Pencarian

Pedang Keadilan 2

Pedang Keadilan Karya Tjan I D Bagian 2


Tingkah lakunya begitu polos dan ke-kanak-kanakan.
Mendadak Li Bun-yang melangkah ke depan menghalangi
jalan pergi mereka berdua.
"Harap nona berdua tunggu sebentar, ada sesuatu
ingin kutanyakan kepada nona sekalian."
"soal apa?" "Tadi nona berdua mengatakan harus memberi
laporan kepada nona kalian, boleh kutahu apakah nona
yang kalian maksudkan adalah pemimpin yang
menguasai pesanggrahan Tho-hoa-kit?"
Gadis berbaju hijau itu berpikir sebentar setelah itu
baru sahutnya: "Kami hanya tahu menjalankan perintah dari nona
kami. soal apakah dia pemimpin dari pesanggrahan Thohoa-
kit atau bukan, kami sendiri pun kurang begitu jelas,
bila kau memang bernyali, mengapa tidak pergi
menjumpainya?" "Boleh tahu bagaimana caraku menjumpainya?"
" Cari saja Liok Ling di loteng Hui-jui-lo" selesai
berkata cepat-cepat dia tarik tangan rekannya dan
95 terburu-buru meninggalkan tempat itu Memandang
bayangan punggung kedua orang gadis itu hingga lenyap
di kejauhan, Li Bun-yang menghela napas panjang, dia
seperti ingin mengucapkan sesuatu tapi segera
diurungkan setelah termenung sejenak. dia berpaling dan
bisiknya: "saudara Lim, dunia persilatan penuh dengan kelicikan
dan tipu muslihat, bila kau harus bersikap jujur terhadap
setiap orang, bagaimana mungkin kau bisa bergerak
dalam dunia persilatan?"
Lim Han- kim hanya tertawa hambar, memandang
arus sungai yang mengalir deras dia hanya
membungkam diri. Li Bun-yang mengerti bahwa pemuda
itu memang tak suka banyak bicara, maka soal itu pun
tidak terlalu dipikirkan di dalam hati, kembali ujarnya:
"Tampaknya kita tak bisa menyeberangi sungai malam
ini" "Bagaimana kalau kita menuju ke dermaga
penyeberangan?" usul Yu siau-liong sambil angkat bahu.
Li Bun-yang menghela napas panjang, "Aaaai,
seandainya adikku berada di sini, dia pasti bisa
mencarikan akal untuk menyeberangi sungai ini."
Berkilat sepasang mata Lim Han-kim, dia seperti
hendak mengucapkan sesuatu tapi kemudian niat
tersebut diurungkan Wajahnya kembali teriihat murung
96 dan sedih. seolah-olah perasaannya sedang diselimuti
kekesalan yang dalam sehingga tidak tertarik oleh
persoalan apa pun. Tiba-tiba, di tengah gulungan ombak dan arus sungai
yang deras, muncul setitik cahaya lampu di kejauhan,
Tak lama kemudian muncullah sebuah perahu yang amat
besar meluncur mendekat. Dengan pengalaman yang begitu luas, Li Bun-yang
segera curiga setelah melihat kehadiran perahu itu,
kepada Lim Han-kim bisiknya:
"Saudara Lim, di tengah malam buta begini dari mana
datangnya perahu besar itu" Aku rasa lebih baik kita
sembunyikan diri, coba kita lihat dulu apa yang
sebenarnya akan terjadi"
BAB 4. perempuan Perahu Misteri
Yu Siau-liong cerdik lagi cekatan, begitu mendengar
peringatan itu cepat-cepat dia periksa keadaan di
sekelilingnya, Terlihat beberapa batang pohon besar
tumbuh beberapa kaki dari situ, Di sisinya terlihat pula
sebuah kuburan besar, Cepat serunya: "Lebih baik kita
bersembunyi di sana"
97 "Saudara cilik, kau benar-benar teliti" puji Li Bun-yang
sambil tertawa dan manggut-manggut Tanpa membuang
waktu, ia bergerak lebih dulu menuju ke balik pohon.
Yu siau-liong dengan menuntun kedua ekor kudanya
menyusul di belakang pemuda tersebut, Dalam sekejap
mata mereka telah menyembunyikan diri baik-baik.
sebaliknya Lim Han-kim seperti tidak menyadari akan
bahaya, ia masih berdiri di tepi sungai dengan termangumangu,
seolah-olah sama sekali tidak menyadari
perbuatan kedua orang rekannya. Perahu besar itu
meluncur datang dengan cepatnya, dalam waktu singkat
telah sampai di tepi sungai.
Cahaya lentera dalam perahu pun makin lama semakin
terang, Tampak bayangan manusia bergerak di ujung
geladak, Tiga buah layar yang besar mulai digulung,
sedang daya luncur perahu pun semakin melambat, jelas
sudah perahu itu siap mendarat
seorang manusia berbaju hitam yang berperawakan
tinggi besar berdiri di ujung perahu. Terompet yang
ditiupnya keras-keras mengeluarkan bunyi yang amat
memekakkan telinga. Di tengah keheningan malam begini, suara terompet
itu dapat terdengar sampai puluhan li jauhnya, Perlahanlahan
perahu itu makin merapat ke tepi daratan, lalu
sebuah papan dihubungkan dengan darat, Pintu ruang
98 dalam perahu terbuka dan muncullah dua buah lampu
lentera. Ketika Lim Han-kim coba memperhatikan tampak
olehnya dua orang yang membawa lampu lentera itu
adalah dayang kecil berbaju hijau. Dengan langkah yang
lemah gemulai mereka melewati papan menuju daratan,
Mengikuti di belakang kedua orang dayang cilik tadi
adalah empat orang bocah berusia empat- lima belas
tahunan yang berbaju hitam.
Baik dandanan maupun perawakan tubuh mereka
seimbang, masing-masing menyoren sebilah pedang di
punggungnya. Pita merah di ujung pedang mereka
berkibar-kibar tertiup angin malam yang kencang.
sementara itu di geladak perahu kelihatan banyak
orang sedang sibuk hilir mudik kian ke mari, tapi tidak
jelas terlihat apa yang sebenarnya sedang mereka
sibukkan. sinar lentera masih menerangi ruang perahu
itu. Di sekeliling tempat itu pun penuh penjagaan, Dalam
pada itu dua orang dayang pembawa lentera tadi sudah
berdiri diam di tepi sungai, rambutnya yang panjang
berkibar-kibar pula terhembus angin malam. sementara
keempat orang bocah berbaju hitam yang menyoren
pedang itu dengan cepat menyebar dan mengurung Lim
Han- kim. 99 Perlahan-lahan Lim Han- kim mengalihkan
pandangannya memandang sekejap wajah keempat
bocah berbaju hitam itu, tapi kemudian mengalihkan
kembali perhatiannya ke arus sungai yang mengalir deras
di tengah sungai. Jelas keempat bocah berbaju hitam itu belum
mempunyai pengalaman dalam menghadapi musuh,
Masing-masing berdiri di satu sudut dan mengepung Lim
Han-kim rapat-rapat sementara pedangnya telah dicabut
ke luar, siap-siap melancarkan serangan, Tapi anehnya
keempat orang itu tidak segera melancarkan serangan,
setelah mengepung, mereka hanya mengawasi Lim
Han- kim dengan termangu-mangu, seakan-akan sedang
menantikan sesuatu. saat itulah dari balik ruang perahu di kejauhan situ,
berkumandang suara perintah yang rendah lagi berat:
"Atas perintah dari Nio-nio...."
Serentak keempat bocah berbaju hitam itu meluruskan
tangan kirinya ke atas lalu sejajarkan sikunya dengan
dada, pedang di tangan kanan ditumpangkan pada
lengan kiri dan bersikap sangat menghormat Kedengaran
suara rendah dan berat itu bergema lagi: "Gusur ke atas
perahu si pengintip itu"
"Terima perintah Nio-nio" jawab keempat bocah itu
serentak 100 Mereka bergerak ke depan sambil membuka sebuah
jalan lewat menuju ke arah perahu, "Cepat naik ke
perahu" bentak bocah berbaju hitam yang berdiri di
sebelah kiri. Lim Han-kim memandang arus sungai dengan
termangu, seakan-akan dia tak mendengar perintah itu.
Dengan gusar kembali bocah itu membentak "Congek
rupanya kamu?" sambil maju ke depan, ia lancarkan
sebuah bacokan ke tubuh anak muda tersebut.
Lim Han-kim tetap berdiri tak bergerak, seolah-olah
tidak merasa ada bacokan yang mengarah ke tubuhnya,
Ketika ujung pedang itu sudah hampir menyentuh tubuh
Lim Han-kim, tiba-tiba bocah berbaju hitam itu menarik
kembali serangannya, kemudian hardiknya lagi: "Aku
suruh kau naik ke perahu, dengar tidak?"
Lim Han-kim berkerut kening, sinar matanya berkilat
sekejap tapi segera berubah murung kembali
Dipandanginya keempat bocah berbaju hitam itu sekejap
lalu perlahan-Iahan maju ke depan.
Bagaikan sedang menghadapi musuh be-sar, keempat
bocah dengan pedang terhunus itu tetap mengawasi
lawannya tak ber-kedip. ujung senjata mereka selalu
mengancam keempat jalan darah penting di tubuh
lawannya. 101 Dalam keadaan begini, bila salah satu di antara bocah
berbaju hitam itu benar-benar melancarkan serangan,
niscaya Lim Han-kim akan terluka parah dan
bermandikan darah, Tapi pemuda berwajah murung itu
benar-benar memiliki nyali yang besar.
Mungkin juga ia yakin dengan keampuhan ilmu
silatnya sehingga terhadap ancaman pedang lawan yang
mengarah keempat buah jalan darahnya itu, ia sama
sekali tidak menaruh perhatian.
Dengan sikap yang dingin dan kaku, perlahan-lahan
dia berjalan menuju ke perahu raksasa itu. setelah
melewati papan penyeberangan sampai di ujung geladak.
ia segera jumpai lagi belasan orang lelaki berbaju ketat
warna hitam berdiri serius di sekitar situ.
"Ajak dia masuk ke dalam ruangan" suara perintah
tadi bergema lagi dari dalam ruangan. Keempat bocah
berbaju hitam itu serentak menggetarkan pedangnya
membentuk berkuntum- kuntum bunga pedang yang
membias di sekeliling arena, hardiknya lagi: " Cepat
masuk ke dalam ruangan"
Lim Han-kim memperhatikan sekejap sekeliling tempat
itu, kemudian baru melangkah masuk ke dalam ruangan,
Dua buah lilin sebesar lengan bocah mencorongkan sinar
terang dalam ruangan perahu itu
102 Empat buah lentera berbanjar di sisinya, kain sutera
berwarna kuning menghiasi keempat belah dinding ruang
perahu itu, ditambah delapan biji mutiara sebesar
kelengkeng tertera di dinding berlapiskan kain kuning
tadi, Ketika terkena sorotan sinar lilin mutiara-mutiara itu
segera memantulkan sinar gemerlap yang amat
menyilaukan mata. Dekat dinding sebelah belakang, di balik kain tirai
be^arna kuning, terdapat sebuah meja, kursi di belakang
meja itu dalam keadaan kosong.
Dengan sikap yang amat menghormat keempat bocah
berbaju hitam itu berdiri berjajar di depan kursi itu.
Bocah di sebelah kiri segera menjura sambil melapor:
"Tawanan telah sampai, siap menunggu perintah Nio-nio
selanjutnya" Lim Han-kim sama sekali tak menggubris sikap bocahbocah
itu. ia tetap berdiri santai sambil berpangku
tangan dan menikmati lukisan pemandangan alam yang
tergantung di dinding. sementara dia masih termangu, dari balik ruang dalam
kedengaran suara kemerincingan nyaring, disusul
kemudian muncul empat orang dayang kecil berbaju
hijau yang mengiringi seorang nyonya berbaju kuning.
Lim Han-kim sama sekali tidak berpaling, dia masih
memandangi lukisan pemandangan alam yang
103 tergantung di dinding, seakan-akan tak sadar kalau
dalam ruang perahu itu telah muncul serombongan
manusia lagi. setelah mengambil tempat duduk di kursi kebesaran
itu, nyonya berbaju kuning itu baru membentak: "Kau
mengerti dosamu?" Walaupun nada suaranya merdu bagaikan kicauan
burung nuri, tapi mengandung wibawa yang luar biasa,
hal mana membuat Lim Han-kim berpaling tanpa terasa.
Tapi ia segera tertegun dibuatnya.
Ternyata nyonya berbaju kuning itu meskipun memiliki
suara yang merdu seperti kicauan burung nuri, namun
memiliki wajah yang amat jelek dan menyeramkan
Mukanya penuh noda-noda berwarna hijau dan putih,
sekalipun tubuhnya mengenakan pakaian kuning yang
halus dan mahal harganya, namun tidak mengurangi
keseraman penampilannya, membuat siapa pun segan
untuk melihatnya kembali. Terdengar nyonya berbaju
kuning itu dengan suaranya yang merdu kembali
menengur: "Setelah bertemu aku, berani amat kau tidak memberi
hormat, hmmm Besar nian nyalimu" Lim Han-kim hanya
tertawa hambar, ia tetap membungkam diri dalam seribu
bahasa. 104 "Hey, tuli rupanya kamu?" bentak nyonya berbaju


Pedang Keadilan Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kuning itu lagi dengan penuh kegusaran-
Lim Han-kim mengerutkan keningnya, agak segan dia
bertanya: "Ada apa?"
Nadanya tetap dingin, hambar dan santai, sedikit pun
tidak merasa takut apalagi ngeri, Sikap seperti ini segera
membuat nyonya berbaju kuning itu tertegun, sampai
lama sekali dia termenung sebelum katanya lagi:
"Hmmm, belum pernah kujumpai di dunia ini ada
orang yang berani memandang enteng diriku"
Lim Han-kim angkat kepalanya memandang nyonya
berbaju kuning itu sekejap lalu pelan-pelan
menundukkan kepalanya lagi, seakan-akan tidak
mendengar teguran tersebut
Nyonya berbaju kuning itu bertambah gusar setelah
melihat sikapnya yang dingin dan tidak perduli, teriaknya
marah: "Aku tak percaya kalau di dunia ada orang yang
tahan siksaan badan, hmmm Cambuk dulu dua puluh
kali" Satu di antara keempat dayang berbaju hijau yang
berdiri di belakang nyonya berbaju kuning itu menyahut.
Dia keluarkan sebuah cambuk kulit dari bawah meja, lalu
diayunkan ke tubuh pemuda itu.
105 Dengan suatu gerakan enteng Lim Han-kim
membalikkan badan menghindari serangan itu. Ujung
cambuk yang menimbulkan suara desingan angin tajam
menyambar lewat dari sisi bajunya, "He, he, he...
rupanya manusia latah yang menganggap ilmu silatnya
sudah cukup mahir...." jengek nyonya berbaju kuning itu
sambil tertawa dingin. sementara pembicaraan masih berlangsung, dayang
kecil berbaju hijau itu sudah menarik kembali cambuknya
pergelangan tangannya digetarkan, cambuk tersebut
langsung membabat miring ke samping. Deruan angin
serangan yang memekak telinga pun bergema memenuhi
seluruh ruang perahu. Lim Han-kim gerakkan sepasang bahunya, di tengah
bayangan cambuk yang menyambar dan membabat
terlihat badannya menyelinap kian ke mari dengan
entengnya. Dalam sekejap mata dayang kecil berbaju
hijau itu sudah melepaskan dua puluh kali cambukan,
namun tak satu pun yang berhasil mengenai badan Lim
Han-kim. "Tahan" Tiba-tiba nyonya berbaju kuning itu
menghardik. Dayang kecil berbaju hijau itu serentak
menarik kembali cambuknya, gagal melukai musuhnya ia
jadi malu setengah mati, Pipinya berubah jadi merah
membara. 106 Lim Han-kim sendiri tetap bersikap dingin dan hambar,
susah untuk orang lain menduga apakah ia sedang
gembira atau marah. Gemerincingan suara nyaring
bergema membelah keheningan Perlahan-lahan nyonya
berbaju kuning itu meninggalkan tempat duduknya dan
maju ke tengah arena. Dari tangan si dayang kecil tadi ia minta cambuk kulit
tersebut, kemudian katanya: "Tak heran kau begitu
sombong dan latah, ternyata punya kemampuan yang
dapat diandalkan. Kalau kulihat dari kemampuanmu yang bisa
menghindari cambukan hanya dalam ruang beberapa
depa saja, rasanya ilmu meringankan tubuh yang kau
miliki benar-benar sudah mencapai kesempurnaan"
Lim Han-kim menghela napas panjang: "Aaaai,
hubungan antara kita bagaikan air sumur yang tidak
mencampuri air sungai, apa sebenarnya maksud kalian
menawanku ke dalam perahu ini?"
Tiba-tiba nyonya berbaju kuning itu tertawa sehingga
nampak sebaris giginya yang putih bersih dan rapi,
katanya: "Belum pernah ada orang yang berani
mengintip bila perahuku sedang berlayar lewat...."
Tiba-tiba ia berhenti bicara dan pusatkan perhatian
untuk mendengarkan sesuatu, suara perempuan itu
benar-benar merdu merayu, ditambah giginya yang rapi
107 dan putih, Kalau tidak memandang wajahnya yang amat
jelek, orang pasti akan membayangkan betapa cantik
dan menariknya perempuan itu.
Tiba-tiba Lim Han-kim membalikkan tubuhnya dan
melangkah ke luar dari ruang perahu. Nyonya berbaju
kuning itu segera menyentak pergelangan tangan-nya,
tahu-tahu cambuk kulit itu sudah menyambar ke muka
langsung menggulung sepasang kaki Lim Han-kim,
tegurnya dingin, "Asal kau dapat menghindari tiga jurus
serangan cambukku, pasti akan kuijinkan kau turun dari
perahu ini dengan selamat."
Lim Han-kim menghimpun tenaga dalamnya,
mengikuti gerak sambaran cambuk itu dia bersalto satu
kali di udara, lalu melayang turun kembali ke pos isi
semula, Gerakan tubuh yang begitu lincah, ringan dan
cepat itu langsung mengejutkan nyonya berbaju kuning
itu. setelah termangu sekejap. cambuknya kembali
diayunkan menyapu miring ke samping.
Lim Han-kim mengibaskan tangan kanannya, tiba-tiba
berkelebat sinar perak dari ujung bajunya langsung
menghantam ujung cambuk yang dilancarkan nyonya
berbaju kuning itu. Tenaga pukulan yang sangat kuat
langsung menggetarkan cambuk itu hingga mental ke
belakang. "Hmmm, hebat benar kepandaianmu." jengek nyonya
berbaju kuning itu sambil mengernyitkan dahi.
108 pergelangan tangannya kembali digetarkan cambuk kulit
itu semula lemas tahu-tahu menjadi tegang dan kaku
langsung menusuk ke dada lawan, Lim Han-kim
mengerutkan kening, ia kibas tangan kirinya, Dengan
keras lawan keras ia cengkeram cambuk lawan.
Tatkala ujung cambuk dan cengkeraman pemuda itu
hampir bersentuhan, tiba-tiba nyonya berbaju kuning itu
merendahkan pergelangan tangannya, cambuk yang
semula menusuk lurus tahu-tahu berputar arah di tengah
jalan, ketika hampir menyentuh tanah, cambuk itu
berbelok menyambar ke kanan.
Perubahan dengan menggunakan tenaga yang
dilakukan dalam waktu singkat semacam ini merupakan
ilmu silat yang amat langka dalam dunia persilatan Mimpi
pun Lim Han-kim tidak menyangka kalau cambuk yang
sedang menusuk ke dadanya ternyata memiliki tiga
macam kekuatan yang berbeda dalam waktu yang
bersamaan. Untuk sesaat dia tak sanggup
menghadapinya, ujung cambuk itu langsung
menghantam lutut kanannya.
sebaliknya bagi nyonya berbaju kuning itu, meski ia
sanggup menggunakan tiga macam tenaga yang berbeda
dalam waktu yang bersamaan di dalam cambuk itu dan
tepat menghantam lutut kanan Lim Han-kim, tapi sayang
kekuatan yang terkandung dalam cambuk itu sudah jauh
berkurang sehingga tak mampu untuk melukai lawan.
109 Begitu ujung cambuk menghantam lutut kanan
pemuda itu, senjata tersebut langsung lemas dan jatuh
ke tanah, Terlihat bayangan kuning berkelebat lewat,
diiringi suara gemerincingan nyaring, Nyonya berbaju
kuning itu sudah meninggalkan ruangan dan lenyap dari
pandangan, Lim Han-kim berdiri termangu diposisi
semula, wajahnya nampak lebih murung dan sedih.
Keempat bocah berbaju hitam itu dengan pedang
terhunus telah berdiri berjajar di muka pintu ruangan.
Tampaknya mereka sudah siap menghadang jalan pergi
pemuda itu, Dengan wajah murung Lim Han-kim memperhatikan
sekejap sekeliling ruangan, kemudian perlahan-lahan
maju ke depan. Dari sikapnya itu, jelas dia sudah siap
menggunakan kekerasan untuk memaksa keempat bocah
berbaju hitam itu menyingkir dari posisi pintu ruang
kapal. "Tunggu sebentar, tuan" Mendadak seorang dayang
kecil berbahu hijau memburu datang sambil berseru. Lim
Han-kim berhenti sambil berpaling, diawasinya dayang
kecil berbaju hijau itu tanpa berkata-kata
"siangkong" ujar dagang itu sambil tersenyum. "
Harap tunggu sebentar, tunggulah perintah dari Nio-nio"
"Ada apa?" 110 "Masa cuma kata-kata itu yang bisa kau ucapkan?"
tegur si dayang sambil tersenyum.
"Kecuali kalian mampu menghalangi kepergianku"
Alis matanya berkerut, sinar matanya berkelebat tibatiba
terlintas selapis cahaya terang dibalik wajahnya yang
murung. Dayang berbaju hijau itu agak tertegun,
katanya: "Setiap orang yang berada di perahu ini
mengerti silat dan rata-rata berkepandaian tinggi Kau
anggap dengan kemampuan yang kamu miliki, kau
seorang bisa pergi dari sini dengan mudah?"
Lim Han-kim tertawa hambar, ia meneruskan
langkahnya keluar dari ruang perahu itu. Serentak
keempat bocah berbaju hitam itu menggerakkan
pedangnya melancarkan serangan, selapis kabut pedang
segera menyelimuti seluruh angkasa, Lim Han-kim sama
sekali tak perduli seakan-akan tidak melihat adanya
kabut pedang yang menyelimuti di sekitar situ, ia tetap
meneruskan langkahnya ke depan-
"Berhenti" bentakan lembut kembali berkumandang
dari belakang tubuhnya. Lim Han-kim tidak perduli, dia
balas membentak: "Siapa berani menghalangiku,
mampus" Dengan cekatan dia menerjang ke luar dari ruang
perahu, Empat bilah pedang dengan membawa empat
gulung cahaya tajam secepat kilat menyambar pula ke
111 depan, masing-masing menusuk empat buah jalan darah
penting di tubuh Lim Han-kim.
Terhadap datangnya ancaman itu Lim Han-kim tidak
menggubris. sepintas lalu ia nampak seperti tak siap,
namun begitu turun tangan cepatnya bagaikan sambaran
kilat Di antara ayunan tangan kanannya tahu-tahu ia
sudah cengkeram pergelangan tangan kanan seorang
bocah berbaiu hitam itu, kemudian dengan
menggunakan pedang di tangan bocah tersebut dia
tangkis serangan ketiga orang lawan lainnya.
"Traaaang..." Dengan menimbulkan benturan nyaring, ketiga bilah
pedang itu sudah terpental ke belakang. Dalam posisi
demikian, meskipun bocah berbaju hitam itu masih
memegang pedang, sesungguhnya dia sudah kehilangan
kemampuannya untuk menguasai senjata tersebut Bukan
kepalang rasa terkejut dan ngerinya waktu itu,
Begitu berhasil menghancurkan serangan pedang yang
menghalangi jalan perginya, Lim Han-kim segera
menerjang ke luar dari ruang perahu. Tapi apa yang
kemudian terlihat di sekelilingnya membuat pemuda itu
tertegun, Ternyata perahu itu sudah berada di tengah
sungai. Delapan orang manusia berbaju hitam dengan senjata
terhunus berdiri di sekeliling geladak. jika dilihat
dariposisi yang mereka tempati, tampaknya rombongan
112 tersebut sedang membentuk sebuah barisan yang khusus
dipakai untuk menghalau terjangan musuh.
Lim Han-kim berlagak seakan-akan tidak melihat
kehadiran ke delapan jago bersenjata yang berdiri
dengan wajah membunuh itu, sorot matanya dialihkan ke
tengah sungai dan termangu- mangu. Wajahnya yang
semula sudah murung, kini nampak bertambah murung,
sepasang alis matanya berkerut, sinar matanya makin
memudar, ia berdiri termangu di sana bagaikan sebuah
patung. Untuk beberapa saat lamanya kedua belah pihak
sama-sama berdiam diri tanpa melakukan sesuatu pun.
sementara itu, keempat bocah berbaju hitam tadi telah
mengejar pula ke luar dari ruang perahu, namun, mereka
sudah mulaijeri dan ngeri terhadap kehebatan ilmu silat
Lim Han-kim, sehingga tak seorang pun di antara mereka
berani bertindak sembarangan
sikap Lim Han-kim makin lama kelihatan semakin loyo,
tiba-tiba saja bagaikan orang yang terserang penyakit
parah, ia tak sanggup menopang tubuhnya lagi hingga
perlahan-lahan terperosok duduk di lantai.
Walaupun begitu, gempurannya yang jitu dan hebat
tadi rupanya masih meninggalkan kesan mendalam di
benak orang-orang berbaju hitam itu, sehingga mereka
pun tak berani sembarangan bertindak
113 Angin malam berhembus kencang, suara ombak
memekikkan telinga, dari deruan angin dan deruan
ombak yang ramai dapat disimpulkan bahwa perahu
tersebut telah berada di tengah sungai, sepenanakan
nasi lamanya telah lewat, suasana tetap hening, sepi,
tanpa suatu kejadian pun.
saat inilah, dua orang dayang kecil berbaju hijau tibatiba
muncul di geladak sambil berkata: "Nio-nio ada
perintah, harap siangkong masuk ke ruang belakang
untuk berbincang-bincang . "
Perlahan-lahan Lim Han-kim berdiri, setelah manggutmanggut,
dia berjalan mengikuti kedua orang dayang itu,
Tampaknya dua orang dayang kecil berbaju hijau itu
tidak menyangka kalau pemuda berilmu tinggi yang
nampak sombong dan takabur" ini secara tiba-tiba dapat
berubah menjadi begitu lembut dan penurut, timbul rasa
heran di hati kecilnya.

Pedang Keadilan Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aneh benar watak pemuda ini." pikirnya, "sungguh
tak terduga sikapnya dapat berubah-ubah semudah ini."
Di bawah iringan kedua orang gadis itu, Lim Han-kim
melangkah masuk ke ruang belakang, sesudah melewati
ruang perahu yang megah dan mewah itu, dayang
berbaju hijau yang di sebelah kiri membuka sebuah tirai
kuning di sampingnya seraya berseru: "Siangkong,
silahkan masuk ke mari."
114 Lim Han-kim memperhatikan sebentar sekeliling
ruangan itu, kemudian melangkah masuk, Dayang
berbaju hijau itu segera turunkan kembali tirai kuningnya
dan merapatkan pintu ruangan.
Tempat itu merupakan sebuah ruangan yang kecil tapi
indah dan rapi, empat belah dindingnya berwarna biru
langit, sebuah meja berukiran indah terletak di tengah
ruangan, Di atas meja telah tersedia empat macam
hidangan lezat dan arak wangi.
Waktu nyonya berbaju kuning itu sudah
menanggalkan dandanan mewahnya, kini dia memakai
baju panjang berwarna biru langit Rambutnya yang
panjang dibiarkan terurai di bahu, ia berdiri di depan
jendela, membiarkan angin sungai mengibarkan rambut
serta bajunya. Lim Han-kim memperhatikan sebentar situasi di
sekelilingnya, kemudian sambil bersandar di dinding
ruangan, ia berdiri membungkam. "Apakah kau anggap
aku jelek sekali?" Terdengar suara merdu itu
berkumandang, Lim Han-kim hanya mengerdipkan
matanya beberapa kali, dia tetap membungkam diri.
suara merdu itu bergema lagi: "Aku bernama Liu Bi-ji,
tapi orang jarang memakainya untuk menyebutku
biasanya orang memanggilku Kim Nio-nio, kau akan
memanggilku dengan sebutan yang mana?" Kali ini Lim
Han-kim berkedip pun tidak, apalagi menjawab.
115 "Eeei, mengapa kau membungkam terus?" tegur Kim
Nio-nio. sambil berbicara, perlahan-lahan ia membalikkan
badan. Ketika menjumpai Lim Han-kim berdiri sambil
pejamkan mata, kembali ia berkata sambil menghela
napas panjang: "Maukah kau membuka mata menatap
wajahku?" Dengan mata tetap terpejam Lim Han-kim berkata:
"Sebenarnya apa maksudmu menawanku ke perahu ini"
cepat bebaskan aku kalau tidak...."
"Hahahahaha... kalau tidak mengapa?" Kim Nio-nio
tertawa terkekeh kekeh, "setiap orang yang pernah
singgah di istana perahuku ini, selalu hanya ada dua
pilihan...." "Hmmm, dua pilihan yang bagaimana?"
"Kesatu, bersedia takluk dan jadi anak buahku, Kedua,
mati dan mayatnya ditenggelamkan ke sungai untuk
umpan ikan." Lim Han-kim tidak menggubris lagi, perlahan-lahan dia
sandarkan tubuhnya di dinding perahu lalu pejamkan
mata, diam-diam ia putar otak mencari akal untuk
meloloskan diri Kim Nio-nio merupakan seorang jago kawakan yang
sangat berpengalaman di dalam dunia persilatan, entah
116 sudah berapa banyak tokoh silat yang berhasil
dikalahkan atau ditaklukkannya, Tapi menghadapi
pemuda dingin yang tenang dan berkepandaian ampuh
ini, dia merasa sedikit serba salah.
Namun bagaimanapunjuga ia sudah cukup makan
asam garam, ia sadar untuk menghadapi manusia yang
tak takut mati dan tidak tertarik dengan pangkat serta
kekayaan ini dia mesti bertindak secara halus.
Dia harus menunggu sampai pemuda itu berbicara
lebih dulu, kemudian mencari titik kelemahan dari
pembicaraannya dan mempergunakannya untuk
memaksa dia menuruti kehendak hatinya.
Dia yakin setiap manusia pasti punya kelemahan,
hanya kelemahan setiap orang berbeda. Karena itu Liu
Bi-ji membalikkan badan memandang ke luar jendela dan
tidak, berbicara lagi. Ternyata dugaannya benar juga, ketika sampai lama
tidak mendengar perempuan itu berbicara, Lim Han-kim
jadi habis sabarnya, tanpa terasa dia membuka matanya
kembali Keningnya segera berkerut setelah menjumpai
perempuan itu hanya memandang ke luar jendela
seakan-akan sedang kenikmati keindahan malam, diamdlam
pikirnya: "sekarang, perahu ini berada di tengah sungai, jelas
aku tak bisa memaksa untuk menepi lagi, Agaknya aku
117 mesti membekuk Kim Nio-nio dengan serangan kilat,
begitu tertangkap aku akan memaksanya untuk
menghantarku ke daratan.,.."
Di tengah hembusan angin malam, tiba-iiba terdengar
suara orang sedang memanggil toakonya, suara itu
penuh rasa cemas dan panik, Lim Han- kim segera
mengenali suara itu sebagai suara adiknya, Yu siongliong.
satu ingatan segera melintas dalam benaknya, ia
tak dapat menanti lebih lanjut dengan membiarkan
perahu itu terbawa arus semakin menjauhi tempat
tersebut Berkilat sepasang mata pemuda ini, dengan
suatu gerakan cepat bagaikan sambaran kilat ia melejit
ke hadapan Kim Nio-nio lalu mencengkeram bahunya
dengan sambaran kilat Biarpun Kim Nio-nio sedang berdiri membelakanginya,
tapi ia seakan-akan punya mata di punggungnya, Begitu
Lim Han- kim bergerak maju, dia pun memutar badannya
secara tiba-tiba dan menghindar sejauh lima depa ke
samping. Di bawah sinar lentera, tampak matanya yang
mendelik besar memancarkan sinar kecerdikan, sambil
tersenyum tegurnya: "Tak kusangka manusia macam kau
pun berani membokong orang"
Kontan Lim Han-kim merasakan mukanya jadi merah
padam dan panas, cepat-cepat serunya. "Kalau kau tidak
118 cepat-cepat menghantarku ke darat, jangan salahkan
kalau kuserang lagi dengan lebih ganas."
Kim Nio-nio tersenyum, "saat ini malam sudah larut,
lagipula hidangan lezat dan arak wangi sudah tersedia.
Apakah kau tidak merasa bahwa pertarungan dalam
keadaan begini hanya akan merusak suasana?"
sekalipun wajahnya penuh bopeng, namun selagi
tersenyum, perempuan itu punya daya pikat yang amat
menawan. Lim Han-kim berusaha mengendalikan gejolak
perasaannya, setelah tenang sahutnya dingin: "saudara
ku sedang mencariku, aku harus mendarat sekarang
juga." Kembali Kim Nio-nio tertawa hambar, "Di kolong langit
dewasa ini, belum pernah ada orang yang berani
memerintahku untuk berbuat sesuatu yang menentang
kehendak hatiku." Lim Han-kim tidak banyak bicara lagi, sambil
membalikkan tubuh secepat petir dia menerjang maju,
sementara tangan kanannya melepaskan sebuah
pukulan, Kembali Kim Nio-nio menggerakkan bahunya,
tahu-tahu dia sudah menyingkir lagi sejauh tiga depa.
Lim Han-kim kuatir tenaga pukulannya merusak
dinding ruangan perahu, sebelum serangannya
menyentuh benda tersebut tiba-tiba saja dia menarik
kembali pukulannya sambil melepaskan sebuah totokan.
119 Dengan santai Kim Nio-nio menjinjing gaunnya
sehingga nampak kakinya yang putih bersih, sekali
melompat ia sudah meloloskan diri dari totokan kilat
tersebut, "Eeei, rupanya kau benar-benar ingin tarung
denganku." tegurnya sambil tertawa.
"Baiklah, kalau ingin bertempur, lebih baik nikmati
dulu hidangan yang sudah tersedia kemudian kita
bertarung sepuasnya di geladak perahu sebelah sana...."
Begitu dua kali serangannya gagal mencapai sasaran,
Lim Han- kim segera menarik kembali tangannya
melintang sejajar dada. Kemudian secepat kilat dia
mengejar ke muka dan melepaskan satu serangan hgi
dengan jurus "Membersihkan Debu Berbincang santai."
Kim Nio-nio tertawa terkekeh- kekth, "Hahaha... hatihati,
jangan sampai menghancurkan cawan dan mangkuk
di meja." ejeknya, Di tengah suara tertawanya yang merdu ia melompat
ke atas dan lagi-lagi berhasil menghindari diri dari
sergapan tersebut Lim Han- kim mendengus dingin,
menggunakan kesempatan selagi tubuh lawan belum
melayang turun ke lantai, telapak tangan kanannya yang
sejajar dada kembali melepaskan sebuah pukulan cepat.
serangan tersebut boleh dibilang dilepaskan tepat
pada saatnya, bersamaan ketika kaki Kim Nio-nio
120 melayang turun ke lantai, angin pukulan Lim Han- kim
yang keras telah menyambar tiba.
Jangan dilihat Kim Nio-nio hanya seorang perempuan
yang lemah lembut, ternyata dia memiliki ilmu silat yang
betul-betul mengerikan, dalam keadaan begini ia sama
sekali tidak panik, Di antara ayunan tangannya,
mendadak tubuhnya melejit lurus ke atas.
Kakinya menyusut ke atas dan di sela-sela waktu yang
amat singkat ia sudah berjumpalitan di udara lalu
melayang turun di atas bangku di sisi ruangan.
"Hebat nian ilmu merintangkan tubuh perempuan
ini...." puji Lim Han-kim termangu sejenak, Cepat-cepat
dia menarik kembali serangannya sambil bersiap sedia.
Dengan suatu gerakan yang ringan tapi amat indah,
Kim Nio-nio melayang turun ke atas bangku kuyu itu
setelah membereskan rambutnya yang terurai, katanya
sambil tersenyum: "Kau tak boleh bertarung lagi...."
sementara itu suara teriakan Yu siau-liong kedengaran
makin menyayat hati, suaranya melengking berbaur
dengan suara ombak membuat pemandangan yang amat
tak sedap. Wajah Han-kim berubah semakin berat dan
gelap. sesudah berpikir sejenak, mendadak ia menerjang
ke luar dari ruanganTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
121 "Berhenti" bentakan nyaring menggema di udara.
Tiba-tiba Kim Nio-nio melompat ke depan, secepat kilat
jari tangannya menyambar ke muka melepaskan sebuah
cengkeraman Lim Han-kim membalikkan tubuhnya, dengan ujung
jari telunjuknya dia balas menotok urat nadi perempuan
itu Kim Nio-nio merendahkan pergelangan tangannya ke
bawah, lalu berbalik menotok jalan darah "Ci-ti-hiat" di
dada Lim Han-kim Tampak dua jari tangan saling
berputar, sebentar naik sebentar turun, dalam sekejap
mata kedua belah pihak telah bertarung lima gebrakan.
Kelima jurus gebrakan tersebut dilakukan sama-sama
cepat dan sama-sama berbahayanya, masing-masing
pihak berusaha merobohkan lawannya dalam waktu
tercepat. Tiba-tiba Kim Nio-nio melepaskan sebuah
tendangan kilat, di antara gaunnya yang berkibar,
kelihatan betis dan pahanya yang putih mulus dan
menawan hati. Dengan perasaan terperanjat Lim Han- kim menyusut
mundur dan menghindar sejauh tiga depa, Terdengar
Kim Nio-nio menghela napas panjang: "Aaaai,.,
berdasarkan kemampuanmu yang berani melayani
pertarungan jarak dekat, sudah sepantasnya kalau
kuhantar kau mendarat...."
122 Mendadak ia menarik kembali wajahnya yang penuh
senyuman, dengan serius dan bersungguh-sungguh ia
memberi hormat kemudian menambahkan.
"Dapat berjumpa berarti di antara kita memang
berjodoh, silahkan menikmati hidangan seadanya lebih
dulu, kemudian pasti akan kuhantar kau kembali ke
daratan" selagi tertawa, perempuan itu kelihatan menawan
hati, tapi selagi serius ia justru menunjukkan
kewibawaan yang luar biasa. Lim Han- kim merasa
seakan-akan dia berhadapan dengan dua orang yang
berbeda. Menghadapi kewibawaan yang terpancar dari
wajah perempuan tersebut, tanpa terasa dia pun balas
memberi hormat. "Terima kasih atas kebaikan Nio-nio, aku kuatir adikku
terlalu cemas sehingga terjadi sesuatu yang tak
diinginkan...." Kim Nio-nio tidak banyak bicara lagi, ia bertepuk
tangan sekali, Tirai bergerak, muncul seorang dayang
kecil berbaju hijau dari luar ruangan, dengan sikap
sangat menghormat katanya: "Siap menantikan titah Nionio"
"Perintahkan mereka untuk putar kemudi dan hantar
tuan muda ini ke tempat semula"
123 Dayang kecil berbaju hijau itu mengiakan dan segera
mengundurkan diri, Perlahan-lahan Kim Nio-nio duduk
kembali, sambil menuding bangku di hadapannya ia berkata:
"Gelisah pun tak usah terburu-buru, silahkan
duduk" Lim Han-kim berpikir sejenak, tapi akhirnya duduk.
Kim Nio-nio mengangkat cawan di hadapannya,
Memenuhi dulu cawan di hadapan Lim Han-kim dengan
arak, kemudian setelah memenuhi pula cawannya, dia
ber-kata: "Hampir semua jago di dunia persilatan tahu
kalau di dunia ini terdapat seorang perempuan bernama
Kim Nio-nio yang malang melintang di sungai besar, tapi


Pedang Keadilan Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jarang ada yang pernah menjumpai raut wajah asliku
kecuali beberapa orang dayang di sampingku." Lim Hankim
hanya mendehem tanpa menjawab.
Kim Nio-nio mengira dia hendak berbicara,
ditunggunya sebentar Melihat pemuda itu tetap
membungkam, tanpa terasa tegurnya sambil tersenyum:
"Kelihatannya kau tak suka banyak bicara?"
Lim Han-kim manggut-manggut. Kembali Kim Nio-nio
tersenyum: "Kehebatan ilmu silatmu dan keketusan sikapmu
benar-benar jarang dijumpai dalam dunia persilatan"
"Ilmu silat yang nona miliki pun tidak berada di bawah
kepandaianku." 124 Kim Nio-nio membenahi rambutnya yang terurai di
bahu, perlahan-lahan ia berkata: "jika usiamu sudah
mencapai tiga puluh tahunan, memiliki ilmu silat sehebat
ini bukan terhitung hebat dan aneh. Tapi usiamu baru
dua puluh tahunan, ilmu silatmu sudah mencapai puncak
kesempurnaan- Kejadian semacam ini benar-benar
sangat langka." "Nona terlalu memuji"
Tiba-tiba Kim Nio-nio menghela napas paniang:
"Aaaai... setelah berpisah malam ini, entah sampai kapan
kita baru berjodoh untuk bertemu lagi Tuan muda,
bersediakah kau memberitahu siapa namamu?"
"Aku Lim Han-kim"
"Berapa umurmu tahun ini?" Kembali Kim Nio-nio
bertanya sambil tertawa manis. Lim Han-kim tertegun,
untuk sesaat dia tidak menjawab.
Terhadap sikap pemuda tersebut ternyata Kim Nio-nio
tidak memasukkannya ke dalam hati, sambil tersenyum
ia kembali berkata: "Kalau kupandang sikapmu yang
dingin, sayu, murung dan hambar, hampir kukira kau
sudah kakek-kakek bangkotan. Aaaai... masih muda
sudah mempunyai watak murung semacam ini,
nampaknya kau memiliki masa lalu yang amat
memedihkan hati?" 125 setelah berhenti sejenak. tambahnya: "Kalau tidak
salah taksir, usiamu sudah dua puluh tahun bukan?"
"Aku sudah dua puluh satu tahun." perlahan-lahan Kim
Nio-nio menundukkan kepalanya sambil membalik badan.
sampai lama kemudian ia baru berpaling kembali, hanya
genangan air mata masih nampak membasahi kelopak
matanya, sambil tersenyum katanya lagi: "Umurku empat
belas tahun lebih tua, tak ada salahnya kalau kupanggil
kau sebagai saudara cilik bukan "
"Soal ini, soal ini...."
"Sebagai sesama anggota dunia persilatan kau tak
usah terikat oleh segala tata cara dan tradisi...."
Kemudian setelah berhenti sebentar, terusnya: "Andaikan
adikku masih hidup, tahun ini usianya semestinya sebaya
dengan usiamu." "Adikmu?" "Yaa, dia lenyap ketika masih berumur tiga tahun,
hingga kini jejaknya belum kutemukan Aaaai... Moggmoga
Thian masih melindungi sehingga kami kakak
beradik bisa berkumpul kembali suatu hari kelak."
Melihat kesedihan yang menyelimuti wajah perempuan
itu, Lim Han-kim ingin sekali mengucapkan kata-kata
menghibur tapi akhirnya dia urungkan niat tersebut.
126 setelah menyeka air matanya, Kim Nio-nio
meneruskan: "saudaraku agak mirip dengan wajahmu,
meski kesan tersebut tertinggal sewaktu dia masih kecil
dulu, namun selalu membekas dalam benakku secara
nyata, Dalam bayanganku, andaikata dia sudah tumbuh
dewasa, semestinya ia mempunyai perawakan setinggi
kau" segulung angin sungai berhembus lewat menyingkap
gaun yang dikenakan sehingga kelihatan lagi betis dan
pahanya yang putih bersih. Buru-buru dia menarik turun
gaunnya untuk menutupi kakinya yang telanjang, lalu
setelah pejamkan mata ia bertanya: "Tuan muda Lim,
apakah kau memandang rendah diriku?"
"Entahlah" jawab Lim Han-kim sambil tertawa hambar
Mula-mula Kim Nio-nio tertegun, menyusul kemudian
katanya sambil tertawa segan: "Ya benar, kau tak pernah
mau mencampuri urusan orang lain bukan?"
Lim Han-kim menghela napas panjang, ia seperti mau
bicara tapi kemudian niat tersebut diurungkan
Kim Nio-nio bangkit berdiri, sambil mengangkat
cawannya dia berkata: "sebentar lagi perahu akan
menepi, sebelum berpisah, biar kuhormati secawan arak
dulu untukmu." Lim Han-kim tidak menampik, dia mengangkat
cawannya dan sekali teguk menghabiskan isinya.
127 Pada saat itulah kedengaran suara orang
berkumandang masuk: "Lapor Nio-nio, perahu telah
mendarat" BAB 5. Geger Di Kuil Awan Hijau
Lim Han-kim sebera bangkit berdiri, memberi hormat
dan berlalu dari sana dengan langkah lebar, "saudara
cilik, tunggu sebentar" Tiba-tiba Kim Nio-nio berteriak
sambil menghentikan langkahnya, Lim Han-kim
berpaling, Sambil menyusul datang Kim Nio-nio berkata:"
walaupun kau tak berminat menganggapku sebagai
kakak. namun aku punya maksud menganggapmu
sebagai adik, Perduli bagaimana pandanganmu
terhadapku yang pasti aku dapat menemukan kembali
adikku yang hilang lewat nada suara, wajah serta
senyumanmu. . . . " Dari sakunya dia keluarkan sebuah lencana terbuat
dari emas, sambil disodorkan ke hadapan pemuda
tersebut, tambahnya: "Anggaplah lencana emas ini
merupakan tanda mataku untukmu, siapa tahu benda ini
akan berguna bagimu di kemudian hari."
Lim Han-kim berpikir sebentar, lalu mengangguk:
"Baiklah, akan kuterima pemberian ini"
Tanpa dilihat lagi, ia masukkan lencana tersebut ke
dalam sakunya, Kim Nio-nio tertawa sedih, serunya:
"Moga-moga Thian dapat mengaturnya kembali waktu
perjumpaan kita di kemudian hari, Dan sewaktu kita
128 bertemu lagi nanti, kuharap kau sudah dapat
melenyapkan kemurungan yang meliputi wajahmu,
Ingatlah, mesti banyak kejadian sedih terdapat di dunia
ini, namun masih banyak pula kenangan manis yang bisa
dibayangkan kembali, saudara cilik, semoga kau baikbaik
menjaga diri dan maaf cici tidak dapat menghantar"
Lim Han-kim menjura beberapa kali dan melangkah ke
luar dari ruang perahu dengan langkah lebar. Tujuh
delapan orang lelaki bersenjata yang berdiri berjajar di
geladak serentak membungkukkan badan memberi
hormat. Lim Han-kim menyapu pandang sekejap ke sekeliling
tempat itu, lalu tanpa membuang waktu lagi sebera
melangkah naik ke daratan,
Waktu itu Yu siau-liong sudah menanti di tepi sungai,
Begitu melihat Lim Han-kim naik ke darat, ia segera lari
menyambutnya. Kemudian sambil menghembuskan
napas panjang keluhnya: "Huuh, hampir saja membuatku
mati karena panik" Tampak Li Bun-yang sambil mengempit dua batang
kayu sepanjang tiga depa sedang memburu datang, Tapi
begitu melihat Lim Han-kim telah mendarat dengan
selamat, sambil tersenyum ia buang kayu-kayu itu ke
atas tanah. 129 Betapa terharunya Lim Han-kim setelah melihat
batangan kayu itu, dia tahu Li Bun-yang hendak
menggunakan daya apung kedua batang kayu itu untuk
mengejar perahu serta berusaha menyelamatkan
jiwanya. Tapi sebagai pemuda yang segan banyak cakap.
kali ini pun ia cuma manggut-manggut sambil tersenyum
Dengan suara setengah berbisik Li Bun-yang sebera
berkata: "Tampaknya perahu besar itu adalah istana berjalan di
tengah sungai yang sudah kondang namanya dalam
dunia persilatan Tak nyana saudara Lim bisa pulang
dengan selamat, sungguh membuat aku kagum.
Tampaknya pertempuran yang kau alami tadi sangat
sengit dan dahsyat...."
sambil tertawa Lim Han-kim menggeleng berulang
kali: "Keliru Mereka tidak memaksa aku untuk bertempur,
malah merekalah yang menghantarmu kembali ke sini."
"Aaah, masa begitu?" seru Li Bun-yang keheranan
Belum sempat Lim Han-kim menjawab, mendadak
kedengaran suara seorang perempuan berseru: "Tuan
muda Lim, apakah kau hendak menyeberang?"
"Sekalipun ingin menyeberang, aku tak berani
merepotkan kalian untuk menghantar."
130 Dari atas perahu besar itu pelan-pelan diturunkan
sebuah sampan kecil, kemudian mereka naikkan papan
pendarat dan berlayar lagi ke tengah sungai, Hanya
dalam waktu singkat perahu besar itu sudah lenyap di
kejauhan sana, kecepatannya sungguh luar biasa.
sementara sampan kecil yang diturunkan tadi, pelanpelan
meluncur ke tepian. sampan tersebut didayung oleh dua orang dayang
kecil berbaju hijau, samar-samar Lim Han-kim mengenali
kembali salah seorang di antaranya sebagai dayang yang
membawanya masuk ke ruang dalam untuk menjumpai
Kim Nio-nio tadi. Tampak dayang itu menghampiri Lim
Han-kim, setelah memberi hormat katanya lembut:
"Hamba mendapat perintah untuk menghantar tuan
muda menyeberangi sungai ini"
Lim Han-kim coba memperhatikan sampan tersebut
Tampak kedua ujung sampan tersebut berbentuk runcing
dan memanjang mirip ujung tombak. sedang badannya
pipih memanjang, paling banter hanya bisa memuat tiga
sampai lima orang. Melihat keraguan pemuda tersebut, sambil tersenyum
dayang berbaju hijau itu berkata lagi: "Tuan muda tak
usah kuatir, sejak kecil aku dibesarkan dalam air, kami
sudah terbiasa mengendalikan sampan sekecil ini,
tanggung tuan muda tak. akan dibuat panik apalagi
kaget." 131 "Tapi sampanmu begitu kecil, mana mungkin bisa
menyeberangi kami bertiga, ditambah dua ekor kuda?"
tukas Yu siau-liong" ragu-ragu.
"Jangan kuatir" sahut si dayang sambil tertawa,
"sampan ramping semacam ini memiliki daya apung yang
luar biasa besarnya, Asal kuda-kuda itu tidak berjingkrak
di atas sampan, tanggung kalian bisa kuseberang-kan
dengan selamat tanpa kekurangan sesuatu pun."
Yu siau-liong tak berani sembarangan mengambil
keputusan, ia memandang kakaknya sekejap baru
katanya: "Toako, apakah kita akan menggunakan
sampannya?" Lim Han-kim berpikir sebentar, akhirnya
mengangguk "Tuntunlah kuda-kuda itu ke sampan"
Yu siau-liong mengiakan dan sebera ber-lalu, Tak lama
kemudian ia sudah muncul di tepi sungai sambil
menuntun dua ekor kuda. Kedua orang dayang itu menurunkan dulu kedua ekor
kuda tersebut ke atas sampan, kemudian baru ujarnya
sambil tertawa: "Silahkan kalian bertiga naik ke sampan"
Li Bun-yang melompat turun dulu ke sampan, disusul
kemudian oleh Lim Han-kim dan Yu siau-liong. Li Bunyang
sudah cukup lama bergerak di dalam dunia
persilatan pengalamannya cukup matang, Begitu
melompat ke sampan, secara diam-diam dia awasi gerak
132 gerik kedua orang dayang itu. Walau di luarnya ia
bersikap santai. Cara kerja kedua orang dayang itu tampak sungguh
berpengalaman Satu mendayung yang lain memegang
kemudi, dalam waktu sekejap mereka sudah berada di
tengah sungai, Gulungan ombak yang besar sama sekali
tidak mengolengkan sampan kecil itu. Bagaikan anak
panah yang terlepas dari busurnya, sampan itu meluncur
lurus ke pantai seberang.
sementara itu Lim Han-kim duduk bersila di lantai dan
memejamkan matanya untuk mengatur pernapasan
Ketika Li Bun-yang mencoba memperhatikan pemuda
tersebut dan melihat jidatnya basah oleh butiran
keringat, hatinya jadi sangat keheranan Tapi ia segan
untuk bertanya, terpaksa pertanyaan tersebut
disimpannya di, dalam hati. Ketika mencapai pusat
sungai, ombak yang menggulung makin lama semakin
besar, ditambah beban yang dibawa sampan itu amat
berat, membuat sampan itu naik turun hampir rata
dengan permukaan air, keadaan sungguh mengerikan.
Untung saja kedua orang dayang itu sangat mahir
mengendalikan sampannya, setelah berjuang hampir
setengah jam lamanya, akhirnya sampailah mereka di
pantai seberang, Dengan menuntun kudanya Yusiauliong
mendarat duluan diikuti Li Bun-yang, Hanya Lim
133 Han-kim tetap duduk bersila tanpa bergerak, sementara
butiran keringat yang membasahi jidatnya makin deras.
Dua orang dayang itu keheranan, tak tahan seorang di
antaranya berseru keras, "Tuan muda Lim, perahu telah
merapat dengan darat. Kami masih harus kembali untuk
membuat laporan...."
Perlahan-lahan Lim Han-kim membuka matanya dan


Pedang Keadilan Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melompat turun dari sampan tersebut setelah berjalan
beberapa langkah, dia baru membalikkan badan sambil
katanya: "Terima kasih atas bantuan nona berdua."
"Tidak berani." Kedua orang dayang itu menyahut,
sambil tertawa, "Harap tuan muda menjaga diri baikbaik."
sampan itu didayung kembali ke tengah sungai,
Dalam waktu singkat mereka sudah lenyap di balik
gulungan ombak. selama ini Li Bun-yang memperhatikan terus keadaan
Lim Han-kim. Ketika itu ia menjumpai keringat yang
membasahi dahi pemuda tersebut telah hilang, perasaan
tegang pun telah pulih menjadi kemurungan, hal mana
membuatnya semakin tak habis mengerti, pikirnya: "Jika
dilihat dari keadaannya tadi, dia seakan-akan terserang
penyakit yang amat berat, tapi sekarang keadaannya
normal kembali, Betul-betul sangat aneh...."
Makin dipikir ia merasa semakin tak habis mengerti,
makin diingat makin kebingungan Tetapi dengan
134 pengalamannya yang cukup luas dalam dunia persilatan,
ia mengerti bahwa hal semacam itu tabu untuk
ditanyakan, maka masalah tersebut pun hanya disimpan
di dalam hati. setelah mendarat, berangkatlah ketiga orang itu
menuju ke Kuil Awan HHijau di Bukit Ciong-san. Li Bunyang
sangat hafal dengan daerah di sekitar sana,
Dipimpin olehnya, perjalanan mereka bertiga merasa
lebih cepat dan gampang. Kurang lebih dua jam kemudian, di kala matahari
mulai terbit di ufuk Timur, sampailah mereka bertiga di
depan Kuil Awan Hijau, Bangungan Kuil Awan Hijau tidak
termasuk luas, sekeliling pagarnya hanya memakai tanah
seluas setengah hektar saja.
Baru saja mereka bertiga sampai di luar kuil, tiba-tiba
pintu gerbang yang semula tertutup rapat itu terbuka
lebar, lalu seorang imam berjenggot panjang yang
berusia antara empat puluh tahunan muncul di muka
pintu menyambut kedatangan mere-ka.
Buru-buru Li Bun-yang berebut maju ke muka sambil
berseru: "Terima kasih, terima kasih, kami tak berani
merepotkan totiang untuk menyambut sendiri
kedatangan kami." Ternyata imam ini tak lain adalah ketua Kuil Awan
Hijau yang sedang mereka cari, sambil tersenyum ketua
135 Kuil Awan HHijau menyapa: "Tuan muda Li, rupanya kau
pun ikut datang." "Sudah lama aku tidak mengunjungi ketua, rasanya
kangen sekali, itulah sebabnya aku datang bertandang."
jawab Li Bun-yang tertawa.
"Aaah... aku mana berani menerima kunjungan ini,
silahkan masuk ke dalam kuil untuk minum teh."
sementara itu dua orang imam kecil muncul dari
belakang imam tersebut untuk menerima tali les kuda
dari tangan Yu siau-liong.
Yu siau-liong memperhatikan kedua orang imam kecil
itu sekejap, lalu menyerahkan tali les kudanya kepada
mereka dan menurunkan bekalan dari punggung kuda.
Dengan sinar mata yang tajam bagaikan sengatan
listrik, ketua Kuil Awan Hijau memperhatikan Lim Hankim
dan Yu siau-liong sekejap. lalu tanyanya perlahan:
"siapakah di antara kalian yang bernama tuan muda
Lim?" "Aku yang muda Lim Han-kim." Pemuda Lim segera
memberi hormat. "Boleh kutahu apakah tuan adalah
ketua Kuil Awan Hijau Ci Mia-cu?"
"Yaa, akulah orangnya." Imam itu terse-nyum, "Ibu
Anda telah mengirim surat lewat burung merpati yang
mengabarkan bahwa kau akan tiba di sini dalam
136 beberapa hari ini, karena itulah sudah cukup lama
kunantikan kedatangan tuan muda."
Dengan sedih Lim Han-kim menghela napas panjang,
kepalanya ditundukkan rendah-rendah. Dengan kening
berkerut Ci Mia-cu memperhatikan pemuda itu sekejap.
tapi cepat ujarnya lagi: "Silahkan masuk ke dalam kuil"
sambil berkata ia berjalan duluan menuju ke depan. Li
Bun-yang, Lim Han-kim dan Yu siau-liong sebera
mengikuti di belakang ketua Kuil Awan Hijau itu,
sementara kedua orang imam kecil tadi dengan
menuntun kuda berjalan lewat jalan setapak di sisi
bangunan. setelah melewati pelataran yang penuh ditumbuhi
bunga tho, mereka menaiki tujuh lapis anak tangga yang
terbuat dari batu keras, kemudian masuk ke sebuah
halaman lagi melalui sisi kiri gedung utama.
sebaris pohon bunga tho tumbuh mengelilingi sebuah
bangunan mungil ci Mia-cu langsung mengajak ketiga
orang tamunya memasuki ruangan tersebut.
Dalam ruangan tampak teratur rapi meja kursi yang
terbuat dari bambu, lantainya sangat bersih, seorang
imam kecil berdiri lurus di samping, "silahkan duduk...."
bisik Ci Mia-cu dengan lirih. Lalu kepada imam kecil di
samping ruangan ia berkata: " Hidangkan air teh"
137 Imam kecil itu mengiakan dan segera berlalu, Selang
beberapa saat kemudian dia telah muncul kembali
dengan membawa sebuah baki kayu.
"Silahkan kalian bertiga minum teh, aku hendak
mohon diri sekejap." kata ci Mia-cu
"Silahkan loecianpwee" sahut Li Bun-yang.
Sambil tertawa dan manggut-manggut ci Mia-cu
segera keluar dari ruangan dengan langkah tergesa-gesa.
sementara itu Li Bun-yang sudah merasakan gelagat
yang kurang enak, dipandangnya Lim Han-kim sekejap
lalu tegurnya: "Saudara Lim"
Paras muka Lim Han-kim yang pada dasarnya sudah
murung, kini kelihatan lebih muram, sepasang alis
matanya berkerut, agaknya ada sesuatu yang
mengganjal hati-nya. Tampak dia mengiakan perlahan dan angkat
kepalanya sambil bertanya: "Ada apa saudara Li?"
"Apakah saudara Lim sudah kenal dengan ketua Kuil
Awan Hijau?" "Belum" Lim Han-kim menggeleng.
Li Bun-yang tidak banyak bertanya lagi, diambilnya
cawan teh dan diteguk isinya, Seperminum teh lamanya
suasana berlalu dalam keheningan, bahkan Yu Siau-liong
138 yang biasanya selalu tertawa pun ikut terpengaruh oleh
situasi tersebut wajahnya yang kecil
dan memerah berubah jadi sangat tegang, ia duduk
mematung terus tanpa bicara.
Lebih kurang seperminum teh kemudian, ci Mia-cu
baru muncul kembali dengan wajah penuh senyuman,
sapanya: "Tuan muda Lim"
"Ada apa locianpwee...." Lim Han-kim menjura.
"syukur pendekar Ciu berhasil mempertahankan diri
hingga detik ini, dan syukur pula tuan muda Lim telah
berhasil sampai di sini"
Tiba-tiba saja paras muka Lim Han-kim berubah
sangat hebat Sekujur tubuhnya gemetar keras, namun
tak sepatah kata pun yang sanggup diutarakan ke luar.
Ci Mia-cu jadi sangat keheranan, setelah termenung
sejenak katanya: "Dalam surat yang dikirim lewat burung merpati,
ibumu mengatakan bahwa kau datang ke mari dengan
membawa pil mustika seribu tahun yang berkasiat
menyelamatkan jiwa orang.... Aaaai"
setelah menghela napas panjang, lanjutnya:
"Demi menyelamatkan jiwa pendekar Ciu, aku telah
berupaya dengan segala kemampuan yang kumiliki
139 syukur situasi yang demikian kritis segera akan
berlalu...." "Tuan ketua." tiba-tiba Li Bun-yang menyela, " Kecuali
pil jinsom seribu tahun, apakah tiada obat lain yang bisa
menyembuhkan luka yang diderita Ciu Tayhiap?"
Ci Mia-cu menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Yaa, selain pil jinsom seribu tahun, aku belum
menemukan obat lain yang bisa dipergunakan untuk
mengobati luka yang diderita ciu tayhiap."
Perlahan-lahan Lim Han-kim mengangkat kepalanya,
tapi sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu, Ci Mia-cu
telah berkata lagi: " Untung sekali Ciu tayhiap memiliki tenaga dalam
yang amat sempurna. Dia pun memiliki daya tahan yang
mengagumkan coba kalau berbicara dari luka yang
dideritanya, mustahil dia dapat bertahan selama
beberapa hari saja... tapi nyatanya sekarang, ia sanggup
bertahan sampai berapa bulan lamanya."
"llmu pertabiban yang totiang miliki tiada duanya di
dunia ini. Aku rasa justru kepandaianmu itulah yang bisa
mempertahankan jiwa Ciu tayhiap dari kematian." kata Li
Bun-yang. Ci Mia-cu angkat kepala memandang ke luar ruangan,
lalu katanya sambil tertawa: "sekarang ia sudah tertidur,
140 Paling tidak satu jam kemudian baru bisa sadar untuk
minum obat, mari kita gunakan kesempatan ini untuk
berbicang-bincang...." setelah menghela napas panjang,
lanjutnya: "Tubuhnya secara beruntun telah menderita tujuh
belas kali tusukan pedang, Tiga tusukan di antaranya
melukai otot dan tulangnya, selain itu isi perutnya juga
telah bergeser lantaran terkena pukulan keras. Berkat
tenaga dalamnya yang sempurna itulah ia dapat
mempertahankan diri dan lari hingga sampai di sini."
"Betul aku menguasai ilmu pengobatan, tapi ilmuku
belum mampu untuk menghidupkan kembali orang mati,
Apalagi luka separah ini bukan sembarangan obat yang
bisa menyembuhkan Dalam situasi begini terpaksa aku
mengirim surat lewat burung merpati untuk minta
bantuan ke lembah Hong-yap- kok. di samping kusuruh
orang membeli pelbagai macam obat guna
memperpanjang usia Ciu tayhiap...."
"Totiang, bolehkah aku menjenguk sekejap keadaan
luka yang diderita ciu tayhiap?" tiba-tiba Lim Han-kim
menyela. ci Mia-cu berpikir sebentar, lalu sahut-nya:
"Pada saat ini nafasnya sudah satu-satu, nyawanya
berada di ujung tanduk. Boleh dibilang pada bulan
terakhir ini dia selalu berada dalam keadaan tak sadar.
Bila Lim Kongcu ingin menjumpainya, lebih baik
141 tunggulah sampai dia minum pil jinsom seribu tahun dulu
dan benar-benar sadar kembali...."
Lim Han-kim segera melompat bangun, serunya:
"ijinkanlah kepadaku untuk menengok Ciu tahyiap barang
sekejap saja. Aku cukup menengoknya dari luar
ruangan." "Ling kongcu, mengapa kau terburu-buru ingin
menjenguk Ciu tayhiap?"
Dengan mata melotot besar menahan lelehan air
mata, Lim Han-kim berseru dengan sedih: "sebotol pil
jinsom seribu tahun yang kubawa telah dicuri
sekelompok orang tak dikenal..."
Bagaikan kena dipukul dengan martil berat dadanya,
sekujur badan Ci Mia-cu bergetar keras, teriaknya
setengah tak yakin: "Pil itu dicuri orang?"
"Aaaai.. Pil itu sudah dicuri orang, Aku telah menyianyiakan
kepercayaan banyak pihak. Bukan cuma pil itu
tercuri, bahkan jiwa Ciu tayhiap pun ikut terancam....
Dosaku benar-benar tak terampuni...."
Walaupun ci Mia-cu mempunyai iman yang tebal dan
tidak mudah panik, namun menghadapi situasi yang
sama sekali tak terduga ini, ia dibuat gelagapan juga,
Akhir-nya sambil menghela napas tanyanya: "Sebenarnya
pil mustika itu tercuri di mana?"
142 "Dipesanggrahan Tho-hoa-kit"jawab Yo siau-liong
cepat "Tapi kejadian ini tak bisa salahkan kakakku, orang
lain tidak merampasnya dengan cara kekerasan...."
Lim Han-kim hanya membungkam diri dalam seribu
basa, sementara peluh dan airmata bercucuran bagaikan
hujan gerimis yang membasahi bajunya, saat itulah Li
Bun-yang ikut bicara, katanya: "Mencari kembali pil yang
tercuri bukan pekerjaan gampang yang bisa diselesaikan
dalam satu dua hari, totiang. Aku rasa pekerjaan pahng
penting yang harus kita kerjakan sekarang adalah
mencari akal, bagaimana caranya mempertahankan jiwa
Ciu tayhiap lebih lama lagi."
Perlahan-lahan Ci Mia-cu bangkit berdiri, sekuat
tenaga ia berusaha mengendalikan gejolak perasaannya
yang menggelora. setelah tertawa hambar, bisiknya
kepada Lim Han-kim: "Kalau toh pil itu sudah terlanjur dicuri orang, Lim
Kongcu juga tak perlu bersedih hati. Aku pasti akan
berusaha dengan segala kemampuan yang kumiliki untuk
memperpanjang- umur ciu tay-hiap"
Dengan ujung bajunya Lim Han-kim menyeka air mata
serta keringat dari wajah-nya, lalu ujarnya: "Aku telah
menyebabkan hilangnya pil mustika itu. Kulau sampai
gara-gara peristiwa ini mengakibatkan jiwa Ciu tayhiap
terancam, aku...." 143 Mendadak terdengar suara sayap membelah angkasa,
seekor burung beo berbulu putih bersih telah meluncur
masuk ke dalam ruangan dan hinggap di bahu Li Bunyang.
Ci Mia-cu memandang beo putih itu sekejap. lalu
katanya:

Pedang Keadilan Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"selama mengembara dalam dunia persilatan ciu
tayhiap selalu membantu kaum lemah menentang yang
jahat, ia berjiwa besar dan banyak berbuat amal, orang
berjiwa mulia selalu dilindungi Thian, Aku yakin Ciu
tayhiap tak akan tewas gara-gara kejadian ini. Lim
kongcu kau pun tak usah kelewat sedih, jaga kesehatan
badanmu." secercah cahaya tajam berkilauan dari balik mata Lim
Han-kim. Tampaknya dalam waktu singkat dia telah
mengambil suatu keputusan, ujarnya:
"setelah Ciu tayhiap sadar nanti harap lotiang
mengijinkan aku untuk menjengUknya."
"Baik Aku pasti akan memenuhi harapan Lim
kongcu...." "Totiang, totiang...." Tiba-tiba terdengar burung beo
putih itu memanggil-manggil dengan suara nyaring.
Dengan kening berkerut Li Bun-yang segera
bergumam: "Aneh betul, burung beo soat-bi-ji ini selalu
144 menempel di tubuh adik-ku. Mengapa secara tiba-tiba ia
bisa muncul sendirian di Kuil Awan Hijau...?"
Belum habis gumaman itu, suara tertawa yang amat
merdu telah menggema dari luar ruangan: "Piauko, kau
pintar di masa lalu tapi bodoh amat hari ini. Masa kau tak
bisa menduga bahwa soat-bi-jipun bisa dicuri orang?"
sementara Li Bun-yang masih tertegun dan tak sempat
mengucapkan sesuatu, seorang gadis berusia empat-lima
belas tahunan yang mengenakan baju serba hijau dan
rambutnya dikepang dua telah muncul di situ dengan
senyum nakal menghiasi bibirnya.
sambil setengah melompat dia berlari menuju ke
hadapan Li Bun-yang. Dengan pandangan yang binal
ditatapnya seluruh ruangan itu sekejap. Namun ketika
matanya tertuju ke wajah Lim Han-kim, ia jadi tertegun,
segera bisiknya: "Piauko (kakak misan), mengapa sih
orang ini menangis?"
Li Bun-yang tampak serba salah oleh ulah adik
misannya yang nakal ini, dengan kening berkerut ia
menegur: "Jadi kau ke mari seorang diri?"
"Memangnya tak boleh?"
"Kau telah mencuri soat-bi-ji miliknya.... ia pasti
gelisah tak karuan, aneh kalau dia mau mengampuni
dirimu nanti...." 145 "Hmmm Takut apa." seru si nona sambil tertawa. "Di
meja hiasnya telah kutinggali sepucuk surat, Aku
beritahu kepadanya kalau aku datang ke kota Kim-leng
ini untuk mencari ketua Kuil Awan Hijau..."
Tampaknya Ci Mia-cu tidak kenal dengan gadis kecil
ini, dengan kening berkerut tegurnya:
"Nona, ada urusan apa kau mencariku?" Nona berbaju
hijau itu tertawa. "sering piauci (kakak misan perempuan) berkata ilmu
pedangmu luar biasa hebat-nya. Karena itu aku sengaja
datang ke mari untuk menjajal kehebatan ilmu silatmu."
Ci Mia-cu melongo, tapi cepat serunya:
"Aaah, itu cuma gurauan nona Li, harap nona jangan
percaya." "Kau tak usah takut, aku cuma ingin tahu siapa yang
lebih unggul di antara kita. Dan lagi antara kau dan aku
kan tiada dendam sakit hati apa pun, aku tak akan
melukaimu." Biarpun usianya masih muda, namun lagak bicaranya
amat sok. Dengan gelisah Li Buh-yang segera
menghardik: "Hey, kau jangan bicara tak karuan"
Nona berbaju hijau itu tertawa, kepada Ci Mia-cu
serunya: "Kalau kita bertarung nanti, lebih baik jangan
sampai ketahuan piaukoku ini."
146 Melihat nona itu masih muda dan lagi sifat kekanakkanakannya
belum hilang, Ci Mia-cu tidak masukkan
persoalan itu kedalam hati, hanya ujarnya sambil tertawa
hambar: "Aku hanya punya nama kosong saja, bisa jadi
kepandaianku bukan tandingan nona. Aku rasa lebih baik
kita tak usah mencoba...."
"Totiang, harap kau jangan marah." Dengan gelisah Li
Bun-yang menimbrung, "Adik misanku ini sudah kelewat
dimanja sedari kecil sehingga kata-katanya kelewat
takabur, Harap totiang jangan masukkan ke dalam
hati..." Ci Mia-cu tertawa lebar: "Aku sudah setua ini, masa
akan kulayani adikmu...." Kemudian dengan wajah serius
ujarnya kepada Lim Han-kim: "Lim kongcu"
"Ada apa locianpwee?"
"Apakah pencuri pil mustika itu meninggalkan sesuatu
jejak?" "Eei, tosu tua...." Mendadak nona berbaju hijau itu
menimbrung lagi dengan suara keras. Li Bun-yang jadi
jengkel, dipandangnya gadis itu sekejap lalu tegurnya
ketus: "Hey, bagaimana kalau tutup dulu mulutmu. Kau
tahu kami sedang membincangkan urusan serius?"
Mula-mula nona berbaju hijau itu tertegun, tapi
kemudian teriaknya penuh amarah: "Hmmm Siapa kau"
147 Berani amat mencampuri urusan orang.. Huh Tak tahu
malu." "Hey, siapa yang kau maki?"
"Tentu saja kau, ada apa?"
"Hmmm, rupanya kau sudah bosan hidup,.." teriak Yu
Siau-liong dengan kening berkerut, agaknya dia ingin
turun tangan. Mendadak nona berbaju hijau itu mendesak maju,
tangan kanannya diayunkan melepaskan sebuah pukulan
sementara jari tangan kirinya menyodok ketiak Yu siauliong,
bentaknya: "Huuuh, siapa suruh kau galak-galak"
Rasain dulu ajaranku"
Dengan cekatan Yu siau-liong berkelit ke samping, lalu
dengan jurus "Tangan Meng-gapai Lima senar" ia
lancarkan sebuah bacokan balasan.
"Bagus" teriaknya pula, "Akan kulihat siapa yang akan
menghajar siapa..." "Hmmm Budak ingusan...." sementara pembicaraan
berlangsung, kedua orang itu sudah bertarung lima
gebrakan Lim Han-kim mencoba mengikuti jalannya
pertarungan itu. ia saksikan kedua orang itu sedang
terlibat dalam suatu pertempuran yang amat sengit.
148 Jurus-jurus serangan yang dipakai sama-sama keji dan
berbahayanya, bahkan semua sasaran tertuju kejalan
darah kematian di tubuh lawan. Hal mana langsung saja
mengernyitkan alis matanya, dengan suara menggeledek
bentaknya: "Adik Liong, berhenti"
Pada saat yang bersamaan Li Bun-yang turut
menghardik: "Piau-moay kecil, ayo cepat berhenti"
Mendengar hardikan dari kakaknya Yu siau-liong
segera menghentikan serangan-nya, sedangkan nona
berbaju hijau yang sedang asyik-asyiknya bertempur itu,
tak mau membuang kesempatan yang sangat baik, itu,
Melihat musuhnya menarik diri, cepat-cepat ia
pergunakan kesempatan itu untuk melepaskan sebuah
pukulan keras. Mimpi pun Yu siau-liong tidak menyangka kalau
lawannya berlaku curang, untuk sesaat ia jadi gelagapan
dan tak mampu untuk menghindari diri, tak ampun
serangan tersebut menghajar telak bahu kirinya.
sedemikian kerasnya tenaga pukulan itu membuat Yu
siau-liong jadi sempoyongan dia harus mundur sampai
dua-tiga langkah sebelum berhasil untuk berdiri tegak.
"Aaaai..." Li Bun-yang menghela napas panjang, "Dasar
budak yang binal...."
149 Dengan gaya serangan "Membalik Awan Memutar
Mega", secepat petir tangan kanannya mencengkeram
pergelangan tangan gadis itu.
Cepat-cepat nona kecil berbaju hijau itu menarik
pergelangan tangan kanannya ke belakang, kemudian
jarinya berputar balas menotok jalan darah Ci-ti-hiat di
sikut kanan Li Bun-yang. Tapi agaknya ia segera menyadari gelagat tak beres,
Baru saja totokan itu dilepaskan cepat-cepat ia menarik
kembali serangannya dan melompat mundur sejauh lima
depa, serunya sedih: "Piauko, kau benar-benar ingin
menghajarku?" Li Bun-yang menghela napas, berpaling ke arah
Yusiau-liong tanyanya pelan: "saudara cilik, apakah kau
terluka?" "Hmmm, perkelahian macam apa tadi," jawab Yu siauliong
setengah mengejek "Dengan tenaga semacam dia
punya, maka mungkin bisa melukaiku.... Kalau tak
percaya biar aku berdiri tak bergerak, biar dia pukul
sepuluh kali ke badanku, lihat saja apakah pukulannya
bisa mematikan aku.,.?"
"Hmmm Kau jangan membual" teriak si nona gusar
jangan lagi sepuluh pukulan, buktinya sebuah pukulanku
tadi juga membuatmu hampir keok.,. Hmmm... lebih baik
tak usah bermulut besar.,."
150 "oooh, kau baru menghantamku tadi.... Goba lihat,
buktinya sekarang aku masih hidup..."
"Yaa. Tentu saja Karena pukulanku tadi tak pakai
tenaga, coba kalau kubarengi te-naga, kau pasti sudah
keok terkapar ditanah"
Kedua orang muda mudi ini sama-sama keras hati dan
siapa pun tak mau mengalah kepada yang lain,
percekcokan pun makin lama semakin menjadi membuat
suasana di tempat itu makin gaduh.
sambil menghela napas panjang Lim Han-kim segera
menegur: "Adik Liong, lebih baik jangan bicara lagi" .
Dengan penasaran seperti putus asa, Yu siau-liong
angkat bahunya, ujarnya kemudian: "Baiklah, aku tak
akan ribut lagi denganmu Hmmm Coba kalau tak dicegah
kakakku, aku pasti akan menghajarmu ha-bis-habisan
hari ini." "Huuuh, siapa yang takut kepadamu?" , Nona berbaju
hijau itu balas mengejek dengan marah, "Hmmm
Andaikata piaukoku tidak melarangku berkelahi, hari ini
aku pasti akan menghajarmu sampai kau teriak minta
ampun." Kali ini Yu siau-liong tidak menanggapi ejekan
lawannya lagi Cuma sepasang matanya yang kecil
mendelik besar-besar. 151 Mukanya cemberut sedang nafasnya naik turun
menahan rasa dongkol. siapa pun tentu akan tahu kalau bocah ini sedang
berusaha keras mengendalikan emosi dan hawa
amarahnya yang berkobar-kobar, sementara itu Li Bunyang
yang melihat gadis berbaju hijau itu masih mencaci
maki tak habisnya, segera menghardik ketus:
"Piau-moay kecil, kau sudah meninju sekali lawanmu.
Sekarang masih juga mencaci maki tiada habisnya,
Apakah kau tidak merasa keterlaluan" Hmmm jangan kau
anggap orang lain diam itu berarti benar-benar takut
kepadamu" sebetulnya setelah mencaci-maki habis--habisan tadi
hawa amarah si nona berbaju hijau itu sudah jauh
mereda, Tapi kena dampratan Li Bun-yang kali ini, hawa
amarahnya langsung saja berkobar lagi, Cuma lantaran ia
takut pada kakak misannya ini, terpaksa umpatanumpatan
berikutnya hanya disimpan di dalam hati.
Dalam mengkolnya tiba-tiba air mata bercucuran
membasahi pipinya, dengan sepasang tangannya ia
segera menutupi wajah sendiri, Menyaksikan hal
tersebut, terpaksa Li Bun-yang berkata kepada Lim Hankim:
"saudara Lim, harap kau jangan ter-singgung Adik
misanku ini sudah terbiasa dimanja ibuku sedari kecil
sehingga rasa ingin menangnya agak besar..."
152 "Usia tiga-belasan adalah usia nakal- nakalnya kaum
remaja. Adik Liongku juga sama saja, lebih baik saudara
Li membujuknya agar tidak menangis terus"
Li Bun-yang pun berjalan menghampiri gadis berbaju
hijau itu, sambil menepuk bahunya ia menghibur sambil
tertawa: "Adik misan, jangan menangis lagi, nanti akan kubujuk
Piaucimu agar menghadiahkan soat-bi-ji kesayangannya
ini kepadamu." "sungguh?" Tiba-tiba gadis berbaju hijau itu
menurunkan kembali tangannya yang menutupi wajah
dan berteriak gembira. " Kapan sih aku pernah
membohongi -mu,.," Kemudian setelah berhenti sejenak. tam-bahnya:
"cuma kau mesti menuruti semua perkataanku selama
ini" Nona berbaju hijau itu berpikir sejenak. akhirnya ia
mengangguk sambit tertawa: "Baiklah"
Dengan langkah perlahab, dia berjalan menuju ke sisi
kakak laki nya. Nona ini benar-benar masih polos, selagi
marah, ia mencaci maki tiada habisnya, tapi begitu
tenang ia dapat berdiri di sisi Lie Bun-yang dengan kalem
dan habisnya. 153 Melihat keributan akhirnya dapat di-atasi, Li Bun-yang
menghembuskan napas panjang, kepada Ci Mia-cu
katanya kemudian dengan suara dalam:
"Totiang, coba kau periksa lagi dengan seksama,
Kecuali pil jinsom seribu tahun, masih adakah obatobatan
lainnya di dunia ini yang bisa dipergunakan untuk
menolong jiwa Ciu tay-hiap?"
Ci Mia-cu termenung dan berpikir sampai lama sekali,


Pedang Keadilan Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kemudian ia baru berkata: "obatnya sih ada, Cuma
benda itu susah untuk diperolehnya."
"Bersediakah totiang menyebutkan nama obat itu"
Mungkin aku bisa memikirkan cara untuk
memperolehnya." Berkilat sepasang mata Ci Mia-cu, tiba-tiba ia tertawa
terbahak: "Hahaha... aku hampir lupa, bukankah didalam hal
obat-2an bukit Hong-san tersimpan berbagai obat
mustika?" " Walaupun mendiang kakekku banyak mengumpulkan
obat-obat mustika dari segala pelosok dunia, namun
bukan berarti setiap mustikapun pasti kami miliki, luka
yang diderita Ciu Tayhiap begitu parah, entah obat
mustika apa yang bisa menyembuhkan lukanya?"
"Teratai saiju berusia sepuluh laksa tahun..."
154 "oooh kalau obat itu sih kami punya beberapa biji."
Jawab Li Bun-yang cepat-cepat.
" Lendir jamur berusia seribu tahun"
Li Bun-yang termenung berpikir sebentar, kemudian
katanya: "Aku pernah mendengar ibuku berkata tentang
benda ini, mungkin kamipun ada beberapa biji."
Ci Mia-cu jadi amat gembira, serunya: "sekarang
tinggal semacam obat lagi, asal dirumah Anda terdapat
pula benda mustika itu, tanpa pil jinsom seribu tahun
pun luka yang diderita Ciu tayhiap dapat kita sembuhkan
juga." "obat apakah itu?"
"obat ini paling sukar diperoleh, tapi kalau dilihat
pelbagai mustika yang lain pun kongcu miliki, aku rasa
kalian pasti memiliki juga obat mustika tersebut."
"Banyak sekali kejadian di luar dugaan yang sering
berlangsung di dunia ini, lebih baik totiang jangan keburu
senang dulu." . "obat mustika terakhir adalah empedu dari ular
berusia seribu tahun, Ketiga macam obat tersebut harus
digabungkan menjadi satu."
"Aku tahu empedu tersebut terdapat dalam keluarga
kami, tapi rasanya sudah dipergunakan ibuku untuk
155 menolong seseorang, rasanya sekarang sudah tak punya
persediaan lagi." Ci Mia-cu jadi tertegun. "Waaah.... repot jadinya" ia mengeluh. " Walaupun
kita sudah memperoleh dua jenis obat langka. Namun
kalau kekurangan empedu ular beracun, maka daya kerja
obat tersebut jadi berkurang banyak."
"Begini saja." kata Li Bun-yang setelah berpikir
sejenak, "Peduli apakah di rumahku masih tersedia
empedu ular beracun atau tidak, biar kukirim surat
sekarang juga, Alangkah baiknya bila obat tersebut
dapat dibawa oleh adikku sebelum ia terlanjur berangkat
ke mari." Ci Mia-cu segera bertepuk tangan, seorang imam kecil
buru- buru masuk sambil bertanya: "Suhu, ada perintah
apa?" "Siapkan kertas dan alat tulis"
Imam kecil itu mengiakan dan segera ia
mengundurkan diri, tak lama kemudian ia sudah muncul
dengan membawa peralatan tulis, Li Bun-yang segera
menulis nama ke tiga jenis obat langka itu, lalu mengikat
gulungan kertas tersebut di tubuh burung beo putih nya,
sambil melepaskan sang burung terbang ke udara,
katanya: "Burung ini amat cerdik, lagipula mempunyai
156 daya terbang yang sangat mengejutkan. Berapa jauhnya
jarak tempuh yang harus di capai, ia selalu dapat
menerbanginya sekaligus"
Yu Siau-liong yang belum hilang sifat kekanakkanakkannya
jadi amat tertarik dengan burung beo Soat
Bi-ji tersebut, tanpa terasa ia mengejar keluar. Tampak
burung itu melesat lurus ke udara, dalam sekejap mata
sudah lenyap di balik awan,
Memandang bayangan punggung Yu Siau-liong yang
berialu, nona berbaju hijau itu segera mencibirkan
bibirnya sambil mengomel: "Hmmm, apanya sih yang
aneh.." Benar-benar manusia tak berguna"
Biarpun omelan itu diucapkan dengan suara amat
rendah dan lirih, namun dengan ketajaman pendengaran
Yu siau-liong, semua omelan tersebut dapat ditangkap
dengan jelas, Tanpa terasa ia berpaling sambil melototi
nona berbaju hijau itu sekejap, tapi tanpa berbuat
sesuatu ia sebera balik ke sisi Lim Han-kim.
Menyaksikan paras muka Yu siau-liong sudah berubah
menjadi merah padam, Li Bun-yang mengerti bahwa
bocah tersebut sedang diliputi emosi. Kuatir kalau
mereka ribut lagi, cepat-cepat dialihkan pembicaraan ke
soal lain, Kepada Ci Mia-cu ujarnya:
157 "Koancu (ketua) sudah lama berdiam di kota Kim-leng,
tahukah kau akan rahasia yang menyelimuti
pesanggrahan Tho- hoa- kit" "
"Shmmmm, sudah lama kudengar persoalan ini, hanya
belum sempat kusaksikan sendiri"
"Aku yang muda justru telah menyaksikan beberapa
peristiwa yang sangat mencurigakan...." setelah berhenti
sejenak. la meneruskan "Hanya saja, otak di balik
peristiwa ini.,., rasanya termasuk seorang tokoh yang
sangat licik, cerdik dan sangat lihay-Bukan saja mereka
dapat merahasiakan semua gerak g eriknya bahkan sama
sekali tidak meninggalkan jejak apa pun. Kalau tidak
diperhatikan dengan seksama, sulit rasanya untuk
mengetahui rahasia tersebut.
BAB 6. sepasang Ular Dari Laut Timur
"Kalau didengar dari penuturan Li kong-cu, apakah pil
jinsom seribu tahun milik siangkong juga dicuri oleh
orang-orang dari pesanggrahan Bunga Tho?" tanya Ci
Mia-cu. "Itu sih tidak" sahut Li Bun-yang setelah berpikir
sejenak, "Tampaknya sipencuri obat itu sudah cukup
lama menguntit di belakang saudara Lim dan kebetulan
saja mereka baru turun tangan setelah berada di
pesanggrahan Bunga Tho...."
158 Perlahan-lahan sinar matanya dialihkan ke wajah Lim
Han-kim, setelah menatapnya sekejap. ia melanjutkan
"Tanpa disengaja sesungguhnya saudara Lim telah
mengatur suatu pertarungan antara dua macan yang
amat menarik. Bahkan babak permainan yang menarik ini
sudah di mulai. setelah adikku tiba di kota Kim-leng
nanti, bagaimana kalau kita putuskan untuk turut serta di
dalam pertarungan tersebut?"
Lim Han-kim mengernyitkan alis matanya rapat-rapat,
ia seperti ingin mengucapkan sesuatu tapi niat itu
diurungkan kemudian. Pemuda ini sangat jarang
melakukan perjalanan di dalam dunia persilatan tidak
banyak tipu muslihat dan kejahatan dunia persilatan
yang diketahui olehnya. Maka sewaktu Li Bun-yang memujinya karena sudah
mengatur pertunjukan pertarungan antara dua ekor
macan, ia merasa tidak habis mengerti, tapi lantaran ia
paling segan banyak bicara, dia pun enggan banyak
berta-nya. Agaknya Li Bun-yang dapat memahami
perasaan hati Lim Han-kim, sambil tersenyum tegurnya:
"Apakah saudara Lim meragukan perkataanku?"
"Aku benar-benar tidak memahami maksud
pembicaraanmu itu." "Bukankah si pencuri obat mustika itu telah
meninggalkan secarik sapu tangan" Bahkan di atas
saputangan itu secara berani meninggalkan pula
159 lambang mereka" Hal ini membuktikan pihak lawan
mempunyai asal usul yang luar biasa, bukan saja berani
berbuat, berani mengaku, bahkan sebelum bertindak
telah melakukan segala persiapan secara matang,"
"Ehmmm, pendapat saudara Li sangat tepat," Lim
Han-kim manggut-manggut. Setelah tersenyum Li Bun-yang meneruskan lagi:
"Padahal orang-orang dari pesanggrahan Tho-hoa-kit
pun agaknya sudah tahu kalau saudara Lim membawa
sebotol pil jinsom seribu tahun, hanya sayang mereka
terlambat bertindak sehingga kedahuluan orang lain. Aku
pun tahu bahwa mereka sudah menyusun rencana
pencurian obat itu secara rapi dan sempurna.
oleh karena obat mustika milik saudara Lim
kedahuluan dicuri orang itulah, jerih payah mereka gagal
total, siapa sangka di saat mereka kalang kabut,
pemimpin mereka pun belum hadir disana lantaran makin
dekatnya saat pertemuan gelap di antara mereka,
Akhirnya berhasillah pencuri obat itu melarikan diri dari
kepungan mereka." "Ehmm..." Lim Han-kim manggut-manggut.
"Pengetahuan serta pengalaman saudara Li betul-betul
luas dan hebat, aku merasa kagum sekali"
"Tampaknya pemimpin Tho-hoa-kit mempunyai
peraturan yang ketat dan keras, Hal ini bisa dibuktikan
160 dari kenekadan dua orang gadis yang ingin bunuh diri di
tepi sungai kemarin. Kemudian saudara Lim
menghadiahkan sapu tangan peninggalan pencuri obat
itu kepada mereka yang menyebabkan jiwa kedua orang
gadis itu terselamatkan. Dengan adanya pertanda itu, bisa dibayangkan bahwa
pertarungan antara pihak Tho-hoa-kit dengan si pencuri
obat tersebut tak dapat dihindari lagi...."
"Aku kuatir justru peristiwa ini akan merepotkan pihak
Kuil Awan Hijau kami juga...." Tiba-tiba Ci Mia-cu
menyela. Dengan perasaan tak habis mengerti Yu siau-liong
bertanya: "Bagaimana mungkin peristiwa itu akan
mendatangkan kerepotan juga terhadap pihak Kuil Awan
Hijau" Aaaaiii.... semakin didengar aku merasa makin
kebingungan" Walaupun ia cerdik, namun bagaimanapun juga sifat
kekanak-kanakkannya belum hilang. sudah barang tentu
dia tak akan bisa memahami adu cerdik yang sedang
berlangsung di dalam dunia persilatan ini. sambil
tersenyum Ci Mia-cu berkata:
"Tho-hoa-kit mempunyai anak buah yang tersebar di
mana-mana. Penjagaan mereka amat ketat, peraturan
organisasi pun sangat keras, Bahkan mereka berusaha
merahasiakan gerak gerik mereka sedapat mungkin, Hal
161 ini membuktikan kalau mereka enggan orang lain tahu
kalau di balik pesanggrahan Tho-hoa-kit sebenarnya
tersembunyi suatu kekuatan yang maha dahsyat. Kini
kalian sudah mengetahui rahasia tersebut, aku yakin
mereka pasti tak akan melepaskan kalian begitu saja."
"Kalau menurut dugaanku, mereka masih belum punya
waktu untuk mengurusi persoalan ini." ujar Li Bun-yang.
"Ketika berada di pesanggrahan Tho-hoa-kit, saudara Lim
boleh dibilang telah mendemonstrasikan ilmu silatnya
yang maha tangguh, hal mana cukup menghilangkan
perasaan memandang rendah mereka pada musuh.
Apalagi tujuan terutama mereka saat ini adalah
mendapatkan pil mustika tersebut, jelas jago-jago
tangguh yang tersedia dihimpun untuk merebut kembali
pil mustika tersebut. Aku rasa pemimpin Tho-hoan kit
belum tentu berani memecah kekuatannya untuk
menghadapi dua musuh secara bersamaan waktunya."
setelah menggoyangkan kipasnya beberapa kali, ia
tertawa tergelak. Ianjutnya. "Bagaimanapun juga ketua
Kuil Awan Hijau cukup punya nama dalam dunia
persilatan, terutama untuk wilayah Kang lam, Ketua Thohoa-
kit pasti akan berpikir beberapa kali lebih dulu
sebelum berani mengusik Kuil Awan Hijau ini...."
"Kalau tidak datang memang lebih baik.. Tapi kalau
mau datang tentu kekuatannya bagaikan angin puyuh
yang menimbulkan gelombang dahsyat"
162 "Koancu tak usah kuatir, kerepotan ini datang karena
kehadiranku. Bila benar-be-nar terjadi sesuatu, aku Li
Bun-yang tak bakal berpeluk tangan saja." Tiba-tiba Ci
Mia-cu angkat kepalanya melihat waktu, lalu berkata:
"Ciu tayhiap sudah hampir siuman, aku mesti pergi ke
kamar sakit untuk menjenguknya, harap kalian tunggu
sebentar di sini...."
"LoCianpwee, bolehkah aku ikut?" Lim Han-kim
menyela tiba-tiba, Ci Mia-cu berpikir sebentar, kemudian mengangguk
"Baiklah Tapi ia masih berada dalam keadaan tidak sadar
saat ini, kurang baik kalau terlalu banyak orang yang ke
sana, dapat mengganggu ketenangan tidurnya."
"Kalau begitu biar kami menunggu di sini, saudara Lim
seorang saja yang ikut" kata Li Bun- yang tertawa .
Ci Mia-cu manggut-manggut "Asal keadaan luka Ciu
tayhiap tiada perubahan yang luar biasa, aku segera
akan balik ke mari."
Sambil bangkit, ia berjalan keluar dari ruangan. Lim
Han-kim segera mengikuti di belakangnya.
Sesudah melalui dua buah pelataran mereka langsung
masuk ke gedung utama, dengan perasaan heran Lim
Han-kim segera berpikir: "Bukankah luka yang diderita
163 Ciu tayhiap amat parah" Kenapa ia dibaringkan di
gedung utama.,." Apa tidak berbahaya?"
Ia mencoba memperhatikan keadaan di sekelilingnya,
tampak di ruang utama keadaan kosong melompong,
Kecuali patung-patung yang tinggi besar boleh dibilang


Pedang Keadilan Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tak nampak barang lain. Sementara itu Ci Mia-cu berjalan menuju ke arah
patung raksasa itu, tubuhnya tampak menyelinap ke
balik patung lalu menggapai ke arahnya dan tahu-tahu
badannya sudah lenyap dari pandangan.
Lim Han-kim segera mempercepat langkahnya
menyusul ke depan, Ternyata antara patung besar
dengan dinding belakang ruang utama itu terdapat suatu
jarak pemisah. Pada jarak pemisah itulah terbuka sebuah
pintu rahasia. Waktu itu Ci Mia-cu sedang menantinya di
balik pintu rahasia tersebut. Buru-buru Lim Han-kim
memasuki ruang rahasia itu, setelah melewati pintu
rahasia teriihat anak tangga terbuat dari batu yang
menjorok turun ke bawah. Sambil menghela napas Ci Mia-cu ber-kata: "Ciu
tayhiap adalah seorang pendekar yang berhati jujur dan
lurus. ia sangat membenci segala macam kejahatan Tak
sedikit jago-jago dari golongan rimba hijau (penjahat)
yang teriuka di tangannya.
164 Selama puluhan tahun terakhir nama serta pamornya
selalu menggemparkan dunia persilatan Tapi justru
karena itulah dia pun mempunyai banyak musuh besar
yang tersebar baik di Utara maupun selatan sungai
besar. Waktu itu dua kali aku pernah mendapat
pertolongannya sehingga selembar jiwaku bisa selamat
hingga kini. Meski sekarang aku sudah tidak mencampuri urusan
keduniawian lagi dan tidak pernah juga mencampuri
urusan dunia persilatan, tapi terhadap tuan penolong
yang pernah, menyelamatkan jiwaku ini.... Aaaaai
Bagaimana pun aku mesti mengerahkan segenap
kemampuanku untuk menolongnya...."
sembari berbicara, ia menuruni anak tangga, itu
menuju keruang bawah. setelah melewati dua lapis anak
tangga, tiba-tiba Cia Mia-cu mengayunkan tangannya ke
dinding, Pintu rahasia tersebut secara otomatis menutup
sendiri rapat-rapat. setelah menghembuskan napas panjang, imam itu
berkata lebih jauh: "sesungguhnya jelek-jelek begini aku
masih punya sedikit nama besar di wilayah Kang lam,
tapi permusuhan Ciu tayhiap dengan pihak rimba hijau
sudah terlalu dalam. Lagipula di antara musuh-musuh
besarnya terdapatpula gembong iblis yang
berkepandaian tinggi, ditambah sekarang luka yang
dideritanya amat parah. 165 Andaikata berita ini sampai tersiar dalam dunia
persilatan, dan semua orang tahu kalau akulah yang
telah menolongnya serta menyembunyikannya di kuil
awan hijau ini, keadaan bisa sangat berbahaya aaaai
itulah sebabnya aku terpaksa melakukan persiapan yang
matang dan mengadakan penjagaan lebih ketat. Bisa
dibayangkan selama ini betapa kuatir-ku atas
keselamatan jiwa ciu tayhiap."
Lim Han-kim hanya mendengarkan penjelasan
tersebut tanpa menjawab, sementara air mukanya masih
tetap diliputi kemurungan yang mendalam, setelah
melalui berapa tikungan, tiba-tiba lorong rahasia itu
bergerak naik ke atas, Berapa kaki kemudian lorong
bertambah lebar, dua orang imam muda yang bersenjata
pedang nampak duduk di anak tangga dengan sikap
penuh kewaspadaan Begitu melihat kedatangan Ci Mia-cu, mereka segera
maju menyambut. "Bagaimana keadaan luka Ciu
tayhiap?" tanya Ci Mia-cu kemudian dengan suara
setengah berbisik. Imam muda yang berada di sebelah kiri segera
menjawab: "Keadaannya tidak bertambah buruk. juga
tidak nampak lebih segar."
"Dia sudah sadar?"
166 "Belum, sejak minum obat dia belum membuka
matanya barang sekejappun, tapi napasnya sangat
teratur, kelihatannya ia tertidur nyenyak sekali"
Ci Mia-cu memberi tanda kepada Lim Han-kim agar
jangan berbicara, dengan langkah perlahan ia
meneruskan perjalanannya, Dua orang imam muda itu
segera memburu ke atas dan mendorong ke arah
dinding, sebuah pintu rahasia segera ter-buka.
Di balik pintu rahasia itu terdapat sebuah kamar yang
diatur sangat rapi dan bersih, Di sudut sebelah kiri
terlihat sebuah hiolo batu setinggi lima depa. Di sisinya
terdapat sebuah pembaringan kayu yang cukup lebar,
seorang lelaki tinggi besar berbaring tenang di atasnya.
Hampir sekujur badan orang itu dibalut dengan
pembalut putih, Kepala berikut wajahnya juga
terbungkus oleh kain putih, sehingga sekilas dipandang
orang itu bagaikan sebuah gulungan kain putih, Hal ini
jelas menandakan bahwa luka yang dideritanya teramat
parah. Lamat-lamat terdengar pula suara tarikan napasnya
yang rendah, lemah tapi teratur, ia memang nampak
tertidur amat nyenyak Dengan suara setengah berbisik Ci Mia-cu
menerangkan: "sesungguhnya ruangan ini merupakan
167 ruang rahasiaku untuk melatih ilmu tenaga dalam, selain
kokoh bangunannya, juga terletak amat rahasia...."
Belum habis dia memberi penjelasan, mendadak
terdengar suara bentakan yang amat nyaring bergema
tiba memotong pembicaraan tersebut, Berubah hebat
paras muka Ci Mia-cu setelah mendengar bentakan itu,
kepada dua orang imam muda penjaga pintu itu
perintahnya: " Cepat kalian keluar, tengok apa yang telah
terjadi" Dua orang imam muda itu mengiakan dan segera
mengundurkan diri dari situ dengan langkah cepat.
"Totiang." Lim Han-kim segera berbisik, "Apakah ada
orang yang datang menyatroni Kuil Awan Hijau?"
"orang itu tak ada dalam kuil. Ruang rahasia ini
langsung tembus dengan sebuah ruang batu di bawah
sebuah bukit belakang kuil. Demi keselamatan ciu
tayhiap. aku telah titahkan berapa orang muridku untuk
menyongsong kedatangan mereka, sedang di atas ruang
rahasia ini terdapat juga dua orang penjaga. Bentakan
tadi berasal dari atas ruang rahasia... aaaai walaupun
ruang rahasia ini dibangun sangat rahasia dan kokoh,
tapi oleh karena jaraknya dengan permukaan tanah
terlalu dekat, bila bertemu dengan jagoan yang ahli
dalam ilmu bangunan, jejak kami tak susah untuk
diketahui secara mudah."
168 Berkilat sepasang mata Lim Han-kim, bisiknya:
"Totiang, ada dua tiga patah kata : yang tak pantas
diucapkan, bolehkah aku utarakan?"
"Katakan saja Lim kongcu" Ci Mia-cu manggutmanggut.
"sebenarnya antara Ciu taymap dengan keluarga Lim
kami apa ada hubungan akrab?"
Ci Mia-cu berpikir sebentar, lalu jawab-nya: "ciu
tayhiap pernah menyelamatkan jiwa anggota keluarga
Lim kalian." Lim Han-kim tertegun, "Bagaimana ceritanya hingga
totiang bisa kenal dengan ibuku" Seingat aku yang
muda, ibuku belum pernah meninggalkan lembah Hongyap-
kok barang selangkah pun."
Paras muka Ci Mia-cu berubah jadi amat berat dan
aneh sekali, "Benarkah ibumu belum pernah
memberitahukan kejadian di masa lampau kepadamu?"
"Belum, Ketika aku hendak meninggal kan rumah,
dengan air mata berlinang ibu hanya berpesan agar
bagaimanapun juga aku harus serahkan sebotol pil
jinsom seribu tahun ini kepada totiang, Siapa sangka
obat itu telah dicuri orang...."
Ci Mia-cu menghela napas panjang, tukasnya: "Nak,
kau adalah seorang bocah bernasib sangat buruk,
169 aaaai.,. Sebelum aku menjadi pendeta dulu, aku bersama
ayah dan ibumu belajar silat pada perguruan yang sama.
Ayahmu lebih muda tiga tahun dari usiaku dan
menempati urutan kedua, ibumu paling muda sehingga
aku dan ayahmu memanggilnya sam-moay (adik
ketiga)...." Selapis cahaya terang memancar dari balik wajahnya,
jelas ia sedang membayangkan kembali kenangan masa
lampau yang teramat manis baginya.
"Lantas di mana ayahku?" Tiba-tiba Lim Han-kim
menukas. "la sudah mati."
"Siapa yang telah membunuhnya?"
"Aaaaai.. Panjang sekali ceritanya, tak mungkin aku
bisa menjelaskannya dalam waktu singkat Sedang ibumu
enggan memberitahukan persoalan ini kepadamu,
mungkin dia pun mempunyai kesulitan sendiri."
Baru saja Lim Han-kim hendak berkata lagi, tiba-tiba
terdengar suara langkah manusia yang tergopoh-gopoh
berkumandang datang, seorang imam muda setengah
berlari masuk ke dalam ruangan. ci Mia-cu segera
menegur: "Apakah ada orang mencari gara-gara di kuil?"
170 "Benar, Kuil Awan Hijau kita telah dikepung rapatrapat,
sekarang Li siangkong sedang bercakap dengan
para pendatang." "siapa mereka?"
"Pemimpin nya seorang lelaki tinggi besar berusia
empat puluh tahuna "
Cia Mia-cu berpaling memandang pembaringan kayu
itu sekejap. lalu kepada imam muda itu bisiknya: "Kau
tinggal saja di sini merawat Ciu tayhiap...."
Lalu sambil berpaling ke arah Lim Han-kim
tambahnya: "Ayo kita ke atas, mari kita lihat dari
golongan mana yang telah datang mencari gara-gara...."
selesai berkata ia segera berjalan meninggalkan
ruangan. Lim Han-kim tidak banyak bicara lagi, dia
mengikuti di belakang imam tersebut berjalan ke luar
dari ruang rahasia. setelah mengetahui akan hubungan yang begitu akrab
antara ketua Kuil Awan Hijau dengan ayah ibunya, timbul
perasaan yang amat hormat dalam hati pemuda ini
terhadap imam tersebut Mengetahui kuilnya kedatangan musuh yang tangguh,
apalagi kejadian ini menyangkut juga keselamatan jiwa
ciu tayhiap. sudah barang tentu pemuda kita ini tak
dapat berpeluk tangan saja.
171 setelah keluar dari ruang bawah tanah, Ci Mia-cu
mengajak Lim Han-kim menuju ke belakang kuil. Dengan
melalui sebuah jalan setapak sampailah mereka di tepi
sebuah bukit kecil. Waktu itu Li Bun-yang dan Yu siauliong
telah berdiri saling berhadapan dengan sembilan
orang lelaki bersenjata lengkap.
Ci Mia-cu segera melangkah mendekati kepada lelaki
tinggi besar yang agaknya menjadi pemimpin rombongan
itu tegurnya: "Sobat, boleh kutahu siapa namamu dan
apa keperluanmu datang mengunjungi kuil kami?"
Lelaki tinggi besar itu mengalihkan sinar matanya ke
arah ketua Kuil Awan Hijau, setelah mengawasinya
sekejap ia balik ber-tanya: "Jadi kaulah ketua Kuil Awan
Hijau?" "Benar" "Bagus, aku si Golok Sakti Roda Mas Thio Tay-kong
memang khusus datang ke mari untuk mencari kau"
"Apa maksudmu datang mencariku?"
"Aku datang untuk melaksanakan perintah orang"
"Boleh aku tahu perintah dari siapa itu?"
Golok Sakti Roda Mas Thio Tay-kong mendongakkan
kepalanya tertawa tergelak, serunya: "Hahahaha....
172 dalam dunia persilatan dewasa ini tidak banyak yang bisa
memberi perintah kepadaku..."
"Ituah sebabnya aku kurang mengerti."
"Koancu tak usah menyindir aku, asal tahu saja aku
datang hanya melaksanakan perintah, itu sudah cukup
bagimu." "Baiklah, kalau memang Thio tayhiap segan untuk
mengatakan melaksanakan perintah siapa, aku pun tak
berani teria lu memaksa lagi. cuma boleh kutahu ada
urusan apa kau datang ke mari?"
"Pertama, aku ingin mencari tahu kabar tentang
seseorang." ci Mia-cu segera tertawa, "Sudah lama aku
mengundurkan diri dari keramaian keduniawian dan tidak
mencampuri urusan dunia persilatan lagi. Kecuali
menguniungi beberapa orang sahabat dan rekan sealiran
agama, akujarang mengetahui kabar berita tentang
orang lain." "Hmmmm...." Golok sakti Roda Emas Thio Tay-kong
mendengus, "Pandai amat koancu berusaha cuci tangan
bersih-bersih, tapi sayang orang yang hendak kuketahui
kabarnya itu kecuali totiang seorang, mungkin tiada
orang kedua yang bakal mengetahuinya."
173 sementara itu Li Bun-yang yang menyaksikan ketua
Kuil Awan Hijau telah terlibat dalam pembicaraan serius
dengan Thio Tay- kong, dia pun tidak memaksakan diri
untuk tampil ke depan, Bagaimanapun juga ia hanya
berstatus tamu saja di sana, karena itu sambil mundur ke
samping, dia hanya mengawasi jalannya pembicaraan itu
tanpa komentar. Dalam pada itu Ci Mia-cu telah bertanya dengan wajah


Pedang Keadilan Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

serius setelah termenung be-berapa saat: "sebenarnya
siapa sih yang dimaksud Thio tayhiap?"
" orang itu mempunyai nama yang amat besar dalam
dunia persilatan. Boleh dibilang semua jago yang berada
di tujuh propinsi wilayah Selatan dan enam propinsi di
Utara sungai besar pasti mengenalnya."
"Thio tayhiap tak usah putar-putar lagi. Langsung saja
kau sebut siapakah orang itu?"
"si hakim berwajah besi Ciu Huang" Ci Mia-cu segera
tersenyum "Waaaah... ternyata benar-benar seorang tokoh yang
punya nama besar dalam dunia persilatan. Aku dengar ia
sangat termashur dan ditakuti orang-orang dari kalangan
rimba hijau...." 174 "Maaf totiang, aku bukan ke mari untuk mendengar
tentang kehebatannya, yang ingin kuketahui adalah
kabar berita tentang Ciu Huang."
"Nama besar orang ini memang amat termashur di
dalam dunia persilatan, tapi sayang aku tak punya jodoh
untuk bertemu dengannya"
Berubah hebat air muka Thio Tay-kong, dengan suara
dingin tegurnya: "Harap koancu membuka matanya
lebar-lebar, perhatikan, yang bermaksud baik tak akan ke
mari, kalau sudah ke mari tentu membawa maksud tak
baik.,., lebih baik kau berikan kerja sama yang baik
kepada kami" Ci Mia-cu mengalihkan sinar matanya memandang
sekejap sekeliling tempat itu, lalu gumamnya: "Langit
amat bersih dan cerah, hari ini cuaca benar-benar sangat
indah dan segar...."
"Hmmmm, koancu tak usah melantur terus." tukas
Th^o Tay-kong ketus, "Tentunya kau tak ingin
menyaksikan Kuil Awan HHijau yang begini indah dan
rindang akan musnah terbakar bukan-..?"
"Hahaha... Thio tayhiap. pernahkah kau bayangkan
apa yang akan terjadi sebelum kau lepas api membakar
kuilku?" tanya Ci Mia-cu tertawa keras.
175 "Hmmmmm Apakah kau ingin memaksa aku untuk
membunuh beberapa orang lebih dulu?"
"Tepat sekali sebelum melepaskan api, lebih baik
bunuh dulu beberapa orang...."
"sayang siapa membunuh orang dla harus membayar
dengan nyawa sendiri," sambung Li Bun-yang dingin.
Hawa pembunuhan segera mencorong keluar dari
balik mata Thio Tay-kong, ditatapnya Ci Mia-cu lekatlekat,
kemudian serunya: "Ketahuilah, memandang pada
hubungan kita dulu yang pernah bersahabat aku tak
segan membujukmu..."
"Maksud baik itu biarlah kusimpam didalam hati saja."
tukas Ci Mia-cu. "Koancu, ciu Hiang sudah terluka tujuh belas pedang,
isi perutnya juga telah terluka oleh pukulan sam-yangciang.
jangan lagi tubuhnya terdiri dari daging dan darah,
sekalipun terbuat daribaja dan kawat pun belum tentu
jiwanya bisa lolos dari ancaman maut. Buat apa sih
koancu membela seseorang yang sudah hampir
mampus" Apakah koancu tidak merasa bahwa perbuatan
semacam itu sangat bodoh...?"
Kemudian setelah berhenti sejenak. terusnya:
"Mungkin juga dia sudah mati, Gara-gara sesosok mayat
koancu harus mengikat tali permusuhan dengan manusia
176 tangguh, tidakkah perbuatan semacam ini terlalu
bodoh?" "Apa boleh buat" sudah kubilang aku sama sekali tak
kenal dengan ciu tayhiap kecuali pernah mendengar
nama besarnya. Tapi kau si Golok sakti Roda Emas
ngotot minta orang kepadaku, bagaimana caraku untuk
menemukan seseorang macam Ciu-tayhiap untuk
diserahkan kepadamu?"
Dengan sorot maTayang dingin Thio Tay-kong
berpaling memandang sekejap kedelapan orang lelaki
bersenjata lengkap yang ada di belakangnya, lalu
tegurnya dingin, "Pernahkah koancu dengar tentang
nama besar sepasang Ular Dari Lautan Timur?"
Dalam hati kecilnya Ci Mia-cu merasa bergetar keras,
paras mukanya berubah hebat, tapi hanya sekejap
kemudian sudah pulih kembali ketenangannya, "Aku
sudah jarang sekali mencampuri urusan dalam dunia
persilatan, karena itu aku pun jarang sekali mendengar
tentang tokoh-tokoh sakti yang belakangan muncul
dalam dunia kangouw."
Thio Tay-kong tertawa keras. "Hahahah.... Tampaknya
totiang sudah benar-benar keblinger, semoga kau
bersedia menuruti nasehatku, janganlah gara-gara
sesosok mayat harus bermusuhan dengan musuh
tangguh." 177 Yu siau-liong yang mengikuti jalannya pembicaraan
selama ini, kini tak bisa menahan diri lagi, tiba-tiba ia
menyela: "Kau tak usah mencari suhuku, cari aku pun
sama saja" sekilas hawa pembunuhan menyelimuti wajah Thio
Tay-kong, tapi hanya sebentar saja ia sudah tenang
kembali jelas dalam hali kecilnya dia pun merasa agak
ngeri terhadap nama besar ketua Kuil Awan Hitam ini.
Tanpa memperdulikan ejekan dari Yu siau-liong,
kembali katanya kepada Ci Mia-cu sambil memberi
hormati "Delapan orang sahabat yang datang bersama
aku sekarang tali lain adalah anak buah dari sepasang
Ular Dari lautan Timur...." setelah berhenti sejenak. la
kembali meneruskan. " Harap koancu berpikir tiga kali sebelum bertindak,
apalah artinya membela seseorang yang sudah hampir
mampus, atau bahkan sudah mampus lama sehingga
mesti menanam bibit permusuhan dengan sepasang Ular
Dari lautan Timur, Apakah hal ini tidak terlampau rugi
bagimu?" Ci Mia-cu tertawa hambar. "Terserahlah apa yang
hendak saudara Thio katakan lagi sekali lagi kutegaskan
kepadamu, hingga detik ini aku belum pernah bertemu
dengan orang yang bernama Ciu Huang Ciu Tayhiap.
jadi.... biar kau paksapun tak ada gunanya."
178 Tampaknya kedelapan orang lelaki bersenjaTayang
ada di belakang Thio Tay- Huang itu sudah tak dapat
menahan sabarnya lagi. seorang di antaranya segera
berseru sambil tertawa dingin,
"Kalau toh persoalan ini tak dapat diselesaikan secara
baik-baik.... saudara Thio, kau tak usah membujuk lagi"
Dengan suara lantang kembali si Golok sakti Roda
Emas Thio Tay-kong menyela: "seandainya aku tidak
memperoleh beriTa yang pasti untuk membuktikan kalau
Ciu Huang benar-benar berada di Kuil Awan Hijau ini, aku
tak mungkin berani mencari gara-gara dengan
menyatroni kuil Anda. Kini situasi sudah memuncak.
perundingan pun menemui jalan buntu, Apabila koancu
tetap bersikeras tak mau menyebutkan kabarjejakdari Ciu
Huang, apa boleh buat, jangan salahkan lagi kalau aku
orang she-Thio terpaksa harus menggunakan kekerasan"
selama ini Lim Han-kim hanya berdiri termangumangu
di sisi arena tanpa bergerak. Wajahnya tetap
murung dan sedih, se-akan- akan situasi dl hadapannya
sama sekali tidak berpengaruh terhadapnya, sementara
itu Ci Mia-cu telah berkata lagi: "Biarpun aku sudah
mengundurkan diri dari keramaian dunia persilatan dan
tidak mencampuri urusan keduniawian lagi, bukan berarti
aku rela diancam orang dengan seenaknya, Tidakkah
Thio tayhiap merasa bahwa sikapmu yang kelewat
memaksakan kehendak sangat menghina diriku?"
179 "Kalau toh koancu enggan menuruti nasehatku, aku
juga tak dapat berbuat apa-apa lagi...." sahut Thio Taykong
dingin- Selesai berkata ia segera mengundurkan diri
sejauh delapan depa dari arena dan tidak banyak bicara
lagi. Agaknya sebelum tiba di Kuil Awan Hijau, orang-orang
ini telah menyusun rencana mereka dengan rapi, yaitu
mengajukan si Golok sakti Roda Emas sebagai perunding.
siapa tahu ketua dari Kuil Awan HHijau ini sama sekali
tidak memberi muka kepadanya.
Dalam keadaan begini terpaksa anak buah sepasang
Ular Dari Lautan Timurlah yang mesti tampilkan diri
untuk menyelesaikan persoalan ini secara kekerasan .
Tapi ada satu hal yang sama sekali di luar perhitungan
Thio Tay-kong, yakni kehadiran Li Bun-yang dari bukit
Hong-san yang tepat pada saat kedatangan mereka, ia
tahu keluarga persilatan ini mempunyai nama besar yang
amat termashur di dalam dunia persilatan-
Bukan saja pergaulan mereka sangat luas, ilmu silat
yang dimiliki pun sangat hebat. Hampir semua aliran
perguruan maupun partai punya hubungan yang akrab
dengan mereka, malahan dari pihak rimba hijau pun
rata-rata memberi muka kepada mereka.
Akan tetapi anak buah sepasang Ular Dari Lautan
Timur itu nampaknya tidak memandang sebelah mata
180 pun terhadap Li Bun-yang. Begitu Thio Tay-kong mundur
dari arena, serentak mereka bergerak maju, Buru-buru
Thio Tay-kong mengerahkan ilmu menyampaikan
suaranya membeli peringatan kepada anak buah
sepasang Ular Dari Lautan Timur itu:
"Pemuda berjubah panjang yang membawa kipas itu
adalah keturunan ketiga dari keluarga persilatan bukit
Hong-san, ilmu silatnya hebat dan pengalamannya luas,
kalian tak boleh pandang ringan kemampuannya.jika
dilihat dari sikap maupun gerak geriknya, tampaknya ia
sudah memutuskan membantu ketua Kuil Awan Hijau,
walau usianya yang masih muda, jangan sekail- kali
kalian pandang enteng kemampuan-nya. Harap saudara
sekalian bersikap lebih hati-hati..."
sementara itu, anak buah sepasang Ular Dari Lautan
Timur telah bergerak maju sambil meloloskan senjata
tajam masing-masing. Tampaknya mereka sudah bersiap
sedia melancarkan serangan.
Sebaliknya Ci Mia-cu sendiri meski nampaknya tetap
tenang dan seakan-akan tidak terpengaruh oleh situasi di
hadapannya. Diam- diam ia merasa amat kesal, Biarpun
sepasang Ular Dari Lautan Timur biasanya bergerak dan
malang melintang di sekitar sungai besar, namun daya
pengaruh mereka sebenarnya sudah lama menyusup ke
dalam wilayah Kang lam. Kehebatan mereka sudah amat
termashur di kolong langit.
181 Maka diam-diam ia pun berpikir: "Aaaai Terlepas
pertarungan hari ini akan menang atau kalah, yang pasti
ketenangan Kuil Awan HHijau akan terusik, dan mulai
saat ini musuh serta bencana tentu akan datang secara
beruntun-..." Mendadak terdengar seorang lelaki kekar yang
nampaknya pemimpin dari rombongan delapan orang itu
membentak keras: "Hey, hidung kerbau tua, mengapa
tidak kau lolos senjatamu" Apa lagi yang kau tunggu?"
sekilas hawa amarah melintas di wajah Ci Mia-cu yang
serius, jawabnya dingin, "sudah lama aku mengundurkan
diri dari keramaian dunia, senjata tajam tak pernah
kujamah lagi." "Hmmm, kalau memang ingin cepat mampus, jangan
salahkan aku lagi...." tukas lelaki kekar itu sambil
menggetarkan ruyung lemas berserat emasnya.
Buru-buru seorang imam muda lari mendekat sambil
menyerahkan sebuah kebutan (Hud-tim) ke tangan ketua
Kuil Awan Hijau. sambil menyambut senjata kebutan itu
dan bersiap sedia menghadapi serangan, kembali Ci Miacu
berkata serius: "Antara aku dengan sepasang Ular
Dari Lautan Timur belum pernah terjalin hubungan apaapa...."
"Makanya kau tak usah berlagak pilon lagi," potong
lelaki kekar itu sinis, "Asal kau bersedia mengakui saja
182 guru kami tak akan menyalahkan dirimu, bahkan akan
terjalin hubungan persahabatan yang lebih akrab."
"Aku tak berani bersahabat dengan sepasang Ular Dari
Lautan Timur, Namun aku pun enggan bermusuhan
dengan kalian, asal kamu semua bersedia tinggalkan
tempat ini, hal tersebut sudah cukup bagiku."
"Hmmm, besar amat bacotmu" teriak lelaki itu penuh
amarah, " Kalau aku tak berhasil meratakan Kuil Awan
Hijau ini dengan tanah hari ini, malu kami sebagai murid
sepasang Ular Dari Lautan Timur untuk tancapkan kaki
lagi di dunia persilatan"
Tanpa membuang waktu ia segera menyerang ke
muka. Ruyung lemasnya digetarkan hingga teggng lalu
ditusukkan lurus ke muka. Dengan cekatan ci Mia-cu
mengegos ke samping. Kebutannya digetarkan lalu
menyambar datangnya tusukan ruyung tersebut.
Jangan dilihat kebutan itu kecil sekali bentuknya,
ternyata babatan yang kelihatan ringan itu
menghamburkan kekuatan yang maha dahsyat, secepat
sambaran petir ujung kebutan mengancam pergelangan
tangan musuhnya. Walaupun dalam hati kecilnya lelaki kekar itu merasa
amat terperanjat ia tak berani berayal Cepat-cepat
pergelangan tangannya digerakkan ke bawah untuk
183 menghindar, Ruyung lemasnya yang sedang meluncur ke
depan ditarik ke belakang secara paksa.
Hud-tim atau kebutan merupakan senjata lunak yang
luar biasa hebatnya, Ketika bulu-bulunya melilit di atas


Pedang Keadilan Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ruyung musuh, kuatnya bukan kepalang, Meskipun lelaki
kekar itu sudah berhasil menarik kembali senjatanya
dalam sebuah sentakan kuat, namun ia tak berhasil
mementalkan senjata kebutan yang melilit di atas
senjatanya itu. Tiba-tiba Ci Mia-cu menggetarkan pergelangan
tangannya, tenaga dalam yang disalurkan dilipat
gandakan, kemudian membetotnya ke belakang, Dengan
begitu, kedua belah pihak pun saling tarik menarik
dengan mengerahkan segenap kekuatan yang
dimilikinya. selang seperminum teh kemudian, lelaki itu tak
mampu menahan diri lagi, Kuda-kudanya tergempur,
badannya terjengkang ke muka. sebaliknya Ci Mia-cu
tetap berdiri tanpa tergoyah sedikit pun-
Tak terlukiskan rasa gusar lelaki kekar itu setelah
menderita kekalahan hanya dalam sekali gebrakan saja.
ia membentak keras, dengan jurus "Menyapu Rata
selaksa Prajurit," ia lepaskan sebuah pukulan ke depan-
Ci Mia-cu segera mengebaskan Hud-tim-nya dengan
jurus "Melangkah santai di Awan Hijau." Tahu-tahu
184 badannya sudah melayang ke samping menghindarkan
diri dari ancaman tersebut setelah dua serangan
berantainya gagal mengenai sasaran, lelaki kekar itu
semakin gusar dibuatnya, Ruyung lemasnya diputar
kencang-kencang sampai menimbulkan suara deruan
yang memekikkan telinga. Dalam sekejap mata, seluruh angkasa telah diliputi
bayangan ruyung yang amat menyilaukan pandangan
Dengan kekuatan bagaikan amukan ombak di tengah
samudra, serangan itu mengurung tubuh ketua kuil Awan
Hijau rapat-rapat. Ci Mia-cu tidak gentar menghadapi
ancaman ini. Dengan gerak tubuhnya yang enteng dan
lincah seperti gerakan awan di angkasa, ia terbang kian
ke mari di tengah kurungan bayangan ruyung lawan,
sementara senjata hud-timnya menyapu kian ke mari
menahan datangnya ancaman. Dalam waktu singkat,
semua serangan gencar lelaki itu berhasil dipunahkan
sama sekali. Tak terlukiskan rasa terkejut si Golok sakti Roda Emas
Thio Tay-kong menyaksikan keampuhan lawannya, diamdiam
pikirnya: "Nama besar ketua Kuil Awan Hijau
ternyata bukan nama kosong belaka, Apa-lagi ada Li
Bun-yang dari Bukit Hong-san yang membantu di pihak
mereka, nampaknya pertarungan hari ini sukar bagiku
untuk meraih keuntungan."
185 sementara dia masih berpikir, tiba-tiba terdengar lelaki
bersenjata ruyung itu mendengus dingin, pertarungan
yang berjalan sengit pun tahu-tahu berpisah, Tampak Ci
Mia-cu dengan wajah serius, Air mukanya pucat kehijauhijauan,
dengan suara dingin ia berkata: "Walaupun aku
tak ingin melukai orang, sebaliknya aku pun enggan
terluka di tangan orang lain. HHmmmm Jika kau
memaksa aku terus dengan serangan-serangan kejimu,
jangan salahkan kalau aku bersikap kasar"
Rupanya lelaki beruyung itu habis kesabarannya ketika
dalam pertarungan yang berlangsung lama itu ternyata ia
gagal meraih kemenangan. secara diam-diam ia gunakan
Anak Harimau 9 Istana Tanpa Bayangan Karya Efenan Nurseta Satria Karang Tirta 3
^