Pangeran Perkasa 13
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D Bagian 13
"Sebenarnya kalian berempat ada urusan apa?"
"Kami berempat akan bertarung melawan kau seorang dan kau harus menghadapi kami berempat seorang diri," ujar si tosu setan.
"Yang benar," sambung Si Hun Kek, "kami ingin mencari kematian di tanganmu, agar bisa terbebas dari kehidupan di alam kegelapan ini."
"Oleh karena itu kau tak usah berbelas kasihan di dalam melancarkan serangan nanti," sambung si hweesio liar.
Kembali Hu To Siu berkata :
"Jika kau dapat mengungguli kami, tentu saja tak ada yang perlu dikatakan lagi."
"Sebaiknya kalau tidak mampu menandingi kami," sambung si hweesio liar, "kemungkinan besar kau akan mengorbankan selembar jiwamu."
"aku punya satu permintaan," sela Si Hun Kek.
"Kalau ingin berbicar, cepat katakan!" seru si tosu setan, "kami sudah tak punya waktu banyak."
Sik Tiong Giok tidak mengerti apa yang dimaksud 'tak punya banyak waktu' sementara ia masih tercengang, Si Hun Kek telah berkata sambil menghela napas panjang :
"Ya benar, sedikitpun amat berharga, apalagi saat yang kita hadapi saat ini."
"Hey ucapanmu tak ada artinya, apakah di dalam keadaan seperti inipun kau masih belum dapat menghilangkan watakmu yang aneh itu?" tegur si hweesio liar.
Sesudah tertawa getir Si Hun Kek berkata :
"Maklumlah, aku benar-benar tak dapat mengendalikan diri setelah mengetahui bahwa kesempatan baik yang kuimpi-impikan akhirnya datang juga, sehingga akupuntak bisa menahan diri untuk berbicara banyak."
Tampaknya Hu To Siu juga sudah habis kesabarangannya, segera serunya :
"Kalau pingin biara, katakan secepatnya, jangan membelokkan persoalan lagi!"
Sik Tiong Giok yang menghadapi kejadian semacam ini, segera berbicara pula sambil tertawa :
"Bila kalian memang ada persoalan, katakan saja berterus terang."
"Baiklah," ucap Si Hun Kek kemudian, "aku hanya meminta di saat bertarung nanti, harap kau gunakan ke dua belas ilmu cacad tersebut, tanpa ada yang ketinggalan."
Sik Tiong Giok amat terkejut setelah mendengar permintaan tersebut, segera pikirnya :
"Dari kedua belas ilmu cacad tersebut, walaupun ke tujuh jurus pertama terhitung ganas toh masih bisa dilawan, tapi keempat jurus berikutnya sangat keji dan bila digunakan tentu mengakibatkan kematian terutama sekali pada gerakan terakhir
"Thian Long Eng".
"Selain bisa dipakai untuk menolong orang dapat juga digunakan untuk melukai musuh, daya kemampuannya luar biasa, mana boleh kugunakan secara sembarangan?"
Sementara ia masih termenung, Si Hun Kek telah berkata lagi :
"Bocah serigala kecil, kau tak perlu banyak curiga, banyak tahun kami berharap bisa menyaksikan serta merasakan kehebatan dari ke dua belas ilmu cacad tersebut, bila tidak diberi kesempatan untuk menikmati seutuhnya, tentu akan membuat kami mati tak meram."
Sik Tiong Giok benar-benar tidak habis mengerti, ia tidak tahu apakah maksud yang sebenarnya dari ke empat orang itu sehingga untuk sesaat diapun tak dapat mengambail keputusan, apakah harus mengeluarkan ke dua belas ilmu cacad tersebut atau tidak, tanpa terasa diapun berdiri termangu-mangu.
Tiba-tiba terdengar si hweesio liar berkata sambil menghela napas panjang :
"Dengan resiko yang amat besar serta mempertaruhkan selembar jiwaku, benda ini kuperoleh dari kedalaman Goan Kang padahal aku tak bisa menyimpan benda ini lebih jauh, agaknya mesti terpaksa kuserahkan benda ini kepada si bocah serigala kecil, moga-moga kau bisa menyimpannya secara baik-baik."
Sementara Sik Tiong Giok masih mengira-ngira arti dari perkataan si hweesio liar itu dan menduga benda apa yang ditemukan dalam Goan Kang, tahu-tahu segulung desiran angin tajam telah menyambar tiba.
Cepat-cepat dia sambar benda yang meluncur datang itu, yang ternyata sebuah bungkusan kecil.
Angin desiran itu menyambar datang dengan kekuatan yang amat lembut, sudah jelas si hweesioliar tidak bermaksud jahat terhadapnya.
Atas kejadian ini, Sik Tiong Giok semakin bingung dibuatnya, sekalipun dia dapat menduga bahwa isi bungkusan itu adalah semacam benda mustika, tapi apa sebabnya diberikan
kepadanya?" Dengan perasaan keheranan pemuda itu berpikir :
"Apa yang kulakukan sekarang?"
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, si tosu setan telah berkata pula :
"Betul, di saat pertarungan telah berlangsung nanti, nasibku menjadi tak menentu, bahkan kemungkinan besar bakal mati disini, tampaknya benda milikku inipun inipun harus kuserahkan kepadamu."
Menyusul perkataan itu, kembali terasa segulung desiran angin tajam meluncur ke hadapan pemuda itu.
Ketika Sik Tiong Giok menyambutnya, terasa benda itu berbentuk lebar seperti telapak tangan dengan tebal satu inci, beratnya tidak seberapa dan tak diketahui benda apakah itu.
Secara beruntun Hu To Siu dan Si Hun Kek masing-masing menyerahkan pula sebuah benda kepada anak muda itu.
Setelah suasana menjadi hening sejenak tiba-tiba Hut To Siu berkata :
"Sekarang waktu kita sudah tak banyak lagi, mari segera mulai menyerang!"
Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benak Sik Tiong Giok, cepat-cepat dia berseru :
Kalau memang cianpwee berempat ingin bertarung, tentu saja keinginan kalian akan kupenuhi, tapi sebelumnya aku ingin bertanya, apakah pertarunganini juga merupakan ujian sebelum memasuki telaga Gi Liong oh?"
Si Hun Kek segera mendehem pelan, lalu jawabnya :
"Persoalan ini merupakan urusan pribadi kami berempat, jadi pertarungan ini hanya bersifat membebaskan kami dari kesulitan, tidak terhitung suatu pos penjagaan."
"Hey, serigala kecil, bersikaplah lebih terbuka untuk mencapai pos penjagaan ketiga kau harus keluar dulu dari gua ini."
Menyusul kemudian si tosu setan berpesan pula :
"Andaikata kau ingin berhasil menembusi pos ketiga secara lancar, jangan lupa dengan benda yang pinto hadiahkan kepadamu itu."
"Sudahlah!" tukas Hu To Siu, "kita harus segera turun tangan."
Begitu ucapan tersebut selesai diutarakan keluar, tiba-tiba terasa desingan angin tajam menyambar tiba, ternyata dua orang di antaranya telah maju menyerang dengan kecepatan luar biasa.
Sik Tiong Giok segera mengerahkan tenaga dalamnya untuk melindungi seluruh badan, sementara tangannya bergerak melakukan perlawanan.
Dari desiran angin serangan lawan ia sudah mengetahui bahwa senjata yang sedang menyerangnya adalah sebilah pedang serta dua batang senjata Poan Koan Pit.
Cepat-cepat dia mengeluarkan jurus 'kuda langit melintas lewat'.
Hawa serangan yang terpancar keluar dari ke lima jarinya mencengkeram senjata pedang Hu To Siu dari kejauhan; kemudian dengan meminjam kekuatan tersebut dia menyapu senjata Poan Koan Pit lawan.
Jurus serangan yang dipergunakannya saat ini memang aneh sekali, kekuatan yang terpancar keluar memiliki keistimewaan yang luar biasa, sebentar lurus sebentar lagi aneh, membuar orang tak bisa menduga secara pasti.
Dengan membawa kekuatan yang luar biasa, sambaran pedang itu langsung membacok di atas sepasang Poan Koan Pit itu, ternyata kedua belah pihak sama-sama tak mampu
mengendalikan kekuatannya.
Berhasil dengan serangannya yang pertama, Sik Tiong Giok segera menyusulkan dengan jurus serangan kedua dengan gerakan 'hati budha serigala', sebuah pukulan dahysat dilontarkan ke depan.
"Weeeess....!" Diiringi desiran angin tajam angin serangan itu menyergap sisi kiri lawan.
Sementara itu, pedang panjang Hu To Siu telah saling beradu dengan sepasang senjata Poan Koan Pit dari Si Hun Kek sehingga menimbulkan suara bentrokan keras yang amat memekakkkan telinga.
Tatkala kedua belah pihak sama-sama berusaha untuk menahan senjata masing-masing, sergapan kilat dari Sik Tiong Giok telah menyambar tiba, akibatnya kedua orang itu tak sempat lagi untuk melindungi diri.
"Aduuh...!" Di tengah jeritan ngeri yang memilukan hati, Si Hun Kek telah jatuh terjerembab di atas tanah sedangkan Hu To siu mundur pula sejauh beberapa langkah hingga punggungnya menumbuk di atas dinding gua.
Akibatnya dia menjadi sempoyongan dan akhirnya dengan kaki yang lemas ia jatuh terduduk di atas tanah.
"Traaaang...!" Pedang dan Poan Koan Pit sama-sama terjatuh ke atas tanah sehingga menimbulkan suara gemerincing yang nyaring.
Sik Tiong Giok benar-benar merasa tertegun setelah melihat kejadian ini, ia tidak menyangka kalau kedua jurus serangannya sedemikian hebatnya sehingga melukai kedua jago tersebut.
Dengan napas terengah-engah Si Hun Kek berkata :
"Saudara sekalian tampaknya aku akan berangkat duluan, tapi...
hey boah serigala kecil, dapatkah kau katakan jurus apa yang baru kau gunakan?"
"Kedua jurus itu adalah jurus keenam dan ketujuh dari dua belas ilmu cacad, maaf locianpwee kalau aku telah salah tangan sehingga melukaimu."
Namun tiada jawaban yang terdengar, sebab Si Hun Kek telah menghembuskan napasnya yang penghabisan.
Selang sejenak kemudian, Hu To Siu baru berkata :
"Si Hun Kek telah berangkat duluan, sedang akupun tak punya waktu lagi bocah serigala moga-moga kau bisa menyimpan benda yang kuberikan kepadamu itu secara baik-baik, aku... aa... ku...
akan berangkat dulu."
Belum habis perkataan itu diucapkan tiba-tiba terdengar suara dengusan tertahan, agaknya Hu To Siu juga ikut
menghembuskan napasnya yang penghabisan.
Semua peristiwa ini terjadi dalam waktu singkat, tanpa terasa Sik Tiong Giok menghela napas sedih.
Pada saat inilah tiba-tiba terasa desingan angin tajam menyambar tiba di atas kepala, disusul kemudian segulung desingan angin totokan mengancam iga kanannya.
Dalam keadaan demikian, pada hakekatnya tidak terlintas dalam ingatan Sik Tiong Giok untuk menghindarkan diri, tampaknya dia segera tewas termakan oleh kedua gulung desingan tajam tadi...
Di saat yang amat kritis itulah, tenaga dalamnya tiba-tiba bergolak keras tanpa sadar dia menggerakkan telapak tangannya dan mendayung ke atas sementara tangan yang lain mengayun ke bawah, hembusan angin yang muncul kemudian segera menerjang ke muka serta mendobrak hawa serangan yang menggencet tiba itu.
Bersamaan waktunya dia memutar badan dan menghindarkan diri dar angin serangan yang mengancam iga kanannya itu.
Benturan dahsyat akibat bertemunya kekuatan besar itu segera menimbulkan suara yang memekakkan telinga, batuan cadas berguguran dari tepi dinding gua dan berhamburan kemana-mana.
Tiba-tiba terdengar hweesio liar menjerit kaget sementara tosu setan berteriak kesakitan...
Setelah mendengus tertahan, hweesio liar terdorong maju sejauh lima enam langkah dengan gontai, kemudian roboh terjungkal ke atas air, Sik Tiong Giok yang pertama kali mencoba kehebatan dari dua belas ilmu cacadnya, sama sekali tidak menyangka kalau dalam satu gebrakan saja dia telah berhasil melukai tiga orang jago lihay secara beruntung, sementara si tosu setan yang masih hidup pun kini telah menderita luka dalam yang cukup parah akibat terkena toya dari si hweesio liar.
Dengan sempoyongan dia mundur beberapa langkah ke belakang kemudian.
Setelah jatuh terduduk di atas tanah, dengan napas terengah-engah katanya :
"Bocah serigala, jurus apa pula yang barusan kau pergunakan?"
"Itulah jurus ke sepuluh dari dua belas ilmu cacad yang disebut Menjunjung langit menyembah matahari."
Tosu setan segera menghela napas panjang.
"Aaaiii... mengapa tidak kau gunakan ilmu Thian Long Eng?"
"Karena aku kuatir akan melukai locianpwee sekalian."
"Omong kosong!" tiba-tiba si tosu membentak gusar, "apakah dengan berbuat begitu kau tidak melukai kami berempat" Coba lihat apakah akibat dari perbuatanmu kami jadi tersiksa, mati tak bisa hidup pun tak dapat, tidakkah kau rasakan bahwa tindakanmu justru lebih kejam?"
Sik Tiong Giok tidahu bagaimana mesti memberikan
penjelasannya, dengan suara tergagap katanya :
"Soal ini... soal ini..."
"Tak usah membuang waktu lagi," bentak tosu setan dengan suara keras, "ayo cepat keluarkan kemampuanmu,
bagaimanapun juga kau tak boleh membiarkan kami mati tanpa memejamkan mata."
Dalam keadaan apa boleh buat, terpaksa Sik Tiong Giok duduk bersila di atas tanah dengan tangan sebelah menyungging langit dan tangan lain menekan bumi, serunya kemudian dengan suara nyaring :
"Kayu kui Bok hawa sakti, tapak serigala merajalela..."
Belum habis teriakan itu berkumandang, lamat-lamat terdengar suara guntur yang amat keras bergema makin lama semakin mendekat, tatkala mencapai di atas batok kepalanya tiba-tiba bergema suara ledakan dahsyat yang segera menggoncangkan seluruh permukaan bumi.
Seluruh permukaan dinding pun bergoncang keras lalu
menimbulkan retak-retak yang sangat besar, angin puyuhpun menderu-deru di seluruh ruangan membuat hancuran batu berguguran ke atas tanah.
"Wah, ilmu Thian Long Eng yang sangat dahsyat," teriak si tosu setan keras-keras.
Di tengah guguran batu dan kerikil tak ampun lagi dia segera mati terkubur hidup-hidup di balik bebatuan.
Sesungguhnya Sik Tiong Giok sendiripun baru pertaa kali ini mencoba kehebatan dari dua belas ilmu cacadnya, mimpipun ia tidak pernah akan menyangka kalau kemampuan yang dihasilkan ternyata begitu mengerikan, untuk sesaat lamanya ia menjadi tertegun dan berdiri melongo saking kagetnya.
Gua itu masih berguncang keras, hancuran batu karangpun sebongkah demi sebongkah jatuh bertumpang tindih, suara yang ditimbulkan pun makin lama bertambah nyaring.
Cepat-cepat Sik Tiong Giok menarik kembali jurus serangannya sambil melompat mundur sejauh satu kaki lebih, tiba-tiba ia merasa sinar terang mencorong masuk menerangi seluruh ruangan gua.
Ternyata dinding tebing di jalan keluar gua tersebut telah roboh dan hancur berantakan.
Waktu itu kentongan ke empat kira-kira baru lewat, rembulan telah bergeser ke sebelah barat, sinar kalbu memancar masuk ke dalam gua.
Dengan meminjam cahay rembulan, Sik Tiong Giok berusaha untuk mengamati ke empat orang aneh itu, namun tiada seorang pun kelihatan, hanya saja dari balik bebatuan yang berserakan di tanah terlihat ceceran darah segar menganak sungai.
Tanpa terasa timbul perasaan sedih dan iba di hati kecilnya, ia mendongakkan kepala lalu menghela napas panjang...
Diambilnya keluar keempat hadiah dari keempat tokoh aneh itu serta mencoba untuk meneliti dengan seksama.
Benda yang dihadiahkan oleh Hu To Su berupa sebutir mutiara, kalau dilihat dari bentuknya sama sekali tidak nampak aneh atau luar biasa, redup tak bersinar tapi justru dibungkus rapat, biarpun tidak diketahui kegunaannya, jelas merupakan benda yang amat berharga.
Benda hadiah dari Si Hun Kek berupa sebuah lempengan lencana yang terbuat dari kemala, hadiah si hweesio liar berupa dua lembar papan kayu sedang si tosu setan memberi sebuah gelang tembaga.
Dari keempat buah hadiah tersebut, tak sebuahpun di antaranya yang nampak berharga tapi anehnya keempat orang pemiliknya justru memandang lebih berharga daripada nyawa sendiri, kejadian semacam ini benar-benar sangat aneh dan
mengherankan. Sementara dia masih termenung memikirkan persoalan ini, mendadak dari belakang kepalanya mendesing lewat sebuah benda tajam yang mengarah ke tubuhnya.
"Duuuk...!" Tahu-tahu serangan itu sudah bersarang telak, yang membuat kepalanya menjadi pusing, sehingga tubuhnya terjerembab ke muka.
Begitu cepat tubuhnya terjerembab, ketika dadanya hampir saja menumbuk di atas sebuah batu tajam, mendadak pemuda itu memutar pinggangnya sambil membalikkan badan, menyusul kemudian tangannya diayunkan ke muka melepaskan sebuah bacokan.
Reaksinya betul-betul maha cepat, jurus yang digunakan pun indah dan hebat, membuat orang itu kaget bercampur
tercengang saja. "Bocah serigala, jurus apa yang barusan kau gunakan?"
terdengar suara seseorang yang lemah bertanya.
"Jurus tangan berputar angin berpusing dari ilmu Tay Cou Cap Pwee Ta, sahut Sik Tiong Giok segera.
Sesungguhnya perkataan hanya diucapkan sekenanya, karena dalam kenyataan ia tak pernah belajar kepandaian semacam itu, jadi yang benar jurus serangan itu tercipta pada saat itu juga di kala ia sedang terancam mara bahaya.
Tapi suara yang melemah itu tiba-tiba menjadi bersemangat, sambil tertawa terbahak-bahak katanya :
"Haa... haa... haa... biar harus matipun aku rela, paling tidak aku telah menyaksikan sebuah jurus serangan yang luar biasa, haa...
haa..." Sik Tiong Giok dapat mengenali suara tersebut sebagai suara dari si tosu setan, dengan cepat ia berpaling ke arah mana berasalnya suara tersebut.
Ternyata sekujur badan orang itu sudah terpendam di balik bebatuan cadas dan tinggal kepalanya saja yang masih menongol keluar, tapi sudah basah oleh darah dan wajahnya sudah tak dapat dikenali lagi.
Sik Tiong Giok segera membur maju ke depan, lalu teriaknya :
"Locianpwee, bagaimana keadaanmu, kau... kau..."
Sambil berseru dia segera menempelkan tangannya di atas hidung tosu setan, namun sebelum perkataan itu selesai diucapkan dia sudah mendapat tahu bahwa orang tersebut sudah tewas.
Pelan-pelan Sik Tiong Giok menarik kembali tangannya dan tanpa terasa meraba belakang kepalanya dimana telah muncul sebuah bisul yang amat besar.
"Cuiit... cuit...!"
Belum habis pemuda itu termenung, suara cicitan burung telah mengagetkan dirinya, disusul kemudian terasa segulung desingan angin tajam mengancam datang dari arah belakang.
Kali ini Sik Tiong Giok telah membuat persiapan, dengan cepat dia mencabut keluar pedangnya lalu dengan jurus 'awan tebal menutup rembulan' dia mengayunkan senjatanya untuk
melindungi kepalanya. "Cuuiit...!" Teriakan kesakitan bergema di angkasa dan terbawa hingga puluhan kaki jauhnya.
Agaknya serangan itu tidak mengenai bagian yang mematikan dari burung itu sehingga burung aneh tadi masih dapat melarikan diri.
Satu ingatan melintas dalam benak Sik Tiong Giok, pekiknya di hati:
"Wah, sungguh berbahaya, andaikata aku bersikap gegabah sedikit saja, niscaya sepasang mataku sudah buta dipatuh burung tadi, bagaimana baiknya sekarang?"
Membayangkan kejadian yang begitu mengerikan, ia tak berani berdiam terlalu lama lagi dalam gua itu sambil menjejakkan kakinya ke atas tanah, dengan cepat ia menyelinap keluar dari celah-celah gua itu.
Di luar terbentang sebuah lembah.
Lembah tersebut aneh sekali bentuknya, kecuali bukit yang penuh ditumbuhi pepohonan cemara yang hijau, sebatas punggung bukit ke bawah justru berwarna merah membara, malahan rumput yang tumbuh disanapun berwarna merah pula.
Sementara Sik Tiong Giok masih mengawasi dengan penuh rasa heran, tiba-tiba berkumandang suara pekikan nyaring dari balik lembah tersebut, ketika dia berpaling, apa yang terlihat segera membuatnya tertegun saking kagetnya.
Ternyata di hadapannya telah beridiri berjajar tujuh orang manusia berbaju merah, bahkan wajah mereka pun dikerudungi dengan kain berwarna merah, sehingga tidak nampak paras muka mereka yang sebenarnya.
Namun kalau dilihat dari bentuk badan ketujuh orang itu, dapat diduga kalau mereka semua kaum wanita.
Tampaknya merekapun sedang memandang ke arah Sik Tiong Giok dengan termangu-mangu, mungkin mereka merasa seram karena Sik Tiong Giok berhasil menggempur gua itu hingga roboh. Satu batangan hio lamanya mereka saling berhadapan tanpa mengucapkan sepatah katapun, kemudian salah seorang di antara ke tujuh manusia merah itu menyapa dengan suara yang nyaring :
"Apakah yang datang adanya Pangeran Serigala?"
Sik Tiong Giok mendengus dingin...
"Hmm, aku memang Sik Tiong Giok!"
"Pangeran kecil," kembali manusaia berbaju merah itu berkata,
"dalam sebuah pukulan kau berhasil merobohkan gua jalan ke alam baka ehm! agaknya tenaga pukulan yang kau miliki memang sangat hebat."
"Kau terlalu memuji," Sik Tiong Giok tertawa, "padahal yang sebenarnya bukan dikarenakan tenaga dalam ku kelewat hebat, tapi justru gua itulah yang sudah lapuk dimakan jaman, sehingga dengan sebuah pukulanpun dinding gua itu sudah roboh."
"Ngaco belo!" bentak manusia berbaju merah itu keras-keras, aku hanya pernah mendengar kayu menjadi lapuk, mana
mungkin batu gunung bisa menjadi lapuk?""
"Huh, padahal kejadian itu bukan suatu yang aneh, siapa suruh pengetahuan yang kalian miliki terlalu cetek?"
"Haa.. haa.. tidak kusangka rupanya kaupun seorang pelajar yang berpengetahuan amat luas," jengek manusia berbaju merah itu lagi.
"Kenapa" Apakah kau tak percaya?"
"Ya, kami memang kurang percaya."
"Baiklah, kalau begitu anggap saja tenaga dalam yang kumiliki memang amat tinggi... kenapa" Apakah kalian telah menyiapkan sebuah ilmu barisan untuk menghadapiku?"
"Hmm," manusia berbaju merah itu mendengus dingin, "sejak telaga Gi Liong oh berada dalam kekuasaan kami, belum pernah ada orang yang berhasil memasuki pantai Mo Im Au dalam keadaan selamat, kalau kau boleh dibilang merupakan orang yang pertama."
"Wah, kalau begitu peristiwa ini merupakan suatu kebanggaan bagiku!" ucap sang pemuda itu sambil tertawa.
"Tapi kau jangan keburu senang, sekarang kau mesti menembusi lebih dulu barisan Ji Sat Liat Hwee Tin (Barisan tujuh iblis bara api).
"Kalian toh tahu, aku datang kemari atas undangan dari tuan putri kalian, apakah kamu semua tidak merasa bahwa menyambt tamu dengan cara begini merupakan suatu perbuatan yang tidak sopan?"
"Justru inilah peraturan dari Gi Liong oh kami di dalam menyambut tamu, semua tamu diwajibkan menembusi lima pos penjagaan dan ketiga medan berbahaya, sebelum dia berhak menjadi tamu agung kami."
"Bagaimana seandainya tak sanggup menembusi lima pos penjagaan dan ketiga medan berbahaya itu" Apa yang hendak kalian lakukan?"
"Kecuali dia bersedia takluk untuk menjadi budak, jalan yang terakhir adalah mati secara mengenaskan disini."
Sik Tiong Giok segera mendengus dingin.
"Hmm, kalian kelewat sombong dan tak tahu diri, apakah kalian tidak merasa kalau perbuatan itu terlalu keji?"
"Untuk menyeleksi orang-orang pintar dari dunia persilatan, kecuali berbuat begitu bagaimana mungkin dalam dunia persilatan bisa muncul manusia yang benar-benar luar biasa?"
"Boleh aku bertanya, sebelum kedatanganku hari ini, sudah berapa banyak orang yang kalian celakai?"
"Oh... belum seberapa orang, paling banter baru dua ratusan lebih."
Sik Tiong Giok jadi tertegun setelah mendengar perkataan itu segera pikirnya :
"Betul-betul amat lagak mereka, dua ratus jiwa dalam pandangan mereka tak lebih hanya semut-semut yang tak ada harganya...
hmm, bila manusia-manusia sesat semacam ini tidak dibasmi dari muka bumi, sudah pasti akan lebih banyak jago persilatan yang menjadi korban keganasan mereka."
Berpikir sampai disitu, diapun segera berkata dengan suara dingin :
"Bolehkah aku tahu juga, bagaimana cara mereka menemui ajalnya?"
"Yang mati tenggelam di sungai Goan Kang karena sampang kosong melintasi angkasa saja sudah mencapai dua puluhan orang."
Dalam benak Sik Tiong Giok segera melintas lewat bayangan sampan kosong yang dijumpai di sungai Goan Kang waktu itu, hatinya menjadi tercekat, tanpa terasa pikirnya di dalam hati :
"Wah, sungguh berbahaya!"
Sementara itu terdengar manusia berbaju merah itu berkata kembali :
"Yang kehilangan nyawa di kuil kosong mencapai lima puluhan orang."
Sekali lagi Sik Tiong Giok merasakan hatinya terkesiap, lagi-lagi dia teringat dgn Hu Hau siansu sekalian, para jago dari sembilan partai besar yang tewas secara mengenaskan di kuil Cu Kat Bio, tanpa terasa dia mendengus dingin.
Manusia berbaju merah itu berkata lebih jauh :
"'Dalam hutan berceceran darah' yaitu hutan lebat sebelum memasuki lembah ada dua tiga puluhan orang yang mampus disitu, apalagi setelah berada di daerah dingin yang menusuk tulang, orang yang mati disitu lebih banyak lagi jumlahnya, tapi kebanyakan mati untuk mangsa siluman naga tersebut."
"Hmm, berapa pula yang terkurung dalam gua itu?" Sik Tiong Giok mendengus dingin.
"Orang yang bisa memasuki 'Gua yaman menuju ke alam baka'
kebanyakan merupakan orang-orang yang sudah memiliki ilmu silat yang sempurna, di antara sekian banyak orang hanya keempat orang yang kau jumpai tadi yang selamat, tapi merekapun harus berdiam selama tiga puluh enam bulan lamanya sebelum memperoleh kebebasan."
"Mengapa mereka harus dikurung begitu lama?"
Manusia berbaju merah itu tertawa :
"Aku mesti membunuh dahulu jiwa kegagahan mereka, kalau tidak mana mungkin mereka bersedia menjadi budak?"
Tiba-tiba Sik Tiong Giok berkerut kening dengan hati mendongkol, lalu katanya dingin :
"Hmm, sungguh tak nyana hati kalian sedemikian kejinya, lantas berapa orang pula yang mendapat musibah di dalam barisan Jit Sat Liat Hwee Tin kalian?"
"Kalau dibicarakan sungguh amat menyesal, semenjak barisan ini diciptakan hingga kini belum satu kalipun dicoba, dan hari ini kau adalah orang yang pertama yang akan mencoba keampuhan barisan ini."
Sik Tiong Giok segera tertawa tergelak...
"Haa... haa... haa... setelah bertemu aku hari ini, bisa jadi barisan Jit Sat Liat Hwee Tin akan hancur berantakan."
Dengan marah manusia berbaju merah itu membentak keras :
"Apa gunana kalau berbicara melulu" Kenapa tidak segera mencoba untuk memasuki barisan?"
Sembari berkata dia meloloskan pedangnya dan dikebaskan ke tengah udara, serentak ke enam manusia berbaju merah itu menyebarkan diri ke sekeliling arena.
Dengan sorot mata yang tajam Sik Tiong Giok memperhatikan sekejap posisi dari ke tujuh orang itu, ketika tidak menjumpai sesuatu yang aneh, diapun berkata sambil tertawa dingin :
"Hee... hee... hee... aku memang berhasrat untuk menjajal kehebatan ilmu silat dari telaga Gi Liong oh."
Kemudian sambil berpekik nyaring ia menerjang masuk ke dalam arena barisan.
Tampaknya manusia berbaju merah tadi merupakan pemimpin dari ilmu barisan Jit Sat Liat Hwee Tin, sementara dia melakukan gerakan pertama untuk melakukan pengejaran, keenam orang lainnya bergerak mengikuti perubahan barisan.
Dalam waktu singkat cahaya pedang memancar kemana-mana.
Sesungguhnya Jit Sat Liat Hwee Tin ini hanya terdiri dari tujuh bilah pedang tapi setelah barisan itu berputar, segeralah tercipta berpuluh-puluh bilah pedang yang menyerang Sik Tiong Giok dari delapan arah empat penjuru.
Sik Tiong Giok sama sekali tidak menaruh perhatian terhadap datangnya ancaman tersebut, dari suara desingan angin yang menyambar tiba, dia segera patahkan semua serangan yang datang mengancamna, lalu sambil tertawa nyaring katanya :
"Huuuh... rupanya barisan Jit Sat Liat Hwee Tin cuma begitu-begitu saja, kalau begini mah bukan terhitung suatu kepandaian yang luar biasa."
"Orang she Sik, kau jangan takebur," bentak manusia berbaju merah itu gusar, "coba kau raskan kehebatan kami ini..."
Diiringi bentakan nyaring, pedangnya segera dituding ke depan, dari ujung pedang tersebut segera terpancar keluar serentetan cahaya api yang menyembur di sekeliling tubuh anak muda tersebut, begitu menyentuh tanah sambaran api itu segera berubah menjadi kobaran api yang dahsyat dan melejit setinggi dua, tiga depa lebih.
Sik Tiong Giok baru terkejut setelah menyaksikan kejadian ini, sekarang dia baru tahu bahwa yang dimaksudkan sebagai Jit Sat Liat Hwee Tin adalah sebuah gerakan barisan yang berdasar Jit SaT Tin mengandalkan api sebagai senjata serangan
otomatisnya. Tanpa terasa diapun berpikir :
"Andaikata aku harus bertarung dengan mengandalkan kepandaian silat, tak ada yang perlu ditakuti, tapi untuk menghadapi kobaran api sedahsyat ini, sudah jelas aku tak sanggup untuk mengatasi..."
Berpikir sampai disini, diapun segera putar pedang sambil diayunkan ke depan.
Tapi tiba-tiba saja barisan itu berubah, enam bilah pedang menyerang datang secara ngawur dan semrawut.
Seketika itu juga Sik Tiong Giok merasakan daya tekanan yang muncul bertambah besar, seketika itu juga ia gagal untuk menembusi barisan tersebut.
Biarpun sepintas lalu keenam bilah pedang tersebut seolah-olah menyerang tak beraturan, sebentar membabat dari timur sebentar menyerang dari barat, pdahal kalau digabungkan justru bagaikan jago berilmu silat tinggi yang menyerang dengan mempergunakan jurus-jurus serangan yang dahsyat, kehebatan mereka di dalam kerja sama benar-benar amat mengagumkan.
Dengan susah payah Sik Tiong Giok harus bertarung sampai lima, enam jurus lebih, menyadari kalau gelagat tidak menguntungkan, terpaksa ia bergerak mundur ke belakang dan lambat laun terjerumus ke dalam arena kobaran api.
Sementara itu pancaran garis merah yang menyembur keluar dari ujung pedang manusia berbaju merah itu masih berlangsung tiada hentinya, dalam sekejap mata dia telah menciptakan segulung tanggul api di sekeliling badan pemuda itu.
Menanti keenam orang lainnya melihat tunggul api itu sudah terbentuk, masing-masing orang pun segera mengundurkan diri ke posisi semula dan bersiap-siap dengan senjata terhunus, kuatir kalau Sik Tiong Giok mencoba untuk menerjang keluar dari kepungan api.
Kobaran api makin lama mendesak makin dekat, hawa panas yang memancar keluarpun terasa amat menyengat badan.
Sik Tiong Giok yang menghadapi kejadian tersebut, disamping ia merasa keheranan menyaksikan kelihayan manusia berbaju merah itu diapun merasa agak tercengang.
Ternyata di saat ia merasakan sekujur badannya kepanasan hingga tak tertahankan, tiba-tiba dari seputar dadanya terasa munculnya hawa dingin yang menyegarkan badan.
Satu ingatan segera melintas dalam benaknya, ia berpikir :
"Jangan-jangan di antara keempat benda mestika pemberian keempat penghuni gua tadi terdapat sebuah mestika yang berkhasiat menahan api."
Berpikir begitu diapun segera meroboh ke dalam sakunya.
Mula-mula ia meraba mutiara itu, lalu meraba kedua belah papan kayu dan setelah itu meraba gelang tembaga, tapi semuanya tidak menunjukkan gejala apapun.
Sampai akhirnya ketika ia meraba lencana pualam tersebut, benar-benar sangat aneh mendadak serentak sekujur badannya menjadi dingin dan segar, kontan saja dia menjadi sangat kebingungan.
Serunya kemudian sambil tertawa terbahak-bahak :
"Haa... haa... haa... inikah barisan api kalian yang dibangga-banggakan?"
"Kenapa aku tidak merasakan sesuatu apapun?"
Mendadak manusia berbaju merah itu menarik kembali
pedangnya, lalu berkata dengan suara dingin :
"Ehm, tampaknya kau si bocah keparat memang benar-benar mempunyai ilmu simpanan, tapi beranikah kau merasakan lagi kelihayan dari jilatan api sakti kami?"
Sik Tiong Giok tertawa : "Belum tentu aku akan bertemu lagi dengan kesempatan sebaik ini, tentu saja aku akan merasakan semua kemampuan yang kau miliki itu."
"Baik!" sahut manusia berbaju merah itu dingin, menyusul kemudian bentaknya keras-keras:
"api langit membakar iblis!"
Begitu perintah diberikan, keenam orang manusia berbaju merah lainnya segera menyembulkan pula enam gulung lidah api yang masing-masing panjangnya mencapai tujuh depa lebih dan serentak menyerang tubuh Sik Tiong Giok dari atas, tengah dan bawah tiga bagian.
Sambil tertawa Sik Tiong Giok segera mengejek :
"Waah, kelihatannya sih hebat, cuma sayang tetap tak mempan untuk membakar tubuhku."
"Kenapa bisa begitu?" tanya manusia berbaju merah itu dingin,
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"aku tak percaya kalau kau memiliki kemampuan tak mempan dengan api."
"Bukankah kepandaian yang kalian pergunakan barusan bernama
'Api langit membakar iblis?" Justru karena aku bukan iblis, bagaimana mungkin api kalian bisa membakarku?"
Manusia berbaju merah itu mendengus dingin, mendadak ia mementangkan mulutnya dan menyemburkan segumpal api yang secara langsung menyerang wajah anak muda tersebut.
Hebat sekali datangnya semburan api itu, begitu cahaya api berkobar, rumput kering di seputar tiga kaki dari sana segera terbakar dan mengepulkan asap berwarna hijau.
Sik Tiong Giok sama sekali acuh tak acuh, tangan kirinya segera digerakkan melakukan gerakan melingkar di depan tubuhnya, dan dalam waktu singkat muncul segumpal kabut putih yang membumbung tinggi ke angkasa hingga mencapai ketinggian satu kaki lebih, lalu menyebar kemana-mana.
Kabut putih g dilapisi pula dengan selapis embun itu dengan cepat melindungi seluruh badan Sik Tiong Giok.
Tatkala ketujuh buah lidah api itu menerjang masuk ke dalam lapisan kabut putih itu, tahu-tahu saja cahaya yang membara itu hilang lenyap tak berbekas.
Dalam pada itu Sik Tiong Giok masih duduk di tempat semula dengan tenang, malah ujarnya kemudian sambil tersenyum.
"Huh, api semacam inipunkalian sebut sebagai api sakti, heee...
hee... bila dibiarkan berkelanjutan, niscaya aku bakal menjadi kaku lantaran kedinginan.
Agaknya manusia berbaju merah itu dibuat amat gusar, segera bentaknya dengan suara dingin :
"Bocah keparat, kau jangan keburu merasa bangga dulu, biarpun kau memiliki ilmu tahan api, jangan harap kau bisa lolos dari barisan Jit Sat Liatwe Tin ku dalam keadaan selamat."
Berbicara sampai disitu, tiba-tiba ia memasukkan kembali pedangnya ke dalam sarung lalu sepasang tangannya digosokkan satu sama lainnya.
Seketika itu juga menyembur keluar berpuluh-puluh jalur cahaya biru yang gemerlapan diikuti bau busuk yang amat menyengat penciuman, langsung menyerang si anak muda itu.
Keenam orang lainnya segera meniru pula gerakan pemimpin mereka dengan menggosok telapak tangan masing-masing, dalam waktu singkat berpuluh-puluh kilatan cahaya berwarna biru telah mengurung seluruh tubuh Sik Tiong Giok rapat-rapat.
Sik Tiong Giok masih tetap duduk di atas tanah dengan senyuman di kulum, walaupun dalam sekilas pandangan ia nampak tenang, padahal secara diam-diam segenap hawa murni yang dimilikinya telah dihimpun menjadi satu untuk mendesak lencana kumala itu agar memancarkan kabut putih yang lebih banyak lagi, sesungguhnya kabut itulah yang berfungsi sebagai penangkis datangnya serangan hawa panas lawan.
Makin lama bau busuk yang memancar keluar semakin
bertambah tebal dan keras, kini hampir semua tetumbuhan yang berada dalam lebih itu telah terbakar dengan hebatna, bahkan batang-batang pohon yang tumbuh di atas tebingpun banyak di antaranya yang terbakar hangus.
Sementara itu agaknya Sik Tiong Giok juga mulai merasa kepanasan, meskipun masih duduk bersila dia tas tanah, namun wajahnya sudah kehilangan senyumannya semula.
Keadaan semacam ini berlangsung sampai hampir satu jam lebih, kemudian Sik Tiong Giok baru kedengaran berkata :
"Masih berapa banyak sih ilmu kepandaian kobaran api sakti kalian yang belum sempat dikeluarkan" Hayo kerahkan semua!"
"Hmm, cukup dengan keadaan semacam inipun aku bisa mengurungmu selama tujuh hari lamanya aku percaya tujuh hari kemudian, kau si Pangeran Serigala langit akan berubah menjadi abu."
"Huuh...! Belum tentu..."
"Lalu mengapa kau tidak mencoba untuk menerjang keluar dari kurungan kami?"
Sik Tiong Giok segera mendengus gusar :
"Hmm, andaikata aku sampai berusah untuk menerjang keluar dari kurungan ini, sudah dapat dipastikan kalian tentu akan lari tunggang langgang, kalau sampai terjadi keadaan beigut, kan jelas akan merusak pemandangan indah?"
"Aku tidak percaya!"
"Ooh, jadi kalian berharap dapat mendengarkan alasanku"
"Coba kau katakan!"
"Pertama, jika aku berniat untuk menerjang keluar dari barisan api ini, aku yakin ilmu berasap api sesat yang kalian andalkan itu tak nanti bisa menghalangi kepergianku, tapi akibatnya pakaian yang kukenakan niscaya hancur berantakan dan tak berwujud lagi, bukankah begitu?"
Manusia berbaju merah itu segera mendengus dingin.
"Hmm, jangan lagi pakaian bahkan badan serta dagingmu pun akan turut terbakar musnah."
"Aaah, belum tentu begini, bayangkan saja kobaran api kalian yang begitu ganaspun tak mampu melukaiku, apa pula susahnya menerjang keluar dari kepungan ini" Selain itu..."
"Selain itu kenapa?"
"Bila dugaanku tak salah kalian semuanya tentu kaum wanita bukan?" kata Sik Tiong Giok.
"Atas dasar apa kau berkata demikian?"
"Ditinjau dari potongan badan kalian, gerak gerik, nada pembicaraan serta kekejian dari kalian semua, dapat kuduga kalian semua adalah kaum wanita."
Manusia berbaju merah itu mendengus dingin.
"Hmm, belum tentu hanya kaum wanita saja yang berhati keji, buas dan tidak berperasaan, kau tak usah mengada-ada."
"Masa aku salah bicara" Pernahkah kau dengar orang berkata bahwa senjata lebah terletak di ujung ekornya, hati perempuan adalah paling keji" Oleh sebab itu aku yakin kalau kalian semua adalah kaum wanita."
Begitu perkataan tersebut diucapkan, ketujuh orang manusia berbaju merah itu segera terbungkam dalam seribu bahasa, agaknya apa yang diduga anak muda tersebut memang benar.
Kembali Sik Tiong Giok berkata :
"Coba kalian bayangkan sendiri, andaikata aku sampai menerjang keluar dari barisan kalian dalam keadaan bugil, apakah kalian tak akan menjadi ketakutan hingga membubarkan barisan ini?"
Kembali ketujuh orang manusia berbaju merah itu membungkam diri dalam seribu bahasa, namun serentak merekapun
menghentikan pula serangannya dengan kobaran api.
Demikianlah, selanjutnya kira-kira setengah jam lamanya kedua belah pihak sama-sama bertahan dengan mulut membungkam.
Tapi akhirnya Sik Tiong Giok tak bisa menahan diri lagi, dia segera akan menerjang keluar dari dalam barisan itu.
Diapun segera bangkit berdiri lalu serunya lantang :
"Hey perhatikan baik-baik, aku segera akan menerjang keluar dari barisan ini!"
"Apakah kau tak kuatir menjadi bugil karenanya?" seru manusia berbaju merah itu keras-keras.
Sik Tiong Giok segera tertawa.
"Apa yang mesti kutakuti" Paling banter keadaanku saja yang nampak jelek karena mirip bayi tua lagi berlarian, kalau toh kalian tidak merasa keberatan, sekarang juga aku akan menerjang keluar dari sini."
"Kau berani?" tiba-tiba manusia berbaju merah itu membentak keras-keras.
Kembali Sik Tiong Giok tertawa :
"Ya, apa boleh buat, aku toh tak bisa membiarkan diriku terkurung terus di tempat ini, kau mesti tahu, sudah sehari semalam aku belum bersantap."
"Justru tugas kami adalah mengurungmu di sini."
"Tapi sayang akupun tak dapat menuruti perkataanmu itu dengan begitu saja."
Di tengah pembicaraan tersebut, mendadak ia menggerakkan pedangnya seraya membentak keras :
"Hati-hati!" Menyusul kemudian sekali lagi terdengar suara pekikan nyaring bergema memecahkan keheningan, pedangnya dengan jurus Hujan angin dari delapan penjuru, secara beruntun melancarkan tujuh delapan buah serangan berantai, begitu kobaran api berhasil dihalau oleh deruan angin pedang, anak muda itu segera memanfaatkan kesempatan yang sangat baik itu untuk meloncat keluar dari kurungan.
Menyaksikan kejadian ini, manusia berbaju merah tersebut segera menggerakkan kembali barisannya, tujuh bilah pedang serentak mengepung kembali ke depan.
Sementara itu Sik Tiong Giok sudah tidak usah merasa kuatir lagi, begitu dia lolos dari barisan api dengan cepat lencana kumala itu dimasukkan ke dalam sakunya.
Lalu dengan tangan kiri memainkan dua belas ilmu cacad, sementara pedang di tangan kanan menyerang dengan ilmu Tay Coa Cap Pwee Ta.
BEGITU DUA MACAM ILMU YG maha dahsyat itu dikeluarkan bersama, ditambah pula dengan ilmu kelitan serigala, terkamaan serigala serta gigitan yang semuanya merupakan ilmu
simpanannya, bisa dibayangkan betapa sengit dan hebatnya pertarungan itu.
Dalam keadaan demikian, kendati ketujuhorang manusia berbaju merah itu memiliki ilmu silat yang hebat, tak urung mereka jadi kelabakan juga sehingga terdesak mundur ke belakang berulang kali.
Menjumpai hal ini, sekali lagi Sik Tiong Giok mendongakkan kepalanya sambil tertawa terbahak-bahak...
Di tengah gelak tertawa tersebut, tahu-tahu pemuda itu mengeluarkan ilmu lari serigala dan melejit sejauh tiga kaki lebih dari posisi semula.
Demonstrasi ilmu meringankan tubuh yang dilakukan anak muda itu kontan saja mengejutkan ketujuh orang manusia beraju merah itu untuk sesaat mereka jadi tertegun dibuatnya.
Sambil tertawa Sik Tiong Giok berkata :
"Nona bertujuh aku telah merasakan kehebatan dari ilmu barisan api Ji Sat Hwee Tin kalian, sampai ketemu lagi di telaga Gi Liong oh nanti.
Selesai berkata dia lantas membalikkan badan dan melanjutkan kembali perjalannnya.
Dia berlari terus hingga melewati dua buah tebing terjal sebelum akhirnya menghentikan langkahnya.
Saat ini, anak tersebut merasakan tubuhnya amat lelah dan kehabisan tenaga, terpaksa dia harus mencari sebuah tempat yang tersembunyi untuk duduk bersemedi dan memulihkan kembali kekuatannya.
Entah berapa lama sudah lewat, ketika dia membuka matanya kembali, matahari sudah berada di atas kepala, pemuda itu segera melompat bangun, tapi saat itu pula perutnya tiba-tiba berbunyi keras.
Baru sekarang dia teringat kalau sudah dua hari belum mengisi perutnya, tidak heran kalau rasa lapar menggerogoti perutnya disini...
Terdorong oleh nalurinya untuk melanjutkan hidup tanpa terasa dia mengalihkan pandangan matanya dan celingukan ke
sekeliling tempat itu, maksudnya hendak mencari buah-buahan untuk mengisi perutnya yang lapar.
Apa mau bilang, pepohonan yang tumbuh di sekitar tempat itu justru hanya pepohonan siong, tak sebatang pohon pun yang merupakan pepohonan berbuah.
Di dalam gelisahnya, mendadak dari balik pepohonan di depan sana tampak asap mengepul ke angkasa, kelihatannya asap tersebut berasal dari sesuatu tempat yang tidak terlalu jauh.
Dalam kejut dan girangnya, cepat-cepat dia melompat naik ke atas sebatang pohon dan celingukan dari situ.
Betul juga lebih kurang satu li dari situ terdapat sebuah rumah gubuk, asap yang terlihat tadi tak lain berasal dari rumah gubuk tersebut.
Dengan munculnya asap, berarti di sekitar sana terdapat kehidupan, terdorong oleh rasa kejut dan gembira tanpa berpikir panjang lagi ia berangkat kesana.
Agaknya dia sudah lupa kalau tempat tersebut letaknya sangat dekat dengan telaga Gi Liong oh, sebagai daerah musuh, sesungguhnya ancamaan bahaya bisa mengancam setiap saat, lagi pula di setiap jengkal tanah kemungkinan besar terdapat perangkap, lalu dari mana datangnya perumahan rakyat..."
Tapi dapat kita maklumi, bila seseorang sudah dicekam perasaan lapar yang luar biasa, maka ingatan pertama yang melintas di dalam benaknya adalah mengisi perutnya sekenyang mungkin.
Orang dulu mengatakan : Manusia adalah besi, adalah baja.
Lelaki yang terbuat dari baja pun tak akan mampu bertahan selama tiga hari bila diserang kelaparan.
Dalam keadaan kelaparan itulah Sik Tiong Giok tak sempat memikirkan hal-hal yang lain, dia segera berlarian menuruni bukit.
Memang aneh kalau dibicarakan, disaat orang sedang lapar, ternyata kondisi badan orang pun ikut merosot.
Kalau di hari-hari biasa, perjalan sejauh satu lie paling banter hanya ditempuh dalam beberapa kali lompatan saja, maka sekarang dia harus berlarian sampai mandi peluh sebelum akhirnya tiba di tempat tujuan...
Ternyata tempat tersebut merupakan sebuah gubuk yang tanpa dinding di sekelilingnya, jadi tempat itu hanya berupa gubuk penunggu belaka.
Di bagian belakang gubuk itu terdapat sebuah anglo yang terbuat dari tumpukan tiga batu bata, di atasnya terletak sebuah kuali yang sudah gumpil, seorang perempuan tua berbaju biru sedang menambah api di bawah kuali tersebut.
Tampaknya perempuan tua itu tidak menyadari kalau di luar pintu telah kedatangan seseorang, dia tidak berpaling bahkan menggubris pun tidak.
Sik Tiong Giok memperhatikan sekejap keadaan di sekeliling tempat itu, ia benar-benar tak mampu menahan rasa lapar yang teras melilit perutnya, apalagi dari balik kuali tersebut menyiarkan bau harum yang semerbak, harum yang semerbak, hal ini membuat rasa laparnya semakin menjadi-jadi...
Akhirnya dia tak mampu menahan diri lagi sambil berjalan masuk ke dalam gubuk itu, serunya lantang :
"Nenek yang budiman, aku adalah seorang pelancong yang sedang kelaparan, sudikah kau membagikan semangkuk nasi bagiku?"
Ketika mendengar teguran itu, si nenek segera berpaling dan memperhatikan sekejap wajah Sik Tiong Giok, kemudian sahutnya ketus :
"Di atas bukit yang terpencil tidak terdapat hidangan yang lejat, apa yang bisa ku hidangkan untukmu?"
"Hidangan macam apa pun boleh saja yang penting bagiku adalah mengisi perutku yang sedang lapar, ketahuilah sudah dua hari aku belum bersantap."
Nenek itu termenung sebentar, dengan pandangan ragu diawasi sekejap beberapa biji singkong yang sedang dibakar tapi akhirnya dia menyodorkan hidangant sb ke hadapan Sik Tiong Giok sambil ujarnya :
"Kalau begitu ambillah beberapa biji singkong itu untuk mengisi perutmu, tapi kau tak boleh makan disini, sebab kalau sampai ketahuan putraku yang sebentar lagi pulang, kau bakal berabe."
"Aku mengerti, aku mengerti," sahut Sik Tiong Giok cepat-cepat,
"tetapi kemanakah perginya putramu itu?"
"Ia sedang pergi berburu aaah...!"
Ketika berbicara sampai disitu, dia seakan-akan teringat akan sesuatu, dengan cepat membalikkan badan dan berjalan menuju ke belakang sebuah batu besar.
Selang beberapa saat kemudian dia muncul kembali lalu katanya kepada Sik Tiong Giok sambil tertawa :
"Aku masih menyimpan sisa sepotong daging menjagan yang diasap, ambillah sekalian untuk mengisi perutmu, sebagai orang muda biasanya takaran makanannya sangat besar bukan" Tapi kau mesti ingat, jangan sampai ketahuan putraku, dia bisa mengajarmu habis-habisan."
Berbicara sampai disitu dia segera berjalan kembali ke sisi tungku dan asyik mengurusi tanakan nasinya.
Sik Tiong Giok memandang sekejap beberapa biji singkong dan sepotong daging asap yang berada di tangannya, setelah menghela napas dia pun berjalan keluar dari gubuk itu.
Begitulah, sambil berjalan dia melahap hidangan tersebut, ketika daging menjagan itu habis disikat dia pun melalap beberapa biji singkong itu.
Belum sampai setengah li, semua hidangan tersebut sudah habis dilalap olehnya.
Perut yang lapar kini sudah teratasi, pikirannya menjadi lebih jernih, tiba-tiba satu ingatan melintas di dalam benaknya, dia berpikir :
"Sungguh aneh, mengapa di sekitar telaga Gi Liong oh terdapat seorang penduduk yang berupa nenek peyot" Jangan-jangan di balik kesemuanya itu terdapat hal-hal yang kurang beres...?"
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, perutnya suda mulai terasa aneh, tiba-tiba saja muncul beribu-ribu gulung hawa hangat yang dengan cepat menyusup ke dalam seluruh isi perutnya.
Menyusul kemudian, dia merasa lelah dan berat sekali matanya jadi mengantuk dan kalau bisa ingin tidur senyenyak-nyenyaknya di atas tanah.
Belum lagi ingatan lain melintas lewat, mendadak dari belakang tubuhnya bergema suara gelak tertawa seseorang :
"Haaaahh... haaahhh... haaahhhh... orang she Sik agaknya kau tak akan mampu melewati pos penjagaan yang dijaga olehku."
Sik Tiong Giok terkejut sekali setelah mendengar perkataan itu dengan ceapt dia berpaling, ternyata nenek berbaju biru tadi telah berdiri di belakang tubuhnya.
Saat itu, si nenek sama sekali tidak nampak peyot, malah sekulum senyuman mengejek menghiasi ujung bibirnya, dia sedang mengawasi wajah Sik Tiong Giok lekat-lekat.
Mendadak timbul perasaan bergidik dari dalam tubuh Sik Tiong Giok, sesudah tertegun sejenak serunya :
"Hey, mengapa bisa kau?"
"Bagaimana dengan daging menjangan itu" Apakah sudah kau makan sampai habis" Bagaimana dengan rasa laparmu" Apakah sudah merasa kenyang?"
"Aku memang betul-betul sangt lapar, semuanya sudah kumakan sampai habis, itu pun hanya bisa menahan sedikit rasa laparku."
Mendadak nenek berbaju biru itu tertawa terbahak-bahak :
"Haaaahhh... haaahhh... haaahh... bagus sekali kalau memang sudah kau makan... bagus sekali..."
Dari balik gelak tertawa lawan, Sik Tiong Giok bisa menangkap kalau tenaga dalam yang dimiliki nenek tersebut amat sempurna, tanpa terasa dia berpikir :
"Oooh, rupanya nenek ini memang sengaja berlagak demikian, dengan tujuan hendak membohongi aku!"
Berpikir sampai disini, tiba-tiba saja satu ingatan melintas dalam benaknya dengan cepat dia berseru :
"Ooooh, jadi rupanya kau sengaja berperan sebagai seorang nenek dengan maksud hendak membohongi aku?"
Nenek beraju biru itu segera melepaskan rambut palsunya sambil melepaskan topeng kulit manusia yang dikenakan, dengan cepat muncullah selembar wajah yang cantik jelita.
Ternyata perempuan itu merupakan seorang nona muda yang berparas amat cantik.
Terdengar dia menjawab sambil tertawa merdu :
"Tebakan mu memang sangat tepat, coba kau lihat apakah dandananku amat bagus?"
"Ehmm... dandananmu memang mirip sekali, buktinya aku berhasil kau kelabui."
"Tahukah kau, siapakah aku sebenarnya?"
Sik Tiong Giok segera menggeleng :
"Tidak, aku tidak tahu!"
"Kalau begitu aku perlu memberi penjelasan kepada mu, aku adalah anak buah Gi Liong kuncu, orang menyebutku ketua dari barisan iblis selaksa racun, perempuan beracun berbaju biru.
Pernah kau dengar tentang nama tersebut?"
Sik Tiong Giok jadi terkejut sekali sesudah mendengar nama ini, cepat-cepat serunya :
"Apa" Kau bernama perempuan racun" Kalau begitu di dalam hidangan yang ku makan tadi telah kau polesi dengan racun keji?"
Perempuan racun berbaju biru itu segera tertawa geli :
"Tentu saja, namaku saja perempuan racun, masa semua benda yang telah melalui tanganku tidak kupolesi dengan racun?"
Tak terlukiskan rasa gusar Sik Tiong Giok sesudah mendengar perkataan itu, segera serunya :
"Padahal antara aku orang she Sik dengan dirimu toh tak punya ikatan dendam ataupun sakit hati, mengapa kau meracuni diriku secara licik" Sebetulna apa maksudmu ?"
"Maksudku" Aku hanya mendapat perintah dari tuan putri untuk berusaha menaklukkan dirimu, asal kau bersedia menyerah kepada pihak Gi Liong oh kami tentu saja racun yang mengeram di dalam tubuhmu akan kupunahkan juga."
Secara diam-diam Sik Tiong Giok segera menghimpun tenaga dalamnya setelah mendengar perkataan itu sementara di luar ujarnya :
"Sik Tiong Giok sebagai seorang lelaki sejati, selama hidup tak sudi tunduk kepada siapapun."
"Tapi kali ini kau tak punya pilihan lain."
Belum habis perkataan itu diucapkan, tiba-tiba perempuan racun berbaju biru telah mengayunkan telapak tangannya serta melancarkan sebuah pukulan dahsyat.
Sik Tiong Giok yang telah bersiap sedia segera berkelit ke samping begitu melihat musuhnya melancarkan serangan, setelah menghindar sejauh tujuh delapan depa lebih ia baru membentak :
"Menyergap orang di saat lawan tak siap bukan perbuatan seorang enghiong, tunggu saja sampai aku berhasil mendesak keluar racun yang mengeram di dalam tubuhku, sebelum kucari kau untuk membuat perhitungan."
Selesai berkata, dia segera membalikkan badan dan segera beranjak pergi dari sini.
Perempuan racun berbaju biru sama sekali tidak bermaksud untuk melakukan pengejaran, hanya serunya dengan lantang :
"Tiga jam kemudian racun yang mengeram di dalam tubuhmu itu akan mulai bekerja, saat itu, biar ada malaikat yang baru turun dari kahyangan punjangan harap bisa menolong jiwamu, carilah tempat yang baik pemandangan alamnya untuk menantikan saat ajalnya tiba."
Sik Tiong Giok sama sekali tak menggubris seruan itu, dengan sekuat tenaga dia berlarian terus ke depan, dalam waktu singkat dia telah berada beberapa kaki jauhnya dari tempat semula.
Setelah menghembuskan napas sejenak, pemuda itu berlarian lagi sejauh beberapa puluh kaki ke depan, tapi keadaannya makin lama semakin tak beres.
Sepasang kakinya terasa amat berat bagaikan diberi beban yang sangat besar, walaupun dia berusaha untuk melangkah ke depan, namun kakinya seakan-akan tak mau menuruti perkataannya lagi, kelopak matanya juga terasa amat berat, rasa penat yang luar biasa membuatnya menjadi sangat mengantuk dan ingin tidur.
Walaupun begitu, dalam hati kecilnya dia sadar gumamna seorang diri :
"Aku harus berusaha untuk bertahan terus, bila aku sampai roboh, niscaya selembar jiwa stgakan berakhir disini...
Namun suara gumamnya makin lama semakin tak bertenaga, pikiran dan kesadarannya mulai kabur dan tak jelas.
Pada saat itulah, tiba-tiba tubuhnya terhuyung sehingga tubuhnya tersungkur ke depan dan roboh terjengkang ke atas tanah, otomatis semua benda yang berada dalam sakunya turut tercecer pula di tanah, satu di antaranya adalah mutiara tak bersinar itu, dengan cepat benda tadi menggelinding menjauhi tempat itu.
Sik Tiong Giok masih teringat bahwa mutiara tersebut adalah barang titipan orang lain, tentu saja ia tak bisa membiarkannya hilang dengan begitu saja.
Padahal keempat anggota badannya sudah lemah tak bertenaga bahkan lengannya sudah tak mampu diangkat lagi, bagaimana mungkin ia dapat memungut mutiara tersebut"
Dalam gelisahnya, pemuda itu segera berusah kerasa untuk menangkap mutiara tadi dengan mulutnya.
Kalau memang diceritakan sangat aneh, mutiara tersebut seperti memiliki jiwa kehidupan saja, mendadak secara otomatis menggelinding masuk ke dalam mulutnya.
Begitu mutiara tersebut masuk ke dalam mulutnya, seluruh kekuatan tubuhnya menjadi buyar, dalam keadaan demikian dia hanya bisa menyerahkan nasibnya kepada Yang kuasa, tak mampu lagi dipikirkan apakah tempat tersebut terletak berdekatan dengan telaga Gi Liong oh atau tidak, ia terlelap tidur sangat nyenyak."
Ketika mendusin kembali, ia mendengar suara ramai
pembicaraan manusia bergema dari sekelilingnya.
Ketika membuka matanya, ternyata matahari sudah tenggelam di langit sebelah barat dan memancarkan sinar kemerahan ke empat penjuru.
Tujuh delapan nona muda berbaju biru berdiri di sekeliling tubuhnya, mereka rata-rata berwajah cantik.
Mendadak terdengar salah seorang di antaranya berseru :
"Hey, coba lihat, bocah muda itu telah mendusin, tapi mengapa sampai sekarang toaci belum datang juga?"
Seorang nona yang lain segera menjawab :
"Apa yang mesti kita takuti" Memangnya dengan kekutan kita beberapa orang, boah muda itu tak sanggup kita ringkus?"
"Aku hanya merasa heran, si bocah muda itu sudah menelan daging menjangan kita yang telah dicampuri racun penghancur usus, mengapa dia masih bisa mendusin kembali."
"Mungkin saja takaran obat yang digunakan toaci kurang banyak..."
"Siapa bilang takaran obatku kurang banyak" Malahan aku telah melipatgandakan takarannya setelah kudengar kalau orang she Sik itu memiliki tenaga dalam yang amat sempurna."
Menyusul perkataan tersebut, dari balik batu cadas muncul seorang perempuan muda berparas cantik lainnya, dia adalah si perempuan racun berbaju biru.
Menyusul perkataan tersebut, dari balik batu cadas muncul seorang perempuan muda berparas cantik lainnya, dia adalah si perempuan racun berbaju biru.
Begitu dia munculkan diri ke tujuh orang nona berbaju biru lainnya serentak bertanya :
"Setelah toaci pergi minta petunjuk tuan putri, bagaimana instruksinya?"
"Tuan putri berkata bahwa orang ini bermanfaat sekali bagi kita, karena itu dilarang untuk mencelakai dirinya, ia suruh kita menggotongnya ke dalam istana serta memunahkan racun dari dalam tubuhnya.
Seorang di antara nona berbaju biru itu segera berseru :
"Waaah, kalau begitu mari kita segera berikanobat penawar racun kepadanya, kalau ususnya sampai putus dan mati, kita kan tak bisa memberikan pertanggungan jawabnya nanti..."
Belum selesai perkataan itu diutarakan, Sik Tiong Giok sudah bangun duduk di lantai sambil ujarnya :
"Aku orang she Sik belum bakal mati, jadi kalian memang tak akan mampu memberikan pertanggungan jawabnya."
Begitu ucapan tersebut diutarakan, beberapa orang nona berbaju biru itu menjadi terkejut, serentak mereka alihkan pandangan matanya ke arah pangeran muda itu.
Dengan perasaan terkejut bercampur keheranan, perempuan racunb erbaju biru itu bertanya :
"Hey anak muda, apakah kau tidak keracunan?"
"Tidak, aku sama sekali tidak merasakan gejala keracunan, aku hanya sedikit mengantuk sehingga tertidur sebentar disini."
"Apakah singkong dan daging menjangan itu tidak kau makan?"
"Sudah, sudah makan, kalau tidak mengisi perutku dengan hidangan tersebut bagaimana mungkin aku punya semangat baru?"
"Kalau begitu benar-benar aneh sekali, kalau memang sudah dimakan seharusnya kau akan keracunan, tapi... mengapa kau tidak memperlihatkan gejala keracunan?"
Sik Tiong Giok segera tertawa terbahak-bahak :
"Haaah... haaahh...haahh... kalau kau memang keheranan, maka aku perlu memberi penjelasan kepadamu, ketahuilah sejak dilahirkan aku sudah tak mempan dengan segala macam racun yang lebih ganas lagi. Akan kutelan racun tersebut di hadapan kalian, kita buktikan saja bersama-sama nanti, apakah aku bakal keracunan atau tidak."
Dengan perasaan apa boleh buat perempuan beraju biru menghela napas panjang, katanya kemudian :
"aaai... anggap saja kau memang mampu menembusi pos penjagaanku ini, tapi bukan berarti kau dapat memasuki telaga Gi Liong oh secara mudah."
Sekali Sik Tiong Giok tertawa :
"Kalau begitu aku harus mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada nona sekalian. Aku yakin aku pasti dapat memasuki telaga Gi Liong oh tersebut."
"Silahkan saja mencobanya!"
"Apakah kalian masih mempunyai kepandaian simpanan lainnya yang belum sempat diperlihatkannya?"
"Tadi kan sudah kujelaskan, kau telah lulus dalam barisan iblis seratus racun, sebab kepandaian yang kami andalkan adalah permainan racun, kalau toh kau tak mempan dengan racun, apalagi yang harus kami perbuat?"
"Apakah masih ada barisan lai yang harus kulewati?"
"Di selat di depan sana merupakan barisan binatang buas pencekam sukma, barisan itu terbentuk dari kawanan harimau yang amat ganas, disitu tiada makhluk hidup yang diajak berbicara, aku tidak percaya kalau kau mampu menembusinya."
"Oooh, jadi kau berniat untuk menyaksikan aku melewati barisan tersebut" Baik, silahkan kau saksikan sendiri dengan santai aku pasti dapat melewati barisan binatang buas itu dengan cepat."
"Ehmmm, aku memang berniat demikian. Silahkan kau berangkat lebih duluan."
Sambil tersenyum Sik Tiong Giok segera manggut-manggut kemudian membalikkan badan dan beranjak pergi.
Sementara dalam hati kecilnya dia berpikir berulang kali, pikirnya
: "Dari keempat macam benda yang dihadiahkan keempat orang dalam gua tadi, ada dua macam benda yang telah membebaskan aku dari kesulitan, siapa tahu kalau dua benda yang terakhir berkhasiat pula untuk membebaskan aku dari barisan yang terakhir" Kalau pendapatku ini sampai meleset, dengan mengandalkan kepandaian silat ku, rasanya tak sulit juga untuk menaklukkan binatang-binatang buas tersebut."
Perlu diketahui kepandaian yang paling utama dari kakek serigala langit adalah menaklukkan binatang buas, dengan mengandalkan ke tujuh puluh dua jurus ilmu Ki na jiu hoat nya, binatang buas yang ganas macam apapun sudah terbiasa dibekuk olehnya dengan kepandaian tersebut, sehingga boleh dibilang tiada sesuatu kesulitan baginya untuk menghadapi makhluk-makhluk seperti itu.
Perjalan sejauh dua tiga lie dilalui dalam sekejap mata, dari kejauhan ia sudah melihat ada belasan ekor harimau ganas bertiduran di depan selat tersebut.
Ketika melihat kedatangan Sik Tiong Giok, kawanan harimau tersebut serentak melompat bangun dan mulai mengaum dengan hebatnya.
Sik Tiong Giok berniat untuk mencoba khasiat dari benda mestika yang berada dalam sakuna, mula-mula dia mengeluarkan dulu papan kayu tersebut sambil menerjang ke arah kawanan harimau itu.
Namun benda ini tidak memberikan manfaat apapun, malahan suara auman harimau-harimau ganas itu semakin menggila.
Pada saat itulah, terdengar suara si perempuan racun berbaju biru berkumandang datang dari kejauhan :
"Hey orang she Sik, ayoh cepat turun tangan, akan kusaksikan bagaimana caramu si serigala kecil menghadapi kerubutan dua belas ekor harimau ganas."
Sebenarnya Sik Tiong Giok bermaksud untuk mencoba khasiat dari gelang tembaga itu, tapi teriakan mana segera
membangkitkan rasa ingin menangnya.
"Silahkan kalian perhatikan dengan seksama, tapi keadaan macam apakah yang kalian kehendaki" Harimau yang sudah mampus atau harimau hidup?"
"Kami tak inginkan yang mati, juga tak mau yang hidup."
Sik Tiong Giok segera tertawa :
"Ooooh, kalau begitu kalian berharap ku tangkap harimau-harimau tersebut" Bagus sekali, nah perhatikan baik-baik!"
Begitu selesai berkata, tubuhnya segera melejit ke depan dan menerjang ke tengah gerombolan harimau-harimau ganas itu.
Ketika kawanan harimau tersebut melihat kedatangan musuhnya, serentak binatang buas itu mengaum keras, lalu dengan dahsyatnya menerjang ke arah si anak muda itu.
Tapi entah apa sebabnya, ketika kawanan harimau tersebut sudah semakin mendekat, tahu-tahu saja mereka membalikkan badan dan menyingkir lagi, tak seekor pun yang melanjutkan terkamannya ke tubuh Sik Tiong Giok.
Dengan cepat Sik Tiong Giok mengerti, hal ini disebabkan daya khasiat dari gelang tembaga tersebut, tapi dia tak ingin mengampuni kawanan harimau ganas tersebut dengan begitu saja.
Dengan cepat dia mengeluarkan ke tujuh puluh dua juru ilmu Ki na jiu nya dan menyalurkan tenaga dalamnya ke dalam lengan.
Lalu di antara ayunan sepasang tangannya, dia desak kawanan harimau ganas itu secara menghebat.
Ternyata kawanan harimau ganas itu tak sanggup
menghindarkan diri, dalam waktu singkat dia telah membantik semua harimau tersebut secara mudah.
Jeritan kesakitan pun bergema silih berganti, keadaannya benar-benar amat ramai.
Sementara itu perempuan racun berbaju biru serta rekan-rekannya menjadi tertegun setelah menyaksikan adegan tersebut, kendati pun mereka memiliki ilmu silat yang cukup hebat dan mampu menghadapi kerubutan dua tiga jago lihay dari dunia persilatan namun belum pernah melihat keperkasaan seseorang macam begini.
Bukan saja ke dua belas ekor harimau ganas itu tak berani mendekatinya, bahkan sekali banting lantas tak sadarkan diri.
Dalam waktu singkat, beberapa orang itu sudah dibuat tertegun dengan mata terbelalak lebar-lebar.
Pada saat itulah dari kejauhan sana berkumandang datang beberapa kali suara pekikan aneh yang amat menusuk
pendengaran. Ketika Sik Tiong Giok mengalihkan pandangan matanya ke depan segera terlihatlah ada dua puluh makhluk aneh berjalan seperti manusia sedang melompati jeram dan berjalan mendekati.
Ia tak tahu makhluk-makhluk apakah itu, namun dari kebengisan wajah mereka dapat diduga kalau kawanan makhluk tersebut tidak gampang dihadapi dengan mengandalkan ilmu silat saja.
Dengan setengah berjalan setengah melompat dalam waktu singkat kawanan makhluk aneh itu sudah tiba di hadapannya.
Setelah mengerti kalau makhluk-makhluk aneh itu tak mungkin bisa dihadapi dengan mengandalkan ilmu silat saja, Sik Tiong Giok segera berminat untuk mencoba keampuhan gelang
tembaga sekali lagi, andaikata tidak berhasil, terpaksa dia baru akan bertarung dengan sekuat tenaga.
Maka di sampping menyiapkan gelang tembaga itu, pedangnya segera diloloskan pula dari sarung.
Kalau bilang memang sangat aneh, begitu gelang tembaga itu dikeluarkan, kawanan makhluk aneh tersebut juga persis telah menerjang ke hadapannya.
Namun kawanan makhluk tersebut seakan-akan merasa takut akan sesuatu, tak satu pun yang mendekati pemuda itu, malahan di tempat kejauhan mereka berlutut dan menyembah sambil memperdengarkan suara rintihan yang amat mengenaskan.
Tentu saja kejadian ini sangat mengejutkan dan mencengangkan Perempuan racun berbaju biru sekalian yang mengikuti jalannya peristiwa itu dari kejauhan.
Padahal kecuali Gi Liong kuncu sendiri, tak seorang pun penghuni telaga Gi Liong oh yang berani mendekati kawanan makhluk aneh tersebut tapi mengapa mereka justru takut terhadap Pangeran Serigala" Kejadian ini sangat mencengangkan hati mereka.
Sik Tiong Giok sendiripun amat terkejut bercampur keheranan setelah menyaksikan kejadian ini, pikirnya :
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Benar-benar tidak kusangka kalau gelang tembaga yang sama sekali tidak menarik ini ternyata memiliki daya khasit yang begitu besar, khasiatnya dapat menaklukkan pelbagai macam makhluk dan binatang buas..."
Berpikir demikian, diapun segera berpaling dan serunya sambil tertawa nyaring :
"Nona-nona sekalian, sudah kalian saksikan dengan jelas" Bukan saja aku tidak mempan terhadap racun, akupun mampu
menaklukkan pelbagai macam binatang buas, sekarang tentunya kalian sudah takluk bukan?"
Baru selesai perkataan tersebut diutarakan, tiba-tiba terdengar suara seseorang yang amat dingin menyela :
"Bocah keparat, kau jangan keburu bangga dulu, di belakang sana masih siap sebuah neraka perempuan cantik, akan kulihat dengan cara apakah kau akan melewati tempat tersebut dengan selamat!"
Sik Tiong Giok segera berpaling setelah mendengar seruan tersebut, namun dia hanya menyaksikan setitik bayangan manusia yang secara lamat-lamat sedang menjauh kemudian lenyap di kejauhan sana.
Sambil tertawa nyaring pemuda itu segera berseru :
"Jangan lagi neraka perempuan, biar naik ke bukit golok, terjun ke kuali berisi minyak mendidihpun, aku she Sik tidak akan gentar. Hey sobat, tunggu sebentar, saksikanlah bagaimana caraku menembusi tempat itu."
Menyusul seruan mana, dia segera melakukan pengejaran pula dengan kecepatan luar biasa.
Perjalanan yang ditempuh selanjutnya merupakan jalan bukit yang berliku-liku, da harus menempuh perjalan sejauh setengah harian lebih sebelum keluar dari selat tersebut.
Tiba-tiba pemandangan permai terbentang di depan mata, pepohonan nan hijau dengan aneka bunga yang berwarna-warni tersebar dimana-mana, di antara hembusan angin yang sejuk, terdengar suara burung yang berkicau dengan merdunya.
Tanpa terasa Sik Tiong Giok merasakan dadanya jadi lapang dan lega, serunya tanpa terasa :
"Waaah, hebat sekali, tak nyana kalau di balik tanah perbukitan yang gersang dan ganas, ternyata terdapat tempat yang begini indah bagaikan sorga loka."
Sambil menikmati keindahan alam, dia berjalan terus menelusuri jalanan yang ada.
Tiba-tiba terdengar suara air yang mengalir bergema dari balik sebuah hutan siong di depan situ.
Dalam hatinya diapun berpikir :
"Setelah mengalami perbagai pertarungan yang sengit, aku beanr-beanr cukup merasa lelah, padahal entah masih berapa banyak ancaman bahaya yang terdapat di depan sana, mengapa tidak kumanfaatkan kesempatan itu guna memelihara kekuatan baru sebelum bertarung kembali dengan mereka."
Sementara otaknya berputar, dia pun berjalan menuju ke dalam hutan siong, kembali pikirnya dalam hati :
"Kalau ku dengar dari suara air yang begitu keras, di depan sana pasti terdapat air terjun, mengapa aku tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk mandi dulu lalu tidur sepuasnya, kemudian setelah mencari buah-buahanu mengisi perut baru menerjang pergi ke telaga Gi Liong oh?"
"Tanggung mereka akan ku buat menjadi kucar kacir... haah...
haah... haahh..." Membayangkan hal yang menggembirkan, tak kuasa lagi ia tertawa terbahak-bahak.
Setelah puluhan langkah memasuki hutan, ternyata pepohonan yang tambun disana sebagian besar adalah pohon-pohon siong yang tua, sementara rerumputan bagaikan sebuah permadani hijau yang amat besar, jelas tempat itu dirawat seseorang dengan teratur.
Walaupun perasaan keheranan menyelimuti perasaan Sik Tiong Giok, namun dia tidak memperhatikan dengan serius, kembali perjalanan diteruskan menelusiri hutan.
Di depan sana terbentang sebuah lembah bukit, dari atas puncak tebing terlihat air terjun yang mengalir dengan derasnya, suara yang gemuruh, percikan bunga air ke empat penjuru
mendatangkan perasaan naman di sana.
Tiba-tiba terdengar suara helaan napas panjang bergema tiba bersamaan dengan berhembusnya segulung angin sejuk.
Sik Tiong Giok tertegun dan segera berpaling, terlihatlah di atas sebuahbatu besar di tepi air terjun itu berdirilah seorang nona berbaju kuning.
Ia berdiri di sebelah kanan sambil mengawasi air terjun itu dengan termangu, suara helaan napas beberapa kali bergema memecahkan keheningan.
Gadis itu berdiri begitu dekat dengan tepi tebing, membuat percikan air terjun membasahi tubuhnya, namun dia seperti tidak merasa, nona itu masih saja berdiri disana dengan wajah tertegun.
Dia mempunyai rambut yang halus dan lembut, ketika angin berhembus lewat menggoyangkan rambutnya, terlihat nona itu lebih cantik dan menawan hati.
Pada saat itulah Sik Tiong Giok telah melihat wajahnya dengan jelas, tanpa terasa serunya :
"Aaah, Li Peng... Oooh, bukan, bukan, dia adalah Li ji..."
Nona cantik berbaju kuning itu sama sekali tidak berpaling untuk menengok ke arah dia, dia cuma mengawasi butiran air yang memercik dari air terjun tersebut dengan termangu.
Sik Tiong Giok tak sanggup menahan diri lagi, dia segera berseru keras :
"Adik Li!" Nona cantk berbaju kning itu nampak agak terkejut ketika mendengar suara panggilan itu, dengan cepat dia membalikkan badan serta mengawasi pemuda itu dengan termangu.
Sampai lama, lama kemudian pelan-pelan ia baru bekata :
"Kau... bukankah kau adalah engkoh Giok?"
Dalam girangnya Sik Tiong Giok segera melompat ke hadapannya dan tanpa berpikir panjang menggenggam sepasang tangannya erat-erat, katanya kemudian sambil tertawa :
"Oooh, akhirnya aku berhasil juga menemukan dikau."
"Apa artinya berhasil menemukan aku" Toh aku sama sekali tak sudi menggubris dirimu lagi," sahut Huan Li ji dingin.
Dalam tertegunnya, Sik Tiong Giok segera berseru lagi :
"Mengapa kau tak bersedia menggubris ku lagi?"
"Kau toh sudah tahu sendiri, buat apa mesti kujelaskan kembali?"
Sik Tiong Giok semakin tertegun lagi.
"Sebenarnya persoalan apa sih" Aku sama sekali tidak tahu."
"Aku ingin bertanya kepadamu, dengan menyerempet bahaya kau menerjang masuk ke telaga Gi Liong oh ini sebenarnya dikarenakan apa?"
"Kau sendiri kan mengetahui juga akan persoalan ini, aku datang untuk memenuhi janji."
"Apa bukan dikarenakan seseorang" Murid dari Siong hee lojin yang bernama nona Li Peng" Hmm, aku dengar dia berparas sangat cantik?"
Mendengar perkataan itu, Sik Tiong Giok segera tertawa : Dia berwajah mirip sekali dengan dirimu, sama cantiknya..."
Baru saja berbicara sampai disitu, tiba-tiba dia menyaksikan pancaran sinar amarah mencorong keluar dari balik mata Huan Li ji, hal ini membuatnya jadi tertegun, segera pikirnya :
"Hey, sungguh aneh, dahulu adik Li belum pernah menunjukkan sikap seperti ini?"
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat mendadak terdengar Huan Li ji tertawa dingin, ia membalikkan badan dan segera beranjak pergi.
Dengan perasaan gelisah Sik Tiong Giok segera berseru :
"Adik Li, kau hendak kemana?"
Sambil beranjak pergi dari situ, Huan Li ji menyahut dengan nada mendongkol :
"Kemana lagi" Tentu saja pulang ke rumah."
Sik Tiong Giok segera menjejakkan kakinya ke atas tanah dan melompat ke hadapan Huan Li ji, kemudian sambil menghadang jalan perginya, ia berseru sambil tertawa :
"Perjalanan dari sini sampai di Szuchuan paling tidak membutuhkan waktu satu dua hari, apa salahnya kalau
menunggu sampai aku telah menyelesaikan urusan disini, kemudian baru ku antar kau pulang ke rumah?"
Entah sengaja atau tidak ternyata Huan Li ji menubruk ke dalam pelukan Sik Tiong Giok, serta merta pemuda itu memeluk tubuhnya erat-erat.
Dalam sekejap mata dia merasakan hatinya berdebar keras, tak kuasa lagi dia merangkul lebih kencang lagi kemudian menundukkan kepalanya dan mencium bibirnya.
Dengan cepat ke empat lembar bibir itu saling menempel satu sama lainnya.
Tiba-tiba Sik Tiong Giok seperti merasakan ada sesuatu yang tak beres, dengan cepat ia mendorong tubuh Huan Li ji, kemudian tegurnya dengan dingin :
"Si... siapakah kau?"
Huan Li ji tidak menjawab, dengan kening berkerut dia memejamkan matanya rapat-rapat, sementara sekulum
senyuman manis menghiasi ujung bibirnya, bagaikan seekor ular dia melilit tubuh pemuda itu kencang-kencang.
Dengan perasaan tak sabar Sik Tiong Giok segera mencengkeram tangan nona itu, lalu bentaknya lagi :
"Hayo jawab, siapkah kau!"
Huan Li ji bagaikan orang yang kesurupan, dia hanya mendesis pelan tanpa menjawab.
Pada saat itulah, tiba-tiba dari balik permukaan air sungai muncul dua buih putih.
Dengan perasaan yang amat terkejut Sik Tiong Giok segera berpaling ke arah tempat itu.
Ternyata dari balik air telah muncul seorang nona dalam keadaan setengah telanjang, rambutnya yang panjang dibiarkan terurai di belakang tubuhnya, sementara tubuh bagian bawahnya yang putih bersih masih terbenam air.
Separuh tubuh bagian atasnya yang telanjang itu bukan saja membuat lengan nona itu terlihat jelas, bahkan payudaranya yang montok dan kencang itu terlihat jelas kecuali dari atas.
Terutama selembar wajahnya yang cantikd an dihiasi dengan sekulum senyuman, jelas dia adalah seorang Li Peng atau Huan Li ji.
Tampaknya nona yang berada di balik permukaan air itu sengaja bermaksud memamerkan keindahan tubuhnya, tiba-tiba ia menggerakan badannya dengan gesit lalu munculkan seluruh badannya dari balik permukaan air.
Sik Tiong Giok menjadi tertegun setelah menyaksikan adegan tersebut, untuk beberapa saat lamanya dia sampai lupa untuk berbicara.
Sementara itu si nona yang berada di atas daratan telah menegur dengan manis :
"Engkoh Giok, coba kau perhatikan siapakah di antara kita berdua yang lebih cantik?"
Begitu nona tersebut membuka suara, si nona yang baru saja muncul dari permukaan air itu segera menjerit kaget, kemudian cepat-cepat terjun kembali ke dalam air.
Baru sekarang Sik Tiong Giok mendusin dari rasa kagetnya, dia memandang sekejap nona yang berada dalam rangkulannya, kemudian setelah mundur selangkah, bentaknya keras-keras :
"Cepat beritahukan kepadaku, siapakah kau sebenarnya?"
Nona cantik berbaju kuning itu tertawa merdu, lalu berkata :
"Kau benar-benar seorang lelaki yang tidak berperasaan, bukankah kita pun pernah saling berjumpa" Masa kau tidak mengenali diriku lagi...?"
Sik Tiong Giok termenung sambil berpikir sejenak, kemudian baru ujarnya :
"Bukankah kau... kau adalah satu di antara dua belas tusuk konde dari Gi Liong oh?"
Nona cantik berbaju kuning itu segera tertawa :
"Tepat sekali, aku adalah si gadis suci Li Peng."
"Lantas siapa pula nona yang berada di dalam air itu?"
"Dia adalah si gadis binal Li Peng."
Sik Tiong Giok segera tertawa getir, keluhnya :
"Aaah, hampir saja aku tertipu oleh kalian..."
Belum habis perkataan itu diucapkan, tiba-tiba dari belakang tubuhnya terasa desingan angin tajam yang menyambar lewat, cepat-cepat dia berkelit ke samping, tapi dalam gugupnya pemuda itu tak sempat lagi memperhatikan keadaan di sekitar sana, tak ampun lagi...
"Byuuuurr...!" Tubuhnya segera tercebur pula ke dalam air.
Atas kejadian ini, Sik Tiong Giok menjadi amat gusar sekali hingga sepasang matanya berapi-api, sebaliknya kedua orang perempuan cantik itu justru tertawa terpingkal-pingkal.
Sik Tiong Giok munculkan diri sekejap dari balik air sambil memperhatikan ke dua orang gadis itu, kemudian ia menyelam kembali ke dalam air.
Sementara itu si gadis binal Li Peng hanya menutupi bagian bawah tubuhnya dengan selembar kain tipis, sedangkan tubuh bagian atasnya dibiarkan tetap telanjang, kepada si gadis suci katanya seraya tertawa :
"Apakah kau telah menggunakan obat pemabuk?"
Si Gadis suci segera mengangguk.
"Yaa, aku telah mengirimkan obat pembauk itu melalui ujung lidahku sewaktu berciuman tadi, bila obat perangsangnya sudah mulai bekerja, kutunggu kerja mu nanti!"
Si gadis binal segera tertawa cekikikan.
"Asal obat perangsang itu sudah masuk ke dalam perutnya, selesai mereka bermain cinta denganku nanti, tanggung dia akan terjerumus untuk selamanya di dalam neraka perempuan."
Sementara kedua orang gadis itu masih berbincang-bincang, secara diam-diam Sik Tiong Giok telah berenang naik ke atas daratan, kemudian tanpa memperdulikan pakaiannya yang basah kuyup dengan suatu gerakan yang amat cepat, dia menyusup ke samping ke dua orang gadis itu dan mencengkeram jalan darah penting di atas pergelangan tangan mereka berdua.
Gadis binal sama sekali tidak menjadi marah, malah sambil mengerling serunya seraya tertawa :
"Ehmm rupanya ilmumu dalam air pun hebat sekali."
Sik Tiong Giok segera mendengus :
"Hmm, seandainya aku tidak menguasai ilmu dalam air, bagaimana mungkin dapat ku atasi jebakan perahu kosong kalian itu?"
Gadis binal kembali tertawa.
"Bagus sekali kalau begitu, bagaimana kalau kita bermain cinta di dalam air saja"
Tanggung pasti sip...!" "Hmm, kau tak usah berbicara yang bukan- bukan denganku, hayo cepat ajak aku menjumpai nona Li!" bentak Sik Tiong Giok dengan suara dingin. "Waduuh... kau memang pandai merayu," seru gadis suci pula, "tadi kau masih memanggil adik Li terus menerus dengan mesra, sekarang kau sudah memang nona Li, sesungguhnya yang mana sih yang kau cinta?" "Kau tak usah mengurusi soal ini, yang penting ayoh cepat bawa aku menemuinya." Gadis suci segera menghela napas panjang. "Aaai... pergi yaa pergi, tapi kenapa mesti buruk amat sikapmu?"
Tiba-tiba si gadis binal menggoyangkan pinggulnya sehingga pakaian tipis yang dikenakannya terlepas ke atas tanah, kemudian sambil mengerling genit katanya :
"Eeei, bagaimanapun juga, aku kantak bisa mengikutimu dalam keadaan bugil macam begini."
Sebenarnya Sik Tiong Giok sudah merasa agak rikuh karena mesti menyeret dua orang gadis telanjang sambil berjalan, mendengar perkataan itu terpaksa dia mengendorkan tangannya seraya berkata :
"Baiklah, akan kulepaskan dirimu, asal ada seorang saja yang menjadi petunjuk jalan, hal ini sudah cukup."
Si gadis binal sama sekali tidak beranjak dari situ, dengan sepasang matanya yang terbelalak besar dia mengawasi Sik Tiong Giok tanpa berkedip, sementara wajahnya menunjukkan sikap senyum tak senyum.
Sikap semacam ini kontan saja menimbulkan debaran hati yang amat keras bagi Sik Tiong Giok, cepat-cepat dia menarik tangan si gadis suci dan membentak :
"Hayo cepat ajak aku pergi!"
Gadis suci mengerutkan dahinya, kemudian sambil menunjukkan wajah minta dikasihani katanya :
"Bersediakah kau mengendorkan cengkeramanmu?"
"Boleh saja kalau ingin cengkeramanku dikendorkan, toh aku tidak kuatir kau akan melarikan diri," ucap Sik Tiong Giok sambil tertawa tergelak.
Berbicara sampai disitu, ia benar-benar mengendorkan tangannya serta membebaskan si gadis suci.
Dengan pandangan yang pedih si gadis suci mengerling sekejap ke arahnya, tiba-tiba ia berkata dengan sedih :
"Kau benar-benar berhati keras dan tak punya perasaan, masa kau tak mengerti bagaimana harus menyayangi kaum wanita"
Tak heran kalau kau dinamakan Pangeran Serigala."
"Sudah, kau tak usah banyak bicara, sebetulnya mau membawakan pergi atau tidak?" hardik pemuda itu.
Dengan perasaan apa boleh buat si gadis suci menghela napas panjang, sahutnya kemudian :
"Aaai... setelah bertemu dengan manusia buas seperti kau, apalagi yang dapat ku lakukan" Mari kita berangkat!"
Pelan-pelan dia pun berjalan meninggalkan tempat itu.
Sik Tiong Giok berpaling dan memandang sekejap ke arah gadis binal, ternyata dia masih berdiri disitu dalam keadaan telanjang bulan, sorot matanya sedang mengawasinya dengan termangu.
Dengan perasaan muak dia meludah, kemudian membalikkan badan dan tidak menggubris dirinya lagi, dengan mengikuti di belakang gadis suci segera beranjak pergi dari situ.
Setelah melewati jeram dan mendaki bukit sejauh dua tiga li akhirnya sampailah mereka di depan sebuah bangunan rumah kecil yang dibangun di tepi sungai.
Pemandangan alam di sekitar sana amat permai dan
mendatangkan perasaan nyaman bagi siapa pun.
Mendadak gadis suci itu menghentikan langkahnya, kemudian sambil menuding ke depan katanya :
"Itu dia,Huan Li ji, dan Li Peng berdua berada di dalam rumah bambu itu, pergilah sendiri ke sana."
"Apakah kali ini pun suatu tipu muslihat kembali?" tanya Sik Tiong Giok agak ragu.
"Huuh, percaya atau tidak terserah kepadamu, aku mah akan pergi dari sini!"
Belum habis perkataan dari si gadis suci, Sik Tiong Giok telah bertindak cepat dengan menotok jalan darahnya, kemudian menarik tubuh gadis suci menuju ke arah bangunan loteng itu.
Tiba di depan pintu, dia melemparkan tubuh si gadis suci ke atas tanah, kemudian katanya sambil tertawa :
"Maaf, untuk sementara waktu aku harus kau tidak berbohong lagi, mungkin aku bersedia mengampunimu."
Selesai berkata, dia pun berjalan menaiki anak tangga.
Baru berjalan setengah jalanan dari atas ruang loteng ia sudah mendengar suara rintihan lrih yang bergema tiba.
Dengan tergesa-gesa Sik Tiong Giok melompat naik ke atas ruangan, dilihatnya dinding ruangan itu kosong melompong, hanya dekat dinding bagian belakang terletak sebuah
pembaringan yang terbuat dari bambu.
Suasana di sekeliling tempat itu amat hening, sementara di atas pembaringan hanya terdapat dua orang gadis yang berbaring disana dalam keadaan telanjang bulat.
Cepat-cepat Sik Tiong Giok membuang muka ke arah lain.
Mendadak terdengar salah seorang di antara kedua orang gadis telanjang itu berseru dengan suara gemetar :
"Oooh engkoh Giok, ternyata kau benar-benar telah datang, setelah menghadapi kejadian seperti ini, mengapa kau masih risau" Cepatlah datang menolong kami."
Nada suaranya amat lirih dan memilukan hati, mendatangkan perasaan pilu bagi siapa pun yang mendengarnya.
Tanpa terasa Sik Tiong Giok berpaling lagi sambil bertanya :
"Siapakah kau?"
Gadis bugil yang berada di bagian luar bangun duduk dan mengambil selembar selimut untuk ditutupkan ke bagian bawah tubuh mereka berdua, setelah itu katanya :
"Aku adalah Cu Siau hong sedangkan dia adalah si gadis jelek Li Peng, apakah kau sudah tidak kenal lagi dengan kami?"
"Lalu siapa pula dia?"
"Dia adalah kekasih hatimu enci Li, kasihan dia sudah menderita luka yang amat parah, kini berada dalam keadaan tak sadar."
Mendengar perkataan tersebut, dengan cepat sg maju mendekati pembaringan kemudian memeriksanya dengan seksama.
Tampak Huan Li ji berada dalam keadaan tak sadarkan diri, dia berbaring disitu tanpa bergerak barang sedikitpun juga.
Ketika memperhatikan kembali keadaan Li Peng, tampak sepasang keningnya berkerut dan air mata membasahi wajahnya, keadaannya sangat mengenaskan hati.
Tidak sampai anak muda itu mengajukan pertanyaannya, Li Peng telah berkata lagi :
"Aku dan enci Li harus merasakan tiga kali siksaan berat dari putri Gi Liong setiap harinya, sekarang tubuh kami sudah tak ada yang berada dalam keadaan utuh."
"Kalau dilihat keadaan tubuh kalian, tidak kujumpai luka apa pun, siksaan apakah yang telah dipergunakan olehnya?" tanya Sik Tiong Giok keheranan.
Li Peng menghela napas panjang.
"Aaaai, entah darimana ia dapat ide tersebut, alat siksaan yang digunakan adalah semacam jarum emas yang khusus digunakan untuk menusuk jalan darah, setiap kali ditusukkan, rasanya sakit sekali seperti tulang yang dihancurkan."
Mendadak Sik Tiong Giok melotot besar, lalu dengan penuh rasa benci katanya :
"Suatu ketika, aku pasti akan mencarinya untuk membalas dendam."
"Soal itu dibicarakan lain kali saja, mengapa kau tidak berusaha untuk menyelamatkan kami lebih dulu?" keluh Li Peng dengan suara gemetar.
"Baik, sekarang juga aku akan mengajak kalian keluar dari tempat ini."
"Tapi seluruh tulang belulang kami serasa sudah hancur semua, bagaimana mungkin dapat menggerakkan tubuh untuk berjalan?"
"Aaah, lantas bagaimana jadinya?" seru Sik Tiong Giok makin gelagapan.
"Untung saja aku menyimpan sebotol obat Liuleng leng hiang liok dari perguruan kami, botol obat itu berada dalam bajuku dekat pintu, cepat ambillah dan poleskan ke tubuh kami, siapa tahu hal ini dapat membantu untuk menyembuhkan kami semua dari kesulitan ini."
Ketika selesai berkata kembali dia merintih dengan keadaan yang mengenaskan, hal ini membuat Sik Tiong Giok menjadi sangat iba.
Dalam bingungnya, cepat-cepat Sik Tiong Giok mendekati baju yang dimaksud dan mengambil sebuah botol kecil terbuat dari porselen putih.
Kemudian setelah balik kembali ke depan pembaringan, dia berkata kepada Li Peng :
"Adik Peng dapatkah kau turun tangan menggosoknya sendiri?"
"Aaah, bagaimana sih kau ini..." seru Li Peng dengan perasaan gemas, "setelah berada dalam keadaan begini, nyawa pun sudah berada di ujung tanduk, mengapa kau masih memikirkan lelaki dan perempuan?"
Berbicara sampai disitu, kembali dia merintih sambil memejamkan matanya, butiran air mata jatuh bercucuran dengan derasnya, ia nampak semakin melemah.
Sik Tiong Giok merasa sangat beriba hati, cepat-cepat dia membuka penutup botolitu.
Isi botol tersebut berupa cairan putih yang harum semerbak baunya.
Ia menuang sedikit ke atas telapak tangannya, kemudian digosokkan ke atas bahu Li Peng.
Ternyata obat itu memang sangat mustajab, jalan darah Li Peng yang semual terlihat setitik bintik hitam, begitu digosok dengan obat tersebut, bintik hitam tadi segera lenyap tak berbekas.
Maka diapun menggosok kedua belah lengan nona itu dan pelan-pelan bergerak ke arah dada, setelah sepasang payudaranya digosok maka pemuda itu mulai menggosok pinggul dan
sepasang kakinya. Tak selang berapa saat kemudian, seluruh tubuh nona itu sudah digosok semua, bau harum yang amat tebal pun segera
menyelimuti seluruh ruangan tersebut.
Waktu itu, meskipun Li Peng masih memejamkan matanya rapat-rapat, namun keningnya sudah tak berkerut, senyuman pun menghiasi ujung bibirnya, sudah jelas rasa sakit telah lenyap dari badannya.
Sik Tiong Giok bukan seorang lelaki yang tak berperasaan, berada di hadapan gadis cantik dalam keadaan telanjang, meski tidak terlinas pikiran jahat dalam benakna, toh tak urung dia memperhatikan beberapa kejap tubuh si nona yang bugil.
Waktu itu Li Peng berbaring lurus di atas pembaringan, di samping kulit tubuhnya yang mulus dengan payudaranya yang montok, hana terlihat sisa bekas merah pada jalan darahnya.
Yang paling merangsang di antara kesemuanya ini tentu saja payudara si nona yang bulat, putih dan montok dengan sepasang anggur merah di ujungnya itu, hampir tiada bagian tubuhnya yang tertutup rapat...
Apalagi sewaktu dia sepasang bukit dagingna turut tergetar dan naik turun tiada hentinya, benar-benar suatu pemandangan yang menggairahkan.
Menyaksikan pemandangan yang begitu menggirukan, biarpun Sik Tiong Giok berhati sekeras baja pun tak urung hatinya berdebar keras juga.
Untuk beberapa saat lamanya dia berdiri termangu-mangu sambil memegangi botol porselen itu.
Pada saat inilah tiba-tiba dari bawah loteng berkumandang datang suara irama musik yang aneh, suara musikitu membawa daya perangsang yang sangat kuat, seakan-akan suara keluhan seorang gadis yang menginginkan sesuatu.
Bersamaan waktunya diapun mendengus bau harum semerbak yang sangat merangsang, bau itu seperti bau bunga tapi bukan, yang jelas menimbulkan reaksi pada salah bagian tubuhnya.
Yang lebih aneh lagi, justru pada saat itulah Li Peng telah menyingkirkan selimut yang menutupi tubuh bagian bawahnya, kemudian mengangkat tinggi kedua belah kakinya, sehingga bagian tubuhnya yang paling rahasia dengan hutan bakau yang lebat itu tertera jelas.
Sik Tiong Giok bukan patung, dia bukan manusia berdarah dingin, menghadapi daya rangsangan semacam ini, mampukah dia mempertahankan diri..."
Dan pada saat itu juga, tiba-tiba Li Peng membuka matanya serta menatapnya dengan pancaran sinar merayu yang amat tebal.
Sik Tiong Giok merasakan hatinya menjadi gatal, seperti ada ulat yang sedang merambat hatinya, dia tertawa bodoh kemudian bagaikan harimau kelaparan dia tubruk tubuh si nona yang bugil serta menungganginya secara ganas.
Tampaknya suatu pertempuran sengit segera akan berlangsung disitu.
Di saat yang amat kritis itulah, mendadak dari bawah loteng sana berkumandang datang suara jeritan ngeri yang memilukan hati.
Serta merta Sik Tiong Giok tersentak kaget dan buru-buru melompat turun dari atas badan perempuan itu.
Tapi kobaran api birahi masih membakar hatinya, dengan termangu-mangu pemuda itu mengawasi korbannya, seakan-akan setiap saat akan menungganginya kembali.
Untung saja tenaga dalam yang dimilikinya sangat sempurna, ditambah bakatnya memang hebat, cepat-cepat dia
mengeluarkan mutiar penolak racun dan segera dihisap dalam mulutnya.
Memang aneh kalau dibicarakan, tiba-tiba saaj Sik Tiong Giok menjadi sadar sepenuhnya, seperti kepalanya diguyur dengan sebaskon air dingin, semua api napsu birahinya lenyap tak berbekas.
Begitu mengetahui apa yang barusan hampir terjadi, dia segera membentak gusar.
"Perempuan rendah yang tak tahu malu, hampir saja aku terperangkap oleh tipu muslihat kalian."
KEMUDIAN SAMBIL MENDENGUS dingin dia melompat turun dari atas loteng, dilihatnya si gadis suci sudah tergeletak dengan kepala terpisah dari badannya.
Dengan perasaan keheranan pemuda itu pun berpikir :
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aaah, siapa yang telah melakukan kesemuanya ini" Andaikata perempuan ini tidak terbunuh, mungkin aku sudah terjebak oleh siasat musuh..."
Sementara dia masih termenung, tiba-tiba dari atas loteng terdengar suara bentrokan senjata yang sangat ramai...
Sik Tiong Giok semakin keheranan lagi, cepat-cepat dia melompat kembali ke atas loteng.
Siapa tahu baru saja dia hendak melompat masuk lewat jendela, mendadak sesosok bayangan hitam menerjang keluar dari balik ruangan tersebut.
Dalam keadaan tidak menduga, mereka berdua segera saling bertumbukan satu sama lainnya lalu seruan kaget masing-masing terjatuh ke atas tanah.
Ketika Sik Tiong Giok mengalihkan sorot matanya ke arah lawan, kembali dia menjerit kaget :
"Hey, rupanya kau..."
Ternyata pihak lawan adalah si gadis jelek Li Peng yang asli, di atas wajahnya yang bersemua emas masih kelihatan begitu menakutkan dan pucat pias.
Sambil mendengus dingin Li Peng segera berseru :
"Kenapa dengan aku?"
"Lagi-lagi kau telah menolong ku" sahut Sik Tiong Giok dengan wajah tersipu-sipu.
"Hmm, berhubung aku merasa sangat muak menyaksikan perbuatan cabulmu itu, terpaksa aku harus turun tangan. Coba kalau tidak, huuh... siapa yang kesudian membantumu?"
"Tapi aku datang untuk memenuhi janji demi menolongmu, rupanya kau telah berhasil lolos dari kurungan."
"Terima kasih banyak," suara Li Peng masih kedengaran dingin, kaku dan amat tak sedap didengar, "tak disangka bukan kau yang menolongku, justru akulah yang telah menolongmu, bukan demikian?"
"Yaa, benar!" Sik Tiong Giok tertawa, "karena itu aku harus berterima kasih kepadamu..."
Sembari berkata dia benar-benar merangkap tangannya dan menjura dalam-dalam.
Li Peng segera tertawa cekikikan serunya kemudian :
"Sudahlah, aku mah dtak berani menerima penghormatanmu sebesar ini, asal kau tidak menuduhku sedang merebut mestika mu, hal ini sudah lebih dari cukup."
"Aaaaah, mana, mana, persoalan itu kan cuma salah paham,"
kata Sik Tiong Giok tertawa, "masa berani aku menuduhmu sebagai pencuri" Tapi... bagaimana ceritanya sampai kau berhasil meloloskan diri dari bahaya maut?"
Li Peng tertawa. "Kau anggap muridnya Siong he lojin adalah manusia yang gampang dipermainkan orang" Cukup dengan menggunakan akal sederhana, siapa pun tak bakal mampu mengurungku, malah ada di antara mereka yang mampus di ujung pedangku."
"Jadi kau telah membunuh Gi Liong kuncu?" seru Sik Tiong Giok terperanjat.
"Aku sih tidak mempunyai kemampuan sebesar ini, aku hanya membunuh kawanan siluman perempuan yang memutarbalikkan kenyataan itu..."
"Semuanya telah kau bunuh?"
"Yaa, tidak seorang pun yang berhasil meloloskan diri dari ujung pedangku!"
Sik Tiong Giok segera menghela napas panjang :
"Buat apa sih kau membunuh mereka secara kejam" Toh diberi hukuman pun sudah cukup?"
"Kenapa" Jadi kau masih rindu dengan kemesraan mereke?"
hardik Li Peng tiba-tiba sambil mendelik.
Cepat-cepat Sik Tiong Giok menggoyangkan tangannya berulang kali.
"Bukan, bukan begitu maksudku, aku hanya kuatir kau telah salah membunuh orang baik."
Seperti memahami akan sesuatu, Li Peng segera berkata :
"Ooooh kau maksudkan nona Huan" Jangan kuatir, saat ini dia sudah berada di tebing ci im gay di bukit Pay Lau San!"
"Apa" Apakah dia tidak tertawan?" tanya Sik Tiong Giok keheranan.
"Tentu saja tidak, secara diam-diam dia dilindungi oleh seorang rase hitam, lagi pula mempunyai seorang kekasih yang sangat memperhatikan nasibnya, dia memang jauh lebih berbahagia daripada aku."
Ketika berbicara sampai disitu, suaranya segera berubah, bahkan kedengaran amat sedih.
Sebagai seorang pemuda yang cerdik sudah barang tentu Sik Tiong Giok memahami maksud perkataan dari Li Peng, maka sambil tertawa paksa katanya :
"Ku lihat kalian berdua sama-sama cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, siapa pun tak ada yang lebih jelek daripada yang lain..."
"Apa?" seru Li Peng tertegun, "jadi kau tidak mengatakan aku jelek?"
Sik Tiong Giok segera tertawa.
"Siapa bilang kau jelek" Dalam pandanganku, kau lebih hebat daripada Cu Siau hong bukankah begitu?"
Tiba-tiba saja Li Peng merasakan tubuhnya bergetar keras, kemudian sambil tertawa serunya :
"Bagus sekali, rupanya kau telah berhasil menyelidiki keadaanku sejelasnya, mengapa tidak kau katakan sejak tadi?"
"Aaah, akupun baru saja mengetahuina, andaikata tidak disinggung orang mungkin sampai sekarang pun aku masih kena dikibuli."
"Cepat katakan, siapa yang begitu cerewet" Aaah, mungkin si Kalajengking kecil. Baik, bila bertemu dengannya lagi pasti akan kujewer telinganya sampai merah."
"Kau jangan sembarangan menuduh orang baik Siu Cing tidak pernah membicarakan persoalan tersebut denganku."
"Kalau begitu siapa yang beritahukan soal ini kepadamu" Cepat katakan!"
"Kau," Sik Tiong Giok tertawa.
Tiba-tiba saja Li Peng melompat ke depan seraya berteriak :
"Omong kosong, kenapa sih aku memberitahukan soal ini kepadamu?"
"Bukankah barusan kau mengumpat kawanan siluman perempuan itu memutar balikkan kenyataan, seandainya bukan Cu Siau hong, lantas apa sangkut pautnya persoalan ini denganmu?"
Seketika itu juga Li Peng dibuat terbungkam dalam seribu bahasa, erpaksa dia mengalihkan pokok pembicaraan ke soal lain, katanya :
"Baiklah, anggap saja kau memang pintar. Mari kita segera berangkat, tempat ini bukan tempat yang aman."
Sambil berkata dia segera membalikkan badan dan berlarian menelusuri sungai.
Sik Tiong Giok seera mempercepat larinya menyusul gadis itu, lalu bertanya sambil tertawa :
"Adik Peng, kau belum bercerita kepada ku, bagaimana caramu meloloskan diri dari kurungan?"
"Sesudah berhasil menawanku, mereka telah memaksa ku untuk menelan obat pembingung sukma buatan mereka."
"Waah, obat pembauk itu tidak boleh ditelan, sebab akibatnya orang bisa jadi linglung sehingga tidak akan mengenali sanak saudara sendiri," seru Sik Tiong Giok dengan gelisah.
Li Peng segera tertawa. "Tapi aku toh sudah menelan obat tersebut tanpa melawan!"
katanya. "Lalu mengapa kau tak terpengaruh oleh obat pembingung sukam itu?" tanya Sik Tiong Giok keheranan.
"Yaa, aku berhasil menyelamatkandiri dari pengaruh obat tersebut berkat jasa bubuk obat Cau Hua San bikinan guruku, obat itu memang khusus berkhasiat untuk melawan pengaruh obat pembingung sukma, mengerti?"
"Aku mengerti, kau pasti telah menelan bubuk Cau Hua San tersebut setelah dicekoki obat pembingung sukma itu hingga sama sekali tak terpengaruh, bukankah begitu?"
"Keliru besar," kata Li Peng sambil tertawa, "kalau seseorang sudah kehilangan kesadaran pikirannya mana mungkin masih teringat untuk menelan obat penawarnya" Aku justru telah menelan obat penawar racun itu lebih dulu kemudian baru berlagak keracunan, dan aku pun dikirim ke loteng kecil tersebut serta berdiam disini."
"Lalu apa sebabnya kau bunuh habis mereka semua?"
"Merekalah yang datang kemari serta mengusirku pergi, aku dengar mereka sedang mempersiapkan perangkap untuk
menangkap kau si serigala liar, coba bayangkan saja, mana mungkin aku bisa berpeluk tangan belaka setelah mengetahui akan hal ini?"
Sik Tiong Giok segera tertawa.
"Untung saja ada kau yang menolongku, coba kalau kau benar-benar kehilangan pikiran serta tidak membunuh habis mereka semua, niscaya aku sudah mereka tangkap dalam keadaan hidup-hidup."
"Tapi apa jeleknya kalau sampai terpeleset dan terjatuh ke dalam pelukan mereka yang hangat?" goda Li Peng sambil tertawa.
"Nikmatnya sih memang nikmat, tapi kalau sampai merugikan nama baikku serta menggagalkan usaha besarku kan rugi namanya."
Begitulah, sambil berbicara dan bergurau mereka berdua meneruskan perjalanannya menuju ke muka, entah berapa saat kemudian ternyata mereka telah sampai di tengah sebuah hutan yang lebat.
Mendadak tampak bayangan kuning berkelebat lewat, tahu-tahu dua orang lelaki berbaju kuning dan memakai topi berwarna kuning pula dilengkapi sekuntum bunga menghiasi sisi rambutnya telah munculkan diri dari tempat persembunyiannya serta menghadang perjalanan mereka.
"Mau apa kalian?" bentak Sik Tiong Giok sambil memutar pedangnya menciptakan sekilas cahaya perak yang menyelimuti udara.
Kami dua bersaudara mendapat perintah untuk menyambut kedatangan pangeran," jawab lelaki berbaju kuning yang berada di sebelah kanan.
Sik Tiong Giok segera mendengus dingin.
"Hmm, andaikata aku tak mampu menembusi ke lima pos penjagaan kalian, tak mungkin kalian mau datang kemari untuk menyambut kedatanganku."
Sedangkan Li Peng yang berada di sisinya berseru pula sambil tertawa merdu :
"Huuh... dua orang lelaki masa memakai bunga di sisi rambutnya, tampang kalian macam banci itu hanya membuat orang geli saja."
Sik Tiong Giok segera berkata lagi :
"Ehm, di dalam suratnya Gi Liong kuncu memang telah mengatakan bunga merah menghiasi rambut, monyet raksasa menyambut tamu agung."
"Tapi mereka toh bukan monyet, mengapa ikut pula menyambut kita?" bantah Li Peng.
Lelaki berbaju kuning yang berada di sebelah kanan itu memperhatikan sekejap senjata yang digembol kedua orang itu, lalu ujarnya dengan dingin :
"Menurut peraturan yang berlaku di dalam istana Gi Liong oh, barang siapa ingin menghadap maka tidak diperkenankan membawa secuil besipun."
"Tapi kami berdua kan bukan anggota Gi Liong Kiong?"
"Tak terkecuali siapapun, semua orang tak dapat melanggar ketentuan tersebut."
Sik Tiong Giok segera tertawa dingin :
"Hmm, kalau aku tidak bersedia melepaskan senjata, mau apa kau?"
Lelaki berbaju kuning yang berada di sebelah kanan itu segera mendengus dingin :
"Ku harap kalian berdua sedikitlah tahu diri, kami telah mempersiapkan pengepungan yang sangat kuat di sekeliling hutan ini. Apabila kalian berani membangkang, itu berarti kalian pingin mati dengan bermandikan darah di atas tanah."
Tiba-tiba Sik Tiong Giok mendongakkan kepalanya dan tertawa nyaring :
"Haaa... haaah... haaah... haaah... kalau hanya persiapan semacam itu sih belum cukup untuk memecahkan nyaliku, huh!
Ke lima penjagaan kalian saja tak sanggup membendung terjanganku, apalagi cuma hutan kecil ini, hmm! jangan sok main gertak sambal."
Li Peng yang berada di sisinya segera menyambung pula :
"Seandainya benar-benar ada jebakan di sekeliling ini, maka pertama-tama pedang ku ini akan memenggal batok kepala kalian berdua terlebih dahulu."
Mendengar perkataan ini, kedua orang lelaki berbaju kuning itu segera bertukar pandangan sekejap, kemudian dengan nada suara yang berubah, mereka berkata :
"Baiklah kalau toh kalian berkata begini, kami berdua pun tak akan memaksa lebih jauh, ikutilah kami berdua, cuma... jangan menyesal nantinya..."
"Kalian cukup menjadi petunjuk jalan saja," sahut Sik Tiong Giok sambil tertawa, "sebagai seorang lelaki sejati aku orang she Sik berani berbuat berani bertanggung jawab, apa sih artinya menyesal itu?"
Kedua orang lelaki berbaju kuning itu tidak berbicara lagi, mereka berempat pun berjalan menelusuri hutan tapi anehnya justru hanya berputar di sekeliling tempat itu saja, hal ini segera menimbulkan kecurigaan dalam hati Sik Tiong Giok.
Dengan cepat dia menghentikan langkahnya, kemudian
membentak : "Hey, kalian berdua ini apa-apaan" Sebetulnya kalian membawaku pergi kemana?"
Lelaki berbaju kuning yang berjalan di sebelah kiri itu segera menjawab :
"Saat ini kalian belum bisa memasuki istana Gi Liong Kiong, sebab melalui itu harus melaporkan diri terlebih dulu kepada Ngo liok congkoan, setelah melalui pemeriksaan identitas, kalian baru bisa dibebaskan."
Mendengar perkataan tersebut Li Peng menjadi gusar, ia segera membentak :
"Hmm, perkataan kalian pada hakekatnya seperti kentut, kami toh bukan pesakitan yang sedang menjalani hukuman, buat apa mesti melewati pemeriksaan identitas?"
Sedangkan Sik Tiong Giok berkata pula sambil tertawa :
"Aku kira Gi Liong kuncu pasti bukan manusia, kalau tidak, masa anak buahnya bisa mengucapkan perkataan semacam itu?"
Baru selesai ucapan tersebut diutarakan, mendadak dari kejauhan sana terdengar seseorang berkata dengan suara sedingin es :
"Kurang ajar, siapa yang berani berbidara kurang ajar itu" Berani amat menyinggung perasaan tuan putri?"
Sebelum Sik Tiong Giok sempat menjawab Li Peng telah membentak lebih dahulu dengan suara nyaring :
"Kami tidak mengerti apa itu babi jantan atau betina, yang datang adalah Pangeran Serigala, mau apa kalian?"
"Hey, serigala kecil! Kau memang hebat rupanya," kembali suara yang dingin itu bergema, "tak nyana kau mampu menembusi lima buah pos penjagaan ku sekaligus, tapi aku si nenek merasa sangat tidak puas."
"Lantas mau apa kau?" tegur Sik Tiong Giok dengan marah.
"Aku bermaksud memberi pelajaran kepadamu agar kau tahu bahwa di atas langit masih ada langit, di atas manusia masih ada manusia yang lain."
Sebelum Sik Tiong Giok sempat membentak, tiba-tiba ia mendengar desingan suara yang amat tajam meluncur datang lalu di tengah pekikan suara nyaring, meluncur datang segulung bayangan hitam.
Mendadak hatinya bergetar keras, tiba-tiba saja dia teringat kembali dengan burung aneh yang berhasil diusirnya selagi berada di gua batu tadi, cepat-cepat pedangnya diayunkan ke depan.
"Cuiit...!" jeritan keras bergema memecahkan keheningan.
Gumpalan bulu beterbangan dari ats udara disertai pula dengan ceceran darah, jelas bacokan pedangnya itu telah berhasil melukai si burung aneh itu.
Sementara itu, kedua orang lelaki berbaju kuning yang berjalan di muka seakan-akan tidak merasakan apa yang telah terjadi, dengan langkah lebar mereka masih melanjutkan perjalanannya ke depan.
Kembali mereka menempuh perjalanan, hampir sepertanak nasi lamanya sebelum kemudian menelusuri sebuah jalanan setapak.
Dalam pada situ senja kembali sudah menjelang tiba, suasana remang-remang mulai menyelimuti seluruh angkasa."
Tiba-tiba Sik Tiong Giok menjawil ujung tangan Li Peng, kemudian bisiknya :
"Adik Peng, hati-hati! Agaknya kedua setan itu hendak bermain gila dengan kita."
"Ya, kita tebak mereka pasti telah mempersiapkan jebakan baru untuk menangkap kita."
"Tapi kita tak perlu takut, sekali pun sarang naga harimau, kita perlu untuk menerjang semuanya!"
Sementara pembicaraan masih berlangsung mereka telah membelok pada sebuah tikungan dan langsung berjalan menuju ke sebuah kuil kuno.
Setibanya di depan pintu kuil ke dua orang lelaki berbaju kuning itu segera memisahkan diri dan masing-masing berdiri di sebelah kiri dan kanan pintu kuil, kemudian bersama-sama berkata :
"Silahkan masuk ke dalam!"
Sik Tiong Giok mengalihkan pandangan matanya dan
memperhatikan sekejap sekitar sana, pada papan nama yang tergantung di muka pintu, terbaca olehnya tiga huruf besar yang berbunyi :
"Kuil Cu Kat" Tanpa terasa ia berpikir dengan perasaan masgul :
"Ehm, heran! Mengapa begitu banyak kuil Cu Kat di sekitar sini?"
Sementara pikirannya berputar, langkah sama sekali tidak berhenti, dia langsung menaiki undak-undakan batu di depan pintu kuil.
Tapi ketika dilihatnya suasana di dalam kuil itu gelap gulita, dengan perasaan tertegun dia segera menghentikan langkahnya sambil berpikir :
"Waah, seandainya mereka siapkan sekawanan jago lihay di dalam ruangan kuil itu bakal berabe aku jadinya."
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, dari balik kegelapan di dalam ruangan kedengaran seseorang berkata dengan suara :
"Mengapa kalian berdua tidak langsung masuk ke dalam" Apakah merasa takut?"
Sambil menggenggam pedangnya erat-erat, Sik Tiong Giok menyahut sambil tertawa keras :
"Haaaahhh... haaaahhh... haahh... bagi aku orang she Sik, tiada persoalan yang menakutkan di dunia ini."
Di tengah gelak tawa itu dia masuk ke dalam ruang kuil dengan langkah lebar, pedangnya disilangkan di depan dan untuk menjaga suatu yang tak diinginkan.
Mendadak Li Peng menarik ujung bajunya sambil berbisik :
"Eeei, dapatkah kau perlahan sedikit?"
"Apa maksudmu?" Sik Tiong Giok bertanya agak tertegun.
"Kita mesti menghadapi perubahan dengan sikap tenang, menguasai gerakan dengan keheningan, dengan begitu kita baru terhindar dari kekalahan."
Sik Tiong Giok segera manggut-manggut.
"Ehmmm andaikata tidak kau singgung, hampir saja aku masuk perangkap lagi, baik kita berjalan saling berdekatan."
Sambil berkata dia menggandeng tangan kanan Li Peng, sementara si nona pun menggunakan kesempatan tersebut untuk menyandarkan kepalanya di atas bahu sang pemuda.
Mereka berdua meneruskan berjalan sambil saling berdekapan.
Biarpun berada dalam lingkungan yang amat berbahaya serta penuh dicekam hawa napsu membunuh, namun kedua orang muda mudi itu seakan-akan tidak menggubris, mereka saling berdekapan dengan mesra dan penuh rasa cinta.
Langkah ke dua orang itu sangat lamban selangkah demi selangkah berjalan mendekati ruang tengah.
Baru saja mereka melangkah masuk ke dalam ruangan tengah inilah, tiba-tiba cahaya lentera berkilauan dan muncullah puluhansinar lilin di sekitar situ.
Sik Tiong Giok merasakan pandangan matanya menjadi silau, belum sempat ia memperhatikan sesuatu, tiba-tiba terdenar suara gelak tertawa berkumandang datang.
Pendekar Riang 7 Panji Tengkorak Darah Ko Lo Hiat Ki Karya S D Liong Panji Sakti ( Jit Goat Seng Sim Ki) 13
"Sebenarnya kalian berempat ada urusan apa?"
"Kami berempat akan bertarung melawan kau seorang dan kau harus menghadapi kami berempat seorang diri," ujar si tosu setan.
"Yang benar," sambung Si Hun Kek, "kami ingin mencari kematian di tanganmu, agar bisa terbebas dari kehidupan di alam kegelapan ini."
"Oleh karena itu kau tak usah berbelas kasihan di dalam melancarkan serangan nanti," sambung si hweesio liar.
Kembali Hu To Siu berkata :
"Jika kau dapat mengungguli kami, tentu saja tak ada yang perlu dikatakan lagi."
"Sebaiknya kalau tidak mampu menandingi kami," sambung si hweesio liar, "kemungkinan besar kau akan mengorbankan selembar jiwamu."
"aku punya satu permintaan," sela Si Hun Kek.
"Kalau ingin berbicar, cepat katakan!" seru si tosu setan, "kami sudah tak punya waktu banyak."
Sik Tiong Giok tidak mengerti apa yang dimaksud 'tak punya banyak waktu' sementara ia masih tercengang, Si Hun Kek telah berkata sambil menghela napas panjang :
"Ya benar, sedikitpun amat berharga, apalagi saat yang kita hadapi saat ini."
"Hey ucapanmu tak ada artinya, apakah di dalam keadaan seperti inipun kau masih belum dapat menghilangkan watakmu yang aneh itu?" tegur si hweesio liar.
Sesudah tertawa getir Si Hun Kek berkata :
"Maklumlah, aku benar-benar tak dapat mengendalikan diri setelah mengetahui bahwa kesempatan baik yang kuimpi-impikan akhirnya datang juga, sehingga akupuntak bisa menahan diri untuk berbicara banyak."
Tampaknya Hu To Siu juga sudah habis kesabarangannya, segera serunya :
"Kalau pingin biara, katakan secepatnya, jangan membelokkan persoalan lagi!"
Sik Tiong Giok yang menghadapi kejadian semacam ini, segera berbicara pula sambil tertawa :
"Bila kalian memang ada persoalan, katakan saja berterus terang."
"Baiklah," ucap Si Hun Kek kemudian, "aku hanya meminta di saat bertarung nanti, harap kau gunakan ke dua belas ilmu cacad tersebut, tanpa ada yang ketinggalan."
Sik Tiong Giok amat terkejut setelah mendengar permintaan tersebut, segera pikirnya :
"Dari kedua belas ilmu cacad tersebut, walaupun ke tujuh jurus pertama terhitung ganas toh masih bisa dilawan, tapi keempat jurus berikutnya sangat keji dan bila digunakan tentu mengakibatkan kematian terutama sekali pada gerakan terakhir
"Thian Long Eng".
"Selain bisa dipakai untuk menolong orang dapat juga digunakan untuk melukai musuh, daya kemampuannya luar biasa, mana boleh kugunakan secara sembarangan?"
Sementara ia masih termenung, Si Hun Kek telah berkata lagi :
"Bocah serigala kecil, kau tak perlu banyak curiga, banyak tahun kami berharap bisa menyaksikan serta merasakan kehebatan dari ke dua belas ilmu cacad tersebut, bila tidak diberi kesempatan untuk menikmati seutuhnya, tentu akan membuat kami mati tak meram."
Sik Tiong Giok benar-benar tidak habis mengerti, ia tidak tahu apakah maksud yang sebenarnya dari ke empat orang itu sehingga untuk sesaat diapun tak dapat mengambail keputusan, apakah harus mengeluarkan ke dua belas ilmu cacad tersebut atau tidak, tanpa terasa diapun berdiri termangu-mangu.
Tiba-tiba terdengar si hweesio liar berkata sambil menghela napas panjang :
"Dengan resiko yang amat besar serta mempertaruhkan selembar jiwaku, benda ini kuperoleh dari kedalaman Goan Kang padahal aku tak bisa menyimpan benda ini lebih jauh, agaknya mesti terpaksa kuserahkan benda ini kepada si bocah serigala kecil, moga-moga kau bisa menyimpannya secara baik-baik."
Sementara Sik Tiong Giok masih mengira-ngira arti dari perkataan si hweesio liar itu dan menduga benda apa yang ditemukan dalam Goan Kang, tahu-tahu segulung desiran angin tajam telah menyambar tiba.
Cepat-cepat dia sambar benda yang meluncur datang itu, yang ternyata sebuah bungkusan kecil.
Angin desiran itu menyambar datang dengan kekuatan yang amat lembut, sudah jelas si hweesioliar tidak bermaksud jahat terhadapnya.
Atas kejadian ini, Sik Tiong Giok semakin bingung dibuatnya, sekalipun dia dapat menduga bahwa isi bungkusan itu adalah semacam benda mustika, tapi apa sebabnya diberikan
kepadanya?" Dengan perasaan keheranan pemuda itu berpikir :
"Apa yang kulakukan sekarang?"
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, si tosu setan telah berkata pula :
"Betul, di saat pertarungan telah berlangsung nanti, nasibku menjadi tak menentu, bahkan kemungkinan besar bakal mati disini, tampaknya benda milikku inipun inipun harus kuserahkan kepadamu."
Menyusul perkataan itu, kembali terasa segulung desiran angin tajam meluncur ke hadapan pemuda itu.
Ketika Sik Tiong Giok menyambutnya, terasa benda itu berbentuk lebar seperti telapak tangan dengan tebal satu inci, beratnya tidak seberapa dan tak diketahui benda apakah itu.
Secara beruntun Hu To Siu dan Si Hun Kek masing-masing menyerahkan pula sebuah benda kepada anak muda itu.
Setelah suasana menjadi hening sejenak tiba-tiba Hut To Siu berkata :
"Sekarang waktu kita sudah tak banyak lagi, mari segera mulai menyerang!"
Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benak Sik Tiong Giok, cepat-cepat dia berseru :
Kalau memang cianpwee berempat ingin bertarung, tentu saja keinginan kalian akan kupenuhi, tapi sebelumnya aku ingin bertanya, apakah pertarunganini juga merupakan ujian sebelum memasuki telaga Gi Liong oh?"
Si Hun Kek segera mendehem pelan, lalu jawabnya :
"Persoalan ini merupakan urusan pribadi kami berempat, jadi pertarungan ini hanya bersifat membebaskan kami dari kesulitan, tidak terhitung suatu pos penjagaan."
"Hey, serigala kecil, bersikaplah lebih terbuka untuk mencapai pos penjagaan ketiga kau harus keluar dulu dari gua ini."
Menyusul kemudian si tosu setan berpesan pula :
"Andaikata kau ingin berhasil menembusi pos ketiga secara lancar, jangan lupa dengan benda yang pinto hadiahkan kepadamu itu."
"Sudahlah!" tukas Hu To Siu, "kita harus segera turun tangan."
Begitu ucapan tersebut selesai diutarakan keluar, tiba-tiba terasa desingan angin tajam menyambar tiba, ternyata dua orang di antaranya telah maju menyerang dengan kecepatan luar biasa.
Sik Tiong Giok segera mengerahkan tenaga dalamnya untuk melindungi seluruh badan, sementara tangannya bergerak melakukan perlawanan.
Dari desiran angin serangan lawan ia sudah mengetahui bahwa senjata yang sedang menyerangnya adalah sebilah pedang serta dua batang senjata Poan Koan Pit.
Cepat-cepat dia mengeluarkan jurus 'kuda langit melintas lewat'.
Hawa serangan yang terpancar keluar dari ke lima jarinya mencengkeram senjata pedang Hu To Siu dari kejauhan; kemudian dengan meminjam kekuatan tersebut dia menyapu senjata Poan Koan Pit lawan.
Jurus serangan yang dipergunakannya saat ini memang aneh sekali, kekuatan yang terpancar keluar memiliki keistimewaan yang luar biasa, sebentar lurus sebentar lagi aneh, membuar orang tak bisa menduga secara pasti.
Dengan membawa kekuatan yang luar biasa, sambaran pedang itu langsung membacok di atas sepasang Poan Koan Pit itu, ternyata kedua belah pihak sama-sama tak mampu
mengendalikan kekuatannya.
Berhasil dengan serangannya yang pertama, Sik Tiong Giok segera menyusulkan dengan jurus serangan kedua dengan gerakan 'hati budha serigala', sebuah pukulan dahysat dilontarkan ke depan.
"Weeeess....!" Diiringi desiran angin tajam angin serangan itu menyergap sisi kiri lawan.
Sementara itu, pedang panjang Hu To Siu telah saling beradu dengan sepasang senjata Poan Koan Pit dari Si Hun Kek sehingga menimbulkan suara bentrokan keras yang amat memekakkkan telinga.
Tatkala kedua belah pihak sama-sama berusaha untuk menahan senjata masing-masing, sergapan kilat dari Sik Tiong Giok telah menyambar tiba, akibatnya kedua orang itu tak sempat lagi untuk melindungi diri.
"Aduuh...!" Di tengah jeritan ngeri yang memilukan hati, Si Hun Kek telah jatuh terjerembab di atas tanah sedangkan Hu To siu mundur pula sejauh beberapa langkah hingga punggungnya menumbuk di atas dinding gua.
Akibatnya dia menjadi sempoyongan dan akhirnya dengan kaki yang lemas ia jatuh terduduk di atas tanah.
"Traaaang...!" Pedang dan Poan Koan Pit sama-sama terjatuh ke atas tanah sehingga menimbulkan suara gemerincing yang nyaring.
Sik Tiong Giok benar-benar merasa tertegun setelah melihat kejadian ini, ia tidak menyangka kalau kedua jurus serangannya sedemikian hebatnya sehingga melukai kedua jago tersebut.
Dengan napas terengah-engah Si Hun Kek berkata :
"Saudara sekalian tampaknya aku akan berangkat duluan, tapi...
hey boah serigala kecil, dapatkah kau katakan jurus apa yang baru kau gunakan?"
"Kedua jurus itu adalah jurus keenam dan ketujuh dari dua belas ilmu cacad, maaf locianpwee kalau aku telah salah tangan sehingga melukaimu."
Namun tiada jawaban yang terdengar, sebab Si Hun Kek telah menghembuskan napasnya yang penghabisan.
Selang sejenak kemudian, Hu To Siu baru berkata :
"Si Hun Kek telah berangkat duluan, sedang akupun tak punya waktu lagi bocah serigala moga-moga kau bisa menyimpan benda yang kuberikan kepadamu itu secara baik-baik, aku... aa... ku...
akan berangkat dulu."
Belum habis perkataan itu diucapkan tiba-tiba terdengar suara dengusan tertahan, agaknya Hu To Siu juga ikut
menghembuskan napasnya yang penghabisan.
Semua peristiwa ini terjadi dalam waktu singkat, tanpa terasa Sik Tiong Giok menghela napas sedih.
Pada saat inilah tiba-tiba terasa desingan angin tajam menyambar tiba di atas kepala, disusul kemudian segulung desingan angin totokan mengancam iga kanannya.
Dalam keadaan demikian, pada hakekatnya tidak terlintas dalam ingatan Sik Tiong Giok untuk menghindarkan diri, tampaknya dia segera tewas termakan oleh kedua gulung desingan tajam tadi...
Di saat yang amat kritis itulah, tenaga dalamnya tiba-tiba bergolak keras tanpa sadar dia menggerakkan telapak tangannya dan mendayung ke atas sementara tangan yang lain mengayun ke bawah, hembusan angin yang muncul kemudian segera menerjang ke muka serta mendobrak hawa serangan yang menggencet tiba itu.
Bersamaan waktunya dia memutar badan dan menghindarkan diri dar angin serangan yang mengancam iga kanannya itu.
Benturan dahsyat akibat bertemunya kekuatan besar itu segera menimbulkan suara yang memekakkan telinga, batuan cadas berguguran dari tepi dinding gua dan berhamburan kemana-mana.
Tiba-tiba terdengar hweesio liar menjerit kaget sementara tosu setan berteriak kesakitan...
Setelah mendengus tertahan, hweesio liar terdorong maju sejauh lima enam langkah dengan gontai, kemudian roboh terjungkal ke atas air, Sik Tiong Giok yang pertama kali mencoba kehebatan dari dua belas ilmu cacadnya, sama sekali tidak menyangka kalau dalam satu gebrakan saja dia telah berhasil melukai tiga orang jago lihay secara beruntung, sementara si tosu setan yang masih hidup pun kini telah menderita luka dalam yang cukup parah akibat terkena toya dari si hweesio liar.
Dengan sempoyongan dia mundur beberapa langkah ke belakang kemudian.
Setelah jatuh terduduk di atas tanah, dengan napas terengah-engah katanya :
"Bocah serigala, jurus apa pula yang barusan kau pergunakan?"
"Itulah jurus ke sepuluh dari dua belas ilmu cacad yang disebut Menjunjung langit menyembah matahari."
Tosu setan segera menghela napas panjang.
"Aaaiii... mengapa tidak kau gunakan ilmu Thian Long Eng?"
"Karena aku kuatir akan melukai locianpwee sekalian."
"Omong kosong!" tiba-tiba si tosu membentak gusar, "apakah dengan berbuat begitu kau tidak melukai kami berempat" Coba lihat apakah akibat dari perbuatanmu kami jadi tersiksa, mati tak bisa hidup pun tak dapat, tidakkah kau rasakan bahwa tindakanmu justru lebih kejam?"
Sik Tiong Giok tidahu bagaimana mesti memberikan
penjelasannya, dengan suara tergagap katanya :
"Soal ini... soal ini..."
"Tak usah membuang waktu lagi," bentak tosu setan dengan suara keras, "ayo cepat keluarkan kemampuanmu,
bagaimanapun juga kau tak boleh membiarkan kami mati tanpa memejamkan mata."
Dalam keadaan apa boleh buat, terpaksa Sik Tiong Giok duduk bersila di atas tanah dengan tangan sebelah menyungging langit dan tangan lain menekan bumi, serunya kemudian dengan suara nyaring :
"Kayu kui Bok hawa sakti, tapak serigala merajalela..."
Belum habis teriakan itu berkumandang, lamat-lamat terdengar suara guntur yang amat keras bergema makin lama semakin mendekat, tatkala mencapai di atas batok kepalanya tiba-tiba bergema suara ledakan dahsyat yang segera menggoncangkan seluruh permukaan bumi.
Seluruh permukaan dinding pun bergoncang keras lalu
menimbulkan retak-retak yang sangat besar, angin puyuhpun menderu-deru di seluruh ruangan membuat hancuran batu berguguran ke atas tanah.
"Wah, ilmu Thian Long Eng yang sangat dahsyat," teriak si tosu setan keras-keras.
Di tengah guguran batu dan kerikil tak ampun lagi dia segera mati terkubur hidup-hidup di balik bebatuan.
Sesungguhnya Sik Tiong Giok sendiripun baru pertaa kali ini mencoba kehebatan dari dua belas ilmu cacadnya, mimpipun ia tidak pernah akan menyangka kalau kemampuan yang dihasilkan ternyata begitu mengerikan, untuk sesaat lamanya ia menjadi tertegun dan berdiri melongo saking kagetnya.
Gua itu masih berguncang keras, hancuran batu karangpun sebongkah demi sebongkah jatuh bertumpang tindih, suara yang ditimbulkan pun makin lama bertambah nyaring.
Cepat-cepat Sik Tiong Giok menarik kembali jurus serangannya sambil melompat mundur sejauh satu kaki lebih, tiba-tiba ia merasa sinar terang mencorong masuk menerangi seluruh ruangan gua.
Ternyata dinding tebing di jalan keluar gua tersebut telah roboh dan hancur berantakan.
Waktu itu kentongan ke empat kira-kira baru lewat, rembulan telah bergeser ke sebelah barat, sinar kalbu memancar masuk ke dalam gua.
Dengan meminjam cahay rembulan, Sik Tiong Giok berusaha untuk mengamati ke empat orang aneh itu, namun tiada seorang pun kelihatan, hanya saja dari balik bebatuan yang berserakan di tanah terlihat ceceran darah segar menganak sungai.
Tanpa terasa timbul perasaan sedih dan iba di hati kecilnya, ia mendongakkan kepala lalu menghela napas panjang...
Diambilnya keluar keempat hadiah dari keempat tokoh aneh itu serta mencoba untuk meneliti dengan seksama.
Benda yang dihadiahkan oleh Hu To Su berupa sebutir mutiara, kalau dilihat dari bentuknya sama sekali tidak nampak aneh atau luar biasa, redup tak bersinar tapi justru dibungkus rapat, biarpun tidak diketahui kegunaannya, jelas merupakan benda yang amat berharga.
Benda hadiah dari Si Hun Kek berupa sebuah lempengan lencana yang terbuat dari kemala, hadiah si hweesio liar berupa dua lembar papan kayu sedang si tosu setan memberi sebuah gelang tembaga.
Dari keempat buah hadiah tersebut, tak sebuahpun di antaranya yang nampak berharga tapi anehnya keempat orang pemiliknya justru memandang lebih berharga daripada nyawa sendiri, kejadian semacam ini benar-benar sangat aneh dan
mengherankan. Sementara dia masih termenung memikirkan persoalan ini, mendadak dari belakang kepalanya mendesing lewat sebuah benda tajam yang mengarah ke tubuhnya.
"Duuuk...!" Tahu-tahu serangan itu sudah bersarang telak, yang membuat kepalanya menjadi pusing, sehingga tubuhnya terjerembab ke muka.
Begitu cepat tubuhnya terjerembab, ketika dadanya hampir saja menumbuk di atas sebuah batu tajam, mendadak pemuda itu memutar pinggangnya sambil membalikkan badan, menyusul kemudian tangannya diayunkan ke muka melepaskan sebuah bacokan.
Reaksinya betul-betul maha cepat, jurus yang digunakan pun indah dan hebat, membuat orang itu kaget bercampur
tercengang saja. "Bocah serigala, jurus apa yang barusan kau gunakan?"
terdengar suara seseorang yang lemah bertanya.
"Jurus tangan berputar angin berpusing dari ilmu Tay Cou Cap Pwee Ta, sahut Sik Tiong Giok segera.
Sesungguhnya perkataan hanya diucapkan sekenanya, karena dalam kenyataan ia tak pernah belajar kepandaian semacam itu, jadi yang benar jurus serangan itu tercipta pada saat itu juga di kala ia sedang terancam mara bahaya.
Tapi suara yang melemah itu tiba-tiba menjadi bersemangat, sambil tertawa terbahak-bahak katanya :
"Haa... haa... haa... biar harus matipun aku rela, paling tidak aku telah menyaksikan sebuah jurus serangan yang luar biasa, haa...
haa..." Sik Tiong Giok dapat mengenali suara tersebut sebagai suara dari si tosu setan, dengan cepat ia berpaling ke arah mana berasalnya suara tersebut.
Ternyata sekujur badan orang itu sudah terpendam di balik bebatuan cadas dan tinggal kepalanya saja yang masih menongol keluar, tapi sudah basah oleh darah dan wajahnya sudah tak dapat dikenali lagi.
Sik Tiong Giok segera membur maju ke depan, lalu teriaknya :
"Locianpwee, bagaimana keadaanmu, kau... kau..."
Sambil berseru dia segera menempelkan tangannya di atas hidung tosu setan, namun sebelum perkataan itu selesai diucapkan dia sudah mendapat tahu bahwa orang tersebut sudah tewas.
Pelan-pelan Sik Tiong Giok menarik kembali tangannya dan tanpa terasa meraba belakang kepalanya dimana telah muncul sebuah bisul yang amat besar.
"Cuiit... cuit...!"
Belum habis pemuda itu termenung, suara cicitan burung telah mengagetkan dirinya, disusul kemudian terasa segulung desingan angin tajam mengancam datang dari arah belakang.
Kali ini Sik Tiong Giok telah membuat persiapan, dengan cepat dia mencabut keluar pedangnya lalu dengan jurus 'awan tebal menutup rembulan' dia mengayunkan senjatanya untuk
melindungi kepalanya. "Cuuiit...!" Teriakan kesakitan bergema di angkasa dan terbawa hingga puluhan kaki jauhnya.
Agaknya serangan itu tidak mengenai bagian yang mematikan dari burung itu sehingga burung aneh tadi masih dapat melarikan diri.
Satu ingatan melintas dalam benak Sik Tiong Giok, pekiknya di hati:
"Wah, sungguh berbahaya, andaikata aku bersikap gegabah sedikit saja, niscaya sepasang mataku sudah buta dipatuh burung tadi, bagaimana baiknya sekarang?"
Membayangkan kejadian yang begitu mengerikan, ia tak berani berdiam terlalu lama lagi dalam gua itu sambil menjejakkan kakinya ke atas tanah, dengan cepat ia menyelinap keluar dari celah-celah gua itu.
Di luar terbentang sebuah lembah.
Lembah tersebut aneh sekali bentuknya, kecuali bukit yang penuh ditumbuhi pepohonan cemara yang hijau, sebatas punggung bukit ke bawah justru berwarna merah membara, malahan rumput yang tumbuh disanapun berwarna merah pula.
Sementara Sik Tiong Giok masih mengawasi dengan penuh rasa heran, tiba-tiba berkumandang suara pekikan nyaring dari balik lembah tersebut, ketika dia berpaling, apa yang terlihat segera membuatnya tertegun saking kagetnya.
Ternyata di hadapannya telah beridiri berjajar tujuh orang manusia berbaju merah, bahkan wajah mereka pun dikerudungi dengan kain berwarna merah, sehingga tidak nampak paras muka mereka yang sebenarnya.
Namun kalau dilihat dari bentuk badan ketujuh orang itu, dapat diduga kalau mereka semua kaum wanita.
Tampaknya merekapun sedang memandang ke arah Sik Tiong Giok dengan termangu-mangu, mungkin mereka merasa seram karena Sik Tiong Giok berhasil menggempur gua itu hingga roboh. Satu batangan hio lamanya mereka saling berhadapan tanpa mengucapkan sepatah katapun, kemudian salah seorang di antara ke tujuh manusia merah itu menyapa dengan suara yang nyaring :
"Apakah yang datang adanya Pangeran Serigala?"
Sik Tiong Giok mendengus dingin...
"Hmm, aku memang Sik Tiong Giok!"
"Pangeran kecil," kembali manusaia berbaju merah itu berkata,
"dalam sebuah pukulan kau berhasil merobohkan gua jalan ke alam baka ehm! agaknya tenaga pukulan yang kau miliki memang sangat hebat."
"Kau terlalu memuji," Sik Tiong Giok tertawa, "padahal yang sebenarnya bukan dikarenakan tenaga dalam ku kelewat hebat, tapi justru gua itulah yang sudah lapuk dimakan jaman, sehingga dengan sebuah pukulanpun dinding gua itu sudah roboh."
"Ngaco belo!" bentak manusia berbaju merah itu keras-keras, aku hanya pernah mendengar kayu menjadi lapuk, mana
mungkin batu gunung bisa menjadi lapuk?""
"Huh, padahal kejadian itu bukan suatu yang aneh, siapa suruh pengetahuan yang kalian miliki terlalu cetek?"
"Haa.. haa.. tidak kusangka rupanya kaupun seorang pelajar yang berpengetahuan amat luas," jengek manusia berbaju merah itu lagi.
"Kenapa" Apakah kau tak percaya?"
"Ya, kami memang kurang percaya."
"Baiklah, kalau begitu anggap saja tenaga dalam yang kumiliki memang amat tinggi... kenapa" Apakah kalian telah menyiapkan sebuah ilmu barisan untuk menghadapiku?"
"Hmm," manusia berbaju merah itu mendengus dingin, "sejak telaga Gi Liong oh berada dalam kekuasaan kami, belum pernah ada orang yang berhasil memasuki pantai Mo Im Au dalam keadaan selamat, kalau kau boleh dibilang merupakan orang yang pertama."
"Wah, kalau begitu peristiwa ini merupakan suatu kebanggaan bagiku!" ucap sang pemuda itu sambil tertawa.
"Tapi kau jangan keburu senang, sekarang kau mesti menembusi lebih dulu barisan Ji Sat Liat Hwee Tin (Barisan tujuh iblis bara api).
"Kalian toh tahu, aku datang kemari atas undangan dari tuan putri kalian, apakah kamu semua tidak merasa bahwa menyambt tamu dengan cara begini merupakan suatu perbuatan yang tidak sopan?"
"Justru inilah peraturan dari Gi Liong oh kami di dalam menyambut tamu, semua tamu diwajibkan menembusi lima pos penjagaan dan ketiga medan berbahaya, sebelum dia berhak menjadi tamu agung kami."
"Bagaimana seandainya tak sanggup menembusi lima pos penjagaan dan ketiga medan berbahaya itu" Apa yang hendak kalian lakukan?"
"Kecuali dia bersedia takluk untuk menjadi budak, jalan yang terakhir adalah mati secara mengenaskan disini."
Sik Tiong Giok segera mendengus dingin.
"Hmm, kalian kelewat sombong dan tak tahu diri, apakah kalian tidak merasa kalau perbuatan itu terlalu keji?"
"Untuk menyeleksi orang-orang pintar dari dunia persilatan, kecuali berbuat begitu bagaimana mungkin dalam dunia persilatan bisa muncul manusia yang benar-benar luar biasa?"
"Boleh aku bertanya, sebelum kedatanganku hari ini, sudah berapa banyak orang yang kalian celakai?"
"Oh... belum seberapa orang, paling banter baru dua ratusan lebih."
Sik Tiong Giok jadi tertegun setelah mendengar perkataan itu segera pikirnya :
"Betul-betul amat lagak mereka, dua ratus jiwa dalam pandangan mereka tak lebih hanya semut-semut yang tak ada harganya...
hmm, bila manusia-manusia sesat semacam ini tidak dibasmi dari muka bumi, sudah pasti akan lebih banyak jago persilatan yang menjadi korban keganasan mereka."
Berpikir sampai disitu, diapun segera berkata dengan suara dingin :
"Bolehkah aku tahu juga, bagaimana cara mereka menemui ajalnya?"
"Yang mati tenggelam di sungai Goan Kang karena sampang kosong melintasi angkasa saja sudah mencapai dua puluhan orang."
Dalam benak Sik Tiong Giok segera melintas lewat bayangan sampan kosong yang dijumpai di sungai Goan Kang waktu itu, hatinya menjadi tercekat, tanpa terasa pikirnya di dalam hati :
"Wah, sungguh berbahaya!"
Sementara itu terdengar manusia berbaju merah itu berkata kembali :
"Yang kehilangan nyawa di kuil kosong mencapai lima puluhan orang."
Sekali lagi Sik Tiong Giok merasakan hatinya terkesiap, lagi-lagi dia teringat dgn Hu Hau siansu sekalian, para jago dari sembilan partai besar yang tewas secara mengenaskan di kuil Cu Kat Bio, tanpa terasa dia mendengus dingin.
Manusia berbaju merah itu berkata lebih jauh :
"'Dalam hutan berceceran darah' yaitu hutan lebat sebelum memasuki lembah ada dua tiga puluhan orang yang mampus disitu, apalagi setelah berada di daerah dingin yang menusuk tulang, orang yang mati disitu lebih banyak lagi jumlahnya, tapi kebanyakan mati untuk mangsa siluman naga tersebut."
"Hmm, berapa pula yang terkurung dalam gua itu?" Sik Tiong Giok mendengus dingin.
"Orang yang bisa memasuki 'Gua yaman menuju ke alam baka'
kebanyakan merupakan orang-orang yang sudah memiliki ilmu silat yang sempurna, di antara sekian banyak orang hanya keempat orang yang kau jumpai tadi yang selamat, tapi merekapun harus berdiam selama tiga puluh enam bulan lamanya sebelum memperoleh kebebasan."
"Mengapa mereka harus dikurung begitu lama?"
Manusia berbaju merah itu tertawa :
"Aku mesti membunuh dahulu jiwa kegagahan mereka, kalau tidak mana mungkin mereka bersedia menjadi budak?"
Tiba-tiba Sik Tiong Giok berkerut kening dengan hati mendongkol, lalu katanya dingin :
"Hmm, sungguh tak nyana hati kalian sedemikian kejinya, lantas berapa orang pula yang mendapat musibah di dalam barisan Jit Sat Liat Hwee Tin kalian?"
"Kalau dibicarakan sungguh amat menyesal, semenjak barisan ini diciptakan hingga kini belum satu kalipun dicoba, dan hari ini kau adalah orang yang pertama yang akan mencoba keampuhan barisan ini."
Sik Tiong Giok segera tertawa tergelak...
"Haa... haa... haa... setelah bertemu aku hari ini, bisa jadi barisan Jit Sat Liat Hwee Tin akan hancur berantakan."
Dengan marah manusia berbaju merah itu membentak keras :
"Apa gunana kalau berbicara melulu" Kenapa tidak segera mencoba untuk memasuki barisan?"
Sembari berkata dia meloloskan pedangnya dan dikebaskan ke tengah udara, serentak ke enam manusia berbaju merah itu menyebarkan diri ke sekeliling arena.
Dengan sorot mata yang tajam Sik Tiong Giok memperhatikan sekejap posisi dari ke tujuh orang itu, ketika tidak menjumpai sesuatu yang aneh, diapun berkata sambil tertawa dingin :
"Hee... hee... hee... aku memang berhasrat untuk menjajal kehebatan ilmu silat dari telaga Gi Liong oh."
Kemudian sambil berpekik nyaring ia menerjang masuk ke dalam arena barisan.
Tampaknya manusia berbaju merah tadi merupakan pemimpin dari ilmu barisan Jit Sat Liat Hwee Tin, sementara dia melakukan gerakan pertama untuk melakukan pengejaran, keenam orang lainnya bergerak mengikuti perubahan barisan.
Dalam waktu singkat cahaya pedang memancar kemana-mana.
Sesungguhnya Jit Sat Liat Hwee Tin ini hanya terdiri dari tujuh bilah pedang tapi setelah barisan itu berputar, segeralah tercipta berpuluh-puluh bilah pedang yang menyerang Sik Tiong Giok dari delapan arah empat penjuru.
Sik Tiong Giok sama sekali tidak menaruh perhatian terhadap datangnya ancaman tersebut, dari suara desingan angin yang menyambar tiba, dia segera patahkan semua serangan yang datang mengancamna, lalu sambil tertawa nyaring katanya :
"Huuuh... rupanya barisan Jit Sat Liat Hwee Tin cuma begitu-begitu saja, kalau begini mah bukan terhitung suatu kepandaian yang luar biasa."
"Orang she Sik, kau jangan takebur," bentak manusia berbaju merah itu gusar, "coba kau raskan kehebatan kami ini..."
Diiringi bentakan nyaring, pedangnya segera dituding ke depan, dari ujung pedang tersebut segera terpancar keluar serentetan cahaya api yang menyembur di sekeliling tubuh anak muda tersebut, begitu menyentuh tanah sambaran api itu segera berubah menjadi kobaran api yang dahsyat dan melejit setinggi dua, tiga depa lebih.
Sik Tiong Giok baru terkejut setelah menyaksikan kejadian ini, sekarang dia baru tahu bahwa yang dimaksudkan sebagai Jit Sat Liat Hwee Tin adalah sebuah gerakan barisan yang berdasar Jit SaT Tin mengandalkan api sebagai senjata serangan
otomatisnya. Tanpa terasa diapun berpikir :
"Andaikata aku harus bertarung dengan mengandalkan kepandaian silat, tak ada yang perlu ditakuti, tapi untuk menghadapi kobaran api sedahsyat ini, sudah jelas aku tak sanggup untuk mengatasi..."
Berpikir sampai disini, diapun segera putar pedang sambil diayunkan ke depan.
Tapi tiba-tiba saja barisan itu berubah, enam bilah pedang menyerang datang secara ngawur dan semrawut.
Seketika itu juga Sik Tiong Giok merasakan daya tekanan yang muncul bertambah besar, seketika itu juga ia gagal untuk menembusi barisan tersebut.
Biarpun sepintas lalu keenam bilah pedang tersebut seolah-olah menyerang tak beraturan, sebentar membabat dari timur sebentar menyerang dari barat, pdahal kalau digabungkan justru bagaikan jago berilmu silat tinggi yang menyerang dengan mempergunakan jurus-jurus serangan yang dahsyat, kehebatan mereka di dalam kerja sama benar-benar amat mengagumkan.
Dengan susah payah Sik Tiong Giok harus bertarung sampai lima, enam jurus lebih, menyadari kalau gelagat tidak menguntungkan, terpaksa ia bergerak mundur ke belakang dan lambat laun terjerumus ke dalam arena kobaran api.
Sementara itu pancaran garis merah yang menyembur keluar dari ujung pedang manusia berbaju merah itu masih berlangsung tiada hentinya, dalam sekejap mata dia telah menciptakan segulung tanggul api di sekeliling badan pemuda itu.
Menanti keenam orang lainnya melihat tunggul api itu sudah terbentuk, masing-masing orang pun segera mengundurkan diri ke posisi semula dan bersiap-siap dengan senjata terhunus, kuatir kalau Sik Tiong Giok mencoba untuk menerjang keluar dari kepungan api.
Kobaran api makin lama mendesak makin dekat, hawa panas yang memancar keluarpun terasa amat menyengat badan.
Sik Tiong Giok yang menghadapi kejadian tersebut, disamping ia merasa keheranan menyaksikan kelihayan manusia berbaju merah itu diapun merasa agak tercengang.
Ternyata di saat ia merasakan sekujur badannya kepanasan hingga tak tertahankan, tiba-tiba dari seputar dadanya terasa munculnya hawa dingin yang menyegarkan badan.
Satu ingatan segera melintas dalam benaknya, ia berpikir :
"Jangan-jangan di antara keempat benda mestika pemberian keempat penghuni gua tadi terdapat sebuah mestika yang berkhasiat menahan api."
Berpikir begitu diapun segera meroboh ke dalam sakunya.
Mula-mula ia meraba mutiara itu, lalu meraba kedua belah papan kayu dan setelah itu meraba gelang tembaga, tapi semuanya tidak menunjukkan gejala apapun.
Sampai akhirnya ketika ia meraba lencana pualam tersebut, benar-benar sangat aneh mendadak serentak sekujur badannya menjadi dingin dan segar, kontan saja dia menjadi sangat kebingungan.
Serunya kemudian sambil tertawa terbahak-bahak :
"Haa... haa... haa... inikah barisan api kalian yang dibangga-banggakan?"
"Kenapa aku tidak merasakan sesuatu apapun?"
Mendadak manusia berbaju merah itu menarik kembali
pedangnya, lalu berkata dengan suara dingin :
"Ehm, tampaknya kau si bocah keparat memang benar-benar mempunyai ilmu simpanan, tapi beranikah kau merasakan lagi kelihayan dari jilatan api sakti kami?"
Sik Tiong Giok tertawa : "Belum tentu aku akan bertemu lagi dengan kesempatan sebaik ini, tentu saja aku akan merasakan semua kemampuan yang kau miliki itu."
"Baik!" sahut manusia berbaju merah itu dingin, menyusul kemudian bentaknya keras-keras:
"api langit membakar iblis!"
Begitu perintah diberikan, keenam orang manusia berbaju merah lainnya segera menyembulkan pula enam gulung lidah api yang masing-masing panjangnya mencapai tujuh depa lebih dan serentak menyerang tubuh Sik Tiong Giok dari atas, tengah dan bawah tiga bagian.
Sambil tertawa Sik Tiong Giok segera mengejek :
"Waah, kelihatannya sih hebat, cuma sayang tetap tak mempan untuk membakar tubuhku."
"Kenapa bisa begitu?" tanya manusia berbaju merah itu dingin,
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"aku tak percaya kalau kau memiliki kemampuan tak mempan dengan api."
"Bukankah kepandaian yang kalian pergunakan barusan bernama
'Api langit membakar iblis?" Justru karena aku bukan iblis, bagaimana mungkin api kalian bisa membakarku?"
Manusia berbaju merah itu mendengus dingin, mendadak ia mementangkan mulutnya dan menyemburkan segumpal api yang secara langsung menyerang wajah anak muda tersebut.
Hebat sekali datangnya semburan api itu, begitu cahaya api berkobar, rumput kering di seputar tiga kaki dari sana segera terbakar dan mengepulkan asap berwarna hijau.
Sik Tiong Giok sama sekali acuh tak acuh, tangan kirinya segera digerakkan melakukan gerakan melingkar di depan tubuhnya, dan dalam waktu singkat muncul segumpal kabut putih yang membumbung tinggi ke angkasa hingga mencapai ketinggian satu kaki lebih, lalu menyebar kemana-mana.
Kabut putih g dilapisi pula dengan selapis embun itu dengan cepat melindungi seluruh badan Sik Tiong Giok.
Tatkala ketujuh buah lidah api itu menerjang masuk ke dalam lapisan kabut putih itu, tahu-tahu saja cahaya yang membara itu hilang lenyap tak berbekas.
Dalam pada itu Sik Tiong Giok masih duduk di tempat semula dengan tenang, malah ujarnya kemudian sambil tersenyum.
"Huh, api semacam inipunkalian sebut sebagai api sakti, heee...
hee... bila dibiarkan berkelanjutan, niscaya aku bakal menjadi kaku lantaran kedinginan.
Agaknya manusia berbaju merah itu dibuat amat gusar, segera bentaknya dengan suara dingin :
"Bocah keparat, kau jangan keburu merasa bangga dulu, biarpun kau memiliki ilmu tahan api, jangan harap kau bisa lolos dari barisan Jit Sat Liatwe Tin ku dalam keadaan selamat."
Berbicara sampai disitu, tiba-tiba ia memasukkan kembali pedangnya ke dalam sarung lalu sepasang tangannya digosokkan satu sama lainnya.
Seketika itu juga menyembur keluar berpuluh-puluh jalur cahaya biru yang gemerlapan diikuti bau busuk yang amat menyengat penciuman, langsung menyerang si anak muda itu.
Keenam orang lainnya segera meniru pula gerakan pemimpin mereka dengan menggosok telapak tangan masing-masing, dalam waktu singkat berpuluh-puluh kilatan cahaya berwarna biru telah mengurung seluruh tubuh Sik Tiong Giok rapat-rapat.
Sik Tiong Giok masih tetap duduk di atas tanah dengan senyuman di kulum, walaupun dalam sekilas pandangan ia nampak tenang, padahal secara diam-diam segenap hawa murni yang dimilikinya telah dihimpun menjadi satu untuk mendesak lencana kumala itu agar memancarkan kabut putih yang lebih banyak lagi, sesungguhnya kabut itulah yang berfungsi sebagai penangkis datangnya serangan hawa panas lawan.
Makin lama bau busuk yang memancar keluar semakin
bertambah tebal dan keras, kini hampir semua tetumbuhan yang berada dalam lebih itu telah terbakar dengan hebatna, bahkan batang-batang pohon yang tumbuh di atas tebingpun banyak di antaranya yang terbakar hangus.
Sementara itu agaknya Sik Tiong Giok juga mulai merasa kepanasan, meskipun masih duduk bersila dia tas tanah, namun wajahnya sudah kehilangan senyumannya semula.
Keadaan semacam ini berlangsung sampai hampir satu jam lebih, kemudian Sik Tiong Giok baru kedengaran berkata :
"Masih berapa banyak sih ilmu kepandaian kobaran api sakti kalian yang belum sempat dikeluarkan" Hayo kerahkan semua!"
"Hmm, cukup dengan keadaan semacam inipun aku bisa mengurungmu selama tujuh hari lamanya aku percaya tujuh hari kemudian, kau si Pangeran Serigala langit akan berubah menjadi abu."
"Huuh...! Belum tentu..."
"Lalu mengapa kau tidak mencoba untuk menerjang keluar dari kurungan kami?"
Sik Tiong Giok segera mendengus gusar :
"Hmm, andaikata aku sampai berusah untuk menerjang keluar dari kurungan ini, sudah dapat dipastikan kalian tentu akan lari tunggang langgang, kalau sampai terjadi keadaan beigut, kan jelas akan merusak pemandangan indah?"
"Aku tidak percaya!"
"Ooh, jadi kalian berharap dapat mendengarkan alasanku"
"Coba kau katakan!"
"Pertama, jika aku berniat untuk menerjang keluar dari barisan api ini, aku yakin ilmu berasap api sesat yang kalian andalkan itu tak nanti bisa menghalangi kepergianku, tapi akibatnya pakaian yang kukenakan niscaya hancur berantakan dan tak berwujud lagi, bukankah begitu?"
Manusia berbaju merah itu segera mendengus dingin.
"Hmm, jangan lagi pakaian bahkan badan serta dagingmu pun akan turut terbakar musnah."
"Aaah, belum tentu begini, bayangkan saja kobaran api kalian yang begitu ganaspun tak mampu melukaiku, apa pula susahnya menerjang keluar dari kepungan ini" Selain itu..."
"Selain itu kenapa?"
"Bila dugaanku tak salah kalian semuanya tentu kaum wanita bukan?" kata Sik Tiong Giok.
"Atas dasar apa kau berkata demikian?"
"Ditinjau dari potongan badan kalian, gerak gerik, nada pembicaraan serta kekejian dari kalian semua, dapat kuduga kalian semua adalah kaum wanita."
Manusia berbaju merah itu mendengus dingin.
"Hmm, belum tentu hanya kaum wanita saja yang berhati keji, buas dan tidak berperasaan, kau tak usah mengada-ada."
"Masa aku salah bicara" Pernahkah kau dengar orang berkata bahwa senjata lebah terletak di ujung ekornya, hati perempuan adalah paling keji" Oleh sebab itu aku yakin kalau kalian semua adalah kaum wanita."
Begitu perkataan tersebut diucapkan, ketujuh orang manusia berbaju merah itu segera terbungkam dalam seribu bahasa, agaknya apa yang diduga anak muda tersebut memang benar.
Kembali Sik Tiong Giok berkata :
"Coba kalian bayangkan sendiri, andaikata aku sampai menerjang keluar dari barisan kalian dalam keadaan bugil, apakah kalian tak akan menjadi ketakutan hingga membubarkan barisan ini?"
Kembali ketujuh orang manusia berbaju merah itu membungkam diri dalam seribu bahasa, namun serentak merekapun
menghentikan pula serangannya dengan kobaran api.
Demikianlah, selanjutnya kira-kira setengah jam lamanya kedua belah pihak sama-sama bertahan dengan mulut membungkam.
Tapi akhirnya Sik Tiong Giok tak bisa menahan diri lagi, dia segera akan menerjang keluar dari dalam barisan itu.
Diapun segera bangkit berdiri lalu serunya lantang :
"Hey perhatikan baik-baik, aku segera akan menerjang keluar dari barisan ini!"
"Apakah kau tak kuatir menjadi bugil karenanya?" seru manusia berbaju merah itu keras-keras.
Sik Tiong Giok segera tertawa.
"Apa yang mesti kutakuti" Paling banter keadaanku saja yang nampak jelek karena mirip bayi tua lagi berlarian, kalau toh kalian tidak merasa keberatan, sekarang juga aku akan menerjang keluar dari sini."
"Kau berani?" tiba-tiba manusia berbaju merah itu membentak keras-keras.
Kembali Sik Tiong Giok tertawa :
"Ya, apa boleh buat, aku toh tak bisa membiarkan diriku terkurung terus di tempat ini, kau mesti tahu, sudah sehari semalam aku belum bersantap."
"Justru tugas kami adalah mengurungmu di sini."
"Tapi sayang akupun tak dapat menuruti perkataanmu itu dengan begitu saja."
Di tengah pembicaraan tersebut, mendadak ia menggerakkan pedangnya seraya membentak keras :
"Hati-hati!" Menyusul kemudian sekali lagi terdengar suara pekikan nyaring bergema memecahkan keheningan, pedangnya dengan jurus Hujan angin dari delapan penjuru, secara beruntun melancarkan tujuh delapan buah serangan berantai, begitu kobaran api berhasil dihalau oleh deruan angin pedang, anak muda itu segera memanfaatkan kesempatan yang sangat baik itu untuk meloncat keluar dari kurungan.
Menyaksikan kejadian ini, manusia berbaju merah tersebut segera menggerakkan kembali barisannya, tujuh bilah pedang serentak mengepung kembali ke depan.
Sementara itu Sik Tiong Giok sudah tidak usah merasa kuatir lagi, begitu dia lolos dari barisan api dengan cepat lencana kumala itu dimasukkan ke dalam sakunya.
Lalu dengan tangan kiri memainkan dua belas ilmu cacad, sementara pedang di tangan kanan menyerang dengan ilmu Tay Coa Cap Pwee Ta.
BEGITU DUA MACAM ILMU YG maha dahsyat itu dikeluarkan bersama, ditambah pula dengan ilmu kelitan serigala, terkamaan serigala serta gigitan yang semuanya merupakan ilmu
simpanannya, bisa dibayangkan betapa sengit dan hebatnya pertarungan itu.
Dalam keadaan demikian, kendati ketujuhorang manusia berbaju merah itu memiliki ilmu silat yang hebat, tak urung mereka jadi kelabakan juga sehingga terdesak mundur ke belakang berulang kali.
Menjumpai hal ini, sekali lagi Sik Tiong Giok mendongakkan kepalanya sambil tertawa terbahak-bahak...
Di tengah gelak tertawa tersebut, tahu-tahu pemuda itu mengeluarkan ilmu lari serigala dan melejit sejauh tiga kaki lebih dari posisi semula.
Demonstrasi ilmu meringankan tubuh yang dilakukan anak muda itu kontan saja mengejutkan ketujuh orang manusia beraju merah itu untuk sesaat mereka jadi tertegun dibuatnya.
Sambil tertawa Sik Tiong Giok berkata :
"Nona bertujuh aku telah merasakan kehebatan dari ilmu barisan api Ji Sat Hwee Tin kalian, sampai ketemu lagi di telaga Gi Liong oh nanti.
Selesai berkata dia lantas membalikkan badan dan melanjutkan kembali perjalannnya.
Dia berlari terus hingga melewati dua buah tebing terjal sebelum akhirnya menghentikan langkahnya.
Saat ini, anak tersebut merasakan tubuhnya amat lelah dan kehabisan tenaga, terpaksa dia harus mencari sebuah tempat yang tersembunyi untuk duduk bersemedi dan memulihkan kembali kekuatannya.
Entah berapa lama sudah lewat, ketika dia membuka matanya kembali, matahari sudah berada di atas kepala, pemuda itu segera melompat bangun, tapi saat itu pula perutnya tiba-tiba berbunyi keras.
Baru sekarang dia teringat kalau sudah dua hari belum mengisi perutnya, tidak heran kalau rasa lapar menggerogoti perutnya disini...
Terdorong oleh nalurinya untuk melanjutkan hidup tanpa terasa dia mengalihkan pandangan matanya dan celingukan ke
sekeliling tempat itu, maksudnya hendak mencari buah-buahan untuk mengisi perutnya yang lapar.
Apa mau bilang, pepohonan yang tumbuh di sekitar tempat itu justru hanya pepohonan siong, tak sebatang pohon pun yang merupakan pepohonan berbuah.
Di dalam gelisahnya, mendadak dari balik pepohonan di depan sana tampak asap mengepul ke angkasa, kelihatannya asap tersebut berasal dari sesuatu tempat yang tidak terlalu jauh.
Dalam kejut dan girangnya, cepat-cepat dia melompat naik ke atas sebatang pohon dan celingukan dari situ.
Betul juga lebih kurang satu li dari situ terdapat sebuah rumah gubuk, asap yang terlihat tadi tak lain berasal dari rumah gubuk tersebut.
Dengan munculnya asap, berarti di sekitar sana terdapat kehidupan, terdorong oleh rasa kejut dan gembira tanpa berpikir panjang lagi ia berangkat kesana.
Agaknya dia sudah lupa kalau tempat tersebut letaknya sangat dekat dengan telaga Gi Liong oh, sebagai daerah musuh, sesungguhnya ancamaan bahaya bisa mengancam setiap saat, lagi pula di setiap jengkal tanah kemungkinan besar terdapat perangkap, lalu dari mana datangnya perumahan rakyat..."
Tapi dapat kita maklumi, bila seseorang sudah dicekam perasaan lapar yang luar biasa, maka ingatan pertama yang melintas di dalam benaknya adalah mengisi perutnya sekenyang mungkin.
Orang dulu mengatakan : Manusia adalah besi, adalah baja.
Lelaki yang terbuat dari baja pun tak akan mampu bertahan selama tiga hari bila diserang kelaparan.
Dalam keadaan kelaparan itulah Sik Tiong Giok tak sempat memikirkan hal-hal yang lain, dia segera berlarian menuruni bukit.
Memang aneh kalau dibicarakan, disaat orang sedang lapar, ternyata kondisi badan orang pun ikut merosot.
Kalau di hari-hari biasa, perjalan sejauh satu lie paling banter hanya ditempuh dalam beberapa kali lompatan saja, maka sekarang dia harus berlarian sampai mandi peluh sebelum akhirnya tiba di tempat tujuan...
Ternyata tempat tersebut merupakan sebuah gubuk yang tanpa dinding di sekelilingnya, jadi tempat itu hanya berupa gubuk penunggu belaka.
Di bagian belakang gubuk itu terdapat sebuah anglo yang terbuat dari tumpukan tiga batu bata, di atasnya terletak sebuah kuali yang sudah gumpil, seorang perempuan tua berbaju biru sedang menambah api di bawah kuali tersebut.
Tampaknya perempuan tua itu tidak menyadari kalau di luar pintu telah kedatangan seseorang, dia tidak berpaling bahkan menggubris pun tidak.
Sik Tiong Giok memperhatikan sekejap keadaan di sekeliling tempat itu, ia benar-benar tak mampu menahan rasa lapar yang teras melilit perutnya, apalagi dari balik kuali tersebut menyiarkan bau harum yang semerbak, harum yang semerbak, hal ini membuat rasa laparnya semakin menjadi-jadi...
Akhirnya dia tak mampu menahan diri lagi sambil berjalan masuk ke dalam gubuk itu, serunya lantang :
"Nenek yang budiman, aku adalah seorang pelancong yang sedang kelaparan, sudikah kau membagikan semangkuk nasi bagiku?"
Ketika mendengar teguran itu, si nenek segera berpaling dan memperhatikan sekejap wajah Sik Tiong Giok, kemudian sahutnya ketus :
"Di atas bukit yang terpencil tidak terdapat hidangan yang lejat, apa yang bisa ku hidangkan untukmu?"
"Hidangan macam apa pun boleh saja yang penting bagiku adalah mengisi perutku yang sedang lapar, ketahuilah sudah dua hari aku belum bersantap."
Nenek itu termenung sebentar, dengan pandangan ragu diawasi sekejap beberapa biji singkong yang sedang dibakar tapi akhirnya dia menyodorkan hidangant sb ke hadapan Sik Tiong Giok sambil ujarnya :
"Kalau begitu ambillah beberapa biji singkong itu untuk mengisi perutmu, tapi kau tak boleh makan disini, sebab kalau sampai ketahuan putraku yang sebentar lagi pulang, kau bakal berabe."
"Aku mengerti, aku mengerti," sahut Sik Tiong Giok cepat-cepat,
"tetapi kemanakah perginya putramu itu?"
"Ia sedang pergi berburu aaah...!"
Ketika berbicara sampai disitu, dia seakan-akan teringat akan sesuatu, dengan cepat membalikkan badan dan berjalan menuju ke belakang sebuah batu besar.
Selang beberapa saat kemudian dia muncul kembali lalu katanya kepada Sik Tiong Giok sambil tertawa :
"Aku masih menyimpan sisa sepotong daging menjagan yang diasap, ambillah sekalian untuk mengisi perutmu, sebagai orang muda biasanya takaran makanannya sangat besar bukan" Tapi kau mesti ingat, jangan sampai ketahuan putraku, dia bisa mengajarmu habis-habisan."
Berbicara sampai disitu dia segera berjalan kembali ke sisi tungku dan asyik mengurusi tanakan nasinya.
Sik Tiong Giok memandang sekejap beberapa biji singkong dan sepotong daging asap yang berada di tangannya, setelah menghela napas dia pun berjalan keluar dari gubuk itu.
Begitulah, sambil berjalan dia melahap hidangan tersebut, ketika daging menjagan itu habis disikat dia pun melalap beberapa biji singkong itu.
Belum sampai setengah li, semua hidangan tersebut sudah habis dilalap olehnya.
Perut yang lapar kini sudah teratasi, pikirannya menjadi lebih jernih, tiba-tiba satu ingatan melintas di dalam benaknya, dia berpikir :
"Sungguh aneh, mengapa di sekitar telaga Gi Liong oh terdapat seorang penduduk yang berupa nenek peyot" Jangan-jangan di balik kesemuanya itu terdapat hal-hal yang kurang beres...?"
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, perutnya suda mulai terasa aneh, tiba-tiba saja muncul beribu-ribu gulung hawa hangat yang dengan cepat menyusup ke dalam seluruh isi perutnya.
Menyusul kemudian, dia merasa lelah dan berat sekali matanya jadi mengantuk dan kalau bisa ingin tidur senyenyak-nyenyaknya di atas tanah.
Belum lagi ingatan lain melintas lewat, mendadak dari belakang tubuhnya bergema suara gelak tertawa seseorang :
"Haaaahh... haaahhh... haaahhhh... orang she Sik agaknya kau tak akan mampu melewati pos penjagaan yang dijaga olehku."
Sik Tiong Giok terkejut sekali setelah mendengar perkataan itu dengan ceapt dia berpaling, ternyata nenek berbaju biru tadi telah berdiri di belakang tubuhnya.
Saat itu, si nenek sama sekali tidak nampak peyot, malah sekulum senyuman mengejek menghiasi ujung bibirnya, dia sedang mengawasi wajah Sik Tiong Giok lekat-lekat.
Mendadak timbul perasaan bergidik dari dalam tubuh Sik Tiong Giok, sesudah tertegun sejenak serunya :
"Hey, mengapa bisa kau?"
"Bagaimana dengan daging menjangan itu" Apakah sudah kau makan sampai habis" Bagaimana dengan rasa laparmu" Apakah sudah merasa kenyang?"
"Aku memang betul-betul sangt lapar, semuanya sudah kumakan sampai habis, itu pun hanya bisa menahan sedikit rasa laparku."
Mendadak nenek berbaju biru itu tertawa terbahak-bahak :
"Haaaahhh... haaahhh... haaahh... bagus sekali kalau memang sudah kau makan... bagus sekali..."
Dari balik gelak tertawa lawan, Sik Tiong Giok bisa menangkap kalau tenaga dalam yang dimiliki nenek tersebut amat sempurna, tanpa terasa dia berpikir :
"Oooh, rupanya nenek ini memang sengaja berlagak demikian, dengan tujuan hendak membohongi aku!"
Berpikir sampai disini, tiba-tiba saja satu ingatan melintas dalam benaknya dengan cepat dia berseru :
"Ooooh, jadi rupanya kau sengaja berperan sebagai seorang nenek dengan maksud hendak membohongi aku?"
Nenek beraju biru itu segera melepaskan rambut palsunya sambil melepaskan topeng kulit manusia yang dikenakan, dengan cepat muncullah selembar wajah yang cantik jelita.
Ternyata perempuan itu merupakan seorang nona muda yang berparas amat cantik.
Terdengar dia menjawab sambil tertawa merdu :
"Tebakan mu memang sangat tepat, coba kau lihat apakah dandananku amat bagus?"
"Ehmm... dandananmu memang mirip sekali, buktinya aku berhasil kau kelabui."
"Tahukah kau, siapakah aku sebenarnya?"
Sik Tiong Giok segera menggeleng :
"Tidak, aku tidak tahu!"
"Kalau begitu aku perlu memberi penjelasan kepada mu, aku adalah anak buah Gi Liong kuncu, orang menyebutku ketua dari barisan iblis selaksa racun, perempuan beracun berbaju biru.
Pernah kau dengar tentang nama tersebut?"
Sik Tiong Giok jadi terkejut sekali sesudah mendengar nama ini, cepat-cepat serunya :
"Apa" Kau bernama perempuan racun" Kalau begitu di dalam hidangan yang ku makan tadi telah kau polesi dengan racun keji?"
Perempuan racun berbaju biru itu segera tertawa geli :
"Tentu saja, namaku saja perempuan racun, masa semua benda yang telah melalui tanganku tidak kupolesi dengan racun?"
Tak terlukiskan rasa gusar Sik Tiong Giok sesudah mendengar perkataan itu, segera serunya :
"Padahal antara aku orang she Sik dengan dirimu toh tak punya ikatan dendam ataupun sakit hati, mengapa kau meracuni diriku secara licik" Sebetulna apa maksudmu ?"
"Maksudku" Aku hanya mendapat perintah dari tuan putri untuk berusaha menaklukkan dirimu, asal kau bersedia menyerah kepada pihak Gi Liong oh kami tentu saja racun yang mengeram di dalam tubuhmu akan kupunahkan juga."
Secara diam-diam Sik Tiong Giok segera menghimpun tenaga dalamnya setelah mendengar perkataan itu sementara di luar ujarnya :
"Sik Tiong Giok sebagai seorang lelaki sejati, selama hidup tak sudi tunduk kepada siapapun."
"Tapi kali ini kau tak punya pilihan lain."
Belum habis perkataan itu diucapkan, tiba-tiba perempuan racun berbaju biru telah mengayunkan telapak tangannya serta melancarkan sebuah pukulan dahsyat.
Sik Tiong Giok yang telah bersiap sedia segera berkelit ke samping begitu melihat musuhnya melancarkan serangan, setelah menghindar sejauh tujuh delapan depa lebih ia baru membentak :
"Menyergap orang di saat lawan tak siap bukan perbuatan seorang enghiong, tunggu saja sampai aku berhasil mendesak keluar racun yang mengeram di dalam tubuhku, sebelum kucari kau untuk membuat perhitungan."
Selesai berkata, dia segera membalikkan badan dan segera beranjak pergi dari sini.
Perempuan racun berbaju biru sama sekali tidak bermaksud untuk melakukan pengejaran, hanya serunya dengan lantang :
"Tiga jam kemudian racun yang mengeram di dalam tubuhmu itu akan mulai bekerja, saat itu, biar ada malaikat yang baru turun dari kahyangan punjangan harap bisa menolong jiwamu, carilah tempat yang baik pemandangan alamnya untuk menantikan saat ajalnya tiba."
Sik Tiong Giok sama sekali tak menggubris seruan itu, dengan sekuat tenaga dia berlarian terus ke depan, dalam waktu singkat dia telah berada beberapa kaki jauhnya dari tempat semula.
Setelah menghembuskan napas sejenak, pemuda itu berlarian lagi sejauh beberapa puluh kaki ke depan, tapi keadaannya makin lama semakin tak beres.
Sepasang kakinya terasa amat berat bagaikan diberi beban yang sangat besar, walaupun dia berusaha untuk melangkah ke depan, namun kakinya seakan-akan tak mau menuruti perkataannya lagi, kelopak matanya juga terasa amat berat, rasa penat yang luar biasa membuatnya menjadi sangat mengantuk dan ingin tidur.
Walaupun begitu, dalam hati kecilnya dia sadar gumamna seorang diri :
"Aku harus berusaha untuk bertahan terus, bila aku sampai roboh, niscaya selembar jiwa stgakan berakhir disini...
Namun suara gumamnya makin lama semakin tak bertenaga, pikiran dan kesadarannya mulai kabur dan tak jelas.
Pada saat itulah, tiba-tiba tubuhnya terhuyung sehingga tubuhnya tersungkur ke depan dan roboh terjengkang ke atas tanah, otomatis semua benda yang berada dalam sakunya turut tercecer pula di tanah, satu di antaranya adalah mutiara tak bersinar itu, dengan cepat benda tadi menggelinding menjauhi tempat itu.
Sik Tiong Giok masih teringat bahwa mutiara tersebut adalah barang titipan orang lain, tentu saja ia tak bisa membiarkannya hilang dengan begitu saja.
Padahal keempat anggota badannya sudah lemah tak bertenaga bahkan lengannya sudah tak mampu diangkat lagi, bagaimana mungkin ia dapat memungut mutiara tersebut"
Dalam gelisahnya, pemuda itu segera berusah kerasa untuk menangkap mutiara tadi dengan mulutnya.
Kalau memang diceritakan sangat aneh, mutiara tersebut seperti memiliki jiwa kehidupan saja, mendadak secara otomatis menggelinding masuk ke dalam mulutnya.
Begitu mutiara tersebut masuk ke dalam mulutnya, seluruh kekuatan tubuhnya menjadi buyar, dalam keadaan demikian dia hanya bisa menyerahkan nasibnya kepada Yang kuasa, tak mampu lagi dipikirkan apakah tempat tersebut terletak berdekatan dengan telaga Gi Liong oh atau tidak, ia terlelap tidur sangat nyenyak."
Ketika mendusin kembali, ia mendengar suara ramai
pembicaraan manusia bergema dari sekelilingnya.
Ketika membuka matanya, ternyata matahari sudah tenggelam di langit sebelah barat dan memancarkan sinar kemerahan ke empat penjuru.
Tujuh delapan nona muda berbaju biru berdiri di sekeliling tubuhnya, mereka rata-rata berwajah cantik.
Mendadak terdengar salah seorang di antaranya berseru :
"Hey, coba lihat, bocah muda itu telah mendusin, tapi mengapa sampai sekarang toaci belum datang juga?"
Seorang nona yang lain segera menjawab :
"Apa yang mesti kita takuti" Memangnya dengan kekutan kita beberapa orang, boah muda itu tak sanggup kita ringkus?"
"Aku hanya merasa heran, si bocah muda itu sudah menelan daging menjangan kita yang telah dicampuri racun penghancur usus, mengapa dia masih bisa mendusin kembali."
"Mungkin saja takaran obat yang digunakan toaci kurang banyak..."
"Siapa bilang takaran obatku kurang banyak" Malahan aku telah melipatgandakan takarannya setelah kudengar kalau orang she Sik itu memiliki tenaga dalam yang amat sempurna."
Menyusul perkataan tersebut, dari balik batu cadas muncul seorang perempuan muda berparas cantik lainnya, dia adalah si perempuan racun berbaju biru.
Menyusul perkataan tersebut, dari balik batu cadas muncul seorang perempuan muda berparas cantik lainnya, dia adalah si perempuan racun berbaju biru.
Begitu dia munculkan diri ke tujuh orang nona berbaju biru lainnya serentak bertanya :
"Setelah toaci pergi minta petunjuk tuan putri, bagaimana instruksinya?"
"Tuan putri berkata bahwa orang ini bermanfaat sekali bagi kita, karena itu dilarang untuk mencelakai dirinya, ia suruh kita menggotongnya ke dalam istana serta memunahkan racun dari dalam tubuhnya.
Seorang di antara nona berbaju biru itu segera berseru :
"Waaah, kalau begitu mari kita segera berikanobat penawar racun kepadanya, kalau ususnya sampai putus dan mati, kita kan tak bisa memberikan pertanggungan jawabnya nanti..."
Belum selesai perkataan itu diutarakan, Sik Tiong Giok sudah bangun duduk di lantai sambil ujarnya :
"Aku orang she Sik belum bakal mati, jadi kalian memang tak akan mampu memberikan pertanggungan jawabnya."
Begitu ucapan tersebut diutarakan, beberapa orang nona berbaju biru itu menjadi terkejut, serentak mereka alihkan pandangan matanya ke arah pangeran muda itu.
Dengan perasaan terkejut bercampur keheranan, perempuan racunb erbaju biru itu bertanya :
"Hey anak muda, apakah kau tidak keracunan?"
"Tidak, aku sama sekali tidak merasakan gejala keracunan, aku hanya sedikit mengantuk sehingga tertidur sebentar disini."
"Apakah singkong dan daging menjangan itu tidak kau makan?"
"Sudah, sudah makan, kalau tidak mengisi perutku dengan hidangan tersebut bagaimana mungkin aku punya semangat baru?"
"Kalau begitu benar-benar aneh sekali, kalau memang sudah dimakan seharusnya kau akan keracunan, tapi... mengapa kau tidak memperlihatkan gejala keracunan?"
Sik Tiong Giok segera tertawa terbahak-bahak :
"Haaah... haaahh...haahh... kalau kau memang keheranan, maka aku perlu memberi penjelasan kepadamu, ketahuilah sejak dilahirkan aku sudah tak mempan dengan segala macam racun yang lebih ganas lagi. Akan kutelan racun tersebut di hadapan kalian, kita buktikan saja bersama-sama nanti, apakah aku bakal keracunan atau tidak."
Dengan perasaan apa boleh buat perempuan beraju biru menghela napas panjang, katanya kemudian :
"aaai... anggap saja kau memang mampu menembusi pos penjagaanku ini, tapi bukan berarti kau dapat memasuki telaga Gi Liong oh secara mudah."
Sekali Sik Tiong Giok tertawa :
"Kalau begitu aku harus mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada nona sekalian. Aku yakin aku pasti dapat memasuki telaga Gi Liong oh tersebut."
"Silahkan saja mencobanya!"
"Apakah kalian masih mempunyai kepandaian simpanan lainnya yang belum sempat diperlihatkannya?"
"Tadi kan sudah kujelaskan, kau telah lulus dalam barisan iblis seratus racun, sebab kepandaian yang kami andalkan adalah permainan racun, kalau toh kau tak mempan dengan racun, apalagi yang harus kami perbuat?"
"Apakah masih ada barisan lai yang harus kulewati?"
"Di selat di depan sana merupakan barisan binatang buas pencekam sukma, barisan itu terbentuk dari kawanan harimau yang amat ganas, disitu tiada makhluk hidup yang diajak berbicara, aku tidak percaya kalau kau mampu menembusinya."
"Oooh, jadi kau berniat untuk menyaksikan aku melewati barisan tersebut" Baik, silahkan kau saksikan sendiri dengan santai aku pasti dapat melewati barisan binatang buas itu dengan cepat."
"Ehmmm, aku memang berniat demikian. Silahkan kau berangkat lebih duluan."
Sambil tersenyum Sik Tiong Giok segera manggut-manggut kemudian membalikkan badan dan beranjak pergi.
Sementara dalam hati kecilnya dia berpikir berulang kali, pikirnya
: "Dari keempat macam benda yang dihadiahkan keempat orang dalam gua tadi, ada dua macam benda yang telah membebaskan aku dari kesulitan, siapa tahu kalau dua benda yang terakhir berkhasiat pula untuk membebaskan aku dari barisan yang terakhir" Kalau pendapatku ini sampai meleset, dengan mengandalkan kepandaian silat ku, rasanya tak sulit juga untuk menaklukkan binatang-binatang buas tersebut."
Perlu diketahui kepandaian yang paling utama dari kakek serigala langit adalah menaklukkan binatang buas, dengan mengandalkan ke tujuh puluh dua jurus ilmu Ki na jiu hoat nya, binatang buas yang ganas macam apapun sudah terbiasa dibekuk olehnya dengan kepandaian tersebut, sehingga boleh dibilang tiada sesuatu kesulitan baginya untuk menghadapi makhluk-makhluk seperti itu.
Perjalan sejauh dua tiga lie dilalui dalam sekejap mata, dari kejauhan ia sudah melihat ada belasan ekor harimau ganas bertiduran di depan selat tersebut.
Ketika melihat kedatangan Sik Tiong Giok, kawanan harimau tersebut serentak melompat bangun dan mulai mengaum dengan hebatnya.
Sik Tiong Giok berniat untuk mencoba khasiat dari benda mestika yang berada dalam sakuna, mula-mula dia mengeluarkan dulu papan kayu tersebut sambil menerjang ke arah kawanan harimau itu.
Namun benda ini tidak memberikan manfaat apapun, malahan suara auman harimau-harimau ganas itu semakin menggila.
Pada saat itulah, terdengar suara si perempuan racun berbaju biru berkumandang datang dari kejauhan :
"Hey orang she Sik, ayoh cepat turun tangan, akan kusaksikan bagaimana caramu si serigala kecil menghadapi kerubutan dua belas ekor harimau ganas."
Sebenarnya Sik Tiong Giok bermaksud untuk mencoba khasiat dari gelang tembaga itu, tapi teriakan mana segera
membangkitkan rasa ingin menangnya.
"Silahkan kalian perhatikan dengan seksama, tapi keadaan macam apakah yang kalian kehendaki" Harimau yang sudah mampus atau harimau hidup?"
"Kami tak inginkan yang mati, juga tak mau yang hidup."
Sik Tiong Giok segera tertawa :
"Ooooh, kalau begitu kalian berharap ku tangkap harimau-harimau tersebut" Bagus sekali, nah perhatikan baik-baik!"
Begitu selesai berkata, tubuhnya segera melejit ke depan dan menerjang ke tengah gerombolan harimau-harimau ganas itu.
Ketika kawanan harimau tersebut melihat kedatangan musuhnya, serentak binatang buas itu mengaum keras, lalu dengan dahsyatnya menerjang ke arah si anak muda itu.
Tapi entah apa sebabnya, ketika kawanan harimau tersebut sudah semakin mendekat, tahu-tahu saja mereka membalikkan badan dan menyingkir lagi, tak seekor pun yang melanjutkan terkamannya ke tubuh Sik Tiong Giok.
Dengan cepat Sik Tiong Giok mengerti, hal ini disebabkan daya khasiat dari gelang tembaga tersebut, tapi dia tak ingin mengampuni kawanan harimau ganas tersebut dengan begitu saja.
Dengan cepat dia mengeluarkan ke tujuh puluh dua juru ilmu Ki na jiu nya dan menyalurkan tenaga dalamnya ke dalam lengan.
Lalu di antara ayunan sepasang tangannya, dia desak kawanan harimau ganas itu secara menghebat.
Ternyata kawanan harimau ganas itu tak sanggup
menghindarkan diri, dalam waktu singkat dia telah membantik semua harimau tersebut secara mudah.
Jeritan kesakitan pun bergema silih berganti, keadaannya benar-benar amat ramai.
Sementara itu perempuan racun berbaju biru serta rekan-rekannya menjadi tertegun setelah menyaksikan adegan tersebut, kendati pun mereka memiliki ilmu silat yang cukup hebat dan mampu menghadapi kerubutan dua tiga jago lihay dari dunia persilatan namun belum pernah melihat keperkasaan seseorang macam begini.
Bukan saja ke dua belas ekor harimau ganas itu tak berani mendekatinya, bahkan sekali banting lantas tak sadarkan diri.
Dalam waktu singkat, beberapa orang itu sudah dibuat tertegun dengan mata terbelalak lebar-lebar.
Pada saat itulah dari kejauhan sana berkumandang datang beberapa kali suara pekikan aneh yang amat menusuk
pendengaran. Ketika Sik Tiong Giok mengalihkan pandangan matanya ke depan segera terlihatlah ada dua puluh makhluk aneh berjalan seperti manusia sedang melompati jeram dan berjalan mendekati.
Ia tak tahu makhluk-makhluk apakah itu, namun dari kebengisan wajah mereka dapat diduga kalau kawanan makhluk tersebut tidak gampang dihadapi dengan mengandalkan ilmu silat saja.
Dengan setengah berjalan setengah melompat dalam waktu singkat kawanan makhluk aneh itu sudah tiba di hadapannya.
Setelah mengerti kalau makhluk-makhluk aneh itu tak mungkin bisa dihadapi dengan mengandalkan ilmu silat saja, Sik Tiong Giok segera berminat untuk mencoba keampuhan gelang
tembaga sekali lagi, andaikata tidak berhasil, terpaksa dia baru akan bertarung dengan sekuat tenaga.
Maka di sampping menyiapkan gelang tembaga itu, pedangnya segera diloloskan pula dari sarung.
Kalau bilang memang sangat aneh, begitu gelang tembaga itu dikeluarkan, kawanan makhluk aneh tersebut juga persis telah menerjang ke hadapannya.
Namun kawanan makhluk tersebut seakan-akan merasa takut akan sesuatu, tak satu pun yang mendekati pemuda itu, malahan di tempat kejauhan mereka berlutut dan menyembah sambil memperdengarkan suara rintihan yang amat mengenaskan.
Tentu saja kejadian ini sangat mengejutkan dan mencengangkan Perempuan racun berbaju biru sekalian yang mengikuti jalannya peristiwa itu dari kejauhan.
Padahal kecuali Gi Liong kuncu sendiri, tak seorang pun penghuni telaga Gi Liong oh yang berani mendekati kawanan makhluk aneh tersebut tapi mengapa mereka justru takut terhadap Pangeran Serigala" Kejadian ini sangat mencengangkan hati mereka.
Sik Tiong Giok sendiripun amat terkejut bercampur keheranan setelah menyaksikan kejadian ini, pikirnya :
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Benar-benar tidak kusangka kalau gelang tembaga yang sama sekali tidak menarik ini ternyata memiliki daya khasit yang begitu besar, khasiatnya dapat menaklukkan pelbagai macam makhluk dan binatang buas..."
Berpikir demikian, diapun segera berpaling dan serunya sambil tertawa nyaring :
"Nona-nona sekalian, sudah kalian saksikan dengan jelas" Bukan saja aku tidak mempan terhadap racun, akupun mampu
menaklukkan pelbagai macam binatang buas, sekarang tentunya kalian sudah takluk bukan?"
Baru selesai perkataan tersebut diutarakan, tiba-tiba terdengar suara seseorang yang amat dingin menyela :
"Bocah keparat, kau jangan keburu bangga dulu, di belakang sana masih siap sebuah neraka perempuan cantik, akan kulihat dengan cara apakah kau akan melewati tempat tersebut dengan selamat!"
Sik Tiong Giok segera berpaling setelah mendengar seruan tersebut, namun dia hanya menyaksikan setitik bayangan manusia yang secara lamat-lamat sedang menjauh kemudian lenyap di kejauhan sana.
Sambil tertawa nyaring pemuda itu segera berseru :
"Jangan lagi neraka perempuan, biar naik ke bukit golok, terjun ke kuali berisi minyak mendidihpun, aku she Sik tidak akan gentar. Hey sobat, tunggu sebentar, saksikanlah bagaimana caraku menembusi tempat itu."
Menyusul seruan mana, dia segera melakukan pengejaran pula dengan kecepatan luar biasa.
Perjalanan yang ditempuh selanjutnya merupakan jalan bukit yang berliku-liku, da harus menempuh perjalan sejauh setengah harian lebih sebelum keluar dari selat tersebut.
Tiba-tiba pemandangan permai terbentang di depan mata, pepohonan nan hijau dengan aneka bunga yang berwarna-warni tersebar dimana-mana, di antara hembusan angin yang sejuk, terdengar suara burung yang berkicau dengan merdunya.
Tanpa terasa Sik Tiong Giok merasakan dadanya jadi lapang dan lega, serunya tanpa terasa :
"Waaah, hebat sekali, tak nyana kalau di balik tanah perbukitan yang gersang dan ganas, ternyata terdapat tempat yang begini indah bagaikan sorga loka."
Sambil menikmati keindahan alam, dia berjalan terus menelusuri jalanan yang ada.
Tiba-tiba terdengar suara air yang mengalir bergema dari balik sebuah hutan siong di depan situ.
Dalam hatinya diapun berpikir :
"Setelah mengalami perbagai pertarungan yang sengit, aku beanr-beanr cukup merasa lelah, padahal entah masih berapa banyak ancaman bahaya yang terdapat di depan sana, mengapa tidak kumanfaatkan kesempatan itu guna memelihara kekuatan baru sebelum bertarung kembali dengan mereka."
Sementara otaknya berputar, dia pun berjalan menuju ke dalam hutan siong, kembali pikirnya dalam hati :
"Kalau ku dengar dari suara air yang begitu keras, di depan sana pasti terdapat air terjun, mengapa aku tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk mandi dulu lalu tidur sepuasnya, kemudian setelah mencari buah-buahanu mengisi perut baru menerjang pergi ke telaga Gi Liong oh?"
"Tanggung mereka akan ku buat menjadi kucar kacir... haah...
haah... haahh..." Membayangkan hal yang menggembirkan, tak kuasa lagi ia tertawa terbahak-bahak.
Setelah puluhan langkah memasuki hutan, ternyata pepohonan yang tambun disana sebagian besar adalah pohon-pohon siong yang tua, sementara rerumputan bagaikan sebuah permadani hijau yang amat besar, jelas tempat itu dirawat seseorang dengan teratur.
Walaupun perasaan keheranan menyelimuti perasaan Sik Tiong Giok, namun dia tidak memperhatikan dengan serius, kembali perjalanan diteruskan menelusiri hutan.
Di depan sana terbentang sebuah lembah bukit, dari atas puncak tebing terlihat air terjun yang mengalir dengan derasnya, suara yang gemuruh, percikan bunga air ke empat penjuru
mendatangkan perasaan naman di sana.
Tiba-tiba terdengar suara helaan napas panjang bergema tiba bersamaan dengan berhembusnya segulung angin sejuk.
Sik Tiong Giok tertegun dan segera berpaling, terlihatlah di atas sebuahbatu besar di tepi air terjun itu berdirilah seorang nona berbaju kuning.
Ia berdiri di sebelah kanan sambil mengawasi air terjun itu dengan termangu, suara helaan napas beberapa kali bergema memecahkan keheningan.
Gadis itu berdiri begitu dekat dengan tepi tebing, membuat percikan air terjun membasahi tubuhnya, namun dia seperti tidak merasa, nona itu masih saja berdiri disana dengan wajah tertegun.
Dia mempunyai rambut yang halus dan lembut, ketika angin berhembus lewat menggoyangkan rambutnya, terlihat nona itu lebih cantik dan menawan hati.
Pada saat itulah Sik Tiong Giok telah melihat wajahnya dengan jelas, tanpa terasa serunya :
"Aaah, Li Peng... Oooh, bukan, bukan, dia adalah Li ji..."
Nona cantik berbaju kuning itu sama sekali tidak berpaling untuk menengok ke arah dia, dia cuma mengawasi butiran air yang memercik dari air terjun tersebut dengan termangu.
Sik Tiong Giok tak sanggup menahan diri lagi, dia segera berseru keras :
"Adik Li!" Nona cantk berbaju kning itu nampak agak terkejut ketika mendengar suara panggilan itu, dengan cepat dia membalikkan badan serta mengawasi pemuda itu dengan termangu.
Sampai lama, lama kemudian pelan-pelan ia baru bekata :
"Kau... bukankah kau adalah engkoh Giok?"
Dalam girangnya Sik Tiong Giok segera melompat ke hadapannya dan tanpa berpikir panjang menggenggam sepasang tangannya erat-erat, katanya kemudian sambil tertawa :
"Oooh, akhirnya aku berhasil juga menemukan dikau."
"Apa artinya berhasil menemukan aku" Toh aku sama sekali tak sudi menggubris dirimu lagi," sahut Huan Li ji dingin.
Dalam tertegunnya, Sik Tiong Giok segera berseru lagi :
"Mengapa kau tak bersedia menggubris ku lagi?"
"Kau toh sudah tahu sendiri, buat apa mesti kujelaskan kembali?"
Sik Tiong Giok semakin tertegun lagi.
"Sebenarnya persoalan apa sih" Aku sama sekali tidak tahu."
"Aku ingin bertanya kepadamu, dengan menyerempet bahaya kau menerjang masuk ke telaga Gi Liong oh ini sebenarnya dikarenakan apa?"
"Kau sendiri kan mengetahui juga akan persoalan ini, aku datang untuk memenuhi janji."
"Apa bukan dikarenakan seseorang" Murid dari Siong hee lojin yang bernama nona Li Peng" Hmm, aku dengar dia berparas sangat cantik?"
Mendengar perkataan itu, Sik Tiong Giok segera tertawa : Dia berwajah mirip sekali dengan dirimu, sama cantiknya..."
Baru saja berbicara sampai disitu, tiba-tiba dia menyaksikan pancaran sinar amarah mencorong keluar dari balik mata Huan Li ji, hal ini membuatnya jadi tertegun, segera pikirnya :
"Hey, sungguh aneh, dahulu adik Li belum pernah menunjukkan sikap seperti ini?"
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat mendadak terdengar Huan Li ji tertawa dingin, ia membalikkan badan dan segera beranjak pergi.
Dengan perasaan gelisah Sik Tiong Giok segera berseru :
"Adik Li, kau hendak kemana?"
Sambil beranjak pergi dari situ, Huan Li ji menyahut dengan nada mendongkol :
"Kemana lagi" Tentu saja pulang ke rumah."
Sik Tiong Giok segera menjejakkan kakinya ke atas tanah dan melompat ke hadapan Huan Li ji, kemudian sambil menghadang jalan perginya, ia berseru sambil tertawa :
"Perjalanan dari sini sampai di Szuchuan paling tidak membutuhkan waktu satu dua hari, apa salahnya kalau
menunggu sampai aku telah menyelesaikan urusan disini, kemudian baru ku antar kau pulang ke rumah?"
Entah sengaja atau tidak ternyata Huan Li ji menubruk ke dalam pelukan Sik Tiong Giok, serta merta pemuda itu memeluk tubuhnya erat-erat.
Dalam sekejap mata dia merasakan hatinya berdebar keras, tak kuasa lagi dia merangkul lebih kencang lagi kemudian menundukkan kepalanya dan mencium bibirnya.
Dengan cepat ke empat lembar bibir itu saling menempel satu sama lainnya.
Tiba-tiba Sik Tiong Giok seperti merasakan ada sesuatu yang tak beres, dengan cepat ia mendorong tubuh Huan Li ji, kemudian tegurnya dengan dingin :
"Si... siapakah kau?"
Huan Li ji tidak menjawab, dengan kening berkerut dia memejamkan matanya rapat-rapat, sementara sekulum
senyuman manis menghiasi ujung bibirnya, bagaikan seekor ular dia melilit tubuh pemuda itu kencang-kencang.
Dengan perasaan tak sabar Sik Tiong Giok segera mencengkeram tangan nona itu, lalu bentaknya lagi :
"Hayo jawab, siapkah kau!"
Huan Li ji bagaikan orang yang kesurupan, dia hanya mendesis pelan tanpa menjawab.
Pada saat itulah, tiba-tiba dari balik permukaan air sungai muncul dua buih putih.
Dengan perasaan yang amat terkejut Sik Tiong Giok segera berpaling ke arah tempat itu.
Ternyata dari balik air telah muncul seorang nona dalam keadaan setengah telanjang, rambutnya yang panjang dibiarkan terurai di belakang tubuhnya, sementara tubuh bagian bawahnya yang putih bersih masih terbenam air.
Separuh tubuh bagian atasnya yang telanjang itu bukan saja membuat lengan nona itu terlihat jelas, bahkan payudaranya yang montok dan kencang itu terlihat jelas kecuali dari atas.
Terutama selembar wajahnya yang cantikd an dihiasi dengan sekulum senyuman, jelas dia adalah seorang Li Peng atau Huan Li ji.
Tampaknya nona yang berada di balik permukaan air itu sengaja bermaksud memamerkan keindahan tubuhnya, tiba-tiba ia menggerakan badannya dengan gesit lalu munculkan seluruh badannya dari balik permukaan air.
Sik Tiong Giok menjadi tertegun setelah menyaksikan adegan tersebut, untuk beberapa saat lamanya dia sampai lupa untuk berbicara.
Sementara itu si nona yang berada di atas daratan telah menegur dengan manis :
"Engkoh Giok, coba kau perhatikan siapakah di antara kita berdua yang lebih cantik?"
Begitu nona tersebut membuka suara, si nona yang baru saja muncul dari permukaan air itu segera menjerit kaget, kemudian cepat-cepat terjun kembali ke dalam air.
Baru sekarang Sik Tiong Giok mendusin dari rasa kagetnya, dia memandang sekejap nona yang berada dalam rangkulannya, kemudian setelah mundur selangkah, bentaknya keras-keras :
"Cepat beritahukan kepadaku, siapakah kau sebenarnya?"
Nona cantik berbaju kuning itu tertawa merdu, lalu berkata :
"Kau benar-benar seorang lelaki yang tidak berperasaan, bukankah kita pun pernah saling berjumpa" Masa kau tidak mengenali diriku lagi...?"
Sik Tiong Giok termenung sambil berpikir sejenak, kemudian baru ujarnya :
"Bukankah kau... kau adalah satu di antara dua belas tusuk konde dari Gi Liong oh?"
Nona cantik berbaju kuning itu segera tertawa :
"Tepat sekali, aku adalah si gadis suci Li Peng."
"Lantas siapa pula nona yang berada di dalam air itu?"
"Dia adalah si gadis binal Li Peng."
Sik Tiong Giok segera tertawa getir, keluhnya :
"Aaah, hampir saja aku tertipu oleh kalian..."
Belum habis perkataan itu diucapkan, tiba-tiba dari belakang tubuhnya terasa desingan angin tajam yang menyambar lewat, cepat-cepat dia berkelit ke samping, tapi dalam gugupnya pemuda itu tak sempat lagi memperhatikan keadaan di sekitar sana, tak ampun lagi...
"Byuuuurr...!" Tubuhnya segera tercebur pula ke dalam air.
Atas kejadian ini, Sik Tiong Giok menjadi amat gusar sekali hingga sepasang matanya berapi-api, sebaliknya kedua orang perempuan cantik itu justru tertawa terpingkal-pingkal.
Sik Tiong Giok munculkan diri sekejap dari balik air sambil memperhatikan ke dua orang gadis itu, kemudian ia menyelam kembali ke dalam air.
Sementara itu si gadis binal Li Peng hanya menutupi bagian bawah tubuhnya dengan selembar kain tipis, sedangkan tubuh bagian atasnya dibiarkan tetap telanjang, kepada si gadis suci katanya seraya tertawa :
"Apakah kau telah menggunakan obat pemabuk?"
Si Gadis suci segera mengangguk.
"Yaa, aku telah mengirimkan obat pembauk itu melalui ujung lidahku sewaktu berciuman tadi, bila obat perangsangnya sudah mulai bekerja, kutunggu kerja mu nanti!"
Si gadis binal segera tertawa cekikikan.
"Asal obat perangsang itu sudah masuk ke dalam perutnya, selesai mereka bermain cinta denganku nanti, tanggung dia akan terjerumus untuk selamanya di dalam neraka perempuan."
Sementara kedua orang gadis itu masih berbincang-bincang, secara diam-diam Sik Tiong Giok telah berenang naik ke atas daratan, kemudian tanpa memperdulikan pakaiannya yang basah kuyup dengan suatu gerakan yang amat cepat, dia menyusup ke samping ke dua orang gadis itu dan mencengkeram jalan darah penting di atas pergelangan tangan mereka berdua.
Gadis binal sama sekali tidak menjadi marah, malah sambil mengerling serunya seraya tertawa :
"Ehmm rupanya ilmumu dalam air pun hebat sekali."
Sik Tiong Giok segera mendengus :
"Hmm, seandainya aku tidak menguasai ilmu dalam air, bagaimana mungkin dapat ku atasi jebakan perahu kosong kalian itu?"
Gadis binal kembali tertawa.
"Bagus sekali kalau begitu, bagaimana kalau kita bermain cinta di dalam air saja"
Tanggung pasti sip...!" "Hmm, kau tak usah berbicara yang bukan- bukan denganku, hayo cepat ajak aku menjumpai nona Li!" bentak Sik Tiong Giok dengan suara dingin. "Waduuh... kau memang pandai merayu," seru gadis suci pula, "tadi kau masih memanggil adik Li terus menerus dengan mesra, sekarang kau sudah memang nona Li, sesungguhnya yang mana sih yang kau cinta?" "Kau tak usah mengurusi soal ini, yang penting ayoh cepat bawa aku menemuinya." Gadis suci segera menghela napas panjang. "Aaai... pergi yaa pergi, tapi kenapa mesti buruk amat sikapmu?"
Tiba-tiba si gadis binal menggoyangkan pinggulnya sehingga pakaian tipis yang dikenakannya terlepas ke atas tanah, kemudian sambil mengerling genit katanya :
"Eeei, bagaimanapun juga, aku kantak bisa mengikutimu dalam keadaan bugil macam begini."
Sebenarnya Sik Tiong Giok sudah merasa agak rikuh karena mesti menyeret dua orang gadis telanjang sambil berjalan, mendengar perkataan itu terpaksa dia mengendorkan tangannya seraya berkata :
"Baiklah, akan kulepaskan dirimu, asal ada seorang saja yang menjadi petunjuk jalan, hal ini sudah cukup."
Si gadis binal sama sekali tidak beranjak dari situ, dengan sepasang matanya yang terbelalak besar dia mengawasi Sik Tiong Giok tanpa berkedip, sementara wajahnya menunjukkan sikap senyum tak senyum.
Sikap semacam ini kontan saja menimbulkan debaran hati yang amat keras bagi Sik Tiong Giok, cepat-cepat dia menarik tangan si gadis suci dan membentak :
"Hayo cepat ajak aku pergi!"
Gadis suci mengerutkan dahinya, kemudian sambil menunjukkan wajah minta dikasihani katanya :
"Bersediakah kau mengendorkan cengkeramanmu?"
"Boleh saja kalau ingin cengkeramanku dikendorkan, toh aku tidak kuatir kau akan melarikan diri," ucap Sik Tiong Giok sambil tertawa tergelak.
Berbicara sampai disitu, ia benar-benar mengendorkan tangannya serta membebaskan si gadis suci.
Dengan pandangan yang pedih si gadis suci mengerling sekejap ke arahnya, tiba-tiba ia berkata dengan sedih :
"Kau benar-benar berhati keras dan tak punya perasaan, masa kau tak mengerti bagaimana harus menyayangi kaum wanita"
Tak heran kalau kau dinamakan Pangeran Serigala."
"Sudah, kau tak usah banyak bicara, sebetulnya mau membawakan pergi atau tidak?" hardik pemuda itu.
Dengan perasaan apa boleh buat si gadis suci menghela napas panjang, sahutnya kemudian :
"Aaai... setelah bertemu dengan manusia buas seperti kau, apalagi yang dapat ku lakukan" Mari kita berangkat!"
Pelan-pelan dia pun berjalan meninggalkan tempat itu.
Sik Tiong Giok berpaling dan memandang sekejap ke arah gadis binal, ternyata dia masih berdiri disitu dalam keadaan telanjang bulan, sorot matanya sedang mengawasinya dengan termangu.
Dengan perasaan muak dia meludah, kemudian membalikkan badan dan tidak menggubris dirinya lagi, dengan mengikuti di belakang gadis suci segera beranjak pergi dari situ.
Setelah melewati jeram dan mendaki bukit sejauh dua tiga li akhirnya sampailah mereka di depan sebuah bangunan rumah kecil yang dibangun di tepi sungai.
Pemandangan alam di sekitar sana amat permai dan
mendatangkan perasaan nyaman bagi siapa pun.
Mendadak gadis suci itu menghentikan langkahnya, kemudian sambil menuding ke depan katanya :
"Itu dia,Huan Li ji, dan Li Peng berdua berada di dalam rumah bambu itu, pergilah sendiri ke sana."
"Apakah kali ini pun suatu tipu muslihat kembali?" tanya Sik Tiong Giok agak ragu.
"Huuh, percaya atau tidak terserah kepadamu, aku mah akan pergi dari sini!"
Belum habis perkataan dari si gadis suci, Sik Tiong Giok telah bertindak cepat dengan menotok jalan darahnya, kemudian menarik tubuh gadis suci menuju ke arah bangunan loteng itu.
Tiba di depan pintu, dia melemparkan tubuh si gadis suci ke atas tanah, kemudian katanya sambil tertawa :
"Maaf, untuk sementara waktu aku harus kau tidak berbohong lagi, mungkin aku bersedia mengampunimu."
Selesai berkata, dia pun berjalan menaiki anak tangga.
Baru berjalan setengah jalanan dari atas ruang loteng ia sudah mendengar suara rintihan lrih yang bergema tiba.
Dengan tergesa-gesa Sik Tiong Giok melompat naik ke atas ruangan, dilihatnya dinding ruangan itu kosong melompong, hanya dekat dinding bagian belakang terletak sebuah
pembaringan yang terbuat dari bambu.
Suasana di sekeliling tempat itu amat hening, sementara di atas pembaringan hanya terdapat dua orang gadis yang berbaring disana dalam keadaan telanjang bulat.
Cepat-cepat Sik Tiong Giok membuang muka ke arah lain.
Mendadak terdengar salah seorang di antara kedua orang gadis telanjang itu berseru dengan suara gemetar :
"Oooh engkoh Giok, ternyata kau benar-benar telah datang, setelah menghadapi kejadian seperti ini, mengapa kau masih risau" Cepatlah datang menolong kami."
Nada suaranya amat lirih dan memilukan hati, mendatangkan perasaan pilu bagi siapa pun yang mendengarnya.
Tanpa terasa Sik Tiong Giok berpaling lagi sambil bertanya :
"Siapakah kau?"
Gadis bugil yang berada di bagian luar bangun duduk dan mengambil selembar selimut untuk ditutupkan ke bagian bawah tubuh mereka berdua, setelah itu katanya :
"Aku adalah Cu Siau hong sedangkan dia adalah si gadis jelek Li Peng, apakah kau sudah tidak kenal lagi dengan kami?"
"Lalu siapa pula dia?"
"Dia adalah kekasih hatimu enci Li, kasihan dia sudah menderita luka yang amat parah, kini berada dalam keadaan tak sadar."
Mendengar perkataan tersebut, dengan cepat sg maju mendekati pembaringan kemudian memeriksanya dengan seksama.
Tampak Huan Li ji berada dalam keadaan tak sadarkan diri, dia berbaring disitu tanpa bergerak barang sedikitpun juga.
Ketika memperhatikan kembali keadaan Li Peng, tampak sepasang keningnya berkerut dan air mata membasahi wajahnya, keadaannya sangat mengenaskan hati.
Tidak sampai anak muda itu mengajukan pertanyaannya, Li Peng telah berkata lagi :
"Aku dan enci Li harus merasakan tiga kali siksaan berat dari putri Gi Liong setiap harinya, sekarang tubuh kami sudah tak ada yang berada dalam keadaan utuh."
"Kalau dilihat keadaan tubuh kalian, tidak kujumpai luka apa pun, siksaan apakah yang telah dipergunakan olehnya?" tanya Sik Tiong Giok keheranan.
Li Peng menghela napas panjang.
"Aaaai, entah darimana ia dapat ide tersebut, alat siksaan yang digunakan adalah semacam jarum emas yang khusus digunakan untuk menusuk jalan darah, setiap kali ditusukkan, rasanya sakit sekali seperti tulang yang dihancurkan."
Mendadak Sik Tiong Giok melotot besar, lalu dengan penuh rasa benci katanya :
"Suatu ketika, aku pasti akan mencarinya untuk membalas dendam."
"Soal itu dibicarakan lain kali saja, mengapa kau tidak berusaha untuk menyelamatkan kami lebih dulu?" keluh Li Peng dengan suara gemetar.
"Baik, sekarang juga aku akan mengajak kalian keluar dari tempat ini."
"Tapi seluruh tulang belulang kami serasa sudah hancur semua, bagaimana mungkin dapat menggerakkan tubuh untuk berjalan?"
"Aaah, lantas bagaimana jadinya?" seru Sik Tiong Giok makin gelagapan.
"Untung saja aku menyimpan sebotol obat Liuleng leng hiang liok dari perguruan kami, botol obat itu berada dalam bajuku dekat pintu, cepat ambillah dan poleskan ke tubuh kami, siapa tahu hal ini dapat membantu untuk menyembuhkan kami semua dari kesulitan ini."
Ketika selesai berkata kembali dia merintih dengan keadaan yang mengenaskan, hal ini membuat Sik Tiong Giok menjadi sangat iba.
Dalam bingungnya, cepat-cepat Sik Tiong Giok mendekati baju yang dimaksud dan mengambil sebuah botol kecil terbuat dari porselen putih.
Kemudian setelah balik kembali ke depan pembaringan, dia berkata kepada Li Peng :
"Adik Peng dapatkah kau turun tangan menggosoknya sendiri?"
"Aaah, bagaimana sih kau ini..." seru Li Peng dengan perasaan gemas, "setelah berada dalam keadaan begini, nyawa pun sudah berada di ujung tanduk, mengapa kau masih memikirkan lelaki dan perempuan?"
Berbicara sampai disitu, kembali dia merintih sambil memejamkan matanya, butiran air mata jatuh bercucuran dengan derasnya, ia nampak semakin melemah.
Sik Tiong Giok merasa sangat beriba hati, cepat-cepat dia membuka penutup botolitu.
Isi botol tersebut berupa cairan putih yang harum semerbak baunya.
Ia menuang sedikit ke atas telapak tangannya, kemudian digosokkan ke atas bahu Li Peng.
Ternyata obat itu memang sangat mustajab, jalan darah Li Peng yang semual terlihat setitik bintik hitam, begitu digosok dengan obat tersebut, bintik hitam tadi segera lenyap tak berbekas.
Maka diapun menggosok kedua belah lengan nona itu dan pelan-pelan bergerak ke arah dada, setelah sepasang payudaranya digosok maka pemuda itu mulai menggosok pinggul dan
sepasang kakinya. Tak selang berapa saat kemudian, seluruh tubuh nona itu sudah digosok semua, bau harum yang amat tebal pun segera
menyelimuti seluruh ruangan tersebut.
Waktu itu, meskipun Li Peng masih memejamkan matanya rapat-rapat, namun keningnya sudah tak berkerut, senyuman pun menghiasi ujung bibirnya, sudah jelas rasa sakit telah lenyap dari badannya.
Sik Tiong Giok bukan seorang lelaki yang tak berperasaan, berada di hadapan gadis cantik dalam keadaan telanjang, meski tidak terlinas pikiran jahat dalam benakna, toh tak urung dia memperhatikan beberapa kejap tubuh si nona yang bugil.
Waktu itu Li Peng berbaring lurus di atas pembaringan, di samping kulit tubuhnya yang mulus dengan payudaranya yang montok, hana terlihat sisa bekas merah pada jalan darahnya.
Yang paling merangsang di antara kesemuanya ini tentu saja payudara si nona yang bulat, putih dan montok dengan sepasang anggur merah di ujungnya itu, hampir tiada bagian tubuhnya yang tertutup rapat...
Apalagi sewaktu dia sepasang bukit dagingna turut tergetar dan naik turun tiada hentinya, benar-benar suatu pemandangan yang menggairahkan.
Menyaksikan pemandangan yang begitu menggirukan, biarpun Sik Tiong Giok berhati sekeras baja pun tak urung hatinya berdebar keras juga.
Untuk beberapa saat lamanya dia berdiri termangu-mangu sambil memegangi botol porselen itu.
Pada saat inilah tiba-tiba dari bawah loteng berkumandang datang suara irama musik yang aneh, suara musikitu membawa daya perangsang yang sangat kuat, seakan-akan suara keluhan seorang gadis yang menginginkan sesuatu.
Bersamaan waktunya diapun mendengus bau harum semerbak yang sangat merangsang, bau itu seperti bau bunga tapi bukan, yang jelas menimbulkan reaksi pada salah bagian tubuhnya.
Yang lebih aneh lagi, justru pada saat itulah Li Peng telah menyingkirkan selimut yang menutupi tubuh bagian bawahnya, kemudian mengangkat tinggi kedua belah kakinya, sehingga bagian tubuhnya yang paling rahasia dengan hutan bakau yang lebat itu tertera jelas.
Sik Tiong Giok bukan patung, dia bukan manusia berdarah dingin, menghadapi daya rangsangan semacam ini, mampukah dia mempertahankan diri..."
Dan pada saat itu juga, tiba-tiba Li Peng membuka matanya serta menatapnya dengan pancaran sinar merayu yang amat tebal.
Sik Tiong Giok merasakan hatinya menjadi gatal, seperti ada ulat yang sedang merambat hatinya, dia tertawa bodoh kemudian bagaikan harimau kelaparan dia tubruk tubuh si nona yang bugil serta menungganginya secara ganas.
Tampaknya suatu pertempuran sengit segera akan berlangsung disitu.
Di saat yang amat kritis itulah, mendadak dari bawah loteng sana berkumandang datang suara jeritan ngeri yang memilukan hati.
Serta merta Sik Tiong Giok tersentak kaget dan buru-buru melompat turun dari atas badan perempuan itu.
Tapi kobaran api birahi masih membakar hatinya, dengan termangu-mangu pemuda itu mengawasi korbannya, seakan-akan setiap saat akan menungganginya kembali.
Untung saja tenaga dalam yang dimilikinya sangat sempurna, ditambah bakatnya memang hebat, cepat-cepat dia
mengeluarkan mutiar penolak racun dan segera dihisap dalam mulutnya.
Memang aneh kalau dibicarakan, tiba-tiba saaj Sik Tiong Giok menjadi sadar sepenuhnya, seperti kepalanya diguyur dengan sebaskon air dingin, semua api napsu birahinya lenyap tak berbekas.
Begitu mengetahui apa yang barusan hampir terjadi, dia segera membentak gusar.
"Perempuan rendah yang tak tahu malu, hampir saja aku terperangkap oleh tipu muslihat kalian."
KEMUDIAN SAMBIL MENDENGUS dingin dia melompat turun dari atas loteng, dilihatnya si gadis suci sudah tergeletak dengan kepala terpisah dari badannya.
Dengan perasaan keheranan pemuda itu pun berpikir :
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aaah, siapa yang telah melakukan kesemuanya ini" Andaikata perempuan ini tidak terbunuh, mungkin aku sudah terjebak oleh siasat musuh..."
Sementara dia masih termenung, tiba-tiba dari atas loteng terdengar suara bentrokan senjata yang sangat ramai...
Sik Tiong Giok semakin keheranan lagi, cepat-cepat dia melompat kembali ke atas loteng.
Siapa tahu baru saja dia hendak melompat masuk lewat jendela, mendadak sesosok bayangan hitam menerjang keluar dari balik ruangan tersebut.
Dalam keadaan tidak menduga, mereka berdua segera saling bertumbukan satu sama lainnya lalu seruan kaget masing-masing terjatuh ke atas tanah.
Ketika Sik Tiong Giok mengalihkan sorot matanya ke arah lawan, kembali dia menjerit kaget :
"Hey, rupanya kau..."
Ternyata pihak lawan adalah si gadis jelek Li Peng yang asli, di atas wajahnya yang bersemua emas masih kelihatan begitu menakutkan dan pucat pias.
Sambil mendengus dingin Li Peng segera berseru :
"Kenapa dengan aku?"
"Lagi-lagi kau telah menolong ku" sahut Sik Tiong Giok dengan wajah tersipu-sipu.
"Hmm, berhubung aku merasa sangat muak menyaksikan perbuatan cabulmu itu, terpaksa aku harus turun tangan. Coba kalau tidak, huuh... siapa yang kesudian membantumu?"
"Tapi aku datang untuk memenuhi janji demi menolongmu, rupanya kau telah berhasil lolos dari kurungan."
"Terima kasih banyak," suara Li Peng masih kedengaran dingin, kaku dan amat tak sedap didengar, "tak disangka bukan kau yang menolongku, justru akulah yang telah menolongmu, bukan demikian?"
"Yaa, benar!" Sik Tiong Giok tertawa, "karena itu aku harus berterima kasih kepadamu..."
Sembari berkata dia benar-benar merangkap tangannya dan menjura dalam-dalam.
Li Peng segera tertawa cekikikan serunya kemudian :
"Sudahlah, aku mah dtak berani menerima penghormatanmu sebesar ini, asal kau tidak menuduhku sedang merebut mestika mu, hal ini sudah lebih dari cukup."
"Aaaaah, mana, mana, persoalan itu kan cuma salah paham,"
kata Sik Tiong Giok tertawa, "masa berani aku menuduhmu sebagai pencuri" Tapi... bagaimana ceritanya sampai kau berhasil meloloskan diri dari bahaya maut?"
Li Peng tertawa. "Kau anggap muridnya Siong he lojin adalah manusia yang gampang dipermainkan orang" Cukup dengan menggunakan akal sederhana, siapa pun tak bakal mampu mengurungku, malah ada di antara mereka yang mampus di ujung pedangku."
"Jadi kau telah membunuh Gi Liong kuncu?" seru Sik Tiong Giok terperanjat.
"Aku sih tidak mempunyai kemampuan sebesar ini, aku hanya membunuh kawanan siluman perempuan yang memutarbalikkan kenyataan itu..."
"Semuanya telah kau bunuh?"
"Yaa, tidak seorang pun yang berhasil meloloskan diri dari ujung pedangku!"
Sik Tiong Giok segera menghela napas panjang :
"Buat apa sih kau membunuh mereka secara kejam" Toh diberi hukuman pun sudah cukup?"
"Kenapa" Jadi kau masih rindu dengan kemesraan mereke?"
hardik Li Peng tiba-tiba sambil mendelik.
Cepat-cepat Sik Tiong Giok menggoyangkan tangannya berulang kali.
"Bukan, bukan begitu maksudku, aku hanya kuatir kau telah salah membunuh orang baik."
Seperti memahami akan sesuatu, Li Peng segera berkata :
"Ooooh kau maksudkan nona Huan" Jangan kuatir, saat ini dia sudah berada di tebing ci im gay di bukit Pay Lau San!"
"Apa" Apakah dia tidak tertawan?" tanya Sik Tiong Giok keheranan.
"Tentu saja tidak, secara diam-diam dia dilindungi oleh seorang rase hitam, lagi pula mempunyai seorang kekasih yang sangat memperhatikan nasibnya, dia memang jauh lebih berbahagia daripada aku."
Ketika berbicara sampai disitu, suaranya segera berubah, bahkan kedengaran amat sedih.
Sebagai seorang pemuda yang cerdik sudah barang tentu Sik Tiong Giok memahami maksud perkataan dari Li Peng, maka sambil tertawa paksa katanya :
"Ku lihat kalian berdua sama-sama cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, siapa pun tak ada yang lebih jelek daripada yang lain..."
"Apa?" seru Li Peng tertegun, "jadi kau tidak mengatakan aku jelek?"
Sik Tiong Giok segera tertawa.
"Siapa bilang kau jelek" Dalam pandanganku, kau lebih hebat daripada Cu Siau hong bukankah begitu?"
Tiba-tiba saja Li Peng merasakan tubuhnya bergetar keras, kemudian sambil tertawa serunya :
"Bagus sekali, rupanya kau telah berhasil menyelidiki keadaanku sejelasnya, mengapa tidak kau katakan sejak tadi?"
"Aaah, akupun baru saja mengetahuina, andaikata tidak disinggung orang mungkin sampai sekarang pun aku masih kena dikibuli."
"Cepat katakan, siapa yang begitu cerewet" Aaah, mungkin si Kalajengking kecil. Baik, bila bertemu dengannya lagi pasti akan kujewer telinganya sampai merah."
"Kau jangan sembarangan menuduh orang baik Siu Cing tidak pernah membicarakan persoalan tersebut denganku."
"Kalau begitu siapa yang beritahukan soal ini kepadamu" Cepat katakan!"
"Kau," Sik Tiong Giok tertawa.
Tiba-tiba saja Li Peng melompat ke depan seraya berteriak :
"Omong kosong, kenapa sih aku memberitahukan soal ini kepadamu?"
"Bukankah barusan kau mengumpat kawanan siluman perempuan itu memutar balikkan kenyataan, seandainya bukan Cu Siau hong, lantas apa sangkut pautnya persoalan ini denganmu?"
Seketika itu juga Li Peng dibuat terbungkam dalam seribu bahasa, erpaksa dia mengalihkan pokok pembicaraan ke soal lain, katanya :
"Baiklah, anggap saja kau memang pintar. Mari kita segera berangkat, tempat ini bukan tempat yang aman."
Sambil berkata dia segera membalikkan badan dan berlarian menelusuri sungai.
Sik Tiong Giok seera mempercepat larinya menyusul gadis itu, lalu bertanya sambil tertawa :
"Adik Peng, kau belum bercerita kepada ku, bagaimana caramu meloloskan diri dari kurungan?"
"Sesudah berhasil menawanku, mereka telah memaksa ku untuk menelan obat pembingung sukma buatan mereka."
"Waah, obat pembauk itu tidak boleh ditelan, sebab akibatnya orang bisa jadi linglung sehingga tidak akan mengenali sanak saudara sendiri," seru Sik Tiong Giok dengan gelisah.
Li Peng segera tertawa. "Tapi aku toh sudah menelan obat tersebut tanpa melawan!"
katanya. "Lalu mengapa kau tak terpengaruh oleh obat pembingung sukam itu?" tanya Sik Tiong Giok keheranan.
"Yaa, aku berhasil menyelamatkandiri dari pengaruh obat tersebut berkat jasa bubuk obat Cau Hua San bikinan guruku, obat itu memang khusus berkhasiat untuk melawan pengaruh obat pembingung sukma, mengerti?"
"Aku mengerti, kau pasti telah menelan bubuk Cau Hua San tersebut setelah dicekoki obat pembingung sukma itu hingga sama sekali tak terpengaruh, bukankah begitu?"
"Keliru besar," kata Li Peng sambil tertawa, "kalau seseorang sudah kehilangan kesadaran pikirannya mana mungkin masih teringat untuk menelan obat penawarnya" Aku justru telah menelan obat penawar racun itu lebih dulu kemudian baru berlagak keracunan, dan aku pun dikirim ke loteng kecil tersebut serta berdiam disini."
"Lalu apa sebabnya kau bunuh habis mereka semua?"
"Merekalah yang datang kemari serta mengusirku pergi, aku dengar mereka sedang mempersiapkan perangkap untuk
menangkap kau si serigala liar, coba bayangkan saja, mana mungkin aku bisa berpeluk tangan belaka setelah mengetahui akan hal ini?"
Sik Tiong Giok segera tertawa.
"Untung saja ada kau yang menolongku, coba kalau kau benar-benar kehilangan pikiran serta tidak membunuh habis mereka semua, niscaya aku sudah mereka tangkap dalam keadaan hidup-hidup."
"Tapi apa jeleknya kalau sampai terpeleset dan terjatuh ke dalam pelukan mereka yang hangat?" goda Li Peng sambil tertawa.
"Nikmatnya sih memang nikmat, tapi kalau sampai merugikan nama baikku serta menggagalkan usaha besarku kan rugi namanya."
Begitulah, sambil berbicara dan bergurau mereka berdua meneruskan perjalanannya menuju ke muka, entah berapa saat kemudian ternyata mereka telah sampai di tengah sebuah hutan yang lebat.
Mendadak tampak bayangan kuning berkelebat lewat, tahu-tahu dua orang lelaki berbaju kuning dan memakai topi berwarna kuning pula dilengkapi sekuntum bunga menghiasi sisi rambutnya telah munculkan diri dari tempat persembunyiannya serta menghadang perjalanan mereka.
"Mau apa kalian?" bentak Sik Tiong Giok sambil memutar pedangnya menciptakan sekilas cahaya perak yang menyelimuti udara.
Kami dua bersaudara mendapat perintah untuk menyambut kedatangan pangeran," jawab lelaki berbaju kuning yang berada di sebelah kanan.
Sik Tiong Giok segera mendengus dingin.
"Hmm, andaikata aku tak mampu menembusi ke lima pos penjagaan kalian, tak mungkin kalian mau datang kemari untuk menyambut kedatanganku."
Sedangkan Li Peng yang berada di sisinya berseru pula sambil tertawa merdu :
"Huuh... dua orang lelaki masa memakai bunga di sisi rambutnya, tampang kalian macam banci itu hanya membuat orang geli saja."
Sik Tiong Giok segera berkata lagi :
"Ehm, di dalam suratnya Gi Liong kuncu memang telah mengatakan bunga merah menghiasi rambut, monyet raksasa menyambut tamu agung."
"Tapi mereka toh bukan monyet, mengapa ikut pula menyambut kita?" bantah Li Peng.
Lelaki berbaju kuning yang berada di sebelah kanan itu memperhatikan sekejap senjata yang digembol kedua orang itu, lalu ujarnya dengan dingin :
"Menurut peraturan yang berlaku di dalam istana Gi Liong oh, barang siapa ingin menghadap maka tidak diperkenankan membawa secuil besipun."
"Tapi kami berdua kan bukan anggota Gi Liong Kiong?"
"Tak terkecuali siapapun, semua orang tak dapat melanggar ketentuan tersebut."
Sik Tiong Giok segera tertawa dingin :
"Hmm, kalau aku tidak bersedia melepaskan senjata, mau apa kau?"
Lelaki berbaju kuning yang berada di sebelah kanan itu segera mendengus dingin :
"Ku harap kalian berdua sedikitlah tahu diri, kami telah mempersiapkan pengepungan yang sangat kuat di sekeliling hutan ini. Apabila kalian berani membangkang, itu berarti kalian pingin mati dengan bermandikan darah di atas tanah."
Tiba-tiba Sik Tiong Giok mendongakkan kepalanya dan tertawa nyaring :
"Haaa... haaah... haaah... haaah... kalau hanya persiapan semacam itu sih belum cukup untuk memecahkan nyaliku, huh!
Ke lima penjagaan kalian saja tak sanggup membendung terjanganku, apalagi cuma hutan kecil ini, hmm! jangan sok main gertak sambal."
Li Peng yang berada di sisinya segera menyambung pula :
"Seandainya benar-benar ada jebakan di sekeliling ini, maka pertama-tama pedang ku ini akan memenggal batok kepala kalian berdua terlebih dahulu."
Mendengar perkataan ini, kedua orang lelaki berbaju kuning itu segera bertukar pandangan sekejap, kemudian dengan nada suara yang berubah, mereka berkata :
"Baiklah kalau toh kalian berkata begini, kami berdua pun tak akan memaksa lebih jauh, ikutilah kami berdua, cuma... jangan menyesal nantinya..."
"Kalian cukup menjadi petunjuk jalan saja," sahut Sik Tiong Giok sambil tertawa, "sebagai seorang lelaki sejati aku orang she Sik berani berbuat berani bertanggung jawab, apa sih artinya menyesal itu?"
Kedua orang lelaki berbaju kuning itu tidak berbicara lagi, mereka berempat pun berjalan menelusuri hutan tapi anehnya justru hanya berputar di sekeliling tempat itu saja, hal ini segera menimbulkan kecurigaan dalam hati Sik Tiong Giok.
Dengan cepat dia menghentikan langkahnya, kemudian
membentak : "Hey, kalian berdua ini apa-apaan" Sebetulnya kalian membawaku pergi kemana?"
Lelaki berbaju kuning yang berjalan di sebelah kiri itu segera menjawab :
"Saat ini kalian belum bisa memasuki istana Gi Liong Kiong, sebab melalui itu harus melaporkan diri terlebih dulu kepada Ngo liok congkoan, setelah melalui pemeriksaan identitas, kalian baru bisa dibebaskan."
Mendengar perkataan tersebut Li Peng menjadi gusar, ia segera membentak :
"Hmm, perkataan kalian pada hakekatnya seperti kentut, kami toh bukan pesakitan yang sedang menjalani hukuman, buat apa mesti melewati pemeriksaan identitas?"
Sedangkan Sik Tiong Giok berkata pula sambil tertawa :
"Aku kira Gi Liong kuncu pasti bukan manusia, kalau tidak, masa anak buahnya bisa mengucapkan perkataan semacam itu?"
Baru selesai ucapan tersebut diutarakan, mendadak dari kejauhan sana terdengar seseorang berkata dengan suara sedingin es :
"Kurang ajar, siapa yang berani berbidara kurang ajar itu" Berani amat menyinggung perasaan tuan putri?"
Sebelum Sik Tiong Giok sempat menjawab Li Peng telah membentak lebih dahulu dengan suara nyaring :
"Kami tidak mengerti apa itu babi jantan atau betina, yang datang adalah Pangeran Serigala, mau apa kalian?"
"Hey, serigala kecil! Kau memang hebat rupanya," kembali suara yang dingin itu bergema, "tak nyana kau mampu menembusi lima buah pos penjagaan ku sekaligus, tapi aku si nenek merasa sangat tidak puas."
"Lantas mau apa kau?" tegur Sik Tiong Giok dengan marah.
"Aku bermaksud memberi pelajaran kepadamu agar kau tahu bahwa di atas langit masih ada langit, di atas manusia masih ada manusia yang lain."
Sebelum Sik Tiong Giok sempat membentak, tiba-tiba ia mendengar desingan suara yang amat tajam meluncur datang lalu di tengah pekikan suara nyaring, meluncur datang segulung bayangan hitam.
Mendadak hatinya bergetar keras, tiba-tiba saja dia teringat kembali dengan burung aneh yang berhasil diusirnya selagi berada di gua batu tadi, cepat-cepat pedangnya diayunkan ke depan.
"Cuiit...!" jeritan keras bergema memecahkan keheningan.
Gumpalan bulu beterbangan dari ats udara disertai pula dengan ceceran darah, jelas bacokan pedangnya itu telah berhasil melukai si burung aneh itu.
Sementara itu, kedua orang lelaki berbaju kuning yang berjalan di muka seakan-akan tidak merasakan apa yang telah terjadi, dengan langkah lebar mereka masih melanjutkan perjalanannya ke depan.
Kembali mereka menempuh perjalanan, hampir sepertanak nasi lamanya sebelum kemudian menelusuri sebuah jalanan setapak.
Dalam pada situ senja kembali sudah menjelang tiba, suasana remang-remang mulai menyelimuti seluruh angkasa."
Tiba-tiba Sik Tiong Giok menjawil ujung tangan Li Peng, kemudian bisiknya :
"Adik Peng, hati-hati! Agaknya kedua setan itu hendak bermain gila dengan kita."
"Ya, kita tebak mereka pasti telah mempersiapkan jebakan baru untuk menangkap kita."
"Tapi kita tak perlu takut, sekali pun sarang naga harimau, kita perlu untuk menerjang semuanya!"
Sementara pembicaraan masih berlangsung mereka telah membelok pada sebuah tikungan dan langsung berjalan menuju ke sebuah kuil kuno.
Setibanya di depan pintu kuil ke dua orang lelaki berbaju kuning itu segera memisahkan diri dan masing-masing berdiri di sebelah kiri dan kanan pintu kuil, kemudian bersama-sama berkata :
"Silahkan masuk ke dalam!"
Sik Tiong Giok mengalihkan pandangan matanya dan
memperhatikan sekejap sekitar sana, pada papan nama yang tergantung di muka pintu, terbaca olehnya tiga huruf besar yang berbunyi :
"Kuil Cu Kat" Tanpa terasa ia berpikir dengan perasaan masgul :
"Ehm, heran! Mengapa begitu banyak kuil Cu Kat di sekitar sini?"
Sementara pikirannya berputar, langkah sama sekali tidak berhenti, dia langsung menaiki undak-undakan batu di depan pintu kuil.
Tapi ketika dilihatnya suasana di dalam kuil itu gelap gulita, dengan perasaan tertegun dia segera menghentikan langkahnya sambil berpikir :
"Waah, seandainya mereka siapkan sekawanan jago lihay di dalam ruangan kuil itu bakal berabe aku jadinya."
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, dari balik kegelapan di dalam ruangan kedengaran seseorang berkata dengan suara :
"Mengapa kalian berdua tidak langsung masuk ke dalam" Apakah merasa takut?"
Sambil menggenggam pedangnya erat-erat, Sik Tiong Giok menyahut sambil tertawa keras :
"Haaaahhh... haaaahhh... haahh... bagi aku orang she Sik, tiada persoalan yang menakutkan di dunia ini."
Di tengah gelak tawa itu dia masuk ke dalam ruang kuil dengan langkah lebar, pedangnya disilangkan di depan dan untuk menjaga suatu yang tak diinginkan.
Mendadak Li Peng menarik ujung bajunya sambil berbisik :
"Eeei, dapatkah kau perlahan sedikit?"
"Apa maksudmu?" Sik Tiong Giok bertanya agak tertegun.
"Kita mesti menghadapi perubahan dengan sikap tenang, menguasai gerakan dengan keheningan, dengan begitu kita baru terhindar dari kekalahan."
Sik Tiong Giok segera manggut-manggut.
"Ehmmm andaikata tidak kau singgung, hampir saja aku masuk perangkap lagi, baik kita berjalan saling berdekatan."
Sambil berkata dia menggandeng tangan kanan Li Peng, sementara si nona pun menggunakan kesempatan tersebut untuk menyandarkan kepalanya di atas bahu sang pemuda.
Mereka berdua meneruskan berjalan sambil saling berdekapan.
Biarpun berada dalam lingkungan yang amat berbahaya serta penuh dicekam hawa napsu membunuh, namun kedua orang muda mudi itu seakan-akan tidak menggubris, mereka saling berdekapan dengan mesra dan penuh rasa cinta.
Langkah ke dua orang itu sangat lamban selangkah demi selangkah berjalan mendekati ruang tengah.
Baru saja mereka melangkah masuk ke dalam ruangan tengah inilah, tiba-tiba cahaya lentera berkilauan dan muncullah puluhansinar lilin di sekitar situ.
Sik Tiong Giok merasakan pandangan matanya menjadi silau, belum sempat ia memperhatikan sesuatu, tiba-tiba terdenar suara gelak tertawa berkumandang datang.
Pendekar Riang 7 Panji Tengkorak Darah Ko Lo Hiat Ki Karya S D Liong Panji Sakti ( Jit Goat Seng Sim Ki) 13