Pencarian

Kembalinya Pendekar Rajawali 21

Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Sin Tiaw Hiap Lu Karya Chin Yung Bagian 21


Karena guncangan perasaan itulah seketika iapun menumpahkan darah segar.
Dengan wajah pucat lesi ia berbangkit dan bermaksud melangkah ke ruangan belakang Kong-sun Kokcu cepat berkata padanya: "Duduk saja dan jangan bergerak agat tidak mengganggu urat nadi yang lain.
" - Lalu ia berpaling kepada Nyo Ko dan berkata pula: "Sebaiknya kau pergi saja dan untuk selanjutnya janganlah datang lagi ke sini" Air mata Nyo Ko bercucuran, katanya kepada Siao-liong-li: "Kokoh, bila aku beranjak silakah kau mencaci dan memukul aku, sekalipun kau membunuh aku juga aku rela, Tapi mengapa kau tidak mau mengakui diriku lagi?" Siao-liong-li tidak menjawab, ia menunduk dan batuk pelahan beberapa kali.
Sejak tadi Kongsun Kokcu sudah murka karena ucapan Nyo Ko telah membikin Siao-liong-li muntah darah, tapi sebisanya ia bersabar, dengan suara geram ia berkata pula: "Jika kau tidak segera pergi, jangan kau menjalankan aku tidak kenal ampun.
" Tapi mata Nyo Ko hanya menatap tajam kepada Siao-liong-li dan tidak menggubris Kongsun Kokcu, ia memohon pula: "Kokoh, aku berjanji akan mendampingi kau selama hidup di kuburan kuno itu dan takkan menyesal, marilah kita berangkat sekarang.
" Pelahan Siao-liong-li mengangkat kepalanya, ia lihat sorot mata Nyo Ko penuh rasa kasih sayang yang mendalam bercampurkan rasa sedih dan cemas tak terhingga, tanpa terasa hatinya bergoncang dan timbul niatnya akan terima ajakan Nyo Ko itu, tapi segera terpikir lagi olehnya: "Tidak.
perpisahanku ini sudah kupikirkan dengan masak, bila aku tidak tahan sekejap ini, kelak pasti akan bikin susah dia selama hidup.
" Karena itu, cepat ia berpaling lagi ke arah lain dan menghela napas panjang, katanya: "Aku tidak kenal kau.
Apa yang kau katakan sama sekali aku tidak paham, sebaiknya lekas kau pergi saja !" Beberapa kalimat itu diucapkannya dengan lemah dan lirih, namun penuh mengandung kasih sayang, kecuali orang dogol semacam Be Kong-co yang sama sekali tidak merasakannya, orang-orang lain segera mengetahui bahwa perasaan Siao-liong-li terhadap Nyo Ko sesungguhnya sangat mesra, apa yang dikatakannya itu sesungguhnya bertentangan dengan pikirannya.
Sudah tentu tidak kepalang rasa cemburu Kongsun Kokcu setelah mendengar perkataan itu, meski Siao-liong-li sudah menerima lamarannya dan bersedia menjadi isterinya, tapi belum pernah nona itu mengucapkan sesuatu perkataan yang mesra padanya.
Dengan geram ia melotot kepada Nyo Ko, dilihatnya pemuda itu memang gagah dan cakap, sesungguhnya memang pasangan yang sangat setimpal dengan Siao-liong-li, ia pikir kedua muda-mudi itu mungkin memang sudah pacaran, entah pertengkaran urusan apa sehingga berpisah dan Liu-ji mau terima lamaranku, tapi jelas hatinya belum melupakan kekasihnya yang lama.
Teringat hal ini, tanpa terasa sorot, matanya memancarkan sinar kegusaran dan kebencian.
Hoan It-ong paling setia kepada sang guru, ia lihat Nyo Ko telah mengacaukan rencana pernikahan gurunya, bahkan mengakibatkan bakal ibu guru itu muntah darah dan sang guru tetap bersabar saja, segera ia tampil ke muka dan membentak: "Bocah she Nyo, jika kau tahu diri hendaklah lekas enyah dari sini, Kokcu kami tidak menyukai tamu yang tidak kenal sopan santun macam kau.
" Nyo Ko anggap tidak mendengar saja, dengan suara lembut ia berkata pula kepada Siao-liong-li: "Kokoh, apakah engkau benar-benar telah lupa kepadaku?" Gusar sekali Hoan It-ong, sebelah tangannya terus mencengkeram ke punggung Nyo Ko dengan tenaga penuh, maksudnya sekali pegang segera Nyo Ko hendak dilemparkannya keluar.
Saat itu Nyo Ko sedang bicara kepada Siao-liong-li dengan penuh perhatian, kejadian apa di luar itu sama sekali tidak dihiraukannya, ketika jari Hoan It-ong menyentuh punggungnya barulah dia terkejut dan cepat mengerahkan tenaga untuk mengerutkan badan, seketika cengkeraman Hoan It-ong mengenai tempat kosong, terdengar suara "bret" baju bagian punggung Nyo Ko telah terobek.
Karena permohonanaya yang berulang tefap tidak digubris oleh Siao-liong-li, Nyo Ko menjadi semakin cemas, apabila berada berduaan di dalam kuburan kuno, dengan sendirinya dia akan memohon dengan sabar, tapi kini berada di depan orang banyak, sedangkan Hoan It-ong terus mengganggu keruan rasa gusar Nyo Ko menjadi berpindah kepada kakek cebol itu, segera ia berpaling dari membentak: "Aku sedang bicara dengan Kokoh, kenapa kau mengganggu saja?" Dengan suara keras Hoan It-ong balas membentak: "Kokcu suruh kau enyah, kau dengar tidak" Kalau kau tetap membangkang, jangan kau salahkan kakekmu yang tidak kenal ampun lagi padamu.
" "Aku justeru tidak mau pergi, kau mau apa?" jawab Nyo Ko dengan gusar.
"Selama Kokoh masih di sini akupun akan tetap tinggal di sini.
Biarpun aku mati dan mayatku menjadi abu juga tetap kuikut dia.
" Sudah tentu ucapan Nyo Ko itu sengaja di-perdengarkan kepada Siao-liong-li.
Ketika Kongsun Kokcu itu melirik wajah si nona, tertampak air matanya berlinang dan akhirnya menetes, sungguh pedih hatinya, rasa cemburunya terhadap Nyo Ko juga semakin membakar, segera ia mengedipi Hoan It-ong dan memberi tanda agar segera melancarkan serangan maut untuk membinasakan Nyo Ko.
Tak terduga juga oleh Hoan It-ong bahwa sang guru akan menyuruhnya membunuh pemuda itu, semula dia hanya bermaksud mengusirnya saja, Tapi sang guru telah mendesaknya lagi, terpaksa ia angkat tongkatnya dan diketokkan ke lantai hingga menerbitkan suara nyaring, bentaknya : "Apa-kau benar-benar tidak takut mati?" Dalam pada itu Nyo Ko merasakan darah panas, bergolak di rongga dadanya, seperti halnya Siao liong-li, rasanya darah itu akan tertumpah keluar.
Kiranya aliran lwekang Ko-bong-pay itu sangat mengutamakan soal mengekang perasaan dan pengendalikan napsu, sebab itulah waktu Siao-liong-li diajarkan oleh gurunya dahulu, ia diharuskan menjauhi segala macam perasaan suka-duka dan pengaruh dari Iuar.
Belakangan ketika Siao-liong-li tak dapat menahan perasaannya sehingga beberapa kali ia telah tumpah darah.
Nyo Ko sendiri mendapat ajaran dari Siao-liong-li, aliran Lwekangnya sama, karena gejolak perasaannya itu, kini kaki dan tangannya terasa dingin dan darah hampir tersembur dari mulutnya.
Ia menjadi nekat ingin mati saja di hadapan sang Kokoh yang tidak mau gubris lagi padanya itu, Tapi segera terpikir olehnya: "Betapa mesranya Kokoh padaku biasanya, bahwa sekarang dia bersikap sedingin ini padaku, kuyakin pasti-ada sebab musababnya, besar kemungkinan dia mendapat tekanan dari Kokcu bangsat ini dan terpaksa tidak berani mengakui diriku.
Kalau aku tidak bersabar dan cari jalan keluar, tentu sukar menghadapi orang-orang di sini.
" Karena pikiran itu, serentak semangat jantannya timbul, ia bertekad akan melabrak musuh dan menyelamatkan Siao-liong-li keluar dari tempat berbahaya ini.
Segera ia mengumpulkan semangat dan menenangkan diri, kemudian ia tersenyum dan berkata kepada Hoan It-ong: "He, ada apa kau gembat-gembor tadi" Pegunungan sunyi seperti kuburan ini, kalau tuan muda mau datang masakah kau mampu mengalangi dan jika kuingin pergi masakah kau dapat menahan diriku?" Tadi semua orang menyaksikan keadaan Nyo Ko yang sedih dan kalap seperti orang gila, tap mendadak bisa berubah menjadi sabar dan tenang sungguh mereka sangat heran, Karena Hoart It-ong memang tiada maksud membunuh Nyo Ko sebagai mana perintah sang guru, maka tongkatnya segera disabetkan ke kaki Nyo Ko.
Kongsun Lik-oh kenal kepandaian Toasuhengnya itu sangat lihay, meski tubuhnya pendek, tap memiliki tenaga raksasa pembawaan semalam pun menyaksikan ketahanan Nyo Ko digarang di dalam rumah batu itu, Lwekangnya jelas tidak rendah, tapi mengingat usianya yang masih muda, rasanya sukar melawan permainan tongkat Toasu-hengnya, apabila kedua orang sudah bergebrak untuk menolong pemuda itu pasti sangat sukar.
Karena hasratnya ingin menolong Nyo Ko, walaupun nampak sang ayah sedang gusar, namun Kongsun Lik-oh tetap nekat dan tampil ke muka, katanya kepada Nyo Ko: "Nyo-kongcu, tiada gunanya kau buang waktu di sini dan mengorbankan jiwamu.
" Nyo Ko hanya mengangguk dan tersenyum, jawabnya: "Terima kasih atas maksud baik nona, Tapi aku ingin main-main beberapa jurus dengan si jenggot panjang ini, eh, apakah kau suka mainan kuncir, biar kupotong jenggot si cebol ini untukmu.
" Kejut sekali Kongsun Lik-oh dan tidak berani menanggapi ucapan Nyo Ko itu, ia anggap kelakar pemuda itu keterlaluan dan benar-benar sudah bosan hidup barangkali.
Dalam pada itu Hoan It-ong menjadi gusar juga karena jenggotnya itu diremehkan Nyo Ko, mendadak ia membuang tongkatnya dan melompat maju sambil membentak: "Bocah kurangajar! rasakan dulu jenggotku ini!" Belum habis ucapannya, mendadak jenggot yang panjang itu menyabet ke muka si Nyo Ko.
Aembari berkelit Nyo Ko berkata dengan tertawa: "Lo-wang-tong tidak berhasil memotong jenggotmu, biarlah akupun mencobanya.
" Segera ia mengeluarkan gunting raksasa dari rangselnya terus menggunting, Tapi sekali miringkan kepalanya, Hoan It-ong putar jenggotnya terus menghantam kepala lawan dengan kekuatan yang hebat.
Cepat Nyo Ko melompat ke samping, sebalikya guntingnya terus membalik dan "creng", guntingnya telah mengatup.
Kejut Hoan It-ong tak terkatakan, secepat kilat ia berjumpalitan ke belakang, sedikit ayal saja jenggotnya pasti sudah tergunting putus.
Sebenarnya gunting Nyo Ko itu dia pesan dari Pang Bik-hong untuk digunakan melawan senjata kebut Li Bok-chiu, untuk itu dia sudah mempelajari gaya permainan kebut lawan dan cara, bagaimana guntingnya harus bekerja.
Siapa tahu Li Bok-chiu yang diharapkan itu belum pernah bertemu, kini guntingnya harus menghadapi si kakek cebol yang menggunakan jenggot panjang sebagai senjata.
Nyo Ko sangat senang, ia yakin betapapun lihaynya jenggot si kakek juga pasti tidak lebih lihay daripada kebut Li Bok-chiu, karena itu dia tidak menjadi gentar, guntingnya terus mendesak lawan.
Hoan It-ong sendiri sudah lebih 30 tahun menggunakan jenggotnya sebagai senjata, apalagi kedua tangannya juga ikut menyerang, tentu saja tambah lihay.
Malahan Ciu Pek-thong yang maha sakti itupun tidak berhasil menggunting jenggot Hoan It-ong, maka semua orang menyangka Nyo Ko pasti juga akan gagal.
Tak terduga permainan gunting Nyo Ko ternyata lebih lincah dan hidup serta lain dari pada Ciu Pek-thong.
tentu saja hal ini membikin semua orang merasa heran, Padahal bukanlah Nyo Ko lebih tinggi ilmu silatnya daripada Ciu Pek-thong, soalnya sebelum itu dia sudah mempelajari gaya permainan kebut Li Bok-chiu dan sudah merancangkan cara bagaimana akan menggunakan guntingnya, sedangkan gerakan jenggot Hoan It-ong justeru hampir sama dengan permainan kebut Li Bok-chiu, maka sekali Nyo Ko mulai memainkan guntingnya, dengan sendirinya terasa sangat lancar dan berada di atas angin.
Begitulah beberapa kali jenggot Hoan It-ong tampak kena digunting putus, kini ia tak berani lagi meremehkan Nyo Ko yang masih muda itu.
Segera, ia ganti serangan jenggotnya disertai dengan pukulan yang dahsyat, terkadang sabetan jenggotnya cuma gerak pura-pura, lalu disusul dengan pukulan lihay sungguhan tapi ada kalanya pukulannya cuma pancingan, lalu jenggotnya menyabet, sungguh kepandaian yang luar biasa dan lain daripada yang lain.
Setelah beberapa puluh jurus lagi, diam2 Nyo Ko mulai gelisah, ia pikir Kokcu she Kongsun itu jelas manusia culas dan kejam, ilmu silatnya pasti juga jauh di atas kakek cebol ini, kalau muridnya tak dapat dikalahkan lalu cara bagaimana melawan gurunya nanti" Nyo Ko coba memperhatikan gerak-gerik lawan, tertampak kelakuan kakek cebol itu sangat lucu dikala menggoyangkan kepala untuk menya-betkan jenggotnya, semakin keras sabetan jenggot-nya, semakin lucu pula kepalanya itu bergoyang.
Tiba-tiba hari Nyo Ko tergerak ia telah menemukan cara mematahkan serangan lawan itu, "cret", ia katupkan guntingnya sambil melompat mundur dan berseru: "Berhenti dulu !" Hoan It-ong tidak mengudaknya, ia bertanya: "Adik cilik jika kau menyerah kalah, nah lekas pergi saja dari sini!" Tapi Nyo Ko menggeleng dan menjawab: "Aku ingin tanya, setelah jenggotmu ini dipotong, berapa lama baru dapat tumbuh lagi sepanjang itu?" "Itu bukan urusanmu?" sahut Hoan lt-ong dengan gusar.
"Selamanya aku tidak pernah cukur!" "Sayang, sayang ! sungguh sayang!" ujar Nyo Ko sambil menggeleng.
"Sayang apa ?" tanya Hoan It-ong melengak.
"Cukup di dalam tiga jurus saja segera jenggotmu yang panjang ini akan kugunting putus," kata Nyo Ko.
Mana Hoan It-ong mau percaya dalam tiga-jurus saja dirinya akan dikalahkan oleh Nyo Ko, bukankah sejak tadi mereka sudah bergebrak beberapa puluh jurus" Dengan pusar ia membentak: "Lihat seranganku!"--Sebelah tangannya segera memukul.
Cepat Nyo Ko menangkis dengan tangan kiri, gunting di tangan kanan balas menghantam batok kepala lawan, perawakan Nyo Ko lebih tinggi, untuk memukul lawan dengan sendirinya mesti dari atas ke bawah, karena itu Hoan I-ong memiringkan kepalanya untuk menghindar, tak terduga tangan kiri Nyo Ko lantas menghantam pula kepeIipis kanannya, untuk mengelak terpaksa Hoan It-ong memiringkan kepala lagi, tapi lantaran serangan lawan teramat cepat dan caranya memiringkan kepala juga sangat cepat, dengan sendirinya jenggotnya yang panjang itu ikut tergertak ke atas, padahal gunting Nyo Ko sudah disiapkan di sebelah kanannya "cret", tanpa ampun lagi jenggotnya tergunting sepanjang setengah meter.
Semua orang menjerit kaget, ternyata benar Nyo Ko telah memotong jenggot Hoan It-ong hanya dalam tiga jurus saja seperti apa yang dikatakan sebelumnya tadi.
Kiranya menurut pengamatan Nyo Ko tadi, diketahuinya apabila Hoan It-ong hendak menyabet dengan jenggotnya ke kiri misalnya, maka kepalanya pasti meleng dulu ke sebelah kanan, jika jenggot hendak menyabet ke atas, maka kepala tentu menunduk lebih dulu.
Dari situlah dia menetapkan siasatnya untuk memotong jenggot lawan harus pura-pura menghantam kepalanya dengan begitu barulah dia berani sesumbar akan menggunting jenggot lawan dalam tiga jurus saja.
Hoan It-ong terkesima sejenak, ia merasa sayang dan murka pula karena jenggot yang sudah dirawatnya selama hidup itu telah digunting begitu saja, Cepat ia samber kembali tongkatnya, dengan kalap ia serampang pinggang Nyo Ko.
Waktu masuk tadi Be Kong-co telah dijatuhkan oleh jenggot Hoan It-ong, maka ia sangat senang melihat jenggot orang terguling putus, serunya sambil tertawa: "He, Hoan cebol, tampangmu memangnya jelek, tanpa jenggotmu itu kau menjadi semakin buruk rupa!" Hoan It-ong tambak gemas sehingga serangannya bertambah dahsyat pula.
Selama Nyo Ko bergebrak dengan Hoan It-ong, yang dipikirkan hanya jenggot orang saja sehingga belum diketahui sampai dimana kekuatan yang sesungguhnya, kini menghadapi tongkat lawan, ia ingin tahu bagaimana tenaganya, ketika tongkat lawan menyabet tiba, segera ia menangisnya dengan gunting, "trang", lengan terasa kesemutan dan gunting raksasa itu telah bengkok.
Hanya satu jurus itu saja gunting itu sudah tak dapat digunakan lagi.
Melihat perubahan itu, Kongsun Lik-oh menguatirkan pula keselamatan Nyo Ko, cepat ia berseru: "Nyo-kongcu, tenagamu tidak memadai Toasuhengku, buat apa kau menempurnya lagi?" Kegusaran Kongsun Kokcu bertambah sengit karena puterinya berulang kali membela orang luar, ia pelototi anak perempuannya itu, tertampak si nona mengawasi -Nyo Ko dengan penuh perhatian, ketika ia memandang Siao-liong-li, tertampak sikapnya hambar saja se-akan2 tidak ambil pusing terhadap keselamatan Nyo Ko.
Karena itu Kong-sun Kokcu menjadi girang, ia pikir Siao-liong-li ternyata tidak mencintai Nyo Ko, terbukti keselamatan pemuda itu sedikitpun tidak dihiraukannya.
Padahal Siao-Iiong-Ii cukup kenal kepintaran dan kecerdikan Nyo Ko, ilmu silatnya juga pasti tidak dibawah Hoan-It-ong, ia yakin pertarungan mereka pasti akan dimenangkan pemuda itu, makanya ia sama sekali tidak berkuatir.
Dalam pada itu Nyo Ko telah membuang guntingnya yang sudah bengkok itu, lalu berkita: "Hoan-heng, kau pasti bukan tandinganku lebih baik kau menyerah saja!" Dengan gusar Hoan It-ong menjawab: "Asalkan kau sanggup mengalahkan tongkatku ini, segera aku membunuh diri!" Berbareng tongkatnya terus mengemplang sekerasnya.
Namun sedikit Nyo Ko miringkan tubuhnya, tongkat itu jatuh disebelahnya, sekali kaki kiri Nyo Ko menginjak, dengan tepat batang tongkat itu terpijak.
Sekuatnya Hoan It-ong mengangkat tongkatnya ke atas, tapi tubuh Nyo Ko juga lantas mengikuti gerakan tongkat itu dan terbawa ke udara, dengan mantap ia berdiri diatas tongkat dengan satu kaki, yaitu kaki kiri.
Beberapa kali Koan it-ong menggerakkan tongkatnya agar Nyo Ko tergetar jatuh, tapi tak berhasil.
Dengan murka Hoan It-ong hendak memutar tongkatnya, tapi Nyo Ko keburu melangkah maju melalui batang tongkatnya.
Keruan gerakan aneh Nyo Ko ini sangat mengejutkan Hoan It-ong, sementara itu Nyo Ko sudah melangkah maju lagi satu tindak, mendadak kaki kanan melayang ke depan untuk menendang hidung-nya.
Keadaan Hoan It-ong menjadi serba salah, musuh seperti melengket pada batang tongkatnya, kalau dirinya melompat mundur sama juga seperti membawa musuh lebih maju, kalau tidak melompat mundur jelas sukar menghindarkan tendangan lawan, sedang kedua tangan memegangi tongkat dan tak dapat digunakan menangkis, apalagi jenggotnya sudah tergunting sehingga tiada senjata buat menghela diri lagi.
Dalam keadaan kepepet, terpaksa ia membuang tongkatnya dan melompat mundur untuk menghindari tendangan musuh, "trang", ujung tongkat mengetok lantai, ujung lain belum lagi jatuh sudah keburu dipegang oleh Nyo Ko.
Be Kong-co, Nimo Singh dan lainnya bersorak memuji.
Segera Nyo Ko ketokkan tongkat rampasannya itu ke lantai dan bertanya dengan tertawa "Apa abamu sekarang " Muka Hoan It-ong merah padam, jawabnya penasaran: "Kau main licik, aku tetap tidak merasa kalah !" "Baik, boleh kita coba lag" ujar Nyo Ko sambil melemparkan tongkat kepada Hoan It-ong.
Ketika Hoan It-ong hendak menangkap tongkat itu, tak terduga mendadak tongkat itu melompat ke atas sehingga tangan Hoa It-ong menangkap angin, sekali ulur tangannya kembali Nyo Ko samber lagi tongkat itu.
Serentak Be Kong-co dan lainnya bersorak pada lebih keras, sebaliknya muka Hoan It-ong semakin merah padam.
Kim-lun Hoat-ong dan In Kek-si saling pandang dengan tersenyum, diam-diam mereka memuji kepintaran Nyo Ko.
Kemarin mereka menyaksikan Ciu Pek-thong menimpuk orang dengan ujung tombak yang patab, tapi ujung tombak itu bisa berubah arah di tengah jalan sebelum mencapai sasarannya, jelas Nyo Ko telah menirukan cara Ciu Pek-thong itu.
Dengan sendirinya Kongsun Kokcu dan anak muridnya tidak mengetahui seluk-beluk itu, mereka menjadi kaget dan heran atas kepandaian Nyo Ko.
"Bagaimana, apakah perlu satu kali lagi ?" tanya Nyo Ko dengan tertawa.
Hoan It-ong merasa terguntingnya jenggot dan terampasnya tongkat adalah karena tertipu oleh kelicikan lawan, dengan sendirinya ia tidak mau mengaku kalah.
Dengan suara keras dan gemas ia menjawab: "Jika kau dapat mengalahkan aku dengan kepandaian sejati barulah aku menyerah padamu.
" "Ilmu silat harus mengutamakan kecerdikan," jengek Nyo Ko, "gurumu sendiri teramat tolol, anak muridnya dengan sendirinya goblok, makanya aku memberi nasehat lebih baik kau cari guru lain yang lebih pandai saja," jelas ucapannya ini sama saja memaki Kongsun Kokcu.
Keruan Hoan It-ong bertambah murka, dengan nekat ia menerjang maju.
Dengan melintangkan tongkat Nyo Ko angsurkan senjata rampasannya itu kepada si kakek sambil berkata : "Sekali ini kau harus hati-hati, kalau sampai kurebut lagi jangan kau sesalkan orang.
" Hoan It-ong tidak berani menjawab, ia genggam tongkat sekencangnya dan siap siaga, ia pikir untuk dapat merampas lagi tongkat kecuali kau potong sekalian tanganku ini.
"Awas ! " terdengar Nyo Ko berseru sambil menubruk ke depan, tahu-tahu tangan kirinya sudah menempel ujung tongkat lawan, berbareng jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan terus menyolok kedua mata musuh, malahan kaki kirinya juga ikut menginjak batang tongkat.
Inilah jurus "Go kau-toat-tiang" (merampas tongkat dari mulut anjing galak), suatu jurus maha sakti dari Pakkau-pang-hoat kebanggaan K,ay-pang itu.
Dahulu ketika pertemuan besar Kay-pang (kaum pengemis)-di Kue-san, dengan jurus inilah Ui Yong telah merebut tongkat penggebuk anjing dari tangan Nyo Kong (ayah Nyo Ko) dan jadilah dia ketua Kay-pang yang disegani.
Cara merebut senjata lawan dengan jurus sakti itu boleh di katakan tidak pernah meleset, seratus kali tembak seratus kali kena.
Kalau dua kali yang duluan Nyo Ko berhasil merebut tongkat lawannya, walaupun caranya juga aneh, tapi gerakannya dapat diikuti dengan jelas oleh penonton, tapi sekali ini bahkan Hoa It-ong sendiri tidak tahu bagaimana caranya, sekejap mata saja tahu-tahu tongkatnya sudah berpindah ke tangan musuh.
"Nah, cebol tua, sekali ini kau takluk tidak?" seru Be Kong-co.
"Dia pakai ilmu sihir dan bukan kepandaian sejati, mana aku mau menyerah ?" jawab Hoan lt-ong penasaran.
"Habis cara bagaimana baru kau mau takluk?" tanya Nyo Ko dengan tertawa.
"Kecuali kau merobohkan aku dengan kepandaian sejati," sahut Hoan It-ong.
Nyo Ko mengembalikan lagi tongkatnya dan berkata: "Baikiah, kita boleh coba-coba lagi beberapa jurus" Hoan It-ong sudah kapok terhadap cara orang merebut senjatanya dengan bertangan kosong, ia pikir sebaiknya bertanding senjata saja.
Segera ia berkata pula: "Aku sendiri menggunakan senjata sebesar ini, sebaiknya kau bertangan kosong, andaikata aku menang juga kau merasa penasaran.
" "Jelas kau sudah kapok pada caraku merebut senjatamu dengan bertangan kosong," ujar Nyo Ko dengan tertawa, "Baiklah, biar akupun menggunakan senjata untuk melayani kau.
" ia coba memandang sekeliling ruangan, dilihatnya dinding sekitarnya tiada sesuatu pajangan apapun, apalagi senjata yang dapat digunakan Hanya di halaman sana ada dua pohon Liu dengan ranting pohon yang berlambaian menghijau permai.
Ia pandang sekejap kepada Siao-liong-li dan berkata: "Kau ingin she Liu, biarlah kugunakan ranting pohon liu sebagai senjata," Segera ia melompat ke halaman sana dan mengambil sepotong ranting liu yang bulat tengahnya sekira tiga senti dan panjang satu meteran sehingga mirip pentung penggebuk anjing milik Kay-pang, mana daun Liu tidak dihilangkannya dari ranting itu sehingga kelihatannya lebih luwes.
Diam-diam Hoan It-ong sangat mendongkol, ternyata Nyo Ko tidak menggunakan senjata yang umum, sebaliknya memakai ranting kayu seperti mainan anak kecil saja, cara ini jelas sangat meremehkan dia.
Sementara itu Be Kong-co telah berseru: "Adik Nyo, kau pakai golokku ini!" Segera pula ia melolos goloknya sehingga memancarkan cahaya kemilauan, sungguh sebatang golok-pusaka yang tajam.
"Terima kasih," kata Nyo Ko, "Si cebol ini belum mendapatkan guru sakti, kepandaiannya masih terbatas, ranting kayu ini saja sudah cukup untuk mengajar dia," Tidak kepalang gusar Hoan It-ong dengan nada ucapan Nyo Ko itu kembali menghina nama baik gurunya, ia pikir pertarungan selanjutnya tidak ada ampun lagi.
Segera ia putar tongkatnya dengan kencang, ia mainkan ilmu tongkat "Boat-cui-tiang-hoat (permainan tongkat gebyur air) yang meliputi 9 x 9 81 jurus.
Permainan tongkatnya itu disebut "gebyur air" maksudnya air digebyurkan juga takkan tembus, suatu tanda betapa kencang dan rapat putaran tongkatnya itu.
Semula angin tongkatnya menyamber dahsyat, tapi setelah belasan jurus, lambat-laun terasa arah tongkatnya rada tergeser ujung tongkatnya.
Kiranya Nyo Ko telah menggunakan gaya "lengket" dari Pak - kau - pang - hoat, ujung ranting kayu menempel pada ujung tongkat, ke timur tongkat itu mengarah, ke timur pula ranting kayunya mengikut dan begitu pula seterusnya, tapi berbareng itu dia tambahi tenaga betotan atau tolakan menurut gerakan tongkat lawan sehingga mau-tak-mau ujung tongkat selalu tergeser arahnya.
ilmu ini adalah sejalan dengan "Si-nio-boat-jian-kin" (empat tahil menolak ribuan kati), sejenis ilmu "pinjam tenaga musuh untuk menghantam musuh sendiri) yang pasti diyakinkan oleh setiap jago silat.
Gaya "lengket" dalam ilmu permainan pentung kaum Kay-pang itu diciptakan juga menurut kunci ilmu silat tadi, gayanya bagus dan tenaganya sukar diukur.
Tentu saja Kongsun Kokcu semakin heran sama sekali tak terduga olehnya bahwa seorang muda belia bisa memiliki ilmu sakti sehebat itu.
Dilihat nya tenaga pada tongkat Hoan It-ong semakin lemah, sebaliknya kekuatan pada ranting kayu Nyo Ko bertambah dahsyat, belasan jurus lagi seluruh badan Hoan It-ong sudah terkekang oleh setiap gerakan ranting kayu anak muda itu, semakin kuat Hoan It-ong putar tongkatnya, semakin berat pula rasanya untuk menguasai diri sendiri.
Sampai akhirnya dia merasa seperti tersedot ke tengah pusaran angin lesus yang dahyat sehingga kepala terasa pusing dan pandangan kabur.
"Mundur, It-ong!" mendadak Kongsun Kokcu menepuk meja sambil berseru, suaranya menggelegar mengagetkan orang.
Hati NyoKo juga terkesiap, ia pikir masakah begitu mudah muridmu akan lolos dari tanganku, Sedikit tangannya bergerak, dan gaya "lengket" dia ganti dengan gaya "putar", ia berdiri tegak, tapi pergelangan tangannya terus bergerak dalam putaran kecil sehingga Hoan It-ong ikut terbawa dari kiri ke kanan dan berputar dengan cepat seperti gasingan.
Semakin cepat Nyo Ko putar tangannya, semakin kencang pula putaran Hoan It-ong, tongkat baja yang dipegangnya itu juga berputar menegak seperti poros gasingan saja.
"Kau sanggup berdiri tegak tanpa roboh, betapapun kau terhitung jagoan!" seru Nyo Ko sambil menyesakkan ranting kayunya ke atas, lalu ia melompat mundur.
Dalam pada itu lahir batin Hoan It-ong serasa tak terkuasai Iagi, langkahnya semponyongan, kalau berputar beberapa kali lagi pasti akan terbanting roboh.
Se-konyong2 Kongsun Kokcu melompat ke atas, selagi terapung di udara, sebelah tangannya terus menggablok ujung tongkat, lalu melompat kembali ke tempatnya semula dengan enteng.
Gablokannya kelihatan pelahan, tapi membawa tenaga maha dahsyat, kontan tongkat baja itu ambles ke tanah hampir semeter dalamnya dan seketika tidak berputar Iagi.
Dengan berpegangan pada tongkat itu barulah Hoan It-ong tidak jadi jatuh, namun begitu tubuhnya tetap terhuyung kian kemari laksana orang mabuk.
Siau-siang-cu, In Kik-si dan lainnya sebentar memandang Nyo Ko, lain saat memandang Kongsun Kokcu, mereka pikir kedua orang ini sama hebatnya dan sukar ditandingi, biarkan saja keduanya saling genjot, bahkan mereka berharap kedua orang itu mampus semua.
Hanya Be Kong-co saja yang berhati polos, jika bisa ia ingin membantu Nyo Ko.
Mendadak Hoan It-ong berlari dan berlutut di hadapan sang guru, ia menyembah beberapa kali, tanpa bicara kepalanya terus dibenturkan ke tiang rumah.
Perbuatannya ini sungguh tak terduga oleh siapapun, tiada yang menyangka bahwa watak kakek cebol itu ternyata begitu keras, kalah bertanding terus menempuh jalan pendek dengan membunuh diri.
Kongsun Kokcu menjerit kaget sambil meloncat maju untuk menjambret punggung Hoan It-ong tapi lantaran jaraknya terlalu jauh, pula benturan Hoan Itong itu dilakukan dengan sangat cepat, jambretnya itu ternyata luput.
Sementara itu kepala Hoan It-ong telah dibenturkan dengan sepenuh tenaga, tampaknya kepalanya pasti akan pecah berantakan Tapi mendadak terasa tempat yang terbentur oleh batok kepalanya itu sangat lunak, empuk seperti kasur.
Waktu ia menengadah, terlihat Nyo Ko telah berdiri di depannya dengan menjulurkan kedua tangannya, rupanya pemuda ini berdiri paling dekat dengan Hoan It-ong, ketika melihat gerak-gerik kakek itu mencurigakan segara ia bersiap dan sempat mengadang di depan untuk menyelamatkannya.
"Hoan-heng, apakah kau tahu kejadian apa yang paling menyedihkan di dunia ini?" tanya Nyo Ko.
"Apa itu?" Hoan It-ong balik bertanya dengan melenggong.
"Akupun tidak tahu. " ujar Nyo Ko dengan pedih, "Hanya duka hatiku berpuluh kali lebih hebat daripadamu, sedangkan aku sendiri belum lagi bunuh diri, mengapa kau malah melakukan hal demikian?" "Kau menang bertanding, apa yang membuatmu berduka?" kata Hoan It-ong.
Nyo Ko menggeleng jawabnya: "Kalah atau menang bertanding bukan soal bagiku, selama hidupku ini entah sudah berapa kali dihajar orang.
Yang jelas betapa cemas dan kuatirnya gurumu ketika melihat kau hendah membunuh diri, kalau aku yang membunuh diri tapi guruku sama sekali tidak ambil pusing.
inilah hal yang paling menyedihkan bagiku.
" Belum lagi Hoan It-ong paham apa yang dimaksudkan si Nyo Ko, terdengar Kongsun Kokcu membentaknya:" It-ong; jika kau berbuat bodoh lagi berarti kau tidak taat kepada perintah garu, Kau berdiri saja disamping sana, saksikan gurumu membereskan bocah ini.
" Hoan It-ong paling hormat kepada sang guru, ia tak berani membantah dan segera berdiri ke sana sambil melotot kepada Nyo Ko.
Mendengar Nyo Ko mengatakan kalau dia membunuh diri juga gurunya tidak ambil pusing seketika mata Siao-Iiong-li basah ber-kaca2, pikirnya: "Jika kau mati, masakah aku mau hidup sendiri?" Setiap selang sejenak Kongsun Kokcu tentu memandang sekejap kepada Siao-liong-li untuk mengawasi gerak-geriknya, ketika mendadak nampak si nona hendak meneteskan air mata lagi segera ia menepuk tangan tiga kali dan berseru: "Tangkap bocah ini!" Tepuk tangan tiga kali adalah tanda perintah kepada anak muridnya, Rupanya Kongsun Kokcu ingin menjaga harga diri dan merasa tidak sesuai untuk bertempur dengan anak muda seperti Nyo Ko.
Begitulah anak muridnya serentak mengiakan, 16 orang terbagi berdiri di empat sudut, setiap empat orang lantas membentangkan sebuah jaring ikan.
Datangnya Nyo Ko berombongan dengan Kim-lun Hoat-ong dan lain2, kalau persoalannya sudah lanjut begini, pantasnya Kim-lun Hoat-ong harus membuka suara untuk melerai, tapi dia cuma tersenyum dingin saja dan tetap menonton belaka.
Kongsun Kokcu tidak tahu maksud sikap Hoat-ong yang tak acuh itu, ia kira orang mengejeknya takkan mampu menandingi Nyo Ko, diam-diam ia mendongkol dan hendak memperlihatkan kemahirannya.
Segera ia menepuk tangan lagi tiga kali, serentak ke-16 anak muridnya tadi bergeser bertukar tempat sehingga lingkaran kepungan mereka terhadap Nyo Ko semakin ciut.
Melihat empat jaring lawan semakin mendekat, seketika Nyo Ko menjadi bingung dan tak berdaya, Ciu Pek-thong yang maha sakti itu saja tertawan oleh jaring lawan apalagi diriku" Pula Ciu Pek-thong cuma berusaha meloloskan diri saja dan dapat melemparkan Be Kong-co dan Hoan It-ong ke dalam jaring, lalu dia berhasil kabur sebaliknya sekarang aku justeru ingin tinggal di sini dan, tak ingin lari.
Terdengar diantara anak murid Cui-sian-kok berseragam hijau itu ada yang bersuit, empat buah jaring mereka serentak bergeser lagi berganti posisi, sebentar bersilang, lain saat melintang atau menegak, mendatar atau menyerang dan terus mendesak maju.
Seketika sukar bagi Nyo Ko untuk melanyani kepungan jaring2 itu, terpaksa ia berputar kayun lari di ruangan itu, dengan Ginkang maha tinggi aliran Ko-bong-pay ia terus melayang kian kemari, ia menghindari pertarungan dari depan, tapi berusaha membuat musuh merasa bingung dan tak dapat meraba ke mana dia hendak bergeser Namun ke-16 orang itu ternyata tidak ikut berputar seperti Nyo Ko melainkan terus memper-sempit kepungan mereka.
Sambil berlari Nyo Ko memeriksa pula tempat kelemahan barisan musuh, setelah mengikuti beberapa kali perubahan, segera dapat ditarik kesimpulan bahwa barisan jaring musuh itu menirukan jaring labah2, biasanya labah2 bersembunyi lebih dulu, kalau musuh sudah terjebak barulah mangsanya ditangkap.
ia pikir untuk memboboI-nya harus digunakan senjata rahasia.
Maka sambil berputar cepat segera ia menyiapkan segenggam Giok-hong-ciam (jarum tawon putih), ketika empat orang di sebelah kiri mulai mendekat, mendadak tangannya bergerak, tapi yang diincar justeru empat orang di sebelah kanan.
Senjata rahasia jarum lembut ini biasanya tak pernah meleset, apalagi jaraknya sekarang sangat dekat, Nyo Ko yakin keempat orang itu pasti akan termakan oleh jarumnya itu.
Tak terduga gerakan keempat orang itupun sangat cepat, begitu nampak tangan lawan bergerak serentak mereka mengangkat jaringnya ke atas, terdengarlah suara gemerincing nyaring pelahan.
Jarum2 itu tersedot seluruhnya oleh jaring.
Kiranya jaring itu teranyam dari benang emas dan baja yang sebagian bertenaga semberani yang amat kuat, sekali jaring itu dibentangkan, betapapun lihay senjara rahasia lawan tentu akan tertahan seluruhnya.
Nyo Ko mengira serangannya pasti berhasil tak terduga jaring musuh ternyata memiliki daya guna sehebat itu, dalam seribu kesibukannya ia sempat melotot kearah Kongsun Kokcu, ia pikir orang ini sungguh maha lihay dan dapat menciptakan senjata yang begitu aneh.
Gagal dengan rahasianya, terpaksa Nyo Ko memikirkan jalan lain untuk membobol kepungan musuh.
Sementara itu jaring lawan sebelah kanan sudah mendekat, sekali pimpinannya berseru, terlihatlah gemerdepnya cahaya, sehelai jaring terus menyambar tiba.
Segera Ny Ko mengegos dan bermaksud menerobos ke sebelah sana, tapi jaring depan dan belakang juga menubruk tiba bersama.
Mau-tak-mau Nyo Ko mengeluh juga, ia pikir sekali ini diriku pasti akan disiksa habis-habisan oleh Kokcu jahanam ini apabila aku sampai tertawan olehnya.
Selagi Nyo Ko berkuatir, tiba-tiba terdengar seorang pemegang jaring di belakang menjerit, waktu dia menoleh, dilihatnya Kongsun Lik-oh telah jatuh tersungkur, ujung jaring yang dipegangnya menjadi tertarik juga ke bawah.
Itulah suatu peluang ditengah barisan jaring musuh, tanpa pikir lagi Nyo Ko, secepat kilat ia melompat ke sana dan menerobos keluar dari kepungan musuh, Sekilas dilihatnya Kongsun Lik-oh lagi merintih kesakitan, tapi berulang nona itu memberi isyarat kedipan mata agar Nyo Ko lekas lari meninggalkan tempat berbahaya itu.
Tergerak hati Nyo Ko, pikirnya: "Nona ini telah menyelamatkan diriku dengan mengorbankan dirinya, budi kebaikannya sungguh sukar kubalas, Jika kupergi begini saja, tentu Kokoh akan menikah dengan Kokcu jahanam itu, Biarlah ku-labrak dia dengan mati-matian, andaikata tertawan dan tersiksa juga takkan kutinggalkan tempat ini.
" Berkorban bagi cinta suci, matipun dia tidak menyesal.
Dia terus berdiri di ujung ruangan sana sambil menatap tajam kepada Siao-liong-Ii, ia pikir masakah kau sama sekali tidak ambil pusing menyaksikan aku bergumul dengan malapetaka yang akan menimpa diriku ini.
Terlihat Siao-liong-li tetap menunduk tanpa bersuara.
Akan tetapi rasa sedih dan duka nestapa dalam hatinya saat itu sesungguhnya jauh melebihi Nyo Ko.
Kalau Nyo Ko tanpa tedeng aling-aling mengutarakan isi hatinya secara terus terang, biarpun menderita juga tekanan batinnya sudah terlampiaskan sebagian.
Tapi Siao-liong-li hanya tutup mulut saja, padahal dalam hati penuh rasa kasih sayang kepada pemuda, namun pemuda itu mana bisa mengetahuinya.
Dalam pada itu Kongsun Kokcu telah menepuk tangan lagi dua kail keempat jaring ikan yang terbentang tadi serentak mundur, Lalu katanya terhadap Kongsun Lik-oh.
"Mengapa kau ?" "Kakiku mendadak kejang dan kesakitan," jawab Kongsun Lik-oh.
Sudah tentu Kongsun Kokcu tahu puterinya jatuh hati kepada Nyo Ko sehingga pada detik yang menentukan tadi sengaja memberi peluang kepada pemuda itu untuk lolos, Lantaran dihadapan orang luar, ia merasa tidak enak untuk mengumbar rasa gusarnya, segera ia mendengus dan berkata.
"Baik, kau mundur saja.
Capsiji maju, gantikan tempatnya !" Dengan Kepala menunduk Kongsun Lik-oh mengundurkan diri, sedangkan seorang anak muda yang rambutnya dikucir dua mengiakan maju dan memegang ujung jaring yang dipegang Kongsun Lik-oh tadi.
Kongsun Lik-oh sempat melirik sekejap kepada "Nyo Ko dengan penuh rasa menyesal.
Diam2 Nyo Ko merasa bersalah dan menyesal juga tak dapat memenuhi maksud baik si nona yang sengaja hendak menolongnya itu.
Kembali Kongsun Kokcu bertepuk tangan lagi empat kali, mendadak ke-16 anak muridnya tadi mengundurkan diri ke ruangan dalam, Nyo Ko melengak, ia heran apakah orang mengaku kalah begitu saja" Ketika ia berpaling, dilihatnya air muka Kongsun Lik-oh penuh rasa cemas dan kuatir serta berulang memberi isyarat pula kepadanya agar lekas melarikan diri saja.
Melihat sikap nona itu, tampaknya sebentar lagi bakal datang bencana maut yang sukar dihindarinya.
Nyo Ko hanya tersenyum, sebaliknya ia seret sebuah kursi, lalu duduk di situ.
Dalam pada itu terdengar di ruangan dalam ada suara gemerincing nyaring, sejenak kemudian ke-16 anak murid tadi telah muncul lagi, tangan mereka tetap memegangi jaring, Hanya saja jaring mereka sudah berganti dengan jaring yang penuh terpasang kaitan dan pisau kecil, melihat sinarnya yang gemerlapan, jelas kaetan dan pisau2 itu sangat tajam, asal terkurung ditengah jaring, tentu seluruh tubuh akan tersayat dan mustahil bisa hidup lagi.
Segera Be Kong-co berteriak "He, sahabat Kokcu, mengapa kau menggunakan senjata sekeji itu terhadap tamu, kau tahu malu tidak?" Sambil menuding Kyo Ko, Kongsun Kokcu berkata: "Bukan keinginanku hendak membunuh kau, soalnya berulang kali telah kusuruh kau pergi saja dari sini dan kau tidak mau.
" Betapapun Be Kong-co juga ngeri melihat ke-empat jaring yang berkait tajam itu, segera ia berbangkit dan menarik "Nyo Ko, katanya: "Adik Nyo, orang busuk macam begini sebaiknya kita jauhi saja, buat apa kau merecoki dia lagi?" Nyo Ko tidak menjawab, ia menatap ke arah Siao-liong-li dan ingin dengar apa yang dikatakan si nona.
Siao-liong-li sendiri memang merasa bimbang, Bahwa dia mau menikah dengan Kongsun Kokcu adalah karena dia berterima kasih atas pertolongan jiwanja, pula tempat kediamannya yang indah permai dan terpencil ini juga cocok sebagai tempat untuk menghindari pencarian Nyo Ko, apalagi setelah berdiam beberapa hari, ia merasa sang Kokcu adalah seorang yang berpengetahuan luas dan pandai, jelas seorang yang serba pintar, maka sedikit banyak timbul juga rasa sukanya dam merasa mantap untuk hidup bersamanya.
Siapa tahu dunia yang luas ini terkadang juga seperti sangat ciut, justeru Nyo Ko bisa muncul ditanah sunyi ini.
Kini menyaksikan Kongsun Kokcu mengeluarkan barisan jaring berkait itu, ia pikir Nyo Ko pasti tak terhindar dari kematian, iapun sudah bertekad, asalkan Nyo Ko terkurung oleh jaring, segera ia sendiripun akan menubruk ke atas jaring itu untuk mati bersama pemuda itu.
Berpikir sampai disini tanpa terasa ia tersenyum simpul dan berhati lega.
Sudah tentu lika-liku yang dipikir Sian-liong-li itu tidak diketahui oleh Nyo Ko, pemuda itu justeru menyangka kebalikannya, ia pikir diriku sedang terancam bahaya maut, tapi kau masih dapat tersenyum gembira, keruan rasa pedih hatinya bertambah hebat.
Namun pada saat dia merasa pedih, dongkol dan gelisah itulah, sekilas timbul sesuatu pikiran pada benaknya, Keputusan apapun yang diambilnya selalu dilakukannya dengan sangat cepat, tanpa pikir lagi untuk kedua kalinya, langsung ia mendekati Siao-liong-li, dengan sedikit membungkuk uf: berkata: "Kokoh, Ko-ji sedang menghadapi kesukaran, mohon pinjam Kim-Ieng-soh (selendang bergenta emas) dan Ciang-doh (sarung tangan) untuk kupakai sebentar.
" Yang terpikir oleh Siao-liang-Ii pada saat itu adalah betapa bahagianya dapat mati bersama Nyo Ko, selain itu tiada sesuatu lagi yang terpikir-olehnya.
Karena itu tanpa menjawab ia terus mengeluarkan sepasang sarung tangan putih dan sehelai selendang sutera putih serta diangsurkan kepada pemuda itu.
Dengan tenang Nyo Ko menerima benda2 itu, katanya pula sambil menatap tajam wajah Siao-liong-Ii: "Sekarang engkau telah mengakui di-riku?" Dengan penuh kasih sayang Siao-liong-li menjawab dengan tersenyum : "Di dalam hati sejak tadi sudah kukenali dirimu !" Seketika semangat Nyo Ko terbangkit, tanyanya pula dengan suara gemetar: "Jadi kau pasti akan ikut pergi bersamaku dan takkan menikah dengan Kokcu ini, bukan" "Ya, aku bertekad akan ikut pergi bersamamu dengan sendirinya takkan menikah dengan orang lain," jawab Siao-liong-li dengan tersenyum.
"Ko-ji, jelas aku ini adalah isterimu.
" Jawaban Siao-liong-li yang cukup tegas ini sudah tentu sangat mengejutkan orang, terutama Kongsun Kokcu, mukanya menjadi pucat pasi, mendadak ia bertepuk tangan empat kali dengan keras sebagai tanda perintah kepada anak muridnya agar melancarkan serangan serentak.
"Tanpa bicara lagi ke-16 anak muridnya tadi terus bergerak sambil membentang jaring mereka.
Bagi Nyo Ko, ucapan Siao-liong-Ii bagaikan obat mujarab yang telah menghidupkan dia dari kematian, seketika keberaniannya berlipat ganda, andaikan di depannya sekarang mengadang lautan api atau minyak mendidih juga tak terpikir lagi olehnya.
Segera ia memakai sarung tangan yang kebal senjata itu, sedang Kim-leng-seh pada tangan kanan terus digentakkan hingga menimbulkan suara "ting-ting" yang nyaring, laksana ular putih saja selendang sutera putih itu terus menyambar ke depan.
Pada ujung selendang putih itu terikat sebuah keleningan emas yang dapat berbunyi ketika selendang itu menjulur dan mengkeret lagi, kontan keleningan emas itu telah tepat mengetok "lm-kok-hiat" lawan yang berada di sebelah kanan, ketika selendang itu tertarik balik, kembali seorang lawan di sebelah kiri juga tertutuk, seketika lengan orang itu lemas tak bertenaga dan dengan sendirinya jaring yang dipegangnya terlepas dari tangannya.
Dua kali serangan kilat ini benar2 luar biasa, sekaligus selendang berkeleningan itu bergerak, seketika barisan jaring musuh kena dibobolkan.
Waktu keempat orang yang memegangi jaring sebelah barat tertegun sejenak, sementara itu Kim-leng-soh yang disabetkan Nyo Ko telah menyambar tiba pula, "ting-ting", kembali dua orang diantaranya tertotok roboh lagi.
Tapi pada saat itu juga jaring di sebelah belakang telah menubruk tiba, kaitan dan pisau kecil yang terpasang di jaring itu segera akan melukainya, terpaksa Nyo Ko gunakan tangan kiri untuk mencengkeram jaring musuh terus di betot sekuatnya, Karena dia bersarung tangan pusaka, meski kaitan dan pisau tajam itu tercengkeram olehnya juga takkan melukainya.
Sejak dia menciptakan aliran ilmu silatnya sendiri, setiap gerak-geriknya boleh dikatakan selalu timbul secara otomatis dan tanpa ragu.
Kini jaring yang kena dicengkeramnya itu segera digentakkan sehingga jaring berbalik menyamber ke arah para pemegangnya.
Yang dilatih anak murid Cui-sinkok itu adalah menyerang dengan jaring serta kemungkinan lolosnya musuh, sama sekaki tak terpikir oleh mereka bahwa jaring dapat terbalik hendak makan mereka, keruan mereka terkejut ketika melihat pisau dan kaitan tajam di dalam jaring yang menyambar kepala mereka itu, sambil menjerit ketakutan cepat mereka melompat mundur dan melepaskan jaring yang mereka pegang.
Anak muda yang berkuncir kecil tadi lebih lemah, tidak urung pahanya terluka oleh pisau sehingga mengucurkan darah, ia jatuh tersungkur dan menangis kesakitan.
"Jangun takut, adik cilik, takkan kulukai kau," kata Nyo Ko sambil tertawa, Segera ia taburkan kait jaring yang dirampasnya itu, sedang tangan lain memutar Kim-leng-soh, terdengar suara gemerincing nyaring bunyi keleningan serta benturan pisau dan kaitan tajam pada jaring rampasan itu.
Melihat lceperkasaan Nyo Ko, mana anak murid itu berani maju lagi, mereka berdiri di sudut sana, cuma tanpa perintah sang guru, biarpun takut merekapun tak berani melarikan diri, Keadaan yang sesungguhnya mereka sudah dikalahkan Nyo Ko walaupun secara resmi mereka belum mengaku kaIah.
Be Kong-co terus bertepuk tangan dan bersorak, tapi hanya dia sendiri saja yang bersorak sehingga terasa kesepian, ia menjadi rikuh sendiri ia melotot pada Kim-Iun Hoat-ong dan menegur: "He, Hwesio gede, memangnya kepandaian adik Nyo itu kurang bagus" Mengapa tidak bersorak memuji?" "Bagus, bagus sekali kepandaiannya!" jawab Hoat-ong tertawa, "Tapi kan juga tidak perlu gembar-gembor begitu rupa, toh!" "Sebab apa?" omel Be Kong-co pula dengan mendelik.
Sementara itu Kim-lun Hoat-ong melihat Kongsun Kokcu sedang melangkah ke tengah ruangan, maka ia tidak gubris lagi apa yang dikatakan Be Kong-co.
Setelah mendengar ucapan Siao-liong-li yang menyatakan bertekad ikut pergi bersama Nyo Ko, maka sadarlah Kongsun Kok-cu bahwa impiannya yang muluk2 selama setengah bulan ini akhirnya cuma kosong belaka, ia menjadi sangat kecewa dan gusar pula, pikirnya : "Jika kugagal mendapatkan hatimu.
paling tidak aku harus mendapatkan tubuh-mu, Biarlah kubinasakan binatang cilik ini, dengan begitu mau-tak-mau kau harus ikut padaku, lama2 pikiranmu tentu juga akan berubah.
" Meski wataknya kereng dan kejam, tapi iapun dapat membedakan antara yang benar dan salah.
Gadis cantik seperti Siao-liong-li itu telah menyanggupi sendiri menjadi isterinya dan hari ini akan berlangsung upacara nikahnya, tapi mendadak muncul si Nyo Ko dan mengacaukan semuanya itu tentu saja ia sangat murka.
Melihat kedua alis sang Kokcu yang menegak dan merapat sehingga mata-alisnya seakan-akan tegak semua, Nyo No terkejut dan waswas, sambil memegang Kim-leng-soh dan jaring rampasannya ia siap siaga sepenuhnya, ia menyadari mati-sendiri dan sengsara atau bahagia Siao-liong-li hanya bergantung pada pertarungan yang menentukan ini, maka sedikitpun ia tak berani gegabah.
Dengan pelahan Kongsun kokcu terus mengitari Nyo Ko, sebaliknya Kyo Ko juga berputar dengan pelahan, panjangnya sedikitpun tak pernah meninggalkan tatapan musuh yang tajam itu, Ternyata sang Kokcu masih belum mau turun tangan, tapi ia tahu sekali musuh sudah menyerang tentu digunakan jurus serangan yang maha lihay.
Sejenak kemudian, mendadak kedua tangan sang Kokcu menjulur lurus ke depan tiga kali, lalu bertepuk dan menimbulkan suara "creng" laksana bunyi dua potong besi yang dibenturkan.
Nyo Ko terkesiap dan melangkah mundur setindak, tapi tangan kanan Kongsun Kokcu mendadak menyamber tiba, tahu-tahu jaring ikan rampasan itu kena dicengkeramnya terus dibetot sekuatnya.
Merasa tenaga betotan lawan luar biasa dahsyatnya, tangan sendiri sampai terasa sakit, terpaksa Nyo Ko melepaskan jaring itu.
Kongsun Kokcu melemparkan jaring itu kepada anak muridnya tadi sambil membentak: "Mundur-semua!" Kaku sitam tepukan tangan Kongsun Kokcu itu sangat mengejutkan orang, sekarang semua orang bertambah kaget dan heran pula bahwa tangan sang Kokcu yang jelas telanjang itu ternyata tidak gentar akan ketajaman pisau dan kaitan yang terdapat pada jaring itu.
Biarpun Kongsun Lik-oh adalah anak perempuannya juga diketahui ilmu silat sang ayah memang sangat tinggi dan tidak tahu ayahnya memiliki kepandaian sehebat itu, Hanya Hoan It-ong saja sebagai muridnya yang tertua kenal kepandaian sejati sang guru, ia pandang Nyo Ko dan berkata dalam hati: "Hari ini kau pasti mampus!" Setelah jaringnya terebut, Nyo Ko tidak beri kesempatan lagi kepada lawan untuk mendahuluinya, selendang sutera bergerak, keleningan berbunyi "ting-ting", sekaligus ia incar dua Hiat-to di bagian leher dan bahu, serangan ini hanya penjajagan saja, karena Nyo Ko belum tahu betul betapa lihaynya lawan.
Ilmu silat Kongsun Kokcu memang menyendiri serangan Nyo Ko itu ternyata tidak digubris olehnya, malahan sebelah tangannya terus menjulur ke depan.
dan mencengkeram lengan Nyo Ko.
Terdengar suara "ting-ting" dua kali, kedua tempat Hiat-to yang diincar Nyo Ko itu dengan tepat terketok oleh keleningan namun Kongsun Kokcu seperti tidak merasakan apa2, cengkeramannya tadi mendadak terbuka terus menyodok ke dagu kiri anak muda itu.
Nyo Ko tahu kalau Lwekang seseorang sudah berlatih sempurna, maka setiap saat dapat menutup Hiat-to di tubuh sendiri apabila menghadapi serangan musuh.
Ada juga Lwekang yang aneh seperti apa yang dilatih Auyang Hong secara terbalik itu sehingga membingungkan serangan musuhnya.
Tapi cara Kongsun Kokcu menghadapi serangannya yang sama sekali se-akan tidak merasakan sesuatu, seperti di tubuhnya tidak terdapat Hiat-to, kepandaian ini benar2 sangat luar biasa, Nyo Ko mengkeret dan jeri.
Sementara itu kedua tangan Kongsun Kokcu bergerak naik turun, telapak tangan samar2 bersemu hitam.
Angin pukulannya terasa menyamber dengan dahsyat.
Nyo Ko tahu kelihayan lawan dan tak berani menangkisnya dengan keras lawan keras, sembari menggunakan Kim-leng-soh untuk melayani serangan musuh, tangan yang lain digunakan menjaga diri dengan rapat.
Dalam sekejap saja belasan jurus sudah berlangsung, Nyo Ko memperhatikan setiap serangan musuh dengan cermat, tiba2 hatinya tergerak "ilmu pukulan Kokcu ini tidak aneh, rasanya aku pernah melihatnya entah di mana?" Pada suatu kesempatan mendadak ia melompat mundur sambil berseru: "He, apakah engkau kenal Wany&n Peng?" Kiranya Nyo Ko melihat gaya pukulan Kokcu ini serupa dengan ilmu silat Wanyan Peng, hanya kekuatan Kokcu ini jauh berbeda dengan Wanyan Peng yang lemah itu.
Kongsun Kokcu tidak menjawab, sebaliknya ia terus menubruk maju lagi dan melancarkan pukulan dahsyat.
Sekali ini Nyo Ko melihat gaya pukulannya tidak sama dengan Wanyan Peng, untuk menghindar terasa tidak keburu lagi, terpaksa Nyo Ko menangkisnya dengan tangan kiri.
"PIak", kedua tangan beradu, Nyo Ko tergetar mundur dua-tiga tindak, sebaliknya Kongsun Kokcu tetap berdiri di tempatnya, hanya tubuhnya tergeliat sedikit Kedua tangan begitu beradu terus berpisah pula tapi kontan Nyo Ko merasakan suatu arus hawa panas menyusup ke tangannya, keruan ia terkejut pikirnya: "Hebat benar tenaga pukulan jahanam ini, padahal sarung tangan Kokoh yang kupinjam ini kebal terhadap senjata tajam macam apapun, tapi ternyata tidak mampu menahan tenaga pukulannya.
" Meski kelihatan Kongsun Kokcu berdiri tanpa terhuyung dan seperti lebih unggul, tapi sesungguhnya dadanya juga terasa sakit karena getaran tenaga pukulannya Nyo Ko, iapun terkejut dan heran: "Bocah ini masih muda belia, ternyata mampu menahan pukulanku yang dahsyat ini.
Jika terlibat lebih lama, rasanya belum tentu dapat membinasakan dia, sebaliknya kalau berakhir sama kuat maka musnahlah pamorku ini.
" Mendadak ia bertepuk tangan pula dua kali sehingga menimbulkan nyaring, ia menoleh kepada puterinya dan berseru: "Ambilkan senjataku!" Kongsun Lik-oh menyadari apabila senjata sang ayah dikeluarkan, maka bagi Nyo Ko hanya ada kematian saja dan tak mungkin bisa selamat.
Karena sedikit ragu dan merandeknya itu, dengan suara bengis Kongsun Kokcu membentak pu!a: "Ambilkan senjataku, kau dengar tidak ?" Dengan muka pucat Kongsun Lik-oh mengiakan dan cepat berlari keruangan belakang.
Nyo Ko telah mengikuti sikap ayah beranak itu, ia pikir dengan bertangan kosong saja aku tidak dapat melawannya, apalagi sekarang akan digunakan lagi senjata apa, mana aku dapat lolos dengan hidup.
Mumpung ada kesempatan, biarlah kulari saja sekarang.
Segera ia mendekati Siao-lioag-li dan mengulurkan tangan, katanya: "Kokoh, marilah ikut padaku.
" Kongsun Kokcu sudah siap pukulannya yang maha dahsyat, asalkan Siao-liong-li berbangkit dan menggenggam tangan Nyo Ko, seketika dia akan menubruk maju untuk menghancurkan punggung anak muda itu, ia sudah ambil keputusan akan membinasakan Nyo Ko andaikan diri sendiri juga akan terluka parah.
Ia pikir kalau sampai calon isteri itu ikut pergi bersama Nyo Ko, lalm apa artinya pula hidup ini baginya " Tak terduga Siao-liong-li tidak lantas berbangkit, ia hanya menjawab dengan hambar: "Kini belum waktunya, Ko-ji, selama beberapa hari ini apakah kau baik2 saja?" - Betapa mesranya pertanyaannya yang terakhir itu jelas tertampak.
"Engkau tidak marah lagi padaku, Kokoh?" jawab Nyo Ko.
Siao-Iiong-li tersenyum hambar, katanya: "Mana aku dapat marah padamu" Coba sini, putar tubuhmu!" Nyo Ko menurut dan memutar tubuhnya, ia tidak tahu apa kehendak si nona, tiba2 Siao-liong-li mengeluarkan benang dan jarum, kemudian diukurnya baju bagian punggung Nyo Ko yang robek tercengkeram oleh Koagsun Kokcu tadi.
"Sudah sekian lamanya kuingin membuatkan S(itaah baju baru bagimu, tapi mengingat selanjutnya tak bakalan bertemu lagi dengan kau, untuk apa kubuatkan baju baru" Ai, sungguh tidak nyana engkau akan mencari ke sini," sembari berkata dengan gegetun, Siao-liong-li lantas menggunakan sebuah gunting kecil untuk memotong sebagian lengan baju sendiri untuk menambal baju Nyo Ko yang robek itu.
Dahulu waktu mereka masih tinggal di kuburan kuno, apabila baju Nyo Ko robek, selalu Siao-liong-li menambalkan bajunya dengan cara demikian, Kinl kedua orang sudah tidak memikirkan mati hidup lagi dan seakan2 berada berduaan saja mesti di ruangan itu sorot mata semua orang sedang memperhatikan gerak-gerik mereka.
Kim-lun Hoat ong lain2 saling pandang dengan heran dan kagum pula, Kongsun Kokcu juga terkesima, seketika tak tahu apa yang harus dilakukannya.
"Selama beberapa hari ini aku telah bertemu dengan beberapa orang yang menarik," tutur Nyo Ko pula, "Coba terka, Kokoh, darimanakah kuperoleh gunting raksasa itu?" "Ya, memangnya akupun heran seakan2 kau sudah menduga sebelumnya bakal bertemu dengan si jenggot cebol itu di sini, maka sengaja pesan sebuah gunting raksasa untuk memotong jengggotnya," ujar Siao-liong-Ii.
"Ai, kau sungguh nakal orang memiara jenggotnya dengan susah payah selama berpuluh tahun, tapi sekejap saja sudah kau potong, bukankah sangat sayang?" Melihat betapa kedua orang itu bicara dengan mesranya, rasa cemburu Kongsun Kokcu seketika berkobar, segera sebelah tangannya mencengkeram kedada Nyo Ko sambil membentak: "Anak jadah, terlalu temberang kau, memangnya kau anggap tiada orang lain di sini?" Tapi kini biarpun langit ambruk atau bumi amblas juga takkan digubris oleh Nyo Ko, serangan Kongsun Kokcu itu ternyata tidak dihiraukannya! sama sekali, ia hanya menjawab: "Tunggu sebentar, setelah bajuku ditambal segera kulayani kau.
" Sementara itu jari Kongsun Kokcu sudah tinggal beberapa senti saja di depan dada Nyo Ko.
Bagaimanapun juga dia harus menjaga harga diri sebagai seorang guru besar ilmu silat, walaupun murka, betapapun serangannya itu tak dapat diteruskan lagi ke tubuh lawan yang sama sekali tidak menangkis itu.
Pada saat itulah tiba2 terdengar Kongsua Lik-oh berkata di belakang: "Ayah, senjatamu ini!" Kongsua Kokcu tidak berpaling, dia melangkah mundur dua tindak dan dapatlah menerima senjata yang disodorkan puterinya itu.
Waktu semua orang mengamati terlihat tangan kirinya telah memegang sebatang golok tebal dengan bagian yang tajam itu berbentuk gergaji dan mengerdepkan cahaya keemasan, rupanya terbuat dari emas, sedangkan tangan kanannya memegangi senjata berwarna hitam panjang kecil, senjata aneh itu tidak mirip golok juga tidak memper pedang, kelihatan bergetar pelahan, tampaknya batang senjata itu sangat lemas.
Nyata kedua macam senjata itu berbeda satu sama lain secara terbalik, kalau yang satu, berat dan keras, maka satunya lagi enteng dan lemas.


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Sin Tiaw Hiap Lu Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Seperti diketahui, bobot emas jauh lebih berat dari pada besi senjata yang bentuknya sama dan terbuat dari emas bobotnya akan lipat satu kali dari pada senjata terbuat dari besi biasa.
Tampaknya golok emas bergerigi itu sedikitnya ada 50-60 kati sedangkan pedang atau anggar hitam itu entah terbuat dari logam apa" Nyo Ko memandang sekejap, sepasang senjata lawan yang aneh itu, lalu berkata pula kepada Siao-liong-li: "Kokoh, tempo hari aku bertemu dengan seorang perempuan gendeng, dia telah memberitahukan padaku musuh pembunuh ayahku.
" Hati Siao-liong-li terkesiap, cepat ia bertanya: "Siapa Musuhmu itu?" Sambil mengertak gigi Nyo Ko berkata dengan penuh dendam: "Bagaimana juga kau pasti tak-kan menduga akan mereka, selama ini akupun menganggap mereka sangat baik padaku.
" "Mereka" Mereka siapa?" Siao-liong-li menegas.
"Siapa lagi mereka kalau bukan.
. . " belum sempat Nyo Ko menerangkan nama yang akan disebutnya, terdengarlah suara mendenging nyaring memekak teIinganya, itulah suara benturan antara golok emas dan pedang hitam yang dipegang Kongsun Kokcu itu.
Sekali bergerak, susul menyusul Kongsun Kokcu menusuk tiga kali, pertama menusuk atas kepala, kedua menusuk leher sebelah kanan dan ketiga sebelah kiri leher, semuanya menyamber lewat satu-dua senti di atas kulit.
Rupanya Kokcu itu ingin menjaga diri, kalau lawan tidak menangkis, maka iapun tidak sudi melukainya, cuma tiga kali tusukannya itu sungguh amat cepat dan jitu, benar2 kepandaian hebat.
"Sudah!" ucap Siao-Iiong-Ii selesai menambal baju Nyo Ko sambil menepuk pelahan punggung anak muda itu, Nyo Ko menoleh dan tersenyum, lalu melangkah maju dengan menenteng Kim-leng-soh.
Meski Kongsun Kokcu sudah lama mengasingkan diri di lembah sunyi, tapi pandangannya sedikitpun tidak kurang tajamnya, orang yang mengajarkan ilmu silat padanya itu paham benar berbagai aliran ilmu silat di dunia dan dahulu pernah berkata padanya bahwa bisa jadi jago kelas satu di jaman ini mampu menandingi Kangfau (Kungfu) tangan besinya, tapi untuk membobol barisan jaring ikannya itu belum tentu bisa kecuali Paktau-tin dari Coan-cin-kau yang mungkin dapat menandinginya dengan sama kuat dan siapa lebih ulet akhirnya akan menang.
Tapi kalau dua macam senjatanya yang berlainan itu dikeluarkan diduga di dunia ini tiada orang yang sanggup melawannya.
Karena itu ia menduga betapapun tinggi kepandaian Nyo Ko, dalam sepuluh jurus saja pasti akan dibinasakan olehnya.
Tapi ketika menyaksikan sikap Siao-liong-li yang mesra tadi terhadap anak muda itu, iapun tahu apabila Nyo Ko mati, maka berarti putus harapan pula rencana pemikahan nona itu dengan dirinya.
Setelah merenung sejenak, akhirnya ia mendapat akal: "Harus kupaksa dia (Siao-liong-li) memohon ampun padaku bagi bocah ini, dalam keadaan begitu, biarpun hatinya tidak rela, mau-tak mau dia harus menikah juga dengan aku" Kalau Kongsun Kokcu merenung untuk mencari akal, di pihak lain Nyo Ko juga sedang memikirkan cara melawan orang, ia pikir orang tidak takut Hiat-to tertutuk, ini berarti daya guna Kim leng soh tidak banyak artinya.
Meski diri sendiri sudah menciptakan suatu aliran ilmu silat, tapi belum sempat dipelajari secara matang, sedangkan senjata musuh kelihatan sangat aneh, sekali dimainkan tentu sangat lihay.
Selagi Nyo Ko merasa tak berdaya, sementara itu terdengar Kongsun Kokcu telah berseru: "Awas serangan!" Berbareng pedang emas begerak terus menusuk dada.
Anehnya tusukan itu tidak langsung ke depan, tepi ujung pedang bergetar dalam lingkaran kecil di depan tubuhnya, Nyo Ko terkejut dan melompat mundur.
"Maklumlah kalau ujung pedang itu ditusukkan biarpun hebat jurus seranganya tentu juga akan dapat dipatahkannya, tapi kini ujung pedang itu terus berputar dalam lingkaran sehingga sukar diraba arah tujuan ujung pedangnya kalau menangkis ke kiri kuatir musuh menusuk ke kanan malah, bila menangkis ke atas, siapa tahu kalau dia berbalik menyerang bagian bawah, Karena ragu2, terpaksa ia melompat mundur saja untuk menghindar.
Tapi Kongsun Kokcu juga sangat gesit, begitu Nyo Ko melompat mundur, segera dia membayangi lawan, kembali lingkaran pedangnya bergetar lagi didepan Nyo Ko, makin lama lingkaran ujung pedang itu makin besar, semula hanya lingkaran seluas dada, beberapa putaran lagi sudah mencakup bagian perutnya dan kemudian meluas pula ke bagian leher.
Kim-lun Hoat-ong, In Kik-si dan lainnya adalah maha guru ilmu silat terkemuka, namun ilmu pedang yang mendesak musuh dengan lingkaran ujung pedang begitu boleh dikatakan belum pernah mereka lihat, maka mereka menjadi heran dan terkejut.
Begitulah setiap kali Kongsun Kokcu melancarkan suatu tusukan, setiap kali pula Nyo Ko terpaksa melompat mundur, belasan kali Nyo Ko harus menghindar secara begitu tanpa sanggup balas menyerang, Tampaknya serangan Kongsun Kokcu semakin lihay, apalagi golok bergerigi pada tangannya yang lain belum pula digunakan, kalau sampai golok emas itupun ikut menyerang, pasti sukar bagi Nyo Ko untuk menahannya.
Tanpa pikir lagi segera Nyo Ko melompat ke kiri sambil mengayun Kim-leng-soh, "tring", genta kecil itu menyamber ke depan untuk mengetok mata kiri musuh.
Biarpun Kongsun Kokcu tidak gentar Hiat-to tertutuk, tapi mata adalah tempat yang lemah dan harus dijaga, cepat ia miringkan kepala dan segera balas menyerang pula dengan pedang hitam.
Nyo Ko sangat girang, sekali Kim-leng-soh menyendal, terbelitlah kaki kanan musuh, bara saja hendak dibetot sekuatnya, mendadak pedang hitam Kongsun Kokcu memotong ke bawah, "sret", selendang sutera Nyo Ko itu putus dibagian tengah, pedang hitam yang tampaknya mirip seutas tali itu ternyata tajamnya tidak kepalang.
Terdengar semua orang menjerit kaget, berbareng itu terdengar pula samberan angin, golok bergerigi sang Kokcu telah membacok ke arah Nyo Ko, sebisanya Nyo Ko menjatuhkan diri ke lantai dan berguling ke sana, "trang", suara nyaring menggetar telinga, kiranya Nyo Ko sempat menyamber tongkat baja Hoan It-ong tadi dan digunakan menangkis ke atas.
Karena benturan golok dan tongkat itu, tangan kedua orang sama sakit kesemutan.
Diam2 Kongsun Kokcu kejut dan heran akan kemampuan Nyo Ko yang sanggup menahan berpuluh jurus serangannya, Segera goloknya menabas lagi dari samping, berbareng pedang hitam juga menusuk dari depan.
Supaya diketahui bahwa permainan golok mengutamakan kekerasan dan kekuatan, sedangkan permainan pedang mengutamakan kelincahan dan kelemahan, jadi watak kedua jenis senjata itu sama sekali berbeda, maka adalah hal yang tidak mungkin bahwa seorang dapat menggunakan dua macam senjata itu sekaligus.
Tapi kini Kongsun Kokcu ternyata dapat memainkan golok dan pedang dengan lihay, sungguh suatu kepandaian khas yang jarang terdapat di dunia persilatan.
Sambil mengertak, Nyo Ko putar tongkat baja dan menggunakan kunci "menutup" dari Pakkau-pang-hoat, ia bertahan dengan rapat sehingga seketika pedang dan golok Kongsun Kokcu tidak mampu menembus pertahanan anak muda itu.
Cuma Pak-kau-pang-hoat mengutamakan pertahanan gerak serangan, dengan pentung bambu yang enteng, tentu dapat dimainkan dengan gesit dan lincah sesuka hati, kini Nyo Ko memegang tongkat baja sebagai pengganti pentung bambu, tentu saja gerak-geriknya tidak leluasa, setelah belasan jurus ia mulai merasa payah.
Suatu peluang dilihat oleh Kongsun Kokcu mendadak goloknya menahan keatas, berbareng pedang hitam menabas kebawah, "krek", kontan tongkat baja tertabas kutung.
"Bagus" teriak Nyo Ko, "Memangnya aku lagi merasa keberatan memegangi potongan besi ini.
" - Segera ia putar setengah potongan tongkat baja itu dan terasa lebih enteng dan lincah.
"Hm, bagus atau tidak, boleh lihat saja nanti!" jengek Kongsun Kokcu dengan mendongkol, kembali goloknya membacok lagi dari depan.
Bacokan ini teramat lugu, asalkan Nyo Ko mengegos saja dengan mudah dapat menghindarkan serangan itu Tak terduga lingkaran ujung pedang hitam ternyata juga mengurung tubuh Nyo Ko sehingga anak muda itu tidak dapat bergerak sembarangan, Terpaksa Nyo Ko angkat potongan tongkat untuk menangkis.
"Trang" suara nyaring keras benturan golok sama tongkat menerbitkan lelatu api pula.
Habis bacokan pertama, menyusul bacokan kedua dilontarkan lagi oleh Kongsun Kokcu dengan cara yang sama tanpa variasi.
Bahwa pengetahuan ilmu silat Nyo Ko sangat luas, otaknya juga cerdas, tapi aneh sama sekali ia tidak berdaya mematahkan bacokan lawan yang begitu2 saja, kecuali menangkis dengan cara seperti tadi terasa tiada jalan lain yang lebih bagus.
Untuk kedua kalinya golok dan tongkat kutung beradu, diam2 Nyo Ko mengeluh.
Kiranya bacokan kedua kali ini tampaknya begitu saja tapi tenaganya ternyata bertambah sebagian, ia pikir kalau bacokan begini berlangsung beberapa kali lagi tentu otot tulang lenganku bisa putus tergetar oleh tenaga Kokcu ini.
Belum habis terpikir benar saja bacokan ke tiga Kongsun Kokcu sudah nyambar tiba pula dan tenaganya memang bertambah lagi sebagian.
Kiranya ilmu permainan golok Kongsun kokcu itu meliputi 18 jurus, tenaga setiap jurus selalu bertambah kuat daripada jurus yang duIuan.
Walaupun tenaganya cuma sebagian saja, tapi kalau terus bertambah dan menumpuk, jadinya bisa berlipat ganda dan sukar ditahan.
Setelah menangkis beberapa kali lagi, tongkat kutung di tangan Nyo Ko sudah babak belur oleh bacokan golok emas lawan, tangan Nyo Ko pun tergetar lecet.
Melihat tenaga tangkisan Nyo Ko tidak berkurang, dalam keadaan bahaya anak muda itu masih tetap mengulum senyum, diam2 Kongsun Kokcu sangat mendongkol, ia merasa kalau beberapa kali bacokan lagi tak dapat menaklukan Nyo Ko akan kelihatan dirinya sendiri yang terlalu tak becus, Maka ketika golok membacok lagi, mendadak pedang hitam terus menusuk ke perut lawan.
Saat itu Nyo Ko sudah terdesak sampai di pojok ruangan, melihat ujung pedang menyamber tiba, cepat ia menangkis dengan telapak tangan, ujung pedang tepat menusuk di tengah telapak tangan, tapi pedang hitam itu lantas melengkung dan terpental balik.
Kiranya sarung tangan dari Siao-liong-li yang terbuat dari anyaman benang emas itu tidak tertembuskan oleh pedang hitam yang tajam itu.
Setelah mengetahui sarung tangannya tidak takut pada senjata lawan, cepat Nyo Ko membaliki tangan untuk menarik ujung pedang musuh, Tak terduga Kongsun Kokcu telah sedikit menyendal pedangnya yang melengkung tadi sehingga batang pedang yang lemas itu membaik ke bawah dan melukai lengan Nyo Ko, darah seketika bercucuran.
Nyo Ko terkejut dan cepat melompat mundur.
sebaliknya Kongsun Kokcu juga tidak mendesak maju, ia mendengus beberapa kali, habis itu baru melangkah maju dengan pelahan.
Jika Kongsun Kokcu hanya menggunakan salah sebuah senjatanya saja, tentu Nyo Ko mempunyai akal untuk meIawannya.
sekarang musuh memakai dua macam senjata yang justeru berlawanan, satu keras dan satu lemas dengan gerak serangan yang berbeda, keruan Nyo Ko tak berdaya dan tercecar hingga kelabakan.
Walau Nyo Ko terdesak dan serba repot tapi Kim-lun Hoat-ong, In Kik-si dan lain-lain yang mengikuti pertarungannya itu bertambah kagum.
Dalam hati mereka sama berpikir "jika aku sendiri yang harus melayani kedua macam senjata yang berbeda itu, mungkin sejak tadi jiwaku sudah melayang.
Tapi bocah ini ternyata mampu meIayaninya dengan berbagai cara yang cerdas dan dapat menghindari sekian kali serangan maut," Begitulah Kongsun Kokco masih terus meIancarkan serangan dengan golok dan secara bergantian kembali bahu Nyo Ko tertusuk lagi satu kali sehingga bajunya berlepotan darah.
"Kau menyerah tidak?" bentak Kongsun Kokcu.
"Kau bertanding dengan cara yang jauh menguntungkan kau, tapi masih berani tanya padaku menyerah atau tidak, hahaha, mengapa kau begini tebal muka, Kongsun Kokcu?" ejek Nyo Ko dengan tersenyum.
Mendadak Kongsun Kokcu menarik kedua serangannya dan bertanya: "Apa yang menguntungkan aku" Coba katakan.
" tanya Sang Kokcu. "Kau menggunakan senjata se-hari2, sepasang senjata yang aneh ini mungkin sukar dicari lagi didalam dunia, betul tidak?" ujar Nyo Ko.
"Memangnya kenapa" Kan senjata di tanganmu itu juga luar biasa," jawab Kongsun Kokcu, Nyo Ko membuang tongkat kutung itu dan berkata dengan tertawa: "Ini kan milik muridmu si jenggot tadi.
" - Lalu ia menanggalkan sarung tangan kedua potong selendang sutera yang putus tadi dijemputnya pula dan dilemparkan kepada Siao-liong-li, kemudian berkata pula: "Dan ini adalah milik Kokoh yang kupinjam tadi," Habis itu Nyo Ko keplok2 tangannya dia kebut2 debu pada badannya tanpa menghiraukan datrah yang masih mengucur dari lukanya, lalu berkata pula dengan tertawa: "Nah, kudatang ke sini dengan bertangan kosong, masakan aku bermaksud memusuhi kau " sekarang terserah kau, mau bunuh boleh bunuh.
tidak perlu banyak omong lagi.
" Melihat sikap anak muda itu tenang sabar, wajahnya cakap, mesti terluka tapi bicara dan tertawa sesukanya seperti tidak terjadi sesuatu kalau dibandingkan dirinya sendiri terasa memalukan dan rendah.
"Jika anak muda ini tetap dibiarkan hidup, tentu Liu-ji akan condong dan jatuh hati padanya.
" Tanpa pikir ia mengangguk dari berkata: "Baiklah.
" segera pedangnya menusuk ke dada Nyo Ko.
Karena merasa tidak sanggup melawan orang, kyo Ko sudah ambil keputusan biar dibunuh saja oleh lawannya itu, maka iapun tidak menghindar ketika tusukan orang tiba, sebaliknya ia menoleh ke sana untuk memandang Sio-liong-li, pikiranya "Sambil memandangi Kokoh, biar matipun aku tidak menyesal.
" Dilihatnya Sio-liong-Ii sedang melangkah ke arahnya setindak demi setindak dengan tersenyum manis, kedua pasang mata saling menatap, sama sekali tidak menghiraukan ancaman pedang hitam Kongsun Kokcu.
Sesungguhnya Kokcu itu belum pernah kenal Nyo Ko sehingga hakikatnya tidak ada dendam permusuhan apapun, sebabnya dia ingin membinasakan anak muda itu semuanya gara2 Siao-liong li belaka, sebab itulah ketika tusukan terakhir itu di lontarkan, tanpa terasa iapun memandang sekejap ke arah Siao-liong li Sekali pandang seketika rasa cemburunya berkobar hebat, tertampak si nona menatap Nyo Ko dengan penuh kasih sayang mesra, waktu ia melirik Nyo Ko, kelihatan sorot anak muda itupun serupa dengan Siao-liong-Ii, padahal ujung pedang kini sudah menempel dadanya, asalkan tangannya sedikit mendorong ke depan, seketika ujung pedang itu akan menembus dadanya, tapi Siao-liong li ternyata tidak menjadi kuatir dan cemas, Nyo Ko juga tidak berusaha menangkis kedua orang hanya saling pandang dengan kesan penuh jalinan perasaan dan melupakan segala apa yang berada di sekitarnya.
Gemas dan dongkol Kongsun Kokcu tak terkirakan, pikirnya: "Jika kubunuh kau sekarang, akan membuat kau merasa puas dan bahagia ketika menghadapi ajalnya, aku justru ingin kau menyaksikan sendiri pemikahanku dengan Liu-ji, habis malaman pengantin barulah kubunoh kau!" Karena pikiran itu, segera ia berteriak : "Lui - ji, kau ingin kubunuh dia atau menghendaki ku-ampuni dia?" Siao-liong-li memandangi Nyo Ko dengan segenap cita-rasanya dan sama sekali tidak memikirkan Kongsun Kokcu, karena mendadak mendengar suaranya barulah ia tersadar, katanya cepat dengan kuatir.
"Lekas kesampingkan pedangmu untuk apa kau mengacungkan pedangmu di depan dadanya?" Kongsun Kokcu mendengus dan berkata: "Baik, tidaklah sukar untuk mengampuni jiwanya asalkan kau suruh dia segera pergi dari sini dan tidak merintangi detik bahagia pernikahan kita nanti.
" Sebelum bertemu dengan Nyo Ko sebenarnya Siao-liong-li sudah bertekad takkan berjumpa lagi dengan anak muda itu, Tapi kini setelah bertemu kembali mana dia mau lagi menikah dengan Kongsun Kokcu" ia tahu apa yang menjadi keputusannya akhir2 ini jelas sukar dilaksanakannya, lebih baik mati saja daripada menikah dengan orang lain, ia lantas berpaling dan berkata kepada Kongsun Kokcu "Kongsun-siansing aku sangat berterima kasih atas pertolonganmu, tapi aku tak dapat menikah dengan kau.
" Meski sudah tahu alasannya, tapi Kongsun Kokcu masih bertanya: "Sebab apa?" Siao-liong-Ii berdiri sejajar dengan Nyo Ko dan memegangi tangan anak muda itu, dengan tersenyum ia menjawab: "Aku sudah bertekad akan menjadi suami-isteri dengan dia dan hidup berdampingan selamanya, masakah kau tak dapat melihat sikap kami ini?" Tergetar tubuh Kongsun Kokcu, katanya dengan geram : "Kalau saja tempo hari kau sendiri tidak menyanggupi aku, masakah aku paksa kau pada waktu kau terancam elmaut" Tapi kau sendiri yang terima lamaranku, itu, dan timbul dari perasaan sukarela dan iklas?" Pada dasarnya Siao - liong li masih polos dan belum paham seluk beluk kehidupan insaniah, tanpa ragu ia menjawab: "Memang betul begitu, tapi aku merasa berat meninggalkan dia.
Nah, kami akan pergi saja, harap kau jangan marah," Habis itu ia tarik tangan Nyo Ko dan diajaknya pergi.
Ucapan Siao-liong-li ini membikin semua orang saling pandang dengan melongo, Kongsun Kokcu terus melompat maju dan mengadang di ambang pintu, serunya dengan serak "untuk bisa keluar dari lembah ini kecuali kau harus membunuh diriku lebih dulu.
. . " Siao liong li tersenyum, katanya: "Kau berbudi menoIong jiwaku, mana boleh kubunuh kau" Lagipula, ilmu silatmu tinggi betapapun aku takdapat mengalahkan kau.
" Sembari bicara ia terus merobek kain baju sendiri untuk membalut luka Nyo Ko.
"Kongsun-heng," mendadak Kim-lun Hoat-ong berseru: "lebih baik kau membiarkan mereka pergi saja" Kongsun Kokcu mendengus tanpa menjawab, dengan air mukanya penuh gusar, ia tetap menghadang di ambang pintu.
Segera Hoat-ong berkata pula: "Jika ia main pada dengan sepasang pedangnya, pasti kedua macam senjatamu itupun tak dapat menandingi mereka, Daripada kalah bertanding memberi tembok isteri lagi, ada lebih baik kau mengalah saja dan serahkan si dia padanya.
" Rupanya Kim lun Hoat-ong masih penasaran karena dia pernah kalah dibawah ilmu pedang yang dimainkan secara berganda oleh Nyo Ko dan Siao-liong-li tempo hari, kejadian itu dianggap sebagai hal yang memalukan baginya.
Kini menyaksikan im-yang-siang-to (sepasang senjata berlainan) yang dimainkan Kongsun Kokcu ternyata sangat lihay dan tidak kalah hebatnya daripada permainan rodanya sendiri maka ia sengaja memancingnya dengan kata2 untuk mengadu domba mereka dan dia sendiri dapat menarik keuntungannya.
Padahal seumpamanya dia tidak membakarnya dengan kata2 itu juga Kongsun Kokcu tidak sampai membiarkan Siao-liong-Ii dan Nyo Ko pergi begitu saja.
Karena itu ia melotot gusar kepada Hoat-ong, dalam hati ia memaki Hoat-ong yang berani mengucapkan kata2 yang meremehkan dirinya, ia ingin kelak kalau ada kesempatan tentu akan ku-bikin perhitungan dengan kau si Hwesio ini.
Begitulah watak Kongsun Kokcu itu memang tinggi hati dan congkak, selamanya dia maha kuasa di Cui-sian-kok ini tanpa seorangpun berani membangkang perintahnya, sekalipun puteri kandung sendiri juga akan dihukum badan apabila berbuat salah, maka dapat dibayangkan marahnya.
Semakin murka semakin nekat pula Kongsun Kokcu itu, betapapun ia harus menikah dengan Siao-liong-li meski apapun yang akan terjadi, dengan gregetan, ia pikir: "sekalipun hatimu tidak kau serahkan padaku, sedikitnya tubuhmu harus diberikan padaku, Kau tidak mau menikah dengan aku waktu hidup, sesudah kau mati juga akan kunikahi kau.
" Semula dia ingin menggunakan jiwa Nyo Ko sebagai senjata untuk memaksa Siao-liong-li menyerah kepada keinginannya tapi setelah melihat kedua muda-mudi itu sama sekali tak takut mati, maka iapun ambil keputusan takkan melepaskan mereka andaikan kedua orang itu harus dibunuhnya semua.
Bagi Nyo Ko, tanpa terasa semangat tempurnya seketika berkobar setelah melihat Siao-liong li hanya mencintainya seperti semula, dengan mantap sigap ia bertanya: "Kongsun-Kokcu, dengan cara bagaimana barulah engkau mau membiarkan kami pergi?" Pertanyaan Nyo Ko ini membuat Kongsun Kokcu bertambah murka, napsu membunuhnya semakin berkobar.
Mendadak terdengar Be Kong-co berseru: "Hei Kongsun-Kokcu, orang sudah mengatakan tidak mau menjadi isterimu, mengapa kau merintangi orang?" Dengan suara banci Siao-siang-cu berkata: "Jangan sembarangan omong, Be-Kong co, kan Kongsun kokcu sudah menyiapkan perjamuan besar ini, Kita diundang meramaikan pestanya yang meriah ini.
" "Aha, perjamuan apa" Paling air tawar dan sayur mentah, apanya yang dapat dirasakan?" seru Be Kong-co, "Jika aku menjadi nona cantik ini pasti juga aku tidak sudi menjadi isterinya.
Nona cantik melek seperti dia, menjadi permaisuri juga setimpal, untuk apa hidup susah2 ikut seorang kakek?" Meski dogol, tapi apa yang dikatakan itupun cukup masuk diakal Siao-liong-li menoleh dan berkata dengan suara lembut padanya: "Be-toaya, soalnya Kongsun-siansing telah menyelamatkan jiwaku, betapapun dalam hatiku tetap.
. . tetap berterima kasih padanya.
" "Bagus, si tua Kongsun," seru Be Kongco pula, "Jika kau memang seorang berbudi dan bijaksana, lebih baik sekarang juga kau membiarkan kedua muda-mudi itu melangsungkan pernikahan di sini, kalau dengan alasan kau telah menolong jiwa si nona, lalu tubuhnya hendak kau gagahi, huh, jiwa ksatria macam apakah begitu?" Karena orangnya dogol, ucapannya juga tanpa tedeng aling2 dan sangat menusuk hati, tapi juga sukar dibantah.
Tentu saja Kongsun Kokcu sangat murka, diam2 ia bertekad semua orang yang memasuki tempatnya ini harus dibunuh seluruhnya, Tapi iapun tidak memberi reaksi apa2, dengan hambar ia berkata: "Ah, sebenarnya lembah pegununganku ini bukan sesuatu tempat yang luar biasa, tapi kalau kalian boleh datang dan pergi sesukanya, rasanya orang terlalu meremehkan diriku, Nona liu.
. . . " Dengan tersenyum Siao-liong-li memotong.
"Sebenarnya aku tidak she Liu, yang benar she Liong, Soalnya dia she Nyo, maka aku sengaja dusta padamu bahwa aku she Liu.
" Rasa cemburu Kongsun Kokcu bertambah membakar, ia anggap tidak mendengar ucapan Siao liong-li itu dan berkata: "Nona Liu.
. . . " Tapi belum lanjut ucapannya, mendadak Be Kong-co menimbrung: "He, sudah jelas nona itu she Liong, mengapa kau tetap menyebut dia nona Liu?" Cepat Siao-liong-li menanggapi: "Ya, mungkin Kongsun-siansing sudah biasa memanggil begitu padaku, Memang salahku karena aku telah berdusta padanya.
Maka biarlah, apa yang dia suka boleh.
. . " Kongsun Kokcu tetap tidak urus perkataan mereka dan menyambung: "Nona, Liu, asalkan bocah she Nyo itu mampu mengalahkan Im-yang-siang-to di tanganku ini, segera kubiarkan dia pergi, Urusan ini harus kita selesaikan sendiri dan tiada sangkut pautnya dengan orang lain.
" Siao-liong-li menghela napas dan berkata "Kongsun-siansing, sebenarnya aku tidak ingin bertempur dengan kau, tapi dia sendirian bukan tandinganmu, terpaksa aku membantu dia," Kontan alis Kongsun Kokcu terkerut rapat, katanya "jika kau tidak kuatir karena kau tadi telah muntah darah, maka boleh juga kau maju sekalian.
" Dalam hati Siao-liong-li rada gegetun, terhadap masalah ini, segera ia berkata pula: "Kami bertarung tidak bersenjata lagi, kami pasti kalah jika melayani kau dengan tangan kosong, Engkau adalah orang baik, harap lepaskan saja kepergian kami" Tiba2 Kim-lun Hoat-ong menyela: "Kongsun-heng, di tempatmu ini serba ada, masakah kekurangan dua senjata" Cuma perlu kuperingatkan kau lebih dulu, jika mereka bermain ganda, sepasang pedang mereka menjadi maha lihay, mungkin jiwamu bisa melayang.
" Kongsun Kokcu tidak menanggapi, ia kemudian ke sebelah kiri dan berkata kepada Nyo Ko.
"Kamar di sebelah sana itu adalah kamar senjata, kalian boleh pilih sendiri senjata apa yang kalian kehendaki" Nyo Ko saling pandang sekejap dengan Siao-liong-li dan sama berpikir: "Alangkah baiknya jika dapat berada berduaan di tempat yang sepi dari orang lain.
" Segera mereka bergandengan tangan dan memasuki kamar yang di tunjuk, pandangan Siao-liong-li selama itu tidak pernah meninggalkan wajah Nyo Ko, ketika tiba di depan kamar itu dan nampak pintu kamar tertutup, tanpa pikir ia terus mendorong pintu dan baru saja hendak melangkah masuk ke dalam, mendadak Nyo Ko ingat sesuatu dan cepat mencegahnya: "Nanti dulu!" "Ada apa?" tanya Siao-liong-li merandek.
"Apa kau kuatir Kokcu itu menjebak kita" Dia sangat baik, tampaknya takkan berbuat begitu.
" Nyo Ko tidak menjawab, ia menggunakan kakinya untuk mencoba lantai di bagian dalam pintu dan mendadak terdengar suara mencicit nyaring disertai gemerdepnya cahaya, delapan pedang tajam tahu2 menusuk keluar dari kanan kiri pintu, dalam keadaan begitu apabila orang sedang melangkah ke dalam kamar itu tentu seluruh tubuh akan tertancap oleh pedang2 tajam itu Siao-liong-li menghela napas dan berkata.
"Ah Ko-ji, kiranya begitu keji hati Kokcu itu, sungguh aku telah salah menilainya, sudahlah kitapun tidak perlu bertanding lagi dengan dia dan pergi saja sekarang.
. " Mendadak seorang bersuara di belakang mereka: "Kokcu menyilahkan kalian memilih senjata ke dalam kamar.
" Waktu mereka menoleh, tertampak delapan anak murid berseragam hijau dengan membentang jaring ikan sudah menghadang dibeIakang.
Tampaknya Kongsun Kokcu itu sudah memperhitungkan kemungkinan kaburnya mereka, maka sengaja mengirimkan anak muridnya untuk mencegat di belakang mereka.
Terpaksa Slao-liong li berkata kepada Nyo Ko.
"Menurut pendapatmu, apakah di kamar senjata ini ada lagi sesuatu yang aneh?" Nyo Ko genggam kencang tangan Siao-liong-li, katanya: "Kokoh, kita telah berkumpul lagi, apa yang perlu kita sesalkan pula" Biarpun ditembus oleh beribu senjata, paling tidak kita toh mati bersama.
" Perasaan Siao-liong-li pun penuh kasih mesra, tanpa pikir mereka lantas melangkah ke dalam kamar, lalu Nyo Ko merapatkan pintu.
Terlihat baik di dinding, di atas meja, dan di rak senjata penuh berjajar macam2 senjata, tapi hampir sembilan dari sepuluh adalah pedang kuno, ada yang panjang dan ada yang pendek sekali, ada yang sudah karatan, banyak pula yaag mengkilat menyilaukan mata.
Siao-liong-li berdiri berhadapan dengan Nyo Ko dan saling pandang sejenak, mendadak ia bersuara tertahan terus menubruk ke dalam pelukan anak muda itu.
Tanpa ayal Nyo Ko mendekap kencang tubuh si nona dan menciumnya, seketika jiwa raga Siao-liong-Ii serasa dimabuk oleh ciuman itu, kedua tangannya terus merangkut leher Nyo Ko dan balas mencium dengan mesranya.
"Blang", mendadak pintu kamar didobrak orang, seorang murid seragam hijau berseru dengan bengis: "Perintah Kokcu, setelah memilih pedang segera kalian harus keluar lagi!" Muka Nyo Ko menjadi merah, cepat ia melepaskan Siao-liong-li.
Tapi Siao-liong-li adalah nona yang berpikiran polos dan suci, ia pikir kalau kumenyukai Nyo Ko, apa salahnya kalau kami berdua saling peluk dan berciuman, cuma sekarang diganggu orang luar sehingga sukar mencapai kepuasan Dengan gegetun ia berkata pelahan: "Ko-ji, setelah kita kalahkan Kokcu itu, bolehlah kau mencium aku lagi seperti barusan ini.
" Nyo Ko mengangguk dengan tersenyum, katanya: "Marilah kita pilih senjata.
" "Tampaknya senjata yang tersimpan di sini memang betul benda mestika seluruhnya," ujar Siao-liong-li, lalu ia mengelilingi kamar itu untuk mengamati dengan teliti.
Maksud Siao-liong-li hendak memilih sepasang pedang yang sama panjang dan bobotnya agar nanti digunakan bersama Nyo Ko akan dapat mendatangkan hasil sebanyaknya.
Tapi setelah diperiksa kian kemari ternyata pedang yang berada disitu tiada yang serupa, Sembari mengamati senjata iapun bertanya kepada Nyo Ko: "Waktu masuk kamar ini tadi, darimana kan mengetahui di ambang pintu terpasang jebakan?" "Aku dapat menerkanya dari air muka Kokcu itu," tutur Nyo Ko, "Dia ingin memperisterikan dirimu, tapi sorot matanya ternyata penuh rasa benci dan dendam.
Melihat kepribadiannya, itu aku tidak percaya dia mau membiarkan kita memilih senjata kita secara rela," Kcmbali Siao-liong-li menghela napas pelahan dan berkata pula: "Menurut kau, apakah kita dapat mengalahkan dia, dengan Giok-li-kiam-hoat?" "Meski tinggi ilmu silatnya, tampaknya juga tidak lebih hebat daripada Kim-lun Hoat-ong.
" ujar Nyo Ko. "Jika kita bergabung dapat mengalahkan Hoat-ong, tentu saja kita dapat mengalahkan dia.
" "Ya, sebabnya Hoat-ong terus menerus membakar agar dia bertarung dengan kita, jelas iapun bermaksud jahat!" kata Siao-liong-Ii.
"Hati manusia pada umumnya memang jahat tampaknya kaupun mulai paham," kata Nyo-Ko dengan tersenyum.
Tapi ia lantas menyambung pula dengan rasa kuatir: "Tapi bagaimana dengan kesehatanmu, tadi kau tumpah darah lagi.
" Siao-liong-li tertawa manis, jawabnya: "Kau tahu, di waktu berduka barulah aku muntah darah, Sekarang aku sangat gembira, apa artinya sedikit sakit bagiku" Oya, Ko-ji, tampaknya kepandaianmu sudah jauh lebih maju, jauh berbeda daripada waktu kita bertempur dengan Hoat-ong dahulu.
Kalau waktu itu saja kita dapat mengalahkan dia, apalagi sekarang ?" Nyo Ko juga yakin pasti akan menang dalam pertarungan ini, ia genggam kencang tangan si nona dan berkata: "Kokoh, kuharap engkau berjanji sesuatu padaku" "Mengapa kau bertanya secara begini?" kata Siao-liong-li dengan suara lembut "Aku kan bukan lagi gurumu, tapi adalah isterimu.
Apa yang kau kehendaki tentu akan kuturuti.
" "Ah. . . baik sekali, baru. . . baru sekarang aku tahu," kata Nyo Ko.
"Sejak malam itu di Cong-lam-san kau berbuat begitu mesra padaku, sejak itu pula aku sudah bukan lagi gurumu.
" ucap Siao-liong-li, "Meski kau tidak mau memperisterikan diriku, dalam hatiku sudah lama kuakui sebagai isterimu," Sesungguhnya pada waktu itu Nyo Ko memang tidak tahu sebab apakah tiba2 Siau liong-li mengajukan pertanyaan begitu padanya, ia pikir mungkin hati si nona mendadak terguncang atau bisa jadi dirinya yang lama tertahan itu mendadak tak bisa dikendalikan lagi, sama sekali tak pernah terpikir olehnya bahwa In Ci-peng yang telah menggagahi Siao-liong li secara diam2.
Nyo Ko sendiri merasa tidak pernah berbuat apa2 yang melampaui batas terhadap nona itu.
Tapi kini mendengar suaranya yang halus dan manis itu, hatinya terguncang juga dan seketika tak dapat menjawab.
Siao-liong-li merapatkan tubuhnya ke dada Nyo Ko, lalu bertanya: "Kau ingin aku berjanji apa?" Nyo Ko membelai rambut Siao liong li yg indah itu, katanya: "Setelah kita mengalahkan Kokcu ini, segera kita pulang ke kuburan kuno itu untuk selanjutnya engkau tak boleh berpisah lagi dariku biar apapun yang bakal terjadi.
. . " Sambil menengadah dan menatap anak muda itu, Siao-liong-li menjawab: "Memangnya kau kira aku suka berpisah dengan kau" jika berpisah dengan kau, apa kau kira dukaku tidak melebihi kau " Sudah tentu kuterima permintaanmu ini, biarpun langit bakal ambruk atau bumi ambles dan dunia kiamat juga aku tetap bersamamu.
" Girang Nyo Ko sukar dilukiskan selagi dia hendak bicara pula, tiba2 salah seorang seragam hijau di luar kamar itu berseru: "Senjata sudah terpilih belum?" Dengan tersenyum Siao-Iiong-li berkata kepada Nyo Ko: "Marilah kita lekas pergi saja.
"-Baru saja ia hendak mengambil dua pedang seadanya, tiba2 dilihatnya dinding di sebelah kiri sana sebagian besar terdapat bekas hangus terbakar beberapa buah meja kursi juga rusak bekas terbakar, ia menjadi rada heran.
Segera Nyo Ko menutur lo-wan-tong itu pernah menerobos ke dalam kamar senjata ini dan membakarnya serta mengambil sesuatu benda di sini, bekas hangus terbakar ini jelas hasil perbuatannya itu.
" Tiba2 dilihatnya di bawah lukisan di pojok dinding sana yang tersisa dari bekas hangus itu menonjol keluar dua sarung pedang, tergerak pikiran Nyo Ko: "Kedua pedang ini semula teraling oleh lukisan itu, tapi lantaran sebagian lukisan itu terbakar sehingga kelihatanlah bagian pedang itu, jika pemilik pedang sengaja mengatur begini, jelas sepasang pedang ini pasti benda mestika.
" Ia coba mendekati dan menanggalkan kedua pedang itu, sebuah ia berikan kepada Siao-liong-li, ia pegang gagang pedang satunya terus dilolos.
Begitu pedang itu terlolos dari sarungnya, seketika kedua orang merasakan hawa dingin, batang pedang itu hitam mulus tanpa mengkilat sedikitpun sehingga mirip sepotong kayu belaka.
Waktu Siao-Iiong li juga melolos pedang yang diterimanya itu, ternyata serupa benar dengan pedang Nyo Ko, baik besar maupun panjangnya.
Ke-dua pedang itu dijajarkan, seketika menambah hawa segar di dalam ruangan kamar, cuma kedua pedang itu tak terdapat ujung yang runcing melainkan puntuI, begitu pula mata pedangnya tidak tajam.
Nyo Ko membalik pedang itu dan terlihat pada batang pedang terukir dua huruf "Kun-cu" (lelaki), waktu memeriksa pedang Siao-liong-Ii, di atasnya juga terukir dua huruf "Siok-li" (perempuan).
sebenarnya Nyo Ko tidak menyukai bentuk kedua pedang ini, ia pandang Siao-liong-li dan ingin tahu bagaimana pikirannya.
Dengan girang Siao-liong-li berkata: "Pedang ini tidak tajam, kebetulan dapat digunakan melawan Kokcu itu, dia pernah menolong jiwaku, aku tidak ingin mencelakai dia," "Pedang adalah senjata pembunuh, tapi diberi nama Kun-cu dan Siok-li, aneh" ujar Nyo Ko dengan tertawa, ia coba angkat pedangnya dan bergaya menusuk dua kali, rasanya sangat cocok dengan bobotnya dan enak dipakai.
Segera ia menambahkan: "Baiklah, biar kita gunakan sepasang pedang ini.
" Siao-liong-li memasukkan kembali pedang ke sarungnya dan baru akan keluar, tiba2 dilihatnya di atas meja ada sebuah pot bunga dengyi serangkaian bunga yang cantik sekali, hanya sayang merangkainya awut2an tak keruan, tanpa pikir lantas dibenahinya rangkaian bunga itu lebih teratur.
"Hai, jangan!" mendadak Nyo No berseru, namun sudah terlambat, jari Siao-hong-li sudah tertusuk beberapa kali oleh duri bunga.
Dengan bingung Siao-liong-li menoleh dan bertanya "Ada apa?" "ltu adalah bunga cinta, kau sudah tinggal sekian lama di lembah ini, masakah tidak tahu?" ujar Nyo Ko.
Siao-liong-li mengisap jarinya yang kesakitan itu dan menjawab sambil menggeleng : "Aku tidak tahu.
" Selagi Kyo Ko hendak memberi keterangan, sementara itu orang berseragam hijau telah mendesak puIa, Terpaksa mereka ikut kembali ke ruangan besar tadi.
Tampakhya Kongsun Kokcu sudah tidak sabar menunggu, dia melotot gusar kepada anak muridnya itu, jelas ia marah karena anggap mereka kurang tegas dan membiarkan Nyo Ko berdiam sekian lama di kamar senjata itu.
Anak muridnya tampak sangat ketakutan sehingga airmuka sama pucat.
Setelah Nyo Ko berdua sudah dekat, lalu Kongsun Kokcu berkata: "Nona Liu, sudah kau dapatkan senjata pilihanmu?" Siao-liong-li mengeluarkan Siok-li-kiam (pedang perempuan) pilihannya itu dan mengangguk: "Kami akan menggunakan sepasang pedang puntul ini, kamipun tidak berani bertarung sungguhan dengan Kokcu, cukup asalkan saling menyentuh tubuh saja," Kokcu itu terkesiap melihat yang dipilih ternyata Siok-li-kiam itu, dengan suara bengis ia bertanya: "Siapa yang suruh kau ambil pedang ini?" Sembari bertanya sinar matanya terus mengerling ke arah Kongsun Lik-oh, tapi segera ia menatap tajam lagi terhadap Siao-liong-li.
Dengan rada heran Siao-liong-li menjawab.
"Tiada yang menyuruh aku.
Memangnya pedang ini tidak boleh dipakai" jika begitu biarlah kami menukar yang lain saja.
" Kongsun Kokcu melirik gusar sekejap ke arah Nyo Ko dan berkata: "Untuk menukar pedang kan kalian akan berdiam setengah hari lagi disana" Tidak perlu tukar, hayolah mulai!" "Konsun-siansing," kata Siao-liong-li, "sebaiknya kita bicara di muka dulu, bahwa dia atau aku sekali2 bukan tandinganmu jika satu lawan satu, sekarang kami berdua melawan kau seorang, jelas keuntungan di pihak kami, sekalipun kami menang juga tak dapat dianggap sebagai kemampuan kamu.
" "Boleh kau katakan begitu jika nanti kalian sudah terbukti menang," jengek sang Kokcu, "Kalau kalian dapat mengalahkan golok dan pedangku ini, tentu kupasrah untuk kalian perbuat sesukamu sebaliknya kalau kalian yang kalah, maka janji nikah tak boleh lagi kau ingkari" Siao-liong-ii tersenyum tawar, katanya: "Jika kami kalah, biar dia dan aku terkubur saja di lembah ini.
" Tanpa bicara lagi Kongsun Kokcu lantas angkat senjata, golok emas menyamber, segera ia membacok ke arah Nyo Ko.
Cepat Nyo Ko angkat pedangnya, dengan jurus "Pek-ho-hiang-ih" (bunga putih pentang sayap) ia balas menyerang, itulah jurus asli ilmu pedang Coan-cin-pay.
Walaupun kuat dan tenang sekali jurus pedang Nyo Ko itu, tapi juga cuma jurus yang jamak saja, diam2 Kongsun Kokcu mendongkol terhadap Kim-lun Hoat-ong yang telah membual akan kelihayan anak muda itu, Segera pedang hitam ia tusukkan ke depan, ternyata Siao-liong-li dikesampingkan olehnya, hanya Nyo Ko yang terus menerus diserangnya.
Dengan penuh perhatian Nyo Ko melayani serangan musuh, yang digunakannya adalah melulu Coan-sin-kiam-hoat (ilmu pedang Coan-sin-pay) yang pernah dipelajarinya di kuburan kuno dahulu itu, tapi sejak dia menemukan intisari ilmu silat dalam renungannya tempo hari itu, cara memainkan ilmu pedangnya sekarang sudah jauh berbeda daripada waktu menempur Kim-lun Hoat-ong dahulu.
Menunggu setelah Kongsun Kokcu menyerang tiga kali barulah Siao-liong-li ikut maju dan menyerangnya.
Ternyata Kongsun Kokcu tidak menangkis serangannya dengan golok emasnya itu, hanya pada waktu serangan Siao-liong-li tampak gencar dan berbahaya barulah dia menggunakan pedang hitam untuk menangkis, tampaknya Kongsun Kokcu sengaja mengalah.
Setelah mengikuti beberapa gebrakan, dengan tersenyum Kim-Iun Hoat-ong berkata: "Kongsun-heng, jika kau masih sayangi si cantik, akhirnya mungkin kau sendiri yang harus menelan pil pahit.
" Dengan mendongkol Kongsun Kokcu menjawab: "Hwesio gede, kau jangan banyak bacot, bila perlu sebentar boleh kita coba2, sekarang tidak perlu kau memberi nasihat.
" Beberapa jurus lagi, kerja sama kedua pedang,, Nyo Ko dan Siao-liong-Ii semakin baik, suatu ketika pedang Siaoliong-li menabas dari kanan dan mendadak pula pedang Nyo Ko juga menabas dari kiri, dalam keadaan terjepit tanpa pikir Kongsun Kokcu menggunakan golok untuk menangkis serangan Nyo Ko, berbareng itu ia menggeser mundur sedikit dan pedang hitam digunakan menangkis serangan Siao-Iiong-li.
"Trang", di luar dugaan, ujung golok emas terbatas kutung sebagian oleh pedang lawan, Keruan semua orang terkejut, sama sekali tak tersangka bahwa pedang puntul yang digunakan Siao-liong li itu bisa begitu tajam.
Nyo Ko dan Siao-liong-li juga merasa heran, padahal semula mereka memilih sepasang pedang pantul itu hanya oleh karena tertarik pada namanya saja serta bentuknya yang serupa, tak tahunya secara tidak sengaja malahan dapat memilih sepasang pedang mestika.
Keruan semangat mereka terbangkit seketika, mereka menyerang dengan lebih gencar.
Betapapun ilmu silat Kongsun Kokcu memang sangat tinggi dan dalang sepasang senjatanya yang lemas dan keras itu juga lain daripada yang lain, makin lama daya tekanannya juga makin kuat, Tapi diam2 iapun heran bahwa ilmu silat kedua anak muda yang jelas selisih jauh dengan dirinya itu ternyata bisa begitu lihay dalam permainan ganda itu, ia pikir apa yang dikatakan Hwesio gede tadi agaknya memang tidak salah, kalau saja aku dikalahkan mereka, wah, bisa jadi.
. . . sampai di sini ia tak berani membayangkan lebih lanjut.
Se-konyong2 golok di tangan kirinya menyerang ke kanan dan pedang di tangan kanan menyerang ke kiri, ia keluarkan permainan Im-yang-to-hoat.
Dengan pedang hitam di tangan kanan Kongsun Kokcu menyerang Nyo Ko di sebelah kiri dan golok bergigi di tangan kiri menyerang Siao-liong-li di sebelah kanan yang lihay, pedang hitam yang tadinya lemas itu kini mendadak berubah lurus keras dan digunakan membacok segala mirip golok, sebaliknya goloknya yang besar bergigi itu justeru menabas dan menusuk seperti pedang, Dalam pertarungan sengit itu kelihatan golok se-akan2 berubah pedang dan pedang seperti berobah menjadi golok, sungguh aneh dan sukar diraba.
Biasanya In Kik-si suka bangga karena mengetahui ilmu silat apapun di dunia ini, tapi Im-yang-to-hoat yang dimainkan Kongsun Kokcu ini sungguh belum pernah dilihatnya selama hidup, bahkan mendengarpun belum pernah.
Segera Be Kong-co berteriak lagi: "He, kakek sialan, permainanmu yang kacau tak teratur itu ilmu silat apaan?" Sebenarnya usia Kongsun-Kokcu belum ada 50 tahun, jadi baru - terhitung setengah umur, malahan dia ingin kawin lagi dengan Siao-liong-li, tapi berulang kali si dogol Be Kong-co telah berkaok memanggilnya si "kakek", tentu saja dalam hati ia sangat gemas.
Cuma sekarang iapun tidak sempat urus Be Kong-co, ia mainkan Im-yang-to-hoat yang telah dilatihnya selama berpuluh tahun ini dengan tekad mengalahkan dulu Nyo Ko dan Siao-liong-li.
Tadinya permainan ganda sepasang pedang Nyo Ko dan Siao-liong-li sebenarnya sudah mulai unggul, tapi mendadak pihak lawan berganti cara bertempur, golok dan pedangnya menyerang secara kacau dengan tipu serangan yang aneh, seketika mereka menjadi kelabakan terdesak dan berulang menghadapi bahaya.
Kepandaian Nyo Ko sekarang sudah melebihi Siao-liong-li, ia lihat daya tekanan pedang lawan lebih kuat daripada golok bergigi, karena itu ia sengaja menyambuti semua serangan pedang lawan dan membiarkan Siao-liong-li melayani serangan golok bergigi, ia pikir golok itu jelas tidak berani lagi diadu dengan pedangnya dan pula takkan besar resikonya.
Cuma permainan golok musuh sangat aneh, ilmu pedang Coan-cin-kau asli juga sukar menandinginya, terpaksa harus bertindak menurut keadaan dan melihat gelagat, ia layani musuh dgn ilmu pedang ciptaannya sendiri.
padahal dahulu Lim Tiau-eng, yaitu kakek guru Siao-liong-li ketika menciptakan Giok-li-kiam-hoat berdasarkan khayalnya ketika malang melintang di dunia Kangoow berduaan bersama Ong Tiong-yang, itu cakal-bakai Coan-cin-kau, sebab itulah yang laki memainkan Coan-cin-kiam-hoat dan yang perempuan memainkan Giok-Ii-kiam-hoat, dengan demikian keampuhannya sukar ditandingi oleh jago silat manapun juga.
Tapi sekarang Nyo Ko menyampingkan Coan-cin-kiam-hoat dan menggunakan ilmu pedang ciptaan sendiri untuk melayani musuh, meski Kiam-hoat ciptaannya ini juga tidak kurang lihaynya, namun setiap jurus serangannya hanya cocok dengan cita-rasa pribadinya saja dan tidak cocok main ganda dengan Giok-li-kiam-hoat yang dimainkan Siao-liong-li, dengan demikian jadinya mereka se-akan2 bertempur sendiri2 dan dengan sendirinya daya tempurnya menjadi jauh berkurang.
Kongsun Kokcu- menjadi girang, "trang-trang-trang", beruntun ia membacok tiga kali dengan pe-dangnya, berbareng itu golok di tangan lain berturut menyerang juga empat kali dengan gaya tusukan pedang, serangan aneh ini masih dapat dilayani oleh Nyo Ko, namun Siao-liong-li menjadi bingung karena tiada kerja sama yang baik dari Nyo Ko, pikirnya juga ingin menabas lagi ujung golok musuh tapi gerakan golok Kongsun Kokcu sekarang teramat cepat dan Iincah, betapapun sukar dibentur lagi.
Nyo Ko menyadari gelagat jelek, tanpa pikirkan keadaan sendiri yang terluka itu, mendadak ia melancarkan suatu jurus serangan Coan-cin-kiam-hoat yang disebut "Ma-ciu-lok-hoa" (Kuda meloncat merontokkan bunga), dengan tekanan yang kuat ia paksa Kongsun Kokcu melayani serangannya dengan kedua senjatanya, dengan demikian Siao-Iiong-li menjadi ringan.
Siao-liong-li sangat berterima kasih melihat anak muda itu membantunya tanpa menghiraukan keselamatan sendiri, segera iapun melancarkan serangan untuk membantu, dengan demikian mereka telah kembali ke posisi tadi dengan cara menyerang dan bertahan bersama, daya tempur mereka mendadak tambah kuat pula.
Setelah beberapa jurus berlangsung lagi, dahi Kongsun Kokcu mulai berkeringat, sebaliknya daya tempur Siao-liong-li dan Nyo Ko semakin lancar dan kerja sama lebih rapat Ketika Nyo Ko melontarkan suatu serangan dengan menusuk pinggang lawan, cepat Siao-liong-li membarengi dengan serangan menusuk muka musuh, jurus ini dilakukan dengan penuh perasaan manis sambil melirik anak muda itu.
Tapi mendadak dada Siao-liong-li serasa dipukul oleh palu besar, jari tangan kanan kesakitan dan hampir tidak kuat memegangi pedangnya, air mukanya seketika berubah dan cepat melompat mundur.
"Hm, rasakan bunga cinta!" jengek Kongsun Kokcu.
Siao-liong-li tidak paham ucapannya itu.
tapi Kyo Ko mengetahuinya bahwa kesakitan Siao-liong-Ii itu adalah akibat bekerjanya racun bunga cinta yang dirrinya telah melukai jari tadi, Waktu melancarkan jurus serangan yang romantis dan perasaan terangsang, maka jarinya lantas kesakitan sekali.
Karena Nyo Ko sendiri sudah pernah merasakan sakitnya tertusuk duri bunga cinta itu, ia menjadi kasihan kepada Siao-liong-li, cepat ia bertanya.
"Apakah sangat sakit?" Kesempatan itu segera digunakan Kongsun Kokcu uutuk melancarkan serangan gencar dengan golok dan pedang, sementara itu rasa sakit jari Siao-liong-li sudah berkurang, cepat ia menubruk maju lagi untuk membantu.
"Biarlah kau mengaso lagi sebentar," ujar Nyo Ko dengan penuh kasih sayang, Diluar dugaan, karena rangsangan perasaannya ini, jarinya sendiri menjadi kesakitan juga.
Bctapa cerdik dan lihaynya Kongsun Kokcu begitu melihat ada pduang, segera pedangnya mem-bacok, "cring", Kun-cu-kiam (pedang lelaki) yang dipegang Nyo Ko terbentur jatuh, menyusul pedang hitamnya terus menyamber tiba dan mengancam di depan dada anak muda itu.
Siao-liong-Ii terkejut dan hendak menolongnya, tapi dia teralang oleh golok musuh dan takdapat mendekat "Tangkap dia !" seru Kongsun Kokcu.
serentak empat murid seragam hijau menubruk maju dengan membentang jaring, sekali tebar, seketika Nyo Ko tertawan di dalam jaring mereka.
"Bagaimana kau, Liu-ji?" Kongsun Kokcu berpaling dan bertanya kepada Siao-liong-li Siao-liong-li menyadari sendirian pasti bukan tandingan sang Kokcu, ia buang Siok-li-kiam (pe-dang perempuan) ke lantai, terdengar suara "cring" nyaring, tahu2 Kun-cu-kiam dan Siok-lt-kiam saling menyerot terus lengket menjadi satu.
Rupanya pada kedua pedang itu terdapat daya semberani yang sangat kuat Dengan tegas Siao-liong-li lalu berkata: "Pedang" saja begitu, masakah manusia tidak" Bolehlah kau bunuh saja kami berdua!" Kongsun Kokcu mendengus sekali, katanya: "lkut padaku, sini!" Lalu ia memberi salam kepada Kim-lun Hoat-ong dan lainnya dan berkata : "Maaf kutinggalkan sebentar," Segera ia mendahului melangkah ke ruangai belakang, dengan menyeret jaringnya keempat anak muridnya lantas: ikut ke sana".
Karena Nyo Ko sudah tertawan, dengan sendirinya Siao-liong-li juga ikut masuk.
"Hayo, Hwesio Gede dan Mayat Hidup, Kita harus berdaya menolong kawan kita," seru Be Kong-co kepada Kim-lun Hoat-ong dan Siau-siang cu Hoat-ong hanya tersenyum saja tanpa menjawab, sedang Siau-siang-cu lantas menjengek "Hm, kau sendiri berbadan segede gajah, apakah kau pikir mampu menandingi tuan rumahnya?" Be Kong-co menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal dan merasa tidak berdaya, terpaksa hanya menjawab: "Tidak mampu menandingi juga harus labrak dia, harus!" Kongsun Kokcu terus melangkah ke sana dengan bersitegang leher dan masuk sebuah kamar batu kecil, lalu berkata kepada Siao-Iiong-li: "Liu-ji, bukan maksudku hendak bikin susah kau, aku cuma berusaha mencegah kalau2 kau bunuh diri," Segera ia memberi tanda, empat muridnya berseragam hijau terus menutupi tubuh Siao-liong-li dengan sebuah jaring dan diringkus, kemudian sang Kokcu berkata puIa: "Bawakan sini beberapa ikat bunga cinta," Nyo Ko dan Siao-liong-Ii sudah bertekad ingin mati bersama, keduanya hanya saling pandang dengan tersenyum saja dan tidak ambil pusing terhadap segala tindak perbuatan Kongsun Kokcu.
Selang tidak lama, se-konyong2 dari luar kamar teruar bau harum semerbak yang memabokkan, Waktu Nyo Ko berdua menoleh, terlihatlah belasan anak murid seragam hijau membawa masuk ber-ikat2 rangkuman bunga cinta, Tangan mereka memakai sarung kulit untuk menjaga tusukan duri bunga itu.
Tiga Dara Pendekar Siauw Lim 5 Kisah Si Rase Terbang Karya Chin Yung Pedang Dan Kitab Suci 7
^