Pencarian

Misteri Rumah Berdarah 8

Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D Bagian 8


orang wanita cantik yang rata-rata merupakan jago lihay
dari kalangan Bu-lim, asal-usul dari ketiga orang gadis ini
jarang sekali ada orang yang tahu. . . ."
"Lalu secara bagaimana pula Hu Bei san bisa kawin
dengan Kiang Lang. . . ." tanya Pek Thian Ki mendadak."
"Kena dipaksa."
"Dipaksa" Siapa yang paksa dia untuk kawin dengan
Kiang Lang?" "Hu Bei San adalah adik perempuan dari Hu Toa Kan,
sedangkan Hu Toa Kan dengan Sam Ciat Sin-cun agaknya
merupakan sepasang sahabat karib. . . ."
"Bagaimana dengan penyelesaian ucapanmu ini?"
"Hu Toa Kan bisa tersohor diseluruh dunia persilatan hal
ini dikarenakan memperoleh bimbingan serta bantuan dari
Kiang Lang, atau dengan perkataan lain, dia adalah orang
kepercayaan dari Sam Ciat Sin-cun, tetapi Hu Toa Kan
berpandangan lain terhadap diri Kiang Lang.
Mungkin kepandaian silat yang lihay dari Kiang Lang
membuat ia dengki, iri dan takut.
Waktu itu menurut kabar selentingan mengatakan Sam Ciat
Sin-cun Kiang Lang telah memperoleh sebuah peta mustika
'Hiat Wu Toh'(Peta Rumah Berdarah), itulah sebuah peta
dari sebuah rumah kecil berwarna merah, didalam rumah
mustika tadi tersimpan seluruh kitab pusaka hasil jeri payah
'Hiat Mo Hoa' semasa hidupnya.
Oleh karena itu Hu Toa Kan paksa adiknya kawin dengan
Kiang Lang, kemudian mencari kesempatan untuk mencuri
peta mustika tersebut. Tapi, sebelum Hu Bei San
dikawinkan dengan Kiang Lang, ia sudah punya kekasih
terlebih dahulu, akhirnya kekasihnya ini lenyap tak
berbekas dan hingga kini tidak ketahui kemana ia telah
pergi! Pada waktu itu sipemilik Istana Harta, Giok Mey Jin telah
mengandung dan sembilan bulan kemudian lahirlah
seorang bayi lelaki yang diberi nama Kiang To!
Tidak lama setelah Kiang To dilahirkan, mendadak Kiang
Ing munculkan dirinya datang mencari Kiang Lang. . . ."
"Apa maksudnya ia datang mencari Kiang Lang?"
kembali Pek Thian Ki bertanya.
"Tentang soal ini aku sih kurang tahu, cuma, sejak Kiang
Ing meninggalkan tempat itu mendadak perasaan Kiang
Lang tidak tenang, ia mengumpulkan kesembilan orang
kawan akrabnya 'Sembilan Jago Pedang dari Kolong Langit'
untuk merundingkan sesuatu, kemudian jejaknya lenyap tak
berbekas. . " Ia sudah pergi kemana?"
"Tak seorang manusiapun yang tahu ia pergi kemana,
mulai detik itulah Kiang Lang tak pernah munculkan
dirinya lagi didalam dunia persilatan, Sejak lenyapnya
Kiang Lang, tiga hari kemudian rumah kediaman mereka
'Im San Piat Yen' mendadak kebakaran dan memusnahkan
seluruh bangunan tersebut dalam sekejap mata.
Waktu itu sembilan jago pedang dari kolong langit sedang
bertamu didalam perkampungan Im San Piat Yen, ditengah
kobaran api yang sangat dahsyat, beruntung sembilan
jagoan pedang tidak mati, tetapi Giok, Cui serta Hoa tiga
orang wanita cantik sama2 terkubur dalam puing2 yang
berserakan." "Mereka mati semua?" seru Pek Thian Ki dengan hati
bergidik. "Benarkah mereka mati semua, rasanya tak seorangpun
yang berani memastikan, tetapi kecuali sembilan jago
pedang dari kolong langit, tak seorang manusiapun yang
berhasil meloloskan diri dari kobaran api tersebut."
"Tapi, secara bagaimana Tiap Hoa Sian-cu Ui Mey Giok
bisa tetap hidup dikolong langit?"
"Siapa yang bilang Ui Mey Giok masih hidup?"
Ditempat suara bentakan tersebut sinar mata Sin Si-poa
dengan penuh mengandung rasa curiga dialihkan keatas
wajah Pek Thian Ki, agaknya ia dibikin terperanjat oleh
ucapan tersebut. "Kami juga dengar orang berkata bahwa si Tiap Hoa
Sian-cu masih hidup dikolong langit." sambung si-tamu
pencari bunga buru-buru. "Hal ini tidak mungkin terjadi, menurut apa yang
kudengar tempo dulu, kecuali Hu Bei San telah kembali
kegunung Lui Im San terlebih dahulu keempat orang
perempuan yang berada didalam perkampungan tersebut
tak seorang pun yang berhasil meloloskan diri dari
kematian, diantara keempat orang perempuan itu termasuk
Tiap Hoa Sian-cu juga."
"Siapa yang melepaskan api untuk membakar
perkampungan tersebut?" tanya Pek Thian Ki.
"Seseorang. . . ."
"Kiang Ing?" "Bukan, Kiang Lang. . ."
"Apa" Kiang Lang yang melepaskan api untuk
membakar perkampungan Im San Piat Yen-nya" Hal ini
mana mungkin?" "Mungkin, mungkin. . . segala sesuatu ada kemungkinan,
karena lenyapnya Kiang Lang justeru sedang
mempersiapkan rencana busuk ini, karena pada waktu itu
ada orang yang mendengar seseorang berteriak keras. . .
Kiang Lang, kau sungguh berhati keji. . ."
"Jika demikian adanya, aku adalah dilahirkan oleh Giok
Mey Jin ?". . ." desak Pek Thian Ki lebih jauh.
"Sedikitpun tidak salah."
"Secara bagaimana aku bisa lolos dari kematian ?""
"Kau ditolong oleh Sin Mo Kiam Khek Pek Thian Ki
dari atas pembaringan."
Pek Thian Ki berdiam diri untuk berpikir beberapa saat
lamanya, sejurus kemudian ia berkata kembali; "Jika begitu,
aku benar keturunan dari Kiang Lang ?""
"Tidak salah!" "Setelah ayahku membinasakan mereka dengan tindakan
yang keji, apa yang terjadi selanjutnya ?""
"Ayahmu Kiang Lang dibunuh oleh Kiang Ing."
"Apa kau kata ?""
"Berita ini hanya kudengar dari cerita orang, katanya
setelah peristiwa berdarah tersebut Kiang Ing berhasil
menemukan Kiang Lang, diantara mereka berdua segera
terjadilah suatu pertarungan berdarah yang amat seru, sejak
itulah mereka berdua sama-sama lenyap dari keramaian
dunia persilatan." "Kalau begitu mereka sudah mati semua?"
"Benar, mungkin mereka berdua sama-sama menderita
luka parah didalam pertarungan tersebut."
Pada saat itu. . . . "Loocianpwee!" tiba-tiba Hu Li Hun menimbrung. "Tadi
kau mengatakan bahwa pada tahun yang lalu sebelum Sin
Mo Kiam Khek datang kemari untuk menyewa rumah ini,
ia telah pergi menjumpai ibuku?"
"Benar." "Tapi, agaknya aku tidak melihat seorang manusiapun
yang datang mencari ibuku. . ."
"Bagaimana kau bisa tahu" Mungkin sekali, waktu ia
datang mengunjungi ibumu kebetulan kau sedang tidak ada
dirumah?" "Ehmm. . . memang ada kemungkinan."
Suasana untuk sesaat jadi sunyi senyap, saking sepinya
hingga hanya terdengar suara detakan jantung masingmasing
orang. Lama sekali, Pek Thian Ki sesudah termenung sebentar
mendadak bertanya; "Cianpwee, kenapa Sembilan Jago
Pedang dari Kolong Langit secara beruntun datang
menyewa rumah ini?" "Tentang soal ini aku sih kurang tahu."
Kisah yang terjadi pada masa yang silam telah selesai
dibicarakan, akhirnya Pek thian Ki berhasil membuktikan
bahwa dia punya hubungan yang sangat erat dengan Sam
Ciat Sin-cun Kiang Lang. Dia adalah putranya. KIANG TO !!!
Suatu peristiwa yang mengerikan telah berakhir. . . kedua
orang tuanya sudah mati semua, si pembunuh ayahnya
Kiang Ing pun sudah mati.
Ia mulai merasa sedih, pedih dan berpilu hati buat asal-usul
yang mengenaskan ini. . . .
Sekonyong-konyong. . . . "Pek Thian Ki," seru Cu Hoa memecahkan kesunyian.
"Setelah aku berhasil membuktikan bahwa kau adalah anak
murid Sin Mo Kiam Khek, seharusnya aku pun
menyerahkan semacam benda kepadamu. . ."
"Benda apa ?"?"
"Barang yang dititipkan ayahmu kepada kami!"
"Jadi kau sungguh-sungguh adalah majikan Istana
Harta?" Tidak kuasa lagi Pek Thian Ki berseru.
"Benar, Nah! Ambillah barang ini."
Sinar mata Pek Thian Ki dengan tajam menyapu sekejap
benda yang berada ditangan Cu Hoa, sebentar kemudian ia
sudah berseru tertahan, hatinya bergetar sangat keras.
Kiranya benda yang diserahkan Cu Hoa kepadanya
adalah sebuah kantong sutera, kantong sutera itu mirip
bahkan tiada bedanya dengan kantong yang diberikan Tong
Yong anak murid Ciang Liong Kiam Khek kepadanya
tempo dulu. Setelah menerima kantong sutera itu, Pek Thian Ki
segera membuka dan melihat isinya. Ternyata isi dari
kantong itu hanya sehelai kertas yang disulami dengan
benang merah serta benang hitam.
"Inilah salah satu bagian dari peta Rumah Berdarah!"
seru pemuda itu tak tertahan lagi.
"Tidak salah, itulah salah satu bagian dari peta rumah
berdarah!" ujar Sin Si-poa membenarkan.
Pada saat itu. . . . Mendadak si-tamu pencari bunga mendongak dan
tertawa terbahak-bahak. "Haaaaa. . . .haaaaa. . . .haaaaa. . .
.Sin Si-poa, aku dengar ramalanmu sangat cocok sekali!"
"Aaaach. . . saudara terlalu memuji!"
"Dapatkah aku minta petunjuk tentang satu urusan
dengan diri saudara. . . .?"
"Urusan apa?" "Mengapa kau mengetahui begitu jelas persoalan yang
menyangkut diri Sam Ciat Sin-cun?"
"Aku mencari tahu dari mulut kawan-kawanku."
"Sin Si-poa!" Kembali si-tamu pencari bunga tertawa.
"Apa yang kau ceriterakan hanyalah kisah secara garis
besarnya saja." "Secara garis besar saja?"
"Ehmmm. . . bukan saja secara garis besarnya saja,
bahkan ada banyak perkataan yang tidak cocok dengan
kenyataan." "Apakah kau mengetahui peristiwa ini jauh lebih jelas
lagi?" "Benar!" Sin Si-poa langsung saja dibuat melengak, lama sekali ia
berdiri tertegun. "Kalau begitu coba kau ceritakan."
Kini, semua sinar mata para jago yang hadir diruangan
tersebut bersama-sama dialihkan keatas wajah si-tamu
pencari bunga, agaknya peristiwa ini sangat menarik dan
mempesonakan hati mereka.
Si-tam pencari bunga tertawa dingin tiada hentinya,
selangkah demi selangkah ia berjalan mendekati si Sin Sipoa
sakti. Melihat tindakan yang diluar garis dari orang ini,
para jago lainnya sama-sama dibikin melengak.
Ketika itu. . . . Si-tamu pencari bunga telah tiba kurang lebih tiga depa
dihadapan Sin Si-poa sakti, ia berhenti dan memandang
pihak lawan dengan sinar mata tajam.
"Saudara minta aku untuk menceritakan kisah
pembunuhan yang paling keji dalam Bu-lim ini?" ujarnya
dingin. "Tidak salah!" "Heeee. . . .heeee. . .heeeeee. . . .soal itu sih gampang
sekali," kembali si-tamu pencari bunga tertawa dingin.
Barang siapapun juga yang hadir disana, rata-rata dapat
menangkap didalam senyumannya barusan, wajah maupun
bibirnya penuh mengandung hawa membunuh yang
menggidikkan hati. Hati kecil Pek Thian Ki rada bergerak, buru-buru
serunya; "Cianpwee cepat kau ceritakan!"
Senyuman semula yang menghias bibir si-tamu pencari
bunga, kini lenyap tak berbekas. "Sin Si-poa, tahukah kau
siapakah aku sebenarnya?"
"Loohu tidak tahu!"
Kembali si-tamu pencari bunga tertawa dingin tiada
hentinya, dari dalam saku ia mengambil keluar sebilah
pedang pendek. "Sin Si-poa, coba kau lihat benda apakah ini?" Ia
lemparkan pedang pendek sepanjang lima cun itu ketangan
Sin Si-poa yang berdiri dihadapannya.
Sin Si-poa segera menerima lemparan pedang itu. . . .
mendadak. . . air mukanya berubah hebat, berturut-turut ia
mundur tiga langkah lebar kebelakang, wajahnya pucat pasi
bagaikan mayat, sedang keringat dingin mengucur keluar
membasahi seluruh badannya.
"Kau adalah Kiang. . ."
Kata-kata selanjutnya belum sampai diutarakan, si-tamu
pencari bunga sudah membentak keras;
"Setelah tahu siapa aku, kenapa tidak cepat-cepat
beberkan seluruh peristiwa keji yang telah berlangsung pada
waktu itu?" Bentakan dari si-tamu pencari bunga ini penuh
mengandung hawa napsu membunuh yang hebat,
mendatangkan rasa bergidik bagi setiap orang yang
mendengar. Pek Thian Ki terperanjat, segera serunya; "Siapa
namanya ?"" Ia bernama Kiang apa ?"?"
Sin Si-poa ketakutan, tak sepatah katapun berhasil
diutarakan keluar, ia bungkam dalan seribu bahasa.
Suasana dalam ruangan mulai membeku dan penuh


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ketegangan, ditengah kesunyian yang mencekam hawa
napsu membunuh makin menebal disetiap benak para jago.
"Mo Hong So (si Iblis Sinting), kau paksa aku untuk
turun tangan membunuh dirimu ?"?" Kembali si-tamu
pencari bunga membentak dingin.
Bab 39 AIR MUKA Sin Si-poa berubah menghebat, dengan
ketakutan ia mundur satu langkah kebelakang.
"Kau. . . . kau. . . ."
"Kau anggap aku sudah mati ?"?" potong si-tamu pencari
bunga kembali dengan mata melotot.
"Kau. . . kau. . . kau tidak mungkin masih hidup!"
"Heeeee. . . heeeee. . . heeee. . . dan amat sayang sekali
sekarang aku masih hidup!"
"Kau. . . . kau. . . ."
"Aku adalah adik dari Kiang Lang, Kiang Ing adanya. . .
." "Apa?" Saking kagetnya Pek Thian Ki berseru tertahan,
berturut-turut ia mundur tiga empat langkah kebelakang
dengan sempoyongan. Ia tidak menyangka si-tamu pencari bunga sebetulnya
adalah adik dari Sam Ciat Sin-cun Kiang Lang yang
bernama Kiang Ing. Perubahan yang terjadi secara tiba-tiba
ini boleh dikata jauh diluar dugaan setiap orang yang ada
disana. "Eeeei. . . Iblis Sinting, urusan ini agak sedikit diluar
dugaanmu bukan ?". . ." Jengek si-tamu pencari bunga
dengan nada dingin. "Delapan belas tahun kemudian aku
masih hidup segar bugar, rencana yang kalian susun tak
bakal berlangsung lagi bukan?"
Dengan ketakutan si Iblis Sinting munduru selangkah.
Mendadak. . . .si Iblis Sinting membentak keras, pedang
pendek sepanjang tiga cun yang berada ditangan kanannya
dengan meninggalkan serentetan cahaya tajam yang
menyilaukan mata meluncur kearah dada Kiang Ing.
Serangan yang dilancarkan si Iblis Sinting ini dilakukan
dengan kecepatan laksana sambaran kilat, suara jeritan
kaget bergema memenuhi angkasa.
"Bangsat, kurang ajar! Kau cari mati!" teriak Kiang Ing
penuh kegusaran. Bayangan manusia berkelebat lewat, tahu-tahu ia sudah
berhasil meloloskan diri dari serangan lawan, tangan
kananpun dengan menggunakan satu jurus serangan yang
hebat balas menghajar tubuh si Iblis Sinting tersebut.
Si Iblis Sinting yang melihat serangannya tidak berhasil
mencapai sasaran, badannya bagaikan sambaran petir
segera berkelebat keluar pintu. Ia bermaksud menggunakan
kesempatan itu untuk melarikan diri dari kepungan lawan.
Mendadak. . . . Bayangan manusia berkelebat lewat, tahu-tahu Pek
Thian Ki telah menghadang jalan perginya.
"Jangan pergi, tunggu sebentar!" bentaknya keras.
"Menyingkir!" Bukannya berhenti, si Iblis Sinting malah
menerjang maju lebih kedepan.
Diiringi suara bentakan yang dahsyat, satu pukulan
melayang kearah diri Pek Thian Ki. Serangan ini
dilancarkan tidak kalah cepatnya dengan serangan yang
diarahkan kepada diri Kiang Ing tadi.
Pada saat ini si Iblis Sinting sudah punya maksud
mengadu jiwa, serangan yang barusan ia lancarkan telah
disertai dengan seluruh tenaga sinkang yang dimiliki hingga
saat ini, ia bermaksud mencabut nyawa Pek Thian Ki
didalam sebuah serangannya ini.
"Hmmm! Kau jangan harap bisa lolos dari sini." teriak
Pek Thian Ki penuh kegusaran.
Telapak tangannya disilang kedepan mengunci
datangnya serangan lawan, sedang tangan kanannya
laksana kilat mencabut keluar pedang Ciang Liong Kiam
kemudian disapu keluar. Kepandaian silat yang dimiliki Pek Thian Ki saat ini
sudah pulih hampir mencapai duabelas bagian, serangan
yang dilancarkan jauh lebih cepat daripada kecepatan si
Iblis Sinting. Cahaya tajam yang menyilaukan mata
berkelebat lewat, si Iblis Sinting tahu-tahu sudah kena
didesak mundur kebelakang.
"Iblis Sinting! Kau masih tidak ingin menceritakan kisah
yang sebenarnya telah terjadi?" Sekali lagi Kiang Ing
membentak." "Urusan apa lagi yang bisa kita bicarakan ?"?" seru si Iblis
Sinting pula tidak kalah dinginnya.
"Heee. . . heee. . . heee. . . eeei Iblis Sinting, tidak salah!
Didalam pandangan kalian semua menganggap aku Kiang
Ing sudah mati, tapi bukan saja aku masih hidup bahkan si
Giok Mey Jin pun masih hidup. . ." ujar Kiang Ing seraya
tertawa dingin tiada hentinya.
"Apa?" Rasa kejut yang dialami si Iblis Sinting kali ini
susah dikendalikan lagi. "Kecuali Giok Mey Jin, si Tiap Hoa Siancu pun masih
hidup dikolong langit. . ."
"Aaaaaach. . ."
"Kau, Sin Mo Kiam Khek serta si Tangan Pencabut
Bunga telah memusnahkan perkampungan Im San Piat
Yen, mengatur barisan aneh untuk menjebak kami semua. .
. . Hmmm! Iblis Sinting, rasa-rasanya sikap Kiang Lang
terhadap dirimu tidak jelak juga. . . ."
"Tutup mulut anjingmu. . ."
"Hmmm! Kau, si Tangan Pencabut Bunga serta Sin Mo
Kiam Khek masing-masing orang merebut ketiga orang
isterinya, bahkan mencelakai pula dirinya, Perbuatan kalian
benar-benar terlalu keji. . ."
"Kiang Ing!" mendadak si Iblis Sinting membentak keras.
"Aku akan mengadu jiwa dengan dirimu!" Begitu ucapan
selesai diutarakan, tubuhnya laksana anak panah yang lepas
dari busur, meluncur kedepan menubruk diri Kiang Ing.
"Tahan!" kembali Kiang Ing membentak keras.
"Apa yang hendak kau ingini?" teriak si Iblis Sinting
dengan air muka berubah pucat pasi bagaikan mayat.
"Siapa yang memerintahkan kalian berbuat begitu" Siapa
orang yang berdiri dibelakang layar?"
"Tidak ada orang yang memerintah kami, tak ada orang
yang berdiri dibelakang."
"Kau sungguh-sungguh tidak mau bicara?" hilang sudah
kesabaran Kiang Ing. Air muka Kiang Ing ini sudah dipenuhi dengan hawa
napsu membunuh yang menggidikkan hati, sepasang
matanya dengan tajam melototi wajah si Iblis Sinting.
"Diakah salah seorang pembunuh orang tuaku?" pada
saat itulah Pek Thian Ki bertanya.
"Tidak salah!" "Kau sungguh-sungguh adalah adik ayahku?"
"Benar!" "Paman, sebenarnya apa yang telah terjadi?" seru Pek
Thian Ki dengan hati tergetar keras.
"Kau boleh secara langsung bertanya kepadanya!"
Pek Thian Ki. . . . Sekarang ia seharusnya dipanggil
dengan 'KIANG TO'. Kiang To dengan suara berat segera membentak; "Sin Sipoa,
sungguh mirip sekali penyaruanmu, aku masih
menganggap kau adalah seorang manusia baik-baik. . . .! ini
hari aku baru tahu bila kau sebenarnya adalah pembunuh
ayahku, ayoh, cepat ceritakan kisah yang sebenarnya
kepadaku!" Wajah Kiang TO penuh diliputi hawa napsu membunuh,
semisalnya si Iblis Sinting benar-benar tidak mau buka
suara mungkin ia segera akan turun tangan membinasakan
dirinya. Air muka si Iblis Sinting berubah jadi pucat pasi
bagaikan mayat. "Apa yang harus aku bicarakan lagi?"
serunya. "Kurang ajar! Jadi kau cari mati?"
Diiringi suara bentakan keras, Kiang To meluncur
kedepan dengan kecepatan laksana kilat, pedangnya diputar
sedemikian rupa mengancam seluruh tubuh si Iblis Sinting.
Serangan yang dilancarkan Kiang To kali ini luar biasa
hebatnya, tampak bayangan manusia berkelebat lewat,
Diantara meluncurnya berjuta-juta cahaya tajam ia sudah
mengirim dua jurus serangan kedepan.
Keadaan si Iblis Sinting waktu itu lebih mirip burung
yang ketakutan karena ancaman anak panah, sewaktu
serangan pedang Kiang To meluncur datang, mau tak mau,
ia harus keluarkan semua tenaganya untuk melawan.
Bayangan telapak cahaya pedang berkelebat memenuhi
angkasa, dalam sekejap mata ia sudah mengirim dua buah
serangan balasan. Kini, masing-masing pihak mulai
mengubah posisinya dalam suatu pertarungan mengadu
jiwa, siapa kalah ia segera akan menggeletak binasa
ditengah kalangan. . . . siapa lengah ia akan roboh ditangan
lawan. Sekonyong-konyong. . . . Tangan kanan Kiang To yang mencekal pedang
melancarkan satu babatan dahsyat diiringi tangan kirinya
mengirim sebuah babatan kilat mengancam pinggang
lawan, dalam sekejap mata bayangan telapak cahaya
pedang berkelebat menyilaukan mata, suasana diliputi
keseraman. Ketika kedua orang itu sedang melangsungkan suatu
pertarungan yang maha sengit, mendadak dari dalam
ruangan berkumandang keluar suara gelak tertawa yang
sangat menyeramkan. Suara itu amat menyeramkan
membuat bulu kuduk semua orang pada bangun berdiri.
Mendengar suara tersebut Kiang To berubah air mukanya.
Tiba-tiba. . . . Suara bentakan keras bergema memecahkan
kesunyiannya, Kiang To kena didesak mundur, tiga empat
langkah kebelakang oleh serangan-serangan yang
mematikan dari si Iblis Sinting.
"Hey Iblis Sinting, hingga detik ini masih berani
melawan?" bentak Kiang Ing.
Tiba-tiba bayangan manusia berkelebat lewat, bagaikan
kilat ia meluncur kearah si Iblis Sinting diiringi sebuah
serangan totokan yang cepat. Suara dengusan berat
memecahkan kesunyian, si Iblis Sinting tak sempat
menghindarkan diri lagi, ia segera roboh keatas tanah dari
mulutnya muntahkan darah segar.
"Kubunuh dirimu!" teriak Kiang To setelah melihat
musuhnya berhasil dibikin roboh, pedangnya diangkat siap
ditusuk kedalam perutnya.
"Jangan dibunuh mati!" tiba-tiba Kiang Ing membentak.
Kiang To bergidik, buru-buru ia tarik kembali
serangannya dan alihkan sinar matanya keatas wajah Kiang
Ing. "Kenapa?" tanyanya tercengang.
"Aku punya cara untuk paksa ia berbicara!"
Kiang To berdiri melengak, ia tidak mengerti apa
sebenarnya yang telah terjadi, karena ia masih tidak tahu
keseluruhan dari peristiwa tersebut. Ditengah kepedihan,
wajahnya kelihatan makin bingung makin terharu.
"Paman, apa sebenarnya yang telah terjadi?" kembali
pemuda itu bertanya. "Bukankah kau sudah tahu?"
"Aku. . . aku sudah tahu" Maksudmu apa yang
diceritakan olehnya adalah palsu" Lalu bagaimana yang
sebenarnya?" 'Kita bisa tanyakan hal tersebut pada seseorang!"
"Siapa?" rasa ingin tahu yang bergelora didada Kiang To
susah dipertahankan lagi.
"Tiap Hoa Siancu atau si Bidadari Kupu dan Bunga!"
"Paman, antara kau. . . .kau dengan dia benar-benar
punya hubungan". . ." seru Kiang To kembali ragu-ragu.
"Benar. . . kami adalah sepasang kekasih yang saling
mencintai. . . .selama hidup aku merasa menyesal terhadap
dirinya. . . .aku tidak seharusnya memberikan tubuhnya
buat engkohku, cinta tak bisa diberikan ataupun diserahkan
kepada siapapun. . . ia membenci diriku, selama hidup ia
benci kepadaku, kecuali dia aku telah mencelakai pula
Siang Hwi Giok Li. . ."
"Siang Hwi Giok Li". . .Siapa itu Siang Hwi Giok Li?"
"Kekasihku yang pertama!"
"Juga merupakan gadis yang dicintai ayahku?"
"Benar. . ." Dengan bergumam ia menjawab, wajahnya
kelihatan begitu terharu, sedih dan murung. .
Barang siapapun juga rasanya dapat memahami
bagaimana perasaan Kiang Ing selama ini, sepanjang
hidupnya ia pernah mencintai dua orang gadis, tetapi ia
telah memberikan kekasihnya itu buat engkohnya, apa
sebabnya ia berbuat begitu ?""
"Paman, apa sebabnya kau berbuat demikian?" seru
Kiang To dengan nada cemas. "Kenapa kau berikan mereka
buat ayahku ?""
"Karena aku hormat dan jeri kepadanya, selembar
jiwaku pernah diselamatkan oleh ayahmu, kejadian itu
sudah berlangsung lama sekali, waktu itu aku masih kecil,
bila bukan dia yang turun tangan menolong, mungkin sejak
dulu aku sudah mati tenggelam didalam air. . . oleh karena
itu, sejak saat itu, hatiku menaruh rasa berhutang budi
terhadapnya, setiap kali apa yang ia minta, aku pasti
berikan kepadanya. . . .bahkan sampai kekasihku-pun
kuberikan kepadanya!"
"Tapi paman cinta tak boleh diberikan kepada orang lain
semaunya!" seru Kiang To membantah.
"Benar, dan akhirnya aku tinggalkan kedua orang gadis
yang paling kucintai semasa hidupku ini, hanya sayang. . .
.aaaaai! Iapun tidak berhasil mendapatkan mereka berdua. .
. ." "Hal ini sudah tentu karena mereka berdua sama sekali
tidak mencintai ayahku!" kembali Kiang To menimbrung.
"Mungkin memang begitu, aku masih ingat sewaktu aku
tinggalkan diri Siang Hwi Giok Li, waktu itu air muka gadis
tersebut penuh diliputi dengan hawa napsu membunuh,
bahkan memaki aku dengan kata-kata demikian; 'Kiang Ing,


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kau bukan Burung yang ada diatas sungai, kau adalah
seekor anjing, anjing yang tak bertulang. . .' makiannya ini
selama hidup tak pernah kulupakan kembali. . . .ia paling
mencintai diriku, dan paling membenci pula diriku, aku tak
bisa melupakan dirinya tak dapat melupakan apabila
sepanjang hidupku telah mencelakai dan menghancurkan
harapan dua orang perempuan!" Butiran air mata perlahan2
membasahi kelopak matanya. . . . .
Kiang to pun ikut terharu oleh suasana yang dihadapinya
didepan mata, dengan nada menghibur ujarnya; "Paman,
kita jangan mengungkap lagi peristiwa yang telah terjadi
pada masa silam. . . . benarkah si Iblis Sinting, si Tangan
Pencabut Bunga serta Sin Mo Kiam Khek membinasakan
ayahku?" "Benar!" Pada waktu itu. . . "si Iblis Sinting inikah yang menyaru sebagai Kiang To?"
tiba2 Cu Hoa menimbrung dari samping.
"Benar!" "Salah, salah. . . salah besar, jikalau si Iblis Sinting
bersekongkol dengan Pek Thian Ki, apakah ia tidak tahu
jika Pek Thian Ki sebenarnya adalah Kiang To?"
"Pertanyaanmu sangat bagus sekali, justru inilah
jebakan-jebakan licik yang mereka susun, terang-terangan si
Iblis Sinting tahu Pek Thian Ki adalah Kiang To. . . ."
"Benar!" sambung Kiang To memotong ucapan Kiang
Ing yang belum selesai, "Sewaktu si Iblis Sinting untuk
pertama kalinya berjumpa dengan diriku, ia telah
memberitahukan kepadaku bahwa aku bernama Kiang To!"
"Itulah dia, justru si Iblis Sinting beritahu kepadamu bila
kau bernama Kiang To adalah bertujuan untuk pancing kau
mencari tahu asal-usulmu lebih lanjut, mengambil
kesempatan yang sangat baik itulah ia lantas karangkan satu
cerita bohong untukmu. . . yaitu apa yang diucapkannya
tadi. . ." "Dengan demikian aku akan menganggap orang tuaku
sudah meninggal, sipembunuh pun sudah mati, hal ini
membuat aku tak dapat menemukan musuh besar lagi
untuk menuntut balas. Dengan begitu peristiwa berdarah
inipun selama hidup tak akan ada saatnya untuk dibikin
terang?" "Sedikitpun tidak salah!"
"Oooouw. . . sungguh keji perbuatan-perbuatan mereka. .
." "Benar, keji dan telengas, tapi mereka tidak menyangka
kalau aku masih hidup didunia ini. . . ."
"Tapi mengapa mereka anggap kau sudah mati?" tanya
Kiang To lebih jauh. "Karena aku pernah bergebrak melawan Sin Mo Kiam
Khek Pek Thian Ki, dan si Tangan Pencabut Bunga telah
membokong diriku serta menotok empat buah jalan darah
kematianku, kemudian melemparkan tubuhku kedalam
jurang yang dalam. . . ."
"Paman jelaskanlah peristiwa itu se-terang2nya."
"Baiklah!" Kiang Ing tertawa sedih seraya mengangguk.
"Pertama, orang yang membakar perkampungan Im San
Piat Yen bukan Kiang Lang, api itu berkobar dari arah
Timur dan Barat dalam waktu yang bersamaan. . ."
"Kalau begitu api ini dilepas oleh dua orang dalam waktu
yang berbareng, sebelum kejadian tersebut aku memang
pergi menjumpai ayahmu, tapi aku hanya memberi nasehat
kepadanya agar jangan terlalu tegang menghadapi setiap
peristiwa, terutama sekali perhatikan ketiga orang isterinya.
." "Siapa saja diantar ketiga orang itu?"
"Cui Mey Jin, Hoa Mey Jin serta Tiap Hoa Siancu. . . .
terutama sekali si Bidadari Kupu dan Bunga ini, sejak aku
tinggalkan ia pergi karena ia punya anak, maka akhirnya ia
kawin dengan Kiang Lang, ia ada maksud mencelakai
engkohku. . ." "Lalu secara bagaimana ayahku bisa lenyap ?"" tanya
sang pemuda penuh perhatian.
"Hingga kini kematian ayahmu masih merupakan tekateki,
tanda tanya ini aku masih belum berhasil pecahkan,
cuma ayahmu terbukti benar-benar sudah mati."
"Mati ?"" kembali Kiang To menyela. "Secara bagaimana
kau bisa membuktikan apabila ia sudah mati ?""
"Aku temukan jenazah ayahmu menggeletak ditengah
sebuah tebing dibelakang gunung, kematiannya sangat
mengerikan!" "Bukankah kepandaian silat yang dimilki ayahku sangat
lihay" Secara bagaimana ia bisa dibunuh orang dengan
begitu gampang ?""
"Banar memang diakui kepandaian silat yang dimilki
ayahmu tidak lemah, tetapi dikolong langit masih banyak
terdapat jagoan yang memiliki kepandaian silat jauh lebih
tinggi dari kepandaiannya, Sin Mo Kiam Khek Pek Thian
Ki adalah salah satu diantaranya."
"Apa?" Kepandaian silat Pek Thian Ki jauh diatas
kepandaian ayahku ?"" seru Kiang To sangat terperanjat.
"Benar. . . ." "Tapi, dalam urutan Sembilan Jago Pedang dari Kolong
Langit, bukankah ia hanya menduduki urutan kedua. . . ."
"Kau salah, kepandaian silat yang dimiliki Pek Thian Ki
jauh lebih lihay dari kepandaian ayahmu, kepandaianku
pun hanya lebih tinggi sedikit dari kepandaiannya, sedang
dia bukan lain adalah kekasih dari Hu Bei san. . ."
"Apa ?"" Kiang To dan Hu Li Hun hampir bersamaan
waktunya berseru tertahan.
"Apa yang kuutarakan adalah kenyataan, kalian mau
percaya atau tidak, itu terserah pada kalian sendiri. . ."
"Loocianpwee, maksudmu Pek Thian Ki adalah ayahku
?"" seru Hu Li Hun dengan nada gemetar.
"benar!" Hu Li Hun membelalakkan sepasang matanya bulatbulat,
dengan rasa takut dipandangnya wajah Kiang Ing,
jelas gadis ini dibuat terperanjat oleh berita tersebut.
"Setelah ayahmu mati tiga hari." sambung Kiang Ing
lebih lanjut, "Giok Mey Jin lantas mengajak Sembilan Jago
Pedang dari Kolong Langit untuk berkumpul
diperkampungan Im San Piat Yen, kecuali mengundang
kesembilan jago pedang dari kolong langit itu, iapun
mengundang pula tiga orang yaitu; si Tangan Pencabut
Bunga, si Iblis Sinting serta Hiat Loo Kiam Khek. . . ."
"Siapa itu Hiat Loo Kiam Khek ?""
"Guru dari Cu Hoa!"
Mendengar ucapan tersebut, air muka Cu Hoa berubah
hebat. "Bagaimana kau bisa tahu guruku adalah Hiat Loo
Kiam Khek ?"" "Karena kau membawa senjata lihay Sam Ciat Tong,
sejak Kiang Lang berhasil angkat nama dan tersohor
dikolong langit, ia jarang sekali menggunakan senjata Sam
Ciat Tong-nya kembali, pada hari biasa ia serahkan
senjatanya untuk disimpan oleh Hiat Loo Kiam Khek,
maka dari itu setelah Kiang Lang mati, senjata Sam Ciat
Tong tersebut masih berada ditangan Hiat Loo Kiam Khek.
. ." Ia merandek sejenak untuk tukar napas, kemudian
sambungnya lebih jauh; " Orang yang diundang datang
waktu itu, kecuali Hiat Loo Kiam Khek hanya Pek Thian
Ki seorang yang sempat hadir, sedang sisanya kedelapan
orang jago tak seorangpun yang muncul. . . ."
"Kenapa ?"" tanya Kiang To tercengang.
"Sebelum mereka tiba ditempat yang telah dijanjikan,
perkampungan Im San Piat Yen telah terjadi peristiwa yang
mengerikan, dalam kenyataannya memang tidak salah,
waktu itu ada orang yang berteriak; 'Kiang Lang, kau keji
benar. . . .' tetapi ucapan ini hanyalah siasat licin yang
sengaja diatur, oleh para pembunuh. . . ."
"Oooouw. . . sekarang aku paham sudah, mereka berbuat
demikian tentunya agar orang percaya apabila perbuatan
terkutuk itu dilakukan oleh ayahku!"
"Benar!" "Kemudian secara bagaimana paman bisa dibawa keluar
dari ruangan api". . . ."
"Sewaktu terjadi kebakaran besar, sumua orang jadi
panik, mereka terkejut, gugup dan gelagapan, ketika itulah
si Tangan Pencabut Bunga serta si Iblis Sinting turun tangan
membinasakan Cui Mey Jin, Hoa Mey Jin serta Tiap Hoa
Siancu. . . ." "Bukankah ketiga orang perempuan tersebut punya
hubungan gelap dengan mereka?" sela Kiang to tercengang.
"Benar, demi terbabatnya rumput keakar-akarnya,
terpaksa mereka berbuat demikian."
"Sungguh keji perbuatan mereka!" teriak sang pemuda
gemas. "Benar, tapi beruntung sekali, waktu itu Tiap Hoa Siancu
berhasil meloloskan diri dari kematian, sedang Giok Mey
Jin pun berhasil melarikan diri. . . .hanya sayang akhirnya
ia kena dicegat oleh Pek Thian Ki. . . ."
"Aaaach. . . .lalu bagaimana selanjutnya?"
"Sudah tentu Pek Thian Ki tak bakal suka melepaskan
ibumu, waktu itu ibumu memohon kepadanya agar suka
melepaskan dirimu. . . ."
"Pek thian Ki setuju?"
"Sudah tentu tidak, sedangkan ibumu lantas
mengimbangi permintaannya ini dengan satu nilai yang tak
terhingga besarnya."
"Nilai yang tiada terhingga besarnya". . ."
"Benar!" Kiang Ing mengangguk. "Siapapun tahu
ayahmu telah memperoleh peta Rumah Berdarah,
dimanakah letak peta Rumah Berdarah itu, hanya Giok
Mey Jin seorang yang tahu, demikianlah Giok Mey Jin
lantas memberitahukan rahasia tersebut kepadanya."
"Ayahku hanya beritahu rahasia itu pada Giok Mey Jin
seorang?" "Karena ayahmu ingin meninggalkan mustika tersebut
untukmu, sebab ia hanya punya kau seorang putra saja,
sedangkan kedua orang anak dari Hu Bei San serta Tiap
Hoa Siancu, ia tahu bahwa mereka bukan anaknya, karena
belum sampai setengah tahun, kedua orang perempuan itu
kawin dengannya, masing-masing orang telah melahirkan
semua!" "Setelah ibuku beritahukan rahasia tersebut kepadanya,
apakah Pek Thian Ki memberikan jalan hidup bagiku?"
tanya Kiang To penuh kecemasan.
"Benar!" Kiang Ing mengangguk, "Tapi sekali tusuk, ia
bunuh ibumu kemudian menendangnya, sehingga jatuh
kedalam jurang, ketika itulah kebetulan aku mengejar
datang dan langsung bergebrak melawan dirinya. . . .
Setelah mengalami suatu pertarungan berdarah yang sengit
sepanjang setengah harian lamanya, terakhir Pek Thian Ki
menderita kekalahan ditanganku, tapi pada saat itulah
secara tiba-tiba si Tangan Pencabut Bunga munculkan diri
disana, ia melancarkan tangan telengas kearahku dan
menotok empat buah jalan darah kematian diseluruh
tubuhku lantas menendang aku masuk kedalam jurang pula,
beruntung aku kena ditolong orang kalau tidak. . . .aaaai. . .
sejak dulu aku sudah mati. . ."
"Dan bagaimana dengan Giok Mey Jin ?""
"Menurut dugaanku, kemungkinan besar ia tidak mati,
karena walaupun sudah kucari diseluruh dasar lembah,
tidak berhasil juga kudapatkan mayatnya."
"Akhirnya?" "Waktu itu aku ingin datang mencari Pek Thian Ki lagi,
sayang tak berhasil kutemukan manusia terkutuk itu!"
Kiang To mengangguk, setelah berpikir sejenak,
tanyanya lagi; "Lalu, mengapa Pek Thian Ki
menghadiahkan namanya kepadaku ?""
"Inilah siasatnya yang keji, ia mengharapkan ada orang
lain yang turun tangan membinasakan dirimu. . . .karena
menurut dugaannya jikalau diantara kelima orang
perempuan itu kecuali Hu Bei San yang tempo dulu pulang
keperkampungan Lui San-cung terlebih dahulu ada seorang
saja yang masih hidup, maka perempuan ini tentu pergi
membinasakan dirimu, kemudian baru pergi mencari Pek
Thian Ki yang asli, sekarang kau paham bukan ?""
"Huuu. . . .sungguh keji rencana ini!" teriak Kiang To tak
tertahan lagi. "Benar rencana ini amat keji dan telengas!"
"Paman, justeru yang kuherankan selama ini, ia bersikap
sangat baik kepadaku!"
"Benar, akupun percaya ia akan bersikap sangat baik
kepadamu, ia tidak ingin membinasakan dirimu. . . . tapi ia
ingin kau setapak demi setapak mendekati sendiri
kematianmu, tahukah kau mengapa kau bisa menderita
penyakit hati?" Kiang To menggeleng. ))>>odwo<<(( Jilid 14 Tamat Bab 40 "Itulah disebabkan semacam obat racun yang luar biasa
ganasnya," sambung Kiang Ing lebih lanjut, "Sewaktu kau
tidak ambil perhatian. . . .mungkin ketika minum teh atau
bersantap, secara diam2 ia campurkan racun tersebut
kedalam makanan atau minumanmu. . . ."
"Benar, benar, benar. . . . pada tiga tahun berselang,
waktu aku bersantap, secara tiba-tiba kedapatan suatu bau
yang aneh dalam santapanku, aku lantas tanyakan hal ini
pada suhu, tapi ia bilang tidak apa-apa, lewat tiga empat
hari kemudian, aku mulai menderita sakit hati," teriak sang
pemuda tersentak kaget. "Nah, itulah dia!"
"Tapi mengapa ia hadiahkan sejilid kitab kepadaku, agar
aku melatih ilmu silatku?"
"Semuanya ini bertujuan agar kau terkenal dan tersohor
dalam dunia kang-ouw, memperoleh perhatian banyak
orang, dengan demikian barulah salah seorang perempuan
yang belum sampai mati, bisa mengetahui akan dirimu, dan
akan datang mencari kau, coba bayangkan setelah ilmu
silatmu berhasil mencapai puncak kesempurnaan, siapa


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang tidak ambil perhatian kepadamu" bukankah begitu?"
"Benar, memang beralasan!"
"Tujuh delapan tahun setelah peristiwa itu, agaknya para
jago kang-ouw sebagian besar sudah melupakan kejadian
ini, dan saat itulah mulai timbul peristiwa penyewaan
rumah. Sudah tentu Sin Mo Kiam Khek Pek Thian Ki tak
dapat meminta peta rumah berdarah tersebut setelah
membinasakan Sam Ciat Sin-cun serta menghancurkan
perkampungan Im San Piat Yen-nya, Kalau tidak maka
seluruh jago Bu-lim dikolong langit akan menaruh curiga
kepadanya, bukankah begitu. . . ?""
"Tidak salah." "Maka dari itu setelah peristiwa tersebut lewat delapan
tahun, ia baru mengumumkan soal penyewaan rumah,
disamping ia hendak mencari peta rumah berdarah, ia
berbuat demikian karena juga diriku.."
"Kau?"" seru Kiang To keheranan.
"Benar!" Perlahan-lahan Kiang Ing mengangguk,
"Tempo dulu rumah ini hasil rancanganku, aku serta Tiap
Hoa Siancu pernah melewati beberapa waktu yang indah
dan menyenangkan didalam rumah ini. . . dan hal tersebut
memang diketahui si Tangan Pencabut Bunga, maka dari
itulah setelah rumah ini disewakan dalam anggapannya asal
aku masih hidup, tentu masih bisa datang kemari, Tetapi. . .
. berhubung aku harus melatih semacam ilmu sinkang telah
mengasingkan diri hampir sepuluh tahun lamanya, inilah
sebabnya kenapa Pek Thian Ki menganggap aku betul-betul
sudah mati." "Rahasia peta rumah berdarah itu berada dalam rumah
yang disewakan ini?" tanya Kiang To kembali.
"Benar, hanya saja alasan yang sebenarnya aku
sendiripun tidak tahu, tentang perjumpaan Pek Thian Ki
dengan Hu Bei San sebelum pergi menyewa rumah ini pun
merupakan berita palsu. . . ."
"Palsu?" "Benar, ia sama sekali tidak tahu Hu Bei San berada
dimana, sedang ia sendiri ingin pergi mencari Hu Bei san,
dan persoalan ini diketahui perempuan she Hu ini dengan
sangat jelas, justeru bersembunyinya Hu Bei San selama ini
dikarenakan adanya alasan yang tidak kita mengerti. . . ."
"Tapi Pek Thian Ki telah pergi ke Istana Harta untuk
menitipkan peta rumah berdarah itu!" mendadak Cu Hoa
menimbrung. "Peta rumah berdarah itu adalah palsu yang asli tak
mungkin Pek Thian Ki suka menitipkan kepada orang lain,
ini pun merupakan satu siasat untuk mengelabui mata
orang lain, setelah itu ia suruh si Iblis Sinting munculkan
diri untuk beritahu kepada Kiang To bahwa Pek Thian Ki
sudah mati, dengan sendirinya oleh berita ini semua orang
akan tahu apabila Sin Mo Kiam Khek sebenarnya bernama
Pek Thian Ki." "Sungguh hebat siasat yang mereka susun!" seru Kiang
To kagum. "Sedikitpun tidak salah!"
"Lalu apa tujuan si Iblis Sinting sengaja menyaru sebagai
Kiang To. . ." "Agar kau pergi mencari dirinya, sedang ia tak suka
menemui dirimu dengan wajah aslinya, Dengan begitu ia
baru bisa merencanakan siasat selanjutnya, seluruh
perbuatan jahatnya yang dilakukan selama ini akan kau
pikul dosa-dosanya!"
"Ooooouw. . . .sekarang aku sudah paham. . . ." teriak
Kiang To sambil kertak gigi! "Orang ini betul-betul sangat
keji, aku Kiang To sebelum berhasil melumat badan
mereka, aku bersumpah tak akan berhenti. . . ."
"Semoga saja kau bisa hidup lebih lama lagi. . ."
"Apa" Aku hampir mati?" Pemuda ini betul-betul
terperanjat mendengar ucapan tersebut.
"Ehmmm. . . sudah hampir, paling banter tinggal
sebulan. . . ." "Aku hanya bisa hidup satu bulan lagi?"
"Satu bulan hanya merupakan dugaanku secara kasaran
saja," kata Kiang Ing dengan nada berat, "Yang jelas paling
sedikit kau hanya bisa hidup setengah bulan lagi."
Air muka Kiang To langsung berubah pucat pasi
bagaikan mayat sehabis mendengar ucapan tersebut.
"Aaaaa. . . . kau tidak usah khawatir." kata Kiang Ing
sambil menghela napas panjang, "Nasib manusia ada
ditangan Tuhan, kemungkinan sekali sampai waktunya
akan muncul suatu penemuan yang aneh bagimu."
Ia tertawa pedih, setelah merandek sebentar, ia berpaling
seraya berkata kembali; "Nona Hu, aku ada urusan hendak
ditanyakan kepadamu. . ."
"Urusan apa?" seru Hu Li Hun tercengang, ia berpaling
dan memandang sekejap wajah Kiang Ing ini.
"Mengapa kau menyaru sebagai Kiang To?"
"Karena ibuku sedang mencari dirinya!"
"Ooooouw. . . ibumu mencari aku?" ujar Kiang To
keheranan. "Benar!" "Ada urusan apa?"
"Aku tidak tahu!" perlahan-lahan gadis itu menggeleng.
"Kiang To yang per-tama2 kujumpai dan bergebrak
melawan dirinya sewaktu berada dalam Istana Perempuan,
apakah hasil penyaruanmu?"
"Sedikitpun tidak salah!"
"Mengapa?" "Karena aku benci kau main cinta dengan perempuan
lain!" seru Hu Li Hun tanpa tedeng aling-aling, Ia merandek
untuk tukar napas, lalu tambahnya; "Jikalau si Iblis Sinting
ini benar-benar adalah simanusia yang menyaru sebagai
Kiang To, maka semua tindakannya amat bagus! Ia tantang
aku berduel ditepi telaga Hiat Suw Than, lalu mencuri balik
kertas tantangan tersebut, agar kau yang berikan kembali
kepadaku, dengan berbuat demikian siapa yang akan
menduga kalau dia adalah Kiang to?"
"Nona Cu, suhumu masih hidup?" sela Kiang Ing seraya
berpaling kearah Cu Hoa. "Benar, beliau masih hidup, hanya kini dia orang tua
sudah mengasingkan diri dari keramaian dunia persilatan,
ia memberi pelajaran ilmu silat kepadaku bahkan
memberikan pula dua pertiga dari tenaga sinkangnya
untukku, Sekarang beliau sudah kehilangan tenaga
sinkangnya, beliau memerintahkan aku secara misterius
muncul diketiga Istana dan perintah aku jadi majikan ketiga
buah istana tersebut, Hingga kini si penguasa ketiga istana
tersebut masih belum mengetahui wajah asliku, karena
setiap kali berjumpa, aku selalu munculdengan wajah yang
berlainan, inilah perintah dari suhuku dan kini kuketahui
maksudnya!" "Lalu bagaimana dengan dua buah kedududkanmu yang
lain. . . ." tanya Kiang To rada tercengang.
"Tongcu dari perkumpulan pengemis yang bermaskas
diluar perbatasan Cu Tong Hoa adalah sahabat karibku,
sedangkan mengenai Pangcu dari Pek Hoa Pang sesaat
Pangcu tersebut menemui ajalnya aku telah berjumpa
dengan dirinya, ia beritahu kepadaku tentang
pengkhianatan Pek Hoa Coa yang kini telah
menggabungkan diri dengan pihak Istana Harta. . ."
"Siapakah penguasa ketiga Istana tersebut?"
"Setelah ketiga penguasa istana-istana tersebut menerima
perintahku, mereka sangat jarang berkelana didalam dunia
persilatan, bahkan anak murid mereka sendiripun belum
tentu tahu siapakah mereka!"
"Waktu itu kau membinasakan diri Pek Hoa Coa,
tindakanmu tersebut disebabkan hendak membalaskan
dendam bagi Pangcu Pek Hoa Pang" Ataukah karena ia
telah membocorkan barang yang dititipkan Pek thian Ki
kedalam istana kalian?"
"Keduanya sama-sama penting, karena ia membinasakan
Pangcu dari Pek Hoa Pang, maka aku harus membunuh
dirinya, sedangkan soal membocorkan rahasia Pek Thian
Ki yang titip barang berharaga dengan istana kami, pada
mulanya aku mengira tindakan tersebut karena ingin
memancing datangnya Kian To, sekarang aku baru tahu
kiranya Pek Hoa Coa sudah dibeli pihak mereka untuk
memancing datangnya para jago kang-ouw, kemudian
membiarkan si Iblis Sinting dengan menyaru sebagai Kiang
To membinasakan delapan orang jago, orang yang tidak
tahu tentu saja akan menjatuhkan hutang berdarah ini atas
nama Kiang To, ini berarti mereka hendak mencelakai
dirimu. . ." "Tidak salah!" Ketika Kiang To menyelesaikan kata-katanya, si Iblis
Sinting telah tersadar kembali dari pingsannya, pemuda ini
segera memburu kedepan sembari membentak dengan suara
yang dingin; "Eeeeei. .Iblis Sinting, sungguh keji perbuatan kalian,
bukan saja kau sudah membinasakan orang tuaku, bahkan
ingin mencelakai pula diriku dengan menggunakan siasat
yang keji, Aku ingin bertanya, Ayahku mati ditangan
siapa?" "Tidak tahu!" "Siapa yang memerintah kalian dari balik layar?" bentak
Kiang Ing pula dengan suara dingin.
"Tidak tahu!" "Kau sungguh-sungguh tidak mau bicara?"
"Tidak ada ucapan yang harus kuutarakan!"
"Bagus sekali, kalau begitu, terpaksa kau harus kubawa
untuk menemui Ui Mey Giok, bukankah iapun termasuk
salah seorang pembunuh dalam peristiwa keji tersebut". . .
." "Dia. . ." "Ada orang berkata, bahwa ia masih ada disini!"
sambung Kiang Ing dengan cepat tidak menanti orang itu
menyambung kata-katanya. "Aku tidak ingin berjumpa dengan dirinya!"
"Tidak ingin berjumpa" Kau takut?" seru Kiang Ing
dengan nada mengejek. "Apa yang harus aku takuti. . . ." Kata-kata terakhir baru
saja meluncur keluar dari ujung bibirnya, memdadak
laksana sambaran petir ia menerjang kearah Kiang To
sembari melancarkan sebuah serangan dahsyat.
Untuk kesekian kalinya si Iblis Sinting melancarkan
serangan tanpa memperdulikan keadaan luka dalamnya
yang parah, satu-satunya yang ia tuju hanyalah meloloskan
diri dari cengkeraman orang2 itu.
Dalam keadaan tidak bersiap sedia hampir-hampir saja
tubuh Kiang To tersapu serangan lawan, buru-buru ia
berkelit dan menyingkir kesamping. . . . Bersamaan dengan
gerakan Kiang To berkelit kesamping, tubuh si Iblis Sinting
langsung menerjang keluar.
Melihat orang itu mau melarikan diri, Kiang To
membentak keras; "Kau kira begitu gampang bisa pergi dari
sini?" Bayangan manusia berkelebat lewat, ia mengirim sebuah
serangan kearah pihak musuhnya. Serangan yang
dilancarkan Kiang To barusan dilakukan dengan kecepatan
bagaikan sambaran petir, tetapi tindakannya ini jauh kalah
dengan gerakan dari Cu Hoa.
Tahu-tahu orang she Cu ini sudah meluncur kemuka
seraya membentak keras; "Iblis Sinting, kau tak akan berhasil lolos dari sini."
Tangan kanannya diayun kedepan mengirim sebuah
serangan totokan yang gencar.
Luka parah yang diderita si Iblis Sinting belum sembuh
betul, mana ia sanggup untuk menerima serangan dari dua
orang musuh sekaligus" Suara dengusan berat bergema
memenuhi angkasa Tahu-tahu jalan darahnya sudah kena
ditotok oleh serangan Cu Hoa.
"Kiranya saudara adalah sipembunuh yang ku-cari2
selama ini." teriaknya gusar. "Tidak aneh sewaktu berada
didepan pintu Istana Perempuan kau bisa pura-pura
terpukul, siapakah orang yang menghajar dirimu itu". . ."
"Tidak tahu!" "Maksudmu terkena pukulan lawan, bukankah ingin
menyelidiki rahasiaku". . ."
"Tidak tahu!" "Kiang To, kuserahkan dirinya kepadamu!" Hilanglah
rasa sabar Cu Hoa sehingga ia berseru dingin.
Kiang To pun tertawa dingin tiada hentinya. "Iblis
Sinting, apakah rumah ini kau yang sewakan?"
"Bukan!" "Heeeee. . .heeee. . .heeeee. . . .aku rasa tidak demikian
gampang. . . .baik2lah kau beritahu urusan ini kepadaku
maka aku Kiang To akan memberikan sebuah jenazah yang
utuh bagimu, kalau tidak. . . ."
"Hmmm! Kau anggap aku takut dengan ancamanmu,
silahkan mulai turun tangan!"
Air muka Kiang To berubah hebat, hawa napsu
membunuh memenuhi seluruh wajahnya "Lalu dimanakah
Pek thian Ki sekarang berada?" tanyanya kembali.
"Tidak tahu." "Kau sungguh-sungguh tidak mau bicara apapun?"
"Aku rasa tak ada yang bisa dibicarakan!"
"Heee. . .heee. . . cuma sayang aku tidak percaya kalau
kau tak bisa bicara," jengek sang pemuda she Kiang sambil
tertawa dingin. Sepasang jari tangan kanannya dengan menggunakan
ilmu pelepasan tulang secara ber-turut2 menotok empat
buah jalan darah kematian disekitar badan Iblis Sinting.
Dimana ujung jari Kiang To menyambar lewat, mendadak
si Iblis Sinting merintih kesakitan, dari jidatnya mengucur
keluar keringat sebesar kacang kedelai, wajahnya kelihatan
amat menderita. Setelah jalan darah si Iblis Sinting kena ditotok oleh
Kiang To dengan ilmu totok manunggal, setiap bagian otot
maupun tulangnya terasa sakit susah ditahan, air mata
mulai jatuh berlinang. "Iblis Sinting, kau suka bicara tidak?" teriak Kiang To


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sambil kertak gigi. Si Iblis Sinting hanya menggertak gigi kencang-kencang
dan bungkam dalam seribu bahasa, akhirnya ia pentang
mulut muntahkan darah darah segar, dan jatuh tidak
sadarkan diri. "Sungguh keras kepala orang ini!" seru Kiang Ing dingin.
"Paman, bagaimana kalau kita bunuh saja orang ini?"
teriak Kiang To gemas. "Jangan, kita bawa dia pergi menjumppai Tiap Hoa
Siancu!" "Baiklah. . ." pemuda she Kiang ini segera mengangkat
tubuh Iblis Sinting untuk dibawa pergi, "Paman, mari kita
berangkat!" Kiang Ing mengangguk dan bergeser terlebih dahulu dari
sana disusul Kiang To dari belakang.
"Kiang Siauw-hiap!" tiba-tiba Hu Li Hun yang ada
dibelakang berseru. Mendengar seruan tersebut Kiang To berhenti dan
berpaling memandang sekejap wajah Hu Li Hun, tampak
wajahnya penuh diliputi oleh kesedihan.
Ia jadi melengak, "Ada urusan apa ?"" tanyanya halus.
"Aku. . . aku mau pergi!"
"Kenapa?" "Aku rasa lebih baik aku pergi dari sini, jangan lupa aku
adalah puteri musuh besarmu. . ."
Hu Li Hun tak dapat menahan diri lagi air mata jatuh
bercucuran membasahi seluruh wajahnya, sedangkan Kiang
To marasa hatinya berdebar keras, Bilamana kenyataan
memang demikian dan Hu Li Hun adalah hasil hubungan
Hu Bei San dengan Pek Thian Ki, maka dia adalah musuh
besarnya. "Nona Hu, kau tak boleh pergi, kami masih ingin pergi
menjumpai ibumu. . ." kata Kiang Ing.
"Kalian pergilah sendiri kesana, aku akan beritahu
tempatnya!" "Tentang soal ini. . ." Kiang Ing termenung sebentar,
akhirnya ia manggut, "Demikian baiklah!"
"Ibuku tinggal ditebing Thiat Ki Yen diatas gunung Thiat
San, kami akan menanti kedatangan kalian!" Sehabis
berkata, ia putar badan dan berlalu, langkahnya berat dan
gontai, hal ini menunjukkan betapa hancur dan sedih
hatinya saat ini. Ia telah pergi. . . pergi dengan membawa hati yang
pedih, hancur dan putus harapan. . . .
Dengan termangu-mangu Kiang To memandang bayangan
punggungnya, Akhirnya Cu Hoa menghela napas panjang
memecahkan kesunyian yang mencekam.
"Aaaai. . . orang ini patut dikasihani."
Kiang To berpaling memandang sekejap kearah gadis itu,
lalu tertawa getir, ia dapat menangkap maksud dibalik
ucapan Cu Hoa ini. "Kiang Siauw-hiap!" kembali gadis she Cu itu berkata.
"Jikalau ia benar-benar puteri Pek Thian Ki, Apa yang
hendak kau lakukan?"
"Aku sendiripun tidak tahu!"
Ketika itulah Kiang Ing menghela napas panjang seraya
menyela; "Urusan selanjutnya kita bicarakan lagi
perkembangan dikemudian hari, mari kita masuk kedalam!"
Dari sebuah pintu rahasia Kiang Ing menerobos masuk
terlebih dulu disusul oleh Kiang To serta Cu Hoa dari
belakang. Didalam pandangan Kiang Ing, rumah aneh ini
meninggalkan kenangan-kenangan lama yang pahit dan
getir bagi dirinya, Ia bangun sendiri bangunan rumah ini
beserta alat-alat rahasianya, tapi justeru hidupnya hancur
pula dari sini. . . . Setelah masuk kedalam ruangan rahasia kurang lebih
tiga tombak, kembali Kiang Ing meraba keatas dinding.
"Krak. . .!" dari atas tanah mendadak muncul sebuah jalan
rahasia dibawah tanah. Bab 41 Kiang Ing segera memimpin jago yang lain memasuki
lorong tersebut, Lorong rahasia itu panjang sekali, kurang
lebih ada sepuluh tombak lebih, pada ujung lorong muncul
enam buah pintu kecil. Dari pintu yang ada ditengah Kiang Ing melanjutkan
langkahnya masuk kedalam. Setelah berjalan ber-liku2
entah berapa jauhnya, sampailah mereka didalam sebuah
ruangan berbatu. "Paman, sudah sampai?" tanya Kiang To.
"Belum, kita harus berjalan beberapa saat lagi."
"Ooouw. . . belum sampai?"
"Benar!" "Tampak bangunan ruangan dibawah tanah ini amat luas
dan megah, barang-barang perabot yang disini rata-rata
indah, dan menarik hati. "Loocianpwee, bangunan ruangan ini adalah hasil
kerjamu sendiri?" tanya Cu Hoa.
"Benar!" "Aaaaach! Tidak kusangka kecuali loocianpwee
mempunyai kepandaian silat yang sangat lihay, bahkan
kecerdikanpun luar biasa."
Mendengar pujian tersebut, Kiang Ing hanya tertawa
hambar, dari wajahnya dapat dilihat ia begitu sedih, dan
hambar. Seperti ia sedang mengenang kembali kejadian
lama. . . . Teringat kembali olehnya akan seorang perempuan yang
mencintai dirinya, tapi akhirnya ia telah mencelakai
perempuan tersebut, sama halnya ia sudah membinasakan
kekasihnya sendiri. . . .
Ia menghela napas panjang. . . . hatinya pedih tak
terhingga. . . . Kembali beberapa orang itu melanjutkan perjalanannya
memasuki ruangan besar dan menuju keruang belakang.
Diruang itu berdiri sebuah patung perempuan berwajah
cantik sekali. Arca tersebut terbuat dari batu, tetapi
ukirannya hidup, sehingga terlihat betapa cantiknya wajah
perempuan itu. "Ehmmm. . . sebuah patung perempuan yang amat
cantik," tak kuasa lagi Kiang To memuji.
"Dia cantik?" seru orang itu sedikit berguman.
"Benar sangat cantik. . ." mendadak Kiang To teringat
akan sesuatu. "Apakah dia. . . dia adalah Tiap Hoa Siancu?"
"Benar, dia. . ."
Kiang To tertegun, wajah patung ini amat
mempesonakan, apalagi wajah orang yang sebenarnya,
tentu jauh lebih menggiurkan lagi.
"Ooouw. . . seorang perempuan yang memiliki
kecantikan tiada bandingan dikolong langit." puji Cu Hoa
pula. "Mungkin kau lebih cantik! goda Kiang Ing tertawa."
Oleh pujian itu Cu Hoa malah dibuat tertegun.
"Loocianpwee, kau sedang bergurau, kecantikanku mana
bisa menandingi dirinya?"
"Padahal kau pun amat cantik, aku pernah menjumpai
wajah aslimu!" Merah padam selembar wajah Cu Hoa saking jengahnya,
tak sepatah katapun bisa ia ucapkan. Perlahan Kiang Ing
alihkan kembali sinar matanya keatas wajah patung
tersebut, ia mulai dibuat terpesona dan berdiri melamun. . .
Setelah berpisah sepuluh tahun lamanya, ia merasa agak
asing dengan wajah bekas kekasihnya ini. Tempo dulu ia
pernah jatuh cinta kepadanya, pernah angkat sumpah untuk
sehidup semati, tapi beberapa waktu kemudian ia
meninggalkan perempuan ini, ia telah memberikan semua
penderitaan serta kesedihan kepadanya.
Kenangan manis berlalu, dendam kebencian mengalir
bagaikan sungai Yang Tze. . . .
Cinta ada awalnya. . . ada pula akhirnya. . . .
Tapi selembar wajahnya yang cantik selalu tak terhapus
dari benaknya, ia selalu merindukan, mencintai dirinya. . . .
. "Loocianpwee, patung arca inipun hasil karyamu?" tanya
Cu Hoa memecahkan kesunyian.
"Benar!" "Sungguh indah pembuatannya, hidup bagaikan manusia
biasa!" Kiang Ing tertawa getir, ia menghela napas panjangpanjang.
. . . "Loocianpwee, kau sungguh pandai mencari simpati
perempuan, kau buatkan patung untuk memuji dan
menyanjung dirinya, entah berapa lama harus kau buang
waktu untuk menyelesaikan hasil karyamu ini?"
"Setahun!" "Sungguh patut dikagumi semangatmu!"
"Aaaai. . . ia dibuat oleh tenagaku, dan kini seharusnya
hancur dengan tenagaku pula!" Mendadak tangan kanannya
diayun keatas kemudian laksana kilat dihajarkan keatas
patung tersebut. "Braaaaak. . . .!" dengan menimbulkan suara ledakan
yang keras, arca 'Tiap Hoa Siancu' hancur berantakan diatas
tanah. Kiang to serta Cu Hoa sama-sama dibuat tertegun oleh
sikap orang tua ini. Kiang Ing benar-benar dibikin terharu oleh kejadian yang
tertera dihadapannya, air mata jatuh berlinang membasahi
wajahnya, ia merasa pedih dan perih. . . . .
Agaknya Jiang To memahami perasaan pamannya, ia
tidak ingin Kiang Ing terlalu lama mengumbar kesedihan
disana. Segera ajaknya; "Paman, mari kita pergi!"
Dengan wajah berat Kiang Ing mengangguk, ia
menggeser sebuah meja batu kesamping dan muncullah
sebuah pintu rahasia dari atas dinding. Tanpa banyak bicara
lagi Kiang Ing melangkah masuk kedalam ruangan rahasia
tersebut. "Loocianpwee, bangunan ruangan rahasia ini amat
sempurna dan indah sekali."
"Kau suka?" "Sudah tentu!" "Bila kau sungguh suka, biarlah dikemudian hari
kuhadiahkan rumah ini sebagai hadiah perkawinanmu!"
ujar Kiang Ing tertawa. "Loocianpwee, kau seorang yang amat menarik hati,
dalam keadaan bersedih hati masih tidak lupa untuk
menggoda orang." "Apa yang aku ucapkan adalah sungguh-sungguh,
apakah kau tidak ingin kawin dengan orang lain?"
"Sudah tentu aku akan kawin dengan orang, hanya
orangnya hingga kini belum berhasil kudapatkan.."
"Eeei. . . .bukankah kau sudah berhasil menemukannya?"
"Orang lain tidak tertarik padaku, ia sudah punya calon
isteri sendiri. . . ."
Melihat kedua orang itu kasak-kusuk, Kiang to kelihatan
agak melengak. "Eeeeei. . . . sebenarnya apa yang sedang
kalian bicarakan?" "Membicarakan soal dirimu," seru Kiang Ing sambil
tertawa. "Nona Cu mengatakan kau sudah mempunyai
calon isteri." "Aku. . ." nada suaranya gemetar dan bergidik, secara
mendadak ia teringat kembali akan Hu Siauw In putri Hu
Toa Kan yang memiliki kecantikan wajah melebihi
siapapun. Dengan termangu-mangu ia memandang sekejap wajah
pamannya Kiang Ing, lalu jawabnya;
"Paman, sebenarnya Hu Toa Kan adalah seorang baik
atau jahat?" "Baik pun tidak akan baik sampai begitu rupa."
"Kalau begitu bisa menemukan dirinya berarti kita bisa
memperoleh kabar berita tentang diri Pek Thian Ki serta si
Tangan Pencabut Bunga."
"Ada kemungkinan?"
"Sudah tentu ada kemungkinannya."
Perlahan-lahan Kiang To menghela napas panjang.
"Putrinya adalah seorang gadis yang baik hati. . . . ia sangat
ramah dan mulia." "Tidak salah, dia memang ramah dan mulia."
"Paman, hampir-hampir saja aku lupa untuk
menanyakan dua macam urusan. . ." seru Kiang To secara
tiba-tiba. "Urusan apa?" "Pertama, anak murid siapakah si Hek Mo Li atau si Iblis
Perempuan Hitam itu?"
"Mungkin dia adalah anak murid dari Pek Thian Ki."
"Siapa pula si Iblis Perempuan Loteng Genta?"
"Mungki. . . .mungkin. . . .mungkin adalah. . . ."
"Siang Hwi Giok Li!"
"Aaaaa. . .!" tidak kuasa lagi Kiang To bereru tertahan
setelah mendengar ucapan tersebut, ia tidak menyangka
apabila si Tiong Loo Mo Li kemungkinan besar adalah
Siang Hwi Giok Li. Ia merasa urusan ini memang ada kemungkinannya,
hanya saja mimpipun belum pernah ia berpikir sampai
kesitu. Saat itu, mendadak terdengar Cu Hoa menghela napas
panjang. "Eeeei. . ." tegur Kiang Ing agak tercengang.
"Aaach. ." tidak apa-apa!"
"Keponakanku!" perlahan-lahan Kiang Ing alihkan sinar
matanya memandang sekejap wajah pemuda she Kiang.
"Bagaimanakah perasaanmu terhadap diri nona Cu?"
"Aku. . ." "Orang lain sudah memiliki seorang calon isteri yang
mempunyai kecantikan wajah melebihi bidadari, sudah
tentu tak akan memandang sebelah matapun terhadap
diriku." Oleh ucapan tersebut, Kiang To tertawa getir. "Selama
hidup belum pernah aku mencintai orang, Aaaai. . .belum
pernah pula orang mencintai diriku, apalagi. . . .mungkin
aku tak bisa mencintai orang lain lagi, jikalau aku tidak


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mati ditangan musuh besarku, paling juga umurku tinggal
satu bulan saja." "Ooooouw. . . sungguh halus penolakanmu!" seru Cu
Hoa tak tertahan lagi sambil tertawa getir.
"Apakah kau. . . kau sungguh-sungguh bisa mencintai
diriku?" "Kenapa" Tidak boleh?" sahut Cu Hoa dengan sepasang
mata terbelalak besar. "Aku takut diriku tidak mencukupi syaratnya. . . ."
"Kau tidak buta, tidak kekurangan sesuatu apapun, tidaj
cacad, syarat apa yan tidak cukup" Walaupun kau kurus
tetapi sepasang matamu sangat mempesonakan, mungkin
aku tertarik karena pandangan matamu yang tajam. . . ."
"Nona Cu, aku sangat berterima kasih kepadamu, selama
hidup tak akan kulupakan cinta kasihmu kepadaku," seru
Kiang To dengan terharu, "Tetapi aku Kiang To sudah
hancur ditangan Hek Mo Li Tong Ling. . . ."
"Antara kau dan dia. . . ."
"Eeeeehmmm. . .!" Kiang To mengangguk, "Antara aku
dengan dia sudah melakukan hubungan!"
"Aaaaakh. . . .kenapa?" agaknya Cu Hoa rada sedikit
kecewa oleh berita tersebut.
"Ia menyaru sebagai It Peng Hong. . ."
"Ooooouw. . . lantas kalian. . . ."
"Benar!" "Cuma, menurut apa yang aku ketahui, ia sungguhsungguh
mencintai dirimu, kalau tidak, ia tak akan berbuat
demikian! Hanya saja apa akibat yang bakal terjadi dengan
peristiwa ini masih belum bisa diduga mulai sekarang, hal
ini membuat orang merasa cemas. . ."
Kiang To hanya tertawa getir. Tong Ling adalah
perempuan pertama yang pernah ia cintai, ia sudah
memperkosa dirinya, merenggut perawannya, tetapi
kesedihan yang ia berikan pun cukup banyak, cukup
menderita bagi ia sendiri.
Bagaimanakah hubungan mereka selanjutnya" Apakah
sungguh-sungguh selesai sampai disini saja" sudah tentu
tidak! mereka belum menyelesaikan sandiwara babak yang
paling menyedihkan ini. Terdengan Kiang ing menghela napas panjang. "Aaaai. .
. mari kita maju kedepan!"
Kedua orang muda-mudi itu dengan mengikuti dari
belakang Kiang Ing berjalan masuk kedalam ruangan
rahasia tersebut. Lorong itu ber-liku2 dan panjangnya ada lima tombak
lebih, beberapa saat kemudian sampailah mereka disebuah
tempat yang bercahaya terang, hal ini membuat Kiang To
serta Cu Hoa sama-sama dibuat berdiri tertegun.
Tampak sebuah lembah yang indah dan tertutup oleh
tebing yang tinggi menjulang keangkasa muncul dihadapan
mata, tempat ini amat indah dan tidak mudah ditemukan
orang dari atas puncak. Berbagai macam bunga tumbuh memenuhi seluruh
lembah, bau harum semerbak memencar menusuk hidung,
pemandangan indah merasuk hati dengan sebuah kolam
ditengah-tengah aneka bunga, sebuah bangunan loteng yang
megah dan menarik berdiri disisi kolam.
"Paman, dia berdiam didalam loteng tersebut ?"" tanya
Kiang To tercengang. "Jikalau ia masih berada disana, seharusnya ada diatas
loteng!" Dalam pembicaraan tersebut Kiang Ing serta kedua
orang muda-mudi itu sudah berada didepan loteng tersebut.
Pintu loteng tertutup rapat-rapat, diatas pintu tertera papan
nama yang bertuliskan: "LOTENG KUPU-KUPU dan BUNGA"
Nama tersebut sangat cocok sekali dengan pemandangan
disekitarnya dimana bunga bertaburan
dimana-mana dengan kupu-kupu yang terbang kian kemari
menambah kesemarakannya pemandangan.
Kiang Ing berjalan mendekati pintu, lama sekali ia
berdiri termangu-mangu dan akhirnya mendorong pintu,
lalu berjalan masuk kedalam.
Sesaat Kiang Ing melangkah kedalam, serentetan suara
bentakan yang amat dingin bergema memenuhi angkasa.
"Siapa?" Suara tersebut keras dan dingin membuat
seluruh badan Kiang Ing gemetar kencang, bahkan Kiang
To serta Cu Hoa pun ikut merasakan badannya tergetar
keras. Kiang Ing tertegun dan tak bisa menjawab barang
sepatah katapun. Buru-buru Kiang To maju kedepan.
"Siapa yang ada diatas loteng?" Balik bentaknya keras.
Uvapan Kiang To ini sama halnya dengan kata-kata
yang mengatakan'Setelah tahu buru-buru bertanya' kecuali
Tiap Hoa Siancu yang mendiami loteng tersebut masih ada
siapa lagi" Suara jawaban dari perempuan itu tidak kalah dinginnya
bergema datang, "Pertanyaan saudara bukankah diutarakan
terlalu aneh" Pertanyaan adalah aku ajukan terlebih dahulu,
kini balik kalian yang bertanya kepadaku. . .?"
Air muka Kiang To berubah hebat. "Kaukah yang
bernama Ui Mey Giok?"
Agaknya pihak lawan merasa kaget dengan ucapan
tersebut, lama sekali tak kedengaran suara jawaban.
Seperminum teh kemudian baru terdengar suara itu
bergema kembali. "Bagaimana kau bisa tahu" Apakah saudara datang
kemari karena hendak mencari diriku?"
"Tidak salah." "Siapa kau?" Kiang To tidak menjawab, sekali loncat ia menerjang
masuk kedalam ruangan, sinar matanya dengan tajam
menyapu sekejap suasana didalam ruangan tersebut. Suara
langkah kaki manusia turun dari tangga bergema
memecahkan kesunyian, seorang perempuan cantik berbaju
hijau perlahan-lahan turun dari atas loteng.
Wajah perempuan itu boleh dikata amat cantik sekali
melebihi kecantikan bidadari, walaupun usianya sudah
lanjut tetapi ke-ayuannya sama sekali tidak berkurang.
Dengan termangu-mangu perempuan itu melototi wajah
Kiang To, wajahnya kelihatan agak tertegun.
"Siapa kau?" Perasaan Kiang To saat ini benar-benar bergolak, hawa
napsu membunuh memenuhi seluruh benaknya.
"Kaukah yang bernama Ui Mey Giok!" bentaknya
dingin. "Tidak salah, dan siapakah saudara?"
"Kiang To!" "Apa?" perempuan cantik berbaju hijau itu tersentak
kaget, air mukanya berubah hebat.
Agaknya ucapan ini jauh berbeda diluar dugaannya
semula. Dengan badan gemetar dan sinar mata bergidik,
dipandangnya wajah pemuda itu tajam-tajam.
Bagaikan menemui suatu peristiwa yang mengerikan
saja, badannya gemetar keras, keringat dingin mengucur
keluar membasahi seluruh badannya. . . .
Pada waktu itu. . . . Kiang Ing melangkah masuk
kedalam ruangan, melihat munculnya orang itu mendadak
si perempuan cantik berbaju hijau itu menjerit tertahan
bagaikan orang histeris. . .
"Kau. . . kau. . ."
Wajah Kiang Ing penuh diliputi rasa jengah, kikuk,
sedih, berduka dan perasaan lain yang susah dilukiskan
dengan kata-kata. . . Kembali mereka berjumpa muka.
Tujuh belas tahun berselang ia pergi meninggalkan
dirinya, ia berikan rasa kecewa dan sedih buat dirinya,
Seluruh penghidupannya telah musnah semua.
Dan kini tujuh belas tahun kemudian, kembali mereka
berjumpa muka. . .Pertemuan ini bagaikan tidak disengaja,
peristiwa ini lebih mirip Kiang Ing pulang kembali untuk
mencari dirinya dan menyambung kenangan manis yang
telah lama terputus. "Kau" Benar-benar kau". . ." sekali lagi perempuan itu
menjerit. Kiang Ing gigit bibir sendiri, ia telan mentah air mata
yang mengucur keluar membasahi pipinya.
"Benar aku. . . .aku. . . ." desisnya lirih.
"Aaaaaach. . .!" suatu jeritan yang mengenaskan
memecahkan kesunyian diruangan tersebut.
Mendadak air mata mengucur keluar membasahi
pipinya, air mata yang mengenaskan akhirnya membasahi
pula pipinya serta wajahnya yang cantik jelita.
Ia merasa terkejut, gembira dan terharu. . . karena orang
yang dinanti-nantikan selama ini akhirnya kembali juga, ia
sudah lupa lelaki ini pernah mencelakai dirinya, ia lupa
seluruh hidupnya telah musnah dan hancur ditangan orang
ini. Mendadak. . . . "Ing-ko, benar-benar kau?" desisnya dengan nada
gemetar. "Benar!" "Ooooouw. . . .engko Ing, akhirnya kau kembali juga. . ."
Jeritnya penuh rasa haru.
Saking tak kuat menahan gejolak dalam hatinya,
bagaikan kalap dan histeris ia lari turun dari loteng dan
menubruk masuk kedalam pelukan Kiang Ing.
Tindakan yang mendadak dan tak terduga ini membuat
kesadaran Kiang Ing jadi pudar, iapun balas memeluk
perempuan itu erat-erat. Masa indah tempo dulu, kini balik kembali.
Sudah tentu, pemandangan pada saat ini amat romantis,
mereka telah melupakan penderitaan selama ini untuk
saling mengisi kekosongan, kerinduan yang terpendam
dalam hati mereka masing-masing.
"Engkoh Ing. . . .benar-benar kau!" jeritnya lirih.
"Benar!. . ." "Oooouw, engkoh Ing. . ." Jeritannya lirih, dan penuh
kesedihan akhirnya meledaklah suara tangisan yang
memekakkan telinga. . . Tangisannya amat menyedihkan, amat memilukan hati
setiap orang yang ikut mendengar. Cu Hoa ikut terharu oleh
suasana yang dihadapinya didepan mata, air mata secara
tiba-tiba meluncur keluar membasahi pipinya, dengan sedih
ia ikut tundukkan kepala rendah-rendah.
Gadis ini merasa tidak tega melihat peristiwa yang
menyedihkan itu berlangsung didepan matanya. Kiang To
yang melihat peristiwa itupun ikut bersedih hati, diam-diam
ia menghela napas panjang.
Ketika itulah terdengar Tiap Hoa Siancu berkata lirih.
"Engkoh Ing, kenangan indah yang telah lalu, kini sudah
kembali lagi. . ." "Benar, sudah kembali, sudah kembali. . ."
"Engkoh Ing. . . aku mengira sepanjang hidupku
selanjutnya tak bakal bisa berjumpa dengan dirimu lagi. . .
." "Aku. . ." saking sesenggukan kata-kata selanjutnya tak
sempat meluncur keluar. "Engkoh Ing, aku. . .aku tahu kau bisa kembali lagi. .
.tujuh belas tahun. . .oouw. . . sungguh panjang masa ini. . .
." "Benar, sangat panjang!"
"Kau. . .akhirnya, kau kembali. .aku selalu
mengharapkan. . selalu menantikan hari macam ini. ."
Saking sedihnya Kiang Ing tak bisa bicara lagi, hanya air
mata jatuh bercucuran makin deras. . .ia tidak tahu ucapan
apa seharusnya diutarakan dalam keadaan seperti ini,
benar, ia tidak dapat bicara lagi, terpaksa ia membungkam.
"Giok moay, aku. . .aku merasa sangat menyesal
terhadap dirimu. . ."
Ucapan ini langsung menyadarkan kembali Tiap Hoa
Siancu dari rasa bahagia dan terharu, ia segera mendorong
badan Kiang Ing kedepan, sedangkan ia berdiri meloncat
mundur sejauh tujuh delapan langkah kebelakang.
Selama beberapa detik sepertinya ia sudah teringat akan
sesuatu. . . Mendadak ia tertawa, tertawa kalap dengan suara yang
menggidikkan, menyeramkan membuat bulu kuduk pada
bangun berdiri. . . . "Kenapa kau?" tanya Kiang Ing dengan rasa terperanjat.
Senyuman yang menghiasi wajah Tiap Hoa Siancu
lenyap tak berbekas, kini air mukanya berubah pucat pasi
bagaikan mayat. "Kiang ing!" bentaknya keras. "kau. . . kau sudah
kembali. . .haaaa. . .haaaa. . .haaaaa. . . .sekarang kau baru
bisa menyesali perbuatanmu" Kiang Ing. . . ."
"Giok moay. . ."
"Tutup mulut, aku sudah bukan Giok moay-mu lagi!"
Air mukanya berubah hijau membesi, kembali bentaknya;
"Sekarang baru tahu kau menyesal kepadaku?"
Perlahan-lahan Kiang Ing menundukkan kepalanya
rendah-rendah. "Kiang Ing. . . kenapa kau datang kemari?" bentak Tiap
Hoa Siancu keras-keras. "Aku. . ." "Kiang Ing, aku tahu kau bisa datang kemari, tapi bukan
karena cinta, melainkan karena mencari balas kepadaku,
bukankah begitu?" "Tidak salah!" "Kiang Ing, aku mau tanya, sepanjang hidupku
pernahkah aku Tiap Hoa Siancu bersikap tidak baik
kepadamu?" "Aku sama sekali tidak pernah mengatakan kau bersikap
tidak baik kepadaku!"
"Jadi, kau ada maksud mempermainkan diriku?"
"Soal ini. . ." Kiang Ing jadi gelagapan dibuatnya.
"Kiang Ing, walaupun aku Tiap Hoa Siancu bukan
berasal dari gadis seorang kenamaan, tetapi akupun seorang
perempuan Bu-lim yang berkelakuan baik, tetapi kau. . .
setelah mempermainkan diriku lantas ditinggal pergi. . .kau.


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

. ." "Aku. . ." "Kau tidak mencintai diriku bukan?" kembali Tiap Hoa
Siancu menjengek sambil tertawa dingin. . ."Kiang Ing,
jikalau kau tidak menyukai diriku, mengapa kau
mempermainkan badanku, kehormatanku" Ayo jawab!. . ."
"Aku tidak pernah mengatakan aku tidak suka
kepadamu. . ." Kembali perempuan itu tertawa dingin, selangkah demi
selangkah ia mendekati Kiang Ing.
"Kiang Ing!" teriaknya sambil kertak gigi. "Apa yang kau
cintai dariku" Perawanku" Badanku" atau Permainan diatas
ranjang?" "Tidak. . .!" "Kau tidak tahu bukan, aku sudah punya anak" Tahukah
sewaktu kau pergi didalam perutku sudah mengandung
anakmu" Jawab!"
"Aku tahu!" "Setelah kau tahu, mengapa kau pergi" Sekalipun kau
tidak suka kepadaku, apakah anakmu pun tidak kau mau-i
lagi?" "Aku. . . aku mengaku salah!"
"Mengaku salah" Kau mengakui kesalahanmu" Heeee. . .
heeee. . .heeee. . .Kiang Ing! Apa gunanya kau ucapkan
perkataan tersebut kepadaku" Apa yang telah kau berikan
kepadaku selama ini?" seru Tiap Hoa Siancu sambil tertawa
dingin. Benar! Kiang Ing tidak pernah memberikan sesuatu
apapun kepadanya, ia hanya memberi kesedihan,
kepedihan kepadanya, belum pernah ia memberi
kesenangan, kegembiraan kepada perempuan ini.
"Ayoh jawab, apa yang pernah kau berikan kepadaku?"
teriaknya setengah menjerit.
"Aku. . .aku memberi penderitaan buatmu!"
"Benar, kau telah memberi penderitaan kepadaku,
kemudian bagaikan barang dagangan saja kau hadiahkan
badanku buat dipakai engkohmu Kiang Lang. . . Kiang Ing,
kau anggap aku sebagai apa" Kau anggap aku pelacur" yang
bisa diberikan dan dipakai oleh setiap orang?"
"Aku. . ." "Kiang Ing penghidupanku selama ini telah hancur
ditanganmu, kau tidak menampik tuduhan ini bukan?"
"Aku tidak membantah!"
"Bagus sekali, hutang-hutang diantara kita selama ini
harus kita bereskan. . ." Diiringi jeritan keras, mendadak
badannya menerjang kehadapan Kiang Ing, bentaknya;
"Kiang Ing, ayoh turun tangan!"
Dengan pandangan bergidik, Kiang Ing memandang
sekejap wajah Tiap Hoa Siancu, ia merasa makin menyesal
lagi. "Tidak!" akhirnya ia menolak.
"Kiang Ing, kau takut" Setelah kau merusak hidupku,
mengapa tidak sekalian kau bunuh diriku" Ayoh cepat
turun tangan. . ." "Tidak!" "Kiang Ing! Jadi kau tidak ingin turun tangan?"
"Benar. . ." "Bagus, kalau begitu aku harus turun tangan sendiri!"
Badannya yang langsing laksana sambaran petir meluncur
kedepan, tangan kanannya diayun keatas, kemudian
dengan menggunakan sebuah jurus serangan yang amat
gencar menghajar diri Kiang Ing.
Kali ini Tiap Hoa Siancu turun tangan dengan maksud
mengadu jiwa, ia sudah membenci lelaki ini sampai
merasuk ketulang sumsum, kepingin sekali dalam sekali
hantaman membinasakan dirinya.
Setelah Tiap Hoa Siancu turun tangan, Kiang Ing tidak
berani berdiam diri lagi, buru-buru ia mundur kebelakang
untuk berkelit. Tetapi serangan kedua dari Tiap Hoa Siancu
kembali meluncur datang mengurung seluruh badannya.
Kepandaian silat yang demikian, yang dimiliki Tiap Hoa
Siancu bukan biasa-biasa saja, serangan ini benar-benar
mengejutkan hati. Karena terdesak, terpaksa Kiang Ing
angkat tangan kanannya untuk menangkis datangnya
serangan dari Tiap Hoa Siancu ini.
Bayangan manusia berkelebat lewat, secara beruntun
Tiap hoa Siancu mengirim tiga buah serangan gencar
mengancam tubuh lawan. Sudah sejak lama Kiang Ing menyesali perbuatannya
terhadap diri Tiap Hoa Siancu, saat ini mana ia berani balas
menyerang" Sekalipun perempuan itu melancarkan tiga
buah serangan beruntun, ia hanya berani berkelit belaka.
Bab 42 Mendadak. . . . "Tahan!" bentak Kiang To keras-keras.
Bentakan ini bagaikan guntur yang membelah bumi
disiang bolong, membuat setiap orang yang mendengar
merasakan telinganya mendengung dan sakit sekali.
Terburu-buru Tiap Hoa Siancu menarik kembali
serangannya dan mundur kebelakang. Kiang To segera
maju setindak kedepan, langsung mendesak kehadapan
Tiap Hoa Siancu. "Apa yang kau kehendaki?" bentak Tiap Hoa Siancu
dingin. Selapis hawa membunuh melintasi seluruh wajah Kiang
To. "Tiap Hoa Siancu, coba kau lihat siapakah dia?"
teriaknya. Ditengah suara bentakan tersebut, ia angkat tubuh si Iblis
Sinting keatas lantas diayun kearah Tiap Hoa Siancu.
Ketika perempuan itu dapat mengenali orang itu, air
mukanya langsung berubah hebat.
"Tiap Hoa Siancu, siapakah dia?" teriaknya.
"Si Iblis Sinting!"
"Dia adalah pembunuh ayahku?" kembali pemuda itu
berteriak. "Oooouw. . . benar, ayahmu bernama Sam Ciat Sin-cun
bukan". . ." "Tidak salah!" "Kalau bigitu benar, dia adalah salah seorang pembunuh
orang tuamu. . ." "Termasuk kau?" ujar Kiang To penuh napsu.
"Benar!" "Mengapa kalian membinasakan mereka" Jawab!"
"Heee. . .heeeee. . .heeee. . . benci! Aku benci dirinya!"
"Sekalipun kalian benci kepadanya, tidak seharusnya
membunuh ayahku!" "Tetapi yang kubenci adalah orang-orang she Kiang,
tahu" Kami akan menghancurkan mereka. . ."
"Kecuali kau serta si Iblis Sinting, masih ada siapa lagi?"
"Aku percaya Kiang Ing sudah beritahu kepadamu!"
"Kurang ajar, justru aku minta kau yang bicara sendiri!"
"Masih ada lagi si Tangan Pencabut Bunga serta Sin Mo
Kiam Khek Pek Thian Ki!"
"Siapa yang berdiri dibelakang layar memberi perintah
pada kalian". . ."
"Kau boleh tanyakan sendiri dengan diri Pek Thian Ki,"
jawab perempuan itu hambar.
"Kenapa kau tidak sampai mati ?" Bukankah kau terlibat
dalam peristiwa berdarah itu?"
"Sewaktu perkampungan Im San Piat Yen terbakar, aku
berhasil meloloskan diri. . ."
"Siapa yang membakar rumah tersebut?" sela sang
pemuda sebelum perempuan itu melanjutkan kata-katanya.
"Si Tangan Pencabut Bunga serta si Iblis Sinting yang
bakar perkampungan, sedang Pek Thian Ki bertanggung
jawab dalam membunuh orang, dalam keadaan tidak
bersiap sedia, hampir-hampir saja aku mati ditangan Pek
Thian Ki. . ." "Eeeee. . . Bukankah kalian bersekongkol" Kenapa dia
ada maksud sekalian membinasakan dirimu?"
"Inilah dikarenakan hati lelaki tak seorangpun yang bisa
dipercaya, lelaki dikolong langit kejam semua, Mereka
ingin tutup mulutku, maka aku sekalian akan dibunuh,
tetapi akhirnya dengan membawa luka aku berhasil
melarikan diri dari lorong rahasia, sedang mereka
menganggap aku sudah mati. ."
"Sekarang Pek Thian Ki ada dimana?" kembali pemuda
itu menyela. "Aku tidak tahu."
"Si Tangan Pencabut Bunga?"
"Aku juga tidak tahu!"
"Kau tahu soal rahasia peta rumah berdarah?"
"Sudah tentu tahu!"
"Kalau begitu, bicaralah!"
"Peta rumah berdarah adalah barang mustika Bu-lim
yang berhasil didapatkan ayahmu, kecuali Giok Mey Jin
seorang tak seorangpun yang tahu ia sembunyikan benda
itu dimana. . . ." "Dan kau tahu soal penyewaan rumah?" desak sang
pemuda she Kiang lebih jauh.
"Tahu, hal ini dikarenakan peta rumah berdarah!"
"Peristiwa ini ada sangkut pautnya dengan dirimu?"
pemuda ini coba memancing.
"Mungkin ada, mungkin tidak ada hubungan, apa
maksudnya kau menanyakan persoalan ini?"
"Eeeeeei. . . .apa maksudmu bicara demikian" Kan aku
hanya ingin tahu saja?"
"Hmm!" Perempuan itu mendengus dingin, setelah
termenung beberapa saat, akhirnya ia berkata juga, "Karena
mereka hendak gunakan rumahku untuk disewakan kepada
orang lain, juga menggunakan namaku untuk pekerjaan ini,
maka aku termasuk salah seorang pembunuh didalam
kejahatan tersebut. . ."
"Kau ada hubungan dengan Loteng Genta?"
"Loteng Genta" Nama ini baru pertama ini kudengar."
"Tiap Hoa Siancu!" ujar Kiang To kemudian dengan
dingin. "Kau telah membinasakan orang tuaku, juga
termasuk salah seorang perencana dari kejahatan tersebut,
aku tak dapat mengampuni dirimu.."
"Ooooouw. . . jadi kau ingin membalas dendam?" Jengek
si Bidadari Kupu-kupu dan Bunga ini.
"Tidak salah!" "Kalau begitu, silahkan mulai turun tangan!"
Air muka Kiang To penuh diliputi napsu membunuh,
selangkah demi selangkah ia mendekati diri Tiap Hoa
Siancu. . . . Melihat kebulatan tekad sang pemuda, Kiang Ing sebagai
pamannya tak dapat berbuat apa-apa kendati yang
dimusuhi adalah bekas kekasihnya, dengan wajah sedih ia
menyingkir kesamping. Tiba-tiba. . . . Suara bentakan bergema memenuhi angkasa, ditengah
suara bentakan yang keras itulah tubuh Kiang To mendesak
maju kedepan diiringi sebuah serangan dahsyat mengancam
bagian bahaya diatas tubuh Tiap Hoa Siancu, Serangan
yang dilancarkan Kiang To cepat laksana sambaran kilat,
apalagi tenaga dalamnya pada saat ini sudah mencapai
pada saat-saat puncaknya, serangan ini laksana ambruknya
gunung Thay-san dan menggulungnya ombak ditengah
samudra. Tiap Hoa Siancu membentak keras, ia segera mengirim
sebuah serangan pula mengunci datangnya serangan lawan.
Serangan yang dilancarkan kedua belah pihak samasama
cepatnya, tampak bayangan manusia berkelebat
lewat, masing-masing telah mencelat kebelakang dengan
sempoyongan, jelas didalam serangan ini kedua belah pihak
tak ada yang berhasil mengungguli lawannya.
"Tiap Hoa Siancu! Sungguh dahsyat tenaga sinkangmu,"
bentak Kiang To keras-keras.
"Kaupun tidak lemah!"
Ketika itulah mendadak Kiang Ing melangkah maju
kedepan menghadang dihadapan Tiap Hoa Siancu.
"Ui Mey Giok, bolehkah aku menanyakan satu urusan
kepadamu?" ujarnya. "Cepat katakan!"
"Di. . . dimana anakmu?"
"Mungkin sudah mati ditelan kobaran api, kau sangat
gembira bukan. . .?"
Dengan bersedih hati Kiang Ing menunduk dan mundur
kembali kebelakang. "Tiap Hoa Siancu, terima kembali sebuah seranganku!"
sekali lagi Kiang To membentak.
Badannya meluncur kedepan, telapak tangannya
berkelebat kiri kanan mengirim satu pukulan kedepan.
Serangan pertama baru meluncur, serangan kedua siap
dilancarkan kembali. . . Pada saat itulah Tiap Hoa Siancu tak dapat menahan
rasa gusar didalam hatinya lagi, tangan kiri diayun kedepan
melemparkan tubuh si Iblis Sinting kearah datangnya
serangan Kiang To tersebut.
Suara jeritan bergema memenuhi angkasa, tubuh Iblis
Sinting hancur berantakan seketika itu juga, ia menemui
ajalnya dengan darah segar muncrat memnuhi lantai.
Menggunakan kesempatan itulah, dengan kecepatan
penuh Tiap Hoa Siancu balas mengirim sebuah serangan
gencar. Serangan yang dilancarkan perempuan itu sungguh
ada diluar dugaan, kontan Kiang To terdesak mundur tiga
empat langkah kebelakang.
Setelah berhasil merebut posisi diatas angin, Tiap Hoa
Siancu melancarkan kembali tiga buah serangan berantai.
Dengan demikian Kiang To makin terdesak lagi, sehingga
susah untuk melancarkan serangan balasan.
Cu Hoa yang ada disisi kalangan, setelah melihat
kejadian itu, hatinya mulai khawatir, keringat dingin
mengucur keluar membasahi tubuhnya.
Mendadak suara bentakan kembali bergema, serangan
Tiap Hoa Siancu laksana ambruknya gunung dan
tumpahnya samudra menggulung tubuh Kiang To,
Serangan itu datangnya amat cepat, sehingga sama sekali


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak memberi kesempatan bagi Kiang To untuk berkelit,
terpaksa pemuda ini kertak gigi menerima datangnya
serangan tersebut dengan keras lawan keras.
Mengambil ketika pemuda itu mengunci datangnya
serangan tangan kanan, Tiap Hoa Siancu mengebutkan
tangan kirinya menghantam dada pemuda she Kiang
tersebut. "Braaaaak!" Kiang To muntah darah segar, badannya
terpental dan menggeletak diatas tanah.
Tiap Hoa Siancu segera menerjang lebih kedepan untuk
menambahi sebuah serangan kembali.
"Aaaaach. . .!" saking kagetnya Cu Hoa berseru tertahan.
Mendadak. . . Kiang To yang menggeletak diatas tanah
secara tiba-tiba meloncat bangun, kaki kirinya mengirim
sebuah tendangan kilat mengancam lambung perempuan
tersebut. "Braaaaak, Tiap Hoa Siancu yang tidak menyangka akan
datangnya tendangan kilat dari sang pemuda, dengan telak
kena terhajar, badannya mencelat ketengah udara dan
akhirnya terbanting keras-keras diatas tanah, dari mulutnya
muntahkan darah segar. . .
Dengan payah Kiang To merangkak bangun, selangkah
demi selangkah ia mendekati Tiap Hoa Siancu, napsu
membunuh makin menebal meliputi wajahnya.
Sekonyong-konyong. . . . Tangan kanannya perlahan-lahan diangkat keatas
bentaknya; "Tiap Hoa Siancu, serahkan nyawamu!"
Ditengah suara bentakan yang keras, telapaknya
perlahan-lahan diayun kearah tubuh perempuan tersebut.
Tetapi secara mendadak ia tarik kembali tangannya,
tindakan tersebut tentu saja membuat Cu Hoa serta Kiang
Ing tercengang, mereka tidak menduga pemuda itu bisa
tarik kembali telapaknya.
Seraya menggertak gigi, pemuda itu angkat seluruh
tubuh Tiap Hoa Siancu keatas, dan tepat ketika itu
perempuan tersebut telah sadar kembali dari pingsannya. Ia
pandang wajah Kiang To dengan sayu, air mukanya pucat
pasi bagaikan mayat. Kiang To tertawa dingin tiada hentinya. "Heee. . .heee. .
.heee. . . Tiap Hoa Siancu, tak kau sangka dirimu bisa
menemui kejadian seperti ini hari bukan. . .?" jengeknya.
"Ayoh cepat turun tangan!"
"Tiap Hoa Siancu." teriak Kiang To sambil menggertak
gigi, "Ayahku bersikap sangat baik kepadamu, diantara
kalian tiada ikatan dendam ataupun sakit hati, mengapa
kau begitu tega untuk bersekongkol dengan orang untuk
bersama-sama mencelakai dirinya" Hatimu benar-benar
amat keji!" "Hmmm!" Sudah tidak usah banyak bicara, ayoh cepat
turun tangan bunuh diriku!"
"Heee. . .heee. . .heee. . . Tiap Hoa Siancu, aku ingin
bertanya lagi kepadamu, dimanakah si Tangan Pencabut
Bunga serta Pek Thian Ki kini berada?"
"Aku tidak tahu!"
"Siapa yang memerintahkan kalian berbuat demikian?"
"Sudah kukatakan, aku tidak tahu!"
Habis sudah kesabaran dari pemuda ini, seraya
menggertak gigi, bentaknya keras-keras;
"Tiap Hoa Siancu, aku tak akan membinasakan dirimu. .
. tapi aku ingin beritahu satu hal kepadamu, aku bisa pergi
mencari Pek Thian Ki serta si Tangan Pencabut Bunga!"
Seraya berkata ia banting tubuh perempuan Bidadari
Kupu2-dan Bunga ini keatas tanah.
"Kenapa tidak sekalian kau bunuh dirinya?" Perlahan
Kiang Ing bertanya dengan nada sedih.
Kiang to menghela napas panjang. "Aku tidak ingin
membunuh dirinya, karena selama ini kau telah banyak
menyiksa dan membuat ia menderita, maka aku suka
mengampuni dirinya satu kali, aku ingin bayarkan
hutangmu kepadanya."
Air mata jatuh berlinang membasahi seluruh kelopak
mata Kiang Ing, ia merasa amat sedih. "Aku telah
mencelakai seorang perempuan, menghancurkan banyak
soal. . . seluruh dosa, akulah yang mulai. . . ."
Kiang To pun tertawa getir melihat kesedihan
pamannya. "Kadang kala suatu tindakan yang tanpa
sengaja dan tanpa mengandung maksud tertentu dapat
menciptakan berpuluh-puluh macam kesedihan, aaai. . .
paman, mari kita pergi!"
Kiang Ing mengangguk, dipandangnya sekejap wajah
perempuan bekas kekasihnya, lalu putar badan dan berlalu
dari sana. Demikianlah mereka bertiga segera berjalan
keluar dari rumah misterius itu menuju kearah luar.
Beberapa saat kemudian, mendadak Kiang Ing berhenti
berlari. "Kalian berangkatlah terlebih dulu!" serunya tibatiba.
"Kau" Kenapa kau paman?"
"Aku. . ." ia tertawa getir dan menghela napas panjang,
"Aku ingin baik-baik berpikir, aku ingin mengenang
kembali apa yang telah kulakukan sepanjang hidupku, soal
apa dan siapa saja yang kuhancurkan hidupnya. . . .kalian
pergilah dahulu, pada suatu ketika aku bisa datang mencari
diri kalian lagi!" "Paman. . ." "Pergi dan carilah Hu Toa Kan, kemungkinan besar ia
tahu dimana Pek Thian Ki sekarang berada!"
Mendengar ucapan tersebut seluruh tubuh Kiang To
tergetar keras, tak kuasa ia berseru tertahan. "Apa" Hu Toa
Kan tahu dimanakah Pek thian Ki si bangsat terkutuk itu
kini berada?" "Kemungkinan besar benar, karena menurut dugaanku,
diapun termasuk salah seorang yang berkomplot dalam
persekongkolan dengan mereka untuk berbuat peristiwa
sekeji ini." Kiang To mengangguk, dengan ter-mangu2 ia
memandang wajah Kiang Ing pamannya yang berdiri termangu2
disana, Untuk beberapa saat lamanya, ia merasa
hatinya ikut sedih dan pilu mengingat penderitaan yang
dijalani pamannya selama ini.
Akhirnya dengan hati berat dan kesedihan yang ditekan,
ia putar badan berlalu dari sana diikuti Cu Hoa dari
belakang. Sekeluarnya dari hutan Touw, tiba-tiba Cu Hoa menyapa
dengan suara yang halus; "Kiang Siauw-hiap!"
"Ehmm. . .!" "Akupun seharusnya pergi dahulu meninggalkan dirimu
untuk sementara waktu."
"Apa". . . kau. . . kaupun hendak pergi" Kau hendak
pergi kemana?" Air muka gadis itu berubah amat sedih, kepalanya
tertunduk rendah-rendah dan membungkam dalam seribu
bahasa. Melihat gadis itu membungkam, air muka Kian To
pun ikut berubah penuh kesedihan, perlahan-lahan ia
menghela napas panjang. "Nona Cu, kau telah banyak menolong diriku, aku
merasa sangat berterima kasih kepadamu."
"Hal itu sudah seharusnya," gadis itu tertawa sedih.
"Cuma aku berharap pada suatu ketika kau dapat
mengunjungi lembah Bu Cing Kok kami, karena suhu ingin
berjumpa dengan dirimu. . ."
"Aku pasti akan pergi kesana, pada suatu hari aku
berjanji akan mengunjungi gurumu!"
"Kalau begitu aku pergi dulu, baik-baiklah kau berjaga
diri dan sampai jumpa lain waktu!"
Kiang To mengangguk perlahan.
"Pergilah !. . ."
Dengan hati yang sedih, gadis tersebut perlahan-lahan
putar badan dan melangkah pergi dari sana.
Melihat gadis itu berberat hati meninggalkan dirinya,
jantung Kiang To berdebar keras, tak tertahan lagi ia
berseru; "Nona Cu. . ." Mendengar teguran itu Cu Hoa berhenti, perlahan-lahan
putar badan. "Kau masih ada urusan apa lagi?"
"Aku". . .aku. . .aku. . ." Mendadak ia menubruk maju
kedepan, bagaikan seekor binatang liar dengan kasar dan
penuh napsu ia terjang tubuh gadis tersebut, kemudian
dipeluknya erat-erat. Selama ini Cu Hoa selalu berharap pada suatu ketika ia
bisa berbuat demikian, kini ketika dirinya dipeluk oleh
pemuda idaman hatinya ia mendesis lirih;
"Kiang Siauw-hiap". . ." Ia balas pelukan perjaka tersebut
dengan tidak kalah eratnya.
Cinta yang bersemi dan selalu dipendam dalam hatinya
kini tak bisa dibendung lagi, mengalir keluarlah perasaan
yang selalu ditekan selama ini.
Ia cium gadis itu dengan penuh mesra, bibirnya yang
merah merekah dan kecil mungil menambah kenikmatan
dari ciuman tersebut. . . .
Gadis itu tidak mau kalah, dengan bernapsu dibalasnya
ciuman pemuda itu dengan suatu kecupan yang hangat dan
bergairah. Saat itu juga ia telah menyerahkan dan persembahkan
seluruh cinta kasihnya buat pemuda ini, cinta yang suci
bersih serta kehangatan tubuhnya yang menggiurkan. . . . .
Lama. . . lama sekali Kiang To baru melepaskan pelukan
gadis tersebut, ia temukan Cu Hoa sedang terisak, air mata
jatuh berlinang membasahi seluruh kelopak matanya.
"Eeeei. . . kenapa kau?" tanya Kiang To tertegun.
Gadis itu bungkam dalam seribu bahasa.
"Apakah perbuatanku yang terlalu kasar, sehingga
menyakiti dirimu?" "Tidak. . . !" gadis itu menggeleng.
"Lalu kenapa. . .?"
"Sudahlah, jangan terlalu kau pikirkan hal ini, Kiang
Siauw-hiap! Karena rasa girang, bisa menerima cintamu,
aku mengucurkan air mata kegirangan, semoga saja kau
tidak menerima cinta kasihku yang suci sebagai barang
mainan. . . ." "Aku tak akan berbuat demikian nona Cu, kau
percayalah, aku benar-benar mencintai dirimu."
"Selama hidupku, aku hanya mencintai kau seorang,
Kiang Siauw-hiap, moga-moga kau selalu mengingat akan
diriku." "Aku dapat mengingat dirimu selalu, sampai mati tak
akan kulupakan dirimu!"
"Kiang Siauw-hiap kalau begitu, aku harus pergi dulu,
semoga kau tidak akan menyia-nyiakan harapanku. . ."
"Nona Cu, jangan khawatir, tak akan kulupakan dirimu
selama hidup. . ." "Aku akan pergi dulu, setelah kau tiba digunung Lui Im
San, janganlah menyalahi Hu Siauw In, dia adalah
isterimu, sejak dahulu sampai akhir hidupmu dia tetap
merupakan isterimu, mengerti?"
"Aku mengerti!"
"Nah, pergilah, jikalau didalam sepuluh hari ini kau tak
sempat mencari aku, maka aku bisa pergi mencari dirimu."
"Baik, kita janji begini saja!"
Dan merekapun berpisah. . .
Perpisahan ini membawa rasa sedih yang tak terhingga. .
. tetapi mengandung pula harapan yang tiada batasnya.
Kiang To langsung menuju kegunung Lui Im San,
sedang Cu Hoa gadis tersebut pergi menyelesaikan tugas
sendiri. Mereka berpisah untuk sementara dan akan berjumpa
kembali dikemudian hari. Kisah inipun tamat untuk bagian pertama, untuk
kemudian disambung bagian dua dengan judul: "CINTA
DAN DENDAM' TAMAT Putri Ular Putih 1 Laron Pengisap Darah Karya Huang Yin Badai Awan Angin 2
^