Pencarian

Senopati Pamungkas Dua 19

Senopati Pamungkas 2 Karya Arswendo Atmowiloto Bagian 19


KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Mata Gendhuk Tri berkejap.
"Mbakyu akan datang ke Keraton?"
Persembahan Raja-Raja NYAI DEMANG menjawab dengan anggukan, cepat sekali.
"Saya dengan sadar akan melihat puncak pesta di Keraton. Untuk melihat kebesaran Keraton, tempat kita mengabdikan diri. Keraton yang memberikan kebanggaan, memberikan naungan bagi kita.
"Saat sekarang ini Raja ingin mempersunting secara resmi Permaisuri Praba Raga Karana. Sekaligus menerima raja-raja dari seberang yang datang menunjukkan ketaatannya.
"Zaman yang pernah digariskan Sri Baginda Raja, yang tak sempat mengalami.
"Sekarang kebesaran itu datang.
"Tidakkah kita ikut merasakan?"
"Itu sebabnya Mbakyu tidak segera ke Perguruan Awan?"
"Ya, saya harus menerima kenyataan ini.
"Adik Jagattri, rasanya kita bisa datang bersama."
Gendhuk Tri menggeleng. "Saya hanya akan menemui Kakang untuk mendoakan semoga bahagia, karena langkah saya masih jauh untuk bisa menikmati puncak pesta kenegaraan."
"Siapa tahu Maha Singanada juga datang."
"Kakang Singanada tak pernah tertarik dengan pesta semacam ini."
"Akan tetapi kalau tahu kamu akan muncul, bukankah ia akan muncul juga?"
Gendhuk Tri menatap ragu.
Kepalanya bisa menggeleng, bisa mengangguk.
Menggeleng, karena mengikuti jalan pikirannya yang mengatakan bahwa Maha Singanada selama ini sengaja menyembunyikan diri.
Barangkali kakinya belum sembuh sempurna, barangkali karena memang enggan memunculkan diri.
Kalau tidak, pertarungan di Lodaya tepian Brantas sudah pasti akan membuatnya muncul. Rasanya tak ada ksatria yang tidak menampakkan diri pada saat segawat itu.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Tapi nyatanya Maha Singanada tidak tampak.
Mengangguk, karena mengikuti jalan pikirannya bahwa Maha Singanada tak akan melupakan dan meninggalkannya begitu saja.
Meskipun tidak mengenal terlalu jauh seperti mengenal Upasara, Gendhuk Tri yakin sifat-sifat Singanada. Jangan kata janji yang telah diucapkan, bahkan hal lain yang kelihatan sepele bisa menjadi penting, kalau itu menyangkut apa yang telah dikatakan.
Juga tidak mungkin kalau Singanada sengaja menyembunyikan diri.
Itu bukan sifatnya. Dua pendapat yang bertentangan itulah yang membuat Gendhuk Tri ragu.
Dan juga kuatir. Kalau selama ini tak menampakkan diri, apa yang terjadi"
Gendhuk Tri merasa letih.
Begitu banyak peristiwa yang menerkam perhatiannya dan menyusup dalam hatinya sejak berpisah dengan Maha Singanada. Baik pertemuannya dengan Pangeran Anom, maupun pemunculan kembali Upasara Wulung, sampai dengan pertemuan yang singkat namun sangat mengesankan dengan Putri Koreyea.
Semuanya adalah peristiwa yang, seakan, tidak selesai.
Masih menggantung. Itu yang menyebabkannya letih.
Gendhuk Tri menghapus keringat di jidatnya.
"Mbakyu mau ke mana sekarang ini?"
"Mengantarmu ke tempat Adimas."
"Saya akan menemui, tapi rasanya bukan sekarang."
Nyai Demang merasakan nada yang getir.
Yang tak disembunyikan. Nyai Demang sepenuhnya bisa memahami.
Itu sebabnya tak menyinggung lagi. Namun juga tak meninggalkan Gendhuk Tri seorang diri.
Kini dirinya juga merasa sendiri. Tak mempunyai teman erat, seperti dengan Jaghana, Gendhuk Tri, Galih Kaliki, Dewa Maut, dan Wilanda.
Seperti dulu. Maka Nyai Demang mengajak Gendhuk Tri beristirahat di tempatnya.
Yang disediakan bagi para tamu ksatria yang diundang menghadiri pesta di Keraton.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Karena tak mempunyai pilihan lain, Gendhuk Tri mengiyakan. Setelah mendapat jawaban bahwa Nyai Demang tidak akan menceritakan kepada siapa pun, baik kepada Pangeran Anom maupun kepada Upasara.
Berada di perumahan yang disediakan khusus, Gendhuk Tri lebih banyak berdiam diri. Tidak banyak bergerak atau bercakap, juga tidak berlatih tenaga dalam.
"Jagattri, kamu merasa saya mengganggu kalau saya menemani?"
"Kenapa Mbakyu jadi begitu sungkan?"
"Kita memang satu hati.
"Akan tetapi ada saatnya kita ingin menyendiri, tak mau berbagi pikiran kegelisahan."
"Mbakyu, bagi saya segalanya telah selesai.
"Saya tak akan merepotkan diri lagi dengan berbagai urusan. Saya ingin menikmati kehidupan dengan cara yang wajar. Kalau ada yang masih mengganjal, itu hanyalah karena menguatirkan Kakang Maha Singanada."
"Dan saya" "Saya telah lebih dulu selesai. Saya tak mencari apa-apa lagi.
Segalanya telah berjalan sempurna. Kalaupun Halayudha sekarang menjabat pangkat mahapatih dan ilmunya berkembang pesat, saya tak menyimpan dendam apa-apa lagi.
"Memang kadang terpikir juga.
"Kenapakah saya ini masih seperti ini, ketika Adik Jagattri sendiri sudah bisa menemukan ilmu yang sejati, sudah menguasai Kitab Air.
Ketika dengan satu loncatan yang hebat, Halayudha sudah menemukan sumber kekuatan sukma.
"Adik Jagattri pernah mendengar"
"Sekarang ini Halayudha sudah sampai pada tingkat memperdalam Ngrogoh Sukma Sejati, yang tidak saya bayangkan sebelumnya.
Alangkah tololnya saya ini. Kidungan Paminggir, Kidungan Pamungkas, beberapa bagian Kidungan Para Raja bisa saya hafal, akan tetapi tetap saja begini."
"Mbakyu menyesali?"
"Saya menyesali kebodohan saya, bukan nasib.
"Adik Jagattri mendengar tentang kekuatan sukma sejati?"
"Rasanya Kakang Upasara pernah menyebut tentang hal itu selama di pulau terpencil."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Tidak tertarik?"
"Kalau dikatakan kehilangan semangat, barangkali sekarang ini pertama kali saya merasakan."
"Bagaimana kalau kita menjajal?"
Gendhuk Tri menggeleng. "Saya bisa mencoba tetapi hasilnya tak akan ada."
Gendhuk Tri membungkam. Nyai Demang menjauh. Meninggalkan.
Tidak sepenuhnya. Karena kemudian Gendhuk Tri mendengar kidungan yang berulang.
Ada hari, ada nyanyi Kenapa harus bersedih hati
Waktu bayi, temanmu adalah bidadari...
Kidungan pendek yang ditembangkan secara rengeng-rengeng, secara tersamar antara terdengar kata-katanya dan tidak, mengusik Gendhuk Tri.
Itulah kidungan yang selalu ditembangkan gurunya sekaligus pengasuhnya Jagaddhita. Entah kenapa dulu tembangan itu yang selalu dinyanyikan.
Seperti bagian yang belum selesai.
Seperti menggambarkan kesendirian.
Kesan itu sangat kuat terasakan oleh Gendhuk Tri sekarang ini. Rasa sepinya seperti terusir. Menyingkir karena kelembutan Nyai Demang.
Yang memang berusaha mendekatkan diri, berusaha menghiburnya.
Berusaha menjadi sahabat, bagian dari sanak saudara.
Ada hari, ada nyanyi... Ungkapan yang berusaha menggembirakan hati, karena berangkat dari kesendirian, dari kepedihan. Seperti yang terurai dari lirik berikutnya, "Kenapa harus bersedih hati, Waktu bayi, temanmu adalah bidadari" Dulu itu dirasakan Gendhuk Tri sebagai tembang yang khusus untuk dirinya. Karena merasa dirinya tak mempunyai siapa-siapa.
Tetapi bukan tidak mungkin tembang itu juga menggambarkan suasana hati gurunya.
Yang tak sempat diketahui. Karena pertemuannya yang pendek, karena ia belum mengetahui apa yang harus ditanyakan saat itu.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Baru sekarang perasaannya tergugah.
Terusik, merasa tak bisa membalas kebaikan guru yang merawatnya, mendidiknya, menghidupinya. Tidak juga hanya dengan memahami apa yang dirasakan.
Sudah barang tentu Gendhuk Tri tidak pernah setitik pun melupakan gurunya. Atau menyangsikan kasih sayangnya, meskipun sekarang ilmu silatnya sudah berkembang lain.
Akan tetapi itu tak pernah bisa terwujudkan.
Kebutaan hatinya menutupi keinginan berterima kasih.
Sungguh tepat kalau Nyai Demang menembangkan sekarang ini!
Air mata Gendhuk Tri menetes.
Membasahi pangkuannya. Makin basah. Suara Masa Lalu GENDHUK TRI merasa sedikit lega. Curahan air mata menguras kegelisahannya, menyuntak dalam tetesan.
Dengan mata masih sembap, Gendhuk Tri beranjak dari kamarnya.
Melangkah ke luar. Nyai Demang tersenyum di depan pintu.
"Terima kasih, Mbakyu...."
"Kamu masih ingat tembangan itu?"
Dua-duanya saling tersenyum, saling memandang akrab. Lebih dekat dari sebelumnya.
Hanya sejenak, karena keduanya kemudian bengong. Memiringkan kepala ke arah datangnya suara.
Suara kidungan! Ada hari, ada nyanyi Kenapa harus bersedih hati
Waktu bayi, temanmu adalah bidadari
Ada hari, tanpa nada, tanpa irama
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Kenapa harus bertanya Waktu bayi, temanmu menjadi bidadari
Menjadi kupu-kupu Berkalung tangkai daun singkong
Membuat sungai Ada hari, ada nyanyi Kenapa harus bersedih hati
Waktu bayi, temanmu adalah bidadari...
Mereka berdua bengong. Karena Gendhuk Tri menduga itu tadi suara Nyai Demang. Dan ternyata Nyai Demang juga menduga bahwa Gendhuk Tri yang menembangkan!
Itulah aneh. Pandangan sekilas yang saling bentrok sudah berbicara banyak.
Gendhuk Tri tak bisa menahan diri untuk tidak menjejak lantai dan terbang ke arah datangnya suara. Nyai Demang melakukan hal yang sama. Meskipun tubuhnya kalah gesit dan kalah cepat.
Suara itu berasal dari pondok yang berjarak tiga rumah dari tempat yang didiami Nyai Demang.
Bukan dari tempat yang terlalu jauh, bukan dari penembang yang menyembunyikan diri.
Ternyata pula yang menembangkan adalah seorang lelaki yang punggungnya menghadap ke arah pintu, yang duduk bersila tak bergerak. Seakan tidak mendengar langkah kaki Nyai Demang maupun Gendhuk Tri.
Atau tengah tenggelam dalam tembangannya, karena mengulang lagi dari depan. Terutama tiga baris yang pertama, yang diulang kembali dua kali.
Baru kemudian terbatuk. Menoleh ke belakang. Ki Dalang Memeling. Gendhuk Tri tak nyana bahwa yang menembangkan adalah Ki Dalang Memeling! Pantas saja suaranya begitu enak didengar, begitu mengalun seperti meniti udara.
Bukan hal yang berlebihan kalau Gendhuk Tri menduga suara Nyai Demang. Dan sebaliknya!
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Tapi Ki Dalang" Wajah tua yang berkerut. "Kenapa kamu menangis?"
Gendhuk Tri mendekat. Duduk di sebelahnya. Bersila. Nyai Demang sedikit di belakang.
"Paman Dalang juga menangis."
"Tidak. Ini hanya titik air masa lalu.
"Suara masa lalu. "Saya selalu mendengar kembali suara masa lalu kalau akan mendalang. Kalian akan menonton permainan wayang?"
Gendhuk Tri mengangguk. "Lebih dari itu, saya ingin Paman Dalang menembang. Seperti tadi.
Rasanya saya pernah mendengar tembangan itu."
"Sangat mungkin. Setiap kali akan mendalang, saya menembang itu.
Di Gua Kencana, di Kedung Dawa, kalian pernah mendengarkan."
Memang itulah pertama kalinya Gendhuk Tri dan Nyai Demang berkenalan dengan nama Ki Dalang Memeling. Lebih dari itu, bahkan dalam adegan mendalang, Ki Dalang seolah menyelipkan percakapan yang seolah ditujukan kepada mereka berdua.
Itu termasuk luar biasa. Apalagi Ki Dalang bisa memainkan wayang dengan cara luar biasa.
Membuat wayang keluar sendiri dari kotak, berada di tengah penonton.
Atau melayang ke balik layar.
Namun... "Paman Dalang, apakah tembangan itu merupakan tembangan wajib semua dalang sebelum manggung?"
"Saya tahu arah pertanyaan kalian.
"Sejak pertama saya melihat gerakanmu, saya mengenalmu. Saya mengajak bicara dengan kekuatan batin saya. Tetapi tak bunyi. Saya menembang, tapi kamu tak mendengar.
"Tetapi itu hanya soal waktu.
"Sekarang kamu bisa mendengar.
"Begitu panjang waktu yang dilalui untuk menjadi masa lalu. Seakan baru saja terjadi beberapa kejap yang lalu. Selendangmu masih warna-warni. Tanganmu masih menari seperti ketika merangkai gagang daun singkong sebagai kalung."
"Paman mengenal Bibi Jagaddhita?"
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Nama bisa berubah. "Tubuh bisa menjadi tua.
"Namun tembang masih selalu sama. Bibimu itu masih mendendangkan tembang dolanan itu?"
"Masih. "Dan selalu, setiap kali akan bertarung."
Ki Dalang Memeling mengelus kepala Gendhuk Tri. Menyentuh pundak Nyai Demang. Terasa kegenitan dan kejailan ketika mengelus dan menyentuh, akan tetapi Nyai Demang menganggap sebagai sesuatu yang lumrah. Gaya seorang dalang memang dekat dengan kegenitan.
"Barangkali itu kebetulan belaka.
"Sewaktu saya masih kanak-kanak, saya mengenal si Bawuk. Kami bermain bersama, membuat sungai, membuat kalung, dan menyanyi.
"Saya tidak tahu apakah saya mencintainya, atau si Bawuk mencintai saya atau tidak. Kami masih terlalu kanak-kanak. Kami masih bermain bersama dengan telanjang.
"Kami membuat sungai dari air kencing.
"Tak ada yang istimewa.
"Seperti semua kanak-kanak mengalami.
"Yang istimewa, karena itu satu-satunya masa lalu yang selalu terdengar, yang masih mengiang, dan tidak terlalu keliru kalau dikenang. Atau muncul dengan sendirinya.
"Si Bawuk mengikuti panggilan Keraton, menjadi penari, sebelum akhirnya diam-diam dilatih Mpu Raganata, pendeta yang tiada tandingannya.
"Saya mendengar kemudian dari mulut yang lain, dari telinga yang lain.
Barangkali si Bawuk adalah Jagaddhita. Barangkali juga yang lainnya. Terlalu banyak kemungkinan gadis lain menembangkan lagu dolanan yang menjadi milik semua anak.
"Saya mengenang dengan senang hati.
"Tanpa dendam, tanpa penyesalan, tanpa rasa ingin tahu.
"Berbeda dengan Senopati Agung Brahma yang mendengar masa lalu dengan gelisah."
Nyai Demang berdeham kecil.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Apakah Paman Dalang tidak pernah bertemu lagi dengan Bibi Jagaddhita untuk meyakinkan apakah Bibi adalah si Bawuk yang ketika bermain bersama Paman membuat sungai?"
"Tidak." "Kenapa tidak, Paman?"
"Ya... tidak saja."
Nyai Demang menjilat bibirnya.
Suara Ki Dalang Memeling terasa sedikit mengganjal.
"Paman, Paman Dalang mengetahui si Bawuk teman main masa kanak-kanak diambil untuk nyuwita, untuk mengabdi ke Keraton, sebagai penari atau pesinden.
"Apakah tidak ada keinginan Paman untuk juga mengabdi ke Keraton?"
"Tidak." "Paman Dalang tidak ingin menjadi prajurit?"
"Tidak." "Apa yang Paman lakukan?"
"Saya menjadi dalang."
Nyai Demang tertawa lebar.
Baru kemudian tangannya menutupi mulutnya. Kepalanya menggeleng.
"Paman... Paman... "Paman mengatakan suara masa lalu tak membuat gelisah. Tapi kenapa Paman mendustai diri"
"Paman menjadi dalang bukan sejak kecil.
"Bahkan rasanya setelah cukup umur. Setelah menangkap kegelisahan dan tak bisa menghilangkan begitu saja. Paman berusaha menghilangkan ciri Paman.
"Berubah sebagai dalang."
"Sama sekali tidak."
"Paman mempunyai dasar-dasar ilmu silat Kitab Bumi yang resmi menjadi ajaran Keraton. Bukan Kitab Bumi yang dipelajari sebelum menjadi ajaran resmi.
"Itu hanya mungkin kalau Paman Dalang dulunya prajurit, senopati Keraton Singasari."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Dalang Meniup Sukma KI DALANG MEMELING menyingkirkan anglo, tempat perapian, yang dupanya telah mati. Beberapa kali Ki Dalang mencoba meniup, akan tetapi tak ada sisa bara sabut di dalamnya.
Telapak tangannya membersihkan lantai kayu.
Nyai Demang mengelus rambutnya.
Gendhuk Tri menahan keinginannya untuk bertanya.
"Maaf, Paman Dalang..."
Suara Nyai Demang dipenuhi keharuan dan rasa bersalah. Ia sadar bahwa setiap kali membuka masa lalu seseorang, setiap kali pula ada bagian yang menyayat. Seakan ada luka lama yang kelihatannya telah kering terkoyak kembali.
Nyai Demang sendiri mengalami dalam hidupnya.
Nyai Demang bisa melihat jelas perbedaan antara Kitab Bumi yang menjadi ajaran resmi, dengan ketika masih dikenal sebagai Dua Belas Jurus Nujum Bintang. Yang selintas seperti tak ada bedanya, kecuali penambahan Delapan Jurus Penolak Bumi.
Akan tetapi Nyai Demang termasuk salah satu dari yang sangat sedikit menekuni berbagai kitab. Kemampuan pujasastra dan penguasaan bahasa boleh dikatakan tidak ada tandingannya. Sehingga dengan jelas bisa membaca perbedaan antara Kitab Bumi sebelum dan sesudah dijadikan ajaran resmi Keraton.
Dan itulah yang dikatakan.
Itulah yang mengena. Gendhuk Tri sendiri bisa merasakan arah pertanyaan Nyai Demang.
Kalau benar dulunya Paman Dalang adalah teman kanak-kanak si Bawuk yang kemudian menjadi penari Keraton, pastilah Paman Dalang ini juga melakukan hal yang sama.
Mengabdi ke Keraton. Sebagai prajurit, atau bahkan sebagai senopati.
Hal yang sangat wajar, sangat biasa-biasa saja. Akan tetapi Paman Dalang justru menolak anggapan itu.
Ini yang membuat Gendhuk Tri bertanya-tanya dalam hati.
Bertanya-tanya karena Ki Dalang Memeling seperti menunjukkan adanya pertentangan perasaan. Di satu pihak, mengatakan bahwa suara masa lampau tidak menimbulkan kegelisahan. Tetapi di lain pihak, ia menyembunyikan sesuatu.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Di satu pihak ia membuka diri menceritakan si Bawuk, akan tetapi di lain pihak kemudian menutup dengan jawaban serba tidak.
"Paman Dalang..."
"Nyai Demang, pandanganmu tajam. Sangat tajam. Belum pernah ada yang mengatakan itu pada saya. Tetapi Nyai keliru..."
"Paman Dalang, kenapa Paman memilih menjadi dalang"
"Karena Paman ingin menghidupkan kembali masa lalu. Mengangkat kembali, meniupkan sukma ke kulit kerbau untuk digerakkan menjadi hidup kembali.
"Mengembalikan ajaran masa lalu.
"Kenapa Paman memilih itu"
"Jawabannya sangat jelas. Karena budaya wayang yang adiluhur, karena Paman ingin menghidupkan kembali apa yang Paman lakukan dengan Bibi Jagaddhita ketika masih bermain bersama. Membuat kalung dari tangkai daun singkong, membuat sungai dengan air kencing, ketika Paman mendalang di depan si Bawuk dengan rumput sebagai wayang."
"Apakah Nyai termasuk yang menguasai ilmu Merogoh Sukma Sejati yang sekarang jadi bahan pembicaraan ramai itu?"
Pertanyaan Ki Dalang sekaligus menunjukkan pengakuan bahwa tebakan Nyai Demang sama sekali tidak meleset.
Gendhuk Tri melirik Nyai Demang dengan pandangan tajam. Bukan tidak mungkin, mengingat Nyai Demang pernah menyebut hal itu.
Nyai Demang meletakkan telapak tangannya di lantai.
"Saya tidak mendapat kesempatan mempelajari ilmu yang sedang kondang sekarang ini. Saya tidak mempunyai kemampuan seperti itu.
"Namun rasanya bukan sesuatu yang luar biasa, Paman.
"Sewaktu kecil saya juga mempunyai teman bermain. Saya juga membuat dan dibuatkan rangkaian kalung dari tangkai daun singkong.
Membuat sungai dengan air kencing, dan anak laki-laki selalu bisa membuat lebih bagus. Membuat ulat dari tangkai daun pepaya yang ditumpuk dari bagian atas. Membuat kupu-kupu dari daun jati kering.
"Menganyam rumput, membentuk tokoh wayang dan memainkan.


Senopati Pamungkas 2 Karya Arswendo Atmowiloto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Seperti yang Paman katakan, semua anak bermain dengan cara yang sama. Barangkali hanya Adik Jagattri ini yang tak sempat, karena masa kanak-kanaknya dihabiskan dalam pertarungan.
"Kami semua mengalami masa yang sama dengan Paman.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Hanya bedanya, Paman mempunyai kenangan yang manis. Hanya bedanya Paman bisa terus memainkan wayang dengan sangat baik.
"Sangat baik setelah Paman tidak lagi menjadi senopati."
"Senopati?" "Dengan kekuatan dan kemampuan Paman yang begitu hebat, apakah mungkin Paman berhenti sebagai prajurit biasa-biasa saja" Dengan penguasaan ilmu silat itu saja akan menempatkan jabatan yang tinggi.
Apalagi di saat Sri Baginda Raja, kesempatan untuk itu sangat terbuka lebar."
"Tidak, tidak. "Kamu keliru, Nyai. "Saya bukan senopati, bukan prajurit. Tak ada yang pernah mendengar nama saya."
Gendhuk Tri mengangguk membenarkan.
Selama ini memang tak pernah terdengar nama atau ciri-ciri yang mengarah kepada Ki Dalang Memeling.
Tapi Nyai Demang melanjutkan,
"Kalau Paman ingin bukti lain, saya akan mengutarakan.
"Kita kembali ke zaman kejayaan Keraton ketika Sri Baginda Raja mengatur langit dan bumi. Kebesaran yang tiada tara dengan peresmian ajaran ilmu silat, dengan niatan Sri Baginda Raja menguasai seluruh lautan dan gunung.
"Saat itu semua ksatria, semua senopati yang terbaik, yang disegani, yang mengabdi kepada Keraton, menyimpan kebanggaan untuk menyebarkan ajaran Sri Baginda Raja.
"Dengan cara diangkat sebagai senopati, dan dikirimkan ke tanah seberang.
"Hanya di zaman Sri Baginda Raja begitu banyak senopati yang tidak berawal dari pengabdian sebagai prajurit. Hanya di zaman Sri Baginda Raja terjadi begitu banyak pergeseran pangkat dan jabatan dalam tata pemerintahan Keraton."
Gendhuk Tri mengakui kebenaran kata-kata Nyai Demang.
Sepenuhnya. Karena mahagurunya, Mpu Raganata, termasuk mahapatih sakti yang harus merelakan jabatan dan pangkatnya untuk diduduki orang lain.
Yang menyebabkan Mpu Raganata mengembara dan melatih beberapa penari Keraton.
Termasuk Jagaddhita. KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Termasuk dirinya. Makanya Gendhuk Tri mengangguk mantap. Hanya belum bisa menebak arah kalimat Nyai Demang.
"Kalau ada sepuluh senopati, saat itu delapan di antaranya dikirim ke tanah seberang.
"Satu tetap berada di Keraton, dan satu menyingkir."
"Kamu mau mengatakan saya termasuk yang menyingkir itu, Nyai?"
"Tidak," sekarang Nyai Demang yang menyebut dengan mantap.
"Paman Dalang justru termasuk yang dikirim ke tanah seberang."
"Saya tak pernah mengenal tanah lain selain tanah Jawa ini. Tak pernah melihat, tak pernah menyentuh."
Nyai Demang menyembah. "Sekali lagi saya minta maaf, Paman Dalang.
"Saya tidak bermaksud menyelam ke dalam masa lalu Paman yang sengaja disembunyikan. Tidak ingin mengaduk masa silam yang sepenuhnya menjadi rahasia Paman.
"Maaf, Paman Dalang.
"Hanya karena tadi Paman menceritakan Bibi Jagaddhita, menceritakan kehidupannya, kesimpulan itu terangkat dengan sendiri.
"Maaf, kami mohon maaf."
"Nyai boleh meminta maaf karena keliru."
Nyai Demang menarik udara keras. Hatinya menjadi geram.
Pandangannya sedikit tajam ketika menatap Ki Dalang Memeling.
"Paman memaksa saya untuk mengatakan apa yang sekarang ini saya rasakan. Bahwa Paman sengaja menembangkan lagu dolanan anak-anak itu untuk menarik kami datang kemari. Akan tetapi begitu kami datang, Paman menutup diri.
"Kalaupun Paman Dalang dulunya senopati seberang yang kemudian menyembunyikan diri dan mengubah diri menjadi dalang, itu sepenuhnya urusan Paman pribadi.
"Tapi Paman tak bisa mengatakan saya keliru."
"Kenyataannya memang begitu."
Gendhuk Tri sadar bahwa pembicaraan berkembang ke arah urat leher yang tertarik lebih kencang.
Dan tak bisa ditarik kembali.
Karena suara Nyai Demang meninggi ketika berkata,
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kenapa Paman Dalang menyebutkan nama Senopati Agung Brahma"
Satu-satunya nama yang Paman katakan."
"Karena Senopati Agung Brahma yang menyembunyikan diri sebab takut mendengar suara masa lalu.
"Dan selalu begitu sebelum akhirnya dikirim ke seberang."
"Kenapa bukan yang lainnya"
"Puluhan senopati yang lain kembali ke Keraton. Dengan mengibarkan panji kemenangan, dengan menyimpan panji kekecewaan.
"Kenapa hanya Senopati Agung Brahma yang Paman Dalang sebutkan"
"Apakah bukan Paman Dalang yang menyebabkan Senopati Agung Brahma menyembunyikan diri selama ini?"
Pertemuan Balung Pisah NYAI DEMANG merangkul Gendhuk Tri kencang. Mencium pipinya lekat sekali.
"Jagattri, Dewa Yang Maha murah telah mempertemukanmu dengan mertuamu. Biarlah saya mewakili keluargamu untuk menerima lamaran Ki Dalang Memeling.
"Paman Dalang, kenapa tidak melakukan sekarang ini"
"Agar Adik Jagattri bisa melakukan sungkem pangabekti untuk menghormati mertua"
"Saya merasa kurang enak, sebagai besan bersikap kurang ajar seperti ini."
Wajah Gendhuk Tri berubah.
Pandangannya menunduk ketika bentrok dengan sorot mata Ki Dalang Memeling.
Apakah benar Ki Dalang ini ayah Upasara Wulung"
Bekas senopati seberang"
Siapa lagi kalau bukan"
Benarkah" Sulit dipercaya. Kata-kata Nyai Demang sangat tiba-tiba. Menyabet beberapa pengertian yang mempunyai makna sangat luas.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Pertama, menyebutkan dirinya sebagai wakil orangtua Gendhuk Tri, untuk menerima lamaran. Kedua, meminta dirinya untuk menghaturkan sembah pangabekti, sembah penghormatan sebagai menantu kepada mertua. Sehingga tidak menjadi kurang ajar karena selama ini hanya menyebutnya sebagai paman, dalam artian sebutan penghormatan untuk orang yang berusia lebih tua.
Meskipun nantinya tidak perlu mengubah panggilan Paman Dalang menjadi Bapa Dalang, akan tetapi nadanya berubah.
Gendhuk Tri gemetar. Ia telah menyaksikan betapa ketika peti mati yang disangka berisi tulang Upasara dulu dicandikan, Ki Dalang Memeling yang paling sibuk.
Paling prihatin. Terlibat dalam kegiatan emosi.
Apakah karena ia sudah mengetahui dan sudah merasa"
Dari mana Nyai Demang tahu semua ini"
Betulkah dari kekuatan Merogoh Sukma Sejati"
Lamunan Gendhuk Tri buyar mendengar kalimat Ki Dalang.
"Nyai Demang, sungguh tidak pantas Nyai datang kemari.
"Sayalah orangtua yang kurang ajar, yang tak tahu diri. Seharusnya saya yang datang kepada Nyai, untuk menyampaikan lamaran anak lelaki saya. Yang ingin mempersunting putrimu, untuk bersama-sama menunggu jatuhnya embun di waktu pagi, menunggu jatuhnya hujan di sore hari.
"Kalau Nyai tidak berkeberatan, merelakan putrinya hidup bersama anak lelaki saya, berbantal bumi berselimut langit, menempuh perjalanan bersama sebagaimana warisan dan ajaran leluhur, perkenankanlah hari ini saya melamar anak gadis Nyai."
Kalau tidak dalam suasana seperti sekarang ini, Gendhuk Tri pasti sudah tertawa terbahak-bahak. Hati dan perasaannya menjadi sangat geli mendengarkan rangkaian kalimat Ki Dalang yang disampaikan dalam suasana begitu merunduk, dalam suara yang tak berbeda sedikit pun dengan mengidung.
Tetapi Gendhuk Tri tak mungkin tertawa. Tersenyum pun tidak.
Wajah Nyai Demang berubah sangat serius. Jari-jarinya gemetar mengelus kain di lututnya yang tertekuk.
Sungguh berbeda dengan ucapan sebelumnya. Yang masih disampaikan dengan nada gembira.
Suara dan nada bicara Nyai Demang seakan berasal dari orang yang selama ini tak dikenal.
"Kisanak, Ki Dalang Memeling yang terhormat.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Saya mendengar semua ucapan Kisanak. Dewa menjadi saksi. Langit dan bumi menjadi saksi.
"Perkawinan adalah kesucian utama. Tata tentrem masyarakat, Keraton, bersendikan tata krama dalam persatuan suami-istri membentuk keluarga.
"Seperti tertulis dalam kitab, seperti ajaran leluhur dan tradisi yang mulia.
"Kami hanya meneruskan nilai-nilai adiluhur untuk keagungan masyarakat dan Keraton.
"Hanya perlu Kisanak ketahui, kami adalah keluarga yang tidak punya apa-apa. Langit yang memayungi kami, bukan milik kami. Bumi yang kami injak, bukan bumi kami. Nyawa yang ada dalam tubuh kami, bukan milik kami.
"Kami hidup hanya dengan raga, yang menumpang kepada kebaikan Dewa serta Raja.
"Apakah Kisanak tidak menyesal nantinya memilih anak gadis kami, yang tak bisa bersisir, tak bisa menanak nasi, tak bisa apa-apa karena sangat bodoh.
"Kisanak, sebelum Kisanak mengajukan lamaran, apakah tidak sebaiknya Kisanak melihat sekitar" Begitu banyak anak gadis yang memiliki kelebihan. Agar Kisanak tidak menyesal di belakang hari."
"Nyai, sebaliknya dari itu. Jauh dari itu.
"Saya lelaki yang tidak memiliki apa-apa. Orangtua yang hanya tua.
Tak lebih, malah bisa kurang.
"Saya melamar anak gadis Nyai, tidak untuk membahagiakan. Tetapi mengajak bersama hidup dalam kekurangan.
"Nyai, saya memberanikan diri melamar dengan tukon yang tiada artinya."
Ki Dalang mencabut kerisnya, dengan hormat mengangsurkan dengan kedua tangan. Nyai Demang mengangguk, menerima dengan hormat.
"Kisanak, saya terima tukon, saya terima mahar ini, semoga menjadi bibit kawit mengabdi kepada Keraton, kepada keluarga. Bisa mengangkat derajat dan pangkat keluarga, bisa membahagiakan leluhur yang melahirkan.
"Kisanak, saya terima pemberian ini."
Nyai Demang memandang Gendhuk Tri.
"Jagattri, anakku, kamu telah mendengar sendiri.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ibumu mewakili orangtuamu menerima lamaran Kisanak Dalang Memeling. Hubungan kamu berdua telah terjalin lama dan telah saling bisa menerima.
"Hubungan ini tak ada halangannya.
"Tak ada yang menghambat, tak ada yang menghalangi. Semuanya berjalan dengan baik dan benar, sesuai ajaran kitab, sesuai petunjuk Dewa.
"Kami duduk sama-sama, berada di jagat sama-sama, tak perlu ada perhitungan pratiloma dan perhitungan anuloma, tak ada lembu yang dikoloh atau dikendalikan.
"Kita semua bersyukur karena bisa menemukan kembali balung yang selama ini telah terpisah.
"Anakku, lakukanlah sembah bekti pada Rama Dalang, ramamu sendiri."
Gendhuk Tri benar-benar tak bisa bernapas.
Seluruh tubuhnya mandi keringat.
Ia seperti larut dalam suasana yang mengisapnya. Apa yang diucapkan Nyai Demang yang menyebutkan sebagai ibunya, sangat menggetarkan hatinya.
Selama ini Gendhuk Tri malang-melintang tanpa mengenal siapa ibunya. Dan kini, dalam suasana yang mistis, dirinya mempunyai ibu.
Itu yang membuat napasnya sesak.
Gendhuk Tri sadar apa yang terjadi. Mengetahui bahwa Nyai Demang dan Ki Dalang Memeling berusaha mendudukkan diri sebagai sesama, sebagai satu warna.
Sehingga tak perlu ada perhitungan dan pertimbangan pratiloma maupun pertimbangan anuloma. Bahkan lebih jauh lagi mengatakan mereka adalah keluarga yang sama, berasal dari balung yang sama.
Pratiloma bisa diartikan menyungsang, melawan arus. Dalam artian wadak pengertian itu ialah menyisir rambut dari bawah ke atas. Ini sesuatu yang tidak biasanya. Dalam artian yang lebih jauh, pratiloma dipakai untuk sebutan bila warna pihak perempuan lebih tinggi, kedudukan, asal-usul pangkat, dan derajatnya melebihi pihak lelaki.
Perkawinan pratiloma tidak begitu dianjurkan, meskipun tidak dilarang. Namun ada semacam pengaman, agar perkawinan jenis ini tidak terjadi. Karena kalaupun terjadi hanya bisa diterima bila pihak keluarga perempuan menyetujuinya. Dalam keadaan seperti ini, pihak perempuan bisa diumpamakan lembu yang dikoloh, lembu yang dipasangi tali di hidungnya, sehingga bisa dituntun ke mana saja, atau menyerahkan diri kepada warna pihak suaminya.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Sedangkan anuloma tidak menjadi masalah besar. Karena dalam artian yang sebenarnya pun berarti menyisir rambut dari atas ke bawah, sebagaimana kelaziman yang berlaku. Kalaupun ada perbedaan warna, perbedaan kasta, anak keturunannya kelak akan mengikuti kasta ayahnya.
Dalam hal ini, Nyai Demang tidak memperhitungkan asal-usul Gendhuk Tri. Suatu permintaan yang sangat besar artinya.
Bukan karena Nyai Demang tidak mengetahui bahwa keturunan Ki Dalang Memeling kemungkinan besar lebih tinggi kastanya, akan tetapi menganggapnya sebagai balung, sebagai tulang dari kerangka sendiri, dari tubuh yang sama.
Yang kebetulan berpisah. Dan kini ditemukan kembali.
Kumpule balung pisah, artinya berkumpulnya kembali tulang terpisah, adalah istilah yang telah menjadi ucapan sehari-hari.
Bukannya tanpa alasan, karena sesungguhnya mereka beranggapan bahwa semua berasal dari keturunan yang sama, kecuali raja. Semua masih dihubungkan sebagai sanak saudara, betapapun telah jauh hubungannya.
Ini juga tidak berlebihan untuk menggambarkan pertemuannya dengan Ki Dalang Memeling.
Sungkem Menantu GENDHUK TRI beringsut maju.
Perlahan sekali. Dengan gemetar, wajahnya menunduk, menyembah lutut Ki Dalang Memeling yang tak bisa menahan air matanya.
"Anakku..." Ketika Gendhuk Tri melakukan sembah yang sama kepada Nyai Demang, rangkulan dan tangis meledak bersamaan.
Sebagai bagian dari upacara, lamaran telah terjadi. Dengan menerima tukon, dan membalas sungkem, berarti Gendhuk Tri serta Nyai Demang telah menerima lamaran secara utuh. Mulai saat itu juga Gendhuk Tri diperlakukan sebagai istri.
Hak dan kewajibannya adalah hak dan kewajiban seorang istri, menantu Ki Dalang Memeling. Dan Ki Dalang bisa melarang apa yang akan dilakukan Gendhuk Tri melebihi Nyai Demang sendiri.
"Nyai Besan, terima kasih atas penerimaan ini...."
"Paman Besan jangan merasa sungkan.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Tata krama yang teramat sederhana tidaklah mengurangi arti sama sekali. Walaupun kita belum tahu di mana anakku Maha Singanada."
Hidung Gendhuk Tri membeku.
Lehernya seperti menebal dari dalam.
Uratnya kaku. Apakah ia tidak salah dengar"
Nyai Demang menyebutkan nama Maha Singanada.
Bukan Upasara Wulung. Gendhuk Tri terguncang bukan karena ia tidak menyukai atau tidak memilih Maha Singanada. Gendhuk Tri terguncang karena tadinya mengira bahwa Ki Dalang Memeling adalah ayahanda Upasara Wulung.
Dari mana Nyai Demang mengetahui hal itu"
Dalam soal ilmu silat di antara yang menghuni Perguruan Awan, Nyai Demang boleh dikatakan paling rendah tingkatannya. Akan tetapi dalam menangkap dan membaca peristiwa kehidupan orang, boleh dikatakan paling unggul.
Bukan kebetulan kalau sekarang ini bisa dipertemukan karena mereka sebenarnya masih mempunyai hubungan.
Sekurangnya Ki Dalang Memeling mengenal Jagaddhita semasa kanak-kanak, dan kini putranya lelaki mendapatkan jodoh putri murid Jagaddhita. Boleh dikatakan mempertemukan balung yang selama ini tercerai.
Nyai Demang sedikit-banyak mengetahui, dan dengan pengalaman hidupnya bisa menyatukan sebagai bagian yang utuh. Meskipun selama ini tidak ada yang mengatakan secara terbuka.
Maha Singanada tidak pernah menceritakan asal-usulnya. Hanya sedikit yang diketahui bahwa ia kembali bersama rombongan yang dikirim ke tanah Campa, ke Keraton Caban, bersama rombongan yang mengantarkan Dyah Tapasi, putri Sri Baginda Raja.
Kalau mengingat usianya yang masih muda, sangat tidak mungkin sekali Maha Singanada sudah menjadi prajurit saat itu. Kemungkinan yang paling besar adalah ia ikut ke negeri seberang sewaktu masih kecil.
Tapi itu juga tidak masuk akal.
Sepanjang yang diketahui, tak ada anak-anak yang ikut dikirim ke seberang.
Kemungkinan yang ada, salah seorang senopati ada yang membawa istrinya yang sedang hamil, atau Maha Singanada lahir di seberang. Itu yang masuk akal.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Kalau benar begitu, kemungkinan lebih lanjut bisa dirunut. Karena dalam rombongan ke Campa, hanya putri Keraton, Dyah Tapasi, serta para dayang satu-satunya rombongan wanita. Itu dugaan Nyai Demang.
Dugaan yang berikutnya tersusun ketika Nyai Demang sebagian mendengar sebagian mengetahui sendiri persengketaan antara Maha Singanada dan Senopati Agung Brahma.
Singanada yang bersikap ksatria hanya sekali menunjukkan perangai yang sulit ditebak. Langsung menantang Senopati Agung Brahma, dan permusuhan itu hanya diakhiri dengan kematian salah seorang.
Dari perkenalan dan pembicaraan tidak langsung dengan Pangeran Anom selama ini, Nyai Demang mengetahui rahasia hati Senopati Agung Brahma yang dulunya secara diam-diam tergayut asmara dengan Dyah Tapasi.
Itu pula sebabnya Senopati Agung Brahma mau memunculkan diri setelah sekian lama mengurung diri. Hanya karena mengira bakal mendapat kabar mengenai Dyah Tapasi.
Tak tahunya justru yang ditemui Maha Singanada.
Yang menolak keras kenyataan bahwa dirinya adalah putra Dyah Tapasi. Atau setidaknya tidak mau asal-usulnya diungkit atau diketahui orang lain. Tidak juga oleh Gendhuk Tri ketika hubungannya sudah lebih erat.
Karena Maha Singanada tak ingin asal-usulnya yang ruwet dibicarakan orang. Maha Singanada lebih suka menyebutkan dirinya sebagai senopati Singasari, utusan Sri Baginda Raja.
Dalam pikiran Nyai Demang, tinggal menemukan siapa prajurit yang kebetulan menjadi lampiasan asmara Dyah Tapasi. Yang sebenarnya tidak menghendaki. Karena Dyah Tapasi hanya ingin meyakinkan bahwa dirinya menjauhi Senopati Agung Brahma bukan karena ingin menjadi permaisuri di Keraton Caban.
Ternyata prajurit yang menjadi sasaran asmara adalah Ki Dalang Memeling. Yang segera kembali ke tanah Jawa, bersembunyi di balik penampilannya sebagai dalang.
Bisa dimengerti kalau selama ini gelap bagi orang luar.
Peristiwa Dyah Tapasi tak mungkin dibicarakan karena menyangkut kesucian Keraton. Senopati Agung Brahma sendiri tak mengungkapkan, karena resminya dirinya adalah kakak ipar Raja.
Akan tetapi sebenarnya tidak terlalu gelap benar bagi pelaku peristiwa itu sendiri.
Senopati Agung Brahma secara tidak langsung telah mengetahui siapa sebenarnya Maha Singanada.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Ki Dalang Memeling demikian juga.
Tanda-tanda, sikap, dan gaya mereka yang terlibat langsung sudah menduga-duga, sudah menemukan titik temu.
Sekarang Nyai Demang yang membuka.
Ki Dalang Memeling tak mungkin menutupi lagi, meskipun berusaha keras menyembunyikan diri. Karena kini menyangkut urusan menantu!
Sungguh tak bisa dimengerti kalau sekarang masih mengatakan
"tidak" atau "bukan".
Itu sebabnya ketika Nyai Demang meminta Gendhuk Tri melakukan sungkem, ia tak mengelak lagi.
Kegagahan untuk menutupi diri terkelupas.
Hal yang sangat bisa dimengerti Nyai Demang. Bahkan mungkin ia tak bisa menahan diri lebih lama kalau terlibat.
Ki Dalang Memeling mengucap syukur.
"Silakan menikmati kamar ini, Nyai Besan.
"Kalau harinya sudah baik, kita tinggal menentukan saat."
"Terima kasih, Paman Besan.
"Rasanya sudah terlalu lama kami mengganggu Paman Besan.
Perkenankan kami pamit."
Gendhuk Tri menyembah dengan hormat.
Lalu kembali bersama Nyai Demang, diantar sampai pintu oleh Ki Dalang.
Mereka berdua berjalan dalam diam.
"Anakku Jagattri, apakah ibumu melakukan kekeliruan?"
Saya tak mengerti, Nyai..." Suara Gendhuk Tri masih terasa kikuk untuk memanggil Ibu.
"Apakah saya keliru menjodohkan pilihan hatimu?"
Gendhuk Tri menggeleng perlahan sekali.
Atau kamu masih berpikir nama yang lain"
"Anakku Jagattri, tukon yang kita terima masih bisa dikembalikan dengan pelipatan. Akan tetapi saya tak ingin melakukan itu.
"Saya berpikir merasa mendapat petunjuk Dewa, bahwa ini yang terbaik bagimu.
"Meskipun saya tahu, ada nama Adimas Upasara dalam hatimu.
"Ibu tahu sekali."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Kasunyatan, Manis atau Pahit NYAI DEMANG menggandeng tangan Gendhuk Tri yang terasa sangat dingin.
"Kita adalah wanita. Dilahirkan dengan kodrat sebagai wanita, sangat berbeda dengan kodrat dilahirkan sebagai pria.
"Dalam kitab Kutara Manawa sekalipun tertulis jelas-jelas bahwa kita hanyalah pendamping, pembantu untuk tuhu, tulus dan setia kepada suami.
"Anakku, mungkin saya berbicara nyinyir mengenai usia, mengenai jodoh, mengenai kedudukan.
"Kamu tidak mengalami zaman di mana ibumu ini hidup. Kamu mengalami dan menjalani zaman sebagai ksatria, sebagai jago silat yang dianggap mempunyai kekecualian dalam tata masyarakat.
"Tetapi wanita tetap saja wanita.
"Yang langkahnya terhadang keleluasaan kain. Yang terikat setagen.
"Itulah kodrat. "Itulah yang terjadi, betapapun kita menolak dan ingin benar mengubahnya.
"Setiap zaman mengalami kemajuan, mengalami perubahan yang mencengangkan. Akan tetapi kodrat wanita selalu menyertai, membatasi ataupun membahagiakan.
"Tinggal bagaimana kita menerima.
"Anakku Jagattri. "Saya telah membaca semua kitab yang ada. Tidak banyak orang seperti ibumu ini. Tapi di semua kitab itu tak pernah dituliskan jelas kenapa wanita harus dikungkungi kodrat. Tak ada.
"Tak pernah ada. "Akan tetapi, dengan kearifan wanita, kita bisa membaca ilmu kasunyatan, ilmu mengenai kenyataan sebenarnya, kenyataan yang setiap harinya kita alami.
"Itulah saat kamu menertawakan, karena menganggap saya menjadi tua dan..."
"Nyai, yang saya maksudkan Nyai menjadi bijaksana."
Genggaman Nyai Demang mengerat.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Saya tahu, saya tahu.
"Saya mengerti maksudmu, tanpa kamu katakan.
"Kalau hari ini saya bercerita banyak, karena sebagai ibu dan anak, saya tak ingin ada yang mengganjal, tak ada yang perlu disembunyikan.
Secara gaib Dewa mempertemukan kita sebelumnya, secara gaib pula kita menjadi ibu dan anak. Secara gaib, inilah kenyataan itu."
Mereka kembali ke dalam, ke meja pendek yang telah rapi dengan minuman teh.
Keduanya duduk bersila. "Tadinya saya mengira Nyai mempergunakan kekuatan sukma sejati...."
"Ilmu yang dikatakan sangat luar biasa itu, yang mampu menerobos kenyataan, mampu berada di balik kewadakan ini, sebenarnya tak jauh berbeda dari kasunyatan juga.
"Adimas Upasara yang mengatakan ini."
"Kakangmas Upasara?"
"Agar tuntas, saya akan menceritakan semuanya.
"Jangan diambil sarinya yang memperlemah jiwamu melihat kenyataan yang sesungguhnya.
"Bahwa dirimu adalah pendamping Maha Singanada."
Gendhuk Tri mengangguk mantap.
"Saya baru menceritakan sekarang, agar kamu lega. Agar kamu lebih mantap menuju hari-harimu yang bahagia. Lama sekali saya mengharap suatu kali dikabulkan Dewa saya menjadi wanita yang normal. Yang wajar, yang mempunyai menantu. Yang bisa menimang cucu.
"Dewa Maha baik mengabulkan doa saya.
"Anakku, bukankah banyak alasan untuk mensyukuri kenyataan yang kita terima"
"Pahit atau manis, itulah yang membuat kita mensyukuri kehidupan ini.
"Aha, kamu tidak sabar mendengar bagian mengenai Adimas Upasara, bukan"
"Aha, di mana ada ibu dan anaknya bisa bercerita begini terbuka?"
Nyai Demang menuang air teh dari teko tanah ke dalam dua cangkir tanah yang mengilat karena pembakaran yang tinggi.
Satu untuk dirinya. Satu untuk Gendhuk Tri.

Senopati Pamungkas 2 Karya Arswendo Atmowiloto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Yang menunggu sampai Nyai Demang meminum lebih dulu, baru kemudian ia mengikuti.
Nyai Demang tersenyum melihat gaya Gendhuk Tri.
Senyum bahagia. Senyum bahagia seorang ibu.
"Ketika mulai sembuh berkat rawatan Tabib Tanca, saya mendengar kemunculan Adimas Upasara. Saya bergembira karena ternyata Adimas masih selalu dalam lindungan Dewa.
"Saya tetap bergembira ketika Ratu Ayu Bawah Langit juga muncul dan menemui Adimas. Dan kemudian memutuskan datang berdua secara resmi, memenuhi undangan Raja.
"Kalau saya menemui, karena saya bahagia.
"Kalau tadi saya bercerita sepotong-sepotong padamu, karena saya bahagia, dan tidak ingin meng-goreh hatimu."
"Apa yang Kakang lakukan selain mengangguk dan tersenyum seperti yang Nyai ceritakan?"
"Tak banyak. "Tak banyak." "Karena waktu itu Ratu Ayu mendampingi?"
"Memang tak banyak. "Adimas Upasara Wulung tampak lebih bijaksana, lebih tenang, lebih bercahaya pandangannya. Ia mengatakan gembira saya mau menemuinya.
"Adimas menerima sembah saya, seakan dirinya menempatkan diri sebagai Raja Turkana.
"Semua dilakukan dengan tenang, dengan kepastian.
"Setelah menceritakan mengenai Paman Jaghana, menanyakan dirimu, dan lain-lain, saya mengatakan bahwa sesungguhnya saya yang paling bahagia saat itu.
"Anakku, sesungguhnyalah ibumu mengatakan yang sebenarnya."
Gendhuk Tri menunggu. Nyai Demang menambahkan gula aren ke dalam cangkirnya.
"Adimas Upasara mengatakan kurang-lebih begini, 'Mbakyu Nyai, inilah kenyataan sesungguhnya yang membahagiakan. Saya sangat bahagia jika Mbakyu Nyai bisa bahagia. Seperti juga saya melakukan ini dengan bahagia, demi kebahagiaan yang kekal bagi Permaisuri Rajapatni, kebahagiaan yang kekal bagi Gendhuk Tri. Mbakyu Nyai,
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Permaisuri Rajapatni, Gendhuk Tri, selama ini telah begitu baik kepada saya, tetapi saya hanya menyusahkan pikiran mereka karena ketidakjelasan sikap saya.
Kalau dengan ini mereka menjadi bahagia dan jelas, saya akan lebih bahagia lagi.'"
"Nyai, apakah Kakang menceritakan pengalaman di pulau terpencil?"
"Justru itu yang dikatakan pertama kali."
"Apa yang dikatakan?"
"Kamu menjelaskan bahwa selama ini kamu telah mengikat janji dengan Maha Singanada.
"Mudah-mudahan benar begitu dan bukan sekadar memanaskan perasaannya saja."
"Benar, Nyai." "Paling tidak, benar begitu pilihanmu dan sekaligus memanaskan hatinya."
Cangkir di tangan Gendhuk Tri bergoyang.
"Nyai, kenapa Kakang menyebut nama saya, nama Permaisuri Rajapatni?"
"Ah, bukan saatnya kita saling merahasiakan yang telah sama-sama kita ketahui."
"Saya benar-benar tak mengerti.
"Kenapa saya dan..."
"Kamu ingin mendengar penjelasannya"
"Kamu ingin ibumu ini mengatakan apa yang sudah kamu katakan?"
Gendhuk Tri menggerung. "Saya benar-benar tak mengerti apa yang terjadi dengan Permaisuri Rajapatni.
"Kalau dengan saya, Kakang mungkin berpikir agar saya tak terganggu lagi dan bisa memilih Kakang Singanada."
Dalam hati Nyai Demang memuji keterbukaan Gendhuk Tri dan ketegarannya dalam menghadapi persoalan.
Dalam hati Nyai Demang setengah menyalahkan dirinya yang begitu mencurigai bahwa Gendhuk Tri hanya berpura-pura tidak mengetahui.
"Adimas tidak mengatakan apa persisnya.
"Kita bisa menduga sendiri."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Nyai, apakah itu berarti Kakang sebenarnya masih mencintai Permaisuri Rajapatni?"
"Ya, dan tak akan pernah hilang.
"Tapi kasunyatan berbicara lain."
"Apakah sebenarnya Kakang pernah mencintai saya?"
"Ya, dan tak akan pernah hilang."
"Apakah Kakang pernah mencintai Nyai?"
"Rasanya tidak. "Mungkin di waktu muda, Adimas Upasara pernah tertarik kepada ibumu ini. Sangat mungkin sekali. Tetapi itu berbeda jauh dengan rasa katresnan yang bersemi pada Permaisuri Rajapatni atau dirimu."
"Menurut Nyai, siapa yang paling dicintai Kakang?"
"Tak bisa dibandingkan, anakku.
"Dalam kitab pun selalu dituliskan lelaki bisa beristri, bisa mencintai lebih dari satu wanita. Kalau kita kaum wanita melakukan itu, hukuman bunuh tanpa perkara. Tanpa perlu ditanya, tanpa perlu diurus apa yang sesungguhnya terjadi di balik semua itu."
Persembahan Raja Turkana NYAI DEMANG merasa lega. Semua unek-unek nya telah ditumpahkan. Dan Gendhuk Tri sendiri menunjukkan sikap dewasa menerima kenyataan yang terjadi.
"Nyai, apakah Kakang akan bahagia?"
"Pasti. "Kenapa kamu tanyakan itu?"
"Kakang memilih kembali ke Ratu Ayu, bukan karena Kakang menghendaki. Melainkan karena ingin melepaskan ketergantungan Permaisuri Rajapatni dan... dan..."
"Anakku, ada yang lebih penting dari urusan daya asmara.
"Berkali-kali terbukti, daya asmara bisa dimundurkan ke belakang.
Bahagia dan bukan bahagia, bukan semata-mata dari ukuran daya asmara dalam arti memiliki atau tidak memiliki.
"Bagaimanapun, kamu harus membayangkan Adimas bahagia.
"Dengan begitu kamu juga akan bahagia.
"Adimas juga bahagia."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Terima kasih, Nyai.
"Rasanya saya lebih lega sekarang ini."
"Itu yang saya harap.
"Alangkah bahagianya kita malam ini. Saya akan keramas seluruh tubuh, akan bersemadi, memanjatkan doa agung."
"Kita lakukan bersama, Nyai."
Keduanya melakukan bersama apa yang dikatakan. Hingga tengah malam, hingga dini.
Baru selesai ketika fajar tiba.
Bersama masuknya dayang yang mengatakan bahwa ada utusan datang. Nyai Demang segera melangkah ke luar untuk menemui.
Gendhuk Tri mengikuti dari belakang.
Ketika sampai di pendapa, Nyai Demang segera bersujud, melakukan sembah dengan sangat hormat.
Gendhuk Tri melakukan hal yang sama. Meskipun dalam hati bertanya-tanya siapa gerangan gadis ayu yang mengenakan pakaian kebesaran.
"Maafkan hamba, Tuan Putri, hamba tidak mengira Tuan Putri berkenan menginjakkan kaki kemari. Adalah suatu anugerah Dewa, Tuan Putri Tunggadewi berbesar hati mendatangi hamba yang rendah."
Barulah Gendhuk Tri mengetahui bahwa yang datang adalah Putri Tunggadewi. Wajahnya, penampilannya, mengingatkan kepada Permaisuri Rajapatni.
Lebih dari itu sepasang alisnya sangat indah.
"Nyai Demang, Bibi Jagattri, duduklah dengan tenang.
"Saya datang tidak sebagai tuan putri. Sebutan itu terlalu besar untuk saya.
"Saya kemari menyampaikan persembahan Raja Turkana, yang meminta saya menyerahkan hantaran untuk Nyai Demang serta Bibi Jagattri."
Enam belas dayang yang menyertai membawa peti berukir sangat indah.
"Sembah nuwun, sangat terima kasih, Tuan Putri...."
Gendhuk Tri mengucapkan kata yang sama, sebelum menyambung dengan suara perlahan,
"Kebesaran jiwa Putri Tunggadewi hanya mungkin karena titisan Dewi Uma dan Dewa Syiwa.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Namun menjadi pertanyaan dalam hati saya, untuk apa Putri Tunggadewi, cucu utama Sri Baginda Raja, putri Sri Baginda, bersedia menjadi pengantar raja dari seberang, yang bahkan menurut kabar berita telah menculik Putri Tunggadewi."
Sikap Gendhuk Tri tetap keras.
Dalam nada suaranya terkandung kegemasan kenapa Putri Tunggadewi yang keturunan langsung Sri Baginda Raja Kertanegara, cucu Baginda, merendahkan diri sebagai pesuruh Raja Turkana, raja dari negeri seberang.
Sikap keras Gendhuk Tri, menurut dugaan Nyai Demang, memang masih didorong oleh emosi yang besar terbawa nama Upasara. Tapi itu tak bisa sepenuhnya disalahkan, karena kini yang dipermasalahkan adalah harga diri Keraton!
"Saya tidak diculik oleh Ratu Ayu Turkana.
"Tidak oleh siapa-siapa. Selama ini saya selalu berada di Keraton, hanya dipindahkan tempatnya."
Sesungguhnya inilah yang dibisikkan Permaisuri Praba Raga Karana yang membuat Raja Jayanegara murka besar.
Sewaktu Raja menceritakan rasa asmaranya yang besar, ketika itu pula Praba membisikkan bahwa kalau benar begitu, kenapa Raja menyembunyikan dua putri Permaisuri Rajapatni!
Sambaran petir yang menggeledek, yang membuat Raja murka.
Tak pernah diduganya bahwa Praba akan mengatakan hal semacam itu. Praba yang selama ini tergeletak tak bisa bergerak, tak bisa melakukan apa-apa, ternyata mengetahui rencananya.
Yang Halayudha pun tak menduga!
Yang tak diperhitungkan siapa pun!
Raja merencanakan sendiri.
Kening Gendhuk Tri berkerut.
"Kalau Raja sendiri yang menculik, maaf, yang menyembunyikan, kenapa perlu membunuh sekian banyak prajurit kawal khusus" Apakah Raja juga melakukan sendiri?"
"Saya tak mengerti soal itu, Bibi.
"Memang saya menyaksikan banyak yang terbunuh dan lebih banyak lagi yang terluka."
Suaranya ditandai dengan kepolosan yang jernih.
"Siapa yang melakukan itu, Tuan Putri?"
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Sebenarnya Nyai Demang kurang setuju dengan tindakan dan cara Gendhuk Tri bertanya. Nadanya sangat kurang ajar.
Akan tetapi kalimat Gendhuk Tri begitu cepat, tidak memberi ia kesempatan untuk ikut berbicara. Dan rasanya tidak mungkin memotong pembicaraan tanpa menyinggung hati keduanya.
"Saya tidak tahu."
"Ksatria Keraton?"
"Rasanya bukan. "Paman Upasara juga menanyakan hal itu. Saya belum pernah melihat dan mengenalnya, serta tidak tahu bahasa apa yang dikatakan."
Kini Nyai Demang pun merasa bahwa ada sesuatu yang terjadi di Keraton. Pesta yang akan dilakukan nanti, sekaligus merupakan pameran keunggulan Raja.
Yang mempunyai dukungan tokoh yang sampai sekarang masih belum diketahui siapa orangnya.
Ini mempunyai rangkaian yang jauh.
Ini berarti kiriman Upasara juga mengandung pengertian adanya peringatan secara halus. Bahwa apa yang akan terjadi di Keraton pada puncak pesta penobatan Permaisuri Praba nanti, bisa menjadi sesuatu yang tak diperkirakan.
Gendhuk Tri pun menduga demikian.
Karena bukan hanya satu kali hal itu terjadi. Sejak saat Raja menobatkan diri di bawah perlindungan Permaisuri Indreswari, pecah pula pertarungan yang mengerikan.
Saat itu tokoh-tokoh yang diandalkan adalah pendeta dari Syangka yang mampu mempergunakan bubuk pagebluk.
Sangat mungkin sekali sekarang sudah dengan persiapan yang jauh lebih matang. Perhitungan Nyai Demang yang terakhir ini didasari kenyataan bahwa selama ini Raja memperlihatkan memiliki sesuatu yang kuat dan cermat dalam perhitungan.
Walaupun kelihatannya serba tak menentu dan asal menunjukkan kekuasaan, namun rangkaian langkahnya bukan tanpa perhitungan.
Bukannya tanpa tujuan. Apalagi kalau gebrakannya sekarang ini jelas-jelas mengundang dan membuka siapa pun yang akan datang. Apalagi jika benar-benar kepergian Putri Tunggadewi juga bagian dari rencana Raja.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Kalau tidak, bagaimana mungkin Raja membiarkan Putri Tunggadewi berjalan keluar dari dinding Keraton" Yang berarti mempunyai kemungkinan besar membuka mulut"
Kalau benar begitu, Raja telah merencanakan perangkap lain.
Sehingga pemunculan Putri Tunggadewi sengaja dilakukan.
Rencana apa" Otak Nyai Demang bekerja keras. Gendhuk Tri bahkan sampai mengerutkan keningnya.
Kini tak ragu-ragu lagi menatap Putri Tunggadewi.
"Bagaimana hamba bisa yakin bahwa hamba sedang menghadapi Putri Tunggadewi?"
Pertanyaan yang tepat. Yang membuat Nyai Demang tergagap dengan sendirinya.
Bukannya ia tidak yakin bahwa yang dihadapi sekarang ini adalah putri sekar kedaton yang kini paling banyak dibicarakan. Yang disembah sekarang ini memang Putri Tunggadewi.
Tapi, seperti yang ditanyakan Gendhuk Tri, Putri Tunggadewi dalam
"keadaan bagaimana?"
Karena bukan tidak mungkin, sekarang ini sedang berada dalam pengaruh tertentu.
"Saya tak mengerti maksud Bibi Jagattri."
"Saya mengerti kalau Tuan Putri tidak mengerti."
Kini Gendhuk Tri benar-benar mengubah cara bicaranya. Tidak lagi menyebut dirinya sebagai hamba, melainkan saya.
"Apakah benar yang menyuruh Tuan Putri adalah Kakang Upasara Wulung?"
"Ya, Paman sendiri."
"Atau Ratu Ayu?"
"Bukan." "Atau atas permintaan Raja?"
"Ya, tetapi saya mau, dan Paman Upasara juga mengiyakan. Saya senang bisa bertemu dengan orang yang saya kenal namanya sejak kecil, yang bahkan malah pernah bermain dengan saya."
Gendhuk Tri melengak. Pesta, Puncak Pertarungan
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
IA sama sekali tak membayangkan akan menerima jawaban yang begitu jujur, tapi juga begitu membingungkan.
Putri Tunggadewi bersedia mengantarkan hantaran karena kemauannya sendiri, karena perintah Raja, tetapi juga karena Upasara Wulung.
"Apa saya salah?"
"Tidak, Tuan Putri. "Hamba rasa Tuan Putri melakukan sesuatu yang bijaksana, berbesar hati.
"Hanya siapa yang mulia mempunyai pikiran untuk mengantarkan barang-barang ini?"
Putri Tunggadewi seperti tak bisa menangkap kalimat Nyai Demang.
Gendhuk Tri-lah yang bergerak. Kebutan selendangnya bergerak penuh tenaga dan sangat cepat.
Enam belas dayang yang bersila sambil menyangga peti persembahan hantaran tak bergerak. Akan tetapi sepuluh peti terbuka tutupnya.
Sekali bergerak, Gendhuk Tri bisa melihat isinya.
Ratna mutu manikam. Segala jenis perhiasan badani yang tak ternilai harganya.
Demikian juga kotak-kotak yang lain ketika Gendhuk Tri mengebutkan selendangnya. Hanya pada salah satu kotak, ada secuil kain sutra tergulung.
Dengan hati-hati Gendhuk Tri mengambil, membuka gulungan, dan membaca isinya.
Nyai Demang dan Adik Tri,
Kiranya persembahan tak seberapa ini bisa menyenangkan hati, sebagai pelengkap
pada pesta Raja, puncak pertarungan yang Kakang ingin lihat bagaimana kemenangan
Keraton yang kita bektii selama ini
Gendhuk Tri menyerahkan kepada Nyai Demang, kemudian bersila seperti sediakala.
Menyembah. KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Maafkan hamba, Tuan Putri.
"Hantaran kami terima dengan rasa syukur. Semoga Dewa melindungi Tuan Putri dan menyampaikan rasa terima kasih ini kepada Raja Turkana.
"Harap Tuan Putri berhati-hati selama dalam perjalanan."
Nyai Demang menahan napas. Sampai rombongan Putri Tunggadewi berlalu. Barulah kemudian menanyakan kepada Gendhuk Tri.
"Apa maksudmu, Jagattri?"
"Saya terlalu berprasangka yang bukan-bukan. Maaf, Nyai...."
"Sekarang saya yang berprasangka."
"Nyai keliru. "Ini memang dari Kakang Upasara Wulung. Kakang tidak ingin melihat kita datang sebagai orang ucul, orang yang tidak keruan, dan membuat puncak pesta menjadi kurang bercahaya."
Nyai Demang makin tidak mengerti.
Barulah ketika berada di ruangnya sendiri, Gendhuk Tri masuk sambil membawa dua dayang. Yang segera ditotok uratnya, diletakkan di pembaringan. Tanpa mengeluarkan satu patah kata pun, Gendhuk Tri menukar pakaiannya dengan pakaian dayang. Kemudian berjalan ke luar bersama Nyai Demang yang juga menyamar.
Lepas dari benteng Keraton, Gendhuk Tri terus menuju sisi barat, hingga ke tengah daerah yang masih lebat pepohonannya.
Gendhuk Tri bahkan mengitari tempat sekitar untuk meyakinkan diri bahwa suasana cukup aman.
"Nyai, keadaan sangat gawat. Kita tak bisa bergerak secara leluasa.
Semua dinding di sana dipasangi kuping dan mata.
"Banyak kejadian aneh yang rasanya tak masuk akal.
"Pertama, kemunculan Putri Tunggadewi. Yang rasanya kurang masuk akal menjadi pengantar kiriman Raja Turkana."
"Jagattri, anakku, kamu pun akan mengenalnya.
"Yang kita temui tadi adalah Putri Tunggadewi, dan bukan orang lain.
Percayalah." "Saya percaya, Nyai.
"Yang tidak saya percaya apakah benar Kakang Upasara yang menyuruh. Apakah yang ditemui Putri Tunggadewi benar-benar Kakang Upasara, atau seseorang yang menyaru sebagai Kakang Upasara.
"Karena banyak kejanggalan di sini.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Seumur-umur rasanya Kakang Upasara tidak pernah menulis nawala, atau surat. Kedua, dari mana Kakang mengetahui saya bersama Nyai" Dari kemampuan Merogoh Sukma Sejati" Nanti dulu.
"Ketiga, hantaran permata itu tidak biasanya. Itu hanya berlaku di antara sesama raja atau bangsawan tingkat tinggi.
"Ini berarti ada yang berbuat sesuatu, di balik rencana sesuatu yang terlihat.
Nyai mengerti?" "Dengan mudah. "Saya memujimu bahwa kamu bisa menunjukkan seolah tidak percaya, kemudian mempercayai.
"Tapi kalau benar begitu, Keraton sedang dalam bahaya."
"Saya tidak pasti mengenai hal itu, Nyai. Yang jelas ada yang mempergunakan kepolosan Putri Tunggadewi untuk memainkan intrik."
"Alangkah beraninya mereka memakai nama Adimas Upasara untuk menulis nawala."
"Berarti..." Wajah Nyai Demang pias. "Berarti gaya tulisan Kakang bisa ditiru dan dipalsukan. Kalau benar begitu, Kakang pun sekarang berada dalam bahaya. Atau sekurangnya tidak bisa berhubungan dengan dunia luar.
"Menjadi pertanyaan besar, siapa tokoh yang menculik Putri Tunggadewi, siapa tokoh yang menyaru sebagai Kakang ketika ditemui Putri Tunggadewi, dan apa di balik rencana ini semua?"
Nyai Demang menggigit bibirnya.
"Sungguh luar biasa.
"Permainan yang sangat rumit. Kalau tidak dari semula saya bertemu denganmu, rasanya saya tak bisa percaya kamu tetap Gendhuk Tri yang dulu."
Gendhuk Tri memiringkan kepalanya.
Meyakinkan diri bahwa situasi sekitar tetap aman.
"Nyai, perhitungan saya bisa benar bisa keliru.
"Yang Nyai temui barangkali bukan Kakang Upasara."
"Tak mungkin. "Mana mungkin saya begitu tolol" Mana mungkin ucapannya yang hanya mungkin diucapkan olehnya bisa ditiru?"
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Wajah Gendhuk Tri mengeras.
Matanya menyipit. Rahangnya kaku. "Saya mempunyai pertimbangan begitu.
"Belum jelas benar bagaimana dan apa, tetapi agaknya mengarah ke arah itu.
"Tapi kita lupakan itu dulu.
"Pertanyaannya siapa yang sedang memainkan peranan untuk puncak pesta nanti?"
"Hanya satu manusia yang bisa berhati busuk, Halayudha."
Gendhuk Tri memainkan bibirnya.
Tidak mengangguk mengiyakan.
"Halayudha memang menjijikkan, akan tetapi permainan dengan menculik dua putri Permaisuri Rajapatni pasti tak akan dilakukannya.
"Tokoh yang disebut-sebut Putri Tunggadewi yang tak pernah dikenal dan tak dimengerti bahasanya, pastilah yang sekarang ikut memainkan peranan."
"Kira-kira siapa dia?"
"Saya masih gelap."
"Sejak Halayudha menjadi mahapatih, banyak sekali senopati yang bulunya sama dengannya berkumpul, sehingga susah ditebak.
"Akan tetapi mengingat ini perhitungan tingkat tinggi, rasa-rasanya bukan lagi tingkat para senopati.
"Raja tak akan begitu saja merestui atau turut terlibat secara langsung.
"Siapa yang tiba-tiba bisa begitu dekat dengan Raja?"
"Kiai Sambartaka?"
"Kiai Kiamat itu memang sakti dan licik, sehingga Eyang Sepuh pun bisa diakali. Akan tetapi rasanya Raja yang begitu memihak pendeta Syangka tak akan terpikat begitu saja."
"Apa rencana Nyai?"
"Saya akan menemui Adimas. Untuk melihat kenyataan apa yang terjadi, guna melihat lebih jauh. Dengan membawa sebagian hantaran balik, rasanya telinga dan mata yang berada di tempat kita tak akan curiga lebih banyak."
"Itu lebih baik, Nyai.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kita harus berbuat seolah-olah kita mencurigai sesuatu, dan itu kita tunjukkan, sementara yang kita curigai sebenarnya hal lain.
"Kita jadikan tempat ini sebagai tempat pertemuan. Di luar ini, kalaupun kita bertemu dan berbicara, adalah mengenai yang semu.


Senopati Pamungkas 2 Karya Arswendo Atmowiloto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mengenai kemungkinan adanya pertarungan pada pesta puncak nanti.
"Agar tidak menimbulkan kecurigaan, mulai saat ini kalau kita kemari dan kembali lagi tak perlu berbarengan."
Kapiswara Kapila USAHA Nyai Demang untuk mencari tahu apa yang sebenarnya sedang bergolak di Keraton seperti menemui ruangan kosong. Tak ada yang bisa ditemui, tak ada gema dari teriakannya.
Ketika berusaha menemui Upasara dan Ratu Ayu di peristirahatan para raja amancanegara, raja dari seberang, tak menemui hasil.
Pagi hari ia datang dengan alasan mengucapkan terima kasih atas kebaikan Upasara, yang menemui hanya penjaga. Yang mengatakan bahwa Upasara serta Ratu Ayu dipanggil menghadap Raja. Kalaupun Nyai Demang meninggalkan pesan, agar sekembalinya nanti dirinya dihubungi, sia-sia saja.
Dua kali Nyai Demang berusaha menemui Pangeran Jenang, jawabannya sama saja.
Sedang dipanggil Raja. Ini menimbulkan tanda tanya. Juga ketika berusaha menuju kaputren dan mengatakan bahwa ada barang yang dibawa Putri Tunggadewi tertinggal, jawabannya sama. Barang bisa dititipkan untuk disampaikan, tetapi Putri Tunggadewi tak bisa menemui karena sedang dipanggil Raja.
Nyai Demang tak bisa dihentikan dengan cara itu. Bahkan memakai cara itu untuk pendekatan.
Sekali lagi ia datang ke Keraton, dan mengatakan bahwa dirinya dipanggil menghadap Raja. Nyai Demang dibawa menghadap Senopati Jabung Krewes. Yang menemui dengan pandangan ramah, sumanak, bersahabat.
"Sungguh besar niat Nyai Demang yang kesohor untuk menemui Raja.
Nyai, saya adalah senopati yang bertugas menyampaikan perintah Raja, dan selama ini tak ada nama yang disebutkan untuk diperkenankan menghadap."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Senopati Jabung Krewes, saya menerima panggilan yang sama dengan Raja Turkana, dengan Pangeran Jenang, dengan Putri Tunggadewi.
"Mungkinkah prajurit kawal pribadi keliru menyampaikan undangan?"
"Saya mendengar itu, Nyai.
"Akan tetapi sejauh ini belum ada yang dipanggil Raja."
"Barangkali Raja men-dawuh-kan, memerintahkan, panggilan tidak melalui Senopati Jabung Krewes."
"Mungkin saja. "Kenapa Nyai tidak berusaha menemui prajurit kawal dan menanyakan secara jelas?"
Ada nada tulus dan mengatakan apa adanya.
"Barangkali lewat Mahapatih Halayudha."
"Silakan Nyai menemuinya."
"Terima kasih, Senopati Jabung Krewes. Senopati telah berlaku baik sekali."
"Saya hanya menjalankan tugas, Nyai."
"Maaf, Senopati. Agaknya tugas Senopati menjelang pesta puncak nanti sangat berat."
"Bukankah itu sudah menjadi kewajiban saya, Nyai?"
Nyai Demang memperoleh kesan bahwa Senopati Jabung Krewes, senopati yang mendapat tugas istimewa mendampingi Raja, juga merasakan ada sesuatu yang tidak beres di Keraton. Ia juga mendengar bahwa ada kabar beberapa orang menghadap Raja. Akan tetapi sebagai petugas di bidang itu, Senopati Jabung Krewes tidak mengetahui.
Namun itu tidak diutarakan dengan kata-kata.
Rasa herannya ditutupi dengan sifat pengabdiannya.
Nyai Demang memutar langkah menuju kepatihan. Sekarang saatnya menemui Mahapatih Halayudha. Biar bagaimanapun, tak ada pilihan lain untuk tidak mencari tahu dari Halayudha.
Akan tetapi jawaban dari para prajurit yang ditemui ternyata sama saja.
Raja sedang memanggil Mahapatih.
Bahkan dari Senopati Bango Tontong, orang kedua di kepatihan, jawabannya sama saja.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Saya tahu Nyai mendapat undangan khusus dari Raja untuk menghadiri pesta puncak nanti. Itu sebabnya saya menghormati dan menjawab sebisanya.
"Meskipun Nyai kelihatan tidak puas."
"Senopati Bango Tontong pasti mengetahui ketidakpuasan saya.
Rasanya makin lama makin aneh."
"Tak ada yang aneh, Nyai."
"Dalam keadaan seperti ini, mestinya Senopati perlu menggalang kekuatan. Saya bisa menjadi salah seorang di antaranya."
Nyai Demang membuka kartu.
Membuka telapak tangannya, menawarkan diri untuk bekerja sama.
Sesuatu yang tak akan dilakukan jika situasinya tidak penuh tanda tanya seperti sekarang ini.
"Dengan senang hati, Nyai.
"Tapi bagaimana kami bisa menerima uluran tangan Nyai, kalau kami tidak tahu mana yang kapila, mana yang kapisa, mana yang kapiswara, mana yang kapindra" Bukankah lebih baik kapineng kapirangu?"
Ini jawaban yang lebih jelas.
Tapi juga tak menerangkan apa-apa.
Selama ini beredar kabar bahwa Senopati Bango Tontong adalah senopati yang kelewat julig, pintar tapi membahayakan. Pintar, karena dalam waktu singkat menduduki posisi kunci yang menentukan sebagai pemimpin barisan penjaga ketertiban dan keamanan. Membahayakan, karena sulit diketahui pasti angin mana yang menggerakkan.
Sebagai orang kedua di kepatihan, Senopati Bango Tontong sekaligus merupakan orang kepercayaan Mahapatih Halayudha. Namun juga tak dipungkiri bahwa senopati berkaki panjang ini dengan sengaja dan terbuka mengumpulkan para ksatria yang tangguh untuk diajak bergabung dengannya, berada di payung kebesarannya. Caranya memilih prajurit yang langsung berada di bawah komandonya menunjukkan secara gamblang mengenai hal ini.
Dengan mengucapkan kata-kata itu, Senopati Bango Tontong mengakui bahwa sebenarnya di Keraton sedang berkembang sesuatu yang tak sepenuhnya bisa dikuasai oleh satu atau dua tokoh. Apa pun jabatan dan pangkatnya.
Dengan mengatakan susah membedakan antara kapisa, yang berarti merah tua mendekati cokelat warna batu bata, dengan kapila atau merah muda, berarti tipis sekali perbedaan antara kelompok yang mendukungnya dan kelompok yang tidak mendukungnya.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Lebih jelas lagi ketika mengatakan mana yang kapindra dan mana yang kapiswara. Dua-duanya mempunyai arti yang sama, yaitu raja kera.
Dengan tersamar, Senopati Bango Tontong ingin mengatakan bahwa semuanya seakan ingin menjadi "raja kera", menjadi raja kecil-kecilan, yang lagi-lagi susah dibedakan antara kelompok di mana ia bergabung.
Dan jalan keluarnya adalah dengan kapineng, berdiam diri, dalam keadaan kapirangu atau bimbang. Dengan kata lain, karena sedang bimbang tak menentu, lebih baik berdiam diri untuk menanti situasi yang lebih terang.
Nyai Demang tak menduga bahwa Senopati Bango Tontong akan mengutarakan hal itu. Tadinya ia menyangka bahwa Senopati Jabung Krewes yang lebih mungkin untuk menjawab dan menjelaskan. Karena sebenarnya yang terjepit adalah posisinya.
Kalau benar begitu, sekarang keadaan benar-benar tak menentu. Tak jelas siapa yang harus dipegang kata-katanya. Pada tingkat senopati, terjadi kekisruhan, keruwetan, dan masih terjadi tebak-menebak akan situasi yang sebenarnya.
Nyai Demang menyampaikan pendapatnya ini di tempat pertemuan biasanya dengan Gendhuk Tri, yang juga mengalami hal yang sama.
"Biasanya kamu bisa berpikir cemerlang, Anak Jagattri."
Gendhuk Tri menggeleng. "Justru sebaliknya, Nyai.
"Nyai-lah yang paling hafal dan mengenal liku-liku intrik di Keraton.
Mengetahui hubungan satu dengan yang lainnya. Saya sama sekali buta mengenai tata krama hubungan para senopati, bahkan juga dengan para prajurit."
"Sejauh saya tahu, Raja sengaja membiarkan suasana menjadi mengambang. Semua kegelisahan, semua kecemasan sedang dipancing untuk muncul ke permukaan, dan dengan demikian menjadi jelas, mana yang perlu diambil, perlu dibuang, atau didiamkan.
"Sekarang ini saja para senopati satu dengan lainnya memberikan keterangan yang berbeda. Tampil dengan kekuasaannya sendiri-sendiri."
"Barangkali satu-satunya jalan adalah menerobos lewat Permaisuri Praba Raga Karana."
"Saya mempunyai jalan pikiran yang sama.
"Saya melihat bahwa tinggal Permaisuri Praba yang konon menerima wahyu sukma sejati, yang bisa berkata dengan tenang dan wajar. Bisa berbuat, bertindak, tanpa dipengaruhi taktik tertentu.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Meskipun agaknya kita juga harus bersiaga.
"Karena Permaisuri Praba Raga Karana sekarang ini bukan yang dulu.
Yang lebih suka menjadi gendhak, lebih suka menjadi selir Raja dan tak perlu tampil sendiri.
"Namun, itu satu-satunya jalan.
"Dua hari lagi kita bertemu di sini, anakku."
Akan tetapi ketika Nyai Demang datang dua hari kemudian, tak ada bayangan Gendhuk Tri. Yang ada hanya guratan di kulit pohon, yang berbunyi bahwa dirinya sedang dipanggil menghadap Raja.
Itulah gila! Panggilan Raja BENAR-BENAR tak bisa dimengerti.
Bagaimana mungkin Gendhuk Tri mengguratkan itu di pohon untuk memberitahukan bahwa dirinya tak bisa menemui karena dipanggil Raja. Karena kalau hanya soal itu, sebenarnya bisa dikatakan di rumah!
Karena mereka toh selalu bersama.
Sekuatir apa pun, rasanya kalau hanya menyampaikan isyarat itu tetap bisa dilakukan.
Yang tidak diketahui Nyai Demang adalah bahwa Gendhuk Tri yang datang lebih dulu telah membaca guratan itu dan segera berlalu.
Gendhuk Tri sedikit lebih cerdik. Mengguratkan goresan di kulit pohon merupakan perbuatan yang sangat mencolok. Nyai Demang tak mungkin melakukan itu. Gendhuk Tri bisa melihat bahwa di situ tak ada petunjuk bahwa tulisan itu dibuat oleh Nyai Demang. Berarti memang pengguratnya sudah menyiapkan bahwa dengan sekali menulis, baik Nyai Demang maupun Gendhuk Tri akan sama-sama terkabari.
Dalam hati Gendhuk Tri menertawakan cara yang terlalu dungu untuk dikenali.
Bukankah dengan cara itu ia bisa segera mengetahui kebenaran yang sesungguhnya" Karena dalam waktu singkat ia akan bertemu dengan Nyai Demang.
Ataukah pengguratnya hanya ingin memperlihatkan bahwa ia mengetahui adanya pertemuan di situ"
Diam-diam keringat dingin Gendhuk Tri merembes ke kulit tangannya.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Ini luar biasa. Gerak-geriknya yang paling kecil pun telah diketahui. Tanpa jelas siapa yang mengetahuinya!
Lebih dari itu, Gendhuk Tri kuatir Nyai Demang bisa-bisa berada dalam bahaya. Kalau benar dugaannya bahwa guratan di pohon itu hanyalah jebakan belaka, berarti memang Nyai Demang yang akan diamankan.
Atau dirinya! Berpikir begitu, Gendhuk Tri berusaha tenang. Bersikap wajar.
Selesai membaca guratan di pohon, Gendhuk Tri segera kembali ke tempatnya. Sambil mengerahkan kemampuannya meneliti keadaan sekitar, kalau-kalau ada tarikan napas yang mencurigakan.
Tapi tak ada yang lain. Daun, pohon, cabang, seakan tak berubah. Tak menyembunyikan apa-apa.
Gendhuk Tri sedikit mengambil jalan berputar. Begitu keluar dari pepohonan, ia berbalik dan mengawasi.
Benar saja, saat itu Nyai Demang muncul, berkelebat menuju ke tempat pertemuan. Gendhuk Tri menunggu beberapa saat, mengamati apakah keadaan benar-benar aman.
Baru kemudian menyusul secara mengendap-endap.
Ilmu mengentengkan tubuhnya belum mencapai tingkat yang sempurna, akan tetapi Gendhuk Tri bisa bergerak gesit tanpa menabrak cabang atau ranting pepohonan. Paling hanya kesiuran angin.
Tapi Gendhuk Tri kecele. Benar-benar kecolongan. Ketika sampai di tempat pertemuan, tak ada bayangan Nyai Demang.
Padahal tadi jelas dilihat dengan mata kepala sendiri bahwa Nyai Demang menuju ke arah tempat pertemuan. Ia menyusul hanya selang beberapa saat.
Kalaupun ada kejadian tertentu, pastilah dirinya bisa mengetahui.
Tak mungkin tanpa suara, tanpa sentuhan apa-apa.
Itu luar biasa. Nyai Demang seolah ditelan bumi.
Gendhuk Tri tak bisa lama-lama bersembunyi. Ia keluar dari persembunyian, mengitari keliling, kemudian meninggalkan tempat itu.
Keluar dari hutan pepohonan.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Gendhuk Tri merasa dirinya cerdik, akan tetapi ternyata telah selangkah kalah cerdik!
Dari Halayudha! Yang ketika Nyai Demang berdiri ragu, Halayudha segera menerkamnya. Benar-benar menerkam karena melayang dari pohon, menggulung Nyai Demang dengan tebaran kain yang dililitkan, dan kemudian meloncat kembali ke pohon.
Bersembunyi di antara kelebatan daun.
Yang tidak dilihat Gendhuk Tri.
Karena tak menduga. Halayudha menunggu beberapa saat, sampai merasa bahwa Gendhuk Tri memang tak kembali lagi. Baru kemudian melayang turun sambil membawa tubuh Nyai Demang yang terbungkus kain.
"Nyai, jangan banyak bergerak, karena setiap kali bergerak hanya akan menambah rasa sakit yang tak terhingga. Jari saya yang kutung ini telah memencet nadi Nyai.
"Mulai sekarang, Nyai hanya akan mendengar apa yang saya katakan."
Nyai Demang merasakan langsung kebenaran kata-kata Halayudha.
Rasa sakit itu terutama sekali mendenyut di kepalanya. Bahkan tarikan napas yang sedikit keras, bisa membuat nyut-nyut di ubun-ubunnya makin menggigit.
Sehingga hanya bisa pasrah.
Menyerah dibopong Halayudha. Karena tertutup kain, Nyai Demang tak tahu dibawa ke mana. Hanya kemudian ia sadar dirinya berada di ruangan yang tertutup.
Halayudha menusuk kaki Nyai Demang.
"Saya kurangi tekanan nadi otak Nyai.
"Hanya sebagian. "Hanya sekadar untuk sedikit berpikir, bergerak, tapi tak bisa lebih.
Apakah saya akan melepaskan semua atau sebaliknya, rasa-rasanya tergantung nasib."
Nyai Demang mundur setindak.
Pandangannya keras. "Halayudha, sejak menjadi mahapatih, kekejianmu makin bertambah."
"Itu artinya saya menemukan kemajuan," jawab Halayudha dingin.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Nyai, saya tak mempunyai waktu banyak untuk menjelaskan keterangan yang tak perlu.
"Saya hanya mengharapkan Nyai bersedia mengajari saya mengenai tata krama, tata bahasa, ucapan, dan huruf-huruf dari Tartar."
"Dengan cara seperti ini"
"Halayudha, bagaimana kalau saya menolak?"
"Tidak apa. "Nyai, Nyai tahu bahwa saya orang yang licik, yang berusaha memenangkan diri sendiri dengan cara mengalahkan lawan atau kawan.
"Saya tak mempunyai ikatan tata krama seperti kalian para ksatria.
"Saya mempunyai cara dan jalan sendiri.
"Sekarang saya ingin mempelajari segala sesuatu yang menyangkut Tartar. Itu harus terlaksana."
Nyai Demang mengertakkan giginya.
"Seumur hidup saya tidak pernah menemukan manusia sepertimu, Halayudha. Begitu gagah mengakui keculasan dan begitu yakin meneruskan langkah kehinaan."
"Nyai tak akan menemukan sampai turunan yang kapan pun.
"Bukankah itu berarti saya hebat"
"Bukankah saya mampu memegang jabatan yang tak akan pernah diimpikan senopati mana pun"
"Bukankah hanya ada satu mahapatih di seluruh Keraton?"
"Kalau saya menolak?"
"Itu namanya nasib. "Nasib bahwa saya harus mencari jalan agar Nyai pada akhirnya akan mengajari saya."
"Kita coba saja, apakah usahamu berhasil."
Halayudha tersenyum dingin.
"Saya tahu siapa Nyai.
"Kalau saya paksa, akan sulit berhasil. Kalau saya telanjangi Nyai sekarang ini, saya cukur gundul semua bulu tubuh Nyai, belum tentu Nyai mau menyerah.
"Kalau saya tawari pangkat dan derajat, belum tentu berhasil.
"Kalau saya berikan kesempatan untuk keselamatan Upasara, belum tentu percaya.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kalau saya sampaikan ini demi keselamatan Keraton, masyarakat Majapahit, seluruhnya, Nyai belum tentu percaya saya melakukan tindakan mulia itu.
"Satu-satunya jalan adalah meminta kerelaan Nyai mengajari dengan benar."
"Kalau saya menolak?"
"Saya bisa memaksa Nyai.
"Saya akan memaksa di luar kekuatan Nyai. Nyai Demang lebih mengetahui hal ini karena Nyai pernah ketitipan tubuh Kebo Berune. Di mana kuasa tenaga dalam Kebo Berune sepenuhnya menguasai Nyai, sehingga Nyai tanpa menyadari membawa mayat Kebo Berune ke mana-mana.
"Saya bisa memaksa dengan cara itu, tanpa menjadi mati lebih dulu.
"Nyai tahu persis hal itu."
"Penguasaan macam apa, Halayudha?"
"Penguasaan kekuatan sukma sejati."
"Ooo. "Seperti yang kamu lakukan atas Putri Tunggadewi?"
"Nyai lebih tahu contoh nyata.
"Apakah Nyai masih ragu?"
Tiga Laku Utama HALAYUDHA melihat Nyai Demang mengangkat alis dengan tenang.
"Saya masih ragu. "Kalau kamu bisa melakukan dengan cara itu, kenapa tidak begitu saja" Tanpa perlu tanya-jawab seperti ini"
"Halayudha, Mahapatih Halayudha yang terhormat, adalah bukan sifat dan kelakuanmu untuk memilih jalan damai seperti ini kalau ada cara lain."
"Nyai benar. "Saya bisa menggunakan kekuatan sukma sejati untuk memaksa Nyai Demang melakukan apa yang saya inginkan. Maaf, dalam hal ini mengajari tata krama budaya Tartar.
"Saya bisa mempengaruhi Nyai, seperti saya menghadirkan Putri Tunggadewi seolah ia utusan Upasara Wulung.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Baiklah, saya katakan terus terang.
"Pertama, pastilah Nyai ingin mengetahui perihal Putri Tunggadewi.
Kedua, kenapa saya mendadak keraya-raya, sangat berharap dan penuh keinginan mengetahui tata krama budaya Tartar. Ketiga, kenapa saya tidak langsung memaksa Nyai. Keempat, adalah kesimpulan yang akan Nyai peroleh.
"Saya akan menjelaskan seadanya, karena saya sadar berhadapan dengan seorang yang luas jangkauan pikirannya, bisa menemukan cepat kalau saya berusaha menyembunyikan sesuatu.
"Nyai Demang. "Saya akan mulai dengan yang pertama.
"Putri Tunggadewi menjadi bahan pembicaraan utama ketika lolos dari kaputren. Seolah ada yang menculik. Tertuduh pertama adalah Ratu Ayu Bawah Langit yang bertindak atas nama Upasara Wulung.
"Terus terang saya setuju kesimpulan itu.
"Sekurangnya itu alasan yang masuk akal, dan Raja bisa menerima.
"Nyatanya begitu. "Ternyata tidak sesederhana itu. Tunggadewi, maaf Nyai, Putri Tunggadewi murca, hilang dari kaputren bukan karena siapa-siapa, melainkan karena kehendak Raja sendiri.
"Raja Jayanegara tidak seperti yang diduga semua orang atau semua Dewa, memiliki keunggulan penguasaan atas Keraton. Raja Jayanegara bukan bayi yang dimahkotai, seperti kesan kita selama ini.
"Beliau mampu menghimpun, menyatukan, memecah, mengadu, sehingga dalam situasi yang gawat, semua tergantung pada telapak kakinya.
"Dalam persoalan Tunggadewi... Putri Tunggadewi, beliau memainkan kehebatannya. Saya, Mahapatih Utama dan satu-satunya, dibiarkan menggelepar, ketakutan, mengarang kabar, memperlihatkan ketotolan dengan mengatakan bahwa Putri Tunggadewi diculik Ratu Ayu.
"Dengan memunculkan lagi Tunggadewi, beliau ingin memperlihatkan kepada saya bahwa saya hanyalah alas kaki yang busuk dan tidak bisa dipercaya.
"Beliau sengaja memunculkan Tunggadewi untuk memperlihatkan kekuasaan, kebesarannya.
"Saya memilih jalan lain.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Nyai boleh mengatakan ini pembelaan diri, ini balas dendam, atau apa saja. Saya menemui Tunggadewi dan berusaha mengetahui keadaan yang sebenarnya. Akan tetapi Tunggadewi menolak dan mengurung diri dengan linangan air mata.
"Nyai mengetahui bahwa hilang dan munculnya Tunggadewi bukan semata-mata perbuatan untuk menyenangkan. Bukan permainan biasa.
Di dalamnya terkandung niatan Raja untuk mempermalukan saya.
Untuk mengatakan bahwa saya tidak ada artinya.
"Saya memilih cara lain untuk memukul balik.
"Dengan kemampuan menghimpun kekuatan sukma sejati, saya memaksa sukma Tunggadewi menceritakan apa yang sesungguhnya terjadi. Apa yang sesungguhnya terjadi adalah apa yang diceritakan kepada Nyai dan Gendhuk Tri.
"Bahwa Raja yang menculik Tunggadewi.
"Bahwa ada perbuatan hina yang tengah terjadi.
"Karena saya tidak melihat kemungkinan untuk melawan langsung kepada Raja, saya memilih menampilkan Tunggadewi kepada Upasara Wulung. Tokoh sakti mandraguna yang disegani siapa pun. Akan tetapi usaha ini sia-sia.
"Upasara Wulung sama sekali tak mau menemui.
"Atau tak bisa ditemui.
"Jalan satu-satunya adalah memancing lewat Nyai dan Gendhuk Tri.
Hanya kalian berdua yang akan didengar Upasara Wulung secara jernih.
"Itu sebabnya saya mengirimkan Tunggadewi, seolah utusan Upasara Wulung. Dengan harapan Nyai dan Gendhuk Tri curiga, lalu mencari tahu bagaimana keadaan yang sebenarnya.
"Nyatanya begitu."
"Sebentar, Halayudha.
"Kalau Putri Tunggadewi tidak bertemu dengan Adimas Upasara, bagaimana mungkin ia berbicara seolah-olah..."
"Saya bisa melakukan.
"Saya menguasai sukmanya, sehingga mampu menggetarkan lidahnya untuk mengatakan apa yang saya inginkan."
"Hebat. "Saya mendengar mengenai kekuatan sukma sejati. Dengan Merogoh Sukma Sejati kita bisa melepaskan diri, memisahkan dari sukma yang akan mampu menjelajah ke alam pikiran orang lain.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Tetapi bahwa itu juga bisa membuat jiwa orang lain terkuasai, saya baru sekarang mendengar."
"Saya bisa memperlihatkan itu pada diri Nyai, kalau Nyai mau mencoba.
"Tapi itu nanti dulu.
"Saya ingin menjelaskan hal yang kedua, yaitu kenapa saya begitu ingin secepatnya mempelajari, mengerti tata krama budaya Tartar.
"Karena inilah sekarang kekuatan yang menguasai Raja!
"Kalau dulunya beliau sangat dikuasai para pendeta Syangka yang berbuat sangat kurang ajar hingga gelaran utama pun menunjukkan itu, kini kekuatan yang sepenuhnya berasal tokoh dari Tartar.
"Semua tindakan Raja menjadi garang karena merasa memiliki andalan yang luar biasa. Itu pula yang membuat saya akan disingkirkan dalam waktu dekat.
"Atau mungkin sudah disingkirkan.
"Atas petunjuk tokoh Tartar yang kini berada di belakang Raja.
"Tetapi seperti saya katakan tadi, beliau mampu dan maha bijak untuk membiarkan segala kekuatan yang bertentangan saling beradu, sehingga kedudukan beliau sebagai payung pelindung makin kokoh.
"Dengan mempelajari tata krama budaya Tartar, saya berharap bisa merebut kembali pengaruh Raja.
"Saya maha licik, tetapi saya lebih suka melihat Keraton diperintah bangsa sendiri."
"Kata-katamu masih selalu berbisa."
Halayudha tidak menggubris pertanyaan Nyai Demang. Meskipun ia sadar bahwa Nyai Demang seakan bisa mengetahui mana yang dipertajam, mana yang dilambungkan, dan mana yang untuk menarik simpati. Yang terakhir ini dengan jalan menuding siapa yang mempengaruhi Raja. Masih lebih terhormat orang seperti Halayudha, dibandingkan orang dari negeri asing.
"Ketiga, saya tidak memaksakan kepada Nyai untuk mengajarkan hal ini, karena saya sendiri masih was was. Dengan kekuatan sukma sejati, begitu kita rumangsuk, merasuk, kita luluh, leleh dan menyatu dengan kekuatan yang belum sepenuhnya kita kuasai.
"Kita, karena sekarang ini Upasara, saya, tokoh Tartar yang berada di belakang Raja, dan yang lainnya sedang menggumuli, mencari pencerahan yang sejati.
"Ketidakmampuan untuk menguasai secara sempurna inilah yang bisa mengakibatkan sesuatu yang tak terduga. Bisa Nyai menjadi tidak
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
waras, bisa kabur, bisa tidak keruan omongannya. Sehingga ajaran yang diberikan juga jungkir-balik.
"Kalau masih ada cara lain, itu yang akan saya jajal.
"Dan yang keempat, seperti tadi saya katakan, kesimpulan Nyai melihat dan menghadapi permasalahan ini, serta mengambil sikap."
"Semua orang bisa kamu kelabui, Halayudha.
"Bahkan seluruh Lumajang bisa kamu ratakan."
"Lain, Nyai. "Setelah sedikit menyelami kekuatan sukma sejati, jadi lain sama sekali. Ada pertentangan mengenai hal ini. Karena bagaimana kekuatan sukma sejati, tidak bisa diperkirakan sebelumnya.
"Ini merupakan wilayah yang masih penuh pitakonan, penuh tanda tanya.
"Dan masih akan begitu.


Senopati Pamungkas 2 Karya Arswendo Atmowiloto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apakah Nyai ingin memperoleh imbalan dengan penguasaan sukma sejati?"
Nyai Demang terdiam. "Seperti ilmu yang lain, kekuatan sukma sejati adalah ilmu terbuka yang bisa selalu diuji, bisa dipelajari siapa saja."
"Apa yang Mahapatih harapkan dari saya?"
Suara Nyai Demang sedikit-banyak menunjukkan penghormatan.
Nyai Demang sadar bahwa keinginan itu muncul dengan sendirinya.
Meskipun bukan tidak mungkin karena pengaruh gaya bicara Halayudha.
"Nyai, saya ingin dijelaskan mengenai Tiga Laku Utama."
Nyai Demang terenyak. Halayudha tidak sekadar bertanya secara mengacak. Rasa ingin tahunya tumbuh, justru karena ia sudah menguasai beberapa bagian.
Dengan menyebutkan Tiga Laku Utama, sebenarnya Halayudha sudah menguasai masalah mendasar.
Berarti ia tak bisa sembarangan mengelabui.
Kitab Jalan Perdamaian "SAYA mengerti apa yang Mahapatih maksudkan, akan tetapi tidak bisa menangkap apa yang diinginkan.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Tiga Laku Utama yang menjadi dasar, yang menjadi babon, menjadi sumber, terlalu luas jangkauannya.
"Perlu Mahapatih ketahui, apa yang saya peroleh juga sepotong-sepotong. Saya mempelajari sendiri karena tertarik, lalu ketika bertemu dengan utusan yang datang pertama kali, Tiga Naga, sampai dengan Raja Segala Naga, Naga Nareswara, yang merupakan pendeta paling tinggi jabatannya di negeri Tartar.
"Bersama Naga Nareswara, saya bisa berbicara, bisa mempelajari lebih banyak. Karena Naga Nareswara lebih tertarik mengadu ilmu silat untuk menandingi Eyang Sepuh dibandingkan datang sebagai utusan Kaisar Tartar.
"Namun itu juga bukan sesuatu yang luar biasa bagi Mahapatih. Jauh sebelum bertemu dengan saya, Mahapatih bahkan pernah menyekapnya, pernah menguras habis ilmu Naga Nareswara."
"Nyai benar. "Naga Nareswara lebih lama bersama saya ketika saya mengurungnya di bawah tanah Keraton. Hanya saja selama ini saya langsung belajar mengenai ilmu silatnya, caranya melatih pernapasan, memperoleh kekuatan.
"Padahal itu hanya bagian luarnya.
"Ada inti yang mendasari itu.
"Itu yang saya tanyakan kepada Nyai."
"Saya tidak tahu apakah saya bisa menjawab pertanyaan Mahapatih.
Akan saya katakan saja apa yang saya mengerti, dan Mahapatih bisa menanyakan.
"Tiga Laku Utama yang banyak disebut-sebut sebagai sumber utama dunia persilatan di negeri Cina adalah tiga cara yang bisa berbeda, akan tetapi bisa pula menyatu.
"Laku pertama, tak jauh berbeda dari yang kita kenal, yaitu yang dikenal dengan sebutan Jalan Buddha.
"Laku kedua, dikenal dengan Jalan Kong, ajaran Pendeta Khong Hu Tju.
"Laku ketiga, yang berkembang dari tlatah Hindia, yang kemudian menyebar ke Cina, Jepun, Koreyea, dan tumbuh dengan kembangannya sendiri. Sehingga tak ketahuan asal-usulnya yang pasti. Laku ketiga warisan ajaran Pendeta Tao, kemudian Lao, yang dikenal sebagai Jalan Tata Tentrem Kerta Raharja, atau juga dikenal sebagai Jalan Perdamaian.
"Kalau keinginan Mahapatih mencoba menandingi pengaruh tokoh sakti di balik Raja yang belum lama datang ke tanah Jawa, barangkali
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
saja Mahapatih akan berhadapan dengan yang mengajarkan Jalan Tata Tentrem itu.
"Naga Nareswara pernah menyebut-nyebut adanya Kitab Jalan Perdamaian."
"Saya sampai sekarang ini belum mengenali, bahkan nama atau gelaran tokoh yang mendampingi Raja itu pun saya belum tahu."
"Bagaimana mungkin Mahapatih mengetahui tokoh itu berasal dari negeri Tartar?"
"Raja mulai belajar pujasastra Cina, yang kini dikuasai Tartar."
"Itulah aneh. "Barangkali saya malah mengetahui siapa tokoh itu."
Tanpa prasangka sedikit pun, Nyai Demang menceritakan apa yang didengar dari penuturan Gendhuk Tri. Bahwa dalam rombongan Pangeran Hiang, masih ada satu tokoh yang entah berada di mana.
Tokoh itu bernama Gemuka, dan ia turun dari perahu sebelum masuk Keraton. Memilih jalan lain.
Bukan tidak mungkin tokoh di balik Raja itu adalah Gemuka, yang menurut penuturan Gendhuk Tri tidak kalah saktinya dibandingkan dengan Pangeran Hiang.
Halayudha mengakui kecerdasan Nyai Demang, sekaligus mengakui bahwa tokoh yang berada di balik kekuasaan Raja sekarang tidak main-main. Bukan hanya mampu mengatur siasat dengan jitu dan perangkap yang rumit, akan tetapi ternyata sakti mandraguna.
Selama ini Halayudha belum mengetahui kekuatan Pangeran Hiang yang sesungguhnya. Karena belum pernah bentrok atau menyaksikan ilmu silatnya. Akan tetapi Halayudha cukup mengenal Barisan Api, yang menjadi pasukan andalannya.
Dan boleh dikatakan, Halayudha mengakui keunggulan Barisan Api.
Karena saat bertarung ia tak mungkin memenangkan.
Nyai Demang juga cukup maklum, karena pernah merasakan kehebatannya. Walau baru pada gebrakan pertama.
"Apa yang Nyai ketahui tentang Kitab Jalan Perdamaian?"
"Kitab Jalan Perdamaian, sebutan kita untuk Tai Ping Ching, atau bisa juga disebut Kitab Perdamaian Agung.
"Seperti semua kitab yang suci dan diagungkan, kitab ini banyak disalin, banyak dipelajari, dan dengan sendirinya banyak perubahan yang terjadi.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Dan seperti kitab yang lain, selain berisikan mengenai ilmu silat, mengenai hubungan Keraton dengan Dewa, hubungan manusia sejak lahir hingga kematian..."
"Adakah Nyai ingat bahwa ada bagian yang secara rinci menyebutkan mengenai sukma sejati?"
"Tidak." "Atau menjurus ke arah itu?"
"Tidak." "Atau bisa ditafsirkan ke arah itu?"
"Tidak. "Mahapatih lebih tahu tentang sukma sejati. Tentunya tidak bisa balik bertanya."
Halayudha menggerakkan badannya.
"Saya justru yang bertanya.
"Karena saya melihat, merasakan, bahwa kini, kalau benar Gemuka namanya, ia menguasai Raja secara penuh. Bukan hanya secara wadak atau jasmaniah saja, tetapi juga sukmanya, hingga ke tulang sumsum.
Seakan tak ada kata dari Gemuka yang perlu diragukan atau ditanyakan."
"Maaf, saya kurang mengerti tentang kekuatan sukma sejati."
Halayudha mengangguk. Duduk bersila. Kedua tangannya berada di paha.
"Nyai, saya akan berusaha menjelaskan sebisa saya. Sependek pengetahuan dan otak dalam kepala yang kecil ini.
"Secara tidak terduga sebelumnya gabungan dari Kitab Paminggir, Kitab Para Raja, Kitab Pamungkas memberikan suatu persamaan dalam pengerahan tenaga. Bahkan petunjuknya yang lebih jelas diperoleh dengan memenggal pupuh dari satu kitab, dan menggabungkan dengan pupuh pada kitab yang lain.
"Menurut kisah yang saya dengar, adalah Eyang Sepuh yang secara luar biasa menciptakan Kitab Paminggir, yang ditolak Sri Baginda Raja, yang kemudian menuliskan Kitab Para Raja. Kitab ini seperti Nyai ketahui, hanya boleh dibaca para raja, yang ditulis sendiri oleh para raja. Akan tetapi, Sri Baginda Raja adalah penguasa takhta satu-satunya dan tak bisa disamai oleh yang lain. Kitab Para Raja akhirnya malah setengah disebarkan kepada kalangan tertentu. Kepada para
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
pendeta, para resi, para ksatria utama. Sebagai jawaban kepada Eyang Sepuh.
"Secara resminya, persoalan sudah selesai. Bila Sri Baginda Raja telah bersabda, tak ada yang tersisa.
"Namun, Mpu Raganata, mahapatih pertama Keraton Singasari, mahapatih bijaksana yang mampu mengimbangi sebagai tangan kanan Sri Baginda Raja, sekaligus tokoh utama dalam dunia persilatan yang gegedhug, beliau mampu melahirkan Kitab Pamungkas."
Nyai Demang merasa ada yang aneh dalam nada ucapan Halayudha.
Barulah kemudian sadar, bahwa itu untuk pertama kalinya Halayudha, yang biasa mendongak ke arah lain, mau juga mengakui kebesaran orang lain. Kebesaran Mpu Raganata. Baik dalam pengertian sempit ingin mengangkat derajat dan pangkat seorang mahapatih, ataupun dalam arti yang lebih, keunggulan Mpu Raganata dalam dunia persilatan.
Ini termasuk pertama kalinya Halayudha mengakui secara terbuka.
Selama ini Halayudha boleh dikatakan tak pernah menganggap ada tokoh lain yang istimewa. Jangan kata Upasara Wulung, bahkan Eyang Sepuh pun tak pernah diakui kelebihannya.
Sebenarnya ini juga bukan sesuatu yang luar biasa. Halayudha adalah murid langsung Paman Sepuh, yang menciptakan Kitab Bumi.
Sehingga kekagumannya kepada Eyang Sepuh jauh berkurang. Apalagi dalam perjalanan hidupnya Halayudha melalap semua kitab yang ada.
Mempelajari secara bersungguh-sungguh dari sumber utama yang ditemui. Apakah dari Kiai Sambartaka, Naga Nareswara, atau Kama Kangkam dari Jepun.
Belum lagi langkah Jong dari Turkana maupun jurus-jurus dari tanah Syangka.
Boleh dikatakan, Halayudha mengenal semua aliran ilmu silat yang pernah ada di tanah Jawa.
Dari dalam tanahnya sendiri, Halayudha bukan hanya dibesarkan dari Kitab Bumi, tetapi juga mempelajari dan melatih apa yang ada dalam Kitab Air.
Gabungan dari aneka ragam yang bahkan Upasara Wulung pun tak bisa menyamai separuhnya.
Bahwa ini semua masih menyisakan pujian bagi Mpu Raganata, merupakan pertanda keterbukaan.
Apakah ini karena pengaruh melatih kekuatan sukma sejati atau taktik belaka, Nyai Demang tak bisa memastikan segera.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Dari Kitab Pamungkas, jelas-jelas disebutkan lahirnya mahamanusia. Manusia menjadi mahamanusia bila mampu menguasai kekuatannya yang tak terbatas, kecuali untuk satu orang yang kelak menjadi pilihan Dewa untuk menjadi raja.
"Mahamanusia berkuasa atas sukma, tanpa menjadi mati.
Mahamanusia ialah barang siapa yang mampu mengikuti dan mendengarkan kekuatan dari sukma sejati."
Pencerahan Sukma Sejati APA yang dituturkan Halayudha bukan hal baru bagi Nyai Demang.
Akan tetapi dari penjelasannya yang bernada menggurui, menyadarkan Nyai Demang bahwa Halayudha tidak mempelajari secara sembarangan.
"Puluhan tahun ketiga kitab utama dituliskan. Akan tetapi selama ini tak ada yang mendapat pencerahan untuk memahami.
"Bahkan tidak juga tokoh sakti yang bernama Eyang Puspamurti, yang sepanjang hidupnya mempelajari Kitab Pamungkas. Kidungan yang dihafal sampai ke dalam mimpinya itu, tak pernah dikuasai benar-benar sampai ketika bertemu dengan Jaghana.
"Paman Gundul dari Perguruan Awan ini seakan dituntun oleh roh Eyang Sepuh yang moksa untuk menyadarkan batasan mahamanusia, untuk menyadarkan Eyang Puspamurti bagian yang lain, yaitu dua kitab sebelumnya.
"Saya mengatakan pencerahan, sebab Jaghana telah melihat sinar terang itu sebelum bertemu Eyang Puspamurti. Dalam kegelisahan batinnya, Jaghana menjadi Dukun Truwilun, sesuatu yang tak akan pernah terbayangkan sebelumnya.
"Tokoh yang sangat sederhana, dari penampilan, namanya, sikap hidupnya sehari-hari, yang telah menyatu dengan seluruh kehidupannya, tiba-tiba muncul dengan cara lain. Dengan memanjangkan rambut, dengan terjun sebagai dukun.
"Perubahan tubuh yang tak pernah terjadi.
"Sesuatu yang biasa jika terjadi pada diri saya, pada diri Nyai Demang, atau bahkan Eyang Sepuh. Tapi tidak bagi Jaghana.
"Menurut pengamatan saya, kegelisahan itu karena Jaghana mulai menangkap perubahan, akan tetapi belum memahami sepenuhnya ke mana gerak sukmanya.
"Begitulah Jaghana menempuh jalan dengan kaki dan tubuhnya mengikuti dorongan sukmanya.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Dengan begini, sekurangnya ada dua tokoh sakti yang mengetahui adanya kekuatan sukma sejati. Kekuatan yang bukan lagi berdasarkan tenaga dalam atau tenaga luar, akan tetapi kekuatan yang bersumber dari sukma sejati.
"Tokoh lain yang dengan gemilang menangkap pencerahan ini adalah Dewa Maut...."
Suara Halayudha menjadi haru.
Kalau saja saat itu Nyai Demang bertanya mengenai Dewa Maut, Halayudha tak akan berdusta. Ia akan mengatakan apa adanya!
Tapi Nyai Demang tidak menanyakan, karena ragu. Ragu jika ada yang mengetahui dirinya menanyakan secara khusus mengenai seorang lelaki. Ragu karena takut diketahui bahwa ia mempunyai hubungan asmara dengan seseorang, sejak ditinggal mati suami dan anak-anaknya.
Padahal kalaupun ditanyakan, tak akan menimbulkan kecurigaan sedikit pun.
"...yang sedang mencoba berlatih saat ini saya sendiri dan Upasara Wulung, untuk menyebutkan dua nama di samping puluhan tokoh yang lain.
"Mencoba dan tidak bisa menduga sampai di mana batas dan kemungkinannya.
"Karena seperti Nyai Demang dengar, bahkan Permaisuri Praba Raga Karana mendapat pencerahan yang sama sehingga terbebas dari penyakit dan penderitaannya.
"Tidak tahu sampai di mana batas dan kemungkinannya, karena bukan tidak mungkin Gemuka mampu menguasainya. Padahal Gemuka belum tentu mengetahui dari kitab yang sama."
"Apa yang membingungkan, Mahapatih"
"Yang namanya kitab suci, kitab babon semua kitab, mempunyai persamaan dan perbedaan di negeri satu dengan yang lainnya. Itu sebabnya Eyang Sepuh mampu mengundang pendekar dari seluruh jagat untuk mengadu kesaktian, mana ajaran yang lebih benar. Atau ajaran yang paling benar.
"Bukan tidak mungkin kekuatan yang mempelajari sukma sejati juga diajarkan dalam kitab lain, meskipun penamaan sukma sejati hanya kita yang mengenalnya. Itu sebabnya saya mengatakan tidak, kalau disamakan dengan yang lain."
"Yang membingungkan saya, pencerahan sukma sejati pada beberapa tokoh menjadi sangat berbeda bentuknya. Berbeda dengan kalau misalnya kita memperdalam Kitab Bumi, atau sebut kitab apa saja.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Pada pencerahan sukma sejati, kita melihat Jaghana yang berubah dari seorang malu-malu menjadi beringas dan membiarkan rambutnya tumbuh di dagu, di pipi. Sesuatu yang selama ini bahkan tak bisa tumbuh di atas kepalanya.
"Pada Dewa Maut lain lagi.
"Pada Eyang Puspamurti, ia menjadi pengikut setia Jaghana dan menerima sepenuhnya Jaghana ketika menitipkan muridnya. Sekarang ini Eyang Puspamurti bahkan bersedia menjadi prajurit Keraton. Karena nglabuhi, membela keperluan Mada dan Kwowogen, yang sebenarnya tak ada artinya.
"Pada Permaisuri Praba Raga Karana berarti penyembuhan.
"Pada Upasara Wulung, ia juga mengalami perubahan mendasar seperti Jaghana. Sekarang bahkan mau menyanding Ratu Ayu.
"Pada diri saya sendiri, barangkali keinginan untuk menjadi abdi Keraton, memangku jabatan mahapatih secara lebih benar.
"Maaf, yang terakhir ini tak perlu dipercaya.
"Maaf, Nyai. Saya menangkap pembicaraan Nyai Demang dengan Gendhuk Tri mengenai Upasara Wulung. Namun bagi saya tetap menjadi tanda tanya.
"Kenapa kalau demi kedamaian hati Permaisuri Rajapatni dan Gendhuk Tri, Upasara Wulung tidak melakukan sejak dulu" Kenapa justru setelah mengenal kekuatan sukma sejati"
"Kenapa ini semua"
"Apakah karena kebetulan belaka"
"Karena kedewasaan sikap Upasara sehingga memilih kembali bersama Ratu Ayu"
"Apakah sukma sejati itu garis tangan yang disebut kodrat atau nasib, yang sebenarnya tak bisa dipelajari dan diperhitungkan kekuatannya?"
Nyai Demang mengelus lehernya yang berkeringat.
"Saya bisa menangkap apa kemauan Mahapatih.
"Menggali sumber latihan penggunaan kekuatan sukma sejati lewat Jalan Perdamaian."
"Lebih dari itu, Nyai.
"Saya ingin mengetahui sejauh mana Raja diperlakukan semaunya oleh Gemuka."
"Saya bisa memahami cara Mahapatih bertutur dan mempengaruhi jalan pikiran orang lain.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Barangkali dari sisi ini, Mahapatih Halayudha yang paling tepat mendalami. Karena menyerupai sifat Mahapatih Halayudha yang bisa mengubah diri hingga ke isi tulang."
"Pujian yang menyakitkan, Nyai.
Tetapi bagaimanapun saya menerimanya sebagai pujian."
"Saya tak bisa menemukan jawaban yang tepat.
"Kenapa ajaran maha luhur Mpu Raganata justru tepat untuk seorang Halayudha."
Suara Nyai Demang terdengar memelas.
Tidak seperti gugatan, melainkan rintihan.
"Bagaimana dengan Jalan Perdamaian?"
"Kitab itu juga tidak berdiri sendiri.
"Kalau ada kaitannya, barangkali pada kidungan yang mengisahkan Jalan Lima Puluh Kati Beras.
"Jalan di sini bisa berarti jurus..."
Suara Nyai Demang mengambang. Bibirnya bergumam dalam bahasa yang samar, sedikit dimengerti oleh Halayudha. Bahasa yang banyak persamaannya dengan yang diucapkan oleh Raja, dan dulu oleh Naga Nareswara.
Agaknya Nyai Demang mencoba mengenali dan menggali isi dari kidungan bahasa aslinya.
Salah satu Jalan Perdamaian adalah
Yang disebut Jalan Lima Puluh Kati Beras
Jalan ini bisa dilewati beras seberat lima puluh kati Atau seonggok padi dalam satu pikulan
Barang siapa menghalangi, kibaskan
Patahkan, kalahkan, tumpas
Sebab lima puluh kati beras
Adalah laksana bibit yang akan tumbuh
Dan sesungguhnya saudagar itu bukan
Kasta terendah sesudah pendeta, ksatria,
Saudagar itu tidak menempatkan yin di atas yang Tidak berada di bawah Langit, Bumi, dan Manusia
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Berarti, Jalan Lima Puluh Kati Beras
Adalah jalan lurus Saudagar menjadi tenaga, menjadi arwah
Yang mengutuk, yang membalas dendam
Yang menimbulkan bahaya Banjir, Api, Gunung Meletus
Mata pencaharian dan kehidupan
Tempuhlah Jalan Lima Puluh Kati Beras
Sebagai pemimpin, Dan semua akan mengikuti Jagat Perdamaian akan datang....
Nyai Demang menggeleng, tanda kurang puas akan apa yang dikatakan.
"Nyai bisa menuliskan?"
"Tidak. Tapi kalau membaca rasanya masih bisa."
"Maksud saya mengingatnya dalam bahasa Cina, dan saya akan menghafalkan. Ini cara singkat untuk menarik perhatian Raja agar berpaling dari Gemuka."
Jika Bukan, Itu Jalan Tao
"BAGAIMANA caranya Gemuka bisa menyusup ke dalam Keraton?"
Halayudha menggerakkan kedua bahunya.
"Hanya perkiraan, Nyai.
"Raja mempunyai kebiasaan secara diam-diam mengundang tokoh yang dianggap sakti. Sangat mungkin sekali cara Gemuka menyusup ke dalam puncak kekuasaan tak berbeda dengan para pendeta dari Syangka. Tak berbeda dengan para raja dari seberang yang dikumpulkan.
"Rasanya semua raja mempunyai rasa batin, dan Gemuka merupakan orang yang datang pada waktunya. Dengan pameran kesaktiannya, Raja akan terpikat dan memberi keleluasaan padanya."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Tahukah, Mahapatih, bahwa pernyataan itu membuahkan beberapa pertanyaan dan kesimpulan"
"Pertama, dengan cara apa Gemuka memamerkan kesaktiannya"
Sekarang ini rasanya banyak tokoh yang sakti, yang bisa mendekat kepada Raja. Tetapi kenapa Gemuka" Pastilah ia mempunyai sesuatu yang sangat istimewa dan memikat.
"Kedua, dengan Gemuka berada di belakang Raja, berarti ia berdiam di sekitar Keraton. Rasanya sulit dimengerti kalau selama ini Mahapatih tak bisa menemukan.
"Ketiga, kalau Gemuka sudah mengetahui hasil di Lodaya, Raja berada dalam bahaya besar. Karena setiap saat Gemuka bisa menyekap dan membawa Raja ke tanah Tartar."
"Keempat, kita harus bertindak cepat.
"Nyai, apa sebenarnya ajaran Jalan Perdamaian itu?"
"Segala yang bukan Jalan Buddha, dan bukan Jalan Kong, itu disebut Jalan Perdamaian, jalan yang pernah ditempuh Pendeta Tao. Sebab penamaan ini dengan memberikan kata bukan, lebih mengenai sasaran.
"Jalan Tao ialah bukan Jalan Buddha dan bukan Jalan Kong.
"Jalan Tao, Jalan Perdamaian berarti bukan jalan perang. Di antara dua perang, itulah perdamaian. Jalan Tao, atau Hsuan-chiao, membawa pengertian bahwa hsuan, bukan jalan biasa. Hsuan juga berarti mistik, berarti bisa menjadi sikap mendasar, cara membaca mantra dan kidungan. Itu sebabnya disebutkan sebagai agama, atau jalan.
"Dalam pupuh keempat, yang disebut Obah Ora Owah, atau Berbuat Tanpa Berubah, atau bisa juga disebut Bertindak Tanpa Berbuat. Wu, bisa diartikan berbuat, melakukan sesuatu, atau tumindak, sedangkan wu-wei berarti tidak.
"Dalam pupuh kelima, disebutkan sumber tenaga itu berasal dari chung, dari kekosongan, dari tanpa bentuk, atau kekosongan yang mengisi.
Renjana Pendekar 13 Pusaka Negeri Tayli Karya Can I D Kitab Pusaka 17
^