Pencarian

Kembalinya Pendekar Rajawali 22

Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Sin Tiaw Hiap Lu Karya Chin Yung Bagian 22


Ketika Kongsun Kokcu memberi tanda perintah agar rangkuman bunga cinta itu diuruk semuanya di atas badan Nyo Ko, seketika Nyo Ko merasa sekujur badan se-akan2 digigit oleh be-ribu2 lebah sekaligus, kaki tangan dan segenap ruas tulang terasa sakit tak tertahan, sampai akhirnya ia mengerang kesakitan.
Siao-liong-li merasa pedih dan kasihan serta gusar pula, ia membentak Kongsun Kokcu: "Kau-berbuat apaan ini?" Dengan tegas Kongsun Kokcu berkata: "Liu-ji, sekarang adalah waktu upacara pernikahan kita harus berlangsung, tapi bocah ini telah mengacau ke sini sehingga saat bahagia kita telah dibikin berantakan olehnya, Sebenarnya aku tidak pernah kenal dia dan tiada permusuhan apapun, apalagi dia adalah kenalanmu yang lama, asalkan dia mau taat kepada sopan santun sebagai seorang tamu, dengan sendirinya akupun akan melayani dia dengan hormat, tapi sekarang urusan sudah begini terpaksa.
. . ". sampai di sini ia memberi tanda agar anak muridnya keluar semua, ia menutup pintu kamar, lalu menyambung pula: "sekarang aku minta kau memilih sendiri, ingin dia mati atau hidup, semuanya bergantung kepada keputusanmu.
" Di bawah tusukan duri bunga cinta yang tak terhitung banyaknya itu, sungguh rasa derita Nyo Ko tak tertahankan, cuma dia tidak ingin si nona menyusahkannya, maka sebisanya dia mengertak gigi dan tutup mulut menahan rasa sakit.
Siao-liong li memandangi muka anak muda itu dengan penuh rasa kasih mesra, pada saat itu juga racun duri bunga cinta yang melukai jarinya itu kumat lagi sehingga kesakitan, diam2 ia pikir: "Aku cuma tertusuk sedikit saja sudah begini sakit, apalagi dia sekarang sekujur badan ditusuki duri itu, mana dia tahan!" Rupanya Kongsun Kokcu tahu isi hati si nona, katanya: "Liu-ji, dengan setulus hati aku ingin mengikat perjodohan denganmu, semua itu timbul dari cintaku padamu secara murni dan sama sekali tiada maksud buruk, dalam hal ini kau sendiri tentu paham.
" Siao liong-li-mengangguk dan menjawab dengan pilu "Kau memang sangat baik padaku, sebelum dia datang ke sini senantiasa kau menuruti segala keinginanku.
" - ia menunduk sejenak dan menghela napas panjang, lalu berkata pula:" Kongsun siansing, kalau saja engkau tidak menemukan diriku tempo hari dan tidak menyelamatkan jiwaku sehingga aku sudah mati tanpa persoalan, maka segalanya tentu akan lebih baik bagi kita bertiga-Tapi sekarang kalau engkau memaksa aku menikah denganmu, tentu aku tidak akan gembira selama hidup ini dan apa manfaatnya pula hal ini bagimu?" Kembali kedua alis Kongsun Kokcu mengerut rapat, dengan berat ia berkata: "Selamanya aku bicara satu tetap satu, bilang dua tetap dua, se-kali2 tidak sudi ditipu dan dihina orang, Kau sendiri sudah berjanji akan menikah dengan aku, maka janji itu harus ditepati Mengenai suka duka atau sedih bahagia memang dapat berubah dan sukar diduga, biarlah kita ikuti saja kelanjutannya nanti" Kemudian dia menyambung pula: "Sekujur badan orang ini telah terluka oleh duri bunga cinta, selang setiap satu jam rasa, sakitnya akan bertambah satu bagian puIa, sesudah 6 x 6 - 36 hari nanti dia akan mati karena rasa sakit tak tertahankan.
Tapi dalam waktu 12 jam aku akan dapat menyembuhkan dia dengan obat mujizat buatanku sendiri, selewatnya 12 jam biarpun malaikat dewata juga tidak sanggup menolongnya.
Maka dia harus mati atau hidup semuanya bergantung padamu" sembari bicara ia melangkah pelahan ke pintu , kamar dan membuka pintu, lalu menoleh dan berkata lagi: "Jikalau lebih suka dia mati kesakitan secara tersiksa, ya, terserah juga kepadamu, bolehlah kau menunggunya 36 hari di sini dan menyaksikan kematiannya.
Li-ji, sama sekali aku tiada bermaksud membikin celaka dirimu, untuk ini kau tidak perlu kuatir.
" - Habis berkata segera ia hendak melangkah keluar Siao-liong-li percaya apa yang dikatakan itu bukan omong kosong belaka, ia pikir kalau saja dirinya dapat mati bersama Nyo Ko, maka segala urusan akan menjadi beres seluruhnya, Tapi Kongsun Kokcu justeru memakai cara keji ini, tampaknya Nyo Ko sedang menahan rasa sakit, hal ini jelas kelihatan dari tubuh anak muda itu yang gemetaran, bibirnya tergigit hingga berdarah, kedua matanya yang jeli dan bersinar tajam itu kini tampak guram.
Terbayang olehnya betapa menderitanya anak muda itu, apabila rasa sakit itu semakin bertambah pada setiap jam dan terus menerus tersiksa hingga 36 hari lamanya, mungkin di akhirat sekalipun tiada siksa derita sehebat itu.
Mengingat begitu, ia menjadi nekat dia berkata: "Baiklah, Kongsun-siansing, kujanji akan menikah dengan kau, lekas kau membebaskan dia dan ambilkan obat untuk menolongnya," Sejak tadi Kongsun Kokcu mendesak Siao-liong li, tujuannya justeru ingin si nona mengucapkan demikian, apa yang didengarnya sekarang membuatnya bergirang tapi juga iri dan gemas, ia tahu sejak kini perempuan ini hanya akan merasa benci dan dendam padanya dan se-kali2 takkan ada rasa cinta.
Namun begitu iapun mengangguk dan menjawab: "Baik, pikiranmu sudah berubah, betapapun ada baiknya bagi kita! Malam nanti setelah resmi kita menjadi suami-isteri, besok pagi segera kuberikan obat penawar padanya.
" "Silahkan kau mengobati dia lebih dahulu," ujar Siao-liong-li "Liu-ji, tampaknya kau terlalu memandang rendah padaku," kata Kongsun Kokcu, "Biarpun kau sudah berjanji akan menjadi isteriku, tapi sebenarnya kau tidak sukarela, memangnya aku tidak tahu isi hatimu dan masakah aku dapat menyembuhkan dia lebih dulu?" sembari berkata ia terus melepaskan jaring ikan yang membungkus tubuh Siao-liong-li itu.
lalu meninggalkan nona itu bersama Nyo Ko di dalam kamar.
Kedua muda-mudi saling pandang dengan bungkam, sampai sekian lama barulah Nyo Ko membuka suara dengan pelahan: "Kokoh, aku sangat bahagia mendapatkan cintamu yang murni, biarpun di alam baka juga aku akan terhibur, BoIehlah kau pukul mati saja dan engkau lekas kabur sejauhnya dari sini," Siao-liong-li pikir gagasan ini juga baik, setelah kupukul mati dia, segera akupun membunuh diri.
Segera ia mengangkat tangannya dan mengerahkan tenaga dalam.
Dengan tersenyum simpul dan sorot mata yang halus Nyo Ko memandangi Siao-liong-li dengan rasa bahagia, desisnya dengan lirih: "Saat ini adalah malaman pengantin kita berdua," Melihat wajah si Nyo Ko yang bersuka ria itu, tiba2 timbul lagi pikiran Siao-liong-li: "Anak muda yang begini cakap, apa dosanya sehingga Thian harus membuat dia mati konyol sekarang.
" Tiba2 dada terasa sesak, tenggorokan terasa anyir, darah segar hampir tertumpah lagi, tenaga dalam yang sudah terhimpun di tangan Siao-liong-li itu lenyap seketika, Mendadak ia menubruk ke atas tubuh yang terbungkus jaring dan penuh bunga cinta itu, seketika beribu duri bunga itu mencocok tubuhnya, tapi dengan suara halus dia berbisik "Ko-ji biarlah kita sama-sama menderita.
" "Buat apa kau berbuat begitu?" tiba2 suara seorang menjengek di belakangnya.
"Apakah rasa sakit tubuhmu itu dapat mengurangi rasa deritanya?" Jelas itulah suara Kongsun Kokcu.
Siao-liong li memandang Nyo Ko sekejap dengan perasaan remuk rendam, pe-lahan2 ia memutar tubuh dan melangkah keluar kamar dengan menunduk dan tanpa berpaling lagi.
"Adik Nyo," kata Kongsun kokcu kepada -Nyo Ko, "lewat enam jam lagi nanti kubawakan obat mujarab untuk menolong kau.
Selama enam jam ini kau harus berpikiran tenang dan bersih, sedikitpun tidak boleh timbul pikiran menyeleweng atau napsu birahi, dengan begitu walaupun ada rasa sakit juga tidak seberapa hebat," Habis berkata ia terus keluar dan merapatkan pintu kembali.
Begitulah tubuh Nyo Ko tersiksa dan hatipun sakit.
"Tadi mengapa Kokoh tidak jadi memukul mati aku saja?" demikian ia pikir.
"Segala macam siksa derita yang pernah kurasakan kalau dibandingkan apa yang kurasakan sekarang sungguh bukan apa2.
Kokcu ini sungguh keji, mana aku boleh mati begitu saja dan meninggalkan Kokoh berada dalam cengkeramannya dan menderita selama hidup.
Apalagi, sakit hati kematian ayahnya belum terbalas, mana boleh manusia munafik sebangsa Kwe Cing dan Ui Yong tidak diberi ganjaran yang setimpal.
Berpikir begitu, serentak timbul semangatnya: "Tidak, aku tidak boleh mati betapapun tidak boleh mati sekalipun Kokoh menjadi nyonya rumah di sini juga akan kubebaskan dia dari cengkeraman Kokcu yang keji itu.
Selain itu aku masih harus giat berlatih untuk menuntut balas sakit hati kematian ayah-ibu.
" Dengan tekad harus tetap hidup, segera ia duduk bersila, meski terjaring dan tidak dapat berduduk dengan baik, namun tenaga dalam dapat juga dikerahkan dan mulailah dia bersemedi.
Selang agak lama, sudah lewat lohor, datanglah seorang murid seragam hijau dengan membawa sebuah piring berisi empat potong roti tawar.
Katanya kepada Nyo Ko: "Kokcu mengadakan pesta nikah, biar kaupun ikut makan yang kenyang," Segera ia ambilkan panganan seperti roti tawar itu dan menyuapi Nyo Ko melalui lubang jaring itu, Tangannya terbungkus oleh kain tebal untuk menjaga cocokan duri bunga cinta.
Tanpa ragu Nyo Ko menghabiskan empat potong kue itu, ia pikir kalau hendak perang tanding dengan Kokcu bangsat itu, maka aku tidak boleh kelaparan dan merusak tubuhku sendiri.
"Eh, tampaknya napsu makanmu cukup besar juga," ujar murid seragam nyau itu dengan tertawa, pada saat itulah tiba2 bayangan hijau berkelebat, secara diam2 telah menyelinap masuk pula seorang murid baju hijau, dengan berjinjit ia mendekati orang pertama tadi, mendadak ia hantam sekuatnya di punggung orang itu, sebelum orang pertama sempat melihat siapa pendatang itu sudah lebih dulu dipukul pingsan.
Waktu Nyo Ko mengamati, ternyata penyergap itu bukan lain daripada Kongsun Lik-oh, ia berseru kaget.
"He, kau. . . " "Sssst, jangan bersuara, Nyo-toako, kudatang untuk menolong kau!" desis Kongsun Lik-oh.
Ia menutup dulu pintu kamar, menyusul ia membukakan ikatan jaring dan menyingkirkan timbunan bunga cinta serta mengeluarkan Nyo Ko.
Nyo Ko menjadi ragu2 dan berkata: "Wah, jika diketahui ayahmu.
. . . " "Biarlah kutanggung akibatnya," ujar Kongsun Lik-oh sambil memetik secomot bunga cinta dan dijejalkan ke dalam mulut murid baju hijau agar tidak dapat berteriak bila sudah siumafi nanti.
. Habis itu ia bungkus pula orang itu dengan jaring ikan serta ditimbuni bunga cinta, Lalu bisiknya kepada Nyo Ko: "Nyo-toako, kalau ada orang datang, hendaklah, kau sembunyi di belakang pintu.
Kau keracunan bunga cinta, akan kuambilkan obat penawarnya ke kamar obat ayah sana.
" Nyo Ko sangat berterima kasih, iapun tahu si nona sengaja menghadapi bahaya besar itu untuk menolongnya padahal mereka berkenalan belum ada satu hari, tapi nona itu rela mengkhianati bahaya sendiri untuk menolongnya, dengan terharu ia berkata pula: "Nona, aku.
. . . aku. . . . ". namun ia tidak mampu meneruskan lagi.
Kongsun Iik-oh. tersenyum bahagia, ia rela dlhukum mati ayahnya melihat betapa terima kasih anak muda itu kepadanya.
Segera ia berkata pula: "Kau tunggu sebentar segera kukembali ke sini.
" Habis itu ia menyelinap keluar.
"Mengapa dia begitu baik terhadapku?" demikian Nyo Ko ter-mangu2 dan merenungkan nasibnya sendiri, ia pikir meski dirinya berulang mengalami nasib buruk dan sejak kecil dihina dan dianiaya orang, namun di dunia ini ternyata juga tidak sedikit orang yang berbaik hati padanya.
Selain Kokoh, ada pula Sun-popoh.
Ang Chit-kong, juga ayah angkatnya, yaitu Auyang Hong serta Ui Yok-su ditambah lagi nona cantik seperti Thia Eng, Liok Bu-siang serta Kongsun Lik-oh sekarang ini, semuanya sangat baik padanya.
Nyo Ko menjadi heran sendiri apa barangkali bintang kelahirannya yang terlalu aneh sehingga ada manusia yang begitu kejam padanya, tapi juga banyak manusia yang teramat baik padanya.
Padahal sebenarnya pengalamannya yang terlalu luar biasa, orang yang pernah dikenalnya kalau tidak teramat baik padanya tentu terlalu jahat padanya, soalnya karena wataknya yang cenderung ke sudut ekstrim, siapa yang cocok dengan wataknya akan dihadapi dengan tulus ikhlas, sebaliknya kalau tidak cocok akan dipandangnya sebagai musuh.
Cara beginilah dia menghadapi orang lain dan dengan sendirinya orang lain juga membalasnya dengan cara yang sama.
Begitulah dia menunggu sampai sekian lama dengan sembunyi di belakang pintu, tapi sampai lama Kongsun Lik-oh masih belum nampak muncul lagi, sementara itu si murid baju hijau sudah siuman sejak tadi, karena terbungkus oleh jaring ikan dan ditimbuni pula bunga cinta, kelihatan dia merasa cemas dan gusar pula.
Semakin lama menunggu semakin kuatir pula Nyo Ko, semula ia pikir mungkin di kamar obat itu ada orang sehingga belum ada peluang bagi Kongsun Lik-oh untuk mencuri obat, tapi lama2 ia pikir, urusannya tentu tidak begitu sederhana, biarpun gagal mencuri obat tentu si nona akan kembali memberitahukannya, tampaknya urusan banyak buruk daripada selamatnya, Kalau si nona mati menghadapi bahaya bagiku, mengapa kudiam saja di sini dan tidak berdaya untuk menolongnya.
Ia coba membuka pintu sedikit, dari celah pintu ia mengintip keluar, syukur di luar sunyi senyap tiada seorangpun dengan pelahan ia terus menyelinap keluar.
Tapi ia menjadi bingung karena tidak tahu di mana beradanya Kongsun Lik-oh.
Sedang bingung, tiba2 terdengar suara tindakan orang di tikungan sana, cepat ia sembunyi di balik tikungan sebelah sini sejenak kemudian dua anak murid seragam hijau tampak mendatangi dengan jalan berjajar, tangan masing2 memegang sebilah pentung yang biasanya dipakai sebagai alat perangkat pesakitan.
. . " Tergerak hati Nyo Ko: "Apakah mungkin Kongsun Lik-oh tertangkap oleh ayahnya dan sedang akan diberi hukuman?" Segera ia mengikuti kedua orang itu dengan hati-hati.
Kedua orang itu sama sekali tidak tahu, mereka berjalan terus dan membelok kesana dan menikung kesini, akhirnya sampai di depan sebuah kamar, segera mereka berseru: "Lapor Kokcu, alat rangket sudah siap" - Lalu mereka mendorong pintu dan masuk ke dalam.
Hati Nyo Ko menjadi berdebar, "Kokcu bangsat itu ternyata benar ada di sini," katanya di dalam hati.
Dilihatnya sebelah timur kamar itu ada jendela, segera ia merunduk ke bawah jendela dan melongok ke dalam, benar juga kelihatan Kongsun Lik-oh sudah tertawan di situ.
Tertampak Kokcu duduk di tengah, dua muridnya dengan pedang terhunus berjaga di kanan-kiri Kongsun Lik-oh Setelah alat rangket diterima, segera Kongsun Kokcu mendengus: "Lik-ji, kau adalah darah daging-ku sendiri, sebab apa kau tega mengkhianati ayahmu?" Kongsun Lik-oh hanya menunduk dan tidak menjawab.
"Kau telah jatuh hati kepada bocah she Nyo itu, memangnya kau kira aku tidak tahu?" jengek pula Kongsun Kokcu, "Aku kan sudah menyatakan akan membebaskan dia, mengapa kau ter-buru2.
Bagaimana kalau besok juga ayah bicara dengan dia dan menjodohkan kau padanya?" Nyo Ko bukan pemuda dungu, dengan sendirinya iapun mengetahui Kongsun Lik-oh itu jatuh cinta padanya, sekarang mendengar orang lain mengutarakan hal itu secara terang2an, betapapun jantungnya berdetak keras dan air muka menjadi merah.
Se-konyong2 Kongsun Lik-oh angkat kepalanya dan berkata nyaring: "Ayah, saat ini engkau lagi memikirkan "perkawinanmu" sendiri, mana engkau sempat memikirkan kepentingan putrimu?" Kongsun Kokcu hanya mendengus saja dan tidak menanggapi.
Segera Kongsun Lik-oh menyambung pula: "Ya, memang, anak memang kagum terhadap kepribadian Nyo-kongcu yang setia dan berbudi itu, Tapi anakpun tahu dalam hatinya sudah terisi oleh Liong-kokoh seorang, sebabnya anak menolong dia hanya karena tidak setuju atas tindak tanduk ayah dan tiada tujuan lain.
" Hati Nyo Ko sangat terharu mendengar ucapan itu, ia pikir Kokcu bangsat dan jahat ini ternyata melahirkan puteri yang baik hati Air muka Kongsun Kokcu kelihatan kaku tanpa menunjuk sesuatu perasaan, katanya dengan hambar.
"Jadi menurut pandanganmu ayahmu ini orang jahat, tidak berbudi, begitu?" "Mana anak berani menuduh ayah demikian.
" ujar Kongsun Lik-oh, "Cuma.
. . cuma. . . " "Cuma apa?" desak Kongsun Kokcu.
"Nyo-kongcu tersiksa oleh tusukan duri bunga cinta, mana dia sanggup menahan rasa sakitnya," kata Kongsun Lik-oh.
"Ayah, kumohon engkau suka berbuat bajik dan kasihan padanya, sudilah engkau membebaskan dia.
" "Hm, besok aku sendiri dapat membebaskan dia, buat apa kau ikut campur?" jengek sang ayah.
Untuk sejenak Kongsun Lik-oh termangu diam seperti sedang memikirkan sesuatu yang diragukan apakah harus diutarakannya atau tidak, tapi mendadak air mukanya mengunjuk penuh rasa keyakinan secara tegas ia berkata kepada sang, ayah: "Ayah, anak telah dibesarkan engkau, sedangkan Nyo-kongcu baru kukenal, sebab apa anak malah membela dia" Apabiia besok ayah sungguh2 mau mengobati dia dan membebaskan dia, masakah anak berani lagi datang ke kamar obat ini?" "Habis apa maksud kedatanganmu ini?" tanya Kokcu dengan bengis.
"Soalnya anak tahu ayah tidak bermaksud baik padanya," jawab Lik-oh lantang, "malam nanti setelah ayah kawin dengan Liong-kokoh, tentu engkau akan membinasakan Nyo-kongcu dengan keji untuk menghilangkan segala harapan Liong-kokoh," Sehari-harinya Kongsun Kokcu jarang memperlihatkan rasa senang atau gusarnya, segala urusan biasanya diselesaikan secara adil dan baik, terhadap anak muridnya juga sangat baik, sebab itulah anak buahnya sangat tunduk padanya.
Tapi Kongsun Lik-oh juga cukup kenal isi hati sang ayah, menghadapi pengacauan Nyo Ko sekarang jelas ayahnya pasti akan membinasakan anak muda itu.
Karena isi hatinya dengan jitu kena dikorek oleh anak perempuannya, Kongsun Kokcu menjadi gusar, jengeknya: "Benar2 piara macan mendatangkan bencana.
Sudah kubesarkan kau, siapa tahu sekarang kau malah menggigit ayahmu sendiri serahkan sini" Berbareng sebelah tangannya dijulurkan.
"Apa yang ayah inginkan?" tanya Likoh, "Masih kau berlagak pilon?" bentak sang Kokcu, "Goat-ceng-tan (pil putus cinta)! Obat penawar racun bunga cinta itu!" "Anak tidak mengambilnya," jawab Lik-oh.
"Habis siapa yang mencurinya?" teriak Kongsun Kokcu sambil berdiri.
Nyo Ko mengamati isi kamar itu, terlihat di atas meja, almari, penuh terderet botol obat, dinding juga banyak tergantung rumput obat yang tidak dikenal namanya, Di sebelah kiri sana bejajar tiga buah anglo pemasak obat, tentu kamar inilah yang disebut kamar obat.
Melihat muka Kongsun Kokcu yang bersungut itu, jelas Kongsun Lik-oh pasti akan mendapat hukuman berat Terdengar nona itu berkata pula: "Ayah, memang betul anak masuk ke sini ingin mencuri obat untuk menolong Nyo-kongcu, tapi sekian lamanya kucari dan tidak menemukan obat nya, kalau tidak masakah dapat dipergoki Ayah?" Dengan suara bengis Kongsun Kokcu membentak "Tempat obat ini sangat dirahasiakan, beberapa orang luar sejak tadi juga berada di ruangan tamu, tapi sekarang Coat-ceng-tan bisa hilang mendadak, memangnya obat itu punya kaki dan dapat lari ?" Tiba2 Lik-oh bertekuk lutut di depan sang ayah, katanya sambil menangis.
"Ayah, sudilah engkau mengampuni jiwa Nyo-kongcu, suruhlah dia pergi dari sini dan dilarang datang lagi selamanya.
" "Hm, jika keselamatan ayahmu terancam, belum tentu kau sudi berlutut dan mintakan ampun kepada orang," jengek Kongsun Kokcu.
Lik-oh tidak menjawab lagi, ia hanya menangis sembari merangkul kedua kaki ayahnya.
"Coat-ceng-tan sudah kau ambil, cara bagaimana aku dapat menolongnya seperti permintaanmu?" uj'ar Kongsun Kokcu.
"Baiklah, kau tidak mau mengaku juga terserah padamu.
Boleh kau tinggal satu hari di sini, Obat itu sudah kau curi, tapi tak dapat kau antar kepada bocah itu, selewatnya 12 jam barulah kulepaskan kau nanti.
" - Habis berkata ia terus melangkah ke pintu kamar.
Kongsun Lik-oh tahu lihaynya racun bunga cinta itu, sedikit tercocok durinya saja akan menderita tiga hari, apalagi sekarang sekujur badan Nyo Ko tertusuk beribu durinya, dalam waktu 12 jam tak diberi obat tentu akan mati kesakitan, sekarang ayahnya hendak pergi begitu saja, itu berarti hukuman mati bagi Nyo Ko.
Maka cepat ia berseru: "Nanti dulu, ayah!" "Apalagi yang hendak kau katakan ?" tanya sang ayah.
"Ayah, singkirkan dulu mereka," kata Lik-oh sambil menuding keempat murid baju hijau.
"Setiap penghuni lembah kita ini adalah orang sendiri dan bersatu hati, tiada sesuatu yang perlu dirahasiakan," ujar Kokcu.
Wajah Lik-oh tampak merah padam, tapi segera berubah menjadi pucat, katanya kemudian: "Baiklah engkau tidak percaya kepada perkataan anak, silakan engkau periksa apakah obat itu ada padaku atau tidak?" Segera ia membuka baju sendiri, lalu melepaskan gaunnya.
Sama sekali Konasun Kokcu tidak menduga puterinya bisa berbuat senekat itu, cepat ia memberi tanda agar keempat muridnya keluar, lalu pintu kamarpun ditutup, Hanya sekejap saja Kongsun Lik-oh sudah menanggalkan pakaiannya kecuali kutang dan celana dalam, benar juga tidak nampak sesuatu benda apapun pada tubuhnya.
Dari tempat sembunyinya Nyo Ko dapat melihat seluruh tubuh si nona yang putih bersih ltu, seketika jantungnya berdetak keras.
Dia adalah pemuda perkasa, sedangkan tubuh Kongsun Lik-oh sangat montok serta berwajah cantik, betapapun darahnya menjadi bergolak.
Tapi segera teringat pula olehnya: "Ah, dia ingin menyelamatkan jiwaku sehingga rela membuka baju, wahai Nyo Ko, apabila kau memandangnya lagi sekejap, maka lebih rendahlah kau daripada bintang.
" Cepat ia pejamkan mata, namun karena pikiran kacau, tanpa sengaja dahinya telah membentur daun jendela.
Betapa lihainya Kongsun Kokcu, hanya suara benturan sedikit itu saja sudah diketahuinya, diam2 ia mendapatkan akal, ia mendekati ketiga anglo pemasak obat, anglo yang tengah didorongnya ke samping, anglo bagian kanan ditariknya ke tengah dan anglo sebelah kiri digeser ke kanan.
Habis itu anglo yang tengah tadi di dorong ke sebelah kiri.
"Baiklah, jika begitu kuterima permintaanmu untuk mengampuni jiwa bocah itu," kata sang Kokcu kemudian.
Lik-oh sangat girang dan berulang menyembah "Ayah!" katanya dengan suara gemetar.
Kokcu duduk kembali pada kursi di dekat dinding, lalu berkata pula: "Tapi peraturanku tentu pula sudah kau ketahui, apa akibatnya jika sembarangan masuk kamar obat ini tanpa idzinku?" "Hukuman mati," jawab Lik-oh sambil menunduk.
"Meski kau adalah puteri kandungku, namun peraturan harus dilaksanakan kau mangkat baik2 saja," kata Kongsun Kokcu dengan menghela napas sambil melolos pedang hitam dan diangkat ke atas, tiba2 ia berkata pula dengan suara halus: "Ai, anak Lik, kalau saja selanjutnya kau tidak membela bocah she Nyo itu, maka jiwamu dapat kuampuni, Diantara kau dan dia hanya satu saja yang dapat diampuni, coba katakan, mengampunkan dia atau kau?" "Dia!" jawab Kongsun Lik-oh dengan suara pelahan tanpa ragu.
"Bagus, puteriku sungguh seorang yang maha berbudi dan jauh melebihi ayahmu ini," kata Kokcu, pedangnya terus membacok ke kepala Lik-oh.
"Nanti dulu. " seru Nyo Ko dengan terkejut, tanpa pikir lagi ia mendobrak jendela dan melompat ke dalam, Selagi tubuh masih terapung di udara iapun berseru pula: "Persoalan ini tiada sangkut pautnya dengan nona Kongsun, silakan kau membunuh aku saja," Sebelah kakinya telah menutul lantai dan baru tangannya hendak meraih pedang hitam Kongsun Kokcu, tiba2 tempat kakinya berpijak itu terasa lembek, seperli menginjak tempat kosong.
Diam2 Nyo Ko mengeluh bisa celaka, dengan mengerahkan tenaga dalam, sekuataya ia angkat tubuhnya ke atas, dalam keadaan kaki tidak mendapatkan tempat berpijak, caranya mengangkat tubuh ke atas itu sungguh ilmu mengentengkan tubuh yang maha hebat.
"Sayang kepandaian sebagus itu!" terdengar Kongsun Kofccu berseru, mendadak ia dorong Lik-oh sehingga tubuh nona itu terdoyong ke belakang dan menumbuk badan Nyo Ko.
Nyo Ko dapat merasakan dorongan Kokcu itu sangat keras apabila tubuh kedua orang tertumbuk tentu Kongsun Lik-oh akan terluka parah, cepat Nyo Ko menahan pelahan punggung si nona, dengan tenaga dalam yang lunak ia elakkan daya dorongan itu, tapi karena itu juga ia sendiri menjadi sukar menggeser lagi ke samping, bersama Kongsun Lik-oh mereka berdua terus anjlok lurus ke bawah, terasa kosong di bawah kaki, tiada sesuatu yang terinjak, mereka terus anjlok ke bawah hingga berpuluh meter dan masih belum mencapai tanah.
Meski cemas dan gugup, tapi dalam hati Nyo Ko masih memikirkan keselamatan jiwa Kongsun Lik-oh, dalam keadaan gawat ia angkat tubuh si nona ke atas, pandangannya terasa gelap gulita dan entah akan terjatuh di tempat mana, entah dibawah kaki nanti apakah lautan api atau rimba belati" Belum habis berpikir, "byar", tahu2 mereka berdua terjeblos ke dalam air dan terus tenggelam ke bawah dengan cepat.
Kiranya di bawah kamar obat itu adalah sebuah sumur yang sangat dalam.
Pada detik tubuhnya menyentuh air itupun hati Nyo Ko lantas bergirang, ia tahu jiwanya dapatlah selamat untuk sementara Bayangkan saja, mereka terjerumus dari ketinggian ber-puluh2 meter, sekalipun memiliki kepandaian tinggi juga akan terluka parah apabila terbanting.
Lantaran anjiokan mereka itu sangat keras, dengan sendiri terceburnya ke dalam air juga dalam mereka terus tenggelam ke bawah se-akan2 tiada hentinya, Sekuatnya Nyo Ko menahan napas, ia tunggu setelah daya menurunnya sudah rada lambat, dengan tangan kiri ia rangkul Lik-oh dan tangan kanan digunakan menggayuh air agar dapat timbul ke permukaan air.
Pada saat itu juga hidungnya lantas mengendus bau amis busuk, berbareng itu terdengar suara percikan gelombang air seperti ada makhluk raksasa air yang akan menyerangnya.
Sekilas timbul suatu pikiran dalam benak Nyo Ko: "Kokcu bangsat ini menjebloskan kami berdua ke sini, mana dia bermaksud baik?" Tanpa pikir tangan kanan terus menghantam ke sebelah, maka terdengar suara keras disertai berdeburnya air, dengan meminjan daya tolakan pukulan itu Nyo Ko dapat menongol ke permukaan air dengan merangkul Kongsun Lik-oh Sebenarnya Nyo Ko tidak dapat berenang, sebabnya dia sanggup bertahan dalam adalah berkat menahan napas dengan Lwekangnya yang tinggi itulah, maka keadaan gelap gulita, hanya terdengar di sebelah kiri dan belakang suara percikan air yang sangat keras, cepat tangan kanannya menabok kesana dan mendadak tangannya menahan pada sesuatu benda yang kaku, keras dan dingin, sungguh tidak kepalang kagetnya, ia pikir: "Masakah betul di dunia ini ada naga?" Sekuatnya ia menolak ke bawah sehingga tubuh nya mencelat ke atas, sebaliknya makhluk air itu kena ditekannya ke bawah air.
Nyo Ko menarik napas panjang2 dan bersiap untuk terjebur lagi ke dalam air, Tak terduga di mana kakinya menginjak ternyata berada di atas batu karang, Hal ini sama sekali tak terduga olehnya, Lantaran salah menggunakan tenaga pada ka-kinya, kakinya menjadi sakit malah menginjak batu.
Saking girangnya rasa sakitpun terlupakan, ia coba meraba dengan tangan, kiranya batu karang itu terletak di tepi sumur yang dalam itu.
Kuatir diserang lagi oleh makhluk aneh tadi, cepat ia merangkak ke tepian yang lebih tinggi, di situ ia berduduk untuk mengaso.
Kongsun Lik-oh telah minum beberapa ceguk air dan dalam keadaan setengah pingsan, Nyo Ko membiarkan nona itu mendekap di atas pahanya dan memutahkan air.
Terdengar suara batu karang itu dicakar dan digaruk oleh kuku besar disertai bau busuk amis yang menusuk hidung, kembali dua ekor makhluk aneh itu merangkak ke atas.
"He, apa itu?" seru Kongsun Lik-oh kaget sambil bangkit berduduk dan merangkul leher Nyo Ko.
"Jangan takut, sembunyi saja di belakangku," ujar Nyo Ko, Kongsun lik-oh tidak berani bergerak, ia merangkul semakin kencang, "He,buaya.
. . buaya. . . " serunya dengan suara gemetar Ketika masih tinggal di Tho-hoa-to, pernah juga-Nyo Ko melihat buaya dan tahu binatang itu sangat kejam dan ganas, jauh lebih lihay daripada serigala atau harimau di daratan, Di kala bermain dengan Kwe Hu dan kedua saudara Bu, sering mereka bertemu dengan- buaya, tapi merekapun tak berani mengusiknya dan lebih suka menyingkirinya.
Tak terduga sumur di bawa tanah ini ternyata juga ada buayanya, Segera ia berduduk dan mengerahkan tenaga pada kedua tangan serta mendengarkan dengan cermtat, ia lihat tiga ekor buaya sedang mendekat.
"Nyo-toako, tidak terduga akan mati bersama di sini," bisik Kongsun Lik-oh.
"Btarpun mati juga harus kita bunuh beberapa ekor buaya ini," kata Nyo Ko dengan tertawa.
Dalam pada itu buaya yang paling depan sudah dekat, cepat Lik-oh berani: "Hantam dia!" "sebentar Iagi," ujar Nyo Ko sambil menjulurkan sebelah kaki ke bawah batu karang, setelah merambat lebih dekat lagi, mendadak buaya pertama tadi membuka mulut hendak menggigit Nyo Ko.
Cepat sekali Nyo Ko menarik kakinya terus menendang ke bagian tenggorokan binatang itu.
Tanpa ampun buaya ita terjungkal dan tercebur ke dalam sumur, Terdengar suara berdeburnya air, kawanan buaya di dalam sumur menjadi kacau, sementara itu kedua ekor buaya yang Iain juga sudah mendekat.
Walaupun menderita keracunan bunga cinta, tapi ilmu silat Nyo Ko sedikitpun tidak terganggu, tendangannya tadi sungguh sangat kuat, habis kena sasarannya, ia sendiri merasa ujung kaki amat kesakitan.
sedangkan buaya yang tercebur lagi ke sumur itu masih dapat berenang dengan bebas, maka dapat dibayangkan betapa keras dan kuat kulit dagingnya.
Nyo Ko pikir kalau cuma bertangan kosong tentu sukar melayani buaya sebanyak itu, akhirnya dirinya dan si nona pasti akan menjadi isi perut binatang buas itu, rasanya harus mencari akal agar kawasan buaya itu dapat dibinasakan semua, ia coba meraba batu karang sekitarnya dengan mencari sepotong batu sebagai senjata, Tapi batu karang itu terasa halus licin, sebutir pasirpun tiada.
Dalam pada itu dua ekor buaya telah mendekat puIa, cepat ia tanya Kongsun lik-oh: "Apakah kau membawa senjata?" "Aku?" si nona mengulang, segera teringat olehnya tubuh sendiri sekarang hanya mengenakan kutang dan celana dalam saja, tapi sedang berada dalam pelukan si Nyo Ko, seketika ia merasa malu, namun dalam hatipun merasa manis bahagia.
Karena perhatiannya tercurah kepada kawanan buaya, Nyo Ko tidak memperhatikan sikap nona yang kikuk itu, mendadak kedua tangannya menghantam sekaligus dan tepat mengenai kepala kedua ekor buaya yang sudah dekat itu, kedua buaya itu kurang gesit dan juga tidak berusaha menghindari namun kulit dan sisiknya sangat keras, buaya2 itu cuma kelengar saja, lalu terperosot ke dalam kolam walaupun tidak mati.
Pada saat lain dua ekor buaya merayap tiba, "Pola- cepat:" sebelah kaki Nyo Ko,mendepak sehingga salah seekor terpental ke dalam kolam, lantaran terlalu keras menggunakan tenaga sehingga rangkulannya kepada Kongsun Lik-oh menjadi kurang kencang, tubuh si nona ikut tergeser miring ke samping dan tergelincir ke bawah Keruan Kongsun Lik-oh menjerit kaget, syukur sebelah tangannya sempat menahan pada batu karang, sekuatnya ia meloncat ke atas, pula Nyo Ko telah bantu menahan punggungnya sehingga dapat-lah si nona tertolong ke atas.
Tapi karena selingan itu, buaya terakhir tadi sudah berada di samping Nyo Ko, mulutnya terpentang lebar terus menggigit pundak anak muda itu.
Dalam keadaan begitu Nyo Ko tidak sempat memukul atau menendangnya lagi, walaupun dapat melompat untuk menghindar tapi bila mulut buaya yang lebar itu terkatup, bukan mustahil badan Kongsun Lik-oh yang akan menjadi mangsanya, Tiada jalan lain, terpaksa kedua tangan Nyo Ko bekerja sekaligus, ia pentang mulut buaya itu se-kuatnya, mendadak ia menggertak keras dan mengerahkan tenaga, terdengarlah suara "kletak" moncong buaya yang panjang itu sempal dan robek, seketikapun mati.
Walaupun sudah membinasakan buaya buas itu, namun Nyo Ko sendiripun berkeringat dingin.
"Kau tidak cidera bukan?" tanya Lik-oh kuatir.
"Tidak," jawab Nyo Ko, hatinya sedikit terguncang mendengar suara si nona yang halus dan penuh simpatik itu.
Karena terlalu kuat mengeluarkan tenaga, kedua lengan sendiri terasa rada sakit.
Memandangi bangkai buaya yang menggeletak diatas batu karang itu, dalam hati Kongsun Lik-oh sangat kagum, katanya: "Dengan bertangan kosong cara bagaimana engkau dapat membinasakan dia" Dalam kegelapan engkau ternyata dapat melihatnya dengan jelas.
" "Cukup lama kutinggal di kuburan kuno bersama Kokoh, asal ada sedikit sinar terang saja dapatlah aku melihatnya," kata Nyo Ko.
Teringat kuburan kuno dan Siao-liong-li, tanpa terasa ia menghela napas, mendadak seluruh badan kesakitan tak tertahankan ia menjerit sekerasnya.
Dua ekor buaya sebenarnya sedang merambat ke atas karang, karena jeritan Nyo Ko yang menyeramkan itu, buaya2 itu kaget dan melompat kembali ke dalam kolam.
Cepat Kongsun Lik-oh memegangi lengan Nyo Ko, tangan yang lain mengusap pelahan dahi anak muda itu dengan harapan akan dapat mengurangi rasa sakitnya.
Nyo Ko menyadari tubuhnya sendiri yang keracunan itu, sekalipun tidak terjeblos ke dalam sumur di bawah tanah ini juga hidupnya takkan lama, menurut ceritera Kongsun Kokcu itu, katanya akan menderita selama 36 hari baru mati, namun rasa sakit yang sukar ditahan ini, asal kumat beberapa kali lagi terpaksa aku akan membunuh diri saja.
Tapi sesudah ku mati, nona ini akan kehilangan teman dan pelindung, bukankah harus dikasihani " padahal beradanya dia di sini adalah disebabkan membela diriku, Ya, apapun penderitaanku aku harus bertahan dan tetap hidup, semoga Kokcu itu mempunyai perasaan sebagai ayah dan akhirnya berubah pikiran dan mau menolong puterinya keluar dari sini Karena memikirkan Kongsun Lik-oh, sementara melupakan Siao-liong-li sehingga rasa sakitnya segera mereda.
Katanya kemudian: "Nona Kongsun jangan kuatir, kuyakin ayahmu pasti akan menolong kau nanti.
Dia cuma benci padaku seorang, terhadapmu dia tentu sayang, kini pasti menyesali.
" Dengan air mata berlinang Kongsun Lik-oh berkata: "Ketika ibuku masih hidup memang ayah sangat sayang padaku.
Tapi setelah ibu meninggal makin hari makin dinginlah ayah terhadapku Na-mun kutahu dalam.
. . dalam hatinya tidaklah. . . tidaklah benci padaku. " - ia berhenti sejenak dan teringat kepada macam2 kejadian aneh, tiba2 ia berkata puIa: "Nyo-toako, bila kupikir sekarang rasa2nya ayah sebenarnya takut padaku.
" "Mengapa dia bisa takut padamu" Sungguh aneh.
" ujar Nyo Ko. "Memang begitulah," kata Lik-oh "Dahulu selalu kurasakan gerak-gerik ayah kurang wajar apabila bertemu denganku, se-akan2 di dalam hatinya tersimpan sesuatu rahasia dan kuatir diketahui olehku.
" Walaupun sudah lama Lik-oh merasa heran atas sikap ayahnya itu, tapi setiap kali bila memikirkan hal itu, selalu ia anggap mungkin ayahnya merasa sedih karena wafatnya ibunya sehingga perangainya juga rada berubah, Tapi terceburnya dia ke dalam kolam buaya ini jelas perangkap yang telah diatur ayahnya.
Ketika ayahnya menggeser ketiga anglo di kamar obat itu, jelas itulah pesawat rahasianya.
Kalau dikatakan ayah cuma dendam kepada Nyo Ko dan harus membunuhnya, maka anak muda ini sudah terkena racun bunga cinta, asalkan tidak diberi obat penawar tentu dia akan binasa, apalagi dia terjeblos ke dalam kolam buaya, lantas apa sebabnya ayah mesti mendorong diriku pula ke dalam kolam ini" Tenaga dorongannya yang keras itu jelas tiada lagi punya perasaan seorang ayah terhadap anak perempuannya.
Begitulah makin dipikir makin sedih hatinya, tapi dalam hati iapun semakin jelas duduknya perkara, semua tindak dan kata sang ayah dahulu yang membingungkan dan sering dianggapnya aneh, kalau terpikir sekarang jelas semua itu disebabkan oleh rasa "takut", cuma apa sebabnya seorang ayah bisa merasa takut terhadap puteri kandungnya sendiri inilah yang sukar dipahami.
Dalam pada itu di dalam kolam sedang terjadi hiruk pikuk, kawanan buaya sedang pesta pori mengganyang bangkai buaya yang dibunuh Nyo Ko tadi sehingga tiada seekorpun yang menyerang ke atas karang.
Melihat si nona termangu-mangu, Nyo Ko bertanya: "Apakah mungkin ada sesuatu rahasia ayahmu yang dipergoki olehmu tanpa sengaja?" "Tidak," jawab Lik-oh sambil menggeleng "Tindak tanduk ayah sangat kereng dan tertib, cara menyelesaikan sesuatu urusan juga adil dan bijaksana sehingga setiap orang sangat hormat dan segan padanya.
Tindakannya terhadap dirimu memang tidak baik, tapi biasanya beliau tidak pernah berbuat hal2 kurang wajar.
" Karena tidak tahu seluk beluk keadaan Cui-sian-kok di masa Ialu, dengan sendirinya Nyo Ko lebih2 tidak dapat ikut memecahkan persoalan yang dipikirkan si nona.
Kolam buaya itu berada di bawah tanah yang sangat dalam, dinginnya menyerupai gua es, apalagi kedua orang basah kuyup, tentu saja, rasa dinginnya merasuk tulang.
Bagi Nyo Ko yang sudah pernah berlatih Lwekang dengan tidur di dipan batu kemala di kuburan kuno tempat Siao liong-fif itu, sedikit rasa dingin ini tidaklah menjadi soal, tapi Kongsun Lik-oh jelas tidak tahan, ia menggigil kedinginan dan meringkuk dalam pelukan NyoKo untuk mencari hangat Nyo Ko pikir jiwa anak perempuan ini dalam bahaya, dalam hati tentu merasa sedih dan takut pula, maka ia sengaja berkelekar untuk menyenangkan hati Lik-oh, dilihatnya kawanan buaya sedang merebut pangan di dalam kolam secara ganas dan menyeramkan maka dengan tertawa ia berkata: "Nona Kongsun, jika nanti kita mati semua, pada jelmaan hidup yang akan datang kau ingin menjelma menjadi apa" Kalau buaya yang buruk ini, terang aku tidak mau.
" Lik-oh tersenyum dan menjawab: "Jika begita boleh kau menjelma menjadi bunga Cui-sian saja, harum lagi cantik dan disukai setiap orang.
" "Hanya engkau yang sesuai menjelma menjadi bunga.
" ujar Nyo Ko dengan tertawa, "Kalau aku umpama menjelma menjadi bunga juga paling2 menjadi bunga terompet atau bunga tahi sapi.
" Kongsun Lik-oh terkekeh geli, katanya: "Kalau Giam-lo ong (raja akhirat) suruh kau menjelma menjadi bunga cinta, kau mau tidak?" Nyo Ko terdiam dan tidak menjawab, diam2 ia merasa gemas, pikirnya: "Sebenarnya gabungan ilmu pedangku dengan Kokoh pasti akan dapat menusukkan Kokcu bangsat itu, konyolnya justeru Kokoh tertusuk oleh duri bunga cinta di kamar senjata itu, sedangkan Giok-li-kiam-hoat justeru harus dimainkan oleh dua orang yang bersatu hati dengan penuh rasa mesra baru nampak daya kerjanya.
Ai, agaknya memang sudah takdir dan apa daya, Hanya Kokoh entah berada di mana sekarang.
Teringat kepada Siao-licng-li, tiba2 luka-di berbagai tempat tubuhnya menjadi kesakitan lagi.
Melihat anak muda itu diam saja, Kongsun Lik-oh tahu seharusnya dirinya jangan menyebut lagi bunga cinta, maka cepat ia menyimpangkan pokok bicara, katanya: "Nyo-toako, engkau dapat melihat buaya, tapi pandanganku terasa gelap dan tidak melihat apa2" "Moncong kawanan buaya itu sangat buruk, lebih baik jangan kau melihatnya.
"ujar Nyo Ko tertawa sambil menepuk pelahan bahu si nona sebagai tanda simpatiknya, Tak terduga kalau tanganya menyentuh badan yang halus licin tanpa baju, rupanya Kongsun Lik-oh telah membuka pakaiannya ketika ayahnya menuduh dia mencuri obat sehingga yang dia pakai hanya tinggal kutang saja, dengan sendirinya dari pundak hingga lengan tiada tertutup oleh sesuatu.
Nyo Ko terkejut dan cepat menarik kembali tangannya, Lik-oh membayangkan keadaan dirinya tentu telah dapat dilihat seluruhnya oleh anak muda yang sanggup melihat sesuatu di tempat gelap itu, betapapun ia menjadi malu.
Kalau tadi mereka saling meringkuk menjadi satu ketika berusaha menghalau kawanan buaya tanpa memikirkan soal lelaki dan perempuan, kini yang satu menarik kembali tangannya dan yang lain merasa malu, keadaan menjadi serba kikuk malah.
Nyo Ko menggeser rada jauh berduduknya dan menanggalkan baju sendiri untuk diselampirkan pada tubuh si nona.
Waktu membuka baju ia menjadi teringat kepada Siao-liong-li dan juga terbayang si Thia Eng yang telah menjahitkan bajunya itu, terpikir pula Liok Bu - siang yang rela mati baginya itu, ia menjadi gegetun takdapat membalas budi kebaikan nona2 itu.
Kongsun Lik-oh lantas memakai baju Nyo Ko itu dan mengikat tali pinggangnya, tiba2 ia merasa dalam saku baju Nyo Ko itu ada suatu bungkus kecil, segera ia merogohnya keluar dan diserahkan kepada yang empunya, katanya: "Apakah ini" Apakah kau takkan menggunakannya?" Nyo Ko menerimanya dan berkata dengan heran: "Barang apakah ini?" "Kan barang di dalam sakumu, masakah kau malah tanya padaku?" ujar Lik-oh dengan heran.
Waktu Nyo Ko mengamati, kiranya adalah suatu bungkusan kecil dari kain kasar warna biru yang selamanya belum pernah diIihatnya.
Segera ia membukanya, mendadak pandangannya terbeliak, ternyata bungkusan itu berisi empat macam barang, di antaranya sebilah belati kecil, pada gagang belati itu terbingkai sebutir mutiara sebesar biji buah kelengkeng yang mengeluarkan sinar.
"Hei!" seru Lik-oh sambil mencomot sebuah botol kecil warna hijau dalam bungkusan itu: "lnilah Coat-ceng-tan!" Terkejut dan girang pula Nyo Ko, tanyanya : "lnikah Coat-ceng-tan yang dapat menyembuhkan racun bunga cinta itu?" "Ya, sampai lama sekali aku mencarinya di kamar obat ayah dan tidak menemukannya, mengapa malah sudah diambil olehmu?" jawab Lik - oh kegirangan.
"Cara bagaimana kau mengambilnya " Kanapa tidak kau minum saja" Ah, barangkali kau tidak tahu bahwa inilah Coat-ceng-tan yang kita cari itu?" Nyo Ko meng-garuk2 kepala, katanya: "Memangnya sama sekali aku tidak.
. . tidak tahu, botol. . . botol obat ini mengapa bisa berada didalam saku bajuku, sungguh aneh.
" Berkat cahaya yang terpantul dari belati yang mengkilat itu, dapat pula Kongsun Lik-oh mehhat benda2 dekatnya, terlihat isi bungkusan itu kecuali belati dan Coat-ceng-tan masih ada pula secarik kertas dan setengah potong Lengci (sejenis obat tumbuh2an yang berkhasiat seperti kolesom dsb.
" Tergerak pikiran Lik-oh, katanya: "He, potongan Lengci itu jelas dipetik oleh Lo-wan-tong itu.
" "Lo-wan-tong" Kau tidak keliru?" kata Nyo Ko.
"Ya, pasti dia," jawab Lik-oh.
"Kamar penyimpan Lengci di bawah pengurusanku, Lengci ini jelas2 berasal dari sana, waktu Lo-wan-tong mengobrak-abrik sini, membakar kitab dan lukisan, mencuri pedang, merusak anglo dan memetik Lengci, semua adalah perbuatannya.
" "Ya, ya tahulah aku!" tiba2 Nyo Ko berseru menyadari duduknya perkara.
"Ada apa?" tanya Lik-oh.
"Sekarang kutahu Ciu-locianpwe itulah yang menaruh bungkusan kecil ini ke dalam bajuku," kata Nyo Ko.
sekarang iapun tahu sesungguhnya Ciu Pek-tong bermaksud membantunya secara diam2,maka dari sebutan "Lo-wan-tong" telah digantinya dengan sebutan "Ciulocianpwe" Kongsun Lik-oh juga mulai paham persoalannya, ia tanya: "Dia yang menyerahkan padamu?" "Tidak," sahut Nyo Ko.
"Tokoh Ba-Iim yang jenaka ini sungguh sukar dijajaki tindak tanduknya Dia telah mengambil gunting dan kedokku di luar tahuku, malahan akupun tidak tahu sama sekali kalau dia juga menaruh bungkusan kecil ini dalam bajuku, Ai, sungguh kepandaianku teramat jauh kalau dibandingkan orang tua itu.
" "Agaknya memang begitulah" kata Likoh, "Ketika ayah menuduh dia mencuri dan suruh dia mengembalikan barangnya, namun Lowantong itu telah mem.
. . membuka baju di depan orang banyak dan memang tidak membekal sesuatu benda apapun.
" "Dia membuka baju dan telanjang bulat sehingga Kokcu juga kena dikelabuhi, kiranya bungkusan, ini sudah dia alihkan ke dalam bajuku," kata Nyo Ko dengan tertawa.
Lik-oh membuka gabus tutup botol itu, dengan hati2 ia menuang obat pada telapak tangannya ternyata cuma tertuang keluar satu butir pil yang berbentuk persegi seperti dadu, warnanya hitam mulus, baunya amis dan busuk.
Pada umumnya obat pil tentu berbentuk bundar agar mudah meminumnya, jika obat kapsul tentu juga berbentuk lonjong, tapi pil berbentuk persegi begini sungguh tidak pernah dilihat oleh Nyo Ko.
ia coba mengambilnya dari tangan si nona dan diamat-amatinya.


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Sin Tiaw Hiap Lu Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kemudian Kongsun Lik-oh meng-goyak2 botol itu, lalu dituang pula serta di-ketok2 pada telapak tangahnya, namun ternyata tiada isinya lagi.
"Sudah kosong, hanya satu biji ini melulu," katanya.
"Lekas engkau meminumnya, bisa runyam kalau sampai jatuh ke kolam.
" Selagi Nyo Ko hendak memasukkan pil itu ke mulut, ia jadi merandek mendengar si nona menyatakan obat itu cuma sata biji melulu, segera ia menegas: "Mengapa isi botol cuma satu biji" Masih ada tidak di tempat ayahmu?" "Justeru cuma ada satu biji ini, maka sangat berharga, kalau tidak, buat apa ayah marah2 padaku," kata Lik-oh.
Nyo Ko terkejut, katanya: "Jika begitu, dengan cara bagaimana ayahmu akan menolong Kokohku yang sekujur badan tercocok duri bunga cinta itu?" "Pernah kudengar ceritera Toasuhengku, katanya pil ini mestinya dua biji, tapi entah mengapa kemudian cuma sisa satu biji ini saja," tutur Lik-oh, "Bahkan resep pembuatan obat ini sudah bilang, "ayahku sendiripun tidak tahu, sebab itu Toasuheng memberi peringatan agar waspada dan jangan sampai terkena racun duri bunga itu" "Wah, jika begitu, kenapa ayahmu belum datang menolong kau," seru Nyo Ko gegetun.
Kongsun Lik-oh cukup cerdas, ia paham isi hati anak muda itu, melihat Nyo Ko mengembalikan lagi pil itu ke dalam botol, dengan menghela napas pelahan ia berkata: "Nyo-toako, sedemikian cintamu terhadap nona Liong, masakan ayahku tidak tahu diri" Kutahu, engkau bukan mengharapkan ayahku datang menolong diriku, lebih dari itu engkau justru mengharapkan kubawa serta Coat-ceng-tan ini ke atas sana untuk menyelamatkan jiwa nona Liong.
" Karena isi hatinya dengan tepat dikatai, Nyo Ko tersenyum dan berkata pula: "Seumpama racun di dalam tubuhku dapat disembuhkan, tapi sukar juga bagiku untuk hidup di kolam buaya ini, dengan sendiri nya lebih penting menolong jiwa Kokohku saja," Lik-oh tahu tiada gunanya membujuk anak muda itu meminum pil itu, diam2 ia menyesal tadi telanjur bicara terus terang tentang satu2nya pil itu, segera ia berkata pula.
"Meski Lengci ini tak dapat menawar racun, tepi sangat berpaedah bagi kesehatan tubuh, lekas kau memakannya saja.
" Nyo Ko mengiakan ia memotong Lengci itu menjadi dua, ia sendiri makan sebagian, sebagian lagi dijejalkan ke mulut Lik-oh dan berkata: "Entah kapan baru ayahmu akan datang menolong kau, maka kaupun makan sepotong Lengci ini untuk menghalau hawa dingin.
" Melihat kesungguhan hati anak muda itu, Lik-oh tidak tega menolaknya, segera ia membuka mulut dan makan potongan Lengci itu.
Umur Lengci itu ada ratusan tahun, setelah makan Lengci, seketika kedua orang merasakan badan segar dan hangat, semangat terbangkit segera dan pikiranpun ferang, Tiba2 Lik-oh berkata: "Setelah Coat-ceng-tan ini dicuri Lo-wan-tong, jelas ayah sudah tahu juga, janjinya menyembuhkan kau hanya sekadar menipu nona Liong, bahkan memaksa aku menyerahkan obat ini juga cuma pura2 saja.
" Sebenarnya sudah sejak tadi hal ini terpikir oleh Nyo Ko, cuma dia tidak ingin menambah rasa sedih si nona, maka belum dibeberkannya.
Kini hal itu terucap dari Lik-oh sendiri, maka iapun berkata: "Setelah kau dilepaskan ayahmu, kelak kau perlu hati2, paling baik kalau berusaha meninggalkan tempatnya ini.
" "O, agaknya kau tidak kenal pribadi ayah," ujar Lik-oh.
"Sekali dia telah mendorong aku ke kolam buaya ini, betapapun dia takkan melepaskan aku lagi, Nyo-toako, masakah engkau melarang aku mati bersama kau di sini?" Selagi Nyo Ko hendak menghiburnya lagi, tiba2 seekor buaya merambat lagi ke atas karang dan sebelah kakinya tepat meraih kertas yang jatuh dari bungkusan kecil tadi, Tergerak hati Nyo Ko, katanya: "Coba kita lihat apa yang tertulis di kertas itu.
" -- Segera ia angkat belatinya dan menusukannya pada bagian antara kedua mata buaya, "bles", dengan mudah saja belati itu menembus kulit buaya yang keras dan tebal itu.
Ternyata belati itu adalah senjata mestika yang sangat tajam.
Buaya itu berkelojotan beberapa kali dan terguling ke dalam kolam serta binasa.
"Kita mempunyai belati ini, maka celakalah bagi kawanan buaya itu", ujar Nyo Ko dengan girang, Pelahan ia ambil kertas yang sudah rada basab itu, belati yang dipegangnya itu dipepetkan pada kertas, dari pantulan cahaya mutiara di gagang belati itu dapatlah terbaca tulisan di atas kertas-itu.
Tapi setelah mereka mengamati, satu huruf saja tidak tertampak, yang ada cuma lukisan menyerupai pemandangan alam, ada rumahnya, ada bukitnya dan sebagainya.
Nyo Ko merasa lukisan yang berupa corat-coret itu tiada sesuatu yang menarik, maka kertas itu ditaruhnya lagi ke atas karang, Tapi Kongsun Lik-oh yang ikut membaca itu mendadak berkata : "lni adalah denah bangunan perkampungan Cui-sian-kok kita ini, lihatlah, inilah sungai kecil ketika kalian datang ke sini, yang ini ruangan depan, ini kamar senjata, itu kamar obat dan.
. . " sembari bicara si nona juga menunjukkan bagian peta yang dimaksud itu.
"He, lihat ini, lihat!" tiba2 Nyo Ko berseru heran sambil menunjuk kolam besar yang terlukis di bawah kamar obat itu.
"Ya, inilah kolam buaya dan.
. . ah, malahan ada jalan tembusannya di sini" kata Lik-oh.
Menurut peta itu, ditepi kolam buaya terlukis sebuah tembusan, seketika mereka bersemangat, cepat Nyo Ko mengambil peta itu dan dicocokkan dengan keadaan disekitar kolam, katanya kemudian: "Jika apa yang terlukis dalam peta ini tidak bohong, maka selewatnya jalan tembus ini, di sana tentu ada lagi jalan keluarnya, Cuma.
. . " "Di sinilah letak keanehannya," sambung Lik-oh.
"Jalan tembus ini terlukis menyerong ke bawah, padahal kolam buaya ini sudah jauh di bawah tanah, menyerong turun lagi, lalu menembus ke mana?" Setelah mereka mengamati lagi peta itu, jalan tembus yang dilukis itupun berhenti sampai di tepi kertas sehingga tidak diketahui menembus ke mana akhirnya.
"Apakah soal kolam buaya ini pernah kau dengar dari ayahmu atau Toasuhengmu?" tanya Nyo Ko.
Lik-oh menggeleng, jawabnya: "Sampai sekarang baru kuketahui di bawah kamar obat terdapat makhluk buas sebanyak ini, mungkin Toasuheng sendiripun tidak mengetahui" Nyo Ko mengamati keadaan sekeliling, terlihat di depan sana ada segulung bayangan yang kelam, agaknya di situlah terletak mulut jalan tembusan yang dimaksudkan itu, cuma jaraknya agak jauh sehingga tidak kelihatan dengan jelas, ia menjadi sangsi jangan2 di lorong itu terdapat makhluk buas lainnya dan bukan mustahil jauh lebih berbahaya daripada kawanan buaya ini.
Tapi daripada duduk menanti ajal ada lebih baik kalau menyerempet bahaya, asalkan nona Kongsun dapat diselamatkan keluar dari sini dan dapat mengantar pil ini kepada Kokoh, maka tercapailah sudah cita-citaku.
Segera ia menyerahkan belati ke tangan Lik-oh dan berkata: "Coba kulihat ke seberang sana.
" Sekali loncat, tahu2 ia sudah melayang ke tengah kolam.
Lik-oh menjerit kaget, tertampak sebelah kaki Nyo Ko menginjak bangkai buaya yang masih mengambang di kolam itu dan sekali Ioncat lagi, kaki yang Iain, menutul punggung seekor buaya, ketika toaya itu ambles ke bawah air, namun Nyo Ko juga sudah melayang sampai di seberang, ia berdiri mepet dinding karang, sebelah tangannya coba meraba ke sana terasa kosong, segera ia berseru: "Ya, memang betul inilah jalannya-" Ginkang Kongsun Lik-oh tidak setinggi Nyo Ko, ia tak berani melompat ke sana menurut cara anak muda itu.
Nyo Ko pikir kalau melompat kembali ke sana untuk menggendong si nona kesini, karena bobot tubuh kedua orang bertambah berat, tentu gerak geriknya tidak leluasa dan juga sukar menggunakan: buaya sebagai batu loncatan.
Tapi urusan sudah telanjur, segera ia berseru: "Nona Kongsun, coba kau lemparkan bajuku itu ke sini setelah kau celup air.
" Walaupun tidak tahu apa maksud tujuannya tapi Lik-oh melakukan juga permintaan anak muda.
itu, ia menanggalkan baju Nyo Ko yang dipakainya itu, dan dicelup ke dalam kolam, lalu ia gulung2 dan berseru: "lni terimalah!" Sekuatnya ia lantas-menyambitkan gulungan baju basah itu ke seberang.
Setelah menerima baju itu, segera Nyo Ko melompat ke sisi sana dan berdiri pada suatu tempat dekukan dinding karang, tangan kiri memegang kencang pada sebuah tonjolan karang, tangan kanan terus memutar bajunya yang sudah dibasahi dan diluruskan menjadi sepotong tali besar, serunya.
"Coba kau memperhatikan suaranya!" Segera ia menyabetkan bajunya ke depan terus ditarik kembang "bluk", bajunya basah itu tepat memukul pada mulut lorong itu, berturut ia berbuat begitu tiga kali, lalu bertanya: "Sudah jelas letak mulut gua ini?" Dari suara "bluk-bluk" tadi Lik-oh membedakan arah dan jauh dekat tempatnya, segera ia menjawab: "Ya, kutahu jelas.
" "Sekarang melompatlah dan pegang ujung baju yang kuayunkan ini, akan kulemparkan kau keseberang sana," kata Nyo Ko.
Sehabis Lik-oh memandang ke sana, tapi keadaan di sana tetap gelap kelam, ia rada takut dan berkata: "Aku.
. . aku tak. . . " "Jangan takut," kata Nyo Ko dengan tertawa.
"Jika kau gagal memegang ujung baju dan tcrjebfos ke ko!am, segera kuterjun, ke sana untuk menolong kau, Kalau tadi saja kira tidak takut pada kawanan buaya itu, apalagi sekarang sudah mempunyai belati mestika ini, kenapa takut?" Segera ia mengayunkan gulungan bajunya lagi.
Terpaksa Kongsun Likoh harus loncat, kedua kakinya mengencot sekuatnya pada batu karang, segera tubuhnya melayang ke udara, didengarnya suara menyambernya gulungan baju itu di udara, kedua tangannya terus merath, syukur tangan kanan dapat memegang ujung baju itu.
Ketika Nyo Ko merasa tangannya terbetot, sekuatnya ia terus menyendal sehingga tubuh si nona dapat dilontarkan ke mulut gua tadi, Kuatir kalau nona itu kurang mantap berdirinya, sesudah mengayunkan bajunya ia terus melompat pula ke sana dan menolak pelahan pada pinggang si nona untuk kemudian duduklah mereka di mulut gua.
"Bagus sekali gagasanmu ini," seru Lik-oh kegirangan.
"Tapi di dalam gua ini entah ada makhluk buas apa, terpaksa kita pasrah nasib saja," ujar Nyo Ko dengan tertawa, Segera ia menerobos ke dalam lorong gua itu dengan membungkuk badan.
"Gunakan senjata ini untuk membuka jalan," kata Lik-oh sambil menyodorkan belati kepada Nyo Ko.
Mulut gua itu sangat sempit, terpaksa kedua orang merangkak maju, Lantaran hawa lembab kolam buaya, dalam gua ternyata berlumut dan licin, bahkan berbau apek dan busuk.
"Pagi tadi kita masih menikmati pemandangan alam dengan bunga yang mekar semerbak, siapa tahu beberapa jam kemudian kita telah berada di tempat seperti ini, sungguh aku telah membikin susah saja padamu," kata Nyo Ko sembari merangkak ke depan.
"Ini bukan salahmu," ujar Lik-oh, Setelah merangkak sekian Iamanya, terasalah lorong gua itu memang terus menyerong turun ke bawah, tapi makin jauh makin kering dan bau busuk juga mulai lenyap.
"Ah, tampaknya habis merasakan pahit kini telah mulai merasakan manisnya, kita sudah mulai memasuki wilayah bahagia.
" "Nyo-toako," kata Lik-oh sambil menghela napas, "kutahu hatimu sendiri susah, tidak perlu engkau sengaja membikin senang hatiku.
" Belum habis ucapannya, mendadak dari sebelah kiri sana berkumandang suara gelak tertawa seorang perempuan: "Hahaha-hahahaaah!" Jelas sekali suara itu adalah suara orang tertawa, tapi kedengarannya justeru mirip orang menangis, suara "haha" itu bernadakan rasa sedih memilukan luar biasa.
Selamanya Nyo Ko dan Kongsun Lik-oh tak pernah mendengar suara yang bukan tangis dan bukan tawa itu, apalagi di dalam goa yang gelap dan seram itu mendadak mendengar suara aneh itu, tentu saja lebih mengejutkan daripada tiba2 keper-gok binatang buas dan makhluk yang menakutkan.
Nyo Ko sebenarnya pemuda yang tabah dan pemberani tapi tidak urung juga kaget oleh suara itu sehingga ubun2 kepalanya kesakitan membentur atap gua itu, Lebih2 Lik-oh, ia bahkan mengkilik dan merangkul kencang kaki Nyo Ko.
Untuk sejenak Nyo Ko berhenti merangkak dan pasang telinga, tapi sedikitpun tiada suara orang lagi.
Kedua orang menjadi serba salah, ingin maju terus terasa takut, mau mundur terasa penasaran "Apakah setan?" bisik Lik-oh dengan suara lirih sekali.
Siapa tahu suara "tangis-tawa" tadi kembali perkumandang pula, lalu terdengar perkataannya: "BetuI, aku ini setan, aku ini setan! Haha, ha-hahaaah!" Nyo Ko pikir kalau dia mengaku sebagai setan maka pasti bukanlah setan, dengan berani segera ia menanggapi dengan suara lantang: "Cayhe bernama Nyo Ko, bersama nona Kongsun ini kami lagi tertimpa bencana, yang kami harapkan hanya cari selamat dan sama sekali tidak bermaksud jahat terhadap orang lain.
" "Nona Kongsun?" tiba2 orang itu menyela, "Nona Kongsun apa?" "Puteri Kongsun Kokcu, namanya Kongsun Lik-oh," jawab Nyo Ko.
Habis tanya jawab ini, lalu lenyaplah suara di sebelah sana, se-akan2 orang itu mendadak hilang sirna tanpa bekas.
Ketika orang itu mengeluarkan suara "tangis bukan dan tawa tidak" itu, sebenarnya Nyo Ko berdua sangat takut, kini keadaan menjadi sunyi senyap mendadak, dalam kegelapan kedua orang merasa lebih ngeri sehingga mereka meringkuk ber-dekapan tanpa berani bergerak.
Selang agak lama, se-konyong2 orang ita membentak "Kongsun Kokcu apa maksudmu" Apakah Kongsun Ci?" Nadanya penuh rasa gusar dan dendam.
Dengan menabahkan hati Kongsun Lik-oh menjawab: "Betul, memang ayahku bernama Ci, apakah Locianpwe kenal ayahku?" "Hehehe, apakah kukenal dia" Apakah kukenal dia" Hehe!" demikian orang itu terkekeh aneh.
Lik-oh tak berani menanggapi lagi, terpaksa diam saja.
Selang sejenak pula, mendadak orang itu membentak: "Dan kau bernama siapa?" "Wanpwe bernama Lik-oh, Lik artinya hijau dan Oh artinya kelopak bunga," demikian Lik-oh menjelaskan.
Orang itu mendengus: "Hm! Coba katakan, kau dilahirkan tahun kapan, bulan dan hari apa serta waktunya?" Tentu saja Lik-oh ter-heran2, ia tidak mengerti untuk apakah orang aneh ini menanyakan waktu kelahirannya, apakah bermaksud jahat padaku ia coba membisiki Nyo Ko: "Bolehkah kukatakan padanya?" Belum lagi Nyo Ko menjawab, tiba2 orang itu menjengek lagi: "Tahun ini kau berumur 18, lahir pada pukul 12 siang tanggal 3 bulan 2, betul tidak?" Lik-oh sangat terkejut serunya tersendat Dari.
. . darimana engkau meng. . . mengerti?" Tiba2 timbul semacam firasat aneh yang sukar terkatakan, ia merasa yakin manusia aneh ini pasti takkan membikin susah dirinya, cepat ia mendahului Nyo Ko merangkak ke sana, sesudah berputar beberapa belokan, tiba2 pandangannya terbeliak, terlihat seorang nenek botak dan setengah badan telanjang berduduk di atas tanah dengan gusar tapi berwibawa.
Lik-oh menjerit kaget sambil berdiri dengan melenggong, Kuatir si nona mengalami apa2, cepat Nyo Ko menyusul ke sana.
Terlihat tempat di mana si nenek botak itu berduduk adalah suatu lekukan batu alam, sebuah gua yang tak diketahui berapa dalamnya, di bagian atas ada sebuah lubang besar yang bulat tengahnya seluas dua-tiga meter, dari situlah cahaya matahari memancar masuk, Cuma lubang besar itu terletak ratusan meter tingginya dari permukaan tanah, besar kemungkinan nenek ini terjatuh dari lubang besar itu dan untuk seterusnya tidak dapat keluar lagi.
Karena gua itu terletak jauh dibawah tanah, sekalipun berteriak dan menjerit sekerasnya disitu juga sukar didengar oleh orang lalu di atas sana.
Cuma aneh juga, jatuh dari tempat setinggi itu ternyata nenek botak ini tidak terbanting mampus, sungguh luar biasa dan sukar dimengerti.
Nyo Ko melihat si nenek menutupi tubuh bagian bawah dengan kulit pohon dan daun2an, barangkali sudah terlalu lama dia meringkuk di dalam gua ini sehingga pakaiannya sudah hancur semua.
Nenek itu tahu juga munculnya Nyo Ko, tapi tidak digubrisnya, melulu Kongsun Lik-oh saja yang diamat-amatinya, tiba2 ia tertawa sedih, katanya: "Cantik amat kau, nona.
. . " Lik-oh membalasnya dengan tersenyum manis, ia melangkah maju dan memberi hormat serta menyapa: "Selamat, Locianpwe!" Kembali Nenek itu menengadah dan mengeluarkan suara "tangis bukan tawa tidak" tadi, lalu berkata: "Locianpwe apa" Hahaha, selamat" Aku selamat! Ahahahahaah!" Habis ini mendadak wajahnya penuh rasa gusar dan mata melotot Tentu saja Lik-oh merasa bingung dan takut karena tidak tahu dimana ucapannya tadi telah membikin marah si nenek, ia menoleh kepada Nyo Ko sebagai tanda minta bantuan.
Nyo Ko berpendapat mungkin si nenek sudah terlalu lama hidup terpencil dan tersiksa lahir batin di gua ini sehingga pikirannya menjadi abnormal, maka ia menggeleng kepada Lik-oh dengan tersenyum sebagai tanda agar nona itu jangan pikirkan sikap si nenek yang aneh itu.
Disamping itu Nyo Ko justeru lagi berpikir cara bagaimana dapat merambat kemar lubang di atas itu.
Namun letak lubang teramat tinggi, sekalipun dengan Ginkang yang maha tinggi juga sukar mencapainya.
Dalam pada itu Lik-oh sedang memperhatikan si nenek dengan penuh perhatian, dilihatnya di atas kepala si nenek yang botak itu cuma ada beberapa utas rambut yang sangat jarang2, mukanya penuh keriput, namun kedua matanya bersinar tajam, dari raut mukanya dapat dibayangkan di masa dahulu si nenek pasti seorang wanita cantik.
Sementara nenek itupun masih memandangi Kongsun Lik-oh tanpa berkedip.
jadinya kedua orang hanya sa'ing pandang saja dan tidak menggubris Nyo Ko sama sekali.
Sejenak kemudian, tiba2 nenek itu berkata: "Di sebelah kiri pinggangmu ada sebuah toh merah, betul tidak?" Kembali Lik-oh terkejut, pikirnya: "Toh merah pada tubuhku ini sekalipun ayah kandungku juga belum tentu tahu, mengapa nenek yang terasing di gua bawah tuiah ini malah tahu dengan jelas" Dia juga tahu waktu kelahiranku, tampaknya dia pasti mempunyai hubungan yang sangat erat dengan keluargaku," Karena itu, segeru ia bertanya dengan suara lembut: "Nenek, engkau pasti kenal ayahku dan tentu juga kenal pada mendiang ibuku, bukan?" Nenek itu melengak, lalu menggumam: "Mendiang ibumu, mendiang ibumu" Hahaha, sudah tentu kukenal" Mendadak suaranya berubah bengis, ia membentak: "Hm pinggangmu ada toh merah seperti kutanyakan tadi tidak" Lekas buka pakaianmu dan perlihatkan padaku, kalau berbohong sedikit saja akan kubinasakan kau seketika di sini" Lik-oh berpaling sekejap kepada Nyo Ko dengan muka merah jengah, Cepat Nyo Ko membalik tubuh ke sana, Maka Lik-oh membuka baju Nyo Ko yang dipakainya, lalu menyingkapkan sebagian kutang dan celananya, kelihatanlah pinggangnya yang putih bersih itu memang betul ada sebuah toh merah sebesar ibu jari.
Melihat sekejap saja toh merah itu, seketika tubuh si nenek gemetarah, air matanya mendadak bercucuran terus merangkul Lik-oh dengan erat sambil berseru: "O, permata hatiku, betapa ibu merindukan kau selama ini.
" Melihat sikap dan air muka si nenek saja, secara otomatis telah menggugah watak alamiah seorang anak terhadap ibunya, terus saja Lik-oh mendekap si nenek sekencangnya dan berseru sambil menangisi "O, ibu!" Mendengar orang dibelakangnya saling berseru, yang seorang memanggil "permata hati" dan yang lain menyebut ibu.
Nyo Ko terkejut dan cepat berpaling dilihatnya kedua orang saling mendekap kencang, jelas Kongsun Lik-oh sedang menangis tersedat dan muka si nenek juga kelihatan penuh ingus dan air mata, ia menjadi heran apakah nenek botak ini benar2 ibu nona Kongsun" Pada saat lain mendadak tertampak alis nenek itu menegak dan air mukanya berubah beringas, mirip sekali dengan Kongsun Kokcu apabila hendak menyerang orang, Nyo Ko menjadi kuatir kalau nenek ini akan mencelakai Kongsun Lik-oh, cepat ia melangkah maju.
Tapi segera terlihat si nenek menepuk pelahan bahu Lik-oh dan membentak: "Coba berdiri sana, aku hendak tanya kau.
" Lik-oh tercengang dan menjauhi tubuh si nenek sambil memanggil lagi sekali: "lbu" Mendadak nenek itu menbentak dengan bengis.
"Untuk maksud apa Kongsun Ci menyuruh kau ke sini" Suruh kau membohongi aku dengan kata2 manis, bukan?" Lik-oh menggeleng dan berseru: "O, ibu, kiranya engkau masih hidup di dunia ini.
O, ibu!" Air mukanya jelas memperlihatkan rasa girang dan haru, inilah perasaan murni seorang anak dengan ibunya, sedikitpun tidak pura2.
Tapi nenek botak itu tetap membentak lagi: "Kongsun Ci bilang aku sudah mati, bukan?" "Anak telah menderita selama belasan tahun dan mengira sudah piatu tak beribu, ternyata ibu toh masih hidup dengan baik sungguh girang hatiku sekarang," kata Lik-oh.
"Dan siapa dia?" tanya si nenek sambil menuding Nyo Ko.
"Untuk apa kau membawanya ke sini?" "Dengarkan dulu ceritaku, ibu," kata Lik-oh lalu iapun menguraikan cara bagaimana Nyo Ko datang ke Cui-sian-kok serta terkena racun duri bunga cinta, cara bagaimana kedua orang kejeblos dalam kolam buaya, Hanya mengenai Kongsun Kokcu hendak menikah dengan Siao-liong-li tidak diceritakannya untuk menjaga agar sang ibu tidak menaruh dendam dan cemburu.
Air muka si nenek tertampak lebih tenang setelah mendengar cerita itu, pandangannya terhadap Nyo Ko juga semakin simpatik Sampai akhirnya ketika mengetahui Nyo Ko telah membinasakan buaya dan menyelamatkan Lik-ohr ber-ulang2 nenek itu manggut2 dan berkata: "Bagus, anak muda, bagus tidak sia2 puteriku penujui kau.
" Wajah Lik-oh menjadi merah dan menunduk malu.
Nyo Ko pun merasa serba kikuk untuk menuturkan seluk beluk dirinya, hanya dikatakannya: "Kongsun-pekbo (bibi), sebaiknya kita mencari akal untuk bisa keluar dari sini," Mendadak si nenek menarik muka dan berkata: "Kongsun-pekbo apa katamu" selanjutnya jangan lagi kau menyebut perkataan Kongsun segala, jangan kau kira kaki tanganku ini tak bertenaga, jika ku-hendak bunuh kau, boleh dikatakan teramat mudah bagiku.
" "Crot", mendadak dari mulutnya menyomprot keluar sesuatu dan terdengarlah suara "cring" yang nyaring, belati yang terpegang di tangan Nyo Ko itu dengan tepat terbentur, seketika tangan Nyo Ko terasa kesemutan, "trang", tahu2 belati itu terlepas dan jatuh ke tanah, Dalam kagetnya cepat Nyo Ko melompat mundur, waktu ia mengawasi, kiranya di tepi belati ada satu butir biji kurma.
Nyo Ko terkejut dan sangsi pula, pikirnya: "Dengan tenaga yang kugunakan untuk memegangi belati ini, biarpun roda emas Kim-Ium Hoat-ong, gada si Darba atau golok bergigi Kongsun Kokcu juga sukar menggetar jatuh belatiku ini, tapi satu biji kurma yang disemburkan dari mulut nenek ini mampu menjatuhkan senjata dalam cekalanku, meski aku sendiri memang tidak bersiaga, namun dari sinipun dapat dibayangkan betapa hebat ilmu silat si nenek yang sukar diukur ini," Melihat kegugupan air muka Nyo Ko, cepat Lik-oh berkata padanya: "jangan kuatir, Nyo-toako, ibuku pasti takkan mencelakai kau.
" Segera ia mendekati dan pegang tangan anak muda itu, lalu berpaling dan berkata kepada sang ibu : "Engkau jangan marah, ibu, boleh engkau suruh dia ganti sebutan saja.
Dia kan tidak tahu persoalannya.
" "Baiklah," ujar nenek itu dengan tertawa, "nyonya selamanya tidak pernah ganti nama atau she, Thi-cio-lian-hoa (si bunga teratai bertangan besi) Kiu Jian-jiu ialah diriku ini.
Dan cara bagaimana kau memanggil aku, hehe, memangnya masih perlu tanya" Tidak lekas kau menyembah dan menyebut "ibu mertua" padaku" Cepat Lik-oh menyela: "lbu, sebenarnya Nyo-toako dan anak tiada apa2, dia hanya.
. . hanya bermaksud baik saja kepada anak dan tiada kehendak.
. . " "Hm," si nenek alias Kiu Jian-jio mendengus, "tiada apa2 katamu dan tiada kehendak lain" Habis mengapa kau cuma memakai baju dalam dan sebaliknya memakai bajunya," - Mendadak ia per-keras suaranya dan setengah menjerit: "Jika bocah she Nyo ini berani meniru cara kotor dan rendah seperti Kongsun Ci, hm, tentu akan kubinasakan dia disini.
Nah, orang she Nyo, kau menikahi anakku atau tidak?" Melihat cara bicaranya seperti orang gila dan sukar diberi penjelasan, Nyo Ko menjadi serba salah.
Sungguh aneh, baru pertama kali kenal sudah memaksa dirinya menikahi puterinya" Kalau ditolak secara terang2an, dikuatirkan pula akan menyinggung perasaan Lik-oh.
Apalagi ilmu silat nenek ini sangat tinggi dan perangainya aneh juga, kalau sampai membikin marah padanya bukan mustahil seketika akan dibunuh olehnya.
Padahal mereka sekarang bernasib sama yakni terkurung di goa bawah tanah ini, yang penting hanya mencari jalan meloloskan diri.
Maka dengan tersenyum berkatalah Nyo Ko "Hendaklah Locianpwe jangan kuatir, nona Kongsun telah menolong aku dengan segala pengorbanan, Nyo Ko bukanlah manusia yang tidak berperasaan, betapapun budi kebaikan nona Kongsun takkan kulupakan selama hidup ini," Ucapan Nyo Ko ini cukup licin, meski tidak jelas menyanggupi akan menikahi Kongsun Lik-oh, tapi terasa puas bagi pendengaran Kiu Jian-Jiu.
nenek ini manggut2 dan berkata: "Baiklah kalau begitu.
" Kongsun Lik-oh paham isi hati Nyo Ko, dipandangnya sekejap anak muda itu dengan sorot yang menyesal dan perasaan hampa, lalu menunduk dan tidak bicara kgi.
Selang sejenak baru dia berkata kepada Kiu Jian-Jio: "Mengapa engkau bisa berada di sini, ibu" Sebab apa ayah justeru bilang engkau sudah meninggal dunia sehingga membikin anak berduka selama belasan tahun ini, Bila anak mengetahui engkau berada di sini, dengan cara apapun juga anak pasti akan mencari ke sini.
" Dilihatnya bagian atas tubuh sang ibu telanjang, kalau baju Nyo Ko itu diberikan padanya berarti ia sendiri yang kurang pakaian, terpaksa Lik-oh merobek sebagian baju itu untuk disampirkan di atas bahu ibu.
Diam2 Nyo Ko menyayangkan nasib baju yang dibuatkan oleh Siao-liong-li itu, hatinya menjadi berduka sehingga merangsang racun dari bunga cinta, seketika sejujur badan terasa kesakitan.
Melihat itu, tiba2 Kiu Jian-jio meraba pangkuannya seperti hendak mengambil sesuatu, tapi setelah dipikir lagi akhirnya tangan ditarik kembali dalam keadaan kosong.
Dari gerakan sang ibu Lik-oh melihat sesuatu, segera ia memohon: "Oh ibu, tentunya engkau dapat menyembuhkan racun bunga cinta itu, bukan?" Dengan hambar Kiu Jian-jio menjawab: "Aku sendiri dalam keadaan susah, orang lain tidak mampu menolong aku, mana aku dapat pula menolong orang lain?" "Tapi, asalkan ibu menolong dia, tentu dia akan berusaha menolong ibu" kata Lik-oh cepat "Andaikah engkau tidak menolong dia juga Nyo-toako akan membantu kau sepenuh tenaga, BetuI tidak Nyo-toako.
" Sesungguhnya Nyo Ko tidak menaruh simpatik terhadap Kiu Jian-jio yang eksentrik itu, cuma mengingat si Lik-oh, dengan sendirinya ia harus membantu sebisanya, maka jawabnya: "Ya, sudah tentu locianpwe telah berdiam sekian lamanya di sini, keadaan tempat ini tentu sudah sangat apal, apakah dapat memberi petunjuk sekedarnya?" Kim Jian-jio menghela napas, katanya: "Meski tempat ini sangat dalam di bawah tanah, tapi tidaklah sulit jika mau keluar dari sini.
" Ia memandang Nyo Ko sekejap, lalu menyambung.
"Tentu dalam hati kau sedang berpikir, kalau tidak sulit untuk keluar, mengapa engkau masih menongkrong saja di sini" Ai, ketahuilah bahwa urat nadi kaki dan tanganku sudah putus, seluruh ilmu silat ku sudah punah" Sejak tadi Nyo Ko memang melihat anggota badan nenek itu rada kurang wajar, maka iapun tidak heran mendengar keterangan itu, Tapi Lik-oh menjerit lantas berseru: "Oh, ibu, siapakah yang mencelakai engkau" "Kita harus menuntut balas.
" "Hmm, menuntut balas" Apakah kau tega membalasnya?" jengek Kiu Jian-jio, "orang yang memutuskan urat kaki dan tanganku justeru bukan Iain daripada Kongsun Ci adanya.
" Setelah mengetahui nenek itu adalah ibu kandung sendiri, dalam hati Lik-oh samar2 sudah mulai membayangkan hal demikian, kini sang ibu mengatakannya sendiri, tidak urung hati Lik-oh tergetar juga, segera ia bertanya :"Apa sebabnya ayah berbuat begitu terhadap ibu?".
Kiu Jian-jio melirik Nyo Ko sekejap, talu berkata: "Sebab aku telah membunuh satu orang, seorang perempuan muda cantik jelita, Hm, sebab aku telah membunuh perempuan yang dicintai Kongsun Ci.
" Bicara sampai di sini ia menggertak gigi hingga berbunyi gemertak.
Likoh menjadi takut dan rada menjauhi sang ibu dan menyurut mendekati Nyo Ko.
Seketika dalam gua itu suasana menjadi sunyi senyap.
Mendadak Kiu Jian-jio berkata: "Kalian sudah lapar bukan" Di sini hanya bisa mengisi perut dengan kurma.
Habis-berkata ia terus berjongkok dan merangkak ke depan dengan gerakan yang sangat cepat seperti binatang.
Pedih dan haru hati Nyo Ko dan Lik-oh melihat kelakuan orang tua itu, sebaliknya Kiu Jian-jio sudah biasa merangkak cara begitu selama belasan tahun ini, maka bukan soal lagi baginya.
Segera Lik-oh bermaksud menyusul ke sana untuk memayang ibunya, tapi terlihat orang tua itu sudah berhenti di bawah sebatang pohon kurma yang besar.
Sukar dibayangkan entah berapa tahun yang lalu dari udara telah jatuh satu biji bibit kurma dan mulai tumbuh di dalam gua ini, lalu mulai menjalar dan berkembang biak sehingga seluruhnya di dalam gua kini tumbuh beberapa puluh pohon kurma.
Kalau saja dahulu tidak pernah terjatuh satu biji kurma atau bibit kurma itu tidak dapat tumbuh, maka kedatangan Nyo Ko dan Lik-oh di dalam gua sekarang ini hanya akan menyaksikan setumpuk tulang belulang belaka, siapakah takkan menduga tulang ini adalah seorang tokoh Bu-lim yang maha sakti, bahkan Lik-oh juga takkan mengetahui tulang belulang inilah ibu kandungnya sendiri.
Begitulah Kiu Jian-jio telah menjemput satu biji buah kurma terus dimakan.
Kemudian ia menengadah, sekali semprot biji kurma terbidik ke atas dan tepat mengenai suatu dahan pohon, dahan pohon kurma itu terguncang dan rontoklah buah kurma disana hujan.
Nyo Ko manggut2 dan membatin: "Kiranya cacat anggota badannya telah memaksa dia berlatih ilmu menyemprot biji kurma yang lihay ini, ini menandakan Thian (Tuhan) memang tidak pernah membikin buntu kehidupan manusia," - Terpikir demikian, seketika semangatnya terbangkit.
Segera pula Lik-oh mengumpulkan buah kurma dan dibagikan kepada sang ibu dan Nyo Ko untuk dimakan bersama.
Di dalam gua bawah tanah Lik-oh bertindak secara tertib sebagai anak yang meladeni sang ibu sebagaimana layaknya seorang nyonya rumah.
Kiu Jian-jio telah mengalami musibah yang mengenaskan sudah beberapa tahun rasa dendam dan benci terkumpul di dalam hatinya, jangankan dasar wataknya keras, sekalipun perempuan yang lemah lembut juga akan berubah menjadi eksentrik apabila mengalami nasib seperti dia.
Namun apapun juga kasih sayang antara ibu dan anak adalah pembawaan alamiah, apalagi dilihatnya anak perempuan, yang dirindukannya selama ini ternyata begini cantik dan lemah lembut, akhirnya kelembutan kasih sayang seorang ibu mengatasi segala perasaannya, dengan suara halus Kiau jian-jiu lantas bertanya: "Hal busuk apa saja yang dikatakan Kongsun Ci atas diriku?" "Selamanya ayah tidak pernah menyinggung persoalan ibu," tutur Likoh- "Waktu kecil pernah kutanya beliau apakah wajahku mirip ibu dan ku tanyakan pula penyakit apa yang menyebabkan kematian ibu" Tapi ayah menjadi gusar, aku didamperat habis2an dan seterusnya aku dilarang menyebut urusan ibu lagi, Beberapa tahun kemudian kucoba bertanya pula dan kembali ayah marah dan mendamprat diriku.
" "Oh bagaimana pikiranmu sendiri ?" tanya Kian Jiao-jio.
Air mata Lik-oh berlinang, katanya: "Senantiasa anak berpikir ibu tentu sangat baik dan cantik, tentu ayah dan ibu saling cinta mencintai, sebab itu ayah suka berduka apabila ada orang lain menyinggung meninggalnya ibu, dan sebab itulah seterusnya akupun tidak berani bertanya pula.
" "Hm, sekarang kau pasti kecewa sekali, bukan" jengek Liu Jian-jio "ibumu ternyata tidak cantik dan juga tidak ramah, tapi adalah seorang nenek bermuka jelek, galak lagi ganas.
Tahu begitu, kukira kau lebih suka tidak bertemu dengan aku.
" Lik-oh merangkul leher sang ibu dan berkata dengan suara lembut "O, ibu betapapun anak tidak pernah berpikir begitu.
" -Lalu ia berpaling dan berkata kepada Nyo Ko: "Nyo-toako, ibuku sangat cantik, bukan" Dia sangat baik padaku dan juga sangat baik padamu, betul tidak?" Pertanyaan si nona diucapkan dengan sungguh2 dan penuh ketulusan hati, dalam batinnya ternyata benar2 menganggap sang ibu adalah perempuan yang paling sempurna di dunia ini.
Nyo Ko pikir waktu mudanya mungkin si nenek memang cantik, tapi sekarang apanya yang dapat dikatakan cantik" Mungkin dia baik pada Lik-oh, tapi baik tidak terhadapku masih harus diuji dahulu.
Namun ia tidak ingin membikin kikuk si nona, terpaksa menjawab: "Memang betul ucapanmu.
" Tapi jelas pada ucapan Nyo Ko tidak setulus ucapan Lik-oh tadi, hal ini segera dapat dibedakan oleh Kiu Jian-jio, diam2 ia bersyukur dirinya masih diberi kesempatan untuk bertemu kembali dengan puterinya, maka segala sebab musabab penderitaannya haruslah diceritakan kepadanya dengan sejelasnya.
Begitulah Kiu Jian-jio lantas bertutur.
"Anak Lik, tadi kau bertanya mengapa aku terkurung di sini dan sebab apa Kongsun Ci mengatakan akui sudah mati, Nah, duduklah yang baik, biar kuceritakan kisahnya padamu.
Leluhur Kongsun Ci adalah pembesar jaman dinasti Tong, karena kekacauan negara pada waktu itu keluarga Kongsun berpindah ke lembah pegunungan sunyi ini.
Leluhurnya adalah pembesar militer, maka iapun belajar ilmu silat keluarga sendiri, bahkan lebih tinggi daripada leluhurnya, namun ilmu silatnya yang benar2 lihay itu justeru akulah yang mengajarkan dia.
" Nyo Ko dan Dk-oh berseru heran bersama, sungguh hal itu sama sekali diluar dugaan mereka.
Dengan bangga Kiu Jian-jio menyambung pula.
"Kalian masih kecil, dengan sendirinya tak paham seluk-beluknya Hm, di dunia persilatan siapa yang tidak kenal Thi-cio-pang (perserikatan telapak besi)" Nah, Pangcu dari organisasi besar itu, Thi-cio-cui-siang-biau (si telapak besi melayang di atas air ) Kiu Jian-yim adalah kakak kandungku, Coba Nyo Ko, ceritakan sekadarnya tentang Thi-cio-pang kepada anak Lik biar dia tahu," Nyo Ko melengak dan menjawab: "Oh, Wanpwe kurang pengalaman dan pengetahuan, entah apakah Thi-cio-pang yang dimaksud itu?" "Kurangajar, kau berani membohongi damperat Kiu Jian-jiu.
"Nama Thi-cio-pang terkenal di mana2, sama tersohornya seperti Kay-pang, masakah kau tidak tahu?" "Kalau Kay-pang sih Wanpwe memang pernah dengar" jawab Nyo Ko, "tapi Thi-cio-pang wah.
. " Kiu Jian-jio tambah gusar, kembali ia memaki "Hehe, percuma kau belajar silat segala, masakah Thi-cio-pang saja tidak tahu, sungguh.
. . " Melihat sang ibu marah2, cepat Lik-oh menyela: "Bu, Nyo-toako masih muda, sejak kecil tinggal di pegunungan yang terpencil maka tibaklah heran jika seluk-beluk dunia persilatan memang kurang diketahuinya.
" Tapi Kiu Jian-jio tidak menggubrisnya dan masih terus mengomel Dimasa diketahui 20-an tahun yang lalu Thi-cio-pang memang sangat terkenal di dunia Kangouw, tapi kemudian pimpinannya yaitu Thi-cio-ciu siang biau Kiu Jian-yim telah berguru kepada It teng Taysu dan memeluk agama Budha, maka anak buah Thi-cio-pang lantas kocar-kacir juga dan bubar.
Tatkala itu Nyo Ko baru lahir, dengan sendirinya belum tahu apa2.
padahal bertemunya ayah-ibu kandungnya besar sangkut-pautnya dengan Thi-cio pang itu.
Kini dia ditanya oleh Kiu Jian-jio, sudah tentu dia melongo tak dapat menjawab.
Kiu Jian-jio sendiri sudah menyepi selama 30-an tahun di Cui-sian-kok, segala kejadian di dunia Kangouw hampir tidak diketahuinya, dia mengira Thi-cio-pang yang bersejarah ratusan tahun itu sekarang itu tentu bertambah jaya, maka tidaklah heran dia berjingkrak marah2 ketika Nyo Ko menjawab tidak tahu "Thi-cio-pang" segala.
Biasanya Nyo Ko tidak tahan dibikin sirik orang lain, kalau sudah gusar, sekalipun gurunya seperti Tio Ci-keng juga dilabraknya habis-habisan.
sekarang Kiu Jiac-jio mendamperatnya tanpa alasan, semula dia masih tahan, tapi lama2 ia menjadi gregetan juga, segera ia bermaksud balas memaki nenek itu, tapi baru saja hendak membuka mulut, dilihatnya Lik-oh sedang memandangnya dengan sorot mata yang lembut penuh rasa menyesal atas sikap ibunya itu.
Mau tak-mau hati Nyo Ko menjadi lunak kembali, terpaksa ia hanya angkat bahu sebagai tanda apa boleh buat-saja, ia pikir semakin keji ibumu memaki aku, semakin baik pula kau terhadapku Omelan si nenek ku anggap angin lalu saja, hati si cantik harus dihormati ia menjadi lapang dada setelah ambil keputusan itu, tiba2 otaknya menjadi tajam juga dan berpikir "He, ilmu silat nona Wanyan Peng tempo hari itu mirip benar dengan Kongsun Ci, jangan2 mereka sama2 orang Thi-cio-pang?" Ia coba merenungkan kembali ilmu silat yang pernah dimainkan Wanyan Peng dahulu ketika mendesak Yalu Ce, rasanya ia masih ingat sebagian, segera ia berseru "Aha, ingatlah aku!" Kiu Jiu-jie terkejut oleh teriakan Nyo Ko itu, damperatnya keras: "Kau menjerit apa?" "Tentang Thi-cio-pang aku menjadi ingat kepada seorang tokoh aneh," tutur Nyo Ko.
"Kira2 tiga tahun yang lalu, kulihat tokoh itu bergebrak melawan belasan orang, sendirian dia hajar orang2 itu, akhirnya sembilan di antaranya luka parah dan sembilan orang lagi dibinasakan olehnya, Konon tokoh Bu-lim yang hebat itu adalah orang Thi-cio-pang.
" "Bagaimana macamnya orang itu?" tanya Kiu Jian-jio cepat,padahal Nyo Ko cuma membual belaka, tapi sudah telanjur omong, pula tidak bakal ada saksi, segera ia meneruskan dongengnya: "Orang itu berkepala botak, usianya antara 60an, wajahnya merah,perawakannya tinggi besar, memakai jubah hijau dan mengaku she Kiu.
" "Omong kosong!" mendadak Kiu Jian-jio membentak, "Kedua kakakku sama sekali tidak botak, perawakannya juga tidak tinggi, selamanya tidak pernah memakai baju hijau, Hm, kau melihat aku botak, maka kau sangka kakakku juga botak, begitu bukan?" Diam2 Nyo Ko mengeluh karena dongengnya bisa terbongkar tapi airmukanya tetap tenang2 saja, jawabnya dengan tertawa.
"Ah, sabar dulu, Locian-pwe, dengarkan lebih lanjut ceritaku ini.
Kan Wan-pwe tidak bilang orang itu adalah kakakmu, memangnya setiap orang she Kiu di dunia ini mesti kakakmu?" Kiu Jian-jio menjadi bungkam malah oleh debatan anak muda itu, terpaksa ia tanya: "Jika, begitu, coba katakan bagaimana ilmu silatnya?" Nyo Ko berdiri dan memainkan beberapa jurus silat yang pernah dilihatnya dari Wanyan Peng itu, akhirnya permainannya semakin lancar dan menimbulkan samberan angin yang keras, gayanya ilmu tiruan dari Wanyan Peng, tapi tenaganya adalah milik Nyo Ko dan jauh lebih kuat, bagian kelemahan Wanyan Peng dapat dicukupi oleh kepandaian Nyo Ko yang memang sudah tinggi sekarang, maka permainannya menjadi sangat rapi.
Keruan Kiu Jian-jio sangat senang, ia berseru: "Anak Lik, lihatlah, memang inilah ilmu silat Thi-cio-pang kita, ikutilah yang cermat!" Diam2 Nyo Ko merasa geli, ia pikir kalau main lebih lama lagi bisa jadi rahasianya akan terbongkar maka ia lantas berhenti dan berkata: "sampai di smi tokoh aneh itu sudah menang total dan selesailah, pertaruhan dahsyat yang kusaksikan itu.
" "BoIeh juga kau dapat mengingatnya sedemikian jelas," kata Kiu Jianjio dengan gembira "Eh, siapakah nama tokoh itu, apakah dia menerangkan padamu?" "Tokoh aneh itu juga lucu kelakuannya, habis menang beliau terus pergi begitu saja," sahut Nyo-Ko "Hanya dari korbannya yang terluka daa menggeletak itu kudengar saling menggerundel dan saling menyalahkan katanya seharusnya mereka jangan mengganggu Kiu-loyacu dari Thi-cio-pang, sebab hal itu berarti mereka mencari mampus sendiri.
" "Ya, kukira orang she Kiu itu besar kemungkinan adalah anak murid kakakku," ujar Kiu Jian jio dengan girang, Dasarnya dia memang keranjingan ilmu silat, selama berpuluh tahun dia tak dapat bergerak, kini menyaksikan Nyo Ko memainkan ilmu silat keluarganya itu, tentu saja ia sangat senang, maka dengan bersemangat ia membicarakan ilmu telapak tangan besi andalan Thi-cio-pang mereka dengan Nyo Ko dan Lik-oh.
Nyo Ko sendiri sangat gelisah dan ingin cepat2 meninggalkan gua agar dapat antar Coat-ceng-tan kepada Siao - liong - li, maka ia tidak sabar mengikuti ocehan nenek botak itu.
Segera ia memberi isyarat kepada Lik-oh, Si nona paham maksudnya, segera ia berkata: "lbu, cara bagaimana engkau mengajarkan ilmu silatmu kepada ayah?" "Panggil dia Kongsun Ci, tidak perlu menyebutnya ayah segala!" bentak Kiu Jian-jio dengan gusar.
"Baiklah, harap ibu suka menerangkan," sahut Lik-oh.
UHm," Kiu Jian-jio mendengus dengan penuh dendam, selang sejenak baru dia menyambung: "itulah kejadian lebih 20 tahun yang lalu.
Karena kedua kakakku berselisih paham.
. . " "Wah jadi aku mempunyai dua paman?" sela Lik-oh.
"Memangnya kau tidak tahu?" Kiu Jian-jio menegas dengan suara bengis dan menyalahkan sinona.
"Darimana kudapat tahu?" demikian ia membatin dalam hati.
Segera iapun menjawab: "Ya, sebab selama ini tak pernah ada orang memberi tahukan padaku.
" Teringat bahwa sejak kecil Lik-oh tidak mendapat kasih sayang ibu, betapapun Kiu Jian-jio menjadi terharu juga, segera suaranya berubah halus, katanya: "Kedua pamanmu itu adalah saudara kembar, Toaku (paman pertama) bernama Jian-li dan Jiku (paman kedua) bernama Jian-yim.
Karena kembar, maka wajah mereka dan pakaiannya juga serupa seperti pihang dibelah dua.
Namun watak kedua orang justeru sangat berbeda, ilmu silat Ji-kumu sangat tinggi, sedangkan kepandaian Toaku hanya biasa saja- Kepandaianku adalah ajaran langsung dari Jiko (kakak kedua), namun Toako (kakak pertama) lebih rapat dengan aku, soalnya Jiko menjabat sebagai pangcu Thi-cio-pang, wataknya keras, pekerjaannya sibuk dan giat berlatih ilmu silatnya sehingga jarang bertemu muka dengan aku, sebaliknya Toako suka berkumpul dengan aku, setiap hari selalu memanggil "adik sayang" padaku.
Tapi kemudian antara Toako dan Jiko terjadi selisih paham dan ribut mulut dengan sendirinya aku rada condong pada pihak Toako.
" "Sebab apakah kedua paman itu berselisih paham?" tanya Lik-oh.
Tiba2 wajah Kiu Jian-jio menampilkan senyuman, katanya: "persoalannya tidak dapat dikatakan penting, tapi juga tidak boleh dianggap remeh, Jiko sendiri juga teramat kukuh pada pendiriannya.
Maklumlah bahwa nama Thi-cio-ciu-siang-biau Kiu Jian-yim sudah sangat terkenal didunia Kang-ouw, sedangkan nama Kiu Jian-li justeru jarang yang tahu diluaran.
Sebab itulah apabila Toako mengembara di luaran, terkadang dia suka menggunakan nama Jiko, wajah keduanya memang mirip dan saudaranya sekandung pula, sebenarnya juga tidak apa2 jika meminjam nama saudaranya sendiri.
Namun Jiko justeru sering mengomel mengenai hal itu dan menganggap Toako suka berdusta dan menipu orang sehingga merugikan nama baiknya, Sifat Toako memang sabar dan periang, kalau Jiko marah2 dan ngomel, selalu Toako tertawa dan minta maaf.
Suatu kali Jiko mendamperat Toako secara keterlaluan, aku tidak tahan dan menimbrung untuk membela Toako, akibatnya aku sendiri bertengkar dengan Jiko, dalam gusarku terus saja aku meninggalkan Thi-cio-san dan seterusnya tak pernah pulang lagi kesana.
"Seorang diri aku terlunta-lunta di dunia Kang ouw, suatu kali aku mengudak seorang penjahat dan sampai di Cui-sian-kok ini, mungkin sudah suratan nasib, di sini kubertemu dengan Kongsun Gi dan keduanya lantas menikah.
Usiaku lebih tua beberapa tahun daripada dia, ilmu silatku juga lebih tinggi, sehabis menjadi suami-isteri kuanggap dia seperti adikku saja kuajarkan seluruh kepandaianku kepadanya, bahkan kuladeni dan mencukupi segala kehendaknya sebagai seorang istri yang baik.
Siapa duga kalau bangsat Kongsun Ci itu ternyata manusia berhati binatang, air susu dibalasnya dengan air tuba, setelah dia menjadi kuat, ia tidak ingat lagi ilmu silatnya itu berasal dari siapa?" Sampai disini ia terus saja menghamburkan caci maki kepada Kongsun Ci dengan istilah2 kasar dan kotor, semakin memaki semakin menjadi-jadi.
Muka Lik-oh menjadi merah, ia merasa caci maki sang ibu itu agak kurang pantas didengar oleh Nyo ko, maka cepat ia memanggil "Ibu!".
Namun hamburan kata- kasar Kiu Jian-jio itu sukar dicegah lagi.
Nyo Ko sendiri juga sangat benci kepada Kongsun Ci, maka caci maki Kiu Jian-jio terasa sangat mencocoki seleranya, malahan terkadang ia sengaja membumbui untuk menambah semangat Kiu Jian-jio, kalau saja tidak rikuh di hadapan Lik-oh, bisa jadi iapun ikut mencaci maki.
BegituIah Kiu Jian-jio terus mencaci maki dengan istilah yang paling kasar dan aneh sehingga hampir kehabisan bahan makian barulah dia berhenti, katanya: "Pada tahun aku mengandung kau, wanita yang sedang hamil dengan sendirinya bersifat agak aseram Tak terduga, lahirnya saja Kongsun Ci sangat penurut padaku, tapi diam2 main gila dengan seorang pelayan muda.
SemuIa, aku tidak tahu hubungan gelap mereka, kukira setelah memperoleh seorang puteri yang menyenangkan dia jadi tambah sayang padaku.
Dua tahun kemudian, waktu kau mulai dapat bicara, pada suatu ketika tanpa sengaja kudengar bangsat Kongsun Ci sedang berembuk dengan pelayan hina itu akan meninggalkan Cui-sian kok dan meninggalkan anak isterinya.
" "Aku sembunyi dibalik sebatang pohon besar dan mendengar Kongsun Ci mengatakan jeri kepada kelihayan ilmu silatku, maka ingin minggat sejauhnya untuk menghindari pencarianku, katanya aku telah mengawasi dia dengan ketat tanpa kebebasan sedikitpun dia merasa bahagia kalau berada bersama budak hina itu, tadinya kukira Kongsun Ci mencintai aku dengan segenap jiwa raganya, keruan hampir saja aku jatuh semaput mendengar ucapannya itu, sungguh aku ingin menerjang maju dan membinasakan sepasang anjing laki perempuan yang tidak tahu malu itu.
Namun kemudian aku dapat bersabar mengingat hubungan baik suami isteri sekian lama, kupikir Kongsun Ci adalah orang baik, tentu dia tergoda oleh mulut manis budak sisa itu sehingga lupa daratan.
"Maka dengan menahan rasa murka aku tetap mendengarkan pembicaraan mereka, Kudengar mereka mengambil keputusan akan minggat bersama tiga hari lagi pada waktu aku mengasingkan diri di kamar untuk berlatih ilmu, biasanya selama tujuh hari tujuh malam aku mengurung diri di dalam kamar dan tak pernah keluar, pada kesempatan itulah mereka akan kabur dan bila kemudian kuketahui toh mereka sudah minggat selama tujuh hari, tentu aku tak dapat mencari atau menyusul mereka.
Aku benar2 mengkirik mendengar keputusan mereka itu, diam2 aku bersyukur kepada Tuhan yang maha pengasih yang telah memberi kesempatan padaku untuk mengetahui rencana busuk mereka itu, kalau tidak, selewatnya tujuh hari, ke mana lagi aku harus mencari mereka?" - Berkata sampai di sini Kiu Jian-jio terus mengertak gigi dengan penuh rasa gemas dan dendam.
"Siapakah nama pelayan muda itu" Apakah dia sangat cantik?" tanya Lik-oh.
"Huh, cantik apa" Dia cuma penurut saja, apa saja yang dikatakan Kongsun Ci dia hanya menurut belaka, entah dia mempunyai ilmu silat apa sehingga bangsat Kongsun Ci itu sampai tergoda olehnya.
Hm, budak hina itu bernama Yu-ji.
" Diam2 sekarang Nyo Ko menaruh kasihan kepada Kongsun Ci, ia pikir bukan mustahil Kiu Jian-jio sendiri terlalu bawel dan main kuasa sehingga menimbulkan rasa benci suaminya sendiri.
Dalam pada itu Lik-oh telah tanya pula.
"Kemudian bagaimana, Bu?" "Ya, kedua manusia rendah itu telah berjanji lohor besoknya akan bertemu lagi di situ, cuma selama dua hari keduanya harus bersikap wajar seperti tidak terjadi apa2 agar rahasia mereka tidak terbongkar olehku," tutur Kiu Jian-jio pula.
"Habis itu kedua manusia rendah itu asyik rnasyuk dengan kata2 mesra yang membikin aku hampir saja kelengar saking gusarnya.
Pada esok hari ketiga aku pura2 bersemedi di kamar latihanku, kutahu Kongsun Ci beberapa kali mengintip di luar jendela dan dapat kuduga dia pasti sangat gembira sebab mengira rencana mereka akan berhasil.
Tapi begitu dia pergi, segera aku mendahului menuju ketempat pertemuan mereka yang sudah ditentukan itu.
Benar saja Yu-ji sudah menunggu di situ, Tanpa bicara aku terus seret dia dan kulemparkan ke semak2 bunga cinta.
" Nyo Ko dan Lik-oh berseru kaget bersama demi mendengar Yu-ji juga terkena racun duri bunga cinta.
Kui Jian-jio melototi kedua orang sekejap, lalu menyambung ceritanya: "Selang tak lama Kongsun Ci juga menyusul tiba, ketika melihat kekasihnya menjerit dan berkelojotan di tengah semak2 bunga, tentu saja dia juga kelabakan.
Segera aku meloncat keluar dari balik pohon dan kucengkeram urat nadi pergelangan tangannya dan membanting dia ke semak2 bunga pula, sebenarnya keluarga Kongsun mereka mempunyai obat penawar racun bunga cinta, namanya Coa Keng-tan, maka tepat Kongsun Ci merangkak bangun dan memayang budak hina itu sembari berlari ke kamar obat, maksudnya ingin mengambil Coat-ceng-tan.
Tapi, hahaha, coba terka, apa yang dilihatnya di sana?" "Aku tidak tahu," sahut Lik-oh menggeleng.
"Apa yang dilihatnya?" Nyo Ko sendiri membatin tentu Coat-ceng-tan itu sudah dimusnahkannya dan tidak bisa lain.
Benar saja segera terdengar Kiu Jian-jio me-nutur lagi: "Hahaha, di sana dia melihat di atas meja ada sebuah mangkok besar berisi air warangan, beberapa ratus pil Coat-ceng-tan terendam di dalam air tuba itu.
Kalau minum Coat-ceng-tan tentu juga akan kena racun Warangan, kalau tidak minum pil itu juga mati akhirnya, sebenarnya tidak sulit bagi Kongsun Ci untuk meracik lagi Coat-ceng-tan, sebab obat itu berasal dari resep warisan leluhurnya namun bahan2 obatnya seketika sukar dikumpulkan untuk meraciknya juga memerlukan waktu ber-bulan2.
Karena putus asa, segera ia berlari ke-kamarku dan berlutut dihadapanku, ia minta aku mengampuni jiwa mereka berdua, Rupanya dia yakin aku pasti tidak tega memusnahkan semua Coat-ceng-tan mengingat hubungan suami-isteri selama ini dan tentu akan disisakan beberapa biji obat itu.


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Sin Tiaw Hiap Lu Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Begitulah ber-ulang2 dia menampar pipi sendiri dan mengutuki perbuatannya, ia bersumpah pula, katanya bila aku mangampuni jiwa keduanya, segera ia akan mengusir Yu-ji dan takkan bertemu selamanya serta selanjutnya tak berani timbul pikiran tidak senonoh !agi, Waktu minta ampun padaku masih di-sebut pula nama Yu-ji, tentu saja aku sangat gusar, segera kukeluarkan satu biji Coat-ceng-tan kutaruh di atas meja dan berkata padanya: "Coat-ceng-tan hanya bersisa satu biji ini dan cuma dapat menyelamatkan jiwa seorang saja, Nah kau boleh pilih sendiri, tolong jiwamu sendiri atau jiwanya, terserah padamu?" Dia melenggong sejenak, lalu mengambil obat itu dan berlari kembali ke kamar obat, segera aku menyusul ke sana, sementara budak hina itu sedang kelojotan saking kesakitan.
Kudengar Kongsun Ci berkata: "Yu-ji, mangkatlah kau dengan baik, biar kumati bersamamu!" Habis itu lantas melolos pedang, Melihat Kongsun Ci begitu setia padanya, Yu-ji tampak sangat berterima kasih dan menjawab dengan setengah merintih: "Baiklah, mari kita menjadi suami isteri di akhirat saja.
" Segera, Kongsun Ci menusukkan pedangnya ke dada Yu-ji dan matilah dia.
"Diam2 aku terkejut menyaksikan itu dari luar jendela, kukuatir dia akan menggorok pula lehernya sendiri, sementara itu kulihat dia sudah angkat pedangnya, baru hendak kucegah dia, tiba2 pedangnya di-gosok2kannya pada mayat Yu-ji untuk menghilangkan noda darah, lalu pedang dimasukkan kembali ke sarungnya, kemudian ia berpaling ke arah jendela dan berkata: "Niocu (isteriku), aku sudah insaf dengan setulus hati, Budak hina ini telah kubunuh, sekarang hendaklah engkau mengampuni diriku.
" -Habis berkata ia terus minum sendiri Coat-ceng-tan yang diambilnya tadi.
"Tindakannya sungguh diluar dugaanku, meski aku merasa perbuatannya itu rada kelewat kejam dan keji, tapi urusan dapat diselesaikan cara begitu, betapapun aku merasa puas.
Malamnya dia mengadakan perjamuan di kamar dan ber-ulang2 dia me-nyuguh arak padaku sebagai tanda permintaan maaf padaku, Aku telah mendamperat dia secara pedas, dia juga mengaku salah dan bersumpah macam2, ia berjanji selanjutnya tak berani berbuat lagi.
" Sampai di sini, air mata Lik-oh tampak berlinang-linang.
"Memangnya kenapa" Apa kau kasihan kepada budak hina itu?" tanya Kiu Jian-jio dengan gusar.
Lik-oh menggeleng dan tidak menjawab, yang dia sedihkan sesungguhnya adalah kekejian hati ayahnya itulah.
Lalu Kiu Jian-jio menyambung pula: "Setelah kuminum dua cawan arak, dengan tersenyum kukeluarkan pula satu biji Coat-ceng-tan, kutaruh di atas meja dan berkata padanya: "Caramu membunuh dia tadi agaknya terlalu buru napsu sedikit, sebenarnya aku cuma ingin menguji pikiranmu, asalkan kau memohon lagi dengan setulus hati, waktu itu tentu akan kuberikan kedua biji obat sekaligus untuk menyelamatkan jiwa si cantik itu.
" "lbu," cepat Lik-oh bertanya, "jika dia benar2 memohon begitu padamu apakah betul kau akan memberikan kedua biji obat itu padanya?" Kiu Jian-jio termenung sejenak, lalu menjawab "Entah, aku sendiri pun tak tahu, Pernah juga timbul pikiran pada waktu itu untuk menyelamatkan jiwa budak hina itu, dengan demikian kupikir Kongsun Ci akan berterima kasih padaku, lalu tergugah perasaan padaku.
Tapi dia untuk jiwanya sendiri dia telah buru2 menghabisi kekasihnya itu, tentunya aku tak dapat disalahkan" "BegituIah dia termenung memegangi Coat-ceng-tan kedua itu, kemudian dia angkat cawan dan berkata padaku dengan tertawa: "Jio-cici, urusan yang sudah selesai buat apa dibicarakan lagi, Marilah kita menghabiskan secawan ini.
" Dia-terus membujuk aku minum, akupun tidak menolak karena merasa suatu ganjelan hati telan kubereskan tanpa terasa aku telah mabok dan tak sadarkan diri.
Waktu aku smman kembali, ternyata aku sudah berada di gua ini, urat kaki tanganku sudah putus, tapi bangsat keparat Kongsun Ci itupun tidak berani lagi bertemu dengan aku" Hm tentu dia mengira aku sudah menjadi tulang belulang disini.
" Habis menuturkan kisahnya itu, sorot mata Kiui Jian-jio menjadi beringas, sikapnya sangat menakutkan.
"lbu, selama belasan tahun engkau hidup di gua ini, apakah berkat buah korma inilah engkau bisa bertahan sampai sekarang?" tanya Lik-oh.
"Ya, memangnya kaukira Kongsun Ci mau mengirim nasi padaku setiap hari?" kata Kiu Jian-jio.
Tidak kepalang pedih dan haru hati Lik-oh, ia memeluk sang ibu dan berseru: "O, lbu!" "Apakah Kongsun Ci itu dahulu pernah bicara padamu tentang gua di dalam tanah ini serta jalan keluarnya?" tanya Nyo Ko.
"Hm, sekian lamanya menjadi suami-isteri, belum pernah dia mengatakan di bawah perkampungannya ini ada sebuah gua sebesar ini, lebih2 tidak diketahui di kolam sana banyak buayanya," jawab Kiu Jian-jio, "Tentang jalan keluar gua ini kukira ada, cuma aku adalah orang cacat, apa dayaku.
" Girang sekali Nyo Ko, cepat ia berseru: "Dengan tenaga kita bertiga tentu bisa.
" Segera Lik-oh menggendong sang ibu, dengan petunjuk nenek itu mereka segera menyusur keujung gua sebelah sana, setiba disamping sebatang pohon kurma raksasa, Kiu Jian-jio menuding lubang gua bagian atas dan mengejek: "Nah, jika kau mampu boleh coba kau melompat keluar dari situ!" Waktu Nyo Ko menengadah, terlihat lubang gua itu sedikitnya ada ratusan meter tingginya, andaikan dapat memanjat sampai pucuk pohon juga tak berguna.
Diam2 Nyo Ko mendongkol melihat sikap Kiu Jian-jio yang sinis, sikap yang mencemoohkan itu, ia pikir kalau aku tidak mampu keluar toh kau juga takkan bisa keluar, kenapa mesti menyindir", Ia coba berpikir sejenak, ia merasa memang serba susah dan tak berdaya, akhirnya ia berkata: "Coba kupanjat ke atas pohon, sekiranya dapat kulihat sesuatu di sana.
" Segera ia melompat keatas pohon kurma besar itu dan memanjat ke pucuknya, dilihatnya dinding gua itu berlekak-lekuk tidak merata dan tidak selicin di bagian bawah, ia coba menarik napas panjang2, lalu melompat ke dinding goa terus merambat ke atas.
makin merayap makin tinggi, diam2 ia girang.
ia menoleh dan berseru kepada Lik - oh : "Nona Kongsun, jika aku berhasil keluar goa ini, segera kuturunkan tali untuk mengerek kalian ke atas.
" ia terus merayap hingga ratusan meter, berkat Ginkangnya yang tinggi segala rintangan dapatkah diatasinya, Tapi ketika 20-an meter hampir mencapai mulut gua itu, dinding gua itu ternyata licin luar biasa dan tiada tempat lagi yang dapat dipegang atau dipijak, bahkan dindingnya miring ke bagian dalam, dalam keadaan begitu hanya cecak, lalat atau sebangsanya saja yang dapat merayap ke atas tanpa kuatir akan terpeleset ke bawah.
Nyo Ko mengamati sekitar situ, diam2 ia mendapatkan akal.
Segera ia merosot turun ke dasar gua dan berkata kepada Lik-oh berdua: "Mungkin dapat keluar.
Cuma kita harus membuat seutas tambang yang panjang dan kuat," Segera ia mengeluarkan belati dan mengumpulkan kulit pohon kurma untuk dipintal menjadi tambang yang kuat Lik-oh juga membantunya.
Menjelang magrib barulah mereka berhasil memintal seutas tambang kulit pohon kurma yang sangat panjang, Nyo Ko menarik dan membetot sekuatnya tambang buatannya itu, lalu berkata: "Cukup kuat, takkan putus.
" Lalu ia memotong sebatang dahan pohon sepanjang tiga meteran, sebelah ujung tambang itu di-ikatnya di tengah dahan pohon itu, lalu di bawanya serta memanjat lagi ke atas dinding gua.
Setiba di tempat yang dapat dicapainya tadi, ia pasang kuda2 dan berdiri dengan mantap pada dinding, ia kumpulkan tenaga pada tangannya, lalu membentak: "Naik!" Sekuatnya ia lemparkan dahan pohon bertali tadi keluar mulut gua.
Tenaga yang dia gunakan ternyata sangat tepat, waktu dahan pohon itu jatuh ke bawah lagi, dengan tepat melintang dan menyangkut di mulut gua itu, Cepat Nyo Ko menarik tambang panjang itu beberapa kali dan terasa cantolan dahan pohon sangat kukuh dan cukup kuat menahan bobot tubuhnya.
Dengan girang ia menoleh ke bawah dan berseru: "Aku naik ke atas!" Habis itu kedua tangannya bekerja cepat bergantian, dengan gesit ia merambat ke atas.
Waktu ia memandang lagi ke bawah, samar2 ia melihat bayangan kepala Lik-oh dan ibunya telah berubah menjadi dua titik kecil.
Girang dan lega sekali hati Nyo Ko mengingat tidak lama lagi dapat menyampaikan Coat-ceng-taa kepada Siao-liong-Ii, karena itu ia merambat terlebih giat, hanya sebentar saja tangannya sudah dapat meraih dahan pohon yang melintang di mulut gua itu, sekali tarik, cepat sekali tubuhnya melayang keluar gua dan menancapkan kakinya di atas tanah.
Ia menarik napas dan membusungkan dada, di lihatnya rembulan baru muncul dari balik gunung, Hampir sehari terkurung di gua bawah tanah yang ampek dan gelap itu kini mendapatkan kembali kebebasan terasalah segar tak terkatakan.
Segera ia mengulurkan tali panjang itu kebawah.
Melihat Nyo Ko berhasil keluar gua, kontan Kiu Jian-jio marah2 dan mendamprat anak perempuannya: "Goblok, mengapa kau membiarkan dia keluar sendirian" Sesudah keluar masakah dia ingat lagi pada kita?" "Jangan kuatir, ibu, Nyo-toako bukanlah manusia begitu," ujar Lik-oh.
"Huh, semua lelaki di dunia ini sama saja, mana ada yang baik?" kata Kiu Jian-jio dengan gusar Mendadak ia berpaling dan mengamat-amati Lik-oh dari ubun2 hingga ujung kaki, lalu menatap wajahnya dan berkata pula: "Anak bodoh, kau telah kena digasak olehnya, bukan?" Muka Lik-oh" menjadi merah, jawabnya: "Apa yang kau maksudkan, ibu, aku tidak paham.
" Kiu Jian-jio tambah gusar, damperatnya: "Kau tidak paham" Tapi mengapa mukamu merah" Ketahuilah bahwa terhadap lelaki sedikitpun tidak boleh longgar, harus kau pegang ekornya kencang2, tidak boleh lena, cermin yang paling baik adalah nasib ibumu ini!" Tengah mengomel, mendadak Lik-oh memburu kesana dan menangkap ujung tali yang dijulurkan Nyo Ko itu, cepat ia mengikat kencang pinggang sang ibu, katanya dengan tertawa: "Lihatlah-ibu, bukankah Nyo-toako tetap ingat kepada kita?" "Hm," Kiu Jian-jio, "kau harus dengar pesan ibumu ini, nanti setelah berada diluar sana, kau harus kuntit dia serapatnya, selangkahpun tidak boleh berpisah tahu tidak?" Lik-oh merasa dongkol, geli dan duka pula, ia tahu maksud baik sang ibu, tapi iapun pikir masakah Nyo Ko mau memperhatikan dia" Tiba2 matanya menjadi merah dan basah, cepat ia berpaling ke sana, Kiu Jian-jio hendak mengoceh pula, tapi mendadak pinggangnya terasa kencang, tubuhnya lantas melayang ke atas.
Lentera Maut 9 Jago Kelana Karya Tjan I D Bara Naga 6
^