Pencarian

Mencari Bende Mataram 16

Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto Bagian 16


Teringatlah dia semasa dia masih diasuh ayah angkatnya
Sorohpati. Tiba-tiba berkelebatlah bayangan di depan
matanya. Itulah bayangan Widiana Sasi Kirana, Sangaji dan
Daniswara. Ia mencoba membandingkan kakaknya Sangaji
dengan pribadi Widiana Sasi Kirana dan Daniswara.
Pribadi kakaknya Sangaji bagaikan gelombang laut. Sedang
pribadi Daniswara bagaikan air terjun. Air terjun itu mungkin
sekali mengalir ke laut. Akan tetapi mungkin juga ke telaga.
Di antara jutaan orang-orang yang hidup di dunia ini,
terdapat banyak sekali yang gemar air terjun. Akan tetapi dia
tidak! bahkan ia merasa jemu terhadap Daniswara. Sebaliknya
pribadi Widiana Sasi Kirana, baginya seakan-akan sebuah
telaga yang berair jernih bening. Kesannya terhadap pemuda
itu sangat manis. Apalagi setelah pemuda itu mengetahui,
bahwa dirinya seorang gadis yang sedang menyamar.
Ah mengapa aku berpikir yang tidak-tidak, kata Kilatsih di
dalam hati. Pada saat ini aku lagi melakukan tugas Ayunda
1092 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Titisari mencari surat rahasia pusaka sakti Bende Mataram.
Mengapa aku enak-enak saja berjuntai ditebing sungai....
Perlahan-lahan ia bangkit dan menghampiri kudanya.
Kemudian meneruskan perjalanan mengarah ke selatan.
Segera ia melihat bukit yang dikenalnya semenjak menanjak
menjadi gadis remaja. Itulah bukit tempat Sorohpati
bermukim. Menurut keterangan kakaknya Sangaji dan Titisari,
ayah angkatnya dikebumikan dekat rumah. Selagi
mengarahkan pandangannya ke arah bukit, tiba-tiba ia
dihinggapi suatu perasaan seolah-olah dirinya sedang diintip
dan diikuti seseorang. Oleh perasaan itu ia nenebarkan
penglihatannya. Tetapi sejauh mata memandang ia tiada
melihat sesuatu yang mencurigakan. Alam sunyi sepi seolah-
olah bermalas-malasan. Justru demikian timbullah pikirannya.
Ki Jaga Saradenta melihat berkelebatnya sinar obor
mengarah dirinya. Dengan sebat ia menyapu dan obor itu
lantas terpental seperti seekor ular api yang yang berombak-
ombak kemudian padam seketika.
"Duabelas tahun lamanya aku hidup serumah dengan ayah.
Selama itu ayah tidak pernah membicarakan soal surat rahasia
Ayunda Titisari. Sekarang Ayunda Titisari mengharapkan aku
mendapatkan kembali surat rahasia tersebut. Dimanakah aku
harus mencarinya?" Ia turun dari kudanya dan menambatkan Megananda pada
sebatang pohon. Kemudian seperti tadi ia duduk di tepi pe-
ngempangan sawah di bawah perlindungan rimbun pohon.
Kemudian ia mencoba mengumpulkan seluruh ingatannya. Di
depan matanya lantas saja berkelebatan kejadian-kejadian
yang telah lama lampau. Ayah angkatnya memasuki sebuah
tenda. Di dalam tenda itu ayahnya dikeroyok beramai-ramai.
Dengan penuh semangat ayahnya bertempur. Hanya anehnya
setiap kali ia menunda pertempuran ada yang ditunggu-
tunggu. Setiap kali memperoleh kesempatan, selalu ia
mendekati dirinya dan kakaknya seperguruannya Gandarpati
1093 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk meninggalkan pesan-pesan tertentu. Mengapa ayahnya
bermain ngulur waktu" Apa maksud sesungguhnya"
Tiba-tiba teringatlah dia akan pesan ayah angkatnya.
"Sekarang dengarkan sebuah pesanku lagi, anakku. Malam
ini aku harus menghadapi gerombolan manusia-manusia yang
berangan-angan besar. Mereka ingin memiliki pusaka Bende
Mataram. Aku sendiri belum pernah melihat bentuknya pusaka
Bende Mataram tersebut. Menurut kabar, Bende itu memuat
guratan-guratan rahasia ilmu sakti dan entah apa lagi. Di
dunia ini, hanya seorang saja yang hafal guratannya. Dialah
junjunganku Titisari yang mempunyai daya ingatan luar biasa.
Apabila malam ini aku terpaksa mati, hendaklah aku ingat-
ingat nama yang kusebutkan ini. Yang pertama: Manik
Angkeran, yang kedua: Kyai Kasan Kesambi dan murid-
muridnya. Yang ketiga: Ki Jaga Saradenta, Demang Sigaluh.
Dan yang keempat...."
Waktu itu ayah angkatnya membisikkan sesuatu
ditelinganya. Teringat akan hal itu, hatinya tercekat. Pikirnya
di dalam hati, benar Ayah membisikkan sesuatu ditelinga-ku.
Membisikkan apa" Oleh ingatan itu ia jadi berpikir keras. Karena berpikir keras
ia jadi tampak ter-longong-longong. Tak terasa senja hari tiba
dengan diam-diam. Waktu itu permulaan musim panen.
Sawah-sawah yang berada diluar kota memperlihatkan
wajahnya yang kuning keemas-emasan. Itulah deretan sawah
yang menjadikan masa panen yang bagus. Pemandangan
alam demikian sangat menarik hati. Kilatsih sebenarnya
seorang gadis pengagum keindahan alam. Hanya sayang,
waktu itu hatinya lagi pepat sehingga tidak sempat menikmati
penglihatannya. Akhirnya ia menghela napas. Justru ia
menghela napas, tiba-tiba suatu ingatan menusuk benaknya.
Ingatan yang masuk benaknya itu sangat tajam sehingga ia
jadi berjingkrak. Setengah berseru ia berkata di dalam hati.
1094 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, benar-benar tolol aku! Ayah waktu itu menantang
Dadang Kartapati dan Braja-bhirawa dalam seratus jurus.
Ayah selalu main mundur untuk mengulur waktu. Apakah
Ayah bermaksud agar aku mengingat-ingat hitungan seratus
itu..." Kala itu Kilatsih baru berumur dua belas atau tiga belas
tahun. Selain berbau anak-anak masa itu telah lama lampau
pula. Perhatiannya terpusat hanya pada masalah pertempuran
yang dihadapi. Maklumlah ayahnya terancam bahaya maut.
Maka tak mengherankan, kisikan ayahnya itu jadi lupa-lupa
ingat. Hal itu disadari pula oleh ayah angkatnya. Itulah
sebabnya ayah angkatnya main mengulur waktu dengan
maksud agar Kilatsih mempunyai kesempatan meresapkan
kisikannya ke dalam perbendaharaan hatinya.
Sekarang Kilatsih sudah berumur dua puluh tahun. Dan
gadis itu mencoba mengumpulkan ingatannya kembali. Tak
mengherankan ia menemukan kesukaran-kesukarannya
sendiri. Lapat-lapat serasa ia mendengar kisikan Ayah
angkatnya yang penghabisan ditelinganya.
"Tolong sampaikan pesanku ini. Seratus meter di sebelah
tenggara rumah kita terdapat sebuah pedukuhan. Dan seratus
meter lagi di sebelah barat dukuh itu terdapat sebuah rumah
yang bersandar pada samping bukit. Depan rumah itu
terdapat seratus pohon cengkeh dan di depan pintu pagarnya
terdapat sepasang arca raksasa Dewa Cing-karabalaupata.
Sangatlah mudah engkau mengenal rumah itu. Kalau engkau
telah bertemu dengan tuan rumah, tolong ceritakan semua
yang telah kau lihat malam ini..."
Selagi Kilatsih hendak membuka mulutnya, Sorohpati
berkata lagi. "Asal saja engkau menyebut: seratus jurus! Pastilah tuan
rumah akan mengenal siapa engkau dan siapa pula aku..."
Mengucapkan kata-katanya yang penghabisan itu, ayah
angkatnya nampak tersenyum aneh sekali.
1095 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Teringat akan hal itu, Kilatsih jadi ter-longong-longong
kembali. Pikirnya jadi sibuk. Ia jadi beragu-ragu. Akhirnya ia
merapikan pakaiannya. Kemudian melanjutkan perjalanannya
dengan perlahan-lahan. Sepanjang jalan ingatannya me-
ngiang-ngiang. "Seratus jurus! Seratus meter! Seratus pohon cengkeh!
Sesungguhnya apa maksud Ayah dengan kata-kata seratus
itu?" Kilatsih paham benar akan liku-liku desa yang akan
didatangi itu. Itulah sebuah pedukuhan kecil berpenduduk
belasan rumah saja yang terpencar-pencar letaknya. Setelah
sampai dipedukuhan itu, ia mengarah ke barat. Bukankah
ayahnya berpesan bahwa rumah yang dicarinya berada pada
kaki bukit" 16 TEKA-TEKI SERATUS JURUS DENGAN PERLAHAN-LAHAN ia menyusur jalan bukit yang
berliku-liku. Di antara tebing tinggi ia melihat sebuah rumah
yang berdiri di pinggang bukit. Rumah itu tidak bertetangga.
Seratus meter di sekitar rumah itu terdapat tanjakan-tanjakan
yang penuh dengan pohon-pohon cengkeh. Harum bunganya
terbawa ke siur angin pegunungan. Mencium bau bunga
cengkeh itu, lega hati Kilatsih. Yakinlah dia, bahwa di bawah
itulah rumah yang dimaksudkan ayah-angkatnya. Segera ia
turun dari kudanya dan melanjutkan perjalanan dengan jalan
kaki. Sambil menyusur kebun cengkeh, ia mulai menghitung.
Belum sampai hitungannya mencapai empat puluh batang
pohon, didepannya tergelar sebuah halaman luas yang
ditanami bunga aneka warna. Dengan melihat taman bunga
1096 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu, Kilatsih dapat memastikan bahwa pemilik rumah tersebut
pastilah seorang yang halus budi pekertinya.
Megananda segera ditambatkan pada sebatang pohon
cengkeh. Setelah melunasi kebun bunga, Kilatsih melihat
sepasang arca raksasa Dewa Cingkarabalaupata di depan
pintu pagar. Sekarang ia berputar dan mencoba menghitung
deret pohon-pohon cengkeh. Benar! Kukira begitu alasannya."
Dengan perlahan-lahan ia menghampiri rumah itu.
Kemudian ia mengetuk pintunya. Tiba-tiba suatu sambaran
angin berkesiur dibelakangnya. Lalu terdengar teguran
bernada halus. "Siapa yang datang bercelingukan kemari?"
Kilatsih memutar badannya, dan didepan-nya berdiri
seorang gadis berwajah manis. Gadis itu mengenakan pakaian
daerah. Bajunya bertangan pendek seperti pekerja pemetik
daun teh. Warna bajunya kuning, dan rambutnya dikonde dua.
Usia gadis itu kira-kira tidak berselisih jauh dengan dirinya
sendiri. Akan tetapi ia nampak masih kekanak-kanakkan, tiba-
tiba saja ia menyerang. Rupanya gadis itu mengira Kilatsih
seorang pencoleng. Sebenarnya apabila Kilatsih menyebut nama ayahnya,
kesalahpahaman itu akan cepat selesai. Akan tetapi tabiat
Kilatsih cepat panas dan mudah tersinggung. Adatnya
mewarisi watak gurunya yang rada-rada liar. Maka ia ingin
mencoba kepandaian gadis itu. Dengan gesit ia memunahkan
serangan. Setelah itu ia membalas menyerang. Tangan
kanannya melindungi dadanya dan tangan kirinya
menyelonong hendak mencengkeram rambut.
Gadis itu kaget sampai berseru tertahan. Sebab tepat pada
saat itu sikutnya kena bentur. Ia menjadi kalap. Terus saja ia
menyerang mengarah dada Kilatsih. Diam-diam ia kagum
menyaksikan kegesitan gadis itu. Cepat ia membalik
1097 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tangannya kembali untuk melindungi dada. Lantas ia
mengubah dengan serangan lain.
Kilatsih belum dapat menguasai ilmu tata berkelahi tangan
kosong. Akan tetapi ia telah mewarisi ilmu pedang dan intisari
ilmu sakti Witaradya ajaran Adipati Surengpati. Itulah
sebabnya ia dapat bergerak dengan lincah sekali. Demikianlah
selagi tangan kirinya menangkis serangan gadis itu, tangan
kanannya menyambar dada. Kembali lagi gadis itu terkejut. Wajahnya menjadi merah.
Dalam keadaan terpaksa, ia membuka untuk menggigit tangan
Kilatsih, karena tidak keburu menggerakkan tangan untuk
menangkis. Sekarang Kilatsih yang berganti terperanjat, la heran,
mengapa untuk mematahkan serangan, gadis itu perlu
memperlihatkan taringnya. Tiba-tiba teringatlah dia, bahwa
dirinya sedang menyamar sebagai seorang pemuda tadi ia
menyerang dada gadis itu terus menerus. Bukankah tata
berkelahinya itu menggambarkan pemuda jahil tangan.
Kecuali itu, diluar dugaan, gadis itu pandai sekali
menggunakan giginya. Syukurlah gerakan Kilatsih cepat dan
gesit. Sebat ia menarik tangannya kembali. Dengan demikian
ia bebas dari ancaman gigi-gigi gadis itu. Pada saat-saat itu
rasa geli terbersit dalam hati Kilatsih. Segera ia hendak
membuka mulutnya, akan tetapi gadis itu tidak memberi
kesempatan lagi. Dengan bertubi-tubi, kedua tangannya kiri
dan kanan menyambar-nyambar saling susul. Kedua kakinya
turut bekerja pula dengan cepat dan tepat untuk mengimbangi
hujan serangannya. Menghadapi serangan demikian gencar,
terpaksalah Kilatsih memperlihatkan kelincahannya pula. Ia
melompat dan menyingkir. Kadang-kadang berkelit atau
mengegoskan tubuhnya. Namun terus menerus ia dirangsak1)
sehingga empat puluh sembilan jurus lewat dengan tak terasa.
1098 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Heran!" pikir Kilatsih. "Terang sekali ia kalah tenaga dari
padaku, akan tetapi ilmunya seperti melebihi daku. Mengapa
jadi demikian" Siapa gurunya..."
Gurunya sendiri, Adipati Surengpati, adalah seorang
pendekar yang luas pengalaman dan pengetahuannya. Setiap
waktu gurunya mengabarkan tentang berbagai macam ilmu
sakti yang terdapat di seluruh persada bumi ini. Akan tetapi
belum pernah ia menjumpai tata berkelahi seperti yang
diperlihatkan gadis itu. Demikianlah, sambil berpikir ia melayani kegesitan gadis
tersebut. Kemudian timbullah niatnya hendak menguji diri
mengadu kepandaian. Ia segera menyerang kedua tangan
gadis itu dengan gerakan berputar. Kemudian memuji,
"Bagus! Sudahlah... sampai disini saja! Tak usah kita
bertarung pula. Aku datang untuk membawa kabar penting..."
Gadis itu berontak. Ia mencoba membebaskan tangannya
yang kena sambaran bersilang. Dengan serta merta ia
mengerahkan tenaganya, akan tetapi sia-sia belaka. Kilatsih
menguncinya dengan kuat, itulah salah satu kepandaian
warisan gurunya, Adipati Surengpati, yang istimewa. Untuk
memahirkan tata tipu silat bersilang itu, gurunya mewajibkan
berlatih empat tahun terus-menerus.
"Eh, apakah engkau membawa sepucuk surat?" tanya gadis
itu dengan heran. "Surat apa itu?"


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Surat lisan. Bukan surat tertulis!" jawab Kilatsih pendek.
"Surat lisan dari ayah angkatku Sorohpati"
"Ah, Paman Sorohpati" Engkau bilang ayah... apakah dia
ayahmu?" Gadis itu menegas.
"Benar!" sahut Kilatsih cepat.
"Dia bilang tentang apa?"
"Tentang seratus jurus..."
1099 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar kata-kata seratus jurus itu, si gadis terkejut.
Lalu ia nampak berduka. Alisnya berkerut-kerut. Entah apa
sebabnya, begitu Kilatsih melihat wajahnya mendadak saja ia
menjadi jelus. Apa dasar alasan jelus itu ia sendiri tidak
mengerti. "Benarkah engkau ini putera Paman Sorohpati?" Gadis itu
menegas lagi. "Siapa namamu?"
Sambil menguraikan tangannya, Kilatsih menjawab,
"Namaku Kilatsih..."
"Kilatsih?" Gadis itu menegas dengan mata menyelidik.
"Itulah nama seorang perempuan...."
"Memangnya aku perempuan," sahut Kilatsih sambil
tersenyum. Terhadap gadis itu, Kilatsih tidak perlu menyembunyikan
penyamarannya tetapi justru demikian, membuat gadis itu
bercuriga. Tiba-tiba ia tertawa.
"Sudah kukira... kau memang orang kurang ajar! Sekali-kali
engkau harus merasakan ujung pedangku!"
Kilatsih menjawab pertanyaan gadis itu tanpa curiga, la
membebaskan kedua tangannya pula yang tadi kena tangkap.
Di luar dugaan, begitu selesai berbicara gadis itu lantas saja
menghunus pedangnya dan dengan sebat ia membuktikan
ancamannya. Pedangnya berkelebat menyambar.
Mau tidak mau Kilatsih terpaksa melompat mengelakkan
diri. Akan tetapi ia diserang terus menerus tiga kali berturut-
turut. Akhirnya ia jadi mendongkol juga. Di dalam hati ia
berkata, ilmu pedangmu boleh hebat! Tetapi apa kau kira aku
takut" Kilatsih memang gadis yang mau menang sendiri dan
beradat panas pula. Pada saat itu ia sedang mendongkol.
Segera ia hendak mencabut pedangnya. Mendadak telinganya
1100 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang tajam mendengar langkah orang berlari-lari dari arah
belakang. Suara itu datang dari balik bukit. Belum sempat ia
menoleh, gadis itu menghentikan serangannya dengan tiba-
tiba. Terus berseru nyaring.
"Kangmas Prajaka!"
Kesempatan itu dipergunakan Kilatsih untuk memutar
tubuhnya. Ia melihat dua orang berkejar-kejaran. Yang satu di
depan dan yang lain menghindar dibelakangnya. Kedua-
duanya laki-laki dan menyandang senjata. Yang berada di
belakang, seorang perwira dengan pedang ditangan
kanannya. Dengan mati-matian ia mengejar orang
didepannya. Laki-laki yang sedang diuber itu seorang pemuda beralis
tebal. Matanya besar. Bajunya tak terkancing, hingga nampak
dadanya yang berbulu. Kulitnya hitam. Kesan pemuda itu
sebagai pekerja kasar. Senjata yang dibawanya adalah
sebatang tombak panjang. Saban-saban pemuda itu berpaling
untuk menyerang pengejarnya.
Perwira yang bersenjata pedang itu bagus cara
berkelahinya. Selalu saja ia bisa memunahkan serangan-
serangan pemuda kasar itu. Dalam hal ini ia hanya kalah gesit.
Mungkin pula disebabkan karena dia belum paham benar
dengan lika-liku jalan bukit yang diambahnya. Karena itu pula
ia kalah cepat larinya. Setiap kali berhadapan dengan jalan
yang sulit, terpaksa ia lari menyimpang atau berputar untuk
memotong arah lari pemuda yang sedang diubernya.
Si gadis lantas saja lari menyambut. Karena itu Kilatsih
dapat ikut lari pula. Dengan demikian, kedua belah pihak
seperti saling menyongsong dengan cepat sekali. Apabila
perwira itu melihat Kilatsih, ia menjadi heran.
"Binatang!" bentaknya "Kaupun berada di sini" Apa engkau
termasuk pula keluarga si jahanam Dipajaya?"
1101 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kilatsih segera mengenal perwira itu. Dialah wakil Kapten
Wiranegara, Letnan Mangunsentika. Tatkala ia berusaha
mencuri kepala Wirapati ditangsi Magelang, la pernah bertemu
dan bertempur. Itu sebenarnya kedua-duanya saling
mengenal, bahwa masing-masing mempunyai kepandaian
tinggi. Hanya saja Kilatsih tidak tahu, apa sebab Letnan
Mangunsentika menyebut-nyebut sijahanam Dipajaya sebagai
keluarganya. Siapakah Dipajaya itu" Apa dialah pemilik rumah
ini" "Kau begundal Belanda! Kedatanganmu kemari pastilah
mengandung maksud tidak baik...."
Sebaliknya gadis yang berada disamping Kilatsih sudah
melompat menerjang. Dengan pedangnya ia menikam Letnan
Mangunsentika. Dalam serangannya yang kedua ia meneriaki
kakaknya. "Kangmas Prajaka! Kau layanilah pencoleng itu! Dia tadi
menghina aku. Pasti dia bukan manusia baik-baik!"
Mendengar teriakan gadis itu, Kilatsih tercengang. Pemuda
yang bernama Prajaka itu lantas saja menyerang. Ia melompat
menghantam pedang Kilatsih.
Tentu saja Kilatsih makin mendongkol.
"Kenapa engkau begini sembrono" Aku datang kemari
untuk membantumu." Setelah berkata demikian Kilatsih menggerakkan
pedangnya untuk membebaskan diri. Pemuda itu jadi heran.
Dengan tajam ia membentak.
"Siapa kau?" "Kangmas Prajaka! Jangan dengarkan bujukan manis!" seru
si gadis sambil terus melayani Letnan Mangunsentika. "Tadi ia
meledek2) aku. Hajar dia!"
1102 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar perkataan adiknya, Prajaka menjadi gusar.
Terus saja ia menyerang dengan dahsyat.
Kilatsih menjadi sakit hati kini. Menghadapi serangan
pemuda itu dengan gesit ia mengelak. Kemudian melesat
menyelusup di antara tombaknya. Gerakannya gesit dan
tangkas bagaikan seekor ikan meletik dari permukaan air.
Kemudian berputar dengan mendadak dan membalas
menyerang dengan sabetan pedang. Gerakan pedang Kilatsih
adalah intisari ilmu sakti Witaradya. Dengan sekali
menyabetkan pedang, ia berhasil. Kilatsih hanya membuat
putus dua buah kancing bajunya.
Prajaka terkejut. Justru pada saat itu Kilatsih menarik
pedangnya. Sambil tertawa ia berkata, "Barangkali kejadian
inilah yang dikatakan orang-orang tua dahulu sebagai majikan
yang baik kena gigit anjing piaraannya sendiri. Coba andaikata
aku tidak mengemban perintah Ayah, pasti aku tidak sudi
datang kemari..." Prajaka tercengang. "Siapa ayahmu?"
"Sorohpati," jawab Kilatsih dengan hati mendongkol.
"Sorohpati yang mana?"
"Dimana Sorohpati yang lain kecuali ayahku?" sahut Kilatsih
dengan suara tawar. "Jangan gubris ocehnya!" seru si gadis, la lagi berkelahi.
Meskipun demikian telinganya masih sempat mendengar
percakapan Kilatsih dan Prajaka.
"Menurut kabar Kangmas Tarupala pernah menerima
beberapa jurus ilmu pedang Paman Sorohpati. Kalau dia
benar-benar anak Paman Sorohpati, mengapa Kangmas
Tarupala tidak pernah menyinggung-nyinggung namanya"
Karena itu jangan dengarkan omongannya! Bereskan!"
1103 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Trang!" Itulah suara pedang si gadis yang kena hantaman
pedang Letnan Mangunsentika. Tatkala ia sedang bicara
berkepanjangan Letnan Mangunsentika berhasil menghantam
pedangnya sehingga tergetar dan terlepas dari tangannya.
Keruan saja Prajaka terperanjat. Tanpa berpikir panjang
lagi ia meninggalkan Kilatsih untuk membantu adiknya.
"Jangan pedulikan aku!" teriak gadis itu mencegah. "Aku
akan bertahan. Kau hajar saja pemuda pencoleng itu!"
Gadis itu ternyata seorang berkepala besar dan tak sudi
menyerah kalah terhadap siapapun. Meskipun pedangnya
sudah terpental dari tangan, namun mulutnya masih sombong
pula. Prajaka jadi bersangsi-sangsi sejenak. Akhirnya setelah
menimbang-nimbang ia menghadapi Kilatsih kembali dan terus
saja menggerakkan tombaknya me-rabu kaki.
Kali ini Kilatsih benar-benar habis sabar. Ia melompat
sambil membabat dengan pedangnya. Meskipun demikian,
masih ia dapat menguasai diri. Tak mau ia melukai Prajaka.
Sebaliknya ia bermaksud memapas kancing bajunya kembali.
Tetapi kali ini Prajaka sudah berwaspada. Gesit ia
mengegoskan tubuhnya. Dalam hal kegesitan, ia kalah jauh
daripada Kilatsih. Akan tetapi ia menang tenaga. Dengan
mengandalkan tenaganya, ia mengurung diri dengan gerakan-
gerakan tombaknya. Dalam mendongkolnya, Kilatsih menyerang dengan sengit.
Namun untuk dapat memapas ujung tombak pemuda itu ia
membutuhkan belasan jurus. Kemudian berkata meyakinkan.
"Baiklah! Jika engkau tidak percaya kepadaku masakan
engkau tidak percaya kepada nama ayahku Sorohpati?"
Meskipun kasar Prajaka seorang pemuda yang dapat
menimbang-nimbang alasan seseorang, la tidak seangkuh
adiknya itu. Ia pun berhati polos. Pada saat itu ia berpikir, ilmu
pedang pemuda ini tinggi. Nampaknya tidak berada di bawah
1104 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ilmu pedang Kangmas Tarupala. Kalaulah bermaksud jahat,
tikamannya yang dapat memapas kancing bajuku tadi,
sebenarnya bisa menikam diriku.
Memperoleh pertimbangan demikian, segera ia bertanya
menegas. "Sebenarnya engkau datang untuk kepentingan apa?"
Berkata demikian ia menghentikan serangannya. Dan dengan
tajam ia menatap wajah Kilatsih dengan penuh selidik.
"Aku datang untuk menyampaikan pesan lisan ayahku
kepada penghuni rumah ini," sahut Kilatsih.
"Apa pesan ayahmu?" tanya Prajaka.
"Tujuh atau delapan tahun yang lalu, ayahku pernah
menantang gerombolan penyerangnya dengan seratus
jurus..." "Hmm," dengus Prajaka. "Hanya itu saja pesan lisan yang
harus disampaikan kepada penghuni rumah kami?"
"Apa aku harus cerita panjang lebar?" Kilatsih balik
bertanya. Prajaka mengkerutkan dahinya menimbang-nimbang.
"Adik! Omongan pemuda ini patut kita dengarkan! Benar-
benar dia datang membawa pesan lisan Paman Sorohpati."
Gadis itu tidak menjawab. Kilatsih heran. Segera ia
berpaling. Ternyata gadis itu tengah menghadapi saat-saat
yang hebat sekali. Letnan Mangunsentika maupun gadis itu bergerak sangat
sebat dan lincah. Tubuh mereka berkelebatan dan sinar
pedangnya berkilauan. Sama sekali tiada terdengar suara
beradunya senjata, yang terdengar hanya deru angin yang
bergulungan ber-derum-derum. Hal itu ada sebabnya. Gadis
itu yang sudah kehilangan pedang, melayani pedang Letnan
Mangunsentika dengan kedua tangannya. Meskipun tidak
1105 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bersenjata lagi, kedua tangan si gadis berkelebatan bagaikan
sepasang pedang yang menyerang lawan dengan bertubi-tubi
tiada hentinya. Dengan penuh perhatian, Kilatsih mengamat-amati jarak
pertempuran dan cara berkelahi si gadis itu. Tetap saja ia
tidak dapat mengenal dan rupanya Letnan Mangunsentika
kuwalahan menghadapi kelincahan gadis itu. Bukan ia
terdesak kalah akan tetapi merasa susah sekali untuk
memecahkan serangan berantainya.
"Sayang tenaganya kurang kuat sedikit. Andaikata
tenaganya sebesar tenaga kakaknya ini, sudah terang Letnan
Mangunsentika bukan tandingannya lagi, pikir Kilatsih.
Dengan tidak berkedip ia mengamat-amati gerakan gadis
itu. Tiba-tiba suatu bayangan berkelebat dalam benaknya.
Pikirnya, ah bukankah ini titik tolak gerakan Eyang
Sirtupelaheli" Setelah terlepas dari cengkeraman Utusan Suci dahulu,
Sirtupelaheli berada di Pulau Karimun Jawa menemani Gagak
Seta, la tinggal beberapa bulan di pulau itu. Mula-mula ia
bersikap kaku. Akan tetapi lambat-laun ia menjadi jinak oleh
sikap Sangaji dan Titisari yang pandai mengambil hati. Sedikit
demi sedikit ia mau membicarakan keadaan dirinya. Dan
mengetahui bahwa Adipati Surengpati selain berkepandaian
tinggi luas pula pengetahuannya, ia jadi tertarik. Sekarang ia
mau membicarakan pula tentang ragam ilmu sakti yang
terdapat di dunia. Demikianlah maka Kilatsih yang terawat di pulau itu
berkesempatan menyaksikan ragam ilmu sakti aliran
Sirtupelaheli. Bahkan ia mendapat warisan ilmu menyamar
pula di samping beberapa jurus ilmu sakti dari pendekar
wanita itu. Dikemudian hari ia mendengar riwayat Sirtupelaheli dengan
pendekar Dipajaya. Maka begitu melihat ilmu kepandaian
1106 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gadis itu, hampir Kilatsih menyerukan nama Dipajaya. Apalagi
ia teringat pula bentakan Letnan Mangunsentika tadi yang
menyebut-nyebut nama Dipajaya. Akan tetapi suatu
pertimbangan lain menusuk benaknya.
"Pendekar Dipajaya berkesan liar dan berbahaya. Masakan
Ayah bersahabat dengan dia... Hal itu tidak mungkin terjadi.
Tapi apabila bukan keluarga pendekar Dipajaya dari manakah
dia memperoleh ilmu sakti aliran Eyang Sirtupelaheli" Apakah


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ilmu sakti Eyang Sirtupelaheli justru bersumber pada ilmu sakti
keluarga Dipajaya..."
Memperoleh pertimbangan demikian, ia berkata mencoba:
"Apakah kalian anak keluarga Eyang Dipajaya?"
Mendengar ucapan Kilatsih, Prajaka terperanjat.
Hai, bagaimana engkau mengenal guruku?"
"Guruku?" Kilatsih heran.
"Benar! Beliau guruku."
Mendengar pengakuan itu. Kilatsih tergugu. Berbagai teka-
teki merumun dalam benaknya. Mendadak teringatlah dia
kepada sikap hidup ayah angkatnya yang serba rahasia.
Apakah ayahnya benar-benar mempunyai hubungan tertentu
dengan pendekar Dipajaya" Teringat pula dia akan tutur kata
ayundanya Titisari bahwa Sirtupelaheli mengincar pula surat
rahasia Bende Mataram. Jika demikian halnya bagaimana
sesungguhnya kedudukan ayah angkatnya dalam persoalan
ini" Tak sempat lagi kilatsih berpikir berkepanjangan. Pada saat
itu ia melihat suatu serangan dahsyat bagaikan gelombang
tersentak. Itulah salah satu jurus aliran Situpelaheli yang
dikenalnya. Menghadapi serangan demikian, Letnan
Mangunsentika mundur dua langkah. Kesempatan itu
dipergunakan adik Prajaka untuk memungut pedangnya
kembali. Hanya belum sempat ia menggerakkan pedangnya
1107 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Letnan Mangunsentika telah melompat maju sambil
menyambar dengan pedangnya. Terpaksa gadis itu menangkis
dengan pedangnya pula. Senjata mereka berdua lantas
berbentrokan nyaring sekali. Masih sempat Kilatsih
menyaksikan letikan api atau gadis itu kena terdesak mundur.
Di sini nampak dengan jelas, bahwa gadis itu kalah dengan
tenaga. Lagi pula ia belum bersiaga penuh dan Letnan
Mangunsentika telah menghantamkan pedang dengan sekuat
tenaganya. Meskipun demikian gadis itu tidak nampak gugup.
Permainan pedangnya tidak menjadi kacau. Sekalipun kurang
latihan namun masih bisa ia mengimbangi gerakan pedang
Letnan Mangunsentika. Tetapi sedikit demi sedikit makin
jelaslah bahwa gadis itu kalah ulet dibandingkan dengan
Letnan Mangunsentika. Perwira itu nampaknya mengetahui
kelemahan lawan. Dengan sabar ia menunggu gadis itu
menyelesaikan empat puluh sembilan jurusnya. Kemudian
dengan mendadak ia melakukan serangan balasan. Mengandal
kepada tenaganya yang berlebih, Letnan Mangunsentika
menghajar pedang gadis itu. Dan kena hajarannya pedang si
gadis terpental balik menikam majikannya.
"Celaka!" seru Prajaka. Ia melihat adik seperguruannya
terancam bahaya. Maka ia segera hendak menolong. Akan
tetapi baru saja ia hendak melompat maju, Letnan
Mangunsentika telah berhasil menusukkan pedangnya.
Syukurlah! Gadis itu ternyata sangat gesit gerakannya.
Walaupun demikian tak urung ujung bajunya kena tertikam
sampai berlobang. Pedang Letnan Mangunsentika model pedang kompeni.
Bentuknya agak melengkung sedikit. Itulah sebabnya pedang
itu dapat dipergunakan untuk menggaet lawan pula.
Demikianlah setelah pedangnya dapat menembus ujung baju
gadis itu, segera ia mengkaitnya. Dan gadis itu tidak berdaya
1108 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk membebaskan diri dari ujung pedang Letnan
Mangunsentika yang mengkait ujung bajunya erat-erat.
Menyaksikan hal itu Kilatsih terperanjat. Namun masih bisa
ia tertawa, serunya: "Adik, kau mundurlah! Biar aku
menggantikan engkau!" Selagi dengung tertawanya belum
lenyap di udara, Kilatsih mengayunkan tangan. Beberapa biji
sawo terbang menyambar Letnan Mangunsentika.
"Traaang!" Pedang Letnan Mangunsentika terhajar miring
dan biji sawo yang lain menyambar ujung baju si gadis,
sehingga ia terlepas dari kaitan pedang.
Kesempatan sebagus itu dipergunakan sebaik-baiknya oleh
si gadis. Cepat ia menarik tangan dan menikam. Keruan saja
Letnan Mangunsentika kaget setengah mati. Ia melompat ke
samping. Tetapi gerakannya kena dirintangi Kilatsih. Setelah
menghamburkan biji-biji sawonya, Kilatsih melompat maju
sambil menikam dengan pedangnya. Hal itu membuat si gadis
tercengang-cengang... Hebat cara bertempur Kilatsih. Dalam sekejapan saja tujuh
atau delapan jurus lewat tak terasa. Menyaksikan kesebatan
itu, Prajaka menyeka peluhnya sambil menarik tangan adik
seperguruannya. "Lihatlah adik! Anak muda itu benar-benar hendak
membantu kita," kata Prajaka.
"Hm!" dengus gadis itu. Akan tetapi berbareng dengan
dengusnya, wajahnya menjadi merah. Kemudian
membungkam. "Dia menyebut-nyebut guru kita... Pastilah dia tidak
berdusta!" kata Prajaka pula.
"Bagaimana engkau yakin bahwa dia tidak bermaksud
jahat?" Gadis itu menegas. Suaranya terdengar mengandung
rasa mendongkol. 1109 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Prajaka menarik gadis itu lebih dekat lagi. Kemudian
berbicara dengan berbisik-bisik.
Kilatsih berkelahi dengan membagi perhatian. Tiap kali ia
mengerling kepada Prajaka dan adik seperguruannya itu.
Melihat lagak-lagu mereka berdua, diam-diam ia tertawa di
dalam hati. Tahulah dia bahwa hubungan antara kakak dan
adik seperguruan itu nampaknya istimewa. Kalau tadi ia
mendongkol kepada gadis itu yang memperlakukan dengan
kasar, kini ia berkesan baik. Hal itu disebabkan karena lagak-
lagu gadis itu masih kekanak-kanakkan dan terhadap sikapnya
itu Kilatsih dapat bersikap mengampuni. Hanya saja, ia belum
menyadari, bahwa dirinya sendiri sebetulnya masih bersifat
kekanak-kanakkan pula. Akan tetapi berkelahi dengan membagi perhatian
sebenarnya sangat berbahaya. Apalagi lawannya seimbang
dengan dirinya sendiri. Demikianlah, tatkala Letnan
Mangunsentika mengadakan serangan balasan dengan
mendadak, hampir saja tenggorokannya kena tikam.
Prajaka terkejut melihat ancaman itu. Oleh rasa kagetnya ia
melompat sambil berseru. Maksudnya hendak memberi
pertolongan. Di luar dugaan sebelum kakinya mendarat di atas
tanah ia mendengar benturan nyaring. Dan berbareng dengan
suara nyaring itu meletuplah letikan api.
Ternyata Kilatsih dapat membebaskan diri dari ancaman
malapetaka yang mengancam. Bahkan pedangnya dapat
merompal-kan sebagian pedang Letnan Mangunsentika.
Kilatsih masih seorang dara remaja. Himpunan tenaga
saktinya belum sempurna pula. Akan tetapi dialah murid
pendekar yang berkepandaian tinggi. Di samping itu beberapa
kali ia mempunyai pengalaman dalam pertempuran. Tanpa
disadari sendiri, kepandaiannya jadi makin bertambah. Di
samping itu ia memperoleh kesempatan pula untuk menerima
ajaran-ajaran ilmu sakti Hasta Sila Otong Surawijaya dan
Dadang Wiranata. Karena itu kepandaiannya kini tak dapat
1110 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dipersamakan pada waktu untuk pertama kali bertempur
melawan Letnan Mangunsentika di Magelang.
Tatkala itu mereka berdua bertempur seimbang dalam
sepuluh jurus. Itulah sebabnya Letnan Mangunsentika
memandang ringan terhadap Kilatsih. Meskipun mula-mulanya
terdesak, akan tetapi lambat laun dapat membela diri dengan
baik. Sebagai seorang yang berpengalaman, seringkali ia
dapat mengambil waktu yang baik dan tepat. Demikianlah
tiba-tiba ia menyerang dengan dahsyat tatkala Kilatsih
mengerling kepada Prajaka dan adik seperguruannya, la
percaya bahwa tikamannya itu akan berhasil. Di luar dugaan
Kilatsih ternyata bermata tajam dan gerakannya gesit luar
biasa dan ujung pedangnya kena terpapas rompal. Seumpama
tidak bergerak sebat pula, mungkin ujung pedangnya kena
terbabat kutung. "Bagus!" seru Prajaka. Pemuda itu nampak bersyukur dan
girang luar biasa menyaksikan cara Kilatsih membela diri. Rasa
kagetnya lantas saja sirna. Sebaliknya, adik seperguruannya
tidak turut memuji, akan tetapi didalam hatinya diam-diam ia
kagum. Kilatsih tertawa. Katanya bergurau kepada mereka.
"Kalian berdua beristirahatlah! Kulihat tadi kalian sangat
letih..." Meskipun berkesan kasar, sebenarnya Prajaka berperasaan
halus. Ia merasa kena sindir Kilatsih. Sehingga mukanya
menjadi merah. Dan tak dikehendaki sendiri ia mengerling
kepada adik seperguruannya. Tetapi adik seperguruannya
hanya berdiam saja. Dalam pada itu pertempuran berjalan terus. Tanpa terasa
Letnan Mangunsentika dan Kilatsih sudah bertempur kira-kira
seratus jurus lebih. Kedua-duanya menggunakan tenaga
sebaik-baiknya. Akan tetapi nampaknya tetap berimbang.
1111 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kilatsih lincah seperti mula-mula. Pedangnya berkelebatan
tiada hentinya dan sinarnya menyilaukan mata.
Menyaksikan kelincahan dan kegesitan Kilatsih, mau tak
mau, gadis itu menjadi kagum juga. Pikirnya dalam hati, ah
kukira ilmu pedang warisan Eyang Dipajaya tiada keduanya di
dunia ini. Ternyata anggapanku itu meleset jauh sekali. Hari
ini aku menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri bahwa
ilmu pedang pemuda itu, dapat menandingi ilmu pedang
warisan Eyang Dipajaya. la kagum dan kagum. Justru demikian, hatinya bertambah
dingin. Hal itu disebabkan, karena kesombongan hatinya,
seakan-akan terguyur air dingin.
Letnan Mangunsentika penasaran karena tak dapat
menjatuhkan lawannya yang semula dipandang ringan saja.
Diam-diam ia heran karena Kilatsih sekarang menjadi begini
hebat. Dalam hal latihan dan pengalaman ia menang jauh
daripada Kilatsih. Yang membuatnya sulit karena Kilatsih memiliki pedang
panjang. Sehingga ia segan mengadu senjata. Sebaliknya
kalau hanya main mengelak terus saja dari pedang lawan, ia
membutuhkan ketajaman mata dan kegesitannya. Berkelahi
dengan cara demikian meminta banyak tenaga.
Pertempuran kini telah mendekati seratus lima puluh jurus.
Meskipun semikian kelincahan Kliatsih tidak berkurang.
Bahkan ia kini menang di atas angin. Serangannya makin
dahsyat dan bertubi-tubi datangnya.
Semuanya itu tidak luput dari perhatian si gadis. Adik
seperguruan Prajaka ini demikian kagum terhadap ilmu
pedang Kilatsih, sehingga rasa mendongkolnya lenyap
seketika. Mau tak mau ia harus mengakui kegagahan Kilatsih
meskipun dia seorang pemuda yang jahil tangan. Pada saat itu
si gadis belum sadar bahwa Kilatsih sesungguhnya seorang
gadis juga seperti dirinya.
1112 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebaliknya tidaklah demikian halnya yang terjadi dalam diri
Prajaka. Pemuda ini selain kagum hatinya menjadi lega pula.
Bukankan Kilatsih kini sudah terbebas dari bahaya" Bahkan
nampaknya berada di atas angin. Maka sempat ia bertanya
kepada adik seperguruannya.
"Adik! Benarkah Guru pulang?"
"Ya! Ya!" sahut si gadis dengan beruntun. Tatkala
menyahut sama sekali tidak berpaling atau menoleh. Karena
perhatiannya tertarik akan gerakan-gerakan pedang Kilatsih.
Nampaknya Kilatsih menggerakkan pedangnya, yakni dari
kanan ke kiri. Dengan demikian gerakan tadi bertentangan.
Mengapa bisa jadi demikian. Setelah berpikir sejenak, tahulah
ia bahwa hal itu terjadi karena kelincahan Kilatsih yang luar
biasa. Letnan Mangunsentika tengah menghadapi serangan-
serangan Kilatsih yang dahsyat. Akan tetapi telinganya masih
sempat mendengar pembicaraan Prajaka dan adik
seperguruannya. Begitu Prajaka menyinggung tentang
gurunya, hatinya tercekat. Berkata di dalam hati, beberapa
binatang ini terang sekali murid Dipajaya. Mereka saja sudah
begini hebat. Apalagi si tua bangka sendiri! Kalau dia sudah
pulang bukankah berarti aku menghadapi ancaman bahaya"
Oleh pikiran itu hatinya menjadi ciut.
Letnan Mangunsentika datang kepe-dukuhan itu dengan
tugas menangkap pendekar Dipajaya. Inilah perintah
komandan atas dasar laporan-laporan yang masuk.
Kompeni mengetahui bahwa orang yang menyamar sebagai
Ki Jaga Saradenta dan membantu perjuangan Daniswara
sebenarnya adalah Sirtupelaheli. Dan Sirtupelaheli mempunyai
hubungan erat dengan pendekar Dipajaya. Kedua-duanya
mempunyai cita-cita sendiri. Maka untuk mengurangi bahaya
dikemudian hari, Kompeni mengerahkan para pendekarnya
untuk menangkap kedua-duanya secepat mungkin.
1113 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Letnan Mangunsentika terlalu percaya akan kekuatannya
sendiri. Meskipun ia mendengar kabar bahwa Dipajaya adalah
seorang pendekar ahli pedang kenamaan namun hatinya sama
sekali tidak takut. Pikirnya Dipajaya sudah berusia lanjut
masakan jago tua itu masih dapat menandingi dirinya" Tetapi
setelah tiba dipedukuhan itu, ia memperoleh pendapat-
pendapat dan pertimbangan-pertimbangan baru. Pertama-
tama ia merasa tak sanggup membekuk murid-murid
Dipajaya, walaupun dia menang di atas angin. Kedua, ia
merasa kalah mengadu kepandaian dengan Kilatsih. Lawannya
yang baru ini ternyata bukan lawan sembarangan. Sedang
demikian kedua murid Dipajaya masih dalam keadaan segar
bugar. Sewaktu mereka bisa turun ke gelanggang membantu
Kilatsih. Menimbang demikian, hatinya menjadi goncang. Jangan
lagi berangan-angan akan memperoleh kemenangan bahkan


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk membela diri saja rasanya sulit. Sekarang ia mendengar
kabar pula bahwa Dipajaya telah pulang. Keruan saja hatinya
kaget luar biasa. Justru dalam keadaan demikian Kilatsih menikam dengan
jurus yang hebat. Sia-sia saja Letnan Mangunsentika membela
dirinya. Tiba-tiba pundaknya kena tusuk sehingga menembus
tulang. Melupakan rasa sakitnya ia melompat dan membuang
dirinya ke tanah. Kemudian lari bergulingan menuruni
tanjakan. Rasa takut Letnan Mangunsentika sebenarnya berlebih-
lebihan, karena Kilatsih tidak mengubernya. Gadis itu hanya
tertawa geli, kemudian berjalan menghampiri Prajaka dan adik
seperguruannya. "Nah! Sekarang kalian berdua tentu percaya kepadaku
bukan?" kata Kilatsih.
1114 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gadis itu melototkan matanya dan tidak menyahut.
Sebaliknya Prajaka lantas maju dan membungkuk hormat.
"Terima kasih atas bantuannya."
"Kita sibuk bertempur sampai tak sempat saling
berkenalan," kata Kilatsih sambil membalas hormat. Tatkala
berkata demikian ia tersenyum simpul. Dan melihat senyum
simpul itu, si gadis jadi dengki. Mulutnya makin terkatup
rapat. Prajaka segera mengambil alih.
"Inilah adik sepeguruanku, namanya Antariwati. Aku sendiri
Sindungjaya. Adik seperguruan ini keponakan guruku
Dipajaya." Mendengar Prajaka memperkenalkan namanya, gadis itu
menoleh dengan cepat. Katanya galak kepada kakak
seperguruannya. - "Kangmas kan tidak bermaksud mengikat keluarga dengan
dia. Mengapa bicara berkepanjangan" Sampai
memperkenalkan keluargaku pula?"
Kilatsih tidak tersinggung bahkan tertawa geli. Mendengar
suara tertawa Kilatsih yang bening, tertariklah rasa hati
Antariwati. Entah apa sebabnya tiba-tiba wajahnya menjadi
merah jambu. Prajaka tidak menggubris sikap kaku adik seperguruannya
itu. "Bukankah dia sudah tahu nama Guru" Dia pun membawa
tanda perkenalan sandi. Itulah suatu bukti bahwa ia bukan
orang lain. Apa halangannya aku memberikan penjelasan?"
Kilatsih tidak menghiraukan pertengkaran paham antara
Prajaka dan adik seperguruannya, la menganggap kedua-
duanya Jenaka. Maka katanya dengan acuh tak acuh.
1115 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Namaku Kilatsih. Aku murid Adipati Surengpati. Kakakku
bernama Sangaji. Kakakku Sangaji murid Eyang Gagak Seta.
Dan Eyang Gagak Seta kakak seperguruan Eyang Sirtupelaheli.
Dengan demikian kita benar-benar bukan orang luar."
Mendengar kata-kata Kilatsih, Prajaka terkejut sampai
berjingkrak. Dengan suara tertahan ia berseru.
"Pantaslah engkau begini hebat! Kiranya engkau murid
Sang Adipati Surengpati!"
Gadis yang berada didekatnya pun heran bukan kepalang.
Dengan pandang penuh selidik ia mengawasi Kilatsih dari kaki
sampai kepalanya. "Dia bernama Kilatsih, kedengarannya
seperti nama perempuan! Apa ia sedang main gila?" katanya
di dalam hati. Kilatsih tidak mengindahkan sikap si gadis katanya
meneruskan. "Guruku mengagumi gurumu semenjak lama. Hanya
sayang, sampai sebegitu jauh, guruku tidak memperoleh
kesempatan untuk dapat bertemu. Maka sekarang
perkenankanlah aku mewakili Guru untuk menghadap Eyang
Dipajaya. Mohon dengan hormat hendaklah adik Antariwati
sudi mengantarkan aku menghadap padanya."
"Terima kasih. Sebenarnya tak berani kami berdua
menerima kunjunganmu," sahut Prajaka mendahului
Antariwati. Adipati Surengpati adalah seorang pendekar yang
termashyur semenjak puluhan tahun. Dia termasuk dalam
deretan nama tujuh pendekar yang tiada tandingannya di
seluruh penjuru tanah air. Meskipun demikian Kilatsih bersikap
rendah hati. Itulah sebabnya Prajaka menjadi-malu sendiri. Ia
memang seorang pemuda jujur dan polos hati. la pun heran
atas sikap adik seperguruannya yang nampak kaku.
1116 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Murid Adipati Surengpati ternyata seorang sopan santun.
Kenapa adikku menuduh dia bersikap kurang ajar..." Selagi
berpikir demikian tiba-tiba ia mendengar adik seperguruannya
berkata: "Taruh kata pamanku berada di rumah, dia pasti
tidak akan sudi menerima engkau." Hati gadis itu agaknya
masih panas pula. Apalagi dia tadi menduga Kilatsih sebagai
pemuda yang sedang main gila.
"Adik...! Kau kenapakah...?" seru Prajaka dengan suara
heran. Hendak ia membuka mulutnya lagi, tetapi Antariwati
sudah memotongnya. Dengan mata melotot Antariwati
membentak: "Kau... kau... kenapa?"
Sebenarnya Prajaka hendak menegur sikap adik
seperguruannya yang kaku itu. Akan tetapi kata-katanya
terpotong, lalu mengalihkan pembicaraan.
"Bukankah Guru sudah pulang" Kenapa adik berkata bahwa
Guru kini tiada di rumah?"
"Siapa bilang Paman sudah pulang?" sahut Antariwati
sengit. Prajaka tercengang.
"Bukankah engkau sendiri yang berkata demikian..."
"Kau lagi melihat setan barangkali! Kapan aku berkata
begitu?" bantah Antariwati.
Mendengar bentakan itu Prajaka makin heran. Nampaknya
terhadap adik seperguruannya ia sudi mengalah. Kali ini pun ia
mengalah pula. "Mungkin sekali aku salah dengar. Anjing Belanda tadi
berkata bahwa Guru sudah pulang. Itulah sebabnya aku
pulang kemari hendak membuktikan."
"Memang beberapa hari yang lalu, Paman membicarakan
tentang selembar surat. Katanya untuk selembar surat itu ia
bakal pulang kembali. Heran sungguh. Belum lagi Paman
menginjak halaman rumah, anjing-anjing Belanda sudah
mencium jejaknya. Benar-benar tajam moncongnya. Syukur
1117 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dia tadi kena tikam pundaknya...!" kata Antariwati. Tiba-tiba ia
berhenti berbicara. Teringatlah dia, bahwa yang menikam
pundak Letnan Mangunsentika tadi, Kilatsih.
"Jika begitu, nampaknya aku tidak berjodoh untuk dapat
menghadap pamanmu," kata Kilatsih. Ia agaknya menyesal.
Antariwati tetap bersikap tawar. Sama sekali ia tidak
menyahut. Hati Kilatsih menjadi tak enak sendiri. Ia tahu apa sebab
gadis itu bersikap kaku terhadapnya. Tadi ia memperlakukan
gadis itu dengan sikap kurang manis. Sebenarnya apabila ia
mau merubah sikap dan mau memohon maaf, pastilah
Antariwati akan berubah. Akan tetapi Kilatsih sendiri seorang
gadis yang angkuh hati. Karena terpaksa ia membungkuk
hormat seraya. "Aku datang kemari semata-mata membawa pesan ayah
angkatku Sorohpati untuk menyampaikan kata-kata Seratus
Jurus. Baiklah, sekarang aku mohon diri."
"Terima kasih atas bantuanmu tadi, saudara!" sahut
Prajaka seraya membalas hormat. "Apakah saudara tidak
menghendaki arti kata-kata Seratus Jurus itu" Itulah kata-kata
sandi tentang rumpun seratus keluarga. Rupanya ayah
angkatmu termasuk rumpun seratus keluarga. Dengan
sendirinya termasuk rumpun kami pula."
Sengaja Prajaka menjelaskan arti kata-kata sandi seratus
jurus. Maksudnya hendak mengesankan kepada adik
seperguruannya, bahwa Kilatsih, bukan orang luar. Kata-
katanya itu lebih ditujukan kepada adik seperguruannya
daripada kepada Kilatsih.
Sebaliknya mendengar keterangan Prajaka, Kilatsih heran.
Rumpun seratus keluarga" Apa artinya rumpun seratus
keluarga itu" Menurut tutur kata Ayundanya, pada masa
mudanya Dipajaya dan Sirtupelaheli hidup sebagai suami istri,
memusuhi rumah perguruan Gagak Seta. Kemudian masing-
1118 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
masing mengambil jalannya sendiri. Ayundanya Titisari
mengesankan berulang kali bahwa Sirtupelaheli mengincar
surat rahasia Bende Mataram yang dititipkan kepada ayah
angkatnya. Rupanya ayundanya Titisari tidak mengetahui
bahwa ayah angkatnya justru termasuk rumpun keluarga
seratus, yang berarti mempunyai hubungan erat sekali dengan
Dipajaya. Dengan pikiran penuh, Kilatsih kembali ke kota. la
membiarkan Megananda berjalan perlahan-lahan menyusuri
jalan pegunungan yang berliku-liku. Kala itu matahari telah
tenggelam dan cuaca menjadi gelap. Bintang-bintang bersinar
lembut di angkasa. Seluruh alam menceritakan kelelahannya masing-masing.
Sebaliknya hati Kilatsih terombang-ambing oleh rasa
pergumulan yang terjadi dalam dirinya. Itulah pergumulan
seru antara rasa kebajikan dan kasih sayang.
la kasih sayang terhadap ayah angkatnya, Sorohpati yang
merawatnya dengan penuh perhatian semenjak kanak-kanak.
Sampai pada siang hari tadi ia masih menganggap ayah
angkatnya seorang pendekar yang patut menjadi tokoh
teladan. Tetapi setelah dihadapkan pengalaman baru,
kedudukan ayah angkatnya barulah menjadi tokoh yang
berteka-teki. Tetapi Kilatsih adalah seorang yang keras hati. Selamanya
hatinya tak pernah merasa puas terhadap segala persoalan
yang masih gelap baginya. Maka ia memutuskan hendak
membuat penyelidikan. Katanya di dalam hati, aku tak boleh
percaya hanya pada omongan mereka saja. Di sengaja atau
tidak, mereka menyinggung-nyinggung kata-kata rumpun
keluarga seratus dan surat sandi. Apa maksudnya" Lagi pula
belum tentu arti kata rumpun keluarga seratus berarti buruk.
Mengapa belum-belum aku sudah menaruh prasangka jelek"
Baiklah. Malam ini aku akan membuat penyelidikan siapa tahu
aku mendapat kemajuan. 1119 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kota Waringin sebenarnya belum boleh di sebut kota besar.
Katakan saja menilik luasnya, Kota Waringin adalah sebuah
dusun besar. Akan tetapi pada waktu itu Kota Waringin
merupakan pusat urat nadi lalu lintas. Maka penduduknya
lumayan juga jumlahnya. Di dekat sebuah pasar bebas
terdapat sebuah penginapan. Kilatsih lalu menginap di rumah
penginapan tersebut. Setelah mengurusi kudanya, segera ia
memasuki kota untuk mencari rumah makan. Selagi menyusuri
jalan perkampungan tiba-tiba ia mendengar derap sepatu.
Hatinya jadi tertarik. Derap sepatu itu datang dari arah jalan
besar. Segera ia berlindung di bawah atap yang agak gelap.
Di dekat sebatang pohon lebat, ia mendengar suara
seseorang yang berkata-kata dengan perlahan, la merasa
kenal suara itu. Terdorong oleh rasa ingin tahunya, Kilatsih
melompat ke atas atap rumah. Dari atap rumah ia melompat
ke atas pohon. Dalam hal ilmu melenyapkan suara, ia mahir
sekali. Ia heran dan terkejut tatkala melihat siapa yang sedang
berbicara itu. Ternyata dia Kapten Wiranegara. la sedang
berbicara dengan seorang pemuda yang berperawakan
ramping semampai. "Kapten! Engkau tiba-tiba datang ke Kota Waringin.
Mengapa dan untuk apa" Di wilayah Kota Waringin sama
sekali tiada tanda-tanda suatu pemberontakan?" kata pemuda
itu. "Saudara Tarupala!" sahut Kapten Wiranegara dengan
tertawa. "Hidup sebagai serdadu harus bisa hidup seperti
binatang. Empat, lima hari yang lalu aku berada di Kota
Magelang dan hari ini berada di Kota Waringin. Apakah
bedanya" Mengapa engkau heran?"
Mendengar Kapten Wiranegara menyebut nama Tarupala,
hati Kilatsih terkejut. Jadi dialah orangnya yang di sebut-sebut
Prajaka. Pastilah dia kakak seperguruannya.
"Kapten! Engkau adalah komandan laskar istana
Kasultanan. Tempatmu yang benar di Yogyakarta. Semua
1120 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tugas militer, bukankah tak perlu engkau sendiri yang
menyelesaikan?" "Aku datang kemari justru atas perintah Sultan sendiri,
untuk bertemu denganmu," sahut Kapten Wiranegara cepat:
"Tadi siang kita berada di antara orang banyak sehingga tiada
leluasa untuk membicarakan hal ini."
Mendengar keterangan Kapten Wiranegara, Tarupala
terbelalak. "Titah Sri Sultan untuk menemui aku?"
"Sebenarnya inilah atas kehendak ayahmu, Aria Sumadilaga
dan Sultan sendiri menyetujui. Bukankah dengan demikian
sama saja artinya." Kapten Wiranegara memberi penjelasan.
Tarupala tidak berkata lagi. Dengan sepintas saja dapatlah
ia menduga latar belakangnya. Rupanya ayahnya, Aria
Sumadilaga Bupati Menoreh, menghadap Sri Sultan untuk
memohon bantuan, agar Kapten Wiranegara diperintahkan
mencari dirinya atas nama raja. Memperoleh dugaan
demikian, lantas saja ia bertanya: "Kabar apa yang kau bawa"
Sehingga Sri Sultan sendiri memberi perintah untuk mencari
diriku?" "Ayahmu berpesan agar engkau jangan bercampur gaul
dengan gerombolan-gerombolan liar yang menyatakan dirinya
sebagai laskar pejuang keadilan," sahut Kapten Wiranegara
dengan suara tegas. "Ayahmu berkata bahwa di antara orang-
orang liar di dalam gerombolan liar yang menyatakan diri
sebagai laskar pejuang itu sesungguhnya terdapat bermacam-


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

macam golongan sampai kepada segala penjahat dan bangsat.
Mereka berkumpul hanya untuk tujuan memuaskan diri
sendiri." "Kudengar pemerintahan Patih Danureja sangat
menyakitkan hati rakyat. Beberapa pemimpin rakyat yang
mereka cintai, disingkirkan dari tata pemerintahan. Bukankah
1121 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
demikian" Itulah sebabnya mereka lantas bersatu padu untuk
menyatakan gugat," ujar Tarupala.
"Aha. Gusti Patih Danureja adalah seorang hamba
Kesultanan yang pandai memerintah. Pastilah beliau
mempunyai alasan-alasan tertentu apa sebab menyingkirkan
orang-orang tersebut dari pemerintahan. Biarlah kita lupakan
saja persoalan yang menyangkut pemerintahan," kata Kapten
Wiranegara. Engkau adalah putera seorang Bupati yang besar
pengaruhnya. Karena itu tidaklah pantas bergaul dengan
segala penjahat dan bangsat yang hanya menerbitkan huru-
hara saja. Kalau pemerintah sampai mengambil tindakan
engkau bisa kena rembet. Itulah sebabnya aku diutus Sri
Sultan untuk menyampaikan pesan ayahmu agar engkau
mengerti persoalan ini dengan jelas."
Tarupala membungkam mulut. Rupanya ia mempunyai
pendapatnya sendiri tentang pergerakan rakyat yang terjadi
dimana-mana. Tetapi pendapat ayahnya yang disetujui oleh
Sri Sultan, tak boleh diabaikan begitu saja. Untuk sesaat
lamanya ia berbimbang-bimbang. Ia ibarat seseorang yang
maju mundur menghadapi arus sungai yang menghadang
didepannya. Selagi dalam keadaan demikian, Kapten
Wiranegara berkata lagi. "Ayahmu menghendaki engkau pulang dengan segera.
Sekarang ini pergerakan rakyat dimana-mana sudah dapat
dipadamkan. Beberapa hari yang lalu kami berhasil menyapu
bersih pentolan-pentolan penyamun yang berkumpul di Kota
Magelang. Meskipun demikian, untuk menjaga
kemungkinannya, kita harus selalu siap dan ber-waspada.
Maka bantuan saudara Tarupala sangat dibutuhkan
pemerintah." Tarupala masih tetap berbimbang-bimbang. Pandang
matanya kabur seperti ada sesuatu yang mengkait benaknya.
Ia menatap wajah Kapten Wiranegara dengan pikiran kosong.
1122 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saudara Tarupala. Engkau seorang pemuda yang penuh
harapan di masa datang. Karena itu engkau harus pandai dan
membiasakan mengambil keputusan dengan cepat," ujar
Kapten Wiranegara. Ucapan Kapten Wiranegara membuat Tarupala tersadar.
"Nanti dulu, hal ini biarlah kupikirkan dahulu masak-masak.
Apakah Kapten pernah bertemu dengan ayahku" Bagaimana
kabar beliau?" "Ayahmu diperbantukan di Kota Raja," kata Kapten
Wiranegara. "Akan tetapi jabatan sebagai Bupati Menoreh
masih berada ditangannya. Bahkan dengan kedudukannya
yang baru ini, berarti beliau merangkap dua jabatan
sekaligus." Gundu mata Tarupala bergerak selintasan.
"Baiklah, aku akan segera pulang."
"Bagus!" seru Kapten Wiranegara kegirangan. "Apakah kita
berangkat sekarang juga?"
"Tunggu dua atau tiga hari lagi," jawab Tarupala dengan
suara pasti. Empat detik Kapten Wiranegara menimbang-nimbang.
"Dua atau tiga hari lagi, rasanya tiada halangan. O, ya.
Masih ada sebuah pesan lagi untukmu."
"Pesan" Apa itu?" Tarupala heran.
"Kecuali kedatanganku ini untuk menyampaikan kehendak
ayahmu, sesungguhnya akupun ditugaskan untuk
membantumu," jawab Kapten Wiranegara.
"Menangkap seorang penjahat" Aku bukannya hamba
Sultan. Mengapa justru aku yang diperintah menawan
penjahat itu" Mungkin sekali Kapten salah dengar atau salah
tafsir," sahut Tarupala.
1123 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak! Aku tidak salah dengar atau salah tafsir. Sebab
penjahat itu sesungguhnya adalah gurumu sendiri."
"Kau bilang apa" Guruku" Apa guruku seorang penjahat..."
seru Tarupala dengan suara tinggi.
"Sst! Meskipun kota ini sunyi senyap, akan tetapi besar
kemungkinannya dinding rumah bertelinga!" Kapten
Wiranegara memperingatkan. Kemudian dengan suara
setengah berbisik ia melanjutkan: "Gurumu bukankah
Dipajaya" Pada zaman tiga empat puluh tahun yang lalu,
gurumu itu pernah merusak calon permaisuri raja. Kemudian
ia mempunyai cita-citanya sendiri hendak merebut tahta
kerajaan. Tahukah engkau bagaimana cara gurumu hendak
merebut tahta" Selama itu dengan mempertaruhkan seluruh
hidupnya dia berusaha mencari rahasia pusaka tanah Jawa."
Mendengar keterangan Kapten Wiranegara, Tarupala
berdiri tertegun-tegun dengan mulut ternganga. Ia tak ubah
orang kaget mendengar guntur yang tiba-tiba mengguruh
didepannya. Dalam detik itu beberapa kejadian berkelebatan
di depan matanya. Sepuluh tahun yang lalu, tatkala ia sedang
bermain-main di halaman rumah, tiba-tiba datang mendekat
seorang laki-laki yang berusia kurang lebih enam puluh tahun.
Dialah Dipajaya gurunya kini.
Tatkala itu ia lagi berumur empat belas tahun. Ayahnya
memangku jabatan patih di Purworejo. Orang tua tersebut
mengajak menjauhi rumahnya beberapa ratus meter. Ia diberi
sebungkus gula-gula. Setelah memakan gula-gula pemberian
itu, ia lantas saja patuh kepada si orang tua. Sejak hari itu
pula, ia menjadi muridnya. Akan tetapi Dipajaya berpesan
dengan sungguh-sungguh agar ia merahasiakan pertemuan
tersebut. Selagi berbicara tiba-tiba datanglah dua orang opas. Kedua
orang itu adalah pengawal pribadi ayahnya. Mereka bekas
penjahat ulung yang kena sekap alat negara. Kemudian takluk
kepada ayahnya. Hebat tenaga mereka. Tangannya keras
1124 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bagaikan besi dan sanggup menghancurkan batu-batu besar.
Merekapun pandai mengunakan senjata panjang dan pendek.
Sekali-kali pernah ia mengajari beberapa jurus Tarupala.
Dengan demikian kedudukan mereka selain menjadi pengawal
pribadi ayahnya, juga menjadi guru Tarupala setengah resmi.
Demikianlah tatkala mereka muncul. Tarupala segera
memperkenalkan kepada Dipajaya. Mendengar bahwa mereka
berdua pernah memberi satu-dua jurus kepada Tarupala,
Dipajaya segera berkata dengan menghela napas.
"Sayang, sayang...! Bakat begini bagus kalian rusak tak
keruan..." Sadil dan Bandel demikianlah nama mereka berdua jadi
bersakit hati mendengar teguran Dipajaya. Akan tetapi mereka
bekas penjahat berpengalaman. Dapat mereka membawa diri.
Dengan berpura-pura menyesal.
"Kami ini memang tidak selayaknya menjadi guru Denmas
Tarupala. Apa yang kami berikan kepada Denmas Tarupala
sesungguhnya hanya satu iseng belaka. -
Mendadak saja, di luar dugaan siapapun juga, mereka
berdua menyerang berbareng dari kiri dan kanan. Sadil
bersenjata cem-puling. Sedang Bandel membawa sebuah
penggada besi. Diserang mendadak itu Dipajaya tidak menjadi
gugup. Dengan kedua tangannya, ia menangkis dan kedua
senjata Sadil dan Bandel terlepas beran-takan. Dengan sekali
berkelebat, mereka berdua roboh berbareng.
Tarupala masih berumur empat belas tahun, akan tetapi
sudah dapat membedakan perbuatan benar dan tidak.
Menyaksikan sepak terjang Sadil dan Bandel yang menyerang
Dipajaya dengan mendadak itu, ia marah.
"Hai! Kenapa kalian tidak mengerti sopan-santun?"
1125 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tak usahlah engkau mendampratnya..." Cegah Dipajaya
dengan suara sabar. "Masing-masing telah mendapatkan
bagiannya." Sekarang nampaklah dengan nyata, bahwa Sadil menderita
salah urat. Lengannya lunglai tak bertenaga dan bengkak.
Kelima jari-jarinya jadi kaku tak dapat digerakkan sama
sekali. Tetapi sebenarnya dia tidak hanya menderita demikian
saja. Seluruh ilmu saktinya musnah pada saat itu juga.
Bandel pun menderita demikian juga. Pundaknya agak
turun seperti orang sakit bengek3). Itulah suatu tanda, bahwa
himpunan tenaga saktinya musnah pula dan tanpa membuka
mulut lagi, mereka berdua pergi meninggalkan tempat itu.
Setelah mereka berdua pergi, dengan resmi Tarupala minta
kepada Dipajaya untuk menjadi gurunya. Dipajaya tidak
menolak, hanya saja ia menambahi satu syarat lagi. Selain
harus merahasiakan pertemuan itu, Tarupala diwajibkan patuh
kepada setiap patah katanya. Tarupala menyanggupi dan
menyatakan tidak keberatan untuk mengikuti gurunya kemana
dia pergi. Tetapi Dipajaya berkata dengan tertawa.
"Bagaimana aku dapat membawamu pergi dari sini"
Engkau anak seorang pembesar tinggi. Bukankah aku nanti di
dakwa menculikmu?" Tarupala lantas mohon penjelasan, bagaimana caranya bisa
mewarisi ajarannya. Jawab Dipajaya pendek.
"Aku akan mengajarimu dasar-dasar pokoknya terlebih
dahulu. Selama satu tahun, aku akan mendidikmu empat kali
berturut-turut. Karena itu engkau harus bertekun dengan
sungguh-sungguh! Setiap tiga bulan sekali, datanglah engkau
ke tempat ini, bertemu dengan aku. Apabila aku pandang
sudah cukup memahami dasar-dasar pokoknya barulah kita
berdua, merencanakan pelajaran-pelajaran selanjutnya. Kalau
perlu, engkau akan kubawa pergi ke padepokanku.
Bagaimana?" 1126 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tanpa berpikir lagi Tarupala segera menerima syarat-syarat
dan rencana gurunya. Dengan sungguh-sungguh ia belajar
menekuni ajaran-ajaran dasar pokok ilmu sakti Dipajaya.
Setelah faham, ia mendapat tambahan pendidikan selama
empat tahun. Dan setiap tiga bulan sekali, Tarupala menunggu
kedatangan gurunya ditempat pertemuan mereka yang
pertama kali. Ditempat pertemuan itu ia ditilik dan diuji.
Selama itu Tarupala tak pernah kecewa terhadap gurunya.
Benar-benar ia seorang pemuda yang berbakat. Ia pun pandai
membagi waktu pula. Pada siang hari ia belajar tata berkelahi,
dan pada malam hari ia menekuni ilmu-ilmu pengetahuan
dibawah asuhan guru-guru undangan ayahnya. Dengan
demikian ia tumbuh menjadi seorang pemuda yang memikili
otak cemerlang dan kepandaian tinggi.
Setelah berumur sembilan belas tahun, ia mulai mengikuti
gurunya, ia dibawa ke padepokan. Tentu saja kepergiannya itu
atas sepengetahuan ayah bundanya. Di padepokan itu ia
diperkenalkan kepada Antariwati, keponakan gurunya. Dengan
dia Tarupala selalu berlatih bersama.
Beberapa tahun kemudian tiba-tiba Dipajaya menerima
murid baru. Dialah Prajaka seorang pemuda yang nampaknya
kasar. Dengan ditemani kedua adik seperguruannya itu.
Tarupala memperoleh tambahan ragam ilmu sakti selama
tujuh tahun. Setiap setahun sekali Tarupala diperkenankan
menengok orang tuanya yang kini sudah menjadi seorang
bupati memerintah wilayah Kabupaten Menoreh. Pada saat-
saat itu sepak terjang gurunya nampak berubah. Dia sering
bepergian dan jarang pulang ke rumah. Setiap kali Tarupala
melihatnya bermenung-menung. Lalu, pada suatu malam
gurunya mengamat-amati sebatang pedang yang berada di
tangannya. Saban-saban ia pun mengawaskan selembar
kertas yang berada di atas meja dengan ter-longong-longong.
1127 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tatkala Tarupala melintas dengan hati-hati, ia segera
memanggil. "Tarupala! Bagaimana pendapatmu tentang pedang ini?"
Tarupala terkejut tatkala dirinya di panggil dengan
mendadak, ia takut kena salah. Akan tetapi mendengar kata-
kata gurunya itu, hatinya agak berlega.
"Apakah ini bukan pedang gurunya?"
Dipajaya tertawa melalui dadanya. Berkata sambil
membolang-balingkan pedang ditangannya.
"Menurut kabar, inilah pedang berasal dari Banten. Dahulu
milik Ratu Bagus Boang. Dengan pedang ini, Ratu Bagus
Boang berjuang merebut negara. Entah apa alasannya,
pedang ini berada di tangan seorang sahabatku. Kemudian
jatuh ditanganku secara kebetulan saja."
Jelas sekali, banyak hal-hal yang disembunyikan gurunya,
akan tetapi Tarupala sudah barang tentu tidak berani
mendesak. Ia hanya bersikap mendengarkan saja. Dan tatkala
ia melihat mengarah selembar kertas yang berada diatas meja
Dipajaya, segera memasukkan kedalam sakunya dengan
membungkam mulut. Dan kini, Kapten Wiranegara
menyinggung-nyinggung pekerti gurunya tentang pusaka
tanah Jawa. Apakah pedang itu yang dimaksudkan" Atau
selembar kertas yang selalu direnunginya"
Kapten Wiranegara menuduh guru merusak calon
permaisuri Sultan, pikirnya di dalam hati. Sultan yang mana"
Dan siapakah calon permaisuri itu"
Demikianlah, Tarupala jadi termangu-mangu, mendengar
kata-kata Kapten Wiranegara. Tarupala seorang pemuda yang
cerdik dan pandai, akan tetapi pada saat itu ia mati kutu.
Bagaimana mungkin dia bisa bisa berlawan-lawanan dengan
gurunya sendiri" Itulah suatu pekerti yang tak terampunkan
lagi. Akan tetapi yang memberi perintah adalah ayahnya
1128 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sendiri. Sultan pun merestui, bahkan menyetujui. Perintah ini
pun tidak boleh diabaikan.
Kilatsih yang berada di atas pohon tetap menajamkan


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pendengaran dan penglihatannya. Seolah-olah lagi
menghadapi suatu hal yang menentukan, ia tak berani lengah
sedikitpun jua, ia melihat Tarupala terlongong-longong. Itulah
suatu tanda bahwa Tarupala berada dalam simpang persoalan
yang ruwet sekali. Dalam kesenyapan itu, tiba-tiba terdengar dehamnya
Kapten Wiranegara yang menjadi tak sabar lagi.
"Saudara Tarupala! Engkau seorang pemuda yang berbakat
bagus. Kecuali ilmu kepandaianmu tinggi, otakmu cerdas pula.
Pastilah engkau bisa membedakan antara baik dan buruk.
Pasti pula engkau bisa melihat gurumu seorang yang
berpekerti jahat atau tidak. Mengapa engkau termangu-
mangu" Apakah engkau tidak percaya kepada keteranganku
ini" Kau boleh minta keterangan kepada ayahmu. Bahkan
engkau diperkenankan menghadap baginda sendiri agar
engkau yakin." Tarupala menghela napas. "Justru percaya kepada keteranganmu, aku menjadi
termangu-mangu. Apa sebab engkau menyinggung-nyinggung
tenteng nilai budi seseorang" Anak berumur empat tahunpun
dapat membedakan pekerti baik dan buruk menurut
naluriahnya. Sesungguhnya apa maksudmu?"
Kapten Wiranegara tertawa. Dia seorang licin.
"Syukurlah, kalau kau sadar akan hal itu. Akan tetapi
dapatkah engkau menilai angkatan kedudukan antara raja,
ayah dan guru?" Diperlakukan sebagai seorang murid lagi menghadapi ujian
melit, Tarupala tersinggung kehormatannya.
1129 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mengapa engkau tidak membandingkan sama sekali
dengan langit dan bumi?"
Kapten Wiranegara tertawa lebar sampai tubuhnya
tergoncang-goncang. "Memang, kecuali langit dan bumi, Raja mempunyai
kedudukan yang paling tinggi.
Kemudian ayah bunda. Selain itu, barulah guru. Dengan
demikian pertalian antara murid dan guru, sesungguhnya yang
paling rendah " "Jadi Kapten hendak mengajari aku melawan guruku?"
bentak Tarupala. Kapten Wiranegara tidak menjawab. Lagi-lagi ia tertawa
lebar. Hati Tarupala menggigil mendengar bunyi tertawanya.
TARUPALA BERGSAHA MENENANGKAN HATINYA.
Kemudian menatap Kapten Wiranegara dengan heran. Tetapi
dia memang seorang pemuda cerdas. Sebentar saja tahulah
dia bahwa Kapten itu telah diajari ayahnya. Mau ia membuka
mulutnya, tetapi tiba-tiba Kapten Wiranegara sudah
menyahut. "Bagaimana aku berani mengajarimu menjadi manusia
yang tak mengenal budi" Yang kumaksudkan agar anak
keturunan Adipati Sumadilaga tidak menjadi pengkhianat
terhadap raja." "Jadi maksudmu apabila aku tidak melaksanakan perintah
raja akan mengancam kedudukan ayahku?" Tarupala
menegas. Ia pun tak sudi menjadi pemuda yang dikemu-dian
hari terkenal sebagai pengkhianat raja.
Kapten Wiranegara menghela napas.
"Memang kemungkinan besar akan terjadi kemudian."
1130 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar jawaban Kapten Wiranegara Tarupala menjadi
pucat lesi. la jadi semakin bingung. Sebaliknya Kapten
Wiranegara adalah seorang perwira yang berpengalaman dan
licin. Melihat pemuda itu pucat-lesi, terus saja ia memainkan
peranannya. "Sekarangpun sebenarnya ayahmu sedang menjalani
tahanan halus!" "Tahanan halus bagaimana?" Tarupala terperanjat.
"Bukankah engkau tadi bilang bahwa Ayah mendapat tugas
penting di ibu kota?"
"Benar! Tetapi masakan engkau tak mengenal permainan
orang-orang penting?" sahut Kapten Wiranegara. "Makin tinggi
pangkat seseorang, makin lupa ia akan arti persahabatan.
Yang diingatnya hanyalah bagaimana caranya hendak
mempertahankan kedudukannya yang memberi surga bahagia
baginya... Demikian pulalah raja pada saat ini. Sri Baginda
merasa dirinya terancam oleh sepak terjang Pangeran
Diponegoro. Itulah sebabnya Gusti Patih Danureja mengambil
tindakan cepat. Pangeran Diponegoro segera dikirim pulang ke
Tegal Rejo. Akan tetapi pengikut-pengikutnya mulai bergerak
dan membuat huru-hara dimana-mana untuk menyatakan
rasa tidak puasnya kepada pemerintah yang dianggap
bertindak sewenang-wenang dan tidak adil. Gurumu adalah
salah seorang yang menentang kebijaksanaan Sri Baginda. Ia
tak dapat digolongkan dengan Pangeran Diponegoro. Akan
tetapi seperti kataku tadi ia mempunyai cita-citanya sendiri,
yaitu ingin ia memiliki pusaka tanah Jawa untuk merebut tahta
Kerajaan Yogyakarta. Itulah sebabnya engkau salah seorang
putera Bupati Menoreh yang termashyur semenjak belasan
tahun yang lalu diharapkan Sri Baginda untuk menangkap
gurumu itu. Aku sendiri mengharapkan agar engkau menjadi
seorang pemuda yang dapat membedakan kedudukan
seorang raja dan guru dalam persoalan hidup."
1131 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kata-kata Kapten Wiranegara itu bukan main dahsyatnya
bagi pendengaran Taru-pala. Hatinya memukul keras dan
tubuhnya sampai bergemetaran. Tak tahu ia apa yang harus
dilakukan. Akhirnya ia mencoba.
"Kalau aku mengkhianati guru, pastilah aku bakal dikutuk
orang diseluruh kolong langit ini..."
"Benar, saudara Tarupala!" sahut Kapten Wiranegara.
"Akan tetapi bila ayahmu sampai menderita karena engkau,
maka engkau adalah seorang putera yang berkhianat terhadap
orang tua. Dosamu ini tidak akan terhapus dan tidak mungkin
kau cuci bersih dengan air dimanapun juga...."
"Saudara Kapten! Aku sudah mengerti kehendakmu."
Potong Tarupala membentak. "Hal ini biarlah aku pikirkan
dahulu masak-masak...."
Kilatsih kagum mendengar keputusan Tarupala berbareng
khawatir pula. Pikirnya didalam hati, malam ini akan ada
keputusan yang menentukan. Tarupala seorang gagah
sejati atau manusia hina-dina...... Kilatsih
menghormati gurunya diatas orang tua sendiri. Mungkin
sekali karena semenjak kanak-kanak ia tiada berorang tua
lagi. Akan tetapi, biar bagaimanapun juga, perbuatan menjual
guru untuk memperoleh pangkat besar dalam pemerintahan
adalah suatu dosa yang tak terampun. Apalagi, Dipajaya
adalah seorang gagah kenamaan yang seimbang dengan
gurunya, Adipati Surengpati.
Dalam kesenyapan malam itu, tiba-tiba terdengar siulan
panjang. Lalu terdengar suara orang menyanyi panjang dan
pendek. Tatkala itu Kapten Wiranegara telah meninggalkan
pertemuan. Begini bunyi nyanyian itu:
enam puluh kali aku melihat musim kemarau dan musim
hujan, aku berjalan dari timur ke barat, selatan dan utara.
1132 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tujuh tahun lagi aku bermain di dalam cuaca yang selalu
berubah-ubah, dengan pedang mustika ditangan kanan, dan
tulisan sandi pusaka sakti di tanah Jawa,
hatiku bahagia dan malam ini aku berdendang,
yang kurasa hanya dingin, beku
Setelah kalimat terakhir hilang dari pendengaran,
muncullah orangnya. Dialah Dipajaya yang berjalan sambil
menyentil-nyentil pedang yang berada ditangan kanannya.
Melihat gurunya, Tarupala tergoncang hatinya. Lantas saja
ia datang menyambut. "Apakah guru baru saja tiba?"
"Aaa, anakku Tarupala! Dua tahun kita tak pernah bertemu.
Sebenarnya tadi siang aku hendak menemuimu untuk
berbicara berkepanjangan tentang pengalamanku. Hari ini aku
merasa sangat puas. Hatiku gembira sehingga tak dapat tidur
lagi. Kiranya engkau pun belum tidur pula. Kenapa engkau
sampai kemari" Hai! Kenapa engkau" Mengapa engkau jadi
pucat begini?" "Aku sangat letih, Guru." Cljar Tarupala dengan hati
memukul. "Tapi tidak mengapa. Guru, apakah pedang itu
pedang mustika?" Dipajaya tertawa terbahak-bahak.
"Apakah engkau senang melihat pedang ini" Ilmu
pedangmu maju sangat pesat. Sebaliknya tidak demikianlah
halnya yang terjadi dengan kedua adikmu: Antariwati dan
Prajaka Sindungjaya. Sama sekali tak pernah kuduga, bahwa
ilmu pedang keluarga Dipanala bisa kau warisi dengan
mudah." Ia berhenti sebentar mengesankan. Kemudian
meneruskan. "Dua tahun ini boleh dikatakan aku pergi tanpa
pamit. Tetapi selama itu aku berhasil menciptakan beberapa
jurus istimewa. Besok bila ada waktu terluang, aku akan
menurunkan semuanya itu kepadamu. Dengan demikian
1133 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
puaslah sudah hatiku karena engkau sudah mewarisi semua
ilmu pedang keluarga Dipanala dengan sempurna. Hal itu
berarti pula aku tidak sia-sia mendidikmu menjadi seorang
pendekar tanpa tandingan di dunia ini."
Biasanya Tarupala akan girang bukan kepalang apabila
gurunya hendak menurunkan jurus baru kepadanya. Malahan
untuk menyatakan rasa terima kasihnya ia bersedia
bersembah. Akan tetapi kali ini hatinya tidak tenang. Rasa
suka cita dan gembiranya lenyap dari perbendaharaan
hidupnya. Tentu saja hal itu membuat heran Dipajaya.
"Apa engkau kurang sehat, anakku?" tanyanya halus.
Tarupala tidak menjawab. Hatinya kebat-kebit. la
membalas dengan pertanyaan pula.
"Guru! Sesungguhnya darimana Guru memperoleh pedang
itu?" Mendengar pertanyaan itu, Dipajaya terkejut ia pun
membalas bertanya pula. "Apa sebab engkau menanyakan tentang pedang ini?"
"Ahh, tidak apa-apa..." sahut Tarupala dengan suara tak
lancar. Justru Tarupala menjawab demikian Dipajaya lantas
mendesak. Katanya dengan suara keras.
"Siapakah yang menyuruhmu menanyakan tentang pedang
ini?" "Tidak ada. Sama sekali tiada yang menyuruh," sahut
Tarupala. Dengan pandang tajam, Dipajaya menatap wajah
muridnya. "Tatkala kita bertemu untuk pertama kali, engkau telah
berjanji kepadaku. Bukankah seorang murid wajib tunduk dan
1134 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
patuh kepada guru" Engkau sendirilah yang berjanji demikian.
Masih ingatkah?" "Ingat, Guru!" "Kalau begitu, kenapa engkau sekarang berdusta kepada
gurumu" Kenapa engkau menanyakan tentang pedang ini"
Siapa yang menyuruh?" desak Dipajaya lagi.
"Guru, maafkan aku...." kata Tarupala. Kemudian
meneruskan dengan suara gemetar "Apakah pedang ini Guru
peroleh dari istana Sultan?"
Tercengang Dipajaya mendengar pertanyaan muridnya.
Setelah menimbang-nimbang sejenak, tiba-tiba ia tertawa
terbahak-bahak. "Hhaa, inilah yang dinamakan menepuk air didulang. Tak
urung menyiram muka sendiri. Memang! Memang, pedang ini
kuperoleh dari istana Sultan Yogyakarta. Dengan tanganku
sendiri aku membawa keluar istana. Tegasnya akulah yang
mencuri pedang ini. Mengapa demikian" Hmm, sebatang
pedang mustika disimpan saja dalam istana, artinya menyia-
nyiakan jerih payah penciptanya di zaman kuno. Apakah tidak
tepat bila kubawa keluar istana demi kebajikan sejarah
kemanusiaan?" Tarupala tidak berani membuka mulutnya. Dengan
pandang kosong ia mengawaskan gurunya menyentil-nyentil
pedang itu. Dan begitu kena sentilan, pedang mustika itu
mendengung nyaring dan panjang seperti aum harimau
kelaparan. Setelah menyentil pedang, Dipajaya tertawa riuh.
"Demi pedang ini, aku rela, menjadi orang buruan. Aku lari
dari barat ke timur dan dari selatan ke utara. Dan selama itu
tak pernah aku menyesal." Setelah berkata demikian, ia
memandangi muridnya. Berkata lagi dengan suara keras.
"Coba katakan padaku, siapa yang menyuruhmu menanyakan
tentang pedang ini!"
1135 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kapten Wiranegara," sahut Tarupala, pendek tegas.
"Sekarang, dimana dia?" desak Dipajaya. "Suruh dia datang
menemui aku!" "Dengan membawa-bawa nama raja ia memaksa ayahku.
Dan ayahku memaksa aku." Tarupala mencoba menerangkan.
"Kemudian... kemudian... Ayah memerintahkan aku lewat
mulut Kapten Wiranegara untuk... untuk... untuk menangkap
Guru..." Dipajaya tertawa sedih. "Menangkap aku?" Dipajaya mengulang kata-kata muridnya
seolah-olah untuk menyakinkan dirinya sendiri. Segera
sadarlah dia. Lantas berkata: "Ah, mengertilah aku sekarang!
Jikalau engkau tidak menangkapku, Kapten itu akan membuat
celaka ayahmu. Bukankah begitu?"
Tarupala menangis. Sahutnya dengan suara parau.
"Benar! Sekarang ini ayahku ditahan secara halus di ibu
kota..." Lagi-lagi Dipajaya tertawa riuh. Akan tetapi nada suaranya
terdengar sangat berduka. Katanya seperti mendongeng
kepada dirinya sendiri.

Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Begitulah ceritanya seorang guru dan murid. Sekarang,
cobalah berkata terus m terang kepadaku, apa yang hendak
kau lakukan" Benar-benarkah engkau hendak memercikkan
darah dileherku untuk kau gunakan sebagai penyemir
kedudukan ayahmu?" Tarupala tidak segera menjawab. Tangisnya makin
menjadi-jadi. Sejenak kemudian terdengar suaranya tak jelas.
"Aku tak berani berbuat begitu..."
"Hai! Engkau laki-laki! Lagi pula engkaulah murid Dipajaya.
Murid Dipajaya hanya boleh mengucurkan darah dan tidak air
mata!" bentak Dipajaya dengan suara jantan. Aku Dipajaya,
1136 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
semenjak muda, malang-melintang diseluruh penjuru dunia.
Akhirnya aku berani menyusup ke dalam istana untuk mencuri
sebatang pedang mustika. Biarpun langit ambruk, aku tidak
takut. Perbuatanku ini akan kutanggung sendiri. Kenapa
engkau menangis" Apa engkau takut" Hayoo, katakan yang
benar! Sebenarnya apa yang hendak kau lakukan!"
"Guru!" sahut Tarupala dengan menyeka air matanya.
"Kepandaian Guru sudah dipun-cak kesempurnaan. Orang
yang dapat mengimbangi kegagahan Guru, tiada lagi di dunia
ini. Apabila ada pun tidak seberapa jumlahnya. Karena itu aku
yakin, Guru tidak membutuhkan pedang lagi. Guru, kenapa
un- _ tuk sebatang pedang ini, Guru sampai sudi menerima
penghinaan, digenderangkan sebagai seorang pemberontak!"
Setelah berkata demikian, lagi-lagi Tarupala menangis sedih.
Dipajaya terdiam merenung-renung. la meruntuhkan
pandang ke tanah. Beberapa saat kemudian ia mengangkat
kepalanya. Tiba-tiba berkata bengis.
"Tarupala! Kita bukan orang luar lagi. Tak usah kita bicara
berkepanjangan! Sekarang, katakan dengan tegas, bagaimana
menurut pendapatmu, agar perkara ini memperoleh
penyelesaian?" "Guru," jawab Tarupala sambil menatap wajah gurunya.
"Jika persoalan ini Guru serahkan kepadaku, aku akan
mengembalikan pedang curian itu ke istana dengan seorang
diri. Aku akan memohon kepada Sri Baginda agar
membatalkan perintah penangkapannya. Tidakkah itu suatu
penyelesaian yang baik untuk kedua belah pihak?"
"Bagus! Sungguh bagus! Memang bagus pikiranmu itu,"
seru Dipajaya. Dan setelah berkata demikian, ia nampak
berduka sekali. Tadinya ia bermaksud hendak menyerahkan
pedang itu kepada murid kesayangannya ini. Sama sekali tak
diduganya . bahwa Tarupala menggetahui rahasia pedang
mustika itu. 1137 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dipajaya seperti halnya Sirtupelaheli, terjebak dalam aliran
Gtusan Suci. Ia telah makan racun-racun bius Gtusan Suci
yang tiada obat pemunahnya. Seperti Sirtupelaheli, ia
ditugaskan untuk mencuri semua kitab-kitab sakti di seluruh
Nusantara ini lengkap dengan senjata-senjata keramatnya.
Apabila ia gagal melakukan tugas itu, ia harus menjalani
hukuman bakar hidup-hidup. Sepuluh tahun yang lalu dia
menemukan bakat bagus yang tersekap dalam pribadi
Tarupala. la merencanakan untuk memperalat pemuda itu,
karena Tarupala anak seorang pembesar negeri. Akan tetapi
melihat bakat Tarupala yang bagus. Ia merasa sayang. Maka
ia melakukan pencurian pedang mustika itu sendiri dari istana
Sultan. Setelah berhasil, teringatlah dia kepada surat sandi Titisari
yang dititipkan kepada Sorohpati. Sorohpati telah dijejeli obat
biusnya. Maka dengan mudah ia dapat membujuk dan
mempengaruhinya. Seperti diketahui, barang siapa menelan
obat bius Utusan Suci, akan kehilangan kemauannya kepada
orang yang membiusnya. Ketika pada akhir hidupnya,
Sorohpati, menyerahkan surat sandi Titisari kepada Dipajaya.
Akan tetapi sesungguhnya Dipajaya bukanlah seorang
jahat, atau secita-cita dengan aliran suci. Kalau ia patuh dan
melakukan tugas Gtusan Suci, sebenarnya semata-mata untuk
bisa memperoleh obat pemunahnya. Maka ia berjanji kepada
Sorohpati akan mengembalikan surat rahasia Titisari apabila
sudah berhasil memperoleh seratus jurus itu. Dan dengan
berbekal seratus jurus itu ia yakin mampu menghadapi Gtusan
Suci. Sekarang ia sudah menjadi tua. Gmurnya sudah enam
puluh tujuh tahun. Tetapi justru demikian, makin timbullah
ketetapan hatinya hendak mempertahankan pedang dan surat
rahasia ilmu sakti Titisari. Tentang obat pemunah obat bius itu
tidak dihiraukan lagi. Bukankah ia sudah tua bangka"
Seumpama memperoleh obat pemunah, belum tentu ia dapat
1138 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mempertahankan hidupnya untuk sepuluh tahun lagi. Pada
saat-saat itu, teringat dia kepada Tarupala. Ia telah menjejali
obat bius ke dalam mulut anak muda itu. Akan tetapi obat bius
itu obat bius buatannya sendiri. Sebenarnya semenjak
Tarupala menjadi muridnya secara resmi, obat bius yang
berada dalam tubuh Tarupala telah sirna larut. Maka ia
berpikir hendak menyerahkan surat rahasia tulisan Titisari
beserta pedang mustika, kepada muridnya itu. Sadar akan
bahaya yang mengancam diri muridnya, timbullah
keputusannya hendak membawa kabur ke gunung yang sunyi
senyap. Gajah mati meninggalkan gadingnya. Macan mati
meninggalkan belangnya, dan manusia mati meninggalkan
nama. Itulah tujuan Dipajaya kini. Ia mengharapkan dengan
mewariskan seluruh ilmu kepandaiannya kepada murid
kesayangannya, itu berarti akan mengabadikan namanya
sepanjang zaman. Setelah itu barulah ia boleh mati
disembarang tempat dan disembarang waktu bukan
merupakan soal lagi baginya. Bahkan kalau perlu ia akan
melawat ke Lombok untuk menghadap ketua Gtusan Suci. Ia
akan menyerahkan diri untuk dibakar hidup-hidup. Gtusan
Suci bisa membakarnya hidup-hidup, akan tetapi namanya
akan tetap tercantum dalam dada muridnya.
Bukankah semua insan yang hidup ini akan mati sirna pula
akhirnya" Akan tetapi mati dan mati mempunyai arti sendiri-
sendiri. Mati tanpa meninggalkan nama adalah mati sia-sia.
Sebaiknya mati dengan meninggalkan nama yang abadi,
merupakan bagian hidup itu sendiri, yang langgeng takkan
pudar dari zaman kezaman.
Namun siapapun tak pernah menduga bahwa dia akan
kecewa menghadapi kenyataan malam ini. Cita-citanya yang
besar dan mulia itu, akhirnya hancur berderai justru ditangan
muridnya sendiri. Maka tak mengherankan, ia jadi berputus
1139 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
asa dan berduka sekali. Demikianlah setelah tertawa
selintasan, ia tertegun seperti arca batu.
Tarupala menatap wajah gurunya. Orang tua itu tiba-tiba
berubah wajahnya seperti orang lain yang sama sekali belum
pernah dikenalnya. Wajahnya itu bermuram durja dan dingin
beku. Menyaksikan keadaan itu, ia menjadi tak enak sendiri.
"Guru.....!" "Aku bukan gurumu lagi!" bentak Dipajaya dengan suara
menggelegar. "Guru, kau..." Tarupala mencoba lagi.
"Sudahlah, tutup mulutmu!" potong Dipajaya. "Baiklah, kau
bawa saja pedang ini!" berkata demikian ia mengangsurkan
pedang ke depan muka muridnya, sehingga kedua mata
Tarupala tiba-tiba menjadi kabur dengan hati terkesiap.
"Ambillah!" bentak Dipajaya "Biarlah engkau menjadi seorang
Nayaka yang setia kepada Raja! Kenapa engkau tak mau
menerimanya?" Sebenarnya tak berani Tarupala menerima pedang
pemberian gurunya itu. Akan tetapi mendengar bentakan
gurunya, ia mencoba mengangkat sebelah tangannya dengan
hati kebat-kebit. Berkata Dipajaya dengan suara menge-ledek.
"Pedang ini kuserahkan kepadamu. Akan tetapi sebaliknya,
engkau pun harus mengembalikan seluruh ilmu kepandaian
yang pernah kuajarkan kepadamu."
Hancur keadaan hati Tarupala. Sekian tahun lamanya ia
mengikuti gurunya dengan setia dan berbakti. Tetapi malam
hari ini, gurunya tidak lagi mengakui dirinya sebagai muridnya.
Memang hal itu tidak dapat terlalu dipersalahkan. Karena di
dalam dunia ini tiada seorang guru yang akan meletakkan
senjatanya di depan muridnya sendiri. Karena itu Dipajaya
1140 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengingkari sebagai gurunya lagi. Keruan saja air mata
Tarupala mengucur semakin deras, la menangis tersedu-sedu.
"Guru! Muridmu bersalah... pantaslah Guru memaki dan
mengutuki diriku... Guru boleh membunuhku... boleh
mencincangku... boleh membakarku hidup-hidup. Akan tetapi
janganlah engkau mengingkari aku sebagai muridmu...!
"Hh!" Dipajaya mendengus bengis wajahnya nampak
merah padam. Berkata dengan suara menahan getar.
"Dipajaya ini memang orang dusun yang dungu! Karena itu,
bagaimana mungkin bisa mempunyai murid sebagus engkau
ini. Apa artinya kepandaian yang pernah kuberikan kepadamu
ini" Bagimu pastilah tiada harganya sama sekali, bukan"
Karena itu aku akan mengambil kembali semua ilmu sakti
yang terhimpun di dalam dirimu. Setelah itu kita berpisahan
mengambil jalan kita masing-masing. Pedang ini, bolehlah kau
simpan. Hitung-hitung sebagai hadiah terakhir untukmu. Nah,
ambillah!" Tarupala menjadi serba salah kalau tidak mau menerima
pedang pemberian gurunya itu, ayahnya akan memperoleh
malapetaka. Sebaliknya apabila menerima pedang mustika itu,
habislah sudah perhubungan antara guru dan murid. Habis
pulalah ilmu kepandaiannya. Pada detik itu berkelebatan-lah
ingatannya kembali kepada nasib Sadil dan Bandel yang
dahulu permah dihajar gurunya. Mereka berdua lantas saja
lumpuh tiada daya, menjadi manusia-manusia yang tiada
guna. Teringat akan bayangan itu Tarupala menggigil
sendirinya. "Engkau anak seorang Bupati! Engkau seorang terhormat
pula dan orang terhormat harus bisa mengambil keputusan
dengan cepat!" kata Dipajaya dengan dengki. "Kenapa engkau
selalu beragu" Ambil pedang ini dan aku akan mengambil
semua pelajaranku! Apakah engkau merasa ku-rugikan"
Bukankah ini suatu jual beli yang adil?"
1141 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dipajaya lantas membolang balingkan pedang mustikanya
di depan wajah muridnya dengan tangan kanannya. Begitu
tangan kanannya mengangsurkan pedang, tangan kirinya
diangkat di atas kepala Tarupala. Maksudnya jelas sekali.
Begitu Tarupala menerima pedang mustika ia akan segera
menghajarnya. Asal saja ia dapat menepuk ubun-ubun
Tarupala, maka habislah seluruh kepandaian pemuda itu. Ia
akan menjadi pemuda cacat seumur hidupnya.
Menyaksikan akan hal itu, Kilatsih yang berada diatas
pohon, bergidik. Hebat pemandangan itu. Ia belum kenal
Tarupala. Akan tetapi, entah apa sebabnya, hatinya tidak
tahan menyaksikan ilmu sakti pemuda itu akan musnah. Ia
melihat tangan kiri Dipajaya turun pelahan siap untuk
menggempur ubun-ubun Tarupala. Alangkah ngerinya. Hampir
saja Kilatsih memekik. Syukur, dapat ia menguasai diri.
Walaupun demikian, kepalanya menjadi pusing dengan tiba-
tiba dan matanya kabur. Secara wajar ia menutup kedua
matanya rapat-rapat. Sunyi senyap waktu itu tiba-tiba terdengarlah Dipajaya
menghela napas panjang. Pada saat itu terdengarlah suara
bergelon-tangan. Terkejut Kilatsih membuka matanya. Masih
sempat ia melihat mentalnya pedang jatuh berkelontangan di
atas tanah. Akan tetapi bayangan Dipajaya tiada lagi.
Tarupala berdiri terlongong-longong di bawah pohon,
sedang pedang mustika berada dekat kakinya. Beberapa saat
lamanya Kilatsih tercengang menyaksikan hal itu. Akan tetapi
segera ia sadar Dipajaya tadi menghela napas panjang sekali.
Rupanya ia masih ingat kecintaan guru dan murid, sehingga
tak sampai hati memunahkan ilmu sakti Tarupala. Alangkah
hebatnya perjuangan batin orang tua itu! Kilatsih dapat
mengerti dan tiba-tiba saja ia menaruh hormat setinggi-
tingginya kepada Dipajaya.
Masih seperempat jam lagi kesenyapan meliputi sekitar
tempat itu. Baik Tarupala maupun Kilatsih terbenam dalam
1142 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kesunyian hatinya masing-masing. Sejenak kemudian Tarupala
nampak bergerak. Dengan perlahan-lahan ia membungkuk
memungut pedang mustika. Hati Kilatsih kusut tak sekehendaknya sendiri, la merasa
jemu berbareng iba terhadap pemuda gagah itu. Meskipun
belum pernah berkenalan apalagi berbicara, akan tetapi ia
merasa erat hubungannya. Disam-
ping itu ia merasa asing pula...... Ia jadi
tidak mengerti keadaan hatinya sendiri.
Cuaca malam tetap merangkak-rangkak dengan diam-diam.
Sekonyong-konyong dari balik semak-belukar muncullah dua
orang. Tarupala memalingkan kepalanya. Segera ia mengenal
orang yang berjalan di depan. Dialah Kapten Wiranegara.
Sedang yang lain, orang mengenakan pakaian seragam
dengan pedang panjang di pinggang. Wajahnya nampak licik,
sedang kedua matanya tak pernah beralih dari pedang
mustika. Tarupala tak kenal siapa dia. Sebaliknya Kilatsih yang
berada di atas pohon segera mengenal siapa kawan Kapten
Wiranegara itu. Dialah Letnan Mangunsentika. Dengan perwira
itu ia pernah dua kali mengadu pedang.
Sambil tertawa lebar, Letnan Mangunsentika menghampiri
Tarupala. la mengulur tangannya dan menepuk-nepuk pundak
pemuda itu. Katanya seperti kepada seorang sahabat kekal.
"Saudara Tarupala! Engkau berhasil! Kenapa bangsat tua
itu kau biarkan kabur?"
Tarupala melototkan matanya. Tanyanya setengah


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membentak. "Kau siapa?" "Dialah Letnan Mangunsentika seorang ahli pedang
kenamaan." Kapten Wiranegara memperkenalkan. "Aku pergi
1143 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk datang kembali bersama dia karena mengkhawatirkan
keselamatanmu. Menghadapi bangsat Dipajaya bukanlah
pekerjaan mudah. Itulah sebabnya kita membutuhkan seorang
kawan yang mahir ilmu pedang. Harap saudara Tarupala
memaafkan kelancanganku ini. Apakah engkau bentrok
dengan gurumu?" Mendengar keterangan Kapten Wirane-gara siapa adanya
Letnan Mangunsentika, hati Tarupala terkesiap. Pikirnya di
dalam hati, jadi dialah Letnan Mangunsentika seorang ahli
pedang kenamaan. Kalau begitu tak boleh aku memandang
rendah padanya. Memikir demikian lantas ia merubah
sikapnya. Katanya dengan suara merendah.
"Jadi engkaulah Letnan Mangunsentika."
"Benar!" sahut Letnan Mangunsentika dengan tertawa
lebar. Selagi demikian, sekonyong-konyong terjadilah suatu
peristiwa diluar dugaan. Tarupala mengayunkan pedang mustika mengarah dada
Letnan Mangunsentika sambil membentak.
"Nah, kau bawalah pedang mustika ini! Mulai sekarang dan
selanjutnya janganlah engkau bertemu denganku lagi!"
Sambaran pedang Tarupala benar-benar diluar dugaan.
Untunglah Letnan Mangunsentika seorang perwira yang sudah
banyak makan garam. Tak berani ia menyambut sambaran
pedang itu. Dengan menjejakkan kakinya ia mengelak
kesamping. Pada saat itu Kapten Wiranegara melompat
mengulurkan tangannya. Dengan kecepatan luar biasa ia
berhasil menangkap gagang pedang, akan tetapi tidak berani
menahan lajunya. Ia terus menyabetkan ke samping, ke arah
sebatang pohon. Kena sabetan pedangnya, batang pohon itu
terku-tung menjadi dua. Ia tertawa girang dan memuji.
"Benar-benar pedang mustika dari istana! Aha, saudara
Tarupala jasamu ini bukan main besarnya!"
1144 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pedang telah berada di tangan kalian! Apakah kalian masih
tidak mau pergi?" kata Tarupala sengit.
Baik Kapten Wiranegara maupun Letnan Mangunsentika
tidak bergerak dari tempatnya. Agaknya mereka masih
mempunyai pikiran-pikiran lain. Seperti berjanji mereka
tertawa berbareng kata Kapten Wiranegara.
"Memang pedang mustika ini telah berada ditanganku.
Akan tetapi penjahatnya masih belum tertawan. Saudara
Tarupala! Aku harap, kau bekerja jangan kepalang
tanggung! Nah, Antarkan kami berdua menghadap padanya!"
"Apa katamu!" bentak Tarupala.
"Saudara Tarupala!" sambung Letnan Mangunsentika
dengan tertawa licik. "Ada satu pepatah yang berbunyi begini,
'kalau perlu, orang tua pun boleh kita binasakan'. Mengingat
hal itu, apa perlu kita bersegan-segan terhadap Dipajaya"
Meskipun engkau muridnya, gurumu sesungguhnya seorang
bangsat besar. Sekarang dia sudah kehilangan pedang
mustikanya. Dengan gabungan tenaga kita bertiga, pastilah
kita dapat melayani. Hahahaha.....!"
Belum lagi Letnan Mangunsentika menyelesaikan
tertawanya, kedua mata Tarupala melotot seakan-akan
gundunya hendak meloncat keluar. Kata-kata 'kalau perlu
boleh membinasakan orang tua', benar-benar membuat
Tarupala gusar bukan kepalang. Melihat wajah Tarupala yang
tiba-tiba kelihatan bengis itu Letnan Mangunsentika bergidik.
Akan tetapi dia memang licik. Sejenak kemudian ia sudah
tertawa lagi. "Ayahmu sangat memikirkan engkau siang dan malam..."
katanya lagi. "Kalau engkau mengumbar amarahmu,
kesehatanmu tentu terganggu karenanya. Bila engkau sampai
jatuh sakit, pastilah ayahmu akan menegur kami pula."
Diingatkan kedudukan ayahnya yang masih menjadi
tahanan luar laskar kasul-tanan, Tarupala berusaha menguasai
1145 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diri. Ia berbimbang-bimbang sejenak. Tangannya yang
sedianya hendak bergerak untuk menyerang, batal dengan
sendirinya. Kapten Wiranegara dalam pada itu tertawa pula.
"Saudara Tarupala seorang pemuda cerdik dan
cendekiawan. Apalagi sekarang engkau telah memperoleh jasa
besar. Untuk selanjutnya tak usah bersusah payah
memperoleh kedudukan dan pangkat. Dikemudi-an hari
engkau akan bisa hidup bahagia, saudara!"
Kapten Wiranegara mengukur keadaan hati Tarupala
dengan keadaan hatinya sendiri. Ia mengira, dengan memberi
umpan kata-kata kedudukan mulia, Tarupala pasti akan jatuh
dibawah pengaruhnya. Akan tetapi, mendadak ia melihat
wajah Tarupala muram dan pucat. Maka ia tak berani
mengumbar mulutnya lagi. "Oh, Tuhan!" seru Tarupala dengan suara menyayat hati.
"Hambamu telah melakukan dosa yang sangat besar dan
dahsyat. Dan akibatnya, kedua orang ini, memandang hina
hambamu ini." Baik Kapten Wiranegara maupun Letnan Mangunsentika
sangat terkejut. Inilah suatu pekikan yang sama sekali tak
terduga. Dan pemuda itu berkata lagi:
"Kapten Wiranegara dan Letnan Mangunsentika! Jika aku
gila pangkat dan kemewahan, mengapa pedang ini tidak
kubawa sendiri ke Yogya" Nah, jangan mengumbar mulut lagi!
Jika aku kehilangan kesabaran-ku, aku akan mengadu jiwa
denganmu. Biarlah kali ini aku menjadi hamba raja yang tak
berbakti lagi...." "Sabar-sabar, saudara Tarupala!" kata Kapten Wiranegara
membujuk. "Bukankah , kami berdua ini sahabat ayahmu"
Marilah kita bicara baik-baik! Kenapa engkau berkoak-koak
tak keruan-keruan?" 1146 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tarupala tak menggubris teguran Kapten Wiranegara.
Seorang diri, ia berseru : "Guru! Guru! Kapan aku bisa
bertemu lagi denganmu" Dengarkan suara hatiku, Guru!"
Sampai disitu, habislah kesabaran Kapten Wiranegara dan
Letnan Mangunsentika. Ingin mereka berdua mencekik leher
Tarupala. Akan tetapi tak berani mereka turun tangan
sembarangan. Tarupala murid kesayangan Dipajaya. Pastilah
ia mempunyai ilmu kepandaian yang berarti. Gntuk bisa
merobohkan, paling tidak harus melalui lima atau enam puluh
jurus. Mereka khawatir hal itu akan membangunkan penduduk
kota Waringin. Bukankah pedang sudah berada ditangannya"
Dengan membawa pedang mustika, meskipun penjahatnya
belum tertawan, sudah dapat dipertanggung jawabkan. Oleh
pertimbangan itu Kapten Wiranegara berkata mengajak
Letnan Mangunsentika. "Mari kita pergi!" Setelah berkata demikian ia menyambar
lengan Letnan Mangunsentika dan dengan langkah panjang
mereka pergi. Tarupala menangis sambil menumbuk-numbuk dadanya. Ia
menangis meng-gerung-gerung makin lama makin keras. Ia
seorang pendekar yang sudah memiliki ilmu pedang warisan
Dipajaya yang tiada taranya. Akan tetapi pada saat itu ia
seperti mengalami kekalahan besar dalam suatu pertarungan
dahsyat, la merasa diri menjadi pemuda cacat nama yang sulit
diperbaiki. Kilatsih yang berada diatas pohon, terharu mendengar
suara tangisnya. Dengan mata berkaca-kaca ia melihat
pemuda itu tibatiba menjatuhkan diri di atas dengan semangat
lumpuhnya. Kemudian duduk bersimpuh dengan tak bergerak
sama sekali, sehingga mirip patung batu. Menyaksikan hal itu,
tak terasa Kilatsih menghela napas. Tak tahu ia hatinya iba
atau muak... Tatkala itu terdengarlah suara berbisik dari berbagai
penjuru. Itulah suara penduduk yang terbangun oleh tangis
1147 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tarupala. Mendengar keributan itu Kilatsih sadar akan
kedudukannya. Segera ia melompat turun dari pohon dan
menyelinap dikegelapan malam.
Ia lari dan lari sekencang-kencangnya seperti diuber setan.
Sebentar saja tibalah ia di depan rumah penginapan. Suasana
penginapan sunyi sepi. Akan tetapi di dalam hati Kilatsih
bergemuruh suara pergolakan hebat. Tiba-tiba ia menjadi
muak terhadap segala yang terlihat dan teringat dalam
benaknya, la muak terhadap Kota Waringin. Ia muak terhadap
Tarupala. Ia muak terhadap rumah perguruan Tarupala
dengan sekalian adik:adik seperguruannya. Dengan kesan lain
mencari pengurus rumah penginapan. Setelah membayar
sewa penginapan, ia lantas melompat ke atas punggung
Megananda dan melanjutkan perjalanan tanpa arah.
Disepanjang jalan ia menghibur hatinya. Bukankah ia
memasuki Kota Waringin karena memikul tugas ayundanya
Titisari" Tadi siang ia datang dengan hati gembira. Akan tetapi
apa sebab sewaktu meninggalkan Kota Waringin dengan hati
lesu" Menjelang tengah malam ia berhenti di tepi sawah
kemudian menggelar selimut di atas rerumputan dan
menidurkan diri. Masih beberapa saat ia tetap bergolak
dengan keadaan hatinya sendiri. Tahu-tahu ia tertidur pulas di
tengah alam terbuka. Tatkala menyenakkan mata, hawa
dingin meraba tubuh. Fajar hari tiba dengan diam-diam.
Tak lama kemudian cahaya lembut membersit di langit
timur. Dan melihat pemandangan itu hati Kilatsih menjadi
terbuka. Teringat dia pengalamannya semalam. Pikirnya dalam
hati, Widiana Sasi Kirana seorang gagah dan berwibawa. Akan
tetapi sekarang dia berada entah dimana. Sebaliknya
Daniswara, dia seorang pemuda yang kasar dan berewok pula.
Ia hanya membuat hatiku dengki. Sekarang muncul pula
pemuda yang kebetulan bernama Tarupala. Pemuda itu
1148 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
nampaknya halus pekertinya. Akan tetapi alangkah jauh
berbeda apabila kubandingkan dengan Kangmas Sangaji.
Maka dalam dunia ini satu-satunya wanita yang berbahagia
adalah ayundaku, Titisari."
Ia jadi tersenyum sendiri. Hanya saja ia tak tahu apakah
tersenyum bahagia, geli, terharu atau berduka yang terasa di
dalam dirinya, hatinya kini, menjadi tegar. Segera ia
menggulung selimutnya dan di simpan di bawah pelana
Megananda. Sebentar ia menebarkan pandangnya ke timur.
Gdara makin lama makin cerah dan hati Kilatsih menjadi cerah
pula. Burung-burung yang tadi ramai berkicau di pucuk-pucuk
pohon, kini mulai berterbangan mengurangi udara bebas.
Melihat kebebasan burung-burung itu timbul lagi pikiran
Kilatsih, dengan mengembangkan kedua sayapnya, burung
sekecil jariku bisa terbang mengarungi udara dengan bebas.
Mengapa aku tidak mampu" Aku ingin melepaskan segala
persoalan yang membelit diriku. Hai burung, tunggulah aku!
Dengan lamunan itu hatinya kembali bersemangat, la
membiarkan Megananda berjalan perlahan-lahan, la ingin
meneguk dan mereguk semua kisah fajar hari itu. Di kiri
kanannya seberang menyeberang muncul barisan pegunungan
di antara kabut yang menyelimuti fajar hari. Kesannya,
alangkah bersemarak dan menegarkan hati. Hati Kilatsih
makin terbuka kini. Selagi terbenam dalam keindahan alam difajar hari itu,
tiba-tiba kupingnya yang tajam mendengar langkah berderap
mendatangi, la terkejut. Karena pikirannya masih terkait
kepada persoalan Tarupala ia mau menduga bahwa salah
seorang adik seperguruannya sedang menyusul. Ia memasang
kuping. Ternyata suara langkah itu bukan datang dari
belakang. Karena itu ia menyangsikan pendengarannya
sendiri. Pikirnya dalam hati, benarkah sudah ada orang
melakukan perjalanan sepagi ini"
1149 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi pendengarannya tidak membohongi dirinya, la
mendengar langkah cepat yang makin lama makin dekat.
Sekarang bahkan ia mendengar napas orang itu yang lantas
disusul ucapannya. "Hai, kau setan iblis! Dengan caramu begini kau bukan
manusia gagah! Kau perempuan! Kau banci! Jika berani mari
bertempur di tempat terbuka dibawah sinar matahari...!"
Itulah kata-kata tantangan! Kilatsih tertarik hatinya. Bukan
karena tantangannya akan tetapi tertarik suaranya, la kenal
suara itu dengan baik. Itulah suara Kapten Wiranegara,
komandan laskar pengawal istana
Yogyakarta. Justru teringat suaranya, ia menjadi heran.
Bukankah Kapten Wiranegara seorang perwira yang gagah
perkasa" Siapa yang berani mengganggunya"
Segera ia membawa lari Megananda di-balik semak-
belukar. Setelah menambatkan ia mendaki diketinggian dan
bersembunyi diantara batu-batu. Tepat pada saat itu muncul
Kapten Wiranegara dari balik tikungan jalan. Kapten itu mirip
orang bangkrut. Rambutnya beriap-riapan. Wajahnya matang
biru dan bajunya penuh lumpur.
Melihat Kapten Wiranegara dalam keadaan demikian, bukan
main heran Kilatsih. Pikirnya, walaupun Eyang Dipajaya
pendekar berkepandaian tinggi, akan tetapi tak dapat ia
membuat komandan laskar istana Yogyakarta menjadi rusak
begini macam... Lagi pula Eyang Dipajaya nampaknya sudah
malas berurusan dengan segala perkara yang mengganggu
kedamaian hatinya... Sadar bahwa Kapten Wiranegara memiliki kepandaian
tinggi, tak berani Kilatsih bergerak dari tempat
persembunyiannya. Apalagi perwira itu sedang kalap. Jangan-
jangan dialah yang disangka mengganggu dirinya. Karena itu
ia menahan napas, takut terdengar Kapten Wiranegara yang
tajam pendengarannya. 1150 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan Letnan Mangunsentika, Kapten Wiranegara telah
memperoleh pedang mustika dari tangan Tarupala. Khawatir
ada orang berkepandaian tinggi yang jahil tangan, ia memilih
jalan kecil untuk kembali kemarkasnya. Sebagai seorang
perwira gagah, tak takut ia menghadapi segala rintangan.
Akan tetapi ia segan akan kesulitan-kesulitan diperjalanan.
Itulah sebabnya selain memilih jalan kecil, ia berangkat
pada malam hari. Menjelang fajar sampailah ia ditanjakan
yang berada di antara barisan pegunungan. Tatkala melintasi
hutan kecil yang berada diseberang-menyeberang jalan,
mulailah ia berani berbicara dengan Letnan Mangunsentika.
Bukankah semuanya sudah menjadi aman"
Ia berhenti menenangkan hatinya ditepi jalan. Kemudian
mempergunakan kesempatan yang bagus itu untuk
menghunus pedang mustika yang berada ditangannya. Segera
memantullah cahaya berkilauan tak ubah sinar mutiara. Lima
langkah sekeliling dirinya, nampak jelas. Ia kagum bukan
main. Katanya kepada Letnan Mangunsentika.
"Pantaslah pedang ini menjadi pusaka istana. Tidak aneh
pula apa sebab si tua bangka Dipajaya sampai mencurinya...
Bagaimana pendapatmu, Letnan?"
Letnan Mangunsentika tidak menjawab. Ia hanya tertawa
terbahak-bahak. Setelah puas tertawa, barulah ia menyahut.
"Kita berdua telah memperoleh jasa besar. Pastilah Sri
Baginda akan menghargai jerih payah kita ini."
"Benar! Syukurlah Letnan Suwangsa tidak ikut serta."
Kapten Wiranegara berkata dengan suara tertahan. "Letnan
Suwangsa perwira laskar Mangkunegaran yang diperbantukan
di Yogyakarta. Apabila dia yang memperoleh pedang ini,
pastilah tidak sudi mempersembahkan kepada Sri Sultan
kembali. Sebaliknya akan dibawanya pulang ke Surakarta.
Dia seorang ahli pedang kenamaan. Pastilah dia akan
tertarik kepada pedang mustika ini. Bagi seorang ahli pedang,
1151 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
senjata yang tepat seumpama jiwanya sendiri. Maka begitu
tiba di Surakarta segera ia mendesak Sri Mangkunegaran yang
kebetulan mertuanya sendiri. Dengan mengandalkan pengaruh
mertuanya, dia akan menghadap Sri Sultan untuk memohon
agar pedang mustika ini dihadiahkan kepadanya. Pada saat ini
Sri Sultan sangat membutuhkan tenaga laskar
Mangkunegaran. Kukira Sri Sultan akan meluluskan
permohonannya dan hal itu berarti, sia-sialah pekerjaan kita
berdua. Mendengar ucapan Kapten Wiranegara, Letnan
Mangunsentika seperti tergugah hatinya. Diapun seorang ahli
pedang kenamaan yang namanya sejajar dengan Letnan
Suwangsa. Memang semenjak melihat pedang mustika itu,
hatinya mengilar3). Hanya saja terhadap Kapten Wiranegara,
tak berani ia bertindak ceroboh, la menunggu kesempatan
sebaik-baiknya untuk bisa membawa kabur pedang mustika
tersebut. "Kapten!" katanya licin. "Bukankah Kapten pandai pula
menggunakan pedang?"
Kapten Wiranegara tertawa lebar.
"Benar, akan tetapi tidakt semahir Letnan Suwangsa
ataupun dirimu. Aku hanya mengandal kepada tenaga
himpunan yang berada dikedua belah tanganku. Dengan
kedua tanganku ini, aku sanggup mematahkan segala yang
merintang dihadap-anku."
Setelah berkata begitu, mendadak ia berdiri tegak.
Kemudian membolang-baling-kan pedang mustika.
Sekonyong-konyong ia menggerakkan pedangnya dari kiri ke
kanan lalu memasuki jurus-jurus ilmu pedangnya.
"Traang!" Itulah suara pedang yang berbunyi nyaring dengan tiba-
tiba. Berbareng dengan suara itu, tangannya tergetar. Jelaslah
bahwa ada orang menimpuk dengan batu. Ia menoleh kepada
1152 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Letnan Mangunsentika. Mau ia menduga bahwa Letnan
Mangunsentika yang main gila tetapi begitu menoleh hatinya
tercekat. Letnan Mangunsentika ternyata telah roboh tak
berkutik. Lantas saja ia berteriak nyaring.
"Siapa" Kau siapa" Sahabat silakan keluar berkenalan
denganku! Mengapa engkau sakiti kawanku","
Suaranya berdengung menumbuki dinding-dinding
pegunungan. Kemudian lenyap dan kesunyian terjadi seperti
tadi. Seluruh petak hutan hening senyap.
Kapten Wiranegara menjadi heran dan penasaran. Ia
menyebarkan pandang sambil memasukkan pedang ke dalam
sarungnya. Perlahan-lahan ia mundur menghampiri tubuh
Letnan Mangunsentika yang tetap tak berkutik. Dengan
kakinya ia meraba-raba. Napas Letnan Mangunsentika tidak
berubah, akan tetapi tubuhnya tak berkutik sama sekali.
Sekonyong-konyong terdengarlah dengung tertawa
perlahan di sebelah timur. Dengan gesit Kapten Wiranegara
melompat memburu ke arah suara itu dengan penasaran ia
berteriak menegur. "Aku Kapten Wiranegara menunggu kehadiranmu!" Ia
terlalu mengandal kepada namanya yang termashyur dengan
menyebut namanya orang-orang tertentu yang hendak
mengganggu perjalanannya pastilah akan membatalkan
niatnya. Akan tetapi belum lagi suara teguran lenyap dari
udara, kembali sebutir batu menyambar dirinya. Kali ini bukan
main hebatnya. Cepat ia mengendapkan diri sambil menarik
pedang. Tetapi begitu pedangnya ditarik, untuk kesekian
kalinya ia mendengar suara menci-cit dan kemudian
pedangnya tergetar hebat sampai telapakan tangannya berasa
panas. Kapten Wiranegara tahu bahwa dirinya sedang
dipermainkan orang, la mendongkol dan gusar bukan
kepalang. Menurut hatinya, segera ia melompat ke arah timur.
1153 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tak peduli hutan menghadang didepannya tetap ia menerobos
kedalamnya. Ia seorang perwira perkasa. Dengan kedua
tangannya ia merobohkan puluhan pendekar-pendekar
berkepandaian tinggi. Apalagi kini ia bersenjata pedang
mustika pula. Maka tiada yang ditakuti lagi. Namun baru saja
ia memasuki petak hutan itu, suara tertawa sudah beralih ke
sebelah barat dan suara tertawa itu adalah suara tertawa yang
tadi didengarnya. "O, iblis!" makinya. "Jika kau tetap tak menampakkan diri
aku bisa mencacimu atau mengutuki dengan kata-kata kotor!
Awaslah!" Tengah ia membuka mulutnya, tiba tiba segumpal tanah
menyambar. Tak dapat ia mengelak atau berkelit karena
timpukan tanah itu sangat cepat. Begitu berteriak, mulutnya
sudah tersumpal. Ia kaget setengah mati. Untungnya gigi-gigi
Kapten itu cukup kuat untuk menahan lajunya. Kalau tidak,
tentulah tanah akan tertelan masuk kekerongkongan. Sadar
bahwa orang yang membidikkan tanah itu pastilah
berkepandaian tinggi cepat ia memuntahkannya tak usah
dikatakan lagi bahwa hatinya serasa meledak oleh rasa gusar.
Dengan menyem-bur-nyemburkan sisa tanah yang masih
ketinggalan dimulut, segera ia hendak membuktikan
ancamannya tadi. Ia akan mengutuk kalang kabut. Tetapi
baru saja mulutnya bergerak sekali lagi datang menyambar
gumpalan tanah mengarah mukanya. Gntuk kedua kalinya ia
mati kutu. Tiba-tiba saja mukanya terasa sakit dan pedih
bukan kepalang dan berbareng dengan itu, suara tertawa
Naga Naga Kecil 8 Perjodohan Busur Kumala Karya Liang Ie Shen Memanah Burung Rajawali 33
^