Pencarian

Jejak Di Balik Kabut 18

Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja Bagian 18


yang sangat diperlukan serta keperluan-keperluan lainnya"
Ayahnya mengerutkan dahinya. Dengan nada berat iapun
kemudian berkata "Paksi, apakah hubunganmu dengan
Pangeran Benawa terlalu rapat?"
"Tidak ayah" "Kenapa kau berani menghadap Pangeran Benawa di
kasatrian jika. kau belum mengenalnya dengan baik?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pangeran Benawa adalah seorang Pangeran yang baik.
Sejak aku menerima ganjaran dari Kangjeng Sultan serta
seekor kuda dari Pangeran Benawa, aku menjadi yakin, bahwa
Pangeran Benawa adalah seorang Pangeran yang bersedia
mendengarkan persoalan-persoalan yang timbul terutama
yang ada hubungannya dengan kepentingan Pajang"
"Kau tahu apa tentang kepentingan Pajang?"
"Aku menghadap Pangeran Benawa atas perintah guru,
yang menganggap bahwa perguruan itu adalah perguruan
yang menyangkut kepentingan masa depan Pajang. Karena
diperguruan itu ditempa anak-anak muda yang diharapkan
akan memegang masa depan"
"Termasuk kau?"
"Bukankah ayah berharap demikian?"
"Omong kosong. Jika masa depan Pajang ada ditangan
orang-orang yang kepalanya kosong seperti kepalamu itu, lalu
apa jadinya Pajang?"
"Agaknya aku tidak akan ikut bersama-sama mereka yang
akan memegang masa depan, ayah. Tetapi kawan-kawanku
yang lain yang akan ikut menjadi pembantu utama Pangeran
Benawa dan Raden Sutawijaya. Bukankah kelak Pajang akan
berada ditangan mereka?"
"Cukup. Kau tidak usah berbicara tentang masa depan. Jika
ada orang lain yang mendengarnya, kau hanya ditertawakan
saja" "Aku tidak akan berani berbicara dengan orang lain tentang
hal ini ayah. Kepada ayahpun sebenarnya aku agak segan
mengatakannya. Karena itu, maka aku belum berceritera
tentang rencana pembenahan perguruan itu"
Kening Ki Tumenggung nampak berkerut. Namun kemudian
iapun berkata "Untuk sementara aku percaya. Tetapi jika kau
berbohong, aku tidak akan memaafkanmu"
"Aku berkata sebenarnya, ayah. Jika ayah tidak percaya,
ayah dapat bertanya kepada Pangeran Benawa atau kepada
guru atau kepada Ki Waskita"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Tumenggung termenung sejenak. Ia mengenal Ki
Panengah yang diserahi untuk menangani anak-anak para
prajurit dan pejabat-pejabat istana yang lain. Iapun telah
mengirimkan Paksi kepadanya. Tetapi sudah setahun lebih
Paksi meninggalkan perguruannya untuk mencari cincin yang
hilang itu. Tetapi Ki Panengah itupun telah pergi untuk waktu yang
hampir sama" berkata KiTumanggung didalam hatinya.
Paksi masih duduk dihadapan ayahnya dengan kepala
tunduk. Untuk beberapa saat keduanya saling berdiam diri.
Baru kemudian Ki Tumenggung itupun bertanya "Kau tadi
pergi kemana?" "Aku menemui guru, ayah. Guru sedang mempersiapkan
sanggar dan kelengkapan lainnya, karena guru akan mulai
beberapa hari lagi, dipermulaan bulan depan ini"
Ki Tumenggung tidak menyahut. Hanya dahinya sajalah
berkerut. "Selama guru pergi, perguruan itu dipimpin oleh paman
Windu. Tetapi tampaknya wibawa paman Windu kurang
memadai untuk memimpin perguruan itu selama guru pergi"
Ki Tumenggung tidak menghiraukannya lagi. Katanya
"Pergilah, lain kali kau tidak usah membual tentang
kepemimpinan Pajang masa mendatang. Kau tidak usah
berbicara yang kau tidak mengetahuinya"
"Aku hanya menirukan guru"
"Gurumupun tidak tahu apa-apa, ia hanya mengetahui
tentang padepokannya, tentang murid-muridnya dalam olah
kanuragan dan tentang dirinya sendiri"
Paksi tidak menjawab lagi Tetapi kemudian iapun bangkit
sambil berkata "Aku akan pergi kebelakang, ayah"
Ayahnya sama sekali tidak menghiraukannya. Ki
Tumenggung itu justru memandang kekejauhan. Memandangi
dedaunan yang berkilat-kilat ditimpa cahaya matahari.
Untuk beberapa lama ayah Paksi itu masih duduk di
pringgitan. Ia membenarkan pesan Harya Wisaka, bahwa ia
haurs berhati-hati terhadap Paksi. Nampaknya guru Paksi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mulai berbicara tentang beberapa kemungkinan yang dapat
terjadi Pajang. Tetapi Ki Tumenggung tidak dapat menuduhnya dengan
serta-merta. Ia harus mempunyai bukti yang cukup, atau
setidak-tidaknya sesuatu yang pantas untuk dicurigai.
Karena itu, maka Ki Tumenggung masih harus menunggu
satu kesempatan untuk bertindak terhadap Paksi. Tujuan akhir
Ki Tumenggung adalah menyingkirkan Paksi dari rumah itu
atau jika mungkin menemukan bukti bahwa Paksi telah
melakukan suatu tindakan yang bertentangan dengan
paugeran. Namun dalam pada itu, ternyata Pangeran Benawa
menanggapi niat Ki Panengah itu untuk menertibkan
perguruannya dengan sungguh-sungguh. Karena itu, maka
pangeran Benawapun telah menghubungi ayahandanya.
Pangeran Benawa ingin segala-galanya selesai sebelum Ki
Panengah mulai kegiatannya kembali setelah untuk setahun
lamanya ia meninggalkan perguruannya itu.
Ki Panengah sendiri terkejut ketika Pangeran Benawa itu
pada satu hari berkata kepadanya "Aku sudah melakukan
semua usaha yang aku anggap akan berarti bagi perguruan
ini. Karena itu, aku berharap bahwa dalam beberapa hari lagi,
ayahanda Sultan akan dapat memberikan kekancingan baru
bagi perguruan ini serta menggugurkan kekancingan yang
lama" "Kami tidak tergesa-gesa Pangeran. Jika dipermulaan bulan
depan, kami harus memulainya lagi, maka segala sesuatunya
telah bersiap" "Ki Panengah dapat membayangkan sesuatu yang lebih
berarti dari rencana Ki Panengah itu"
"Maksud Pangeran?"
"Bersiap-siap sajalah, Ki Panengah"
Ki Panengah tidak bertanya, apa rencana Kangjeng Sultan
dengan perguruannya itu. Agaknya Pangeran Benawa masih
ingin merahasiakannya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksilah yang terkejut ketika ia mengunjungi pangeran
Benawa di kesatrian, tiba-tiba saja Pangeran Benawa itu
berkata "Kebetulan kau datang, Paksi Ayahanda ingin
mendapat keterangan langsung dengan orang yang
berkepentingan dengan perguruan itu. Maksud ayahanda,
dengan demikian maka pendapat itu akan mendapat
dukungan langsung dari tubuh perguruan itu sendiri"
"Jadi maksud Pangeran?"
"Aku ingin mengajakmu menghadap ayahanda"
"Hamba?" "Ya" "Kapan kita harus menghadap?"
"Sekarang" "Sekarang", hamba tidak bersiap untuk menghadap
Kangjeng Sultan, mungkin pakaian hamba tidak pantas atau
mungkin kekurangan-kekurangan lain, sehingga hamba tidak
sepantasnya menghadap sekarang"
"Jika kau merasa dirimu pantas menghadapku, maka kau
ttentu juga merasa pantas menghadap ayahanda"
Paksi termangu-mangu sejenak. Sulit baginya untuk
menjawab, jika ia salah ucap, maka Pangeran Benawa akan
dapat tersingung karenanya. Karena itu Paksipun berkata
"Segala sesuatunya terserah kepada Pangeran"
Sebenarnyalah, seperti apa yang direncanakan, Pangeran
Benawa telah mengajak Paksi tuntuk menghadap. Meskipun
bukan saatnya, namun Pangeran Benawa berhasil
mendapatkan kesempatan itu.
Ketika Pangeran Benawa mengajak Paksi memasuki salah satu
ruangan diserambi kanan istana Pajang, maka ia melihat
ayahnya duduk seorang diri. Namun Pangeran Benawa masih
sempat melihat dua orang perempuan memasuki ruangan
sebelah. Pangeran Benawa menarik nafas dalam-dalam. Tetapi
ia sudah terbiasa melihat perempuan-perempuan disekitar
ayahandanya. "Ada apa Benawa?"bertanya Kanjeng Sultan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran Benawa duduk bersila dihadapan ayahandanya,
sementara Paksi duduk dibelakangnya sambil menundukkan
kepalanya. "Hamba akan mengulangi permohonan hamba, ayahanda"
"Permohonan apa?"
"Tentang perguruan itu"
"O. Aku kira kau memerlukan seorang perempuan"
Pangeran Benawa tidak menjawab. Tetapi giginya terkatub
rapat-rapat. "Bagaimana dengan perguruan itu?"
"Hamba membawa Paksi menghadap"
"Siapakah Paksi itu?"
"Anak muda yang pernah mendapatkan ganjaran dari
ayahanda karena menolong hamba"
"O, ya. Aku ingat. Apa hubungannya anak itu dengan
perguruan yang pernah kau sebut-sebut?"
"Paksi adalah salah seorang murid dari perguruan itu"
Kanjeng Sultanpun mengangguk-angguk. Namun kemudian
Kanjeng Sultan itupun berkata "Ceriterakanlah keadaan yang
sebenarnya dari perguruanmu itu Paksi"
Jantung Paksi memang menjadi berdebar-debar Tetapi
setelah menyembah, maka iapun menceriterakan tentang
perguruan apa adanya. "Jadi apa yang diinginkan oleh Ki Panengah?"bertanya
Kangjeng Sultan. Paksi memandang Pangeran Benawa sekilas. Namun
Pangeran Benawapun tanggap, Paksi ingin memastikan, apa
yang harus dikatakannya, karena maka Paksipun kemudian
berkata "Katakanlah apa yang sebenarnya yang diinginkan
oleh gurumu" Paksi menarik nafas dalam-dalam, setelah menyembah,
maka Paksipun berkata selanjutnya "Guru hamba ingin terjadi
perubahan tatanan di perguruannya. Selama ini guru tidak
mempunyai wewenang apa-apa untuk mengatur
perguruannya" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bukankah itu wewenang seorang guru, ia dapat
menentukan apa yang terbaik bagi perguruannya"
Namun Pangeran Benawalah yang kemudian berkata
"Ayahanda telah memberikan kekancingan yang justru
mengikatnya" "Aku?" bertanya Kangjeng Sultan.
"Ayahanda memberikan kekancingan yang sangat
memberati wewenangnya. Tugas-tugas diatur oleh para
perwira dan para petugas istana"
"Tidak mungkin. Seorang guru yang memimpin sebuah
perguruan mempunyai wewenang sepenuhnya atas
perguruannya itu" "Ayahanda" berkata Pangeran Benawa "hal itulah yang
membuat perguruan Ki Panengah tidak pernah maju, karena
itu Ki Panengah memohon agar kekancingan itu ditinjau
kembali" "Itu aneh sekali, aku adalah pengembara dimasa muda,
aku memasuki banyak sekali perguruan, aku berguru kepada
orang-orang yang berilmu tinggi di padepokan kecil sekalipun.
Tetapi para pemimpin perguruan itu mempunyai wewenang
sepenuhnya" "Itulah anehnya ayahanda. Baiklah, besok hamba akan
menghadap lagi sambil membawa kekancingan itu"
"Perintahkan kepada siapapun untuk mengambil
kekancingan itu. Aku menunggu disini"
Ketika Pangeran Benawa berpaling kepada Paksi, maka
Paksipun berkata "Hamba akan mengambilnya Pangeran"
"Bawa kudaku, agar lebih cepat"
"Kepada siapa hamba harus mengatakannya, bahwa hamba
telah mendapat perintah dari Pangeran?"
"Kepada pekatik itu. Bukankah ia tahu bahwa kau juga
pernah meminjam kudaku. Katakan, bahwa aku sedang
menghadap ayahanda. Kiupun harus segera kembali
menghadap" "Hamba mohon diri Pangeran. Ampun Kanjeng Sultan"
"Pergilah" desis Kanjeng Sultan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sejenak kemudian, Paksipun meninggalkan serambi kanan
dan langsung pergi ke Kesatrian. Iapun segera menemui
pekatik kuda yang pernah dikenalnya. Paksi memang tidak
mendapat kesulitan untuk meminjam seekor kuda, sehingga
sejenak kemudian Paksipun telah menuntun kuda im keluar
regol kasatrian. Memang ada beberapa pertanyaan dari para prajurit yang
bertugas di regol kasatrian. Tetapi ada diantara mereka yang
sudah mengenalnya sehingga membiarkan Paksi lewat sambil
membawa seekor kuda. "Anak laki-laki Ki Tumenggung Sarpa Biwada" beberapa
salah seorang diantara para prajurit itu.
Yang lain menyambung "Yang pernah mendapat ganjaran
dari Kangjeng Sultan"
Sedangkan yang lain lagi berkata "Juga seekor kuda dari
Pangeran Benawa" "Kenapa ia masih meminjam kuda Pangeran Benawa
sekarang?" bertanya seorang prajurit yang belum mengenal
paksi. "Bukankah kau dengar, bahwa anak muda itu menurut
pengakuannya diutus oleh Pangeran Benawa"
Prajurit itu mengangguk-angguk, sementara Paksipun telah
melarikan kudanya menuju ke rumah gurunya.


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gurunya menarik nafas dalam-dalam, katanya "Ternyata
aku sudah terlalu lamban bagi Pangeran Benawa, aku heran,
segala sesuatunya tidak harus ditangani segera"
"Pangeran Benawa agaknya ingin persoalan ini segera
selesai dengan tuntas"
"Ya, itulah sebabnya aku merasa terlalu lamban bagi
Pangeran Benawa. Tetapi aku akan mencoba untuk mengikuti
irama gerak dari Pangeran itu"
Sejenak kemudian paksi telah melarikan kudanya kembali
ke istana. Dituntunnya kudanya lewat regol kepatihan pula.
"Begitu cepat kembali" bertanya seorang prajurit.
"Ya, Ki Sanak, hanya sekedar menyampaikan sedikit pesan
dari Pangeran Benawa"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Prajurit itu mengangguk-angguk.
Setelah mengembalikan kuda yang dipinjamnya, maka
dengan cepat Paksi kembali ke istana. Seorang prajurit telah
mengantarkannya memasuki serambi.
Pangeran Benawa memang masih berada di serambi,
bahkan Kangjeng Sultanpun masih duduk di serambi pula.
Paksipun kemudian menyerahkan Surat Kekancingan itu
kepada Pangeran Benawa yang menerukannya kepada
kangjeng Sultan. Kangjeng Sultan mengangguk-angguk. Katanya "Ya. Ini
surat kekancingan resmi. Aku juga sudah membubuhkan
pertanda. Sayang, waktu itu aku tidak begitu memperhatikan
isinya, sehingga isi kekancingan ini memang telah sangat
membatasi kebebasan Ki Panengah. Para perwira dan pejabat
yang mengirimkan anaknya ke perguruan itu justru
mempunyai banyak wewenang untuk menentukan arah dari
perguruan itu" "Baiklah, Benawa" berkata Kangjeng Sultan pula "aku akan
membuat kekancingan yang baru. Aku akan berbicara dengan
beberapa orang yang mempunyai pandangan jauh ke depan
dari sebuah perguruan"
"Bukankah ayahanda sendiri mengenal banyak sekali
perguruan dimasa muda?"
"Tetapi tatanan kehidupan ini bergerak, Benawa. Aku harus
menyadari itu. Sementara ini aku seakan-akan telah terpisah
dari derap langkah beberapa perguruan terbaik di Pajang"
"Tetapi jika ayahanda minta pendapat para perwira dan
pejabat yang anaknya berguru pada Ki Panengah, maka
persoalannya akan kembali lagi seperti semula"
"Aku mengeri" "Jika saja ayahanda memperbincangkannya dengan Ki
Gede Pemanahan" "Baik. Aku akan berbicara dengan kakang Pemanahan"
"Baiklah hamba berdua mohon diri sekarang. Terima-kasih
atas perkenan ayahanda, Mudah-mudahan segala sesuatunya
lekas selesai sehingga Ki Panengah dapat segera mulai"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kangjeng Sultan tersenyum. Katanya "Jika kau merasa
terlalu lama, kau dapat memperingatkan aku, Benawa"
"Hamba ayahanda"
Demikianlah, maka Pangeran Benawa dan Paksipun segera
meninggalkan serambi istana. Paksi tidak langsung pulang.
Tetapi ia singgah beberapa lama di kasatrian.
Namun setiap kali, seorang abdi yang bekerja di kasatrian
yang juga menjadi pengikut Harya Wisaka, selalu
mengawasinya dan kemudian melaporkannya kepada Harya
Wisaka. Dengan sedikit upah, abdi itu melakukan tugas itu
dengan bersungguh-sungguh. Karena itulah, maka Ki Tumenggung Sarpa Biwada yang
harus menjawab pertanyaan-pertanyaan Harya Wisaka, di
malm hari telah memanggil Paksi.
"Apa yang kau lakukan di kasatrian tadi, Paksi"
Paksi mengerutkan dahinya. Hampir saja ia bertanya, dari
mana ayahnya mengetahuinya, bahwa ia berada di kasatrian.
namun niatnya itu diurungkannya.
"Apa yang kau lakukan di kasatrian itu, he?" desak
ayahnya. Paksi tidak ingin berkata terus-terang bahwa bersama
Pangeran Benawa ia menghadap Kangjeng Sultan untuk
membicarakan masalah perguruannya. Ayahnya termasuk
salah seorang perwira yang ikut mengatur perguruan itu,
sehingga jika ayahnya mengetahuinya, maka bersama kawan-
kawannya, ia tentu akan berusaha menggagalkan perubahan
yang sedang direncanakan itu.
Karena itu, maka Paksipun menjawab "Pangeran Benawa
tengah memamerkan kuda-kudanya kepadaku, ayah. Aku
telah dimintanya untuk mencoba kudanya yang terbaru"
"Kau tahu apa tentang kuda?" ayahnya justru
membentaknya. "Aku sudah mengatakan kepada Pangeran Benawa, bahwa
aku tidak tahu apa apa tentang kuda. Tetapi Pangeran
Benawa memang ingin memamerkannya kudanya itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau tentu berbohong"
"Kenapa aku berbohong?"
"Jika ternyata kau berbohong, maka kau akan menyesal"
Paksi termangu-mangu sejenak. Ayahnya memang sering
mengancamnya. Tetapi ancaman ayahnya kali ini membuatnya
berdebar-debar. Namun Paksi sama sekali tidak berniat untuk mengendorkan
usahanya. Ia masih selalu datang kepada gurunya dan sekali-
sekali ke kasatrian. Namun setiap kali ia datang ke kasatrian, ayahnya selalu bertanya kepadanya.
Tetapi Paksi tidak sebodoh dugaan ayahnya. Kenyataan
bahwa ayahnya setiap kali mengetahuinya bahwa ia berada di
kasatrian telah membuatnya curiga. Bahkan kemudian
Paksipun telah menyampaikannya kepada Pangeran Benawa.
"Jangan hiraukan. Tentu ada salah seorang abdi disini yang
berhubungan dengan ayahmu"
"Mungkin sekali, Pangeran"
"Aku akan segera menemukan orang itu. Lebih banyak
abdiku yang setia daripada mereka yang bersedia diupah
orang untuk maksud-maksud tertentu"
"Hamba Pangeran"
"Nah, untuk mengamankan jawabmu kepada ayahmu,
bawalah seekor kudaku pulang"
"Maksud Pangeran?"
"Kau datang di kasatrian karena aku memamerkan kuda-
kudaku kepadamu. Bukankah begitu?"
Paksi tersenyum. Ia tahu benar maksud Pangeran Benawa
yang sudah dikenalnya dengan baik sifat-sifatnya di sepanjang
pengembaraan mereka. Ketika Paksi kemudian pulang, maka
iapun telah membawa seekor kuda yang tegar seperti kuda
yang pernah diberikan oleh Pangeran Benawa kepadanya.
Demikian Paksi memasuki halaman dengan kuda hitam
yang tegar itu, maka adik laki-lakinya telah berlari-lari
menyongsongnya. "Kakang mendapat ganjaran lagi?"
bertanya adik laki-lakinya itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak" jawab Paksi sambil tersenyum "Pangeran Benawa
memamerkan kuda ini kepadaku. Aku dimintanya untuk
mencobanya. Besok kuda ini harus aku kembalikan ke istana"
"Bagus sekali, kakang" berkata adiknya "jika ayah
melihatnya, ayah tentu ingin memilikinya"
"Bukankah ayah sudah mempunyai beberapa ekor kuda"
"Tetapi kuda ayah tidak ada yang setegar kuda ini dan
kuda kakang yang kakang terima dari Pangeran Benawa itu
Bahkan ayah pernah berkata kepadaku, mungkin diluar
sadarnya, bahwa ayah ingin menukar kudamu itu dengan
salah satu kuda ayah"
Paksi tertawa pendek. Katanya "Kuda itu adalah kuda
ganjaran. Jika ayah ingin mempergunakannya, aku tidak
berkeberatan. Tetapi tidak untuk ditukar. Jika pada suatu hari Pangeran Benawa bertanya, kuda itu masih tetap ada padaku"
Adik laki-laki Paksi itu mengangguk-angguk. Katanya "Ya.
Jika kuda itu bukan ganjaran, dapat saja kakang menjualnya"
Paksi masih saja tertawa. Sambil menepuk bahu adiknya
iapun berkata "Kau ingin berkeliling kota dengan kudaku?"
"Kuda kakang yang tegar itu?"
"Ya" "Lalu kakang?" "Aku dengan kuda hitam ini"
"Sekarang?" Paksi justru menjadi ragu-ragu. Hampir berbisik iapun
bertanya "Ayah ada dirumah?"
"Tidak. Ayah belum pulang sejak pagi tadi"
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Nah, kau minta
ijin kepada ibu" Adik laki-laki Paksi itupun kemudian telah minta ijin kepada
ibunya untuk bersama-sama dengan Paksi berkuda berkeliling
kota. "Aku ingin memenuhi permintaan Pangeran Benawa untuk
mencoba kuda hitamnya itu, ibu"
"Tetapi jangan terlalu lama. Nanti ayahmu mencarimu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Keduanyapun kemudian telah meninggalkan halaman
rumahnya. Keduanya berputar-putar di jalan-jalan kota
beberapa lama. Kawan-kawan Paksi yang bertemu di jalan,
terheran-heran melihat kuda Paksi yang besar dan tegar itu.
Adik laki-laki Paksipun merasa bangga duduk diatas kuda
yang besar dan tegar itu. Meskipun itu kuda kakaknya.
"Aku juga ingin mempunyai kuda sendiri" berkata adik laki-
laki Paksi itu. Paksi tersenyum. Katanya "Pada suatu saat ayah tentu
akan memberimu seekor kuda yang baik. Tetapi kau tidak
boleh tergesa-gesa. Jika kau selalu mendesaknya, ayah justru
akan dapat menjadi kecewa terhadapmu"
Adik laki-laki Paksi itu mengangguk-angguk.
Ketika keduanya pulang, ayah Paksi sudah berada dirumah.
Demikian ia melihat Paksi datang bersama adik laki-lakinya,
maka ayahnya itupun turun dari tangga pendapa sambil
bertanya "Kemana saja kalian berdua?"
"Hanya berkeliling kota saja ayah. Seperti kemarin,
Pangeran Benawa minta aku mencoba kudanya lagi. Meskipun
aku mengatakan bahwa aku tidak dapat menilai seekor kuda,
tetapi aku dipaksanya untuk membawa seekor kudanya yang
termasuk baru" Ayahnya itu ternyata tidak dengan serta-merta marah
kepadanya. Bahkan ayahnya itu nampaknya tertarik kepada
kuda yang berwarna hitam itu. Dieluskan kepala kuda itu
sambil berdesis "Kuda yang sangat bagus"
"Ya, ayah" sahut Paksi.
"Kenapa tidak kau kembalikan ke kasatrian?"
"Pangeran Benawa memerintahkan untuk membawa
barang semalam. Besok aku harus memberikan pcndapatku
tea tang kuda ini" Ayahnya mengangguk-angguk. Namun ia tidak bertanya
lagi. Paksipun kemudian membawa kuda hitam itu ke kandang
sebagaimana adiknya telah membawa kudanya. Setelah kedua
ekor kuda itu dimasukkan kedalam kandang. maka Paksi dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
adik laki-lakinyapun masuk ke serambi. Dengan nada berat
adiknyapun berkata "Seharusnya ayah sudah memberikan
seekor kuda kepadaku"
Paksi tersenyum. Katanya "Bukankah sama saja bagimu.
Apakah kuda itu diberikan kepadamu atau tidak, tetapi kau
aksi dapat memakainya. Tentu saja harus seijin ayah"
"Nah, itu bedanya. Jika kuda itu sudah diberikan kepadaku,
setiap kali aku tidak perlu minta ijin"
"Kau memang harus minta ijin. Meskipun kuda itu kudamu
sendiri, kau juga harus minta ijin. Setidak-tidaknya minta ijin untuk pergi meninggalkan rumah"
Adik laki-laki Paksi itu mengangguk-angguk. Namun iapun
kemudian berkata "Tetapi bukankah aku tidak harus minta ijin
untuk naik kuda berputar-putar di halaman ini?"
Paksi tertawa. Katanya "Halaman ini akan menjadi seperti
dangir. Tanahnya akan menjadi tidak rata lagi karena kaki
kudamu itu" Adik Paksi itu mengangguk-angguk. Katanya "Ya. Ayah
tentu akan marah. Kecuali jika hanya sekali-sekali saja"
Paksi tertawa berkepanjangan. Namun kemudian Paksipun
telah pergi ke biliknya. Dilepasnya bajunya, kemudian anak
muda itu pergi ke pakiwan. Sudah menjadi kebiasaan Paksi
untuk menimba air sendiri sebelum mandi. Kadang-kadang
pembantu dirumah itu minta kepadanya untuk tidak usah
menimba air sendiri. Tetapi Paksi selalu menjawab sambil
tersenyum. "Aku harus tetap sehat. Cara ini adalah salah satu
cara yang paling mudah. Aku akan berkeringat. Jika hal ini aku lakukan setiap hari dua kali, maka aku tidak akan mudah jatuh
sakit. Keringatku akan selalu mengembun dan otot-ototku
bergerak dengan beban yang tidak terlalu besar"
Para pembantu dirumah itu tidak dapat memaksanya untuk
berhenti menimba air. Justru karena Paksi melakukannya, maka adik laki-lakinyapun
menirukannya. Ia ingin tubuhnya menjadi nampak sehat
seperti tubuh Paksi. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi Paksi masih belum memperkenalkan adiknya dengan
sanggar olah kanuragan. Ia belum pernah mengajak adiknya
ke perguruannya. Paksi tidak tahu apakah hal itu akan
disetujui oleh ayahnya atau tidak. Jika Paksi mendahului
ayahnya, maka ayahnya tentu akan menjadi marah
kepadanya. Dalam pada itu, ketika Paksi pergi ke kasatrian di keesokan
harinya untuk mengembalikan kuda hitam itu, maka Pangeran
Benawapun berkata "Paksi, aku sudah menemukan orang
yang selalu mengawasi kehadiranmu di kasatrian ini"
"Siapa pangeran?"
"Salah seorang juru taman yang selalu membersihkan dan
membenahi petamanan didepan kasatrian"
"Apakah Pangeran sudah berbicara dengan orang itu?"
"Tidak. Kita biarkan saja orang itu mengawasimu. Kau
harus tetap pada keteranganmu kepada ayahmu. Kau datang
karena kuda-kudaku" Paksipun tersenyum. Sambil mengangguk hormat iapun
berkata "Hamba Pangeran"
"Tetapi yang perlu kau ketahui, juru taman itu tidak bekerja
bagi ayahmu"

Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Paksi mengerutkan dahinya. Dengan ragu-ragu iapun
bertanya "Jadi?"
"Ia bekerja bagi Harya Wisaka. Orangku yang mengikutinya
melihatnya berhubungan dengan Harya Wisaka"
"Jika demikian?"
"Ya. Ayahmu memang selalu berhubungan dengan Harya
Wisaka" Paksi menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Apaka yang
sebaiknya hamba lakukan, Pangeran?"
"Untuk sementara, kau tidak usah berbuat apa-apa. Kau
amati saja, apa yang dilakukan oleh ayahmu. Tentu saja yang
dapat kau ketahui, karena kau tentu tidak akan mungkin dapa
mengikuti gerak-gerik ayahmu jika kau tidak ingin dipelintir
lehermu. Jika kau dapat mempertahankan diri, ayahmu tentu
tidak akan dapat melakukannya. Tetapi kau tentu tidak akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dapat melawan ayahmu, sehingga kau akan membiarkan
lehermu berkisar separo putaran"
Paksi mengerutkan dahinya. Tetapi ketika Pangeran
Benawa tertawa, maka Paksipun tertawa pula. Beberapa lama
Paksi berbincang dengan Panger Benawa. Namun kemudian
Paksipun bertanya "Apakah Ki Waskita sudah tidak sering
berada di kasatrian?"
"Ki Waskita sekarang berada di rumah gurumu. Ia sedang
membantu mempersiapkan beberapa hal yang perlu
menanggapi perubahan-perubahan yang mungkin akan
terjadi" "Aku kemarin berada dirumah guru. Aku tidak melihat Ki
Waskita" "Mungkin Ki Waskita sedang bepergian. Kau tahu, bahwa Ki
Waskita tidak akan betah untuk tinggal dirumah saja. Mungkin
ia melihat-lihat keadaan diluar pintu gerbang kota Pajang"
"Aku nanti juga akan pergi kerumah guru"
"Mudah-mudahan Ki Waskita sudah pulang. Kau akan dapat
berbicara dengan kedua orang gurumu itu. Sementara
ayahanda sudah mempersiapkan Surat Kekancingan yang
baru. Aku kira dalam dua tiga hari, Surat Kekancingan itu
sudah siap. Agaknya, tidak ada orang lain mendengarnya
kecuali Ki Gede pamenahan"
"Sukurlah, Pangeran"
"Karena itu, Surat Kekancingan itu akan mengejutkan bagi
beberapa orang, perubahan yang akan terjadi di perguruan
akan mengandung arti yang sangat penting"
Paksi mengangguk-angguk. Sementara Pangeran Benawa
berkata selanjurnya "Perguruan itu akan benar-benar menjadi
tempat untuk menempa anak-anak muda lahir dan batin.
Tidak dikedalikan oleh orang-orang yang ingin memanjakan
anak-anaknya. Tetapi yang penting, diperguruan itu akan
dapat dipesiapkan anak-anak muda bagi masa depan Pajang
menurut jalan yang lurus. Itulah yang tidak dikehendaki oleh
beberapa orang yang dengan sengaja ingin memperlemah
Pajang" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi mengangguk-angguk. Sementara Pangeran
Benawapun berkata selanjutnya "Paksi. Kau adalah salah
seorang anak muda yang dipersiapkan itu. Karena itu, kau
harus mengetahuinya, bahwa perguruan itu dengan sengaja
dikaburkan kepastian kedudukannya. Ada beberapa orang
yang sengaja melihat kekaburan arah dari perguruan itu,
sementara mereka mengundang guru yang lain untuk
menempa anak-anak mereka.
"Maksud Pangeran?"
"Mungkin karena kau sudah setahun lebih tidak berada di
Pajang. Akupun tidak mengetahui jika Kakangmas Sutawijaya
tidak memberitahukan kepadaku"
"Apa yang sudah terjadi?"
"Beberapa orang dengan sengaja membuat perguruan itu
tidak berarti. Dengan demikian, maka anak-anak muda yang
berguru kepada Ki Panengahpun tidak akan mendapatkan
apa-apa. Orang-orang itu, menurut gelar lahiriahnya, juga
mengirimkan anak-anak mereka. Tetapi disamping berguru
kepada Ki Panengah, mereka juga memanggil seorang guru
yang lain, yang jalan pikirannya sejalan dengan mereka,
mempersiapkan anak-anak mereka bagi masa depan Pajang
sesuai dengan gagasan mereka. Pajang yang tentu saja lain
dengan Pajang yang sekarang. Celakanya, ayahanda Kangjeng
Sultan tidak segera tanggap akan persoalan itu meskipun
beberapa orang yang setia kepada ayahanda sudah
memberitahukannya" Paksi mengangguk-angguk, sementara Pangeran
Benawapun berkata selanjutnya "Aku pernah berkata
kepadamu, Paksi. Bahwa tidak baik seseorang menyatakan
cacat keluarganya. Kekurangan dan bahkan kejelekan orang
tuanya. Tetapi karena hal ini menyangkut kepentingan yang
lain bagi Pajang, maka aku tidak dapat menahan diri untuk
tidak mengeluh" "Tetapi bukankah belum terlambat untuk ditangani,
Pangeran?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mudah-mudahan. Kakangmas Sutawijaya juga mempunyai
pendapat yang akan sangat berarti yang akan disalurkan lewat
Ki Gede Pemanahan tentang perguruan Ki Panengah itu, Ki
Gede Pemanahan percaya, bahwa Ki Panengah akan dapat
menuntun beberapa orang anak muda yang bersungguh-
sungguh, untuk menjadi orang yang kelak ikut memegang
kendali Tanah ini" "Mudah-mudahan, Pangeran" desis Paksi.
"Nah, jika kau akan menemui gurumu, pergilah. Katakan
kepada Ki Panengah bahwa dalam waktu dekat, perguruannya
akan mendapatkan kedudukan yang lebih pasti dan tentu saja
lebih baik dari sekarang"
"Hamba Pangeran" sahut Paksi. Namun kemudian iapun
bertanya "Bagaimana dengan Juru Taman itu?"
"Ia ada di depan. Jika kau melihat seorang yang membawa
bumbung berisi air kian kemari sambil menyiram tanaman
yang sudah basah, itulah orangnya"
"Bagaimana Pangeran mula-mula mengetahuinya?"
"Sudah aku katakan, bahwa Juru Tamanku lebih banyak
yang setia daripada yang matanya tertutup oleh keping-keping
uang" Paksi mengangguk-angguk. Ketika ia kemudian mohon diri
dan meninggalkan kasatrian, maka Paksi justru mendekati
Juru Taman itu. Pangeran Benawa menjadi berdebar-debar. Ia masih ingin
membiarkan orang itu tetap berada di taman, justru untuk
menjadi jembatan untuk mengamati Harya Wisaka. Jika Paksi
menyebut hubungan orang itu dengan Harya Wisaka, maka
jembatan itu akan terputus.
Tetapi ternyata Paksi hanya berkata "Paman. Bukankah kau
dapat mencangkok?" Orang itu menjadi gagap. Jantungnya sudah berdegup
keras. tetapi ketika Paksi bertanya tentang kemampuannya
mencangkok, maka iapun menarik nafas dalam-dalam.
"Tentu Raden. Aku dapat mencangkok pohon yang
memang memungkinkan untuk dicangkok.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tolong, cangkokkan aku bunga ceplok piring itu. Aku ingin
menanamnya di halaman rumahku"
"Bukankah Raden putera Ki Tumenggung Sarpa Biwada"
Ya" "Menurut penglihatanku, di halaman rumah Ki Tumenggung
sudah ada bunga ceplok piring"
Paksi mengerutkan keningnya, sementara Pangeran
Benawa tersenyum mendengar jawaban juru taman itu.
Namun Paksipun tangkas. Katanya "Itu paman, yang
bunganya merah muda kecil-kecil berkelompok"
"O. Itu kembang Soka, Raden"
"Ya. Itulah yang aku maksud.
"Jika itu yang Raden maksudkan, Raden tidak usah
mencangkoknya. Aku akan mencongkel satu atau dua
halangnya yang berakar. Raden tinggal menanam saja di
halaman rumah kaden"
Paksi tersenyum. Katanya "Tolong. Bawa dua tiga batang ke
rumahku" Juru Taman itu termangu-mangu sejenak. Tetapi Pangeran
Benawa justru berkata "Juru Taman. Bawa beberapa batang
pohon kembang soka itu ke rumah Ki Tumenggung Sarpa
Biwada" "Sore nanti, paman" berkata Paksi kemudian.
Juru Taman itu masih saja termangu-mangu. Tetapi ia tidak
dapat membantah, bahwa Pangeran Benawa sendiripun telah
memberikan perintah kepadanya.
Demikianlah, Paksipun meninggalkan kasatrian. Sekali ia
masih berpaling, sementara Pangeran Benawa masih berdiri di
tempatnya. Paksi memang langsung pergi ke rumah gurunya. Seperti
yang dikatakan oleh Pangeran Benawa, bahwa Ki Mana
Brewok memang berada dirumah gurunya itu.
"Kami sudah mempersiapkan segala sesuatunya" berkata Ki
Panengah "meskipun tempat ini masih belum pantas dan
bahkan tidak memenuhi syarat untuk disebut sebuah
padepokan, tetapi tempat ini akan dapat kami pergunakan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk merintisnya. Sebuah padepokan memerlukan tempat
yang luas. Bukan saja untuk mendirikan bangunan diatasnya,
tetapi untuk menyangga kehidupan padepokan itu, harus
tersedia tanah persawahan atau pategalan atau semacamnya"
"Lambat laun, guru" desis Paksi "dalam dua atau tiga hari
ini, akan ada pembahan kedudukan perguruan ini. Setelah hal
itu jelas, maka guru akan dapat menentukan langka langkah
yang memadai" Ki Panengah mengangguk-angguk. Katanya "Kita harus
mengucapkan terima-kasih yang sebesar-besarnya kepada
Pangeran Benawa yang telah banyak membantu kita"
"Juga Raden Sutawijaya" desis Paksi.
"Ya. Tentu" sahut Ki Panengah.
Sementara itu, Ki Marta Brewokpun berkata "Jika saatnya tiba,
maka kaupun harus segera mematangkan ilmumu, Pak.
Nampaknya di Pajang, keadaan tidak kalah berbahayanya
dengan daerah pengembaraanmu itu"
"Ya, Ki Marta. Mudah-mudahan segalanya segera selesai"
Demikian, beberapa saat kemudian Paksipun telah minta
diri untuk pulang. Jika ia terlalu lama pergi, ayahnya akan
selalu bertanya kemana saja ia pergi hari itu.
Ketika Paksi sampai dirumah, ternyata ayahnya masih
belum pulang. Karena itu, maka Paksi merasa bebas dari
berbagai macam pertanyaan yang kadang-kadang sulit untuk
dijawab. Baru beberapa saat kemudian, terdengar derap kaki kuda
ayahnya memasuki regol halaman. Menjelang sore hari,
seperti biasanya, ayahnya duduk pringgitan sambil minum
minuman hangat. Sementara itu Paksi sengaja berada di
longkangan bersama kedua adiknya. Ketiganya sibuk
menyiangi pohon-pohon bunga yang ada di Longkangan.
Adiknya laki-laki mengambil air didalam bumbu dari sumur.
Kemudian dituangkannya di sebuah pengaron kecil. Dari
pengaron itu adiknya perempuan menyirami tanaman yang
baru saia didangir. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada saat itulah, Paksi mendengar ayahnya berbicara di
halaman depan. Dengan serta-merta Paksipun telah
mengetrapk Aji Sapta Pangrungu untuk mendengarkan
pembicaraannya dengan seseorang di halaman.
"Untuk apa kau datang kemari" Bukankah kau salah
seorang pesuruh Harya Wisaka yang pernah menemui aku di
alun-alun?" "Ya, Ki Tumenggung. Tetapi aku datang tidak atas perintah
Harya Wisaka" "Jadi perintah siapa?"
"Raden Paksi" "Paksi" Apa hubunganmu dengan Paksi?"
"Aku adalah abdi Juru Taman di Kasatrian"
"Aku sudah tahu"
"Raden Paksi minta aku membawa beberapa batang pohon
bunga Soka atas ijin Pangeran Benawa. Bahkan Pangeran
Benawa juga memerintahkan aku untuk membawa batang
Kembang Soka ini kemari"
"Anak Setan. Jadi begitu dekatkah hubungan Paksi dengan
Pangeran Benawa?" "Ya. Bukankah Harya Wisaka pernah memerintahkan aku
untuk menyampaikan hal ini kepada Ki Tumenggung"
"Kau sampaikan sendiri kepada Paksi. Tetapi kau tidak
perlu mengatakan kepadanya, bahwa kau pernah mengenal
aku" "Baik, Ki Tumenggung"
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Sementara itu,
ayahnvapun telah naik lagi ke pendapa dan kembali duduk di
pringgitan tanpa memberi tahu kepada Paksi.
Juru Taman itulah yang kemudian pergi ke pintu seketeng.
Mengetuk pintu perlahan-lahan karena ia sudah mendengar
seseorang berada di seketeng.
Paksilah yang menjenguk pintu seketeng, karena ia tahu,
bahwa Juru Taman itulah yang datang.
"O, kau" sapa Paksi "kau bawa batang Kembang Soka itu"
"Ya, Raden. Aku membawa beberapa batang"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus, terima kasih" berkata Paksi sambil memungut
beberapa keping uang dari kantong ikat pinggangnya dan
diberikannya kepada Juru Taman itu.
Juru Taman itu terkejut. Ternyata Paksi memberinya uang
lebih banyak dari Harya Wisaka setiap kali ia melakukan
tugasnya yang jauh lebih berbahaya dari sekedar membawa
beberapa batang pohon Kembang Soka.
Sejenak Juru Taman itu justru berdiri termangu-mangu.
namun Paksipun kemudian berkata "Ambillah. Kenapa?"
"Banyak sekali, Raden" desis Juru Taman itu. Paksi tertawa.
Katanya "Tidak cukup banyak. Tetapi uangku hanya itu"
"Ini sudah sangat banyak, Raden. Aku mengucapkan terima
kasih" "Sudahlah. Bukankah kau harus kembali ke kasatrian?"


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ya, Raden" "Sembahku bagi Pangeran Benawa"
"Pangeran Benawa tadi sedang pergi Raden"
"Sendiri?" " Tidak. Bersama Raden Sutawijaya"
"Kemana?" "Aku tidak tahu, Raden"
" Tetapi bukankah nanti Pangeran Benawa itu pulang
kasatrian?" "Tentu, Raden" " Nah, sampaikan sembahku"
"Baik, Raden" Juru Taman itupun telah meletakkan seikat batang
Kembang Soka di uger-uger pintu seketeng. Kemudian
mengangguk hormat sambil mohon diri "Ampun, Raden. Aku
mohon diri" Juru Taman itupun kemudian telah meninggalkan pintu
seketeng. Setelah mengambil seikat batang Kembang Soka, Paksi
menutup pintu seketeng. Tetapi tidak terlalu rapat, sehingga
dari sela-sela pintu ia melihat Juru Taman itu berhenti sejenak di halaman. Mengangguk hormat kepada ayahnya yang duduk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pringgitan, kemudian melangkah ke regol. Paksipun kemudian
benar-benar menutup pintu seket itu rapat-rapat.
Dengan demikian, Paksi semakin yakin, bahwa ayahnya
memang termasuk salah seorang pengikut Harya Wisaka.
Karena itu, seperti yang dikatakan oleh Pangeran Benawa, ia
hanya mengawasinya sejauh dapat dilakukannya.
"Tetapi apa yang dapat aku lakukan terhadap ayahku
sendiri meskipun ayahku menjadi salah seorang pengikut
Harya Wisaka?" bertanya Paksi kepada diri sendiri.
Namun di samping kegelisahan Paksi karena ayahnyalah
seorang pengikut Harya Wisaka, Paksipun harus mencari
jawaban, kenapa ayahnya sangat membencinya, bahkan
berusaha untuk menjauhkannya dari rumah, dari ibu dan dari
adik-adiknya. Apakah sejak semula ayahnya sudah
mengetahui. bahwa akhirnya ia akan berhubungan dekat
dengan Pangeran Benawa serta mempunyai sikap yang
berseberangan dengan sifat ayahnya itu"
Paksi menarik nafas dalam-dalam.
Untuk sementara Paksi memang harus menyimpan
pertanyaan-pertanyaan yang tidak terjawab itu didalam
hatinya. Bahkan Paksi sama sekali tidak dapat melihat
hubungan antara dirinya dengan sikap ayahnya yang memilih
berpihak kepada Harya Wisaka itu ketika dirinya harus pergi
meninggalkan keluarga untuk mencari cincin bermata tiga itu.
Di hari berikutnya, Paksi telah berada di rumah gurunya
lagi. Seperti biasanya iapun telah membantu membenahi
sanggar serta kelengkapannya, sehingga jika Surat
Kekancingan yang baru itu datang, maka segala sesuatunya
akan segera dapat tersesuaikan.
Di hari berikutnya lagi, ketika Paksi datang kerumah
gurunya. Ki Marta Brewok agaknya sudah menunggunya.
"Paksi" berkata Ki Marta Brewok "aku baru saja datang dari
kasatrian" "O" Paksi mengangguk dalam-dalam.
"Kau dan gurumu dipanggil oleh Pangeran Benawa"
"Aku dan guru?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya. Tetapi Pangeran Benawa berpesan agar kau pergi
sendiri lebih dahulu ke kasatrian"
"Baiklah, Ki Marta. Aku akan pergi menghadap" lalu kepada
Ki Panengah Paksipun berkata "Aku mendahului guru,
sebagaimana perintah Pangeran Benawa"
"Pergilah. Nanti aku akan segera menyusul. Tentu ada yang
penting, sehingga Pangeran Benawa telah memanggil kita
untuk menghadap" Ketika Paksi sampai di kasatrian, maka ditemuinya selain
Pangeran Benawa juga Raden Sutawijaya.
"Nah, Paksi. Surat Kekancingan itu sudah siap. Kakang
Sutawijayalah yang telah menyusun Surat Kekancingan itu,
hingga kau harus yakin, bahwa bunyinya akan sangat berarti
bagi perguruanmu itu"
"Hamba Pangeran" Paksipun mengangguk hormat "hamba
dan seluruh perguruan hanya dapat mengucapkan terima
kasih kepada Pangeran Benawa, kepada Raden Sutawijaya
dan tentu saja kepada Kangjeng Sultan Hadiwijaya di Pajang.
"Satu lagi yang belum kau sebut "Paksi mengerutkan
dahinya. Pangeran kemudian berdesis "Ki Gede Pemanahan"
"O, hamba mohon ampun akan ketidak-tahuan hamba"
"Ah, ayah tidak berbuat apa-apa"
"Tentu paman Pemanahanlah yang mampu menuntaskan
persoalan ini, sehingga sangat berkenan di hati ayahanda"
"Bukankah sejak adimas menyampaikan hal ini kepada
ayahanda Sultan, ayahanda Sultan sudah sependapat" Karena
itu, maka ayah tinggal menekankannya"
"Namun bagaimanapun juga, hamba harus mengucapkan
terima-kasih kepada semua pihak yang telah bermurah hati
pada perguruan hamba" berkata Paksi.
"Sudahlah" berkata Raden Sutawijaya "ayahanda Sultan
sudah menunggu. Kita sebaiknya segera menghadap"
"Kita masih menunggu Ki Panengah dan Ki Waskita"
"O. Aku kira Paksi akan mewakili perguruannya"
"Aku tadi minta kepada Ki Waskita untuk memanggil Paksi
dan Ki Panengah. Tetapi sebaiknya Paksi tidak berjalan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bersama Ki Panengah ke kasatrian ini. Karena itu, aku minta
Paksi datang lebih dahulu. Baru kemudian Ki Panengah
bersama Ki Waskita akan menyusul"
Raden Sutawijaya mengangguk-angguk sambil tersenyum.
Katanya "Dimas Pangeran Benawa cukup berhati-hati"
"Ada pengikut Harya Wisaka di taman. Maksudku, seorang
Juru Taman yang mendapat tugas mengawasi Paksi"
Raden Sutawijaya mengangguk-angguk. Katanya kemudian
"Apapun tanggapan paman Harya Wisaka, jika Surat
kekancingan itu sudah berada di tangan Ki Panengah, ia tidak
akan dapat berbuat apa-apa"
"Tetapi ia dapat berbuat apa-apa terhadap paksi, celakanya
Harya Wisaka akan dapat mempergunakan tangan ayah Paksi
sendiri" Raden Sutawijaya mengangguk-angguk. Memang lebih baik
persoalan itu timbul setelah surat kekancingan itu benar-benar berada di tangan Ki pangengah. Apalagi jika Ki Panengah
sudah mengambil langkah-langkah pelaksanaannya.
Dalam pada itu, sebenarnyalah sesaat kemudian, Ki
Waskita dan Ki Panengahpun telah datang di kasatrian.
Raden Sutawijaya dan Pangeran Benawa segera membawa
mereka untuk menghadap ayahandanya. Keempat orang itu
telah diterima oleh Kangjeng Sultan di serambi samping.
Seperti yang dikatakan oleh Pangeran Benawa, Kangjeng
Sultanpun langsung pada persoalannya menyatakan bahwa
Surat Kekancingan yang baru sudah siap dan akan langsung
diserahkan kepada Ki Panengah.
"Hamba mengucapkan beribu terima-kasih, Kangjeng
Sultan" "Aku minta maaf, bahwa Surat Kekancingan yang dahulu,
sangat tidak adil bagi Ki Panengah. Waktu itu aku kurang teliti membaca bunyi Surat Kekancingan itu atau bahkan tidak
membacanya sama sekali. Dan itu adalah satu kesalahan.
Sekarang, aku cermati isinya. Apa yang tersurat dan apa pula
maknanya" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apapun perintah Kangjeng Sultan, akan hamba terima
dengan sebaik-baiknya. Demikian pula Surat Kekancingan
yang terdahulu. Jika sekarang hamba akan menerima Surat
Kekancingan yang baru, maka hamba hanya dapat
mengucapkan terima-kasih yang sebesar-besarnya"
Kangjeng Sultan itu tersenyum. Namun iapun masih
bertanya "Apakah menurut Ki Panengah akan lebih mantap
jika Surat Kekancingan ini aku serahkan dalam satu upacara di
Paseban Agung?" "Ampun Kangjeng Sultan. Hamba tidak berhak memohon
seperti itu. Apa yang hamba terima ini sudah merupakan
kemurahan hati Kangjeng Sultan, sehingga bagi hamba sudah
jauh lebih dari cukup"
"Jika demikian, dalam Paseban Agung mendatang, biarlah
isi Surat Kekancingan itu dibacakan, agar semua pemimpin di
Pajang mengetahuinya, terutama yang mengirimkan anak-
anaknya untuk berguru kepada Ki Panengah"
"Hamba hanya dapat mengucapkan terima-kasih sekali lagi,
Kangjeng Sultan" "Nah, inilah Surat Kekancingan itu, Ki Panengah"
Ki Panengahpun menyembah sambil menundukkan
kepalanya dalam-dalam. Kemudian bergeser mendekati
Kangjeng Sultan sambil berjongkok. Tangan Ki Panengah
memang menjadi gemetar ketika menerima Surat Kekancingan
itu. Sementara itu Kangjeng Sultanpun berkata "Bacalah. Jika
ada yang kurang sesuai dengan pikiranmu, katakan. Aku tidak
akan berkeberatan untuk merubahnya"
"Hamba Kangjeng Sultan" sembah Ki Panengah Dengan
tangan yang masih gemetar, Ki Panengah itupun telah
membaca Surat Kekancingan yang baru saja diterimanya itu.
Paksi mengikuti perubahan wajah Ki Panengah dengan
sungguh-sungguh. Mula-mula dilihatnya wajah itu berkeru
Kemudian sekilas nampak cahaya yang ceria di mata Ki
Panengah. Namun wajah itupun menjadi tegang dan
bersungguh-sungguh. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitu Ki Panengah selesai membaca, maka Kangjeng
Sultan Hadiwijaya itupun bertanya "Bagaimana menurut
pertimbanganmu, Ki Panengah?"
Ki Panengah itupun menyembah dengan takzimnya.
Katanya "Kemurahan hati Kangjeng Sultan melimpah diatas
hamparan perguruan hamba itu"
"Bukankah sudah cukup?"
"Jauh dari cukup, Kangjeng Sultan. Bahkan berlebihan,
bukan saja yang bersifat kewadagan, tetapi juga wewenang
yang Kangjeng Sultan limpahkan kepada hamba"
Kangjeng Sultan tersenyum. Katanya "Ki Panengah. Aku
juga menginginkan anak-anak muda yang akan
menggenggam masa depan itu mempunyai bekal yang cukup.
Lahir dan batin. Karena itu, maka mereka harus ditempa
dengan cara yang benar. Itulah sebabnya aku setuju dengan
Ki Panengah, bahwa perguruan itu harus mendapat
perlindungan, agar Ki Panengah mempunyai wewenang yang
cukup untuk mengatur diri sendiri tanpa campur tangan orang
lain, apalagi campur tangan banyak orang yang mempunyai
kepentingan yang berbeda-beda"
"Hamba mohon doa restu, agar hamba dapat menjalankan
tugas hamba dengan baik, sesuai dengan keinginan Kangjeng
Sultan" "Aku akan mengikuti perkembangan perguruanmu, Ki
Manengah" "Jika hamba melakukan kesalahan, atau arah perguruan
hamba tidak sesuai, hamba mohon Kangjeng Sultan atau
seseorang yang ditunjuk memberikan peringatan kepada
hamba" "Kakang Pemanahan akan mendampingi Ki Panengah.
sementara itu, aku akan mengirimkan kedua anakku ke
perguruan Ki Panengah"
"Maksud Kangjeng Sultan?"
"Benawa dan Sutawijaya akan menjadi murid perguruan ki
Panengah" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wajah Ki Panengah menjadi tegang. Katanya "Bagai-kiia
mungkin keduanya menjadi murid hamba. Menurut pendapat
hamba, keduanya memiliki ilmu lebih tinggi dari hamba.
"Tentu tidak, Ki Panengah" Kangjeng Sultan tertawa "justru
dari itu, biarlah keduanya menjadi tuntunan murid-murid yang
lain. Setidak-tidaknya ada tiga orang panutan di perguruanmu.
Benawa, Sutawijaya dan Paksi. Dengan demikian diharapkan
murid-murid yang lain akan berusaha dengan sungguh-
sungguh untuk mengikuti jejak ketiganya. Tetapi jika
ketiganya justru menghambat perguruanmu, maka kakang
Pemanahanlah yang akan mengambil tindakan"
Ki Panengah mengangguk dalam-dalam sambil
menyembah. Ia tahu maksud Kangjeng Sultan. Ketiganya
akan memancing anak-anak muda yang lain, yang berguru
dengan bersungguh-sungguh, untuk memacu diri, agar
mereka di menempatkan dirinya, setidak-tidaknya tidak terlalu
jauh ketiga orang anak muda itu.
"Aku merasa gembira pula, bahwa Ki Waskita telah
menyatakan kesediaannya pula untuk bekerja bersama Ki
Panengah membina perguruan itu. Dengan demikian aku yakin
bahwa perguruan itu akan berkembang dengan baik. Lebih
baik dari perkembangannya dimasa sebelumnya" berkata
Kanjeng Sultan selanjutnya.
"Hamba akan ikut berusaha, Kangjeng Sultan" sembah Ki
Waskita. -ooo00dw00ooo- Jilid 17 DEMIKIANLAH, maka kekancingan yang diterima oleh Ki
Panengah itu telah membuka lembaran baru bagi perguruan
yang dipimpinnya. Di dalam kekancingan itu juga disebutkan,
bahwa Ki Panengah telah mendapat wewenang untuk
membuka Hutan Jabung menjadi sebuah padepokan beserta
lingkungan pendukungnya. Ki Panengah dapat membuka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebidang tanah persawahan, petegalan dan padang rumput
untuk membuka peternakan. Sebuah sungai kecil akan dapat
mengairi sawah dan pategalannya. Bahkan dapat pula dibuat
sebuah belumbang untuk memelihara ikan dan memlihara itik
dan angsa. Namun Ki Panengah telah ditantang untuk bekerja keras.
Yang mula-mula dilakukan oleh Ki Panengah adalah
mengumpulkan kembali murid-muridnya yang kehilangan
gairah setelah Ki Panengah meninggalkan padepokannya
unluk waktu yang cukup lama.
Sebenarnyalah para muridnya merasa segan untuk
berkumpul dan berguru lagi. Mereka lebih senang mengisi
waktu mereka dengan bermain, bergerombol hilir mudik,
bahkan kadang-kadang tingkah laku mereka menimbulkan


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gangguan bagi banyak orang.
Meskipun demikian, mereka datang pula ke rumah Ki
Panengah untuk mengetahui, apakah ada perkembangan baru
pada perguruannya yang sudah lama menjadi sepi.
Ketika mereka memasuki halaman rumah Ki Panengah,
mereka sama sekali tidak menunjukkan sikap seorang murid
yang baik yang memasuki perguruannya. Mereka merasa diri
mereka adalah anak-anak para pemimpin di Pajang, para
perwira dan orang-orang yang berpengaruh. Karena itu, maka
sebagian diantara mereka yang datang berkuda, tidak mau
turun dari kudanya ketika kuda itu memasuki halaman rumah
Ki Panengah. Namun keringat mereka segera membasahi pakaian
mereka ketika mereka melihat Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijaya duduk diatas sehelai tikar pandan yang
dibentangkan di pendapa. "Apakah benar Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya
yang duduk di pendapa itu?"
"Ya" jawab seorang kawannya yang juga menjadi sangat
gelisah. Namun agaknya Pengeran Benawa dan Raden Sutawijaya
tidak menghiraukan mereka. Keduanya duduk dengan tertib
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dihadapan Ki Panengah. Dibelakang mereka, Paksipun duduk
dengan kepala tunduk. Dengan jantung yang berdebaran,
anak-anak muda murid perguruan Ki Panengah itupun naik ke
pendapa pula. Merekapun kemudian duduk dengan tertib pula.
Seorang diantara mereka berdiri diregol halaman
memperingatkan kawan-kawan mereka yang baru datang,
agar mereka memasuki regol dengan tertib.
Tetapi dua orang anak muda yang bengal tidak mau turun dari
kuda mereka. Ketika kawan mereka yang berdiri dipintu
mencoba memperingatkan mereka, maka keduanya justru
tertawa keras-keras sehingga tubuhnya terguncang-guncang.
"Untuk apa Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya berada di
rumah kakek tua ini"
"Aku tidak tahu, tetapi mereka ada disini"
"Kau akan mempermainkan aku, he?" bertanya seorang
yang bertubuh tinggi besar.
"Tidak tetapi aku berkata yang sebenarnya"
"Minggir kau, atau tubuhmu akan dikoyak oleh kaki-kaki
kudaku he?" Anak muda yang berdiri diregol itu tidak mencegahnya lagi. Ia
justru berharap agar keduanya tetap saja berkuda sampai
ketangga pendapa. Ketika keduanya memasuki halaman rumah, maka dilihatnya
beberapa orang kawannya telah duduk pula dengan tertib
dipendapa. Tetapi mereka tidak segera melihat Pangeran
Benawa dan Raden Sutawijaya diantara mereka.
Seperti yang diharapkan kawannya yang berdiri diregol, maka
keduanya memang masih tetap berada dipunggung kuda
mereka sampai kuda-kuda mereka mendekati tangga
pendapa. Tetapi wajah mereka menjadi pucat ketika mereka melihat,
Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya memang ada di
pendapa rumah gurunya itu pula. Bahkan Pangeran Benawa
telah bangkit berdiri sambil berkata "Ampun guru. Aku perlu
berbicara dengan kedua anak muda yang tidak tahu adat itu.
Aku masih memaafkan mereka yang datang terdahulu. Tetapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kedua anak muda ini sama sekali tidak mendengarkan
meskipun kawannya yang berdiri diregol itu sudah
memperingatkan mereka. Bukan karena aku dan kakangmas
Sutawijaya ada disini tetapi berkuda di halaman, apalagi
halaman rumah orang tua, adalah satu perbuatan yang tidak
pantas. Bahkan mereka telah menyebut guru dengan sebutan
kakek tua. Aku mendengar dengan jelas pembicaraan mereka
karena aku mempunyai kemampuan untuk mendengarnya"
Kadua orang anak muda itu menjadi gemetar. Pangeran
Benawa benar-benar bangkit berdiri. Melangkah ke tangga
pendapa dan bahkan turun ke halaman.
"Kemarilah" suara Pangeran Bcnawa terasa menghentak isi
dada kedua orang anak muda itu"Bersiaplah. Kita akan
berkelahi" "Ampun Pangeran" kedua orang anak muda itu berjongkok
sambil menyembah "kami mohon ampun"
"Bangkit" Pangeran Bcnawa membentak "kita akan berkelahi"
"Hamba tidak berani Pangeran" jawab keduanya hampir
berbareng. Tetapi Pengeran Benawa telah melangkah mendekat. Menarik
lengan mereka dengan tangan kiri dan kanan. Demikian
kerasnya sehingga kedua orang anak muda itu terangkat.
Dengan keras Pengeran Benawa menghentakkan mereka
sehingga keduanya terbanting jatuh. Anak-anak muda yang
berada di pendapa itu menjadi sangat tegang. Sementara itu
Raden Sutawijaya masih saja duduk di tempatnya tanpa
bergeser sama sekali. Paksipun masih saja duduk ditempatnya. Tetapi ia nampak
menjadi gelisah. Sementara itu Ki Panengah sama sekali tidak
berbuat apa-apa. Ia mengerti maksud Pangeran Benawa.
Sejak semula, suasana perguruan itu memang harus berubah.
"Bangkit. Jika kalian tidak mau bangkit, aku akan membunuh
kalian berdua disini. Tidak ada orang yang dapat
mencegahnya. Tidak ada pula orang yang dapat menyalahkan
aku. Aku sudah memberi waktu kepada kalian untuk
mempersiapkan diri. Apalagi aku hanya seorang diri,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sedangkan kalian berdua"
Kedua orang anak muda itu memang bangkit. Tetapi mereka
hanya berjongkok saja sambil menyembah pula.
"Hamba mohon ampun"
"Tidak" suara Pangeran Benawa lantang "bangkit dan
berkelahi" Keduanya masih telap berjongkok sehingga tiba-tiba saja
tangan Pangeran Benawa menyambar wajah salah seorang
dari mereka sehingga terdengar anak muda itu mengaduh
kesakitan. Tubuhnya terguncang dan jatuh berguling ditanah.
Sementara itu kaki Pangeran Benawa terayun menghantam
kening anak muda yang seorang lagi.
Untuk beberapa saat lamanya keduanya tidak mampu bangkit,
sementara Pangeran Benawa berteriak "Bangkit anak-anak
cengeng" Dengan susah payah keduanyapun bangkit. Di wajah mereka
terdapat noda kebiru-biruan. Seorang diantaranya bibirnya
menjadi pecah dan berdarah. Seorang lagi matanya menjadi
merah seperti bara. "Jika sekali lagi hal seperti ini kalian lakukan, maka aku akan membunuh kalian. Aku dan kakangmas Sutawijaya sejak
sekarang adalah murid dari perguruan ini seperti kalian"
Kedua anak muda itu sama sekali tidak menjawab. Tubuh
mereka yang gemetar, serta ketakutan yang mencekam,
membuat mereka seakan-akan tidak dapat berdiri tegak.
Namun Pengeran Bcnawapun kemudian berkata "Naiklah"
Kedua orang anak muda itupun kemudian telah naik ke
pendapa dan duduk diantara kawan-kawan mereka.
Sikap Pengeran Benawa itu benar-benar membuat kejutan
bagi anak-anak muda yang berguru kepada Ki Panengah.
Mereka tidak lagi dapat bersikap seenaknya. Bukan karena
mereka menjadi semakin hormat kepada Ki Panengah. Tetapi
karena ditempat ini duduk pula Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijaya. Ki Panengah memang belum berbuat api-apa. Ia masih belum
menunjukkan perubahan sikap. Ki Panengah masih saja duduk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diam. Disebelahnya duduk seorang yang dikenal dengan nama
Ki Waskita. Baru sejenak kemudian, Ki Panengah itupun berkata "Selamat
datang diperguruan ini anak-anakku. Aku tahu, untuk
beberapa lama perguruan ini tidak berjalan sebagaimana
seharusnya karena aku pergi meninggalkan kalian untuk kira-
kira setahun. Tetapi aku menunjuk seorang saudaraku untuk
menggantikan aku. Tetapi agaknya saudaraku itu tidak
mendapat sambutan sebagaimana seharusnya"
Anak-anak muda yang duduk di pendapa itupun
mendengarkan dengan jantung yang berdebaran. Jika saja Ki
Panengah menjadi marah dan menghukum mereka. Mereka
tidak dapat berbuat apa-apa karena Pangeran Benawa dan
Raden Sutawijaya ada diantara mereka.
Tetapi Ki Panengah itu kemudian justru berkata "Aku minta
maaf kepada kalian. Sekarang, setalah aku kembali, maka aku
telah diadili oleh orang tua kalian. Aku diwajibkan untuk
mengembalikan citra perguruan ini. Perguruan ini harus pulih
kembali. Bahkan harus menjadi sebuah perguruan yang benar-
benar memiliki bobot yang tinggi. Karena itu, maka akan
dilakukan beberapa pembenahan. Untuk itu maka aku harap
kalian sampaikan kepada ayah kalian, bahwa besok mereka
aku minta datang kemari. Aku akan berbicara dengan mereka"
Beberapa orang anak muda yang duduk di pendapa itu
merasa aneh mendengar perintah gurunya. Orang tua mereka
harus datang. Apa hak Ki Panengah untuk memanggil orang
tua mereka. Ayah mereka adalah para pemimpin, para
Senapati dan orang-orang yang mempunyai pengaruh yang
kuat terhadap pemerintahan di Pajang.
Namun ternyata Ki Panengah itu berkala selanjutnya "Yang
berhalangan datang, aku minta diwakili oleh orang yang dapat
mengambil keputusan bagi kalian"
Pendapa itu menjadi hening. Anak-anak muda itu merasa tidak
senang dengan sikap. Ki Panengah. Tetapi tidak seorangpun
berani mengucapkannya, karena di pendapa itu terdapat
Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bahkan terdengar Pangeran Benawa itu berkata "Akan aku
sampaikan kepada ayahanda, guru"
Sementara itu Raden Sutawijayapun menyahut "Aku harap
bahwa ayahanda Sultan akan dapat datang. Jika tidak, maka
ayah Ki Gede Pemanahanlah yang akan datang esok"
"Terima-kasih" sahut Ki Panengah "mudah-mudahan ayah
anak-anak muda yang lain juga dapat datang esok"
Tidak ada yang menyahut. Semuanya terdiam meskipun
merasa ketegangan di jantung anak-anak muda yang ada di
pendapa itu. Dalam pada itu, Ki Panengah masih memberikan beberapa
penjelasan bagi anak-anak muda itu. Bahwa selanjutnya,
hanya mereka yang bersungguh-sungguh sajalah yang akan
diterima berguru di perguruan Ki Panengah itu. Ketika
kemudian pertemuan itu dibubarkan, maka anak-anak muda
itu masih tidak beranjak dari tempat mereka. Mereka
menunggu Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya
meninggalkan tempat itu. Baru kemudian setelah Pengeran Benawa dan Raden
Sutawijaya minta diri, maka anak-anak muda itupun turun
pula dari pendapa. Tetapi mereka tidak berani langsung
meloncat ke punggung kuda, karena Pangeran Benawa dan
Raden Sutawijayapun menuntun kuda mereka di halaman.
Baru setalah mereka berada di luar regol, mereka naik keatas
punggung kuda mereka. Paksipun kemudian telah meninggalkan pendapa itu pula
bersama beberapa orang kawannya yang berjalan kaki. Paksi
sengaja berjalan kaki, karena ia tidak mau dianggap terlalu
sombong dengan kuda ganjaran yang telah diterimanya dari
Pangeran Benawa. Di jalan pulang, Paksi mendengar beberapa orang kawannya
yang menganggap sikap Ki Panengah itu aneh.
"Kenapa Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya berguru
pula kepada Ki Panengah?" bertanya salah seorang kawannya.
"Entahlah" sahut yang lain "kehadiran mereka membuat
kami merasa kecil" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku tidak tahu, apakah ayahku mau datang esok. Mungkin
ayah justru akan memanggil Ki Panengah"
"Tetapi Pangeran BEnawa dan Raden Sutawijaya tidak
merasa tersinggung atas sikap Ki Panengah itu"
"Biarlah esok ayah datang. Biarlah ayah melihat apa yang
akan terjadi esok. Apakah Ki Gede Pemanahan benar-benar
datang. Apalagi Kangjeng Sultan sendiri"
Paksipun merasa gelisah pula. Seperti kawan-kawannya,
iapun harus menyampaikan kepada ayahnya, bahwa esok
ayahnya diminta datang ke rumah Ki Panengah.
"Bagaimanapun juga sikap ayah, aku harus
menyampaikannya. Mudah-mudahan ayah dapat datang dan
mengetahui wewenang Ki Panengah sekarang ini"
Namun bagaimanapun juga, Paksi menjadi berdebar-debar
ketika ia ingin menyampaikan undangan Ki Panengah itu
kepada ayahnya. Menjelang senja, ketika ayahnya duduk di
pringgitan menghadapi minuman hangat dan beberapa potong
makanan, Paksi telah menemuinya. Dengan dada yang
berdebaran, Paksi duduk dihadapan ayahnya.
"Ada yang ingin aku sampaikan, ayah"
Ayahnya memandang dengan dahi yang berkerut. Dengan
singkat ayahnya bertanya "Apa?"
"Aku ingin menyampaikan pesan Ki Panengah"
"Pesan buatku?"
"Ya, ayah" "Pesan apa?" Paksi menarik nafas panjang. Katanya kemudian "Ki Panengah
minta orang tua murid-muridnya datang ke perguruan"
Tiba-liba saja wajah Ki Tumenggung menegang "Gurumu
memanggil aku?" "Bukan hanya ayah. Tetapi semua orang tua yang
mengirimkan anak-anaknya berguru kepada Ki Panengah. Ki
Panengah merasa bersalah karena meninggalkan perguruan
untuk waktu yang terlalu lama. Ki Panengah berusaha untuk
memenuhi perintah para orang tua, agar Ki Panengah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berusaha memperbaiki dan menertibkan kembali
perguruannya" "Aku yang seharusnya memanggil gurumu. Juga orang-
orang tua muridnyalah yang seharusnya memanggilnya. Jika
perlu ia harus mendatangi kami seeorang demi seorang.
Bukan sepatutnya ia memanggil kami"
"Ayah" suara Paksi menjadi berat "dua orang murid dari


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perguran kami adalah Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijaya. Raden Sutawijaya sudah menyatakan, bahwa Ki
Gede Pemanahan akan datang jika Kangjeng Sultan
berhalangan besok" "Ki Gede Pemanahan" Bahkan Kangjeng Sultan" Apakah
gurumu sudah gila?" "Tetapi begitulah keadaannya, ayah. Ki Gede Pemanahan
besok akan datang" Wajah Ki Tumenggung menjadi sangat tegang. Bahkan
terdengar giginya gemeretak. Ia tidak dapat menerima sikap
Ki Panengah itu. Tetapi bagaimana mungkin Ki Gede
Pemanahan sendiri akan bersedia memenuhi undangan Ki
Panengah. Bahkann Ki Tumenggung itu tidak dapat mengerti
kenapa Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya harus dikirim
ke perguruan itu. Kenapa Kangjeng Sultan tidak
memanggilnya saja di hiri hari tertentu jika Ki Panengah itu
memang diperlukan. Namun bagaimanapun juga. Ki Tumenggung merasa
mendapat semacam tekanan bahwa ia harus hadir esok
memenuhi panggilan Ki Panengah. Satu langkah yang tidak
akan pernah dilakukan sebelumnya.
"Ki Panengah akan sangat menyesal seandainya besok Ki
Gede Pemanahan tidak hadir" geram Ki Tumenggung "kami,
orang tua para muridnya tentu akan mengambil langkah
tertentu untuk membuatnya jera"
Paksipun menjadi berdebar-debar. Iapun tidak yakin, bahwa Ki
Gede Pemanahan akan hadir, namun jika saja Pangeran
Benawa dan Raden Sutawijaya besok datang ke rumah Ki
Panengah, tentu tidak seorangpun yang akan berani berbuat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sesuatu. Sore itu, Paksi telah pergi ke kesatrian untuk menghadap
Pangeran Benawa. Ia telah menceriterakan sikap ayahnya
ketika ia menyampaikan undangan dari Ki Panengah.
"Hamba kira, banyak orang tua yang bersikap seperti ayah
hamba itu" Pangeran Benawa mengangguk-angguk. Namun katanya
"Kakangmas Sutawijaya sudah berbicara dengan paman
Pemanahan. Paman Pemanahan akan benar-benar datang
esok" "Sukurlah" Paksi mengangguk-angguk. Namun iapun
kemudian bertanya "Apakah Pangeran dan Raden Sutawijaya
akan hadir?" "Ya. aku besok akan datang"
"Jika ayah hamba tidak berkeberatan, besok hamba juga akan
datang, Pangeran" "Kenapa ayahmu berkeberatan?"
"Kadang-kadang hamba tidak dapat menebak, apa yang
sebenarnya ayah kehendaki"
Pangeran Benawa mengangguk kecil. Katanya "Baiklah. Tetapi
usahakan untuk datang"
Paksipun kemudian mohon diri dari kasatrian. Meskipun
Pangeran Benawa sudah dapat meyakinkannya, bahwa Ki
Gede pemanahan akan datang besok, namun Paksi masih saja
merasa gelisah. Karena itu, maka di malam harinya, Paksi
tidak segera dapat tidur. Baru setelah lewat tengah malam.
Paksipun terlelap. Dihari berikutnya, sebelum Paksi mohon kepada ayahnya
uniuk ikut pergi ke rumah Ki Panengah, justru ayahnyalah
yang memerintahkannya bersiap"Kita pergi ke rumah Ki
Panengah. Kau akan dapat melihat, apakah Ki Gede
Pemanahan akan dalang atau tidak. Ki Gede Pemanahan
bukan seorang tua yang kerjanya hanya men-dengarkan suara
perkutut. Tetapi Ki Gede mempunyai banyak kesibukan"
Paksi tidak menjawab. Tetapi ia memang menjadi berdebar-
debar. Apalagi ketika ayahnya berkata "Aku bahkan menduga,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bahwa kaulah yang membual seolah-olah Ki Gede akan datang
untuk memaksaku datang di rumah Ki Panengah"
Paksi hanya dapat menundukkan kepalanya. Tetapi jika Ki
Gede Pemanahan tidak datang, maka ayahnya tentu akan
menjadi sangat marah kepadanya.
Meskipun demikian, jika Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijaya dapat datang ke rumah Ki Panengah, maka seluruh
tanggung-jawab atas tidak kehadiran Ki Gede Pemanahan
tidak akan dapat dibebankan kepadanya oleh ayahnya.
"Aku sudah mengorbankan waktuku. Aku tentu akan sangat
terlambat datang ke tempat tugasku karena aku menunaikan
permintaanmu untuk datang ke rumah gurumu" berkata Ki
Tumenggung. "Terima-kasih ayah" jawab Paksi.
"Tetapi aku tidak mau keterlambatanku di tempat tugasku Itu
hanya karena bualanmu"
Beberapa saat kemudian, maka Ki Tumenggung itu telah siap
untuk berangkat. Seorang pembantunya telah menyiapkan
kudanya di halaman. "Kenapa kau masih belum bersiap?" bertanya Ki Tumenggung.
"Aku sudah siap, ayah" jawab Paksi.
"Aku akan pergi berkuda" berkata ayahnya pula.
"Maksud ayah, aku juga harus berkuda?"
"Apakah kau akan berlari dibelakang kudaku?"
Paksipun dengan tergesa-gesa telah menyiapkan kudanya
pula. Sebenarnyalah Paksi merasa agak segan, karena
kudanya akan nampak lebih baik dari kuda ayahnya. Tetapi
Paksi tidak dapat berbuat lain, karena ia memang hanya
mempunyai seekor kuda saja. Sejenak kemudian, Paksipun
telah minta diri kepada ibunya dan kedua adiknya yang berdiri
di tangga pendapa. Demikianlah, Paksi dan ayahnya segera turun ke jalan. Ki
Tumenggung berkuda didepan, sedangkan Paksi mengikutinya
dibelakang. Semakin dekat dengan regol halaman rumah Ki
Panengah, Paksi menjadi semakin berdebar-debar. Jika saja Ki
Gede Pemanahan tidak datang. Apalagi jika Pangeran Benawa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan Raden Sutawijaya juga tidak datang.
Namun akhirnya keduanyapun sudah berhenti didepan regol
halaman rumah Ki Panengah. Ternyata di halaman beberapa
ekor kuda sudah terikat di patok-patok yang tersedia serta di
pepohonan yang tumbuh di halaman.
Paksipun segera meloncat turun dari kudanya, sementara Ki
Tumenggung masih duduk di punggung kudanya itu. Paksi
menjadi tegang ketika ayahnya akan memasuki halaman
tanpa turun dari punggung kudanya. Ia tidak berani menegur
ayahnya, tetapi iapun tidak ingin ayahnya ditegur oleh orang
lain. Bahkan mungkin oleh Pangeran Benawa atau Raden
Sutawijaya. Namun akhirnya Paksi itupun berdesis "Mudah-mudahan Ki
Gede Pemanahan sudah hadir, ayah"
Ki Tumenggung mengerutkan dahinya. Ia melihat beberapa
ekor kuda yang besar dan tegar seperti kuda yang dipakai
oleh Paksi. Karena iiu, maka Ki Tumenggungpun menduga,
bahwa di pendapa itu sudah hadir orang-orang yang
sepatutnya dihormati. "Tetapi apakah Ki Gede Pemanahan juga benar-benar hadir,
bahkan telah hadir di pendapa?" bertanya Ki Tumenggung di
dalam hatinya. Ketika Ki Tumenggung dan Paksi menuntun kudanya
memasuki halaman, maka dua orang telah menyambut
mereka dan mempersilahkan mereka naik ke pendapa.
Salah seorang dari merekapun kemudian berdesis "Ki Gede
Pemanahan telah hadir pula di pendapa"
"Ki Gede Pemanahan?" Ki Tumenggung tersentak.
"Ya. Ki Gede sudah datang bersama Pangeran Benawa dan
Raden Sutawijaya. Menurut Ki Gede Pemanahan, Kangjeng
Sultan tidak dapat datang karena kesibukannya. Karena itu,
maka Ki Gede sekaligus mewakili Kangjeng Sultan"
Ki Tumenggung menjadi berdebar-debar. Ternyata pertemuan
itu merupakan pertemuan yang sungguh-sungguh. Bukan
sekedar pertemuan sebagaimana pernah dilakukan
sebelumnya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sejenak kemudian, maka Ki Tumenggungpun telah duduk di
pendapa. Disampingnya, Paksi duduk sambil menunduk.
Ketika Ki Tumenggung sempat melihat disekelilingnya, maka
dilihatnya beberapa orang pejabat istana, para Senopati dan
para pemimpin duduk tepekur. Rasa-rasanya pendapa itu
menjadi beku sebagaimana mereka berada di paseban.
Sementara itu, di depan mereka yang hadir, Ki Gede duduk
disebelah Ki Panengah. Disebelahnya lagi duduk Ki Waskita.
Sedangkan Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya duduk
berbaur dengan beberapa orang anak muda yang ikut
bersama ayah mereka datang memenuhi undangan Ki
Panengah. Ketika kemudian Ki Gede berbincang dengan Ki Panengah,
barulah kemudian beberapa orang yang hadir di pendapa itu
sempat berbicara pula yang satu dengan yang lain, meskipun
dengan berbisik-bisik. Seorang Rangga yang duduk disebelah ayah Paksi itupun
berdesis "Ki Tumenggung, apakah sebenarnya yang akan
dilalukan oleh Ki Panengah sehingga ia berani mengundang Ki
Gede Pemanahan. Bahkan Kangjeng Sultan?"
"Entahlah. Aku tidak tahu. Tetapi ternyata bahwa Ki Gede
Pemanahan juga bersedia datang"
Seorang Tumenggung yang duduk didepan ayah Paksi sempat
berpaling dan berdesis "Raden Sutawijaya ternyata juga
dikirim untuk berguru di perguruan ini, sehingga Ki Gede
sebagai orang tua Raden Sutawijaya merasa wajib pula
memenuhi undangan Ki Panengah"
Ayah Paksi itu mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak bertanya-
tanya lagi. Ternyata sejenak kemudian, pertemuan itupun
dimulai. Ki Panengahlah yang membuka pertemuan itu dengan
kata kata pengantarnya. Kemudian Ki Panengah itupun
menjelaskan maksudnya mengundang orang tua para murid
yang dikirim berguru kepadanya.
"Ki Gede Pemanahan, para pejabat di istana, para perwira
prajurit dan para pemimpin pemerintahan serta Ki Sanak
semuanya yang telah mempercayakan anak anaknya berguru
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di perguruan ini, perkenankanlah aku dengan sangat bersukur
menyatakan, bahwa aku telah menerima surat kekancingan
yang baru dari Kangjeng Sultan tentang keberadaan
perguruan ini serta wewenang yang dilimpahkan kepadaku"
Para pemimpin yang hadir di pendapa itupun menjadi
berdebar-debar. Selama ini merekalah yang menentukan
kebijaksanaan serta tugas dan wewenang Ki Panengah.
Namun tiba-tiba Ki Panengah menyebut Surat Kekancingan
dari Kangjeng Sultan di Pajang.
Meskipun sebelumnya perguruan Ki Panengah itu juga
ditetapkan dengan Surat Kekancingan dari Kangjeng Sultan,
tetapi wewenang Ki Panengah sangat terbatas. Segala
sesuatunya terserah kepada para pemimpin di Pajang yang
mengirimkan anak:anak mereka berguru kepadanya. Karena
itu, maka para pemimpin yang hadir di pendapa itu
mendengarkan dengan sungguh-sungguh ketika kekancingan
itu dibacakan. Bahkan Ki Panengah mohon kepada Ki Gede
Pemanahan untuk membacakan Surat Kekancingan itu.
"Aku mohon, Ki Gede" berkata Ki Panengah sambil
mengangguk hormat. Ki Gede Pemanahan tersenyum. Namun diterimanya Surat
Kekancingan itu dari tangan Ki Panengah sambil berkata
"Baiklah Ki Panengah. Biarlah aku membaca Surat
Kekancingan ini" Ki Gedepun bekisar sejengkal. Namun sebelum membaca
Surat Kekancingan itu, Ki Gede itupun berkata "Tetapi
sebelumnya aku ingin menyampaikan penyesalan Kangjeng
Sultan, bahwa Kangjeng Sultan tidak dapat hadir sekarang ini.
Sebenarnya Kangjeng Sultan juga ingin menetapi
kewajibannya sebagai seorang ayah yang mengirimkan
anaknya ke perguruan ini. Tetapi karena kesibukan yang tidak
dapat ditinggalkan, maka Kangjeng Sultan terpaksa tidak
dapat hadir" Para pemimpin yang hadir di pendapa rumah Ki Panengah itu
menjadi berdebar-debar. Agaknya Ki Panengah tidak main-
main dengan rencananya yang agaknya langsung diajukannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepada Kangjeng Sultan dan bahkan telah mendapat
persetujuannya. Sejenak kemudian, maka Ki Gede Pemanahanpun telah
membacakan Surat Kekancingan tentang perguruan yang
dipimpin oleh Ki Panengah itu. Hak, wewenang dan
kewajibannya. Di Surat Kekancingan itu juga disebutkan,
bahwa Ki Panengah mendapat hak untuk membuka hutan
Jabung untuk membangun padepokannya serta tanah
pendukungnya yang cukup luas.
Demikian Ki Gede Pemanahan selesai membacakan Surat
Kekancingan itu, maka keteganganpun mencengkam jantung
tiap orang yang hadir dalam pertemuan itu. Dalam Surat
Kekancingan itu disebutkan bahwa Ki Panengah mendapat hak
dan wewenang sepenuhnya untuk mengatur perguruannya
tanpa dapat dicampuri orang lain. Sedangkan pengawasan
atas perguruan itu langsung berada di tangan Ki Gede
Pemanahan. "Mungkin ada beberapa perubahan hak dan wewenang bagi Ki
Panengah atas perguruannya. Tetapi Surat Kekancingan ini
adalah wajar sekali. Seperti yang disebut dalam Surat
Kekancingan itu, bahwa Ki Panengah akan mendengarkan dan
mempertimbangkan setiap pendapat dan saran yang baik dan
bermanfaat yang diberikan oleh semua pihak bagi kebaikan
dan kemajuan perguruan ini. Tetapi kebijaksanaan terakhir
ada pada Ki Panengah" berkata Ki Gede Pemanahan
selanjutnya. Ki Panengahpun kemudian mengucapkan terima kasih atas
kesediaan Ki Gede. Ki Panengah sendiri kemudian
menyehatkan beberapa syarat bagi mereka yang akan
meneruskan berguru kepadanya.
"Kita akan bekerja keras. Kita akan membuka hutan dan tidak
lagi menggantungkan hidup perguruan kita kepada orang lain.
Setiap orang yang berguru kepadaku, akan tinggal di
padepokan dan terikat pada ketentuan dan paugeran yang
sangat mengikat. Karena itu, aku mohon kepada mereka yang


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akan mengirimkan putera-puteranya ke perguruanku, untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mempertimbangkannya dengan sungguh-sungguh. Kangjeng
Sultan menghendaki agar perguruanku menjadi seperti
kebanyakan perguruan yang lain. Yang mengirimkan putera-
puteranya untuk berguru, dengan sungguh-sungguh ingin
putera-puteranya memiliki kemampuan. Bukan sekedar
pernyataan bahwa pernah berguru disebuah perguruan yang
diakui kehadirannya oleh Kangjeng Sultan tetapi tidak mampu
mandiri" Pernyataan Ki Panengah itu memang menimbulkan berbagai
tanggapan dihati beberapa orang yang ada di pendapa
rumahnya. Sebagian dari mereka menjadi kecewa, tetapi
sebagian justru menjadi mantap. Mereka berharap bahwa
anak-anak mereka benar-benar akan menjadi orang-orang
yang berilmu. Bukan sekedar hilir mudik, bergerombol
disimpang-simpang empat, bahkan menganggu orang-orang
lewat, karena mereka merasa memiliki kemampuan yang
tinggi karena mereka sudah berguru, selain sandaran yang
kokoh karena orang tua mereka adalah pemimpin.
Dibagian terakhir dari pertemuan itu adalah beberapa pesan
singkat yang disampaikan oleh Ki Gede Pemanahan.
Ki Panengahpun memberikan kesempatan kepada yang hadir
untuk menyatakan pendapat mereka. Namun tidak
seorangpun yang mempergunakan kesempatan itu untuk
berbicara. "Baiklah" berkata Ki Panengah "aku akan segera memulai
membuka hutan Jabung. Karena itu, maka dalam dua pekan
ini aku harus sudah mendapat kepastian, siapakah yang akan
tetap berguru di perguruan ini seijin orang tua mereka
masing-masing. Tetapi seperti yang sudah aku katakan,
mereka yang berguru kepadaku akan tinggal dipadepokan
dengan ketentuan dan paugeran yang sangat mengikat"
Demikainlah, maka sejenak kemudian, pertemuan itupun
sudah ditutup. Ki Gede Pemanahanpun kemudian telah minta
diri. Selanjutnya para tamu yang lainpun berurutan
meninggalkan rumah Ki Panengah.
Seorang Senapati berkata kepada kawannya diperjalanan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pulang "Buat apa aku mengirimkan anakku. Aku seorang
Senapati yang mumpuni dalam olah kanuragaan. Biarlah aku
ajari sendiri anakku itu. Aku yakin, bahwa hasilnya akan jauh
lebih baik daripada ia harus berguru kepada Panengah.
Panengah tentu akan memanfaatkan kesempatan ini untuk
kepentingannya sendiri. Ia akan memaksa para cantrik untuk
bekerja keras seperti budak-budak belian dengan senjata hak
dan wewenang yang dilimpahkan kepadanya. Tetapi hasilnya
tentu sebagian hesar bagi keuntungan dirinya sendiri"
Kawannya mengangguk-angguk. Katanya "Bagaimana
mungkin Ki Panengah dapat membujuk Kangjeng Sultan untuk
membuat Surat Kekancingan seperti itu. Bagaimana pula ia
dapat membujuk Ki Gede Pemanahan untuk hadir di
rumahnya, sehingga dapat diperalatnya untuk
kepentingannya" "Itulah kelebihan Panengah. Bukan dalam olah kanuragaan,
tetapi kemampuannya membujuk orang yang paling berkuasa
di Pajang" Namun beberapa orang yang lain justru menanggapi
perubahan tatanan dalam perguruan Ki Panengah itu dengan
harapan. Jika perguruan itu menjadi lebih baik, maka
anaknyapun akan mendapat tuntunan berbagai macam ilmu
dengan lebih baik pula. "Aku akan melihat perkembangannya, berkata seorang
Tumenggung kepada kawannya "mudah-mudahan menjadi
semakin baik. Jika justru menjadi semakin buruk, aku akan
memanggil anakku keluar dari perguruan ini"
"Aku justru berpengharapan" sahut seorang Rangga "mudah-
mudahan perguruan Ki Panengah akan menjadi perguruan
yang diperhitungkan. Hasilnyapun akan memuaskan pula"
Demikainlah, Ki Panengah memberikan waktu dua pekan
untuk membuat kepastian, siapakah yang akan tetap menjadi
muridnya. Yang akan bersama-sama membangun sebuah
padepokan dengan mempersiapkan lingkungan
pendukungnya. Dalam pada itu, Ki Tumenggung Sarpa Biwada menjadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bimbang. Apakah ia akan menyerahkan Paksi ke perguruan itu
atau tidak. Tetapi jika Paksi diserahkan kepada perguruan itu, maka tanpa diusirnya, Paksi sudah tidak akan berada
dirumahnya lagi. "Tetapi itu tidak menyelesaikan persoalan" berkata Ki
Tumenggung didalam hatinya "pada suatu saat ia tentu akan
pulang. Segala-galanya akan menjadi kacau"
Ketika Ki Sarpa Biwada itu meninggalkan rumah Ki Panengah,
iapun telah memerintahkan Paksi langsung pulang. Ki
Tumenggung sendiri akan pergi ke tempat tugasnya.
"Apakah kau akan tetap berguru kepada Ki Panengah atau
tidak, akan aku pikirkan lagi" berkata Ki Tumenggung kepada
Paksi ketika mereka berpisah.
Paksi tidak menjawab. Ia berharap bahwa ayahnya akan
menyerahkannya kepada Ki Panengah untuk memasuki
padepokan yang akan dibangunnya.
"Aku tidak pernah membantah perintah ayah" berkata Paksi
didalam hatinya "tetapi jika ayah tidak menyerahkan aku
kembali ke perguruan, maka untuk pertama kalinya aku
menolak sikap ayah" Ketika Paksi itu kemudian sampai dirumah, maka ibunyapun
segera bertanya "Dimana ayahmu?"
"Ayah langsung pergi ketempat tugasnya, ibu" jawab Paksi.
Ibunya mengangguk-angguk. Tetapi iapun bertanya pula
"Apakah Ki Gede Pemanahan benar-benar datang ke rumah Ki
Panengah?" "Ya, ibu. Ki Gede benar-benar datang bersama Pangeran
Benawa dan Raden Sutawijaya"
"Lalu, apa saja yang dibicarakan dalam pertemuan itu?"
Paksipun kemudian menceriterakan rencana pembangunan
kembali perguruan yang sudah hampir kehilangan wibawanya
itu. "Bagaimana dengan kau" Apakah kau akan kembali ke
perguruan itu?" "Maksudku demikian, ibu. Tetapi aku masih menunggu
keputusan ayah" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ibunya mengangguk-angguk. Tetapi seperti kata Paksi, ibunya
tidak dapat membayangkan, keputusan apa yang akan diambil
oleh Ki Tumenggung. Namun disiang hari, ketika Ki
Tumenggung pulang, maka iapun langsung mencari Paksi.
Dipanggilnya Paksi untuk duduk diserambi samping.
"Aku perlu berbicara dengan kau, Paksi" berkata ayahnya.
Paksi menjadi berdebar-debar. Dengan kepala tunduk ia
duduk disebelah ayahnya, disebuah lincak yang panjang.
Lincak yang dibuat dari pring tutul yang manis.
"Paksi" berkata ayahnya "aku sudah mengambil keputlusan.
Kau dapat melanjutkan berguru kepada Ki Panengah"
Paksi mengangkat wajahnya yang menjadi cerah. Dengan
nada dalam Paksipun menyahut "Terima kasih ayah"
Aku berharap kau akan mendapat manfaat yang besar dari
perguruan yang akan mempunyai tatanan yang baru itu. Aku
berharap bahwa kau akan dapat menjadi seorang yang
berguna" "Terima-kasih ayah. Aku akan berusaha sebaik-baiknya
untuk memenuhi keinginan ayah"
"Kau harus bersungguh-sungguh, Paksi. Kau harus
menyadap ilmu dari perguruan itu sampai tuntas"
Paksi merasa gembira sekali akan keputusan ayahnya.
Iapun merasakan sikap ayahnya yang berbeda. Agaknya
ayahnyapun menjadi sangat mantap dan bersungguh-
sungguh. Bahkan ayahnya itu menepuk bahunya dan berkata
dengan lembut "Kau adalah harapan keluarga di masa depan,
Paksi" "Ayah" suara Paksi menjadi sendat "aku akan berusaha
untuk dapat memenuhi harapan ayah dan keluarga ini.
Mudah-mudahan Yang Maha Penyayang memberikan jalan
kepadaku" "Mohonlah. Maka kau akan mendapatkannya"
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Ia merasa mendapat
suatu anugerah yang besar, bahwa justru ayahnya telah
menyatakan persetujuannya sebelum Paksi memohonnya.
Bahkan sikap ayahnyapun demikain baik kepadanya, sehingga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rasa-rasanya ayahnya belum pernah bersikap demikian lembut
sebelumnya. "Nah, pergilah kepada gurumu. Katakan, bahwa atas ijinku,
kau akan tetap berguru kepada Ki Panengah"
"Terima-kasih ayah. Aku akan pergi ke rumah guru"
"Pergilah" Paksipun kemudian segera bangkit. Demikian ia masuk
keluang dalam, ibunyapun bertanya "Apa yang dikatakan
ayahmu, Paksi" "Ayah mengijinkan aku melanjutkan berguru kepada Ki
Panengah, ibu" lbunya menarik nafas panjang. Ia sudah mendengar dari
Paksi, bahwa tatanan perguruannya akan berubah. Jika Paksi
melanjutkan berguru kepada Ki Panengah, maka ia harus
tinggal di padepokan. "Jadi kau akan pergi lagi, Paksi"
"Bukankah hanya deseberang pintu gerbang kota itu, ibu.
Padepokan itu akan didirikan di hutan Jabung. Hanya
beberapa ribu tonggak saja. Setiap saat aku kehendaki, aku
dapat pulang sepanjang tidak melanggar paugeran perguruan
itu" Ibunya mengangguk. Katanya "Mudah-mudahan kau mampu
menguasai ilmu yang diturunkan oleh gurumu"
"Doakan ibu" Ibunya mengangguk. Namun sebelum ia mengatakan sesuatu,
adik laki-laki Paksipun mendekat sambil berkata "Ibu. Aku juga akan mohon ijin kepada ayah untuk ikut berguru kepada Ki
Panengah seperti kakang Paksi"
Ibunya memandang anaknya itu sambil tersenyum. Katanya
"Kau harus minta ijin kepada ayahmu"
Adik laki-laki Paksi itu mengangguk. Tiba-tiba saja ia bertari mencari ayahnya.
Tetapi ketika hal itu diutarakan kepada ayahnya, maka
ayahnya itupun berkata "Jangan sekarang"
"Kenapa ayah. Mumpung segala-galanya baru dimulai dari
permulaan" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku akan melihat lebih dahulu, apakah perguruan itu akan
bertambah menjadi semakin baik atau justru sebaliknya.
Karena itu, biarlah kakakmu yang memang sudah berguru
sebelumnya kepada Ki Panengah untuk melanjutkannya. Jika
ternyata perguruan itu menjadi semakin baik, maka kau akan
aku kirim pula ke perguruan itu. Kita akan menunggu
perkembangannya pada tahun pertama dan kedua dari
perguruan itu" "Begitu lama aku harus menunggu"
"Jika kita segera meyakini bahwa perguruan itu akan menjadi
baik, maka kau akan segera masuk pula kedalamnya"
Adik Paksi itu memang menjadi keeewa. Ia ingin pergi
bersama kakaknya. Tetapi iapun dapat mengerti sikap
ayahnya yang berhati-hati. Karena itu, ia tidak berusaha
memaksakan kehendaknya meskipun benar-benar merasa
kecewa. Menjelang senja Paksi pergi ke rumah gurunya. Ia ingin
segera menyampaikan kepada gurunya, bahwa dengan
senang hati ayahnya mengijinkannya untuk berguru terus.
Meskipun Paksi sudah memutuskan, seandainya ayahnya
melarangnya, ia akan tetap melangkah terus, namun ia
merasa sangat gembira, bahwa ayannya justru sangat
mendukungnya. Ketika hal itu disampaikan kepada gurunya, maka gurunyapun
mengangguk-angguk sambil tersenyum. Katanya "Bukankah
tidak ada masalah lagi, Paksi?"
"Ya, guru" "Sukurlah" sahut Ki Waskita yang kebetulan berada di
rumah Ki Panengah. "Bahkan ayah mengatakan kepadaku, bahwa aku harus
bersungguh-sungguh, karena aku adalah harapan keluargaku
dimasa depan" "Ayahmu benar, Paksi. Mungkin penjelasan Ki Panengah
setia sesorah Ki Gede Pemanahan lelah membuka hati ayahmu
sehingga dengan serta merta ayahmu menginginkan kau tetap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berguru pada perguruan yang diharapkan menjadi semakin
baik ini" "Tidak dengan serta-merta, Ki Mana" jawab Paksi "ketika
kami pulang tadi dari rumah ini, ayah masih nampak ragu
Tetapi demikian ayah pulang dari tempat tugasnya, maka
sikap ayah sudah berubah. Ayah dengan pasti dan bahkan
dengan penuh harapan, mengatakan bahwa aku diijinkan
untuk berguru di perguruan ini untuk selanjutnya dengan
segala macam ketentuan dan paugeran yang berlaku"
Ki Marta Brewok mengerutkan dahinya, sementara itu Ki
Panengah mengangguk-angguk kecil. Dengan nada berat, Ki
Panengahpun berkata "Baiklah Paksi. Kamipun berpendapat
bahwa kau harus tetap berada di perguruan ini. Apalagi kini
Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya juga berguru di
perguruan ini, meskipun aku yakin bahwa ilmu mereka lebih
tinggi dari ilmuku. Tetapi keduanya berniat untuk mengangkat
derajad perguruan ini. Jika pada suatu saat perguruan ini
sudah berjalan dengan baik, keduanya akan dengan puas
mengundurkan diri, meskipun kita berharap bahwa keduanya
masih akan tetap memelihara keterikatan dengan perguruan
kita" Paksi berada dirumah gurunya untuk beberapa lama. Ketika
malam menjadi semakin malam, maka Paksipun telah minta
diri. Disepanjang jalan, Paksi sempat menilai sikap gurunya
dan Ki Marta Brcwok yang juga disebut Ki Waskita itu. Ketika
ia menceriterakan sikap ayahnya, nampak keduanya
memperhatikan dengan sungguh-sungguh.
"Tetapi aku tidak tahu, apakah tanggapan mereka sebenarnya
terhadap sikap ayah"
Namun Paksipun kemudian telah menilai sikap ayahnya pula.


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Seperti yang dikatakannya kepada gurunya, sikap ayahnya
seakan-akan berubah dengan tiba-tiba"Mungkin ayah sempal
berbicara dengan kawan-kawan ayah di tempat tugasnya"
berkata Paksi didalam hatinya.
Dalam pada itu, ketika batas waktu yang ditentukan oleh Ki
Panengah itu sudah habis, maka Ki Panengah telah memanggil
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
anak-anak muda yang menyatakan dirinya untuk terus
berguru diperguruan itu bersama orang tua mereka. Memang
tidak terlalu banyak. Tidak lebih dari lima belas orang anak
muda. Tetapi nampak pada wajah mereka, kesungguhan pada
anak-anak muda itu untuk berguru. Demikian pula pada orang
tua mereka. Mereka nampaknya menyerahkan anak-anak
mereka dengan penuh kepercayaan. Diantara orang tua yang
hadir mengantar anaknya adalah Ki Gede Pemanahan.
"Kita akan segera memulai" berkala Ki Panengah.
Sebenarnyalah Ki Panengah telah memutuskan, bahwa anak-
anak muda yang telah mantap untuk berguru kepadanya itu,
untuk datang dihari berikutnya. Katanya "Sejak besok, kalian
tidak akan pulang lagi. Kalian akan berada di padepokan yang
untuk sementara akan berada di rumah ini. Sementara itu, kita
akan mulai membuka hutan Jabung. Membangun sebuah
padepokan dan kemudian menempatinya. Kita tidak perlu
tergesa-gesa, karena untuk sementara kita sudah mempunyai
tempat meskipun kurang memenuhi syarat"
Dalam pertemuan itu, Ki Gede Pemanahan telah menawarkan
bantuan bagi Ki Panengah. Dengan sungguh-sungguh Ki Gede
berkata "Ki Panengah. Jika Ki Panengah memerlukan bantuan
untuk membuka hutan, maka aku akan dapat mengerahkan
beberapa kelompok prajurit. Dengan bantuan mereka, rencana
Ki Panengah untuk membangun sebuah padepokan dengan
tanah pendukungnya dengan membuka hutan Jabung akan
dapat dengan segera terwujud"
"Terima-kasih Ki Gede. Kami akan sangat berterima-kasih atas
bantuan yang Ki Gede tawarkan kepada kami. Tetapi, untuk
sementara, biarlah anak-anak kami yang melakukannya.
Mereka sebaiknya merasakan betapa mereka harus bekerja
keras untuk menyongsong masa depan yang lebih baik.
Merekapun harus menempa diri, wadag dan jiwanya. Tetapi
pada suatu saat, mungkin sekali kami memang memerlukan
bantuan itu" Ki Gede Pemanahan tersenyum. Katanya "Aku setuju dengan
sikap Ki Panengah. Anak-anak itu harus diperkenalkan dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kerja. Mereka tidak seharusnya begitu saja memasuki sebuah
bangunan yang sudah siap mereka tempati. Tetapi mereka
akan ikut merasakan, betapa mereka harus bekerja keras
untuk mewujudkannya. Dengan demikian mereka akan
merasa ikut memiliki dan akan memelihara bangunan ilu. Ujud
dan roh dari bangunan itu"
"Terima-kasih atas pengertian Ki Gede Pemanahan"
"Tetapi jika pada suatu saat Ki Panengah memerlukannya,
aku akan menyediakannya. Mungkin ada sesuatu yang tidak
teratasi oleh anak-anak serta persoalan-persoalan yang tidak
terpecahkan, aku akan Berusaha membantunya"
"Pada saatnya aku akan menghadap, Ki Pemanahan. Sekali
lagi aku mengucapkan terima-kasih"
Pertemuan itu memang tidak berlangsung terlalu lama. Ki
Gede Pemanahanpun kemudian minta diri pula.
"Besok Pangeran Benawa dan Sutawijaya akan datang untuk
tinggal di padepokan ini"
Demikianlah Ki Gede Pemanahan meninggalkan padepokan
itu, maka yang lainpun telah minta diri pula. Ki Tumenggung
Sarwa Biwada juga minta diri. Tetapi ketika Paksi minta ijin
untuk tinggal sebentar di rumah gurunya, Ki Tumenggung
tidak berkeberatan. "Aku akan langsung ketempat tugasku. Sebaiknya kau harus
segera pulang mempersiapkan segala sesuatunya yang akan
kau bawa esok" "Baik, ayah" jawab Paksi.
Sepeninggal ayahnya, maka Paksipun telah ikut membantu
gurunya, Ki Waskita dan beberapa orang pembantu dirumah
itu untuk mempersiapkan segala-galanya. Ruangan-ruangan
untuk tidur. Untuk makan, untuk mendengarkan uraian-uraian
serta sesorah serta menyiapkan sanggar tertutup dan terbuka.
Lewat tengah hari, maka Paksipun telah minta diri pula
"Pulanglah" berkata gurunya "bukankah ayahmu tadi berpesan
agar kau segera pulang. Biarlah persiapan ini tidak di
selesaikan sampai tuntas. Anak-anak besok harus ikut
mengatur pula, ruangan-ruangan yang akan mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pergunakan sendiri" Ketika Paksi sampai dirumah, ayahnya memang belum pulang.
Ibunyalah yang menyambutnya dipintu pringgilan. Karena itu,
ketika Paksi melangkah menuju ke seketeng, iapun segera
berbelok naik ke pendapa dan mendapatkan ibunya yang
agaknya memang telah menunggunya.
"Apakah ayahmu langsung pergi ketempat tugasnya, Paksi?"
bertanya ibunya demikian Paksi naik ke pendapa.
"Ya, ibu" "Dan kau?" "Aku tinggal untuk beberapa lama di rumah guru"
"Persoalan apa yang dibicarakan dalam pertemuan itu?"
"Besok aku mulai masuk ke padepokan. Tatanan perguran
Ki Panengah sekarang berbeda dengan tatanan sebelumnya.
Setiap murid dari perguruan Ki Panengah harus tinggal di
padepokan" "Sejak kapan kau akan tinggal di padepokan itu, Paksi?"
"Sejak besok, ibu"
"Besok" Begitu tiba-tiba?"
"Sebenarnya juga tidak begitu tiba-tiba, ibu. Bukankah guru
lelah memberitahukan sejak dua pekan lalu?"
"Tetapi aku tidak mengira bahwa pelaksanaannya begitu
cepat. Sementara itu, aku belum memopersiapkan apa-apa
bagimu" "Apa yang harus dipersiapkan" Satu dua lembar pakaian
sudah cukup, ibu. Bukankah aku mempunyai lebih dari itu?"
Ibunya menarik nafas dalam-dalam. Paksi yang pemah
mengembara sampai lebih dari setahun, tentu mempunyai
pengalaman yang cukup. Tinggal di sebuah padepokan
dimanapun tempatnya adalah jauh lebih baik dari sebuah
pengembaraan. Meskipun demikian ibunya itupun berkata "Siapkanlah.
Pakaianmu yang manakah yang akan kau bawa. Mungkin kau
memerlukan bekal yang lain"
"Aku hanya akan membawa sepengadeg pakaian saja, ibu"
"Akan kau bawa uangmu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak, ibu. Aku tidak akan dapat mempergunakannya Karena
itu, sebaiknya ibu saja yang mempergunakannya jika ibu
memerlukannya" Ibunya tersenyum. Katanya "Semua kebutuhanku sudah
tercukupi, Paksi. Ibu juga sedikit-sedikit mempunyai tabungan
selain perhiasan" "Mungkin adik-adikku memerlukannya, ibu" Ibunya masih
tersenyum. Tetapi Paksi menjadi heran bahwa mata ibunya
menjadi basah. "Ibu?" desis Paksi.
Ibunya mengusap matanya. Katanya "Aku terlalu berharap
padamu, Paksi" "Apa yang ibu harapkan?"
"Hari depanmu yang baik"
"Menurut ayah, aku harus memohon ibu, maka aku akan
mendapatkannya" "Ya, anakku. Memohon dalam doa sambil berusaha sekuat
tenaga. Dengan mempergunakan nalar budi yang telah
dikurniakan kepadamu dengan dukungan ujud kewadaganmu"
Paksi mengangguk sambil berdesis "Ya, ibu"
Ibunya masih mengusap matanya yang basah. Namun
kemudian ibunya itupun berkata "Marilah anakku. Bersiap-
siaplah" Didalam biliknya Paksi masih sempat merenungi sikap
ayahnya, ibunya, gurunya dan Ki Waskita. Paksi itupun
kemudian menarik nafas panjang. Memang mungkin ayahnya
justru menjadi gembira bahwa ia akan dapat menjadi
sandaran keluarga dimasa datang. Tetapi mungkin ayahnya
menjadi gembira justru karena ia akan pergi dari rumah itu.
Tetapi Paksipun kemudian menarik nafas panjang. Gumamnya
"Apapun alasannya, tetapi ayah tidak mmenghalangi aku
berguru kepada Ki Panengah"
Menjelang sore hari, ayah Paksi itu pulang dari tempat
tugasnya. Adalah tidak terbiasa ia begitu memperhatikan
Paksi. Demikian ayahnya pulang, maka ia langsung mencari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi untuk menanyakan, apakah persiapan Paksi sudah
lengkap. "Sudah ayah" jawab Paksi.
"Apa saja yang akan kau bawa?"
"Sepengadeg pakaian"
"Hanya itu?" "Aku tidak memerlukan apa-apa lagi, ayah"
Ayahnya mengangguk-angguk. Sementara Paksipun berkata
"Tetapi aku juga akan membawa keris ganjaran Kangjeng
Sultan, kuda yang barangkali dapat dipergunakannya di
padepokan untuk berbagai macam kepentingan serta tongkat
yang aku bawa dari pengembaraan itu"
"Baiklah" berkata ayahnya "mudah-mudahan kau berhasil.
Rencana Ki Panengah untuk membuka hutan itu adalah
gagasan yang gemilang dari seorang guru yang ingin
menempa murid-muridnya lahir dan batin tanpa
menyandarkan diri pada bantuan orang lain. Jika Ki Panengah
berhasil, maka perguruannya akan dapat berbangga, karena
mereka telah membangun padepokan itu dengan keringat
para penghuninya itu sendiri"
"Ya, ayah" jawab Paksi "kelak, jika pada waktunya Kami
meninggalkan perguruan itu, maka kebanggan itu akan selalu
menyertai kami. Para murid perguruan itu yang kemudian
akan mengenang kami yang telah menyiapkan tempat bagi
mereka" "Nah, segala sesuatunya kemudian terserah kepadamu,
karena ayah tidak iagi dapat banyak membantumu salelah kau
berada di padepokan"
Malam itu adalan malam terkahir Paksi tidur diiumahnya. Adik-
adiknya, ibunya dan bahkan ayahnya seakan-akan telah
membuat acara perpisahan. Mereka berbincang-bineang
sampai jauh malam. Ibunya menyiapkan makan dan minum
bagi seluruh keluarga. "Tetapi bukankah kakang pada waktu-waktu tertentu dapat
pulang?" bertanya adik perempuan Paksi.
"Tentu" jawab Paksi "asal tidak terlalu sering"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bukankah kami juga boleh berkunjung?" bertanya adik
laki-laki Paksi. "Tentu" jawab Paksi pula "tetapi juga tidak terlalu sering"
"Jika ayah mendapat kepastian bahwa perguruan kakang
Paksi itu menjadi semakin baik, aku juga diperkenankan ikut
berguru, kakang" berkata adik laki-laki Paksi. Sambil berpaling kepada ayahnya iapun bertanya "Bukankah begitu ayah?"
"Ya. kita akan melihat perkembangan perguruan itu. Jika
perguruan itu tidak bertambah baik, justru bertambah buruk,
maka kakang Paksipun akan aku ambil pula dari perguruan
itu" jawab ayahnya. Seisi rumah itu berbincang sampai menjelang tengah malam.
Adik perempuan Paksi yang berbaring sambil meletakkan
kepalanya di pangkuan ibunya sudah tertidur.
"Tidurlah, Paksi" berkata ayahnya.
"Baik, ayah" "Bukankah kau besok berangkat pagi-pagi?"
"Tidak pagi sekali" jawab Paksi.
Ayah Paksipun kemudian telah masuk kedalam biliknya pula,
setelah mengangkat anak perempuannya yang tertidur dan
membaringkannya di biliknya. Demikian pula ibunyapun telah
masuk kedaiam biliknya pula. Tetapi Nyi Tumenggung itu tidak
segera berbaring di pembaringannya. Untuk beberapa lama ia
masih duduk saja sambil merenungi anaknya yang besok akan
memasuki sebuah padepokan.
"Kau tidak perlu menjadi gelisah, Nyi" berkata Ki Tumenggung
"Paksi memasuki perguruan bagi kepentingan. Aku sudah
memperhitungkan, bahwa hidup di padepokan itu akan dapat
menempanya, melengkapi pengalaman selama
pengembaraannya. Bagi Paksi, hidup di padepokan itu tentu
tidak akan terasa berat, karena hidup di padepokan itu tentu
jauh lebih mapan dari sebuah pengembaraan"
Nyi Tumenggung mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak dapat
menyingkirkan kecurigaannya, bahwa bagi Ki Tumenggung,
padepokan itu akan menelan Paksi untuk selamanya, karena
Ki Tumenggung memang berniat untuk menyingkirkan Paksi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi Nyi Tumenggung masih dapat menghibur diri, bahwa
padepokan yang akan dibangun di hutan Jabung itu letaknya
tidak terlalu jauh. Malam itu, Nyi Tumenggung hanya sempat tidur beberapa
saat. Pagi-pagi sekali ia sudah bangun dan pergi ke dapur
untuk Mempersiapkan makan dan minum bagi Paksi sebelum
ia berminat kerumah gurunya yang untuk sementara akan
menjadi sebuah padepokan meskipun kurang memenuhi
syarat. Selangnya Paksi akan berada di padepokan itu untuk
seterusnya. Paksipun ternyata telah bangun pula. Seperti biasanya Paksi
telah menimba air untuk mengisi jambangan di pakiwan.
kemudian mandi dan berbenah diri. Disiapkannya pakaian
yang akan dibawanya. Tongkatnya dan keris yang telah
dimintanya dari ibunya. Ketika matahari mulai memanjat langit, maka Paksipun telah
siap untuk berangkat. Setelah makan pagi bersama seluruh
keluarganya, maka Paksipun telah minta diri.
"Hati-hatilah, Paksi. Kau harus dapat membawa dirimu
sebaik-baiknya. Kau akan berkumpul dengan anak-anak muda
sebayamu. Sentuhan-sentuhan perasaan akan dapat saja
terjadi" pesan ibunya.
"Ya, ibu" jawab Paksi. Selanjutnya iapun berkata "Aku


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mohon doa restu ayah dan ibu"
Kepada adik-adiknya Paksipun telah minta diri pula. Bahkan
kepada pembantu-pembantu dirumah itu.
Sikap ayahnya ternyata jauh berbeda dengan sikap
ayahnya ketika memerintahkannya pergi mencari cincin lebih
dari setahun yang lalu. Ayahnya tidak lagi marah-marah,
membentak-bentak dan mengancamnya. Tetapi sikap ayahnya
nampak begitu baik dan ramah.
Demikianlah, maka ketika matahari memanjat naik, maka
Paksipun meninggalkan rumahnya. Ayah, ibu dan saudara-
saudaranya mengantarnya sampai keregol halaman. Bahkan
kedua adiknya telah turun kejalan sambil melambai-lambaikan
tangannya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ibu Paksi mengusap matanya yang basah. Tetapi ia
mencoba tersenyum ketika adik laki-laki Paksi itu berkata
"Kakangi Paksi nampak sangat gagah di punggung kudanya
yang besar dan tegar, ibu. Badannya yang tingi dan menjadi
semakin besar itu membuatnya menjadi seorang yang banyak
dikagumi orang dimasa datang"
Ibunya mengusap rambut anaknya itu sambil berkata
"Bukankah selisih tinggi badanmu dan kakakmu Paksi tidak
terpautj banyak. Kaupun akan tumbuh menjadi setinggi dan
sebesar kakakmu" "Aku sudah pantas berada di padepokan itu, ayah" katanya
kemudian. "Sudah aku katakan, kita akan menunggu perkembangan
dari padepokan itu" jawab ayahnya.
Adik Paksi itu mengangguk-angguk.
Namun tiba-tiba saja adik perempuan Paksi itupun berkata
"Ibu, aku juga ingin berguru untuk mendapatkan ilmu
kanuragan" Ibunya tersenyum. Sambil membelai rambut anak
perempuannya, iapun berkata "Padepokan hanya akan diisi
oleh anak-anak muda seperti kakakmu itu"
"Tetapi bukankah anak perempuan juga boleh memiliki
kemampuan olah kanuragaan"
Ibunya kemudian menggandengnya masuk keruang dalam.
Katanya- Marilah, bantu ibu menyingkirkan mangkuk-mangkuk
yang kotor dan kemudian mencucinya"
"Apakah anak perempuan hanya dapat mencuci mangkuk
atau mencuci pakaian?"
"Tentu tidak" jawab ibunya "tetapi jangan pikirkan
sekarang" "Jadi kapan, ibu?"
Ibunya mengusap matanya. Tetapi ia tertawa. Katanya
"Marilah. Bukankah kau belum membersihkan bilikmu?"
"Aku tadi tergesa-gesa mandi dan makan bersama kakang
Paksi yang segera akan berangkat, ibu"
"Nah, sekarang kau harus membersihkan bilikmu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Adik perempuan Paksi itu termangu-mangu sejenak. Namun
iapun segera berlari naik kependapa, melintas pringgitan dan
ruang dalam langsung ke biliknya.
Hari itu, sekelompok anak muda telah berkumpul dirumah Ki
Panengah. Tidak lebih dari lima belas orang ditambah dua
orang murid yang khusus. Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijaya. Hari itu, para murid Ki Panengah harus
mempersiapkan rumah Ki Panengah yang akan menjadi
padepokan mereka untuk sementara. Meskipun sebelumnya
tempat itu sudah diatur, tetapi mereka masih harus
menyelesaikannya sendiri ruang yang akan mereka
pergunakan sebagai ruang tidur, bangsal untuk
menyelenggarakan pertemuan-pertemuan, pembicaraan dan
tukar kawruh. Mempersiapkan sanggar terbuka dan sanggar
tertutup serta menyediakan peralatan yang mereka perlukan.
Meskipun tempat itu masih belum memenuhi syarat, tetapi
untuk sementara cukup memadai. Baru di hari berikutnya,
maka Ki Panengah mengadakan persiapan-persiapan yang
diperlukan. Mengatur waktu dan membagi anak-anak muda
yang berguru kepadanya dalam kelompok-kelompok kecil.
Karena semuanya sejak semula memang murid-murid Ki
Panengah kecuali Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya,
maka Ki Panengah mengerti tingkat kemampuan mereka
masing-masing, sehingga dapat disusun tataran-tataran yang
tepat bagi mereka. Bagi Ki Panengah jumlah yang lima belas itu pada masa
permulaan dianggapnya cukup memadai. Jika jumlah
muridnya terlalu banyak, maka tempatnya akan sulit untuk
menampung mereka, karena mereka akan berada di
padepokan itu. Berbeda dengan masa-masa sebelumnya.
Anak-anak muda itu hilir mudik datang dan pergi pada saat-
saat yang yang kurang tertib.
Di hari berikutnya, Ki Panengah mulai memperkenalkan murid-
muridnya dengan suasana yang baru. Mereka mulai
diperkenalkan dengan sanggar terbuka dan tertutup yang
sudah dibenahi sehingga mendapatkan suasana yang baru.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perkenalan dengan keadaan dan susana yang baru itu
berlangsung sampai akhir pekan yang pertama. Baru
kemudian, pada permulaan pekan kedua, Ki Panengah mulai
menempa murid-muridnya berdasarkan atas penguasaan ilmu
mereka masing-masing. Namun yang diberikan Ki Panengah bukan hanya ilmu
kanuragan. Tetapi juga pengetahuan yang lain. Ki Waskita
ternyata telah menyatakan kesediaannya untuk membantu Ki
Manengah untuk memberikan tuntunan bagi murid-muridnya.
Kepada murid-muridnya itu Ki Panengah berkata "Jumlah ini
sangat memadai. Kalian akan menjadi murid utama perguruan
ini. Pada saatnya kami menerima cantrik-cantrik yang baru,
maka kalian sudah siap membantuku. Akupun berharap bahwa
setelah setahun, padepokan kita sudah siap untuk
menampung cantrik lebih banyak lagi di hutan Jabung"
Setelah sebulan lewat, maka perguruan Ki Panengah itu
benar-benar mulai sudah mapan. Para cantrik di padepokan
itu sudah mulai terbiasa dengan kewajiban mereka masing-
masing di padepokan. Mereka tidak lagi harus diperingatkan
untuk menemukan tugas mereka masing-masing. Bergantian
dalam seperti mereka mengerjakan pekerjaan yang tidak
terbiasa mereka lakukan di rumah mereka masing-masing
kecuali Paksi. Mereka harus menimba air untuk mengisi
jambangan pakiwan, untuk nimgisi gentong di dapur, untuk
menyiram halaman agar tidak berdebu serta menyiram pohon-
pohon bunga. Sementara itu, yang lain harus membersihkan padepokan,
yang menyapu halaman, membersihkan ruangan-ruangan
termasuk sanggar terbuka dan tertutup.
Yang lain lagi harus bekerja di dapur, menyiapkan makan
minuman bagi seluruh keluarga padepokan itu. Tetapi mereka
dibantu oleh dua orang perempuan separo baya yang sejak
sebelumnya memang bekerja pada perguruan itu.
Tetapi para cantrik itulah yang harus menyiapkan kayu bakar
dan keperluan-keperluan yang lain. Bahkan mereka pula yang
harus mencuci mangkuk. Kedua orang perempuan yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membantu mereka didapurpun berwenang untuk memberikan
perintah-perintah kepada para cantrik yang sedang mendapat
giliran bekerja di dapur.
Mula-mula semuanya dilakukan dengan canggung. Tetapi
semakin lama para cantrik itupun menjadi semakin terbiasa
dengan tugas-tugas mereka.
Ki Panengah tidak berkeberatan jika ada orang tua dari para
cantrik datang untuk menengok anaknya yang berada di
padepokan itu. Ki Panengah juga tidak berkeberatan jika
mereka melihat anak-anak mereka bekerja keras di padepokan
itu. Bahkan beberapa orang tua justru menjadi semakin
mantap melihat anak-anaknya mengenali pekerjaan sehari-
hari. Mereka yang terbiasa bangun sampai menjelang
matahari di puncak langit, di padepokan itu harus bangun
pagi-pagi sekali sebelum fajar. Mereka harus menunaikan
segala tugas mereka bagi kehidupan lahir dan batin mereka.
Kemudian mereka harus mulai menyelesaikan pekerjaan
mereka sampai saatnya matahari terbit. Baru mereka
bergantian mandi setelah melakukan latihan-latihan ringan
bagi ketahanan tubuh mereka, sebelum mereka memasuki
ruang mereka masing-masing sesuai dengan ketentuan,
sementara beberapa orang berada di sanggar.
Pembantu Ki Panengah yang mewakilinya selama Ki Panengah
pergi telah mendapat tugas mengawasi para cantrik, sehingga
pembagian tugas itu dapat berjalan lancar.
Demikianlah, maka para cantrik yang ada di padepokan itu
menempuh kehidupan mereka dengan belajar dan bekerja
tanpa melupakan ketakwaan mereka kepada Yang Maha
Agung. Ki Tumenggung Sarpa Biwada juga pernah menengok Paksi di
padepokannya. Bahkan dalam waktu sebulan, Ki Tumenggung
sudah dua kali mengunjungi padepokan itu. Nampaknya Ki
Tumenggung sangat memperhatikan keadaan padepokan itu,
sehingga dalam percakapannya dengan Ki Panengah Ki
Senja Jatuh Di Pajajaran 12 Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Pedang Pembunuh Naga 1
^