Pencarian

Senja Jatuh Di Pajajaran 5

Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka Bagian 5


aku harus segera melakukan serangan, pikir pemuda itu
sambil menggerak-gerakkan ujung kakinya untuk menotol
tanah. Tubuh pemuda itu meloncat hampir menyerupai
terjangan harimau. Terjangannya mengarah ke tempat di
mana Ki Rangga Guna berdiri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kedua tugur nampak kaget melihat ada orang bisa
terbang. Barangkali saking kagetnya, keduanya hanya
berdiri mematung sambil mulut melongo menyaksikan
tubuh manusia meluncur deras seperti mengarah pada
mereka. Kedua orang itu memang berdiri membelakangi Ginggi.
Hanya ketika ada bentakan pemuda itu saja kedua orang
tugur membalikkan badan. Kedua orang itu menjerit ngeri tapi tak mampu bergerak.
Barangkali keduanya menyangka terjangan itu mengarah
pada mereka berdua. Gerakan Ginggi sebetulnya agak terganggu oleh posisi
kedua tugur tersebut. Padahal jurus yang dilakukannya ini
seharusnya menerjang lurus meniru loncatan harimau.
Kalau Ginggi harus mengikuti jurus yang sudah ditetapkan
oleh Ki Darma barangkali sebelum terjangan mencapai
sasaran yang dimaksud maka hanya kedua tugur itu saja
yang menerima akibatnya. Oleh sebab itu, pemuda itu perlu
mengubah sedikit gerakannya. Terjangan yang seharusnya
lurus mengarah sasaran, dia ubah menjadi gerakan salto
sehingga tubuhnya sedikit mumbul ke atas dan melewati
ubun-ubun para tugur. Ketiga orang itu mendongak ke atas
menyaksikan demontrasi salto yang dilakukan Ginggi.
Hanya bedanya bila kedua orang tugur menyaksikan
adegan ini dengan mulut melongo dan gemetar, Ki Rangga
Guna menatapnya dengan pandangan tenang walau pun
selintas Ginggi melihat ada kerutan heran di dahi orang itu.
Ki Rangga Guna nampak sudah siap menerima
serangan. Tangan kiri lurus ke atas sambil seluruh jari-jari
tangan terbuka lebar seperti orang menyangga sesuatu
benda berat. Sedangkan kepalan tangan kanan melintang
tepat di sikut kiri. Ginggi hafal betul gerakan ini. Jari-jari
terkembang lebar akan digunakan sebagai perisai untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menghadapi serangan lawan dari atas, sedangkan kepalan
tangan kanan dipersiapkan untuk membalas serangan.
Bentuk serbuan dari atas bila taat mengikuti ajaran Ki
Darma sebetulnya harus melancarkan serangan berbentuk
pukulan kepalan tangan. Namun Ginggi mengerti, bila
fihak lawan menerima serbuan kepalan tangan dengan jari-
jari tangan melebar, pukulan sekuat apa pun tak akan ada
gunanya, sebab Ginggi bisa menduga, tangkisan lawan tak
akan menerimanya dengan kekerasan. Ginggi tahu betul
gerakan tangan melebar ini. Dia akan digunakan untuk
memunahkan tolakan tenaga kasar dari serangan kepalan
tangan itu. Maka, tahu akan siasat lawannya, Ginggi
mengubah bentuk serangan. Hanya ketika meluncur di
perjalanan saja serangan Ginggi berbentuk kepalan tangan.
Akan tetapi ketika kepalan tangannya hampir setengah
jengkal "mendarat" di telapak tangan Ki Rangga Guna yang
jari-jari tangannya terbuka lebar itu, Ginggi mengerahkan
pusat tenaga ke arah jari-jari tangannya. Kepalan tangan
secepat kilat berubah mengembang dan "menjeprit"
serentak. Jepritan ini sungguh kuat sebab semua tenaga
dialirkan ke jari-jari tangan. Kalau Ki Rangga Guna tidak
cepat-cepat menurunkan tangannya, jelas akan membahayakan telapaknya. Tubuh Ki Ranga Guna melorot
hingga jatuh terduduk dan jumpalitan ke belakang seperti
trenggiling. Ginggi pun jumpalitan untuk mengubah kedudukan.
Dan di saat tubuhnya turun ke bumi, sepasang kakinyalah
yang mendahului turun. Ginggi berdiri dengan kaki terpentang lebar dan kedua
tangan bertolak pinggang memperhatikan tubuh Ki Rangga
Guna yang terus menggelinding menjauh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hahaha! Jangan terlalu jauh menggelinding, aku tak
melanjutkan serangan!" teriak Ginggi dengan nada
mengejek. Kedua tugur sudah terbiri-birit entah kemana dan Ki
Rangga Guna meloncat berdiri pada jarak tujuh depa lebih.
Dia berdiri dengan kaki sama terpentang dan tangan
membentuk pasangan kuda-kuda silang.
"Apa hubunganmu dengan Ki Darma, anak muda?"
tanya Ki Rangga Guna berkata lembut namun menyelidik
penuh rasa heran. "Aku petugas Ki Darma yang diutus membasmi
kejahatan. Dan penjahat pertama yang harus kubasmi
adalah engkau!" kata Ginggi tenang.
"Kejahatan apa yang aku buat, anak muda?"
"Kejahatanmu membawa aib bagi semua orang. Kau
memperkosa wanita! Terimalah seranganku!!" teriak Ginggi
melesat kembali. "Tunggu dulu!" teriak Ki Rangga Guna. Tapi Ginggi
sudah terlanjur menerjang dengan satu pukulan kepalan
tangan. Plak! Tubuh Ki Rangga Guna mundur tiga tindak,
sedangkan tubuh Ginggi serasa tertahan dinding baja ketika
kepalan tangannya ditahan telapak terbuka Ki Rangga
Guna. Ginggi kembali melakukan serangan. Tapi Ki Rangga
Guna hanya main kelit dan mundur. Sedikit pun tak
melakukan pembalasan. Dan serangan yang dibalas kelitan
ini sepertinya tak akan menghasilkan keputusan, sebab dua-
duanya saling mengenal gerakan lawan. Sampai pada suatu
saat, Ki Rangga Guna punya kesempatan untuk meloloskan
diri dari serangan-serangan Ginggi. Ki Rangga Guna
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
meloncat menjauh dan melarikan diri. Ginggi berteriak agar
lawannya tak bertindak pengecut. Namun suara pemuda itu
tak digubris Ki Rangga Guna.
Ginggi penasaran. Orang itu terus dia kejar. Masuk ke
hutan jati, keluar lagi. Berlari di padang semak-semak.
Sampai pada suatu saat jauh di ufuk timur seberkas cahaya
sudah terlihat, buronan pemuda itu tak pernah ditemukan
lagi. Hari sudah mulai terang tanah. Ginggi penasaran dan
bertekad menemukan Ki Rangga Guna. Dia naiki beberapa
pohon jati, dengan harapan bisa melihat di atas pohon. Tapi
yang terlihat hanya pohon dan padang semak belaka.
Akhirnya hanya kelelahan yang didapat. Ginggi terpaksa
kembali ke dusun kecil itu. Orang-orang sibuk bertanya
tentang kejadian semalam. Dan Ginggi hanya mengabarkan
bahwa buronannya itu seorang penjahat besar.
"Tidakkah dia yang mencuri mayat anakku, anak
muda?" tanya kepala dusun yang dikabari perihal peristiwa
semalam. "Entahlah yang jelas orang itu harus kutangkap," gumam
Ginggi. Sepagi itu, Ginggi sudah menjadi bahan pembicaraan
penduduk dusun. Kedua tugur itulah yaang menyebarkan
berita, betapa saktinya pemuda berpakaian kain halus
mengkilat itu katanya. "Raden, bagaimana kalau kau tinggal menjadi penduduk
di sini?" kata kepala dusun penuh harap. "Kami
membutuhkan orang pandai sepertimu. Dan kalau kau
mau, kami semua akan mengabdi padamu. Biarlah kau
menjadi kepala dusun, sebab hanya itu yang patut
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kuberikan padamu sebagai imbalannya," tutur kepala dusun
sejujurnya. "Paman, bila engkau menganggapku orang pandai yang
dibutuhkan, maka sebenarnya banyak yang memerlukan
tenagaku di saat-saat seperti ini. Aku memang perlu
menunaikan kewajiban menjaga keamanan dan memberantas kejahatan. Tapi tentu bukan sekadar di dusun
ini saja," kata Ginggi. Dan kepala dusun nampaknya sadar
akan keadaan. Dia tak berani lagi mengajukan kehendaknya pada pemuda itu.
Ginggi hanya perlu beristirahat sejenak dan makan
seadanya. Sesudah itu, dia pun segera mohon diri. Tak lupa
sambil mengucapkan terima kasih atas perhatian dan
penghargaan yang diberikan penduduk dusun tersebut.
Ginggi kembali melakukan perjalanan panjang. Dia
keluar masuk hutan jati atau hutan karet yang banyak
terdapat di wilayah perbatasan utara ini. Bila memasuki
sebuah dusun, Ginggi pun berupaya melakukan penyelidikan, atau pun penyelidikan dalam mencari tahu Ki
Rangga Guna, dan tidak terasa, perjalanan pemuda itu
sudah memakan waktu berminggu-minggu lamanya. Atau
bisa juga waktu berbulan sudah dia habiskan hanya untuk
penyelidikan. Ginggi menghabiskan waktu berbulan karena
dia bisa menelitinya dari perjalanan peredaran purnama.
Menurut perhitunganya, sudah tiga bulan purnama dia
jalani. Ke mana sebetulnya dia berjalan, pemuda itu pun
sudah tak tahu lagi. Hanya saja yang menyebabkan dia
sanggup melakukan perjalanan panjang, karena yang
tengah dikuntitnya serasa benar-benar ada di depannya.
Dengan perkataan lain, perjalanannya selama ini tidaklah
keliru. Sebab di beberapa kampung yang dilalui, Ginggi
juga menemukan kasus-kasus perkosaan terhadap gadis
muda tak berdaya. Tidak semua korban perkosaan berakhir
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan kematian. Dan yang kebetulan selamat dari
kematian selalu mengabarkan bahwa yang mengganggu
kehormatan dirinya adalah seorang lelaki setengah baya
dengan wajah bulat, hidung melengkung dan mata sipit.
"Ki Rangga Guna "." desis Ginggi kesal dan geram.
Ginggi bahkan semakin marah, sebab di beberapa kampung
terjadi beberapa kejadian seperti yang membuktikan bahwa
tindakan perkosaan terhadap anak gadis ada kaitan erat
dengan pencurian mayat bayi yang mati di malamsukra(Jumat). Ada satu dua kampung yang menjadi
geger sebab dalam selang beberapa hari saja terjadi dua
peristiwa menggemparkan. Pertama peristiwa pemerkosaan
terhadap gadis muda dan beberapa hari kemudian ketika
kebetulan ada bayi di malamSukra, kuburnya ada yang
membongkar dan mayat bayinya hilang. Bila tindak
kejahatan ini dilakukan oleh seseorang yang sama, maka
tudingan Ginggi hanya terarah kepada Ki Rangga Guna
seorang. Dan bila benar begitu, betapa jahatnya murid Ki
Darma yang satu ini. Ginggi tak suka terhadap Ki
Banaspati yang ambisi politiknya demikian gila. Namun,
terhadap Ki Rangga Guna ini malah lebih membencinya
lagi. Ki Rangga Guna menyakitkan sebab tindakan-tindakannya hina, biadab dan tak manusiawi. Ki
Rangga Guna jiwanya barangkali sudah dirasuki setan atau
sudah menjadi gila dan kehilangan kesadarannya sebagai
manusia. Kalau tidak demikian, mana mungkin tindak
kejahatannya melebihi takaran manusia jahatan lainnya.
Pada suatu hari, Ginggi tiba di sebuah wilayah
perbukitan kapur. Bukit-bukit ini tidak terlalu besar apalagi
tinggi, namun amat banyak dan bertebaran. Beberapa bukit
terasa gersang tanpa tumbuhan berarti. Namun beberapa
bukit ditumbuhi pohon-pohon jati kendati terlihat tak begitu
subur. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hari sudah demikian senja dan sebentar kemudian
kegelapan akan merajai malam. Ginggi perlu mencari
tempat untuk berlindung dari dinginnya angin malam atau
sebuah tempat aman untuk menghindar dari pertemuan
dengan binatang buas yang sekiranya membahayakan
dirinya. Berdasarkan pengalaman, di bukit kapur biasanya
terdapat gua alam. Ginggi harus mencari gua-gua itu
sekadar untuk menghabiskan malam.
Ginggi menaiki sebuah bukit. Bukit itu tak terlalu terjal,
tapi juga tak begitu mudah untuk didaki. Ginggi memilih
bukit itu sebab selain tak begitu terjal tapi tak begitu
mudahnya untuk didaki. Maksudnya, didaki oleh jenis
binatang yang dirasa akan membahayakan dirinya. Macan
kumbang selalu hidup di bukit karang, tapi dalam hal-hal
tertentu binatang itu tak suka tinggal di bukit yang memiliki


Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kemiringan melengkung dan rata. Biasanya macan
kumbang menyenangi bukit dengan tonjolan-tonjolan khas
agar dia bisa berloncatan kesana-kemari dengan mudah dan
ringan. Ginggi coba mendaki bukit yang melengkung dan rata.
Agak sulit memang. Tapi pekerjaannya itu dia lakukan
terus. Ginggi bersemangat menaiki bukit itu karena dia
memastikan di balik punggung bukit terdapat cekungan
gua. Bagaimana dia tahu disana ada cekungan gua"
"Aku melihat seberkas cahaya. Disana pasti ada gua dan
dihuni manusia," kata Ginggi di dalam hatinya. Namun
sudah barang tentu pemuda itu harus hati-hati. Dia tidak
boleh sembarangan memasuki gua. Tak akan menjadi
masalah bila yang melewatkan malam di dalam gua itu
hanyalah seorang pengembara sepertinya, atau sekelompok
pemburu. Tapi bila yang di dalam sana orang jahat, akan
menyulitkannya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ginggi perlu mengeceknya. Maka dengan berindap-
indap mendekati mulut gua.
Melalui tonjolan-tonjolan batu di sudut lubang gua,
Ginggi mengintip ke arah datangnya cahaya. Cahaya itu
berupa api unggun. Kayu-kayu kering gelondongan
digunakan sebagai bahan bakar, sehingga api berkobar
tinggi. Ginggi terkesiap wajahnya. Kembali dadanya berdebar
keras dan giginya berkerutuk karena menahan kemarahan.
Siapa yang tak marah bila yang dilihatnya adalah suatu
pemandangan yang membuat bulu kuduk berdiri saking
kagetnya melihat pemandangan ini.
Api unggun itu bukan saja hanya digunakan sebagai
penerangan dan pengusir dinginnya malam. Melainkan
dipergunakan juga untuk mengganggang tubuh mayat
seorang bayi. Mayat bayi itu sudah mulai mengering
sebagai tanda sudah lama diganggang di atas api unggun.
Namun ada lemak-lemak menetes dari tubuh kering seperti
dendeng itu. Tetesannya jatuh ke atas jilatan api dan
membentuk suara-suara desisan-desisan khas sebagaimana
api yang tertimpa tetesan benda cair.
Di sudut gua kapur pemandangan tak kalah hebatnya. Di
sana terbaring tubuh seorang gadis amat muda dengan
pakaian tak keruan bahkan boleh disebut hampir telanjang.
Gadis muda itu nampak tak sadarkan diri, atau barangkali
sudah mati, sebab selain wajahnya sudah pucat-pasi, di
beberapa bagian tubuhnya banyak didapat luka memar dan
sebagian mengucurkan darah.
Yang membuat darah Ginggi semakin menggelegak
karena marah, pelaku dari kesemua ini tak lain dan tak
bukan adalah Ki Rangga Guna. Orang ini nampak tengah
duduk bersila menghadap ke arah api unggun. Tangannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bersidakap dan mulutnya komat-kamit seperti tengah
mengucapkan mantra. Kulit wajah Ki Rangga Guna
nampak pucat seperti jarang terkena sinar matahari.
Hampir-hampir tak menyerupai Ki Rangga Guna saking
pucatnya, dan apalagi kain kepalanya diikat kain putih.
Yang menandakan bahwa dia Ki Rangga Guna, karena raut
wajahnya yang khas, yaitu muka bulat, hidung melengkung
seperti paruh burung ekek dan matanya sipit. Sekarang Ki
Rangga Guna tengah memakai pakaian serba putih. Bukan
berbentuk kampret atau salontreng, tapi lebih menyerupai
baju kurung. Celananya juga menggunakan warna putih
modelsontog, yaitu celana panjang sebatas betis.
Sedang melakukan upacara apakah ini, pikir Ginggi.
Jelas sekali, Ki Rangga Guna tengah melakukan sesuatu
upacara. Ginggi pernah melihat beberapa upacara dari
beberapa jenis agama yang ada di Negri Pajajaran ini. Tapi
yang dilakukan Ki Rangga Guna seperti baru pertama
kalinya dilihat Ginggi. Upacara itu aneh dan menakutkan.
Ki Rangga Guna bersidakap menghadap api yang di
atasnya diganggang mayat bayi, hanya membuat kesan
bahwa upacara yang dilakukannya bukan untuk melaksanakan upacara kebaikan. Beberapa bulan lalu
bahkan dia pernah mendapat tahu dari seorang penduduk
yang kampungnya pernah geger karena kehilangan mayat
bayi di kuburannya, tepat di malam Sukra (Jum"at). Ginggi
dikabari, kemungkinan mayat bayi dicuri di malam Sukra
untuk kepentingan ilmu hitam.
Ginggi menghitung, kalau tak salah ini malamSukra,
Upacara yang erat kaitannya dengan ilmu sihir kata orang
selalu dilakukan di malam Sukra, Benarkah Ki Rangga
Guna tengah melakukan upacara ilmu hitam"
Ginggi terus mengintip untuk lebih mengetahui apa saja
yang akan dilakukan orang sesat ini.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekarang Ki Rangga Guna menurunkan kedua belah
tangannya. Sesudah itu dia membentuk posisi seolah-olah
kedua tangannya akan melakukan sembah. Sepasang
telapak tangan dia lekatkan satu sama lain. Namun gerakan
menyembah segera diubahnya. Sedikit demi sedikit telapak
tangan dipisah dan merenggang. Sesudah itu kedua telapak
tangan bersatu kembali. Begitu seterusnya berulang-ulang.
Menurut penglihatan Ginggi, ini gerakan yang biasa
dilatihnya semasa masih bersama Ki Darma. Gerakan
telapak tangan terbuka dan kemudian menyatu, adalah
gerakan tepukan untuk memperkuat telapak tangan itu
sendiri. Tepukan akan dimulai pelan. Namun lama
kelamaan akan semakin keras dan meningkat. Ginggi
melakukan latihan seperti itu empatpuluh hari empatpuluh
malam tanpa henti. Ini untuk melatih kekuatan telapak
tangan. Kata Ki Darma, bila telapak tangan sudah benar-
benar kuat, kalau digunakan untuk menghantam batang
pohon, maka akan membuat tumbang pohon itu sendiri
karena batangnya hancur. Kalau yang dihantam adalah
sebuah batu, maka batu itu akan berubah hancur menjadi
kerikil-kerikil kecil. "Bisa kau bayangkan kalau telapak tanganmu kau
pergunakan untuk menempeleng pipi lawan. Maka mulut
lawanmu akan dower, rahangnya akan hancur dan gigi-
giginya akan tanggal berantakan," kata Ki Darma waktu
itu. Namun sudah hampir enam bulan Ginggi melakukan
perjalanan, belum satu kali pun tangannya dia layangkan
untuk menyakiti orang, kendati harus diakuinya selama dia
turun gunung sudah beberapa kali melakukan perkelahian.
(O-anikz-O) Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kekalahan Ginggi memang sudah menduga cara latihan seperti ini
beserta kegunaannya kelak. Namun yang membuat pemuda
ini merasa kaget, tingkat latihan Ki Rangga Guna lebih
tinggi dan lebih hebat hasilnya. Gerakan tepukan semakin
lama semakin keras karena dilakukan pengerahan tenaga
sepenuhnya. Saking kerasnya, tepukan itu menghasilkan
suara yang membahana dan menyakitkan anak telinga.
Ginggi hampir-hampir tak kuat menahannya. Tepukan
tangan ini menghasilkan pemandangan yang amat
menakjubkan. Setiap kali sepasang tangan Ki Rangga Guna
bertemu keras, setiap itu pula membersit seberkas cahaya
kilat. Ada hawa panas memancar dari mayat bayi yang
tergantung di atas lidah api bergoyang-goyang seperti didera
hembusan angin keras. Begitu pun lidah api melenggang-
lenggok keras sebagaimana layaknya dierpa hembusan
angin. Ginggi berusaha menulikan telinga, sebab setiap lubang
telinga menerima suara tepukan, setiap kali itu pula
dadanya bergetar keras. Pemuda itu hampir meloncat pergi saking tak kuatnya
menahan getaran itu, kalau saja Ki Rangga Guna tidak
menghentikan latihannya. Suara tepukan berhenti dan suasana mendadak hening.
Lidah api berhenti bergoyang, kecuali tubuh mayat bayi
yang tergantung di atas masih bergoyang kesana-kemari.
Sekarang Ki Rangga Guna berdiri dari duduknya.
Memandang sejenak ke arah mayat bayi yang tergantung
kering di atas langit-langit gua. Secepat kilat Ki Rangga
Guna meloncat memburu mayat bayi yang kering-
kerontang itu. Turun dan hinggap seperti burung hantu di
tonjolan batu di seberang lidah api sambil tangan kanan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sudah memegang tubuh mayat bayi tepat di bagian
sepasang kakinya. Secepat kilat Ki Rangga Guna
mengeluarkan sebuah pisau yang terselip di pinggangnya.
Dan srat! Tangan mayat bayi itu dia kutungi sebatas
pergelangannya, kiri dan kanan bagian tangan bayi itu dua-
duanya dia bungkus dengan kain putih. Dilipatnya
beberapa kali. Dan sesudah itu, bungkusan telapak tangan
mayat bayi itu dia belitkan di pinggangnya seperti layaknya
memakai sabuk. "Biadab!" desis Ginggi perlahan.
Ki Rangga Guna melemparkan bagian tubuh mayat bayi
ke atas kobaran api dan senter kemudian mayat bayi kering-
kerontang itu sudah luluh-lantak dimakan api.
Terdengar suara Ki Rangga Guna terkekeh-kekeh seperti
puas atas hasil kerjanya.
Perhatian Ki Rangga Guna sekarang beralih ke tubuh
gadis muda yang tergeletak diam di sudut gua. Sambil
hahah-heheh menyeramkan, Ki Rangga Guna mendekati
tubuh tak bergerak itu. Pisaunya yang tipis mengkilat dia
angkat dan sepertinya akan segera dihunjamkan ke bagian
dada gadis tak berdaya itu.
"Hentikan!" teriak Ginggi tak sanggup lagi menahan
gelora hatinya. Sejenak Ki Rangga Guna terkejut mendengar suara ini.
Barangkali dia tak menyangka ada orang lain mengintip
perbuatannya. Hanya sejenak saja dia terkejut, sebab sesudah itu raut
wajahnya lebih menggambarkan rasa heran ketimbang
kemarahan. "Siapa di situ" Ayo masuk ke sini!" teriaknya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ginggi meloncat masuk dan berdiri berhadapan dengan
Ki Rangga Guna. Tapi, benarkah ini Ki Rangga guna"
Ginggi menatap tajam wajah orang ini. Sudah dua kali
dia bertemu Ki Rangga Guna. Dan ini yang ketiga. Tapi
wajah Ki Rangga Guna seperti lain dengan wajah orang ini
beberapa bulan berselang. Beberapa bulan yang lalu Ki
Rangga Guna berkulit kecoklat-coklatan karena seperti
sering terkena sinar matahari. Sedangkan raut mukanya kini
amat kebalikan dengan beberapa bulan lalu. Berkulit putih
tapi terkesan pucat karena kekurangan sinar matahari. Yang
membuat bulu kuduk Ginggi merinding, mulut Ki Rangga
Guna selalu menyeringai memperlihatkan giginya yang
kuning. Matanya pun berputar liar dan bila menatap
sorotannya tajam beringas. Beda sekali dengan penampilan
beberapa bulan yang lalu.
"Hikhikhikhik! Kebetulan ada sesuatu yang bisa aku
pakai sebagai latihan. Tiga kali empatpuluh hari
empatpuluh malam aku tuntaskan latihanku. Sepuluh bayi
sudah kugunakan, sepuluh gadis pun sudah aku
manfaatkan. Ayo bocah dungu, pukullah aku!" kata Ki
Rangga Guna melengking tinggi menyakitkan telinga dan
isi dada. Untuk yang kesekian kalinya Ginggi bergidik.
Suara dan tawa Ki Rangga Guna kini bahkan
menyeramkan. Dulu besar dan berat. Bernada datar dan
seperti tak gemar bicara berpanjang-panjang. Sekarang kecil
melengking dan sesekali seperti suara ringkik kuda.
"Ayo anak kecil, pukullah aku! Ayo cepat!" ringkiknya
lagi. "Bukan saja aku akan sekadar memukul, tapi pun aku
akan bunuh kamu!" teriak Ginggi. "Engkau jahat dan
biadab, maka harus aku enyahkan engkau dari muka bumi
ini!" teriak Ginggi melesat ke depan. Begitu langkah kaki
kanan maju setindak, begitu pula kepalan tangan kanan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bergerak seperti per membuat pukulan keras mengarah
dada. Ginggi terkejut, menurut logika, bila orang diserbu
pukulan, maka dia akan segera bergerak menyambut. Kalau
tidak berkelit pasti akan menangkis. Tapi Ki Rangga Guna
sungguh berani. Pukulan Ginggi dibiarkannya menerobos
menyerang dada. Ginggi berteriak keras mencoba menahan gerakan.
Sebesar apa pun kemarahannya terhadap Ki Rangga Guna
yang jahat ini, tapi dia tak mau bertindak kejam melakukan
serangan kepada orang yang tak melakukan perlawanan.
Luncuran tenaganya yang telanjur dia keluarkan hanya bisa
ditahan setengah bagian saja. Yang setengahnya menerobos
dada Ki Rangga Guna. Bleg! Ginggi menyeringai kesakitan. Kepalannya seolah
memukul karung goni berisi pasir besi saja saking kerasnya
dada Ki Rangga Guna. Ki Rangga Guna terkekeh-kekeh. Nampaknya dia
gembira dengan kejadian ini.
"Ayo pukul lagi lebih keras anak muda!" teriaknya
melengking. Tubuh orang ini kuat, pikir Ginggi. Maka
pemuda itu pun tak ragu-ragu melakukan pukulan kedua.
Kali ini kepalan tangan kiri yang digunakan untuk
menyerang. Takaran tenaganya dia tambah lagi hingga
mencapai tigaperempat bagian.
Blug! Dada yang terselubung baju kurung warna putih
itu hanya bergeming sedikit dan Ginggi tetap menyeringai
kesakitan kendati inti tenaga sudah dia salurkan ke tangan
kiri. Ginggi penasaran, ayunan kepalan tangan kanan kini dia


Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

isi dengan seluruh inti tenaganya. Dia memusatkan pikiran
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di antara kedua alis mata. Dia tahan nafas dalam-dalam.
Sesudah semua hawa murni dia sedot, lalu dia keluarkan
suara bentakan nyaring sambil dibarengi hentakan tangan
kanannya. Blag! Tubuh Ki Rangga Guna bergoyang dan
langkahnya mundur tiga tindak. Ginggi melongo. Ini
pukulan yang sepenuhnya diisi inti tenaga. Kalau
digunakan memukul pohon jati, maka seluruh kepalan akan
melesak masuk ke batang pohon. Kalau kepalan itu
menyerang batu karang, maka akan hancur berkeping. Tapi
dada Ki Ranga Guna yang hanya terbuat dari tulang dan
daging tipis hanya membuat kakinya mundur tiga tindak
saja. Tidak terkesan rasa sakit yang tercermin di wajahnya.
Ki Rangga Guna bahkan terkekeh-kekeh lucu melihat
Ginggi melongo seperti itu.
"Sekarang giliranku yang memukul anak muda. Ingin
aku buktikan bahwa latihan telapak tanganku selama
seratus duapuluh hari tak henti ini akan melumerkan
bongkahan baja dan membuat batu karang menjadi debu!
Terimalah ini!" teriak Ki Rangga Guna dengan suara
melengking tinggi. Tubuh orang itu doyong dan
melengkung ke depan seperti akan terjerembab. Namun
akhirnya dia membuat gerakan seperti kodok meloncat dan
tangan melesat ke depan. Yang kanan terbuka mengarah
wajah Ginggi dan tangan kiri menyodok dengan kepalan
mengarah ke pusar. Ginggi bergidik menerima serangan ini sebab begitu
tangan kiri menyodok dari bawah ada hawa panas
menerjang pusarnya. Begitu pun serangan tangan kanan
terbuka mengarah wajah, terasa sekali ada dorongan hawa
yang sama menuju arah serangan itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Serangan ganda yang mengarah ke atas dan ke bawah
secara bersamaan ini sebetulnya mudah untuk ditangkis.
Caranya adalah mengibaskan sepasang tangan secara
berbareng tapi dengan arah berlainan. Untuk menolak
serangan ke wajah, Ginggi harus mengibaskan tangan
kanan secara silang ke samping. Sedangkan untuk
memunahkan serangan ke bawah pusar dia harus
mengibaskan tangan kiri ke bawah.
Namun Ginggi tak berani mengambil resiko mengadu
kekuatan tangan dengan lawannya. Ki Rangga Guna seperti
memiliki kekuatan ajaib tapi yang bisa membahayakan
lawannya. Tadi Ginggi sudah menyaksikan latihan tepukan Ki
Rangga Guna. Betapa hebat pengerahan tenaganya
sehingga dua telapak tangan beradu mengeluarkan
burcakan bunga api. Ini hanya menandakan bahwa latihan
pengerahan tenaga Ki Rangga Guna sudah mencapai
puncak kesempurnaan. Tempo hari Ki Darma pernah mengatakan bahwa
manusia memiliki inti tenaga yang bersembunyi di
badannya. Siapa pun adanya, dilatih atau pun tidak dilatih.
Hanya bedanya, orang yang gemar berlatih kelak akan
mampu menjinakkan, mengendalikan dan mengatur kapan
inti tenaga bisa dikeluarkan. Sedangkan yang tak pernah
berlatih, dia tidak akan bisa mengendalikan kekuatan
tersembunyi itu menurut kehendaknya sendiri.
"Ambillah contoh. Seseorang yang tak pernah melatih
ilmu kepandaian dalam keadaan biasa dia tak mungkin
sanggup meloncat menyebrangi sungai yang lebar,
misalnya. Tapi tenaga besar yang tersembunyi di badannya
sebenarnya dia punya. Buktinya, bila dia merasa takut
dikejar anjing, dia akan lari secepatnya dan secara nekad
sungai yang lebar akan diloncati dan berhasil. Kau lihat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
juga contoh lain. Bila dalam keadaan biasa seseorang tidak
dalam keadaan panik, manakala dia terkurung api di dalam
rumah terkunci rapat, untuk menyelamatkan diri dia nekad
menubruk pintu terkunci dan tak sadar berhasil membobolnya. Itu satu tanda bahwa dalam dirinya ada
tenaga maha besar yang tersembunyi," kata Ki Darma
beberapa waktu lalu ketika Ginggi belajar di puncak
Cakrabuana. Kata Ki Darma, bagi yang ingin mengendalikan tenaga
maha besar yang ada di dalam tubuhnya maka dia harus
mau berlatih keras. Kian keras latihan akan kian pandai
mengendalikan kekuataan maha besar tersembunyi ini.
Sebagai bukti, betapa hebatnya tenaga pukulan yang
dikeluarkan Ki Rangga Guna. Puncak kekuatan ini akan
menciptakan tenaga dahsyat sampai mengeluarkan tekanan
udara dan menghasilkan sumber api.
"Tenaga dahsyat yang dikeluarkan dari tubuh kita juga
bisa mendorong udara dan menghasilkan tekanan luar
biasa. Itulah sebabnya, kerapkali kita dengar ada orang
sanggup memukul lawan tanpa menyentuhnya. Itu karena
telapak tangan orang tersebut telah sanggup mendorong
udara di hadapannya sehingga menimbulkan tekanan. Kian
kuat dia mendorong udara, maka akan kian kuat pula
hasilnya. Ada orang yang sanggup memukul roboh sebuah
pohon besar dari jarak jauh. Pohon itu tumbang dan
terbakar karena tekanan udara yang besar juga akan
menghasilkan kilatan api," kata Ki Darma.
Waktu itu Ginggi disuruh berlatih dari hal-hal yang kecil
dulu. Pertama-tama dia berdiri menghadap api pelita jarak
satu depa saja di sebuah ruangan tertutup. Ginggi membuka
telapak tangan dan seolah-olah memukul atau mendorong
cahaya api itu dengan telapak tangan sejauh satu depa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau lihat bukan, lidah api itu bergoyang-goyang karena
tenaga tolakan telapak tanganmu itu. Kian kuat kau berlatih
memukul jarak jauh, maka akan kuat pula hasilnya. Api
bukan sekadar bergoyang tapi akan padam. Latihan lebih
kau tingkatkan lagi, maka bukan hanya menggoyangkan
lidah api, melainkan sanggup merobohkan sesuatu yang
lebih besar lagi, misalnya saja menumbangkan sebuah
batang pohon dengan pukulan jarak jauh," kata Ki Darma.
Menurut Ki Darma, ilmu berkelahi tiada batasnya. Siapa
yang paling pandai di dunia, tak ada orang yang tahu.
"Sudah berapa jauh tingkat ilmu yang kau miliki, engkau
tidak akan tahu, tidak juga aku yang melatihmu. Oleh sebab
itulah aku ingatkan engkau harus hati-hati hidup di dunia.
Jangan sombong dan takabur. Kalau bisa, sembunyikan
ilmumu itu. Biarkan orang lain menganggapmu tak bisa
apa-apa agar perhatian orang lain padamu terlena," kata Ki
Darma. Amanat terakhir Ki Darma bahwa dia harus mau
menyembunyikan ilmu kepandaiannya, tak selamanya bisa
dijalankan. Buktinya hari ini saja dia memperlihatkan
kepandaian tanpa dipaksa orang.
"Tapi yang ini mesti kulakukan karena tujuanku ingin
membasmi kejahatan," kata Ginggi dalam hatinya.
Seperti tadi diutarakan, pemuda itu terlalu berisiko bila
dia mencoba menangkis pukulan Ki Rangga Guna. Dia tak
mau saling berbenturan tangan. Oleh sebab itu, tak ada cara
terbaik meloloskan diri dari terjangan lawan selain mundur
tiga tindak ke belakang dan kemudian meloncat jauh ke
samping. Sudah barang tentu terjangan Ki Rangga Guna
dengan lompatan kodoknya hanya berhasil menerjang
angin belaka. Tapi lompatan itu terlalu kuat. Tubuh Ki
Rangga Guna yang dihindarkan oleh kelitan ke samping,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sepertinya hendak menubruk dinding karang. Tapi orang itu
benar-benar pandai membuat gerakan. Sepasang tangan
yang sedianya akan digunakan menyerang Ginggi sekarang
dia gunakan untuk menotol dinding sehingga tubuhnya
kembali mumbul ke udara. Di atas udara Ki Rangga Guna
bersalto. Dan saat tubuhnya ada dalam keadaan terbalik, Ki
Rangga Guna menggerak-gerakkan sepasang tangannya.
Ginggi terkejut. Ini adalah pukulan jarak jauh seperti apa
yang dikatakan Ki Darma. Dan benar saja, suara angin berciutan mengiringi udara
panas yang mempengaruhi ruangan gua itu. Ginggi yang
tepat berada di bawah lawannya segera membuat gerakan
trenggiling hindarkan api. Dia berguling-guling beberapa
kali ketika Ki Rangga Guna menggerak sepasang tangannya
lurus ke bawah dengan telapak tangan terbuka lebar.
Blaaar!!! Ada suara dentuman menggelegar. Ruangan
gua seperti bergetar. Dari langit-langit ada bebatuan yang
runtuh. Beberapa menimpa gundukan api dan beberapa lagi
menimpa tubuh gadis yang tergolek di sudut. Sebuah batu
besar pas menimpa dadanya. Tidak terdengar jerit kesakitan
atau erangan kecil. Tidak juga berkelojotan atau sekadar
menggerak-gerakan ujung jari kaki sebagai tanda sakit. Ini
hanya membuktikan bahwa gadis itu mungkin sejak dari
tadi tak bernyawa lagi kalau tadi Ginggi melihat Ki Rangga
Guna hendak menikam dada gadis itu. Siapa tahu.
Bukankah terhadap tubuh mayat bayi pun dia potong
bagian tangannya" Ginggi tak sempat berpikir panjang lagi sebab serangan
angin pukulan terus memberondongi dirinya. Pemuda itu
pun terpaksa melompat kesana-kemari dan jumpalitan
beberapa kali. Batu-batu kapur berguguran dari sana-sini.
Dan langit-langit gua seperti mau runtuh rasanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ginggi agak kewalahan menerima serangan yang ganas
dan berubi-tubi ini. Sementara Ki Rangga Guna sambil
melepaskan angin pukulan kerjanya hahah-heheh, atau
sesekali meringkik seperti kuda. Mulutnya menyeringai dan
matanya liar. Sambil terus berkelit dan menghindar, Ginggi
merasakan keganjilan-keganjilan, terutama yang menyangkut tindakan-tindakan aneh orang ini.
Sudah dua kali Ginggi bertemu Ki Rangga Guna ini.
Pertama kali ketika orang ini dikeroyok di depan kedai
wilayah Kandagalante Tanjungpura. Dan yang kedua di
sebuah dusun kecil ketika baik Ginggi mau pun orang ini
sama-sama kemalaman dan hendak menumpang tidur.
Dari pertemuan itu Ginggi menyaksikan perilaku Ki
Rangga Guna yang tenang dan terkesan acuh tak acuh.
Ketika dia dikeroyok banyak orang, tidak sedikit pun dia
mau membalas atau melayani keroyokan itu. Padahal kalau
dia mau, Ginggi merasa yakin, Ki Rangga Guna dengan
mudah saja melumpuhkan para pengeroyoknya. Ketika Ki
Rangga Guna diserbu olehnya, juga terjadi hal yang sama.
Dia tak mau membalas serangan, bahkan selalu
menghindar dan akhirnya melarikan diri. Hanya kali ini di
pertemuan yang ketiga, Ki Rangga Guna membalas
serangan. Bahkan dia membalas jauh lebih kejam dan
ganas, seperti punya maksud untuk membunuhnya. Ganjil
sekali orang ini. Dalam beberapa pertemuan sanggup
menampilkan dua perilaku yang bertolak belakang.
Sekarang Ki Rangga Guna seperti gila dan bagaikan orang
kerasukan setan. Apalagi bila melihat matanya yang liar
dan suaranya yang meringkik-ringkik menyeramkan.
Gilakah orang ini sesudah hampir tiga atau empat bulan tak
bertemu dengannya" Tapi kemudian Ginggi berpikir. Dia
teringat pengakuan pemilik rumah hiburan di Tanjungpura
yang mengatakan bahwa ketika Ki Rangga Guna mengacau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tempat hiburan, perilakunya hampir menyerupai orang gila
dan kekejamannya seperti iblis. Jadi kalau begitu, sudah
sejak pertemuan dengannya Ki Rangga Guna sudah
berpenampilan aneh seperti ini.
Kembali Ki Rangga Guna mendoyongkan tubuhnya ke
depan sehingga saking doyongnya, perutnya hampir
menyentuh permukaan gua. Sepasang tangannya kini
ditarik ke belakang. Pelan-pelan dari berbentuk kepalan berubah menjadi
terbuka. Ginggi bersikap hati-hati. Serangan yang meniru
gerakan kodok hendak meloncat ini amat berbahaya seperti
yang dipertunjukan pertama kali tadi. Dari gerakan telapak
tangannya yang didorongkan ke depan kelak akan terpancar
hawa panas. Hanya dengan mundur tiga tindak dan berkelit
ke samping yang membuat serangan itu bisa dihindarkan.
Kalau serangan yang sama akan kembali dilakukan, Ginggi
perlu merubah gerakan menghindar, sebab bila jurus hindar
hanya yang itu-itu saja sudah diketahui dengan baik oleh Ki
Rangga Guna. Ginggi mengingat-ingat, gerakan hindar
yang mana lagi yang pernah diajarkan Ki Darma dalam
upaya meloloskan serangan lawan seperti itu.
Ginggi bingung sekali dalam memilih jurus yang terbaik.
Ki Darma banyak memberikan jurus-jurus hindar.
Jumlahnya tak terhitung sampai-sampai Ginggi pun tak
hafal lagi. Tapi faktor atau penyebab tak hafalnya semua
jurus yang diberikan Ki Darma bukan karena terlalu banyak
macamnya jurus, melainkan karena keengganan dirinya
mendalami semua yang diberikan Ki Darma. Ginggi dulu
memang jenuh sebab selama sepuluh tahun pekerjaannya
hanya berlatih sesuatu yang sebenarnya dia tak suka
melakukannya. "Ini gerakan berkelahi. Dan semua ditujukan untuk
membunuh. Apakah kelak pekerjaanku hanya berkelahi dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membunuh, Aki?" tanya Ginggi ketika itu. Ki Darma hanya
mendelik marah bila Ginggi sudah membangkang seperti
itu. Hanya tak mau didamprat Ki Darma saja Ginggi
akhirnya mau berlatih. Itu pun kalau Ki Darma sedang turun gunung, Ginggi
hanya berlatih asal-asalan saja. "Aku tak senang berkelahi.
Untuk apa setiap hari harus berlatih ilmu kasar macam
begini?" pikirnya ketika itu.


Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Namun sekarang terbukti, bahwa pendapat Ki Darma
benar dan pilihannyalah yang keliru. Paling tidak dalam
menghadapi gempuran-gempuran maut dari orang gila ini,
Ginggi memendam rasa sesal yang dalam. Kalau saja dulu
tidak asal-asalan, kalau saja dulu gigih berlatih, tak nanti
aku menderita kewalahan seperti ini, keluhnya dalam hati.
(O-anikz-O) Ki Rangga Wisesa Ginggi tak ada waktu lagi memilih-milih jurus mana
yang paling baik sebab tak ada lagi waktu. Sekarang Ki
Rangga Guna mendorong-dorongkan sepasang telapak
tangannya yang terbuka lebar. Orang ini cerdik. Tadi
serangan gaya kodok itu dilakukan sambil meloncat.
Karena Ginggi mundur tiga tindak dan berkelit ke samping,
serangannya gagal. Sekarang, dia menyerang hanya dengan
angin pukulannya saja yang menderu-deru tanpa beranjak
dari kedudukannya semula. Cerdik sekali, sebab dengan
melakukan serangan dari jarak jauh, Ki Rangga Guna
hanya mengamati saja, ke mana pemuda itu menghindar.
Kalau ada gerakan ke samping kiri, Ki Rangga Guna
tinggal mengarahkan pukulannya ke samping kiri, begitu
pun sebaliknya. Ginggi sampai sejauh ini bisa lolos dari
serangan maut, hanya karena tertolong oleh bongkahan-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bongkahan batu yang runtuh saja. Bila dia tak sempat
menghindar, maka satu-satunya jalan berlindung di balik
bongkahan batu. Tapi cara itu pun sebenarnya hanya
sementara saja. Setiap bongkahan batu terkena serangan,
batu besar itu hancur berantakan. Lambat laun tentu
pemuda itu akan kehilangan bongkahan batu untuk
berlindung. Pemuda itu pun menyadari akan perkiraan itu. Si
bedebah itu hanya mengulur-ulur waktu saja. Persis seperti
kucing hendak memangsa tikus. Sebelum tikus kecil digerus
habis oleh gigi-gigi runcingnya, sang tikus yang ketakutan
seengah mati hanya dipermainkan saja.
Ginggi merasakan, Ki Rangga Guna seperti punya rasa
optimis untuk mengalahkan dirinya. Maka sebelum
membunuhnya, Ginggi seperti disiksa dengan permainan-
permainan maut. Ginggi mengeluh. Barangkali di sinilah akhir hayatnya.
Tak disangka, jauh sebelum tugasnya selesai dia keburu
mati. Mati bukan oleh musuh yang lebih besar, tapi oleh
orang yang sebelumnya harus dia pintakan saran dan
petunjuk seperti apa kata Ki Darma.
Sadar nasibnya akan berakhir di gua kapur ini, pemuda
itu mengeraskan hatinya. Kalau hanya sekadar memburu
mati, buat apa harus berhati-hati" Lebih baik aku mencoba
balik menyerang. Kalau berhasil syukur, kalau tidak, ya
hanya mempercepat proses kematian saja. Yang penting
aku berusaha menyerang dan berusaha membunuhnya pula,
pikirnya dalam hati. Putusannya sudah bulat. Maka ketika Ki Rangga Guna
menarik sepasang tangannya ke belakang untuk membuat
ancang-ancang penyerangan baru, maka serentak itu pula
dia menghimpun inti tenaga. Ujung kakinya menotol
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dinding gua dan tubuhnya melesat memburu di mana Ki
Rangga Guna berada. Dia harus adu cepat. Sebelum
sepasang tangan lawannya kembali mendorong ke depan,
maka dia harus melayangkan sebuah serangan dahsyat.
Sambil tubuh melesat di udara, sepasang tangan Ginggi
bersilang di depan wajahnya. Tangan kanan berbentuk
kepalan, sedangkan tangan kiri membentuk capit gunting.
Ki Rangga Guna nampak terkejut dengan bentuk
serangan ini. Barangkali dia tak menduga bahwa Ginggi
akan nekad balik membalas serangan. Atau barangkali juga
Ki Rangga Guna terkesiap karena hafal akan jurus ini.
Namun apa pun yang ada di benak Ki Rangga Guna, rasa
terkejutnya ini amat menguntungkan Ginggi, sebab dengan
demikian, gerakan Ki Rangga Guna agak terhenti sejenak.
Dan kesempatan ini dimanfaatkan dengan baik oleh
pemuda itu. Kepalan tangan kanan pemuda itu segera
melayangkan pukulan. Ginggi sebetulnya tahu betul, Ki
Rangga Guna akan menduga bahwa serangan yang asli
terletak pada capit gunting tangan kiri. Dua jari tengah dan
telunjuk sudah diisi inti tenaga. Sedang kepalan tangan
kanan sebenarnya kosong melompong dari tenaga apa pun.
Ginggi memastikan, begitulah yang tengah dipikirkan Ki
Rangga Guna yang kenal betul akan gerakan khas milik Ki
Darma. Dan karena Ki Rangga Guna berpikirnya begitu,
pemuda itu harus mengubah siasat. Dia harus mengecoh
jalan pikiran yang sudah baku itu. Maka pemuda itu
serentak menarik inti tenaga yang sudah dia salurkan ke
capit gunting tangan kiri dan serentak dialirkannya ke
kepalan tangan kanannya sepenuh tenaga.
Wuuttt " Plak! Ki Rangga Guna berteriak keras dan
tubuhnya terbanting menumbuk dinding gua.
"Yihuyyyy !!!" seru Ginggi berteriak girang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Rangga Guna duduk meloso bersandar di dinding
gua. Dia pijit-pijit keningnya yang bersemu hijau dan agak
bengkak. Dan sesudah beberapa kali menggoyang kepala
seperti hendak mengusir rasa pening, dia pelahan bangkit
kembali dan menatap nanar campur heran kepada Ginggi.
Tangan kanannya kemudian menunjuk kepada pemuda itu.
"Engkau " mengapa engaku gunakan jurus Ki Guru
Darma?" katanya heran.
"Aku pergunakan jurus kepunyaan Ki Darma karena dia
memberikannya padaku!" kata ginggi.
"Kau murid Ki Darma?"
Ginggi menggelengkan kepala. Dia tak bohong, sebab
selama ini Ki Darma tak pernah menyebutnya murid pada
dirinya. "Kau bukan muridnya tapi kau pergunakan jurus itu,
berarti kau curi ilmu Ki Guru, jahanam!" Ki Rangga Guna
mendelikkan matanya. "Aku tidak curi, aku dilatihnya!" sanggah Ginggi.
"Hehehe, tikus kecil! Hanya murid yang menerima
pelajaran guru. Kalau guru tak ambil murid, maka tak
mungkin memberi ilmu. Jadi, engkau pasti curi ilmu guru,
hei kecoa!" Sambil kembali hahah-heheh, Ki Rangga Guna
mendekati pemuda itu dan akan balik menyerang.
Ginggi amat terkejut melihat Ki Rangga Guna begitu
kuatnya menerima pukulan. Padahal ketika latihan di
puncak Cakrabuana, sebongkah batu hancur lebur dan
pohon jati tumbang karena batangnya patah. Tapi sekarang,
jidat Ki Rangga Guna begitu kuatnya menerima pukulan
inti tenaga. Pukulan keras kepunyaan pemuda itu hanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membuat Ki Rangga Guna nanar sebentar. Kalau pun boleh
disebut melukai, hanya membuat jidat orang itu bersemu
hijau saja. Sebuah luka memar tak berarti.
Ginggi mundur beberapa tindak ketika Ki Rangga Guna
maju mendekat. "Kau pencuri, tikus kecil " kau pencuri ?" gumamnya
menyeringai serta matanya liar. Nampak sekali kegeraman
Ki Rangga Guna ini. "Kau curi ilmu Ki Guru, kau harus mati!" desisnya.
"Engkau yang harus mati dan bukan aku! Kau jahat! Kau
buat malu Ki Darma! Padahal kau harus ingat, apa
keinginan Ki Darma ketika ia lepas engkau turun gunung ?"
kata Ginggi balik mencerca. Wajah pucat Ki Rangga Guna
semakin pucat mendengar omongan pemuda itu. Nampak
Ki Rangga Guna seperti terhenyak dan terpojok.
"Aku " aku " aku tak tahu! Aku tak mau tahu!" teriak
Ki Rangga Guna mencak-mencak. "Aku harus bunuh
semuanya! Semuanya!" teriak Ki Rangga Guna berteriak-
teriak tak keruan. Dia menghambur menerjang Ginggi.
Pukulannya berciut-ciut mengerikan. Dan angin panas
menerjang ke arah pemuda itu.
Ginggi semakin terdesak dan semakin mepet ke pojok
gua. Sekarang tak ada lagi tempat berlindung. Yang dia
kerjakan hanya menghindar dan berkelit saja namun pada
suatu saat Ginggi terpojok juga. Dia hanya mepet di sebuah
cekungan batu kapur. Kalau ada serangan ke arahnya,
sudah tak mungkin berkelit lagi karena tubuhnya seolah-
olah di kurung dinding kapur. Namun gerakan Ki Rangga
Guna yang sudah bersiap mengirimkan pukulan maut
mendadak berhenti ketika tiba-tiba terdengar suara orang
mencegahnya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ki Adi, hentikan kekeliruanmu itu!"
Ginggi terhenyak mendengar suara ini. Serasa dia pernah
dengar sebelumnya. Ki Rangga Guna mundur beberapa tindak dan dia
membalikkan tubuh untuk melihat siapa yang berkata.
Karena Ki Rangga Guna sudah tak memperhatikan
tubuhnya lagi, Ginggi pun segera keluar dari cekungan
dinding gua itu. Dia ikut memperhatikan siapa yang berkata
tadi. "Hah?" mulut pemuda itu menganga memandang siapa
yang berdiri tenang di mulut gua. Baik Ginggi mau pun Ki
Rangga Guna sama-sama kaget melihat siapa yang datang.
Ginggi benar-benar kaget. Sekarang ada "dua" Ki
Rangga Guna. Satu orang berwajah tanpa ekspresi dan
seorang lagi dengan perangai garang. Namun dua-duanya
memiliki persamaan wajah. Muka bulat. Hidung melengkung dan bermata sipit. Mata sipit yang seorang
benar-benar sipit sehingga bola mata hampir terlindung,
sedangkan si wajah garang sesekali sanggup membelalakkan
mata dengan sorot liar. Ginggi menepuk jidatnya sendiri. Mengapa dia begitu
bodoh dan pelupa" Bukankah Ki Darma dulu pernah bilang
ada dua orang muridnya yang kembar, yaitu Ki Rangga
Guna dan Ki Rangga Wisesa. Hanya saja sejauh ini Ginggi
belum melihat yang mana Rangga Guna dan yang mana
Rangga Wisesa. Benarkah si jahat bernama Rangga Guna
atau malah sebaliknya"
"Ki Adi sadarlah. Hidupmu sudah semakin jauh dari
kebenaran," gumam yang berdiri di mulut gua.
"Tak ada bedanya benar atau salah buatku, Kakang!"
teriak si hidung bengkok bersuara garang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ada bedanya Ki Adi. Orang yang berbuat salah selalu
merugikan orang yang sedang berjuang demi kebenaran!"
"Ya, begitulah! Makanya tak ada untungnya aku menjadi
orang yang benar. Orang benar selalu akrab dengan
kerugian. Menjadi orang jujur suka ditipu, dipermainkan
dan dikucilkan. Menjadi orang yang benar dan jujur pun
selalu ditekan agar taat kepada peraturan hidup. Sedangkan
menjadi orang salah segalanya bisa menjadi bebas, tidak
diringkus berbagai peraturan atau pun harga diri! Aku benci
jadi orang baik! Benci!" teriak si garang.
"Ki Adi, menjadi orang jahat juga tak memiliki
kebebasan. Karena banyak dibenci, maka banyak dimusuhi.
Kau tak bebas berkeliaran. Dan kau takut jadi orang jahat.
Saking takutnya, saking bosannya kau dikejar dan diburu,
untuk membebaskannya kau berlindung di balik namaku.
Kau mengaku sebagai aku setiap melakukan kejahatan. Itu
karena kau takut menerima akibat. Dan kau timpakan
padaku, Ki Adi!" Ginggi terhenyak mendengarnya. Kalau begitu dia
terkecoh. Yang dia anggap Ki Rangga Guna sebagai pelaku
kejahatan, sebenarnya adalah saudara kembarnya, Ki
Rangga Wisesa. "Aku tidak berlindung dan aku tidak takut! Aku gunakan
namamu agar kita berdua sama dianggap orang lain jahat
dan tukang merugikan! Aku benci kau. Dulu kau disayang
Guru dan aku tidak. Kau diberi ilmu berlebih dan aku tidak.
Tapi ketika Ki Guru perlu dengan ambisinya, aku
menerima tugas sama beratnya denganmu! Tidak adil maka
aku benci engkau. Aku juga benci Ki guru! Aku harus balas
dendam. Dan aku puas. Barangkali Ki Guru sekarang
sudah mati!" teriak si garang yang Ginggi yakin bernama Ki
Rangga Wisesa. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ginggi terkejut setengah mati mendengar omongan Ki
Rangga Wisesa. Begitu pun Ki Rangga Guna terlihat
wajahnya seperti memendam rasa terkejut.
"Apa maksudmu Ki Darma sekarang sudah mati, hei
orang gila!" teriak Ginggi tak sabar.
Siuuut, blarrr !!! Ki Rangga Wisesa menyerang Ginggi
dengan pukulan jarak jauh yang dahsyat. Ginggi meloncat
ke samping dan pukulan itu menghantam dinding sehingga
menjadi runtuh. "Hik-hik-hik ! Coba lihat tikus kecil itu! Dia tak mengaku
menjadi murid Ki Guru tapi bisa memainkan jurus milik
kita. Kalau benar begitu betapa lemahnya Ki Guru. Dia
sembrono dan tak menghargai ilmunya sendiri. Kepada
siapa saja dia berikan ilmunya. Padahal ketika aku minta
diajarinya, aku menyembah-nyembah padanya. Ki Guru
menghina aku. Barangkali juga menghina kamu, Kakang.
Kita serasa dapat anugrah dan menghargai pemberiannya,
sedangkan Ki Guru sendiri menganggap ilmunya seperti
sampah, dia buang atau dia tebarkan kepada siapa saja.
Contohnya kepada si tikus kecil itulah!" kata Ki Rangga
Wisesa marah dan sesal. Namun nada bicaranya disertai
ringkikan-ringkikan kecil.
"Kau jawab dulu, apa artinya perkataanmu tadi, bahwa
Ki Guru barangkali sudah mati?" kata Ki Rangga Guna
dengan alis berkerut. "Aku laporkan kepada semua orang. Kepada orang-
orang Pakuan dan kepada orang-orang Cirebon, bahwa Ki


Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Darma, musuh besar mereka, bersembunyi di Cakrabuana.
Hik-hik-hik! Aku dengar orang Pakuan beberapa perwira
kerajaan untuk memburu Ki Guru. Dan aku gembira,
orang-orang Cirebon melalui Talaga akan menyerbu
Cakrabuana juga, tepat di malam keduabelas bulan keenam.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hik-hik-hik! Kalau orang Cirebon sepulang membunuh Ki
Guru di tengah jalan berpapasan dengan perwira kerajaan,
maka akan terjadi bentrok dan dua-duanya akan saling
bunuh! Hik-hik-hik seru sekali di puncak Cakrabuana lima
bulan lalu. Di sana ada sekelompok anjing berebut tulang!
Hik-hik-hik!" Dukk! Plak! Dukk! Plakk!!! Ginggi melakukan serangan
mendadak kepada Ki Rangga Wisesa.
Mendengar berita ini, hati Ginggi amat marah dan
khawatir. Ki Darma dalam bahaya. Dan yang membuat
nyawa Ki Darma terancam adalah karena penghianatan Ki
Rangga Wisesa, murid gila yang tak tahu diuntung ini.
Mendapat serangan mendadak yang sedikit tak terduga
ini membuat tubuh Ki Rangga Wisesa terlempar
membentur dinding gua. Sebelum Ki Rangga Wisesa
bangun berdiri, Ginggi melakukan tendangan telak ke arah
dagu orang itu hingga kembali terpental. Ginggi hendak
memburu lagi namun Ki Rangga Guna meloncat
menghalangi. Ginggi akan tetap menyerang. Ki Rangga
Guna segera menangkap pergelangan tangan Ginggi.
Cekalannya kuat sekali membuat Ginggi menyeringai
kesakitan. Ngilu dan kiut-miut rasanya, seperti tulang
tangannya akan remuk saja. Tubuh pemuda itu mendadak
lemah tak bertenaga. Dia hanya berusaha menahaan
kakinya agar tak jatuh dengan lutut tertekuk.
"Kau lihatlah anak muda yang kau sebut tikus kecil ini,
Ki Adi. Kau sebut dia bukan murid Ki Guru, tapi kasih
sayang terhadap Ki Guru demikian tingginya. Amat
bertolak belakang denganmu yang masih mau menyebut
beliau sebagai guru kita," kata Ki Rangga Guna masih
memegang pergelangan tangan Ginggi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Rangga Wisesa terengah-engah mendapat pukulan
bertubi-tubi dari Ginggi. Namun tetap saja tak ada luka
sedikit pun. Dan demi mendengar ucapan Ki Rangga Guna
barusan, Ki Rangga Wisesa seperti marah. Matanya
kembali liar. Sambil meringkik seperti kuda, dia bangkit
serentak dan menghambur menyerang Ginggi. Pemuda itu
hanya mengatupkan kedua belah matanya. Dia tak
memiliki daya apa pun untuk bergerak, apa lagi melompat
menghindari serangan. Namun sebelum Ginggi merasakan
pukulan lawan, ada suara benturan keras yang menimbulkan hawa yang sangat panas.
Ginggi membuka matanya. Nampak Ki Rangga Wisesa
sudah jatuh terduduk di sudut gua. Sebagian tubuhnya
tertutup timbunan bebatuan yang rupanya runtuh dari
langit-langit gua. Ginggi bisa menduga, serangan Ki Rangga
Wisesa yang sedianya mengarah kepadanya segera
ditangkis Ki Rangga Guna.
Ki Rangga Wisesa menggoyang tubuhnya, reruntuhan
batu terlontar kesana-kemari. Dia segera bangun tapi
dengan agak tertatih-tatih. Dia doyongkan tubuhnya ke
depan. Dia tarik sepasang tangannya ke belakang. Lalu
dengan kekuatan penuh dia dorong telapak tangan terbuka
ke arah Ki Rangga Guna. Yang diserang segera memutar
tangan kanannya sambil membuka jari-jarinya. Sambil
tangan kiri tetap memegang pergelangan tangan Ginggi, dia
mencoba menahan gempuran adik kembarnya.
Blarrr !!! Dua pasang tangan saling beradu dan
menimbulkan getaran hebat. Kilat menyambar-nyambar
dari kedua pertemuan tenaga itu, membuat langit-langit gua
kembali runtuh. Tubuh Ki Rangga Wisesa sendiri terlontar ke belakang
dan untuk kesekian kalinya membentur dinding gua.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika Ki Rangga Wisesa berdiri sempoyongan, kali ini
ada darah meleleh dari mulut dan hidungnya. Menetes-
netes turun ke baju kurung putihnya di bagian dada.
"Sadarlah Ki Adi! Kau harus bertobat untuk mencuci
dosamu!" kata Ki Rangga Guna yang juga mengeluarkan
darah dari mulutnya. "Aku tak mau bertobat. Aku hanya ingin mati saja! Aku
ingin mati saja ?" gumam Ki Rangga Wisesa. Dia
menyeringai. Mungkin merasakan sakit, mungkin juga
menahan kemarahan dan kekesalan.
Sambil tetap sempoyongan, Ki Rangga Wisesa terus
mendekati dan berniat melakukan serangan. Sekali lagi dia
menghantamkan sepasang tangannya. Udara panas memancar, ruangan gua seperti dipenuhi pijaran api.
Ginggi menjerit tak kuat karena panasnya ruangan. Udara
terasa sesak dan mata pun terasa pedih.
Ki Rangga Wisesa seperti putus asa serangannya selalu
bisa ditahan. Akhirnya dia melolong-lolong dan menjerit
histeris. Sesekali ada terdengar juga ringkik kudanya.
Namun kali ini bukan ringkik penuh ejekan, melainkan
lebih kedengaran sebagai suara tangisan. Dan tangan Ki
Rangga Wisesa akhirnya memukul kesana-kemari. Suaranya bersiutan. Ruangan gua bergetar hebat. Banyak
bebatuan kembali runtuh. Beberapa batu menimpa
tubuhnya. Namun dia seperti tak mengacuhkannya. Kedua
tangannya terus saja melakukan pukulan jarak jauh yang
melahirkan udara panas. Sekarang dari seluruh lubang-
lubang tubuhnya mengeluarkan darah. Dari telinganya,
hidungnya dan juga mulutnya. Ki Rangga Wisesa terus saja
menggerak-gerakkan sepasang tangannya yng kini mengeluarkan bintik-bintik darah dari pori-pori kulitnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Langit-langit gua terus berguguran mengeluarkan suara
hiruk-pikuk. Rupanya Ki Rangga Guna sadar akan bahaya.
Dia segera mengapit tubuh Ginggi. Dibawanya meloncat
keluar gua. Dan benar perkiraan Ki Rangga Guna. Begitu keluar dari
mulut gua, terdengar gemuruh dahsyat. Rupanya semua
dinding gua runtuh ke bawah, mengubur segala apa yang
ada di dalamnya. Mulut gua itu sendiri akhirnya hilang dari
pandangan, tertimbun oleh berbagai reruntuhan. Sudah tak
ada ringkik suara kuda, kecuali runtuhan bebatuan kapur
itu sendiri. "Paman, di sana ada mayat gadis muda dan mayat
seorang bayi," gumam Ginggi.
"Ya, dan jangan lupa, di sana pun ada tubuh adikku. Dia
jahat, tapi tetap saja dia manusia. Apalagi setelah kini
menjadi mayat. Tak ada bedanya dengan mayat orang baik.
Sama-sama hanya berupa onggokan tulang terbungkus
daging dan kulit ?" gumam Ki Rangga Guna sendu.
Ginggi menunduk lesu, duduk di tanah kapur tanpa daya.
Sampai ada segaris cahaya putih di ufuk timur, mereka
berdua masih berada di tepi bongkahan-bongkahan
reruntuhan. Sunyi, sepi dan dingin oleh udara subuh.
Ginggi masih terduduk lesu dan Ki Rangga Guna berdiri
termangu sambil menatap bongkahan dan reruntuhan batu
kapur. Begitu hingga matahari menampakkan wajahnya dari
bukit sana. Tapi, tewaskah Ki Rangga Wisesa" Tak pernah ada yang
membuktikannya. Tidak pula Ginggi dan Ki Rangga Guna.
Mereka hanya menduga-duga saja. Bahwa melihat gua
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
runtuh begitu dahsyat, nasib Ki Rangga Wisesa mungkin
tidak akan tertolong. (O-anikz-O) Kisah dari Ki Rangga Guna
"Malam keduabelas perjalanan bulan keenam ?"
gumam Ginggi kembali mengingat-ingat ucapan Ki Rangga
Wisesa. Dia tengah melangkah lesu menuruni bukit kapur
dan di belakangnya Ki Rangga Guna mengikuti.
Ginggi menghentikan langkahnya karena dia terus
mengingat-ingat ucapan Ki Rangga Wisesa.
"Ya, aku ingat sekarang ?" gumamnya. "Aku turun dari
puncak Cakrabuana hari kesebelas dari peredaran bulan
keenam. Artinya, ketika aku tengah berada di Desa Caelah
penyerbuan ke puncak Cakrabuana itu terjadi ?" kata
Ginggi seperti bicara seorang sendiri.
"Begitu, bila ucapan adikku bisa dipercaya," kata Ki
Rangga Guna. "Aku yakin, peristiwa itu benar ?"
"Dari mana kau tahu?"
"Aku yang seharusnya bertanya seperti itu. Dari mana Ki
Darma tahu akan ada peristiwa di puncak Cakrabuana"
Secara tiba-tiba, hari itu dia memanggilku. Aku disuruhnya
turun gunung hari itu juga. Aku dipaksa berlatih ilmu
berkelahi hampir sepuluh tahun lebih. Dan memang
kerapkali Ki Darma mengatakan, aku disuruh latihan keras
karena kelak akan dibebani tugas membela rakyat
Pajajaran. Aku sadar akan hal itu. Tapi yang membuat
heran, mengapa begitu secara tiba-tiba seperti itu" Waktu
itu aku minta diulur sampai esok harinya, sebab aku tak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mau berpisah secara tiba-tiba dengannya. Tapi tetap Ki
Darma bersikeras, aku harus pergi hari itu juga. Aku diusir
pergi karena barangkali dia tahu, esok harinya akan terjadi
sesuatu. Tapi, mengapa dia tahu suatu peristiwa akan
terjadi?" kata Ginggi dengan wajah bingung dan sedih.
Langkah Ginggi berhenti sejenak untuk kembali
mengingat suatu. "Hari itu aku melihat serombongan orang tergopoh-
gopoh menuju puncak. Tidakkah mereka adalah anggota
pasukan dari Pakuan seperti yang disebutkan Ki Rangga
Wisesa?" gumam Ginggi mengerutkan dahi.
Ki Rangga Guna terdengar menghela nafas dalam-
dalam. Sesudah itu dia duduk di sebuah tonjolan batu.
"Kalau begitu, aku pun percaya. Peristiwa penyerbuan
itu benar terjadi," kata Ki Rangga Guna mengangguk-
angguk. Ginggi menoleh kepada Ki Rangga Guna dengan
kekhawatiran yang semakin memuncak.
"Ki Guru itu orang pandai. Nalurinya kuat untuk meraba
kejadian yang bakal terjadi. Dia sudah bekerja di Pakuan
sejak kepemimpinan Sang Prabu Surawisesa, bahkan ketika
Kangjeng Prabu Sri Baduga. Dia salah satu perwira tangguh
dari seribu orang perwira pengawal raja. Beberapa
pertempuran suka dimenangkan Pakuan, atau ibukota bisa
lolos dari serbuan musuh, karena sebelumnya naluri Ki
Guru telah sanggup merasakan adanya mara-bahaya. Tapi
karena kepandaian ini pula Ki Guru menghadapi bencana
?" kata Ki Rangga Guna, menghela nafas beberapa kali.
(O-anikz-O) Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 11 "Ki Darma seorang perwira kerajaan?" tanya Ginggi
mengerutkan dahi. "Ya, tidakkah dia mengatakannya padamu?"
Ginggi menggelengkan kepala. Kata pemuda ini, bahwa
Ki Darma bukan orang sembarangan, hanya didapatnya
melalui cerita pantun. Itu pun menyangkut hal-hal buruk.
"Selama bersamaku, tidak secuil pun dia mengatakan
siapa sebenarnya dia. Yang aku tahu, dia hanyalah seorang
tua yang cepat marah tapi terkesan juga sebagai orang yang
kecewa terhadap sesuatu. Dia kerap kali mengeluh terhadap
situasi negara dan aku disuruhnya ikut memikirkan hal itu.
Aku disuruh mencari keempat muridnya agar aku bisa
bergabung dan minta nasihat apa-apa yang harus aku
kerjakan. Tapi kenyataannya ?" Ginggi menghentikan
perkataannya sebab dia teringat peristiwa tadi malam.
Ki Rangga Guna terlihat wajahnya kuyu dan nampak
memendam kesedihan amat dalam. Barangkali dia terpukul
oleh peristiwa tadi malam. Saudara kembarnya terkurung
oleh reruntuhan gua. Mungkin Ki Rangga Wisesa tela mati
karena reruntuhan itu. "Ki Guru dulu benar seorang perwira kerajaan yang
tangguh. Namanya dikenal sebagai Ki Darma Tunggara.
Pandai menguasai ilmu pertempuran. Dia seorang akhli
siasat perang. Duabelas ilmu siasat perang yaitumakara-
bihwa, lisang-bihwa, cakra-bihwa, suci-muka, bajra-panjara,
asu-maliput, merak-simpir, gagak-sangkur, luwak-maturun,
kidang-sumeka, babah-buhaya dan ngaliga-manik, dia
kuasai dengan sempurna. Semua orang memerlukannya.
Tapi Ki Darma dikenal memiliki satu penyakit menurut
anggapan para bangsawan. Ki Darma selalu bicara apa
adanya. Kalau baik dibilang baik dan kalau jelek dibilang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jelek. Terhadap kaum bangsawan dan raja, Ki Guru Darma
kerap kali melontarkan kritik. Beberapa orang menganggap
kritik Ki Guru Darma itu sebagai panca-parisuda (lima obat
penawar), yaitu sebagai alat untuk menghilangkan segala
kekurangan yang melekat di tubuh seseorang. Tapi


Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kebanyakan lainnya beranggapan bahwa bila kritik itu
dilontarkan terhadap raja maka itu berarti penghinaan. Kata
orang, sejak zamannya Sang Prabu Surawisesa, Ki Guru
suka mengeritik. Kepada Sang Prabu Surawisesa, dikatakannya sebagai pipit mencari padi. Pipit tak akan
berhenti mematuk sebelum padi di huma habis dipatuknya.
Itu dimaksudkan sebagai tudingan kepada sang Prabu
Surawisesa yang gemar berperang. Sebelum musuh dibabat
habis tak nanti perang diselesaikan. Ketika pemerintahan
beralih kepada Sang Prabu Ratu Dewata, dikatakannya
sebagai zaman wiku tertidur di tengah ribuan cicit suara
tikus kelaparan. Bila sang wiku tengah bertapa, bisa saja
mengacuhkan situasi sekeliling karena pikiran terpusat
dalam tapa. Tapi yang ini, hanya berupa tindakan diamnya
seorang wiku karena lagi tidur. Ribuan tikus mencicit
karena lapar adalah bahaya, sebab bisa-bisa mengeroyok
dan memakan orang yang lagi tidur. Begitulah memang
ketika Pakuan diperintah Sang Prabu Ratu Dewata. Di saat
Pakuan dikelilingi musuh-musuh, Sang Ratu Dewata malah
lebih menitikberatkan mengurus kehidupan agama dan
keyakinan. Sang Ratu Dewata kerap kali mengurung diri di
kuil karena melakukan tapabrata. Padahal menurut Ki
Guru Drama, tapanya seorang raja adalah berjuang
mengurus negri ?" kata Ki Rangga Guna menceritakan
kisah Ki Darma. Ginggi hanya termangu-mangu, duduk di samping Ki
Rangga Guna. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ki Guru Darma selama jadi perwira hampir-hampir
dianggap duri dalam daging. Banyak kalangan bangsawan
tak menyukainya karena Ki Darma blak-blakan mengoreksi
mereka yang keliru. Bahkan kepada pejabat yang kerjanya
mempermainkan kekayaan negara, Ki Guru selalu
membencinya. Itulah sebabnya, walau pun tenaga Ki Guru
terus dimanfaatkan, tapi kedudukannya tak pernah beranjak
naik. Tak pernah ada orang mengusulkan agar dia menjadi
mangkubumi misalnya. Padahal Ki Darma sudah lebih dari
cukup untuk memegang jabatan seperti itu. Atau kalau
benar Ki Guru Darma tetap diperlukan di keprajuritan,
mengapa selama ini tak pernah dipercaya sebagai kepala
perwira, padahal Ki Guru Darmalah yang paling tua dan
paling luas pengalamannya. Beruntung sekali Ki Guru
Darma tidak penuh ambisi. Menurutnya, puluhan tahun
menjadi bagian dari seribu perwira pengawal raja, puluhan
kali pula terlibat pertempuran besar, tidak secuil pun
mengharap jasa. Ki Guru katakan, dia bukan mengabdi
kepada pangkat atau pun harta, tidak pula mengabdi
kepada seorang raja. Kalau pun benar disebut mengabdi,
maka dia mengabdi kepada kerajaan, kepada Pajajaran,"
kata lagi Ki Rangga Guna.
"Aku mengerti, mengapa Ki Darma tak disukai di
pemerintahan. Itu karena dia memberi kasih sayang
terhadap negri tidak melulu karena pujian atau jilatan kata-
kata muluk. Namun hal-hal seperti itu tidak membuat
terusir pergi dari jajaran seribu perwira pengawal raja.
Hanya saja mengapa Ki Rangga Wisesa mengabarkan Ki
Darma diburu dan dikejar oleh perwira kerajaan bahkan
oleh pasukan Cirebon dan masing-masing menganggap Ki
Darma sebagai musuh besarnya?" tanya Ginggi heran.
Ditanya seperti itu, kembali Ki Ranga Guna menghela
nafas. Dia menunduk sejenak dan memijit-mijit jidatnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Yah, akhirnya memang Ki Guru Darma dimusuhi oleh
dua kekuatan besar. Sudah jelas bila Pasukan Banten,
Cirebon bahkan Demak menganggap Ki Guru sebagai
musuh besar, sebab beberapa kali penyerangan mereka ke
Pakuan bisa ditepis. Dan itu kesemuanya karena taktik dan
siasat perang yang dibangun Ki Guru," kata Ki Rangga
Guna. "Tapi, mengapa akhirnya Ki Darma dimusuhi oleh satu
kekuatan besar lainnya yang padahal telah dengan susah
payah dia bela dan dia pertahankan" Mengapa Ki Darma
yang begitu berjasa malah dikejar-kejar?" Ginggi penasaran
dan memotong ucapan Ki Rangga Guna secara tak sabar.
"Yah, itulah. Ki Guru Darma akhirnya menjadi korban
pendiriannya sendiri ?" gumam Ki Rangga Guna.
Ginggi ingin mendapatkan penerangan lebih jelas. Untuk
itu dia meminta Ki Rangga Guna membeberkan kembali
dengan sejelas-jelasnya. Ki Rangga Guna akhirnya
meriwayatkan perihal apa sebabnya Ki Darma menjadi
buronan. "Ki Darma Tunggara sejak muda belia telah mengabdikan ke Pakuan sebagai prajurit. Jadi sudah barang
tentu pembelaan dirinya terhadap negara melalui upaya
menjaga keberadaan negara dari gangguan musuh. Yang
dimaksud bekerja untuk negara bagi Ki Darma adalah
mempetaruhkan badan dan nyawa dalam setiap peperangan. Namun kendati begitu, Ki Darma bukanlah
perwira yang gila perang. Kejayaan negri menurut Ki
Darma adalah bagaikan harimau. Sifat harimau menurut Ki
Darma tidak serakah. Dia hanya makan selagi lapar. Kalau
tak lapar dia tak makan dan tak membunuh mangsa.
Harimau pantang berkelahi. Dia akan selalu menghindari
lawan. Tapi kalau harimau diganggu, maka dia pantang
untuk menyerah. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ki Darma selama jadi perwira sudah kenyang berdiri di
medan pertempuran. Ketika masih prajurit, di bawah
kepemimpinan sang Prabu Sri Baduga, Ki Darma ikut
pertempuran-pertempuran kecil melawan Cirebon. Ketika
Pakuan dipimpin Sang Prabu Surawisesa, Ki Darma
bahkan lebih matang lagi meraup pengalaman bertempur.
Selama Sang Prabu Surawisesa memerintah hampir
empatbelas tahun lamanya, terjadi limabelas kali pertempuran besar melawan Banten dan Cirebon. Ki
Darma di sini mulai lelah bertempur dan berani mengeritik
raja. Menurut Ki Darma, sebaiknya kita bertempur ketika
kita diserang saja. Lengkapnya pasukan dan utuhnya sikap-
sikap pemberani menurut Ki Darma lebih baik digunakan
untuk membela diri belaka. Tapi menurut kebanyakan
perwira dan juga raja, kebesaran negri juga tercipta bila
sanggup menepiskan berbagai kendala. Menurut raja, ketika
Pajajaran belum diserang oleh Banten dan Cirebon, negara
ini kuat di lautan. Ketika pelabuhan Kalapa (Sunda Kelapa)
belum direbut Banten dan Cirebon, Pajajaran melakukan
komunikasi dagang dengan bangsa asing melalui Kalapa.
Namun sesudah pelabuhan besar itu dikuasai Banten dan
Cirebon, tertutuplah hubungan ekonomi dengan negara-
negara seberang lautan. Hal ini amat berpengaruh terhadap
perekonomian dalam negri. Itulah sebabnya, Pasukan
Pajajaran beberapa kali sempat mencoba merebut Pelabuhan Kalapa. Namun sejauh itu tak pernah berhasil,"
tutur Ki Rangga Guna. Menurut Ki Rangga Guna, "Ki Darma memang selalu
melontarkan kritik. Tapi kendati begitu, dia tetap berlaku
sebagai prajurit sejati yang taat kepada perintah. Ki Darma
selalu berupaya melumpuhkan kekuatan musuh dengan
cara membentuk pasukan kecil yang diambil dari perwira-
perwira pilihan. Mereka secara rahasia kerap kali
mengganggu pusat-pusat kekuatan musuh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika pemerintahan berpindah dari Sang Prbu
Surawisesa kepada Sang Prabu Ratu Dewata, sikap raja ini
amat kebalikan dengan yang lama. Bila Sang Prabu
Surawisesa bisa dikatakan gemar berperang, adalah Sang
Prabu Ratu Dewata yang memiliki kegemaran mengurung
diri di kuil bersama wiku-wiku istana. Melihat kenyataan
ini, Ki Darma pun tetap tak puas dan tetap melakukan
kritik. Dikatakannya, Raja selalu lemah memimpin negara,
padahal bahaya serbuan musuh tetap mengancam. Dan
terbukti ada penyerbuan besar-besaran ke pusat pemerintah,
dilakukan oleh pasukan Banten. Perang besar terjadi di
alun-alun benteng luar. Hanya karena kegagahan seribu
perwira pengawal raja saja istana tak berhasil ditembus.
Istana raja, Kedaton Sri Bima Untarayana Madura
Suradipati selamat dari serangan musuh tapi ratusan
perwira pilihan menjadi tumbal negara. Ki Darma
Tunggara yang lolos dari maut, tidak mendapatkan
penghargaan yang layak atas jerih payahnya mempertahankan istana. Dia malah dicurigai oleh kalangan
pejabat sebagai penghianat. "
"Mengapa dituduh penghianat?" tanya Ginggi heran.
"Itulah karena kepandaian Ki Guru Darma meramal
kejadian yang bakal berlangsung," kata Ki Rangga Guna.
Mulanya pejabat istana ragu akan kepandaian Ki Darma
ini. Ketika naluri Ki Darma mengatakan bakal adanya
bahaya, hampir semua orang tak percaya. Beberapa pejabat
mengatakan, Ki Darma hanya mengada-ada sebab
benaknya selalu dirasuki hawa peperangan. Sebagian lagi
mengatakan mustahil ada penyerangan
musuh ke pedalaman. Selama berpuluh-puluh tahun, musuh memang tak
pernah melakukan penyerbuan langsung ke pusat istana.
Pasukan Pakuan memang kerap kali gagal melakukan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
serangan ke pesisir utara karena pasukan musuh di pantai
memiliki senjata api bernama meriam. Namun juga
sebaliknya, pasukan musuh tak berani mengejar sampai ke
pedalaman sebab Pasukan Pakuan lebih berpengalaman
melakukan pertempuran di wilayahnya sendiri.
Namun hari itu kenyataan membuktikan lain. Pasukan
Banten ternyata berani menyerbu langsung ke pusat
pemerintahan dan hampir-hampir berhasil merebut pusat
pemerintahan Pakuan itu. Ki Darma tetap tak dipercaya memiliki naluri untuk
meramal kejadian yang besifat marabahaya. Dia dituduh
sebagai perwira yang gila perang dan kesal melihat raja
yang kerjanya mengurung diri di tempat suci. Maka saking
inginnya dipercaya bahwa negara selalu ada dalam bahaya
perang, Ki Darma dituduh sengaja "mengundang" musuh
agar segera terjadi pertempuran.
"Tentu saja ini amat kebalikan dengan kejadian
sebelumnya. Kalau di zaman Sang Prabu Surawisesa Ki
Darma dituding menolak perang, maka ketika di zaman
Sang Prabu Ratu Dewata, malah dituduh perwira yang gila
perang!" kata Ki Rangga Guna.
"Benar-benar keliru ?" gumam Ginggi kesal.
"Tiga tahun sebelum Sang Prabu Ratu Dewata diganti
oleh putranya Sang Ratu Sakti, Ki Darma mengundurkan
diri dari semua kegiatan di Pakuan. Dia melakukan
pengembaraan ke mana saja dan ketika itulah Ki Darma
mengambil murid sampai empat orang, kendati antara yang
satu dengan yang lainnya memiliki masa yang berbeda.
Satu dengan lainnya tak pernah saling kenal, kecuali aku
dan adikku saja," kata Ki Rangga Guna. "Dua murid
terdahulu sudah berpisah dengan Ki Darma lima tahun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ketika aku dan adikku Rangga Wisesa diambil murid oleh
Ki Guru," tuturnya. "Dan sesudah Ki Darma melepas kalian tiga atau empat
tahun baru Ki Darma membawaku ke Puncak Cakrabuana," kata Ginggi menjelaskan.
Ki Rangga Guna melengkapi ceritanya. Ternyata
katanya, sesudah Ki Darma melepaskan masalah kenegaraan, urusan bukan bertambah ringan. Marabahaya
bahkan datang lebih mengancam. Ketika masih berada di
istana, bahaya seberat apa pun masih bisa ditanggulangi
bersama para perwira lain. Tapi sesudah Ki Darma menjadi
orang "sipil", sudah tak ada lagi kawalan kekuatan lain di
luar dirinya. Pasukan musuh tahu betul, Ki Darma perwira
tangguh yang banyak merugikan musuh karena siasat


Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perangnya. Sekarang sesudah Ki Darma tak memiliki
pasukan, fihak musuh seperti berupaya untuk membalas
dendam. Ki Darma dikejar-kejar tentara musuh bila
pengembaraannya tiba di wilayah utara. Semua perwira
musuh bahkan seperti berlomba untuk menangkapnya.
"Aku sendiri mengalaminya. Ketika tengah bersama Ki
Guru melakukan perjalanan di wilayah Caringin, kami
dikepung Pasukan Cirebon. Ki Darma banyak melakukan
pembunuhan terhadap prajurit musuh. Hanya anehnya,
fihak Cirebon seperti tak berniat mengambil nyawa Ki
Guru. Sepertinya mereka hanya ingin menangkap saja.
Kalau tujuan mereka mengepung Ki Darma untuk
membunuhnya, hari itu tak mungkin kami berdua bisa lolos
dari kepungan ?" kata Ki Rangga Guna bicara dengan
nada heran. "Tidakkah mereka akan memanfaatkan tenaga Ki
Darma" Bukankah Ki Darma dikenal musuh sebagai akhli
siasat perang?" tanya Ginggi. Ki Rangga Guna termenung
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebentar tapi kemudian mengangguk-angguk."Bisa juga
begitu ?" ucapnya pelan.
"Jika begitu, barangkali Ki Darma tidak dianggap musuh
besar bagi Pasukan Cirebon!" kata Ginggi. Ki Rangga Guna
terdiam. "Entahlah, aku tak bisa meraba-raba maksud sebenarnya
dari fihak musuh. Yang jelas, setiap kami bertemu dengan
fihak musuh, selama itu pula kami dikejar dan dikepung.
Aku dan Ki Guru dalam upaya membuka kepungan
terpaksa harus melakukan pembunuhan. Nah, kalau
ternyata kami ternyata selalu membunuh, apakah mereka
tetap akan menarik Ki Guru sebagai sekutunya?" tanya Ki
Rangga Guna. Ginggi tak bisa memberikan komentarnya.
"Yang jelas, hidup Ki Darma semakin sulit sesudah dia
berhenti dan mengundurkan diri dari istana. Pihak yang
ditinggalkan seperti merasa tak senang, bahkan lebih dari
itu mereka seperti merasa dikhianati."
"Puncak marabahaya bagi Ki Guru Darma ketika pucuk
pemerintahan di Pakuan dipegang oleh Sang Prabu Ratu
Sakti yang kini memerintah. Sang Prabu Ratu Sakti bahkan
lebih keras dari raja-raja sebelumnya. Pakuan langsung
mengumumkan bahwa Ki Guru Darma itu seorang
penghianat yang berbahaya bagi negara. Barang siapa
menemukannya mati atau hidup akan diberi hadiah," kata
Ki Rangga Guna. Melihat bahaya seperti ini, Ki Guru Darma menyuruh
kami berpencar saja dan jangan sekali-kali mengaku sebagai
murid Ki Darma. Ki Guru Darma nampak agak kecewa
dengan kepemimpinan raja yang sekarang. Bukan karena
Sang Prabu Ratu Sakti berniat akan membunuhnya, tapi
yang mengecewakan Ki Guru, karena raja yang sekarang
bertindak keras terhadap rakyat. Barangsiapa ketahuan tak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mentaati kebijaksanaannya, mereka akan ditindak. Itulah
sebabnya, di beberapa daerah timbul pemberontakan.," kata
Ki Rangga Guna. Ginggi menunduk mendengar ucapan Ki Rangga Guna.
"Aku memang bukan muidnya, Paman ?" gumam
Ginggi. Ki Rangga Guna pun menghela nafas.
"Entah apa sebabnya Ki Guru Darma tidak mengangkat
atau mengakuimu sebagai muridnya yang syah. Tapi apa
pun yang terjadi, kenyataannya Ki Guru memberikan
berbagai ilmu kepandaian kepadamu. Berarti kau harus
mengakuinya sebagai guru, anak muda," kata Ki Rangga
Guna. Ginggi mengangguk tanda setuju.
"Barangkali hatiku pun sudah mengakuinya, Paman.
Kalau tak begitu tak nanti aku mau melaksanakan
amanatnya," kata Ginggi.
Ki Rangga Guna menoleh. "Aku harus mencari keempat muridnya dan aku harus
mengikuti petunjuk para muridnya dalam upaya membela
rakyat Pajajaran dari tekanan raja," kata Ginggi menatap Ki
Rangga Guna. Yang ditatap hanya termenung lesu.
"Sekarang aku sudah bertemu denganmu. Mungkin kau
tahu, apa yang harus aku lakukan seperti kehendak Guru,"
kata Ginggi. Ki Rangga Guna masih nampak diam, sehingga Ginggi
perlu berkata sekali lagi.
"Entahlah anak muda. Aku sendiri pun bingung
memikirkannya," kata Ki Rangga Guna pada akhirnya,
sehingga membuat heran Ginggi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Rangga Guna bangun dari duduknya. Dia berdiri
berpangku tangan. Matanya memandang ke pedataran di
bawah bukit. Pedataran itu amat luas. Beberapa terdiri dari
rawa-rawa, beberapa bagian lagi hanya berupa semak dan
tumbuhan perdu. Ada sekelompok burung bangau terbang
di atas rawa. Sesekali mereka menukik menusuk permukaan
air rawa dan terbang lagi sesudah paruhnya mengapit ikan
kecil. (O-anikz-O) Senja Jatuh Di Pajajaran "Sebelum aku dilepas, Ki Guru memang memberikan
amanat serupa. Tapi kau lihatlah, bagaimana kesanmu
melihat adikku Ki Rangga Wisesa" Membuatku malu saja,"
gumamnya sedih. Dia pandang lagi bongkahan-bongkahan
reruntuhan gua kapur. Ki Rangga Wisesa ada di sana,
mungkin terkubur untuk selama-lamanya.
"Aku juga amat menyesalkan kejadian ini, Paman. Tapi,
mengapa hal ini bisa sampai terjadi?" tanya Ginggi.
"Adik kembarku tersiksa oleh perasaan iri dan sakit hati.
Kami berdua dulu adalah rakyat Kerajaan Talaga. Ketika
telaga diperangi Cirebon, keluargaku termasuk orang
Talaga yang menolak masuk keyakinan baru. Maka terjadi
peperangan dan kami ada di pihak yang kalah. Kami dua
saudara kembar melarikan diri dan akhirnya diambil murid
oleh Ki Guru Darma. Namun selama Ki Guru memberi
pelajaran, dia mendapatkan perbedaan sikap pada kami
berdua. Entah perangai apa yang terdapat pada adikku.
Yang jelas, Ki Guru nampaknya lebih mempercayaiku
ketimbang adikku. Bila ada sesuatu yang harus dirundingkan, maka Ki Guru merundingkannya denganku.
Bila Ki Guru memerintahkan sesuatu yang dianggap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penting, maka hanya akulah yang ditugaskan. Dan secara
diam-diam, Ki Guru memberikan ilmu yang tak diberikan
kepada adikku. Aku heran dan tak enak dengan perlakuan
ini. Maka aku tanyakan kepada Ki Guru, tapi dia hanya
berkata bahwa kelak pun aku akan tahu. Secara diam-diam,
ilmu yang didapat dari Ki Guru aku sampaikan dan
latihkan kepadaa adikku. Tapi adikku bukannya berterima
kasih, tapi malah memendam kemarahan. Sampai pada
suatu saat kami berpisah, rasa sakit adikku tak terobati
lagi," kata Ki Rangga Guna.
"Dan rasa sakit hati ini dia lampiaskan dengan
melakukan serangkaian kejahatan. Mencuri mayat bayi dan
memperkosa wanita," kata Ginggi.
Ki Rangga Guna menundukkan muka.
"Barangkali mencuri mayat bayi dan memperkosa gadis
bukan maksudnya berbuat kejahatan," kata Ki Rangga
Guna. Ginggi mengerutkan dahi.
"Ya, itu pengakuan adikku. Dia melakukan itu karena
keperluan tertentu. Kerapkali dia memperkosa gadis, bukan
karena dia gila perempuan, tapi karena ingin menyempurnakan ilmu sihir yang tengah dia pelajari.
Begitu pun halnya dengan pencurian mayat bayi. Semua
dilakukan bagi penyempurnaan ilmu sesatnya itu," kata Ki
Rangga Guna. "Kesalahannya memang terletak padaku dan
Ki Guru. Kami telah membuat dia sakit hati. Dan agar dia
memiliki kepandaian yang sekiranya bisa mengalahkan aku,
dia kerjakan cara apa saja, termasuk mempelajari ilmu
sesat," ungkapnya. "Ya, Ki Rangga Wisesa ingin membalas dendam
padamu, Paman. Terbukti, selama ini dia pergunakan
namamu dalam melakukan kejahatannya sehingga semua
orang mengejarmu," kata Ginggi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Rangga Guna mengangguk-angguk mengiyakan.
"Tapi kalau benar engkau tak bersalah, mengapa setiap
kau dikejar dan dikeroyok kau tak pernah menerangkan hal
yang sebenarnya?" "Percuma, sebab persamaan wajah kami menyulitkan
sanggahanku. Semua orang tak mau percaya bila aku
memungkirinya. Maka tak ada jalan lain selain aku
menangkap adikku sendiri. Sekarang adikku sudah mati
dan tak akan berbuat kejahatan lagi. Tapi kedudukanku
tetap tak berubah, namaku tetap jelek. Dengan kematian
adikku, aku semakin tak mungkin membuktikan bahwa
diriku tak bersalah," kata Ki Rangga Guna.
"Aku menyesal dengan kematian adikku. Seharusnya dia
tak perlu mati. Orang berlaku jahat bukan karena badannya,
tapi karena pikirannya yang sedang sakit. Jadi untuk
memberantas kejahatan, sebetulnya bukan membunuh
orangnya tapi mengobati jiwanya itu," kata Ki Rangga
Guna mengeluh. "Engkau tidak membunuh saudaramu, Paman!" kata
Ginggi menghibur. Tapi Ki Rangga Guna tetap sedih
dengan peristiwa ini. Menjelang siang hari perut Ginggi terasa lapar. Meniru
burung bangau, kedua orang itu mencoba mencari ikan di
rawa-rawa. Tidak begitu sulit, sebab dengan kepandaian
mereka, ikan-ikan di rawa serasa begitu mudahnya
ditangkap. Di tepi bukit mereka membakar ikan gabus atau bogo.
Makan tanpa banyak bicara karena Ki Rangga Guna
nampaknya masih diliputi kesedihan oleh kematian saudara
kembarnya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sesudah rasa lapar di perutnya menghilang, Ginggi
kembali bertanya perihal rencana selanjutnya. Terutama
yang erat kaitannya dengan tugas yang dibebankan Ki
Darma. Namun untuk yang kesekian kalinya Ki Rangga
Guna hanya mengeluh. "Berpayah-payah aku mencari murid-murid Ki Darma,
sudah tiga orang aku temukan. Tapi nyatanya tak seorang
pun yang membuatku percaya," kata Ginggi pada akhirnya.
Ki Rangga Guna menatap Ginggi dengan penuh perhatian.
"Siapa yang kau temukan selain kami bedua, anak
muda?" tanya Ki Rangga Guna penuh minat.
"Aku temukan juga Ki Banaspati ?"
"Ki Banaspati" Itulah murid pertama ki Guru. Tolong
pertemukan aku, sebab selama ini aku belum pernah
bersua!" kata Ki Rangga Guna.
Giliran pemuda ini yang kini menunduk lesu.
"Kau seperti tak berselera memperbincangkan Ki
Banaspati, anak muda," kata Ki Rangga Guna penuh
selidik. "Ya, kau akan mudah menemukan Ki Banaspati, Paman.
Dia orang berpengaruh. Paling tidak di wilayah
Kandagalante Sagaraherang," kata Ginggi sambil termangu-
mangu. Ki Rangga Guna terus mengamatinya.
"Dia jadi orang berpengaruh?" tanya Ki Rangga Guna
penuh perhatian. "Betul," ujar Ginggi. "Tapi aku heran, mengapa Paman
belum pernah bertemu, atau pun mendengar perihalnya"
Kalau aku pernah tak tahu, itu wajar, sebab sejak kecil aku
hanya bersama Ki Darma di puncak gunung yang sunyi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi kau lain lagi. Kau tak pernah hidup menyepi dan
pekerjaanmu tentu berkelana," kata Ginggi.
Ki Rangga Guna menangguk-angguk. "Benar, selama ini
aku berkelana, tapi aku pergi jauh dari Pajajaran. Biar nanti
aku ceritakan perihalku. Sekarang lebih baik kau terangkan
Ki Banaspati," kata Ki Rangga Guna mendesak.
(O-anikz-O) Hampir Putus Asa Dengan perasaan enggan, terpaksa pemuda itu menerangkan perihal Ki Banaspati, termasuk penilaian
dirinya terhadap orang itu. Dengan panjang-lebar Ginggi
menerangkan betapa Ki Banaspati telah jadi orang
terpandang. Di Pakuan sebagai pembantu utama muhara
(petugas penarik pajak negara). Juga di wilayah Kandagalante Sagaraherang, menjadi semacam penasihat
Kandagalante itu. Dikatakannya pula, betapa sebetulnya
dia merasa curiga akan tindak-tanduk Ki Banaspati sebab
seperti menyembunyikan suatu misteri.
"Ki Banaspati mengatakan bahwa selama ini dia tetap


Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

setia kepada amanat Ki Darma dalam perjuangan membela
rakyat. Tapi aku pikir, cita-citanya terlalu jauh. Yang
dimaksud perjuangan demi kepentingan rakyat olehnya
adalah berupaya membentuk satu kekuatan untuk
menjatuhkan raja dan kemudian kelak akan digantikan
olehnya!" kata Ginggi.
Mendengar penjelasan ini, Ki Rangga Guna termenung.
Beberapa kali alisnya nampak berkerut. Beberapa kali pula
nampak matanya kian menyipit. Dan sambil berpangku
tangan, sesekali dia berjalan ke kiri, sesekali berjalan juga ke
kanan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ini pemberontakan namanya!" gumamnya agak keras.
"Pemberontakan?"
"Ya, melawan pemerintahan yang sah adalah pemberontakan namanya. Orang yang memberontak selalu
mempunyai nama buruk," kata Ki Rangga Guna.
"Sekali pun bertujuan membela rakyat, Paman?" tanya
Ginggi. Ditanya demikian, Ki Rangga Guna termenung.
"Entahlah, mungkin benar ia berjuang demi rakyat," kata
Ki Rangga Guna. "Tapi tak kurang yang berdalih demi
kepentingan rakyat, padahal rakyat sebenarnya hanya
dianggap modal untuk melicinkan cita-cita pribadinya,"
kata Ki Rangga Guna lagi.
"Aku mengkhawatirkan, itu yang menjadi tujuan
sebenarnya dari Ki Banaspati. Dia bermain api. Mencoba
membujuk dan mempengaruhi Kandagalante Sunda
Sembawa agar berambisi merebut tahta, tapi yang
sebenarnya Ki Sunda Sembawa dikendalikan untuk
kepentingan Ki Banaspati itu sendiri," kata Ginggi
memperkirakan siasat Ki Banaspati.
"Benar-benar berbahaya bila begitu!" Ki Rangga Guna
berseru saking terkejutnya mendengar penjelasan itu.
"Ya, dan ini mengecewakan. Semuanya, semuanya ?"
gumam Ginggi dengan nada keluhan.
Mereka terdiam sejenak, sepertinya tengah asyik dengan
lamunannya masing-masing.
Namun kemudian, terdengar kekeh Ki Rangga Guna.
Suara tawa penuh kepahitan.
Mendengar tawa ini, Ginggi berjingkat dan berdiri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku mau pulang ke Puncak Cakrabuana " " kata
pemuda itu pendek. Ki Rangga Guna menatap pemuda itu dengan
pandangan kosong. "Bagaimana dengan amanat Ki Guru?" tanyanya.
"Ya, aku ingat betul. Jangan kembali sebelum tugas
selesai," jawab Ginggi teringat kembali pesan Ki Darma.
"Ya, itu juga yang dikatakan Ki Guru padaku. Sekarang
aku tak mau pulang ?"
"Ya, mungkin tak bisa pulang karena engkau tak mau
melaksanakan perintah gurumu!" kata Ginggi ketus dan
akan segera beranjak pergi.
"Lantas kau sendiri pulang untuk apa, anak muda?"
tanya Ki Rangga Guna. "Sekarang ada yang lebih kupikirkan ketimbang urusan
besar yang aku sendiri tak sanggup mengerjakannya. Berita
yang disampaikan Ki Rangga Wisesa amat merisaukan
diriku. Malam kedua belas perjalanan bulan keenam "
Aku ingat kembali. Sehari sebelumnya Ki Darma
memerintahkan aku supaya pergi. Kalau benar malam
kedua belas itu hari penyerbuan Cirebon dan Pakuan ke
Puncak Cakrabuana, aku berdosa kepada Ki Darma. Dia
kubiarkan menghadapi marabahaya sendirian, sedang aku
" sedang aku ?" pemuda itu tak melanjutkan
omongannya. "Kau tak berdosa. Bahkan Ki Darma sendiri yang akan
merasa berdosa bila membiarkan kau terlibat bentrokan di
puncak. Dia mengorbankan engkau yang belum tahu
permasalahan sebenarnya," kata Ki Rangga Guna dengan
nada sedih. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bukan itu yang kupikirkan!" teriak Ginggi benci kepada
jalan pikirannya sendiri. Ya, dia membenci dirinya sendiri.
Ketika Ki Darma tengah menghadapi marabahaya,
bukankah dia sedang asyik masyuk bersama Nyi Santimi di
bukit kecil Desa Cae" Terbayang ketika itu, Ki Darma di
Puncak Cakrabuana tengah bergumul mempertahankan
nyawa, sedangkan dia bergumul mempermainkan berahi.
Aku berdosa, kutuknya dalam hati sambil menggetok ubun-
ubunnya sendiri. "Ki Guru tahu, mana kepentingan yang harus dia jaga.
Membiarkan engkau terlibat urusan di puncak, berarti
memutuskan perjuangan dan cita-citanya membela Pajajaran. Sebab kalau kau ikut menjadi korban di Puncak
Cakrabuana bersamanya, putus pulalah cita-citanya!" kata
Ki Rangga Guna meyakinkan, tapi tetap saja dengan suara
yang terdengar pilu. "Apa bedanya dengan sekarang. Tokh biar pun aku
selamat, tetap saja tak bisa melaksanakan amanatnya.
Orang-orang yang sengaja aku hubungi seperti apa kata
perintah Ki Darma, tidak satu pun yang membuatku lega.
Barangkali Ki Darma pun akan kecewa bila dia masih
hidup!" teriak Ginggi kesal.
"Plak!" Ki Rangga Guna melayangkan telapak tangannya menempeleng Ginggi. Pemuda itu langsung
terjajar dan menimpa bongahan-bongkahan batu kapur.
Tidak menderita luka, tapi Ginggi terkejut setengah mati
sebab dia tak menyangka sama sekali bahwa Ki Rangga
Guna akan menyerang secara tiba-tiba.
"Ayo, bunuhlah aku Paman! Kepandaianmu jauh lebih
tinggi ketimbang aku. Tapi aku tak malu mati kendati
belum menunaikan tugas. Beda sekali dengan kau Paman,
hidup dengan memiliki kepandaian tapi tak pernah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memanfaatkan kepandaian itu sendiri untuk membalas
kebaikan gurumu!" teriak Ginggi marah dan kesal.
"Kau manusia tolol tapi sombong!" kini Ki Rangga Guna
balas membentak. Dia menghambur ke arah Ginggi dan
pemuda itu meramkan mata, sepertinya pasrah untuk mati
hari itu. Tapi Ki Rangga Guna tak melancarkan pukulan, kecuali
meraih pakaian pemuda itu di bagian dada dan
mengangkatnya tinggi-tinggi.
"Ocehan-ocehanmu serasa menghina dan merendahkan
aku, anak dungu! Sangkamu, kau ini apa" Apa saja yang
kau lakukan sejak turun gunung selain mencari-cari kami"
Dan apakah kau tahu, apa sebenarnya yang aku lakukan
selama belasan tahun mengembara" Dengarlah anak picik!
Belasan tahun aku melaksanakan perintah Ki Guru.
Belasan tahun aku dikejar dan diburu oleh siapa saja karena
aku murid Ki Darma. Aku juga dituding pengkhianat!
Semua yang ada hubungan dengan Ki Darma sama
diperlakukan sebagai pengkhianat! Kau dengar itu, hai
manusia tak punya guna!" teriak Ki Rangga Guna
menunjuk-nunjuk hidung pemuda itu dengan tangan kanan,
dan tangan kirinya masih mencengkram pakaian Ginggi.
"Pekerjaan yang engkau laksanakan tak seberapa,
demikian juga penderitaanmu. Tapi kau berani mengeluh
bahkan menyesali tindakan orang lain, seolah-olah
tindakanmu bagus dan berarti bagi Ki Guru. Kau sesali pula
tindakan Ki Banaspati. Padahal sejelek apa pun dia bekerja,
tokh dia sudah melakukan sesuatu untuk berupaya
mengubah keadaan di Pajajaran. Huh, dasar bocah
cengeng!" teriak Ki Rangga Guna geram.
Tubuh pemuda itu dia lontarkan dan untuk yang kedua
kalinya menimpa bongkahan batu kapur.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ginggi menjerit dan melolong-lolong. Bukan rasa sakit di
punggung karena dua kali menimpa bongkahan batu kapur.
Tapi rasa sakit yang ada di hatinya. Benarkah dia manusia
tak ada guna dan kerjanya menuding keburukan orang lain
saja" Ginggi menjambak-jambak rambutnya untuk mengimbangi rasa sakit di hatinya.
"Ya, betul Paman. Aku manusia tiada guna. Aku tak
punya harga diri! Aku tak punya rasa malu! Oh, aku harus
mati karena ini!" teriaknya sambil mengangkat sebongkah
batu untuk kemudian ditimpakan ke kepalanya.
Ki Rangga Guna sudah menggerakkan sepasang
tangannya dan mendorong benda berat itu jauh-jauh.
"Hm, enak saja bunuh diri. Bila kau bunuh diri, kau
adalah orang licik dan pengecut. Merasa diri tak ada
harganya tapi bukan berusaha mendapatkan harga diri itu,
melainkan akan lari dari tanggung jawab!" omel Ki Rangga
Guna kesal. "Aku bodoh! Aku tak punya kemampuan. Bagaimana
mungkin bisa melakukan sesuatu yang berarti?" tanya
Ginggi mengeluh. "Kalau kau sudah punya pertanyaan seperti itu, maka
sebetulnya sudah didapat jawabannya. Agar kau mampu
melakukan sesuatu, maka belajarlah untuk mampu
melakukan sesuatu. Banyak cara untuk meraihnya yaitu
dengan memiliki kemauan untuk belajar. Ingin pandai
berenang, belajarlah pada itik. Ingin pandai terbang,
belajarlah pada burung. Asal kau sanggup memilih guru
yang tepat dan sanggup belajar dengan keras, tak ada
sesuatu yang tak bisa kau kerjakan, termasuk melaksanakan
amanat dan perintah Ki Guru Darma!" kata Ki Rangga
Guna. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ginggi menunduk lesu mendengar perkataan Ki Rangga
Guna ini. Dan Ki Rangga Guna terus berkata-kata sambil
berdiri membelakangi dan berpangku tangan.
"Jangan menganggap aku juga tak sedih dengan berbagai
peristiwa yang terjadi di sekeliling ini. Kau lihat adikku, dia
begitu jahatnya, begitu memalukannya. Dia orang putus
asa. Ada rasa sakit hati terhadpa perlakuan di sekelilingnya.
Dia sakit hati terhadap guru. Dia pun sakit hati terhadap
situasi negara. Akhirnya frustrasi dan mengacuhkan etika
hidup. Kalau kita ikut tenggelam terbawa hanyut pengaruh-
pengaruh yang mengungkungi hidup, maka kita pun tak ada
beda dengan yang lain. Sama tak ada guna dan sama
memalukan. Padahal Ki Guru Darma sudah memberikan
amanatnya yang kesemuanya harus kita junjung tinggi,"
kata Ki Rangga Guna. Ginggi menunduk lama sekali. Namun pada akhirnya
dia mengangguk-angguk tanda mengerti akan ucapan Ki
Rangga Guna. "Mafkan kedunguanku, Paman ?" kata Ginggi pada
akhirnya. "Nah, bagus bila begitu. Meminta maaf berarti akan
berusaha memperbaiki sesuatu yang keliru. Aku senang
mendengarnya anak muda," kata Ki Rangga Guna pada
pemuda itu. "Sekarang, apa yang harus aku lakukan dalam
memenuhi amanat Ki Darma?" tanya Ginggi membenahi
pakaian yang awut-awutan dan mulai duduk dengan benar.
Kembali Ki Rangga Guna menghela nafas, sesuatu yang
sebetulnya Ginggi tak senang dan yang telah membuatnya
tadi uring-uringan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan perasaan pemuda ini sebetulnya terasa benar oleh
Ki Rangga Guna. "Setiap kau tanya itu aku mengeluh. Tapi bukan berarti
aku ingin menghindar dari pertanyaan itu, anak muda,"
kata Ki Rangga Guna. Ginggi mengarahkan matanya ke tempat lain setelah
merasa isi hatinya teraba oleh Ki Rangga Guna.
"Begitu beratnya amanat Ki Guru itu," kata Ki Rangga
Guna. Dikatakannya, dulu tugas yang diberikan Ki Darma
terhadapnya, juga terhadap ketiga muridnya lebih terarah
dan jelas. Semuanya harus memperhatikan nasib rakyat dari
tekanan Sang Prabu Ratu Sakti. Sang Prabu Ratu Sakti ini
selalu bertindak keras. Mudah menghukum siapa saja yang
dianggapnya bersalah. Dan karena negara butuh biaya besar
untuk mengembalikan kekuatannya seperti masa-masa
silam, Sang Prabu terpaksa menarik pajak tinggi kepada
rakyat. Akibatnya hidup rakyat cukup menderita. Kendati
hasil ladang melimpah, hasil sungai pun tak pernah surut,
tapi rakyat tak pernah kaya sebab hasil pekerjaannya
banyak disedot untuk kepentingan negara. Celakanya, tak
semua harta rakyat masuk ke lumbung negara dan
digunakan untuk kepentingan negara. Tapi akibat
kebijaksaan raja dalam menarik pajak, banyak pejabat
berbuat serong, mendompleng kepada kebiasaan raja.
"Semakin jauh dari pusat kekuasaan, penyelewengan
semakin tak terkontrol. Bila di wilayah-wulayah yang dekat
ke pusat pemerintahan, rakyat disedot untuk membantu
menegakkan kembali kebesaran negara, maka di wilayah
yang jauh dari pusat, rakyat disedot untuk kepentingan
pejabat yang memperkaya diri sendiri," kata Ki Rangga
Guna.

Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bersama adik kembarnya, Ki Rangga Wisesa, tahun-
tahun pertama dilepas Ki Guru Darma, langsung terjun
melaksanakan amanat guru. Kedua orng itu selalu berusaha
mengacaukan petugas seba. Mereka sering merebut barang-
barang yang sudah dikumpulkan petugas, untuk kemudian
di berikan kepada rakyat lagi. Malah kedua orang kembar
itu tak segan-segan melakukan pencurian kepada harta
milik pejabat yang diduga kekayaan pribadinya diambil dari
kerja tak benar. Kesemuanya dikembalikan kepada rakyat.
Tapi tindakan ini terlalu kasar dan terlalu berani. Ini
adalah pekerjaan yang penuh risiko, sebab bila terpergok,
mereka diburu dan dikejar.
"Kami akhirnya menyesal sendiri berbuat seperti itu.
Sesudah kami diketahui bahwa kami berdua murid-murid
Ki Darma, Pasukan Pakuan memburu kami sebagai
pemberontak dan penjahat. Ki Darma juga semakin populer
di Pakuan sebagai penjahat dan perampok yang
memerintahkan murid-muridnya berbuat kejahatan kepada
negara," kata Ki Rangga Guna.
Menurutnya, sesudah dikejar dan diburu serta dituduh
pemberontak dan penjahat, hidup keduanya menjadi tak
tenang lagi, sebab akhirnya rakyat pun ikut membenci dan
memusuhinya juga. Situasi semakin menghimpit mereka. Dan di saat itulah
hubungan saudara kembar menjadi pecah.
"Adikku mulai lelah dengan pekerjaannya sebab katanya
tak pernah menguntungkan dirinya. Yang lebih parah dari
itu, adikku menjadi benci terhadap Ki Guru. Hanya karena
keinginan Ki Guru katanya yang menyebabkan hidupnya
terombang-ambing dan selalu menghindar dari perburuan
Pasukan Pakuan," kata Ki Rangga Guna. "Akhirnya kami
bertengkar. Satu menyalahkan Ki Guru, satunya membela
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Guru. Kataku, perintah Ki Guru tak salah. Yang salah,
kitalah sebagai pelaksana, mengapa memilih siasat kasar
dan terlalu berani seperti itu. Adikku marah besar padaku.
Katanya, aku membela guru, wajar karena disayang. Tapi
dia menyalahkan guru juga wajar karena tak diperhatikan.
Akhirnya kami pilih jalan sendiri-sendiri," kata Ki Rangga
Guna. "Tapi benar kebijaksanaan Ki Guru," ujarnya,"Mengapa
dia tak memberikan perhatian yang sama kepada saudara
kembarku, karena Ki Rangga Wisesa memiliki kelemahan
batin. Iri, benci dan selalu menyalahkan tindakan orang
lain, merupakan sisi lain dari kelemahan adikku. Tapi sisi
lainnya, kelemahan itu adalah sesuatu yang amat
berbahaya. Dia punya sikap tak acuh akan penilaian orang
lain terhadap dirinya. Asalkan dia senang melakukannya,
kendati orang lain menganggapnya salah, maka dia lakukan
seenak perutnya sendiri. Kau sudah tahu bukan, betapa
selama ini dia melakukan kejahatan dan menimpakan
kelakuannya padaku, sehingga akhirnya akulah yang
dikejar-kejar," kata Ki Rangga Guna.
Ginggi terkesiap sendiri mendengar kalimat-kalimat
akhir dari Ki Rangga Guna ini. Katanya adik kembarnya
punya kelemahan yang amat membahayakan, bahwa selalu
bersikap tak acuh terhadap penilaian umum. Kendati orang
lain menganggapnya salah, bila dia senang melakukannya,
maka dia lakukannya pula. Ini mengingatkan kepada sikap
hidupnya tempo hari. Bukankah dia pun pernah berprinsip
seperti itu, tak acuh terhadap penilain orang lain" Ginggi
bergidik kalau berkhayal, bagaimana kalau dia melakukan
tindakan berbahaya dan merugikan orang lain hanya karena
tak menggubris penilaian umum"
"Sesudah aku berpisah dengan saudara kembarku, maka
segala sesuatu yang akan aku lakukan mengandalkan jalan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pikiran dan gagasan sendiri saja," kata Ki Rangga Guna
melanjutkan perkataannya.
Menurutnya, pemerintah Pakuan membuat kebijaksanaan menghimpun kekayaan rakyat untuk mengembalikan kejayaan negara karena negara ada dalam
keadaan genting. Dulu kekayaan negara lebih dititikberatkan kepada hasil perdagangan antar bangsa
melalui Pelabuhan Kalapa dan wilayah pantai-pantai
lainnya. Tapi sekarang sesudah wilayah utara dikuasai
Banten dan Cirebon, Pakuan sudah tak bisa melakukan
hubungan dagang lagi dengan negri seberang.
"Maka aku pikir, penyebab dari kesemuanya adalah
negara-negara yang telah menggempur dan merebut
wilayah-wilayah penting tersebut. Merekalah yang aku
anggap salah. Maka kesanalah perhatianku sekarang," kata
Ki Rangga Guna lagi. Dan karena tinggal di wilayah Pajajaran dia selalu
dikejar dan diburu, maka Ki Rangga Guna segera pergi ke
wilayah utara. Kerap kali dia menyusup ke wilayah musuh.
Dengan mengambil risiko tinggi Ki Rangga Guna
menyerang pusat-pusat pertahanan Banten dan Cirebon.
Para perwira Pajajaran adalah orang-orang tangguh
dalam perkelahian. Ilmu mereka tinggi-tinggi. Tapi bila
harus menyerbu ke utara, mereka tak sanggup. Pasukan
Banten dan Cirebon di wilayah itu berhasil merebut
berbagai senjata api yang dulu dikuasai teman dagang
Pakuan, yaitu bangsa- bangsa sebrang lautan. Ada beberapa
senjata api bernama meriam, dan orang Pakuan takut
menghadapinya," kata Ki Rangga Guna.
"Meriam?" Ginggi bergumam, heran mendengar benda
tersebut. Ki Rangga Guna menyebutnya sebagai senjata api.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi bagaimana rupanya dan sejauh mana kedahsyatannya,
Ginggi tak bisa membayangkan.
"Meriam benar-benar dahsyat. Dia terbuat dari besi baja,
bermoncong serta bulat hampir sebesar batang kelapa.
Kalau disulut api, moncong meriam yang sudah diisi peluru
akan melontarkan peluru tersebut yang kelak berubah
menjadi bola api amat besar. Para perwira Pakuan sepandai
apa pun berkelahi, tidak akan sanggup mempergunakan
kepandaiannya sebab keburu dihadang lontaran peluru.
Peluru bola api itu terlontar ratusan bahkan ribuan depa
jauhnya. Bisa kau bayangkan anak muda, sebelum para
perwira dan prajurut Pakuan berhadapan dengan musuh,
mereka sudah dihantam bola-bola api. Banyak yang mati
atau luka-luka berat karena bola api sanggup meledak dan
mengoyak-ngoyak tubuh orang yang diserang. Satu
terjangan bola api sanggup membunuh puluhan bahkan
ratusan penyerang. Orang Pakuan kewalahan menghadapinya, anak muda," kata Ki Rangga Guna.
Ginggi melongo dan terkadang meleletkan lidah saking
herannya mendengar kisah kehebatan senjata terbuat dari
gelondongan besi baja itu.
"Benda aneh itu benar-benar sakti sekaligus mengerikan
dan kejam, Paman ?" kata Ginggi masih diliputi
keheranan. "Tapi aku berusaha melumpuhkan senjata-senjata itu,"
kata Ki Rangga Guna, "Dan aku bertekad begitu. Secara
diam-diam aku menyelundup ke Pelabuhan Kalapa. Aku
mencoba naik ke kapal milik Pasukan Banten atau Cirebon.
Aku coba jatuhkan benda jahat itu ke laut. Kalau senjata itu
berada di benteng pelabuhan, maka aku coba rusakkan
dengan cara lain," kata Ki Rangga Guna.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ginggi puas mendegarnya. Seolah-olah benar musuh
akan segera lemah karena sejumlah meriam dilumpuhkan
Ki Rangga Guna. "Aku berhasil melumpuhkan senjata berat itu. Tapi
ternyata masih lebih banyak lagi benda yang sama dikawal
dan dilindungi keamanannya. Bila aku harus merusak
benda itu, maka sebelumnya aku harus melakukan
perkelahian terbuka dengan fihak musuh. Dan sesudah satu
dua senjata ganas itu aku lumpuhkan, mereka menjadi tahu
bahwa aku mengarahkan penyerbuan untuk melumpuhkan
meriam. Akibatnya, penjagaan mereka terhadap benda
berbahaya itu semakin ditingkatkan, sehingga aku tak
mungkin lagi mengganggunya. Sampai pada suatu saat, aku
masuk ke dalam perangkap mereka. Aku dikepung untuk
ditangkap hidup-hidup atau dibunuh sekalian. Beruntung
aku bisa lolos dari kepungan dengan jalan menerjunkan diri
ke tengah laut. Selama bertahun-tahun aku hanya
bersembunyi di pulau-pulau kosong jauh di seberang
Pelabuhan Kalapa. Aku bahkan terputus dari dunia luar
dan tak tahu perkembangan Pajajaran selanjutnya. Sampai
pada suatu saat aku bisa mendarat kembali ke pulau besar
ini. Aku tadinya akan berusaha mencari dua murid Ki Guru
Darma yaitu Ki Banaspati dan Ki Bagus Seta yang tak
pernah aku kenali baik wajah atau pun pekerjaanya. Baru
hari ini saja melalui kau aku bisa tahu Ki Banaspati. Selama
ini terpaksa aku harus main sembunyi karena aku tetap
dikejar dan diburu, apalagi ketika aku diributkan tukang
perkosa gadis," kata Ki Rangga Guna setengah mengeluh.
Ginggi menarik nafas berat mendengar kisah Ki Rangga
Guna. Pantas saja dia marah besar ketika Ginggi merasa
kecewa terhadapnya, sebab menurut hematnya, Ki Rangga
Guna sudah benar-benar melaksanakan tugas yang
dibebankan Ki Darma dengan berat dan penuh penderitaan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Maafkan aku kalau begitu, Paman ?" kata Ginggi
menunduk malu. "Sudahlah, sebab hanya karena kita menyadari berbuat
salahlah kita jadi tahu mana yang benar," kata Ki Rangga
Guna sambil mengajak pemuda itu meninggalkan
perbukitan kapur. Kedua orang itu turun berkelok-kelok menuruni bukit.
Sebelumnya Ki Rangga Guna lama menatap ke arah
bongkahan-bongkahan batu kapur yang menimbun menutup lubang gua. "Kasihan saudara kembarku " Semoga Hyang
mengampuni dosamu," gumam Ki Rangga Guna. Dia
mengucapkan doa sebelum benar-benar pergi meninggalkan
tempat itu. "Aku akan kembali ke Puncak Cakrabuana untuk
melihat nasib Ki Darma. Engkau akan ke mana, Paman?"
kata Ginggi ketika sudah sampai di sebuah dataran rendah.
"Engkau jangan mudah digoncang kesedihan anak
muda. Kesedihan berlebihan hanya akan membuat tumpul
pikiran saja," kata Ki Rangga Guna.
"Tapi aku selalu ingat Ki Darma, aku khawatir akan
nasibnya," kata Ginggi.
"Aku muridnya, aku juga sama khawatir akan nasib Ki
Guru. Tapi bila kita pulang ke Cakrabuana, hanya akan
mengulur-ngulur perintah guru saja, dan dia akan marah
sekali," kata Ki Rangga Guna. "Peristiwa penyerbuan ke
Puncak Cakrabuana bila benar dilakukan, itu terjadi hampir
lima bulan lalu. Kita tak akan bisa mengubah atau
mempengaruhi kejadian yang sudah berlangsung. Bila Ki
Guru tewas dalam penyerbuan itu, kita tak bisa
menolongnya. Ki Guru orang yang tak senang diperhatikan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
secara berlebih. Mati untuk sesuatu kepentingan yang lebih
besar, buatnya bukan soal. Itulah sebabnya Ki Guru
memaksamu meninggalkan puncak. Ki Guru merasa lebih
penting menyuruhmu pergi bergabung dengan kami
ketimbang menahanmu tinggal di puncak hanya sekadar
membantunya menyelamatkan diri dari serbuan musuh.
Engkau harus selamat sebab diharapkan bisa melanjutkan
perjuangannya, anak muda," kata Ki Rangga Guna
menyeka keringat yang membasahi seluruh wajahnya.
Ginggi menunduk dan mengatupkan kedua matanya.
Hatinya pedih sekali bila ternyata benar Ki Darma tewas
dalam peristiwa penyerbuan ke puncak.
"Aku berdosa " aku berdosa ?" keluhnya, sebab setiap
kali teringat kematian Ki Darma, selalu juga terbayang
perbuatan mesumnya dengan Nyi Santimi. Peristiwa
mesum itu mungkin hampir bersamaan waktunya dengan
hari-hari penyerbuan orang-orang Pakuan atau juga orang-
orang Cirebon ke Puncak Cakrabuana.
"Sudahlah!" teriak Ki Rangga Guna kesal melihat
kecengengan Ginggi. "Ki Guru menyuruhmu turun untuk
menemui kami dan minta petunjuk perihal tugas-tugas
selanjutnya. Sekarang kau sudah bisa bertemu denganku.
Mari kita atur dan bagi tugas dalam melaksanakan perintah
Ki Guru," lanjutnya.
Ginggi segera menepis pikiran-pikiran sedihnya. Dia
mengangguk keras berdiri menghadap ke arah Ki Rangga
Guna. "Aku siap menerima perintahmu, Paman!" katanya.
"Bagus!" kata Ki Rangga Guna gembira. Dan lelaki
setengah baya itu mulai mengatur-atur tugas.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Engkau harus melanjutkan perjalanan menuju Pakuan,"


Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kisah Pendekar Bongkok 10 Panji Tengkorak Darah Ko Lo Hiat Ki Karya S D Liong Seruling Perak Sepasang Walet 8
^