Pencarian

Mencari Bende Mataram 17

Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto Bagian 17


yang tadi berada di sebelah barat, sekarang berpindah
terdengar di selatan. "Inilah hebat..." Kapten Wiranegara berpikir di dalam hati.
Ia menjadi jago kenamaan dan menjadi komandan laskar
pengawal istana kesultanan. Meskipun demikian ia kena
timpuk orang dua kali berturut-turut tanpa dapat mengelakkan
diri. Sungguh memalukan! Bahwasannya pedangnya kena
1154 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
timpuk, itu tak mengherankan. Akan tetapi bahwasannya
mulut dan mukanya kena dibidik orang, itulah yang patut
dimalukan. Bukankah dengan mudah ia akan bisa
menggerakkan muka kemana saja yang dikehendaki, la
mendongkol berbareng kagum. Malahan rasa takut ini
membersit dalam hatinya. Pikirnya selintas, siapakah orang
yang sehebat ini" Sambaran timpukannya sangat sukar
dipercaya. Mungkinkah dia iblis penjaga hutan ini"
Tak berani lagi ia sekarang dia mendamprat ataupun
memaki. Bahkan untuk menegur gurunyapun tak berani pula
ia. Dengan demikian tak dapat ia membuktikan ancamannya
hendak memaki dan mengutuki kalang kabut. Sebaliknya,
pada saat itu juga, timbullah niatnya hendak menyingkir saja.
Tapi baru saja ia memutar tubuh dan berjalan empat langkah,
terdengar bentakan bengis.
"Kembali!" Ia memutar tubuh dan pada saat itu juga terdengarlah
sambaran senjata bidik mengarah padanya. Cepat ia melesat
mundur dan ia berhasil mengelak. Dengan matanya yang
tajam ia menyelidik. Herannya ia mendapat kenyataan, bahwa
senjata bidik yang dipergunakan orang itu adalah biji-biji sawo
sebesar telur burung gereja. Satu ingatan berkelebat dalam
benaknya. Bukankah yang menggunakan senjata bidik
semacam itu seorang pemuda yang dahulu menolong Manik
Hantaya di rumah makan Magelang" Tetapi daya
sambarannya alangkah jauh berbeda. Meskipun sambaran
senjata bidik pemuda dahulu itu cepat dan dahsyat, akan
tetapi, masih sanggup ia menyongsong. Sebaliknya kali ini
tidaklah demikian. Sekali biji sawo itu menghantam dirinya,
pastilah akan patah tulangnya. Penyerang gelap itu ternyata
tidak hanya menyerang sekali dua kali saja. Sambaran biji-biji
sawo saling menyusul datang berkeredepan tiada hentinya.
Diserang secara demikian, terpaksa Kapten Wiranegara
mundur dan mundur. Setelah kembali ke tempat semula
1155 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
barulah ia sadar bahwa penyerangnya bermaksud menggiring
kembali keluar hutan, ia mendongkol dan makin ciut hatinya.
Di antara sambaran biji sawo terdapat gumpalan-gumpalan
tanah liat, sehingga pakaiannya kini menjadi tak keruan
macam. Percuma saja ia di sebut sebagai perwira yang
memiliki kepandaian tinggi. Percumalah dia di sebut sebagai
komandan pengawal istana Sultan. Nyatanya sama sekali tak
berdaya ia menghadapi penimpuk gelap tersebut. Bahkan tak
sanggup ia membuka mulutnya lagi, meskipun hatinya
mendongkol dan penasaran. Betapa mungkin ia sempat
membuka mulut karena sambaran biji-biji sawo dan lumpur itu
terjadi sangat cepat. Dalam pada itu langit mulai cerah. Angin pegunungan turun
melanda bumi. Hawa bersih sejuk yang dibawanya
menyegarkan hati Kapten Wiranegara. Perlahan-lahan ia
memperoleh ketenangannya kembali. Segera ia menebarkan
penglihatannya. Letnan Mangunsentika yang tadi menggetak
di tepi jalan, kini tiada lagi. Benar-benar hatinya kaget.
Pikirnya dalam hati, empat lima kilo meter lagi aku akan tiba
diperkemahan. Syukurlah aku tadi tidak digiring sampai ke
sana. Seumpama anak buahku melihat diriku bangkrut begini,
wah, dimana akan kusembunyikan mukaku"
Cuaca kini sudah menjadi terang. Dengan terangnya cuaca
timbullah keberanian Kapten Wiranegara. Sekarang ia dapat
melihat segalanya dengan jelas dan tegas. Di tengah cuaca
terang benderang begini betapa mungkin orang
menyembunyikan diri. Maka dengan bersemangat ia
menebarkan penglihatannya. Sejauh-jauh mata memandang
hanya kesenyapan yang terlihat. Tak ada orang kelihatan.
Kalau begitu, siapakah yang telah mempermainkan dirinya
begitu hebat" Ia semakin penasaran kini. Berseru mencoba.
"Haai! Sahabat! Bukankah kini sudah tiba saatnya untuk
memperkenalkan diri?"
1156 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi orang yang mempermainkan dirinya tetap tak
menampakkan batang hidungnya. Apakah dia sibuk membawa
Letnan Mangunsentika" Sekarang barulah Kapten
Wiranegara merasa letih. Segera ia mencari batu besar yang
berada di tepi jalan untuk beristirahat. Perutnya yang biasa
disongsong santapan pagi, mulai berkeruyuk-an. Tetapi ia
seorang perwira. Sudah barang tentu tak dapat ia membiarkan
dirinya kena dipengaruhi keadaan perutnya. Dengan pedang
Mustika ditangannya, ia bersiaga penuh menghadapi segala
kemungkinan. Dalam pada itu Kilatsih tetap bersembunyi dibalik batu. Ia
mengikuti semua peristiwa yang terjadi di depan matanya.
Sadar akan kepandaian Kapten Wiranegara dan orang yang
mempermainkan Kapten itu, tak berani ia bergerak semau-
maunya. la tetap bersembunyi sebaik-baiknya. Ia terperanjat
tatkala Kapten Wiranegara duduk di atas batu yang berada tak
jauh dari padanya. Begitu dekat jaraknya, sehingga ia
mendengar pernapasannya. Secara wajar ia meraba hulu
pedangnya. Syukurlah Kapten Wiranegara tetap tak
mengetahui tempat persembunyian Kilatsih sehingga hatinya
tenang kembali. Akan tetapi karena beradanya Kapten
Wiranegara terlalu dekat, ia menguasai pernapasannya.
Seiring dengan datangnya angin pagi hari.
Melihat pedang mustika yang berada ditangan Kapten
Wiranegara timbullah niatnya hendak merampas. Dengan
sekali timpuk pastilah Kapten Wiranegara dapat dirobohkan.
Memang, Kilatsih seorang gadis berhati panas yang
mewarisi tabiat gurunya yang liar. Apa yang dipikir lantas saja
dilakukan tanpa pertimbangan lagi. Demikianlah, segera ia
menyentilkan dua biji sawonya, dan setelah menghunus
pedang ia melompat menikam.
Hanya saja ia salah hitung. Ternyata Kapten Wiranegara
memang seorang perwira yang berkepandaian tinggi. Apalagi
ia baru saja bertempur. Begitu mendengar kesiur angin ia
1157 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berputar. Dengan kesempatan yang luar biasa tangannya
menyambar mencengkeram lengan Kilatsih sekali jadi.
Keruan Kilatsih kaget bukan main. Lengannya pun terasa
nyeri luar biasa seolah-olah kena jepit batang besi.
"Ah! Kiranya engkau!" seru Kapten Wiranegara. la lantas
tertawa terbahak-bahak sambil menarik lengan Kilatsih.
Tetapi Kilatsih memang gadis cerdik. Tak sia-sia ia menjadi
murid Adipati Surengpati yang termashyur. Ia mendahului
tarikan Kapten Wiranegara dengan melompat maju sambil
menikamkan pedangnya. Itulah suatu tikaman yang berada di
luar dugaan Kapten Wiranegara. Betapa tidak" Lengan kanan
Kilatsih telah kena dicengkeramnya. Sedang pedang berada
ditangan itu pula. Akan tetapi dengan kesehatan luar biasa
Kilatsih melompat maju sambil mengalihkan pedang ditangan
kiri dan berbareng menikam. Hampir saja ia berhasil menikam
teng-gorokan Kapten Wiranegara dan untuk mengelakkan diri,
terpaksalah perwira itu melepaskan cengkeramannya.
Kilatsih mendongkol karena tujuannya gagal. Akan tetapi ia
sudah terlanjur terjun dalam arus sungai. Maju atau mundur ia
tetap basah kuyup. Maka ia mengulangi serangannya. Tak
sudi ia menyerang setengah-setengah, mengingat kepandaian
Kapten Wiranegara. Dengan menggunakan tipu-tipu ilmu sakti
Witaradya warisan gurunya, ia memberondong Kapten
Wiranegara dengan dua-tiga serangan sekaligus.
Inilah hebat! Kapten Wiranegara adalah seorang perwira
berkepandaian tinggi. Akan tetapi menghadapi berondongan
tikaman Kilatsih yang cepat luar biasa, ia seolah-olah
kehilangan daya geraknya. Dengan pedang mustika ia hanya
dapat membela diri dan sama sekali tak mampu mengadakan
pembalasan. "Binatang!" Makinya dengan suara penasaran.
1158 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam hal keragaman ilmu pedang. Kapten Wiranegara
kalah dengan Kilatsih. Akan tetapi himpunan tenaga saktinya
berada diatas gadis itu. Sekarang ia menggenggam pedang
mustika. Maka dengan hati mantap ia mengadakan
perlawanan. Untuk mengelakkan berondongan tikaman
Kilatsih, ia melesat mundur dua langkah dan kemudian maju
menikam. Walaupun demikian masih saja, ia repot
menghadapi tikam-an-tikaman ilmu pedang Kilatsih yang cepat
luar biasa dan berbahaya. Meskipun merasa diri mampu
menandingi, akan tetapi terpaksa harus berhati-hati.
Kilatsih berkelahi dengan ilmu pedang Witaradya.
Walaupun kalah gagah, namun masih sanggup ia membuat
kuwalahan lawannya. Dan sebentar saja limapuluh jurus telah
lewat. Kedua-duanya merasa tidak aman sendiri.
Menghadapi serangan-serangan Kilatsih tahulah Kapten
Wiranegara, bahwa dia bukanlah orang yang
mempermainkan dirinya. Maka ia khawatir, jangan-jangan
orang itu muncul dengan tiba-tiba. la belum tahu pasti,
siapakah dia sebenarnya. Kalau saja ia muncul dengan
mendadak, ia bisa kalang kabut. Sebaliknya, Kilatsih
mengkhawatirkan munculnya Letnan Mangunsentika.
Bukankah perwira itu tiba-tiba hilang dari tempatnya" Itulah
sebabnya kedua-duanya lantas saja ingin menyelesaikan
pertempuran itu dengan secepat-cepatnya.
Dalam hal pengalaman. Kapten Wiranegara berada di atas
Kilatsih. Melihat gerakan-gerakan ilmu pedang Kilatsih yang
cepat luar biasa, timbullah pikirannya.
"Biarkanlah pedang mustika itu kuberikan kepadanya
seolah-olah kena terampas. Dia akan kupaksa agar
menggunakan sepasang pedang. Dengan menggunakan
sepasang pedang, berarti ia harus membagi perhatiannya,
bukankah kelincahannya lantas saja akan berkurang?" Memikir
demikian Kapten Wiranegara lantas menerjang. Pedang
menyambar dan pada saat itu pedang Kilatsih menangkis.
1159 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Traang!" Pedang mustika yang berada di tangan Kapten Wiranegara
terpental ke udara. . Kilatsih yang bertujuan hendak merampas pedang mustika
itu, tak sudi menyia-nyia-kan kesempatan yang bagus.
Dengan sekali menjejak tanah, ia melesat tinggi di udara dan
menyambar pedang mustika. Dengan demikian, kedua belah
pihak kini menggenggam pedang.
Kapten Wiranegara berpura-pura terperanjat. Dengan
mengerung dahsyat ia maju menyengkeram. Apabila
bisa^menyeng-keram lengan Kilatsih sedikit saja, sangguplah
ia mematahkan tulangnya. Sudah barang tentu Kilatsuh tak
sudi kena cengkeramannya. Dengan berjungkir balik ia turun
ketanah dan membela diri dengan sepasang pedangnya. Dan
benar saja. Karena membagi tenaganya, kelincahannya lantas
berkurang. Melihat hal itu Kapten Wiranegara menjadi
kegirangan. Terus saja membentak.
"Lepaskan semua pedangmu!" kedua tangannya
menyambar kekiri dan kekanan dengan sekaligus. Yang kiri
mengarah pergelangan tangan kanan Kilatsih. Sedang yang
kanan menyapu gagang pedang mustika yang berada
ditangan kiri gadis itu. Dengan tenaga himpunannya yang dahsyat ia berhasil
mementalkan pedang Tengah la membuka mulutnya, tiba-tiba segumpal tanah
menyambar. Tak dapat ia mengelak atau berkelit karena
timpukan tanah itu sangat cepat. Begitu teriak, mulutnya
sudah tersumpal mustika dari genggaman tangan kiri Kilatsih.
Kemudian dengan dibarengi suara tertawa berkakakan ia
menyambar gagangnya. "Dan sekarang yang satunya!"
1160 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia mengira kali ini akan berhasil pula. Akan tetapi lagi-lagi
ia salah hitung. Dengan hanya bersenjata sebilah pedang
gerak-gerik Kilatsih menjadi cekatan kembali. Dengan sekali
menjejakkan kaki ia lolos dari sambaran Kapten Wiranegara,
dan membalas menikam ulu hati.
Kapten Wiranegara bukan seorang ahli pedang. Dapat ia
menangkis, akan tetapi ia kena tindih. Gjung pedang
mustikanya kena didorong ke samping dan pedang Kilatsih
menyelonong terus mengarah dadanya. Keruan saja ia
terkejut setengah mati. Buru-buru terpaksa ia membela diri.
Dengan demikian gagallah maksudnya hendak merampas
pedang Kilatsih. Hati Kilatsih menjadi besar. Tak sudi lagi ia menyia-nyiakan
kesempatan yang bagus itu. Seperti tadi ia memberondong
dengan tikaman-tikaman yang cepat luar biasa. Mau tak mau
Kapten Wiranegara terpaksa membela diri dengan main
mundur. Akhirnya, karena jengkel dan penasaran, ia berteriak
nyaring seolah-olah bersumpah.
"Aku. Kapten Wiranegara, komandan laskar pengawal
istana Yogayakarta! Jika pada pagi hari ini tidak dapat
merampas pedangmu, biarlah aku mati tak terkubur di
sini......" Setelah berkata demikian, ia menyarungkan pedang
mustikanya. Ingin ia merampas pedang Kilatsih dengan
tangan kosong untuk mengangkat pamornya. Tetapi justru
pada saat itu terdengar seruan.
"Hai! Inilah ilmu pedang siluman Karimun Jawa yang
bagus!" Lalu sebutir batu menci-cit di udara. Mendengar suara
sambaran itu, Kapten Wiranegara terkejut bukan kepalang.
Terus saja ia melompat mundur sambil memalingkan


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepalanya ke arah datangnya suara itu. Itulah suara yang
dikenalnya. Suara orang yang mengganggunya terus menerus.
Tapi begitu berpaling, kembali lagi sebutir batu menyambar.
Secara wajar, ia menangkis. Tiba-tiba saja, pedangnya
1161 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terpental di udara. Hendak ia meloncat, namun Kilatsih sudah
mendahului. Dengan hati mendongkol, ia melesat sambil
mengayunkan tangannya. Maksudnya akan menggempur
pinggang Kilatsih selagi gadis itu berada di udara menyambar
pedangnya. "Eh, anjing buduk ini benar-benar galak!"
Terdengar suara itu lagi, dan berbareng dengan lenyapnya
suara, sebutir biji sawo menyambar.
Kapten Wiranegara terkejut bukan kepalang. Inilah bahaya,
karena dia masih berada di udara. Syukur, ia seorang perwira
yang berpengalaman. Terus saja ia mengibaskan tangan dan
tubuhnya lantas terangkat tinggi dan dengan berjumpalitan di
udara, mendarat di atas tanah tak kurang suatu apa.
Sekalipun demikian, keringat dingin membasahi seluruh
tubuhnya. Serentak ia berpaling.
Dua puluh meter didepannya, berdiri seorang laki-laki awut-
awutan mendampingi seorang perempuan bersenjata tongkat.
Perempuan ini berusia melebihi lima puluh tahun. Akan tetapi
wajahnya nampak cemerlang dan segar-bugar. Sedang yang
laki-laki berusia lebih tua lagi. Mungkin mendekati usia tujuh
puluh tahun. Meskipun demikian, ia pun nampak tegar dan
segar. Dan melihat mereka berdua. Kapten Wiranegara
terperanjat. Pikirnya dalam hati, tiga puluh tahun aku berlatih
menajamkan pendengaran dan penglihatan. Namun
kedatangan mereka berdua sama sekali tak kuketahui. Apakah
mereka ini manusia wajar atau memang setan"
Kilatsih sendiri tadin/a heran dan kaget mendengar suara
menyambarnya senjata bidik. Akan tetapi begitu melihat
senjata bidik itu ternyata biji sawo hatinya girang bukan main.
Semangat tempurnya lantas terbangun sekaligus. Melihat
pedang mustika terpental dari tangan Kapten Wiranegara,
terus saja ia melonpat menyambar. Setelah merebut dan
mendarat di atas tanah, segera ia lari menghampiri sepasang
pria dan wanita berusia lanjut itu seraya berseru.
1162 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Eyang Gagak Seta! Eyang Sirtupe-laheli...!" Dan
mendengar suara Kilatsih hati Kapten Wiranegara terperanjat
lagi. Kali ini tidak hanya terperanjat tetapi meringkas pula.
Nama Gagak Seta siapa yang belum pernah mendengar"
Dialah seorang pendekar nomor wahid yang menjagoi
dikolong langit ini. Namun sebagai seorang perwira tak sudi ia
dipengaruhi nama besar yang membuat hatinya kecil. Segera
ia menenangkan hatinya dan dengan sikap seorang militer, ia
menatap wajah Gagak Seta dan Sirtupelaheli."
Dalam pada itu Gagak Seta tertawa berkakakkan. Berkata
kepada Sirtupelaheli, "Nah, kau mau bilang apa. Lihatlah
beberapa tahun kita berpisah ternyata bocah itu sudah maju
demikian pesat kepandaiannya. Benar-benar si Jangkrik
Bongol bisa mendidik orang menjadi ahli warisnya."
Sirtupelaheli tersenyum. Dengan memiringkan kepalanya ia
menyambut Kilatsih. Berkata dengan suara girang.
"Kau masih saja mengenakan pakaian pria" Dalam hal
menyamar ternyata engkau lebih betah daripada aku.
Bagaimana apakah engkau juga sudah bertemu dengan
gurumu" Apakah engkau juga sudah bertemu dengan anakku
Sangaji dan Titisari. Aku dahulu menyamar sebagai kakek
gurumu, Ki Jaga Saradenta. Apakah engkau sudah bertemu
pula dengan dia?" Mendengar Sirtupelaheli memberondong pertanyaan-
pertanyaan dengan sekaligus. Itulah suatu bukti bahwa
hatinya lagi girang dan bersyukur bertemu dengan Kilatsih.
Selagi Kilatsih hendak menjawab, tiba-tiba Kapten Wiranegara
berseru dengan suara lantang.
"Gagak Seta! Kau seorang pendekar kenamaan. Mengapa
engkau main curang sampai tak berani memperlihatkan
dirimu" Pada hari ini aku Kapten Wiranegara mendapat rejeki
besar dapat belajar denganmu."
"Gagak Seta membalas seruan Kapten
1163 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wiranegara yang lantang dengan suatu kerlingan dingin.
Bertanya kepada Kilatsih.
"Tahukah engkau siapa binatang itu" Apa perlu dia datang
kemari?" "Dialah Kapten Wiranegara komandan pengawal istana
Sultan," jawab Kilatsih. Pada saat ini ia membawa surat
perintah Sultan untuk menangkap Eyang Dipajaya dan
sekalian merampas pedang mustika. Dialah telur busuk yang
paling memuakkan!" Mendengar keterangan Kilatsih. Gagak Seta tertawa
terbahak-bahak. Dia seorang pendekar yang berwatak angin-
anginan. Dalam hidupnya, paling senang ia menggoda orang.
Akan tetapi kini usianya lebih lanjut. Sifat liar dan
keberandalannya sudah banyak berkurang. Namun tabiatnya
yang angkuh masih melekat dalam dirinya. Katanya dengan
tinggi hati. "Semalam aku tidak kenal dirimu. Itulah sebabnya aku
bermurah hati terhadapmu. Tetapi kenapa engkau tak tahu
terima kasih" Bahkan kini engkau memaki aku. Hm! Kau
berlagak hendak merampas pedang saudara Dipajaya. Baiklah,
akupun ingin merampas pedang mustika itu dari tanganmu.
Hai, cucuku Kilatsih! Kembalikan pedang mustika itu
kepadanya! Biar aku merebutnya secara jantan......"
Sambil berkata demikian, ia melayangkan pandang. Di
antara deretan pohon terdapat serumpun bambu. Terus saja
ia memutari dan mematahkan sebatang bambu muda sebesar
ibu jari kaki. Ia patahkan sepanjang tiga kaki dan merenggut
ranting-rantingnya. Dalam sekejap bambu muda itu telah
berubah seperti sebatang pedang. Kemudian disabetkan di
udara seraya berkata nyaring.
"Nah, kau gunakanlah pedang mustikamu itu! Jika engkau
bisa mengalahkan pedang bambuku ini, segera aku akan
1164 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bertekuk lutut dihadapanmu dan selanjutnya tak lagi aku
muncul di dalam percaturan masayrakat."
Kilatsih segera melemparkan pedang mustika yang sudah
berada ditangannya tadi. Dengan hati mendongkol dan panas,
Kapten Wiranegara menerimanya. Lalu berseru nyaring
menegas. "Bagaimana bila pedang bambumu sampai dapat kutebas
kutung?" "Kalau engkau bisa? membabat kutung pedang bambuku
ini, nyatakanlah aku kalah terhadapmu dan aku akan menabas
kedua belah tanganku," sahut Gagak seta. Dia seorang
pendekar yang jahil mulutnya pula.
Meskipun tenaga saktinya terpaut jauh bila dibandingkan
dengan tiga puluh tahun yang lalu, tetapi menghadapi Kapten
Wiranegara sama sekali ia tidak gentar sedikitpun.
Sebaliknya Kapten Wiranegara berpikir di dalam hati,
sombong benar pendekar jembel ini! Ilmu pedangku memang
terpaut jauh apabila dibandingkan dengan Letnan Suwangsa
atau Letnan Mangunsentika. Akan tetapi aku menggengam
pedang mustika yang tajam luar biasa. Jangan lagi sebatang
bambu, selembar rambutpun apabila sampai melanggar, akan
terputus sekaligus. Maka mustahillah apabila aku tak dapat
meng-utungkan pedang bambunya. Memperoleh pikiran
demikian dengan yakin ia berkata, "Baiklah! Kau seorang
pendekar yang termasyhur namanya. Pastilah dapat
memegang janji. Sebaliknya jika aku kalah, dengan kedua
tanganku, akan mempersembahkan pedang mustika istana ini
kepadamu." Kapten Wiranegara hendak menggunakan saat-saat yang
sama sekali tak terduga. Demikianlah baru saja ia menutup
mulutnya, lantas saja ia menikam sambil mengayunkan
kakinya menendang pinggang Gagak Seta.
1165 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gagak Seta kini sudah berusia lanjut. Akan tetapi dialah
seorang pendekar yang kenyang makan garam. Dalam
hidupnya seringkali ia menghadapi manusia-manusia licin dan
licik. Dibandingkan dengan pendekar Kebo Bangah, musuhnya
yang utama, Kapten Wiranegara belum berarti apa-apa. Itulah
sebabnya begitu melihat sambaran pedang dan gerakan kaki,
ia hanya tertawa terbahak-bahak.
"Eh! Sungguh hebat gerakanmu!"
Begitu suaranya hilang dari pendengaran, tubuhnya
berkelebat. Tahu-tahu ia sudah berada dibelakang punggung
Kapten Wiranegara, dan menusukkan pedang bambunya.
Keruan saja Kapten Wiranegara kaget setengah mati.
Berbareng dengan keringat dinginnya, ia berseru didalam hati,
"Celaka!" Tak sempat ia menarik pedangnya untuk menangkis. Satu-
satunya gerakan yang dapat dilakukan hanyalah
menyambarkan tangannya. Memang dalam hal ilmu berkelahi
dengan tangan kosong dia merasa ahli.
Gagak Seta tertawa berkakakkan.
"Katanya mengadu pedang! Kenapa cakar anjing ikut usilan
pula..." "Merah padam muka Kapten Wiranegara.
Sebab kecuali sambarannya luput, ejekan Gagak Seta
memanaskan kupingnya. Memang, tadi tiada suatu perjanjian,
bahwa ia tidak boleh menggunakan tangannya. Akan tetapi ia
menganggap dirinya seorang ternama pula. Maka ia tidak
sepantasnya ia menggunakan pedang dan tangannya
berbareng. Karena itu ia merasa malu.
Karena malu, ia jadi mendongkol. Terus saja ia mendesak
Gagak Seta dengan kalap. Pedangnya menyambar-nyambar
dengan maksud menabas kutung pedang bambu pendekar
1166 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jembel itu. Tidaklah ia bersusah payah melakukan tipu-tipu
serangan. Asal melanggar sedikit saja sudah cukup.
Akan tetapi Gagak Seta ternyata masih lincah walaupun
usianya sudah lanjut. Tubuhnya berkelebatan bagaikan
bayangan. Selalu saja ia dapat lolos dari sambaran pedang
Kapten Wiranegara. Sekali-kali ia malah bisa mengadakan
serangan balasan. Apabila ujung pedang bambunya sampai
bisa meraba tubuh Kapten Wiranegara, pastilah perwira itu
akan roboh terjengkang, sebab tenaga sakti Gagak Seta bukan
main hebatnya, la sudah menguasai ilmu Kuma-yan Jati
sampai kepuncaknya. Ilmu pedang Kapten Wiranegara memang terpaut jauh
apabila dibandingkan dengan ilmu pedang Letnan Suwangsa
dan Letnan Mangunsentika. Akan tetapi dalam hal membela
diri, dapat ia menggerakkan pedangnya dengan lincah, seperti
kitiran ia memutar pedangnya melindungi diri. Pikirnya dalam
hati, kabarnya engkau seorang pendekar nomor wahid. Tetapi
sekarang ingin aku tahu, bagaimana caramu bisa
meneroboskan pedang bambumu. Kalau engkau sampai
berani memasuki daerah lingkaran pedangku, pastilah pedang
bambumu akan terbabat kutung.
Kapten Wiranegara merasa diri pembelaannya sudah
sempurna. Hatinya mantap dan yakin akan dapat
memenangkan pertempuran itu. Akan tetapi tentu saja tak
pernah terlintas dalam pikirannya, bahwa pada dua puluh
tahun yang lalu Gagak Seta pernah menghadapi seorang
pendekar yang sebanding dengan dirinya. Itulah sang
Dewaresi, putera pendekar Kebo Bangah. Bahkan
dibandingkan dengan sang Dewaresi, ilmu kepandaian Kapten
Wiranegara masih kalah jauh. Maka menghadapi cara
bertahan Kapten Wiranegara itu, Gagak Seta tertawa
terbahak-bahak. "Serdadu ini perlu diberi pelajaran!" kata
1167 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gagak Seta di dalam hati. "la percaya bahwa dengan
bersenjata pedang tajam, dapat memangkas pedang
bambuku. Coba, ingin aku menjajal sampai dimana himpunan
tenaga saktinya?" Gagak Seta membenturkan pedang bambunya tatkala
Kapten Wiranegara merubah tata berkelahinya dari
menyerang jadi bertahan. Melihat berkelebatnya pedang
bambu, hati Kapten Wiranegara girang bukan main. Terus saja
ia membalikkan mata pedangnya untuk memangkas pedang
bambu Gagak Seta. Akan tetapi ia kaget setengah mati tatkala
pedangnya tiba-tiba tak dapat digerakkan lagi karena
terlengket pedang bambu lawan.
"Hai! Mengapa begini?" la kaget didalam hati. Dengan
segera ia mengerahkan tenaganya untuk menarik pedangnya.
Akan tetapi jangan lagi menarik, sedang untuk digerakkan saja
tak dapat, la jadi penasaran. Ia mencoba dan mencoba,
namun sia-sia belaka. Serunya terkejut lagi didalam hati,
apakah manusia ini penjelmaan setan" Mengapa pedangnya
bisa menghisap pedangku"
Celakanya pedang bambu Gagak Seta yang ringan itu
mendadak saja terasa menjadi berat. Tidak lagi seberat
pedang biasa akan tetapi ia merasa seperti tertindih
sebongkah batu yang mempunyai berat tiga atau empat ratus
kilogram. Keruan saja keringatnya merembes keluar
membasahi seluruh tubuhnya. Dengan mengerahkan seluruh
sisa-sisa tenaganya ia mencoba bertahan sedapat-dapatnya.
Sadarlah dia bahwa himpunan tenaga sakti pendekar Gagak
Seta benar-benar dahsyat dan tak dapat diukur lagi betapa
tingginya. * "Sekarang bagaimana?" tanya Gagak Seta. "Kau masih
sayang kepada jiwamu atau tidak" Cobalah berkata terus
terang kepadaku!" Menurut j kata hatinya, Kapten Wiranegara mendongkol
bukan kepalang. Akan tetapi ia harus menginsyafi
1168 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kenyataannya. Maka dengan mengatupkan giginya ia


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyahut sengit. "Baiklah! Aku kalah. Dengan ini aku menyerahkan pedang
mustika ini kepadamu...."
Setelah berkata demikian, tiba-tiba saja ia mendorongkan
pedangnya. Itulah suatu gerakan di luar dugaan. Jarak antara
ujung pedang dan dada pendekar Gagak Seta sangat dekat.
Maka tiada kesempatan lagi bagi pendekar Gagak Seta itu
untuk mengelakkan diri. Menyaksikan perbuatan Kapten
Wiranegara yang licik itu, Kilatsih memekik karena
terkejutnya. Akan tetapi Gagak Seta adalah seorang pendekar yang
sudah kenyang menghadapi manusia-manusia yang licin dan
licik. Karena itu ia tak menjadi kaget atau heran menghadapi
perbuatan Kapten Wiranegara yang licik itu. la menarik
pedang bambunya selagi Kapten Wiranegara mendorongkan
pedangnya. Kemudian tangan kirinya membarengi maju.
Tetapi sebelum pedang Kapten Wiranegara singgah
didadanya, gagang pedang mustika itu sudah dapat
ditangkapnya. Begitu cepat gerakan tangan Gagak Seta
sehingga Kilatsih yang bermata tajam pun tak dapat melihat
dengan jelas tipu muslihat apakah yang dilakukan tadi. Keruan
saja ia menjadi kagum luar biasa. Pikirnya, pantas Eyang
Gagak Seta sama termasyhur seperti Guru."
Guru Kilatsih Adipati Surengpati, memang namanya sama
termashyur dengan Gagak Seta. Pada zaman empat puluh
tahun yang lalu tercatat tujuh orang pendekar yang merajai
seluruh Kepulauan Nusantara. Pangeran Mangkubumi I, Kyai
Kasan Kesambi, Kyai Lukman Hakim dari Cirebon, Pengeran Sambernyawa,
Kebo Bangah, Adipati Surengpati dan Gagak Seta. Di antara
tujuh pendekar itu, empat orang sudah wafat. Kini tinggal tiga
orang saja. Yakni, Kyai Kasan Kesambi, Adipati Surengpati dan
Gagak Seta. Di antara ketiga orang itu, Kyai Kasan Kesambi
1169 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diakui sebagai yang berada di-tingkat atas. Sedangkan antara
Adipati Surengpati dan Gagak Seta, belum dapat dipastikan
siapa yang unggul. Kedua-duanya memiliki keunggulannya
masing-masing. Beberapa kali mereka berdua pernah menguji
kepandaiannya, akan tetapi hasilnya setali tiga uang. Maka
apabila Kilatsih berkata bahwa termashyurnya nama Gagak
Seta sejajar dengan gurunya, tidaklah terlalu salah.
Setelah berhasil menangkap gagang pedang mustika,
Gagak Seta tertawa lebar. Wajah Kapten Wiranegara menjadi
merah. Kapten itu mendongkol berbareng malu. Habislah
sudah kecongkakan dan keangkuhan hatinya. Namun masih
saja ia tak sudi mengalah.
"Dengan pedang bambu, engkau berhasil merampas
pedang mustikaku. Itulah tidak aneh, karena aku memang
bukan seorang ahli pedang. Sekarang lihatlah, bahwa dengan
tangan kosong aku akan dapat merampas kembali pedang
mustika itu!" Mendengar kesombongan Kapten Wiranegara, Gagak Seta
tercengang. Justru dia dalam keadaan demikian, tiba-tiba
Kapten Wiranegara menyerang dengan kedua belah
tangannya. "Hai! Benar-benar engkau tidak tahu malu!" maki Kilatsih
dari kejauhan. Gadis itu mendongkol dan muak menyaksikan
kelicikan perwira itu. Gagak Seta mundur sambil tertawa lebar.
"Angger Kilatsih! Biarlah dia kuberikan kesempatan untuk
memperlihatkan kepandaiannya. Kalau tidak demikian, ia akan
mendongkol selama hidupnya." Setelah berkata demikian
kepada Kilatsih, ia berputar menghadap Kapten Wiranegara.
"Kapten yang terhormat! Engkau begitu yakin akan ilmu
kepandaianmu berkelahi dengan tangan kosong. Sebenarnya
engkau hendak menggunakan ilmu sakti macam apakah?"
1170 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kapten Wiranegara tidak sudi menjawab pertanyaan
pendekar Gagak Seta. la justru mempergunakan saat sebaik-
baiknya selagi pendekar itu membuka mulutnya. Dengan
gegap gempita ia menyerang saling menyusul. Memang,
Kapten Wiranegara mempunyai keistimewaan. Yakni,
menggunakan delapan bagian ilmu kepandaiannya untuk
menyerang lawan selagi tidak berjaga-jaga. Biasanya dengan
tipu muslihat itu, ia selalu berhasil hanya saja kali ini ia
menumbuk batu. Dengan lincah Gagak Seta melayani tanpa mengadakan
pembalasan sedikit pun. Pendekar itu malahan berkata,
"Baiklah! Rupanya engkau memiliki berbagai ilmu pukulan
tangan kosong Esmu Gunting, Lembu Sekilan, Aji Gineng,
Brajamusti dan segala cakar ayam. Aku pengemis tua paling
senang menerima makanan campur baur. Mari...mari... Biarlah
aku melayani agar hatimu menjadi puas."
Berkata demikian tubuh Gagak Seta berkelebat. Dengan
tiba-tiba saja ia telah berada di belakang punggung Kapten
Wiranegara, dan dalam pada itu pedang bambunya
dilemparkan ke tanah, sedang pedang mustika rampasannya
digigit di antara kedua baris giginya. Lalu ia menghadapi
Kapten Wiranegara dengan tangan kosong pula. Jelas sekali
bahwa ia tidak begitu sungguh-sungguh menghadapi
gempuran-gempuran Kapten Wiranegara yang berbahaya.
Dengan mudah saja ia membuyarkan dan memunahkan setiap
serangannya. Sekiranya ia mau mengadakan serangan
pembalasan, gampangnya seperti membalikkan tangannya
sendiri. Sebaliknya Kapten Wiranegara tidak tahu diri. Ia
menyerang berserabutan ke kiri dan ke kanan. Semua ilmu
kepandaiannya dicurahkan untuk menghajar orang tua itu.
Setelah sekian lamanya tetap tak berhasil, mulailah ia
menggerakkan kedua kakinya. Hebat gerakannya. Kecuali
sebat mengandung tenaga pukulan yang dahsyat sekali.
1171 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun Gagak' Seta menganggapnya tak lebih sebagai
gerakan-gerakan olah raga saja. Ia menyingkir setiap kali
diserang dan mengelak apabila menghadapi gempuran. Dalam
sekejap mata saja lima puluh jurus telah lewat.
Keruan saja hati Kapten Wiranegara menjadi panas
berbareng cemas. Maklumlah, belasan tahun lamanya, ia
menjagoi kalangannya sendiri. Dalam setiap perkelahian ia
selalu memperoleh kemenangan. Hanya satu kali saja ia nyaris
mati tatkala menghadapi Sanjaya. Sekarang ia
berhadaphadapan dengan pendekar Gagak Seta, dan merasa
diri mati kutu. Namun ia merasa tak puas.
"Kau memang hebat dan lincah. Tetapi tak berani
menerima pukulanku. Sungguh memalukan sekali."
Tentu saja Gagak Seta tahu akan maksudnya Kapten itu
mencoba membakar hatinya. Karena itu ia tertawa terbahak-
bahak. "Eh, Kapten yang baik hati! Kau bisa melawan aku sampai
lima puluh jurus lebih. Hal itu terjadi karena aku bersikap
mengalah terhadapmu. Kalau aku mau membalas, dalam satu
gebrakan saja kau akan menjadi lima belas potong. Kau
percaya, tidak?" Gagak Seta berbicara di antara gigi-giginya yang menggigit
pedang mustika. Keruan saja tidak terdengar jelas. Karena
berbicara dadanya tak terlindung pula. Inilah kesempatan
bagus bagi Kapten Wiranegara. Perwira yang licin dan licik itu
terus saja melompat dan menghantamkan tangannya ke arah
dada. Serunya dengan suara pasti.
"Naaah rasakan bogem ini!" Kedua tangan Kapten
Wiranegara bergerak dengan berbareng. Tangan kirinya
berada di depan dan tangan kanannya menyusul. Akan tetapi
yang menyerang adalah tangan kanannya itu. Lagi-lagi ia
menggunakan serangan dengan tipu daya, untuk mengelabui
lawan. Selagi Gagak Seta berbicara ia mempergunakan
1172 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kesempatan itu sebagus-bagusnya. Kelima jari-jari tangannya
terbuka dan menyengkeram dada. Inilah cengkeraman maut
yang mengancam. Kalau sampai mengenai sasarannya, maka
Gagak Seta akan melontarkan darah hitam dan jantungnya
akan rontok. Menyaksikan ancaman bahaya itu lagi-lagi Kilatsih terkejut,
la tak mengerti apa sebab Gagak Seta begitu lengah sampai
membiarkan dadanya tidak terlindung. Setiap orang tahu,
berkelahi sambil berbicara sangat membahayakan diri.
Mengapa Gagak Seta pendekar yang namanya termasyhur di
seluruh persada bumi ini masih bisa lengah.
Tatkala itu serangan tangan Kapten Wiranegara tepat sekali
mengenai sasarannya. Akan tetapi sebelum jari-jarinya
menyentuh dada, tiba-tiba ia menjerit tinggi kesakitan, karena
pada saat itu tangan Gagak Seta tiba-tiba menyentil. "Taak!"
Dan jari-jari tangan Kapten Wiranegara patah dengan
sekaligus. "Aduuh!" jerit Kapten Wiranegara sambil melompat
mundur. Gagak Seta tidak memburu. Lagi-lagi ia tertawa lebar.
"Kau terhitung hebat juga Kapten yang terhormat! Kau bisa
tahan menerima sentilan jariku. Karena itu, kau kuampuni
jiwamu. Semenjak tadi kalau aku mau tubuhmu akan menjadi
limabelas potong apabila kena pukulan sekali saja. Kau tak
percaya" Biarlah sekali lagi aku mempertontonkan ilmu
pukulanku yang tak keruan ini. Kau pernah mendengar nama
ilmu Kumayan Jati?" Kapten Wiranegara sedang kesakitan. Ia tak menggubris
ucapan Gagak Seta yang bernada sombong, la mendongkol
dan dengki sambil meringis melawan rasa sakitnya. Pada saat
itu, Gagak Seta meliukkan tangannya kemudian menyodok
sebongkah batu yang berada di seberang jalan. Itulah
bongkahan batu tempat duduk Kapten Wiranegara tadi
1173 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melepaskan rasa lelahnya. Besarnya empat pelukan tangan.
Tetapi kena sodokan ilmu Kumayan Jati Gagak Seta, seketika
itu juga hancur berderai bagaikan tepung.
Keruan saja Kapten Wiranegara kaget bukan kepalang.
Mimpi pun tak pernah bahwasanya seorang yang terdiri dari
darah dan daging bisa menggempur batu sebesar itu dari
kejauhan menjadi tumpukan tepung. Sekarang ia benar-benar
merasa takluk. Tidak menunggu lagi Gagak Seta membuka
mulutnya, ia menubras-nubras bagaikan diuber setan.
Sebentar saja tubuhnya lenyap dibalik gundukan-gundukan
tanah. Kilatsih tak terkecuali terperanjat pula. Memang ia
mendengar kabar, bahwa gurunya memiliki pukulan-pukulan
dahsyat pula. Akan tetapi selama berguru padanya, belum
pernah ia melihat sekali juga. Sekarang ia menyaksikan
dengan mata kepalanya sendiri, betapa hebat tenaga sakti
ilmu Kumayan Jati yang menjadi andalan pendekar Gagak
Seta. Ternyata bukan bualan kosong belaka.
"Belasan tahun yang lalu Guru dan Eyang Gagak Seta ini
pernah mengadu ilmu andalannya masing-masing. Hasilnya
tiada yang kalah dan menang. Kalau guru bisa bertahan
menghadapi pukulan yang dahsyat. Bagaimana cara
perlawanannya, sayang, aku bakalan tak menyaksikannya
lagi." Dalam pada itu, Gagak Seta telah menghampiri Kilatsih
dengan tertawa lebar. Katanya kepada Sirtupelaheli, "Sirtupah! Jangkrik Dongol1)
pada hari tuanya bisa mempunyai murid sebagus ini. Akhirnya
ia sadar, bahwa dunia ini, tidak hanya bisa ditempati sendiri.
Dia harus bisa membagi apa yang pernah diperolehnya."
Setelah berkata demikian, ia tertawa terbahak-bahak. Berkata
kepada Kilatsih: "Kau kini menjadi seorang gadis gede mirip
Titisari. Ayundamu itu pada masa mudanya gemar pula
1174 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyamar sebagai laki-laki. Hm, apa sih enaknya jadi laki-
laki?" Sirtupelaheli ikut tertawa pula. Ia yang gemar menyamar
secara tak langsung kena sindir Gagak Seta. Gntung, selama
hidupnya belum pernh ia menyamar terlalu lama sebagai
seorang pemuda. Segera menyahut mendahului Kilatsih.
"Dalam hal menyamar, anak itu, lebih betah daripadaku."
"Benarkah begitu?" potong Gagak Seta dengan tertawa.
"Kalau benar begitu, tak usah aku mencarimu sampai puluhan
tahun lamanya." Semenjak peristiwa peracunan murid-murid Ki Gede
Rangsang, Sirtupelaheli mengenakan topeng untuk
menghindari incaran aliran Gtusan Suci Gagak Seta yang
memikul tugas gurunya untuk melindungi Sirtupelaheli,
berusaha mencarinya. Tetapi sampai empat puluh tahun lebih,
barulah dia mencium jejaknya. Semenjak itu, tak mau lagi
kehilangan dirinya. "Ah, kenapa engkau mengungkat-ungkit peristiwa lama?"
Sirtupelaheli tak senang hati. Kemudian menoleh kepada
Kilatsih. "Bagaimana" Apakah engkau sudah bertemu dengan
kedua kakakmu Sangaji dan Titisari" Lalu apa yang lagi
dikerjakan Jaga Saradenta?"
Seperti diketahui, Sirtupelaheli menyamar sebagai Ki Jaga
Saradenta, semenjak itu, berbagai pertanyaan timbul dalam
hati Kilatsih untuk mencari penjelasan. Sekarang pendekar
wanita itu menyinggung persoalan Ki Jaga Saradenta. Inilah
kebetulan sekali. "Kangmas Sangaji dan Ayunda Titisari kembali ke Karimun
Jawa." "Eh, kenapa?" Sirtupelaheli dan Gagak Seta berseru dengan
berbareng. 1175 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mungkin sekali hendak menghadiri pesta ulang tahun
Guru." "Ah, ya?" Gagak Seta menepuk pahanya.
Benar-benar aku ini sudah pikun! Baiklah, aku ingin hadir
dalam pertemuan itu. "Kecuali itu, masih ada alasan kangmas berdua yang jauh
lebih penting," ujar Kilatsih.


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apa itu?" Kilatsih lantas menceritakan isi surat Sangaji dan Titisari.
Kemudian pertemuan dengan Ki Jaga Saradenta serta
pengalamannya di Magelang. Karena kisah itu sangat panjang,
maka Gagak Seta dan Setupelaheli membawanya meneduh di
bawah naungan rindang pohon, tatkala matahari mulai terasa
panasnya. "Bagus! Orang tua itu masih semangat!" seru Sirtupelaheli.
"Dengan begitu, tak sia-sia usahaku."
"Benar, hanya saja tak kumengerti, siapakah sesungguhnya
yang mati dihalaman rumahnya," kata Kilatsih. "Dan apa perlu
Eyang menyamar sebagai dirinya."
Sirtupelaheli tersenyum. Tabiat dan sepak terjang pendekar
wanita ini meskipun belum hilang seluruhnya, tapi semenjak
bergaul dengan Sangaji dan Titisari terjadi banyak perubahan.
Ia tidak lagi sekejam dan sebengis masa dahulu. Tidak lagi
angkuh dan menyendiri. Terhadap orang-orang tertentu yang
dianggap kalangannya sendiri, bersedialah ia membuka
hatinya. Maka begitu mendengar pertanyaan Kilatsih, ia lantas
memberi keterangan. "Sebenarnya, tatkala aku melihat engkau berada di
Wonosobo dahulu itu, ingin aku memberi keterangan
kepadamu. Akan tetapi engkau sudah kabur. Hm! engkau
hampir-hampir saja membuat aku mati kutu, lantaran
menyingkap penyamaranku. Untung, dia tiada hadir."
1176 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dia siapa" "Dipajaya," sahut Sirtupelaheli.
Kilatsih tercengang dan terkejut hatinya mendengar
disebutnya nama Dipajaya.
"Apakah maksud Eyang... Dipajaya yang...." Gadis itu
tergagap-gagap. "Benar. Bagaimana kau tahu?" potong Sirtupelaheli.
"Ayunda Titisari pernah menceritakan kisahnya. Bukankah
Beliau..." Gagak Seta yang selama Sirtupelaheli membuka mulutnya
berdiam diri, lantas saja tertawa riuh.
."Benar, itulah dia! Baiklah kuceritakan saja agar tidak
berputar-putar tak keruan juntrungnya. Aku ini manusia yang
paling tak betah mendengar omongan yang tak keruan
juntrungnya." Ia berhenti mengesankan. Melanjutkan,
"Tatkala engkau berada dirumah Jaga Saradenta, eyangmu
Sirtupelaheli berada pula disana. Aku memancingnya keluar.
Dan eyangmu Sirtupelaheli lalu membuat sulapan. Mereka
yang kena dibunuhnya, terdapat seorang yang perawakan
tubuhnya mirip Jaga Saradenta. Orang itu lantas didandani
menjadi Jaga Saradenta oleh eyangmu ini. Jelas?"
Kilatsih bukannya seorang gadis yang bodoh, la tahu
Sirtupelaheli seorang pendekar wanita yang aneh sepak
terjangnya dan pandai menyamar. Kalau hanya mendandani
seorang menjadi Ki Jaga Saradenta bukannya merupakan
masalah yang sulit baginya. Hanya saja dia belum mengerti
jelas, apakah tujuannya yang sesungguhnya.
"Siapakah mereka yang memusuhi Eyang Jaga Saradenta?"
"Itulah anjing-anjing begundal Daniswara yang dahulu
pernah mencoba-coba menggertak aku agar memperoleh
keterangan perkara surat rahasia Titisari," jawab Gagak Seta.
1177 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pemuda itu besar angan-angannya. Hal inilah yang justru
menarik hati eyangmu Sirtupelaheli."
Seperti Daniswara, Sirtupelaheli berangan-angan ingin
memperoleh pusaka Bende Mataram yang berada ditangan
Sorohpati. Akan tetapi berkat campur tangan Gagak Seta, baik
Daniswara maupun Sirtupelaheli gagal mencapai angan-
angannya itu. Sekarang tidak lagi Sirtupelaheli sudi menjadi hamba-
hambanya kaum Utusan Suci yang membuat dirinya
bersengsara sampai pula menyusahkan guru dan sekalian
saudara seperguruannya yang kasih sayang padanya. Sebab
dengan bantuan Gagak dan Sangaji, sanggup ia menentang
kaum Utusan Suci apabila sewaktu-waktu datang kepadanya.
Bukankah Sangaji pernah membuat duta Utusan Suci lari
tunggang langgang" Karena itu, tak perlu ia takut lagi.
Sirtupelaheli seorang pendekar wanita yang mempunyai
rasa kesetiaan berlebih-lebihan apabila hatinya sudah bersedia
mengabdi untuk kaum Utusan Suci, ia dahulu sanggup
berkorban. Sekarang, untuk Sangaji dan Titisari, ia
menyediakan jiwa raganya.
Demikianlah setelah keluar dari Karimun Jawa, timbullah
keputusannya hendak memperbaiki namanya yang rusak oleh
faham aliran Utusan Suci. la akan berusaha memperoleh surat
wasiat Titisari dengan jalan macam apapun juga. Maka
teringatlah dia kepada Daniswara. Segera ia mengikuti sepak
terjang pemuda itu. "Yang perlu kujaga kini, hanyalah terhadap Dipajaya."
Pikirnya didalam hati. Demikianlah, ia menyamar sebagai Ki
Jaga Saradenta. Dengan mengandalkan nama Sangaji untuk
sementara Dipajaya pastilah tidak berani mengganggunya.
Sebab Ki Jaga Saradenta adalah guru Sangaji.
"Apakah eyang Dipajaya sampai kini masih berkeblat
kepada aliran Utusan Suci?" tanya Kilatsih.
1178 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hanya setan yang tahu," Jawab Sirtupelaheli. "Akan tetapi
berwaspada terhadap siapapun apakah buruknya?"
"Kalau demikian apakah dia selalu mengintip Eyang?"
Kilatsih menegas. "Dipajaya mempunyai kepandaian mirip iblis. Pastilah dia
mendengar kabar matinya Ki Jaga Saradenta. Setelah
menyelidiki segera ia tahu, bahwa yang mati bukan Ki Jaga
Saradenta. Maka dia akan mengintip gerak-gerikku. Dan pada
saat itu eyangmu Gagak Seta akan muncul. Bukankah ini
suatu rencana yang bagus" Sayang sekali engkau
menggagalkan rencanaku. Dengan tersingkapnya
penyamaranku tidak saja aku tak dapat bekerja sama dengan
Daniswara tetapi pun bukan merupakan rahasia lagi terhadap
Dipajaya. Pastilah di antara orang yang hadir pada waktu itu,
terdapat salah seorang pengikutnya. Sebenarnya hal inipun
sudah diketahui olehnya, tatkala aku menyeberang ke Karimun
Jawa. Hanya saja aku merasa pasti, bahwa dia belum
mengetahui diriku menyamar sebagai apa. Meskipun
demikian, akupun sadar tentang kecermatan Dipajaya. Maka
aku perlu bersembunyi dahulu, sebelum dia menemukan
diriku. Karena eyangmu Gagak Seta waktu itu berada di Jawa
Timur. Beberapa pekan yang lalu, barulah aku dapat berjumpa
dengan eyangmu Gagak Seta. Kami berdua lantas
memutuskan hendak mencari Dipajaya, agar urusan ini cepat
selesai." "Sebenarnya, Eyang tidak perlu bersembunyi demikian,"
kata Kilatsih dengan tersenyum. "Karena Eyang Dipajayalah
yang perlu bersembunyi terhadap intipan eyang berdua."
"Kau berkata apa?" seru Sirtupelaheli.
"Sebab, pada saat ini dia sudah mene-
t 1179 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mukan surat wasiat ayunda Titisari, yang dahulu dititipkan
kepada ayah angkatku," jawab Kilatsih dengan suara
meyakinkan. Mendengar keterangan Kilatsih, Sirtupelaheli kaget sampai
berjingkrak, ia berpaling kepada Gagak Seta mencari
keyakinan. Gagak Seta sendiri seorang pendekar yang sudah
berpengalaman dan memiliki pra-rasa yang tajam sekali. Tak
mudah seseorang mengingusi dirinya. Kebo Bangah seorang
yang maha licin dahulu, tak dapat berbuat terlalu banyak
terhadapnya. Tapi kali ini mendengar suara Kilatsih dan
melihat gerak-geriknya segera ia tahu, bahwa gadis itu
mempunyai alasan yang berdasar.
"Apakah kakakmu Sangaji atau ayun-damu Titisari yang
memberi keterangan ini?"
"Bukan," jawab Kilatsih.
"Kalau bukan mereka berdua, lantas siapa?"
"Ayah angkatku, Sorohpati."
Setelah berkata demikian. Kilatsih lantas menceritakan
ingatannya tatkala tujuh tahun yang lalu dibawa ayah
angkatnya memenuhi tantangan gerombolan Kartawirya di
Kota Waringin. Dalam persambungan yang menentukan,
Sorohpati selalu menitik beratkan
Duapuluh meter didepannya, berdiri seorang laki-laki awut-
awutan dan mendampingi seorang perempuan bersenjata
tongkat. Perempuan ini berusia melebihi limapuluh tahun.
Akan tetapi wajahnya nampak cemerlang dan segar-bugar.
pada kata-kata seratus kali jurus. Itulah kata-kata
tantangan terhadap Brajabirawa.2) Setiap kali bergebrak
selalu saja ia mencari alasan untuk bisa mengulangi kata-kata
seratus jurus itu. Akhirnya dalam suatu kesempatan, dapatlah
ia memberi pesan yang agak jelas. Dan dengan pentunjuknya
itu, rumah Dipajaya dapat diketemukan kemarin petang.
1180 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tapi bagaimana engkau dapat mengambil kesimpulan
bahwa surat wasiat Titisari berada ditangannya?" tukas
Sirtupeleheli dengan bernapsu.
"Itulah pedang mustika yang kini berada ditangan Eyang
Gagak Seta." "Ah!" seru Gagak Seta tercengang. "Apakah pedang ini
milik Dipajaya?" "Benar," sahut Kilatsih. Gadis itu lantas menceritakan
bagaimana mula-mula pedang mustika itu bisa berada
ditangan Kapten Wiranegara. Mendengar tutur kata Kilatsih,
Gagak Seta tertawa terbahak-bahak.
"Memang mengherankan sekali, orang berkepandaian
seperti dia, bisa merampas pedang mustika dari tangan
Dipajaya," kata Gagak Seta. "Semalam secara kebetulan aku melihat
kapten itu, menghunus pedang ini. Aku menaruh curiga,
karena pedang demikian tidaklah pantas berada di tangan
seorang anjing Belanda. Hanya karena kurang jelas, aku
hanya menggiringnya saja."
"Kau kini sudah tahu letak rumah Dipajaya," tukas
Sirtupelaheli kepada Kilatsih. "Coba tunjukkan padaku, dimana
dirumahnya?" "Tak jauh dari sini," sahut Kilatsih. "Hanya yang
kukhawatirkan, jangan-jangan dia tiada berada lagi di dalam
rumahnya. Sebab peristiwa pedang mustika ini, nampaknya
menyakitkan hatinya."
"Hm," dengus Sirtupelaheli. "Jadi dia kini sudah mempunyai
beberapa murid baru lagi" Bagus! Ingin aku coba sampai
dimana kepandaian murid-muridnya. Kalau sudah, barulah aku
mencari Letnan Suwangsa."
"Letnan Suwangsa!" Kilatsih heran.
1181 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar. Dia pun murid Dipajaya. Apakah engkau baru
mengerti?" Kilatsih terlongong-longong. Pikirnya, pantas ilmu
pedangnya hebat. Namanya ter-mashyur sebagai seorang ahli
pedang tak terkalahkan. Kalau muridnya saja sudah demikian
hebat, apalagi gurunya...."
Tetapi satu hal yang tak dimengerti gadis itu, apa sebab
Sirtupelaheli agaknya berdendam terhadap Dipajaya. Padahal,
menurut ayundanya Titisari, mereka berdua dahulu pernah
menjadi suami-istri. Gadis itu tak dapat menjangkaukan
pengertiannya, bahwa Sirtupelaheli merasa hidup sengsara
setelah Dipajaya menantang minum racun terhadap murid-
murid Ki Gede Rangsang, guru berbareng ayah angkatnya
yang kasih sayang padanya. Karena gara-gara itu, enam murid
Ki Gede Rangsang tewas dan Ki Gede Rangsang lantas
menghilang tiada kabar beritanya lagi.
"Aku pun ingin bertemu dengan Eyang Dipajaya," kata
Kilatsih kemudian, "Tadi telah kukatakan, bahwa surat rahasia
ayunda Titisari, berada ditangannya. Hal itu disebabkan pesan
ayah angkatku tentang kata-kata seratus jurus. Apakah eyang
berdua tak dapat memberi keterangan kepadaku?"
Gagak Seta dan Sirtupelaheli saling memandang.
17 MELANGGAR PANTANGAN TERHADAP DIPAJAYA, Gagak Seta agak bersegan-segan,
mengingat perhubungannya dengan Sirtupelaheli. Meskipun
pada saat itu ia mempunyai pendapatnya sendiri, akan tetapi
segan untuk mengemukakan. Sebaliknya Sirtupelaheli nampak
1182 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengerutkan keningnya. Pandang matanya guram. Gntuk
beberapa saat lamanya, mereka bertiga membungkam mulut
dengan pikirannya masing-masing.
Gagak Seta seorang pendekar yang paling tak betah berada
dalam ketegangan. Lantas saja berkata kepada Sirtupelaheli.
"Sirtupah! Kalau engkau mempunyai pendapat, berilah
keterangan kepadanya."
"Kau sendiri bagaimana dengan pedang itu?" Sirtupelaheli
membalas perkataan Gagak Seta dengan suatu pertanyaan.
"Ah, benar! Aku pengemis tua membawa-bawa pedang
mustika bukankah mempersulit diri?" sahut Gagak Seta
dengan tertawa lebar. "Pedang ini harus berada ditangan
pemiliknya yang cocok. Aku sendiri tukang ngalap ayam.
Masakan perlu membawa-bawa pedang segala."
Kilatsih tertawa. "Bagaimana, kalau aku yang mempersembahkan kepada
Eyang Dipajaya?" "Jangan!" cegah Sirtupelaheli. "Hal itu akan membuat
dirinya sedih saja. Aku menghendaki dia berada dalam
keadaan segar bugar sebelum bertanding melawan diriku."
"Lantas bagaimana baiknya?" Gagak Seta minta keputusan.
"Berikan saja kepadaku!" tiba-tiba Kilatsih memberanikan
diri. "Aku akan mencarikan majikannya yang tepat."
"Kau benar," Gagak Seta segera menyetujui. "Apakah
hendak kau serahkan kepada Taru-pala murid Dipajaya yang


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kau ceritakan tadi?"
Wajah Kilatsih mendadak terasa panas. Buru-buru ia
menjawab, "Tidak akan kuberikan kepadanya."
1183 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baiklah semuanya terserah kepadamu," ujar Gagak seta.
Dan ia menyerahkan pedang mustika kepada Kilatsih.
Sekarang, marilah kita berangkat mencari Dipajaya." Desak
Sirtupelaheli. "Kilatsih, kau berjalanlah di depan. Kami berdua
akan mengikutimu. Syukur, engkaupun bisa bertemu dengan
Letnan Suwangsa. Dengan begitu, kita bisa melenyapkan dua
bisul sekaligus." Bertiga mereka berjalan selintasan, kemudian berpisah
mengambil jalannya masing-masing. Setelah berada seorang
diri, Kilatsih memeriksa pedang mustika yang kabarnya milik
Sri Sultan. Pada hulu pedang terdapat huruf Jawa terukir rapi
bunyinya: Kyai Ageng Singkir. Begitu terhunus dari sarungnya
samar-samar nampaklah sinar ungu terpantul cahaya
matahari. Melihat pedang itu teringatlah dia kembali kepada teka-teki
seratus jurus. Katanya di dalam hati,untuk surat wasiat
ayunda Titi-sari, Ayah mengorbankan jiwanya. Gntuk pedang
ini pula seseorang berani membeli dengan jiwanya. Pedang
dan surat wasiat ayunda Titisari berada di tangan Eyang
Dipajaya. Sekarang Eyang Dipajaya dengan rela menyerahkan
kepada Tarupala. Kalau begitu pastilah dia mempunyai andalan lain yang
jauh lebih tangguh daripada pedang ini. Apalagi kalau bukan
surat wasiat ayunda Titisari. Tetapi membuktikan bahwa surat
wasiat ayunda Titisari berada ditangannya, sangatlah sukar.
Aku hanya mempunyai petunjuk teka-teki seratus jurus. Eyang
Sirtupelaheli maupun Eyang Gagak Seta bersikap diam. Beliau
berdua nampaknya menyembunyikan sesuatu. Apakah perlu
mencari keyakinan dulu" Baiklah, moga-moga aku bisa
dipertemukan dengan Eyang Dipajaya."
Belum lama Kilatsih melarikan kudanya, tiba-tiba ia
mendengar derap kaki kuda datang dari arah belakang. Lantas
saja ia menoleh. Sepasang muda mudi melarikan kudanya
mengarah kepadanya. Segera ia mengenal mereka. Merekalah
1184 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Prajaka Sin-dungjaya dan Antariwati. Karena di antara mereka
tiada Tarupala maupun Letnan Suwangsa, hati Kilatsih
menjadi lega. Lantas saja ia memutar kudanya menyambut
kedatangan mereka. "Nah, bukankah benar apa yang kukatakan tentang dia?"
kata Antariwati kepada Prajaka Sindungjaya sambil menuding
Kilatsih. Paman tidak menghendaki kehadirannya. Gntung saja
kita tidak mempersilakannya memasuki rumah perguruan kita.
Kalau sampai terjadi demikian, pastilah Paman akan memaki-
maki kita berdua." Karena suara Antarimati terbawa angin, Kilatsih dapat
mendengar ucapannya dengan jelas. Ia tertawa pahit karena
tak tahu apa yang hendak dikatakan kepada mereka, untuk
mencari keterangan tentang Dipajaya.
Tatkala Prajaka Sindungjaya dan Antari-wati telah berada
dekat dengannya, tiba-tiba Antariwati berseru heran.
"Apa" Engkau seorang wanita?"
Kilatsih terkejut. Buru-buru ia memeriksa dirinya. Segera ia
terkejut karena ujung rambut didekat kupingnya tersembul
keluar. Entah semenjak kapan ikat kepalanya terbuka miring.
Mungkin sekali tatkala kena sambaran tangan Kapten
Wiranegara atau terbentur batu-batu tempat
persembunyiannya tadi. Tetapi justru ia dikenal sebagai
seorang gadis, sikap Antariwati lantas saja berubah. Gadis itu
lantas mengerti mengapa Kilatsih bersikap terlalu ramah
kepadanya. Dalam pada itu Kilatsih telah memperoleh
ketenangannya kembali. Ia tersenyum. Berkata dengan suara
manis. "Adik! Kau ambillah pedang pamanmu ini!"
Antariwati girang, la kenal pedang pamannya. Karena
perhatiannya terpancang kepada pedang mustika itu, lupalah
ia menegas kepada Kilatsih seorang pria atau wanita.
1185 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kenapa pedang paman bisa berada di-tanganmu?"
"Janganlah engkau bertanya melit-melit! Kau terima saja
pedang ini!" jawab Kilatsih. "Kau anggap saja bahwa dengan
ini, aku mempersembahkan sesuatu untukmu. Sekarang ini
pamanmu dalam keadaan duka cita. Kukira engkau perlu
mendampingi untuk menghiburnya. Karena itu carilah dia
secepat mungkin. Adik Antariwati, baik-baiklah engaku
merawat pamanmu itu. Kau harus bisa membesarkan hatinya,
agar Beliau menjadi lega."
Kilatsih berbicara dengan sungguh-sungguh, sehingga
Antariwati tergerak karenanya. Lenyaplah rasa curiga dan
permusuhannya. "Terima kasih! Bukankah engkau ingin bertemu" Mari kita
bertiga menghadap padanya!"
"Pamanmu dalam keadaan duka cita. Bagaimana nanti
kalau menegur aku?" Kilatsih mencoba.
Antariwati mencibirkan bibirnya.
"Hal itu tergantung pada peruntunganmu. Akan tetapi
apabila engkau bisa memberi keterangan tentang pedang
mustika ini, mungkin sekali Paman akan bisa menerimamu
dengan hati terbuka...."
Kilatsih menimbang-nimbang sebentar.
"Kalian berdua berangkatlah dahulu. Biarlah aku menyusul
saja nanti dibelakang...."
Antariwati hendak membuka mulutnya, akan tetapi pada
saat itu Prajaka Sindung-jaya menarik lengannya seraya
berkata mengajak. "Itulah usul yang baik sekali. Mari kita menyusul Guru
dipesanggrahan!" "Pesanggrahan?" Kilatsih menegas.
1186 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Prajaka tersenyum mengangguk.
"Benar! Kira-kira lima kilometer dari sini terdapat
pesanggrahan Guru yang berada di kaki bukit itu! Ikuti saja
kami berdua!" Setelah berkata demikian, segera ia mendahului memutar
kudanya. Kemudian bersama Antariwati ia mengaburkan
tunggangannya mengarah ke bukit. Sebentar saja mereka
berdua telah lenyap dari penglihatan. Diam-diam Kilatsih
menghela napas. Pikirnya di dalam hati, Prajaka Sindungjaya
nampak ketolol-tololan akan tetapi sebenarnya lebih tenang
daripada Tarupala. Penglihatannya tajam.
Sebagai seorang gadis, mengertilah ia sekarang, apa sebab
Antariwati memilih Prajaka Sindungjaya sebagai kekasihnya
daripada Tarupala. Dan justru ia dihinggapi oleh pikiran
demikian, teringatlah dia kepada nasibnya sendiri. Dimanakah
Widiana Sasi Kirana kini berada"
Kilatsih mendongak ke langit. Matahari tengah merangkak-
rangkak makin lama makin tinggi kelihatan memerah. Segera
ia menundukkan kepalanya kembali dan membuang
penglihatannya kepada mahkota daun yang serba hijau. Hal
itu benar-benar indah. Di antara langit biru terlihat burung-
burung beterbangan. Pada detik itu ia sadar akan dirinya
lantas saja ia melanjutkan perjalanan mengikuti arah kaburnya
Prajaka Sindungjaya dan Antariwati. Tiba-tiba dilihatnya sinar
api meletik di udara ia terkesiap. Sebagai murid Adipati
Surengpati, tahulah dia letikan api yang terlihat itu pastilah
merupakan suatu tanda bahaya bagi golongan tertentu untuk
meminta bantuan. Siapakah yang berada dalam bahaya"
Buru-buru ia melecut kudanya dan Megananda melesat
bagaikan anak panah. Prajaka Sindungjaya dan Antariwati melihat pula letikan api
itu. Tiba-tiba saja wajah mereka berdua menjadi pucat lesi.
Seru Antariwati dengan suara bergemetar.
1187 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bukankah ini sinar tanda bah&ya Kangmas Tarupala?"
Prajaka Sindungjaya tercengang.
"Di sekitar daerah ini siapakah yang sanggup melawan
Kangmas Tarupala" Dalam ilmu pedang, dia mewarisi hampir
seluruh kepandaian Guru. Bahkan Kangmas Letnan Suwangsa
sendiri belum tentu dapat menandinginya."
"Aku heran," sahut Antariwati. "Pesanggrahan Paman
berada dibukit itu pula! Siapakah yang berani mencoba-coba
mengganggu kedamaian pesanggrahan Paman?"
Dengan melarikan kudanya, mereka tiba di kaki bukit.
Sadar akan bahaya yang mengancam, mereka turun dari
kudanya. Kemudian mendaki bukit dan berjalan memutar.
Mereka belum bisa dikatakan sudah mencapai taraf ilmu
kepandaian yang tinggi, akan tetapi dalam hal kegesitan
melebihi orang lumrah. Sebentar saja sampailah di tengah
perjalanan. Sekonyong-konyong mereka merasa tertiup angin
halus yang membawa harum bunga segar. Entah apa
sebabnya hati mereka mendadak saja menjadi rawan.
"Inilah bau harum kegemaran Guru!" seru Prajaka
Sindungjaya di dalam hati. "Agar selalu mencium bau harum
ini, Guru telah membuat ramuannya sendiri."
Antariwati mencium harum bunga itu pula. Terus saja
berkata, "Inilah harum wangi-wangian Paman. Mari kita
menyusul. Apakah Paman lagi terbenam dalam semedi
sehingga membiarkan Kangmas Tarupala dalam bahaya"
Siapakah yang berani mengganggu ketentraman Paman?"
Dalam hal kelancaran berpikir, Prajaka Sindungjaya kalah
jauh dengan Antariwati. Maka begitu mendengar keterangan
Antariwati bahwa gurunya berada di dalam Pesanggrahan,
hatinya menjadi lega. Hilanglah rasa takutnya. Seperti
berlomba, ia lantas melebarkan langkahnya mendaki bukit dan
menujukepesanggrahan. 1188 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Segera mereka tiba di hutan bambu. Dan bau harum yang
dikenalnya itu makin tercium tajam sekali. Mereka berdua
sering sekali berada dipesanggrahan gurunya. Hanya kali ini
mereka tidak melalui jalan yang sering diambahnya. Tadi
mereka mengambil jalan memutar. Melihat hutan bambu itu,
mereka tiba-tiba merasa asing.
"Kangmas Prajaka, benarkah engkau pernah melihat hutan
bambu ini?" seru Antariwati.
"Belum pernah aku melintasi wilayah ini. Hutan bambu ini
nampaknya teraling-aling sebuah gundukan yang berada di
seberang pesanggrahan kita." Prakjaka Sindungjaya menduga-
duga. "Heran! Kenapa sama sekali tidak terdengar beradunya
senjata?" Antariwatipun heran. Hatinya mendadak menjadi curiga.
Setelah menghunus pedangnya, segera ia meloncat kedalam
gerombolan rumpun bambu. "Adik! Hati-hati! Agaknya di sini bermukim seorang yang
berilmu tinggi. Jangan engkau sembarangan bergerak!"
Sindung-naya memperingatkan, tapi seruannya telah kasep.
Tatkala ia ingin menyambar tangan Antariwati, tidak keburu
lagi. Pada saat itu Antariwati sudah berada di seberang
rumpun bambu tersebut. Berbareng dengan gerakan Antariwati. Terdengar tertawa
dingin disusul bentakan. "Lepaskan pedangmu!" .
Itulah suara bentakan seorang wanita. Antariwati terkejut.
Pedangnya seperti tergeser dan tubuhnya menjadi limbung.
Hampir saja ia roboh tersungkur. Syukurla ia sudah cukup
berlatih, sehingga pedangnya tak terlepas dan tubuhnya juga
tidak roboh. Tatkala berpaling, Prajaka Sindungjaya sudah
berada didekatnya. Wajahnya berubah hebat seperti dirinya
juga. 1189 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pemuda itupun mendengar bentakan.
"Lepaskan pedangmu pula!"
Terasa kesiur angin tajam menggeser pedangnya. Akan
tetapi ia lebih tangguh dari pada Antariwati. Tidak sampai ia
terhuyung mundur. Hanya saja tatkala itu mendadak ia
melihat berkeredepnya senjata bidik. Buru-buru ia mengelak
sambil menangkis. Ia heran bukan main. Akhirnya kaget
setengah mati tatkala melihat bahwa senjata bidik itu ternyata
daun bambu yang ujungnya tajam seperti bekas diraut.
Karena serangan itu lengan bajunya berlobang dibeberapa
tempat. Melihat senjata bidik tersebut Prajaka Sindungjaya tidak
hanya terkejut akan tetapi bergidik pula. Gurunya dahulu
pernah menceritakan tentang senjata bidik demikian. Senjata
bidik yang terdiri dari daun bambu, bukan main bahayanya.
Sekali melukai orang seketika orang itu akan mati. Untuk
pertama kali inilah ia melihat senjata bidik yang istimewa itu.
Seorang yang berkepandaian dangkal tidak mungkin bisa
melepaskan daun bambu menjadi senjata bidik setajam belati.
Sewaktu Prajaka Sindungjaya berpaling pada pedang
antariwati, kembali ia menjadi heran. Mata pedang gadis itu
seperti tertambat daun bambu. Itulah aneh, mengingat
ketajaman pedang Antariwati, yang dapat digunakan
memapas besi. Akan tetapi daun-daun bambu itu dapat
membabatnya dengan tak kurang suatu apa. Inilah suatu
tanda bahwa pembidiknya mempunyai suatu tenaga sakti
demikian rupa sehingga dapat merubah daun-daun bambu
melebihi keuletan besi. Kemudian terdengarlah helaan napas dibalik rumpun
bambu. Itulah helaan napas yang menyatakan rasa kagum
terhadap kepandaian Prajaka Sindungjaya dan Antariwati.
Prajaka Sindungjaya tahu diri. Lantas saja ia berkata
dengan suara merendah. 1190 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kami berdua Prajaka Sindungjaya dan Antariwati. Secara
kebetulan saja kami lewat di sini. Sama sekali tak tahu bahwa
hal ini melanggar kedaulatan tuan. Perkenankan kami berdua
mohon maaf sebesar-besarnya."
Prajaka Sindungjaya belum melihat dengan siapakah


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pembidik daun-daun bambu tadi. Mengingat suara
bentakannya. Pastilah dia seorang perempuan. Akan tetapi
tenaga dahsyatnya adalah tenaga himpunan sakti seorang
pria. Itulah sebabnya ia menyebut dengan sebutan tuan.
Pada saat itu terdengar bentakan lagi dari balik rumpun
bambu. "Apakah kamu berdua murid Dipajaya" Baik, kamu berdua
boleh masuk!" "Maaf!" sahut Prajaka Sindungjaya dengan hormat. Dengan
menggandeng tangan Antariwati, ia memasuki rumpun bambu
yang berada diseberangnya.
Setelah tiba dibalik rumpun bambu itu, nampaklah
lapangan terbuka didepannya. Dan mereka berdua
menyaksikan suatu pemandangan yang sangat mengherankan
hati. Mereka melihat kakak seperguruannya Tarupala sedang
bertempur melawan seorang wanita berusia tua yang beroman
cantik. Melihat Tarupala, Antariwati berseru girang.
"Kangmas! Kenapa engkau berada di sini" Apakah Guru
selamat?" Tarupala sedang bertempur mati-matian melawan wanita
tua itu. Tak dapat ia membalas seruan adik seperguruannya.
Ia hanya mendengus tak jelas. Terang sekali, bahwa ia tak
berani membagi perhatian.
Pada saat itu Kilatsih sudah berada di belakang mereka.
Melihat siapa yang sedang bertempur seru itu, buru-buru ia
bersembunyi dibalik rumpun bambu. Perempuan tua itu bukan
lain adalah Sirtupelaheli. Pikirnya di dalam hati, Eyang
1191 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sirtupelaheli benar-benar galak. Semangat tempurnya
melebihi diriku yang jauh lebih muda dari padanya. Boleh
dikatakan belum sampai berkembang ingatanku. Dia sudah
menghadang salah seorang murid Eyang Dipajaya. Alangkah
keras hatinya! Pantaslah Eyang Gagak Seta bersikap meladeni.
Yang kuherankan, mengapa Tarupala bisa berada di sini"
Tarupala menggunakan pedang panjang. Ilmu pedangnya
sama dengan ilmu pedang Antariwati yang dikenalnya. Hanya
saja dia menang gesit dan sebat. Kegesitan dan kesehatannya
menang berlipat kali daripada Antariwati. Anehnya, meskipun
pedangnya digerakkan begitu hebat, sama sekali tiada
terdengar kesiur anginnya. Inilah yang dinamakan orang ilmu
pedang Mega Melayang. "Benar-benar hebat Eyang Dipajaya!" Kilatsih kagum.
"Kalau Letnan Suwangsa tiba-tiba datang, Eyang Sirtupelaheli
entah bisa tahan atau tidak?"
Ilmu pedang Dipajaya termasyhur sejak puluhan tahun
yang lalu. Tarupala hampirhampir mewarisi seluruh ilmu
kepandaiannya. Akan tetapi Sirtupelaheli meskipun usianya
telah lanjut masih bisa menang di atas angin. Sedang
pendekar wanita berusia lanjut itu hanyalah bersenjata
sebatang bambu yang diraut mirip pedang tajam.
Kelihatannya ia terdesak. Tubuhnya terkurung sinar pedang,
akan tetapi sebenarnya ialah yang lebih membahayakan jiwa
Tarupala. Bagaimanakah Tarupala sampai bisa tersesat ke dalam
hutan bambu itu" Hal itu disebabkan oleh pikirannya yang
kusut. Setelah Dipajaya,. gurunya meninggalkannya, ia jadi
tertegun-tegun seperti kehilangan diri. Dua jam lamanya ia
menangis menggerung-gerung. Kemudian pulang ke rumah
perguruan dengan kepala kosong. Dalam hatinya ia berharap
akan bisa bertemu lagi dengan gurunya untuk menyatakan
rasa duka citanya. Akan tetapi gurunya tiada lagi di dalam
1192 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rumah perguruan. Segera teringatlah dia akan pesanggrahan
gurunya yang terletak di atas bukit.
Dalam hal ilmu bela diri ia mewarisi seluruh kepandaian
gurunya. Letnan Suwangsa yang menjadi kakak
seperguruannya yang tertua tidak dapat menandingi.
Demikianlah dengan mengandalkan ilmu lari cepatnya, ia
mencoba menyusul gurunya ke pesanggrahan.
Matahari hampir mencapai titik tengah, tatkala ia tiba di
hutan bambu itu. Nyamanlah hawa di dalam hutan bambu itu.
pemandangannya permai pula. Bunga-bunga alam telah
bermekaran. Melihat pemandangan demikian, hatinya yang
sedang kusut agak terhibur. Sambil melambatkan jalannya ia
merenguk segala keindahan yang merayap ke dalam
perasaannya. Tiba-tiba hidungnya yang tajam mencium bau
harum yang terbawa angin. Hatinya girang bukan main, sebab
itulah bau harum yang digemari gurunya.
Gurunya pendekar Dipajaya, kini sudah berusia tujuhpuluh
tahun lebih. Akan tetapi ia masih gemar akan bau wewangian
tertentu. Sebagai murid tak berani ia minta keterangan apa
sebab gurunya gemar akan wangi-wangian.
Sekarang di dalam hutan bambu itu, ia mencium bau yang
dikenalnya dengan baik sekali. Ia girang bercampur heran. Ia
mendongak melihat cuaca. Matahari tengah merangkak-
rangkak naik ke udara tinggi. Dengan mengikuti bau harum
tersebut ia melanjutkan perjalanan.
Selagi berjalan menikmati pemandangan alam dan bau
harum itu, tiba-tiba ia mendengar kesiur angin. Itulah senjata
bidik daun bambu. Tentu saja ia tak dapat terlukai. Pada detik
itu sadarlah dia, bahwa dalam hutan itu bermukim seorang
yang berilmu kepandaian sangat tinggi. Terus saja ia berseru
nyaring. "Kami bernama Tarupala, murid pendekar Dipajaya," sambil
berseru demikian, ia menghentikan langkahnya.
1193 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Karena kami belum pernah bertemu muka dengan Tuan,
bolehkah kami mengetahui nama atau gelaran Tuan?"
Diluar dugaan Tarupala, dihadapannya seorang wanita tua
beroman bengis. Wanita tua itu tertawa dingin. Tentu saja ia
menjadi heran, hingga terlongong-longong sejenak.
"Apakah engkau benar murid Dipajaya?" tanya perempuan
tua itu dengan suara mengejek, "Dipajaya katanya seorang
pendekar yang tinggi ilmunya di kolong langit ini. Dia
mengaku seorang pendekar nomor satu. Sekarang engkau
berani memasuki hutan bambu dengan membawa-bawa
pedang. Pastilah engkau pandai ilmu pedang. Baik, ingin aku
mencoba kepandai-anmu. Sebelum bertemu dengan gurumu,
apa jeleknya aku mencoba-coba kepandaian muridnya....."
Tarupala heran. Ia tak berani turun tangan dengan segera.
Mendengar bunyi kata-katanya perempuan tua itu pastilah
sudah mengenal gurunya. Karena itu buru-buru ia
membungkuk hormat seraya berkata dengan suara merendah.
"Sama sekali kami tak tahu bahwa membawa-bawa pedang
melintasi hutan bambu ini melanggar pantangan Eyang.
Karena itu perkenankan kami memohon maaf atas kekurang
ajaran kami ini." Akan tetapi perempuan tua itu bersikap dingin, la
mendengus sambil berkata dengan suara kaku.
"Seribu kali engkau memohon maaf kepadaku tiada
gunanya. Paling baik hunuslah pedangmu! Mari kita
mencobanya!" Dia mendesak dan memaksa. Tarupala jadi kuwalahan ia
sudah cukup merendah akan tetapi tiada hasilnya. Maka
terpaksalah ia mencabut pedangnya.
"Kalau Eyang memaksa silakan Eyang memberi pelajaran
padaku!" 1194 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perempuan tua itu lantas saja mengambil sebatang bambu.
Ia merengutkan daundaunnya dengan tangannya sehingga
menjadi sebilah pedang-pedangan.
"Baik, jika engkau sanggup mengutung-kan pedang
bambuku ini kuijinkan engkau meneruskan perjalananmu.
Sebaliknya apabila tidak, maka semenjak saat ini engkau
menjadi tawananku sampai gurumu tiba .mengurus dirimu.
Meskipun hatinya sedang kusut, akan tetapi Tarupala
seorang pemuda yang bersemangat. Ia mendongkol juga
mendengar kesombongan perempuan itu. Dalam hati kecilnya
ia berpikir, ilmu pedang guruku hampir sudah kuwarisi
semuanya. Masakan aku tak mampu menabas pedang
bambunya. Sebenarnya aku menghormati engkau, hai orang
tua! Tetapi engkau begitu tinggi hati. Apakah kau kira aku
takut padamu" Sampai di situ mereka lantas saja bertarung dengan seru.
Akan tetapi baru saja akan bergebrak, Tarupala sudah merasa
ter- " desak. Tiga kali ia mencoba membabat pedang bambu
perempuan tua itu. Akan tetapi sama sekali belum
memperoleh jalan. Perempuan tua itu yang bukan lain adalah Sirtupelaheli
benar-benar gesit. Pedang bambunya seperti terkurung sinar
pedang Tarupala, akan tetapi ia masih pandai menyelamatkan
diri. Ia membalikkan tubuhnya dan membalas mendesak. Cara
berke-litnya merapat pedang lawan, dan mengikuti
gerakannya seperti bayangan.
Heran Tarupala menyaksikan cara berkelahi Sirtupelaheli.
Mengapa ia bisa mengikuti semua gerak-geriknya dengan
cepat sekali" Pada saat itu ia mempercepat gerakannya.
Tetapi tetap saja Tarupala tak dapat menghalau pedang
bambu Sirtupelaheli. Bahkan bajunya saja tak sanggup ia
menjadi kaget, heran dan kagum. Kemudian menjadi
penasaran. Dengan memusatkan seluruh ilmu kepandaiannya
ia mempercepat gerakannya.
1195 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitu Tarupala mempercepat gerakannya. Sirtupelaheli
tidak mau kalah. Sebat seperti bayangannya ia tetap
mengikuti gerak gerik pemuda itu sambil tertawa dingin.
"Hmm kiranya hanya begini saja kepandaian pendekar
besar Dipajaya... kalau begitu agaknya sudah takdir engkau
harus tinggal bersama aku di hutan bambu ini sampai gurumu
datang menjemputmu."
Selagi bertempur, Tarupala melihat cuaca terang
benderang. Matahari sudah mencapai titik tengah. Hatinya
menjadi terang sendiri. Ia cemas pula mendongkol dan masgul. Dengan mati-
matian ia mencoba memapas kutung pedang bambu
Sirtupelaheli, akan tetapi selalu gagal. Akhirnya ia merasa
pedangnya kena libat dan sulit untuk meloloskan diri. Inilah
aneh! Merasa diri tak unggulan lagi, segera ia melepaskan sinar
tanda bahayanya untuk meminta bantuan.
SINAR TANDA BAHAYA yang diperolehnya dari gurunya,
terbuat dari bahan yang mengandung racun jahat. Bentuknya
seperti bola. Dapat digunakan sebagai senjata bidik. Apabila
mengenai tubuh lawan, segera racunnya bekerja dengan
cepat. Sebaliknya apabila meleset dan jatuh ke tanah, bola itu
akan meledak dan sinarnya melambung tinggi ke udara.
Demikianlah dalam seribu kerepotannya, Tarupala segera
menyambitkan peluru beracunnya. Melihat berkeredepnya
peluru beracun itu, Sirtupelaheli tertawa. "Bagus bolamu itu!"
Pedang bambunya dikibaskan dan peluru beracun itu
melambung tinggi di udara dan meledak meletikkan cahaya
api. Dan seperti hujan gerimis, pecahan peluru beracun itu
turun berderai ke bumi. Inilah ancaman bahaya yang tak
boleh dipandang ringan. Maka buru-buru Tarupala menelan
obat pemunahnya. Di luar dugaan Sirtupelaheli tetap bersikap tenang.
1196 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus sekali permainan bolamu. Biarlah aku bersiul
panjang pendek untukmu."
Sesudah berkata demikian, ia benar-benar bersiul panjang
dan pendek melagukan nada senandung yang meresapkan
pendengaran. Hanya anehnya tiupan siulannya itu mendadak
saja membuyarkan debu racun yang turun dari udara.
Sebentar saja udara di sekitar gelanggang itu bersih bening
seperti semula. "Nah marilah kita mulai mengadu pedang lagi!" kata
Sirtupelaheli dengan tertawa lebar. "Aku tadi sudah berkata
kepadamu bahwa sudah ditakdirkan dirimu harus menemani
aku di dalam hutan bambu ini. Kau percaya tidak?"
Tarupala benar-benar menjadi mendongkol. Lantas saja ia
mendesak merapatkan diri. Sekarang ia tidak saja
menggunakan kelincahan pedangnya, akan tetapi tangan
kirinya juga menyambar. Hebat sambaran-nya. Meskipun tiada
dapat menyentuh kulit Sirtupelaheli akan tetapi berhasil merobek lengan bajunya.
"Ah!" seru Sirtupelaheli kagum. "Benar-benar engkau
mempunyai kepandaian yang agak berarti. Akan tetapi jangan
engkau mimpi untuk bisa meloloskan diri dari tanganku!"
Setelah berkata demikian segera ia menyerang lagi. Tatkala
Tarupala melayani, pedangnya terkurung rapat seperti tadi.
Keruan saja pemuda itu cemas sekali. Sambil bertempur, ia
berdoa di dalam hati, moga-moga tanda bahayanya terlihat
oleh gurunya. Apabila bukan gurunya, ia mengharapkan
bantuan kakak seperguruannya Letnan Suwangsa. Ia
percaya"Letnan Suwangsa tentu berada di sekitar daerah
itu"mengingat Kapten Wiranegara berkeliaran sampai di Kota
Waringin. Apabila Letnan Suwangsa datang, pastilah ia bisa
melawan nenek tua ini. Dengan tak terasa matahari terus merangkak-rangkak. Dan
hati Tarupala kian menjadi cemas. Tiba-tiba pada saat itu
1197 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melompatlah dua orang memasuki gelanggang. Merekalah
Prajaka Sindungjaya dan Antariwati Di samping mereka
muncul seorang pemuda tampan dan cakap. Tarupala tidak
kenal siapakah pemudaitu.. Akan tetapi melihat roman
wajahnya, ia percaya bahwa tentu pemuda ini seorang
pendekar gagah melebihi kedua adik seperguruannya. Dialah
sebenarnya"Kilatsih"yang menonton pertempuran itu dari
luar gelanggang semenjak tadi.
Prajaka Sindungjaya dan Antariwati heran menyaksikan
kakak seperguruannya tiada sanggup melawan nenek-nenek
tua itu. Mereka saling pandang dan saling memberi isyarat.
Kemudian maju berbareng. Berkatalah Antariwati.


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kangmas! Biarlah adikmu mencoba beberapa jurus
melawan nenek-nenek ini. Dengan jalan begitu adikmu berdua
akan mendapat pengalaman yang sangat berguna."
Tarupala bersangsi-sangsi. Ia mengerling mengawaskan
kedua adik seperguruannya itu. Ia sendiri merasa tak
ungkulan melawan nenek tua tersebut, apalagi kedua adik
seperguruannya. Apakah mereka berdua tak mengenal
tingginya langit dan rendahnya bumi.
Dengan kedatangan kedua muda-mudi itu, Sirtupelaheli
lantas melompat mundur sehingga pertempuran terhenti.
Katanya sambil tertawa, "Bagus! Selamanya aku senang pada
anak-anak muda yang berjiwa besar. Apakah kalian juga
murid Dipajaya" Pelajaran apa saja yang kalian yakinkan"
Hayoo, ingin aku mencoba kepandaianmu."
Tarupala menarik napas lega. Mendengar kata-kata
Sirtupelaheli"jelaslah sudah" bahwa nenek-nenek itu tiada
bermaksud jahat. Dengan demikian, tak perlu ia khawatir
nenek itu akan mencelakakan kedua adik seperguruannya.
Lantas saja ia berkata kepada Prajaka Sindungjaya dan
Antariwati. 1198 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baiklah kamu berdua boleh melayani Eyang. Akan tetapi
kalian berdua harus berhati-hati."
Sirtupelaheli lantas bersiaga bertempur. Dengan
sembarangan saja ia membawa pedang bambunya di depan
dada. "Kalau kalian murid Dipajaya, jangan memanggilku eyang.
Panggillah aku bibi. Nah, kenapa belum mulai" Hayoo!"
Mendengar teguran Sirtupelaheli, baik Tarupala maupun
kedua adik seperguruannya lantas membungkuk hormat. Kata
Prajaka Sindungjaya, "Kalau begitu, hendaklah Bibi memberi
pelajaran kepada kami berdua."
Lalu dengan sebat sekali"Prajaka Sindungjaya dan
Antariwati"menggerakkan pedangnya dengan berbareng.
Sebenarnya Prajaka Sindungjaya ahli dalam tata berkelahi
dengan tombak. Karena terpaksa saja ia menggunakan
pedang. Mula-mula ia menggerakkan pedangnya ke kanan dan
ke kiri. Lalu pedang Antariwati merapat dan dengan tiba-tiba
mereka berdua menyabat pinggang Sirtupelaheli.
Menghadapi mereka berdua, Sirtupelaheli tidak
memandang sebelah mata. Bukankah mereka berdua adik
seperguruan Tarupala" Walaupun mungkin sekali mengerti
ilmu pedang, akan tetapi sampai dimanakah ilmu
kepandaiannya" Akan tetapi setelah melihat serangan mereka
yang datang berbareng bagaikan kilat, barulah ia terperanjat.
Ia pun gugup pula, karena jarak antara mereka sangat dekat.
Tak sempat lagi ia menangkis. Maka dengan terpaksa ia
melompat mencelat tinggi.
Prajaka Sindungjaya tercekat hatinya. Buru-buru ia
membentur Antariwati dengan sikunya. Dan kena benturan
siku kakak seperguruannya, Antariwati terhuyung mundur dan
Prajaka Sindungjaya sendiri lantas mundur pula dengan cepat.
Sirtupelaheli yang telah turun di atas tanah tertawa manis
di hadapan mereka berdua.
1199 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus, anak-anak muda! Nah, mari maju lagi!"
Dia tadi melompat tinggi untuk menolong diri. Setelah
berada di udara, ia mepersiap-kan pedang bambunya untuk
melakukan serangan pembalasan. Begitulah, selagi tubuhnya
turun, ia membabat. Akan tetapi Prajaka Sindungjaya ternyata
sangat tajam penglihatannya. Pada saat Antariwati hendak
terancam bahaya, ia membenturkan sikunya. Dengan
demikian pedang bambu Sirtupelaheli membabat udara
kosong. Mau tak mau Sirtupelaheli harus memuji kecerdikan kedua
lawannya itu. Dia tidak mendongkol atau menyesali diri sendiri
yang kalah cepat. Akan tetapi sebaliknya, dia merasa senang
menyaksikan ketangkasan mereka berdua. Segera ia
melompat maju untuk mendahului menyerang. Prajaka
Sindungjaya ternyata seorang pemuda yang cerdik. Melihat
Sirtupelaheli melompat ke udara, ia sadar akan ancaman
bahaya yang datang. Itulah sebabnya ia membentur
Antariwati karena tiada jalan lain yang lebih baik daripada
berbuat begitu. Mula-mula
Antariwati merasa heran. Tetapi setelah mengetahui
maksud kakak seperguruannya, dia jadi mengerti. Diam-diam
ia berterima kasih kepada kakak seperguruannya itu yang
berkesan sebagai petani dungu.
Kilatsih sendiri kagum atas kecerdikan pemuda itu. Maka
benarlah perasaannya, bahwa pemuda itu melebihi kakak
seperguruannya Tarupala. Sekarang ia tambah mengerti pula
apa sebab Antariwati memilih Prajaka Sindungjaya daripada
Tarupala. Dan oleh pengertian itu dengan tak sekehendaknya
" sendiri ia menghela napas. Bukankah sampai pada hari itu
dia belum dapat menentukan pilihannya"
Dalam pada itu Sindungjaya dan Antariwati telah melayani
pedang bambu Sirtupelaheli lagi. Nenek tua itu berkelahi
dengan sungguh-sungguh. Ia mencoba mempengaruhi
pedang lawan yang masih muda itu. Ia insyaf bahwa mereka
1200 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berdua tidak boleh dibuat gegabah. Maka dia nampak
bersungguh-sungguh daripada sewaktu melawan Tarupala
tadi. Karena terus didesak serangan Sirtupelaheli"mau tak
mau"Prajaka Sindungjaya dan Antariwati terpaksa
mengerahkan seluruh kepandaiannya. Seperti arus gelombang
menjulang tinggi"pedang mereka berdua meradu,
menerjang, menusuk dan membabat pedang bambu
Sirtupelaheli. Lima puluh jurus telah lewat"dan Sirtupelaheli
masih belum dapat mengalahkan kedua muda-mudi tersebut.
Menyaksikan ketangguhan Prajaka Sindungjaya dan
Antariwati, Kilatsih tercengang-cengang. Ia kagum dan heran
melihat Prajaka Sindungjaya bisa menggerakkan pedangnya
begitu tepat dan cepat mengimbangi pelbagai jurus
Antariwati. Kemarin dengan mata kepalanya sendiri ia
menyaksikan betapa Prajaka Sindungjaya hampir tak mampu
melawan pedang Letnan Mangunsentika.
Apakah justru karena pemuda itu menggunakan tombak"
Atau hanya berpura-pura saja untuk memancing Letnan
Mangunsentika memasuki rumah perguruannya" Kini Kilatsih
menyaksikan hal yang sebaliknya. Seperti sedang berlatih,
pemuda itu menggerakkan pedangnya demikian wajar.
"Ah! Benar-benar di dalam dunia ini terdapat banyak sekali
ilmu kepandaian yang tinggi. Eyang Dipajaya memang
seorang pendekar terkenal. Namanya bisa dijajarkan dengan
guru dan Eyang Gagak Seta.
Walaupun demikian-^kalau aku tidak menyaksikan
keragaman ilmu pedangnya yang diwariskan kepada kedua
muridnya ini"pastilah aku tidak gampang-gampang percaya,"
kata Kilatsih di dalam hatinya. "Ayunda Titisari pernah
menceritakan riwayat Eyang Dipajaya dan Eyang Sirtupelaheli.
Kedua orang itu anggota aliran Utusan Suci, yang berpusat
di Pulau Lombok. Mereka menjadi anggota karena korban
bius racun yang mengeram di dalam tubuhnya dan sampai kini
1201 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
belum memperoleh obat pemunah. Tugas mereka merampas
atau mencuri kitab-kitab ilmu sakti yang -terdapat di seluruh
pulau Jawa. Apabila mereka sudah dapat menyerahkan kitab-
kitab ilmu sakti yang dimaksudkan, barulah mereka dapat
terbebas dari racun bius yang mengeram di dalam tubuhnya.
Sekarang" nampaknya Eyang Sirtupelaheli"sudah mulai
sadar akan kesesatannya. Walaupun racun bius yang
mengeram di dalam dirinya belum punah, akan tetapi dia
didampingi Eyang Gagak Seta. Sekalipun pada saat-saat
tertentu ia harus menelan obat-obat pemunah racun ganja
untuk sementara waktu, akan tetapi kesehatannya untuk
sementara waktu dapat dikekang oleh
Eyang Gagak Seta. Semenjak berpisah dengan Eyang
Sirtupelaheli,Dipajayahidup seorang diri dan berjuang sekuat
tenaga untuk membebaskan diri dari pengaruh racun-racun
ganja. Itulah sebabnya dengan mati-matian dia mencoba
mengangkangi surat wasiat ayurida Titisari. Melihat
keragaman ilmu pedang yang diwarisi oleh kedua muridnya
itu, apakah berasal dari surat wasiat Ayunda Titisari" Jika
demikianlah halnya, alangkah hebat...!"
Pertempuran masih tetap berjalan dengan serunya. Lambat
laun Sirtupelaheli berada di atas angin. Pedang bambunya
mulai memperlihatkan kewibawaan. Keruan saja Prajaka
Sindungjaya dan Antariwati menjadi heran.
Ilmu pedang gabungan mereka bernama ilmu pedang Dwi
Murti. Mereka pernah mencoba ilmu pedang gabungan itu
beberapa kali. Dan selamanya belum pernah mereka
terkalahkan oleh seorang betapa tingi ilmu kepandaiannya
pun. Akan tetapi menghadapi Sirtupelaheli ternyata ilmu
pedang gabungan Dwi Murti dapat tertindih. Semua
serangannya dengan mudah dapat dielakkan oleh nenek tua
itu. Mau tak mau mereka menjadi cemas. Kini tak mampu lagi
mereka melakukan serangan pembalasan bahkan untuk
membela diri saja pun merasa kuwalahan.
1202 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada saat Prajaka Sindungjaya memutuskan untuk
menyerah kalah saja tiba-tiba terdengar Sirtupelaheli
membentak. "Siapa yang datang" Hayo letakkan pedangmu!"
Membentak demikian Sirtupelaheli lantas saja menyambitkan
beberapa helai daun bambu yang menyerang sasarannya
dengan cepat. Odara lantas saja tak ubah hujan daun-daun
bambu. Beberapa detik kemudian terdengarlah suara bentroknya-
daun-daun bambu itu yang lantas saja jatuh berserakan di
atas tanah dan Sirtupelaheli jadi heran. Sadarlah dia bahwa
seorang lawan yang lebihtangguh dari mereka bertiga datang
memasuki gelanggang. Memperoleh kesan demikian, segera ia
memperhebat serangannya terhadap Prajaka Sindungjaya dan
Antariwati untuk memperoleh kepastian.
Setelah hujan daun-daun bambu itu tersapu bersih dari
udara muncullah seorang perwira dari balik rumpun bambu.
Dengan gerakan ringan sekali, ia memasuki gelanggang.
Melihat siapa yang datang Tarupala terkejut berbareng
gembira. Dialah kakak seperguruannya yang tadi diharap-
harapkan kedatangannya. Benar-benar dia berada di sekitar
pesanggrahan gurunya. Dialah Letnan Suwangsa, kakak
seperguruannya yang tertua dan yang dicintainya.
"Tarupala! Kau baik-baik saja, kan?" tegur Letnan
Suwangsa seraya menghampiri. Tiba-tiba saja kedua matanya
mengerling kepada Kilatsih yang pada saat itu juga sudah
meraba hulu pedangnya. "Ah! Engkau juga berada di sini" Apa inilah yang
dinamakan orang sekali tepuk matilah dua lalat sekaligus....."
Kilatsih hendak menyahut tatkala ia melihat dua orang lagi
muncul dari balik rumpun bambu. Yang berjalan di depan
segera dikenalnya. Dialahitu Kapten Wiranegara. Sedang yang
berada di belakangnya adalah seorang asing. Tubuhnya tinggi
1203 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
besar seakan-akan raksasa. Kulitnya hitam lekam dan
rambutnya kaku dan dipotong pendek. Sepasang alisnya tebal
dan hampir bersambung. Hidungnya besar dan berbulu. Kedua
bibirnya berkesan kaku dan ketat. Matanya bergundu hitam
tajam, benar-benar merupakan raksasa yang menakutkan.
Bagaimana Kapten Wiranegara dan Letnan Suwangsa bisa
datang berbareng dengan orang itu"
Seperti diketahui Kapten Wiranegara lari terbirit-birit
setelah menyaksikan Gagak Seta mempertontonkan ilmu
saktinya, Kumayan Jati. Di tengah jalan ia berpapasan dengan
Letnan Suwangsa dan raksasa hitam itu.
"Kapten, bagaimana, berhasilkah?"
Kapten Wiranegara tidak dapat menjawab dengan segera.
Ia perlu mengatur pernapasannya terlebih dahulu. Apabila
sudah dapat menguasai ketenangan hatinya kembali, segera
ia menuturkan pengalamannya yang pahit. Mendengar tutur
kata Kapten Wiranagera"Letnan Suwangsa"mende-ham
beberapa kali. Sejak menerima perintah Sri Sultan untuk membawa
pulang pedang Kyai Ageng Singkir yang berada di tangan
gurunya, Letnan Suwangsa sangat berprihatin. Sebagai salah
seorang murid, tentu saja tak dapat ia melaksanakan tugas
itu. Sesudah bertempur di Magelang, segera ia berunding
dengan Kapten Wiranegara untuk membagi tugas. Kapten
Wiranegara dipersilakan untuk melaksanakan tugas Sri Sultan,
sedang dirinya sendiri akan mencari Kilatsih dan Manik
Hantaya. Itulah sebabnya ia muncul seorang diri tatkala
mengejar Manik Hantaya, Sukesi dan Kilatsih. Setelah gagal menangkap
buruannya, segera ia menyusul Kapten Wiranegara. Tentu
saja ia merahasiakan bahwa dirinya salah seorang murid
Dipajaya pula. Kini ia mendengar khabar tentang gagalnya
Kapten Wiranegara membawa pedang Kyai Ageng Singkir.
Diam-diam hatinya girang. Segera ia berkata menghibur.
1204 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kapten! Mari, kuperkenalkan dengan paman guruku.
Dialah yang menolong Letnan Mangun Sentika."
Diingatkan tentang Letnan Mangun Sentika, hati Kapten
Wiranegara tercekat. Barulah dia teringat kepada kawan
seperjalanannya itu, yang hilang tiada khabarnya. Jelas sekali
bahwa Letnan Mangun Sentika kena serangan gelap Gagak
Seta. Akan tetapi, orang ini menolongnya. Keruan saja hatinya
penuh syukur. "Kau bilang, paman guru?"
"Benar! Dialah adik seperguruan Guru. Berasal dari Maluku.
Namanya Manusama," Letnan Suwangsa menerangkan.
"Dimana dan kapan kalian bertemu?" Kapten Wiranegara
bertanya. Itulah pertemuan yang terjadi dengan tiba-tiba saja.


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Seperti diketahui"Letnan Suwangsa"berprihatin memikirkan
kedudukan gurunya, yang dianggap pemerintah sebagai
buron. Hingga jauh malam dia termenung-menung seorang
diri mencari jalan penyelesaian yang sempurna. Tatkala itu
bulan terang benderang mulai larut malam. Biasanya ia
tertarik kepada malam cerah. Akan tetapi kali itu hatinya lesu
dan badannya terasa sangat letih. Tak dikehendaki sendiri ia
tertidur. Tak tahu ia berapa lama dirinya tertidur, yang terasa
tiba-tiba panca inderanya yang tajam membangunkannya.
Begitu terbangun ia mendengar kesiur angin tajam. Segera ia
melompat bangun dan menjenguk ke luar tenda. Seorang
Sersan menghampirinya. "Seorang yang bertopeng menyelundup ke dalam
perkemahan! Dia mengacau di sini," kata Sersan itu mengadu.
Letnan Suwangsa kaget. Pikirnya, serdadu yang menjaga
perkemahan ini dua peleton banyaknya. Penjagaannya teratur
rapi. Mengapa sampai bisa dimasuki seseorang" Pastilah orang
itu bukan sem-barangan"Memperoleh pikiran demikian ia
menegas. 1205 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah seluruh peleton membiarkan dia mengacau di
sini?" "Letnan! Seluruh anggota peleton rebah tak berkutik. Yang
selamat hanya aku dan beberapa kawan," jawab Sersan itu.
Mendengar jawaban Sersan itu, Letnan Suwangsa
bertambah heran. "Kenapa begitu" Apa dia pilih kasih?"
Ditanya demikian"Sersan itu"nampak gugup.
"Bukan begitu Letnan! Soalnya kami kebetulan lagi
bertandang di dusun sebelah....."
Inilah pelanggaran tata tertib militer. Tetapi tatkala hendak
mendampratnya, sekonyong-konyong pendengarannya yang
tajam mendengar beradunya senjata logam.
"Siapa" Apakah ada di antara anak buahmu yang mengejar
orang bertopeng itu?" tanya Letnan Suwangsa.
Sersan itu rupanya mendengar pula suara beradunya
senjata. Wajahnya nampak heran.
"Kukira tidak, Letnan! Kawan-kawan lagi sibuk menolong
yang lain." Tak ayal lagi Letnan Suwangsa segera menyambar
pedangnya dan lari ke arah suara beradunya senjata.
Bulan nampak semakin jernih. Di tengah ladang terlihat
berkelebatnya dua bayangan.
Pedang mereka berkeredepan. Saban-saban terdengar
benturan pedang mereka. Tatkala Letnan Suwangsa
menghampiri, ia menjadi tercengang.
Dua orang yang sedang bertempur seru itu, yang seorang
mengenakan topeng. Perawakannya tinggi besar. Sebagai
seorang perwira yang berpengalaman"tak perlu ia heran atau
tercekat hatinya"melihat perawakan orang yang mengacau
1206 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perkemahan-nya. Hatinya pun tidak gentar pula menghadapi
topengnya. Akan tetapibegitu meli-hatlawan orang bertopeng
itu, hati Letnan Suwangsa merasa seperti terpukul. Orang itu
telah lanjut usianya, rambut dan kumisnya sudah ubanan.
Dialah gurunya sendiri, pendekar Dipajaya si jago tua.
Kenapa gurunya tiba-tiba saja berada di sekitar
perkemahan ini" Kenapa pula sampai bentrok dengan orang
bertopeng itu" Teringat akan tugas yang dibawanya, hatinya
berdebar-debar. Mungkinkah sehubungan dengan kepergian
Kapten Wiranegara" Kalau sampai gurunya mengetahui tugas
yang dibawanya, celakalah! Paling tidak, ia akan dikeluarkan
dari perguruannya. Namanya sebagai seorang murid akan
ternoda. Hampir saja ia hendak menghampiri gurunya untuk
memohon ampun. Syukur"teringatlah dia"bahwa gurunya
sedang bertempur melawan orang bertopeng itu. Kalau
sampai"perhatiannya terpecah"akan membahayakan jiwa.
Pedang gurunya bergerak bagaikan gelombang dahsyat
menggulung orang bertopeng itu. Sebaliknya orang bertopeng
itu"meskipun berkelahi dengan sungguh-sungguh"agaknya
tidak mempunyai tujuan untuk membunuh gurunya. Ilmu
pedangnya hebat sekali. Setiapkali kena desak, dengan gerak
yang indah sekali ia bisa mengelakkan.
Ilmu pedang guru maju luar biasa, kata Letnan Suwangsa
di dalam hati. Akan tetapi ilmu pedang orang bertopeng itu
tiada di bawah kepandaian guru. Siapakah dia"
Semenjak berpisah dengan Sirtupelaheli" Dipajaya"
membangun sebuah rumah perguruan. Ia menciptakan ilmu
pedang sendiri. Jarang sekali ia muncul di dalam pergaulan
masyarakat, akan tetapi namanya sangat termasyur di Jawa
Tengah. Dia hanya berada di bawah nama Sangaji yang
termasyur itu. Dengan Adipati Surengpati ia sejajar. Juga
setataran dengan nama Gagak Seta dan Kyai Kasan Kesambi.
Karena itu, orang yang sanggup menandingi ilmu pedangnya
hanya beberapa orang saja.
1207 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekarang ia menemukan tandingannya. Tak mengherankan
Letnan Suwangsa jadi sibuk sendiri menduga-duga siapakah
orang bertopeng itu. Semakin lama nampaklah dengan nyata
bahwa orang bertopengitu agaknya menghormati Dipajaya.
Tak sudi dia membalas menyerang dengan maksud
membunuh atau mencelakakan. Kalau terpaksa menyerang,
maksudnya hanya untuk mendesak mundur saja. Menyaksikan
hal itu, kembali lagi Letnan Suwangsa berpikir di dalam hati:
Di kolong langit ini, siapakah pendekar yang sepandai guru,
kecuali Sangaji" Makin lama Letnan Suwangsa makin tertawan hatinya
sehingga tidak mengetahui bahwa di sampingnya telah berdiri
Letnan Matulessi dan Letnan Johan. Kedua perwira ini telah
menghunus pedangnya masing-masing. Mereka bersiaga
bertempur pada setiap waktu. Dalam hati mereka sudah
mengambil keputusan hendak membantu orang yang
melawan orang bertopeng meskipun mereka belum kenal,
siapa dia sesungguhnya. Itulah disebabkan, lantaran mereka
berdua tadi kena dirobohkan oleh orang bertopeng itu. Setelah
memperoleh pertolongan kawan-kawannya Sersan yang baru
datang bertandang dari desa sebelah, segera lari mengejar.
Teringat pengalaman mereka tatkala kena pegat Daniswara
yang bertopeng pula, dengan serta merta mereka
memperhatikan gerak gerik orang bertopeng itu. Sesudah
memperhatikan sejenak"ternyata orang yang bertopeng itu"
bukanlah Daniswara. Ilmu kepandaiannya jauh lebih tinggi
daripada Daniswara. Kalau bukan dia, lantas siapa"
Sebaliknya Letnan Suwangsa mempunyai perhatiannya
sendiri. Dengan bersungguh-sungguh ia mengamat-amati. Ia
percaya, meskipun orang yang bertopeng itu tinggi ilmu
kepandaiannya, akan tetapi menghadapi gurunya, tidak bakal
dapat meloloskan diri. Namun setelah menyaksikan dua tiga
puluh jurus lagi hatinya menjadi bimbang. Di dalam beberapa
jurus lagi gurunya tak nampak lebih unggul. Orang yang
1208 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bertopeng itu jelas belum mengeluarkan seluruh ilmu
kepandaiannya. Keruan saja hatinya menjadi terlebih sibuk
lagi. "Di dalam zaman ini masih terdapat seorang seperti dia.
Sungguh mengherankan! Kalau dia memusuhi Kompeni, alangkah berbahayanya!"
Olehpikirannya itu hatinya menjadi gelisah. Kalau saja
orang itu bisa dilocoti topengnya, segera ia akan mengetahui
siapakah dia sebenarnya"
Selagi Letnan Suwangsa sibuk dengan pikirannya, orang
yang bertopeng itu mendadak saja mundur satu langkah.
Pedangnya menuding ke tanah kemudian menutup dadanya.
Itulah suatu isyarat bahwa dia hendak meninggalkan
gelanggang. Tetapi justru demikian, Dipajaya melompat dan
menyerang dengan dahsyat sekali. Pedangnya berkelebat
bagaikan seekor ikan raksasa menyemburkan air. Di luar
dugaan tikaman-nya yang sangatberbahaya itu, gagal
membidik sasarannya. Ia mengulangi dan mengulangi sampai
enam kali berturut-turut, akan tetapi tetap saja gagal.
Tanpa merasa Letnan Suwangsa berseru, "Bagus!" Letnan
Suwangsamemuji lagi. Tatkala itu terdengarlahbentakan Dipajaya.
"Bocah yang baik! Engkaukah itu?"
Itulah bentakan Dipajaya, dan jago tua itu lantas saja
meloncat ke samping. Melihat Dipajaya meloncat ke samping, orang yang
bertopeng itu tidak menyia-nyiakan kesempatan yang baik.
Segera ia menyerang. Dipajaya terkejut setengah mati sampai
berseru kaget. Akan tetapi" walaupun usianya telah lanjut"
gerakannya tetap gesit. Tiba-tiba saja ia meletik seperti ikan
terbang. Herannya"setelah menyerang orang bertopeng itu"
tidak mau melejit, la bahkan melompat keluar gelanggang.
1209 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Teranglah, bahwa dia tiada mempunyai tujuan untuk
mencelakai Dipajaya. Sampai di situ tak sanggup lagi Letnan Suwangsa menahan
kesabarannya, la melompat sambil menikamkan pedangnya
berbareng dengan Letnan Johan dan Letnan Matulesi yang
menerjang serempak: Trang!
Orang bertopeng itu menangkis ketiga pedang dengan
sekali babat. Kemudian berdiri tegak dengan sikap menunggu.
Letnan Suwangsa terkejut. Ia kenal gaya tangkisan itu.
Itulah gaya tangkisan seperti ilmu pedang Kilatsih. Apakah dia
orang segolongan Kilatsih" Ataukah salah seorang murid
Adipati Surengpati yang lain.
Tak sempat lagi ia menduga-duga. Letnan Matulesi dan
Letnan Johan kala itu mengulangi serangannya kembali.
Segera ia ikut merangsak dengan empat tikaman sekaligus.
Akan tetapi, mereka bertiga hanya menikam udara kosong.
Dengan kecepatan yang mengagumkan, orang bertopeng itu
dapat mengelakkan diri. Untuk kesekian kalinya, Letnan Suwangsa menjadi kagum.
Belum pernah ia menyaksikan seorang yang memiliki ilmu
pedang setinggi orang itu. Tata berkelahinya campur baur dari
berbagai ragam ilmu pedang kelas utama. Rupanya orang
bertopeng itu kenal akan rahasia serta intisari ilmu
pedangnya. Itulah sebabnya setiapkali ia menggerakkan
pedangnya, orang bertopeng itu selalu dapat mendahului.
Dengan demikian semua ragam serangannya mati di tengah
jalan. Tiba-tiba orang bertopeng itu merabu dengan sungguh-
sungguh. Kedua pedang Letnan Matulesi dan Letnan Johan
terpental ke udara, sedang pedang Letnan Suwangsa kena
terpukul miring. Pada detik itu pula terdengar suara tertawa
lembut. 1210 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dipajaya!" kata orang bertopeng itu sambil melompat
mundur. "Sampai di sini saja pertemuan kita. Kau hebat! Akan
tetapi jangan engkau bermimpi bisa berlawan-lawanan dengan
Sangaji. Baru saja engkau menghadapi aku, tak dapat engkau
berbuat banyak. Lantaran itu, hentikan saja usahamu yang
sia-sia! Baiklah, kalau engkau belum merasa puas bertanding
denganku, beri khabar terlebih dahulu kepadaku dimana
Fatimah berada?" Setelah berkata demikian, orang bertopeng itu berjungkir-
balik mundur lagi. Kemudian lenyap dari penglihatan dan
Dipajaya menghela napas perlahan. Katanya kepada Letnan
Suwangsa. "Bocah baik! Jangan Kejar!" Sesudah berkata demikian,
Dipajaya nampak bermurung-murung. Ia membolang-
balingkan pedangnya. Itulah pedang Kyai Ageng Singkir,
pedang mustika dari kasultanan Yogyakarta. Melihat pedang
itu hati Letnan Suwangsa berdebar-debar. Segera ia
mengalihkan perhatian. "Guru! Siapakah dia" Dia begitu som-- bong!"
"Tidak! Dia tidak sombong! Dia bilang sebenarnya," jawab
Dipajaya dengan suara berduka. "Aku telah berumur tujuh
puluh enam tahun lebih. Walaupun demikian belum berhasil
mencapai tataran kesempurnaan dari beberapa macam ilmu
kepandaian yang telah aku kenal. Itulah sebabnya aku hanya
mengharapkan engkau saja, anakku..."
Letnan Suwangsa heran mendengar pengakuan gurunya.
"Siapa dia?" "Siapakah dia sesungguhnya, tidaklah penting," jawab
Dipajaya. "Rupanya zaman selalu melahirkan orang-orang
baru yang berilmu kepandaian tinggi. Memang pernah aku
mendengar khabar, bahwa Sangaji adalah seorang pendekar
yang pantas menyematkan mahkota di atas kepalanya.
Meskipun demikian, ilmu kepandaiannya ternyata tiada berada
1211 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di bawahku. Hmm....! Tidak salah! Tidak salah! Sekarang
mataku terbuka lebar-lebar, bahwa pada zaman ini, hanya
Sangaji yang dapat menandinginya."
Sesudah berkata demikian, Dipajaya bermenung-menung
lagi. Wajahnya nampak menjadi guram, la menghela napas
beberapa kali. Lalu berkata lagi, "Bocah baik! Kiranya banyak
sekali rahasiaku yang belum pernah kupaparkan kepadamu.
Tetapi dengan ini kunyatakan kepadamu, bahwa mulai detik
ini, tak sudi lagi aku menjadi hamba orang. Aku manusia yang
dilahirkan sendiri dan akan mati seorang diri pula seperti lain-
lainnya. Kenapa aku sudi menjadi budak orang?"
Tentu saja kata-kata Dipajaya itu tidak dimengerti oleh
Letnan Suwangsa. Seperti diketahui, Dipajaya termasuk
seorang anggota Aliran Suci yang berkedudukan di Pulau
Lombok. Lantaran kena obat bius Aliran Suci, puluhan tahun
lamanya ia menjadi budaknya. Hidupnya sengsara karena
tugas yang dipikulkan di atas pundaknya oleh Aliran Suci yang
memerintahkan kepadanya agar merampas sekalian buku-
buku ilmu sakti yang berada di seluruh Pulau Jawa. Pedang
Kyai Ageng Singkir yang kini berada di tangannya itu pun
adalah salah satu senjata yang dikehendaki Aliran Suci pula.
"Guru! Sebenarnya Guru hendak berkata apa kepadaku?"


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Letnan Suwangsa minta penjelasan.
Dipajaya tidak menjawab. Lagi-lagi ia menghela napas.
"Sebenarnya pedang ini hendak kuhadiah-kan kepadamu.
Keputusan ini terjadi setelah aku bertempur melawan orang
bertopeng tadi. Tetapi, justru demikian, tiba-tiba aku teringat
akan adik-adik seperguruanmu pula. Dalam hal ilmu pedang,
engkau telah mewarisi seluruh kepandaianku. Sebaliknya
ketiga adik seperguruanmu. Tarupala, Prajaka Sindungjaya
dan Antariwati, belum dapat menjajarimu. Sebagai Guru, aku
harus berbuat adil."
1212 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah berkata demikian ia menarik tangan Letnan
Suwangsa dan diajaknya menyendiri. Letnan Matulesi dan
Letnan Johan tidak berani mengganggu. Karena orang
bertopeng yang mengacau perkemahan sudah pergi, mereka
pun lantas balik kembali ke perkemahan untuk mengatur
peletonnya. "Aku sudah tua. Hari-hariku tidak banyak lagi," kata
Dipajaya. "Dalam hidupku ini, aku merasa puas sudah. Ke
atas, tiada aku malu terhadap Tuhan. Ke bawah, aku tak usah
malu kepada bumi yang kuinjak. Dan memandang ke depan
tak usah aku segan * terhadap orang-orang yang hidup se-
zaman dengan diriku serta angkatan mendatang. Kecuali satu
hal yang membuat hatiku kurang tenteram."
"Guru! Sekiranya ada sesuatu hal yang membuat guru
berduka, nyatakan saja kepadaku," potong Letnan Suwangsa
dengan terharu. "Asal, diriku sanggup, tak akan mengelak."
Dipajaya tertawa melalui dadanya, la menimbang-nimbang
sebentar kemudian berkata, "Ontuk saat ini, ingat-ingatlah
dua buah nama di dalam benakmu! Yang pertama Brigu dan
yang kedua Manusama. Mereka berdua telah memberi khabar
kepadaku, akan datang menemuiku dan aku tak sudi
menemuinya." "Siapa mereka?" Letnan Suwangsa heran.
"Manusama adalah paman gurumu dan Brigu....." Jawab
Dipajaya berbimbang-bimbang. Tiba-tiba mengalihkan
pembicaraan. "Biarlah tentang dia akan kuceritakan dengan
perlahan-lahan kepadamu kelak. Sesudah pertemuan ini,
usahakan dirimu, agar bisa menemui aku di dalam bihara! Kau
tahu letak biharaku bukan?"
Letnan Suwangsa mengangguk.
"Bagus! Sekarang, dengarkan!" ujar Dipajaya dengan
sungguh-sungguh. "Kau tadi telah menyaksikan, bahwa
gurumu, tak dapat berbuat banyak terhadap orang yang
1213 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bertopeng. Sedangkan sebenarnya, dua puluh tahun lamanya
gurumu telah mengumpulkan berbagai ragam ilmu sakti, di
pulau Jawa ini. Saudara-saudara seperguruanmu hanya tiga
orang. Sedang aku, mengandal kepadamu belaka. Engkau
seorang yang pandai. Hanya saja engkau harus menjaga
kepandaianmu itu agar jangan tersesat. Kalau salah
menempatkan diri, engkau akan menjadi budak nafsUmu
sendiri seperti aku."
Sampai di sini Dipajaya berhenti sebentar. Ia menatap
wajah muridnya yang tertua itu.
"Sekarang telah kuputuskan bahwa engkau kuanggap
menjadi ahli warisku. Aku akan menyerahkan sesuatu
kepadamu, kecuali pedangku."
Jago tua itu lantas meraba sakunya dan mengeluarkan se-
jilid buku. Itulah kitab ilmu sakti ciptaannya sendiri. Kitab itu
lantas diberikan kepada Letnan Suwangsa.
"Inilah kumpulan ilmu sakti. Kau selami dan kau pahami
benar-benar demi menjaga pamor rumah perguruan kita di
kemudian hari." Keputusan ini sama sekali di luar dugaan Letnan Suwangsa,
sehingga hatinya berdebar-debar, la girang dan bersyukur
bukan main. Hanya saja ia masih berbimbang-bimbang
terhadap pedang Kyai Ageng Singkir yang masih berada di
tangan kirinya. -Seumpama pedang itu diberikan pula
kepadanya, maka urusan pun selesailah. Pedang itu akan
segera dikembalikan kepada yang berhak. Sedang untuk
dirinya sendiri cukuplah sudah, pedang dari mertuanya.
Namun ia seorang yang berpengalaman. Segera ia dapat
menenangkan hatinya, dan menyatakan rasa terima kasih tak
terhingga terhadap gurunya. Katanya dengan/suara terharu,
"Guru! Guru begitu percaya kepadaku. Mudah-mudahan aku
dapat melaksanakan pesan guru."
1214 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau sangat pintar, anakku! Kau tidak membutuhkan
nasihat-nasihat lagi," kata Dipajaya. "Seperti apa yang
kukatakan tadi, engkau tinggal menjaga kepintaranmu itu.
Jangan sekali-kali engkau sesat jalan! Kau ingat-ingatlah
pesan gurumu ini!" Letnan Suwangsa mengangguk. Dan sampai di sini
Dipajaya tidak berkata lagi. Jago tua itu memutar tubuhnya
lalu berjalan dengan cepat memasuki tirai malam di bawah
cahaya bulan terang benderang. Sebentar saja tubuhnya tak
kelihatan lagi. Hanya saja tiba-tiba terdengarlah dia menyanyi
tinggi mengalun. Itulah suatu tanda bahwa hatinya merasa
sangat puas. Lalu terdengar dia berkata sayup-sayup.
"Anakku! Jangan lupa, esok hari, carilah aku di bihara.
Sekiranya aku tidak berkesempatan lagi menceriterakan
tentang rahasiaku dan siapa pula orang yang kusebut Brigu,
engkau akan menemukan sepucuk surat yang kutulis
untukmu....." Letnan Suwangsa tertegun hatinya, la kagum luar biasa.
Benar-benar gurunya mempunyai kesaktian yang susah diukur
betapa tingginya. Tubuhnya tidak nampak dalam penglihatan,
namun demikian suaranya dapat tertangkap jelas. Itulah suatu
bukti bahwa gurunya memiliki himpunan tenaga sakti yang
tinggi. Sebaliknya dia sendiri tak tahu apa yang harus
dilakukan. Kalau menjawab, dia harus berteriak sekuat-
kuatnya. Itulah cara yang kurang sopan. Selagi tertegun-tegun
demikian, tanpa merasa ia mengangguk meng-iakan.
Kemudian berputar menghadap perkemahannya.
Bagi Letnan Suwangsa, inilah pengalamannya yang paling
hebat.Pertama ia menyaksikan bahwa gurunya menemukan
tandingan. Kedua: di luar dugaan, gurunya mewariskan kitab
himpunan ilmu sakti dan yang ketiga: esok hari ia
diperintahkan agar mencari gurunya di bihara. Ketiga-tiganya
merupakan suatu peristiwa yang tak pernah terjadi
sebelumnya. 1215 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan pikiran itu ia kembali ke perkemahan. Letnan
Matulesi menyongsongnya di depan pintu penjagaan dan
memberi laporan bahwa usaha menolong anak buahnya belum
berhasil semuanya. Sebagian besar mereka masih roboh
pingsan. Laporan itu membuat hati Letnan Suwangsa tercekat.
Makin terpancanglah pikirannya kepada orang bertopeng tadi.
Siapakah dia sebenarnya" Belasan tahun lamanya ia melang-
melintang tiada tandingnya sebagai seorang militer. Selama itu
belum pernah ia melihat seorang pendekar setangguh dia.
"Apakah mereka kena bius?" Letnan Suwangsa minta
Pendekar Satu Jurus 11 Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu Pendekar Pedang Sakti 18
^