Pencarian

Misteri Pulau Neraka 1

Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long Bagian 1


Misteri Pulau Neraka ( Ta Xia Hu Pu Qui ) Karya : Gu Long d/h : Pulau Neraka Disadur oleh : Tjan ID Sumber DJVU : Alm. Manise
Diteruskan aaa Dimhader Ebook oleh : Dewi KZ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://cerita-silat.co.cc/ http://kang-zusi.info
Daftar Isi MIS TERI PULAU NERAKA DAFTAR IS I JILID 1 JILID 2 JILID 3 JILID 4 JILID 5 JILID 6 JILID 7 JILID 8 JILID 9 JILID 10 JILID 11 JILID 12 JILID 13 JILID 14 JILID 15 JILID 16 JILID 17 JILID 18 JILID 19 JILID 20 JILID 21 JILID 22 JILID 23 JILID 24 JILID 25 JILID 26 JILID 27 JILID 28 JILID 29 JILID 30 JILID 31 JILID 32 JILID 33 JILID 34 JILID 35 JILID 36 JILID 37 JILID 38 JILID 39 JILID 40 JILID 41 JILID 42 TMT Jilid 1 DALAM DUNIA PERSILATAN tersiar berita yang mengatakan begini: Di tengah lautan timur yang luas terdapat pulau kecil yang
tak berpenghuni setiap malam bulan purnama, di atas pulau
itu akan bermunculan banyak sekali kejadian aneh...
Kentongan ketiga baru saja lewat, ketika suasana amat
hening, sepi tak kedengaran sedikit suarapun, ombak laut
pelan-pelan surut ke tengah samudra, di atas pulau itu pasti
akan terdengar bunyi seruling yang tinggi melengking.
Menyusul suara seruling, maka akan terdengar pula suara
petikan harpa yang merdu.
Ditengah keheningan malam, irama seruling itu sedih dan
menusuk perasaan, membuat orang merasakan hatinya lara
dan duka. Sebaliknya irama hampa itu ibaratnya
beribu-ribu prajuritnya berkuda yang menyerbu ke medan laga,
bersemangat dan membuat darah dalam badan mendidih.
Kemudian akan membuat juga suara nyanyian yang
lantang membelah keheningan malam, membawakan syair
Toa kang-tang-ki yang bernada keras dan membetot sukma....
Bila nyanyian telah selesai, perpaduan irama seruling dan
harpa telah sirap, gelak tertawa panjang yang memekikkan
telinga akan bergema membumbung tinggi ke angkasa.
Kemudian akan muncul gulungan cahaya merah yang
menyambar-nyambar di atas pulau seperti jilatan api yang
membara, dalam kegelapan malam, cahaya itu terasa
menusuk pandangan mata. Diantara kobaran api yang membara, akan muncul pula
selapis hawa pedang yang menyilaukan mata.
Mungkin di sana terdapat seorang jago pedang yang
sedang hidup mengasingkan diri"
Akhirnya berkumandang suara pujian kepada sang Buddha
yang menggelegar bagaikan guntur membelah bumi.
Kemudian suasana menjadi hening, sepi dan tiada kejadian
apapun. Orang persilatan yang mendengar dengan cepat menyebarkan peristiwa itu ke seluruh dunia persilatan.
Dalam waktu singkat, peristiwa aneh itu menjadi bahan
cerita orang banyak, menjadi buah bibir setiap jago-jago
persilatan. Ada diantara mereka yang menduga kalau pulau itu dihuni
tokoh sakti, bila mereka berhasil mencapai pulau tersebut,
siapa tahu bakal menemukan kitab-kitab pusaka peninggalan
mereka". Ada diantara mereka yang menduga pulau itu dihuni
siluman atau iblis yang hebat, dengan nekat melenyapkan
semua kejahatan dari maka bumi mereka berangkat ke pulau
itu. Ada pula yang menduga di pulau itu akan dijumpai senjata
mustika peninggalan tokoh sakti di jaman dulu kala, siapa tahu
kalau mereka berjodoh dengan senjata itu.
Ada pula yang menganggap di pulau itu berdiam tokoh silat
yang sedang diliputi kesedihan, mereka ingin menyambangi
dan berkenalan dengannya.
Selain dari pada itu ada pula jago-jago muda dalam dunia
persilatan yang ingin menjadi tenar, ada yang ingin
menghindari kejaran musuhnya, ada yang ingin mencari guru
pandai, tanpa memperdulikan bahaya yang bakal dihadapi,
mereka berangkat untuk beradu untung. Namun hasil yang
dijumpai kawanan jago itu setali tiga uang.
Diantara sepuluh bagian, ada sembilan bagian diantaranya
sudah mundur teratur ditengah jalan mencapai lima li dari
pulau tersebut, Mungkin ada pula diantaranya yang berhasil
lolos dan menyusup ke atas pulau dalam kegelapan malam.
Namun mereka yang berhasil mencapai pulau tersebut, tak
pernah nampak kembali lagi.
Setahun, setahun, kembali setahun.
Waktu berlalu bagaikan kilat yang menyambar diangkasa ..
Orang yang bertujuan menyerempet bahaya masih
berdatangan tiada hentinya, namun kebanyakan menjadi
manusia-manusia yang bisa pergi tak pernah kembali.
Akhirnya orang persilatan menghadiahkan nama pulau
pergi tak kembali untuk pulau terpencil tersebut, dimana lama-
kelamaan akhirnya lebih dikenal orang sebagai: Pulau Neraka.
Sejak itu, Pulau Neraka menjadi lambang dari suatu tempat
yang mendirikan bulu roma orang, tempat untuk mencoba
keberanian umat persilatan, juga merupakan perangkap bagi
umat persilatan untuk mendapat kematian.
-oOdwOooOdwOoo0dw0oOdwOooOdwOoo-
BANYAK tahun sudah lewat Pulau Nerakapun masih tetap
seperti sedia kala. Suara seruling, irama harpa, bayangan pedang, nyanyian
lantang, pekikan nyaring, gelak tertawa keras dan pujian
Buddha yang menggelegar, setiap bulan purnama pasti akan
muncul satu kali. Hanya saja, bila kau adalah seorang yang teliti, seorang
yang seksama, maka kau jumpa banyak sekali perbedaan-
perbedaannya. Suasana suram dan sedih menyelimuti seluruh pulau kecil
itu, kegagahan serasa bagaikan tinggal kenangan.
Permainan harpa kini bernada sedih, suara nyanyian
menyerupai orang yang sedang menangis...
Walaupun hawa pedang yang membelah angkasa semakin
dahsyat kekuatannya, namun tubuh sifat kehidupan dibaliknya, tidak seperti dulu penuh dengan hawa pembunuhan yang mencekam.
Syair lagu Toa Kong Tang Ki, kini telah dirubah menjadi
syair So Bo mengangon kambing.
"Si orang tua, mengharapkan anaknya kembali, waktu lewat
bagaikan air... Ditengah malam sama-sama tidur, siapa bermimpi siapa...
Anak siapakah yang dimaksud" Tak seorangpun yang
tahu. Seandainya kau mujur dapat mencapai pulau tersebut
beruntung tidak menjadi orang yang bisa pergi tak kembali,
maka akan kau jumpai dua hal yang akan membuat kau tak
percaya.... Ditengah-tengah pulau itu akan jumpai sebuah tugu yang
terbuat dari batu. Di atas batu tadi akan tertera tiga huruf besar yang dibuat
dengan menggunakan tujuh macam ilmu silat yang berada,
entah pukulan tangan kosong, atau pedang atau golok atau
bekas pukulan berapi, dan ketiga huruf itu berbunyi:
"Jit Hu To." Rupanya Pulau neraka sesungguhnya sudah mempunyai
nama aslinya, hanya umat persilatan tak ada yang
mengetahuinya belaka. Selain itu di atas puncak yang bukti yang paling tinggi akan
di jumpai sebuah gardu kecil, Di depan wuwungan gardu
tersebut tiga huruf besar yang terbuat dari susunan bambu
yang berbunyi: "Wang Ji teng," (Gardu menantikan anak).
Tak heran kalau nyanyian yang bergema membawakan
syair yang berbunyi: "Si orang tua, mengharapkan anaknya kembali."
Mungkinkah ke tujuh kakek yang menderita itu sedang
mengharapkan anak mereka kembali"
Satu teka-teki besar! Tak seorang manusiapun yang bisa
menjawab pertanyaan ini. -oOdwOooOdwOoo0dw0oOdwOooOdwOoo-
Siapakah anak yang tidak berbakti itu"
Tahukah dia ada tujuh orang kakek yang hidup sengsara
sedang merindukan dirinya"
Sedang memanggil-manggil dia" Mengharapkan kedatangannya" Dan dia, mungkinkah ia akan kembali ke pulau itu, untuk
bertemu kembali dengan ke tujuh orang tuanya"
Sayang sekali : Tiada umat persilatan yang mengetahui
tentang kabar ini, tidak seorang manusiapun yang tahu.
-oOdwOooOdwOoo0dw0oOdwOooOdwOoo-
PERISTIWA itu sudah berlangsung lama sekali.
Tiga tahun, lima tahun, mungkin lebih lama lagi sepuluh
tahun begitulah ! Waktu itu suasana dalam dunia persilatan amat tenang,
Semua orang seakan-akan sudah melupakan apa artinya
dendam, apa artinya sakit hati. perguruan-perguruan besar
dan jago-jago persilatan hidup berdampingan secara damai,
semua orang berkumpul dengan wajah berseri.
Sekalipun menjumpai persoalan-persoalan yang tidak
menyenangkan hati asal kedua belah pihak saling
menyodorkan selembar kartu undangan, di depan meja
perjamuan yang menghidangkan arak wangi dan sayur lezat
dan mengucapkan beberapa kata merendah, persoalan besar
akan menjadi kecil, persoalan kecil akan hilang dengan begitu
saja. Siapapun enggan untuk menimbulkan badai serta
pertumpahan darah mencekam perasaan.
Betul bayangan hitam dari Pulau Neraka masih menghantui
jalan pikiran mereka, namun siapapun merasa enggan untuk
menyinggungnya kembali. Dari sepuluh orang umat persilatan, ada delapan orang
yang berpendapat demikian:
Permainan di ujung golok bagaimanapun juga merupakan
suatu perbuatan yang berbahaya.
Siapakah yang benar-benar suka mempermainkan nyawa
sendiri tanpa menghargainya"


Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dari sepuluh orang umat persilatan, ada sembilan orang
pula yang berkata demikian:
"Kesemuanya ini adalah berkat jasa dari Seng-siu "kakek
malaikat dia orang tua !"
Seng siu ! Satu panggilan yang sangat menghormat sangat
menawan hati, Dan dia pun dengan kebesaran jiwa serta
kebijaksanaannya mengatur dunia persilatan, membuat
kawanan jago yang sukar diatur itu tunduk seratus persen
dihadapannya, mau menuruti perkataannya.
Tentu saja, ketenangannya yang berhasil menyelimuti
dunia persilatan ini membuat setiap umat persilatan tak dapat
melupakan seorang tokoh persilatan yang lain, yakni Tian
ceng "Pendeta sinting" Tay-gi Sangjin.
Andaikata tak ada si pendeta sinting ini, maka dunia
persilatan akan selamanya dikuasai oleh manusia paling keji
dikolong langit, iblis tua itu bernama Pat huan-u-kay, Jian-sin-
kui-siu "manusia paling aneh dari Pat-huan, kakek setan
berhati cacad" Siau Lun.
Selama Siau Lun belum dibunuh, dunia persilatan akan
selalu berada ditengah badai pembunuhan.
Oleh karena itu, setiap umat persilatan juga mengagumi
dan menghormati si Pendeta sinting Tay-gi Sangjin atas
tindakannya terhadap Siau Lun.
Belasan tahun telah lewat dengan cepat.
Kini pendeta sinting sudah tak ketahuan lagi ujung
rimbanya. "Sedang si kakek malaikat" ia tinggal dalam gedung Sian-
hong-hu di ibu kota untuk menikmati sisa hidupnya...
Konon, Kaizar akan menganugerahkan gelar raja muda
dunia persilatan kepadanya.
Maka badaipun kembali melanda dunia persilatan....
-oOdwOooOdwOoo0dw0oOdwOooOdwOoo-
SAAT ini adalah suatu musim gugur belasan tahan setelah
dnnia persilatan memperoleh ketenangan.
Di depan kuil Pek-siu-an di tebing Si-sin-gay bukit Cing-
shia, tiba-tiba bermunculan ketua dari Siau-lim-pay, Hui-sin
siansu, ketua Bu-tong-pay Hian-leng totiang, ketua Hoa-san-
pay Tui-hong kiam siu (kakek pedang mengejar angin) Bwe-
kun-peng, ketua Go bi-pay Cui-sian Sanjin serta Han-sian-hui-
kiam "pedang mulia" Wici Min salah seorang diantara enam
Tianglo dari Kay-pang. Kehadiran mereka disertai dengan seorang murid dari tiap-
tiap perguruan dan sepucuk surat undangan.
Surat undangan itu dikeluarkan oleh ketua kuil Pek-siu-an
yang selama ini membenci segala macam perbuatan jahat
serta bertindak keji terhadap setiap siluman dan iblis yang
membuat keonaran dalam dunia persilatan Hu-mo-suthay.
Bahkan di atas kartu undangan itu, tercantum pula nama
dari adik seperguruannya, To-liong sinni.
Cing-sia-siang-ni "sepasang rahib dari bukit Cing-shia"
adalah dua tokoh persilatan yang disegani setiap manusia,
undangan ini tentu saja cukup mengejutkan semua orang.
Itulah sebabnya, begitu memperoleh kartu undangan, ke
empat orang ketua dari empat partai besar, ditambah seorang
jago lihay dari Kay-pang segera berangkat menuju ke tebing
Si-sis-pay. Bahkan merekapun membawa serta anak muridnya untuk
datang memohon pengampunan. Ternyata dalam kartu
undangan itu bukan hanya mengundang kedatangan mereka
saja di tebing Si-sin gay
kuil Pek-sui-an, bahkan mencantumkan pula nama-nama dari anggota perguruan
masing-masing yang telah melanggar peraturan dari Pek-sui-
am. Dalam surat undangan itu, ditegaskan pula bahwa pada
hari Tiong-yang, masing-masing ketua partai harus sudah
menyerahkan muridnya yang melanggar peraturan itu di bukit
Cing-sia, kalau tidak, kedua orang rahib itu akan mendatangi
perguruan masing-masing untuk menyelesaikan sendiri
persoalan itu dengan cara mereka...
Ketua dari empat partai dan ketua dari Kay-pang yakni Lan
seng tot-hun-siu (kakek bintang jatuh mengejar sukma).
Kongsun Liang cukup mengetahui akan seriusnya masalah itu,
dan mereka sadar ada baiknya untuk jangan mengusik kedua
orang tokoh silat ini. Bukan saja mereka enggan ribut, lagipula siapapun tak
mau gara-gara persoalan kecil menyebabkan timbulnya
peristiwa berdarah dalam dunia persilatan.
Maka merekapun menepati janji dan berangkat ke tempat
yang dijanjikan, sekalipun Kongsun Liang dari Kay-pang tidak
datang sendiri, akan tetapi dia telah mengirim wakilnya yang
tidak kalah termasyhur dalam dunia persilatan.
Di atas bukit Si-sin-gay, mereka telah berjumpa muka,
masing-masing pihak hanya tertawa getir belaka kemudian
tanpa mengucapkan sepatah katapun bersama-sama berangkat ke kuil Pek-siu-an.
-oOdwOooOdwOoo0dw0oOdwOooOdwOoo-
Pintu gerbang kuil Pek-siu-an berada dalam keadaan
terbuka lebar. Tiada orang yang menyambut kedatangan mereka, juga
orang yang berdiri di depan pintu.
Suasana di situ terasa amat sepi, hening.. sedemikian
heningnya sehingga kecuali kicauan burung yang kadangkala
berbunyi, tak kedengaran suara apapun.
Kelima tokoh silat dari lima partai itu menjadi tertegun,
dengan kening berkerut mereka berpikir hampir bersama:
Besar amat lagak kedua orang nikou tua"
Namun sebagai tokoh-tokoh silat yang berkedudukan
tinggi, mereka tak ingin mengumbar napsu walau menjumpai
keadaan seperti ini, toh setelah bertemu muka nanti urusan
bisa diselesaikan demikian jalan pemikiran mereka.
Sayang sekali, kelima orang tokoh silat ini tak pernah bisa
menyelesaikan persoalan mereka dengan orang yang
bersangkutan. Kuil Pek-sim-an kini telah berubah menjadi tempat
pembantaian yang mengerikan
darah kental tampak berceceran dimana-mana. Sepasang Nikou sakti dari bukit Cing-shia telah menjadi
arwah penasaran di alam baka.
Hu mo-su-tay ditemukan tergeletak di ruang tengah kuilnya
dengan pinggang terpapas jadi dua.
Sedangkan To liong sinni ditemukan tewas dengan kepala
terpisah di atas pembaringannya.
Seluruh kuil Pek siu-an sudah berubah menjadi neraka, tak
seorangpun manusia hidup pun yang ditemukan di situ,
sembilan orang murid dari sepasang nikou itu ditemukan
tewas semua dengan anggota badan yang terpisah-pisah.
Darah telah menodai seluruh permukaan tanah dan
membeku menjadi gumpalan-gumpalan yang berwarna merah
tua. Dilihat dari keadaan mayat-mayat itu, paling tidak mereka
sudah dibunuh pada tiga hari berselang.
Menghadapi peristiwa berdarah seperti itu kelima orang
tokoh persilatan ini hanya berdiri termangu-mangu saking
terkejutnya. Terutama sekali lima orang murid yang sebenarnya sedang
menantikan hukuman, mereka menggigil keras karena
ketakutan mereka seakan-akan lupa kalau dengan kematian
kedua orang nikou tersebut berarti dosa mereka dapat
diampuni. Dalam keadaan demikian, Hui-sin siansu dari Siau-lim-pay
hanya bisa memuji keagungan Buddha tiada hentinya,
sedangkan Han-sian hui-kiam Wici Miu dari Kay-pang dengan
mata melotot bergumam dengan marah:
"Perbuatan siapakah ini " perbuatan siapakah ini"
perbuatan siapakah ini...?"
Tak ada yang tahu, hasil karya siapakah pembunuhan
berdarah ini, pembunuhan ini dilakukan sangat bersih,
sempurna dan sama sekali tidak meninggalkan gejala apa-
apa. Walaupun ke empat ciangbunjin dan seorang jago lihay dari
Kay-pang itu sudah melakukan pemeriksaan yang seksama di
seluruh kuil Pek-siu-an tersebut, tiada jejak mencurigakan
yang berhasil ditemukan. Tampaknya cara kerja pembunuh itu benar-benar
mengagumkan. -oOdwOooOdwOoo0dw0oOdwOooOdwOoo-
Sesungguhnya kehebatan orang itu tidak sampai di situ
saja. Sebulan kemudian, kelima orang tokoh silat itu kembali
bersua muka di puncak bukit Gobi.
Selembar kartu undangan yang dikirim Kim-teng-sin-ih
"nenek sakti dari Kim-teng, membuat mereka harus
berdatangan ketempat itu.
Alasan yang dicantumkan dalam kartu undangan itu adalah
dia berhasil mengetahui pembunuh dari Cing-sia-siang-ni,
maka mereka diundang untuk bersama-sama berkumpul di
puncak Kim-teng serta merundingkan persoalan ini bersama.
Akhirnya ketika kelima tokoh persilatan itu tiba ditempat
tujuan, mereka jumpai si nenek sakti dari Kim-teng yang
sudah empat puluh tahun lamanya tak pernah mencampuri
urusan keduniawian ini ditemukan tewas menyusul arwah
Cing-sia siang-ni ke alam baka.
Untuk kedua kalinya lima orang tokoh persilatan itu menjadi
saksi bagi hasil karya perbuatan keji dari iblis pembunuh
tersebut. -oOdwOooOdwOoo0dw0oOdwOooOdwOoo-
Dunia persilatan yang tenang damai, kini bergolak kembali.
Darah, telah membuka jalan menuju ke alam kematian
Maut kini mulai menyelimuti seluruh dunia persilatan dan
mengancam jiwa setiap orang.
Sian-hong-pat-ciang Wan sim seng-siu "Kakek malaikat
delapan pukulan angin puyuh" yang menghuni dalam gedung
Sian-hong hu di ibu kota, Nyoo Thian-wi dibuat gusar oleh
kejadian itu. Kartu undangan berlapis emas segera disebar luaskan dari
dalam gedung Sian-hong-hu.
Tampaknya si Kakek malaikat telah di buat marah oleh
kejadian itu, dia telah bangkit dan mengajak umat persilatan
untuk menanggulangi bersama kejadian peristiwa berdarah ini.
Berbondong-bondong para jago berdatangan
Lima orang tokoh persilatan yang dua kali menjadi saksi
dari peristiwa berdarah itu, berangkat pula menuju ke ibu kota,
sebab segala sesuatunya harus diteliti dari keterangan yang
bisa diberikan oleh kelima orang tokoh persilatan itu.
Ketika kelima orang tokoh persilatan itu tiba di gedung
Sian-hong-hu, si Kakek malaikat Nyoo Thian wi segera
mengadakan perundingan tertutup dengan mereka.
Hasil dari perundingan itu menetapkan bahwa mereka akan
menyelenggarakan suatu pertemuan Ciang mo-kun eng tay-
hwe (pertemuan para enghiong untuk menaklukkan iblis).
Hanya menunggu tiga hari jago dari pelbagai daerah telah
berdatangan untuk turut menghadiri penemuan itu.
Sian hong-hu memang suatu kekuatan dunia persilatan
yang hebat, selain mempunyai banyak pengikut hubungan
juga amat luas, sudah barang tentu untuk menyelenggarakan
suatu pertemuan para enghiong, bukanlah suatu pekerjaan
sukar. Tak menjumpai banyak kesulitan, semua persiapan untuk
terselenggaranya pertemuan itu sudah beres.
Malam sebelum diadakannya pertemuan itu, untuk kedua
kalinya si Kakek malaikat Kyoo Thian-wi mengundang kelima
orang ciangbunjin itu untuk menyelenggarakan perundingan
rahasia sekali lagi, perundingan itu baru berakhir pada
kentongan ketiga. Siapa tahu, pada kentongan ke empat, gedung siau-hong-
hu telah digemparkan oleh suatu berita besar yang ibaratnya
guntur membelah bumi ditengah hari bolong.
Sian-hong-pat-ciang, si "kakek" malaikat Nyo Thian-wi
ditemukan sudah tewas terbunuh.
Kematiannya sepuluh kali lipat lebih mengerikan daripada
kematian yang dialami Cing-sia-siang-ni serta Kim-teng sin-ih,
tubuhnya dicincang sedemikian rupa sehingga keadaannya
benar-benar mengerikan sekali.
Kematian dari pemimpin mereka itu sangat memukul
semangat para jago persilatan, pertemuan Ciang-mo-hwe pun
dibatalkan sebelum diselenggarakan.
Awan hitam kini semakin menyelimuti seluruh dunia
persilatan. Kini harapan orang mulai ditujukan pada si pendeta sinting
yang tersohor karena kelihayannya itu.
Tapi pendeta termasyhur ini seakan-akan sudah tenggelam
ditengah samudra saja, ia lenyap tak berbekas! Bahkan sejak
ia berhasil menaklukkan Pai-huang-it-koay. Jiau sim-tui-siu
Siau Lim, tak pernah orang berjumpa lagi dengan dirinya.
Tapi, ada pula yang mulai teringat dengan salah seorang
tokoh persilatan yang angkat nama bersama-sama Kakek
malaikat, yaitu Tionggoan-it-teng "benggolan sakti dari
Tionggoan Leng Hong Bin. Akan tetapi suami istri yang tinggal di kebun Ci-wi-wan di
wilayah Tlong ciu ini hanya menggelengkan diri untuk
menolong umat persilatan guna melenyapkan gembong iblis
pembunuh tersebut. Gara-gara penolakannya ini, dalam dunia persilatan segera
tersiar berita sensasi. "Tionggoan-it-teng Leng Hong Bin dan istrinya Lak-jiu-ang-
sian (benang merah bertangan keji" Tu-jit-nio adalah dalang
dari tiga kali pembunuhan berdarah itu."
Menanggapi berita sensasi yang tersiar dalam dunia
persilatan itu, Leng-hong-bin cuma tersenyum ewa.
Berbeda dengan Lok jiu ang-siang Tu Jit-nio, istri Leng
Hong-bin, dia naik darah dan segera menyebar undangan-
undangan tersebut hanya terdiri dari lima lembar yang ma-
sing-masing ditujukan kepada lima orang tokoh persilatan
yang menyaksikan tiga buah peristiwa berdarah ini, mereka


Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diundang untuk melakukan pembicaraan dalam kebun Ci-wi-
wan. Sebagai tokoh persilatan yang memimpin perguruan besar
dalam dunia persilatan tentu saja mereka dapat memahami
maksud yang sebenarnya dari undangan Leng Hong-bin
suami istri tak mungkin melakukan perbuatan terkutuk
semacam ini, maka dengan senang hati mereka menyanggupi
permintaan dari suami istri ini untuk memberi keterangan
kepada umat persilatan. Bulan sebelas tanggal delapan, lima orang ciangbunjin dari
lima partai persilatan perkumpulan untuk keempat kalinya.
Didalam kebun Ci-wi-wan, mereka menjumpai Tionggoan-
it-teng Leng-hong-bin, Lak jiu-ang sian Tu-jit-nio dan putra
mereka yang baru berusia delapan belas tahun Leng-ki-kong.
Sayang lagi-Iagi kedatangan dari kelima orang ciangbunjin
itu terlambat satu langkah. Mereka sudah tidak memperoleh
kesempatan lagi untuk berbincang-bincang dengan Leng
Hong-bin suami istri. Leng Hong-hin hanya ditemukan batok kepalanya dengan
sepasang mata yang melotot besar terpantek di atas pohon
dalam kebun itu, sedangkan Tu Jit sio ditelanjangi orang
hingga tak sehelai benangpun melekat di tubuhnya, kemudian
tubuhnya itu dipamerkan dia tas pohon tepat di bawah batok
kepala suaminya dengan tujuh batang panah bambu,
sedangkan putra mereka Leng Ki-kong dibacok menjadi tiga
bagian dan terkapar di bawah pohon.
Benar-benar suatu sistim pembunuhan yang sangat keji.
Betul-betul perbuatan dari seorang iblis berhati keji yang
berdarah dingin. Lagi-lagi kelima orang ketua dari lima partai besar itu
disodori dengan sebuah adegan pembunuhan yang bersih dan
sempurna. Untuk beberapa saat lamanya, kelima jago lihay itu hanya
bisa saling berpandangan dengan mata terbelalak lebar-lebar.
Sekarang mereka tak usah membersihkan nama Leng
Hong-bin suami istri dari segala tuduhan lagi, Leng Hong-bin
suami istri telah mempergunakan darah dan kematian mereka
untuk membersihkan diri dari segala tuduhan dan fitnahan.
Tapi kematian keluarga Leng ini benar-benar penasaran,
suatu kematian yang betu!-betul mengenaskan.
Menghadapi keadaan ini, untuk kesekian kalinya Hui-sin
siansu hanya bisa memuji keagungan Buddha.
Hun sian-hui-kiam Wici Min dari Kay-pang juga sudah tidak
berteriak gusar lagi, menanyakan pembunuhan ini dilakukan
siapa, sebaliknya sambil menghela napas sedih ujarnya
kepada empat orang rekannya: "Setelah ini, tiba giliran siapa
untuk dibunuh?" Ya, siapakah giliran selanjutnya " Setiap pentolan dunia
persilatan, setiap jago yang punya kedudukan dimata umum,
sekarang sudah menjadi incaran berikutnya.
Ke empat orang ciangbunjin itu hanya bisa saling
berpandangan sekejap dengan mulut membungkam.
Dalam pandangan tersebut, entah terkandung berapa
banyak perasaan yang bercampur aduk "
Mungkin pandangan yang sekejap itu akan menentukan
saat kehidupan dan kematian mereka.
Mungkin pandangan itu akan menentukan tekad mereka
untuk bersama-sama menanggulangi pembunuhan berdarah
itu. Atau mungkin juga Mereka hanya memandang punggung
rekannya, apakah sudah basah oleh peluh dingin atau tidak...
Berita tentang terbunuhnya pentolan-pentolan dunia
persilatan seperti si kakek malaikat Nyoo Thian wi dan
bayangan pedang pengejar nyawa Le Hong bin dengan cepat
tersebar luar ke dalam dunia persilatan.
Rasa panik, seram, mengerikan cepat menyelimuti pula
perasaan kawanan jago yang selama ini menganggap mereka
paling top, paling hebat dan paling jagoan.
Dalam suasana seperti inilah, dari sepuluh orang jago-jago
persilatan yang termasuk paling top, ada sembilan orang yang
berpindah rumah. Ternyata semua orang takut menghadapi
kematian. Sekarang, terungkaplah sudah bahwa kegagahan dan
kehebatan mereka dihari-hari biasa sebetulnya hanya suatu
kepura-puraan belaka, buktinya bila ancaman maut benar-
benar tiba, semua orang pada angkat kaki mencari
keselamatan sendiri-sendiri.
Tapi bagaimanapun juga, kematian memang bisa
mendatangkan perasaan seram....
Maka dalam suasana seperti inilah, dalam dunia persilatan
kembali beredar berita yang mengatakan begini: "lblis siluman
pembunuh itu sudah pasti berasal dari Pulau Neraka, sudah
pasti iblis kejam dari pulau Neraka yang telah hijrah ke
daratan Tionggoan." Tapi, siapakah yang dapat membuktikannya " Tak ada !
seorang manusiapun, tak ada. Maka ada seorang mulai
berpikir: "Jika ada orang menggunakan kesempatan untuk bermain
gila, sudah pasti acaranya akan bertambah meriah, bahkan
sudah bisa dipastikan selama hidup permainan busuknya itu
tak bakal terbongkar, jalan pemikiran manusia selamanya
bagus, tapi betulkah demikian " Adakalanya apa yang terjadi
dalam dunia persilatan sukar diperhitungkan dengan jalan
pemikiran manusia. Di atas bukit Lu-san, tepatnya di tepi telaga Kiu-long-tham,
terdapat sebuah gardu bata yang kecil.
Waktu itu, di atas batu besar yang berbentuk pembaringan
dalam gardu itu tampak ada seorang pemuda berbaju putih
yang berusia dua puluh tahunan sedang duduk bertopang
dagu sambil memandang awan di angkasa dengan termangu-
mangu. Mukanya amat pucat, jelas memperlihatkan sinar keletihan
yang sangat tebal. Walaupun ia sedang termangu, namun secara lamat-lamat
wajahnya memperlihatkan mimik wajah yang kesepian, ia
sangat tampan, matanya jeli seperti bintang timur, hidungnya
mancung, bibirnya kecil dan agak menekuk ke bawah pada
kedua belah sisinya, ini menunjukkan kecerdasan dan
keangkuhan. Di sisinya terletak sebuah bungkusan kecil.
Disamping bungkusan kecil itu tergeletak sebilah pedang
yang telah berkarat. Pita pedang yang berwarna putih, kini telah berubah
menjadi abu-abu, sekeliling sarung pedangnya penuh dengan
retakan-retakan, agaknya pedang tersebut sudah amat kuno
sekali. Sedang bungkusan tersebut tampak menonjol besar,
tampaknya tidak sedikit isi buntalan tersebut.
Dari sekian hal, ada satu keistimewaan lagi dijumpai pada
pemuda tersebut, yakni wajahnya menunjukkan perasaan
tidak puas kesepian bahkan sangat menganggur.
Memandang awan yang bergerak diangkasa, tiba-tiba
pemuda tersabat bersenandung dengan suara lantang.
Kemudian makin lama bersenandung makin keras, tiba-tiba
setelah tertawa tergelak serunya:
"Thian-ho-tang... Thian-ho-tang..."
Dia membungkukkan badannya memungut buntalan dan
pedang berkaratnya, kemudian siap berlalu dari situ.
Belum lagi melangkah pergi, mendadak belakang gardu
dari balik semak terdengar seseorang berseru dengan gusar:
"Sialan ! Keparat, siapa yang tak tahu diri dengan berteriak-
teriak di sini." Sebutir kepala yang berambut kusut pelan-pelan muncul
dari balik semak, kemudian muncul pula sebuah tangan yang
besar dan hitam menggosok-gosok matanya yang ngantuk.
Pemuda berbaju patih itu berkerut kening kemudian
pikirnya dengan geli: "Kasar amat orang ini, padahal dia sendiri pun berteriak
teriak masa begitu muncul lantas mencaci maki aku...."
Sekarang, ia sudah mengenali orang itu sebagai seorang
pengemis tua yang amat dekil.
Melihat itu, pemuda yang berbaju putih tersebut tak tahan
mengendalikan rasa gelinya lagi, dia segera tertawa geli.
Pengemis tua itu semakin marah melihat pemuda itu
tertawa, mendadak sepasang matanya melotot besar hingga
tampak sorot matanya yang menggidikkan hati.
"Tajam amat sepasang mata orang ini..." diam-diam
pemuda berbau putih itu berpikir dalam hati, sementara dia
masih termenung, pengemis tua itu sudah berteriak keras-
keras: "Bocah keparat, kaukah yang berkaok-kaok tadi di sini?"
Pemuda berbaju putih itu manggut-manggut sesungguhnya
paling benci kalau dipanggil "bocah keparat", tapi sekarang ia
enggan berdebat dengan pengemis itu maka sahutnya:
"Aaah, kebetulan saja hatiku lagi lega, maka kusenandungkan beberapa bait syair...."
"Huh, kentut anjing, kentut anjing !" teriak pengemis tua itu
sambil tertawa dingin tiada hentinya. "Kalau orang tak bisa
memaafkan seperti ini untuk tidur sebentar, sudah pasti dia
adalah seorang manusia tak becus....."
"Tepat sekali, aku memang kebetulan sekali orang yang
becus!" jawab pemuda berbaju putih itu tiba-tiba sambil
tertawa. Agaknya pengemis tua itu tak menyangka kalau pemuda
berbaju putih itu mengakui dirinya tak becus, untuk sesaat dia
menjadi tertegun dan berdiri melongo, Tapi, sesaat kemudian
dengan gusar ia lantas berteriak:
"Bocah keparat apa kau tak tahu kalau aku si pengemis tua
sedang tidur siang di sini?"
Pemuda berbaju putih itu segera tertawa:
"Tempat inikan bukan kamar tidur, darimana aku bisa tabu
kalau di sini ada orang sedang tidur?"
Untuk kesekian kalinya pengemis tua itu tertegun dengan
jengkel ia tinju batang rumput sampai melengkung kemudian
teriaknya keras-keras: "Dan sekarang?"
"Sekarang, sudah barang tentu aku sudah tahu !"
"Bagus sekali kalau sudah tahu...." mendadak pengemis
tua itu menghampiri pemuda tersebut.
Paras maka pemuda itu agak berubah dengan perasaan
terkejut, cepat dia berpikir:
"Hebat amat ilmu Leng-siti lo-han-imi yang dimiliki orang
ini..." Tapi di luar dia berlagak bodoh, katanya tiba-tiba sambil
tertawa tergelak: "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... rupanya kau berdiri di
belakang semak, haaahhh . . . aku malah mengira kau sedang
berbaring tadi..." Ternyata pengemis tua berbadan cebol, sekalipun sedang
berdiri, tinggi badannya tak lebih hanya mirip orang biasa
duduk, karena itu pemuda berbaju putih tersebut pada
mulanya mengira ia sedang duduk dibelakang semak.
Oleh sebab itu ketika pengemis tua itu berjalan mendekat
tadi, pemuda berbaju putih itu salah mengira kalau lawannya
itu sedang mendemonstrasikan kepandaian melayang datang
sambil duduk. Menanti pengemis tua itu sudah tiba di hadapannya,
pemuda tersebut baru tak kuat menahan gelinya lagi.
Makin keras pemuda itu tertawa, pengemis tua itu semakin
berang, dengan mata melotot tiba-tiba tegurnya:
"Hei, bocah keparat, kau sedang mentertawakan badanku
cebol?" "Tidak berani, tidak berani!"
"Hmmm, aku sudah tahu kalau kau tidak berani..."
Setelah berhenti sejenak pengemis tua itu mengamati
pemuda tersebut sejenak, lalu sambil tertawa tergelak katanya
lebih jauh: "Hei bocah keparat, apa kerjamu" Darimana kau dapat
pedang karatan itu" 0Ooh,.. tahu aku sekarang, rupanya kau
ingin berlagak seperti seorang jagoan" Ccu...cccttt..." bukan
main, sayang kalau ingin berlagak jadi pendekar, pedangmu
seharusnya sebilah pedang yang baru, masa pedang karatan
yang begitu tumpul?"
Merah padam selembar wajah pemuda berbaju putih itu
karena jengah, buru-buru katanya:
"Aku bukannya ingin berlagak menjadi pendekar, sedang
pedang karatan ini adalah hadiah dari angkatan tuaku, maka
akupun tak tega untuk membuangnya."
"Kau bukan orang persilatan "!" seru pengemis itu dengan
kerutkan keningnya. "Bukan !" Sepasang mata pengemis tua itu melotot besar-besar dan
mengawasi pemuda itu tanpa berkedip, agaknya dia ingin tahu
apakah pemuda itu sedang berbohong atau tidak.
Lihat punya lihat, mendadak pengemis tua itu mengayunkan tinjunya ke depan.
"Bluukk....!" seketika itu juga, pemuda berbaju putih itu
kena dihantam sampai terjengkang dari atas batu besar itu
dan untuk sesaat lamanya tak mampu bangun lagi.
Setelah pemuda itu jatuh terjengkang, pengemis tua itu
baru tertawa terbahak-bahak sambil bersorak:
"Haahh.... haah... naah, bagus, bagus sekali, rupanya kau
memang tidak membohongi aku...."
Sampai setengah harian kemudian pemuda berbaju putih
itu baru bisa merangkak bangun dari atas tanah, sambil
berkerut kening dan menggigit bibir, dia mengambil pedang
karat dan buntalannya kemudian dengan bersalah payah,
mengikatnya dipinggang.

Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setelah itu dia mendongakkan kepalanya memandang si
pengemis tua yang masih berdiri di atas batu besar sambil
tertawa terbahak-bahak, kemudian sambil gelengkan kepalanya dan mendengus dingin, ia segera berlalu dari situ.
Agaknya pengemis tua itu tak menyangka kalau pemuda
berbaju putih itu segera berlalu tanpa mengucapkan sepatah
kalapan setelah kena dihantam keras olehnya.
Sambil menggaruk-garuk rambutnya yang kusut, sepasang
matanya berkeliaran kesana-kemari sekejap, kemudian sambil
berpekik nyaring, dia melompat turun dari atas batu dan
mengejar pemuda tadi dengan langkah cepat.
Sebenarnya pemuda berbaju putih itu tahu kalau si
pengemis cebol sedang mengikuti di belakangnya, namun dia
berlagak seakan-akan tidak tahu, dengan langkah lebar dia
langsung berjalan menuju ke sebuah gedung besar di tepi
telaga Kiu-long-tham. "Hei bocah keparat, kau hendak kemana?" kembali
pengemis tua itu menegur dengan suara keras.
Seolah-olah tuli, pemuda berbaju putih itu berlagak tidak
mendengar teguran tersebut, bahkan berpalingpun tidak.
Dengan cepat pengemis tua itu memburu ke muka,
kemudian menghadang jalan perginya.
"Hei bocah keparat, apakah kau hendak pergi ke
perkampungan Tang-mo-san-ceng ?"
Pemuda berbaju putih itu hanya tertawa lebar, kemudian
sambil miringkan badannya ia melanjutkan perjalanannya
maju ke depan. Lama kelamaan habis sudah kesabaran pengemis tua itu,
dengan cepat dia menggetarkan tangannya yang kurus untuk
mencengkeram urat nadi pada pergelangan tangan pemuda
berbaju putih itu, kemudian bentaknya dengan penuh
kegusaran: "Hei, kau hendak kemana ?"
Pemuda berbaju patih itu menundukkan kepalanya
memandang sekejap urat nadi pada pergelangan tangannya
yang dicengkeram pengemis tua itu, kemudian sambil
menggelengkan kepalanya dan menghela napas sahutnya
pelan: "Aaai, bukankah kau sudah tahu ?"
"Perkampungan Tang mo-san ceng "Pembasmi iblis ?"
Pemuda berbaju putih itu tertawa dan segera manggut-
manggut, kemudian sambil menguruti nadinya yang bekas
dicengkeram dia melanjutkan perjalanannya ke depan.
Mendadak pengemis tua itu tertawa terbahak-bahak,
kemudian menyusui lagi ke depan.
"Hei bocah keparat kau kenal dengan pemilik dari
perkampungan Tang-mo-san-ceng tersebut ?"
"Tidak kenal !" sahut pemuda tanpa berpaling.
Pengemis tua itu tertegun, diamatinya pedang karat
dipinggang pemuda itu sekejap kemudian setelah berpikir
sebentar, katanya lagi: "Bocah keparat, apakah kau miskin?".
"Aku hidup sebatang kara dan mengembara kemana-mana,
rumahku ada di semua tempat, makananku tersedia di segala
penjuru dunia, jika kau menganggap aku miskin, aku justru
merasa diriku kaya raya." sahut pemuda itu sambil tertawa.
"Kau kaya raya ?"
"Bayangkan saja, rumahku ada di dunia, kebunku ada di
tanah perbukitan, bintang dan bulan adalah lenteraku, ikan
dan cengkerik adalah temanku, mengapa kau anggap aku ini
rudin ?" Agaknya pengemis tua itu tidak menyangka kalau pemuda
yang masih ingusan tersebut sudah mempelajari falsafah
hidup sedemikian dalamnya, untuk sesaat dia menjadi
tertegun dan berdiri melongo.
Setelah hening hampir setengah li perjalanan pengemis tua
itu baru berkata lagi sambil tertawa tergelak:
"Bocah keparat, hampir saja aku kena kau gertak !"
"Aku tidak berniat untuk menggertak orang, aku berbicara
sejujurnya dan apa adanya."
"Hmmm, aku tahu kau memang tak bakal bisa menggertak
aku," dengus pengemis sok itu.
Padahal ia sudah termakan oleh gertakan tersebut hingga
untuk beberapa saat lamanya tak mampu mengucapkan
sepatah katapun. Tak lama kemudian, sikap sok dari pengemis tua itu
kembali menyelimuti dirinya, sambil terbawa dia lantas berkata
lagi: "Bocah keparat, jangan-jangan kau sudah edan lantaran
miskin?" "Hei, mengapa kau selalu menuduh aku miskin?" tegur
pemuda berbaju putih itu setelah tertegun sebentar.
Pengemis tua itu segera tertawa.
"Cukup kulihat dari tampangmu yang rudin serta dari
dandananmu sekarang, bisa ku ketahui kalau kedatanganmu
ke perkampungan Tang-mo sanceng hanya menginginkan
berupa tahil perak, benar bukan" Nah tak salah bukan kalau
aku mengatakan kau sudah edan lantaran miskin.
Kali ini, pemuda berbaju putih tidak menjawab apa, dia
hanya tertawa hambar. Melihat pemuda itu membungkam, si pengemis tua tersebut
semakin bangga, godanya lagi sambil tertawa gelak:
"Coba lihat, tebakanku amat lihay bukan" Hey bocah
keparat, mengapa wajahmu tidak berubah menjadi merah?"
Pemuda itu tidak menggubris, dia maju beberapa langkah
lagi ke depan, kemudian secara tiba-tiba ia menegur sambil
berpaling: "Kau sendiri hendak kemana?"
"Mencari sesuap nasi !" jawab pengemis tua itu sambil
menepuk perut sendiri, pemuda berbaju putih itu segera
tertawa, pikirnya. "Kalau dugaannya tepat, masa tak dapat
menduga perut sendiri memang lapar"
Aaaai, pengemis tua ini benar-benar kebangetan sekali
orangnya...." Berpikir demikian, diapun lantas bertanya:
"Juga akan ke perkampungan Tang-mo san-ceng?"
"Hahhh...haaaaaahhh... lohu mah tak akan sama seperti
kau..." "Tepat sekali," pikir pemuda itu cepat, "tentu saja kau tak
sama denganku, kau hanya demi perutmu yang lapar saja."
Dengan menahan rasa geli didalam hati, ia menyahut
berulang kali: "OOdwOoOoh, tentu saja! Tentu saja! Aku kan cuma pergi
kesana untuk melihat-lihat saja."
Tampaknya pengemis tua itu tidak menangkap sindiran
dibalik perkataan pemuda itu dengan bangga kembali dia
berkata sambil tertawa. "Dengan para jago dalam perkampungan itu, hampir
semuanya kukenal sangat akrab."
Sedang mengibul" Agaknya tidak.
Diam-diam pemuda itu merasa geli didalam hati, tapi
diluaran segera katanya: "Apakah kau orang tua bersedia mengajak ku kesana ?".
Sejak berbicara sedari tadi, agaknya perkataan inilah yang
paling sedap didengar diri pengemis tua itu.
Dengan hati gembira dia menepuk-nepuk dada sendiri,
kemudian katanya dengan lantang:
"Mengangkat kaum muda agar ternama merupakan cita-
cita lohu selama ini, bocah muda, mari ikut aku, tanggung
penyakit rudinmu itu akan disembuhkan."
"Waaah, sungguh beruntung aku bisa berkenalan dengan
kau orang tua, entah diantara pemuda-pemuda yang kau
tolong itu, adakah seseorang diantaranya yang kemudian jadi
tersohor ?" Sepasang mata pengemis tua itu segera melotot besar.
"Masa kau tidak dengar perkataanku tadi" Aku kan bilang
baru kali isi kulakukan pekerjaan semacam ini ! Soal bisa
tersohor atau tidak, hal ini musti ditinjau dulu apakah kau ada
kesempatan untuk maju ataukah tidak"
Pengemis tua itu masih mengibul terus kesana kemari,
seakan-akan orang yang bisa berjumpa dengannya bakal
beruntung sepanjang masa.
Hampir meledak perut anak muda itu saking gelinya.
"Betul-betul seorang pengemis yang pandai mengibul.."
pikirnya dalam hati. Tapi dia tidak tertawa, malah sambil berlagak hormat, ia
berkata lagi: "Asal kan orang bersedia mengatrol diriku, sudah pasti kau
akan berusaha dengan sepenuh tenaga."
"Haaaaahhhhh... haaaaahhhhhh.... bagus sekali," pengemis tua itu tertawa tergelak " bocah keparat, tampaknya
makin lama lohu semakin suka kepadamu."
Sambil berkata dia lantas menunjukkan lagak seperti
seorang angkatan tua yang kenamaan, sambil menggoyangkan kepalanya yang kecil, selangkah demi
selangkah berjalan lebih dulu ke muka.
Sesungguhnya pemuda berbaju putih itu ingin sekali
tertawa terbahak-bahak, tapi sekarang dia malah berusaha
untuk mengindahkan perasaan tersebut, tanpa mengucapkan
sepatah katapun dia mengikuti di belakang pengemis tua itu.
Jangan dilihat pengemis tua itu mempunyai kaki yang
pendek, ternyata langkahnya cepat sekali.
Dalam waktu singkat mereka sudah tiba di depan sebuah
gedung sebuah bangunan yang amat megah, gedung itu
kokoh dan tinggi besar, benar-benar merupakan suatu
bangunan yang luar biasa sekali.
"lnilah perkampungan Tong mo-sau-ceng," dengan nada
yang sombong dia berkata.
-oOdwOooOdwOoo0dwoOdwOooOdwOooo-
Tiba-tiba pengemis tua itu seperti teringat akan sesuatu
urusan penting, dengan cepat serunya:
"Hei, tahukah kau siapakah lohu?"
"Sudah pasti kau orang adalah seorang jago kenamaan
dalam dunia persilatan!" jawab itu dengan hormat.
Mendengar umpakan tersebut, pengemis tua itu merasa
amat gembira, sambil membusungkan dada dan mendongakkan kepala nya dia menjawab:
"Tepat sekali jawabanmu itu, lohu she Lok bernama Jin-ki,
aku adalah salah seorang dari enam Tianglo perkumpulan
Kay-pang, orang menyebutku si Pikun, Ooh, bukan... bukan,
Orang persilatan menyebutku si pengemis sakti yang cerdik,
ingat baik-baik kataku!"
Pemuda berbaju putih itu tertawa, kemudian sahutnya
dengan nada yang menghormat:
"Aku telah mengingat amat jelas, kau Pi-kun, ooh, bukan,
Pengemis sakti yang cerdik Lok Jin-ki locianpwe, seorang
pendekar besar yang suka membawa anak muda menuju ke
anjang kepopuleran!"
Pengemis tua itu mengerutkan keningnya sebentar,
kemudian manggut-manggut.
"Lain kali kalau bicara jangan ditambah dengan kata si
pikun, tahu" Kau anggap siapa.... siapa yang pikun" Hei,
bocah keparat, jangan-jangan kau sendiri yang sudah pikun
lantaran lapar?" Pemuda berbaju putih itu ingin tertawa tapi tak berani,
mukanya menjadi merah lantaran harus menahan geli hingga
orang tak tahu mengira dia jengah lantaran dinasehati
pengemis tua itu. "Aku tidak berani, aku tidak berani..." ucapnya kemudian.
Mendadak dengan mata melotot pengemis tua itu berkata
lagi: "Bocah keparat, hampir saja lohu telah melupakan suatu
masalah besar lagi!"
"Masalah besar apa."
"Pengemis tua itu tertawa rikuh, kemudian katanya:
"Bocah keparat, cepat beritahukan kepadaku namamu dan
tinggal dimana, kalau tidak sebentar kalau Hoa cengcu
menanyakan soal ini kepadaku dan lohu bilang tak tahu,
bukan kah orang akan mengatakan lohu semakin pi..."
Kata "Pikun" belum sempat diucapkan buru-buru dia sudah
membungkam lebih dahulu. Mendengar perkataan itu, anak muda itu segera tertawa
hambar. "Apakah persoalan inipun merupakan suatu persoalan
besar ?" katanya. Dengan wajah agak jengah pengemis tua itu segera
mengangguk. Sambil tertawa lantas pemuda itu berkata:
"Aku tinggal di bukit In tang san tebing Cing-peng-gay..."
"Suatu tempat yang indah..." puji pengemis tua itu sambil
tertawa. "Ooh, apakah kau pernah ke situ ?"
Cepat-cepat pengemis tua itu menggeleng.
"Seantero jagad sudah pernah lohu jelajahi, tapi... tapi
hanya bukit In-tang-san dekat lautan timur yang tak berani
kudekati, sebab... sebab lohu memang tak berani berpesiar ke
situ !" Mendadak ia teringat kalau Pulau Neraka letaknya tak jauh
dari bukit In tang-san, kontan saja paras mukanya berubah
hebat. Sebaliknya pemuda berbaju putih itu malahan tertawa
terbahak-bahak. "Haaahh... haaahh... haaahh kalau memang kau orang tua


Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pernah menjelajahi semua tempat kenamaan dalam dunia ini,
mengapa tidak berpesiar pula ke bukit In-tang san ?"
"Hei bocah muda, mengapa kau suka mencampuri
urusanku...?" teriak pengemis tua itu tiba-tiba dengan mata
melotot. Pemuda itu menjadi tertegun, kemudian serunya:
"Kalau memang begitu, dari mana kau bisa tahu kalau
tebing Cing-peng gay adalah suatu tempat yang indah ?"
"Bocah keparat, lantaran nama itu kedengarannya indah,
aku yakin tempatnya pasti indah juga."
"Tampaknya kau orang tua memang betul-betul pandai
menduga secara tepat ! Benar tebing Cing-peng-gay memang
suatu tempat yang sangat indah pemandangannya...."
"Nah, coba lihat, dugaanku tepat bukan?" seru pengemis
tua itu sambil tertawa bangga "aku memang pengemis sakti
yang cerdik. Hei anak muda, siapakah namamu" Apakah
namamu juga indah" "Aku rasa tidak seindah bukit Cing-peng-gay!"
"Lantas siapa namamu ?"
"Oh Put kui !" -oOdwOooOdwOoo0dw0oOdwOooOdwOoo-
"Oh Put-kui, Oh tidak kembali?" seru pengemis tua itu
dengan mata melotot besar "Benar, tentunya lebih tidak sedap
didengar bukan ?" kata si pemuda berbaju putih sambil
tertawa. Tiba-tiba pengemis tua itu melompat ke udara sambil
berseru: "Tidak! Tidak Dibandingkan dengan nama Cing peng-gay,
nama itu lebih sedap didengar!"
"Ooh, terima kasih atas pujianmu." pengemis tua itu tertawa
aneh, lalu katanya lagi: "Bocah keparat, kalau kulihat dari dandananmu yang rudin,
sudah jelas kau tidak mirip seorang anak kaya yang cukup
sandang pangan di desa kelahiranmu, apalagi kau sedang
mengembara sekarang, nama Oh Put-kui memang paling
tepat bagimu " "Yaaa, yaaa, tepat sekali perkataan kau orang tua,
tampaknya kan memang amat cerdas, sampai jalan pikiranku
pun bisa kau pahami."
"Jangan lupa bocah muda, ako toh si pengemis sakti yang
cerdik, sudah barang tentu aku bisa menduga segala
sesuatunya dengan tepat, kalau cuma jalanan pemikiranmu itu
saja masa lohu tak bisa menduganya secara jitu?"
Akhirnya Oh Put-kui atau penanda berbaju putih itu tak
dapat menahan rasa gelinya lagi, dia segera tertawa terbahak-
bahak: Pengemis itu tertegun, kemudian tegurnya:
"Hei bocah keparat, apa yang kau tertawakan?"
"Ooh, tidak apa-apa," Oh Put-kui menggelengkan
kepalanya. Pengemis tua itu seperti tidak percaya, tapi karena mereka
berdua sudah tiba di perkampungan Tang-mo-san-ceng yang
megah, maki diapun tidak bertanya lebih jauh.
Lok-jin-ki sipengemis cebol itu melotot sebentar biji
matanya, kemudian katanya:
"Hai bocah keparat, bila kau tidak percaya kalau lohu
adalah seorang yang ternama dalam dunia persilatan, segera
akan lohu buktikan kepadamu kalau aku tidak bohong."
"Bagus sekali, aku memang ingin membuktikannya, " pikir
Oh Put-kui geli. Sementara itu, pengemis tua tadi telah berjalan menghampiri sebuah dinding tembok yang amat besar sekali.
Di atas dinding tersebut penuh ditempeli dengan nama-nama
manusia. Begitu sampai di situ, pengemis tersebut segera merobek
selembar kertas putih kemudian melangkah masuk ke dalam
pintu gerbang perkampungan Tang-mo-san-ceng dengan
langkah lebar. Oh Put-kui segera mendekati pula dinding besar tersebut
setelah membaca ratusan nama yang tertera di situ, pikirnya
kemudian: "Tampaknya dinding berisi nama orang inilah yang disebut
Papan pengumuman pembasmi iblis !"
Rupaoya diatas dinding tersebut penuh ditempeli dengan
secarik kertas berwarna putih tadi tercantumlah nama dari
seorang gembong iblis atau manusia paling tinggi di kalangan
hek-to. Sudah barang tentu nama-nama yang tercantum di
sana adalah kawanan iblis atau penjahat yang sudah banyak
melakukan kejahatan sehingga mereka semua pantas untuk
dibunuh. Di bawah papan nama tadi, terdapat pula sekotak tempat
yang berisi pula nama-nama manusia. Hanya saja nama yang
dilampirkan di bawah adalah nama dari pendekar atau jagoan
yang berhasil membunuh gembong iblis atau penjahat yang
namanya tercantum diatasnya.
Asal kau sanggup membunuh seorang penjahat yang
namanya dicantumkan diatas papan nama itu, dijumpainya
pada deretan nama yang berada dibagian bawah akan tertera
pula namamu. Oh Put-kui melirik sekejap ke atas papan nama itu,
dijumpainya pada deretan nama yang ada dibagian bawah
papan pengumuman tersebut hanya tercantum belasan nama
manusia saja, sedangkan gembong iblis atau penjahat yang
berhasil dibunuh juga hanya manusia-manusia kelas dua atau
kelas tiga saja dalam kalangan hitam.
Sekulum senyuman aneh segera menghiasi bibirnya, tanpa
terasa dia meraba pedang berkaratnya sambil mencorongkan
sinar terang dari balik matanya yang jeli.
Baru saja ia hendak meraba buntalannya, mendadak
terdengar pengemis tua tadi berteriak keras:
"Hei, bocah keparat, jangan tertegun saja di situ, hayo
cepat masuk kemari!"
Oh Put-kui segera mendengus dingin, kemudian sambil
membalikkan badannya ia berjalan masuk ke dalam
perkampungan. Ketika membalikkan badannya tadi, dengan suatu gerakan
tangan yang begitu cepat hingga sukar diikuti dengan
pandangan mata ia merobek empat lembar nama manusia
yang tertempel pada papan pengumuman pembasmi iblis itu
dan dimasukkan ke dalam sakunya.
Ketika tiba didalam suatu perkampungan tampak olehnya
pengemis tua itu sedang mengibul dengan seorang lelaki
kekar bercambang, bermuka hitam yang perawakan tubuhnya
setinggi beberapa kaki. Lelaki kekar itu mempunyai ketinggian badan dua kali lipat
bila dibandingkan pengemis tua itu, tapi sekarang justru
sedang membungkukkan badannya memberi hormat sambil
mendengarkan obrolan si pengemis, malah mulutnya tiada
hentinya memuji: "Lok locianpwe memang hebat, kau memang lihay sekali."
Sambil melangkah masuk ke dalam perkampungan Oh Put-
kui segera mendehem berulang kali, Pengemis tua itu segera
berpaling dan tertawa keras, serunya:
"Hei bocah keparat, mari kita masuk ke dalam. .. "
Tanpa memperdulikan lelaki yang tinggi kekar itu lagi dia
segera membalikkan badan masuk ke dalam perkampungan.
Oh Put-kui segera tertawa lebar kepada lelaki kekar itu,
kemudian turut pula berjalan masuk ke dalam perkampungan
Dalam pada itu, dari dalam ruangan telah muncul tiga orang
yang menyongsong kedatangan mereka.
Pengemis tua itu segera berpaling ke arah Oh Put-kui
sambil tertawa bangga, seakan-akan sedang maksudkan:
"Bagaimana " Lohu kenal dengan setiap orang yang
berada di dalam perkampungan ini bukan ?"
Tapi Oh Put-kui segera melengos ke arah lain, berlagak
seolah-olah tidak mengerti.
Melihat pemuda itu malah melengos, pengemis itu menjadi
amat mendongkol sehingga mendepak-depakkan kakinya ke
tanah, dengan langkah lebar dia segera menyongsong
kedatangan ketiga orang itu.
Dari kejauhan Oh Put-kui mengamati pula ketiga orang itu,
mereka adalah seorang pendeta, seorang tosu dan seorang
preman. Pendeta itu berusia enam puluh tahunan memakai jubah
berwarna abu-abu dan berperawakan tinggi besar, wajahnya
keren dan sembilan buah taio membekas di atas ubun-
ubunnya, jelas dia adalah seorang hwesio yang terikat oleh
peraturan yang ketat. Si tosu itu berusia lima puluh tahunan, berkopiah emas,
berjubah kuning dan bermata setajam sembilu, jenggotnya
bercabang dua dan banyak yang telah beruban, sepintas lalu
dandanannya seperti dewa.
Sebaliknya yang preman justru kelihatan paling menonjol
diantara ketiga orang itu.
Rambutnya yang panjang digelung pada bagian belakang
kepala, umurnya baru pertengahan, dia memakai baju panjang
dengan sebuah ruyung emas melilit pinggangnya, mimik
wajahnya serius dan seolah-olah tiada urusan di dunia ini
yang dipandang sebelah matanya olehnya.
Belum habis Oh Put-kui mengamati ketiga orang itu,
pendeta yang tinggi besar itu telah menegur sambil tertawa
terbahak-bahak: "Haaaahhh... hahhhhhhh... Sicu cebol, aku rasa dari
kedatanganmu kali ini tentu saja dengan membawa serta
batok kepala dari gembong iblis itu bukan."
"Sungguh memalukan.... sungguh memalukan..." seru
pengemis itu sambil mendehem, mendadak ia teringat kalau
Oh Put-kui yang telah dikibuli berada di belakang tubuhnya
tentu saja dia enggan untuk kehilangan pamor di depan orang,
maka sambil mendongakkan kepalanya dan tertawa aneh
sahutnya: "Tepat sekali, tepat...."
Pendeta yang tinggi besar itu segera berseru memuji
keagungan sang Buddha, kemudian ia menyingkir dan
mempersilahkan tamunya masuk.
Sebaliknya sastrawan berusia pertengahan itu segera
menegur pula dengan suara dingin:
"Saudara Lok, gembong iblis manakah yang telah tewas di
tanganmu?" Pengemis tua itu kontan saja melotot, sambil masuk ke
dalam ruangan dengan langkah lebar sahutnya tertawa:
"Sediakan arak dulu, mana araknya" Huuh, kalau cuma
urusan kecil itu mah lebih baik di bicarakan nanti saja..."
@oodwoo@ Jilid 2 PERLU DIKETAHUI, perkampungan Tang-mo-san-ceng ini
mempunyai pamor yang tidak lebih rendah dari pada nama
besar Sian-hong-hu ataupun Ci-wi-wan, kepala kampungnya
Ki lok-sian-tong bocah 'dewa kegembiraan' hoa Tay-siu dan
istrinya Yauti-giok li' gadis suci dari nirwana' Lan Ting adalah
jago-jago yang termasyhur dalam duniz persilatan.
Dibandingkan dengan si kakek malaikat Nyoo Thian-wi atau
si bayangan pedang pengejar nyawa leng Hong-bin, mereka
jauh lebih supel dan memperhatikan keselamatan umat
persilatan, apalagi dia adalah kakak seperguruan dari Leng
Hong-bin sendiri. Semenjak Nyoo thin-wie dan leng hong bin menemui
ajalnya, tanpa terasa perkampungan Tang mo-san-ceng telah
berubah menjadi tempat suci terakhir dimana umat persilatan
menggantungkan harapannya.
Ternyata Ki-lok-sian-tong Tay-siu tidak membuat orang
kecewa setelah Leug Hong bin binasa, dia bersama -sama
mendirikan sebuah papan pengumuman pembasmi iblis dalam
perkampungan Tang mo-san-ceng.
Berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus nama gembong iblis
dan pejabat yang sudah banyak melakukan kejahatan mereka
tempelkan di atas papan pengumuman tersebut dengan
catatan barang siapa dapat membunuh seorang diantaranya
akan memperoleh jasa dan pahala.
Didalam keputus-asaan mereka karena gagal untuk
mengetahui siapakah pembunuh keji yang telah membunuh
Cing sia siang ni Kim teng sin ihm wan sim seng siu dan Kiam
in tui hun, terpaksa ditempuhnya cara ini.
Menurut anggapan mereka, seandainya gembong- gembong iblis itu berhasil dibasmi semua, bukankah
pembunuh keji itupun pasti berada diantara orang-orang yang
terbunuh. Tapi kenyataannya, selama tujuh bulan ini kecil
sekali hasil yang berhasil mereka peroleh.
Mereka yang datang merobek nama penjahat di atas papan
pengumuman itu, paling banter hanya bisa membunuh
beberapa orang penjahat dari kelas dua, tiga saja.
Oleh karena itu, Hoa Tay siu maupun jago-jago yang
lainnya itu yang bergabung dalam perkampungan itu menjadi
gelisah sekali. Celakanya justru mereka tidak berhasil menemukan cara
lain yang jauh lebih baik.
Arak sudah kenyang diminum, akan tetapi pengemis itu
belum juga menyinggung tentang gembong iblis yang dibunuh,
lama kelamaan habis sudah kesabaran sastrawan berusia
pertengahan itu, setelah mendengus dingin, tegurnya:
"Saudara Lok, apakah ulat-ulat arakmu sudah dibunuh
semua?" "Ehm......eehhmm.....sudah habis dibunuh semua!" jawab si
pengemis dengan mulut masih penuh dengan makanan.
"Hari ini, kau membawa berita kematian dari siapa?"
Mendadak pengemis tua itu mendongakkan kepalanya, lalu
berteriak keras : "Wan lote jangan buru-buru membicarakan orang mati,
bikin napsu makan orang hilang saja, mari, mari, mari, mari
kuperkenalkan dulu kalian dengan bocah keparat ini!"
Kemudian sambil berpaling ke arah Oh Put Kui katanya :
"Hei bocah keparat, mari lohu perkenalkan dirimu dengan tiga
orang tokoh sakti!" Sambil menuding ke arah pendeta bertubuh tinggi besar itu
serunya : "Dia adalah tianglo dari siau lim pay, Hui leng taysu!"


Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Oh Put kui segera menjura dan katanya sambil tertawa:
"Pemimpin dari ruang Lo han tong memang betul-betul
seorang tokoh sakti yang termasyhur!"
Pengemis tua itu segera terkejut bisiknya: "Hei bocah
keparat, tampaknya kau luar bisa sekali!" kemudian sambil
menuding ke arah tosu itu katanya: "Dia adalah Hian pek
Cinjin dari Bu tong pay! "Salah seorang dari Bu tong siang kiam, sudah lama ku
kagumi nama besarnya!" puji Oh Put kui sambil tertawa.
Pengemis tua itu segera melotot gusar ke arahnya,
kemudian baru menuding ke arah sastrawan berusia
pertengahan itu sambil melanjutkan : "Dan dia adalah Hoa san
tianglo, Kim ci bu tek 'jari emas tiada tandingannya' wan Ciu
beng!" "Kim ci bu tek dari salah seorang Hoa san sam lo memang
sangat memahami jago-jago persilatan yang berada di
hadapannya untuk sesaat dia menjadi tertegun dan berdiri
termangu-mangu, sampai lama sekali lupa berbicara.
Dalam pada itu Kim ci bu tek Wan ciu beng dapat melihat
bahwa pemuda asing ini meski berbicara secara sungkan,
namun mimik wajahnya tidak menunjukkan perasaan hormat
kepada meraka, hal ini segera menimbulkan perasaan tak
senang dihatinya. Dengan sinar mata memancarkan cahaya tajam, dia
tertawa dingin, kemudian kepada pengemis itu hardiknya :
"Pengemis Lok, siapakah pemuda yang angkuh ini?"
"Bocah keparat ini bernama Oh Put kui!"
"Oh Put kui?" "Benar" sahut Oh Put kui sambil tertawa hambar, 'aku
datang dari bukit In tang san tebing Cing peng gay" begitu
selesai berkata, dia lantas mengambil tempat duduk sendiri.
Dengan mata melotot buru-buru pengemis tua itu berseru :
"Kau benar-benar tak tahu sopan santun, hei bocah keparat,
mereka bertiga adalah cianpwe!"
Oh Put kui segera tersenyum "Semangat bukan milik orang
tua saja, kalau ingin mencari seorang cianpwe dia harus
memiliki kemampuan yang melebihi siapapun......" belum
habis dia berkata, Hian pek Cinjin telah menukas :
"Anak muda, kau jangan tekebur, sewaktu pinto sekalian
berkelana dalam dunia persilatan, mungkin sicu belum lahir di
dunia ini dari mana kau tahu kalau pinto sekalian punya
kelebihan?" Oh Put kui segera tertawa.
Kalau memang cianpwe sekalian memiliki kelebihan
mengapa pula harus mendirikan papan pengumuman
pembasmi iblis" Tolong tanya beberapa orangkah diantara
gembong-gembong iblis yang sebenarnya yang telah berhasil
dibunuh?" Hian Pek Cinjin menjadi tertegun
"Soal ini......."
"Omitohud!" Hui leng taysu segera tertawa, "Siau sicu,
darimana kau bisa tahu kalau tak seorang pun gembong iblis
yang benar-benar kena dibunuh" Hari ini sipengemis sakti
yang pikun telah datang kemari, siapa tahu kalau dia
membawa hasil seperti yang kita harapkan"
"Ooh, rupanya kau bersama pengemis sakti yang pikun, tak
heran kalau kau mengaku dirimu pintar", pikir Oh Put kui
segera. Sementara itu panas muka sipengemis tua itu pun
telah berubah menjadi merah padam karena jengah, sambil
menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal dia berseru: "Hei,
hwesio, aku si pengemis tua sudah merubah namaku menjadi
Pengemis sakti yang pintar!"
Kim ci bu tek Wan ciu beng segera tertawa dingin.
"Heeehhh..... heeehhh..... heeehhh.... jika kau cukup pintar,
tak nanti akan kau ajak seorang bocah dungu macam begitu
masuk ke dalam perkampungan kita!"
"Tapi .....apa salahnya ku ajak dia kemari?" si Pengemis
sakti yang pikun tertegun.
"Hmmmm, bikin hati orang mangkel saja" Wan Ciu beng
tertawa dingin, Pengemis pikun ini segera tertawa terkekeh-
kekeh "Waaah, kalau itu mah urusan sendiri, kenapa aku si
pengemis mesti mangkel kepadanya?"
"Yaa, lantaran tiada orang yang pikun macam dirimu itu!"
Wan ciu beng semakin berang.
Mendengar dirinya berulang kali dimaki pikun, lama-
kelamaan si pengemis mendongkol juga, dengan mata melotot
segera berteriaknya. "Kau sendiri yang pikun! Sudah hidup
setua ini mataku masih bisa melihat lebih jelas, telingaku
masih bisa mendengar lebih tajam dari pada dirimu,
memangnya aku bisa lebih pikun dari padamu" Sialan......."
Menyaksikan kedua orang itu cekcok sendiri, Hian pek
Cinjin menjadi amat gelisah dia tahu Wan ciu beng adalah
seorang manusia yang tinggi hati, selamanya tak pernah
tunduk kepada orang lain, sebaliknya si pengemis pikun Lok
Jin kui justru seratus persen 'pikun' bila sampai cekcok sudah
pasti perselisihan diakhiri dengan suatu pertarungan. Oleh
karena itu belum sempat pengemis pikun memberondong
dengan serangkaian kata-kata makian yang lebih 'sedap'
didengar, buru-buru dia melerai sambil tertawa tergelak.
"Sudah, sudahlah, mengapa kalian berdua mesti cekcok
sendiri" Yaa, seperti yang dikatakan Hui leng tosu tadi,
kedatangan pengemis Lok kali ini sudah pasti telah berhasil
membantai gembong iblis kenamaan dalam dunia persilatan"
"Aaaah, Cuma suatu hasil yang kecil saja, yang berhasil
kutangkap tak lebih Cuma seekor ular kecil!"
"Tepat sekali, ucapan itu memang sangat tepat," kembali
Kim ci bu tek Wan cui beng menyindir sambil tertawa dingin,
"Pengemis memang kerjanya menangkap ular, tepat sekali
pekerjaan tersebut bagimu ...." Hian pek Cinjin kuatir
pengemis pikun itu menanggapi sendirian tersebut buru-buru
tukasnya. "Saudara Lok sebenarnya ular macam apakah yang
berhasil kau tangkap dari sarannya?"
"Pernahkah kalian bertiga mendengar kalau di wilayah Biau
terdapat seorang raja yang bernama Jian tok coa sin dewa
ular selaksa racun' Ih bun Lam?"
Begitu mendengar nama itu disebut, hui leng taysu segera
melompat bangun seraya berseru. Lok sicu, apakah kau telah
membunuh gembong iblis itu?" Hia pek Cinjin juga segera
menanggapi. "Pinto benar-benar tidak menyangka kalau saudara Lok
begitu hebat kemampuannya ....."
Bahkan Kim ci bu tek Wan Ciu beng yang sejak tadi hanya
menyindir-nyindirpun kini berubah pula paras mukanya.
Pengemis pikun Lok Jiu ki segera tertawa bangga. "Ilmu
silat yang dimiliki Ih bun Lam benar-benar luar biasa sekali
....." demikian ia berkata.
Mendadak Wan Ciu beng turut menimbrung: "Ilmu pukulan
Cou heng cap jit ciang (tujuh belas pukulan ular berjalan) dari
Ih bun Lam terhitung ilmu pukulan yang dahsyat dalam dunia
persilatan, beracun juga sangat berbahaya kelihatan
kungfunya jauh diluar dugaan siapapun".
Maksud dari ucapan itu jelas sekali, yakni memberitahukan
kepada penemis pikun agar tak usah meminjam kelihayan
ilmu silat dari Jian tok coa si ih bun Lam untuk mengangkat
nama sendiri. Bagi pengemis pikun yang berpikiran sederhana, tentu saja
dia tidak berpikir sejauh itu, sahutnya sambil tertawa: :Benar!
Apa yang diucapkan Wan lote memang benar!"
"Saudara Lok," kata Hian pek cinjin kemudian sambil
mengangkat cawan araknya" pinto harus menghormati
secawan arak padamu sebagai tanda ucapan selamat bagi
keberhasilanmu!" Sekali teguk dia habiskan isi cawannya pengemis pikun
buru-buru mengangkat cawangnya pula sambil meneguk isi
cawannya sampai tiga kali beruntun.
Oh Put kui yang menyaksikan semua peristiwa itu diam-
diam harus menahan gelinya.
Diam-diam dia mengeluarkan selembar kertas berisi nama
yang baru saja diambilnya dari papan pengumuman tadi,
kemudian dilihat isi tulisannya: "Ih bun Lam," bergelar Jian tok
coa sin mengangkat dirinya sebagai raja di wilayah Biau,
pernah mencelakai umat persilatan baik dari golongan putih
maupun golongan hitam sebanyak tujuh ratus orang, barang
siapa dapat membunuh orang ini, mendapat selaksa tahil
emas murni! Sambil tertawa dan menggelengkan kepalanya berulang
kali, dia melipat kertas itu menjadi tiga bagian, kemudian
menggunakan dikala ke empat orang itu sedang meneguk
arak, diam-diam ia susupkan kertas tadi ke saku si pengemis
pikun. Selesai melakukan perbuatan tersebut, Oh Put kui baru
mengangkat cawannya dan berkata sambil tertawa: "Tampaknya aku telah salah berbicara lagi.....aku bersedia
menghukum diriku dengan sepuluh guci arak!"
Setelah meneguk arak beberapa cawan, dia berkata lebih
jauh: "Lok lo kau dapat membunuh Ih bun Lam yang tersohor
sebagai raja di wilayah Biayu betul-betul suatu karya gemilang
dari seorang ciapwe! Cctt......cctt......cctt....anggaplah secawan
arak ini sebagai rasa kagum dan permintaan maafku
kepadamu." Pengemis pikun Lok jin ki segera tertawa terbahak- bahak:
"Haaahhhh..... hhaaahhh... haaaahhh.... cukup, cukup bocah
muda, kau sudah menghabiskan sepuluh cawan arak, lohu
pun telah menerima maksud baikmu itu, secawan arak ini
sudah tak perlu kau minum lagi, orang muda tak boleh minum
arak kelewat banyak"
"Kalau kau orang tua memang berkata demikian, aku akan
menurut" kata Oh Put kui kemudian serius.
"Haaahhh..... Haaahhh..... Haaahhh.....begitulah perbuatan
seorang anak yang penurut."
Omintohud!" Hui leng tay su menyela tiba-tiba "Lok Siku
apalah kau sudah merobek kartu nama dari atas papan
pengumuman ?" Sambil memicingkan matanya si pengemis pikun mengagumkan kepalanya berulang kali.
Sambil tertawa Hui leng taysu segera berkata. "Harap Lok
sicu suka menyerahkan robekan kertas itu kepada pinceng,
agar bisa ditukarkan kepada kasir dengan uang sebesar
selaksa tahil emas murni......"
Begitu mendengar emas murni selaksa tahil si pengemis
pikun segera hilang sifat pikunnya. Mendadak teringat olehnya
kalau kertas yang dirobeknya dari papan pengumuman tadi
hanya bernilai tiga ratus uang perak saja, dari mana
datangnya selaksa tahil emas murni"
Jangan-jangan ..... Jangan-jangan .....dengan cepat ia
tersadar kembali dari lamunannya. Kapankah dia telah
membantai Ih bun Lam"
Teringat olehnya andaikata ia tidak menguasai ilmu Ciang
liong 'penaklukkan naga' dari kay pang yang justru merupakan
tandingan dari ilmu Coa heng cap jit ciang serta
kepandaiannya menangkap ular, delapan bagian saat itu
sudah menjadi mangsanya si dewa ular selaksa racun Ih bun
lam ....... lantas, darimana bisa munculnya cerita kalau dia
telah berhasil membunuh Ih bun lam"
Dengan wajah agak sangsi dan tersipu sipu dia masukkan
tangannya ke dalam saku .....
Diam-diam ia menyumpah didalam hati 'benar-benar
memalukan, padahal aku hanya berhasil membunuh seorang
muridnya Ih bun lam yang bernama Cing coa sin tong bocah
sakti ular hijau, Li put kiat, mengapa aku bisa mengibul telah
membunuh Ih bun lam......." Aaaaai, semuanya ini gara-gara
si tosu dan si hwesio yang telah mencelakai orang, tidak
menunggu aku si pengemis tua menerangkan duduk
persoalan mereka sudah keburu menyanjung lebih dulu...."
Oleh karena keraguan tersebut, membuat tangannya yang
sudah merogoh ke dalam saku, sampai setengah harian
lamanya belum juga ditarik keluar......
Dalam pada itu sorot mat empat orang bersama-sama
sedang dialihkan ke wajahnya. Rasa panik tiba-tiba
menyerang hatinya, membuat para muka pengemis tua itu
berubah menjadi merah padam. Untung saja sudah minum
arak cukup banyak, sehingga tiada orang yang memperhatikan warna merah di atas wajahnya.
Kalau dibilang diantara ke empat orang itu ada yang
memperhatikan lebih seksama. Maka orang itu tak lain adalah
Oh Put kui. Tangan si pengemis pikun yang merogoh ke
dalam sakunya belum juga ditarik keluar, namun sorot
matanya telah melotot sekejap ke arah Oh put kui dengan
gemas, diam-diam sumpahnya didalam hati. 'Semua ini gara-
gara bocah keparat ini, coba kalau dia tidak menyindir orang
dengan mengatakan pembunuh gembong iblis kenamaan, tak
mungkin aku si orang tua bakal dibikin malu seperti
ini.......sialan betul bocah keparat itu......"
Akhirnya tangan itu ditarik keluar dari dalam sakunya.
Dengan wajah merah padam karena malu, dia tertawa jengah,
lalu ujarnya: "Rasanya aku si pengemis tua bakal membuat
kalian kecewa lagi....."
Akan tetapi dikala sorot matanya telah membaca tulisan
yang tertera diatas kertas-kertas itu, mendadak bagaikan
orang-orangan yang ditiup angin, dengan cepat dia
membusungkan kembali dadanya.
"Haaahhhh...... Haaahhhh...... Haaahhhh......ambil lah!" dia
berseru sambil tertawa tergelak, "Sungguh tak kusangka si
ular kecil ini bernilai ribuan tahil emas....."


Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Oh Put kui yang menjumpai kejadian itu, hampir
menyembur keluar semua isi mulutnya lantaran geli.
Tampaknya si pengemis pikun ini benar-benar sudah pikun!
"Hmmm, sekarang masih bisa berbangga hati, akan kulihat
sebentar kau akan pergunakan bukti apa untuk menunjukkan
kalau Ih bun Lam memang mampus di tanganmu....." demikian
pemuda berpikir...... Setelah menerima kertas berisi nama gembong iblis itu. Hui
leng taysu memeriksa sebentar, kemudian sambil menggape
ke arah dua orang lelaki berpakaian ringkas yang berdiri di
luar ruangan, bentaknya keras-keras: "Bawa tanda bukti ini
untuk menerima uang sebesar selaksa tahil emas murni.
Beritahu kepada kasir, Ih bun Lam telah tewas ditangan
pengemis sakti Lok Jin ki!"
Dua orang lelaki itu segera mengiakan dengan membawa
kertas tadi dengan cepat meraka berlalu dari sana,
Tiba-tiba Kim ci bu tek tertawa dingin kemudian ujarnya
"saudara Lok dapat membunuh gembong iblis yang telah
melakukan kejahatan ini sungguh membuat siaute kagum,......Cuma saja, sebelum Lok bisa menerima di atas
papan pengumuman pembasmi iblis, perlu kau tunjukkan lebih
dulu barang buktinya......"
"Barang bakti" Barang bukti apa?" arak yang baru saja
diteguk pengemis pikun itu segera menyembur keluar kembali.
Kembali Kim ci bu tek tertawa dingin "Tanda bukti kalau Ih bun
Lam benar-benar sudah mampus!"
"Benda apa yang bisa membuktikan kalau Ih bun Lam
benar-benar sudah mampus?"
Haaahhh...... Haaahhh......Haaahhh.... kau anggap Cuma
lantaran uang emas selaksa tahil, aku si pengemis tua sudi
membopong mayat orang sambil melakukan perjalanannya?"
"Sekalipun tak ada mayatnya, batok kepalapun boleh juga!"
Dengan cepat si pengemis pikun menggelengkan
kepalanya berulang kali. "Kau suruh aku membawa batok kepala manusia sambil
menempuh perjalanan jauh" Huuuh, memangnya kau anggap
aku tahan dengan bau busuknya?"
Tiba-tiba Kim ci bu tek tertawa tergelak.
"Sandara Lok, pernahkah kau berjumpa Ih bun Lam"
Pertanyaan ini kontan saja membuat pengemis pikun naik
pitam. Aku sipengemis tua harus banyak bergerak sebanyak
seribu jurus lebih sebelum secara beruntung....
Sebenarnya dia hendak mengatakan "Sebelum secara
beruntung lohu lolos dari ancaman maut Ih bun Lam....' untung
saja perkataan itu belum sempat diutarakan keluar coba kalau
tidak.... sudah pasti semua rahasianya bakal terbongkar.
Setelah berhenti sebentar, dengan wajah serba salah dan
menghela nafas panjang dia melanjutkan.
"Aaaai ..... kemenangan yang kuperoleh benar-benar tidak
gampang..... "Betul" sambung Oh Put kui tiba-tiba tertawa, kemenangan
itu memang diperoleh dengan susah payah, coba kalau
perubahan jurus Ci gan lik yaa 'menusuk mata mencabut gigi'
dari ilmu Ciang liong ciang hoat mu itu tidak bergerak sangat
cepat, mungkin akibatnya benar-benar sukar dibayangi
dengan kata-kata ......"
Bagaikan disengat ular beracun, mendadak pengemis
pikun itu melompat bangun sambil berteriak: "Bocah keparat,
kau.... kau.... kau.... telah menyaksikan semuanya...?"
"Haaaahhhh.... Haaaahhhh.... Haaaahhhh.... benar....."
seperti bola yang kehabisan udara, tahun-tahu pengemis
pikun itu tergeletak lemas di atas kursinya seperti orang yang
kehilangan semangat. Melihat kejadian itu. Hian pek Cinjin menjadi tertegun, dia
segera menegur : "Oh sauhiap, sebenarnya apa yang telah
terjadi ......?" Oh put kui segera berpaling ke arah pengemis pikun,
namun ia ta berkata apa-apa, sementara itu si pengemis tahu
sedang menutupi wajahnya dengan kedua belah tangan
sementara mulut berguman terus tiada hentinya : "Kau bocah
keparat bukan manusia....kau bocah keparat hanya khusus
ingin mempermainkan aku ....uuuh.....uuuh.....uuuh... kali ini
aku si pengemis tua benar-benar akan kehilangan muka!"
Oh put kui tak kuasa mengendalikan rasa gelinya lagi, dia
tertawa tergelak kemudian kepada Hian pek Cinjin katanya!"
"Aku telah menyaksikan sendiri bahwa Lok lo telah
membunuh Ih bin Lam gembong iblis tersebut"
"Ooh.....kiranya begitu.....ternyata peristiwa ini memang
benar-benar terjadi......"
Sebaliknya Kim ci bu tek Wan ciu beng segera tertawa
dingin. Katanya dengan cepat : "Ucapan seorang anak muda
mana boleh dipercaya. Apa lagi sewaktu ciangbun jin dari lima
partai serta Tang mo cengcu mendirikan papan pengumuman
Tang mo pang telah diputuskan peraturan yang mengatakan
bila tiada bukti yang bersangkutan benar-benar terbunuh,
uang hadiah tak dapat diserahkan"
"Ucapan Wan sicu memang benar!" Hui leng taysu segera
menanggapi manggut-manggut. Hian pek cinjin segera
mengalihkan kembali sorot matanya ke wajah anak muda itu
kemudian katanya : "Oh sauhiap, kalau toh kau telah menyaksikan Ih bun lam
tewas ditangan pengemis Lok, mengapa kau tidak menyuruh
pengemis Lok memenggal batok kepala Ih bun Lam ?"
Tiba-tiba Oh Put kui tertawa aneh, katanya :
"Pengemis Lok hanya berniat untuk bergurau kalian, masa
kalian bertiga tak dapat melihatnya?"
"Aaah, jadi apa yang dikatakan selama ini hanya gurauan
belaka?" seru Hian pek Cinjin tertegun.
Sedangkan Kim ci bu tek paling gusar di antara mereka,
segera bentaknya keras-keras:
"Pengemis Lok, besar amat nyalimu....."
Sambil berkelebat ke depan, dia bersiap-siap menerjang
tubuh si pengemis pikun. Dengan cepat Hui Leng taysu mengulurkan tangannya
mencegah Wan Ciu beng maju ke depan, cegahnya:
"Sicu, jangan bertindak gegabah....."
Kemudian Oh Put kui katanya sambil tertawa :
"Siau sicu, apa yang kau maksudkan sebagai gurauan
tersebut" Apakah Lok sicu belum berhasil membunuh Ih bun
Lam si gembong iblis tersebut....."
Oh Put kui tidak menjawab, sebaliknya malah tersenyum
belaka dengan mulut membungkam.
Pada saat itulah mendadak si pengemis tua melompat
bangun, kemudian teriaknya keras-keras:
"Bocah keparat, semuanya ini adalah gara-garamu...."
"Plaaak...!" sebuah pukulan dengan telak menghajar tubuh
Oh Put kui membuat badannya tergetar mundur sejauh lima
langkah lebih. Serangan ini dilancarkan si pengemis tua dalam keadaan
gusar, tentu saja hasilnya luas biasa sekali.
Darah kental segera muncrat keluar dari mulut Oh Put kui.
Mendorong sinar tajam balik mata Hian Pek Cinjiu, segera
tegurnya dengan gusar: "Saudara Lok, dengan sikapmu
terhadap seorang boanpwee, apakah kau tidak kuatir
perbuatanmu ini hanya akan merosotkan pamormu sebagai
tianglo perkumpulan Kay pang?"
Sepasang mat pengemis pikun melotot besar sekali karena
gusar, terdengar ia membentak lagi:
"Bodah keparat ini ....dia.....dia telah mengacaru diriku terus
.....betul menggemaskan ....betul-betul menggemaskan ......"
Oh Put Kui sedikitpun tidak mendendam kepada pengemis
pikun, kendatipun ia sudah kena dihajar, setelah membesut
darah yang menodai bibirnya, seakan-akan tak pernah terjadi
peristiwa apapun, ujarnya kepada Hian pek Cinjin:
"Totiang tak usah menegur pengemis Lok dalam persoalan
ini memang akulah yang telah bersalah!"
Dengan sorot mata memancarkan rasa kagum, Hui leng
taysu berkata sambil tertawa: "Kebesaran jiwa siau sicu, betul-
betul telah membuat lolap merasa amat kagum!"
Oh Put kui segera tertawa hambar "Sudah banyak waktu
aku mengembara dalam dunia persilatan, penderitaan dan
siksaan yang pernah ku alami bahkan seratus kali lipat lebih
hebat dari pada apa yang ku alami sekarang, pujian dari taysu
itu benar-benar tak berani kuterima."
Hian pek cinjin seperti merasa menyayangkan sesuatu, dia
hanya menggelengkan kepalanya berulang kali.
Sedangkan Kim ci bu tek Wan Ciu beng tertawa dingin
tiada hentinya dengan nada sinis.
Oh Put kui seakan-akan tidak melihat kesemuanya itu
sambil tertawa katanya kemudian kepada pengemis itu:
"Pengemis Lok, serangan yang kau lancarkan itu betul-
betul cukup mematikan!"
Hawa amarah yang berkobar dalam dada pengemis pikun
itu belum mereda, dengan penuh rasa mendongkol serunya
lagi : "Bocah keparat, saking gemasnya aku si pengemis tua
betul-betul ingin merenggut selembar nyawamu!"
"Pengemis Lok, rasa bencimu kepada aku sungguh
membuat aku merasa amat terkejut...." kata Oh put kui sambil
menggelengkan kepalanya dan tertawa.
Setelah berhenti sebentar, tiba-tiba ia merogoh sakunya
dan mengeluarkan sebuah batok kepala yang telah
mengering, sambil di angsurkan ke hadapan Kim ci butek wan
ciu beng, ujarnya sambil tertawa dingin:
"Inilah batok kepala dari Ih bun Lam, tak ada salahnya jika
kau periksa dengan seksama! Setelah pengemis Lok berhasil
membunuh iblis ini, meski dia lupa untuk memenggal batok
kepalanya. Namun aku cukup mengetahui kalau manusia di
dunia ini kebanyakan hanya mau percaya kepada diri sendiri
dan enggan mempercayai kemampuan orang lain, oleh sebab
itu aku telah mewakili pengemis Lok untuk memenggal batok
kepala dari iblis itu, aku rasa kalian bertiga pasti tak akan
menaruh curiga kepada pengemis Lok sebagai manusia yang
suka membohong bukan......"
Berbicara sampai dia berhenti sebentar kemudian setelah
menghela nafas panjang lanjutnya:
"Aaaai .....tak kusangka pendekar kenamaan dari dunia
persilatan rupanya tak bisa melepaskan diri pula dari
perebutan soal nama ....."
Ucapan diri Oh Put kui itu jelas bertujuan untuk menyindir
dan mencemooh Kim ci but tek Wan ciu beng. Hal ini
membuat jagoan dari Hoa san itu menjadi amat mendendam
sekali, hanya saja rasa bencinya itu tak dapat diumbar dengan
begitu saja. Sambil memegang batok kepala manusia yang sudah
mengering itu dia berlagak seakan-akan tidak mendengar
perkataan dari Oh Put kui, di bolak-baliknya kepala itu sampai
sepuluh kali lebih. Akhirnya setelah tertawa dingin, Wan ciu beng baru berkata
: "Benar, batok kepala ini memang batok kepalanya Ih bun
Lam! Setelah mendengar perkataan itu, Hui leng taysu dan Hian
pek Cin jin tersenyum. Sedangkan si pengemis pikun segera merasakan sekujur
badannya gemetar keras. Pengemis tua itu kin benar-benar sudah dibuat pikun oleh
keadaan yang dihadapinya.
Dengan termangu- mangu dia mengawasi sekejap pemuda
berbaju putih itu, berbagai ingatan telah berkecamuk dalam
benaknya, tapi dia tidak habis mengerti mengapa batok kepala
Raja wilayah Biau, dewa ular selaksa racun Ih bun Lam yang
berilmu tinggi dan berhati keji itu bisa berubah menjadi Batok
kepala kering yang tersimpan dalam bungkusan tersebut.
Sementara itu, si jari emas tanpa tandingan Wan cing beng
telah membawa batok kepala Jin tok coa sin Ih bun Lam yang
mengering itu menuju ke ruang belakang. Sedang Hui leng
taysu sambil merangkap tangannya di depan dada berkata
lantang: "Lok sicu, membunuh iblis ini merupakan pahala yang luar
biasa besarnya bagi umat persilatan, moga-moga kau
dilindungi umat Buddha dan diberkahi usia panjang."
"Benar" sambung Hiau pek Cinjin sambil tertawa," pinto
bersedia menyampaikan berita girang ini kepada Hoa loko
suami isteri serta para jago dari Go bi pay, Pay kau dan Kay
pang yang berada di sini."
Mendengar sanjungan demi sanjungan yang ditunjukkan
kepadanya, itu si pengemis pikun tertawa tergelak tiada
hentinya, nampak jelas dia merasa bangga sekali.
Tapi setelah puas tertawa, tiba-tiba air matanya jatuh
bercucuran membasahi pipinya, kemudian diapun menangis
tersedu-sedu. Sebenarnya Pian pek Cinjin sudah bersiap-siap meninggalkan tempat itu, tapi setelah menyaksikan kejadian
itu, dia menjadi kaget bercampur keheranan kemudian
membatalkan niatnya untuk pergi.
"Taysu, mengapa dia menangis?" bisiknya kemudian
kepada Hui leng taysu dwngan kening berkerut.
Dengan cepat pendeta itu menggelengkan kepalanya
berulangkali. "Lohu sendiri pun sampai turut pikun..... mungkin lok sicu
kelewat gembira!" "Aaah, tidak mungkin, tidak mungkin! Suatu persoalan yang
amat memedihkan hatinya."
"Yaa, betul agaknya Lok sicu sedang menangis dengan
sedih sekali." sahut Hui leng serius.
Setelah berhenti sebentar, kepada Oh Put kui segera
tanyakan :

Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Siau sicu, tahukah kau apa sebabnya?" tentu saja
musababnya, tapi ia merasa kurang leluasa
untuk mengutarakan keluar, maka dengan cepat dia menggelengkan
kepalanya berulang kali. "Aku rasa mendapat taysu tadi memang sangat
beralasan.....mungkin saja pengemis Lok....."
Belum habis dia, berkata, pengemis, pikun sudah meraung
gusar: "Alasan kentut busukmu ....Ooh, aku si pengemis tua
sungguh merasa sedih sekali uuuh.... uuuh.... uuuh...."
Seperti anak kecil saja, pengemis tua itu menangis sambil
mencak-mencak, serunya lagi :
"Bacah keparat, kau telah membohong aku ....ternyata kau
telah membohongi aku selama hidup lohu paling takut kalau
tertipu, takut masuk perangkap orang, tak tahunya kau si
bocah keparat telah, menjebakku uuuh.... uuuh.... uuuh....percuma saja aku hidup selama ini kalau akhirnya
terjebak juga oleh perangkapmu.... Ooh. aku si pengemis tua
sungguh merasa sedih sekali.....hei Hwesio gede, hidung
kerbau, aku pengemis tua sedih sekali....selama hidup aku
selalu menderita kerugian, sampai orang lainpun memberi
julukan "Pikun" kepadaku....lihatlah betapa penasarannya aku
uuuh.... uuuh.... sekarang. Si bocah ingusan inipun berani
mempermainkan aku, apa gunanya aku hidup terus aku ....aku
....ingin mati, aku ingin mati saja,......"
Isak tangis yang disertai dengan teriakan-teriakan ini benar-
benar bikin pendeta dan tosu itu menjadi kelabakan setengah
mati. Mereka hanya bisa memandang ke arah pengemis tua itu,
lalu memandang pula ke arah Oh put kui dan akhirnya
terpaksa harus menghela napas panjang .
Sikap Oh Put kui tenang sekali, sambil bergendong tenang
dia hanya menguasai tingkah laku pengemis itu sambil
tersenyum. Sebenarnya pengemis tua itu sudah makin mereda isak
tangiasnya, siapa tahu ketika dia mendongakkan kepala dan
melihat Oh Put kui sedang memandang ke arahnya sambil
tersenyum tangisannya yang merendah itu tiba-tiba bertambah
keras volumenya. Bahkan kali ini disertai dengan teriakan-teriakan dan
menarik-nari rambut sendiri. Hebat sekali isak tangis dari
pengemis pikun, sampai-sampai seluruh isi perkampungan
ikut menjadi kaget dan berdatangan.
Dalam waktu singkat ki lok sian tong hoa tay siu siansu dari
Gobi pay, kun liong kui ciang sembilan toya pengurung naga
Ho khi hui, tianglo dari kay pang dan jago pay kan sam siang
cuancu pemilik perahu dari sam siang, Hee jin beng telah
bermunculan di ruang depan.
Tapi begitu menyaksikan apa yang sedang berlangsung di
situ, ke empat orang jago lihay itu menjadi tertegun.
"Hei, bukan dia adalah Lok pikun?" seru Ho khu hui dengan
perasaan terkejut. Kebetulan Kim cibu tek wan ciu beng sedang melangkah
keluar pula dari ruang belakang setelah mendengar pula dari
ruang belakang setelah mendengar isak tangis tadi, maka
sambil mendengus dingin sindirnya:
"Kalau bukan adik seperguruan kesayangan Hoa heng,
siapa lagi yang tak tahu malu seperti dia?"
Ho khi hui melirik sekejap ke arah Wan Ciu beng dengan
pandangan dingin, lalu katanya: "Suteku ini memang sudah
termasyhur karena pikunnya apakah Wan lote tidak merasa
kalau sindiranmu itu sedikit kelewatan ?"
Wan ciu beng segera tertawa dingin, dengan nada
menghina dia tuding ke arah si pengemis pikun, lalu katanya:
Ho heng, mengapa tidak kau lihat tampak dari sutemu itu"
Apakah manusia macam beginipun dianggap seorang
cianpwe dalam dunia persilatan " Hmmm....apa yang
dilakukan benar-benar telah menjual semua muka orang Kay
pang, tak kusangka kalau dalam kay pang pang terdapat
manusia macam begini!"
Pada hakekatnya perkataan dari Wan cin beng ini telah
menodai nama baik seluruh anggota Kay pang.
Kontan saja paras muka si sembilan tongkat pengurung
naga Ho Khi hui berubah hebat, saking gusarnya semua
rambutnya yang berubah pada berdiri semua.
"Hei orang she wan, kalau berbicara hati-hati sedikit!"
peringatnya. Sikap Wan ciu beng semakin sinis, sambil mendongakkan
kepalanya memandang langit-langit ruangan, ejeknya sambil
tertawa dingin: "Heeehhhh.... Heeehhhh.... Heeehhhh.... aku tak pernah
membuat-buat keadaan, apa yang ku ucapkan selamanya
merupakan kenyataan, memangnya aku telah salah
berbicara?" Ho khi hui membentak gusar, kepalanya segera diayunkan
ke muka siap melancarkan serangan.
Dengan cepat Ci sin siansu merentangkan tangannya untuk
menarik kembali lengan kanan Ho khi hui.
Pada saat itulah si bocah dewa kebahagiaan Hoa Tay siu
tertawa terbahak-bahak sambil berkata :
"Sudahlah, kalian berdua tak usah cekcok sendiri, kesulitan
yang kita hadapi sudah cukup memusingkan kepala"
Selesai berkata dia lantas menarik tangan Ho Khi hui dan
diajak menghampiri si pengemis pikun.
Hui leng taysu dan Hian pek Cinjin cepat maju ke depan
memberi hormat kepada Hoa Tay siu.
Cepat Hoa Tay siu membalas hormat sambil tertawa,
kemudian sorot matanya dialihkan ke wajah Oh Put kui.
Walaupun Oh Put kui tidak kenal dengan Hao Tay siu,
kepala kampung perkampungan ini, namun dari julukannya
sebagai bocah dewa kebahagiaan, bisa diduga siapa
gerangan orang ini. Wajah Hoa Tay siu memang sepintas lalu mirip sekali
dengan wajah seorang bocah berusia belasan tahun.
Selain bibirnya berwarna merah dengan dua baris gigi yang
putih, wajahnya yang bersih dan tampan, namun rambutnya
telah berubah dan bajunya berwarna merah tua ditambah lagi
sepatunya yang terbuat dari kain dan ikat pinggang berwarna
putih, membuat gerak-geriknya mirip sekali dengan dewa.
"Kalau orang ini disebut sebagai bocah dewa kebahagiaan,
maka julukan tersebut memang tepat sekali." pikir Oh Put kui.
Waktu Hoa tay siu sedang minta keterangan dari Hui leng
taysu dan Hian pek Cinjin
Si pengemis pikun yang sedang menangis sedih, ketika
melihat Hoa tay siu dan kakak seperguruannya si sembilan
tongkat pengurung naga Ho khi hui telah berdatangan dengan
cepat diapun berhenti menangis.
Setelah mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya
untuk sesaat Ho Lay siu pun tak tahu apa yang mesti
dikatakan, Sebaliknya si kakek berambut merah yang tinggi besar Hoa
Khi hui sedang mengawasi Oh Put Kui dan si pengemis pikun
dengan kening berkerut, kemudian ujarnya pelan :
"Lok Sute kau memang gemar sekali membuat
keributan......" Pengemis pikun dengan melompat bangun, sambil
menuding ke arah Oh put kui teriaknya :
"Bocah keparat ini pandai sekali membohongi orang...."
Kemudian sambil memandang kerah Hoa Tay siu, dia
berteriak keras-keras. "Hoa siu lo ko engkoh tua kecil. Coba kau lihat, bocah
keparat itu telah membunuh si raja bisa ular sakti selaksa
racun Ih bun lam, tapi dia tak mau mengakuinya, sebaliknya
melimpahkan hal ini, kepadaku coba kau katakan, perbuatan
ini kurang ajar tidak " Hmmm, justru karena dia tak becus
maka saking mangkelnya aku sampai kepingin mangkelnya
aku sampai kepingin mati seketika saja...."
Beberapa patah kata yang kedengarannya amat santai itu,
dengan cepat mengejutkan beberapa orang jago persilatan
yang hadir ditempat itu.....
Pemuda ingusan semacam itupun dapat membunuh raja
dari wilayah biau" Siapa yang percaya "
Tapi mau tak mau merekapun harus mempercayainya.
Walaupun setiap orang tahu kalau pengemis pikun adalah
orang yang blo on, namun mereka yakin seandainya gembong
iblis itu mati di tangannya, tak mungkin dia tak akan
mengakuinya. Oleh karena itu, beberapa orang jago persilatan itu menjadi
tertegun untuk beberapa saat lamanya.
Sambil tersenyum Oh Put Kui segera berseru :
"Pengemis Lok, bukankah kan tahu kalau aku bukan
seorang jagoan dari dunia persilatan ...........
Belum habis perkataan itu diutarakan si pengemis pikun
telah menukas sambil berteriak keras :
"Bocah keparat, aku si pengemis tua benar-benar sudah
kau tipu habis habisan, permainan sandiwaramu memang
mirip sekali. Andaikata pukulan yang kulancarkan tadi
bersarang dibutuh orang lain, paling tidak pasti akan melukai
ototnya atau mematahkan tulangnya. Tapi kau ......mana
lukamu " apa artinya darah yang keluar dari mulut itu?"
"Tapi kau orang tua harus tahu, sepanjang tahun aku
berkelana kemana-mana siapa tahu kalau tubuhku lebih kekar
dan kuat dari pada tubuhmu?"
"Kentut anjingmu, hanya setan yang percaya obrolan
sintingmu itu......" teriak pengemis pikun sambil mencak-
mencak. Kemudian kepada Ho Tay siu serunya
"Engkoh tua kecil, coba kau lihat mirip kah dia sebagai
seorang manusia yang tak mengerti ilmu silat?"
Sambil tertawa Hoa Tay siu menggeleng. "Siaute kurang
begitu percaya!" setelah berhenti sebentar dia menghampiri
Oh Put kui dengan langkah lebar, kemudian tegurnya: "Lote
siapa namamu" Berasal dari mana" Dari mana perguruanmu"
Apakah kau dapat menerangkan"
Kemudian setelah tertawa, tambahnya: "Lohu adalah
pemilik perkampungan ini, tentunya lote sudah mengetahui
dari julukan diriku bukan?"
Oh put kui segera menjura, katanya :
"Nama besar Hoa cengcu benar -benar bukan nama
kosong belaka, sudah lama aku mengaguminya."
"Aku tak lebih hanya seorang anak dusun dari bukit In tang
san tebing Cing Peng gay orang menyebutku Oh Put Kui!"
Mencorong sinar tajam dari balik mata Hoa Tay siu,
katanya kemudian sambil tertawa:
"Perguruan lote adalah .........
"Asah, aku tak lebih hanya orang gelandangan dari udik,
tak punya perguruan tak punya aliran parta!"
Diam-diam Hoa Tay siu segera berkerut kening, namun
diapun tidak mendesak lebih jauh, hanya ujarnya sambil
tersenyum : "Apakah Ih bun Lam benar-benar mati ditangan lote?"
Dengan cepat Oh Put kui tertawa hambar "Orangnya toh
sudah mati , dan kejahatannya telah berakhir buat cengcu
mesti persoalkan lagi dia mati ditangan siapa?"
Meskipun perkataannya amat santai dan enteng, namun
sayang dikatakan memang tak salah, kalau toh mereka tak
ada maksud untuk membalas dendam bagi kematian Ih bun
Lam, apa gunanya untuk mencari gembong iblis itu mati
ditangan siapa" Hoa Tay siu mengamati Oh Put kui dalam-dalam mendadak
katanya sambil tersenyum "Silahkan duduk!"
Semua orang segera mengambil tempat duduk masing-
masing, Hoa Tay siu baru berkata kepada Oh Put kui sambil
tertawa: "oh lote, mari lohu perkenalkan beberapa orang sobat
lamaku ini kepadamu."
Sambil menuding si kakek berambut merah yang
berperawakan tinggi besar itu katanya:
"dia adalah tianglo dari kay pang, orang menyebutnya
sebagai sembilan tongkat pengurung naga ho khi hui!"
Sambil tertawa oh put kui segera menjurai Hoa Tay siu
segera menuding ke arah pendeta kurus kecil berambut putih
yang berada di sisinya dan menerangkan.
"Dia adalah ketua Go bi pay, Ci sin taysu
Sebelum berhenti sebentar, sambil menuding seorang
lelaki berwajah bersih berdandan sebagai juragan perahu dan
berusia antara empat puluh tahunan, katanya:
Dan dia adalah jago lihay dari pay kau si juragan perahu
dari sam siang Hee jin beng.
"Selamat berjumpa!" kata Oh put kui hambar sikapnya kali
ini sama sekali berbeda dengan sikap sebelumnya seakan-
akan beberapa orang jago ini tidak menarik perhatiannya,
sehingga tidak menimbulkan pula perasaan hormat yang
seharusnya diperlihatkan.
Tampaknya Hoa tay siu sama sekali tidak menyangka
kalau pemuda itu begitu angkuh tapi sebagai tuan rumah,
paras mukanya sama sekali tidak berubah, sambil
mengangkat cawan katanya kemudian sambil tertawa:
"Apa yang dikatakan Oh lote tadi memang benar setelah Ih
bun Lam mati, berarti dunia persilatan aman dari gangguan
seorang iblis, entah siapa yang berhasil membunuh memang
bukan suatu masalah besar, meski demikian, bukankah
pantas kalau kita rayakan bersama peristiwa yang maha besar
ini..... Sekali teguk dia menghabiskan isi cawannya, kemudian
setelah tertawa terbahak- bahak terusannya lagi:
"Saudara Lok, sekalipun kau tidak berhasil membunuh Ih
bun Lam, kedatanganmu hari ini untuk mengantar batok
kepala siapa" Sementara itu si pengemis pikun sudah makan minum
dengan lahapnya, mendengar pertanyaan itu dia menjawab
agak ragu: "Aku .....aku mah cuma berhasil membunuh seorang


Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

muridnya Ih bul Lam,"
Hoa Tay siu segera tertawa.
"Setiap anggota perguruan Co sin bun memang rata-rata
buas dan berbahaya, keberhasilan dari saudara Lok inipun
pantas untuk dirayakan. Sementara itu si pengemis pikun telah mengeluarkan
secarik robekan kertas dan sebatang seruling pendek yang
segera diserahkan kepada Hian Pek Cinjin.
Sambil tertawa Hian pek Cinjin berkata:
"Seruling kemala merupakan senjata andalan dari Cing coa
sin tong Li pun kiat, tampaknya ular itulah yang berhasil kau
bunuh!" "Berikan hadiah seperti yang dicantumkan ....!" perintah
Hao Tay siu kemudian. Seorang lelaki berbaju hitam segera mengiakan dan berlalu
sambil membawa robekan kertas pengumuman dan seruling
kemala itu, Tiba-tiba Oh Put kui tertawa dan berkata.
"Cengcu, akupun berhasil merobek beberapa lembar kertas
pengumuman!" "Ooh, Oh lotepun datang untuk menyerahkan buronan?"
seru Hoa Tay siu tertegun. Maksud dari ucapan itu adalah dia
merasa kaget dengan perkataan itu dan merasa heran
mengapa Oh Put kui tidak mengatakannya sejak tadi.
Pelan-pelan Oh put kui mengangguk, dari sakunya dia
mengeluarkan tiga carik nama, lalu sambil tertawa katanya :
"nilai dari ketiga orang ini tentunya tidak berada dibawah Ih
bun Lam bukan..... Sambil berkata dia lantas mengangsurkannya ke tangan
Hoa Tay siu Dengan cepat Hoa Tay sin membuka lembaran pertama.
Tapi begitu sorot matanya dengan tulisan yang tertera
didalamnya, kontan saja sekujur badannya bergetar keras.
"Pak bong lo kui (iblis tua dari Pak bong siang kong yong)"
serunya tanpa sadar. Begitu nama itu diucapkan, semua jago yang hadir dalam
ruangan sama -sama tertegun kemudian bersama mengalihkan sorot matanya ke wajah Oh Put kui.
Si pengemis pikun Lok Jin ki pun melompat bangun seperti
tersengat lebah, teriaknya tertahan?"
"Apa" Sang kepala gede pun mampus di tanganmu" Bocah
keparat, hebat betul kau!"
Oh put kui tidak berkata apa-apa, dia hanya tertawa
hambar. Dari dalam sakunya dia mengeluarkan sebutir batok kepala
yang mempunyai ukuran satu kali lebih besar dari pada batok
kepala manusia biasa, lalu diserahkan ke tangan Hoa Tay siu,
bersamaan itu pula dia mengeluarkan juga sebatang kipas
besar dan sebatang tusuk konde dan meletakkannya di atas
meja. Sepasang mata pengemis pikun terbelalak makin besar, tak
lama kemudian ia baru tertawa tergelak sampai bercucuran air
matanya. "Bocah keparat. Kau memang amat hebat.....sampai-
sampai Siu hun tay siu (Jenderal penyabot sukma) Kui Thian
bu dan Han yan (Si asap pemabok) salah satu dari empat
dayang In hiang lo pun mampus semua di tanganmu......aku si
pengemis tua betul-betul sudah buta matanya!"
Sementara itu Hon Tay siu telah selesai memeriksa dua
lembar nama lainnya, seketika itu juga perasaan tak
senangnya terhadap Oh put kui, karena menganggap teriak
angkuh, lenyap tak berbekas.
Tiba-tiba dia mendongakkan kepalanya tertawa terbahak-
bahak kemudian serunya. "Selama setengah tahun ini, papan pengumuman
pembasmi iblis baru benar-benar akan tercantum nama iblis
buas yang berhasil terbunuh....."
Sambil merentangkan kertas pengumuman itu segera
bacanya, dengan suara lantang:
"Siang kong yong, kui Thian bu aliran perempuan siluman
asap pemabuk....." Walaupun para jago dari perbagai aliran yang berkumpul
dalam ruangan itu sudah tahu siapa saja yang berhasil
dibunuh Oh Put kui setelah anak muda itu mengeluarkan kipas
baja dan sebatang tusuk konde tapi setelah mendengar nama-
nama itu disebutkan langsung oleh Hoa Tay siu, urung
perasaan mereka tercekam juga.
Kenyataan ini benar-benar sukar dipercaya oleh mereka.
Dengan mengandalkan kemampuan dari pemuda yang
tidak diketahui asal usulnya ini, benarkah dia memiliki
kemampuan selihay itu"
Tiba-tiba Hian pek Cinjin mengambil ketiga lembar ke atas
nama dan barang bukti yang berada di meja itu, kemudian
tanpa mengucapkan sepatah katapun segera berlalu dari situ.
Dalam waktu singkat suasana dalam ruangan itu diliputi
keheningan yang luar biasa
Bahkan pengemis pikun pun dibikin tertegun oleh
kenyataan yang terbentang di depan matanya.
Akhirnya Oh Put kui tertawa.
Tertawanya ini menambah suasana keramahan dan
kehangatan disekitar tempat itu
"Adapun aku berhasil membunuh beberapa orang gembong
iblis itu sesungguhnya adalah berkat bantuan orang, harap
para cianpwe jangan menilai tinggi diriku gara-gara persoalan
ini....." Suatu ucapan yang sangat merendahkan diri. Tapi
benarkah persoalan semacam ini pun berkat bantuan orang "
hal ini benar-benar membuat orang sukar untuk mempercayainya. Si sembilan tongkat pengurung Naga Ho Khi hui memang
seorang manusia yang berhati lurus, mendengar perkataan itu
dia segera tertawa tergelak, katanya:
"Ah sauhiap, siapakah yang percaya kalau pekerjaan
semacam ini adalah berkat bantuan orang lain" Aku tahu lote
mempunyai kepandaian silat yang amat tinggi, kaupun pandai
menyembunyikan kemampuanmu, buat kesemuanya itu lohu
sekalian benar-benar merasa kagum sekali ....."
Hui leng taysu juga mengerutkan alis matanya yang putih,
lalu berkata : "Siau sicu telah membantu kami untuk membasmi empat
orang gembong iblis kenamaan, jasa yang kau buat sungguh
besar sekali." Ci sin taysu dari Go bi pay juga berkata sambil tersenyum :
"Sejak papan pengumuman pembasmi iblis didirikan, siau
sicu boleh dibilang merupakan jago persilatan pertama yang
benar-benar membasmi gembong iblis lihay pengganggu
masyarakat, lolap doakan semoga Buddha maha pengasih
melimpahkan semua rahmatnya untuk melindungi siau sien,
moga-moga dalam waktu kau pun dapat membasmi kawanan
iblis serta membongkar empat kasus berdarah paling besar
dalam dunia persilatan.............."
Sedangkan Hoa san tianglo, si jari emas tanpa tandingan
Wan ciu beng, meski dalam hati kecilnya merasa kagum atas
kehebatan si anak muda, namun ucapannya masih tetap
dingin seperti katanya : "Ternyata kau memang benar-benar sangat lihay, tak
kusangka dengan usiamu yang begitu muda ternyata memiliki
ilmu silat yang begitu hebat, tampaknya dari angkatan muda
dunia persilatan kau seharusnya merupakan jago nomor satu!"
Sebenarnya Oh put kui masih tertawa tetapi begitu Wan
Ciu beng menyelesaikan kata-katanya mendadak dia menarik
kembali senyumannya, lalu dengan sorot mata berkilat dia
menjura ke arah Hoa Tay siu sambil berkata :
"Maaf aku hendak mohon diri lebih dulu!" begitu selesai
berkata secepat sambaran kilat dia sudah menyelinap keluar
dari sana, sementara Hoa Tay siu masih tetegun si pengemis
pikun sudah memburu sambil berseru:
"Jangan pergi dulu bocah keparat, uangnya belum diambil!"
Oh Put kui segera miringkan badannya ke samping lalu
menyelinap lewat dari sisi kiri si pengemis pikun.
Sementara pengemis itu makin tertegun, Oh put kui telah
berpaling dan berkata sambil tertawa:
"Pengemis Lok semua uang hadiah itu tolong kau suka
menerimanya" Betul-betul suatu tindakan yang royal!
Empat orang gembong iblis kenamaan bernilai delapan ribu
tahil emas murni, dihadiahkan semua kepada orang lain,
rasanya jarang ada manusia semacam ini dalam dunia
persilatan. Tapi kenyataannya dia berkata demikian. Bukan Cuma
berkata begitu saja, bahkan begitu selesai berkata, tubuhnya
turut menyelinap pula keluar dari situ.
Mendadak Hoa Tay siu merasa dirinya seperti kehilangan
muka, dengan cepat dia menggetarkan tangannya, lalu
bagaikan seekor burung raksasa dengan cepat dia
menyelinap keluar. "Lote!" serunya lantang, "Apakah kau tak sudi memandang
di atas wajah lohu untuk berdiam sebentar lagi di sini?"
Sementara itu si pengemis pikun juga telah menangkap
tangan sebelah dari Oh put kui. "Bocah keparat!" serunya,
"boleh saja kalau kan ingin pergi, tapi harus membawa serta
au si pengemis tua!"
Sekulum senyuman kembali menghiasi wajah Oh Put kui
dengan cepat dia menggelengkan kepalanya berulang kali,
katanya : "Pengemis Lok, aku tak berani melakukan perjalanan
bersama kau" "Kenapa " kau anggap aku ini miskin ?" sambil berseru
pengemis pikun itu melepaskan cekalannya dan mundur tiga
langkah. Kembali Oh put kui menggeleng. "Akupun tidak lebih kaya
darimu!" "Kau tidak lebih kaya dari pada diriku" Bocah keparat,
tahukah kau" Sekarang kau sudah mempunyai delapan ribu
tahil emas murni, sedangkan aku si pengemis setahil pun tak
punya!" "Tapi uang itu kan sudah menjadi milik mu sekarang.........
Setelah tertawa, lanjutnya: "Aku tak lebih hanya seorang
manusia tak ternama dalam dunia persilatan, bila harus
melakukan perjalanan bersamamu, sudah pasti dimana- mana
akan menjadi perhatian orang, padahal aku tak terbiasa
dengan cara seperti ini"
Mendadak si pengemis pikun menerjang maju ke muka,
sekali lagi dia pegang tangan Oh Put kui sambil teriaknya:
"Bocah keparat, entah apapun yang kau katakan, pokoknya
hari ini aku si pengemis akan mengikut dirimu.........
Oh Put kui segera tertawa getir, belum sempat dia
mengucapkan sesuatu, Hoa Tay siu telah berkata lagi :
"Lote jarang sekali perkampungan Tang mo san ceng ini
bisa menerima kunjungan orang lihay seperti dirimu, harap
kau suka memberi muka kepada lohu untuk berdiam sejenak
di sini..............."
"Betul !" sambung pengemis pikun, "paling tidak kau harus
menunggu sampai aku minum arak sampai puas lebih dulu"
Sambil tertawa kembali Oh Put kui menggelengkan
kepalanya berulang kali. "Hoa cengcu, bukan aku ada maksud untuk menampik
tawaranmu, adalah disebabkan orang-orang yang berada
dalam perkampungan Tang mo san ceng benar -benar jauh di
luar dugaanku" Mendengar perkataan itu, merah padam selembar wajah
Hoa Tay sin karena jengah.
"Lote, harap kau jangan mempunyai pandangan yang
sempit terhadap kami, paling tidak......paling tidak lohu............"
@oodwoo@ Jilid 3 SEBENARNYA dia hendak mengatakan kalau "Paling tidak
lohu bukan manusia yang tak tahu diri!"
Tapi teringat akan nama baik Hoa san pay yang mungkin
akan tersinggung oleh perkataan itu, ucapan yang sudah
sampai di bibir itu segera ditelan kembali.
Oh put kui segera tersenyum mendadak dia melangkah
menuju keluar, kemudian katanya :
"Maksud baik cengcu, biar kuterima didalam hati saja!"
Sebenarnya tangan yang sebelah kiri masih dipegang
kencang-kencang oleh pengemis tua Lok Jin ki, tapi setelah
dia berjalan dengan cepat, serta merta pengemis itu turut
terseret keluar juga. Paras muka Hoa Tay siu segera berubah hebat, diam-diam
ia tertawa dingin, pikirannya. "Bedebah kau benar-benar
memandang hina kami semua."
Tapi sebagai tuan rumah, dia tak ingin kehilangan rasa
hormatnya maka sambil menahan rasa gusarnya, ia berkata
lagi : "Lote sekalipun kau ingin pergi, seharusnya delapan ribu
tahil emas murni ini harus kau bawa serta."
Dalam pada itu Hian pek Cinjin sedang berjalan mendekat
sambil membawa empat lembar uang kertas berlapis perak.
Tanpa berpaling, Oh put kui berkata dengan ketus:
"Semua uang emas itu sudah menjadi milik pengemis Lok,
harap cengcu suka berikan kepada pengemis Lok!"
Mendengar ucapan tersebut, tak tahan lagi Hoa Tay siu
tertawa seram, mendadak pengemis pikun Lok jin ki
melepaskan cengkeramannya dan membalikkan badan,
kemudian setelah merebut kelima lembar uang kertas tadi,
tanpa dilihat lagi dia segera mengejar ke arah Oh Put kui.
"Hei, bocah keparat, uang itu sudah aku terima !" serunya.
"Kalau sudah diterima lebih baik lagi' gunakanlah secara
baik-baik bagimu pribadi" sementara mulutnya berbicara,


Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kakinya sama sekali tidak berhenti, dalam waktu singkat dia
sudah berjalan keluar dari pintu gerbang perkampungan itu.
Pengemis pikun mengikuti di belakangnya dengan ketat,
sambil tertawa aneh, serunya berulang kali :
"Bocah keparat, kau telah menyiksa aku si pengemis
tua.....kau anggap uang sebanyak ini bisa kupakai sampai
habis" Sampai ke dalam liang kubur pun uang itu belum tentu
habis dipakai......"
Mendadak Oh put kui menghentikan perjalanannya. Si
pengemis tua Lok Jin ki juga segera turut berhenti, bahkan
berdiri dengan mata mendelong.
Ternyata di depan pintu gerbang perkampungan Tang mo
san ceng telah muncul manusia-manusia tak dikenal ketiga
orang itu berdiri tetap di depan pintu.
Yang berada di sebelah tengah adalah seorang manusia
berwajah kuning seperti orang penyakitan, alis matanya
gundul, rambutnya pendek, matanya memancarkan sinar
dingin yang menyeramkan, sebilah pedang tersoren di
punggungnya, dia adalah seorang kakek yang ceking.
Di sebelah kiri berdiri seorang lelaki setengah umur yang
tubuh kekar, penuh bercabang, bermata besar, bermulut lebar
dari mengenakan pakaian ringkas berwarna hijau,
Di bawah ketiak lelaki itu tergantung sebilah pedang aneh
yang amat lebar, sedangkan di sebelah kanannya adalah
seorang gadis berusia dua puluh tahunan, wajahnya amat
cantik Cuma sayang membawa hawa pembunuhan yang
menyeramkan. Dia memakai baju merah, ketika terhembus angin, ujung
bajunya berkibar-kibar, Oh put kui tidak kenal dengan ketiga orang ini, lain dengan
si pengemis tua, paras mukanya segera berubah hebat
setelah menjumpai kemunculan orang-orang itu.
"Haaahhh.....rupanya ke tiga orang gembong iblis ini......"
Suara seruan dari pengemis tua, pada hakekatnya jauh
lebih tak sedap dari pada suara menangis.
Mendengar seruan itu, sebelum ketiga orang gembong iblis
itu buka suara, Oh Put kui telah menegur dengan suara dingin:
"Mengapa kalian menghalangi jalan pergiku?"
Sepasang matanya memancarkan cahaya tajam yang
menggidikkan hati, agaknya kakek ceking berbaju merah itu
merupakan pemimpin dari mereka bertiga bentaknya dengan
kening berkerut : "Apa kedudukanmu dalam perkampungan ini?"
Oh Put kui tidak menjawab pertanyaan itu, sebaliknya
malah tertawa terbahak-bahak.
"Aku bukan anggota perkampungan ini, adalah kalian telah
menghadang jalan pergiku, tolong tanyakan maksud kalian
yang sebenarnya?" Kakek berbaju merah itu segera berkerut kening, tapi
sebelum dia berkata nona berbaju merah itu sudah tertawa
cekikikan, sambil menuding ke arah Oh put kui katanya :
"Kalau bukan anggota perkampungan ini, ada urusan apa pula
datang kemari?" Oh Put kui memandang sinis ke arahnya lalu tertawa
dingin. "itu urusan pribadiku sendiri, tak usah banyak bertanya."
Paras muka gadis berbaju merah itu segera berubah hebat,
kontan dampratnya: "Benar-benar manusia yang tak tahu diri!"
Sementara itu, si kakek berbaju merah itu telah membentak
dengan mata melotot besar "Jika kau bukan anggota
perkampungan ini, lebih baik cepat enyah dari sini!"
Setelah itu sambil menyelinap ke depan, serunya lagi
sambil menuding ke arah si pengemis pikun:
"Pengemis Lok, beritahu kepada Hoa Tay siu, lohu
perintahkan kepadanya untuk menghapuskan nama Tang mo
san ceng, kalau tidak lohu segera akan mencuci tempat ini
dengan darah." Sewaktu menyelinap ke depan tadi, dalam anggapan kakek
Pendekar Kidal 3 Pendekar Super Sakti Serial Bu Kek Siansu 7 Karya Kho Ping Hoo Pukulan Naga Sakti 16
^