Jejak Di Balik Kabut 32
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja Bagian 32
menjelang ajar ia dapat meninggalkan kota lewat lubang itu"
"Mungkin dini hari menurut perhitungan Harya Wisaka dan
para pengikutnya merupakan saat yang paling
menguntungkan. Para petugas di malam hari akan berada
dalam keadaan yang paling lemah. Mungkin letih, mengantuk
atau dingin yang menggigit"
Ketiganyapun kemudian telah memencar meskipun mereka
berada di jarak yang tidak begitu jauh. Malampun semakin
lama menjadi semakin dalam. Bintang-bintang sudah bergeser
dari tempatnya semula. Seleret kecil bulan mulai nampak
merayapi langit yang biru kehitam-hitaman, di sela-sela
keredipan bintang yang bertabur.
Lewat tengah malam, dinginnya terasa semakin menggigit.
Namun mereka berpengharapan, jika malam sebelumnya adik
Paksi dapat keluar dengan selamat, maka malam itu mereka
berharap bahwa Harya Wisaka sendiri yang sudah menjadi
semakin baik, akan keluar lewat lubang yang digali di bawah
dinding kota. Ketiga orang yang mengawasi mulut terowongan yang
berada di luar dinding kota itu harus menahan diri mengatasi
bukan saja dinginnya malam, gatalnya gigitan nyamuk yang
mengerumuni mereka, tetapi mereka harus berusaha
mengatasi kejemuan mereka.
Titik-titik embun malam yang bergayut di dedaunan pun
mulai berjatuhan. Batu-batu besar yang berserakan di antara
tanaman yang hijau di sawah yang terbentang itu, sudah
menjadi basah. Mata Paksi memang menjadi semakin berat. Tetapi
sentuhan embun yang dingin kadang-kadang justru
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengejutkannya, sehingga matanyapun kembali terbuka
lebar. Pada saat dingin malam semakin menggigit, jantung Paksi
berdebar semakin cepat. Ia melihat beberapa orang yang
berjalan dalam kegelapan menuju ke mulut terowongan.
Paksipun kemudian memungut sebuah kerikil kecil dan
dilemparkannya ke arah Pangeran Benawa. Ternyata Pangeran
Benawapun tanggap. Iapun telah melempar kerikil kecil pula
ke arah Paksi dan ke arah Raden Sutawijaya.
Dengan demikian ketiga orang itupun telah mempersiapkan
diri menghadapi segala kemungkinan yang dapat terjadi.
"Mudah-mudahan Harya Wisaka akan keluar lewat lubang
di bawah dinding kota itu sekarang" berkata Paksi di dalam
hatinya. Menurut perhitungan Paksi, Harya Wisaka tidak
mempunyai pilihan yang lebih baik dari saat itu. Jika ia
menunggu lebih lama lagi, maka kemungkinan terowongan itu
sudah diketahui. Sementara ia telah meluncurkan percobaan
untuk keluar lewat terowongan itu. Dan orang yang
dipergunakan untuk menguji keamanan terowongan itu adalah
adik laki-lakinya. "Jika sesuatu terjadi, tentu telah terjadi atas adikku itu.
Seandainya ia terjebak di dalam terowongan itu karena
tanahnya runtuh atau seandainya para prajurit Pajang sudah
mengetahui dan mengawasi mulut terowongan itu, maka ia
akan tertangkap dan bahkan mungkin sekali ia sudah
terbunuh, karena menurut pendapatku, ia tidak akan mau
menyerah" Jantung Paksipun menjadi berdebaran. Semua tanggung-
jawab atas semua kejadian, perubahan dan kemungkinan-
kemungkinan buruk atas adiknya itu, ditimpakannya kepada
Harya Wisaka. Beberapa orang yang dilihatnya itupun kemudian berhenti
beberapa langkah dari mulut lubang di bawah dinding kota itu.
Mereka agaknya bertugas untuk mengamankan lingkungan
di sekitar mulut terowongan itu. Beberapa orang itupun telah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berpencar untuk meyakinkan bahwa tidak ada orang di sekitar
tempat itu. Sementara itu, Paksi, Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijaya telah membenamkan diri di antara semak-semak di
belakang batu-batu besar yang berserakan di tempat itu.
Batu-batu besar yang teronggok bertimbun dengan batu-batu
padas di antara kotak-kotak sawah.
Beberapa orang yang berjalan hilir mudik menyusuri
pematang itu ternyata tidak melihat mereka. Apalagi orang-
orang itu sama sekali tidak menaruh curiga, bahwa
terowongan itu sudah dilihat oleh orang lain. Seandainya
terowongan itu sudah dilihat oleh prajurit Pajang atau petugas sandinya, maka terowongan itu tentu sudah dijaga.
Sementara itu, di bagian dalam dinding kota pun beberapa
orang telah mengamati keadaan. Mereka juga berusaha untuk
meyakinkan, bahwa tidak ada orang di sekitar mulut lubang di
bawah dinding kota itu. Karena itu, maka mereka
menganggap bahwa kedua sisi terowongan itu, di dalam dan
di luar dinding kota, cukup aman.
Meskipun demikian seorang di antara mereka yang berada
di luar kota harus meyakinkan, bahwa di dalam lubang itupun
tidak akan terdapat hambatan apapun juga, sehingga karena
itu, maka seorang yang berada di luar dinding kota itupun
telah memasuki dan menelusuri terowongan itu hingga muncul
di mulut terowongan di bagian dalam dinding kota.
Demikian orang itu muncul, maka beberapa orang telah
siap menyambutnya. "Semuanya berjalan dengan lancar" berkata orang yang
keluar dari lubang di bawah dinding itu.
"Bagus. Aku sudah cemas, bahwa kalian tidak menepati
waktu sehingga kami harus menunggu terlalu lama"
"Bukankah kita berpegang pada kedudukan bintang waluku
itu sehingga kita tidak perlu saling menunggu?"
"Ya" "Nah, sekarang bagaimana dengan rencana Eyang Kakung
itu" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jika segalanya aman, kita akan melaksanakan semua
rencana. Eyang Kakung sudah siap untuk berangkat"
"Sekarang adalah waktu yang terbaik. Jika esok prajurit
atau petugas sandi yang meronda melihat pintu ini, mereka
akan mengamankannya"
"Baik. Aku akan memberikan laporan kepada Eyang
Kakung" "Cepat sedikit. Aku menunggu disini. Jika Eyang Kakung itu
sudah siap, aku akan mendahului di depannya"
"Baik. Tunggulah sebentar. Beberapa orang kawan kita
mengamati lingkungan ini agar tidak ada orang yang
mengganggunya" Dua orang di antara merekapun segera meninggalkan
tempat itu untuk menjemput orang yang disebutnya Eyang
Kakung itu. Dalam pada itu, orang-orang yang berada di luar dinding
kota menunggu dengan jantung yang berdebaran. Mereka
duduk di atas bongkah-bongkah batu padas yang melindungi
mulut terowongan itu. Para petani yang pergi ke sawah, tidak
akan pernah menyempatkan diri melihat semak-semak di
belakang bongkah-bongkah batu padas itu, karena menurut
pendapat mereka, tidak ada apa pun di belakang batu padas
yang berbongkah-bongkah itu kecuali gerumbul-gerumbul
perdu liar serta sarang ular.
Dalam pada itu, Paksi, Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijaya menunggu dengan tegang. Mereka sudah
menduga bahwa akan ada seseorang yang keluar dari dalam
kota. Namun yang menjadi pertanyaan, siapakah orang itu.
Ketiga orang yang menunggu di luar itu sudah sepakat,
bahwa jika yang keluar bukan Harya Wisaka, mereka tidak
akan mengganggu, karena mereka yakin, bahwa Harya
Wisaka juga akan mempergunakan terowongan itu untuk
keluar. Sementara itu, mereka pun berpendapat bahwa Harya
Wisaka masih berada di dalam dinding kota.
Beberapa saat lamanya Paksi, Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijaya harus menunggu. Dalam kegelisahan mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melihat orang-orang yang duduk di atas batu-batu padas
itupun menjadi gelisah. Setiap kali satu atau dua orang
bangkit berdiri. Melangkah di atas batu-batu padas itu hilir-mudik, bahkan
berloncatan dari bongkah yang satu ke bongkah yang lain.
"Sejak kapan terowongan itu dibuat?" pertanyaan itu telah
menggelitik jantung Paksi. "Demikian hati-hatinya, sehingga
selama terowongan itu dibuat, para prajurit dan petugas sandi
tidak sempat melihatnya"
Namun menurut pendapat Paksi, gagasan untuk membuat
terowongan itu tentu datangnya belum terlalu lama. Setelah
dipertimbangkan masak-masak, maka mereka benar-benar
melaksanakannya. "Agaknya terowongan itupun baru saja siap. Kemudian
adikkulah yang pertama-tama disurukkan ke dalamnya untuk
menguji ketahanannya serta manfaat dari terowongan itu"
Paksi menggeram. Harya Wisaka sama sekali tidak
menghargai keselamatan dan nyawa orang lain bagi
kepentingannya. Namun di sisi lain, ia mampu menempa para
pengikutnya untuk menjadi orang-orang yang kehilangan
pribadinya. "Aku akan menunggunya. Jika malam ini ia tidak keluar dari
dalam kota, maka aku akan menunggu di malam-malam
berikutnya" berkata Paksi kepada diri sendiri.
Sejenak kemudian, Paksi, Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijaya melihat orang-orang yang duduk di bongkah-
bongkah batu padas itu bangkit berdiri, kemudian mereka pun
melihat seleret cahaya yang memancar dari balik batu-batu
padas itu, namun kemudian segera padam.
"Tentu ada yang keluar" berkata Paksi di dalam hatinya.
Dengan tegang, Paksi, Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijaya menunggu siapa yang akan muncul dari balik
gumpalan batu-batu padas itu.
Tanpa berjanji, untuk mempertajam penglihatan mereka,
merekapun telah mengetrapkan ilmu mereka, Sapta Pandulu.
Dalam keremangan malam ketiga orang yang bersembunyi di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
balik batu dan menyusup di antara semak-semak itu melihat
seseorang naik ke atas batu padas diiringi oleh dua orang
lainnya. Sementara itu, orang-orang yang sudah lebih dahulu
berada di atas bongkah-bongkah batu padas itu bergeser
sedikit menjauh. Bahkan merekapun kemudian berloncatan
mendahului turun. Dengan demikian maka orang yang baru muncul dari balik
batu padas itu menjadi semakin jelas. Dengan berlandaskan
ilmu Sapta Pandulu, Paksi, Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijayapun melihat bahwa orang itu adalah Harya Wisaka.
Ketiga orang yang berada di balik batu itupun menjadi
berdebar-debar. Yang mereka cari selama ini ternyata telah
berdiri di hadapan mereka. Orang yang bukan saja mereka
cari, tetapi orang yang dicari oleh para pemimpin dan bahkan
seluruh prajurit Pajang. Paksi, Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya tidak
sempat membicarakan langkah-langkah yang harus mereka
ambil. Namun ternyata bahwa mereka bertiga telah
membulatkan hati mereka untuk menangkap orang yang
menjadi buruan itu. Sebelum mereka bertindak, mereka sempat menghitung
orang yang akan mereka hadapi. Lima orang telah berada di
tempat itu lebih dahulu sebelum Harya Wisaka muncul.
Kemudian Harya Wisaka dan dua orang pengawalnya yang
tentu orang-orang pilihan.
Ketiga orang itu memang harus memperhitungkan langkah
mereka sebaik-baiknya. Namun jika mereka tidak bertindak
saat itu, maka mereka akan dapat kehilangan Harya Wisaka.
Jika Harya Wisaka itu terlepas dan sempat melarikan diri
keluar kotaraja, maka untuk menangkapnya akan menjadi
semakin sulit. Ternyata Pangeran Benawalah yang mengambil keputusan
lebih dahulu. Tiba-tiba saja iapun bangkit berdiri dan
melambaikan tangannya ke arah Paksi dan Raden Sutawijaya.
Raden Sutawijaya dan Paksi tidak mempunyai pilihan lain.
Merekapun segera bangkit berdiri pula.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikian Pangeran Benawa melangkah ke arah Harya
Wisaka yang masih berdiri di atas batu-batu padas, maka
Raden Sutawijaya dan Paksipun telah menyusul pula.
Malam itu Paksi tidak membawa tongkatnya. Paksi
menganggap tongkatnya akan dapat mempersulitnya jika ia
bertemu dengan para prajurit atau pada saat ia melewati pintu
gerbang kotaraja. Bahkan Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijaya pun tidak membawa senjata panjang yang segera
dapat dilihat. Mereka hanya membawa pisau-pisau belati
panjang di bawah kain panjang mereka. Sementara itu,
Pangeran Benawa telah mengenakan penutup pergelangan
tangannya yang juga merupakan perisai baginya,
sebagaimana dipergunakannya pada saat ia mengembara
bersama Paksi. Kehadiran mereka bertiga benar-benar telah mengejutkan
Harya Wisaka dan para pengikutnya. Mereka tidak mengira,
bahwa ternyata ada juga orang yang telah melihat mereka.
Kelima orang yang lebih dahulu datang dan mengamati
keadaan sebelum Harya Wisaka keluar dari terowongan itu
segera memencar. Dengan serta-merta mereka mencabut
senjata-senjata mereka. Harya Wisaka yang berdiri di atas batu padas itupun
menggeram, "Orang-orang dungu. Kenapa hal seperti ini
dapat terjadi" Buat apa aku mengirim kalian mengamankan
daerah ini sebelum aku keluar?"
Kelima orang itu memang merasa sangat bersalah. Karena
itu, maka pemimpin merekapun berdesis, "Hanya tiga orang.
Kami akan segera melumatkan mereka"
Harya Wisaka tidak menjawab. Yang dilihatnya memang
hanya tiga orang. Jika yang datang lebih dari tiga orang, maka yang lain tentu sudah akan menampakkan dirinya pula.
Namun debar di jantung Harya Wisaka menjadi semakin
cepat ketika ia mulai mengenali ketiga orang itu. Yang
seorang adalah Pangeran Benawa. Seorang yang lain adalah
Raden Sutawijaya dan seorang yang lain lagi adalah Paksi
Pamekas. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tiba-tiba saja timbul niatnya untuk masuk kembali ke
dalam mulut terowongan, namun demikian tangkasnya Raden
Sutawijaya berlari dan berloncatan di atas batu-batu padas
sehingga tiba-tiba saja ia sudah berada tidak terlalu jauh dari mulut terowongan itu, sementara Paksi dan Pangeran Benawa
pun telah semakin mendekati pula.
"Selamat malam, Paman" berkata Pangeran Benawa.
"Kau berhasil menemukan aku disini, Pangeran" desis
Harya Wisaka. "Aku sudah terlanjur menitikkan airmata ketika aku melihat
gundukan tanah di kuburan yang disebut sebagai makam
Paman Harya Wisaka" "Permainan yang mengasyikkan. Tetapi kau kira aku
percaya, bahwa kalian mempercayai bahwa aku sudah mati?"
"Permainan itu akan berakhir disini"
"Ya, bagi kalian bertiga. Kami akan membunuh kalian
bertiga jika kalian tidak mau menyingkir dari lingkungan ini"
"Sudah sekian lama kami menunggu kesempatan seperti
ini, Paman. Apakah kami harus menyingkir?"
Wajah Harya Wisaka menjadi tegang. Ia menjadi sangat
kecewa kepada orang-orang yang ditugaskannya mengamati
lingkungan itu. Mereka sudah menyatakan bahwa tidak akan
ada gangguan apa-apa. Tetapi ternyata bahwa masih juga ada
yang melihat mereka. Meskipun hanya tiga orang, tetapi
ketiga orang itu adalah orang-orang yang berilmu tinggi.
Namun Harya Wisaka itupun berpaling kepada kedua orang
pengawalnya. Keduanya adalah orang-orang pilihan. Mereka
adalah orang-orang yang juga berilmu tinggi. Sementara itu,
masih ada lima orang lainnya yang bukan orang kebanyakan,
selain Harya Wisaka sendiri.
Harya Wisaka menarik nafas dalam-dalam. Luka-lukanya
memang sudah sembuh. Tetapi tenaganya masih belum pulih
seutuhnya. Meskipun demikian, ia adalah orang yang memiliki
bekal yang memadai. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika ia berpaling ke arah mulut terowongan, maka tidak
jauh dari mulut terowongan itu, Raden Sutawijaya berdiri
tegak dengan kaki renggang.
Bahkan Harya Wisakapun menjadi ragu-ragu. Jangan-
jangan di depan mulut terowongan di dalam dinding kotaraja
tempat ia masuk tadi sudah ditunggui justru oleh Ki Gede
Pemanahan sendiri beserta Ki Waskita dan orang-orang pilihan
lainnya. Bahkan sekelompok prajurit pilihan.
"Jika aku berusaha untuk masuk kembali dan merayap
masuk ke dalam kota, jangan-jangan aku justru telah
ditunggui oleh para pemimpin Pajang" berkata Harya Wisaka
di dalam hatinya. Karena itu, Harya Wisaka telah bertekad untuk menghadapi
ketiga orang yang berusaha untuk menangkapnya itu.
"Mudah-mudahan mereka tidak sempat memberi isyarat
kepada para prajurit" berkata Harya Wisaka di dalam hatinya.
Sementara itu, Pangeran Benawapun berkata, "Paman,
sebaiknya Paman kami antar langsung menghadap Ayahanda
di istana. Beberapa saat lagi fajar akan menyingsing.
Ayahanda tentu akan segera bangun. Dengan demikian maka
Paman tidak perlu terlalu lama menunggu"
"Anak tidak tahu diri. Karebet itulah yang harus datang
menghadap aku. Anak pidak pedarakan itu tidak pantas duduk
di atas tahta Pajang"
Pangeran Benawa tertawa. Katanya, "Pantas atau tidak
pantas, tetapi Ayahanda sekarang adalah raja di Pajang.
Paman Harya Wisaka adalah seorang pemberontak yang harus
ditangkap dan kemudian diadili. Mungkin Paman akan
dihukum untuk waktu yang lama. Tetapi mungkin Paman akan
dibebaskan" Harya Wisaka itu menggeram. Katanya, "Kau bujuk aku
seperti membujuk anak-anak yang menangis karena
kehilangan mainannya"
"Tidak, Paman" jawab Pangeran Benawa. "Kami tidak
membujuk Paman, karena Paman tidak mempunyai pilihan.
Kami akan menangkap Paman, mau atau tidak mau. Tetapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kami memang membujuk agar Paman tidak usah melawan,
karena perlawanan yang akan Paman berikan itu akan sia-sia"
"Cukup" bentak Harya Wisaka, "kau memang pandai
membual, Benawa. Bersiaplah untuk mati. Kau, Sutawijaya
dan Paksi tidak mempunyai kesempatan untuk hidup. Kalian
hanya akan mengotori bumi Pajang saja"
"Sudahlah. Sudah waktunya untuk bangun. Sementara
Paman masih saja bermimpi berkepanjangan"
Harya Wisaka menggeram. Tiba-tiba saja jatuh
perintahnya, "Bunuh mereka bertiga. Jangan ragu-ragu. Tidak
ada pilihan lain bagi kita"
Kelima orang itupun segera bersiap. Demikian pula kedua
orang yang datang bersama Harya Wisaka itu. Mereka segera
berloncatan mendekati lawan pilihan mereka masing-masing.
Yang ternyata harus berhadapan dengan tiga orang adalah
Raden Sutawijaya. Agaknya orang-orang itu memikirkan
kemungkinan untuk memberikan kesempatan kepada Harya
Wisaka untuk menyusup kembali ke dalam mulut terowongan
itu, namun Harya Wisaka sendiri agaknya tidak lagi berminat,
karena Harya Wisaka memikirkan kemungkinan, bahwa mulut
terowongan yang berada di dalam kotaraja pun telah diketahui
oleh Ki Gede Pemanahan, ayah Raden Sutawijaya itu.
Sejenak kemudian, pertempuranpun berlangsung dengan
sengitnya. Pangeran Benawa dan Paksi, masing-masing harus
menghadapi dua orang. Namun demikian, baik Raden Sutawijaya maupun Pangeran
Benawa dan Paksi, tidak melepaskan perhatian mereka kepada
Harya Wisaka. Mungkin saja Harya Wisaka berusaha
mempergunakan kesempatan terbaik untuk melarikan diri,
atau menyusup kembali ke dalam mulut terowongan.
Demikianlah, maka pertempuran itupun berlangsung
dengan sengitnya. Ketiga orang yang bertempur melawan
Raden Sutawijaya segera mengerahkan kemampuan mereka.
Senjata merekapun berputaran dengan garangnya,
menyambar-nyambar. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu, Raden Sutawijaya hanya bersenjatakan
sepasang pisau belati panjang seperti juga Pangeran Benawa.
Namun ternyata bahwa sepasang pisau belati itu telah mampu
membuat ketiga orang lawannya terdesak.
Di lingkaran pertempuran yang lain, Pangeran Benawa
bertempur melawan dua orang lawan sebagaimana Paksi.
Paksi yang tidak membawa tongkatnya itu, telah mencabut
sebatang patok bambu lanjaran untuk rambatan batang
kacang pajang di pematang. Dengan patok bambu yang
panjangnya hampir sepanjang tongkatnya itu, Paksi melawan
kedua orang pengikut Harya Wisaka.
Meskipun tongkat bambu itu tidak memiliki kekuatan dan
ketahanan sebagaimana tongkatnya, namun sebatang tongkat
bambu itu di tangan Paksi cukup memadai untuk melawan
senjata-senjata lawannya.
Dengan demikian, maka pertempuranpun menjadi semakin
sengit. Ternyata para pengikut Harya Wisaka yang mendapat
kepercayaan untuk melindunginya itu adalah orang-orang
pilihan. Mereka dengan tangkasnya berloncatan di atas batu-
batu padas serta gerumbul-gerumbul perdu.
Harya Wisaka sendiri masih berdiri saja di atas sebongkah
batu padas. Diamatinya orang-orang yang sedang bertempur
melawan hanya tiga orang itu. Namun ketiga orang itu adalah
orang-orang yang berilmu tinggi.
Dengan cemas Harya Wisaka mengamati ketiga orang
pengikutnya yang bertempur melawan Raden Sutawijaya.
Meskipun mereka bertiga, namun nampaknya sulit bagi
mereka untuk mengimbangi kemampuan Raden Sutawijaya.
Karena itu, maka Harya Wisaka sendiri berniat untuk terjun ke
dalam pertempuran itu. "Dengan membunuh Sutawijaya, maka kedua orang yang
lain akan dapat segera dikuasai pula" berkata Harya Wisaka di
dalam hatinya. Apalagi orang-orang yang bertempur melawan
Pangeran Benawa dan Paksi adalah justru orang-orang
terbaiknya, sehingga mereka akan dapat bertahan
menghadapi lawan mereka. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun sebenarnyalah bahwa kekuatan dan kemampuan
Harya Wisaka belum sepenuhnya pulih kembali. Meskipun
demikian, sebagai seorang yang berilmu tinggi, maka ia
adalah tetap orang yang sangat berbahaya.
Karena itu, demikian Harya Wisaka mencabut pedangnya
dan melibatkan diri dalam pertempuran melawan Raden
Sutawijaya, maka Raden Sutawijaya harus menjadi semakin
berhati-hati. "Silahkan, Paman" berkata Raden Sutawijaya. "Agaknya
Paman tidak sabar menunggu, sehingga kita akan dapat
bermain dengan baik. Aku dan Paman tanpa diganggu orang
lain" Harya Wisaka menggeram. Katanya, "Satu usaha yang baik
untuk menyelamatkan diri. Tetapi usahamu akan sia-sia,
Sutawijaya. Kau akan mati malam ini di sini. Jangan sesali
kesombonganmu, bahwa kau telah mencoba menghentikan
aku. Kenapa bukan ayahmu atau ayah angkatmu yang
sekarang tanpa mempunyai hak dan wewenang duduk di atas
tahta Pajang" Kenapa bukan guru yang manapun juga, atau
orang-orang yang sekarang mendapat kesempatan memimpin
padepokan di Hutan Jabung itu?"
"Tidak usah, Paman. Tidak usah menunggu Ayah, atau
Ayahanda Sultan Pajang atau Ki Waskita atau Ki Panengah.
Paman masih belum sembuh benar. Karena itu, maka tugas
kami tidak akan terlalu sulit"
Harya Wisaka tertawa. Katanya, "Kesombonganmu
melampaui kesombongan ayahmu. Tetapi kau pantas menjadi
anak Karebet yang tidak tahu diri itu. He, apakah kau memang
anak orang yang mengaku dirinya raja Pajang itu"
"Ah, jangan mencoba untuk menyerangku dari sisi yang
lain, Paman. Marilah kita membuat perbandingan ilmu
kanuragan" Harya Wisaka tertawa semakin keras. Katanya, "Kau takut
melihat kenyataan itu. He, Benawa. Dengarlah, kakakmu
Sutawijaya menjadi sangat gelisah mendengar bahwa ia bukan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saudara angkatmu, tetapi ia benar-benar saudaramu. Setidak-
tidaknya saudara seayah"
Tetapi jawaban Pangeran Benawa yang sedang bertempur
melawan dua orang kepercayaan Harya Wisaka yang berilmu
tinggi itu justru telah membuatnya semakin marah, "Siapa pun
Kakangmas Sutawijaya, ia telah membuat Paman menjadi
ketakutan" "Setan kau, keturunan orang Tingkir. Perasaanmu agaknya
telah membeku, sehingga jantungmu agaknya tidak tersentuh
sama sekali mendengar bahwa Sutawijaya itu juga anak
Hadiwijaya" "Orang yang sedang terdesak dapat saja mengigau untuk
melepaskan diri dari himpitan perasaan"
Harya Wisaka menggeram. Namun pedangnyalah yang
kemudian mulai berputar. Harya Wisaka yang menempatkan
diri di antara ketiga orang pengikutnya itu ternyata harus
mendapat perhatian khusus dari Raden Sutawijaya.
Namun untunglah bahwa Harya Wisaka itu masih belum
pulih kembali. Meskipun ayunan pedangnya masih sangat
berbahaya, namun kakinya masih belum dapat bergerak
secepat sebelum ia terluka. Tenaga dalamnya pun belum
mampu dikembangkannya lagi sementara itu pancaran
ilmunya masih lemah. Namun bersama dengan tiga orang pengawalnya, mereka
adalah lawan yang sangat berat bagi Raden Sutawijaya.
Sementara itu, seorang dari lawan Pangeran Benawa
adalah pengawal terpercaya Harya Wisaka. Ia adalah orang
yang memiliki ilmu yang tinggi. Meskipun nampaknya umurnya
sudah mendekati setengah abad, namun justru ilmunya
nampak semakin masak. Meskipun ilmu kawannya tidak setinggi orang yang sudah
setengah abad itu, namun ia mampu melengkapi ilmu
kawannya, sehingga dengan demikian Pangeran Benawa
harus berhati-hati menghadapi keduanya.
Lawan Paksipun orang-orang berilmu tinggi pula. Apalagi
Paksi tidak membawa senjata andalannya, sehingga Paksi pun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
harus sangat berhati-hati. Ia tidak dapat membenturkan
tongkat bambunya langsung melawan senjata lawan-
lawannya. Tetapi ia harus berusaha untuk sekedar menepis
dengan tongkatnya atau menghindarinya.
Meskipun demikian, bukan berarti bahwa Paksi dengan
mudah dapat didesak oleh kedua lawannya. Meskipun
lawannya sadar sepenuhnya, bahwa senjata Paksi bukan
senjata yang baik, namun mereka tidak dapat dengan serta-
merta menyerang dengan mengayunkan senjata-senjata
mereka. Ketika seorang di antara mereka meloncat sambil menebas
mendatar ke arah dada, Paksi sempat bergeser surut.
Sehingga ujung senjata lawannya tidak menggores dadanya.
Pada saat yang bersamaan, lawannya yang lain menyerang
dengan menjulurkan senjatanya pula. Namun dengan cepat
Paksi merendahkan dirinya. Dengan cepat tongkatnya
berputar, menyapu dengan derasnya, menghantam kaki
lawannya yang sedang menjulurkan senjatanya itu.
Orang itu masih sempat meloncat menghindar. Namun
tiba-tiba saja senjata Paksi menggeliat. Sepotong bambu itu
dijulurkannya mematuk ke arah perut. Orang itu sempat
melihat serangan Paksi. Karena itu, maka iapun meloncat
surut. Tetapi sepotong bambu di tangan Paksi itu bergerak lebih
cepat. Ujungnya sempat menyentuh perut orang yang sedang
meloncat surut itu. Untunglah bahwa ujung bambu patok lanjaran kacang
panjang itu tidak runcing, sehingga tidak melukai perut
lawannya. Namun dorongan kekuatan Paksi telah mendorong
orang yang memang sedang meloncat surut itu.
Karena itu, maka orang itu justru telah terdorong dengan
kerasnya. Dengan demikian, maka kakinya tidak dapat
hinggap di atas sebongkah batu padas di belakangnya, karena
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sebongkah batu padas itu telah terlampaui.
Dengan kerasnya orang itu telah terjatuh di sela-sela
bongkah-bongkah batu padas itu. Punggungnya yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terbentur dengan kerasnya, terasa tulangnya bagaikan
berpatahan. Namun dengan susah payah orang itu bangkit. Sambil
menyeringai orang itu meloncat kembali dan berdiri di atas
batu-batu padas yang keras itu.
Darah orang itu bagaikan mendidih. Lawannya hanya
mempergunakan tongkat bambu yang dicabutnya dari
pematang. Sementara itu, berdua ia melawannya dengan
senjata andalan di tangannya.
"Iblis manakah yang telah merasuk ke dalam orang ini"
geram orang itu. Dengan gigi yang gemeretak orang itupun bergeser
mendekati Paksi yang masih bertempur dengan seorang
lawannya. Orang yang bertubuh tinggi agak kekurus-kurusan.
Tetapi orang itu mempunyai kelebihan yang kadang-kadang
menyulitkan Paksi. Orang itu mampu bergerak dengan
kecepatan yang tinggi. Untunglah bahwa Paksi telah menempa dirinya sejak ia
berada di dalam pengembaraan. Orang yang ternyata adalah
ayahnya dan gurunya itu selalu membayanginya. Menuntun
dan menempanya dengan cara yang asing, namun yang
berhasil membentuknya menjadi orang yang berilmu tinggi.
Kemudian, Paksipun mendapat kesempatan untuk berlatih
dengan lebih teratur dan terencana di bawah bimbingan dua
orang gurunya itu. Karena itu, maka ketika ia harus menghadapi dua orang
yang berilmu tinggi hanya dengan sepotong bambu di
tangannya, Paksi masih mampu mengimbangi kemampuan
mereka berdua. Pertempuranpun semakin lama menjadi semakin sengit.
Kedua orang lawannya berusaha memancing Paksi bertempur
semakin jauh dari mulut terowongan itu. Namun Paksi tidak
menanggapinya. Jika keduanya berloncatan menjauh, maka
Paksipun tetap berdiri di tempatnya.
Raden Sutawijayalah yang bertempur terdekat dengan
mulut terowongan itu. Melawan empat orang lawannya, Raden
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sutawijaya harus mengerahkan kemampuannya. Jika saja
Harya Wisaka telah pulih kembali, maka Raden Sutawijaya
harus membuat pertimbangan ulang untuk menghadapi
mereka. Tetapi ternyata keadaan Harya Wisaka masih belum
pulih kembali. Ia masih belum mampu bergerak dengan
kecepatan yang tinggi. Tenaganyapun belum sekuat tenaganya yang utuh. Bahkan
tenaga dalamnya pun masih terasa lemah. Demikian pula
ilmunya masih belum mendapat dukungan penuh dan unsur
kewadagannya. Karena itu, maka kehadiran Harya Wisaka tidak sangat
mencemaskan bagi Sutawijaya. Meskipun demikian,
keberadaan Harya Wisaka di antara ketiga orang lawan Raden
Sutawijaya itu telah memaksa Raden Sutawijaya untuk
mengerahkan kemampuannya.
Dengan sepasang pisau belati panjangnya, Raden
Sutawijaya berloncatan di antara keempat lawannya. Untuk
menghindari serangan-serangan dari arah belakang, Raden
Sutawijaya bertempur dengan langkah-langkah panjang.
Kecepatannya bergerak banyak membuat lawan-lawannya
kadang-kadang kebingungan. Bahkan Harya Wisaka sendiri
sering merasa kehilangan lawannya itu.
Mau tidak mau Harya Wisaka harus mengakui kenyataan
tentang dirinya, bahwa kekuatan dan kemampuannya masih
belum pulih kembali. Di sisi lain, Pangeran Benawa yang bertempur melawan dua
orang lawan sempat bergeser ke tanah persawahan. Kaki
mereka yang sedang bertempur itu berloncatan menginjak-
injak batang padi muda yang sedang tumbuh.
Namun Pangeran Benawa tidak dapat menghindarkan
kakinya dari tanah yang basah itu. Ia tidak dapat bertempur
dalam arena yang sama dengan arena yang dipergunakan
oleh Paksi melawan kedua orang lawannya.
Namun dengan demikian, rasa-rasanya Pangeran Benawa
dapat bertempur dengan leluasa. Ia tidak perlu menjaga
keseimbangan karena berdiri di atas batu-batu padas yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak rata. Bahkan terdapat beberapa gundukan-gundukan
batu padas, namun di sana-sini terdapat lekuk-lekuk yang
bahkan agak dalam. Dengan bertempur di tempat yang datar, maka Pangeran
Benawa rasa-rasanya menjadi semakin garang. Meskipun
seorang lawannya adalah orang yang sudah masak dalam olah
kanuragan, tetapi Pangeran Benawa tidak mengalami
kesulitan. Bahkan sekali-sekali ia sempat mendesak lawannya,
meskipun kemudian Pangeran Benawalah yang harus
berloncatan mundur. Seperti Raden Sutawijaya, Pangeran
Benawapun menggenggam sepasang belati. Sementara itu
penutup pergelangan tangannya sekaligus dapat
dipergunakannya sebagai perisai.
Semula lawannya tidak mengetahui bahwa Pangeran
Benawa mengenakan sebuah perisai yang khusus di
pergelangan tangannya. Karena itu, lawan-lawannya itu
merasa heran jika sabetan pedang mereka seakan-akan
terpental jika mengenai pergelangan tangan Pangeran
Benawa. Sementara itu lawannya yang lain lebih banyak
menyesuaikan diri dengan tatanan gerak Pangeran Benawa.
Dalam keadaan yang memungkinkan orang itu tiba-tiba saja
menyerang dengan cepat serta dengan kekuatan yang sangat
besar. Pada saat-saat Pangeran Benawa sibuk dengan
lawannya yang lain, maka orang itu selalu memanfaatkan
keadaan. Tetapi Pangeran Benawa, meskipun masih terhitung muda,
namun ilmunya seakan-akan sudah sulit dijajagi. Karena itu,
maka Pangeran Benawa selalu dapat keluar dari kesulitan-
kesulitan yang ditimbulkan oleh kedua orang lawannya itu.
Bahkan semakin lama justru kedua orang lawannya itulah
yang mengalami kesulitan. Seorang di antara mereka berteriak
nyaring ketika pisau belati panjang Pangeran Benawa
menggores bahunya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Belum lagi gema suaranya hilang, seorang lawan Paksi
mengumpat dengan kasar. Tongkat bambu Paksi yang terayun
mendatar telah menghantam punggungnya, sehingga orang
itu jatuh terjerembab di atas tanah keras berbatu padas yang
tidak rata. Dengan tangkasnya orang itu meloncat bangkit. Namun
ketika tangannya mengusap wajahnya yang terasa pedih,
telapak tangannya terasa menyentuh cairan yang hangat.
Ternyata hidungnya yang membentur batu padas telah
berdarah. Dahinya dan dagunya juga terluka.
Sementara itu, Raden Sutawijaya yang bertempur melawan
empat orang, termasuk Harya Wisaka sendiri, telah
meningkatkan ilmunya. Ia sudah mulai jemu melayani
keempat orang lawannya. Karena itu, maka Raden
Sutawijayapun telah menghentakkan ilmunya. Ketika seorang
lawannya meloncat menyerangnya, Raden Sutawijaya
bergeser mengelak. Tetapi seorang lawannya yang lain telah
mengayunkan senjatanya pula mengarah ke lambung.
Dengan tangkasnya Raden Sutawijaya menangkisnya.
Kedua pisau belati panjangnya memukul senjata lawannya itu
dengan kerasnya. Tetapi pada saat yang hampir bersamaan,
lawannya yang seorang lagi menjulurkan senjatanya
mengarah ke dada. Raden Sutawijaya tidak sempat
menangkisnya. Tetapi iapun meloncat tinggi-tinggi. Berputar
di udara dan kemudian hinggap di atas sebongkah batu padas.
Namun demikian kakinya menyentuh batu padas itu, iapun
telah melenting kembali. Kakinya terjulur lurus menyamping.
Terdengar seorang di antara lawannya mengaduh tertahan.
Kaki Raden Sutawijaya itu telah mendorongnya sehingga
orang itu kehilangan keseimbangan. Dengan kerasnya ia
terjatuh dan justru tersuruk ke dalam mulut terowongan.
Tubuhnya yang tidak mapan itu rasa-rasanya akan patah di
tengah. Dengan susah payah ia berusaha untuk bangkit.
Tetapi tubuhnya yang bagaikan patah itu terasa sakit sekali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seorang kawannya dengan tergesa-gesa mendekatinya.
Dengan serta-merta kawannya itu telah menarik tangannya.
Namun dengan demikian orang itu justru berteriak kesakitan.
Punggungnya tergores batu-batu padas yang keras,
sehingga bukan saja bajunya terkoyak, tetapi juga kulitnya
bagaikan terkelupas. Kawannya yang menarik tangannya tidak
menghiraukannya. Ia justru meloncat kembali ke arena,
karena Raden Sutawijaya telah menyerang dan mendesak
Harya Wisaka yang belum pulih kembali kemampuannya itu.
Dua orang dengan cepat berusaha menahan Raden
Sutawijaya sehingga Harya Wisaka sempat meloncat
mengambil jarak. Namun pada saat Harya Wisaka terlepas
dari serangan Raden Sutawijaya, maka pisau belati Raden
Sutawijaya itu terayun dengan derasnya. Seorang dari
pengikut Harya Wisaka itu berteriak kesakitan. Ujung pisau
belati Raden Sutawijaya itu ternyata telah menggores dadanya
menyilang. Harya Wisaka sendiri tertegun mendengar teriakan itu.
Darahpun kemudian mengalir membasahi bajunya yang
menganga pula. Dalam pada itu, orang yang kulit punggungnya bagaikan
terkelupas dan menahan pedih itu telah meloncat masuk
kembali ke dalam arena. Namun ada sesuatu yang terasa
menghambat gerak tangannya yang agak terkilir waktu ia
terjatuh. Pertempuranpun menjadi semakin sengit. Orang-orang
yang terlibat sudah mengerahkan tenaga dan kemampuan
mereka. Masing-masing telah sampai ke puncak ilmunya.
Namun Harya Wisaka dan para pengikutnya akhirnya tidak
mampu mengatasi kemampuan ketiga orang lawannya.
Seorang lawan Pangeran Benawa berdesah tertahan.
Suaranya terputus di kerongkongan ketika pisau belati
Pangeran Benawa itu menghunjam menyentuh jantung.
Namun Pangeran Benawa memang menjadi heran. Para
pengikut Harya Wisaka itu bagaikan kerasukan iblis. Mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sama sekali tidak dapat melihat kenyataan. Seharusnya
mereka dapat menilai kemampuan diri. Tetapi dalam keadaan
yang semakin sulit, mereka bagaikan harimau yang terluka.
Mengamuk sejadi-jadinya. Para pengikut Harya Wisaka yang lainpun telah
terpengaruh pula. Ketika mereka menyadari bahwa seorang di
antara mereka terbunuh, maka merekapun bertempur
semakin garang dan bahkan kasar. Harya Wisaka sendiri
kemudian telah mengerahkan sisa-sisa kemampuannya. Ia
bermaksud mengakhiri perlawanan Raden Sutawijaya lebih
cepat, agar ia segera dapat ikut menghentikan perlawanan
Pangeran Benawa. Tetapi ternyata justru mereka berempatlah yang menjadi
semakin terdesak. Karena itu, maka lawan Pangeran Benawa itu tidak dapat
mengharapkan bantuan dari kawan-kawannya. Dalam
keadaan yang tidak berpengharapan orang itu bertempur
membabi buta. "Menyerahlah" berkata Pangeran Benawa, "kau tidak akan
mempunyai kesempatan lagi"
Tetapi lawannya sama sekali tidak menghiraukannya. Ia
bahkan berteriak nyaring meloncat sambil menebas dengan
senjatanya mengarah ke leher Pangeran Benawa.
"Orang ini sedang membunuh diri" berkata Pangeran
Benawa di dalam hatinya. Ketika Pangeran Benawa mengelak dengan merendahkan
diri, maka terdengar seseorang mengumpat kasar. Ternyata
seorang lawan Raden Sutawijaya jatuh terguling dari atas
gundukan batu padas. Orang itu masih berusaha untuk
bangkit. Tetapi ternyata bahwa ia sudah tidak mampu lagi.
Dengan susah payah tangannya menggapai-gapai batu-batu
padas di sebelahnya. Namun ketika pegangan tangannya
terlepas, orang itu terpelanting jatuh.
Yang terdengar kemudian adalah erang kesakitan. Dalam
pada itu, Paksipun telah menguasai kedua orang lawannya
pula. Tongkat bambunya terayun-ayun mengerikan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika tongkat yang terjulur itu mematuk dada, maka
lawannya itupun telah terguling pula. Demikian ia berusaha
bangkit, maka tongkat bambu Paksi itupun telah memukul
tengkuknya. Orang itu mengaduh tertahan. Suaranya
bagaikan terpotong di kerongkongannya.
Yang tersisa sama sekali tidak mengendorkan perlawanan
meskipun mereka tahu, bahwa mereka tidak akan dapat
bertahan lebih lama lagi.
Harya Wisaka yang melihat keadaan para pengawalnya
menjadi semakin cemas. Iapun kemudian telah bersuit
nyaring, memberikan aba-aba kepada para pengikutnya yang
tersisa. Beberapa orang itupun tiba-tiba saja berloncatan turun dari
gundukan batu-batu padas yang menyekat lubang terowongan
sehingga lubang itu menjadi tersembunyi.
Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksi memang
terkejut mendengar isyarat itu. Mereka tidak tahu, apa yang
akan dilakukan oleh lawan-lawan mereka itu. Bahkan mereka
semula menyangka bahwa isyarat itu adalah isyarat untuk
melarikan diri. Setidak-tidaknya memberi kesempatan kepada
Harya Wisaka untuk melepaskan diri dari tangan Raden
Sutawijaya dan Paksi. Namun ternyata tidak. Mereka yang tinggal enam orang itu
telah berkumpul dan bersiap memberikan perlawanan di
dalam satu kelompok yang lebih besar.
Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksi termangu-
mangu sejenak. Mereka sadar, bahwa Harya Wisaka dan
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kelima orang pengikutnya akan merubah tatanan perlawanan
mereka. Dalam pada itu, maka Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa
dan Paksipun telah berdiri di luar sekelompok kecil orang itu di arah yang berbeda. Meskipun hanya bertiga, tetapi mereka
seakan-akan telah mengepung enam orang yang siap
menghadapi mereka. Di antara mereka adalah Harya Wisaka
sendiri. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Beberapa saat kemudian, Pangeran Benawa, Raden
Sutawijaya dan Paksi itupun mulai bergeser. Tanpa berjanji
sebelumnya, mereka saling menyesuaikan diri.
Sejenak kemudian, maka pertempuranpun telah berkobar
lagi. Berenam dalam satu kelompok mereka masih mampu
saling melindungi. Terutama melindungi Harya Wisaka sendiri.
Tanpa menghiraukan keselamatan diri sendiri, kelima orang
pengikutnya itu bertempur dengan garang, keras dan bahkan
kasar. Harya Wisaka sendiri terlibat pula dalam pertempuran itu.
Tetapi ia lebih banyak berada di bawah perlindungan para
pengikutnya. "Paman" berkata Pangeran Benawa kemudian, "mumpung
masih ada kesempatan, perintahkan para pengikut Paman itu
menghentikan perlawanan mereka. Dengan demikian maka
pertempuran ini pun akan segera selesai. Peristiwa yang
terjadi disini tidak akan memberatkan hukuman Paman. Kami
tidak akan mengatakan bahwa Paman telah mengeraskan hati
untuk melakukan perlawanan pada waktu kami berusaha
menangkap Paman" "Diam kau, anak Karebet. Jika kau takut menghadapi kami,
pergilah. Kami tidak akan menyakitimu. Kalian bertiga akan
kami ampuni dan kami beri kesempatan untuk tetap hidup dan
pulang kepada ibu kalian masing-masing"
Raden Sutawijaya tertawa. Katanya, "Seharusnya Paman
tidak mengingkari kenyataan ini"
"Persetan dengan igauanmu"
"Paman" berkata Pangeran Benawa selanjutnya, "jika
kesempatan terakhir ini tidak Paman pergunakan dengan baik,
maka kami tidak akan memberikan kesempatan berikutnya
kepada Paman" "Diam. Sebentar lagi kau memang akan diam untuk
selamanya" Pangeran Benawa menarik nafas dalam-dalam. Kemudian
dengan nada tinggi iapun berkata lantang, "Ternyata segala
niat baik kita tidak ditanggapi oleh Paman Harya Wisaka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena itu, maka kita tidak mempunyai pilihan lain. Kita akan
menghancurkan mereka sampai orang yang terakhir"
Suara Pangeran Benawa yang mengumandang itu memang
menggetarkan jantung Harya Wisaka dan para pengikutnya.
Namun segera diimbangi oleh Harya Wisaka yang berteriak
nyaring, "Kita selesaikan ketiga orang yang menghalangi
perjalanan kita. Bunuh mereka. Jangan ragu-ragu"
Tetapi Pangeran Benawa masih menjawab, "Dua orang
kawan kalian sudah tidak mampu bangkit. Meskipun kami
tidak datang untuk membunuh, tetapi dalam pertempuran
yang terjadi, kematian dapat saja menerkam semua orang
yang terlibat. Karena itu, siapakah di antara kalian yang masih ingin
melihat matahari terbit esok pagi, menyerahlah"
"Cukup" teriak Harya Wisaka. Lalu perintahnyapun
menggelegar lagi, "Bunuh mereka bertiga"
Para pengikut Harya Wisakapun mengerahkan kemampuan
mereka. Bersama Harya Wisaka, maka mereka mulai bergerak
berputar perlahan-lahan sambil mengacukan senjata-senjata
mereka. Sekali-sekali mereka berloncatan menyerang, namun
merekapun kemudian kembali ke dalam lingkaran yang
berputar. Pangeran Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksi mengamati
Harya Wisaka dan para pengikutnya itu dengan seksama.
Sekali-sekali terjadi benturan senjata di antara mereka.
Namun jika Pangeran Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksi
mengambil jarak, maka para pengikut Harya Wisaka itu tidak
menyerang mereka. Seakan-akan mereka dengan sengaja membatasi ruang
gerak mereka, sehingga tidak keluar dari lingkaran. Pangeran
Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksipun kemudian
menyadari, bahwa Harya Wisaka dan para pengikutnya yang
merasa sulit untuk mengimbangi kemampuan ketiga orang
lawannya itu lebih banyak bertahan daripada menyerang.
Mereka menyusun satu lingkaran yang selalu bergerak, yang
sulit untuk ditembus. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Menghadapi tatanan gerak lawannya, maka Pangeran
Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksi berusaha untuk
menemukan kelemahan pertahanan lawan mereka itu.
Raden Sutawijayalah yang kemudian tiba-tiba saja bergerak
mendekati Pangeran Benawa sambil berdesis, "Kita padukan
kekuatan kita untuk menembus dinding pertahanan mereka"
Pangeran Benawapun segera tanggap. Karena itu, maka
berdua mereka segera mendekati Paksi. Raden Sutawijayapun
telah mengulangi lagi pernyataannya, "Kita padukan kekuatan
kita untuk menembus dinding pertahanan mereka"
Sebagaimana Pangeran Benawa, Paksipun tanggap pula.
Bertiga merekapun segera mempersiapkan diri untuk
menembus putaran lingkaran pertahanan Harya Wisaka dan
para pengikutnya. Namun, demikian mereka melihat sikap ketiga orang lawan
mereka, maka Harya Wisakapun segera memberikan perintah
kepada para pengikutnya untuk merubah gelarnya pula.
Mereka tidak lagi berputar melingkar. Namun tiba-tiba saja
lingkarannya itu telah bergerak dengan cepat. Keenam orang
itupun telah menebar lengkung hampir setengah lingkaran.
Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksipun
tertegun melihat tatanan gerak lawannya yang cepat dan
tersusun. Agaknya merekapun telah terlatih menghadapi
keadaan yang gawat sebagaimana mereka hadapi saat itu.
Namun Raden Sutawijaya itupun berkata, "Kita harus
segera menyelesaikan mereka sebelum terjadi perubahan
keadaan. Mungkin sekali kawan-kawan mereka akan
berdatangan atau kemungkinan-kemungkinan lain yang tidak
kita ketahui lebih dahulu"
Pangeran Benawa dan Paksipun mengangguk. Apapun
yang akan terjadi, maka mereka bertiga harus menghentakkan
kemampuan mereka memecahkan pertahanan lawan mereka.
Dalam pada itu, dengan isyarat yang diberikan oleh Harya
Wisaka, maka para pengikutnya itupun telah berderap
bergeser mendekati ketiga orang lawan mereka dengan
senjata teracu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus" desis Raden Sutawijaya, "kita jangan menyerang
mereka pada pusat setengah lingkaran itu. Dengan cepat
Adimas Pangeran dan Paksi harus menjauhi aku. Aku akan
berada di pusat setengah lingkaran itu, sedangkan kalian
berdua akan menyerang dari luar. Jangan beri kesempatan
mereka dapat menebak gerakan kita agar mereka tidak
menyusun bentuk pertahanan baru"
"Beri perintah" desis Pangeran Benawa.
Raden Sutawijaya mengangguk.
Dalam pada itu, lawan-lawan merekapun bergerak semakin
dekat. Senjata mereka tidak saja teracu, tetapi ujungnya mulai bergetar.
"Mereka tidak sekokoh yang kita lihat. Ada di antara
mereka yang telah terluka. Bahkan kesakitan di punggung dan
lambung" Paksi mengangguk. Orang yang sudah dipukulnya di
tengkuknya, tidak lagi mampu memberikan perlawanan
sepenuhnya. Demikian pula orang yang telah terperosok ke
dalam lubang terowongan, orang yang telah terlempar dari
bongkah-bongkah batu padas. Sementara Harya Wisaka
sendiri masih sangat lemah.
Sejenak kemudian, ketika Harya Wisaka dan para
pengikutnya menjadi semakin dekat, maka Raden
Sutawijayapun telah memberikan isyarat.
Dengan cepat sekali Pangeran Benawa dan Paksi
berloncatan keluar dari arah mulut setengah lingkaran yang
seakan-akan hendak menerkam dan menelannya itu.
Sementara itu, dengan cepat pula Raden Sutawijaya justru
menyuruk ke dalamnya. Tatanan gerak itu mengejutkan Harya Wisaka. Namun ia
tidak sempat merubah pertahanannya. Sementara Harya
Wisaka dan orang yang berada di sebelah-menyebelah
bertahan terhadap sergapan Raden Sutawijaya, Pangeran
Benawa dan Paksi telah menyerang dari kedua sisinya.
Harya Wisaka dan orang-orangnyapun segera berada
dalam kesulitan yang gawat. Raden Sutawijaya, Pangeran
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Benawa dan Paksi agaknya sudah merasa terlalu lama
bertempur, sehingga tubuh mereka telah basah oleh keringat.
Karena itu, maka merekapun telah meningkatkan
kemampuan mereka untuk segera mengakhiri perlawanan
Harya Wisaka dan para pengikutnya.
Dalam keadaan yang paling sulit itu, maka Harya Wisaka
tidak mempunyai pilihan lain. Selagi pertempuran meningkat
menjadi semakin sengit, maka terdengar isyarat dari mulut
Harya Wisaka. Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksi yang
mendengar pula isyarat itu bertanya-tanya di dalam hati, apa
pula yang akan dilakukan oleh Harya Wisaka dan para
pengikutnya. Namun tiba-tiba saja para pengikut Harya Wisaka itu
menghentakkan kemampuan mereka. Dengan sisa-sisa tenaga
serta dengan mengerahkan ilmu mereka, para pengikut Harya
Wisaka itu menyerang sejadi-jadinya. Seperti prahara mereka
melibat ketiga orang lawan mereka.
Dalam keadaan yang demikian Harya Wisaka telah
mempergunakan kesempatan untuk menghindar dari arena.
Tetapi Pangeran Benawa tidak membiarkannya melarikan diri.
Iapun segera meloncat meninggalkan lawan-lawannya
menyusul Harya Wisaka yang melarikan diri. Sementara itu,
Raden Sutawijaya dan Paksi membiarkan Pangeran Benawa
memburu Harya Wisaka, sementara mereka menghadapi para
pengikut Harya Wisaka yang melibat mereka seperti angin
pusaran. Seorang di antara mereka yang mencoba menghalangi
Pangeran Benawa tiba-tiba saja telah terlempar jatuh.
Pangeran Benawa tidak mau lagi dihambat. Pisau belatinya
telah menyambar dada orang itu.
Sementara itu, ketika yang lainpun berusaha menghambat,
maka Raden Sutawijaya dan Paksipun telah menyerang
mereka dengan garangnya. Ternyata bahwa Pangeran Benawa berhasil melepaskan diri
dan mengejar Harya Wisaka yang belum terlalu jauh. Tenaga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan kemampuan Harya Wisaka memang belum pulih kembali.
Dalam waktu yang pendek, Pangeran Benawa telah berhasil
menyusulnya. Dengan tenaga dan kemampuan yang ada, Harya Wisaka
mencoba untuk melawan. Sebagai seorang yang berilmu tinggi
dan pengalaman yang luas, ia masih mampu bertahan
beberapa lama. Sementara itu, Raden Sutawijaya dan Paksi
harus mengatasi para pengikut Harya Wisaka yang menjadi
seperti gila. Para pengikut Harya Wisaka itu tidak lagi menghiraukan
keselamatan dirinya. Bahkan yang punggungnya telah
terkelupas, yang tengkuknya bagaikan patah, yang tangannya
terkilir serta yang telah menitikkan darah, tidak lagi
menghiraukan sakit dan pedih yang menggigit.
Raden Sutawijaya dan Paksi memang sedikit mengalami
kesulitan menghadapi orang-orang yang seakan-akan sengaja
membunuh diri itu. Meskipun Raden Sutawijaya telah
mencoba memperingatkan mereka, namun mereka tidak
menghiraukannya. Apalagi orang-orang yang memang merasa
bersalah, mereka yang tidak mampu mengamankan
lingkungan di sekitar mulut terowongan itu. Seandainya
mereka lolos dari tangan Raden Sutawijaya dan Paksi, mereka
tentu akan dituntut untuk mempertanggung-jawabkan
kelalaian mereka. Merekapun menyadari, hukuman apa yang
akan mereka terima karena kelalaian mereka itu.
Karena itu, maka para pengikut Harya Wisaka itu tidak lagi
mempunyai pilihan. Dengan mengerahkan segenap tenaga
dan kemampuan mereka yang terakhir, mereka melawan
Raden Sutawijaya dan Paksi.
Seorang demi seorang merekapun terlempar dari arena.
Tongkat bambu Paksi berputar menyambar-nyambar. Sekali-
sekali terjulur menembus pertahanan lawan mematuk dada.
Sementara itu pisau belati Raden Sutawijayapun menebas
menyilang menggores dada dan bahkan menghunjam
menembus jantung. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun para pengikut Harya Wisaka itu benar-benar seperti
orang-orang yang kerasukan. Bahkan ketika tinggal seorang
yang masih mampu memberikan perlawanan, orang itu tidak
bersedia menyerah. Dilawannya Raden Sutawijaya dan Paksi.
Seakan-akan ia mempunyai kemampuan melampaui kedua
orang itu. "Hentikan orang itu, Paksi" berkata Raden Sutawijaya. "Aku
akan membantu Dimas Pangeran Benawa. Dimas sendiri tentu
dapat mengakhiri perlawanan Paman Harya Wisaka. Tetapi
Dimas tentu ingin menangkap Paman itu hidup-hidup,
sementara Paman Harya Wisaka tentu tidak akan bersedia
menyerah, bahkan sampai mati sekalipun"
"Baik, Raden" jawab Paksi sambil bertempur.
"Jangan lari" teriak orang itu ketika ia melihat Raden
Sutawijaya meninggalkannya.
Dengan sisa tenaganya yang terakhir orang itu justru
berlari mengejar Raden Sutawijaya. Namun Paksi tidak
membiarkannya. Diayunkannya tongkatnya dengan derasnya
menghantam punggung orang itu.
Orang itupun jatuh terjerembab. Wajahnya menghantam
batu-batu padas. Senjatanya terlepas dari tangannya, sementara tulang
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
punggungnya bagaikan patah, sehingga orang itu tidak lagi
mampu bangkit. Habislah perlawanan para pengikut Harya Wisaka sampai
orang terakhir. Sementara itu Raden Sutawijaya telah
melibatkan diri di arena pertempuran antara Pangeran Benawa
dan Harya Wisaka. Sebenarnyalah, bahwa perlawanan Harya Wisaka tidak
terasa terlampau berat bagi Pangeran Benawa. Tetapi seperti
yang diperhitungkan oleh Raden Sutawijaya, Pangeran
Benawa ingin menangkap Harya Wisaka hidup-hidup, sehingga
karena itu Pangeran Benawa agak mengalami kesulitan.
Bersama Raden Sutawijaya, maka Pangeran Benawa itu
masih juga bertempur dengan hati-hati. Ia tidak ingin melukai, apalagi membunuh Harya Wisaka. Namun Harya Wisaka sama
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekali tidak berniat untuk menyerah. Harya Wisaka telah
memutuskan untuk bertempur sampai akhir.
Ketika kemudian Paksipun mendekat pula, maka Harya
Wisaka sadar, bahwa ia harus melawan ketika orang itu.
Pertempuran masih berlangsung terus. Pangeran Benawa,
Raden Sutawijaya dan Paksi berloncatan berganti-ganti
menyerang. Semakin lama semakin sering, meskipun senjata-
senjata mereka sama sekali tidak melukai kulit Harya Wisaka.
Namun ujung tongkat Paksilah yang beberapa kali telah
menyentuh tubuh Harya Wisaka. Ketika tongkat bambu itu
mengenai pundaknya, maka Harya Wisaka terdorong
beberapa langkah surut. Jika saja Raden Sutawijaya dan
Pangeran Benawa ingin menghabisinya, maka kesempatanpun
telah terbuka. Tetapi keduanya tidak melakukannya. Keduanya
justru menyerang dengan garangnya, namun tanpa
menyentuh kulit tubuh Harya Wisaka dengan ujung-ujung
senjata. Kaki Pangeran Benawalah yang terjulur mengenai
lambung. Namun hampir saja kaki Pangeran Benawa itu
tertebas oleh pedang Harya Wisaka.
Melawan tiga orang, Harya Wisaka harus mengerahkan
segenap sisa tenaga dan kemampuannya yang memang
belum pulih kembali. Semakin lama, tenaganyapun menjadi
semakin menyusut. Nafasnya tersengal-sengal dan bahkan
seakan-akan hampir terputus di kerongkongan.
Pangeran Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksi justru
meningkatkan serangan-serangan mereka. Tongkat Paksi,
tangan dan kaki Pangeran Benawa dan Raden Sutawijayalah
yang sekali-sekali mengenai tubuh Harya Wisaka itu.
Semakin lama Harya Wisakapun seakan-akan telah
kehabisan tenaganya. Ketika ia menjulurkan pedangnya
menggapai tubuh Pangeran Benawa, maka dengan sekuat
tenaganya Paksi memukul punggung pedang itu dengan
tongkat bambunya. Ternyata Harya Wisaka yang telah menjadi sangat letih itu
tidak lagi mampu mempertahankan pedangnya. Tangannya
menjadi sangat pedih, bagaikan terkelupas.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikian pedangnya terjatuh, maka Pangeran Benawapun
dengan serta-merta menerkamnya, sehingga keduanya jatuh
berguling. Harya Wisaka tidak dapat berbuat banyak. Pangeran
Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksipun kemudian berusaha
menangkapnya dan meringkusnya.
Harya Wisaka memang menghentakkan kekuatannya.
Tetapi tenaganya yang memang belum pulih kembali serta
kelelahan yang mencengkam, membuatnya tidak berdaya.
"Bunuh aku" geram Harya Wisaka
"Kami bukan pembunuh, Paman" jawab Pangeran Benawa.
"Kalian telah membunuh orang-orangku"
"Bukan maksud kami. Tetapi itu terjadi dalam
pertempuran" "Kau bunuh aku juga dalam pertempuran"
"Kami menangkap Paman sekarang. Apakah kami harus
membunuh orang yang sudah tidak berdaya?"
Harya Wisaka mengumpat. Ia berhasil meloloskan diri dari
tangan Ki Gede Pemanahan, Kangjeng Sultan Hadiwijaya dan
Ki Waskita. Namun kemudian ia justru jatuh ke tangan anak-
anak yang masih ingusan itu.
Tetapi Harya Wisaka tidak dapat ingkar dari kenyataan itu.
Paksi telah mengikat tangan Harya Wisaka itu dengan ikat
kepalanya di belakang tubuhnya.
"Kau tidak berhak mengikat tanganku dengan ikat
kepalamu itu. Aku tidak harus diikat. Aku hanya boleh
disangkuti cinde karena kedudukanku"
"Siapakah Paman itu sehingga hanya dapat disangkuti
cinde di leher atau lambung?"
"Gila kau, Benawa. Aku adalah Harya Wisaka yang justru
lebih berhak dari ayahmu atas tahta Pajang"
"Mungkin Paman benar. Tetapi disini tidak ada cinde yang
diperlukan itu" "Persetan. Tetapi aku tidak mau diikat dengan ikat
kepalanya ini" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Maaf, Paman. Yang ada hanyalah ikat kepala itu. Itupun
Paksi harus mengorbankannya, sehingga ia tidak mengenakan
ikat kepala" Harya Wisaka memang tidak dapat menolak perlakukan
ketiga orang yang menangkapnya itu. Apalagi setelah
tangannya diikat. Dalam pada itu, Pangeran Benawa, Raden
Sutawijaya dan Paksi masih harus membicarakan, apa yang
akan mereka lakukan. "Kita bawa saja Harya Wisaka langsung ke istana" berkata
Paksi. "Apakah kita tidak akan mengalami hambatan di
perjalanan" Bagaimana jika para prajurit yang bertugas di pintu
gerbang tidak mempercayai kita?" desis Pangeran Benawa.
"Jika terpaksa kita dapat memperkenalkan kenyataan
tentang diri kita masing-masing" sahut Raden Sutawijaya.
Pangeran Benawa mengangguk-angguk. Katanya, "Ya. Kita
dapat menyatakan diri dari kita masing-masing. Mudah-
mudahan para prajurit itu mempercayainya"
Ketiganya memang tidak menemukan jalan terbaik selain
membawa Harya Wisaka itu ke pintu gerbang. Mereka
terpaksa meninggalkan orang-orang yang terbunuh dan
bahkan yang terluka. Mereka tidak sempat menolong mereka
karena mereka sedang membawa seorang yang sangat
penting bagi Pajang. Dengan demikian, maka mereka bertigapun segera
membawa Harya Wisaka ke pintu gerbang kota dengan
tangan terikat. Meskipun Harya Wisaka tetap berkeberatan, namun ketiga
orang yang menangkapnya itu tidak menghiraukannya.
Ketika mereka mendekati pintu gerbang, maka ketiga orang
yang menangkap Harya Wisaka itu memang menjadi
berdebar-debar. Jika saja para prajurit di pintu gerbang itu
tidak mengenali mereka, maka persoalannya akan menjadi
berkepanjangan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebenarnyalah para prajurit di pintu gerbang itu dengan
serta-merta menghentikan mereka. Seorang lurah prajurit
yang memimpin para prajurit yang bertugas di pintu gerbang
itu dengan wajah tegang bertanya, "Bukankah kalian orang-
orang yang tadi keluar lewat pintu gerbang ini dengan alasan
salah seorang keluarga kalian sakit keras?"
"Ya" jawab Pangeran Benawa, "sekarang aku akan masuk
kembali. Aku membawa seorang tawanan yang sangat penting
bagi Pajang" "Tawanan apa" Perampok" Pengikut Harya Wisaka?"
"Lihat, siapakah orang yang berhasil kami tangkap ini. Kau
tentu dapat mengenalinya karena ciri-cirinya sudah
diberitahukan kepada semua prajurit, bahkan semua orang di
Pajang" Lurah prajurit itu mengamat-amati Harya Wisaka yang
nampak sangat letih itu. Dengan ragu-ragu iapun berkata,
"Orang inikah yang bernama Harya Wisaka?"
"Ya" jawab Pangeran Benawa.
Lurah prajurit itu termangu-mangu sejenak. Namun
kemudian iapun berkata, "Nah, serahkan orang ini kepada
kami, prajurit Pajang yang bertugas di pintu gerbang kota"
"Kami akan membawanya langsung ke istana"
Lurah prajurit itu menggelengkan kepalanya. Katanya, "Itu
tidak mungkin. Kamilah yang bertugas malam ini di sini. Kami
bertanggung jawab terhadap semua peristiwa yang terjadi
malam ini di sini. Juga peristiwa tertangkapnya Harya Wisaka.
Karena masalah ini adalah masalah yang besar bagi Pajang,
maka segala persoalannya harus kami ambil alih"
"Tetapi kamilah yang telah menangkap Harya Wisaka.
Kamilah yang harus membawanya menghadap langsung
Kangjeng Sultan" "Kau kira setiap orang boleh menghadap Kangjeng Sultan?"
"Aku akan diperkenankan menghadap kapan saja"
Lurah prajurit itu tertawa. Katanya, "Kau kira, siapakah kau
ini, he" Gelandangan seperti kau akan diusir seperti anjing
kurapan jika kau berani mendekati pintu gerbang istana"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Cukup. Jangan membual lagi. Biarlah kami lewat"
Namun tiba-tiba saja Harya Wisaka itupun berkata, "Apakah
kalian percaya bahwa aku seorang buruan" Aku baru pulang
dari rumah seorang saudaraku yang melahirkan anaknya.
Tiba-tiba saja aku disergap oleh ketiga orang itu. Nampaknya
ketiga orang itu adalah pemburu hadiah jika ia berhasil
menangkap orang-orang yang dicari oleh para pemimpin di
Pajang" Lurah prajurit itu termangu-mangu sejenak. Namun
katanya, "Aku memang yakin bahwa ketiga orang ini adalah
orang-orang yang memburu hadiah jika ia berhasil menangkap
orang-orang yang dicari oleh para pemimpin di Pajang. Tetapi
aku pun yakin bahwa kau adalah Harya Wisaka. Karena itu,
maka kau harus diserahkan kepada kami, prajurit yang
bertugas di malam ini"
"Kau keliru, Ki Sanak. Aku mohon kau memandang wajahku
dengan seksama. Apakah aku orang yang kalian cari" Namaku
sama sekali bukan Harya Wisaka. Bahkan aku belum pernah
mendengar nama itu. Namaku adalah Kriyatama, seorang
pedagang ternak dari Pandean. Jika Ki Sanak tidak percaya,
marilah, bawa aku ke Pandean. Setidak-tidaknya Ki Sanak
akan mendapatkan seekor kambing yang dapat disembelih
untuk makan siang esok bersama para prajurit yang bertugas
malam ini" Lurah prajurit itu mengerutkan dahinya. Dipandanginya
Harya Wisaka dengan seksama. Menurut ciri-ciri yang mereka
ketahui, orang itu memang Harya Wisaka. Tetapi
keterangannya membuat lurah prajurit itu ragu-ragu.
Pangeran Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksi tiba-tiba
saja justru berdiam diri. Mereka ingin mendengar pembicaraan
lurah prajurit dan Harya Wisaka itu selanjutnya.
"Kau dapat membawaku ke Pandean" berkata Harya
Wisaka. "Kau akan bertemu dengan para saksi, bahwa aku
adalah Kriyatama, orang Pandean. Jika aku berbohong, Ki
Sanak dapat membunuhku di tempat. Tetapi jika aku adalah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kriyatama, maka kalian akan dapat menikmati makan siang
yang barangkali akan selalu kalian kenang"
Lurah prajurit itu ternyata merenungi kata-kata Harya
Wisaka. Rasa-rasanya mereka ingin pergi ke Pandean.
Jaraknya tidak terlalu jauh. Tetapi prajurit itu ragu-ragu. Jika mereka pergi, siapakah yang akan menjaga pintu gerbang itu"
Akhirnya lurah prajurit itu berkata, "Tunggu sampai
pengganti kami datang. Kami akan membawa kau ke Pandean
untuk membuktikan apakah benar kau orang Pandean"
"Terserah saja kepada Ki Sanak. Tetapi mohon ketiga orang
ini jangan mengganggu aku lagi"
Lurah prajurit itupun kemudian berpaling kepada Raden
Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksi. Dengan garang lurah
prajurit itu berkata, "Pergilah. Jika kalian tidak mau pergi,
maka kalian akan kami tangkap"
"Kenapa kami harus ditangkap?"
"Kau tidak menghargai kehadiran kami di sini"
"Aku hargai kehadiran para prajurit. Karena itu kami
melapor bahwa kami telah menangkap Harya Wisaka"
"Sekali lagi aku peringatkan agar kalian meninggalkan
tempat ini atau kami tangkap"
Pangeran Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksi termangu-
mangu sejenak. Sementara itu, beberapa orang prajurit yang
bertugas di pintu gerbang itupun telah mengerumuninya.
Jumlah prajurit yang bertugas itu lebih dari sepuluh orang.
Pangeran Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksi
memperhitungkan bahwa mereka akan dapat mengalahkan
para prajurit itu. Namun jika kemudian mereka membunyikan
isyarat dan kelompok-kelompok prajurit yang lain
berdatangan, maka persoalannya akan menjadi bertambah
gawat. Meskipun di antara mereka tentu ada yang dapat
mengenali Raden Sutawijaya atau Pangeran Benawa, namun
kemungkinan lain dapat saja terjadi.
Tiba-tiba saja Pangeran Benawa itupun berkata, "Baiklah.
Marilah kita pergi. Kita serahkan saja Harya Wisaka itu kepada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
para prajurit yang bertugas. Jika Harya Wisaka itu terlepas
dari tangan mereka, maka itu adalah tanggung jawab mereka"
Raden Sutawijaya dan Paksi tidak dapat berbuat lain.
Bertiga mereka meninggalkan pintu gerbang itu.
Namun sebelum mereka menjadi semakin jauh, Harya
Wisaka itupun berkata, "Mereka adalah orang-orang yang
berbahaya. Kenapa mereka tidak ditangkap saja?"
"Mereka tidak mempunyai kesalahan apa-apa. Setiap orang
dapat saja memburu hadiah dengan menangkap orang-orang
yang dikejar-kejar oleh pemerintah Pajang"
"Tetapi mereka berbuat sewenang-wenang. Mereka
menangkap orang-orang yang tidak seharusnya ditangkap"
"Jika orang-orang tangkapan itu diserahkan kepada prajurit
Pajang, maka akan ternyata bahwa orang itu salah tangkap"
"Tetapi kadang-kadang para prajurit pun kurang teliti
mengamati orang-orang yang ditangkap itu. Untunglah bahwa
Ki Sanak sangat bijaksana, sehingga tidak begitu saja
mempercayainya. Coba, apakah masuk akal jika mereka ingin
membawa aku langsung ke istana" Bukankah itu satu bualan
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang bodoh, apalagi di hadapan para prajurit Pajang"
"Kami tidak perlu menangkapnya. Yang penting, aku telah
menerima penyerahan Ki Sanak. Besok kami akan
membawamu ke Pandean. Jika kau berbohong, berarti
kamilah yang dapat menangkap Harya Wisaka. Tetapi jika kau
tidak berbohong, maka kami akan mendapatkan suguhan
makan siang yang nikmat. Seekor kambing akan disembelih"
"Jika aku bukan Kriyatama dari Pandean, aku tidak akan
berani mengaku-aku. Tetapi kenapa kita harus menunggu
sampai esok. Ketiga orang itu adalah orang-orang yang licik.
Mereka akan dapat melapor bahwa aku adalah orang yang
disangkanya Harya Wisaka. Beberapa prajurit yang tidak
sedang bertugas disini akan dapat dikelabuhinya dengan
ceritera-ceritera bohongnya"
"Maksudmu?" "Kau dapat menugaskan dua atau tiga orang prajurit untuk
bersaksi ke Pandean malam ini. Baru besok kalian semuanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pergi ke Pandean untuk makan siang setelah para prajurit
pengganti itu datang, nanti, seandainya benar ketiga orang itu datang bersama beberapa prajurit yang lain, biarlah mereka
membuktikan, bahwa aku adalah Kriyatama, orang Pandean.
Jika mereka menemukan aku di Pandean, maka mereka
akan yakin, bahwa ketiga orang pemburu hadiah itu telah
berbuat semena-mena"
"Jangan tergesa-gesa, Ki Sanak. Jika ketiga orang itu
memanggil prajurit yang lain, maka kamilah yang akan
menyelesaikannya. Mereka tidak dapat mengambilmu dari
tangan kami" "Jika jumlah mereka terlalu banyak, sementara mereka
semuanya belum pernah bertemu dan mengenali orang yang
bernama Harya Wisaka itu?"
"Jangan takut. Para prajurit Pajang sudah dibatasi dengan
garis-garis tugas mereka masing-masing, sehingga tidak akan
terjadi benturan di antara kami"
Namun Harya Wisaka itupun berkata, "Bagaimanapun juga,
persoalannya bukan sekedar paugeran dan garis-garis tugas
yang sudah ditentukan. Persoalannya menyangkut
kepentingan yang lebih jauh lagi, karena agaknya siapakah
yang dapat menangkap orang yang bernama Harya Wisaka itu
akan mendapat hadiah apapun ujudnya. Pamrih itulah
agaknya yang harus dipertimbangkan. Pamrih itu biasanya
dapat melupakan apapun juga, termasuk batasan-batasan,
paugeran dan tatanan-tatanan. Bahkan kesetiaan"
"Tetapi jika kau bukan Harya Wisaka, siapakah yang akan
memperebutkan?" "Jika karena tidak mengenal Harya Wisaka" Apakah aku
juga harus mengajak mereka pergi ke Pandean" Berapa ekor
kambing aku harus menyembelih siang besok?"
Lurah prajurit itu termangu-mangu sejenak. Namun
kemudian iapun berkata, "Baiklah. Tiga orang prajuritku akan
membawamu ke Pandean"
"Terima kasih. Aku sudah membayangkan isteri dan anak-
anakku di rumah menjadi sangat gelisah jika aku tidak pulang"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lurah prajurit itupun kemudian telah memerintahkan tiga
orang prajurit yang bersenjata tombak untuk membawa orang
yang mengaku bernama Kriyatama itu.
"Bawa orang ini ke Pandean. Kalian harus langsung
menemui Ki Bekel di Pandean. Kalian harus bertanya, siapakah
orang yang kau bawa itu. Apakah orang itu orang Pandean
atau bukan. Jika orang itu orang Pandean, serahkan ia kepada
Ki Bekel. Tetapi kalian harus tahu di mana rumahnya. Apakah
ia mempunyai kambing seperti dikatakannya atau tidak. Jika
tidak, ia telah menipu sekelompok prajurit Pajang yang telah
bertugas. Tetapi jika orang itu bukan orang Pandean, maka ia
harus dibawa kembali kemari. Orang itu adalah Harya Wisaka"
"Baik, Ki Lurah"
"Hati-hatilah. Tugas kalian adalah tugas yang berat. Apalagi
jika orang itu benar-benar Harya Wisaka"
"Baik, Ki Lurah"
"Kalian tidak boleh menyimpang dari perintahku. Jangan
pergi ke manapun juga selain ke Pandean. Kalian dengar?"
"Ya, Ki Lurah" "Jangan hiraukan jika orang itu membujuk kalian"
"Ya, Ki Lurah" Demikianlah maka ketiga orang itupun segera membawa
orang yang menyebut Kriyatama itu meninggalkan pintu
gerbang. "Bagaimana dengan ikatan tanganku ini?" bertanya orang
itu ketika mereka berangkat.
Namun Ki Lurah itupun menjawab, "Ikatan itu tidak akan
dilepas sampai kau bertemu dengan Ki Bekel Pandean"
Orang yang mengaku bernama Kriyatama itu mengangguk.
Katanya, "Baiklah. Nampaknya Ki Lurah belum yakin, bahwa
aku adalah orang Pandean. Tetapi baiklah, aku tidak
berkeberatan dibawa dengan tangan terikat sampai bertemu
dengan Ki Bekel Pandean"
Sejenak kemudian, maka orang yang menyebut dirinya
Kriyatama itu diawasi oleh tiga orang prajurit telah menembus
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kegelapan menuju ke Pandean, sebuah padukuhan yang tidak
terlalu jauh dari pintu gerbang kota.
Dalam pada itu, di dalam kota, tidak jauh dari pintu
gerbang kota. Raden Sutawijaya dan Paksi mengawasi apa
yang telah terjadi di pintu gerbang. Dengan mengetrapkan
ilmu Sapta Pandulu dan Sapta Pangrungu mereka dapat
melihat dan mendengar apa yang telah terjadi di pintu
gerbang kota itu. Ketika mereka melihat Harya Wisaka itu dibawa oleh tiga
orang prajurit menuju ke Pandean, maka Raden Sutawijaya
itupun berkata, "Kau tunggu Dimas Pangeran Benawa disini.
Aku akan mengikuti mereka"
"Bagaimana Raden akan keluar?"
"Perhatian mereka sepenuhnya tertuju kepada Harya
Wisaka. Aku akan meloncati dinding. Demikian Dimas
Pangeran datang, kalian harus segera menyusul aku. Aku
percaya bahwa mereka pergi ke Pandean. Namun ketiga orang
prajurit itu tentu akan terjebak ke dalam sarang serigala itu.
Aku menduga, bahwa Pandean yang memang agak
tersembunyi di balik gumuk kecil itu merupakan sarang para
pengikut Harya Wisaka di luar kotaraja. Mungkin di Pandean
terdapat beberapa orang terpenting dari para pengikut Harya
Wisaka" "Tetapi kenapa Harya Wisaka dengan ringan menyebut
padukuhan itu selagi kita masih ada di penjagaan itu"
"Mungkin Harya Wisaka tidak segera dapat menyebut nama
padukuhan yang lain. Namun mungkin juga ia menyebutnya di
luar sadarnya" "Baik, Raden. Aku akan menunggu Pangeran Benawa disini"
"Hati-hatilah. Kita harus mengepung Padukuhan Pandean
rapat-rapat. Jangan sampai ada yang lolos. Sementara itu,
biarlah aku mengawasi Paman Harya Wisaka. Jika ia tidak
pergi ke Pandean, maka aku akan menghentikannya dan
menunggu kedatangan kalian"
"Baik, Raden" jawab Paksi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, maka Raden Sutawijaya itupun telah
meninggalkan Paksi yang harus menunggu Pangeran Benawa
yang telah menghubungi langsung Ki Tumenggung Yudatama
di baraknya. Ki Tumenggung Yudatama adalah salah seorang
di antara para pemimpin Pajang yang mendapat tugas untuk
menangkap Harya Wisaka yang tempat tinggalnya terdekat
dengan pintu gerbang kotaraja.
Kedatangan Pangeran Benawa dengan pakaiannya yang
kusut di lewat tengah malam, bahkan menjelang dini memang
mengejutkan. Hampir saja Pangeran Benawa tidak dapat
dikenali. Namun pemimpin kelompok prajurit yang bertugas
untuk berjaga-jaga malam itu meskipun semula agak ragu,
namun akhirnya ia langsung meyakininya, bahwa ia memang
sedang berbicara dengan Pangeran Benawa yang telah
menyatakan dirinya. Karena itu, maka Pangeran Benawa itupun segera
dihadapkan kepada Ki Tumenggung Yudatama yang segera
dibangunkan. Ternyata kesiagaan Ki Tumenggung Yudatama
cukup tinggi. Dalam waktu yang pendek, sekelompok prajurit
dari pasukan berkuda yang berada di bawah perintah Ki
Tumenggung telah bersiap.
Sejenak kemudian, maka pasukan berkuda itupun telah
berderap menggetarkan jalan-jalan kota menuju ke pintu
gerbang. Pangeran Benawa menghentikan sekelompok prajurit dari
pasukan berkuda itu di tempat Paksi menunggu. Dengan cepat
Paksi pun memberitahukan, bahwa Raden Sutawijaya berhasil
meloncati dinding kota tanpa diketahui oleh para prajurit yang bertugas di pintu gerbang, karena perhatian mereka justru
tertuju kepada Harya Wisaka. Sementara itu, prajurit peronda
yang setiap saat mengelilingi jalan di sepanjang dinding
kotapun tidak sedang lewat.
Paksipun segera meloncat ke punggung kuda yang telah
disediakan baginya, yang dibawa dari barak para prajurit.
Dengan cepat pasukan itupun berderap menuju ke pintu
gerbang. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Para petugas di pintu gerbangpun mendengar derap kaki
kuda dari sekelompok pasukan berkuda. Namun mereka tidak
dapat menghentikannya. Kuda itu berlari kencang menerobos
para prajurit yang bertugas, yang harus berloncatan menepi.
"Gila pasukan berkuda itu" geram Ki Lurah.
"Dua orang di antara mereka adalah dua orang yang
membawa tawanan yang disebutnya Harya Wisaka itu" teriak
seorang prajurit yang bertugas di pintu gerbang.
"Setan alas" geram Ki Lurah.
"Aku melihat Ki Tumenggung Yudatama sendiri memimpin
pasukan itu" "Ya" geram Ki Lurah, "Ki Tumenggung sudah diperalat
orang-orang gila itu" "Ia akan menyesali ketergesa-gesaannya. Jika ia nanti
membawa orang Pandean itu, maka besok ia akan menyesal"
"Tetapi Ki Tumenggung Yudatama tentu dapat mengenali
Harya Wisaka. Jika orang itu bukan Harya Wisaka, ia tentu
tidak akan membawanya. Bahkan ia tentu akan menjadi
sangat marah kepada orang-orang yang telah membawanya
ke Pandean itu" "Tetapi jika orang itu benar-benar Harya Wisaka?" bertanya
seorang prajurit. "He?" Ki Lurah tercenung sejenak. Namun kemudian iapun
berkata, "Jika orang itu Harya Wisaka, ia tidak akan dapat
berkata dengan meyakinkan, bahwa ia orang Pandean. Ia
tentu menjadi gelisah ketika aku memerintahkan kawan-
kawanmu itu membawanya langsung kepada Ki Bekel. Tetapi
nampaknya ia sama sekali tidak tersentuh"
Para prajurit itu mengangguk-angguk.
Namun Ki Lurah itu memang menjadi gelisah. Dengan ragu
iapun berkata, "Tetapi orang itu dibawa dengan tangan
terikat. Jika ia benar Harya Wisaka, maka kawan-kawanmu
akan segera dapat mengatasinya"
Dalam pada itu, Ki Tumenggung Yudatama dan pasukan
berkudanya melarikan kuda mereka seperti sedang berpacu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Meskipun dini hari masih gelap dan udara terasa dingin
menusuk tulang, namun para prajurit itu tidak mengurangi
kecepatannya. Setelah agak jauh dari pintu gerbang, Raden Sutawijaya
berhasil menyusul ketiga orang prajurit yang mengiring Harya
Wisaka yang tangannya masih terikat. Menurut pengamatan
Raden Sutawijaya, mereka memang pergi ke arah Pandean.
"Jika mereka benar-benar pergi ke Pandean, maka Pandean
itu tentu merupakan sarang bagi para pengikut Paman Harya
Wisaka" berkata Raden Sutawijaya di dalam hatinya.
Namun Raden Sutawijayapun segera berhenti dan
menyusup di balik semak-semak di pinggir jalan ketika Harya
Wisaka itu berhenti. "Kenapa berhenti?" bertanya prajurit yang menggiringnya
sambil mengacukan tombaknya, sementara kedua kawannya
berdiri di sisi lain sambil merundukkan tombak pendeknya
pula. "Ki Sanak" berkata Harya Wisaka, "aku tidak berkeberatan
untuk diikat tanganku. Tetapi aku ingin mengalihkan tanganku
ke depan tubuhku" "Kenapa?" "Jika tanganku di belakang, aku tidak dapat berbuat apa-
apa sama sekali dengan tanganku. Bahkan aku tidak dapat
menggaruk leherku yang terasa gatal sekali"
"Kami tidak akan melepas pengikat tanganmu itu"
"Aku tidak minta melepas ikatan tanganku. Aku hanya
minta, tanganku terikat di depan, agar aku dapat berbuat
serba sedikit dengan tanganku. Tetapi tanganku akan tetap
terikat sebagaimana perintah Ki Lurah"
Ketiga orang prajurit itu saling berpandangan. Sementara
Harya Wisaka itu berkata, "Aku hanya minta sekedar belas
kasihan Ki Sanak bertiga. Barangkali ada hubungannya
dengan peri-kemanusiaan"
Yang tertua di antara ketiga orang prajurit itupun kemudian
berkata, "Menelungkuplah"
"Untuk apa?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kami akan melepas ikatan tanganmu dan akan
memindahkan tanganmu terikat di depan"
"Terima kasih" berkata Harya Wisaka.
Harya Wisaka itupun kemudian berbaring menelungkup.
Dua ujung tombak melekat di lambung kiri dan kanan,
sementara seorang di antara para prajurit itu melepaskan
ikatannya. "Sekarang berputar menengadah. Perlahan-lahan. Jika kau
berbuat macam-macam, maka ujung-ujung tombak ini akan
menembus dadamu" Harya Wisakapun kemudian menelentangkan tubuhnya,
sementara dua ujung tombak masih saja siap menghunjam ke
tubuhnya jika ia berbuat sesuatu yang mencurigakan.
Seorang di antara para prajurit itupun kemudian telah
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengikat tangan Harya Wisaka dengan ikat kepala itu di
depan tubuhnya. Ikatan itu demikian kuatnya, sehingga Harya
Wisaka itu berdesis, "Kau sakiti tanganku"
Tetapi prajurit itu tidak menghiraukannya. "Bangkit. Kita
berjalan lagi" "Jangan perlakukan aku seperti seorang penjahat" berkata
Harya Wisaka. "Yang terjadi hanyalah salah paham. Kalian
akan segera yakin setelah kalian sampai di Pandean"
Prajurit itu tidak menghiraukan kata-katanya. Dengan tegas
ia berkata, "Bangkit, cepat. Kita akan meneruskan perjalanan"
Harya Wisaka tidak menjawab. Iapun kemudian bangkit
berdiri dan melangkah tertatih-tatih dengan tangan terikat,
tetapi di depan. Sejenak kemudian maka mereka melanjutkan
perjalanan menuju ke Pandean.
Raden Sutawijaya yang mengikuti merekapun kemudian
yakin, bahwa mereka memang pergi ke Pandean. Jantung
Raden Sutawijaya menjadi berdebar-debar. Apakah ia akan
membiarkan Harya Wisaka masuk ke padukuhan, atau ia
harus menangkapnya sebelum ia masuk ke dalamnya.
Jika Raden Sutawijaya membiarkan mereka masuk ke
padukuhan, maka para prajurit yang malang itu tentu akan
dibantai oleh para pengikut Harya Wisaka. Tetapi jika ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menghentikannya maka Raden Sutawijaya itu justru akan
bertengkar dengan ketiga orang prajurit itu. Ketiga orang
prajurit itu tentu tidak akan mempercayai segala
keterangannya. Sementara Harya Wisaka tentu akan memanfaatkan
keadaan. Selagi Raden Sutawijaya ragu-ragu, maka Harya
Wisaka dan ketiga orang prajurit itu sudah menjadi semakin
dekat dengan pintu gerbang Padukuhan Pandean. Padukuhan
yang tidak begitu besar, dan yang seakan-akan tersembunyi di
balik sebuah gumuk kecil yang ditumbuhi berbagai macam
pepohonan dan gerumbul-gerumbul perdu liar.
"Terlambat" desis Raden Sutawijaya. "Jika aku langsung
melibatkan diri, mungkin aku harus berhadapan dengan
beberapa pengikut Harya Wisaka, sementara ketiga orang
prajurit itu masih belum menyadari, apa yang sebenarnya
terjadi" Sebenarnyalah, pada saat mereka hampir sampai di regol
padukuhan, terdengar suitan nyaring. Harya Wisaka telah
menaruh jari-jari tangannya yang sudah tidak terikat lagi di
mulutnya. Para prajurit yang menggiringnya terkejut. Mereka tidak
melihat Harya Wisaka itu menggosok-gosokkan ikat kepala
yang mengikat tangannya itu pada timang ikat pinggangnya
yang bergerigi sehingga rantas.
Ketiga orang prajurit yang melihat Harya Wisaka terlepas
serta isyarat yang dilontarkan, dengan sigap menyerangnya.
Tetapi Harya Wisaka yang meskipun tenaganya masih belum
pulih kembali itu dapat mengelak. Bahkan dengan cepat Harya
Wisaka meloncat semakin mendekati pintu gerbang
padukuhan. Sekali lagi terdengar suitan nyaring dari sela-sela bibir Harya Wisaka itu.
Tiba-tiba saja beberapa orang muncul dari balik pintu
gerbang. Dengan serta-merta mereka menyerang ketiga orang
prajurit yang mengantar Harya Wisaka ke Pandean.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Raden Sutawijaya hanya dapat memalingkan wajahnya
sejenak. Para pengikut Harya Wisaka tidak memerlukan waktu
yang panjang untuk melumpuhkan ketiga orang prajurit itu.
"Kangmas Harya Wisaka" terdengar seseorang bertanya,
"apa yang telah terjadi?"
"Orang-orang dungu itu tidak dapat mengamankan jalan
keluar dari dalam kota, sehingga aku tertangkap. Tetapi aku
dapat mengelabuhi para prajurit yang bodoh itu"
"Bukankah segala sesuatunya sudah aman"
"Tidak. Perintahkan semua orang yang berada di Pandean
untuk meninggalkan tempat ini sekarang juga"
"Sekarang?" "Ya. Para prajurit Pajang tentu akan segera memburu aku
kemari" "Tetapi apakah yang sebenarnya telah terjadi?"
"Tidak ada waktu untuk berbicara sekarang. Siapkan semua
orang. Kita akan pergi"
"Apakah Kakangmas akan singgah barang sebentar untuk
minum atau makan?" "Tidak ada waktu, kau dengar"
"Baik, baik, Kangmas. Aku akan memerintahkan mereka
untuk meninggalkan tempat ini"
"Katakan kepada Kiai Gadungbawuk. Aku tidak singgah"
"Aku disini" berkata orang yang disebut Kiai Gadungbawuk.
"O, kebetulan Kiai. Pasukan Pajang segera datang. Hindari
mereka" Orang yang disebut Kiai Gadungbawuk itu tertawa.
Katanya, "Seberapa banyak orang Pajang yang akan datang
kemari" Siapa pula yang akan memimpinnya" Aku justru
menunggu mereka" "Jangan begitu, Kiai. Aku sendiri belum mampu untuk
bertempur karena keadaanku yang parah beberapa waktu
yang lalu" "Barangkali Angger belum tahu kalau Ki Santen Ireng ada
disini juga. Termasuk Kiai Madujae"
"Kapan mereka datang?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kami tahu Harya Wisaka akan datang malam ini. Tetapi
tentu saja tidak dalam keadaan seperti ini"
"Ya. Sekarang aku minta semuanya menyingkir"
"Kenapa Angger Harya Wisaka seakan-akan menjadi
ketakutan?" "Bukan ketakutan. Tetapi kita harus mempunyai
perhitungan yang mapan serta melihat kenyataan yang
terjadi" "Baik. Baik. Kami akan pergi meskipun menurut pendapatku
tidak perlu. Aku justru ingin menghancurkan pasukan Pajang
yang tentu datang dengan tergesa-gesa karena mereka
memburu Harya Wisaka yang berhasil mengelabuhi para
prajurit dungu itu" "Ya. Aku pun dungu, karena aku telah menyebut nama
padukuhan ini. Tetapi waktu itu aku tidak mempunyai pilihan"
"Baik, baik. Kita akan pergi"
"Aku akan meninggalkan padukuhan ini lebih dahulu"
"Kangmas, aku akan menyiapkan beberapa orang pengawal
pilihan untuk melindungi Kangmas di perjalanan. Yang lain
akan segera menyusul. Tetapi kita akan pergi ke mana,
Kangmas" Garis pertama atau ke cakrawala putih?"
"Kita akan pergi ke tepian angin"
Raden Sutawijaya yang mengetrapkan Aji Sapta Pandulu
dan Aji Sapta Pangrungu menjadi gelisah. Ia tidak mengerti
dan tidak segera dapat memecahkan kata-kata sandi yang
mereka ucapkan. "Jika para prajurit itu terlambat datang,
maka Harya Wisaka akan terlepas lagi dari tangan para
prajurit Pajang" berkata Raden Sutawijaya di dalam hatinya.
Sementara itu, beberapa orang sudah siap mengawal Harya
Wisaka. Bahkan seorang yang nampaknya sangat meyakinkan
berkata, "Aku akan pergi bersama Angger Harya Wisaka"
"Jaga Angger Harya Wisaka yang masih lemah itu baik-
baik, Kiai Madujae" "Namaku bukan Madujae"
"Sebutan itu pantas untukmu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Raden Sutawijaya tidak mempunyai pilihan lain. Ia harus
mengikuti Harya Wisaka kemana pun ia pergi dan mencari
kesempatan untuk dapat menangkapnya.
Namun dalam pada itu, Raden Sutawijaya yang masih
mengetrapkan Aji Sapta Pandulu dan Sapta Pangrungu itu
mendengar lamat-lamat suara burung kedasih dengan cirinya
yang khusus. "Adimas Pangeran Benawa" desis Raden Sutawijaya.
Raden Sutawijayapun kemudian menyahut isyarat itu.
Tetapi tidak dengan suara burung kedasih. Yang terdengar
kemudian bagaikan suara katak yang ditangkap seekor ular.
Dengan demikian, maka Raden Sutawijayapun menjadi
sedikit tenang, meskipun ia tidak tahu apakah Pangeran
Benawa membawa prajurit atau tidak.
Pangeran Benawa yang mendengar suara seekor katak
yang ditangkap oleh seekor ular itupun mengerti, bahwa
Raden Sutawijaya mendengar isyaratnya. Bahkan Pangeran
Benawa itupun segera merayap mendekatinya.
Dengan isyarat akhirnya Pangeran Benawa menemukan
tempat persembunyian Raden Sutawijaya.
"Kau datang seorang diri atau dengan sepasukan prajurit?"
bisik Raden Sutawijaya. "Aku datang dengan sekelompok prajurit berkuda yang
langsung dipimpin oleh Ki Tumenggung Yudatama sendiri"
"Apakah Paksi bersamamu?"
"Ya" "Dimana ia sekarang?"
"Bersama Ki Tumenggung"
Raden Sutawijaya mengangguk-angguk. Namun iapun
bertanya pula, "Aku tidak mendengar derap kaki kuda. Di
mana pasukan itu sekarang?"
"Kami tinggalkan kuda-kuda kami di belakang gumuk kecil
itu. Kamipun segera merayap kemari"
"Di mana para prajurit itu sekarang?"
"Mereka terpencar mengawasi padukuhan ini dari beberapa
arah" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ada beberapa orang berilmu tinggi di padukuhan ini"
Pangeran Benawa menarik nafas dalam-dalam. Sementara
Raden Sutawijaya berkata selanjutnya, "Selain itu tentu ada
pula para pemimpin dari lingkungan keprajuritan"
"Kita sudah mengepung padukuhan ini"
"Ternyata masih ada sedikitnya tiga tempat persembunyian
mereka" "Di mana?" "Mereka menyebutnya dengan kata-kata sandi"
Pangeran Benawa tidak bertanya lagi. Mereka melihat
orang-orang yang sudah siap untuk pergi bersama Harya
Wisaka. "Siapa yang akan memberikan perintah?"
"Ki Tumenggung"
"Tetapi Ki Tumenggung tidak melihat apa yang terjadi
disini" "Aku akan memberikan isyarat. Semua orang sudah
diperintah untuk memberikan isyarat jika perlu"
Raden Sutawijaya menarik nafas dalam-dalam. Katanya,
"Harya Wisaka itu tidak boleh terlepas lagi. Demikian pula
beberapa orang pemimpin dari para pengikutnya yang ada
disini. Jika kita berhasil, maka sebagian besar dari kekuatan
Harya Wisaka sudah dapat dikuasai"
Pangeran Benawa mengangguk-angguk. Ketika ia melihat
Harya Wisaka mulai bergerak, maka Pangeran Benawa itupun
telah memberikan isyarat kepada Ki Tumenggung Yudatama
dengan suara burung kedasih yang mempunyai ciri tersendiri
pula. Ki Tumenggung yang mendengar isyarat itupun segera
mempersiapkan beberapa orang yang terdekat. Kemudian
iapun telah memerintahkan seorang penghubung untuk
melontarkan panah sendaren ke udara.
Isyarat itu memang sangat mengejutkan. Harya Wisaka
tersentak sehingga jantungnya berguncang. Ia tidak pernah
mengalami keadaan seperti saat itu. Kecuali ia merasa
tubuhnya masih lemah, Harya Wisaka itupun menyadari,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bahwa di dalam pasukan yang menyusulnya itu tentu terdapat
Pangeran Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksi yang memiliki
ilmu yang tinggi. Tetapi hatinya menjadi sedikit tenang ketika ia mengingat bahwa di tempat itu terdapat pula Kiai
Gadungbawuk, Ki Santen Ireng dan orang yang lebih sering
disebut Kiai Madujae meskipun orang itu sendiri tidak begitu
senang disebut dengan nama itu.
Kiai Gadungbawuk nampaknya melihat kegelisahan itu di
wajah Harya Wisaka. Karena itu, maka katanya, "Jangan
cemas, Ngger, meskipun Pemanahan dan Hadiwijaya sendiri
datang ke tempat ini"
"Aku merasa bahwa aku sendiri tidak dapat berbuat apa-
apa, Kiai" "Kami ada disini, Ngger" berkata Ki Santen Ireng yang juga
telah berada di tempat itu.
Sebenarnyalah bahwa isyarat panah sendaren itu
merupakan perintah bahwa para prajurit untuk
mempersiapkan diri. Mereka harus memperketat pengawasan
terhadap padukuhan itu. Tidak boleh ada seorang pun yang
keluar dari padukuhan. Sementara itu langit sudah menjadi semakin terang.
Cahaya fajar sudah memancar. Mega-mega yang mengalir
perlahan menjadi merah kekuning-kuningan.
"Jika sudah demikian, Kiai, kita harus cepat menyelesaikan
mereka. Kita tidak boleh terjebak oleh pasukan Pajang yang
akan datang menyusul"
"Jangan cemas, Ngger. Aku tidak pernah melihat Angger
Harya Wisaka menjadi sangat cemas seperti sekarang ini"
Harya Wisaka menarik nafas dalam-dalam. Sambil
mengangguk-angguk iapun berkata, "Baik, Kiai. Aku akan
mencoba tetap tenang menghadapi keadaan ini"
Sementara itu, para pengikut Harya Wisakapun telah
mempersiapkan diri mereka sebaik-baiknya. Mereka yang
masih berada di dalam padukuhan telah menempatkan diri
menghadap ke semua pintu regol padukuhan. Sedangkan di
pintu gerbang induk, Harya Wisaka dan para pemimpinnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
telah bersiap menghadapi segala kemungkinan yang bakal
terjadi. Dalam pada itu, Ki Tumenggung Yudatama pun telah
menggerakkan para prajurit yang berada di sekitarnya untuk
mendekat. "Kita akan mendekati pintu gerbang utama"
"Raden Sutawijaya dan Pangeran Benawa ada disana"
"Ya. Kita mendekati mereka"
Demikianlah, maka Ki Yudatama dan Paksipun telah
bergerak mendekati pintu gerbang utama Padukuhan Pandean
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
diikuti oleh para prajurit yang berada bersama mereka.
Sementara itu, para prajurit yang berada di sekitar padukuhan
itupun telah bergerak pula semakin dekat. Mereka menunggu
isyarat kedua untuk bersiap-siap menyerang. Jika terdengar
isyarat ketiga, maka para prajurit itu akan menempuh
memasuki padukuhan. Tetapi Ki Tumenggung Yudatama nampaknya dengan
sengaja mengulur waktu. Ketika mereka sudah berada di
dekat Raden Sutawijaya, maka Raden Sutawijayapun berkata,
"Marilah, kita sergap mereka, Ki Tumenggung"
Tetapi Ki Tumenggung itupun berkata, "Kita mengulur
waktu" "Apakah masih ada yang diharapkan?"
"Ketika kami berangkat dari barak, kami mengirimkan
penghubung untuk menghadap Ki Gede Pemanahan"
Raden Sutawijaya termangu-mangu sejenak. Namun iapun
kemudian berkata, "Apakah Ki Tumenggung yakin, bahwa
Ayah akan datang?" "Mungkin sekali, Raden, jika yang kita buru sekarang
adalah Harya Wisaka sendiri"
"Bukankah yang berada di pintu gerbang di antara para
pengikutnya itu Harya Wisaka?"
"Ya. Karena itu, aku masih berharap bahwa Ki Gede
Pemanahan akan datang ke tempat ini"
"Tetapi Harya Wisaka dan para pengikutnya itu akan
datang menembus kepungan ini di sisi lain, Ki Tumenggung"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku sudah menebarkan kelompok-kelompok di sekitar
padukuhan ini" Namun Pangeran Benawapun menyahut, "Jika mereka
menembus kepungan di sisi lain dari padukuhan ini, dengan
mengerahkan orang-orang yang berilmu tinggi, para prajurit
tidak akan dapat bertahan"
Ki Tumenggung itu mengerutkan dahinya. Namun iapun
kemudian mengangguk-angguk kecil. Katanya, "Pangeran
benar" "Jadi?" Paksipun kemudian menyela, "Kita mempunyai waktu
sepanjang Harya Wisaka masih berada di pintu gerbang.
Sepanjang kita masih dapat melihatnya"
Raden Sutawijaya tersenyum. Katanya, "Kau pintar, Paksi.
Kita akan mengulur waktu sepanjang kita masih melihat Harya
Wisaka di sana" Namun pada saat yang sama, Harya Wisaka itupun berkata,
"Jangan menunggu lebih lama lagi. Orang-orang Pajang
nampaknya sengaja mengulur waktu. Mungkin mereka masih
menunggu kedatangan kawan-kawan mereka"
Kiai Gadungbawuk mengangguk-angguk. Katanya, "Kau
benar, Ngger. Agaknya mereka sengaja memperpanjang
waktu" "Lalu, apa yang sebaiknya kita lakukan, Kiai
Gadungbawuk?" "Kita menembus kepungan. Kita lihat, apakah kepungan ini
rata. Jika tidak, kita akan mencari sisi yang paling lemah"
"Kita akan kehilangan waktu" sahut Kiai Madujae. "Menurut
pendapatku, kepungan yang paling lemah adalah kepungan di
arah yang berlawanan dengan gerbang utama ini"
"Aku sependapat" berkata Harya Wisaka. "Kita akan
menembus kepungan di arah selatan"
Mereka tidak menunggu lebih lama lagi. Bersama orang-
orang berilmu tinggi di antara mereka, maka Harya Wisakapun
telah masuk ke dalam padukuhan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Raden Suminar yang memimpin empat orang terbaik
berjalan di paling depan. Kemudian Harya Wisaka berjalan di
sebelah Kiai Madujae. Kiai Gadungbawukpun kemudian berkata, "Jika demikian,
biarlah aku juga pergi bersama Angger Harya Wisaka"
"Aku?" bertanya Santen Ireng.
"Kita semuanya akan pergi sekarang" jawab Harya Wisaka.
"Jangan menunggu kita berada di dalam jebakan dan tidak
akan dapat keluar lagi"
"Tetapi bukankah kita tidak membiarkan para prajurit dari
arah yang lain menerkam kita dari belakang?" berkata Ki
Santen Ireng. "Ya" Harya Wisaka mengangguk-angguk.
"Biarlah aku mengamankan perjalanan kalian dengan
beberapa orang pengawal" berkata Ki Santen Ireng.
"Silahkan" berkata Harya Wisaka, "tetapi Ki Santen Ireng
pun harus segera meninggalkan tempat ini sebelum terlambat"
"Baik. Aku akan segera menyusul mereka. Aku juga akan
pergi ke arah selatan"
Demikianlah, maka sejenak kemudian Harya Wisaka itupun
telah hilang dari mulut pintu gerbang.
"Nah" berkata Paksi, "agaknya sudah sampai pada
waktunya" "Kita peringatkan para prajurit agar bersiaga untuk
menyerang" desis Ki Tumenggung yang segera
memerintahkan seorang penghubungnya untuk melepaskan
panah sendaren kedua. Panah sendaren itu benar-benar telah menyentuh hati
setiap prajurit. Mereka sadar, bahwa mereka harus segera
bersiap untuk menyerang. Dengan demikian, maka semua
senjatapun telah menjadi telanjang di tangan yang bergetar.
Darah di dalam tubuh para prajurit itu mulai memanas.
Mereka telah siap untuk meloncat menerkam lawan-lawan
mereka yang tentu sudah siap pula menunggu kehadiran
mereka. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Tumenggung memang tidak akan menunggu orang-
orang berilmu tinggi itu keluar dari padukuhan dan menyerang
kepungan pada sisi yang lemah. Tetapi mereka harus tertahan
di dalam padukuhan dan bertempur dalam perang brubuh
yang mengandalkan kemampuan setiap pribadi yang terlibat.
Namun Ki Tumenggung juga sudah memerintahkan kepada
setiap prajurit untuk bertempur di dalam kelompok-kelompok
kecil jika mereka bertemu dengan orang yang berilmu tinggi.
Tetapi Ki Tumenggung pun sudah memerintahkan kepada
mereka, bahwa tidak semua orang harus melibatkan diri
dalam pertempuran di dalam padukuhan. Harus ada yang
tetap berada di luar padukuhan untuk mengawasi jika ada
orang yang berusaha melarikan diri dan terlempar dari
jangkauan mereka yang bertempur di dalam dinding
padukuhan. "Marilah, Raden" berkata Ki Tumenggung kemudian sambil
menarik pedangnya, "kita akan menyergap memasuki pintu
gerbang utama ini" "Marilah, Ki Tumenggung" desis Raden Sutawijaya.
Namun Ki Tumenggung itupun berkata, "Aku mohon
Pangeran memasuki padukuhan itu lewat regol di sisi yang
lain. Jika kami tertahan di pintu gerbang, maka Pangeran
dapat berusaha menemukan Harya Wisaka di dalam
padukuhan" "Baik, Ki Tumenggung" jawab Pangeran Benawa. Lalu
katanya, "Mari, Paksi, kita memasuki padukuhan itu dari regol
di sisi barat" "Nampaknya Harya Wisaka akan keluar dari regol di sisi
selatan, Pangeran" "Siapa yang berada di sisi selatan?"
"Ki Lurah Pringgayuda dan Ki Lurah Suwena"
"Apakah mereka cukup kuat?"
"Jika Harya Wisaka dan orang-orang berilmu tinggi akan
keluar dari arah selatan, mereka agaknya memerlukan
bantuan" "Baik. Aku dan Paksi akan sampai kesana"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, maka Ki Tumenggung Yudatamapun segera
memerintahkan para prajurit itu bergerak. Sementara itu,
seorang penghubung telah melontarkan panah sendaren yang
ketiga ke udara, meluncur di atas padukuhan Pandean dan
jatuh hampir di halaman banjar.
Panah sendaren yang bergaung di udara itu telah didengar
oleh para pemimpin kelompok prajurit Pajang yang
mengepung Padukuhan Pandean. Gaung panah sendaren itu
merupakan perintah kepada para prajurit untuk bergerak
menyerang padukuhan itu dari segala arah.
Ketika para pemimpin kelompok meneriakkan aba-aba,
maka para prajuritpun telah berteriak nyaring. Mereka berlari-
larian sambil bersorak-sorak. Senjata mereka teracu-acu
sehingga nampak berkilat-kilat memantulkan cahaya matahari
pagi yang baru saja terbit.
Dalam pada itu, Pangeran Benawa dan Paksi telah berlari
ke arah pintu gerbang yang lain dari Padukuhan Pandean. Di
tangan Pangeran Benawa dan Paksi telah tergenggam
sebatang tombak pendek yang mereka dapat dari para
prajurit. Dalam pada itu, Raden Suminar yang berjalan di paling
depan, melangkah lebih cepat lagi. Tetapi sebelum mereka
keluar dari pintu gerbang di sisi selatan, maka para prajurit
Pajang telah menyumbat pintu gerbang itu dengan ujung-
ujung senjata. Pertempuranpun segera berkobar. Para prajurit Pajang
adalah prajurit yang terlatih, sehingga mereka dengan trampil
memutar senjata mereka. Tetapi para pengikut Harya Wisaka
adalah orang-orang yang seakan-akan telah kehilangan diri
mereka sendiri. Apapun yang bakal terjadi pada diri mereka, sama sekali
tidak mereka hiraukan. Bahkan mati tidak lagi menjadi
persoalan yang penting. Pertempuranpun segera berlangsung dengan sengitnya. Di
pintu gerbang utama, para prajurit telah bertempur
menghadapi sekelompok pengikut Harya Wisaka yang kuat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dipimpin oleh Ki Santen Ireng. Seorang yang meskipun
janggut dan kumisnya sudah memutih, tetapi tandangnya
masih menggetarkan jantung.
Raden Sutawijaya yang melihat orang itu bertempur
dengan garangnya, telah mendekatinya. Ia sadar, bahwa
orang yang bernama Ki Santen Ireng itu adalah orang yang
berilmu tinggi. Karena itu, maka iapun harus berhati-hati.
Ki Santen Ireng yang melihat seseorang menyibak
beberapa orang prajurit yang bertempur melawannya,
mengerutkan dahinya. Dengan nada tinggi iapun berkata, "He,
siapakah kau Ki Sanak yang nampaknya dengan sengaja
datang menemui aku?"
"Siapapun yang bertemu di pertempuran" jawab Raden
Sutawijaya. "Tetapi kau nampaknya telah memilih lawan. Agaknya kau
melihat bahwa tidak seorang prajurit pun yang akan dapat
mengalahkan aku. Bahkan prajurit dalam kelompok-kelompok"
"Ya" "Betapa sombongnya kau"
"Apakah menghadapi lawan di pertempuran dapat disebut
kesombongan?" "Tidak. Tetapi memilih lawan seorang yang berilmu tinggi
seperti yang kau lakukan, adalah satu kesombongan. Kau
merasa dirimu dapat mengimbangi kemampuanku"
"Aku tidak peduli apakah aku sombong atau tidak
sombong. Tetapi kita akan bertempur"
"Jangan menyesal jika di pertempuran ini kau bertemu
dengan Ki Santen Ireng"
"He?" Raden Sutawijaya mengerutkan dahinya.
"Kau menyesal?"
Raden Sutawijaya termangu-mangu sejenak. Sementara itu
Ki Santen Irengpun berkata, "Akulah Ki Santen Ireng.
Nampaknya kau sudah menjadi gemetar baru mendengar
nama itu disebut" "Tidak. Aku tidak menyesal telah bertemu dengan orang
yang bernama Santen Ireng, apalagi menjadi gemetar"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jadi kau kenapa" Demikian kau mendengar nama itu,
wajahmu nampak menjadi tegang"
"Nama itu aneh bagiku. Santen itu biasanya putih. Seperti
susu. Jika yang diambil santannya kelapa ijo, maka santannya
menjadi agak kebiru-biruan. Tetapi tidak menjadi hitam"
"Persetan" geram Ki Santen Ireng.
"Tetapi orang yang tidak yakin akan kemampuannya
sendiri, kadang-kadang memang dengan sengaja membuat
nama yang aneh-aneh. Agaknya mereka berharap bahwa
nama yang aneh-aneh itu akan membuatnya disegani atau
bahkan ditakuti" "Anak iblis. Siapa kau yang telah berani merendahkan
namaku, he" Kau harus menyadari sikapmu itu yang harus kau
tebus dengan harga yang sangat mahal"
Ternyata Raden Sutawijaya tidak menyembunyikan
kenyataan tentang dirinya. Dengan lantang iapun berkata,
"Namaku adalah Sutawijaya"
Ki Santen Irenglah yang terkejut. Di luar sadarnya iapun
mengulanginya, "Maksudmu Raden Sutawijaya anak Ki Gede
Pemanahan yang telah membunuh Harya Penangsang dari
Jipang?" "Ya. Aku adalah Sutawijaya, anak Ki Gede Pemanahan yang
telah membunuh Paman Harya Penangsang"
Sejenak Ki Santen Ireng itu memperhatikannya. Namun
kemudian iapun tertawa sambil berkata, "Jadi inilah anak
muda yang mana telah mengumandang di langit Demak,
Pajang dan Jipang" "Apakah kau meragukannya?"
"Tidak. Justru aku meyakini bahwa kau memang Raden
Sutawijaya. Dengan demikian, maka aku akan mendapat
kesempatan untuk membalas dendam atas kematian Harya
Penangsang. Tumpuan harapan rakyat Demak sepeninggal
Kangjeng Sultan Trenggana"
"Membalas dendam" Kenapa kau akan membalas dendam
atas kematian Paman Harya Penangsang?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudah aku katakan bahwa Harya Penangsang adalah
seorang yang akan dapat membuat masa depan Demak
menjadi lebih cerah. Tetapi kau telah membunuh harapan
rakyat Demak. Karena itu, maka kaupun harus disingkirkan
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dari bumi Demak. Pemanahan dan Hadiwijayapun harus
disingkirkan. Harya Wisaka adalah satu-satunya orang yang
pantas menggantikan Harya Penangsang untuk menjadi
pengayoman rakyat Demak dan Pajang"
-ooo00dw00ooo- Jilid 30 RADEN SUTAWIJAYA menarik nafas dalam-dalam. Begitu
dalam kesetiaan para pengikut Harya Wisaka, sehingga
seorang yang berilmu tinggi seperti Ki Santen Ireng itu tidak
dapat membuat pertimbangan-pertimbangan lain kecuali
berjuang untuk menempatkan Harya Wisaka pada kedudukan
yang tertinggi, apapun yang harus dikorbankannya.
"Tetapi jika hal itu dilakukan oleh Ki Santen Ireng, tentu
bukannya tanpa pamrih apa-apa" berkata Raden Sutawijaya di
dalam hatinya. Namun Raden Sutawijaya tidak menjawab lagi. Sambil
bergeser ke samping, Raden Sutawijaya telah bersiap
sepenuhnya untuk bertempur melawan Ki Santen Ireng.
Ki Santen Ireng pun tidak berbicara lagi. Iapun segera
meloncat menerkam Raden Sutawijaya. Jari-jari pada kedua
tangannya yang mengembang menyambar ke arah wajahnya.
Raden Sutawijaya dengan cepat menghindar. Hampir di
luar sadarnya iapun berdesis, "Kau mengenakan kuku-kuku
baja itu, Ki Santen Ireng. Juga kau lapisi telapak tanganmu"
"Kau dapat melihatnya?"
"Tentu. Anak-anak pun dapat membedakan antara kuku
aslimu dan kuku-kuku baja itu. Bahkan telapak tanganmu"
Ki Santen Ireng tidak menjawab. Tetapi serangan-
serangannya menjadi semakin cepat. Tangannya dengan jari-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jari yang mengembang menyambar-nyambar menggapai
tubuh Raden Sutawijaya. Tetapi di tangan Raden Sutawijaya telah tergenggam
tombak pendek. Meskipun senjata itu bukan senjata khusus,
tetapi tombak itu menjadi sangat berbahaya di tangan
Sutawijaya. "Raden" desis Ki Santen Ireng kemudian, "aku tahu, bahwa
kau bunuh Harya Penangsang dengan ujung tombak. Tetapi
tentu bukan tombak mainan seperti yang kau pakai sekarang
ini. Yang kau pakai untuk membunuh Harya Penangsang
adalah tombak berlandean panjang. Tombak pusaka terbaik di
Pajang, Kangjeng Kiai Pleret"
Tetapi Raden Sutawijaya itu menjawab, "Meskipun
tombakku sekarang tombak mainan, Ki Santen Ireng, tetapi
ujungnya akan dapat mengoyak dadamu, menembus sampai
ke jantung. Di tanganku, mainan kanak-kanak pun akan dapat
menjadi sangat berbahaya bagimu dan bagi semua lawan-
lawanku" Ki Santen Ireng tertawa berkepanjangan. Namun tiba-tiba
saja suara tertawanya terhenti. Dengan tangkasnya ia
meloncat mengambil jarak. Hampir saja ujung tombak pendek
Raden Sutawijaya menyentuh lengannya.
"Kau memang tangkas bermain tombak, Raden"
Raden Sutawijaya tidak menjawab. Tombaknya terjulur lagi
mengarah ke dada, sehingga Ki Santen Ireng harus meloncat
mundur lagi beberapa langkah. Namun Raden Sutawijaya
tetap memburunya. Ujung tombaknya semakin lama rasa-
rasanya menjadi semakin dekat dengan kulit Ki Santen Ireng.
Dengan telapak tangan yang dilapisi baja hitam serta
kukunya yang tajam kehitam-hitaman, Ki Santen Ireng
berusaha melawan tombak pendek Raden Sutawijaya.
Ditepisnya tombak yang terjulur itu. Bahkan dengan baja
hitam di telapak tangannya, Ki Santen Ireng telah menangkis
ujung tombak yang mematuknya.
Tetapi ternyata bahwa Raden Sutawijaya memiliki
kemampuan yang tinggi, sebagaimana namanya yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendebarkan. Semakin lama maka Ki Santen Ireng itu harus
mengakui kenyataan, bahwa Raden Sutawijaya yang masih
terhitung muda itu benar-benar seorang berilmu tinggi.
Dengan demikian, maka Ki Santen Ireng itupun menjadi
semakin terdesak. Ia tidak lagi dapat mengandalkan lapisan
baja hitam di telapak tangannya, serta kuku-kuku bajanya.
Karena itu, untuk melawan ujung tombak pendek yang
seakan-akan mempunyai mata dan memburunya kemana saja
ia berloncatan, Ki Santen Ireng harus mempergunakan
senjatanya yang lain. Dengan demikian, maka Ki Santen Ireng telah meloncat
mengambil jarak. Dilepasnya lapisan baja di telapak tangan
serta kuku-kuku baja di jari-jari tangan kanannya. Kemudian
dicabutnya sebuah luwuk yang besar dan panjang.
Raden Sutawijaya yang melangkah satu-satu mendekatinya
sambil merundukkan ujung tombaknya tertegun.
"Aku tidak lagi main-main, Raden" geram Ki Santen Ireng.
"Jadi selama ini kau hanya main-main?"
"Ya. Sekarang aku bersungguh-sungguh dengan luwuk
peninggalan guruku ini"
Raden Sutawijaya memandangi luwuk di tangan Ki Santen
Ireng. Nampaknya pamornya berkeredipan ditimpa cahaya
matahari. Luwuk itu memang luwuk yang sangat baik.
"Tetapi segala sesuatu akan tergantung pada orang yang
mempergunakannya" berkata Raden Sutawijaya di dalam
hatinya. "Bukan sebaliknya"
Sejenak kemudian, maka keduanya telah terlibat lagi dalam
pertempuran yang sengit. Disamping harus memperhatikan
luwuk di tangan Ki Santen Ireng, Raden Sutawijaya masih
juga harus memperhatikan tangan kirinya, yang masih
mengenakan lapisan baja hitam di telapak tangannya, serta
kuku-kuku baja di ujung jari-jarinya.
Sementara itu, pertempuranpun menjadi semakin sengit.
Pasukan Ki Tumenggung Yudatama telah mendesak para
pengikut Harya Wisaka. Apalagi setelah Ki Santen Ireng terikat dalam pertempuran melawan Raden Sutawijaya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu, Pangeran Benawa dan Paksi telah memasuki
padukuhan dari sisi yang lain, bersama para prajurit yang ada
di arah lain dari Padukuhan Pandean itu.
Meskipun mereka mendapat perlawanan dari para pengikut
Harya Wisaka, tetapi para pengikut Harya Wisaka itu tidak
mampu menghentikan gerak maju Pangeran Benawa, Paksi
dan para prajurit. Di dalam Padukuhan Pandean, Pangeran Benawa dan
Paksipun segera berusaha menemukan Harya Wisaka yang
mereka yakini masih berada di padukuhan itu.
Sementara itu, Harya Wisaka sendiri, bersama para
Bara Naga 9 Pendekar Aneh Dari Kanglam Karya Sin Liong Pedang Keadilan 2
menjelang ajar ia dapat meninggalkan kota lewat lubang itu"
"Mungkin dini hari menurut perhitungan Harya Wisaka dan
para pengikutnya merupakan saat yang paling
menguntungkan. Para petugas di malam hari akan berada
dalam keadaan yang paling lemah. Mungkin letih, mengantuk
atau dingin yang menggigit"
Ketiganyapun kemudian telah memencar meskipun mereka
berada di jarak yang tidak begitu jauh. Malampun semakin
lama menjadi semakin dalam. Bintang-bintang sudah bergeser
dari tempatnya semula. Seleret kecil bulan mulai nampak
merayapi langit yang biru kehitam-hitaman, di sela-sela
keredipan bintang yang bertabur.
Lewat tengah malam, dinginnya terasa semakin menggigit.
Namun mereka berpengharapan, jika malam sebelumnya adik
Paksi dapat keluar dengan selamat, maka malam itu mereka
berharap bahwa Harya Wisaka sendiri yang sudah menjadi
semakin baik, akan keluar lewat lubang yang digali di bawah
dinding kota. Ketiga orang yang mengawasi mulut terowongan yang
berada di luar dinding kota itu harus menahan diri mengatasi
bukan saja dinginnya malam, gatalnya gigitan nyamuk yang
mengerumuni mereka, tetapi mereka harus berusaha
mengatasi kejemuan mereka.
Titik-titik embun malam yang bergayut di dedaunan pun
mulai berjatuhan. Batu-batu besar yang berserakan di antara
tanaman yang hijau di sawah yang terbentang itu, sudah
menjadi basah. Mata Paksi memang menjadi semakin berat. Tetapi
sentuhan embun yang dingin kadang-kadang justru
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengejutkannya, sehingga matanyapun kembali terbuka
lebar. Pada saat dingin malam semakin menggigit, jantung Paksi
berdebar semakin cepat. Ia melihat beberapa orang yang
berjalan dalam kegelapan menuju ke mulut terowongan.
Paksipun kemudian memungut sebuah kerikil kecil dan
dilemparkannya ke arah Pangeran Benawa. Ternyata Pangeran
Benawapun tanggap. Iapun telah melempar kerikil kecil pula
ke arah Paksi dan ke arah Raden Sutawijaya.
Dengan demikian ketiga orang itupun telah mempersiapkan
diri menghadapi segala kemungkinan yang dapat terjadi.
"Mudah-mudahan Harya Wisaka akan keluar lewat lubang
di bawah dinding kota itu sekarang" berkata Paksi di dalam
hatinya. Menurut perhitungan Paksi, Harya Wisaka tidak
mempunyai pilihan yang lebih baik dari saat itu. Jika ia
menunggu lebih lama lagi, maka kemungkinan terowongan itu
sudah diketahui. Sementara ia telah meluncurkan percobaan
untuk keluar lewat terowongan itu. Dan orang yang
dipergunakan untuk menguji keamanan terowongan itu adalah
adik laki-lakinya. "Jika sesuatu terjadi, tentu telah terjadi atas adikku itu.
Seandainya ia terjebak di dalam terowongan itu karena
tanahnya runtuh atau seandainya para prajurit Pajang sudah
mengetahui dan mengawasi mulut terowongan itu, maka ia
akan tertangkap dan bahkan mungkin sekali ia sudah
terbunuh, karena menurut pendapatku, ia tidak akan mau
menyerah" Jantung Paksipun menjadi berdebaran. Semua tanggung-
jawab atas semua kejadian, perubahan dan kemungkinan-
kemungkinan buruk atas adiknya itu, ditimpakannya kepada
Harya Wisaka. Beberapa orang yang dilihatnya itupun kemudian berhenti
beberapa langkah dari mulut lubang di bawah dinding kota itu.
Mereka agaknya bertugas untuk mengamankan lingkungan
di sekitar mulut terowongan itu. Beberapa orang itupun telah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berpencar untuk meyakinkan bahwa tidak ada orang di sekitar
tempat itu. Sementara itu, Paksi, Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijaya telah membenamkan diri di antara semak-semak di
belakang batu-batu besar yang berserakan di tempat itu.
Batu-batu besar yang teronggok bertimbun dengan batu-batu
padas di antara kotak-kotak sawah.
Beberapa orang yang berjalan hilir mudik menyusuri
pematang itu ternyata tidak melihat mereka. Apalagi orang-
orang itu sama sekali tidak menaruh curiga, bahwa
terowongan itu sudah dilihat oleh orang lain. Seandainya
terowongan itu sudah dilihat oleh prajurit Pajang atau petugas sandinya, maka terowongan itu tentu sudah dijaga.
Sementara itu, di bagian dalam dinding kota pun beberapa
orang telah mengamati keadaan. Mereka juga berusaha untuk
meyakinkan, bahwa tidak ada orang di sekitar mulut lubang di
bawah dinding kota itu. Karena itu, maka mereka
menganggap bahwa kedua sisi terowongan itu, di dalam dan
di luar dinding kota, cukup aman.
Meskipun demikian seorang di antara mereka yang berada
di luar kota harus meyakinkan, bahwa di dalam lubang itupun
tidak akan terdapat hambatan apapun juga, sehingga karena
itu, maka seorang yang berada di luar dinding kota itupun
telah memasuki dan menelusuri terowongan itu hingga muncul
di mulut terowongan di bagian dalam dinding kota.
Demikian orang itu muncul, maka beberapa orang telah
siap menyambutnya. "Semuanya berjalan dengan lancar" berkata orang yang
keluar dari lubang di bawah dinding itu.
"Bagus. Aku sudah cemas, bahwa kalian tidak menepati
waktu sehingga kami harus menunggu terlalu lama"
"Bukankah kita berpegang pada kedudukan bintang waluku
itu sehingga kita tidak perlu saling menunggu?"
"Ya" "Nah, sekarang bagaimana dengan rencana Eyang Kakung
itu" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jika segalanya aman, kita akan melaksanakan semua
rencana. Eyang Kakung sudah siap untuk berangkat"
"Sekarang adalah waktu yang terbaik. Jika esok prajurit
atau petugas sandi yang meronda melihat pintu ini, mereka
akan mengamankannya"
"Baik. Aku akan memberikan laporan kepada Eyang
Kakung" "Cepat sedikit. Aku menunggu disini. Jika Eyang Kakung itu
sudah siap, aku akan mendahului di depannya"
"Baik. Tunggulah sebentar. Beberapa orang kawan kita
mengamati lingkungan ini agar tidak ada orang yang
mengganggunya" Dua orang di antara merekapun segera meninggalkan
tempat itu untuk menjemput orang yang disebutnya Eyang
Kakung itu. Dalam pada itu, orang-orang yang berada di luar dinding
kota menunggu dengan jantung yang berdebaran. Mereka
duduk di atas bongkah-bongkah batu padas yang melindungi
mulut terowongan itu. Para petani yang pergi ke sawah, tidak
akan pernah menyempatkan diri melihat semak-semak di
belakang bongkah-bongkah batu padas itu, karena menurut
pendapat mereka, tidak ada apa pun di belakang batu padas
yang berbongkah-bongkah itu kecuali gerumbul-gerumbul
perdu liar serta sarang ular.
Dalam pada itu, Paksi, Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijaya menunggu dengan tegang. Mereka sudah
menduga bahwa akan ada seseorang yang keluar dari dalam
kota. Namun yang menjadi pertanyaan, siapakah orang itu.
Ketiga orang yang menunggu di luar itu sudah sepakat,
bahwa jika yang keluar bukan Harya Wisaka, mereka tidak
akan mengganggu, karena mereka yakin, bahwa Harya
Wisaka juga akan mempergunakan terowongan itu untuk
keluar. Sementara itu, mereka pun berpendapat bahwa Harya
Wisaka masih berada di dalam dinding kota.
Beberapa saat lamanya Paksi, Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijaya harus menunggu. Dalam kegelisahan mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melihat orang-orang yang duduk di atas batu-batu padas
itupun menjadi gelisah. Setiap kali satu atau dua orang
bangkit berdiri. Melangkah di atas batu-batu padas itu hilir-mudik, bahkan
berloncatan dari bongkah yang satu ke bongkah yang lain.
"Sejak kapan terowongan itu dibuat?" pertanyaan itu telah
menggelitik jantung Paksi. "Demikian hati-hatinya, sehingga
selama terowongan itu dibuat, para prajurit dan petugas sandi
tidak sempat melihatnya"
Namun menurut pendapat Paksi, gagasan untuk membuat
terowongan itu tentu datangnya belum terlalu lama. Setelah
dipertimbangkan masak-masak, maka mereka benar-benar
melaksanakannya. "Agaknya terowongan itupun baru saja siap. Kemudian
adikkulah yang pertama-tama disurukkan ke dalamnya untuk
menguji ketahanannya serta manfaat dari terowongan itu"
Paksi menggeram. Harya Wisaka sama sekali tidak
menghargai keselamatan dan nyawa orang lain bagi
kepentingannya. Namun di sisi lain, ia mampu menempa para
pengikutnya untuk menjadi orang-orang yang kehilangan
pribadinya. "Aku akan menunggunya. Jika malam ini ia tidak keluar dari
dalam kota, maka aku akan menunggu di malam-malam
berikutnya" berkata Paksi kepada diri sendiri.
Sejenak kemudian, Paksi, Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijaya melihat orang-orang yang duduk di bongkah-
bongkah batu padas itu bangkit berdiri, kemudian mereka pun
melihat seleret cahaya yang memancar dari balik batu-batu
padas itu, namun kemudian segera padam.
"Tentu ada yang keluar" berkata Paksi di dalam hatinya.
Dengan tegang, Paksi, Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijaya menunggu siapa yang akan muncul dari balik
gumpalan batu-batu padas itu.
Tanpa berjanji, untuk mempertajam penglihatan mereka,
merekapun telah mengetrapkan ilmu mereka, Sapta Pandulu.
Dalam keremangan malam ketiga orang yang bersembunyi di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
balik batu dan menyusup di antara semak-semak itu melihat
seseorang naik ke atas batu padas diiringi oleh dua orang
lainnya. Sementara itu, orang-orang yang sudah lebih dahulu
berada di atas bongkah-bongkah batu padas itu bergeser
sedikit menjauh. Bahkan merekapun kemudian berloncatan
mendahului turun. Dengan demikian maka orang yang baru muncul dari balik
batu padas itu menjadi semakin jelas. Dengan berlandaskan
ilmu Sapta Pandulu, Paksi, Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijayapun melihat bahwa orang itu adalah Harya Wisaka.
Ketiga orang yang berada di balik batu itupun menjadi
berdebar-debar. Yang mereka cari selama ini ternyata telah
berdiri di hadapan mereka. Orang yang bukan saja mereka
cari, tetapi orang yang dicari oleh para pemimpin dan bahkan
seluruh prajurit Pajang. Paksi, Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya tidak
sempat membicarakan langkah-langkah yang harus mereka
ambil. Namun ternyata bahwa mereka bertiga telah
membulatkan hati mereka untuk menangkap orang yang
menjadi buruan itu. Sebelum mereka bertindak, mereka sempat menghitung
orang yang akan mereka hadapi. Lima orang telah berada di
tempat itu lebih dahulu sebelum Harya Wisaka muncul.
Kemudian Harya Wisaka dan dua orang pengawalnya yang
tentu orang-orang pilihan.
Ketiga orang itu memang harus memperhitungkan langkah
mereka sebaik-baiknya. Namun jika mereka tidak bertindak
saat itu, maka mereka akan dapat kehilangan Harya Wisaka.
Jika Harya Wisaka itu terlepas dan sempat melarikan diri
keluar kotaraja, maka untuk menangkapnya akan menjadi
semakin sulit. Ternyata Pangeran Benawalah yang mengambil keputusan
lebih dahulu. Tiba-tiba saja iapun bangkit berdiri dan
melambaikan tangannya ke arah Paksi dan Raden Sutawijaya.
Raden Sutawijaya dan Paksi tidak mempunyai pilihan lain.
Merekapun segera bangkit berdiri pula.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikian Pangeran Benawa melangkah ke arah Harya
Wisaka yang masih berdiri di atas batu-batu padas, maka
Raden Sutawijaya dan Paksipun telah menyusul pula.
Malam itu Paksi tidak membawa tongkatnya. Paksi
menganggap tongkatnya akan dapat mempersulitnya jika ia
bertemu dengan para prajurit atau pada saat ia melewati pintu
gerbang kotaraja. Bahkan Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijaya pun tidak membawa senjata panjang yang segera
dapat dilihat. Mereka hanya membawa pisau-pisau belati
panjang di bawah kain panjang mereka. Sementara itu,
Pangeran Benawa telah mengenakan penutup pergelangan
tangannya yang juga merupakan perisai baginya,
sebagaimana dipergunakannya pada saat ia mengembara
bersama Paksi. Kehadiran mereka bertiga benar-benar telah mengejutkan
Harya Wisaka dan para pengikutnya. Mereka tidak mengira,
bahwa ternyata ada juga orang yang telah melihat mereka.
Kelima orang yang lebih dahulu datang dan mengamati
keadaan sebelum Harya Wisaka keluar dari terowongan itu
segera memencar. Dengan serta-merta mereka mencabut
senjata-senjata mereka. Harya Wisaka yang berdiri di atas batu padas itupun
menggeram, "Orang-orang dungu. Kenapa hal seperti ini
dapat terjadi" Buat apa aku mengirim kalian mengamankan
daerah ini sebelum aku keluar?"
Kelima orang itu memang merasa sangat bersalah. Karena
itu, maka pemimpin merekapun berdesis, "Hanya tiga orang.
Kami akan segera melumatkan mereka"
Harya Wisaka tidak menjawab. Yang dilihatnya memang
hanya tiga orang. Jika yang datang lebih dari tiga orang, maka yang lain tentu sudah akan menampakkan dirinya pula.
Namun debar di jantung Harya Wisaka menjadi semakin
cepat ketika ia mulai mengenali ketiga orang itu. Yang
seorang adalah Pangeran Benawa. Seorang yang lain adalah
Raden Sutawijaya dan seorang yang lain lagi adalah Paksi
Pamekas. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tiba-tiba saja timbul niatnya untuk masuk kembali ke
dalam mulut terowongan, namun demikian tangkasnya Raden
Sutawijaya berlari dan berloncatan di atas batu-batu padas
sehingga tiba-tiba saja ia sudah berada tidak terlalu jauh dari mulut terowongan itu, sementara Paksi dan Pangeran Benawa
pun telah semakin mendekati pula.
"Selamat malam, Paman" berkata Pangeran Benawa.
"Kau berhasil menemukan aku disini, Pangeran" desis
Harya Wisaka. "Aku sudah terlanjur menitikkan airmata ketika aku melihat
gundukan tanah di kuburan yang disebut sebagai makam
Paman Harya Wisaka" "Permainan yang mengasyikkan. Tetapi kau kira aku
percaya, bahwa kalian mempercayai bahwa aku sudah mati?"
"Permainan itu akan berakhir disini"
"Ya, bagi kalian bertiga. Kami akan membunuh kalian
bertiga jika kalian tidak mau menyingkir dari lingkungan ini"
"Sudah sekian lama kami menunggu kesempatan seperti
ini, Paman. Apakah kami harus menyingkir?"
Wajah Harya Wisaka menjadi tegang. Ia menjadi sangat
kecewa kepada orang-orang yang ditugaskannya mengamati
lingkungan itu. Mereka sudah menyatakan bahwa tidak akan
ada gangguan apa-apa. Tetapi ternyata bahwa masih juga ada
yang melihat mereka. Meskipun hanya tiga orang, tetapi
ketiga orang itu adalah orang-orang yang berilmu tinggi.
Namun Harya Wisaka itupun berpaling kepada kedua orang
pengawalnya. Keduanya adalah orang-orang pilihan. Mereka
adalah orang-orang yang juga berilmu tinggi. Sementara itu,
masih ada lima orang lainnya yang bukan orang kebanyakan,
selain Harya Wisaka sendiri.
Harya Wisaka menarik nafas dalam-dalam. Luka-lukanya
memang sudah sembuh. Tetapi tenaganya masih belum pulih
seutuhnya. Meskipun demikian, ia adalah orang yang memiliki
bekal yang memadai. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika ia berpaling ke arah mulut terowongan, maka tidak
jauh dari mulut terowongan itu, Raden Sutawijaya berdiri
tegak dengan kaki renggang.
Bahkan Harya Wisakapun menjadi ragu-ragu. Jangan-
jangan di depan mulut terowongan di dalam dinding kotaraja
tempat ia masuk tadi sudah ditunggui justru oleh Ki Gede
Pemanahan sendiri beserta Ki Waskita dan orang-orang pilihan
lainnya. Bahkan sekelompok prajurit pilihan.
"Jika aku berusaha untuk masuk kembali dan merayap
masuk ke dalam kota, jangan-jangan aku justru telah
ditunggui oleh para pemimpin Pajang" berkata Harya Wisaka
di dalam hatinya. Karena itu, Harya Wisaka telah bertekad untuk menghadapi
ketiga orang yang berusaha untuk menangkapnya itu.
"Mudah-mudahan mereka tidak sempat memberi isyarat
kepada para prajurit" berkata Harya Wisaka di dalam hatinya.
Sementara itu, Pangeran Benawapun berkata, "Paman,
sebaiknya Paman kami antar langsung menghadap Ayahanda
di istana. Beberapa saat lagi fajar akan menyingsing.
Ayahanda tentu akan segera bangun. Dengan demikian maka
Paman tidak perlu terlalu lama menunggu"
"Anak tidak tahu diri. Karebet itulah yang harus datang
menghadap aku. Anak pidak pedarakan itu tidak pantas duduk
di atas tahta Pajang"
Pangeran Benawa tertawa. Katanya, "Pantas atau tidak
pantas, tetapi Ayahanda sekarang adalah raja di Pajang.
Paman Harya Wisaka adalah seorang pemberontak yang harus
ditangkap dan kemudian diadili. Mungkin Paman akan
dihukum untuk waktu yang lama. Tetapi mungkin Paman akan
dibebaskan" Harya Wisaka itu menggeram. Katanya, "Kau bujuk aku
seperti membujuk anak-anak yang menangis karena
kehilangan mainannya"
"Tidak, Paman" jawab Pangeran Benawa. "Kami tidak
membujuk Paman, karena Paman tidak mempunyai pilihan.
Kami akan menangkap Paman, mau atau tidak mau. Tetapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kami memang membujuk agar Paman tidak usah melawan,
karena perlawanan yang akan Paman berikan itu akan sia-sia"
"Cukup" bentak Harya Wisaka, "kau memang pandai
membual, Benawa. Bersiaplah untuk mati. Kau, Sutawijaya
dan Paksi tidak mempunyai kesempatan untuk hidup. Kalian
hanya akan mengotori bumi Pajang saja"
"Sudahlah. Sudah waktunya untuk bangun. Sementara
Paman masih saja bermimpi berkepanjangan"
Harya Wisaka menggeram. Tiba-tiba saja jatuh
perintahnya, "Bunuh mereka bertiga. Jangan ragu-ragu. Tidak
ada pilihan lain bagi kita"
Kelima orang itupun segera bersiap. Demikian pula kedua
orang yang datang bersama Harya Wisaka itu. Mereka segera
berloncatan mendekati lawan pilihan mereka masing-masing.
Yang ternyata harus berhadapan dengan tiga orang adalah
Raden Sutawijaya. Agaknya orang-orang itu memikirkan
kemungkinan untuk memberikan kesempatan kepada Harya
Wisaka untuk menyusup kembali ke dalam mulut terowongan
itu, namun Harya Wisaka sendiri agaknya tidak lagi berminat,
karena Harya Wisaka memikirkan kemungkinan, bahwa mulut
terowongan yang berada di dalam kotaraja pun telah diketahui
oleh Ki Gede Pemanahan, ayah Raden Sutawijaya itu.
Sejenak kemudian, pertempuranpun berlangsung dengan
sengitnya. Pangeran Benawa dan Paksi, masing-masing harus
menghadapi dua orang. Namun demikian, baik Raden Sutawijaya maupun Pangeran
Benawa dan Paksi, tidak melepaskan perhatian mereka kepada
Harya Wisaka. Mungkin saja Harya Wisaka berusaha
mempergunakan kesempatan terbaik untuk melarikan diri,
atau menyusup kembali ke dalam mulut terowongan.
Demikianlah, maka pertempuran itupun berlangsung
dengan sengitnya. Ketiga orang yang bertempur melawan
Raden Sutawijaya segera mengerahkan kemampuan mereka.
Senjata merekapun berputaran dengan garangnya,
menyambar-nyambar. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu, Raden Sutawijaya hanya bersenjatakan
sepasang pisau belati panjang seperti juga Pangeran Benawa.
Namun ternyata bahwa sepasang pisau belati itu telah mampu
membuat ketiga orang lawannya terdesak.
Di lingkaran pertempuran yang lain, Pangeran Benawa
bertempur melawan dua orang lawan sebagaimana Paksi.
Paksi yang tidak membawa tongkatnya itu, telah mencabut
sebatang patok bambu lanjaran untuk rambatan batang
kacang pajang di pematang. Dengan patok bambu yang
panjangnya hampir sepanjang tongkatnya itu, Paksi melawan
kedua orang pengikut Harya Wisaka.
Meskipun tongkat bambu itu tidak memiliki kekuatan dan
ketahanan sebagaimana tongkatnya, namun sebatang tongkat
bambu itu di tangan Paksi cukup memadai untuk melawan
senjata-senjata lawannya.
Dengan demikian, maka pertempuranpun menjadi semakin
sengit. Ternyata para pengikut Harya Wisaka yang mendapat
kepercayaan untuk melindunginya itu adalah orang-orang
pilihan. Mereka dengan tangkasnya berloncatan di atas batu-
batu padas serta gerumbul-gerumbul perdu.
Harya Wisaka sendiri masih berdiri saja di atas sebongkah
batu padas. Diamatinya orang-orang yang sedang bertempur
melawan hanya tiga orang itu. Namun ketiga orang itu adalah
orang-orang yang berilmu tinggi.
Dengan cemas Harya Wisaka mengamati ketiga orang
pengikutnya yang bertempur melawan Raden Sutawijaya.
Meskipun mereka bertiga, namun nampaknya sulit bagi
mereka untuk mengimbangi kemampuan Raden Sutawijaya.
Karena itu, maka Harya Wisaka sendiri berniat untuk terjun ke
dalam pertempuran itu. "Dengan membunuh Sutawijaya, maka kedua orang yang
lain akan dapat segera dikuasai pula" berkata Harya Wisaka di
dalam hatinya. Apalagi orang-orang yang bertempur melawan
Pangeran Benawa dan Paksi adalah justru orang-orang
terbaiknya, sehingga mereka akan dapat bertahan
menghadapi lawan mereka. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun sebenarnyalah bahwa kekuatan dan kemampuan
Harya Wisaka belum sepenuhnya pulih kembali. Meskipun
demikian, sebagai seorang yang berilmu tinggi, maka ia
adalah tetap orang yang sangat berbahaya.
Karena itu, demikian Harya Wisaka mencabut pedangnya
dan melibatkan diri dalam pertempuran melawan Raden
Sutawijaya, maka Raden Sutawijaya harus menjadi semakin
berhati-hati. "Silahkan, Paman" berkata Raden Sutawijaya. "Agaknya
Paman tidak sabar menunggu, sehingga kita akan dapat
bermain dengan baik. Aku dan Paman tanpa diganggu orang
lain" Harya Wisaka menggeram. Katanya, "Satu usaha yang baik
untuk menyelamatkan diri. Tetapi usahamu akan sia-sia,
Sutawijaya. Kau akan mati malam ini di sini. Jangan sesali
kesombonganmu, bahwa kau telah mencoba menghentikan
aku. Kenapa bukan ayahmu atau ayah angkatmu yang
sekarang tanpa mempunyai hak dan wewenang duduk di atas
tahta Pajang" Kenapa bukan guru yang manapun juga, atau
orang-orang yang sekarang mendapat kesempatan memimpin
padepokan di Hutan Jabung itu?"
"Tidak usah, Paman. Tidak usah menunggu Ayah, atau
Ayahanda Sultan Pajang atau Ki Waskita atau Ki Panengah.
Paman masih belum sembuh benar. Karena itu, maka tugas
kami tidak akan terlalu sulit"
Harya Wisaka tertawa. Katanya, "Kesombonganmu
melampaui kesombongan ayahmu. Tetapi kau pantas menjadi
anak Karebet yang tidak tahu diri itu. He, apakah kau memang
anak orang yang mengaku dirinya raja Pajang itu"
"Ah, jangan mencoba untuk menyerangku dari sisi yang
lain, Paman. Marilah kita membuat perbandingan ilmu
kanuragan" Harya Wisaka tertawa semakin keras. Katanya, "Kau takut
melihat kenyataan itu. He, Benawa. Dengarlah, kakakmu
Sutawijaya menjadi sangat gelisah mendengar bahwa ia bukan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saudara angkatmu, tetapi ia benar-benar saudaramu. Setidak-
tidaknya saudara seayah"
Tetapi jawaban Pangeran Benawa yang sedang bertempur
melawan dua orang kepercayaan Harya Wisaka yang berilmu
tinggi itu justru telah membuatnya semakin marah, "Siapa pun
Kakangmas Sutawijaya, ia telah membuat Paman menjadi
ketakutan" "Setan kau, keturunan orang Tingkir. Perasaanmu agaknya
telah membeku, sehingga jantungmu agaknya tidak tersentuh
sama sekali mendengar bahwa Sutawijaya itu juga anak
Hadiwijaya" "Orang yang sedang terdesak dapat saja mengigau untuk
melepaskan diri dari himpitan perasaan"
Harya Wisaka menggeram. Namun pedangnyalah yang
kemudian mulai berputar. Harya Wisaka yang menempatkan
diri di antara ketiga orang pengikutnya itu ternyata harus
mendapat perhatian khusus dari Raden Sutawijaya.
Namun untunglah bahwa Harya Wisaka itu masih belum
pulih kembali. Meskipun ayunan pedangnya masih sangat
berbahaya, namun kakinya masih belum dapat bergerak
secepat sebelum ia terluka. Tenaga dalamnya pun belum
mampu dikembangkannya lagi sementara itu pancaran
ilmunya masih lemah. Namun bersama dengan tiga orang pengawalnya, mereka
adalah lawan yang sangat berat bagi Raden Sutawijaya.
Sementara itu, seorang dari lawan Pangeran Benawa
adalah pengawal terpercaya Harya Wisaka. Ia adalah orang
yang memiliki ilmu yang tinggi. Meskipun nampaknya umurnya
sudah mendekati setengah abad, namun justru ilmunya
nampak semakin masak. Meskipun ilmu kawannya tidak setinggi orang yang sudah
setengah abad itu, namun ia mampu melengkapi ilmu
kawannya, sehingga dengan demikian Pangeran Benawa
harus berhati-hati menghadapi keduanya.
Lawan Paksipun orang-orang berilmu tinggi pula. Apalagi
Paksi tidak membawa senjata andalannya, sehingga Paksi pun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
harus sangat berhati-hati. Ia tidak dapat membenturkan
tongkat bambunya langsung melawan senjata lawan-
lawannya. Tetapi ia harus berusaha untuk sekedar menepis
dengan tongkatnya atau menghindarinya.
Meskipun demikian, bukan berarti bahwa Paksi dengan
mudah dapat didesak oleh kedua lawannya. Meskipun
lawannya sadar sepenuhnya, bahwa senjata Paksi bukan
senjata yang baik, namun mereka tidak dapat dengan serta-
merta menyerang dengan mengayunkan senjata-senjata
mereka. Ketika seorang di antara mereka meloncat sambil menebas
mendatar ke arah dada, Paksi sempat bergeser surut.
Sehingga ujung senjata lawannya tidak menggores dadanya.
Pada saat yang bersamaan, lawannya yang lain menyerang
dengan menjulurkan senjatanya pula. Namun dengan cepat
Paksi merendahkan dirinya. Dengan cepat tongkatnya
berputar, menyapu dengan derasnya, menghantam kaki
lawannya yang sedang menjulurkan senjatanya itu.
Orang itu masih sempat meloncat menghindar. Namun
tiba-tiba saja senjata Paksi menggeliat. Sepotong bambu itu
dijulurkannya mematuk ke arah perut. Orang itu sempat
melihat serangan Paksi. Karena itu, maka iapun meloncat
surut. Tetapi sepotong bambu di tangan Paksi itu bergerak lebih
cepat. Ujungnya sempat menyentuh perut orang yang sedang
meloncat surut itu. Untunglah bahwa ujung bambu patok lanjaran kacang
panjang itu tidak runcing, sehingga tidak melukai perut
lawannya. Namun dorongan kekuatan Paksi telah mendorong
orang yang memang sedang meloncat surut itu.
Karena itu, maka orang itu justru telah terdorong dengan
kerasnya. Dengan demikian, maka kakinya tidak dapat
hinggap di atas sebongkah batu padas di belakangnya, karena
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sebongkah batu padas itu telah terlampaui.
Dengan kerasnya orang itu telah terjatuh di sela-sela
bongkah-bongkah batu padas itu. Punggungnya yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terbentur dengan kerasnya, terasa tulangnya bagaikan
berpatahan. Namun dengan susah payah orang itu bangkit. Sambil
menyeringai orang itu meloncat kembali dan berdiri di atas
batu-batu padas yang keras itu.
Darah orang itu bagaikan mendidih. Lawannya hanya
mempergunakan tongkat bambu yang dicabutnya dari
pematang. Sementara itu, berdua ia melawannya dengan
senjata andalan di tangannya.
"Iblis manakah yang telah merasuk ke dalam orang ini"
geram orang itu. Dengan gigi yang gemeretak orang itupun bergeser
mendekati Paksi yang masih bertempur dengan seorang
lawannya. Orang yang bertubuh tinggi agak kekurus-kurusan.
Tetapi orang itu mempunyai kelebihan yang kadang-kadang
menyulitkan Paksi. Orang itu mampu bergerak dengan
kecepatan yang tinggi. Untunglah bahwa Paksi telah menempa dirinya sejak ia
berada di dalam pengembaraan. Orang yang ternyata adalah
ayahnya dan gurunya itu selalu membayanginya. Menuntun
dan menempanya dengan cara yang asing, namun yang
berhasil membentuknya menjadi orang yang berilmu tinggi.
Kemudian, Paksipun mendapat kesempatan untuk berlatih
dengan lebih teratur dan terencana di bawah bimbingan dua
orang gurunya itu. Karena itu, maka ketika ia harus menghadapi dua orang
yang berilmu tinggi hanya dengan sepotong bambu di
tangannya, Paksi masih mampu mengimbangi kemampuan
mereka berdua. Pertempuranpun semakin lama menjadi semakin sengit.
Kedua orang lawannya berusaha memancing Paksi bertempur
semakin jauh dari mulut terowongan itu. Namun Paksi tidak
menanggapinya. Jika keduanya berloncatan menjauh, maka
Paksipun tetap berdiri di tempatnya.
Raden Sutawijayalah yang bertempur terdekat dengan
mulut terowongan itu. Melawan empat orang lawannya, Raden
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sutawijaya harus mengerahkan kemampuannya. Jika saja
Harya Wisaka telah pulih kembali, maka Raden Sutawijaya
harus membuat pertimbangan ulang untuk menghadapi
mereka. Tetapi ternyata keadaan Harya Wisaka masih belum
pulih kembali. Ia masih belum mampu bergerak dengan
kecepatan yang tinggi. Tenaganyapun belum sekuat tenaganya yang utuh. Bahkan
tenaga dalamnya pun masih terasa lemah. Demikian pula
ilmunya masih belum mendapat dukungan penuh dan unsur
kewadagannya. Karena itu, maka kehadiran Harya Wisaka tidak sangat
mencemaskan bagi Sutawijaya. Meskipun demikian,
keberadaan Harya Wisaka di antara ketiga orang lawan Raden
Sutawijaya itu telah memaksa Raden Sutawijaya untuk
mengerahkan kemampuannya.
Dengan sepasang pisau belati panjangnya, Raden
Sutawijaya berloncatan di antara keempat lawannya. Untuk
menghindari serangan-serangan dari arah belakang, Raden
Sutawijaya bertempur dengan langkah-langkah panjang.
Kecepatannya bergerak banyak membuat lawan-lawannya
kadang-kadang kebingungan. Bahkan Harya Wisaka sendiri
sering merasa kehilangan lawannya itu.
Mau tidak mau Harya Wisaka harus mengakui kenyataan
tentang dirinya, bahwa kekuatan dan kemampuannya masih
belum pulih kembali. Di sisi lain, Pangeran Benawa yang bertempur melawan dua
orang lawan sempat bergeser ke tanah persawahan. Kaki
mereka yang sedang bertempur itu berloncatan menginjak-
injak batang padi muda yang sedang tumbuh.
Namun Pangeran Benawa tidak dapat menghindarkan
kakinya dari tanah yang basah itu. Ia tidak dapat bertempur
dalam arena yang sama dengan arena yang dipergunakan
oleh Paksi melawan kedua orang lawannya.
Namun dengan demikian, rasa-rasanya Pangeran Benawa
dapat bertempur dengan leluasa. Ia tidak perlu menjaga
keseimbangan karena berdiri di atas batu-batu padas yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak rata. Bahkan terdapat beberapa gundukan-gundukan
batu padas, namun di sana-sini terdapat lekuk-lekuk yang
bahkan agak dalam. Dengan bertempur di tempat yang datar, maka Pangeran
Benawa rasa-rasanya menjadi semakin garang. Meskipun
seorang lawannya adalah orang yang sudah masak dalam olah
kanuragan, tetapi Pangeran Benawa tidak mengalami
kesulitan. Bahkan sekali-sekali ia sempat mendesak lawannya,
meskipun kemudian Pangeran Benawalah yang harus
berloncatan mundur. Seperti Raden Sutawijaya, Pangeran
Benawapun menggenggam sepasang belati. Sementara itu
penutup pergelangan tangannya sekaligus dapat
dipergunakannya sebagai perisai.
Semula lawannya tidak mengetahui bahwa Pangeran
Benawa mengenakan sebuah perisai yang khusus di
pergelangan tangannya. Karena itu, lawan-lawannya itu
merasa heran jika sabetan pedang mereka seakan-akan
terpental jika mengenai pergelangan tangan Pangeran
Benawa. Sementara itu lawannya yang lain lebih banyak
menyesuaikan diri dengan tatanan gerak Pangeran Benawa.
Dalam keadaan yang memungkinkan orang itu tiba-tiba saja
menyerang dengan cepat serta dengan kekuatan yang sangat
besar. Pada saat-saat Pangeran Benawa sibuk dengan
lawannya yang lain, maka orang itu selalu memanfaatkan
keadaan. Tetapi Pangeran Benawa, meskipun masih terhitung muda,
namun ilmunya seakan-akan sudah sulit dijajagi. Karena itu,
maka Pangeran Benawa selalu dapat keluar dari kesulitan-
kesulitan yang ditimbulkan oleh kedua orang lawannya itu.
Bahkan semakin lama justru kedua orang lawannya itulah
yang mengalami kesulitan. Seorang di antara mereka berteriak
nyaring ketika pisau belati panjang Pangeran Benawa
menggores bahunya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Belum lagi gema suaranya hilang, seorang lawan Paksi
mengumpat dengan kasar. Tongkat bambu Paksi yang terayun
mendatar telah menghantam punggungnya, sehingga orang
itu jatuh terjerembab di atas tanah keras berbatu padas yang
tidak rata. Dengan tangkasnya orang itu meloncat bangkit. Namun
ketika tangannya mengusap wajahnya yang terasa pedih,
telapak tangannya terasa menyentuh cairan yang hangat.
Ternyata hidungnya yang membentur batu padas telah
berdarah. Dahinya dan dagunya juga terluka.
Sementara itu, Raden Sutawijaya yang bertempur melawan
empat orang, termasuk Harya Wisaka sendiri, telah
meningkatkan ilmunya. Ia sudah mulai jemu melayani
keempat orang lawannya. Karena itu, maka Raden
Sutawijayapun telah menghentakkan ilmunya. Ketika seorang
lawannya meloncat menyerangnya, Raden Sutawijaya
bergeser mengelak. Tetapi seorang lawannya yang lain telah
mengayunkan senjatanya pula mengarah ke lambung.
Dengan tangkasnya Raden Sutawijaya menangkisnya.
Kedua pisau belati panjangnya memukul senjata lawannya itu
dengan kerasnya. Tetapi pada saat yang hampir bersamaan,
lawannya yang seorang lagi menjulurkan senjatanya
mengarah ke dada. Raden Sutawijaya tidak sempat
menangkisnya. Tetapi iapun meloncat tinggi-tinggi. Berputar
di udara dan kemudian hinggap di atas sebongkah batu padas.
Namun demikian kakinya menyentuh batu padas itu, iapun
telah melenting kembali. Kakinya terjulur lurus menyamping.
Terdengar seorang di antara lawannya mengaduh tertahan.
Kaki Raden Sutawijaya itu telah mendorongnya sehingga
orang itu kehilangan keseimbangan. Dengan kerasnya ia
terjatuh dan justru tersuruk ke dalam mulut terowongan.
Tubuhnya yang tidak mapan itu rasa-rasanya akan patah di
tengah. Dengan susah payah ia berusaha untuk bangkit.
Tetapi tubuhnya yang bagaikan patah itu terasa sakit sekali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seorang kawannya dengan tergesa-gesa mendekatinya.
Dengan serta-merta kawannya itu telah menarik tangannya.
Namun dengan demikian orang itu justru berteriak kesakitan.
Punggungnya tergores batu-batu padas yang keras,
sehingga bukan saja bajunya terkoyak, tetapi juga kulitnya
bagaikan terkelupas. Kawannya yang menarik tangannya tidak
menghiraukannya. Ia justru meloncat kembali ke arena,
karena Raden Sutawijaya telah menyerang dan mendesak
Harya Wisaka yang belum pulih kembali kemampuannya itu.
Dua orang dengan cepat berusaha menahan Raden
Sutawijaya sehingga Harya Wisaka sempat meloncat
mengambil jarak. Namun pada saat Harya Wisaka terlepas
dari serangan Raden Sutawijaya, maka pisau belati Raden
Sutawijaya itu terayun dengan derasnya. Seorang dari
pengikut Harya Wisaka itu berteriak kesakitan. Ujung pisau
belati Raden Sutawijaya itu ternyata telah menggores dadanya
menyilang. Harya Wisaka sendiri tertegun mendengar teriakan itu.
Darahpun kemudian mengalir membasahi bajunya yang
menganga pula. Dalam pada itu, orang yang kulit punggungnya bagaikan
terkelupas dan menahan pedih itu telah meloncat masuk
kembali ke dalam arena. Namun ada sesuatu yang terasa
menghambat gerak tangannya yang agak terkilir waktu ia
terjatuh. Pertempuranpun menjadi semakin sengit. Orang-orang
yang terlibat sudah mengerahkan tenaga dan kemampuan
mereka. Masing-masing telah sampai ke puncak ilmunya.
Namun Harya Wisaka dan para pengikutnya akhirnya tidak
mampu mengatasi kemampuan ketiga orang lawannya.
Seorang lawan Pangeran Benawa berdesah tertahan.
Suaranya terputus di kerongkongan ketika pisau belati
Pangeran Benawa itu menghunjam menyentuh jantung.
Namun Pangeran Benawa memang menjadi heran. Para
pengikut Harya Wisaka itu bagaikan kerasukan iblis. Mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sama sekali tidak dapat melihat kenyataan. Seharusnya
mereka dapat menilai kemampuan diri. Tetapi dalam keadaan
yang semakin sulit, mereka bagaikan harimau yang terluka.
Mengamuk sejadi-jadinya. Para pengikut Harya Wisaka yang lainpun telah
terpengaruh pula. Ketika mereka menyadari bahwa seorang di
antara mereka terbunuh, maka merekapun bertempur
semakin garang dan bahkan kasar. Harya Wisaka sendiri
kemudian telah mengerahkan sisa-sisa kemampuannya. Ia
bermaksud mengakhiri perlawanan Raden Sutawijaya lebih
cepat, agar ia segera dapat ikut menghentikan perlawanan
Pangeran Benawa. Tetapi ternyata justru mereka berempatlah yang menjadi
semakin terdesak. Karena itu, maka lawan Pangeran Benawa itu tidak dapat
mengharapkan bantuan dari kawan-kawannya. Dalam
keadaan yang tidak berpengharapan orang itu bertempur
membabi buta. "Menyerahlah" berkata Pangeran Benawa, "kau tidak akan
mempunyai kesempatan lagi"
Tetapi lawannya sama sekali tidak menghiraukannya. Ia
bahkan berteriak nyaring meloncat sambil menebas dengan
senjatanya mengarah ke leher Pangeran Benawa.
"Orang ini sedang membunuh diri" berkata Pangeran
Benawa di dalam hatinya. Ketika Pangeran Benawa mengelak dengan merendahkan
diri, maka terdengar seseorang mengumpat kasar. Ternyata
seorang lawan Raden Sutawijaya jatuh terguling dari atas
gundukan batu padas. Orang itu masih berusaha untuk
bangkit. Tetapi ternyata bahwa ia sudah tidak mampu lagi.
Dengan susah payah tangannya menggapai-gapai batu-batu
padas di sebelahnya. Namun ketika pegangan tangannya
terlepas, orang itu terpelanting jatuh.
Yang terdengar kemudian adalah erang kesakitan. Dalam
pada itu, Paksipun telah menguasai kedua orang lawannya
pula. Tongkat bambunya terayun-ayun mengerikan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika tongkat yang terjulur itu mematuk dada, maka
lawannya itupun telah terguling pula. Demikian ia berusaha
bangkit, maka tongkat bambu Paksi itupun telah memukul
tengkuknya. Orang itu mengaduh tertahan. Suaranya
bagaikan terpotong di kerongkongannya.
Yang tersisa sama sekali tidak mengendorkan perlawanan
meskipun mereka tahu, bahwa mereka tidak akan dapat
bertahan lebih lama lagi.
Harya Wisaka yang melihat keadaan para pengawalnya
menjadi semakin cemas. Iapun kemudian telah bersuit
nyaring, memberikan aba-aba kepada para pengikutnya yang
tersisa. Beberapa orang itupun tiba-tiba saja berloncatan turun dari
gundukan batu-batu padas yang menyekat lubang terowongan
sehingga lubang itu menjadi tersembunyi.
Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksi memang
terkejut mendengar isyarat itu. Mereka tidak tahu, apa yang
akan dilakukan oleh lawan-lawan mereka itu. Bahkan mereka
semula menyangka bahwa isyarat itu adalah isyarat untuk
melarikan diri. Setidak-tidaknya memberi kesempatan kepada
Harya Wisaka untuk melepaskan diri dari tangan Raden
Sutawijaya dan Paksi. Namun ternyata tidak. Mereka yang tinggal enam orang itu
telah berkumpul dan bersiap memberikan perlawanan di
dalam satu kelompok yang lebih besar.
Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksi termangu-
mangu sejenak. Mereka sadar, bahwa Harya Wisaka dan
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kelima orang pengikutnya akan merubah tatanan perlawanan
mereka. Dalam pada itu, maka Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa
dan Paksipun telah berdiri di luar sekelompok kecil orang itu di arah yang berbeda. Meskipun hanya bertiga, tetapi mereka
seakan-akan telah mengepung enam orang yang siap
menghadapi mereka. Di antara mereka adalah Harya Wisaka
sendiri. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Beberapa saat kemudian, Pangeran Benawa, Raden
Sutawijaya dan Paksi itupun mulai bergeser. Tanpa berjanji
sebelumnya, mereka saling menyesuaikan diri.
Sejenak kemudian, maka pertempuranpun telah berkobar
lagi. Berenam dalam satu kelompok mereka masih mampu
saling melindungi. Terutama melindungi Harya Wisaka sendiri.
Tanpa menghiraukan keselamatan diri sendiri, kelima orang
pengikutnya itu bertempur dengan garang, keras dan bahkan
kasar. Harya Wisaka sendiri terlibat pula dalam pertempuran itu.
Tetapi ia lebih banyak berada di bawah perlindungan para
pengikutnya. "Paman" berkata Pangeran Benawa kemudian, "mumpung
masih ada kesempatan, perintahkan para pengikut Paman itu
menghentikan perlawanan mereka. Dengan demikian maka
pertempuran ini pun akan segera selesai. Peristiwa yang
terjadi disini tidak akan memberatkan hukuman Paman. Kami
tidak akan mengatakan bahwa Paman telah mengeraskan hati
untuk melakukan perlawanan pada waktu kami berusaha
menangkap Paman" "Diam kau, anak Karebet. Jika kau takut menghadapi kami,
pergilah. Kami tidak akan menyakitimu. Kalian bertiga akan
kami ampuni dan kami beri kesempatan untuk tetap hidup dan
pulang kepada ibu kalian masing-masing"
Raden Sutawijaya tertawa. Katanya, "Seharusnya Paman
tidak mengingkari kenyataan ini"
"Persetan dengan igauanmu"
"Paman" berkata Pangeran Benawa selanjutnya, "jika
kesempatan terakhir ini tidak Paman pergunakan dengan baik,
maka kami tidak akan memberikan kesempatan berikutnya
kepada Paman" "Diam. Sebentar lagi kau memang akan diam untuk
selamanya" Pangeran Benawa menarik nafas dalam-dalam. Kemudian
dengan nada tinggi iapun berkata lantang, "Ternyata segala
niat baik kita tidak ditanggapi oleh Paman Harya Wisaka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena itu, maka kita tidak mempunyai pilihan lain. Kita akan
menghancurkan mereka sampai orang yang terakhir"
Suara Pangeran Benawa yang mengumandang itu memang
menggetarkan jantung Harya Wisaka dan para pengikutnya.
Namun segera diimbangi oleh Harya Wisaka yang berteriak
nyaring, "Kita selesaikan ketiga orang yang menghalangi
perjalanan kita. Bunuh mereka. Jangan ragu-ragu"
Tetapi Pangeran Benawa masih menjawab, "Dua orang
kawan kalian sudah tidak mampu bangkit. Meskipun kami
tidak datang untuk membunuh, tetapi dalam pertempuran
yang terjadi, kematian dapat saja menerkam semua orang
yang terlibat. Karena itu, siapakah di antara kalian yang masih ingin
melihat matahari terbit esok pagi, menyerahlah"
"Cukup" teriak Harya Wisaka. Lalu perintahnyapun
menggelegar lagi, "Bunuh mereka bertiga"
Para pengikut Harya Wisakapun mengerahkan kemampuan
mereka. Bersama Harya Wisaka, maka mereka mulai bergerak
berputar perlahan-lahan sambil mengacukan senjata-senjata
mereka. Sekali-sekali mereka berloncatan menyerang, namun
merekapun kemudian kembali ke dalam lingkaran yang
berputar. Pangeran Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksi mengamati
Harya Wisaka dan para pengikutnya itu dengan seksama.
Sekali-sekali terjadi benturan senjata di antara mereka.
Namun jika Pangeran Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksi
mengambil jarak, maka para pengikut Harya Wisaka itu tidak
menyerang mereka. Seakan-akan mereka dengan sengaja membatasi ruang
gerak mereka, sehingga tidak keluar dari lingkaran. Pangeran
Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksipun kemudian
menyadari, bahwa Harya Wisaka dan para pengikutnya yang
merasa sulit untuk mengimbangi kemampuan ketiga orang
lawannya itu lebih banyak bertahan daripada menyerang.
Mereka menyusun satu lingkaran yang selalu bergerak, yang
sulit untuk ditembus. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Menghadapi tatanan gerak lawannya, maka Pangeran
Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksi berusaha untuk
menemukan kelemahan pertahanan lawan mereka itu.
Raden Sutawijayalah yang kemudian tiba-tiba saja bergerak
mendekati Pangeran Benawa sambil berdesis, "Kita padukan
kekuatan kita untuk menembus dinding pertahanan mereka"
Pangeran Benawapun segera tanggap. Karena itu, maka
berdua mereka segera mendekati Paksi. Raden Sutawijayapun
telah mengulangi lagi pernyataannya, "Kita padukan kekuatan
kita untuk menembus dinding pertahanan mereka"
Sebagaimana Pangeran Benawa, Paksipun tanggap pula.
Bertiga merekapun segera mempersiapkan diri untuk
menembus putaran lingkaran pertahanan Harya Wisaka dan
para pengikutnya. Namun, demikian mereka melihat sikap ketiga orang lawan
mereka, maka Harya Wisakapun segera memberikan perintah
kepada para pengikutnya untuk merubah gelarnya pula.
Mereka tidak lagi berputar melingkar. Namun tiba-tiba saja
lingkarannya itu telah bergerak dengan cepat. Keenam orang
itupun telah menebar lengkung hampir setengah lingkaran.
Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksipun
tertegun melihat tatanan gerak lawannya yang cepat dan
tersusun. Agaknya merekapun telah terlatih menghadapi
keadaan yang gawat sebagaimana mereka hadapi saat itu.
Namun Raden Sutawijaya itupun berkata, "Kita harus
segera menyelesaikan mereka sebelum terjadi perubahan
keadaan. Mungkin sekali kawan-kawan mereka akan
berdatangan atau kemungkinan-kemungkinan lain yang tidak
kita ketahui lebih dahulu"
Pangeran Benawa dan Paksipun mengangguk. Apapun
yang akan terjadi, maka mereka bertiga harus menghentakkan
kemampuan mereka memecahkan pertahanan lawan mereka.
Dalam pada itu, dengan isyarat yang diberikan oleh Harya
Wisaka, maka para pengikutnya itupun telah berderap
bergeser mendekati ketiga orang lawan mereka dengan
senjata teracu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus" desis Raden Sutawijaya, "kita jangan menyerang
mereka pada pusat setengah lingkaran itu. Dengan cepat
Adimas Pangeran dan Paksi harus menjauhi aku. Aku akan
berada di pusat setengah lingkaran itu, sedangkan kalian
berdua akan menyerang dari luar. Jangan beri kesempatan
mereka dapat menebak gerakan kita agar mereka tidak
menyusun bentuk pertahanan baru"
"Beri perintah" desis Pangeran Benawa.
Raden Sutawijaya mengangguk.
Dalam pada itu, lawan-lawan merekapun bergerak semakin
dekat. Senjata mereka tidak saja teracu, tetapi ujungnya mulai bergetar.
"Mereka tidak sekokoh yang kita lihat. Ada di antara
mereka yang telah terluka. Bahkan kesakitan di punggung dan
lambung" Paksi mengangguk. Orang yang sudah dipukulnya di
tengkuknya, tidak lagi mampu memberikan perlawanan
sepenuhnya. Demikian pula orang yang telah terperosok ke
dalam lubang terowongan, orang yang telah terlempar dari
bongkah-bongkah batu padas. Sementara Harya Wisaka
sendiri masih sangat lemah.
Sejenak kemudian, ketika Harya Wisaka dan para
pengikutnya menjadi semakin dekat, maka Raden
Sutawijayapun telah memberikan isyarat.
Dengan cepat sekali Pangeran Benawa dan Paksi
berloncatan keluar dari arah mulut setengah lingkaran yang
seakan-akan hendak menerkam dan menelannya itu.
Sementara itu, dengan cepat pula Raden Sutawijaya justru
menyuruk ke dalamnya. Tatanan gerak itu mengejutkan Harya Wisaka. Namun ia
tidak sempat merubah pertahanannya. Sementara Harya
Wisaka dan orang yang berada di sebelah-menyebelah
bertahan terhadap sergapan Raden Sutawijaya, Pangeran
Benawa dan Paksi telah menyerang dari kedua sisinya.
Harya Wisaka dan orang-orangnyapun segera berada
dalam kesulitan yang gawat. Raden Sutawijaya, Pangeran
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Benawa dan Paksi agaknya sudah merasa terlalu lama
bertempur, sehingga tubuh mereka telah basah oleh keringat.
Karena itu, maka merekapun telah meningkatkan
kemampuan mereka untuk segera mengakhiri perlawanan
Harya Wisaka dan para pengikutnya.
Dalam keadaan yang paling sulit itu, maka Harya Wisaka
tidak mempunyai pilihan lain. Selagi pertempuran meningkat
menjadi semakin sengit, maka terdengar isyarat dari mulut
Harya Wisaka. Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksi yang
mendengar pula isyarat itu bertanya-tanya di dalam hati, apa
pula yang akan dilakukan oleh Harya Wisaka dan para
pengikutnya. Namun tiba-tiba saja para pengikut Harya Wisaka itu
menghentakkan kemampuan mereka. Dengan sisa-sisa tenaga
serta dengan mengerahkan ilmu mereka, para pengikut Harya
Wisaka itu menyerang sejadi-jadinya. Seperti prahara mereka
melibat ketiga orang lawan mereka.
Dalam keadaan yang demikian Harya Wisaka telah
mempergunakan kesempatan untuk menghindar dari arena.
Tetapi Pangeran Benawa tidak membiarkannya melarikan diri.
Iapun segera meloncat meninggalkan lawan-lawannya
menyusul Harya Wisaka yang melarikan diri. Sementara itu,
Raden Sutawijaya dan Paksi membiarkan Pangeran Benawa
memburu Harya Wisaka, sementara mereka menghadapi para
pengikut Harya Wisaka yang melibat mereka seperti angin
pusaran. Seorang di antara mereka yang mencoba menghalangi
Pangeran Benawa tiba-tiba saja telah terlempar jatuh.
Pangeran Benawa tidak mau lagi dihambat. Pisau belatinya
telah menyambar dada orang itu.
Sementara itu, ketika yang lainpun berusaha menghambat,
maka Raden Sutawijaya dan Paksipun telah menyerang
mereka dengan garangnya. Ternyata bahwa Pangeran Benawa berhasil melepaskan diri
dan mengejar Harya Wisaka yang belum terlalu jauh. Tenaga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan kemampuan Harya Wisaka memang belum pulih kembali.
Dalam waktu yang pendek, Pangeran Benawa telah berhasil
menyusulnya. Dengan tenaga dan kemampuan yang ada, Harya Wisaka
mencoba untuk melawan. Sebagai seorang yang berilmu tinggi
dan pengalaman yang luas, ia masih mampu bertahan
beberapa lama. Sementara itu, Raden Sutawijaya dan Paksi
harus mengatasi para pengikut Harya Wisaka yang menjadi
seperti gila. Para pengikut Harya Wisaka itu tidak lagi menghiraukan
keselamatan dirinya. Bahkan yang punggungnya telah
terkelupas, yang tengkuknya bagaikan patah, yang tangannya
terkilir serta yang telah menitikkan darah, tidak lagi
menghiraukan sakit dan pedih yang menggigit.
Raden Sutawijaya dan Paksi memang sedikit mengalami
kesulitan menghadapi orang-orang yang seakan-akan sengaja
membunuh diri itu. Meskipun Raden Sutawijaya telah
mencoba memperingatkan mereka, namun mereka tidak
menghiraukannya. Apalagi orang-orang yang memang merasa
bersalah, mereka yang tidak mampu mengamankan
lingkungan di sekitar mulut terowongan itu. Seandainya
mereka lolos dari tangan Raden Sutawijaya dan Paksi, mereka
tentu akan dituntut untuk mempertanggung-jawabkan
kelalaian mereka. Merekapun menyadari, hukuman apa yang
akan mereka terima karena kelalaian mereka itu.
Karena itu, maka para pengikut Harya Wisaka itu tidak lagi
mempunyai pilihan. Dengan mengerahkan segenap tenaga
dan kemampuan mereka yang terakhir, mereka melawan
Raden Sutawijaya dan Paksi.
Seorang demi seorang merekapun terlempar dari arena.
Tongkat bambu Paksi berputar menyambar-nyambar. Sekali-
sekali terjulur menembus pertahanan lawan mematuk dada.
Sementara itu pisau belati Raden Sutawijayapun menebas
menyilang menggores dada dan bahkan menghunjam
menembus jantung. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun para pengikut Harya Wisaka itu benar-benar seperti
orang-orang yang kerasukan. Bahkan ketika tinggal seorang
yang masih mampu memberikan perlawanan, orang itu tidak
bersedia menyerah. Dilawannya Raden Sutawijaya dan Paksi.
Seakan-akan ia mempunyai kemampuan melampaui kedua
orang itu. "Hentikan orang itu, Paksi" berkata Raden Sutawijaya. "Aku
akan membantu Dimas Pangeran Benawa. Dimas sendiri tentu
dapat mengakhiri perlawanan Paman Harya Wisaka. Tetapi
Dimas tentu ingin menangkap Paman itu hidup-hidup,
sementara Paman Harya Wisaka tentu tidak akan bersedia
menyerah, bahkan sampai mati sekalipun"
"Baik, Raden" jawab Paksi sambil bertempur.
"Jangan lari" teriak orang itu ketika ia melihat Raden
Sutawijaya meninggalkannya.
Dengan sisa tenaganya yang terakhir orang itu justru
berlari mengejar Raden Sutawijaya. Namun Paksi tidak
membiarkannya. Diayunkannya tongkatnya dengan derasnya
menghantam punggung orang itu.
Orang itupun jatuh terjerembab. Wajahnya menghantam
batu-batu padas. Senjatanya terlepas dari tangannya, sementara tulang
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
punggungnya bagaikan patah, sehingga orang itu tidak lagi
mampu bangkit. Habislah perlawanan para pengikut Harya Wisaka sampai
orang terakhir. Sementara itu Raden Sutawijaya telah
melibatkan diri di arena pertempuran antara Pangeran Benawa
dan Harya Wisaka. Sebenarnyalah, bahwa perlawanan Harya Wisaka tidak
terasa terlampau berat bagi Pangeran Benawa. Tetapi seperti
yang diperhitungkan oleh Raden Sutawijaya, Pangeran
Benawa ingin menangkap Harya Wisaka hidup-hidup, sehingga
karena itu Pangeran Benawa agak mengalami kesulitan.
Bersama Raden Sutawijaya, maka Pangeran Benawa itu
masih juga bertempur dengan hati-hati. Ia tidak ingin melukai, apalagi membunuh Harya Wisaka. Namun Harya Wisaka sama
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekali tidak berniat untuk menyerah. Harya Wisaka telah
memutuskan untuk bertempur sampai akhir.
Ketika kemudian Paksipun mendekat pula, maka Harya
Wisaka sadar, bahwa ia harus melawan ketika orang itu.
Pertempuran masih berlangsung terus. Pangeran Benawa,
Raden Sutawijaya dan Paksi berloncatan berganti-ganti
menyerang. Semakin lama semakin sering, meskipun senjata-
senjata mereka sama sekali tidak melukai kulit Harya Wisaka.
Namun ujung tongkat Paksilah yang beberapa kali telah
menyentuh tubuh Harya Wisaka. Ketika tongkat bambu itu
mengenai pundaknya, maka Harya Wisaka terdorong
beberapa langkah surut. Jika saja Raden Sutawijaya dan
Pangeran Benawa ingin menghabisinya, maka kesempatanpun
telah terbuka. Tetapi keduanya tidak melakukannya. Keduanya
justru menyerang dengan garangnya, namun tanpa
menyentuh kulit tubuh Harya Wisaka dengan ujung-ujung
senjata. Kaki Pangeran Benawalah yang terjulur mengenai
lambung. Namun hampir saja kaki Pangeran Benawa itu
tertebas oleh pedang Harya Wisaka.
Melawan tiga orang, Harya Wisaka harus mengerahkan
segenap sisa tenaga dan kemampuannya yang memang
belum pulih kembali. Semakin lama, tenaganyapun menjadi
semakin menyusut. Nafasnya tersengal-sengal dan bahkan
seakan-akan hampir terputus di kerongkongan.
Pangeran Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksi justru
meningkatkan serangan-serangan mereka. Tongkat Paksi,
tangan dan kaki Pangeran Benawa dan Raden Sutawijayalah
yang sekali-sekali mengenai tubuh Harya Wisaka itu.
Semakin lama Harya Wisakapun seakan-akan telah
kehabisan tenaganya. Ketika ia menjulurkan pedangnya
menggapai tubuh Pangeran Benawa, maka dengan sekuat
tenaganya Paksi memukul punggung pedang itu dengan
tongkat bambunya. Ternyata Harya Wisaka yang telah menjadi sangat letih itu
tidak lagi mampu mempertahankan pedangnya. Tangannya
menjadi sangat pedih, bagaikan terkelupas.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikian pedangnya terjatuh, maka Pangeran Benawapun
dengan serta-merta menerkamnya, sehingga keduanya jatuh
berguling. Harya Wisaka tidak dapat berbuat banyak. Pangeran
Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksipun kemudian berusaha
menangkapnya dan meringkusnya.
Harya Wisaka memang menghentakkan kekuatannya.
Tetapi tenaganya yang memang belum pulih kembali serta
kelelahan yang mencengkam, membuatnya tidak berdaya.
"Bunuh aku" geram Harya Wisaka
"Kami bukan pembunuh, Paman" jawab Pangeran Benawa.
"Kalian telah membunuh orang-orangku"
"Bukan maksud kami. Tetapi itu terjadi dalam
pertempuran" "Kau bunuh aku juga dalam pertempuran"
"Kami menangkap Paman sekarang. Apakah kami harus
membunuh orang yang sudah tidak berdaya?"
Harya Wisaka mengumpat. Ia berhasil meloloskan diri dari
tangan Ki Gede Pemanahan, Kangjeng Sultan Hadiwijaya dan
Ki Waskita. Namun kemudian ia justru jatuh ke tangan anak-
anak yang masih ingusan itu.
Tetapi Harya Wisaka tidak dapat ingkar dari kenyataan itu.
Paksi telah mengikat tangan Harya Wisaka itu dengan ikat
kepalanya di belakang tubuhnya.
"Kau tidak berhak mengikat tanganku dengan ikat
kepalamu itu. Aku tidak harus diikat. Aku hanya boleh
disangkuti cinde karena kedudukanku"
"Siapakah Paman itu sehingga hanya dapat disangkuti
cinde di leher atau lambung?"
"Gila kau, Benawa. Aku adalah Harya Wisaka yang justru
lebih berhak dari ayahmu atas tahta Pajang"
"Mungkin Paman benar. Tetapi disini tidak ada cinde yang
diperlukan itu" "Persetan. Tetapi aku tidak mau diikat dengan ikat
kepalanya ini" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Maaf, Paman. Yang ada hanyalah ikat kepala itu. Itupun
Paksi harus mengorbankannya, sehingga ia tidak mengenakan
ikat kepala" Harya Wisaka memang tidak dapat menolak perlakukan
ketiga orang yang menangkapnya itu. Apalagi setelah
tangannya diikat. Dalam pada itu, Pangeran Benawa, Raden
Sutawijaya dan Paksi masih harus membicarakan, apa yang
akan mereka lakukan. "Kita bawa saja Harya Wisaka langsung ke istana" berkata
Paksi. "Apakah kita tidak akan mengalami hambatan di
perjalanan" Bagaimana jika para prajurit yang bertugas di pintu
gerbang tidak mempercayai kita?" desis Pangeran Benawa.
"Jika terpaksa kita dapat memperkenalkan kenyataan
tentang diri kita masing-masing" sahut Raden Sutawijaya.
Pangeran Benawa mengangguk-angguk. Katanya, "Ya. Kita
dapat menyatakan diri dari kita masing-masing. Mudah-
mudahan para prajurit itu mempercayainya"
Ketiganya memang tidak menemukan jalan terbaik selain
membawa Harya Wisaka itu ke pintu gerbang. Mereka
terpaksa meninggalkan orang-orang yang terbunuh dan
bahkan yang terluka. Mereka tidak sempat menolong mereka
karena mereka sedang membawa seorang yang sangat
penting bagi Pajang. Dengan demikian, maka mereka bertigapun segera
membawa Harya Wisaka ke pintu gerbang kota dengan
tangan terikat. Meskipun Harya Wisaka tetap berkeberatan, namun ketiga
orang yang menangkapnya itu tidak menghiraukannya.
Ketika mereka mendekati pintu gerbang, maka ketiga orang
yang menangkap Harya Wisaka itu memang menjadi
berdebar-debar. Jika saja para prajurit di pintu gerbang itu
tidak mengenali mereka, maka persoalannya akan menjadi
berkepanjangan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebenarnyalah para prajurit di pintu gerbang itu dengan
serta-merta menghentikan mereka. Seorang lurah prajurit
yang memimpin para prajurit yang bertugas di pintu gerbang
itu dengan wajah tegang bertanya, "Bukankah kalian orang-
orang yang tadi keluar lewat pintu gerbang ini dengan alasan
salah seorang keluarga kalian sakit keras?"
"Ya" jawab Pangeran Benawa, "sekarang aku akan masuk
kembali. Aku membawa seorang tawanan yang sangat penting
bagi Pajang" "Tawanan apa" Perampok" Pengikut Harya Wisaka?"
"Lihat, siapakah orang yang berhasil kami tangkap ini. Kau
tentu dapat mengenalinya karena ciri-cirinya sudah
diberitahukan kepada semua prajurit, bahkan semua orang di
Pajang" Lurah prajurit itu mengamat-amati Harya Wisaka yang
nampak sangat letih itu. Dengan ragu-ragu iapun berkata,
"Orang inikah yang bernama Harya Wisaka?"
"Ya" jawab Pangeran Benawa.
Lurah prajurit itu termangu-mangu sejenak. Namun
kemudian iapun berkata, "Nah, serahkan orang ini kepada
kami, prajurit Pajang yang bertugas di pintu gerbang kota"
"Kami akan membawanya langsung ke istana"
Lurah prajurit itu menggelengkan kepalanya. Katanya, "Itu
tidak mungkin. Kamilah yang bertugas malam ini di sini. Kami
bertanggung jawab terhadap semua peristiwa yang terjadi
malam ini di sini. Juga peristiwa tertangkapnya Harya Wisaka.
Karena masalah ini adalah masalah yang besar bagi Pajang,
maka segala persoalannya harus kami ambil alih"
"Tetapi kamilah yang telah menangkap Harya Wisaka.
Kamilah yang harus membawanya menghadap langsung
Kangjeng Sultan" "Kau kira setiap orang boleh menghadap Kangjeng Sultan?"
"Aku akan diperkenankan menghadap kapan saja"
Lurah prajurit itu tertawa. Katanya, "Kau kira, siapakah kau
ini, he" Gelandangan seperti kau akan diusir seperti anjing
kurapan jika kau berani mendekati pintu gerbang istana"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Cukup. Jangan membual lagi. Biarlah kami lewat"
Namun tiba-tiba saja Harya Wisaka itupun berkata, "Apakah
kalian percaya bahwa aku seorang buruan" Aku baru pulang
dari rumah seorang saudaraku yang melahirkan anaknya.
Tiba-tiba saja aku disergap oleh ketiga orang itu. Nampaknya
ketiga orang itu adalah pemburu hadiah jika ia berhasil
menangkap orang-orang yang dicari oleh para pemimpin di
Pajang" Lurah prajurit itu termangu-mangu sejenak. Namun
katanya, "Aku memang yakin bahwa ketiga orang ini adalah
orang-orang yang memburu hadiah jika ia berhasil menangkap
orang-orang yang dicari oleh para pemimpin di Pajang. Tetapi
aku pun yakin bahwa kau adalah Harya Wisaka. Karena itu,
maka kau harus diserahkan kepada kami, prajurit yang
bertugas di malam ini"
"Kau keliru, Ki Sanak. Aku mohon kau memandang wajahku
dengan seksama. Apakah aku orang yang kalian cari" Namaku
sama sekali bukan Harya Wisaka. Bahkan aku belum pernah
mendengar nama itu. Namaku adalah Kriyatama, seorang
pedagang ternak dari Pandean. Jika Ki Sanak tidak percaya,
marilah, bawa aku ke Pandean. Setidak-tidaknya Ki Sanak
akan mendapatkan seekor kambing yang dapat disembelih
untuk makan siang esok bersama para prajurit yang bertugas
malam ini" Lurah prajurit itu mengerutkan dahinya. Dipandanginya
Harya Wisaka dengan seksama. Menurut ciri-ciri yang mereka
ketahui, orang itu memang Harya Wisaka. Tetapi
keterangannya membuat lurah prajurit itu ragu-ragu.
Pangeran Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksi tiba-tiba
saja justru berdiam diri. Mereka ingin mendengar pembicaraan
lurah prajurit dan Harya Wisaka itu selanjutnya.
"Kau dapat membawaku ke Pandean" berkata Harya
Wisaka. "Kau akan bertemu dengan para saksi, bahwa aku
adalah Kriyatama, orang Pandean. Jika aku berbohong, Ki
Sanak dapat membunuhku di tempat. Tetapi jika aku adalah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kriyatama, maka kalian akan dapat menikmati makan siang
yang barangkali akan selalu kalian kenang"
Lurah prajurit itu ternyata merenungi kata-kata Harya
Wisaka. Rasa-rasanya mereka ingin pergi ke Pandean.
Jaraknya tidak terlalu jauh. Tetapi prajurit itu ragu-ragu. Jika mereka pergi, siapakah yang akan menjaga pintu gerbang itu"
Akhirnya lurah prajurit itu berkata, "Tunggu sampai
pengganti kami datang. Kami akan membawa kau ke Pandean
untuk membuktikan apakah benar kau orang Pandean"
"Terserah saja kepada Ki Sanak. Tetapi mohon ketiga orang
ini jangan mengganggu aku lagi"
Lurah prajurit itupun kemudian berpaling kepada Raden
Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksi. Dengan garang lurah
prajurit itu berkata, "Pergilah. Jika kalian tidak mau pergi,
maka kalian akan kami tangkap"
"Kenapa kami harus ditangkap?"
"Kau tidak menghargai kehadiran kami di sini"
"Aku hargai kehadiran para prajurit. Karena itu kami
melapor bahwa kami telah menangkap Harya Wisaka"
"Sekali lagi aku peringatkan agar kalian meninggalkan
tempat ini atau kami tangkap"
Pangeran Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksi termangu-
mangu sejenak. Sementara itu, beberapa orang prajurit yang
bertugas di pintu gerbang itupun telah mengerumuninya.
Jumlah prajurit yang bertugas itu lebih dari sepuluh orang.
Pangeran Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksi
memperhitungkan bahwa mereka akan dapat mengalahkan
para prajurit itu. Namun jika kemudian mereka membunyikan
isyarat dan kelompok-kelompok prajurit yang lain
berdatangan, maka persoalannya akan menjadi bertambah
gawat. Meskipun di antara mereka tentu ada yang dapat
mengenali Raden Sutawijaya atau Pangeran Benawa, namun
kemungkinan lain dapat saja terjadi.
Tiba-tiba saja Pangeran Benawa itupun berkata, "Baiklah.
Marilah kita pergi. Kita serahkan saja Harya Wisaka itu kepada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
para prajurit yang bertugas. Jika Harya Wisaka itu terlepas
dari tangan mereka, maka itu adalah tanggung jawab mereka"
Raden Sutawijaya dan Paksi tidak dapat berbuat lain.
Bertiga mereka meninggalkan pintu gerbang itu.
Namun sebelum mereka menjadi semakin jauh, Harya
Wisaka itupun berkata, "Mereka adalah orang-orang yang
berbahaya. Kenapa mereka tidak ditangkap saja?"
"Mereka tidak mempunyai kesalahan apa-apa. Setiap orang
dapat saja memburu hadiah dengan menangkap orang-orang
yang dikejar-kejar oleh pemerintah Pajang"
"Tetapi mereka berbuat sewenang-wenang. Mereka
menangkap orang-orang yang tidak seharusnya ditangkap"
"Jika orang-orang tangkapan itu diserahkan kepada prajurit
Pajang, maka akan ternyata bahwa orang itu salah tangkap"
"Tetapi kadang-kadang para prajurit pun kurang teliti
mengamati orang-orang yang ditangkap itu. Untunglah bahwa
Ki Sanak sangat bijaksana, sehingga tidak begitu saja
mempercayainya. Coba, apakah masuk akal jika mereka ingin
membawa aku langsung ke istana" Bukankah itu satu bualan
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang bodoh, apalagi di hadapan para prajurit Pajang"
"Kami tidak perlu menangkapnya. Yang penting, aku telah
menerima penyerahan Ki Sanak. Besok kami akan
membawamu ke Pandean. Jika kau berbohong, berarti
kamilah yang dapat menangkap Harya Wisaka. Tetapi jika kau
tidak berbohong, maka kami akan mendapatkan suguhan
makan siang yang nikmat. Seekor kambing akan disembelih"
"Jika aku bukan Kriyatama dari Pandean, aku tidak akan
berani mengaku-aku. Tetapi kenapa kita harus menunggu
sampai esok. Ketiga orang itu adalah orang-orang yang licik.
Mereka akan dapat melapor bahwa aku adalah orang yang
disangkanya Harya Wisaka. Beberapa prajurit yang tidak
sedang bertugas disini akan dapat dikelabuhinya dengan
ceritera-ceritera bohongnya"
"Maksudmu?" "Kau dapat menugaskan dua atau tiga orang prajurit untuk
bersaksi ke Pandean malam ini. Baru besok kalian semuanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pergi ke Pandean untuk makan siang setelah para prajurit
pengganti itu datang, nanti, seandainya benar ketiga orang itu datang bersama beberapa prajurit yang lain, biarlah mereka
membuktikan, bahwa aku adalah Kriyatama, orang Pandean.
Jika mereka menemukan aku di Pandean, maka mereka
akan yakin, bahwa ketiga orang pemburu hadiah itu telah
berbuat semena-mena"
"Jangan tergesa-gesa, Ki Sanak. Jika ketiga orang itu
memanggil prajurit yang lain, maka kamilah yang akan
menyelesaikannya. Mereka tidak dapat mengambilmu dari
tangan kami" "Jika jumlah mereka terlalu banyak, sementara mereka
semuanya belum pernah bertemu dan mengenali orang yang
bernama Harya Wisaka itu?"
"Jangan takut. Para prajurit Pajang sudah dibatasi dengan
garis-garis tugas mereka masing-masing, sehingga tidak akan
terjadi benturan di antara kami"
Namun Harya Wisaka itupun berkata, "Bagaimanapun juga,
persoalannya bukan sekedar paugeran dan garis-garis tugas
yang sudah ditentukan. Persoalannya menyangkut
kepentingan yang lebih jauh lagi, karena agaknya siapakah
yang dapat menangkap orang yang bernama Harya Wisaka itu
akan mendapat hadiah apapun ujudnya. Pamrih itulah
agaknya yang harus dipertimbangkan. Pamrih itu biasanya
dapat melupakan apapun juga, termasuk batasan-batasan,
paugeran dan tatanan-tatanan. Bahkan kesetiaan"
"Tetapi jika kau bukan Harya Wisaka, siapakah yang akan
memperebutkan?" "Jika karena tidak mengenal Harya Wisaka" Apakah aku
juga harus mengajak mereka pergi ke Pandean" Berapa ekor
kambing aku harus menyembelih siang besok?"
Lurah prajurit itu termangu-mangu sejenak. Namun
kemudian iapun berkata, "Baiklah. Tiga orang prajuritku akan
membawamu ke Pandean"
"Terima kasih. Aku sudah membayangkan isteri dan anak-
anakku di rumah menjadi sangat gelisah jika aku tidak pulang"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lurah prajurit itupun kemudian telah memerintahkan tiga
orang prajurit yang bersenjata tombak untuk membawa orang
yang mengaku bernama Kriyatama itu.
"Bawa orang ini ke Pandean. Kalian harus langsung
menemui Ki Bekel di Pandean. Kalian harus bertanya, siapakah
orang yang kau bawa itu. Apakah orang itu orang Pandean
atau bukan. Jika orang itu orang Pandean, serahkan ia kepada
Ki Bekel. Tetapi kalian harus tahu di mana rumahnya. Apakah
ia mempunyai kambing seperti dikatakannya atau tidak. Jika
tidak, ia telah menipu sekelompok prajurit Pajang yang telah
bertugas. Tetapi jika orang itu bukan orang Pandean, maka ia
harus dibawa kembali kemari. Orang itu adalah Harya Wisaka"
"Baik, Ki Lurah"
"Hati-hatilah. Tugas kalian adalah tugas yang berat. Apalagi
jika orang itu benar-benar Harya Wisaka"
"Baik, Ki Lurah"
"Kalian tidak boleh menyimpang dari perintahku. Jangan
pergi ke manapun juga selain ke Pandean. Kalian dengar?"
"Ya, Ki Lurah" "Jangan hiraukan jika orang itu membujuk kalian"
"Ya, Ki Lurah" Demikianlah maka ketiga orang itupun segera membawa
orang yang menyebut Kriyatama itu meninggalkan pintu
gerbang. "Bagaimana dengan ikatan tanganku ini?" bertanya orang
itu ketika mereka berangkat.
Namun Ki Lurah itupun menjawab, "Ikatan itu tidak akan
dilepas sampai kau bertemu dengan Ki Bekel Pandean"
Orang yang mengaku bernama Kriyatama itu mengangguk.
Katanya, "Baiklah. Nampaknya Ki Lurah belum yakin, bahwa
aku adalah orang Pandean. Tetapi baiklah, aku tidak
berkeberatan dibawa dengan tangan terikat sampai bertemu
dengan Ki Bekel Pandean"
Sejenak kemudian, maka orang yang menyebut dirinya
Kriyatama itu diawasi oleh tiga orang prajurit telah menembus
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kegelapan menuju ke Pandean, sebuah padukuhan yang tidak
terlalu jauh dari pintu gerbang kota.
Dalam pada itu, di dalam kota, tidak jauh dari pintu
gerbang kota. Raden Sutawijaya dan Paksi mengawasi apa
yang telah terjadi di pintu gerbang. Dengan mengetrapkan
ilmu Sapta Pandulu dan Sapta Pangrungu mereka dapat
melihat dan mendengar apa yang telah terjadi di pintu
gerbang kota itu. Ketika mereka melihat Harya Wisaka itu dibawa oleh tiga
orang prajurit menuju ke Pandean, maka Raden Sutawijaya
itupun berkata, "Kau tunggu Dimas Pangeran Benawa disini.
Aku akan mengikuti mereka"
"Bagaimana Raden akan keluar?"
"Perhatian mereka sepenuhnya tertuju kepada Harya
Wisaka. Aku akan meloncati dinding. Demikian Dimas
Pangeran datang, kalian harus segera menyusul aku. Aku
percaya bahwa mereka pergi ke Pandean. Namun ketiga orang
prajurit itu tentu akan terjebak ke dalam sarang serigala itu.
Aku menduga, bahwa Pandean yang memang agak
tersembunyi di balik gumuk kecil itu merupakan sarang para
pengikut Harya Wisaka di luar kotaraja. Mungkin di Pandean
terdapat beberapa orang terpenting dari para pengikut Harya
Wisaka" "Tetapi kenapa Harya Wisaka dengan ringan menyebut
padukuhan itu selagi kita masih ada di penjagaan itu"
"Mungkin Harya Wisaka tidak segera dapat menyebut nama
padukuhan yang lain. Namun mungkin juga ia menyebutnya di
luar sadarnya" "Baik, Raden. Aku akan menunggu Pangeran Benawa disini"
"Hati-hatilah. Kita harus mengepung Padukuhan Pandean
rapat-rapat. Jangan sampai ada yang lolos. Sementara itu,
biarlah aku mengawasi Paman Harya Wisaka. Jika ia tidak
pergi ke Pandean, maka aku akan menghentikannya dan
menunggu kedatangan kalian"
"Baik, Raden" jawab Paksi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, maka Raden Sutawijaya itupun telah
meninggalkan Paksi yang harus menunggu Pangeran Benawa
yang telah menghubungi langsung Ki Tumenggung Yudatama
di baraknya. Ki Tumenggung Yudatama adalah salah seorang
di antara para pemimpin Pajang yang mendapat tugas untuk
menangkap Harya Wisaka yang tempat tinggalnya terdekat
dengan pintu gerbang kotaraja.
Kedatangan Pangeran Benawa dengan pakaiannya yang
kusut di lewat tengah malam, bahkan menjelang dini memang
mengejutkan. Hampir saja Pangeran Benawa tidak dapat
dikenali. Namun pemimpin kelompok prajurit yang bertugas
untuk berjaga-jaga malam itu meskipun semula agak ragu,
namun akhirnya ia langsung meyakininya, bahwa ia memang
sedang berbicara dengan Pangeran Benawa yang telah
menyatakan dirinya. Karena itu, maka Pangeran Benawa itupun segera
dihadapkan kepada Ki Tumenggung Yudatama yang segera
dibangunkan. Ternyata kesiagaan Ki Tumenggung Yudatama
cukup tinggi. Dalam waktu yang pendek, sekelompok prajurit
dari pasukan berkuda yang berada di bawah perintah Ki
Tumenggung telah bersiap.
Sejenak kemudian, maka pasukan berkuda itupun telah
berderap menggetarkan jalan-jalan kota menuju ke pintu
gerbang. Pangeran Benawa menghentikan sekelompok prajurit dari
pasukan berkuda itu di tempat Paksi menunggu. Dengan cepat
Paksi pun memberitahukan, bahwa Raden Sutawijaya berhasil
meloncati dinding kota tanpa diketahui oleh para prajurit yang bertugas di pintu gerbang, karena perhatian mereka justru
tertuju kepada Harya Wisaka. Sementara itu, prajurit peronda
yang setiap saat mengelilingi jalan di sepanjang dinding
kotapun tidak sedang lewat.
Paksipun segera meloncat ke punggung kuda yang telah
disediakan baginya, yang dibawa dari barak para prajurit.
Dengan cepat pasukan itupun berderap menuju ke pintu
gerbang. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Para petugas di pintu gerbangpun mendengar derap kaki
kuda dari sekelompok pasukan berkuda. Namun mereka tidak
dapat menghentikannya. Kuda itu berlari kencang menerobos
para prajurit yang bertugas, yang harus berloncatan menepi.
"Gila pasukan berkuda itu" geram Ki Lurah.
"Dua orang di antara mereka adalah dua orang yang
membawa tawanan yang disebutnya Harya Wisaka itu" teriak
seorang prajurit yang bertugas di pintu gerbang.
"Setan alas" geram Ki Lurah.
"Aku melihat Ki Tumenggung Yudatama sendiri memimpin
pasukan itu" "Ya" geram Ki Lurah, "Ki Tumenggung sudah diperalat
orang-orang gila itu" "Ia akan menyesali ketergesa-gesaannya. Jika ia nanti
membawa orang Pandean itu, maka besok ia akan menyesal"
"Tetapi Ki Tumenggung Yudatama tentu dapat mengenali
Harya Wisaka. Jika orang itu bukan Harya Wisaka, ia tentu
tidak akan membawanya. Bahkan ia tentu akan menjadi
sangat marah kepada orang-orang yang telah membawanya
ke Pandean itu" "Tetapi jika orang itu benar-benar Harya Wisaka?" bertanya
seorang prajurit. "He?" Ki Lurah tercenung sejenak. Namun kemudian iapun
berkata, "Jika orang itu Harya Wisaka, ia tidak akan dapat
berkata dengan meyakinkan, bahwa ia orang Pandean. Ia
tentu menjadi gelisah ketika aku memerintahkan kawan-
kawanmu itu membawanya langsung kepada Ki Bekel. Tetapi
nampaknya ia sama sekali tidak tersentuh"
Para prajurit itu mengangguk-angguk.
Namun Ki Lurah itu memang menjadi gelisah. Dengan ragu
iapun berkata, "Tetapi orang itu dibawa dengan tangan
terikat. Jika ia benar Harya Wisaka, maka kawan-kawanmu
akan segera dapat mengatasinya"
Dalam pada itu, Ki Tumenggung Yudatama dan pasukan
berkudanya melarikan kuda mereka seperti sedang berpacu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Meskipun dini hari masih gelap dan udara terasa dingin
menusuk tulang, namun para prajurit itu tidak mengurangi
kecepatannya. Setelah agak jauh dari pintu gerbang, Raden Sutawijaya
berhasil menyusul ketiga orang prajurit yang mengiring Harya
Wisaka yang tangannya masih terikat. Menurut pengamatan
Raden Sutawijaya, mereka memang pergi ke arah Pandean.
"Jika mereka benar-benar pergi ke Pandean, maka Pandean
itu tentu merupakan sarang bagi para pengikut Paman Harya
Wisaka" berkata Raden Sutawijaya di dalam hatinya.
Namun Raden Sutawijayapun segera berhenti dan
menyusup di balik semak-semak di pinggir jalan ketika Harya
Wisaka itu berhenti. "Kenapa berhenti?" bertanya prajurit yang menggiringnya
sambil mengacukan tombaknya, sementara kedua kawannya
berdiri di sisi lain sambil merundukkan tombak pendeknya
pula. "Ki Sanak" berkata Harya Wisaka, "aku tidak berkeberatan
untuk diikat tanganku. Tetapi aku ingin mengalihkan tanganku
ke depan tubuhku" "Kenapa?" "Jika tanganku di belakang, aku tidak dapat berbuat apa-
apa sama sekali dengan tanganku. Bahkan aku tidak dapat
menggaruk leherku yang terasa gatal sekali"
"Kami tidak akan melepas pengikat tanganmu itu"
"Aku tidak minta melepas ikatan tanganku. Aku hanya
minta, tanganku terikat di depan, agar aku dapat berbuat
serba sedikit dengan tanganku. Tetapi tanganku akan tetap
terikat sebagaimana perintah Ki Lurah"
Ketiga orang prajurit itu saling berpandangan. Sementara
Harya Wisaka itu berkata, "Aku hanya minta sekedar belas
kasihan Ki Sanak bertiga. Barangkali ada hubungannya
dengan peri-kemanusiaan"
Yang tertua di antara ketiga orang prajurit itupun kemudian
berkata, "Menelungkuplah"
"Untuk apa?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kami akan melepas ikatan tanganmu dan akan
memindahkan tanganmu terikat di depan"
"Terima kasih" berkata Harya Wisaka.
Harya Wisaka itupun kemudian berbaring menelungkup.
Dua ujung tombak melekat di lambung kiri dan kanan,
sementara seorang di antara para prajurit itu melepaskan
ikatannya. "Sekarang berputar menengadah. Perlahan-lahan. Jika kau
berbuat macam-macam, maka ujung-ujung tombak ini akan
menembus dadamu" Harya Wisakapun kemudian menelentangkan tubuhnya,
sementara dua ujung tombak masih saja siap menghunjam ke
tubuhnya jika ia berbuat sesuatu yang mencurigakan.
Seorang di antara para prajurit itupun kemudian telah
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengikat tangan Harya Wisaka dengan ikat kepala itu di
depan tubuhnya. Ikatan itu demikian kuatnya, sehingga Harya
Wisaka itu berdesis, "Kau sakiti tanganku"
Tetapi prajurit itu tidak menghiraukannya. "Bangkit. Kita
berjalan lagi" "Jangan perlakukan aku seperti seorang penjahat" berkata
Harya Wisaka. "Yang terjadi hanyalah salah paham. Kalian
akan segera yakin setelah kalian sampai di Pandean"
Prajurit itu tidak menghiraukan kata-katanya. Dengan tegas
ia berkata, "Bangkit, cepat. Kita akan meneruskan perjalanan"
Harya Wisaka tidak menjawab. Iapun kemudian bangkit
berdiri dan melangkah tertatih-tatih dengan tangan terikat,
tetapi di depan. Sejenak kemudian maka mereka melanjutkan
perjalanan menuju ke Pandean.
Raden Sutawijaya yang mengikuti merekapun kemudian
yakin, bahwa mereka memang pergi ke Pandean. Jantung
Raden Sutawijaya menjadi berdebar-debar. Apakah ia akan
membiarkan Harya Wisaka masuk ke padukuhan, atau ia
harus menangkapnya sebelum ia masuk ke dalamnya.
Jika Raden Sutawijaya membiarkan mereka masuk ke
padukuhan, maka para prajurit yang malang itu tentu akan
dibantai oleh para pengikut Harya Wisaka. Tetapi jika ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menghentikannya maka Raden Sutawijaya itu justru akan
bertengkar dengan ketiga orang prajurit itu. Ketiga orang
prajurit itu tentu tidak akan mempercayai segala
keterangannya. Sementara Harya Wisaka tentu akan memanfaatkan
keadaan. Selagi Raden Sutawijaya ragu-ragu, maka Harya
Wisaka dan ketiga orang prajurit itu sudah menjadi semakin
dekat dengan pintu gerbang Padukuhan Pandean. Padukuhan
yang tidak begitu besar, dan yang seakan-akan tersembunyi di
balik sebuah gumuk kecil yang ditumbuhi berbagai macam
pepohonan dan gerumbul-gerumbul perdu liar.
"Terlambat" desis Raden Sutawijaya. "Jika aku langsung
melibatkan diri, mungkin aku harus berhadapan dengan
beberapa pengikut Harya Wisaka, sementara ketiga orang
prajurit itu masih belum menyadari, apa yang sebenarnya
terjadi" Sebenarnyalah, pada saat mereka hampir sampai di regol
padukuhan, terdengar suitan nyaring. Harya Wisaka telah
menaruh jari-jari tangannya yang sudah tidak terikat lagi di
mulutnya. Para prajurit yang menggiringnya terkejut. Mereka tidak
melihat Harya Wisaka itu menggosok-gosokkan ikat kepala
yang mengikat tangannya itu pada timang ikat pinggangnya
yang bergerigi sehingga rantas.
Ketiga orang prajurit yang melihat Harya Wisaka terlepas
serta isyarat yang dilontarkan, dengan sigap menyerangnya.
Tetapi Harya Wisaka yang meskipun tenaganya masih belum
pulih kembali itu dapat mengelak. Bahkan dengan cepat Harya
Wisaka meloncat semakin mendekati pintu gerbang
padukuhan. Sekali lagi terdengar suitan nyaring dari sela-sela bibir Harya Wisaka itu.
Tiba-tiba saja beberapa orang muncul dari balik pintu
gerbang. Dengan serta-merta mereka menyerang ketiga orang
prajurit yang mengantar Harya Wisaka ke Pandean.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Raden Sutawijaya hanya dapat memalingkan wajahnya
sejenak. Para pengikut Harya Wisaka tidak memerlukan waktu
yang panjang untuk melumpuhkan ketiga orang prajurit itu.
"Kangmas Harya Wisaka" terdengar seseorang bertanya,
"apa yang telah terjadi?"
"Orang-orang dungu itu tidak dapat mengamankan jalan
keluar dari dalam kota, sehingga aku tertangkap. Tetapi aku
dapat mengelabuhi para prajurit yang bodoh itu"
"Bukankah segala sesuatunya sudah aman"
"Tidak. Perintahkan semua orang yang berada di Pandean
untuk meninggalkan tempat ini sekarang juga"
"Sekarang?" "Ya. Para prajurit Pajang tentu akan segera memburu aku
kemari" "Tetapi apakah yang sebenarnya telah terjadi?"
"Tidak ada waktu untuk berbicara sekarang. Siapkan semua
orang. Kita akan pergi"
"Apakah Kakangmas akan singgah barang sebentar untuk
minum atau makan?" "Tidak ada waktu, kau dengar"
"Baik, baik, Kangmas. Aku akan memerintahkan mereka
untuk meninggalkan tempat ini"
"Katakan kepada Kiai Gadungbawuk. Aku tidak singgah"
"Aku disini" berkata orang yang disebut Kiai Gadungbawuk.
"O, kebetulan Kiai. Pasukan Pajang segera datang. Hindari
mereka" Orang yang disebut Kiai Gadungbawuk itu tertawa.
Katanya, "Seberapa banyak orang Pajang yang akan datang
kemari" Siapa pula yang akan memimpinnya" Aku justru
menunggu mereka" "Jangan begitu, Kiai. Aku sendiri belum mampu untuk
bertempur karena keadaanku yang parah beberapa waktu
yang lalu" "Barangkali Angger belum tahu kalau Ki Santen Ireng ada
disini juga. Termasuk Kiai Madujae"
"Kapan mereka datang?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kami tahu Harya Wisaka akan datang malam ini. Tetapi
tentu saja tidak dalam keadaan seperti ini"
"Ya. Sekarang aku minta semuanya menyingkir"
"Kenapa Angger Harya Wisaka seakan-akan menjadi
ketakutan?" "Bukan ketakutan. Tetapi kita harus mempunyai
perhitungan yang mapan serta melihat kenyataan yang
terjadi" "Baik. Baik. Kami akan pergi meskipun menurut pendapatku
tidak perlu. Aku justru ingin menghancurkan pasukan Pajang
yang tentu datang dengan tergesa-gesa karena mereka
memburu Harya Wisaka yang berhasil mengelabuhi para
prajurit dungu itu" "Ya. Aku pun dungu, karena aku telah menyebut nama
padukuhan ini. Tetapi waktu itu aku tidak mempunyai pilihan"
"Baik, baik. Kita akan pergi"
"Aku akan meninggalkan padukuhan ini lebih dahulu"
"Kangmas, aku akan menyiapkan beberapa orang pengawal
pilihan untuk melindungi Kangmas di perjalanan. Yang lain
akan segera menyusul. Tetapi kita akan pergi ke mana,
Kangmas" Garis pertama atau ke cakrawala putih?"
"Kita akan pergi ke tepian angin"
Raden Sutawijaya yang mengetrapkan Aji Sapta Pandulu
dan Aji Sapta Pangrungu menjadi gelisah. Ia tidak mengerti
dan tidak segera dapat memecahkan kata-kata sandi yang
mereka ucapkan. "Jika para prajurit itu terlambat datang,
maka Harya Wisaka akan terlepas lagi dari tangan para
prajurit Pajang" berkata Raden Sutawijaya di dalam hatinya.
Sementara itu, beberapa orang sudah siap mengawal Harya
Wisaka. Bahkan seorang yang nampaknya sangat meyakinkan
berkata, "Aku akan pergi bersama Angger Harya Wisaka"
"Jaga Angger Harya Wisaka yang masih lemah itu baik-
baik, Kiai Madujae" "Namaku bukan Madujae"
"Sebutan itu pantas untukmu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Raden Sutawijaya tidak mempunyai pilihan lain. Ia harus
mengikuti Harya Wisaka kemana pun ia pergi dan mencari
kesempatan untuk dapat menangkapnya.
Namun dalam pada itu, Raden Sutawijaya yang masih
mengetrapkan Aji Sapta Pandulu dan Sapta Pangrungu itu
mendengar lamat-lamat suara burung kedasih dengan cirinya
yang khusus. "Adimas Pangeran Benawa" desis Raden Sutawijaya.
Raden Sutawijayapun kemudian menyahut isyarat itu.
Tetapi tidak dengan suara burung kedasih. Yang terdengar
kemudian bagaikan suara katak yang ditangkap seekor ular.
Dengan demikian, maka Raden Sutawijayapun menjadi
sedikit tenang, meskipun ia tidak tahu apakah Pangeran
Benawa membawa prajurit atau tidak.
Pangeran Benawa yang mendengar suara seekor katak
yang ditangkap oleh seekor ular itupun mengerti, bahwa
Raden Sutawijaya mendengar isyaratnya. Bahkan Pangeran
Benawa itupun segera merayap mendekatinya.
Dengan isyarat akhirnya Pangeran Benawa menemukan
tempat persembunyian Raden Sutawijaya.
"Kau datang seorang diri atau dengan sepasukan prajurit?"
bisik Raden Sutawijaya. "Aku datang dengan sekelompok prajurit berkuda yang
langsung dipimpin oleh Ki Tumenggung Yudatama sendiri"
"Apakah Paksi bersamamu?"
"Ya" "Dimana ia sekarang?"
"Bersama Ki Tumenggung"
Raden Sutawijaya mengangguk-angguk. Namun iapun
bertanya pula, "Aku tidak mendengar derap kaki kuda. Di
mana pasukan itu sekarang?"
"Kami tinggalkan kuda-kuda kami di belakang gumuk kecil
itu. Kamipun segera merayap kemari"
"Di mana para prajurit itu sekarang?"
"Mereka terpencar mengawasi padukuhan ini dari beberapa
arah" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ada beberapa orang berilmu tinggi di padukuhan ini"
Pangeran Benawa menarik nafas dalam-dalam. Sementara
Raden Sutawijaya berkata selanjutnya, "Selain itu tentu ada
pula para pemimpin dari lingkungan keprajuritan"
"Kita sudah mengepung padukuhan ini"
"Ternyata masih ada sedikitnya tiga tempat persembunyian
mereka" "Di mana?" "Mereka menyebutnya dengan kata-kata sandi"
Pangeran Benawa tidak bertanya lagi. Mereka melihat
orang-orang yang sudah siap untuk pergi bersama Harya
Wisaka. "Siapa yang akan memberikan perintah?"
"Ki Tumenggung"
"Tetapi Ki Tumenggung tidak melihat apa yang terjadi
disini" "Aku akan memberikan isyarat. Semua orang sudah
diperintah untuk memberikan isyarat jika perlu"
Raden Sutawijaya menarik nafas dalam-dalam. Katanya,
"Harya Wisaka itu tidak boleh terlepas lagi. Demikian pula
beberapa orang pemimpin dari para pengikutnya yang ada
disini. Jika kita berhasil, maka sebagian besar dari kekuatan
Harya Wisaka sudah dapat dikuasai"
Pangeran Benawa mengangguk-angguk. Ketika ia melihat
Harya Wisaka mulai bergerak, maka Pangeran Benawa itupun
telah memberikan isyarat kepada Ki Tumenggung Yudatama
dengan suara burung kedasih yang mempunyai ciri tersendiri
pula. Ki Tumenggung yang mendengar isyarat itupun segera
mempersiapkan beberapa orang yang terdekat. Kemudian
iapun telah memerintahkan seorang penghubung untuk
melontarkan panah sendaren ke udara.
Isyarat itu memang sangat mengejutkan. Harya Wisaka
tersentak sehingga jantungnya berguncang. Ia tidak pernah
mengalami keadaan seperti saat itu. Kecuali ia merasa
tubuhnya masih lemah, Harya Wisaka itupun menyadari,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bahwa di dalam pasukan yang menyusulnya itu tentu terdapat
Pangeran Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksi yang memiliki
ilmu yang tinggi. Tetapi hatinya menjadi sedikit tenang ketika ia mengingat bahwa di tempat itu terdapat pula Kiai
Gadungbawuk, Ki Santen Ireng dan orang yang lebih sering
disebut Kiai Madujae meskipun orang itu sendiri tidak begitu
senang disebut dengan nama itu.
Kiai Gadungbawuk nampaknya melihat kegelisahan itu di
wajah Harya Wisaka. Karena itu, maka katanya, "Jangan
cemas, Ngger, meskipun Pemanahan dan Hadiwijaya sendiri
datang ke tempat ini"
"Aku merasa bahwa aku sendiri tidak dapat berbuat apa-
apa, Kiai" "Kami ada disini, Ngger" berkata Ki Santen Ireng yang juga
telah berada di tempat itu.
Sebenarnyalah bahwa isyarat panah sendaren itu
merupakan perintah bahwa para prajurit untuk
mempersiapkan diri. Mereka harus memperketat pengawasan
terhadap padukuhan itu. Tidak boleh ada seorang pun yang
keluar dari padukuhan. Sementara itu langit sudah menjadi semakin terang.
Cahaya fajar sudah memancar. Mega-mega yang mengalir
perlahan menjadi merah kekuning-kuningan.
"Jika sudah demikian, Kiai, kita harus cepat menyelesaikan
mereka. Kita tidak boleh terjebak oleh pasukan Pajang yang
akan datang menyusul"
"Jangan cemas, Ngger. Aku tidak pernah melihat Angger
Harya Wisaka menjadi sangat cemas seperti sekarang ini"
Harya Wisaka menarik nafas dalam-dalam. Sambil
mengangguk-angguk iapun berkata, "Baik, Kiai. Aku akan
mencoba tetap tenang menghadapi keadaan ini"
Sementara itu, para pengikut Harya Wisakapun telah
mempersiapkan diri mereka sebaik-baiknya. Mereka yang
masih berada di dalam padukuhan telah menempatkan diri
menghadap ke semua pintu regol padukuhan. Sedangkan di
pintu gerbang induk, Harya Wisaka dan para pemimpinnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
telah bersiap menghadapi segala kemungkinan yang bakal
terjadi. Dalam pada itu, Ki Tumenggung Yudatama pun telah
menggerakkan para prajurit yang berada di sekitarnya untuk
mendekat. "Kita akan mendekati pintu gerbang utama"
"Raden Sutawijaya dan Pangeran Benawa ada disana"
"Ya. Kita mendekati mereka"
Demikianlah, maka Ki Yudatama dan Paksipun telah
bergerak mendekati pintu gerbang utama Padukuhan Pandean
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
diikuti oleh para prajurit yang berada bersama mereka.
Sementara itu, para prajurit yang berada di sekitar padukuhan
itupun telah bergerak pula semakin dekat. Mereka menunggu
isyarat kedua untuk bersiap-siap menyerang. Jika terdengar
isyarat ketiga, maka para prajurit itu akan menempuh
memasuki padukuhan. Tetapi Ki Tumenggung Yudatama nampaknya dengan
sengaja mengulur waktu. Ketika mereka sudah berada di
dekat Raden Sutawijaya, maka Raden Sutawijayapun berkata,
"Marilah, kita sergap mereka, Ki Tumenggung"
Tetapi Ki Tumenggung itupun berkata, "Kita mengulur
waktu" "Apakah masih ada yang diharapkan?"
"Ketika kami berangkat dari barak, kami mengirimkan
penghubung untuk menghadap Ki Gede Pemanahan"
Raden Sutawijaya termangu-mangu sejenak. Namun iapun
kemudian berkata, "Apakah Ki Tumenggung yakin, bahwa
Ayah akan datang?" "Mungkin sekali, Raden, jika yang kita buru sekarang
adalah Harya Wisaka sendiri"
"Bukankah yang berada di pintu gerbang di antara para
pengikutnya itu Harya Wisaka?"
"Ya. Karena itu, aku masih berharap bahwa Ki Gede
Pemanahan akan datang ke tempat ini"
"Tetapi Harya Wisaka dan para pengikutnya itu akan
datang menembus kepungan ini di sisi lain, Ki Tumenggung"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku sudah menebarkan kelompok-kelompok di sekitar
padukuhan ini" Namun Pangeran Benawapun menyahut, "Jika mereka
menembus kepungan di sisi lain dari padukuhan ini, dengan
mengerahkan orang-orang yang berilmu tinggi, para prajurit
tidak akan dapat bertahan"
Ki Tumenggung itu mengerutkan dahinya. Namun iapun
kemudian mengangguk-angguk kecil. Katanya, "Pangeran
benar" "Jadi?" Paksipun kemudian menyela, "Kita mempunyai waktu
sepanjang Harya Wisaka masih berada di pintu gerbang.
Sepanjang kita masih dapat melihatnya"
Raden Sutawijaya tersenyum. Katanya, "Kau pintar, Paksi.
Kita akan mengulur waktu sepanjang kita masih melihat Harya
Wisaka di sana" Namun pada saat yang sama, Harya Wisaka itupun berkata,
"Jangan menunggu lebih lama lagi. Orang-orang Pajang
nampaknya sengaja mengulur waktu. Mungkin mereka masih
menunggu kedatangan kawan-kawan mereka"
Kiai Gadungbawuk mengangguk-angguk. Katanya, "Kau
benar, Ngger. Agaknya mereka sengaja memperpanjang
waktu" "Lalu, apa yang sebaiknya kita lakukan, Kiai
Gadungbawuk?" "Kita menembus kepungan. Kita lihat, apakah kepungan ini
rata. Jika tidak, kita akan mencari sisi yang paling lemah"
"Kita akan kehilangan waktu" sahut Kiai Madujae. "Menurut
pendapatku, kepungan yang paling lemah adalah kepungan di
arah yang berlawanan dengan gerbang utama ini"
"Aku sependapat" berkata Harya Wisaka. "Kita akan
menembus kepungan di arah selatan"
Mereka tidak menunggu lebih lama lagi. Bersama orang-
orang berilmu tinggi di antara mereka, maka Harya Wisakapun
telah masuk ke dalam padukuhan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Raden Suminar yang memimpin empat orang terbaik
berjalan di paling depan. Kemudian Harya Wisaka berjalan di
sebelah Kiai Madujae. Kiai Gadungbawukpun kemudian berkata, "Jika demikian,
biarlah aku juga pergi bersama Angger Harya Wisaka"
"Aku?" bertanya Santen Ireng.
"Kita semuanya akan pergi sekarang" jawab Harya Wisaka.
"Jangan menunggu kita berada di dalam jebakan dan tidak
akan dapat keluar lagi"
"Tetapi bukankah kita tidak membiarkan para prajurit dari
arah yang lain menerkam kita dari belakang?" berkata Ki
Santen Ireng. "Ya" Harya Wisaka mengangguk-angguk.
"Biarlah aku mengamankan perjalanan kalian dengan
beberapa orang pengawal" berkata Ki Santen Ireng.
"Silahkan" berkata Harya Wisaka, "tetapi Ki Santen Ireng
pun harus segera meninggalkan tempat ini sebelum terlambat"
"Baik. Aku akan segera menyusul mereka. Aku juga akan
pergi ke arah selatan"
Demikianlah, maka sejenak kemudian Harya Wisaka itupun
telah hilang dari mulut pintu gerbang.
"Nah" berkata Paksi, "agaknya sudah sampai pada
waktunya" "Kita peringatkan para prajurit agar bersiaga untuk
menyerang" desis Ki Tumenggung yang segera
memerintahkan seorang penghubungnya untuk melepaskan
panah sendaren kedua. Panah sendaren itu benar-benar telah menyentuh hati
setiap prajurit. Mereka sadar, bahwa mereka harus segera
bersiap untuk menyerang. Dengan demikian, maka semua
senjatapun telah menjadi telanjang di tangan yang bergetar.
Darah di dalam tubuh para prajurit itu mulai memanas.
Mereka telah siap untuk meloncat menerkam lawan-lawan
mereka yang tentu sudah siap pula menunggu kehadiran
mereka. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Tumenggung memang tidak akan menunggu orang-
orang berilmu tinggi itu keluar dari padukuhan dan menyerang
kepungan pada sisi yang lemah. Tetapi mereka harus tertahan
di dalam padukuhan dan bertempur dalam perang brubuh
yang mengandalkan kemampuan setiap pribadi yang terlibat.
Namun Ki Tumenggung juga sudah memerintahkan kepada
setiap prajurit untuk bertempur di dalam kelompok-kelompok
kecil jika mereka bertemu dengan orang yang berilmu tinggi.
Tetapi Ki Tumenggung pun sudah memerintahkan kepada
mereka, bahwa tidak semua orang harus melibatkan diri
dalam pertempuran di dalam padukuhan. Harus ada yang
tetap berada di luar padukuhan untuk mengawasi jika ada
orang yang berusaha melarikan diri dan terlempar dari
jangkauan mereka yang bertempur di dalam dinding
padukuhan. "Marilah, Raden" berkata Ki Tumenggung kemudian sambil
menarik pedangnya, "kita akan menyergap memasuki pintu
gerbang utama ini" "Marilah, Ki Tumenggung" desis Raden Sutawijaya.
Namun Ki Tumenggung itupun berkata, "Aku mohon
Pangeran memasuki padukuhan itu lewat regol di sisi yang
lain. Jika kami tertahan di pintu gerbang, maka Pangeran
dapat berusaha menemukan Harya Wisaka di dalam
padukuhan" "Baik, Ki Tumenggung" jawab Pangeran Benawa. Lalu
katanya, "Mari, Paksi, kita memasuki padukuhan itu dari regol
di sisi barat" "Nampaknya Harya Wisaka akan keluar dari regol di sisi
selatan, Pangeran" "Siapa yang berada di sisi selatan?"
"Ki Lurah Pringgayuda dan Ki Lurah Suwena"
"Apakah mereka cukup kuat?"
"Jika Harya Wisaka dan orang-orang berilmu tinggi akan
keluar dari arah selatan, mereka agaknya memerlukan
bantuan" "Baik. Aku dan Paksi akan sampai kesana"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, maka Ki Tumenggung Yudatamapun segera
memerintahkan para prajurit itu bergerak. Sementara itu,
seorang penghubung telah melontarkan panah sendaren yang
ketiga ke udara, meluncur di atas padukuhan Pandean dan
jatuh hampir di halaman banjar.
Panah sendaren yang bergaung di udara itu telah didengar
oleh para pemimpin kelompok prajurit Pajang yang
mengepung Padukuhan Pandean. Gaung panah sendaren itu
merupakan perintah kepada para prajurit untuk bergerak
menyerang padukuhan itu dari segala arah.
Ketika para pemimpin kelompok meneriakkan aba-aba,
maka para prajuritpun telah berteriak nyaring. Mereka berlari-
larian sambil bersorak-sorak. Senjata mereka teracu-acu
sehingga nampak berkilat-kilat memantulkan cahaya matahari
pagi yang baru saja terbit.
Dalam pada itu, Pangeran Benawa dan Paksi telah berlari
ke arah pintu gerbang yang lain dari Padukuhan Pandean. Di
tangan Pangeran Benawa dan Paksi telah tergenggam
sebatang tombak pendek yang mereka dapat dari para
prajurit. Dalam pada itu, Raden Suminar yang berjalan di paling
depan, melangkah lebih cepat lagi. Tetapi sebelum mereka
keluar dari pintu gerbang di sisi selatan, maka para prajurit
Pajang telah menyumbat pintu gerbang itu dengan ujung-
ujung senjata. Pertempuranpun segera berkobar. Para prajurit Pajang
adalah prajurit yang terlatih, sehingga mereka dengan trampil
memutar senjata mereka. Tetapi para pengikut Harya Wisaka
adalah orang-orang yang seakan-akan telah kehilangan diri
mereka sendiri. Apapun yang bakal terjadi pada diri mereka, sama sekali
tidak mereka hiraukan. Bahkan mati tidak lagi menjadi
persoalan yang penting. Pertempuranpun segera berlangsung dengan sengitnya. Di
pintu gerbang utama, para prajurit telah bertempur
menghadapi sekelompok pengikut Harya Wisaka yang kuat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dipimpin oleh Ki Santen Ireng. Seorang yang meskipun
janggut dan kumisnya sudah memutih, tetapi tandangnya
masih menggetarkan jantung.
Raden Sutawijaya yang melihat orang itu bertempur
dengan garangnya, telah mendekatinya. Ia sadar, bahwa
orang yang bernama Ki Santen Ireng itu adalah orang yang
berilmu tinggi. Karena itu, maka iapun harus berhati-hati.
Ki Santen Ireng yang melihat seseorang menyibak
beberapa orang prajurit yang bertempur melawannya,
mengerutkan dahinya. Dengan nada tinggi iapun berkata, "He,
siapakah kau Ki Sanak yang nampaknya dengan sengaja
datang menemui aku?"
"Siapapun yang bertemu di pertempuran" jawab Raden
Sutawijaya. "Tetapi kau nampaknya telah memilih lawan. Agaknya kau
melihat bahwa tidak seorang prajurit pun yang akan dapat
mengalahkan aku. Bahkan prajurit dalam kelompok-kelompok"
"Ya" "Betapa sombongnya kau"
"Apakah menghadapi lawan di pertempuran dapat disebut
kesombongan?" "Tidak. Tetapi memilih lawan seorang yang berilmu tinggi
seperti yang kau lakukan, adalah satu kesombongan. Kau
merasa dirimu dapat mengimbangi kemampuanku"
"Aku tidak peduli apakah aku sombong atau tidak
sombong. Tetapi kita akan bertempur"
"Jangan menyesal jika di pertempuran ini kau bertemu
dengan Ki Santen Ireng"
"He?" Raden Sutawijaya mengerutkan dahinya.
"Kau menyesal?"
Raden Sutawijaya termangu-mangu sejenak. Sementara itu
Ki Santen Irengpun berkata, "Akulah Ki Santen Ireng.
Nampaknya kau sudah menjadi gemetar baru mendengar
nama itu disebut" "Tidak. Aku tidak menyesal telah bertemu dengan orang
yang bernama Santen Ireng, apalagi menjadi gemetar"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jadi kau kenapa" Demikian kau mendengar nama itu,
wajahmu nampak menjadi tegang"
"Nama itu aneh bagiku. Santen itu biasanya putih. Seperti
susu. Jika yang diambil santannya kelapa ijo, maka santannya
menjadi agak kebiru-biruan. Tetapi tidak menjadi hitam"
"Persetan" geram Ki Santen Ireng.
"Tetapi orang yang tidak yakin akan kemampuannya
sendiri, kadang-kadang memang dengan sengaja membuat
nama yang aneh-aneh. Agaknya mereka berharap bahwa
nama yang aneh-aneh itu akan membuatnya disegani atau
bahkan ditakuti" "Anak iblis. Siapa kau yang telah berani merendahkan
namaku, he" Kau harus menyadari sikapmu itu yang harus kau
tebus dengan harga yang sangat mahal"
Ternyata Raden Sutawijaya tidak menyembunyikan
kenyataan tentang dirinya. Dengan lantang iapun berkata,
"Namaku adalah Sutawijaya"
Ki Santen Irenglah yang terkejut. Di luar sadarnya iapun
mengulanginya, "Maksudmu Raden Sutawijaya anak Ki Gede
Pemanahan yang telah membunuh Harya Penangsang dari
Jipang?" "Ya. Aku adalah Sutawijaya, anak Ki Gede Pemanahan yang
telah membunuh Paman Harya Penangsang"
Sejenak Ki Santen Ireng itu memperhatikannya. Namun
kemudian iapun tertawa sambil berkata, "Jadi inilah anak
muda yang mana telah mengumandang di langit Demak,
Pajang dan Jipang" "Apakah kau meragukannya?"
"Tidak. Justru aku meyakini bahwa kau memang Raden
Sutawijaya. Dengan demikian, maka aku akan mendapat
kesempatan untuk membalas dendam atas kematian Harya
Penangsang. Tumpuan harapan rakyat Demak sepeninggal
Kangjeng Sultan Trenggana"
"Membalas dendam" Kenapa kau akan membalas dendam
atas kematian Paman Harya Penangsang?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudah aku katakan bahwa Harya Penangsang adalah
seorang yang akan dapat membuat masa depan Demak
menjadi lebih cerah. Tetapi kau telah membunuh harapan
rakyat Demak. Karena itu, maka kaupun harus disingkirkan
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dari bumi Demak. Pemanahan dan Hadiwijayapun harus
disingkirkan. Harya Wisaka adalah satu-satunya orang yang
pantas menggantikan Harya Penangsang untuk menjadi
pengayoman rakyat Demak dan Pajang"
-ooo00dw00ooo- Jilid 30 RADEN SUTAWIJAYA menarik nafas dalam-dalam. Begitu
dalam kesetiaan para pengikut Harya Wisaka, sehingga
seorang yang berilmu tinggi seperti Ki Santen Ireng itu tidak
dapat membuat pertimbangan-pertimbangan lain kecuali
berjuang untuk menempatkan Harya Wisaka pada kedudukan
yang tertinggi, apapun yang harus dikorbankannya.
"Tetapi jika hal itu dilakukan oleh Ki Santen Ireng, tentu
bukannya tanpa pamrih apa-apa" berkata Raden Sutawijaya di
dalam hatinya. Namun Raden Sutawijaya tidak menjawab lagi. Sambil
bergeser ke samping, Raden Sutawijaya telah bersiap
sepenuhnya untuk bertempur melawan Ki Santen Ireng.
Ki Santen Ireng pun tidak berbicara lagi. Iapun segera
meloncat menerkam Raden Sutawijaya. Jari-jari pada kedua
tangannya yang mengembang menyambar ke arah wajahnya.
Raden Sutawijaya dengan cepat menghindar. Hampir di
luar sadarnya iapun berdesis, "Kau mengenakan kuku-kuku
baja itu, Ki Santen Ireng. Juga kau lapisi telapak tanganmu"
"Kau dapat melihatnya?"
"Tentu. Anak-anak pun dapat membedakan antara kuku
aslimu dan kuku-kuku baja itu. Bahkan telapak tanganmu"
Ki Santen Ireng tidak menjawab. Tetapi serangan-
serangannya menjadi semakin cepat. Tangannya dengan jari-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jari yang mengembang menyambar-nyambar menggapai
tubuh Raden Sutawijaya. Tetapi di tangan Raden Sutawijaya telah tergenggam
tombak pendek. Meskipun senjata itu bukan senjata khusus,
tetapi tombak itu menjadi sangat berbahaya di tangan
Sutawijaya. "Raden" desis Ki Santen Ireng kemudian, "aku tahu, bahwa
kau bunuh Harya Penangsang dengan ujung tombak. Tetapi
tentu bukan tombak mainan seperti yang kau pakai sekarang
ini. Yang kau pakai untuk membunuh Harya Penangsang
adalah tombak berlandean panjang. Tombak pusaka terbaik di
Pajang, Kangjeng Kiai Pleret"
Tetapi Raden Sutawijaya itu menjawab, "Meskipun
tombakku sekarang tombak mainan, Ki Santen Ireng, tetapi
ujungnya akan dapat mengoyak dadamu, menembus sampai
ke jantung. Di tanganku, mainan kanak-kanak pun akan dapat
menjadi sangat berbahaya bagimu dan bagi semua lawan-
lawanku" Ki Santen Ireng tertawa berkepanjangan. Namun tiba-tiba
saja suara tertawanya terhenti. Dengan tangkasnya ia
meloncat mengambil jarak. Hampir saja ujung tombak pendek
Raden Sutawijaya menyentuh lengannya.
"Kau memang tangkas bermain tombak, Raden"
Raden Sutawijaya tidak menjawab. Tombaknya terjulur lagi
mengarah ke dada, sehingga Ki Santen Ireng harus meloncat
mundur lagi beberapa langkah. Namun Raden Sutawijaya
tetap memburunya. Ujung tombaknya semakin lama rasa-
rasanya menjadi semakin dekat dengan kulit Ki Santen Ireng.
Dengan telapak tangan yang dilapisi baja hitam serta
kukunya yang tajam kehitam-hitaman, Ki Santen Ireng
berusaha melawan tombak pendek Raden Sutawijaya.
Ditepisnya tombak yang terjulur itu. Bahkan dengan baja
hitam di telapak tangannya, Ki Santen Ireng telah menangkis
ujung tombak yang mematuknya.
Tetapi ternyata bahwa Raden Sutawijaya memiliki
kemampuan yang tinggi, sebagaimana namanya yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendebarkan. Semakin lama maka Ki Santen Ireng itu harus
mengakui kenyataan, bahwa Raden Sutawijaya yang masih
terhitung muda itu benar-benar seorang berilmu tinggi.
Dengan demikian, maka Ki Santen Ireng itupun menjadi
semakin terdesak. Ia tidak lagi dapat mengandalkan lapisan
baja hitam di telapak tangannya, serta kuku-kuku bajanya.
Karena itu, untuk melawan ujung tombak pendek yang
seakan-akan mempunyai mata dan memburunya kemana saja
ia berloncatan, Ki Santen Ireng harus mempergunakan
senjatanya yang lain. Dengan demikian, maka Ki Santen Ireng telah meloncat
mengambil jarak. Dilepasnya lapisan baja di telapak tangan
serta kuku-kuku baja di jari-jari tangan kanannya. Kemudian
dicabutnya sebuah luwuk yang besar dan panjang.
Raden Sutawijaya yang melangkah satu-satu mendekatinya
sambil merundukkan ujung tombaknya tertegun.
"Aku tidak lagi main-main, Raden" geram Ki Santen Ireng.
"Jadi selama ini kau hanya main-main?"
"Ya. Sekarang aku bersungguh-sungguh dengan luwuk
peninggalan guruku ini"
Raden Sutawijaya memandangi luwuk di tangan Ki Santen
Ireng. Nampaknya pamornya berkeredipan ditimpa cahaya
matahari. Luwuk itu memang luwuk yang sangat baik.
"Tetapi segala sesuatu akan tergantung pada orang yang
mempergunakannya" berkata Raden Sutawijaya di dalam
hatinya. "Bukan sebaliknya"
Sejenak kemudian, maka keduanya telah terlibat lagi dalam
pertempuran yang sengit. Disamping harus memperhatikan
luwuk di tangan Ki Santen Ireng, Raden Sutawijaya masih
juga harus memperhatikan tangan kirinya, yang masih
mengenakan lapisan baja hitam di telapak tangannya, serta
kuku-kuku baja di ujung jari-jarinya.
Sementara itu, pertempuranpun menjadi semakin sengit.
Pasukan Ki Tumenggung Yudatama telah mendesak para
pengikut Harya Wisaka. Apalagi setelah Ki Santen Ireng terikat dalam pertempuran melawan Raden Sutawijaya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu, Pangeran Benawa dan Paksi telah memasuki
padukuhan dari sisi yang lain, bersama para prajurit yang ada
di arah lain dari Padukuhan Pandean itu.
Meskipun mereka mendapat perlawanan dari para pengikut
Harya Wisaka, tetapi para pengikut Harya Wisaka itu tidak
mampu menghentikan gerak maju Pangeran Benawa, Paksi
dan para prajurit. Di dalam Padukuhan Pandean, Pangeran Benawa dan
Paksipun segera berusaha menemukan Harya Wisaka yang
mereka yakini masih berada di padukuhan itu.
Sementara itu, Harya Wisaka sendiri, bersama para
Bara Naga 9 Pendekar Aneh Dari Kanglam Karya Sin Liong Pedang Keadilan 2