Pencarian

Kembalinya Pendekar Rajawali 34

Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Sin Tiaw Hiap Lu Karya Chin Yung Bagian 34


Selagi Siao-liong-li hendak menjawab, tiba2 Nyo-Ko menanggapi dengan suara lantang: "Kau telah mengkhianati perguruan dan membunuh murid sendiri, masakah kau masih berani bicara tentang seperguruan segala?" "Baik"!" seru Li Bok-chtu sambil menghela napas, pedangnya bergerak dan menambahkan pula: "Nah, majulah kalian semuanya, semakin banyak semakin baik.
" Tanpa bicara lagi kedua Bu cilik lantas menusuk dengan pedang mereka, menyusul Liok Bu-siang dan Thia Eng menubruk maju dari samping kiri.
"Bu Sam-thong, Yalu Ce dan lain2 juga tidak mau ketinggalan, serentak mereka menyerang.
Mereka telah saksikan Li Bok-chiu membinasakan muridnya dengan keji, maka mereka sama benci dan murka, sebab itulah serangan mereka sama sekali tidak kenal ampun lagi.
Bahkan orang alim seperti It-teng Taysu juga merasa iblis perenv fmt,ti ittf mcraang pantas dimakan daripada hidupnya akan mencelakai orang lain pula, Terdengarlah suara gemerantang beradunya senjata, betapapun tinggi kepandaian Li Bok-chiu juga tidak mampu menghadapi kerubutan orang banyak dan tampak nya sekejap saja tubuhnya pasti akan dicincang oleh berbagai senjata itu.
Pada saat itulah mendadak Li Bok-chiu menngayun tangan kirinya sambil menggertak: "Awas senjata rahasia!" Setiap orang cukup kenal betapa lihaynya Peng-pok-gin-ciam, jarum berbisa andalan Li Bok-chiu itu, karena itu serentak mereka terkesiap, Pada saat itu, tahu2 Li Bok-chiu telah melompat ke atas untuk kemudian turun kembali dibalik semak2 bunga cinta sana.
Dalam kaget dan gusarnya, semua orang sama berteriak kuwatir pula.
Rupanya dalam keadaan kepepet, Li Bok-chiu lantas ingat bahwa dirinya telan tercocok oleh duri bunga cinta itu, kalau duri itu berbisa, biarpun tercocok lebih banyak lagi juga sama saja, jadinya masuk kembalinya dia ke tengah semak2 bunga itu juga tak terduga oleh orang cerdik seperti Ui Yong dan Nyo Ko.
Terlihat Li Bok-chiu lantas menyusuri semak2 bunga itu dan menerobos ke pepohonan.
"Marilah kita kejar!" seru Siu-bun sambil mendahului berlari ke sana, namun jalanan di tengah hutan itu ternyata berliku2, hanya belasan tombak jauhnya dia sudah berhadapan dengan jalan simpang tiga sehingga dia bingung ke arah mana harus ditelusurinya.
Selagi sangsi, tiba2 dari depan sana muncul lima gadis jelita berbaju hijau dan orang yang paling depan membawa sebuah keranjang bunga, empat kawannya yang ikut di belakang membawa pedang.
Gadis yang berada di depan itu lantas bertanya "Kokcu menanyakan kedatangan kalian, ini entah ada keperluan apa?" Dari jauh Nyo Ko lantas, mengenali gadis itu, cepat ia berseru: "He, nona Kongsun, inilah kami yang datang!" Kiranya gadis jelita itu adalah Kongsun Lik-oh.
. Begitu mendengar suara Nyo Ko seketika sikapnya lantas berubah, dengan tingkah cepat ia mendekat anak muda itu dan raenyapa: "Ah, kiranya Nyo- toako sudah kembali, tentu engkau telah berhasil dengan baik" Marilah lekas menjumpai ibu!" "Nona Kongsun, marilah kuperkenalkan beberapa Cianpwe ini," kata Nyo Ko, lalu ia perkenalkan It-teng Taysu, Cu in dan Ui Yong.
Kongsun Lik-oh tidak tahu bahwa Hwesio baju hitam di depannya ini adalah Kuku (paman adik Ibu) sendiri, ia hanya memberi hormat sekadarnya dan tidak menaruh perhatian apa2, Tapi ketika mendengar Nyo Ko menyebut Ui Yong sebagai nyonya Kwe, segera ia tahu inilah musuh besar Sang ibu yang ingin dibunuhnya itu, ternyata Nyo Ko tidak membunuhnya, bahkan membawanya ke sana, mau-tak-mau ia menjadi ragu dan curiga tanpa terasa ia mundur dua tiga tindak dan tidak memberi hormat lagi, lalu berkata: "Ibuku menyilakan para tamu keruangao tamu untuk minum.
" Setelah semua orang dibawa ke ruangan besar, tertampak Kiu Jian-jio berduduk di kursi di tengah lapangan itu, dan berkata: "Perempuan loyo dan cacad tidak dapat menyambut tetamu secara wajar, harap dimaafkan.
" Dalam ingatan Cu-in, adik perempuannya yang menikah dengan Kongsun Ci dahulu itu adalah sedang nona jelita berusia 18 tahun, siapa tahu sekarang vang dihadapinya ternyata adalah seorang nenek buruk rupa dan sudah botak.
Terkenang pada kisah-hidup masa lampau, seketika pikiran Cuin menjadi kacau.
Melihat sorot mata muridnya tiba2 berubah aneh, It Teng menjadi kuatir.
Sudah banyak It-teng menuntun orang ke jalan yang baik, hanya muridnya inilah yang sukar diinsafkan dari kejahatannya" di masa lalu, soalnya ilmu silat Cu-in teramat tinggi, dahulu adalah seorang pemimpin besar suatu organisasi terkenal, seorang tokoh dunia persilatan dan disegani, maklumlah kalau lebih sulit memperbaiki wataknya itu daripada orang biasa.
Apalagi sekarang dia menjelajah Kangouw lagi, setiap langkah selalu menimbulkan kenangan masa lampaunya dan sukar menahan gejolak perasaannya.
Kiu Jian-jio menjadi ter-heran2, melihat Nyo Ko muncul lagi dalam keadaan sehat walafiat setelah lewat waktu yang ditentukan dan datang kembali, tadinya dia menyangka anakmuda itu sudah mampus oleh racun bunga cinta yang jahat itu.
"Kiranya kau belum mampus?" demikian ia tanya.
"Aku sudah minum obat penawar racun dan sudah sembuh," jawab Nyo Ko dengan tertawa.
. Mau- tak mau Kiu Jian-jio menjadi sangat heran di dunia ini ternyata ada obat penawar lain yang dapat menyembuhkan racun .
. bunga cinta ini, tapi mendadak pikirannya tergerak, segera ia mendengus: "Hm, kau tidak perlu berdusta.
Kalau kau mendapatkan obat penawar yang mujarab, untuk apa Hwesio Hindu dan orang she Cu itu menyelinap ke sini?" "Kiu cianpwe.
" kata Nyo Ko, "dimanakah kau menyekap paderi Hindu dan Cu locianpwe Sudilah engkau membebaskan mereka saja.
" "Hm, tangkap harimau gampang, melepaskan nya sulit.
. . " jengek Kiu Jian-jio.
Ucapan juga beralasan. Maklumlah anggauta badannya cacat, bahwa paderi Hmdo dan Cu Cu-liul ditawannya adalah berkat pesawat rahasia yang-teratur di Coat-eeng kok ini.
Kalau ke dua tawanan itu dibebaskan paderi Hindu itu tidak menjadi soal karena tidak mahir ilmusilat, tapi Cu Cu-liu tentu sakit hati dan akan menuntut balas, padahal tiada seorangpun anak murid Coat-ceng-kok ini mampu menandingi Cu Cu-liu yang lihay ini.
Nyo Ko pikir kalau nenek itu sudah bicara langsung dengan kakak kandungnya mengingat hubungan baik sesama saudara, mungkin segala urusan dapat diselesaikan dengan baik, Maka dengan tersenyum.
ia berkata pula: "Kiu-cianpwe, harap kau, melihat yang jelas, siapakah yang kubawa ke sini ini" Tentu engkau akan kegirangan jika mengenalinya.
" Namun mereka kakak beradik sudah berpisah berpuluh tahun, kini Cu-in telah memakai jubah paderi pula, walaupun Kiu jian jio sudah tahu sang kakak telah menjadi Hwesio, tapi dalam ingatannya kakaknya itu adalah seorang pemuda yang gagah perkasa, seketika mana dia dapat mengenali paderi tua berjubah hitam ini.
Hanya dari Kongsun Lik-oh telah didapatkan laporan bahwa Ui Yong juga datang, maka sorot matanya memandang tiap orang dan akhirnya mendelik pada Ui Yong.
"Bagus! inilah Ui Yong bukan" Kau yang membunuh Toakoku?" tiba2 ia berkata dengan mengertak gigi penuh rasa dendam.
Nyo Ko terkejut, tujuannya hendak mempertemukan mereka kakak beradik, tapi Kiu jian-jio ternyata mengenali musuhnya lebih dulu, cepat ia menyela: "Kiu-locianpwe, persoalan ini ditunda saja dulu, lihatlah lagi siapa ini yang datang!" "Memangnya Kwe Cing juga datang" bentak Kiu Jian-jio.
"Bagus! Bagus! Mana dia?" Lalu dia memandang Bu Sam-thong dan mengamati Yalu Ce pula, ia merasa yang seorang terlalu tua dan yang lain masih muda, semuanya tidak memper Kwe Cing, ia menjadi bingung dan berusaha menemukan Kwe Cing diantara orang banyak.
Se-konyong2 sinar matanya kebentrok pandang dengan Cu-in, seketika hati masing2 juga lantas tersentuh, Cu-in terus melompat maju sambil berseru: "Sam-moay (adik ketiga)!" Kiu Jian-jio juga berteriak "Jiko (kakak kedua)!" serentak keduanya lantas terdiam dan sukar mengutarakan perasaan masing2.
Sejenak barulah Kiu Jian-jio bertanya: "Jiko, mengapa engkau menjadi Hwesio?" "Kaki tanganmu mengapa cacat, Sammoay?" jawab Cu-in.
"terjebak oleh akal keji bangsat Kongsun Ci itu.
" tutur Kiu Jian-jio.
"Kongsun Ci siapa?" Cu-in menegas.
"O, apakah Moaytiang (adik ipar) maksudmu" Dimana dia sekarang?" "Tidak perlu lagi kau menyebutnya Moaytiang segala!" kata Kiu jian-jio dengan gregetan: "Keparat itu hakekatnya adalah manusia berhati binatang dia telah mencelakai dan menyiksa diriku hingga demikian ini.
" Cu-in tak dapat menahan rasa murkanya, teriaknya: "Ke mana perginya jahanam itu" Akan kucincang dia hingga hancur lebur untuk melampiaskan dendammu.
" "Meski aku terperangkap, untung tidak mati, sedangkan Toako kita malah sudah tewas," kata Kiu Jian-jio dengan dingin.
"Ya," jawab Cu-in dengan muram.
"Dan, mengapa kau diam saja?" bentak Kiu Jian-jio mendadak, "Percuma kau memiliki Ilmu silat setinggi itu, mengapa sampai sekarang tidak menuntut belas bagi Toako kita, di maoa letak ke-Itmknmn kepada saudara tendiri?" Cu-in melengak kaget dan bergumam: "Menuntut balas bagi Toako" Saat ini juga perempuan hina Ui Yong juga berada di sini, lekas kau bunuh dia, habis itu cari lagi Kwe Cing dan binasakan dia," bentak Kiu Jian jio pula.
Dengan bingung Cu-in memandang Ui Yong, sorot matanya tiba2 berubah aneh, Cepat It-teng mendekatinya dan berkata dengan suara halus: "Cu-in, Cut-keh"-lang (orang yang sudah meninggalkan rumah) mana boleh timbul lagi pikiran membunuh" Apalagi kematian kakakmu juga akibat perbuatan sendiri dan tidak bisa menyalahkan orang.
" Cu-in menunduk, setelah termenung sejenak lalu berkata: "Ucapan Suhu memang benar, Sammoay, sakit hati ini tidak dapat dibalas.
" Mendadak Kiu Jian-jio mendamperat It-teng dengan melotot "Hweshio tua suka mengaco-belo.
Jiko, keluarga Kiu kita terkenal gagah perwira, Toako kita dibunuh orang dan kau tinggal diam, lalu terhitung ksatria macam apakah kau ini?" Pikiran Cu-in menjadi kacau, ia bergumam puIa: "Terhitung ksatria macam apa diriku?" "Ya, begitulah!" seru Kiu Jian jio pula.
"Dahulu kau malang melintang di dunia Kangouw, betapa disegani namamu sebagai Tiat-ciang-cui-siang-biau, tak tersangka setelah usiamu lanjut, kau telah berubah menjadi pengecut.
Kiu Jian-yim, dengarkan perkataanku ini, kalau kau tidak menuntut balas bagi Toako, maka kaupun jangan mengakui diriku sebagai adikmu.
" Melihat semakin hebat desakan Kiu Jian-yim diam2 semua orang mengakui kelihayan nenek botak itu.
. . Dahulu Ui Yong pernah merasakan sekali pukulan Kiu Jian-yim yang kini bernama Cu-in Hwesio itu, untung dia ditolong lt-teng Taysu sehingga lolos dari renggutan elmaut, dengan sendirinya ia cukup kenal betapa lihaynya bekas ketua Tiat ciang pang itu.
Maka sejak tadi ia sudah memperhitungkan beberapa jalan cara menyelamatkan diri apabila musuh menyerang mendadak.
Ternyata Kwe Hu tidak dapat menahan perasaannya lagi, segera ia berteriak: "Ayah-ibuku hanya tidak ingin banyak urusan, memangnya kau kira beliau2 itu takut pada nenek reyot macam mu ini.
Kalau banyak cingcong lagi, jangan kau salahkah nonamu ini jika kubertindak kasar padamu.
" Mestinya Ui Yong hendak mencegah sikap Kwe Hu itu, tapi lantas terpikir olehnya bahwa tindakan puterinya itu paling tidak akan memencarkan perhatian Cu-in yang hampir terpengaruh hasutan Kiu Jian-jio itu.
Melihat sang ibu tidak mencegahnya, Kwe Hu lantas berseru pula: "Setidaknya kami ini kan tamu, kau tidak nyambut secara hormat tapi malah bersikap kurang sopan, hm, malahan kau berani membual tentang keluarga ksatria segala?" Dengan dingin Kiu Jian-jio memandang Kwe Hu bertanya: "Kau inikah puterinya Kwe Cing dan Ui Yong.
" "Benar," jawak Kwe Hu.
-"Kalau mampu, kau sendiri boleh turun tangan untuk menuntut balas, kakakmu sudah menjadi Hwesio, mana boleh timbul lagi pikiran yang tidak senonoh?" Seperti bergumam Kiu Jian-jio berkata: "Bagus, jadi kau ini putrinya Kwe Cing dan Ui Yong.
. . kau puterinya Kwe Cing dan.
. . " belum lagi selesai ucapannya, se-konyong2 "berrrr", satu biji kurma tersembur dari mulutnya dan menyembur ke-batok kepala Kwe Hu dengan cepat dan tepat.
Sudah tentu semua orang tidak menyangka bahwa selagi nenek botak itu bicara mendadak bila mengeluarkan senjata rahasia dengan mulutnya.
Karena tidak ter-duga2, dan lagi ilmu menyembur biji kurma itu memang kepandaian khasnya yang maha sakti, bahkan tokoh macam Kongsun Ci juga kena dibutakan sebelah matanya, apa lagi sekarang Kwe Hu, jangankan hendak menangkis, ingin menghindarpun tak sempat terpikir olehnya.
Diantara para hadirin itu hanya Nyo Ko dan Siao-liong li saja yang tahu kepandaian khas Kiu Jian-jio itu, tapi dasar pikiran Siao liong li sederhana dan polos, sama sekali tak terpikir olehnya bahwa si nenek bisa mendadak menyerang orang.
Hanya Nyo Ko saja yang senantiasa waspada, pandangannya tidak pernah bergeser dari wajah Kiu Jian-jio, begitu melihat bibirnya bergerak, segera pula dia melompat maju, secepat kilat ia lolos pedang dipinggang Kwe Hu terus disampukkan, "Trang" menyusul terdengar pula suara "creng", biji kurma tersampok jatuh, tapi pedang itu juga patah menjadi dua terbentur biji kurma itu.
Keruan semua orang menjerit kaget, saking terkejutnya bahkan muka Ui Yong dan Kwe Hu menjadi pucat.
Diam2 Ui Yong mawas diri: "Sudah kuduga dia pasti mempunyai cara keji, tapi sama sekali tidak menduga bahwa anggauta badannya tanpa bergerak sedikitpun, tahu2 dia dapat melancarkan serangan senjata rahasia sekeji itu," Kiu Jian-jio mendelik kepada Nyo Ko, tak diduganya bahwa anak muda itu berani menolong si Kwe Hu, segera ia mendjengeknya: "Tadi kau terkena racun bunga cinta lagi, biarpun sekarang belum bekerja racunnya, rasanya kaupun takkan tahan lebih lama dari pada tiga hari saja, Kini obat yang ada cuma bersisa setengah biji yang dapat menolong jiwamu, masakah kau tidak percaya?" Waktu menolong Kwe Hu, dalam sekejap itu tentu tak sempat terpikirkan hal itu dalam benak Nyo Ko, kini mendengar ucapan Kiu Jian-jio itu, seketika ia menjadi lemas, ia lantas memberi hormat dan menjawab: "Kiu-locianpwe, Wanpwe sendiri tidak bersalah apapun padamu, kalau kau sudi memberi obat, sungguh kebaikan mana takkan kulupakan selamanya.
" "Ya, dapatnya kumelihat dunia ini lagi boleh dikatakan berkat pertolonganmu," jawab Kiu Jian-jio.
"Tapi aku si nenek Kiu ini pada asasnya kalau sakit hati pasti menuntut balas dan kalau utang ini belum tentu kubalas, Kau telah berjanji akan mengambil kepala Kwe Cing dan Ui Yong kesini.
untuk itulah akan kuberikan obat padamu.
Siapa duga janji tidak kau tepati, sebaliknya kau malah menyelamatkan musuhku, lalu apa yang perlu dikatakan tegi?" "Melihat urusan bisa runyam, cepat Kongsun Likoh ikut bicara: "Mak, dendam Kuku kan tiada sangkut-pautnya dengan Nyo-toako, Harap engkau suka.
. . suka menaruh belas kasihan.
" "Tapi separuh obat ini hanya akan kuberikan kepada menantuku dan takkan kuberikan begitu saja kepada orang luar," jawab Kiu Jian jio.
Keruan Kongsun Lik-oh menjadi malu dan gelisah, mukanya berubah merah.
Setelah ber-uIang2 ditolong Nyo Ko, baru sekarang Kwe Hu percaya bahwa jiwa Nyo Ko sesungguhnya memang luhur dan sama sekali tiada maksud memperalat adik perempuannya untuk menukar obat.
Teringat kepada tindakan sendiri yang beberapa kali membikin celaka anak muda itu, sebaliknya orang selalu membalas sakit hati dengan kebaikan, mau-tak-mau Kwe Hu menjadi menyesali dirinya sendiri dan berterima kasih pula kepada anak muda itu.
Segera ia berseru: "Nyo-toako, segala perbuatan siaumoay diwaktu yang lalu memang salah semua, mohon engkau suka memberi maaf.
" Nyo Ko hanya tersenyum saja, senyuman getir.
Pikirnya: "Mengaku salah dan minta maaf adalah paling gampang, tapi tahukah kau betapa aku dan Liong-ji telah menderita akibat perbuatanmu itu?" Dalam pada itu dilihatnya Kiu Jian-jio sedang melotot padanya, jelas kalau dirinya tidak menyanggupi untuk menikahi putrinya, tentu si nenek takkan memberi setengah biji obat penolong jiwa itu, kalau suasana begini berlangsung terus, yang serba susah tentulah Kongsun Lik-oh dan Siao-liong-li.
Maka dengan lantang dan tegas ia lantas berkata: "Aku sudah memperistri nona Liong ini, sekalipun Nyo Ko harus mati, mana boleh kujadi manusia yang tidak berbudi dan tidak setia?" Habis berkata ia lantas putar tubuh dan berjalan pergi sambil menggandeng tangan Siao-liong-li, pikirnya biarkan mereka ribut disini, kesempatan ini akan kugunakan untuk menolong paderi Hindu dan paman Cu.
Ucapan Nyo Ko itu tidak saja membikin melengak Kiu Jian-jio, bahkan hati Thia Eng, Liok Bu-siang, Kongsun Lik oh dan lain2 juga tergetar.
"Hm, hagus, bagus! jika kau ingin mampus, pedulikan apa dengan aku?" jengek Kiu Jian-jio, lalu ia berpaling dan berkata kepada Cu-in: "Jiko, kabarnya Ui Yong adalah ketua Kay-pang" jadi Tiat-ciang-pang kita tidak berani melawannya?" "Tiat-ciang-pang?" Cu in menegas, "Ah, sudah lama bubar, masakah kau sebut Tiat ciang pang lagi" "O, pantas, pantas!" kata Kiu Jian-jio.
"Lantaran kau sudah tidak punya sandaran, makanya nyalimu menjadi kecil.
" Begitulah Kiu Jian-jio terus berusaha menghasut sedangkan Kongsun Lik-oh tidak lagi mendengarkan perkataan sang ibu, pandangannya mengikuti langkah Nyo Ko yang sedang berjalan keluar itu.
Mendadak ia berlari maju dan berteriak: "Nyo Ko, kau manusia yang tidak setia dan tak berbudi, anggaplah mataku ini yang buta.
" Nyo Ko tertegun bingung, ia heran nona yang biasanya sabar dan pendiam itu mengapa sekarang kehilangan akal sehatnya" Apakah karena mendengar pernikahanku dengan Liong-ji, lalu dia menjadi putus asa dan murka" Dengan rasa menyesal ia lantas berpaling dan berkata: "Nona Kongsun.
. . " Mendadak Kongsun Lik-oh memaki: "Bangsat keparat, akan kubikin kau datang mudah dan pergi sukar.
. . " meski mulutnya memaki, tapi air mukanya ternyata ramah tamah dan ber-ulangi mengedip mata memberi isyarat.
Melihat itu Nyo Ko tahu pasti ada sebab2-nya, segera iapun balas membentak: "Memangnya aku kenapa" Betapapun Coat-ceng-kokmu ini takkan mampu mempersulit diriku.
" Dia menghadap ke dalam sehingga dapat diIihat Kiu Jian-jio dengan jelas, maka sama sekali ia tidak berani memperlihatkan air muka yang mencurigakan.
Kongsun Lik-oh lantas memaki pula: "Bangsat cilik, betapa benciku padamu, ingin kupotong, kau menjadi dua dan mengorek keluar hatimu.
. . " Mendadak mulutnya menyemprot, sebuah biji kurma terus manyamber ke arah Nyo Ko.
Sebelumnya Nyo Ko sudah bersiap, segera ia menangkap benda kecil itu dan mendengus: "Hm, lekas kau kembali sana dan takkan kuganggu kau, hanya sedikit kepandaianmu ini kau kira dapat menahan diriku?" Kembali Kongsun Lik-oh mengedipi pula agar anak muda itu lekas pergi, habis itu mendadak ia menutupi mukanya sendiri sambil menjerit: "Oh, ibu! Dia.
. . dia menghina anak!" Segera ia berlari balik ke arah sang ibu sambil menangis, cintanya hanya bertepuk sebelah tangan", impiannya telah buyar, dengan sendirinya rasa dukanya itu benar2 timbul dari lubuk hatinya dan bakan pura2 MeIihat air mata puterinya ber-linang2, Kiu Jian-jio lantas membentak: "Anak Oh, apa2an kau ini" jiwa bocah itu sendiri takkan tahan beberapa hari saja, mengapa kau menangis baginya?" Kougsun Lik-oh terus mendekap di atas lutut sang ibu dan menangis dengan sedihnya.
Sandiwara nona Kongsun ini ternyata dapat mengelabui semua orang terkecuali Ui Yong, diam2 nyonya cerdik itu merasa geli.
Pikirnya: "Rupanya dia pura2 benci dan memaki Nyo Ko agar ibunya tidak curiga, dengan begitu dia akan mencari kesempatan untuk mencuri obat.
Sungguh tidak nyana bocah Nyo Ko ini selalu menimbulkan kisah cinta di mana2 sehingga nona cantik sebanyak ini sama ter-gila2 padanya.
" Berpikir sampai di sini, tanpa terasa ia memandang ke arah Thia Eng dan Liok Bu-siang.
Setelah menangkap biji kurma yang disemburkan Kongsun Lik-oh tadi, segera Nyo Ko melangkah pergi bersama dengan Siao-liong li sambil merenungkan ucapan Kongsun Lik-oh tadi yang aneh itu, seketika ia tidak paham apa maksudnya.
Siao-liong-li juga melihat air muka dan isyarat Konsun Lik-oh, ia tahu sikap nona itu cuma pura2 saja, segera ia membisiki Nyo Ko: "Ko-ji, dia pura2 marah padamu, mungkin supaya ibunya tidak curiga agar memudahkan dia mencuri obat.
" "Semoga begitulah hendaknya," jawab Nyo Ko.
Setelah kedua orang membelok ke sana, melihat sekitarnya tiada orang lain, cepat Nyo Ko memeriksa biji kurma yang digenggamnya itu.
Ternyata bukan biji kurma melainkan biji kanah, waktu di pencet, biji kanah itu lantas pecah menjadi dua.
Kiranya di dalamnya tersimpan secarik kertas kecil, "Haha, ucapan nona Kongsun itu ternyata mengandung teka-teki,"-ujar Siao-liong-li dengan tertawa.
"Dia bilang: "ingin kupotong kau menjadi dua dan mengorek keluar hatimu segala, kiranya demikian artinya.
" Cepat Nyo Ko membentang Kertas itu dan di-baca bersama, ternyata di situ tertulis : "Setengah biji obat itu tersimpan rapi oleh ibu, tentu akan kuupayakan untuk mencarinya dan kuserahkan padamu, paderi Hindu dan Cu-cianpwe terkurung di Hwe-wan-sit (kamar panggang)", lalu di samping tulisan itu terlukis sebuah seketsa peta yang menunjukkan tempat yang dimaksud.
Nyo Ko sangat girang, segera ia berkata: "Marilah kita lekas pergi ke sana, kebetulan tiada orang yang akan merintangi kita.
" Coat-ceng-kok itu sangat luas dan dikitari bukit, selama turun temurun leluhur Kongsun Ci telah membangun lembah ini dengan berbagai macam pesawat rahasia yang mujijat, sampai di tangan Kongsun Ci dan Kiu Jian-jio bahkan telah banyak diperbaiki dan ditambah lagi dengan jalanan yang ber-liku2 dan sukar diterobos.
Namun Nyo Ko dan SiaoliongIi dapat menggunakan Ginkang mereka menuju ke tempat tujuan menurut petunjuk Kongsun Lik-oh dalam petanya itu.
Tidak lama sampailah mereka di suatu tempat yang rindang oleh belasan pohon raksasa, di bawah rumpun pohon itu adalah sebuah omprongan besar, yaitu bangunan yang bisa digunakan membakar genting dan bata, menuruI peta Kongsun Lik-oh, di tempat inilah paderi Hindu dan Cu Cu liu terkurung.
Dengan ragu2 Nyo Ko minta Siao liong-li menunggu saja di luar, ia sendiri lantas menerobos ke dalam omprongan itu.
Tapi baru melangkah masuk pintu omprongan yang sempit itu, serentak hawa panas menyerang mukanya disusul dengan suara bentakan orang: "Siapa itu?" "Kokcu memerintahkan agar tawanan dibawa ke sana," jawab Nyo Ko.
Orang itu lantas muncul dari balik dinding bata sana dan menegur-dengan heran: "He, Kau?" Nyo Ko melihat orang berseragam hijau, segera ia menjawab pula : "Ya, Kokcu menyuruh aku membawa Hwesio dan orang she Cu ini.
" Murid Coat-ceng-kok itu tahu Nyo Ko pernah menolong jiwa sang Kokcu sekarang, hubungan Lik-oh dengan dia juga sangat erat, besar kemungkinan anak muda ini kelak akan menggantikan sebagai Kokcu baru, maka ia tidak berani bersikap kasar, dengan hormat ia bertanya pula: "Tapi.
. . tapi adakah tanda perintah Kokcu?" Tanpa menjawab Nyo Ko hanya berkata: "Ada, bawa aku melihat mereka dahuIu!"-Orang itu mengiakan dan Nyo Ko dibawa masuk ke dalam.
Setelah memutar ke sebelah dinding sana, hawa panas semakin hebat, terlihat dua kuli sedang mengangkat kayu bakar, sekarang lagi musim dingin, tapi kedua orang itu telanjang tubuh bagian atasnya sebuah celana pendek saja yang dipakainya, sedangkan keringat bercucuran di sekujur badan mereka.
Tempo hari waktu mula2 Nyo Ko datang ke Coat-ceng-kok ini dia pernah bertanding Lwekang Kim lun Hoat-ong, Nimo Singh dan lain2 di kamar berapi itu, ntaka tahulah dia tentu Cu Cu-liu dan paderi Hindu itu juga sedang di-siksa dengan api oleh Kiu Jian-jio.
Orang berbaju hijau itu menggeser sebuah batu dan tertampaklah sebuah lubang, Ketika Nyo Ko mengintip ke sana, dilihatnya di bagian dalam sana adalah sebuah kamar batu seluas tiga meter persegi, Cu Cu1iu sedang duduk menghadap dinding dan lagi meng-gores2 dinding batu dengan jari telunjuk, agaknya sedang berlatih seni tulisnya yang terkenal indah itu.
sedangkan paderi Hindu itu berbaring di lantai, entah masih hidup atau sudah mati.
"Cu-toasiok, kudatang menolong kau.
" seru Nyo Ko. Cu Cu-Iiu menoleh dan berkata dengan tertawa: "Aha, ada kawan datang dari jauh, dapatlah, aku bergembira sekarang!" Diam2 Nyo Ko kagum atas kesabaran Cu Cu-liu itu, padahal sudah tertahan sekian tama di situ.
Scgera ia bertanya: "Apakah paderi sakti sedang tidur?" Dia mengajukan pertanyaan ini dengan hati berdebar, soalnya mati-hidup Siao-liong-li besar hubungannya dengap keadaan paderi asing itu.
Cu Cu-liu tidak lantas menjawab, selang sejenak barulah ia menghela napas dan berkata: "Meski Susiok tidak mahir ilmu silat, tapi kepandaiannya menahan dingin dan melawan panas takdapat kutandingi, cuma beliau.
. . " Sampai di sini, tiba2 Nyo Ko merasa diri belakang ada angin berkesiur, jelas ada orang sedang menyerangnya.
Tanpa menoleh, sikutnya terus menyodok ke belakang, tapi sebelum menyentuh tubuh musuh, tahu2 angin menyamber lewat disamping telinga dan orang itupun menjerit terus jatuh terguling.
Kiranya dari lubang balik jendela batu itu Cu Cu-liu dapat melihat apa yang akan terjadi, sekenanya ia comot sepotong kerikil terus disambitkan dengan tenaga jari sakti It yang ci dan tepat mengenai Hiat-to penyergap itu.
Waktu Nyo Ko membalik tubuh, dilihatnya yang menggeletak di situ adalah seorang murid berbau hijau yang tidak di-kenalnya, sedangkan orang yang membawanya masuk ke situ itu tampak meringkuk di pojok sana dengan ketakutan.
"Lekas membuka pintu dan membebaskan mereka keluar.
" bentak Nyo Ko. "He, mana kuncinya!" jawab orang itu dengan heran, "Katanya engkau diutus oleh Kokcu, betul tentu beliau akan menyerahkan kuncinya padamu.
" Nyo Ko menjadi tidak sabar, bentaknya: "Minggir sana"Segera ia angkat pedang wasiatnya, sekali tusuk, "blang", dinding tebalnya satu bata itu lantas tembus suatu lubang besar, Orang berbaju hijau itu menjerit kaget.
Ber- ulang2 Nyo Ko menusuk tiga kali dengan pedangnya dan membabat dua kali secara menyilang, segera lubang tadi bertambah lebar sehingga cukup di terobos oleh tubuh manusia.
Menyaksikan betapa sakti cara Nyo Ko mem-bobol dinding batu itu, kejut Cu Cu-liu sungguh luar biasa melebihi orang berbaju hijau itu, Dia didesak oleh barisan jaring berkait yang dikerahkan Kiu Jian-jio itu sehingga terjebak ke dalam rumah garangan ini.
Siang dan malam di tempat tahanan dia telah berusaha membebaskan diri dengan It-yang-ci yang sakti.
Dengan jarinya yang kuat itu dia telah meng-korek2 celah2 batu, tujuannya kalau celah2 batu itu sudah mulai melebar, lalu dapatlah melolos batu dinding dan dapat melarikan diri.
Tapi dinding itu, dibangun dengan balok batu raksasa dan sukar digoyangkan dengan tenaga manusia, kini menyaksikan beberapa kali ayun pedangnya segera Nyo Ko dapat membobolnya, betapa lihay tenaga saktinya sungguh tak pernah dilihatnya.
Tanpa terasa ia berseru memuji kesaktian Nyo Ko.
Segera pula dia angkat tubuh paderi Hindu dan dikeluarkan melalui lubang dinding.
Cepat Nyo Ko menariknya keluar, waktu ia pegang lengan paderi itu dan terasa rada hangat, hatinya menjadi lega, apalagi kemudian diketahui paderi itupun masih bernapas dengan baik.
Setelah Cu Cu-liu menerobos keluar, lalu berkata: "Susiok hanya pingsan saja, rasanya tidak beralangan," "Mungkin beliau tidak tahan hawa panas, lekas mencari hawa segar diluar sana," ajak Nyo Ko sambiI membawa paderi Hindu itu keluar.
Siao-liong-li sedang menunggu dengan gelisah, ketika melihat Nyo Ko bertiga keluar, dengan girang ia lantas memapak maju.
"Supaya cepat siuman akan kucarikan air untuk cuci muka paderi sakti," kata Nyo Ko.
"Tidak, Susiok pingsan karena kena racun bunnga cinta.
" tutur Cu Cu-liu. Nyo Ko dan Siao-Iiong-li sangat heran dan tanya berbareng: "Mengapa bisa begitu?" Dengan menghela napas Cu Cu-liu menutur: "Menurut cerita Susiok, katanya bunga cinta begitu sudah lenyap dari bumi negeri Thian-tiok (Hindu) dan entah cara bagaimana tersebar ke daerah Tionggoan sini, kalau tersebar lebih luas lagi tentu akan mendatangkan bencana besar, dahulu di negeri Thian-tiok bunga ini juga telah menimbulkan korban yang tidak sedikit.
Selama hidup Susiok mempelajari ilmu penyembuhan racun, tapi kadar bunga ini teramat aneh, ketika masuk ke lembah ini beliau sudah tahu sukar mendapatkan obatnya yang mujarab, yang diharapkan hanya mencari suatu resep cara pengobatannya saja.
Dengan tubuh Susiok sendiri untuk mencoba racun bunga ini untuk mengetahui betapa kadar racunnya, dengan begitu akan dibuat obat penawarnya.
" "Kata Budha: kalau aku tidak masuk neraka, siapa yang akan masuk neraka" Demi menyelamatkan sesamanya, paderi sakti rela menghadapi bahaya sendiri sungguh harus dipuji dan sangat mengagumkan," demikian kata Nyo Ko, "Dan entah sampai kapan kiranya paderi sakti dapat siuman kembali?" "Susiok telah mencocok tubuh sendiri dengan duri bunga itu, katanya kalau perhitungannya tidak meleset, setelah tiga hari tiga malam tentu beliau dapat siuman kembali dan sampai kini sudah hampir genap dua hari," tutur Cu-liu.
Nyo Ko saling pandang dengan Siao-liong-li, kata mereka: "Paderi ini harus pingsan tiga-hari tiga-malam, jelas dia keracunan sangat berat.
Untungnya kadar racun bunga ini bekerja menurut keadaan orangnya, jika timbul napsu birahi, akan bekerja dengan sangat lihay.
Paderi Hindu yang alim dan suci ini menganggap segala apa di dunia ini hanya kosong belaka, melulu ini saja beliau jelas di atas orang biasa.
" Sejenak kemudian Siao-liang-li bertanya "Kalian mendapatkan bunga jahat itu?" "Setelah kami terkurung di sini, kemudian datang seorang nona jelita menjenguk kami.
" "Apakah nona yang berperawakan langsing, bermuka putih dan pada ujung mulut ada sebuak andeng2 kecil?" Siao-liong li menegas.
"Betul," jawab Cu Cu-liu.
Siao-liongli tersenyum kepada Nyo Ko, lalu berkata pula kepada Cu Cu-liu: "Nona itu adalah puteri Kokcu sini, nona Kongsun Lik-oh, ketika mendengar kalian berdua datang mencari obat demi Nyo Ko, tentu saja dia melayani kalian dengan istimewa, kecuali tidak berani membebaskan kalian, apapun yang kalian minta tentu akan diturutinya.
" "Memang benar," ujar Cu Cu-liu, "kettka susiok minta dia membawakan tangkai bunga cinta dan kumohon dia bantu menyiarkan berita minta bantuan kepada Suhu, semuanya telah dia laksanakan dengan baik, Caranya dia memanggang kami di tempat ini juga dikurangi apinya sehingga kami dapat bertahan sampai sekarang, Sering kutanya siapa dia, tapi dia tak mau menjelaskan, tak tersangka dia adalah puteri sang Kokcu.
" "Malahan bisanya kami menemukan kalian di sini juga atas petunjuk nona itu," tutur Siao-Iiong-li.
"Gurumu It-teng Taysu juga sudah datang," demikian Nyo Ko menambahkan.
"Aha, lekas kita keluar," seru Cu Cu-liu kegirangan.
"Tiba2 Nyo Ko mengerut kening dan berkata pula: "pula Cu-in Hwesio juga ikut datang, dalang urusan ini mungkin ada kesulitan.
" "Kalau Cu-in Suheng juga datang kan lebih baik?" ujar Cu-liu heran.
"Pertemuan kembali mereka kakak beradik, sedikitnya Kiu-kokcu akan memikirkan hubungan baik persaudaraan mereka.
" Nyo Ko lantas menceritakan keadaan Cu-in yang kurang waras itu serta cara bagaimana Kiu Jian-jio telah menghasut sang kakak.
"Jika Kwe hujin juga sudah berada di sini, maka segala urusan tentu akan beres," ujar Cu Cu-liu, "Kwe-hujin pintar dan cerdik, ditambah lagi Suhuku serta kelihayan Nyo-heng, betapapun besarnya persoalan juga tidak perlu dikuatirkan lagi.
Yang kupikirkan sekarang justeru kesehatan Susiok.
" Nyo Ko juga merasa paderi Hindu itu perlu diselamatkan lebih dulu, maka ia lantas mengusulkan.
"Marilah kita mencari dulu suatu tempat yang aman untuk menyegarkan pikiran paderi sakti.
Biarlah kita menjagai dia.
" "Tapi mana ada tempat yang aman?" ujar Cu-liu sambil berpikir, ia merasa setiap tempat di Coat-ceng-kok ini sama aneh dan berbahayanya.
Tiba2 hatinya tergerak dan berkata pula: "Kukira tetap berada di sini saja.
" Nyo Ko melengak, tapi segera ia paham maksud orang, katanya dengan tertawa.
"Ucapan Cu-toasiok memang sangat tepat.
Tempat ini tampaknya berbahaya, tapi sebenarnya adalah tempat yang paling aman di lembah ini, asalkan kita tawan kedua orang berbaju hijau ini agar tidak membocorkan kejadian di sini, maka bereslah segala urusan.
" "Urusan ini tidak sulit," kata Cu Cu-Iiu dengan tertawa sambil menutukkan jarinya dari jauh lalu ia pondong paderi Hindu itu dan berkata pula.
"Tinggal di rumah omprongan ini tentu aman dan tenteram bagiku, Nyo heng berdua lebih baik pergi lagi ke sana untuk membantu guruku apabila perlu.
" Teringat kepada keadaan lt-teng Taysu yang masih terluka, sedangkan sifat baik-buruk Cu in sukar diraba, kalau dirinya menunggui paderi Hindu itu rasanya terlalu mementingkan dirinya sendiri.
Sekarang Cu Cu-liu telah membawa paderi itu ke dalam rumah garangan itu, segera iapun mengajak Siao-liong-li kembali ke tempat semula.
Sementara itu di ruangan besar Coat ceng-kok sudah lain lagi suasananya.
Ber-ulang2 Kiu-Jian-jio berusaha memancing dan menghasut sang kakak, nadanya semakin keras dan mendesak .
It-teng Taysu diam saja dan menyerahkan kepada keputusan Cu-in sendiri sedangkan Cu-in tampak bingung, sebentar ia pandang adik perempuannya, lain saat dipandangnya sang guru, kemudian memandang pula kepada Ui Yong.
Yang satu adalah saudara sekandung sendiri, seorang lagi adalah gurunya yang berbudi, sementara itu yang seorang lain lagi adalah musuh pembunuh kakaknya, seketika pikirannya menjadi kacau dan terjadi pertentangan batin yang hebat.
Menyaksikan sikap Cu-in yang aneh, sebentar bimbang dan lain saat beringas itu, diam2 Liok Bu-siang menjadi kuatir, Dilihatnya Nyo Ko sejak tadi keluar dan sampai sekian lama belum kembali, pelahan ia lantas menarik tangan Thia Eng dan diajak keluar.
"Piauci, ke mana perginya si Tolol itu?" tanya Bu-siang sesudah di luar.
Tapi Thia Eng tidak menjawabnya melainkan berkata: "Dia terkena racun bunga yang jahat, entah bagaimana keadaannya?" "Ya," Bu-siang ikut kuatir juga, Mendadak ia menambahkan: "Sungguh tidak nyana akhirnya dia dan gurunya.
. . " "Tapi nona Liong itu memang cantik molek, orangnya juga baik, hanya gadis seperti dia setimpal menjadi jodoh Nyo-toako," ujar Thia Eng dengan muram.
"Darimana engkau mengetahui nona Liong itu orang baik" Bicara dengan dia saja kau belum pernah" kata Bu-siang.
Tiba2 suara seorang perempuan menjengek di belakangnya: "Hm, kakinya kan tidak pincang, dengan sendirinya dia orang baik," Cepat Bu-siang membalik tubuh sambil melolos goloknya, dilihatnya yang bicara itu adalah Kwe Hu.
Melihat Bu-siang melolos golok, segera Kwe Hu juga melolos pedang yang tergantung di pinggang Yalu Ce yang berdiri di sampingnya, dengan mata melotot ia menantang: "Hm, kau ingin bergerak dengan aku?" Mendadak Bu-siang berkata dengan tertawa,: "Hihi, mengapa kau tidak menggunakan pedangnya sendiri?" Perlu diketahui bahwa sejak kakinya cacat, Bu-siang sangat menyesal terhadap cirinya sendiri itu, orang lainpun tiada yang pernah menyinggung dihadapannya, sekarang dia bertengkar dengan Kwe Hu dan beberapa kali nona itu selalu menyindir kakinya yang pincang itu, tentu saja ia sangat gusar, maka kontan ia balas menyindir pedang Kwe Hu yang dipatahkan oleh semprotan biji kurma Kiu Jian jio.
Kwe Hu menjadi gusar juga, balasnya: "Biar pun dengan pedang pinjaman juga dapat kulabrak kau," Habis berkata pedangnya terus diobat-abitkan hingga mengeluarkan suara mendengung.
"Nah, tidak tahu tua atau muda, rupanya anak keluarga Kwe memang tidak kenal sopan santun dan menghormati orang tua," jengek Bu-siang "Baik, biar ku-ajar adat padamu agar kau mengerti cara bagaimana harus menghormati orang tua.
" "Huh, memangnya kau ini orang tua macam apa?" omel Kwe Hu dengan mendongkol.
"Haha, sungguh bocah yang tidak tahu adat!" Bu-siang meng-olok2 dengan tertawa, "Piauciku adalah Susiokmu, kalau kau tidak memanggil tante padaku juga harus memanggil bibi, Kalau tidak percaya boleh kau tanya Piauciku ini.
" -Lalu iapun menuding Thia Eng, Ketika Thia Eng bertemu dengan Ui Yong, memang betul Kwe Hu juga mendengar ibunya menyebut nona itu sebagai Sumoay, namun dalam hati ia merasa penasaran dan anggap sang kakek agak keterlaluan masakah sembarangan memungut seorang murid muda belia begitu, apalagi dilihatnya usia Thia Eng sebaya dengan dirinya, rasanya juga tidak mempunyai kepandaian yang berarti.
Kini dia di-olok2 Liok Bu-siang, dengan gemas ia lantas menjawab "Hm, memangnya siapa yang berani menjamin tulen atau palsu, Gwakong ( kakek luar ) termashur, siapa yang tidak kenal nama beliau dan tentunya juga, banyak manusia yang tidak tahu malu pengin mengaku sebagai anak-cucu murid beliau.
" Walaupun pembawaan Thia Eng berbudi halus dan pendiam, mau-tak mau ia merasa keki juga mendengar ucapan Kwe Hu itu, namun saat ini perhatiannya hanya tertuju kepada keselamatan Nyo Ko, ia tidak ingin bertengkar mengenai urusan tetek bengek itu, segera ia berkata: "Piaumoay, marilah kita pergi mencari Nyo toako saja.
" Bu-siang mengangguk, katanya pula kepada Kwe Hu: "Nah, kau dengar sendiri bukan " Dia menyebut diriku sebagai Piaumoay! Memang nama Kwe-tayhiap dan Ui-pangcu juga termashur di seluruh jagat, tentunya juga tidak sedikit manusia tidak tahu malu yang ingin menjadi - putera-putri beliau2 itu" Habis ini ia sengaja mencibir, lalu melangkah pergi- Sejenak Kwe Hu melengak, ia tidak paham siapakah yang ingin mengaku sebagai putera-puteri ayah-bundanya" Tapi segera ia dapat menangkap ucapan Liok Bu-siang itu, jelas secara tidak langsung orang hendak memaki dia sebagai anak haram, menganggap dia bukan anak kandung ayah-ibunya.
Sesungguhnya ucapan Bu-siang inipun rada keji, sedangkan watak Kwe Hu juga memang pemberang, begitu mengetahui arti ucapan Bu-siang itu, ia tidak tahan lagi, segera ia memburu maju, tanpa bicara pedangnya terus menusuk ke punggung lawan.
Mendengar angin tajam menyamber dari belakang cepat Bu-siang memutar goloknya menangkis "trang", lengan terasa kesemutan.
"Hm, kau berani memaki aku anak liar?" bentak Kwe Hu murka, kembali ia menyerang secara ber-tubi2.
Sambil menangkis Liok Bu-siang menjengek pula: "Hm, Kwe-tayhiap adalah orang yang berbudi luhur, Ui-pangcu adalah puteri kesayangan Tho-hoa-tocu, mereka betapa tinggi budi pekerti beliau itu.
" "Memangnya perlu kau jelaskan pula" Tidak perlu kau memuji ayah-bundaku untuk membaiki aku" dengus Kwe Hu, disangkanya Bu-siang memuji ayah-ibunya dengan setulus hati, maka daya serangannya menjadi rada kendur.
Tak tahunya Bu-siang lantas menyambung pula: "Tapi bagaimana dengan kau sendiri" Huh, kau telah membuntungi lengan Nyo toako, tanpa cari keterangan lebih dulu lantas memfitnah orang, tindak tanduk cara begini mana ada kemiripan dengan kepribadian Kwe tayhiap dan Ui-pangcu, betapapun orang harus merasa sangsi.
" "Sangsi apa2" tanya Kwe Hu.
"Hm, boleh kau pikir sendiri, buat apa tanya?" jengek Bu-siang ketus.
Pertengkaran kedua nona itu disaksikan Yalu Ce, ia tahu watak Kwe Hu lebih lugu dan tidak secerdik Busiang, kalau adu mulut pasti kalah maka ia lantas menyela: "Nona Kwe, jangan bicara lebih banyak lagi dengan dia.
" Dalam marahnya Kwe Hu ternyata tidak paham maksud anak muda itu, ia menjawab.
"Kau jangan ikut campur, aku justeru ingin tanya dia lebih jelas.
" Bu-siang juga melotot kepada Yalu Ce dan taerkata; "Huh, kelak baru kau tahu rasa.
" Muka Yalu Ce menjadi merah, ia tahu arti ucapan Bu-siang itu, jelas si nona dapat melihat dia telah jatuh cinta kepada Kwe Hu, maka Bu-siang sengaja ber olok2, maksudnya jika mendapat isteri yang galak dan warok begitu kelak pasti akan banyak mendatangkan kesukaran bagimu.
Melihat air muka Yalu Ce mendadak berubah merah, Kwe Hu menjadi curiga dan bertanya: "Apakah kau juga menyangsikan aku ini bukan anak kandung ayah-ibuku?" "Tidak, tidak," cepat Yalu Ce menjawab, "Marilah kita pergi saja, jangan urus dia.
" Tapi Bu-siang lantas menanggapi "Sudah tentu dia sangsi, kalau tidak mengapa dia mengajak kau pergi?" "Muka Kwe Hu menjadi merah padam, tangan memegang pedang, tapi takdapat mendebatnya.
" Yalu Ce kuatir si nona salah paham, terpaksa ia bicara lebih gamblang, katanya: "Cara bicara nona ini tajam dan menusuk perasaan, kalau mau ber-tanding boleh bertanding saja, tapi jangan banyak omong.
" "Nah, tahu tidak kau" Maksudnya kau tidak pintar omong dan bodoh bicara, semakin banyak bicara semakin memalukan saja," sela Bu-siang pula.
Dalam hati Kwe Hu sekarang memang sudah timbul perasaan aneh terhadap Yalu Ce, anak gadis yang baru merasakan madu nya cinta selalu timbul perasaan kuatir dan cemas, setiap ucapan orang lain yang menyangkut sang kekasih, walaupun tidak beralasan sama sekali, tentu akan dipikirkannya secara boIak-balik serta dimamah dan dirasakannya.
Apa-lagi sejak kecil Kwe Hu selalu dimanjakan orang tua, kedua teman ciliknya, yaitu kedua saudara Bu juga sangat penurut padanya, kecuali Nyo Ko yang terkadang suka melawannya, hampir tak pernah dia bertengkar dengan siapapun, kini mendadak dia menghadapi seorang lawan yang pintar putar lidah, seketika dia terdesak di bawah angin, ia tahu kalau bicara lagi tentu dirinya akan lebih banyak pula di olok2, dengan gusar dia lantas memaki: "Perempuan dingklang, kalau sebelah kakimu tidak kubacok pincang pula, biarlah aku tidak she Kwe.
" "Hm, tidak perlu kau membacok kakiku juga kau tidak she Kwe lagi, memangnya siapa tahu kau ini she Li atau she Ong," jawab Bu-siang.


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Sin Tiaw Hiap Lu Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Secara tidak langsung ia selalu memaki Kwe Hu sebagai "anak haram".
Keruan Kwe Hu tidak tahan lagi, segera ia melancarkan serangan dan terjadilah pertarungan sengit.
Kepandaian yang diajarkan Kwe Cing dan Ui Yong kepada kesayangannya ini adalah ilmu pilihan kelas wahid, cuma ilmu silat yang hebat ini harus dimulai dengan memupuk dasar dan latihan yang tekun, sedangkan bakat pembawaan Kwe Hu justeru lebih banyak menuruni sang ayah dari pada sang ibu, sebab itulah kemajuan ilmu silat yang dilatihnya agak lamban, banyak jurus2 serangan lihay belum dapat digunakannya dengan baik.
Walaupun begitu toh Liok Bu-siang tetap bukan tandingannya, ditambah lagi sebelah kakinya pincang, gerak gerik nya tidak leluasa, sedangKan Kwe Hu menyerang dengan beringas, pedangnya selalu mengincar bagian bawah dan ingin menusuk lagi kaki sebelah lawan, Diam2 Thia Eng mengernyitkan kening menyaksikan pertarungan mereka, pikirnya: "Meski cara ber-olok2 Piaumoay agak tajam, tapi nona Kwe ini juga terlalu garang, pantas lengan Nyo-toako tertabas buntung olehnya, Kalau berlangsung lebih lama lagi mungkin sekali kaki Piaumoay juga sukar diselamatkan.
" Dilihatnya Bii-siang terus terdesak mundur dan Kwe Hu menyerang semakin gencar, "bret" tiba2 gaun Bu-siang terobek,menyusul dia menjerit pelahan dan mundur dengan sempoyongan dan muka pucat Kwe Hu terus melangkah maju, kakinya lantas menyapu, dia sengaja hendak membikin Bu-siang terjungkal untuk melampiaskan rasa gemasnya.
Terpaksa Thia Eng bertindak melihat keadaan itu, ia melompat maju mengadang di depan Kwe Hu dan berseru.
"Harap berhenti, nona Kwe!" Waktu Kwe Hu angkat pedangnya dan tertampak ada setitik darah, tahulah dia kaki Bu-siang telah dilukainya, dengan ber-seri2 ia lantas tuding nona itu dan berolok: "Nah, nonamu sengaja memberi ajaran padamu agar selanjutnya kau jangan sembarangan mengoceh!" Padahal Bu-siang adalah nona yang berwatak keras, kepala batu, tidak takut kepada apapun juga, Li Bok-chiu yang begitu kejam juga tidak membuatnya jera, malahan dia berani kabur dengan mencuri kitab pusaka sang guru itu.
sekarang meski dikalahkan Kwe Hu dan darah merembes membasahi gaunnya namun ia tidak menjadi jeri, sebaliknya ia tambah marah dan berteriak: "Huh, hanya pedangmu saja mampu menyumbat mulut orang seluruh jagat?" ia tahu Kwe Hu suka membanggakan ayah-ibunya, maka ia sengaja meng-olok2nya sebagai "anak haram" dan bukan puteri kandung kedua orang tuanya itu.
"Kau mengoceh apa lagi?" bentak Kwe Hu dengan gusar sambil melarikan maju dan pedangnya disurung pula ke depan dada orang.
Thia Eng berdiri di tengah mereka, melihat ujung pedang menyeleweng tiba, segera ia gunakan jarinya menahan batang pedang Kwe Hu itu terus didorong pelahan ke samping sambil melerai: "Piau-moay, nona Kwe, kita berada di tempat berbahaya, janganlah kita cecok urusan tidak berarti ini.
" Kwe Hu terkejut dan gusar karena pedangnya, didorong ke samping dengan enteng oleh tangan Thia Eng.
segera ia membentak: "Hm, kau hendak membela dia bukan" Baiklah kalian boleh maju bersama, aku tidak takut biarpun satu lawan dua.
Hayolah lolos senjatamu!" Habis berkata ujung pedangnya terus mengacung ke dada Thia Eng dan menantikan lawan melolos seruling kemala yang terselip di pinggang itu.
Namun Thia Eng tersenyum hambar saja, kata-nya: "Aku melerai perkelahian kalian, masakah aku sendiri ikut bertengkar" Yalu-heng, hendaklah kaupun melerai nona Kwe.
" "Benar, nona Kwe," ucap Yalu Ce.
"Kita berada di wilayah musuh, kita harus waspada dan hati2.
" "Bagus, kau tidak bantu diriku, sebaliknya kau membela orang lain," seru Kwe Hu dengan mendongkol ia lihat Thia Eng cukup cantik dan manis, tiba2 timbul pikirannya jangan2 anak muda itu menyukai nona itu.
Sedikitpun Yalu Ce tidak dapat menangkap jalan pikiran Kwe Hu itu, ia menyambung ucapannya tadi: "Cu-in Hwesio itu rada aneh sikapnya, lekas kita ke sana untuk melihat ibumu.
" Namun Liok Bu-siang teramat cerdik dan pintar, sepatah kata dan sedikit tingkah Kwe Hu saja segera dapat diterka isi hati seterusnya itu, cepat ia berkata puIa: "Hah Piauciku jauh lebih cantik daripadamu, pribadinya juga halus budinya, ilmu silatnya juga lebih tinggi, hendaklah kau berhati-hati sedikit!" Setiap kalimat Bu-siang itu cukup menusuk perasaan Kwe Hu, keruan ia menjadi murka, tapi ia lantas pikirnya: "Aku harus ber-hati2 apa?" "Huh, kecuali aku orang tolol, kalau tidak masakah aku tidak memilih Piauciku dan sebaliknya menyukai kau," jengek Bu-siang.
Ucapan ini jauh dari jelas dan gamblang, tentu saja Kwe Hu tidak tahan lagi, begitu pedangnya bergerak, segera ia menusuk ke iga Bu-siang dengan mengitar ke samping Thia Eng.
Diam2 Thia Eng mengerut kening melihat serangan Kwe Hu yang ganas itu, ia pikir sekalipun ucapan Piaumoay itu menyinggung perasaanmu, betapapun kita kan bukan musuh, mengapa tanpa kenal ampun kau melancarkan serangan mematikan sekeji ini" Secepat kilat Thia Eng menghimpun tenaga pada jarinya, begitu pedang Kwe Hu menyelinap lewat dan sebelum mencapai sasarannya, secepat kilat ia terus menyelentik, "creng", kontan pedang Kwe Hu terlepas dan jatuh ke tanah.
Selentikan Thia Eng itu adalah ilmu jari sakti ajaran Ui Yok-su, karena kekuatan Thia Eng cuma setingkat dengan Kwe Hu, maka cara menyelentik-nya itu dilakukannya secara mendadak, begitu pedang orang terlepas, langkah selanjutnya juga sudah diperhitungkan o!ehnya, segera melangkah maju, pedang itu diinjak, seruling kemala terus dikeluarkan di Hiat-to di tubuh Kwe Hu.
Karena didahului orang, keadaan Kwe Hu menjadi serba salah, kalau berjongkok untuk rebut pedang, beberapa Hiat to itu pasti akan bertutuk, sebaliknya kalau melompat mundur untuk menghindar, maka pedang itu berarti dirampas lawan.
Karena kurang pengalaman Kwe Hu- menjadi serba runyam, mukanya menjadi merah dan tidak tahu, apa yang harus dilakukan.
"Hai, nona itu, mengapa kau menginjak pe-dangku?" tiba2 Yalu Ce membentak, berbareng ia terus menubruk maju hendak mencengkeram seruling orang.
Naraun Thia Eng sempat menyurutkan tangannya, ia membalik tubuh dan menarik Bu-siang terus diajak pergi.
Cepat Kwe Hu jemput kembali pedangnya dan berteriak : "Nanti dulu! Marilah kita bertanding dengan baik!" "Haha, masih mau bertanding " sebelum Bu-siang meng-olok2 lebih lanjut, cepat sekali Thia Eng telah menyeretnya melompat ke depan, hanya sekejap mereka sudah berada jauh di sana, Yalu Ce segera menghibur Kwe Hu, katanya : "Nona Kwe, hanya kebetulan saja dia berhasil, sebenarnya kalah menang kalian belum jelas.
" "Memangnya," kata Kwe Hu dengan penasaran "tadi pedangku sedang mengincar si pincang, mendadak dia turun tangan, Tampaknya dia ramah tamah, ternyata bertindak secara licik.
" Yalu Ce mengiakan saja, wataknya jujur, tidak biasa menyanjung puji orang, katanya: "Kepandaian nona Thia itu tidak lemah, lain kali kalau bergebrak lagi hendaklah kau jangan meremehkan dia," Kwe Hu kurang senang mendengar pujian Yalu Ce kepada Thia Eng itu, tanpa pikir ia bertanya : "Kau bilang ilmu silatnya bagus?" "Ya," jawab Yalu Ce.
"Baiklah, kalau begitu jangan kau hiraukan diriku lagi dan berbaik saja dengan dia," kata Kwe Hu dengan gusar sambil melengos.
"He, maksudku agar kau jangan meremehkan dia, supaya kau hati2, itu tandanya kubela kau atau membantu dia?" cepat Yalu Ce menjelaskan.
Kwe Hu pikir arti ucapan anak muda itu memang benar membela dirinya, maka rianglah hatinya.
Segera Yalu Ce berkata pula.
"Malah tadi akupun bantu kau merebut kembali pedangmu, masakah kau masih marah padaku?" "Ya, marah padamu!" omel Kwe Hu sambil berpaling kembali, namun dengan tertawa gembira.
Yalu Ce menjadi girang juga, Pada saat itulah dari ruangan pendopo sana berkumandang suara orang me-raung2 disertai suara nyaring benturan senjata.
"Ai, lekas kita melihat ke sana!" seru Kwe Hu.
Tadi dia merasa sebal oleh ocehan Kiu Jian-jio mengenai kejadian di masa talu, ia tidak tahu bahwa setiap kata nenek itu mengandung ancaman bahaya maut bagi ibunya, maka ia lantas mengeluyur keluar dan tanpa sebab telah bertengkar dengan Bu-siang dan Thia Eng, kini ia menjadi kuatir bagi sang ibu demi mendengar suara ribut itu, cepat ia berlari kembali ke sana.
Begitu dia masuk, dilihatnya It-tcng Taysu lagi berduduk di tengah ruangan, tangan me-raba2 tasbih dan mulut mengucap Budha, air mukanya agung dan welas-asih, sedangkan Cu-in Hwesio sedang ber-lari2 mengitari ruangan besar itu sambil mengeluarkan suara raungan buas, belenggu pada tangannya sudah terbetot putus dan saling bentur dengan suara gemerincing.
Kiu Jian-jio kelihatan duduk ditempatnya tadi dengan wajah membesi, mukanya memang buruk, kini menjadi tambah bengis dan menakutkan sementara itu Ui Yong, Bu Sam-thong dan lain2 berada di pojok sana sambil mengawal gerak-gerik Cu-in.
Setelah ber-lari2 sekian lama, dahi Cu-in tampak berkeringat ubun2nya mengepulkan uap putih tipis dan makin lama makin tebal, lari Cu-in itupun semakin cepat.
Mendadak It-teng Taysu membentak lantang: "Cu-in, wahai, Cu-in! sampai kini apakah kau masih belum menyadari perbedaan antara bajik dan jahat?" Cu-in tampak melengak, uap putih di atas kepalanya mendadak lenyap, tubuhnya tergeliat, lalu jatuh terjungkal.
"Anak Oh, lekas bangunkan Kuku!" bentak Kiu Jian-jio.
Buru2 Kongsun Lik-oh berlari maju untuk membangunkan sang paman, Ketika Cu-in membuka mata, dilihatnya wajah si nona hanya belasan senti di depan matanya, samar2 terlihat alis yang lentik dan mulut yang mungil, wajah yang cantik molek itu mirip benar dengan adik perempuannya dahulu, Tiba2 ia berseru: "Sammoay, berada di manakah aku ini?" "Kuku! Kuku! Aku Lik-oh!" ucap Lik-oh.
"Kuku" Siapa Kukumu?" - demikian Cu-in berguman, "Kau memanggil siapa?" "Jiko, dia adalah puteri adikmu!" teriak Kiu Jian-jio, "dia minta kau membawanya menemui Kuku tertua.
" Cu-in terkejut mendadak, katanya: "O, Kuku tertua" Kakakku" Ah, kau tak dapat melihatnya lagi, dia sudah terjatuh hancur lebur ke jurang Tiat ciang hong.
" Teringat kepada kejadian masa Ialu, seketika mukanya menjadi beringas, ia melompat bangun, Ui Yong ditudingnya dan membentak: "Ui Yong, kau yang membunuh Toakoku, Kau.
. . kau harus mengganti jiwanya!" Setelah masuk lagi ke ruangan situ.
Kwe Hu berdiri di samping sang ibu dan memondong adik perempuannya.
ketika mendadak melihat Cu-in mencaci-maki ibunya secara bengis, dia orang pertama yang tidak tahan, segera ia melangkah maju beberapa tindak dan balas mendamperat: "Kau jangan kasar kepada ibuku Hwesio, nonamu ini takkan membiarkan kau main gila.
" Kiu Jian-jio lantas menjengek: "Hm, berani benar anak perempuan ini.
. . " "Siapa kau?" segera Cu-in bertanya.
"Sudah kukatakan sejak tadi, apa kau tuli"W jawab, Kwe Hu.
"Kwe-tayhiap adalah ayahku, Ui pangcu ialah ibuku.
" "Hm, jadi Kwe Cing dan Ui Yong malah sudah mempunyai dua anak," teriak Cu-in dengan beringas.
Melihat nadanya berubah buas, Ui Yong menjadi kuatir, cepat ia menyuruh Kwe Hu mundur Akan tetapi Kwe Hu mengira Cu-in gentar kepada ibunya terbukti sejak tadi tidak berani menyerang maka tanpa pikir ia malah melangkah maju dan mengejek: "Huh, kalau kau mampu bolehlah lekas kau menuntut balas, kalau tidak becus, sebaiknya kau tutup mulut saja!" "Bagus ucapanmu, kalau mampu bolehlah lekas menuntut balas!" bentak Cu-in dengan suara menggelegar sehingga cangkir sama bergetar di atas meja.
Sama sekali Kwe Hu tidak menyangka seorang Hwesio dapat mengeluarkan suara sekeras itu, ia menjadi terkejut dan kebingungan Pada saat itulah telapak tangan kiri Cu-in telah memukul, tangan kanan juga lantas mencengkeram sekaligus.
Dua rangkum tenaga maha dahyat terus membanjir tiba, pikir Kwu Hu hendak menghindari akan tetapi sudah kasip.
Tanpa berjanji Ui Yong, Bu Sam-thong dan Yalu Ce bertiga melompat maju berbareng, pandangan mereka-cukup tajam, mereka tahu cengkeraman tangan kanan Cu-in itu tampaknya ganas, tapi tidak selihay pukulan tangan tangan kiri yang mematikan ttu, Sebab itulah tangan mereka memapak bersama, "blang", tiga arus tenaga dahsyat menyentak tangan kiri Cu-in.
Terdengar Cu-in bersuara tertahan dan tetap berdiri di tempatnya, sebaliknya Ui Yong bertiga tergetar mundur beberapa langkah, Kekuatan Yalu Ce paling cetek, dia tergentak mundur paling jauh, berikutnya adalah Ui Yong.
Sebelum berdiri tegak kembali dia mengawasi puterinya lebih dulu, dilihatnya Kwe Yang cilik sudah dicengkeram oleh Cu-in, sedangkan Kwe Hu berdiri mematung, rupanya Saking kagetnya hingga lupa menghindar.
Ui Yong menjadi kuatir kalau2 Kwa Hu dilukai, tenaga pukulan lawan, Cepat ia melompat maju pula dan menarik mundur anak gadisnya itu sembari mengeluarkan pentung penggebuk anjing tmtuk bela diri, sekali pentung pusakanya itu sudah siap, betapapun dahsyat tenaga pukulan Cu-in juga takkan melukainya lagi.
Sebenarnya Kwe Hu tidak terluka sedikitpun, cuma pikirannya menjadi kacau, dia baru sempat menjerit kaget setelah bersandar di tubuh sang ibu, sementara kedua saudara Bu, Yalu Yan, Wanyan Peng dan lainnya segera meloIos senjata juga ketika melihat Cu-in akhirnya melancarkan serangan.
Be-ramai2 anak buah Kiu Jian-jio juga menyebar dan siap siaga, asalkan sang Kokcu memberi aba-2, serentak merekapun akan menyerbu.
Hanya It - teng Taysu saja yang tetap duduk bersila di tengah ruangan dan anggap tidak mendengar dan tidak melihat apa yang terjadi di sekitarnya, dia tetap mengucapkan doa, meski tidak keras suaranya, namun cukup jelas terdengar Mendadak Cu-in mengangkat tinggi2 Kwe Yang cilik dan berteriak: "lnilah puteri Kwe Cing dan Ui Yong, setelah kubunuh anak ini barulah kubinasakan kedua orang tuanya.
" Dengan girang Kiu Jian-jio menanggapi "Bagus, Jiko yang baik, dengan begitulah engkau baru benar2 ketua Tiat-ciang-pang yang tiada bandingannya.
" Dalam keadaan demikian, jangankan seorang-pun yang hadir ini mampu mengalahkan Cu-in, sekalipun ada yang berkepandaian lebih tinggi dari dia juga akan mati kutu dan sukar menyelamatkan Kwe Yang kecil dari tangan orang yang sudah kalap itu.
"Nyo toako! Nyo-toako! Di mana engkau" Lekas kemari menolong adikku!" se-konyong2 Kwe Hu berseru.
Menghadapi bahaya begini tiba2 dia ingat kepada Nyo Ko.
Maklumlah, beberapa kali Kwe Hu mengalami kesukaran dan tiap kali Nyo Ko yang berhasil menyelamatkan dia di luar dugaannya, kini adiknya terancam dan tampaknya tiada seorangpun yang mampu bertindak, secara otomatis lantas timbul harapannya agar Nyo Ko datang menolongnya.
Akan tetapi saat itu Nyo Ko sedang bergandengan tangan dengan Siao-Iiong-li menikmati pemandangan senja indah pegunungan ini, sama sekali tak terpikir olehnya di ruangan besar sekarang sedang timbul adegan yang mendebarkan itu.
Begitulah dengan tangan kanan mengangkat Kwe Yang ke atas dan tangan kiri siap membela diri, Cu-in mengejek seruan Kwe Hu tadi: "Huh, Nyo Ko apa" siapakah Nyo Ko itu" Saat ini biar-pun Tang-sia Se-tok, Lam-te, Pak-kay dan Tiong-sin-thong datang ke sini sekaligus paling-2 juga jiwaku Kiu Jian-yim saja yang dapat diganggunya, tapi jangan harap akan dapat menolong anak dara cilik ini.
" Pelahan Itteng mengangkat kepalanya dan menatap Cu-in, terlihat kedua matanya merah membara penuh napsu membunuhi segera ia berkata: "Cu-in kau hendak menuntut balas pada orang, kalau orangpun hendak menuntut balas padamu, lalu bagai mana?" "Siapa yang berani boleh coba maju!" bentak Cu-in.
Sementara hari sudah dekat magrib, cuaca mulai remang2 dan air muka Cu-in juga semakin seram tampaknya.
Pada saat itulah mendadak Ui Yong bergelak tawa, suara tawanya mendadak meninggi dan lain saat merendah laksana suara tawa orang gila.
Begitu seram suara tertawanya hingga membikin orang merinding.
"lbu!" seru Kwe Hu kuatir.
Bu Sam-thong, Yalu Ce dan lain2 juga serentak memanggil "Kwe-hujin!" Semua orang kuatir jangan-2 karena memikirkan anaknya berada dalam cengkeraman musuh, mendadak pikiran Ui Yong menjadi tidak waras.
Terlihat Ui Yong membuang pentung bambu, lalu melangkah maju dengan rambut terurai serawutan, suara tawanya melengking tajam dan menyeramkan, berbeda sama sekali daripada sikapnya yang ramah se hari-2 "lbu!" seru Kwe Hu sambil menarik lengan Ui Yong.
Tapi sekali mengibas, kontan Kwe Hu terpelanting jatuh, habis itu Ui Yong terus pentang kedua tangan hendak merangkul tubuh Cu in dengan ter-bahak2.
Kejadian ini juga sama sekali diluar dugaan Kiu Jian-jio, ia mengawasi tingkah laku Ui Yong itu dengan mata mendelik dan sangsi.
"Jangan kuatir Kwe-hujin, kita pasti dapat merampas kembali puterimu," seru Bu Sam-thong.
Namun Ui Yong tidak menggubrisnya, kedua tangan tetap terpentang sembari melototi Cu-in, katanya: "Lekas kau cekik mati anak itu! Cekik lehernya yang keras, jangan kendur!" Wajah Cu-in tampak pucat sebagai mayat, sambil merangkul Kwe Yang dalam pangkuannya, Cuin berkata dengan tergagap: "Sia.
. . siapa kau?" Mendadak Ui Yong tertawa ter-kekeh2 terus menubruk maju.
Meski tangan kiri Cu in sudah bersiap namun sebegitu jauh tidak berani me-nyerang, ia hanya menggeser kesamping menghindari tubrukan Ui Yong itu, lalu ia tanya pula: Kau.
. . kau siapa?" "Apakah kau sudah lupa semuanya?" jawab Ui Yong dengan suara seram, "Malam itu di atas istana kerajaan Tayli kau memegang seorang anak.
. . ya, ya, seperti inilah kau memegangnya, bocah itu kau siksa hingga setengah mati, akhirnya jiwanya sukar tertolong pula, dan aku.
. . aku adalah ibu bocah itu, Nah, lekas kau mencekik mampus dia, lekas, kenapa tidak lekas kau lakukan?" Mendengar sampai di sini, sekujur badan Cu-in lantas menggigil peristiwa beberapa puluh tahun yang lalu mendadak terbayang olehnya, Tatkala itu dia sengaja melukai putera Lau-kuihui, yaitu selir kesayangan Lam-ie (raja di selatan) Toan Hong-ya, yang kini berjuluk It-teng Taysu, tujuannya supaya Toan Hong-ya mau mengorbankan tenaga dalamnya yang dipupuk selama berpuluh tahun itu untuk menyelamatkan jiwa anaknya (yang sebenarnya adalah hasil hubungan gelap antara Lau-kuihui alias Eng Koh dengan Ciu Pek- thong, si Anak Tua Nakal), namun Toan Hong ya tega benar tidak mau mengobati anak itu sehingga anak itu akhirnya meninggal.
Kemudian beberapa kali Eng Koh bertemu dengan Cu-in dan secara kalap melabraknya, kalau perlu siap untuk gugur bersama.
Dalam keadaan begitu, biarpun ilmu silat Cu-in jauh lebih tinggi daripada Eng Koh juga merasa jeri, maklumlah, merasa berdosa, maka tidak berani melawan dan lebih suka kabur saja.
Ui Yong tahu itulah kelemahan terbesar selama hidup Cu-in, dilihatnya cara Cu-in mengawasi Kwe Yang mirip benar kejadian dahulu, maka dia menjatuhkan taruhan terakhir dengan sengaja menyerukan Cu-in mencekik mati Kwe Yang saja.
Tentu saja Bu Sam-thong, Yalu Ce dan Iain2 tidak tahu maksud tujuan Ui Yong, mereka menyangka ketua Kay-pang itu mendadak gila sehingga ucapannya tidak karuan juntrungannya.
Padahal tindakan Ui Yong ini sesungguhnya teramat cerdik dan berani, biarpun kaum lelaki juga belum tentu sanggup bertindak demikian.
Dia telah mengetahui benar kelemahan musuh, inilah kecerdikannya, iapun berani menyuruh orang mencekik anaknya, inilah keberaniannya yang luar biasa.
Begitulah seketika Cu-in menjadi ragu2 dipandangnya Ui Yong, lalu memandang pula ke arah It-tcng Taysu, kemudian mengamat-amati anak yang dipegangnya itu.
Se-konyong2 ia tidak mampu menahan rasa penyesalannya sendiri, tiba2 ia berteriak: "Mati, sudah mati! Ai, anak baik2 begini telah kucekik mati.
" Pelahan ia mendekati Ui Yong dan menyodorkan bayi itu sambil berkata pula.
"Akulah yang membikin mati anak ini, boleh kau membinasakan diriku sebagai pengganti jiwanya.
" Girang Ui Yong tak terhingga, segera ia hendak menerima kembali anaknya, mendadak terdengar It-teng membentak: "Balas membalas, tuntut menuntut, sampai kapan berakhirnya" Golok jagal di tangan, kapan akan kau lemparkan ?" Cu-in terkejut, pegangannya jadi kendur, Kwe Yang terus terjatuh ke lantai, Namun Ui Yong cukup cekatan sebelum badan anak bayi itu menyentuh lantai, sebelah kakinya tahu2 sudah diayunkan dan tepat mengenai tubuh Kwe Yang hingga mencelat ke sana, berbareng itu Ui Yong lantas berteriak dan ter-kekeh2: "Ah, anak ini telah dibunuh olehmu.
Bagus, bagus sekali!" Padahal tendangannya tadi tampaknya agak keras, namun sesungguhnya cuma punggung kakinya saja yang menjungkit pelahan di punggung ,anak itu terus ditolak ke sana dengan enteng.
ia tahu keselamatan anak bayi itu bergantung dalam sedetik itu saja, kalau dia berjongkok menyamber anak itu, bisa jadi pikiran Cu-in mendadak berubah lagi dan meraih kembali si Kwe Yang cilik.
Tubuh Kwe Yang mencelat dengan anteng ke arah Yalu Ce, maka dengan tepat anak muda itu dapat menangkapnya, dilihatnya sepasang biji mata Kwe Yang yang hitam itu terbelalak, mulut terbuka hendak menangis, keadaannya segar bugar tanpa cidera apapun.
Yalu Ce paham sebabnya Ui Yong sengaja mengirim Kwe Yang ke arahnya itu adalah karena watak Kwe Hu suka gegabah, maka sang ibu tidak berani menyuruh menerima bayi itu.
Cepat Yalu Ce lantas mendekap mulut Kwe Yang untuk mencegah tangisnya, berbareng iapun ber-teriak2: "Wah, anak ini telah dibinasakan Hwesio ini!" Muka Cu-in pucat seperti mayat, seketika dia sadar dan bebas, ia memberi hormat kepada lt-teng dan berkata: "Terima kasih banyak2 atas bantuan Suhu!" It-teng membalas hormat dan menjawab: "Selamatlah engkau telah mencapai kesempurnaan!" Kedua orang berhadapan dengan tertawa, lalu Cu-in melangkah pergi.
Cepat Kiu Jian-jio berseru: "He, Jiko, kembali.
. . " Cu-in menoleh dan berkata "Kau suruh aku kembali, aku justeru hendak menyuruh kau kembali juga.
" Habis itu ia lantas bertindak pergi tanpa berpaling lagi.
"Bagus, bagus!" ber-ulang2 It-teng menyatakan syukurnya, lalu ia mengundurkan diri ke sudut ruangan dan duduk semadi tanpa bicara lagi.
Ui Yong mengikat kembali rambutnya yang kusut tadi, dari Yalu Ce ia terima kembali si Kwe Yang cilik.
Cepat Kwe Hu merangkul sang ibu, serunya dengan kejut2 girang: "O, kukira ibu benar-benar telah kurang waras!" Kemudian Ui Yong mendekati It-teng Taycu dan memberi hormat, katanya: "Taysu, karena kepepet sehingga Siautit terpaksa mengungkat kejadian masa lampau, mohon Taysu sudi memaafkan.
" "Yong ji, Yong-ji.
kau benar2 Khong Bengnya kaum wanita," ujar It-teng dengan tersenyum.
Di antara hadirin itu hanya Bu Sam-thong saja yang lapat2 mengetahui kejadian dahulu, orang lain sama melongo heran karena tidak tahu apa yang dimaksudkan percakapan It-teng dan Ui Yong.
Bahwa akhirnya menjadi begini, hal inipun di luar dugaan Kiu Jian-jio, ia tahu sekali kakaknya sudah pergi, selanjutnya jelas sukar bertemu lagi, Melihat bayangan Cu-in sudah lenyap, perasaannya menjadi pilu, tapi terasa bimbang dan menyesal pula ketika ingat ucapan Cu-in sebelum pergi tadi: "Kau suruh aku kembali, justeru akupun hendak menyuruh kau kembali.
" Jelas ucapan itu bernada memberi nasehat agar lekas menahan diri dan kembali ke jalan yang baik.
Akan tetapi rasa menyesal itu hanya sekilas saja lantas lenyap, dengan angkuh ia lantas berkata: "Silakan kalian duduk saja disini, aku tidak dapat menemani lama2.
" "Nanti dulu!" seru Ui Yong tiba2, "Kunjungan kami ini adalah untuk memohon Coat-ceng-tan.
" Kiu Jian-jio lantas mengangguk kepada mu-rid-murid berseragam hijau di sebelahnya, serentak anak murid seragam hijau itu bersuit, dari setiap sudut lantas muncul empat orang berseragam hijau dengan membawa jaring ikan berkait dan meng-adang jalan ke luar semua orang.
Dalam pada itu empat pelayan lantas angkat kursi yang diduduki Kiu Jian-jio dan dibawa masuk ke ruangan dalam.
Melibat kelihayan barisan jaring berkait itu, diam2 Bu Sam-thong, Yalu Ce dan lain2 sama terkejut mereka menjadi bingung pula cara bagaimana membobol barisan jaring musuh itu.
Karena sedikit ragu itulah, tahu2 pintu depan dan belakang ruangan pendopo itu berkeriutan dan merapat, semua orang berseragam hijau lantas menyelinap ke luar lebih dulu.
Cepat kedua saudara Bu cilik menerjang keluar dengan pedang terhunus, akan tetapi sudah terlambat "blang", pintu telah merapat, kedua batang pedang Bu Tun-si dan Bu Siu-bun yang sempat diselipkan ke tengah daun pintu itu patah seketika terjepit Tampaknya daun pintu besar itu terbuat dari baja yang kuat.
"Tidak perlu kuatir" cepat Ui Yong mendesis.
"Untuk keluar dari sini tidaklah sulit, cuma kita harus memikirkan suatu akal cara bagaimana membobol barisan jaring musuh yang berkait itu dan cara bagaimana mencuri obat untuk menyelamatkan kawan kita.
" Sementara itu Kongsun Lik-oh juga ikut sang ibu masuk ke ruangan dalam, di situ ia bertanya tindakan apa pula yang akan dilakukan ibunya, Kiu Jian-jio sendiri merasa sulit dengan perginya sang kakak, namun musuh pembunuh kakak kini berada di depan matanya, betapapun ia tidak dapat tinggal diam.
Maka setelah berpikir, kemudian ia berkata kepada Lik-oh: "Coba kau pergi ke sana, awasi apa yang dilakukan Nyo Ko dan ketiga anak dara itu.
" Perintah sang ibu sesuai benar dengan keinginan Lik-oh, segera ia mengangguk dan berlari ke rumah garangan itu.
Sampai di tengah jalan, tiba2 didengarnya ada suara orang bicara di depan sana, jelas itulah suaranya Nyo Ko, menyusul terdengar suara jawaban Siao-liong-li dan lapat2 seperti menyebut "nona Kongsun.
" Waktu itu hari sudah gelap, cepat Lik-oh menyelinap ke semak pohon, ia ingin tahu apa yang sedang dibicarakan kedua muda-mudi itu mengenai dirinya.
Dengan langkah pelahan ia lantas merunduk maju, dilihatnya Nyo Ko dan Siao-liong li berdiri berendeng di sana, terdengar Nyo Ko lagi berkata: "Kau bilang kita harus berterima kasih kepada nona Kongsun, kukira memang betul, Semoga paderi sakti ini lekas siuman, permusuhan ini selekasnya dapat diakhiri sisa racun dapat dibasmi seluruhnya, bukankah bagus begitu".
. . Aduuh!" jeritan mengaduh secara mendadak ini membikin.
Lik-oh kaget karena tidak diketahui apa yang mengakibatkan Nyo Ko menjerit.
ia coba mengintip dari tempat sembunyinya, samar2 dilihatnya Nyo Ko tergeletak di tanah dan Siao-liong-li sedang memegangi lengannya.
Bagian punggung Nyo Ko seperti berkejang dan tampaknya sangat sakit Terdengar Siao-liong-li bertanya padanya: "Apakah racun bunga cinta kambuh lagi?" "Iy.
. . . iyaa . . . . " sahut Nyo Ko dengan gigi berkeretukan.
"Pedih hati Kongsun Lik- oh dan kasihan pula melihat penderitaan Nyo Ko itu, pikirnya: "Dia sudah minum separoh Coat-ceng tan, kalau separoh-nya dimakan lagi tentu racunnya akan punah, separoh obat yang tersisa itu betapapun harus ku-mintakan kepada ibu.
" Selang sejenak, pelahan Nyo Ko berbangkit dan menghela napas panjang.
"Ko-ji, kumatnya penyakitmu semakin kerap dan jaraknya juga semakin pendek, malahan kelihatan juga tambah parah.
" kata Siao-liong-li.
"Padahal harus sehari lagi barulah paderi Hindu itu akan siuman, seumpama dia dapat meracik obat penawarnya rasanya juga tidak.
. . . tidak mengurangi penderitaanmu ini.
" Sebenarnya dia hendak mengatakan "juga tidak keburu lagi menolong kau", tapi akhirnya ia ubah ucapannya itu.
Dengan tersenyum getir Nyo Ko menjawab "Nenek Kongsun itu sangat kepala batu, obat penawarnya juga tersimpan dengan rapat, kalau dia tidak suka-rela mau memberikan obatnya padaku, biarpun senjata mengancam di lehernya juga belum tentu dia mau menyerah dan memberikan obatnya.
" "Aku mempunyai akal," ujar Siao-liong-li.
Nyo Ko sudah dapat meraba jalan pikiran isterinya itu, katanya: "Liong-ji, jangan lagi kau mengemukakan kehendakmu ini.
Kita suami-isteri saling mencintai dengan segenap jiwa raga, kita akan bersyukur kalau kita dapat hidup sampai kakek-kakek dan nenek2, kalau tidak dapat, ya anggaplah memang sudah takdir, di antara kita berdua sekali2 tidak boleh diselingi dengan orang ketiga.
" Dengan suara terguguk Siao-Iiong li berkata: "Tapi.
. . tapi nona Kongsun itu kulihat pribadinya sangat baik, hendaklah kau menurut perkataanku.
" Tergerak hati Kongsun Lik-oh mendengar percakapan mereka itu, ia tahu Siao-liong-li sedang menganjurkan Nyo Ko menikahi dirinya untuk mendapatkan obat penawar.
Segera terdengar Nyo Ko berseru lantang: "Liong ji, nona Kongsun itu memang orang baik.
sesungguhnya di dunia ini memang banyak nona2 yang baik, Misalnya itu nona Thia Eng, nona Liok Bu-siang, semuanya juga gadis yang baik budi dari setia kawan.
Namun kita berdua sudah saling cinta mencintai mana boleh timbul lagi pikiran lain.
Umpamanya kau sendiri, jika ada seorang lelaki yang sanggup menyembuhkan racun dalam tubuhmu dengan syarat kau harus menjadi istrinya, apakah kau juga mau?" "Aku kan perempuan, sudah tentu lain soal-nya," jawab Siao-liong-li.
"Hah, orang lain berat lelaki dan enteng perempuan, aku Nyo Ko justeru berat perempuan dan enteng lelaki," kata Nyo Ko dengan tertawa.
Sampai di sini, tiba2 terdengar suara kresekan di semak pohon sana, cepat Nyo Ko berseru: "Siapa itu?" Lik-oh tahu jejaknya telah diketahui orang, baru saja mau menjawab, tiba2 suara seorang lain menjawab: "Aku, ToloI!" Menyusul Liok Bu siang dan Thia Eng lantas muncul dari semak2 pohon sana.
Kiranya tidak cuma Kongsun Lik-oh saja yang mengintip di situ, Bu-siang dan Thia Eng juga berada di dekatan sana, Kesempatan itu segera digunakan Lik-oh untuk menyingkir pikirannya lantas bergolak juga tak menentu: "Jangankan berbanding nona Liong, meskipun nona2 Liok dan Thia saja juga sukar bagiku untuk menandinginya, baik ilmu silat maupun lahiriah, apalagi bicara mengenai hubungan baiknya dengan Nyo-kongcu.
Sejak kenal Nyo Ko, tanpa kuasa Kongsun Lik-oh kesemsem kepada pemuda itu, meski sejak mula iapun mengetahui Nyo Ko sangat mencintai Siaoliong-li, tapi selalu diharapkannya semoga dapat bertemu sekali lagi dengan dia, sebab itulah ia terus menanti di Coat-ceng-kok, kini setelah mendengar percakapan mereka, ia menjadi lebih tahu bahwa cinta dirinya cuma bertepuk sebelah tangan saja dan tidak mungkin terkabul Kedua orang tuanya adalah manusia2 yang culas dan sukar bergaul dengan orang luar, sebab itulah sejak kecil Kongsun Lik-oh menjadi sangat pendiam dan tersiksa batin, kini hancur pula segala harapannya, ia bertekad takkan hidup lagi, dengan langkah limbung ia lantas berjalan ke sana.
Dengan pikiran melayang, jalannya menjadi tanpa arah tujuan dan tidak menyadari dirinya berada di mana, cuma dia cukup apal jalanan sekitar situ, maka biarpun di malam gelap juga tidak sampai terperosot ke jurang atau jatuh-ke sungai, suatu suara se-akan2 mengiang dalam benaknya: "Aku tak ingin hidup lagi, aku tidak ingin hidup lagi!" Begitulah ia terus berjalan tanpa tujuan, entah sudah berapa Iama, tiba2 didengarnya dibalik dinding karang sebelah sana sayup2 ada suara orang sedang bicara.
Waktu ia memperhatikan keadaan setempat lebih cermat ia terkejut.
Kiranya dalam keadaan ling-lung, tanpa terasa ia teIah berada di suatu tempat di sebelah barat lembah yang jarang dikunjungi manusia.
Waktu ia menengadah tertampak sebuah puncak gunung menjulang tinggi di depan itulah Coat-ceng-hong (puncak putus tinta) yang sangat curam di lembah ini.
Pada pinggang Coat-ceng-hong itu adalah suatu tebing yang menyerupai dinding dan entah-sejak kapan ada orang mengukir tiga huruf besar di situ, bunyinya "Toan-jong-kah" (tebing putus usus), tebing itu halus licin dan selalu dikelilingi awan dan kabut, sekalipun burung juga sukar hinggap di puncak gunung itu.
Di bawah puncak gunung itu adalah jurang yang tak terperikan dalamnya dengan tumbuhan yang lebat walaupun pemandangan alam di situ sangat indah permai, namun karena curamnya dan mungkin akan terjerumus ke dalam jurang jika kurang hati2, maka penduduk setempat jarang yang datang ke situ, sekalipun anak buah Kongsun Ci yang memiliki ilmu silat tinggi juga jarang menginjak tempat itu.
Tapi sekarang ternyata ada orang bicara disitu, entah siapa gerangannya" Selain ingin mati saja memangnya Kongsun Lik-oh tidak mempunyai kehendak lain lagi, Tapi sekarang timbul rasa ingin tahunya, segera ia menempel di belakang batu karang dan coba mendengarkan dengan cermat.
Tapi setelah mengenali suara orang yang bicara, hatinya lantas berdebar Kiranya pembicara itu ialah ayahnya.
Meski ayahnya berbuat salah terhadap ibunya dan juga tidak sayang padanya, namun ibunya sudah membutakan sebelah mata ayahnya dengan sempritan biji kurma serta telah mengusirnya pergi dari Coat-ceng-kok, betapapun Lik,-oh masih menaruh belas kasihan seorang anak terhadap ayahnya, ia menjadi heran setelah mendengar suara sang ayah, ternyata ayahnya tidak meninggalkan Coatceng kok melainkan masih sembunyi di tempat yang jarang didatangi manusia.
Terdengar ayahnya sedang betkata: "Matamu diciderai oleh si bangsat cilik Nyo Ko, mataku juga buta juga boleh dikatakan akibat perbuatan bangsat cilik itu, jadi kita boleh dikatakan se.
. . senasib dan setanggungan, hehehe!" Meski ia terkekeh, namun orang yang diajak bicara itu ternyata tidak menanggapinya.
Lik-oh menjadi heran siapakah gerangan yang diajak bicara sang ayah itu" seketika iapun tidak ingin siapakah yang matanya pernah diciderai Nyo Ko, sedangkan nada ucapan sang ayah kedengaran rada2 bangor, apakah lawan bicaranya itu adalah seorang perempuan" Di dengar nya Kongsun Ci berkata pula: "Kita bertemu di sini juga boleh dikatakan ada jodoh, bukan saja senasib dan setanggungan".
bahkan juga. . . juga sama2 bermata. . . bermata. . . " "Huh, kau mentertawakan aku ini buruk rupa bukan?" tiba2 seorang perempuan mendamperat.
"O,walah, janganlah kau marah, bukan begitu maksudku.
" jawab Kongsun Ci cepat "Aku justru sangat senang bertemu dengan kau.
" "Aku telah terluka oleh bunga cinta dan kau sama sekali tidak menghiraukan, malahan kau menggodai diriku saja," omel pula perempuan itu.
Baru sekarang Kongsun Lik-oh ingat siapa orang ini, Kiranya adalah Li Bok-chiu, iapun heran bahwa mata Li Bok-chiu katanya juga diciderai oleh Nyo Ko.
Memang betul lawan bicara Kongsun Ci itu ialah Li Bok-chiu, dia terkena racun bunga cinta dan ingin mendapatkan obat penawarnya, tapi jalanan di Coat-ceng-kok berliku-liku dan ruwet, dia kesasar kian kemari dan akhirnya sampai di tebing curam itu dan kebetulan mempergoki Kongsun Ci juga sembunyi disitu.
Dengan sembunyi disitu Kongsun Ci sedang menunggu kesempatan agar dapat membunuh Kiu Jian-jio untuk merebut kembali kedudukan Kokcu, sedangkan kedatangan Li Bok-chiu ke situ hanya kebetulan.
Keduanya pernah bergebrak dan sama2 tahu lihaynya masing2, maka pertemuan ini lantas menimbulkan pikiran yang sama pula akan bergabung untuk tujuan bersama, setelah bicara sebentar ternyata kedua orang merasa cocok satu sama lain.
Usia Li Bok-chiu sebenarnya tidak muda lagi, tapi sejak kecil dia berlatih Lwekang sehingga wajahnya masih halus dan cantik.
Kongsun Ci telah gagal mengawini Siao-liong-li, kemudian gagal pula menculik Wanyan Peng, kini bertemu dengan Li Bok-chiu, kembali timbul pikirannya: "Setelah kubunuh perempuan jahat she Kiu itu, biarlah kunikahi nona ini saja, Baik wajahnya maupun ilmu silatnya adalah kelas pilihan, meski buta sebelah, tapi sangat setimpal menjadi jodohku.
" Tak tahunya bahwa jiwa Li Bok-chiu yang jahat itu ternyata juga disertai cinta yang suci, sebabnya dia banyak berbuat kejahatan juga akibat gagalnya percintaan.
Kini didengarnya cara bicara Kongsun Ci semakin tidak senonoh, diam2 ia menjadi marah.
Tapi mengingat masih perlu mendapatkan obat penawar, terpaksa ia melayani percakapan orang sekadarnya.
Begitulah Kongsun Ci lantas berkata pula: "Aku adalah Kokcu di sini, cara membuat obat penawar bunga cinta tiada diketahui orang lain kecuali diriku ini.
Cuma membuatnya memerlukan waktu, air di tempat jauh tak dapat memadamkan api di dekat sini.
Untung obat itu masih tersisa satu biji di tempat kediamanku, tapi sekarang dikangkangi perempuan jahat itu, terpaksa kita harus membinasakan dia, habis itu apapun juga adalah milikmu.
" Kalimat ucapannya yang terakhir itu mengandung makna berganda, artinya tidak cuma obat penawarnya saja akan Kuberikan padamu, bahkan kedudukan nyonya rumah Coat-ceng-kok inipun akan menjadi bagianmu.
Bahwa di dunia ini hanya Kongsun Ci sendiri saja yang tahu cara membuat obat penawar, hal ini memang tidak salah, Bahkan resep obat itu hanya dari ayah diturunkan kepada anak dan tak mungkin diajarkan kepada orang luar, sekalipun Kiu Jian-jio juga tidak tahu tentang resep obat itu, dia menyangka obat itu adalah simpanan dari leluhur keluarga Kongsun dan tidak tahu kalau Kongsun Ci masih menyimpan resepnya, sebaliknya mengenai sisa obat yang tinggal setengah biji pada Kiu Jian-jio itu Kongsun Ci juga tidak tahu, disangkanya masih satu biji.
Begitulah Li Bok-chiu menjadi ragu2, katanya kemudian: "Jika begitu kan percuma saja omonganmu ini.
Obat penawar berada di tangan isterimu dan isteri mu telah menjadi musuhmu, umpamanya tidak sulit bagimu untuk membunuhnya tapi cara bagaimana kau dapat memperoleh obatnya?" Kongsun Ci terdiam sejenak, lalu berkata: "Li-sumoay, baru kenal kita lantas cocok, demi menolongmu biar mati bagiku juga tidak sayang" "Wah, aku harus berterima kasih padamu," ujar Li Bok-chiu hambar.
"Aku mempunyai akal untuk rebut obat dari tangan perempuan jahat itu," kata Kongsun Ci pula.
"Cuma ku harap engkau menyanggupi suatu permintaanku.
" Dengan tegas Li Bok-chiu menjawab: "Selama mengembara kian kemari di Kangouw, belum pernah kuterima ancaman orang dengan persyaratan apapun juga tidak menjadi soal.
Aku Li Bok-chiu bukanlah manusia yang sudi mohon belas kasihan orang lain.
" "Ah, Li-sumoay salah memahami maksudku.
" cepat Kongsun Ci menjelaskan "maksudku hanya sekedar berbuat sesuatu bagimu, mana aku berani mengancam segala, Cuma untuk rebut obat itu rasanya harus mengorbankan jiwa puteri kandungku sebab itulah mungkin ucapanku menjadi rada kaku.
" Tergetar hati Kongsun Lik-oh mendengar kalimat "harus mengorbankan jiwa puteri kandungku!" Li Bok-chiu juga merasa heran, ia menegas: "Memangnya obat penawar itu berada di tangan puterimu?" "Tidak, biarlah kukatakan terus terang padamu," jawab Kongsun Ci "Watak perempuan jahat itu teramat keras dan pemberang, obat penawar itu tentu disimpannya di tempat yang dirahasiakan untuk memaksa dia menyerahkan obatnya jelas sukar, jalan satu2nya harus dipancing dengan akal.
Terhadap siapapun dia tidak kenalampun, hanya puteri satunya itu masih dapat mempengaruhi pikirannya.
Maka nanti akan kupancing puteriku si Lik-oh kesini dan mendadak kau menawannya serta dilemparkan ke semak2 bunga cinta.
Dengan begitu terpaksa perempuan jahat itu harus mengeluarkan obat untuk menolong jiwa puterinya, kesempatan itu lantas kita gunakan untuk rebut obatnya.
" Sejenak kemudian ia menambahkan pula: "Cuma sayang obat ku hanya sisa satu biji saja, kalau sudah diberikan padamu berarti jiwa puteriku itupun takkan tertolong.
" Berkata sampai di sini tiba2 suaranya menjadi parau dan mengucurkan air mata.
"Demi menyelamatkan jiwaku harus mengorbankan puterimu, kukira urusan ini batalkan saja" kata Li Bok-chiu.
"Tidak, tidak, meski aku sayang mengorbankan dia, tapi aku lebih2 berat kehilangan kau," kata Kongsun Ci cepat.
Li Bok-chiu terdiam, ia merasa selain cara yang di usulkan Kongsun Ci ini memang tiada jalan lain lagi.
"Kita tunggu saja di sini, lewat tengah malam nanti akan kupanggil puteriku keluar, betapapun pintarnya tentu dia takkan menduga akan tipu muslihat ayahnya ini," kata Kongsun Ci pula.
Percakapan mereka itu dengan jelas dapat didengar oleh Kongsun Lik-oh, makin mendengar makin takut hatinya.
Tempo hari Kongsun Ci telah menjebloskan dia dan Nyo Ko ke kolam buaya, maka dia sudah tahu sang ayah sama sekali tidak mempunyai kasih sayang kepada puterinya sendiri, sekarang secara licik malah berkomplot dengan seorang perempuan yang baru dikenalnya untuk mencelakai puterinya sendiri, betapa keji hatinya sungguh melebihi binatang.
Memangnya Lik-oh sudah putus asa dan tidak ingin hidup lagi, tapi demi mendengar muslihat keji yang sedang direncanakan kedua orang itu, dengan sendirinya timbul pikirannya untuk melarikan diri.
Untunglah sekitarnya batu karang belaka, pelahan2 ia lantas melangkah mundur di bawah aling-batu karang sesudah agak jauh barulah ia mempercepat tindakannya.
Sesudah jauh meninggalkan Coat-ceng hong, ia tahu tidak lama lagi ayahnya akan datang mencarinya, maka ia tak berani pulang ke kamarnya, duduk dengan sedih di atas batu karang, bulan sabit mengintip di tengah cakrawala, angin malam meniup sepoi2, ia merasa hampa dan hdup ini sama sekali tidak ada artinya, Gumamya sendiri: "Memangnya aku tidak ingin hidup lagi, mengapa engkau merencanakan akal keji itu untuk mencelakai diriku" Baiklah, jika kau ingin membunuh diriku boleh bunuh saja.
Tapi aneh juga buat apa aku melarikan diri?" Se-konyong2 terkilas suatu pikiran dalam benak nya : "Meski keji sekali rencana ayah ini, tapi akalnya ini juga sangat bagus, Aku memang sudah bertekad akan membunuh dri, mengapa tidak kugunakan akal ini untuk menipu obat dari tangan ibu untuk menyelamatkan jiwa Nyo-toako" jika mereka suami-isteri dapat diselamatkan dan hidup bahagia betapapun mereka pasti akan berterima kasih kepadaku si nona yang mencintai dia dengan setulus hati dan bernasib malang ini.
" Berpikir sampai di sini ia menjadi girang dan berduka pula, tapi semangatnya lantas terbangkit, ia coba memandang sekelilingnya untuk mengetahui lebih jelas dirinya berada di mana, lalu ia melangkah menuju ke kamar tidur sang ibu.


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Sin Tiaw Hiap Lu Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ketika lewat di semak2 bunga cinta, dengan hati2 ia memetik dua tangkai besar bunga itu dan di-bungkus dengan ikat pinggang agar duri bunga cinta tidak mencocok tangannya.
Setiba di luar kamar ibunya dengan suara pelahan ia memanggil : "lbu, apakah engkau sudah tidur?" "Ada urusan apa, anak Oh?" jawab Kiu Jian-jio di dalam kamarnya.
"lbu, o, ibu, aku. . . aku telah luka tercocok duri bunga cinta," seru Lik-oh dengan suara tergagap sambil merangkul tangkai bunga yang dibawanya itu.
Tanpa ampun lagi beribu2 duri bunga itu tercocok ke dalam kulit dagingnya.
Keruan sakitnya tidak kepalang, sekuatnya dia bertahan dan melepaskan ikat pinggang yang membungkus tangkai bunga itu, lalu memanggil lagi: "O, ibu! Ibu!" Kiu Jian-jio terkejut mendengar suara keluhan Lik-oh itu, cepat ia menyuruh pelayan membuka kamar dan memayang Lik-oh ke dalam.
"Ditubuhku masih ada duri bunga, kalian jangan mendekat," seru Lik-oh.
Kedua pelayan menjadi kaget dan membiarkan Lik-oh masuk sendiri ke dalam kamar Kiu Jian-jio terkejut juga melihat wajah Lik-oh yang pucat, badan gemetar dan dua tangkai bunga bergantungan di dadanya, cepat ia tanyai "Kenapa kau?", "Ayah.
. . ayah. . . " seru Lik-oh terputus-putus, ia tahu sinar mata sang ibu sangat lihay maka ia menunduk dan tak berani beradu pandang.
"Kau masih memanggilnya ayah" Memangnya kenapa bangsat tua itu?" kata Kiu Jianjio dengan gusar.
"Dia . dia. . . " "Coba angkat kepalamu," bentak Kiu Jian-jio.
Waktu Lik-oh angkat kepalanya dan melihat sorot mata ibunya yang kereng itu, tanpa terasa ia bergidik.
Katanya dengan tergagap: "Tanpa sengaja kupergoki.
. . . kupergoki dia sedang bicara dengan.
. . . dengan To-koh cantik yang siang tadi mengacau ke sini itu, kudengar.
. . kudengar. . . " sampai di sini ia menjadi ragu2 untuk meneruskan, maklumlah dia tak pernah berdusta, kuatir isi hatinya diketahui sang ibu, kembali ia menunduk lagi.
"Apa yang dibicarakan mereka?" Kiu Jian-jio menegas dengan tak sabar.
"Katanya mereka se. . . . senasib dan setanggungan, sama2.
. . sama2 bermata satu dan. . . dan sebab itupun matanya buta sebelah.
Mereka. . . mereka sama memaki ibu sebagai.
. . sebagai perempuan jahat dan macam2 lagi, sungguh anak sangat.
. . sangat gemas. " sampai di sini ia lantas menangis terguguk.
"Jangan menangis," kata Kiu Jian jio dengar gregetan.
" Kemudian apa lagi yang mereka katakan?" "Tanpa sengaja anak menerbitkan suara sedikit dan diketahui mereka," tutur LiK-oh lebih lanjut "To-koh.
. . . To-koh itu lantas menangkap diriku dan didorong ke semak bunga cinta.
" Merasa suara Lik-oh itu rada kurang mantap, segera Kio Jian-jio membentak: "Tidak benar, kau berdusta" sesungguhnya bagaimana" jangan kau membohongi aku.
" Lik-oh berkeringat dingin, cepat ia menjawab: "Anak tidak berdusta, bukankah tubuhku ini ter-cocok oleh dini bunga?" "Nada ucapanmu tidak tepat, sejak kecil kaupun begini bicaranya dan tak dapat berdusta, masakah ibumu tidak kenal watakmu?" Seketika tergerak pikiran Lik-oh, dengan nekat ia berkata pula: "Ya ibu, memang benar aku telah berdusta padamu, Yang betul ayahlah yang mendorong diriku ke semak2 bunga, dia marah padaku, katanya aku mengeloni engkau, membantu kau melawan dia.
Katanya aku lebih condong kepada ibu dan tidak sayang kepada ayah.
" Sebenarnya kata2 ini hanya karangan Lik-oh sendiri, namun Kiu Jian-jio sudah kadung sangat benci pada suaminya, ucapan Lik-oh itu masuk diakal atau tidak bukan soal baginya, yang penting adalah hal ini dengan jitu mengenai lubuk hatinya.
cepat ia pegang tangan anak perempuannya dan menghiburnya: "Jangan susah anak Oh, biarlah ibu nanti melayani bangsat tua itu dan pasti akan melampiaskan dendam kita ini.
" Lalu ia menyuruh pe layan mengambilkan gunting dan capitan untuk membuang tangkai bunga serta mengeluarkan duri2 kecil yang masih melekat di tubuh Lik-oh itu.
"lbu, anak sekali ini pasti takkan hidup Iagi.
" kata Lik-oh dengan menangis sedih.
"Jangan. " ujar Kiu Jian-jio, "Kita masih menyimpan setengah biji Coat-ceng-tan dan untung belum diberikan kepada bangsat cilik she Nyo yang tidak berbudi itu, setelah kau minum setengah biji obat ini, meski racun bunga tak dapat ditawarkan seluruhnya, asalkan selanjutnya kau mendampingi ibumu dengan prihatin dan tidak gubris lelaki busuk manapun juga, jangan sekali2 memikirkan mereka, maka selamanya kaupun takkan menderita apa2" Kiu Jian-jio sudah sakit hati kepada suaminya, Nyo Ko juga tidak mau menjadi menantunya, sebab itulah dia membenci setiap lelaki, kalau puterinya tidak menikah selama hidup akan kebetulan baginya malah.
Lik oh mengerut kening dan tidak menanggapi Maka Kiu Jian-jio lantas bertanya pula: "Sekarang bangsat tua dan To-koh itu berada di mana?" "Waktu anak merangkak keluar dari semak bunga, lalu lari ke sini tanpa menoleh, bisa jadi mereka masih berada di sana," kata Lik-oh.
Diam2 Kiu Jian-jio memperkirakan Kongsun Ci pasti akan dalang merebut Coat-ceng-kok setelah mendapatkan - bala bantuan Li Bok-chiu.
Anak murid di lembah ini sebagian besar juga orang kepercayaannya, kalau keadaan mendesak mungkin anak muridnya akan berpihak pula kepada Kong-sun Ci, sedangkan dirinya sendiri lumpuh, yang lihay dan diandalkan cuma senjata rahasianya melulu, yakni biji kurma.
Akan tetapi kalau Kongsun Ci sudah siap siaga, mungkin semprotan biji kurma sukar lagi melukai dia, kalau dia membawa perisai, malahan senjata rahasia sendiri akan mati kutu dan tak dapat berbuat apapun juga.
Melihat ibunya termenung dengan sinar mata berkilau, Lik oh menyangka orang itu sedang me-nimbang ucapannya tadi benar atau tidak, kuatir ditanyai pula sehingga rahasianya terbongkar maka selain dirinya akan tersiksa, usahanya untuk Nyo Ko juga akan sia2 belaka.
Teringat kepada Nyo Ko, seketika dadanya menjadi sakit, racun bunga cinta lantas bekerja, tanpa terasa ia menjerit.
Cepat Kiu Jian-jio membelai rambutnya dan berkata: "Baiklah, mari kita pergi mengambil Coat ceng tan.
" - Segera ia tepuk tangan, empat pelayan lantas menggotongnya dengan kursi keluar kamar.
Sejak perginya Nyo Ko, selama itu Lik-oh ingin sekali mengetahui di mana ibunya menyimpan setengah biji Coat-ceng tan.
Menurut dugaannya ibunya yang lumpuh dan tidak leluasa gerak-geriknya itu tentu tidak mungkin menyimpan obat itu di tempat2 yang sukar didatangi besar kemungkinan disimpan di dalam rumah.
Cuma menurut pengamatan-nya selama belasan hari ini, rasanya semua tempat sudah pernah ditelitinya dan ternyata tiada sesuatu tanda yang dapat ditemukan Maka ia menjadi heran ketika mendengar ibunya memerintahkan pelayan membawanya ke ruangan pendopo.
Padahal ruangan besar itu adalah tempat yang terbuka dan sukar menyembunyikan sesuatu, apalagi sekarang musuh tangguh sama berkumpul di sana dan tujuan merekapun justeru ingin mendapatkan setengah obat biji itu, apakah mungkin obat itu sengaja ditaruh di depan mata musuh dan membiarkan mereka mengambilnya begitu saja" Sementara itu pintu muka- belakang ruangan pendopo itu tertutup rapat dan dijaga oleh anak murid berseragam hijau dengan jaring berkait, melihat datangnya Kiu Jian-jio, serentak mereka memberi hormat.
Murid yang menjadi pemimpin barisan lantas berkata: "Musuh tidak kelihatan bergerak, agaknya mereka sudah mati kutu dan segera dapat ditawan.
" Kiu Jian-jio mendengus saja dan anggap ucapan anak buahnya itu terlalu gegabah, musuh2 tangguh yang terkurung di dalam ruangan itu adalah tokoh2 kelas tinggi, mana mungkin mereka menyerah begitu saja untuk ditawan.
Segera ia memerintahkan pintu dibuka, ber-bondong2 rombongan Kiu Jian-jio lantas masuk ke dalam dilindungi dengan dua barisan jaring berkait di kanan-kiri, Terlihatlah It-teng Taysu, Ui Yong, Bu Sam-thong, Yalu Ce dan lain2 sama berduduk di pojok ruangan sana sedang bersemadi.
Setelah, kursinya diturunkan Kiu Jian-jio berseru.
"Kecuali Ui Yong dan anak2nya bertiga, yang lain takkan kuusut kesalahannya mereka yang telah berani menerobos ke lembah ini.
Nah, kalian boleh pergi saja.
" "Kiu-kokcu," kata Ui Yong dengan tersenyum.
"Engkau sendiri sedang terancam bencana, engkau tidak lekas mencari jalan untuk menyelamatkan diri, tapi malah beromong besar, sungguh lucu.
" Kiu Jian-jio terkesiap, ia heran darimana Ui Yong mengetahui dirinya sedang terancam bahaya" Apakah bangsat tua itu sudah pulang lagi ke sini dan diketahui olehnya" Namun dia tenang2 saja dan menjawab: "Ada bencana atau ada rejeki sukarlah diketahui sebelum tiba saatnya, Apalagi diriku sudah cacat begini.
kenapa aku harus takut kepada bencana apapun juga?" Padahal Ui Yong tidak tahu tentang halnya Kongsun Ci, hanya dari gerak - gerik dan air muka Kiu Jian-jio dapat dilihatnya ada sesuatu urusan genting yang sedang dihadapinya, maka ia menduga di lembah ini pasti sedang terjadi keributan apa2.
Bantahan Kiu Jian-jio itu semakin memperkuat dugaan itu, segera ia berkata pula: "Kiu-kokcu, kakakmu meninggal karena terperosot sendiri ke jurang ketika dia menunggang rajawali piaraanku dan sama sekali bukan aku yang membunuhnya, Kalau kau tetap dendam mengenai soal ini, baiklah aku akan menerima batas dendammu, silakan kau menimpuk diriku dengan tiga biji kurma dan sama sekali aku takkan menghindar.
Cuma setelah seranganmu nanti, apakah aku akan mati atau tetap hidup, kau harus berjanji akan memberikan obat penawar untuk menyembuhkan Nyo Ko.
jika beruntung aku tidak mati,maka bereslah segala urusan, andaikan mati, maka kawan2 yang hadir di sini juga takkan menyesal dan dendam, mereka tetap akan membantu kau mengatasi kesukaranmu untuk menghadapi musuh dari dalam.
Nah, bagaimana usulku ini, kau terima atau tidak?" Syarat yang dikemukakan Ui Yong ini boleh dikatakan sangat menguntungkan Kiu Jian jio.
Maklumlah, selain senjata rahasia biji kurma yang diandalkan itu, sesungguhnya Kiu Jian-jio tidak mempunyai kemampuan lain untuk menghadapi musuh, sedangkan "musuh dari dalam" yang dikatakan Ui Yong lebih2 kena di hatinya.
Maka ia lantas menjawab "Sebagai ketua Kay-pang.
tentu ucapanmu dapat dipercaya, jadi kau rela kuserang dengan tiga biji kurma tanpa mengelak dan menghindar serta tidak akan menangkisnya dengan senjata, begitu bukan?" Belum lagi Ui Yong menjawab, cepat Kwe Hu menyela: "lbuku cuma menyatakan takkan mengelak dan menghindar tapi tidak mengatakan takkan menangkis dengan senjata.
" Namun Ui Yong lantas menyambung dengan tersenyum: "Agar Kiu-kokcu dapat melampiaskan rasa dendamnya, biarlah akupun takkan menangkis dengan senjata.
" . "Mana boleh jadi, ibu!" seru Kwe Hu.
Rupa-nya dia benar2 telah merasakan betapa lihaynya semprotan biji kurma nenek itu ketika pedangnya disemprot patah tadi.
Kalau ibunya benar2 tidak mengelak dan tidak menghindar tubuhnya yang terdiri dari kulit-daging itu masa sanggup menahannya.
Namun Ui Yong menganggap Nyo Ko besar jasanya bagi keluarga Kwe, kini anak muda itu keracunan dan sukar disembuhkan, kalau tidak berdaya agar nenek she Kiu ini menyerahkan obat penawarnya, selama hidup keluarga Kwe berarti tetap utang budi kepada Nyo Ko.
Sudah tentu biji kurma si nenek ini senjata rahasia maha lihay di dunia ini, jelas sangat berbahaya jika membiarkan tubuh sendiri diserang tiga kali, sedikit meleng saja jiwa pasti melayang, Tapi kalau tidak menyerempet bahaya, cara bagaimana nenek ini mau memberikan obatnya" Perlu diketahui bahwa ketika Ui Yong mengemukakan usulnya itu sebelumnya dia sudah menimbang dengan masak2 keadaan Kiu Jian-jio serta sifat2nya, selain harus melenyapkan dendam kesumat nenek itu, diberi janji lagi akan bantu dia mengatasi ancaman bahaya dari dalam, sedangkan serangan tiga biji kurma adalah ilmu khas satu2nya yang bisa digunakannya membinasakan lawan, sekalipun Kiu Jian-jio sendiri juga tidak dapat mengemukakan cara yang lebih baik daripada usul Ui Yong ini.
Tapi dasar Kiu jian-jio memang suka curiga, ia merasa tawaran Ui Yong ini teramat menguntungkan pihaknya dan rasanya tidak masuk akal, maka dengan suara parau ia menegas: "Kau adalah musuhku, tapi kau kuserang dengan tiga biji kurma, sebenarnya tipu muslihat apa dibalik usulmu ini?" Ui Yong sengaja mendekati dan membisiki: "Di sini banyak orang, mungkin tidak sedikit orang yang bermaksud jahat padamu, betapapun kau harus ber-jaga2.
" Tanpa terasa Kiu Jian-jio mengerling anak buahnya, ia pikir orang2 ini memang sebagian besar adalah orangnya tua bangka Kongsun Ci dan harus waspada terhadap kemungkinan.
Karena itu iapun mengangguk atas bisikan Ui Yong itu.
Lalu Ui Yong mendesis lagi: "Sebentar lagi lawanmu pasti akan turun tangan, aku sendiripun menyadari berada di tempat yang berbahaya, karena itu sengketa kita harus cepat diselesaikan tak perduli diriku akan mati atau hidup yang terang nanti be ramai2 kita dapat menghadapi musuh bersama.
Selain itu si Nyo Ko telah banyak menanam budi padaku, sekalipun jiwaku melayang baginya juga harus kudapatkan Coat-ceng-tan.
Orang hidup harus tahu membalas budi, kalau tidak, lalu apa bedanya antara manusia dan binatang?" Habis berkata ia terus melangkah mundur kembali dan mengawasi gerak-gerik Kiu Jian-jio.
Betapapun tipis budi Kiu Jian jio, namun ucapan Nyo Ko tentang "manusia yang tidak tahu balas budi tiada bedanya seperti binatang" mau-tak-mau menyentuh juga hati nuraninya, pikirnya: "Memang benar juga, kalau saja aku tidak ditolong si Nyo Ko itu, saat ini aku pasti masih terasing dan tersiksa di kolam buaya di bawah tanah itu.
Tapi pikiran itu hanya timbul sekilas saja lantas lenyap pula, serentak timbul lagi pikiran jahatnya, katanya dengan dingin: "Hm, betapapun kau putar lidah juga takkan mampu mempengaruhi hati nenekmu yang yang sekeras baja ini.
Hayolah mulai kau menyingkir duIu, dia harus rasakan tiga biji buah kurmaku.
" "Baiklah, akan kuterima seranganmu tiga kali, matipun aku tidak menyesal," kata Ui Yong sambil menggeser ke tengah ruangan dan berjarak sepuluh meter dari Kiu Jian-jio" "Nah, silahkan mulai!" Meski Bu Sam-thong dan lain2 cukup kenal kepintaran Ui Yong banyak tipu akalnya, tapi betapa lihaynya senjata rahasia Kiu Jian-jio juga telah mereka saksikan sendiri.
Kini tanpa senjata Ui Yong hanya berdiri menunggu serangan saja betapa hal ini membuat mereka ikut kebatkebit.
Yang paling kuatir adalah Kwe Hu, ia coba menarik lengan baju sang ibu dan membisikinya: "lbu, kita cari suatu tempat sepi dan engkau dapat memakai kaos kutang duri landak yang kupakai ini, dengan demikian tentu takkan takut lagi kepada senjata rahasia musuh.
" "Jangan kuatir, boleh kau saksikan kelihayan ibumu nanti," ujar Ui Yong dengan tersenyum.
"Awas. . . . " mendadak Kiu Jian-jio membentak belum lenyap suaranya, secepat kilat satu biji kurma telah menyamber ke perut Ui Yong.
Biji buah kurma itu sangat kecil, akan tetapi daya sambernya begitu keras dan membawa suara mendenging.
Kontan Ui Yong menjerit satu kali sambil memegangi perutnya dan setengah menungging.
Keruan Bu Sam-thong, Kwe Hu dan lain2nya terkejut, sebelum mereka sempat bertindak, suara mendenging berbangkit puIa, biji kurma kedua telah menyamber ke dada Ui Yong, Kembali Ui Yong menjerit dan mundur beberapa tindak dengan terhuyung se-akan2 roboh.
Melihat Ui Yong benar2 menepati janji dan tidak berkelit serta menghindar kedua biji kurma yang disemburkan juga tepat mengenai bagian mematikan di tubuh sasarannya, begitu keras tenaga semprotan biji kurma itu, biasanya batu karang keras juga dapat ditembusnya, apalagi cuma tubuh manusia, Namun Ui Yong hanya sempoyongan saja meski jelas sudah terluka, tampaknya sekuatnya ingin bertahan agar mampu diserang lagi satu kali.
Diam2 Kiu Jian-jio terkesiap, baru sekarang dia mengakui Ui Yong yang tampaknya lemah gemulai itu ternyata memiliki kepandaian sejati dan benar2 seorang tokoh persilatan terkemuka.
Namun iapun bergirang melihat sasarannya sudah terkena dua biji buah kurma dan jiwanya pasti suka dipertahankan itu berarti sakit hati kematian kakaknya akan terbalas.
Segera biji buah kurma ketiga tersembur lagi dari mulutnya, Sekali ini yang diarah adalah tenggorokan Ui Yong, asalkan kena sasarannya, seketika musuh itu akan binasa.
Bahwa perut dan dada Ui Yong jelas sudah biji buah kurma yang disemprotkan Kiu Jian-jio itu apakah benar Ui Yong yang pintar dan cerdik itu, akan dilukai begitu taja" Rupanya persoalannya tidak begitu sederhana, sebelumnya Ui Yong sudah mempunyai daya upaya ketika menyatakan siap di terang tiga kali dengan biji kurma, Kiranya diam2 Ui Yong telah menyembunyikan pedang patah Kwe Hu itu di dalam lengan bajunya, ketika biji kurma musuh tiba, sedikit angkat lengannya dapatlah ia menutupi tempat yang diarah biji kurma dengan ujung pedang patah.
Cuma untuk melenyapkan suara benturan, maka ia sengaja menjerit agar orang lain tidak memperhatikan suara benturan biji kurma dan pedang patah.
Ternyata akal Ui Yong benar2 dapat mengelabui Kiu Jian-jio, bahkan juga Bu Sam-thong dan lain2.
Tapi sebabnya Ui Yong tidak sampai terluka sesungguhnya juga sebagian besar berkat kepandaian ilmu silatnya di samping sebagian kemujurannya.
Cuma dia sengaja berlagak terluka parah, dengan demikian dapat mengurangi rasa gusar Kiu Jian-jio di samping menjaga kehormatannya sebagai Kokcu.
Tapi sekarang biji kurma ketiga itu menyamber tenggorokannya, kalau angkat lengan baju dan menangisnya dengan kutungan pedang yang tersembunyi di balik lengan baju itu tentu rahasianya ini akan diketahui Kiu Jian-jio dan itu berarti dirinya telah melanggar janji.
Dalam keadaan kepepet, terpaksa ia menyerempet bahaya, kedua dengkul sedikit bertekuk sehingga biji kurma yang menyambar.
tiba itu tepat tertuju mulutnya, Sekuatnya Ui Yong menghimpun tenaga murni di dalam perut, sekali mulutnya terbuka, segera ia mendahului menyemburkan hawa murni, ia tahu samberan biji kurma lawan yang hebat itu juga bergantung pada hawa murni yang disemburkan Kiu Jian-jio itu, kalau hawa lawan hawa, jarak musuh lebih jauh dan dirinya lebih dekat, hal ini sangat menguntungkan pihaknya, sekalipun biji kurma itu tidak disembur jatuh sedikitnya juga akan mengurangi daya luncurnya.
Tak tahunya selama ber-tahun2 Kiu Jian-jio terkurung di gua bawah tanah, karena kelumpuhan anggota badan, setiap hari dia cuma berlatih ilmu menyembur biji kurma itu tanpa terganggu urusan lain, maka daya bidiknya menjadi kuat luar biasa, sedangkan Ui Yong sudah cukup banyak melahirkan, mesti melayani suami dan mendidik murid, dengan sendirinya kekuatannya tidak sehebat Kiu Jian-jio itu.
Sebab itulah ketika hawa murni disemburkan daya luncur biji kurma itu memang teralang sedikit hingga rada lambat, namun kekuatan menyambernya masih tetap dahsyat.
Keruan Ui Yong terkesiap, dalam pada itu Biji kurma itu sudah menyambar tiba di depan bibirnya, dalam detik yang menentukan ini,tiada jalan lain terpaksa ia membuka mulut, biji kurma itu digigit-nya mentah2.
Tentu saja giginya tergetar kesakitan dan tergetar mundur dua- tiga tindak.
Kalau tadi dia berpura2 tergetar mundur, sekali ini dia benar tergetar mundur karena daya luncur senjata rahasia yang dahsyat itu.
Untung juga dia dapat bertindak menurut keadaan dan cepat luar biasa, kalau tidak beberapa giginya pasti akan rontok tergetar oleh biji kurma yang lihay itu.
Semua orang sama menjerit, serentak merekapun merubung maju.
Ketika Ui Yong mendongak, "berr", biji kurma yang digigitnya itu disemprotkan ke atas dan menancap di belandar, lalu katanya dengan mengernyit kening: "Kiu-kokcu, setelah menerima tiga kali seranganmu ini, jiwaku sudah mendekat ajalnya, hendak lah kau menepati janji dan memberi obatnya.
Pendekar Muka Buruk 16 Kitab Pusaka Karya Tjan Id Raden Banyak Sumba 4
^