Pencarian

Misteri Rumah Berdarah 6

Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D Bagian 6


hebat. Mendadak Sin Si-poa mengambil pit-nya dan menulis
beberapa patah kata diatas kertas.
"Besok pagi datanglah keperkampungan Lui Im Sancung!"
Ditangannya ia menulis sedang diluar bibir ujarnya:
"Bangsat cilik, kau benar-benar mengajak aku bergurau,
bagaimana aku bisa berbicara jikalau aku tidak tahu?"
Pek Thian Ki yang bisa membaca surat tersebut, air
mukanya berubah semakin menghebat, karena ketidak suka
bicaranya Sin Si-poa tentu ada sebab-sebab tertentu!
Bahkan urusan ini kemungkinan besar menyangkut pula
tentang diri Hu Toa Kan itu, cungcu dari Lui Im San-cung.
Sudah tentu Pek Thian Ki mengetahui maksud pihak
lawan, ia lantas manggut.
"Baiklah. . ." "Begitulah baru benar!"
Mendadak sepertinya Pek Thian Ki telah teringat akan
sesuatu urusan, tiba-tiba tanyanya;
"Eeeei. . . kertas yang kau suruh aku sampaikan kepada
Suma Hun sebenarnya berisikan tulisan apa saja?"
"Besol lusa siang hari berjumpa ditelaga Hiat Swi Thau.
Kecuali itu tak ada tulisan lainnya lagi."
"Tulisan itu kau orangkah yang menulis?"
"Bukan!" "Siapa?" "Seseorang! Jika kau ada minat untuk melihat keramaian
datang saja kesana, Bukankah dengan jelas sekali kau bisa
melihat siapakah orang itu". . ."
"Bagus sekali, ada kesempatan aku pasti akan pergi
kesana." "Bilamana tak ada urusan, kau boleh berlalu. . . aku
sedang menantikan kedatangan seseorang. ."
Belum habis Sin Si-poa berbicara, tiba-tiba serentetan
suara yang amat dingin sudah berkumandang datang; "Sin
Si-poa, seperti apa yang kau tulis diatas kain ini, jika benar2
tidak cocok apakah batok kepalamu sungguh-sungguh
hendak kau hadiahkan". . ."
Suara itu muncul secara mendadak, sehingga membuat
sang pemuda she Pek ini merasa amat terperanjat, dengan
cepat ia menoleh. Dilihatnya seorang pemuda berpakaian perlente dengan
langkah yang lambat sedang berjalan mendekat.
Sin Si-poa tertawa; "Sedikitpun tidak salah."
"Kalau begitu bagus sekali," seru sang pemuda sambil
tertawa hambar. "Sekarang kau boleh hitungkan nasibku.
Jika tidak benar. . .heee. . heeee. . heee. . .akan kutabas
batok kepalamu." "Tak ada persoalan, siapakah namamu?"
NYioo It Hong, tahun ini berusia dua puluh tahun, lahir
tanggal tiga bulan lima, aku ingin kau bacakan
pengalamanku semasa yang lalu."
"Coba keluarkan tangan kirimu."
Si pemuda berpakaian perlente itu keluarkan tangan
kirinya, Sin Si-poa segera mencekal dan diperiksanya
guratan-guratan yang ada ditangan pemuda tersebut.
Melihat munculnya sang pemuda berbaju perlente itu
sangat aneh, tak terasa lagi Pek Thian Ki berpikir dalam
hatinya; "Apakah orang yang sedang ditunggu Sin Si-poa adalah
orang ini?" Belum habis berpikir, terdengar Sin Si-poa
sedang berkata; "Saudara, bolehkah aku orang bicara secara terus
terang?" "Sudah tentu!" "Baik. . baik. . saudara adalah seorang anak tunggal,
sejak umur dua tahun sudah angkat guru. ."
"Aku angkat guru dengan siapa?"
"Soal ini sih susah dihitung, pada usia sembilan belas
tahun kau munculkan diri didalam dunia kang-ouw dan
tindakanmu ini memperoleh tantangan keras dari sang ibu,
watakmu sangat kasar, bahkan mendekati buas dan keji. . ."
"Lantas bagaimana selanjutnya?"
"Dengan watakmu ini sekalipun kau merupakan seorang
jagoan Bu-lim yang berbakat, tapi tidak begitu bagus, lain
kali kemungkinan besar akan mendatangkan bencana
kematian ditangan orang. ."
"Sudah selesai kau berbicara?"
"Ehmmm! Selesai sudah!"
"Heee. . .heee. . .heee. . .sungguh sayang apa yang kau
hitung sedikitpun tidak tepat."
"Bagaimana yang kau anggap tidak tepat?"
"Ayah ibuku sudah dibunuh mati oleh musuh!"
"Siapakah musuh besarmu?"
"Soal ini kau tidak perlu tahu!" ia merandek sejenak,
kemudian bentaknya keras.
"Sekarang serahkan batok kepalamu!"
"Aku katakan apa yang aku ramalkan adalah cocok, tapi
kau ngotot bilang tidak cocok, urusan ini adalah suatu
peristiwa yang tak bisa diselesaikan dengan baik!"
"Omong kosong, aku yang alami, sudah tentu aku tahu
cocok atau tidak cocok, ayoh serahkan batok kepalamu."
"Heeei. . .soal ini terpaksa harus terserah kepada dirimu
sendiri, suka percaya atau tidak!"
Air muka Nyioo It Hong berubah hebat, "Jadi kau paksa
aku harus turun tangan sendiri untuk tabas batol kepalamu
itu?" teriaknya. Ditengah suara bentakan keras, tubuhnya meloncat
kedepan seraya melancarkan satu serangan gencar, Melihat
datangnya serangan si Sin Si-poa tertawa.
"Saudara, apa yang kau kehendaki?"
"Menginginkan batok kepalamu! Sebagaimana yang
telah kau janjikan."
"Jikalau demikian adanya, mari! Ambillah sendiri batok
kepalaku!" Jawaban dari Sin Si-poa ini jauh berada diluar dugaan
orang lain, Nyioo It Hong tertawa dingin;
"Heee. . .heee. . .heee. . bagus sekali! Apa kau anggap
aku tidak becus untuk turun tangan tabas sendiri batok
kepalamu?" Badannya mencelat dua kaki tingginya ketengah
angkasa, diikuti tangan kanannya diayun kemuka
melancarkan satu serangan dahsyat kearah Sin Si-poa
dengan gerakan yang aneh tapi cepat.
"Hmm! Bangsat cilik, kau cari mati?" teriak Sin Si-poa
ketus sewaktu dilihatnya orang itu melancarkan serangan
dahsyat. Bayangan manusia berkelebat lewat, iapun sudah
mengirim satu pukulan mengunci datangnya serangan
lawan. Masing2 melancarkan serangannya dengan
kecepatan laksana sambaran petir, begitu Nyioo It Hong
menyerang, angin pukulan Sin Si-poa-pun sudah
menyambar datang. "Brak. .!" suara bentrokan keras memecah kesunyian
sehingga menimbulkan ber-puluh2 buah desiran tajam
menyebar kesamping, sebuah meja yang ada disisi
kalangan, langsung terhajar hancur berantakan berkepingkeping.
Terlihat Nyioo It Hong tergetar mundur sejauh satu
tombak, sedangkan Sin Si-poa terpukul mundur sejauh tiga
empat langkah kebelakang.
Diam-diam Nyioo It Hong merasa sangat terperanjat, tak
terasa lagi, ia berseru; "Oooouw. . .! Sungguh dahsyat
kepandaian silat yang kau miliki!"
"Heee. . .heeee. . .heee. . .kepandaianmu-pun lumayan
juga hebatnya!" seru situkang ramal pula dengan cepat.
"Mana. . .mana. . ."
Begitu ucapan selesai diutarakan, sekali lagi Nyioo It
Hong mencelat keangkasa kemudian melancarkan sebuah
serangan yang dahsyat kearah siorang tua itu.
Sin Si-poa pun tidak mau menunjukkan kelemahannya,
ia segera menggerakkan tangan menangkis, dengan
demikian terjadilah suatu pertempuran yang amat sengit
ditengah kalangan tersebut.
Mendadak. . . Suara bentakan nyaring bergema datang
disusul munculnya sesosok bayangan hitam langsung
menubruk kearah tubuh Sin Si-poa.
"Braaaaak!. . . . Aduuuuuh. . . ." Ditengah berpisahnya
bayangan manusia, tubuh Sin Si-poa mencelat ketengah
angkasa, kemudian terbanting sangat keras diatas tanah,
darah segar memuncrat keluar dari mulutnya.
Sedangkan siorang berbaju hitam itu sendiri setelah
berhasil menghajar luka si Sin Si-poa, dengan gerakan yang
cepat, segera melayang pergi dari sana. dalam sekejap mata
telah lenyap dari pandangan.
Kecepatan gerak dari siorang berbaju hitam itu benarbenar
membuat orang menjulurkan lidah, sehingga
bagaimanakah wajah dari orang itu, tak seorangpun yang
dapat melihat jelas. Pada saat Sin Si-poa muntah darah dan roboh keatas
tanah itulah. . . Tiba-tiba Nyioo It Hong majukan diri
mengirim satu pukulan menghajar tubuh Sin Si-poa.
Serangannya ganas dan telengas sedikitpun tidak
meninggalkan perasaan peri kemanusiaan.
Belum sampai telapak tangannya menempel diatas badan
mangsanya, bayangan manusia kembali berkelebat lewat,
Pek Thian Ki tahu-tahu sudah menerjang datang sambil
mengirim satu serangan dahsyat kearah Nyioo It Hong.
"Tahan!" bentaknya keras.
--oodwoo-- Jilid 10 Bab 28 SANG TELAPAK dibabat kemuka, lalu mengunci
datangnya pukulan lawan, dengan sangat tepat ia berhasil
menolong Sin Si-poa, lolos dari lubang jarum.
Melihat pemuda she Pek itu ikut campur, air muka
Nyioo It Hong langsung berubah hebat, "Apa yang kau
kehendaki?" bentaknya gusar.
"Heeee. . .heeee. . .heeee. . .saudara, ia sudah menderita
luka parah, mengapa kau begitu pengecut, beraninya turun
tangan terhadap seseorang yang berada dalam keadaan
bahaya?" jengek Pek Thian Ki sambil tertawa dingin.
"Hmmm! Itu urusanku dan kau tidak berhak untuk ikut
campur, ayoh, enyah dari sini! Kalau tidak. . . heee. . .heee.
. . aku orangpun tak akan berlaku sungkan-sungkan lagi
terhadap dirimu. "Oooouw. . . jika begitu, mari kita coba-coba dulu."
Nyioo It Hong betul-betul merasa teramat gusar
badannya melayang kemuka, telapak kanan dibalik
mengirim segulung angin pukulan yang men-deru2 kearah
Pek Thian Ki. Pemuda she Pek dengan sebat menangkis datangnya
pukulan, telapak tangan kiripun mengambil kesempatan itu
balas melancarkan satu pukulan dahsyat.
Gerakan dari kedua orang ini sama-sama dilakukan
dalam kecepatan laksana sambaran kilat, hanya dalam
sekejap mata, puluhan jurus sudah berlalu tanpa berhasil
menentukan siapa menang dan siapa yang kalah.
Tiba-tiba Pek Thian Ki membentak keras, dengan
gencarnya, ia mendesak dua pukulan dahsyat kearah
musuhnya. Kedua buah serangan ini langsung memaksa
Nyioo It Hong terdesak mundur beberapa puluh langkah
kebelakang. "Sebetulnya siapakah kau?" bentaknya keras.
"Siapakah aku, rasanya kau tidak berhak untuk
mengetahuinya, buat apa kau orang banyak bacot yang tak
berguna?" "Apakah diantara kau dengan situkang ramal itu ada
terikat dendam sedalam lautan?"
Nyioo It Hong menggeleng.
"Siapakah siorang berbaju hitam yang munculkan diri
dengan kecepatan luar biasa itu?"
"Aku tidak kenal dengan orang itu, bagaimana bisa tahu
siapakah dirinya". . ."
"Baiklah! Aku orang she Pek katakan dulu, jikalau kau
berani membokong dia orang dengan mengambil
kesempatan sewaktu ia sedang menderita luka dalam, maka
aku Pek Thian Ki tidak akan berlaku sungkan-sungkan lagi
terhadap dirimu." Diatas selembar wajah sang pemuda berbaju perlente itu
terlintaslah suatu senyuman dingin yang menggidikkan.
"Baiklah! Untuk sementara kita sudahi dulu urusan kita
sampai disini, lain kesempatan kita berjumpa kembali."
Habis berkata, ia putar badan dan berlalu.
Tindakan dari sang pemuda berpakaian perlente itu
kontan saja membuat Pek Thian Ki jadi berdiri melengak.
Waktu itu Sin Si-poa yang menggeletak diatas tanah
sedikitpun tidak bergerak, air mukanya pucat pasi bagaikan
mayat, sepasang mata terpejam rapat-rapat dan darah segar
meleleh keluar dari ujung bibirnya.
Pek Thian Ki kertak gigi kencang-kencang, ia salurkan
tenaga lweekangnya kesepasang telapak kemudian bagaikan
sambaran kilat mencengkeram urat nadi dari si Sin Si-poa
tersebut, tapi belum sempat tangannya menempel ditangan
pihak lawan, mendadak serentetan suara bentakan yang
dingin berkumandang datang;
"Tahan!" Mendengar bentakan tersebut, Pek Thian Ki merasakan
hatinya bergidik, buru-buru ia tarik kembali tangannya
kebelakang. "Siapa?" bentaknya tak terasa.
Suara senyuman dingin bergema kembali dari arah
belakang, dengan sebat pemuda ini putar badan. Dilihatnya
kurang lebih tiga tombak dibelakang dirinya telah berdiri si
bayangan hitam yang baru saja munculkan dirinya itu
dengan sikap keren dan menyeramkan. Tanpa terasa Pek
Thian Ki merasakan seluruh badannya merinding.
Kembali orang itu memperdengarkan suara tertawa
dinginnya yang sangat menyeramkan; "Heee. . .hee . .heeee.
.saudara! Hampir-hampir saja aku melupakan dirimu,
bukankah kau bernama Pek Thian Ki?"


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sedikitpun tidak salah, entah siapakah kau orang?"
"Siapakah aku, rasanya kau tidak perlu tahu, sekarang
aku mau bertanya, apakah kau bermaksud pergi menyewa
rumah tersebut?" "Sedikitpun tidak salah."
"Kalau begitu, akan kubunuh kau orang. . ." Sembari
berbicara selangkah demi selangkah ia berjalan mendekati
Pek Thian Ki. Walaupun dirinya didesak, sang perjaka ini sedikitpun
tidak menunjukkan sikap jeri.
"Tadi Sin Si-poa pernah berkata bahwa ia sedang
menunggu kehadiaran seseorang, mungkin kau orangkah
yang ia tunggu?" balik tanyanya.
"Dugaanmu sedikitpun tidak salah!"
"Mengapa?" "Heee. . . heee. . . heee. . . soal ini tiada sangkut paut
dengan dirimu, dan kaupun tak ada kepentingan untuk
mengetahui persoalan ini."
"Tapi aku harus mengetahuinya. . . aku ingin kau sendiri
yang memberi keterangan kepadaku."
"Kalau begitu, kau boleh coba-coba saja. . ." Belum habis
ia berkata, sang badan sudah menubruk kedepan, dimana
bayangan manusia berkelebat lewat, ia sudah mengirim satu
pukulan yang dahsyat kedepan.
Pek Thian Ki pun membentak keras, telapak tangannya
membentuk gerakan setengah lingkaran ditengah udara,
kemudian diayun kedepan menyambut datangnya serangan
tersebut. Pada saat kedua orang itu sedang melangsungkan suatu
pertarungan yang maha sengit tiba-tiba sesosok bayangan
manusia laksana sambaran petir meluncur kearah Sin Sipoa
dan didalam sekali kelebatan, ia sudah berhasil
mencengkeram tubuh siorang tua tersebut.
Ketika itu antara Pek Thian Ki dengan si bayangan
hitam tersebut sudah saling mengirim satu pukulan dan
masing-masing pihak terpental mundur kebelakang.
Air muka Pek Thian Ki berubah pucat pasi bagaikan
mayat, sedang orang itupun kedengaran ngos2an, Jelas
masing-masing pihak tidak berhasil memperoleh
keuntungan dalam bentrokan barusan ini.
Tapi ketika mereka lihat disisi kalangan telah bertambah
lagi dengan kehadiran seseorang, baik Pek Thian Ki
maupun siorang berbaju hitam itu, sama-sama menjerit
keras. Pertama-tama Pek Thian Ki yang mengenali dahulu
siapakah orang itu, karena ia sudah sering ditemuinya, yaitu
sang pemuda misterius Cu Tong Hoa adanya.
Cu Tong Hoa yang penuh diliputi kemisteriusan,
kambali munculkan diri disana. Diatas selembar wajahnya
penuh diliputi napsu membunuh.
"Saudara, jika tahu diri, aku nasehati dirimu lebih baik
letakkan kembali orang itu keatas tanah." bentak siorang
berbaju hitam itu dengan suara yang dingin menyeramkan.
"Heee. . .heee. . . kau anggap aku suka mendengarkan
perintahmu dengan begitu gampang" Jangan mimpi disiang
hari bolong!" "Bangsat! Sungguh besar nyalimu, siapakah kau" Mau
cari mati haah?" "Oooouw. . . kau ingin tahu siapakah aku orang?"
"Sedikitpun tidak salah."
"Bagus sekali." seru Cu Tong Hoa sinis, ia berpaling
kearah pemuda she Pek itu, lalu katanya;
"Thian Ki, coba kau jaga dulu orang ini, akan
kuberitahukan kepadanya siapakah aku orang sebenarnya!"
Seraya berkata, ia lemparkan tubuh Sin Si-poa kearah sang
pemuda, kemudian dari sakunya mengambil keluar tiga
batang seruling perak. Salah! Bukan seruling perak, karena benda tersebut tidak
bertulang! Tampak Cu Tong Hoa menggetarkan tangan kanannya,
tabung perak tersebut mendadak menekuk dan akhirnya
membelah jadi tiga bagian yang saling sambung
menyambung. "Aaaaach! Kau. . ." Tiba-tiba siorang berbaju hitam itu
menjerit keras, Berturut-turut ia mundur tiga empat langkah
kebelakang dengan sempoyongan, seluruh tubuhnya seperti
kena stroom bertegangan tinggi, gemetar keras sekali.
Melihat kejadian itu, Pek Thian Ki jadi dibuat
tercengang dan berdiri me-longo2 ditempat semula, lama. . .
lama sekali, ia baru berguman seorang diri: "Thian!
Siapakah sebenarnya dia orang" Gadis ini betul-betul sangat
misterius!" "Rasanya kau sudah tahu siapakah aku bukan?" bentak
Cu Tong Hoa dengan dingin.
"Sedikitpun tidak salah!"
"Siapakah dia?" Tiba-tiba Pek Thian Ki ikut menimbrung
dari samping kalangan. Pada saat sang pemuda she Pek menimbrung itulah Cu
Tong Hoa sudah mengayunkan senjata Sam Ciat Tong-nya
kedepan; "Siapa yang mengetahui asal-usulku, dia tak boleh
dibiarkan hidup," teriaknya seram.
Bayangan tubuh berputar gencar, diikuti oleh
berkelebatnya cahaya putih yang menyilaukan mata, Tubuh
Cu Tong Hoa laksana kilat menubruk kearah siorang
berbaju hitam itu. Bukan saja asal-usul dari pemuda she Cu ini merupakan
suatu misteri, bahkan belum tahu siapakah sebenarnya
orang ini. Apalagi kepandaian silatnya sangat lihay, soal ini
semakin merupakan suatu teka-teki yang tak terpecahkan
lagi. Gerak serangan yang ia lancarkan barusan ini benarbenar
dahsyat dan lebih cepat beberapa kali lipat daripada
gerakan tubuh dari Pek Thian Ki sendiri.
Senjata Sam Ciat Tong laksana kilat dengan
memancarkan cahaya keputih-putihan berturut-turut
mengirim tiga buah serangan gencar kemuka.
Entah disebabkan kepandaian silat yang dimiliki siorang
berbaju hitam ini sungguh-sungguh bukan tandingan dari
Cu Tong Hoa, ataukah karena ia merasa terkejut dan
ketakutan, sehingga susah gerakkan badan, yang nyata
dibawah desakan tiga buah serangan manusia she Cu ini
siorang tua berbaju hitam itu ber-turut2 terdesak mundur
sepuluh langkah lebih kebelakang.
Pek Thian Ki yang melihat kejadian ini, kontan saja
merasakan hatinya bergidik. Ketika itulah. .
Diiringi suara bentakan keras, bayangan tubuh Cu Tong
Hoa bagaikan lintasan listrik kembali mengirim lima buah
serangan berantai. Jurus serangannya cepat dan aneh, setiap
tindakannya telengas, keji dan buas.
Agaknya siorang berbaju hitam itupun sudah timbul
maksud untuk mengadu jiwa, membarengi gerakan dari Cu
Tong Hoa, ia sendiripun balas melancarkan dua buah
serangan dahsyat. Suatu pertempuran sengit yang mempertaruhkan
jiwapun segera berlangsung. . . siapa menang, dia yang
hidup dan siapa yang kalah, dialah yang bakal menemui
ajal seketika itu juga. Sekonyong-konyng. . . . Serentetan suara bentakan keras bergema memecahkan
kesunyian, tampak bayangan putih berkelebat lewat disusul
jeritan ngeri bergema mendirikan bulu roma, siorang
berbaju hitam itu dengan sempoyongan mundur berpuluhpuluh
langkah kebelakang, kemudian roboh keatas tanah
dengan napas kembang-kempis.
Dengan sebat, Cu Tong Hoa meloncat kedepan
memapah badannya yang hampir mencium tanah itu.
"Siapakah kau" Ayoh jawab!" bentaknya keras.
"Tiii. . .tidak tahu!"
"Bangsat! Kau orang sungguh-sungguh tidak mau buka
suara?" "Dugaanmu sedikitpun tidak salah."
Perlahan-lahan diatas selembar wajah Cu Tong Hoa
terlintaslah napsu membunuh yang menggidikkan hati,
kembali bentaknya keras; "Berasal dari perguruan manakah
kau orang?" "Maaf! Soal inipun tak bisa aku terangkan."
"Heee. . .heeee. . .heeee. . . sungguh-sungguh kau tidak
mau bicara?" teriak Cu Tong Hoa sambil tertawa dingin.
"Sedikitpun tidak salah."
"Bangsat. Kurang ajar, kau sungguh2 ingin cari mati?"
Begitu ucapan selesai diutarakan, senjata Sam Ciat Tong
ditangannya sudah membabat kearah bawah.
Suara jeritan ngeri berkumandang keluar, tubuh siorang
berbaju hitam itu dengan disertai muncratan darah segar
mengotori empat penjuru menggeletak mati diatas tanah
dalam keadaan yang sangat menyeramkan.
Pek Thian Ki yang melihat kejadian ini segera
merasakan seluruh badannya merinding, bulu kuduk pada
bangun berdiri, Perlahan-lahan Cu Tong Hoa mengalihkan
sinar matanya keatas tubuh pemuda she Pek itu, lalu
tegurnya dingin; "Serahkan kembali orang itu kepadaku."
Dari tengah keterkejutannya, Pek Thian Ki tersadar
kembali dari lamunan, air mukanya langsung ikut berubah
sedikit. "Tunggu sebentar!"
"Apa yang kau kehendaki?"
"Cu Tong Hoa! Kau betul-betul mempunyai kemampuan
untuk pergi datang bagaikan angin puyuh! Ayoh bicara,
siapakah sebenarnya kau orang?"
"Sekarang bukan waktunya untuk membicarakan soal
ini, cepat serahkan orang itu ketanganku, agar aku bisa
memeriksa lukanya." seru Cu Tong Hoa dengan air muka
berubah hebat. "Jikalau kau tidak suka mengatakan siapakah dirimu,
Hmm! Jangan harap aku suka serahkan orang ini
ketanganmu." "Ooouw. . . kau tidak menginginkan nyawanya lagi?"
bentak manusia she Cu ini dingin. "Baiklah! Jikalau kau
tidak menginginkan lagi nyawanya, itupun tidak tersangkut
urusan pribadiku, terserah kau sendiri." Tiba2 ia putar
badan dan berlalu dari sana.
"Berhenti!" bentak Pek Thian Ki mendadak.
"Ada apa lagi?"
Sekali loncat Pek Thian Ki sudah menghadang kembali
dihadapan Cu Tong Hoa. "Jikalau kau tidak mengatakan siapakah kau orang.
Hmm! Jangan harap bisa lolos dari tanganku."
"Apa yang kau inginkan?" Cu Ton Hoa tertawa hambar.
"Aku hanya ingin memaksa kau orang suka
memberitahukan kepadaku siapakah sebetulnya kau?"
"Seingatku, aku pernah memberitahukan urusan ini
kepadamu, bukan begitu?"
"Tidak salah, kau pernah memberitahukan kepadaku
siapakah dirimu, cuma aku rasa Majikan Istana Harta
bukan kedudukanmu yang sebenarnya."
"Heeeee. . .heeee. . .heeee. . .soal ini mau percaya atau
tidak, itu terserah kepadamu."
"Sewaktu masih berada didalam Istana Harta bukankah
kau pernah berkata bahwa kau ingin mencari aku dan
memberitahukan apa yang ingin aku ketahui. . ." Nah!
Sekarang bicaralah," kata Pek Thian Ki kembali dingin.
Air muka Cu Tong Hoa perlahan-lahan mulai diliputi
napsu gusar, agaknya ia hendak mengumbar hawa
amarahnya. "Apakah kau sungguh-sungguh ingin
mengetahui urusan ini?"
"Sedikitpun tidak salah!"
"Baiklah!" kata Cu Tong Hoa kemudian seraya tertawa
dingin. "Jika kau ingin tahu, datangilah lembah Bu Cing
Kok digunung Pak Giok San besok pagi."
"Mengapa harus tunggu sampai besok?"
"Karena tempat ini bukan tempat yang layak untuk
berbicara." "Heeee. . .heeee. . .heeee. . .kau jangan coba2
menggunakan siasat kepompong kosong melepaskan kulit,
aku Pek Thian Ki tak bakal terpancing oleh jebakanmu!"
Air muka Cu Tong Hoa langsung berubah hebat, napsu
membunuh mulai melintasi wajahnya, jelas gadis ini sudah
dibuat gusar oleh sikap Pek Thian Ki.
"Pek THian Ki, jikalau semisalnya aku berterus terang
memberitahukan keadaanku, siapakah sebetulnya diriku
apakah kau dapat percaya?"
Pek Thian Ki melengak, sedikitpun tidak salah, jikalau
semisalnya Cu Tong Hoa benar-benar memberitahukan
asal-usulnya, apakah ia bisa mempercayai kebenaran
tersebut sepenuhnya" Bagaimanapun juga ia pasti akan
menganggap perkataan dari gadis ini merupakan suatu tekateki
yang susah dipecahkan, Pertama, dia adalah pangcu
dari perkumpulan Pak Hoa Pang, Dan kedua, dia menyebut
dirinya sebagai Majikan Istana Harta.
Sekarang ia hendak memberitahukan lagi sebuah
kedudukannya, apakah ia bisa percaya" Teringat akan
persoalan ini, Pek Thian Ki menghela napas panjang.
"Heeei. . .! Sudahlah, aku tahu sekalipun aku ingin
mengetahui asal-usulmu juga percuma saja, karena dibalik
kesemuanya ini kau bisa menipu diriku dan aku tak bakal
mengetahui. Tapi ada satu hal yang tak dapat kau bohongi
lagi, yaitu kau adalah seorang gadis!"
"Sedikitpun tidak salah, aku memang seorang gadis."
"Baiklah, asalkan aku Pek Thian Ki bisa mengingat-ingat
hal tersebut, cukuplah sudah." Habis berkata, ia serahkan
Sin Si-poa ketangan Cu Tong Hoa kemudian putar badan
dan berlalu. Kepergian Pek Thian Ki secara mendadak ini jauh
berada diluar dugaan Cu Tong Hoa, gadis tersebut
keliahatn rada melengak, lama sekali akhirnya ia berseru;
"Pek Thian Ki!"
Dengan cepat si pemuda menghentikan langkahnya, lalu
putar badan dan sinar matanya dialihkan keatas wajah Cu


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tong Hoa yang penuh diliputi kemurungan, kesal dan
kecewa. Ia jadi melengak. "Kau masih ada urusan apa lagi?"
"Heeeee1. . . sebetulnya aku punya banyak urusan yang
tidak ingin mengelabui dirimu," katanya seraya menghela
napas panjang, "Tapi, aku tak bisa tidak harus membohongi
kau orang, banyak urusan yang belum kau pahami,
demikian pula aku. . ."
"Maksudmu?" "Pertama, aku tidak bernama Cu Tong Hoa, aku bukan
Tongcu urusan bagian luar dari perkumpulan pengemis
diluar perbatasan, juga bukan Pangcu dari Pak Hoa Pang,
aku bernama Cu Hoa, sedangkan mengenai kedudukanku
yang sebetulnya saat ini belum bisa kuberitahukan."
"Mengapa?" "Karena aku punya alasan untuk menjaga rapat2 rahasia
ini, karena hal ini mempunyai sangkut-paut yang sangat
penting dengan dirimu, cuma ada satu urusan aku beritahu
dulu kepadamu, yaitu antara Istana Arak, Istana Harta serta
Istana Perempuan sama sekali tiada sangkut-pautnya
dengan rumah yang hendak disewakan itu. . ."
"Siapakah majikan dari rumah tersebut?"
"Aku tidak tahu, sedang mengenai syarat-syarat yang
diajukan untuk menyewa rumah tersebut, mengapa sampai
menggandeng erat Istana Harta, Istana Arak serta Istana
Perempuan, hal inipun benar-benar merupakan suatu
persoalan yang sangat rumit." Ia merandek sejenak untuk
mengambil napas, lalu sambungnya. "Disamping itu, aku
masih ada satu urusan lagi yang tak dapat membohongi
dirimu, yaitu sebelum Sin Mo Kiam Khek pergi menyewa
rumah tersebut pada bulan tiga tanggal tiga belas yang lalu,
ia memang benar2 pernah mendatangi Istana Harta untuk
menitipkan suatu barang."
"Sebenarnya benda apakah itu?"
"Sudah aku katakan bahwa barang itu belum pernah
kulihat, dan sekarang urusan sudah jadi nyata sekali,
kemungkinan besar, kau adalah anak muridnya yang
dimaksudkan." "Dimanakah letak alasan-alasan tersebut?"
"Pertama, kau adalah satu-satunya pemuda yang muncul
didalam dunia kang-ouw satu tahun kemudian, Kedua,
namamu adalah Pek Thian Ki yang sebenarnya nama dari
Sin Mo Kiam Khek, agaknya didalam persoalan ini masih
tersembunyi suatu rahasia, sehingga ia harus
menyembunyikan nama aslimu dan memberikan namanya
kepadamu." "Apa tujuannya?"
"Inilah merupakan suatu persoalan yang susah
dijelaskan, cuma namamu yang sebenarnya adalah Kiang
To dan hal ini sudah pasti benar, karena pertama, sembilan
jagoan pedang dari kolong langit adalah kawan karib dari
Sam Ciat Sin Cun, Sin Mo Kiam Khek suruh kau mencari
orang yang bernama Kiang To itu sama saja suruh kau
mencari dirimu sendiri. . ."
"Walaupun soal ini ada kemungkinan yang benar, tapi
mengapa ia tidak memberitahukan kepadaku bahwa aku
adalah Kiang To" Mengapa ia perintahkan aku orang harus
pergi mencari, asal-usul seseorang yang bernama Kiang
To?" "Karena asal-usulmu penuh dinodai oleh air mata dan
darah!" "Air mata dan darah?"
"Benar, air mata dan darah, dan kisahnya sangat panjang
sekali, keadaan dari Sam Ciat Sin-cun memang penuh
diliputi oleh keanehan serta kemisteriusan, bagaimanakah
ia bisa mati atau benarkah ia belum mati, hingga saat ini
masih merupakan suatu teka-teki."
"Siapakah nama isterinya?"
"Isteri dari Kiang Lang tidak hanya seorang saja." sahut
Cu Tong Hoa dingin. "Tidak cuma seorang saja" Lalu berapa?"
"Jikalau ditotal, semua kurang lebih ada lima orang!"
"Apa" Ia punya lima orang isteri?"
"Sedikitpun tidak salah, isteri pertamanya bernama Hu
Bei San, kedua adalah seorang perempuan misterius yang
bernama 'Tiap Hoa Sianci'(Si Bidadari Kupu2 dan Bunga),
sedang sisanya tiga orang. . ."
"Siapakah ketiga orang itu?" potong sang pemuda cepat.
"Majikan dari Istana Harta Giok Mey Jin, Majikan
Istana Arak Cui Mey Jin serta Majikan Istana Perempuan,
Hoa Mey Jin." Pek Thian Ki betul-betul melengak dibuatnya. "Menurut
apa yang kau ketahui diantara kelima orang perempuan itu,
ia paling suka perempuan yang mana?"
"Menurut apa yang aku ketahui, tak seorangpun diantara
mereka yang dicintai benar-benar."
Pek Thian Ki semakin dibuat bingung lagi oleh kejadian
ini, tampak ia berguman seorang diri; "Sebenarnya apa yang
telah terjadi?" "Selama hidupnya Sam Ciat Sin-cun hanya pernah
mencintai seorang gadis saja, dan gadis tersebut dalam
hidupnya merupakan gadis yang dicintainya untuk yang
pertama kali. . ." "Siapakah dia?"
"Kecuali Sam Ciat Sin-cun seorang, tak ada yang tahu,
tapi akhirnya entah karena apa, gadis ini telah
meninggalkan Kiang Lang tanpa sebab, sehingga karena
kejadian ini, maka setelah Sam Ciat Sin-cun berhasil
dengan ilmu silatnya, ia tidak pandang sebelah matapun
terhadap semua perempuan. . . ."
"Jadi, dia adalah seorang jahat?"
"Tidak jahat! Tidak jahat, ia cuma berwatak ku-koay saja
dan suka menyendiri, kepandaian silatnya sangat
menggetarkan seluruh dunia persilatan, sehingga akhirnya
dalam keadaan sedih, ia mendirikan tiga buah istana dan
setiap hari bergaul, bersenang-senang dibawah dekapan
perempuan, minum arak paling wangi. . ."
"Akhirnya?" "Akhirnya ia lenyap tak berbekas."
"Lenyap tak berbekas" Mana mungkin bisa terjadi
peristiwa semacam ini?"
"Benar. . . ia sungguh-sungguh lenyap tak berbekas, dan
karena hilangnya orang ini pernah menimbulkan
gelombang yang sangat dahsyat dalam Bu-lim, tak seorang
manusiapun yang tahu apa sebabnya ia bisa lenyap tak
berbekas." Cu Tong Hoa berhenti sejenak untuk tukar
napas, lalu sambungnya kembali. "Setelah Kiang Lang
lenyap tak berbekas, tiba2 Giok Mey Jin, Cui Mey Jin serta
Hoa Mey Jin pun ikut lenyap dari penglihatan."
"Apa" Merekapun lenyap tak berbekas?"
"Benar!" "Apakah mereka masih hidup atau sudah mati?"
"Sampai kini persoalan masih merupakan suatu teka-teki!
Cuma menurut berita yang terdengar katanya mereka sudah
mati semua, rumah yang mereka tempati terbakar habis dan
semua perempuan yang ada tak seorangpun yang berhasil
meloloskan diri dari kobaran api."
Bab 29 MENDENGAR sampai disitu, Pek Thian Ki termenung
berpikir sebentar, kemudian katanya kembali; "Peristiwa ini
bukankah sedikit rada aneh?"
"Benar, peristiwa ini memang sangat aneh sekali."
"Lalu, siapakah Kiang To yang sering kali munculkan
diri itu?" "Entahlah, karena orang yang menyaru sebagai Kiang To
tidak cuma seorang saja. . ."
"Maksudmu ada dua orang yang menyaru sebagai Kiang
To?" "Sedikitpun tidak salah!"
"Aaaach! Sekarang aku paham sudah." tiba2 Pek Thian
Ki menjerit tertahan. "Dua orang yang menyaru sebagai
Kiang To ini tentu salah seorang adalah sipemilik rumah
yang disewakan itu. ."
"Kemungkinan ini memang tetap ada."
"Tidak, bukan kemungkinan lagi, tapi pasti benar."
"Benar, salah seorang yang menyaru sebagai Kiang To
tentu mempunyai hubungan dengan siorang pemilik rumah
tersebut, dan dua orang diantaranya satu rada lurus yang
lain rada sesat, kedua orang ini munculkan diri karena
hendak menanti munculnya Kiang To yang asli."
"Jikalau aku benar-benar adalah Kiang To yang asli, lalu
bagaimana menurut pendapatmu?" tanya Pek Thian Ki
melengak. "Mungkin seperti halnya dengan maksud Sin Mo Kiam
Khek menyembunyikan nama serta asal-usulmu, karena ia
tidak ingin kau tahu keadaan sesungguhnya dan
dikarenakan kepandaian silatmu belum berhasil mencapai
taraf yang diinginkan."
"Aku masih belum mengerti maksudmu." kembali sang
pemuda menggeleng. "Bagaimanakah sebetulnya kejadian yang telah
berlangsung, aku sendiri juga kurang paham, jikalau Kiang
To yang asli munculkan diri, maka ia tentu bakal
memancing kedatangan banyak orang untuk melakukan
pembunuhan, atau dengan perkataan lagi asal-usul dari
Kiang To penuh diliputi oleh napsu membunuh, sekarang
seharusnya kau sudah mengerti bukan?"
"Aku sudah paham, tapi, benarkah aku putra dari Kiang
Lang dan bernama Kiang To?"
"Bukankah sudah aku orang katakan bahwa hal ini ada
kemungkinan besar benar?"
"Menurut pandanganmu, siapakah yang bisa
memecahkan teka-teki ini?"
"Sembilan jagoan pedang dari kolong langit. . . tetapi
mereka sudah mati semua."
"Benar mereka sudah mati semua. . .?" Tiba-tiba agaknya
Pek Thian Ki teringat akan sesuatu. . "Siapakah si lelaki
berbaju hitam tadi?"
"Entahlah, aku sendiripun tidak tahu."
"Mengapa setelah ia melihat senjata Sam Ciat Tong-mu,
lantas memperlihatkan sikap begitu ketakutan?"
"Karena senjata ini melambangkan seseorang!"
"Siapa?" "Sam Ciat Sin Cun!"
"Kau. . . .kau katakan bahwa senjata Sam Ciat Tong ini
adalah barang peninggalan dari Sam Ciat Sin-cun?"
"Sedikitpun tidak salah. . ."
"Lalu kau. . ."
"Banyak urusan aku merasa kurang leluasa untuk
beritahukan kepadamu, tapi pada suatu hari, kau bakal
mengerti sendiri segala seluk-beluknya peristiwa ini, dan
bila aku katakan saat ini malah tidak mendatangkan
kebaikan untukmu, senjata ini bernama Sam Ciat Tong dan
dapat diubah menjadi tiga macam senjata yang berbeda,
Pertama dapat digunakan sebagai pedang, kedua dapat
digunakan sebagai toya dan ketiga bisa digunakan sebagai
senjata rahasia, tadi si lelaki berbaju hitam itu justru
menemui ajalnya dibawah serangan senjata rahasiaku."
"Kalau begitu, apa hubunganmu dengan Sam Ciat Sincun"
Apakah mungkin kau ada sangkut-paut dengan
dirinya?" "Sedikitpun tidak salah."
"Dan kau tak dapat memberikan alasan-alasan yang
sebenarnya?" "Benar!" Perlahan-lahan Pek Thian Ki menghela napas panjang.
"Peristiwa ini benar-benar merupakan suatu peristiwa
yang penuh diliputi teka-teki, siapa yang bisa memecahkan
teka-teki ini?" "Kemungkinan sekali Sin Si-poa bisa memberikan
penjelasan, menurut apa yang aku lihat tadi, jelas
kepandaian silat yang dimiliki situkang ramal ini tidak
berada dibawah kepandaian dari si orang berbaju hitam itu,
dan ia sengaja membiarkan dirinya kena dihantam. . ."
"Sengaja membiarkan dirinya kena dihantam" Sungguh
lucu sekali, apa mungkin bisa terjadi peristiwa semacam
ini?" "Benar. . ." "Lalu, apa sebabnya ia berbuat demikian?"
"Justeru inilah merupakan suatu persoalan yang susah
dipecahkan." "Mungkinkah Sin Si-poa mengetahui urusan yang
menyangkut diriku?" "Sedikitpun tidak salah, mungkin hanya dia seorang
yang bisa memberikan jawaban atas pertanyaanmu, cuma
sekarang ia sedang menderita luka dalam yang parah dan
mungkin tak bisa berbicara lagi."
Sepasang mata Pek Thian Ki mendadak memancarkan
serentetan sinar yang sangat tajam, "Nona Cu, aku merasa
sangat berterima kasih sekali kepadamu, karena kau sudah
memberitahukan banyak urusan kepadaku."
"Kemungkinan sekali kita adalah sama-sama orang yang
tidak beruntung. . ." seru Cu Hoa menghela napas panjang.
. . "Pek Siauw-hiap, pada suatu waktu dapatkah kau mengingat2
diriku?" "Aku dapat meng-ingat2 dirimu. . . cuma. . .cuma aku
tidak berani. . ." kata Pek Thian Ki dengan hati berdebar.
"Selama hidup ini, Pek Thian Ki belum pernah mendapat
rasa cinta dari orang lain. . .dan tidak berani mencintai
seseorang." Nadanya amat sedih dan memilukan hati.
"Pek Siauw-hiap, kau salah besar, banyak orang
mencintai dirimu. . . hanya saja mereka tidak mengucapkan
secara terus terang kepadamu dan Cu Hoa adalah salah satu
diantaranya, semoga saja kau suka mengingat baik-baik
urusan ini," seru Cu Hoa kembali.
Habis berkata dengan mengempit tubuh Sin Si-poa, ia
berlalu cepat2 dari sana. Pek Thian Ki jadi tertegun
dibuatnya. Dengan ter-mangu2 pemuda itu memandang bayangan
punggung gadis itu lenyap dari pandangan, selama hidup


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

baru pertama kali ia mendengar ucapan tersebut dan ia
merasa hatinya rada tergetar. . . .
Perlahan-lahan ia mulai bergeser pergi dari sana. . .
Langkahnya limbung tak ada arah tujuan, ia tidak mengerti
harus pergi kemana baiknya, benar, ia merasa
penghidupannya seperti berada ditengah sebuah samudra
yang sangat luas. . . . Selama hidup Pek Thian Ki hanya penuh mengalami halhal
yang tidak menguntungkan, sekarang satu-satunya hal
yang harus segera dikerjakan adalah pergi menyewa rumah
tersebut untuk kemudian menyelidiki asal-usul sendiri.
Benar, teka-teki ini sudah lama tersimpan didalam
benaknya, ia harus menyelidiki jelas asal usulnya beserta
apakah ia benar merupakan anak murid dari Sin Mo Kiam
Khek. Teringat akan persoalan ini, Pek Thian Ki segera putar
badan dan berjalan menuju kearah Istana Perempuan.
Siorang tua berbaju kuning yang berdiri didepan pintu
sewaktu melihat munculnya Pek Thian Ki disana, air
mukanya lantas berubah hebat, ia menunjukkan sikap
ketakutan. "Pek Kongcu, kau. . ."
"Aku ada urusan hendak mencari Cong-koan kalian!"
"Baik. . . baik. . ."
Pek Thian Ki pun tidak berbicara banyak lagi, ia
langsung melangkah masuk kedalam ruangan belakang.
Belum jauh ia masuk, suara langkah manusia tiba-tiba
memecahkan kesunyian, terdengar seseorang menegur
dengan suara yang halus. "Pek Kongcu, apa maksudmu mencari Cong-koan
kami?" Dengan sebat Pek Thian Ki menengok, dilihatnya sidara
berbaju kuning itu dengan langkah lambat sedang berjalan
mendekat. "Aku punya urusan hendak menemui dirinya. . ."
"Sekarang?" "Sedikitpun tidak salah, sekarang juga."
"Kalau begitu, mari ikutilah diriku."
Demikianlah kedua orang itu segera berjalan menuju
keruang belakang, setibanya didepan sebuah ruangan yang
tertutup tidak menanti sidara berbaju kuning itu mengetuk
pintu lagi, ia langsung mendorong pintu dan mencelat
masuk kedalam. Sang pintu terpentang lebar-lebar diikuti munculnya
Giok Mo Hoa sambil memandang kearah Pek Thian Ki
dengan sinar mata penuh ketakutan.
"Pek Kongcu, kau. . ."
"Tidak salah, memang aku orang."
"Apa maksudmu datang kemari?"
"Bagaimana dengan persoalan yang aku beritahukan
kepadamu?" "Kau hendak membawa pergi nona It Peng Hong?"
"Sedikitpun tidak salah!"
"Dan hendak kau bawa pergi sekarang juga?"
"Benar?" "Tidak bisa jadi, selamanya Istana kami melarang orang
membawa pergi perempuan yang ada disini."
Heee. . .heee. . .heee. . . Giok Mo Hoa, kau cari mati
Haa". . . teriak Pek Thian Ki sembari tertawa dingin.
"Bukannya aku mencari mati, tapi bila kau ingin
membinasakan diriku, nah, silahkan turun tangan."
"Aku tidak ingin membunuh dirimu, tapi aku ingin kau
suka menyerahkan nona It Peng Hong kepadaku."
"Sudah aku katakan bahwa urusan ini tak bisa
dilaksanakan. . . ."
"Bangsat, jadi kau cari mati. . . ." Pek Thian Ki
membentak keras, tubuhnya dengan sebat meluncur
kedepan, melancarkan suatu tubrukan.
Pada saat pemuda itu menggerakkan badannya, Giok
Mo Hoa pun mencelat kesamping seraya mengirim satu
pukulan dahsyat kemuka. Tapi serangannya ini berhasil
ditangkis oleh tangan kanan Pek Thian Ki, dan belum
sempat Giok Mo Hoa melakukan sesuatu, tangan kiri
pemuda tersebut sudah mencengkeram datang.
Bayangan manusia berkelebat lewat disusul dengusan
berat bergema memenuhi angkasa, tampak tubuh Giok Mo
Hoa sudah berhasil dicengkeram oleh Pek Thian Ki dengan
menggunakan satu gerakan yang sangat cepat.
"Kau suka serahkan nona itu tidak?" teriak sang pemuda
dengan wajah penuh diliputi napsu membunuh.
"Bila aku tidak suka memenuhi permintaanmu itu?"
"Akan kubunuh dirimu terlebih dahulu, kemudian
kuhancurkan pula seluruh Istana Perempuan ini."
Dengan ketakutan Giok Mo Hoa merinding, ia percaya
tindakan semacam ini dapat dilakukan oleh Pek Thian Ki,
akhirnya ia tertawa sedih.
"A Mey! Bawa kemari nona It Peng Hong." jeritnya
kemudian. "Baik!" sahut sidara berbaju kuning itu dari luar pintu.
Setelah dara tersebut berlalu, Pek Thian Ki pun
melepaskan cengkeramannya dari atas tubuh Giok Mo
Hoa. "Hmm! Aku masih mengira kau betul-betul tidak takut
mati!" jengeknya sinis.
Tidak lama kemudian suara langkah kaki berkumandang
datang memecahkan kesunyian, tampaklah It Peng Hong
yang ditemuinya kemarin malam mengikuti dari belakang
dara berbaju kuning itu berjalan mendekat. Melihat
kejadian tersebut, Pek Thian Ki jadi melengak dibuatnya,
diam-diam ia berpikir: "Mungkinkah dia orang benar-benar adalah nona It Peng
Hong?" Setibanya dihadapan pemuda tersebut, sang nona
menunjuk hormat dengan lagak lagu yang luwes. "Pek
Kongcu, kau panggil diri siauw-li, entah ada urusan apa?"
Kali ini Pek Thian Ki yang dibuat melengak;
"Kau. . ." "Pek Kongcu, aku adalah It Peng Hong, apa yang
sebenarnya kau kehendaki?"
"Ia hendak membawa kau pergi," sela Giok Mo Hoa dari
samping. "Aaaach. . .! Pek Kongcu, kau hendak membawa aku
pergi kemana?" Air mukanya memperlihatkan rasa terkejut bercampur
penuh permohonan, hal ini membuat Pek Thian Ki
merasakan jantungnya berdebar-debar keras.
"Soal ini rasanya kau tidak perlu tahu." sahutnya
kemudian setelah berpikir beberapa waktu.
"Pek Kongcu, kau. . . kau tak bakal membinasakan
diriku, bukan?" Pek Thian Ki tertawa pahit, sudah tentu ia hendak
membawa gadis ini untuk pergi menyewa rumah tersebut,
dan kemungkinan besar kepergiannya kali ini bisa
menghantarkan nyawa gadis ini ditangan sipemilik rumah
tersebut. Tapi diluaran ia tetap mempertahankan
ketenangannya. "Sudah tentu aku orang tak akan membinasakan seorang
gadis secantik dirimu, apalagi diantara kita tidak terikat
dendam sakit hati." "Kalau begitu kau hendak membawa aku pergi kemana"
Dan apa maksudmu membawa aku meninggalkan tempat
ini." "Soal ini kau tidak perlu tahu."
Dengan pandangan bergidik, gadis itu memandangi sang
perjaka, alisnya melentik dan penuh diliputi perasaan
curiga, ragu-ragu dan gelisah.
"Pek Kongcu, bagaimana kalau aku pergi membereskan
sedikit pakaian". . ." katanya kemudian.
"Hmmm! Apa perlunya pergi membereskan buntalan,
kepergianmu kali ini mungkin untuk selamanya, tak akan
balik lagi. . ." Berpikir sampai disitu, ia lantas menggeleng;
"Aku rasa tidak perlu!"
"Kita berangkat dengan tangan kosong belaka?"
"Benar!" "Baiklah, Pek Kongcu. . ."
Demikianlah Pek Thian Ki dengan membawa serta It
Peng Hong berjalan meninggalkan pintu besar Istana
Perempuan menuju kearah depan, selama ini gadis tersebut
berjalan lenggak lenggok dengan gaya yang sangat
menggiurkan membuat setiap orang merasa terpesona
dibuatnya. "Nona It Peng Hong, pernahkah kau orang belajar ilmu
silat?" tanya Pek Thian Ki ditengah jalan memecahkan
kesunyian. "Aku hanya pernah belajar beberapa jurus dari Congkoan.
. . Oooo! Pek Kongcu, tadi pagi setelah kau pergi, aku
telah menemukan suatu peristiwa yang sangat menakutkan
sekali." "Urusan apa?" "Dibawah ranjangku ternyata menggeletak sesosok
mayat perempuan!" "Apa?" Tak terasa lagi Pek Thian Ki menjerit tertahan
dan ia segera menghentikan langkah kakinya, karena
perkataan yang diucapkan oleh It Peng Hong ini benar2
berada diluar dugaan Pek Thian Ki.
"Aku katakan bahwa dibawah pembaringanku ada
sesosok mayat perempuan, seorang perempuan yang amat
cantik sekali, hampir2 saja aku jatuh semaput saking
takutnya. . ." kata It Peng Hong ketakutan.
"Bukankah perempuan itu adalah It Peng Hong?"
Mendengar perkataan tersebut, nona It Peng Hong jadi
melengak, "Pek Kongcu, kemana jantrungnya kau bicara"
Bagaimana mungkin perempuan itu adalah diriku?"
Kali ini saking terperanjatnya, lama sekali Pek Thian Ki
tak dapat mengucapkan sepatah katapun, karena It Peng
Hong mengatakan bahwa dibawah pembaringannya
tergeletak sesosok mayat perempuan, hal ini bukankah jelas
mengatakan bahwa dia benar-benar adalah It Peng Hong"
Jikalau dia adalah seorang yang menyaru sebagai It Peng
Hong maka tidak mungkin gadis ini suka memberitahukan
persoalan ini kepada diri Pek Thian Ki.
Lama. . . lama sekali ia baru bertanya; "Sungguh2kah
kau orang adalah It Peng Hong?"
"Sudah tentu benar, Pek Kongcu! Apakah kau menaruh
curiga" Kemarin malam. . .Heeei. . . ." Suara helaan
napasnya sangat menyedihkan hati. . . .
Pek Thian Ki tidak ingin membicarakan persoalan itu
lagi, karena ia tahu banyak bicara hanya menambah
kepiluan hatinya saja, demikianlah mereka berdua kembali
melanjutkan perjalanan menuju kearah Istana Harta dengan
mulut membungkam. Pek Thian Ki harus memperoleh seribu tahil uang emas
dahulu untuk pergi menyewa rumah aneh tersebut, kepada
It Peng Hong katanya; "Nona It Peng, kau tunggulah sebentar disini, aku akan
masuk sebentar, kemudian keluar."
Tidak menanti jawaban dari It Peng Hong lagi ia
mencelat kearah Istana Harta dan langsung menerobos
masuk kedalam ruangan. Silelaki berbaju perlente yang
melihat munculnya Pek Thian Ki disana dengan rasa
ketakutan segera menjerit;
"Aaaach! Pek Thian Ki. . . ."
Pek Thian Ki pun tidak menjawab pertanyaan pihak
lawan, tubuhnya langsung meluncur masuk kedalam
ruangan. "Aaaaach! Pek Tayhiap, kau. . . ." teriak sang Ciangkwee
Lojin pula ketika melihat munculnya sang pemuda.
"Aku datang hendak mengambil seribu tahil emas murni,
sisanya empat ribu untuk sementara aku titipkan dulu
disini." "Baik. . . baik. . ." Dengan cepat, sang Ciang-kwee
mengeluarkan seribu tahil emas murni dan dibungkus jadi
satu buntalan besar, lalu diserahkan kepada sang pemuda
tersebut. Pek Thian Ki tidak banyak berbicara lagi, setelah
menerima buntalan tersebut, ia segera berkelebat keluar dari
Istana Harta. Sekarang ketiga buah syarat untuk menyewa rumah aneh
tersebut sudah terpenuhi semua, yaitu; Seribu tahil emas
murni, Perempuan cantik serta arak Giok Hoa Lok.
Ia harus berusaha keras untuk pergi menyewa rumah
aneh itu, karena kecuali berbuat demikian, pemuda she Pek
ini tidak berhasil memperoleh cara lain untuk membuktikan
apakah suhunya benar2 adalah Sin Mo Kiam Khek dan
apakah beliau betul-betul mati didalam rumah aneh
tersebut. Sudah tentu ia pun harus menyelidiki sampai jelas
siapakah majikan dari rumah aneh itu, karena inipun
merupakan salah satu tujuannya.
Ketika Pek Thian Ki berlari keluar dari pintu besar Istana
Harta, tampaklah nona It Peng Hong masih berdiri
ditempat semula. Ketika melihat pemuda itu munculkan
dirinya kembali, buru-buru tanyanya;
"Eeeei. . . kau sedang berbuat apa?"
"Aaaach! Tidak ada apa-apa. . . ."
"Lalu, apa isi buntalan tersebut?"
"Soal ini kau pun tidak perlu tahu, mari kita pergi!"
Diatas selembar pipinya yang cantik jelita terlintaslah
suatu perasaan takut yang bukan alang kepalang, sinar
matanya dengan mendelong memperhatikan pemuda
tersebut, lama sekali. . .akhirnya ia ikut berlalu juga
mengikuti dari belakang. "Pek Kongcu, boleh aku mengetahui sebenarnya kau
hendak membawa aku pergi kemana?" tanya gadis itu tibatiba
memecahkan kesunyian. Mendengar suaranya sangat mengenaskan. Pek Thian Ki
merasakan hatinya bergetar, ia tertawa pahit;
"Kita hendak pergi menyewa rumah!"
"Kau hendak menyewa rumah untukku?"
"Benar. . ." ia menyahut terpaksa.


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sudah tentu ia menyewa rumah tersebut bukan untuk
diberikan kepada gadis itu, kemungkinan sekali setelah
rumah itu disewa, maka selama hidup tak ada harapan lagi
baginya untuk hidup. Dan Pek Thian Ki hendak
menyerahkan nona It Peng Hong ini kepada Majikan
rumah bagaikan sebuah benda, mati hidupnya ia tidak mau
ikut ambil pusing memikirkan.
"Pek Kongcu, kau. . . sungguh baik sekali terhadap
diriku. . ." gadis itu tersenyum kegirangan. . "Kau telah
membawa aku keluar dari neraka, bahkan mau sewakan
pula rumah untuk aku diami. . . heei. . ." Ia menghela napas
dengan penuh rasa terharu. . . .
Mendadak. . . . Seluruh tubuh Pek Thian Ki berkerut, lalu gemetar keras,
wajahnya berubah pucat pasi bagaikan mayat, ia menjerit
ngeri lantas roboh terjengkang keatas tanah. Penyakit sakit
hatinya secara mendadak kambuh kembali.
"Pek Kongcu. . . ." jerit It Peng Hong ketakutan.
Saking sakitnya Pek Thian Ki berguling-guling diatas
tanah, keringat dingin sebesar kacang kedele mengucur
keluar tidak hentinya membasahi seluruh badan.
"Pek Kongcu. . ." kembali It Peng Hong menjerit. Suara
jeritannya ini penuh diliputi rasa khawatir. . . .
Bab 30 LAMA. . . LAMA sekali, penyakit sakit hati tersebut
baru reda kembali, dengan badan lemas sedikitpun tak
bertenaga, Pek Thian Ki rebah terlentang diatas tanah.
Melihat kejadian itu, gadis tersebut dengan cepat menubruk
keatas tubuh pemuda tersebut dan mendekapi badannya
sambil berseru; "Pek Kongcu, kenapa kau?"
Dari sepasang matanya mengucurkan air mata yang
setetes demi setetes membasahi wajah Pek Thian Ki,
lagaknya mirip seorang isteri setia yang mengkhawatirkan
keselamatan suaminya. Perasaan serta sikapnya ini benar-benar mengharukan,
dan jelas muncul dari dasar lubuk hatinya, Melihat kejadian
itu, Pek Thian Ki merasa sangat terharu.
"Penyakit hatiku mendadak kambuh kembali. . ."
katanya lirih. Gadis itu tampak terbelalak lebar-lebar, mulutnya melongo2
tak bisa berbuat apa2, Lama sekali, mendadak
sepertinya teringat akan sesuatu, dari dalam sakunya gadis
itu mengeluarkan sebuah kotak kumala dan mengambil
keluar dua lembar bahan obat, katanya;
"Pek Kongcu, dahulu ada seorang tetamu pernah
menghadiahkan sebuah barang kepadaku, katanya bernama
apa. . .eeeeh. . .Jinsom seribu tahun. . . .coba kau telanlah
dulu!" Mendengar perkataan tersebut, Pek Thian Ki merasakan
hatinya sangat kaget; "Apa" Aaaaa. . . apa kau kata?"
teriaknya. Hampir-hampir saja Pek Thian Ki tidak mempercayai
telinga sendiri, Jinsom seribu tahun adalah sebuah bahan
obat yang dirindukan oleh seluruh jagoan Bu-lim dikolong
langit, bagaimana mungkin It Peng Hong bisa memiliki
obat semujarab tersebut"
"Tempo dulu akupun pernah menderita penyakit sakit
hati," kata It Peng Hong menjelaskan, "Lalu ada seorang
tamu menghadiahkan barang tersebut kepadaku yang
seluruhnya berjumlah duapuluh empat lembar, setelah aku
telan sepuluh lembar, ternyata penyakit tersebut hilang
lenyap sama sekali, coba kau telanlah obat ini."
Ia masukkan dua lembar jinsom tersebut kedalam mulut
Pek Thian Ki. Jinsom itu merupakan semacam obat yang
sangat mujarab sekali, setelah Pek Thian Ki menelan dua
lembar, bukan saja penyakitnya sembuh bahkan semangat
maupun ilmu silatnya sudah pulih kembali seperti sedia
kala. Dalam waktu singkat itulah, perasaan Pek Thian Ki
bercampur aduk tidak karuan, dengan sinar mata penuh
rasa terima kasih dipandangnya gadis tersebut tajam-tajam.
"Kau sudah sedikit baikan bukan?" tanya It Peng Hong
dengan air mata masih mengucur keluar membasahi
pipinya. "Aku. . . aku sudah baikan, entah aku Pek Thian Ki
harus berbuat bagaimana untuk menyatakan terima kasihku
ini padamu." "Pek Kongcu, kau bicara begitu bukankah sama saja
memandang rendah diriku?"
"Tidak, aku berbicara sesuai dengan isi hatiku?"
"Pek Kongcu, ada satu urusan tak bisa tidak harus
kuberitahukan kepadamu, walaupun aku berada di Istana
Perempuan, tapi aku hanya menjual muka, tidak menjual
tubuh, aku percaya, tentu kau tahu bukan."
"Eeehmm! Aku tahu!"
"Aku telah menyerahkan kesucianku kepadamu. . . .kau
tahu bukan?" "Aku tahu!" "Seorang gadis hanya dapat menyintai seorang lelaki
yaitu sang pria yang telah merenggut keperawanannya,
walaupun aku bukan seorang gadis baik-baik, tapi aku
sudah menganggap kau adalah suamiku. . . ."
Setiap perkataan yang diutarakan penuh disertai
perasaan, hal ini membuat seorang lelaki yang berhati
keraspun akan leleh dibuatnya.
Pek Thian Ki pun tergerak juga hatinya oleh kejadian ini,
Mendadak ia peluk gadis tersebut, kemudian menciumnya
dengan penuh napsu, ia hendak menggunakan seluruh cinta
kasihnya untuk menyayangi gadis yang berada
dihadapannya ini. Cinta. . . suatu cinta yang suci bersih, benar-benar
muncul dari lubuk hatinya pada detik ini. Dan ia telah
menyerahkan seluruh kasih sayangnya kepada gadis
tersebut. . . .ia mulai melupakan segala sesuatu. . . bahkan
lupa pula siapakah gadis itu.
Kena dipeluk oleh sang pemuda, gadis itupun
memberikan reaksi yang cukup hangat pula; "Pek Kongcu .
. .selama hidup aku tidak pernah mendapatkan apa-apa. .
.tapi detik ini, kau sudah memberikan kebutuhan bagi
penghidupanku. . . .Pek Kongcu. . . ."
Mungkin beberapa patah kata ini adalah kata-kata yang
paling jujur, kata-kat yang paling murni tercetus keluar
melalui bibirnya. Pemuda itu hanya menciumi terus gadis
tersebut, banyak bicara baginya hanya membuang waktu
belaka. "Pek Kongcu. . . kau. . .kau sungguh-sungguh mencintai
diriku". . ." tanya gadis itu lirih.
"Benar! Aku sangat mencintai dirimu, cintaku tak akan
padam selama hidup. . . dan tak bakal kering bagaikan
samudra. . . ." "Selama hidup, kau tak akan melupakan diriku?"
"Benar. . ." "Aaaaaach! Pek Kongcu. . ." Ia balas memeluk pemuda
tersebut. . . . agaknya didalam hati gadis itu telah
menemukan sesuatu dan secara tiba-tiba takut kehilangan
dirinya, sehingga ia memeluk kekasihnya ini erat-erat. . . .
Mendadak. . . . Serentetan suara tertawa dingin yang menggidikkan
bergema memecahkan lamunan, seketika itu juga Pek Thian
Ki serta It Peng Hong tersadar kembali dari impian yang
indah. "Ooooouw. . . . . sungguh suatu pertunjukan yang panas,
suatu pemandangan yang menggairahkan!" teriak orang itu
lagi. Buru-buru Pek Thian Ki mendororng It Peng Hong
kesamping, lalu bangun berdiri, sinar matanya dengan
tajam menyapu sekejap sekeliling tempat itu. Tampaklah
kurang lebih tiga tombak dari mereka berada, berdiri
seorang bayangan hitam. "Siapa?" bentak Pek Thian Ki dingin.
"Aku!" "Kiang To?" "Mungkin! Eeeeei orang she Pek, kau sungguh-sungguh
hendak pergi menyewa rumah tersebut?"
"Benar!" "Kau benar-benar seorang yang kejam, jikalau kau sudah
mencintai dirinya, mengapa begitu tega untuk
membinasakannya pula" Lebih baik kau jangan hantar dia
orang menghadapi maut!" Begitu selesai berkata, orang itu
kembali melayang pergi. Pek Thian Ki segera tertawa dingin tiada hentinya,
gumamnya; "Akan kulihat apakah aku orang benar-benar
bisa mati. . ." "Pek Kongcu, apakah dia adalah Kiang Kongcu?" tibatiba
It Peng Hong bertanya. Mendengar pertanyaan itu, mendadak sang perjaka ini
teringat kembali akan satu persoalan. "Ooouw . . . aku ingin
menanyakan suatu urusan kepadamu. . ."
"Silahkan kau utarakan!"
"Benarkah kau pernah berjumpa dengan Kiang To?"
"Benar!" "Kalau begitu. . ."
"Pek Kongcu, aku pernah berjumpa dengan orang itu,
tapi diantara kami adalah suci bersih, ia cuma datang
menjenguk diriku saja, dan tempo hari, aku sudah menipu
dirimu. . ." Ia merandek sejenak, lalu sambungnya; "Itupun
karena Cong-koan kami yang perintahkan aku untuk
menjawab secara demikian."
Pek Thian Ki manggut. "Ehmmm! Marilah kita pergi!"
Mereka berjalan kedepan dan tidak sampai menjelang
kentongan kedua, kedua orang itu telah tiba didalam hutan
Touw tersebut. Mereka melanjutkan perjalanan memasuki
hutan Touw dan rumah aneh berbentuk tengkorak itupun
sudah muncul dihadapan mereka dari tempat kejauhan.
"Pek Kongcu, kita akan tinggal disini?" tanya It Peng
Hong memecahkan kesunyian.
"Benar." "Aaaaach. . . tempat ini sangat menakutkan sekali!"
Pek Thian Ki berpaling memandang kearah gadis itu,
tampaklah diatas wajahnya yang cantik terlintas suatu
perasaan ketakutan yang luar biasa, keadaannya sangat
mengenaskan sekali. Dalam beberapa saat itulah dari dalam hati Pek Thian Ki
muncul perasaan iba hati, ia tak dapat serahkan It Peng
Hong yang demikian cantik dan setianya ini kepada
majikan rumah tersebut. Selama hidup ia tidak pernah
mencintai seseorang, kecuali It Peng Hong ini.
"Pek Kongcu, sungguh menakutkan sekali rumah itu,"
kembali gadis tersebut berseru.
"Tapi, kita harus menyewa rumah itu, kita akan
mendiami rumah tersebut. . ."
"Apa" Kita akan menyewa rumah itu?"
"Benar!" Mendadak gadis itu tertawa. "Dapat bersama-sama
dirimu, aku tak akan takut!"
Senyumannya begitu manis, begitu menarik. . .ia
demikian polos dan mempesonakan, hal ini membuat Pek
Thian Ki mulai ragu-ragu, Antara cinta dan tujuan
bertempur satu sama lainnya didalam hati.
Jikalau ia dapat menyerahkan ketiga buah syarat ini,
maka ia bisa menyewa rumah tersebut dan dapat pula
menyelidiki siapakah majikan dari rumah aneh tersebut.
Tapi, benarkah tindakannya karena ingin mengetahui
rahasia rumah ia harus korbankan kekasihnya untuk
memuaskan napsu majikan rumah itu"
Tidak! Hal ini tidak mungkin.
Akhirnya pemuda itu gertak giginya kencang-kencang.
"Nona It Peng Hong, kau pergilah!" ujarnya kemudian.
"Aaaaa. . . apa. . .apa kau kata?" teriak gadis itu
melengak. Hatinya bergolak keras membuat suaranya serak dan
kasar menyeramkan, dengan perasaan ketakutan It Peng
Hong mundur selangkah kebelakang.
"Heeeei. . .! Nona It Peng Hong, pergilah! Dan tidak
usah bertanya apa sebabnya!" kembali Pek Thian Ki berseru
seraya menghela napas panjang.
"Tidak, Pek Kongcu, aku ingin tahu apa sebabnya kau
suruh aku pergi. . . . Pek Kongcu, beritahukanlah kepadaku.
. . ." "Aku ingin menyewa rumah ini, karena kau ingin
mengetahui suatu urusan," bentak Pek Thian Ki keras.
"Majikan rumah tersebut mengajukan tiga buah syarat yang
harus aku penuhi dan salah satu diantaranya adalah
menginginkan dirimu, Sekarang aku merasa tidak tega
untuk menyerahkan kau orang kepadanya, karena
kemungkinan sekali ia bisa mencabut nyawamu, sekarang
kau sudah tahu, bukan?" Dengan hati penuh rasa haru ia
mendongak, tambahnya; "Maka dari itu, kau pergilah, aku
tidak tega melihat kau mati karena aku, Kau pergilah. . .dan
jangan menggubris diriku lagi."
Dengan perasan ketakutan gadis itu memandang sang
perjaka dengan mata mendelong. Sepertinya dalam
beberapa waktu ini, ia masih belum mengerti maksud yang
sebenarnya dari Pek Thian Ki, padahal yang benar ia sudah
mengerti maksudnya dan memahami pula perasaan hati
pemuda tersebut. "Kau. . . kau sungguh-sungguh menyuruh aku pergi?"
tanyanya sedih. "Benar!" "Lalu dengan cara apa kau hendak mencari perempuan
lain?" "Aku bisa mencari cara lain."
"Pek Kongcu, jikalau kau betul-betul mencintai diriku,
akupun rela pergi melakukan suatu pekerjaan untukmu, ada
pepatah mengatakan bahwa isteri berkorban untuk
suaminya adalah suatu pekerjaan yang mulia, Akupun
merasa rela untuk berkorban demi suksesnya tujuanmu."
Beberapa patah perkataan ini benar-benar menghantam
lubuk hati Pek Thian Ki, membuat ia jadi meringis dan


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tertawa getir. "Tidak, kau pergilah!"
"Pek Kongcu, apa yang aku ucapkan adalah sungguhsungguh,
asalkan kau suka, akupun rela."
"Tidak. . . aku tidak suka melihat kau berkorban karena
diriku. . . Kau pergilah. . . apakah kau tidak mendengar
bahwa aku perintahkan kau pergi dari sini?" Suara pemuda
tersebut makin lama semakin keras, dan akhirnya menjadi
suara bentakan. Dengan sedih gadis itu menunduk rendah-rendah,
katanya lirih; "Selama hidup aku bisa meng-ingat2 terus
cinta suci dari kau Pek Kongcu, baiklah! Jikalau kau suruh
aku pergi, akupun mohon diri sampai disini. . ."
Perlahan-lahan ia putar badan dan berlalu dengan kepala
tertunduk rendah-rendah, jelas kelihatan gadis itu merasa
hatinya sangat pilu. Lama sekali Pek Thian Ki berdiri termangu-mangu
ditempat semula, menanti bayangan punggung gadis itu
lenyap dari pandangan, ia baru menghela napas panjang.
Ketika It Peng Hong lenyap dibalik pepohonan yang
lebat itulah mendadak sesosok bayangan hitam berkelebat
keluar dari tempat persembunyiannya menghadang
perjalanan gadis tersebut.
Dengan cepat It Peng Hong menghentikan langkahnya;
"Siapa?" bentaknya dingin.
"Lapor Tongcu, tecu adanya!"
"Ehmmmm!. . ." "Lapor Tongcu, dari Cong-koan ada perintah
menanyakan apakah orang she Pek itu benar-benar Kiang
To atau bukan?" "Kau boleh balas memberi laporan, katakan saja Pek
Thian Ki benar-benar adalah Kiang To atau bukan, sampai
saat ini masih belum dapat dipastikan," kata It Peng Hong
dingin, "Jika ia benar-benar adalah Kiang To, aku bisa
turun tangan sendiri untuk membinasakan dirinya,"
"Baik, Tongcu!"
"Kalau begitu, kau pergilah!"
"Baik, Tongcu!" Bayangan hitam itu berkelebat lewat,
dan dalam beberapa kali loncatan, ia sudah lenyap dari
pandangan. Sedangkan It Peng Hong tetap berdiri termangu-mangu
ditempat semula. . . . Sudah tentu ia bukan It Peng Hong yang asli, melainkan
seseorang yang menyaru sebagai nona It Peng Hong.
Lalu siapakah orang itu"
Ketika itu. . . .Dengan termangu-mangu Pek Thian Ki
berdiri didepan rumah aneh tersebut, ia sudah lepaskan
salah satu syaratnya untuk menyewa rumah itu, dan kini
kecuali berhasil memperoleh seorang gadis lagi, kalau tidak
jangan harap bisa menyewa rumah itu lagi.
Mendadak. . . Agaknya ia teringat akan sesuatu,
tubuhnya dengan cepat berkelebat kearah mana lenyapnya
bayangan It Peng Hong tadi, Tapi belum sampai ia berlari
beberapa tombak kembali ada sesososk bayangan manusia
berkelebat keluar menghadang jalan perginya.
Buru-buru sang pemuda she Pek ini menghentikan
langkahnya seraya menyilangkan tangan didepan dada siap
menghadapi sesuatu. "Pek Thian Ki, berhenti!" bentak bayangan tersebut
dengan suara yang amat dingin.
Sinar mata Pek Thian Ki berkilat, ia menemukan orang
itu bukan lain adalah Suma Hun yang telah ditemuinya
beberapa kali. "Ooooouw. . . kau?" teriaknya tak tertahan.
"Sedikitpun tidak salah, memang aku, Pek Thian Ki apa
maksudmu datang kemari?"
"Pergi menyewa rumah tersebut."
"Orang she Pek, lebih baik cepat-cepatlah kau orang
meninggalkan tempat ini." seru gadis she Suma ini tiba-tiba.
"Mengapa?" "Terus terang kuberitahukan kepadamu, tempat ini
bukan suatu tempat yang baik, kau anggap nona It Peng
Hong yang kau bawa datang itu adalah nona It Peng Hong
yang asli?" "Apakah dia adalah It Peng Hong palsu?" teriak sang
pemuda dengan hati bergidik.
"Sedikitpun tidak salah! Nona It Peng Hong yang asli
sekarang masih berada di Istana Perempuan, urusan ini
sudah aku selidiki sangat jelas sekali, hanya saja siapakah
perempuan yang menyaru sebagai nona It Peng Hong, aku
sendiripun tidak tahu, sekalipun begitu, aku bisa beritahu
satu hal lagi kepadamu, Kemarin malam gadis yang
memuaskan napsumu bukan It Peng Hong yang asli, nona
It Peng Hong yang sebenarnya telah dikuasai dan
disembunyikan dibawah kolong ranjang, sewaktu kau
keluar dari Istana Perempuan untuk mencari Sin Si-poa, ia
telah bicara langsung dengan diri Giok Mo Hoa, bahwa ia
akan mewakili It Peng Hong untuk pergi ber-sama2 dirimu,
sudah tentu Giok Mo Hoa menerima tawaran ini dengan
segala senang hati."
"Apa sungguh2kah perkataanmu ini?" tanya Pek Thian
Ki terperanjat. "Sedikitpun tidak salah, bahkan aku tahu pula, bahwa
orang yang menyaru sebagai It Peng Hong menaruh
maksud tidak baik terhadap dirimu!"
Dari sepasang matanya, Pek Thian Ki memancarkan
cahaya berkilat, selama hidup belum pernah ia tertipu
macam begini, ternyata It Peng Hong adalah palsu dan ia
masih belum merasa jikalau ia sedang ditipu.
Lalu siapakah It Peng Hong" Tak terasa pemuda ini
teringat kembali akan diri Tong Ling.
"Heeeee. . .heeee. . .heeee. . .urusan ini bisa aku selidiki
sampai jelas. . " teriak sang pemuda kembali sambil tertawa
dingin. "Jikalau ia sedang menipu diriku, maka aku Pek
Thian Ki tak akan mengampuni dirinya."
"Sekarang marilah kita pergi dari sini!"
"Tidak!" "Kau sungguh-sungguh hendak menyewa rumah
tersebut?" "Sedikitpun tidak salah!"
"Tapi kau masih kekurangan sebuah syarat!"
"Aku bisa pergi menemukannya."
Diatas wajah Suma Hun tiba-tiba terlintas suatu perasaan
kebulatan tekadnya. "Pek Thian Ki, tahukah kau siapakah
aku sebenarnya?" "Tidak tahu." "Pek Thian Ki, bagaimana kalau aku menemanimu pergi
menyewa rumah tersebut, jikalau kau sungguh2 hendak
pergi menyewanya. . ."
"Aku sudah pastikan diri untuk menyewa rumah ini. . . ."
"Sekalipun mati juga tidak menyesal?"
"Sedikitpun tidak salah!"
"Kalau begitu, bagaimana kalau aku akan memenuhi
kekurangan syaratmu yang ketiga itu" Jikalau kita bisa lolos
dari sana dalam keadaan hidup, maka akan keberitahukan
kepadamu, siapakah sebenarnya diriku, bagaimana?"
Mendengar perkataan tersebut, timbullah rasa terima
kasih dihati pemuda itu. "Bukankah kau membenci diriku?"
serunya tanpa terasa. "Dahulu memang begitu. . ."
"Lalu mengapa kau suka membantu diriku?"
"Karena akun tahu urusan ini sangat penting bagi
dirimu." "Aku bisa berterima kasih kepadanu. . . selama hidup
aku bisa berterima kasih kepadamu. . ." seru Pek Thian Ki
berulang kali. "Kalau begitu, mari kita pergi!"
Munculnya Suma Hun secara mendadak serta
kerelaannya untuk membantu Pek Thian Ki pergi menyewa
rumah benar-benar jauh berada diluar dugaan pemuda
tersebut. Hingga saat ini pemuda she Pek ini pun masih
belum mengetahui asal-usul yang sebenarnya dari Suma
Hun, tapi agaknya saat ini, tidak penting lagi baginya untuk
memikirkan persoalan tersebut, yang terutama saat ini
adalah berusaha untuk menyewa rumah tersebut.
Tubuhnya dengan cepat berkelebat kearah rumah aneh
tadi, sekalipun hatinya kebat-kebit tapi ia berusaha untuk
menenangkan diri. Sebentar kemudian mereka berdua
sudah tiba didepan pintu bangunan rumah itu.
Ketika itulah tiba-tiba. . . .
Dari sisi sebelah kiri laksana sambaran kilat muncul pula
dua sosok bayangan manusia yang langsung meluncur
kedepan pintu bangunan, orang itu adalah seorang kakek
tua berbaju hijau serta seorang gadis cantik.
Pek Thian Ki jadi melengak dibuatnya. Suma Hun pun
berdiri tertegun oleh munculnya kejadian tersebut. Lama
sekali Pek Thian Ki baru mengalihkan sinar matanya keatas
tubuh siorang tua berbaju hijau itu.
"Tolong tanya apa maksud Loocianpwee datang
kemari?" tegurnya. "Menyewa rumah!"
"Apa?" Saking kagetnya pemuda itu tersentak
kebelakang. "Kaupun datang kemari hendak menyewa
rumah?" "Sedikitpun tidak salah, dan apa pula maksudmu?"
"Akupun datang kemari hendak menyewa rumah!"
"Aaaaah. . . .! Kaupun hendak menyewa rumah?"
"Sedikitpun tidak salah! Bahkan aku harus berhasil
menyewa rumah ini." "Siapakah kau?"
"Pek Thian Ki! Dan siapa pula dirimu?"
"Thian Mo Kiam Khek (si Jagoan Pedang Iblis Langit),
adik dari To Liong Kiam Khek, saudara tak ada sangkutpautnya
dengan urusan ini, apa gunanya datang kemari
untuk menyewa rumah ini?"
"Bagaimana kau bisa tahu kalau aku tak ada urusan atau
sangkut-paut dengan urusan ini?"
"Apa mungkin kau punya sanak keluarga yang menemui
ajalnya didalam rumah ini?"
"Sukar untuk dibicarakan dan rasanya saudara tak
berhak untuk menyelidiki rahasiaku sampai jelas!"
Air muka Thian Mo Kiam Khek, langsung saja berubah
hebat; "Aku sudah pastikan diri untuk menyewa rumah
ini!" teriaknya keras.
"Cayhepun punya jalan pikiran yang sama!" teriak sang
pemuda pula tidak mau kalah.
Secara mendadak ditempat itu muncul pula seseorang
yang hendak menyewa rumah dalam waktu yang
bersamaan, sudah tentu Pek Thian Ki tak bakal suka
mengalah dengan begitu saja, dan rasanya pihak lawanpun
sama halnya dengan apa yang ia pikirkan.
Jelas suatu pertarungan sengit ta dapat dihindarkan lagi
untuk menentukan siapakah yang lebih berhak untuk
menyewa rumah tersebut terlebih dahulu.
"Menurut pendapatmu, apa yang harus kita lakukan?"
seru Thian Mo Kiam Khek kembali.
"Lebih baik kau orang cepat2 mengundurkan diri dan
enyah dari sini!" "Jika aku membangkang?"
"Heeee. . . heeee. . . heee. . . jika aku sudah mengatakan
kau harus mundur, maka kau orang harus menurut, sudah
dengar belum". . ." teriak pemuda she Pek ketus.
"Ooooouw. . . sungguh besar lagakmu!"
"Bukannya aku suka bicara ngibul, tapi ini kenyatan."
"Baik. . . . baiklah, lebih baik kita melangsungkan suatu
pertarungan dan siapakah yang keluar sebagai pemenang
diantara kita, dialah yang berhak untuk menyewa rumah
ini." "Bagus sekali usulmu ini."
Begitu Pek Thian Ki mengutarakan persetujuannya,
Thian Mo Kiam Khek dengan cepat menubruk datang
disertai pedangnya dicabut keluar dari dalam sarung.
"Mari. . . .mari. . .kau boleh coba dulu bagaimanakah
rasa pedasnya pedangku. . ." ejek Pek Thian Ki sinis.
Belum habis ia berkata, pedang Ciang Liong Kiam-nya
sudah dicabut keluar, dan suatu pertarungan sengit yang
menentukan mati hidup pun secara mendadak akan
berlangsung didepan mata.
"Saudara, silahkan kau orang turun tangan terlebih
dahulu," bentak Thian Mo Kiam Khek ketus.
"Lebih baik kau saja yang duluan!"
Baru saja Pek Thian Ki menyelesaikan kata2nya,
terlihatlah serentetan cahaya tajam laksana kilat sudah
menyambar kearah pemuda tersebut, Kiranya
menggunakan kesempatan baik itu Thian Mo Kiam Khek
sudah melakukan pembokongan.
Ditengah merentetnya cahaya pedang, Pek Thian Ki pun
menyabetkan pedangnya kedepan menghalau datangnya
serangan lawan. "Traaaaaaang. . . .! Masing-masing pedang saling
bentrok diatas udara menimbulkan percikan bunga api,
serangan Thian Mo Kiam Khek kena tercukil lewat oleh
serangan pemuda she Pek itu.
Setelah berhasil menghalau datangnya serangan Thian
Mo Kiam Khek, Pek Thian Ki tidak ambil diam sampai
disitu saja, tangan kanannya digetarkan berturut-turut
dengan menggunakan tiga macam serangan yang berbeda
menggencet pihak lawan. Sekonyong-konyong. . . . Ketika Pek Thian Ki mengirim serangan mematikan
itulah, serentetan suara bentakan yang amat dingin bergema
datang; "Tahan!!" Suara bentakan ini datangnya sangat mendadak lagipula
bernada dingin menyeramkan, tanpa terasa Pek Thian Ki
serta Thian Mo Kiam Khek sama-sama menarik kembali
badannya dan mundur kebelakang.
Ketika ditengok, dilihatnya didepan pintu rumah aneh
yang terbuka lebar-lebar berdiri sesosok bayangan hitam
munculkan dirinya disana. Karena jaraknya sangat jauh


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ditambah pula suasana didalam rumah aneh itu gelap
gulita, maka Pek Thian Ki tak berhasil melihat jelas
bagaimanakah raut mukanya. . . .Tapi, yang jelas, orang itu
pasti adalah si Majikan rumah aneh tersebut.
"Kau orangkah si Majikan rumah aneh ini?" tegur Thian
Mo Kiam Khek setengah membentak.
"Sedikitpun tidak salah, kalian berdua apakah samasama
ingin menyewa runah ini?"
"Dugaanmu tidak meleset!"
-0odwo0- Jilid 11 Bab 31 "Jika demikian adanya urusan jadi rada sulit, rumah ini
didalam setahun hanya boleh disewakan untuk satu orang
saja, jikalau kalian berdua sama-sama ada maksud
menyewa rumah ini dalam waktu yang bersamaan, maka
sulitlah untuk ditentukan siapakah yang lebih berhak untuk
menyewa terlebih dahulu," seru pihak lawan sambil tertawa
dingin. "Engkohku To Liong Kiam Khek apakah mati
ditanganmu?" bentak Thian Mo Kiam Khek, dingin.
"Sebelum kau berhasil menjadi tamu sipenyewa
rumahku, mengikuti aturan tak dapat kujawab
pertanyaanmu itu, Apa betul To Liong Kiam Khek adalah
engkohmu?" "Sedikitpun tidak salah!"
"Lalu siapakah saudara ini" Agaknya tempo dulu kita
pernah berjumpa bukan?"
"Tidak salah!" Pek Thian Ki manggut.
"Kaupun ingin menyewa rumah ini?"
"Sudah tentu!" "Siapakah yang kau wakili?"
"Ciang Liong Kiam Khek!"
"Apa" si Jagoan Pedang Penakluk Naga?"
"Sedikitpun tidak salah."
"Dimana ia sekarang berada?"
"Mati!" Saat ini Pek Thian Ki mempunyai pegangan seratus
persen bahwa ia bakal berhasil menyewa rumah aneh ini,
karena diantara sembilan jagoan pedang dari kolong langit
hanya tinggal si Ciang Liong Kiam Khek seorang yang
belum hadir disana. "Heeeee. . . heeee. . .heeeee. . . lalu kalian berdua sudah
bawa sekalian syarat-syarat yang dibutuhkan?" seru sang
Majikan Rumah aneh seraya tertawa dingin.
"Sedikitpun tidak salah!"
"Jika kutinjau keadaan kalian berdua agaknya mirip
orang-orang jujur, Dan rumah ini memang khusus
disewakan untuk orang jujur, sehingga dikemudian hari tak
bakal timbul banyak persoalan, Satu tahun penuh bila aku
tidak berhasil minta kembali rumah ini, bukankah akan jadi
repot. . ." "Lalu, rumah ini akan kau sewakan kepada siapa?"
bentak pemuda she Pek dingin.
"Tempo dulu aku pernah beritahu kepadam bahwa
kemungkinan besar kau adalah tamu si penyewa rumahku,
sudah tentu setelah ucapan tersebut diutarakan,
bagaimanapun juga rumah ini harus kuserahkan kepadamu
untuk disewa setahun. . ."
"Apa" Kau hendak sewakan rumah ini kepadanya?"
bentak Thian Mo Kiam Khek teramat gusar.
"Dugaanmu tidak meleset!"
"Aku harus berhasil menyewa rumah ini. . ."
"Tapi rumah ini adalah milikku, sudah tentu aku berhak
untuk ambil keputusan, coba kau bilang betul tidak?" jengek
pihak lawan dingin. "Mengapa kau sewakan rumah ini kepadanya?"
"Aku suka dengan orang muda. . . .apalagi orang muda
tak akan berbuat selicik orang tua, maka dari itu, aku
putuskan hendak sewakan rumah ini kepadanya, apakah
tidak boleh?" "Kalau begitu, apakah engkohku menemui ajalnya
ditanganmu?" teriak Thian Mo Kiam Khek lagi teramat
gusar. "Aku tidak ada kepentingan untuk menjawab
pertanyaanmu itu!" Si jagoan Pedang Iblis Langit tak dapat menahan sabar
lagi, teriaknya; "Akan kulihat, kau adalah manusia macam
bagaimana" Sombong betul lagakmu. . ."
Diiringi suara bentakan keras, tubuhnya melesat kedepan
langsung melayang kearah si Majikan rumah aneh itu.
Tindakan dari Thian Mo Kiam Khek ini benar-benar berada
diluar dugaan Pek Thian Ki.
"Mundur. . . ." bentak si Majikan rumah aneh keraskeras.
Tangan kanan diayun kedepan, segulung angin pukulan
yang amat keras kontan memaksa tubuh Thian Mo Kiam
Khek terpental balik. "Jikalau saudara mengerti keadaan, lebih baik cepatcepat
enyah dari sini, kalau tebal muka lagi. . . . .heee. . .
heeee. . . heeee. . . jangan salahkan aku orang tak akan
berlaku sungkan lagi terhadapmu." ancam sang Majikan
rumah aneh tersebut. Nada suaranya dingin penuh mengandung napsu
membunuh, membuat setiap orang yang mendengar ikut
merasakan bulu kuduknya pada bangun berdiri.
"Kurang ajar! Kau berani usir aku" Ini hari jika bukan
kau yang mati, adalah aku yang hancur," teriak si jagoan
pedang itu gusar. Pada saat ini Thian Mo Kiam Khek sudah diliputi
maksud untuk adu jiwa, ditengah suara bentakan keras
sekali lagi, ia menubruk kearah si Majikan rumah aneh itu
dengan kalap. Mendadak. . . . Pada waktu Thian Mo Kiam Khek mencelat ketengah
udara dan siap menubruk kearah si Majikan rumah aneh
itu, Pek Thian Ki pun enjotkan badannya menghadang
jalan pergi dari si jagoan pedang tersebut.
"Tahan!" bentaknya dingin.
"Apa yang kau inginkan?" teriak Thian Mo Kiam Khek
murka, dari sepanjang matanya memancarkan cahaya
berapi-api. "Ada pepatah mengatakan; "Siapa yang tahu keadan
dialah orang pintar, aku lihat lebih baik kau pulang saja. . ."
kata pemuda itu seraya tertawa hambar.
"Kentutmu!" Rasa bencinya terhadap diri Pek Thian Ki pun sudah
meresap kedalam tulang sumsum, jikalau ini hari bukannya
muncul sang pemuda tersebut, ia pasti telah berhasil
menyewa rumah itu. Ditengah kegusaran yang berkobar-kobar ia membentak
keras, pedangnya dengan membawa suara desiran tajam
langsung menerjang diri sang perjaka dengan serangan yang
tajam, dahsyat dan gencar.
Seraya mengebaskan pedang Ciang Liong Kiam-nya,
memunahkan datangnya serangan lawan, Pek Thian Ki
berkelit kesamping. "Kata-kata yang jujur kau tidak suka mendengar, akupun
tak akan menggubris dirimu lagi." serunya dingin.
Thian Mo Kiam Khek yang melihat serangannya tidak
mencapai pada sasaran, tubuhnya bagaikan sambaran petir
langsung menerjang kearah Majikan rumah aneh itu. Suara
dengusan berat berkumandang memecahkan kesunyian,
tubuh Thian Mo Kiam Khek dengan sempoyongan mundur
sepuluh langkah kebelakang, setelah beberapa kali muntah
darah segar, ia jatuh terjengkang keatas tanah.
"Hmmm! Heee. . .heee. . . dengan mengandalakn
sejumpit kepandaian, kau sudah berani cari gara2 . . . .
manusia yang tidak tahu diri!. . ." seru Majikan rumah aneh
itu sambil tertawa dingin.
Suara tawaannya kaku, ketus dan penuh mengandung
hawa napsu membunuh, membuat setiap orang yang
mendengar merasakan bulu kuduknya pada bangun berdiri.
Kekejaman serta keganasan pihak lawan membuat Pek
Thian Ki pun ikut merasakan hatinya berdesir, Sehingga
tanpa terasa pemuda ini sudah mundur selangkah
kebelakang. "Heee. . .heee. . .heee. . .kepandaian silat yang kau miliki
sungguh mengagumkan sekali," seru Pek Thian Ki dingin.
"Kau orang terlalu memuji."
"Sekarang aku boleh menyewa rumahmu itu bukan?"
"Boleh. . . boleh. . . Uang Emas, Wanita cantik serta arak
wangi apakah semuanya sudah siap?"
"Sedikitpun tidak salah," Pek Thian Ki manggut dingin.
"Setelah syarat-syarat diserahkan, kapan aku baru boleh
menempatinya?" "Setiap saat kau boleh menempati!"
"Malam ini juga?"
"Benar, malam ini juga!"
"Bagus sekali, Nih! Terimalah uang emas seribu tahil!"
Sembari berseru, ia lemparkan uang seribu tahil emas murni
itu kearah si Majikan rumah aneh tersebut, kemudian
bentaknya lagi; "Dan ini adalah arak Giok Hoa Lok !"
Kembali ia lemparkan botol berisikan arak Giok Hoa Lok
itu kearah pihak lawan. Setelah Majikan rumah aneh itu menerima uang emas
seribu tahil dan arak wangi Giok Hoa Lok sebotol, kembali
ujarnya dingin; "Wanita cantik. . . apakah sang gadis yang
berada disisimu itu?"
"Dugaanmu tidak meleset!"
"Kalau begitu, suruh saja ia datang sendiri kemari!"
Pek Thian Ki melirik sekejap kearah Suma Hun,
dilihatnya wajah gadis itu diliputi ketawaran yang susah
dibedakan bagaimanakah reaksinya, selangkah demi
selangkah ia berjalan maju kedepan.
"Kau tetap berdiri ditempat!" Mendadak Majikan rumah
aneh itu membentak keras.
"Mengapa?" tanya Pek Thian Ki seraya menghentikan
langkah kakinya kembali. "Sebelum aku beru ijin kepadamu untuk maju, kau
dilarang melangkahi rumah ini."
Pada waktu itu Suma Hun telah berada didalam rumah
aneh tersebut, hal ini membuat sang perjaka merasakan
dadanya berdebar keras. Menanti Suma Hun telah berada
tiga depa dihadapan Majikan rumah aneh itu, mendadak
gadis tersebut membentak keras, tubuhnya laksana kilat
menyerbu kedalam seraya mengirim satu pukulan dahsyat
kearah dadanya. Gerakan yang dilancarkan Suma Hun ini benar-benar
luar biasa cepatnya, terasa bayangan manusia berkelebat
lewat, tahu-tahu serangannya sudah bersarang didada
Majikan rumah aneh itu. Agaknya sang Majikan rumah aneh tersebut sama sekali
tidak menduga Suma Hun bisa melakukan tindakan macam
ini, ia tidak malu disebut sebagai seorang jagoan yang
berkepandaian tinggi, walaupun menghadapi musuh
tangguh pikiran tidak sampai jadi gugup.
Tangan kanan buru-buru dikebaskan kedepan menerima
datangnya serangan itu. "Braaaak!" diiringi suara bentrokan
keras, angin pusaran menghembus lewat dan memecah
keempat penjuru, debu pasir beterbangan menyilaukan
mata, tubuh masing-masing pun terpental mundur kearah
belakang. Dalam saat-saat yang sangat kritis itulah Pek Thian Ki
berkelebat maju kedepan, serangannya secara tiba-tiba
manyapu tubuh lawan. Serangan yang dilancarkan sang
perjaka ini lebih mirip daripada sebuah serangan mengadu
jiwa. . . "Plaaaak!" sekali lagi pukulannya bersarang ditubuh
Majikan rumah aneh tersebut. Tubuhnya langsung terpukul
mencelat sejauah satu tombak, Pek Thian Ki sudah tentu
tak akan melepaskan kesempatan yang sangat baik ini,
tubuhnya berkelebat lewat dan sekali lagi menubruk
kedepan. Walaupun gerakan sang pemuda cepat, tapi gerakan
pihak lawanpun tidak berani berayal, begitu tubuhnya
terbanting keatas tanah, buru-buru menggelinding pergi
beberapa tombak jauhnya. Cengkeraman dari Pek Thian Ki jadi mencapai pada
sasaran yang kosong. Dalam keadaan gusar, pemuda itu
segera menggerakkan pedang Ciang Liong Kiam-nya
melancarkan tusukan. Cahaya tajam berkelebat lewat, pedangnya dengan
menimbulkan bunga-bunga pedang mengurung tubuh
lawan. Ketika itulah, ditengah suara bentakan keras
serentetan cahaya tajam secara mendadak meluncur kearah
tubuh Pek Thian Ki. Untuk menghindarkan diri, pemuda itu tidak sempat
lagi. Lengannya langsung merasakan sakit, tahu2 sebatang
senjata rahasia sudah bersarang dibadannya.
Karena kejadian ini hawa membunuh dihati Pek Thian
Ki meledak, ia membentak keras, pedang Ciang Liong
Kiam-nya dengan digunakan sebagai senjata rahasia
disambitkan kearah Majikan rumah aneh tersebut.
"Adduuuuuh!" suara jeritan ngeri berkumandang
memenuhi angkasa, darah segar muncrat keempat penjuru,
dada si Majikan rumah aneh tersebut telah ditembusi
pedang Ciang Liong Kiam, sehingga darah segar muncrat
semakin deras lagi, orang itupun roboh menemui ajalnya.
Melihat peristiwa ini Pek Thian Ki berdiri tertegun. Sinar
mata sang pemuda dengan cepat menyapu lewat, dilihatnya
orang yang menggeletak mati itu adalah seorang kakek tua
kecil pendek yang berkerudung.
Agaknya Pek Thian Ki merasa sedikit ada diluar dugaan
dengan kejadian ini, maka itulah ia merasa lengannya mulai
sakit sekali, sehingga merasuk kedalam tulang, sinar
matanya perlahan-lahan dialihkan keatas lengan sendiri.
Dengan sekali sambaran pemuda itu cabut keluar senjata
rahasia tersebut, kemudian memandang Suma Hun sang
gadis yang berdiri tertegun ditangah kalangan.
"Akan kulihat siapakah sebenarnya si Majikan rumah


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aneh ini." seru sang perjaka sambil tertawa dingin.
Tubuhnya mendadak berkelebat lewat dan langsung
meluncur kearah Majikan rumah aneh itu. Tapi, belum
sampai tubuhnya mencapai sasaran, suara bentakan
kembali berkumandang datang, sesosok bayangan hitam
dengan membawa segulung angin pukulan yang maha
dahsyat secara tiba-tiba membokong diri pemuda itu.
Serangan tersebut datangnya amat cepat membuat Pek
Thian Ki dalam keadaan tidak bersiap sedia hampir-hampir
saja kena tersapu roboh. Tangan kanannya dengan cepat
disilangkan kedepan dada, lalu mengundurkan diri
kebelakang. Dengan mundurnya sang pemuda, bayangan hitam itu
mendesak lebih jauh, serangan keduapun kembali
menyambar datang. Seketika itu juga keadaan sang pemuda
jadi terjepit, ia tak bisa berkutik lagi dari tengah kepungan.
Kelihatan Pek Thian Ki bakal terhajar oleh serangan
lawan, tiba-tiba Suma Hun membentak keras, dari samping
ia mengirim satu pukulan kemuka. Serangan dari gadis ini
cepat, aneh dan kuat. "Braaak!" Ditengah suara bentrokan keras, Suma Hun
mendengus berat dan terpukul pental keluar dari pintu
besar, sedangkan siorang berbaju hitam itu sendiri mundur
tujuh, delapan langkah kebelakang.
"Aku hancurkan dirimu," bentak Pek Thian Ki gusar.
Bayangan manusia berkelebat lewat, bagaikan seekor
burung elang ia menyambar badan siorang berbaju hitam
itu, sedang angin pukulanpun membarengi menyapu keluar.
. . . Tiba-tiba. . . . Pada saat Pek Thian Ki sedang melancarkan pukulan
dahsyat kedepan itulah, siorang berbaju hitam melejit
kesamping lalu balas mengirim satu pukulan pula kearah
muka. Kepandaian silat yang dimiliki siorang berbaju hitam ini
benar-benar sangat lihay, perubahan jurus yang dilakukan
pun luar biasa, kontan Pek Thian Ki kena terdesak mundur
kebelakang. Waktu itu siorang berbaju hitam tersebut masih
melanjutkan mengirim tiga buah serangan sekaligus. Dalam
beberapa detik saja pemuda itu kena dipaksa mundur keluar
dari pintu besar. "Braaaak!" dengan disertai suara bentrokan keras,
mendadak pihak lawan menutup rapat-rapat pintu besar
tersebut. "Eeeeei. . . kalau punya kepandaian, ayoh menggelinding
keluar. . ." bentak sang perjaka dengan suara yang keras.
Diiringi suara pekikan nyaring, ia mengirim satu pukulan
gencar keatas pintu besi tersebut. Dengan menimbulkan
suara yang keras, kedua pintu besi tadi bergetar keras, tapi
sedikitpun tidak kelihatan rusak atau terbuka.
Pek Thian Ki semakin gusar lagi, ia persiapkan serangan
yang kedua, tapi belum sempat dihantamkan keluar,
pandangannya jadi gelap, seluruh tubuh bergidik dan mulai
sempoyongan. "Aduuuuh celaka. . . senjata rahasia tersebut beracun!"
teriaknya didalam hati. Adanya racun diatas senjata rahasia yang menghajar
dibadannya tadi benar-benar ada diluar dugaan Pek Thian
Ki. Buru-buru ia salurkan hawa murninya mengelilingi
seluruh tubuh dan bermaksud memaksanya keluar dari dari
badan, jika ia berdiam diri, mungkin masih mendingan
karena saluran hawa murni, maka pandangan matapun jadi
gelap dan badannya lemas tak bertenaga.
Pek Thian Ki mengerti jika ia sudah terkena racun yang
amat ganas, dengan badan lemas tak bertenaga ia bangun
berdiri. Tiba-tiba sinar matanya terbentur dengan Suma
Hun yang menggeletak diatas tanah sambil muntahkan
darah segar berulang kali.
Kejadian ini membuat sang perjaka semakin gertak
giginya tajam-tajam, Belum sampai rahasia rumah aneh ini
terbongkar, ia serta Suma Hun berturut-turut menderita
luka parah, bahkan pedang Ciang Liong Kiam-nya pun
tertinggal didalam rumah.
Dengan sedikitpun tak bertenaga, pemuda itu bangkit
lalu berjalan kesisi Suma Hun.
"Nona Suma. . ." tegurnya.
Tapi gadis itu bungkam dalam seribu bahasa. Pada ujung
bibirnya masih mengucurkan darah segar, menanti pemuda
itu bantu menotokan beberapa buah jalan darahnya, Suma
Hun baru perlahan-lahan membuka mata. . . .
"Nona Suma. . . ." kembali Pek Thian Ki menyapu.
"Kau. . . kau. . .lukamu. . ." seru sang gadis sambil
memandang perjaka itu dengan pandangan penuh rasa
khawatir. "Aku masih bisa bertahan diri, tapi. . .kau. . kau. .
.karena urusanku, kau jadi ikut terluka. ."
Dari sepasang matanya, mendadak memancar keluar
serentetan cahaya yang menggidikkan, serunya kembali;
"Sekalipun aku Pek Thian Ki menemui ajalpun, harus bikin
terang dulu urusan yang menyangkut rumah aneh ini. . . ."
"Lu. . .lukamu. . Mungkin. . .mungkin tak akan tahan. . "
seru Suma Hun lagi penuh rasa khawatir.
Jikalau semisalnya Pek Thian Ki tidak pernah menelan
dua lembar Jinsom seribu tahun jangan dikata tenaga
lweekangnya tak bakal bisa pulih kembali, mungkin daya
pengaruh racun tersebut sudah mulai bekerja.
"Aku masih bisa tahan, tapi kau. . ."
"Aku telah terhajar satu pukulan beracun. . . ."
"Nona Suma. . ."
"Kau orang jangan merasa dirimu bersalah karena
peristiwaku, aku. . . rela begini. . . sekalipun. . . . haaa. .
harus mati, aku juga. . . .juga rela."
Saking terharunya Pek Thian Ki mengucurkan air mata,
selama hidupnya belum penah ia merasa berduka seperti
ini, karena seorang gadis cantik ternyata rela berkorban
demi kepentingan dirinya. "Nona Suma, aku orang she Pek
entah harus menggunakan apa untuk membalas rasa terima
kasihku ini. . . ." "Aku. . .aku tidak ingin. . .kau. . . kau membalas budi
tersebut. . . aku. . . aku tak akan mengharapkan. . . sooo. . .
soal semacam itu. . ."
"Aku. . . aku tahu!"
"Ada. . . ada kalanya aku. . .aku merasa sangat benci
kepadamu. . . karena. . . karena. . . aku. . . . cinta padamu. .
." "Cinta padaku?"
"Benar. . . sebelum mati, aku. . .aku tak bisa tidak harus
kuucapkan secara terus terang. . ."
"Kau. . . kau tak akan mati!. . ."
"Tidak! Kemungkinan besar aku bakal mati. . ."
"Tidak!" "Sebelum aku mati banyak perkataan yang hendak aku
bicarakan. . . perkataan ini tak boleh tidak harus kukatakan
dan inipun apa yang kau ingin ketahui. . ."
"Kau. . . katakanlah!" Baru saja Pek Thian Ki
menyelesaikan perkataannya,
Mendadak. . . . Serentetan suara bentakan dingin bergema memecahkan
kesunyian, sreet! sreet! ber-turut2 melayang turun empat
sosok bayangan manusia yang segera mengepung sang
pemuda ditengah kalangan.
Pek Thian Ki rada melengak dibuatnya, dengan raguragu
ia menyapu sekejap kearah orang-orang itu, yang
terdiri dari tiga orang lelaki tua serta seorang perempuan.
Orang yang berada disisi kanan menggembol pedang,
yang kedua mencekal cambuk, yang perempuan membawa
pedang dan orang terakhir adalah seorang kakek tua yang
kurus kering. Begitu keempat orang itu munculkan diri, air
muka merekapun sama-sama memperlihatkan napsu
membunuh. Pek Thian Ki berdiri melengak. Ketika itu Suma Hun
dengan paksakan diri sudah bangun berdiri, biji matanya
yang jeli dengan tiada bertenaga berputaran, lalu serunya
lirih; "Aduuuuh celaka. . ."
Mendengar jeritan tersebut, Pek Thian Ki ikut merasakan
hatinya berdesir. Sikakek tua menggembol pedang itu maju
selangkah kedepan seraya membentak keras;
"Rasanya saudara telah menerima surat dari kami
bukan?" "Surat" Surat apa?"
"Tidak salah," sahut siorang tua bersenjatakan cambuk
itu dengan suara yang amat dingin, "Aku telah
memerintahkan orangku untuk mengirim sepucuk surat
kepada saudara sewaktu berada di Istana Perempuan. . . .
apakah mungkin saudara tidak menerimanya?"
"Siapakah kalian berempat?"
"Aku adalah Kokcu dari lembah Hong Yu Kok dengan
gelar 'Hong Yu Sin Pian Khek'(Cambuk Sakti Hujan dan
Angin), sedang dia adalah 'Thian Lui It Kiam (Pedang Sakti
Guntur Langit), dan dia adalah 'Ciang Hong Kiam Li'
(Pendekar Pedang Burung Hong Hijau), terakhir 'Ngo Tok
Mo Cun' ( Iblis Sakti Lima Racun), bukankah didalam surat
tersebut telah disebutkan amat jelas?"
"Kalian berempat kira siapakah aku?"
"Kiang To!" "Heeeee. . . heeeee. . . heeee. . . kalau begitu dugaan
kalian salah besar, cayhe bukan Kiang To, aku bernama
Pek Thian Ki dan Kiang To yang sebetulnya tidak suka
menerima surat ini, lebih baik kalian terima kembali
suratmu ini." Habis berkata ia lemparkan surat tadi kearah
sicambuk sakti hujan dan angin.
"Kiang To!" teriak Hong Yu Sin Pian Khek setelah
menerima kembali surat tersebut. " Kau tidak berani
mendatangi lembah Hong Yu Kok kami, terpaksa kami
datang sendiri mencari dirimu. . ."
"Sudah aku katakan bahwa aku bukan Kiang To!"
"Dalam dunia kangouw, saat ini sudah terbukti bahwa
Kiang To seluruhnya berjumlah dua orang, seorang lelaki
dan seorang perempuan, sewaktu berada diperkampungan
Lui Im San-cung, kau tidak berani munculkan diri, sedang
Kiang To sang gadis sudah munculkan dirinya. . . ."
"Saudara berempat, tolong tanya ada ikatan dendam
apakah antara Kiang To dengan kalian?" ujar Pek Thian Ki
kemudian sambil tertawa. "Saudara, apa gunanya setelah tahu pura-pura bertanya
kembali" Kau sudah memperkosa keempat orang putri
kami!" "Apa" Kiang To telah memperkosa empat orang gadis,
keempat orang puteri kalian?"
"Sedikitpun tidak salah."
"Apakah kalian benar-benar yakin jika keempat orang
gadis tersebut kena diperkosa?"
"Soal ini apa perlunya ditanyakan kembali?"
Pek Thian Ki langsung merasakan hatinya bergidik. "Jika
demikian, kalian sudah yakin betul2 ?" serunya.
"Karena peristiwa ini, putriku serta putri dari Ngo Tok
Mo-cun telah bunuh diri. Kau yang terkutuk, kembalikan
nyawa putri-ku!" Pedang Cing Hong Kiam-nya dengan
menimbulkan beribu-ribu bintik cahaya tajam laksana kilat
menyapu kearah pinggang pemuda tersebut.
"Tahan!" bentak Pek Thian Ki keras-keras.
Cing Hong Kiam Li segera tarik kembali pedangnya
seraya menegur dingin; "Kiang To, masih ada perkataan
apa lagi yang hendak kau sampaikan?"
"Sudah aku katakan, bahwa aku bukan Kiang To, kalian
janganlah salah paham, Apalagi cayhe-pun sedang mencari
Kiang To. . . ." "Bangsat! Kau tidak usah berlagak pilon lagi!" teriak
perempuan tua itu memotong perkataannya yang belum
selesai. Kembali Pek Thian Ki tertawa dingin. "Aku harus
berbuat bagaimana agar kalian bisa percaya bila aku bukan
manusia yang bernama Kiang To?"
"Kecuali aku tabas batok kepalamu!"
Mendengar perkataan tersebut, air muka Pek Thian Ki
kontan saja berubah sangat hebat.
"Apa yang kalian kehendaki?"
"Bunuh mati kau orang!"
"Bagus sekali, aku Pek Thian Ki ingin coba-coba minta
petunjuk dari kalian berempat!" seru sang pemuda,
kemudian seraya kertak gigi.
"Pek Siauw-hiap, kau. . . badanmu terkena racun. . . ."
bisik Suma Hun lirih. "Aku tahu dan rasanya merekapun sudah melihat semua,
tapi, aku Pek Thian Ki lebih baik mati keracunan daripada
harus minta ampun kepada mereka, Kau mengerti bukan?"
Perlahan-lahan ia melangkah maju kedepan. Sebetulnya
Pek Thian Ki tak dapat bergebrak kembali, jikalau ia turun
tangan lagi, maka racun yang bersarang dalam badannya
tentu akan bekerja dan mengakibatkan kematian bagi
dirinya. Tapi, situasi yang dihadapi saat ini bagaimanapun juga
memaksa ia harus turun tangan. Setelah berdiri tegak,
ujarnya dingin; "Kalian sudah tahu bahwa aku Pek Thian Ki telah
terluka parah, cuma rasanya untuk menerima beberapa
buah jurus serangan dari kalian masih belum termasuk
suatu persoalan yang penting, lebih baik kalian berempat
turun tangan bersama-sama saja!"
Dengan perasaan bergidik Suma Hun melototi beberapa
orang itu dengan mata terbelalak lebar-lebar.
Bab 32 MENDADAK..... Suara bentakan keras berkumandang memevahkan
kesunyian, pangcu dari perkumpulan Cing Hong Pang, si
Pendekar Pedang Burung Hong Hijau meloncat maju
kedepan seraya mengirim satu serangan dahsyat menyapu
pinggang Pek Thian Ki.

Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Begitu si Pendekar Pedang Burung Hong Hijau turun
tangan, maka kawan-kawannya si Pedang Sakti Guntur
Langit serta si Iblis Sakti Lima Racun-pun sama-sama
melancarkan serangan menerjang diri pemuda tersebut.
Bayangan manusia berkelebat lewat, setelah Pek Thian
Ki berhasil meloloskan diri dari beberapa buah serangan
tersebut, dengan sebat ia mengirim sebuah serangan
balasan. Tapi begitu serangan tadi didorong keluar,
pandangan matanya jadi berkunang-kunang dan akhirnya
menggelap. Serangan tersebut berhasil mengunci datangnya tubrukan
dari ketiga orang itu, tapi dalam sekejap mata mereka
kembali menerjang kemuka sambil mengirim pukulanpukulan
yang mematikan. Dengan paksakan diri, Pek Thian
Ki mencelat ketengah udara kemudian berjumpalitan
beberapa kali ditengah udara dan melesat kesisi tubuh
mereka bertiga. Suara jeritan ngeri berkumandang memenuhi angkasa,
dua sosok bayangan manusia roboh keatas tanah, kiranya
Thian Lui It Kiam serta Ngo Tok Mo-cun sama-sama telah
menggeletak mati dengan batok kepala terbabat hancur
berantakan. Tubuh sang pemuda she Pek itu sendiri pun terhuyunghuyung
mundur kebelakang. Setelah Pek Thian Ki berhasil
membinasakan si Pedang Sakti Guntur Langit serta si Iblis
Sakti Lima Racun dengan kepandaian Sing-kang-nya, racun
yang mengeram didalam badanpun mulai bekerja,
badannya bergoyang dan mundur kebelakang dengan
sempoyongan. . . . Suma Hun segera menjerit kaget melihat kejadian itu. . . .
Pada saat gadis tadi menjerit kaget, pedang Cing Hong
Kiam Li kembali menyambar, ditengah udara dengan
gerakan yang teramat kihay menerjang dada Pek Thian Ki.
Serangan yang digunakan perempuan tua pada saat ini luar
biasa cepatnya, ditambah pula racun yang sedang bekerja
ditubuh Pek Thian Ki membuat sang pemuda tersebut tiada
bertenaga untuk menghindar lagi.
Sekonyong-konyong. . . . "Tahan!" suara bentakan yang sangat dingin
berkumandang memecahkan kesunyian. Suara bentakan
tersebut mengandung suatu tenaga pengaruh yang sangat
besar, membuat si Pendekar Pedang Burung Hong Hijau
dengan hati berdesir menarik kembali serangannya.
Ketika semua mengalihkan sinar matanya dilihatnya
seorang gadis berbaju hitam dengan angkernya berdiri disisi
kalangan, dibelakang gadis tersebut mengikuti delapan
orang kakek tua yang sama2 menggembol pedang.
Melihat munculnya orang-orang itu, air muka Cing
Hong Kiam Li, berubah sangat hebat. "Ooouw. . . kiranya
Kiam Mo Li (si Perempuan Iblis), entah apa maksudmu
datang kemari?" serunya sambil tertawa paksa.
Air muka gadis berbaju hitam itu sama sekali tidak
menunjukkan reaksi, wajahnya hambar sedang sinar
matanya langsung dialihkan keatas wajah Pek Thian Ki.
Lama sekali ia baru buka suara menegur; "Kau orangkah
yang bernama Pek Thian Ki?"
"Sedikitpun tidak salah!" sahut pemuda tersebut setelah
menenangkan pikirannya sebentar.
"Kau orangkah yang membinasakan keenam orang anak
murud dari lembah pedang kami sewaktu berada didalam
Istana Perempuan?" Mendengar pertanyaan itu, Pek Thian Ki merasakan
hatinya berdesir, pikirnya: "Aaaach! Kiranya si gadis
berbaju hitam yang bernama Kiam Mo Li ini adalah Kokcu
dari Lembah Pedang. . . ."
Ia lantas tertawa hambar, dan mengangguk.
"Tidak salah! Keenam orang itu memang menemui
ajalnya ditanganku, lalu siapakah nona" Kau orang Kokcu
dari Lembah Pedang?"
"Bukan!" "Jadi nona adalah. . . ."
"Siapakah aku sebetulnya untuk sementara waktu kau
tidak perlu tahu, sekarang aku hanya ingin bertanya, apa
sebabnya kau orang membinasakan keenam orang anak
murid kami?" "Karena kalian terus menerus memaksa dan situasi
mendesak diriku, apakah aku disuruh peluk tangan mandah
dibelenggu?" "Heeee. . .heee. . .heee. . . bagaimanakah situasi pada
waktu itu?" dengus Kiam Mo Li sinis.
"Anak muridmu memaksa cayhe untuk ikut pergi
kelembah pedang, cayhe sudah berulang kali menanyakan
siapakah Kokcu kalian, dan apa maksudnya mengundang
cayhe, tapi anak buahmu itu sepatah katapun tidak mau
berbicara. . . ." "Lalu kau turun tangan membinasakan dirinya?"
"Tidak, bahkan cayhe sudah berulang kali mengatakan
bahwa saat ini belum ada waktu, dikemudian hari, bila ada
waktu luang tentu akan datang berkunjung, tapi anak buah
kalian mengandalkan jumlah yang banyak memaksa cayhe
harus turun tangan. . . ."
"Oleh sebab itu kau orang lantas membinasakan keenam
orang anak buah kami?"
"Jikalau pada waktu itu kedudukanku diganti oleh nona,
apa yang hendak kau lakukan?"
Oleh pertanyaan tersebut Kiam Mo Li berdiri tertegun,
tapi sebentar kemudian ia sudah menyahut; "Sekalipun
begitu dosa mereka, tidak sepantasnya memperoleh
hukuman mati, tindakan kau orang terlalu telengas!"
"Apakah kedatangan nona pada hari ini disebabkan oleh
persoalan tersebut". . ." tanya Pek Thian Ki sambil tertawa
getir. "Sedikitpun tidak salah, disamping itu masih ada satu
persoalan yang ingin minta penjelasan dari saudara."
"Silakan kau utarakan."
"Benarkah kau orang bernama Pek thian Ki?"
"Sedikitpun tidak salah."
"Tahukah kau orang bahwa Sin Mo Kiam Khek pun
bernama Pek Thian Ki. . ."
"Cayhe memang pernah mendengar akan persoalan ini!"
sahut sang pemuda dengan hati tergetar!
"Jikalau begitu, mengapa kau bernama Pek Thian Ki
pula?" "Kemungkinan sekali hanya suatu peristiwa kebetulan
saja, bagaimana" Apakah tidak boleh?"
"Sudah tentu boleh, siapakah gurumu?"
"Hingga saat ini aku masih belum jelas siapakah nama
guruku itu." "Bagaimana" Kau tidak tahu?"
"Sedikitpun tidak salah."
"Omong kosong, dikolong langit mana, ada sang murid
tidak tahu siapakah gurunya?"
"Tapi suhuku memang belum pernah memberitahukan
kepadaku siapakah namanya, soal ini mau percaya atau
tidak, itu terserah kepadamu sendiri."
"Kecuali kau bernama Pek Thian Ki, apakah namamu
yang lain adalah Kiang To?" desak Kiam Mo Li lebih
lanjut. "Dugaanmu salah besar."
Sekali lagi Kiam Mo Li tertawa dingin. "Kau telah
membinasakan keenam orang anak buah kami, aku tak
akan bisa melepaskan dirimu begitu saja. . ."
"Jikalau demikian adanya, silahkan nona turun tangan!"
"Sekarang badanmu sedang menderita luka dalam yang
sangat parah, apalagi masih ada orang yang hendak
mencari balas dengan dirimu, maka dari itu kau orang lebih
baik hadapi mereka terlebih dahulu." Selesai berkata Kiam
Mo Li mengundurkan diri kesisi kalangan.
Dalam hati Pek Thian Ki memahami sangat jelas, ini
hari bilamana ia tidak mati, karena keracunan, maka ia
pasti mati dibunuh oleh orang-orang yang mencari balas
terhadap dirinya. Tapi, agaknya ia sudah tidak memikirkan soal mati
hidupnya didalam hati. . .ia harus menggunakan seluruh
tenaga lweekang yang dimilikinya melakukan suatu
pertarungan mati hidup sebelum menemui ajal. Sinar
matanya perlahan-lahan menyapu sekejap kearah si Hong
Yu Sin Pian Khek serta Cing Hong Kiam Li.
"Sekarang kalian berdua boleh mulai turun tangan,"
katanya dingin. Suaranya dingin, kaku dan membuat hati
orang bergidik. Tiba-tiba. . . . "Bangsat cilik! Terimalah sebuah serangan cambukku!"
bentak Hong Yu Sin Pian Khek dengan keras.
Sreeet! Bayangan cambuk dengan membentuk serentetan
bayangan hitam dihajarkan keatas badan Pek Thian Ki, dan
bersamaan waktunya pula, ketika Hong Yu Sin Pian Khek
melancarkan serangan, si Cing Hong Kiam Li pun
mengirim sebuah tusukan mematikan.
Serangan cambuk serta serangan pedang bersama-sama
menyambar datang dalam waktu yang bersamaan. Pada
saat ini bagaimanapun juga Pek Thian Ki harus mengadu
jiwa, telapak tangannya dengan disertai hawa pukulan yang
maha dahsyat langsung didorong kedepan menghajar tubuh
Hong Yu Sin Pian Khek, kekuatannya sungguh luar biasa.
Dengan hati bergidik, buru-buru si Cambuk Sakti Hujan
dan Angin mengundurkan diri kebelakang. Serangan yang
dilancarkan Pek Thian Ki barusan ini ternyata hanya
sebuah serangan kosong belaka, sewaktu Hong Yu Sin Pian
Khek mengundurkan diri kebelakang itulah tiba-tiba angin
pukulan menyapu kearah Cing Hong Kiam Li yang ada
disisinya. Serangan yang digunakan sang pemuda ini
ternyata sangat aneh, lihay dan mengherankan.
"Braaak. . .!" Pukulan dengan telak bersarang didada
muduh diikuti suara dengusan berat bergema memenuhi
angkasa, tubuh Cing Hong Kiam Li kena tersapu keras,
darah segar muncrat keluar dari mulutnya dan tubuh
perempuan tua itupun roboh keatas tanah.
Tubuh Pek Thian Ki sendiri terdesak mundur beberapa
langkah dengan sempoyongan. Laksana sambaran kilat
sekali lagi si cambuk sakti Hong Yu Sin Pian Khek
mengirim sebuah babatan kearah pemuda tersebut.
Dimana bayangan cambuk menyambar lewat, dengan
tepat berhasil menghajar punggung Pek Thian Ki, membuat
tubuh pemuda tersebut terpukul mencelat satu tombak
ketengah angkasa. "Braaaaak!" Ia terbanting keras-keras
diatas tanah. Darah segar mengucur keluar dengan
derasnya dari punggung yang terhajar oleh cambuk tadi. . . .
Sedang tubuhnya menggeletak tak bergerak diatas tanah.
Sinar mata si cambuk sakti Hong Yu Sin Pian Khek penuh
diliputi oleh napsu membunuh, bentaknya keras;
"Kiang To! Serahkan nyawamu!"
Bayangan cambuk kembali menggulung lewat, sebuah
serangan dahsyat sekali lagi menyapu datang dan tepat
menghajar diatas batok kepala pemuda she Pek ini.
Sekonyong-konyong. . . . Pada saat cambuk Hong Yu Sin Pian Khek menghajar
dengan tepat diatas batok kepala Pek Thian Ki itulah suara
bentakan nyaring tiba-tiba berkumandang memecahkan
kesunyian, Suma Hun bagaikan orang kalap menubruk
maju kedepan, Serangannya dengan disertai hawa pukulan
yang dahsyat, dihajarkan kepada atas tubuh si cambuk sakti
Hong Yu Sin Pian Khek. Kejadian ini agaknya jauh berada diluar dugaan si
cambuk sakti Hong Yu Sin Pian Khek siorang tua ini tidak
sempat menghindarkan diri lagi. . . . . "Braaaak!" dengan
telak serangan tadi bersarang didadanya, Ia muntah darah
segar, tubuhnya mencelat ketengah udara dan terbanting
keras-keras diatas tanah.
Sedangkan tubuh Suma Hun pun terdorong mundur
kebelakang dengan sempoyongan dan akhirnya jatuh
tertindih diatas badan Pek Thian Ki. Ketika badannya
roboh diatas tanah , gadis tersebut berseru dengan amat
lirih; "Pek. . Siauw. . hiap. . " Suaranya begitu memilukan hati
dan penuh mengandung perasaan khawatir.
Tapi, Pek Thian Ki tidak menjawab. si Kiam Mo Li yang
melihat jalannya peristiwa ini dari sisi kalangan segera
mengerutkan alisnya rapat-rapat, pemandangan yang sangat
mengerikan ini cukup membuat hati setiap orang merasa
terharu. Lama. . . lama sekali, ia baru bangun berdiri. . . suara
perkataannya seperti merambat saja perlahan-lahan
merangkak naik keatas bibirnya, ia memandang Suma Hun
yang menggeletak lemas diatas tanah, gadis berbaju hitam
ini kepingin berteriak, tapi tak sepatah katapun yang bisa
diutarakan keluar. Pek Thian Ki pun mulai menggerakkan badannya,
pemandangan yang ada dihadapan mata masih terasa
buram. . . badannya hampir-hampir saja tak dapat berdiri
tegak. "Nona. . . kau. . .kau boleh mulai. . .tuuu. . . turun
tangan. . ." serunya kemudian. Suaranya lemah sedikitpun
tak bertenaga. Kiam Mo Li ragu-ragu sejenak, akhirnya ia cabut keluar
pedangnya, cahaya pedang berkelebat lewat dan tahu-tahu
ujung pedangnya sudah menempel diatas dada Pek Thian
Ki yang kerempeng itu. Agaknya pemuda tersebut masih belum merasakan
adanya bahaya. . . ia tetap masih berkata; "Ayooooh . . . .
tuuuu. . . turun tanganlah. . . "
"Hmm! Kau sendiri sudah tiada bertenaga untuk turun
tangan," jengek Kiam Mo Li dingin.
"Oooo. . .omong. . .omong kosong. . . ayo cepat
keluarkan pedangmu. . ."
Hampir2 saja Kiam Mo Li tertawa kegelian, ternyata Pek
Thian Ki masih belum sadar bila ujung pedangnya sudah
menempel diatas dada sendiri, setelah badannya terluka
parah, omongannya masih sombong saja, sungguh seorang
pemuda yang tidak tahu diri.


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Senyuman yang semula menghiasi bibir gadis berbaju
hitam itu, perlahan2 lenyap dari pandangan. "Kau sudah
menderita luka yang sangat parah!" katanya perlahan.
"Tapi. . . tapi. . .aa. . .aku. . . aku be. . .belum mati. . ."
"Sekalipun sekarang belum mati, aku rasa sudah hampir
mati." "Mau. . .mau. . .bunuh aku. . .ayoh. . .cepat. . .tuuu. .
.turun tangan. . ." "Heeee. . .heeee. . .heeee. . .aku tidak dapat
membinasakan dirimu, karena kau sama sekali tiada
bertenaga untuk melakukan perlawanan. . ." kata Kiam Mo
Li sambil tertawa dingin.
". . . . ." Pek Thian Ki ingin mengucapkan sesuatu, tapi
tak sepatah katapun yang berhasil diutarakan keluar.
"Pek Thian Ki, jikalau kau tidak sampai mati, bagaimana
kalau kita berjanji untuk melakukan suatu pertarungan
disebuah tempat tertentu?"
"Di. . .dimana. . .dimana?"
"Datanglah kelembah pedang kami!"
"Baik. . .!" "Kalau begitu aku pergi dulu. . ." Dengan membawa
keibaan hati, Kiam Mo Li, akhirnya menggeserkan kakinya
berlalu dari sana. Walaupun gadis ini ada maksud untuk membinasakan
pemuda she Pek ini, tapi keadaan yang terpapar
dihadapannya membuat hatinya tidak tega untuk turun
tangan, ia tak dapat membinasakan seseorang yang sama
sekali tiada bertenaga untuk melancarkan serangan balasan,
dan jauh lebih jujur bila ia menantang dirinya untuk
bertanding pada suatu hari setelah tenaganya pulih kembali
seperti sedia kala. Setelah Kiam Mo Li berlalu, tubuh Pek Thian Ki pun
kembali roboh keatas tanah. . . tepat disisi tubuh Suma
Hun. "Nooooo. . .na. . . .nona. . . .nona Suma. . ." serunya
perlahan. "Pek. . .sau-hiap. . ." Gadis itu nyeletuk, tapi suaranya
perlahan sedikitpun tak bertenaga dan kedengarannya amat
memilukan hati. "Aku. . . aku merasa. . .telah berbuat salah padamu. . ."
ujar pemuda itu lagi dengan ngotot.
"Tidak. . ." "Nona. . .nona Suma. . .mungkin aku. . .aku tiada
harapan. . .harapan lagi un. . .untuk hidup. ."
"Jikalau kita. . .bisa. . .bisa mati bersama. . .jauh lebih. .
.baaa. . .bagus lagi."
"Aku. . ." "Pek. . .Siauw-hiap. . .tahu. . .tahukah. . .kau. . .siapa. .
.siapakah aku?" "Aku. . .aku tidak tahu. . ."
"Aku. . .aku ada. . . adalah Kiang To."
"Apa". . ."
"Aku. . .aku adalah orang. . .orang. . .yang menyaru
seee. . .sebagai Kiang To. . ."
Perkataannya ini jauh berbeda diluar dugaan Pek Thian
Ki semula, karena ia mimpipun tidak pernah mengira kalau
Suma Hun adalah salah seorang yang menyaru sebagai
Kiang To. "Kau. . .kau tidak percaya?" tanya gadis itu kembali
dengan suara yang setengah dipaksa.
"Aku. . ." "Perrr. . .perkataan ini sungguh-sungguh. . .betul. . .
Kiang To. . . Kiang To. . . yang muncul see. . . sewaktu ada
digunung Lui Im San adalah. . .aku. . ."
"Kaaaaa. . .kau?"
"Benar. . . buu. . .bukankah. . .kau. . .kau melihat dengan
ma. . .mata kepala sendiri" akhirnya. . . .muncul. . .sese. . .
sesosok bayangan. . . bayangan hitam."
"Benar. . ." "Dia. . . dia adalah Kiang To. . .yang. . .yang lain. . .buu.
. .bukankah ia. . .ia memberikan. . .see. . .secarik kertas. . .
keee. . .kepadaku?" "Benar!" "Itu. . . itulah secarik kertas. . .yang. .yang menantang
aku un. . .untuk melakukan pertarungan. . .tapi, tiba-tiba. .
.kerr. . .kertas itu lenyap. . .dan akhirnya. . .kau kembalikan
lagi keee. . . .kepadaku. . . ."
"Aaaaach!" Pek Thian Ki menjerit kaget.
Kiranya sewaktu berada diperkampungan Lui Im Sancung,
tiba-tiba Sin Si-poa menubruk badan Suma Hun
adalah bertujuan hendak mencuri kertasnya itu.
Jadi dengan demikian jelas Sin Si-poa telah mengerti bila
Suma Hun adalah orang yang menyaru sebagai Kiang To.
"Paaaaa. . . padahal. . . aku. . .aku tidak berr. . . bernama
Su. . . Suma Hun!" "Lalu. . . lalu siapakah nama. . . namamu?"
"Aku bernama. . . Hu Li Hun. . ." Ketika kata-kata
terakhir itu meluncur keluar dari bibirnya hampir boleh
dikata tidak kedengaran jelas lagi, akhirnya gadis itu
pejamkan matanya dan jatuh tidak sadarkan diri.
"Nona. . . nona Hu. . . mengapa. . .mengapa kau
menyaru sebagai Kiang To?" teriak Pek Thian Ki tiada
bertenaga. Tapi gadis itu tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Pikiran Pek Thian Ki mulai berdengung. . . akhirnya
dengan tiada bertenaga iapun pejamkan sepasang matanya.
Suasana dalam hutan Touw itupun pulih kembali seperti
sedia kala, sunyi senyap sedikitpun tidak kedengaran suara.
. . . Kecuali delapan buah kuburan didepan rumah aneh
tersebut saat ini menggeletak pula enam sosok tubuh. . . Pek
Thian Ki, Hu Li Hun, si Pedang Sakti Guntur Langit, si
Cambuk Sakti Hujan dan Angin, si Pedang Burung Hong
Hijau serta si Iblis Sakti Lima Racun.
Apakah Pek thian Ki menemui ajalnya dengan begitu
saja". . . . .Seharusnya ia tidak begitu gampang menemui
ajalnya, masih ada banyak persoalan yang belum ia
kerjakan hingga selesai, jika ia mati, bukankah sama saja
mati dengan tidak jelas. . . .dan kematiannya sama sekali
tidak berharga. Mungkinkah muncul sebuah penemuan
aneh yang ada diluar dugaan"
Bab 33 PADA WAKTU itulah muncul setolok bayangan bitam
laksana kilat meluncur masuk ketengah kalangan, dan
orang itu bukan lain adalah Tong Ling.
Setelah tiba ditengah kalangan, sinar matanya perlahanlahan
menyapu sekejap kearah Pek Thian Kie serta Hu Lie
Hun, air mukanya menunjukkan suatu perubahan yang
sangat aneh. Perubahan tersebut menunjukkan perasaan sedih dan
berduka dihatinya. Akhirnya ia merogoh keialam sakunya mengambil keluar
sebutir pil yang secara terpisah dimasukkan kedalam mulut
Pek Thian Kie maupun Hu Lie Hun, setelah itu sepasang
telapak tanaannya ditempelkan kepunggung pemuda Itu
Dendam Empu Bharada 2 Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Pahlawan Harapan 6
^