketika ia rasakan rasa sakit itu berkurang, ia terkejut.
Mengapa suara dering gelang tembaga beradu dengan tongkat, tak kedengaran lagi"
Adakah kedua orang itu sudah sama sama binasa"
Terdorong oleh keinginan yang melonjak-lonjak, cepat ia membuka mata. Dan apa
yang disaksikannya, benar benar membuatnya tersirap kaget. Kedua sateru itu masih
segar bugar tetapi mereka tengah melakukan pertempuran mati-matian. Dari bertempur
dengan senjata, kini ganti dengan tenaga dalam.
Keduanya sama tegak berdiri mengerahkan semangat. siimam buta mengangkat
tongkatnya tangan kiri melintang kemuka kedadanya. sedang Nyo Ko deliki mata
memandang lekat lekat pada siimam. Kepala mereka bercucuran keringat.
Jelas bahwa mereka tadi tentu sudah bertempur beberapa jurus tetapi tetap tiada yang
kalah. "Imam butas tak kira dalam berpuluh puluh tahun ini, kepandaianmu maju sangat pesat
sekali!" seru Nyo Ko.
"Ah, jangan memuji. Kepandaianmu sendiri juga berlipat ganda majunya!" sahut siimam
buta "Sesungguhnya dalam puluhan tahun aku hanya sibuk memelihara tawon saja dan tidak
sempat untuk meyakinkan kepandaian silat. Ah, ternyata tetap tak mampu
mengalahkanmu, seorang buta saja!"
"Hm, dalam berpuluh puluh tahun itu, aku pun juga tak mempunyai waktu yang
senggang!" seru si imam.
"Rupanya hari ini kita tetap tidak dapat mengetahui siapa yang lebia unggul," kata Nyo
Ko. si imam buta tersenyum, "Mungkin akan sama sama terluka"."
Belum sempat ia bicara habis, tiba tiba Nyo Ko menyerang lagi dengan gelang
tembaganya. Tetapi rupanya imam buta itu sudah menduga kemungkinan itu. Pada waktu tukar
bicara, diam diam ia sudah berjaga-jaga. Begitu Nyo Ko bergerak cepat ia menyurut
mundur tiga langkah sambil sapukan tongkatnya keatas!
serangan itu memang telah di rencanakan Nyo Ko maka begitu ada kesempatan ia
terus nyelonong maju. Dan kali itu ia tak mau kasih kesempatan lawan untuk balas
menyerang. Begitu si imam buta mengangkat tongkat, cepat ia taburkan gelang tembaga
kedadanya. siimam buta benar-benar tidak mengira bahwa, gelang tembaga itu bisa digunakan
sebagai senjata gelap. Karena sedang mengangkat tangan, ia tak keburu melindungi
dadanya lagi. Duk". perutnya terhantam gelang dan badannya mundur kebelakang dua
langkah. Nyo Ko tak mau memDcri ampun. segera ia susuli dengan sebuah hantaman yang tepat
mengenai bahu si imam buta.
"Celaka! Imam buta itu tentu tidak tahan menerima pukulan itu"." Siu-Iam mengeluh
Memang benar. Imam buta itu terhuyung-huyung jatuh ketanah.
"Hahaaha". imam buta, kemanakah kegaranganmu dahulu" Berpuluh-puluh tahun aku
si orang she Nyo mendendam kebencian yang menyala-nyala. Hari ini dapat kulunasksn.
sekalipun mati, puaslah hatiku!" seru si Raja Tawon Nyo Ko.
Habis berkata, Nyo Ko terus berputar tubuh hendak mengambil Bok Hong. Rupanya dia
benar benar hendak membunuh si imam oleh tawon beracun.
"Berhenti! Menyerang secara gelap pada yang buta bukanlah kesatriya!" seru Siu-lam.
Nyo Ko berhenti serentak, "Bagus, budak siapakah yang engkau maki itu?"
Siu-lam menyambut dingin, "Engkau menyerang secara curang pada seorang buta,
apakah itu laku seorang jantan?"
"Aku mempunyai dendam sedalam lautan dengan imam buta itu. Persetan dengan
curang atau tidak! Hm, jika engkau tahu diri, mungkin dapat kuampuni, tetapi jika engkau
masih banyak mulut"." tiba tiba ia terkejut karena melihat wajah Siu-lam berobah. Tetapi
serempak dengan itu, mendadak ia rasakan tubuhnya di hunjam pukulan dahsyat sehingga
ia mencelat dan terbanting jatuh beberapa meter jauhnya.
Ternyata ketika Nyo Ko sedang bicara dengan Siu-lam, diam diam siimam buta
merangkak dan dengan segenap tenaganya yang masih ada, ia meraih tongkat. setelah
kerahkan seluruh tenaga dalam, diam diam ia telah sapukan tongkat itu. Tongkat itu
memang istimewa sekali. Ketika melayang, sama sekali tak mengeluarkan suara. Tetapi
begitu mengenai tubuh orang, barulah memancarkan tenaga dalam.
Ketika menyadari, Nyo Ko sudah rasakan lututnya terhantam. Krek".tulang lututnya
remuk dan tubuhnyapun melayang jatuh beberapa belas langkah jauhnya.
Kini si imam butalah yang tertawa puas, "Nyo tua, si imam buta ini tidak pernah mau
menderita kerugian. Ada ubi tentu ada talas, sesuap budi tentu akan kubalas. Engkau
telah gunakan gelangmu sebagai senjata rahasia menghantam perut dan memukul
bahuku, akupun membalasmu dengan sebuah hantaman tongkat. Dengan demikian kita
sama sama tidak berhutang"." belum selesai berkata, tiba tiba tubuhnya terhuyung
huyung dan tongkatnya lepas, orangnyapun jatuh terduduk di tanah.
Kesudahan itu benar-benar tak di duga Siu-lam. Dengan seluruh kepandaian, mereka
hanya berimbang. Tetapi setelah saling serang menyerang secara curang akhirnya mereka
sama-sama rubuh!". Tampak Nyo Ko berusaha sekuatnya untuk merangkak ke tempat Bok liong. Jelas dia
hendak menggunakan sarang tawon untuk hancurkan si iman buta.
Tiba tiba Siu-lam rasakan ulu hatinya sakit sekali, sehingga ia mengucurkan dua tetes
air mata. -0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0
Ada Bagian yang hilang. -0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0
kearah sarang tawon Bok liong, ia tertegun dan duduk diatas rumput. Pikirannya
melayang layang mengingat peristiwa- peristiwa yang telah dialaminya selama ini
Entah berselang beberapa lama, tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara orang berbatukbatuk.
Dan ketika mengangkat kepala dan memandang kemuka, ternyata tak jauh dari
tempatnya situ, tegak seorang tua berpakain putih. Tubuhnya kurus kering dan berdiri
seperti patung. sepintas pandang orang tua kurus berwajah pucat itu, tak ubah seperti
sesosok meyat yang bangun dari liang kuburnya
"Lo cianpws"." buru buru Siu-lam menegur sambil menghaturkan hormat.
Pandang mata orang tua baju putih itu pelahan lahan menuju kearah sarang tawon,
tanyanya, "Dimanakab si Go buba?"
"Apakah yang locianpwe maksudkan itu si imam buta?" Siu-lam balas bertanya.
"Benar, aku hendak mencari imam buta itu untuk mengobati lukanya," sahut siorang
tua baju putih. "Ah, lo cianpwe terlambat"."
"Apakah dia pergi" orang tua menegas.
"Dia pergi takkan kembali selama lamanya"." sahut Siu-lam seraya berpaling ke arah
gundnk tanah, lalu, "dia sudah meninggal. Kuburan baru itu adalah tempat penanaman
jenazahnya!" Orang tua baju putih itu menghela napas panjang, "Ah. . . . mengapa dia mati" Apakah
dibunuh orang?" "Benar, dia mati ditangan si Raja tawon Nyo Ko!"
"Lalu Nyo Ko?" "Juga mati. Keduanya bertempur dan saling menderita luka parah kemudian sama sama
mati" Wajah orang tua itu tiba tiba berubah, "Benarkah kcteranganmu itu?"
"Bila locianpwe tak percaya, silahkan menggali liang kuburan itu," sahut Siu-lam.
"Ah. habis, habis"." orang tua baju putih itu menggerutu lalu berputar tubuh dan
berjalan dengan langkah gontai.
setelah bayangan oraag itu lenyap, diam-diam Siu-lam membatin, "Luka yang
dideritanya ternyata parah sekali. Oh, betapapun sakitnya seseorang tokoh silat yang
berkecimpung dalam dunia persilatan, tetapi akhirnya tak dapat lolos dari kematian yang
mengenaskan. . . ." setelah kemunculan si orang tua baju putih tadi, dibiara rusak yang sunyi dan terasing
itu tiada terdapat orang yang berkunjung lagi. Siu-lam duduk memulangkan tenaga sambil
mengobati diri menurut ajaran si imam buta dan mempraktekkan ajaran dari Nyo Ko untuk
menguasai tawon. Tiga hari kemudian dapatlah ia memperoleh hasil yang
menggembirakan. Ketakutannya terhadap tawon itupun mulai berkurang.
Cepat sekali sepuluh hari telah lewat. Luka Siu-lam makin sembuh. sebagai
penyambung makanan, ia makan madu tawon. Tepat beberapa hari lagi setelah obat yang
diberikan siimam buta itu habis, lukanyapun sembuh sama sekali.
setengah bulan lamanya, Siu-lam harus beristirahat. sesungguhnya ia sudah tenang.
Tetapi tiba-tiba ia teringat akan Hian Song dan Ciu Hui-ing yang magih dalam bahaya. Ia
harus cepat cepat menolong.
Dengan memanggul sarang Bok liong, ia segera menuju ke gereja siau-lim si.
sejak bertemu dengan Dewa iblis Ban Thian seng, Siu-lam menyadari bahwa dirinya
dalam waktu beberapa lalu ini telah mendapat beberapa peruntungan aneh yang tak
terduga-duga. Ia mendapat kesimpulan bahwa ilmu silat tiada batasnya. Ilmu kepandaian
yang dimiliki saat itu masih jauh dari sempurna. Maka ia memutuskan menuju kegereja
siau-lim-si digunung Ko san untuk menuntut ilmu yang lebih sakti.
Kita kembali mengikuti perjalanan Bwe Hong Swat, sidara baju putih. Ketika tiba
disebuah biara, nona itu merasa lapar. Ia masuk ke dalam biara itu. sebuah biara yang
kecil tetapi terawat bersih.
Diruang besar seorang rahib tengah membaca kitab dengan dua buah lilin sebagai
penerangan. "Suhu, bolehkah aku mohon makan?" Bwe Hong Swat berseru perlahan.
Rahib itu berpaling memandang si nona lalu menegur, "Nona dari mana?"
Bwe Hong Swat tersenyum, "Dari Telaga darah."
Rahib itu tertegun beberapa saat.
"Telaga darah" Ah, sebuah nama yang seram"." seru rahib itu sesaat kemudian,
"hendak kenanakah nona sekarang?"
Bwe Hoag Swat gelengkan kepala. "Ah, aku sendiripun tak tahu. Tapi tentu harus ada
tempat. Masakan dunia yang begini luas, tak dapat menerima diriku?"
Rahib itu berbangkit. sambil mengatakan bahwa nona itu benar benar lapar, ia
melangkah keluar. Bwe Hong-Swat mengikuti dibelakangnya, menuju kedapur. Bwe Hong
Swat dipersilahkan makan hidangan yang masih ada disitu. setelah kenyang, Bwe Hongswat
bersandar pada dinding, tertidur.
Karena mengalami pertempuran pertempuran yang melelahkan dan menderita peristiwa
peristiwa yang menyedihkan, nona itu memerlukan istirahat. Dan tertidurlah ia dengan
nyenyak sekali. Entah berapa lama ia tertidur didapur situ, tiba-tiba ia dibangunkan oleh seorang rahib
tua yang mempersilahkan supaya pindah tidur dikamar yang telah disediakan.
Tetapi setelah berada diatas pembaringan, ia malah tak dapat tidur. Pikirannya
melayang, mengenangkan Siu-lam, Hian song, Kat Wi bersaudara, peristiwa di Beng gak
dan pengalaman-pengalaman di Telaga darah. satu demi peristiwa-peristiwa itu melalu
lalang dibenaknya. Ia menghela napas dan berkata seorang diri, "Telah kualami berbagai peristiwa,
penderitaan dan pertempuran pertempuran maut. Apakah yang kuperoleh selama ini"
Bukankah jauh bahagia menuntut kehidupan seorang rahib yang tenang"."
Tiba-tiba seorang lelaki melanjutkan, "Ah, nona memiliki kesaktian yang jarang
tandingan di dunia"."
"Hai, siapakah itu?" tegur Bwe Hong Swat marah.
"Aku!" sahut orang itu dan seorang pemuda loncat masuk kedalam kamar.
Bwe Hong Swat kerutkan dahi, "Ini tempat suci, perlu apa kau kemari?"
Ternyata pendatang itu adalah Kat Hong, pemuda yang mati-matian mengikuti Bwe
Hong-Swat. Kat Hong tertegun, "Kami berdua saudara, mendapat pelajaran bermacam-macam ilmu
silat, Tetapi banyak yang tak dapat kita fahami maka hendak mohon petunjuk nona."
Dalam pakaian yang baru. tampak pemuda itu lebih cakap dan gagah.
sahut Bwe Hong Swat dingin, "Aku sudah jemu akan kekotoran dunia, aku hendak
menyucikan diri dibawah persada Buddha dan tak akan campur tangan dengan urusan
dunia persilatan lagi. sejak saat ini, kalian berdua tak boleh mengganggu aku lagi. Jika tak
menurut, jangan sesalkan aku berlaku kejam."
sejenak Kat Hong terkesiap tetapi pada kejap ia tertawa tergelak gelak, "Turut
pendapatku tak mungkin nona diterima menjadi rahib!"
Belum pernah selama ini pemuda itu berani berkata sedemikian tegas dihadapan Bwe
Hong-Swat. Biasanya tentu selalu menurutkan takut. Maka ucapan Kat Hong saat itu,
membuat Bwe Hong Swat tertegun lalu berseru marah, "Mengapa aku tak dapat menjadi
tahib" Lihat"."
"Kata kataku tadi bukanlah omong kosong, jika tak percaya, aku dapat memberi
beberapa bukti. Harap nona suka memberi jawaban," kata Kat Hong.
"Coba saja!" "Apakah nona benar-benar bertemu dengan Lo Hian?" Kat Hong mulai mengajukan
pertanyaan "Sudah tentu ketemu sungguh. Masakan aku perlu membohongimu," sahut Bwe Hong
Swat. "Jika begitu, dia memberi pelajaran dan menerima nona sebagai muridnya, juga
sesungguhnya?" tanya Kat Hong pula.
"Ya!" "Yang masuk kedalam Telaga darah, kecuali nona, yaitu kami dua saudara. Menurut
pendapatku, yang berada dalam Telaga darah itu tentu bukan hanya kita bertiga saja. Lo
Hian sudah lama tinggal di Telaga darah itu, tahu akan segala jalan rahasia didalam
Telaga darah faham akan keadaan alam disitu, angin puyuh dan tempat tempat yang
berbahaya"." "Tempat berbahaya itu bukan lain adalah semacam daya tarik dalam bumi. Memang
banyak orang yang tak mengetahuinya," kata Bwe Hong swat dengan tawar.
"Entah apa namanya daya tarik yang dapat membunuh orang itu. Jika Lo Hian benar
benar masih hidup dalam Telaga darah, tentu dia tahu jelas akan kedatangan kami
bertiga. Anehnya Lo Hian hanya bertemu dengan nona, tatapi tidak melihat kami berdua!"
Mata Bwe Hong Swat berkicup kicup beberapa kali tetapi tidak berkata apa-apa.
Kat Hong menganggap sikap itu sebagai suatu pengakuan secara diam diam Ia
tersenyum, katanya pula, "Diantara sekian banyak Orang yang masuk kedalam Telaga
darah, Lo Hian hanya memilih nona menjadi ahli warisnya. hal itu tentu didasarkan atas
bakat dan kecerdasan nona "
"Kalau benar begitu, lalu?" Bwe Hong Swat hanya mendengus.
"Kuduga dengan menjatuhkan pilihan atas diri nona, Lo Hian tentu mempunyai maksud
tertentu agar nona bersedia melakukan sesuatu untuknya"
"Uh, mengapa engkau secari tiba-tiba bisa begitu pintar," seru Bwe Hong swat.
"Itu berarti nooa menganggap aku sudah dewasa, sesungguhnya banyak masalah yang
bukannya tak tahu, tetapi memang aku tak ingin tahu"
"Lalu mengapa sekarang engkau memikirkan?"
Mata pemuda itu menatap lekat lekat pada Bwe Hong Swat, lalu berkata, "Nonalah
yang menyebabkan dalam beberapa hari ini saja aku menjadi dewasa beberapa tahun!"
seru Kat Hong. Melihat sikap dan nada bicara pemuda itu diam diam tersentuhlah nurani Bwe Hong-
Swat. Ia merasa kasihan pada pemuda itu. Kata-kata makian yang sedianya hendak
dilontarkan, terpaksa dielakannya lagi.
Kat Hong batuk-batuk lalu melanjutkan pula, "Urusan yang Lo Hian hendak minta nona
lakukan itu, tentulah urusan yang maha sukar. sebelum menyelesaikan urusan itu,
bagaimana nona hendak mencukur rambut menjadi rahib!"
Bwe Hong Swat tertegun diam. Kata kata Kat Hong menyentuh perasaannya.
"Dan masih pula teatu hal yang menyebabkan nona harus muncul didunia ramai," kata
Kat Hong. "Apa?" "Kalau menjadi rahib lalu bagaimana pertanggung jawaban nona terhadap Siu-lam?"


Wanita Iblis Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seru Kat Hong. Bwe Hong Swat terpukau, "Kami hanya suami isteri diatas nama, tetapi dia tentu tak
dapat mengurus diriku"."
Ia berhenti sejenak lalu berkata lagi: "Tetapi memang aku sudah berjanji kepada Lo
Hian. Bagaimanapun aku harus melakukan pesanannya. Jika ada lalu orang dapat mewakili
aku melakukan pesanannya itu, segera aku dapat masuk kedalam gereja dan tinggalkan
dunia ramai selama lamanya"."
Nona itu menatap wajah Kat Hong sampai beberapa lama lalu betanya, "Diantara kalian
berdua, siapakah yang bersedia meluluskan sebuah permiutaanku?"
"Kalau nona yang menyuruh, matipun aku takkan menolak!" sahut Kot Hong.
"Kuminta kalian berdua saudara suka melakukan pesan Lo Hian itu!" kata Bwe Bong
Swat. "Sayang kepandaian kami berdua tak mampu," kata Kat Hong.
"Asal kuberikan ajaran Lo Hian kepada kalian berdua!"
"Kalau nona menghendaki begitu, kami tentu akan melaksanakan dengan sekuat
tenaga!" Kat hong memberi penegasan.
"Biara ini cukup sunyi," kata Bwe Hong-Swat, "untuk sementara waktu aku akan
menetap disini. siang hari aku akan membaca kitab untuk meminta ampun atas dosaku.
Malam hari kita cari tempat yang sepi unfuk memberi pelajaran ilmu silat itu kepada
kalian!" "Baiklah kalau begitu," kata Kat Hong", akan kucari dulu sebuah tempat yang sepi.
Besok malam akan kuundang nona lagi."
"Masih ada sebuah hal yang hendak kuberitahukan lagi kepadamu," kata Bwe Hong-
Swat. "Jangankan hanya sebuah, sepuluh bahkan seratus buah. tentu kami akan meluluskan,"
kata Kat Hong seraya berputar tubuh tetus melangkah keluar.
"Berhenti!" teriak Bwe Hong Swat, "hal ini penting sekali. Harus kujelaskan dulu!"
Kat Hong berhenti, "Hal apa, Silahkaa nona bilang!" katanya.
"Setelah mempelajari ilmu itu dan melaksanakan pesan Lo Hian, kalian harus
memotong sebuah lengan kalian sendiri!"
"Mengapa Kat Hong tertegun.
"Didunia banyak sekali orang jabat," kata Bwe Hong Swat, "momok dan durjana dunia
persilatan kebanyakan adalah mereka yang memiliki kepandaian sakti. setelah kuajarkan
ilmu tanpa tanding kepada kalian itu, jika lengan kalian tak dipoong satu, kelak tentu tiada
yang dapat melawan kalian lagi. sekali kalian terjerumus dalam kejahatan, bukankah
harapan Lo Hian itu akan hancur berantakan" Bukankah akan timbul lagi ketua Beng-gak
yang kedua?" Wajah Kat Hong berobah seketika dan berobah seketika dengan nada tegas ia
menyahut, "Baik kuterima perjanjian nona itu. Memang dunia tiada terdapat hal yang
sempurna. Kehilangan sebuah lengan, pun tiada halangan! Tetapi tentang adikku itu, aku
tak berani mengambil putusan. Biar kurundingkan dengannya dulu, baru besok malam
kuberitahukan nona!"
"Jika dia meluluskan, besok malam antara jam sepuluh, kaiian boleh datang kemari.
Jika keberatan, tak usah kau datang kesini lagi!"
"Baiklah jika dia menolak, besok malam aku sendiri yang datang," tanpa menunggu
penyahutan nona itu, Kat Hong terus berputar diri dan loncat keluar.
Keesokan hari, pagi pagi sekali cuci muka Hong Swat sudah masuk kedalam ruang
besar. Tanpa dibawah penerangan lilin besar, rahib tua bersama seorang rahib yang
muda, tengah barsembahyang dan terus membaca kitab. Hong Swat mengikuti duduk
dibelakang, memberi hormat kepada patung yang berada diatas meja.
setelah bersembahyang, kedua rahib itupun mulai membaca kitab. Rahib tua
mengambil sebuah kitab dari meja dan memberikan kepada Hong-swat, serunya, "Laut
derita tiada batasnya, asal berpaling tentu melibat pantainya!"
Menyambuti kitab itu, Hong swat segera ikut membaca dengan lantang. Selesai
pembacaan itu, haripun sudah siang. Rahib itu berkata dengan pelahan kepada Hong
swat, "pintu agama Kami selalu terbuka. Jika kau merasa tempat ini dapat kau jadikan
tempat menetap, silahkan tinggal disini."
Bwe Hong Swat menghela napas perlahan, sahutnya, "Dalam hati, murid sangat
kepingin akan kehidupan tenang dari suhu berdua. Tetapi murid masih berlumuran dosa,
penuh dengan liku ikatan dendam. Jika sering tinggal disini, tentu akan mendatangkan
bencana pada suhu berdua."
Rahib tua itu tersenyum, "Walaupun pintu agama kami selalu terbuka dan selalu
menyambut kedatangan setiap orang, tetapi memang hanya orang yang berjodohlah yang
dapat hidup dalam lingkungan kami. Pergi datang, datang dan pergi. Tinggal disini atau
tidak, terserah saja." Rahib ttu terus melangkah keluar.
Dalam hatinya timbul pertentangan. Dia merasa kehidupan menjadi seorang rahib,
amat tenang dan suci. Tetapi iapun merasa bahwa dirinya masih berlumuran dengan dosa
sehingga sukar untuk mencapai cita-cita itu. Beberapa saat ia terbenam dalam keraguan.
siang cepat berlalu dan malampun tiba. Tepat pada jam sepuluh, muncullah Kat Hong
dan Kat Wi. "Saudaraku ini, demi teringat akan dendam kematian ayah, bersedia untuk menerima
ajaran ilmu kesaktian nona walaupun harus memotong sebelah lengannya."
"Kira kira sepuluh lie dibelakaiig biara ini, terdapat sebuah hutan lebat. Didalam hutan
terdapat sebuah telaga kecil. Tempat itu jarang di jelajahi orang. Kiranya dapat dijadikan
tempat yang bagus sekali," kata Kat Wi.
Bwe Hong Swat berbangkit dan suruh kedua saudara itu membawanya kesana.
Mereka bertiga memiliki ilmu meringankan tubuh yang hebat. Dalam beberapa jenak
saja mereka tiba di hutan itu
sejenak memandang keempat penjuru, diam diam Bwe Hong swat heran, pikirnya,
"Empat penjuru bukan pegunungan, mengapa ditanah datar sini terdapat sebuah hutan
aneh". " "Mari kita kesana." kata Kat Wi seraya nendahuiui masuk, kedalam hutan.
Berjalan kira kira setengah jam lamanya mereka melihat sebuah telaga kecil yang
berkilau kilauan tertimpah sinar rembulan. sekeliling telaga itu merupakan padang rumput.
Tepat digunakan untuk berlatih silat. Bwe Hong swat menyetujui tempat itu.
"Kami bermaksud hendak membangun sebuah poodok untuk kediaman nona agar
jangan mondar mandir buang tenaga," kata Kat Hong.
Bwe Hong Swat setuju tetapi ia menghendaki kedua buah pondok itu harus dibangun,
yang rata diseberang telaga sebelah timur dan yang satu diseberang barat. Yang satu
untuk kedua saudara Kat itu dan yang satu untuknya.
"Kecuali dalam latihan silat, kailan tak boleh datang kepondokku!" kata Bwe Hong Swat.
"Nona adalah guru kami. sodah tentu kami mentaati segala perintah nona." kate Kat
Hong. Tiga hari kemudian, pondok itu sudah selesai dan sesuai dengan kehendak Bwe Hongswat,
kedua pondok itu terpisah dengan telaga selain mengajar ilmu silat, Bwe Hong Swat
tak mau memberi kesempatan kepada mereka untuk beromong omong. Dan setiap
beberapa hari, sekali kali ia mengikuti pelajaran membaca dengan kedua rahib.
Demikian kehidupan, yang dituntut oleh Bwe Hong Swat selama ini, Ia bertekad untuk
mengasingkan diri dari dunia persilatan
Entah berhasilkah usahanya itu atau tidak, kelak akan kita lihat lagi".
ooo00000ooo setelah tiba digunung Kosan, Siu-lam tak mau mengejutkan para paderi siauw lim si.
Dia mengelilingi gunung. setelah setengah hari kemudian, dia dapat menemukan tempat
dimana dahulu ia pernah tergelincir ke bawah karang. Ia segera mengumpulkan rotan, lalu
di sambung-sambung dan diikat pada sebatang pohon siong. dengan cara itu ia dapat
meluncur turun kebawah. setiba dibawah lembah. ia dapatkan keadaan disitu masih tetap sama seperti dahulu,
setelah menentukan arah yang harus ditempuh, ia segera berjalan menyusur sepanjang
karang karang. Kiri kira tiga tombak jauhnya, benar juga ia menemukan gua batu itu.
satelah mengempos semangat, ia berseru lantang, "Murid Pui Siu-lam, mohon
menghadap lo-cianpwe"."
Dari dalam guha terdengar penyahutan parau, "Bagus engkau datang, masuklah!"
setelah meletakkan sarang tawon Ban liong diluar, Siu-lam lalu melangkah masuk.
sepuluh tombak kedalam, guha itu makin lebar. Tampak Paderi Kak Bong tengah duduk
bersila pejamkan mata sedang Kak Hui yang berkepala gundul dan berjenggot menjulai
sampai kedada. tengah duduk bersandar pada dinding karang.
Tersipu sipu Siu-lam memberi hormat kepada kedua paderi sakti dari siau lim si itu.
Kak Hui membuka mata, ujarnya, "Ah jika terlambat sedikit saja, kemungkinan engkau
tak dapat bertemu dengan kami berdua lagi!"
"Mengapa?" Siu-lam terkejut.
Kak Hui tiba tiba berbangkit, "Luka yang kuterima dari budak perempuan itu, sukar
sembuh"." "Tetapi bukankah lo-cianpwe dapat bertahan sampai sekian lama. Tentulah bahaya
sudah lewat. Masakah luka itu mengalami perobahan lain?" tanya Siu-lam.
"Hanya karena mengandalkan ilmu lwekang maka dapadlah kutahankan luka itu. Tetapi
tetap tak mampu menyembuhkan lagi urat yang telah putus. Nak, lekas ceritakanlah
keadaan gereja siau lim si. Ah, Kalau tidak, aku tentu tak dapat mati dengan meram," kata
Kak Hui. Melihat paderi itu bicara dengan susah payah, tahulah Siu-lam bahwa paderi itu
memang berbahaya keadaannya. Cepat ia menuturkan tentang peristiwa pembebasan
kedua Lam koay dan Pak koay dan pertempuran dengan wanita Beng gak, satu demi satu
dituturkannya. Kak Hui taysu menghela napas. "Kewibawaan gereja siau lim si yang sudah berdiri
beratus ratus tahun, hancur dalam sehari. Ah, apakah lohu masih ada muka untuk
bertemu dengan arwah para leluhur kakek guru"."
Gejolak kesedihan yang meluap luap, telah menghamburkan darahnya sehingga luka Ji
kaoy kembali merekah. Darah mengucur keluar".
Buru-buru Siu-lam berbangkit, merobek pakaiannya dan membalut luka paderi itu.
Kak Bong ulurkan tangan kanan memegang siku lengan Kak Hui, ujarnya, "Harap sute
tenang sedikit"."
Kembali Kak Hui batuk batuk lalu berkata "Harap suheng suka luluskan sebuah hal
kepada ku. Dengan demikian barulah Siute dapat mati meram"."
Kak Bong kerutkan alis, tubuhnya menggigil, Rupanya diapun goncang perasaannya.
Dengan nada setenang mungkin, ia bertanya apakah yang dikehendaki adik
seperguruannya itu. "Kumohon sheng suka meluluskan permintaanku. Harap suheng suka turunkan seluruh
kepandaian suheng kepada bocah ini agar kelak dapat melakukan pembalasan untuk Siualim-
si!" "Baik, kululuskan"."
Tiba-tiba Kak Hui tertawa keras, serunya "Karena suheng luluskan, Siute dapat mati
dengan meram"."
Siu-lam melibat tubuh paderi itu menggigil keras dan lukanyapun mengucur darah
deras, Ia terkejut. Buru-buru ia berseru, "Lo ciampwe, lo cianpwe."
"Tak usah kalian memperdulikan aku. Aku sudah tak dapat diharap lagi". Nak,
Kusangka engkau tak datang lagi!"
"Aku sangat menyesal sekali karena sampai membuat lo cianpwe menderita," sahut Siulam.
Terdengar Kak Hui tertawa keras dan makin nyaring. Tiba-tiba ia berhenti tertawa dan
tubuh bergetaran, mata memejam, Ternyata paderi itu telah putus jiwanya".
Melihat kematian dari seorang paderi siau im si yang sakti dalam keadaan yang
sedemikian mengenaskan itu. menangislah Siu-lam.
Kak Bong taysu menghela napas panjang, ujarnya "Tak perlu engkau menangis, Dalam
hari hari terakhir ini dia memang sudah menderita kesakitan hebat. Lebih cepat pulang ke
se thian (alam baka) baginya dan lohu, adalah suatu hal yang bahagia!"
Siu-lam mengusap airmatanya, "Ah, segala apa memang tak abadi. Panglima yang
gagah akhirnya pun akan binasa, Bagi orang yang berkecimpung dalam dunia persilakan
memang sukar untuk menghadapi hari akhirnya dengan tenang. setelah dapat menuntut
balas kematian kedua suami istri guruku, akupun akan mengasingkan diri dari dunia
persilatan". Kak Bong taysu menghela napas- "Ag, aku kuatirkan, kenyataan sering sering tidak
seperti yang engkau harapkan"."
Kemudian dengan nada yang ramah tetapi serius ia melanjutkan lagi, "Sejak saat ini,
lohu hendak mengajarkan ilmu lwekang tinggi dari siau lim si kepadamu. Walaupun aku
tak berani mengatakan bahwa dengan ilmu itu engkau bakal menjadi tokoh tanpa tanding,
tetapi kupercaya, jika engkau berlatih keras selama sepuluh tahun, engkau tentu mampu
mengimbangi Lo Hian!"
sesungguhnya Siu-lam hendak menanyakan tentang diri Lo Hian yang sebenarnya,
apakah tokoh itu sudah mati atau masih hidup. Tetapi pada lain kilas, ia batalkan
maksudnya. Kak Bong taysu ulurkan tangan menjamah ubun ubun kepala Siu-lam, katanya, "Nak,
dalam mempelajari ilmu tenaga murni dari perguruan agama. Pantangan yang besar
adalan tak boleh terpencar hati. sekarang akan kubantu engkau dengan tenaga murni
yang kuyakinkan selama berpuluh tahun agar engkau cepat berhasil"."
Siu-lam tersipu-sipu mengiakan. saat itu ia merasa ubun ubun kepalanya seperti disaluri
hawa panas yang perlahan lahan menurun kedada lalu terlebar keseluruh kaki tangan.
Bermula ia merasa nyaman tetapi lama kelamaan hawa panas itu makin hebat. Tanpa
disadari iapun kerahkan tenaga dalam untuk menahan.
Siu-lam pernah merasakan penderitaan didalam ajang pertarungan tenaga dalam Oleh
Lam koay dan Pak koay, Dua macam tenaga dalam orang lain sifatnya, bertempur dalam
tubuhnya, sakitnya bukan alang kepalang. Tetapi penderitaan itu ternyata membawa buah
yang tak disangka sangka. Kedua aliran tenaga dalam itu telah membantu menembus
kedua belas urat nadi penting dalam tubuhnya, sehingga tenaga dalamnya bertambah
hebat. Dan saat ini iapun sedang mengalami penderitaan dilanda oleh tenaga murni panas dari
paderi Kak Hui. Tenaga murni yang telah diyakinkan oleh paderi itu selama berpuluh-puluh
tahun. Jilid 44 MEMANG setelah mengerahkan tenaga dalam untuk menyambut. Siu-lam dapat
bertahan selama setengah jam. Tetapi dia telah menghabis seluruh tenaga sehingga
tubuhnya letih sekali dan akhirnya runtuhlah pertahanannya. Ia tak kuasa menahan
seluruh hawa panas yang menyusup kedalam ubun-ubun kepalanya. seketika ia rasakan
seperti dilempar kedalam kawah api. Daging dan tulang belulangnya seperti di bakar".
Entah keadaan itu berselang berapa lama, keadaan sadar tak sadar, Siu-lam membuka
mata. Dilihatnya Kak Bong taysu duduk bersila, meletakkan kedua tangannya pada kedua
lututnya. Kepala menyandar pada dinding karang dan tertidur pulas.
Siu-lam menggeliat, ia rasakan sakit pada tubuhnya sudah hilang. Ia menghela napas,
lalu memanggil, "Lo- cianpwe"."
Kedengaran Kak Bong menyahut dengan suara lemah "Nak, lekas engkau salurkan
napas, Aku letih sekali, hendak beristirahat. Dalam dua belas jam jangan diganggu!"
Tercengang hati Siu-lam melihat keadaan paderi itu. Bayang bayang ketakutan
mencengkam perasaannya. Ia kuatir Kak Bong taysu akan mengalami nasib serupa
dengan Kak Hui tadi. "Nak, lekas salurkan pernapasanmu, jangan mengecewakan harapanku," kembali Kak
Bong taysu berseru lemah.
Siu-lam terkejut, Buru buru ia melakukan perintah paderi itu. setiap kali terbangun dari
melakukan penyaluran darah, ia rasakan dari perutnya selalu menghambur hawa hangat
keatas .Tubuhnya terasa terbang dihembus oleh hawa panas itu.
sejak belajar ilmu tenaga dalam baru pertama kali itu ia mengalami perasaan seperti
begitu. Diam diam ia gelisah tetapi beberapa kali hendak membuka mulut bertanya kepada
Kak Bong, ia selalu menahan diri.
Dengan susah payah dua belas jam telah lewat. Kak Bong taysupun sudah terjaga.
sepasang matanya memancar sinar dingin yang menyeramkan semangatnya sudah gegar
kembali, tegak berdiri dihadapannya jenasah sutenya-Kat Hui taysu ia berkata dengan
tegas "Mengasohlah dengan tentram. Akan kulakukan segala pesanmu. Kepandaianku
selama tiga puluh tahun lamanya akan kuberikan kepadanya!"
Siu-lam berlinang linang air mata. Hatinya berat sekali meninggalkan Kak Hui taysu
yang sudah menjadi almarhum itu.
Kak Bong taysu berpaling, ujarnya dengan berat "Nak, ambillah batu batu gunung.
Guha ini hendak kututup!"
Siu-lam cepat melakukan perintah itu. Guha yang berisi jenasah paderi Kak Hui, telah
ditutup dengan batu. Kak Bong taysu menghela napas, ujarnya, "Mari kita tinggalkan tempat ini!"
Siu-lam terkesiap. Ia heran hendak kemana paderi itu. Bukankah tempat disitu
merupakan dasar lembah yang buntu"
Rupanya Kak Bong dapat membaca isi hati Siu-lam. Ia tertawa hambar, "Kita menuju ke
tempat Lam koay dan Pak koay dipenjara dahulu. Di sana tentu masih tersedia makan. Ah,
kira pengasingan diri selama tiga puluh tahun yang kulakukan, ternyata akan menghadapi
peristiwa yang begini. selama tiga puluh tahun itu aku hanya hidup dengan berpuluh ribu
kacang yang kubawa sebagai persediaan makanan. Tetapi saat ini engkau masih belum
dapat menyelami ilmu bersemedi perguruanku. Jika tak makan engkau tentu tak tahan!"
Siu-lam mengikuti dibelakang paderi itu menuju ketempat penjara Lam koay dan Pakkoay.
Ternyata disitu terdapat sebuah sumber air yang mengalir dari puncak gunung. Tiap
tiga hari sekali, aliran itu tentu membawa sebakul makanan.
"Dari manakah makanan ini" Apakah para paderi siau lim si yang mengirim?" tanya Siulam,
Kak Bong gelengkan kepala, "Dahulu ketika suheng memenjarakan Lam koay dan Pak
koay disini, kesemuanya itu telah diatur dengan baik. Anak murid gereja tak mengetahui
hal ini!" Tepat sekali setengah tahun telah berlalu siang malam Siu-lam giat berlatih dengan
sungguh-sungguh. Kak Bong taysupun dengan hati-hati sekali menurunkan
kepandaiannya. Dalam waktu setengah tahun saja, Siu-lam telah memperoleh semua
kepandaian paderi sakti itu.


Wanita Iblis Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Engkau sedan mendapat seluruh kepandaianku." kata Kak Bong tayju, "Selama
beratus-ratus tahun ini. murid siau lim si yang memiliki kepandaian seperti engkau, hanya
satu dua orang saja. Jika engkau menurut petunjuk petunjuk yang telah kuberikan dan
giat berlatih, kelak pasti engkau merupakan toknh persilatan yang tiada tandingannya.
Mungkin yang mampu menandingi engkau, hanya satu dua orang tokoh. Apalagi aku
sudah tak mempunyai simpanan pelajaran yang dapat kuturunkan kepadamu lagi."
"Engkaupuc harus beristirahat. setelah hari gelap, keluarlah dari terowongan yang
menembus keruang perpustakaan gereja!" kata paderi Kak Bong pula.
Teringat akan keadaan Hian song dan Ciu Hui ing, Siu-lam ingin segera keluar dari
tempat. Ia mengiakan saja.
selekas malam tiba, Kak Bong taysu segera membangunkan Siu-lam. "Nah, tibahlah
sudah saatnya engkau harus pergi!"
Siu-lam mengucurkan air mata. Dengan serta merta ia memberi tiga kali hormat kepada
paderi itu, "Kuharap locianpwe selalu diberkahi keselamatan, selamat tinggal locianpwe,
sampai berjumpa pula"."
Tiba tiba ia teringat, katanya, "Seorang lo cianpwe telah menyerahkan sebuah sarang
berisi tawon raksasa. sarang tawon itu kutinggalkan di dalam lembah. Entah apabila aku
kembali lagi dalam setengah tahun, apakah tawon tawon itu masih hidup. Ah, aku sudah
berjanji kepada lo-cianpwe itu untuk merawat tawon tawon peliharaannya dengan baik"."
"Janji adalah suatu kehormatan," Kak Bong mengangguk, "jangan kuatir, pergilah!"
"Entah kapankah aku dapat berhadapan muka lagi dengan locianpwe yang telah
melepas budi sedalam lautan kepadaku?" kata Siu-lam dengan hati rawan.
Tetapi Kak Bong taysu sudah pejamkan mata dan sandarkan kepala pada dinding guha,
Dia tak mau melayani pembicaraan Siu-lam lagi.
Pemuda itupun tak berani mengganggu lagi. Dengan pelahan ia tinggalkan kamar batu
itu. Air matanya bercucuran, setiap langkah ia berpaling dan memberi hormat kepada Kak
Bong taysu. Tetapi dia tak mau menyusup terowongan yang dapat mencapai kekamar
perpustakaan. Melainkan mengambil jalan yang ia gunakan semula-saat itu tibalah ia
ditengah lembah yang penuh dengan batu batu karang runcing. Tampak sarang tawon itu
masih berada ditempat semula. Kawanan tawon mendengung dengung membisingkan
telinga. Benar benar hati Siu-lam tak tega meninggalkan tawon itu selama setengah tahun.
Beratlah perasaan Raja tawon Nyo Ko. Tetapi setelah memeriksa tempat dan keadaan
sarang Bok liong iiu, ia anggap tiada halangan kalau ditinggal disitu sampai setengah
tahun lamanya. Kemudian ia naik keatas dengan gunakan akar rotan yang bergelantungan kedalam
lembah setelah berada diatas, ternyata saat itu hari masih fajar. sejenak ia bersuit nyaring
Untuk melonggarkan kesesakan dadanya. setelah itu ia lanjutkan perjalanan lagi.
selama setengah tahun berada dalam guha dibawah lembah, banyaklah sudah
perobahan yang terjadi didunia persilatan setelah menimang beberapa saat, akhirnya ia
memutuskan untuk menuju kegunung Beng gak. Ia hendak membebaskan kawanan tokoh
tokoh yang diperbudak ketua Bung gak. Untuk menghindari kemungkinan yang tak
diinginkan, ia mengambil jalan sepi dan menempuh perjalanan siang malam.
Hari itu tibalah dikota Yan ciu yang terletak di perbatasan shoatang. Yan ciu sebuah
kota dagang yang ramai. Karena hari itu sudah petang, Siu-lam mempercepat langkahnya
agar lekas masuk kedalam kota.
Tetapi setelah masuk kedalam kota itu, ia merasakan suatu suasana yang lain dari
biasa. Banyak penanggung kuda dan tokoh tokoh persilatan bermunculan dalam kota.
Diam diam ia memperhatikan orang orang itu.
Tiba-tiba ia melihat sebuah kereta mencongklang laju dari sampingnya. Karena itu
tertutup tenda hitam yang rapat. Bahkan saisnya pun mengenakan kain kerudung
menutup mukanya, memakai topi sutera putih.
Dibelakang kereta diiringi seorang penunggang kuda. Kereta dan pengawal itu laju
sekali larinya sehingga menimbulkan deru angin yang keras.
Penunggang kuda seorang pemuda berpakaian indah. Tetapi anehnya, penunggang
kuda itu merebahkan badannya diatas punggung kudanya. Dan lebih terkejut lagi Siu-lam
ketika ia merasa seperti kenal pemuda itu.
Yan ciu tak jauh dari gunung Beng gak. Kemunculan tokoh tokoh persilatan dikota itu
tentu mempunyai bubungan dengan Beng gak.
Tengah ia merenung tiba-tiba ia dikejutkan Oleh sebatang galah bambu yang menjulur
ke-arahnya dan suara bentakkan orang, "Minggirlah!"
Terpaksa Siu-lam mundur selangkah. Ketika berpaling ternyata empat Orang lelaki
dengan mencekal galah bambu tengah menghalau orang orang sutera putih tengah duduk
diatas dua buah galah yang digotong oleh dua orang lelaki.
Dara itu cantik sekali. Rambutnya yang hitam legam terurai lepas kebahunya. sepasang
matanya yang indah tengah merentang lebar tak berkedip kedip. Tenang sekali tampaknya
dara itu. sama sekali ia tak mengacuhkan orang orang yang terkesiap memandangnya.
Siu-lam kerutkan dahi. Ia anggap nona itu memang sengaja memamerkan
kecantikannya agar untuk menarik perhatian orang
Tetapi ketika mengawasi dengan seksama, ia terkejut dan diam-diam menghela napas.
Ternyata gadis jelita yang berada diatas tandu bambu itu sudah tak bernyawa lagi.
Marahlah Siu-lam terhadap keempat pengawal yang menghalau orang Orang
disepanjang jalan itu. Tetapi untunglah ia dapat menguasai kemarahannya, karena
teringat sesuatu hal. Bahwa bagi seorang yang tinggi tenaga dalamnya, memang bukan
mustahil untuk menutup pernapasannya. Ah, lebih baik kita menunggu perkembangan
seianjutnya. Dan segera ia menyusul rombongan tandu itu.
Mereka berhenti disebuah hotel besar. Ke empat pengawal itu lintangkan tongkatnya
untuk memagari orang orang yang hendak melihat. Ke dua penggotong tandu, setelah
melepaskan bambu pemikul lalu mengangkat kursi dengan sijelila kedalam hotel-
"Sungguh Cantik sekali?" terdengar hiruk pikuk orang orang yang menyaksikan nona
itu. sementara Siu-lam menyusup diantara orang banyak dan ikut masuk kedalam hotel.
"Hai, pengemis apa matamu buta?" bentak salah seorang pengawal sambil lintangkan
bambunya. Siu-lam tertawa tawar, "Aku hendak menyewa hotel, harap saudara menyingkir."
seorang pengawal disebelah kiri, melihat pakaian Siu-lam kumal-kumal lesi, tertawa
mengejek, "Huh, orang semacam kau hendak menyewa hotel mewah ini?"
sambil memberesi rambutnya yang kumal Siu-lam tertawa, "Jangan menaksir orang
hanya dari pakaiannya saja. Yang adalah isi kantong nya. Asal kuat membayar, kau boleh.
Apalagi saudara pengurus hotel ini, perlu apa ikut campur urusan tamu?"
Pengawal itu terlongong. Kemudian membentak marah, "Orang jembel memang banyak
tingkah! Kalau tuanmu tak mengizinkan kau masuk kebotel ini kau mau apa?"
Siu-lam kerutkan dahi. Ketika tangannya hendak bergerak, tiba-tiba ia tahan
kemarahannya lagi. Katanya, "Aku sudah berjanji pada seorang kawan untuk bertemu di
hotel ini. Harap saudara jangan mengganggu diriku." sekali bergerak, tahu-tahu Siu-lam
sudah menyelinap di tengah dua orang pengawal.
"Pengemis busuk, mau minta gebuk!" pengawal diaebelah kiri terus menerkam. Tetapi
ia melongo karena terkamannya luput. Siu-lam sudah hampir masuk kepintu botel.
"Hai, berhenti kau pengemis!" masih pengkawal itu tak menyadari gerakan Siu-lam
yang luar biasa itu. Ia masih ngotot mengejar.
Tiba-tiba terdengar bentak perlahan dari seseorang. "Minggir!" tahu-tahu pengawal itu
mengaduh dan berjongkok. seorang pemuda berbaju biru, melangkah masuk. Pakaiannya indah, menyanggul
pedang dan dengan membusungkan dada melangkah kedalam hotel.
Mendengar ribut-ribut itu, Siu-lam berpaling. Ketika melihat pemuda baju biru itu, buru
buru ia berpaling dan duduk di sudut. Ternyata pemuda baju biru adalah Kat Hong. Siulam
kuatir pemuda itu akan mengenalinya. Di tempat dan saat seperti itu, ia tak mau
mengunjuk diri. Melibat Kat Hong terus menuju kedalam ruang sebelah belakang, tentulah sebelumnya
pemuda itu memang sudah tinggal di hotel itu.
Pengawal yang jatuh terduduk tadipun berbangkit lalu bersama ketiga kawannya masuk
kedalam hotel. Siu-lam buru-buru bersembunyi di bawah meja. Keempat pengiWal itupun
menuju ke bagian belakang,
Diruang muka hanya terdapat tiga empat tetamu. sampai setengah hari duduk disitu,
belum juga Siu-lam di tegur oleh jongos hotel. Rupanya hotel itu tak ada yang mengurusi
lagi. Diam diam Siu-lam memperhatikan keempat orang yang duduk di ruang muka itu.
Mereka duduk berdiam diri. Kemudian memandang Kearah dalam, di balik pintu bundar,
seperu terdapat sebuah halaman luas penuh oleh ruangan ruangan.
segera Siu-lam berbangkit hendak masuk. Tiba-tiba seorang jongos menghampiri dia
menegurnya, "Apakah engkau hendak pesan makanan?"
Siu-lam menunduk memandang pakaiannya yang kumal, tertawa, "Ya, sediakan arak
bagus dan empat macam hidangannya."
setelah jongos pergi, Siu-lam anggap tempat disitu lebih sesuai. Ia dapat mengetahui
setiap tamu yang masuk dan keluar. setengah jam kemudian baru jongos itu muncul
dengan membawa hidangan yang di pesan.
"Hai, bung, nampaknya engkau ada kesulitan?" tegur Siu-lam.
Jongos itu menyahut jemu, "Sudahlah, cepatlah makan dan lanjutkan perjalananmu.
Orang desa jangan banyak campur urusan orang lain!"
Tiba tiba jongos itu terkejut karena mendengar bunyi mendengung-dengung dari
sarang tawon Bok liong yang di bawa Siu-lam itu.
"Hai barang apa yang mendengung dengung itu?" seru si jongos seraya melangkah
pergi. Memang asal sarang itu di tutup dengan kain hitam, tawon tawon itu tak berani terbang
keluar. Mungkin karena terlalu lama dikerudungi kain hitam itu maka tawon tawon itupun
berbunyi ribut ribut. Tetapi setelah Siu-lam menepuk sarang itu, suara mendengung itupun
berhenti. Tiba tiba seorang tua berambut putih dan bertongkat sebatang bambu, melangkah
masuk. Siu-lam terkesiap.
"Bukankah dia tabib sakti Gan Leng Poh" Bersama si nona baju merah, dia telah ditutuk
jalan darahnya oleh Ban Thian seng dan ditawan dalam guha. Mengapa sekarang dia
muncul?" Tabib itupun duduk di kursi kosong sebelah samping tempat Siu-lam. Buru-buru Siu-lam
merangkum abu terus di lunturkan pada mukanya sendiri. sehingga dari seorang pemuda
cakap dan gagah, saat itu Siu-lam berubah seperti orang gelandangan.
"Hat, bung, minta arak!" seru Gan Leng poh kepada seorang jongos. Tidak berapa lama
jongos membawakan arak dan sayur.
sambil meneguk arak, tiba tiba Gan Leng-poh melirik ke arah Siu-lam. Siu-lam terkesiap
tetapi cepat tenangkan diri.
Tiba tiba terdengar suara tertawa dingin serta kata kata yang di ucapkan dengan nada
lantang, "Ah, kiranya Gan lo cianpwe juga datang?"
Ketika berpaling, Siu-lam dapatkan orang yang berseru itu bukan lain adalah Kat Hui.
sambil tekan Cawan araknya, Gan Leng poh tertawa dingin, "Huh, kalau engkau bisa
datang apakah engkau kira aku tak mampu datang?"
"Apakah lo-cianpwe seorang diri saja?" tanya Kat Hui seraya mengambil tempat duduk
dihadapan Gan leng-poh. "Huh, apakah engkau hendak menyelidiki diriku?" sahut Gan Leng poh dengan sinis.
Diam diam Siu-lam geli melihat tingkah laku tabib yang masih sok congkak itu.
Kat Hui kerutkan alis. Ia hendak menghambur kemarahan tetapi tak jadi. sambil
berbangkit, ia berkata tawar, "Dengan itikad baik aku bertanya malah kau jawab dengan
sinis." Gan Leng poh menengadah keatas, meneguk habis arak lalu mengeluarkan hancuran
perak ke atas meja, terus tergesa gesa pergi.
Siu-lam makin heran. Mengapa sekian banyak tokoh persilatan berhamburan datang
pergi dihotel situ. Tiba-tiba terdengar suara orang tertawa tergelak. Dua orang lelaki tua berambut putih
dan berjenggot panjang sampai kelutut, melangkah masuk.
siu-lam hampir menjerit terahan. Untung dia dapat menekan diri. Kiranya kedua orang
tua itu adalah Lam koay dan Pay-koay.
"Mengapa kau tertawa?" tegur Pak-koay kepada Lam koay. Ternyata yang tertawa
Lam-koay. Lam-koay hentikan tertawanya, menyabut, "Tak kira kalau Dewa Iblis Ban Thian seng
yang sudah mengasingkan diri selama bepuluh tahun, muncul lagi. Begitu pula Lo hian
juga akan menghadiri pertempuran besar ini. Benar-benar akan merupakan suatu
keramaian besar!" Pak koay Ui Lian menghela napas lalu menyahut soal yang tidak ditanyakan, "Hampir
tiga belas propinsi telah kita jelajahi, tetapi tetap tak menemukan saudara Pui. Jika dikota
ini tetap tak menemukannya, jelas dia tentu tertimpa bahaya!"
Lam koay shin Ki tertawa, "Jangan kuatir. Menilik tampang mukanya, anak itu selalu
terlindung dari bahaya. Aku berani bertaruh dengan kau, dia tentu tidak mati!"
Keduanya memilih tempat duduk pada sebuah meja kosong. Mau tak mau terharulah
Siu-lam mendengar perhatian mereka pada dirinya. Hampir ia menitikkan air mata. Buru
buru ia palingkan muka dan melirik gerak gerik kedua manusia aneh itu.
setelah memesan hidangan kepada jongos, Pak koay berkata, "Ah, aku tak percaya
kalau Lo Hian masih hidup belum tentu kabar benar,"
Kata Lam koay shin Ki, "Tetapi dunia ini sekarang banyak hal hal yang terjadi diluar
dugaan orang. Misalnya, didunia persilatan telah tersiar luas bahwa Dewa-Iblis Ban Thianseng
itu sudah mati. Tetapi nyatanya dia masih hidup juga. Juga tentang diri kita sendiri.
Berpuluh tahun dunia persilatan menganggap kita sudah mati, ha ha, bukan saat ini kita
masih segar bugar?" "Tetapi jika tidak ada saudara Pui yang melepaskan tali pengikat tubuh kita, mungkin
sampai mati kita takkan muncul lagi didunia luar!" kata Pak-koay.
"Ah, seumur hidup aku tak pernah terkenang pada orang. Tetapi sekarang aku sering
sering teringat pada saudira Pui"."
Ucapan Lem-koay terputus oleh masuknya Gan Leng poh bersama dua orang gadis.
Begitu memandang kedua gadis itu, hati Siu-lam hampir copot. Buru buru ia miringkan
tubuh menghindari perhatian pendatang pendatang itu. Kiranya kedua nona itu adalah
murid dari Beng-gak yakni Tong Bun kwan dan si nona baju merah.
siu-lam benar benar bingung. Kenapa nona Baju Merah dan Gan Leng poh yang ditutuk
jalan darahnya oleh Ban Thian-seng dan ditawan dalam guha, muncul di hotel situ
bersama Tong Bun-kwan. Apakah Tong Bun kwan yang membebaskan mereka" Ah, ilmu
menutuk jalan darah, dari Ban Tniao-seng itu termasuk ilmu istimewa yang tak dikenal
dunia persilatan. Kemungkinan Tong Bun kwan tentu tak mampu membukanya.
Tiba-tiba Lam-koay shin Ki tertawa nyaring lagi, serunya, "Ui lokoay, siapakah yang
datang itu" Jika anak anak setan itu muncul ke mari, tentulah perempuan siluman dari
Beng gak itu juga datang."
"Uh, kalau Lo Hian benar masih hidup, entah bagaimana tindakannya kalau berjumpa
dengan muridnya yang mencelakai dirinya itu!" sahutnya.
Dahulu Lam koay dan Pak koay pernah dikalahkan Lo Hian, Maka mereka masih
mendendam kepada Lo Hian. Ucapan mereka terhadap Lo Hian pun bernada sinis.
Tong Bun kwan hendak bertindak tetapi tiba tiba ia tahankan kesabarannya. Bersama
si-nona Baju Merah serta Gan Leng poh mereka memilih meja yang masih kosong.
Ketika melirik Siu-lam melihat Tong Bun kwan tak henti hentinya mengangguk kepala
seperti orang yang sedang mengiakan perintah orang tuanya. Diam diam Siu-lam
menduga. Tentulah mereka sudah mempunyai rencana tertentu.
Cepat sekali Siu-lam mengambil kesimpulan. Hanya wanita Beng gak itulah yang
mampu membuatnya begitu patuh.
Belum Siu-lam memutuskan tindakan yang akan dilakukan, tiba-tiba Tong Bun kwan
ber-bangkit dan menghampiri ketempatnya. Diam-diam Siu-lam mengeluh, "Celaka, nona
itu memang pintar sekali. Karena aku selalu memperhatikan gerak gcriknya, ia tentu
mengetahui penyamaranku!"
sambil menyingkap rambutnya yang agak kusut, Tong Bun kwan langsung bertanya
kepada Siu-lam, "Hendak kau tolong kedua sumoaymu itu?"
Siu-lam terbeliak, sahutnya, "Nona bicara dengan siapa?"
Tong Bun kwan tertawa dingin, "Tak usah pura pura! Jika engkau memang hendak
menolong jiwa kedua sumoay itu, dengarkan perintahku!"
"Dimanakah mereka sekarang?" karena cemas memikirkan keselamatan Hian Song dan
Cui Hui ing, Siu-lam gugup.
sambil keraskan tubuhnya. Tong Ban kwan berkata, "Sejak saat ini engkau harus
menurut perintahku. Tak boleh main gila. Jika diam diam engkau gunakan ilmu menyusup
suara memanggil kawan kawanmu, engkau mencari penyakit sendiri dan jangan harap
kedua sumoaymu itu dapat hidup lagi!"
sejenak merenung, berkatalah Siu-lam "Bagaimana kalau aku bersedia menurut
perintahmu?" "Kutanggung keselamatan kedua sumoaymu! Tetapi ingatlah, jika berani main gila.
Dengan kekuatan kami, tidaklah sukar menawanmu"."
setelah berhenti sebentar, Siu-lam melanjutkan pula, "Namun aku tak ingin adu
kekerasan. Hanya ketahuilah behwa aku Pui Siu-lam bukan manusia yang temaha hidup
dan takut mati!" Tong Bun kwan tersenyum, ujarnya, "Kapan kita berangkat, sekarang!"
Siu-lam mengiakan. Walaupun Tong Bun kwan berusaha keras untuk berlaku setenang mungkin, namun
gerak-geriknya tetap tak terlepas dari mata Lam koay dan Pak kOay-
"Hai, barang siapa yang kasak kusuk tentu membicarakan hal yang tak baik!" bentak
Lam koay- Tetapi Pak koay segera mencegah jangan terus buka suara.
Tong Bun kwan pura pura tak mendengar dan terus melangkah keluar. sejenak meragu
Siu-lam segera berbangkit, mengambil sarang tawon lalu mengikut dibelakang Tong Bun
kwan. Tong Bun kwan berjalan cepat. Dijalan sering berpapasan dengan orang orang


Wanita Iblis Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

persilatan yang menghunus senjata.
Siu-lam makin heran. Bukan tiada sebab jago jago silat itu berkumpul d kota situ. Tiba
tiba dari sebelah muka tampak serombongan imam berjubah hitam berjalan mendatangi.
Yang dimuka searang imam tua berjenggot putih, di iringi oleh empat imam selengah tua.
Menilik sinar mata imam-imam itu memancar tajam, tentulah mereka memiliki tenaga
dalam yang tinggi. Tong Bun kwan menghindari pengawasan orang dengan cepatkan langkahnya.
sepanjang jalan Siu-lam melihat banyak jago jago persilatan yang berdatangan. Wajah
mereka tampak serius seperti sedang menghadapi urusan besar.
Tak berapa lama Tong Bun kwan dan Siu-lam sudah melewati piatu kota, saat itu
matahari senja sedang menuruni pegunungan. Tong Bun-kwan membawa siu-lam
kesebuah tanah kuburan. "Apa yang kau bawa itu?" tegur nona itu.
Siu-lam yakin bahwa kepandaiannya sekarang tentu dapat mengatasi Tong Bun kwan.
Ia tertawa tenang, "Sebaliknya nona memberitahukan dulu di mana tempat kedua
sumoayku itu." "Ya disini inilah!" kata Tong Bun kwan seraya menunjuk makam dibawah pohon yang
tinggi. sejenak Siu-lam memandang kesekeliling gunduk gunduk tanah kuburan yang
menghias empat penjuru. satupun tak tampak rumah Orang. Heran ia dibuatnya. Apakah
para pencelik itu berada didalam makam"
Maka bertanyalah ia kepada Tong Bun-kwan, "Sebelumnya kita sudah berjanji aku
takkan memanggil bala bantuan tetapi nonapun tentu akan melaksanakan janji. Maka
sukalah nona memberi kesempatan agar aku dapat melihat kedua sumoayku lebih dulu"."
Tong Bun kwan tertawa mengikik, "Ah, dalam setengah tahun tak berjumpa saja.
sekarang engkau sudah berpengalaman!"
"Kaum persilatan paling memegang janji. Jika kau mengandung maksud hendak
membohongi, pasti kau akan menyesal sendiri!" sahut Siu-lam
"Ih, tak seharusnya engkau memberikan janjimu kepadaku!"
Marah Siu-lam bukan kepalang mendengar jawaban itu, serunya, "Orang Beng gak,
engkau benar benar jahat dan licik. Tidak boleh dipercaya!"
Tong Bun kwan tetap tersenyum, "Tak perlu engkau marah-marah dulu. Jika aku
hendak menipu, tak nanti kuajak engkau kemari!"
Adalah karena mencemaskan nasib Hian Song dan Ciu Hui ing, Siu-lam telah kehilangan
ketenangannya. Melihat sikap Tong Bun kwan yang acuh acuhan, ia duga nona itu tentu
akan menyiasatinya. suatu hal yang harus ia jaga. Maka iapun segera tenangkan
pikirannya. Memang sesungguhnya Tong Bun-kwan hendak mengacaukan pikiran Siu-lam. Melihat
pemuda itu tenang tenang saja, diam diam Tong Bun kwan kelabakan sendiri.
"Setelah Bwe Hong-Swat sumoay mendapat warisan pelajaran dari kakek guru Lo Hian,
tentu engkau bahagia sekali," kata nona itu.
Cepat Siu-lam hendak menanggapi tetapi tiba-tiba ia teringat sesuatu. Ia hanya ganda
tertawa hambar, "Ilmu pelajaran itu memarag sakti kekali. Misalnya, ilmu pedang dan ilmu
pukulan nona itu juga demikian. Termasuk ilmu yang sakti. Bedanya hanya terpaut sedikit.
Akan tetapi sekalipun begitu nona sudah dapat menundukkan jago jago yang lihay."
Tong Bua kwan memang cerdik dan hati-hati. Tetapi justru karena kelewat cerdik itu,
dia selalu memperhitungkan setiap langkah dari banyak segi akibat akibatnya. Ketika
masih di Beng gak, kepandaiannya memang setingkat dengan Bwe Hong Swat. Bahkan
dalam hal tenaga tenaga dalam ia lebih tinggi sedikit dari sumoinya itu. Tetapi setelah Bwe
Hong Swat tercebur kedalam telaga darah dan mendapat warisan dari Lo Hian, ia bukan
lagi tandingan snmoaynya itu.
Ucapannya kepada Siu-lam tadi, hanya sekedar dugaannya sendiri saja. Tetapi setelah
mendengar jawaban pemuda itu, ia yakin memang benar Bwe Hong Swat telah bertemu
Lo Hian dan diberi ilmu pelajaran sakti.
"Kalau begitu engkau sendiri tentu mendapat pelajaran bermacam-macam ilmu yang
sakti"!" ia hendak menggali keterangan dari Siu-lam.
Siu-lam tertawa tawar, "Jika tak menguasai ilmu yang dapat menundukkan nona,
masak aku berani mengikuti nona datang ketempat kuburan yang begini sepi!"
"Ai, sumoayku ketika itu memang besar sekali rejekinya. Benar benar membuat orang
mengiler"." "Tetapi engkau sendiri sudah memiliki dasar ilmu silat yang tinggi. Pada hakekatnya,
inti ilmu silat itu adalah sama. Jika kita dapat menyelami rahasia setiap perobahan dalam
jurus ilmu itu, tentulah kepandaian kita akan meningkat lebih tinggi " kata Siu-lam.
"Benarkah itu?" Tong Bun kwan menegas.
"Ah, aku hanya bicara menurut pandanganku sendiri. Janganlah nona keliwat percaya!"
Tong Ban-kwan menghela napas, "Setiap patah kata katamu itu memang berisi,
bagaimana aku tak mau mempercayainya!"
Tiba tiba nona itu memandang ke arah sarang Bok liong yang ditutup kain hitam. Ia
menanyakan benda apakah yang dibawa pemuda itu.
sambil tertawa Siu-lam menyingkap kain hitam itu. seketika terdengarlah suara
mendengung-dengung. "Tawon raksasa, tawon yang paling beracun didunia," seru Siu- lam.
Diam diam Tong Bun-kwan terkejut melihat tawon sebesar itu. Tetapi ia tak mau
mengunjuk kegentaran hatinya, serunya perlahan, "Dari manakah engkau peroleh tawon
itu" Apa gunanya engkau pelihara?"
"Tawon ini benar ganas, tetapi menurut kata. Tepat sekali digunakan untuk
menghadapi musuh." "Kalau tak percaya, boleh coba!" kata Siu-lam sambil menampar sarang tawon.
sekawanan tawon berhamburan keluar dan menyerang Tong Bun-kwan.
Tong Bun-kwan terkejut dan buru-buru siap. Tetapi setelah berputar putar mengelilingi
Tong Bun kwan, kawanan tawon itu kembali masuk kedalam sarangnya. Siu-lam sudah
dapat memahami ilmu menguasai tawon yang diberikan Raja tawon Nyo Ko.
"Wah hebat sekali ilmumu!" seru Bun-kwan.
Siu-lam tertawa, "AH, sesungguhnya bukan aku, melainkan seorang lo cianpwe yang
telah mengajarkan ilmu memelihara tawon. Dia telah menggunakan waktu berpuluh-puluh
tahun untuk mengumpulkan ratusan jenis tawon yang besar, Perkawinan tawon tawon itu
telah melahirkan sejenis tawon yang besar, beracun ganas dan menyambar dahsyat.
Pukulan Biat gong Ciangpun belum tentu dapat membinasakan mereka!"
Nona itu gelengkan kepala, "Kalau mereka memiliki racun ganas, aku sih percaya.
Tetapi kalau mereka sanggup menerima pukulan Biat-gong ciang, ah, itu berlebihlebihan!"
"Baik, silahkan coba sekali lagi!" Siu-lam menepuk sarang dan segerombol tawon
segera menyerbu Tong Bun-kwan. Jumlahnya tak sebanyak tadi. hanya lima enam ekor.
"Apakah engkau tak keberatan kulepasi pukulan?" seru Tong Ban-kwan siapkan tenaga
dalam. Pada saat hendak menutup mata, Nyo Ko memberitahukan kepada Siu-lam bahwa
tawon itu memiliki sayap yang besar dan makin lama akan bertamban makin besar. Angin
prahara dan hujan puyuh tak mungkin dapat menahan terbang mereka. Begitu pula
pukulan Tong Bun-kwan, biasa.
Mengingat meninggalnya Nyo Ko baru tujuh hari, Siu-lam tak tahu sampai berapa besar
akan tumbuhnya sayap binatang itu. Ia bersangsi tetapi terpaksa mempersilahkan nona
itu. Tong Bun-kwan pun segera menghantam. Gelombang angin yang mengandung tenaga
dalam dahsyat segera melanda tawon tawon itu.
Ketika melihat tawon-tawon itu seolah olah terbungkus dalam gelombang angin, diam
diam Siu-lam mengeluh. Ia duga tawon tawon itu pasti hancur lebur.
Tetapi alangkah kejutnya ketika angin telah Jauh dan tawon tawon itu hanya terdorOng
ke samping tetapi sama rekali tak kena apa apa,
Berobahlah wajah Tong Bun kwan. Tanpa berkata &pa apa, ia susuli lagi sebuah
hantaman. Tetapi secepat itu juga, Siu-lam pun menghantam. Dua gelombang angin
pukulan yang mengandung tenaga dalam, saling Derbentur. Karena setelah beristirahat
dan terus giat berlatih, tenaga dalam Siu-lam dalam beberapa hari ini telah bertambah
maju. seketika Tong Bun-kwan tersurut mundur tiga langkah. Wajahnya pucat darah
bergolak golak". Siu-lam sendiri juga terkesiap kaget melibat hasil pukulannya itu. segera ia memberi
penjelasan, "Tawon tawon itu merupakan binatang yang berkelompok. Jika engkau
menghantam lagi, mungkin kawan-kawannya akan marah. Kalau kawanan tawon itu
keluar semua, nona tentu menderita!"
"Pada waktu kita berhantam di gereja siau-lim si, kekuatan kita berimbang. Tetapi baru
berselang setengah tahun saja, kemajuanmu sudah begini pesat sekali"." seru Tong Bunkwan.
Kemudian ia berganti nada pelahan, "Jika kau mau mengajarkan ilmu warisan Lo Hian
itu kepadaku, aku tentu akan membantu usahamu sungguh sungguh."
Siu-lam menyatakan bahwa sekali ia sudah berjanji, tentu akan menepati. Tetapi lebih
dulu ia minta nona itu membawanya untuk melihat. Hian-Song dan Ciu Hui ing.
setelah merenung sejenak, berkatalah Tong Ban kwan dengan serius, "Sebenarnya aku
memang bermaksud hendak mencelakai engkau agar engkau masuk ke dalam
perangkap"." "Dan sekarang engkau tentu merobah maksudmu, bukan?" tukas siu-lam.
Tong Ban kwan mengangguk, "Ya, kuanjurkan enhkau lebih baik pulang dulu. sekarang
hanya tinggal tiga hari lagi dari waktu pertemuan besar itu. Tiga hari itu amat cepat. Pada
saat itu kedua sumoaymu tentu akan muncul menghadapi musuh. kiranya tak perlu
sekarang engkan berkeras hendak masuk ke dalam perangkap hanya dengan tujuan
hendak melihat kedua sumoaymu itu"."
"Pertemuan besar apakah itu?" tanya Siu-lam.
"Eh, apakah engkau benar benar tak tahu" Atau memang pura-pura tak tahu saja?"
Siu-lam menyatakan bahwa ia memang benar-benar tak tahu.
"Lalu apa keperluanmu datang ke tempat ini?"
"Mencari dua orang!" sahut Siu 1am.
"Siapa?" "Dewa Iblis Ban Thian seng dan gurumu ketua Beng gak itu!"
"Langkahmu tepat. Memang kedua orang itu nanti tiga hari lagi akan muncul dalam
pertemuan besar itu "
"Benar agaknya ketua Beng-gak itu memang hendak membuat acara baru lagi,
mengundang seluruh tokoh tokoh persilatan menghadiri suatu pertemuan besar para
orang gagah!" aeru Siu-lam.
Tong Bun kwan bersikap lebih ramah. sambil tertawa ia berkata, "Dewa Iblis Ban Thian
seng memang bekerja sama dengan suhuku untuk menyelenggarakan pertemuan besar
itu. seluruh tokoh dunia persilatan akan hadir"."
"Heran mengapa kali ini suhumu menggunakan istilah begitu bagus untuk menamakan
pertemuan sebagai pertemuan para orang gagah" Padahal bukanlah biasanya ia gemar
memakai nama yang seram seram, misalnya undangan perjamuan dilembah kematian"."
"Sudah tentu ada sebabnya". dalam pertemuan besar itu nanti selain mengadu ilmu
kesaktian, juga akan muncul beberapa acara yang tak terduga duga. Untuk itu suhuku
telah membuang banyak pikiran dan tenaga!"
Tiba-tiba Tong Bun kwan tak mau melanjutkan keterangan.
"Ah, sudahlah, jika nona memang takut membocorkan rahasia, tak perlu melanjutkan
keteranganmu tadi"."
"Sejak pertemuan dalam pusar gunung di Telaga darah, suhu sudah mulai curiga
kepadaku. Adalah karena tenagaku masih dibutuhkan dan karena suhu sibuk sekali
mempersiapkan pertemuan besar iiu, maka dia tak sempat mengurus aku lagi. Tetapi
setelah pertemuan besar itu selesai, suhu tentu tetap takkan melepaskan diriku!"
"Ah, aneh, mengapa diantara guru dan murid, diantara sesama saudara seperguruan,
kalian tak mempunyai persatuan dan rasa kasih sayang?"
"Suhu penuh dengan kecurigaan. Ia selalu ketakutan jangan jangan kita akan
mencelakainya maka dia telah gunakan bermacam cara untuk menguasai murid muridnya.
Dan menggunakan siasat untuk memecah belah bubungan diantara kami dengan lain lain
saudara seperguruan. Dengan begitu terjadilah perpecahan dan saingan satu sama lain.
Tiba tiba angin berhembus. Siu-lam memandang kelangit, Ah, hari hampir petang.
Diam-diam Siu-lam memaki dirinya sendiri. Bukankah tujuannya hendak menolong kedua
sumoaynya" Mengapa saat itu ia asyik ngobrol dengan Tong Bun-kwan saja"
"Janji nona hendak membawa aku kepada kedua sumoayku itu, apakah masih
berlaku?" segera ia bertanya kepada Tong Bun kwan
"Mereka berada ditempat yang berbahaya. Lebih baik jangan engkau kesana!"
"Sekalipun dalam lautan api gunung pedang, aku tetap akan kesana!"
"Tetapi kalau aku segan membawamu ke sana?"
"Harap nona ingat sarang yang berisi tawon raksasa yang kubawa ini!"
Tong Bun kwan menghela napas, "Ah, apakah engkau sungguh hendak membunuhku?"
"Walaupun mengalami banyak peristiwa berbahaya, bukankah sampai saat ini aku
masih hidup?" "Hm, kalau engkau berkeras hendak ke-sana, jangan sesalkan aku kalau kau tertimpa
bahaya!" "Matipun aku takkan menyesal" sabut Siu-lam.
"Kalau memang begitu, marilah ikut aku," kata Tong Bun kwan seraya melangkah
kemuka. Nona itu melintasi gunduk gunduk kuburan. sebentar membiluk kelana sebentar
melingkar kesini seolah-olah memang sengaja hendak membingungkan Siu-lam.
Tengah Siu-lam menduga duga gerak-gerik Tong Bun kwan, tiba-tiba nona itu berhenti.
Ternyata mereka tiba di sebuah tempat, di mana delapan buah kuburan besar mengelilingi
sebuah tanah lapang seluas liga tombak. Tanah lapang itu penuh di tumbuhi rumput dan
bermacam macam bunga hutan.
"Dimana?" tegur Siu-lam.
Menunjuk kearah sebatang pohon jati yang tinggi besar, berkatalah Tong Bun kwan,
"Bersembunyilah di atas pohon itu, kau tentu segera melihat mereka. Mereka segera akan
muncul!" Melibat kesungguhan nada bicaranya, Siu-lam hampir mempercayai keterangan Tong
Bun kwan. Tetapi keterangan itu mustahil sekali.
"Apakah nona bicara sesungguhnya?" ia menegas.
Tong Bun kwan mengiakan. "Perlu apa mereka muncul dikuburan ini?"
"Bertanding ilmu silat dan ilmu pedang." tiba-tiba wajah Tong Bun kwan berubah dan
dengan bisik-bisik ia berkata, "Lekas engkau bersembunyi diatas pohon itu dan akupun
segera akan psrgi," tanpa menunggu jawaban lagi nona itu terus lari pergi.
Siu-lam segera memanjat pohon jati yang tinggi itu. Ia bersembunyi di balik daun yang
rindang. Tepat pada saat ia bersembunyi, dua sosok tubuh berlarian datang. Ketika mengamati,
Siu-lam terkejut tak terkira. Kedua orang itu adalah, tokoh pedang yang menggetarkan
dunia persilatau yalah siau-yau-cu. Dan satunya tokoh aneh su Boh tun.
su Bob tun tetap dengan wajahnya yang dingin. sedang siau yau cu memakai kain
hitam untuk membalut sebelah matanya
"Ah, tidak dikira kedua tokoh yang termasyhur itu, dapat di kuasai dan di peralat wanita
Kuntilanak Beng gak. Entah Kuntilanak Beng gak itu memakai obat apa hingga tokoh
tokoh itu seperti kehilangan kesadaran pikirannya"." diam diam Siu-lam perihatin melihat
keadaan kedua tokoh itu. Beberapa saat kedua tokoh itu memeriksa keadaan di sekitar tanah lapang lalu melesat
pergi. Siu-lam heran. Ia tidak tahu apa maksud kedua tokoh itu. Akhirnya ia menyimpulkan.
Kemungkinan besar, kuntilanak Beng gak itu tentu telah memasang alat alat perangkap di
tempat kuburan situ. Tiba tiba muncul lagi dua orang. Keduanya sama memakai kerudung muka dan sama
sama menyanggul pedang. setelah tiba di lapangan, mereka saling berhadapan lalu gama
mencabut pedang. Siu tam terkesiap kaget. Menilik perawakannya, kedua orang itu seperti Hian Song dan
Ciu Hui ing. Namun mengapa mereka hendak bertempur. Perempuan yang berdiri
disebelah barat, mulai gerakkan pedangnya. setelah menimbulkan segulung sinar, secepat
kilat menusuk ke dada lawan dihadapannya Keduanya segera bertempur seru sekali. Dua
pedang seolah olah bergabung menjadi satu sehingga tak dapat membedakan lagi mana
Hian seng mana Ciu Hui ing.
Dengan penuh perhatian Siu-lam mengikuti pertempuran itu. Diam-diam ia mendapat
kesan bahwa keduanya sama sama berasal dari satu sumber. Hanya serangan nona yang
berdiri di sebelah barat tadi, memang lebih ganas dan dahsyat. setiap tusukan, tentu
mengarah bagian tubuh lawan yang dapat membawa kebinasaan. Makin lama kedua nona
berpakaian serba hitam itu, makin sengit. Jurus permainan pedang merekapun makin
dahsyat dan ganas. Siu-lam tak dapat berbuat apa-apa kecua. hanya gelisah.
Tiba-tiba terdengar suara dengus tartahan serempak dengan dering beradunya kedua
peda kedua lawan itupun berpencar. Siu-lam terkejut. Dilihatnya nona yang berada
disebelah timur tangannya memegang lengan kirinya yang berlumuran darah menilik
potongan tubuhnya, Siu-lam duga nona yang terluka iiu seperti Ciu Hui ing. Ia makin
gelisah sekali. "Bagaimana, engkau tunduk atau tidak?" seru sinona yang melukai.
"Hai, bukankah itu nada suara Hian song?" diam-diam siu-lam terperanjat
Nona yang terluka itu nrenyahut, "Hmm, tetap tidak akan menyerah, mau apa?"
"Kalau tak menyerah, terpaksa kukutungi sebelah lenganmu dan kubelah separoh
mukamu!" "Huh. belum tentu!" tiba-tiba nona yang terluka itu gerakkan pedang menusuk.
serangan yang tak terduga duga dan dilontarkan dengan jurus yang aneh, membuat si
nona disebelah barat tak sempat menghindar dan menangkis. Cret". lengan kiri kena
tertusuk. Darah mengucur deras. Rupanya luka yang di deritanya, lebih berat dari nona
yang berada di timur. "Hm, engkau berani menyerang secara curang!" nona disebelah barat itu segera balas
menyerang. Keduanya bertempur lagi dengan sengit. Lebih seru dan lebih ganas dari tadi.


Wanita Iblis Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Karena sama-sama melampiaskan kemarahan dan bertempur sengit, keduanya tak
sempat lagi untuk mengobati lukanya. Darah makin mengucur deras sehingga membasahi
separoh pakaian masing-masing.
Dari suaranya, Siu-lam makin yakin bahwa kedua orang yang bertempur itu memang
Hian Song dan Ciu hui ing. Ia tak dapat menunggu lagi. serentak ia berseru menghentikan
pertempuran dan terus melayang turun kebumi.
Karena terkejut, kedua nona itu sama sama menyurut mundur. Ketika melibat seorang
pemuda yang bermuka kotor dan pakaian kumal, ke dua nona itu tak mengenali Siu-lam.
Mereka hanya tertegun. Tetapi begitu tiba, Siu-lam segera disambut oleh tusukan pedang Hian song
"Siapa engkau!"
Karena tak menduga-duga, Siu-lam tak sempat berjaga diri. Dengan gugup ia loncat
mundur. Tetapi nona yang berada disebelah timur itu, melangkah maju dan menyerang
Siu-lam. Bermula kedua nona itu saling bertempur sengit. Tetapi ketika Siu-lam muncul, mereka
malah bersatu untuk menyerang Siu-lam. Karena
terdesak, terpaksa Siu-lam kerahkan seluruh kepandaiannya untuk menghalau kedua
nona itu. Dalam setejap saja, kedua nona itu sudah menyerang dua puluh kali lebih sehingga tak
sempat lagi Siu-lam hendak bicara memberi penjelasan.
Walaupun lukanya makin berdarah dan pakaiannya berlumuran darah, tetapi kedua
nona itu menyerang Siu-lam dengan mati matian
"Uh, kurang ajar, mereka rupanya ngotot hendak melukei aku," diam-diam Siu-lam
menimbang. Karens sebelah tangannya memegang sarang tawon, Siu-lam agak tak leluasa memberi
perlawanan. Dia terdesak juga.
Tiba tiba nona yang disebelah barat menangkis serangan nona yang disebelah timur
seraya berseru, "Sudahlah, jangan menyerang!"
Kesempatan itu digunakan Siu-lam untuk mundur tiga langkah. Ia segera mengusap
wajahnya yang kotor dengan lengan baju lalu berkata, "Kalian sama sama terluka dan
mengeluarkan banyak darah, Mengapa tak lantas menyalurkan pernapasan untuk
menghentikan darah itu. Ingat, kalau sampai kasip, tentu dapat melukai tenaga dalam!"
Karena mengusap keringat dimukanya itu kini tampaklah wajah Siu-lam yang
sebenarnya. Kedua nona itu saling berpandangan dan serentak mereka sama sama
membuka kerudung mukanya.
Ah".ternyata dugaan Siu-lam memang tepat. Yang disebelah barat itu memang Hiansong
dan yang disebelah timur Ciu Hui ing. Ia menghela napas, ujarnya, "Ah, mengapa
kalian saling bertempur sendiri?"
"Karena kau!" sahut Hian Song dingin.
"Aku?" Siu-lam tercengang.
Ciu Hui ing tertawa hambar, serunya, "Ya benar, memang karena kau."
Melibat wajah kedua nona itu sama pucat, segera ia mensuruh mereka menyalurkan
pernapasan. Tetapi Hian Song tetap berseru, "Ai, kiranya kau masih hsdup"."
Kembali Siu-lam menyuruh nona itu supaya iekas menyalurkan napas karena terlalu
banyak mengeluarkan darah. Ia akan menunggu sampai kedua nona itu selesai melakukan
penyaluran napas. "Tidak kau tak boleh menunggu disini, lekas pergilah!" seru Ciu Hui-ing.
"Mengapa?" tanya Siu-lam.
Hian Song deliki mata kepada Hui ing, "Takut apa" Biar dia dissini saja!"
sambil letakkan sarang Bit long, Siu-lam tertawa, "Hayo kalian lekas mengambil napas,
kutunggu disini. Ah, sudah lama berpisah, aku pun ingin sekali omong omong."
Kedua nona itu menurut. Mereka segera duduk bersemedhi menyalurkan tenaga dalam.
Berkat tenaga dalamnya sudah tinggi maka dalam waktu singkat mereka sudah sudah
menghentikan darahnya. Hian Song yang lebih dulu membuka mata segera menanyakan benda berkerudung kain
hitam yang dibawa Siu-lam itu.
"Sarang tawon raksasa," sahut Siu-lam.
"Apa gunanya?" tanya dara itu.
Melihat wajah dara itu tampak rawan, Siu-lam sengaja hendak menghiburnya, "Banyak
sekali gunanya tawon raksasa itu. Buat menundukkan lawan, buat mengirim berita dan
lain lain"." "Ih, kapan engkau belajar memelihara tawon?" seru Hui ing.
"Tawon tawon raksasa ini, selain amat beracun pun badannya luar biasa besarnya,
Kekuatannya terbangpun hebat sekali. Kalau sumoay tak percaya, akan kupertunjukkan
kepadamu!" sekali menjemput kain kerudung hitam, lima ekor tawon segera terbang keluar seraya
mendengung dengung. Siu-lam sengaja hendak memamerkan kepandaiannya. Ia bersiul pelahan dan kibarkan
tangannya. Kelima tawon raksasa itu segera meluncur kebawah menerjang sebatang
pohon bunga, itu dengan -ekor masing masing, kelima tawon itu terbang dan mengelilingi
Siu-lam. "Apakah kau sendiri yang memeliharanya?" tanya Hian song.
Siu-lam menceritakan asal usul ia mendapat tawon raksasa itu. Kemudian ia bersiul
pelahan lagi memanggil kawanan tawon itu masuk ke-sarang.
Tiba-tiba Hui-ing menengadah memandang kelangit. Kemudian meminta kepada Siulam
"Lekas tinggalkan tempat ini. sebentar lagi mereka tentu datang. Pada saat itu kau
pasti terlambat dan sukar untuk pergi dari sini!"
Siu-lam menghela napas, "Demi mencari kalian maka aku sampai tak sempat
meyakinkan banyak ilmu pelajaran sakti. Aku tergegas gegas datang kemari karena
hendak segera menuju ke-Beng-gak untuk menyelidiki kalian berdua siapa kira. aku dapat
berjumpa dengan kalian disini"."
"Mengapa kau bisa menemukan tempat ini?" tanya Hian-song.
"Ah, panjang kalau diceritakan"." Siu-lam segera menuturkan pengalaman tiba dikota
itu sampai akhirnya berjumpa dengan Tong Bun kwan.
"Lekas tinggalkan tempat ini!" kembali Hui ing mendesak.
Karena sudah dua tiga kali Hui-ing mengatakan begitu. timbullah rasa heran Siu-lam,
"Sungguh sukar sekali untuk menjumpai kalian berdua-Aku hendak omong omong untak
pelepas rindu. Tetapi mengapa sumoay terus menerus mendesak aku supaya pergi saja?"
"Saat dan tempat ini bukan untuk bercerita. Hayo, lekas pergilah!" seru Hui-ing.
Tetapi Hian-Song tetap menghendaki supaya pemuda itu jangan pergi. Kembali ia deliki
mata kepada Hui Ing dan menegurnya, "Mengapa?" Apakah kau takut?"
"Huh, jelas kau tentu sudah tahu betapa berbahayanya tempat ini tapi mengapa kau
malah hendak menahannya disini. Apa maksudmu?" sahut Hui ing.
"Hm, kalau memang harus mati, biarlah kita mati bersama-sama!" jawab Hian song.
Hui ing tertegun, ujarnya, "Apakah itu berarti kau mencintainya?"
"Dia sudah beristri. karena dalam hidup sekarang aku tak dapat menjadi kawan
hidupnya, biarlah dia mati saja!" kata Hian song.
"Ah, tak perlulah kiranya siau sumoay menguatirkan diriku!"
Berbeda dengan Hian song, Hui ing mempunyai pandangan lain. sekalipun hatinya
sudah patus asa, namun ia tak mau mengajak pemuda itu sama sama binasa.
Melihat Hian-Song tetap hendak menahan pemuda itu, Hui ing gelisah sekali. Tiba tiba
ia mencabut pedang dan berseru, "Pui heng, jika kau masih mau mengingat hubungan kita
semasa kecil, silahkan kau lekas tinggalkan tempat ini. Beberapa saat lagi suhuku dan
ketua Beng gak akan muncul disini. Kemungkinan mereka tentu sedang menuju kemari. ."
"Eh, siapakah suhumu?" Siu-lam tertawa. Hui ing banting banting kaki karena mangkel
sekali ujarnya, "Kau ini memang betul-betul keras kepala. Masuk kedalam perangkap
maut, kau masih senyum senyum saja Ah, agaknya kau sudah bosan hidup. suhuku ia
ialah Dewa iblis Ban Thian-seng. Apakah kau mampu menyambut pukulannya."
sekalipun tak tahu kemana arah tujuan kata kata Hui-ing namun tak mau Siu-lam
dibuat gadis itu jengkel.
"Apakah sumoay juga dipaksa orang itu supaya mau menjadi muridnya?" kata Siu-lam.
"Tempat ini telah di siapkan ketua Beng gak dan suhuku untuk tempat pertemuan besar
itu. tempat ini sudah disiapkan dengan pekakas rahasia dan jebakan jebakan. Tempat ini
akan digunakan untuk mengubur seluruh tokoh-tokoh dunia persilatan"."
"Kalau kita boleh menjadi murid Ban Thian seng mengapa dia tak bolen!" Hian Song
menyeletuk. Kedua dara itu mulai berbantah serdiri. Masing masing sama menghunus pedang
seperti hendak bertempur lagi.
Buru buru Siu-lam maju ketengah mereka dan melerai. "Nanti dulu, segala apa bisa
dirunding dengan baik-baik"." ia melirik kearah Hian Song dan berkata, "Song moay,
harap memandang mukaku dan jangan berkelahi lagi"."
"Minggir!" teriak Hian-Song seraya terus menusuk Hui ing.
Terpaksa Siu-lam menghantam pedang sidara dan terus mencekal lengan Hian song.
sambil menurunkan gerak pedangnya yang terdorong kesamping, Hian-Song
menghindari sambaran tangan Siu-lam dan menjerit, "Bagus kalian berdua hendak
mengeroyok aku?" sret, sret, pedangnya cepat menusuk Siu-lam.
Siu-lam menghindar dan hendak membuka mulut. Tetapi saat itu Hui-ingpun gerakkan
pedangnya untuk menyambut serangan Hian song. Kedua dara itu bertempur lagi. Mulut
Hui ing tak henti hentinya berseru meminta Siu-lam supaya lekas tinggalkan tempat itu.
Siu-lampun mundur. Jika tak mau pergi, tentu akan menyinggung perasaan Hui ing.
Tetapi kalau menuruti perintah dara itu, hatinya tak puas dan merasa tidak bersikap
seperti seorang jantan. "Terima kasih atas pemberianmu, sumoay," akhirnya ia berseru, "tetapi aku jauh jauh
datang kemari adalah karena hendak mencari sumoay berdua. sekarang baru saja
bertemu muka dan belum sempat menuturkan semua peristiwa, mengapa sumoay terus
hendak menyuruh aku pergi?"
sekonyong konyong terdengar suitan nyaring dan berhentilah kedua nona yang
bertempur itu. samar samar terdengar suara tetabuhan musik. suara musik itu
menimbulkan suatu rasa yang aneh seolah-olah seperti melayangkan perasaan orang
kesuatu dunia yang lain. Dunia kehampaan,
Hui ing menghela napas panjang, "Sekarang engkau masih mempunyai kesempatan
setitik lagi. Kalau terlambat, kesempatan terakhir itu tentu hilang!"
sambil memandang kearah pohon tinggi, Siu-lam bertanya, "Apakah ketua Beng-gak itu
datang?" "Selain diapun Dewa iblis Ban Thian-seng juga beserta tiga puluh enam dayang gadis
gadis dan tujuh puluh dua pengawal akan datang ke sini!" sahut Hui ing.
"Apakah yang disebut tiga puluh enam dayang dan tujuh puluh dua pengawal Itu?"
"Ai, apakah engkau benar-benar tek mau lekas pergi.! Ketiga puluh enam dayang itu
rata rata memiliki kepandaian tinggi dan cantik-cantik menggiurkan orang dan ketujuh
puluh dua pengawal yang disebut dengan pangkat sucia itu, pandai sekali menggunakan
senjata rahasia yang dilumuri racun. Mereka mengenakan pakaian beraneka ragam dan
merupakan suatu barisan Pelenyap nyawa!"
suara tetabuhan itu makin mendekat dan terdengarlah suara bentakan orang.
Akhirnya Hui Ing tertawa pahit, serunya, "Ah, sudahlah, sekarang sudah terlambat jika
engkau hencak pergi!"
Entah bagaimana tiba tiba sikap Hian-Song berobah ramah kepada Hui ing, ucapnya,
"Adik mereka segera datang, lebih baik suruh dia bersembunyi di balik pohon besar itu
saja!" "Hm, sekarang engkau mulai gelisah. Tetapi mengapa tadi engkau tak mau membantu
menyuruhnya pergi?" Dua titik air mata menetes turun dari pelupuk dara itu, katanya dengan perlahan,
"Setempo aku memang benci sekali kepadanya Ingin ku makan dagingnya. Tetapi ada
kalanya aku kasihan dan rela menderita apa saja dari dia"."
suara rombongan itu makin jelas. Hian-song cepat memberi isyarat kepada Siu-lam,
suruh pemuda itu lekas bersembunyi diatas pohon dan jangan sampai tawon tawon
raksasa itu keluar. "hayo kita pura-pura berempur lagi untuk mengelabuhi perhatian mereka!" cepat dara
mengajak Hui-ing seraya terus menyerang.
Hui-ing pun menanggapi. Keduanya segera bertempur seru lagi. suara beradunya
pedang berdering menggemerincing nyaring.
"Lekas sembunyi!" bentak Hian-Song kepada Siu-lam. Pemuda itu terpaksa menurut.
sekali enjot tubuhnya, ia melambung keatas pohon besar.
Walaupun sedang berpura pura bertempur, tetapi kedua nona itu tetap memperhatikan
Siu-lam. Diam diam keduanya mengagumi kepandaian Siu-lam yang maju cepat sekali.
Memang cara Siu-lam mencapai puncak pohon tinggi itu, hebat sekali. sekali
melambung ia mencapai dua tombak tingginya. Ditengah udara, tangan kirinya menampar
dan dengan meminjam tenaga tamparan itu, tubuhnya berjumpalitan menyambar sebuah
dahan dan terus menggeliat keatas dan menyusup kedalam gerumbulan daun yang lebat.
"Ban Thian seng pernah mengatakan kepadaku bahwa pemuda itu tentu sudah mati
atau paling tidak tentu cacad. Tetapi mengapa selain masih segar bugar, kepandaiannya
malah bertambah maju pesat sekali?" Hian Song tertawa.
sambil mengangkat pedangnya, Hui ing menyahut, "Cara pertempuran ini, tentu tak
dapat mengelabui mata mereka. Lebih baik kita bertempur lagi dengan sungguh
sungguh!" "Masakan engkau mampu mengalahkah aku?" kata Hian song.
"Sekalipun tak dapat mengalahkan, tetapi belum tentu juga kalah," sahut Hui ing
seraya merobah gaya permainan pedangnya makin dahsyat.
Keduanya bertempur seru. Melihat itu Siu-lam gelisah sekali. Ia hendak loncat turun melerai tetapi tiba tiba muncul
beberapa dayang berpakaian aneh menggiring seorang wanita cantik berpakaian putih.
saat itu suara musikpun berhenti.
Siu-lam merasa wanita baju putih itu seperti ketua Beng gak. Tetapi ia samar-samar
lupa wajah wanita itu. Memang tak salah kalau Siu-iam ragu-ragu. Karena saat itu wanita tersebut
mengenakan pakaian ringkas serba hijau, luarnya ditutupi sutera putih. Padahal biasanya
ketua Beng gak itu berpakaian hitam dan mukanya ditutup kerudung hitam.
"Berhenti!" serunya dengan nada dingin. Hian Song dan Hui ingpun berhenti serentak
lalu memberi hormat kepada wanita itu dengan menyebutnya "Gak cu" atau ketua
gunung. sebutan itu sengaja diperdengarkan dengan nyaring agar Siu-lam dapat mendengarnya.
Memang yang muncul itu sip siau hong, pemimpin Beng gak yang termasyhur. setelah
membuka baju luarnya sutera putih, kini ia hanya mengenakan pakaian serba hijau.
Menilik perwujudannya, wanita itu baru berumur empat puluh tahun keatas. Tetapi
karena pandai merawat diri, tampaknya ia seperti gadis berumur dua puluhan tahun.
sepasang alis-nya yaag melengkung seperti busur, menaungi sepasang mata yang indah
sehingga memantulkan kecantikan yang gilang gemilang. Kecantikan Hian song dan Huiing
surut seketika, laksana bintang dengan rembulan.
sejenak memandang kepada keuda gadis itu berkatalah sip siau hong, "Apakah kalian
sudah lama disini?" "Kami kemari karena hendak mengadu ilmu pedang," jawab Hian song.
"Uh, tubuhmu berhias luka darah. Bukankah didaerah ini banyak tempat yang sepi,
mengapa kalian memilih disini?" tegur ketua Beng gak itu.
"Disini lebih pelik dan rindang, tentu tak diketahui orang." sahut Hui ing.
sejenak sip siau hong keliarkan pandang matanya keempat penjuru seraya tertawa,
"Apakah suhumu tak memberi tahu kepadamu bahwa tempat ini tak boleh sembarang
didatangi orang?" sebelum Hui ing menjawab, tiba tiba munculkah Ban Thian seng si Dewa iblis. Ia
berjalan dengan perlahan sekali tampaknya tetapi ternyata dalam beberapa kejab saja ia
sudah ada didepan mereka.
"Lo cianpwe"." sip siau hong menghadap orang itu seraya mengucap salam.
"Apakah yaag Gak ku hendak memberitahukan kepadaku?" kata Ban Thian seng.
"Lam koay dan Pak koay juga tiba di Khik Ciu."
Ban Thian seng menyambut keterangan ketua Beng gak itu dengan tertawa dingin,
"Kedua tua bangka itu, ternyata masih hidup."
"Kepandaian mereka amat sakti," kata sip siau hong lebih lanjut, "jika mereka benar
benar hendak hadir dalam pertemuan besar ini, kita tentu akan tambah beban berat."
Dewa iblis Ban Thian seng tertawa nyaring, "Janganlah Gak- ciu terpengaruh
kepandaian musuh, sehingga menyurutkan nyali kita sendiri. selain gurumu Lo Hian.
tokoh-tokoh lain didunia tiada yang kupandang mata lagi. sayang gurumu sudah
meninggal dunia sehingga tidak punya tanding lagi."
sip siau hong tertawa gemerincing, ujarnya, "Memang kupercaya lo cianpwe amat sakti.
Tetapi kedua Lam koay dan Pak koay itu bukanlah tokoh biasa. sebaliknya kita jangan
memandang remeh kepada mereka!"
Ban Thian seng kebutkan jubahnya lalu duduk ditanah. serunya tertawa, "Menurut
pendapatku orang tua ini, kita baik menjalankan langkah begini. Kita undang seluruh
orang gagah didunia dan para ketua partai persilatan agar datang kemari. Datang satu,
kita bunuh satu. Pemimpin partai persilatan, tokoh tokoh sakti, kita habiskan separoh
bagian. Kemudian barulah Beng gak unjuk gigi. Dengan bantuanku, kalian tentu mudah
sekali untuk mcnyapu bersih sisa sisa mereka. siasat itu paling mudah dan pasti berhasil
cepat. Tetapi ternyata Gak ciu ke liwat hati hati sekali dan memerlukan menyelenggarakan
apa yang disebut Jembatan burung Prenyak, sehingga memperlambat waktu saja!"
sip siau hong tertawa hambat, "Mungkin lo cianpwe belum tahu bahwa keadaan dunia
petsiiatan sekarang sudah hampir lumpuh. Banyak tokoh sakti dan pemimpin partai yang
mati ditanganku atau kutawan jadi budakku. Tokoh tua hampir dapat kutawan semua
tetapi tidak terduga duga dalam angkatan jago muda telah muncul seorang tunas baru"."
Ban Thian seng tertawa hina dan menukas ucapan ketua Beng gak itu, "Pada saat aku
muncul kembali didunia persilatan, pertama tama aku tertarik akan kemasyuran nama Gak
ciu yang telah dapat menguasai dunia persilatan. Maka segala kuperlukan datang ke Beng


Wanita Iblis Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gak untuk bertemu muka. Tetapi ternyata, engkau hanya bangsa penakut yang bernyali
kecil. ." seketika sepasang alis sip siau hong mengangkat kearas. suatu pertanda bahwa ia akan
bertindak. Tetapi tiba tiba ia dapat menguasai diri lagi dan tersenyum memandang Hian-
Song dan Hui ing, serunya, "Lo cianpwe, bagaimanakah dengan tingkat kepandaian kedua
murid perempuan itu?"
"Tak nanti dibawah jago pedang ternama didunia!" sahut Dewa iblis Ban Thian seng
dengan tandas. Tetapi ketika berpaling dan melihat tubuh kedua gadis itu berlumuran
darah, ia terkejut, serunya, "Hai, mengapa kalian ini?"
"Tadi aku adu ilmu pedang dengan sumoay. Karena tak keburu menguasai pedang, kita
masing masing sama terluka sebuah tusukan. Tetapi tak sampai parah. setelah beristirahat
menyalurkan darah, luka itupun sudah tak berbahaya lagi," sahut Hian song.
Ban Thian seng tertawa sinis lalu alihkan matanya kearah sip siau-houg, "Sejak beratus
tahun terakhir ini, hanya gurumu seorang yang dapat mengalahkan aku dalam hal
kepandaian dan ilmu kesaktian. Tetapi sayang, dia akhirnya harus mati ditanganmu. Hati
perempuan benar benar ganas sekali"."
sip siau hong tertawa tawar, "Jika locian-pwe tak memberi kepadaku obat racun yang
luar biasa ganasnya, sekalipun hati ingin, tetapi tetap aku tentu tak mampu melenyapkan
suhuku. Dia adalah satu-satunya duri dalam mataku. Lebih lekas lenyap, lebih baik. Tetapi
engkau telah menerima budinya berpuluh puluh tahun dan dianggap sebagai ahli
warisnya. Terapi toh sampai hati juga membunuhnya!"
Mendengar rahasia besar itu dipercakapkan oleh yang bersangkutan, hati Siu-lam
berdebar keras sekali. Buru buru ia tenangkan diri dan mengikuti pembicaraan mereka lagi
dengan seksama. sip siau hong tertawa mengikik, "Kalau locianpwe tahu bahwa hati
wanita itu ganas dan sukar diraba, mengapa engkau sendiri menerima dua orang murid
perempuan?" sejenak Ban Thian seng berpaling memandang Hian Song lalu menjawab, "Bekas jalan
yang telah dilalui suhumu, tak nanti kutempuh lagi"." tiba tiba ia berhenti bicara karena
merasa telah kelepasan omong.
Berhadapan dengan tokoh Dewa iblis yang amat sakti dan ganas itu, tampaknya sip
siau-hong kehilangan ketenangannya.
"Dengan berpura pura hendak membantu aku supaya dapat menguasai dunia persilatan
maka engkau menyuruh aku mengundang seluruh tokoh dunia persilatan dalam
perjamuan mengadu kesaktian. Tujuanmu tentulah hendak memamerkan kesaktianmu.
Pada saat saat terakhir, engkau pasti akan menindas aku"." ujarnya tajam.
Ban Thian-seng tertawa gelak gelak, "Benar". Memang tak mungkin aku sudi dibawah
perintah orang. Tujuanku menyuruhmu mengadakan pertempuran itu, memang hendak
menempatkan engkau diatas punggung harimau. sebagian besar tokoh tokoh persilatan
telah dapat engkau tawan dan jadikan budak. Engkau gunakan obat bius dan rupa rupa
siksaan untuk memperbudak mereka. Tetapi pada suatu saat daya obat bius itu hilang,
mereka tentu akan mendapat kesadaran pikirannya lagi. Mereka tentu menganggap
engkau sebagai musuh nomor satu yang harus dibunuh. Dari luar dalam mendapat
tekanan, ah, jangankan engkau, sekalipun Lo Hian masih hidup, juga tentu tak berdaya
bila menderita keadaan semacam ini!"
Tak kecewa sip siau-hong dipuja sebagai momok wanita. setelah mendengar
keterangan Ban Thian seng, sebaliknya dari marah ia malah tenang. sambil membereskan
rambutnya yang memanjang, ia tertawa, "Sebagian besar dari tokoh tokob persilatan, saat
ini sudah sama berkumpul di Khik ciu. Karena sudah naik punggung harimau, hanya satu
diantara dua pilihan yang harus ditempuh. Membunuh atau dibunuh. Dengan demikian
Patung Emas Kaki Tunggal 8 Keris Maut Karya Kho Ping Hoo Hati Budha Tangan Berbisa 13
^