Pencarian

Jejak Di Balik Kabut 4

Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja Bagian 4


Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam keadaan yang semakin lemah, Paksi masih mencoba
untuk tetap bertahan. Demikian Marta Brewok meloncat
menyerang, maka Paksipun berdiri tegak sambil mengacukan
tongkatnya tepat kearah dada lawannya yang bergerak maju.
Paksi berdiri diatas kedua kakinya yang sedikit merendah pada
lututnya dengan sedikit menarik kaki kanannya kebelakang.
Marta Brewok yang menyangka bahwa Paksi sudah menjadi
semakin lemah justru terkejut. Tubuhnya yang meluncur deras
itu menggeliat. Namun ujung tongkat Paksi masih juga
mengenai lambungnya. Serangan Marta Brewok memang terhenti. Bagair manapun
juga, patukan ujung tongkat Paksi di lambungnya itu terasa
sakit. Tetapi dalam pada itu, Paksi telah terdorong beberapa
langkah surut. Namun Paksi masih mampu mempertahankan
keseimbangannya. Marta Brewok yang kesakitan itu menggeram. Dengan
kemarahan- yang menyala ia berkata dengan suara bergetar "
Setan kecil. Kau menyakiti lambungku. Karena itu, aku akan
segera mengakhiri pertempuran ini."
Paksipun segera mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Tetapi
Paksi tidak dapat mengingkari kenyataan, bahwa tenaganya
sudah semakin menyusut. " Bangkitlah " geram Marta Brewok " jangan cengeng. Kau
baru bertempur seujung malam. Belum sampai tengah malam.
Ketika aku masih semuda kau, aku dapat bertempur sehari
semalam tanpa berhenti. Sekarang, diumurku yang semakin
tua, aku justru sanggup bertempur tiga hari tiga malam. "
Paksi menggeram. Tetapi tenaganya memang sudah benar-
benar menyusut. Marta Brewok tidak menyambung kata-katanya, tetapi ia
mulai menyerang kembali dengan garangnya.
Ketika serangan Marta Brewok menembus pertahanan Paksi
dan langsung mengenai pundaknya, maka tubuh Paksi itu
seakan-akan telah diputar sekali. Paksi terhuyung-huyung. Ia
mencoba untuk mempertahankan keseimbangannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi Marta Brewok telah meloncat lagi. Ketika tubuhnya
berputar dengan satu ayunan kaki yang keras tepat mengenai
dada Paksi, maka Paksi benar-benar terlempar dan jatuh
terbanting ditanah. Ketika Paksi mencoba untuk bangkit, maka tubuhnya yang
lemah itu terhuyung-huyung. Paksi masih mencoba bertelekan
pada tongkatnya. Namun serangan yang berikut, telah
menghantam kening Paksi dengan kerasnya.
Paksi benar-benar terpelanting jatuh. Hanya karena
keliatan tubuhnya sajalah yang menghindarkan kepalanya
membentur batu-batu padas.
Tetapi ketika Paksi berusaha untuk bangkit, maka matanya
menjadi berkunang-kunang. Kepalanya terasa sangat pening
sementara perutnya menjadi mual.
Tetapi Paksi masih juga memaksa dirinya untuk berdiri.
Tongkatnya ikut pula menyangga tubuhnya yang mulai gontai.
Marta Brewok berdiri beberapa langkah dihadapan-nya.
Suara tertawanya meledak mengoyak sepinya malam.
" Nah, apa katamu sekarang" Kau menyerah" "
Tetapi jawaban Paksi tegas " Tidak. Aku tidak akan pernah
menyerah. " " Kenapa" Bukankah kau sudah tidak berdaya untuk
melawan" Atau kau masih mempunyai Aji Pamungkas yang
akan dapat menolong jiwamu" "
" Aku tidak menyerah kepada tindak sewenang-wenang.
Aku yakini kebenaran perjuanganku mempertahankan diriku.
Karena itu, aku tidak akan pernah bergeser dari sikapku. Aku
akan melawan kesewenang-wenangan-mu apapun yang akan
terjadi. " " Apa yang akan kau pergunakan untuk melawan"
Seandainya aku sentuh kau dengan jari-jariku, kau tentu
sudah roboh. " " Aku tidak peduli. "
" Kau tidak akan dapat membebaskan dirimu. Kau akan
mati. Tubuhmu akan ditimbun dengan tanah dibawah
bangunan utama padepokan Resi Jamur Akik. "
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
" Kau dapat membunuhku. Kau dapat mengubur tubuhku
dimanapun kau mau. Tetapi kau tidak dapat membunuh
keyakinanku, bahwa kesewenang-wenangan harus dilawan. "
" Gila kau. Dalam keadaan seperti itu kau masih berani
berbicara tentang keyakinan. Kau harus melihat kenyataan.
Kau tidak dapat mempertahankan keya-kinanmu itu. "
" Menurut gelar kewadagan, benar. Tetapi keyakinan
adalah satu sikap jiwani. Kau tidak dapat membunuh jiwaku. "
Marta Brewok menggeram. Katanya " Bersiaplah untuk
menjadi korban. Tubuhmu akan menjadi tumbal. Tanpa
tumbal tubuh seorang anak muda yang memiliki
keberuntungan tetapi juga kemalangan seperti kau, maka
bangunan itu tidak akan dapat terwujud .dan tidak pula akan
dapat mempunyai arti. "
" Aku tidak akan pernah melakukannya " jawab Paksi.
" Diam " bentak Marta Brewok " jika kau masih menjawab
lagi, aku koyakkan mulutmu. "
" Lakukan. Tetapi kau tidak akan memakai tumbal yang
cacat. " Marta Brewok itu menggeram. Tetapi tiba-tiba saja ia
bertanya " Darimana kau tahu" "
" Tidak ada korban yang cacat. "
" Aku dapat mencari tumbal lain yang lebih baik. "
" Terserah kepadamu " geram Paksi.
" Kenapa kau tidak bertanya, tumbal apakah yang lebih
baik itu" " " Aku sudah tahu. Maksudmu tentu korban yang tidak
cacat. " " Kau salah anak muda. Untuk membuat padepokan itu ada
tumbal yang jauh lebih baik. Tetapi mencarinya juga jauh
lebih sulit. " Paksi tidak menyahut. Ia tidak bertanya, apakah tumbal
yang lebih baik itu. Tetapi Marta Brewok itulah yang memberitahukan
kepadanya " Anak muda. Tumbal yang lebih baik itu adalah
sebuah cincin. " Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
" Cincin" " Paksi terkejut. Diluar sadarnya ia bertanya "
Cincin apa" " " Cincin bermata tiga butir batu akik. "
Jantung Paksi berdebar semakin cepat. Sementara Marta
Brewok itu berkata " Nilai cincin bermata tiga butir batu akik itu sama dengan tiga kali lipat korban yang lain. Tetapi sampai saat ini kami masih belum menemukan cincin itu. "
Dada Paksi masih berdebaran. Sementara itu, Marta
Brewokpun bertanya " Apakah kau mengetahui sebuah cincin
yang bermata tiga butir batu akik. Memang tidak biasa, karena
pada umumnya cincin hanya bermata sebutir batu akik saja. "
Paksi menggeleng. Dengan nada rendah ia menjawab "
Tidak. Aku tidak tahu. "
Marta Brewok mengangguk-angguk kecil. Tetapi iapun
kemudian berkata " Paksi. Aku akan memberikan satu pilihan
kepadamu. Jika kau ingin membebaskan dirimu agar kau tidak
menjadi tumbal pembuatan padepokan itu, maka kau harus
dapat menemukan sebuah cincin yang bermata tiga butir batu
akik itu. " Sejenak Paksi tercenung. Ia menjadi bingung. Seandainya
ia dapat menemukan cincin itu, maka ia harus
menyerahkannya kepada ayahnya. Tidak kepada Marta
Brewok yang akan memakai cincin itu sebagai tumbal. Tetapi
jika ia tidak menyanggupinya, maka tubuhnyalah yang akan
menjadi tumbal. " Kenapa kau diam" Kau harus memilih. Tubuhmu yang
akan menjadi tumbal atau kau berusaha menemukan sebuah
cincin yang bermata tiga butir batu akik. "
Paksi termangu-mangu sejenak. Ia menjadi bingung. Ia
dapat saja berbohong untuk sekedar menyelamatkan diri,
setidak-tidaknya menghindar dari Marta Brewok. Tetapi harga
diri Paksi telah mencegahnya. Itu perbuatan yang licik. Untuk
menyelamatkan diri Paksi yang harus berbohong dan berpura-
pura. Karena itu, maka Paksi itupun menjawab " Ki Marta
Brewok. Seandainya aku menemukan cincin yang bermata tiga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
butir batu akik, aku tidak akan memberikan kepadamu untuk
tumbal pembuatan padepokan itu. "
" Kenapa" " bertanya Marta Brewok " apakah kau akan
mempergunakannya sendiri" "
" Tidak " jawab Paksi " aku akan menyerahkan kepada
orang yang lebih berhak dari Resi yang akan membuat
padepokan itu. " " Siapa yang lebih berhak itu" " bertanya Marta Brewok.
" Kau tidak perlu mengetahuinya. "
Marta Brewok menarik nafas dalam-dalam. Katanya " Kau
memang luar biasa Paksi. Hatimu keras seperti baja. Kenapa
kau tidak mengiakannya sementara kau mempunyai
kesempatan untuk menghindari kematian. Setidaktidaknya
selama kau berusaha mencarinya. "
" Aku bukan orang yang licik, yang berlindung dibalik
kebohongan dan kepura-puraan untuk mencari keselamatan. "
" Paksi " berkata Marta Brewok " aku tidak berkeberatan
jika cincin itu nanti kau serahkan kepada yang lebih berhak,
kerena aku tidak memerlukan cincin itu untuk seterusnya. "
" Jadi bagaimana dengan tumbal itu" " bertanya Paksi.
" Aku hanya memerlukan cincin itu selama tiga hari tiga
malam. Aku akan merendamnya didalam air kembang
setaman. Nah, airnya itulah yang kami butuhkan untuk
menyiram alas dan bebatur pendapa bangunan utama
padepokan itu. Selanjutnya kau dapat membawa cincin itu
kepada yang kau anggap lebih berhak itu. "
Dahi Paksipun berkerut. Ia tidak mengerti, apa yang
sebenarnya sedang dihadapinya. Ia juga tidak mengerti,
kenapa tiba-tiba Marta Brewok memberinya kesempatan untuk
menemukan sebuah cincin bermata tiga butir batu akik. Cincin
yang harus dicarinyadalampengembaraannya itu.
" Paksi " suara Marta Brewok merendah " aku condong
untuk memberi kesempatan kepadamu untuk mencari cincin
itu, daripada harus menanam tubuhmu dibawah bangunan
utama padepokan itu. "
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi termangu-mangu sejanak. Dengan ragu ia berkata "
Tetapi sudah aku katakan bahwa aku akan menyerahkan batu
akik itu kepada yang berhak."
" Aku juga sudah mengatakan bahwa aku hanya
memerlukan tiga hari saja. Setelah itu, terserah kepadamu. "
Paksi masih bimbang. Ia masih merasa sakit diseluruh
tubuhnya. Tiba-tiba saja ia mendapat tawaran yang rasa-
rasanya tidak masuk akal.
Karena Paksi tidak segera menjawab, maka Marta Brewok
itupun berkata " Pikirkan. Apakah kau ingin mati dan dikubur
dibawah bangunan utama padepokan yang akan dibangun itu,
atau kelak kau meminjamkan cincin itu selama tiga hari. "
" Apakah kau dapat aku percaya" " bertanya Paksi.
Marta Brewok justru tertawa. Katanya " Kau aneh anak
muda. Seharusnya akulah yang bertanya seandainya kau
memilih untuk mencari cincin itu dan kemudian meminjamkan
kepadaku tiga hari tiga malam. "
Paksi berpikir sejenak. Tawaran yang tidak diduganya itu
telah membuat jantungnya berdebar semakin cepat.
Namun kemudian Paksi itu menjawab " Baiklah. Aku akan
mencari cincin dengan mata tiga butir batu akik itu. "
" Bagus " jawab Marta Brewok " jika kau berhasil, maka
padepokan itu benar-benar akan menjadi padepokan yang
terbesar di tanah ini. "
" Tetapi bukankah kau tidak memberikan batas waktu
kepadaku" " bertanya Paksi.
" Tidak. Tetapi sudah tentu secepatnya. Demikian kau
mendapatkannya, maka kau harus menyerahkannya kepadaku
untuk tiga hari tiga malam. "
" Dimana aku hurus menemuimu" " bertanya Paksi.
Marta Brewoklah yang termangu-mangu. Namun kemudian
jawabnya " Kau harus berada di alun-alun Pajang. Aku akan
menemuimu. " " Kenapa alun-alun Pajang" " bertanya Paksi.
" Tidak akan ada orang yang memperhatikan kita ditempat
yang ramai. " Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
" Tetapi bagaimana kau tahu bahwa aku sudah berhasil
mendapatkan cincin itu sehingga kau mencariku ke alun-alun
itu" " " Aku beri ancar-ancar waktu. Enam bulan lagi aku akan
pergi ke alun-alun Pajang. Jika kau belum berhasil, maka aku
akan datang ke alun-alun itu setiap setengah bulan sekali.
Sekali di saat bulan purnama, dan sekali disaat bulan tanggal
pertama. Demikian kau berhasil, maka kau harus berada di
alun-alun itu pada malam-malam yang aku sebutkan itu. "
" Aku sama sekali tidak dapat mengatakan, berapa lama
aku akan berhasil. "
" Jika dalam setahun kau belum berhasil, aku akan
mencarimu. Mungkin kau memerlukan bantuan. "
Paksi menjadi semakin bingung menghadapi Marta Brewok.
Sikapnya sama sekali tidak dimengertinya.
Namun Paksi itupun menjawab " Baiklah. Aku akan
berusaha menemukan cincin itu. "
Tetapi yang dikatakan Marta Brewok kemudian semakin
membingungkan Paksi. Katanya "Paksi. Jika kau akan mencari
cincin itu, maka bekalmu tentu masih belum cukup. "
" Maksud Ki Marta" " bertanya Paksi.
" Kau harus mempersiapkan dirimu sebaik-baiknya. syarat
untuk mendirikan padepokan terbaik harus terpenuhi. "
" Jika demikian, aku bersedia, Ki Marta. "
" Bagus. Kau harus menempa diri dengan menjalani laku.
Kau harus tetap berada disini. Dimalam hari kau akan berlatih.
Disiang hari terserah kepadamu, apa yang akan kau lakukan.
Atau barangkali kau akan pergi kemana saja. Tetapi sebelum
senja, kau harus sudah berada disini lagi."


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Berapa lama aku tinggal disini" "
" Tergantung kepadamu. Kepada niatmu dan kepada
kemampuanmu untuk menyadap ilmu itu."
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Dipandanginya orang
berjambang, berkumis dan berjanggut lebat itu dengan
tajamnya. Namun Paksi mulai menyesali kebodohannya.
Orang yang dihadapinya itu tentu merupakan salah satu dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang-orang aneh yang pernah dan barangkali masih akan
dijumpainya lagi sebagaimana pengemis yang telah
memberikan tongkatnya itu, atau orang yang pernah
menyerangnya namun orang itu telah membuka
kemungkinan-kemungkinan baru bagi ilmunya.
" Nah, jika kau bersedia, maka mulai besok kau harus
membuat sebuah gubug di sekitar tempat ini. Kau akan tinggal
digubug itu selama kau menjalani laku. Aku tidak tahu,
bagaimana kau akan makan dan minum. Aku tidak mau tahu
bagaimana kau mendapatkan pakaian jika pakaianmu koyak,
Yang penting bagiku, kau harus memiliki bekal ilmu yang
cukup untuk memasuki satu dunia yang keras. Cincin itu
diperebutkan oleh orang-orang yang mempunyai berbagai
kepentingan. " Kau harus menempa diri untuk mematangkan dan
mengembangkan ilmumu. Lebih dari itu, kau harus
mempunyai ilmu andalan yang dalam keadaan yang sulit,
dapat kau pergunakan. "
" Aku tidak mengerti. Jadi apa yang harus aku lakukan" "
bertanya Paksi. " Sebelum kau berangkat mencari cincin itu, kau harus
membuat dirimu layak untuk mencarinya. Barangkali kau juga
sudah tahu, bahwa banyak orang yang menginginkan cincin
itu. Diantara mereka adalah orang-orang berilmu tinggi.
Karena itu, jika pada satu saat kau memasuki pusaran
perebutan cincin itu, maka kau harus menambah bekalmu.
Maksudku, ilmumu harus meningkat.
Paksi mengerutkan dahinya. Hampir diluar sadarnya ia
berkata " Apakah Ki Marta dapat menunjukkan cara yang
dapat aku tempuh, agar ilmuku meningkat" "
" Aku dapat memberi jalan jika kau mau. "
" Jika Ki Marta Brewok bersungguh-sungguh, tentu aku
bersedia. " jawab Paksi. Namun pada nada suaranya masih
terasa betapa hatinya bimbang.
" Kau masih bimbang. " desis Marta Brewok.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
" Aku sama sekali tidak bimbang, seandainya aku harus
menjalani laku apapun juga. Yang aku bimbangkan adalah
kesungguhan Ki Marta Brewok. Mungkin Ki Marta Brewok
sekedar main-main sebelum aku benar-benar dibenamkan
dibawah bangunan utama padepokan itu. "
" Aku bersungguh-sungguh, Paksi. Padepokan itu tidak
tergesa-gesa. Tetapi harus benar-benar sebuah padepokan
yang terbaik. Seandainya padepokan itu dimulai setahun lagi,
tidak menjadi soal. Yang penting,
Paksi mengangguk-angguk sambil menjawab " Aku
bersedia Ki Marta. "
" Bagus. Besok malam kita akan mulai. Kita tidak akan
berlatih disini setiap malam. Tetapi dibalik gumuk ini ada
tempat yang lebih baik dan lebih tersembunyi dari tempat ini.
Kau dapat menyesuaikan dirimu, dimana kau akan membuat
gubug. Disini tersedia kayu.dan bambu menurut kebutuhan.
Kau dapat membuat tali dari serat daun pandan atau serat
kulit kayu yang lain. "
" Baik Ki Marta. Besok aku akan mulai. "
" Sekarang, ikut aku. Aku akan menunjukkan tempat itu. "
Paksi tidak menyahut. Tetapi iapun kemudian melangkah
mengiringi Ki Marta Brewok yang melangkah menuju ke lekuk
yang tidak terlalu dalam disebelah gumuk kecil itu.
Meskipun malam gelap, tetapi mata Paksi yang tajam dapat
melihat bayangan Ki Marta Brewok sehingga Paksi dapat
mengikutinya sampai ke balik gumuk kecil itu.
Dibalik gumuk kecil itu memang terdapat sebidang tanah
yang agak lapang. Meskipun disana-sini juga ditumbuhi
pohon-pohon perdu, namun diatas tanah itu tidak terdapat
sebatangpun pohon yang besar sebagaimana terdapat di atas
gumuk kecil itu atau di hutan yang lebat dilereng Gunung
Merapi. " Inilah sanggar kita " berkata Marta Brewok " tanah ini
datar dan agak lapang. Besok kita dapat membersihkan dan
mempersiapkan segala-galanya. "
" Baik, Ki Marta " sahut Paksi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
" Sebelumnya aku ingin memberitahukan kepadamu, Paksi,
bahwa disekitar tempat ini banyak terdapat ular dari berbagai
macam jenis. Ada yang bisanya sangat tajam dari jenis
bandotan, weling, welang, kendang dan beberapa jenis lain,
tetapi juga ada yang bisanya tidak terlalu tajam, seperti ular sawa dan sejenisnya. Tetapi ada bahaya lain pada ular sawa
yang sudah tumbuh menjadi besar. Jika mulutnya menganga,
maka sosok tubuh seseorang dapat ditelannya. "
Paksi mengangguk-angguk kecil. Namun baginya, justru
ular-ular kecil yang bisanya tajam itulah yang berbahaya
baginya, karena tanpa disadari ular-ular yang terhitung lebih
kecil itu dapat terinjak kakinya dan mematuk tumitnya.
Adalah juga diluar dugaan, ketika Ki Marta Brewok itu
kemudian berkata selanjutnya " Karena itu Paksi, aku ingin
memberimu obat penawar racun. Obat itu berujud butir-butir
reramuan yang aku buat. Jika kau menelan sebutir, maka obat
itu akan menawarkan racun yang masuk kedalam tubuhmu
dengan cara apapun juga, termasuk gigitan ular, selama satu
hari satu malam. Karena itu, selama kau berada ditempat ini,
maka setiap hari kau harus menelan butir-butir reramuan obat
itu. " " Baik, Ki Marta " jawab Paksi " aku akan melakukannya. "
" Nah, karena malam ini kau sudah berada ditempat ini,
maka sejak sekarang sebaiknya kau mulai menelannya. "
Paksi tidak menolak. Ia tidak lagi mencurigai Ki Marta
Brewok. Jika orang itu berniat buruk, maka ia tidak perlu
mempergunakan akal yang licik, karena dengan mudah orang
itu dapat mengalahkannya.
Ternyata Paksi merasakan tubuhnya menjadi agak panas
ketika sebutir obat itu mulai bekerja didalam tubuhnya.
Namun hanya beberapa saat. Kemudian ia tidak merasakan
sesuatu lagi. Disisa malam itu Paksi tidur disebongkah batu yang besar.
Sebelum anak muda itu tertidur, maka Marta Brewok telah
memberikan beberapa pesan kepada Paksi. Iapun memberikan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
beberapa petunjuk pula bagaimana Paksi membuat gubug
yang akan dihuni. " Disini kau tidak akan kekurangan air. " berkata Marta
Brewok " tetapi kaupun harus ingat, bahwa di hutan itu
terdapat binatang buas. Kau harus bersiap untuk
mempertahankan hidupmu jika pada suatu saat kau bertemu
dengan seekor harimau atau sekelompok anjing liar.
Pepohonan itu akan dapat memberikan perlindungan bagimu,
karena harimau dan anjing-aning liar tidak akan mengejarmu
memanjat batang-batang pepohonan itu. "
Paksi mendengarkannya dengan bersungguh-sungguh.
Sambil mengangguk-angguk ia menyahut " Ya, Ki Marta. "
" Nah, sekarang tidurlah dimalam yang masih tersisa. "
Paksi tidak menyahut. Tetapi perasaan letihnya telah
membuat matanya terpejam. Sesaat Paksi melupakan rasa
sakit yang menggigit sampai ketulang.
Tetapi Paksi tidak dapat tidur terlalu lama. Beberapa saat
kemudian iapun telah terbangun oleh burung yang berkicau di
pepohonan. Ketika Paksi menggeliat, maka terasa sakit diseluruh
tubuhnya. Tulang-tulangnya serasa menjadi retak, sedangkan
persendiannya bagaikan terlepas.
Paksipun kemudian bangkit dan duduk sambil menyeringai.
Langit nampak menjadi merah.
Tetapi ia tidak melihat Marta Brewok ditempat itu.
" Mungkin Ki Marta Brewok baru pergi ke parit sebelah "
berkata Paksi didalam hatinya.
Namun Paksi terkejut. Ketika turun dari atas batu, ia
melihat beberapa jenis peralatan teronggok dibawah batu itu.
Diantaranya adalah kapak besar dan kecil, parang, linggis dan
beberapa jenis alat yang lain.
Paksi menarik nafas dalam-dalam, la tahu, bahwa Marta
Brewok minta kepadanya, agar ia membuat gubug
sebagaimana dikatakannya itu segera.
-ooo00dw00ooo- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 4 PAKSI yang menyadari keadaannya, tidak akan mengelak.
Mulai hari itu, ia akan membuat sebuah gubuk yang akan
ditempatinya selama ia menjalani laku, meningkatkan ilmunya
sebagai bekal untuk mencari cincin bermata tiga butir batu
akik. Iapun sudah yakin bahwa orang yang menyebut dirinya
Marta Brewok adalah salah satu dari orang-orang aneh yang
sama sekali tidak berniat buruk terhadapnya.
Paksi itupun kemudian mengucap sukur di dalam hatinya.
Ia yang merasa terbuang dari keluarganya, telah menemukan
keluarga baru meskipun kurang dapat dimengertinya, apakah
yang sebenarnya mereka kehendaki.
Mulai hari itu, Paksi sudah bertekad untuk membuat gubuk
untuk berteduh dan untuk melindungi dirinya dari binatang
buas di malam hari, jika ia sedang tidur.
Tetapi pagi itu, setelah mandi dan berbenah diri, maka
Paksi telah turun dari lereng Gunung Merapi untuk membeli
alat-alat untuk dapur di pasar terdekat. Ia yakin bahwa di
beberapa padukuhan itu tentu terdapat sebuah pasar yang
menjual alat-alat dapur. Paksi berniat untuk tidak mondar-mandir membeli makan
jika ia lapar. Ia ingin menyediakan makannya dengan
membuatnya sendiri. Tetapi Paksipun tidak ingin menarik perhatian, sehingga
ada satu dua orang yang ingin tahu, dimana ia tinggal. Ia
ingin merahasiakan tempat tinggalnya selama ia menjalani
laku. Menurut pendapatnya, gumuk kecil itu memang jarang
sekali disentuh kaki, meskipun ada sebuah jalan setapak yang
melintas di dekatnya. Karena itu, maka Paksi harus berhati-hati. Ia tidak dapat
membeli semua keperluannya sekaligus meskipun ia
mempunyai uang. Ia harus membeli sedikit demi sedikit.
Bahkan jika mungkin di tempat yang berbeda.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Di hari pertama, Paksi telah membeli kebutuhan-kebutuhan
terpentingnya. Bahkan beras, gula kelapa dan garam telah
dibelinya pula. Lewat tengah hari, Paksi mulai membabat batang ilalang.
Batang ilalang itu akan dikeringkannya. Kemudian ilalang
kering itu akan dibuatnya sebagai atap gubuknya kelak.
"Mudah-mudahan hujan tidak segera turun," berkata Paksi di dalam hatinya. Tetapi apapun yang terjadi, Paksi sudah siap untuk menghadapinya. Bahkan seandainya ia harus kehujanan
sehari semalam. Tetapi sebelum Paksi menyelesaikan gubuknya, ia telah
menemukan sebuah lekuk yang agak dalam di dinding batu
padas yang agak tinggi. Jika hujan turun, ia dapat berteduh di dalam lekuk yang agak dalam itu, meskipun mungkin tiris air
akan menggapainya. Seperti yang dikatakan oleh Ki Marta Brewok, maka di
tempat itu memang banyak terdapat ular. Ketika Paksi sedang
menebas batang ilalang, maka kakinya telah menginjak seekor
ular berleher merah seperti bara. Dengan marah ular itu
mematuk tumit Paksi yang terkejut sambil meloncat.
Tetapi untunglah bahwa Paksi telah menelan obat penawar
racun, sehingga ular yang terhitung berbisa itu tidak
membunuhnya. Di sore hari Paksi beristirahat. Ia sudah menyediakan
berbagai macam alat dapur. Tetapi ketika ia akan menanak
nasi, ia menjadi ragu-ragu. Asapnya akan dapat mengundang
perhatian. Karena itu, Paksi telah menunda niatnya. Ia menunggu
malam menjadi gelap. Asapnya akan tersamar di dalam
gelapnya malam, sedang api yang dinyalakannya akan
terlindung oleh gumuk kecil dan batu-batu padas yang
terdapat di sekitarnya. Untunglah bahwa ketika ia turun ke pasar dan membeli
barang-barang terpenting yang diperlukan, ia juga membeli
beberapa potong makanan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hari itu, Paksi telah menggelar tebasan batang ilalang
cukup banyak. Paksi memperkirakan batang ilalang itu cukup
untuk dibuat atap gubuknya.
Ketika matahari kemudian turun menyusup di balik
punggung gunung, Paksi telah berendam di aliran air yang
tidak begitu deras. Sambil mandi Paksi telah mencuci
pakaiannya yang penuh dengan gelugut alang-alang. Tetapi
Paksi sudah membeli sepengadeg pakaian baru ketika ia turun
ke pasar, sehingga Paksi sudah mempunyai ganti jika
sepengadeg pakaian yang melekat di badannya itu dicuci dan
dijemur. Ketika kemudian malam turun, Paksi mulai menyalakan api.
Dengan batu titikan dan sejumput ampul gelugul aren, Paksi
membuat api. Tetapi asap yang mengepul memang tidak lagi menarik
perhatian. Selain untuk menanak nasi dan merebus air, api itu
juga menghangatkan tubuh Paksi.
Sambil duduk di depan perapian, Paksi menunggu Ki Marta
Brewok yang belum juga nampak batang hidungnya. Orang itu
ternyata tidak sekedar pergi ke parit di sebelah. Tetapi ia telah pergi sehari penuh.
Namun ketika air mulai mendidih, Paksi terkejut. Ia
mendengar langkah seseorang mendekat. Kemudian ia
mendengar orang itu terbatuk-batuk kecil.
"Ki Marta Brewok," berkata Paksi di dalam hatinya.
Sebenarnyalah orang yang datang itu Ki Marta Brewok.
Demikian ia berdiri beberapa langkah dari perapian itu, maka
terdengar suaranya, "Apa yang sudah kau lakukan sehari ini?"
"Turun ke pasar. Membeli beberapa peralatan terpenting.
Persediaan bahan pangan dan lewat tengah hari membabat
batang ilalang untuk dikeringkan."
Ki Marta Brewok yang kemudian duduk di samping Paksi di


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

depan perapian itu berkata, "Sesudah kau selesai, kita akan mulai berlatih."
Paksi mengangguk kecil sambil menjawab, "Baik, Ki Marta."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku akan menunggu sampai nasimu masak. Setelah
makan dan beristirahat sebentar, aku akan datang lagi."
"Ki Marta akan pergi ke mana?"
"Aku akan melihat, apakah buah pisang di rumpun pisang
di pinggir sungai itu sudah masak."
Ki Marta Brewok tidak menunggu jawaban Paksi. Sejenak
kemudian Ki Marta Brewok itu sudah hilang di dalam gelap.
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Ia masih harus
menunggu beberapa saat. Ternyata Paksi juga dapat menanak nasi. Meskipun nasinya
terlalu lemas karena Paksi memberi air terlalu banyak.
Meskipun demikian, ketika nasi itu disenduk, asapnya
membuat perut Paksi menjadi terasa lapar.
Sambil menunggu Ki Marta Brewok, Paksipun kemudian
makan nasi lemas dengan garam. Di dinginnya udara lereng
gunung, nasi hangat dan garam itu terasa betapa nikmatnya.
Apalagi perut Paksi yang memang sedang lapar. Sehingga
karena itu, maka Paksipun makan agak terlalu banyak.
Tetapi sebelum Paksi selesai makan, Ki Marta Brewokpun
telah datang sambil memanggul setandan pisang koja yang
sebagian telah masak. "Aku juga lapar," berkata Ki Marta Brewok. Namun
kemudian iapun bertanya, "Kau makan dengan apa?"
"Garam," jawab Paksi.
"Nasi dan garam kurang memenuhi kebutuhan tubuhmu.
Kau akan berlatih dan mengerahkan tenaga cukup banyak.
Lain kali kau dapat mencari ikan di sungai itu atau berburu
ayam hutan atau berburu kijang di hutan itu."
Paksi mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak segera dapat
membayangkan dengan apa ia berburu ayam hutan atau
bahkan kijang. Ki Marta Brewok agaknya melihat kebimbangan di wajah
Paksi. Karena itu, maka iapun berkata, "Paksi. Di sisi padang perdu ini terdapat serumpun besar pring cendani. Kau dapat
memilih batang-batang bambu yang lurus untuk membuat
lembing. Kau dapat berlatih melontarkan lembing dengan baik.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Berlatih membidik sasaran dan berlatih merunduk dengan
diam-diam di saat kijang minum di tepian."
Paksi mengangguk-angguk. Ternyata ia mempunyai banyak
kegiatan yang dapat dilakukannya di siang hari di samping
menyiapkan gubuknya. Dalam pada itu, Ki Marta Brewokpun telah makan pula.
Seperti Paksi iapun makan nasi hanya dengan garam. Namun
kemudian ia berkata, "Makanlah pisang itu. Buah-buahan
seperti juga sayuran, sangat baik bagi perkembangan
tubuhmu yang sedang tumbuh. Apalagi jika kita sudah mulai
berlatih. Di pinggir hutan itu terdapat pepohonan yang
daunnya dapat kau petik. Aku melihat beberapa batang pohon
kates gerandel dan kates jingga. Aku juga melihat pohon
melinjo yang dapat kau petik buahnya dan daunnya. Di tepian
terhampar tanaman kangkung tanpa ada yang menanam. Kau
dapat memetik seberapa kau butuhkan."
Paksi mengangguk-angguk. Ternyata di sekitarnya banyak
bahan yang dapat dimakannya serta memenuhi kebutuhan
tubuhnya. Demikianlah, setelah mereka beristirahat sesudah makan,
maka Ki Marta Brewokpun berkata, "Marilah. Kita bersiap-siap untuk berlatih. Kita baru akan memanaskan tubuh kita dan
mencoba untuk mencari jalan terbaik agar tidak terjadi
pertentangan di dalam tubuhmu, karena pada dasarnya kau
sudah mempunyai kemampuan olah kanuragan."
Paksi mengangguk kecil. Katanya, "Aku sudah siap, Ki
Marta." "Simpanlah nasimu yang tersisa. Mungkin besok pagi-pagi
kau merasa lapar." "Besok di dini hari aku akan menanak lagi untuk makan di
siang hari," jawab Paksi.
Ki Marta Brewok tersenyum. Katanya, "Kau tidak mau
membuat perapian di siang hari?"
Paksipun mengangguk kecil.
"Jangan pernah melupakan menelan obat yang aku berikan
untuk menawarkan racun," berkata Ki Marta Brewok.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, Ki Marta. Aku memang sudah dipatuk ular hari ini."
"Nah, karena itu berhati-hatilah."
Demikianlah, beberapa saat kemudian, Ki Marta Brewok
telah mengajak Paksi untuk berlatih. Mereka berdiri di tempat
terbuka. Di bawah silirnya angin pegunungan di malam hari,
serta dinginnya udara yang basah.
Beberapa saat lamanya, keduanya memanaskan tubuh
mereka dengan gerakan-gerakan yang ringan. Semakin lama
semakin cepat, sehingga terasa darah mereka menjadi
hangat. Seperti yang dikatakan, maka Ki Marta Brewok tidak
langsung menuntun Paksi mengikuti ajaran-ajaran baru
menurut cara Ki Marta Brewok. Ki Marta Brewok masih ingin
melihat landasan yang sudah terbentuk di dalam diri Paksi,
sehingga tidak akan terjadi saling menarik atau saling
mendesak di dalam tubuh anak muda itu, jika Ki Marta Brewok
kemudian memberikan tuntunan olah kanuragan.
Nampaknya Ki Marta Brewok cukup berhati-hati. Paksi yang
akan mengemban tugas yang penting itu, agaknya benar-
benar dipersiapkannya dengan sungguh-sungguh.
Malam itu belum banyak yang dilakukan oleh Paksi. Ki
Marta Brewok minta agar Paksi menunjukkan unsur-unsur
gerak yang dikuasainya. Sejauh diingatnya, Paksi diminta
untuk menunjukkan urut-urutan latihan-latihan yang pernah
dilakukan, dari unsur gerak yang pertama, kedua, ketiga dan
seterusnya. "Baiklah," berkala Ki Marta Brewok. "Aku sudah melihat apa yang sudah kau kuasai. Aku juga sudah melihat bagaimana
kau sendiri mengetrapkan dalam benturan kekuatan,
kemampuan dan ilmu karena kita pernah bertempur.
Perkembangan ilmumu nampaknya berlangsung dengan
cepat. Ada semacam pengaruh yang tidak kau sadari nampak
dalam kemampuan olah kanuragan yang kau kuasai."
Paksi tidak menjawab. Tetapi sekilas terbayang kembali
orang yang mengaku pengikut Kebo Lorog yang tiba-tiba saja
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
telah menyerangnya dan bertempur beberapa lama, sehingga
akhirnya orang itu melarikan diri.
"Orang itu memberikan kemungkinan-kemungkinan yang
lebih luas bagi perkembangan ilmuku," berkata Paksi di dalam hatinya.
Namun dalam pada itu, Ki Marta Brewokpun berkata,
"Baiklah anak muda. Malam ini kita masih belum berbuat
banyak. Aku kira apa yang kita lakukan malam ini sudah
cukup. Beristirahatlah dengan baik. Kau tentu letih.
Nampaknya pagi tadi kau harus hilir-mudik membeli
kebutuhan terpenting. Kemudian membuat perapian dan
menebas ilalang, menggelarnya di panas matahari. Kemudian
kau mulai berlatih."
Paksi mengangguk kecil. Ia memang merasa letih. Tetapi
seandainya Ki Marta Brewok masih menghendakinya untuk
berlatih terus, maka Paksipun tidak berkeberatan.
Namun Paksipun kemudian menghentikan kegiatannya
pada malam itu. Paksipun kemudian beristirahat beberapa lama untuk
mengeringkan keringatnya. Namun dalam pada itu, sambil
menunggu keringatnya kering, maka Ki Marta Brewok telah
memberikan beberapa petunjuk bagi masa depan Paksi yang
masih sangat muda itu. "Umurnya telah menginjak tujuh belas," terngiang suara ayahnya memerintahkannya keluar dari rumah untuk mencari
cincin bermata tiga butir batu akik.
Waktu itu ibunya berkata, "Kau sengaja mengusirnya."
Paksi menarik nafas panjang. Waktu itu Paksi sendiri
memang meragukan. Apakah yang dikatakan oleh ayahnya itu bukan
sekedar cerita ngaya-wara sebagai alasan untuk mengusirnya
sebagaimana dikatakan oleh ibunya.
Ternyata yang sedang memburu cincin bermata tiga butir
batu akik itu bukan hanya ayahnya saja. Beberapa orang telah
menyebut-nyebutnya pula. Dalam pada itu, Ki Marta Brewokpun berkata, "Paksi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ternyata bahwa berita tentang hilangnya cincin dari istana
itu sudah didengar oleh banyak orang. Ketika kau mengatakan
bahwa kau akan mengembalikan cincin itu kepada orang yang
lebih berhak, maka aku menduga, bahwa kau termasuk salah
seorang dari mereka yang memburu cincin itu. Mungkin bukan
terdorong oleh kemauanmu sendiri, karena aku tidak yakin,
bahwa kau sudah memerlukannya. Tetapi atas dasar alasan
apapun, kau termasuk di antara orang-orang yang
mencarinya." Paksi menundukkan kepalanya. Semilir angin malam di
pegunungan membuat kulitnya meremang. Dinginnya malam
bagaikan menusuk sampai ke tulang.
Ki Marta Brewok itupun kemudian berkata selanjutnya,
"Paksi. Sebenarnya kau masih terlalu muda untuk terjun
dalam arena perburuan cincin itu. Tetapi bukan berarti bahwa
kau harus mengundurkan diri. Lakukan jika kau memang
sudah mantap untuk melakukan. Tetapi kerja itu bukan
sekedar main-main." "Bukankah Ki Marta Brewok juga membutuhkan cincin itu
meskipun hanya untuk tiga hari?" Paksi sengaja meyakinkan dirinya bahwa Ki Marta Brewok sebenarnya tidak bermaksud
jahat terhadapnya. Justru sebaliknya.
Ki Marta Brewok mengerutkan dahinya. Namun kemudian
iapun tertawa. Katanya, "Kau memang cerdik. Tetapi biarlah aku menjawab, bahwa aku membutuhkan cincin itu selama
tiga hari agar aku tidak perlu menanam tubuhmu di bawah
bangunan utama padepokan yang akan didirikan itu."
Paksi menarik nafas panjang.
"Sudahlah," berkata Ki Marta Brewok. "Tidurlah. Kau masih mempunyai banyak kerja besok. Siang dan malam. Karena
besok malam kita akan benar-benar mulai agar waktumu tidak
banyak terbuang. Mudah-mudahan cincin itu belum jatuh ke
tangan orang-orang yang berniat buruk, sehingga akan dapat
mempunyai nilai yang lain."
Paksi mengangguk-angguk pula. Paksi mengerti, bahwa di
tangan orang-orang yang berniat jahat, maka cincin itu akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dapat diperjual-belikan dengan harga yang sangat mahal.
Tetapi juga akan dapat menjadi rebutan dan menimbulkan
banyak korban. Sementara itu, dari istana Pajangpun telah
menyebar beberapa orang yang mencari cincin itu termasuk
dirinya. Namun Paksipun kemudian dapat mengambil kesan pula,
bahwa perintah ayahnya kepadanya untuk mencari cincin itu
memang mempunyai arti yang rangkap. Ayahnya memang
sengaja mengusirnya sebagaimana dikatakan oleh ibunya,
tetapi ayahnya juga masih dapat berharap, Paksi akan dapat
menemukan, setidak-tidaknya memberikan keterangan
tentang cincin itu. Tetapi seandainya tidak, maka maksudnya
yang pertama sudah terlaksana.
Paksi sendiri tidak mengetahui, kenapa bagi ayahnya,
kehadirannya di rumah tidak sebagaimana kehadiran adik-
adiknya. Tetapi Paksi tidak ingin merenunginya terlalu lama. Ki
Marta Brewok telah berkata pula, "Tidurlah. Aku akan tidur pula. Tetapi aku tidak akan tidur disini."
Ki Marta Brewok tidak menunggu jawaban Paksi. Sejenak
kemudian orang itu telah hilang di dalam kegelapan.
Paksi yang memang merasa letih itupun kemudian telah
berbaring pula. Malam memang terasa dingin. Tetapi Paksi
tidak ingin membuat perapian lagi. Diselimutinya tubuhnya
dengan kain panjangnya sampai ke telinga.
Pagi-pagi sekali Paksi sudah bangun. Ketika gelap malam
masih tersisa, Paksi menyalakan api dan menanak nasi.
Kemudian, dibenahinya dirinya menjelang matahari yang
mulai membayangkan cahayanya di langit.
Sejak Paksi bangun dari tidurnya, ia sudah tidak lagi
melihat Ki Marta Brewok. Nampaknya Ki Marta Brewok tidak
singgah lagi di tempat. Paksi akan membuat gubuknya. Paksi
mulai mengerti bahwa Ki Marta Brewok tidak mau
menemuinya di siang hari.
"Tentu ada sebabnya," berkata Paksi di dalam hatinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pagi itu Paksi harus turun lagi untuk membeli kebutuhan-
kebutuhannya, terutama untuk melengkapi alat dapurnya
serta bahan pangan. Tetapi seperti hari sebelumnya, Paksi
berusaha untuk tidak menarik perhatian orang lain. Karena itu, maka ia tidak membeli semua kebutuhannya sekaligus, dan
bahkan di tempat yang berbeda-beda.
Hari itu, Paksi mulai menebang beberapa batang pohon
yang diperlukan. Paksi tidak menebang pohon-pohon besar.
Tetapi ia memilih pohon-pohon kecil yang batangnya lurus
untuk membuat tiang-tiang gubuknya. Sementara itu, dahan
dan ranting-rantingnya dapat dikeringkan untuk dijadikan kayu
bakar. Ternyata Paksi merasa lebih mantap membuat gubuk
dengan tiang-tiang kayu daripada bambu. Meskipun demikian,
Paksi kemudian juga telah memotong beberapa puluh batang
bambu. Dibelahnya batang-batang bambu itu untuk membuat
dinding gubuknya. Belahan-belahan bambu itu kelak akan
ditatanya berjajar tegak pada tulang-tulang gubuknya.
Paksi tidak tergesa-gesa mendirikan gubuknya. Ia
menunggu kayu dan bambu-bambu itu agak kering.
Sementara itu, Paksi menyiapkan tali-tali bambu untuk
mengikat tulang-tulang gubuknya itu.
Demikianlah, dari hari ke hari, Paksi telah bekerja keras.
Sementara itu, di malam hari, Ki Merta Brewok tiba-tiba saja
telah muncul. Ikut makan nasi hangat dan kemudian
melakukan latihan-latihan yang semakin lama menjadi
semakin berat. Tetapi Paksi sama sekali tidak merasa akan kekuatan yang
saling mendesak dan mendorong di dalam dirinya. Yang
dipelajarinya dari Ki Marta Brewok justru dapat mengangkat
dan mengembangkan ilmu yang pernah diwarisinya dari
gurunya. Bahkan beberapa landasan ilmunya menunjukkan
sumber yang senafas dengan ilmu yang telah dikuasainya.
Kecurigaan Paksipun menjadi semakin meningkat, bahwa
sebenarnya Ki Marta Brewok itu juga orang yang pernah
menyerangnya dan mengaku anak buah Kebo Lorog itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Namun Paksi memang tidak ingin memaksakan
pendapatnya itu untuk mendapatkan pengakuan Ki Marta
Brewok. Baginya hal itu tidak akan ada gunanya. Bahkan jika
Ki Marta Brewok menjadi kecewa, maka hal itu akan dapat
merugikannya. Dari hari ke hari maka latihan-latihanpun menjadi semakin
rumit. Sementara itu di siang hari, Paksi sudah mulai
mendirikan gubuknya. Ia harus menanam tiang-tiang kayunya.
Kemudian memasang belandar dan pengeretnya. Diikatnya itu
dengan tali bambu. Tetapi ketika kemudian Paksi menemukan beberapa batang
pohon kelapa yang tumbuh di pinggir sungai tanpa ada
pemiliknya, maka Paksi mulai membuat tali-tali serabut kelapa.
Sedangkan kelapanya telah dipergunakannya untuk memasak
sayur-sayuran sejauh dapat dilakukan. Bahkan Paksipun telah
membuat santan untuk membuat minuman sebagaimana
dawet yang pernah dibelinya di pasar, meskipun tanpa cendol.
Namun pada kesempatan lain, Paksi telah membeli cendol dan
membuat dawet sendiri. Ketika Ki Marta Brewok yang berkeringat setelah latihan
yang keras di malam hari disuguhi dawet cendol, maka Ki
Marta Brewok itupun berteriak, "He, darimana kau dapatkan dawet cendol seperti ini?"
"Aku membuat sendiri, Ki Marta."
"Ah bohong. Bagaimana mungkin kau dapat membuat
dawet cendol?" "Aku hanya membeli cendolnya dan gula kelapa. Kemudian
aku buat sendiri juruh gula kelapa. Aku buat santan dan aku
panasi sampai mendidih. Kemudian aku masukkan cendol ke
dalamnya." "Dari siapa kau belajar?" desak Ki Marta Brewok.
"Jika aku membeli kebutuhan sehari-hari di pasar, aku
memperhatikan bagaimana orang membuat dawet cendol.
Tetapi aku tidak tahu bagaimana membuat cendol itu."
Ki Marta Brewok tertawa. Katanya, "Bagus. Dawet itu
membuat tubuhku menjadi segar."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebenarnyalah bahwa banyak hal yang membuat nalar
Paksi berkembang. Iapun ingin membuat gula kelapa sendiri
karena ia pernah mendengar serba sedikit tentang orang
membuat gula kelapa, mulai dan nderes dengan bumbung
bambu hingga memanasi legen yang disadapnya dari mayang
pohon kelapa itu. Ternyata Ki Marta Brewok mendorongnya untuk
melakukannya. Bahkan ia memberikan beberapa petunjuk
kepada Paksi, bagaimana ia menyadap legen, dan bagaimana
ia memanasinya hingga menjadi gula kelapa dan kemudian
dicetak dengan tempurung kelapa pula.
Sebenarnyalah bahwa Paksi menjadi seorang yang memiliki
berbagai macam kepandaian selain peningkatan kemampuan
olah kanuragan. Demikianlah maka kerja Paksipun menjadi semakin berat.
Ketika gubuknya sudah berdiri, ia merasa bahwa kerja akan
berkurang. Di siang hari ia dapat beristirahat untuk
memusatkan tenaganya dalam latihan-latihan di malam hari.
Namun ternyata tidak. Di siang hari ada saja kesibukannya.
Ki Marta Brewok menuntut agar Paksi memiliki kemampuan
mempergunakan senjata lontar, sehingga Paksipun harus
berlatih sendiri mempergunakan anak panah dengan
busurnya, serta lembing. Dengan sedikit pengetahuan dasar serta petunjuk-petunjuk
Ki Marta Brewok, Paksi mempertajam kemampuan bidiknya. Ia
membuat orang-orangan yang dipergunakan sebagai sasaran
anak panahnya. Namun kemudian ia mulai membidik apa saja.
Pangkal ranting-ranting pepohonan. Batang perdu dan
lekuk-lekuk batu padas. Ketika kemampuan bidiknya menjadi semakin meningkat,
maka Paksi mulai membidik sasaran yang bergerak. Bukan
saja dengan anak panah, tetapi juga dengan lembing yang
dibuatnya dari pring cendani.
Busur, anak panah dan lembing Paksi sangat sederhana
karena dibuatnya sendiri. Tetapi dengan alat-alat yang
sederhana itu Paksi benar-benar telah meningkatkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kemampuannya. Dengan anak panah dan busurnya, Paksi
telah mampu mengenai sasaran yang bergerak.
Untuk membuat anak panah dan lembing, Paksi memang
harus membeli bedor besi pada pande-pande besi. Tetapi
untuk tidak menarik perhatian, maka Paksi tidak membelinya
di satu tempat, sebagaimana ia membeli alat-alat dapur serta
bahan-bahan pangannya. Setiap kali ia berpindah tempat
meskipun pada suatu saat ia kembali lagi kepada orang yang
pertama. Tetapi waktu putaran itu membuat para penjualnya
tidak lagi mengingatnya. Dengan demikian, maka di lereng gunung itu Paksi benar-
benar telah menempa diri. Ki Marta Brewok yang datang
hanya setiap malam itu, tidak lagi menjadi persoalan baginya.
Kapanpun ia datang, bagi Paksi tidak ada lagi bedanya.
Dengan laku yang berat, Paksi memang telah
meningkatkan ilmunya. Tidak hanya beberapa hari, tetapi
ternyata ia memerlukan waktu beberapa bulan. Meskipun
semula Ki Marta Brewok itu memberinya ancar-ancar waktu
enam bulan untuk mencari cincin bermata tiga butir batu akik
itu, ternyata waktu yang enam bulan itu telah dihabiskannya
di lereng gunung itu. Paksi yang kemudian seakan-akan hidup sendiri itu, justru
telah memiliki berbagai macam kemampuan sehingga ia
benar-benar mampu untuk mandiri. Di hutan perdu, Paksi
telah membuat semacam ladang yang tidak terlalu luas. Ia
telah menanam ketela pohon dan jagung. Setiap pagi, Paksi
memanjat beberapa batang pohon kelapa yang tumbuh di
pinggir sungai untuk menyadap legennya dan membuatnya
menjadi gula. Ternyata gula itu dapat mencukupi
kebutuhannya sendiri. Kangkung yang semula tumbuh liar di
pinggir sungai telah dirawatnya dengan baik. Sedangkan pada
pagar kebun jagungnya, Paksi menanam kacang panjang yang
batangnya merambat pada pagar itu sebagai lanjaran.
Bulan keenampun akhirnya telah dilampauinya. Sementara
itu, dengan laku yang berat, ilmu Paksipun telah meningkat
dengan cepat. Selain mengembangkan ilmu yang pernah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diwarisinya dari gurunya, ternyata Paksi juga mampu
membuat wawasan yang lebih luas tentang olah kanuragan. Ia
tidak lagi mengandalkan kekuatan wadag wantahnya. Tetapi
Paksipun telah merambah ke tenaga dalamnya. Dengan
latihan-latihan yang bersungguh-sungguh dan teratur, Paksi
benar-benar menguasai bagian-bagian dari tubuhnya dengan
baik, serta menguasai pula kekuatan-kekuatan yang tersimpan
di dalamnya. Dengan mengatur pernafasan serta pemusatan
nalar budi dan keweningan hati, maka Paksi dapat mencapai
keseimbangan pengendalian lahir dan batinnya pada saat-saat
yang dikehendaki meskipun Paksi sedang dalam keadaan
apapun. Ki Marta Brewok telah memperkenalkan Paksi dengan getar
kekuatan bumi, air, api dan angin yang ada di dalam dirinya,
yang dapat diungkapkannya dengan laku yang khusus.
Untuk itu diperlukan latihan-latihan yang berat dan
pengenalan yang lebih mendalam.
Dalam waktu yang terhitung singkat, menjelang bulan ke
sepuluh, maka Paksi sudah menjadi seorang anak muda yang
lain. Ia menjadi jauh lebih dewasa. Bukan saja dalam ilmu
kanuragan, tetapi Paksi benar benar telah mampu hidup
mandiri. Kegiatan Paksi sehari-hari semakin berkembang. Ia sudah
memetik hasil tanamannya beberapa kali. Beberapa batang
pohon kelapa di pinggir sungai dipeliharanya baik-baik. Setiap kali Paksi telah membersihkan batang-batang kelapa itu dari
tapas dan pangkal daun yang sudah mengering. Dengan
demikian, maka pohon kelapa yang berjajar di pinggir sungai
itu buahnya menjadi semakin lebat. Sedangkan beberapa
batang yang diambil legennya, memberikan legen yang lebih
banyak pula. Tubuh Paksipun berkembang dengan baik. Kaki dan
tangannya menjadi kokoh dan kuat. Latihan-latihan yang
teratur siang dan malam, membuat Paksi menjadi seorang
yang jarang ada bandingnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun perkembangan itu tidak terlepas dari usaha yang
sungguh-sungguh yang dilakukan oleh Ki Marta Brewok.
Dengan keras Ki Marta Brewok berusaha menempa agar Paksi
benar-benar menjadi seorang anak muda pilihan.
Meskipun Ki Marta Brewok hanya hadir di malam hari,
tetapi Paksi tidak pernah mempersoalkannya lagi. Ia tahu
benar, bahwa Ki Marta Brewok telah berbuat yang terbaik
baginya. "Jika sampai saatnya, rahasia itu tentu akan terungkap
dengan sendirinya," berkata paksi di dalam hatinya.
Paksi memang tidak ingin rahasia kehadiran Ki Marta
Brewok yang hanya pada malam hari itu menjadi hambatan.
Setiap kali petunjuk-petunjuk dan nasehat-nasehat Ki Marta
Brewok tidak menyangsikannya, bahwa tersembunyi niat
buruk di balik sikap Ki Marta Brewok.
Dengan demikian, maka peningkatan ilmu Paksi itupun
berjalan dengan cepat, teratur dan sesuai dengan rencana
yang dibuat oleh Ki Marta Brewok, justru karena tidak terasa
ada hambatan di kedua belah pihak. Paksi dan Ki Marta
Brewok nampaknya telah mencurahkan kepercayaan masing-
masing sesuai dengan kedudukan mereka, sehingga dengan
kepercayaan yang penuh itu, maka segala pintupun telah
terbuka. Masing-masing dapat melihat ke luar dan ke dalam
tanpa tirai betapapun tipisnya.
Meskipun demikian, sekali-sekali jantung Paksi masih juga
digelitik oleh tugas yang dibebankan kepadanya oleh ayahnya
untuk menemukan cincin bermata tiga butir batu akik itu.
Bahkan Ki Marta Brewok juga pernah mengatakan kepadanya,
agar ia mencari cincin itu. Apakah benar-benar Ki Marta
Brewok memerlukan cincin itu atau sekedar sebagai cambuk
terhadap usahanya, namun Ki Marta Brewok pernah
mendorongnya untuk menemukan cincin itu.
Tetapi Paksi tidak pernah mengatakannya kepada Ki Marta
Brewok. Paksi yakin, bahwa Ki Marta Brewok tidak melupakan
tugas yang dipikulnya. Karena itu, jika Ki Marta Brewok masih
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
belum mengatakan kepadanya tentang cincin itu, Paksi berniat
untuk tetap berdiam diri.
"Seandainya Ki Marta Brewok sengaja menahan aku disini
agar aku tidak terlibat dalam perburuan cincin itu, aku tidak
akan menyesal," berkata Paksi di dalam hatinya. "Disini aku sudah mendapatkan sesuatu yang sangat berharga."
Namun seakan-akan Ki Marta Brewok mengetahui isi hati
Paksi tentang cincin itu. Karena itu, ketika pedut yang tebal
menyelimuti lereng gunung itu di malam hari, Ki Marta Brewok
yang sedang beristirahat sambil meneguk wedang sere yang
hangat berkata, "Kita hentikan latihan malam ini. Kita sudah cukup banyak memeras keringat. Sementara itu kabut menjadi
semakin tebal. Sebenarnya saat-saat seperti ini merupakan
saat yang baik untuk melatih ketajaman penglihatan dan
panggraita, tetapi kau sudah sering melakukannya dan
kesempatan untuk melakukannya masih banyak. Besok atau
lusa, ampak-ampak akan turun lagi, sehingga dengan
penglihatan mata kewadagan, kita tidak dapat melihat telapak
tangan di depan hidung kita sendiri."
Paksi mengangguk kecil. Segala sesuatunya memang
terserah kepada Ki Marta Brewok.
Sambil duduk dan menghirup minuman hangatnya, tiba-
tiba saja Ki Marta Brewok itu berkata, "Menurut
perhitunganmu, kau sudah tinggal berapa lama disini, Paksi?"
Paksi mengerutkan dahinya. Kemudian jawabnya, "Sampai
saat ini sudah memasuki bulan ke sebelas, Ki Marta."
Ki Marta Brewok mengangguk-angguk. Katanya, "Kau
sudah tertahan lebih dari sebelas bulan. Tetapi menurut
pendapatku, tidak akan banyak mengganggu. Sampai saat ini,
cincin itu masih belum diketemukan. Sementara itu, kau sudah
menambah bekal bagi tugas beratmu itu. Bahkan aku minta
kau bersabar untuk satu dua bulan lagi, sehingga kau genap
setahun berada disini. Apakah kau berkeberatan?"
"Sama sekali tidak," jawab Paksi. "Sampai kapan pun aku tidak berkeberatan. Apalagi jika cincin itu memang belum
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diketemukan oleh siapapun, sehingga aku masih
berkesempatan untuk meneruskan tugas itu."
"Baiklah. Jika demikian, kita akan berlatih terus di malam-malam mendatang. Di saat langit terang, di saat hujan lebat
dan di saat lereng ini disaput oleh kabut yang tebal."
Paksi mengangguk-angguk. Katanya, "Aku siap melakukan
apa saja, Ki Marta."
"Bagus. Aku memang yakin, bahwa kau akan bersedia
melakukannya." Paksi mengangguk-angguk kecil. Sementara itu, Ki Marta
Brewok berkata, "Tetapi Paksi, sebaiknya kau tidak terlalu mengurung diri di gubukmu ini. Di siang hari kau dapat turun
dan melihat-lihat padukuhan dan kademangan di kaki gunung
ini, sehingga kau tidak sangat jauh terpisah dari kehidupan
orang banyak, meskipun kau harus tetap menjaga rahasia
tempat tinggalmu." "Aku juga sering turun ke padukuhan Ki Marta."
"Tetapi kau tentu langsung pergi ke pasar, membeli
kebutuhan-kebutuhanmu, lalu kembali naik."
Paksi mengangguk. "Namun dengan landasan sikap jiwani yang telah mapan,
kau tanggapi kehidupan yang lebih luas. Kau jangan menjadi
kecewa bahwa ternyata di dalam kehidupan yang luas, tidak
semuanya berjalan sebagaimana kau inginkan. Kaupun tidak
usah kehilangan kepercayaan kepada diri sendiri, jika pada
satu saat kau temui perilaku dan sikap orang-orang yang tidak
sejalan dengan pola pikiranmu, sementara kau tidak kuasa
untuk merubahnya. Dalam keadaan apapun kau harus tetap
berpegang pada landasan pola pikir yang dewasa, sehingga
kau tidak terombang-ambing oleh pusaran kehidupan di
sekelilingmu." Paksi mengangguk-angguk. "Kesempatan untuk mengabdi masih cukup panjang.
Landasi pengabdianmu dengan penuh kesadaran atas Sumber
Hidupmu." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi meresapkan pesan Ki Marta Brewok itu di dalam
hatinya, ia bukan saja sekedar menganggukkan kepalanya.


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tetapi kata-kata itu bagaikan terpahat di dalam hatinya.
Itulah sebabnya, maka Paksi menjadi semakin dekat
dengan Ki Marta Brewok. Bahkan Paksi seakan-akan telah
melupakan bahwa di rumah ia mempunyai seorang ayah.
"Nah, sekarang tidurlah. Besok pagi-pagi kau sempat
bangun dan menanak nasi sebelum terang, agar asap
perapianmu tidak menarik perhatian orang," berkata Ki Marta Brewok. Namun katanya kemudian, "Tetapi Paksi, sekarang
kedudukanmu sudah lain dari kedudukanmu saat kau datang.
Seandainya ada orang yang mengetahui bahwa kau tinggal
disini, kau tidak usah terlalu cemas. Aku dapat mengatakan
kepada mereka, bahwa kau sudah lama tinggal di tempat ini.
Untuk itu kau dapat membuktikannya. Kau dapat
menunjukkan ladang jagungmu, ladang ketela pohonmu,
kebun pisangmu dan beberapa pohon kelapa yang berderet di
pinggir sungai itu. Tidak seorangpun dapat mengatakan
bahwa gubukmu ini baru kemarin kau buat. Sehingga dengan
demikian, maka orang-orang yang pada suatu saat
menemukan kau disini, akan mengakui bahwa kau memang
berhak tinggal disini."
Paksi mengangguk-angguk. Ia mengerti hubungan
keterangan Ki Marta Brewok itu dengan anjurannya untuk
memasuki kembali pergaulan yang luas. Meskipun demikian,
sejauh mungkin Paksi masih akan merahasiakan tempat
tinggalnya. Malam itu, Paksi tidak lagi turun ke sanggar terbukanya.
Paksi tidak lagi melanjutkan latihan-latihannya. Nampaknya Ki
Marta Brewok ingin menyempatkan diri berbicara dengan
Paksi. Namun setelah menghabiskan minumannya semangkuk
penuh, Ki Marta Brewok itupun berkata, "Sudahlah. Aku ada pekerjaan lain. Besok malam aku akan datang lagi. Besok, jika
masih ada kabut, kau dapat mengasah ketajaman penglihatan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan panggraitamu meskipun menurut pendapatku, bekalmu
sudah cukup memadai."
Paksi mengangguk sambil menjawab, "Baik, Ki Marta.
Besok aku menunggu kehadiran Ki Marta. Sementara itu,
mulai besok aku akan mencoba untuk memasuki pergaulan
yang lebih luas, meskipun rasa-rasanya tentu akan canggung."
"Mula-mula tentu Paksi. Tetapi kemudian kau akan berada
di dalam satu suasana yang wajar. Tetapi sekali lagi aku
peringatkan bahwa yang terjadi di sebuah pergaulan yang
luas, tidak semuanya berlangsung sebagaimana kau inginkan.
Betapapun jantungmu bergejolak, namun kau harus menerima
kenyataan itu. Meskipun demikian, kau bukan sampah yang
akan hanyut dilanda arus yang keruh itu. Tetapi kau harus
menjadi pilar yang dapat menjadi tempat bertaut dari yang
hanyut itu." Paksi menarik nafas dalam-dalam. Pesan Ki Marta Brewok
itu akan menjadi beban baginya. Tetapi ia sudah berjanji di
dalam dirinya untuk melakukannya sejauh kemampuannya.
Sejenak kemudian, maka Ki Marta Brewokpun telah
meninggalkan gubuk Paksi yang berada di tepi hutan di lereng
gunung, dilingkungi batu-batu padas.
Sepeninggal Ki Marta Brewok, Paksi masih duduk merenung
di dalam gubuknya yang hangat karena perapiannya. Namun
kemudian, Paksipun menyelarak pintu gubuknya dan
membaringkan dirinya di atas ketepe, anyaman daun kelapa.
Diselubunginya tubuhnya dengan kain panjangnya. Udara
mulai terasa dingin ketika apinya kemudian padam.
Dari gubuknya Paksi mendengar aum harimau di hutan
yang lebat di lereng gunung itu. Tetapi harimau itu tidak
pernah datang ke gubuknya.
"Tetapi jika harimau itu kelaparan karena gagal memburu
mangsanya, entahlah," berkata Paksi di dalam dirinya.
Tetapi Paksi percaya bahwa gubuknya cukup kuat untuk
menahan agar seekor harimau tidak dengan mudah dapat
masuk ke dalamnya. Setidak-tidaknya jika seekor harimau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berusaha untuk masuk ke dalamnya, Paksi tentu sudah
terbangun karenanya. Di luar sadarnya, Paksi memandang lembingnya yang
disandarkannya di dinding gubuknya itu. Kemudian busur dan
anak panahnya. Semuanya sederhana karena dibuatnya
sendiri dari bambu dan bedor besi yang dibelinya pada pande-
pande besi. Tetapi baginya sudah cukup memadai.
Beberapa saat kemudian, maka Paksipun telah tertidur
nyenyak. Ia bermimpi bertemu dengan ibunya yang
tersenyum kepadanya sambil berkata, "Kau harus menjadi
anak yang baik, Paksi. Kau adalah anak sulung. Kau akan
menjadi panutan adik-adikmu."
Paksi tersenyum di dalam mimpinya. Ia mencium tangan
ibunya sambil berkata, "Aku mohon restu, Ibu. Perjalananku masih jauh."
"Berjalanlah anakku. Ibu selalu menunggumu."
Ketika Paksi terbangun, maka iapun kemudian duduk
memeluk lututnya, tetapi ia tidak menjadi cemas akan ibunya.
Ia melihat wajah ibunya yang cerah.
"Mudah-mudahan hati Ibu secerah wajahnya yang aku lihat
di dalam mimpi," desis Paksi yang kembali membaringkan
dirinya. Sebelum matahari terbit, Paksi sudah bangun. Seperti
biasanya ia membenahi dirinya. Bukan hanya kewadagannya.
Baru kemudian ia mulai menyalakan api selagi sisa-sisa
malam masih gelap. Merebus air dan menanak nasi. Paksi
masih mempunyai sisa lauk yang dimasaknya kemarin ketika
ia berhasil mendapatkan seekor kijang dalam sebuah
perburuan yang melelahkan.
Demikian matahari terbit, maka dengan membawa
beberapa buah bumbung, Paksi telah memanjat beberapa
batang pohon kelapa. Bukan saja untuk mendapatkan legen,
tetapi dengan memanjat beberapa batang pohon kelapa, ia
sudah menggerakkan tangan dan kakinya. Sehingga peluhnya
mengembun di punggungnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah selesai mengambil bumbung dan memasangnya
yang baru pada mayang pohon kelapa, maka Paksipun segera
membersihkan halaman gubuknya. Baru kemudian Paksi pergi
untuk mandi di sungai sekaligus mencuci pakaiannya yang
kotor. Paksi tidak lagi harus berendam di dalam air sambil
menunggu pakaiannya kering. Tetapi ia sudah mempunyai
pakaian rangkap, sehingga ia dapat membawa pakaiannya
yang basah itu pulang dan menjemurnya di sebelah gubuknya.
Seperti biasanya dilakukan, maka Paksipun kemudian telah
melakukan latihan-latihan kecil penguasaan tubuhnya. Tidak
terlalu lama. Ketika matahari naik semakin tinggi, maka Paksi tidak
segera pergi ke sanggar terbukanya untuk melakukan latihan-
latihan yang lebih berat. Tetapi Paksi berniat untuk turun dan memenuhi pesan Ki Marta Brewok. Ia harus mengenali
kehidupan dari banyak sisi meskipun ia akan menemui dan
melihat banyak hal yang akan dapat mengecewakannya.
Karena itu, maka Paksipun justru telah merapikan
pakaiannya. Sebelumnya Paksi juga sudah sering turun untuk pergi ke
pasar. Tetapi yang dilakukan tidak lebih dari sekedar membeli
kebutuhan-kebutuhannya. Ia tidak pernah memperhatikan sisi
yang lain daripada sekedar membeli dari para penjualnya.
Bahkan sedikit menyembunyikan wajahnya dengan setiap kali
menunduk. Orang-orang di pasar itu memang tidak pernah tertarik
untuk memperhatikannya sebagaimana ia juga tidak pernah
memperhatikan secara khusus orang-orang yang ada di pasar
itu. Tetapi hari itu, Paksi akan berbuat lain. Ia akan
memperhatikan satu kehidupan yang terjadi di pasar dan
sekitarnya. Mungkin hari itu ia tidak melihat sesuatu yang
menarik perhatiannya. Tetapi itu tidak apa-apa. Ia memang
tidak dipesan untuk mencari-cari sisi kehidupan yang
dianggapnya tidak wajar, tetapi ia justru akan melihat
kehidupan seutuhnya sebagaimana yang terjadi sehari-hari.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksipun berjalan menuruni lereng pegunungan.
Langkahnya ringan di bawah sinar matahari pagi yang cerah.
Masih terdengar burung-burung berkicau di pepohonan
sebagaimana selalu didengarnya setiap pagi.
Jalan yang dilewati Paksi adalah jalan setapak yang
menurun. Setelah beberapa lama ia berjalan, Paksi masih
belum berpapasan dengan seorangpun. Namun ia sudah
berada di bulak persawahan. Sawah yang ditata seperti
sebuah tangga raksasa membentang di lereng gunung.
Baru beberapa saat kemudian, Paksi melihat seseorang
yang berada di sawahnya untuk membersihkan tanaman
padinya dari rerumputan yang tumbuh dengan liar. Orang itu
sama sekali tidak menghiraukan Paksi yang berjalan menurun
sambil memandanginya. Namun di kotak sawah yang lain, Paksi juga melihat
seorang yang rambutnya sudah putih, membuka pematang
sawahnya untuk mengalirkan air yang mengalir di parit.
Namun nampaknya di lereng gunung itu, para petani tidak
pernah kekurangan air, bahkan di musim kemarau sekalipun.
Beberapa saat kemudian, Paksi sudah memasuki sebuah
padukuhan. Sudah beberapa kali ia berjalan melalui jalan yang
membelah padukuhan itu. Tetapi sebelumnya ia tidak pernah
menghiraukan apa yang terdapat di padukuhan itu.
Meskipun padukuhan itu terletak di kaki gunung, tetapi
nampaknya kesejahteraan penduduknya tidak terbelakang
dibanding padukuhan-padukuhan yang pernah dilihatnya
sebelumnya. Nampaknya sawah yang subur di sekitar
padukuhan itu memberikan hasil yang cukup, sehingga
sebagian dapat ditukar dengan kebutuhan-kebutuhan yang
lain. Pakaian, ternak dan bahkan lembu atau kerbau yang
kemudian dapat membantu para petani untuk meningkatkan
penghasilan mereka. Putaran yang demikian itu membuat sisi
kehidupan para penghuni padukuhan itu menjadi semakin
baik. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan demikian, maka para pedagangpun mendapat
lapangan yang semakin subur pula di lingkungan itu. Pasar
menjadi semakin ramai. Paksi menarik nafas dalam-dalam. Matahari memanjat
langit semakin tinggi. Panasnya terasa mulai menggatalkan
kulit. Anak-anak yang menggembala kambing telah berada di
padang rumput yang hijau. Seorang gembala yang duduk di
sebuah batu yang besar meniup serulingnya. Suaranya
menggetarkan udara pagi yang cerah.
Paksi jarang sekali menikmati suasana pagi seperti yang
dilakukannya pada waktu itu. Biasanya ia sudah berada di
sanggar terbukanya sibuk dengan latihan-latihan penguasaan
tubuh dan pendalaman unsur-unsur gerak yang pernah
dikuasainya. Ketika ia memasuki padukuhan berikutnya setelah melewati
sebuah bulak pendek, maka disana-sini terdengar orang yang
sedang menumbuk padi. Sekali-sekali terdengar lenguh lembu
yang diikat di luar kandang. Tangis kanak-kanak yang minta
susu ibunya terdengar di sela-sela tembang yang ngelangut.
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Hampir di setiap rumah
nampak asap mengepul. Sebentar lagi, perempuan dan gadis-
gadis akan pergi ke sawah membawa kiriman makan bagi
suami atau ayah mereka yang bekerja dalam panasnya sinar
matahari sambil berendam air berlumpur di sawah.
Ketika kemudian Paksi sampai di pasar, ternyata matahari
telah terlalu tinggi. Meskipun demikian, pasar masih banyak
orang yang berjual-beli. Suara pande besi menempa alat-alat
pertanian yang dibuatnya, masih terdengar melengking-
lengking. Hari itu Paksi tidak tergesa-gesa masuk ke dalam pasar,
membeli keperluannya di beberapa tempat dan dengan segera
meninggalkan pasar itu. Untuk beberapa lama Paksi justru berada di luar pasar.
Sambil berjongkok di pinggir jalan, di antara beberapa orang
lain yang membeli rujak pace, Paksi memperhatikan orang
yang lalu-lalang dan hilir-mudik di pintu gerbang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seperti yang dikatakan oleh Ki Marta Brewok, bahwa tidak
semua tingkah laku orang yang berada di pasar itu sesuai
dengan pola yang tergambar di dalam angan-angannya.
Di regol pasar itu, Paksi melihat orang yang berjalan
dengan kepala tunduk. Tetapi iapun melihat orang-orang yang
berjalan dengan kepala yang tengadah.
Ia melihat orang-orang yang bergeser memberi jalan
kepada orang lain, tetapi ada yang dengan sengaja mendesak
orang yang berpapasan dengan sikunya. Paksipun melihat
orang yang berdiri tidak jauh dari tempatnya yang terinjak
kakinya oleh orang yang berdiri di sampingnya berkata sambil
tersenyum, "Maaf, Ki Sanak. Kakiku terinjak."
Orang yang menginjak kakinya itupun dengan tergesa-gesa
bergeser sambil berkat, "Maaf, maaf Ki Sanak. Aku tidak
tahu." Tetapi ketika seorang muda yang berwajah garang terinjak
kakinya, maka dengan mata terbelalak ia membentak,
"Dimana kau letakkan matamu, he?"
Orang yang menginjak kaki orang muda itupun
membelalakkan matanya pula, "Persetan kau. Aku kan tidak
sengaja." Kedua orang itupun kemudian saling berpandangan dengan
penuh kebencian. Untunglah bahwa seorang yang berambut
putih datang melerai mereka.
Paksi menarik nafas dalam-dalam.
Peristiwa semacam itu tidak pernah diperhatikannya
sebelumnya. Ternyata bahwa banyak hal terjadi di sekitarnya
di pasar itu, di tempat banyak orang bertemu.
Sebelumnya Paksi juga pernah terlibat dalam sebuah
keributan di pasar karena seorang laki-laki berbuat sewenang-
wenang terhadap seorang perempuan untuk membela
isterinya yang keras hati. Namun setelah Paksi tinggal di
lereng gunung, maka Paksi justru selalu menghindari
perhatian orang lain setiap ia pergi ke pasar. Akibatnya ia
sendiri tidak sempat memperhatikan keadaan di sekelilingnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Baru kemudian setelah hampir setahun ia seakan-akan
hidup terpisah, meskipun tidak mutlak, maka ia harus mulai
kembali menempatkan dirinya di antara pergaulan sesama.


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Seperti yang dikatakannya kepada Ki Marta Brewok, bahwa
Paksi akan merasa canggung untuk beberapa saat. Tetapi
perlahan-lahan ia akan menjadi terbiasa kembali. Ia akan
mengenal satu dua orang yang sering dijumpainya di pasar
itu, sehingga dengan mereka Paksi akan dapat berbincang dan
mendengar ceritera tentang beberapa hal yang terjadi di luar
lingkungannya yang sempit.
Perhatian Paksipun kemudian tertarik kepada seorang anak
yang membawa sebuah keranjang mengikuti seorang
perempuan yang sedang berbelanja. Nampaknya anak itu
diupah untuk membawa barang-barang yang dibeli oleh
perempuan itu. Karena itu dengan telaten anak itu mengikuti
kemana perempuan itu pergi.
Di luar sadarnya, Paksipun telah mengikutinya pula. Jika
perempuan yang berbelanja itu berhenti, maka anak yang
membawa keranjang itupun berhenti pula.
Semakin lama keranjang yang dibawanya itu menjadi
semakin penuh dan semakin berat. Karena itu, maka anak
itupun kemudian telah meletakkan keranjang itu di atas
kepalanya. Perempuan yang berbelanja itu tidak sempat
menghiraukan, bahwa anak itu kemudian menjadi gemetar
karena beban yang terlalu berat di kepalanya.
Paksi menjadi gelisah. Jika ia berusaha membantu anak itu,
apakah tidak akan dapat timbul salah paham" Perempuan itu
dapat marah kepadanya, atau justru anak itu merasa
terganggu sumber penghasilannya.
Untunglah, bahwa beberapa saat kemudian, perempuan
yang nampaknya cukup berada itu selesai berbelanja. Karena
itu, maka perempuan itu telah mengajak anak yang membawa
keranjang di atas kepalanya itu keluar.
Ternyata perempuan itu berbelanja cukup banyak. Agaknya
keluarganya akan mengadakan perhelatan. Karena itu, maka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di luar pasar itu sudah menunggu sebuah pedati yang di
dalamnya sudah terisi beberapa bakul yang berisi bermacam-
macam bahan makan. Ada beras, telur, gula kelapa dan
beberapa ekor ayam. Paksi berdiri agak jauh dari pedati itu. Ia melihat anak itu
meletakkan keranjangnya di bibir belakang pedati yang
berhenti di pinggir jalan. Nampak di wajah anak itu betapa
beratnya beban yang diusung di atas kepalanya itu, sehingga
mulutnya menyeringai. Di luar sadarnya, bibir Paksi ikut bergerak-gerak. Rasa-
rasanya ia ingin meloncat membantu anak itu. Tetapi ia masih
menahan diri agar tidak menimbulkan persoalan karena terjadi
salah paham. Ternyata perempuan yang berbelanja itu tidak sendiri.
Seorang perempuan lain kemudian datang pula bersama
perempuan yang menggendong bakul yang juga sudah penuh,
yang kemudian diletakkan ke dalam pedati itu pula.
Paksi tersenyum ketika ia melihat perempuan yang
menggendong bakul yang penuh itu serta anak yang
mengusung keranjang di kepalanya, menerima upahnya. Anak
itu nampak gembira, sementara perempuan itupun tersenyum
pula. Mereka telah menerima hasil jerih payah mereka.
Baru kemudian Paksi mengetahui, bahwa anak yang
mengusung keranjang itu adalah anak laki-laki perempuan
yang menggendong beban di punggungnya. Ketika keduanya
lewat di depan Paksi, Paksi mendengar sekilas mereka
bercakap-cakap. Perempuan yang menggendong beban itu kemudian telah
mengusap kepala anak itu sambil berkata, "Jika kau lapar, makanlah. Kau dapat membeli nasi tumpang di sudut pasar
itu, Le." "Simbok makan apa tidak?" bertanya anak itu. Perempuan itu tersenyum. Katanya, "Aku nanti gampang, Le."
"Aku akan membeli nasi sekeping saja, Mbok. Ini yang dua
keping." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bawa saja, Ngger. Jika simbok yang membawa, nanti
diminta ayahmu." Anak itu memandang ibunya dengan tatapan mata yang
suram. Kecerahan wajahnya telah larut dalam keragu-raguan.
Tetapi ibunya masih tersenyum. Katanya, "Sudahlah.
Sekarang kau beli nasi tumpang. Jangan hanya sekeping.
Belilah dua keping biar perutmu kenyang. Belum tentu siang
nanti kau dapat makan lagi. Jika kau kenyang, maka kau
dapat bekerja lebih baik seandainya masih ada orang yang
minta kau membawa barang-barangnya."
Anak itu mengangguk-angguk. Ketika ibunya kemudian
melangkah kembali ke pintu gerbang pasar, maka anak itupun
menghambur berlari. Di luar sadar pula Paksipun melangkah ke arah anak itu
berlari. Ternyata kemudian anak itu berjongkok di depan
penjual nasi tumpang yang berjualan sebelah luar pasar itu.
Paksipun telah ikut berjongkok pula. Ketika anak itu
membeli nasi tumpang, maka Paksipun membeli pula.
Anak itupun kemudian menyuapi mulutnya yang kecil itu.
Nasi tumpang itu terasa nikmat sekali, sehingga di mulut
Paksipun nasi itupun rasa-rasanya menjadi jauh lebih enak
daripada nasi tumpang yang pernah dimakannya sebelumnya.
Anak itu nampak kecewa ketika nasi tumpangnya itu habis.
Ia masih memegang pincuk tempat nasi itu. Nampak di
wajahnya keragu-raguan untuk membuang pincuk nasi itu.
Nampaknya anak itu ingin membeli nasi lagi. Tetapi ia
mempertimbangkan sisa uangnya yang mungkin dapat
dipergunakan untuk keperluan yang lain.
Selagi anak itu termangu-mangu, maka Paksipun bertanya,
"Kau masih lapar?"
Anak itu memandang Paksi dengan kerut di keningnya.
"Jika kau masih lapar, mintalah sepincuk lagi."
Anak itu termangu-mangu sejenak. Namun dengan jujur ia
berkata, "Aku akan memberikan sisa uangku kepada Simbok."
Paksi tersenyum. Katanya, "Biarlah aku yang
membayarnya. Semuanya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Anak itu nampak ragu-ragu. Namun Paksipun kemudian
mengambil beberapa keping uang dari kantong ikat
pinggangnya. Sambil menunjukkan uang itu ia berkata,
"Benar. Aku akan membayar semuanya. Dua atau tiga pincuk
nasi tumpang." Anak itu masih ragu-ragu. Namun Paksi telah mengambil
pincuk dari tangan anak itu dan memberikannya kepada
penjual nasi itu, "Berilah satu lagi. Aku yang akan membayar berapapun yang akan dihabiskannya."
Penjual nasi tumpang itupun menjadi ragu-ragu pula.
Namun Paksipun segera memberikan lima keping uang.
Katanya, "Terimalah. Nanti kita perhitungkan, berapa yang harus aku bayar. Kurang atau lebih."
Penjual nasi itu menerima uang itu dengan wajah yang
masih saja nampak ragu. Namun kemudian disimpannya uang
itu di bawah lambaran daun di atas tampahnya. Kemudian
iapun mengisi pincuk anak itu dengan nasi tumpang lagi.
Anak itu menjadi keheranan. Ia belum pernah bertemu
dengan orang yang tiba-tiba saja membayar nasi yang
dibelinya. Namun sambil tersenyum Paksi berkata, "Terimalah nasi itu. Makanlah. Jangan ragu-ragu."
Anak itu menerima pincuk yang telah diisi dengan nasi
tumpang. Kemudian sambil sekali-sekali memandang Paksi, ia
mulai menyuapi mulutnya lagi.
Ketika Paksi menawarinya lagi setelah nasi yang sepincuk
itu habis, anak itu menggeleng. Katanya, "Aku sudah
kenyang." Paksi tersenyum. Katanya, "Uang itu masih tersisa. Kau
baru makan dua pincuk, aku satu. Jika harganya masing-
masing sekeping, maka masih tersisa uang dua keping."
Tetapi anak itu menggeleng lagi sambil berkata, "Aku
sudah kenyang." "Nah, jika demikian, ambil kembalinya. Dua keping."
Anak itu menjadi semakin heran. Bahkan penjual nasi
itupun menjadi heran pula.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi akhirnya anak itu mau menerima dua keping yang
diberikan dengan ragu oleh penjual nasi tumpang itu.
Beberapa saat kemudian, Paksi duduk di bawah sebatang
pohon waru dengan anak yang masih saja membawa
keranjangnya. "Siapa namamu?" bertanya Paksi.
"Kinong," jawab anak itu.
Paksi tersenyum. Katanya, "Tentu karena dahimu yang
sedikit menonjol itu."
Anak itu memandang Paksi sejenak. Namun kemudian
sambil tersenyum iapun mengangguk.
"Apakah setiap hari kau berada di pasar ini?"
"Ya, Kakang," jawab Kinong.
"Namaku Paksi," berkata Paksi kemudian.
Anak itu mengerutkan dahinya. Tetapi anak itu
mengangguk-angguk sambil berdesis, "Ya, Kakang Paksi."
"Aku sering pergi ke pasar ini. Tetapi baru sekali ini aku melihat kau dengan keranjangmu."
"Sudah beberapa bulan aku membantu simbok," jawab
Kinong. "Dimana ayahmu?" bertanya Paksi.
Anak itu memandang Paksi sejenak. Namun kemudian
wajahnya menunduk sambil berdesis, "Ayah tidak mau
mencari uang." "Ayah bekerja di sawah?" bertanya Paksi pula. "Ayah sudah tidak mempunyai sawah lagi."
"Kenapa?" "Sawah ayah sudah digadai orang. Ayah kalah berjudi.
Sekarang ayah hanya di rumah saja jika tidak sedang berjudi.
Simboklah yang harus mencari makan di pasar ini."
"Dan kau selama ini berusaha membantu ibumu?"
Kinong mengangguk. "Berapa orang jumlah saudaramu?"
"Seorang. Aku mempunyai kakak perempuan yang harus
tinggal di rumah untuk menanak nasi jika kebetulan simbok
mempunyai beras." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Keluarga Kinong
memerlukan pertolongan. Tetapi Paksi tidak tahu, bagaimana
caranya. Tentu ia tidak dapat ke rumah Kinong, kemudian memberi
uang kepada keluarga itu. Jika demikian, maka uang itu tentu
akan diambil oleh ayah Kinong dan dipergunakannya untuk
berjudi. Paksipun tidak sebaiknya memberi uang Kinong setiap
pagi. Dengan demikian, maka jika saatnya nanti ia harus
meninggalkan tempat itu, maka Kinong akan menjadi sangat
kecewa. Selain itu, pemberiannya itu akan dapat membuat
Kinong menjadi malas. Paksi menarik nafas dalam-dalam.
Sementara itu, Paksi melihat ibu Kinong itu mengikuti
seorang yang sedang berbelanja dengan menggendong
sebuah bakul yang penuh dengan berbagai macam barang.
Nampaknya ibu Kinong sudah diupah lagi untuk membawa
barang-barang dari seorang perempuan yang sudah agak tua
yang sedang berbelanja. "Kakang, aku akan membantu simbok," berkata Kinong
sambil bangkit berdiri. Anak itu tidak menunggu jawab. Iapun segera berlari-lari
mendapatkan ibunya untuk membantu sebagian dari
bebannya di dalam keranjang kecilnya.
Perempuan tua yang sedang berbelanja itu berpaling.
Tetapi nampaknya ia tidak berkeberatan, seorang anak laki-
laki membantu membawa barang-barang itu. Bahkan
nampaknya perempuan itu sudah saling mengenal dengan ibu
Kinong. Ketika mereka berhenti sejenak untuk memindahkan
beberapa jenis bawaan ibunya ke dalam keranjang Kinong,
Paksi melangkah mendekati. Dari pembicaraan mereka Paksi
mengetahui bahwa ibu Kinong itu justru sudah menjadi
langganan perempuan tua itu. Setiap kali perempuan tua itu
berbelanja, ia tentu mencari ibu Kinong untuk membantu
membawa barang-barangnya. Bukan hanya sampai di luar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pasar, tetapi sampai ke rumahnya yang berantara dua bulak
yang tidak terlalu panjang dari pasar itu.
Paksi memperhatikan ketiga orang yang berjalan menjauhi
pasar itu. Kinong justru berjalan di depan sambil membawa
keranjang kecil itu di atas kepalanya.
Ketika ketiga orang itu menjauh, maka Paksipun kembali
duduk di bawah pohon waru yang rindang itu.
Namun tidak ada lagi yang menarik perhatian Paksi. Orang
yang lalu-lalang di depan pasar itu adalah hal yang setiap hari terjadi. Anak-anak yang ikut berbelanja dengan orang tuanya
merengek minta dibelikan mainan yang dijual di sebelah pintu
gerbang. Seorang gadis kecil menjadi gembira, ketika ibunya
membeli sebuah golek kayu, bahkan dengan selendang
kecilnya sekaligus. Golek kecil itupun kemudian diembannya
dengan sayang. Diusapnya dahinya dengan jari-jarinya yang
kecil sambil berdendang. Paksi menarik nafas dalam-dalam. Rasa-rasanya ia ikut
bergembira bersama gadis kecil yang menggendong anak-
anakannya yang terbuat dari kayu itu.
Paksi terkejut ketika seorang anak muda tiba-tiba saja
duduk di sampingnya. Sambil berdesah ia berkata, "Udaranya panas sekali, Ki Sanak."
"Ya," jawab Paksi. "Tetapi di bawah pohon ini terasa amat sejuk, sehingga aku menjadi mengantuk karenanya."
Anak muda itu tersenyum. Katanya, "Ya. Beberapa saat aku
duduk disini, aku tentu akan mengantuk pula."
Paksi yang kemudian beringsut sempat memandang anak
muda itu sejenak. Tetapi ia tidak melihat sesuatu yang
menarik pada anak muda itu. Seperti anak-anak muda yang
lain, maka wajahnya nampak terang.
Dengan ramah anak muda itu bertanya, "Kau sering datang
ke pasar ini, Ki Sanak?"
"Hanya sekali-sekali," jawab Paksi.
"O," anak muda itu mengangguk-angguk.
"Bagaimana dengan kau?" bertanya Paksi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku sering sekali pergi ke pasar ini. Ibuku berjualan disini.
Pagi-pagi aku mengantar ibu ke pasar ini dan di siang hari
begini aku menjemputnya."
Paksi mengangguk-angguk. Hampir di luar sadarnya Paksi
bertanya, "Ibumu berjualan apa?"
"Kain lurik," jawab anak muda itu.
Paksi masih saja mengangguk-angguk. Ketika ia berniat
menanyakan rumah anak muda itu, maka niatnya


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diurungkannya. Jika hal itu dilakukannya, anak muda itu tentu
akan bertanya kepadanya pula, dimana ia tinggal.
Ternyata anak muda itu juga tidak bertanya, dimana Paksi
tinggal, sehingga Paksi tidak harus membuat ceritera tentang
tempat tinggalnya. Karena itu, maka untuk menghindari pertanyaan-
pertanyaan yang belum siap dijawabnya, maka Paksipun
kemudian justru bangkit dan berkata, "Aku sudah cukup lama beristirahat. Aku akan mencari bibiku di pasar itu."
Anak muda itu berpaling. Dengan tanpa banyak ingin tahu
tentang anak muda itu, iapun menjawab, "Silahkan."
Paksipun kemudian telah melangkah pergi menuju ke pintu
gerbang pasar. Tetapi ia tidak masuk ke dalamnya. Bahkan
kemudian iapun telah melangkah menjauh.
Paksipun kemudian telah menyusuri jalan kembali ke
gubuknya di lereng gunung. Hari itu Paksi tidak melakukan
latihan-latihan berat. Ketika ia berada di sanggar terbukanya, maka ia hanya melakukan latihan-latihan ringan, agar urat-uratnya tidak serasa membeku.
Demikian tubuhnya basah oleh keringat, maka Paksipun
menyudahi latihannya. Setelah mandi dan mencuci, maka Paksipun lebih banyak
duduk merenungi apa yang telah dilihatnya di pasar.
Paksi tidak dapat segera melupakan dua orang ibu dan
anak yang harus bekerja keras untuk dapat mencukupi
kebutuhan mereka sehari-hari, karena laki-laki yang
seharusnya bertanggung jawab atas kehidupan mereka, justru
telah menjadi benalu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi Paksi tidak dapat berbuat banyak. Di keesokan
harinya, Paksi tidak turun dari tempatnya. Ia lebih banyak
tenggelam di sanggarnya. Paksi memang berniat untuk tiga
atau ampat hari sekali saja turun untuk mengamati kehidupan
agar kehadirannya tidak menarik perhatian orang. Sementara
Paksi masih terikat pada latihan-latihan yang harus
dilakukannya sendiri tanpa Ki Marta Brewok di siang hari.
Dengan latihan yang tekun dan teratur, maka kemampuan
bidik Paksipun telah berkembang dengan cepat. Bahkan Ki
Marta Brewokpun merasa heran dengan kemampuan bidik
Paksi. Bukan saja sasaran yang diam, tetapi sasaran yang
bergerakpun mampu dikenainya dengan tepat.
Demikian pula dengan kemampuannya melempar lembing.
Sambil berlari kencang Paksi sanggup mengenai sebatang
pisang yang ditanam beberapa langkah dari jalur larinya. Atau
dengan lemparan dari jarak yang cukup jauh, dapat mengenai
sebuah kelapa yang digantungkan dengan tali pada dahan
pepohonan. Di samping panah dan lembing, Paksipun berlatih untuk
mempergunakan senjata yang lebih kecil. Pisau, belati dan
paser yang dapat dibuatnya sendiri. Bahkan Paksipun memiliki
kemampuan melempar sasarannya dengan kapak-kapak kecil
yang dibelinya di pasar yang sering dipergunakan untuk
membuat perabot rumah. Bukan untuk membelah kayu-kayu
gelondong. Dengan demikian, maka kemampuan Paksipun menjadi
lengkap. Di malam hari, Paksi masih tetap berlatih bersama Ki
Marta Brewok di sanggar terbukanya. Namun sekali-sekali Ki
Marta Brewok juga ingin melihat kemampuan bidik Paksi yang
dilatihnya di siang hari.
"Nah, kau juga harus mengembangkan kemampuan
bidikmu di malam hari, dimana kau berada di dalam
lingkungan kegelapan," berkata Ki Marta Brewok.
Ternyata Ki Marta Brewok tidak hanya sekedar memberikan
perintah-perintah dan aba-aba saja. Mencela atau mengejek
kegagalan-kegagalan Paksi. Tetapi Ki Marta Brewok telah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memberikan petunjuk-petunjuk langsung serta contoh-contoh,
apa yang harus dilakukan oleh Paksi.
Ternyata Ki Marta Brewok sendiri mampu membidik
sasaran yang berada di dalam gelap. Dengan ketajaman
penglihatan serta kemampuan bidik yang sangat tinggi, Ki
Marta Brewok dapat mengenai sebongkah batu padas yang
dilemparkan oleh Paksi di udara.
"Di siang hari kau mungkin dapat melakukannya, Paksi.
Tetapi kau juga harus dapat melakukannya di malam hari,
karena pada suatu saat kau memerlukan untuk melakukannya
di malam hari." Paksi mengangguk kecil sambil menjawab, "Baik, Ki Marta.
Aku akan berlatih juga di malam hari."
Tetapi di malam hari Paksi tidak berlatih sendiri. Ia
langsung berada di bawah bimbingan Ki Marta Brewok,
sehingga penglihatan Paksi menjadi semakin tajam di malam
hari. Bahkan kemudian Ki Marta Brewok telah membawa Paksi di
dalam laku yang khusus untuk mempertajam penglihatannya.
"Bukan hanya penglihatanmu, Paksi. Tetapi segenap
inderamu akan dapat kau pertajam dengan laku itu."
Paksi yang sudah menjalani laku apapun tidak menolak.
Laku itu dimulai dari jenis makanan yang boleh dimakannya
dalam jangka waktu tertentu. Selama ampat puluh hari, Paksi
harus menyusut jenis makanan yang dimakannya setiap hari.
"Kau hanya boleh makan tiga jenis makanan setiap hari,
Paksi," berkata Ki Marta Brewok.
"Maksud Ki Marta?" bertanya Paksi.
"Jika kau makan nasi dan minum air, maka kau tinggal
boleh makan satu jenis lagi. Jika yang satu jenis itu garam,
maka kau tidak dapat makan jenis yang lain. Kau tidak boleh
makan gula atau daging untuk lauk atau sayur atau apapun.
Jika kau makan gula dan minum air, maka kau dapat makan
nasi saja, atau ketela saja atau sayuran saja, itupun hanya
satu jenis pula." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi mengangguk-angguk. Ia tahu maksud Ki Marta
Brewok. Namun kemudian Ki Marta Brewok berkata, "Tetapi
ada jenis lain yang dapat kau makan di luar ketiga jenis
makanan itu. Yaitu kunyit dan kencur. Tentu saja tidak terlalu banyak."
Paksi masih saja mengangguk-angguk. Tetapi ia berjanji di
dalam hatinya, bahwa ia akan menjalani laku sejauh
kemampuannya. Paksi sudah tidak memikirkan lagi, apakah ia tidak akan
terlambat untuk mencari cincin bermata tiga butir batu akik
itu. Karena apa yang dihadapinya itu akan dapat langsung
memberikan arti bagi hidupnya.
Dalam pada itu, maka sehari kemudian Paksi sudah mulai
menjalani laku. Namun ternyata laku yang lainpun harus
ditempuhnya pula. Menjelang saat-saat terakhir dari laku yang
dijalani dengan hanya makan tiga jenis makanan itu nanti, ia
harus menjalani laku pati-geni.
"Laku itu tidak akan kau jalani disini, Paksi. Aku akan
membawamu ke satu tempat yang sesuai bagimu untuk
menjalani laku itu."
Paksi mengangguk sambil menjawab, "Baik, Ki Marta. Aku
akan menjalaninya." "Baiklah. Mulailah sejak besok hingga genap ampat puluh
hari ampat puluh malam," berkata Ki Marta Brewok. Lalu
katanya lebih lanjut, "Tetapi selama itu, kau harus tetap berlatih."
Demikianlah, seperti yang dikatakan oleh Ki Marta Brewok,
maka ketika matahari terbit Paksi sudah berada di dalam laku
yang dimaksud Ki Marta Brewok. Namun bagi Paksi laku itu
tidak terlalu banyak mempengaruhi ketegaran wadagnya. Ki
Marta Brewok hanya menyebut jenis makanan yang boleh di
makan. Tetapi tidak jumlahnya.
Karena itu, maka Paksi tetap dapat melakukan
kewajibannya dengan baik, karena Paksi makan cukup
banyak. Ia dapat memberikan warna makanannya yang
berbeda-beda setiap hari, meskipun tidak lebih dari tiga jenis.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Di samping itu Paksipun sedikit-sedikit makan pula kunyit dan
kencur yang membuat tubuhnya menjadi hangat.
Dalam pada itu, seperti direncanakan, Paksi dalam waktu
tiga atau ampat hari sekali memang turun untuk pergi ke
pasar. Namun Paksi sudah mulai mengenali nama beberapa
padukuhan. Kadang-kadang ia bertanya kepada anak-anak
yang sedang menggembalakan kambing. Tetapi kadang-
kadang Paksi juga berjalan bersama dengan orang lewat yang
dapat memberikan jawaban atas beberapa pertanyaannya.
Ketika sudah dua tiga kali Paksi berada di pasar dan
dengan sengaja berusaha membuat hubungan dengan
beberapa orang, maka Paksi mulai berkenalan dengan
beberapa orang yang sering berada di pasar itu. Setiap kali
Paksi tentu bertemu dengan Kinong yang masih saja
menerima upah dari orang-orang yang berbelanja yang
memerlukan tenaganya. Demikian pula ibunya.
Jika Kinong sempat duduk beristirahat dan berbincang,
maka Paksi mengetahui bahwa ayah Kinong masih saja gila
berjudi dan tidak segan-segan merampas uang ibunya yang
didapatkannya dengan bekerja keras bersama Kinong di pasar.
"Setiap kali kakak perempuanku hanya dapat menangis.
Sebenarnya ia ingin juga bekerja seperti kami di pasar. Tetapi ibu melarangnya."
"Kakakmu seorang perempuan, Kinong. Ibumu agaknya
tidak rela melihat anaknya perempuan bekerja keras di pasar
sebagaimana dilakukan oleh ibunya dan anaknya laki-laki."
Kinong mengangguk-angguk.
Anak itu tiba-tiba saja bangkit berdiri ketika ia melihat
ibunya datang kepadanya. Sambil tersenyum ibunya berkata,
"Sudah cukup untuk hari ini Kinong. Kita dapat pulang agak awal. Aku sudah membeli beras seberuk. Cukup untuk hari ini.
Jika kau besok akan beristirahat, aku kira tidak ada masalah.
Aku masih ada uang."
"Simbok dapat uang banyak?" bertanya Kinong.
"Tidak banyak, Kinong, Tetapi cukup buat kita."
"Aku juga masih mempunyai uang," berkata Kinong.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau bawa saja. Masukkan ke dalam bumbung
tabunganmu." Kinong mengangguk-angguk. Sementara
ibunya berkata hampir berbisik, "Bukankah kau ingin segera supit seperti kawan-kawanmu itu" Nah, kau sudah merasa
terlambat. Jika uangmu nanti terkumpul dan ada sisa uang
Simbok serba sedikit, kau dapat supit sebelum tahun depan."
Wajah Kinong menjadi cerah. Katanya, "Baik, Mbok. Aku
akan menabung." Ibunya tertawa. Diusapnya kepala anak itu sambil berdesis,
"Nah, marilah kita pulang."
Tetapi keduanya tertegun ketika mereka melihat seorang
laki-laki berwajah kasar. Matanya kemerah-merahan,
sementara pakaiannya nampak kusut.
Kinong tiba-tiba menjadi ketakutan. Hampir di luar
sadarnya, Kinong berdesis, "Mbok, itu Ayah."
Ibu Kinongpun melangkah surut. Didekapnya anaknya yang
ketakutan. Sementara itu, laki-laki yang matanya kemerah-
merahan itu melangkah mendekati ibu Kinong sambil
membelalakkan matanya. "Sampai siang begini kau masih
belum pulang?" "Aku baru selesai, Pak," jawab perempuan itu.
"Kau tentu dapat uang banyak. Berikan kepadaku."
"Sudah aku belikan beras, Pak. Kita sudah kehabisan beras.
Uangku hanya cukup untuk membeli beras seberuk."
"Bohong. Berikan uangmu kepadaku."
"Pak," ibu Kinong berusaha untuk menjawab dengan sareh,
"marilah kita pulang. Mungkin aku masih mempunyai sisa
uang sedikit. Tetapi jangan disini. Disini banyak orang."
Tetapi laki-laki itu tidak peduli. "Cepat, berikan uang itu kepadaku, atau aku tampar wajahmu. Aku tidak peduli apakah
disini banyak orang atau tidak. Aku perlu uang itu."
"Baik, baik. Tetapi marilah, kita pergi ke tikungan itu."
"Tidak," teriak laki-laki itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ibu Kinong menjadi sangat gelisah. Tetapi suaminya tidak
menghiraukannya. Bahkan sekali lagi ia membentak, "Berikan uang itu sekarang. Apakah kau tuli?"
Beberapa orang telah mengerumuninya. Seorang laki-laki
mendekat sambil bertanya, "Apa yang terjadi?"
"Jangan ikut campur," bentak laki-laki itu pula. "Ini adalah persoalan suami isteri."
Paksipun sudah berdiri di antara orang-orang yang
berkerumun. Tetapi ia benar-benar dicengkam oleh keraguan,
persoalan itu adalah persoalan seorang suami dengan
isterinya. Jika ia mencampurinya, apakah itu bukan berarti
bahwa ia telah memperburuk hubungan itu. Jika suaminya
mendendam, bukankah keadaan isterinya akan menjadi
semakin sulit. Selagi Paksi merenung, iapun terkejut. Beberapa orang
perempuan menjerit. Laki-laki itu telah menampar wajah
isterinya. Kinongpun menangis sambil berpegangan baju ibunya.
"Simbok, Simbok," suaranya melengking berkepanjangan.
"Diam kau monyet," bentak ayahnya.
Tetapi ibu Kinong itu tidak menangis. Iapun menarik ujung
kain ikat pinggangnya. Dengan tangan gemetar ia melepas
ikatan uang di ujung kain ikat pinggangnya itu.
Namun tiba-tiba kerumunan orang itu menyibak. Dari
antara mereka muncul seorang perempuan yang terasa asing
bagi orang-orang yang ada di pasar itu. Seorang perempuan
dengan pakaian yang khusus. Di bawah kainnya yang
disingsingkannya, ia mengenakan celana hitam yang longgar.
Sebilah pedang terselip di pinggangnya. Di kepalanya
dikenakan ikat kepala hitam pula. Namun rambutnya dibiarkan
terurai di punggungnya. "Apa yang terjadi?" suaranya melengking tinggi.
Semua orang memandang kepadanya. Sementara itu, ayah
Kinongpun nampak menjadi cemas. Dengan suara gemetar ia
berkata, "Isteriku inilah. Ia telah mengambil uangku."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah ia tidak kau beri belanja untuk keperluannya
sehari-hari?" "Sudah. Aku memberinya belanja secukupnya. Ia memang
pemboros. Ia suka membeli barang-barang yang tidak
berguna. Ia suka pula makan di warung-warung di antara
banyak laki-laki." Perempuan dalam pakaian asing itu memandang ibu Kinong
dengan seksama. Ia melihat setitik darah di sudut bibir ibu
Kinong itu. Namun Paksi terkejut sekali ketika ia mendengar
perempuan asing itu berkata, "Seorang isteri yang suka
mencuri uang suaminya memang harus dihajar habis-habisan.
He, kau curi uang suamimu untuk diboroskan?"
Jawaban Ibu Kinong juga mengejutkan Paksi. Dengan
suara yang hampir tidak terdengar ibu Kinong itu menjawab,


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku mengambilnya ketika ia sedang tidur."
"Huh. Kau berbakat menjadi pengkhianat. Kembalikan uang
itu. Kau nodai nama perempuan. Aku juga perempuan. Aku
tidak pernah mencuri uang suamiku. Aku justru memberikan
apa saja yang ia minta dariku."
Ibu Kinong membuka ikatan pada ujung kain ikat
pinggangnya. Diserahkannya beberapa keping uang yang
tersisa kepada suaminya. Sambil menerima uang itu, suaminya berkata, "Aku ampuni
kau kali ini. Tetapi jika sekali lagi terjadi, aku mungkin tidak dapat mengekang diriku lagi."
Laki-laki itupun kemudian melangkah pergi meninggalkan
Kinong yang menangis. Tetapi ibunya tetap tidak menangis.
Paksi memandang wajah perempuan itu dengan jantung
yang berdegup semakin cepat. Rasa-rasanya ibu Kinong itu
sudah tidak mempunyai air mata yang tersisa.
Namun perempuan asing itu mencibirkan bibirnya sambil
berkata, "Untunglah suamimu seorang penyabar. Jika tidak, maka rahangmu akan dihancurkannya."
Ibu Kinong tidak menjawab. Tetapi tiba-tiba saja Kinonglah
yang berteriak, "Simbok tidak bersalah. Ayah yang penjudi. Ia selalu merampas uang Simbok."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kinong," potong ibunya sambil mendekap anaknya.
"Sudahlah. Jangan dipersoalkan lagi."
Tetapi Kinong masih tetap menangis. Sementara itu
perempuan dengan pakaian yang asing itu berkata, "Ini
anakmu, he?" Ibu Kinong mengangguk. "Ternyata anakmu yang masih kecil itu sudah kau ajari
berbohong. Kau ajari ia menghina ayahnya yang meneteskan
benih di dalam perutmu."
"Tidak. Bukan maksudku."
Kinong masih akan berteriak lagi. Tetapi ibunya segera
menutup mulutnya. Namun orang-orang yang berkerumun itu terkejut sekali
lagi. Seorang laki-laki yang masih terhitung muda, tiba-tiba
saja menyibak kerumunan orang itu. Dipandanginya
perempuan dalam pakaian asing itu sambil berkata, "Apa
sebenarnya maksudmu" Aku tahu, kau tentu murid dari Goa
Lampin. Murid seorang iblis perempuan yang membenci
sesama perempuan. Kau, muridnya, agaknya mempunyai
tabiat yang sama." "Darimana kau tahu tentang aku?" perempuan itu menjadi tegang.
"Kenapa kau bertanya" Kau pakai dengan bangga ciri
perguruanmu. Kau pakai pada ikat kepalamu yang hitam itu,
lambang lingkaran yang dibelah dengan garis tegak berwarna
merah. Lambang dari sekelompok perempuan berilmu tinggi
yang merendahkan derajat sesama perempuan."
"Iblis kau. Kau murid dari padepokan Sad."
"Aku tidak ingkar. Kau tentu mengenal ciri-ciri perguruan Sad. Aku memang salah seorang murid perguruan itu."
"Kenapa kau campuri urusanku?"
"Kenapa kau mencampuri urusan suami isteri itu" Kau kira
dugaanmu benar, bahwa perempuan itu mencuri uang
suaminya?" "Ia mengaku sendiri."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Perempuan itu adalah contoh perempuan yang ingin
menjunjung tinggi martabat suaminya. Ia tidak mau membuat
suaminya malu di hadapan orang banyak. Tetapi anak laki-laki
itu berkata dengan jujur. Nah, aku cenderung percaya kepada
anak itu daripada pengakuan ibunya."
"Sudah. Sudahlah, Ki Sanak," berkata ibu Kinong itu
kemudian. "Biarlah terjadi sebagaimana yang terjadi. Aku
mohon diri. Aku akan pulang. Aku tidak mau menjadi tontonan
terlalu lama disini. Aku berterima kasih kepada semuanya
yang menaruh perhatian terhadap persoalan yang aku
hadapi." "Pulanglah, Nyi. Mudah-mudahan kemarahan suamimu
tidak berkepanjangan. Kau memang harus bersabar
menghadapi sikapnya. Tetapi yakinkan dirimu, kau perempuan
yang baik." "Huh," desah perempuan yang berpakaian asing itu.
"Orang-orang dari perguruan Sad memang pemuja
perempuan." "Tidak semua perempuan," jawab laki-laki yang masih
terhitung muda itu. "Kami menghargai perempuan
sewajarnya. Tetapi kami tidak dapat menghargai perempuan
dari Goa Lampin." "Kau telah menghina kami," geram perempuan itu.
Namun laki-laki yang masih terhitung muda itu tidak
menghiraukannya. Sekali lagi ia berkata kepada ibu Kinong,
"Pulanglah. Mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa denganmu
setelah kau berikan uangmu kepada suamimu."
Ibu Kinongpun kemudian telah menggandeng anaknya.
Tetapi ketika mereka melangkah, Kinong sempat berlari
mengambil keranjang kecilnya. Sekilas ia memandang Paksi
yang berdiri termangu-mangu. Namun kemudian iapun berlari
kepada ibunya. Sejenak kemudian ibu dan anak itupun meninggalkan
tempat itu, menembus kerumunan orang-orang yang masih
terpancang di tempatnya. Namun perhatian mereka kemudian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
telah berpindah kepada dua orang perempuan dan laki-laki
yang kemudian saling berhadapan.
Ketika ketegangan terasa semakin mencengkam, maka
orang-orang yang berkerumun itupun telah bergeser surut.
Lingkaran itupun melebar. Beberapa orang justru telah
membenahi barang-barang dagangan mereka.
"Jika kawan mereka berdatangan, maka perkelahian akan
meluas," berkata salah seorang pedagang nasi tumpang yang dagangannya tinggal tersisa sedikit. Lalu katanya, "Lebih baik aku pulang."
Beberapa orang telah berbuat serupa. Seorang penjual
dawet telah memanggul sisa dawetnya menjauh.
Dalam pada itu, maka perempuan yang berpakaian asing
itu agaknya benar-benar menjadi marah. Karena itu, maka
katanya, "Aku tidak akan pergi sebelum aku membuat perhitungan
dengan kau yang telah menghina perguruan kami."
"Itu terserah kepadamu. Aku tidak peduli. Tetapi aku akan meninggalkan tempat ini."
"Kau juga tidak akan meninggalkan tempat ini sebelum kau
berlutut di hadapanku dan mohon maaf atas kelancanganmu,
mengucapkan kata-kata penghinaan atas perguruan kami."
"Jangan aneh-aneh. Jangan bermimpi tentang sesuatu
yang tidak akan pernah terjadi."
"Kau tahu watak orang-orang Goa Lampin?"
"Tahu. Mereka adalah perempuan-perempuan yang
membenci perempuan. Di perguruan Goa Lampin memang
terdapat beberapa orang laki-laki. Mereka hidup dalam dunia
mimpi, karena laki-laki di perguruan Goa Lampin diperlakukan
seperti anak-anak emas yang manja."
"Apakah kau merasa iri, bahwa kau bukan salah seorang di
antara mereka yang menjadi pilihan penghuni Goa Lampin?"
Laki-laki yang terhitung muda itu tertawa berkepanjangan.
Di sela-sela derai tertawanya ia berkata, "Kau kira aku merasa berbahagia hidup dalam sangkar seperti mereka yang
kehilangan harga dirinya sebagai seorang laki-laki" Aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terbiasa hidup dalam pengembaraan yang kadang-kadang
penuh dengan bahaya. Tetapi dunia laki-laki memang keras."
"Kami, perempuan-perempuan dari Goa Lampin tidak akan
menghindari kekerasan."
"Terutama untuk melindungi laki-laki betina yang kalian
simpan di Goa Lampin itu."
Perempuan itu benar-benar menjadi marah. Dengan garang
ia berkata, "Bersiaplah. Aku akan menundukkanmu dan
memaksamu tinggal di dalam sangkar di Goa Lampin. Guru
akan dapat membuatmu menjadi jinak, karena kau akan
kehilangan segala kebanggaan sebagai seorang yang terbiasa
mengembara di dunia olah kanuragan. Tetapi guru akan dapat
memberikan kebanggaan baru kepadamu sebagai seorang
laki-laki sejati." "Gila," geram laki-laki yang masih terhitung muda itu.
Katanya dengan wajah yang menjadi merah, "Penghinaan
yang kau lontarkan tidak dapat dimaafkan lagi."
Perempuan yang berpakaian asing itu tidak menjawab.
Ketika laki-laki yang masih terhitung muda itu melangkah
maju, maka perempuan itupun segera bersiap.
Sejenak kemudian, maka keduanya telah terlibat dalam
perkelahian yang semakin lama menjadi semakin sengit.
Orang-orang yang menyaksikannya telah menjadi semakin
jauh. Paksi yang tidak ingin menarik perhatian, ikut pula
bergeser menjauh. Namun dengan seksama ia memperhatikan
kedua orang yang sedang bertempur itu. Bukan saja untuk
melihat siapakah yang kalah dan siapakah yang menang,
namun Paksipun ingin melihat dan mengenali mereka
meskipun mereka tidak mempergunakan ciri-ciri perguruan
mereka. Ternyata kedua orang itu memiliki landasan ilmu yang
sudah mapan. Namun keduanya masih belum sampai pada
tataran tertinggi dari ilmu kanuragan.
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Ia berbangga terhadap
dirinya sendiri. Ketika kedua orang yang bertempur itu
nampaknya sudah sampai pada tataran tertinggi dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kemampuan yang telah mereka warisi, kemampuan mereka
masih jauh berada di bawah kemampuan Paksi sendiri.
Karena itu, hampir di luar sadarnya Paksipun berdesis, "Aku harus berterima kasih kepada guru, kepada orang yang
mengaku pengikut Kebo Lorog dan terutama kepada Ki Marta
Brewok. Karena dengan bimbingan mereka aku telah memiliki
ilmu yang cukup mapan. Sementara itu, di bawah bimbingan
Ki Marta Brewok ilmuku masih terus berkembang."
Dalam pada itu, pertempuranpun menjadi semakin sengit.
Beberapa kali kedua belah pihak telah berhasil
menyusupkan serangan mereka di sela-sela pertahanan
lawannya. Ketika laki-laki yang masih terhitung muda itu
terlambat menangkis serangan lawannya, maka kaki lawannya
itu telah menghantam dadanya, sehingga laki-laki itu
terdorong beberapa langkah surut. Namun ketika perempuan
yang berpakaian asing itu memburunya, maka dengan
sigapnya laki-laki itu meloncat ke samping. Satu putaran yang
cepat telah mengayunkan kakinya ke arah kening lawannya.
Perempuan itu sempat melihat serangan lawannya. Dengan
cepat kedua lengannya telah melindungi kepalanya. Tetapi
ayunan kaki itu demikian kerasnya sehingga perempuan itu
hampir saja kehilangan keseimbangannya. Untunglah bahwa
dengan sigap ia menggeliat dan sesaat kemudian, perempuan
itu sudah tegak berdiri dengan kokohnya.
Namun lawannya justru bergerak cepat. Serangan-
serangannya kemudian datang beruntun seperti banjir
bandang. Perempuan yang berpakaian asing itu mulai terdesak.
Betapapun ia mencoba mengimbangi kecepatan gerak
lawannya, namun beberapa kali ia harus berloncatan
menghindar serta mengambil jarak.
Tetapi lawannya selalu saja mendesaknya. Serangan-
serangannya seakan-akan menjadi semakin cepat
memburunya. Dalam keadaan yang sulit, maka perempuan yang
berpakaian asing itu telah menarik pedangnya dengan cepat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Satu ayunan yang deras hampir saja memenggal kepala laki-
laki yang masih terhitung muda itu. Namun laki laki itu sempat meloncat jauh-jauh untuk mengambil jarak.
Namun perempuan itupun memburunya. Ia tidak ingin
kehilangan saat-saat berharga ketika laki-laki itu masih
terkejut mendapat serangannya itu.
Namun ketika perempuan itu mengayunkan pedangnya
sekali lagi menyerang ke dahi lawannya, maka laki-laki itu
menangkisnya dengan pedangnya pula.
Benturan senjata itupun tidak dapat dielakkan. Bunga api
memercik dari benturan dua bilah pedang yang terbuat dari
baja pilihan. Perempuan itu menggeram. Sekali pedangnya berputar,
kemudian dengan loncatan kecil pedang itu terjulur ke arah
dada. Tetapi lawannya cukup tangkas. Pedang itu mengenainya.
Laki-laki itu meloncat surut, sementara pedangnya menebas
serangan lawannya. Yang terjadi kemudian adalah benturan antara dua jenis
ilmu pedang yang mempunyai landasan dasar yang berbeda.
Namun keduanya menunjukkan kemampuan mereka sehingga
pertempuran itupun menjadi semakin menegangkan.
Paksi menyaksikan pertempuran itu dengan dahi yang
berkerut. Kedua orang yang bertempur itu masih harus lebih
banyak berlatih agar ilmu mereka menjadi semakin
berkembang. Bagi Paksi, keduanya masih terhitung pada
tataran yang belum dapat dibanggakan.
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Ia juga mempunyai
sebuah senjata yang tidak kalah garangnya dari pedang di
gubuknya. Ia mempunyai sebatang tongkat yang di tangannya
akan dapat menjadi lebih berbahaya daripada pedang di
tangan kedua orang itu. Namun Paksi masih saja tetap berada di pinggir arena, di
antara beberapa orang yang menyaksikan pertempuran itu
dari jarak yang semakin jauh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun Paksipun kemudian menjadi berdebar-debar.
Nampaknya keduanya benar-benar telah dicengkam oleh
kemarahan yang membuat darah mereka mendidih, sehingga
mereka tidak lagi mengekang diri. Mereka benar-benar telah
tenggelam dalam nafsu untuk membinasakan lawan masing-
masing. Tetapi semakin lama perempuan dalam pakaian asing itu
menjadi semakin terdesak. Betapapun ia berusaha untuk
bertahan, namun senjata lawannya seakan-akan selalu
memburunya. Paksi menjadi berdebar-debar ketika perempuan yang
berpakaian asing itu menjadi semakin terdesak. Ujung pedang
lawannya bahkan telah mulai menyentuh kulitnya, sehingga
sebuah goresan kecil menyilang di lengannya, mengoyak
bajunya. Perempuan itu mengumpat. Bajunya yang koyak dan
kulitnya yang berdarah, membuatnya sangat marah.
Tetapi lawannya, seorang laki-laki yang merasa terhina oleh
sikap perempuan itu, nampaknya benar-benar telah


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tersinggung. Ia ingin benar-benar merendahkan lawannya di
hadapan banyak orang yang menyaksikan pertempuran itu
meskipun dari kejauhan. Karena itu, maka ketika lawannya menjadi semakin
terdesak, laki-laki itu berkata, "Aku memberi kesempatan
kepadamu untuk menyerah, berlutut dan mohon maaf. Aku
akan memaafkanmu, karena perguruan Sad memang tidak
ingin bermusuhan dengan perguruan Goa Lampin. Meskipun
ada perbedaan-perbedaan yang mendasar, tetapi kita dapat
berjalan sendiri-sendiri tanpa saling mengganggu."
"Setan kau," geram perempuan itu. "Kau jangan mencoba menghina perguruan Goa Lampin."
"Tetapi satu kenyataan harus kau hadapi. Kau sudah
terluka. Bajumu sudah koyak. Jika kita bertempur terus, maka
bajumu akan terkoyak dimana-mana, sedangkan luka di
tubuhmu akan menganga semakin lebar."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wajah perempuan itu menjadi merah. Ia memang tidak
dapat mengelakkan diri dari kenyataan, bahwa bajunya
memang sudah terkoyak. Tetapi harga dirinya sebagai murid
dari Goa Lampin tidak memungkinkannya untuk menyerah.
Namun dalam keragu-raguan itu, terdengar suara seorang
perempuan lain dengan lantangnya, "Kau anak dari perguruan Sad. Apakah kau memang sengaja memulai permusuhan
dengan kami?" Laki-laki yang masih terhitung muda, yang datang dari
Romantika Sebilah Pedang 2 Rahasia Kitab Tujuh Tujuh Manusia Harimau (5) Karya Motinggo Busye Tokoh Besar 2
^