Pencarian

Jejak Di Balik Kabut 3

Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja Bagian 3


orang itu dengan ikhlas telah bersedia membayar minuman
dan makanan yang aku pesan. Kenapa kau berkeberatan
hanya sekedar meminjamkan ikat kepalamu. Bukankah ikat
kepalamu tidak akan menyusut atau menjadi koyak" "
" Lebih baik aku membayar pesananmu itu daripada aku
harus menerima penghinaan ini. "
Wajah orang itu menjadi merah. Dengan lantang ia berkata
" Tundukkan kepala. Aku akari membersihkan tanganku. "
" Tidak " teriak Faksi " aku masih mempunyai harga diri "
Dengan marah orang itu meloncat maju. Tangannya
terayun deras menampar wajah Paksi. Tetapi Paksi tidak
membiarkan wajahnya disakiti. Karena itu, maka ia telah
menepis tangan orang yang bertubuh tinggi kekar itu.
Sekali lagi orang itu terkejut. Anak muda itu telah berani
menepis tangannya. Bahkan tanpa ragu-ragu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena itu, maka orang itu menjadi semakin marah.
Didorongnya lincak tempat duduk serta geledeg rendah
tempat meletakkan minuman dan makanan sehingga
terguling. Dengan geram orang itu berkata " Aku ingin
mengoyak mulutmu. Tidak seorangpun yang pernah berani
membantah kata-kataku. "
Tetapi Paksipun telah mempersiapkan dirinya. Terngiang
kata-kata ayahnya " Umurnya sudah menginjak tujuhbelas
tahun. " Dan. Paksipun sadar, bahwa ia memang sudah dewasa. Ia
tidak boleh membiarkan seseorang menghinanya.
Yang terjadi justru sangat mengejutkan orang bertubuh
tinggi kekar itu. Demikian lincak bambu dan geledeg itu
terguling, belum lagi mulutnya terkatub rapat, Paksi sudah
menyerangnya. Dengan cepat kakinya terjulur menyamping,
mengarah ke dagunya. Orang itu tidak sempat mengelak. Tetapi ia mencoba
menahan serangan itu dengan tangannya.
Tetapi serangan Paksi demikian derasnya, sehingga tangan
orang itu justru terdorong menimpa wajahnya, sehingga
wajahnya itupun terangkat tinggi.
Untunglah bahwa orang itu tidak jatuh terlentang la masih
sempat menahan keseimbangannya.
Namun dalam pada itu, Paksi masih juga sempat
memikirkan kerusakan yang dapat terjadi jika ia berkelahi
didalam kedai itu. Karena itu, pada saat keseimbangan
lawannya berguncang, Paksi justru tidak menyerangnya, tetapi
ia telah melangkah kepintu sambil berkata " Aku tidak akan
lari. Aku menunggumu di luar. "
Orang bertubuh tinggi, tegap dan berdada bidang itu
dengan cepat telah menyusulnya kehalaman pula sambil
menggeram " Kau memang seorang anak muda yang berani.
Tetapi kau jangan cepat menjadi besar kepala Kemenangan
tidak ditentukan dengan kejutan kejutan kecil yang dapat
mengguncang lawannya, tetapi dalam perkelahian,
kemenangan ditentukan pada saat perkelahian itu berakhir. "
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi tidak menjawab. Tetapi ia sudah siap menghadapi
segala kemungkinan. Sejenak kemudian, maka keduanya telah berhadapan di
halaman kedai itu. Dua orang yang semula ada didalam kedai
telah menghambur lari ketakutan selagi ada kesem patan.
Sedangkan pemilik kedai itu dan para pelayannya menjadi
gemetar. Mereka memang tidak mengira bahwa anak Itu dengan
berani telah melawannya. Bahkan pada benturan benturan
yang terjadi, anak itu menunjukkan bahwa pada dasarnya ia
memiliki kemampuan. Di halaman keduanya telah mulai berkelahi lagi. Orang
yang bertubuh tinggi itu menyerang dengan garangnya.
Kemarahannya telah mendorongnya untuk berkelahi dengan
sungguh-sungguh melawan seorang anak muda.
Tetapi ternyata bahwa Paksi tidak mengecewakan. Ia
menyadari, bahwa lawannya tentu seorang yang berilmu.
Menilik sikapnya serta senjata yang tergantung dilambungnya,
menunjukkan bahwa orang itu adalah orang yang memiliki
kemampuan dalam olah kanuragan.
Dalam pada itu, perkelahian itupun semakin lama menjadi
semakin meningkat. Orang bertubuh tinggi tegap itu semakin
meningkatkan ilmunya. Namun Paksipun telah mengerahkan
tenaga dan kemampuannya pula.
Ketika tangan Paksi menjadi basah oleh keringat, maka
serang-serangannya menjadi semakin mapan. Sekali-sekali
serangannya mampu menembus pertahanan lawannya itu.
Orang-orang yang ada di sekitar kedai itu telah bergeser
menjauh, tetapi ditempat yang agak jauh, mereka
memperhatikan perkelahian itu dengan saksama.
Ternyata Paksi yang masih sangat muda itu mampu
mempertahankan dirinya. Serangan-serangan lawannya
semakin sulit untuk menyentuh Paksi yang berloncatan
dengan tangkasnya. Orang yang bertubuh tinggi tegap dan berdada lebar itu
menjadi semakin heran. Ia tidak mengira bahwa di tempat itu,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tiba-tiba saja ia telah bertemu dengan seorang anak muda
yang mampu mengimbangi ilmunya. Bahkan semakin lama,
Paksi justru semakin mendesaknya.
Orang yang berwajah garang itu mengumpat kasar.
Dengan mengerahkan segenap kemampuannya ia berusaha
untuk mengakhiri pertempuran. Tetapi ternyata ia tidak dapat
melakukannya. Anak muda yang menginjak umur tujuhbelas
tahun itu, justru semakin mendesaknya, sehingga serangan-
serangannya mulai menembus pertahanannya. Tubuhnya
yang tinggi besar itu mulai goyah ketika serangan Paksi
menyentuh dadanya. Ternyata orang yang bertubuh tinggi itu benar benar
terdesak. Meskipun ia bertempur sambil berteriak-teriak kasar, namun usahanya untuk mengalahkan Paksi tidak berhasil.
Untuk menarik pedangnya, orang itu merasa ragu Anak
muda itu nampaknya tidak bersenjata. Jika ia menarik
pedangnya, orang-orang yang menyaksikannya akan
menganggapnya pengecut, karena lawannya tidak bersenjata.
Namun dalam keadaan yang memaksa, maka orang itu
tidak mempunyai pilihan lain. Setelah tubuhnya memar
dibeberapa tempat, serta wajahnya mulai pengab oleh
serangan-serangan Paksi, maka orang itu telah meloncat
mengambil jarak. Pada saat Paksi berusaha memburunya,
maka langkahnya terhenti. Ujung pedang lawannya tiba-tiba
saja telah teracu kearah dadanya.
" Anak tidak tahu diri " geram orang itu " kau kira kau
dapat memenangkan perkelahian ini. Pada saal aku tidak
bersungguh-sungguh, kau justru memanfaatkan keadaan itu
untuk menyakiti aku. Tetapi kau terlambai untuk minta
ampun. Aku benar-benar sudah kehabisan kesabaran. "
Paksi bergeser surut, Ujung pedang itu nampak berkilat-
kilat kehitam hilaman. Pedang Itu bukan pedang kebanyakan
yang dibuat oleh pande besi betapapun baiknya. Tetapi
pedang itu dibuat khusus oleh seorang empu keris yang baik.
Ketika orang itu menggerakkan pedangnya, maka nampak
pamornya yang berkeredip kemerah-merahan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika orang Itu maju selangkah, maka Paksipun bergeser
mundur. " Jangan menyesali kesombonganmu " geram orang itu.
Paksi benar-benar harus mempersiapkan dirinya. la sadar,
bahwa ia akan mengalami kesulitan melawan orang bersenjata
pedang itu. Paksi harus bertumpu pada kemampuannya
bergerak cepat untuk mengatasi senjata lawannya itu.
Sejenak kemudian, maka orang bertubuh tinggi besai itu
benar-benar telah menyerangnya. Pedangnya berputaran
dengan cepat. Sekali-sekali terjulur kearah dadanya. Namun
kemudian terayun mendatar menebas kearah leher.
Paksi benar-benar harus bergerak cepat. Gerak pedang
yang berputaran itu seakan-akan selalu memburunya kemana
ia pergi. Meskipun demikian, Paksi masih mampu memberikan
perlawanan yang berarti. Ketika pedang itu terayun deras,
Paksi justru meloncat maju. Dengan cepat kakinya telah
menghantam pergelangan tangan lawannya yang sedang
terayun itu. Hampir saja pedang itu terlepas dari tangannya. Namun
dengan genggaman tangan yang kuat, orang itu masih
sempat menyelamatkannya. Tetapi ketika perhatian orang itu
tertuju pada pedangnya, Paksi telah berputar sambil
mengayunkan kakinya tepat mengenai dada orang itu.
Orang itu terdorong selangkah surut. Keseimbangannyapun
tiba-tiba telah terguncang, sehingga orang itu jatuh berguling.
Namun ketika Paksi meloncat memburunya, sebuah sabetan
pedang yang deras hampir saja memutuskan kakinya.
Dengan sekuat tenaga Paksi meloncat surut menjauhi
lawannya, sehingga pedang itu tidak dapat menggapainya.
Tetapi untuk selanjutnya, Paksi telah terdesak. Orang yang
marah itu benar-benar tidak lagi mengekang diri. Matanya
yang membara memancarkan kemarahan yang tidak
terkendali. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ternyata ilmu pedang orang yang bertubuh tinggi tegap itu
sangat baik. Dengan berbagai macam gerak yang rumit, Paksi
menjadi semakin kesulitan menghadapinya.
Namun pada saat yang paling gawat, seorang tua
berjanggut putih dengan wajah yang berkeriput melangkah
mendekati arena perkelahian itu. Orang itu berjalan
terbungkuk-bungkuk bertelekan pada sebalang tongkat kayu
yang agak panjang. Kayu yang nampaknyu dipotong begitu
saja dari dahannya dan dikeringkun. tetapi karena sepotong
kayu itu sudah menjadi kehitam-hitaman.
Orang tua itu mengenakan caping bambu yang lebar,
sebagaimana dipakai oleh para petani yang bekerja disawah
untuk mengurangi sengatan panas matahari.
Wajah orang tua itu tidak saja berkeriput. Tetapi semacam
penyakit kulit telah mengotori wajahnya. Daging-daging yang
tumbuh dikeningnya hampir menutupi sebelah matanya. Juga
dibawah telinga kirinya. Paksi dan orang bertubuh tinggi itu memang tertarik
melihat kehadirannya, sehingga perkelahian itu telah terhenti
sesaat. Adalah diluar sadar, bahwa kedua orang itu telah
berloncatan mengambil jarak.
Sekilas Paksi teringat kepada orang yang lelah
menyerangnya di malam hari ketika ia berjalan jalan keluar
padukuhan yang dibayangi ketakutan karena hantu-hantuan
itu, dan yang telah menyerangnya pula di kuburan pada saat
terjadi pertempuran antara orang-orang padukuhan dengan
para pengikut Kebo Lorog.
Orang itu juga cacad diwajahnya.
Tetapi cacat diwajah orang itu tidak sama sebagaimana
cacat diwajah orang tua yang berjalan terbungkuk-bungkuk
dan mengenakan caping bambu itu.
Orang tua itu terbatuk-batuk sehingga langkahnya
berhenti. Tetapi setelah batuknya reda, maka orang itu
tertawa tertahan-tahan. Dengan nada suara seorang yang
telah lanjut umurnya orang itu berkata " Perkelahian yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak adil. Kau, yang dipanggil orang Jaran Demung dan
ditakuti banyak orang, harus berkelahi melawan anak-anak
dengan mempergunakan senjatamu yang mengerikan itu,
sementara lawanmu tidak bersenjata."
" Setan. Kau tahu namaku" Siapa kau?"
" Aku pengemis yang setiap hari berkeliaran di pasar
sebelah. Kau tidak pernah memperhatikan aku tetapi aku
dapat mengenalimu sebagaimana banyak orang mengenalmu,
meskipun kau lebih terkenal di daerah Utara. "
" Bicaramu menunjukkan bahwa kau bukan sekedai
seorang pengemis. Sebut gelarmu. "
Orang tua itu tertawa. Katanya " Setiap hari aku ada disini.
Kaulah yang jarang sekali datang ketempat ini. "
" Seorang pengemis ditempat ini tidak akan mengenali
gelarku dan apalagi kegiatanku di daerah Utara. "
" Aku tahu, bahwa kau akan melacak kegagalan para
pengikut Kebo Lorog. Kenapa kau tidak mencari Kebo Lorog
saja dan memilih menantangnya atau bergabung dengan Kebo
edan itu. " " Sebut namamu " orang itu hampir berteriak.
Tetapi orang tua itu berkata " Aku tidak akan
mengganggumu. Tetapi aku ingin perkelahian yang adil.
Biarlah anak muda ini mempergunakan tongkatku..Mungkin
akan ada sedikit keseimbangan.
" Setan. Berikan seribu macam senjata kepadanya."
" Jaran Demung. Aku tahu bahwa kau seorang yang
memiliki ilmu pedang yang sulit dicari tandingnya. Tetapi aku
ingin melihat, apakah kau dapat mengalahkan anak muda itu
atau tidak. Aku akan meminjamkan tongkatku. Hanya
meminjamkan tongkatku. Jika ia terpaksa mati di-tanganmu
setelah ia meminjam tongkatku, itu adalah salah sendiri.
Tetapi jika kau yang mati, itu juga salahmu sendiri. "
-ooo00dw00ooo- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 3 ORANG yang disebut Jaran Demung itu memandang
pengemis itu dengan tajamnya. Sementara itu, Paksi seakan-
akan diluar sadar telah menggenggam tongkat kayu yang
berwarna kehitam-hitaman itu.
Baru kemudian Paksi sadar ketika orang yang menyebut
dirinya pengemis dengan mengenakan caping yang besar agak
menutup wajahnya itu berkata " Nah, anak-muda. Hidup
matimu tergantung kepada kemampuanmu mempertahankan
diri. Lawanmu benar-benar berniat membunuhmu, karena ia
adalah Jaran Demung. Seorang yang terbiasa bertualang.
Tidak ada orang yang berani menolak keinginannya. Jika ia
ingin membunuh, maka ia, akan membunuh. "
Paksi memegang tongkat kayu itu dengan eratnya. Ia tahu
bagaimana harus mempergunakannya, karena ia pernah
ditempa oleh gurunya. Tetapi Paksi memang agak merasa heran. Tongkat kayu itu


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terasa agak lebih berat dari kayu kebanyakan dari jenis
apapun yang pernah dikenalnya. Apalagi setelah menjadi
kering. Namun Paksi tidak mempunyai banyak kesempatan untuk
mengenali tongkatnya itu. Orang yang disebut Ja-ran Demung
itu telah melangkah mendekatinya sambil berkata " Aku akan
membantainya, pengemis tua. Setelah anak ini, maka aku
akan membuat perhitungan dengan kau sendiri, karena aku
tidak percaya, bahwa kau benar-benar pengemis. Atau jika
kau memang mengemis, maka itu adalah karena kau seorang
pemalas atau pengecut, karena kau tentu memiliki
kemampuan. " Orang yang mengaku pengemis itu tidak menjawab. Yang
terdengar adalah suara tertawanya yang panjang.
Dalam pada itu, ketika Jaran Demung menjulurkan ujung
pedangnya, maka Paksi mulai memutar tongkatnya. Ia
memang memerlukan waktu sekejap untuk mengenali
senjatanya itu. Paksi berharap bahwa tongkat itu tidak segera
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
patah terkena sabetan pedang lawannya yang tajam itu.
Tetapi lebih dari itu, pedang itu berada ditangan orang yang
berilmu tinggi. Dengan tongkat kayunya, maka Paksi sadar, bahwa ia tidak
dapat menangkis serangan lawannya dengan langsung
membentur ayunan pedangnya. Tetapi ia harus berusaha
untuk mengelak dan menepis senjata lawannya agar
tongkatnya tidak segera patah.
Jaran Demung yang marah itupun segera mulai
menyerang. Dengan ujung pedangnya ia mulai menggapai
tubuh Paksi. Tetapi dengan tangkasnya Paksi bergeser.
Bahkan kemudian Paksipun mulai menyentuh pedang
lawannya dengan tongkatnya.
Paksi merasakan getar yang keras di telapak tangannya.
Sentuhan tongkatnya rasa-rasanya bagaikan sentuhan logam
yang keras. Bukan sekedar sentuhan kayu.
Sentuhan itu juga mengejutkan Jaran Demung. Tangannya
merasa seakan-akan pedangnya tidak sekedar menyentuh
sepotong kayu kering. Tetapi pedangnya seakan-akan telah
menyentuh sepotong besi. Karena itu, maka dugaannya bahwa orang yang menyebut
dirinya pengemis itu sebenarnya adalah seorang yang berilmu.
Jaran Demung memang berniat untuk menyelesaikan
pengemis itu setelah anak muda yang telah berani menentang
kemauannya itu. Meskipun jalan didepan kedi itu menjadi sepi, tetapi
sebenarnya beberapa pasang mata tengah memandangi
perkelahian antara seorang yang bertubuh tinggi, besar dan
berwajah garang melawan seorang yang masih sangat muda.
Sejenak kemudian, rnaka perkelahian itu menjadi se-main
seru. Jaran Demung benar-benar telah mengerahkan
kemampuannya untuk mengalahkan Paksi. Bagi Jaran
Demung, membunuh orang bukan lagi satu masalah.
Seandainya hal itu diketahui oleh para bebahu padukuhan, ia
sama sekali tidak menghiraukannya. Ia yakin bahwa tidak
seorangpun bebahu padukuhan yang akan berani
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menangkapnya. Bahkan sekelompok bebahu tidak akan berani
mengerahkan orang-orang padukuhan. Seandainya mereka
dapat mengalahnya karena ia hanya seorang diri, namun
padukuhan itu dalam waktu kurang dari sepekan akan menjadi
abu. Tetapi tongkat kayu yang berwarna kehitam-hitaman
ditangan anak muda itu menjadi garang. Paksi bukan saja
berusaha menangkis dengan menepis pedang lawannya,
tetapi tongkat itu sudah mulai menyerangnya pula. Tongkat
yang baru saja terayun mendatar menghalau serangan
pedangnya, dengan cepat telah berputar dan mematuk ke-
arah dadanya. " Anak iblis " geram Jaran Demung.
Umpatan itu justru merupakan isyarat bagi Paksi, bahwa
lawannya mulai mengalami kesulitan.
Karena itu, maka Paksipun menjadi semakin mantap. Anak
muda itu telah mengerahkan kemampuannya. Tongkatnya
berputaran semakin cepat.
Paksi justru terkejut, ketika serangan lawannya yang
datang dengan cepat dan tiba-tiba tidak dapat dihindarinya. Ia tidak pula mendapat kesempatan untuk menepis serangan itu
menyamping, sehingga memaksa Paksi untuk membentur
ayunan pedang lawannya itu.
Paksi memang menjadi berdebar-debar. Jika tongkat itu
patah, maka pengemis itu akan marah kepadanya. Bahkan
mungkin perlawanannya atas ilmu pedang lawannya menjadi
kacau meskipun seandainya ia masih tetap dapat
mempergunakan kedua potongan tongkat itu sebagai
senjatanya. Tetapi ternyata dalam benturan yang terjadi, tongkat itu
tidak patah. Bahkan dalam benturan itu, Jaran Demung telah
terdorong selangkah surut, meskipun Paksi sendiri terdorong
surut pula. Sejenak Paksi sempat memperhatikan tongkat kayunya
yang nampaknya tidak lebih dari sebuah dahan yang dipotong
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
langsung dari batangnya dan kemudian dikeringkannya. Tetapi
ternyata tongkat itu memiliki kekuatan yang besar.
Namun dalam kesempatan yang pendek itu, Paksi tidak
sempat mengamati tongkatnya lebih lama. Ia tidak sempat
mengetahui, apakah yang menyebabkan tongkat yang
dipinjamnya itu demikian kokohnya.
Dalam pada itu, Jaran Demung telah meloncat
menyerangnya pula. Namun Paksipun telah siap untuk
mempertahankan dirinya. Bahkan Paksi menjadi lebih mantap,
karena ia tidak perlu ragu-ragu membenturkan senjatanya
dengan senjata lawannya. Pengemis yang mempunyai tongkat kayu itu tertawa.
Dengan lantang ia berkata " Bagus, anak muda. Kau memiliki
ilmu yang bagus. Kau tidak berada dibawah tingkat
kemampuan Jaran Demung. "
" Setan kau pengemis buruk " geram Jaran Demung.
" Kau akan kalah, Jaran Demung " berkata pengemis itu "
jika anak itu hatinya buram, maka nasibmu akan menjadi
sangat buruk. Dengan tongkatku itu, dadamu akan dilubangi.
Tentu lebih baik dilubangi dengan ujung pedang yang runcing,
daripada dengan ujung tongkat yang tumpul. Tetapi jika hati
anak itu baik, maka kau akan diampuni. "
Jaran Demung menggeram. Tetapi ia memang tidak
mempunyai banyak kesempatan. Ujung tongkat anak muda itu
telah mulai menyentuh tubuhnya.
Jaran Demung mengumpat kasar. Ia sungguh-sungguh
tidak menduga, bahwa ia harus berkelahi dengan anak muda
itu. Justru ia semakin lama menjadi semakin terdesak.
Jaran Demung memang sedikit menyesal, bahwa ia telah
berselisih dengan anak muda yang berilmu tinggi. Tetapi sikap
anak muda itu seharusnya dapat dimengertinya. Tidak
seorangpun hatinya rela memberikan ikat kepalanya untuk
mengusap tangan yang kotor berminyak.
Ternyata anak muda itu tidak sekedar tidak rela didalam
hatinya. Tetapi ia benar-benar telah melawan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
" Pengemis itu tentu akan menyesal, karena ia telah berani
membantu anak muda itu. " geram Jaran Demung.
Tetapi apakah yang akan dapat dilakukan terhadap
pengemis itu jika anak muda itu kemudian berhasil
membunuhnya" " Tidak " Jaran Demung itu menggeram didalam hatinya "
Tidak. Akulah yang akan membunuhnya. Tidak seorangpun
yang akan dapat menghalangi aku dan tidak seorangpun yang
akan berani menuntut aku. "
Tetapi ia tidak dapat menghindar dari kenyataan. Anak
muda yang bersenjata tongkat itu mendesaknya terus.
Tongkatnya semakin sering mengenai tubuhnya. Sementara
itu, sangat sulit bagi Jaran Demung untuk dapat menyentuh
lawannya dengan ujung pedangnya.
Karena itu, maka Jaran Demung itu semakin lama menjadi
semakin terdesak. Pengemis yang mengenakan caping lebar
itupun mengikuti perkelahian dengan saksama. Sekali-sekali
terdengar suara tertawanya menghentak, menghambur dan
kemudian suara tertawa itu meledak berkepanjangan.
" Bagus anak muda. Kau ternyata mempunyai kelebihan
dari Jaran Demung. Jaran Demung hanya mengandalkan
kekuatan dan kedunguannya. Mungkin sedikit pengalaman
yang berarti. Tetapi kau memiliki pengetahuan dasar yang
mapan. Nah, sebentar lagi kau akan mengakhiri perkelahian. "
" Diam kau pengemis gila " teriak Jaran Demung " jika kau
tidak mau diam, aku akan mengoyak mulutmu."
Suara tertawa pengemis tua itu justru semakin meledak-
ledak. Katanya " Kau mengalami kesulitan menghadapi anak
muda itu. Bagaimana mungkin kau akan mengoyak mulutku. "
Jaran Demung memang hanya dapat menggeraiti. Ia
memang tidak dapat melakukannya, sementara Paksi
mendesaknya terus. Ketika ujung tongkat Paksi mengenai lambung Jaran
Demung, maka terdengar keluhan tertahan. Jaran Demung
meloncat beberapa langkah surut untuk mengambil jarak.
Tetapi Paksi tidak membiarkannya. Dengan cepat pula ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
meloncat. Tongkatnya terayun dengan derasnya kearah
kening. Jaran Demung masih sempat menangkis serangan itu.
Dengan tergesa-gesa Jaran Demung memutar pedangnya
melindungi keningnya dari sambaran tongkat Paksi.
Tetapi dengan cepat, tongkat Paksi berputar.
Pangkalnyalah yang dengan derasnya terayun ke arah
pundaknya. Jaran Demung, harus meloncat semakin cepat menjauh
untuk mengambil jarak. Tetapi Paksi tetap memburunya.
Tongkatnya itu terjulur lurus mengarah ke dada Jaran
Demung. Jaran Demung tidak mempunyai banyak kesempatan.
Karena itu, maka iapun justru menjatuhkan dirinya, berguling
dengan cepat dan kemudian meloncat bangkit berdiri.
Paksi tertegun. Ternyata Jaran Demung masih sempat
menghindar. Ketika Paksi berusaha memburunya, maka Jaran
Demung telah siap menunggunya dengan ujung pedang
terjulur. Paksi berhenti sejenak. Dipandanginya mata Jaran Demung
itu dengan tajamnya, seakan-akan Paksi ingin melihat apa
yang tersembunyi ditatapan matanya itu.
Jaran Demung masih berdiri tegak. Namun Jaran Demung
itu seakan-akan sudah menjadi yakin, bahwa ia tidak akan
dapat mengalahkan anak muda itu. Karena itu, Jaran Demung
harus mengambil sikap sebelum tongkat anak muda itu
menghancurkan kepalanya. Paksi tidak tahu apa yang bergejolak didalam dada
lawannya itu. Iapun tidak ingin berteka-teki lebih jauh. Karena itu, maka Paksipun kemudian telah meloncat menyerangnya
dengan garangnya. Jaran Demung masih memberikan perlawanan dengan
hentakkan-hentakkan ilmu pedangnya. Namun justru tongkat
Paksilah yang sering menyentuh tubuhnya.
Karena itu, maka Jaran Demung yang ditakuti itu telah
memilih untuk meninggalkan lawannya yang masih muda itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika ia mendapat kesempatan maka Jaran Demung
itupun meloncat menjauh dan kemudian berlari meninggalkan
arena. Paksi sama sekali tidak mengejarnya. Sementara pengemis
yang meminjaminya tongkat itu tertawa berkepanjangan.
" Orang itu lari anak muda. Kau telah menang. " pengemis
itu hampir berteriak. Paksi berdiri termangu-mangu.
" Kenapa orang itu tidak kau kejar dan kau pukul
punggungnya dengan tongkatku itu" Kemudian kau pukul ia
sekali lagi di tengkuknya. Maka ia tentu akan mati. "
" Aku tidak ingin membunuhnya. Bukan karena ingin kau
memuji aku sebagai orang yang baik karena aku tidak
membunuh lawanku. Tetapi aku memang tidak ingin
membunuh. " " Bagus " berkata pengemis itu " sebaiknya orang memang
tidak membunuh sesamanya dengan alasan apapun. "
Paksipun kemudian mengembalikan tongkat pengemis itu
sambii berkata " Aku mengembalikan tongkatmu, Ki Sanak.
Aku mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Dengan meminjamkan tongkat itu, Ki Sanak telah
menyelamatkan nyawaku. "
" Bukankah aku hanya meminjamkan tongkatku" Kaulah
yang telah menolong nyawamu sendiri. "
" Tanpa tongkat itu, aku tidak akan mampu melawan ilmu
pedang orang itu. " " Nampaknya kau sesuai dengan jenis senjata seper t itu.
Karena itu ambillah tongkatku. Senjata itu tidak begitu
menarik perhatian. Berbeda dengan seandainya sebilah
pedang tergantung dilambungmu.
Paksi termangu-mangu sejenak. Namun kemudian dengan
nada dalam ia berkata " Aku sangat berterima kasih dengan
pemberianmu yang sangat berharga ini Ki Sanak. Tetapi
bagaimana dengan kau sendiri" "
Pengemis itu tertawa. Katanya " Bukankah aku dapat
mencari lagi. Jika nanti aku sampai di pategalan, aku dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memotong lagi sepotong dahan kayu. Bukankah tidak terlalu
sulit bagiku. " " Tetapi tongkat ini bukan sekedar sepotong dahan kayu "
jawab Paksi. " Lalu kau kira tongkat itu apa" "
" Tongkat ini lebih berat dari sekedar sepotong kayu. "
" Kebetulan tongkat itu adalah sepotong dahan kayu
berlian. Itu saja. "
" Aku tidak percaya, Ki Sanak. Kau tentu membuat tongkat
ini secara khusus, meskipun aku tidak tahu, bagaimana
caramu melakukannya. "
" Sudahlah. Kau jangan aneh-aneh seperti itu. Aku relakan
tongkat itu untuk kau miliki. "


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Aku tidak hanya sekedar ingin memiliki sebuah tongkat
seperti ini, tetapi aku ingin mengetahui, caramu membuatnya.
Jika kau ajari aku membuat tongkat seperti ini, aku tidak akan mengambil milikmu. "
" Kenapa tiba-tiba saja kau ingin berbuat aneh-aneh. Aku
sudah memberikan tongkat itu kepadamu. Itu sudah cukup. "
" Tongkat ini sudah berada ditanganku. Senjata yang
sesuai bagiku. Nah, dengan senjata ini aku ingin memaksamu,
agar kau mau memberitahukan kepadaku, bagaimana caramu
membuat tongkat seperti ini. "
" Anak muda " berkata pengemis itu " kau ternyata
mempunyai watak yang aneh. Seharusnya kau ucapkan terima
kasih, bahwa aku telah memberimu senjata yang sesuai
bagimu. " " Bukankah aku sudah mengucapkannya. Bahkan sangat
berterima kasih. " " Lalu kenapa kau ingin memaksamu melakukan sesuatu
yang tidak aku mengerti. "
" Jangan berpura-pura, Ki Sanak. " sahut Paksi yang tiba-
tiba saja telah memutar tongkatnya.
" He " pengemis itu meloncat surut " kau ini orang apa"
Aku sudah menolongmu. Aku sudah memberikan senjataku
kepadamu. " Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
" Kau sendiri mengatakan bahwa aku telah menolong diriku
sendiri. Sedangkan untuk tongkat ini aku sudah mengucapkan
terima kasih. Sekarang, beritahu aku, dimana kau dapatkan
dahan kayu ini dan bagaimana kau membuatnya menjadi
senjata yang sangat baik ini. "
" Aku tidak mau " tiba-tiba orang itu menjawab dengan
tegas. " Aku akan memaksamu. " geram Paksi.
" Kemenanganmu atas Jaran Demung, membuatmu mabuk
dan merasa dirimu berilmu sangat tinggi. "
" Sudahlah. Jangan banyak bicara. Sekarang, antarkan aku
dan tunjukkan kepadaku, bagaimana kau membuat tongkat
ini. " Tetapi pengemis itu menggeleng. Katanya " Tidak. Aku
tidak mau. " Tiba-tiba saja Paksi memutar tongkatnya. Ia benar-benar
telah menyerang pengemis yang memakai caping yang lebar
diatas kepalanya itu. Tetapi pengemis itu sudah bersiap. Dengan sigapnya ia
meloncat menghindar. Paksi tidak melepaskannya. Dengan cepat ia memburunya,
tongkatnya berputaran dan menyerang beruntun seperti arus
banjir bandang. Orang-orang yang menyaksikan menjadi heran. Semua
orang melihat, bagaimana pengemis tua itu memberikan
tongkatnya. Mereka juga melihat, dengan tongkat itu Paksi
mampu mengusir lawannya. Namun tiba-tiba saja mereka
melihat, anak muda itu justru telah menyerang orang yang
telah menolongnya itu. Perkelahianpun berlangsung semakin sengit. Ternyata
pengemis itu memiliki ilmu yang sangat tinggi. Tongkat di
tangan Paksi sama sekali tidak mampu menyentuhnya.
Bahkan beberapa kali, tongkat itu membentur kaki dan
tangan pengemis itu. Yang mengherankan Paksi, pengemis itu
menangkis serangan tongkat ditangannya itu dengan
benturan-benturan yang keras tanpa merasa sakit.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi perkelahian itu tidak berlangsung terlalu lama, Selagi
orang-orang yang menyaksikan masih terheran" heran, Paksi
telah meloncat mundur untuk mengambil jarak.
Tiba-tiba saja Paksi berlutut sambil berkata " Aku mohon
maaf, Kiai. " Pengemis itu tidak memburunya. Sambil tersenyum iapun
berkata " Aku tahu, bahwa kau tentu hanya sekedar bermain-
main. Tetapi apa alasanmu" "
" Hanya sekedar ingin tahu, Kiai. "
" Tidak. Tentu bukan sekedar ingin tahu. Apakah kau
sedang berusaha untuk mengenali seseorang" "
Paksi tidak dapat ingkar. Katanya " Ya, Kiai. "
" Berdirilah. Aku hanya seorang pengemis. Nah, sekarang,
yakinkah dirimu, apakah kau sudah dapat mengenalinya" "
" Kiai. Aku mencurigai seseorang yang pernah
menyerangku. Tidak hanya sekali. "
" Apakah kau tidak dapat mengenali wajahnya" " bertanya
pengemis itu. " Tidak Kiai. Wajahnya cacat. Aku tidak tahu, apakah itu
wajah aslinya atau bukan, karena setiap kali ia menyerangku,
tentu terjadi di malam hari. "
Pengemis itu tertawa. Katanya " Ketika kau melihat
wajahku, kau telah mencurigainya. Tetapi bukankah orang itu
datang untuk menyerangmu" Apakah kau tidak mengetahui
alasannya atau apa saja yang dipergunakannya sebagai
alasan" " " Semuanya nampaknya telah dibuat-buat. Yang
mengherankan, ilmunya dan ilmuku memiliki banyak
persamaan. " Pengemis itu tertawa semakin panjang. Katanya " Kau
cerdik. Kau mempunyai cara yang menarik untuk meyakinkan,
apakah aku yang berwajah cacat ini juga orang yang pernah
datang menyerangmu itu. Tetapi bukankah kau yakin, bahwa
ilmuku dan ilmu orang itu berbeda" "
" Ya. " jawab Paksi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
" Nah, sekarang pergilah. Bawa tongkatku. i\au
memerlukannya. " berkata pengemis itu " Jaran Demung tentu
mendendammu. Tanpa tongkat itu, maka kau akan mengalami
kesulitan. Mudah-mudahan tongkat itu berarti bagimu. "
" Terima kasih, Kiai. " jawab Paksi. Nampak Paksi itu masih
juga bertanya " Tetapi apakah aku boleh mengetahui nama
Kiai, atau sebutan yang Kiai pergunakan" "
" Panggil aku Tenong. Namaku Tenong. "
Dahi Paksi berkerut. Pengemis itu tertawa sambil berkata "
Kau tidak percaya" Sudahlah. Namaku tidak penting. Jika kau
akan melanjutkan perjalananmu, pergilah. Mudah-mudahan
kau selalu mendapat perlindungan dari yang Maha Agung. "
" Sekali lagi aku mengucapkan terima kasih, Kiai. "
" Namaku Tenong. " orang itu tertawa sambil melangkah
pergi. Paksi berdiri termangu-mangu. Ditangannya digenggamnya
tongkat pemberian pengemis itu. tiba-tiba saja ia merasa
sangat sesuai dengan tongkat itu. Ia sadar, bahwa tongkat itu
tidak sekedar sebatang dahan kayu yang dipotong dari
batangnya. Tetapi Paksi tidak segera pergi, la masih sempat menemui
pemilik kedai untuk menghitung, berapa ia harus membayar.
" Aku akan mengganti ambenmu yang rusak. "
" Tidak, anak muda. Lincak bambu itu tidak rusak. Hanya
terguling saja. " Semula pemilik kedai itu memang berkeberatan menerima
uang Paksi. Tetapi akhirnya diterimanya juga karena Paksi
agak memaksanya. " Kau akan banyak kehilangan, jika aku tidak membayar. "
berkata Paksi " bukankah Jaran Demung itu juga tidak
membayar sementara kedua orang yang dipaksanya untuk
membayar sudah melarikan diri. Tentu bukan karena ingkar.
Tetapi karena ketakutan. "
Demikianlah, maka Paksipun kemudian meninggalkan kedai
itu. Ia sudah tidak melihat lagi pengemis yang telah
memberinya sebatang tongkat yang dapat menemaninya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sepanjang perjalanannya yang tidak diketahuinya, kapan
berakhir. Beberapa saat kemudian, maka Paksipun telah
meninggalkan padukuhan yang cukup besar dan yang telah
memberikan kesan tersendiri itu. Di padukuhan itu ia telah
bertemu dengan Jaran Demung. Seorang yang akan dapat
membayanginya sepanjang perjalanannya. Jaran Demung
tentu mendendamnya. Apalagi, Jaran Demung mempunyai
hubungan khusus dengan Kebo Lorog.
Paksipun sempat membayangkan wajah laki-laki yang
pernah menyerangnya dengan tiba-tiba dan menuduhnya
telah mengetahui rahasia Kebo Lorog dan para pengikutnya.
Orang itupun datang menyerangnya pula ketika terjadi
pertempuran di kuburan. Tetapi dugaan Paksi menjadi
semakin keras, bahwa orang itu justru bukan pengikut Kebo
Lorog. Terik matahari serasa membakar tubuh, justru saat
matahari mulai menurun. Angin terasa semilir mengusap
tubuh Paksi yang basah oleh keringat. Perkelahiannya
memang telah memeras keringatnya. Apalagi panasnya sinar
matahari. Paksi berjalan diatas jalan berdebu. Tetapi air hening yang
mengalir di parit disebelah jalan yang dilaluinya itu
memberikan kesegaran tersendiri.
Dilangit burung pipit terbang dalam kelompok-kelompok
yang besar, perputar-putar diatas bulak persawahan. Namun
kemudian menghilang terbang ke Utara.
Paksi mengayun-ayunkan tongkat barunya. Sekali-sekali
Paksi mengamati tongkatnya itu sambil berkata di-dalam
dirinya " Tongkat ini telah melengkapi perjalananku sebagai
seorang pengembara. "
Paksi melangkah menepi ketika ia berpapasan dengan tiga
orang berkuda. Nampaknya ketiganya juga sedang menempuh
perjalanan yang panjang. Tetapi ketiganya tidak memperhatikan Paksi sama sekali.
Anak muda yang berjalan diteriknya matahari menjelang sore
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hari dengan membawa tongkat sebatang kayu yang
nampaknya sudah kering dan berwarna kehitam-hitaman itu
sama sekali tidak menarik perhatian.
Paksi mengusap debu yang menghambur di pakaiannya.
Sekilas Paksi melihat wajah-wajah yang bersih dari para
penunggang kuda itu. " Pantasnya, mereka adalah saudagar-saudagar yang sudah
berhasil " berkata Paksi didalam hatinya.
Namun paksipun kemudian telah melanjutkan perjalannya
pula. Dilangit matahari bergerak semakin rendah. Sementara
Paksi masih berjalan terus menyusuri jalan panjang. Sekali-
sekali ia menyusup melalui jalan padukuhan.
Tidak ada hambatan di perjalanannya. Beberapa
padukuhan telah dilampaunya.
Ketika matahari menjadi semakin rendah, maka
panasnyapun mulai menyusup pula. Tetapi haus dikerong-
kongannya bagaikan mencekiknya.
Ketika Paksi berjalan didepan sebuah rumah yang besar
dan berhalaman luas disebuah padukuhan, dilihatnya sebuah
gentong berisi air. Sebuah siwur tersangkut disebelahnya.
Paksi tahu, bahwa gentong seperti itu memang diletakkan
di sebelah regol halaman dipinggir jalan untuk menyediakan
air bersih bagi yang membutuhkan. Bagi mereka yang
kehausan di pejalanan. Ketika Paksi membuka tutup gentong itu, maka ia menjadi
ragu. Air di gentong itu tinggal sedikit, sehingga endapan-
endapannya akan dapat tersenduk jika ia mengambil air
dengan siwur. Tetapi Paksi terkejut ketika ia melihat seorang gadis yang
membawa kelenting dilambungnya berisi air keluar dari pintu
regol halaman. Gadis itu tertegun. Namun kemudian katanya " Maaf, Ki
Sanak. Mungkin air digentong itu tinggal sedikit. Hari ini
panasnya bukan main, sehingga banyak orang lewat yang
kehausan. Biarlah aku mengisinya dahulu. "
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksipun tergagap. Katanya " Silahkan, silahkan. "
" Atau lebih baik Ki Sanak mengambil langsung dari
kelentingku ini sebelum aku tuang kedalam gentong. Jika Ki
Sanak akan menyenduknya dari gentong, maka Ki Sanak
masih harus menunggu airnya mengendap lebih dahulu. "
Sebelum Paksi menyahut, gadis itu telah meletakkan
kelentingnya dan mengambil siwur dari tangan Paksi.
Paksi justru menjadi seperti orang yang kebingungan.
Demikian gadis itu menyerahkan siwur yang telah berisi air
jernih, maka Paksipun menerimanya tanpa sesadarnya
" Minumlah " gadis itu tersenyum.
Paksi yang seakan-akan terbius itu telah meletakkan siwur
itu dibibirnya serta menuang air kedalam mulutnya.
Betapa sejuknya. Tetapi bukan saja air itu yang membuat
bibir Paksi segar. Senyum gadis itupun rasa-rasanya telah
menyejukkan jantung Paksi yang panas.
Tetapi Paksi tidak dapat terlalu lama menatap wajah gadis
itu. Sejenak kemudian, gadis itu telah membawa ke-lentingnya
kembali memasuki pintu regol halaman setelah menuang
isinya kedalam gentong. Paksi yakin bahwa gadis itu masih akan menuang air dari
kelentingnya dua tiga kali lagi. Tetapi ia justru merasa sangat segan untuk tetap berada di tempat itu.
Karena itu, maka Paksipun kemudian telah beringsut
meninggalkan gentong yang sedang diisi oleh gadis yang
manis itu. Paksipun kemudian melangkah kembali menyusuri jalan
berdebu. Sejenak masih membayang wajah gadis yang
mengisi gentong itu. Namun kemudian ia mulai melihat
kedalam dirinya sendiri. Paksi itu berjalan tanpa tujuan. Ia mencari sesuatu yang
belum pernah dilihatnya. " Perjalanan ini akan sia-sia seandainya benda yang aku
cari itu justru berada diarah yang lain. Jika cincin itu sudah dibawa orang ke Surabaya atau justru ke Blam-bangan atau
bahkan menyeberang ke Bali. " berkata Paksi didalam hatinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
" Sama saja " desisnya " seandainya aku berjalan ke Timur
sementara benda itu dilarikan ke Barat, maka perjalananku
juga sia-sia. " Tetapi Paksi tidak sekedar mengeluh bahwa perjalanannya
sia-sia. Tetapi ia tidak dapat mengambil manfaat dari
pengembaraannya itu. Pengalamannya telah membuat
ilmunya semakin matang dan berkembang.
Bahkan akhirnya Paksi itupun berkata " Aku tidak peduli,


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

apakah aku akan menemukan cincin itu atau tidak. Ayah tentu
dapat memaklumi kesulitan yang aku hadapi jika aku tidak
dapat menemukannya. Ayah sendiri sama sekali tidak dapat
memberikan petunjuk tentang cincin yang harus aku cari itu.
Namun dalam pengembaraan ini aku itiendapatkan
pengalaman. Aku merasa menjadi semakin akrab dengan
kehidupan. " Dengan demikian, maka kegelisahan hati Paksi Pa-mekas
itu menjadi semakin menyusut. Ia tidak lagi merasa memikul
beban yang sangat berat. Sambil berjalan Paksi menimang-nimang tongkatnya.
Tongkat pemberian pengemis itu. Ia yakin, bahwa pengemis
itu bukan pengemis kebanyakan.
Ketika matahari menjadi semakin rendah, maka Paksi mulai
memikirkan tentang perjalanannya. Paksi dapat saja berhenti
dan bermalam digubug, sebagaimana pernah dilakukan.
Bermalam disebuah gubug di tengah-tengah bulak. Paksi juga
dapat mencoba minta ijin untuk bermalam di sebuah banjar.
Atau bahkan di rumah seseorang.
Tetapi rasa-rasanya Paksi lebih senang berada di tempat
yang terbuka, luas menjangkau cakrawala, la merasa dirinya
bebas dan dadanya akan terasa lapang.
Paksi memang merasa sedikit lapar. Tetapi ia akan dapat
menahannya sampai esok. " Besok, pagi-pagi aku dapat pergi kesebuah pasar atau
kedai tau apapun tempat orang menjual nasi. "
Karena itu, maka ketika ia melihat sebuah gubug ditengah-
tengah bulak, iapun melangkah mendekatinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Senja sudah mulai turun. Langit menjadi merah kehitam-
hitaman. Angin senja yang lemah menggoyang batang padi
yang digelar memenuhi bulak yang luas itu.
Paksi memandang gelombang daun padi yang seakan-akan
mengalir perlahan-lahan menerjang gubug ditengah bulak itu.
Tetapi gubug itu tidak bergetar.
Gubug itu kosong. Agaknya sudah dua tiga hari tidak
dipergunakan. Agaknya padi yang tumbuh subur itu tidak
perlu ditunggui di malam hari. Apalagi air di kotak-kotak
sawah telah penuh berlimpah.
Karena itu Paksi merasa akan dapat beristirahat dengan
baik di gubug itu. Ketika malam turun, maka Paksipun segera membaringkan
tubuhnya. Ia tidak begitu letih, tetapi ia merasa perlu untuk
beristirahat karena ia masih harus menempuh pengembaraan
yang panjang dihari-hari yang akan datang.
Karena Paksi tidak memikirkan apa-apa lagi, iapun dengan
cepat telah tertidur dengan nyenyaknya. Semilirnya angin
telah membelainya sehingga Paksi menjadi semakin dalam
terbenam dalam tidurnya. Tetapi di tengah malam Paksi terbangun. Kakinya terasa
gatal oleh gigitan nyamuk yang ganas.
Paksipun kemudian bangkit dan duduk dibibir gubug itu.
Dari tempatnya, Paksi memandang langit yang hitam. Bintang-
bintang bergayutan seperti ribuan permata yang ditaburkan
diatas permadani yang berwarna pekat.
Paksi menggeliat. Tetapi ia terkejut. Tiba-tiba malam
menjadi terang seolah-olah tiba-tiba saja bulan tersembul
dilangit. Dengan cepat Paksi meloncat turun dari gubug itu sambil
menengadahkan wajahnya. Paksi menjadi berdebar-debar. Ia melihat seleret cahaya
yang melintas dilangit. Meluncur dan seakan-akan jatuh tidak
terlalu jauh dari gubug itu.
Demikian benda langit itu tenggelam dibalik pepohonan,
maka langitpun menjadi gelap kembali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi menjadi berdebar-debar. Malam terasa justru menjadi
semakin sepi. Suara cengkerik dan bilalang terdengar
menggelitik ditelinganya.
Paksi pernah melihat bintang beralih beberapa kali. Paksi
juga pernah melihat bintang berekor yang memancar dilangit.
Beberapa orang telah membicarakannya, seakan-akan bintang
berekor itu membawa bencana bagi bumi. Penyakit atau
peceklik yang panjang. Tetapi Paksi belum pernah melihat bintang yang seakan-
akan telah jatuh dibumi. Ada dorongan yang kuat bagi Paksi untuk pergi ketempat
bintang itu menghilang. Tetapi nalarnya telah mencegahnya.
Seandainya benar bintang itu jatuh, maka bumi tentu akan
bergetar. Atau, bintang itu jatuh ditem-pat yang sangat jauh.
Karena itu, Paksi mengurungkan niatnya untuk melacak
cahaya yang menerangi malam seperti terangnya bulan itu.
Namun Paksi terkejut ketika ia mendengar seseorang
menyapanya " Kau lihat bintang yang terbang dilangit itu anak
muda. " Dengan cepat Paksi berpaling. Dilihatnya seorang laki-laki
membawa cangkul dipundaknya berdiri beberapa langkah di
belakangnya. Paksi bergeser selangkah surut. Ia mencoba untuk melihat
wajah orang itu. Tetapi di keremangan malam, ia tidak dapat
melihat dengan jelas. Meskipun demikian ia dapat melihat
bahwa orang itu berjambang berkumis dan berjanggut.
Meskipun tidak panjang, tetapi nampak lebat dan menutup
hampir seluruh wajahnya. " Siapakah kau anak muda" Dan kenapa kau berada disini"
" " Aku seorang pengembara Ki Sanak. Aku menjelajahi
padukuhan demi padukuhan. Malam ini aku berada disini dan
bermalam digubug kecil ini. "
Orang itu mengangguk-angguk. Sebelum Paksi bertanya,
orang itu berkata " Aku pemilik gubug ini. Aku memang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terbiasa melihat sawahku di malam hari. Bulan ini aku
mendapat bagian air di malam hari. "
" Maaf, Ki Sanak. Aku telah tidur di gubug ini sebelum aku
mendapat ijin. " Orang itu tertawa. lapun kemudian meletakkan cangkulnya
dan duduk dibibir gubugnya.
" Duduklah. Nampaknya kau letih. "
" Ya, Ki Sanak. "
" Tetapi kau tidak tidur anak muda. Kau sempat melihat
bintang yang jatuh itu. "
" Aku tertidur sejak malam turun. Aku justru sedang
terbangun ketika dilangit nampak cahaya terang.
" Kau termasuk seorang anak muda yang beruntung,
bahwa kau sempat melihat ndaru yang jatuh dari langit"
" Ndaru" " ulang Paksi.
" Ya. Bintang yang berwarna kehijau-hijauan itu disebut
ndaru. Orang yang melihatnya akan mendapatkan sesuatu
yang berharga bagi dirinya. Jika bintang yang jatuh itu
berwarna kemerah-merahan, maka bintang yang demikian itu
disebut teluh-braja. Orang yang melihat teluh-braja, sengaja
atau tidak sengaja, akan mengalami kesulitan. "
" Ki Sanak juga melihat ndaru itu. Ki Sanak tentu juga akan
mendapatkan keberuntungan. "
Orang itu tertawa. Katanya " Bagiku, tidak ada
keberuntungan yang lebih besar daripada hasil panenanku ini
nanti akan berlimpah.Jika lumbungku yang tidak besar itu
penuh dengan padi. Anakku tidak akan kelaparan setidak-
tidaknya untuk semusim. " Bukankah sawah Ki Sanak cukup luas" Melihat kotak-
kotak sawah disekitar gubug ini, rasa-rasanya padi yang akan
Ki Sanak bawa pulang cukup banyak. "
" Sawah ini bukan sawahku sendiri, anak muda. -Aku
mengerjakannya bagi orang lain. Jika kemudian padi disawah
ini dituai, aku mendapatkan separo dan pemilik sawah ini
separo. " Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi mengerutkan keningnya. Ia melihat sawah yang
terbentang sangat luas. Tetapi ada juga petani yang tidak
memiliki sawah sendiri. Tetapi sebelum Paksi bertanya, orang itu berkata " Aku
sendiri juga mempunyai sebidang tanah. Tetapi tidak terlalu
luas. Anakkulah yang mengerjakan sawah itu, sementara aku
dan adikku mengerjakan sawah ini. Sawah milik seorang yang
kaya raya. " Paksi mengangguk-angguk. Namun tiba-tiba saja orang itu
bertanya " Namamu siapa anak muda" "
Paksi termangu-mangu sejenak. Tetapi sejak semula ia
tidak menyembunyikan namanya. Karena itu jawabnya "
Namaku Paksi. Apakah aku boleh mengetahui nama Ki Sanak"
" Orang itu tertawa. Katanya " Namaku baik anak muda.
Tetapi namaku tidak sebaik namamu. Tetangga-tetanggaku
memanggilku, Marta Brewok. "
Paksi mengangguk-angguk. Sementara orang itu bertanya "
Sebenarnya kau akan pergi kemana, Paksi. "
" Aku pengembara, Ki Marta. Aku tidak mempunyai tujuan.
" " Kau masih terlalu muda untuk mengembara. Apa yang
sebenarnya kau cari dalam pengembaraanmu. Bukankah lebih
baik bagimu untuk tetap berada diantara keluargamu" "
" Aku tidak mempunyai keluarga lagi " desis Paksi. Tetapi
orang yang mengaku bernama Marta Brewok itu tertawa pula.
Katanya " Hampir setiap pengembara berkata, bahwa ia tidak
mempunyai keluarga lagi, meskipun ayah dan ibunya masih
lengkap. Kekecewaan diling-kungan rumah tangganya,
kegelisahan, sikap orang tua yang kurang wajar atau hal-hal
lain yang terjadi di rumah, dapat mendorong seseorang untuk
pergi mengembara. " Paksi menundukkan kepalanya. Petani itu seakan-akan
mengetahui bahwa ia telah berbohong. Seolah-olah petani itu
tahu, bahwa dirumah masih ada ibu dan ayahnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
" Tetapi ayah memerintahkan aku untuk pergi " berkata
Paksi didalam hatinya. Namun kemudian terngiang kata-kata
ibunya " Kau sengaja mengusirnya. "
Paksi menarik nafas dalam-dalam.
" Sudahlah " berkata orang itu " jika kau ingin tidur lagi.
tidurlah. Aku akan melihat air di parit itu. "
Paksi tergagap. Dengan serta-merta ia menyahut "Kotak-
kotak sawah ini telah penuh dengan air. "
" Ya. Didaerah ini air termasuk tidak terlalu sulit. Tetapi
kadang-kadang terjadi juga kelupaan. Jika satu kotak sawah
tidak terbuka, maka kotak itu akan tetap kering, meskipun
disekitarnya digenangi air setinggi pematang. "
" Baik, Ki Marta " jawab Paksi " jika aku masih dapat tidur,
aku akan tidur. " Petani itu kemudian telah turun dari gubugnya, memanggul
cangkulnya dan siap untuk melangkah pergi.
Namun ia masih sempat berkata " Anak muda. Jika kau
sempat, tengoklah arah bintang yang jatuh itu. Memang
mungkin bintang itu tidak jatuh. Tetapi melintasi cakrawala.
Atau jatuh ditempat yang sangat jauh. Namun diarah bintang
jatuh itu mungkin ada sesuatu yang dapat menarik
perhatianmu. Arah bintang itu jatuh adalah arah
keberuntunganmu. " Paksi termangu-mangu sejenak. Sementara petani itu mulai
melangkah meninggalkannya sambil berkata " Tetapi jika kau
sudah menentukan arah tujuanmu, lupakanlah. Yang kau lihat
memang tidak lebih dari sebuah lintang-alian yang besar dan
barangkali jaraknya lebih dekat dengan bumi. "
Paksi termangu-mangu. Tetapi petani itu telah melangkah
menyusuri pematang sambil memanggul cangkul
dipundaknya. Paksi memandanginya dengan kerut dikening. Tetapi ia
tidak bertanya lagi. Bahkan kemudian Paksipun memandang
kearah benda langit itu seakan-akan jatuh dibelakang
padukuhan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi termangu-mangu sejenak. Sementara malam
bertambah malam. Paksi memang masih belum ingin beranjak dari gubug itu.
Ia masih ingin berbaring sampai menjelang fajar. Paksi masih
juga ingin bertemu dan berbicara lagi dengan petani yang
menggarap sawah diseputar gubug itu. Mungkin ia mau
menjelaskan, kenapa arah bintang jatuh itu adalah arah
keberuntungannya. " Apakah karena aku melihat bintang yang disebut ndaru
itu" " bertanya Paksi didalam hatinya.
Namun Paksi itu masih saja berbaring. Ia menunggu petani
itu datang lagi ke gubugnya.
Tetapi petani yang membawa cangkul itu tidak segera
kembali. Bahkan Paksi yang merasa sudah terlalu lama
menunggu itu, menjadi kehilangan kesabaran. Paksilah yang
kemudian berjalan menyusuri pematang sambil menjinjing
tongkatnya menyusul petani yang menyebut dirinya Marta
Brewok itu. Tetapi sudah sekian jauh Paksi meniti pematang, ia tidak
melihat seorangpun disawah itu. Ia tidak melihat orang yang
berdiri atau berjongkok dibendungan menunggui aliran air dari
parit. Ia juga tidak melihat seseorang yang berjalan diatas
pematang sambil memanggul cangkul.
Akhirnya Paksi melangkah kembali ke gubug kecil itu.
Tetapi gubug itupun masih tetap kosong.
Ketika langit menjadi merah, maka Paksipun telah mencuci
wajahnya dengan air parit yang jernih. Kemudian membenahi
dirinya sambil menunggu. Paksi masih ingin bertemu dan
berbicara dengan pemilik gubug itu.
Paksi justru menjadi penasaran ketika langit menjadi
terang. Orang yang menyebut dirinya Marta Brewok itu tidak
kembali ke gubugnya. Meskipun kesabaran Paksi sebenarnya telah habis, namun
Paksi justru memaksa diri untuk menunggu. Ketika langit
menjadi terang dan mataharipun terbit, Paksi masih tetap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berada di gubug itu. Ia berharap seseorang datang ke gubug
itu meskipun bukan Marta Brewok sendiri.
Dipagi hari Paksi melihat titik-titik embun diujung daun
padi. Berkilat-kilat disentuh sinar matahari yang condong.


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Merta Brewok itu tentu mengelilingi sawahnya dan
melingkar lewat pematang yang menyilang itu langsung
pulang kerumahnya. Bulak ini terlalu luas " berkata Paksi
didalam hatinya. Ketika matahari menjadi semakin tinggi, maka Paksi
melihat beberapa orang telah turun kesawah untuk melihat
tanamannya. Ada diantara mereka yang menganggap bahwa
rumput yang tumbuh diantara batang-batang padi telah
pantas untuk dibersihkan, sehingga ia telah mengajak dua
orang yang diupahnya untuk membersihkan dan mencabuti
rerumputan yang liar itu.
Paksi menjadi berdebar-debar ketika ia melihat seorang
laki-laki yang sudah separo baya berjalan menuju ke gubug
ditengah bulak itu. Seorang laki-laki yang tinggi ke-kurus-
kurusan, memanggul cangkul di pundaknya serta mengenakan
caping yang lebar dikepalanya.
Orang itu tertegun melihat Paksi yang masih duduk di bibir
gubug itu. Namun yang kemudian telah meloncat turun.
" Kau siapa anak muda" " bertanya laki-laki itu.
" Namaku Paksi. Aku bermalam digubug ini semalam. "
" O. Kenapa kau tidak pergi saja ke padukuhan" " Kau
dapat bermalam di banjar yang tentu lebih hangat daripada
bermalam digubug ini. "
" Semalam aku berada disini bersama Ki Marta Brewok "
sahut Paksi. Orang itu mengerutkan dahinya. Kemudian iapun bertanya
" Siapakah yang kau maksud dengan Ki Marta Brewok" "
" Pemilik gubug ini. Ia yang menggarap sawah ini meskipun
bukan miliknya sendiri. "
Orang yang bertubuh tinggi kekurus-kurusan itu nampak
semakin bingung. Katanya dengan nada ragu " Akulah pemilik
gubug ini. Sawah ini sawahku pula. Aku garap sendiri sawahku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bersama dengan dua orang anakku laki-laki yang nanti juga
akan turun kesawah. "
Paksi menjadi heran mendengar jawaban itu. Kemudian ia
mencoba untuk menjelaskan, ujud dan wajah orang yang
mengaku bernama Marta Brewok itu.
" Anak muda. Di padukuhanku tidak ada seorangpun yang
bernama Marta Brewok. Juga tidak ada orang yang brewok,
yang jambang, kumis dan janggutnya tumbuh menutupi
wajahnya. " " Tetapi semalam kami duduk-duduk bersama di gubug ini.
" jawab Paksi. " Anak muda " berkata orang itu " namaku Ponang. Orang
se Kademangan dapat mengenali aku. Mereka dapat
mengatakan bahwa sawah ini sawahku dan aku pulalah yang
menggarapnya. Tidak ada orang bernama Marta Brewok itu. "
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Ia memang menjadi
agak bingung. " Jangan-jangan kau bermimpi anak muda. "
" Tidak Ki Ponang. Aku tidak bermimpi. Aku sadar
sepenuhnya akan kehadiran orang yang mengaku bernama
Marta Brewok itu. " Tetapi orang yang bertubuh kekurus-kurusan itu
menggeleng. Katanya " Aku tidak mengenal Marta Brewok.
Jika kau bertanya, maka orang se Kademangan ini tentu juga
tidak ada yang pernah mengenal Marta Brewok. Bahkan
ceritera di dunia lelembutpun disekitar tempat ini tidak ada
yang berujud sebagaimana kau katakan. Jika kau percaya, di
randu alas yang besar itu tinggal sesosok peri. Tetapi sudah
tentu ujudnya sebagai seorang perempuan. Sedangkan di
sendang, di segerumbul pohon-pohon raksasa yang nampak
itu, tinggal sesosok hantu dalam ujudnya sebagai seorang
anak muda vang tampan berkumis tipis dengan
ikatkepalalkuning menyala. Sedangkan di jembatan itu tinggal
gendruwo yang ujudnya seperti seorang tua yang berjanggut
dan berkumis putih. Janggutnya panjang sampai ke dadanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Matanya bercahaya. Tetapi gendruwo itu tidak pernah
mengganggu orang. " Tidak ada lagi yang dapat membuat Paksi ketakutan. Ia
sudah menjelajahi malam-malam yang gelap dan seram.
Bahkan kuburan yang berhantu keranda.
Namun Ki Ponang itu kemudian berkata " Atau mungkin
salah satu sosok itu telah memilih ujud yang berbeda untuk
menemuimu. " Paksi hanya mengangguk-angguk saja. Ia memang tidak
membantah agar Ki Ponang itu tidak menjadi kecewa. Tetapi
menurut pendapatnya, orang yang menyebut dirinya Marta
Brewok itu tentu bukan hantu.
" Tetapi siapa dan apa maksudnya" " pertanyaan itu terasa
bergejolak didalam dadanya
Namun karena itu, maka Paksi merasa tidak ada gunanya
lagi untuk menunggu orang yang menyebut dirinya Marta
Brewok. Karena itu, maka Paksipun kemudian telah minta diri.
" Anak muda " berkata Ki Ponang " aku ingin
mempersilahkan kau singgah dirumahku. Aku lihat kau letih.
Mungkin karena itu, maka mimpimu seakan-akan peristiwa
yang sebenarnya terjadi. "
" Terima kasih, Ki Ponang. Aku adalah pengembara yang
menempuh jalan tanpa akhir. Itulah sebabnya, maka aku
selalu nampak letih. Tetapi keletihan ituimemberikan kepuasan
Ki Ponang. " Ki Ponang mengangguk-angguk. Katanya " Aku mengerti.
Aku memang pernah mendengar orang yang sedang
menjalani laku. Jika kau juga sedang menjalani laku, maka
aku tidak akan mngganggumu. Orang berjambang, berkumis
dan berjanggut lebat itu ada didalam dunia pengembaraanmu.
Karena disaat wadagmu berhenti dan beristirahat, jiwamu
menjadi lebih leluasa untuk melakukan pengembaraannya
sendiri, sehingga apa yang tidak dapat ditemui olah wadagmu
akan dapat ditemui oleh jiwamu.
Paksi mengerutkan dahinya. Yang berdiri dihadap-annya itu
menurut ujudnya tidak lebih dari seorang petani kebanyakan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi apa yang dikatakannya menunjukkan bahwa orang itu
juga memiliki pengalaman jiwani yang luas.
Paksipun kemudian mengangguk hormat. Katanya " Ki
Ponang, aku mohon diri. Mudah-mudahan yang aku hadapi
sekarang bukan sosok sebagaimana aku temui semalam disini.
" Ki Ponang tertawa. Katanya " Lihat orang-orang yang
sedang berada di sawah itu. Mereka melihat aku sebagai
tetangga mereka dalam ujud dan jiwa. Aku kau temui didalam
kenyataan kewadagan. "
Paksi memang memandang berkeliling. Orang-orang yang
bekerja disawah telah mulai dengan kerja mereka. Seorang
laki-laki yang berjalan tidak jauh dari gubug kecil itu menyapa Ki Ponang dengan ramahnya.
" Kau percaya bahwa aku ini mawujud" " bertanya Ki
Ponang. " Ya, Ki Ponang. "
" Nah, pergilah. Jika tadi aku berceritera tentang sosok-
sosok yang hidup didunia yang lain, maka kau tidak usah
menghiraukannya. " " Ya, Ki Ponang. "
" Kau yakini dirimu dan sandaran hidupmu, Yang Maha
Agung. " Paksi menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian iapun
mengangguk hormat sambil berkata " Aku mohon diri. "
" Silahkan anak muda. Tetapi jika kau ingin singgah,
mungkin lain kali, aku tinggal di padukuhan itu. Seisi
padukuhan itu saling mengenal satu dengan yang lain. Jika
kau tanyakan kepada siapapun rumah Ki Ponang, maka
siapapun akan dapat menunjukkannya. "
" Aku akan berusaha untuk dapat singgah lain kali, Ki
Ponang. " jawab Paksi.
Demikianlah, Paksi telah meninggalkan gubug kecil
ditengah bulak itu. Ketika ia meloncati parit dan berdiri di jalan yang membujur
di bulak panjang itu, hatinya menjadi ragu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Apakah ia akan mengikuti petunjuk orang yang berkumis,
berjambang dan berjanggut lebat dan menamakan dirinya
Marta Brewok itu" Diluar sadarnya, Paksi berpaling. Ia melihat Ki Ponang telah
turun ke sawah untuk membersihkan rumput-rumput liar yang
tumbuh disela-sela tanaman padinya.
Ketika seorang laki-laki yang terhitung masih muda lewat
mendahuluinya, maka Paksipun mempercepat langkahnya.
Dengan ragu-ragu iapun bertanya " Maaf, Ki Sanak. Apakah
aku boleh bertanya" "
" Tentang apa Ki Sanak" "
" Apakah sawah Ki Ponang itu digarap sendiri atau ada
orang lain yang membantu mengerjakannya" Maksudku, ikut
menggarap sawahnya" "
Laki-laki itu mengerutkan dahinya. Sambil berjalan orang
itu bertanya " Kenapa" "
" Aku semalam bertemu dengan orang yang menyebut
dirinya Marta Brewok. Jambang, kumis dan janggutnya
memang lebat. Ia mengaku ikut menggarap sawah Ki Ponang.
" Laki-laki itu memandang Paksi sekilas. Kemudian katanya "
Aku tidak mengenal orang yang bernama Marta Brewok.
Sepengetahuanku, Ki Ponang itu mengerjakan sawahnya
sendiri bersama dengan anak-anaknya. Tidak dengan orang
lain. " Paksi menarik nafas dalam-dalam. Katanya " Ya. Ki Ponang
juga mengatakan demikian. Tetapi siapakah laki-laki yang
semalam duduk-duduk bersamaku di gubug itu?"
" Kau bermimpi " berkata laki-laki itu.
" Tidak. Aku tidak bermimpi. "
" Dimana kau tidur semalam" "
" Di gubug Ki Ponang. "
" Seharusnya kau tidak akan diganggu oleh apapun. Ki
Ponang adalah orang yag sangat disegani. Bukan saja oleh
tetangga-tetangga dan orang-orang se Kademangan. Bahkan
yang tidak kasat matapun nampaknya segan kepadanya. Ki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ponang adalah seorang yang berilmu. Kasar maupun halus. Ia
mempunyai banyak sekali pengalaman. Tetapi ia tidak
sombong. Ia bekerja sebagaimana para petani yang lain. "
Paksi mengangguk-angguk. Ia percaya bahwa Ki Ponang
adalah seorang yang memiliki pengalaman yang banyak sekali
serta pengetahuan yang luas.
Paksi mengangguk-angguk. Kemudian katanya " Terima
kasih Ki Sanak. " " Kau siapa" Apa kepentinganmu dengan Ki Ponang" "
bertanya laki-laki itu. " Tidak ada Ki Sanak. Selain semalam aku tidur di
gubugnya. " jawab Paksi " tetapi aku tidak minta ijin
sebelumnya. " " Tentu tidak apa-apa. Ki Ponang tidak akan marah"
Bukankah begitu" "
" Ya. Ki Ponang memang tidak marah kepadaku. "
" Ia orang yang baik, Ki Sanak. "
Paksi mengangguk-angguk. Sementara laki-laki itu-pun
bertanya " Kau akan pergi kemana Ki Sanak" "
" Aku pengembara. Aku berjalan tanpa tujuan. " jawab
Paksi. Laki-laki itu memandang Paksi sejenak. Ia melihat wajah
Paksi yang nampak masih sangat muda. Katanya " Apa
sebabnya kau mengembara diumurmu yang masih sangat
muda itu" Apakah ada sesuatu yang telah mendorongmu
untuk melakukannya" "
" Bukankah pengembaraan untuk mendapatkan
pengetahuan dan pengalaman hidup itu lebih baik dimulai
seawal mungkin" Sementara itu tidak ada yang mendorongku
untuk mengembara selain kemauan. "
" Itu adalah ciri anak-anak muda. Sebenarnya kemauan
saja tidak cukup. Harus ada tujuan. Bukan hanya sekedar
untuk menambah pengetahuan dan pengalaman. Harus ada
tujuan yang lebih pasti. Barulah pengembaraan itu mempunyai
nilai yang wajar. Jika seseorang meninggalkan rumahnya
karena dibelit hutang, maka pengembaraan yang demikian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak lebih dari satu pelarian. Atau karena putus asa, malu
atau persoalan-persoalan serupa.
Paksi menundukkan wajahnya, seakan-akan sedang
mengamati ujung-ujung jari kakinya yang sedang melangkah
itu. " Kau benar, Ki Sanak. " jawab Paksi.
" Nah, jika kau tidak mempunyai tujuan pasti, karena
kepergianmu hanyalah sekedar didorong oleh kemauan saja,
maka pulanglah kepada ayah dan ibumu yang tentu selalu
mengharapkan kau pulang. "
" Ayah dan ibuku sudah tidak ada " Paksi berbohong
sebagaimana sudah beberapa kali dilakukannya.
" O " orang itu mengangguk-angguk " jadi kau benar-benar
sedang melarikan diri dari kepahitan hidup keluargamu"
Jangan lakukan itu. Kau seharusnya tinggal pada seseorang.
Bekerja padanya sehingga kau benar-benar akan
mendapatkan pengalaman hidup yang sebenarnya. Bukan
sekedar melihat-lihat gunung, lembah, ngarai, hutan. Lalu kau
berniat kembali ke kampung halaman yang bagimu menjadi
sangat sepi. Atau bahkan kau terlibat dalam sikap dan tingkah
laku yang buruk karena pengaruh orang-orang yang kau kenal
disepanjang perjalananmu. "
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Laki-laki itu masih muda.
Tetapi Paksi setuju dengan kata-katanya.
Namun sebenarnyalah pengembaraan Paksi bukannya tidak
mempunyai tujuan yang pasti. Ia pergi dari rumahnya karena
ia harus menemukan sebuah cincin. Karena itu, jika ia pergi
dari rumahnya, bukan karena ia melarikan diri.
Tetapi Paksi tidak mengatakan kepada laki-laki itu.
Namun beberapa langkah kemudian, laki-laki muda itu
berkata " Sudahlah anak muda. Sawah ini adalah sawahku.
Aku harus turun hari ini untuk membersihkan rerumputan liar
diantara batang-batang padi itu. "
Paksi menjadi gagap. Katanya " Silahkan, Ki Sanak. Aku


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

minta diri untuk meneruskan pengembaraanku. "
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang itu berhenti. Tiba-tiba saja diluar sadarnya, Paksipun
berhenti pula. Laki-laki yang masih terhitung muda itu
menepuk bahu Paksi sambil berkata " Kenapa kau tidak pergi
ke Kotaraja. Kau dapat mengabdikan diri kepada para
priyagung di Pajang. Kau akan mendapat tuntunan yang
sangat bermanfaat bagi dirimu. Jauh lebih bermanfaat dari
pengalaman yang kau dapat dengan mengembara seperti ini.
" " Aku akan mempertimbangkannya, Ki Sanak. Aku
berterimakasih atas petunjuk-petunjukmu. "
Laki-laki itu tersenyum. Namun kemudian orang itupun
telah meloncati parit dan turun ke sawah. Meskipun demikian
ia sempat berkata " Aku murid Ki Ponang."
Paksi Pamekas kemudian melangkah meninggalkan tempat
itu. Sepanjang perjalanannya ia merenungi kata-kata laki-laki
itu. Ia setuju, bahwa ia akan mendapat pengetahuan lebih
banyak jika ia berada di rumah. Memperdalam ilmu. Bukan
saja ilmu kanuragan. Tetapi juga pengetahuan yang luas
tentang banyak hal sebagaimana pernah dipelajarinya.
Tetapi ia tidak dapat melakukannya. Ia harus pergi
meninggalkan rumahnya, karena menurut ayahnya, ia harus
melakukan sesuatu karena ia sudah dewasa. Sudah berumur
tujuhbelas tahun. Menurut ayahnya, ia sudah menjadi seorang
laki-laki dewasa. Ia tidak boleh berpangku tangan saja
dirumah, sementara keluarganya terancam bencana.
" Bencana apa" " pertanyaan itu setiap kali bergetar
didalam dadanya. Paksi memang tidak pernah menemukan jawaban lain
kecuali bahwa kedudukan ayahnya terancam jika ayahnya
tidak dapat menemukan cincin itu. Paksipun merasa bahwa
kedudukan bagi ayahnya lebih bernilai daripada anaknya.
Paksi mengangkat wajahnya. Dipandanginya jalan yang
membujur panjang dihadapannya. Ia bertekad untuk pergi
kearah bintang yang jatuh semalam, yang oleh orang yang
menyebut dirinya Marta Brewok itu disebut ndaru.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi sendiri yakin, bahwa bintang itu memang tidak jatuh
dibelakang padukuhan itu. Tetapi kehadiran Marta Brewok
yang aneh itu, seakan-akan mendesaknya untuk memenuhi
pesannya. Paksi sekali-sekali menimang tongkat yang dibawanya.
Ujudnya memang tidak menarik perhatian. Namun ternyata
tongkat itu adalah tongkat yang jarang ada duanya.
Ada beberapa orang aneh yang dijumpai Paksi selama
pengembaraannya. Orang yang mengaku pengikut Kebo Lorog
yang memiliki ilmu dari sumber yang sama dengan ilmu Paksi
sendiri. Pengemis yang memberinya tongkat itu dan terakhir
orang yang mengaku bernama Marta Brewok. Seorang yang
berjambang, berkumis dan berjanggut lebat, yang semalam
duduk bersamanya di gubug Ki Ponang.
Panas matahari mulai terasa menggatalkan kulit. Bahkan
perasaan lapar mulai mengganggunya.
Paksi memang berniat untuk singgah di kedai atau di pasar
atau dimana saja ia dapat membeli minuman dan makanan.
Kemarin ia hanya makan disiang hari. Itupun tidak dapat
dinikmatinya seutuhnya, karena tingkah laku orang yang
disebut Jaran Demung. " Tetapi tanpa peristiwa itu, aku tidak akan mempunyai
tongkat ini " berkata Paksi didalam hatinya.
Beberapa saat kemudian, ketika Paksi memasuki sebuah
padukuhan, ditemuinya bukan saja kedai nasi, tetapi pasar
yang cukup ramai. Meskipun pasar itu bukan pasar yang
besar. Uang Paksi yang diberikan orang tuanya kepadanya masih
cukup banyak, sehingga Paksi tidak merasa cemas untuk
masuk kedalam kedai jika ia merasa lapar dan haus.
Tetapi saat itu, Paksi tidak ingin masuk kesebuah kedai.
Paksi ingin membeli nasi didalam pasar.
Karena itu, maka Paksipun kemudian telah duduk di-sebuah
dingklik rendah, dihadapan penjual wedang jae dan nasi
bungkus disudut pasar itu. Paksi yang merasa dirinya orang
yang tidak dikenal ditempat itu sama sekali tidak merasa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
segan untuk duduk sambil membuka bungkusan-bungkusan
nasi serta menghirup wedang jae yang hangat. ,
Paksi yang menghabiskan dua bungkus nasi dan
semangkuk wedang jae itupun kemudian telah membayar
harganya yang jauh lebih murah daripada jika ia makan
disebuah kedai. Tetapi Paksi tidak segera berdiri. Tidak jauh dari tempatnya
duduk, dua orang perempuan sedang bertengkar. Semakin
lama semakin keras. Mereka mulai mengucapkan kata-kata
kasar. Beberapa orang mulai merubungnya. Ada diantara mereka
yang mencoba melerainya. Tetapi penjual wedang jae itu sama sekali tidak beranjak
dari tempatnya. " Kenapa mereka itu" " bertanya Paksi.
" Itulah yang mereka lakukan sehari-hari. " jawab penjual
wedang jae itu. Paksi mengerutkan dahinya. Tetapi ia tidak segera mengerti
maksudnya. Penjual wedang jae itu seakan-akan mengerti perasaan
Paksi. Karena itu, tanpa diminta iapun berceritera " Penjual
tampah itu memang galak. Ia selalu marah-marah jika
dagangannya ditawar orang. Padahal ia selalu memberi harga
yang tinggi. Jika calon pembeli itu tidak berani menawar,
iapun marah-marah pula. "
Paksi mengangguk-angguk. Katanya " I& telah mempersulit
hidupnya sendiri. Dengan demikian ia tidak pernah merasa
tenang. Apapun yang dilakukan oleh calon pembelinya, selalu
membuatnya marah. " " Ada orang yang merasa lebih baik pergi jika ia mulai
marah-marah. Tetapi ada yang menjadi marah pula seperti
orang itu, sehingga akhirnya mereka bertengkar. "
" Apakah pertengkaran itu sering terjadi" " bertanya Paksi.
" Ya. Memang sering terjadi. " jawab penjual wedang jae
itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Nampaknya beberapa
orang itu masih belum berhasil melerainya.
Paksipun kemudian telah bangkit berdiri dan minta diri
kepada penjual wedang jae itu. Perasaan ingin tahunya telah
membawanya mendekati kerumunan orang disekitar kedua
orang perempuan yang sedang bertengkar itu.
Tetapi penjual wedang jae itu masih sempat berdesis "
Anak muda, jangan terlalu mencampuri persoalannya. Suami
penjual tampah itu juga garang. Jika isterinya bertengkar dan
suaminya mengetahuinya, maka ia akan mencampurinya. "
" Aku hanya akan melihat " sahut Paksi.
" Anak muda selalu ingin tahu " desis penjual wedang jahe
itu. Paksi masih mendengarnya. Karena itu, maka iapun
berpaling sambil tersenyum. Tetapi ia tidak menjawab.
Paksi sempat memperhatikan beberapa orang yang
berjualan disekitar tempat itu. Mereka tidak banyak yang
berteriak pada pertengkaran itu. Hanya beberapa orang
sajalah yang mendekat dan berusaha melerainya. Sebagian
dari mereka berusaha untuk menenangkan pembelinya. Tidak
ada diantara mereka yang mencoba menahan kemarahan
penjual tampah itu. Dua orang perempuan menarik tangan pembeli yang marah
itu sambil berkata " Sudahlah, mbokayu. Jangan dilayani.
Tinggalkan saja tempat ini. "
" Tetapi perempuan itulah yang mulai " teriak perempuan
yang marah itu. Sementara itu penjual tampah itupun berteriak " Lepaskan
perempuan itu. Aku ingin mencakar mulutnya, menyobek
bibirnya yang tipis itu. "
" Kau kira aku tidak berani " pembeli yang gagal itupun
berteriak pula. Tetapi beberapa orang masih berusaha menariknya dan
membawanya menjauh. Tetapi perempuan itu masih meronta-
ronta. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
" Tinggalkan penjual tampah itu, mbokayu " minta seorang
perempuan yang masih muda " jika suaminya mengetahui
perselisihan ini, ia akan ikut campur. "
" Aku tidak takut. " teriak perempuan itu.
" Jangan begitu. Suaminya laki-laki yang garang. Suaminya
memang ditakuti oleh orang sepasar ini. "
Belum lagi perempuan itu sempat diajak menjauh, tiba-tiba
saja terdengar suara laki-laki menggeram " Ada apa. Ada apa"
" Beberapa orang perempuan yang mengerumuninya-pun
bergeser menjauh. Dua orang perempuan masih memegangi
perempuan yang marah itu.
" Sudahlah. Tenanglah. "
" Bukan aku yang memulai " perempuan itu justru
berteriak. Sementara penjual tampah itu masih mengumpat-
umpat. " Ada apa" " bertanya laki-laki yang garang itu.
" Perempuan itu tidak tahu diri. Ia sama sekali tidak
menghargai orang lain. Ia menawar daganganku semena-
mena. Jika memang tidak punya uang, kenapa bertanya-tanya
harga. " Seperti biasanya suaminyapun menjadi marah. Dengan
garang ia berteriak " He, perempuan dungu. Diam kau. Jika
kau tidak mau diam, aku sumbat mulutmu. "
Tetapi perempuan yang marah itu berteriak "
Perempuanmu itu yang tidak tahu diri. "
" Diam " laki-laki itu berteriak.
Dua orang perempuan yang memegangi perempuan yang
marah itu mencoba menariknya menjauh. Tetapi perempuan
itu meronta dan justru karena itu ia terlepas.
Perempuan yang marah itu justru berlari mendekati laki-laki
yang membentaknya " Kau mau apa he" Kau jangan ikut
campur. Ini urusan perempuan. "
Tetapi yang dicemaskan itu telah terjadi. Laki-laki itu tiba-
tiba saja telah menampar wajah perempuan itu sambil
berteriak " Diam kau perempuan bawel. Sayang kau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perempuan. Jika tidak, aku patahkan lehermu. Panggil
suamimu kemari. Aku lumatkan kepalanya. "
Wajah perempuan itu seakan-akan telah terputar.
Terhuyung-huyung ia terdorong surut. Tubuhnya tidak lagi
mampu mempertahankan keseimbangannya.
Tidak seorangpun berani mencampurinya, karena mereka
mengenal laki-laki yang garang itu.
Namun seorang anak muda yang belum mengenal laki-laki
itu telah meloncat menahan perempuan yang akan terjatuh
itu. Kepala perempuan itu menjadi sangat pening. Matanya
menjadi kabur, sementara mulutnya telah berdarah.
Perlahan-lahan Paksi meletakkan perempuan itu di-sebuah
amben bambu tempat seorang penjual jamu yang selalu
banyak dikunjungi pembeli.
" Duduklah bibi. Tenanglah. "
Perempuan itu menjadi gemetar. Ia mengusap mulutnya
yang berdarah dengan selendangnya. Perempuan itu mencoba
menahan rasa sakit dan pening dikepalanya. Tetapi matanya
mulai berair. " Aku akan panggil suamiku " perempuan itu masih
berteriak. " Cepat, panggil suamimu. Aku akan membunuhnya
dihadapanmu " teriak laki-laki yang garang itu.
Tetapi anak muda yang menahan perempuan itu berkata "
Sudahlah bibi. Bibi tidak usah memanggil suami bibi. Nanti
persoalannya akan berkepanjangan. "
" Kau tidak usah ikut campur anak muda. " teriak laki-laki
itu. " Aku justru mencegah agar persoalan ini tidak berlarut-
larut dan berkepanjangan. "
" Diam kau. Jika kau tidak mau diam, mulutmupun akan
berdarah seperti perempuan itu. "
" Aku sedang menenangkan perempuan ini " jawab anak
muda yang membawa tongkat itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
" Sudahlah, anak muda " seorang perempuan berbisik "
kaulah nanti yang akan mengalami kesulitan. "
Tetapi Paksi itu justru menjawab " Aku ingin peristiwa
seperti ini tidak terulang. "
" Setan kau, apa hakmu mengatakan seperti itu" "
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Tiba-tiba saja ia sudah
terlibat kedalam persoalan diluar kehendaknya. Tetapi Paksi
memang tidak dapat membiarkan perbuatan sewenang-
wenang itu terjadi. Karena itu, maka katanya " Adalah hak
setiap orang untuk menghentikan perbuatan yang kasar itu. "
" Apa " laki-laki yang bertubuh kekar dan berkumis lebat itu
berteriak" Ayo, katakan sekali lagi."
Seorang perempuan dengan cepat berdesis " Sudahlah
anak muda. Sudahlah. "
Tetapi Paksi justru berdiri tegak menghadap kearah laki-laki
itu sambil berkata " Baiklah. Aku katakan sekali lagi.
Dengarlah baik-baik jika pendengaranmu memang tidak
terganggu. Adalah hak setiap orang untuk menghentikan
perbuatan yang kasar itu. "
Laki-laki itu tidak dapat menahan dirinya lagi. Dengan
garang laki-laki itu meloncat sambil mengayunkan tangannya.
Ia telah menampar mulut Paksi sebagaimana telah dilakukan
terhadap perempuan yang bertengkar dengan isterinya itu.
Tetapi laki-laki yang garang itu terkejut, ternyata
tangannya yang terayun deras itu telah mengenai tongkat
yang sengaja digeser oleh Paksi.
Akibatnya memang tidak terduga. Laki-laki yang garang itu
telah berteriak kesakitan. Tongkat kayu anak muda itu rasa-
rasanya bagaikan meretakkan tulang-tulangnya.
" Setan kau anak muda " laki-laki itu menjadi semakin
marah, sehingga orang-orang yang berada disekitarnya


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bergeser menjauh. Lebih-lebih perempuan dan anak-anak.
Bahkan orang-orang yang berjualan disekitar tempat itupun
telah bergeser pula. " Ternyata kau benar-benar tidak tahu diri. Buka matamu.
Dengan siapa kau berhadapan. "
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi tidak segera menjawab. Diamatinya laki-laki yang
garang itu dengan tajamnya.
" Cepat berlutut dan mohon maaf kepadaku " geram laki-
laki yang marah itu " kesempatan ini adalah kesempatan
terakhir bagimu. Jika kesempatan ini tidak kau pergunakan,
maka kau akan menyesal untuk selama-lamanya. "
Ternyata Paksi sama sekali tidak tergetar hatinya melihat
laki-laki yang marah itu wajahnya menjadi merah membara.
Bahkan dengan tenang Paksi berkata " Ki Sanak. Hentikan
tingkah lakumu yang kasar itu. Seharusnya kau melerai
pertengkaran yang terjadi. Bertanyalah kepada orang-orang
disekitarmu, siapakah yang bersalah. Adalah wajar jika kau
membantu isterimu. Tetapi kaupun harus menempatkan
dirimu sehingga tidak berkesan sewenang-wenang
sebagaimana telah kau lakukan itu. "
" Diam kau cucurut " teriak laki-laki itu. Suaranya
menggelegar memenuhi pasar. Seakan-akan semua orang
yang ada di pasar itu telah terdiam, sehingga yang terdengar
hanyalah suara laki-laki itu saja " Berjongkok kau, kecoak. "
" Jangan harapkan aku berjongkok dan minta maaf, karena
aku tidak merasa bersalah. Justru kau yang harus berjongkok
dan minta maaf kepada orang sepasar ini, karena tingkah
lakumu itu. " Laki-laki itu tidak dapat menahan diri lagi. Selangkah demi
selangkah ia bergeser mendekati Paksi yang sudah siap
menghadapinya. Orang-orangpun bergeser semakin jauh.
Demikianlah, maka sejenak kemudian, orang yang garang
itu sudah meloncat menyerangnya
Tetapi Paksi sudah siap. Karena itu, maka serangan itu
sama sekali tidak menyentuhnya. Bahkan tongkat Paksipun
dengan cepat telah bergetar. Ujungnya sempat menyentuh
lengan laki-laki yang garang itu.
Laki-laki itu mengaduh kesakitan., Kemarahannya telah
memuncak sampai keubun-ubunnya. Karena itu, maka dengan
tidak ragu-ragu lagi, orang itu mencabut goloknya yang besar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang-orang yang ada disekitarnya menjadi semakin
cemas. Penjual wedang jae yang semula tidak menghiraukan
sikap perempuan penjual tampah itu menjadi sangat cemas.
Anak muda yang baru saja membeli makan dan minum itu
menurut pendapatnya adalah anak muda yang baik. Jika laki-
laki itu benar-benar tidak dapat mengendalikan dirinya, maka
goloknya itu akan dapat membunuh anak muda itu.
Tetapi tidak seorangpun yang berani mencegahnya. Lurah
pasar yang sudah diberitahu akan peristiwa itu berlari-lari
mendekat. Namun melihat laki-laki yang garang itu, hatinya
telah menciut. Meskipun demikian, Lurah pasar itu mencoba untuk
melerainya. " Berhenti, berhenti " Lurah pasar itu berteriak. Tetapi laki-
laki yang garang itu membentaknya " Jangan ikut campur. "
" Tetapi jangan berkelahi di dalam pasar. "
" Diam " teriak laki-laki yang garang itu. Ternyata Lurah
pasar itu terdiam. Tetapi betapa tegangnya wajahnya
menyaksikan perkelahian yang berlanjut itu.
Sejenak kemudian laki-laki yang garang itu telah memutar
goloknya sambil berjalan mendekati anak muda yang
membawa tongkat sepotong dahan kayu yang berwarna
kehitam-hitaman itu. Laki-laki itu memang tidak mengendalikan dirinya lagi.
Sejenak kemudian, goloknya telah terayun-ayun mengerikan.
" Jangan melawan anak muda. Berjongkoklah untuk minta
ampun. " Lurah pasar itu berteriak.
Tetapi Paksi justru menjawab " Laki-laki seperti ini harus
mendapat peringatan. "
Tetapi Paksi harus bergeser surut ketika golok yang
terayun-ayun itu menebas kearah lehernya.
Laki-laki garang itu menjadi semakin marah ketika goloknya
terayun tanpa menyentuh sasaran. Tetapi tongkat anak muda
itu justru telah terjulur lurus. Sambil mengelakkan serangan
lawannya Paksi sempat menyentuh perut laki-laki itu dengan
ujung tongkat. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Laki-laki itu mengumpat kasar. Perutnya memang terasa
sakit oleh sodokan tongkat anak muda itu. Karena itu, maka
iapun telah bergeser surut.
Tetapi Paksi benar-benar ingin membuatnya jera. Karena
itu, maka ia segera memburunya. Sebelum orang itu sempat
memperbaiki kedudukannya, Paksi telah menyerangnya pula.
Sekali lagi tongkatnya mengenai laki-laki yang garang itu.
Paksi telah mendorong laki-laki itu pada pundaknya. Lebih
kuat dari sebelumnya. Ternyata bahwa bagi Paksi yang telah menempa dirinya,
laki-laki yang ujudnya garang itu bukan apa-apa. Tanpa harus
mengerahkan tenaganya, Paksi telah mendorong laki-laki itu
sehingga kehilangan keseimbangan.
Laki-laki yang garang itu jatuh terlentang. Hampir saja
goloknya melukai tubuhnya sendiri.
Ternyata laki-laki yang garang itu hanya mengandalkan
kekuatannya saja. Ia tidak memiliki dasar-dasar olah
kanuragan yang baik. Karena itulah, maka Paksi sama sekali
tidak mengalami kesulitan untuk mengalahkannya.
Ketika laki-laki yang garang, yang jatuh terlentang itu
berusaha untuk bangkit, maka ujung tongkat Paksi telah
menekan lehernya, sehingga laki-laki itu harus mengurungkan
niatnya. " Aku dapat melubangi lehermu dengan tongkatku ini "
ancam Paksi. Wajah laki-laki itu menjadi tegang. Ketika ujung tongkat itu
semakin menekan lehernya, maka orang itu menjadi
tersengal-sengal. " Aku tidak berniat membunuhmu " berkata Paksi "
meskipun jika aku berniat, aku dapat melakukannya dengan
mudah. " Orang itu memandang Paksi dengan mata yang bagaikan
membara. Tetapi ia benar-benar tidak dapat berbuat sesuatu.
" Kau harus minta ampun kepada orang-orang sepasar.
Terutama kepada perempuan yang telah kau sakiti."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Laki-laki itu tidak segera menjawab. Matanya menjadi
semakin menyala. Tetapi ujung tongkat Paksi menekan leher
itu lebih keras lagi sehingga nafas orang itu rasa-rasanya
hampir terputus karenanya.
" Katakan, kau bersedia atau tidak" "
Orang itu masih merasa ragu. Baru ketika nafasnya benar-
benar tersumbat, ia berkata dengan gagap dan kata-katanya
menjadi tidak jelas " Baik. Baik. Aku akan minta maaf. "
Tongkat Paksipun kemudian mulai merenggang dari
lehernya. Tetapi sekali lagi Paksi masih berkata " berjanjilah. "
" Ya. Aku berjanji " sahut laki-laki itu. Paksipun kemudian
mengangkat tongkatnya. Laki-laki yang garang itu seakan-akan menjadi tidak
berdaya lagi di hadapan anak muda yang bersenjata tongkat
itu. " Cepat. Kau harus minta maaf. Perempuan yang kau sakiti
itu masih duduk disana. "
Laki-laki itu termangu-mangu sejenak. Ketika ia
memandang berkeliling, dilihatnya berpasang-pasang mata
sedang menatapnya. Laki-laki, perempuan dan bahkan anak-
anak. Sementara itu isterinya sendiri berdiri sambil menggigil seperti orang kedinginan. Ia tidak pernah memikirkan bahwa
pada suatu saat suaminya dikalahkan oleh seseorang. Apalagi
seorang anak yang masih terlalu muda.
Tetapi adalah satu kenyataan, bahwa suaminya sama sekali
sudah tidak berdaya. Bahkan anak muda itu telah memaksa
suaminya untuk minta maaf kepada perempuan yang tadi
bertengkar dengannya, karena perempuan itu menawar
dagangannya. Tetapi laki-laki yang garang itu tidak dapat berbuat lain. Ia
sadar, bahwa anak muda yang dengan cepat dapat
mengalahkannya itu adalah anak muda yang berilmu tinggi.
Apapun yang dilakukannya, ia tidak akan dapat
mengalahkannya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Betapapun berat perasaannya, tetapi laki-laki itu tidak
mengelak ketika ia digiring oleh Paksi melangkah mendekati
perempuan yang mulutnya berdarah itu.
" Aku minta maaf, mbokayu " desis laki-laki itu.
Ternyata perempuan itu bukan pendendam. Katanya
" Baiklah. Tetapi aku minta kau tanyakan kepada isterimu,
apa yang telah terjadi. Jika isterimu masih bersikap seperti itu, maka pertengkaran-pertengkaran masih akan terjadi. "
Laki-laki itu mengangguk kecil. Sementara Paksi berkata "
Rumahku tidak terlalu jauh dari pasar ini. Aku akan dapat
melihat setiap kali, apakah suami isteri ini sudah berubah atau tidak. "
" Aku berjanji " desis laki-iaki itu.
Isterinya sama sekali tidak berkata apapun selain
menggigil. Tetapi kekalahan suaminya itu merupakan
pengalaman batin yang sangat berarti baginya. Ia kemudian
menyadari, bahwa suaminya bukannya orang yang tidak
terkalahkan. Pada suatu saat ada orang lain yang ilmunya
melampaui ilmu suaminya itu.
Dalam pada itu, orang-orang yang berdiri dengan tegang
disekitar arena perkelahian itu menarik nafas lega. Mereka
melihat anak muda yang membawa tongkat itu tidak
mengalami kesulitan apapun, sementara laki-laki yang garang
itu nampaknya memang sudah jera.
Dalam pada itu, Paksi masih belum beranjak dari
tempatnya. Ketika ia melihat orang-orang yang ada disekitar
arena itu satu-satu kembali ke tempatnya, maka Paksipun
berkata kepada perempuan yang mulutnya berdarah itu "
Sudahlah. Tinggalkan tempat ini. Aku akan mengantar bibi
pulang jika bibi menghendaki. "
Tetapi perempuan itu menggeleng. Katanya " Terima kasih
anak muda. Biarlah aku pulang sendiri. "
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Perempuan itu
nampaknya memang seorang yang berani. Tetapi iapun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
agaknya yakin, bahwa laki-laki yang garang itu benar-benar
akan berubah. " Jika demikian, baiklah. Aku minta diri " berkata Paksi
kemudian. Ketika Paksi meninggalkan tempat itu, maka anak muda itu
telah menjadi pusat perhatian. Tetapi Paksi sendiri tidak
begitu menghiraukannya. Ia berjalan saja sambil menjinjing
tongkat kayunya menuju ke pintu gerbang.
" Anak siapakah ia" " bertanya seseorang.
" Darimana aku tahu " sahut kawannya yang berjualan
didekatnya. " Alangkah bangganya orang tuanya. Anak muda yang
tampan, lembut tetapi juga dapat menjadi sekeras batu hitam.
Penolong dan nampaknya juga rendah hati.
" Ya " sahut penjual wedang jae " baru saja ia minum dan
makan nasi bungkus diwarungku. "
" Mungkin ia tidak mempunyai cukup uang untuk membeli
makan dan minuman di kedai-kedai yang lebih mahal. "
Penjual wedang jae itu mengangguk-angguk. Nasi bungkus
yang dibeli oleh Paksi memang nasi bungkus dengan lauk
yang sederhana saja. Oseng-oseng kangkung.
Dalam pada itu, Paksi telah berjalan semakin jauh. Ia telah
berada di bulak panjang. Ditatapnya sebuah padukuhan di
hadapannya. Tidak ada yang menarik perhatian. Padukuhan
itu ujudnya sama saja dengan padukuhan-padukuhan yang
lain. Tetapi dibelakang padukuhan itu Paksi melihat gunung
yang menjulang. Dari puncaknya mengepul asap yang
membubung tinggi. Gunung Merapi.
Paksi memang tidak memperkirakan bahwa bintang itu
telah jatuh di lereng Gunung Merapi. Tetapi karena orang
yang mengaku bernama Marta Brewok itu, maka ia telah
terdorong untuk menyusuri jalan-jalan di kaki Gunung Merapi.
Paksi memandang puncak Gunung Merapi yang biru.
Meskipun gunung itu seakan-akan sudah berdiri didepan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hidungnya, namun Paksi menyadari, bahwa gunung itu masih
jauh. Kaki Paksi sudah merasakan bahwa jalan mulai condong.
Sedikit demi sedikit Paksi berada ditempat yang semakin
tinggi. Ketika ia melewati padukuhan di hadapannya, maka ia tidak
melihat sesuatu yang lain pada padukuhan itu. Jalan induk.
Dinding halaman dan rumah-rumah seperti rumah kebanyakan
di padukuhan-padukuhan yang lain.
Karena itu, maka Paksi tidak banyak menaruh perhatian
terhadap padukuhan itu. Namun ketika ia merasa haus, maka
ia telah berhenti didepan sebuah rumah yang kecil dan
condong, berdinding bambu dan beratap ilalang. Namun
disebelah regol halaman rumahnya tersedia sebuah gentong
yang besar berisi air bersih, yang. disediakan bagi orang-
orang yang kehausan di perjalanan.
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Di Pajang, jarang sekali
orang menyediakan gentong berisi air bersih didepan
rumahnya, meskipun ada juga satu dua. Tetapi di pade-saan-
padesaan yang jauh dan dihuni oleh orang-orang yang
sederhana, maka ditemuinya lebih banyak persediaan air
minum bagi orang-orang yang kehausan diperjalanan.
Ketika Paksi meneguk air yang dingin .itu, terasa tubuhnya
menjadi segar. Sekilas teringat seorang gadis yang membawa
kelenting dilambungnya mengisi gentong yang isinya tinggal
sedikit. Paksi sempat melihat kehalaman rumah itu lewat pintu
regol dari bambu yang terbuka. Halaman itu nampak sepi
meskipun pintu rumah bambu itu terbuka. Yang nampak di
halaman hanyalah beberapa ekor ayam yang berkeliaran.
Sejenak kemudian, maka Paksipun telah meneruskan


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perjalanannya. Ketika ia sampai dimulut jalan padukuhan,
maka kembali ia berada diujung sebuah bulak yang panjang.
Jalan di hadapannya menjadi semakin nampak menanjak naik.
Namun disebelah menyebelah jalan terdapat parit yang
mengalirkan air yang jernih. Sawah dibulak yang bertingkat-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tingkat seperti sebuah tangga raksasa itu nampak hijau oleh
tanaman batang padi yang subur. Dipematang ditanam batang
kacang panjang yang tersangkut pada lanjaran carang bambu
yang ditanam rapat. Langkah Paksipun terasa menjadi semakin berat. Tetapi ia
berjalan terus. Padukuhan demi padukuhan telah dilaluinya. Jalan menjadi
semakin memanjat naik, disana-sini mulai nampak gumuk-
gumuk kecil yang ditumbuhi batang-batang perdu
yangrimbun.Bahkan kemudian pohon-pohon yang lebih besar
tumbuh rapat dihutan lereng pegunungan.
Paksi akhirnya tertegun. Ia menjadi ragu. Jika ia berjalan
terus, maka ia akan sampai ketebing pegunungan yang lebih
curam. Jalan akan semakin menanjak, sehingga akhirnya ia
harus memanjat tebing Gunung Merapi.
" Apa yang aku cari disana" " pertanyaan itupun timbul
dihati Paksi. Namun sebuah keinginan telah mendorongnya untuk
sampai ke sebuah gumuk kecil yang berada tidak jauh dari
jalan yang dilaluinya. Jalan yang semakin lama menjadi
semakin sempit, sehingga akhirnya menjadi tidak lebih dari
jalan setapak yang rumpil karena batu-batu padas.
Paksipun akhirnya sampai ke sebuah gumuk yang tidak
begitu besar. Diatas gumuk itu tumbuh pohon perdu yang
rapat seakan-akan tidak dapat disibak. Beberapa batang
pohon raksasa tumbuh pula diantara pohon perdu yang
menghutan itu. Ditubuh gumuk itu merembes air dari sela-sela batu padas
yang sebongkoh-sebongkoh mencuat keatas permukaan
tanah, disela-sela hutan perdu yang rimbun itu. Air itupun
mengalir masuk kedalam sebuah parit kecil yang
mengantarnya masuk kedalam parit yang lebih besar.
Paksipun kemudian berdiri termangu-mangu. Ditatapnya
gumuk yang kecil itu. Namun betapapun kecilnya, gumuk itu
bagaikan sebuah tempurung raksasa yang menelungkup.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi pada gumuk itu tidak terdapat apapun yang menarik
perhatian Paksi. Meskipun demikian, Paksi tidak segera pergi. Ia sudah
berjalan jauh. Karena itu, maka Paksipun kemudian telah
duduk didekat gumuk kecil itu untuk melepaskan lelahnya.
Sambil memandangi gumuk kecil itu, Paksi duduk
bersandar sebatang pohon. Tongkat kayunya terletak di
pangkuannya. Sambil mengamati pepohonan yang ada di gumuk itu, Paksi
mulai merenung. Bahkan kemudian ia mulai menyesal, kenapa
ia telah menuruti dorongan perasaannya untuk melangkah
kearah bintang yang semalam seakan-akan jatuh, meskipun ia
sadar sepenuhnya bahwa hal itu tidak mungkin terjadi.
Beberapa saat kemudian, maka Paksipun menyadari bahwa
ia tidak akan dapat berada ditempat itu terlalu lama. Jika
malam turun, hendaknya ia sudah berada di sebuah
padukuhan. Jika diperkenankan, maka ia akan dapat
bermalam disebuah banjar padukuhan itu.
Ketika perasaan letihnya sudah berkurang, maka Paksipun
segera bangkit berdiri. Niatnya sudah bulat untuk
meninggalkan gumuk itu dan kembali ke padukuhan.
"Aku masih harus berusaha menyelesaikan tugasku "
berkata Paksi. Namun Paksi tidak lagi menganggap bebannya
terlalu berat. Jika ia gagal, biarlah ia berkata gagal kepada
ayahnya, karena segala sesuatunya tidak jelas baginya.
Namun kemudian, pengembaraan itu sendiri mulai menarik
baginya. Meskipun demikian ia tidak dapat melupakan
pendapat beberapa orang, bahwa pengembaraan bukan
pilihan terbaik baginya. Masih banyak kesempatan lain yang
dapat membantu meningkatkan pengalaman dan
pengetahuannya. Paksi berdiri tegak memandangi gumuk dikaki Gunung
Merapi itu. Kemudian iapun mulai melangkah turun.
Tetapi langkah Paksi tertegun. Tiba-tiba saja ia mendengar
suara tertawa. Semakin lama semakin keras.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi termangu-mangu sejenak. Diedarkannya pandangan
matanya kesekeiiiingnya untuk mencari sumber suara tertawa
itu. Tetapi ia tidak segera menemukannya.
Sementara itu suara tertawa itu bergulung-gulung
berputaran. Gemanya yang mengumandang membuat Paksi
semakin sulit untuk menemukan, siapakah yang telah tertawa
demikian kerasnya. Bahkan semakin lama suara tertawa itu
rasa-rasanya semakin menusuk telinganya, menyusup dan
mengguncang isi dadanya. Paksi mencoba bertahan. Tetapi suara tertawa itu semakin menyakiti jantungnya.
Bahkan akhirnya Paksi tidak tahan lagi, sehingga iapun telah
berjongkok sambil menutup kedua belah telinganya.
Paksi menyadari, bahwa tenaga dalam orang yang tertawa
itu demikian besarnya, sehingga Paksi tidak dapat
mengatasinya dengan tenaga dalamnya. Karena itu, maka
suara tertawa itu telah menyakitinya. Gema yang memantul di
lereng gunung itupun masih juga memuat getar tenaga dalam
yang sangat kuat, sehingga karena itu, maka dada Paksi
terasa menjadi semakin sakit dan sesak.
Tetapi suara tertawa itupun mulai surut. Getaran tenaga
dalam itu tidak lagi menggoncang isi dada Paksi.
Karena itu, maka Paksipun mulai melepaskan telinganya.
Dengan hati-hati ia mulai bangkit berdiri bertelekan pada
tongkat kayunya. Demikian ia berdiri, maka didengarnya suara memanggil
namanya " Paksi, Paksi Pamekas. "
Paksi memandang berkeliling. Ketika ia mendengar lag|
namanya dipanggil, maka Paksipun mulai mengetahui arah
dari suara itu. Ketika Paksi memandang kearah gumuk kecil itu, maka
iapun terkejut. Ia melihat seseorang berdiri diatas dahan
sebatang pohon yang besar. Orang itu melambaikan
tangannya sambil memanggilnya " Paksi, aku disini. " Wajah
Paksi menjadi tegang. Ia tidak dapat memandang wajah orang
itu dengan jelas. Kecuali orang itu berdiri di jarak yang agak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jauh, apalagi diatas dahan sebatang pahon yang besar, orang
itu juga mengenakan sebuah caping petani yang lebar diatas
ikat kepalanya. Meskipun demikian, Paksi dapat mengenali
bahwa orang itu berjambang, berkumis dan berjanggut lebat.
" Ki Marta Brewok " desis Paksi " kenapa tiba-tiba saja ia
berada disini" "
Dalam pada itu, orang yang berdiri diatas dahan sebatang
pohon yang besar itupun berteriak lantang " Paksi. Jangan
pergi. Kau sudah sampai ditempat tujuan, arah bintang yang
bercahaya kebiruan itu jatuh. Paksi kau telah melihat ndaru.
Karena itu, kau termasuk seorang anak muda yang beruntung.
" Paksi memandang orang itu dengan tajamnya. Sementara
itu, langitpun mulai menjadi suram. Cahaya senja yang
kemerah-merahan mewarnai uncak Gunung Merapi, seakan-
akan puncak itu telah membara.
Paksi tidak beranjak dari tempatnya. Orang yang berada
diatas dahan itu menjadi semakin kabur. Paksi tidak dapat
melihat dengan jelas, baaimana orang itu kemudian seakan-
akan meluncur turun. Paksi berdiri termangu-mangu. Orang yang memanggil
namanya itu seolah-olah telah hilang ditelan gerumbul-
gerumbul perdu dibawah pohon raksasa itu.
Namun kemudian orang itu telah muncul di sisi gumuk kecil
itu sambil memanggilnya " Paksi. Aku ingin mempersilahkan
kau singgah. " Paksi termangu-mangu sejenak. Namun kemudian katanya
" Apakah aku berbicara dengan Ki Marta Brewok" "
" Ya. Kau benar " sahut orang itu.
" Kenapa Ki Marta Brewok telah menipuku" "
Orang itu tertawa. Katanya " Bukan maksudku. Tetapi
ketika aku melihat ndaru dilangit dan kemudian melihatmu
berdiri didepan gubug itu. Aku menjadi tertarik kepadamu.
Seakan-akan kau memang dipersiapkan untuk datang
kepadaku seperti sekarang ini. Karena itu, maka kau tidak
akan dapat lari lagi dari tanganku. "
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
" Untuk apa Ki Marta Brewok mengharapkan kehadiranku
disini sekarang ini" "
Orang yang menyebut dirinya Marta Brewok itu tertawa.
Katanya " Aku memang memerlukan seorang anak muda. Aku
adalah utusan dari seorang Resi yang mumpuni, yang sedang
membangun sebuah padepokan yang paling besar di tanah ini.
Tetapi di bawah bangunan utama dari padepokan itu harus
ditanam korban. Seorang anak muda yang memiliki
keberuntungan. Dan aku telah menemukan kau Paksi. Kau
adalah anak muda yang mempunyai keberuntungan yang
besar. Tetapi sekaligus kau adalah anak muda yang malang,
karena kau harus menjadi korban. Tubuhmu akan ditanam
dibawah bangunan utama padepokan yang terbesar itu
sebagai tumbal. " Paksi memandang orang yang wajahnya hampir tertutup
oleh jambang, kumis dan janggutnya itu dengan tajamnya.
Tiba-tiba saja Paksi telah menimang tongkatnya. Dengan nada
dalam ia menjawab " Ki Marta Brewok. Kau kira seseorang itu
akan demikian saja menyerahkan nyawanya?"
Tetapi Marta Brewok itu tertawa. Katanya " Apa yang akan
kau lakukan" Melawan" Kau kira tongkat kayumu itu berarti
bagimu. " " Ki Marta Brewok. Aku tidak merasa mempunyai persoalan
denganmu. Tetapi sudah tentu bahwa aku akan
mempertahankan diriku jika kau berniat buruk atasku. "
Marta Brewok itu melangkah mendekat. Langit menjadi
semakin muram. Senjapun menjadi semakin gelap.
" Aku nasehatkan kepadamu, agar kau tidak berusaha
melawan, karena yang akan kau lakukan itu tentu akan sia-
sia. Bahkan aku akan menjadi semakin garang, sehingga
sebelum kau menjadi tumbal dan tubuhmu ditanam dibawah
bangunan utama padepokan itu, kau akan mengalami
kesulitan. " Paksi mencoba untuk mengamati wajah orang yang
mengaku bernama Marta Brewok itu. Namun apa yang dapat
dilihatnya adalah wajah yang hampir tertutup oleh jambang,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kumis dan janggutnya. Capingnya yang lebar itu juga telah
membayangi wajah yang gelap itu.
" Ki Marta Brewok " berkata Paksi " ketika Ki Marta Brewok
menganjurkan aku menuju kearah bintang itu menghilang,
aku tidak mengira bahwa niat Ki Marta Brewok itu jahat.
Bahkan ketika aku berbicara dengan Ki Ponang, pemilik sawah
itu, aku masih belum menduga apa yang akan Ki arta Brewok
lakukan. Aku hanya merasa bahwa Ki Marta Brewok telah
berbohong. Tetapi ternyata bahwa Ki Marta Brewok
mempunyai niat yang jahat. "
" Terserahlah, apa yang akan kau katakan tentang aku "
berkata orang itu " yang penting aku dapat melaksanakan
tugasku dengan baik. Tugas yang diberikan oleh Resi Jamur
Akik. " Wajah Paksi menjadi semakin tegang. Sementara itu Ki
Marta Brewokpun berkata " Sudahlah. Menyerahlah. Tidak ada
gunanya kau melawan. Dengan Aji Gelap Ngamparku itu, kau
sudah tidak berdaya. Apalagi jika aku mempergunakan
beberapa jenis ilmuku yang lain. Dengan Aji Rog-rog
Asem,jantungmu1a.kaniruntuhdidalam dadamu. Dengan Aji
Lebur Seketi, tubuhmu akan menjadi debu. Tetapi tentu aku
tidak akan mempergunakannya, karena aku memang
memerlukan tubuhmu. "
" Aku tidak peduli, Aji apapun yang akan kau pergunakan.
Kematian seseorang tidak ditentukan oleh jenis-enis Aji
apapun. Jika saat itu datang, apapun yang terjadi, akan
terjadi. Kalau aku harus mati disini, biarlah itu terjadi. "
" Kau sangat menjengkelkan " berkata Ki Marta Brewok "
kau tidak nampak takut dan cemas. Sikap itu akan dapat
berakibat buruk bagimu. "
Tetapi Paksi tidak menghiraukannya. Paksi justru
mempersiapkan dirinya menghadapi segala kemungkinan.
Orang yang menyebut dirinya Marta Brewok itupun
melangkah semakin dekat. Dengan geram ia berdesis " Baiklah
Paksi. Jika kau memang ingin melawan, melawanlah. Aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memang ingin melihat, apa yang dapat kau lakukan untuk
melindungi dirimu sendiri. "
Paksi tidak menjawab. Tetapi ketika orang berjambang,
berkumis dan berjanggut lebat itu mendekatinya, maka Paksi
mulai memutar tongkatnya.
Marta Brewok itu bergeser setapak surut. Namun kemudian
ia mulai menyerang dengan cepat, menyusup diantara putaran
tongkat Paksi. Beberapa saat keduanya bertempur. Tongkat Paksi
berputaran dengan cepatnya. Sekali-sekali terayun menebas.
Namun kemudian mematuk dengan cepat kearah dada.
Meskipun demikian, tongkat Paksi tidak segera dapat
menyentuh lawannya. Marta Brewok mampu bergerak lebih
cepat dari ayunan tongkat Paksi, sehingga serangan-serangan
Paksi sama sekali tidak dapat menyentuhnya.
Tetapi Paksi tidak cepat berputus-asa. Selapis demi selapis,
Paksi meningkatkan ilmu yang pernah diterimanya selama ia
berguru di Pajang. Namun lawannyapun telah meningkatkan ilmunya pula.
Ketika tongkat Paksi bergerak semakin cepat, maka orang itu
berloncatan semakin cepat pula. Bahkan tubuhnya seolah-olah
menjadi semakin ringan. Loncatan-loncatan yang cepat dan
kadang-kadang membingungkan kadang-kadang membuat
Paksi tertegun. Sementara itu, ujung malam telah menyelimuti kaki


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gunung Merapi itu. Gumuk kecil itupun telah disaput oleh
warna kelam. Marta Brewok semakin lama menjadi semakin
garang. Tenaganya seakan-akan menjadi semakin bertambah-
tambah. Dengan tidak ragu-ragu Marta Brewok itu telah menangkis
dan bahkan kadang-kadang membentur tongkat Paksi dengan
tangannya tanpa mengalami kesakitan.
" Apakah tangannya terbuat dari besi" " pertanyaan itu
tumbuh didalam hati Paksi.
Pertempuran itu semakin lama menjadi semakin sengit.
Paksi kadang-kadang menjadi kebingungan karena kehilangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lawannya. Loncatannya menjadi semakin tinggi dan cepat.
Sekali-sekali orang itu melenting tinggi, namun kemudian
menjatuhkan diri dan berguling dengan cepat, berputar dan
kemudian melenting bangkit ditempa t yang jauh.
Pertempuran itu berlangsung terus. Ketika malam menjadi
semakin malam, maka serangan-serangan Marta Brewok rasa-
rasanya justru menjadi semakin cepat dan semakin kuat.
Tenaga Marta Brewok seolah-olah justru menjadi semakin
besar saat keringat Paksi sudah membasahi seluruh tubuhnya.
Ketika kemudian Paksi sampai pada puncak
kemampuannya, maka pertempuran itu menjadi semakin
sengit. Tongkat Paksi berputaran dengan cepatnya, seakan-
akan menjadi segumpal kabut hitam yang bergulung-gulung
di-sekitar tubuhnya. Setiap kali kabut itu melibat kearah
lawannya. Namun dengan tangkas pula, Marta Brewok selalu
berhasil menghindar atau justru membentur serangan-
serangan Paksi. Bahkan kemudian serangan-serangan Marta
Brewok itulah yang mulai menembus pertahanan Paksi, justru
saat Paksi berusaha menghentakkan kemampuannya sampai
kepuncak. Paksi berdesah tertahan ketika kaki Marta Brewok
mengenai lambungnya. Serangan itu demikian kuatnya,
sehingga Paksi telah terdorong beberapa langkah surut.
Dengan mengerahkan daya tahan tubuhnya, Paksi berusaha
mengatasi rasa sakitnya. Bahkan tongkatnya telah berputar
kembali dengan cepatnya. "
Tetapi serangan Marta Brewok itu datang susul menyusul.
Ketika Paksi gagal menyerang kearah lambung lawannya,
Paksi berusaha memutar tongkatnya mengayunkannya
menebas kearah kening. Tetapi lawannya dengan cepat
merendah. Bukan sekedar menghindari serangan Paksi, tetapi
sambil menjatuhkan dirinya, Marta Brewok telah menggunting
kaki Paksi. Demikian cepatnya, maka Paksi tidak sempat
mengelakkannya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tubuh Paksi bagaikan dilibat oleh kekuatan yang sangat
besar sehingga Paksi itupun terpelanting oleh putaran kaki
lawannya. Tetapi Paksi tetap menyadari apa yang telah terjadi. Paksi
yang terbanting itu justru berguling beberapa kali. Namun
tongkatnya masih tetap didalam genggamannya.
Sekejap kemudian Paksi sudah bangkit dan melenting
berdiri. Pada saat yang bersamaan Marta Brewok tengah
meloncat menyerang dadanya dengan juluran kakinya.
Tetapi Paksi dengan cepat meloncat kesamping. Demikian
kakinya menyentuh tanah, maka tongkatnya-pun telah
terayun dengan derasnya, mengarah ke lutut sebelah kaki
lawannya yang dipergunakannya untuk bertumpu.
Tetapi Paksi terkejut. Tongkatnya sama sekali tidak
menyentuh kaki lawannya. Dengan tangkasnya Marta Brewok
meloncat tinggi-tinggi, kemudian berputar diudara dan jatuh
tegak pada kedua kakinya.
Paksi menggeram marah. Tetapi lawannya justru berdiri
tegak dengan tangan bertolak pinggang. Terdengar Marta
Brewok itu tertawa. Katanya disela-sela suara tertawanya "
Aku belum mempergunakan jenis-jenis ilmuku yang akan
dapat melumatkan jantungmu. Karena itu, hentikan saja
perlawananmu yang sia-sia.
Paksi tidak menghiraukannya. Ia justru meloncat
menyerang sambil memutar tongkat kayunya.
Dengan demikian, maka pertempuranpun telah
berlangsung lagi. Semakin lama menjadi semakin sengit.
Dalam pada itu, Paksi yang telah mengerahkan segenap
tenaga, kekuatan dan kemampuannya itu, mulai merasa
betapa tenaganya mulai menyusut. Putaran tongkatnya mulai
mengendor. Kecepatan gerakannyapun mulai menurun.
sementara itu, lawannya masih tetap segar sebagaimana
pertempuran itu dimulai. Paksi mulai merasa bahwa ia sudah melewati puncak
kemampuannya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Marta Brewok itu seakan-akan mengetahui kegelisahan
yang mulai mencengkam jantung Paksi. Karena itu, maka
Marta Brewok itu berkata " Nah, anak muda. Apakah kau
masih akan melawan" "
Tetapi jawaban Paksi tegas " Aku tidak akan pernah
menyerah apapun yang terjadi. Kematian adalah batas akhir
dari sebuahlperjtianganuntuk mempertahankan diri. Dan itu
sama sekali tidak menakutkan aku. "
" Anak iblis kau. Kau terlalu sombong Paksi. Kau akan
menyesali kesombonganmu itu. "
" Aku tidak pernah berniat untuk menyombongkan diri.
Tetapi itu adalah sikapku. "
"-Bagus, bersiaplah. Aku sudah memberikan kesempatan
yang terakhir. Jika kesempatan itu kau sia-siakan, maka aku
akan benar-benar menghancurkan kesombonganmu sebelum
tubuhmu ditanam sebagai tumbal dibawah bangunan induk
padepokan yang akan didirikan oleh Resi Jamur Akik. "
Paksi sama sekali tidak menjawab. Tetapi Paksi telah
mempersiapkan diri sebaik-baiknya.
Sesaat kemudian, maka perterripuranpun telah kembali
menyala. Paksi telah mengerahkan kemampuannya yang
tersisa. Namun bagaimanapun juga, serangan-serangannya
tetap tidak dapat menembus pertahanan lawannya. Bahkan
serangan-serangan Marta Brewok itu semakin sering
menyentuh tubuhnya. Semakin lama tenaga Paksipun menjadi semakin menyusut,
sementara lawannya menjadi semakin garang. Karena itu,
maka perlawanan Paksipun semakin lama menjadi semakin
tidak berarti. Beberapa kali serangan lawannya sempat
melemparkan Paksi beberapa langkah surut. Bahkan ketika
tangan Marta Brewok mengenai keningnya, Paksi telah
terbanting jatuh. Meskipun demikian, Paksi yang berguling
mengambil jarak itupundengancepat bangkit. Tongkatnya
masih tetap didalam genggamannya.
Tetapi demikian ia berdiri, maka lawannya telah meloncat
menyerangnya. Tangannya terjulur lurus kearah dadanya.
Pedang Keadilan 39 Pendekar Setia Pendekar Kembar Bagian Ii Karya Gan K L Kisah Sepasang Rajawali 14
^