Pencarian

Misteri Rumah Berdarah 7

Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D Bagian 7


dan salurkan hawa murniya untuk menyembuhkan luka
yang sedang diderita Setelah memperoleh bantuan dari tenaga murni
ditambah pula pengaruh obat perlahan lahan penuda she
Pek itu sadar kembali dari pingsannya.
Ketika sinar matanya terbentur dengan wajah Tong Ling,
tiba-tiba saja ia menjerit tertahan.
"Aaaaakh . . Kau ?"
"Tidak salah, aku, cepatlah salurkan bawa murnimu
untuk menyembuhkan luka racun yang kau derita."
Diatas wajah Pek Thian Kie terlintaslah suatu cahaya
yang sangat aneh, dalam waktu singkat itulah secara tiba
tiba teringat kembali olehnya akan diri It Peng Hong
Peristiwa tersebut dengan amat jelas terpapar kembali
dihadapan matanya, kemungkinan besar Tong Ling adalah
nona It Peng Hong, sudah tentu harus ia bikin jelas
persoalan mi. "Siapakah kau ?" tegurnya dingin.
"Aku adalah Tong Ling."
"Benar, kau memang Tong Ling "
Dalam bati Pek Thian Kie paham, sebelum tenaga
lweekangnya pulih kembali seperti sedia kala, ia tak boleh
turun tangan secara gegabah, diam-diam hawa murninya
segera disalurkan bergabung dengan tenaga dalam dan
Tong Ling mendesak. keluar hawa racun yang masih
mengeram didalam badannya.
Kurang lebih setengah jam kemudian, hawa racun yang
terkandung dalam tubuh Pek Thian Kie telah berhasil
didesak keluar dari dalam badan, Tong Ling sendiri-pun
kelelahan. keringat mengncur keluar membasahi seluruh
tubuhnya "Nona Tong. terima kasih atas pertolonganmu kepadaku
," kata sang pemuda itu kemudian seraya bangun duduk
"Mana. . . " Belum habis gadis itu berkata, mendadak tangan kanan
Pek Tinan Kie melancarkan satu cengkersman kearah jalan
darah 'Wan Meh Hiat' dalam ksadaan Tong Ling tidak
bersiap sedia Kejadian ini kontan saja membuat gadis sheTong itu jadi
terperanjat setengah mati.
"Siapa kau''" bentak Pek Thiah Kie dingin
"Apa yang kau kehendaki" balas teriak Tong Ling sambil
nismandaag kearah pemuda itu dengan pandangan
bergidik, "Aku ingin tahu siapakah kau?"
"Bukaakah iudah kuberitahukan kepadamu bahwa iiku
bamama Tong Ling !" "Danmaaaksh aial usulmu ?"
"Apa maksudmu benanya tentang soal im ?"
"Aku ingin tahu "
"Aku tidak mempunyai asal usul yang penting untuk
diberitahukan kepadamu "
"Kau sungguh-sungguh tidak ingin ber-bicara ?" bentak
pemuda she Pek itu lagi, dingin
"Pek Thian Kie ! Tindakanmu jauh berada diluar
dugaanku." "Tidak salah! Aku orang she Pek tidak boleh selama
hidup jadi seorang manusia yang tolol."
"Cepat lepas tangan !" jent gadis tersebut keras-keras.
"Tong Ling, Aku ingin bertanya kepadamu, benarkah
kau adalah It Peng Hong ?" desak sang perjaka seraya
tertawa dingin. "Apa maksudmu bertanya tentang soal ini ?"
"Kau tidak perlu tahu apa maksudnya, ayo cepat jawab
pertanyaanku Itu." "Mana boleh kau orang samakan aku dengan lainnya ?"
"Jadi kau mungkir ?"
"Betul?" Sekali lagi Pek Thian Kie tertawa dingin tiada hentinya.
"Terpaksa aku harus turun tangan sendiri untuk
membuktikan siapakah kau sebenarnya.'
Tangan kirinya langsung merogoh saku Tong Ling dan
mulai menggerayanginya dengan seksama.
"Apa yang kau inginkan "' teriak gadis she Tong itu
cemas. "Mencari sesuatu "
Saking khekinya, seluruh tubuh Tong Ling gemetar
keras, tapi ia sudah kena dikuasai oleh Pek Thian Kie,
apalagi jalan darahnya tercengkeram, hal ini membuat ia
tak bisa berkutik. Dan saat itu tangan pemuda tersebut telah meraba dari
atas dadanya hingga ke-arah bawah. .
"Pek Thian Kie, aku tak akan mengampuni dirimu !"
jerit Tong Ling deagan suara yang kalap.
Pada waktu itu. Tangan kiri sang perjska tersebut mendadak telah meraba
sesuatu barang dan sewaktu diambil keluar, air mukanya
tiba-tiba saja berubah sangat hebat
Kiranya barang yang diambil keluar adalah sebuah kotak
yang terbuat dari kumala.
Akhirnya pemuda she Pek itu tertawa dingin
"Nona Tong, barang apakah ini ?"
Air muka Tong Ling berubah jadi pucat pati bagaiman
mayat, mulutuya terkancing rapat-rapat.
Air muka Pek Thian Kte pun berubah hebat, selintas
napsu membunuh mulai berkelebat diatas wajahnya.
"Barang apa yang berada didalam kotak tersebut ?"
bentaknya keras. "Apakah kau sendiri tak dapat memeriksanya '.'
"Aku ingin kau menjawab!"
"Hrnmm! Aku tak bakal menjawab"
"Bukankah berisikan jinsom seribu tahun?" jengek sang
pemuda itu lagi sambil tertawa sinis.
Seluruh tubuh Tong Ling gemetar sangat keras.
"Apakah kau tak dapat melihat sendiri ?" bentaknya.
Pek Thian Kie gertak gigi, tangannya mulai meraba
kotak tersebut dan dibukanya
Sebentar kemudian ia telah berdiri dengan mata
terbelalak dan mulut melongo benda yang ada didalam
kotak itu benar-benar membuat hatiuya terperanjat.
Kiranya dugaannya sedikitpun tidak ialah, isi dan kotak
itu adalah beberapa lembar jimsom seribu tahun.
Dan teka-teki yang selama ini menyelimuti hatinya telah
terbongkar. Tong Ling adalah dara yang menyaru sebagai lt Peng
Hong, hawa gusar karena dirinya tertipu mulai berkobar
didada pemuda tersebut. Akhirnya ia tertawa. . . suara tertawa-nya seram,
menakutkan dan penuh mengandung hawa membunuh.
Sedangkan air muka Tong Ling berubah pucat pasi
bagaikan mayat- "Bagus sekali . , . kiranya kaulah It Peng Hong, aku Pek
Thian Kie bisa memperoleh perhatianmu selama tiga
turunan merasa amat bangga . " jengek Pek Thsan Kie sinis
"Apa yang kau kehendaki" Cepat katakan "
"Mana aku berani melakukan sesuatu kepadamu, ada
pepatah mengatakan. Suami isteri semalaman melebihi budi
ribuan hari, perkataan ini bukankah pernah aku utarakan
kepadamu '" Gadis itu membungkam. "Kehangatan yang kau berikan kepadaku semalaman
cukup membuat aku merasa tidak tega untuk berbuat
sesuatu kepadamu !" Ia tertawa sinis, diatas wajahnya terlintaslah suatu
perubanan yang sangat menyeramkan, sangat menakutkan,
jelas hati-nya sudah terpengaruh oleh keadaan.
"Tidak salah, akulah yang menyaru sebagai It Peng
Peng. . ." kata Tong Ling kemudian dingin.
"Mengapa ?" "Cinta " "Menyintai diriku ?"
"Sedikitpun tidak salah !"
"Heeee . . . heeeee . . . heeeee benarkah itu ?" kembali
Pek Thian Kie tertawa sinis
"Tidak salah ! pek Thian Kie, jika aku tidak.cinta
padamu, mana mungkin aku suka menyerahkan badanku
kepadamu " . ."
Berbicara sampai disitu. ia tertunduk dan mengucurkan
air mata kesedihan Kemungkinan sekali perkataan ini adalah ucapan yang
jujur, jika ia tidak menyintai Pek Thian Kie mana mungkin
gadis tesebut suka menyerahkan keperawanannya
kepadanya . . menyerahkan kepada seorang lelaki asing " . .
Beberapa patah perkataan tersebut langsung membuat
bati Pek Thian Kie merasa tergetar, tapi ia tetap
memperlihat-kan senyuman sinis.
"Tentang soal itu, aku merasa sangat berterima kasih
sekali, cuma aku merasa rada kecewa "'
"Aaaaa . . apa kau kata ?"
"Aku bilang hatiku merasa sangat kecewa, karena ysng
aku inginkan adalah It Peng Hong."
"Kau. ." "Apa yang aku ucapkan adalah kata-kata sesungguhnya,
It Peng Hong adalah seorang perempuan yang sangat cantik
rupawan tiada bandingannya dikolong langit. Bahkan
bidadari yang turun dari kahyang-anpun tidak dapat
menandingi dirinya. terutama sekali permainan diatas
ranjangnya jauh lebih piniar dan pada permainan
ranjangmu . " Beberapa buah perkataan ini sungguh-sungguh
keterlaluan. Tapi ia memang sengaja ada maksud untuk menghina
gadis tersebut, karena dengan demikian Pek Thian Kie
hendak melenyapkan rasa mengkal yang terkandung didalam
hatinya. "Pek Thian Kie . . kau . . kau terlalu keji . . " teriak
Tong Ling hampir saja menangis menjerit
"Oooouw , benarkah ?"
"Selama hidup aku akan membenci dirimu terus
menerus. . . " "Kau mau benci boleh bencilah diriku terus menerus
Tong Ling! Aku mau bertanya lagi padamu, apa
maksudmu menguntit diriku terus menerus" Dan apa pula
tujuanmu memancmg daya rangsangku dengan
menggunakan badanmu yang kempot dan kisut itu. . "
"Kau...." Kali ini Tong Ling tak dapat menahan penghinaan yang
dilontarkan Pek Thian Kie terhadap dmnya, ia bertekad
hendak mengadu nyawa Tangan kanannya mendadak disabet kebelakang
berusaha melepaskan diri dari cengkeraman pemuda
tersebut. Rontaannya ini berhasil melepaskan diri dari
cengkeraman, tapi justru karena gerak ini, maka jalan aarah
'Wan Meh Hiat"nya terbentur, tidak ampun lagi Tong Ling
muntahkan darah segar yang langsung mengotori seluruh
tubuh sang pemuda she-Pek yang berada dihadapannya,
Pek Thian Kie tertegun. Mendadak.
"kau cari mati ?" bentaknya keras
Tangannya langsung diayun memerseni beberapa buah
tabokan nyaring keatas wajah gadis tersebut,
Kena ditabok, sepasang pipi Tong Ling jadi sembab
membengkak, darah segera mengucur keluar semakin deras
lagi. "Orang she-Pek, jika kau punya kepandaian, ayoh bunuh
sekalian diriku, buat apa kau hina seorang gadis yang lemah
" Kau manusia pengecut! ..."
"Heeeee , . , heeeee . , , heeeee . . ' boleh, boleh saja kau
maki aku sebagai pengecut," kembali sang pemuda berseru
sinis, tiba-tiba ia membentak kasar "Ayoh, jawab!
Siapakah kau?" Tong Ling tidak mau menjawab. se-baliknya balik
bertanya ; "Pek Thian Kie, aku ingin bertanya kepadamu. , ."
"Apa yang ingin kau tanyakan?" ,
"Aku Tong Ling dalam bagian mana yang telah berbuat
tidak baik kepadamu?"
Pertanyaan tersebut kontan saja membuat Pek Thian Kie
jadi melengak. sedikitpun tidak salah, dibagian yang mana
Tong Ling pernah berbuat tidak baik kepadanya " Ia telah
serahkan keperawanannya kepada dia orang cukup dengan
hal ini saja sudah seharusnya memuaskan hatinya.
Akhirnya - " pemuda itu tertawa getir.
"Aku tidak pernah mengatakan bahwa kau pernah
berbuat salah kepadaku."
"lalu, mengapa kau menghina diriku" Mengapa kau
mencemooh dan menganiaya diriku ?" "Aku tidak ingin ada orang yang berani membohong dan
menipu diriku !" "Kapan aku pernah menipu dirimu "'
"Kau menipu diriku dan mengatakan kaulah It Peng
Hong" "Pek Thian Kie ! Apakah cinta kasih yang kuberikan
kepadamu adalah palsu semua ?" kata Tong Ling setelah
menghembuskan napas panjang
"Bagaimana aku bisa tahu?"
"Baiklah! Kau boleh anggap semua yang pernah aku
berikan kepadamu adalah palsu !'' seru gadis itu sambil
gertak gigi "Lalu. apakah aku berikan jinsom seribu tahun
kepadamu adalah perbuatan yang palsu pula"
"Bukankah kau punya sesuatu tuju-an?"
"Apa tujuanku'"' Air muka Tong Ling berubah hebat.
"Bagaimana aku bisa tahu 7"
Saking sedihnya gadis she-Tong ini menangis terisak
lama sekali ia baru ber kata.
"Baik! Baiklah! Kesemuanya adalah palsu sekarang apa
yang kau inginkan cepat katakan!"
"Aku ingin tahu siapakah kau" Mengapa kau selalu


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menguntit diriku?" "Sebenarnya aku ingin berbicara, tapi sekarang aku tidak
ingin berb cara lagi "
"Mengapa ?" "Penghinaanmu serta penganiayaanmu terhadap aku
sudah keliwat betas, jika kau orang she Pek masih punya
tindakan yang lebih telengas lagi, boleh kau keluarkan
semua terhadap diriku."
"Sungguh sungguh kau tidak ingin bicara terus terang'"'
ancam Pek Thian Kie dingin.
"Sedikitpun tidak salah l"
"Tong Ling, aku beri tahu kepadamu, aku adalah
seorang yang keji, seorang yang buas dan telengas.''
"Sudah kucoba kesemuanya, juga sudah kusedihkan,
sekalipun kau punya tindakan yang lebih kejipun, tak akan
kutakuti l'* "Jadi kau mau coba ?" bentak sang pemuda jengkel
Ditengah suara bentakan yang sangat keras, sepasang jari
Pek Thian Kie bagaikan senjata trisula laksana kilat
disadukkan keatas perut Tong Ling sigadis malang itu
Mendadak. . . Sebelum jari tangan pemuda itu bersarang di atas
lambung Tong Ling, serentetan suara bentakan bergema
memecahkan kesunyian. "Bangsat ciltk, kau cari mati . ."
Sesosok bayangan manusia berkelebat lewat, disusul
menggulung datangnya sebuah pukulan dahsyat menghajar
tubuh pemuda tersebut. Datangnya angin pukulan itu amat aneh dan luar biasa
dahsyatnya memaksa Pek Thian Kie buru buru harus
menarik kembali serangannya dan meloncat mundur kebelakang.
Ketika sinar matanya dialihkan, maka dilihatnya seorang
kakek tua berbaju hitam lelah berdiri dihadapannya.
Sinar mata si orang tua berbaju hitam itu dengan tajam
meniapu sekejap kearah Tong Ling, kemudian serunya
dingin ; "Kau orangkah yang melukai dirinya ?"
"Sedikitpun tidak salah, siapakah kau "*'
Diatas wajah si orang tua berbaju kitam itu perlahan
lahan terlintas selapis hawa napsu membunuh
"Orang she pek, nyalimu sungguh tidak kecil. . ."
bentaknya. Kembali segalung angin pukulan menyambar datang
menghajar tubuh pemuda Dengan sebat Pek Thian Kie angkat tangan kanannya
menangis datangnya serangan itu.
"Siapakah kau " Ayoh jawab " teriaknya.
"Hmmmmm ! Kau tidak berhak untuk mengetahui
siapakah aku." "Apakah dia adalah satu komplotan dengan dirimu ?"
"Sedikiipun tidak salah !"
"Dari perguruan manakah kamu semua T'
"Soal ini kaupun tidak berhak untuk menanyakan !"
"Kau orang sungguh-sungguh tidak mau bicara ?" teriak
Pek Thian Kie kembali, selapis hawa uapsu membunuh
melintasi seluruh waiyahnya
"Sedikitpun tidak galah !"
"Kau cari mau 1 ' Diiringi suara bentakan keras yang menggidikkan hati,
pemuda itu mencelas ketengah udara kemudian bagaikan
seekor burung elang yang mencari mangsa menyambar
kearah si orang tua berbaju hitam itu, seraya melancarkan
satu pukulan dahsyat. Serangan yang dilancarkan Pek Thian Kie ini telah
menggunakan seluruh tenaga lweekang yang dimilikinya
selama ini. ke kuatannya bagaikan ambruknya gunung
Thay-san dan menggulungnya ombak ditengah samudera.
sungguh sungguh luar biasa.
Tenaga Iwsekang yang dimiliki si orang Yua berbaju
hitam itupun sangat luar biasa, di bawah hujan pukulan dari
pemuda lawannya, ia masih bisa melesat kesamping untuk
menggulung datangnya hajaran-hajaran, tersebut
"Braaak' diiringi suara bentrokan keras, kedua sosok
bayangan manusia itu mencelat kesamping dan melayang
mundur dua kaki jauhnya kebelakang.
Sewaktu tubuh si orang tua berbaju hitam itu melayang
mundur kebelakang itulah, mendadak. ia berayumpalitan
dan sekalian mcnyambar tubuh Tong Ling yang
menggeletak diatas tanah kemudian melayang pergi dari
sana. Tindakan dari si orang tua berbaju hitam ini jauh berada
diluar dugaan Pek Thian Kie, ia tersadar kembali akan
peristiwa tersebut, bayangngaa si orang tua itu ?udah
berada puluhan tombak jauhnya.
Dalam hati Pek Thian Kie merasa gusar bercampur
gemas, tapi dalam sekejap mata itulah berbagai bayangan
berkelebat dalam benaknya Tong Ling pernah memberikan
segala sesuatu kepadanya, iapun pernah menolong dirinya,
dan sekarang ia memberlakukan gadis tersebut dengan
begitu kejam, begitu keji dan telengas, sedikit banyak
perbuatannya ini memang rada keterlaluan.
Tapi, ia sudah kena ditipu oleh gadis tersebut.
Ia tidak ingin dirinya kena tertipu, terutama sekali oleh
seorang gadis muda yang cantik.
Teringat sampai disini, tanpa terasa laia, ia
menghembuskan napas panjang, ia mulai merasa sedih dan
berduka oleh seluruh kejadian tersebut.
"Pek Sauw-hiap!" tiba-tiba dari bela-kang tubuhnya
berkumandang datang suara sapaan yang halus.
Mendengar suara itu, Pek Thian Kie merasa hatinya
berdesir, buru-buru ia putar badan
Dilihatnya Hu Lie Hun telah berdiri dibelakangnya
sembari memanaaug kearah-nya dengan termangu-mangu.
Teringat dirinya serta Hu Lie Hun sama-sama menderita
luka parah, kemudian mereka bisa pulih kembali
kesehatannya, jelaa kesemuanya int adalah berkat jinsom
seribu tahun yang diberikan Tong Ling kepada mereka
"Pek Thian Kie, ternyata kita kita masih hidup?"
terdengar Hu Lie Hun bergumam seorang diri sambi1
memandang kearab pemuda tersebut.
"Benar " "Mungkinkah kita sedang bermimpi ?"
"Tidak 1 Seluruh kejadian adanya nyata"
"Siapa yang telah menolong kita?"
"Si lt Peng Hong palsu"
"Apa" Doa ?"
"Sedikitpun tidak salah!"
"Aku. . . aku tidak ingin ditolong olehnya "
"Mengapa ?" "Karena aku benci kepadanya?"
"Benci kepadanya " Apa alasanmu?"
"Karena dia. . dia telah . . . telah bukankah ia sudah ada
hubungan dengan dirimu."
Akhirnya ia telan kembali kata-katanya, sudah tentu Pek
Thian Kie pun mengerti apa yang hendak ia ucapkan.
"Benar, kami. . . " akhirnya pemuda itu tertawa getir
"Maka dari itu, aku benci kepadanya, karena telah
merebut dirimu " "Ia sudah merebut diriku " . . . .kau salah besar, aku
sama sekali tidak direbut olehnya."
"Tapi, kau sudah menjadi miliknya.."
Berbicara sampai disitu. air mata jstuh berlinang, jelas
kelihatan sebagai mana sedih dan cintanya gadis tersebut
kepaca sang perjaka ini Ia menyintai Pek Thian Kie .. bahkan cintanya begitu
mendalam . Cinta gadisnya yang pertama telah ia serahkan kepada
seorang lelaki. tapi lapun tidak ingin kekasibnya direbut
oleh gadis yang lain maupun kakasinnya merebut perawan
gadis lain . Saat ini hatinya amat kacau. pikirannya butek tdak
mengerti apa yang harus ia lakukan.
Disampmg itu, iapun tak ingin bersama-sama menyintai
seorang lelaki dengan gadis yang lain, ia menginginkan
seorang lelaki yang hanya menyintai ia sendiri dan cintanya
itu tiada cacadnya "Kau anggap aku sudah menjadi miliknya?" tanya Pek
Thian Kie lagi sembari tertawa geli
"Apakah kau anggap tidak "'
"Benar aku tidak merasa diriku sudah menjadi miliknya,
aku adalah milikku sendiri !"
"Tapi dalam soal cinta asmara laki perempuan, kau
sudah menjadi mihknya"
"Kemungkinan sekali pendapat mu benar . . " kata
pemuda itu mengangguk Ia menghela napas panjang.
"Nona Hu. mari aku bantu kau untuk paksa keluar hawa
racun yang bersarang dibadanmu, setelah itu masih banyak
persoalan yang ingin kutanyakan kepadamu."
"Urusan apa ?" "Menanti setelah kau sembuh dari pengaruh racun, kita
bicarakan lagi, . ."
Ia menengok dan memandang pemuda itu dengan penuh
arti, akhirnya meuundukkan dan memejamkan matanya.
Sang pemuaa sne-Pek itupun segera menyalurkan hawa
murninya untuk mengobati luka yang sedang ia derita.
Lama . . lama sekali, akhirnya gadis itu menjerit.
"Pck Sauw-hiap !"
"Ehmmm , . '. Ada apa ?"
"Selania hidup ini kemungkinan sekali aku sudah
berbuat sesuatu yang salah."
"Perbuatan apa yang kau anggap salah ?"
"Aku telah salah mencintai seseorang!'
Pek Thian Kie menghela napas panjang "Mungkin
pendapatmu itu memang benar..."
Air mata mengembang pada kelopak matanya dan
butiran air matapun mengucur keluar sangat deras, hatinya
terasa amat tertekan. Pada saat itulah, tiba-tiba. . .
Pintu besar dari Rumah Aneh tersebut perlahan-lahan
terbuka kembali lebar lebar. . .
Pintu besar terpentang lebar-lebar, sesosok bayangan
hitam segera melesat keluar, setelah memandang iskejap
kearah Pek Thian Kie yang sedang menyembuhkan luka Hu
Lie Hun, ia tertawa seram, lalu menerjang kearah pemuda
tersebut Pada waktu itu Pemuda she Pek sedang pusatkan seluruh
perhattannya untuk paksa keluar racun. yang bersarang
dibadan gadis she Hu tersebut, walaupun ia merasakan
datangnya serangan bayangan hitam tersebut, tapi sukar
baginya untuk menghindarkan diri.
Tiba-tiba. . . Suara bentakan keras berkumanaatig di-tengah angkasa,
bersamaan waktu, si bayangan hitam itu menubruk kearah
Pek Thian Kie, sesosok bayangan manusia yang lain
dengan menerobos angkasa menerjang kearah bayangan
hitam itu, Gerakan dari bayangan manusia tersebut cepatnya bukan
kepalang, tak kuasa bayangan hitam tadi kena keterjang
sehingga mencelat kebelakang
Setelah tenangkan hati, ia baru melihat dihadapannya
islah berdiri seorang pemuda pengemis yaug berwajah keren
Orang itu bukan lain adalah Coe Hoa, si manusia
misterius. Diatas selembar wajah Coe Hoa penuh diliputi napsu
membunuh, bentakuya keras :
"Kau orangkah sang Majikan Rumah Aneh ini ?"
"Tidak salah . . "
"Heeeee. . . heeeee. heeeee tidak kusangka perbuatan
membokong yang paling rendahpun bisa kau lakukan
terhadap seorang pemuda". . ."
"Siapa kau " Berani betul banyak bacot disini " teriak
pihak lawan sambil tertawa seram
"Siapakah aku, kau tidak perlu tahu, karena manusia
rendah macam kau masih belum berhak untuk
mengetahuinya," "Apakah kaupun ingin mencampuri urusan sampingan
yang tiada sangkut paut-nya dengan dirimu ?"
"Sedikitpun tidak salah. . ."
"Jikalau begitu, itu namanya kau manusia tidak tahu
diri, nih! Cobalah rasakan bogem mentahku."
Si manusia berbaju hitam itu berkelebat kedepan dengan
gerakan bagaikan kilat langsung menyerbu Coe Hoa,
serangannya tandas, ganas dan keji.
Ilmu silat yang dimiliki si bayangan hitam ini benar
benar mengejurkan hatiya melayang, menerjang dan
melancarken serangan keseluruhannya dilakukan dalam
hanya sekejap mata belaka
"Bangsat ! Kau orang cari gara gara " bentak Coe Hoa
teramat gusar melihat dirinya diserang.
-0odwo0- Jilid 12 Bab 34 TUBUHNYA melesat, meloloskan diri dari datangnya
serangan siorang berbaju hitam, kemudian maju selangkah
kedepan, sepasang telapaknya didorong kedepan bergantian
mengirim tiga buah serangan mematikan. Serangannya
dilaksanakan dengan berat dan penuh tenaga.
Agaknya tenaga dalam yang dimiliki Cu Hoa bukan
tandingan dari pihak lawan, setelah lewat tiga jurus, ia
mulai kena terdesak sehingga mundur terus sejauh satu
tombak lebih dari tempat semula.
Cu Hoa membentak keras, senjata Sam Ciat Tong-nya
digetarkan mengirim satu babatan gencar kearah
musuhnya. Sinar mata sibayangan hitam itu berkelebat lalu
buru-buru mundur beberapa langkah kebelakang, teriaknya
tertahan; "Aaaaaaaach! Senjata Sam Ciat Tong. . . ."
"Sedikitpun tidak salah. . . ."
"Siii. . .siii. . . siapa kau?" Nadanya gemetar dan lirih
penuh rasa ketakutan membuat hati orang bergidik.


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Siapakah aku rasanya, kau masih belum berhak
mengetahuinya, tapi ada satu urusan yang rasanya kaupun
tentu paham. . ." "Urusan apa?" "Barang siapa yang telah melihat senjata Sam Ciat Tong
berarti dia harus mati. . ."
Kata 'Mati' begitu meluncur keluar dari bibirnya, sang
tubuhpun meluncur maju kedepan, senjata Sam Ciat Tong
digetarkan dimana cahaya putih berkelebat lewat, ia sudah
mengirim sebuah serangan yang luar biasa hebatnya kearah
siorang bayangan hitam itu.
Bayangan hitam tersebut merasa sangat terperanjat,
tangan kanannya didorong kedepan memunahkan
datangnya serangan lawan, sedang sang tubuh mencelat
balik kedalam Rumah Aneh itu.
"Hmmmmm! Kau anggap masih bisa melarikan diri?"?"
bentak Cu Hoa dengan nada dingin.
Cahaya tajam berkelebat lewat, suara jeritan ngeri
berkumandang memenuhi angkasa, tampak tubuh
sibayangan hitam tersebut berkejit-kejit, akhirnya roboh
keatas tanah. Sekalipun kepandaian silat yang dimiliki siorang
bayangan hitam itu sangat lihay, tapi baginya masih terasa
amat sukar untuk meloloskan diri dari serangan senjata
rahasia yang dilepaskan dari balik senjata Sam Ciat Tong
tersebut, begitu terhajar badannya lantas roboh dan seketika
itu juga menemui ajalnya.
Cu Hoa tertawa dingin, sembari tarik balik senjatanya ia
menyimpan kembali Sam Ciat Tong tersebut kedalam saku.
Pada waktu itu. . . . Pek Thian Ki baru saja selesai menyembuhkan luka yang
diderita Hu Li Hun, dan membuka kembali matanya, tepat
bersamaan sewaktu Cu Hoa turun tangan membinasakan
sibayangan hitam itu. Ia rada melengak dibuatnya. "Cu Hoa, kau! Apa yang
telah terjadi?" tanyanya.
"Ayo, cepat pergi dari sini! Aku lihat tempat ini bukan
tempat yang bagus bagi dirimu."
"Apa ?"?" Pergi dari sini ?"?""
"Sedikitpun tidak salah, tempat ini bukan tempat yang
baik bagimu, lebih baik kita cepat-cepat pergi dari sini.
"Tidak. . . . ." potong Pek Thian Ki dingin, "Untuk
sementara aku masih tidak ingin pergi dari sini."
"Kau harus pergi dari sini!" bentak Cu Hoa lirih.
"Pertama, jika dibicarakan dari tenaga lweekang yang kau
miliki saat ini rasanya masih belum mampu untuk
menyelidiki rumah aneh ini, apalagi mengandalkan
keberanian serta kejantanan saja, hanya mendatangkan
kematian yang mengerikan buat dirimu, Dan kedua, si Sin
Si-poa ingin menemui dirimu!"
"Apa ?"?" si Tukang ramal itu ingin menemui diriku ?"?"
"Benar, ia berhasil menyelidiki tahu, bahwa tahun yang
lalu sebelum Sin Mo Kiam Khek pergi menyewa rumah ini,
ia telah pergi menemui seseorang terlebih dahulu. . ."
"Siapa?"?" teriak sang pemuda tak terasa, hatinya tergetar
sangat keras. "Persoalan ini akan menjadi jelas setelah kau pergi
kesana, kemungkinan sekali orang ini mengetahui asalusulmu
yang sebenarnya, sudah tentu rumah aneh yang
misterius ini harus kita selidiki sampai jelas, tapi rasanya
jauh lebih jelas kita selidiki kembali rumah ini setelah
mengetahui dahulu asal-usulmu."
"Apakah orang itu sungguh-sungguh dapat membuktikan
asal-usulku?" "Sedikitpun tidak salah!"
"Baiklah, aku akan pergi mengikuti dirimu!"
"Kepada nona Suma ini, si Sin Si-poa pun ada undangan
untuknya." "Sin Si-poa mengundang diriku" Apa yang ia inginkan?"
seru Hu Li Hun tercengang.
"Soal ini kau bakal tahu sendiri setelah pergi kesana."
"Tapi aku tak ingin pergi kesana!"
"Mengapa?" "Persoalan yang kalian kerjakan sama sekali tiada
sangkut pautnya dengan diriku, maka aku tidak ingin
pergi." "Nona! Kau harus pergi kesana karena ada suatu urusan
yang punya sangkut paut dengan dirimu, semisalnya saja
hubungan yang erat antara ibumu Hu Bei San dengan Sam
Ciat Sin Cun. . ." "Apa" Ibunya adalah Hu Bei San, adik dari Hu Toa
Kan?" teriak Pek Thian Ki tertahan.
"Sedikitpun tidak salah!"
Kali ini Pek Thian Ki betul-betul dibuat berdiri
mematung ditengah kalangan, karena ia merasa peristiwa
yang barusan terjadi benar-benar berada diluar dugaannya.
"Kau. . . . bagaimana kau bisa tahu kalau ibuku adalah
Hu Bei San ?"". . ." Hu Li Hun pun dibuat kaget sehingga
melengak. "Dugaan dari Sin Si-poa."
"Dasar apa si tukang ramal itu bisa mengatakan
demikian?"?" "Soal ini aku merasa kurang jelas, ia hanya beritahu
kepadaku bahwa nona Suma Hun tersebut ada
kemungkinan adalah putri dari Hu Bei San. . ."
"Nona Hu, benarkah ibumu adalah Hu Bei San?" tanya
pemuda she Pek kaget. "Sedikitpun tidak salah!" Ia merandek sejenak kemudian
tambahnya. "Cukup berdasarkan perkataanmu barusan ini
sudah seharusnya aku ikut kalian pergi menemui si tukan
ramal Sin Si-poa itu. "Kalau begitu, mari kita berangkat!" kata Cu Hoa.
Pertama-tama ia yang berkelebat dulu kedepan melakukan
perjalanan. Pada saat ini pikiran Pek Thian Ki penuh diliputi oleh
persoalan2 baru, ia berpikir keras sebenarnya apa hubungan
antara Hu Bei San ibu dari Hu Li Hun dengan Sam Ciat Sin
Cun Kiang Lang. . . Karena semakin dipikir semakin
bingung, akhirnya ia enjotkan tubuhnya mengejar
kebelakang punggung Cu Hoa.
Tiba-tiba. . . . Sewaktu Pek Thian Ki melesat kearah
depan itulah, ditengah kesunyian yang mencekam sekeliling
tempat itu berkumandang datang suara bentakan yang amat
keras; "Berhenti!" Suara bentakan tersebut keras dan
berwibawa, tanpa terasa lagi, Pek Thian Ki serta Hu Li Hun
bersama-sama menghentikan langkah kakinya.
Ketika menoleh dari balik hutan Touw muncullah
seorang sastrawan berusia pertengahan, orang itu bukan
orang lain adalah simanusia yang menyebut dirinya sebagai
si-tamu pencari bunga yang pernah ditemuinya sewaktu
berada didalam Istana Perempuan.
Pek Thian Ki berdiri tercengang, Si-tamu pencari bunga
itu memandang sekejap kearah Pek Thian Ki, lalu
tanyanya; "Bocah cilik, kau masih teringat dengan diriku bukan?"
"Ooooouw. . .! Cianpwee kiranya kau orang." seru Pek
Thian Ki sambil tertawa hambar.
"Sedikitpun tidak salah!"
"Tolong tanya apa maksud cianpwee datang kemari?"
"Aku" Oooouw. . . aku sedang mencari kau!"
"mencari aku?" "Sedikitpun tidak salah, bocah cilik, aku mau bertanya
kepadamu, apa maksudmu datang kemari."
Pek Thian Ki rada tertegun mendengar pertanyaan itu,
lama sekali ia termenung, kemudian baru sahutnya;
"Menyewa runah aneh itu!"
"Sudah berhasil kau sewa?"
"Belum!" "Apa tujuanmu dengan menyewa rumah aneh itu?"
Oleh pertanyaan yang diajukan oleh pihak lawan ini Pek
Thian Ki jadi berdiri membodoh ditengah kalangan, untuk
beberapa saat lamanya, ia tak dapat menjawab pertanyaan
tersebut. "Baiklah, biar aku yang wakili kau untuk menjawab!"
kata si-tamu pencari bunga, "Kau menyewa Rumah Aneh
ini bukankah hanya ingin melihat rahasia apa yang
sebenarnya terkandung didalam rumah aneh tersebut"
Bukankah begitu?" "Sedikitpun tidak salah!"
"Lalu apa yang telah berhasil kau lihat dan rahasia apa
yang berhasil kau dengar?"
"Tidak ada?" "Jikalau tidak ada yang kau peroleh, mengapa kau
hendak pergi" Apakah tiada bernyali untuk menyelidiki
rahasia rumah aneh tersebut?"
Air muka Pek Thian Ki berubah hebat. Cu Hoa
sendiripun berubah muka, tanyanya lirih;
"Siapakah dia?"
"Aku sendiripun tidak kenal!"
Cu Hoa mengangguk, mendadak katanya kepada si
sastrawan berusia pertengahan itu; "Tapi kita harus pergi
dari sini!" "Mengapa?" "Karena kami ada urusan penting yang harus
dikerjakan!" "Pergi mencari Sin Si-poa?"
Mendengar pertanyaan itu, air muka mereka berdua
sama-sama berubah hebat, setelah lama sekali berdiri raguragu,
akhirnya mengangguk juga;
"Sedikitpun tidak salah!"
"Pek Thian Ki!" ujar si-tamu pencari bunga lagi sambil
tertawa ringan. "Punya nyalikah kau orang untuk pergi
menyelidiki runah aneh yang misterius itu ?"?"
"Siapa yang bilang aku tidak punya nyali ?"?" sahut
pemuda tersebut dengan air muka berubah hebat.
"Kalau begitu, kau tidak seharusnya berlalu dari sini
dengan tidak membawa sesuatu hasilpun!"
Selagi Pek Thian Ki hendak memberikan jawaban, Cu
Hoa yang ada disisinya kembali sudah berbisik;
"Pek Thian Ki, orang ini sangat mencurigakan, biarlah aku
selidiki dulu siapakah dia!" Sembari berkata, ia melangkah
kedepan mendekati si-tamu pencari bunga itu.
Air muka Pek Thian Ki rada bergerak, tapi ia tetap
berdiri ditempat semula. Sinar mata si-tamu pencari bunga
itu dengan tajam menyapu sekejap diri Cu Hoa, lalu
tegurnya dingin; "Bocah perempuan, apa yang kau kehendaki ?"?"
kata-kata 'Bocah perempuan' tersebut langsung membuat
seluruh tubuh Cu Hoa gemetar sangat keras, karena hinga
saat ini belum ada seorang jagoan dunia kangouw pun yang
tahu jika dia adalah seorang gadis yang menyaru sebagai
seorang pria. "Hmmm! Ternyata kau lihay juga." dengus Cu Hoa
dingin. "Aku ingin tahu siapakah sebenarnya dirimu?"
"Sekalipun kau sudah tahu juga percuma!"
"Mengapa kau paksa Pek Thian Ki masuk kedalam
rumah aneh itu untuk antar kematiannya?"
"Siapakah yang bilang Pek Thian Ki pasti mati setelah
memasuki rumah aneh itu?" Si-tamu pencari bunga itu
tertawa ringan. "Aku!" "Ooooouwu. . . . jadi kau adalah Majikan rumah aneh
tersebut?" "Bukankah perkataanmu itu hanya ngaco-belo belaka?"
seru Cu Hoa melengak. "Kalau memang, demikian, dari titik apa kau bisa
mengambil kesimpulan bahwa Pek Thian Ki pasti mati
setelah memasuki rumah aneh tersebut?"
"Saudara, aku mau bertanya, siapakah yang berhasil
keluar dalam keadaan hidup setelah memasuki rumah itu?"
"Tapi bagaimanapun juga tak mungkin bisa dikatakan
tiada pengecualian bukan?"
"Asal-usul saudara bukan saja misterius bahkan
pembicaraanpun diliputi kemisteriusan, jikalau engkau
tidak ingin memberitahukan siapakah dirimu, aku masih
punya cara untuk paksa kau bicara!"
"Apa caramu itu ?"?" Ilmu silat!"
"Sedikitpun tidak salah."
Kembali si-tamu pencari bunga itu tertawa. "Pek Thian
Ki, jikalau kau punya nyali, bagaimana kalau aku temani
dirimu memasuki rumah tersebut untuk mengadakan
penyelidikan ?"?""
"Bagus sekali!" sahut Pek Thian Ki dengan air muka
berubah hebat. Tiba-tiba Cu Hoa tertawa dingin tiada hentinya; "Aku
bisa menduga siapa saudara!"
"Siapa ?"?"
"Majikan dari rumah itu."
Si-tamu pencari bunga segera tertawa terbahak-bahak.
"Perkataanmu itu kedengarannya cukup membuat orang
jadi kebingungan setengah mati, dari kesimpulan mana kau
bisa mengatakan kalau aku majikan dari rumah itu ?"?""
"Karena kau menggunakan kata-kata menghasut Pek
Thian Ki, agar suka memasuki rumah itu, kemudian
membinasakan dirinya disana, Sehingga peristiwa berdarah
yang pernah terjadi selama puluhan tahun ini, selamanya
tidak berhasil memperoleh penyelesaian."
Dugaan yang diucapkan Cu Hoa memang sangat
beralasan sekali dengan kenyataan yang terbentang didepan
mata, tak urung Pek Thian Ki kena digerakkan juga
hatinya. Si-tamu pencari bunga tertawa. "Kau bocah perempuan
sungguh tidak jelek, lebih baik kau jangan anggap dirimu
terlalu pintar sehingga jadi keblinger!" Ia tersenyum ramah
lalu tambahnya; "Pek Thian Ki, jika kau tidak ingin masuk,
aku akan segera berangkat seorang diri." Habis berkata, ia
melangkah kearah rumah aneh tersebut.
Cu Hoa berkelebat lewat menghadang didepan orang itu,
teriaknya dingin; "Tungu sebentar!"


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apa yang kau inginkan lagi?"
"Aku ingin tahu siapakah kau?"
"Aku rasa pertanyaanmu itu tak mungkin aku jawab!"
"Kau sungguh-sungguh tidak ingin berbicara?"
"Sudah tentu sungguh-sungguh, apa kau anggap hanya
pura-pura, ya?" "Kalau begitu, rasakanlah kelihayanku!" Badan sang
gadis yang menyaru sebagai pria ini mencelat ketengah
udara, kemudian meluncur kedepan, tangan kanannya
diayun melancarkan satu babatan dahsyat kearah si-tamu
pencari bunga. Serangan yang dilancarkan Cu Hoa sangat dahsyat
bagaikan kilat, Dengan tenang si-tamu pencari bunga
berputar, lantas berkelit kesamping, gerakannya luwes dan
sama sekali tidak menggunakan banyak tenaga.
Pada waktu itu serangan kedua dari Cu Hoa sudah
beruntun menggencet datang. Si-tamu pencari bunga
tertawa dingin, tangan kanannya dibabat mengunci
serangan lawan, sedang tangan kirinya mendadak didorong
kemuka. Daya kekuatan serangan tersebut sangat cepat dan aneh
sekali, seketika itu juga Cu Hoa kena didesak mundur
sejauh satu tombak lebih kebelakang.
"Bocah perempuan dengan mengandalkan kepandaian
yang kau miliki masih belum merupakan tandingan dari
aku orang!" seru si-tamu pencari bunga dingin.
"Kalau begitu, kau boleh coba-coba saja nanti!"
Mendadak sang gadis she Cu ini mengeluarkan senjata Sam
Ciat Tong-nya, lalu dimana tangannya sedikit digetarkan
muncullah sebilah anak panah yang pendek.
"Haaaa. . . senjata Sam Ciat Tong?" si-tamu pencari
bunga itu berseru tertahan.
"Sedikitpun tidak salah!"
Berturut-turut si sastrawan berusia setengah baya itu
mundur tiga, empat langkah kebelakang. "Kau. . .
.darimana kau dapatkan senjata tersebut?" tanyanya dengan
hati bergidig. "Soal ini kau tidak perlu tahu."
"Aku tahu siapakah dirimu. . ."
"Siapa?" "Aku tidak ingin mengucapkannya keluar."
"Jikalau sudah tahu senjata Sam Ciat Tong ini, maka
seharusnya tahu bukan, barang siapa yang melihat senjata
ini berarti mati!" Begitu ucapan terakhir meluncur keluar dari bibirnya,
cahaya putih berkelebat lewat, ujung yang tajam dari
senjata Sam Ciat Tong itu dengan dahsyat menyerang
tubuh si-tamu pencari bunga tersebut. Begitu Cu Hoa
melancarkan serangan, si sastrawan berusia setengah baya
itupun tertawa dingin tiada hentinya.
"Senjata Sam Ciat Tong ini tak bakal bisa menakutnakuti
diriku!" Bayangan manusia berkelebat lewat, ia bukan saja
berhasil menghindarkan diri dari datangnya serangan
lawan, bahkan balas melancarkan satu serangan dengan
kecepatan tidak berada dibawah kecepatan Cu Hoa.
Kejadian ini langsung saja membuat gadis she Cu itu
merasa sangat terperanjat.
Ia tidak malu disebut sebagai seorang jagoan yang
memiliki kepandaian silat sangat tinggi, sewaktu merasa
sasarannya yang kosong pedangnya digurat berulang kali,
hanya dalam sekejap mata beruntun telah mengirim tiga
buah serangan sekaligus. Kepandaian silat yang dimiliki Cu Hoa bukan termasuk
golongan yang biasa, dibawah serangan beruntunnya
ternyata keadaannya masih tetap seperti sediakala,
sedikitpun tidak terjadi perubahan.
Mendadak. . . . Mengiringi suara bentakan dari si-tamu pencari bunga itu
tampaklah tangan kanannya dipentangkan lebar2, lantas
mencengkeram wajah Cu Hoa. Diam2 gadis itu merasa
sangat terperanjat, pedangnya digetarkan membabat
pinggang lawan untuk berusaha memaksa dia orang
menarik kembali serangannya.
Pada saat itu Cu Hoa mengirim satu babatan kearah
lawan, itulah si-tamu pencari bunga dengan serangan
kosong jadi kenyataan tangan kirinya menotok kemuka.
Kedua buah serangan yang dilancarkan si sastrawan berusia
setengah baya ini kesemuanya dilancarkan dengan
kecepatan laksana sambaran kilat.
Agaknya Cu Hoa tidak sempat untuk menghindarkan
diri lagi, dengan niat mengadu jiwa bukannya menghindar,
ia malah menerjang maju kedepan, tangan kanannya
menekan tombol senjata rahasia.
Cahaya tajam berkelebat lewat, senjata rahasia meluncur
kedepan bagaikan hujan gerimis. Bersama dengan
melncurnya senjata rahasia tersebut menghajar tubuh
lawan, suara dengusan berat bergema memenuhi angkasa,
Cu Hoa telah kena tertotok dan roboh tak berkutik diatas
tanah. Kejadian ini langsung membuat Pek Thian Ki jadi
sangat terperanjat. Pada waktu itu. . . . Si-tamu pencari bunga sudah melayang mundur
kebelakang, terlihatlah diatas baju bagian dadanya
tertancap tiga batang jarum perak sepanjang dua cun.
Melihat kejadian itu, sekali lagi pemuda itu merasakan
hatinya bergidik. Ia sama sekali tidak menduga kalau kepandaian silat
yang dimiliki si-tamu pencari bunga ini sangat tinggi dan
telah mencapai taraf kesempurnaan, dengan mengerahkan
hawa khi-kangnya, ternyata ia berhasil menahan datangnya
ketiga batang senjata rahasia tersebut.
"Bocah perempuan, sungguh ganas seranganmu ini!"
tegur si sastrawan berusia tengah baya ini dengan suara
yang dingin. Ia cabut keluar ketiga batang jarum perak itu, lalu
dilemparkan keatas tanah, setelah itu dipungutnya senjata
Sam Ciat Tong tersebut. Air mukanya hambar, sedikitpun
tidak menunjukkan reaksi apapun, dengan teliti
diperiksanya sebentar senjata Sam Ciat Tong itu, lalu
digetarkan jadi tegak dan memasukkan kembali sang
pedang kecil kedalam tabung.
Setelah itu, seraya memandang sekejap kearah Pek Thian
Ki ujarnya; "Pek Thian Ki, menurut pandanganmu
seharusnya aku beri sedikit hajaran atau tidak kepadanya.
"Beri sedikit pelajaran kepadanya?"
"Benar, bukankah tindakannya terlalu keji?"
"Menurut pandangan cayhe lebih baik sudahi saja urusan
ini sampai disini!" "Demikianpun baik. . ." akhirnya si-tamu pencari bunga
itu mengangguk dengan alis dikerutkan.
"Cianpwee, menurut pandanganmu, mungkinkah dia
adalah anak murid dari Sam Ciat Sin Cun tersebut?"
"Aku tidak tahu, cuma senjata Sam Ciat Tong ini
memang merupakan tanda dari si Sam Ciat Sin Cun,
sudahlah, kita tidak usah gubris dia lagi, aku cuma menotok
jalan darah tidurnya saja, sebentar lagi ia bakal tersadar
dengan sendirinya, mari kita pergi!"
"Pergi" Kemana?"
"Menyelidiki rumah aneh tersebut."
"Kau sungguh-sungguh hendak menyelidiki rumah itu?"
tanya Pek Thian Ki melengak.
"Sedikitpun tidak salah, apa mungkin kau takut" Atau
mungkin tidak ingin masuk kesana?"
"Apa yang aku takuti" Kau berani, sudah tentu akupun
berani!" seru Pek Thian Ki dingin.
"Apakah kau tidak takut aku adalah Majikan yang
sesungguhnya dari Rumah Aneh itu" Dan sekarang sedang
memancing untuk kau masuk kedalam kemudian
membinasakan dirimu?"
"Soal ini sih aku Pek Thian Ki boleh berlega hati!"
"Berlega hati?"
"Benar, jikalau kau ingin membunuh mati aku, rasanya
tidak perlu memancing masuk kedalam rumah, sekalipun
disini kau masih sanggup untuk membunuh aku."
"Tidak salah, tidak salah ternyata kau bocah cilik
mengerti juga akan persoalan ini, kalau begitu, mari kita
berangkat!" Per-tama2 ia yang berlalu terlebih dahulu dari
sana. Pek Thian Ki mengikuti dari belakang tubuh si-tamu
pencari bunga, ia melakukan perjalanan kearah depan.
"Pek Siauw-hiap!" Tiba-tiba Hu Li Hun berseru.
Mendengar teriakan itu, Pek Thian Ki berhenti dan
menoleh; "Ada urusan apa?"
"Aku tidak ingin ikut masuk kesana!"
"Mengapa?" "Aku tidak ingin mengetahui rahasia yang menyangkut
soal rumah ini, aku mau pergi dari sini!"
"Tidak bisa jadi, kau harus ikut masuk kesana." sela si
Sastrawan berusia setengah baya itu tiba-tiba.
"Mengapa?" "Karena kami masih ingin mengetahui berbagai urusan
yang menyangkut dirimu, mari jalan! Ada aku disini, kau
boleh berlega hati, aku rasa kalian tak bakalan menemui
ajal ditangan mereka."
Hu Li Hun ragu-ragu sejenak, akhirnya dengan alis
berkerut ia mengiakan juga.
"Baiklah!" Bab 35 MENGIKUTI dari belakang orang-orang itu, iapun
melangkah pergi. "Nona Hu! Mengapa kau menyaru sebagai Kiang To?"?"
tiba-tiba Pek Thian Ki bertanya.
"Sudah tentu ada sebab2nya, asalkan kita berhasil keluar
dari rumah ini, pasti akan kuberi tahu, dan inipun
merupakan urusan yang pernah kusanggupi."
Dengan hati berat Pek Thian Ki mengangguk. Pada
waktu itu. . . .Si-tamu pencari bunga telah tiba didepan
pintu masuk, dengan tanpa sebab, mendadak ia berhenti
berjalan dan mengalihkan sinar matanya keatas selembar
kertas merah yang tertempel disisi pintu.
Ia berpaling memandang sekejap kearah Pek Thian Ki,
kemudian tertawa dingin tiada hentinya; "Pek Thian Ki!
Coba kau lihat, bukankah pengumuman ini sangat aneh
sekali?" "Aneh" " ?" Tanpa terasa Pek Thian Ki pun ikut
mengalihkan sinar matanya keatas lembaran kertas merah
tadi. Diatas kertas merah tersebut bertuliskan beberapa patah
kata-kata sebagai berikut:
"RUMAH INI DISEWAKAN."
Langganan yang diutamakan: Orang-orang kangouw,
terutama yang mengandalkan pedang.
Ongkos-ongkos sewa rumah:
Pertama: Uang emas murni seribu kati.
Kedua : Giok Hoa Lok sebotol besar.
Ketiga : Wanita cantik seorang.
Ketiga syarat tersebut harus dibayar lunas sebelum
memasuki rumah ini, barang siapa yang berminat harap
datang setiap tengah malam kentongan ketiga untuk
menyerahkan syarat-syarat tersebut dan menempati rumah
ini. Catatan: Jikalau ada yang bisa tahan mendiami rumah ini selama
setahun, maka disamping itu akan diberi hadiah sebuah
bangunan rumah merah yang indah.
Tertanda: "Majikan Rumah ini."
Pek Thian Ki yang melihat pengumuman tersebut cuma
bisa berdiri tertegun saja, sembari memandang si-tamu
pencari bunga katanya; "Aku tidak berhasil menemukan sesuatu hal yang aneh."
"Benar, kau tidak bakal paham. . . .kau tidak bakal
paham. . . ." "Apanya yang tidak paham ?"?"
"Coba kau lihat ketiga buah syarat untuk menyewa
rumah ini, jikalau setiap patah kata yang pertama
disambung jadi satu akan jadi kata-kata apa. . . ."
"Ui Giok Mey. . ."
"Ehmmm. . .! Coba mirip apa ?"?"
"Aaaaaah! Menyerupai nama dari seorang perempuan!"
tiba-tiba Pek Thian Ki berseru tertahan.
"Sedikitpun tidak salah, memang nama seorang
perempuan, tahukah kau bahwa Sam Ciat Sin-cun
mempunyai seorang isteri yang bernama Tiap Hoa Sianci
atau si Bidadari Kupu2 dan Bunga ?"?"
"Apakah Ui Giok Mey adalah nama dari Tiap Hoa
Sianci tersebut ?"" tanya sang pemuda dengan hati dak dik
duk. . . "Bukan!" "Lalu siapakah sebenarnya ?"?" kembali Pek Thian Ki
berdiri melengak. "Tiap Hoa Sianci bernama Ui Mey Giok dan bukan Ui
Giok Mey. . . ." "Maksudmu namanya terbalik ?"?"
"Benar! Nama bisa terbalik hal ini sudah tentu
merupakan peristiwa yang tidak mungkin bisa terjadi.
Syarat=syarat yang diajukan untuk menyewa rumah ini
hanya memberi tahukan kepada Sembilan Jago Pedang dari
kolong langit, bahwa orang yang mendiami rumah ini
adalah Ui Mey Giok. . . . karena kesembilan orang jago dari
kolong langit mengetahui akan sesuatu persoalan. . . ."
"Persoalan apa ?"?"?"
"Letak dari Rumah Berdarah."
"Rumah Berdarah ?"?""
"Sedikitpun tidak salah, cacatan terakhir yang tercantum
dipaling ujung dari pengumuman ini bukankah mengatakan
bahwa siapa saja yang bisa mendiami rumah ini selama
setahun ia bakal menerima hadiah sebuah rumah merah
yang indah ?"?""
"Sedikitpun tidak salah!"


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Yang dimaksud Rumah Merah adalah Rumah
Berdarah, sekarang kau sudah paham?"
"Aku paham. . . .aku paham, orang yang mendiami
rumah ini adalah si Tiap Hoa Sianci Ui Mey Giok, ia ingin
memancing kedatangan Sembilan Orang Jago dari kolong
langit dengan tujuan ingin memperoleh Rumah Berdarah
tersebut?" "Sedikitpun tidak salah."
"Kalau begitu, mengapa namanya bisa salah tulis?"
"Justeru persoalan terletak disini, menurut pendapatku,
orang yang mendiami rumah ini pasti adalah Tiap Hoa
Sianci Ui Mey Giok!"
"Lalu, mengapa ia bunuhi sembilan jagoan dari kolong
langit?" "Persoalan ini masih membingungkan, cuma kita harus
selidiki rahasia rumah ini sampai jadi jelas kembali."
"Tidak salah." seru Pek Thian Ki sambil kertak gigi.
"Kita harus selidiki urusan ini sampai menjadi jelas."
"Kalau begitu, mari kita masuk!"
"Cianpwee, sebenarnya siapakah kau?" tiba-tiba pemuda
she Pek ini bertanya. "Sebaliknya pada saat ini aku beritahu kepadamu tiada
berguna, akhirnya kau bisa tahu sendiri!"
"Cianpwee, aku dibuat kebingungan setengah mati oleh
asal-usulku sendiri, tentang Sam Ciat Sin-cun, Kiang To
serta rumah aneh ini. . . ."
"Ada satu persoalan aku bisa buktikan kepadamu yaitu
kau adalah putra dari Sam Ciat Sin-cun dan merupakan
Kiang To asli. . . ."
"Berdasarkan apa kau bisa membuktikan bila aku adalah
putra dari Sam Ciat Sin-cun dan bernama Kiang To ?"?""
"Ui Mey Giok yang berada dalam rumah ini bisa
membuktikan persoalan ini dengan jelas."
"Kau. . . . apa kau kata ?"?"
"Sekarang banyak urusan yang tidak perlu kau tanyakan,
karena aku sendiripun masih kurang jelas, untung saja
peristiwa berdarah yang terjadi puluhan tahun yang lalu
dengan misterius segera akan menjadi jelas kembali."
Sekali lagi Pek Thian Ki dibuat bingung oleh persoalan
ini. "Aku semakin bingung dibuatnya." ujar sang pemuda
sambil memandang si-tamu pencari bunga itu.
"Jikalau begitu kau boleh bingung terus-menerus,
mengerti lebih banyak malah tidak baik buat dirimu dan
lebih baik untuk sementara kau tetap gunakan nama Pek
Thian Ki saja." "Mengapa?" "Asalkan Kiang To yang asli munculkan diri, maka
seluruh dunia persilatan bakal dinodai dengan ceceran
darah, karena itu untuk sementara. . . . sebelum peristiwa
yang sebenarnya terungkap, kau masih bernama Pek Thian
Ki." Pemuda she Pek ini makin lama semakin terlempar
seperti berada di-awang2, ia tidak mengerti peristiwa apa
sebenarnya yang telah terjadi. . . . Ia tetap merasa tidak
paham. Persoalan yang mencurigakan hatinya makin lama
bertumpuk semakin banyak lagi.
"Sekarang kau tidak perlu terlalu banyak memikirkan
persoalan yang tiada berguna," kata si-tamu pencari bunga
itu menasehati, "Satu-satunya persoalan yang sedang kita
hadapi saat ini adalah selidiki dahulu apakah orang yang
menghuni rumah ini betul2 adalah Ui Mey Giok!"
Pek Thian Ki manggut. Ketika itu si-tamu pencari bunga
sudah melangkah masuk kebalik pintu besar kemudian
masuk keruangan dalam, sedang Pek Thian Ki pun dengan
cepat mengikuti dari belakang.
Mendadak. . . . "Berhenti!" Suara bentakan yang sangat dingin
berkumandang memecahkan kesunyian. Membarengi suara
bentakan tadi muncul sesosok bayangan manusia dengan
kecepatan laksana kilat berkelebat kearah Pek Thian Ki,
kemudian berdiri kurang lebih satu tombak dihadapan
pemuda tersebut. Sinar mata pemuda she Pek ini berkelebat lewat, air
mukanya tiba-tiba berubah hebat karena ia menemukan
orang itu adalah seorang dara cantik yang memakai baju
warna hitam dengan rambutnya yang panjang terurai
sepanjang pundak. "Aaaaach! Kau. . . .Tong Ling?" seru Pek Thian Ki
tertahan. "Heeeee. . . heeeee. . .heeee. . . sedikitpun tidak salah,
juga bernama It Peng Hong!"
Diatas wajah Tong Ling terlintas hawa napsu
membunuh yang sangat hebat, sembari mendekati pemuda
itu selangkah demi selangkah, ia tertawa seram tiada
hentinya. "Pek Thian Ki, bukankah aku pernah berkata
kepadamu bahwa aku bisa balik kemari mencari dirimu?"
"Sedikitpun tidak salah!"
"Pek Thian Ki, aku bisa menolong kau, bisa pula
membinasakan dirimu. . ."
Pek Thian Ki tertawa hambar. "Bagaimanapun selembar
nyawaku adalah kau yang tolong, dikembalikan lagi
kepadamu juga bukan suatu persoalan yang patut
disayangkan. . ." Belum habis pemuda itu berkata, tiba-tiba Hu Li Hun
menjerit tertahan; "Kau. . . kau adalah Hek Mo Li atau si
Iblis perempuan Hitam". . ."
"Sedikitpun tidak salah!"
"Aaaaaach!. . ." Hu Li Hun menjerit tertahan kemudian
berturut-turut mundur tiga empat langkah kebelakang.
Pek Thian Ki yang melihat kejadian ini segera
merasakan hatinya merinding, sudah tentu ia masih belum
mengerti bagaimana macam manusia yang disebut sebagai
si Iblis Perempuan Hitam ini.
Terdengar Hek Mo Li Tong Ling tertawa dingin tiada
hentinya; "Pek Thian Ki, selama hidupku belum pernah
kubersikap baik kepada siapapun, tapi terhadap kau, aku
sudah keluarkan seluruh kemampuanku untuk menyayangi
dirimu, tetapi apa yang aku dapat dari dirimu" Pek Thian
Ki, kaulah manusia pertama yang membuat aku berduka,
aku hendak bunuh mati dirimu. . ."
"Apa yang kau inginkan, ucapkanlah secara terangterangan."
"Tidak berat, aku hanya inginkan batok kepalamu."
"Kalau begitu, kemarilah untuk ambil sendiri!"
"Hmmm! Aku bisa melakukannya sendiri!"
Pada waktu Tong Ling sudah berada kurang lebih lima
depa dihadapan Pek Thian Ki, hal ini membuat si-tamu
pencari bunga kerutkan alisnya, Tiba-tiba ia mencelat
kedepan menghadang diantara kedua orang itu, Tong Liong
disebut orang-orang kangouw sebagai si Iblis Perempuan
berhati hitam, hal ini disebabkan tindakannya keji, ganas,
buas dan telengas, membunuh orang tak berkedip, bahkan
munculnya kedalam dunia kangouw pun sangat misterius
sekali, jarang ada orang yang tahu berasal dari manakah
perguruannya. Setelah gadis itu kena dihina habis oleh pemuda she Pek,
kali ini ia munculkan dirinya kembali dengan tujuan untuk
membalas penghinaan yang diterimanya tempo dulu. Tong
Ling yang melihat si tamu pencari bunga menghadang
didepannya, alisnya lantas dikerutkan rapat-rapat, tegurnya
dingin; "Apa yang hendak kau lakukan?"
"Buat apa nona mengumbar hawa marah disini" Jikalau
diantara kalian berdua pernah mengadakan hubungan
suami isteri, apa perlunya berbuat ribut-ribut karena suatu
persoalan yang kecil" Sudahlah, anggap saja urusan selesai
sampai disini." "Kentut makmu yang busuk!"
Walaupun si-tamu pencari bunga ketanggor batunya,
tapi ia tetap senyum dikulum, kembali ujarnya;
"Begini saja, aku suruh Pek Thian Ki minta maaf
kepadamu, bagaimana". . . ."
"Minta maaf" Aku Pek Thian Ki tak bakal
melakukannya!" teriak sang pemuda dengan cepat.
"Akupun tidak butuh minta maafmu, ayoh cepat
menyingkir!" teriak Tong Ling sambil tertawa dingin.
"Jikalau demikian adanya, kalian pasti hendak bertempur
sampai salah satu menemui ajalnya?" sela si sastrawan
berusia setengah baya itu dengan nada serius.
"Sedikitpun tidak salah."
"Ada aku disini kalian tak bakal bisa bertarung
semuanya." "Kalau bigitu, kau boleh coba-coba." Begitu selesai
berbicara, Tong Ling segera mencelat kedepan bagaikan
sambaran kilat, telapak tangannya dengan disertai tenaga
dalam yang luar biasa hebatnya dihajarkan kearah si-tamu
pencari bunga. Serangan yang dilancarkan sigadis she Tong ini luar
biasa cepatnya, dengan sebat orang itu menangkis dengan
tangan kanannya. "Tunggu sebentar!" bentaknya gusar.
"Kau masih ada pertanyaan apa lagi yang hendak
disampaikan?" "Kau orangkah yang bernama Tong Ling?"
"Sedkitpun tidak salah."
"Siapakah majikanmu?"
"Soal ini kau tidak perlu tahu. . ."
"Padahal sekalipun kau tidak suka bicara akupun bisa
menduga separuh bagian, aku ada semacam barang, tolong
kau sampaikan kepada majikanmu, beritahu kepadanya
bahwa didalam sepuluh hari mendatang aku pasti pergi
mencari dirinya!" Dari dalam sakunya ia mengambil keluar sebilah pedang
kecil yang panjangnya hanya lima cun dengan luas satu
cun, lalu diangsurkan ketangan gadis tersebut.
Tong Ling menerima pedang kecil itu dan diperiksanya
sebentar, mendadak air mukanya berubah hebat, karena ia
dapat melihat diatas tubuh pedang tersebut berukirkan
ombak air sungai yang menggulung-gulung berwarna biru
serta seekor burung mementang sayap terbang diatasnya.
"Aaaaaach. . .! Kau?" Tiba-tiba saja gadis itu berseru
tertahan. "Emmmmm. . . .! Mengapa?"
"Tiiii. . . . tidak mungkin?"
"Apanya yang tidak mungkin?"
"Tidak mungkin kau masih hidup dikolong langit!"
"Bocah perempuan, apakah kau sudah tahu siapakah
aku?" seru si sastrawan berusia pertengahan itu sambil
tertawa dingin. "Tidak salah, aku pernah dengar orang membicarakan
soalmu. . .Dan ada pula orang yang mengatakan kau sudah
mati!" "Kalau begitu, cepat pulang dan beritahu kepada
majikanmu, aku bisa pergi mencari dirinya, sedang
urusanmu dengan Pek Thian Ki, memandang diatas
wajahku untuk sementara jangan diungkap kembali."
Air muka Tong Ling pada saat ini sudah berubah pucatpasi
bagaikan mayat, setelah berhasil menenangkan
hatinya, ia berkata; "Baiklah, aku akan sampaikan tandamu ini kepada
majikanku." Habis berkata ia putar badan siap berlalu.
"Tong Ling!" tiba-tiba Pek Thian Ki menegur dingin.
"Jangan pergi dulu, coba kau sebutkan siapakah dia?"
Mendengar suara bentakan tersebut, Tong Ling segera
menghentikan langkahnya dan berpaling.
"Bagaimana" Apakah kau masih belum tahu siapakah
kawanmu itu. . .?" tegurnya dingin.
"Jika aku sudah tahu, buat apa bertanya lagi kepadamu?"
"Kalau begitu, tanyakan saja sendiri kepadanya apakah
kau tidak bisa bertanya?" Selesai berkata, tubuhnya
mencelat ketengah udara dan berlalu dari sana dengan
cepat. Si Hek Mo Li ini adalah seorang iblis perempuan yang
berhati ganas, dan keji, ternyata kali ini bisa merasa begitu
takut kepada diri si-tamu pencari bunga, jelas hal ini
menunjukkan bila orang itu adalah seorang yang sangat luar
biasa sekali. Sinar mata Pek Thian Ki perlahan-lahan dialihkan keatas
wajah si sastrawan tersebut, tanyanya seraya tersenyum;
"Cianpwee siapakah sebenarnya kau?"
Si-tamu pencari bunga pun tertawa; "Soal ini sekalipun
sudah kau ketahui juga percuma saja, mari kita masuk!"
"Cianpwee, apakah kau tak bisa memberikan jawaban
tersebut kepadaku. . .?"
"Mungkin!" "Si Iblis Hek Mo Li ini sebetulnya termasuk perguruan
yang mana ?"?" "Hingga saat ini sukar ditentukan, kau tidak usah
bertanya lagi, mari kita masuk."
"Baiklah." Setelah menyahut, Pek thian Ki pun dengan mengikuti
dari belakang si-tamu pencari bunga itu berjalan masuk
kedalam ruangan rumah aneh tersebut.
Sudah tentu, didalam pikiran pemuda itu kembali
bertambah dengan suatu persoalan yang ia tidak pahami,
siapakah sebenarnya si-tamu pencari bunga yang sangat
misterius ini ?"?"
Pada waktu itu mereka bertiga telah memasuki ruangan
rumah aneh tersebut yang ternyata merupakan sebuah
ruangan tamu yang indah dan megah sekali, Diatas lantai
ruangan masih menggeletak pedang Ciang Liong Kiam, Pek
Thian Ki segera memungutnya kembali.
Tiba-tiba. . . . "Aaaaach! Delapan bilah pedang!" Teriak Hu Li Hun
tertahan. Buru-buru pemuda tersebut mengalihkan sinar matanya
mengikuti arah yang dilihat Hu Li Hun, Sedikitpun tidak
salah diatas dinding ruangan tertancaplah delapan bilah
pedang. Ketika sinar mata pemuda tersebut bertemu dengan
pedang yang terakhir, tiba-tiba air mukanya berubah hebat.


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Buuu. . . bukankah pedang itu adalah pedang Sin Mo
Kiam. . .senjata. . .senjata guruku?" serunya tersendatsendat.
"Tidak salah, pedang itu memang pedang Sin Mo Kiam!"
Air muka Pek Thian Ki berubah semakin pucat lagi.
"Jadi guruku benar2 adalah Sin Mo Kiam Khek?"
"Tidak salah!" "Ia sudah mati". . . ia benar-benar sudah mati?"
"Benarkah ia sudah mati, hingga ini hari masih susah
untuk ditentukan karena banyak persoalan kadang-kadang
berada diluar dugaan."
"Apa maksudmu?"
"Maksudku benarkah Sin Mo Kiam Khek sudah mati
masih susah untuk dibicarakan."
"Dia. . ." "Pek Thian Ki kau anggap diantara kuburan-kuburan
yang berada didepan rumah itu sungguh-sungguh dikubur
delapan jagoan pedang dari antara sembilan jagoan kolong
langit?" "Apakah itu palsu?"
"Palsu atau tidak, aku tidak berani memastikan, cuma
diantara kedelapan buah kuburan tersebut, benar-benar
terkubur manusia rasanya sukar untuk dipercaya."
"Jadi maksudmu kuburan itu hanya kosong belaka?"
"Menurut pendapatmu apakah ada kemnungkinannya?"
Pertanyaan yang balik ditanyakan ini kontan membuat
Pek Thian Ki berdiri tertegun, sedikitpun tidak salah urusan
memang ada kemungkinannya, karena ia belum pernah
membongkar kuburan tersebut untuk dibuktikan apakah
benar didalam liang sungguh-sungguh terkuburkan
kedelapan orang jagoan pedang dari antara sembilan jagoan
pedang dari kolong langit.
Lama sekali Pek thian Ki berdiri tertegun. "Aaaaaach. . .
.makin lama aku dibuat semakin bingung saja." serunya.
"Tapi sebentar lagi kau bakal menjadi jelas dengan
sendirinya." Sambil berbicara si-tamu pencari bunga itu
berjalan terlebih dahulu memasuki ruangan belakang.
Sedangkan Pek Thain Ki mengikuti dari belakangnya
dengan hati berduka, pikirannya kacau-balau tidak karuan.
Suhunya benar-benar telah mati. Bersamaan itu pula
kenyataan telah membuktikan jika suhunya bernama Sin
Mo Kiam Khek Pek Thian Ki. . . . dan ia sendiri tidak
bernama itu karena untuk sementara gurunya telah
pinjamkan namanya itu untuk dia orang.
Lalu, apakah ia benar-benar bernama Kiang To"
Agaknya persoalan ini sudah pasti benar, hanya belum
memperoleh bukti yang nyata.
Mendadak. . . . Si-tamu pencari bunga yang berjalan
didepan dibuat terkejut oleh suara tertawa dingin yang
berkumandang keluar dari balik ruangan.
"Siapakah kalian bertiga" Apa maksud kalian
sembarangan memasuki rumah orang lain?" Suara tersebut
datangnya mendadak, kontan membuat mereka bertiga jadi
terperanjat. "Kawan, siapakah kau?" tegur si sastrawan tersebut
dingin. "Majikan rumah ini."
"Sesungguhnya ada berapa banyak majikan rumah ini?"
tegur sang sastrawan lagi dingin.
"Soal itu kau tidak perlu tahu, pokoknya yang jelas,
rumah ini adalah milik bersama."
"Sesungguhnya ada berapa orang?" kembali si sastrawan
mendesak lebih lanjut. "Soal ini susah untuk dibicarakan, apa yang kalian
bertiga inginkan?" "Menyewa rumah ini!"
"Siapa diantara kalian yang ingin menyewa?"
"Kami bertiga?"
Pihak lawan segera tertawa dingin tiada hentinya. "Maaf!
Rumah kami hanya bisa disewakan setiap tahunnya satu
orang, jikalau kalian bertiga ingin menempatinya bersamasama,
hal ini tidak bisa jadi!"
"Aku mau sewa rumah ini." bentak Pek Thian Ki dingin.
"Kau?" "Sedikitpun tidak salah."
"Tadi ada seorang membinasakan dua orang kawan
kami, siapa diantara kalian yang melakukan?"
"Aku!" "Kalau begitu rumah ini tak dapat disewakan kepadamu,
setiap orang yang ingin menyewa rumah ini harus
mempunyai asal-usul yang suci bersih, rumah ini tidak akan
disewakan kepada seorang pembunuh!"
"Tapi aku sudah bulatkan tekad untuk menyewa rumah
ini." "Bolehkah aku yang sewa?"?" Tiba-tiba si-tamu pencari
bunga berseru dingin. "Kau bisa menggunakan pedang ?"?"
"Sedikitpun tidak salah."
"Ketiga syarat tersebut ?"?"
"Tidak ada. . . . cuma aku bisa menyusulkan barangbarang
tersebut." "Tidak bisa jadi!"
"Tidak Bisa jadi ?"?"?"
"Benar, harap kalian bertiga cepat-cepat mengundurkan
diri dari rumah ini!"
"Mengundurkan diri dari sini ?"?""
"Benar! Kalau tidak, setelah sampai waktunya jika
diantara kalian bertiga sampai tertimpa kemalangan, jangan
salahkan kami tidak menerangkan terlebih dahulu."
"Kawan, aku ingin menanyakan satu persoalan
kepadamu." ujar Pek Thian Ki dingin.
"Katakan!" "Benarkah Sin Mo Kiam Khek sudah menemui ajalnya
?"?" "Persoalan ini tak dapat aku jawab, karena kau bukan
tamu penyewa rumah kami, sehingga tak dapat dikatakan
punya hubungan, apalagi barang timbal balikpun tak ada,
maka dari itu aku tidak ingin menjawab pertanyaanmu itu."
Si-tamu pencari bunga segera tertawa.
Bab 36 "Kawan, kau tidak berani menjawab ataukah tidak bisa
menjawab?" Ejeknya. Setelah merandek sejenak, kemudian
ujarnya seraya tertawa dingin; "Kawan, mengapa kau tidak
suka unjukkan diri untuk berjumpa dengan kami?"
"Aku tidak ingin menemui kalian."
"Tapi aku justeru ingin sekali berjumpa dengan dirimu. .
." oo (d)O(w) oo Begitu ucapan terakhir meluncur keluar dari bibirnya
bayangan manusia berkelebat lewat, badannya sudah
mencelat kearah dimana berasalnya suara tersebut,
gerakannya benar-benar luar biasa cepatnya.
Ketika si-tamu pencari bunga ini tiba dibelakang ruang
tersebut, ternyata telah menubruk tempat kosong, sesosok
bayangan menusiapun tidak tampak.
Ia jadi melengak. Pada waktu itu Pek Thian Ki sudah menyusul dari
belakang. "Woooooouw. . . .! Cepat benar gerakan badannya. . . ."
seru si-tamu pencari bunga kesal.
Suasana diruangan besar sunyi senyap, tak kedengaran
sedikit suarapun. Pada waktu itu tiba-tiba sepasang mata si
sastrawan berusia setengah baya yang sangat tajam telah
terbentur dengan sebuah pintu kecil dibelakang ruangan
tersebut, alisnya langsung dikerutkan, kaki kanan
diayunkan melancarkan satu tendangan kilat keatas pintu
tersebut. Kena terhajar oleh tendangan tadi, pintu terpentang
lebar, suasana didalam ruangan tersebut gelap gulita dan
sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun.
Pertama-tama si sastrawan berusia setengah baya itu
berjalan masuk terlebih dahulu kedalam ruangan kecil,
disusul oleh Pek Thian Ki dibelakang, pintu rahasia tersebut
sempit lagi panjang. Kurang lebih setelah berjalan sejauh tiga kaki sampailah
mereka disebuah ruangan yang gelap, sukar melihat lima
jari sendiri, hening, sunyi secara samar-samar menimbulkan
rasa seram dihati semua orang.
Tiba-tiba, suara bentakan keras berkumandang
memecahkan kesunyian disusul munculnya sesosok
bayangan manusia melayang turun kurang lebih tiga
tombak ditengah ruangan tersebut.
"Kawan, akhirnya kau munculkan diri juga," seru sitamu
pencari bunga dingin. "Sedikitpun tidak salah, kalian sudah tiba disini, sudah
seharusnya kami adakan sedikit penyambutan buat
kedatangan kalian!" Baru saja ia membungkam, mendadak dari balik ruang
rahasia tersebut kembali muncul enam orang lelaki berbaju
hitam yang segera mengepung ketiga orang itu ditengah
kalangan. Suasana mulai diliputi ketegangan, hawa napsu
membunuh melintas memenuhi ruangan. Kembali si-tamu
pencari bunga itu tertawa hambar.
"Ooooooouw. . . . . penyambutan kalian ternyata betulbetul
luar biasa!" jengeknya sinis.
"Sudah tentu, karena kalian bertiga hanya manusia biasabiasa
saja!" Sinar mata Pek Thian Ki dengan tajam menyapu sekejap
keseluruh ruangan, ditemuinya wajah orang2 berbaju hitam
itu rata2 berkerudung sehingga sulit untuk melihat wajah
mereka yang sebenarnya. "Siapakah sebetulnya kalian!" seru pemuda itu sambil
tertawa dingin. "Bukankah kami sudah pernah memberi tahu kepada
kalian bahwa kami adalah Majikan Rumah ini?"
"Apakah diantara kalian masih ada orang lain?"
"Tidak ada!" "Lalu siapakah diantara kalian yang merupakan majikan
sebenarnya?" "Aku!" sahut siorang berbaju hitam yang berada dipaling
depan. "Kalian bertujuh siap hendak melakukan apa?"
"Bukankah tadi sudah kukatakan bahwa rumah ini tidak
akan kami sewakan kepada kalian bertiga, tapi sekarang
kamu semua dengan maju paksa telah menerjang masuk
kemari, maka akupun tidak perlu sungkan-sungkan untuk
menghadapi kalian lagi."
"Haaaaa. . . .haaaaa. . .haaaaa. . . jadi kalian ingin
menggunakan jumlah yang banyak untuk mengalahkan
jumlah yang sedikit?" ejek si-tamu pencari bunga seraya
tertawa. "Terhadap kalian manusia-manusia yang tidak pakai
aturan, terpaksa kami harus menggunakan cara begini
untuk menghadapai kamu semua!"
Habis berkata tampak bayangan manusia berkelebat
lewat, siorang berbaju hitam itu pertama-tama bergerak
terlebih dahulu dengan gerakan yang aneh dan cepat
langsung mengancam tubuh si-tamu pencari bunga.
"Setelah datang rasanya tidak perlu sungkan-sungkan
lagi, Nih! Lihat serangan!" Bentak si-tamu pencari bunga
pula. Pada waktu si lelaki berkerudung tadi melancarkan
serangan kearahnya dengan cepat ia putar badan, lalu
mencelat kesamping, kemudian diikuti oleh serangan
dahsyat menggulung keluar.
Dengan sebat si-tamu pencari bunga silangkan sepasang
tangan memmunahkan datangnya serangan lawan sedang
waktu itu keenam orang berbaju hitam lainnya sudah
bergerak menyerang Pek Thian Ki serta Hu Li Hun berdua.
Gerak-gerik keenam orang berbaju hitam itu laksana
banteng luka, serangan yang dilancarkan rata2 cepat
bagaikan kilat, tenaga pukulanpun luar biasa dahsyatnya,
seketika itu juga Pek Thian Ki serta Hu Li Hun kena
terdesak mundur sejauh tujuh delapan langkah lebih.
Pek Thian Ki membentak keras, pedangnya digetarkan
dengan membentuk serentetan cahaya tajam berturut-turut
mengirim dua serangan sekaligus.
Hu Li Hun pun membentak keras seraya mengirim satu
hajaran dahsyat. Seketika itu juga seluruh kalangan
dipenuhi dengan napsu membunuh yang menggidikkan
hati, sepuluh orang bertarung jadi satu dengan ramainya,
untuk beberapa saat sukar bagi masing2 pihak untuk
merebut kemenangan. Kepandaian silat yang dimiliki Pek Thian Ki bertiga
betul2luar biasa sekali. Bayangan manusia menyambar
lewat, angin pukulan menderu-deru, suasana diliputi
dengan ketegangan. Tiba-tiba. . . . Suara jeritan ngeri berkumandang memecahkan
kesunyian, seorang lelaki berkerudung menemui ajalnya
dengan sangat mengerikan dibawah tusukan pedang Ciang
Liong Kiam dari Pek Thian Ki.
Waktu itu si lelaki berkerudung yang menyerang diri
sastrawan berusia setengah baya pun telah digencet oleh
lawannya, sehingga berada dalam keadaan berbahaya.
Tiba-tiba, si sastrawan setengah baya melancarkan suatu
serangan dengan tangan kanannya membabat wajah lelaki
berkerudung tersebut, serangannya cepat dan anehnya luar
biasa. Agaknya si lelaki berkerudung itu sama sekali tidak
menduga kalau lawannya mempunyai kepandaian sebegitu
dahsyat dan lihaynya, melihat si sastrawan setengah baya
menyerang badannya, iapun mengirim satu serangan pula
menerima datangnya serangan lawan dengan keras lawan
keras. Pada saat siorang berbaju hitam itu menerima datangnya
serangan lawan dengan keras lawan keras itulah, tangan kiri
dari si-tam pencari bunga sudah disapu kedepan.
"Braaaaak! Diikuti suara bentrokan keras, suara
dengusan berat bergema saling susul menyusul, terlihatlah


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

siorang berbaju hitam itu sambil muntahkan darah segar,
badannya mencelat ketengah udara kemudian terbanting
keatas tanah keras-keras.
Sekali terjang si-tamu pencari bunga itu sudah
mencengkeram tubuh lelaki berkerudung tersebut,
kemudian diangkat tinggi-tinggi keatas. Ketika itu juga
jeritan ngeri kembali berkumandang memenuhi ruangan,
seorang lelaki berkerudung kembali menemui ajalnya
dengan sangat mengerikan ditangan Pek Thain Ki.
Sedang pemuda itu sendiri juga terkena hajaran,
sehingga badannya mundur kebelakang dengan
sempoyongan. Pada waktu itulah. . . . Tiga sosok tubuh bayangan manusia berkelebat lewat,
dengan kecepatan bagaikan anak panah yang terlepas dari
busur menubruk kearah Pek Thian Ki, sedang angin
pukulan ber-sama2 menyapu keluar. Melihat kejadian itu,
si-tamu pencari bunga segera membentak keras.
"Tahan!" Suara bentakan dari si-tamu pencari bunga ini keras
bagaikan ledakan halilintar disiang bolong, membuat
seluruh ruangan jadi berdengung dan orang-oran pada
mundur kebelakang dengan hati terperanjat.
"Siapa yang berani turun tangan terhadap dirinya, akan
kubunuh terlebih dahulu!" bentak si-tamu pencari bunga
dengan wajah penuh hawa napsu membunuh.
Beberapa patah perkataan yang diucapkan si-tamu
pencari bunga ini penuh diliputi hawa napsu membunuh,
membuat setiap orang yang mendengar merasakan hatinya
bergidik dan bulu roma pada bangun berdiri.
Sisanya empat orang berbaju hitam yang mendengar
perkataan tersebut sama-sama merasakan badannya
merinding dan memandang kearah si-tamu pencari bunga
itu dengan mata mendelong, ternyata tak seorangpun
diantara mereka yang berani turun tangan lagi.
Si sastrawan berusia setengah baya itu tertawa dingin,
sinar matanya perlahan-lahan dialihkan keatas wajah
simanusia berkerudung yang berada didalam
cengkeramannya. "Siapakah sebenarnya kau orang ?"?" tanyanya dingin.
Pihak lawan cuma tertawa sinis, mulutnya tetap
membungkam dalam seribu bahasa. Diatas wajah si-tamu
pencari bunga perlahan-lahan terlintaslah hawa napsu
membunuh. "Kau benar-benar tidak ingin berbicara?" bentaknya
dingin. "Sedikitpun tidak salah!"
"Kau tidak suka bicara, apakah kau anggap aku tidak
punya cara untuk paksa kau buka suara?" Habis berkata
tangan kanan si-tamu pencari bunga itu ditotokkan keatas
tujuh buah jalan darah kematian ditubuh lelaki berkerudung
tersebut dengan ilmu peretak tulang pembotot otot.
Begitu jalan darah kena ditotok, si lelaki berkerudung
hitam itu menjerit-jerit kesakitan seperti babi disembelih,
seluruh tubuhnya gemetar keras dan makin lama semakin
menyusut kecil. . . . "Kau suka bicara tidak?" kembali si-tamu pencari bunga
membentak keras. "Aku. . . . aku bicara!"
"Heeeee. . . .heeeee. . . heeeee. . . , aku masih
menganggap badanmu itu terbentuk dari besi baja." seru sitam
pencari bunga seraya tertawa congkak.
Tangannya segera berkelebat membebaskan orang itu
dari totokan jalan darahnya, kemudian bentaknya; "Siapa
kau" Ayoh jawab!"
Orang itu terengah-engah, setelah sedikit mengatur
pernapasan jawabnya; "Aku. . .aku adalah Tiong. . . .Aduuuuuuhh. . . ." Belum
habis ia berkata, mendadak suara jeritan ngeri
berkumandang memenuhi seluruh ruangan, darah segar
muncrat keempat penjuru dan tahu-tahu siorang berbaju
hitam itu sudah menemui ajalnya.
Kejadian itu kontan saja menimbulkan rasa terkejut
didalam hati semua orang. Tiba-tiba. . . . .
"Heeee. . . .heeee. . . .heeee. . . barang siapa yang berani
membocorkan rahasia perguruan harus mati!" Serentetan
suara tertawa dingin berkumandang datang.
Suara tersebut jelas berasal dari seorang perempuan,
terlihat bayangan hitam berkelebat lewat ditengah ditengah
ruangan rahasia yang sunyi senyap muncul kembali sesosok
bayangan hitam. Semua orang mendongak, dilihatnya seorang perempuan
berusia tiga puluh tahunan dengan wajah kaku, dingin dan
menyeramkan telah berdiri tegak disana.
"Heeee. . . heeee. . . heeee. . . .tidak kusangka ditempat
yang seram bagaikan dineraka ini masih ada seorang gadis
secantik kau, kejadian ini benar-benar merupakan suatu
peristiwa yang sukar dipercaya," seru si-tamu pencari bunga
sambil tertawa dingin. "Siapa kau!" "Si-tamu pencari bunga?"
"Ooooouw. . . .sungguh indah sekali gelarmu itu."
"Sedikitpun tidak salah, tolong tanya, siapakah dirimu?"
"Soal ini aku tidak ingin memberitahukan kepadamu,
justeru aku ingin minta pertanggungan jawab dari kalian
bertiga yang berturut-turut telah membinasakan empat
orang anak buah kami dalam ruangan ini."
"Siapa kau" Jikalau kau tidak menjawab bagaimana kami
bisa mempertanggung jawabkan persoalan ini?"
"Aku adalah salah seorang majikan dari rumah ini!"
"Apakah disamping itu masih ada majikan-majikan yang
lain?" "Kemungkinan sekali ada!"
"Mengapa tidak suruh saja majikan kalian untuk keluar?"
"Karena kalian belum setimpal untuk menemui dirinya!"
"Jadi aku cocok jikalau berjumpa dengan kau?"
Perkataan yang bergandeng erat ini seketika itu juga
membuat perempuan berbaju hitam itu jadi malu, dan dari
rasa malu jadi gusar, air mukanya berubah hebat.
"Apakah kalian bertiga sudah tahu barang siapa yang
berani memasuki rumah ini, maka ia harus mati?"
"Tidak tahu!" "Kalau begitu akan aku suruh kalian mengetahuinya."
Sembari berkata selangkah demi selangkah, ia berjalan
mendekati si-tamu pencari bunga.
Peristiwa dengan jelas sudah terbentang didepan mata,
rumah yang berbentuk aneh dan penuh diliputi
kemisteriusan ini tentu milik diri suatu perguruan tertentu.
Sedang perguruan tersebut dengan menggunakan rumah
aneh ini telah membunuhi habis jago-jago lihay dari dunia
kangouw termasuk sembilan jagoan pedang dari kolong
langit. Pada waktu itu. . . . Si perempuan berbaju hitam itu telah tiba kurang lebih
lima depa dihadapan si-tamu pencari bunga, mendadak ia
memandang sembari bertanya dengan nada suara yang
dingin; "Kalian bertiga, hendak turun tangan bersama-sama,
ataukah satu persatu ?"?"
Si-tamu pencari bunga kembali tertawa dingin; "Begini
saja, mari kita orang mengadakan suatu pertaruhan!"
"Taruhan apa" Taruhan jurus serangan?"
"Benar, kita tetapkan hanya terbatas sampai sepuluh
jurus saja, jika aku kalah, maka kami bertiga rela menerima
hukuman darimu, sebaliknya jika kau yang kalah, maka kau
harus manjawab tiga buah pertanyaan yang aku ajukan."
"Apa pertanyaanmu?"
"Soal ini kau tidak perlu tahu, cuma seharusna kau tahu
tiga lembar nyawa kami hanya diganti dengan tiga buah
pertanyaan, sepatutnya kaulah yang beruntung."
"Sungguh-sungguhkah perkataanmu itu." tanya si
perempuan berbaju hitam itu dengan air muka berubah
hebat. "Sedikitpun tidak salah."
"Apakah mereka berdua sama-sama setuju?"
"Aku rasa mereka bisa menyetujuinya." Sinar matapun
perlahan-lahan dialihkan keatas wajah Pek Thian Ki serta
Hu Li Hun, tanyanya; "Bagaimana menurut pendapat
kalian berdua?" Dengan air muka berat Pek Thian Ki serta Hu Li Hun
mengangguk, mereka percaya kepandaian silat yang
dimiliki si-tamu pencari bunga ini jauh berada diatas
lawannya. Setelah memperoleh persetujuan, Sasatrawan berusia
setengah baya itu, kembali menoleh kearah perempuan
berbaju hitam itu, tegurnya dingin;
"Mereka sudah menyetujui, kau boleh berlega hati."
"Bagus sekali, jikalau didalam sepuluh jurus kau berhasil
menemui kekalahan ditanganku, maka kalian bertiga harus
menurut hukuman yang aku jatuhkan tanpa membantah."
"Benar!" "Kalau begitu, kita boleh segera bergerak?"
"Silahkan kau orang mulai turun tangan."
Sekali lagi siperempuan berbaju hitam itu melangkah
maju kedepan, sinar matanya memancarkan cahaya penuh
berhawa napsu membunuh melototi diri si-tamu pencari
bunga itu tanpa berkedip.
"Cabut keluar senjatamu!" bentaknya dingin.
"Tidak perlu." "Kalau begitu, bagus sekali, silahkan saudara mulai turun
tangan!" "Terhadap seorang perempuan secantik dirimu, aku
merasa sangat tidak tega untuk turun tangan jahat, lebih
baik. . . ." "Bangsat! Kau sudah bosan hidup." Belum habis
perempuan berbaju hitam itu selesai berbicara, bayangan
hitam sudah menyambar lewat bagaikan anak panah yang
terlepas dari busurnya, menerjang diri si-tamu pencari
bunga itu, sebuah serangan dahsyat sudah menggulung
keluar. Si perempuan berbaju hitam ini benar-benar merupakan
seorang jagoan yang memiliki kepandaian yang sangat
lihay, cukup ditinjau dari badannya yang mencelat kedepan,
sudah cukup mengejutkan hati setiap orang yang
melihatnya. Buru-buru si-tamu pencari bunga angkat tangan kirinya
menghalau datangnya serangan tersebut, sedang tangan
kanan balas mengirim satu pukulan kemuka.
Bayangan manusia saling menyambar, masing-masing
pihak dalam waktu yang amat singkat telah saling bertukar
serangan sebanyak dua jurus, kecepatan geraknya membuat
orang lain susah untuk melihat jelas bagaimanakah jurus
serangan yang digunakan kedua orang itu.
Tangan kiri si sastrawan berusia setengah baya itu begitu
menyerang, siperempuan berbaju hitam itupun menangkis
dengan tangannya, dengan sebuah jurus bertahan yang
indah. Jelas mereka berdua telah menggunakan cara
bertempur adu jiwa untuk berusaha mengalahkan pihak
lawannya dalam waktu sesingkat-singkatnya.
Pek Thian Ki menoleh dan memandang sekejap kearah
Hu Li Hun, dilihatnya wajah gadis itu hambar sedikitpun
tidak menunjukkan reaksi apapun, sinar matanya dengan
tajam memperhatikan ketengah kalangan dimana telah
berlangsung suatu pertarungan yang maha seru.
"Nona Hu !" tegur Pek Thian Ki lirih.
Suara teguran dari pemuda itu agaknya telah
menggetarkan hatinya, ia tersentak kaget kemudian alihkan
sinar matanya kearah sang perjaka.
"Ada urusan apa?" balik tanyanya.
"Aku ada satu persoalan yang saat ini hendak
kutanyakan kepadamu."
"Katakanlah!" "Antara ibumu dengan Sam Ciat Sin-cun apakah benarbenar
ada hubungan yang erat?"
"Sudah tentu, dia adalah salah seorang isterinya!"
"Ibumu sudah mati?"
"Soal ini aku tidak bisa menjawab, Cuma aku boleh
beritahu kepadamu bahwa aku bukan dilahirkan oleh Sam
Ciat Sin-cun." "Mengapa?" "Menanti sepeninggal dari rumah aneh ini, aku bisa
memberitahukan persoalan ini kepadamu."
"Jadi saat ini kau tidak ingin menjawab seluruh
pertanyaanku?" "Benar." Agaknya Pek Thain Ki dibuat kecewa oleh jawabannya
itu, benar, hingga saat ini ia masih belum mengetahui halhal
yang pernah dialami Sam Ciat Sin-cun pada masa yang
lalu. Sebenarnya macam apakah orang itu". . . .
Tiba-tiba. . . . Suara bentakan keras berkumandang memenuhi
angkasa, tampak bayangan manusia saling berkelebat,
kedua orang itu kembali saling menyerang sebanyak
delapan jurus. Ditengah suara bentakan keras itulah tubuh
si-tamu pencari bunga itu kena dipaksa mundur lima enam
langkah kebelakang oleh serangan dari siperempuan berbaju
hitam itu, kejadian ini kontan saja membuat Pek Thian Ki
serta Hu Li Hun merasa sangat terperanjat.
Tiba-tiba, pada saat si-tamu pencari bunga itu
mengundurkan diri kebelakang itulah, tiba-tiba tubuh
siperempuan berbaju hitam itu berputar kencang, kemudian
laksana sambaran kilat menerjang maju kedepan.
Tapi si-tamu pencari bunga tidak ingin menunjukkan
kelemahannya, melihat perempuan itu berputar kencang
tangan kanannya dengan gerakan yang aneh tiba-tiba
menotok kedepan. Agaknya siperempuan berbaju hitam itu sama sekali
tidak menduga kalau kepandaian silat yang dimiliki si-tamu
pencari bunga itu bisa sedemikian lihaynya, buru-buru ia
mengundurkan diri kebelakang.


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Suara bentakan bergema memenuhi angkasa, kembali sitamu
pencari bunga tersebut mengirim satu pukulan
kemuka. Kepandaian silat yang dimiliki si-tamu pencari
bunga ini sekalipun digunakan untuk menghadapi tiga
orang perempuan berbaju hitam macam itupun mungkin
masih sanggup, apalagi hanya seorang, sudah tentu
kemenangan pasti berada ditangannya.
Dalam serangannya yang terakhir ini ia telah
menggunakan suatu serangan maut yang mematikan. Si
perempuan berbaju hitam itu mana mungkin bisa berhasil
menghindarkan diri dari datangnya serangan tersebut. . . .
"Breeeet. . .!" Pakaian dibagian dada dari siperempuan
berbaju hitam itu telah kena tersambar robek satu depa
lebih. Kain berwarna hitam hancur berkeping-keping dan
rontok keatas tanah, sehingga kelihatan kutangnya yang
berwarna merah. "Maaaaf. . . maaf. . . terima kasih atas bantuanmu. . .
terima kasih! Terima kasih!"
Air muka perempuan berbaju hitam itu berubah pucat
pasi bagaikan mayat, keringat sebesar kacang kedelai
mengucur keluar membasahi keningnya, ternyata saking
kagetnya ia sudah lupa mengenakan kembali pakaiannya
yang hampir terbuka itu. "Haaaaa. . . .haaaaa. . . haaaaa. . . apakah kau sudah
mengaku kalah?" ujar si-tamu pencari bunga sambil tertawa
terbahak-bahak. Seluruh tubuh perempuan cantik berbaju hitam itu
gemetar keras bagaikan kena stroom bertegangan tinggi,
wajahnya pucat pasi bagaikan mayat.
"Tidak salah, aku sudah kalah, apa yang kau inginkan?"
"Ooooouw. . . mudah, mudah sekali, jawablah tiga
pertanyaan yang akan aku ajukan kepadamu!"
Perempuan cantik berbaju hitam itu kelihatan rada raguragu,
lama sekali ia baru bertanya;
"Pertanyaan apakah itu?"
"Pertama, siapakah majikan kalian."
"Kedua?" potong sang perempuan dengan cepat.
"Tahukah kalian rumah berbentuk aneh ini adalah
rumah kediaman dari Tiap Hoa Siancu?"
"Dan persoalan yang ketiga?"
"Dimana letaknya Loteng Genta?"
Ucapan 'Loteng Genta' yang diutarakan paling belakang
ini bukan saja membuat air muka siperempuan cantik
berbaju hitam berubah hebat, sekalipun Pek Thian Ki yang
ada disisi orang itupun ikut berubah wajah karena
kata2'Loteng Genta' baru untuk pertama kali ini ia dengar
disebut orang. Apa kata-kata 'Genta' yang diucapkan siorang berbaju
hitam tadi sesaat menemui ajalnya adalah mengartikan
'Loteng Genta' ini" Tapi macam pengurung apakah Loteng
Genta itu" Dengan perasaan hati bergidik siperempuan cantik
berbaju hitam itu berdiri mematung ditempat semula.
Melihat perempuan cantik tersebut belum juga memberi
jawaban barang sepatah katapun, si-tamu pencari bunga
kembali menegur dengan nada yang dingin.
"Cepat jawab ketiga buah pertanyaanku!"
"Heeee. . . .heeeee. . . heeee. . . sayang, sayang. . .
.sungguh sayang sekali diantara ketiga buah pertanyaanmu
tak sebuahpun bisa kujawab. . . ." sahut siperempuan cantik
berbaju hitam itu seraya tertawa hambar.
-0odwo0- -0odwo0- -0odwo0- Jilid 13 Bab 37 BELUM selesai ia berkata, tangan kanannya mendadak
diangkat keatas kemudian dihajarkan keatas ubun-ubun
sendiri dengan suatu serangan yang dahsyat.
Kiranya perempuan berbaju hitam ini tidak ingin
memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan, maka ia mengambil keputusan dengan kematian
coba meloloskan diri dari penderitaan, Tidak aneh kalau
serangan yang barusan ia lancarkan dilakukan dengan
kecepatan laksana sambaran petir.
"Aaaaaaach. . .!" Pek Thian Ki sama sekali tidak
menduga akan perbuatan yang bakal dilakukan oleh
perempuan itu, saking kagetnya ia menjerit tertahan.
Lain halnya dengan si-tamu pencari bunga, agaknya ia
sudah menduga kesitu, selagi perempuan cantik berbaju
hitam ayunkan tangannya keatas tadi, tubuhnya dengan
kecepatan penuh telah berputar kemudian meluncur
kedepan. Suara dengusan berat bergema memecahkan kesunyian
disusul dengan jeritan kaget yang melengking. Sewaktu
semua orang alihkan sinar matanya kembali ketengah
kalangan, tampak si-tamu pencari bunga masih tetap berdiri
ditempat semula dengan muka yang wajar, Lagak lagunya
mirip seseorang yang sama sekali belum pernah
menggerakkan badannya. Sebaliknya, siperempuan cantik berbaju hitam itu berdiri
dalam sikap yang aneh tangan kanannya berhenti kaku
kurang lebih tiga cun diatas batok kepalanya sendiri. Ia
berdiri kaku disana dengan sepasang mata memandang
kearah si-tamu pencari bunga dengan penuh rasa kaget dan
bergidik. "Heee. . . .heeeee. . . .heeeee. . . eeeei perempuan cantik,
tidak segampang itu manusia mencari kematian buat diri
sendiri. . .! jengek si-tamu pencari bunga dengan suara
dingin. "Sebenarnya apa yang kalian inginkan?" teriak
perempuan cantik itu kemudian. Nada ucapannya penuh
mengandung rasa jeri dan takut.
"Gampang, gampang. . . .jawab dulu ketiga buah
pertanyaan yang aku ajukan tadi! Eeeei. . .gimana"
Bukankah kita sudah saling berjanji sebelum bergebrak
tadi?" "Sayang aku tak dapat menjawab pertanyaanmu itu."
"Apa" Apakah dengan nama besarmu Hek Mey Kwi
(Bunga Mawar Hitam) juga ingin ingkari janji sendiri?"
"Bagaimana kau bisa tahu, aku bernama si Bunga Mawar
Hitam" Siapa yang beritahu kepadamu?"
Perempuan cantik berbaju hitam itu sama sekali tidak
menyangka apabila pihak lawan bisa mengetahui nama
sebutannya, ia merasa terperanjat sehingga kentara diatas
wajahnya berubah menjadi pucat kehijau-hijauan.
"Apa yang perlu diherankan untuk mencari tahu
siapakah dirimu" Bukankah tebakanku tidak meleset?"
Dalam keadaan begini bukan saja peristiwa tersebut
membuat siperempuan cantik berbaju hitam itu jadi
terperanjat, bahkan Pek Thian Ki sendiripun merasa sedikit
heran dan tercengang, Ia tidak mengerti secara bagaimana
si-tamu pencari bunga ini bisa menebak dengan begitu
tepat. Agaknya manusia ini mengetahui segala persoalan. . . .
tapi mirip pula seseorang yang apapun tidak mengerti, dia
betul-betul seoran manusia paling misterius.
Ketika itu. . . . "Heeeee. . . .heeee. . . heeee. . . Kau suka menjawab
ketiga pertanyaanku tidak?" teriak si-tamu pencari bunga
diiringi suara tertawa dingin yang menyeramkan. "Apakah
kau benar-benar tidak suka dengan arak penghormatan dan
justeru mencari arak hukuman" Baik, baiklah! Bilamana itu
permintaanmu sendiri, terpaksa aku akan turun tangan keji
terhadap dirimu." "Bangsat! Jangan banyak ngoceh lagi, jika kau punya
keberanian, ayoh cepat keluarkan tindakanmu yang keji!"
"Heee. . . heeee. . . heee. . . tindakanku sangat gampang
sekali dan aku rasa tidak perlu sampai mencabut nyawa."
seru si-tamu pencari bunga dengan dihiasi senyuman
misterius pada bibirnya, "Aku tidak ingin menyiksa
badanmu, tapi aku ingini dirimu. . ."
"Apa" Kau ingini diriku?"
"Benar, benar, benar eeeei. . .! Apakah kau lupa namaku
adalah si-tamu pencari bunga?"
Ucapan ini langsung memaksa air muka si bunga mawar
hitam berubah hebat, dengan perasaan terkejut ngeri, seram
dan takut ia pandangi wajah simanusia misterius ini tajamtajam.
Sebaliknya si-tamu pencari bunga mulai memperlihatkan
senyuman cabulnya, sembari selangkah demi selangkah
mendekati tubuh si bunga mawar hitam, ia cengar-cengir
kuda. "Ooooo. . . .sungguh indah dan montok buah dadamu!
ehmmm. . .! Tentu padat dan kencang sekali. . . .akan
kucoba pegang dan meremas-remasnya. . . ."
Bagaikan perbuatan seorang penjahat pemetik bunga
yang kotor dan cabul, ia mulai menggerayangi tubuh si
bunga mawar hitam, terutama sekali yang dituju adalah
sepasang buah dadanya serta gerbang kenikmatan
perempuan tersebut. "Tindakan apa yang kau hendak lakukan padaku?" teriak
si bunga mawar hitam penuh ketakutan.
"Aku. . . oooouw. . . bila dibicarakan sebetulnya terlalu
kasar, aku ingin melepaskan pakaianmu satu demi satu
sehingga akhirnya kau telanjang bulat. . ."
"Kau berani?" Jeritan perempuan itu makin histeris.
"Kenapa tidak berani" Eeee. . . heeee. . .heee. . .bila kau
ingin lihat beranikah diriku berbuat begitu, nah! Buktikan
sendiri saja nanti, setelah kutelanjangi dirimu sehingga tak
sehelai benangpun yang melekat dibadan. . .heee. . .heeee. .
.heeee. . . aku rasa sekalipun tak usah kuberitahukan, kau
sudah tahu sendiri bukan permainan serius apakah
selanjutnya bakal terjadi."
Beberapa patah kata ini sungguh membuat si bunga
mawar hitam bergidik dan gemetar keras, keringat dingin
mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya, dari
perubahan wajah si-tamu pencari bunga, ia dapat menduga
apabila ancaman tersebut benar-benar bisa ia lakukan.
Pek Thian Ki pun mulai tertawa dingin tiada hentinya.
"Hey bunga mawar hitam, aku lihat lebih baik cepatcepatlah
kau mengaku terus terang, kalau tidak, maka yang
menderita rugi bakalnya kau sendiri. . . ."
Belum habis Pek Thian Ki berkata, mendadak suara
bentakan keras berkumandang memecahkan kesunyian;
"Bangsat terkutuk, benar-benar banyolanmu! Aku akan
adu jiwa dengan kalian." Diiringi suara bentakan keras,
bayangan hitam saling menyambar dengan kecepatan
penuh. Tiga orang dari antara keempat orang lelaki berbaju
hitam yang ada disisi kalangan secara mendadak
melancarkan serangan berbareng mengancam si-tamu
pencari bunga. Serangan yang dilancarkan ketiga orang itu benar-benar
dahsyat bagaikan menyambarnya guntur membelah bumi,
tiga orang dengan tiga gulung angin pukulan berhawa
sinkang yang luar biasa dahsyatnya bersama-sama
menghajar tubuh si-tamu pencari bunga.
"Kalian cari mati. . ." bentak si-tamu pencari bunga
penuh kegusaran. Tubuhnya berputar kencang, dimana cahaya putih
menyambar lewat, tiga buah jeritan ngeri yang
menyayatkan hati berkumandang memenuhi angkasa,
ketiga orang lelaki berkerudung hitam yang barusan
melancarkan serangan kini pada roboh binasa semua diatas
tanah dalam keadaan sangat mengerikan.
Si-tamu pencari bunga masih tetap berdiri ditempat
semula dengan sikap yang tenang, wajahnya dingin kecut.
Melihat kelihayan ilmu silat yang dimiliki si-tamu pencari
bunga ini, Pek Thian Ki serta Hu Li Hun sama2
menyangka, bila orang itu sudah berhasil melatih ilmunya
hingga mencapai ketaraf yang tak terbayangkan.
Si-tamu pencari bunga tertawa ringan, perlahan-lahan ia
putar badan seraya berkata; "Kalian sendiri yang cari
kematian, apabila kamu semua tidak terlalu mendesak,
akupun belum tentu suka mencabut nyawa kalian. . ."
Rasa terkejut yang menimpa si bunga mawar hitam kali
ini membuat dia jadi bodoh, keringat dingin mengucur
keluar membasahi seluruh tubuhnya, nyalinya benar-benar
dibikin pecah oleh kedahsyatan ilmu silat yang dimiliki sitamu
pencari bunga simanusia misterius ini.
"Bunga Mawar Hitam, sebenarnya kau suka bicara atau
tidak?" bentak orang itu lagi dingin.
Seluruh tubuh si bunga mawar hitam gemetar keras,
akhirnya ia ambil keputusan. "Aku tak akan menjawab
pertanyaanmu itu!" "Heee. . . .heee. . . .heee. . . .tidak mau menjawab ?"?"
seru si-tamu pencari bunga sambil tertawa dingin, tiada
hentinya, ia segera berpaling kearah Pek Thian Ki serta Hu
Li Hun. "Jikalau memang ia ngotot tidak mau menjawab,
terpaksa kalian berdua harus keluar sebentar dari sini!"
"Baik!" Pertama-tama Pek Thian Ki berlalu terlebih dahulu
keluar pintu diikuti Hu Li Hun dibelakangnya. Setibanya
diluar ruangan, mendadak Hu Li Hun bertanya kepada diri
Pek Thian Ki; "Pek Siauw-hiap, siapakah sebenarnya si-tamu pencari
bunga itu?" "Entah! Aku sendiri juga tidak tahu."
"Kepandaian silat yang dimilikinya sangat mengejutkan
hati, sekalipun kepandaian silat Sam Ciat Sin-cun yang
didengungkan sebagai manusia paling lihay waktu itupun,
aku lihat hanya begitu saja."
Pek Thian Ki mengangguk. "Eeeeei. . .!" tiba-tiba Hu Li Hun berpekik nyaring.
"Mungkinkah dia adalah. . . ."
"Siapa?" "Sam Ciat Sin Cun?"
Hati Pek Thian Ki bergidik mendengar disebutnya nama
jago tersebut, serunya; "Kau maksudkan dia adalah si Sam
Ciat Sin Cun Kiang Lang ?"?"


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Maksudku mungkin dia adalah Kiang Lang ?""
"Tapi. . .bukankah dia sudah mati ?""
"Mati ?" Siapa yang membuktikan Kiang Lang sudah
mati ?" Apakah ada orang yang melihat dengan mata kepala
sendiri ?"" bantah sigadis cepat.
Pek Thian Ki jadi melengak, lama sekali ia baru
menggeleng. "Aku rasa tidak mungkin!"
"Kenapa tidak mungkin ?""
"Jika dia adalah Sam Ciat Sin Cun, simanusia tersohor
itu tidak seharusnya Cu Hoa tidak mengenali dirinya,
karena senjata yang digunakan Cu Hoa yaitu tabung Sam
Ciat Tong adalah senjata andalan si Sam Ciat Sin Cun sejak
masa yang silam." "Kau hanya berdasarkan hal tersebut lantas menganggap
hal ini tidak mungkin?"
"Sedikitpun tidak salah!"
"Kalau begitu kau salah besar!" ujar Hu Li Hun cepat.
"Kau tahu Cu Hoa tahun ini baru berusia berapa ?" Sedang
Sam Ciat Sin Cun sudah lenyap hampir delapan belas tahun
lamanya, secara bagaimana Cu Hoa bisa kenal dengan
dirinya ?"" Mungkinkah semasa ia baru keluar dari
kandungan ibunya lantas kenal dengan simanusia kesohor
itu ?"" "Lalu dari manakah ia dapatkan senjata Sam Ciat Tong
itu ?"?" "Mungkin sekali tempo dulu Sam Ciat Sin-cun telah
menghadiahkan senjata ini kepada seseorang, dan kebetulan
Cu Hoa adalah anak murid orang itu, kalau tidak orang ini
sebagai Sam Ciat Sin-cun kenapa tidak menarik kembali
senjata Sam Ciat Tong-nya ?"?"
Mendengar uraian tersebut, Pek Thian Ki mulai bisa
menangkap kebenaran dari ucapannya itu.
Sam Ciat Sin Cun adalah seorang jago yang memiliki
kepandaian silat amat lihay, kecuali dia, jagoan dari
manakah yang bisa memiliki ilmu silat sedahsyat itu ?""
"Ada satu cara yang bisa kita gunakan untuk
membuktikan benarkah dia Sam Ciat Sin-cun atau bukan,"
ujar Hu Li Hun kembali. "Apa caramu itu ?""
"Bawa orang itu pergi menemui ibuku!"
"Ooooouw. . . .ibumu Hu Bei San masih hidup ?""
Ketika Hu Li Hun merasa ucapannya terlanjur keluar
dan untuk menarik kembali sudah tidak sempat lagi,
terpaksa ia manggut. "Tidak salah, ibuku masih hidup."
Pek Thian Ki mulai berpikir keras, akhirnya iapun
mengangguk. "Ehmmm. . .benar, bila ia sungguh2 Sam Ciat
Sin-cun aku rasa ibumu tentu mengenali dirinya."
Pada saat itulah, riba-tiba. . . .
Suara jeritan kaget berkumandang keluar dari balik
ruangan rahasia, suara tersebut keras lagi tinggi melengking.
Kemudian disusul dengan suara bentakan keras dari si-tamu
pencari bunga; "Kau suka bicara tidak ?"?"
"Baik, baik, aku. . . .aku bicara!" Suara sibunga mawar
hitam kedengaran gemetar, jelas ia telah dibuat ketakutan.
"Nah! Cepat katakan. . . pertanyaan pertama, siapakah
majikanmu ?"". . ."
"Cong Loo Mo Li atau si Iblis Wanita dari Loteng
Genta!" "Siapa namanya ?"?"
"Aku tidak tahu."
Suasana hening beberapa saat, kurang lebih seperminum
teh, kemudian terdengar suara si-tamu pencari bunga
berkata kembali; "Baiklah, sekarang pertanyaan yang kedua, apakah
kalian tahu rumah yang kalian diami ini adalah tempat
tinggal Ui Mey Giok ?"?"
"Sedikitpun tidak salah, kita sudah tahu!"
"Dan ia masih berada didalam rumah ini ?"?"
"Benar, ia masih berada disini, Bangunan rumah ini
walaupun keliahatnnya tidak besar, tetapi dibangun sangat
kokoh dan sempurna."
"Siapa yang membangun rumah ini ?"?"
"Pertanyaan ini tidak termasuk didalam syarat yang telah
kita janjikan, aku tidak bisa menjawab."
Si-tamu pencari bunga berdiam sejenak, kemudia
bertanya lagi; "Kau berani memastikan apabila dia masih berada dalam
rumah ini ?"". . ."
"Benar!" "Lalu dimanakah letak Loteng Genta tersebut ?"?"
"Puncak Gouw Cio Hong gunung Ciang Gouw San. . ."
Belum habis si Bunga Mawar Hitam berbicara, mendadak. .
. Suara kaki yang ramai memecahkan kesunyian dan
makin lama bergerak semakin dekat. Mendengar suara itu
Pek Thian Ki merasa terperanjat, dengan sebat ia berpaling
kebelakang. Dilihatnya dua sosok bayangan hitam tahutahu
sudah muncul dibelakang tubuhnya.
"Siapa?" bentak sang pemuda keras-keras.
"Aku! Eeeeii, Pek Siauw-hiap dimanakah si-tamu pencari
bunga itu?" Dengan pandangan tajam Pek Thian Ki alihkan sinar
matanya kearah mana berasalnya suara tersebut, tiba-tiba
hatinya tergetar keras. Kiranya orang yang barusan datang bukan lain adalah
Cu Hoa serta si Sin Si-poa dua orang. Munculnya Sin Sipoa
secara mendadak disana jauh berada diluar dugaan Pek
Thian Ki, untuk sesaat ia berdiri tertegun ditengah
kalangan. "Kemana orang itu?" terdengar Cu Hoa menegur dengan
nada cemas. "Ada apa?" "Cari balas dengan dirinya, jikalau bukan Sin Si-poa
loocianpwee keburu datang, bukankah aku harus berbaring
entah sampai kapan ditempat luaran?"
Pek Thian Ki tertawa, ia segera maju kedepan untuk
memberi hormat kepada diri Sin Si-poa, ujarnya;
"Aku dengar Cu-heng mengatakan bahwa loocianpwee
mengundang diriku. . ."
"Benar!" Belum habis pemuda itu menyelesaikan katakatanya
si Sin Si-poa sakti sudah memotong, "Setelah aku
mengundang dirimu, lantas terpikir didalam benakku
apabila kau tak mungkin datang menemui diriku karena
ingin menyelidiki keadaan dari bangunan rumah ini, maka
dari itu terpaksa aku datang sendiri kemari."
Ia merandek sejenak, lalu berpaling kearah Hu Li Hun dan
sambungnya lebih lanjut: "Nona Hun, barang yang pernah
kau minta ramalkan apakah sudah ketemu?"
Hu Li Hun kelihatan agak tertegun.
"Tidak salah, sudah kutemukan. . ." Mendadak air
mukanya berubah hebat, sambungnya: "Oooouw. . .
sekarang aku paham sudah, sewaktu kau jatuh dari atas
pohon digunung Lui Im San tempo dulu dan kuterima
dengan tangan, menggunakan kesempatan tersebut kau
telah curi suratku, bukankah begitu?"
"Sedikitpun tidak salah, oleh karena itu sengaja aku
datang kemari untuk minta maaf!"
"Siapakah sebenarnya kau?" teriak Hu Li Hun dengan air
muka berubah hebat. "Eeeei. . . lucu sekali, aku adalah Sin Si-poa!"
"Loocianpwee!" ketika itulah Pek Thian Ki menyela dari
samping setelah sinar matanya menyapu sekejap seluruh
ruangan. "Kau mencari diriku entah ada urusan apa?"
"Bukankah kau ingin mengetahui asal-usulmu?"
"Tidak salah. . ." Belum lagi Pek Thian Ki
menyelesaikan kata-katanya, mendadak suara jeritan ngeri
berkumandang keluar dari balik ruangan rahasia.
Mendengar jeritan yang menyayatkan hati tersebut, air
muka semua orang yang hadir didalam kalangan pada
berubah hebat. Pek Thian Ki segera enjotkan badannya mencelat masuk
kedalam ruangan rahasia, sinar matanya dengan tajam
menyapu sekejap suasana diseluruh ruangan. Dilihatnya si
Bunga Mawar Hitam tergeletak diatas tanah dengan
benaknya hancur berantakan, darah menggenangi
permukaan lantai. Air muka Pek Thian Ki kontan berubah hebat.
"Mengapa kau bunuh perempuan ini?" bentaknya keras.
Dengan termangu-mangu si-tamu pencari bunga alihkan
sinar matanya keatas wajah Pek Thian ki, sedangkan
mulutnya membungkam dalam seribu bahasa.
"Cianpwee! apakah kau tidak merasa bahwa tindakanmu
barusan terlalu keji dan telengas?" kembali Pek Thian Ki
membentak keras. "Setelah ia menjawab kedua
pertanyaanmu, tidak seharusnya kau turun tangan sekeji ini
untuk mencabut nyawanya!"
"Siapa yang bilang perempuan ini mati ditanganku ?"?"
seru si-tamu pencari bunga dingin.
Oleh pertanyaan ini gantian Pek Thian Ki yang dibikin
melengak. "Apakah ia bunuh diri dengan menghajar batok
kepalanya sendiri?" tanyanya setelah ragu2 sejenak.
"Tidak salah!" Bab 38 SINAR MATA si-tamu pencari bunga segera diarahkan
keatas wajah silelaki berkerudung hitam yang tinggal satusatunya
hidup itu, bentaknya dingin;
"Kau masih belum mau menggelinding pergi?" Suara
bentakan yang nyaring dan keras kontan menyadarkan
kembali lelaki berbaju hitam itu dari rasa kaget serta
takutnya, belum sempat ia lari terdengar si-tamu pencari
bunga kembali membentak; "Cepat enyah dari sini dan beritahu kepada majikanmu,
katakan saja dalam satu bulan kemudian aku si-tamu
pencari bunga pasti akan datang mencari dirinya, Sekarang
cepat gelinding pergi!"
Bagaikan seekor anjing yang kena digebuk, dengan sipat
kucing lelaki berkerudung itu melarikan diri terbirit-birit
dari sana. Menanti orang itu sudah berlalu, Pek Thian Ki
maju kedepan siap minta maaf atas kekasarannya tadi, tapi
belum sempat ia berbuat sesuatu, Cu Hoa sudah meluncur
kedepan. "Oooouw. . . .saudara, sungguh keren benar gayamu!"
jengeknya dingin. Sinar mata si-tamu pencari bunga dengan tajam
menyapu sekejap keatas wajah Cu Hoa, kemudian
dialihkan keatas wajah Sin Si-poa. Melihat munculnya
orang terakhir inilah, mendadak air mukanya berubah
hebat; "Oooouw. . . kiranya kau!"
"Tidak salah, memang aku adanya, Sekarang kau boleh
kembalikan senjata Sam Ciat Tong kepadaku." seru Cu Hoa
penuh kegusaran. "Haaa. . . .haaa. . . .haaa. . . .kiranya kau datang hanya
bermaksud minta kembali senjata Sam Ciat Tong tersebut. .
. ." si-tamu pencari bunga tertawa dingin.
"Tidak salah, cepat serahkan senjata Sam Ciat Tong itu
kepadaku." "Tunggu sebentar!"
"Bagaimana" Kau tidak suka serahkan kembali senjata
itu kepadaku" Heee. . .heee. . .heee. . .aku rasa sejak jaman
dahulu kala belum pernah ada orang yang sengaja
merampas senjata milik orang lain. . ."
"Perkataanmu memang merupakan kenyataan, cuma
keadaan sedikit teristimewa, aku ingin periksa dulu apakah
senjata Sam Ciat Tong ini sungguh-sungguh asli atau palsu
belaka. . . ." "Apa kau kata?"
"Akan kuperiksa senjata Sam Ciat Tong ini asli atau
palsu." "Apa mungkin senjata Sam Ciat Tong ada yang palsu?"
"Soal ini sih susah dikatakan."
"Kentut makmu!" Cu Hoa tak dapat menahan diri lagi, ia
mulai naik pitam. "Oooooouw. . . .oooouw. . . .usia masih muda, kalau
bicara tahulah sedikit kesopanan, hati-hati nanti aku perseni
beberapa tamparan buat pipimu yang licin itu," seru si-tamu
pencari bunga tersebut tertawa.
"Bangsat, Sebenarnya kau suka mengembalikan senjata
Sam Ciat Tong-ku atau tidak?"
"Sudah tentu akan kukembalikan senjata ini padamu,
tapi bukan sekarang."
Air muka Cu Hoa berubah semakin hebat, Bentaknya;
"Kau sungguh-sungguh tidak mau mengembalikan
senjataku, kurang ajar, bangsat, aku adu jiwa dengan
dirimu. . ." Dalam keadaan amat gusar sehingga sukar dikendalikan,
tidak menanti ucapannya selesai diucapkan, telapak tangan
dengan disertai suatu hawa pukulan yang dahsyat segera
menyapu kearah tengkuk si-tamu pencari bunga.
"Tahan!" teriak si-tamu pencari bunga cepat, tangan
kanannya diayun keatas mengunci datangnya serangan
lawan. Tangkisan tersebut benar-benar luar biasa akibatnya,
tubuh Cu Hoa kena terpukul mental, sehingga mundur
tujuh delapan langkah kebelakang dengan sempoyongan.
"Apa yang kau kehendaki?" teriak Cu Hoa sambil kertak
gigi kencang-kencang. Belum lagi si-tamu pencari bunga berbicara, Pek Thian
Ki keburu sudah maju melerai, kepada si manusia misterius
itu, ujarnya; "Cianpwee, kembalikan senjata Sam Ciat Tong tersebut
kepadanya. . .!" Si-tamu pencari bunga kerutkan alisnya rapat-rapat, ia
berpikir sejenak, kemudian mengangguk;
"Baiklah, aku akan serahkan kembali senjata ini
ketanganmu, Cuma aku harus berbicara terlebih dahulu,
lain kali lebih baik kau jangan secara sembarangan
menggunakan senjata lihay Sam Ciat Tong Ini." Sembari


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkata ia serahkan kembali senjata Sam Ciat Tong tersebut
ketangan Cu Hoa. Tindakan yang dilakukan si-tamu pencari bunga ini
agaknya jauh diluar dugaan Cu Hoa, hal ini membuat ia
jadi berdiri tertegun, Lama sekali gadis ini angsurkan
tangannya untuk menerima senjata Sam Ciat Tong tersebut.
Setelah si-tamu pencari bunga mengembalikan senjata
Sam Ciat Tong itu ketangan Cu Hoa, sinar matanya lantas
dialihkan keatas wajah Sin Si-poa.
"Saudarakah yang disebut Sin Si-poa?" tanyanya diiringi
suatu senyuman. "Benar. . . akulah Sin si-poa!"
"Sebenarnya aku ingin pergi menjumpai dirimu. . ."
Tetapi belum selesai si manusia misterius ini
menyelesaikan kata-katanya, Pek Thian Ki tiba-tiba
menimbrung dari samping. "Cianpwee Sin Si-poa, aku ingin
menanyakan satu urusan dengan dirimu!"
"Urusan apa?" "Pernahkah kau berjumpa dengan Sam Ciat Sin Cun?"
Maksud Pek Thian Ki bertanya demikian, sudah tentu
dikarenakan ia menaruh curiga si-tamu pencari bunga
bukan lain adalah Sam Ciat Sin Cun. Semisalnya Sin Si-poa
pernah berjumpa dengan Sam Ciat Sin-cun, ini berarti ia
dapat pula membuktikan si-tamu pencari bunga sebenarnya
adalah Sam Ciat Sin-cun atau bukan.
Oleh datangnya pertanyaan tersebut, Sin Si-poa dibuat
agak melengak. "Benar, aku pernah berjumpa beberapa kali
dengan Sam Ciat Sin-cun. . ." sahutnya seraya mengangguk.
"Peristiwa itu sudah terjadi berapa lama?"
"Ehmm. . .!" si Sin Si-poa sakti berpikir sejenak untuk
mengingat-ingat kembali peristiwa yang telah terjadi dimasa
lampau. "Kurang lebih delapan belas tahun berselang!"
"Dimana?" "Istana Perempuan!"
"Kau mengetahui asal-usul serta kejadian yang
menyangkut diri Sam Ciat Sin-cun pada masa yang lalu?"
timbrung si-tamu pencari bunga tiba-tiba dari samping.
"Sedikitnya banyak juga tahu!"
"Lalu tahukah kau sebelum Sin Mo Kiam Khek datang
menyewa rumah ini, ia telah pergi menemui siapa?"
"Soal ini sudah tentu aku tahu."
"Siapa" Siapa yang telah ditemui Sin Mo Kiam Khek?"
"Hu Bei San!" Pek Thian Ki kontan melengak setelah mendengar
disebutkannya nama orang itu, karena Hu Bei San adalah
ibu kandung dari Hu Li Hun.
"Ia pergi menjumpai Hu Bei San?" serunya tercengang.
"Tidak salah!" "Sebenarnya apa yang telah terjadi?" seru Pek Thian Ki
rada melengak. "Kau anggap aku dengan Sam Ciat Sin-cun
bisa mempunyai hubungan apa?"
"Menganggap kau sebagai murid Sin Mo Kiam Khek
juga merupakan putra dari Kiang Lang."
Hati Pek Thian Ki tergetar keras, dengan hati bergidik ia
melototi wajah Sin Si-poa tajam-tajam, lalu dengan nada
gemetar ujarnya; "Aku sudah membuktikan apabila aku adalah murid Sin
Mo Kiam Khek." "Kalau begitu kau adalah Kiang To."
Dalam keadaan seperti ini jantung Pek Thian Ki bergetar
keras, ia merasa tegang dan tercengang, Karena Sin Si-poa
sudah membuktikan apabila dia adalah putra dari Sam Ciat
Sin-cun Kiang Lang yang bernama Kiang To. Lalu,
bagaimana keadaan yang sebenarnya dari peristiwa ini ?""
"Sebenarnya apa yang telah terjadi?" Tak tahan lagi
dengan badan gemetar ia bertanya.
"Peristiwa ini amat panjang kalau diceritakan."
"Sekarang kita mempunyai banyak waktu untuk
berbicara, kau berceritalah lambat-lambat." sela Si tamu
pencari bunga. Sebelum mulai berbicara Sin Si-poa berpaling dahulu
kearah si-tamu pencari bunga, lalu bertanya; "Bolehkah aku
mengetahui dahulu siapakah nama saudara ?""
"Soal ini aku rasa tidak penting, lebih baik tak usah kita
ungkap-ungkap lagi."
Sin Si-poa langsung kerutkan dahinya, melihat orang tua
itu tak mau mengaku siapakah namanya, tetapi ia tidak
mendesak lebih jauh. "Menurut berita yang kudengar, sejak kecil Kiang lang
telah kehilangan kedua orang tuanya. . . Kecuali dia, Kiang
Lang masih mempunyai seorang adik yang bernama Kiang
Ing, Cuma hal ini hanya kabar dan berita belaka,
sebenarnya adakah manusia yang bernama Kiang Ing,
orang tak ada yang pernah menjumpainya. Hanya. . ada
beberapa orang yang membuktikan apabila Kiang Ing
sebetulnya ada, bahkan yang memberitahu urusan ini
kepadaku pun orang kepercayaan Kiang Lang sendiri yang
bernama Sah Hoa So (Tangan Pencabut Bunga). . ."
"Apakah antara lenyapnya Sam Ciat Sin-cun mempunyai
sangkut paut yang erat dengan Kiang Ing?" tak tertahan Pek
Thian Ki menimbrung ditengah jalan.
"Tidak salah peristiwa ini justeru punya sangkut paut
yang erat dengan orang ini." sahutnya, ia merandek
sebentar lalu sambungnya lebih jauh; "Kiang Ing lebih kecil
dua tahun dari Kiang Lang, menurut apa yang kudengar,
Kiang Ing mempunyai potongan badan yang menarik
dengan wajah yang ganteng, kedahsyatan ilmu silatnya
tidak berada dibawah kelihayan Kiang Lang, bahkan
mungkin jauh lebih tinggi dari kepandaian kakaknya. Tetapi
selama ini Kiang Ing sangat jeri terhadap kakaknya Sam
Ciat Sin-cun. . . saking takutnya sehingga kekasih yang
dicintaipun rela diberikan buat engkohnya, Sam Ciat Sin
Cun Kiang Lang." "Oooouw. . . ada kejadian seperti ini?" kembali Pek Thian
Ki berseru tertahan. "Tidak salah!" "Hmmm! Teruskan," ujar si-tamu pencari bunga dingin.
Sin Si-poa berpikir sebentar, lalu lanjutnya;
"Katanya peristiwa tersebut terjadi karena Kiang Ing
mempunyai dua orang kekasih, yang satu adalah seorang
perempuan misterius dan merupakan pula kekasih Kiang
Lang dalam pandangan pertama. Siapakah perempuan itu,
hingga detik ini tak ada yang tahu, yang jelas dia adalah
kekasih Kiang Ing, tapi dicintai pula oleh Kiang Lang,
engkohnya. . . ." "Dan akhirnya Kiang Ing serahkan kekasihnya buat
Kiang Lang?" sela Pek Thian Ki kembali.
"Benar, ia berikan kekasihnya buat Kiang Lang, tetapi
sejak peristiwa itu pula, Kiang Ing lenyap dari peredaran
dunia persilatan. . . sudah tentu hal ini hanya kudengar dari
desas-desus belaka. Tetapi, Kiang Lang pun akhirnya tidak
berhasil mendapatkan siperempuan misterius itu,
perempuan itu telah meninggalkan dirinya entah pergi
kemana karena yang dicintai perempuan misterius tersebut
sebenarnya adalah Kiang Ing, bukan engkonya Kiang Lang.
Kepergian siperempuan misterius itu memberikan pukulan
bathin yang sangat berat bagi diri Kiang Lang, hal ini
membuat ia patah hati dan selalu bersedih.
Sejak saat itulah dalam penghidupannya telah terjadi
perubahan yang sangat besar, hampir boleh dikata ia tidak
pandang sebelah matapun terhadap kaum wanita, dengan
kelihayan serta kegagahannya pada waktu itu, ia berhasil
membangun Istana Arak, Istana Perempuan serta Istana
Harta. Tetapi wataknya yang suka menyendiri itu tidak bisa
terhindar, sering menyalahi banyak orang pula.
Sebelum ketiga buah Istana itu selesai dibangun, kembali
Kiang Lang jatuh cinta pada perempuan kedua yang benarbenar
menarik hatinya, perempuan tersebut adalah Tiap
Hoa Sian Cu Ui Mey Giok. Sungguh sayang Ui Mey Giok juga tidak mencintai dirinya.
. . .didalam lautan cinta, agaknya Sam Ciat Sin-cun adalah
seorang yang tidak beruntung, karena perempuan kedua
yang dicintainya ini kebetulan sekali merupakan kekasih
dari adiknya Kiang Ing pula. . . ."
"Ooooouw. . . . demikian kebetulan?" seru Pek Thian Ki
tertegun. "Benar, justeru dikolong langit ada kejadian sedemikian
kebetulan, dua orang kakak beradaik pada saat yang
bersamaan berbareng mencintai dua orang perempuan yang
sama, Untuk kedua kalinya Kiang Ing menyerahkan Tiap
Hoa Sian Cu Ui Mey Giok untuk Kiang Lang!"
"Mengapa Kiang ing bisa berbuat pekerjaan setolol itu"
Apakah ia tidak mencintai kedua orang gadis tersebut?"
tanya si pemuda. "Tidak, ia mencintai kedua orang gadis tersebut, hanya
saja ia jeri terhadap engkohnya, maka apa yang diminta
engkohnya, lantas diberikan semua kepadanya, bahkan
termasuk nyawanya sendiri.
Tetapi sewaktu Tiap Hoa Sian-cu kawin dengan Kiang
Lang, didalam perutnya telah mengandung darah daging
dari Kiang Ing, tentang soal ini agaknya sepanjang masa
Kiang Lang tak bakal tahu.
Ketiga orang isteri lainnya adalah Giok, Cui, Hoa, tiga
Sepasang Naga Lembah Iblis 3 Harimau Mendekam Naga Sembunyi Karya Wang Du Lu Pahlawan Dan Kaisar 19
^