Pangeran Perkasa 2
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D Bagian 2
Di tengah gelak tertawanya, dia menerjang kedepan sambil melakukan pengejaran.
Baru saja dia bergerak, dari sisi arena telah melompat datang seorang manusia aneh berkepala serigala, kemudian membentak nyaring: "Bocah keparat, jangan berbuat semena-mena, rasakan kelihayan ilmu jari bajaku ini"
Mengikuti bentakan keras, dia menghadang jalan pergi Sik Tiong giok dan melancarkan sebuah cengkeraman maut.
Kedua belah pihak sama-sama bergerak dengan cepat luar biasa, tampaknya sebentar lagi Sik Tiong giok akan terkena
cengkeraman maut tersebut.
"Aaaah....." nona berbaju hijau yang ada di perahu kecil itu tak sanggup menahan diri, ia menjerit kaget.
Disaat yang amat kritis inilah, mendadak terdengar Sik Tiong giok tertawa terbahak-bahak, kemudian dengan satu gerakan yang lincah dan cekatan tahu-tahu ia sudah lolos dari ancaman maut itu. Dengan demikian, para jago makin kagum lagi terhadap jago muda kita ini, pikir mereta hampir bersamaan waktunya.
"Hebat sekali gerakan tubuh orang ini, sungguh tak nyana dengan usia begitu muda ternyata dia memiliki ilmu silat yang luar biasa...."
Ada pula yang segera berbisik-bisik.
"Mungkin orang ini adalah seorang cianpwee yang sudah lama mengasingkan diri, kalau tidak, masa ilmu silat yang dimilikinya bisa begini lihay?"
"Cianpwee" Mana mungkin seorang cianpwee bertampang seperti kanak-kanak...."
"Mana tahu kalau dia sudah berhasil mencapai taraf untuk mengembalikan wajah tuanya menjadi wajah seorang bocah!"
Sementara itu manusia aneh berkepala serigala itu sudah melancarkan empat buah pukulan berantai kearah Sik Tiong giok, semua pukulan-nya disertai dengan tenaga pukulan yang maha dahsyat.
Tapi Sik Tiong giok masih tetap bersikap santai, malah sambil tertawa terkekeh menggoda musuhnya habis-habisan.
Kendatipun serangan dari manusia aneh berkepala serigala itu lihay, apa mau dikata musuhnya meski masih muda tetapi berilmu tinggi, jangankan melukainya, untuk mencowel ujung bajunyapun tak mampu.
Dari sekian banyak jago yang sedang bertarung, banyak diantaranya yang merupakan jago-jago berilmu tinggi, mereka sudah menyaksikan semua gerakan Sik Tiong giok dengan jelas, terutama sekali Ngo oh pangcu Bun Su khi yang berpengalaman luas, dia segera berpikir: "Aneh, mengapa ilmu silat yang digunakan bocah cilik ini mirip dengan ilmu silat kakek serigala langit" Tampaknya manusia aneh berkepala serigala itu bakal menderita kerugian...."
Baru habis ingatan tersebut melintas, tiba-tiba terdengar para jago menjerit kaget lagi: "Aaah.... dia adalah Goan ho tootiang dari Bu tong pay....."
Rupanya manusia aneh berkepala serigala itu bukan saja gagal menghantam Sik Tiong giok meski sudah melancarkan puluhan jurus, bahkan topeng kepala serigalanya kena tersambar hingga terlepas, dengan begitu maka raut wajah aslinya segera terlihat jelas.
Teriakan kaget dari para jago itu segera membuat Goan ho totiang tertegun.
"Aku betul-betul tidak habis mengerti!" seru Sik Tiong giok kemudian sambil mempermainkan topang serigala itu, "baik-baik hidup sebagai manusia tak mau, justeru kalian rela menjadi binatang liar...."
Belum habis dia berkata, Goan ho totiang sudah menukas sambil membentak keras.
"Bocah keparat, kau ingin mampus rupanya!"
Ditengah bentakan nyaring, sepasang telapak tangan-nya disilangkan ke depan lalu menyerobot maju ke muka, Sik Tiong giok tetap bersikap acuh tak acuh, tapi begitu musuhnya sudah tiba di depan mata, tiba-tiba dia menggetarkan kulit serigala itu dan dihantamkan ke wajah Goan ho totiang.
Tentu saja Goan ho totiang tak berani menyambut serangan itu, apalagi jika serangan itu disertai tenaga dalam yang sempurna, bila sampai terkena secara telak, niscaya batok kepalanya akan hancur berantakan.
Buru-buru dia berkelit dengan jurus Pek im Jut siu atau mega putih keluar dari rotasi, sepasang telapak tangan-nya disilangkan melindungi dada, maksudnya hendak membendung serangan tersebut.
Siapa sangka ketika serangan Sik Tiong giok mencapai setengah jalan, dia urungkan ancaman-nya semula dan tubuhnya tiba-tiba menekuk menerobos kedalam pangkuan lawan. Meski begitu banyak jago lihay hadir disana, ternyata tak seorangpun yang tahu jurus serangan apakah yang digunakan, tahu-tahu terdengar Goan ho totiang menjerit kaget, lalu tubuhnya yang tinggi besar sudah diangkat dan dilemparkan kedepan seperti melempar batu.
"Blaaam" tubuhnya segera roboh terbanting diatas tanah, sanggul rambutnya terlepas dan wajahnya berubah mengenaskan sekali.
Liau it taysu menjadi geram setelah menyaksikan kejadian ini, tiba-tiba dia membentak keras lalu menerkam kemuka. Lagi-lagi Sik Tiong giok mengegos kesamping untuk meloloskan diri.
Menanti Liau it taysu menerjang tiba, tiba-tiba ia menerjang kemuka sambil menyambar ikat pinggangnya, kemudian
membentak: "Keenakan bila kau tidak dibanting!"
Sekali tangan-nya menggeletar, "Blaam!" Liau It taysu sudah terbanting hingga terlentang di tanah. Bagaimanapun juga ilmu silat yang dimiliki Liau it taysu cukup hebat, belum sampai punggungnya menempel tanah, ia sudah melejit bangun sambil melancarkan sebuah serangan tendangan. Sayang Sik Tiong giok bergerak lebih cepat daripadanya, baru saja tendangan hweesio itu meluncur, Sik Tiong giok sudah melejit kembali keudara.
Dari situ dengan jurus Ji yan cuan lian (burung walet menembusi gua) dia lancarkan sebuah pukulan keatas batok kepala pendeta tersebut.
Ngo jiang hiat merupakan salah satu jalan darah kematian, apabila sampai terkena, maka jiwa orang itu akan melayang.
Sudah barang tentu Liau it taysu tak berani bertindak gegabah, buru-buru dia menggerakkan tangan-nya untuk melindungi.
Disaat terakhir sebelum jari tangan-nya menyentuh kepala lawan, tiba-tiba saja Sik Tiong giok merubah kembali serangannya memjadi cengkeraman keurat nadi pergelangan lawan, kemudian dengan meminjam kekuatan lawan dia mengangkat tubuh musuh sambil membentak: "Kali ini kau harus terbanting keras!"
Tubuh Liau it hweesio yang besar seperti kerbau segera meluncur sejauh satu kaki lebih dan.... "Blaaam!" terbanting keras-keras diatas tanah.
Kini Utusan manusia serigala mulai ketakutan, timbul perasaan bergidik dalam hati kecilnya setelah menyaksikan peristiwa ini, dia semakin yakin lagi kalau nelayan kecil yang berada dihadapan-nya sekarang tak lain adalah ahli waris dari kakek Serigala langit yang amat termasyur itu. Sebab kepandaian silat andalan Manusia serigala, disamping dua belas Jian jiu yang di anggap orang sebagai ilmu silat maha sakti, juga terdapat ilmu gerakan tubuh Serigala menggelinding serta tujuh puluh dua jurus ilmu Ki na jiu yang lihay tersebut.
Perlu diketahui, Ki na jiu dari manusia serigala ini berbeda sekali dengan kepandaian Ki na jiu yang sering dijumpai didaratan Tionggoan, bahkan beribu kali lipat lebih hebat daripada ilmu gulat dari Mongolia.
Dulu, si Manusia serigala berdiam dibukit serigala selama puluhan tahun, bukit itu merupakan sarangnya serigala, sedang serangan yang dilakukan kawanan serigala itu kebanyakan bergerombol sampai ratusan ekor, paling sedikitpun puluhan ekor, bagaimanapun lihaynya seorang jago silat, akan pusing juga bila menghadapi kerubutan itu. Berada dalam keadaan seperti ini, disamping harus mempertahankan hidup, manusia serigalapun berniat menciptakan sejenis ilmu untuk membalas dendam, maka dengan mengandalkan kecerdasan otaknya, diciptakan-nya sejenis ilmu sakti berdasarkan gerak gerik dari kawanan serigala itu.
Tiga puluh tahun lamanya dia menekuni ilmu khusus untuk menghadapi kerubutan serigala ganas, akhirnya ia berhasil dengan suatu ilmu yang benar-benar tangguh.
Sik Tiong giok sendiri bukan cuma berhasil mewarisi kepandaian silat dari Manusia serigala, diapun peroleh hawa murni sebesar enam puluh tahun hasi1 latihan dari Manusia serigala ini, semua membuat tenaga dalamnya melebihi tenaga dalam seseorang yang telah berlatih selama enam puluh tahun. Jangan lagi manusia, macan kumbang yang betapapun ganasnya akan
terlempar olebnya dengan mudah bila menyentuh tangan-nya.
Demikianlah, dari gerak serangan yang dilakukan Sik Tiong giok, Rasul serigala Thian hong segera sadar kalau pihak lawan adalah ahli waris asli dari Manusia serigala, dalam kaget dan seramnya, tiba-tiba melintas sebuah akal jahat didalam benaknya, sambil berkerut kening, ia tertawa terbahak-bahak, katanya kemudian:
"Saudara cilik, apakah kau anak murid Manusia serigala?"
"Kalau benar kenapa" Kalau tidak kenapa pula?" Sik Tiong giok sambil melorot besar, "apakah kau tak bisa mengetahuinya dari gerak seranganku tadi...?"
Rasul segera tertawa. "Aku sudah mengetahuinya sejak tadi, benar-benar tak kusangka suhengku mempunyai murid yang begitu hebat seperti kau, benar-benar menggembirakan!"
"Lalu siapa pula kau?" dia balik bertanya.
"Aku adalah susiokmu, si Rasul serigala, cepat katakan dimana gurumu berada!"
Tak terlukiskan rasa kaget kawanan jago yang berada dalam arena setelah mengetahui kalau nelayan cilik ini sampai bekerja sama dengan Rasul serigala yang mengaku sebagai paman gurunya itu, bukankah mereka akan berabe" Tak heran kalau suasana berubah tegang, setiap orang segera bersiap sedia untuk menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan.
Dalam ketegangan yang mencekam seluruh angkasa, tiba-tiba terdengar Sik Tiong giok memmbentak keras.
"Manusia bedebah, kau betul-betul bermuka tebal dan tak tahu malu, sudah menghianati perguruan, mengaku jadi angkatan tua, mau menipu aku lagi" Huuh, kau anggap aku benar-benar tak mengetahui wujud aslimu?"
"Kau tahu siapakah aku?" Rasul serigala balas mendengus dengan marah.
Sik Tiong giok mendengus dingin.
"Huh, kau ini apa" Kau toh murid murtad dari perguruan serigala langit, Giok bin to nang (penjagal berwajah kumala) Cu Bu ki?"
Merasa indentitasnya dibongkar orang, Rasul serigala semakin kalap, teriaknya: "Bocah keparat, kau jangan ngaco belo, aku bukan manusia yang suka mencatut nama orang!"
"Kalau begitu biar kubetot lepas jenggot palsumu itu, agar semua orang bisa mengetahui wujud aslimu!" kata sang pemuda tertawa.
Dengan cepat dia melompat ke muka dan menerjang kearah Rasul serigala, sebuah cengkeraman maut langsung dilontarkan.
Keenam manusia berkepala serigala yang mengitari disekitar arena serentak membentak nyaring sambil menyerbu ke depan.
Gerak serangan yang dilancarkan sang pemuda terhadap si rasul serigaia tetap dilakukan tanpa merubah arah, sementara tangan kanan-nya disapukan ke arah depan dan belakang tubuhnya dengan gerakan yang luar biasa.
Termakan oleh sapuan angin pukulan Sik Tiong giok, ke enam manusia berkepala serigala itu merasakan tubuh mereka terhadang secara tiba-tiba dan tidak mampu untuk bergerak kembali.
Namun atas kejadian tersebut, serangan Sik Tiong giok terhadap Rasul malaikat pun ikut terhambat.
Memanfaatkan kesempatan yang sangat baik ini, Rasul serigala segera melompat kesisi tubuh ketua Ngo oh pang Bun Su khi.
Sementara itu Bun Su khi sedang memusatkan seluruh
perhatian-nya menyaksikan jalan-nya pertarungan, dia tak mengira kalau bencana akan muncul secara tiba-tiba.
Belum sempat dia berbuat sesuatu, jalan darah pada tengkuknya sudah kena dicengkeram oleh si rasul serigala itu.
"Bocah keparat, berbenti kau!" hardiknya keras-keras, "kalau kau berani maju lagi, segera kubunuh manusia she Bun ini lebih dahulu....!"
Si nona berbaju hijau diatas sampan yang melihat kejadian ini berteriak kaget.
"Ooh ayah.... cepat kau lepaskan ayahku!"
Sik Tiong giok sendiripun dibikin agak tertegun oleh perubahan peristiwa tersebut, beberapa saat kemudian bentaknya: "Cu Bu ki, apa yang hendak kau lakukan?"
"Hei jangan sembarangan memanggil, sebut aku rasul serigala!"
"Mengapa" Bukankah kau memang bernama Cu Bu ki" Atas dasar apa harus menyebutmu si rasul serigala" Jangan harap aku akan merubah sebutanku!" jawab si pemuda.
Rasul serigala segera mendengus dingin.
"Hmm, bila kau tidak menuruti perkataan ku, segera kubunuh manusia she Bun ini!"
"Kau mau membunuhnya apa hubungan-nya denganku" Kalau mau dibunuh silahkan dibunuh dengan segera, tapi kau mesti ingat, bila dia mati maka kau jangan harap bisa hidup terus, aku pasti akan membalaskan dendam baginya!"
Rasul serigala kembali tertegun, pikirnya: "Aneh masa keparat ini tiada hubungan-nya sama sekali dengan Bun Si khi" Jangan-jangan aku salah menduga?"
Rupanya setelah melihat Sik Tiong giok duduk bersama Bun Un, puteri Bun Su khi dalam sampan kecil, malah mereka berbicara dan bergurau dengan mesra, dianggap kedua orang muda mudi itu adalah sepasang kekasih.
Setelah mendengar perkataan dari Sik Tiong giok, dia baru tahu kalau telah salah menduga, gagal dengan rencana kejinya, untuk sesaat dia tertegun.
Sementara itu ketua Ngo oh pang berdiri dengan alis mata berkernyit, wajahnya penuh amarah, namun berhubung tubuhnya dicengkeram orang sehingga tak mampu berkutik, biar marah pun marah hanya dalam hati dan tak mampu diutarakan keluar.
Pada waktu itulah tiba-tiba nona Bun Un melompat dari sampannya dan menghampiri Sik Tiong giok, serunya kemudian: "Hei, sebenarnya apa maksudmu" Mengapa kau tidak menolong
ayahku " Kau tahu, dia adalah ayahku?" kata Bun Un mendongkol.
Sik Tiong giok tertawa. "Aku tahu kalau dia adalah ayahmu, asal bangsat she Cu turun tangan keji, aku pasti tak akan mengampuninya, meski kehilangan ayahmu, namun bencana besar bagi dunia persilatan dapat di singkirkan, bukankah kematian ayahmu lebih berharga?"
Bun Un hanya mengharapkan ayahnya selamat dari bencana, sudah barang tentu dia tak akan memikir hal-hal yang lain, dengan air mata bercucuran kembali serunya pedih.
"Aku tidak ambil peduli, pokoknya kau harus menolong ayahku!"
"Baiklah" ucap Sik Tiong giok dingin, "tapi kita mesti berjanji dulu, bisa saja kutolong ayahmu, tapi tidak ku jamin keselamatan jiwanya!"
"Hei, keparat! Bukankah perkataanmu itu sama artinya dengan tidak berbicara!" jengek rasul serigala sambil tertawa, "kalau keselamatan-nya tak dapat kau jamin, apa pula yang dapat kau tolong?"
Sik Tiong giok mengerutkan dahinya kencang-kencang, kemudian sambil melotot gusar kearah Rasul serigala, lalu bentaknya: "Cu Bu ki, asal kau berani melukai Bun pangcu biar seujung rambutpun, kita tak bakal ada habisnya, akan kusuruh kau mengganti nyawanya dengan nyawamu!"
Tiba-tiba Rasul serigala mendongakkan kepalanya lalu tertawa terbahak-bahak.
"Haaah, haaah, haaah, keparat busuk, tak nyana kalau usiamu meski kecil, bacotmu justeru gedenya luar biasa!"
"Hmmm, bila tidak percaya, silahkan saja untuk mencoba!"
Dengan meningkatnya perang mulut, suasana dalam arena pun bertambah tegang, semua orang saling berhadapan dengan hati penuh kewaspadaan.
Mendadak Rasul serigala menggertak giginya keras-keras, telapak tangan kanan yang semula menempel di ulu hati Bun Su khi, kini diangkat keatas secara pelan-pelan dan bersiap sedia melancarkan bacokan maut.
"Oooh ayah..." Nona Bun Un tak sanggup menahan diri, ia menjerit kaget sekeras-kerasnya, sementara para jago yang hadir diarena turut menjadi tegang dan bersiap-siap menghadapi segala
kemungkinan. Tidak ketinggalan pula beberapa orang manusia aneh berkepala ssrigala itu, serentak mereka loloskan senjata guna menghadapi ancaman yang tiba. Agaknya suatu
pertarungan masal bakal berlangsung.
Dalam pada itu, telapak tangan Rasul serigala sudah semakin turun kebawah, satu inci demi satu inci semakin mendekati jalan darah Nau juang hiat diatas kepala Bun Su khi.
Detik-detik demikian ini jelas merupakan detik penentuan antara mati dan hidup, pada saat yang kritis itulah tiba-tiba Sik Tiong giok mengayunkan telapak tangan-nya kebawah untuk meraup segenggam pasir, kemudian ditimpukkan kewajah Rasul serigala.
Gerakan ini dilakukan Sik Tiong giok dengan kecepatan luar biasa, banyak orang yang tak sempat melihat dengan jelas darimana datangnya pasir tersebut, tahu-tahu segumpal pasir sudah menyebar ke udara dan menimpuk wajah si Rasul serigala.
Mimpi pun Rasul serigala tak mengira Sik Tiomg giok bakal menyerang dengan cara begini, untuk sesaat ia menjadi bingung dan tak tahu bagaimana caranya mengatasi serangan tersebut.
Sementara dia masih tertegun, hujan pasir yang menyambar datang dari arah depan tahu-tahu sudah tiba didepan mata.
Berada dalam keadaan begitu, sudah barang tentu ia lebih mementingkan keselamatan sendiri. Buru-buru tangan kirinya di dorong ke muka untuk melemparkan Bun Su khi, menyusul kemudian pukulan yang kuat dilepaskan untuk membuyarkan serangan hujan pasir.
Memanfaatkan kesempatan tersebut, ketua Ngo oh pang Bun Su khi segera menjatuhkan diri dan menggelinding di atas tanah, dalam beberapa gelindingan saja ia sudah terlepas dari cengkeraman si rasul serigala.
Kendatipun demikian, tekanan tangan kiri dari rasul serigala tadi sempat membuat isi perutnya terluka, darah segar segera muntah keluar tiada hentinya.
Ketika angin pukulan berbenturan dengan pasir yang menyambar datang, suatu ledakan keras terjadi disusul munculnya gulungan debu kuning yang membumbung di angkasa.
Tiba-tiba rasul serigala melolong panjang.
Mendengar kode rahasia ini, beberapa manusia yang berkepala serigala serta mata-mata yang membaurkan diri dalam kelompok para jago segera bergerak, dalam waktu singkat perang masal telah meletus.
Sementara itu Sik Tiong giok telah memanfaatkan situasi yang remang oleh pasir untuk menyerang rasul serigala.
Bayangan manusia berkelebat lewat, tiba-tiba ia kehilangan jejak si rasul serigala itu.
Sementara masih tertegun, tiba-tiba ia mendengar nona Bun Un menjerit lengking dengan nada yang memilukan.
Sik Tiong giok segera sadar kalau dirinya tertipu, buru-buru ia menyusul ke arah mana berasal suara tersebut. Tapi sayang dia menubruk kesasaran yang kosong. Ditengah keributan yang tak menentu itulah, tiba-tiba semua lampu yang ada di darat maupun di perahu padam serentak sehingga suasana bertambah gelap dan kalut.
Atas peristiwa ini, para jago yang bertarung semakin kacau dan kalut tak karuan, jeritan ngeri, teriakan keras bercampur baur tak karuan ujudnya.
Untunglah dalam suasana begini, tiba-tiba terdengar Ngo ci kay san (si lima jari pembelah bukit) Ho Kong seng berteriak keras:
"Harap semua orang jangan kalut, semua lentera harap disulut kembali"
Namun pertarungan tak kunjung berhenti, kilatan golok, cahaya pedang masih saling menyambar tiada hentinya, malah jeritan ngeri bergema susul menyusul.
Menanti hamburan pasir sudah mereda, lampu pun mulai disulut kembali, keadaan jadi terang kembali, para jago yang sedang bertarung pun turut menjadi tenang kembali.
Tapi setelah melihat keadaan dalam arena pertempuran, semuanya menjadi tertegun dan berdiri dengan mata terbelalak dan mulut melongo.
Ternyata diatas tanah sudah tergeletak dua tiga puluh orang, ada yang sudah tewas ada pula yang merintih kesakitan, yang aneh ternyata tidak nampak seorangpun dari kelompok Rasul serigala.
Kini, semua orang baru sadar, rupanya pertarungan massal yang barusan berlangsung terjadi diantara kawan sendiri, sedang musuh memanfaatkan kesempatan tersebut untuk melarikan diri.
Yang lebih aneh lagi adalah si nelayan kecil Sik Tiong giok tidak nampak pula batang hidungnya, sedang puteri ketua Ngo oh pang, Bun Un juga turut lenyap.
Masih untung Bun Su ki sendiri berhasil menyelamatkan selembar jiwanya, betul isi perutnya terluka namun tidak begitu parah, justeru lenyapnya Bun Un, puteri kesayangan-nya yang membuat dia menjadi amat risau.
Setitik cahaya emas sudah mulai timbul diujung langit, pertemuan besar para jago pun bubar berantakan dengan begitu saja.
Para jago yang semula datang mengikuti pertemuan dengan penuh semangat, kini membubarkan diri dengan wajah tertunduk lesuh.
Suasana di pantai pesisir Sah ciui pun pulih kembali dalam ketenangan.
Tidak sampai berapa hari, peristiwa ini sudah tersebar luas dalam dunia persilatan, setiap jago hampir mengetahui kalau pertemuan para jago telah dikacaukan oleh rasul serigala, tapi semua orang pun merasa kagum atas kemampuan seorang nelayan kecil yang berhasil mengalahkan rasul serigala itu. Berita tersebut tersebar dengan cepat kemana-mana, hampir semua orang membicarakan kasus tersebut.
Tapi bagi pendengaran sepasang muda mudi, hati mereka segera berdebar keras. Kedua orang itu adalah sepasang putra putri dari Ki Thian bin yaitu Ki Beng dan Ki Soat ji. Untuk mencari jejak ayah mereka, boleh dibilang mereka telah menjelajahi seantero dunia persilatan, namun tak sedikit kabar pun yang terdengar.
Yang membuat hati mereka kuatir ialah jejak ibu mereka, Bau jin hui cha atau Tusuk konde terbang Ki Siu ling pun lenyap tak berbekas. Sementara mereka masih kebingungan dan tak tahu bagaimana mesti menghadapinya, kabar yang mereka dengar tersebut tak ubahnya begaikan setitik sinar dibalik kegelapan.
Waktu itu mereka sedang mengembara diseputar wilayah Juan tang, begitu mendapat kabar, ia lantas berangkat kearah timur untuk melakukan pencarian.
Pagi ini sinar matahari memancarkan cahaya yang berwarna keemas-emasan ke empat penjuru, udara amat cerah. Sebuah perahu kecil bergerak dari arah timur menuju kemari, penumpangnya hanya berdua, mereka adalah Ki Beng
bersaudara. Dalam perjalanan tersebut, tiba-tiba dihadapan mereka muncul sebuah bukit, melihat ini Soat ji segera bertanya: "Koko, coba kau lihat tempat apakah itu" Jangan-jangan kita telah tiba disuatu selat?"
"Benar" Ki Beng tertawa, "tempat tersebut memang sebua selat, orang persilatan menyebutnya sebagai selat kitab perang pedang mestika, mengerti?"
"Aai, perjalanan melalui sungai ini sungguh amat sulit, sudah sebuah selat, sebuah selat lagi mesti dilalui!" Ki Soat ji menghela napas panjang.
Kembali Ki Beng tertawa. "Perjalanan dalam dunia persilatan memang sukar dilewati, apa sih artinya dari perjalanan yang berbahaya ini?"
"Tapi aneh, mengapa hatiku menjadi takut secara tiba-tiba?"
"Jangan kuatir! Ki Beng menghibur, sesudah turun dari selat Say leng sia, kita akan tiba di kota Peng yang"
Sementara mereka sedang berbicara, perahu itu sudah
melingkari kaki bukit batu karang yang menonjol kearah sungai mencuat disana sini, ombak besar menggulung kian kemari memecah ditepian, suara yang amat gemuruh serasa
memekikkan telinga. Tiba-tiba si tukang perahu berseru: "Toa siangkong, perahu kita akan memasuki pantai darah yang merupakan daerah paling berbahaya, harap kalian berdua duduk dengan tenang ditempat semula!"
Ki Beng mengiakan dan segera mengalihkan sorot matanya ke arah depan.
Benar juga, situasi yang mereka hadapi lebih mengerikan lagi, jalan air begitu sempit dengan batuan cadas berserakan dimana-mana, siapa saja yang tak berhati-hati sewaktu melewati tempat tersebut, sudah jelas kepalanya akan pecah.
Si tukang perahu segera ambil alat dayungnya dan mendayung perahu tersebut kian kemari mengikuti arus sungai yang deras.
Mendadak.... Dari arah depan sana berkumandang suara lolongan serigala yang memanjang dan amat tak sedap didengar.
Paras muka Ki Soat ji segera berubah hebat, dengan nada kaget dia berseru: "Koko... coba kau dengar, serigala...."
Ki Beng memang mendengar juga suara serigala tersebut, tapi untuk menenangkan hati adiknya, ia berusaha menguasai diri sambil berkata: "Adikku, kau jangan takut, diseputar pegunungan sini memang sering kedengaran suara serigala..."
Belum habis ia berkata, si nelayan kecil yang membawa bambu panjang diburitan perabu telah menukas sambil tertawa: "Toa siangkong, mungkin kau salah ingat, disini hanya ada jeritan monyet, mana mungkin ada suara lolongan serigala?"
"Hei, lebih baik kau memegang kemudi perahumu secara baik-baik!" seru Ki Beng marah, "hati-hati jangan sampai menubruk batu, kau tahu tentang jeritan monyet dan lolongan serigala?"
Nelayan kecil itu tertawa, dia menutulkan bambu panjangnya keatas batu karang dan membelokkan perahu mengikuti arus, setelah itu senandungnya lirih:
"Matahari terbit, awan putih membuyar.
Menempuh jalan air seribu li dalam sehari.
Hanya lolongan serigala disebuah tepi...."
Ia menggelengkan kepalanya berulangkali sambil berguman:
"Aduh celaka, lebih baik kalau suara jeritan monyet dikedua sisi tepi perahu akan selamat sampai ditepi bukit Ban tiong san"
Ki Beng menjadi tercengang sekali, diam-diam pikirnya:
"Sungguh tak nyana kalau nelayan kecil ini pandai juga bersenandung"
Belum habis ingatan itu melintas lewat, tiba-tiba Ki Soat ji menjerit kaget.
"Aaah, koko, coba lihat, disana ada orang!"
Ki Beng segera mendongakkan kepalanya sambil memandang ke arah depan, betul juga, diatas batu karang tak jauh didepan mereka benar-benar berdiri seseorang yang celingukan kesana kemari.
Kejadian mana kontan saja membuat pemuda ini tertegun saking kagetnya.
Dalam waktu singkat perahu kecil itu sudah meluncur mendekati batu karang tersebut, buru-buru si tukang perahu berusaha menghindar dengan sekuat tenaga mendayung perahunya
membelok kearah kiri. Tapi aneh sekali, bagaimenapun dia telah berusaha mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya, perahu itu sama sekali tidak berkutik.
Tampaknya, bila kemudi perahu gagal dibelokkan maka perahu tersebut akan segera menumbuk batu karang, bila hal ini sampai terjadi bisa dibayangkan apa yang bakal terjadi.
Si tukang perahu itu boleh dibilang sudah berpengalaman sekali dalam soal mengemudikan perahu, tapi setelah menjumpai kejadian yang aneh tersebut tak urung hatinya dibuat bergidik juga hingga bermandikan keringat dingin.
Ki Beng yang menyaksikan kejadian tersebut buru-buru mendekati si tukang perahu dan berusaha untuk membantu mengembalikan kemuka perahu tersebut.
Ditengah gulungan arus sungai yang amat deras, perahu meluncur kedepan dengan kecepatan luar biasa, dalam waktu singkat jaraknya dengan batu cadas itu tinggal dua puluh kaki.
Ki Beng segera mengangkat kepalanya, tapi setelah dilihatnya orang yang berada diatas batu cadas tersebut sedang mengawasi kearahnya dengan sorot mata tajam, ia menjadi bergidik.
Tapi ia tak sempat untuk berpikir banyak, apalagi dalam waktu singkat perahu itu akan menumbuk diatas batu karang, tanpa banyak berpikir lagi ia menyambar kemudi dan membantingnya kesebelah kiri.
Perlu diketahui, Ki Beng adalah keturuan keluarga persilatan, sejak kecil ia sudah berlatih ilmu silat, baik tenaga dalam maupun tenaga luar semuanya sudah mempunyai tingkatan yang luar biasa, kekuatan lengan-nya boleh dibilang mencapai berapa ratus kati. Tapi sungguh aneh, biarpun ia telah menggerakkan kemudi perahu itu dengan sepenuh tenaga, usahanya tersebut gagal total.
Kejadian ini dengan cepat menimbulkan rasa ingin menang didalam hatinya, tiba-tiba ia membentak, kekuatan-nya dikerahkan hingga mencapai dua belas bagian.
"Kraaakkk!" Diiringi suara keras, kemudi perahu itu bukan berhasil dikembalikan arahnya, malahan tertarik oleh kekuatan-nya hingga patah menjadi dua bagian. Dengan patahnya kemudi perahu, perahu tersebut jadi oleng keras dan menerjang ke arah batu karang dengan kecepatan luar biasa.
Didalam kerepotan, Ki Beng seakan-akan mendengar orang yang berada diatas batu karang itu tertawa dingin. Tapi ia tak sempat berpikir lagi, begitu teringat akan adiknya yang berada dalam ruangan perahu, segera teriaknya keras-keras.
"Adikku, cepat...!"
Teriakan itu belum habis ketika segulung ombak besar menenggelamkan perahu itu dan menyeretnya mengikuti arus.
Si tukang perahu kelihatan bergerak-gerak muncul dari permukaan air, tapi segulung ombak besar segera menyeret si tukang perahu itu dan membawanya mengikuti arus. Sedang si nelayan kecil tadi lenyap entah kemana, mungkin juga jenasahnya telah tenggelam kedalam air.
Untung saja Ki Beng pernah belajar ilmu berenang, meski tidak begitu sempurna, dikombinasikan dengan ilmu silat yang dimilikinya, dia pergunakan ilmu bobot seribu untuk
memantekkan sepasang kakinya dialas lantai perahu.
Untuk beberapa saat permulaan, hal ini memang mendatangkan manfaat sehingga badan-nya tidak diseret oleh arus, tapi lama kelamaan perahu yang sudah pecah itu makin tenggelam ke dasar sungai, dalam waktu singkat air sudah meninggi sebatas pinggang. Dalam keadaan demikian ia tak tahu apa yang mesti dilakukan.
Tiba-tiba dari atas batuan karang ia mendengar lagi suara lolongan serigala yang panjang, diikuti kemudian seorang manusia aneh berkepala serigala melompat turun dari atas batu karang dan menerjang ke arah Ki Beng.
Berkobar amarah Ki Beng menyaksikan hal tersebut, ia segera bersiap-siap untuk beradu jiwa dengan musuhnya.
Siapa tahu ketika manusia aneh berkepala serigala itu sedang meluncur ke tengah sungai dengan jurus kecapung menutul air, entah apa yang terjadi tahu-tahu hawa murninya membuyar dan tubuhnya segera terjun kedalam air.
Ki Beng jadi tertegun menyaksikan kejadian tersebut, sementara dia masih ragu, seluruh perahu tersebut sudah tenggelam kedalam sungai, otomatis badan-nya ikut pula tenggelam.
Pada dasarnya ilmu berenang yang dimilikinya sudah mempunyai dasar yang sangat baik, hanya kurang matang saja, itulah sebabnya walaupun arus sungai deras, untuk sesaat badan-nya tak sampai terseret.
Tiba-tiba ia teringat kembali dengan adiknya yang masih tertinggal dalam ruangan perahu, dengan hati terkesiap, cepat-cepat dia menutup pernapasan-nya sambil menyusup kedalam air, dari sana dia membuka matanya dan mencoba untuk memperhatikan keadaan disekeliling situ.
Segala sesuatunya terlihat agak samar, apalagi arus sungai begitu deras membuat pasir berterbangan dimana-mana.
Dalam lamat-lamatnya suasana, dia seperti melihat bangkai perahu itu terselip diantara batuan karang.
Serta merta dia menyusup kedalam air dan berenang mendekati perahu tersebut, didalam gelisahnya, dia lupa kalau sedang berada di air, maksudnya dia hendak berteriak memanggil adiknya, siapa sangka begitu mulutnya dibuka, air sungai segera menyusup masuk kedalam perut. Berada dalam keadaan begini, Ki Beng sungguh merasa amat sedih, dalam hatinya dia hanya berharap bisa menemukan adiknya sehingga mereka berdua bisa bersama-sama kembali.
Begitulah, dengan tekad yang memmbara dia lantas
mengerahkan segenap kekuatan yang ada untuk berjuang menentang arus. Akhirnya dengan susah payah ia berhasil mendekati sebuah batu karang yang amat besar. Batu karang tersebut entah sudah berapa jaman berada disitu, lumutnya tebal sekali dan sukar untuk dipegang. Tapi Ki Beng mencengkeramnya mati-matian, dengan mempergunakan sisa tenaga yang
dimilikinya, sejengkal demi sejengkal ia berusaha mendekati perahu yang tenggelam itu.
Setelah bersusah payah dan entah berapa besar tenaga yang telah dikeluarkan, akhirnya pemuda itu berhasil mendekati perahu tersebut, dalam sekilas pandangan saja ia telah menangkap pedangnya yang bersinar keemas-emasan. Setelah memperoleh kembali pedangnya, pemuda itu meneruskan
pencarian-nya kedalam ruang perahu.
Pencarian dilakukan dengan teliti sekali, entah berapa saat kemudian tiba-tiba ia melihat ada rambut manusia yang terombang-ambing arus, penemuan ini membuat hatinya
bergetar, cepat-cepat ia medekatinya, ternyata Ki Soat ji masih terkapar diruang perahu, dia berada dalam keadaan tak sadarkan diri.
Buru-buru Ki Beng sisipkan pedangnya kepinggang, kemudian sambil menyeret Ki Soat ji, selangkah demi selangkah dia bergerak meninggalkan dasar sungai.
Begitu muncul diatas permukaan, dia lantas melontarkan tubuh Ki Soat ji darat, menyusul ia melompat pula keluar dari sungai.
Tampak ombak sungai menggulung-gulung dengan derasnya, membuat siapa saja yang memandangnya merasa berdebar.
Tapi setelah ia berhasil menyeka air dari wajah dan menengok ke arah darat, bayangan Ki Soat ji ternyata lenyap tak berbekas.
Dengan hati terkesiap ia segera berteriak, "Adik Soat.... adik Soat....."
Ia berteriak berulang kali, namun tidak juga kedengaran suara sahutan, diam-diam pikirnya kemudian.
"Jangan-jangan ia terjatuh kembali kedalam air?"
Berpikir demikian, ia bersiap-siap akan terjun kembali ke dalam air melukukan pencarian, tapi sebelum sempat melakukan sesuatu, mendadak dari belakang tubuhnya kedengaran
seseorang tertawa dingin, kemudian menegur dengan parau:
"Bocah keparat, dimana adikmu?" Bersamaan waktunya, dia mendengar pula ada suara orang sedang muntah-muntah, lalu lamat-lamat ada orang berseru: "Koko.... koko...."
Dengan cepat Ki Beng menghentikan langkahnya seraya
berpaling, dia saksikan adiknya sudah dicengkeram oleh seorang kakek kurus kecil.
Tanpa berpikir panjang lagi, Ki Beng meloloskan pedangnya kemudian membentak: "Ayo cepat lepaskan adikku!"
Cahaya pedang berkilauan, sebuah bacokan kilat langsung diarahkan ke tubuh kakek ceking tersebut.
Si kakek ceking itu mendengus dingin, dengan cekatan dia mengigos ke samping lalu serunya: "Bocah keparat, kau hendak bertarung?"
Ki Beng sama sekali tidak menyahut, gagal dengan serangannya, dengan cepat dia merubah gerakan pedangnya dan
menyodok lagi kemuka dengan jurus membuat si tukang kayu.
Kakek ceking itu sama sekali tidak gugup, tangan kirinya diayunkan kemuka langsung mencengkeram pedang yang
mengancam tiba. "Jumawa amat kakek ini" pikir Ki Beng kemudian. "Hmm, aku tidak percaya kalau telapak tanganmu itu bisa menandingi ketajaman mata pedangku!"
Berpikir demikian, dia mengerahkan segenap kekuatan-nya kedalam lengan, lalu sambil membentak keras, pedang tersebut digetarkan membentuk berkuntum-kuntum bunga pedang yang langsung ditusukkan ke tubuh si kakek ceking itu.
Sekali lagi kakek ceking itu tertawa dingin, tangan-nya segera diayunkan kemuka mengetuk ujung senjata tersebut.
"Traaang!" Seketika itu juga Ki Beng merasakan seluruh lengan-nya menjadi linu dan kaku, segulung kekuatan yang maha besar tiba-tiba menerjang ke arah dadanya membuat napasnya menjadi sesak.
Tak ampun lagi cengkeraman-nya pada gagang pedang jadi mengendor dan, "Traaang!" pedangnya terlepas dari cekalan.
Sementara badan-nya mundur beberapa langkah, karena
menginjak tempat kosong, tubuhnya langsung tercebur lagi ke dalam air.
Mungkin lantaran kaget Ki Beng tak sempat menutup napasnya ketika tercebur, bisa dibayangkan air sungai kontan saja meluncur masuk ke dalam mulutnya.
Masih untung ia tak sampai gugup menghadapi keadaan begini, cepat-cepat ia menutup napas lalu mengaitkan kakinya pada batu cadas di dasar sungai tersebut, dengan begitu tubuhnya baru tak sampai terseret oleh arus.
Tak selang berapa saat kemudian, ia kembali muncul diatas permukaan air, tapi waktu itu tubuhnya sudah tergulung sejauh tiga empat kaki dari posisi semula. Dari kejauhan sana ia mendengar jerit kesakitan dari Ki Soat ji yang membuat seluruh tubuhnya mengejang keras, mendadak ia membentak keras lalu dengan sekuat tenaga berenang ketepi sungai, dalam beberapa lompatan saja ia sudah tiba didepan kakek ceking itu dan menyodokkan tinjunya kemuka.
Kakek ceking itu tertawa terbahak-bahak.
"Hahaha... bocah keparat, rupanya kau ingin mencari penyakit buat diri sendiri, dihadapan Thi jiu Hi in (pertapa nelayan bertangan baja) pun berani menggunakan kekerasan!"
Mendengar nama tersebut, Ki Beng segera menarik kembali serangan-nya sambil melompat, lalu mengawasi tajam si kakek ceking itu dengan agak tertegun.
"Jadi kau adalah Pertapa nelayan bertangan baja Siau Kun, Siau locianpwee!"
"Hahahaha.... kenapa" Kau tidak percaya?"
"Aku memang agak kurang percaya, bayangkan saja Siau locianpwee adalah seorang pendekar besar yang mengutamakan keadilan dan kebenaran, bagaimana mungkin dia akan membantu Rasul serigala untuk melakukan kejahatan" Apa lagi
mempergunakan cara yang begitu rendah dan keji untuk menghadapi kami dua bersaudara!"
Pertapa nelayan bertangan baja Siau Kun mendengus dingin:
"Hmmm itu urusan pribadiku, mengapa kau harus
mencampurinya?" "Sebenarnya apa tujuanmu menghadapi kami dua bersaudara dengan cara begini?".
"Aku mendapat perintah dari Thian long bun untuk mencari gadis cantik, dan adikmu merupakan salah seorang pilihan, apakah kau berniat melawan perintah..."
Belum habis dia berbicara, tiba-tiba dari arah belakang terdengar seseorang berkata nyaring: "Walaupun orang lain tak berani membangkang perintah, tapi aku si nelayan kecil justru jemu melihatnya"
Ucapan yang bergema secara tiba-tiba ini kontan saja membuat dua orang yang sedang bersitegang ditengah arena nenjadi terkejut, serentak mereka berpaling.
ooo x ooo SEORANG NELAYAN kecil berusia lima belas tahunan tahu-tahu sudah muncul dibelakang si pertapa nelayan bertangan baja Siau Kun, sambil memicingkan matanya dia sedang mengawasi dua orang itu sambil tersenyum simpul.
Siau Kun segera mendengus dingin.
"Hmmm, lagi-lagi kau sibocah keparat yang datang mencari gara-gara..."
"Waaah, kalau begitu kau kenal aku..." jengek sinelayan cilik itu sambil tertawa cekikikan.
Ki Beng juga segera mengenali orang itu sebagai nelayan cilik dari perahunya, hatinya lantas terkejut, tapi sebagai bocah yang pintar, dengan cepat dia tahu kalau kesempatan baik baginya untuk segera bertindak.
Ketika Siau Kun masih berbicara, dengan cepat dia memungut pedangnya dari atas tanah, lalu dengan jurus Wan hong liau im (burung hong terbang di awan) menusuk sepasang lengan Si tangan baja Sian Kun.
Bagaimana pun jua, si pertapa nelayan bertangan baja Sian Kun merupakan jagoan yang ternama, ia sanggup mendengar di empat arah delapan penjuru dengan jelas.
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Begitu melihat datangnya serangan, ia tersenyum, ditunggunya sampai mata pedang itu hampir menyapu diatas tubuhnya, tahu-tahu ia berputar sambil menyeret tangan Soat ji.
Dalam pada itu, Ki Soat ji telah sadar kembali, tapi berhubung jalan darahnya dicengkeram lawan, maka begitu terbetot, otomatis badan-nya maju sempoyongan dan menyongsong
datangnya tusukan pedang dari Ki Beng.
Jeritan kaget segera berkumandang memecahkan keheningan, padahal Ki Beng melepaskan sarangan-nya tersebut dengan mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya, kalau dapat, dia ingin membacok tubuh Siau Kun sehingga putus jadi dua bagian.
Siapa tahu pandangan matanya tiba-tiba menjadi kabur, menyusul kemudian terdengar jeritan lengking, ternyata pedangnya sedang membacok keatas tubuh saudaranya sendiri.
Berada dalam keadaan begini, terpaksa dia harus membuyarkan serangannya untuk menolong Ki Soat ji dari kematian, tapi diapun cukup mengerti bila dia harus membuyarkan serangan, maka pertahanan tubuhnya jadi terbuka dan kesempatan tersebut tentu akan dimanfaatkan lawan-nya dengan sebaik-baiknya.
Kendatipun demikian, dia lebih suka dirinya yang teiluka daripada adiknya yang harus menjadi korban, cepat pedangnya dibuang keluar sementara tubuhnya berputar sambil mundur ke belakang.
Siapa tahu karena mempergunakan tenaganya kelewat besar, nyaris dia akan terjerumus kembali ke tengah sungai.
Pada saat itulah, ia mendengar Ki Soat ji menjerit kaget.
"Kakak....." katanya.
Dengan perasaan terkejut Ki Beng bersiap-siap akan
membalikkan badan-nya, tapi serentetan suara dingin telah berkumandang lebih dulu.
"Jangan berkutik, asal kukerahkan tenagaku, maka kau akan kukirim ke neraka" katanya mengancam.
Ki Beng benar-benar tak berani berkutik lagi, dia dapat merasakan bagaimana jalan darah sendiri sudah diancam orang, asal musuhnya mengerahkan tenaga, jiwanya pasti akan melayang, dalam keadaan begini, terpaksa dia hanya bisa menghela napas panjang.
Mendadak terdengar seseorang berseru dengan suara yang nyaring: "Hei, kakek ceking, bersiaplah lebih terbuka, kau harus tahu, selembar nyawamu sudah terjatuh kedalam
cengkeramanku!" Pertapa nelayan bertangan baja Sian Kun tertawa keras.
"Bocah keparat, kau anggap punya kemampuan untuk membinasakan aku?"
Nelayan cilik itu tersenyum.
"Kalau aku mau, tak perlu lagi bersusah payah, aku pun yakin kau pasti merasa jalan darah apakah yang sekarang kutekan dengan jari tanganku ini"
"Aku tahu jalan darah Pat hong hiat."
"Tentunya kau mengetahui akan kelihayan dari Hong bong ji tong (Burung hong masuk goa) bukan?"
Terkesiap Sian Kun setelah mendengar ucapan ini, tapi ia berusaha keras untuk menenteramkan hatinya, lalu katanya.
"Sebelum kau sempat turun tangan keji, aku akan menghabisi dulu selembar nyawa dari keparat she Ki ini!"
"Jika kau berani berbuat demikian, aku bersumpah akan menyuruh kau rasakan betapa enaknya disiksa dengan dua belas tangan cacad!" kata nelayan kecil itu mengancam.
Sementara pembicaraan berlangsung, tiba-tiba tangan kirinya diayunkan kemuka dan secara beruntun menotok ke empat jalan darah penting di keempat anggota badan Siau Kun, setelah itu ujarnya sambil tertawa terkekeh-kekeh.
"Kau telah menyia-nyiakan kesempatan yang baik untuk membunuh orang, sekarang yang terkuasai adalah kau sendiri, nah katakanlah siapa yang bakal mampus?" katanya sinis.
Pertapa nelayan bertangan baja Sian Kun dapat merasakan sepasang lengan-nya menjadi kaku, tiba-tiba saja semua kekuatan badan-nya lenyap tak berbekas, telapak tangan kanan yang semula ditempelkan diatas punggung Ki Beng pun sekarang jadi terkulai kebawah.
Dengan begitu Ki Beng dua bersaudara berhasil lolos dari lubang kematian, dengan perasaan terkejut dan kaget mereka hanya bisa mengawasi si nelayan cilik itu dengan termangu.
Sebaliknya si pertapa nelayan bertangan baja Sian Kun sendiripun kelihatan kuyu, pelan-pelan ia duduk di atas batu dan memandang sekejap ke arah nelayan kecil tersebut, dengan pendangan benci, katanya dengan suara dingin: "Bocah keparat, berulang kali kau berani memusuhi rasul serigala, suatu ketika kau pasti akan menyesal sendiri!"
"Hahahaha... yang bakal menyesal di kemudian hari bisa jadi bukan aku.." nelayan cilik itu tertawa terkekeh-kekeh.
Sementara mereka masih berbincarg-bincang, kelima enam orang manusia aneh berkepala serigala yang berjaga-jaga diseputar sana dan melihat pemimpin mereka sudah terjatuh ketangan musuh, serentak membentak keras, kemudian
bersama-sama menerjang ke muka.
Ki Soat ji belum hilang rasa kagetnya, melihat kejadian tersebut segera jeritnya: "Kakak.... coba lihat ada orang datang!"
Ki Beng menjadi gusar sekali, dengan mata melotot dan pedang digenggam erat-erat, ia siap menyongsong datangnya ancaman tersebut.
"Toa siangkong!" nelayan cilik itu segera tertawa terkekeh-kekeh,
"untuk menghadapi manusia seperti itu lebih baik aku saja yang maju, sedang kau sendiri silahkan melindungi adikmu!"
Tubuhnya sama sekali tidak bergeser dari posisi semula, dengan senyum dikulum di lihatnya keenam manusia aneh berkepala serigala itu datang menerkam kearahnya.
Dengan pedang terhunus sebenarnya Ki Beng sudah bersiap-siap akan maju ke muka, namun setelah menyaksikan keadaan adiknya dia merasa tak tega untuk meninggalkan-nya seorang diri untuk sesaat dia menjadi tertegun dan tak tahu harus maju atau mundur, keadaan sangat mengenaskan.
Dalam waktu singkat keenam manusia aneh berkepala serigala itu sudah berlompatan turun dari atas batu karang, masing-masing orang segera menggerakkan senjata masing-masing dan bersama-sama menerjang ke arah nelayan kecil itu.
Mendadak nelayan cilik itu berpekik nyaring, tubuhnya mengigos kesamping lalu menyongsong datangnya ancaman itu.
Tidak terlihat gerak serangan apakah yang dipergunakan olehnya, hanya tampak lengan-nya bergerak kian kemari dan jeritan kaget pun bergema memecahkan keheningan, keenam orang itu secara bergilir sudah terlempar ke dalam sungai.
Jangan lagi Ki Beng bersaudara dibuat termangu, sekalipun sipertapa nelayan bertangan baja Sian Kun yang tergeletak diatas tanah pun kagetnya bukan kepalang, buru-buru dia bertanya:
"Saudara cilik, kepandaian apa sih yang kau latih?"
"Aku dapat menguasai tujuh puluh dua cara ilmu melempar serigala, yang baru kugunakan hanya dua diantaranya!"
Sian Kun semakin terkejut lagi, buru-buru dia berkata kembali:
"Apakah kau benar-benar adalah anak murid dari manusia serigala....?"
Nelayan cilik itu mengggeleng.
"Dia adalah ayahku, sedang aku bernama Sik Tiong giok..."
Siau Kun menjerit tertahan: "Aaaah, kau adalah putera si kakek serigala" Si Pangeran Serigala" Tak heran kalau kepandaian silatmu sangat hebat, lantas.... siapakah rasul serigala itu?"
"Dia adalah seorang murid murtad dari perguruan serigala langit, ia bernama Giok bun to juang (si penjegal berwajah kemala) Cu Bu ki, selama ini dia hanya mencatut nama ayahku untuk melakukan kejahatan dimana-mana!"
"Aaaai, aku memang sudah curiga sedari permulaan" Sian Kun menghela napas panjang.
"Jikalau kau memang sudah curiga, mengapa masih bersedia membantu musuh?"
"Yaa, siapa sih yang mau membantu orang jahat melakukan kejahatan" Tapi apa boleh buat, bila kami sudah masuk perangkap semua" Kami telah dicekoki racun jahat, disamping itu segenap keluarga kami disandera, apa lagi yang bisa kami lakukan?"
"Racun apa sih yang telah kalian telan" Masa demikian hebatnya sampai kesadaran sendiripun hilang?"
"Racun itu adalah sejenis racun jahat dari wilayah Biau yang disebut rumput serigala beracun, barang siapa yang sudah menelan racun itu, disamping kesadaran-nya akan terkendali, bahkan dia sendiripun akan mengalami perubahan baik dalam sikap maupun dalam watak, dia akan berubah menjadi keji, ganas dan suka membunuh, bila tidak menelan obat penawar maka dia bisa mati karena edan!"
"Bukankah kau berada dalam keadaan sangat sehat, sama sekali tidak menjadi kalap?"
?"Hal ini disebabkan jalan darahku tertotok sehingga peredaran darahnya tidak lancar, atas kejadian ini saat kambuhnya menjadi mundur lebih lambat, dua jam kemudian aku mati karena edan dan urat nadiku akan putus semua!"
"Oooh, rupanya begitu!" Sik Tiong giok membelalakkan matanya lebar-lebar, "apakah locianpwee tak sanggup membendung racun di dalam tubuhmu dengan mengandalkan ilmu silat cianpwee yang tinggi?"
Sekali lagi Siau Kun menghela napas panjarg.
"Rasul serigala telah menduga sampai kesitu, maka disaat kami tak sadarkan diri, dia menotok jalan darah sin kwan hoat dalam tubuh kami, bila kita menggunakan tenaga untuk melawan, maka kalapnya akan semakin menghebat, jadinya siapa pun tak berani mencoba secara sembarangan!"
Sik Tiong giok termenung sebentar, setelah itu katanya: "Cara yang digunakan anggota perguruan serigala langit belum tentu bisa menyusahkan aku, apakah locianpwee bersedia untuk mencobanya?"
Siau Kun menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Percuma, racun itu sudah terlanjur merasuk kedalam tulang, sekalipun kau dapat membebaskan jalan darahku, usiaku juga hanya bisa diperpanjang berapa bulan saja!"
"Aaah, masa dikolong langit benar-benar tiada obat penawar racun tersebut?"
"Kecuali obat penawar racun bikinan dari Tok jiu hoa tho (Hoa Tho bertangan racun) Pui Cu yu, rasanya sulit untuk
mendapatkan obat penawar racun serigala itu!"
"Dimanakah keluarga Pui itu bertempat tinggal" Aku pasti akan mencarikan obat penawar racun itu bagimu"
"Ia berdiam di Yau nia kwan di wilayah Chin juan, rasanya sulit uutuk menjumpainya!"
"Mengapa?" tanya Sik Tiong giok keheranan, "apakah dia enggan menolong orang?"
"Bukan-nya begitu" Sian Kun menggeleng, "sebab si rasul serigala sudah turun tangan pula terhadapnya, cuma bila kau bisa segera berangkat kesana, bisa jadi masih ada harapan"
"Mungkin aku masih sempat untuk menyusulnya" Sik Tiong giok tersenyum, "cuma bagaimana dengan kau sekarang?"
"Aku masih perlu kembali ke bukit Kiu niong sun dengan secepat mungkin" jawabnya "Aku lihat sudah tak perlu, lebih baik kau mengawal dua bersaudara Ki pulang ke Say leng sia saja!" tutur Sik Tiong giok.
"Kalau aku sampai berbuat begini, bukankah aku bakal mati karena gila?"
"Tidak mungkin, aku telah menotok lima buah jalan darahmu sehingga kau dapat tidur selama beberapa hari dengan tenang, begitu kudapatkan obat penawar racun-nya, segera akan kutolong dirimu!"
Sementara berbicara, sepasang tangan-nya segera bergerak cepat menepuk bebas keempat jalan darah Sian Kun, tapi dengan cepat pula dia menotok lima buah jalan darah penting lain-nya.
Si pertapa nelayan bertangan baja segera tampak gontai, wajahnya kelihatan sangat letih, dalam sekejap mata ia sudah terlelap tidur dengan nyenyaknya.
Mendadak Sik Tiong giok mendongakkan kepalanya dan berpekik nyaring.
Menyusul pekikkan tersebut, dari kejauhan sana muncul sebuah perahu kecil yang meluncur mendekat dengan kecepatan luar biasa.
Memandang perahu kecil itu, Sik Tiong giok kembali berpesan kepada Ki Beng bersaudara.
"Untuk sementara waktu kalian berdua boleh berdiam dulu di Say leng sia, soal menghadapi si rasul serigala bukan masalah biasa, segala sesuatunya harus diatur dengan persiapan yang matang dan seksama, kalian tak usah terlalu memusingkan-nya lebih dulu"
Sementara pembicaraan dilangsungkan, perahu kecil itu sudah bersandar ditepi karang, dari atas perahu pun melompat keluar seseorang. Begitu melihat orang itu, Ki Beng jadi termangu saking kagetnya.
Ternyata orang itu adalah si tukang perahu, bukankah dia sudah terbawa oleh arus sungai yang deras" Mengapa dia bisa muncul kembali dengan membawa sampan lain"
Agaknya Sik Tiong giok bisa merasakan keheranan orang, sambil tertawa terbahak-bahak segera katanya: "Apakah kalian berdua merasa keheranan" Mari kuperkenalkan kepada kalian, si tukang perahu ini juga termasuk seorang manusia ternama dari dunia persilatan, dia adalah ketua Ngo oh pang yang bernama Bun Su khi, tentu kalian pernah mendengar namanya bukan?"
"Bun lo pangcu dari Ngo oh pang...?" Ki Beng bersaudara berdiri dengan mata terbelalak.
Bun Su khi tertawa terbakak-bahak.
"Haaah, haaaah, haaah, saat ini aku sudah bukan ketua suatu perkumpulan lagi, kini aku adalah toa congkoan di bawah pimpinan serigala langit!"
"Apakah locianpwee telah membubarkan Ngo oh peng?" tanya Ki Beng keheranan.
Bu Su khi menghela napas panjang.
"Aai, sejak pertemuan para enghiong berakhir, putriku ditawan oleh rasul serigala, dalam pergejaran itulah aku telah berjumpa dengan sang pangeran ini, saat itulah baru kuketahui bahwa kekuatan si rasul serigala pada saat ini sudah mencapai tingkatan yang berbahaya, bila tanpa persiapan mustahil kita dapat menandingi mereka!"
"Toh tidak usah membubarkan kekuatan yang telah terhimpun dalam perkumpulan Ngo oh pang?"
"Perkataanmu memang benar" Bun Su khi tertawa, "dan aku sendiripun tidak sebodoh ini, padahal perkumpulan Ngo oh pang memang belum bubar, cuma namanya saja yang berubah dan markasnya pindah keselat Say leng sia, sedang pemimpin kami sekarang tak lain adalah si Pangeran Serigala langit!"
"Sudahlah locianpwee" cepat-cepat Sik Tiong giok menyela, "kau tak usah mengumpak diriku, aku mah tak sudi menjadi Pangeran Serigala langit atau sebangsanya!"
Jilid 4 : Mencari Hoa Tho bertangan beracun "TIDAK BISA JADI"
Bun Su khi tertawa, "Anak keturunan dari raja serigala langit adalah pengeran serigala langit, kami semua menghormati kalian, sehingga sekali pun kau enggan pun tak bisa jadi"
"Sudah, sudahlah..." Sik Tiong giok tertawa, "lebih baik kita segera pulang, apa lagi aku mesti meneruskan perjalanan ke Yau nia kwan....."
Dalam pembicaraan mana, mereka menggotong si pertapa nelayan bertangan baja Siau Kun keatas perahu, kemudian dengan Bun Su khi memegang kemudi, Sik Tiong giok memegang bambu panjang, secepat petir perahu itu meluncur kemuka.
Tidak sampai satu jam kemudian, perahu tersebut sudah memasuki selat Say leng sia.
Sik Tiong giok ingin cepat cepat mengetahui nasib Si Hoa tho bertangan racun Pui Cu yu, maka dengan menunggang seekor kuda dia segera meneruskan perjalanan-nya menuju ke Yau nia kwan.
Perjalanan yang ditempuh siang malam tanpa berhenti, membuat Sik Tiong giok maupun sang kuda menjadi kehabisan tenaga setibanya dikota Han ong sia.
Sebenarnya pemuda itu berniat meneruskan perjalanan-nya, sayang kudanya sudah roboh ketanah sehingga dia betul-betul kehabisan akal...
Sementara Sik Tiong giok dibikin gelagapan, tiba-tiba dari kejauhan sana terdengar suara keleningan yang ramai, menyusul kemudian muncul beberapa ekor kuda yang dipacu kencang-kencang. Menyusul suara derap kaki kuda, kedengaran pula suara roda kereta yang bergelinding menimbulkan suara gemuruh.
Empat ekor kuda jempolan dipacu sekencang-kencangnya seperti lagi terbang saja, dibelakang rombongan kuda itu menyusul sebuah kereta kuda. Ternyata sikusir kereta bukan kusir kuda biasa, dia adalah seorang gadis berbaju putih yang berwajah cantik molek. Kalau dilihat dari kuda yang dipacu sekencang-kencangnya, jelas seperti ada urusan penting yang hendak diselesaikan secepatnya.
Mendadak, sinona berbaju putih itu seperti tertegun, ia melihat seorang bocah berusia lima enam belas tahun sedang berdiri termangu-mangu sambil mengawasi seekor kuda yang tergeletak ditanah.
Begitu kereta itu mendekat, pemuda tadi segera melompat ketengah jalanan dan berteriak: "Hei, kusir kereta, berhenti sebentar!" Terpaksa nona berbaju putih itu menghentikan keretanya setelah jalan perginya dihadang, dengan suara dingin tegurnya: "Hei, mau apa kau?"
"Coba kau lihat" kata pemuda cilik itu sambil menunjuk kearah kudanya yang ter geletak ditanah, "kudaku sudah mampus, apakah kau bersedia membawaku sampai dikota Ci yang?"
Sebelum nona berbaju putih itu sempat menjawab, tiba-tiba seorang pemuda melongok dari balik tirai kereta dan berkata setelah mendengus dingin: "Darimana kau bisa tahu kalau kereta kami ini akan pergi kekota Ci yang?"
"Kalau kereta yang melalui jalanan ini tentunya tidak akan pergi ke Heng an ciu bukan?" pemuda cilik itu tertawa.
"Dugaanmu tepat sekali, kami memang sedang pergi ke Heng an ciu."
"Kalau hendak pergi ke Heng an ciu, mengapa tidak lewat Han im, sebaliknya berputar ke Han ong sia?"
Mendengar perkataan tersebut, sang pemuda menjadi gusar, ia segera menerobos keluar dari keretanya sambil membentak:
"Mau lewat manakah kami apa urusan-nya dengan dirimu"
Apakah kami dilarang pergi ke Han ong sia bila hendak menuju ke Heng an ciu?"
Kembali sastrawan kecil itu tertawa. "Aku tak ambil perduli kalian hendak kemana, pokoknya aku akan menumpang keretamu ini"
"Lebih baik kau menggelinding pergi dari sini secepatnya!" hardik pemuda itu sekali lagi.
"Tidak, bila kalian melarang aku menumpang kereta ini, aku tak akan menyingkir dari sini"
"Bocah keparat, pingin mampus rupanya kau..." teriak pemuda itu semakin gusar.
Ditengah bentakan mendadak sebuah cambuk panjang diayunkan ke depan dan langsung menyapu ke arah pemuda cilik tersebut.
Terdengar suara ringkikan panjang bergema memecahkan keheningan, disusul kemudian jeritan kaget seseorang, sebab kuda itu secara tiba-tiba melompat ke muka dan segera menggilas bocah itu.
Si nona berbaju putih itu menjerit lengking, tubuhnya melejit ke udara dan langsung menerjang ke arah pemuda cilik tadi.
Dalam pada itu, pemuda kecil tadi sudah tersambar oleh cambuk panjang pemuda tadi dan terlempar ke belakang kereta, pemuda cilik itu segera tergeletak di tanah dan tak berkutik lagi.
Melihat hal ini, pemuda tersebut buru-buru berseru: "Sumoay, kita harus menempuh perjalanan secepatnya, mengapa sih harus mengurusi dia?"
"Si suheng, kau memang kebangetan, mengapa kau harus menggunakan cara yang begini keji untuk menghadapi seseorang yang sama sekali tak pandai berilmu silat?"
Sembari berkata, dia lantas membungkukkan badan untuk membangunkan pemuda tadi.
Pada saat itulah, dari kejauhan sana tiba-tiba bergema suara lolongan serigala yang amat mengerikan.
Begitu mendengar suara lolongan serigala tadi, tanpa diteliti lagi nona berbaju putih itu segera membopong pemuda cilik tadi sambil melompat naik keatas kereta. Kemudian dengan satu tangan memayang tubuh pemuda cilik tadi, tangan yang lain memegang tali les kuda, dia larikan lagi kudanya kedepan kencang-kencang. Dari arah belakang sana nampak debu beterbangan ke angkasa, beberapa ekor kuda mengejar datang dengan cepatnya. Melihat ada orang yang mengejar kereta mereka, nona berbaju putih itu segera melarikan kudanya semakin cepat lagi.
Sesudah mengalami goncangan yang keras, pelan-pelan pemuda cilik tadi membuka matanya kembali sambil melirik sekejap ke arah nona tersebut, sekulum senyuman misterius tiba-tiba saja tersungging diujung bibirnya. Cuma saja, nona berbaju putih itu sedang memusatkan semua perhatian-nya untuk melarikan diri, dia sama sekali tidak melihat akan gejala aneh tersebut.
Dalam pada itu, suara lolongan serigala bergema silih berganti, bahkan suara derap kaki kuda yang bergema dari arah belakang pun kian lama kian bertambah dekat.
Sekali lagi terdengar pemuda yang berada dalam ruang kereta itu mengomel panjang lebar: "Sumoy, kesemuanya ini gara-gara kau gemar mencampuri urusan orang, coba kalau perjalanan kereta kita tidak terhadang oleh bocah keparat tadi, bisa jadi kita sudah sampai di kota Liu sui tian. Coba kau lihat sekarang, gara-gara belas kasihanmu, kitalah yang menderita, bayangkan saja andai kata kita sampai terkepung kembali"
"Suheng" nona berbaju putih itu segera berseru, "sudah banyak tahun kau menjadi murid ayahku, masa kau masih belum mengetahui akan tabiat dari dia orang tua?"
"Justru karena tabiatnya itulah, akhirnya dia sendiri yang menderita, orang-orang menyebutnya sebagai Hoa tho bertangan racun, tapi akhirnya dia sendiri yang kena racun-nya dulu!
Sekalipun dia orang tua sudah dicelakai orang, ton sampai sekarang masih hidup, bila dikemudian hari dia tahu akan kejadian ini, bisa jadi kau akan dibencinya sepanjang hidup!"
Semua pembicaraan tersebut dapat didengar oleh pemuda cilik itu dengan jelas, pikirnya kemudian: "Bagus sekali kau begitu, ternyata tanpa disengaja aku telah menemukan sasaran yang benar, kalau begitu disamping menghemat berapa hari
perjalanan, akupun tak usah mencari kuda lagi"
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, mendadak dari arah belakang sudah kedengaran seseorang berseru sambil tertawa seram.
"Haaahh... haaahh... dengarkan baik-baik wahai putrinya sitabib racun dan muridnya, kalian tak usah meneruskan perjalanan lagi!
bagaimana kalau kita berunding dulu dengan sebaik-baiknya"
Suara tertawa seram itu baru lewat, seekor kuda telah berhasil melewati kereta itu.
Pemuda cilik itu segera menengok kesamping, ternyata penunggang kuda itu adalah seorang kakek kurus kering yang berwajah hitam dan memelihara beberapa lembar jenggot model tikus, tampangnya memuakan, terutama sekali sepasang mata anehnya yang memancarkan sinar menggidikan. Jika ditinjau dari hal tersebut, bisa di duga kalau tenaga dalam yang dimiliki orang itu sudah mencapai tingkat yang sempurna.
Begitu berhasil melampaui kereta, kakek itu berusaha untuk menghadang pergi kereta tersebut.
Dengan mata melotot gusar, nona berbaju putih itu membentak nyaring: "Serbuu!"
Ke empat lelaki kekar yang menunggang kuda didepan kereta sementara itu sudah mempersiapkan senjata masing-masing, mendengar teriakan mana, serentak mereka berteriak dan menyerbu kearah kakek tersebut. Sekali lagi kakek itu tertawa seram.
"Anak-anak, apa kalian anggap dengan mengandalkan sedikit kemampuan yang kalian miliki itu, maka semua kepungan kami bisa diterjang dengan begitu saja"
Belum habis perkataan itu, "Sreeet!" sebatang panah bersuara telah meluncur lewat dari balik batu cadas.
Menyusul kemudian berkumandang pula beberapa pekikan aneh yang memekikan telinga.
Terkesiap kakek penunggang kuda itu setelah melihat kejadian yang ada, sedang si nona berbaju putih itupun turut terperanjat sehingga paras mukanya berubah, pekikan aneh sekali lagi bergema memecahkan keheningan....
Kini air muka sinona berbaju putih itu sudah berubah menjadi pucat pasi seperti mayat, sikakek tadi pun ikut nampak gugup bercampur tegang.
Hanya pemuda cilik itu yang mengerti apa yang sebenarnya telah terjadi, segera pikirnya: "Bagus sekali! Lagi-lagi aku berhasil menjumpai peristiwa seperti ini, kelihatan-nya bakal ada keramaian yang bisa kuhadiri"
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, dari arah depan telah meluncur sesosok bayangan putih yang menerjang tiba bagaikan seekor rajawali raksasa.
Bersamaan itu pula terdengar suara lolongan serigala yang amat mengerikan bergema keluar dari mulutnya, suara itu
mendatangkan suasana yang mengerikan hati, membuat bulu kuduk orang pada berdiri tanpa terasa.
Bersamaan itu, seorang manusia aneh berkepala serigala telah muucul didepan mata, bila ditinjau dari dandanan-nya, jelas dia adalah seorang wanita.
Baju putihnya berkibar-kibar ketika terhembus angin, tangan-nya memakai sarung tangan sedang kepalanya ditutupi topeng kulit serigala hingga dandanannya persis seperti siluman rase.
Dengan cepat dia menghadang jalan pergi kereta itu, kemudian setelah tertawa terkekeh-kekeh ujarnya: "Nona Pui, aku lihat lebih baik kalian turut kami saja, dengan begitu akupun bisa ikut menjaga dirimu sepanjang jalan, apa lagi ayahmu masih terhitung tamu agung pemimpin kami, tak usah kuatir, pokoknya aku tak bakal sampai menyia-nyiakan kalian"
"Hmmm! Enak amat kalau berbicara" dengus nona berbaju putih itu, "siapa yang tidak tahu maksud dan tujuan apa yang terkandung dalam benak kalian?"
Perempuan berkepala serigala itu sekali tertawa terkekeh-kekeh:
"Nona, kau jangan salah sangka, kami bermaksud dan bertujuan baik dalam mengundang kalian ayah dan anak berdua..."
"Bermaksud baik?" nona itu segera mencibir, "huuh, mengapa kalian menotok jalan darah Sin teng hiat ayahku sehingga dia tak sadar?"
"Apa kau bilang?" seru perempuan aneh itu cepat-cepat, "siapa yang telah menotok jalan darah Sin teng hiat dari bapakmu?"
Belum selesai ia berkata, tiba-tiba dari belakang tubuhnya telah muncul segulung benda berbentuk jaring yang memancarkan cahaya berkilauan, benda itu dengan cepat meluncur kebawah dan segera mengurung perempuan aneh tadi.
Menyaksikan benda itu, gadis berbaju putih itu segera menjerit kaget: "Aaaah! Jaring sakti Kiu leng sin wang....!"
Baru saja dia berteriak, dari belakang sebuah batu gunung telah melompat keluar pula seorang kakek berjubah kuning yang meronta-ronta tiada hentinya.
Dalam sekilas pandangan saja dapat diketahui kalau kakek itupun sudah terkena jaring Kiu leng wang, bahkan sikapnya ke lihatan sangat tegang.
Sementara itu dari kejauhan sana telah berkumandang lagi suara derap kaki kuda.
Dengan perasaan terkejut gadis berbaju putih itu berpaling memandang kebelakang, ternyata ada lima ekor kuda sedang menyusul mendekat dengan cepat, seketika itu juga wajahnya diliputi perasaan sedih dan gusar.
Hanya sastrawan muda itu yang merasakan semacam perasaan yang tak terlukiskan dengan kata-kata, sebab tubuhnya yang demikian gede ternyata dipeluk dalam rangkulan seorang gadis muda, bau harum semerbak yang menerpa hidung membuat hatinya kacau, mukanya menjadi panas dan jantungnya berdebar sangat keras.
Sebetulnya dia ingin meronta dari pelukan-nya, tapi tempat duduk kusir kelewat sempit, disamping merasa canggung, diapun agak berat hati untuk bangun dari rangkulan orang.
Padahal dalam suasana yang begitu tegang, pada hekekatnya gadis berbaju putih itu sudah melupakan kehadiran-nya. Maka pemuda itu membungkam diri sambil menikmati rejeki tiban tersebut.
Dalam waktu singkat, kelima ekor kuda yang muncul dari belakang telah tiba disana, berikut dua orang yang datang duluan, jumlah mereka jadi tujuh orang.
Selain itu, dibelakang mereka mengikuti pula belasan orang lelaki muda yang semuanya gagah, kekar dan berwajah buas, jelas merupakan tampang-tampang jagoan.
Begitu sampai ditempat kejadian, serentak orang orang itu melompat turun dari kudanya dan berdiri tenang disisi arena, dengan sorot tajam mereka sedang mengawasi kakek berjubah kuning itu menarik jaring Kiu leng wang nya.
Mendadak bergema serentetan bunyi yang sangat aneh...
Sedemikian anehnya suara tersebut bergema tanpa terasa semua orang bersama-sama mengalihkan sorot matanya kearah mana berasalnya suara tersebut.
Kalau tidak dilihat masih mendingan, begitu dipandang serentak semua orang menjerit kaget.
"Aaah.....!" Menyusul kemudian terdengar lagi suara gelak tertawa yang tajam dan tinggi melengking.
Ternyata perempuan aneh yang berada dalam jaring telah melepaskan topeng kulit dari wajahnya sehingga terlihat wajah asli nya sebagai seorang wanita cantik berusia setengah baya, ketika dia menggerakkan sepasang ujung bajunya, tahu-tahu saja tubuhnya sudah melompat keluar dari jaring Kiu leng sinwang tersebut.
Perlu diketahui, jaring ini merupakan benda milik Tok jiu hoa tuo (Hoa Tou bertangan racun) Pui Cu yu yang terbuat bukan dari emas, bukan dari baja, bukan pula dari goni, benda itu terbuat dari urat-urat dan otot-otot ular beracun tujuh bintang yang merupakan makhluk purbakala yang hidup jauh diluar
perbatasan. Bukan hanya kuat dan ulet, tidak bisa dibacok golok atau pedang dibakar pun tak mempan. Tapi kenyataan-nya sekarang, perempuan tersebut berhasil merusaknya tanpa diketahui cara apa yang telah dipergunakan, lolosnya perempuan itu segera mengejutkan semua orang yang hadir.
Begitu lolos dari kurungan jaring sakti, nyonya cantik berbaju putih itu segera tertawa terkekeh-kekeh, kemudian ujarnya.
"Jaring tipis semacam ini hanya cocok untuk dipakai menangkap ikan atau udang, masa akan mencoba mengurungku...?"
Belum selesai dia berkata, dari samping arena telah meluncur tiba sesosok bayangan kuning yang langsung menyerang nyonya cantik berbaju putih tadi.
Dengan sigap nyonya cantik berbaju putih itu mengigos kesamping, kemudian ejeknya lagi sambil tertawa cekikikan:
"Aduuuh... aduh mak, apa kalian tujuh anjing dari Pa san menganggap aku sendirian lantas bisa dipermainkan sehendak hati" Itu pun sesungguhnya tak usah main sergap" Kau harus tahu, aku Pek ih losat (iblis wanita berbaju putih) tak pernah takut menghadapi kerubutan orang banyak!"
Kakek berbaju kuning itu segera tertawa seram.
"Sedari tadi aku sudah tahu kalau kau adalah Tong ting ngo yan (lima walet dari Tong ting), untuk menghadapi manusia semacam kau, kami tujuh macan tutul dari Pa san tak usah turun tangan bersama-sama...."
Ternyata ke tujuh orang manusia berbaju kuning itu tak lain adalah Pa san jit pa (tujuh macan kumbang dari Pa san) yang termashur karena kebuasan dan kebengisan-nya, sudah barang tentu merasa mendongkol sekali karena disebut sebagai tujuh anjing dari Pa san oleh nyonya cantik berbaju putih itu.
Akan tetapi mereka pun cukup tahu, Tong ting ngo yan (lima walet dari telaga tong ting) mempunyai pamor dan kedudukkan yang tidak kalah ketimbang mereka, kekejian dan kebuasan mereka pun tidak berbeda jauh.
Selain daripada itu, lima walet tak pernah terbang sendiri, walaupun sekarang hanya Pek ih losat (wanita iblis berbaju putih) Liang Siang yan seorang yang tanpilkan diri, sudah dapat dipastikan ke empat walet lain-nya pasti hadir pula disekitar sana, itulah sebabnya mereka tidak berani menghadapi dirinya secara enteng.
Tatkala kakek berjubah kuning itu atau Hong hwee pa cu (macan kumbang angin api) Go Peng hong selesai berkata, rekan-nya Cuan san pacu (macan kumbang penembus bukit) Han Kong segera menimpali pula: "Nona Liang, selama ini kami tujuh bersaudara dari Pa san tak pernah mempunyai perselisihan atau pun persengketaan apa-apa dengan kalian lima bersaudara, janganlah di karenakan urusan ini, kita masing-masing pihak malah saling gempur sendiri!"
Iblis wanita berbaju putih Liang Siang yan mengerling sekejap kearah lawan-nya, kemudian tertawa: "Tampaknya Han lotoa memang lebih pandai bicara, pada hal kami sendiripun tidak bermaksud membuat perselisihan dengan orang, Pui Cu yu adalah tamu yang akan diundang oleh majikan kami, karena itu kuharap kalian menyingkir saja!"
Macan kumbang angin api Go Feng, satu-satunya anggota dari ke tujuh macan kumbang itu yang terperangai paling berangasan, mendengar ucapan tersebut tiba-tiba saja ia membentak keras:
"Apa" Kau suruh kami menyingkir?"
"Boleh saja kalau kalian enggan menyingkir" Liang Siang yan tertawa terkekeh-kekeh, "apalagi mengubur orang dimana pun sama saja, pasti akan kusediakan sebuah jalan untuk kalian berangkat ke neraka...!"
Go Peng semakin naik pitam, sepasang matanya merah berapi-api, lalu dengan suara yang keras bagaikan guntur dia menghardik: "Perempuan siluman, jangan kalian anggap lima walet dari telaga Tong ting merupakan jagoan paling top..."
Begitu umpatan tersebut diutarakan, tiba-tiba diantara angin yang berhembus lewat, terdengar suara tertawa cekikikan yangg sangat ramai, menyusul suara tertawa itu, dari balik semak belukar, dari belakang batu besar dan pepohonan disekitar sana segera bermunculan empat orang perempuan lagi, masing-masing mengenakan baju berwarna merah, hijau, putih dan jingga, paras mukanya rata-rata cantik namun membawa kejanggalan.
Sebagai pemimpin mereka adalah seorang perempuan berbaju merah, dengan senyum genit dan gaya yang dibuat-buat serunya: "Aduuuh... persoalan apa sih yang telah membuat kami lima burung walet dipandang begitu tinggi?"
"Toaci sudah datang rupanya, tapi hal ini lebih bagus lagi" kata Liang Siang yan pula sambil tertawa, "mereka tujuh macan kumbang dari Pa san hendak turut mendompleng dalam
persoalan ini, apa perlu kita kasih sedikit pelajaran kepada mereka agar tahu rasa?"
Mendengar ucapan tersebut, perempuan cantik berbaju merah itu melakukan gerakan-gerakan erotik seperti ular, kemudian setelah tertawa genit ia menjawab: "Ngo moay (adik ke lima), hatimu kelewat lemah, untuk menghadapi beberapa orang telur busuk itu, mengapa kita mesti main mengalah?"
"Dengan cara yang amat licik mereka telah menutup jalan darah Sin teng hiat dari Lo pui, namun mencatat hutang tersebut atas nama kami semua" Liang Siang yan menerangkan.
Mendengar laporan ini, kembali perempuan cantik berbaju merah itu mengerdipkan matanya berulang kali.
"Aaah, masa ada kejadian seperti ini?" dia berseru, "waah, kalau sampai ketahuan cukong, bisa berabe kita"
Perempuan cantik berbaju jingga itu segera mendengus dingin, katanya cepat: "Satu-satunya jalan buat kita sekarang adalah membawa mereka serta atau menghabisinya ditempat ini, dengan begitu kita baru dapat memberikan pertanggungan jawab kepada cukong"
Macan kumbang penembus bukit Han Kong kontan saja tertawa terbahak-bahak.
"Haha... haha... Konon kami dengar lima walet dari telaga Tong ting berkemampuan hebat, ternyata masih bisa juga naik darah, benar, Pui Cu yu memang berhasil kami totok jalan darahnya, mau apa kalian sekarang?"
Iblis wanita berbaju putih Liang Siang yan segera berpaling kearah gadis berbaju putih yang duduk ditempat kusir kereta itu, lalu serunya sambil tertawa.
"Nona Pui, sudah kau dengar perkataan si telur busuk itu"
Bukankah dia sudah mengakui sendiri?"
Tapi gadis berbaju putih itu masih juga belum percaya, tanyanya kemudian agak tercengang: "Tapi dengan cara apa mereka turun tangan" Kepandaian silat ayahku terhitung cukup tangguh?"
"Kau benar-benar seorang budak bodoh" Liang Siang yan segera tertawa, "tujuh macan kumbang dari Pa san sudah termashur karena kebuasan dan kekejamannya, sudah sejak lama dia telah menyelundupkan putra lotoa mereka kedalam keluarga Pui kalian!"
Gadis berbaju putih itu menjadi amat terperanjat sekali, buru-buru dia berseru: "Tapi dalam keluarga kami sama sekali tidak terdapat orang dari marga Han!"
"Biarpun tak ada yang berasal dari marga Han toh ada dari marga Si, namanya yang asli adalah Han Seng, tapi sekarang sudah berganti nama menjadi Si Ki im, dialah yang telah turun tangan keji itu, mengerti budak dungu?"
Tak terlukiskan rasa kaget si nona berbaju putih itu, tanpa terasa dia mengendorkan rangkulan-nya, kemudian tanpa sempat menggubris bagaimanakah keadaan sastrawan muda itu, dia membalikkan badan sambil membuka pintu kereta.
Siapa tahu disaat tangan-nya hampir menyentuh pintu kereta itu, mendadak dari balik ruang kereta menyambar keluar sebuah tangan.
Berada dalam keadaan pikiran kalut dan perasaan kacau, nona berbaju putih itu tak pernah menyangka akan terjadi peristiwa semacam ini, tak ampun lagi urat nadinya segera tercengkeram dan separuh badan-nya menjadi lumpuh.
Teriak kagetnya baru sampai setengah jalan, badan-nya sudah terseret masuk kedalam ruang kereta. Menyusul kemudian dari balik ruangan bergema jeritan kesakitan serta suara tertawa dingin yang menyeramkan, lalu di ikuti pula suara gaduh. Kalau dilihat dari suara-suara tersebut, agaknya si nona berbaju putih itu sedang berusaha meronta.
Empat lelaki kekar yang berada diluar kereta menjadi naik darah, mereka serentak membentak keras.
Beberapa ekor kuda yang menjadi kaget akibat bentakan itu sama-sama meringkik panjang.
"Blaaammm... braaakkk..."
Suara hancuran kayu bergema menggetarkan seluruh ruangan kereta tersebut, menyusul kemudian papan-papan ruang kereta berserakan dan hancur berantakan, dalam waktu singkat, keadaan didalam kereta menjadi terbuka dan tampak sangat jelas pemuda kekar yang dipanggil Si suheng tadi kini sudah berhasil menguasai keadaan, dengan tangan sebelah dia mencengkeram urat nadi gadis berbaju putih itu, tangan yang lain memegang sebilah pedang pendek yang ditempelkan diatas seorang kakek yang berada dalam keadaan tak sadar.
Macan kumbang angin api Go Ping yang menyaksikan kejadian tersebut segera bersorak kegirangan"
"Hooree... anak Seng, perbuatanmu memang sangat hebat..."
Sebaliknya lima walet dari telaga Tong ting yang menyaksikan kejadian tersebut sama-sama berubah wajahnya.
Perempuan cantik berbaju merah itu tak lain adalah toaci dari lima bersaudara, orang menyebutnya Ang hun cay jin (manusia buas perempuan cantik) Ciu Thian yan.
Dengan senyuman masih dikulum, kembali dia berkata: "Su moay, coba kau lihat, bukankah kita sepantasnya melenyapkan bajingan cilik ini duluan" Kau justru jatuh hati kepadanya, mengatakan dia tak bakal menghianati, sekarang kau seharusnya sudah percaya dengan perkataan cici bukan?"
Perempuan cantik berbaju jingga itu di sebut orang Yan cu poan hou (harimau belang perempuan cantik) Lim Tiong Yan, ketika mendengar perkataan tersebut wajahnya segera berubah menjadi merah padam, katanya kemudian: "Sampai sekarang aku masih tetap percaya kepadanya!"
Sementara itu si macan kumbang angin api Go Peng telah berteriak keras: "Hei, lima walet! Apakah kalian sudah melihat dengan jelas! Bocah itu adalah putra kesayangan lotoa kami, sekarang dia telah berhasil menguasai keadaan, lebih baik kalian tahu diri dan segera mengundurkan diri saja!"
"Betul, aku rasa memang semestinya segera mengundurkan diri saja" si harimau belang perempuan cantik Lim Tiang yan berseru sambil tertawa, "hanya ucapan ini semestinya tertuju untuk kalian tujuh orang tua bangka, mengerti?"
Macan kumbang angin api Go Peng tertegun setelah memandang sekejap ke arah Lim Tiong yan, serunya tercengang: "Mungkin kau sudah edan" Mengapa kami harus pergi?"
Lim Tiong yan tertawa genit, setelah mengerling sekejap kearah Han Seng, katanya lembut: "Siau han, kau toh sudah memyanggupi permintaanku, apalagi kau pun tentu tak akan melupakan rencana serigala langit dan rasul serigala langit, lebih baik urusan mu kau ucapkan sendiri saja"
Berubah hebat paras muka Han Seng setelah mendengar ucapan ini, ia memandang sekejap kearah tujuh macan kumbang dari Pa san, lalu katanya tergagap: "Ayah... bukankah kau bersama keenam paman hanya menghendaki Jian nian si toan tersebut"
Setiap orang menghendaki obat mestika tersebut, semua orang mengincar dan berusaha merampasnya, aku lihat, biar pun kita berhasil memperolehnya, belum tentu dapat mempertahankan-nya lebih jauh, sebab..."
Belum selesai dia berkata, macan kumbang penembus bukit Han Kang sudah gemetar keras tubuhnya lantaran mendongsol, ia mendepakan kakinya berulang kali keatas tanah, lalu teriaknya keras-keras.
"Berontak, berontak, anak sendiripun memberontak terhadap bapaknya...."
Macan kumbang pembalik langit Ho Wan yang menempati urutan ketiga dalam Pa san jit pa juga dapat menangkap ketidak beresan dibalik perkataan tersebut, buru-buru dia berseru: "Anak Seng, kau... kau sudah tidak menghendaki orang tuamu lagi?"
Sebaliknya macan kumbang angin api Go Peng sudah
menggembor penuh amarah. "Sungguh tak kusangka kau sibocah kunyuk sudah terpikat oleh perempuan, benar-benar menjengkelkan hatiku!"
Sementara diseputar sana menjadi ramai oleh umpatan dan teriakan, maka nona Pui yang urat nadinya dicengkram orang diatas kereta telah mengucurkan air matanya karena sedih, sedang keempat lelaki kekar yang menunggang kuda sudah tak mampu mengendalikan amarahnya lagi, mereka berteriak ber sama-sama: "Mari kita beradu jiwa dengan mereka!"
Empat bilah senjata bagaikan angin puyuh segera menyerbu kearah Pa san jit pa dan Tong ting ngo yan yang berdiri didepan kereta dan menyerang mereka habis-habisan.
Tujuh macan kumbang dari Pa san sama sekali tak sudi melayani mereka, sebaliknya serentak membalikan badan dan menyerang lima walet dari telaga Tong ting.
Pertempuran masalpun segera berkobar.
Sementara tujuh macan kumbang dari Pa san menyerang kelima walet dari telaga Tong ting, maka keempat murid dari keluarga Put ikut meramaikan pertempuran itu dengan melakukan pengacauan disana sini.
Akibatnya, tatkala ketujuh macan kumbang itu marah dan berbalik bertarung melawan keempat murid kelurga Pui, lima walet segera manfaatkan kesempatan untuk menyerang ketujuh macan kumbang, begitu tujuh macan kumbang melayani lima walet maka keempat anggota keluarga Pui berbalik menyerang lima walet, dan begitulah seterusnya.
Nona Pui yang menyaksikan keadaan tersebut segera berusaha keras untuk mengendalikan perasaan-nya, lalu dengan suara lembut dia berkata: "Si suheng, kau benar-benar manusia yang jahat, rupanya kau sudah terpikat oleh perempuan-perempuan siluman dari telaga Tong ting itu!"
Han Seng mandengus: "Hmmm, khi im, kau harus ingat, mulai sekarang sebut aku Han Seng...!"
"Baik, anggap saja kau memang Han Seng, sudah lima tahun kau berdiam dalam keluarga kami, kami ayah dan anakpun selain bersikap baik kepadamu, apakah kau tega berbuat jahat terhadap kami?"
Tampaknya Han Seng sama sekali tidak terpengaruh oleh perkataan itu, dia malah berkata dengan ketus: "Sekalipun kalian ayah dan anak baik terhadapku, namun tak dapat membantu aku merajai dunia persilatan, lantas apa gunanya...?"
"Dengan berbuat demikian apakah bisa menguasahi seluruh dunia persilatan?" Pui Khi im balik bertanya.
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Han Seng segera tertawa seram.
"Asal Rasul serigala langit bisa menguasahi seluruh kolong langit, berarti aku Han Seng akan menjadi pentolan suatu wilayah dalam dunia persilatan ini, adikku, bila kau cinta kepadaku, kau sudah seharusnya membantu aku hingga sukses"
"Kau anggap lima walet dari Tong ting serta ayahmu sekalian bakal tunduk dibawah perintahmu?"
"Itulah sebabnya aku mengadu domba mereka semua agar orang orang itu saling gontok-gontokan sendiri, bila mereka sudah lelah bertarung dan banyak korban telah berjatuhan, maka kau bisa membantuku untuk membereskan sisanya dengan begitu,
bukankah urusan bakal beres?"
"Suheng, bagaimana dengan ayahku...?" Pui Khi im bertanya dengan sedih.
"Tentang ayahmu...." Han Seng segera tertawa seram,
"heeehhh... heeehh... heeehh.... itu mah sudah dibereskan, asal kau bersedia kawin dengan aku, kujamin ayahmu tak bakal terancam bahaya"
Tiba-tiba Pui Khi im mengangkat kepala lalu berkata dengan suara dingin: "Apa yang hendak kau lakukan terhadap dia orang tua?"
Han Seng kembali tertawa.
"Selama banyak tahun dia orang tua sudah cukup lelah berkelana dalam dunia persiiatan, sekarang, dia sudah sepantasnya untuk mengundurkan diri! Maka asal dia bersedia menuruti perkataanku dan melaksanakan semua perintahku, paling banter dia cuma akan cacad seumur hidup, aku tak bakal akan merenggut selembar jiwanya!"
"Kau... kau sungguh amat kejam!" pekik Pui Khi im dengan sedih.
"Hmm, padahal dia orang tua sudah pantas mampus, mengapa kau salahkan kekejianku?"
Kalau didengar dari pembicaraan kedua orang itu, bisa diketahui sampai dimanakah kebusukan hati manusia yang bernama Han Seng tersebut.
Disamping ingin membantu ketujuh macan kumbang dari bukit Pa san, dia pun hendak membantu lima walet dari telaga Tong ting, pokoknya dia bermaksud hendak memperalat kedua belah pihak tapi ingin pula menghancurkan kedua belah pihak.
Terutama sekali terhadap pihak ke tujuh macan kumbang dari bukit Pa san, boleh dibilang mereka adalah saudara-saudara ayahnya termasuk ayahnya sendiri, tapi kenyataan-nya sekarang, terhadap ayah kandung sendiripun ia tak ambil ambil perduli, bisa dibayangkan manusia macam apakah itu"
Sastrawan muda yang duduk dikursi kusir kereta menjadi terperanjat setelah mendengar pembicaraan itu, diam-diam pikirnya: "Manusia ini betul-betul berhati buas dan kejam, jauh lebih rendah daripada binatang..."
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, mendadak terdengar nona Pui yang berada dikereta telah berteriak keras-keras: "Kalian jangan bertarung lagi, kamu semua telah terjebak oleh rencana busuk orang she Han..."
Tapi sebelum perkataan itu selesai di utarakan, mulutnya seperti di tutup orang dengan tangan, sehingga kata-kata selanjutnya tidak lagi terdengar jelas.
Menyusul kemudian terdengar Han Seng mengancam sambil mendengus dingin: "Budak busuk, tutup mulutmu, bila kau berani berteriak lagi, aku akan segera membunuh bapakmu diatas kereta ini juga.."
Ancaman ini dengan cepat membungkam mulut Pui Khi im, dia menjadi ketakutan setengah mati, selain isak tangisnya, tak terdengar suaranya lagi.
Namun pada saat itu pula tiba-tiba terdengar Han Seng berpekik rendah di ikuti jeritan kagetnya, kemudian terdengar seseorang membentak nyaring: "Enyah kau dari sini!"
Cepat-cepat nona Pui membuka matanya, ia saksikan sesosok bayangan manusia terlempar dari atas kereta, lalu ia merasa pergelangan tangan-nya yang di cengkeram orang terlepas, sastrawan muda yang pernah dilindas olehnya kini sudah berdiri didepan mata, sambil tersenyum ramah.
Sastrawan ini tak lain adalah orang yang ditolongnya tadi, tapi, dengan cara apakah dia memukul mundur Han Seng si manusia berhati binatang ini"
Sementara nona Pui masih terkejut bercampur keheranan, sesosok bayangan manusia disertai deruan angin tajam kembali telah menyerang tiba. Sekarang ia dapat melihat dengan jelas, orang itu adalah Han Seng si manusia berhati binatang.
Menjumpai manusia tersebut, amarahnya tidak bisa ditahan lagi, perasaan gusar di campur perasaan benci dan dendam membuat nona itu segera membentak keras, ruyung panjangnya digerakan keras-keras membentuk segulung cahaya tajam, kemudian menyapu ke depan dengan kecepatan luar biasa.
Dalam pada itu Han Seng telah meloloskan pula senjatanya, sepasang gelang naga dan harimau, dengan sebuah gelang ia tangkis cambuk panjang dari Pui Khi im, gelang yang lain digunakan untuk menyerang sastrawan muda tersebut.
Sastrawan muda itu berlagak seakan-akan tidak merasa, malah ujarnya kepada Pui Khi im sambil tertawa: "Nona, permainan jurus cambukmu cukup bagus, hanya sayang tenaganya kurang baik, ujung cambuk tak bisa dipakai untuk menyapu musuh, kalau dipakai untuk menolong diri masih mendingan, kalau digunakan untuk melawan musuh masih kurang bagus!"
Waktu itu, ruyung panjang Pui Khi im sedang saling beradu dengan gelang naga lawan, baru tertegun oleh perkataan itu, tiba-tiba tangannya terasa kaku, cambuknya seperti terlepas dari tangan, saking kagetnya ia segera menjerit.
Sambil tertawa terbahak-bahak sastrawan muda itu segera berseru lantang: "Orang she Han, aku toh sudah menyuruh kau segera menggelinding pergi dari sini! buat apa kau naik keatas kereta lagi" Ayo cepat enyah dari sini!" Berbareng dengan bentakan itu, tiba-tiba tangan-nya diayunkan ke depan.
Dengusan tertahan bergema memecahkan keheningan, untuk kedua kalinya Han Seng terpental jatuh dari atas kereta.
Kejut dan heran segera menyelimuti perasaan Pui Khi im setelah menyaksikan kelihayan ilmu silat yang dimiliki pemuda itu, buru-buru ia menegur.
"Siapakah kau?"
"Sik Tiong giok!" pemuda itu tertawa, "nona, kau berniat menerobos keluar dari kepungan" Ataukah berniat menyelesaikan orang-orang itu?"
Sebenarnya Pui Khi im berniat akan menghabisi semua
penghadang keretanya, tapi dia pun meragukan kemampuan pihaknya yang sangat minim, maka sahutnya kemudian: "Lebih baik kita menerobos keluar dari kepungan saja!"
"Baik, mari kita terobos keluar!" kata Sik Tiong giok sambil tertawa.
Seraya berkata dia merampas cambuk nona Pui kemudian siap menyerbu ke depan.
Tapi pada saat itulah tiba-tiba terasa deruan angin tajam menyambar tiba, dua sosok bayangan manusia telah menerjang kearahnya.
Sik Tiong giok memang bermata jeli, dalam sekilas pandangan saja ia sudah melihat kalau orang yang datang dari sebelah kiri tak lain adalah Han Seng yang dua kali kena dibanting jatuh dari atas kereta, tiba-tiba ia tertawa dingin.
"Sreeet...!" Cambuknya segera diputar sambil menyambar kedepan, untuk kesekian kalinya Han Seng menjerit kesakitan, tubuhnya terpelanting kembali keatas tanah.
"Nona Pui" kata Sik Tiong giok kemudian sambil berpaling kearah Pui Khi im, "coba kau saksikan bagaimanakah permainan cambukku ini"
"Hati-hati belakangmu!" mendadak Pui Khi in menjerit kaget.
Ternyata si harimau belang perempuan cantik Lim Tiong yan dengan bersenjatakan sebilah senjata aneh sepanjang tiga depa yang berbentuk seperti ular sedang mengancam jalan darah dibelakang punggung anak muda tersebut.
Mendengar peringatan tersebut, Sik Tiong giok sama sekali tidak gugup ataupun panik, tangan kirinya digetarkan sambil membalik, tidak terlihat berapa besar kekuatan yang disertakan didalam gerakan itu, tapi akibatnya luar biasa bagi Lim Tiong yan, dia seperti merasa kekuatan-nya tersumbat. buru-buru dia berganti gerakan dan melejit ke udara sambil berpekik nyaring.
Pada saat tubuhnya berputar ditengah udara inilah, senjata aneh ditangan-nya telah menciptakan segulung cahaya tajam yang secepat kilat menyerang dada Sik Tiong giok. Bahkan bersamaan dengan datangnya sergapan itu, segulung bintang perak meletus diudara dan mengurung seluruh badan si anak muda tersebut.
Serangan senjata tajam yang diimbangi senjata rahasia ini boleh dibilang amat keji dan menggidikkan hati, pada hakekatnya dia berniat hendak menghabisi nyawa lawan-nya. Tak terlukiskan rasa kaget dan ngeri Pui Khi im setelah menyaksikan peristiwa tersebut, walaupun ia tak sampai menjerit kaget, namun air matanya bercucuran deras, sebab Sik Tiong giok yang berada dihadapannya telah menjadi pelindung jiwanya, tak heran kalau dia merasa amat gelisah.
Sementara dia amat gelisah sehingga pikirannya agak kacau, suatu kejadian aneh telah berlangsung didepan mata.
Tampak sesosok bayangan hitam melejit ketengah udara, sepasang ujung bajunya di putar berulang kali menciptakan angin pukulan yang menderu-deru, suara dentingan nyaring bergema memecahkan keheningan disusul jeritan ngeri bergema diudara.
Tampak sesosok bayangan manusia berwarna jingga terlempar ditengah udara seperti layang-layang putus benang, tubuhnya terlempar sangat jauh dan terbanting keras-keras diatas tanah, setelah meronta beberapa kali, dia muntahkan darah segar, biarpun belum mampus, dengan kematian pun sudah tak jauh lagi.
Dalam sekali gebrakan saja Sik Tiong giok berhasil melukai dua orang musuhnya, dengan segera nona Pui dibuat tertegun, tanpa terasa ia berpikir dalam hati: "Kepandaian silat apakah itu....?"
Sebaliknya Sik Tiong giok masih tetap tenang dan santai seolah-olah tak pernah terjadi sesuatu apa-apa, katanya sambil tertawa:
"Nona Pui, kau yang memegang kendali kereta, aku yang memukul mundur musuh! Mari kita bersama-sama menerobos keluar dari kepungan..."
"Tidak bisa" Khi im segera menggelengkan kepalanya berulang kali, "coba kau lihat, keempat orang suhengku masih di kepung orang dan berada dalam bahaya!"
Sik Tiong giok menyapu sekejap keseluruh arena, ia saksikan ketujuh macan kumbang dari Pa san serta ke empat walet dari telaga Tong ting telah bekerja sama mengepung ke empat orang murid dari Pui Cu yu.
Sudah jelas perbuatan mereka ini merupakan suatu siasat busuk untuk menangkap ke empat orang itu agar bisa mencegah niat kereta itu untuk meloloskan diri dari kepungan.
Sik Tiong giok segera tersenyum.
"Asal nona sanggup mengendalikan kereta, lihatlah kehebatanku ini...!"
Baru selesai dia berkata, tiba-tiba pekikan panjang kembali bergema memecahkan keheningan, cambuknya segera
digetarkan ketengah udara.
Dalam waktu singkat seluruh angkasa telah diliputi bayangan cambuk seperti beberapa ekor naga sakti yang sedang bermain, seluruh bayangan cambuk itu ditujukan ke tengah arena pertarungan.
Biarpun sama-sama cambuk yang tak berbeda namun berada ditangan Sik Tiong giok, cambuk tersebut telah berubah seperti seekor naga sakti yang hidup.
Kemantapan dalam pengerahan tenaga dalam, ketepatan didalam serangan serta keindahan dalam gerakan, semuanya membuat nona Pui jadi tertegun.
Tatkala ujung cambuk itu mencapai tengah arena, diiringi suatu getaran keras, tiba-tiba berubah menjadi tujuh delapan titik bayangan cambuk yang secara terpisah menyerang tujuh orang lawan.
"Aduuh... aduuuh..."
Seketika itu juga seluruh arena dipenuhi oleh jeritan-jeritan kaget serta jeritan kesakitan.
Beberapa orang yang berada diarena serentak mundur dengan sempoyongan, lalu melarikan diri kalang kabut berusaha untuk menyelamatkan diri.
Didalam kekalutan itulah keempat murid dari Pui Cu yu segera beruntun menerjang keluar dari kepungan.
Beberapa orang diantara lawan agaknya tidak puas dengan kejadian ini, sambil membentak gusar mereka siap melakukan terjangan lagi.
"Ada apa?" Sik Tiong giok segera menegur sambil tertawa terbahak-bahak, "apakah kalian merasa tidak puas?"
Ditengah gelak tertawa, kembali cambuknya berputar satu lingkaran ditengah udara lalu...
"Plaak, plaak..."
Beberapa kali desingan nyaring, cambuk itu sudah berputar beberapa kali diangkasa dan menyambar kearah arena, beberapa kali jeritan kaget kembali bergema memecahkan keheningan, tujuh macan kumbang dan lima walet serentak melompat mundur untuk menyelamatkan diri sehingga terbukalah sebuah jalan lewat.
Tiba-tiba Sik Tiong giok berpaling sambil membentak: "Nona, mari kita berangkat!"
Cepat-cepat Pui Khi im menggetarkan tangan-nya, kuda penghela kereta itupun meringkik panjang sambil menerjang maju ke muka.
Tujuh macan kumbang dari Pa san kontan saja berteriak teriak marah, serentak mereka melompat naik keatas kuda masing-masing untuk melakukan pengejaran.
Iblis wanita berbaju putih Liang Siang yan berteriak pula keras-keras: "Toaci, mengapa kita tidak melakukan pengejaran?"
Manusia buas wanita cantik Ciu Thian yan menghela napas panjang.
"Aaai, dikejar pun tak ada gunanya, biar cukong kita yang turun tangan sendiri pun belum tentu bisa mengungguli binatang cilik tersebut!"
Liang Siang yan jadi tertegun, buru-buru dia bertanya: "Berasal dari perguruan mana sih dia" Mengapa kepandaian silatnya begitu hebat?"
"Entahlah dia dari perguruan mana, tapi kalau dilihat dari caranya melancarkan serangan, agaknya mirip dengan ahli waris si Kakek serigala langit!"
"Aaah... dia adalah ahli waris kakek serigala langit....?" Liang Siang yan mengerdipkan matanya berulang kali, "toaci, kau pernah menyaksikan dia turun tangan?"
"Pertemuan enghiong yang diselenggarakan tempo hari menjadi bubar gara-gara ulahnya, kalau tidak, mungkin cukong kita sekarang sudah menjadi Toa bengcu dari seluruh dunia persilatan!"
Pek tong kui li (setan perempuan berbaju hijau) Bwee Soat yan yang mendengar pembicaraan itu segera menimbrung: "Kalau memang begitu, mengapa cukong kita tidak berusaha untuk menghabisi nyawa bajingan itu" Kalau dia sudah mampus urusan kau bakal beres dengan sendirinya?"
"Aaah, perkataanmu kelewat gampang, seandainya cukong kita mampu menghabisi nya, dia sudah turun tangan semenjak dulu buat apa mesti menunggu sampai hari ini?"
Mendadak dari arah depan sana berkumandang beberapa kali jeritan ngeri yang memilukan hati....
Paras muka Ciu Thian yan segera berubah hebat, buru-buru dia berseru: "Mari kita cepat pergi, paling tidak kita harus menolong ke tujuh anjing dari Pa san untuk meloloskan diri"
Rupanya tujuh macan kumbang dari bukit Pa san yang berhasil mengejar kereta Sik Tiong giok kena tersambar oleh ayunan cambuk musuh sehingga satu persatu terjerembab keatas dan akibatnya wajah mereka jadi membengkak dan sembab hijau.
Kalau tadi mereka mengejar dengan semangat tinggi, maka sekarang kabur kembali dengan wajah loyo dan muka sembab biru dan bengkak.
Lima walet dari Tong ting yan bersiap-siap akan naik kekuda dan kini melihat tujuh macan kumbang balik dengan wajah loyo segera menyambut kedatangan mereka dengan gelak tertawa yang sangat ramai.
Sambil tertawa terkekeh-kekeh Ciu Thian yan berkata: "Aduh mak rupanya tujuh anjing dari bukit Pa san telah berhasil membawa tulang, cuma tidak diketahui apakah Jian nian si toan juga berhasil dibawa pulang atau tidak?"
Macan kumbang penembus bukit Han Kong kontan saja
melototkan matanya bulat-bulat karena mendongkol, bentaknya gusar: "Ciu Thian yan, walaupun orang persilatan mengatakan bahwa kita turun tangan demi mempeributkan hak, namun kamipun tak ingin memandang rendah soal kesetiaan kawan, kau sudah jelas menyaksikan kami bersaudara menderita kerugian, tapi kini malah sempat menyindir orang, sikap kalian benar-benar sama sekali tak bersimpatik"
"Eeeh...kami menyindir apa" Ada apa" Memangnya ingin menentang untuk berkelahi?"
"Mau berkelahipun boleh saja" teriak macan kumbang angin api Go Peng, "kami tak bakal takut kepadamu, tapi menunggangi kesempatan disaat orang sedang lemah bukan tindakan seorang enghiong..."
"Baiklah" sela Liang Siang yan kemudian sambil tertawa, "hari ini kami bersedia untuk melepaskan kalian, kamipun tak ingin kalian menuduh kami memanfaatkan keadaan"
"Kalau begitu kami tujuh bersaudara menerima kebaikanmu itu,"
seru Han Kong sambil tertawa seram, "selewatnya hari ini dimana kita berjumpa disitu kita bikin penyelesain suatu ketika hutang piutang harus dibikin sampai jelas"
Selesai berkata dia lantas memberi tanda kepada saudara-saudaranya dan kabur meninggalkan tempat itu.
Lima walet dari telaga Tong ting yang menyaksikan kejadian itu, meski mereka geli dihati namun merekapun tak berani berhenti kelewat lama disana, serentak kelima orang itu berangkat meninggalkan tempat tersebut.
Menanti kedua rombongan itu sudah berlalu lama, dari balik semak belukar baru menerobos keluar lagi seseorang, dia tak lain adalah Han Seng yang gagal total dengan rencana busuknya.
Dengan wajah sedih dia memandang sekejap kesekeliling tempat itu, kemudian menghela napas panjang.
Mendadak dari belakang tubuhnya berkumandang suara langkah kaki manusia, dengan perasaan terperanjat ia segera berpaling.
Lebih kurang beberapa kaki dibelakang tubuhnya berdiri seorang wanita berwajah cantik, dia mengenakan pakaian berwarna hitam, dengan senyum yang manis dan tubuh yang lemah gemulai, gadis itu berlari tepat dihadapannya.
"Siapa kau?" tegur Han Seng setelah tertegun beberapa saat lamanya.
"Meskipun kau tidak mengenali aku, aku justru kenal dirimu, kau adalah Han Seng yang pernah berubah nama menjadi Si Khi im bukan...?" ujar nona berbaju hitam itu pelan.
Tanpa terasa Han Seng mundur selangkah, wajahnya kembali nampak tertegun, buru-buru ia menghardik.
"Sebenarnya siapakah kau?"
Nona berbaju hitam itu tertawa terkekeh-kekeh: "Jangan terburu napsu, sebelum kau bertanya siapakah aku, jawab dulu pertanyaanku, apakah Jian nian si toan tersebut sudah berhasil kau dapatkan?"
Han Seng semakin terkejut, dia tak habis mengerti kenapa lawan bisa mengetahui segala sesuatu tentang dirinya dengan begitu jelas" Dari sini dapat disimpulkan pula kalau orang ini mempunyai asal usul yang luar biasa.
Tanpa terasa dia menggelengkan kepalanya berulang kali.
Melihat itu, si nona berbaju hitam itu tertawa dan berkata lagi:
"Kau tidak berhasil" Hmmm, aku merasa rada tidak percaya....!"
Han Seng bukan sembarangan orang, sejak lawannya berbicara, biji matanya sudah berputar kian kemari secara liar, menanti nona berbaju hitam itu selesai ber kata, bahu kirinya segera bergerak dan tiba-tiba ia berkelebat maju ke muka.
Pada saat yang bersamaan nona berbaju hitam itu telah mengebaskan pula ujung bajunya dan secara beruntun
mengancam beberapa buah jalan darah penting ditubuh Han Seng.
Dengan berkelebat mundurnya lelaki tersebut, maka serangan dari nona berbaju hitam itupun mengenai sasaran kosong.
Sekali lagi Han Seng menjejakan kakinya keatas tanah sambil melompat mundur sejauh lima depa, kemudian setelah tertawa terbahak-bahak serunya: "Nona, caramu melancarkan sergapan masih tidak cukup hebat, sayang sekali melesat dari sasaran"
Tatkala serangannya mengenai sasaran kosong tadi, hawa gusar sudah menghiasi wajah nona berbaju hitam itu, tapi setelah menyaksikan lawan memandang kearahnya sambil tersenyum, hatinya menjadi tergoyah.
Pada dasarnya Han Seng memang seorang lelaki yang tampan, senyumannya memikat dan gerak geriknya merangsang, apalagi sewaktu empat mata saling bertemu, nona itu merasakan hatinya berdebar keras. Maka dengan wajah bersemu merah dan senyum malu menghiasi wajahnya ia berseru: "Siapa sih yang sedang melancarkan sergapan kepadamu" Mungkin kau sendiri yang takut dengan bayangan sendiri"
Han Seng termasuk seorang yang ahli dalam pembicaraan cinta, lagipula dia termasuk lelaki yang berotak licik dan banyak akal musllhatnya, dari senyuman manis yang-menghiasi bibir nona itu, hatinya menjadi tergerak, diam-diam pikirnya: "Saat ini aku sedang kebingungan karena tak mempunyai tempat untuk berteduh, bila aku bisa menggaet perempuan ini, bukankah hal tersebut berarti Thian telah membantuku?"
Berpikir demikian, dia jadi berdiri termangu, sepasang matanya pun mengawasi lawan-nya tanpa berkedip.
Mendadak nona berbaju hitam itu berhasil menangkap semacam pancaran sinar aneh dari balik mata Han Seng, bahkan pemuda itu berjalan menghampirinya dengan langkah lambat.
Kebanyakan wanita menaruh perasaan yang tajam terhadap sorot mata kaum pria, apalagi Han Seng adalah seorang pemuda gagah yang berwajah tampan, maka diapun kesemsem
dibuatnya. Namun, perempuan inipun bukan manusia
sembarangan, ia merupakan seorang perempuan cabul yang amat termashur kejalangan-nya didalam persilatan, orang menyebutnya sebagai Tit seng yau coa (siluman ular tujuh bintang) An Kieu nio. Bukan saja paras mukanya cantik jelita, ilmu silatnya amat hebat, lagipula hatinya keji dan buas, setiap orang yang mengenalinya boleh dibilang akan berusaha untuk menyingkir sejauh jauhnya bila bertemu dengan-nya, jarang ada yang berani mengusiknya. Tapi ada pula diantara mereka yang terpikat oleh kecantikan wajahnya, asal perempuan itupun tertarik, biasanya rayuan orang tak akan ditampik. Tapi seringkali hubungan itu hanya berlangsung paling lama tiga bulan dan paling sedikit sepuluh hari, biasanya dia akan menjadi jemu dan pergi meninggalkan-nya. Bila korban-nya masih saja tak tahu diri dan berusaha mengejarnya terus, sembilan puluh persen mereka akan mampus oleh sapu tangan pemabuk sukma Meh hiang mi hun Cin nya.
Ia sendiri sebenarnya berniat untuk mendapatkan obat mestika Jian man si toan tersebut, tapi ia sadar bahwa kemampuan-nya masih bukan tandingan lawan, karena itu dia tak berani bertindak secara sembarangan, dia pun sempat menyaksikan kehebatan ilmu silat yang dimiliki Sik Tiong giok, sadar kalau musuhnya kelewat hebat, maka dia hanya menyembunyikan dirinya.
Begitulah, akhirnya dia tertarik kepada Han Seng, meskipun dia tahu kalau lelaki ini berhati buas dan berambisi besar, apa boleh buat dia sudah terlanjur jatuh hati kepadanya.
Mungkin inilah yang disebut dasar bodoh, maka sewaktu semua orang sudah membubarkan diri kemudian Han Seng muncul sambil berkeluh kesah, diapun manampakkan diri dengan maksud memikat pemuda tersebut.
Biarpun begitu, An Kiau nio bukan perempuan yang tak berotak, diapun mempunyai rencana untuk menaklukan Han Seng
dibawah ketiaknya, oleh sebab itu dalam hati kecilnya dia lantas berpikir: "Hmmm, aku tidak percaya kalau kau si bocah muda dapat lolos dari cengkeraman ku..."
Sambil berpikir, diam-diam ia mengeluarkan sapu tangan pemabok Meh hiang mi hun cin nya dari dalam saku.
Dalam pada itu, Han Seng dengan senyum di kulum selangkah demi selangkah telah mendekati An Kiau nio, diam-diam ia telah menghimpun tenaga dalamnya kedalam lengan kanan dia berniat untuk menguasai musuhnya disaat lawan tidak siap.
Agaknya kedua orang ini memang sama-sama tidak mempunyai maksud serta tujuan yang baik, jarak antara kedua belah pihak makin lama semakin dekat, kedua belah pihak sama-sama menunjukkan senyuman-nya yang memikat, tanpa emosi, tanpa api kemarahan namun didalam hati kecil masing-masing justru dicekam perasaan tegang yang tidak terhingga.
Mendadak Han Seng menyodokkan jari tangan-nya kedepan sambil membentak keras: "Roboh kau..."
Siluman ular tujuh bintang An Kiau nio tertawa cekikikan, dia menekuk pinggang dan menggetarkan tangan kanannya keluar seraya menjengek: "Lebih baik kau saja yang roboh!"
Ketika Han Seng merasakan totokan-nya mengenai sasaran kosong, ia sudah tahu bakal celaka, tiba-tiba segulung bau harum menerpa hidungnya, menyusul kemudian kepalanya terasa amat pening, diiringi dengusan tertahan tubuhnya segera roboh terjungkal keatas tanah...
Sambil tertawa terkekeh-kekeh An Kiau nio segera berseru:
"Bocah muda, kau anggap dengan mengandalkan sedikit kepandaian setanmu maka nyonya muda bisa kau pecundangi"
Mulai detik ini, kaulah yang harus menuruti segala perintah dari nyonya muda mu..
Di tengah tertawanya yang keras, dia membangunkan Han Seng lalu menjejakkan kakinya ketanah dan berkelebat ke dalam hutan belantara sana.
000o000 Sik Tiong giok melarikan kudanya kencang-kencang, tujuan-nya sekarang adalah kota Heng an ciu.
Empat hari kemudian, mereka meninggalkan kereta dan
meneruskan perjalanan menuju ke selat Say leng sia dengan menunggang perahu, setengah harian kemudian dalam
perjalanan air, tiba-tiba didepan sana muncul tumbuhan ilalang yang amat lebat menutupi pemandangan ditepi sungai.
"Hei, apakah sudah sampai ditempat tujuan?" Pui Khi im segera bertanya.
"Nona tak usah terburu napsu, kita akan segera tiba ditempat tujuan" sahut Sik Tiong giok tertawa.
Setelah berkata sampai disitu, tiba-tiba ia berpekik nyaring, kemudian mengerahkan tenaganya untuk mendayung perahu tersebut menerjang kearah tumbuhan ilalang tadi, sementara itu Hoa Tuo bertangan racun Pui Cu yu telah dibebaskan pengaruh totokan jalan darahnya oleh Sik Tiong giok di tengah perjalanan tadi, pada saat itu perasaan-nya terhadap pemuda penolongnya ini disamping penuh rasa terima kasih, dia belum terlalu merasa kagum kepadanya.
Tapi setelah melalui perjalanan air dan melihat kepandaian Sik Tiong giok diatas air yang begitu hebat, diam-diam ia mulai berpikir dalam hati: "Jangan-jangan Thian menurunkan jagoan ini untuk menyelamatkan dunia persilatan dari bencana?"
Berbeda sekali dengan Pui Khi im, dia sudah pernah menyaksikan kebolehan Sik Tiong giok sewaktu memukul mundur musuh, kini melihat pula kemampuan-nya yang hebat dalam mengemudikan sampan, ditambah lagi orangnya masih muda dan tampan, entah mengapa tahu-tahu timbul suatu perasaan aneh dihati kecilnya, tanpa terasa diapun mengamati wajah pemuda itu dengan termangu. "Sreet..."
Sampan kecil itu menembusi tumbuhan ilalang yang tebalnya mencapai dua kaki itu dan didepan sana ternyata muncul sebuah jalan air yang sempit dan memanjang, menyaksikan kesemuanya itu, tanpa terasa Pui Khi im berseru tertahan.
"Aaah, sungguh amat rahasia letak tempat ini!"
Sik Tiong giok tertawa. "Bukan cuma rahasia, letaknya bahkan berbahaya sekali, dibawah jalan air ini semuanya terpasang dua belas buah jaring penggusur naga, perahu yang lebih kuatpun bila sampai tertumbuk bakal pecah dan mampus orang-orangnya!"
"Waah, kau memang sangat luar biasa!" puji Pui Khi im sambil menghela napas, "hanya seorang diri ternyata sanggup membuat persiapan yang begitu sempurna"
"Kau tak usah memuji aku" Sik Tiong giok tertawa, "tempat ini tumbuh secara alami, sedangkan peralatan yang berada dalam air adalah peralatan yang dipasang pihak perkumpulan Oh juan pang setelah mereka mengalihkan markas besarnya kemari"
"Tapi kau toh berhasil menguasai mereka?"
"Aaah... siapa bilang, justru karena kasih sayang dari merekalah..."
Sambil berkata, pemuda itu melanjutkan dayungannya
meneruskan perjalanan menelusuri jalan air itu, seakan-akan dia tak menaruh perhatian serius terhadap peralatan dibawahnya.
Bende Mataram 31 Bende Mataram Karya Herman Pratikto Han Bu Kong 1
Di tengah gelak tertawanya, dia menerjang kedepan sambil melakukan pengejaran.
Baru saja dia bergerak, dari sisi arena telah melompat datang seorang manusia aneh berkepala serigala, kemudian membentak nyaring: "Bocah keparat, jangan berbuat semena-mena, rasakan kelihayan ilmu jari bajaku ini"
Mengikuti bentakan keras, dia menghadang jalan pergi Sik Tiong giok dan melancarkan sebuah cengkeraman maut.
Kedua belah pihak sama-sama bergerak dengan cepat luar biasa, tampaknya sebentar lagi Sik Tiong giok akan terkena
cengkeraman maut tersebut.
"Aaaah....." nona berbaju hijau yang ada di perahu kecil itu tak sanggup menahan diri, ia menjerit kaget.
Disaat yang amat kritis inilah, mendadak terdengar Sik Tiong giok tertawa terbahak-bahak, kemudian dengan satu gerakan yang lincah dan cekatan tahu-tahu ia sudah lolos dari ancaman maut itu. Dengan demikian, para jago makin kagum lagi terhadap jago muda kita ini, pikir mereta hampir bersamaan waktunya.
"Hebat sekali gerakan tubuh orang ini, sungguh tak nyana dengan usia begitu muda ternyata dia memiliki ilmu silat yang luar biasa...."
Ada pula yang segera berbisik-bisik.
"Mungkin orang ini adalah seorang cianpwee yang sudah lama mengasingkan diri, kalau tidak, masa ilmu silat yang dimilikinya bisa begini lihay?"
"Cianpwee" Mana mungkin seorang cianpwee bertampang seperti kanak-kanak...."
"Mana tahu kalau dia sudah berhasil mencapai taraf untuk mengembalikan wajah tuanya menjadi wajah seorang bocah!"
Sementara itu manusia aneh berkepala serigala itu sudah melancarkan empat buah pukulan berantai kearah Sik Tiong giok, semua pukulan-nya disertai dengan tenaga pukulan yang maha dahsyat.
Tapi Sik Tiong giok masih tetap bersikap santai, malah sambil tertawa terkekeh menggoda musuhnya habis-habisan.
Kendatipun serangan dari manusia aneh berkepala serigala itu lihay, apa mau dikata musuhnya meski masih muda tetapi berilmu tinggi, jangankan melukainya, untuk mencowel ujung bajunyapun tak mampu.
Dari sekian banyak jago yang sedang bertarung, banyak diantaranya yang merupakan jago-jago berilmu tinggi, mereka sudah menyaksikan semua gerakan Sik Tiong giok dengan jelas, terutama sekali Ngo oh pangcu Bun Su khi yang berpengalaman luas, dia segera berpikir: "Aneh, mengapa ilmu silat yang digunakan bocah cilik ini mirip dengan ilmu silat kakek serigala langit" Tampaknya manusia aneh berkepala serigala itu bakal menderita kerugian...."
Baru habis ingatan tersebut melintas, tiba-tiba terdengar para jago menjerit kaget lagi: "Aaah.... dia adalah Goan ho tootiang dari Bu tong pay....."
Rupanya manusia aneh berkepala serigala itu bukan saja gagal menghantam Sik Tiong giok meski sudah melancarkan puluhan jurus, bahkan topeng kepala serigalanya kena tersambar hingga terlepas, dengan begitu maka raut wajah aslinya segera terlihat jelas.
Teriakan kaget dari para jago itu segera membuat Goan ho totiang tertegun.
"Aku betul-betul tidak habis mengerti!" seru Sik Tiong giok kemudian sambil mempermainkan topang serigala itu, "baik-baik hidup sebagai manusia tak mau, justeru kalian rela menjadi binatang liar...."
Belum habis dia berkata, Goan ho totiang sudah menukas sambil membentak keras.
"Bocah keparat, kau ingin mampus rupanya!"
Ditengah bentakan nyaring, sepasang telapak tangan-nya disilangkan ke depan lalu menyerobot maju ke muka, Sik Tiong giok tetap bersikap acuh tak acuh, tapi begitu musuhnya sudah tiba di depan mata, tiba-tiba dia menggetarkan kulit serigala itu dan dihantamkan ke wajah Goan ho totiang.
Tentu saja Goan ho totiang tak berani menyambut serangan itu, apalagi jika serangan itu disertai tenaga dalam yang sempurna, bila sampai terkena secara telak, niscaya batok kepalanya akan hancur berantakan.
Buru-buru dia berkelit dengan jurus Pek im Jut siu atau mega putih keluar dari rotasi, sepasang telapak tangan-nya disilangkan melindungi dada, maksudnya hendak membendung serangan tersebut.
Siapa sangka ketika serangan Sik Tiong giok mencapai setengah jalan, dia urungkan ancaman-nya semula dan tubuhnya tiba-tiba menekuk menerobos kedalam pangkuan lawan. Meski begitu banyak jago lihay hadir disana, ternyata tak seorangpun yang tahu jurus serangan apakah yang digunakan, tahu-tahu terdengar Goan ho totiang menjerit kaget, lalu tubuhnya yang tinggi besar sudah diangkat dan dilemparkan kedepan seperti melempar batu.
"Blaaam" tubuhnya segera roboh terbanting diatas tanah, sanggul rambutnya terlepas dan wajahnya berubah mengenaskan sekali.
Liau it taysu menjadi geram setelah menyaksikan kejadian ini, tiba-tiba dia membentak keras lalu menerkam kemuka. Lagi-lagi Sik Tiong giok mengegos kesamping untuk meloloskan diri.
Menanti Liau it taysu menerjang tiba, tiba-tiba ia menerjang kemuka sambil menyambar ikat pinggangnya, kemudian
membentak: "Keenakan bila kau tidak dibanting!"
Sekali tangan-nya menggeletar, "Blaam!" Liau It taysu sudah terbanting hingga terlentang di tanah. Bagaimanapun juga ilmu silat yang dimiliki Liau it taysu cukup hebat, belum sampai punggungnya menempel tanah, ia sudah melejit bangun sambil melancarkan sebuah serangan tendangan. Sayang Sik Tiong giok bergerak lebih cepat daripadanya, baru saja tendangan hweesio itu meluncur, Sik Tiong giok sudah melejit kembali keudara.
Dari situ dengan jurus Ji yan cuan lian (burung walet menembusi gua) dia lancarkan sebuah pukulan keatas batok kepala pendeta tersebut.
Ngo jiang hiat merupakan salah satu jalan darah kematian, apabila sampai terkena, maka jiwa orang itu akan melayang.
Sudah barang tentu Liau it taysu tak berani bertindak gegabah, buru-buru dia menggerakkan tangan-nya untuk melindungi.
Disaat terakhir sebelum jari tangan-nya menyentuh kepala lawan, tiba-tiba saja Sik Tiong giok merubah kembali serangannya memjadi cengkeraman keurat nadi pergelangan lawan, kemudian dengan meminjam kekuatan lawan dia mengangkat tubuh musuh sambil membentak: "Kali ini kau harus terbanting keras!"
Tubuh Liau it hweesio yang besar seperti kerbau segera meluncur sejauh satu kaki lebih dan.... "Blaaam!" terbanting keras-keras diatas tanah.
Kini Utusan manusia serigala mulai ketakutan, timbul perasaan bergidik dalam hati kecilnya setelah menyaksikan peristiwa ini, dia semakin yakin lagi kalau nelayan kecil yang berada dihadapan-nya sekarang tak lain adalah ahli waris dari kakek Serigala langit yang amat termasyur itu. Sebab kepandaian silat andalan Manusia serigala, disamping dua belas Jian jiu yang di anggap orang sebagai ilmu silat maha sakti, juga terdapat ilmu gerakan tubuh Serigala menggelinding serta tujuh puluh dua jurus ilmu Ki na jiu yang lihay tersebut.
Perlu diketahui, Ki na jiu dari manusia serigala ini berbeda sekali dengan kepandaian Ki na jiu yang sering dijumpai didaratan Tionggoan, bahkan beribu kali lipat lebih hebat daripada ilmu gulat dari Mongolia.
Dulu, si Manusia serigala berdiam dibukit serigala selama puluhan tahun, bukit itu merupakan sarangnya serigala, sedang serangan yang dilakukan kawanan serigala itu kebanyakan bergerombol sampai ratusan ekor, paling sedikitpun puluhan ekor, bagaimanapun lihaynya seorang jago silat, akan pusing juga bila menghadapi kerubutan itu. Berada dalam keadaan seperti ini, disamping harus mempertahankan hidup, manusia serigalapun berniat menciptakan sejenis ilmu untuk membalas dendam, maka dengan mengandalkan kecerdasan otaknya, diciptakan-nya sejenis ilmu sakti berdasarkan gerak gerik dari kawanan serigala itu.
Tiga puluh tahun lamanya dia menekuni ilmu khusus untuk menghadapi kerubutan serigala ganas, akhirnya ia berhasil dengan suatu ilmu yang benar-benar tangguh.
Sik Tiong giok sendiri bukan cuma berhasil mewarisi kepandaian silat dari Manusia serigala, diapun peroleh hawa murni sebesar enam puluh tahun hasi1 latihan dari Manusia serigala ini, semua membuat tenaga dalamnya melebihi tenaga dalam seseorang yang telah berlatih selama enam puluh tahun. Jangan lagi manusia, macan kumbang yang betapapun ganasnya akan
terlempar olebnya dengan mudah bila menyentuh tangan-nya.
Demikianlah, dari gerak serangan yang dilakukan Sik Tiong giok, Rasul serigala Thian hong segera sadar kalau pihak lawan adalah ahli waris asli dari Manusia serigala, dalam kaget dan seramnya, tiba-tiba melintas sebuah akal jahat didalam benaknya, sambil berkerut kening, ia tertawa terbahak-bahak, katanya kemudian:
"Saudara cilik, apakah kau anak murid Manusia serigala?"
"Kalau benar kenapa" Kalau tidak kenapa pula?" Sik Tiong giok sambil melorot besar, "apakah kau tak bisa mengetahuinya dari gerak seranganku tadi...?"
Rasul segera tertawa. "Aku sudah mengetahuinya sejak tadi, benar-benar tak kusangka suhengku mempunyai murid yang begitu hebat seperti kau, benar-benar menggembirakan!"
"Lalu siapa pula kau?" dia balik bertanya.
"Aku adalah susiokmu, si Rasul serigala, cepat katakan dimana gurumu berada!"
Tak terlukiskan rasa kaget kawanan jago yang berada dalam arena setelah mengetahui kalau nelayan cilik ini sampai bekerja sama dengan Rasul serigala yang mengaku sebagai paman gurunya itu, bukankah mereka akan berabe" Tak heran kalau suasana berubah tegang, setiap orang segera bersiap sedia untuk menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan.
Dalam ketegangan yang mencekam seluruh angkasa, tiba-tiba terdengar Sik Tiong giok memmbentak keras.
"Manusia bedebah, kau betul-betul bermuka tebal dan tak tahu malu, sudah menghianati perguruan, mengaku jadi angkatan tua, mau menipu aku lagi" Huuh, kau anggap aku benar-benar tak mengetahui wujud aslimu?"
"Kau tahu siapakah aku?" Rasul serigala balas mendengus dengan marah.
Sik Tiong giok mendengus dingin.
"Huh, kau ini apa" Kau toh murid murtad dari perguruan serigala langit, Giok bin to nang (penjagal berwajah kumala) Cu Bu ki?"
Merasa indentitasnya dibongkar orang, Rasul serigala semakin kalap, teriaknya: "Bocah keparat, kau jangan ngaco belo, aku bukan manusia yang suka mencatut nama orang!"
"Kalau begitu biar kubetot lepas jenggot palsumu itu, agar semua orang bisa mengetahui wujud aslimu!" kata sang pemuda tertawa.
Dengan cepat dia melompat ke muka dan menerjang kearah Rasul serigala, sebuah cengkeraman maut langsung dilontarkan.
Keenam manusia berkepala serigala yang mengitari disekitar arena serentak membentak nyaring sambil menyerbu ke depan.
Gerak serangan yang dilancarkan sang pemuda terhadap si rasul serigaia tetap dilakukan tanpa merubah arah, sementara tangan kanan-nya disapukan ke arah depan dan belakang tubuhnya dengan gerakan yang luar biasa.
Termakan oleh sapuan angin pukulan Sik Tiong giok, ke enam manusia berkepala serigala itu merasakan tubuh mereka terhadang secara tiba-tiba dan tidak mampu untuk bergerak kembali.
Namun atas kejadian tersebut, serangan Sik Tiong giok terhadap Rasul malaikat pun ikut terhambat.
Memanfaatkan kesempatan yang sangat baik ini, Rasul serigala segera melompat kesisi tubuh ketua Ngo oh pang Bun Su khi.
Sementara itu Bun Su khi sedang memusatkan seluruh
perhatian-nya menyaksikan jalan-nya pertarungan, dia tak mengira kalau bencana akan muncul secara tiba-tiba.
Belum sempat dia berbuat sesuatu, jalan darah pada tengkuknya sudah kena dicengkeram oleh si rasul serigala itu.
"Bocah keparat, berbenti kau!" hardiknya keras-keras, "kalau kau berani maju lagi, segera kubunuh manusia she Bun ini lebih dahulu....!"
Si nona berbaju hijau diatas sampan yang melihat kejadian ini berteriak kaget.
"Ooh ayah.... cepat kau lepaskan ayahku!"
Sik Tiong giok sendiripun dibikin agak tertegun oleh perubahan peristiwa tersebut, beberapa saat kemudian bentaknya: "Cu Bu ki, apa yang hendak kau lakukan?"
"Hei jangan sembarangan memanggil, sebut aku rasul serigala!"
"Mengapa" Bukankah kau memang bernama Cu Bu ki" Atas dasar apa harus menyebutmu si rasul serigala" Jangan harap aku akan merubah sebutanku!" jawab si pemuda.
Rasul serigala segera mendengus dingin.
"Hmm, bila kau tidak menuruti perkataan ku, segera kubunuh manusia she Bun ini!"
"Kau mau membunuhnya apa hubungan-nya denganku" Kalau mau dibunuh silahkan dibunuh dengan segera, tapi kau mesti ingat, bila dia mati maka kau jangan harap bisa hidup terus, aku pasti akan membalaskan dendam baginya!"
Rasul serigala kembali tertegun, pikirnya: "Aneh masa keparat ini tiada hubungan-nya sama sekali dengan Bun Si khi" Jangan-jangan aku salah menduga?"
Rupanya setelah melihat Sik Tiong giok duduk bersama Bun Un, puteri Bun Su khi dalam sampan kecil, malah mereka berbicara dan bergurau dengan mesra, dianggap kedua orang muda mudi itu adalah sepasang kekasih.
Setelah mendengar perkataan dari Sik Tiong giok, dia baru tahu kalau telah salah menduga, gagal dengan rencana kejinya, untuk sesaat dia tertegun.
Sementara itu ketua Ngo oh pang berdiri dengan alis mata berkernyit, wajahnya penuh amarah, namun berhubung tubuhnya dicengkeram orang sehingga tak mampu berkutik, biar marah pun marah hanya dalam hati dan tak mampu diutarakan keluar.
Pada waktu itulah tiba-tiba nona Bun Un melompat dari sampannya dan menghampiri Sik Tiong giok, serunya kemudian: "Hei, sebenarnya apa maksudmu" Mengapa kau tidak menolong
ayahku " Kau tahu, dia adalah ayahku?" kata Bun Un mendongkol.
Sik Tiong giok tertawa. "Aku tahu kalau dia adalah ayahmu, asal bangsat she Cu turun tangan keji, aku pasti tak akan mengampuninya, meski kehilangan ayahmu, namun bencana besar bagi dunia persilatan dapat di singkirkan, bukankah kematian ayahmu lebih berharga?"
Bun Un hanya mengharapkan ayahnya selamat dari bencana, sudah barang tentu dia tak akan memikir hal-hal yang lain, dengan air mata bercucuran kembali serunya pedih.
"Aku tidak ambil peduli, pokoknya kau harus menolong ayahku!"
"Baiklah" ucap Sik Tiong giok dingin, "tapi kita mesti berjanji dulu, bisa saja kutolong ayahmu, tapi tidak ku jamin keselamatan jiwanya!"
"Hei, keparat! Bukankah perkataanmu itu sama artinya dengan tidak berbicara!" jengek rasul serigala sambil tertawa, "kalau keselamatan-nya tak dapat kau jamin, apa pula yang dapat kau tolong?"
Sik Tiong giok mengerutkan dahinya kencang-kencang, kemudian sambil melotot gusar kearah Rasul serigala, lalu bentaknya: "Cu Bu ki, asal kau berani melukai Bun pangcu biar seujung rambutpun, kita tak bakal ada habisnya, akan kusuruh kau mengganti nyawanya dengan nyawamu!"
Tiba-tiba Rasul serigala mendongakkan kepalanya lalu tertawa terbahak-bahak.
"Haaah, haaah, haaah, keparat busuk, tak nyana kalau usiamu meski kecil, bacotmu justeru gedenya luar biasa!"
"Hmmm, bila tidak percaya, silahkan saja untuk mencoba!"
Dengan meningkatnya perang mulut, suasana dalam arena pun bertambah tegang, semua orang saling berhadapan dengan hati penuh kewaspadaan.
Mendadak Rasul serigala menggertak giginya keras-keras, telapak tangan kanan yang semula menempel di ulu hati Bun Su khi, kini diangkat keatas secara pelan-pelan dan bersiap sedia melancarkan bacokan maut.
"Oooh ayah..." Nona Bun Un tak sanggup menahan diri, ia menjerit kaget sekeras-kerasnya, sementara para jago yang hadir diarena turut menjadi tegang dan bersiap-siap menghadapi segala
kemungkinan. Tidak ketinggalan pula beberapa orang manusia aneh berkepala ssrigala itu, serentak mereka loloskan senjata guna menghadapi ancaman yang tiba. Agaknya suatu
pertarungan masal bakal berlangsung.
Dalam pada itu, telapak tangan Rasul serigala sudah semakin turun kebawah, satu inci demi satu inci semakin mendekati jalan darah Nau juang hiat diatas kepala Bun Su khi.
Detik-detik demikian ini jelas merupakan detik penentuan antara mati dan hidup, pada saat yang kritis itulah tiba-tiba Sik Tiong giok mengayunkan telapak tangan-nya kebawah untuk meraup segenggam pasir, kemudian ditimpukkan kewajah Rasul serigala.
Gerakan ini dilakukan Sik Tiong giok dengan kecepatan luar biasa, banyak orang yang tak sempat melihat dengan jelas darimana datangnya pasir tersebut, tahu-tahu segumpal pasir sudah menyebar ke udara dan menimpuk wajah si Rasul serigala.
Mimpi pun Rasul serigala tak mengira Sik Tiomg giok bakal menyerang dengan cara begini, untuk sesaat ia menjadi bingung dan tak tahu bagaimana caranya mengatasi serangan tersebut.
Sementara dia masih tertegun, hujan pasir yang menyambar datang dari arah depan tahu-tahu sudah tiba didepan mata.
Berada dalam keadaan begitu, sudah barang tentu ia lebih mementingkan keselamatan sendiri. Buru-buru tangan kirinya di dorong ke muka untuk melemparkan Bun Su khi, menyusul kemudian pukulan yang kuat dilepaskan untuk membuyarkan serangan hujan pasir.
Memanfaatkan kesempatan tersebut, ketua Ngo oh pang Bun Su khi segera menjatuhkan diri dan menggelinding di atas tanah, dalam beberapa gelindingan saja ia sudah terlepas dari cengkeraman si rasul serigala.
Kendatipun demikian, tekanan tangan kiri dari rasul serigala tadi sempat membuat isi perutnya terluka, darah segar segera muntah keluar tiada hentinya.
Ketika angin pukulan berbenturan dengan pasir yang menyambar datang, suatu ledakan keras terjadi disusul munculnya gulungan debu kuning yang membumbung di angkasa.
Tiba-tiba rasul serigala melolong panjang.
Mendengar kode rahasia ini, beberapa manusia yang berkepala serigala serta mata-mata yang membaurkan diri dalam kelompok para jago segera bergerak, dalam waktu singkat perang masal telah meletus.
Sementara itu Sik Tiong giok telah memanfaatkan situasi yang remang oleh pasir untuk menyerang rasul serigala.
Bayangan manusia berkelebat lewat, tiba-tiba ia kehilangan jejak si rasul serigala itu.
Sementara masih tertegun, tiba-tiba ia mendengar nona Bun Un menjerit lengking dengan nada yang memilukan.
Sik Tiong giok segera sadar kalau dirinya tertipu, buru-buru ia menyusul ke arah mana berasal suara tersebut. Tapi sayang dia menubruk kesasaran yang kosong. Ditengah keributan yang tak menentu itulah, tiba-tiba semua lampu yang ada di darat maupun di perahu padam serentak sehingga suasana bertambah gelap dan kalut.
Atas peristiwa ini, para jago yang bertarung semakin kacau dan kalut tak karuan, jeritan ngeri, teriakan keras bercampur baur tak karuan ujudnya.
Untunglah dalam suasana begini, tiba-tiba terdengar Ngo ci kay san (si lima jari pembelah bukit) Ho Kong seng berteriak keras:
"Harap semua orang jangan kalut, semua lentera harap disulut kembali"
Namun pertarungan tak kunjung berhenti, kilatan golok, cahaya pedang masih saling menyambar tiada hentinya, malah jeritan ngeri bergema susul menyusul.
Menanti hamburan pasir sudah mereda, lampu pun mulai disulut kembali, keadaan jadi terang kembali, para jago yang sedang bertarung pun turut menjadi tenang kembali.
Tapi setelah melihat keadaan dalam arena pertempuran, semuanya menjadi tertegun dan berdiri dengan mata terbelalak dan mulut melongo.
Ternyata diatas tanah sudah tergeletak dua tiga puluh orang, ada yang sudah tewas ada pula yang merintih kesakitan, yang aneh ternyata tidak nampak seorangpun dari kelompok Rasul serigala.
Kini, semua orang baru sadar, rupanya pertarungan massal yang barusan berlangsung terjadi diantara kawan sendiri, sedang musuh memanfaatkan kesempatan tersebut untuk melarikan diri.
Yang lebih aneh lagi adalah si nelayan kecil Sik Tiong giok tidak nampak pula batang hidungnya, sedang puteri ketua Ngo oh pang, Bun Un juga turut lenyap.
Masih untung Bun Su ki sendiri berhasil menyelamatkan selembar jiwanya, betul isi perutnya terluka namun tidak begitu parah, justeru lenyapnya Bun Un, puteri kesayangan-nya yang membuat dia menjadi amat risau.
Setitik cahaya emas sudah mulai timbul diujung langit, pertemuan besar para jago pun bubar berantakan dengan begitu saja.
Para jago yang semula datang mengikuti pertemuan dengan penuh semangat, kini membubarkan diri dengan wajah tertunduk lesuh.
Suasana di pantai pesisir Sah ciui pun pulih kembali dalam ketenangan.
Tidak sampai berapa hari, peristiwa ini sudah tersebar luas dalam dunia persilatan, setiap jago hampir mengetahui kalau pertemuan para jago telah dikacaukan oleh rasul serigala, tapi semua orang pun merasa kagum atas kemampuan seorang nelayan kecil yang berhasil mengalahkan rasul serigala itu. Berita tersebut tersebar dengan cepat kemana-mana, hampir semua orang membicarakan kasus tersebut.
Tapi bagi pendengaran sepasang muda mudi, hati mereka segera berdebar keras. Kedua orang itu adalah sepasang putra putri dari Ki Thian bin yaitu Ki Beng dan Ki Soat ji. Untuk mencari jejak ayah mereka, boleh dibilang mereka telah menjelajahi seantero dunia persilatan, namun tak sedikit kabar pun yang terdengar.
Yang membuat hati mereka kuatir ialah jejak ibu mereka, Bau jin hui cha atau Tusuk konde terbang Ki Siu ling pun lenyap tak berbekas. Sementara mereka masih kebingungan dan tak tahu bagaimana mesti menghadapinya, kabar yang mereka dengar tersebut tak ubahnya begaikan setitik sinar dibalik kegelapan.
Waktu itu mereka sedang mengembara diseputar wilayah Juan tang, begitu mendapat kabar, ia lantas berangkat kearah timur untuk melakukan pencarian.
Pagi ini sinar matahari memancarkan cahaya yang berwarna keemas-emasan ke empat penjuru, udara amat cerah. Sebuah perahu kecil bergerak dari arah timur menuju kemari, penumpangnya hanya berdua, mereka adalah Ki Beng
bersaudara. Dalam perjalanan tersebut, tiba-tiba dihadapan mereka muncul sebuah bukit, melihat ini Soat ji segera bertanya: "Koko, coba kau lihat tempat apakah itu" Jangan-jangan kita telah tiba disuatu selat?"
"Benar" Ki Beng tertawa, "tempat tersebut memang sebua selat, orang persilatan menyebutnya sebagai selat kitab perang pedang mestika, mengerti?"
"Aai, perjalanan melalui sungai ini sungguh amat sulit, sudah sebuah selat, sebuah selat lagi mesti dilalui!" Ki Soat ji menghela napas panjang.
Kembali Ki Beng tertawa. "Perjalanan dalam dunia persilatan memang sukar dilewati, apa sih artinya dari perjalanan yang berbahaya ini?"
"Tapi aneh, mengapa hatiku menjadi takut secara tiba-tiba?"
"Jangan kuatir! Ki Beng menghibur, sesudah turun dari selat Say leng sia, kita akan tiba di kota Peng yang"
Sementara mereka sedang berbicara, perahu itu sudah
melingkari kaki bukit batu karang yang menonjol kearah sungai mencuat disana sini, ombak besar menggulung kian kemari memecah ditepian, suara yang amat gemuruh serasa
memekikkan telinga. Tiba-tiba si tukang perahu berseru: "Toa siangkong, perahu kita akan memasuki pantai darah yang merupakan daerah paling berbahaya, harap kalian berdua duduk dengan tenang ditempat semula!"
Ki Beng mengiakan dan segera mengalihkan sorot matanya ke arah depan.
Benar juga, situasi yang mereka hadapi lebih mengerikan lagi, jalan air begitu sempit dengan batuan cadas berserakan dimana-mana, siapa saja yang tak berhati-hati sewaktu melewati tempat tersebut, sudah jelas kepalanya akan pecah.
Si tukang perahu segera ambil alat dayungnya dan mendayung perahu tersebut kian kemari mengikuti arus sungai yang deras.
Mendadak.... Dari arah depan sana berkumandang suara lolongan serigala yang memanjang dan amat tak sedap didengar.
Paras muka Ki Soat ji segera berubah hebat, dengan nada kaget dia berseru: "Koko... coba kau dengar, serigala...."
Ki Beng memang mendengar juga suara serigala tersebut, tapi untuk menenangkan hati adiknya, ia berusaha menguasai diri sambil berkata: "Adikku, kau jangan takut, diseputar pegunungan sini memang sering kedengaran suara serigala..."
Belum habis ia berkata, si nelayan kecil yang membawa bambu panjang diburitan perabu telah menukas sambil tertawa: "Toa siangkong, mungkin kau salah ingat, disini hanya ada jeritan monyet, mana mungkin ada suara lolongan serigala?"
"Hei, lebih baik kau memegang kemudi perahumu secara baik-baik!" seru Ki Beng marah, "hati-hati jangan sampai menubruk batu, kau tahu tentang jeritan monyet dan lolongan serigala?"
Nelayan kecil itu tertawa, dia menutulkan bambu panjangnya keatas batu karang dan membelokkan perahu mengikuti arus, setelah itu senandungnya lirih:
"Matahari terbit, awan putih membuyar.
Menempuh jalan air seribu li dalam sehari.
Hanya lolongan serigala disebuah tepi...."
Ia menggelengkan kepalanya berulangkali sambil berguman:
"Aduh celaka, lebih baik kalau suara jeritan monyet dikedua sisi tepi perahu akan selamat sampai ditepi bukit Ban tiong san"
Ki Beng menjadi tercengang sekali, diam-diam pikirnya:
"Sungguh tak nyana kalau nelayan kecil ini pandai juga bersenandung"
Belum habis ingatan itu melintas lewat, tiba-tiba Ki Soat ji menjerit kaget.
"Aaah, koko, coba lihat, disana ada orang!"
Ki Beng segera mendongakkan kepalanya sambil memandang ke arah depan, betul juga, diatas batu karang tak jauh didepan mereka benar-benar berdiri seseorang yang celingukan kesana kemari.
Kejadian mana kontan saja membuat pemuda ini tertegun saking kagetnya.
Dalam waktu singkat perahu kecil itu sudah meluncur mendekati batu karang tersebut, buru-buru si tukang perahu berusaha menghindar dengan sekuat tenaga mendayung perahunya
membelok kearah kiri. Tapi aneh sekali, bagaimenapun dia telah berusaha mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya, perahu itu sama sekali tidak berkutik.
Tampaknya, bila kemudi perahu gagal dibelokkan maka perahu tersebut akan segera menumbuk batu karang, bila hal ini sampai terjadi bisa dibayangkan apa yang bakal terjadi.
Si tukang perahu itu boleh dibilang sudah berpengalaman sekali dalam soal mengemudikan perahu, tapi setelah menjumpai kejadian yang aneh tersebut tak urung hatinya dibuat bergidik juga hingga bermandikan keringat dingin.
Ki Beng yang menyaksikan kejadian tersebut buru-buru mendekati si tukang perahu dan berusaha untuk membantu mengembalikan kemuka perahu tersebut.
Ditengah gulungan arus sungai yang amat deras, perahu meluncur kedepan dengan kecepatan luar biasa, dalam waktu singkat jaraknya dengan batu cadas itu tinggal dua puluh kaki.
Ki Beng segera mengangkat kepalanya, tapi setelah dilihatnya orang yang berada diatas batu cadas tersebut sedang mengawasi kearahnya dengan sorot mata tajam, ia menjadi bergidik.
Tapi ia tak sempat untuk berpikir banyak, apalagi dalam waktu singkat perahu itu akan menumbuk diatas batu karang, tanpa banyak berpikir lagi ia menyambar kemudi dan membantingnya kesebelah kiri.
Perlu diketahui, Ki Beng adalah keturuan keluarga persilatan, sejak kecil ia sudah berlatih ilmu silat, baik tenaga dalam maupun tenaga luar semuanya sudah mempunyai tingkatan yang luar biasa, kekuatan lengan-nya boleh dibilang mencapai berapa ratus kati. Tapi sungguh aneh, biarpun ia telah menggerakkan kemudi perahu itu dengan sepenuh tenaga, usahanya tersebut gagal total.
Kejadian ini dengan cepat menimbulkan rasa ingin menang didalam hatinya, tiba-tiba ia membentak, kekuatan-nya dikerahkan hingga mencapai dua belas bagian.
"Kraaakkk!" Diiringi suara keras, kemudi perahu itu bukan berhasil dikembalikan arahnya, malahan tertarik oleh kekuatan-nya hingga patah menjadi dua bagian. Dengan patahnya kemudi perahu, perahu tersebut jadi oleng keras dan menerjang ke arah batu karang dengan kecepatan luar biasa.
Didalam kerepotan, Ki Beng seakan-akan mendengar orang yang berada diatas batu karang itu tertawa dingin. Tapi ia tak sempat berpikir lagi, begitu teringat akan adiknya yang berada dalam ruangan perahu, segera teriaknya keras-keras.
"Adikku, cepat...!"
Teriakan itu belum habis ketika segulung ombak besar menenggelamkan perahu itu dan menyeretnya mengikuti arus.
Si tukang perahu kelihatan bergerak-gerak muncul dari permukaan air, tapi segulung ombak besar segera menyeret si tukang perahu itu dan membawanya mengikuti arus. Sedang si nelayan kecil tadi lenyap entah kemana, mungkin juga jenasahnya telah tenggelam kedalam air.
Untung saja Ki Beng pernah belajar ilmu berenang, meski tidak begitu sempurna, dikombinasikan dengan ilmu silat yang dimilikinya, dia pergunakan ilmu bobot seribu untuk
memantekkan sepasang kakinya dialas lantai perahu.
Untuk beberapa saat permulaan, hal ini memang mendatangkan manfaat sehingga badan-nya tidak diseret oleh arus, tapi lama kelamaan perahu yang sudah pecah itu makin tenggelam ke dasar sungai, dalam waktu singkat air sudah meninggi sebatas pinggang. Dalam keadaan demikian ia tak tahu apa yang mesti dilakukan.
Tiba-tiba dari atas batuan karang ia mendengar lagi suara lolongan serigala yang panjang, diikuti kemudian seorang manusia aneh berkepala serigala melompat turun dari atas batu karang dan menerjang ke arah Ki Beng.
Berkobar amarah Ki Beng menyaksikan hal tersebut, ia segera bersiap-siap untuk beradu jiwa dengan musuhnya.
Siapa tahu ketika manusia aneh berkepala serigala itu sedang meluncur ke tengah sungai dengan jurus kecapung menutul air, entah apa yang terjadi tahu-tahu hawa murninya membuyar dan tubuhnya segera terjun kedalam air.
Ki Beng jadi tertegun menyaksikan kejadian tersebut, sementara dia masih ragu, seluruh perahu tersebut sudah tenggelam kedalam sungai, otomatis badan-nya ikut pula tenggelam.
Pada dasarnya ilmu berenang yang dimilikinya sudah mempunyai dasar yang sangat baik, hanya kurang matang saja, itulah sebabnya walaupun arus sungai deras, untuk sesaat badan-nya tak sampai terseret.
Tiba-tiba ia teringat kembali dengan adiknya yang masih tertinggal dalam ruangan perahu, dengan hati terkesiap, cepat-cepat dia menutup pernapasan-nya sambil menyusup kedalam air, dari sana dia membuka matanya dan mencoba untuk memperhatikan keadaan disekeliling situ.
Segala sesuatunya terlihat agak samar, apalagi arus sungai begitu deras membuat pasir berterbangan dimana-mana.
Dalam lamat-lamatnya suasana, dia seperti melihat bangkai perahu itu terselip diantara batuan karang.
Serta merta dia menyusup kedalam air dan berenang mendekati perahu tersebut, didalam gelisahnya, dia lupa kalau sedang berada di air, maksudnya dia hendak berteriak memanggil adiknya, siapa sangka begitu mulutnya dibuka, air sungai segera menyusup masuk kedalam perut. Berada dalam keadaan begini, Ki Beng sungguh merasa amat sedih, dalam hatinya dia hanya berharap bisa menemukan adiknya sehingga mereka berdua bisa bersama-sama kembali.
Begitulah, dengan tekad yang memmbara dia lantas
mengerahkan segenap kekuatan yang ada untuk berjuang menentang arus. Akhirnya dengan susah payah ia berhasil mendekati sebuah batu karang yang amat besar. Batu karang tersebut entah sudah berapa jaman berada disitu, lumutnya tebal sekali dan sukar untuk dipegang. Tapi Ki Beng mencengkeramnya mati-matian, dengan mempergunakan sisa tenaga yang
dimilikinya, sejengkal demi sejengkal ia berusaha mendekati perahu yang tenggelam itu.
Setelah bersusah payah dan entah berapa besar tenaga yang telah dikeluarkan, akhirnya pemuda itu berhasil mendekati perahu tersebut, dalam sekilas pandangan saja ia telah menangkap pedangnya yang bersinar keemas-emasan. Setelah memperoleh kembali pedangnya, pemuda itu meneruskan
pencarian-nya kedalam ruang perahu.
Pencarian dilakukan dengan teliti sekali, entah berapa saat kemudian tiba-tiba ia melihat ada rambut manusia yang terombang-ambing arus, penemuan ini membuat hatinya
bergetar, cepat-cepat ia medekatinya, ternyata Ki Soat ji masih terkapar diruang perahu, dia berada dalam keadaan tak sadarkan diri.
Buru-buru Ki Beng sisipkan pedangnya kepinggang, kemudian sambil menyeret Ki Soat ji, selangkah demi selangkah dia bergerak meninggalkan dasar sungai.
Begitu muncul diatas permukaan, dia lantas melontarkan tubuh Ki Soat ji darat, menyusul ia melompat pula keluar dari sungai.
Tampak ombak sungai menggulung-gulung dengan derasnya, membuat siapa saja yang memandangnya merasa berdebar.
Tapi setelah ia berhasil menyeka air dari wajah dan menengok ke arah darat, bayangan Ki Soat ji ternyata lenyap tak berbekas.
Dengan hati terkesiap ia segera berteriak, "Adik Soat.... adik Soat....."
Ia berteriak berulang kali, namun tidak juga kedengaran suara sahutan, diam-diam pikirnya kemudian.
"Jangan-jangan ia terjatuh kembali kedalam air?"
Berpikir demikian, ia bersiap-siap akan terjun kembali ke dalam air melukukan pencarian, tapi sebelum sempat melakukan sesuatu, mendadak dari belakang tubuhnya kedengaran
seseorang tertawa dingin, kemudian menegur dengan parau:
"Bocah keparat, dimana adikmu?" Bersamaan waktunya, dia mendengar pula ada suara orang sedang muntah-muntah, lalu lamat-lamat ada orang berseru: "Koko.... koko...."
Dengan cepat Ki Beng menghentikan langkahnya seraya
berpaling, dia saksikan adiknya sudah dicengkeram oleh seorang kakek kurus kecil.
Tanpa berpikir panjang lagi, Ki Beng meloloskan pedangnya kemudian membentak: "Ayo cepat lepaskan adikku!"
Cahaya pedang berkilauan, sebuah bacokan kilat langsung diarahkan ke tubuh kakek ceking tersebut.
Si kakek ceking itu mendengus dingin, dengan cekatan dia mengigos ke samping lalu serunya: "Bocah keparat, kau hendak bertarung?"
Ki Beng sama sekali tidak menyahut, gagal dengan serangannya, dengan cepat dia merubah gerakan pedangnya dan
menyodok lagi kemuka dengan jurus membuat si tukang kayu.
Kakek ceking itu sama sekali tidak gugup, tangan kirinya diayunkan kemuka langsung mencengkeram pedang yang
mengancam tiba. "Jumawa amat kakek ini" pikir Ki Beng kemudian. "Hmm, aku tidak percaya kalau telapak tanganmu itu bisa menandingi ketajaman mata pedangku!"
Berpikir demikian, dia mengerahkan segenap kekuatan-nya kedalam lengan, lalu sambil membentak keras, pedang tersebut digetarkan membentuk berkuntum-kuntum bunga pedang yang langsung ditusukkan ke tubuh si kakek ceking itu.
Sekali lagi kakek ceking itu tertawa dingin, tangan-nya segera diayunkan kemuka mengetuk ujung senjata tersebut.
"Traaang!" Seketika itu juga Ki Beng merasakan seluruh lengan-nya menjadi linu dan kaku, segulung kekuatan yang maha besar tiba-tiba menerjang ke arah dadanya membuat napasnya menjadi sesak.
Tak ampun lagi cengkeraman-nya pada gagang pedang jadi mengendor dan, "Traaang!" pedangnya terlepas dari cekalan.
Sementara badan-nya mundur beberapa langkah, karena
menginjak tempat kosong, tubuhnya langsung tercebur lagi ke dalam air.
Mungkin lantaran kaget Ki Beng tak sempat menutup napasnya ketika tercebur, bisa dibayangkan air sungai kontan saja meluncur masuk ke dalam mulutnya.
Masih untung ia tak sampai gugup menghadapi keadaan begini, cepat-cepat ia menutup napas lalu mengaitkan kakinya pada batu cadas di dasar sungai tersebut, dengan begitu tubuhnya baru tak sampai terseret oleh arus.
Tak selang berapa saat kemudian, ia kembali muncul diatas permukaan air, tapi waktu itu tubuhnya sudah tergulung sejauh tiga empat kaki dari posisi semula. Dari kejauhan sana ia mendengar jerit kesakitan dari Ki Soat ji yang membuat seluruh tubuhnya mengejang keras, mendadak ia membentak keras lalu dengan sekuat tenaga berenang ketepi sungai, dalam beberapa lompatan saja ia sudah tiba didepan kakek ceking itu dan menyodokkan tinjunya kemuka.
Kakek ceking itu tertawa terbahak-bahak.
"Hahaha... bocah keparat, rupanya kau ingin mencari penyakit buat diri sendiri, dihadapan Thi jiu Hi in (pertapa nelayan bertangan baja) pun berani menggunakan kekerasan!"
Mendengar nama tersebut, Ki Beng segera menarik kembali serangan-nya sambil melompat, lalu mengawasi tajam si kakek ceking itu dengan agak tertegun.
"Jadi kau adalah Pertapa nelayan bertangan baja Siau Kun, Siau locianpwee!"
"Hahahaha.... kenapa" Kau tidak percaya?"
"Aku memang agak kurang percaya, bayangkan saja Siau locianpwee adalah seorang pendekar besar yang mengutamakan keadilan dan kebenaran, bagaimana mungkin dia akan membantu Rasul serigala untuk melakukan kejahatan" Apa lagi
mempergunakan cara yang begitu rendah dan keji untuk menghadapi kami dua bersaudara!"
Pertapa nelayan bertangan baja Siau Kun mendengus dingin:
"Hmmm itu urusan pribadiku, mengapa kau harus
mencampurinya?" "Sebenarnya apa tujuanmu menghadapi kami dua bersaudara dengan cara begini?".
"Aku mendapat perintah dari Thian long bun untuk mencari gadis cantik, dan adikmu merupakan salah seorang pilihan, apakah kau berniat melawan perintah..."
Belum habis dia berbicara, tiba-tiba dari arah belakang terdengar seseorang berkata nyaring: "Walaupun orang lain tak berani membangkang perintah, tapi aku si nelayan kecil justru jemu melihatnya"
Ucapan yang bergema secara tiba-tiba ini kontan saja membuat dua orang yang sedang bersitegang ditengah arena nenjadi terkejut, serentak mereka berpaling.
ooo x ooo SEORANG NELAYAN kecil berusia lima belas tahunan tahu-tahu sudah muncul dibelakang si pertapa nelayan bertangan baja Siau Kun, sambil memicingkan matanya dia sedang mengawasi dua orang itu sambil tersenyum simpul.
Siau Kun segera mendengus dingin.
"Hmmm, lagi-lagi kau sibocah keparat yang datang mencari gara-gara..."
"Waaah, kalau begitu kau kenal aku..." jengek sinelayan cilik itu sambil tertawa cekikikan.
Ki Beng juga segera mengenali orang itu sebagai nelayan cilik dari perahunya, hatinya lantas terkejut, tapi sebagai bocah yang pintar, dengan cepat dia tahu kalau kesempatan baik baginya untuk segera bertindak.
Ketika Siau Kun masih berbicara, dengan cepat dia memungut pedangnya dari atas tanah, lalu dengan jurus Wan hong liau im (burung hong terbang di awan) menusuk sepasang lengan Si tangan baja Sian Kun.
Bagaimana pun jua, si pertapa nelayan bertangan baja Sian Kun merupakan jagoan yang ternama, ia sanggup mendengar di empat arah delapan penjuru dengan jelas.
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Begitu melihat datangnya serangan, ia tersenyum, ditunggunya sampai mata pedang itu hampir menyapu diatas tubuhnya, tahu-tahu ia berputar sambil menyeret tangan Soat ji.
Dalam pada itu, Ki Soat ji telah sadar kembali, tapi berhubung jalan darahnya dicengkeram lawan, maka begitu terbetot, otomatis badan-nya maju sempoyongan dan menyongsong
datangnya tusukan pedang dari Ki Beng.
Jeritan kaget segera berkumandang memecahkan keheningan, padahal Ki Beng melepaskan sarangan-nya tersebut dengan mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya, kalau dapat, dia ingin membacok tubuh Siau Kun sehingga putus jadi dua bagian.
Siapa tahu pandangan matanya tiba-tiba menjadi kabur, menyusul kemudian terdengar jeritan lengking, ternyata pedangnya sedang membacok keatas tubuh saudaranya sendiri.
Berada dalam keadaan begini, terpaksa dia harus membuyarkan serangannya untuk menolong Ki Soat ji dari kematian, tapi diapun cukup mengerti bila dia harus membuyarkan serangan, maka pertahanan tubuhnya jadi terbuka dan kesempatan tersebut tentu akan dimanfaatkan lawan-nya dengan sebaik-baiknya.
Kendatipun demikian, dia lebih suka dirinya yang teiluka daripada adiknya yang harus menjadi korban, cepat pedangnya dibuang keluar sementara tubuhnya berputar sambil mundur ke belakang.
Siapa tahu karena mempergunakan tenaganya kelewat besar, nyaris dia akan terjerumus kembali ke tengah sungai.
Pada saat itulah, ia mendengar Ki Soat ji menjerit kaget.
"Kakak....." katanya.
Dengan perasaan terkejut Ki Beng bersiap-siap akan
membalikkan badan-nya, tapi serentetan suara dingin telah berkumandang lebih dulu.
"Jangan berkutik, asal kukerahkan tenagaku, maka kau akan kukirim ke neraka" katanya mengancam.
Ki Beng benar-benar tak berani berkutik lagi, dia dapat merasakan bagaimana jalan darah sendiri sudah diancam orang, asal musuhnya mengerahkan tenaga, jiwanya pasti akan melayang, dalam keadaan begini, terpaksa dia hanya bisa menghela napas panjang.
Mendadak terdengar seseorang berseru dengan suara yang nyaring: "Hei, kakek ceking, bersiaplah lebih terbuka, kau harus tahu, selembar nyawamu sudah terjatuh kedalam
cengkeramanku!" Pertapa nelayan bertangan baja Sian Kun tertawa keras.
"Bocah keparat, kau anggap punya kemampuan untuk membinasakan aku?"
Nelayan cilik itu tersenyum.
"Kalau aku mau, tak perlu lagi bersusah payah, aku pun yakin kau pasti merasa jalan darah apakah yang sekarang kutekan dengan jari tanganku ini"
"Aku tahu jalan darah Pat hong hiat."
"Tentunya kau mengetahui akan kelihayan dari Hong bong ji tong (Burung hong masuk goa) bukan?"
Terkesiap Sian Kun setelah mendengar ucapan ini, tapi ia berusaha keras untuk menenteramkan hatinya, lalu katanya.
"Sebelum kau sempat turun tangan keji, aku akan menghabisi dulu selembar nyawa dari keparat she Ki ini!"
"Jika kau berani berbuat demikian, aku bersumpah akan menyuruh kau rasakan betapa enaknya disiksa dengan dua belas tangan cacad!" kata nelayan kecil itu mengancam.
Sementara pembicaraan berlangsung, tiba-tiba tangan kirinya diayunkan kemuka dan secara beruntun menotok ke empat jalan darah penting di keempat anggota badan Siau Kun, setelah itu ujarnya sambil tertawa terkekeh-kekeh.
"Kau telah menyia-nyiakan kesempatan yang baik untuk membunuh orang, sekarang yang terkuasai adalah kau sendiri, nah katakanlah siapa yang bakal mampus?" katanya sinis.
Pertapa nelayan bertangan baja Sian Kun dapat merasakan sepasang lengan-nya menjadi kaku, tiba-tiba saja semua kekuatan badan-nya lenyap tak berbekas, telapak tangan kanan yang semula ditempelkan diatas punggung Ki Beng pun sekarang jadi terkulai kebawah.
Dengan begitu Ki Beng dua bersaudara berhasil lolos dari lubang kematian, dengan perasaan terkejut dan kaget mereka hanya bisa mengawasi si nelayan cilik itu dengan termangu.
Sebaliknya si pertapa nelayan bertangan baja Sian Kun sendiripun kelihatan kuyu, pelan-pelan ia duduk di atas batu dan memandang sekejap ke arah nelayan kecil tersebut, dengan pendangan benci, katanya dengan suara dingin: "Bocah keparat, berulang kali kau berani memusuhi rasul serigala, suatu ketika kau pasti akan menyesal sendiri!"
"Hahahaha... yang bakal menyesal di kemudian hari bisa jadi bukan aku.." nelayan cilik itu tertawa terkekeh-kekeh.
Sementara mereka masih berbincarg-bincang, kelima enam orang manusia aneh berkepala serigala yang berjaga-jaga diseputar sana dan melihat pemimpin mereka sudah terjatuh ketangan musuh, serentak membentak keras, kemudian
bersama-sama menerjang ke muka.
Ki Soat ji belum hilang rasa kagetnya, melihat kejadian tersebut segera jeritnya: "Kakak.... coba lihat ada orang datang!"
Ki Beng menjadi gusar sekali, dengan mata melotot dan pedang digenggam erat-erat, ia siap menyongsong datangnya ancaman tersebut.
"Toa siangkong!" nelayan cilik itu segera tertawa terkekeh-kekeh,
"untuk menghadapi manusia seperti itu lebih baik aku saja yang maju, sedang kau sendiri silahkan melindungi adikmu!"
Tubuhnya sama sekali tidak bergeser dari posisi semula, dengan senyum dikulum di lihatnya keenam manusia aneh berkepala serigala itu datang menerkam kearahnya.
Dengan pedang terhunus sebenarnya Ki Beng sudah bersiap-siap akan maju ke muka, namun setelah menyaksikan keadaan adiknya dia merasa tak tega untuk meninggalkan-nya seorang diri untuk sesaat dia menjadi tertegun dan tak tahu harus maju atau mundur, keadaan sangat mengenaskan.
Dalam waktu singkat keenam manusia aneh berkepala serigala itu sudah berlompatan turun dari atas batu karang, masing-masing orang segera menggerakkan senjata masing-masing dan bersama-sama menerjang ke arah nelayan kecil itu.
Mendadak nelayan cilik itu berpekik nyaring, tubuhnya mengigos kesamping lalu menyongsong datangnya ancaman itu.
Tidak terlihat gerak serangan apakah yang dipergunakan olehnya, hanya tampak lengan-nya bergerak kian kemari dan jeritan kaget pun bergema memecahkan keheningan, keenam orang itu secara bergilir sudah terlempar ke dalam sungai.
Jangan lagi Ki Beng bersaudara dibuat termangu, sekalipun sipertapa nelayan bertangan baja Sian Kun yang tergeletak diatas tanah pun kagetnya bukan kepalang, buru-buru dia bertanya:
"Saudara cilik, kepandaian apa sih yang kau latih?"
"Aku dapat menguasai tujuh puluh dua cara ilmu melempar serigala, yang baru kugunakan hanya dua diantaranya!"
Sian Kun semakin terkejut lagi, buru-buru dia berkata kembali:
"Apakah kau benar-benar adalah anak murid dari manusia serigala....?"
Nelayan cilik itu mengggeleng.
"Dia adalah ayahku, sedang aku bernama Sik Tiong giok..."
Siau Kun menjerit tertahan: "Aaaah, kau adalah putera si kakek serigala" Si Pangeran Serigala" Tak heran kalau kepandaian silatmu sangat hebat, lantas.... siapakah rasul serigala itu?"
"Dia adalah seorang murid murtad dari perguruan serigala langit, ia bernama Giok bun to juang (si penjegal berwajah kemala) Cu Bu ki, selama ini dia hanya mencatut nama ayahku untuk melakukan kejahatan dimana-mana!"
"Aaaai, aku memang sudah curiga sedari permulaan" Sian Kun menghela napas panjang.
"Jikalau kau memang sudah curiga, mengapa masih bersedia membantu musuh?"
"Yaa, siapa sih yang mau membantu orang jahat melakukan kejahatan" Tapi apa boleh buat, bila kami sudah masuk perangkap semua" Kami telah dicekoki racun jahat, disamping itu segenap keluarga kami disandera, apa lagi yang bisa kami lakukan?"
"Racun apa sih yang telah kalian telan" Masa demikian hebatnya sampai kesadaran sendiripun hilang?"
"Racun itu adalah sejenis racun jahat dari wilayah Biau yang disebut rumput serigala beracun, barang siapa yang sudah menelan racun itu, disamping kesadaran-nya akan terkendali, bahkan dia sendiripun akan mengalami perubahan baik dalam sikap maupun dalam watak, dia akan berubah menjadi keji, ganas dan suka membunuh, bila tidak menelan obat penawar maka dia bisa mati karena edan!"
"Bukankah kau berada dalam keadaan sangat sehat, sama sekali tidak menjadi kalap?"
?"Hal ini disebabkan jalan darahku tertotok sehingga peredaran darahnya tidak lancar, atas kejadian ini saat kambuhnya menjadi mundur lebih lambat, dua jam kemudian aku mati karena edan dan urat nadiku akan putus semua!"
"Oooh, rupanya begitu!" Sik Tiong giok membelalakkan matanya lebar-lebar, "apakah locianpwee tak sanggup membendung racun di dalam tubuhmu dengan mengandalkan ilmu silat cianpwee yang tinggi?"
Sekali lagi Siau Kun menghela napas panjarg.
"Rasul serigala telah menduga sampai kesitu, maka disaat kami tak sadarkan diri, dia menotok jalan darah sin kwan hoat dalam tubuh kami, bila kita menggunakan tenaga untuk melawan, maka kalapnya akan semakin menghebat, jadinya siapa pun tak berani mencoba secara sembarangan!"
Sik Tiong giok termenung sebentar, setelah itu katanya: "Cara yang digunakan anggota perguruan serigala langit belum tentu bisa menyusahkan aku, apakah locianpwee bersedia untuk mencobanya?"
Siau Kun menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Percuma, racun itu sudah terlanjur merasuk kedalam tulang, sekalipun kau dapat membebaskan jalan darahku, usiaku juga hanya bisa diperpanjang berapa bulan saja!"
"Aaah, masa dikolong langit benar-benar tiada obat penawar racun tersebut?"
"Kecuali obat penawar racun bikinan dari Tok jiu hoa tho (Hoa Tho bertangan racun) Pui Cu yu, rasanya sulit untuk
mendapatkan obat penawar racun serigala itu!"
"Dimanakah keluarga Pui itu bertempat tinggal" Aku pasti akan mencarikan obat penawar racun itu bagimu"
"Ia berdiam di Yau nia kwan di wilayah Chin juan, rasanya sulit uutuk menjumpainya!"
"Mengapa?" tanya Sik Tiong giok keheranan, "apakah dia enggan menolong orang?"
"Bukan-nya begitu" Sian Kun menggeleng, "sebab si rasul serigala sudah turun tangan pula terhadapnya, cuma bila kau bisa segera berangkat kesana, bisa jadi masih ada harapan"
"Mungkin aku masih sempat untuk menyusulnya" Sik Tiong giok tersenyum, "cuma bagaimana dengan kau sekarang?"
"Aku masih perlu kembali ke bukit Kiu niong sun dengan secepat mungkin" jawabnya "Aku lihat sudah tak perlu, lebih baik kau mengawal dua bersaudara Ki pulang ke Say leng sia saja!" tutur Sik Tiong giok.
"Kalau aku sampai berbuat begini, bukankah aku bakal mati karena gila?"
"Tidak mungkin, aku telah menotok lima buah jalan darahmu sehingga kau dapat tidur selama beberapa hari dengan tenang, begitu kudapatkan obat penawar racun-nya, segera akan kutolong dirimu!"
Sementara berbicara, sepasang tangan-nya segera bergerak cepat menepuk bebas keempat jalan darah Sian Kun, tapi dengan cepat pula dia menotok lima buah jalan darah penting lain-nya.
Si pertapa nelayan bertangan baja segera tampak gontai, wajahnya kelihatan sangat letih, dalam sekejap mata ia sudah terlelap tidur dengan nyenyaknya.
Mendadak Sik Tiong giok mendongakkan kepalanya dan berpekik nyaring.
Menyusul pekikkan tersebut, dari kejauhan sana muncul sebuah perahu kecil yang meluncur mendekat dengan kecepatan luar biasa.
Memandang perahu kecil itu, Sik Tiong giok kembali berpesan kepada Ki Beng bersaudara.
"Untuk sementara waktu kalian berdua boleh berdiam dulu di Say leng sia, soal menghadapi si rasul serigala bukan masalah biasa, segala sesuatunya harus diatur dengan persiapan yang matang dan seksama, kalian tak usah terlalu memusingkan-nya lebih dulu"
Sementara pembicaraan dilangsungkan, perahu kecil itu sudah bersandar ditepi karang, dari atas perahu pun melompat keluar seseorang. Begitu melihat orang itu, Ki Beng jadi termangu saking kagetnya.
Ternyata orang itu adalah si tukang perahu, bukankah dia sudah terbawa oleh arus sungai yang deras" Mengapa dia bisa muncul kembali dengan membawa sampan lain"
Agaknya Sik Tiong giok bisa merasakan keheranan orang, sambil tertawa terbahak-bahak segera katanya: "Apakah kalian berdua merasa keheranan" Mari kuperkenalkan kepada kalian, si tukang perahu ini juga termasuk seorang manusia ternama dari dunia persilatan, dia adalah ketua Ngo oh pang yang bernama Bun Su khi, tentu kalian pernah mendengar namanya bukan?"
"Bun lo pangcu dari Ngo oh pang...?" Ki Beng bersaudara berdiri dengan mata terbelalak.
Bun Su khi tertawa terbakak-bahak.
"Haaah, haaaah, haaah, saat ini aku sudah bukan ketua suatu perkumpulan lagi, kini aku adalah toa congkoan di bawah pimpinan serigala langit!"
"Apakah locianpwee telah membubarkan Ngo oh peng?" tanya Ki Beng keheranan.
Bu Su khi menghela napas panjang.
"Aai, sejak pertemuan para enghiong berakhir, putriku ditawan oleh rasul serigala, dalam pergejaran itulah aku telah berjumpa dengan sang pangeran ini, saat itulah baru kuketahui bahwa kekuatan si rasul serigala pada saat ini sudah mencapai tingkatan yang berbahaya, bila tanpa persiapan mustahil kita dapat menandingi mereka!"
"Toh tidak usah membubarkan kekuatan yang telah terhimpun dalam perkumpulan Ngo oh pang?"
"Perkataanmu memang benar" Bun Su khi tertawa, "dan aku sendiripun tidak sebodoh ini, padahal perkumpulan Ngo oh pang memang belum bubar, cuma namanya saja yang berubah dan markasnya pindah keselat Say leng sia, sedang pemimpin kami sekarang tak lain adalah si Pangeran Serigala langit!"
"Sudahlah locianpwee" cepat-cepat Sik Tiong giok menyela, "kau tak usah mengumpak diriku, aku mah tak sudi menjadi Pangeran Serigala langit atau sebangsanya!"
Jilid 4 : Mencari Hoa Tho bertangan beracun "TIDAK BISA JADI"
Bun Su khi tertawa, "Anak keturunan dari raja serigala langit adalah pengeran serigala langit, kami semua menghormati kalian, sehingga sekali pun kau enggan pun tak bisa jadi"
"Sudah, sudahlah..." Sik Tiong giok tertawa, "lebih baik kita segera pulang, apa lagi aku mesti meneruskan perjalanan ke Yau nia kwan....."
Dalam pembicaraan mana, mereka menggotong si pertapa nelayan bertangan baja Siau Kun keatas perahu, kemudian dengan Bun Su khi memegang kemudi, Sik Tiong giok memegang bambu panjang, secepat petir perahu itu meluncur kemuka.
Tidak sampai satu jam kemudian, perahu tersebut sudah memasuki selat Say leng sia.
Sik Tiong giok ingin cepat cepat mengetahui nasib Si Hoa tho bertangan racun Pui Cu yu, maka dengan menunggang seekor kuda dia segera meneruskan perjalanan-nya menuju ke Yau nia kwan.
Perjalanan yang ditempuh siang malam tanpa berhenti, membuat Sik Tiong giok maupun sang kuda menjadi kehabisan tenaga setibanya dikota Han ong sia.
Sebenarnya pemuda itu berniat meneruskan perjalanan-nya, sayang kudanya sudah roboh ketanah sehingga dia betul-betul kehabisan akal...
Sementara Sik Tiong giok dibikin gelagapan, tiba-tiba dari kejauhan sana terdengar suara keleningan yang ramai, menyusul kemudian muncul beberapa ekor kuda yang dipacu kencang-kencang. Menyusul suara derap kaki kuda, kedengaran pula suara roda kereta yang bergelinding menimbulkan suara gemuruh.
Empat ekor kuda jempolan dipacu sekencang-kencangnya seperti lagi terbang saja, dibelakang rombongan kuda itu menyusul sebuah kereta kuda. Ternyata sikusir kereta bukan kusir kuda biasa, dia adalah seorang gadis berbaju putih yang berwajah cantik molek. Kalau dilihat dari kuda yang dipacu sekencang-kencangnya, jelas seperti ada urusan penting yang hendak diselesaikan secepatnya.
Mendadak, sinona berbaju putih itu seperti tertegun, ia melihat seorang bocah berusia lima enam belas tahun sedang berdiri termangu-mangu sambil mengawasi seekor kuda yang tergeletak ditanah.
Begitu kereta itu mendekat, pemuda tadi segera melompat ketengah jalanan dan berteriak: "Hei, kusir kereta, berhenti sebentar!" Terpaksa nona berbaju putih itu menghentikan keretanya setelah jalan perginya dihadang, dengan suara dingin tegurnya: "Hei, mau apa kau?"
"Coba kau lihat" kata pemuda cilik itu sambil menunjuk kearah kudanya yang ter geletak ditanah, "kudaku sudah mampus, apakah kau bersedia membawaku sampai dikota Ci yang?"
Sebelum nona berbaju putih itu sempat menjawab, tiba-tiba seorang pemuda melongok dari balik tirai kereta dan berkata setelah mendengus dingin: "Darimana kau bisa tahu kalau kereta kami ini akan pergi kekota Ci yang?"
"Kalau kereta yang melalui jalanan ini tentunya tidak akan pergi ke Heng an ciu bukan?" pemuda cilik itu tertawa.
"Dugaanmu tepat sekali, kami memang sedang pergi ke Heng an ciu."
"Kalau hendak pergi ke Heng an ciu, mengapa tidak lewat Han im, sebaliknya berputar ke Han ong sia?"
Mendengar perkataan tersebut, sang pemuda menjadi gusar, ia segera menerobos keluar dari keretanya sambil membentak:
"Mau lewat manakah kami apa urusan-nya dengan dirimu"
Apakah kami dilarang pergi ke Han ong sia bila hendak menuju ke Heng an ciu?"
Kembali sastrawan kecil itu tertawa. "Aku tak ambil perduli kalian hendak kemana, pokoknya aku akan menumpang keretamu ini"
"Lebih baik kau menggelinding pergi dari sini secepatnya!" hardik pemuda itu sekali lagi.
"Tidak, bila kalian melarang aku menumpang kereta ini, aku tak akan menyingkir dari sini"
"Bocah keparat, pingin mampus rupanya kau..." teriak pemuda itu semakin gusar.
Ditengah bentakan mendadak sebuah cambuk panjang diayunkan ke depan dan langsung menyapu ke arah pemuda cilik tersebut.
Terdengar suara ringkikan panjang bergema memecahkan keheningan, disusul kemudian jeritan kaget seseorang, sebab kuda itu secara tiba-tiba melompat ke muka dan segera menggilas bocah itu.
Si nona berbaju putih itu menjerit lengking, tubuhnya melejit ke udara dan langsung menerjang ke arah pemuda cilik tadi.
Dalam pada itu, pemuda kecil tadi sudah tersambar oleh cambuk panjang pemuda tadi dan terlempar ke belakang kereta, pemuda cilik itu segera tergeletak di tanah dan tak berkutik lagi.
Melihat hal ini, pemuda tersebut buru-buru berseru: "Sumoay, kita harus menempuh perjalanan secepatnya, mengapa sih harus mengurusi dia?"
"Si suheng, kau memang kebangetan, mengapa kau harus menggunakan cara yang begini keji untuk menghadapi seseorang yang sama sekali tak pandai berilmu silat?"
Sembari berkata, dia lantas membungkukkan badan untuk membangunkan pemuda tadi.
Pada saat itulah, dari kejauhan sana tiba-tiba bergema suara lolongan serigala yang amat mengerikan.
Begitu mendengar suara lolongan serigala tadi, tanpa diteliti lagi nona berbaju putih itu segera membopong pemuda cilik tadi sambil melompat naik keatas kereta. Kemudian dengan satu tangan memayang tubuh pemuda cilik tadi, tangan yang lain memegang tali les kuda, dia larikan lagi kudanya kedepan kencang-kencang. Dari arah belakang sana nampak debu beterbangan ke angkasa, beberapa ekor kuda mengejar datang dengan cepatnya. Melihat ada orang yang mengejar kereta mereka, nona berbaju putih itu segera melarikan kudanya semakin cepat lagi.
Sesudah mengalami goncangan yang keras, pelan-pelan pemuda cilik tadi membuka matanya kembali sambil melirik sekejap ke arah nona tersebut, sekulum senyuman misterius tiba-tiba saja tersungging diujung bibirnya. Cuma saja, nona berbaju putih itu sedang memusatkan semua perhatian-nya untuk melarikan diri, dia sama sekali tidak melihat akan gejala aneh tersebut.
Dalam pada itu, suara lolongan serigala bergema silih berganti, bahkan suara derap kaki kuda yang bergema dari arah belakang pun kian lama kian bertambah dekat.
Sekali lagi terdengar pemuda yang berada dalam ruang kereta itu mengomel panjang lebar: "Sumoy, kesemuanya ini gara-gara kau gemar mencampuri urusan orang, coba kalau perjalanan kereta kita tidak terhadang oleh bocah keparat tadi, bisa jadi kita sudah sampai di kota Liu sui tian. Coba kau lihat sekarang, gara-gara belas kasihanmu, kitalah yang menderita, bayangkan saja andai kata kita sampai terkepung kembali"
"Suheng" nona berbaju putih itu segera berseru, "sudah banyak tahun kau menjadi murid ayahku, masa kau masih belum mengetahui akan tabiat dari dia orang tua?"
"Justru karena tabiatnya itulah, akhirnya dia sendiri yang menderita, orang-orang menyebutnya sebagai Hoa tho bertangan racun, tapi akhirnya dia sendiri yang kena racun-nya dulu!
Sekalipun dia orang tua sudah dicelakai orang, ton sampai sekarang masih hidup, bila dikemudian hari dia tahu akan kejadian ini, bisa jadi kau akan dibencinya sepanjang hidup!"
Semua pembicaraan tersebut dapat didengar oleh pemuda cilik itu dengan jelas, pikirnya kemudian: "Bagus sekali kau begitu, ternyata tanpa disengaja aku telah menemukan sasaran yang benar, kalau begitu disamping menghemat berapa hari
perjalanan, akupun tak usah mencari kuda lagi"
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, mendadak dari arah belakang sudah kedengaran seseorang berseru sambil tertawa seram.
"Haaahh... haaahh... dengarkan baik-baik wahai putrinya sitabib racun dan muridnya, kalian tak usah meneruskan perjalanan lagi!
bagaimana kalau kita berunding dulu dengan sebaik-baiknya"
Suara tertawa seram itu baru lewat, seekor kuda telah berhasil melewati kereta itu.
Pemuda cilik itu segera menengok kesamping, ternyata penunggang kuda itu adalah seorang kakek kurus kering yang berwajah hitam dan memelihara beberapa lembar jenggot model tikus, tampangnya memuakan, terutama sekali sepasang mata anehnya yang memancarkan sinar menggidikan. Jika ditinjau dari hal tersebut, bisa di duga kalau tenaga dalam yang dimiliki orang itu sudah mencapai tingkat yang sempurna.
Begitu berhasil melampaui kereta, kakek itu berusaha untuk menghadang pergi kereta tersebut.
Dengan mata melotot gusar, nona berbaju putih itu membentak nyaring: "Serbuu!"
Ke empat lelaki kekar yang menunggang kuda didepan kereta sementara itu sudah mempersiapkan senjata masing-masing, mendengar teriakan mana, serentak mereka berteriak dan menyerbu kearah kakek tersebut. Sekali lagi kakek itu tertawa seram.
"Anak-anak, apa kalian anggap dengan mengandalkan sedikit kemampuan yang kalian miliki itu, maka semua kepungan kami bisa diterjang dengan begitu saja"
Belum habis perkataan itu, "Sreeet!" sebatang panah bersuara telah meluncur lewat dari balik batu cadas.
Menyusul kemudian berkumandang pula beberapa pekikan aneh yang memekikan telinga.
Terkesiap kakek penunggang kuda itu setelah melihat kejadian yang ada, sedang si nona berbaju putih itupun turut terperanjat sehingga paras mukanya berubah, pekikan aneh sekali lagi bergema memecahkan keheningan....
Kini air muka sinona berbaju putih itu sudah berubah menjadi pucat pasi seperti mayat, sikakek tadi pun ikut nampak gugup bercampur tegang.
Hanya pemuda cilik itu yang mengerti apa yang sebenarnya telah terjadi, segera pikirnya: "Bagus sekali! Lagi-lagi aku berhasil menjumpai peristiwa seperti ini, kelihatan-nya bakal ada keramaian yang bisa kuhadiri"
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, dari arah depan telah meluncur sesosok bayangan putih yang menerjang tiba bagaikan seekor rajawali raksasa.
Bersamaan itu pula terdengar suara lolongan serigala yang amat mengerikan bergema keluar dari mulutnya, suara itu
mendatangkan suasana yang mengerikan hati, membuat bulu kuduk orang pada berdiri tanpa terasa.
Bersamaan itu, seorang manusia aneh berkepala serigala telah muucul didepan mata, bila ditinjau dari dandanan-nya, jelas dia adalah seorang wanita.
Baju putihnya berkibar-kibar ketika terhembus angin, tangan-nya memakai sarung tangan sedang kepalanya ditutupi topeng kulit serigala hingga dandanannya persis seperti siluman rase.
Dengan cepat dia menghadang jalan pergi kereta itu, kemudian setelah tertawa terkekeh-kekeh ujarnya: "Nona Pui, aku lihat lebih baik kalian turut kami saja, dengan begitu akupun bisa ikut menjaga dirimu sepanjang jalan, apa lagi ayahmu masih terhitung tamu agung pemimpin kami, tak usah kuatir, pokoknya aku tak bakal sampai menyia-nyiakan kalian"
"Hmmm! Enak amat kalau berbicara" dengus nona berbaju putih itu, "siapa yang tidak tahu maksud dan tujuan apa yang terkandung dalam benak kalian?"
Perempuan berkepala serigala itu sekali tertawa terkekeh-kekeh:
"Nona, kau jangan salah sangka, kami bermaksud dan bertujuan baik dalam mengundang kalian ayah dan anak berdua..."
"Bermaksud baik?" nona itu segera mencibir, "huuh, mengapa kalian menotok jalan darah Sin teng hiat ayahku sehingga dia tak sadar?"
"Apa kau bilang?" seru perempuan aneh itu cepat-cepat, "siapa yang telah menotok jalan darah Sin teng hiat dari bapakmu?"
Belum selesai ia berkata, tiba-tiba dari belakang tubuhnya telah muncul segulung benda berbentuk jaring yang memancarkan cahaya berkilauan, benda itu dengan cepat meluncur kebawah dan segera mengurung perempuan aneh tadi.
Menyaksikan benda itu, gadis berbaju putih itu segera menjerit kaget: "Aaaah! Jaring sakti Kiu leng sin wang....!"
Baru saja dia berteriak, dari belakang sebuah batu gunung telah melompat keluar pula seorang kakek berjubah kuning yang meronta-ronta tiada hentinya.
Dalam sekilas pandangan saja dapat diketahui kalau kakek itupun sudah terkena jaring Kiu leng wang, bahkan sikapnya ke lihatan sangat tegang.
Sementara itu dari kejauhan sana telah berkumandang lagi suara derap kaki kuda.
Dengan perasaan terkejut gadis berbaju putih itu berpaling memandang kebelakang, ternyata ada lima ekor kuda sedang menyusul mendekat dengan cepat, seketika itu juga wajahnya diliputi perasaan sedih dan gusar.
Hanya sastrawan muda itu yang merasakan semacam perasaan yang tak terlukiskan dengan kata-kata, sebab tubuhnya yang demikian gede ternyata dipeluk dalam rangkulan seorang gadis muda, bau harum semerbak yang menerpa hidung membuat hatinya kacau, mukanya menjadi panas dan jantungnya berdebar sangat keras.
Sebetulnya dia ingin meronta dari pelukan-nya, tapi tempat duduk kusir kelewat sempit, disamping merasa canggung, diapun agak berat hati untuk bangun dari rangkulan orang.
Padahal dalam suasana yang begitu tegang, pada hekekatnya gadis berbaju putih itu sudah melupakan kehadiran-nya. Maka pemuda itu membungkam diri sambil menikmati rejeki tiban tersebut.
Dalam waktu singkat, kelima ekor kuda yang muncul dari belakang telah tiba disana, berikut dua orang yang datang duluan, jumlah mereka jadi tujuh orang.
Selain itu, dibelakang mereka mengikuti pula belasan orang lelaki muda yang semuanya gagah, kekar dan berwajah buas, jelas merupakan tampang-tampang jagoan.
Begitu sampai ditempat kejadian, serentak orang orang itu melompat turun dari kudanya dan berdiri tenang disisi arena, dengan sorot tajam mereka sedang mengawasi kakek berjubah kuning itu menarik jaring Kiu leng wang nya.
Mendadak bergema serentetan bunyi yang sangat aneh...
Sedemikian anehnya suara tersebut bergema tanpa terasa semua orang bersama-sama mengalihkan sorot matanya kearah mana berasalnya suara tersebut.
Kalau tidak dilihat masih mendingan, begitu dipandang serentak semua orang menjerit kaget.
"Aaah.....!" Menyusul kemudian terdengar lagi suara gelak tertawa yang tajam dan tinggi melengking.
Ternyata perempuan aneh yang berada dalam jaring telah melepaskan topeng kulit dari wajahnya sehingga terlihat wajah asli nya sebagai seorang wanita cantik berusia setengah baya, ketika dia menggerakkan sepasang ujung bajunya, tahu-tahu saja tubuhnya sudah melompat keluar dari jaring Kiu leng sinwang tersebut.
Perlu diketahui, jaring ini merupakan benda milik Tok jiu hoa tuo (Hoa Tou bertangan racun) Pui Cu yu yang terbuat bukan dari emas, bukan dari baja, bukan pula dari goni, benda itu terbuat dari urat-urat dan otot-otot ular beracun tujuh bintang yang merupakan makhluk purbakala yang hidup jauh diluar
perbatasan. Bukan hanya kuat dan ulet, tidak bisa dibacok golok atau pedang dibakar pun tak mempan. Tapi kenyataan-nya sekarang, perempuan tersebut berhasil merusaknya tanpa diketahui cara apa yang telah dipergunakan, lolosnya perempuan itu segera mengejutkan semua orang yang hadir.
Begitu lolos dari kurungan jaring sakti, nyonya cantik berbaju putih itu segera tertawa terkekeh-kekeh, kemudian ujarnya.
"Jaring tipis semacam ini hanya cocok untuk dipakai menangkap ikan atau udang, masa akan mencoba mengurungku...?"
Belum selesai dia berkata, dari samping arena telah meluncur tiba sesosok bayangan kuning yang langsung menyerang nyonya cantik berbaju putih tadi.
Dengan sigap nyonya cantik berbaju putih itu mengigos kesamping, kemudian ejeknya lagi sambil tertawa cekikikan:
"Aduuuh... aduh mak, apa kalian tujuh anjing dari Pa san menganggap aku sendirian lantas bisa dipermainkan sehendak hati" Itu pun sesungguhnya tak usah main sergap" Kau harus tahu, aku Pek ih losat (iblis wanita berbaju putih) tak pernah takut menghadapi kerubutan orang banyak!"
Kakek berbaju kuning itu segera tertawa seram.
"Sedari tadi aku sudah tahu kalau kau adalah Tong ting ngo yan (lima walet dari Tong ting), untuk menghadapi manusia semacam kau, kami tujuh macan tutul dari Pa san tak usah turun tangan bersama-sama...."
Ternyata ke tujuh orang manusia berbaju kuning itu tak lain adalah Pa san jit pa (tujuh macan kumbang dari Pa san) yang termashur karena kebuasan dan kebengisan-nya, sudah barang tentu merasa mendongkol sekali karena disebut sebagai tujuh anjing dari Pa san oleh nyonya cantik berbaju putih itu.
Akan tetapi mereka pun cukup tahu, Tong ting ngo yan (lima walet dari telaga tong ting) mempunyai pamor dan kedudukkan yang tidak kalah ketimbang mereka, kekejian dan kebuasan mereka pun tidak berbeda jauh.
Selain daripada itu, lima walet tak pernah terbang sendiri, walaupun sekarang hanya Pek ih losat (wanita iblis berbaju putih) Liang Siang yan seorang yang tanpilkan diri, sudah dapat dipastikan ke empat walet lain-nya pasti hadir pula disekitar sana, itulah sebabnya mereka tidak berani menghadapi dirinya secara enteng.
Tatkala kakek berjubah kuning itu atau Hong hwee pa cu (macan kumbang angin api) Go Peng hong selesai berkata, rekan-nya Cuan san pacu (macan kumbang penembus bukit) Han Kong segera menimpali pula: "Nona Liang, selama ini kami tujuh bersaudara dari Pa san tak pernah mempunyai perselisihan atau pun persengketaan apa-apa dengan kalian lima bersaudara, janganlah di karenakan urusan ini, kita masing-masing pihak malah saling gempur sendiri!"
Iblis wanita berbaju putih Liang Siang yan mengerling sekejap kearah lawan-nya, kemudian tertawa: "Tampaknya Han lotoa memang lebih pandai bicara, pada hal kami sendiripun tidak bermaksud membuat perselisihan dengan orang, Pui Cu yu adalah tamu yang akan diundang oleh majikan kami, karena itu kuharap kalian menyingkir saja!"
Macan kumbang angin api Go Feng, satu-satunya anggota dari ke tujuh macan kumbang itu yang terperangai paling berangasan, mendengar ucapan tersebut tiba-tiba saja ia membentak keras:
"Apa" Kau suruh kami menyingkir?"
"Boleh saja kalau kalian enggan menyingkir" Liang Siang yan tertawa terkekeh-kekeh, "apalagi mengubur orang dimana pun sama saja, pasti akan kusediakan sebuah jalan untuk kalian berangkat ke neraka...!"
Go Peng semakin naik pitam, sepasang matanya merah berapi-api, lalu dengan suara yang keras bagaikan guntur dia menghardik: "Perempuan siluman, jangan kalian anggap lima walet dari telaga Tong ting merupakan jagoan paling top..."
Begitu umpatan tersebut diutarakan, tiba-tiba diantara angin yang berhembus lewat, terdengar suara tertawa cekikikan yangg sangat ramai, menyusul suara tertawa itu, dari balik semak belukar, dari belakang batu besar dan pepohonan disekitar sana segera bermunculan empat orang perempuan lagi, masing-masing mengenakan baju berwarna merah, hijau, putih dan jingga, paras mukanya rata-rata cantik namun membawa kejanggalan.
Sebagai pemimpin mereka adalah seorang perempuan berbaju merah, dengan senyum genit dan gaya yang dibuat-buat serunya: "Aduuuh... persoalan apa sih yang telah membuat kami lima burung walet dipandang begitu tinggi?"
"Toaci sudah datang rupanya, tapi hal ini lebih bagus lagi" kata Liang Siang yan pula sambil tertawa, "mereka tujuh macan kumbang dari Pa san hendak turut mendompleng dalam
persoalan ini, apa perlu kita kasih sedikit pelajaran kepada mereka agar tahu rasa?"
Mendengar ucapan tersebut, perempuan cantik berbaju merah itu melakukan gerakan-gerakan erotik seperti ular, kemudian setelah tertawa genit ia menjawab: "Ngo moay (adik ke lima), hatimu kelewat lemah, untuk menghadapi beberapa orang telur busuk itu, mengapa kita mesti main mengalah?"
"Dengan cara yang amat licik mereka telah menutup jalan darah Sin teng hiat dari Lo pui, namun mencatat hutang tersebut atas nama kami semua" Liang Siang yan menerangkan.
Mendengar laporan ini, kembali perempuan cantik berbaju merah itu mengerdipkan matanya berulang kali.
"Aaah, masa ada kejadian seperti ini?" dia berseru, "waah, kalau sampai ketahuan cukong, bisa berabe kita"
Perempuan cantik berbaju jingga itu segera mendengus dingin, katanya cepat: "Satu-satunya jalan buat kita sekarang adalah membawa mereka serta atau menghabisinya ditempat ini, dengan begitu kita baru dapat memberikan pertanggungan jawab kepada cukong"
Macan kumbang penembus bukit Han Kong kontan saja tertawa terbahak-bahak.
"Haha... haha... Konon kami dengar lima walet dari telaga Tong ting berkemampuan hebat, ternyata masih bisa juga naik darah, benar, Pui Cu yu memang berhasil kami totok jalan darahnya, mau apa kalian sekarang?"
Iblis wanita berbaju putih Liang Siang yan segera berpaling kearah gadis berbaju putih yang duduk ditempat kusir kereta itu, lalu serunya sambil tertawa.
"Nona Pui, sudah kau dengar perkataan si telur busuk itu"
Bukankah dia sudah mengakui sendiri?"
Tapi gadis berbaju putih itu masih juga belum percaya, tanyanya kemudian agak tercengang: "Tapi dengan cara apa mereka turun tangan" Kepandaian silat ayahku terhitung cukup tangguh?"
"Kau benar-benar seorang budak bodoh" Liang Siang yan segera tertawa, "tujuh macan kumbang dari Pa san sudah termashur karena kebuasan dan kekejamannya, sudah sejak lama dia telah menyelundupkan putra lotoa mereka kedalam keluarga Pui kalian!"
Gadis berbaju putih itu menjadi amat terperanjat sekali, buru-buru dia berseru: "Tapi dalam keluarga kami sama sekali tidak terdapat orang dari marga Han!"
"Biarpun tak ada yang berasal dari marga Han toh ada dari marga Si, namanya yang asli adalah Han Seng, tapi sekarang sudah berganti nama menjadi Si Ki im, dialah yang telah turun tangan keji itu, mengerti budak dungu?"
Tak terlukiskan rasa kaget si nona berbaju putih itu, tanpa terasa dia mengendorkan rangkulan-nya, kemudian tanpa sempat menggubris bagaimanakah keadaan sastrawan muda itu, dia membalikkan badan sambil membuka pintu kereta.
Siapa tahu disaat tangan-nya hampir menyentuh pintu kereta itu, mendadak dari balik ruang kereta menyambar keluar sebuah tangan.
Berada dalam keadaan pikiran kalut dan perasaan kacau, nona berbaju putih itu tak pernah menyangka akan terjadi peristiwa semacam ini, tak ampun lagi urat nadinya segera tercengkeram dan separuh badan-nya menjadi lumpuh.
Teriak kagetnya baru sampai setengah jalan, badan-nya sudah terseret masuk kedalam ruang kereta. Menyusul kemudian dari balik ruangan bergema jeritan kesakitan serta suara tertawa dingin yang menyeramkan, lalu di ikuti pula suara gaduh. Kalau dilihat dari suara-suara tersebut, agaknya si nona berbaju putih itu sedang berusaha meronta.
Empat lelaki kekar yang berada diluar kereta menjadi naik darah, mereka serentak membentak keras.
Beberapa ekor kuda yang menjadi kaget akibat bentakan itu sama-sama meringkik panjang.
"Blaaammm... braaakkk..."
Suara hancuran kayu bergema menggetarkan seluruh ruangan kereta tersebut, menyusul kemudian papan-papan ruang kereta berserakan dan hancur berantakan, dalam waktu singkat, keadaan didalam kereta menjadi terbuka dan tampak sangat jelas pemuda kekar yang dipanggil Si suheng tadi kini sudah berhasil menguasai keadaan, dengan tangan sebelah dia mencengkeram urat nadi gadis berbaju putih itu, tangan yang lain memegang sebilah pedang pendek yang ditempelkan diatas seorang kakek yang berada dalam keadaan tak sadar.
Macan kumbang angin api Go Ping yang menyaksikan kejadian tersebut segera bersorak kegirangan"
"Hooree... anak Seng, perbuatanmu memang sangat hebat..."
Sebaliknya lima walet dari telaga Tong ting yang menyaksikan kejadian tersebut sama-sama berubah wajahnya.
Perempuan cantik berbaju merah itu tak lain adalah toaci dari lima bersaudara, orang menyebutnya Ang hun cay jin (manusia buas perempuan cantik) Ciu Thian yan.
Dengan senyuman masih dikulum, kembali dia berkata: "Su moay, coba kau lihat, bukankah kita sepantasnya melenyapkan bajingan cilik ini duluan" Kau justru jatuh hati kepadanya, mengatakan dia tak bakal menghianati, sekarang kau seharusnya sudah percaya dengan perkataan cici bukan?"
Perempuan cantik berbaju jingga itu di sebut orang Yan cu poan hou (harimau belang perempuan cantik) Lim Tiong Yan, ketika mendengar perkataan tersebut wajahnya segera berubah menjadi merah padam, katanya kemudian: "Sampai sekarang aku masih tetap percaya kepadanya!"
Sementara itu si macan kumbang angin api Go Peng telah berteriak keras: "Hei, lima walet! Apakah kalian sudah melihat dengan jelas! Bocah itu adalah putra kesayangan lotoa kami, sekarang dia telah berhasil menguasai keadaan, lebih baik kalian tahu diri dan segera mengundurkan diri saja!"
"Betul, aku rasa memang semestinya segera mengundurkan diri saja" si harimau belang perempuan cantik Lim Tiang yan berseru sambil tertawa, "hanya ucapan ini semestinya tertuju untuk kalian tujuh orang tua bangka, mengerti?"
Macan kumbang angin api Go Peng tertegun setelah memandang sekejap ke arah Lim Tiong yan, serunya tercengang: "Mungkin kau sudah edan" Mengapa kami harus pergi?"
Lim Tiong yan tertawa genit, setelah mengerling sekejap kearah Han Seng, katanya lembut: "Siau han, kau toh sudah memyanggupi permintaanku, apalagi kau pun tentu tak akan melupakan rencana serigala langit dan rasul serigala langit, lebih baik urusan mu kau ucapkan sendiri saja"
Berubah hebat paras muka Han Seng setelah mendengar ucapan ini, ia memandang sekejap kearah tujuh macan kumbang dari Pa san, lalu katanya tergagap: "Ayah... bukankah kau bersama keenam paman hanya menghendaki Jian nian si toan tersebut"
Setiap orang menghendaki obat mestika tersebut, semua orang mengincar dan berusaha merampasnya, aku lihat, biar pun kita berhasil memperolehnya, belum tentu dapat mempertahankan-nya lebih jauh, sebab..."
Belum selesai dia berkata, macan kumbang penembus bukit Han Kang sudah gemetar keras tubuhnya lantaran mendongsol, ia mendepakan kakinya berulang kali keatas tanah, lalu teriaknya keras-keras.
"Berontak, berontak, anak sendiripun memberontak terhadap bapaknya...."
Macan kumbang pembalik langit Ho Wan yang menempati urutan ketiga dalam Pa san jit pa juga dapat menangkap ketidak beresan dibalik perkataan tersebut, buru-buru dia berseru: "Anak Seng, kau... kau sudah tidak menghendaki orang tuamu lagi?"
Sebaliknya macan kumbang angin api Go Peng sudah
menggembor penuh amarah. "Sungguh tak kusangka kau sibocah kunyuk sudah terpikat oleh perempuan, benar-benar menjengkelkan hatiku!"
Sementara diseputar sana menjadi ramai oleh umpatan dan teriakan, maka nona Pui yang urat nadinya dicengkram orang diatas kereta telah mengucurkan air matanya karena sedih, sedang keempat lelaki kekar yang menunggang kuda sudah tak mampu mengendalikan amarahnya lagi, mereka berteriak ber sama-sama: "Mari kita beradu jiwa dengan mereka!"
Empat bilah senjata bagaikan angin puyuh segera menyerbu kearah Pa san jit pa dan Tong ting ngo yan yang berdiri didepan kereta dan menyerang mereka habis-habisan.
Tujuh macan kumbang dari Pa san sama sekali tak sudi melayani mereka, sebaliknya serentak membalikan badan dan menyerang lima walet dari telaga Tong ting.
Pertempuran masalpun segera berkobar.
Sementara tujuh macan kumbang dari Pa san menyerang kelima walet dari telaga Tong ting, maka keempat murid dari keluarga Put ikut meramaikan pertempuran itu dengan melakukan pengacauan disana sini.
Akibatnya, tatkala ketujuh macan kumbang itu marah dan berbalik bertarung melawan keempat murid kelurga Pui, lima walet segera manfaatkan kesempatan untuk menyerang ketujuh macan kumbang, begitu tujuh macan kumbang melayani lima walet maka keempat anggota keluarga Pui berbalik menyerang lima walet, dan begitulah seterusnya.
Nona Pui yang menyaksikan keadaan tersebut segera berusaha keras untuk mengendalikan perasaan-nya, lalu dengan suara lembut dia berkata: "Si suheng, kau benar-benar manusia yang jahat, rupanya kau sudah terpikat oleh perempuan-perempuan siluman dari telaga Tong ting itu!"
Han Seng mandengus: "Hmmm, khi im, kau harus ingat, mulai sekarang sebut aku Han Seng...!"
"Baik, anggap saja kau memang Han Seng, sudah lima tahun kau berdiam dalam keluarga kami, kami ayah dan anakpun selain bersikap baik kepadamu, apakah kau tega berbuat jahat terhadap kami?"
Tampaknya Han Seng sama sekali tidak terpengaruh oleh perkataan itu, dia malah berkata dengan ketus: "Sekalipun kalian ayah dan anak baik terhadapku, namun tak dapat membantu aku merajai dunia persilatan, lantas apa gunanya...?"
"Dengan berbuat demikian apakah bisa menguasahi seluruh dunia persilatan?" Pui Khi im balik bertanya.
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Han Seng segera tertawa seram.
"Asal Rasul serigala langit bisa menguasahi seluruh kolong langit, berarti aku Han Seng akan menjadi pentolan suatu wilayah dalam dunia persilatan ini, adikku, bila kau cinta kepadaku, kau sudah seharusnya membantu aku hingga sukses"
"Kau anggap lima walet dari Tong ting serta ayahmu sekalian bakal tunduk dibawah perintahmu?"
"Itulah sebabnya aku mengadu domba mereka semua agar orang orang itu saling gontok-gontokan sendiri, bila mereka sudah lelah bertarung dan banyak korban telah berjatuhan, maka kau bisa membantuku untuk membereskan sisanya dengan begitu,
bukankah urusan bakal beres?"
"Suheng, bagaimana dengan ayahku...?" Pui Khi im bertanya dengan sedih.
"Tentang ayahmu...." Han Seng segera tertawa seram,
"heeehhh... heeehh... heeehh.... itu mah sudah dibereskan, asal kau bersedia kawin dengan aku, kujamin ayahmu tak bakal terancam bahaya"
Tiba-tiba Pui Khi im mengangkat kepala lalu berkata dengan suara dingin: "Apa yang hendak kau lakukan terhadap dia orang tua?"
Han Seng kembali tertawa.
"Selama banyak tahun dia orang tua sudah cukup lelah berkelana dalam dunia persiiatan, sekarang, dia sudah sepantasnya untuk mengundurkan diri! Maka asal dia bersedia menuruti perkataanku dan melaksanakan semua perintahku, paling banter dia cuma akan cacad seumur hidup, aku tak bakal akan merenggut selembar jiwanya!"
"Kau... kau sungguh amat kejam!" pekik Pui Khi im dengan sedih.
"Hmm, padahal dia orang tua sudah pantas mampus, mengapa kau salahkan kekejianku?"
Kalau didengar dari pembicaraan kedua orang itu, bisa diketahui sampai dimanakah kebusukan hati manusia yang bernama Han Seng tersebut.
Disamping ingin membantu ketujuh macan kumbang dari bukit Pa san, dia pun hendak membantu lima walet dari telaga Tong ting, pokoknya dia bermaksud hendak memperalat kedua belah pihak tapi ingin pula menghancurkan kedua belah pihak.
Terutama sekali terhadap pihak ke tujuh macan kumbang dari bukit Pa san, boleh dibilang mereka adalah saudara-saudara ayahnya termasuk ayahnya sendiri, tapi kenyataan-nya sekarang, terhadap ayah kandung sendiripun ia tak ambil ambil perduli, bisa dibayangkan manusia macam apakah itu"
Sastrawan muda yang duduk dikursi kusir kereta menjadi terperanjat setelah mendengar pembicaraan itu, diam-diam pikirnya: "Manusia ini betul-betul berhati buas dan kejam, jauh lebih rendah daripada binatang..."
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, mendadak terdengar nona Pui yang berada dikereta telah berteriak keras-keras: "Kalian jangan bertarung lagi, kamu semua telah terjebak oleh rencana busuk orang she Han..."
Tapi sebelum perkataan itu selesai di utarakan, mulutnya seperti di tutup orang dengan tangan, sehingga kata-kata selanjutnya tidak lagi terdengar jelas.
Menyusul kemudian terdengar Han Seng mengancam sambil mendengus dingin: "Budak busuk, tutup mulutmu, bila kau berani berteriak lagi, aku akan segera membunuh bapakmu diatas kereta ini juga.."
Ancaman ini dengan cepat membungkam mulut Pui Khi im, dia menjadi ketakutan setengah mati, selain isak tangisnya, tak terdengar suaranya lagi.
Namun pada saat itu pula tiba-tiba terdengar Han Seng berpekik rendah di ikuti jeritan kagetnya, kemudian terdengar seseorang membentak nyaring: "Enyah kau dari sini!"
Cepat-cepat nona Pui membuka matanya, ia saksikan sesosok bayangan manusia terlempar dari atas kereta, lalu ia merasa pergelangan tangan-nya yang di cengkeram orang terlepas, sastrawan muda yang pernah dilindas olehnya kini sudah berdiri didepan mata, sambil tersenyum ramah.
Sastrawan ini tak lain adalah orang yang ditolongnya tadi, tapi, dengan cara apakah dia memukul mundur Han Seng si manusia berhati binatang ini"
Sementara nona Pui masih terkejut bercampur keheranan, sesosok bayangan manusia disertai deruan angin tajam kembali telah menyerang tiba. Sekarang ia dapat melihat dengan jelas, orang itu adalah Han Seng si manusia berhati binatang.
Menjumpai manusia tersebut, amarahnya tidak bisa ditahan lagi, perasaan gusar di campur perasaan benci dan dendam membuat nona itu segera membentak keras, ruyung panjangnya digerakan keras-keras membentuk segulung cahaya tajam, kemudian menyapu ke depan dengan kecepatan luar biasa.
Dalam pada itu Han Seng telah meloloskan pula senjatanya, sepasang gelang naga dan harimau, dengan sebuah gelang ia tangkis cambuk panjang dari Pui Khi im, gelang yang lain digunakan untuk menyerang sastrawan muda tersebut.
Sastrawan muda itu berlagak seakan-akan tidak merasa, malah ujarnya kepada Pui Khi im sambil tertawa: "Nona, permainan jurus cambukmu cukup bagus, hanya sayang tenaganya kurang baik, ujung cambuk tak bisa dipakai untuk menyapu musuh, kalau dipakai untuk menolong diri masih mendingan, kalau digunakan untuk melawan musuh masih kurang bagus!"
Waktu itu, ruyung panjang Pui Khi im sedang saling beradu dengan gelang naga lawan, baru tertegun oleh perkataan itu, tiba-tiba tangannya terasa kaku, cambuknya seperti terlepas dari tangan, saking kagetnya ia segera menjerit.
Sambil tertawa terbahak-bahak sastrawan muda itu segera berseru lantang: "Orang she Han, aku toh sudah menyuruh kau segera menggelinding pergi dari sini! buat apa kau naik keatas kereta lagi" Ayo cepat enyah dari sini!" Berbareng dengan bentakan itu, tiba-tiba tangan-nya diayunkan ke depan.
Dengusan tertahan bergema memecahkan keheningan, untuk kedua kalinya Han Seng terpental jatuh dari atas kereta.
Kejut dan heran segera menyelimuti perasaan Pui Khi im setelah menyaksikan kelihayan ilmu silat yang dimiliki pemuda itu, buru-buru ia menegur.
"Siapakah kau?"
"Sik Tiong giok!" pemuda itu tertawa, "nona, kau berniat menerobos keluar dari kepungan" Ataukah berniat menyelesaikan orang-orang itu?"
Sebenarnya Pui Khi im berniat akan menghabisi semua
penghadang keretanya, tapi dia pun meragukan kemampuan pihaknya yang sangat minim, maka sahutnya kemudian: "Lebih baik kita menerobos keluar dari kepungan saja!"
"Baik, mari kita terobos keluar!" kata Sik Tiong giok sambil tertawa.
Seraya berkata dia merampas cambuk nona Pui kemudian siap menyerbu ke depan.
Tapi pada saat itulah tiba-tiba terasa deruan angin tajam menyambar tiba, dua sosok bayangan manusia telah menerjang kearahnya.
Sik Tiong giok memang bermata jeli, dalam sekilas pandangan saja ia sudah melihat kalau orang yang datang dari sebelah kiri tak lain adalah Han Seng yang dua kali kena dibanting jatuh dari atas kereta, tiba-tiba ia tertawa dingin.
"Sreeet...!" Cambuknya segera diputar sambil menyambar kedepan, untuk kesekian kalinya Han Seng menjerit kesakitan, tubuhnya terpelanting kembali keatas tanah.
"Nona Pui" kata Sik Tiong giok kemudian sambil berpaling kearah Pui Khi im, "coba kau saksikan bagaimanakah permainan cambukku ini"
"Hati-hati belakangmu!" mendadak Pui Khi in menjerit kaget.
Ternyata si harimau belang perempuan cantik Lim Tiong yan dengan bersenjatakan sebilah senjata aneh sepanjang tiga depa yang berbentuk seperti ular sedang mengancam jalan darah dibelakang punggung anak muda tersebut.
Mendengar peringatan tersebut, Sik Tiong giok sama sekali tidak gugup ataupun panik, tangan kirinya digetarkan sambil membalik, tidak terlihat berapa besar kekuatan yang disertakan didalam gerakan itu, tapi akibatnya luar biasa bagi Lim Tiong yan, dia seperti merasa kekuatan-nya tersumbat. buru-buru dia berganti gerakan dan melejit ke udara sambil berpekik nyaring.
Pada saat tubuhnya berputar ditengah udara inilah, senjata aneh ditangan-nya telah menciptakan segulung cahaya tajam yang secepat kilat menyerang dada Sik Tiong giok. Bahkan bersamaan dengan datangnya sergapan itu, segulung bintang perak meletus diudara dan mengurung seluruh badan si anak muda tersebut.
Serangan senjata tajam yang diimbangi senjata rahasia ini boleh dibilang amat keji dan menggidikkan hati, pada hakekatnya dia berniat hendak menghabisi nyawa lawan-nya. Tak terlukiskan rasa kaget dan ngeri Pui Khi im setelah menyaksikan peristiwa tersebut, walaupun ia tak sampai menjerit kaget, namun air matanya bercucuran deras, sebab Sik Tiong giok yang berada dihadapannya telah menjadi pelindung jiwanya, tak heran kalau dia merasa amat gelisah.
Sementara dia amat gelisah sehingga pikirannya agak kacau, suatu kejadian aneh telah berlangsung didepan mata.
Tampak sesosok bayangan hitam melejit ketengah udara, sepasang ujung bajunya di putar berulang kali menciptakan angin pukulan yang menderu-deru, suara dentingan nyaring bergema memecahkan keheningan disusul jeritan ngeri bergema diudara.
Tampak sesosok bayangan manusia berwarna jingga terlempar ditengah udara seperti layang-layang putus benang, tubuhnya terlempar sangat jauh dan terbanting keras-keras diatas tanah, setelah meronta beberapa kali, dia muntahkan darah segar, biarpun belum mampus, dengan kematian pun sudah tak jauh lagi.
Dalam sekali gebrakan saja Sik Tiong giok berhasil melukai dua orang musuhnya, dengan segera nona Pui dibuat tertegun, tanpa terasa ia berpikir dalam hati: "Kepandaian silat apakah itu....?"
Sebaliknya Sik Tiong giok masih tetap tenang dan santai seolah-olah tak pernah terjadi sesuatu apa-apa, katanya sambil tertawa:
"Nona Pui, kau yang memegang kendali kereta, aku yang memukul mundur musuh! Mari kita bersama-sama menerobos keluar dari kepungan..."
"Tidak bisa" Khi im segera menggelengkan kepalanya berulang kali, "coba kau lihat, keempat orang suhengku masih di kepung orang dan berada dalam bahaya!"
Sik Tiong giok menyapu sekejap keseluruh arena, ia saksikan ketujuh macan kumbang dari Pa san serta ke empat walet dari telaga Tong ting telah bekerja sama mengepung ke empat orang murid dari Pui Cu yu.
Sudah jelas perbuatan mereka ini merupakan suatu siasat busuk untuk menangkap ke empat orang itu agar bisa mencegah niat kereta itu untuk meloloskan diri dari kepungan.
Sik Tiong giok segera tersenyum.
"Asal nona sanggup mengendalikan kereta, lihatlah kehebatanku ini...!"
Baru selesai dia berkata, tiba-tiba pekikan panjang kembali bergema memecahkan keheningan, cambuknya segera
digetarkan ketengah udara.
Dalam waktu singkat seluruh angkasa telah diliputi bayangan cambuk seperti beberapa ekor naga sakti yang sedang bermain, seluruh bayangan cambuk itu ditujukan ke tengah arena pertarungan.
Biarpun sama-sama cambuk yang tak berbeda namun berada ditangan Sik Tiong giok, cambuk tersebut telah berubah seperti seekor naga sakti yang hidup.
Kemantapan dalam pengerahan tenaga dalam, ketepatan didalam serangan serta keindahan dalam gerakan, semuanya membuat nona Pui jadi tertegun.
Tatkala ujung cambuk itu mencapai tengah arena, diiringi suatu getaran keras, tiba-tiba berubah menjadi tujuh delapan titik bayangan cambuk yang secara terpisah menyerang tujuh orang lawan.
"Aduuh... aduuuh..."
Seketika itu juga seluruh arena dipenuhi oleh jeritan-jeritan kaget serta jeritan kesakitan.
Beberapa orang yang berada diarena serentak mundur dengan sempoyongan, lalu melarikan diri kalang kabut berusaha untuk menyelamatkan diri.
Didalam kekalutan itulah keempat murid dari Pui Cu yu segera beruntun menerjang keluar dari kepungan.
Beberapa orang diantara lawan agaknya tidak puas dengan kejadian ini, sambil membentak gusar mereka siap melakukan terjangan lagi.
"Ada apa?" Sik Tiong giok segera menegur sambil tertawa terbahak-bahak, "apakah kalian merasa tidak puas?"
Ditengah gelak tertawa, kembali cambuknya berputar satu lingkaran ditengah udara lalu...
"Plaak, plaak..."
Beberapa kali desingan nyaring, cambuk itu sudah berputar beberapa kali diangkasa dan menyambar kearah arena, beberapa kali jeritan kaget kembali bergema memecahkan keheningan, tujuh macan kumbang dan lima walet serentak melompat mundur untuk menyelamatkan diri sehingga terbukalah sebuah jalan lewat.
Tiba-tiba Sik Tiong giok berpaling sambil membentak: "Nona, mari kita berangkat!"
Cepat-cepat Pui Khi im menggetarkan tangan-nya, kuda penghela kereta itupun meringkik panjang sambil menerjang maju ke muka.
Tujuh macan kumbang dari Pa san kontan saja berteriak teriak marah, serentak mereka melompat naik keatas kuda masing-masing untuk melakukan pengejaran.
Iblis wanita berbaju putih Liang Siang yan berteriak pula keras-keras: "Toaci, mengapa kita tidak melakukan pengejaran?"
Manusia buas wanita cantik Ciu Thian yan menghela napas panjang.
"Aaai, dikejar pun tak ada gunanya, biar cukong kita yang turun tangan sendiri pun belum tentu bisa mengungguli binatang cilik tersebut!"
Liang Siang yan jadi tertegun, buru-buru dia bertanya: "Berasal dari perguruan mana sih dia" Mengapa kepandaian silatnya begitu hebat?"
"Entahlah dia dari perguruan mana, tapi kalau dilihat dari caranya melancarkan serangan, agaknya mirip dengan ahli waris si Kakek serigala langit!"
"Aaah... dia adalah ahli waris kakek serigala langit....?" Liang Siang yan mengerdipkan matanya berulang kali, "toaci, kau pernah menyaksikan dia turun tangan?"
"Pertemuan enghiong yang diselenggarakan tempo hari menjadi bubar gara-gara ulahnya, kalau tidak, mungkin cukong kita sekarang sudah menjadi Toa bengcu dari seluruh dunia persilatan!"
Pek tong kui li (setan perempuan berbaju hijau) Bwee Soat yan yang mendengar pembicaraan itu segera menimbrung: "Kalau memang begitu, mengapa cukong kita tidak berusaha untuk menghabisi nyawa bajingan itu" Kalau dia sudah mampus urusan kau bakal beres dengan sendirinya?"
"Aaah, perkataanmu kelewat gampang, seandainya cukong kita mampu menghabisi nya, dia sudah turun tangan semenjak dulu buat apa mesti menunggu sampai hari ini?"
Mendadak dari arah depan sana berkumandang beberapa kali jeritan ngeri yang memilukan hati....
Paras muka Ciu Thian yan segera berubah hebat, buru-buru dia berseru: "Mari kita cepat pergi, paling tidak kita harus menolong ke tujuh anjing dari Pa san untuk meloloskan diri"
Rupanya tujuh macan kumbang dari bukit Pa san yang berhasil mengejar kereta Sik Tiong giok kena tersambar oleh ayunan cambuk musuh sehingga satu persatu terjerembab keatas dan akibatnya wajah mereka jadi membengkak dan sembab hijau.
Kalau tadi mereka mengejar dengan semangat tinggi, maka sekarang kabur kembali dengan wajah loyo dan muka sembab biru dan bengkak.
Lima walet dari Tong ting yan bersiap-siap akan naik kekuda dan kini melihat tujuh macan kumbang balik dengan wajah loyo segera menyambut kedatangan mereka dengan gelak tertawa yang sangat ramai.
Sambil tertawa terkekeh-kekeh Ciu Thian yan berkata: "Aduh mak rupanya tujuh anjing dari bukit Pa san telah berhasil membawa tulang, cuma tidak diketahui apakah Jian nian si toan juga berhasil dibawa pulang atau tidak?"
Macan kumbang penembus bukit Han Kong kontan saja
melototkan matanya bulat-bulat karena mendongkol, bentaknya gusar: "Ciu Thian yan, walaupun orang persilatan mengatakan bahwa kita turun tangan demi mempeributkan hak, namun kamipun tak ingin memandang rendah soal kesetiaan kawan, kau sudah jelas menyaksikan kami bersaudara menderita kerugian, tapi kini malah sempat menyindir orang, sikap kalian benar-benar sama sekali tak bersimpatik"
"Eeeh...kami menyindir apa" Ada apa" Memangnya ingin menentang untuk berkelahi?"
"Mau berkelahipun boleh saja" teriak macan kumbang angin api Go Peng, "kami tak bakal takut kepadamu, tapi menunggangi kesempatan disaat orang sedang lemah bukan tindakan seorang enghiong..."
"Baiklah" sela Liang Siang yan kemudian sambil tertawa, "hari ini kami bersedia untuk melepaskan kalian, kamipun tak ingin kalian menuduh kami memanfaatkan keadaan"
"Kalau begitu kami tujuh bersaudara menerima kebaikanmu itu,"
seru Han Kong sambil tertawa seram, "selewatnya hari ini dimana kita berjumpa disitu kita bikin penyelesain suatu ketika hutang piutang harus dibikin sampai jelas"
Selesai berkata dia lantas memberi tanda kepada saudara-saudaranya dan kabur meninggalkan tempat itu.
Lima walet dari telaga Tong ting yang menyaksikan kejadian itu, meski mereka geli dihati namun merekapun tak berani berhenti kelewat lama disana, serentak kelima orang itu berangkat meninggalkan tempat tersebut.
Menanti kedua rombongan itu sudah berlalu lama, dari balik semak belukar baru menerobos keluar lagi seseorang, dia tak lain adalah Han Seng yang gagal total dengan rencana busuknya.
Dengan wajah sedih dia memandang sekejap kesekeliling tempat itu, kemudian menghela napas panjang.
Mendadak dari belakang tubuhnya berkumandang suara langkah kaki manusia, dengan perasaan terperanjat ia segera berpaling.
Lebih kurang beberapa kaki dibelakang tubuhnya berdiri seorang wanita berwajah cantik, dia mengenakan pakaian berwarna hitam, dengan senyum yang manis dan tubuh yang lemah gemulai, gadis itu berlari tepat dihadapannya.
"Siapa kau?" tegur Han Seng setelah tertegun beberapa saat lamanya.
"Meskipun kau tidak mengenali aku, aku justru kenal dirimu, kau adalah Han Seng yang pernah berubah nama menjadi Si Khi im bukan...?" ujar nona berbaju hitam itu pelan.
Tanpa terasa Han Seng mundur selangkah, wajahnya kembali nampak tertegun, buru-buru ia menghardik.
"Sebenarnya siapakah kau?"
Nona berbaju hitam itu tertawa terkekeh-kekeh: "Jangan terburu napsu, sebelum kau bertanya siapakah aku, jawab dulu pertanyaanku, apakah Jian nian si toan tersebut sudah berhasil kau dapatkan?"
Han Seng semakin terkejut, dia tak habis mengerti kenapa lawan bisa mengetahui segala sesuatu tentang dirinya dengan begitu jelas" Dari sini dapat disimpulkan pula kalau orang ini mempunyai asal usul yang luar biasa.
Tanpa terasa dia menggelengkan kepalanya berulang kali.
Melihat itu, si nona berbaju hitam itu tertawa dan berkata lagi:
"Kau tidak berhasil" Hmmm, aku merasa rada tidak percaya....!"
Han Seng bukan sembarangan orang, sejak lawannya berbicara, biji matanya sudah berputar kian kemari secara liar, menanti nona berbaju hitam itu selesai ber kata, bahu kirinya segera bergerak dan tiba-tiba ia berkelebat maju ke muka.
Pada saat yang bersamaan nona berbaju hitam itu telah mengebaskan pula ujung bajunya dan secara beruntun
mengancam beberapa buah jalan darah penting ditubuh Han Seng.
Dengan berkelebat mundurnya lelaki tersebut, maka serangan dari nona berbaju hitam itupun mengenai sasaran kosong.
Sekali lagi Han Seng menjejakan kakinya keatas tanah sambil melompat mundur sejauh lima depa, kemudian setelah tertawa terbahak-bahak serunya: "Nona, caramu melancarkan sergapan masih tidak cukup hebat, sayang sekali melesat dari sasaran"
Tatkala serangannya mengenai sasaran kosong tadi, hawa gusar sudah menghiasi wajah nona berbaju hitam itu, tapi setelah menyaksikan lawan memandang kearahnya sambil tersenyum, hatinya menjadi tergoyah.
Pada dasarnya Han Seng memang seorang lelaki yang tampan, senyumannya memikat dan gerak geriknya merangsang, apalagi sewaktu empat mata saling bertemu, nona itu merasakan hatinya berdebar keras. Maka dengan wajah bersemu merah dan senyum malu menghiasi wajahnya ia berseru: "Siapa sih yang sedang melancarkan sergapan kepadamu" Mungkin kau sendiri yang takut dengan bayangan sendiri"
Han Seng termasuk seorang yang ahli dalam pembicaraan cinta, lagipula dia termasuk lelaki yang berotak licik dan banyak akal musllhatnya, dari senyuman manis yang-menghiasi bibir nona itu, hatinya menjadi tergerak, diam-diam pikirnya: "Saat ini aku sedang kebingungan karena tak mempunyai tempat untuk berteduh, bila aku bisa menggaet perempuan ini, bukankah hal tersebut berarti Thian telah membantuku?"
Berpikir demikian, dia jadi berdiri termangu, sepasang matanya pun mengawasi lawan-nya tanpa berkedip.
Mendadak nona berbaju hitam itu berhasil menangkap semacam pancaran sinar aneh dari balik mata Han Seng, bahkan pemuda itu berjalan menghampirinya dengan langkah lambat.
Kebanyakan wanita menaruh perasaan yang tajam terhadap sorot mata kaum pria, apalagi Han Seng adalah seorang pemuda gagah yang berwajah tampan, maka diapun kesemsem
dibuatnya. Namun, perempuan inipun bukan manusia
sembarangan, ia merupakan seorang perempuan cabul yang amat termashur kejalangan-nya didalam persilatan, orang menyebutnya sebagai Tit seng yau coa (siluman ular tujuh bintang) An Kieu nio. Bukan saja paras mukanya cantik jelita, ilmu silatnya amat hebat, lagipula hatinya keji dan buas, setiap orang yang mengenalinya boleh dibilang akan berusaha untuk menyingkir sejauh jauhnya bila bertemu dengan-nya, jarang ada yang berani mengusiknya. Tapi ada pula diantara mereka yang terpikat oleh kecantikan wajahnya, asal perempuan itupun tertarik, biasanya rayuan orang tak akan ditampik. Tapi seringkali hubungan itu hanya berlangsung paling lama tiga bulan dan paling sedikit sepuluh hari, biasanya dia akan menjadi jemu dan pergi meninggalkan-nya. Bila korban-nya masih saja tak tahu diri dan berusaha mengejarnya terus, sembilan puluh persen mereka akan mampus oleh sapu tangan pemabuk sukma Meh hiang mi hun Cin nya.
Ia sendiri sebenarnya berniat untuk mendapatkan obat mestika Jian man si toan tersebut, tapi ia sadar bahwa kemampuan-nya masih bukan tandingan lawan, karena itu dia tak berani bertindak secara sembarangan, dia pun sempat menyaksikan kehebatan ilmu silat yang dimiliki Sik Tiong giok, sadar kalau musuhnya kelewat hebat, maka dia hanya menyembunyikan dirinya.
Begitulah, akhirnya dia tertarik kepada Han Seng, meskipun dia tahu kalau lelaki ini berhati buas dan berambisi besar, apa boleh buat dia sudah terlanjur jatuh hati kepadanya.
Mungkin inilah yang disebut dasar bodoh, maka sewaktu semua orang sudah membubarkan diri kemudian Han Seng muncul sambil berkeluh kesah, diapun manampakkan diri dengan maksud memikat pemuda tersebut.
Biarpun begitu, An Kiau nio bukan perempuan yang tak berotak, diapun mempunyai rencana untuk menaklukan Han Seng
dibawah ketiaknya, oleh sebab itu dalam hati kecilnya dia lantas berpikir: "Hmmm, aku tidak percaya kalau kau si bocah muda dapat lolos dari cengkeraman ku..."
Sambil berpikir, diam-diam ia mengeluarkan sapu tangan pemabok Meh hiang mi hun cin nya dari dalam saku.
Dalam pada itu, Han Seng dengan senyum di kulum selangkah demi selangkah telah mendekati An Kiau nio, diam-diam ia telah menghimpun tenaga dalamnya kedalam lengan kanan dia berniat untuk menguasai musuhnya disaat lawan tidak siap.
Agaknya kedua orang ini memang sama-sama tidak mempunyai maksud serta tujuan yang baik, jarak antara kedua belah pihak makin lama semakin dekat, kedua belah pihak sama-sama menunjukkan senyuman-nya yang memikat, tanpa emosi, tanpa api kemarahan namun didalam hati kecil masing-masing justru dicekam perasaan tegang yang tidak terhingga.
Mendadak Han Seng menyodokkan jari tangan-nya kedepan sambil membentak keras: "Roboh kau..."
Siluman ular tujuh bintang An Kiau nio tertawa cekikikan, dia menekuk pinggang dan menggetarkan tangan kanannya keluar seraya menjengek: "Lebih baik kau saja yang roboh!"
Ketika Han Seng merasakan totokan-nya mengenai sasaran kosong, ia sudah tahu bakal celaka, tiba-tiba segulung bau harum menerpa hidungnya, menyusul kemudian kepalanya terasa amat pening, diiringi dengusan tertahan tubuhnya segera roboh terjungkal keatas tanah...
Sambil tertawa terkekeh-kekeh An Kiau nio segera berseru:
"Bocah muda, kau anggap dengan mengandalkan sedikit kepandaian setanmu maka nyonya muda bisa kau pecundangi"
Mulai detik ini, kaulah yang harus menuruti segala perintah dari nyonya muda mu..
Di tengah tertawanya yang keras, dia membangunkan Han Seng lalu menjejakkan kakinya ketanah dan berkelebat ke dalam hutan belantara sana.
000o000 Sik Tiong giok melarikan kudanya kencang-kencang, tujuan-nya sekarang adalah kota Heng an ciu.
Empat hari kemudian, mereka meninggalkan kereta dan
meneruskan perjalanan menuju ke selat Say leng sia dengan menunggang perahu, setengah harian kemudian dalam
perjalanan air, tiba-tiba didepan sana muncul tumbuhan ilalang yang amat lebat menutupi pemandangan ditepi sungai.
"Hei, apakah sudah sampai ditempat tujuan?" Pui Khi im segera bertanya.
"Nona tak usah terburu napsu, kita akan segera tiba ditempat tujuan" sahut Sik Tiong giok tertawa.
Setelah berkata sampai disitu, tiba-tiba ia berpekik nyaring, kemudian mengerahkan tenaganya untuk mendayung perahu tersebut menerjang kearah tumbuhan ilalang tadi, sementara itu Hoa Tuo bertangan racun Pui Cu yu telah dibebaskan pengaruh totokan jalan darahnya oleh Sik Tiong giok di tengah perjalanan tadi, pada saat itu perasaan-nya terhadap pemuda penolongnya ini disamping penuh rasa terima kasih, dia belum terlalu merasa kagum kepadanya.
Tapi setelah melalui perjalanan air dan melihat kepandaian Sik Tiong giok diatas air yang begitu hebat, diam-diam ia mulai berpikir dalam hati: "Jangan-jangan Thian menurunkan jagoan ini untuk menyelamatkan dunia persilatan dari bencana?"
Berbeda sekali dengan Pui Khi im, dia sudah pernah menyaksikan kebolehan Sik Tiong giok sewaktu memukul mundur musuh, kini melihat pula kemampuan-nya yang hebat dalam mengemudikan sampan, ditambah lagi orangnya masih muda dan tampan, entah mengapa tahu-tahu timbul suatu perasaan aneh dihati kecilnya, tanpa terasa diapun mengamati wajah pemuda itu dengan termangu. "Sreet..."
Sampan kecil itu menembusi tumbuhan ilalang yang tebalnya mencapai dua kaki itu dan didepan sana ternyata muncul sebuah jalan air yang sempit dan memanjang, menyaksikan kesemuanya itu, tanpa terasa Pui Khi im berseru tertahan.
"Aaah, sungguh amat rahasia letak tempat ini!"
Sik Tiong giok tertawa. "Bukan cuma rahasia, letaknya bahkan berbahaya sekali, dibawah jalan air ini semuanya terpasang dua belas buah jaring penggusur naga, perahu yang lebih kuatpun bila sampai tertumbuk bakal pecah dan mampus orang-orangnya!"
"Waah, kau memang sangat luar biasa!" puji Pui Khi im sambil menghela napas, "hanya seorang diri ternyata sanggup membuat persiapan yang begitu sempurna"
"Kau tak usah memuji aku" Sik Tiong giok tertawa, "tempat ini tumbuh secara alami, sedangkan peralatan yang berada dalam air adalah peralatan yang dipasang pihak perkumpulan Oh juan pang setelah mereka mengalihkan markas besarnya kemari"
"Tapi kau toh berhasil menguasai mereka?"
"Aaah... siapa bilang, justru karena kasih sayang dari merekalah..."
Sambil berkata, pemuda itu melanjutkan dayungannya
meneruskan perjalanan menelusuri jalan air itu, seakan-akan dia tak menaruh perhatian serius terhadap peralatan dibawahnya.
Bende Mataram 31 Bende Mataram Karya Herman Pratikto Han Bu Kong 1