Pencarian

Jejak Di Balik Kabut 17

Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja Bagian 17


"Anak iblis. Biar ia belajar memahami arti hidup. Anak itu
tidak boleh menjadi benalu dirumah, meskipun ia anakku"
"Kau termasuk orang yang aneh, Ki Tumenggung. Baru
saja ia pulang dari sebuah pengembaraan yang panjang
sambil membawa cincin kerajaan yang hilang itu"
"Tetapi kehadiran anak itu dirumah hanya akan
menimbulkan bencana saja"
"Apakah Ki Tumenggung akan membiarkan anak itu
dihukum jika ia dianggap bersalah?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apa yang harus aku lakukan" Jika aku melibatkan diri,
maka tentu akulah yang akan dihukum"
Harya Wisaka mengangguk-angguk. Namun kemudian
iapun berkata "Kita memang tidak dapat membayangkan, apa
yang akan terjadi pada anakmu yang berada di tangan
Pangeran Benawa. Pangeran Benawa adalah orang yang
aneh" Ki Tumenggung mengangguk-angguk.
"Kau dengar, Pangeran Benawa itu menantang aku?"
"Ya" "Banyak kemungkinan dapat terjadi" Ki Tumenggung itu
tidak menjawab. "Sudahlah" berkata Harya Wisaka "aku akan kembali.
Perburuan akan beralih didalam kota. Pangeran Benawa
ternyata telah berada diistana kembali. Seandainya Pangeran
Benawa itu tertangkap dimasa pengembaraannya, maka sia-
sialah kematiannya. Ia akan mengalami nasib yang sangat
buruk, justru karena cincin itu tidak ada padanya"
"Tidak seorangpun yang akan percaya bahwa cincin itu
tidak ada padanya" "Ternyata cincin itu ada pada anakmu yang sekarang kau
surukkan kedalam mala-petaka"
Ki Tumenggung tidak menjawab. Tetapi ia merasakan
sesuatu yang ganjil pada tekanan kata-kata Harya Wisaka.
"Apakah Harya Wisaka itu telah mencurigai aku?" bertanya
Ki Tumenggung itu kepada diri sendiri.
Dalam pada itu, maka Harya Wisakapun berkata "Nah, Ki
Tumenggung Sarpa Biwada. Aku minta diri. Mudah-mudahan
kita berhasil untuk menggenggam cita-cita"
Harya Wisaka itu justru mendekati Ki Tumenggung "Cincin
itu harus jatuh ketanganku. Pangeran Benawa haruss mati.
Pajang akan kehilangan seluruh masa depannya"
"Bukankah ada lajur lain yang dapat temurun dan
menguasai tahta Pajang?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Cincin kerajaan itu ada padaku. Aku akan mempergunakan
pengaruhnya untuk memaksakan kehendakku. Banyak orang
yang akan mendukung kehadiranku di Pajang"
Ki Tumenggung tidak menjawab. Sementara itu, Harya
Wisakapun telah minta diri dan meninggalkan halaman rumah
Ki Tumenggung. Dalam pada itu, anak laki-laki Ki Tumenggung yang semula
berbaring didalam biliknya, ternyata telah menyelinap keluar.
Biliknya terasa panas sekali. Bahkan kegelisahannya
membuatnya tidak betah berbaring didalam biliknya dan lewat
pintu butulan ia berdiri di pintu seketeng. Diluar kehendaknya, ia justru mendengar pembicaraan ayahnya dengan Harya
Wisaka. Anak muda itu menyesal sekali, bahwa ia telah
mendengar pembicaraan itu. Ia merasa kecewa sekali
terhadap sikap ayahnya. Tetapi ia tidak dapat berbuat
sesuatu. Karena itu, yang didengarnya itu justru menjadi
beban yang terasa sangat berat di hatinya.
"Apa yang sebenarnya ayah kehendaki" Pangkat" Derajad"
Atau apa?" bertanya anak muda itu didalam hatinya
"sekarangpun ayah telah memilikinya. Ayah adalah seorang
Tumenggung. Ayah adalah seorang yang cukup dihormati.
Hidupnya berkecukupan. Apalagi" Apakah ayah ingin menjadi
Tumenggung Wreda atau malah menjadi seorang Patih jika
benar Harya Wisaka berhasil menguasai Pajang?"
Sejenak kemudian, halaman rumah Ki Tumenggung yang
luas itu menjadi sepi. Harya Wisaka dan para pengikutnya
telah meninggalkan halaman itu. Sementara itu Ki
Tumenggung Sarpa Biwadapun telah masuk pula keruang
dalam. Ketika dilihatnya adik Paksi itu berada diserambi, iapun bertanya " Apa yang kau lakukan disitu?"
"Aku tidak dapat tidur ayah " jawab anak muda itu.
"Dimana ibumu?"
"Didapur ayah. Ibu ingin menyiapkan minuman buat tamu-
tamu ayah itu" "Mereka sudah pulang"
"Mungkin airnya belum mendidih"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Tumenggungpun kemudian telah pergi ke dapur.
Dilihatnya Nyi Tumenggung duduk diamben panjang. Disisinya
duduk anak perempuannya yang masih saja gemetar.
"Kenapa kau umpankan Paksi, Ki Tumenggung" berkata Nyi
Tumenggung. "Aku umpankan" Bukankah aku mengatakan apa yang
sebenarnya terjadi?"
"Tetapi bukankah Ki Tumenggung dapat berdiam diri tanpa
menunjuk kepada Paksi?"
"Jadi kau ingin leherku dijerat ditiang gantungan oleh
Kangjeng Sultan?" "Bukankah Pangeran Benawa tidak membawa kakang
Tumenggung" Pangeran Benawa itu sudah akan meninggalkan
rumah kita ketika tiba-tiba saja kakang menyebut nama Paksi"
"Pangeran Benawa memang tidak membawa aku malam
ini. Tetapi besok beberapa orang prajurit akan datang dan
menyeretku ke alun-alun. Ditengah-tengah alun-alun sudah
siap tiang gantungan yang akan menjerat laherku itu"
"Aku tidak yakin bahwa itulah yang akan terjadi atas
kakang Tumenggung seandainya kakang Tumenggung tidak
menyebut nama Paksi. Tetapi tadi Pangeran Benawa sudah
mengatakan, bahwa Paksi akan dapat digantung atau
dipancung menurut keputusan Pangeran Benawa sendiri"
"Itu terjadi diluar kuasaku"
"Kalau saja ayah tidak menyebut nama kakang Paksi" desis
adik perempuan Paksi. "Diam kau. Kau tidak tahu apa-apa. Apakah ibumu sudah
meracuni otakmu sehingga kau dapat berkata seperti itu?"
Namun terdengar suara adik laki-laki Paksi dipintu dapur
"Ayah sebenarnya tidak perlu menyebut nama kakang Paksi
dihadapan Pangeran Benawa"
"Jadi kau juga ingin melihat tubuhku tergantung di alun-
alun?" "Aku tidak ingin melihat tubuh ayah tergantung di alun-
alun. Tetapi aku juga tidak ingin melihat kakang Paksi
dipancung besok" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Salah satu diantara kita akan dikorbankan. Aku mengenal
watak Pangeran Benawa yang bengis"
"Seharusnya ayah bertahan sampai saat terakhir. Jika ayah
menganggap bahwa kakang Paksi memang lebih baik
dikorbankan daripada ayah sendiri, maka baru pada saat
terakhir, jika segala usaha sudah gagal, ayah dapat menyebut
nama kakang Paksi" "Tutup mulutmu" bentak ayahnya "kau memang dungu.
Kau tidak tahu apa yang sedang terjadi. Karena itu, jangan
ikut campur. Aku tahu apa yang terbaik yang harus aku
lakukan. Akupun harus menegakkan kembali wibawaku di
rumah ini. Nyi Tumenggung harus menyadari hal ini. Aku tidak
mau kau bersikap seperti saat Paksi itu datang, Nyi. Aku laki-
laki dan kau tidak lebih dari seorang perempuan. Kau tahu,
siapa yang berkuasa dirumah ini siapapun kau"
Nyi Tumenggung melihat mata suaminya menjadi merah.
Meskipun demikian, naluri seorang ibu masih saja berusaha
untuk membela anaknya. Karena itu, maka Nyi Tumenggung
itupun berkata "Tetapi aku tidak rela, bahwa Paksi harus
menanggung akibatnya karena cincin itu ada dirumah ini. Jika
Paksi pergi mencari cincin itu, bukankah ia menjalankan
perintah kakang" Jika ia pulang membawa cincin itu, semata-
mata karena baktinya kepada ayahnya. Tetapi apa yang
diperbuat ayahnya terhadapnya?"
"Cukup" teriak Ki Tumenggung. Hampir saja tangannya
menyambar wajah Nyi Tumenggung. Tetapi anak
perempuannya segera memeluk ibunya, sementara adik laki-
laki Paksi berusaha menahan tangan ayahnya.
Sambil mengibaskan tangannya, Ki Tumenggung Sarpa
Biwada itu berkata "Persetan dengan kalian. Siapa yang tidak
mau tunduk kepadaku, pergi dari rumah ini?"
Namun Nyi Tumenggung menyahut " Siapa yang harus
pergi dari rumah ini?"
Telinga Ki Tumenggung bagaikan disentuh api. Tetapi anak
perempuannya telah menarik ibunya kepintu, sementara
anaknya laki-laki masih berusaha menghalangi ayahnya itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Tumenggung itu menggeratakkan giginya.
Bagaimanapun juga wibawanya sebagai pemimpin di rumah
itu memang sudah ternoda.
Dalam pada itu cahaya fajarpun mulai mewarnai langit.
Kemerah-merahan. Tetapi Ki Tumenggung justru kembali ke
biliknya. Dibantingnya tubuhnya di pembaringannya. Namun
matanya tidak dipejamkannya. Bahkan giginyalah yang
gemeretak menahan geram di hatinya.
"Aku gagal menggantungkan harapan karena cincin itu
tidak jadi jatuh ketangan Harya Wisaka" katanya didalam
hatinya Lalu "Bahkan agaknya Harya Wisaka justru mencurigai
aku" Tiba-tiba Ki Tumenggung itupun bangkit. Dihentakkan
tangannya padat bibir pembaringannya. Ki Tumenggung
memang menjadi sangat gelisah. Demikian pula Nyi
Tumenggung, meskipun dengan alasan yang berbeda. Ki
Tumenggung menjadi gelisah memikirkan nasibnya sendiri,
sementara Nyi Tumenggung menjadi gelisah memikirkan nasib
anaknya. Tetapi hari itu, Ki Tumenggung tidak pergi ke istana untuk
menjalankan tugasnya. Ia tinggal saja dirumah dengan sangat
gelisah, seakan-akan sedang pasrah menunggu nasib. Ki
Tumenggung memang tidak yakin, bahwa dirinya tidak akan
dilibatkan dalam persoalan cincin kerajaan itu. Kadang-kadang
Ki Tumenggung memang menyesal, kenapa ia tergesa-gesa
menyebut nama Paksi justru pada saat Pangeran Benawa
sudah menyatakan untuk menutup persoalan cincin Kerajaan
yang baru saja diketemukannya itu. Namun iapun kemudian
menggeram "Tidak. Aku sudah bersikap benar. Pangeran
Benawa yang aneh itu tidak dapat dipegang kata-katanya.
Meskipun ia sudah mengatakan bahwa persoalannya sudah
dilepaskannya, namun dapat saja tiba-tiba Ki Tumenggung itu
dipanggil menghadap ke istana untuk diadili. Atau bahkan
tiba-tiba saja beberapa orang prajurit dengan membawa
pertanda kekuasaan Kangjeng Sultan datang menjemputnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk dibawa langsung menghadap untuk menerima
hukuman. Bahkan mungkin hukuman gantung atau pancung.
Sehari Ki Tumenggung menunggu tetapi tidak ada utusan
dari istana untuk menyampaikan perintah apapun.
"Apa yang terjadi di istana?" bertanya Ki Tumenggung
kepada diri sendiri. Sementara itu di rumah, Ki Tumenggung selalu marah-
marah. Adik laki-laki Paksipun tidak beranjak dari rumahnya.
Ia takut bahwa tiba-tiba saja ayahnya menumpahkan
kemarahannya kepada ibunya. Sementara itu, adik
perempuannya selalu berada disamping ibunya.
Pada hari berikutnya kegelisahan Ki Tumenggung terasa
semakin mencengkam. Karena itu, maka ia tidak lagi ingin
tinggal dirumah. Tetapi Ki Tumenggung itupun telah pergi ke
istana. Ki Tumenggung mencoba untuk tidak menunjukkan
kegelisahannya. Ia hadir ditempat tugasnya seperti tidak
terjadi apa-apa atas dirinya dan anak laki-lakinya.
Ki Tumenggung itu menjadi heran. Ia tidak mendengar
seorangpun diantara kawan-kawannya bertugas menyebut-
nyebut tentang cincin kerajaan yang telah diketemukan. Iapun
tidak melihat sesuatu di istana yang berhubungan dengan
cincin kerajaan itu. Ia tidak melihat perubahan apapun terjadi di bangsal pusaka. Para prajurit yang bertugas untuk menjaga
bangsal pusaka itu, bertugas sebagaimana biasanya tanpa
menunjukkan bahwa sesuatu yang penting telah terjadi.
Bahkan ketika ia melihat Pangeran Benawa dengan Raden
Sutawijaya melintas di halaman dalam istana, keduanya sama
sekali tidak menghiraukannya meskipun ia yakin bahwa
Pangeran Benawa itu telah melihatnya ditempat tugasnya.
"Apa yang sebenarnya terjadi" Sebuah mimpi buruk?"
pertanyaan itu telah bergejolak didalam hatinya. Kepala Ki
Tumenggung menjadi pening, sehingga seorang kawannya
bertugas bertanya "Apakah Ki Tumenggung Sarpa Biwada
sedang sakit. Wajah Ki Tumenggung nampak pucat. Ki
Tumenggung nampak sangat gelisah"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan gagap Ki Tumenggung itupun menjawab "Tidak.
Aku tidak apa-apa" Kawannya mengangguk kecil. Tetapi kawannya yang lain
berkata "Baju Ki Tumenggung basah oleh keringat. Tetapi
tangan Ki Tumenggung terasa begitu dinginnya"
Ki Tumenggung Sarpa Biwada itupun menyahut "Aku tidak
apa-apa" Kawannya itu memang meraba tangan Ki Tumenggung
yang basah oleh keringat, tetapi terasa begitu dinginnya.
Hari itu memang tidak ada sesuatu yang perlu mendapat
perhatian khusus. Tetapi justru karena itu, Ki Tumenggung
menjadi heran. Bahkan kegelisahannya menjadi semakin
menekan jantungnya. Ketika sudah waktunya pulang, maka Ki Tumenggungpun
meninggalkan tempat tugasnya. Hari itu rasa-rasanya tidak
ada yang dapat dikerjakan di tempat tugasnya. Tetapi
demikian ia keluar dari pintu gerbang istana, langkahnya
tertegun. Ia melihat Harya Wisaka berdiri bersama dua orang
pengawalnya. Beberapa orang kawannya mengangguk hormat. Tetapi
mereka tidak berhenti. Namun Ki Tumenggung Sarpa Biwada
sajalah yang berhenti untuk menemuinya.
"Benawa memang gila" geram Harya Wisaka.
"Kenapa?"

Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Agaknya Pangeran Benawa itu belum melaporkan kepada
Kangjeng Sultan bahwa cincin itu telah berada ditangannya"
Ki Tumenggung mengangguk-angguk.
"Ternyata Kangjeng Sultan sama sekali tidak berbuat
sesuatu. Bahkan tidak ada gerak apapun diistana yang
memberikan pertanda bahwa cincin kerajaan itu sudah
kembali" "Ya. Tidak seorangpun menyebutnya. Para prajurit di
bangsal pusakapun tidak menunjukkan peningkatan
penjagaan atau menunjukkan perubahan apapun. Segalanya
berjalan seperti biasa. Kedatangan Pangeran itu kembali dari
pengemba-raannyapun sama sekali tidak mendapat sambutan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
apa-apa atau barangkali Pangeran Benawa sengaja untuk
menghindari sambutan itu"
' Menghadapi orang seperti Benawa kita memang harus
berhati-hati sekali. Ia cerdik dan tangkas bergerak. Aku masih menunggu kesempatan untuk benar-benar menantangnya
berlomba ketangkasan naik kuda"
"Ada yang lebih penting dari berlomba naik kuda" desis Ki
Tumenggung. "Ya" sahut Harya Wisaka.
"Aku juga ingin tahu, apakah yang terjadi dengan Paksi"
"Kau harus bergerak untuk megetahuinya. Mungkin
anakmu itu sekarang sudah mati dipancung oleh Pangeran
Benawa" Ki Tumenggung menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Jika
benar, maka istriku akan dapat menjadi pingsan
mendengarnya" "Dan kau sendiri?"
"Entahlah" jawab Ki Tumenggung.
Harya Wisaka menepuk bahu Ki Tumenggung sambil
berkata "Nampaknya kau tidak sayang kepada anak-anakmu.
Jika kau bekerja keras untuk meraih masa depan yang lebih
baik, untuk apa sebenarnya hal itu kau lakukan jika tidak
untuk anak-anakmu" Wajah Ki Tumenggung menjadi tegang. Sementara Harya
Wisakapun berkata "Mungkin aku adalah orang yang paling
jahanam di istana ini dengan rencana-rencanaku yang
barangkali dianggap gila oleh orang lain. Tetapi semuanya itu
aku lakukan bagi anak keturunanku"
Ki Tumenggung sama sekali tidak menjawab. Sementara itu
Harya Wisakapun berkala "Letakkan harapan masa depanmu
padamu dan keturunanmu. Maka kau akan berjuang lebih
keras lagi. Kita sudah terlanjur basah. Kita tidak dapat
melangkah kembali" Ki Tumenggung mengangguk. Katanya "Tetapi tingkah laku
Pangeran Benawa dapat membuat aku menjadi gila"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kita bukan anak-anak cengeng Ki Tumenggung. Kau
pernah berada dalam jajaran keprajuritan sebelum kau
dipindahkan kejabatanmu yang sekarang. Bahkan mungkin
suatu saat Ki Tumenggung akan kembali bertugas diantara
para prajurit. Jiwa Ki Tumenggung sudah ditempa oleh
pengalaman Ki Tumenggung yang luas.
Ki Tumenggung menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Aku
akan berusaha untuk tidak menjadi gila"
Harya Wisaka tertawa. Katanya "Jangan terlalu tegang
menghadapi permainan Benawa"
Ki Tumenggung mengangguk.
"Setiap saat, aku akan menghubungimu, Ki Tumenggung.
Ada beberapa orang kawan kita memberikan beberapa
keterangan tentang usaha mereka sebelum Pangeran Benawa
kembali ke istana" "Ceritanya tentu masih sama saja" jawab Ki Tumenggung.
"Mungkin. Tetapi kita sebaiknya mendengar mereka.
Ternyata kita terlanjur mempunyai banyak lawan"
Ki Tumenggung itu mengangguk-angguk. Namun tiba-tiba
iapun bertanya "Siapakah sebenarnya yang disebut oleh
Pangeran Benawa itu sebagai nujum istana" Sudah berpuluh
tahun aku mengabdi, aku belum pernah bertemu, bahkan
melihat, orang brewok yang disebut nujum istana itu"
Harya Wisakapun tertawa. Katanya "Tentu salah satu jenis
permainan Pangeran Benawa"
"Ya. Agaknya memang demikian. Permainan Pangeran
Benawa tentu tidak akan ada habisnya"
Ki Tumenggungpun kemudian telah meninggalkan Harya
Wisaka yang berdiri termangu-mangu. Namun kemudian
Harya Wisaka itupun telah masuk kedalam istana pula
Hari itu, Ki Tumenggung masih saja dicengkam oleh
kegelisahan. Rasa-rasanya hubungannya dengan seluruh
keluarganya telah terputus. Ketika makan sudah disiapkan, Ki
Tumenggung sama sekali tidak mau menyentuhnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nyi Tumenggung dan kedua anaknyapun berusaha untuk
tidak menimbulkan persoalan dirumah. Mereka sadar, bahwa
setiap saat jantung Ki Tumenggung itu akan dapat meledak.
Di hari berikutnya, adalah hari pasowanan. Kangjeng Sultan
akan hadir dipaseban. Para Pangeran, Sentana, Nayaka Praja
dan orang-orang terdekat dilingkungan istana serta para
pejabat tinggi istana harus menghadap.
Betapapun kegelisahan mencengkam jiwa Ki Tumenggung
Sarpa Biwada, namun ia tidak dapat ingkar akan kewajibannya
Jika ia tidak dapat menghadap di hari pasowanan itu, maka
akan dapat timbul prasangka buruk atas dirinya. Apalagi
karena baru saja Pangeran Benawa mengambil cincin kerajaan
yang bermata tiga butir itu dari rumahnya.
Pada saatnya, maka Kangjeng Sultanpun telah hadir
dipaseban. Seperti biasanya, Kangjeng Sultan mendengarkan
beberapa laporan serta berbicara langsung dengan para
pejabat tinggi istana. Para pengeran serta para sentana.
Namun seperti biasa hanya beberapa orang sajalah yang
berbicara dalam paseban yang dilakukan setiap selapan hari
sekali. Paseban yang nampaknya lebih banyak
diselenggarakan sekedar memenuhi tatanan. Sedangkan
pembicaraan-pembicaraan yang sebenarnya justru lebih
banyak dilakukan dalam pasowanan khusus serta pertemuan-
pertemuan di lingkungan istana yang lebih kecil lingkupnya.
Beberapa orang yang hadir dalam paseban agung itu justru
telah mengantuk. Sedangkan Ki Tumenggung Sarpa Biwada
lebih banyak merenung tentang dirinya sendiri.
Beberapa orang yang berbicara di paseban agung itu
adalah para pejabat tinggi yang lebih banyak memberikan
laporan tentang keadaan rakyat Pajang. Rakyat Pajang yang
hidup dalam suasana yang aman, tenteram dan damai. Tidak
ada seorangpun yang merasa tidak puas. Kehidupan yang baik
serta kesejahteraan yang tinggi membuat Pajang dikagumi
oleh orang-orang manca negara yang sempat berkunjung ke
Pajang. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran Benawa yang ikut mendengarkan laporan-laporan
itu mengangguk-angguk. Tetapi setiap kali ia mendengar
laporan betapa Pajang dikagumi orang dari manca negara,
jantungnya menjadi berdebar-debar.
"Apa yang dikagumi?" bertanya Pangeran Benawa didalam
hatinya. Tetapi Pangeran Benawa melihat Kangjeng Sultan
mengangguk-angguk puas. Semua laporan sangat
menyenangkan hatinya serta memberikan kebanggan
kepadanya. Beberapa saat kemudian, para pejabat tinggi yang
berkewajiban memberikan laporan telah selesai. Orang-orang
yang terkantuk-kantuk justru terbangun. Mereka berharap
bahwa paseban akan segera berakhir, sehingga mereka dapat
keluar dari bangsal yang terasa menjadi semakin panas itu.
Ki Tumenggung Sarpa Biwada yang duduk dibaris-baris
belakang melihat Harya Wisaka duduk dengan kepala tunduk.
Sebenarnyalah Harya Wisaka menunggu, apakah dalam
paseban agung itu akan disebut-sebut pula tentang cincin
kerajaan yang hilang itu.
Dalam suasana yang lesu itu, tiba-tiba beberapa orang
terguncang jantungnya. Kangjeng Sultan sendiri kemudian
berkata "Aku mengucapkan lerima-kasih atas kesetiaan kalian.
Pekerjaan yang baik hendaknya kalian teruskan, sedangkan
yang tidak baik, dapat kalian tinggalkan. Dalam kesempatan
ini, aku, Kangjeng Sultan Hadiwijaya yang bertahta di Pajang,
ingin memberikan penghargaan dan ganjaran kepada seorang
anak muda yang telah berjasa kepada keluarga istana yang
juga berarti berjasa bagi Pajang. Anak muda itu bernama
Paksi" Orang-orang yang semula acuh tidak acuh saja, tiba-tiba
seperti terbangun dari tidur. Apalagi Ki Tumenggung Sarpa
Biwada Ki Tumenggung itu terkejut bukan kepalang. Paksi
telah mendapat penghargaan dan ganjaran.
"Tentu karena ia dapat membawa kembali cincin kerajaan
itu" berkata Ki Tumenggung didalam hati "kenapa bukan aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saja yang mengaku telah membawa cincin itu kembali setelah
aku tidak mempunyai pilihan lain"
Namun dahinyapun kemudian berkerut ketika Kangjeng
Sultan itu melanjutkan "Anak muda yang bernama Paksi
Pamekas itu telah membantu dan bahkan dengan
mempertaruhkan nyawanya untuk keselamatan puteraku,
Pangeran Benawa yang mengalami kecelakaan yang berat
ketika puteraku itu sedang mengembara melihat-lihat
kenyataan hidup di padesan"
Jantung Ki Tumenggung Sarpa Biwada seakan-akan hampir
meledak. Rasa-rasanya ia ingin berteriak mengatakan bahwa
ialah yang telah membawa cincin kerajaan kembali ke Pajang.
Dalam pada itu, Kangjeng Sultanpun berkata "Pangeran
Benawa, Katakan apa yang telah terjadi atasmu"
"Hamba ayahanda" jawab Pangeran Benawa "mohon
perkenan ayahanda" "Katakan" Pangcran Benawa itupun kemudian berceritera bahwa ia
telah tergelincir di jurang yang dalam di kaki Gunung Merapi
"Untunglah bahwa anak muda yang bernama Paksi Pamekas
dengan berani menuruni tebing jurang yang terjal itu. Iapun
mengalami kecelakaan. Tetapi keadaannya jauh lebih baik dari
kedaanku sendiri, sehingga ia sempat membawa aku pergi
dari jurang itu dengan mengambil arah perjalanan yang lain.
Ia masih sempat mencari air, menitikkan dibibirku.
Memampatkan darah yang mengalir dari luka-lukaku dengan
daun metir dan sawang kemladean yang sempat dicarinya
disemak-semak" Mereka yang ada di paseban itupun mendengarkan dengan
sungguh-sungguh. Namun Harya Wisaka dan Ki Tumenggung
Sarpa Biwadalah yang menjadi sangat gelisah.
"Permainan gila" geram Harya Wisaka "cincin itu agaknya
masih disembunyikannya. Namun kegelisahaan Harya Wisaka itu memuncak ketika ia
melihat Pangeran Benawa itu menyembah ayahandanya.
Cincin bermata tiga itu dikenakannya di jari-jari manisnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah aku yang sudah menjadi gila?" bertanya Harya
Wisaka kepada dirinya sendiri.
Sebagaimana Harya Wisaka, maka Ki Tumenggung Sarpa
Biwadapun menjadi sangat bingung menanggapi peristiwa
yang terjadi itu. Ia tidak tahu pasti, apa yang sedang
dihadapinya itu. Namun sebenarnyalah yang mereka lihat,
Paksi telah dipanggil untuk menghadap dan menerima
langsung ganjaran dari Kangjeng Sultan Hadiwijaya.
"Karena sifatnya sebagai seorang kesatria sejati yang
bersedia berkorban untuk keselamatan orang lain tanpa
pamrih, maka kepada Paksi Pamekas telah aku anugerahkan
sebilah keris dengan sekampil uang. Aku tahu, bahwa kau
tidak mengharapkannya. Tetapi aku titahkan kepadamu untuk
menerimanya. Kau tidak dapat menolak ganjaran dari seorang
raja, karena ganjaran itu akan mendatangkan keberuntungan
yang berlipat ganda bagimu"
Paksi menerima ganjaran itu tanpa dapat mengucapkan
sepatah katapun. Iapun tidak mengerti, apa yang sebenarnya
terjadi atas dirinya, sehingga ia justru mendapat ganjaran.
Namun Harya Wisaka itupun berkata didalam hatinya
"Ternyata Pangeran Benawa sudah mempermainkan
ayahandanya. Jika saja Kangjeng Sultan mengetahui bahwa ia
termasuk sasaran permainan Pangeran Benawa, maka ia tentu
akan sangat marah" Tetapi Harya Wisaka tidak melihat jalan untuk
menyampaikan kepada Kangjeng Sultan bahwa Kangjeng
Sultan itu sudah dipermainkan oleh puteranya.
Dalam pada itu, Ki Tumenggung Sarpa Biwadapun berkata
didalam hatinya "Tentu laporan Pangeran Benawa kepada
Kangjeng Sultan tidak sesuai dengan peristiwa yang
sebenarnya terjadi. Mungkin Pangeran Benawa merasa sangat
berterima-kasih bahwa cincin itu telah kembali kepadanya
atau Paksi benar-benar telah menolongnya"
Jantung Ki Tumenggung itupun terasa berdegup semakin
cepat. Bahkan iapun mulai bertanya-tanya kepada diri sendiri
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah kedatangan Paksi membawa cincin itu memang satu
permainan bersama antara Paksi dan Pangeran Benawa?"
Tetapi Ki Tumenggungpun bertanya kepada diri sendiri
"Tetapi dimana mereka saling mengenal?"
Tetapi baik Ki Tumenggung Sarpa Biwada maupun Harya
Wisaka tidak sempat berpikir terlalu panjang. Setelah
menyerahkan ganjaran kepada Paksi, maka Kangjeng
Sultanpun menutup paseban agung itu.
Namun Kangjeng Sultan itu sempat berkata kepada mereka
yang datang menghadap "Ayah Paksi, Ki Tumenggung Sarpa
Biwada tentu ikut merasa bahagia pula hari ini bahwa anak
laki-lakinya telah mendapat ganjaran. Tetapi lebih dari itu,
adalah satu kebanggan orang tua bahwa anaknya memiliki
sifat seorang kesatria sejati"
Beberapa orang telah berpaling kearah Ki Tumenggung
Sarpa Biwada. Memang ada sepercik kebanggaan. Tetapi
kebanggaan itu segera larut. Ketika ia mengatakan kepada
Pangeran Benawa bahwa Paksilah yang telah membawa cincin
kerajaan itu pulang, justru ia berharap bahwa anaknya akan
mendapat hukuman. Ia dapat dituduh mencuri cincin yang
hilang itu. Pada saat Pangeran Benawa datang untuk


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengambil cincin itu, Paksi telah mencoba untuk ingkar.
Tetapi yang terjadi justru Paksi mendapat penghargaan
sebagai seorang kesatria serta ganjaran sebilah keris bersama
wrangkanya serta sejumlah uang.
Dalam pada itu, sejenak kemudian, paseban agung itu
telah ditutup. Setelah Kangjeng Sultan meninggalkan bangsal,
mereka yang menghadappun segera meninggalakan paseban
itu pula. Beberapa orang sempat mengucapkan selamat
kepada Ki Tumenggung Sarpa Biwada. Namun ketika mereka
juga ingin mengucapkan selamat kepada Paksi, ternyata Paksi
sudah tidak ada di paseban.
Dalam pada itu, Harya Wisakapun telah mendekati Ki
Tumenggung Sarpa Biwada. Dengan nada berat Harya Wisaka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itupun berdesis "Satu permainan yang menarik. Apakah kau
terlibat dalam permainan ini?"
"Tidak" jawab Ki Tumenggung "Aku justru menjadi salah
seorang yang telah dipermainkan"
"Tetapi sikapmu terhadap anak laki-lakimu aneh" Ki
Tumenggung memandang Harya Wisaka dengan kerut didahi.
Namun Harya Wisakapun kemudian tidak menghiraukannya
lagi. Ki Tumenggungpun kemudian meninggalkan istana itu
dengan hati yang semakin risau. Ia tahu, bahwa Paksi tentu
akan pulang dengan membawa ganjaran yang telah diterima.
Tetapi Ketika Ki Tumenggung itu sampai dirumah, ia masih
belum melihat Paksi. Agaknya Paksi itu telah dibawa Pangeran
Benawa ke Kasatrian dan berada disana beberapa lama.
Sebenarnyalah Paksi memang berada di Kasatrian. Di
Kasatrian Paksi bukan saja berbincang dengan Ki Marta
Brewok dan Pangeran Benawa, tetapi hadir juga di kasatrian
itu Raden Sutawijaya. Kepada Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa telah
mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Juga permainannya
tentang cincin kerajaan yang dibawanya pergi itu.
"Sebaiknya Kakangmas Sutawijaya sajalah yang membawa
cincin itu. Pada suatu saat aku akan dapat mengalami
kesulitan jika aku yang membawanya"
"Cincin itu cincinmu adimas" jawab Raden Sutawijaya.
"Tidak. Aku belum pernah mendapat limpahan wewenang
dari ayahanda" "Bukankah itu hanya menunggu saatnya saja?" desis Raden
Sutawijaya. Katanya kemudian "Tetapi kita tahu, bahwa
banyak orang yang memburu cincin itu. Antara lain adalah
paman Harya Wisaka sendiri. Kita berdua mengetahui akan hal
itu" "Ya, kakangmas. Ia memburuaku sampai ke kaki Gunung
Merapi. Beruntunglah bahwa aku masih juga sempat pulang"
"Tentu bukan hanya paman Harya Wisaka yang telah
memburu adimas" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar kakangmas. Beberapa perguruan telah berusaha
untuk mencari aku dan sudah jemu untuk diperas agar aku
menyerahkan cincin itu"
Raden Sutawijaya tersenyum. Katanya "Karena itu, adimas
jangan pergi kemana-mana. Sebaiknya untuk sementara
adimas tetap saja berada di istana"
Pangeran Benawa menarik nafas panjang. Katanya "Aku
merasa seperti seekor burung didalam sangkar. Aku tidak
betah, kakangmas" "Bagaimana jika adimas mohon kepada ayahanda, agar
cincin itu disimpan di bangsal pusaka saja seperti sebelum
cincin itu dinyatakan hilang"
"Aku sudah menghadap ayahanda dan mengatakan bahwa
cincin itu sudah aku ketemukan. Tetapi ayahanda nampaknya
tidak begitu mempedulikan"
"Apa kata ayahanda?"
"Ayahanda tidak begitu menanggapinya. Menurut
ayahanda, memang akulah yang membawa cincin itu.
Ayahanda justru memerintahkan agar aku menyimpan cincin
itu baik-baik" "Nah, bukankah itu sudah satu limpahan wewenang kepada
adimas, bahwa cincin itu milik adimas?"
"Tidak kakangmas. Ada bedanya. Ayahanda berkata "Bawa
saja cincin itu dahulu"
Raden Sutawijaya tertawa. Katanya "Jangan terlalu risau.
Bawa saja cincin itu. Jika cincin itu kau letakkan di bangsal
pusaka, maka cincin itu akan benar-benar hilang. Mungkin
diambil seseorang dengan kekerasan. Tetapi jika cincin itu ada di jari adimas Pangeran Benawa, tidak akan ada seorangpun
yang dapat mengambilnya"
"Aku justru akan menjadi sasaran orang-orang yang
mencari cincin itu" "Sudah aku katakan, jangan meninggalkan kasatrian.
Setidak-tidaknya untuk sementara"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tetapi siapakah sebenarnya yang meniup-niupkan berita
bahwa siapa yang memiliki cincin ini akan dapat menurunkan
penguasa di tanah ini?"
"Siapapun yang mula-mula meniupkan berita itu, namun
sekarang setiap orang sudah mempercayainya"
"Sementara ayahanda sama sekali tidak menghiraukannya.
Seharusnya ayahanda menyadari, bahwa hal ini akan dapat
mengguncang ketenangan Pajang"
"Aku sudah mencoba menjelaskan. Tetapi ayahanda
menganggap bahwa persoalannya adalah persoalan kecil saja.
Ayahanda minta aku tidak terlalu memikirkannya" Pangeran
Benawa berhenti sejenak. Lalu katanya kemudian " Jika saja
ayahanda tahu apa yang aku lihat. Orang-orang itu memburu
Pangeran Benawa seperti seorang sedang memburu tupai"
"Sekali lagi aku nasehatkan, jangan meninggalkan kasatrian
untuk sementara" "Bukan sekedar tentang aku sendiri, kakangmas. Tetapi
tentang orang-orang yang ingin memiliki cincin bermata tiga
itu. Beberapa perguruan telah mengerahkan murid-muridnya.
Yang satu berbenturan dengan yang lain. Mereka saling
mencurigai dan bahkan benturan-benturan kekerasan sudah
sering ter-jadi" "Mulai hari ini akan tersebar berita bahwa Pangeran
Benawa sudah berada di istana. Dengan demikian mereka
akan berhenti bertengkar. Tidak ada lagi yang
dipertengkarkan" "Tetapi paman Harya Wisaka?"
"Nah, kita sekarang tinggal mengamati paman Harya
Wisaka. Kau harus berhati-hati terhadap paman Harya Wisaka
yang kita tahu, sangat licik. Sebenarnya paman Harya Wisaka
adalah seorang yang pintar, ia banyak memilki pengetahuan
dan akal. Tetapi kepandaiannya dan kecerdikannya telah
disalah gunakan" "Kakangmas. Ki Tumenggung Sarpa Biwada agaknya telah
bekerja-sama dengan paman Harya Wisaka"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Raden Sutawijaya mengangguk-angguk. Ketika ia berpaling
kepada Paksi, maka dilihatnya wajah Paksi yang tegang.
"Maaf Paksi" berkata Pangeran Benawa "aku tidak sedang
mengada-ada. Tetapi bahwa Harya Wisaka datang ke
rumahmu pada saat cincin itu kau serahkan kepada ayahmu,
telah mengundang kecurigaanku"
Paksi mengangguk dalam-dalam. Katanya "Hamba dapat
mengerti, Pangeran" "Karena itu, aku ingin minta kau pulang"
Paksi mengangguk lagi sambil menjawab "Hamba
Pangeran" "Sebenarnya aku merasa berat untuk membebani tugas
yang aku sendiri merasa ragu, apakah kau mampu
memikulnya" Paksi menundukkan kepalanya. Ia sudah menduga, tugas
apakah yang akan dibebankan kepadanya.
"Paksi" berkata Pangeran Benawa selanjurnya "aku ingin
minta kepadamu untuk mengamati hubungan antara ayahmu
dengan Harya Wisaka"
Paksi tidak segera menjawab. Ia sadar, bahwa tugas itu
adalah tugas yang sangat berat baginya. Bagaimanapun juga,
Ki Tumenggung Sarpa Biwada itu adalah ayahnya, apakah ia
akan dapat mencegahnya"
Raden Sutawijaya agaknya dapat membaca gejolak
perasaan Paksi. Karena itu, maka iapun berkata "Kau tidak
usah bertindak sendiri, Paksi. Kau hanya berkewajiban untuk
melaporkannya kepada adimas Pangeran Benawa"
Paksi mengangguk. Tetapi di wajahnya memancar keragu-
raguan yang mencengkam. "Paksi" berkata Ki Marta Brewok "pengawasan itu
sebenarnya lebih banyak ditujukan kepada Harya Wisaka.
Bukan kepada ayahmu, meskipun pelaksanaannya memang
harus dilakukan kepada kedua-duanya. Yang berniat buruk
adalah Harya Wisaka. Ayahmu hanya terlibat saja. Meskipun
hal itu tidak dapat terjadi jika ayahmu tidak bersedia bekerjasama"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi menarik nafas panjang. Terdengar iapun berdesis
"Aku mengerti, guru"
"Nah, jika demikian, aku berharap bahwa kau dapat
melakukannya dengan baik" berkata Pangeran Benawa
"namun kau harus menyadari, bahwa Harya Wisaka adalah
seorang yang berilmu tinggi dan tangkas berpikir. Karena itu
kau harus berhati-hati"
"Hamba Pangeran" Paksi mengangguk.
"Dalam keadaan tertentu, Harya Wisaka dapat berbuat
sangat kejam" berkata Pangeran Benawa kemudian "kau telah
melihatnya sendiri, apa yang pernah dilakukannya"
"Hamba Pangeran"
"Nah, dengan demikian, kau tidak saja harus mengamati
hubungan ayahmu dengan Harya Wisaka. Tetapi mungkin
sekali kau harus bertindak dalam keadaan yang sangat
mendesak. Jika ayahmu membuat Harya Wisaka kecewa,
maka Harya Wisaka tentu tidak akan segan-segan
menyingkirkannya" berkata Ki Marta Brewok kemudian.
"Ya, guru" "Berhati-hatilah" pesan Pangeran Benawa.
Paksi mengangguk lagi. Tetapi diwajahnya masih nampak
keragu-raguan. Bahkan kemudian dengan nada berat iapun
bertanya "Apa yang harus hamba lakukan, jika hamba harus
pergi lagi dari rumah" Hamba tidak tahu pasti, apa yang
sebenarnya dikehendaki oleh ayah. Kadang-kadang hamba
merasa bahwa rumah itu bukan lagi rumahku"
Pangeran Benawa menarik nafas panjang. Katanya -
Ayahmu memang aneh, Paksi. Tetapi untuk sementara kita
berharap bahwa kau tidak akan pergi dari rumahmu"
"Hubungan yang membingungkan" desis Raden Sutawijaya
"namun bagaimanapun juga, aku kagum akan sikapmu.
Apapun yang dilakukan oleh ayahmu terhadapmu, kau tetap
bersikap sebagai seorang anak yang baik"
Paksi tidak menjawab. Memang kadang-kadang timbul
persoalan didalam dirinya, apakah ia harus bersikap lain
terhadap ayahnya. Namun sejak kecil Paksi sudah diajar untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mematuhi segala perintah ayahnya itu. Meskipun kadang-
kadang ia tidak tahu apakah perintah itu wajar atau tidak.
Tetapi ayahnya adalah seorang raja dirumahnya. Apapun yang
dilakukan tidak seorangpun yang dapat mencegahnya.
Sedangkan apa yang dikatakan adalah kebenaran bagi seisi
rumahnya. "Paksi" berkata Ki Marta Brewok kemudian "apapun yang
pernah dilakukan oleh ayahmu, ia tetap ayahmu. Kau harus
patuh kepadanya. Tetapi itu bukan berarti bahwa kau tidak
dapat menyatakan pendapatmu. Tentu saja sekedar masukan
bagi ayahmu. Keputusan terakhir memang ada di tangan
ayahmu. Meskipun demikian setelah kau dewasa penuh, maka
kaupun dapat mendengarkan kata nuranimu sendiri. Kau
dapat berpijak pada landasan keyakinanmu untuk menanggapi
setiap persoalan yang timbul. Namun semua itu tidak akan
dapat menghapuskan hubungan antara anak dan ayah pada
tempatnya masing-masing"
Paksi mengangguk-angguk. Sementara Pangeran
Benawapun berkata "Pulanglah Paksi. Ibumu tentu menjadi
sangat gelisah menunggumu. Kita tidak tahu, apakah ayahmu
sempat menceriterakan bahwa di paseban, kau justru telah
mendapat ganjaran dari Kangjeng Sultan. Bukan hukum
gantung atau hukum pancung. Sebenarnyalah malam itu aku
juga menjadi bingung. Aku tidak mengira bahwa tiba-tiba
ayahmu menyebut namamu. Bahkan ayahmu telah menunjuk
bahwa kaulah yang telah membawa cincin itu pulang"
Paksi mengangguk dalam-dalam. Namun kemudian katanya
"Tetapi bagaimana dengan ganjaran uang yang sekampil ini"
Keris yang hamba terima merupakan ganjaran dan sekaligus
penghargaan yang tidak ternilai bagi hamba. Tetapi uang itu
justru membingungkan hamba"
"Kenapa kau menjadi bingung" uang itu adalah uangmu"
"Tetapi hamba tidak melakukan apa-apa. Apalagi
menyelamatkan Pangeran"
"Paksi" sahut Pangeran Benawa "yang kau lakukan jauh
lebih besar dari sekedar menolong aku yang terperosok
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kedalam jurang dengan memeprtaruhkan nyawamu. Jauh
lebih besar dari itu. Tanpa kehadiranmu bersamaku, aku
sudah menjadi lumat oleh orang-orang yang memburu cincin
itu" "Pada kenyataannya justru Pangeranlah yang telah
menyelamatkan hamba"
"Tidak. Atau katakanlah, kita sudah bekerja bersama. Kau
tidak usah membayangkan bahwa jurang itu adalah sebuah
lekuk yang dalam dan berdinding batu-batu padas yang
runcing. Tetapi jurang dapat berujud apa saja, sementara aku
terperosok kedalamnya"
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Uang didalam
kampil itu terlalu banyak"
"Paksi" berkata Raden Sutawijaya "Pangeran Benawa
adalah putera seorang Raja. Kau tahu, berapa besarnya
kekayaan seorang raja. Nah, kau akan tahu bahwa uang
didalam kampil itu tidak berarti apa-apa bagi seorang Raja"
"Tetapi bagi hamba?"
"Juga tidak seberapa. Bukan berarti upahmu selama kau


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bersama-sama dengan adimas Pangeran Benawa. Tetapi
sekedar ucapan terima-kasih dari Kangjeng Sultan Hadiwijaya"
Paksi menarik nafas dalam-dalam, sementara Pangeran
Benawa berkata "Paksi, selain sebilah keris sebagai
penghargaan yang diberikan karena sifat kesatriamu, sekampil
uang sekedar pernyataan terima-kasih, maka aku juga ingin
memberikan seekor kuda yang baik buatmu"
"Seekor kuda?" bertanya Paksi dengan nada tinggi.
"Ya. Aku tahu dirumahmu sudah ada beberapa ekor kuda,
Tetapi kuda-kuda itu adalah milik ayahmu. Sekarang kau
sendiri akan memiliki seekor kuda pula"
Paksi memandang Pangeran Benawa dengan sinar mata
yang berkilat-kilat. Sebenarnyalah ia memang ingin memiliki
seekor kuda. Diam-diam ia memang sering naik kuda milik
ayahnya jika ayahnya tidak ada dirumah. Tetapi jika ayahnya
mengetahuinya, maka ayahnya akan selalu menjadi sangat
marah. Bahkan Paksi pernah mendapat hukuman karena ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membawa seekor kuda berkeliling kota. Untunglah adik-
adiknya tidak pernah melaporkannya kepada ayahnya jika
Paksi setiap kali membawa kudanya keluar. Demikian pula
para pembantu dirumahnya. Tetapi memang pernah terjadi,
ayahnya sendiri secara kebetulan melihatnya langsung ketika
ayahnya sedang bertugas. Meskipun demikian, sekali-sekali
memang ayahnya memberinya kesempatan untuk berkeliling
kota dialas punggung kuda, meskipun jarang sekali terjadi.
Bahkan kadang-kadang bersama adik laki-lakinya.
Hari itu, Paksi telah diperkenankan pulang dengan naik
seekor kuda yang besar dan tegar berwarna kelabu. Kuda
yang sangat baik menurut penilaian Paksi.
"Terima-kasih Pangeran" berkata Paksi berulang kali.
Ki Marta Brewok menepuk bahu Paksi sambil berkata
"Paksi. Masih ada kewajibanmu. Kau masih harus
menuntaskan ilmumu, agar kau tidak dapat lagi dihanyutkan
oleh ilmu cleret Tahun itu"
Paksi mengerutkan dahinya, sementara Ki Marta Brewok
berkata selanjurnya "Kau jngat, bahwa kau pernah diangkat
oleh angin pusaran?"
Paksi mengangguk kecil. Namun kemudian jantungnya telah dicengkam oleh
kegelisahan sebelum ia memasuki halaman rumahnya.
-ooo00dw00ooo- Jilid 16 NAMUN Paksi memang harus pulang. Dengan demikian
ibunya akan menjadi tenang. Iapun harus memberikan
laporan kepada ayahnya, apa yang telah terjadi di paseban
meskipun ayahnya itu melihatnya langsung.
Sejenak kemudian, Paksipun berjalan menuntun kudanya di
halaman rumahnya. Kuda berwarna kelabu yang besar dan
tegar. Kuda-kuda ayahnya tidak ada yang sebaik kuda yang
diterimanya dari Pangeran Benawa itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jantung Paksi menjadi semakin berdebar ketika ia melihat
ayahnya berdiri di pendapa sambil beitolak pinggang. Dengan
lantang ayahnya itu bertanya "Dari mana kau curi kuda itu?"
Paksi berhenti di halaman. Kemudian iapun menjawab
"Hadiah dari Pangeran Benawa, ayah"
"Bukankah kau sudah menerima ganjaran dari Kangjeng
Sultan sendiri?" "Ya, ayah" "Kenapa kau menerimina hadiah juga dari Pangeran
Benawa?" "Entahlah. Aku tidak tahu, ayah"
Ayahnya itupun kemudian turun dari pendapa sambil bertanya
"Apakah kau dan Pangeran Benawa sengaja mempermainkan
aku?" "Tidak, ayah. Sama sekali tidak"
"Jika suatu saat aku tahu, bahwa kau dan Pangeran
Benawa telah mempermainkan aku, maka kau akan sangat
menyesal. Pangeran Benawapun akan menyesal karena aku
akan memberitahukan kepada Kangjeng Sultan. Kangjeng
Sultan tentu juga merasa sudah dipermainkan pula. Kangjeng
Sultan tentu akan bertanya, kenapa cincin itu dapat terlepas
dari Pangeran Benawa dan jatuh ketanganmu, apapun yang
kau ceriterakannya" "Tetapi aku sama sekali tidak mempermainkan ayah. Aku
telah melakukan apa yang harus aku lakukan sesuai dengan
perintah ayah" Ki Tumenggung termangu-mangu sejenak. Namun iapun
kemudian dengan serta merta telah berbalik dan kembali naik
ke pendapa. Dan bahkan langsung masuk keruang dalam.
Paksipun kemudian membawa kudanya ke belakang. Masih
ada tempat di kandang kuda.
Seorang pekathik, laki-laki yang rambutnya sudah mulai
memutih, datang mendekatinya. Sambil mengamati kuda
berwarna kelabu itu iapun berkata "Kuda yang sangat bagus.
Raden" "Pemberian Pangeran Benawa, paman"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pangeran Benawa?"
"Ya, paman" "Pantas sekali, Pangeran Benawa adalah seorang
penggemar kuda. Ia mempunyai beberapa ekor kuda. Tentu
semuanya kuda yang sangat bagus seperti kuda ini.
Beruntung raden mendapat hadiah seekor kuda dari Pangeran
Benawa" Paksi tersenyum. Katanya "Aku titipkan kuda itu kepada
paman" "Aku memang pekathik disini. Jangan cemas. Aku akan
memelihara kuda ini sebaik-baiknya seperti aku memelihara
kuda-kuda Ki Tumenggung. Kuda ini akan menjadi kuda
terbaik di rumah ini"
Paksi masih tersenyum. Katanya "Aku memang beruntung,
paman" Paksipun kemudian telah menyerahkan kudanya kepada
pekatik itu. Sekilas ia mengamati kuda-kuda lain yang sudah
ada di kandang. Agaknya kudanya memang menjadi kuda
terbaik" Ketika kemudian Paksi masuk keruang dalam lewat serambi
samping, maka ibunya telah mendapatkannya. Dipeluknya
anaknya itu sambil berkata "Bukankah kau tidak dihukum,
Paksi?" "Tidak, ibu. Ternyata Kangjeng Sultan tidak menghukum
aku. Aku justru mendapat beberapa macam ganjaran"
"Ganjaran" Ah, berkatalah sebenarnya"
"Ya ibu. Aku memang mendapat ganjaran"
Paksipun kemudian telah menceriterakan hadiah-hadiah
yang diterimanya. Sebilah keris. Uang dan Pangeran Benawa
memberinya pula seekor kuda yang sangat baik.
"Benar begitu?"
"Ya. Ayah juga menyaksikannya, kecuali kuda itu"
"Ayahmu tidak bercerita kepadaku"
"Mungkin belum"
Wajah Nyi Tumenggung itu nampak tereiut. Namun
kemudian Nyi Tumenggung itupun telah mencoba tersenyum
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sambil berkata "Kau harus bersukur, Paksi"
" Ya, ibu. Aku memang harus bersukur"
"Sang Pencipta akan selalu melindungimu" desis ibunya.
Namun didalami hatinya ibunya itupun berkata bukan
salahmu, Paksi. Tetapi ayahmu itu telah membencimu"
Dalam pada itu, maka Paksipun kemudian telah berkata
"Ibu, aku mohon ibu bersedia menyimpan uang ganjaran yang
aku terima. Ketika aku pergi, ibu telah membelikan banyak
sekali bekal kepadaku"
"Tetapi bekal itu telah kau kembalikan, Paksi. Perhiasan-
perhiasan itu masih utuh. Bahkan bekal uang yang kau
bawapun masih tersisa"
"Tetapi aku mohon ibu bersedia menerima dan
menyimpannya. Pada suatu saat kita akan memerlukannya"
Ibunya mengangguk. Diterimanya sekampil uang yang
berat yang diterimanya dari Kangjeng Sultan.
"Keris ini akan aku simpan sendiri, ibu"
Ibunya mengangguk-angguk. Diamatinya keris yang
diterima sebagai ganjaran oleh Paksi itu. Keris yang terselip
didalam wrangkanya yang terbuat dari emas. Pada hulu keris
itu terdapat beberapa butir permata yang berkilat-kilat.
"Keris yang sangat mahal" desis ibunya.
"Ya, ibu" "Tetapi keris itu tentu bukan sekedar ganjaran, Paksi"
"Maksud ibu?" "Bahwa kau menerima ganjaran sebilah keris itu adalah
lambang, bahwa kau telah dibebani pula tanggung-jawab"
Wajah Paksi menegang. Dengan dahi berkerut iapun
bertanya "Maksud ibu?"
"Bukankah kau menerima keris itu karena kau dianggap
sebagai seorang kesatria sejati?"
"Ya, ibu" "Nah, kewajiban seorang kesatria sejali tidak berhenti
sampai saatnya ia menerima ganjaran. Bahwa Kangjeng
Sultan menganugerahkan sebilah keris itu, tentu dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
maksud untuk melestarikan sifat-sifat kesatria didalam dirimu
beserta sebuah tanggung-jawab yang berat. Setelah kau
menerima ganjaran keris itu, kau tidak dapat membelakangi
sifat-sifat kesatria itu"
Paksi mengangguk-angguk. Ia baru menyadari, bahwa
ganjaran itu bukan ganjaran yang diterimanya karena
perbuatannya dan jasa yang telah lewat itu saja. Tetapi
ternyata ibunya benar. Keris itu adalah beban yang terletak di pundaknya.
"Kenapa Ki Marta Brewok tidak mengatakannya?" bertanya
Paksi didalam hatinya. Untunglah bahwa ibunya sempat
menterjemahkan maksud Kangjeng Sultan dengan
ganjarannya. "Karena itu, Paksi" berkata ibunya selanjutnya "kau justru
harus menjaga agar sifat-sifat itu tetap ada padamu dan yang
lebih penting kau amalkan"
Paksi mengangguk sambil berdesis "Semoga ibu. Aku
mohon restu" Ibunya menepuk bahu anak laki lakinya. Katanya "Aku akan
berdoa untukmu, Paksi"
lbunyapun kemudian lelah masuk kedalam biliknya.
Disimpannya uang Paksi dengan baik bersama perhiasan-
perhiasannya yang telah dikembalikan oleh Paksi. Bahkan Ki
Tumenggungpun tidak akan mudah menemukannya.
Dalam pada itu, ketika hal itu didengar oleh kedua adiknya,
maka keduanya menjadi bangga Keduanya telah menemui
Paksi untuk mendengar langsung, bagaimana Paksi menerima
ganjaran itu langsung dari Kangjeng Sultan.
"Kau tentu berdebar-debar, kakang?" bertanya adiknya
perempuan. Paksi tertawa. Katanya "Tentu. Sedangkan untuk berada di
paseban aku sudah menjadi gemetar"
"Untung, keris dan kampil uang itu tidak terjatuh pada saal
kakang menerimanya. Jika kampil uang itu terjatuh dan
uangnya bertaburan, maka Kangjeng Sultan akan menjadi ikut
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sibuk memungut dan mengumpulkan uang itu" sahut adiknya
laki-laki. Paksi tertawa. Kedua adiknyapun tertawa.
"Kak" bisik adiknya "belikan aku cincin, ya kak"
"Cincin mas bermata tiga. Tidak usah seperti cincin
kerajaan. Cincin dengan mata apapun aku mau"
"Ah, kau" potong adik laki-laki Paksi "cincin itu tidak
penting. Kakang Paksi akan membelikan aku sebuah busur
yang bagus. Aku akan ikut lomba panahan yang
diselenggarakan di alun-alun setiap permulaa mangsa ketiga,
saat gareng-pung mulai berbunyi di pepohonan"
"Terserah saja kau minta busur. Tetapi aku minta cincin"
"Baik. Baik" sahut Paksi "aku akan menyampaikannya
kepada ibu" "Kenapa ibu?" "Uang itu aku titipkan kepada ibu. Bukankah kalian tahu?"
"Ya. Tetapi aku minta kakang Paksi. Tidak minta ibu" desis
adiknya perempuan. Paksi tertawa pula. Katanya "Baik. Baik. Akulah yang akan
membelikan kalian" Bagi Paksi, sikap kedua adiknya itu bagaikan titik-titik
embun di tanah yang gersang. Jika saja ibunya tidak bersikap
lembut dan kedua orang adiknya tidak bersikap manis
kepadanya, maka rumah itu bagaikan neraka. Paksi benar-
benar tidak tahu, kenapa ayahnya bersikap keras dan balikan
kasar kepadanya. Meskipun ayahnya juga bersikap keras
terhadap kedua adiknya, tetapi ayahnya itu tidak berbuat
kasar kepada mereka. "Aku adalah anak yang sulung" berkata Paksi didalam
hatinya "karena itu, agaknya ayah ingin membentuk aku
menjadi laki-laki sebagaimana dikehendaki. Aku akan menjadi
contoh bagi adikku, sehingga adikkupun akan menjadi laki-laki
pula" Paksi manarik nafas. Namun ia tetap tidak dapat mengerti
sikap ayahnya itu. Setelah ia mendapatkan ganjaran keris
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
serta sebutan kesatria dari Kangjeng Sultan, ayahnya sama
sekali tidak menjadi bangga karenanya.
"Laki-laki seperti apa yang dikehendaki oleh ayah jika
bukan seorang laki-laki dengan sifat dan watak seorang
kesatria?" Ternyata kemudian Paksi tidak ingkar. Ia telah minta uang
kepada ibunya untuk membelikan sebentuk cincin bermata
intan tiga butir bagi adik perempuannya serta sebuah busur
yang baik serta anak panahnya bagi adiknya laki-laki"
"Kau sendiri akan membeli apa Paksi?"
Paksi menggeleng. Katanya "Aku tidak akan membeli apa-
apa ibu. Kebutuhanku sudah tercukupi. Bahkan aku sudah
mempunyai sebilah keris dalam pendok emas tretes permata.
Bukankah itu sudah berlebihan bagiku?"
"Tetapi keris itu kau terima langsung dari Kangjeng Sultan
sendiri?"

Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bukankah itu sudah cukup?"
"Apakah kau tidak melengkapinya dengan kamus beludru
dengan timang emas tretes permata?"
"Ah" "Uangmu sangat banyak Paksi. Sangat banyak sekali"
Paksi tertawa katanya "Aku justru ingin membeli sebuah
kalung susun buat ibu"
Ibunya tertawa. Katanya "Kau minta aku mengenakan
kalung susun?" Paksi tertawa. "Ora nyebut" desis ibu Paksi sambil tertawa semakin
panjang "aku akan ditertawakan gadis-gadis kecil. Orang yang
umbulnya ubanan masih mengenakan kalung susun"
"Apakah kalung susun hanyan boleh digunakan gadis-gadis
muda?" "Memang tidak. Tetapi tentu tidak pantas orang setua ibu
mengenakan kalung susun"
"Jika demikian, peniti renteng"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ibunya menepuk bahu Paksi, katanya "Kau tahu, aku sudah
mempunyai perhiasan cukup banyak. Bahkan yang kau
bawapun masih utuh" Paksi tersenyum sambil mengangguk, la tahu, ibunya me
ang sudah mempunyai perhiasan cukup banyak dan lengkap.
Dalam pada itu, Paksi yang tinggal di rumahnya itu memang
kadang-kadang merasa terganggu oleh sikap ayahnya. Namun
Paksi berusaha untuk selalu menahan dirinya. Ia hanya
menundukkan kepalanya saja jika ayahnya tiba-tiba saja
marah kepadanya tanpa sebab. Seperti dahulu, ayahnya selalu
menyebutnya sebagai pemalas yang tidak mempunyai gairah
hidup sama sekali. "Kau anakku yam sulung, Paksi. Kau harus memberi contoh
yang baik bagi adik-adikmu. Selebihnya, anak mereka yang
berada dibawah perintahku di Pajang ini tentu akan berkiblat
kepadamu" Paksi hanya dapat menunduk saja. Jika kadang-kadang
lidahnya menjadi gemetar untuk menjawab, maka dengan
susah payah, Paksi mengekangnya. Apapun yang dilakukan,
tetapi ia adalah ayahnya. Karena itu, maka Paksi wajib
menghormatinya. Dihari-hari berikutnya, Paksi sudah mulai menemui kawan-
kawannya kembali. Seorang saja diantara mereka mendengar
dari ayahnya, bahwa anak Ki Tumenggung Sarpa Biwada
menerima ganjaran dari Kangjeng Sultan, maka kawan-
kawannya telah mendengarnya pula.
"Siapakah yang mengatakan kepadamu?" bertanya Paksi
kepada kawannya yang bertanya langsung kepadanya.
"Ayah" jawab kawannya.
"Dari mana ayahmu mengetahui?"
"Ayah hadir di paseban"
Paksi mensarik nafas dalam-dalam. Ayah kawannya itu
adalah seorang Rangga. "Hanya satu kebetulan" jawab Paksi.
"Jadi selama ini kau telah mengembara?" bertanya
kawannya yang lain. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya sekedar untuk menambah pengalaman serta
pengenalan atas hijaunya tanah ini"
"Bukan main" desis kawannya. Bahkan seorang kawannya
berkata "Kalau saja kau mengajak aku. Aku akan ikut
bersamamu" "Lebih banyak membuang waktu"
"Akhirnya kau mendapat anugerah itu"
"Sudah aku katakan. Hanya karena kebetulan saja.
Semangkin kita tidak akan dapat berharap bahwa kebetulan
itu akan datang beberapa kali kepada kita"
"Berapa lama kau mengembara, Paksi?" bertanya
kawannya yang lain. "Setahun lebih sedikit" awab Paksi.
"Dalam setahun kau banyak sekali berubah. Kulitmu
menjadi semakin hitam. Tetapi tubuhmu menjadi semakin
kekar. Kau nampak lebih tua dari umurmu yang sebenarnya.
Bukankah kita sebaya?"
"Ya. Kita sebaya umurku delapan belas sekarang"
"Umurku juga delapan, Tetapi kau nampak jauh lebih
matang dari kawan kawan sebaya kita"
"Aku lebih terbakar oleh pengembaraanku yang berat"
"Kau harus mencertitakan apa yang kau alami dalam
pengembaraanmu" Paksi tertawa, katanya "Lain kali aku akan menceriterakan
pengalaman pengembaraanku, tentu tidak akan menarik.
Ceriteraku tentu tidak ada ubahnya seperti sebuah keluhan
panjang" Kawan-kawannya tidak mendeksaknya, agaknya Paksi
masih sangat letih, jika bukan bandannya tentu batinnya.
sehingga ia masih belum sempat berceritera kepada mereka.
Dalam pada itu, selama menemui kawan-kawannya, Paksi
pun tidak melupakan gurunya Ketika ia berangkat
mengembara ia datang menemuinya dan minta diri
kepadanya. Karena itu setelah ia pulang, maka ia berniat
untuk segera menemuinya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gurunya nampak sangat gembira menerima kedatangan
Paksi. Dengan sifat kebapaan Paksipun dibimbingnya masuk
ke ruang dalam. "Aku senang melihat kau pulang, Paksi" berkata gurunya
"bukakah kau baik-baik saja selama kau mengembara?"
"Atas doa dan restu guru, aku dalam keadaan baik selama
pengembaraanku. Tuhan Yang Maha Penyaang selalu
melindungiku. Beberapa kali aku mengalami kesulitan selama
aku mengembara. Namun aku selalu mendapat kemampuan
untuk mengatasinya" "Kau harus mengucap sukur, Paksi"
"Ya, guru. Aku bersukur bahwa aku dapat menghadap guru
lagi" Gurunya menepuk bahu Paksi. Katanya "Kau telah berubah
setelah setahun mengembara. Tubuhmu menjadi sangat kuat.
Sementara itu, pengalamanmu tentu sudah mengasah otakmu
sehingga menjadi lebih tajam"
"Mudah-mudahan, guru. Tetapi pada dasarnya otakku
memang tumpul" Gurunya tertawa. Katanya "Kau ingat ketika kau akan
berangkat, kau minta diri kepadaku"
"Ya, guru" "Saat itu aku katakan kepadamu, bahwa kau adalah
muridku yang terbaik. Aku berharap bahwa kelak kau akan
dapat menggantikan kedudukanku setelah aku menjadi tua
dan rapuh" "Aku tidak pantas menerima kepercayaan seperti itu, guru"
"Kenapa tidak" Jika muridku yang terbaik saja tidak pantas
menerima kepercayaan seperti itu, lalu siapakah lagi yang
akan pantas menerimanya" Sedangkan jika tidak ada orang
yang dapat menggantikan kedudukanku, maka perguruan ini
akan berakhir" Paksi menarik nafas dalam-dalam. Tentu ia juga tidak ingin
perguruan itu lenyap begitu saja. Tetapi sebenarnyalah,
bahwa perguruan itu tidak sepenuhnya sesuai dengan ujud
perguruan yang terbaik menurut angan-angan Paksi. Murid-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
murid dari perguruan itu, tidak sepenuhnya anak-anak muda
yang memang ingin berguru. Tetapi seolah-olah sekedar
memenuhi kewajiban yang dibebankan oleh orang tua mereka
Paksi itu tersadar ketika gurunya kemudian berkata "Hal itu
jangan kau pikirkan sekarang, Paksi. Masih banyak waktu. Aku
masih dapat memimpin perguruan ini untuk beberapa waktu
mendatang sambil mempersiapkan segala sesuatunya
menghadapi masa depan perguruan ini"
Paksi menarik nafas panjang. Ternyata yang dimaksud
gurunya bukan angan-angannya tentang perguruannya, tetapi
tentang kepemimpinannya. "Paksi" berkata gurunya kemudian "Setelah lebih setahun
kau meninggalkan perguruan ini, aku ingin melihat apakaih
pengalamanmu telah mematangkan ilmumu. Jika kau tidak
keberatan, aku ingin membawamu ke sanggar"
Paksi menjadi berdebar-debar. Ilmunya tentu sudah tidak
murni lagi. la telah menyadap ilmu dari seorang guru yang
lain, Ki Marta Brewok. Selebihnya seseorang yang tidak
dikenalnya telah memberikan pengaruh pula kepada ilmunya.
Bahkan ia telah mendapatkan sebuah tongkat yang kemudian
dipergunakannya sebagai senjata yang justru menjadi mapan
baginya. Paksi tidak mau mengecewakan gurunya selelah berada di
sanggar, karena itu, maka sebelum mereka memasuki
sanggar, Paksi telah menceritakan perjalanannya yang
panjang, ia bercerita tentang tongkatnya, tentang Ki Marta
Brewok dan tengtang Pangaeran Benawa yang saat terakhir
mengembara bersamanya. Dalam latihan-latihan bersama,
mungkin sekali pengaruh ilmu Pangeran Benawa nampak pada
ilmunya. Gurunya tersenyum mendengar cerita Paksi, katanya "Kau
telah mendapat anugerah yang besar Paksi, kau telah
mendapat kesempatan untuk memperdalam ilmumu, tentu
aku sama sekali tidak merasa kecewa. Dengan demikian,
maka kau telah mendapat kekayaan baru. Kekayaan baru itu
akan berarti pula bagi perguruan kita ini"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, guru" Paksi mengangguk.
"Dengan demikian aku menjadi semakin yakin, bahwa kau
akan dapat menjadi pemimpin bagi perguruan ini kelak.
Karena itu, kita wajib mempersiapkannya. Aku dan terutama
kau" Paksi tidak menjawab bahkan kepalanya tertunduk. Dalam
pada itu gurunyapun berkata "Paksi, marilah. Kita akan berada
didalam sanggar" Sejenak kemudian, maka Paksipun telah berada didalam
sanggar. Sanggar yang kebetulan sedang sepi. Saat tidak
seorangpun sedang berada didalamnya.
"Paksi" berkata gurunya "aku sebenarnya menjadi jemu
dengan isi dari perguruan kita ini"
Paksi mengerutkan dahinya. Dengan ragu ia bertanya
"Maksud guru?" "Perguruan ini bukan perguruan yang memenuhi syarat.
Baik tatanan yang ditrapkan didalamnya maupun isinya.
Mereka yang datang di perguruan ini, bukanlah orang-orang
yang diharapkan. Mereka datang untuk sekedar datang tanpa
dorongan niat yang mantap"
Jantung Paksi terasa berdenyut lebih cepat. Sementara itu
gurunya berkata selanjutnya "Anak-anak para perwira prajurit
Pajang itu datang karena keinginan orang tua mereka.
Memang ada satu dua orang yang berguru dengan
bersungguh-sungguh seperti kau sebelum pergi mengembara.
Tetapi yang lain datang untuk sekedar agar tidak dimarahi
oleh ayah-ayah mereka. Namun dengan demikian, maka tidak
ada kesungguhan yang dapat mendorong mereka untuk
menggapai ilmu yang lebih tinggi dari sekedar pantas bagi
anak seorang perwira prajurit"
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Ternyata apa yang
dipikirkannya itu telah menggelitik jantung gurunya pula.
Memang terbersit suatu kebanggaan dihati Paksi, bahwa
pikirannya ternyata sejalan dengan pikiran gurunya, sehingga
apabila kelak terjadi perubahan tatanan, gurunya akan
mempertanggung-jawabkannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Paksi" berkata gurunya selanjutnya "setidak-tidaknya
diperguruan ini akan dipisahkan. Siapakah yang bersungguh-
sungguh dan siapakah yang sekedar ikut-ikutan. Aku, sebagai
seorang hamba yang ditunjuk untuk memberikan ilmu dasar
bagi anak-anak muda dari lingkungan kepemimpinan prajurit
Pajang, akan dapat memberikan laporan lebih terperinci dari
anak-anak para perwira itu"
Paksi hanya mengangguk-angguk saja. Ia sependapat
sepenuhnya dengan gagasan gurunya itu. Tetapi gurunya
tentu tidak akan dapat merubah tatanan perguruan itu dengan
serta merta, karena perguruan itu didirikan bagi kepentingan
para perwira yang ingin melihat anak-anaknya berilmu.
Dalam pada itu, maka guru Paksi itupun kemudian berkata
"Nah, sekarang bersiaplah. Aku ingin melihat sejauh manakah
peningkatan ilmumu selama setahun lebih ini"
Paksipun kemudian telah mempersiapkan dirinya.
Dilepasnya bajunya dan disingsingkannya kain panjangnya.
"Kau tidak membawa tongkatmu?" bertanya gurunya
"Tidak guru" jawab Paksi.
"Baiklah. Aku akan menjadi pasanganmu berlatih sekarang,
agar dengan demikian aku dapat mengerti sedalam-dalamnya,
tetaran ilmumu sekarang. Ingat, agar aku benar-benar dapat
menjajaginya, kau harus bersungguh-sungguh.
Sejenak kemudian, maka keduanya telah berada di tengah-
tengah sanggar sementara gurunya berkata pula "Kau dapat
mempergunakan apa saja yang ada didalam sanggar ini Paksi.
Disini ada beberapa jenis senjata. Disini juga ada beberapa
jenis alat-alat yang lain yang dapat kau manfaatkan. Yang
penting aku dapat melihat segi-segi kemampuanmu.
Kemampuanmu mempergunakan senjata, kesigapanmu
memanfaatkan apa saja yang ada di sekelilingmu serta
kecepatan penalaranmu menanggapi keadaan yang tiba-tiba"
"Aku akan mencoba, guru"
Demikianlah, maka keduanyapun segera bersiap. Gurunya
itulah yang lebih dahulu memancing agar Paksi mulai
bergerak. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah keduanyapun segera terlibat dalam latihan
yang semakin lama menjadi semakin cepat. Gurunya tidak
sekedar menangkis dan menghindar, tetapi sekali-sekali iapun
bahkan menyerang. Sekali-sekali bahkan serangan gurunya
mengenai tubuhnya, sehingga Paksi menyeringai menahan
sakit. Namun dengan demikian, Paksi telah terpancing untuk
menegeluarkan kemampuannya.
Latihan itupun kemudian berlangsung semakin sengit.
Serangan Guru Paksi itu menjadi semakin sering mengenai


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tubuh Paksi. Kemudian di tempat-tempat yang berbahaya,
sehingga Paksi menjadi benar-benar kesakitan.
Beberapa kali Paksi berloncatan surut untuk menghidari
seranga-serangan yang datang beruntun. Bahkan akhirnya
Paksi menjadi terkurung dan tersudut diujung sanggar.
Namun serangan-serangan gurunya itu tidak mereda.
Dalam keadaa tersudut Paksi menjadi semakin sulit untuk
menghindari serangan-serangan gurunya.
Beberapa kali Paksi terdorong dan tersandar disudut
dinding. Betapapun Paksi berusaha, namun ia tidak dapat
melepaskan diri dari sudut sanggar.
Namun tiba-tiba terngiang-ngiang kata-kata gurunya,
bahwa ia dapat mempergunakan segalanya yang ada
disanggar itu. Ketika serangan gurunya datang lagi membadai, maka tiba-
tiba saja Paksipun meloncat, menggapai palang bambu yang
menyilang. Kaki Paksipun segera terayun sementara tubuhnya
terlempar beberapa langkah dari sudut sanggar.
Gurunya dengan cepat menanggapi sikap Paksi. Iapun
segera berputar dan siap meloncat memburu Paksi. Namun
demikian ia berputar, maka serangan Paksipun datang dengan
derasnya. Kaki Paksi terjulur dengan sepenuh kekuatannya
menyerang kearah dada. Gurunya terkejut mendapat serangan yang demikian
cepatnya. Namun dengan sigap gurunya menyilangkan
tangannya di-dadanya. Ketika terjadi benturan, gurunya surut
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
setapak. Namun ternyata hanya merupakan ancang-ancang
untuk mengerahkan tenaganya, mendorong kaki Paksi yang
mengenai tangannya yang bersilang itu.
Paksilah yang kemudian terdorong. Kakinya yang
membentur tangan gurunya yang bersilang itu seakan-akan
telah terpantul dengan kuatnya.
Paksi berputar sekali diudara. Kemudian ia jatuh pada
kedua kakinya. Demikian kakinya menyentuh tanah, maka
Paksipun telah bersiap menghadapi segala kemungkinan.
Sebenarnyalah, gurunya telah menyerangnya pula.
Semakin lama serangan-serangannya menjadi semakin sengit.
Karena itu, maka Paksipun harus berloncatan menghindar
dan sibuk menangkis. Benturan-benturan telah terjadi.
Semakin lama semakin sering. Hampir seluruh tubuh Paksi
rasa-rasanya telah tersentuh serangan gurunya yang semakin
cepat dan keras. Tulang-tulangnya menjadi nyeri sedangkan
persendiannya rasa-rasanya menjadi lemah.
Namun Paksi tidak dapat berhenti. Gurunya masih
menyerangnya terus. Bahkan gurunya semakin lama semakin
meningkatkan ilmunya pula. Dengan demikian Paksupun harus
mengerahkan kemampuannya, sehingga akhirnya sampai ke
kemampuan puncaknya. Dengan demikian maka latihan itu menjadi semakin seru.
Dalam puncak kemampuannya, Paksi mampu memberikan
perlawanan yang berarti. Bahkan sekali-kali serangan Paksi
mampu menyentuh tubuh gurunya.
Namun tekanan yang berat membuat Paksi sekali-kali
meloncat keatas balok-balok gelugu yang ditanam berdiri
tegak dengan ketinggian yang tidak sama, sekali-kali
meloncati palang-palang bambu, berayun dan bahkan
bergayut pada kerangka atap sanggar itu.
Tetapi dengan mengerahkan segenap kekuatan dan
kemampuannya, maka keringat Paksi seakan terperas dari
tubuhnya. Latihan itu masih berlangsung beberapa lama, keduanya
berloncatan di dalam sanggar dari satu sudut ke sudut yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lain. Dari patok-patok yang ditanam tegak ke palang-palang
bambu yang terbujur mendatar. Bergayut dan berayun,
melenting dan berputaran di udara.
Ketika tenaga Paksi mulai menyusut, maka serangan-
serangan gurunyapun mulai mereda, bahkan kemudian
menjadi semakin lamban, sehingga berhenti sama sekali.
Paksi berdiri dengan nafas terengah-engah, namun
ternyata bahwa penjajagan itu masih belum selesai, dengan
nada berat gurunyapun berkata "Paksi, ambil senjata apa saja
yang kau inginkan" Paksi termangu-mangu sejenak. Namun agaknya
gurunyapun bersungguh-sungguh.
Bahkan ketika Paksi masih berdiri termangu-mangu, maka
gurunyalah yang lebih dahulu mengambil senjata. Sebuah
pedang yang tidak terlalu panjang.
"Cepat. Aku akan segera mulai. Jika kau terlambat, bukan
tanggung jawabku" Untuk beberapa saat Paksi masih termangu-mangu. Namun
tiba-tiba saja gurunya meloncat sambil menjulurkan
pedangnya langsung kearah dada.
Paksi memang agak terkejut. Namun dengan tangkasnya
iapun meloncat kesamping. Sebelum gurunya menyerang lagi,
maka Paksipun segera meloncat memungut senjata yang
berada disudut sanggar. Sebuah tongkat.
Agaknya karena kebiasaannya ia bersenjata tongkat, maka
diluar sadarnya, iapun telah memungut tongkat pula dari
antara kumpulan senjata itu.
Beberapa saat kemudian, maka keduanya telah terlibat lagi
dalam latihan yang berat, sementara tenaga Paksi sudah mulai
menyusut. Sedangkan serangan-serangan gurunya justru
datang membadai. Dengan mengerahkan daya tahannya, Paksi memberikan
perlawanan sejauh dapat dilakukan. Bahkan sekali-sekali Paksi
sempat juga menyerang. Seperti kata gurunya, ia memang
harus bersungguh-sungguh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun akhirnya, gurunya telah meloncat mengambil jarak.
Dengan tangannya gurunya memberikan isyarat untuk
menghentikan latihan yang berat itu.
Nafas Paksi menjadi semakin deras mengalir. Namun guru-
nyapun kemudian memberikan isyarat pula kepadanya, untuk
mengatur pernafasannya sebagaimana dilakukan oleh
gurunya. Baru beberapa saat kemudian, gurunya itupun berdesis
"Luar biasa, Paksi. Dalam waktu setahun, ilmumu sudah maju
demikian pesatnya. Seandainya kau hanya berguru kepadaku,
aku tidak akan sanggup mendorongmu untuk melakukan
loncatan sepanjang yang lelah kau lakukan"
Paksi tidak menjawab. Kepalanya menunduk. Dengan nada
berat Paksi berkata "Aku mohon guru menunjukkan kepadaku,
apakah yang sebaiknya aku lakuan"
Gurunya menepuk bahu Paksi sambil berkata "Kau akan
sering datang di sanggar ini lagi, Paksi. Karena itu, aku tidak tergesa-gesa untuk berbicara tentang langkah-langkah yang
harus kau lakukan. Tetapi kau telah membuat aku semakin
yakin, bahwa kau harus dipersiapkan untuk memimpin
perguruan ini di masa mendatang. Tetapi seperti aku katakan,
perguruan ini harus berubah.
Paksi tidak segera menyahut. Tetapi kepalanya justru
menunduk semakin dalam. "Nah, beristirahatlah Paksi. Aku justru menjadi kagum
kepadamu. Bukan saja kemampuanmu dalam olah kanuragan
sudah menjadi mapan, kaupun sudah mendalami laku untuk
menguasai yang tinggi. Kau tentu tidak akan mempergunakan
dalam latihan penjajagan ini. Tetapi aku dapat
menangkapnya, karena kau memerlukan waktu untuk
mematangkan ilmu itu. Kau tentu dapat melakukannya
meskipun orang yang kau salah seorang gurumu itu tidak
berada disini sekarang. Namun mungkin aku dapat
membantumu" "Guru" berkata Paksi selanjutnya "Orang yang aku sebut
bernama Ki Marta Brewok itu berada di istana"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Di istana?" "Ya, di kesatriaan"
Dengan demikian kau masih dapat menghubunginya, aku
akan menyediakan sanggarku bagimu untuk menyempurnakan
ilmumu bersama Ki Marta Brewok, aku akan dapat
membantumu sampai ke tempat yang tertinggi"
Paksi mengangguk-angguk hormat sambil berkata "Terima
kasih guru, aku memang masih dapat menghubungi Ki Marta
Brewok. Tetapi apakah aku masih akan dapat selalu datang ke
sanggar, inilah yang merisaukan aku"
"Kenapa?" "Guru, ayahku kadang-kadang bersikap aneh. Aku tidak
mengerti apakah yang sebenarnya dikehendaki atas diriku.
Kadang-kadang aku merasa bahwa ayah tidak senang aku
berada dirumah" "Mungkin memang ada sesuatu yang tidak kau pahami.
Tetapi sendainya kau harus pergi, maka kau akan dapat
tinggal disini" Paksi menarik nafas panjang. Sekali lagi ia berkata "Terima-
kasih guru. Tetapi jika ayah memerintahkan kepadaku untuk
melakukan satu tugas tertentu, maka aku tentu tidak akan
dapat tinggal disini"
"Jangan berprasangka, Paksi. Mudah-mudahan kau tidak
harus pergi lagi. Jika cincin itu pernah menjadi alasan ayahmu mengusirmu, sekarang tentu tidak lagi. Cincin itu sudah
berada di istana. Ayahmu tentu tidak akan berani
memerintahkan kepadamu dan kepada siapapun untuk
mengambil cincin itu"
Paksi mengangguk-angguk. Katanya "Mudah-mudahan
guru. Aku akan merasa sangat senang jika aku mendapat
kesempatan cukup luas untuk sering berada di sanggar ini"
"Jika kau sempat, Paksi. Temuilah Ki Marta Brewok. Aku
mempersilahkannya singgah di sanggarku yang buruk ini.
Kehadirannya akan sangat berarti bagiku. Tentu juga bagimu"
"Ya, guru. Aku akan menemui Ki Marta Brewok di
kasatrian" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nah, sekarang kita akan beristirahat. Setelah keringatmu
kering, barangkali kau akan mandi lebih dahulu. Bukankah
dahulu kau terbiasa mandi disini" Pakiwan itu masih berada di
tempatnya. Sumur itu airnya masih jernih seperti dahulu"
Paksi tertawa. Katanya "Ya, guru. Aku akan mandi" Sejenak
kemudian Paksi sudah berada di belakang sanggar. Terdengar
senggot timba berderit ketika Paksi kemudian mengisi
jambangan di pakiwan. Namun sambil menimba, Paksi sempat merenungi latihan
penjajagan yang baru saja dilakukan. Ia adalah murid yang
sudah lama berguru kepada gurunya itu. Namun setelah ia
pulang dan pengembaraan, rasa-rasanya ia mengenali sesuatu
yang baru pada gurunya. Unsur-unsur dari ilmunya yang
dahulu belum pernah dikenalinya.
Mungkin dahulu, setahun yang lalu, guru masih
menganggap aku belum waktunya untuk diperkenalkan
dengan unsur-unsur gerak itu. Namun sekarang, setelah guru
menganggap ilmuku semakin maju, maka unsur-unsur gerak
itu mulai muncul" berkata Paksi didalam hatinya selagi
tangannya sibuk menarik senggot timba.
Tetapi bukan hanya pengenalannya yang baru itu saja yang
telah direnunginya. Apa yang dikenalinya pada gurunya itu.
Rasa-rasanya telah pernah dikenalinya pula disepanjang
pengembaraanya selama setahun lebih sedikit itu.
"Ah, tenlu saja sebuah kemiripan sifat dan watak dari
unsur-unsur gerak itu" berkata Paksi didalam hatinya "Tetapi
mungkin unsur-unsur gerak itu bersumber dari mata air yang
sama tetapi sudah mengalami perkembangan yang berbeda
setelah menempuh alur perjalanan panjang"
Paksipun kemudian tidak memikirkannya lagi. Tangannya
masih sibuk dengan senggot timbanya.
Namun beberapa saat kemudian, jambangan di pakiwan
itupun sudah menjadi penuh.
Kelika Paksi akan memasuki pakiwan, iapun tertegun.
Seorang yang pernah dikenalnya sebelum ia pergi, datang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendatanginya, seseorang yang telah lama berada di
perguruan itu. "Paksi" desis orang itu "bukankah kau Paksi Pamekas?"
"Ya, paman" jawab Paksi.
Orang itu mendekatinya sambil menepuk bahunya. Katanya
"Sudah lama sekali kau tidak nampak Paksi. Apakah kau
sedang bepergian jauh?"
"Ya, paman. Aku baru saja pulang dari pengembaraanku"
"Gurumu juga mengatakan kepadaku, bahwa kau baru saja
menjalankan tugas yang dibebankan oleh ayahmu kepadamu"
berkata orang itu "sukurlah bahwa kau sudah pulang dengan
selamat" "Yang Maha Penyayang melindungku, paman"
"Gurumu sangat mengharapkan bahwa pada suatu saat kau
datang kembali ke perguruan ini.Ternyata kau sekarang sudah
kembali, Paksi" "Ya, paman. Tetapi nampaknya perguruan ini menjadi
semakin sepi" Orang itu tersenyum. Katanya "Ya. Perguruan ini menjadi
semakin sepi. Jarang ada seorang cantrik yang bersungguh-
sungguh sebagaimana kau. Yang lain datang keperguruan ini
hanya sekedar untuk menyenangkan hati orang tuanya"
"Tetapi bukankah kawan-kawan itu masih juga datang?"
"Ya, kadang-kadang"
"Aku sudah bertemu dengan beberapa orang kawan. Tetapi
kami tidak berbicara tentang perguruan ini"
"Tentu mereka lebih tertarik untuk mendengarkan
pangalamanmu selama mengembara"
"Ya. Mereka juga lebih tertarik berbicara tentang
kemurahan hati Kangjeng Sultan"
"Tentu. Mereka tentu mempertanyakan ganjaran yang telah
kau terima" "Ya, paman. Sehingga kami lupa berbicara tentang
perguruan ini" "Mereka sudah kehilangan gairah mereka. Apalagi selama
gurumu pergi" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Guru pergi kemana?" bertanya Paksi dengan wajah yang
berkerut. "Gurumu pergi ke kaki Gunung Lawu, Paksi. Ada sesuatu
yang penting harus dijalaninya. Menurut gurumu ada laku
yang masih terhutang, sehingga ia harus melunasinya di kaki


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gunung Lawu" "Sejak kapan guru pergi?"
Tidak lama setelah kau meninggalkan perguruan ini"
"Kapan guru kembali?"
"Belum terlalu lama, Paksi"
Jantung Paksi menjadi berdebar-debar. Tetapi Paksi
berusaha untuk tidak memberikan kesan apapun di wajahnya
Bahkan kemudian Paksipun bertanya "Jadi bagaimana dengan
perguruan ini selama guru pergi?"
"Akulah yang dibebani tugas untuk menggantikannya
selama gurumu pergi. Tetapi kau tahu, aku bukan apa-apa.
Meskipun demikian untuk sekedar mendasari ilmu kawan-
kawanmu disini, aku masih mampu. Setidak-tidaknya menurut
penilaian gurumu, tetapi wibawaku sama sekali tidak
memadaim sehingga kakwan-kawanmu itu tidak lagi merasa
terikat oleh perguruan ini"
"Tetapi bagaimana dengan orang tua mereka?"
"Mereka menjadi sangat kecewa. Sebagian dari mereka
menjadi acuh tak acuh. Tetapi sebagian yang lain masih
mengirimkan anak-anak mereka kemari. Mereka masih
berharap guru datang kembali, sementara mereka juga
menganggap aku dapat mengisi kekosongan selama gurumu
pergi" Paksi mengangguk-angguk. "Tetapi akulah yang hampir melarikan diri"
"Kenapa?" Orang-orang tua kawanmu itu sebagian besar adalah
perwira prajurit itu telah menunjuk beberapa orang untuk
mengujiku, apakah aku pantas mewakili gurumu untuk
sementara" "O" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Akulah yang hampir mati kehabisan nafas, aku harus
mengalami penjajagan dari tiga orang yang mewakili mereka"
"Tetapi, bukankah paman dianggap memadai?"
"Ya, akhirnya memang demikian, tetapi sejak aku mewakili
gurumu, ikatan perguruan ini semalin longgar. Meskipun aku
dianggap mampu dari sisi kemampuanku, tetapi dari sisi lain,
aku telah gagal. Mudah-mudahan setelah gurumu kembali,
perguruan ini dapat pulih kembali"
"Mudah-mudahan, paman"
"Tetapi gurumulah yang menjadi kecewa"
"Kenapa?" "Demikian gurumu pulang, maka ia sekan-akan dihadapkan
pada sebuah pengadilan yang dibuat oleh para perwira ilu.
Gurumu dianggap meninggalkan tugasnya dengan tidak
bertanggung-jawab" "Jadi?" "Gurumu dituntut untuk memulihkan citra perguruan ini
sehingga anak-anak mereka kembali lagi berguru dengan
tertib" "Tetapi apakah sejak semula perguruan ini tertib?"
"Aku mengerti maksudmu"
"Bukan maksudku menyalahkan guru"
"Ya. Kau tidak menyalahkan guru, karena hak dan
wewenang gurumu tidak jelas di perguruan ini. Gurumu
seakan-akan dipungut begitu saja dan ditempatkan disini.
Gurumu tidak dapat menolak, karena kekancingan yang
diterimanya langsung, dari Kangjeng Sultan. Perintah raja
adalah keharusan untuk dijalankan. Namun perintah itu tidak
dilengkapi dengan tertib pelaksanaannya, termasuk kewajiban
mereka yang mengirimkan anaknya berguru di perguruan ini"
"Apakah hal seperti itu tidak sebaiknya mengalami
perubahan sehingga segala sesuatunya dapat berjalan lebih
wajar" "Tentu. Cepat atau lambat. Gurumu sudah mulai
memikirkan jalan terbaik untuk melakukannya"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi mengangguk kecil. Namun orang itupun kemudian
berkata "Sudahlah Paksi, bukankah kau ingin mandi" Sesudah
mandi, kita dapat berbincang panjang"
"Baik, paman" jawab Paksi.
Orang itupun kemudian meninggal Paksi yang langsung iur
uk ke pakiwan. "Paksi termangu-mangu sejenak. Ceritera orang itu sangat
menarik perhatiannya. Orang itu memang pembantu dekat
gurunya. Tetapi menurut pendapat Paksi, orang itu masih
belum cukup untuk menggantikan gurunya, melatih kawan-
kawannya yang berguru di peguruan itu. Tetapi sekedar untuk
mengisi kekosongan, mungkin orang itu dapat melakukannya.
Guru lelah meninggalkan perguruan ini selama setahun,
tetapi tidak lama selalah aku meninggalkan perguruan ini. Dan
baru kembali beberapa saat sebelum aku kembali"
Namun Paksi itupun kemudian berdesis "Tetapi guru pergi
ke kaki Gunung Lawu"
Meskipun demikian, hal itu merupakan satu pertanyaan
yang ingin dicari jawabnya
"Aku akan menemui Ki Marta Brewok di kasatrian sebelum Ki
Marta Brewok itu pergi"
Demikianlah setelah Paksi selesai mandi dan membenahi
pakaiannya, maka kemudian iapun duduk di serambi samping
bersama gurunya dan pembantunya. Mereka berbicara
panjang tentang kemungkinan-kemungkinan yang dapat
mereka lakukan untuk menyempurnakan perguruan itu.
"Aku akan mohon Pangaran Benawa untuk membantu
guru" berkata Paksi "Pangeran Benawa akan dapat mohon
ayahandanya untuk memberikan wewenang lebih banyak
kepada guru untuk mengatur perguruan ini, sehingga
perguruan ini akan benar-benar menjadi sebuah perguruan
yang diatur dari dalam Perguruan itu sendiri"
"Apakah Pangeran Benawa akan mendengarkan penda linu
itu, Paksi" Seberapa jauh perkenelanmu dengan Pangeran
itu?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
" Pangeran Benawa adalah seorang Pangeran yang sangat
baik, guru. Mungkin karena aku secara kebetulan dapat
mengembalikan cincin yang hilang itu"
"Aku berharap" berkata gurunya "mudah-mudahan kita
mendapat jalan" Meskipun demikian, Paksi masih saja ragu-ragu tentang
dirinya sendiri. Jika saja ayahnya berniat untuk
menyingkirkannya, maka ia harus pergi. Jika ayahnya sekedar
mengusirnya, maka ia justru akan dapat menetap bersama
gurunya. Tetapi jika ayahnya memberikan tugas yang
mengharuskannya pergi, maka ia memang harus pergi"
Beberapa saat kemudian, maka Paksipun mohon diri. Ia
berjanji untuk datang kembali dikeesokan harinya.
"Mudah-mudahan aku benar-benar dapat datang"
"Kenapa kau ragu?" bertanya gurunya.
"Aku tidak meragukan diriku sendiri, guru. Tetapi aku
kadang-kadang tidak dapat membagi waktuku sendiri. Jika
ayah memerintahkan kepadaku untuk melakukan sesuatu,
maka aku tidak akan dapat menolak"
Gurunya tersenyum. Katanya "Kau sudah menjadi semakin
dewasa, Paksi. Pada suatu saat, sikap ayahmu akan berubah"
"Tetapi ayah masih memperlakukan aku seperti kanak-
kanak. Bahkan dimata ayahku, adikku nampaknya lebih
dewasa dari aku. Karena itu, pekerjaan yang dilakukan oleh
kanak-kanakpun kadang-kadang harus aku lakukan"
"Kau harus bersabar, Paksi. Semuanya itu akan dapat
menjadi laku bagimu untuk mencapai cita-citamu di masa
depan" Paksi mengangguk kecil sambil menjawab "Mudah-
mudahan, guru. Tetapi aku sendiri tidak pernah meyakini satu
cita-cita di masa depanku. Hidupku seakan-akan begitu saja
bergulir tanpa tujuan"
"Paksi. Bagaimanapun juga kau mempunyai pegangan. Jika
bukan satu keinginan dimasa depan, kau tentu mempunyai
pegangan bagi sikap dan tingkah lakumu"
Paksi mengangguk kecil. Katanya "Ya, guru"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nah, pegang itu. Jangan sampai lepas"
"Ya, guru" Demikianlah, sejenak kemudian, maka Paksipun telah
meninggalkan rumah gurunya. Tetapi selagi ia sudah berada
diluar rumah, maka Paksi tidak segera pulang. Tetapi ia telah
pergi ke istana lewat regol belakang menuju ke kasatrian.
Ketika seorang prajurit menghentikannya dan bertanya
kepadanya. maka Paksipun menjawab "Aku ingin menghadap
Pangeran Benawa. Ada sesuatu yang penting harus aku
sampaikan" Prajurit itu termangu-mangu sejenak. Ada semacam
keragu-raguan dalam hatinya untuk membiarkan Paksi masuk
ke gerbang kesatrian. "Apakah kau sudah membuat janji dengan Pangeran
Benawa?" bertanya prajurit itu.
Paksi menjadi bimbang juga. Namun akhirnya ia berkata
dengan jujur "Belum"
"Jika demikian, tunggulah disini. Aku akan menghadap dan
memberitahukan kepada Pangeran Benawa, bahwa seseorang
mohon waktu untuk bertemu"
"Baik" jawab Paksi.
"Siapa namamu?"
"Paksi Pamekas" Prajurit itu termangu-mangu sejenak. Ia
mendengar dari beberapa orang tentang seorang anak muda
yang bernama Paksi Pamekas yang telah menerima beberapa
ganjaran dari Kangjeng Sultan.
Tetapi prajurit itu tidak bertanya lebih lanjut. Iapun segera
memasuki gerbang paseban untuk menyampaikan niat Paksi,
sementara seorang prajurit lain yang bertugas berkata
"Silahkan duduk di gardu itu, Ki Sanak"
Paksipun kemudian duduk diatas selembar tikar didalam
sebuah gardu yang rendah.
Beberapa saat kemudian, maka prajurit yang
menyampaikan maksudnya untuk menemuui Pangeran
Benawa itu telah keluar lagi dari gerbang kesatrian, iapun
kemudian menemui Paksi sambil berkata "Silahkan Ki Sanak,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran Benawa tidak berkeberatan menerima Ki Sanak di
kesatrian" "Terima kasih" sahut paksi sambil bangkit berdiri.
Di kesatrian Paksi telah diterima langsung oleh Pangeran
Benawa, bukan hanya Pangeran Benawa, tetapi juga oleh Ki
Marta Brewok. "Ada sesuatu yang penting Paksi?" bertanya Pangeran
Benawa. "Hamba hanya ingin menyampaikan sebuah cerita yang
barangkali menarik bagi Pangeran Benawa"
"Cerita tentang apa?"
"Tentang sebuah perguruan yang didirikan khusus bagi
anak para perwira prajurit Pajang"
"Maksudmu?" "Paksi kemudian telah bercerita tentang sebuah perguruan
yang keadaannya memperihatinkan.
Pangeran Benawa mendengarkan dengan sungguh-
sungguh, bahkan kemudian Pangaeran Benawa itupun
mengangguk-angguk, katanya "Perguruan ini memang
memerlukan perhatian"
"Hamba mohon Pangeran melihat sendiri keadaan
perguruan itu" berkata paksi selanjutnya
"Bukankah perguruan itu dipimpin oleh Ki Panengah?"
"Ya Pangeran, perguruan itu memang dipimpin oleh Ki
Panengah" "Baik Paksi, aku akan menemui Ki Panengah, aku tahu
bahwa Ki Panengah adalah salah seorang yang berilmu tinggi,
aku akan mohon agar perguruan mendapat perhatian yang
lebih besar "Juga mengenai tatanan yang berlaku, jika perguruan itu
tidak mempunyai tatanan yang tegas, maka untuk selanjutnya
perguruan itu tidak akan menjadi besar"
"Aku mengerti, Paksi"
"Soalnya, bagaimana mengatasi sikap para perwira yang
mengirimkan anak-anaknya ke perguruan itu"
"Maksudmu?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pada umumnya murid-murid dari perguruan itu adalah
anak para perwira prajurit Pajang. Para perwira itulah yang
seakan-akan berwenang mengatur tatanan didalam perguruan
itu. Tanpa menghiraukan kemampuan dan kesungguhan anak-
anak mereka yang mereka kirimkan ke perguruan itu"
"Jadi harus ada tangan yang lebih kuat yang menentukan
tatanan di perguruan itu. Begitu maksudmu?"
"Hamba Pangeran"
"Baik. Setelah aku melihat perguruanmu, aku akan
menghadap ayahanda. Bukankah begitu maksudmu?"
Paksi menarik nafas dalam-dalam.
Pangeran Benawa tersenyum. Katanya kemudian
"Bagaimana jika kita pergi menemui Ki Panengah sekarang?"
Paksi termangu-mangu sejenak. Dipandanginya Ki Marta
Brewok sambil berkata "Guru juga ingin bertemu dengan Ki
Marta Brewok" "Aku?" bertanya Ki Marta Brewok "kenapa Ki Panengah itu
ingin bertemu dengan aku?"
Paksipun kemudian melengkapi ceriteranya dengan latihan
penjajagan yang dilakukan oleh gurunya. Lalu katanya "Guru
melihat bahwa aku telah mewarisi ilmu dari Ki Marta Brewok"
"Gurumu marah?"
"Tidak. Sama sekali tidak. Guru justru menganggap bahwa
aku telah beruntung dapat menyadap ilmu dari orang lain
kecuali guru. Menurut guru, ilmuku akan menjadi semakin
lengkap" "Jadi, apa maksud gurumu ingin bertemu dengan aku?"
"Ki Marta Brewok akan mendapat keterangan dari guru
sendiri nanti, setelah Ki Marta Brewok menemuinya"
Ki Marta Brewok mengangguk-angguk. Katanya "Baiklah,
aku akan menemui gurumu. Jika Pangeran Benawa akan pergi
ke rumah Ki Panengah itu sekarang, aku akan menyertainya"
"Ya" sahut Pangeran Benawa "bukankah waktu kita luang"
"Hamba Pangeran" jawab Ki Marta Brewok yang di istana
itu bernama Ki Waskita.

Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bagaimana dengan kau Paksi" Apakah kau masih
mempunyai kesempatan sekarang?"
"Marilah Pangeran. Hamba akan mengantar Pangeran pergi
ke rumah guru" Ternyata Pangeran Benawa tidak menunda-nunda waktu,
saat itu juga Paneran Benawa, Paksi dan Ki Marta Brewok
telah meninggalkan kasatrian dengan naik kuda. Paksi dan Ki
Marta Brewok diperkenankan mempergunakan kuda Pangeran
Benawa pula. Kedatangan mereka disambut ramah dengan guru Paksi,
mereka dipersilahkan naik ke pendapa dan kemudian duduk di
pringgitan. "Hamba tidak mengira, begitu cepat Pangeran datang ke
pondok hamba" berkata Ki Panengah sambil membungkuk
hormat. Pangeran Benawa tersenyum, katanya "Paksi telah datang
kepadaku, ia telah menceritakan segala segala sesuatu
tentang perguruan ini serta latihan penjajagan yang dilakukan
oleh Ki Panengah" "Hanya sekedarnya, Pangeran"
"Karena itu aku telah datang kemari bersama dengan Ki
Waskita yang juga kebetulan berada di Kesatrian"
Ki Panengah mengerutkan dahinya, dengan ragu iapun
bertanya "Menurut Paksi, yang berada di Kesatrian adalah Ki
Marta Brewok?" Pangeran Benawa tertawa, Katanya "Paksi memang
mengenal Ki Waskita dengan Ki Marta Brewok"
"Hamba mohon maaf Pangeran" desis Ki Panengah. Kepada
Ki Marta Brewok, Ki Panengahpun berkata "Aku mohon maaf,
Ki Waskita. Aku tidak mengerti bagaimana aku harus
menyebut" "Terserah saja, Ki Panengah. Bagiku tidak ada bedanya,
apakah aku dipanggil Ki Waskita atau Ki Marta Brewok"
"Baiklah aku memanggil sebutan yang sebenarnya, Ki
Waskita. Aku mohon maaf, bahwa Paksi selama ini telah
menyebut dengan Ki Marta Brewok.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bukan salahnya. Aku memang memperkenalkan diriku
dengan nama Ki Marta Brewok"
Ki Panengah tersenyum sambil berkata kepada Paksi
"Sebaiknya kau sekarang tidak menyebutnya dengan Ki Marta
Brewok, Paksi. Sebaiknya kau juga memanggil dengan nama
Ki Waskita. Bukankah itu lebih pantas?"
Ki Waskita justru tertawa. Katanya "Ia sudah terbiasa
memanggilku Ki Marta Brewok. Biarlah ia tetap menyebutku
dengan nama itu. Aku juga merasa lebih mapan dipanggil
Paksi dengan sebutan Ki Marta Brewok"
Ki Panengah dan Ki Marta Brewokpun tertawa pula.
Paksi juga tertawa pendek. Tetapi rasa-rasanya ada
sesuatu yang aneh pada kedua orang gurunya. Apalagi ketika
kemudian Ki Panengah itupun berkata "Paksi, duduklah kau
disini. Aku yang telah menjajagi ilmumu, akan berbicara
langsung dengan Ki Waskita. Mungkin akan terdapat satu
kesimpulan yang akan sangat berarti bagimu"
Paksi termangu-mangu sejenak. Namun Pangeran Benawa-
pun kemudian berkata "Aku akan menemanimu duduk disini,
Paksi. Biarlah kedua orang yang telah mewariskan ilmunya
kepadamu itu membicarakan kemungkinan-kemungkinan yang
barangkali sangat berarti bagimu"
"Ampun, Pangeran" sahut Paksi "yang hamba maksudkan
pertama-tama adalah pembicaraan tentang perguruan ini.
Tentang masa depannya serta tatanan yang terbaik. Bukan
tentang diri hamba sendiri"
Pangeran Benawa mengangguk-angguk. Katanya
"Keduanya juga tentu akan membicarakan kemungkinan itu.
Kita percayakan saja kepada mereka yang telah memiliki
pengetahuan dan pengalaman yang luas.
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Sementara Pangeran
Benawa itupun kemudian berkata "Silahkan Ki Panengah.
Mudah-mudahan pembicaraan antara Ki Panengah dan Ki
Waskita akan menghembuskan angin yang segar bagi
perguruan serta bagi Paksi Pamekas.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, maka kedua orang guru Paksi itupun segera
masuk ke ruang dalam Paksi yang duduk di priggitan bersama
Pangeran Benawa itu. Seakan-akan tanpa sengaja telah
mengtrapkan Aji Sapta Pangrungu.
Paksi masih mendengar suara tertawa di belakang pintu
pringgitan, namun suara-suara berikutnya seakan-akan telah
tertutup bagi telinganya walaupun ia mengetrapkan Aji Sapta
Pangrungunya. Tentu Ki Marta Brewok telah memberikan isyarat kepada
gurunya, kedua-duanya mempunyai kemampuan menyerap
bunyi, sehingga pembicaraan itu hanya mereka degnar berdua
atau mereka telah pergi ke sanggar, sehingga telah
melampaui jarak jangkau Aji Sapta Pangrungunya.
Yang kemudian didengar oleh Paksi adalah kata-kata
Pangeran Benawa "Kau tidak usah menjadi gelisah, Paksi kau
harus percaya kepada kedua orang gurumu itu"
"Tentu Pangeran" jawab Paksi "hamba percaya kepada
keduanya. Tetapi yang kurang enak di hati hamba, justru
bahwa kedua orang guru hamba itu lebih memikirkan hamba
dari pada perguruan ini"
"Perguruan ini memang memerlukan pembenahan Paksi.
Pembenahan itu tentu saja tidak sekedar pada tatanannya,
pada tata tertibnya, tetapi juga pada orang-orang yang
menangani perguruan ini"
"Maksud Pangeran" Bukankah yang menangani perguruan
ini adalah guru. Ki Panengah?"
"Ya. Tentu Ki Panengah tidak dapat membenahinya sem
diri" "Di perguruan ini ada paman Windu, yang selama ini
membantu menangani perguruan ini. Bahkan ketika guru pergi
ke kaki Gunung Lawu, paman Windulah yang mewakilinya.
"Gurumu pergi ke kaki Gunung Lawu?"
Paksi termangu-mangu sejenak. Namun kemudian ia
menggeleng "Hamba tidak tahu, Pangeran. Menurut paman
Windu, guru telah pergi ke kaki Gunung Lawu. Waktunya
hampir sama dengan waktu pengembaraanku"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran Benawa mengerutkan dahinya, sementara Paksi
berkata selanjutnya "Guru berangkat beberapa saat setelah
hamba pergi mengembara. Guru kembali ke perguruan ini
hampir bersamaan waktunya dengan kedatangan hamba
kembali di| rumah orang tuaku"
"Satu kebetulan" desis Pangeran Benawa.
"Tentu satu kebetulan" sahut Paksi.
Pangeran Benawa mengerutkan dahinya. Paksi memang
lantip. Agaknya Paksi menghubungkan kepergian gurunya dengan
pengembaraannya. Sementara kedua gurunya berbicara di ruang dalam, maka
Pangeran Benawa berbincang dengan Paksi tentang
kemungkinan-kemungkinan bagi perguruan yang dipimpin
oleh Ki Panengah itu. "Kau benar Paksi. Tidak ada ikatan apa-apa disini. Tetapi
kau juga benar, bahwa ini bukan salah gurumu. Para perwira
mengirimkan anak-anaknya berguru pada Ki Panengah terlalu
banyak ikut campur. Mereka hanya mendengarkan pendapat
anak-anak mereka yang ingin mendapat berbagai macam
kemudahan. Anak-anak muda itu tidak dapat membedakan
antara sekedar pergi berguru dengan usaha menguasai
berbagai macam ilmu. Apakah itu ilmu pengetahuan atau
kanuragan" Karena itu hamba datang menghadap Pangeran"
"Baiklah. Kita menunggu kesimpulan pembicaraan antara
kedua orang gurumu itu. Hasilnya akan aku sampaikan kepada
ayahanda. Jika ayahanda yang menentukan tatanan di
perguruan ini atau bahkan ayahanda memerintahkan
melepaskan perguruan ini untuk mengatur dirinya sendiri,
maka segala sesuatunya akan berjalan lebih baik"
"Hamba Pangeran. Hamba sangat mengharapkan,
meskipun kata guru, segala sesuatunya tidak akan dapat
dilakukan dengan serta merta"
"Ya. Setidak-tidaknya menunggu langkah yang akan diambil
oleh ayahanda. Tetapi aku akan dapat mengusulkan arahnya"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi mengangguk-angguk sambil berumam "Hamba dan
seluruh murid perguruan ini akan sangat berterima kasih,
Pangeran" "Perguruan ini tentu todal akan menjadi sesepi ini"
"Sejak guru pergi, perguruan ini diserahkan kepada paman
Windu, kemudian perguruan ini menjadi sepi. Ketika kemudian
guru pulang, maka gurupun telah diadili oleh para perwira
yang mengirimkan anak-anaknya berguru disini"
"Karena gurumu pergi selama setahun?"
"Ya. Tetapi gurupun telah mengaku salah. Para perwira itu
telah memerintahkan kepada guru untuk memperbaiki citra
perguruan ini, agar anak-anak mereka bersedia untuk berguru
lagi. Nampaknya mulai permulaan bulan, guru akan mulai lagi"
"Tetapi sebaiknya sekaligus perguruan ini mengetrapkan
tatanan baru" "Bukankah itu tergantung pada keputusan Kangjeng
Sultan" Pangeran Benawa mengangguk-angguk.
Ternyata pembicaraan antara kedua orang yang dianggap
guru oleh Paksi itu tidak terlalu lama. Selagi Paksi dan
Pangeran Benawa masih berbincang tentang perguruan itu,
keduanyapun kemudian telah keluar dari ruang dalam.
Demikian mereka duduk bersama Pangeran Benawa dan
Paksi maka Pangeran Benawapun bertanya "Apakah sudah
ditemukan satu kesimpulan?"
"Rencana Ki Panengah sudah baik, Pangeran" jawab Ki
Waskita "demikian aku mendengar rencananya, maka akupun
segera menyetujuinya. Karena itu, kami tidak memerlukan
waktu yang panjang" "Apakah Ki Waskita benar-benar sependapat, atau sekedar
pembicaraan itu cepat selesai"
Ki Waskita tertawa berkepanjangan, sehingga tubuhnya
terguncang-guncang. Katanya "Pangeran memang aneh.
Tetapi barangkali kedua-duanya"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Panengahpun tersenyum. Katanya "Bagaimanapun juga,
kesimpulannya memang sangat memuaskan bagi kami. Entah
bagi pihak yang lain"
Pangeran Benawapun tertawa pula. Katanya "Mudah-
mudahan pihak lain juga menjadi puas karenanya. Setidak-
tidaknya dengan bekal ini aku akan dapat menghadap
ayahanda" Paksi mengerutkan dahinya. Paksipun ikut tertawa pula.
Tetapi ada kesan yang lain dari pembicaraan itu. Rasa-
rasanya, Ki Panengah dan Ki Waskita sudah bukan lagi orang
yang baru saja berkenalan.
Tetapi Paksi tidak bertanya. Siapapun mereka, tetapi
mereka telah membimbingnya sehingga ia memiliki
kemampuan yang tinggi. Bahkan keduanya juga memberikan
pengetahuan bukan saja ilmu kanuragan. Tetapi juga ilmu
yang lain. Beberapa saat kemudian, maka Pangeran Benawapun telah
mohon diri. Demikian pula Ki Waskita dan Paksi.
"Kau harus pergi ke kasatrian dahulu, Paksi" berkata
Pangeran Benawa. "Ya, Pangeran. Hamba harus mengembalikan kuda
Pangeran" "Meskipun mungkin pulang ke rumahmu dan pergi ke
kesatrian, justru lebih dekat pulang kerumahmu"
"Kita dapat lewat di depan rumah Paksi, Pangeran" berkata
Ki Waskita "biarlah hamba yang kemudian menuntun kuda itu
kembali ke kasatrian"
"Tidak, tidak Ki Marta. Biarlah aku pergi ke kasatrian" sahut
Paksi dengan serta merta.
Ki Waskita tersenyum Katanya "Baiklah. Agaknya kau
sangat menghormati orang setua aku ini"
Bertiga merekapun kemudian meninggalkan rumah guru
Paksi itu kembali ke kesatrian.
Paksi tidak terlalu lama berada di kesatrian, selelah
mengembalikan kudanya di kandang dan menyerahkan
kepada seorang pekathik, maka Paksipun minta diri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sering-sering datang kemari, Paksi" berkata Pangeran
Benawa. "Hamba Pangeran. Hamba ikan sering datang mengunjungi
Pangeran" Beberapa saat kemudian, Paksipun telah meninggalkan
kesatrian. Ia sudah terlalu lama pergi. Mungkin ayahnya akan
bertanya-tanya kepadanya, kemana saja ia pergi. Ketika ia
memasuki regol rumahnya, terasa dada Paksi menjadi
berdebar-debar, Paksi sendiri merasa heran, bahwa setiap kali
hal itu terjadi, meskipun Paksi sadar, bahwa ia masuk kedalam
rumahnya sendiri. Rumah orang tuanya, dimana ibu, ayah dan
adik-adiknya tinggal. Sebenarnyalah ketika Paksi memasuki pintu seketeng,
ayahnya kebetulan berada di longkangan. Demikian Paksi
muncul, maka ayahnya segera membentaknya "Paksi. Kemana
saja kau selama ini" Kerjamu hanya berkeliaran saja kesana
kemari. Kenapa kau tidak mempergunakan waktumu untuk
melakukan sesuatu yang bermanfaat. Kau sudah menjadi
semakin besar. Semakin dewasa. Apakah kau masih saja
bersikap seperti kanak-kanak yang kerjanya sekedar bermain
di alun-alun atau pergi ke sungai mengganggu gadis-gadis
yang sedang mandi" Kau tidak boleh membanggakan dirimu
sebagai anak seorang Tumenggung, sehingga kau boleh
berlaku apa saja dihadapan rakyat kecil"
Paksi tidak memotong kata-kata ayahnya. Dibiarkannya
ayahnya membentak-bentak, baru kemudian setelah ayahnya
selesai, Paksi menyahut "Ayah. Aku baru saja pergi menemui
guru. Aku ingin kembali keperguruan setelah hampir setahun
aku meninggalkannya. Bermacam-macam pertanyaan harus
aku jawab. Bahkan guru juga ingin mendengar kisah


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pengembaraanku" "Meskipun selama lebih dari setahun kau pergi, tidak ada
artinya sama sekali bagi peningkatan ilmumu. Gurumu juga
pergi setahun. Ia begitu saja meninggalkan perguruan tanpa
bertanggung-jawab sama sekali"
"Guru baru akan mulai lagi"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Gurumu adalah jenis orang yang sangat mementingkan
diri sendiri" "Tetapi bukankah ayah yang mengirimkan aku untuk
berguru kepadanya bersama beberapa orang kawanku"
"Kau ingin menyalahkan aku?"
"Tidak ayah" "Tetapi sejak permulaan bulan depan, gurumu tidak akan
dapat bermalas-malasan lagi. Ia harus benar-benar bekerja
keras. Melatih cantrik-cantriknya sehingga menjadi anak-anak
muda yang berilmu. Sebelumnya, gurumu bekerja sesuka
hatinya. Berapa tahun kau berguru kepadanya. Dan apa yang
sudah kau dapatkan selain kemalasan?" ayahnya berhenti
sejenak. Lalu kalanya pula "Kau anak seorang prajurit Paksi.
Meskipun kau kelak tidak menjadi seorang prajurit, tetapi kau
harus memiliki ilmu kanuragan seperti kawan-kawanmu. Jika
kau tidak terlalu malas, maka dibawah asuhan gurumu yang
sama, kau seharusnya memiliki ilmu yang seimbang dengan
yang dimiliki oleh kawan-kawanmu"
Paksi tidak menjawab. Bahkan iapun telah menundukkan
kepalanya. Baru setelah ayahnya puas, maka Paksipun
melangkah masuk keserambi samping.
Paksi tertegun ketika ia melihat kedua orang adiknya
berada di serambi. "Kenapa ayah marah-marah saja?"
"Entahlah. Mungkin ada satu persoalan yang belum
terpecahkan. Mungkin di tempat tugas ayah. Mungkin dengan
kawan-kawannya atau mungkin ada persoalan-persoalan yang
tidak teraba" Adik-adiknya menarik nafas. Adiknya yang perempuan
kemudian berkata "Bukankah kakang tidak apa-apa?"
"Tidak. Aku tidak apa apa"
"Kakang memang pergi terlalu lama, ibu juga menjadi
gelisah menunggu kedatangan kakang"
"Ibu dimana sekarang?"
"Di dapur, kakang"
"Di dapur?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya. Ibu sedang membuat makanan"
Paksi mengangguk-angguk. Sementara itu adiknya
perempuan bergayut di lengannya sambil berkata "Bukankah
kakang tidak marah kepada ayah?"
"Tidak, tentu tidak. Ayahlah yang marah kepadaku"
"Maksudku, kakang tidak mendendam?"
"Tidak. Kita, maksudku aku dan kalian berdua, harus
menghormati ayah dan ibu. Jika ayah atau ibu marah kepada
kita, dibalik kemarahannya itu tentu mengandung maksud
yang baik" Adiknya mengangguk-angguk. Namun kemudian iapun
berkata "Cincin yang kau belikan agak kebesaran, kakang.
Tetapi tidak apa-apa. Nanti juga aku bertambah besar"
"Kau kira kau sekarang belum besar" desis adik laki-laki
Paksi. Adik perempuannya, yang bergayut pada tangan Paksi
berhenti. Ketika ia berpaling, adik laki-laki Paksi itu segera melangkah pergi. Justru masuk keruang dalam sambil berdesis
"Kau mau membujuk untuk dibelikan apa lagi"
Ketika adik perempuannya mengejarnya, adik laki-laki Paksi
itu berlari cepat-cepat menjauh.
Paksi tertawa. Ia merasa senang berada diantara kedua
adiknya. Dan bahkan Paksi merasa tenang jika ia duduk
bersama ibunya. Namun ayahnya kadang-kadang membuat
Paksi kebingungan. Dalam pada itu, adalah diluar kesadaran Paksi jika
seseorang memperhatikan Paksi sejak ia masuk ke kesatrian.
Kemudian keluar lagi bersama Pangeran Benawa dan Ki
Waskita. Orang itu juga memperhatikan Paksi saat Paksi kembali ke
kesatrian untuk mengembalikan kuda yang dipinjamnya dari
Pangeran Benawa. Sewaktu Paksi keluar dari kasatrian, maka orang itu telah
menghadap Harya Wisaka dan memberikan laporan tentang
kehaidran anak muda itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau yakin bahwa anak Tumenggung itu masuk ke
kesatrian?" "Aku sedang bertugas mebersihkan halaman kasatrian"
jawab orang itu. "Berapaa lama kau membersihkan halaman sehingga kau
melihat anak itu datang, pergi, datang lagi dan pergi lagi?"
Semuanya itu terjadi dalam waktu yang tidak terlalu lama"
"Kemana saja mereka pergi?"
"Aku tidak tahu"
"Mereka tentu hanya mencoba seekor kuda yang baru
dibeli, Pangeran Benawa adalah seorang penggemar kuda.
Orang yang berada di kesatrian itu agaknya seorang belantik
kuda" "Paksi?" "la ikut-ikutan bermain kuda. Bukankah Pangeran Benawa
telah memberinya seekor kuda berwarna kelabu yang bagus
dan tegar" Orang yang memberikan laporan itu mengangguk-angguk.
Katanya "Mungkin sekali. Aku memang tidak akan dapat
mengikuti dan mengamatinya kemana mereka pergi"
"Aku akan berbicara kepada ayahnya meskipun aku tidak
dapat mempercayai ayahnya sepenuhnya"
Sebenarnyalah seperti yang dikatakannya, dikeesokan
harinya, Harya Wisaka telah menemui Ki Tumenggung Sarpa
Biwada. Dengan nada dalam Harya Wisaka itupun bertanya
"Kemana saja anakmu pergi?"
"Menurut keterangannya ia pergi menemui gurunya"
"Hanya menemui gurunya?"
"Ia hanya mengatakan bahwa ia telah menemui gurunya"
"Ia tidak mengatakan bahwa anakmu telah pergi ke
kasatrian. Kemudian pergi bersama-sama dengan Pangeran
Benawa dan Ki Waskita yang tua itu?"
"Tidak" "Bertanyalah kepada anakmu, kemana saja ia pergi
bersama Pangeran Benawa"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Tumenggung termangu-mangu sejenak. Tetapi sebelum
sempat menjawab, Harya Wisaka telah meninggalkannya
sambil berkata "Hati-hati dengan anakmu itu. Aku minta Ki
Tumenggung menghubungi aku segera"
Ki Tumenggung tidak menjawab karena Harya Wisaka
sama sekali tidak berpaling lagi. Dengan geram Ki
Tumenggung Sarpa Biwada itu bergumam "Anak tidak tahu
diri. Ia mulai bertingkah"
Ketika lewat tengah hari Ki Tumenggung pulang, ternyata
Paksi juga baru saja pulang. Dengan wajah yang geram
ayahnyapun memanggilnya "Aku ingin bicara"
Paksi termangu-mangu sejenak. Apalagi yang akan
dilakukan oleh ayahnya itu.
Ketika Paksi menemui ayahnya di pringgitan, adik laki-
lakinya tiba-tiba saja ikut muncul di pringgitan. Tetapi ayahnya segera mengusirnya "Kau tidak boleh mendengarkan
pembicaraan orang lain jika kau tidak berkepentingan"
Adik laki-laki Paksi itu termangu-mangu sejenak. Ada
perasaan iba di sorot matanya. Ia tahu, bahwa kakaknya itu
tentu akan dimarahi lagi.
"Apa yang sebenarnya dikehendaki ayah atas kakang Paksi,
ia sudah melakukan tugas yang sangat berbahaya itu dan
bahkan mempertaruhkan nyawanya. Kakang Paksi sudah
berhasil menemukan cincin yang dikehendaki oleh ayah. Jika
kemudian cintin itu diambil oleh Pangeran Benawa, tentu
bukan salah kakang Paksi" berkata adik laki-lakinya itu
didalam hatinya. Tetapi anak muda itu tidak berani melanggar perintah
ayahnya itu, maka iapun segera meninggalkan pringgitan.
Demikian adik laki-laki Paksi itu hilang dibalik pintu, maka
ayahnya itupun mulai membentaknya "Kau kemarin pergi
kemana?" "Bukankah aku sudah mengatakan, ayah. Aku pergi
menemui guruku" "Hanya menemui gurumu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak. Aku juga menghadap Pangeran Benawa, karena aku
ingin membicarakan perkembangan perguruan itu dengan
Pangeran Benawa dan Ki Waskita"
"Kau tidak dapat berbohong kepadaku. Jika gurumu ingin
berbicara dengan Pangeran Benawa, tentu gurumu yang akan
menghadap, bukan Pangeran Benawa yang datang
menghadap gurumu" "Tetapi ternyata pangeran Benawa sendiri menyatakan
kesediaannya untuk pergi, sebenarnya guru masih belum ingin
bertemu langsung dengan Pangeran Benawa, guru hanya
ingin aku menyampaikan beberapa persoalan yang
menyangkut perkembangan perguruan itu. Tetapi pangeran
Benawa sendiri yang ingin bertemu langsung dengan guru
serta menyaksikan sendiri keadaan perguruan itu. Karena itu,
maka Pangeran Benawa dan Ki Waskita telah pergi menemui
guru" "Kau tidak berbohong?"
"Tidak, ayah. Aku tidak berbohong"
"Tetapi apa hubungannya antara perguruan itu dengan
Pangeran Benawa?" "Sebagaimana ayah ketahui, perguruan itu diperuntukkan
bagi anak-anak muda, yang pada umumnya adalah keluarga
para prajurit atau pejabat istana yang lain. Pangeran Benawa
sebagai putera Kangjeng Sultan tentu ikut berkepentingan.
Ternyata Pangeran Benawa juga menjadi sangat tertarik untuk
ikut membantu mengembangkan perguruan itu. Guru
berharap bahwa Pangeran Benawa akan dapat membantu
membiayai kelengkapan sanggar yang terlalu sederhana itu.
Bahkan mungkin peralatan yang lain, berjenis-jenis senjata
Sepasang Pedang Iblis 10 Kisah Si Rase Terbang Karya Chin Yung Kitab Mudjidjad 18
^