Pencarian

Mencari Bende Mataram 15

Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto Bagian 15


Suwangsa berkata dengan sungguh-sungguh, Manik Hantaya
lantas mengimbangi. Katanya dengan sungguh-sungguh pula.
"Tuan! Aku adalah seorang pelajar yang tolol. Bagaimana
mungkin aku dipanggil Sri Baginda menghadap. Sri Baginda
mengharapkan apa dariku" Selain tolol aku adalah seorang
lemah pula. Beberapa kali aku mencoba mendaftarkan diri
menjadi abdi dalem, akan tetapi selalu gagal saja. Kalau Sri
Baginda sekarang tiba-tiba sudi memanggil aku, inilah suatu
karunia besar. Ah, pastilah Letnan Suwangsa berkelakar saja."
Letnan Suwangsa tertawa terbahak-bahak.
"Di depan para hadirin yang begini banyak, janganlah kita
bersenda gurau yang tiada gunanya. Marilah kita berbicara
yang benar. Saudara! Engkau seorang pendekar yang tak
hanya pandai berkelahi, akan tetapi paham pula tentang ilmu
surat. Sri Baginda mengetahui semuanya itu. Itu pulalah
sebabnya Sri Baginda mengharap kedatanganmu."
Manik Hantaya tertawa geli.
"Aku" Aku pandai berkelahi dan paham pula ilmu surat"
Sungguh lucu....! Sungguh lucu!"
Letnan Suwangsa mendehem.
"Bukankah Saudara ini yang sesungguhnya disebut orang
sebagai Arya Manik Hantaya?"
1031 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Letnan Suwangsa memanggil sebutan Manik Hantaya
dengan Arya. Artinya ia menyebut Manik Hantaya sebagai
salah seorang pemimpin pergerakan tertentu.
Tiba-tiba Bantar Agin menyambung.
"Letnan Suwangsa! Saudara kecil itu pun hebat pula ilmu
kepandaiannya. Maka dia pun harus kau undang pula!"
Bantar Angin ternyata seorang pendekar gemuk yang
sembrono sekali. Ia mengukur tiap orang dengan bajunya
sendiri. Karena dia seorang jujur, lantas mengira Letnan
Suwangsa jujur pula seperti dirinya. Ia mengira Letnan
Suwangsa memanggil Manik Hantaya sungguh-sungguh.
Biasanya apabila seseorang dipanggil menghadap Sri Baginda
setidak-tidaknya akan memangku jabatan yang bagus sekali.
Karena itu ia mengajukan pula Kilatsih. Sebab tadi ia
merasakan bogem mentah Kilatsih. Seorang yang bisa
mengalahkan dirinya, adalah seorang yang patut menjabat
jabatan yang bagus di dalam istana Kesultanan. Letnan
Suwangsa tertawa pula mendengar usul pendekar Bantar
Angin. Sahutnya dengan gembira.
"Ah, bukankah Saudara ini yang bernama Bantar Angin"
Perkataan Saudara benar belaka. Baiklah, semua orang wanita
atau pria yang berkumpul di sini kami undang semua untuk
menghadap Sri Baginda!"
Cara berbicara Letnan Suwangsa mengesankan bahwa ia
tidak menghargai pendekar-pendekar yang hadir dalam rumah
makan itu. Tidak mengherankan Teguh Jiwa yang namanya
terkenal seumpama menggetarkan jagad tersinggung hatinya.
Dia biasa hidup tanpa minta bantuan orang lain. Dengan
seorang diri ia merajai suatu daerah di kaki Gunung Merbabu
dan Merapi. Ia terkenal sebagai seorang begal yang
menakutkan. Akan tetapi dialah sebenarnya seorang pejuang
sejati. Hasil rampokannya dibagi-bagikan kepada penduduk
sekitar celah Gunung Merbabu dan Merapi. Karena itu bagi
penduduk sekitar Gunung Merbabu dan Merapi ia dipandang
1032 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebagai pahlawannya. Apa sebab ia hidup sebagai seorang
begal" Tiap orang mengetahui alasannya. Semenjak sepuluh
duapuluh tahun yang lalu, ia mencanangkan diri memusuhi
pemerintahan Danurejo serta kebijaksanaan
Sri Sultan. Ia menanggap baik Sri Sultan maupun Patih
Danurejo terlalu lemah menghadapi Kompeni Belanda yang
menindas kesejahteraan rakyat.
"Bagus!" serunya sambil menggeser kursinya. "Letnan
Suwangsa mewakili Sri Baginda membuat undangan.... Itulah
suatu keberanian melampaui batas. Baiklah. Sekalipun aku
sudah tua bangka akan mendahului teman-teman berangkat
terlebih dahulu menghadap Sri Baginda."
Letnan Suwangsa kala itu mengarahkan pandangnya
kepada Manik Hantaya. Ia tidak menggubris ucapan jago tua
itu. Katanya mengalihkan pembicaraan kepada Paneker.
"Saudara Paneker dan saudara Bantar Angin hayo tolonglah
pelayan-pelayan ini menghidangkan masakan. Dengan begitu
para tetamu tak usah terlalu lama menunggu hidangan. Aku
sendiri yang akan membayar semua masakan yang
dihidangkan di sini."
Pemuda yang membantu Bantar Angin . tadi segera berdiri
dari kursinya. Dengan lincah ia membungkuk hormat kepada
Letnan Suwangsa kemudian menghampiri Bantar Angin.
"Kakang Bantar Angin, hayo kita berdua meramaikan pesta
ini." Diperlakukan demikian, keruan saja Teguh Jiwa
mendongkol bukan main. Dia lantas berdiri dari kursinya dan
berjalan mengarah pintu keluar hendak meninggalkan rumah
makan. Akan tetapi Paneker yang hendak melaksanakan
perintah Letnan Suwangsa telah menghadang di depan pintu.
Baru ia menggerakkan tangan, tiba-tiba bedudan Teguh Jiwa
bergerak pula. Tak ampun lagi, kaki Paneker mendadak
menjadi lumpuh dan robohlah ia menggabruk lantai.
1033 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi Paneker bukan pendekar murahan. Begitu
roboh terbanting menggabruk lantai, tiba-tiba ia bergulingan
dan mencabut sebatang golok. Kemudian sambil bergulingan
pula ia membabat kaki Teguh Jiwa. Ternyata ia pun pandai
berkelahi menggunakan ilmu sakti Esmugunting yang
dipergunakan Dengkek. Maka tak mengherankan tatkala
Dengkek membuat repot Bantar Angin ia bisa mengkisiki
temannya. "Hmm!" dengus Teguh Jiwa dengan suara tawar. "Di pintu
neraka engkau berani berlagak seperti Batara
Cingarabalaupata. Bagus, memang aku Raja Kasipu yang
datang ke neraka hendak menghancurkan Kahyangan Dewa
Suralaya." Setelah berkata demikian, ia menggerakkan
bedudan-nya yang tiba-tiba saja dapat dipergunakan
semacam tombak pendek. Dengan menerbitkan suara, ujung bedu-dannya
membentur lutut Paneker yang bergerak lincah. Tepat sekali
tikamannya dan Paneker benar-benar roboh bergulingan tak
dapat menghindarkan diri.
Melihat kawannya roboh dalam sege-brakan saja, Bantar
Angin berseru meledak. "Ah, Letnan Suwangsa mengundang kalian. Mengapa kalian
begini kasar?" Ia lantas memburu kawannya hendak menolong
bangun. Semenjak tadi Teguh Jiwa dengki kepada pendekar gemuk
itu. Betapa tidak, karena Dengkek kena dihajarnya pulang
balik sampai tidak dapat berkutik, inilah sebabnya pula ia
lantas menusuk pinggang Bantar Angin. Tusukannya ini bisa
menjadi tusukan biasa, juga bisa berubah kejam sekali
menurut keinginannya. "Benar-benar hebat!" seru Bantar Angin sambil memutar
tubuhnya. Kedua tangannya lantas bergerak menggunakan
ilmu sakti Hasta Sila. 1034 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Teguh Jiwa tahu bahwa ilmu sakti Bantar Angin
berdasarkan tenaga dahsyat. Merasa diri sudah berusia, lanjut
tak mau ia melayani dengan keras. Dengan gesit ia mengelak
ke samping. "Ha ha!" Bantar Angin tertawa merendahkan. "Ternyata
engkau hanya pandai meniup bualan kosong. Kau tidak berani
mengadu tangan denganku." Ia lantas maju mendesak dan
menyerang tiga kali beruntun.
Benar-benar Teguh Jiwa tidak mau melayani keras
melawan keras. Dia mengandal kepada kegesitan tubuhnya.
Setiap kali dipukul, dia mesti mengelak. Dengan demikian,
tujuh delapan jurus telah lewat. Dan pukulan Bantar Angin
hanya menumbuk udara kosong. Tiba-tiba saja pada jurus
kesembilan Bantar Angin berhasil mendaratkan tinjunya yang
dahsyat. Pukulannya ini bisa mematahkan tulang belulang.
Di luar dugaan Teguh Jiwa ternyata mampu menerima
pukulannya yang dahsyat. Begitu kena hantaman, tubuhnya
berputar atau mendadak bedudannya menikam dengan gesit
sekali. Bantar Angin terpaksa mundur. Dengan demikian
mereka jadi berimbang. "Kiranya engkau hebat juga!" Bantar Angin mengakui.
"Kalau begitu aku salah lihat. Tadinya aku menyangka engkau
hanya pandai mengepulkan balon kosong!"
Bantar Angin seorang yang jujur sehingga berkesan
sembrono. Ia memuji setulus hati. Akan tetapi pujian yang
membersit dari hati yang jujur itu, justru menyinggung
perasaan Teguh Jiwa. Pendekar ini merasa dihina dan
direndahkan. Karena merasa terhina, ia jadi sungguh-
sungguh. Terus saja ia mendesah hebat.
Pertarungan ini membuat Letnan Suwangsa tidak bersabar
lagi. Terus saja ia meledak.
"Kami mengundang kalian baik-baik. Akan tetapi kalian
menolak maksud kami yang baik ini. Dengan demikian kalian
1035 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memaksa kami untuk main denda. Baiklah kami terpaksa main
denda. Kami tak perlu lagi bersegan-segan."
Baru saja Letnan Suwangsa menyelesaikan perkataannya,
Manik Hantaya menghunus goloknya.
"Saudara-saudara sekalian, serbu pintu! Saudara Letnan
Suwangsa, dendamu kami terima. Silakan! Silakan.....!"
Semenjak tadi pandang mata Letnan Suwangsa diarahkan
kepada Manik Hantaya. Ia tidak memedulikan yang lain.
Begitu ia melihat gerakan golok Manik Hantaya, terus saja ia
melompat dari kursinya, sambil menarik pedangnya. Dan
bentroklah kedua senjata itu dengan nyaringnya. Traaang!
Hebat kesudahannya. Golok adalah senjata yang berat.
Sedang pedang Letnan Suwangsa ringan. Meskipun demikian,
golok Manik Hantaya kena dipentalkan.
Sukesi melihat suaminya dalam bahaya. Terus saja ia
menghunus pedangnya dan melompat maju. Tak peduli ada
meja menghalang di depannya. Dengan gesit ia melompat,
kemudian dengan suaminya menyerang berbareng.
Letnan Suwangsa tertawa berkakakkan. Katanya dengan
suara bergelora. "Kamu suami isteri benar-benar sepasang mempelai yang
manis sekali. Hayo majulah berbareng! Kalau aku sampai
mundur satu langkah saja, katakan saja aku ini seorang
pengecut yang tiada gunanya hidup di dunia ini!"
Dengan gagah perkasa ia menendang meja yang berada di
sampingnya untuk menghalangi sambaran pedang Sukesi.
Kemudian dengan lincah pedangnya menikam perut Manik
Hantaya. Pada saat itu bidang gerak Manik Hantaya kurang leluasa.
Ia kena rintangan gerakan tetamu-tetamu yang berbareng
menyerbu pintu. Melihat tikaman pedang Letnan Suwangsa, ia
mundur setengah langkah. Sekali mengerling ia melihat
1036 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebuah mangkok berada di atas meja. Mangkok itu masih
mengepulkan asap hangat. Tanpa berpikir panjang lagi ia
menyambar dan menyambitkan.
Tentu saja Letnan Suwangsa tak sudi kena pukulan
mangkok berisi kuah panas itu. Dengan gesitnya ia melompat
ke samping dan menggerakkan pedangnya, dan mangkok itu
kena dipukulnya. Kena pukulannya, mangkok berisi kuah itu
terbelah menjadi dua, dan potongannya menyambar kepada
Sukesi yang pada saat itu justru lagi menerjang maju. Tanpa
memedulikan mangkok itu, Sukesi melompat ke atas meja dan
pedangnya terus menyambar.
Letnan Suwangsa menangkis sehingga kedua senjata itu
bentrok dengan nyaringnya. Setelah itu ia pun menangkis
golok Manik Hantaya pula. Dengan demikian dalam satu
gerakan saja ia dapat menangkis dua serangan senjata suami-
istri, Manik dan Sukesi. Para tetamu yang berada di pihak suami istri Manik
Hantaya dan Sukesi, kala itu sudah maju menyerbu pintu.
Akan tetapi di depan ambang pintu berdiri seorang perwira
lain yang gagah perkasa. Dialah Kapten Wiranegara.
"Kalian hendak keluar pintu" Hmm" jangan mimpi," kata
Kapten Wiranegara dengan tertawa melalui dadanya.
Dua orang pemuda mendongkol dan gusar bukan main
mendengar sumbarnya. Terus saja mereka menyerbu dengan
senjatanya masing-masing. Akan tetapi Kapten Wiranegara
nampak tenang-tenang saja. Ia tertawa dingin.
"Kamu berdua rebahlah dengan baik-baik!" Dengan sekali
menggerakkan tangannya, ia menyambar senjata mereka
dengan berbareng, entah senjata apa yang dipergunakan dua
pemuda itu. Tetapi begitu kena sambaran tangan Kapten
Wiranegara, senjata mereka itu terlepas dari tangannya
masing-masing. Kemudian dengan menjerit tinggi mereka
1037 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
roboh terjengkang ke atas lantai. Ternyata kedua lengannya
telah patah. Robohnya kedua pemuda itu, membuat yang lain tersadar.
Kapten Wiranegara ternyata paham ilmu Hasta Sila. Segera
mereka bergerak hendak menolong kedua pemuda itu, akan
tetapi dengan gagah Kapten Wiranegara menghadangnya.
Tentu saja Letnan Suwangsa tak sudi kena pukulan
mangkok berisi kuah panas itu. Dengan gesitnya ia melompat
ke samping dan menggerakkan pedangnya. Dan mangkok itu
kena dipululnya. Kena rintangan Kapten Wiranegara, para tetamu lainnya
gusar bukan main. Serentak mereka menyerang dengan
berbareng. Inilah makanan yang enak sekali bagi Kapten
Wiranegara. Sebab ilmu sakti Hasta Sila justru menghendaki
serbuan lawan dengan jarak dekat. Kedua tangannya lantas
menyambar dengan dahsyatnya dan gesit sekali. Dan ia


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berhasil merobohkan beberapa orang hanya datem dua
gebrakan saja. Karena itu para penyerang lainnya lantas
mundur dan tidak berani lagi merangsak terlalu dekat.
Tatkala itu perabot rumah makan jungkir balik dan hancur
berserakan. Pertempuran di dalam rumah makan itu terbagi
menjadi tiga bagian. Yang pertama pergumulan antara Bantar
Angin melawan Teguh Jiwa. Yang kedua Kapten Wiranegara
melawan serbuan orang-orang dan yang ketiga Letnan
Suwangsa menghadapi suami istri Manik Hantaya dan Sukesi.
Dalam pada itu Paneker yang kena terhantam lututnya,
sudah dapat menolong diri. Ia membebad lukanya erat-erat.
Kemudian berdiri di samping Kapten Wiranegara. Dengan
panah pendek ia menyerang beberapa orang-orang yang
hendak mencoba membantu suami istri Manik Hantaya dan
Sukesi. Memang di antara tiga kalangan itu, suami istri Manik
Hantaya dan Sukesi yang berada dalam keadaan bahaya.
1038 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Meskipun mereka berdua, akan tetapi Letnan Suwangsa terlalu
hebat bagi mereka. Pedang Letnan Suwangsa menyambar-
nyambar tiada hentinya dan sangat tangkas. Tikaman-
tikamannya yang lincah dan berbahaya itu, membuat Manik
Hantaya dan Sukesi nampak kerepotan. Terpaksalah mereka
hanya membela diri saja. Tidak lama kemudian terdengarlah bentrokan nyaring dan
Manik Hantaya terkejut bukan main. Ternyata ujung goloknya
kena terpapas pedang lawannya. Pedang Letnan Suwangsa
bukanlah pedang mustika. Akan tetapi berkat ilmu saktinya
yang sudah masak, ia dapat menabas kutung ujung golok
Manik Hantaya dengan mudah. Peristiwa itu membuat hati
Sukesi tercekat juga. Dengan patahnya ujung golok Manik Hantaya, membuat
hati Letnan Suwangsa menjadi semakin besar. Tak sudi lagi ia
" memberi hati. Dengan pedangnya ia me-rangsak terus
menerus, la tidak bersegansegan lagi. Tikamannya mengarah
tempat-tempat berbahaya dan suami istri Manik Hantaya
Sukesi benar-benar kena dibuatnya kelabakan.
Selagi dalam keadaan demikian, tiba-tiba terdengarlah
suara gemerincing beberapa kali. Kilatsih melompat maju
memasuki gelanggang dengan menaburkan beberapa biji
sawonya. Beberapa biji sawonya kena ditangkis pedang
Letnan Suwangsa sehingga berbunyi gemerincingan. Akan
tetapi Kilatsih tak hanya membidik Letnan Suwangsa saja.
Beberapa puluh biji sawonya menyambar Paneker pula.
Letnan Suwangsa terpaksa membagi perhatiannya. Setelah
berhasil menyapu bersih biji sawo yang mengarah padanya,
cepat ia berbalik dan pedangnya berkelebat menolong
sambaran biji sawo yang mengancam Paneker. Justru pada
saat itu Kilatsih masuk dengan menyabetkan pedangnya.
Gadis itu sama sekali tidak gentar menghadapi Letnan
Suwangsa yang berkepandaian sangat tinggi.
1039 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Letnan Suwangsa menggerakkan pedangnya menyambut
serangan Kilatsih. la bermaksud hendak menempel pedang
Kilatsih dengan mengadu tenaga. Kesempatan itu
dipergunakan oleh Manik Hantaya dan
Sukesi. Dengan berbareng mereka menghantam Letnan
Suwangsa. Kaget Letnan Suwangsa menghadapi serangan
suami istri Manik Hantaya Sukesi. Ia gagal pula hendak
menempel pedang Kilatsih yang terlalu lincah bagi dirinya.
Selagi ia berputar arah hendak menghalau senjata Manik
Hantaya dan Sukesi tiba-tiba pedang Kilatsih yang dapat
meloloskan diri dari tempelannya membabat. Dan ujung
bajunya rantas seketika itu juga.
Letnan Suwangsa melompat dengan hati terkejut. Kagum ia
meyaksikan kecepatan dan kegesitan gerakan pedang Kilatsih.
Maklumlah dia seorang ahli pedang yang jarang memperoleh
tandingan. Pada dewasa itu terdapat empat orang ahli pedang
kenamaan. Di barat, Kapten Martasasmita yang tewas
menghadapi Sanjaya. Di utara, Arya Prawira, kelak diangkat
menjadi Bupati Tegal. Di selatan, Letnan Mangun Sentika dan
di timur Letnan Suwangsa. Di antara keempat orang ahli
pedang tersebut Letnan Suwangsa merupakan ahli pedang
yang paling berbahaya dan unggul. Dengan keahlian
pedangnya itulah, ia menarik perhatian Sri Mangkunegara.
Lalu dipungut menjadi menantunya.
Kilatsih pernah menyaksikan keunggulan dan kegagahan
Letnan Suwangsa. Karena itu gerakan pedangnya tidak
kepalang tanggung, terus saja ia menyerang dengan
mengguakan ilmu pedang Witaradya. Karena dibantu oleh
suami istri Manik Hantaya dan Sukesi, serangannya berhasil.
Dengan sekali berkelebat ia berhasil merantaskan ujung baju
Letnan Suwangsa. Dengan masuknya Kilatsih ke dalam gelanggang, Letnan
Suwangsa menjadi sungguh-sungguh. Meskipun kaget, tetapi
ia menang pengalaman. Segera ia dapat menguasai dirinya.
1040 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekarang tidak mau ia mendesak lagi. Dalam lima sampai
sepuluh jurus, nampaknya Kilatsih bertiga menang di atas
angin. Akan tetapi buktinya letnan itu dapat mempertahankan
diri dengan baik. Kecuali dapat membela diri, kadangkala bisa
membalas menyerang dengan gagah sekali.
Kilatsih bertempur di tengah di antara Manik Hantaya dan
Sukesi. Ia selalu dapat memecahkan serangan pedang Letnan
Suwangsa. Melihat gerakan pedang Kilatsih, baik Manik
Hantaya maupun Sukesi heran bukan main. Sambil menghalau
serangan Letnan Suwangsa ia bertanya.
"Hei! Apakah engkau keluarga Adipati Surengpati" Bila
tidak, apa engkau pernah kenal Beliau?"
"Dialah guruku," sahut Kilatsih dengan terus terang.
"Kalau begitu, engkau kenal Sangaji dan Titisari pula," seru
Sukesi. Kilatsh mengangguk. Melihat anggukan Kilatsih, Manik
Hantaya dan Sukesi bersyukur bukan main. Mereka berdua
pernah mendaki celah Gunung Gede untuk menemui Sangaji
dan Titisari. Tiga hari tiga malam mereka berada di markas
besar Himpunan Sangkuriang. Mereka bergaul dengan
rapatnya. Karena Sangaji berhati terbuka, dengan tidak segan-
segan mereka mohon petunjuk untuk kesempurnaan ilmu
pedang mereka. Dengan tulus ikhlas pula Sangaji dan Titisari mengabulkan
permintaannya. Karena yang diminta mereka adalah ilmu
pedang, maka yang mewakili Sangaji adalah Titisari. Dalam
hal ilmu pedang, Titisari memegang pokoknya. Maka Titisari
memperlihatkan ilmu pedang warisan leluhurnya. Itulah
sebabnya begitu Manik Hantaya dan Sukesi melihat gerakan
pedang Kilatsih, segera mengenal corak dan keragamannya.
"Bagaimana engkau memanggil yang Mulia Sangaji suami
istri?" tanya Sukesi.
1041 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mereka berdua adalah kakakku," sahut Kilatsih.
"Ah!" seru Manik Hantaya dan Sukesi dengan berbareng.
"Bagaimana keadaan kakakmu berdua?"
"Kakakku berdua dalam keadaan sehat walafiat," jawab
Kilatsih. "Baiklah kita singkirkan binatang ini dahulu, baru kita
berbicara banyak-banyak."
Sesudah berkata begitu, Kilatsih mendahului menyerang
dengan dahsyat sekali. Diserang demikian, Letnan Suwangsa
yang berpengalaman segera berusaha menguasai
ketenangannya, la bersikap membela diri daripada
menyerang. Setelah bertempur duapuluh jurus, ia tertawa
dengan tiba-tiba. "Apa" Kamu berniat membunuhku" Hiha-ha... kau jangan
bermimpi yang bukan-bukan! Kau tahu, sekarang ini aku
justru telah mempersiapkan lima ratus serdadu yang
mengepung rumah makan ini. Tegasnya, kamu sekalian telah
terkurung rapat-rapat. Jika sayang akan jiwamu, nah letakkan
senjata! Kemudian seorang demi seorang mengikuti kami
berangkat ke Yogyakarta!"
Tentu saja Kilatsih tidak segera mempercayai gertakan
Letnan Suwangsa. Ia memasang kupingnya. Benar saja ia
mendengar langkah ribut di sekitar rumah makan. Benar-
benar rumah makan ini sudah terkepung rapat-rapat.
Dalam pada itu Bantar Angin terkejut tatkala mendengar
nama Sangaji di sebut-sebut. Tatkala itu ia lagi menghadapi
serangan Teguh Jiwa yang dahsyat luar biasa. Karena
perhatiannya terpecah, lututnya kena tertusuk ujung bedudan
Teguh Jiwa, sehingga ia berkaing-kaing. Namun ia tidak
menghiraukan. Dengan memutar tubuhnya, berseru nyaring.
"Hai, Letnan Suwangsa! Bagaimana caramu hendak
mengundang mereka?" 1042 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saudara Bantar Angin yang baik, mulutmu tak perlu usil,"
sahut Letnan Suwangsa dengan tertawa berkakakkan.
"Gntukmu sudah cukup apabila engkau bisa melipat terus si
tua bangka itu dan jaga baik-baik pintu keluar. Aku akan
mengingat jasamu ini!"
Mendengar jawaban Letnan Suwangsa, Bantar Angin
menjadi bingung dan heran. Telinganya yang tajam
mendengar derap langkah pasukan Kompeni yang mengepung
rumah makan. Di antara suara langkah-langkah kaki
terdengar pula derap kaki kuda.
"Saudara-saudara serbu pintu!" Manik Hantaya memberi
aba-aba kembali, la sadar bahaya besar sedang mengancam
keselamatan-para pendekar yang diundangnya. Apa jadinya
kalau rumah makan ini benar-benar terkepung rapat oleh lima
ratus serdadu Kompeni yang biasanya bersenjata bidik"
Lambat sedikit, pastilah akan terpaksa membayar dengan
jiwa. Kilatsih pun sadar akan ancaman bahaya. Lantas saja ia
maju mendekati pintu. Justru dia berbuat demikian,
merupakan kesempatan bagus bagi Letnan Suwangsa untuk
menjaga Manik Hantaya dan Sukesi, maka terpaksalah Kilatsih
berbalik kembali membantu Manik Hantaya dan Sukesi.
"Aku akan memegat di belakangnya!" Kilatsih berseru.
Setelah berkata demikian, ia menyerang dengan tipu-tipu ilmu
pedang Witaradya yang dahsyat luar biasa. Menghadapi
serangan demikian, mau tak mau Letnan Suwangsa mundur
selangkah demi selangkah. Itulah suatu peluang yang bagus
bagi suami istri Manik Hantaya dan Sukesi. Segera mereka
berdua bergerak mendekati pintu.
Letnan Suwangsa hendak mencegah kaburnya suami istri
itu, akan tetapi ke mana saja pedangnya bergerak, selalu kena
dirintangi pedang Kilatsih yang gesit. Walaupun ia
berkepandaian tinggi, akan tetapi tak sanggup ia memukul
atau mengenyahkan serangan pedang Kilatsih dalam tiga atau
1043 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
empatpuluh jurus saja. Itulah sebabnya suami istri Manik
Hantaya dan Sukesi berhasil mendekati pintu besar.
Pembantu Letnan Suwangsa yang mengalihkan
perhatiannya kepada suami istri Manik Hantaya dan Sukesi
adalah Paneker. Melihat suami istri Manik Hantaya dan Sukesi
berhasil mendekati pintu besar, segera ia berseru kalap.
"Kapten Wiranegara! Jaga pintu! Mereka berdua akan
kabur. Jangan takut! Aku akan segera membantu!"
Dalam pada itu pendekar gemuk Bantar Angin kehilangan
kesabarannya. Dengan menggunakan kedua tangannya, ia
menyerang hebat Teguh Jiwa. Setelah itu, ia bergerak hendak
menyerang suami istri Manik Hantaya dan Sukesi. Akan tetapi
baik Manik Hantaya maupun Sukesi sudah bersiaga
menghadapinya. Teguh Jiwa pun tidak tinggal diam.
Dengan senjata bedudannya ia melompat dan menikam
perut Bantar Angin, la menggunakan jurus ilmu saktinya yang
sangat berbahaya. Bantar Angin menjadi kerepotan. Pertama ia memang
berimbang kepandaiannya dengan Teguh Jiwa. Kedua,
sekarang dia menghadapi ancaman Manik Hantaya dan
Sukesi. Selagi ia terancam bahaya, tiba-tiba berkelebatlah
seorang masuk ke gelanggang. Dengan sekali gerakan, orang
itu berhasil menangkis bedudan Teguh Jiwa hingga terpental.
Orang berkepandaian tinggi yang menolong dirinya
ternyata bukan lain adalah Letnan Suwangsa. Dengan
menggunakan kelincahannya ia berhasil meninggalkan Kilatsih.
Begitu terlepas dari libatan pedang Kilatsih ia melompat
menolong Bantar Angin. Dengan sekali gerak, ia menangkis
serangan bedudan Teguh Jiwa sambil menarik lengan Bantar
Angin ke arah pintu keluar. Setelah itu ia melompat menjaga
ambang pintu sebelah kanan. Dengan demikian pintu keluar
kini terjaga empat orang ialah: Letnan Suwangsa, Kapten
1044 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wiranegara, Bantar Angin dan Paneker. Letnan Suwangsa kini
berlaku bengis sekali. Tak segan-segan pedangnya menikam kepada siapa saja
yang berani mendekati ambang pintu. Kapten Wiranegara
tidak kepalang tanggung pula. Dengan ilmu saktinya yang
dahsyat, berkali-kali ia mematahkan tangan penyerang-
penyerangnya. Bantar Angin yang ikut menjaga pintu,
mempertontonkan pula ilmu sakti Hasta Sila memang
bertenaga dahsyat luar biasa. Sekali bergerak, ia membuat
mundur empat-lima. penyerangnya dengan sekaligus. Paneker
yang bersenjata bidik ikut beraksi juga. Dengan leluasa ia
melepaskan senjata bidiknya kepada siapa saja yang berani
mengarahkan perhatiannya kepada pintu keluar.
Dengan demikian Manik Hantaya dan Sukesi benar-benar
tidak berdaya sama sekali. Di antara mereka, hanya empat
orang saja yang kuasa melawan. Ialah Manik Hantaya Sukesi,
Teguh Jiwa dan Kilatsih. Lainnya meskipun mempunyai
kepandaian tinggi akan tetapi menghadapi Letnan Suwangsa
dan kawan-kawan tidak berdaya sama sekali. Itulah sebabnya
gerakan mereka seumpama arus air terbendung tembok besar
dan tinggi. Tatkala itu derap langkah sepatu Kompeni Belanda dan


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gerakan kaki-kaki kuda makin terdengar nyata. Benar-benar
mereka telah mendekati rumah makan dan mengepung sangat
rapat. Mendengar gerakan itu Letnan Suwangsa tertawa
terbahak-bahak. "Saudara Manik Hantaya! Mau tidak mau terpaksa engkau
menerima dendaku. Hai, saudara Bantar Angin! Hampirilah
pendekar itu dan lepaskan pukulanmu yang paling dahsyat
agar goloknya dapat kau rampas."
Letnan Suwangsa bermaksud menawan Manik Hantaya
hidup-hidup. Ia dan Kapten Wiranegara akan membendung
serangan pedang Kilatsih dan Sukesi serta bedudan Teguh
Jiwa. Sebagai seorang pendekar yang telah tinggi ilmunya,
1045 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan sekali pandang tahulah ia bahwa ilmu pukulan Bantar
Angin sangat tinggi mutunya. Dalam keadaan terdesak,
pastilah Manik Hantaya tidak berdaya menghadapi pukulan-
pukulan dahsyat Bantar Angin.
Bantar Angin segera bergerak melepaskan pukulan geledek.
Dan terdengarlah suara bergedobrakan. Oleh suara itu
sekalian yang berada dalam ruang rumah makan memalingkan
pandangnya. Mereka melihat dua pintu roboh berantakan.
Bahkan tiang pintunya patah menjadi empat potong. Ternyata
pendekar Bantar Angin bukan menghajar golok Manik
Hantaya, tetapi menghantam tiang pintu berikut daunnya.
Dahsyat pukulannya. Begitu dilepaskan, tiang dan daun pintu
rontok berguguran. Setelah menghancurkan daun pintu,
mendadak ia memutar tubuhnya dan menghadap Letnan
Suwangsa dengan pandang bengis.
Letnan Suwangsa terheran-heran. Serunya tak mengerti:
"Bantar Angin! Apa maksudmu menghancurkan pintu"
Cepat hadang jalan keluar musuh!"
Bantar Angin tidak menjawab, la hanya menggerung.
Mendengar gerungan itu Paneker heran setengah mati.
"Bantar Angin, apakah katamu tatkala engkau ikut aku
kemari" Bukankah engkau hendak mengabdi diri kepada raja?"
Bantar Angin menyahut dengan suara nyaring.
"Saudara, benar-benar aku tak mengerti apa yang kau
lakukan ini. Siapa sebenarnya yang kau anggap musuh" Aku
tak sudi menganggap Manik Hantaya sebagai musuhku!"
Kedua mata Letnan Suwangsa membelalak sampai hampir
terbalik. Tanpa membuka mulut lagi, ia berputar arah dan
menikamkan pedangnya, la membidik perut Bantar Angin.
Kilatsih yang tajam matanya melihat segala gerakannya.
Dengan cepat ia menghantam pedang Letnan Suwangsa
hingga tikamannya gagal di tengah jalan.
1046 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Berbareng dengan itu Manik Hantaya melompat maju dan
menghatam Paneker dengan gagang goloknya. Ketika itu juga
robohlah Paneker di atas lantai. Dengan satu tendangan
tubuhnya dilemparkan ke udara. Teguh Jiwa yang benci pada
orang itu menyambarnya dan melemparkan keluar pintu.
Akan tetapi Paneker benar-benar pendekar lincah. Ia
dilemparkan tetapi begitu menginjak tanah, ia meletik bangun.
Lemparan Teguh Jiwa tadi mengarah kepada rombongan
Kompeni Belanda yang bersenjata pedang panjang. Melihat
berkele-batnya tubuh Paneker, Kompeni Belanda bersiaga
hendak menikam dengan berbareng. Tentu saja Paneker tidak
sudi membiarkan dirinya kena tikam kawan sendiri, selagi
tubuhnya masih berada di udara ia berteriak-teriak.
"Hai! Hai! Hai! Apa kamu buta" Inilah aku! Teman sendiri!"
Kepala pasukan yang mengenal suaranya dan mengenal
pula bentuk tubuhnya segera memberi aba-aba kepada para
prajuritnya. "Benar, dialah Paneker! Jangan tikam!"
Mendengar teriakan pemimpin mereka, semua serdadu
mengurungkan niatnya. Memang di antara mereka ada yang
kenal Paneker pula. Maka segera mereka menyambut Paneker
yang lagi berdiri terhuyung-huyung.
Selagi mereka menolong dan menggeri-bigi pakaian
Paneker, muncullah Bantar Angin di depannya. Beberapa
serdadu mengenalnya sebagai kawan Paneker. Maka mereka
berseru-seru. "Inilah rekan Bantar Angin! Orang sendiri! Jangan ganggu!"
Bantar Angin tidak menggubris lagi apa yang mereka
katakan, la sedang murka sekali. Ia melompat maju dan
menghajar seorang perwira yang berada di dekatnya. Setelah
itu ia merampas seekor kuda, terus melompat ke
punggungnya dan dikaburkan.
1047 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perwira yang kena hajar sampai jungkir balik itu terheran-
heran. Ia mengira Bantar Angin salah lihat. Maka ia berdiam
saja tatkala melihat Bantar Angin kabur menunggang kuda.
Sebaliknya tidaklah demikian halnya dengan Paneker. Melihat
Bantar Angin kabur dengan kuda rampasan segera ia
berteriak-teriak kalut. "Tembak saja! Tembak saja! Dia bersekongkol dengan
bangsat-bangsat itu!"
Dalam pada itu Teguh Jiwa beserta rombongan sudah
berhasil menerjang keluar. Tentara yang mengepung rumah
makan dapat dihalaunya pergi. Karena mereka mendapat
perintah menangkap hidup-hidup semua yang hadir di rumah
makan tersebut, maka tiada sebutir peluru pun yang
dilepaskan. Dengan demikian mereka hanya berusaha
merintangi Teguh Jiwa dan rombongannya.
Tentu saja mereka semua bukan lawan .yang setimpal.
Dengan satu gerakan kilat Teguh Jiwa dan rombongannya
menghajar mereka kalang kabut.
Bantar Angin sendiri pada saat itu sudah berhasil kabur
dengan kuda rampasannya. Tentara Kompeni sama sekali
tidak sempat menembaknya. Hanya serdadu yang berjaga di
persimpangan empat, mendengar teriakan Paneker. Segera
mengisi senapannya dengan bubuk mesiu. Akan tetapi Bantar
Angin lebih cepat dari tindakan mereka. Dengan satu kait
sambaran saja, serdadu itu dapat dijungkir balikkan mencium
tanah. Teguh Jiwa dan rombongannya tidak kenal siapa
sebenarnya Bantar Angin itu. Dia sesungguhnya anak didik
Raja Muda Dadang Wiranata dan Otong Surawijaya. Itulah
sebabnya ia mengenal pula ilmu pukulan Hasta Sila dengan
baik. Ia mendengar kepergian Dadang Wiranata dan Otong
Surawijaya hendak menyusul ketua Himpunan Sangkuriang ke
Jawa Tengah. Menurut berita yang didengarnya, Dadang
1048 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wiranata dan Otong Surawijaya kini berada di tengah Ibukota
Kasultanan Yogyakarta. Maka ia .berniat menyusulnya.
Salah seorang pamannya mempunyai sahabat yang
bertempat tinggal di dalam Kota Yogyakarta. Sahabatnya itu
bernama Paneker. Maka Bantar Angin segera mohon
pertolongannya agar bisa memasuki Ibukota Yogyakarta
dengan leluasa. Pamannya tidak keberatan. Ia menulis surat
pengantar. Demikianlah ia berangkat ke Yogyakarta.
Di tengah jalan ia bertemu dengan gerakan militer. Melihat
Bantar Angin, komandan militer itu menaruh curiga. Ia lantas
dikepung dan ditangkap. Bantar Angin tidak melawan. Ia
menyefah dengan baik-baik saja.
Memang dia seorang pendekar yang jujur sekali. Niatnya
memasuki Yogyakarta hendak mencari Dadang Wiranata dan
Otong Surawijaya. Karena itu tiada niatnya hendak berlawan-
lawanan dengan pihak militer.
Kebetulan sekali Komandan militer itu adalah Peneker.
Melihat surat pengantar yang dibawa Bantar Angin, Paneker
tertawa terbahak-bahak. Di dalam surat pengantar itu
disebutkan, bahwa Bantar Angin hendak mengabdikan diri
kepada Sultan. Itulah akal Paman Bantar Angin untuk
mengelabuhi pihak militer.
Paneker kenal baik Paman Bantar Angin. Dia seorang yang
berkepandaian tinggi. Maka ia menduga, Bantar Angin pun
seorang pendekar pula. Pikirnya di dalam hati, hari ini aku
diperintahkan ke Magelang untuk melaksanakan penangkapan
terhadap Manik Hantaya dengan sekalian rombongannya.
Orang ini bisa menjadi pembantuku yang baik. Dengan
bantuannya, pastilah aku dapat membuat jasa.
Dengan berpikiran demikian, ia berkata ramah kepada
Bantar Angin. , "Saudara bernama Bantar Angin, bukan"
Maksud Saudara hendak mengabdi kepada Sri Sultan.
Bukankah begitu?" 1049 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar," jawab Bantar Angin.
"Tentang pengabdianmu, aku yang menanggung. Sri Sultan
menghargai seseorang yang dapat membuat jasa terhadap
keraja-an. Kebetulan sekali pada hari ini kami diperintahkan ke
Magelang untuk menggerebek gerombolan pengacau. Aku
percaya, engkau seorang yang berkepandaian tinggi seperti
pamanmu. Jika engkau dapat membantu kami menumpas
gerombolan itu, jasamu akan berarti besar bagi hari
depanmu," bujuk Paneker.
Bantar Angin tidak mendapat penjelasan siapakah
sebenarnya yang disebut gerombolan pengacau itu. la terus
saja mengangguk. Pikirnya, biarlah aku membuat senang
hatinya. Dengan pertolongannya jalanku di kemudian hari
akan menjadi lancar. Raja Muda Dadang Wiranata dan Otong
Surawijaya pastilah menyamar tatkala memasuki ibukota
kerajaan. Bila aku mendapat keleluasaan bergerak, sebentar
atau lama pastilah akan dapat bertemu dengan kedua Raja
Muda Dadang Wiranata dan Otong Surawijaya.
Demikianlah ia ikut Paneker ke Magelang. Dua minggu
yang lalu Letnan Suwangsa dan Kapten Wiranegara
mendengar kabar tentang gerak-gerik Manik Hantaya.
Menurut kabar yang didengar, Manik Hantaya hendak
mengumpulkan pendekar-pendekar yang berpengaruh di Kota
Magelang. Maka Letnan Suwangsa segera berunding dengan
Kapten Wiranegara hendak mengadakan penangkapan.
Apabila hal ini dijelaskan kepada Bantar Angin, pastilah
pendekar yang sembrono dan jujur itu akan menolak dengan
tegas. Sebab ia pernah mendengar nama Manik Hantaya.
Seperti diketahui, Sangaji merupakan tokoh junjungan laskar
seluruh Jawa Barat. Pertemuannya dengan Manik Hantaya
sebentar saja tersiar dengan luas sekali. Bagi Laskar
Himpunan Sang-kuriang, nama Manik Ha'ntaya berkesan baik
sekali. Begitu tiba di Magelang, Paneker segera menganjurkan
1050 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepada Bantar Angin agar membawa aksinya di dalam rumah
makan, la disuruh membuat gara-gara untuk memancing
munculnya Manik Hantaya. Tegasnya dengan tidak sadar
dijadikan perkakas penangkapan.
Akan tetapi walaupun ia sembrono dan polos, dapatlah ia
membedakan mana yang benar dan tidak. Di dalam hidupnya,
kecuali menjunjung tinggi nama Sangaji dan sekalian para
Raja Muda, ia pun menghargai sahabat dan teman-teman
Sangaji. Begitulah tatkala mendengar Kilatsih menyebut-
nyebut nama Sangaji, timbullah rasa curiganya, la pun
mendengar pula Letnan Suwangsa menyerukan nama Manik
Hantaya dua tiga kali berturut-turut. Dengan serta merta ia
gusar bukan kepalang. Maka tatkala Letnan Suwangsa
memerintahkan merampas golok Manik Hantaya, ia justru
menghantam pintu keluar untuk memberi jalan. Kemudian
dengan rasa marah yang meluap-luap, maju mendahului
rombongan Manik Hantaya merabu serdadu Kompeni yang
mengepung rumah makan setelah menjungkir balikkan
seorang perwira dan merampas seekor kuda, lalu segera
kabur. Suami istri Manik Hantaya-Sukesi dan Kilatsih mengikuti
Teguh Jiwa beramai-ramai menyerbu keluar. Teguh Jiwa dan
rombongannya berhasil meloloskan diri, akan tetapi Manik
Hantaya, Sukesi dan Kilatsih dirintangi Letnan Suwangsa dan
Kapten Wiranegara. Memang mereka bertiga inilah yang
diarah Letnan Suwangsa. Manik Hantaya-Sukesi dan Kilatsih segera menggabungkan
diri. Kemudian melawan hadangan Letnan Suwangsa. Akan
tetapi Letnan Suwangsa benar-benar sulit untuk diundurkan.
Sudah begitu, Kapten Wiranegara datang pula memberi
bantuan. Dan di belakang mereka masih berderet entah
puluhan atau ratusan serdadu bersenjata lengkap. Dalam
seribu kerepotannya mendadak Kilatsih ingat kudanya
Megananda. Segera ia bersiul panjang memanggil, Megananda
1051 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
masih tertambat di luar rumah makan. Begitu mendengar
siulan majikannya, segera ia merenggutkan tali pengikat dan
menerjang barisan serdadu.
Letnan Suwangsa melihat .munculnya kuda putih itu. la
tahu, kuda putih itu bukan sembarang kuda. Maka lantas saja
ia berteriak-teriak nyaring.
"Awas! Jangan lukai kuda itu. Tangkap hidup-hidup!"
Belasan serdadu lantas bergerak maju hendak menangkap
Megananda. Akan tetapi Megananda memang bukan kuda
sembarangan. Merasa menghadapi ancaman bahaya, terus
saja ia mengangkat kedua kaki depannya dan menerjang
dengan galak. Sambil berbenger keras, binatang itu terus
menendang ke sana ke mari sambil lari menghampiri Kilatsih.
Kapten Wiranegara panas hatinya. Ia melompat keluar
gelanggang meninggalkan Kilatsih dan memburu Megananda.
Pada saat itu Megananda dapat berlari-lari dengan bebas
merdeka, karena tiada seorang pun berani mendekati atau
melukainya. Sementara itu rombongan Teguh Jiwa sudah dapat
meloloskan diri dari kepungan. Si Dengkek mengetahui bahwa
Manik Hantaya bertiga belum dapat keluar dari kepungan
serdadu. Maka berkatalah ia kepada Teguh Jiwa.
"Kakang! Kau lindung semua orang yang berada di sini. Aku
sendiri hendak kembali menolong mereka bertiga!" Tanpa
menunggu jawaban lagi, ia lari balik. Dengan menggulingkan
tubuhnya serata tanah, ia menyerang kaki-kaki serdadu yang


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sedang mengepung rapat. Mula-mula serdadu pengepung
heran melihat seseorang bergelundungan menghampiri. Tahu-
tahu kaki mereka kena tertebas kutung. Sekarang mereka
berteriak-teriak menyayatkan hati.
Pada saat itu Kapten Wiranegara sudah berada di dekat
Megananda. la berpikir hendak menggunakan pukulan tinju.
Benar ia akan melukai kuda itu, akan tetapi pukulannya tidak
1052 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan mengancam jiwa. Selagi ia hendak menggerakkan
tangan, tiba-tiba ia melihat seorang bergelundungan ke
arahnya, la kaget berbareng heran. Tahu-tahu kakinya kena
serang. Dan diserang secara bergulingan, ia merasa repot
sekali. Berkali-kali ia melompat-lompat untuk menghindarkan diri
dari kaitan kaki dan babatan tangan si Dengkek yang
membawa pedang panjang. Lima enam kali ia berhasil
meloloskan diri. Tetapi satu kali lututnya kena tendang
Dengkek. Alangkah nyeri! Ia berjingkrakan sambil berkaok-
kaok kesakitan. Megananda terus maju menyerang rombongan militer yang
sedang mengepung. Ia merobohkan beberapa serdadu lagi
dan terus lari menghampiri majikannya yang semakin dekat.
Mendongkol hati Kapten Wiranegara kena tertendang
lututnya. Betapapun juga ia merasa diri lebih unggul daripada
si Dengkek. Terus saja ia menghadapi lawan yang bergulingan
itu dengan sungguh-sungguh. Sekarang tak dapat lagi si
Dengkek menyerang kedua kakinya. Malahan sebaliknya
setelah melompat-lompat empat lima kali, Kapten Wiranegara
berhasil membalas tendangan. Akhirnya si Dengkek kena
terhajar roboh. "Tangkap bangsat ini!" perintah Kapten Wiranegara kepada
lima orang serdadu yang berada di dekatnya. Tatkala kelima
serdadu bergerak hendak meringkus Dengkek, ia sendiri lari
mengejar Megananda. Kala itu Letnan Suwangsa lagi sibuk menghadapi
perlawanan Kilatsih dan Manik Hantaya-Sukesi. Ia melihat
gerak-gerik Kapten Wiranegara, dengan sekali pandang
tahulah dia bahwa Kapten Wiranegara mengincar kuda putih
Megananda itu. Tiba-tiba saja timbullah rasa culasnya. Tidak
rela rasanya kalau Kapten Wiranegara berhasil menangkap
Megananda. Sebab segala sesuatu yang dapat dirampas dalam
pertempuran adalah milik si perampas dan tak dapat diganggu
1053 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gugat lagi. Berkata dia di dalam hati, kuda putih itu kuda
mustika. Seratus tahun lagi aku hidup belum tentu aku bisa
memiliki. Baiklah kutangkapnya dahulu kuda itu. Masih ada
waktu untuk membekuk Manik Hantaya dan kawan-kawannya.
Bukankah mereka masih terkepung rapat-rapat"
Kilatsih yang cerdik segera dapat menduga hati Letnan
Suwangsa. Karena perwira itu tiap-tiap kali menoleh ke arah
Kapten Wiranegara dan Megananda. Justru perwira itu sedang
berkhayal, ia menggenjot tubuhnya menjauhi. Sesudah itu ia
berputar sambil menghamburkan biji sawonya.
Letnan Suwangsa benar-benar seor-ang pendekar
jempolan. Dengan pedangnya ia menyapu bersih sambaran
biji-biji sawo Kilatsih dan kemudian melompat menyusul.
Meskipun demikian ia terlambat juga. Itulah disebabkan ia
harus menyapu bersih biji-biji sawo dahulu. Pada detik itu
Megananda sudah mendekati majikannya. Dengan lincah
sekali Kilatsih meloncat naik ke atas punggung kudanya. Baru
saja ia duduk di atas pelananya, seorang serdadu menikam
dengan pedang panjangnya. Cepat sekali Kilatsih menghantam
pedang yang berkelebat itu. Kemudian berputar membabat
lengan. Maka tak ampun lagi kutunglah lengan serdadu sial
itu. Justru pada saat itu Manik Hantaya dan Sukesi tiba pula di
dekatnya. Karena Letnan Suwangsa sibuk menghadapi
Kilatsih, mereka berdua mendapat kesempatan bagus. Dengan
gampang mereka mengundurkan kepungan serdadu-serdadu.
"Kemari!" Kilatsih berseru. Kudanya lantas diputarnya
menyambut kedatangan mereka.
Kapten Wiranegara sekarang sudah berada di dekatnya. Ia
melompat maju menghalang-halangi Kilatsih.
"Kapten Wiranegara, tangkap pemberontak dahulu!" teriak
Suwangsa. Yang disebut pemberontak ialah Manik Hantaya
dan Sukesi. 1054 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Manik Hantaya berjuang dengan gagah berani. Bagaikan
seekor harimau lolos dari. krangkengnya, ia menyerang hebat
ke kanan dan ke kiri. Belasan serdadu yang mengepung
dirinya kena dirobohkan dengan sekali tikaman. Maka kini ia
berada semakin dekat dengan Kilatsih. Tetapi mendekati
Kilatsih, berarti pula mendekati Kapten Wiranegara.
Sebenarnya Kapten Wiranegara mengejar kuda Kilatsih.
Akan tetapi mendengar seman Letnan Suwangsa ia segera
berputar arah. Benar pangkatnya lebih tinggi setingkat dari
Letnan Suwangsa, akan tetapi teriakan Letnan Suwangsa
masuk akal dan nalar. Tak dapat ia menentangnya.
Dengan melompat ia menghampiri Manik Hantaya dan
Sukesi. Segera ia menggerakkan kedua tangannya dan
menyerang suami istri itu dengan berbareng. Tangan kirinya
menghajar Manik Hantaya dan tangan kanannya hendak
merobohkan Sukesi. Menghadapi serangan itu Manik Hantaya berdua terpaksa
mundur dua langkah. Akan tetapi Manik Hantaya tidak mundur
terus. Setelah dapat memperbaiki kedudukannya, segera ia
mengadakan serangan balasan. Ingin ia menebas kedua
lengan Kapten Wiranegara. Ia menebaskan goloknya dari kiri
meliuk ke kanan dengan suatu gerakan yang cepat dan manis
sekali. Kapten Wiranegara benar-benar seorang perwira yang
hebat. Serangannya tadi sebenarnya diarahkan kepada Manik
Hantaya seorang, lalu meneruskan mengarah Sukesi. Akan
tetapi serangan lanjutan yang mengarah kepada Sukesi
sebenarnya hanya serangan gertakan belaka. Begitu melihat
berkelebatnya golok Manik Hantaya, cepat ia mengelak
dengan merendahkan badannya. Benar-benar tebasan golok
Manik Hantaya tidak mengenai sasaran. Setelah dapat
mengelakkan serangan golok Manik Hantaya ia menyerang
Sukesi kembali. 1055 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Manik Hantaya terkesiap melihat istrinya terancam
serangan. Dengan sebat ia mengayunkan goloknya. Akan
tetapi kali ini Kapten Wiranegara sudah bersiaga. Begitu golok
lewat di depannya, tangan kirinya menyerang Manik Hantaya.
Gerakannya cepat luar biasa sehingga Manik Hantaya tidak
sempat lagi mengelakkan diri dan dadanya kena pukulan telak.
Seketika itu juga ia mundur terhuyung beberapa langkah.
Bajunya robek dan nampaklah bekas jari Kapten Wiranegara
pada kulit dadanya. Sukesi tidak sempat menolong suaminya. Berbareng
dengan itu datanglah seorang perwira menggiring penghuni
rumah makan. Dua belas pelayan dan pengurus rumah makan
ditangkapi semua. Maksudnya mereka hendak diperiksa di
dalam tangsi. Semua pelayan diborgol atau diikat. Hanya
seorang saja yang dibiarkan bebas. Ialah pengurus rumah
makan yang sudah berusia lanjut. Perwira itu tidak menaruh
curiga kepadanya. Sebab selain usianya sudah lanjut
perawakan tubuhnya kerempeng tak berdaya. Sama sekali
tidak diduganya bahwa pengurus rumah makan yang
kerempeng itu justru berkepandaian tinggi.
Demikianlah rombongan itu datang melintasi gelanggang
pertempuran Kapten Wiranegara. Justru pada saat itu Kapten
Wiranegara hendak mengulangi serangannya kepada Manik
Hantaya. Manik Hantaya masih saja terhuyung-huyung. Dia
belum sanggup berdiri dengan tegak kembali. Melihat Manik
Hantaya dalam bahaya, tibatiba pengurus rumah makan itu
berseru sambil memutar tubuhnya. Dengan sebat sekali
perwira yang menggiringnya ditangkap dan diangkatnya ke
atas. Karuan saja perwira itu kaget setengah mati. Tahu-tahu
tubuhnya dilemparkan ke arah Kapten Wiranegara.
Tatkala perwira dan rombongan menggeledah dan
memasuki rumah makan, pengurus rumah makan itu berpura-
pura mengesankan bahwa dirinya adalah seorang tua renta
yang tiada daya sama sekali. Akan tetapi sesudah melihat
1056 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Manik Hantaya terancam bahaya, tak dapat lagi ia bermain
sandiwara. Terpaksa ia turun tangan untuk menolong Manik
Hantaya. Kapten Wiranegara kaget. Tetapi masih berkesempatan
membela diri. Ia membatalkan serangannya kepada Manik
Hantaya. Dengan memutar badan ia menangkap tubuh
perwira rekannya itu. Ditolaknya kembali hingga perwira
tersebut menjadi semacam bola keranjang.
"Ndoromas, lekas lari!" teriak pengurus rumah makan itu
kepada Manik Hantaya. Ia menyebut Manik Hantaya dengan
sebutan ndoromas, karena sesungguhnya Manik Hantaya
adalah majikannya. Ia berteriak sambil merintangi gerakan
Kapten Wiranegara. Manik Hantaya tahu bahwa pengurus rumah makan itu
bukan tandingan Kapten Wiranegara. Segera ia menggerakkan
tangannya hendak membantu. Akan tetapi" tangannya tidak
dapat digerakkan lagi. Begitu ia mencoba memaksa diri, rasa
nyeri menusuk dadanya. Tenaga lengannya punah di luar
kehendaknya sendiri. Ontunglah pada saat itu Kilatsih berada di dekatnya dengan
menunggang kuda. Gadis itu berseru nyaring.
"Lekas! Naik!" Sukesi sadar akan pentingnya waktu. Tanpa menunggu
jawaban suaminya ia menyambar tubuh Manik Hantaya dan
diangkatnya ke atas punggung kuda.
Dengan sebat Kilatsih menggeser ke belakang untuk
memberi tempat kepada suami istri itu. Sambil menggeser
tubuhnya, ia membolang-balingkan pedangnya menghalau
serdadu-serdadu yang mendekat.
"Ini pedangku!" kata Sukesi.
Kilatsih segera menghunus pedang Sukesi. Dengan
demikian ia kini membawa sepasang pedang. Sambil
1057 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memerintahkan Megananda maju terus, kedua pedangnya
menyambar-nyambar bagaikan kitiran. Ia seorang gadis yang
sangat lincah. Gerakannya sebat dan berbahaya. Ilmu
pedangnya istimewa pula. Tatkala itu ia melihat seorang
serdadu menyerang dengan pedang panjang. Terus saja ia
memapaki dengan pedangnya. Pedang serdadu itu tertebas
kutung. Kilatsih tidak mau menyia-nyiakan waktu lagi. Sambil
menggeprak kudanya, ia maju terus menerobos kepungan.
Dalam pada itu tentara yang mengepung rumah makan itu
mulai menyalakan obor. Gelanggang menjadi terang
benderang. "Awas!" teriak Letnan Suwangsa. Perwira itu mendongkol
dan penasaran. Ia menimpuk Kilatsih dengan kutungan
pedang serdadu tadi. Kilatsih menangkis. Akan tetapi kutungan pedang itu
terpental ke samping tepat menancap di pundak Sukesi,
sehingga nyonya itu mengucurkan darah.
"Tembak!" Letnan Suwangsa berteriak kalap.
Mendengar perintah tembak itu. Kilatsih tidak berani
berayal lagi. Terus saja ia menggeprak kudanya. Dengan
meringkik Megananda melompat kabur sekencangkencangnya
menerjang barisan serdadu. Baik kuda maupun majikan
berjuang mati-matian. Megananda menggunakan keempat
kakinya, sedang majikannya dengan sepasang pedang.
Tiba-tiba Manik Hantaya teringat sesuatu.
"Mari kita tolong pengurus rumah makan dahulu!"
"Tak mungkin lagi. Lambat sekali saja kita semua tak dapat
lolos," kata Kilatsih.
"Kangmas, kita perlu lolos dahulu," Sukesi membujuk
suaminya. 1058 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dia telah menolong kita. Mengapa kita tidak boleh
menolongnya pula?" seru Manik Hantaya dengan keras.
Justru pada saat itu mereka mendengar teriakan Kapten
Wiranegara yang aneh. Tatkala Manik Hantaya menoleh, ia
melihat perwira itu tengah mengangkat tubuh pengurus
rumah makan yang tua renta itu. Oleh cahaya obor,
nampaklah dengan jelas kedua tangan pengurus rumah
makan itu telah tertelikung kuat-kuat. la dilemparkan tinggi-,
tinggi ke tengah-tengah barisan serdadu yang membawa
senjata tajam. Berbareng dengan teriakan yang menyayatkan
hati, Manik Hantaya melihat Kapten Wiranegara berlari cepat
memburu. Menyaksikan peristiwa yang menyedihkan itu, Manik
Hantaya gusar dan mendongkol. Saking gusarnya ia berseru
keras, dan tiba-tiba jatuh pingsan. Syukur istrinya berada di
belakangnya, sehingga dapat menanggapi tubuhnya. Sambil
memeluk tubuh Manik Hantaya, Sukesi menarik golok. Dengan
goloknya itu ia mencoba melindungi suaminya dan dirinya
sendiri. Dalam saat-saat demikian ia lupa kepada lukanya
sendiri. Megananda yang perkasa dan gesit, kala itu sudah dapat
lolos dari kepungan para serdadu. Pada saat itu berdengar
suara tembakan. Peluru mulai berdesingan di udara.
Mendengar desingan peluru itu Megananda menjadi kalap. Ia
lari makin lama semakin cepat. Sebentar saja ia telah
meninggalkan batas Kota Magelang.
Tentu saja Letnan Suwangsa tidak mau sudah. Dengan
berteriak-teriak kalap, ia merampas seekor kuda dan mencoba
mengejar. Akan tetapi kudanya tidak dapat dibandingkan
dengan kuda mustika Kilatsih. Ia ketinggalan makin lama
makin jauh. Akhirnya tiada nampak sesuatu di depan
matanya.

Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sampai menjelang fajar hari Megananda kabur terus
mengarah ke timur. Pada waktu itu dari arah selatan
1059 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terdengarlah suara tambur, dan terompet. Kilatsih tidak ingin
bertemu dengan mereka. Ia membelokkan kudanya mengarah
ke utara. Di depannya tergelar sepetak hutan. Terus saja ia
memasuki hutan itu. Setelah melintasi hutan itu alam menjadi
sunyi sepi. Tiada sesuatu yang nampak di sekitarnya. Sampai
di sini jalan yang ditempuh sangat sulit dan berliku-liku. Justru
demikian hati Kilatsih dan Sukesi menjadi lega.
Mereka berdua mendongak ke udara dan melepaskan
napas oleh rasa syukur. Justru demikian semangat Sukesi
seperti habis. Tubuhnya bergoyang-goyang dan hendak jatuh
dari atas kuda. Tahulah Kilatsih bahwa Sukesi kehilangan
tenaganya karena lelah. Sebat ia memeluknya. Ia mencium
bau anyir dari pundak Sukesi. Itulah bau darah yang mengalir
terus. Segera ia hendak menyingkap baju Sukesi untuk
memeriksa lukanya. Tiba-tiba ia teringat akan sesuatu.
Berkata dengan suara mengandung kegelian.
"Ayunda, maaf. Namaku Kilatsih. Aku seperti ayunda,"
berkata demikian Kilatsih tertawa geli.
Sukesi memutar kepalanya.
"Semenjak tadi aku tahu bahwa engkau seorang gadis."
"Syukurlah! Bolehlah aku memeriksa lukamu," ujar Kilatsih.
"Silakan!" Tanpa segan-segan Kilatsih segera menyingkap baju
Sukesi. Pada saat itu Manik Hantaya tersadar. Pendekar itu
segera menegakkan badan. Melihat pakarti Kilatsih membuka
baju istrinya, ia menjadi gusar.
"Kau mau apa?" Mendengar bentakan Manik Hantaya, Kilatsih tertegun.
Tiba-tiba Sukesi tertawa lebar.
1060 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kangmas! Kangmas seorang pendekar yang mempunyai
pengalaman banyak. Cobalah lihat yang jelas! Siapa adik ini
sebenarnya?" "Apa maksudmu?" Manik Hantaya minta keterangan
dengan suara tinggi. "Dialah murid Adipati Surengpati....."
"Aku tahu," potong Manik Hantaya.
"Dia bernama Kilatsih"seperti aku. Bedanya kebetulan aku
bernama Sukesi," ujar Sukesi dengan tertawa manis.
Mendengar keterangan Sukesi, barulah Manik Hantaya tahu
bahwa Kilatsih seorang gadis. Mukanya lantas menjadi merah
padam karena malu. Tetapi dia seorang ksatria. Terus saja ia
minta maaf. Tatkala itu fajar hari benar-benar telah tiba. Kuda dan
penunggangnya letih dengan berbareng. Kilatsih lantas turun.
Kemudian menolong suami istri Manik Hantaya" Sukesi.
Setelah mengobati luka Sukesi, Kilatsih memeriksa pula
luka Manik Hantaya. Sukesi hanya menderita luka kulit. Luka
demikian seumpama sampai mengenai tulang, tidaklah begitu
berbahaya. Tetapi tidak demikian luka yang diderita Manik
Hantaya. Tangan Kapten Wiranegara sangat berbahaya dan
beracun. Sehingga Manik Hantaya menderita luka parah.
Cepat Kilatsih mengangsurkan dua butir ramuan obat
pemunah racun. Setelah itu ia menganjurkan mereka
beristirahat. Selagi mereka berdua beristirahat, Kilatsih menuntun
kudanya untuk dicarikan rumput segar. Sambil melihat
kudanya menggeru-miti rerumputan, ia duduk bersandar pada
sebatang pohon. Inilah pengalamannya yang paling hebat.
Berkali-kali ia mengalami suatu pertarungan sengit, akan
tetapi baru kali ini ia berhadapan dengan sepasukan tentara
Belanda. Memang tentara Belanda tidak sudi hidup
1061 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berdampingan dengan para pendekar pecinta bangsa tanah
air. Mereka saling bermusuhan. Masing-masing bersiaga
bertempur pada sembarang waktu.
Akan tetapi bahwasanya satu kesatuan militer bergerak
hendak menangkap para pendekar, baru terjadi pada malam
itu. Bukan secara kebetulan pula pendekar-pendekar yang
hendak ditangkap adalah pengikut-pengikut Pangeran
Diponegoro yang setia. Memperoleh pertimbangan demikian,
diam-diam Kilatsih merasakan asap perang menyelimuti
persada bumi Jawa Tengah.
Teringatlah dia pada bunyi surat Titisari. Kakaknya sengaja
pulang ke kampung halaman dengan maksud hendak memberi
bantuan kepada Pangeran Diponegoro. Rupanya kedua
kakaknya itu jauh-jauh sudah mencium adanya bahaya perang
yang mengancam diri Pangeran Diponegoro yang kini
tersingkir ke Tegalrejo.....
15 PERTEMPURAN SEPANJANG JALAN
TAK TERASA KILATSIH TERTIDUR KARENA LELAHNYA.
Tatkala menyenakkan matanya matahari telah condong ke
barat. Angin sore hari mulai terasa meraba tubuhnya. Rasa
lelahnya sirna larut kini. Akan tetapi sebagai gantinya ia
diamuk oleh rasa lapar dan dahaga. Segera ia berdiri sambil
menggeribiki pakaiannya. Kemudian dengan hati-hati dan
perlahan-lahan ia menghampiri suami istri Manik Hantaya-
Sukesi yang sudah terbangun pula dari tidurnya.
Mereka berdua nampak segar. Jelaslah sudah bahwa
mereka telah memperoleh tenaganya kembali. Manik Hantaya
nampak tidak bergembira. Wajahnya keruh. Melihat
1062 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kedatangan Kilatsih hatinya agak terhibur. Tetapi begitu
teringat akan luka yang dideritanya ia menjadi sengit dengan
mendadak. "Semenjak aku mengabdi Kangmas Pangeran Diponegoro,
puluhan kali aku diajak berperang. Kadang aku berperang
melawan laskar-laskar pemberontak. Kadang pula berhadapan
dengan pasukan Kompeni Belanda. Akan tetapi belum pernah
aku terkalahkan seperti semalam. Alangkah sakit hatiku! Sakit
hatiku ini harus terbalas!"
Sukesi mencoba menghibur suaminya. Katanya dengan
suara membujuk. "Kita bukan kalah. Pertimbangkan saja. Kita hanya
duapuluh orang menghadapi lima ratus serdadu. Meskipun
demikian, kita bisa lolos dengan tak kurang suatu apa.
Bukankah ini suatu kemenangan" Andaikata Kangmas
komandan tentara Belanda, bukankah Kangmas akan merasa
kalah habis-habisan karena orang-orang yang hendak
Kangmas tangkapi lolos semuanya?"
Sukesi tidak menunggu reaksi suaminya, la menoleh
kepada Kilatsih. "Di sana kedua kakakmu kini berada" Kami mendengar
kabar, bahwa kedua kakakmu akan balik pulang ke kampung
halaman. Tentu saja hal itu sangat menggembirakan hati
kami. Segera kami melaporkan hal itu kepada Kangmas
Pangeran Diponegoro. Mendadak kami mendengar kabar pula bahwa
Patih Danurejo menaruh perhatian besar terhadap kepulangan
kakakmu berdua. Dia dan pemerintah Belanda bermaksud
tidak baik terhadap kedua kakakmu. Karena itu kami segera
mengadakan penyelidikan di Kota Magelang untuk mengkisiki
kakakmu berdua. Di luar dugaan, pihak Kompeni mencium
maksud kami tersebut. Maka terjadilah peristiwa semalam
yang sangat memalukan."
1063 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kangmas Sangaji dan Ayunda Titisari pada saat ini sudah
berada di tengah Pulau Karimun Jawa," sahut Kilatsih.
"Ah, syukur!" seru Manik Hantaya dengan gembira.
"Mengapa kakakmu berdua berada di Karimun Jawa" Apa
mereka datang untuk orang tuanya?"
"Benar. Dua bulan lagi Guru akan merayakan hari ulang
tahunnya," jawab Kilatsih.
Manik Hantaya tertawa senang.
"Ayunda Titisari adalah seorang pendekar wanita yang
cemerlang otaknya. Jauh-jauh dia sudah dapat menebak
gerak-gerik Patih Danurejo. Tatkala kami berdua berkunjung
kepada mereka ke celah Gunung Gede, dia sudah
menyinggung persoalan Pangeran Diponegoro dan Patih
Danurejo. la menganjurkan kepadaku, agar aku segera
membentuk laskar pejuang yang tangguh. Gunanya untuk
membela Pangeran Diponegoro sewaktu-waktu. Tatkala itu
aku heran. Aku segera bertanya kepadanya: 'Apakah di Jawa
Tengah bakal terjadi suatu peperangan"'. Ia tidak menjawab,
tetapi tersenyum dengan dibarengi cahaya matanya yang
berkilat-kilat. Sekarang tahulah aku arti pandang dan
senyuman itu. Benar-benar bahaya perang mengancam diri
Kangmas Pangeran Diponegoro."
"Setelah sadar akan hal itu, apakah yang akan Kangmas
lakukan?" Kilatsih bertanya menguji.
"Mula-mula aku hendak menghadap Kangmas Pangeran
Diponegoro untuk melaporkan pengalaman kita semalam.
Kemudian aku hendak minta izin darinya untuk membentuk
laskar perjuangan seperti yang dianjurkan Ayundamu Titisari."
"Bagus! Bila aku bertemu kakakku berdua, aku akan
melaporkan sepak terjang kalian yang gagah berani," potong
Kilatsih dengan penuh semangat.
1064 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Manik Hantaya tertawa panjang. Tiba-tiba ia menjadi
sengit. Ia mengangkat tinjunya dan dihantamkannya ke bumi.
Karena gerakan itu dadanya terasa nyeri. Tak dikehendaki
sendiri ia mengerang. "Mari kita mencari rumah penginapan. Maksudku mencari
rumah penduduk untuk menumpang barang satu malam,"
kata Sukesi. Kilatsih maupun Manik Hantaya segera menyetujui usul itu.
Akan tetapi mereka berada di tempat yang sunyi sepi. Sejauh
mata memandang, tiada nampak sebuah rumah pun.
Sebenarnya Kilatsih bermaksud hendak mencari seorang diri.
Tetapi karena memikirkan keadaan suami istri Manik Hantaya-
Sukesi, ia tak sampai hati meninggalkannya. Siapa tahu
karena penasaran, Letnan Suwangsa pada saat itu berusaha
mengikuti jejaknya. Ia kenal gerak-gerik Letnan Suwangsa
yang pernah menyamar sebagai seorang saudagar untuk
mengikuti Mundingsari. Kemudian muncul dengan tiba-tiba di
gelanggang pertarungan Danis-wara di Wonosobo.
Waktu itu hari telah senja. Alam terasa semakin sunyi sepi.
Tiba-tiba Kilatsih terkejut dan heran. Ia melihat Megananda
lari berjingkrakan dan benger-benger. Kerapkali binatang
memiliki kelengkapan panca indera jauh lebih tajam daripada
panca indera manusia. Karena itu Kilatsih berdiri serentak.
Segera ia memanggil kudanya. Akan tetapi Megananda terus
lari berputaran dua tiga kali lagi. Kemudian dengan mendadak
lari sekencang-kencangnya turun bukit.
KILATSIH MAKIN HERAN MENYAKSIKAN PEKERTI
KUDANYA Selamanya kuda itu selalu tunduk pada perintah-
perintahnya. Tetapi kali ini tidak meskipun ia sudah berusaha
memanggil, berseru dan membujuk tetap saja Megananda
membandel. Sebentar saja ia hilang dibalik bukit. Yakin bahwa
Megananda menyaksikan sesuatu, segera Kilatsih menyusul.
Baru saja ia muncul dari sebuah tikungan, sekonyong-
konyong ia mendengar bentakan nyaring terhadapnya.
1065 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bangsat dari mana sampai berani mencuri kuda Adipati
Surengpati?" Seiring dengan lenyapnya bentakan itu suatu
serangan dasyat datang dengan mendadak.
Kilatsih terkejut dan heran. Di bawah cuaca mendekati
rembang petang, seorang laki-laki berperawakan sedang,
beralis tebal dan bermata besar menyerang dengan senjata
cempuling. Ukuran senjatanya terlalu besar apabila
dibandingkan cempuling-cem-puling yang yang pernah
dilihatnya, hebat dan dahyat cara dia menyerang. Untuk
melindungi diri terpaksalah Kilatsih menangkis. Sebenarnya
hendak ia menegur untuk memohon keterangan. Akan tetapi
ia tak diberi kesempatan. Penyerang itu melancarkan serangan
berantai. Empat kali beruntun ia menyerang. Maka mau tak
mau Kilatsih terpaksa menyambuti keras melawan keras.
Akan tetapi, begitu terbentur. Kilatsih tak berani lagi
mengadu tenaga. Ia mengelak sambil melompat ke samping.
Tetapi justru ia mengelak ia malah kena didesak orang itu ke
samping. Nampaknya orang itu sudah kalap serangannya
makin lama makin bengis. Sama sekali tak sudi memberi
kesempatan Kilatsih bernapas.
Untuk melayani kekalapan itu Kilatsih terpaksa melawan
dengan mengandalkan kegesitannya. Setelah bergebrak
beberapa jurus, Kilatsih menjadi heran. Ternyata kepandaian
orang itu jauh lebih tinggi dari Kapten Wiranegara.
"Paman...eh Eyang! Nanti dulu!" akhirnya Kilatsih berseru
setelah terdesak berulang kali. la heran sekali menghadapi
sikap keras orang itu. "Kau hendak berbicara apa?" bentak orang tersebut.
Setelah membentak ia melompat sambil sambil menendang
Kilatsih. Kena tendangannya pedang Kilatsih terpental ke
udara. Setelah itu barulah ia melompat mundur. Kemudian
berkata seperti kepada diri sendiri.
1066 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
~ "Ah, apakah engkau murid Adipati Surengpati" Atau
murid Sangaji atau murid Titisari?" Setelah berkata demikian,
ia tertawa terbahak-bahak, sambil mendongakkan kepalanya
ke udara. Keruan saja Kilatsih heran bukan main. Baru ia
bermaksud hendak membuka mulutnya orang itu telah
berkata lagi. "Sungguh! Dari zaman ke zaman manusia makin lama
makin menjadi pandai. Maka aku yang telah bertulang keropos
ini harus mati dengan menanggung malu..."
Kilatsih melompat memungut pedangnya. Setelah itu ia
mengawaskan penyerangnya yang sudah berusia mendekati
sembilan puluh tahun. Meskipun demikian paras mukanya


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nampak masih segar. Kedua matanya cemerlang dan pada
saat itu sedang memeriksa cempulingnya. Orang tua itu
nampak heran menyaksikan cempu-lingyan cacat kena pedang
Kilatsih. Akan tetapi ia lantas tersenyum berseri-seri. la tidak
lagi bersikap bengis seperti tadi. Menyaksikan hal itu untuk
kesekian kalinya Kilatsih heran. Hatinya sibuk menduga-duga.
Selagi demikian, tiba-tiba ia mendengar seruan Manik Hantaya
dari kejauhan. "Oh, kiranya Paman Jaga Saradenta!"
Kilatsih segera menoleh dan melihat Sukesi memapah
suaminya. Mereka berdua rupanya menyusul setelah
mendengar bentrokan senjata. Mendengar seruah Manik
Hantaya, Kilatsih segera membungkuk hormat kepada Ki Jaga
Saradenta. "Dengan ini perkenankan cucumu menghaturkan sembah."
Ki Jaga Saradenta tertawa terbahak-bahak.
"Ah, anak manis! Siapa namamu?"
"Kilatsih," jawab Kilatsih dengan pendek.
Ki Jaga Saradenta tertawa terbahak-bahak lagi. Pada saat
itu berbagai pertanyaan muncul dalam benak Kilatsih. Menurut
1067 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mundingsari Ki Jaga Saradenta mati di depan rumahnya.
Belum lagi Mundingsari sanggup memberi penjelasan ia
menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bahwa orang tua
itu muncul dengan Ki Hajar Karangpandan di istana batu.
Sebenarnya bagaimana peristiwa sesungguhnya" Apabila
bukan dia yang mati di depan rumahnya, lantas siapakah yang
menyamar sebagai dia" Lantas sekarang muncul pula ia di
sini. Apa maksudnya" Mengapa ia berada di sekitar Magelang"
"Kilatsih! Hmm... namamu Kilatsih...
tetapi engkau menyandang pemuda. Aku jadi teringat
kepada anakku Titisari. Aku senang engkau secerdik dia. Akan
tetapi aku tidak menyetujui di kemudian hari engkau menjadi
seorang gadis liar seperti dia," kata Ki Jaga Saradenta dengan
tertawa lagi. Tiba-tiba ia berpaling kepada Manik Hantaya dan
Sukesi. Dengan tercengang ia berseru, "nDoromas! Kenapa
engkau ter-luka?" "Kita dikepung musuh," sahut Sukesi. Kemudian ia
mengisahkan pengalamannya melawan rombongan Letnan
Suwangsa. "Aha! Kiranya kalian berdua sedang mencari Sangaji pula!"
kata Ki Jaga Saradenta. Lagi-lagi ia tertawa meneruskan, "Aku
pun sedang mencarinya untuk minta padanya agar
membalaskan sakit hatiku terhadap beberapa tusukan senjata
ini." Setelah berkata demikian ia menyobek bajunya. Begitu
terobek, tampaklah beberapa bekas tikaman pedang dan
senjata tajam yang bersilang. Luka itu sangat berat dan Ki
Jaga Saradenta mengobati dengan ramun daun-daunan
berkhasiat. Menyaksikan bekas luka silang yang begitu parah Kilatsih
heran bukan main. Pikirnya dalam hati, pantas Kangmas
Sangaji pernah membicarakan ilmu kebal Eyang Jaga
1068 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Saradenta. la menderita luka begitu berat, akan tetapi masih
sanggup berkelahi dengan dahsyat sekali menggempur aku....
"Siapakah yang begitu berani melawan Paman Jaga
Saradenta" Setiap orang di seluruh penjuru tanah air ini
mengerti belaka, bahwa Paman Jaga Saradenta adalah guru
Kangmas Sangaji," seru Manik Hantaya dengan heran. Sukesi
pun tak kurang-kurang herannya.
"Siapakah yang menikam Paman begini hebat!"
"Sebenarnya mereka tidak hanya memusuhi aku saja,"
jawab Ki Jaga Saradenta dengan sengit. "Mereka telah
membinasakan puluhan sampai ratusan, bahkan mungkin
ribuan penduduk di seluruh tanah air ini. Syukurlah, dengan
cempulingku ini, aku berhasil menolong beberapa ratus
penduduk. Apabila aku tidak dalam lindungan Tuhan, pastilah
tubuhku telah menjadi santapan burung gagak... beberapa
lukaku ini akibat tikaman dan tembakan anjing-anjng Belanda
dan begundal-begundal Danurejo yang mengganas di sekitar
Kerajaan Yogyakarta dan Surakarta."
Ki Jaga Saradenta segera menceriterakan pengalamannya.
Pada suatu hari, ia bertemu dengan Sirtupelaheli. Pendekar
wanita itu mengabarkan kepadanya, bahwa Wirapati
tertangkap Kompeni Belanda. Mendengar berita itu, Ki Jaga
Saradenta yang beradat berangasah, lantas saja meninggalkan
Sigaluh tanpa pamit. Hal itu terjadi dua hari sebelum Kilatsih
memasuki Dusun Sigaluh. Dengan seorang diri ia mencoba
menyerbu benteng Kompeni dan berusaha menolong Wirapati
dari penjara. Akan tetapi meskipun gagah perkasa, tentu saja
ia tak sanggup melawan ratusan serdadu Belanda yang
bersenjata bidik. Maka ia memutuskan hendak mencari
muridnya Sangaji. Ditengah perjalanan, ia bertemu dengan Ki
Hajar Karangpandan. Ia segera menyampaikan maksudnya. Ki
Hajar Karangpandan menye-tujuhi. Demikianlah mereka
berdua lantas berangkat ke Jawa Barat. Kebetulan sekali,
tatkala melintasi perbatasan Jawa Barat, mereka bertemu
1069 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan Ki Tunjungbiru. Setelah, mendapat keterangan dari Ki
Tunjungbiru bahwa Sangaji tiada lagi di Jawa Barat, segera
mereka kembali ke Jawa Tengah. Dalam perjalanannya ke
Jawa Tangah ia mendengar gerakan-gerakan militer Belanda.
Ia mendengar pula tentang kericuhan-kericuhan yang terjadi
dalam pemerintahan Kasultanan. Dengan bersandar pada
kekuatan militer Belanda, Patih Danureja mengambil alih
seluruh pemerintahan Kasultanan, seolah-olah dialah
penguasa tunggal. Pengeran Diponegoro yang tadinya
membantu Sultan Jarot, dipersilakan pulang ke Tegal Rejo
selanjutnya dengan alasan keamanan, tentara Belanda disuruh
memasuki dusun-dusun. Ternyata mereka membawa
malapetaka rakyat banyak. Mereka tidak hanya menggarong
atau merampas, akan tetapi membunuh pula.
Baik Ki Jaga Saradenta maupun Ki Hajar Karangpandan
adalah pendekar-pendekar pecinta bangsa dan pembela
keadilan. Maka mereka berdua memutuskan hendak menolong
penderitaan rakyat. Pada waktu itu rakyat sudah mulai berani
melawan kekerasan tentara Belanda. Akan tetapi tentu saja
mereka bukanlah merupakan musuh berarti bagi tentara
Belanda yang lengkap persenjataannya. Dalam satu
pertempuran besar mereka kena dikalahkan. Meskipun
beberapa serdadu Kompeni Belanda ada yang mati terbunuh,
namun rakyat menderita pula. Demikianlah mereka berdua
segera melindungi perlawanan rakyat. Dalam satu
pergumulan, Ki Jaga Saradenta menderita luka-luka parah.
Karena didesak oleh keadaan mereka berdua berpisah.
"Kalau begitu, siapakah yang menyamar sebagai Eyang?"
kata Kilatsih minta keterangan.
"Menyamar bagaimana?" sahut Ki Jaga Saradenta dengan
heran. "Tatkala aku berkunjung ke Sigaluh, Eyang tidak
kutemukan. Barang kali dua atau tiga hari sebelumnya Eyang
telah meninggalkan Dusun Sigaluh," sahut Kilatsih. "Aku
1070 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berusaha mencari Eyang. Pada saat yang bersamaan pula
seorang kawan bernama Mundingsari melihat Eyang roboh
dan mati di depan rumah. Dengan sedih Mundingsari
meninggalkan Sigaluh. Dia pun berusaha untuk menolong
Paman Wirapati. Akan tetapi seperti Eyang juga, dia pun
gagal..." Sampai di situ Ki Jaga Saradenta tertawa terbahak-bahak.
"Pastilah ini akal Sirtupilaheli belaka. Apakah engkau
pernah bertemu dengan dia" Pada saat ini ia dan Daniswara
sedang menghimpun tentara rakyat untuk membuat
perlawanan berarti terhadap tindakan sewenang-wenang
Kompeni Belanda. Setelah berkata demikian, Ki Jaga Sara-denta minta
keterangan kepada Kilatsih dimanakah kini Sangaji berada.
Kilatsih segera memberi keterangan, bahwa Sangaji dan
Titisari kini berada di Karimun Jawa.
"Hai! Mengapa mereka berdua berada di tengah pulau itu?"
seru Ki Jaga Saradenta dengan uring-uringan.
"Kangmas Sangaji berdua pastilah mempunyai alasan yang
tepat," sahut Manik Hantaya. "Yang kudengar, mereka berdua
sedang menghindari serbuan Kompeni Belanda. Mereka
bukanlah takut terhadap serbuan itu, akan tetapi mereka
berdua berusaha menghindarkan korban besar yang akan
terjadi dalam kalangan rakyat. Selain itu, menurut cerita yang
pernah kami dengar. Kangmas Sangaji sebenarnya tidak
menghendaki bercokol terus menerus di Jawa Barat memimpin
Laskar Himpunan Sangkuriang. Dia mengerti hati nurani
rakyat Jawa Barat. Betapa perkasa dan gagah Kangmas
Sangaji, akan tetapi rakyat Jawa Barat lebih bergembira
apabila Himpunan Sangkuriang di pimpin oleh putra Jawa
Barat pula. Kebetulan sekali cucu Ratu Bagus Boang muncul
pada saat ini. Demikianlah sambil menunggu perkembangan
apa yang akan terjadi, Kangmas Sangaji dan ayunda Titisari
kembali pulang ke kampung halaman. Kembalinya Kangmas
1071 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sangaji berdua ke kampung halaman menggembirakan
Kangmas Pangeran Diponengoro. Mendadak kami mendengar
kabar pula bahwa patih Danurejo menaruh perhatian besar
terhadap kepulangannya Kangmas Sangaji berdua. Dia dan
pemerintah Belanda bermaksud tidak baik terhadap mereka
berdua. Karena itu segera kami mengadakan penyelidikan di
Kota Mangelang. Sedangkan kami mengumpulkan pendekar di
sekitar Magelang dengan maksud untuk membantu Kangmas
Sangaji, tiba-tiba kami kena serbu pihak Kompeni.
Menghadapi pihak Kompeni, adinda Kilatsih masih sempat
memberi kabar kepada kami bahwa kakaknya berdua kini
berada di Karimun Jawa. Pastilah mereka berdua berada di
tengah Pulau Karimun Jawa untuk menunggu
perkembangan keadaan....."
"Tidak hanya itu." Tungkas Kalatsih dengan penuh
semangat. "Kangmas Sangaji berdua hendak menghadiri ulang
tahun guru....." "Eh, siapa sebenarnya gurumu?" seru Ki Jaga Saradenta.
"Adipati Surengpati."
"Ah! Apakah engkau si bocah yang dulu digondol
Watugunung?" seru Ki Jaga Saradenta berjingkrak.
Kalatsih memangut dengan tersenyum. Melihat Kilatsih
mengangguk, Ki Jaga Saradenta girang bukan kepalang.
"Sungguh bagus nasibmu. Selamanya si Jangkrik Bongol itu
tidak pernah mau menerima murid. Maklumlah karena
mendongkol dan kuwalahan menghadapi kakakmu Titisari. Eh,
tidak terduga duga pada hari tuanya ia bisa bersabar hati
mengasuh dan mendidikmu. Kapankah gurumu berulang
tahun?" "Bulan depan," jawab Kilatsih pendek.
Ki Jaga Saradenta tertawa girang. Katanya mengalihkan
pembicaraan. 1072 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Memang nampaknya Sangaji hendak menyingkirkan diri
dari dunia ramai. Akan tetapi sebenarnya hatinya sedang
panas bergolak. Dalam menghadapi yang serba tidak adil, dia
melebihi aku. Dalam kesibukannya mengurus kancah
perjuangan, masih sempat ia teringat kepada mertuanya.
Tetapi apakah dia tidak mendengar kabar bahwa gurunya kini
berada dalam sekapan Belanda?"
"Apakah Eyang bermaksud mengabarkan keadaan Paman
Wirapati?" tanya Kilatsih. "Benar!"
"Dalam hal menerima berita, aku kira Kangmas Sangaji
lebih cepat pula daripada Eyang. Pada saat ini Paman Wirapati
sudah berada diluar penjara dalam keadaan sehat walafiat."
"Bagaimana kau tahu?" seru Ki Jaga Saradenta bernapsu.
Kilatsih segera menceritakan. Mendengar keterangan
Kilatsih yang meyakinkan itu, Ki J^aga Saradenta girang
bukan kepalang sampai air matanya bercucuran.
"Ah, begitu. Kalau begitu, pada hari ini boleh mati dengan
puas......" Kilatsih ikut tertawa. Ia lantas menanyakan luka yang di
derita Manik Hantaya. "Setelah kau obati, aku merasa agak sehat kembali," sahut
Manik Hantaya dengan tertawa lebar. "Dan setelah mendengar
kisah pengalaman Paman Jaga Saradenta tadi hatiku menjadi
semakin gembira. Aku percaya, lakuku ini tidak bakal menjadi
rintangan yang berarti."
Mendengar pembicaraan itu, Ki Jaga Saradenta tertegun.
Tiba-tiba ia mengetuk kepalanya sendiri dengan
cempulingnya. "Ah! Lihatlah bagaimana aku ini makin tua semakin menjadi
tolol! Seharusnya kamu semua beristirahat."
1073 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dimana ada tempat peristirahatan?" sahut Sukesi dengan
tertawa manis. "Dibalik bukit ini terdapat sepetak hutan. Di tepi hutan itu
rumah seorang pemburu. Ia hidup seorang diri saja," kata Ki
Jaga Saradenta. "Mari kita pergi ke sana!"
Manik Hantaya bertiga menyatakan setuju. Ki Jaga
Saradenta segera mendahului berjalan. Kilatsih lalu memanggil
Mega-nanda. Kemudian ia membantu Sukesih menaikkan
Manik Hantaya ke atas kuda. Baru saja kuda tersebut
melangkah, tiba-tiba Manik Hantaya berpesan kepada Kilatsih.
"Adik Kilatsih! Tolong setiap kali berbelok, tinggalkan
tanda-tanda ini ditepi jalan. Syukur apabila adik menemukan
sebatang pohon!" "Tanda apa itu?" Kilatsih menegas.
"Inilah panji-panji perjuangan," sahut Manik Hantaya. Ia
memperlihatkan gambar obor besar dengan sebilah keris.
Tanda gambar ini mirip sekali dengan panji-panji salah satu
laskar Himpunan Sangkuriang. maka teringatlah Kilatsih
kepada tanda gambar yang terpanjang pada tembok rumah
makan di Magelang.

Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Gambar ini mirip panji-panji laskar perjuangan Himpunan
Sangkuriang," kata Kilatsih.
"Benar. Inilah gambar panji-panji yang dipilih saudara
Daniswara," sahut Manik Hantaya. "Maksud perjalananku ini
kecuali untuk mencari gurumu, juga hendak mencari saudara
Daniswara. Niatku hendak menggabungkan diri dengannya.
Dialah seorang gagah berani dan jujur hati."
Tidak enak hati Kilatsih mendengar Manik Hantaya
menyebut Daniswara. Entah apa sebabnya, ia merasa sebal
terhadap orang itu. Di depan matanya lantas saja nampak
seorang pemuda berewok yang berwajah kasar dan bermata
cemerlang. Sebaliknya Ki Jaga Saradenta gembira begitu
1074 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendengar Manik Hantaya menyebut-nyebut nama
Daniswara. Orang itu segera minta keterangan tentang dia dan Manik
Hantaya segera menceritakan tentang pribadi Daniswara yang
gagah dan tulus hati. "Sebenarnya dia ini anak siapa?" tanya Ki Jaga Saradenta.
"Menurut kabar, dialah putra bungsu pendekar Kebo
Bangah..." jawab Manik Hantaya.
"Haha... kiranya dia putera si bangkotan Kebo Bangah,"
seru Ki Jaga Saradenta dengan tertawa tinggi. "Ayahnya
seorang bangsat besar. Tapi memang seorang berkepandaian
tinggi. Terus terang saja aku memang bermusuhan dengan
ayahnya. Tetapi menghadapi Kompeni Belanda aku bersedia
melupakan ganjalan-ganjalan hati yang telah lampau..."
Sebenarnya tidaklah boleh dikatakan bahwa Ki Jaga
Saradenta bermusuhan dengan Kebo Bangah. la menyatakan
bermusuhan karena berpihak kepada Sangaji. Tatkala
pendekar Kebo Bangah merupakan perintang besar bagi
kemajuan muridnya. Juga tatkala Kebo Bangah merintang
Sangaji melamar Titisari, ia ikut mendongkol. Itulah sebabnya
dengan mudah saja Ki Jaga Saradenta bersedia melupakan
ganjalan-ganjalan hati yang sebenarnya tidak pernah terjadi.
Sebab apabila dia benar-benar bermusuhan dengan Kebo
Bangah, menilik adatnya yang berangasan dan berpikiran
cupat pastilah tidak gampang ia bersikap demikian. Sekarang
ia mendengar kabar bahwa putra Kebo Bangah telah menjadi
Ketua Himpunan Gabungan Laskar Perjuangan, la nampak
sangat bergembira dan bersyukur. Apa lagi ia mendengar pula
dari Kilatsih bahwa Sirtupelaheli membantu Daniswara.
Sambil berbicara mereka berjalan terus. Tak lama
kemudian petang hari tiba. Rumah pemburu yang berada di
tepi petak hutan nampak tidak jauh lagi didepannya.
1075 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"nDoromas!" kata Ki Jaga Saradenta kepada Manik
Hantaya. Luka nDoromas ini tidak berat tapipun juga tidak
enteng. Akan tetapi, nDoromas harus beristirahat beberapa
bulan karenanya. Kebetulan sekali pemburu maksudku pemilik
rumah itu, mengerti pula tentang ilmu ketabiban..."
Baru saja Ki Jaga Saradenta berkata begitu, tiba-tiba
nampaklah sinar obor disebelah barat bukit dan muncullah
seorang penunggang kuda yang melarikan kudanya sangat
cepat. "Hebat cara orang itu melarikan kudanya!" kata Ki Jaga
Saradenta kagum. "Kudanya-pun jempolan pula! nDoromas
Manik Hantaya, apakah dia Daniswara?"
Pada saat itu Kilatsih berpaling dengan cepat. Kemudian
berseru mendahului Manik Hantaya.
"Letnan Suwangsa!" Kedua mata Kilatsih memang sangat
tajam. Sekali melihat, ia segera mengenali siapa pemuda
penunggang kuda itu. "Letnan Suwangsa yang mana?" seru Ki Jaga Saradenta.
"Apakah dia yang memimpin penyerbuan?"
"Benar! Dialah Letnan Suwangsa yang memimpin Kompeni
Belanda menyerbu kami," sahut Sukesi. "Dialah bangsat besar
yang melukai Kangmas Manik Hantaya."
Kuda yang ditunggangi letnan Suwangsa adalah kuda
pilihan. Dengan kuda pilihan itu ia berusaha mengikuti jejak
Kilatsih. Ternyata ia dapat mencapai maksudnya. Dengan
mengangkat obornya tinggi-tinggi ia tertawa lebar.
"Hai, kiranya engkau masih berada di sini!" la berseru
nyaring. "Tuan yang mulia, perkenankan aku menawan
engkau!" Kilatsih lantas saja menghunus pedangnya. Sedang Manik
Hantaya tergugu mulutnya.
1076 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau serahkan saja bangsat itu kepadaku!" seru Ki Jaga
Saradenta dengan suaranya yang dalam. "Kilatsih, kau
lindungi saja nDoromas Manik Hantaya!"
Setelah berkata demikian lantas saja Ki Jaga Saradenta
melesat ke depan. Begitu kakinya menginjak tanah,
cempulingnya menyambar kaki kuda Letnan Suwangsa.
Ternyata kuda Letnan Suwangsa benar-benar kuda pilihan
yang terlatih menjadi kuda tempur. Begitu melihat
berkelebatnya cempuling, kakinya melompat tinggi ke depan.
Letnan Suwangsa yang berada dipunggungnya menjadi gusar.
Obornya lantas ditimpukan.
Ki Jaga Saradenta melihat berkelebatnya sinar obor
mengarah dirinya. Dengan sebat ia menyapu dan obor itu
lantas terpental seperti seekor ular api berombak-ombak.
Kemudian padam seketika. Luar biasa gesit Ki Jaga Saradenta setelah menyapu obor
itu, ia melompat maju untuk mengulangi serangannya yang
kedua. Letnan Suwangsa tidak berani memandang enteng.
Kemudian membalas menyerang.
"Bangsat darirhana lagi ini berani menyerangku!"
"Hebat! Sungguh lincah engkau!" Ki Jaga Saradenta memuji
kegesitan Letnan Suwangsa. Segera ia menangkis dengan
keras. Begitu cempuling dan pedang berbenturan, kedua-
duanya mundur dua langkah.
"Siapa kau?" bentak Letnan Suwangsa.
"Akulah malaikat yang baru saja turun dari langit untuk
membinasakan bangsat!" sahut Ki Jaga Saradenta. Kau bocah
kemarin sore berani berlaga dihadapanku memamerkan ilmu
pedangmu. Baik...baik! Marilah kita mencoba-coba tiga ratus
jurus!" Jawaban itu dibarengi dengan serangannya yang bertubi-
tubi. Diserang demikian, Letnan Suwangsa benar-benar
1077 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi repot sekali. Dalam beberapa gebrakan saja, tahulah
Letnan Suwangsa bahwa lawannya kali ini bertenaga besar.
Maka tak berani lagi ia mengadu keras melawan keras.
Berkali-kali ia menggunakan kelincahannya untuk mengelak
atau berlompatan. Setelah memperoleh kesempatan, ia
mencoba membalas menyerang.
Gerakan tangan Ki Jaga Saradenta sebenarnya terganggu
oleh luka parahnya. Andaikata bukan dia. Pastilah tidak
sanggup bergerak apalagi menyerang. Setelah bertempur
sekian lamanya, Letnan Suwangsa belum dapat dirobohkan. Ia
menjadi sibuk sendiri. Mengingat lukanya yang parah, ia
segera berkelahi dengan sengit sekali. Cempuling-nya segera
bergerak bagaikan robohnya sebatang pohon tersapu angin
puyuh. Letnan Suwangsa terpaksa main mundur. Sambil mundur ia
menutup dirinya rapat-rapat. Setiap kali ia berhasil
memunahkan serangan Ki Jaga Saradenta yang dahsyat.
Namun dalam hatinya ia heran dan kagum menghadapi daya
tempur Ki Jaga Saradenta yang berkelahi dengan semangat.
Menyaksikan hal itu Kilatsih jadi prihatin. Katanya di dalam
hati, "Eyang berkelahi begini semangat. Akan tetapi rupanya
belum sadar, bahwa Letnan Suwangsa menunggu saatnya
yang baik. Kenapa Eyang membiarkan dirinya kena jebak
sehingga menghambur-hamburkan tenaganya yang
sebenarnya tidak perlu?"
Guru Sangaji yang kedua ini memang bertenaga dahsyat.
Akan tetapi ia mempunyai kelemahan. Kelemahannya itu
terletak pada tabiatnya yang berangasan dan cepat uring-
uringan. Andaikata pandai menguasai diri, masih dapat ia
mengimbangi Letnan Suwangsa yang berkelahi dengan kepala
dingin. Sekarang ia main hantam-kromo saja semata-mata
menuruti luapan amarahnya. Padahal lengan kirinya tak dapat
digerakkan dengan leluasa karena menderita luka parah.
Tentu saja berkelahi dengan cara demikian lebih banyak
1078 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ruginya daripada untungnya. Demikianlah setelah melampaui
empat puluh jurus, gerakan-gerakannya mulai kendor sendiri.
Letnan Suwangsa yang berpengalaman lantas saja tertawa
menang. Sebagai seorang perwira ia mengetahui tabiat
lawannya. Lantas ia berseru mengejek.
"Aku kira siapa engkau ini. Bukankah engkau ini si Dogol
Jaga Saradenta guru Sangaji" Muridmu Sangaji kabarnya
seorang pendekar yang berkepandaian sangat tinggi.
Sebaliknya mengapa engkau ini begini goblok" Apakah benar
engkau ini guru Sangaji" Apabila engkau benar-benar
gurunya, mengapa sama sekali tidak mengerti tentang rahasia
ilmu tata berkelahi yang tinggi" Hai, dengarkanlah kata-
kataku! Maukah engkau kuberi petunjuk" Sebenarnya tak
boleh engkau mengemplang dari samping lebih baik engkau
menghantam dari depan! Nah, bagus! Tapi sayang... gerakan
tanganmu kurang tepat!"
Jelas sekali maksud Letnan Suwangsa. Sengaja ia membuat
Ki Jaga Saradenta menjadi kalap. Jika orang tua itu benar-
benar menjadi kalap. Gerakannya yang dahsyat akan kacau
dengan sendirinya. Celakanya Ki Jaga Saradenta meskipun
umurnya hampir mencapai sembilan puluh tahun adatnya
memang berangasan dan gampang sekali tersinggung
kehormatannya. Demikianlah tatkala mendengar ejekan
Letnan Suwangsa timbullah nafsunya hendak merobohkan
lawan dengan sekali jadi. Maka dengan semangat yang
berkobar-kobar ia mengemplang ke kiri dan ke kanan serta
menghantam berdepan-depan sambil melompat menerjang.
Inilah pantangan besar bagi seorang pendekar yang sedang
bertempur melawan musuh yang seimbang. Benar tenaganya-
sangat dahsyat akan tetapi baik sasaran maupun bidikannya
mulai kacau. Letnan Suwangsa tertawa terbahak-bahak begitu melihat
perubahan lawannya. Sekarang mulailah ia memperlihatkan
ilmu pedangnya yang tinggi. Dengan didahului siulan nyaring,
1079 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ia mulai membalas menyerang. Pedangnya berkelebatan
bagaikan pelangi. Diserang begitu cepat dan hebat, Ki Jaga Saradenta lantas
saja menjadi repot. Kalau tadi dia menyerang, kini menjadi
seorang yang dipaksa untuk membela diri.
Menyaksikan hal itu hati Kilatsih goncang. Ingin ia maju
membantu eyangnya, akan tetapi tak berani ia berbuat
demikian. Teringatlah dia bahwa Ki Jaga Saradenta adalah
seorang angkuh hati dan mudah sekali tersinggung, la
khawatir majunya ke gelanggang bahkan akan membuat Ki
J^aga Saradenta kian menjadi kalap. Maka terpaksalah dia
berdiri saja dengan tertegun. Tiba-tiba teringatlah dia,
bukankah dia dapat membantu dengan biji-biji sawonya" Oleh
ingatan itu ia segera menyiapkan senjata bidiknya. Meskipun
demikian, ia masih sangsi untuk segera turun tangan. Justru
pada saat itu ia mendengar Megananda meringkik.
"Adik Kilatsih! Ada orang main gila!" seru Manik Hantaya.
Kilatsih menoleh dengan cepat. Tepat pada saat itu
matanya melihat Paneker muncul dengan tiba-tiba dari balik
batu. Dialah si lincah yang memiliki senjata bidik berbentuk
peluru. Entah kapan datangnya tahu-tahu dia muncul dengan
mendadak. Kali ini ia tidak menggunakan senjata pelurunya,
tetapi ia lagi menenteng gendewa. Bidikan panahnya
diarahkan kepada Manik Handaya. Akan tetapi Mangananda
yang memiliki panca indra melebihi manusia, mencium gerak-
geriknya. Kuda itu terus saja berjingkrak sambil meringkik
keras. Paneker jadi mendongkol karena itu ia berbalik jadi
membidik kuda putih itu. Keruan saja Kilatsih menjadi gusar bukan main. Ia lantas
menimpukkan biji-biji sawonya. Bukan kepada Letnan
Suwangsa, tetapi mengancam Peneker. Karena marahnya -ia
menyerang tiga kali saling susul menyusul. Biji sawonya yang
1080 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pertama berhasil mematahkan busur Peneker. Karena busur
patah dengan tiba-tiba tangan Peneker terluka dan
mengeluarkan darah. Sedang begitu, biji sawo yang kedua
menyambar kepalanya. Peneker kaget dan gugup bukan main.
Akan tetapi karena ia memiliki kelincahan melebihi manusia
lumrah, masih sempat ia mengelak. Meskipun demikian, ujung
rambutnya masih dapat tersambar dan kulit kepalanya
melecet. Saking takut, ia menjatuhkan diri dan bergulung di
atas tanah. Dengan caranya ini dapatlah ia menolong jiwanya.
Tetapi hampir saja kepalanya tersambar hujan biji sawo.
Kilatsih menjadi panas hati. Ia segera hendak mengulangi
serangannya kembali. Tiba-tiba pada saat itu ia mendengar
derap kuda mengarah kepada paneker yang bergulingan turun
dari pinggang bukit. Petak hutan itu berada dibalik bukit. Akan tetapi letaknya
masih berada diketinggian. Kiri kanan hutan itu terdapat
jurang-jurang curam yang berbatu tajam. Itulah sebabnya
munculnya Paneker luput dari pengamatan Kilatsih. Demikian
pulalah tatkala Paneker menghindari biji-biji sawo yang
menyambar dengan cara bergulingan di atas tanah. Tubuhnya
yang lincah lantas teraling-aling oleh batu-batu pegunungan.
Akan tetapi orang yang memburu dengan kudanya itu tidak
menghiraukan segala rintangan yang ada. Setelah dekat
dengan Paneker ia melompat turun dari kudanya. Dengan
sekali mengayunkan kaki, ia mendupak Paneker, sehingga
pembantu Letnan Suwangsa terjungkir balik menumbuk batu.
Ia terkapar jatuh dan pada detik itu pula telah kena bekuk
orang yang memburunya.

Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apakah saudara Daniswara?" seru Manik Hantaya dengan
suara girang. "Benar! Di sini Daniswara! Apakah saudara Manik Hantaya
di situ?" Orang itu membalas. Ia menyahut seruan Manik
Hantaya, akan tetapi tangannya bekerja terus dengan sekali
menyambar ia men-cekuk leher Paneker kemudian dicekiknya.
1081 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paneker menjerit tertahan. Lalu tidak bersuara lagi. Pada saat
itu tubuhnya dilemparkan ke dalam jurang.
Pada waktu itu Letnan Suwangsa sedang menang di atas
angin. Mendadak ia melihat gerakan Daniswara yang cekatan
dan perkasa. Dalam satu gebrakan saja ia dapat merobohkan
Paneker yang lincah. Letnan Suwangsa menjadi terkejut.
Pikirnya di dalam hati: Celaka! Aku seorang diri dan harus
menghadapi Daniswara, si Dogol Jaga Saradenta serta Kilatsih.
Kalau tiba-tiba mereka bertiga mengepungku inilah
berbahaya! Lain halnya apabila aku dapat berkelahi seorang
melawan seorang.....!"
Sebagai seorang yang berpengalaman dan pandai berpikir
mendadak ia mendesak Ki Jaga Saradenta. Begitu Ki Jaga
Saradenta mundur dengan terpaksa, ia segera melompat
mundur pula. Lalu dengan cekatan memutar tubuh dan
kemudian melesat menjauhi.
Keruan saja Ki Jaga Saradenta mendongkol bukan
kepalang. Ia sesumbar dengan menjerit-jerit. Beberapa saat
kemudian Letnan Suwangsa telah melompat ke atas kudanya
dan tak lama kemudian telah menghilang di balik bukit.
Daniswara lantas saja menghampiri mereka semua. Belum
pernah ia bertemu muka dengan Ki Jaga Saradenta. Meskipun
demikian masing-masing telah mengenal namanya. Itulah
sebabnya mereka berdua saling mengagumi.
"Saudara Daniswara, bagaimana caramu bisa datang
kemari?" tanya Manik Hantaya.
"Aku mendengar kabar, saudara datang menghimpun para
pendekar pecinta bangsa. Aku girang sekali," sahut Daniswara,
dengan suara merendah. "Hanya saja aku sangat menyesal
tak dapat segera datang memenuhi panggilanmu. Itulah
sebabnya aku mengirimkan seorang rekan bernama Karimun
untuk mendahului perjalananku menghadap saudara. Apa
saudara telah bertemu dengan dia?"
1082 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya," sahut Manik Hantaya dengan suara berduka. "Kali ini
kita menderita rugi tak sedikit." .
"Janganlah saudara berduka!" Daniswara menghibur.
"Kecuali beberapa orang, lain-lainnya telah berhasil kutolong."
Mendengar kabar itu, Manik Hantaya bersyukur bukan
main. Katanya minta keterangan.
"Bagaimana cara saudara menolong mereka?"
"Kebetulan sekali aku datang dengan tiga belas pembantu,"
jawab Daniswara. "Secara kebetulan kami bertemu dengan
rombongan Kompeni Belanda. Kita lantas bertempur. Di antara
mereka terdapat Kapten Wiranegara yang berkepandaian
tinggi. Yang lain-lainnya tentu saja tak dapat melawan kami.
Untunglah Kapten Wiranegara pandai melihat gelagat, la lalu
mengundurkan diri. Itu pulalah sebabnya saudara-saudara kita
yang kena tawan dapat kami bebaskan pada saat itu juga. Aku
mendengar kabar dari mereka bahwa saudara menyingkir
kejurusan ini, lantas saja aku menyusul kemari."
"Bagaimana dengan pemilik rumah makan yang sudah
lanjut usia itu?" "Dia pun dapat kami tolong."
Mendengar cerita itu, Manik Hantaya bersyukur bukan
main. Tiba-tiba teringatlah dia kepada si Dengkek.
"Bagaimana dengan saudara Dengkek?"
"Dengkek?" Daniswara menegas.
"Sebenarnya ia bernama Sastramijaya. Tetapi ia lebih
terkenal dengan nama Dengkek. Itulah sebabnya aku jadi ikut-
ikutan pula memanggilnya dengan Dengkek."
"Dia terluka parah, dan dimasukkan ke dalam kerangkeng.
Kapten Wiranegara sendiri yang menjaganya. Itulah sebabnya
ia tak dapat kami tolong," sahut Daniswara.
1083 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kali ini Manik Hantaya menjadi sedih. Tetapi di antara rasa
sedihnya membersit pula rasa girang, karena sebagian besar
para pendekar yang tertawan dapat dibebaskan kembali.
Terombang-ambing antara rasa sedih dan girang, ia menjadi
berdiam diri. Daniswara tertawa lebar. "Asal kita bisa bersatu padu, siapa pun juga yang kini
masih berada dalam cengkeraman Belanda pastilah dapat kita
bebaskan. Bahkan Negeri Mataram sebentar lagi akan bersih
dari kaki-kaki Kompeni Belanda."
Mendengar kata-kata Daniswara masih saja Manik Hantaya
membungkam mulut. Kilatsih yang berkesan buruk terhadap
Daniswara menjadi tak senang hatinya mendengar kata-kata
itu yang dianggapnya terlalu sombong. Menuruti luapan
hatinya ingin ia membuka mulut untuk mendampratnya.
Syukur ia dapat menguasai diri. Justru pada saat itu
Daniswara melihat dirinya.
"Ah! Nona Kilatsih berada pula di sini. Selamat bertemu
kembali," kata Daniswara. "Kita ini sungguh-sungguh
berjodoh. Kali ini akhirnya engkau pun masuk ke dalam
perserikatan kita bukan?"
Ki Jaga Saradenta berpaling kepada Kilatsih dan ia tertawa.
"Kilatsih! Kulihat tadi engkau pandai membidikkan biji-biji
sawo. Apakah engkau telah mewarisi kepandaian anakku
Titisari?" Tak puas hati Daniswara karena Ki Jaga Saradenta
memotong kata-katanya. Akan tetapi ia dapat bersabar
menunggu Kilatsih menjawab pertanyaan Ki Jaga Saradenta.
Malahan ia ikut menimbrung.
"O, ya! Apakah adik sudah bertemu dengan gurumu?"
"Aku sudah bertemu guruku atau belum, apa pedulimu?"
sahut Kilatsih dengan suara tinggi.
1084 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Daniswara tertawa lebar. "Apa adik juga sempat mohon keterangan kepadanya
tentang surat rahasia yang dititipkan kepada ayah angkatmu
Sorohpati" Bila surat rahasia itu kini berada ditangan-mu,
alangkah besar faedahnya. Dengan surat rahasia itu cita-cita
kita pasti akan dapat tercapai dengan mudah...."
"Hmm," dengus Kilatsih. "Coba jawablah terlebih dahulu:
yang penting merebut Kerajaan Mataram dari tangan Belanda
ataukah menolong penderitaan rakyat?"
Mendengar pertanyaan itu Daniswara tercengang.
"Apa artinya pertanyaanmu ini Nona?"
"Benar!" Ki Jaga Saradenta menyela lagi.
Kata-kata Kilatsih sesuai dengan suara gurunya. Anakku
Sangaji menghendaki kamu sekalian menolong atau
membantu Pangeran Diponegoro terlebih dahulu Sebab pada
saat ini Kompeni Belanda belum memperlihatkan taringnya
benar-benar. Akan tetapi asap peperangan telah tercium
dengan tajam. Itulah sebabnya kita semua wajib melindungi
rakyat jelata terhadap tindakan-tindakan Kompeni Belanda
yang kini mulai bergerak dengan dalih mengamankan Negara.
"Kami kira gerakan-gerakan tentara Belanda hanya bersifat
pemberontakan belaka," sahut Daniswara.
"Tidak... tidak begitu!" sahut Ki Jaga Saradenta dengan
bernapsu. "Saudara Daniswara, kepada nDoromas Manik
Hantaya dan cucuku Kilatsih. Mereka sangat kejam. Mereka
tidak hanya membakar, menggarong, merampas atau
membakar perkampungan, akan tetapi membunuh pula.
Keadaan rakyat jelata pada saat ini sangat menyedihkan.
Mereka tidak hanya terancam pula dengan pajak-pajak yang
tak tertanggungkan lagi." Tiba-tiba ia berhenti berkata-kata,
seperti teringat sesuatu. Kemudian berkata mengalihkan
pembicaraan. "Ah. Lagi-lagi aku tolol! nDoromas Manik
1085 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hantaya perlu beristirahat. Mari kita ke rumah pemburu itu
dahulu." Mereka lantas saja menghampiri rumah pemburu itu.
Setelah memasuki rumah. Kilatsih menyatakan bahwa dirinya
sangat letih dan mengantuk karena ia perlu beristirahat
terlebih dahulu. Sebaliknya Manik Hantaya dapat menguatkan
hati. Ia duduk menemani Ki Jaga Saradenta dan Daniswara yang
sibuk membicarakan tindakan-tindakan dan gerakan-gerakan
tentara Belanda yang kelewat batas. Mereka bertiga berbicara
sangat sibuk dan sungguh-sungguh sehingga membuat
Kilatsih sukar menidurkan diri.
Gadis itu jadi teringat kepada persoalannya sendiri.
Sebenarnya ia meninggalkan pulau Karimun Jawa dengan
maksud mencari kakaknya Sangaji dan Titisari. Akan tetapi di
luar kehendaknya sendiri ia bertemu dengan soal-soal yang
membuat hatinya usil. Mula-mula ia memasuki Dusun
Sigaluh dengan maksud hendak menjumpai Ki Jaga
Saradenta dan Sanjaya ayah Senot Muradi, maksudnya
hendak menyampaikan undangan dari gurunya berbareng
minta keterangan tentang beradanya kakaknya Sangaji dan
Titisari. Sekarang telah bertemu dengan Ki Jaga Saradenta.
Orang tua itu malah minta keterangan kepadanya tentang
dimana beradanya kakaknya berdua itu kini.
Terbayanglah di depan matanya tatkala ia memasuki
wilayah Jawa Barat. Dengan tak terduga-duga ia berjumpa
pula dengan Widiana Sasi Kirana. Terhadap pemuda itu ia
berkesan sangat manis. Ia berpisah dengannya karena
pemuda itu hendak merebut kedudukan kakaknya yang sangat
ia kagumi dan ia cintai. Diluar dugaannya, kakaknya Sangaji
dan ayundanya Titisari bahkan menganjurkan kepadanya agar
membantu Widiana Sasi Kirana mencapai cita-citanya. Tadi
selintasan ia mendengar keterangan Manik Hantaya bahwa
kakaknya Sangaji meninggalkan wilayah Jawa Barat dengan
1086 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
maksud memberi kesempatan kepada laskar Jawa Barat untuk
menemukan pemimpinnya yang tepat. Itulah Widiana Sasi
Kirana. Karena sebetulnya pemuda itu cucu Ratu Bagus
Boang. Dialah pewaris ketua Himpunan Sangkuriang yang
sebenarnya. Kalau kakaknya Sangaji kini menduduki ketua
Himpunan Sangkuriang sesungguhnya hanyalah merupakan
keadaan darurat belaka. Hal ini seringkali dikatakan oleh
kakaknya Sangaji sendiri.
Teringat akan hal itu ia jadi bingung sendiri. Bagaiamana
caranya ia hendak melakukan kehendak kakaknya Sangaji dan
ayundanya Titisari untuk membantu pemuda itu. Tiba-tiba
teringat pula ia akan tugasnya yang kedua yakni mencari
bibinya Fatimah. Kemudian surat sandi Titisari yang dahulu
dititipkan kepada ayah angkatnya Sorohpati. Alangkah hebat
dan berat tugas ini, ketiga-tiganya merupakan soal yang maha
berat diluar kemampuannya sendiri. Namun ia seorang gadis
yang tabah dan keras hati. Makin teringat akan tugasnya yang
sulit itu, tergugahlah semangatnya.
"Aku kini berada di antara orang-orang yang mempunyai
persoalannya sendiri. Bukankah lebih baik aku segera
meninggalkan mereka untuk melaksanakan tugas Kangmas
Sangaji dan Ayunda Titisari?"
Memperoleh pikiran demikian, ia segera bangkit dari
tempat tidurnya. Selagi demikian ia mendengar suara
Daniswara. "Benar-benarkah tindakan tentara Belanda sudah demikian
biadab?" "Saudara Daniswara!" kata Ki Jaga Saradenta dengan suara
riang. "Cobalah kau memasuki wilayah Semarang, Surakarta
dan Yogyakarta! Aku yakin pasti dadamu akan meledak dan
kedua matamu akan pecah apabila engkau menyaksikan
dengan kedua mata kepalamu sendiri. Rambutmu akan
bangun berdiri manakala engkau menyaksikan tindakkan
tentara Belanda yang melebihi perbuatan binatang ganas.
1087 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka tidak hanya main bunuh akan tetapi menawan pula.
Dan yang paling mengerikan adalah perlakuan mereka
terhadap anak-anak yang sama sekali tidak berdosa. Mereka
menganiaya anak dan memperkosa gadis-gadis dengan tidak
pandang bulu. Sayang sekali pada malam itu aku tidak
menyaksikan kekejaman mereka karena kedatanganku
terlambat. Benar aku dapat melabrak mereka akan tetapi tak
dapat menolong anak-anak yang kena ditawannya. Entah apa
maksud mereka menawan anak-anak dan memperkosa gadis-
gadis tawanannya. Mungkin sekali mereka bermaksud untuk
memadamkan api keberanian rakyat yang berpihak kepada
Pangeran Diponegoro. Mereka main bakar kampung-
kampung pula dan merampok harta bendanya.- Nah,
dapatkah engkau tinggal berpeluk tangan saja menyaksikan
keadaan demikian?" Daniswara tidak menyahut. Ia berpikir keras.
"Mengerahkan laskar untuk melindungi mereka, itulah
pasti. Hanya saja kalau sampai terjadi demikian, akan
memberi alasan kepada Kompeni Belanda untuk menyatakan
perang terhadap kita. Itulah yang tidak aku kehendaki. Aku
lebih senang menyaksikan rakyat terpaksa melawan karena
tindakan pemerintahan Danurejo dan tentara Belanda yang
sewenang-wenang.... "
"Mengapa engkau berkata begitu?" seru Ki Jaga Saradenta
dengan semangat berkobar-kobar. "Bukankah sama saja
artinya?" "Tidak! Rakyat menyerang dan mengadakan perlawanan
atas kehendaknya sendiri. Sebaliknya kalau kita datang
dengan membawa laskar, maka berkesanlah seolah-olah pada
saat ini kita sudah mendirikan sebuah negara baru.
Maka dikemudian hari kita bisa dituduh hendak merebut
pemerintahan yang syah. 1088 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebaliknya kalau kita hanya mengatur perlawanan rakyat,


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kedudukan kita jadi bersih dari bermacam fitnah apa pun
juga." Tiba-tiba Manik Hantaya menimbrung.
"Kalau begitu, kita membutuhkan tenaga Kangmas Sangaji
dan Ayunda Titisari yang sudah berpengalaman belasan tahun
memimpin laskar perjuangan di Jawa Barat."
"Ah, benar!" seru Ki Jaga Saradenta. "nDoromas Manik
Hantaya dan saudara Daniswara adalah pemimpin-pemimpin
laskar perjuangan rakyat. Dengan suratmu berdua pastilah
akan dapat menarik anakku Sangaji untuk segera turun ke
gelanggang." "Ya, itulah pikiran yang bagus sekali!" kata Daniswara.
"Memang setelah kita membiarkan rakyat mengadakan
perlawanan sendiri-sendiri, mereka perlu kita persatukan.
Kupikir kita perlu mengangkat seorang pemimpin yang tepat.
Dalam hal ini orang yang paling tepat ialah saudara Manik
Hantaya sendiri. Hanya saja aku tak tahu apabila pilihanku ini
dapat disetujui oleh orang-orang seperti Sangaji atau
Pangeran Diponegoro."
"Bagiku sendiri siapa yang menjadi pemimpin tidak
penting," kata Ki Jaga Saradenta. "Untuk melawan tentara
Belanda, akulah orang pertama yang sanggup berjalan di
depan sekali." "Bukannya begitu," potong Daniswara dengan tertawa.
"Berperang tanpa pemimpin itulah sama halnya dengan ular
tanpa kepala. Sebab tujuan kita bukan hanya untuk melawan
tentara Belanda yang sedang beronda saja. Tapi kalau dapat
akan mengusir tentara Belanda dari bumi Mataram. Tidakkah
demikian saudara Manik Hantaya?"
"Memang benar! Ular tanpa kepala tak dapat berjalan,"
sahut Manik Hantaya. "Hanya saja keputusan saudara
1089 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Daniswara menunjuk diriku sebagai ketua himpunan untuk
mengatur perlawanan rakyat benar-benar di luar..."
"Mengapa demikian" Saudara Manik Hantaya merupakan
orang kepercayaan Pangeran Diponegoro," ujar Daniswara.
"Lepas dari kakakku Pangeran Diponegoro, sebenarnya
kepandaianmu dan ilmumu berada diatasku. Karena itu
engkaulah yang paling tepat untuk memimpinnya."
"Mengapa mesti aku" Kalau pada saat ini aku berhasil
menduduki ketua laskar Himpunan Banyumas adalah karena
kehendak orang banyak saja," kata Daniswara dengan
merendahkan diri. "Perhubunganmu dengan saudara Sangaji
dekat pula. Disam-ping itu saudaralah orang . kepercayaan
Pangeran Diponegoro. Dengan demikian, pengaruh saudara
lebih besar daripada aku."
Menyaksikan dua orang saling menolak, Ki Jaga Saradenta
tertawa terbahak-bahak. "Kalian berdua bukannya akan menjadi raja. Kenapa saling
mendorong dan saling menolak" Menurut pendapatku kalian
berdua sangat tepat menjadi seorang pemimpin. Hal itu
disebabkan aku tidak dapat memilih siapa di antara kalian
berdua yang paling tepat. nDoromas Manik Hantaya adalah
keturunan seorang raja. Sebaliknya, saudara Daniswara
adalah anak seorang pendekar berbisa. Meskipun demikian
andaikata dikemudian hari saudara Daniswara bernasib baik
sampai bisa menjadi seorang raja, aku Ki Jaga Saradenta
bersedia mengabdikan diri.
Ki Jaga Saradenta berbicara dengan tertawa lebar.
Mendengar kata-katanya, baik Daniswara maupun Manik
Hantaya tertawa pula. Mereka berdua kagum akan ketulusan
dan kepolosan hati Ki Jaga Saradenta.
Akhirnya setelah terdiam beberapa saat lamanya, terdengar
suara Daniswara lagi. 1090 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pemuda berewok itu menerima baik anjuran Manik Hantaya
untuk menjadi pemimpin gabungan laskar dikemudian hari.
Mendengar hal itu, hati Kilatsih mendongkol. Katanya dalam
hati, wajahnya sangat kasar. Akan tetapi siapa mengira
bahwasannya ia bisa berpikir panjang. Terang sekali ia ingin
menjadi pemimpin besar dari laskar gabungan itu nanti. Tetapi
dia pandai berpura-pura. Tetapi betapapun juga
kesanggupannya kelak menjadi ketua gabungan laskar
perjuangan rakyat patut mendapat penghargaan.
Kemudian terdengarlah suara Ki Jaga Saradenta, bahwa dia
segera hendak berangkat, apabila fajar hari tiba. Orang tua itu
menganjurkan pula kepada Daniswara agar segera berangkat
mendahului. "Aku dan Kilatsih hendak segera menyeberang ke Karimun
Jawa untuk menemui , anakku Sangaji. Dalam hal ini tak
perlulah aku tergesa-gesa. Sebaliknya saudara Daniswara
sangat berat tugasnya dikemudian hari. Memimpin gabungan
laskar perjuangan tidaklah mudah. Apalagi saudara bertugas
pula menyusul perjuangan rakyat yang masih terpencar-
pencar. Melaksanakan tugas demikian itu membutuhkan
waktu yang cukup." Pembicaraan mereka bertiga yang gencar itu lantas saja
mendapat penyelesaian. Mereka semua lantas bersiap-siap.
Manik Hantaya dan istrinya hendak segera kembali ke
Tegalrejo untuk menghadap Pangeran Diponegoro. Sedang
Daniswara pada saat itu lantas berpamit mengundurkan diri.
Ia nampak penuh semangat dan berwibawa. Segera ia
menunggang kudanya dan lantas saja lenyap dari penglihatan.
Kilatsih segera muncul pula di antara kesibukan itu. Inilah
kesempatan yang bagus sekali baginya untuk segera
meneruskan perjalanan melakukan tugas kakaknya Sangaji
dan Titisari. Katanya kepada Ki Jaga Saradenta.
"Eyang! Dengan sangat menyesal tak dapat aku menyertai
Eyang berangkat ke Karimun Jaya."
1091 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mengapa?" Ki Jaga Saradenta heran.
"Kangmas Sangaji menghendaki aku menyelesaikan
sesuatu..." jawab Kilatsih. Dan ia lantas memperlihatkan
lipatan surat. Ki Jaga Saradenta seorang pendekar beradat berangasan
dan pendek pikiran. Akan tetapi bukanlah seorang bodoh.
Melihat pandang mata Kilatsih tahulah orang tua itu bahwa
gadis itu lagi memikul tugas gawat. Lantas saja ia mengerti.
Katanya dengan tertawa. "O, begitu" Baiklah... apabila engkau sudah selesai
melakukan pekerjaan itu, bukankah engkau segera
menyeberang ke Karimun Jawa?"
Demikianlah dengan seorang diri ia meneruskan
perjalanannya mengarah ke Barat. Pada hari kedua tibalah dia
di Kota Waringin. Ia berhenti di tepi sungai menebarkan
menglihatannya. Seperti dahulu, hatinya jadi terharu.
Naga Kemala Putih 4 Lencana Pembunuh Naga Karya Khu Lung Pendekar Cengeng 2
^