Pencarian

Meteor Kupu Kupu Dan Pedang 3

Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long Bagian 3


ke air. Pelampung mengapung di permukaan.
"Kau lupa memasang umpan," tiba-tiba Han Tang berkata.
Meng Xin Hun terkejut. Setelah lama, baru menyahut, "Aku sudah bilang, bila
memancing aku tidak memasang umpan."
"Kau salah! Jika tidak ada umpan, tidak akan ada ikan."
"Dapat atau tidak dapat ikan, tidaklah masalah. Setidaknya, aku bisa
memancing." "Betul juga," sahut Han Tang mengangguk. Tiba-tiba ia membalik tubuh,
menatap Meng Xin Hun. Pandangan Han Tang seperti paku menghujam Meng Xin Hun hingga ke
daging dan tulangnya. Meng Xin Hun merasa wajahnya kaku.
"Siapa yang menyuruhmu ke sini?" tanya Ha Tang.
"Aku sendiri yang mau."
"Apa kau ingin membunuhku?"
"Benar," jawab Meng Xin Hun.
"Kenapa?" Meng Xin Hun tidak menjawab karena memang tidak perlu menjawab. Han
Tang sendiri pasti mengerti.
Setelah lama Han Tang mengangguk. "Aku tahu kau siapa."
Meng Xin Hun terperanjat. "Oh?"
"Dalam beberapa tahun belakangan ini muncul seorang pembunuh yang
sangat menakutkan, dia membunuh orang yang paling sulit untuk dibunuh."
"Oh?" "Yang pasti, pembunuh itu adalah kau!"
Meng Xin Hun hanya diam. Diam berarti mengakui.
Han Tang berkata lagi, "Walau kau ingin membunuhku, tapi sekarang kau
belum bisa membunuhku."
"Kenapa?" "Pembunuh jarang ada yang pintar. Sementara kau sangat pintar. Cara
berpikirmu sangat tingi dan cenderung aneh."
Meng Xin Hun terus mendengarkan.
"Karena cara berpikirmu begitu aneh dan tinggi," kata Han Tang, "maka kau
tidak bisa menjadi pembunuh yang baik. Seorang pembunuh tidak boleh terlalu
pintar, tahunya hanya membunuh dan tidak perlu memikirkan hal lain."
"Kenapa begitu?"
"Karena orang yang terlalu pintar dan banyak berfikir pada saat membunuh
akan merasa takut." "Bila takut, aku tidak akan ke sini," jawab Meng Xin Hun.
"Datang ke sini adalah satu hal, takut adalah hal lainnya lagi," kata Han Tang.
"Kau menganggapku takut" Siapa bilang kutakut?"
Pandangan Han Tang sangat tajam. "Kau memang takut! Karena itu, kau
sudah melakukan dua kesalahan."
"Kesalahan apa?" Meng Xin Hun penasaran.
"Pertama, kau lupa memasang umpan. Kedua, kau tidak melihat pancingmu
sudah terpasang umpan."
Telapak tangan Meng Xin Hun seketika dingin. Ia merasa pancingnya
bergoyang, artinya ada ikan yang terpancing. Ikan tidak mungkin terpancing
jika tidak ada umpan. Kalau pancingnya memang sudah berumpan, dan Meng Xin Hun tidak
memperhatikan, artinya ia benar-benar takut. Kalau ia tidak takut, ia pasti
melihat pancingnya sudah terpasang umpan.
"Seorang pembunuh tidak boleh melakukan kesalahan, apalagi kau sudah
melakukan dua kesalahan," kata Han Tang.
Meng Xin Hun tertawa. "Melakukan satu kesalahan sudah fatal. Apalagi dua
kesalahan, berarti mati!"
"Kematian seharusnya jangan dibuat mainan," jengek Han Tang.
Meng Xin Hun hanya tertawa.
"Kenapa tertawa?" tanya Han Tang.
"Aku tertawa karena kau pun sudah melakukan kesalahan!"
"Oh?" sahut Han Tang.
Meng Xin Hun melanjutkan, "Seharusnya kau tidak usah mengutarakan dua
kesalahanku. Ketika kau menyatakannya, maka kau melakukan kesalahan."
"Di mana kesalahanku?" tanya Han Tang.
"Ketika kau mengutarakan itu, seketika aku tahu, kau tidak yakin bisa
membunuhku, yang kau lakukan hanya coba menggertakku! Karena, kalau
tidak, kau pasti sudah turun tangan membunuhku!"
Pancing Han Tang bergerak, namun ia tidak mengangkatnya. Entah pancing
itu bergerak karena ikan atau karena tangannya yang gemetar.
Meng Xin Hun berkata lagi, "Pengalamanmu lebih banyak, hatimu pun lebih
kejam dariku. Pada saat menyerang, aku tidak secepatmu. Semua sudah
kuperhitungkan." "Kalau sudah kau pikirkan, kenapa masih datang ke sini?"
"Karena aku masih punya kelebihan."
"Oh?" "Aku lebih muda darimu," kata Meng Xin Hun.
"Lebih muda bukan kelebihan, melainkan kekurangan," sahut Han Tang.
Meng Xin Hun membantah, "Anak muda memiliki stamina dan tenaga yang
lebih kuat." "Stamina?" tanya Han Tang.
"Pembunuh profesional tidak akan melakukan hal yang tidak bisa ia lakukan.
Kau belum bertindak membunuhku karena kau belum yakin bisa
membunuhku!" Han Tang tertawa dingin. Wajah Han Tang tidak pernah menunjukkan emosi,
yang ada hanya tawa dingin. Tapi tertawa dingin pun hakikatnya sebuah
emosi. Bila Han Tang sudah mengungkap emosinya, artinya perkataan yang diucap
Meng Xin Hun sungguh tepat, paling tidak sudah mengena titik lemahnya.
Meng Xin Hun melanjutkan, "Sesungguhnya kau menantikanku lengah. Saat
aku lengah, kau akan menyerang. Namun aku tidak akan lengah, tidak akan
memberimu kesempatan itu. Karena itu, kita harus saling menunggu. Dalam
menunggu, kita adu stamina. Siapa yang lebih kuat, dia yang menang. Karena
itu?" "Ya?" "Karena aku lebih muda darimu, aku pasti menang!"
Han Tang terdiam lama, baru berkata, "Sekarang kau coba menggertakku"
Tak kusangka, kau sungguh seorang yang menarik!"
"Menarik?" "Aku belum pernah membunuh orang sepertimu."
"Pastinya belum pernah, karena orang sepertimu tidak akan sanggup
membunuh orang sepertiku."
"Aku memang belum pernah membunuh orang sepertimu, tapi aku pernah
mengenal orang sepertimu."
"Oh?" "Orang sepertimu memang tidak banyak, tapi benar aku pernah mengalahkan
orang sepertimu, dan aku tidak sedang menggertakmu!"
"Siapa?" "Ye Xiang!" jawab Han Tang.
Ternyata benar Ye Xiang mengenal Han Tang. Ini sudah diduga Meng Xin
Hun, tapi ia tetap tidak bisa menduga bagaimana mereka saling mengenal dan
bagaimana bentuk hubungan di antara mereka.
"Dia sangat tenang, cepat, dan pemberani," kata Han Tang, "Siapa pun yang
dibunuhnya, sekali pukul jiwa pasti melayang. Dalam hal membunuh, tidak ada
yang lebih baik darinya."
Meng Xin Hun menyetujui. "Dia memang seperti itu."
"Apa kau mengenalnya?" tanya Han Tang.
Meng Xin Hun mengangguk, tidak ingin berbohong, karena ia tahu Han Tang
tidak suka dibohongi. Meteor, Kupu-kupu dan Pedang I [tamat]
By admin " Nov 2nd, 2008 " Category: 2. Silat China, KL - Meteor, Kupu-kupu
dan Pedang Sekarang Han Tang adalah musuhnya. Entah kenapa, Meng Xin Hun merasa
harus menyatakan kebenaran. Orang yang bisa membuat Meng Xin Hun
menyatakan kebenaran sebenarnya tidak banyak.
"Kalian pasti saling kenal, aku sudah menduganya. Dan kalian datang dari
tempat yang sama," kata Han Tang.
"Bagaimana kau tahu kami dari mana" Kau tanya padanya?" tanya Meng Xin
Hun. Han Tang menggeleng. "Aku belum pernah menanyakannya, karena kutahu
dia tidak akan mengatakannya."
"Di mana kau mengenalnya?" tanya Meng Xin Hun.
"Dia satu-satunya yang bisa lolos dari tanganku!" jawab Han Tang dingin.
"Aku percaya itu," tanggap Meng Xin Hun setelah beberapa saat.
"Aku tidak membunuhnya bukan karena tidak sanggup, melainkan karena aku
tidak ingin membunuhnya."
"Kenapa?" "Orang yang pekerjaannya membunuh bukan hanya kita saja. Di dunia ini,
pembunuh profesional tidak banyak. Ye Xiang salah satunya."
"Kau membiarkan Ye Xiang hidup supaya ia membunuh dan membunuh lebih
banyak lagi?" tanya Meng Xin Hun.
"Ya." "Kau salah!" "Apa yang salah?"
"Sekarang ia sudah tidak berani membunuh lagi."
"Kenapa?" "Karena kau sudah menghancurkan rasa percaya dirinya," jawab Meng Xin
Hun. Sekarang ia sadar kenapa Ye Xiang berubah seperti itu.
Han Tang seakan tidak percaya. "Benarkah ia sudah tidak sanggup
membunuh lagi" Kalau begitu, seharusnya dulu kubunuh saja!" katanya
menyesal. Setelah terdiam Han Tang memandang Meng Xin Hun dingin, "Hari
ini aku takkan membuat kesalahan yang sama. Kau takkan kubiarkan hidup!"
"Aku takkan menyalahkanmu," sahut Meng Xin Hun, "Tapi aku pun tak kan
membiarkanmu hidup."
Tiba-tiba Meng Xin Hun menutup mulut. Han Tang pun seperti membeku.
Seketika mereka mencium gerakan yang membawa hawa darah.
METEOR, KUPU-KUPU, DAN PEDANG
17. Banjir Darah di Tepi Danau
Senja tiba. Han Tang dan Meng Xin Hun melihat dua lelaki mendatangi dengan sekujur
tubuh bernoda darah. Walau tubuh bersimbah darah, tapi mereka masih bisa dikenali; yang satu
lelaki berbaju kelabu dan lainnya berwarna putih.
Sepertinya mereka bisa sampai ke sini semata kemauan terus bertahan hidup.
Bukankah terkadang kemauan manusia mampu membuatnya melakukan hal
yang paling mustahil"
Begitu tiba di depan Han Tang, mereka roboh ke tanah.
Han Tang masih memegang pancingnya, tidak bereaksi, tidak mengangkat
kepala, mengerling pun tidak.
Seakan langit runtuh pun ia tidak perduli.
Lelaki baju putih dengan sorot mata menghiba terbata berkata, "Tolong
sembunyikan kami" ada yang mengejar?"
Temannya ikut berkata, "Kami suruhan Lao Bo" karena suatu kecerobohan,
anak lelaki Lao Bo mati terbunuh?"
Mendengar ini Meng Xin Hun terkejut. Sun Jian sudah mati! Ia menduga Han
Tang akan bertanya lebih jauh.
Nyatanya Han Tang tetap tidak perduli, seolah orang bisu tuli yang tidak
mendengar ucapan mereka. Lelaki baju kelabu kembali berkata, ?" kami harus memberi kabar ini ke Lao
Bo?" Temannya melanjutkan, ?" asal Tuan mau membantu, Lao Bo pasti sangat
berterima kasih" Tuan tahu, Lao Bo sangat suka berteman?"
Han Tang tetap tidak bereaksi.
Seketika Meng Xin Hun takjub pada ketenangan Han Tang.
Ketika itu datang lagi tiga orang yang seketika membuat dua lelaki yang
terluka panik ketakutan. * Senja semakin larut. Di keremangan senja, orang pertama berteriak, "Sudah kubilang, kemana pun
pergi, kalian tidak akan lolos!"
Orang kedua menyahuti, "Kami sudah sampai ke sini, paling sedikit harus
berkenalan dengan pemilik kolam."
Orang pertama kembali berkata, "Siapa pun tuan rumahnya, tidak jadi
masalah. Asalkan dua pelarian itu diserahkan, kalian pasti selamat."
Orang kedua kembali berkata, "Mereka anak buah Lao Bo, sudah membunuh
orang-orang kami, yang kami cari hanya mereka berdua!"
Lelaki berbaju kelabu yang terbaring di tanah seketika memberontak bangkit
buat melarikan diri. "Apa yang kalian inginkan?" bentak Han Tang tiba-tiba pada tiga lelaki
pendatang baru. Sorot mata dua lelaki yang terluka itu sangat berterima kasih.
Begitu membuka mulut, Meng Xin Hun tahu Han Tang segera bertindak.
Sekali betindak, ketiga orang itu tidak akan hidup lebih lama lagi.
"Ya, kami ingin membawa mereka," jawab orang pertama.
"Baiklah!" jawab Han Tang.
Selesai perkataannya, ia sudah turun tangan.
Pruk! Tidak ada yang melihat bagaimana Han Tang bergerak, tahu-tahu kepala dua
lelaki yang terluka itu pecah seketika.
"Cepat bawa mereka pergi!" bentak Han Tang.
Ketiga orang itu tekejut.
Wajah mereka seakan bertanya, kenapa Han Tang membunuh dua anak buah
Lao Bo" Tapi Meng Xin Hun tahu alasannya.
Kedua lelaki itu lukanya tidak separah sebagaimana terlihat dari luar. Meng Xin
Hun bisa melihat, di balik lengan baju mereka menyimpan senjata rahasia.
Itu sekedar tipuan yang ditujukan pada Han Tang. Jika Han Tang percaya
mereka anak buah Lao Bo, maka Han Tang masuk dalam jebakan dan pasti
mengalami kesulitan. Tapi ada satu hal yang Meng Xin Hun tidak paham. Ia tidak mengerti
bagaimana Han Tang bisa mengetahui karena sama sekali tidak mengangkat
wajah memandang mereka. Ketiga orang itu serba salah. Akhirnya salah satu berkata, "Kami datang buat
mengejar mereka, sekarang sudah mati. Sekarang kami permisi pulang."
Habis perkatan, berbarengan mereka bergerak mundur.
* Bulan begitu terang. Saat itu berkelebat sebuah cahaya, begitu indah membelah malam.
Itu bukan cahaya bulan, bukan pula meteor, melainkan cahaya golok.
Ketiga lelaki berteriak menyayat hati.
Tiga kepala melayang terbang ke udara.
Golok yang sangat cepat. Golok itu begitu bersih, bahkan setelah memenggal kepala tidak terlihat noda
sedikit pun. Golok itu berada dalam genggaman lelaki bertubuh tegap berjubah mewah.
Tanpa golok di tangan, perbawa yang dimiliki lelaki itu bisa membuat orang
gemetar. Hawa membunuh yang memancar dari dirinya begitu kuat.
Apalagi golok yang begitu cepat ada di tangannya.
Meng Xin Hun menyimpulkan, lelaki ini bukan teman Lao Bo.
"Mereka semua anak buah Wan Peng Wang," kata lelaki jubah mewah itu,
"sengaja membuat sandiwara ini buat menipumu. Seharusnya kau jangan
membiarkan mereka melarikan diri."
Hati Men Xin Hun seketika tenggelam.
Lelaki ini teman Lao Bo. Jika ia bersatu dengan Han Tang, maka nasib dirinya
sudah bisa disimpulkan sejak sekarang.
* Bulan bertahta di cakrawala.
Malam terang benderang. "Kau mengenal Lao Bo?" tanya Han Tang.
"Lao Bo pernah membantuku. Aku selalu mencari kesempatan membalas


Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

budinya. Kutahu Lao Bo sedang berselisih dengan Wan Peng Wang, karena
itu selalu mengawasi pergerakan anak buahnya."
"Terima kasih," sahut Han Tang.
Saat Han Tang mengucapkan terima kasih, Meng Xin Hun merasa sesuatu
yang janggal. Han Tang bukan orang yang bisa mengucapkan terima kasih.
Perlahan Han Tang melempar pancingnya.
Benang pancingannya melayang terbang, seketika melilit leher lelaki berjubah
mewah. Sepertinya Han Tang akan membunuh semua orang malam ini.
Tali pancing melilit leher lelaki itu begitu kuat dan erat.
Nafas serasa berhenti. Hanya sekali pukul Han Tang pasti memukul mati lelaki itu.
Begitu jugalah cara Meng Xin Hun membunuh. Efektif dan efisien.
Tapi sepertinya sekali ini Han Tang salah hitung.
Golok kilat masih berada di tangan si lelaki jubah mewah. Sekali ayun, tali
yang melilit lehernya putus.
Lelaki itu melompat ke belakang dan lenyap di kegelepan rimbun pepohonan.
Pertama kali Meng Xin Hun melihat wajah Han Tang berubah.
* Beberapa saat berlalu. Seperti bayangan setan, dari kegelapan datang lagi empat orang. Dua dari
kanan, dua dari kiri. Saat mereka tiba, Han Tang sudah kembali tenang.
Salah satu dari lelaki itu langsung bertanya, "Bagaimana kau tahu mereka
semua bohong" Sekali ini kujamin tidak bohong, kami datang buat
membunuhmu!" "Kalian semua sama saja, anak buah Wan Peng Wang!" kata Han Tang dingin.
"Aku Tu Da Peng," jawab orang itu.
"Aku Jin Peng," sahut lelaki kedua.
"Aku Yin Peng," lanjut lelaki ketiga.
"Aku Nu Peng," kata lelaki keempat.
Meng Xin Hun teringat, Gao Lao Da pernah berkata Tu Da Peng sudah
memanggil Jin Peng dan Nu Peng.
Gao Lao Da juga bilang Jin Er berhasil menahan Tu Da Peng satu hari lagi,
dan karena itu dirinya menyimpulkan bahwa Tu Da Peng bukan anak buah
Wan Peng Wang yang utama.
Ternyata Gao Lao Da salah. Dirinya pun salah! Begitu simpul Meng Xin Hun
dalam hati. Tu Da Peng bertahan satu hari lagi bukan karena Jin Er, tapi menanti Yin
Peng. Dalam pekerjaan seperti dirinya, satu informasi yang keliru bisa berakibat fatal.
Dan ia merasa keringat dingin menetes di punggungnya.
* Sandiwara telah usai. Mereka tidak berbohong lagi. Apalagi sejak awal mereka gagal menipu Han
Tang. Mata Han Tang menyipit. Ia mengenali nama besar keempat orang ini dan
juga tahu kehebatan mereka.
Perlahan mereka mulai bergerak menjepit Han Tang.
Meng Xin Hun tiba-tiba merasa posisinya serba runyam. Ia datang buat
membunuh Han Tang. Tapi sekarang Tu Da Peng berempat pasti
menganggap ia adalah teman Han Tang.
Bila bukan teman, bagaimana mungkin memancing bersama"
Mereka berempat pasti tidak akan melepas dirinya begitu saja.
Satu-satunya cara buat Meng Xin Hun bertahan hidup adalah membantu Han
Tang membunuh keempat lelaki itu.
Tapi Meng Xin Hun tidak bisa melakukan itu. Ia tidak bisa memperlihatkan
kungfunya di depan orang lain, paling tidak untuk saat ini. Ia pun belum tentu
sanggup membunuh keempat orang itu agar tutup mulut.
Mereka semakin menjepit mempersempit ruang gerak Han Tang dan Meng Xin
Hun. Bulan tertutup awan. Akankah tepi danau ini dibanjiri lebih banyak darah lagi" Darah siapakah yang
akan mengalir" Mengapa begitu banyak darah harus tertumpah dalam
perseteruan ini" 18. Matinya Seorang Pembunuh
Tu Da Peng, si lelaki berjubah mewah bergolok kilat, mulai bicara. Ucapannya
berturut-turut disahuti Nu Peng, Yin Peng, dan Jin Peng.
"Kau tahu kenapa kami harus membunuhmu" Karena kau teman baik Sun Yu
Bo. Saat ini Wan Peng Wang sedang bermusuhan dengan Sun Yu Bo."
"Kau pasti bertanya-tanya kenapa kami tahu hubunganmu dengan Sun Yu Bo"
Jawabnya, karena ada yang memberi tahu kami! Sayangnya, seumur hidup
kau tidak bisa menebak siapa orang ini."
"Sun Yu Bo selalu menganggap semua anak buahnya sangat setia. Namun
sekarang orang yang paling dia percaya sudah menjualnya."
"Sun Yu Bo ibarat pohon yang akarnya sudah lapuk, tinggal menunggu
tumbangnya saja!" "Tapi kujamin kau akan mati dengan tenang. Sun Yu Bo pun segera akan
menyusulmu." "Seandainya kau bisa mengalahkan kami berempat, di belakang kami masih
ada satu rombongan yang siap membantaimu!"
Ia tidak semata menggertak, di belakang sana samar-samar terlihat banyak
bayangan orang, golok dan pedang berkilauan.
Sepertinya Wan Peng Wang telah mengerahkan tenaga sepenuhnya untuk
membunuh Han Tang. Sejauh ini Han Tang semata hanya mendengar, terlihat sangat tenang.
Wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apa pun seakan seluruh otot wajahnya
sudah membeku. Meng Xin Hun paham kenapa Tu Da Peng terus bicara, mereka berusaha
memecah konsentrasi Han Tang atau sekurangnya berusaha membuatnya
tegang. Bila Han Tang tegang, sebagaimana layaknya semua orang, otot akan
menegang kaku, membuat gerakan menjadi lamban. Jika benar begitu, maka
kematian Han Tang bisa diramalkan.
Namun Han Tang bukan kebanyakan orang. Han Tang adalah Han Tang.
Menyadari usahanya sia-sia, tiba-tiba Tu Da Peg menggapai memanggil Meng
Xin Hun. Meng Xin Hun terlihat gemetar, datang menghampiri.
Walau Meng Xin Hun tidak pernah mendengar nasihat-nasihat Lao Bo, namun
ia tahu bagaimana harus membuat musuh salah tafsir dan memandang enteng
padanya. Mata Tu Da Peng seperti pecut menatapnya tajam. "Kau ke sini buat
memancing?" Meng Xin Hun mengangguk. "Kau kenal Han Tang?"
Meng Xin Hun menggeleng. "Kalau dia tidak mengenalmu, bagaimana kau bisa memancing di sini?"
"Karena aku adalah" pemancing," jawab Meng Xin Hun sekenanya, sadar
bahwa kalimatnya sungguh tidak masuk akal, sama sekali bukan jawaban
yang bagus! Tidak terduga, Tu Da Peng justeru mengangguk. "Benar juga, karena kau
seorang pemancing, Han Tang menganggapmu bukan ancaman dan
karenanya mengijinkanmu memancing di sini."
"Kurasa memang begitu," Meng Xin Hun mengangguk.
"Tapi sayang, kau tidak tuli," Tu Da Peng menyesali.
"Memangnya kenapa?" tanya Meng Xin Hun.
"Kalau tuli, kami pasti melepaskanmu. Tapi kau sudah mendengar terlalu
banyak, jadi kau harus mati," kata Tu Da Peng sangat ramah. Suaranya begitu
lembut, "Kau bisa kungfu?"
Meng Xin Hun menggeleng. "Kalau bisa kungfu, kau punya peluang hidup. Di antara kami berempat, kau
bisa memilih satu lawanmu. Kalau bisa menang melawannya walau satu jurus,
akan kubiarkan kau pergi."
Tawaran yang menarik! Tu Da Peng menatap Meng Xin Hun, tidak terlihat hawa membunuh di
matanya, Meng Xin Hun menunduk. Setelah lama, tiba-tiba ia berteriak, "Kupilih kau!"
Meng Xin Hun menubruk Tu Da Peng, seakan tidak melihat ujung golok yang
terhunus persis pada arah tubrukannya.
* Kenapa ia begitu bodoh" Apakah sedemikian takutnya, maka ia bertindak
ceroboh" Yang pasti, ujung golok menusuk dada Meng Xin Hun begitu cepat dan licin
seperti ikan yang selulup masuk ke dalam air.
Meng Xin Hun berteriak keras dan panjang, jatuh tengkurap dan tidak bangun
lagi. Begitu wajah terbenam ke tanah, teriakannya terhenti.
Darah mengalir di ujung golok Tu Da Peng, perlahan menetes ke bawah.
Tu Da Peng melihat Meng Xin Hun roboh seperti ikan yang mati. Perlahan ia
menghela nafas, "Anak ini benar-benar tahunya hanya memancing!"
Nu Peng pun menggeleng. "Aku tidak mengerti kenapa dia memilihmu."
Tu Da Peng menyimpulkan, "Karena ia memang ingin mati!"
Saat berkata "mati", tubuh Tu Da Peng sudah melompat seperti panah dilepas
dari busurnya. Begitu juga dengan Jin Peng, Yin Peng, dan Nu Peng.
Mereka mengunakan cara sama, dengan kecepatan sama, dan sasaran yang
sama: Han Tang. Selanjutnya kejadian berlangsung sangat cepat. Cepat sekali. Tapi jika dilihat
dalam adegan lambat kurang lebih begini:
Begitu Tu Da Peng mendekati, Han Tang sudah menggunakan beberapa
jurus. Tiap jurus yang digunakannya sangat mematikan.
Han Tang ingin mereka menganggap dirinya siap mati bersama. Bahwa bila
dirinya tidak dapat hidup, mereka harus mati bersamanya.
Dengan begitu, Han Tang berharap bisa membuat mereka gentar atau
sekurangnya gugup. Di antara mereka, jika dua saja sudah gentar atau gugup, maka gerakan akan
melambat. Jika sudah begitu, menurut hitungan Han Tang, dirinya akan punya
peluang buat melarikan diri atau memenangkan pertarungan ini.
Tu Da Peng adalah orang pertama yang gerakannya melambat, agak gentar.
Hal ini tidak mengheranan karena sebelumnya ia pernah berhadapan dengan
Han Tang hingga lehernya terlilit pancing.
Orang kedua yang melambat adalah Yin Peng. Sebenarnya ia bertarung
menggunakan golok, tapi sekali ini karena gugup goloknya telah terlepas jatuh
ke tanah. Han Tang merasa puas. Dua dari empat musuhnya sudah pasti bisa ia
kalahkan. Karenanya, ia ingin mengalahkan dua lainnya.
Maka gerakan Han Tang berubah lagi. Kini ia berhadapan dengan Jin Peng
dan Nu Peng. Di sini Han Tang salah perhitungan. Yang paling lambat gerakannya ternyata
adalah yang paling cepat serangannya.
Sayangnya, ia tidak punya waktu mengubah pukulan, sehingga terpaksa
melanjutkan serangan ke Jin Peng.
Kruk! Serangan Han Tang tepat menghajar ulu hati Jin Peng.
Jin Peng kesakitan, tapi diluar dugaan ia melakukan gerakan yang tidak akan
dilakukan ahli kungfu mana pun karena tidak bisa disebut kungfu. Ia memeluk
dan menggigit pundak Han Tang hingga berdarah.
Walau tangan dan pergerakan Han Tang menjadi sedikit lambat, ia berputar
dan tetap dapat memukul rusuk Nu Peng.
Diluar dugaan, Nu Peng tidak menghindar. Ia membiarkan tulang rusuknya
patah, tapi menjepit Han Tang dengan tangan kanan sekuatnya membuat
persendian Han Tang terkunci.
Walau Nu Peng mendengar tulang sendiri retak, mati pun ia tidak akan
melepas tangan itu. Di saat itu, golok Tu Da Peng dari arah depan sudah menembus dada Han
Tang. Seluruh otot Han Tang sudah tidak dapat dikendalikan lagi. Dengan melenguh
panjang ia meregang nyawa.
Angin berhembus dingin. Bulan muncul dari balik awan.
Jin Peng masih membungkuk seperti udang. Karena kesakitan, wajahnya
sangat pucat. Di mulutnya masih tersisa daging pundak Han Tang. Demikian
pula dengan Nu Peng, ia jatuh berlutut ke tanah.
Sementara Tu Da Peng masih tercengang, berdiri dengan wajah pucat. Bukan
karena sakit, melainkan takut melihat keadaan Han tang dan dua temannya.
Han Tang tidak langsung roboh, ia masih tersandar pada golok Tu Da Peng
yang menembus dadanya. Semua kejadian berlangsung sangat cepat.
Tapi Meng Xin Hun melihat semua kejadian dengan jelas.
Ia belum mati. * Kenapa Meng Xin Hun belum mati"
Bagaimana kejadiannya hingga ia tidak mati"
Untuk jelasnya, ada baiknya adegan diputar ulang saat Tu Da Peng berkata
pada Meng Xin Hun: "Kalau bisa kungfu, kau punya peluang hidup. Di antara kami berempat, kau
bisa memilih satu lawanmu. Kalau bisa menang melawannya walau satu jurus,
akan kubiarkan kau pergi."
Tawaran yang menarik! Tu Da Peng ringan menatap Meng Xin Hun, tapi tidak terlihat hawa membunuh
di matanya, Meng Xin Hun menunduk. Otaknya bekerja cepat.
Sungguh sulit menolak tawaran ini. Tapi bila menerima tawaran ini, ia akan
seperti ikan yang menelan umpan bulat-bulat menjemput ajal.
Taruh kata ia bisa mengalahkan satu dari mereka berempat, tapi di sebelah
sana samar-samar terlihat banyak bayangan orang, golok dan pedang
berkilauan. Tu Da Peng tidak bohong, Wan Peng Wang telah mengerahkan tenaga
sepenuhnya untuk membunuh Han Tang.
Sepertinya Han Tang yang senang memancing ikan kini sudah menjadi ikan
yang berada di dalam jala.
Haruskah dirinya ikut menjadi ikan dan mati terpancing dalam jala"
Satu-satunya cara buat bertahan hidup adalah membantu Han Tang
membunuh keempat lelaki itu berikut gerombolan kawanan di belakang sana.
Tapi ia tidak bisa melakukannya.
Dengan membantu Han Tang menghadapi Tu Da Peng dan kawan-kawan,
maka Han Tang akan melihat kungfunya.
Orang seperti Han Tang pasti bisa mempelajari kungfu Meng Xin Hun
sehingga peluangnya buat membunuh Han Tang menjadi nihil.
Maka, tawaran Tu Da Peng sungguh menarik karena membuka satu jalan
keluar di mana hanya Meng Xin Hun yang mampu memikirkannya.
Han Tang menilai cara berfikir Meng Xin Hun sangat tinggi dan aneh.
Ia memang tidak keliru menilai.
Pun Meng Xin Hun buka orang bodoh yang mau menubrukkan diri ke golok
lawan begitu saja. Meng Xin Hun sering membunuh orang. Ia tahu bagaimana cara membunuh
dengan satu tusukan mematikan.
Sebaliknya ia juga tahu cara menusuk yang tidak mematikan.
Karena itu ia lebih suka bila menusukkan diri sendiri ke ujung golok Tu Da
Peng. Meng Xin Hun membiarkan golok Tu Da Peng menusuk bagian tubuhnya yang
tidak berbahaya walau bagian itu sangat dekat dengan jantungnya.
Meng Xin Hun dengan cepat merebahkan dirinya, ia tidak ingin ujung golok
terlalu dalam menusuk dada.
Ia menjatuhkan diri dengan tengkurap, wajah menghadap tanah, karena ia
tidak ingin terlalu banyak darah keluar.
Tapi ia tetap ingin tahu cara mereka membunuh Han Tang.
Ia juga ingin tahu apakah Han Tang bisa membunuh mereka.
Dengan melukai diri seperti ini, maka ia mendapat keuntungan dan beberapa


Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kemungkinan. Kemungkinan pertama, Han Tang bisa membunuh mereka. Dengan begitu, ia
bisa mencuri lihat kungfu Han Tang dan memikirkan cara buat kelak
membunuhnya. Kedua, kalau Han Tang yang tewas, maka ia telah meminjam tangan Tu Da
Peng. Selain itu, ia telah mencuri lihat kungfu Tu Da Peng berempat.
Barangkali kelak ia harus menghadapi mereka.
Ketiga, ia tidak perlu beresiko mengadu jiwa dengan rombongan lain di
belakang sana yang tidak jelas jumlah dan kekuatannya.
Maka, tidak ada salahnya bagi Meng Xin Hun buat melukai diri sendiri.
Ketika Meng Xin Hun roboh ke tanah, Nu Peng pun menggeleng kepala. "Aku
tidak mengerti kenapa dia memilihmu."
Tu Da Peng menyimpulkan, "Karena ia memang ingin mati!"
Saat berkata "mati", tubuh Tu Da Peng sudah melompat seperti panah dilepas
dari busurnya. Begitu juga dengan Jin Peng, Yin Peng, dan Nu Peng.
Mereka mengunakan cara sama dengan kecepatan sama menubruk Han
Tang. Tidak ada yang bisa lolos dari keempat mata panah itu.
Begitu juga Han Tang. * Cahaya golok menghilang dengan cepat.
Pertarungan yang seru usai begitu cepat.
Meng Xin Hun mengikuti semua kejadian dengan cermat.
Jika tidak dalam posisi tengkurap, mungkin ia sudah muntah.
Tu Da Peng lama terdiam, perlahan dengan suara serak dan tegang berkata di
sisi telinga Han Tang yang masih tegak tertancap di gagang goloknya, "Kutahu
kau tidak rela mati seperti ini. Mati pun kau akan penasaran.Tapi sebaiknya
kau jangan mencari kami, tapi carilah orang yang sudah menjualmu."
Tentu Han Tang sudah tidak dapat mendengar kata-katanya itu. Ataukah Tu
Da Peng menujukan kata-katanya pada orang lain"
"Cepat kita pergi," kata Tu Da Peng mendorong mayat Han Tang dari
goloknya. Mayat Han Tang seketika jatuh terlentang.
Jin Peng yang tidak mampu berjalan akhirnya dipapah. Ia membuka mulut,
memuntahkan daging punggung Han Tang ke danau yang langsung
diperebutkan ikan-ikan. Demikian pula Nu Peng, harus dipapah.
Jika Han Tang masih hidup apakah terpikir olehnya ikan kesukaannya
akhirnya memakan daging dan darahnya"
Han Tang suka memelihara ikan, tapi ia tidak makan ikan.
Nyatanya, sekarang ikanlah yang memakannya.
Dulu ia membunuh orang. Sekarang orang membunuhnya.
Beginikah akhir hidup setiap pembunuh"
Bulan di atas danau Suasana begitu sepi. Tu Da peng dan gerombolannya sudah pergi.
Tapi angin yang berhembus seakan masih membawa anyir darah.
Meng Xin Hun masih menelungkup. Tubuhnya basah kuyup, entah oleh darah
atau keringat dingin yang bercucuran"
Yang pasti, hari ini ia tidak tewas. Semua sesuai perhitungannya yang tepat.
Dan juga sedikit kemujuran.
Tapi, benarkah ia mujur" Benarkah perhitungannya tepat"
Meng Xin Hun berfikir keras, dan sadar bahwa ini bukan kemujuran. Bukan
juga perhitungan yang tepat!
Melihat cara Tu Da Peng membunuh Han Tang, terlihat bahwa setiap gerakan
lelaki itu sudah sangat terlatih dan terencana serta akurat.
Tapi mengapa golok Tu Da Peng bisa meleset dan dirinya tidak tewas"
Ia merasa curiga, dan sekarang sudah mengerti.
Ia baru mengerti saat Tu Da Peng berkata di sisi telinga Han Tang, "Kutahu
kau tidak rela mati seperti ini. Mati pun kau akan penasaran.Tapi sebaiknya
kau jangan mencari kami, tapi carilah orang yang sudah menjualmu."
Tentu Han Tang sudah tidak bisa mendengar kata-kata itu. Tu Da Peng tidak
menunjukkan perkataannya pada Han Tang, tapi pada dirinya.
Ia tidak tewas sebab Tu Da Peng belum menginginkannya tewas.
Tu Da Peng mengira ia adalah teman Han Tang. Teman Han Tang berarti
anak buah Sun Yu Bo. Tu Da Peng membiarkannya hidup agar ia melapor pada Sun Yu Bo bahwa
yang menjual Han Tang adalah orang yang paling dipercaya.
Dan orang yang paling dipercaya Sun Yu Bo adalah Sun Jian dan Lu Xiang
Chuan. Karena Sun Jian sudah mati, maka orang itu tinggal Lu Xiang Chuan.
Begitulah otak Meng Xin Hun coba menganalisis seluruh kejadian. Sambil
menahan sakit, antara sadar dan tidak, analisisnya terus berlanjut.
Lu Xiang Chuan mungkin bukan penghianat!
Wan Peng Wang ingin Sun Yu Bo sendiri yang membunuh Lu Xiang Chuan,
sehingga dengan begitu kekuatan Lao Bo semakin lemah.
Meng Xin Hun menarik nafas. Rencana ini sangat licik dan kejam, pikirnya
dalam hati. Sekarang Meng Xin Hun menyadari kedudukan dan pentingnya Lu Xiang
Chuan dalam organisasi Lao Bo dan karenanya menjadi target Wan Peng
Wang. Sun Jian dan Han Tang sudah tewas.
Dalam kekuatan Lao Bo, yang tersisa hanyalah Lu Xiang Chuan!
Atau masih adakah yang lain"
* Meng Xin Hun senang berpikir, tapi ia sudah tidak bisa berpikir lagi karena
kelelahan. Dan juga kedinginan. Sepertinya jika ia memejam mata pasti akan tertidur.
Tapi ia tahu, sekali tertidur ia akan mati. Karenanya, ia tidak berani memejam
mata walau barang sebentar.
19. Akar Darah segar menetes dari lukanya seakan enggan berhenti.
Ia hanya punya sedikit tenaga buat membalik tubuh. Dengan payah akhirnya
susah Meng Xin Hun berhasil terlentang menantang langit.
Begitu banyak bintang" Ataukah bintang sebanyak itu semata hanya karena
mata yang berkunang"
Ia tidak lagi kuat berpikir, juga tidak sanggup bertahan lebih lama lagi. Matanya
begitu berat, kesadaran mulai meninggalkan raganya.
Samar-samar antara sadar dan tidak ia mengenali seraut wajah.
Ye Xiang! * Lembab. Rumah itu jarang terkena sinar matahari.
Di sudut ruangan teronggok kursi yang tinggi. Bila duduk di kursi itu siapa pun
pasti merasa tidak nyaman.
Ini memang bukan rumah yang nyaman. Langit-langit pun rusak, pintunya
kotor sedekil pantat kuali.
Tapi inilah rumah Han Tang.
Dan itu kursinya. Di kursi itu Han Tang bisa duduk berlama-lama.
Ia tidak suka kenyamanan, tidak suka kenikmatan, tidak suka kesenangan.
Seakan dunianya hanya penderitaan.
Tapi itulah dunia Han Tang, siapa pun sulit memahaminya.
Dan sekarang Ye Xiang menduduki kursi itu.
Meng Xin Hun bercerita, Ye Xiang semata hanya mendengar, tidak berkata
sepatah pun. Setelah Meng Xin Hun mengakhiri seluruh kisahnya, Ye Xiang baru berkata,
"Kau melakukan hal yang sangat bodoh!"
Meng Xin Hun tertawa kecut, "Ya, seharusnya aku tidak menghantar diri ke
ujung goloknya. Dari matanya seharusnya kutahu ia tidak berniat
membunuhku." "Kau memang tidak seharusnya mengucur darah," Ye Xiang gegetun.
"Tidak seharusnya juga Tu Da Peng membiarkanku hidup!" Meng Xin Hun
tertawa. "Sesudah Sun Yu Bo mengetahui Han Tang tewas, dengan sendirinya
ia akan mencurigai Lu Xiang Chuan."
Dalam situasi seperti ini, siapa pun pasti dipenuhi rasa curiga, menganggap
semua orang tidak bisa dipercaya.
Ye Xiang menghela nafas, "Curiga adalah luka yang mematikan. Situsasi
sesulit apa pun sebetulnya tidak mematikan! Yang mematikan justeru rasa
curiga yang tumbuh di hati. Entah, apakah Sun Yu Bo juga begitu?"
Meng Xin Hun meringis. "Bila ia benar-benar membunuh Lu Xiang Chuan,
maka Sun Yu Bo akan tinggal sendiri."
"Kau salah," Ye Xiang menggeleng.
"Kenapa salah?"
"Jika sebatang pohon telah tumbuh besar, akarnya pasti sudah tersebar dan
menancap dalam." Meng Xin Hun menatap Ye Xiang, minta penjelasan.
"Maksudku, akar pohon sebesar itu pasti telah merambat kemana-mana tanpa
terlihat di permukaan," kata Ye Xiang.
Setelah lama Meng Xin Hun bertanya, "Apa Sun Yu Bo masih punya anak
buah yang lain" Anak buah yang bergerak di bawah dan sejauh ini belum
terlihat di permukaan?"
Ye Xiang mengangguk. "Sekurangnya masih ada dua orang lagi!"
"Dua orang tidak bisa mengalahkan dua belas orang," sanggah Meng Xin Hun.
"Tapi dua orang ini lebih menakutkan daripada dua belas ribu orang!"
"Siapa mereka?" Meng Xin Hun ingin tahu.
"Yang satu bernama Lu Chung."
"Apa Lu Chung yang kau maksud adalah Lu Man Tian?"
"Benar." "Apa hubungannya dengan Sun Yu Bo?"
"Mereka sahabat sejak muda. Lu Man Tian juga paman Lu Xiang Chuan."
"Oh!" "Gerakan bawah tanah Sun Yu Bo terbagi dalam dua bagian, dia salah
satunya." "Satunya lagi?"
"Yi Qian Long," jawab Ye Xiang, "Kau pasti mengenalnya."
Kalangan persilatan memang banyak mengenal nama ini.
Di sepanjang sungai Chang Jian berkeliaran banyak gerombolan penjahat.
Mereka bergerak di air dan darat. Yi Qian Long adalah kepala dari segala
begal air dan darat itu. "Apa Sun Yu Bo mampu memerintah mereka?" Meng Xin Hun tidak percaya.
"Ia mampu dan bisa memerintah mereka!" jawab Ye Xiang, "Dalam beberapa
tahun ini, Sun Yu Bo berusaha menjalankan organisasinya dengan lurus dan
benar, tidak ingin terlihat bergaul dengan para penjahat kalangan hitam itu.
Tapi jika Sun Yu Bo menghadapi bahaya dan meminta bantuan, mereka pasti
meluruk datang menolongnya."
Meng Xin Hun menghela nafas, menggeleng sulit percaya.
"Sekarang kelihatannya Wan Peng Wang di atas angin, tapi pertarungan yang
sesungguhnya belum usai. Sampai saat ini belum bisa disimpulkan siapa
menang siapa kalah." Ye Xiang menatap Meng Xin Hun dalam-dalam, "Kau
sudah mengerti maksudku?" tanyanya.
Meng Xin Hun mengangguk. "Apa benar-benar kau sudah mengerti?" tanya Ye Xiang lagi.
Meng Xin Hun balik bertanya, "Apa kau ingin aku melepas tugas membunuh
Sun Yu Bo?" Ye Xiang menghela nafas. "Aku tidak bisa memaksamu, hanya bisa
menasehatimu untuk lebih berhat-hati mempertaruhkan nyawa."
"Aku mengerti," jawab Meng Xin Hun.
Ia benar-benar mengerti dan juga paham maksud lain Ye Xiang: seluruh
hidupnya sudah hancur dan hanya bisa mengandalkan diri dan bertumpu pada
Meng Xin Hun saja. Tapi ada satu hal yang ia tidak mengerti. "Sepertinya kau sangat mengenal
Sun Yu Bo?" tanyanya.
Ye Xiang tiba-tiba terdiam.
"Bagaimana kau bisa mengenal Sun Yu Bo begitu jelas?" tanya Meng Xin Hun
lagi. Ye Xiang diam. Karena Ye Xiang tetap diam, Meng Xin Hun tidak bertanya lagi.
Jika Ye Xiang tidak menjawab pertanyaannya, pasti memiliki cukup alasan.
Dan Meng Xin Hun bisa memahami itu.
Setelah lama, Meng Xin Hun berkata perlahan, "Aku mengerti maksudmu, tapi
aku tidak bisa melepas tugas ini. Aku tetap akan menjalankannya."
"Kenapa?" "Karena aku masih memiliki kesempatan."
"Benarkah kau masih memiliki kesempatan?"
Meng Xin Hun mengangguk. "Jika dua pihak betarung, pihak ketigalah yang
akan memetik keuntungan. Dan aku tidak akan melepas kesempatan itu begitu
saja." "Apa keuntunganmu jika berhasil membunuh Sun Yu Bo?"
"Aku sendiri tidak tahu," mata Meng Xin Hun menerawang jauh ke sana, "Yang
pasti kereta sudah melaju, dan aku berada di dalamnya, ke mana pun akan
kuikuti kereta itu."
Ye Xiang terlihat sedih. Ia memahami Meng Xin Hun, betapa terkadang kita
berada dalam situasi apa boleh buat dan terpaksa menjalani hidup yang
mungkin kita sendiri pun tidak mau
Lama Ye Xiang baru bertanya, "Karena itu kau akan menunggu terus di sini?"
Meng Xin Hun tertawa kecut. "Menunggu adalah pekerjaan yang menjemukan.
Tapi, betapa pun, akan kutunggu kesempatan itu."
"Menunggu apa" Menunggu kematian atau menunggu hingga kau mati?"
jengek Ye Xiang. Meng Xin Hun menatap dalam-dalam. "Beritahu Gao Lao Da, jika dalam waktu
yang ditentukan aku masih belum bisa membunuh Sun Yun Bo, aku tidak akan
pulang!" Ye Xiang menunduk, baru mengangguk. "Aku mengerti maksudmu, seumur
hidup kau abadikan dirimu buat Gao Lao Da. Aku mengerti, karena dulu pun
aku begitu." "Sekarang bagaimana?"
"Sekarang" Apa sekarang aku masih bisa dikatakan hidup?"
* Sebuah cangkir teh di atas meja, terlihat penuh terisi.
Ye Xiang merasa mulutnya pahit.
Ia meneguk isi cangkir itu, sudah lama tidak meminuh teh. Mungkin
bagaimana rasa teh pun ia sudah lupa.
Tapi ia keliru. Cangkir berisi arak, bahkan sangat keras, bukan berisi teh seperti yang
dikiranya. Ye Xiang tertawa. "Tak kusangka Han Tang juga tahu bersenang-senang, ia
ternyata meminum arak. Memang aku akan heran kalau Han Tang sama sekali
tidak meminum arak."
Meng Xin Hun menukas, "Kau pun rupanya sangat mengenal Han Tang?" Ia
tidak berharap pertanyaannya akan dijawab.
Tidak terduga, Ye Xiang justeru menjawab, "Memang, aku sangat
mengenalnya, karena aku sangat mengenal diriku sendiri."
"Kau dan Han Tang tidak sama," Meng Xin Hun tidak sepaham.
Ye Xiang terlihat kecut. "Apa bedanya" Aku dan dia hidup demi orang lain.
Karena itu aku tidak ingin kau seperti aku dan dia, hidup semata demi orang
lain!" Di luar sana terdengar lolong srigala. Begitu kesepian. Tapi betapa pun
kesepiannya seekor srigala, ia tetap makhluk yang bebas. Hidup untuk diri
sendiri. Ye Xiang melanjutkan, "Seseorang harus hidup untuk dirinya sendiri, walau
hanya untuk setahun, itu tidak mengapa. Aku merasa hidupku tidak pernah
untuk diriku sendiri."
"Benar tidak ada barang sehari pun?" tanya Meng Xin Hun.
Mata Ye Xiang tiba-tiba berbinar. Cahaya di matanya berkelebat seperti
meteor. Hanya singkat, tapi sangat gemilang.
Ia pernah mengalami satu hari itu.
Itulah hari paling benderang dalam kehidupan Ye Xiang.
Di hari itu jiwanya terbakar.


Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiba-tiba Ye Xiang membalik tubuh, keluar rumah meninggalkan Meng Xin
Hun begitu saja. * Meng Xin Hun tepekur memikirkan Ye Xiang.
Walau telah lama saling mengenal, sekarang ia sadar begitu banyak misteri
meliputi diri Ye Xiang. Bahwa ia sebetulnya tidak mengenal Ye Xiang.
Antara Ye Xiang, Han Tang, dan Sun Yu Bo pasti ada hubungan yang
istimewa. Ye Xiang muncul di sini. Apakah kehadiran Ye Xiang untuk dirinya ataukah
karena Han Tang" Memikirkan semua ini, tiba-tiba ia merasa lelah dan ingin tidur.
Saat terbangun nanti, pasti Sun Yu Bo sudah mendapat kabar kematian Han
Tang dan pasti sudah menyusun recana berikutnya.
Setiap manusiai pernah membuat kesalahan. Sun Yu Bo adalah manusia.
Maka ia pasti melakukan kesalahan
Kesalahan yang dilakukan Sun Yu Bo sejauh ini sudah fatal.
Entah mengapa, Meng Xin Hun berharap Sun Yu Bo tidak melakukan
kesalahan lagi. * Jalan di depan Ye Xiang sangat gelap.
Tapi ia tidak perduli. Sekali pun matanya ditutup, ia tetap akan mengenali jalan
itu. Pernah ia menunggu berhari-hari sambil berjongkok di sini, menanti si dia yang
pernah membakar hidupnya.
Waktu itu ia rela mengorbankan segala demi bertemu dengannya. Asalkan
bisa bertemu, mati pun ia rela.
Tapi sekarang, mati pun ia tidak ingin berjumpa dengannya lagi. Ia merasa
dirinya tidak pantas! Dan berharap si dia bisa hidup tenang dan bahagia.
Langit mendung berawan. Alam begitu gulita. Di ujung jalan itulah taman bunga Sun Yu Bo.
20. Akar Pertama Ia sangat mengenali jalan ini karena sering mengintip ke arah taman bunga itu.
Tapi ia tidak pernah bertemu dengan orang yang ingin ia temui dan hanya bisa
meratapi nasib sendiri. Tiba-tiba terdengar derap kuda berlari memecah kesenyapan malam.
Sigap, Ye Xiang bergerak cepat bersembunyi di balik semak di tepi jalan. Baru
saja menyembunyikan diri, ia melihat empat ekor kuda berlari menarik sebuah
kereta yang melaju menuju taman bunga Lao Bo.
Sayup-sayup, sesekali di antara derap kuda terdengar lempengan besi beradu
seperti lonceng berdentang.
Kalangan persilatan tahu, manakala terdengar dentang seperti itu, Lu Man
Tian pasti di sana. Dentang terdengar dari dalam kereta, maka bisa dipastikan penumpang kereta
adalah Lu Man Tian. Ye Xiang menghela nafas, sepertinya Sun Yu Bo telah menarik satu akarnya
keluar ke permukaan. * Lu Man Tian biasanya selalu terang-terangan. Kemana pun pergi, ia selalu
memberi tahu kedatangannya.
Tapi malam ini sepertinya berbeda.
Jalan yang dilaluinya sangat sepi, waktunya pun saat malam gelap tanpa
cahaya gemintang. Maka ada dua kemungkinan mengenai hal ini.
Pertama, ia memang datang sembunyi-sembunyi atau, kedua, Sun Yu Bo
mengeluarkan panggilan mendesak sehingga ia harus datang selarut ini.
Apa pun alasannya, sifatnya yang terang-terangan sulit ia tinggalkan.
Lempengan besi dalam genggamannya tetap saja sesekali beradu
berdentang, memberi tahu keberadaannya.
Derap kaki-kaki kuda menghentaki kulit bumi semakin menjauh.
* Ye Xiang keluar dari tempat sembunyinya.
Semula ia datang buat melihat seberapa besar peluang Sun Yu Bo untuk
menang. Sekarang ia tahu, pembalasan yang akan dilakukan Sun Yu Bo pasti lebih
kejam dan dahsyat dari apa yang ia bayangankan. Lu Man Tian telah datang.
Tapi, betapa pun, Wan Peng Wang bukan lawan ringan!
Maka ia hanya bisa berharap semoga seluruh kekacauan ini segera berakhir
dan jangan sampai melukai si dia.
Untuk itu, ia sungguh berharap Lao Bo tidak membuat kesalahan lagi,
termakan jebakan Wan Peng Wang untuk mencurigai Lu Xiang Chuan!
Tanpa Lu Xiang Chuan, kekuatan Lao Bo pasti melemah dan peluang
kalahnya menjadi sangat besar.
* Arak di atas meja. Sun Yu Bo duduk di kursinya.
Sebenarnya ia ingin berbincang dan minum dengan santai, tapi ia tidak bisa.
Hatinya sangat berat. Lu Man Tian perlahan bertanya, "Apa kau bisa membuktikan Han Tang dan
Sun Jian tewas oleh Wan Peng Wang?"
Cangkir di tangan Sun Yu Bo pecah tiba-tiba, ia menggenggam terlalu keras.
"Ya," jawabnya.
"Kau sudah memanggil Yi Qian Long?"
"Kelak akan kupanggil dia, tidak perlu tergesa, karena?" Lao Bo terlihat
sangat lelah. Sambil memandang pecahan cangkir di tangannya, ia
melanjutkan, ?" karena aku harus bicara denganmu."
Setelah lama termangu, Lu Man Tian menyahut, "Aku mengerti, masalah Lu
Xiang Chuan akulah yang bertanggung jawab."
Wajah Lao Bo semakin lelah. "Aku selalu menganggap dia sebagai anak
kandungku. Terkadang aku lebih mempercayainya ketimbang anakku sendiri.
Tapi sekarang aku mencurigainya," katanya pedih.
Mencurigai orang yang paling kita percaya memang suatu kenyataan yang
sangat menyakitkan. Wajah Lu Man Tian tanpa ekspresi. "Akan kuyakinkan kau agar tidak lagi
mencurigainya." Perkataannya begitu tenang dan ringan, tidak seorang pun
bisa menangkap maksudnya.
Tapi Lao Bo mengerti, hanya orang mati yang tidak lagi dicurigai. Sudut mulut
Lao Bo mengedut beberapa kali. "Ibunya adalah adik perempuanmu," katanya.
Lu Man Tian menenggak araknya. "Walau begitu, organisasi kita tidak bisa
mentolerir setitik pun kecurigaan, ibarat dalam mata tidak boleh ada sebutir
pasir pun." Lao Bo berdiri, berjalan mundar mandir.
Sebagai teman seperjuangan sejak dulu, Lu Man Tian tahu begitulah
kebiasaan Lao Bo jika memikirkan masalah besar.
Agak lama Lao Bo baru berhenti melangkah. Sekarang ia menatap Lu Man
Tian. "Berapa persen kau mencurigai Lu Xiang Chuan?" tanyanya.
Pertanyaan yang singkat. Jawabannya pun singkat.
Tapi Lu Man Tian tahu, ia tidak boleh salah menjawab walau hanya satu kata
karena jawabannya akan menentukan mati hidup Lu Xiang Chuan.
Hari menjelang pagi. Sayup-sayup terdengar kokok ayam di kejauhan.
Lu Man Tian lama berpikir. Akhirnya perlahan ia bertanya, "Pada hari
pemakaman enam dari Tujuh Pemberani itu, apa Lu Xiang Chuan yang
merencanakannya?" Lao Bo mengangguk. "Dan semua anak buah dia yang mengaturnya?"
Lao Bo kembali mengangguk.
"Apa tindakan Lu Xiang Chuan pula yang membuat kau bermusuhan dengan
Wan Peng Wang?" Lao Bo tidak mengangguk, juga tidak menggeleng.
Lu Man Tian merasa bahwa pertanyaannya memang sulit dijawab. Maka ia
mengubah pertanyaannya, "Benarkah bila bukan dia yang mengatur, Wan
Peng Wang tidak akan begitu cepat menyerang kita?"
Kali ini Lao Bo menjawab, "Benar, walau antara kita dan Wan Peng Wang
terjadi pertarungan, tapi jika kita yang menyerang terlebih dulu mungkin
kerugian kita tidak sebegini parah."
Lu Man Tian terdiam. Lao Bo memandangnya. "Aku masih menanti kesimpulanmu," katanya.
Mengambil kesimpulan ini sangat sulit dan menyakitkan, tapi Lu Man Tian
tidak punya pilihan lain.
Perlahan ia menghela nafas, "Paling sedikit aku mencurigainya lima puluh
persen." Lima puluh berbanding lima puluh, itu adalah vonis mati bagi Lu Xiang Chuan!
Walau hanya 10% kecurigaan, Lu Xiang Chuan tetap harus mati.
Lao Bo terdiam lama, ia mulai menggeleng-geleng kepala, "Tidak mungkin!
Sama sekali tidak mungkin!"
"Apa yang tidak mungkin?" tanya Lu Man Tian.
Lama Lao Bo terdiam, baru berkata "Aku tidak ingin kau membunuhnya."
"Apa kau sendiri yang ingin membunuhnya?"
"Aku tidak sanggup membunuhnya!" Lao Bo membuang pandang ke luar sana,
perlahan melanjutkan, "Kalau bukan aku dan kau yang membunuhnya, hanya
Yi Qian Long yang bisa menghadapinya."
Kungfu Lu Xiang Chuan memang sangat tinggi.
Lu Man Tian tertawa dingin, jengeknya, "Yi Qian Long hampir lima belas tahun
tidak pernah menggerakkan badan, mungkin tangannya sudah sangat lemah
seperti perempuan, paling-paling ia hanya bisa mengelus pantat perempuan."
Lao Bo tertawa, ia merasa lucu melihat hubungan Lu Man Tian dengan Yi Qian
Long, tapi ia tidak berusaha menyatukan mereka.
Seorang pemimpin bila ingin mengatur anak buah dengan baik, terkadang
harus menggunakan cara ini: memakai ketidakcocokan mereka.
"Apa Lu Xiang Chuan sudah tahu kita mencurigainya?" tanya Lu Man Tian.
Lao Bo menggeleng. "Mungkin ia belum tahu."
"Kalau begitu, kita harus segera bertindak, jangan menunggu sampai ia
waspada. Kalau sampai ia waspada, pasti akan menyulitkan kita."
"Sekarang belum waktunya bertindak."
"Kenapa?" "Kita harus memberinya satu ujian lagi buat menilai kesetiaannya."
"Bagaimana mengujinya?"
Lao Bo tidak langsung menjawab, ia mencari gelas dan mengisinya dengan
teh, bukan arak. Gerakannya menunjukkan bahwa ia sudah kembali tenang
dan sedang menyusun rencana berikutnya.
Perlahan ia meneguk minumannya dan berkata, "Orang kita yang sebelumnya
kuutus mencari Han Tang ada di bawah koordinasi Feng Hao, kau kenal dia?"
"Aku ingat Feng Hao, kalau tidak salah dulu akulah yang membawanya ke
organisasi ini," jawab Lu Man Tian.
Lao Bo tertawa. "Kelihatannya kau sudah bisa menekan keinginanmu minum
dan main perempuan, karena itu daya ingatmu masih baik dan tidak buyar."
Lu Man Tian mengangkat cawan araknya walau sesungguhnya tidak ingin
minum, ia hanya ingin menyembunyikan wajah agar Lao Bo tidak melihat
ronanya yang memerah. Dalam beberapa tahun ini hobinya minum arak dan main perempuan
berkurang. Lu Man Tian merasa otot-ototnya mulai mengendur, nalurinya
berkurang. Maka ia ingin tampil lebih waspada.
Namun mengenai Feng Hao ia memang tidak melupakannya, karena anak
buak Lao Bo ini satu desa dengannya. Dan ia juga tahu, orang ini tidak begitu
tangguh tapi kesetiannya tidak ada yang menandingi.
"Apa Feng Hao juga diatur oleh Lu Xiang Chuan?" tanya Lu Man Tian.
Lao Bo menghela nafas. "Aku sudah banyak memberi tugas padanya dan
sejauh ini belum pernah mengecewakanku." Sekarang ia tertawa, "Feng Hao
ini begitu mendengar kematian Han Tang langsung ke sini dan sekarang
masih menunggu di depan."
"Apa benar berita kematian Han Tang belum tersebar?"
Lao Bo mengangguk. "Ya, kecuali aku dan orang yang membunuh Han Tang."
"Apa Lu Xiang Chuan tahu?"
"Bila dia tidak bersekongkol dengan Wan Peng Wang, dia tidak akan tahu.
Oleh karena itu?" Lao Bo menyeruput tehnya baru melanjutkan, "oleh karena
itu, aku akan mencari dan memberi penugasan pada Lu Xiang Chuan."
Lu Man Tian tidak mengerti maksud Lao Bo.
Lao Bo kembali bertanya, "Apa kau mengenal Fang Gang?"
"Apa dia anak buang Wan Peng Wang yang juga bernama Tie Peng"
Kudengar dia sudah keluar dari tempatnya dan tidak ada yang tahu dia
kemana." Wajah Lao Bo sangat puas, berharap semua anak buahnya seperti Lu Man
Tian, selalu memantau setiap perkembangan.
"Sudah tiga hari Tie Peng alias Fang Gang ini keluar sarangnya, besok dia
akan sampai di Hang Zhou dan akan tinggal di penginapan. Di sanalah Wan
Peng Wang mengirim utusannya buat bertemu Fang Gang."
"Apa berita ini bisa dipercaya?"
Lao Bo tertawa. "Tujuh tahun yang lalu sudah kutanam orang di organisasi
Wan Peng Wang, dia bernama Rang Gong."
Lu Man Tian sangat kagum pada Lao Bo. Lao Bo bukan tipe orang yang bila
mau makan buah pir baru menanamnya. Tapi lama sudah ia menanam bibit,
dan bibit itu sekarang sudah menjadi pohon yang siap dipetik buahnya.
"Kau sudah mengerti maksudku?" tanya Lao Bo.
"Jadi, kau suruh Lu Xiang Chuan pergi mencari Han Tang?"
"Benar, jika Lu Xiang Chuan tidak bersekongkol dengan Wan Peng Wang, dia
tidak akan tahu kabar kematian Han Tang dan juga kabar perjalanan Fang
Gang. Maka, dia pasti pergi?" Lao Bo menatap Lu Man Tian dalam-dalam, ?"
tapi dia pergi karena perintahku bukan untuk mencari Han Tang, tapi
membunuh Han Tang! Tempatnya adalah penginapan Fang Gang, dan kita
lihat apakah mereka akan beradu pedang?"
* Lu Xiang Chuan sangat terkejut ketika mendengar perintah untuk membunuh
Han Tang. Lao Bo dengan tegas berkata, "Aku sudah menjelaskannya, apa kau masih
belum mengerti?" Lu Xiang Chuan menunduk kepala, tidak berani bertanya lagi. Perintah dari
Lao Bo belum pernah ia curigai.
21. Merpati Hari menjelang petang ketika Lu Xiang Chuan dipanggil menghadap Lao Bo.
"Aku menyuruhmu membunuh Han Tang karena sudah lama ia tidak
menyukaiku"," kata Lao Bo
Sebetulnya tanpa penjelasan apa pun, jika Lao Bo memerintahkannya
membunuh orang, tanpa banyak tanya orang itu pasti akan ia bunuh.
Lao Bo melanjutkan, ?" Han Tang menganggapku meremehkannya, sekarang
dia berniat bekerja buat orang lain."
Lu Xiang Chuan marah, "Apa dia mau bekerja untuk Wan Peng Wang?"
Lao Bo menggangguk. "Benar, Han Tang sudah berjanji bertemu dengan anak
buah Wan Peng Wang bernama Tie Peng alias Fang Gang. Mereka akan
bertemu di Penginapan Da Fang di Hang Zhou besok malam."
Lu Xiang Chuan mengangguk memahami. "Apa boleh kubawa anak buahku?"
tanyanya. "Jangan," Lao Bo menggeleng. "Di dalam organisasi kita ada pengkhianat.
Gerakanmu kali ini sangat rahasia, tidak boleh diketahui siapa pun."
Lu Xiang Chuan tidak bertanya lagi. "Baiklah, aku segera berangkat."
Sedari tadi Lu Man Tian hanya mendengar, tapi sesungguhnya
memperhatikan ekspresi Lao Bo saat bicara. Ia sungguh kagum dan merasa
beruntung tidak melakukan sesuatu yang membuat Lao Bo curiga padanya.
Siapa pun yang membohongi Lao Bo berarti tengah menggali lubang kuburnya
sendiri. Lu Man Tian menghela nafas, berharap Lu Xiang Chuan bisa
membawa pulang kepala Fang Gang alias Tie Peng. Dengan begitu, ia bisa
membuktikan kesetiaannya pada Lao Bo.
Biar bagaimana Lu Xiang Chuan adalah keponakannya. Setiap paman pasti
punya pemikiran seperti dirinya.
Malam tiba. Tidak seperti kemarin yang mendung, malam ini langit benderang penuh
bintang. Sebuah meteor membelah angkasa.
* Lu Xiang Chuan tidak menyadari adanya meteor yang membelah angkasa.


Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Perlahan ia mendorong pintu rumah dan melihat Lin Xiu.
Kapan pun saat mendorong pintu rumah, ia pasti melihat Lin Xiu.
Lin Xiu adalah istrinya, mereka sudah lama menikah, tapi kemesraannya
masih seperti dulu. Lu Xiang Chuan tidak pernah meragukan kesetiaan istrinya. Biar pun ia pergi
jauh dan lama, istrinya tidak pernah marah.
Rumah mereka berada di taman bunga Lao Bo sehingga setiap saat Lao Bo
memanggilnya, Lu Xiang Chuan bisa langsung datang menghadap.
Mengenai hal ini, istrinya tidak pernah mengeluh.
Seperti juga Lu Xiang Chuan, istrinya sangat menghormati Lao Bo walau dulu
pernikahan mereka tidak langsung disetujui Lao Bo karena Lin Xiu orang
Selatan. Lao Bo pernah berharap istri Lu Xiang Chuan satu desa dengannya.
* Lin Xiu tersenyum, menyambut suaminya. "Kau sudah pulang, kukira tidak
makan di rumah. Sebaiknya segera kusiapkan ayam dimasak sayur
kesukaanmu." Habis bicara ia sudah membalik tubuh buat mempersiapkan makanan, tidak
sempat melihat ekspresi suaminya.
Lu Xiang Chuan hanya memandangi pinggang Lin Xiu.
Pinggang itu tidak selangsing dulu. Tapi bagi seorang perempuan yang sudah
lama menikah, ini masih lumayan. Tiba-tiba Lu Xiang Chuan memeluk
pinggang istrinya. Lin Xiu tertawa, "Lepaskan dulu, kumau lihat apa kuah ayam sudah dingin?"
"Aku tidak mau makan ayam, aku mau memakanmu," Lu Xiang Chuan
memotong ucapan istrinya.
Wajah Lin Xiu memerah malu. "Paling sedikit, pintunya harus ditutup dulu."
Di mata orang lain, Lu Xiang Chuan seorang yang dingin dan kejam. Tapi
hanya Lin Xiu yang tahu bahwa Lu Xiang Chuan adalah suami yang hangat.
Tapi malam ini Lin Xiu merasa gerakan suaminya berbeda, sepertinya Lu
Xiang Chuan kurang berkonsentrasi. Ia membuka mata.
Betul juga, Lu Xiang Chuan memang tidak berkonsentrasi.
"Kau mau pergi?" tanya Lin Xiu karena sangat memahami suaminya.
Lu Xiang Chuan tertawa kecil, mengangguk.
"Jangan khawatir, aku akan menunggumu pulang."
Lu Xiang Chuan memeluknya mesra.
Dan Lin Xiu bisa merasa penyesalan sang suami yang akan meninggalkannya
seorang diri. Lembut ia memandang wajah Lu Xiang Chuan.
Dengan sekali pandang ia tahu tugas yang diemban suaminya kali ini sangat
berat dan membahayakan. Walaupun takut, ia tidak menanyakannya. Biasanya Lu Xiang Chuan akan
bercerita dengan sendirinya.
Hanya di depan drinya, Lu Xiang Chuan akan mengungkap semua rahasia.
* Setelah menunggu lama, Lu Xiang Chuan bertanya, "Apa kau tahu penginapan
Da Fang di Hang Zhou?"
Lin Xiu pasti mengingatnya. Di awal pernikahan, pernah mereka berjalan-jalan
ke sana. Tidak jauh dari penganapan Da Fang terdapat Xi Hu, sebuah danau dengan
pemandangan indah. Ke sanalah mereka berbulan madu.
"Hari ini aku harus ke sana untuk membunuh orang bernama Han Tang,"
katanya. Lin Xiu mengerut dahi. "Sepertinya orang ini tidak begitu ternama, belum
pernah kudengar namanya. Apa harus kau sendiri yang menghadapinya?"
"Orang yang menakutkan belum tentu ternama," jawab Lu Xiang Chuan.
"Apa dia sangat menakutkan?" tanya Lin Xiu.
"Dia orang yang paling menakutkan!"
Lin Xiu melihat Lu Xiang Chuan begitu ketakutan. Ia tahu, suaminya tidak mau
pergi. Walau tidak mau pergi, ia tetap harus pergi karena itu perintah Lao Bo
yang mutlak harus dilaksanakan.
Setelah lama, Lin Xiu baru berkata, "Mau minum kuah ayam sebelum pergi?"
Lu Xiang Chuan menggeleng. "Aku tidak bisa," katanya menyesal.
Begitu habis perkataannya, Lu Xiang Chuan sudah beranjak, seakan tidak
tega melihat tatapan Lin Xiu.
Itulah pandangan yang membuat lelaki kehilangan keberaniannya.
Begitu Lu Xiang Chuan keluar, Lin Xiu berteriak, "Kau bisa pulang lusa"
Jangan lupa, itu hari ulang tahunku."
Lu Xiang Chuan tidak menjawab, hanya saja ia langsung berbalik lagi,
memeluk Lin Xiu sekuatnya.
Itukah pelukan terakhir"
Setelah lama, Lu Xiang Chuan melepaskannya. "Jangan lupa, antarkan dua
pasang merpati untuk Feng Hao. Dia sudah memintanya," katanya perlahan.
Itukah pesan terakhirnya" * Lin Xiu membawa merpati berikut sangkar-sangkarnya.
Air matanya masih terlihat menetes.
Entah ia menangis karena kepergian suami ataukah karena harus
menyerahkan merpati"
Merpati itu piaraan kesukaannya. Walau tidak rela memberikan merpati yang
susah payah ia pelihara, tapi permintaan suami wajib ia turuti.
Feng Hao menerima merpati itu dengan senang. "Kenapa harus Nyonya
sendiri yang menghantarkan?"
Lin Xiu tertawa terpaksa. "Sebelum Lu Xiang Chuan pergi, ia sudah berpesan
begitu padaku." "Apakah Tuan Muda sudah pergi?" tanya Feng Hao menanyakan Lu Xiang
Chuan. "Dia baru saja pergi."
Feng Hao mengerut dahi. "Aneh kenapa malam-malam begini" Kenapa begitu
tergesa?" "Apa kau mencarinya?"
"Tuan Muda memerintahkanku mencari orang, seharusnya dia menunggu
khabar dariku baru pergi."
"Siapa dia?" "Marganya Han."
"Apakah Han Tang?"
"Nyonya mengenalnya?"
Lin Xiu menggeleng kepala.
Feng Hao tertawa kecut. "Waktu aku ke sana, Han Tang sudah mati."
Sebenarnya tugasnya sangat rahasia. Tapi karena ia sudah selesai
menjalankan tugas, tentu bukan rahasia lagi. Apalagi Lin Xiu istri Lu Xiang
Chuan, karenanya tidak ada salahnya mengungkap hal ini.
"Apa Lao Bo tahu Han Tang sudah mati?" tanya Lin Xiu heran.
"Tentu saja, Lao Bo sudah kukabari sejak kemarin."
Begitu mendengar jawaban Feng Hao, wajah Lin Xiu berubah, tubuhnya
gemetar. Feng Hao terkejut. "Nyonya kenapa?"
Lin Xiu seperti tidak mendengar, hanya meracau, "Han Tang sudah mati,
kenapa Lao Bo menyuruh membunuhnya" Kenapa" Kenapa?""
Tiba-tiba ia membalik tubuh, seperti hewan mendadak terluka terkena panah,
Lin Xiu berlari ke sana. Feng Hao terkejut, menjublak di tempat.
* Lao Bo sedang berjalan santai di antara perdu bunganya.
Malam belum terlalu larut. Ribuan lentera seputar taman bunga itu terang
benderang memberi kesan dramatis yang sangat indah.
Melihat sangkar yang dipegang Feng Hao, Lao Bo bertanya, "Apa malam ini
kau akan memasak merpati sambil minum arak?"
Feng Hao cepat membungkuk tubuh, memberi hormat. "Sepasang merpati ini
tidak bisa dimakan," katanya tersenyum.
"Kenapa tidak bisa dimakan?"
"Karena merpati yang dipelihara Nyonya Lu ini jenis merpati pos. Jika
kumasak, Nyonya Lu pasti marah padaku."
Mata Lao Bo mengecil, tapi tetap tanpa ekspresi. "Aku tidak tahu kalau dia
suka memelihara merpati." katanya.
"Ini hobi baru Nyonya Lu," jelas Feng Hao, "Merpati pertama dibawa Tuan Lu
dari Utara." Lao Bo terlihat berpikir, sejenak kemudian bertanya, "Apa hubungan suami istri
ini baik?" Urusan rumah tangga tentu orang luar tidak tahu pasti. Tapi pertanyaan Lao
Bo harus dijawab. "Sangat baik, seperti baru menikah," jawab Feng Hao atas
apa yang sehari-hari ia lihat.
"Jika hubungan suami istri baik, apa pun pasti diceritakan, bukan?"
Feng Hao belum punya istri, maka ia hanya bisa menjawab sekenanya,
"Betul." "Menurutmu, apakah Lu Xiang Chuan akan memberitahu istrinya ke mana dia
akan pergi?" Kata-kata ini tidak bisa lagi dijawab secara umum. Jika Feng Hao salah
menjawab, bisa berakibat fatal.
Lama Feng Hao berpikir, baru menjawab, "Aku pikir" tidak akan memberi
tahu Nyonya karena Tuan Lu pasti tahu bahwa tugas kita sangat rahasia. Ia
pasti tidak akan mengutarakannya pada siapa pun."
Lao Bo mengangguk, puas atas jawaban ini, dan siap mengakhiri percakapan.
Dengan tertawa Feng Hao berkata, "Kalau toh Tuan Lu mengatakan sesuatu
pada istrinya, pasti bukan hal yang sebenarnya. Nyonya baru saja mengira
Tuan Lu pergi membunuh Han Tang."
Tiba-tiba Lao Bo merasa diri seperti diguyur es sangat dingin.
Sudah lama ia tidak punya perasaan ini karena lama tidak melakukan
kesalahan. Kesalahan kali ini mungkin sangat mematikan karena ia menyadari telah keliru
mencurigai Lu Xiang Chuan.
Lao Bo merasa telapak tangannya berkeringat dingin. "Nyonya Lu sekarang di
mana?" "Dia pergi tergesa, sepertinya ingin pulang."
Lao Bo menggulung lengan baju, melangkah ke luar, dengan suara rendah
berkata, "Ikuti aku!"
Belum habis ucapannya, bayangannya sudah menghilang.
Feng Hao tidak segera mengikuti karena sangat terkejut.
Untuk pertama kali ia melihat kungfu Lao Bo.
Belum pernah ia melihat orang mampu meloncat setinggi dan secepat itu.
22. Mata-mata Tempat tinggal Lu Xiang Chuan seperti bajunya, bersih, sederhana, dan
tampak biasa. Ia tidak suka berlebihan, tidak suka mengenakan baju yang aneh-aneh, juga
kata-katanya pun apa adanya. Ia beranggapan sesuatu yang berlebihan
adalah pemborosan. Hanya orang bodoh yang melakukan pemborosan. Dan orang bodoh pada
akhirnya jadi pecundang. Rumah Lu Xian Chuan sangat sepi, tidak terlihat Lin Xiu, hanya dua pembantu
sedang menjahit baju diterangi pelita yang benderang.
Begitu melihat Lao Bo, mereka sangat terkejut.
Secepat kilat Lao Bo masuk dan bertanya, "Di mana Nyonya kalian?"
Kedua pembantu gemetar menjawab, "Di kandang kuda."
Malam-malam di kandang kuda, untuk apa"
Setiap pesilat suka kuda yang bagus. Demikian juga Lao Bo.
Tapi ia tidak menganggap kuda sebagai mainan, melainkan alat transportasi,
karena itu Lao Bo jarang mengurusi kuda-kudanya dan menyerahkan pada
ahlinya. Perawat kudalah yang melakukan hal itu membuat kuda-kuda Lao Bo
terawat baik. Perawat kuda bertugas merawat kuda. Penjaga kuda menjaga kuda. Kalau
malam tentu tidak ada perawat kuda, adanya penjaga kuda. Lao Bo bertanya
padanya, "Apa istri Lu Xiang Chuan ke mari?"
"Nyonya Lu baru saja kelar, membawa kuda dari pintu samping."
Wajah Lao Bo masih tanpa ekspresi. Tiba-tiba ia memangil, "Feng Hao!" Ia
tidak membalik tubuh karena tahu Feng Hao pasti ada di sana.
Benar saja, terdengar jawaban, "Siap!"
"Kejar dia dan bawa kembali!"
Feng Hao mengerti maksud Lao Bo.
"Bawa dia kembali" artinya hidup atau mati harus membawa dia kembali.
* Itu seperti selembar kertas biasa.
Tapi itu bukan kertas biasa, di atasnya tertulis sejumlah data.
Lin Xiu: orang Hang Zhou, anak tunggal.
Ayah: Lin Zhing Yang, menguasai kungfu Shaolin, senang berjudi. Punya dua
istri dan satu adik lelaki bernama Lin Zhong He.
Ibu: Li Qi, sudah meninggal
Perlahan Lu Man Tian mengembalikan kertas itu pada Lao Bo yang langsung
menyimpannya di dalam sebuah buku.
Lao Bo banyak memiliki buku seperti itu. Lu Man Tian tahu, selama seseorang
belum mati, Lao Bo pasti memiliki data orang itu.
Pernah Lao Bo berkata padanya, "Selain kungfu dan anak buah yang setia,
informasi adalah kekuatan utama organisasi kita."
Sekarang Lao Bo membuka catatan yang lain dan menyodorkannya pada Lu
Man Tian. Lin Zhong He: Orang tua sudah meninggal, punya seorang kakak lelaki
bernama Lin Zhing Yang. Hobi suka berjudi, menguasai kungfu Shaolin,
banyak hutang, dan tiba-tiba bisa melunasi hutang-hutangnya dalam dua
tahun. Yang melunasinya, Wan Peng Wang melalui Jin Peng.
Tangan Lu Man Tian tiba-tiba membeku, seperti sedang memegang
bongkahan es. Lao Bo tetap memandangnya, menanti pendapatnya.
Akhirnya Lu Man Tian bisa berkata, "Apa istri Lu Xiang Chuan mata-mata?"
"Menggunakan merpati untuk menyampaikan khabar lebih baik daripada
memasaknya menemani minum arak," jawab Lao Bo.
"Apa Lu Xiang Chuan mengetahuinya?"
Lao Bo tidak langsung menjawab, setelah lama terdiam baru berkata, "Yang
pasti, mata-matanya bukan Lu Xiang Chuan. Kalau dia mata-mata, pasti tidak
akan mengatakannya pada Lin Xiu."
Lu Man Tian paham maksudnya.
"Ke mana dia pergi" Perempuan yang serakah belum tentu perempuan yang
pintar!" kata Lao Bo lagi.
Lu Man Tian menghela nafas. "Kita sudah salah paham pada Lu Xiang Chuan,
ternyata dia bukan orang semacam itu."
"Aku tidak menyangka dia bisa begitu percaya pada perempuan!"
"Semoga dia bisa mengalahkan Tie Peng," Lu Man Tian berharap.
Lao Bo menggeleng. "Masalahnya, selain Tie Peng masih banyak tokoh lain di
penginapan itu. Sepertinya ini umpan Wan Peng Wang agar aku menghantar
Lu Xiang Chuan ke sana."
Bergidik Lu Man Tian membayangkan mereka telah menyodorkan Lu Xiang
Chuan ke tangan musuh. Katanya dengan melompat, "Aku akan pergi, tidak
akan kubiarkan dia mati!"
"Kali ini aku yang turun tangan," kata Lao Bo tenang.
Berubah wajah Lu Man Tian. "Kau mau turun tangan sendiri" Sebaiknya
jangan kau yang turun tangan menghadapi semua bahaya ini."
"Semua orang bisa turun tangan sendiri, kenapa aku tidak bisa?"
"Wan Peng Wang sudah memasang umpan. Mungkin umpan itu bukan untuk
Lu Xiang Chuan, melainkan untukmu."
"Maka biarlah mereka berhadapan langsung denganku. Akan kutunjukkan
bahwa seorang Lao Bo tidak mudah dikalahkan."
* Tubuh Lin Xiu menempel seakan ia bagian dari kuda itu.
Kuda yang ditungganginya adalah kuda tercepat di antara tiga kuda terbaik di
kandang Lao Bo. 23. Cinta Seorang Istri Sejak berusia lima, Lin Xiu sudah mahir menunggang kuda.
Waktu itu ayah dan pamannya senang berjudi, terkadang mereka menang dan
membawa pulang banyak uang.
Kehidupannya pernah begitu baik, sedemikian baiknya hingga ia bisa dihadiahi
seekor kuda yang gagah dan indah. Selain itu, kandang di rumahnya pun


Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penuh terisi beragam kuda.
Tapi itu tidak berlangsung lama. Judi seperti rawa-rawa. Sekali melangkah ke
dalamnya, kau tidak bisa keluar dan akan menghisapmu hingga mati.
Maka akhirnya di dalam kandang sudah tidak ada seekor kuda pun. Dan ia
sudah tidak lagi merasa senang dan bahagia.
Yang ditinggalkan oleh ayahnya kemudian hanya hutang semata. Ia telah
menasehati ayahnya hingga lelah. Tapi hasilnya sama saja, bahkan hutang
semakin menumpuk. Karena itu ia menikahi Lu Xiang Chuan.
Tapi Lin Xiu tidak pernah menyesali pernikahannya dengan Lu Xian Chuan.
Sebab ia adalah suami terbaik, teman terakrab, kekasih tercinta.
Seandainya Lin Xiu mati dan hidup kembali, sungguh ia berharap dalam
kehidupannya kelak tetap bisa mendapat suami bernama Lu Xiang Chuan.
Tangannya sudah basah berkeringat dingin. Air matanya terus mengalir dan
menetes terbang terbawa angin seiring derap kuda yang dipacunya.
Sungguh ia menghawatirkan suami tercinta.
Entah apa ia bisa menyusulnya" Sungguh ia takut tungganganya keburu mati
kelelahan sebelum mampu menyusul sang suami memberi tahu khabar ini:
Han Tang sudah mati! Ia sungguh ketakutan. Takut kudanya keburu roboh dan tidak bisa bangun lagi.
Tiba-tiba kuda tunggangannya benar-benar roboh. Seakan palu raksasa dari
langit menghajarnya hingga tumbang.
Lin Xiu terjatuh dari kuda. Begitu pusing dan pening. Ia merasa asin di sudut
bibirnya. Darah" Lin Xiu berusaha bangun. Tapi seketika itu juga ia menjerit melihat kuda
tunggangannya. Kuda itu tadinya berbulu putih. Tapi sekarang bulu putihnya sudah kehitaman.
Darah yang keluar dari mulut dan hidung kuda itu pun kehitaman.
Kuda segagah itu tiba-tiba mati, pasti diracun!
Kenapa kuda itu diracun" Siapa yang meracuni"
Memikirkan ini tubuh Lin Xiu tiba-tiba menjadi dingin. Han Tang sudah mati
tapi Lu Xiang Chuan ditugaskan membunuh Han Tang.
Dan sekarang kuda ini! Apakah sudah ada yang merencanakan dan mengetahui bahwa ia akan
menunggangi kuda itu"
Jika ya, rencana siapakah ini"
Maka ia berlari sekencangnya.
* Purnama tertutup awan. Belum jauh berlari, tiba-tiba ia menabrak seseorang.
Tubuh orang itu sangat keras, membuatnya terjengkang.
Dari bawah ia menengadah menatap lekaki itu.
Tawa sosok itu begitu menyeramkan.
Sekarang ia mengerti. Semua ini adalah bagian dari rencana busuk lelaki itu.
Yang meracuni kudanya pun pasti lelaki itu.
Di bawah temaram purnama Lin Xiu akhirnya mengenali sosok berdiri di
hadapannya. Feng Hao! Tapi untuk apa Feng Hao menyusun rencana ini"
* Kebanyakan perempuan ditakdirkan pandai bersandiwara. Begitu pula Lin Xiu.
Perlahan ia berdiri. Wajahnya yang ketakutan dan penuh kemarahan sudah
tidak terlihat lagi. Sebaliknya, ia terlihat senang dan ceria.
Lin Xiu tertawa manis. "Tidak kusangka bisa bertemu denganmu di sini, pasti
ini hari keberuntunganku."
Feng Hao memandangnya, menggeleng, "Bukan, ini bukan hari
keberuntunganmu." Lin Xiu menarik nafas, "Seharusnya tidak kupilih kuda ini."
"Sebenarnya, di dalam kandang hanya kuda ini yang sudah dipasangi pelana."
Lin Xiu mengela nafas. "Tadinya aku sempat merasa beruntung sudah ada
kuda terpasang pelana, juga sempat bersyukur kuda berpelana ini bisa berlari
begitu cepat." Ia melirik tunggangan Feng Hao. Tanpa pelana. "Kuda yang kau
tunggangi apakah kuda tercepat di kandang itu?"
"Hanya kuda tercepat yang bisa mengejar kuda cepat lainnya," jawab Feng
Hao dingin. "Kau sengaja mengejarku?"
Feng hao mengangguk. "Kenapa?" "Lao Bo menyuruhmu pulang."
Lin Xiu tertawa renyah. "Sebetulnya aku juga ingin pulang, tapi belakangan ini
aku sedang bosan dan kesal. Karena itu, kutunggangi kuda buat
berjalan-jalan. Tidakkah kau tahu aku senang berkuda?" Lin Xiu
membersihkan tanah dan debu dari bajunya. "Lantas, bagaimana kita pulang"
Menunggang satu kuda berdua?"
"Sepertinya begitu."
Lin Xiu perlahan mendekati Feng Hao. "Sejak dulu aku hanya berkuda berdua
dengan Lu Xiang Chuan, apa kau mau membuatnya cemburu?" Tiba-tiba ia
berlari ke sana. "Lebih baik aku pulang sendiri menunggang kudamu.
Sebaiknya kau pulang saja belakangan." Belum habis kata-katanya, ia sudah
di atas kuda, siap melarikan diri.
Tiba-tiba tangannya telah dipegang seseorang.
Sekali tarik ia jatuh terbanting ke tanah.
"Sungguh kau tidak sopan padaku!" teriak Lin Xiu hampir menangis.
24. Kambing Hitam Dingin Feng Hao menatapnya. "Aku tidak mau melayani sandiwaramu."
"Sandiwara" Maksudmu?"
"Kau tahu maksud kedatanganku, seperti aku pun tahu maksud kepergianmu!"
"Kenapa kau tidak membiarkanku pergi" Lu Xiang Chuan sudah berbaik hati
padamu. Aku ingatkan kau agar tidak melakukan kebodohan."
"Apa yang diperintahkan Lao Bo bukan suatu kebodohan," jengek Feng Hao.
"Tapi", kali ini tidak sama. Han Tang sudah mati, kenapa Lao Bo masih
memerintah Lu Xiang Chuan buat membunuhnya?"
"Aku hanya melaksanakan tugas dan tidak pernah menanyakan hal lainnya.
Kali ini ia memerintahkanku membawamu pulang, maka yang kutahu hanya
membawamu pulang!" Lin Xiu mulai terisak. "Kau bisa bilang padanya, tidak berhasil menemukanku!"
"Kenapa aku harus lakukan itu?"
"Karena" karena aku akan membalas kebaikanmu," lirih Lin Xiu menahan
isak. "Dengan cara apa kau akan membalas kebaikanku?"
"Asal aku bisa bertemu suamiku, apa pun yang kau minta pasti kuberi."
Setelah mengucap ini, Lin Xiu menyesali diri.
Feng Hao terseyum. Senyumnya mengandung niat yang tidak baik. Ia
memperhatikan dengan cermat tubuh Lin Xiu yang masih padat, putih dan
mulus itu. Sekata demi sekata berkata, "Betul akan kau berikan semua
padaku?" Walau Lin Xiu telah lama menikah tapi tubuhnya masih menggairahkan. Ia
memang selalu merawat dan membanggakan tubuhnya, membuat suami
selalu bergairah padanya.
Tapi semua ia lakukan semata demi suami. Ia tidak pernah memikirkan lelaki
lain. Di matanya hanya ada Lu Xiang Chuan; dan tidak pernah membayangkan
lelaki lain menyentuhnya. Sampai mati pun ia akan menjaga kesuciannya.
Tapi tawa Feng Hao membuat Lin Xiu memikirkan ini: bila seorang perempuan
demi suami mengorbankan kesucian, bisakah dimaafkan"
Yang lebih penting adalah: apakah kelak bila suami mengetahui perbuatannya,
bisakah memaafkan dirinya"
* Feng Hao diam memandanginya. Menanti jawaban.
Lin Xiu menggigit bibir. "Kalau aku memenuhi permintaanmu, apa kau mau
melepaskanku?" Feng Hao mengangguk. Ia menggigit sedemikian keras hingga bibirnya berdarah. Sambil menelan
darah itu ia berkata, "Kapan kau menginginkannya?"
"Sekarang." Sehabis berkata, Feg Hao langsung beranjak menuju semak di
sebelah sana. Lin Xiu mengepalkan tangan, tahu melarikan diri pun tak mungkin, maka
perlahan ia mengikuti Feng Hao ke balik semak itu.
Pohon itu besar dan rimbun, menghalangi sinar rembulan yang benderang.
Di bawah kerimbunan pohon dan cahaya rembulan yang remang, Lin Xiu bisa
melihat Feng Hao telah menanti di sana. Tanpa mengenakan apa-apa.
Pakaiannya teronggok di atas rumput yang mengering.
Feng Hao menggapai padanya.
Gemetar Lin Xiu mendekati Feng Hao, sedapatnya ia menekan emosi.
Wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apa pun, menganggap Feng Hao
adalah anjing. Siapa pun sekali waktu bisa digigit anjing.
Nafas Feng Hao begitu memburu. "Bagaimana kalau di sini" Kujamin kau
belum pernah menikmati hal seperti ini."
"Aku bukan anjing," maki Lin Xiu.
"Lambat laun kau akan mengerti bahwa terkadang lebih baik menjadi anjing
daripada manusia." Kasar ia menarik Lin Xiu ke pelukannya.
Tubuh Lin Xiu kaku seperti kayu. Ia menggigit bibir hingga kembali berdarah.
"Cepat selesaikan, dan aku akan pergi!"
Tangan lelaki itu sudah menyusup ke balik pakaiannya, meremas di sana,
memulir dan memainkan pucuknya.
Tangan itu kasar dan gemetar.
Tubuh Lin Xiu gemetar. Ia harus menahan penghinaan ini. Harus!
Tapi ia tidak bisa. Ia tidak sanggup menahannya lagi.
Ia mendorong tubuh Feng Hao sekuatnya dan menamparnya.
Feng Hao menjublak. Lin Xiu mendorongnya kuat-kuat, mundur terus dan terus mundur, hingga
punggungnya terhalang sebatang pohon.
Dengan kedua tangan Lin Xiu berusaha menutup payudara sedapatnya. "Lebih
baik kau bawa aku pulang menghadap Lao Bo," isaknya.
Feng Hao memandangnya. Dari matanya memancar kemarahan. Ia tertawa
sinis, "Pulang" Apa kau masih punya kesempatan pulang?"
Lin Xiu terpaku. "Kau ingin membunuhku?"
"Kau harus mati!"
"Kenapa?" "Kami memerlukan kambing hitam!"
Ia tidak mengerti dan tidak percaya. "Kambing hitam" Siapa?"
"Kau!" Sekujur tubuh Lin Xiu seketika dingin. Tapi hati dan wajahnya panas luar
biasa. "Kalau begitu, kenapa kau masih ingin melakukannya padaku?" isaknya penuh
kebencian. "Kalau lelaki punya kesempatan, kenapa tidak?"
Lin Xiu marah. Marah sekali. Sedemikian marahnya hingga ia menjerit
menghampiri Feng Hao buat mencekik mati lelaki itu.
Tapi sayang Feng Hao lebih cepat darinya, kepalan sekeras besi menghajar
hidungnya, membuatnya nanar separuh sadar.
Entah apa yang ia rasa"
Sakit atau sedih" Marah atau terhina"
Lin Xiu hanya bisa meraung sekerasnya kala Feng Hao merenggut pakaiannya
satu-satu dan merentang kedua pahanya begitu kasar.
Ia coba menendang dan mencakar sedapatnya.
Hanya ada satu keinginannya.
Mati! Makin cepat makin baik. Tapi ia tidak bisa melupakan suami. Suami yang telah begitu baik padanya.
Ia hanya ingin suaminya tahu betapa ia sangat mencintainya.
Pun ia hanya tahu satu hal, bahwa demi suami ia rela menerima semua
penghinaan dan siksaan ini.
Entah apa Lu Xiang Chuan bisa memahami"
Ia terus meracau menyebut nama suami kala gerak Feng Hao di atas
tubuhnya semakin cepat dan tidak beraturan.
Bulan tertutup awan. * Sepiring ayam di atas meja.
Lu Xiang Chuan termangu menatapnya.
Ayam itu masih mengepul hangat.
Sebetulnya ia sangat menyukai hidangan ini. Apalagi jika ayam itu dicampur
jamur. Itulah lauk yang sering dimasak istrinya. Semata untuknya.
Setiap kali Lu Xiang Chuan mengalami kesulitan dalam pekerjaan atau galau
di hati, istrinya selalu menyediakan hidangan ini.
Dan sekarang ia terkenang pada sang istri.
Entah mengapa, ia menghela nafas.
Sepuluh tahun lalu sangat sulit baginya untuk bisa memakan sekerat ayam.
Bahkan di waktu itu, asal bisa makan sekedarnya sudah merupakan suatu
keberuntungan dan kemewahan tersendiri.
Semenjak kecil Lu Xiang Chuan tidak punya orang tua.
Akhirnya ia tinggal di desa bersama pamannya, Lu Man Tian.
25. Penginapan Da Fang Walau tinggal bersama Lu Man Tian, dalam satu tahun ia jarang bertemu
pamannya. Manakala pamannya pulang, pasti tergesa, bahkan seringkali pulang dengan
parah terluka. Ia tidak tahu apa kerja pamannya.
Hingga akhirnya suatu hari ia diajak menghadap Lao Bo dan dipekerjakan
sebagai salah seorang pelayan di sana.
Dari sanalah ia mulai mengerti jenis aktivitas yang mereka lakukan dan mulai
terlibat dalam perkumpulan itu.
Ia tidak menyukai pekerjaannya, tapi meyakini bahwa apa yang ia lakukan
kelak akan menjadikannya orang sukses dan terkenal.
Karenanya ia terus bekerja. Tekun dan rajin. Walau begitu, tetap saja sulit
baginya menikmati sekerat daging ayam setiap hari.
Maka ia tidak pernah menceritakan masa-masa sulit penuh derita lalunya itu
pada orang lain, dan menyimpannya semata untuk diri sendiri.
Bahkan untuk mengenangnya pun ia sungguh tak sudi.
* Sekarang, setiap hari ia bisa memakan ayam bahkan memilih jenis lauk apa
pun yang ia suka. Ayam dan lauk pauk itu tidak datang begitu saja, melainkan hasil jerih payah,
perjuangan, kerja keras, derita, dan airmatanya.
Petang menjelang di Penginapan Da Fang.
Sepiring ayam masih terletak di atas meja.
Tapi, ia tidak bisa menikmatinya.
Inikah karma" Ataukah karena ia memiliki firasat sesuatu yang buruk akan
terjadi padanya" Ataukah ia merasa kedudukannya terancam" Atau mustahil untuk bertemu istri
lagi" Ia telah menunggu seharian, tapi Tie Peng alias Fang Gang belum juga
muncul. Apalagi Han Tang! Kenapa belum juga muncul" Apa rencana telah berubah" Apa mereka tahu
dirinya sudah menunggu di sini"
Lu Xiang Chuan percaya siapa pun tidak akan bisa mengenalinya karena ia
sudah menyamar, merias wajah dengan menambahkan kumis dan jenggot
palsu, membuatnya terlihat dua puluh tahun lebih tua dan seperti kakek
penyakitan. Ketika tiba tadi, tamu-tamu sudah memenuhi dua meja. Saat makan siang,
ruangan penuh terisi. Tapi sekarang hanya tinggal empat meja saja yang
masih diisi para tetamu. Dari tempatnya ia bisa mengawasi orang yang masuk dan keluar.
Malam tiba. Lampu-lamu mulai dinyalakan.


Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Saat bertugas Lu Xiang Chuan tidak suka minum arak. Bila seseorang harus
menunggu lama tanpa memesan arak tentu menimbulkan curiga. Maka walau
tidak suka terpaksa ia memesan arak.
Pun ia juga tidak suka menunggu. Tapi ia tetap harus menunggu.
* Kereta kuda melaju di jalan raya.
Kereta ditarik kuda pilihan. Kusirnya pun pilihan. Kereta melaju sangat cepat
ke arah Da Fang. Lu Man Tian duduk santai di dalam kereta, lempengan besi yang dipegangnya
terus berbunyi. Lao Bo memandanginya, "Kau sedang melamun?"
Lu Man Tian hanya tertawa.
"Kutahu apa yang kau pikirkan," kata Lao Bo.
"Oh?" "Kau sedang mengenang saat dulu kita sengsara?"
Lu Man Tian mengangguk, dugaan Lao Bo tidak salah. Dulu kehidupan
mereka sangat susah. Dan mereka telah melakukan banyak hal.
Lao Bo memandang ke luar jendela. "Kau ingat saat kita menghadapi Yuan
Lao Da?" Lu Man Tian tentu saja tidak melupakannya. Sampai mati pun ia tetap
mengingat kejadian itu. Yuan Lao Da adalah ketua organisasi yang menguasai dan mengendalikan
pedagang-pedagang kaya sepanjang Chan Jiang.
Jika Yuan Lao Da mampu menguasai daerah kaya dan strategis itu tentu
karena kungfunya tinggi. Jurus yang dikembangkannya bernama Tinju Mayat .
Kalangan dunia persilatan menilai kungfunya begitu misterius dan
menakutkan, bahkan mengangap itu bukan kungfu melainkan ilmu gaib.
Maka tidak seorang pun bersedia menantangnya, karena siapa yang mau
menggunakan darah dan tubuh sendiri buat berhadapan dengan ilmu setan"
Kecuali Lao Bo! Maka Lao Bo menantang Yuan Lao Da bertarung.
Yuan Lao Da percaya Lao Bo akan menunggunya pada waktu dan tempat
yang telah disepakati bersama.
Tapi di saat Yuan Lao Da belum bersiap, Lao Bo telah menyatroni
kediamannya. Menariknya telanjang bulat dari bawah selimut dan
memanteknya di pintu besar rumahnya sendiri.
Menjelang kematian, Yuan Lao Da hanya bisa berkata, "Kalian datang sangat
cepat!" Benar-benar cepat! Hingga lawan tidak punya persiapan dan tidak sempat
melawan. Dan itulah rahasia Lao Bo membawa sukses organisasinya dalam waktu
singkat. * Cepat! Itulah kata yang begitu mudah diucap. Tapi seumur hidup Lu Man Tian tahu
hanya satu orang yang benar-benar bisa melaksanakannya.
Tapi itu sudah berlangsung puluhan tahun lalu. Masihkah Lao Bo memiliki
kecepatan seperti dulu"
Lao Bo sekarang tersenyum padanya. "Hari-hari yang lalu memang tidak enak
tapi sangat menyenangkan," katanya.
Itulah masa-masa periode penaklukan, menegangkan tapi begitu
menggairahkan. Lu Man Tian menanggapi, "Kau masih ingat saat kita menghadapi si Jenggot
Chao?" Waktu itu gerakan mereka juga sangat cepat. Mereka berdua belas, dengan
cepat langsung meluruk masuk ke jantung kekuasaan si Jenggot Chao.
Tapi ketika keluar, mereka hanya berdua! Dan Lu Man Tian harus beristirahat
di tempat tidur selama dua bulan.
"Tentu kuingat," Lao Bo mengangguk, "sejak itu aku bertekad tidak akan
melakukan kesalahan yang sama!"
"Bagaimana kali ini?" tanya Lu Man Tian.
Lao Bo hanya tertawa. Tapi tawanya begitu kering dan kaku.
* Lu Xiang Chuan tidak mengenal Fang Gang karena ia belum pernah bertemu
dengannya. Tapi begitu memasuki Penginapan Da Fang, Lu Xiang Chuan langsung
mengenalinya. Fang Gang adalah Tie Peng, ia betul-betu terlihat seperti terbuat dari besi.
Baju yang ia pakai berwarna putih. Begitu bersih. Tapi bagian tubuh yang tidak
tertutup baju putihnya terlihat hitam seperti besi.
Di bawah sinar lampu, tubuhnya berkilauan dan tampak berkilat.
Pandangannya begitu tajam, mulutnya selalu terkatup. Cara berjalannya pun
sangat aneh, setiap kali melangkah sepertinya menggunakan tenaga yang
besar hingga rumah terasa bergetar.
Lu Xiang Chuan belum pernah bertemu dengan orang yang begitu kuat dan
kokoh seperti ini selain Sun Jian.
Saat Fang Gang memasuki penginapan, semua hadirin menahan nafas,
tiba-tiba udara terasa sesak.
Masih ada sejumlah orang di depannya. Tidak perlu ditanya, mereka semua
pengawal Fang Gang yang merupakan anak buah pilihan.
Kemana pun melangkah, ia selalu menjadi sorotan mata orang-orang
sekitarnya. Fang Gang segera duduk setelah memilih tempat yang menurutnya strategis.
Secara otomatis, para pengawal berdiri di belakangnya.
Biasanya pada saat ia duduk semua orang berdiri, merasa tidak setara untuk
duduk semeja dengannya. Lu Xiang Chuan teringat perkataan Sun Jian yang pernah bertemu Fang Gang,
"Bila Fang Gang minum, ia selalu mengangkat kepala dan saat itu pula
matanya mengamati sekelilingnya."
Dan orang pertama yang dilihat Fang Gang adalah Lin Zhong He.
Orang yang belajar kungfu shaolin selalu terlihat berotot. Lin Zhong He pun
demikian. Namun beberapa tahun belakangan ini hidupnya membaik, karena
hutangnya sudah lunas, maka perutnya lebih maju daripada dadanya.
Begitu memasuki penginapan, Lin Zong He segera menghadap Fang Gang,
membungkuk memberi hormat.
"Apa kau Lin Zhong He?" tanya Fang Gang.
"Ya, aku Lin Zhong He."
Fang Gang mengangkat gelasnya. "Kau jago minum?"
Lin Zhong He tertawa. "Kalau dua gelas arak lagi sih aku masih sanggup." Ia
memindahkan kursi mendekati Fang Gang kemudian menuang arak ke dalam
gelas. Tiba-tiba Fang Gang menyiram arak ke wajah Lin Zhong He. Sinis ia bertanya,
"Kau ini siapa" Apa kau pikir pantas minum arak semeja denganku?"
Lin Zhong He terpaku, wajahnya memerah.
Jika Fang Gang meminum arak dengan mengangkat kepala, Lu Xiang Chuan
justeru minum dengan menunduk kepala, seakan yang menarik baginya
semata hanya arak yang berada di gelasnya.
26. Pertarungan di Da Fang
Lu Xiang Chuan perlahan meminum araknya.
Fang Gang pun dengan sekali tenggak menghabiskan araknya
Di Hang Zhou, Lin Zhong He memang bukan orang terkenal. Tapi saat masih
banyak hutang sekali pun, belum pernah ada yang memperlakukannya sehina
ini Fang Gang mengusirnya kasar, "Keluar kau! Keluar!"
Lin Zhong He tiba-tiba menggebrak meja, meloncat marah. "Siapa kau, berani
mengusirku?" Baru saja kata-katanya habis diucapkan, perutnya sudah kena hajar Fang
Gang. Kepalan tangan Fang Gang sekeras besi, perut Lin Zhong He selembek pantat
bayi. Lin Zhong He kesakitan setengah mati, terbungkuk-bungkuk mengeluarkan
segala isi perutnya. Fang Gang belum berhenti, menjungkalkan meja di depannya.
Kuah panas seketika mengguyur kepala Lin Zhong He, membuat para
pengawal Fang Gang terbahak.
Lu Xiang Chuan sedapatnya menahan berang, biar bagaimana Lin Zhong He
paman istrinya, Lin Xiu. Dingin Fang Gang memberi perintah, "Bawa orang ini ke luar! Tinggalkan di
hutan. Sebelum hari terang, jangan biarkan pulang!"
Segera dua pengawal menyeret Lin Zhong He ke luar ruangan.
Walau perut Lin Zhong He lembek, sekurangnya ia masih punya dua kepalan
dan pernah belajar kungfu Shaolin.
Meski kedua orang yang menyeretnya sangat kuat, namun sekali menghentak,
ia mampu melepas tangannya dari cekalan, bahkan bisa menjatuhkan satu
dari dua orang yang menyeretnya. Dengan cepat ia membalik tubuh, memukul
pengawal satunya lagi. Tiba-tiba Lin Zong He melompat ke hadapan Lu Xiang Chuan. Terengah ia
berkata, "Pergi! Cepatlah pergi! Mereka datang ke sini buat membunuhmu."
Entah bagaimana Lin Zhong He bisa mengenali Lu Xiang Chuan. Apakah
karena Lu Xiang Chuan masih terhitung saudara"
Dingin Lu Xiang Chuan berkata, "Aku tidak mengenalmu."
"Jangan bodoh, saat kau tiba di sini mereka sudah mengenalimu?"
Belum habis kalimatnya, dua pengawal yang tadi dijatuhkannya sudah
bergerak menghampiri. Seorang melayangkan pukulan, satunya lagi mengangkat kursi dan akan
mengeprukkannya ke kepala Lin Zhong He.
Di saat bersamaan, Fang Gang membentak, "Hai, kau yang bermarga Lu, mari
bertarung denganku!" Mulut masih bicara, orangnya sudah seperti macan
bergerak memburu ke arah Lu Xiang Chuan.
Perubahan itu begitu mendadak, mengejutkan semua orang.
Sepertinya Lu Xiang Chan belum siap menghadapi, ia masih anteng duduk di
kursi. Tapi saat cakar harimau Fang Gang hampir mengenai, tubuh Lu Xiang Chuan
tiba-tiba melorot ke bawah.
Seperti ikan, ia meluncur melewati kolong meja. Seketika itu, tangannya sudah
memegang kaki lelaki yang paling dekat dengannya.
Itulah kaki pengawal yang akan mengeprukkan meja ke kepala Lin Zhong He.
Tiba-tiba sepasang lengan menarik kakinya. Dalam sekejab lelaki itu sudah
melayang terbang ke sana.
Hanya beberapa detik, giliran sebelah kaki Lu Xiang Chuan melayang
menendang tulang kering pengawal satunya lagi.
Terdengar lolong kesakitan, lelaki itu jatuh terlentang. Ia sudah tidak sanggup
berdiri. Keringat dingin dan air mata menetes keluar, tahu seumur hidup tidak
akan bisa berdiri lagi. Sigap Lu Xiang Chuan menarik Lin Zhong He yang terjatuh. "Cepat, cari Lao
Bo!" katanya. Lin Zhong He mengangguk, berlari ke luar sana.
Sayangnya ia kalah cepat, dua pengawal bergolok berkilauan sudah
menghadangnya. Ia mundur selangkah demi selangkah.
Tiba-tiba seberkas cahaya hitam meluncur melalui dirinya.
Dua pengawal yang menghadangnya roboh seketika, tertampak hanya kerlip
besi menancap persis di masing-masing dahi.
Senjata rahasia Lu Xiang Chuan!
* Lu Xiang Chuan tidak pernah terlihat membawa senjata karena senjatanya
adalah senjata rahasia. Senjata rahasianya bukan hanya mengarah dua pengawal yang menghadang
Lin Zhong He, tapi juga menyasar Fang Gang dan para pengawal lainnya.
"Awas!" teriak Fang Gang memperingati sambil mengangkat kursi di depannya
sebagai perisai. Tapi dua anak buahnya tidak sempat menghindar, jatuh terjengkang.
Lu Xiang Chuan berdiri anggun menatap Fang Gang.
Angin berhembus kencang dari jendela yang terbuka, mengibarkan jubah dan
jenggot serta kumis palsunya.
Ia tidak lagi terlihat sebagai kakek penyakitan, melainkan dewa yang siap
mencabut nyawa. * Suasana mendadak senyap. Perlahan ia mulai melangkah mendekati Fang Gang seperti kalajengking siap
menyengat. "Untung kau selamat, tapi kau tetap harus berhati-hati dengan
senjata rahasiaku!" Fang Gang sangat marah, menggerung sekerasnya sambil melempar kursi
yang dijadikan perisai dari tangannya. Ia meloncat menerjang Lu Xiang Chuan.
Dingin Lu Xiang Chuan mengulum senyum, "Sudah kubilang, hati-hati dengan
senjata rahasiaku." Sekali merubah posisi, kursi itu melayang jatuh di tempat berdirinya tadi.
Kini tubuh Fang Gang terlihat terbuka melayang di udara menerjang Lu Xiang
Chuan. Begitu cepat. Sangat kuat.
Lu Xiang Chuan sangat tenang. Ia merasa pasti menang. Tubuh itu sangat
besar, tidaklah sulit menyasarnya dengan senjata rahasia.
Saat senjata rahasia siap dilontarkan, senyum Lu Xiang Chuan mendadak
lenyap. Sepasang tangan memeluk pinggang Lu Xiang Chuan dari belakang.
* Sepasang tangan yang kuat.
Seumur-umur, belum pernah ada lawan yang berhasil menyergapnya dari
belakang. Ia selalu waspada pada setiap lawannya.
Tapi kali ini berbeda. Ia tidak siaga.
Tangan itu begitu kuat, terlatih kungfu Shaolin, mengangkat dan membanting
Lu Xiang Chuan. Itulah sepasang tangan Lin Zhong He.
Tanpa ampun Lu Xiang Chuan jatuh terlentang.
Di saat itu, Fang Gang sudah mendarat tiba, kakinya telak menghajar dada Lu
Xiang Chuan sekerasnya. Darah segar muncrat. Muntah. Berwarna merah. * Seperti pemburu menginjak kambing hutan, Fang Gang gagah berdiri, sebelah
kaki menginjak dada Lu Xiang Chuan.
Wajah hitam itu tertawa penuh kemenangan. "Hai, kau lelaki bermarga Lu,
katanya banyak akal, nyatanya begini saja sudah kuakali mentah-mentah!"
Mata Lu Xiang Chuan sekeras batu. "Seharusnya kau yang berterima kasih
padaku." "Kenapa harus berterima kasih padamu?"
"Kalau bukan karena saudaraku, apa kau bisa menang?"
Fang Gang terbahak. "Benar, kau punya saudara yang baik. Sangat baik
malah. Seharusnya kau hati-hati memilih istri."
Lin Zhong He perlahan berdiri, sorot matanya penuh penyesalan. "Jangan
salahkan aku bekerja untuknya."
"Kalau jadi dirimu pun akan kulakukan hal yang sama," kata Lu Xiang Chuan
ringan. "Tapi ada yang tidak kumengerti."
"Apa?" "Dalam organisasi Wan Peng Wang banyak orang kuat, kenapa kau pilih
keledai bodoh ini jadi temanmu dan membiarkannya menghina dirimu?"
Fang Gang meraung murka. "Kau bilang apa" Siapa yang kau maksud?"
"Kecuali dirimu, tiada keledai bodoh yang kedua."
Gusar, Fang Gang menjejakkan kaki sekerasnya di dada Lu Xiang Chuan.
Sedapatnya Lu Xiang Chuan menutup mulut menahan erang. Tapi tubuhnya
sudah gemetar, berkeringat dingin.
"Bagaimana rasanya?" tanya Fang Gang.
Lu Xiang Chuan menelan darah yang hampir termuntah. "Kau kelihatannya
pintar, tapi kalau bertarung seperti perempuan."
Fang Gang sungguh murka. Ia meloncat setingginya, mendaratkan kedua kaki
tepat di rusuk Lu Xiang Chuan.
Terdengar tulang remuk.

Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Muntah. Darah * Lu Xiang Chuan terpejam menahan sakit.
Tapi Fang Gang tidak berhenti menghajar rusuk dan perut Lu Xiang Chuan
berkali-kali. Tiba-tiba ia menahan diri dan tertawa. "Aku mengerti maksudmu!"
"Apa keledai bodoh sepertimu bisa mengerti maksud orang?"
Wajah Fang Gang berubah beberapa kali, sedapatnya menahan emosi. "Kau
sengaja membuatku marah agar cepat mati?"
Lu Xiang Chuan menutup mulut serapatnya.
"Tenanglah, kau tidak akan mati semudah itu. Akan kubuat kau menyesal
karena pernah hidup!"
"Kau salah." "Kenapa?" "Kalau membiarkanku hidup, kaulah yang akan menyesal," kata Lu Xiang
Chuan dingin. Mata Fang Gang berputar, sesaat tertawa. "Kau sengaja mengulur waktu"
Menunggu ada yang menolongmu" Ketahuilah, aku memang berharap ada
yang datang menolongmu. Siapa pun yang datang, akan kujadikan landak!"
Fang Gang melirik dinding kiri dan kanan, ia juga memandang para pengawal
yang tersisa. Tertinggal empat orang. Keempat orang ini tidak menunjukkan ekpresi apa pun. Sorot mata
keempatnya berbeda dengan pengawal lain yang sudah menggeletak mati.
Jelas keempat lelaki ini bukan orang biasa.
Mungkin sejatinya keempat lelaki ini pun bukan pengawal, perbawa mereka
setara Fang Gang. Mereka jelas bersiaga jika sewaktu-waktu ada yang datang menolong Lu
Xiang Chuan. * Lu Xiang Chuan memejam mata; apakah berharap Lao Bo jangan datang"
Fang Gang menarik sebuah kursi, duduk di sana. "Sepertinya aku harus
menunggu untuk melihat?"
Belum habis perkataannya, sebuah kereta kuda membobol dinding menerjang
masuk. Fang Gang tidak perlu menanti terlalu lama.
Bantuan Lu Xiang Chuan telah tiba.
27. Lelaki Sejati Kusir kereta memecut dua kudanya.
"Mereka datang!" teriak Fang Gang.
Di antara teriakannya, terdengar suara lempengan besi berdentang.
Dari dinding kiri dan kanan tiba-tiba keluar lima puluhan lubang terpasang
busur. Panah-panah seperti hujan berhamburan dari lubang-lubang itu.
Seketika itu juga si kusir berubah menjadi landak. Kedua kuda yang menarik
kereta juga menjadi landak.
Tapi kedua kuda masih kuat berlari bersimbah darah, meringkik menerjang
dinding. Kereta terguling terbalik.
Setelah sempat berlari beberapa langkah lagi, akhirnya kedua kuda roboh
juga. Lampu-lampu berjatuhan. Kobaran api segera membesar. Roda kereta yang
terjungkal masih berputar-putar.
Fang Gang mengayun tangan mengatur komando. Panah tak terhitung
jumlahnya seketika berhenti. Sebagian langit-langit dan penglari runtuh. Api
berkobar. Kereta mulai terbakar.
Bila penumpang kereta tidak segera keluar, pasti mati terbakar. Tapi jika
keluar, pasti menjadi landak. Walau pesilat setanggguh apa pun, pasti tidak
akan lolos dari hujan panah serapat itu.
Terdengar tawa Fang Gang menggema. "Wahai Sun Yu Bo, kau tidak akan
bisa kemana-mana!" Tapi tawa Fang Gang tidak berlangsung lama. Dinding mendadak terbelah
dua. Terdengar teriakan orang-orang sekarat. Busur-busur terlempar keluar.
Darah muncrat ke mana-mana. Mayat-mayat terpental ke udara, jatuh
bergelimpangan. Wajah Fang Gang berubah. Ia menghampiri salah satu mayat yang terpental
jatuh dekat kakinya. Tidak tertampak luka di luar tubuh, tapi darah keluar dari mulut seakan
tumpah. Pasti terkena hajaran tenaga dalam sangat tinggi.
Di balik tembok ada lima puluh delapan pemanah. Sekarang semuanya roboh
dengan isi dada dan perut hancur, mulut bersimbah darah, kebanyakan
tumpah membasahi baju di bagian dada.
Fang Gang menendang meja di dekatnya.
Meja melayang ke kereta penumpang di tengah kobaran api, remuk bersama
dengan kereta yang dihajarnya, menimbulkan pijar seperti kembang api.
Di antara reruntukan kereta tidak terlihat seorang pun.
Fang Gang tahu tertipu, berteriak lantang, "Hai Sun Yu Bo, bila sudah datang
kenapa tidak segera keluar?"
Dari balik dinding yang hancur, terdengar tawa dan suara lempengan besi
beradu. Fang Gang memburu dan menghajar dinding itu hingga tidak bersisa. Siapa
pun yang sembunyi di sana pasti luluh lantak.
Tapi di balik dinding kosong semata.
Asap sejenak menipis. Tiba-tiba datang seorang lelaki dengan langkah tenang
membelah kobaran api, seperti tetamu memasuki rumah makan menuju meja
pesanannya. "Siapa kau?" bentak Fang Gang.
Lelaki itu membuka telapak tangan, memperlihatkan lempengan besi legam
berkilauan. "Kau Lu Man Tian?" tanya Fang Gang.
"Memangnya kau tahu siapa aku?" Lu Man Tian balik bertanya.
"Di mana Sun Yu Bo?"
"Mau bertemu dengannya?"
"Sejak dulu aku ingin bertemu dengannya."
"Kau tidak takut padanya?"
"Apa yang perlu kutakuti?"
"Kalau begitu, kenapa tidak membalik tubuh saja, dia tepat di belakangmu!"
Fang Gang terkejut, cepat membalik tubuh.
* Api masih berkobar. Puing-puing berserakan. Di antara reruntukan debu dan asap api terlihat sosok lelaki berumur,
menunjukkan telah melalui perjalanan hidup yang panjang. Wajahnya tanpa
ekspresi. Dilihat dari pakaiannya, ia seperti petani desa yang lugu. Tapi dari
matanya menyorot wibawa luar biasa.
Tanpa sadar Fang Gang melangkah surut ke belakang. "Kau Sun Yu Bo?"
Lao Bo mengangguk. Fang Gang tiba-tiba mendekati Lu Xiang Chuan yang masih terkapar di sana.
"Kalian masih ingin dia hidup?"
"Tentu saja," jawab Lao Bo.
"Jika ingin dia hidup, jangan macam-macam!" ancam Fang Gang.
"Jika berani melukai selembar rambutnya, kucabut nyawamu!" sahut Lao Bo
tenang. Fang Gang sinis, "Memangnya aku tidak berani melukainya?" Ia bermaksud
menendang Lu Xiang Chuan.
Sekonyong-konyong Lao Bo sudah berada di hadapannya. Seumur hidup ia
belum pernah melihat orang yang bisa bergerak begitu cepat.
Dingin Fang Gang menantang, "Kau berani bertarung satu lawan satu
denganku?" Lao Bo tidak menjawab, berjalan semakin mendekati Fang Gang.
Tiba-tiba Lin Zhong He berteriak, menunjuk salah satu dari empat anak buah
Fang Gang. "Awas, hati-hati dengan dia!"
Lu Xiang Chuan bisa menduga bahwa di antara anak buah Fang Gang pasti
ada orangnya Lao Bo, karena kalau tidak bagaimana Lao Bo bisa mengetahui
jebakan Fang Gang ini. Tapi ia terkejut juga menyadari bahwa satu dari empat
orang itu ternyata anak buah Lao Bo.
Fang Gang melengak. "Ternyata kau mata-mata!" katanya pada satu anak
buahnya yang termuda di antara mereka.
Secara bersamaan keempat lelaki itu mengeluarkan senjata, ada yang sangat
pendek bahkan ada yang sangat panjang.
Lelaki yang menjadi mata-mata Lao Bo memiliki senjata paling panjang di
antara mereka, merapat ke arah Lao Bo.
Lao Bo tiba-tiba bergerak, cepat sekali jarinya menotok tenggorokan Fang
Gang. Di saat sama Lu Man Tian juga bergerak. Tiga orang lainnya pun mengalami
nasib sama dengan pimpinannya.
Itulah kehebatan kungfu Lao Bo dan Lu Man Tian.
Tidak ada yang bisa menggambarkan kecepatan mereka selain satu kata:
cepat! Cepat hingga tidak bisa diuraikan dengan kata-kata. Cepat hingga tidak dapat
ditahan. Cepat hingga tiada yang bisa melihat perubahannya.
Kungfu Lu Man Tian cepat.
Kungfu Lao Bo lebih cepat lagi.
Sejak awal hingga akhir hanya terdengar satu teriakan saja.
Itulah teriakan Fang Gang yang terjatuh ke arah kereta yang terbakar. Begitu
jatuh, ia tidak bisa keluar lagi.
"Kau mau membakar mati aku, kubakar mati dirimu". Itulah hukum Lao Bo.
* Chrysan itu masih rajin berbunga.
Setelah tujuh hari beristirahat, Lu Xiang Chuan baru bisa berjalan lagi. Dengan
tertatih dan tubuh penuh balutan obat rempah, ia menemui Lao Bo dan
berlutut. Lu Xiang Chuan pertamakali berlutut tujuh belas tahun lalu.
Sekarang adalah kali kedua.
Lao Bo tidak suka orang berlutut padanya. Bagi Lao Bo, berlutut membuat
anak buahnya kehilangan wibawa dan ia tidak mau anak buahnya hilang
wibawa di hadapannya. Hanya orang bersalah yang berlutut di hadapan Lao Bo.
Lao Bo mengangkat Lu Xiang Chuan berdiri. Dari sorot matanya terpancar
kebijaksanaan. "Kau tidak bersalah."
"Aku terlalu ceroboh, karenanya masuk perangkap. Entah bagaimana dengan
Han Tang." Lu Xiang Chuan menunduk kepala.
"Biar bagaimana Han Tang sudah mati, tidak perlu disesali."
Lu Xiang Chuan seperti terkejut baru mengetahui kematian Han Tang, tapi ia
tidak bertanya. Setelah lama terdiam, Lao Bo melanjutkan, "Walau kau terluka, tapi kita juga
sudah mendapatkan hasil."
Lu Xiang Chuan mengangguk.
"Paling sedikit kita sudah memberi pelajaran pada Wan Peng Wang. Mulai
sekarang seharusnya ia tidak berani macam-macam lagi."
Lu Xiang Chuan lirih bertanya, "Bagaimana dengan kita?"
"Sementara ini kita tidak perlu bergerak dulu."
Kenapa sudah di atas angin tapi memutuskan tidak bergerak" Ini bukan
kebiasaan Lao Bo. Tapi Lu Xiang Chuan tidak bertanya.
Lao Bo menghela nafas, mencoba menjelaskan. "Karena biar bagaimana
kerugian di pihak kita juga sangat besar. Sekarang waktunya memulihkan diri."
Lu Xiang Chuan menunduk, tapi merasa Lao Bo menyembunyikan sesuatu.
Apa yang disembunyikannya"
Lao Bo membalik tubuh, menatap taman bunga chrysan di luar sana. Perlahan
ia berkata, "Musim gugur akan berahir, musim dingin segera tiba."
"Kenapa sampai sekarang Yi Qian Long belum datang juga?" tanya Lu Xiang
Chuan setelah lama terdiam.
"Dia tidak akan datang," jawab Lao Bo
Pertamakalinya wajah Lu Xiang Chuan mengedut. Apakah ketakutan"
Ia tahu kedudukan dan posisi Yi Qian Long dalam organisasi Lao Bo. Lantas,
apa maksud perkataan Lao Bo" Apakah Yi Qian Long sudah keluar dari
organisasi ini" Jika Yi Qiang Long keluar, maka organisasi Lao Bo ibarat rumah besar yang
ditingal satu tiang penyangganya.
Lao Bo perlahan berkata, "Sekarang aku sedang menyuruh pamanmu mencari
tahu kenapa dia tidak datang ke sini. Aku percaya dia punya alasan yang
tepat." Lu Xiang Chuan tetap curiga. "Kalau dia tidak mau mengatakannya,
bagaimana?" Lao Bo sedang membalik tubuh, memandang ke luar sana hingga Lu Xiang
Chuan tidak bisa menatap wajahnya, hanya melihat tangan Lao Bo mengepal.
Setelah lama Lao Bo membuka kepalan tangannya. "Lukamu belum sembuh,
beristirahatlah dulu. Jika tidak penting, tidak perlu mencariku."
"Baik," jawab Lu Xiang Chuan.
"Tugasmu sekarang hanya beristirahat dan menyembuhkan diri secepatnya.
Tugasmu berikutnya akan semakin banyak."
Kalimat ini menunjukkan kedudukan Lu Xiang Chuan sudah semakin tinggi
dan penting, juga menunjukkan kepercayaan Lao Bo yang semakin besar.
Lu Xiang Chuan sangat berterima kasih. "Aku bisa menjaga diri, Tuan?"
Tiba-tiba Lao Bo tertawa sambil membalik tubuh. "Siapa bilang aku sudah mau
pensiun" Aku belum tua. Kau lihat caraku menghadapi Fang Gang?"
Lu Xiang Chuan juga tertawa. "Ada sebagian orang yang selamanya tidak
pernah tua. Mungkin mereka akan mati, tapi selamanya tidak akan pernah
tua." Sejenak ia terdiam baru melanjutkan, "Aku berharap Yi Qiang Long punya
alasan yang tepat, kalau tidak?"
"Kalau tidak, bagaimana?"
"Dulu ia sangat baik padaku. Jika tidak, aku harus mengurus pemakamannya
kalau dia mati." Lao Bo hanya tertawa. Apakah tawanya terdengar sedih"
"Kau beirtirahatlah," kata Lao Bo akhirnya.
"Baik," jawab Lu Xiang Chuan membalik tubuh, beranjak keluar.
"Tunggu sebentar," tiba-tiba Lao Bo menahannya.
Lu Xiang Chuan berhenti. "Apakah kau masih ingin menanyakan sesuatu?"
Lu Xiang Chuan menunduk. "Aku tidak punya pertanyaan lagi."
"Apa kau tidak ingin tahu kemana Lin Xiu pergi?" Lao Bo ingin tahu.
Lu Xiang Chuan lama terdiam, baru berkata, "Aku tidak ingin tahu dia pergi
kemana. Namun jika dia pergi, pasti punya alasan yang tepat."
Lao Bo menatap Lu Xiang Chuan sambil tertawa. "Akhirnya kau menjadi
seorang lelaki sejati. Kau tidak mengecewakanku."
28. Akhir Sebuah Awal Lelaki sejati! Itulah pujian Lao Bo. Pujian tertinggi Lao Bo pada seseorang.
Lu Xiang Chuan menyadarinya. Karena itu, saat keluar pintu, ia mengulum
senyum. Pada saat keluar, Feng Hao sudah menunggu. Mereka sudah berjanji minum
arak bersama malam ini. Dan sebagai teman minum arak, mereka memasak burung merpati.
Merpati pos. Sesungguhnya itulah tanah pekuburan.
Tapi tanah itu tampak rata tidak seperti kuburan.
Lao Bo menyuruh orang memindahkan bunga chrysan dan menanamnya di
sana. Ia sendiri yang menanam pohon pertama.
Ia tahu bunga-bunga yang tumbuh di tanah ini akan mekar lebih cerah dan
indah karena tanah ini sangat subur.
Saat bunga-bunga ditanam, Lao Bo masih terlihat tersenyum. Namun di dalam
hati ia merasa sakit sekali.
Anak lelaki satu-satunya dan teman-temannya yang paling setia dikubur di
dasar tanah ini. Walau mayat mereka membusuk, namun jiwa mereka akan
tenang abadi selamanya. Lao Bo tidak ingin orang lain mengganggu mereka. Karenanya, ia tidak ingin
orang lain tahu di mana kubur mereka.
Kelak saat chrysan bermekaran, pasti akan banyak yang memuji
keindahannya. Tapi tidak akan ada orang yang tahu dan selamanya tidak


Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pernah ada yang tahu kekuatan yang membuat bunga-bunga itu lebih cerah
daripada tempat lainnya. Lao Bo telah menyatukan roh anak dan teman-temannya di taman ini.
Hari mulai gelap. Para pelayan yang diperintah menanam bunga sudah pulang.
Air mata Lao Bo mulai mengembang.
Sun Jian, Han Tang, Wen Hu, Wen Bao, Wu Lao Dao dan lainnya sudah pergi
ke Langit Barat. Lao Bo merasa sangat kesepian dan tahu dirinya semakin tua.
Kecuali diri sendiri, ia tidak akan membiarkan orang lain mengetahui
perasaannya. Selamanya, tidak akan! End of Episode-1 Ini hanya akhir sebuah awal.
Berhasilkah Meng Xin Hun membunuh Lao Bo"
Siapakah mata-mata yang ada di organisasi Lao Bo"
Bagaimana akhir perseteruan Sun Yu Bo v Wan Peng Wang"
Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 2 13 Pedang 3 Dimensi Lanjutan Pendekar Rambut Emas Karya Batara Pendekar Pendekar Negeri Tayli 14
^