Pencarian

Jejak Di Balik Kabut 34

Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja Bagian 34


sendiri di sini Ki Sudagar. Jumlah kita cukup banyak"
Orang-orang yang sudah terbangun itupun segera
berbenah diri. Tidak seorang pun yang akan merelakan harta
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka dirampas orang. Apalagi mereka berkumpul dalam
jumlah yang cukup banyak.
Ki Sudagar yang kaya itu telah dikerumuni oleh tiga orang
pengawalnya. Orang yang membeli nasi megana bersama-
sama dengan Wijang dan Paksipun nampaknya menjadi
gelisah pula. Agaknya mereka memang membawa sesuatu yang
berharga. Bukan hanya dua lembar kain dan baju yang sudah
lusuh. Suasana di dalam barak itu menjadi tegang. Tiba-tiba saja
pemilik rumah itu masuk pula bersama seorang yang bertubuh
raksasa. Sejenak ia termangu-mangu di depan pintu. Baru
kemudian ia berkata, "Ternyata kalian sudah bersiaga. Aku
curiga mendengar suara burung itu. Menurut pendapatku,
suara itu bukan suara burung yang sebenarnya"
"Ya" sahut salah seorang pengawal Ki Sudagar, "bahkan
pasti. Suara itu bukan suara burung kedasih"
"Aku sudah memerintahkan dua orangku untuk mengawasi
jalan menuju ke sasak penyeberangan itu. Jika mereka melihat
sesuatu yang mencurigakan, aku perintahkan salah seorang
dari mereka melepaskan anak panah sendaren"
"Bagus. Isyarat panah sendaren itu akan sangat berarti"
"Sebaiknya kita bersiap. Kita akan memencar di luar rumah
ini, agar kita mempunyai banyak kesempatan untuk
mengayunkan senjata kita. Menurut pendapatku, setiap orang
yang akan menyeberang sungai itu tentu sudah
memperhitungkan bahwa kemungkinan seperti ini dapat saja
terjadi. Bahkan setiap saat seperti yang kita alami sekarang"
"Apakah semua di antara kita akan pergi keluar" Siapakah
yang akan menunggui harta milik kita dan bawaan kita
meskipun hanya selembar kain usang?"
Tiba-tiba saja mata pemilik rumah itu tertuju pada Paksi
dan Wijang yang berdiri termangu-mangu. "Aku belum pernah
melihat kedua orang itu" berkata pemilik rumah itu. "Hampir
semuanya yang menginap di sini aku kenal. Tetapi kedua
orang ini rasa-rasanya asing bagiku"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Semua orang memandang Wijang dan Paksi. Sementara
itu, pemilik rumah itupun melangkah mendekatinya diikuti oleh
orang yang bertubuh raksasa. Sambil memandangi Wijang dan
Paksi berganti-ganti pemilik rumah itupun bertanya, "Siapa
kalian, he?" "Kami adalah pengembara yang tidak mempunyai tempat
tinggal dan tidak mempunyai tujuan. Kami terdampar ke
tempat yang tidak kami mengerti ini"
"Apakah kau sengaja disusupkan oleh para penyamun itu
kemari?" "Kami tidak tahu apakah yang sebenarnya terjadi disini.
Kami pun tidak tahu, bahwa disini berkumpul banyak orang
yang akan pergi ke sungai. Aku baru mendengar dari penjual
nasi megana di dekat pintu pasar"
"Jangan membual. Kau tentu dua orang dari antara para
penyamun itu. Kalian menyusup di antara mereka yang ingin
menyeberang ke Nglungge untuk mengetahui, apakah di
antara mereka yang akan pergi ke Nglungge itu ada yang
membawa uang atau perhiasan atau harta benda yang lain
yang bernilai tinggi"
"Kami adalah pengembara yang tidak tahu apa-apa tentang
tempat ini dan bahkan kami merasa sangat asing dengan
keadaan ini" "Kau tentu sudah mempersiapkan jawaban sebelumnya,
sehingga kau akan dapat mengelak dari tuduhan"
"Kami benar-benar tidak tahu apa-apa. Kami sekedar akan
lewat" Suasana di dalam rumah panjang itu menjadi tegang.
Sementara itu beberapa orang sudah mendesak maju.
Kemarahan mulai membakar jantung mereka terhadap Wijang
dan Paksi. Wijang dan Paksi memang menjadi bimbang. Jika orang-
orang itu menyerang, apakah mereka tidak berhak untuk
membela diri" Namun dalam pada itu, selagi belum terjadi
sesuatu, terdengar anak panah sendaren bergaung di udara.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mereka benar-benar datang" geram pemilik rumah itu.
"Kita harus bersiap menyambut mereka"
"Kita harus memencar" berkata orang yang bertubuh
raksasa, pengawal pemilik rumah penginapan itu.
Perhatian mereka terhadap Wijang dan Paksipun pecah.
Orang-orang yang berada di dalam rumah itu menjadi gelisah.
Orang yang bertubuh raksasa itupun berkata kepada
pemilik rumah itu, "Kita tidak boleh terjebak di dalam ruangan ini"
"Baik" sahut pemilik rumah itu. Lalu katanya kepada orang-
orang yang berada di dalam rumah panjang itu, "Kita akan
keluar dari rumah ini. Kita akan memencar. Tetapi jangan
keluar dari halaman rumah ini"
"Dinding rumah ini terlalu rendah untuk bertahan" berkata
seseorang. "Berjongkoklah. Demikian seseorang meloncat masuk,
kalian harus segera menyerang. Jika kita semuanya tidak
berbuat apa-apa, maka kita semuanya akan mereka kuasai.
Semua harta benda dan uang yang ada pada kalian, akan
mereka rampas" Orang-orang yang ada di dalam rumah panjang itu mulai
bergerak. Sementara itu, pemilik rumah itupun berkata kepada
orang-orangnya, "Jaga rumah sebelah. Lindungi perempuan
dan anak-anak" Beberapa orang yang dipersiapkan untuk mengantar orang-
orang yang menyeberang itu sampai ke sasak dan
menyerahkan kepada para pengawal dari Nglungge sekaligus
menerima orang-orang yang menyeberang dari arah
Nglungge, telah ada di tempat itu pula.
"Kalian tidak usah menunggu esok" berkata pemilik rumah
itu. "Lakukan tugas kalian sekarang. Upah kalian akan tetap
dibayar utuh" Beberapa orang itupun segera bersiap. Laki-laki yang ada di
ruangan yang panjang itupun segera menghambur keluar.
Pemilik rumah dan petugas-petugas di penginapan itu sibuk
mengatur mereka dan memberikan petunjuk-petunjuk. Mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berlari-larian kesana-kemari dengan mengacu-acukan senjata
mereka. Dua orang di antara mereka telah menutup pintu regol.
Namun hampir tidak ada gunanya, karena dinding halaman
penginapan itu tidak setinggi dinding halaman rumah
kebanyakan. Wijang dan Paksi menarik nafas dalam-dalam, hampir saja
mereka terjebak ke dalam pertentangan yang tidak berarti dan
sia-sia. "Apa yang akan kita lakukan sekarang?" bertanya Paksi.
"Kita juga pergi keluar. Kita akan melihat keadaan"
"Berhati-hatilah"
Keduanyapun kemudian telah keluar dari ruangan yang
panjang itu. Ketajaman mata merekapun segera melihat,
dimana orang-orang yang menunggu datangnya para
penyamun dan perampok itu menunggu.
-ooo00dw00ooo- Jilid 31 TETAPI sebagian dari mereka bukanlah orang-orang yang
siap untuk bertempur. Ada di antara mereka yang justru
menjadi gemetar meskipun di tangannya menggenggam
pedang. Bahkan ada yang bukan menunggu lawan sambil
berjongkok di balik dinding yang rendah, tetapi justru
bersembunyi di pakiwan. Sebilah parang di tangannya nampak bergetar. Bukan
karena kemarahan yang mencengkam jantung, tetapi karena
ketakutan oleh bayangan maut.
Wijang dan Paksipun kemudian telah duduk bersandar
dinding di halaman samping, di bawah segerumbul pohon
soka merah yang sedang berbunga. Cahaya oncor di regol
halaman tidak lagi berdaya menembus bayangan-bayangan
gerumbul yang rimbun itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Beberapa langkah dari mereka, Ki Sudagar yang kaya itu
duduk menunggu bersama para pengawalnya yang sudah
menghunus senjata mereka.
"Perampok-perampok gila itu ternyata menjadi semakin
ganas" geram Ki Sudagar.
"Jika setiap laki-laki yang ada di halaman ini mempunyai
keberanian yang tinggi meskipun kemampuan mereka tidak
menyamai kemampuan para perampok, agaknya kita akan
dapat mengusir mereka. Bahkan mungkin menghancurkan
mereka" "Jangan berharap" sahut Ki Sudagar. "Jika saja mereka
seperti kita, maka kita akan dapat mengusir mereka. Tetapi
sebagian dari mereka adalah cecurut-cecurut kecil yang justru
menjadi ketakutan" "Tetapi kita dapat berharap, tiga bersaudara itu akan
sangat membantu" "Ya" "Bekas jagal dari Srumbung yang sekarang menjadi blantik
sapi itu?" "Ya. Dua orang penjual bebatuan itu juga dapat
diharapkan" "Para pedagang yang pagi tadi menjual dagangannya tentu
juga akan mempertahankan uangnya. Menilik ujudnya ada dua
tiga orang yang dapat diharap"
"Selebihnya harapan kita ada pada pemilik penginapan ini
serta orang-orangnya yang sudah siapkan untuk mengantar
kita esok" Keduanyapun terdiam. Seorang di antaranya telah
menjenguk keluar dinding. Tetapi mereka belum melihat apa-
apa. "Mereka belum datang" berkata salah seorang pengawal.
"Persetan dengan mereka" geram Ki Sudagar.
Wijang dan Paksi masih saja duduk bersandar dinding.
Dengan nada berat Wijangpun berkata, "Aku mengantuk
sekali. Rasa rasanya aku akan tidur di sini"
"Nyamuknya banyak sekali" desis Paksi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Di mana-mana banyak nyamuk"
Paksi tidak menjawab. Ia mendengar derap kaki
sekelompok orang yang mendatangi tempat itu.
"Mereka datang seperti orang yang sedang berbaris.
Mereka tidak datang sambil mengendap-endap dan
berloncatan memasuki halaman penginapan ini"
"Sesuatu yang luar biasa dan perlu mendapat perhatian
sepenuhnya" "Ya. Bukankah kita tidak menduga, bahwa mereka akan
datang berkelompok seperti itu?"
Sekelompok orang yang datang seolah-olah dalam sebuah
barisan itu berhenti di muka pintu gerbang yang ditutup.
Seorang di antara mereka, yang agaknya pemimpinnya,
melangkah maju sambil mengetuk pintu gerbang.
"Atas nama perjuangan kita yang sampai pada tataran yang
paling sulit, buka pintunya"
Tidak seorang pun yang menyahut. Apalagi membuka.
Pemilik penginapan, orang-orang upahannya, para pedagang
dan orang-orang yang menunggu di halaman itu saling
berdiam diri. Tidak seorang pun yang berbuat sesuatu, apalagi
membuka pintu gerbang. "Ki Sanak" berkata pemimpin dari sekelompok orang yang
datang itu, "dinding halamanmu terlalu rendah. Kau buka atau
tidak bagi kami sama saja. Tetapi sebenarnya kami ingin
berbicara dan melakukan tugas kami dengan baik-baik"
"Apa tugasmu?" terdengar suara seseorang dari kegelapan.
"Kami adalah bagian dari perjuangan yang bercakrawala
sangat luas. Kawan-kawan kami di kotaraja sedang mengalami
kesulitan. Kita yang ada di sini harus mampu
mengimbanginya, sehingga perjuangan kita tidak terhenti
sampai di sini. Tertangkapnya Harya Wisaka bukan pertanda
berakhirnya perjuangan kita"
"Lalu, apa yang akan kalian lakukan?"
"Kami sedang mengumpulkan dana. Kami menyiapkan
angkatan mendatang untuk melanjutkan perjuangan.
Beberapa orang anak muda sedang ditempa di sebuah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perguruan yang asing. Mereka memerlukan dukungan
pembiayaan yang besar sampai saatnya mereka cukup kuat
untuk terjun ke medan dan memimpin perjuangan yang untuk
sementara seakan-akan terhenti"
"Apa yang kalian kehendaki dari kami?"
"Kami tidak akan menyakiti kalian. Berikan sebagian dari
uang kalian, dari harta benda kalian, dan apa saja yang ada
pada kalian sekarang ini. Karena aku yakin yang ada pada
kalian sekarang ini hanyalah sebagian kecil dari kekayaan
kalian" Wijang dan Paksi mendengarkan pembicaraan itu dengan
seksama. Namun tiba-tiba saja Wijang berteriak, "Kau bohong.
Tidak ada angkatan mendatang yang dipersiapkan. Jika kalian
ingin merampok, kalian tidak usah mencari-cari alasan"
"Siapa yang berteriak itu?" bertanya pemimpin sekelompok
orang yang datang itu. "Aku. Bagian dari orang-orang yang bersiap untuk
mempertahankan hak milik kami. Kecuali jika kalian dapat
mengatakan dengan terperinci tentang angkatan mendatang"
Pemimpin sekelompok orang itu terdiam. Dengan demikian
maka suasana pun menjadi hening. Tidak seorang pun yang
berbicara, sehingga desah angin terdengar jelas mengusik
dedaunan. Namun tiba-tiba saja pemimpin dari sekelompok orang itu
pun berkata, "Kami mempunyai sebuah perguruan di lambung
Gunung Merapi. Dari arah ini kami memanjat naik untuk
sampai di padepokan kami tempat kami menempa angkatan
mendatang. Nah, jangan berusaha menentang kami, karena
kami akan menghancurkan kalian"


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kekuatan kalian sudah tidak berarti lagi sekarang" teriak
Wijang. "Setelah Harya Wisaka ditangkap, maka semua
pengikutnya menjadi bercerai-berai dengan membuat
rencananya masing-masing. Tetapi tidak sekelompok pun yang
mampu mengumpulkan pengikut yang cukup kuat untuk
berbuat sesuatu kecuali merampok kecil-kecilan. Sekarang,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kalian datang untuk merampok. Tetapi sayang, bahwa kami
sudah siap untuk menghancurkan kalian"
Tetapi ternyata bahwa pemimpin dari sekelompok orang itu
bersikap agak tenang. Karena itu maka iapun menjawab,
"Seharusnya kalian menyambut baik kesempatan untuk ikut
menjunjung perjuangan ini. Kelak, pada saatnya anak-anak
muda itu memegang pemerintahan, maka kalian akan
mendapat peluang-peluang yang sangat menguntungkan"
"Peluang itu tidak akan pernah ada. Kalian akan binasa
sebelum mimpi kalian sampai ke batas tidur kalian yang
nyenyak" "Cukup" teriak orang yang berdiri di depan pintu gerbang.
"Aku tidak ingin berbicara terlalu panjang. Sekarang buka
pintu dan serahkan semua uang, harta benda dan apa saja
yang ada pada kalian, yang tentu hanya merupakan sebagian
kecil dari kekayaan kalian seluruhnya"
"Aku bawa apa yang aku punya sekarang ini. Jika ini kau
minta, maka habislah semuanya" teriak Paksi.
"Setan alas. Jika demikian, kami akan memaksa kalian"
Yang memiliki penginapan itupun kemudian berteriak,
"Kami akan mempertahankan harta benda milik kami. Kalian
tentu tahu bahwa kami pun telah mempersiapkan diri
menghadapi keadaan seperti ini. Karena itu, jika kalian masih
sempat berpikir bening, urungkan niatmu"
Saudagar kaya yang disertai pengawalnya itupun tiba-tiba
berteriak, "Kembalilah selagi kalian masih utuh. Jumlah kami
terlalu banyak untuk kau lawan"
Tetapi orang yang berdiri di depan pintu itu berkata,
"Jumlah bukan jaminan untuk menang. Meskipun jumlah kami
tidak banyak, tetapi kami adalah orang-orang yang terlatih
dengan baik" Namun seorang di dalam kegelapan pun berteriak pula,
"Jangan dikira bahwa kami tidak pernah berguru kepada
seorang guru yang sakti. Renungkan ini"
"Sudahlah. Aku sudah jemu untuk berbicara. Buka regol ini
dan kalian harus berkumpul di halaman itu. Kemudian seorang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
demi seorang datang menyerahkan harta benda atau uang
atau perhiasan atau apa saja yang kalian bawa. Ingat, kami
sama sekali tidak ingin merampok kalian. Jika hal ini kami
lakukan, semata-mata karena kami bertanggung jawab pada
perjuangan kami yang masih harus kami selesaikan"
"Tidak" teriak seorang yang baru saja menjual beberapa
ekor ternak dan belum sempat membawa pulang uangnya.
"Kami mencari uang dengan susah payah. Kami akan
mempertahankannya" Pemimpin dari sekelompok orang itu benar-benar tidak
sabar lagi. Dengan lantang iapun kemudian berkata, "Jika
kalian tidak mau menyerahkannya, kami akan mengambilnya
sendiri" Namun tiba-tiba saja Wijang pun berteriak, "Jadi masih
adakah di antara kalian yang tertipu oleh janji-janji para
pengikut Harya Wisaka" Harya Wisaka sudah tertangkap. Lalu
siapa yang akan menjadi sandaran kalian jika benar kalian
berjuang bagi tujuan yang sudah dirintis oleh Harya Wisaka?"
"Persetan. Ternyata mulutmulah yang paling berbahaya.
He, siapa kau?" bertanya pemimpin sekelompok orang itu.
Pemilik rumah itu pun menjadi berdebar-debar. Ia tahu,
bahwa yang berbicara itu adalah salah seorang dari kedua
orang anak muda yang dituduhnya sengaja disusupkan oleh
para perampok ke dalam penginapan itu.
Namun ternyata mereka adalah anak-anak muda yang
memiliki pandangan tertentu terhadap sikap Harya Wisaka.
Biasanya orang-orang yang bermalam di penginapan itu tidak
begitu banyak mempersoalkan pemberontakan Harya Wisaka.
Mereka merasa menjadi lebih aman ketika Harya Wisaka
sudah tertangkap. Namun ternyata bahwa perampok-
perampok itu telah menyebut perjuangan Harya Wisaka itu
pula. Dalam pada itu, Paksilah yang menyahut, "Untuk apa kau
tahu siapa kami" Kami adalah pengembara yang malam ini
terdampar di penginapan ini. Jika bekal yang ada pada kami
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
harus kami serahkan kepada kalian semuanya, kami tentu
akan berkeberatan" "Kami tidak akan menyerahkan apa pun milik kami" teriak
seorang laki-laki yang suaranya menggelegar seperti guntur.
Pemimpin sekelompok orang itupun kemudian yakin, bahwa
orang-orang yang bermalam di penginapan itu tidak akan mau
menyerah begitu saja. Karena itu, maka pemimpin dari
sekelompok orang itupun kemudian berkata kepada orang-
orangnya, "Kalian sudah mendengar, bahwa orang-orang
bodoh itu tidak bersedia membantu perjuangan kita. Adalah
akibat dari kesediaan kita menjadi pilar dari perjuangan ini,
maka kita harus bertindak tegas. Kita tidak boleh ragu-ragu.
Siapa yang menghalangi kalian, harus disingkirkan"
Tetapi sebelum perintah itu selesai, Wijang telah berteriak,
"He, orang-orang dungu, apa yang kalian dapat dengan apa
yang disebutnya perjuangan" Itu hanya satu alasan yang
dibuat-buat untuk perampokan ini. Karena itu, lebih baik
kalian merampok saja. Hasilnya dibagi rata. Tidak untuk
sesuatu yang disebutnya perjuangan itu. Itu hanya cara
pemimpinmu mengelabuhimu"
"Diam" teriak pemimpin sekelompok orang itu.
Wijang tertawa. Suaranya menggetarkan udara yang dingin
di atas halaman penginapan itu. "Kalian harus
mempertaruhkan nyawa kalian untuk sesuatu yang tidak
kalian mengerti. Mimpi yang semu atau bius yang melampaui
tajamnya tuak segoci penuh"
"Cukup" teriak pemimpin sekelompok orang-orang itu. Lalu
iapun berteriak nyaring, "Loncati pagar yang rendah itu,
bunuh saja yang mencoba menghalangi kalian. Jangan ragu-
ragu" "Hati-hati" Paksilah yang berteriak, "kau akan dapat
menginjak ujung pedang"
"Cepat, meloncat masuk" teriak pemimpin kelompok itu.
Sekelompok orang itupun segera memencar. Mereka
berusaha untuk meloncati dinding yang rendah. Tetapi
peringatan Paksi membuat mereka menjadi ragu-ragu. Ketika
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorang di antara mereka dengan serta-merta meloncat, maka
hampir saja ia menginjak seorang dari tiga orang yang
menginap bersama-sama, yang menurut katanya, hanya
membawa kain dan baju yang sudah lusuh.
Yang terdengar adalah teriakan kesakitan. Ketiga orang
yang bertiarap di balik dinding yang rendah itu dengan serta-
merta menyerangnya. Sejenak kemudian, pertempuranpun segera terjadi. Pemilik
penginapan dan orang-orangnya pun segera menyongsong
mereka. Mereka merasa bertanggung jawab terhadap orang-
orang yang menginap di penginapan mereka. Jika mereka
tidak berusaha membantu mereka, maka usahanya tentu akan
semakin menyusut. Orang-orang tidak lagi menginap di
penginapan itu. Karena itu, maka dengan sungguh-sungguh pemilik
penginapan itupun berusaha menghalau orang-orang yang
datang untuk merampok itu.
Selain pemilik penginapan dan orang-orangnya, maka
orang-orang yang memiliki uang maupun harta benda yang
berharga atau perhiasan emas dan berlian yang mahal
harganya, berusaha untuk melindungi milik mereka pula.
Saudagar kaya bersama pengawalnya itupun telah siap
menyambut orang-orang yang datang menyerang.
Pertempuranpun segera menebar di mana-mana di
halaman penginapan itu. Ternyata bahwa jumlah orang yang
mempertahankan milik mereka bersama orang-orang yang
diupah oleh pemilik penginapan itu jumlahnya cukup banyak
untuk mengimbangi jumlah sekelompok orang yang datang
untuk merampas milik mereka itu. Itupun masih ada beberapa
orang laki-laki yang bahkan bersembunyi di pakiwan atau di
sudut-sudut yang gelap karena ketakutan.
Ternyata bahwa sekelompok orang yang datang untuk
merampas itu tidak dengan mudah mendapatkan apa yang
mereka inginkan. Orang-orang yang mempertahankan
miliknya itu ternyata ada juga yang memiliki ilmu yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memadai, sehingga menyulitkan usaha orang-orang yang ingin
merampas harta miliknya. Pemimpin sekelompok orang yang datang itu menjadi
sangat marah ketika ia menyadari, bahwa orang-orangnya
mendapat perlawanan yang berat. Karena itu, maka dengan
mengerahkan kemampuannya orang itu langsung terjun ke
medan. Wijang melihat kehadiran orang itu di arena. Iapun segera
menjadi cemas, bahwa orang itu akan membunuh tanpa
kekang. Karena itu, maka Wijanglah yang kemudian berusaha untuk
menghadapinya. "Kau mau membunuh diri, anak muda?" geram orang itu.
"Kaukah pemimpin dari sekelompok orang yang mengaku
sedang mempersiapkan angkatan mendatang untuk
melanjutkan cita-cita perjuangan Harya Wisaka?"
"Kaukah orang yang telah merendahkan cita-cita
perjuangan kami?" "Ya. Cita-cita perjuanganmu memang pantas untuk
direndahkan, karena tidak akan ada gunanya sama sekali.
Bahkan aku yakin, bahwa kau tidak tahu apa-apa tentang
sesuatu yang menurut pengakuanmu sedang kau
perjuangkan" "Aku koyak mulutmu"
"Jika kau memang tahu apa yang kau perjuangkan, coba
katakan, apakah tujuan akhir dari perjuanganmu"
Mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya" Atau apa?"
Orang itu tidak menjawab. Dengan serta-merta ia
menyerang Wijang yang berdiri tegak di hadapannya.
Tetapi Wijang pun telah siap menghadapinya. Ketika
senjata orang itu berputar, maka Wijangpun telah bergeser
pula. Sementara itu, Paksi pun telah bertempur sendiri. Ia
bahkan berada di mana-mana. Tongkatnya berputaran dengan
cepat di seputar tubuhnya. Namun kemudian terayun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menghantam punggung lawannya sehingga lawannya itu jatuh
terjerembab. Ternyata Paksi berloncatan di halaman dari satu lingkaran
pertempuran ke lingkaran pertempuran yang lain. Jika ia
melihat seseorang yang berada dalam keadaan bahaya, maka
iapun segera datang menolongnya. Namun demikian lawannya
terpelanting jatuh, maka Paksipun telah beranjak pula dari
tempatnya. Orang-orang yang jatuh oleh pukulan tongkat Paksi itu
memang dapat segera bangkit kembali. Namun biasanya
mereka tidak lagi dapat bertempur dengan tangkas. Jika
bukan tulang belakangnya, maka dadanya atau lambung atau
bagian-bagian tubuhnya yang lain yang menjadi kesakitan.
Dengan demikian, maka anak muda yang bersenjata
tongkat itu menjadi pusat perhatian orang-orang yang datang
menyerang penginapan itu. Empat orang di antara mereka
yang merasa memiliki kemampuan melampaui kawan-
kawannya telah sepakat untuk menghancurkan anak muda
yang bersenjata tongkat itu.
Demikianlah, maka sejenak kemudian Paksipun telah
bertempur di tengah-tengah halaman melawan empat orang
lawan. Empat orang yang terhitung memiliki kelebihan dari
kawan-kawan mereka. Namun dengan demikian, lima orang terkuat dari mereka
yang datang untuk merampas harta milik orang-orang di
penginapan itu telah terikat dalam pertempuran tersendiri.
Karena itulah, maka kekuatan mereka yang lain harus terbagi
menghadapi pemilik penginapan itu bersama orang-orang
upahannya, serta orang-orang lain yang berusaha
mempertahankan milik mereka.
Dengan demikian, maka beban tugas merekapun menjadi
berat. Perlawanan yang diberikan oleh pemilik penginapan dan
orang-orang upahannya serta orang-orang yang menginap
adalah di luar dugaan mereka.
Sementara itu, keempat orang yang garang itupun tidak
mampu untuk segera menundukkan Paksi. Meskipun mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bersenjata golok, parang dan bindi, namun tongkat baja Paksi
sulit sekali untuk dapat mereka kuasai.
"Kita bunuh kelinci ini secepatnya" geram orang yang
bertubuh tinggi dan berdada bidang, penuh ditumbuhi rambut
yang lebat. Kawan-kawannya tidak menyahut. Namun mereka
bertempur semakin garang. Mereka meningkatkan
kemampuan mereka sampai ke puncak.
Ternyata keempat orang itu adalah orang-orang yang
berilmu tinggi pula. Mereka mampu menekan Paksi sehingga
Paksi harus mengerahkan kemampuannya pula. Anak muda
itu harus berloncatan dengan cepatnya menghindari serangan-
serangan yang datang beruntun dari keempat orang
lawannya. Namun latihan-latihan Paksi yang berat,
membuatnya masih mungkin melindungi dirinya sendiri.
Dengan berbagai usaha, keempat orang lawan Paksi
berusaha dengan cepat menghentikan perlawanannya,
sehingga dengan demikian mereka segera dapat membantu
kawan-kawan mereka yang lain, yang semakin terdesak oleh
orang-orang yang bermalam di penginapan itu, yang tidak
mau kehilangan milik mereka.
Tetapi memang tidak mudah untuk dapat menundukkan
Paksi. Tongkatnya berputaran semakin lama semakin cepat.
Benturan-benturan dengan senjata lawan-lawan mereka pun


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

semakin sering terjadi. Namun Paksi masih tetap bertahan.
"Bunuh anak itu. Cepat" teriak pemimpin sekelompok orang
yang datang ke penginapan itu.
Tidak seorang pun dari keempat orang itu yang menjawab.
Tetapi betapapun mereka memaksakan diri untuk segera
mengakhiri pertempuran, namun anak muda itu masih saja
memberikan perlawanan dengan tangkasnya.
Kemarahan pemimpin kelompok itu rasa-rasanya mulai
membakar ubun-ubunnya. Dikerahkannya ilmunya untuk
mengakhiri perlawanan Wijang. Tetapi Wijang ternyata
mampu mengimbangi ilmunya. Bahkan semakin lama semakin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ternyata, bahwa Wijang memiliki beberapa kelebihan dari
lawannya itu. Dalam pada itu, pertempuran di halaman itu semakin lama
menjadi semakin sengit. Orang-orang yang menginap di
penginapan itu semakin lama semakin mempunyai
kepercayaan diri. Apalagi jumlah mereka cukup banyak,
sehingga mereka dapat bertempur berpasangan dengan
kawan-kawan terdekat mereka untuk melawan seorang di
antara mereka yang datang untuk merampas milik mereka itu.
Perlawanan yang kuat itu sama sekali tidak diduga oleh
pemimpin kelompok itu. Seandainya saja tidak ada anak muda
yang menghadapinya itu, serta tidak ada anak muda yang
mampu bertahan melawan empat orang kawan-kawannya
yang terbaik, maka dalam waktu yang tidak terlalu lama
mereka akan dapat menundukkan orang-orang yang berusaha
mempertahankan harta bendanya itu bersama pemilik
penginapan dan orang-orang upahannya.
Namun ternyata bahwa kedua orang anak muda itu ada di
antara mereka. Bukan saja pemimpin sekelompok orang yang
datang itu saja yang menyadari peran Wijang dan Paksi.
Tetapi pemilik penginapan itupun melihat, bahwa kedua anak
muda itu telah berhasil menahan orang-orang yang berilmu
tinggi yang akan dapat mengacaukan pertahanannya.
Sementara itu, Wijang yang bertempur melawan pemimpin
sekelompok orang yang ingin merampas semua milik orang-
orang yang menginap itupun telah meningkatkan ilmunya
pula. Kebenciannya kepada Harya Wisaka karena gerakannya
yang telah banyak menelan korban, waktu dan harta benda
itu, telah membuat Wijang tidak berpikir panjang. Semua
tunas yang memungkinkan tumbuhnya apa yang mereka
sebut perjuangan itu harus dipatahkan. Juga usaha untuk
membentuk angkatan mendatang itu pun harus
dihancurkannya pula. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena itu, maka setelah bertempur beberapa saat, maka
Wijangpun telah memutuskan untuk mengakhiri perlawanan
pemimpin sekelompok orang yang akan merampok itu.
"Menyerahlah" geram Wijang, "ini adalah kesempatanmu
yang terakhir. Kau akan dibawa ke Pajang dan dipenjara
sebagai seorang pemberontak. Bukan sebagai seorang
perampok" "Persetan kau, anak muda. Aku akan membunuhmu"
"Jika kau berkeras, maka akan berlaku pula di sini hukuman
bagi seorang pemberontak"
"Tutup mulutmu" geram orang itu.
Wijang tidak berbicara lagi. Tetapi iapun melihat Paksi yang
harus bekerja keras untuk mempertahankan diri dari keempat
orang lawannya yang berilmu tinggi.
Karena itu, maka Wijangpun berniat mengakhiri perlawanan
orang itu sebelum Paksi semakin mengalami kesulitan. Dengan
demikian, maka Wijangpun segera meningkatkan ilmunya
semakin tinggi. Sepasang pisau belatinya menyambar-
nyambar dengan garangnya, sehingga tidak ada kesempatan
bagi lawannya untuk mempertahankan diri. Ia berteriak marah
ketika pisau belati Wijang menyambar dadanya. Namun
kemudian justru menyentuh bahunya dan lengannya.
Kemarahan pemimpin kelompok itu benar-benar
menggetarkan halaman penginapan itu. Teriakan-teriakan dan
umpatan-umpatan yang keras dan kasar. Perintah-perintah
yang bengis meluncur dari mulutnya, justru karena ia sendiri
menjadi putus asa. Sementara itu, empat orang yang berilmu tinggi yang
berusaha menekan Paksi, menyaksikan kesulitan yang dialami
oleh pimpinannya. Karena itu seorang di antara mereka telah
meloncat meninggalkan Paksi dan berusaha untuk membantu
pemimpinnya. Namun usahanya itu sia-sia. Yang dilawannya adalah
Pangeran Benawa yang memiliki ilmu jauh di luar perhitungan
mereka. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena itu, kehadiran seorang kawannya tidak banyak
membantu pemimpin kelompok itu. Apalagi darah semakin
lama semakin banyak mengalir dari luka-lukanya.
Meskipun demikian, kehadiran seorang yang membantunya
itu terasa mengganggu bagi Wijang, meskipun menurut
perhitungannya ada baiknya pula, karena itu berarti
mengurangi beban Paksi. Ketika keringat semakin membasahi punggung Wijang,
maka Wijangpun benar-benar telah berniat mengakhiri
pertempuran itu. Pemimpin kelompok yang semakin lama
menjadi semakin lemah itu tidak berhasil menghindari
sergapan pisau belati Wijang yang mengarah ke lambungnya.
Sementara itu, kawannya yang berusaha membantunya
dengan menyerang Wijang, tidak berhasil mengenainya.
Bahkan sambi berputar, pisau belati Wijang telah menyambar
dadanya. Orang itu terdorong beberapa langkah surut. Bersamaan
dengan itu, pemimpin kelompok yang datang untuk merampok
itupun tidak lagi berdaya untuk melawan. Lambungnya telah
terkoyak oleh pisau belati Wijang, sehingga orang itupun jatuh terduduk. Tangannya berusaha memegangi lambungnya yang
terkoyak. Namun darah sudah mengalir dari luka-luka yang
lain di tubuhnya. Maka akhirnya orang itu tidak mampu lagi
bertahan. Iapun kemudian jatuh terguling di tanah.
Sementara itu, kawannya yang terdorong surut, masih
berusaha untuk meloncat menyerang. Namun serangannya
itupun gagal, karena senjatanya sama sekali tidak menyentuh
lawannya. Bahkan pisau belati Wijang telah menghunjam di
dadanya tembus ke arah jantung.
Sementara itu, Paksi yang kehilangan seorang lawan
mendapat kesempatan lebih banyak untuk menyerang lawan-
lawannya. Tongkatnyapun berputar semakin cepat. Ketika seorang
lawannya luput menusuk perutnya, Paksi telah memukul
tengkuk lawannya itu dengan tongkatnya. Demikian kerasnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sehingga orang itupun jatuh tersungkur dan tidak akan pernah
bangkit untuk selamanya. Pertempuran itu benar-benar merupakan neraka bagi
orang-orang yang datang untuk merampok. Kehadiran dua
orang anak muda di luar perhitungan mereka, benar-benar
telah mengacaukan segala-galanya. Sementara itu, pemilik
penginapan itu serta orang-orang upahannyapun ternyata
telah bertempur dengan gigihnya.
Orang-orang yang mempertahankan harta milik mereka
pun telah bertempur dengan berani. Saudagar kaya dengan
para pengawalnya itu mati-matian berusaha mengusir para
perampok yang akan merampas kekayaannya.
Ternyata Wijang dan Paksi tidak menghadapi orang-orang
itu sebagai perampok. Tetapi mereka menganggap mereka
adalah bagian dari satu pemberontakan. Meskipun
pemberontakan itu sendiri telah gagal, tetapi beberapa orang
pengikutnya ternyata masih bermimpi untuk menyiapkan apa
yang disebutnya angkatan mendatang itu.
Ternyata tanpa pemimpin mereka, serta orang-orang yang
berilmu tinggi, perampok-perampok yang nampaknya garang
itu tidak banyak berdaya. Apalagi jumlah mereka lebih kecil
dari lawan mereka yang berusaha mempertahankan hak serta
milik mereka dibantu oleh pemilik penginapan serta orang-
orang upahannya. Ketika kedua orang lawan Paksi yang lain pun sudah tidak
berdaya pula, maka habislah sandaran kekuatan orang-orang
yang datang untuk merampok itu. Beberapa orang di antara
mereka telah terluka parah dan bahkan ada pula yang
terbunuh. Orang-orang yang marah itu tidak lagi mampu
mengendalikan diri. Apalagi mereka yang kawannya atau
sanak kadangnya telah terluka pula.
Orang-orang upahan yang akan mengawal iring-iringan
esok pagi itu telah menjadi marah pula. Seorang di antara
mereka ternyata telah terbunuh di pertempuran itu. Seorang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lagi terluka parah. Beberapa yang lain terluka ringan. Namun
darah telah mengalir dari tubuh mereka pula.
Dalam keadaan yang kalut itu, maka beberapa orang di
antara mereka yang datang untuk merampas harta milik
orang-orang yang menginap di penginapan itu telah berusaha
untuk melarikan diri. Tidak ada lagi pemimpin yang mengatur
mereka, sehingga merekapun berlari saja cerai-berai.
Namun sebagian dari mereka benar-benar telah kehilangan
kesempatan. Orang-orang yang marah itu tidak mau
membiarkan mereka melarikan diri.
Bahkan seorang berteriak dengan suara menggelegar, "Kita
hancurkan mereka sampai orang yang terakhir, agar tidak ada
lagi yang akan mendendam"
Namun ternyata ada juga satu dua orang yang berhasil
melarikan diri dari halaman penginapan yang telah menjadi
neraka itu. Sejenak kemudian, maka pertempuran itupun telah
berakhir. Beberapa sosok mayat tergolek di halaman. Sebagian besar
dari mereka justru adalah para perampok.
Pemilik penginapan bersama orang-orangnya segera
mengumpulkan orang-orang yang malam itu menginap di
penginapannya untuk mengetahui, apakah ada di antara
mereka yang cedera. Ternyata bahwa seorang pengawal saudagar kaya itu tidak
tertolong lagi jiwanya. Dengan sedih saudagar itu duduk
merenungi pengawalnya yang setia.
"Sudah bertahun-tahun ia bekerja padaku" desis saudagar
itu. "Aku tidak mengira, bahwa hidupnya akan berakhir di sini"
Kawan-kawannya pun menundukkan wajahnya pula.
Pengawal yang terbunuh itu adalah orang yang baik.
Hubungannya dengan kawan-kawannya pun baik pula.
"Kita batalkan perjalanan kita" berkata saudagar itu. "Besok
kita pulang dengan membawa sosok tubuh ini"
Para pengawalnya yang lain pun mengangguk.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Selain pengawal itu, seorang yang diupah pemilik
penginapan itu juga terbunuh. Seorang yang lain terluka
parah. Pamannya yang sulit menerima kenyataan tentang
kemenakannya yang terbunuh itu, masih saja mengguncang-
guncang tubuhnya beberapa saat setelah pertempuran selesai.
"Kau masih terlalu muda untuk mati, Ngger" desah
pamannya. Pamannya itulah yang mengajak kemenakannya
itu bekerja pada pemilik penginapan itu untuk mengawal
orang-orang yang akan menyeberang sungai lewat sasak
bambu itu. Tetapi pamannya tidak mengira, bahwa pada suatu
saat kemenakannya itu akan terbunuh.
Dalam pada itu, selagi orang-orang masih sibuk mengurusi
orang-orang yang terbunuh dan terluka, pemilik penginapan
itu sempat mencari dua orang anak muda yang dianggapnya
menjadi penyelamat bagi penginapannya itu. Tanpa kehadiran
kedua orang itu, maka orang-orang yang menginap di
penginapan itu tidak akan mampu mempertahankan harta
benda mereka. Bahkan mungkin orang-orangnya akan lebih banyak lagi
yang menjadi korban. Demikian pula orang-orang yang
menginap yang bertahan untuk tidak mau menyerahkan milik
mereka. Namun karena kehadiran kedua orang anak muda yang
mampu menahan pemimpin sekelompok orang yang akan
merampok penginapannya itu, sedangkan yang lain mengikat
empat orang berilmu tinggi di antara para perampok itu, maka
perampok itu sama sekali tidak berhasil.
Bahkan sekelompok perampok itu nampaknya benar-benar
telah dihancurkan, sehingga sulit untuk dapat bangkit kembali.
Setidak-tidaknya mereka memerlukan waktu yang panjang
untuk dapat menghimpun kekuatan sebesar kekuatan yang
hancur itu. Sementara itu, pemilik penginapan itu justru telah
menuduh kedua orang anak muda itu sengaja disusupkan oleh
para perampok untuk mengetahui, apakah di antara mereka
yang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menginap itu terdapat orang-orang kaya yang membawa
barang-barang berharga atau mengenakan perhiasan.
Tetapi pemilik penginapan itu tidak berhasil
menemukannya. Wijang dan Paksi sudah tidak ada di halaman
penginapan itu. Sebenarnyalah Wijang dan Paksi berusaha untuk dapat
mengikuti sisa-sisa perampok yang berhasil meloloskan diri.
Mereka berharap bahwa para perampok yang masih hidup itu
dapat membawa mereka berdua ke padepokan yang telah
mereka sebutkan. Dengan sigapnya keduanya mengikuti seorang di antara
para perampok yang nampaknya sudah terluka. Namun ia
masih berhasil melepaskan diri dari tangan para pengawal
penginapan yang marah itu.
Ternyata orang itu mengikuti lorong yang masih saja
semakin naik. Semakin lama semakin tinggi di kaki Gunung
Merapi. Lorong yang mereka lalui pun semakin lama menjadi
semakin sulit. Bahkan akhirnya mereka memasuki jalan
setapak yang sempit. Memanjat lereng yang kadang-kadang
terjal, di antara gerumbul-gerumbul perdu yang tumbuh di
sela-sela bongkah-bongkah batu padas yang basah.
Namun akhirnya mereka sampai ke sebuah dataran yang


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

agak luas. Mereka melihat sawah terbentang, bertingkat-
tingkat seperti sebuah tangga raksasa menuju ke lambung
Gunung Merapi. Nampaknya tanah pun cukup subur dengan tanaman padi
yang nampak hijau segar. Air pun tidak kekurangan. Parit-parit yang ada di sela-sela kotak-kotak sawah itu pun mengalir
cukup deras. Namun dalam pada itu, langit pun mulai menjadi terang.
Wijang dan Paksi melihat orang yang mereka ikuti sudah
menjadi sangat lemah. Bahkan orang itu seakan-akan tinggal
dapat merangkak untuk bergerak naik lewat jalan yang justru
menjadi lebih lebar dan rata dari jalan setapak yang sulit
dilalui di sela-sela batu-batu padas.
"Satu daerah yang nampaknya terpisah" desis Paksi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya. Kita tentu sudah berada di lingkungan padepokan yang
kita cari. Agaknya padukuhan yang nampak itu adalah
padepokan yang disebut-sebut"
"Apakah kita akan mengikuti terus?"
"Mudah-mudahan orang itu tidak melihat kita"
"Kita akan menjaga jarak. Tetapi seandainya tanpa orang
itu pun kita akan dapat sampai ke padepokan mereka"
Namun Wijang dan Paksipun kemudian tertegun. Mereka
melihat dua orang yang datang dari arah lambung Gunung
Merapi. Dengan tergesa-gesa mereka menyongsong orang
yang sudah tidak berdaya itu.
"Kau sendiri?" seorang di antara mereka bertanya.
Wijang dan Paksipun telah mengetrapkan ilmunya, Aji
Sapta Pangrungu, sehingga mereka dapat mendengarkan
pembicaraan orang-orang itu.
Orang yang merangkak itu terduduk sambil berdesis, "Ya.
Aku sendiri" "Sudah ada tiga orang yang aku jumpai. Keadaan mereka
lebih baik dari keadaanmu. Marilah. Aku bantu kau. Tetapi
apakah masih ada orang lain di belakangmu?"
"Aku tidak tahu. Tetapi agaknya aku adalah orang yang
mendapat kesempatan terakhir untuk melarikan diri dari
neraka itu" Kedua orang yang datang itupun membantu memapah
kawannya yang terluka parah itu.
"Agaknya pengawasan mereka cukup ketat" berkata
Wijang. "Kita tidak usah pergi sekarang. Kita tahu, bahwa
padepokan mereka terletak di padukuhan itu. Sawah dan
pategalan itu adalah tanah garapan mereka"
"Daerah ini seperti daerah yang terpisah dari Pajang"
Wijang mengangguk-angguk. Daerah itu memang disekat
oleh bongkah-bongkah batu padas, gumuk-gumuk kecil,
lereng yang terjal dan lorong yang rumit dilalui. Namun
daerah itu sendiri agaknya merupakan daerah yang subur.
Semuanya nampak hijau. Air pun tergenang di mana-mana.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wijang dan Paksi tidak melanjutkan perjalanan mereka
mengikuti orang yang dipapah oleh kedua kawannya itu.
Mereka memandanginya sampai hilang di balik gerumbul-
gerumbul perdu. Namun jalan di hadapan mereka adalah jalan yang
termasuk rata dan lebar meskipun memanjat naik. Agaknya
jalan itu cukup terpelihara sebagaimana parit-parit yang
membawa air ke kotak-kotak sawah.
"Kita menunggu sampai sore" desis Wijang.
"Kita menunggu di sini sehari penuh tanpa berbuat
sesuatu?" "Lalu, apa yang harus kita lakukan?"
"Kita pergi ke pategalan. Kita mencuri buah-buahan yang
dapat membantu menyegarkan tubuh kita sehari ini"
Wijang tertawa. Katanya, "Bagus. Kita tidak dapat berburu
binatang, karena jika kita membuat perapian, maka kehadiran
kita akan segera dapat dilihat"
Namun Paksipun kemudian bertanya, "Di mana letak
pategalan mereka?" "Kita akan mencarinya. Tetapi kita tidak tahu, buah-buahan
apakah yang mereka tanam. Sementara itu, aku kira di
lingkungan ini tidak ada orang berjualan makanan dan
minuman, karena lingkungan ini seolah-olah merupakan
lingkungan terpisah. Jauh dari padukuhan-padukuhan yang
dihuni. Sedangkan di seberang daerah persawahan itu
agaknya hutan lereng pegunungan yang lebat. Kau dapat
membuka satu lingkungan kecil seperti ketika kau
mengembara sebelumnya?" bertanya Wijang.
"Agaknya lingkungannya berbeda. Dahulu aku dapat turun
ke pasar untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Nampaknya di
sini tidak mungkin aku lakukan. Kecuali itu, akan memerlukan
waktu yang cukup panjang untuk mulai dari permulaan"
"Apakah kita tidak akan lama di sini?" tiba-tiba saja Wijang
bertanya. Paksi termangu-mangu sejenak. Namun iapun kemudian
menjawab, "Mungkin kita akan lama di sini. Tetapi mungkin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pula tidak. Tetapi seandainya kita harus membuka lahan kecil,
dari mana kita mendapat benih" Dahulu aku dapat membeli di
pasar. Apakah kita juga akan melakukannya di sini, di daerah yang
terpisah ini?" "Jika perlu kita akan turun. Membeli benih dan bekal untuk
waktu yang agak panjang. Kita membuka lahan kecil di hutan
itu. Aku senang dengan cara yang kau lakukan di sisi selatan
kaki Gunung Merapi itu"
Paksi menarik nafas panjang. Memang mereka berdua
dapat saja turun untuk membeli bekal dan benih tanaman
yang dapat mereka tanam sebagaimana dilakukan Paksi
sebelumnya. Tetapi mereka tidak dapat setiap saat pergi ke
pasar, karena daerah itu seakan-akan telah disekat oleh
kerasnya alam di kaki gunung.
Namun Paksipun kemudian berkata, "Kita akan melihat-
lihat, apakah yang sebaiknya kita lakukan kemudian"
Wijang mengangguk-angguk. Katanya, "Yang penting, kita
akan mencoba mendekati lingkungan pategalan mereka" Paksi
tertawa. "Aku sependapat"
Namun keduanya tidak segera meninggalkan tempat itu.
Bahkan mereka telah mencari tempat yang lebih baik untuk
dapat mengatasi jalan yang memanjat itu.
Beberapa saat lamanya mereka duduk bersandar batu-batu
padas. Sementara itu, mataharipun memanjat semakin tinggi,
memanasi kaki Gunung Merapi.
Jalan membujur di antara tanah persawahan itu memang
jalan yang sepi. Jalan itu agaknya semata-mata dipergunakan
untuk penghuni di lingkungan itu. Lingkungan sebuah
padepokan yang terpencil.
Mungkin jalan itu dibuat agar hasil panenan dapat diangkut
dengan pedati ke padepokan. Mungkin juga pedati itu
dipergunakan untuk mengangkut pupuk atau keperluan-
keperluan yang lain. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Untuk beberapa lama Wijang dan Paksi menunggu. Tetapi
mereka tidak melihat seorang pun lewat atau seorang yang
lain yang bekerja di sawah.
"Marilah kita tinggalkan tempat ini" berkata Wijang. "Kita
akan berada di hutan itu. Nampaknya kita akan lebih aman
berada di sana. Sambil melintasi bulak yang luas ini, kita akan melihat-lihat pategalan yang nampaknya berada di sebelah
padepokan itu" Mereka berduapun kemudian bangkit berdiri dan
melangkah meninggalkan tempat mereka. Tetapi mereka
sengaja tidak berjalan melewati jalan yang sepi itu, karena
dengan demikian mereka akan lebih mudah dilihat dari
kejauhan. Dengan Aji Sapta Pandulu mereka memandang bulak yang
luas itu. Pematang yang bertingkat-tingkat serta padepokan di
kejauhan. Ternyata mereka tidak melihat seorang pun.
Sehingga karena itu, maka mereka berdua menyusuri padang
perdu mengitari bulak yang luas itu untuk mencapai hutan
lereng gunung di seberang bulak.
Wijang dan Paksi pun tidak menemui kesulitan apa-apa.
Mereka memasuki hutan yang lebat yang agaknya dihuni oleh
berbagai macam binatang buas.
"Kau harus mempersiapkan diri menghadapi binatang
berbisa" berkata Wijang.
Paksi mengangguk. "Kau masih mempunyai obat penawar racun itu?"
"Masih" jawab Paksi. Diambilnya reramuan obat penawar
racun yang dikemas dalam butiran-butiran kecil, disimpan
dalam sebuah kantong kain putih yang diselipkan pada
kantong ikat pinggangnya.
Ternyata peringatan Wijang itu berarti sekali. Di hutan itu
banyak dijumpai berbagai jenis ular dan binatang berbisa
lainnya. Termasuk ketonggeng, berbagai jenis kala serta laba-
laba bersabuk perak. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kita mencari tempat yang paling baik" berkata Wijang,
"sebelum kita nanti mencari di mana letak pategalan dari
padepokan itu" Keduanya menyusuri hutan itu beberapa lama. Telinga
mereka yang tajampun mendengar suara gerojogan kecil serta
aliran air yang tidak begitu deras.
"Sebuah sungai kecil" desis Wijang.
Keduanyapun segera menuju ke sungai kecil itu. Mereka
berhenti di atas lereng yang agak curam. Di bawah lereng itu
mereka melihat aliran air yang tidak begitu deras. Sebuah
gerojogan kecil meluncur dari seberang, menimpa batu padas
di bawahnya. "Seperti sungaimu" berkata Wijang.
"Sungaiku?" "Ya, sungaimu yang banyak ikannya itu. Sebuah gerojogan
yang di belakangnya ada lubang goanya"
"Tetapi gerojogan itu cukup besar untuk menutup lubang
goa. Gerojogan sungai ini hanyalah sebuah gerojogan kecil"
"Ya" Wijang tertawa, "tetapi di genangan air di bawahnya
tentu banyak ikannya"
Paksi mengangguk-angguk. Katanya, "Marilah kita turun"
Keduanyapun segera menuruni tebing yang curam. Tetapi
tidak terlalu dalam. Demikian mereka sampai di tepian, maka Paksipun
berdesis, "Kau benar. Di situ pun banyak ikannya"
"Tempat ini belum pernah dijamah oleh seseorang. Bahkan
para cantrik dari padepokan itu pun tentu belum pernah
sampai ke tempat ini"
Paksi mengangguk-angguk. Katanya, "Mungkin sekali.
Tetapi lihat, ada sebuah kebun pisang"
"Ya. Seperti kebun pisangmu"
"Tidak hanya pisang. Di seberang juga banyak pohon nanas
dan nampaknya pohon salak"
"Pohon-pohon liar. Marilah kita naik ke seberang"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Keduanyapun segera memanjat pula sampai ke atas lereng
yang berseberangan. "Apakah benar bahwa tempat ini belum pernah dijamah
orang?" bertanya Paksi tiba-tiba.
"Kenapa?" "Apakah tangga batu padas ini tidak dibuat oleh tangan
seseorang?" Wijang mengerutkan dahinya. Memang agak aneh. Ada tiga
atau empat mata tangga di tempat yang paling terjal.
Nampaknya tangga pada batu padas itu bukan kebetulan saja
ada di situ. Namun seandainya tangga itu dibuat oleh seseorang, maka
tentu sudah lama sekali, karena permukaannya sudah kabur.
Di seberang sungai kecil itu memang terdapat beberapa
gerumbul pohon pisang. Namun keduanya menjadi ragu,
bahwa nanas dan salak itu benar-benar liar sejak jenis
tanaman itu tumbuh di sana.
Meskipun saat itu tanaman itu nampaknya benar-benar liar,
tetapi rasa-rasanya keduanya tumbuh di tempatnya masing-
masing, sebagaimana beberapa gerombol pohon pisang. Di
sebelah lain, terdapat hutan bambu yang lebat. Kemudian
hutan lereng gunung yang ditumbuhi pepohonan raksasa yang
sudah tua, sehingga batangnya pun menjadi sangat besar.
"Kita tidak usah mencari pategalan para cantrik untuk
mencuri buah-buahan. Di sini kita menemukan banyak pisang
nanas dan salak yang jumlahnya tidak terhitung. Di air itu kita dapat menangkap ikan seberapa kita mau. Jika kita terpaksa
membuat perapian, kita akan membuatnya malam hari"
berkata Wijang. "Ya" sahut Paksi, "kita sudah mendapatkan yang kita
perlukan di sini. Besok kita dapat turun untuk membeli bekal
kebutuhan kita beberapa hari. Kita akan berada di sini dengan
aman, karena para cantrik itu tidak pernah datang kemari"
Wijang mengangguk-angguk. Namun nampaknya Wijang
sedang memperhatikan sesuatu. Dengan dahi yang berkerut
iapun bertanya, "Kau melihat pohon-pohon kelapa itu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya" "Apakah pohon kelapa itu dapat tumbuh sendiri di situ"
Mungkin di bagian atas sungai ini tumbuh sebatang pohon
kelapa. Buahnya yang tua dan kering jatuh dan hanyut dibawa
air. Mungkin sampai di sini dan tumbuh beberapa batang di
sebelah menyebelah sungai. Namun dari mana pohon kelapa
yang tumbuh di bagian atas dari sungai ini?"
"Besok kita akan melihat-lihat lebih jauh"
"Ya. Sekarang kita mencari tempat terbaik untuk
beristirahat. Ada beberapa pohon kelapa yang dapat kita ambil
daunnya. Kita akan menganyamnya dan membuat atap
sebuah gubuk kecil" Wijang tidak menunggu lebih lama lagi. Iapun segera
melangkah menuju sebatang pohon kelapa.
"Apa yang akan kau lakukan, Wijang?" bertanya Paksi.
"Memotong beberapa pelepah"
"Biarlah aku yang memanjat?"
"Apa bedanya?" "Kau dapat memanjat pohon kelapa?"
Wijang tertawa. Katanya, "Jika aku tidak dapat memanjat,
kau akan melihatnya bahwa aku tidak akan sampai ke atas"


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ternyata Wijang adalah seorang yang pandai memanjat.
Dalam waktu pendek ia sudah berada di atas pelepah kelapa
dengan beberapa jenjang buahnya yang sudah tua. Sejenak
kemudian, dengan pisau belatinya, Wijang telah memotong
beberapa pelepahnya dan mengambil dua kelapa yang masih
muda. Tetapi Wijang justru tidak mengusik kelapa yang sudah
tua. "Biarlah yang tua itu jatuh dengan sendiri dan dibawa aliran
sungai turun ke bawah. Buah itu tentu akan tumbuh di
sebelah-menyebelah sungai ini pula. Atau bahkan hanya
sampai di dataran dan tumbuh di sana memagari sebuah
sungai yang menjadi semakin besar" berkata Wijang kepada
diri sendiri. Demikianlah, pada hari itu Wijang dan Paksi telah
menyiapkan sebuah gubuk bambu kecil di atas tanah yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
luang di pinggir sungai yang airnya tidak begitu deras itu.
Tetapi yang di lekuk-lekuknya tempat air menggenang itu
terdapat banyak sekali ikannya.
Setelah gubuk sederhananya siap, maka kedua orang
itupun telah mandi dan membersihkan diri. Kemudian, mereka
pun telah menelusuri jalan yang telah mereka tempuh, keluar
dari lingkungan hutan yang lebat itu.
"Sebentar lagi malam gelap. Jangan kehilangan arah jika
kita nanti kembali ke gubuk kita itu" berkata Wijang.
"Tidak. Aku sudah menandai beberapa batang pohon"
jawab Paksi. "Hampir tiba waktunya untuk mendekati padepokan itu"
Paksi mengangguk-angguk. Waktu ia menengadahkan
wajahnya ke langit, maka senjapun telah mulai turun.
Dengan sangat berhati-hati, kedua orang itupun menyusuri
padang perdu melingkari bulak-bulak sawah yang luas. Mereka
kemudian menyusuri pematang sambil terbungkuk-bungkuk,
merayap mendekati padepokan.
Dengan ketajaman penglihat mereka serta ketajaman
pendengaran mereka, keduanya yakin bahwa tidak ada orang
yang berada di dekat mereka.
Dengan demikian, maka semakin lama merekapun menjadi
semakin mendekati padepokan yang menurut dugaan Wijang
dan Paksi adalah padepokan yang dipimpin oleh orang yang
bernama Lenglengan. Namun keduanya tertegun ketika ketajaman penglihatan
mereka menangkap bayangan empat orang yang berjalan
sambil membawa tombak pendek. Mereka berjalan menyusuri
jalan yang sepi di sekitar padukuhan mereka.
"Ternyata mereka cukup berhati-hati" berkata Wijang.
"Apakah mereka sedang meronda?" desis Paksi.
"Nampaknya memang begitu. Agaknya mereka tidak yakin
bahwa padepokan mereka telah tersekat dari dunia luar,
sehingga tidak ada orang yang akan pernah datang
mengunjunginya" "Ternyata kita sampai juga di sini"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya" Wijang tertawa tertahan. Sebelah telapak tangannya
menutup mulutnya. "Tetapi mungkin maksud mereka tidak begitu. Bukannya
karena mereka tidak yakin bahwa tidak akan ada orang lain
yang datang ke padepokan mereka. Tetapi mereka justru
menjaga agar orang-orang yang ada di padepokan itu tidak
melarikan diri" Wijang menarik nafas panjang. Katanya, "Jika demikian,
aku harus menertawakan diriku sendiri. Tetapi bagaimana jika
yang melarikan diri itu justru yang sedang meronda?"
Paksilah yang tertawa pendek. Katanya, "Nasib buruk bagi
padepokan itu" Sejenak kemudian, setelah orang-orang yang meronda
berkeliling itu lewat, maka Wijang dan Paksipun merayap
semakin dekat dengan padepokan itu.
Beberapa saat kemudian, mereka telah berada di luar
dinding padepokan. Sebuah padepokan yang cukup luas.
Hampir seluas sebuah padepokan kecil. Di seputar padepokan
itu terdapat dinding yang terbuat dari batang kelapa utuh
yang berderet dipotong rampak cukup tinggi.
Wijang dan Paksi dengan sangat berhati-hati mengelilingi
padepokan itu. Ada beberapa pintu gerbang yang sudah
tertutup rapat. Namun satu di antara pintu gerbang itu
agaknya adalah pintu gerbang utama.
Agaknya tidak ada tempat yang baik untuk mencoba
memanjat naik. Tidak ada dahan pepohonan yang mencuat ke
atas dinding. Meskipun demikian, Wijang dan Paksi masih juga berusaha
meyakinkannya. Untuk beberapa saat mereka duduk melekat dinding sambil
mendengarkan suara yang mungkin dapat mereka tangkap
dengan Aji Sapta Pangrungu.
"Ada sesorah" berkata Wijang hampir berbisik.
"Ya" Paksi berdesis.
Keduanya terdiam. Mereka mencoba mendengarkan apakah
ada orang di balik dinding batang pohon kelapa utuh itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun keduanya tidak dapat melihat tembus ke dalam,
karena di bagian dalam jajaran batang pohon kelapa itu
ditempelkan kepang bambu yang cukup rapat
"Aku akan meloncat naik" berkata Wijang.
Paksi termangu-mangu sejenak. Katanya kemudian,
"Berhati-hatilah"
Sejenak kemudian, dengan sedikit ancang-ancang, Wijang
meloncat menggapai bibir dinding batang pohon kelapa itu.
Dengan tangkasnya iapun menggeliat, sehingga sejenak
kemudian, Wijang telah berada di atas dinding.
Wijangpun segera bertiarap dan melekatkan tubuhnya pada
dinding kayu itu. Untuk beberapa saat Wijang mengamati
keadaan. Nampaknya di sekitar tempat itu memang sepi.
Tidak ada seorang pun yang bertugas berjaga-jaga. Tidak pula
ada yang meronda berkeliling.
Wijangpun memberi isyarat kepada Paksi untuk segera naik
pula ke atas dinding padepokan itu.
Beberapa saat kemudian, keduanya sudah berada di dalam
lingkungan padepokan. Sementara itu malam menjadi semakin
gelap. Di bangunan-bangunan yang terdapat di dalam
padepokan itu, lampu minyak telah menyala.
Nampaknya penjagaan di dalam lingkungan dinding
padepokan itu tidak terlalu ketat. Agaknya orang-orang di
dalam padepokan itu sama sekali tidak pernah menduga,
bahwa ada orang lain yang datang memasuki padepokan itu.
Dengan demikian, maka dugaan Wijang dan Paksipun
menjadi semakin kuat, bahwa orang-orang yang meronda di
luar dinding padepokan justru lebih banyak mengawasi agar
tidak ada orang yang keluar dari padepokan.
Beberapa saat kemudian, dengan menyusup di sela-sela
gerumbul-gerumbul perdu dan tanaman-tanaman di sela-sela
bangunan yang ada di padepokan itu, Wijang dan Paksi
menjadi semakin dekat dengan bangunan utama padepokan
itu. "Kau dengar semacam sesorah?" desis Wijang.
Paksi mengangguk. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun mereka tidak perlu bertanya-tanya lebih panjang
lagi. Sejenak kemudian, mereka melihat seisi padepokan itu
berkumpul di depan pendapa bangunan induk padepokan itu.
Beberapa buah oncor dipasang di seputar halaman yang
cukup luas. Dari tempat mereka bersembunyi, mereka sudah dapat
mendengarkan dengan jelas kata demi kata yang diucapkan
oleh seorang yang bertubuh tinggi tegap, berdada bidang dan
berkumis tebal, yang berdiri di tangga pendapa bangunan
induk itu. Orang itu tidak mengenakan bajunya, tetapi
disangkutkan saja bajunya di pundaknya. Sebuah keris terselip
tidak di punggung, tetapi di dadanya.
Namun Wijangpun kemudian menggamit Paksi ketika
dilihatnya lima orang yang terikat pada patok-patok kayu di
halaman itu di hadapan orang-orang yang berdiri di halaman
bangunan induk padepokan itu.
"Siapakah mereka" Apakah ada orang yang mencoba
mendekati padepokan ini dan berhasil ditangkap?" bertanya
Wijang dan Paksi di dalam hatinya.
Namun merekapun kemudian mencoba untuk menangkap
isi kata-kata orang yang berdiri di tangga itu. Tetapi karena
mereka tidak mendengar jelas apa yang dikatakan
sebelumnya, maka yang mereka dengar pun tidak terlalu
banyak dapat mereka mengerti.
"Laksanakan hukuman itu sekarang. Yang dapat bertahan
hidup akan hidup terus. Yang akan mati, biarlah mati"
Kelima orang yang diikat itu nampak letih dan lemah.
Bahkan ada di antara mereka yang luka-luka.
Sinar oncor di sekitarnya terayun dihembus angin.
Wijangpun tiba-tiba menggamit Paksi sambil berbisik di
telinganya, "Apakah mereka orang-orang yang berhasil
melarikan diri saat mereka merampok di Manjung?"
Paksi mengangguk-angguk kecil sambil berdesis perlahan,
"Nampaknya memang begitu"
Dalam pada itu, lima orang yang membawa sepotong rotan
telah melangkah maju mendekati kelima orang yang akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjalani hukuman itu. Lima orang yang rata-rata memiliki
tubuh yang besar dan kuat.
Kelima orang yang terikat itu sama sekali tidak berdaya
menghadapi nasibnya yang buruk. Mereka hanya dapat
memandangi orang-orang yang berdiri di hadapan mereka
dengan rotan di tangannya. Sorot mata merekalah yang
seakan-akan memohon belas kasihan. Tetapi mulut mereka
tetap terkatup rapat. "Mereka adalah pengecut yang membiarkan kawan-
kawannya mati atau tertangkap. Tetapi aku yakin, tidak
seorang pun di antara mereka yang tertangkap akan bersedia
membuka mulutnya sampai akhir hayatnya" Orang yang
berdiri di tangga itupun terdiam sejenak. Kemudian katanya,
"Atas nama Ki Gede Lenglengan, aku perintahkan untuk
menghukum orang-orang itu sesuai dengan keputusan yang
telah dijatuhkan kepada mereka"
Kelima orang yang membawa rotan itupun melangkah
maju. Merekapun segera melaksanakan tugas yang
dibebankan kepada mereka, mencambuk orang-orang yang
dianggap pengecut dan membiarkan kawan-kawan mereka
mati atau tertangkap. Dengan demikian dugaan Wijang dan Paksi menjadi
semakin kuat, bahwa kelima orang yang dipukul dengan rotan
itu adalah para perampok yang telah gagal menjalankan tugas
mereka. Wijang dan Paksi hanya dapat menarik nafas panjang.
Mereka tidak dapat berbuat apa-apa menyaksikan kebengisan
orang-orang dari padepokan itu. Padepokan yang memang
mereka cari, karena padepokan itu agaknya dipimpin oleh
seorang yang disebut Ki Gede Lenglengan.
Ternyata setiap orang harus mengalami sepuluh kali
pukulan rotan oleh orang-orang yang memiliki tenaga dan
kekuatan yang sangat besar. Sedangkan kelima orang itupun
sama sekali tidak berbelas kasihan terhadap kawan-kawannya
sendiri. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun Wijang dan Paksi harus mengagumi kesetiaan
kelima orang yang sedang dihukum dengan pukulan rotan itu.
Tidak seorang pun di antara mereka yang mengeluh. Mereka
masih juga mengangkat wajah mereka dan memandang
orang-orang yang mengayunkan rotan ke tubuh mereka itu.
Namun ketika kelima orang itu selesai memukul sampai
sepuluh kali, maka tiga orang di antara kelima orang itu tidak mampu bertahan. Kepala mereka terkulai dengan lemahnya.
Sementara itu, tubuh merekapun bergayut pada tali-tali
yang mengikatnya. Ketiga orang itu adalah orang-orang yang sebelumnya
memang sudah terluka. Demikian kelima orang yang melaksanakan hukuman itu
bergeser menjauh, seorang yang rambutnya putih melangkah
maju. Disentuhnya tubuh-tubuh yang lemah itu di lehernya.
Kemudian diangkatnya wajah-wajah yang terkulai lemah.
Akhirnya orang berambut putih itupun berkata, "Dua di antara
mereka tidak mampu bertahan lagi. Kedua-duanya meninggal
dengan tubuh terikat di patok-patok itu. Seorang lagi pingsan
dan dua yang lain masih mampu bertahan. Mudah-mudahan
mereka bertiga masih dapat bertahan hidup untuk
selanjutnya, sehingga dapat menebus kesalahan-kesalahan
yang pernah dilakukannya"
Wijangpun kemudian berdesis perlahan, "Itukah yang
disebut Ki Gede Lenglengan?"
"Mungkin" sahut Paksi.
Namun ternyata dugaan mereka keliru. Orang berambut
putih itu bukan Ki Gede Lenglengan. Karena demikian orang
itu bergeser menjauh, seorang yang keluar dari ruang dalam
bangunan induk padepokan berteriak, "Ki Gede Lenglengan
akan menemui orang-orang yang mendapat hukuman itu"
Orang-orang yang berada di halamanpun nampak
mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan pemimpin
mereka yang menamakan dirinya Ki Gede Lenglengan itu.
Halaman itu menjadi sepi. Tidak seorang pun yang
bergerak. Bahkan ujung jari kakinya sekalipun. Anginpun rasa-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rasanya ikut pula berhenti berdesir, sehingga tidak selembar
daunpun yang bergetar. Nyala oncor-oncor yang ada di
halaman itupun menjadi tegak dan tidak lagi menggeliat
disentuh angin. Wijangpun menggamit Paksi untuk memberi isyarat bahwa
merekapun harus berhati-hati. Mereka tidak boleh menyentuh
apapun yang dapat menimbulkan gerak. Terutama dedaunan.
Merekapun tidak boleh menimbulkan bunyi apapun,
termasuk bunyi pernafasan mereka. Paksipun menyadari,
bahwa Ki Gede Lenglengan adalah orang yang berilmu sangat
tinggi. Gerak yang paling lembutpun akan dapat dilihatnya.
Demikian pula bunyi yang sangat perlahan sekali, akan dapat
didengarnya. Namun Wijang dan Paksi adalah orang-orang yang terlatih


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pula, sehingga mereka dapat menempatkan diri mereka, agar
kehadiran mereka tidak diketahui oleh Ki Gede Lenglengan.
Ternyata perhatian Ki Gede Lenglengan itu ditujukannya
kepada lima orang yang baru saja mendapat hukuman. Tiba-
tiba saja Ki Gede Lenglengan yang berdiri di pendapa itu
turun. Ia langsung mendekati laki-laki yang mati terikat di
patok kayu itu. Wijang dan Paksi hampir saja tidak dapat menahan diri
untuk saling berbicara. Mereka melihat Ki Gede Lenglengan itu
memeluk seorang di antara mereka yang terbunuh oleh
hukuman cambuk itu. "Gana" suara Ki Gede Lenglengan bergetar, "kenapa kau
harus mati dengan cara seperti ini" Selama ini kau telah
mengabdikan dirimu bagi perjuangan panjang yang tidak
berkesudahan ini. Namun tiba-tiba kau tergelincir dengan
membuat kesalahan sehingga kau harus dihukum. Sebenarnya
aku tidak akan sampai hati menghukummu. Tetapi keadilan
harus ditegakkan di sini"
Ki Gede itu menangis. Benar-benar menangis. Bahkan
terisak-isak. Ketika ia melepaskan orang yang disebutnya
Gana itu, maka dipeluknya seorang lagi yang terbunuh pula.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kenapa kau mati, Sombro. Kau orang baik. Hukuman yang
aku berikan adalah hukuman yang paling ringan. Aku tahu
bahwa daya tahan tubuhmu sangat tinggi. Tetapi kenapa kau
mati?" Ki Gede Lenglengan itupun mengguncang-guncang tubuh
yang bergayut pada tali pengikatnya itu. Namun tubuh itu
sudah tidak bergerak sama sekali.
Kemudian Ki Gede pun mendekati orang yang sedang
pingsan. Dengan lantang iapun berkata, "Rawat orang ini baik-
baik. Demikian pula kedua orang yang lain. Mereka harus
segera sembuh. Tugas yang lain masih banyak menanti"
Ki Gede Lenglengan itupun kemudian menyentuh kedua
orang yang masih bertahan untuk tetap sadar sepenuhnya itu.
Katanya, "Kalian akan segera sembuh. Tugas kalian akan
menjadi semakin berat di masa-masa mendatang. Sadari itu"
Ki Gede Lenglengan itupun meninggalkan orang-orang
yang masih tetap terikat di patok-patok kayu itu. Sambil
berdiri di atas tangga pendapa, Ki Gede Lenglengan itu
berkata lantang, "Tidak ada tugas yang boleh gagal. Orang-
orang yang gagal menjalankan tugas akan dihukum meskipun
aku sendiri harus menangisinya. Perjuangan kita masih
panjang. Angkatan mendatang sedang kita tempa di sini untuk
menjadi angkatan yang terpercaya. Tertangkapnya Harya
Wisaka bukan berarti bahwa perjuangan kita terhenti.
Perjuangan kita tidak tergantung kepada seseorang. Tetapi
kepada kita semuanya. Karena itu, siapa di antara kita yang
meremehkan perjuangan ini, akan mendapat hukuman yang
pantas. Siapa yang berkhianat kepada kawan-kawannya dan
membiarkan mereka terjebak dalam kesulitan, akan mendapat
hukuman yang seimbang dengan kesalahan yang dilakukan"
Semuanya mendengarkan dengan sungguh-sungguh.
Suasana di halaman itu terasa hening mencengkam. Namun
sejenak kemudian terasa angin bertiup perlahan-lahan.
Dedaunan nampak bergerak-gerak. Demikian pula nyala
oncor-oncor di halaman itu mulai menggeliat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nampaknya Ki Gede Lenglengan tidak lagi ingin berbicara.
Tiba-tiba iapun memutar tubuhnya dan melangkah masuk ke
ruang dalam. Yang kemudian berbicara adalah orang yang bertubuh
tinggi besar dan berdada bidang itu. Dengan suaranya yang
mengguntur orang itupun berkata, "Kembalilah ke dalam
barak kalian masing-masing. Perintah-perintah berikutnya
akan diberikan kemudian. Kecuali mereka yang bertugas
merawat orang-orang yang mendapat hukuman ini"
Wijangpun kemudian telah menggamit Paksi. Dengan cepat
mereka berdua meninggalkan tempatnya dan bergeser
menyelinap di antara gerumbul-gerumbul perdu menuju ke
bagian belakang dari padepokan itu. Di bagian belakang
padepokan itu mereka menemukan halaman yang tidak terlalu
luas. Di halaman itu terdapat kolam-kolam ikan. Di antara
kolam-kolam itu tertanam beberapa jenis pohon buah-buahan.
"Inikah pategalan mereka?"
"Tentu tidak sesempit ini. Tentu ada di bagian lain.
Halaman ini agaknya khusus tempat mereka memelihara ikan"
Di halaman bagian belakang dari padepokan itu Wijang dan
Paksi merasa lebih aman. Agaknya tempat itu tidak pernah
mendapat pengawasan di malam hari. Dan bahkan mungkin
juga tidak di siang hari, karena seisi padepokan ini merasa
bahwa dunianya terpisah dari dunia luar.
Dari bagian belakang padepokan itu, maka Wijang dan
Paksipun merasa aman pula untuk meloncat keluar dari
padepokan. Dengan hati-hati keduanyapun merayap menjauhi
padepokan itu. Mereka telah memberikan tanda, di mana
mereka sebaiknya masuk dan keluar dari padepokan itu.
Malam itu juga keduanya berusaha kembali ke gubuk
mereka. Dalam gelapnya malam, mereka memerlukan waktu
berlipat untuk sampai ke gubuk mereka. Di dini hari
keduanyapun berbaring di atas dua helai ketepe yang dianyam
dari daun kelapa. Namun keduanya tidak langsung dapat
tidur. Keduanya masih juga berbincang beberapa lama.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku belum melihat adikku" desis Paksi.
"Kita tidak tergesa-gesa. Kita harus sabar dan berhati-hati"
Paksi menarik nafas dalam-dalam.
"Tidurlah" berkata Wijang. "Biarlah aku berjaga-jaga agar
kita tidak menjadi makanan harimau tanpa perlawanan"
"Kau sajalah yang tidur. Sulit bagiku untuk dapat tidur"
Wijang tertawa. Katanya, "Jika demikian, kita berdua tidak
tidur malam ini" "Tidak apa-apa. Besok kita tidak diburu oleh kerja apa pun"
Sebenarnyalah keduanya memang tidak tidur malam itu.
Menjelang fajar keduanya sudah bangkit. Keduanyapun
kemudian turun ke pancuran kecil di pinggir kali itu.
Ketika matahari terbit, maka keduanyapun telah bersiap-
siap untuk menelusuri sungai kecil itu. Mereka ingin melihat-
lihat, apakah yang ada di tepian sungai itu di arah yang lebih tinggi.
"Kita makan pisang" berkata Paksi.
"Ya. Kita dapat makan masing-masing dua atau tiga buah.
Itu sudah terlalu banyak bagi kita"
Paksi mengangguk. Sementara Wijangpun berkata, "Dalam satu jenis laku yang
harus aku jalani, dalam tiga hari hanya makan sebuah pisang
saja sehari dan seteguk air putih. Ternyata aku dapat
bertahan dalam keadaan kewadagan yang cukup baik"
"Keadaannya memang berbeda" sahut Paksi. "Dalam
menjalani laku, kita dapat melakukan sesuatu yang tidak
dapat kita lakukan dalam keadaan yang wajar"
Wijang tersenyum. Katanya, "Jika demikian, anggap saja
kita sekarang sedang menjalani laku"
Paksipun tertawa pula. Sejenak kemudian, setelah makan masing-masing dua buah
pisang raja, keduanya telah berangkat menelusuri tebing
sungai. Sekali-sekali Wijang dan Paksi melihat sesuatu yang
menarik perhatian mereka. Agaknya tebing sungai yang
mereka lewati itu pernah disentuh tangan seseorang.
"Kau lihat patok bambu itu, Paksi?" bertanya Wijang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi mengangguk. Katanya, "Ya. Tidak mungkin patok itu
begitu saja tertancap di situ dengan sendirinya"
"Nampaknya seperti tanda-tanda. Mungkin pada suatu hari,
di tempat ini lewat atau mungkin tersesat seseorang. Tetapi
mungkin orang itu dengan sengaja melihat-lihat keadaan
tempat ini dan meninggalkan tanda-tanda"
Paksi tidak menjawab. Namun keduanya melangkah terus,
menyusuri pinggiran sungai kecil yang bertebing curam tetapi
tidak begitu dalam itu. Lingkungan yang mereka lalui memang merupakan
lingkungan yang sulit. Batu-batu padas yang licin. Gerumbul-
gerumbul perdu, dan ketika mereka menyusup semakin tinggi,
maka merekapun melalui bagian dari hutan lereng gunung
yang semakin lebat. Tetapi keduanya tidak berhenti. Setiap
kali mereka melihat pertanda yang ditinggalkan oleh tangan
seseorang. Wijang dan Paksi itu terkejut ketika melihat di sela-sela
hutan lereng gunung itu ada satu dataran yang terbuka. Tidak
terlalu luas, di pinggir sungai kecil itu. Dengan ragu-ragu
keduanya melangkah mendekati dataran yang terbuka itu.
Bukan merupakan dataran terbuka yang kebetulan saja
berada di lekuk sebuah hutan. Tetapi dataran itu ternyata
merupakan dataran bekas garapan tangan seseorang.
Demikian keduanya muncul dari hutan yang lebat
melangkah memasuki dataran yang terbuka itu, maka tiba-tiba
saja angin yang kencang telah bertiup tanpa diduga-duga.
Demikian tiba-tiba sehingga kedua orang itu terpental kembali
dan jatuh di antara pohon-pohon raksasa hutan lereng gunung
itu. Dengan serta-merta keduanyapun bangkit berdiri. Terasa
nafas mereka menjadi terengah-engah. Keduanya terkejut
sekali mengalami peristiwa yang demikian tiba-tiba itu.
Namun demikian mereka bangkit berdiri, angin itu sama
sekali sudah tidak bertiup lagi. Semuanya menjadi tenang,
dedaunan pun tidak bergoyang lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wijangpun kemudian menarik nafas dalam-dalam. Katanya,
"Kita berhadapan dengan ilmu yang sangat tinggi"
"Ya. Rasa-rasanya tidak mungkin kita mengatasinya"
"Kita akan mencoba sekali lagi. Kita akan mengerahkan
kemampuan kita untuk bertahan. Seberapa jauh kekuatan
ilmu itu mampu mendorong kita dan melemparkan kita
kembali ke dalam hutan ini"
Paksipun mengangguk-angguk. Iapun segera membuat
ancang-ancang. Dikerahkannya segenap kemampuannya
untuk melawan arus angin yang sangat kencang itu. Wijang
pun telah membuat ancang-ancang itu.
Sejenak kemudian, keduanyapun telah bersiap di bibir
hutan itu. Dengan mengerahkan segenap kekuatan,
kemampuan dan pegangan ilmu yang mereka miliki, maka
keduanya telah melangkah memasuki dataran yang terbuka
itu sekali lagi. Namun demikian mereka melangkah masuk, maka
anginpun telah berhembus dengan kencangnya mendorong
keduanya kembali ke dalam hutan. Namun keduanya berusaha
untuk bertahan. Mereka telah mempersiapkan diri untuk
melawan angin yang keras itu.
Untuk beberapa saat keduanya dapat bertahan. Namun
kemudian, Paksipun mulai menjadi goyah. Kakinya mulai
bergetar, sementara tanah tempatnya berpijak seakan-akan
perlahan-lahan mulai bergeser pula. Namun Wijang masih
tetap berdiri di tempatnya. Kekuatan, kemampuan dan
pegangan ilmunya dikerahkannya. Kakinya seakan-akan telah
menghunjam ke bumi sehingga Wijang itu tidak tergoyahkan
oleh dorongan angin yang demikian kerasnya.
Bahkan Wijang itupun kemudian berkata, "Ulurkan
tongkatmu kepadaku" Paksi tidak menjawab. Tetapi diulurkannya tongkatnya
kepada Wijang. Wijang telah menyambar ujung tongkat itu
sambil berkata, "Berpeganglah erat-erat. Mudah-mudahan kita
tidak akan hanyut" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksipun berpegang tongkatnya dengan eratnya,
sementara ujung yang lain dari tongkatnya itu dipegang oleh
Wijang. Dengan demikian, maka Paksipun seakan-akan telah
bergayut pada kekuatan kemampuan ilmu Wijang, meskipun
Paksi sendiri juga ikut berusaha untuk tidak terlempar kembali ke dalam hutan.
Sejenak kemudian anginpun mereda. Kedua orang itu
masih berdiri di tempatnya. Paksi masih berpegangan
tongkatnya yang ujungnya yang lain dipegang oleh Wijang.
Dalam pada itu, selagi keduanya masih merasa dibayangi
oleh hembusan angin yang sangat kuat itu, dari dalam hutan
di seberang mereka melihat seseorang melangkah menguak
gerumbul-gerumbul perdu, keluar memasuki dataran yang
terbuka itu pula. Seorang yang sudah tua. Janggut dan
rambutnya yang terjuntai di bawah ikat kepalanya yang lusuh
sudah nampak putih seperti perak. Sementara itu, orang tua
itupun mengenakan baju dan kain panjang yang lusuh pula.
"Berhati-hatilah, Paksi" pesan Wijang, "kita akan
berhadapan langsung dengan orang yang telah
menghembuskan angin yang melemparkan kita kembali ke
dalam hutan itu" Paksipun menjadi sangat berhati-hati. Wijang sudah tidak
lagi memegang tongkatnya di tanah. Jika sekali lagi ia
terdorong oleh kekuatan angin yang sangat besar itu, ia akan
menopang tubuhnya pada tongkatnya itu.
Bukan hanya anginnya saja yang akan dapat melemparkan
mereka kembali ke dalam hutan, atau bahkan melemparkan
mereka ke dunia yang lain, karena ilmu orang itu tentu sangat
tinggi. Namun orang tua yang berjanggut putih dan berpakaian
lusuh itu telah mengatupkan kedua telapak tangannya di
depan dadanya. Sambil membungkuk hormat orang itupun
berkata, "Aku mengucapkan selamat datang kepada Angger
berdua" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wijang dan Paksi masih berdiri di tempatnya. Mereka
benar-benar harus berhati-hati. Mereka tidak tahu, apa yang
akan dilakukan oleh orang itu.
Ketika orang itu berjalan semakin dekat, maka
keduanyapun telah bersiap menghadapi segala kemungkinan.
Tetapi orang tua itu masih tetap mengatupkan kedua
telapak tangannya di depan dadanya. Bahkan beberapa
langkah dari kedua orang yang telah bersiap menghadapi
segala kemungkinan itu, orang tua itupun mengangguk
hormat sambil berdesis perlahan, "Selamat datang di
lingkungan yang buruk ini, Pangeran. Maaf, aku tidak dapat
menyebutkan, siapakah Angger yang seorang lagi"
Wijang terkejut. Kemudian iapun menakupkan kedua


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

telapak tangannya di depan dadanya pula sambil berdesis,
"Hormatku, Kiai. Tetapi dari mana Kiai dapat mengenali aku?"
"Cincin di jari-jari Pangeran itu menyatakan bahwa Angger
adalah Pangeran Benawa, putera Kangjeng Sultan Hadiwijaya
di Pajang" Wijangpun baru menyadari, bahwa cincin kerajaan itu
masih tetap dikenakannya. Justru cincin yang diburu oleh
banyak orang. Jika ia masih saja mengenakan cincin itu, maka
mungkin sekali akan timbul masalah di luar tujuan
kepergiannya ke kaki Gunung Merapi itu.
Karena itu, maka iapun harus tetap berhati-hati. Meskipun
orang tua itu bersikap ramah dan hormat kepadanya, mungkin
saja tiba-tiba ia menjadi garang karena cincin yang
dikenakannya itu. "Kenapa aku lupa tidak melepasnya saja" berkata Wijang di
dalam hatinya. Tetapi sudah terlambat untuk melakukannya.
Orang tua yang berilmu tinggi itu sudah melihat cincin yang
dikenakannya. "Orang ini tentu memiliki Ilmu Sapta Pandulu atau
sejenisnya" berkata Wijang di dalam hatinya pula, "sehingga
dari jarak yang panjang ini, ia dapat melihat cincin di jariku"
Namun agaknya orang tua itu melihat keraguan di wajah
Wijang dan Paksi. Keduanya masih saja bersiap menghadapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
segala kemungkinan yang dapat timbul karena kehadiran
orang tua yang telah melihat cincin kerajaan di jari Pangeran
Benawa itu. "Ampun, Pangeran" berkata orang tua itu, "aku tidak akan
menyalahkan Pangeran dan Angger yang seorang lagi, jika
Pangeran mencurigai aku"
"Siapakah kau, Kiai?" berkata Wijang.
"Ampun, Pangeran. Aku adalah seorang yang asing sejak
semula. Yang sudi menyebut namaku, aku bernama Ki Ajar
Permati" "Ki Ajar Permati" Wijang mengulang. "Di mana Ki Ajar
tinggal?" "Aku tinggal di tengah-tengah hutan ini, Pangeran. Di
pinggir kali kecil ini"
"Dengan siapa Ki Ajar tinggal?"
"Sendiri, Pangeran"
"Sendiri?" "Ya, Pangeran. Sendiri"
"Bagaimana Ki Ajar dapat tinggal sendiri di tempat terpencil
ini?" "Ceriteranya panjang, Pangeran. Jika saja Pangeran
bersedia singgah, aku akan menceriterakannya dalam
hubungannya dengan padepokan itu" Nampaknya Pangeran
sedang melacak para pengikut Harya Wisaka yang ada di
padepokan itu?" "Dari mana Ki Ajar tahu?"
"Aku memang tinggal terpencil di sini, Pangeran. Tetapi
setiap kali aku berada di Pajang. Hari ini aku berada di Pajang, besok aku sudah berada di sini lagi. Aku sudah mendengar
ceritera orang di Pajang, bahwa Harya Wisaka sudah
tertangkap setelah Ki Tumenggung Sarpa Biwada tertangkap.
Aku pun mendengar bahwa beberapa orang anak muda telah
dibawa keluar dari Pajang dan dibawa ke padepokan
Watukambang yang sekarang dipimpin oleh Ki Gede
Lenglengan" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah Ki Ajar mengenal Harya Wisaka dan Ki
Tumenggung Sarpa Biwada?"
"Secara pribadi belum, Pangeran"
"Dengan Ki Gede Lenglengan?"
Orang tua itu menarik nafas dalam-dalam. Kemudian
katanya, "Jika Pangeran dan Angger tidak berkeberatan, aku
mohon singgah di pondokku. Sederhana sekali. Tetapi lebih
rapat dari gubuk yang Pangeran buat beberapa puluh patok di
urutan sungai ini?" "Ki Ajar sudah melihat gubuk ketepe yang kami buat?"
"Aku melihat bagaimana Pangeran membuatnya"
Wijang menarik nafas dalam-dalam. Sementara itu, orang
tua itupun berkata, "Aku juga tidak menyalahkan Pangeran
jika Pangeran masih mencurigai aku"
Wijang termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun
berpaling kepada Paksi sambil berkata, "Marilah kita singgah
di pondok Ki Ajar Permati"
"Jika Pangeran dan Angger bersedia, pondokku sudah tidak
terlalu jauh lagi. Tinggal menguak hutan di seberang dataran
terbuka ini, maka Pangeran akan menemukan sebuah
halaman yang menurut ukuran rumah di padukuhan, terlalu
luas. Tetapi di hutan ini, sebidang tanah seluas itu tidak
berarti apa-apa" "Baiklah, Ki Ajar. Kami akan singgah"
"Terima kasih, Pangeran. Aku tidak pernah bermimpi,
bahwa seorang Pangeran akan menginjakkan kakinya di
pondokku yang terasing ini"
Ki Ajarpun kemudian berjalan mendahului Pangeran
Benawa dan Paksi, sementara keduanya mengikut saja di
belakangnya. Meskipun demikian, keduanya tetap saja berhati-hati.
Banyak kemungkinan dapat terjadi. Bahkan kemungkinan di
luar dugaan mereka. Demikianlah, maka sejenak kemudian Ki Ajar telah
menyusup memasuki hutan yang lebat. Namun agaknya Ki
Ajar sudah terlalu biasa berjalan melintasi hutan itu, sehingga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ia tahu pasti, di mana kakinya harus menginjak. Sementara
itu, Wijang dan Paksi mengikut saja di belakangnya.
Dalam pada itu, beberapa saat kemudian mereka sudah
sampai di sebuah lekuk yang dalam. Di hadapan mereka
terbentang sebidang tanah yang luas. Tanah garapan. Di
tanah itu terdapat berbagai macam tanaman. Ada jagung, ada
ketela pohon dan bahkan padi gaga. Di sebelah sebidang
tanah yang telah digarap oleh Ki Ajar itu, mereka
mendapatkan kebun pisang dan empon-empon. Berbagai jenis
tanaman yang dapat dipergunakan untuk meramu obat-
obatan. Bukan saja empon-empon yang tumbuh sebagai
tanaman perdu, tetapi di sekitar tempat itu terdapat pula
pohon munggur, pohon metir dan pohon-pohon besar lainnya
yang juga dapat diambil bagian-bagiannya untuk melengkapi
ramuan obat-obatan. Pohon kates dan grandhel pun tumbuh
memagari sebidang tanah garapan yang cukup luas itu.
Di tengah-tengah tanah garapan yang luas itu terdapat
sebuah pondok kecil. Memang sederhana. Tetapi seperti yang
dikatakan oleh Ki Ajar Permati, bahkan pondoknya lebih rapat
dari gubuk yang dibuat oleh Wijang dan Paksi.
Sejenak kemudian, maka Ki Ajarpun mempersilahkan
Wijang dan Paksi untuk masuk ke dalam pondok
sederhananya. Menilik perabot yang ada, agaknya Ki Ajar
Permati memang hidup sendiri.
"Aku akan menghidangkan minum bagi Pangeran dan
Angger, maaf, barangkali aku dapat mengetahui namanya"
"Namaku Paksi, Ki Ajar"
"Angger Paksi" "Ya, Ki Ajar" "Aku ingin menghidangkan minuman, tetapi sudah dingin.
Aku hanya menyalakan api di malam hari untuk menghindari
agar asapnya tidak dilihat oleh orang-orang yang tinggal di
Padepokan Watukambang"
"Terima kasih, Ki Ajar"
"Aku juga mempunyai sebumbung legen. Setiap hari aku
masih nderes legen tiga batang pohon kelapa"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ki Ajar masih nderes setiap hari?"
"Setiap pagi dan sore, Pangeran. Hanya jika aku pergi ke
Pajang, maka kadang-kadang aku tidak mengambil legen di
batang kelapa itu" Wijang mengangguk-angguk. Sementara itu, Ki Ajarpun
telah masuk ke bagian belakang rumahnya untuk mengambil
tiga bumbung legen yang belum dibuatnya menjadi gula
kelapa. Selain dihidangkan legen, Ki Ajarpun menghidangkan ketela
rebus meskipun sudah dingin.
"Silahkan, Pangeran dan Angger Paksi. Hanya inilah yang
ada di gubukku ini" Wijang dan Paksipun kemudian telah memungut ketela
pohon rebus itu. Sambil makan ketela, mereka juga
menghirup legen kelapa yang manis sekali.
Sementara itu, sambil mengunyah ketela pohon, Wijangpun
berdesis, "Bukankah Ki Ajar berjanji untuk menceriterakan
tentang diri Ki Ajar serta Padepokan Watukambang itu?"
Ki Ajar itu tersenyum. Katanya, "Baiklah, Pangeran.
Mungkin dongengku ini akan ada artinya bagi Pangeran"
Wijang tidak menyahut. Demikian pula Paksi yang duduk
dengan kepala tunduk. Mereka menunggu Ki Ajar itu mulai
dengan ceriteranya tentang dirinya sendiri serta padepokan
yang disebutnya Padepokan Watukambang.
"Pangeran dan Angger Paksi" berkata Ki Ajar, "dahulu,
beberapa tahun yang lalu, aku adalah pemimpin Padepokan
Watukambang itu" Wijang mengerutkan dahinya. Hampir di luar sadarnya
iapun bertanya, "Apakah Ki Ajar mewariskannya kepada Ki
Gede Lenglengan yang sekarang memimpin padepokan itu?"
"Tidak, Pangeran. Waktu itu Lenglengan datang ke
padepokan itu untuk berguru kepadaku"
"Apakah waktu itu, padepokan itu juga sudah disekat oleh
alam dari dunia luar?"
"Ya. Karena itu, maka aku katakan, bahwa aku sudah
terasing sejak semula"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tetapi bagaimana mungkin Ki Gede Lenglengan itu dapat
sampai di sini?" "Seorang putut menemukan seorang yang hampir mati
terkapar di pinggir jalan. Putut itu tidak sampai hati
membiarkan orang itu mati. Karena itu, maka orang itu telah
ditolongnya dan dibawanya ke Padepokan Watukambang.
Padepokan kecil yang hanya mempunyai beberapa orang
cantrik saja" "Pemimpinnya adalah Ki Ajar Permati"
"Ya. Aku memimpin padepokan kecil yang terpisah dari
kehidupan ramai. Tetapi aku sama sekali tidak bermaksud
bersembunyi atau memisahkan diri dari pergaulan hidup. Aku,
para putut, dan cantrik yang jumlahnya hanya beberapa orang
itu, ingin ketenangan. Di sini ketenangan itu kami dapatkan"
Ki Ajar itu berhenti sejenak. Lalu katanya, "Tetapi kedatangan Lenglengan telah mengusik ketenangan di sini"
"Apa yang dilakukannya?"
"Ketika ia sudah menjadi berangsur baik, maka niat
buruknya telah timbul. Pada satu hari, ia menaburkan racun di
makanan kami. Karena itu, ketika aku, para putut dan cantrik
makan, semuanya mati terbunuh. Delapan orang ditambah
aku seorang" "Semuanya terbunuh?"
"Ya. Mayat-mayat itu begitu saja dilemparkan ke dalam
jurang yang dalam" Wijang dan Paksipun saling berpandangan sejenak. Tetapi
mereka tidak memotong ceritera Ki Ajar Permati.
"Tetapi Yang Maha Agung Masih melindungi aku. Daya
tahanku terhadap racun telah membebaskan aku dari
kematian. Namun keadaanku menjadi buruk sekali. Tidak mungkin
bagiku untuk menuntut balas. Aku harus menyembuhkan
diriku sendiri lebih dahulu. Baru kemudian aku akan dapat
membuat perhitungan dengan Lenglengan"
Ki Ajar Permati menarik nafas dalam-dalam. Iapun
kemudian melanjutkan ceriteranya, "Dalam keadaan parah,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
aku harus berusaha untuk tetap hidup. Karena itu dengan
sisa-sisa tenaga yang ada, aku menyingkir dari jurang yang
kemudian dipenuhi dengan suasana yang mengerikan. Aku
sendiri tidak dapat berbuat apa-apa atas mayat-mayat para
putut dan cantrikku. Aku justru hanya dapat menyingkir dari
tempat itu. Tuhan Yang Maha Penyayanglah yang telah
menyelamatkan aku dan membiarkan aku tetap hidup. Namun
ternyata aku tidak mempunyai kesempatan untuk membuat
perhitungan dengan Lenglengan.
Dalam waktu yang pendek ia telah memanggil beberapa
orang pengikutnya dan memperkuat kedudukannya di
padepokan itu. Sementara itu, Lenglengan pun berusaha untuk
mempertajam sekat yang sudah ada, sehingga Padepokan
Watukambang itu benar-benar terpisah dari dunia luar"
"Ki Ajar tidak berusaha untuk berbuat sesuatu?"
Ki Ajar itu menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Tidak ada
yang dapat aku lakukan, Pangeran. Setelah aku benar-benar
sembuh dan kuat, kedudukan Lenglenganpun semakin kuat
pula. Karena itu, aku merasa lebih baik membiarkannya.
Namun rasa-rasanya aku tidak sampai hati untuk melepaskan
begitu saja padepokan itu, sehingga aku mengawasinya dari
tempat ini" "Bukankah itu sama artinya, Ki Ajar Permati membiarkan
benalu tumbuh dan berkembang di tubuh Pajang?"
"Aku merasakannya sebagai satu dosa yang besar. Tetapi
aku tidak dapat berbuat banyak. Sementara itu, aku melihat
Padepokan Watukambang berkembang dengan baik.
Sawahnya menjadi semakin luas. Pategalan, padang rumput
untuk menggembalakan ternak yang jumlahnya semakin
banyak. Kolam ikan dan perkembangan yang lain"
"Tetapi dengan demikian justru Ki Ajar tahu, bahwa
kedudukan Ki Gede Lenglengan menjadi semakin kuat. Bahkan
kemudian padepokan itu menjadi tempat untuk menempa apa
yang mereka sebut angkatan mendatang dari para pengikut
Harya Wisaka. Mereka pun mempunyai cara tersendiri untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengumpulkan uang yang mereka pergunakan untuk
membiayai padepokan mereka. Cara yang tidak ubahnya
dengan cara sekelompok perampok"
"Aku memang menyesal bahwa hal itu telah terjadi,
Pangeran. Sebenarnyalah aku sedang mencari jalan untuk
berbuat sesuatu sekarang ini"
"Apa yang akan Ki Ajar lakukan" Melaporkan kepada para


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

prajurit di Pajang agar mereka datang dengan pasukan
segelar-sepapan?" "Apakah cara itu akan menjadi cara terbaik, Pangeran"
Bagaimana dengan anak-anak muda yang ada di padepokan
itu" Jika yang datang prajurit segelar-sepapan, mereka perlu
dikasihani. Aku tidak tahu, apakah para prajurit akan dapat
mengerti dan bersedia mengasihani anak-anak muda yang ada
di padepokan itu. Sementara itu, anak-anak muda itu tentu
akan ikut serta mempertahankan padepokan mereka dengan
mata hati yang sudah dibutakan oleh para pemimpin
padepokan itu" "Kita juga tidak dapat menyalahkan para prajurit yang
mempertaruhkan nyawa mereka. Anak-anak muda itu benar-
benar akan dapat membunuh mereka" desis Wijang.
"Karena itu, aku belum berbuat apa-apa selain mengawasi
padepokan itu" "Terus-terang, Ki Ajar, Paksi pun sedang mencari adiknya
yang agaknya telah tersuruk ke dalam padepokan itu"
Ki Ajar Permati itupun mengerutkan dahinya.
Dipandanginya Paksi dengan seksama. Dengan nada berat
iapun berkata, "Bagaimana hal itu dapat terjadi, Ngger?"
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Dengan agak ragu,
iapun berkata, "Ayahku memang menyerahkan adikku ke
dalam lingkungan mereka"
"O" Ki Ajar Permati mengangguk-angguk, "apakah ayah
Angger termasuk seorang pengikut Harya Wisaka?"
"Ya, Ki Ajar" jawab Paksi, "ayahku adalah Ki Tumenggung
Sarpa Biwada" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Ajar terkejut. Namun Wijang dengan cepat berkata,
"Ceritanya rumit, Ki Ajar. Tetapi pada dasarnya, Paksi
mempunyai perbedaan sikap dengan ayahnya. Bahkan
ayahnya telah merencanakan dengan sungguh-sungguh untuk
menyingkirkan Paksi dalam arti yang sedalam-dalamnya"
"Membunuh, maksud Pangeran?"
"Ya. Ki Tumenggung memang berniat untuk membunuh
Paksi. Sementara itu, Ki Tumenggung telah menyerahkan
anaknya yang lain untuk menjadi bagian dari angkatan
mendatang" Ki Ajar itu menarik nafas dalam-dalam. Dengan nada berat
iapun bertanya kepada Paksi, "Ngger, apakah Angger berniat
untuk membebaskan adik Angger itu dari tangan Lenglengan?"
"Ya, Ki Ajar" "Aku mengerti. Tetapi pelaksanaannya tentu akan rumit
sekali. Berbeda dengan padepokan itu pada saat aku pimpin.
Tidak lebih dari sepuluh orang menghuni padepokan itu.
Tetapi sekarang di padepokan itu ada puluhan orang. Bahkan
pada saat-saat terakhir ini, ada sekelompok lagi orang yang
datang ke padepokan itu. Mereka akan ditempa untuk menjadi
pemimpin yang tangguh"
"Para pemimpin padepokan itu tentu berusaha membuat
mata hati anak-anak muda yang ada di padepokan itu menjadi
buta" "Ya. Mereka telah melepas pribadi anak-anak muda itu dan
menggantikannya dengan pribadi yang lain. Mereka tidak lagi
mengenal sangkan paraning dumadi"
"Itulah yang aku takutkan, Ki Ajar. Aku tidak akan sampai
hati melihat adikku berubah menjadi orang yang tidak lagi
mampu mengenali dirinya sendiri"
Ki Ajar menarik nafas dalam-dalam. Katanya dengan nada
ragu, "Tetapi Angger Paksi harus sabar dan sangat berhati-
hati" "Ayahanda berpesan, jika kami menemukan padepokan itu,
kami diharuskan kembali untuk mengambil pasukan segelar-
sepapan. Tetapi dengan demikian, kematian akan mewarnai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
padepokan itu. Setiap perlawanan tentu akan ditumpas habis-
habisan oleh para prajurit yang sudah terlalu lama berperang
dengan para pengikut Paman Harya Wisaka" sahut Pangeran
Benawa. Ki Ajar Permati mengangguk-angguk. Katanya, "Mungkin
sekali, Pangeran. Tetapi tanpa kekuatan yang cukup, sulit
sekali kita dapat masuk ke dalamnya. Apalagi untuk
mengambil seorang murid dari padepokan itu"
"Ya, Ki Ajar" desis Paksi.
"Apakah sampai saat terakhir Angger Paksi bertemu
dengan adik Angger itu masih yakin bahwa adik Angger akan
bersedia mengikuti Angger Paksi?"
"Memang tidak, Ki Ajar. Bahkan adikku itu sudah
kehilangan sebagian dari pribadinya. Ia sudah mengancam
akan membunuhku. Bahkan untuk membebaskan diri, ia tidak
segan-segan mengancam adik perempuannya untuk
membunuhnya dan bahkan kemudian menyeretnya ke tempat
yang tidak seharusnya, sehingga hampir saja adik
perempuannya yang kemudian pingsan, menjadi sasaran
kegilaan beberapa orang anak muda"
"O" Ki Ajar menarik nafas dalam-dalam.
"Memang dengan demikian kami sadari, bahwa untuk
mengeluarkan anak itu dari padepokan, akan sangat sulit
sekali. Tetapi jika persoalannya kami serahkan kepada prajurit segelar-sepapan, mungkin anak itu akan ikut terbunuh, karena
ia akan memberikan perlawanan membabi buta"
Ki Ajar itu mengangguk-angguk. Katanya, "Baiklah, Ngger.
Sebaiknya Angger tidak tergesa-gesa. Kita akan mencoba
mengamati padepokan itu sampai beberapa hari. Baru
kemudian kita akan mengambil kesimpulan"
"Baik, Ki Ajar" jawab Paksi.
"Nah, selama ini kalian dapat tinggal bersamaku di sini"
"Terima kasih, Ki Ajar. Tetapi kami sudah mempunyai
gubuk sendiri. Besok kami akan memperbaiki gubuk kami agar
jika hujan, air tidak tumpah ke dalamnya"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Ajar itu tertawa. Katanya, "Jika angin itu datang, Ngger,
gubukmu itu akan hanyut. Kecuali jika kau siapkan dengan
baik untuk menghadapi hujan dan angin yang kencang di sini"
Paksi mengerutkan dahinya. Sementara Wijangpun berkata,
"Bukankah di sini banyak pohon bambu yang dapat kami
pergunakan" "Ya. Di sini banyak pohon bambu. Pohon kelapa dan
barangkali ilalang jika kau perlukan. Kau dapat membuat atap
gubukmu dari ilalang yang tentu lebih baik dari atap ketepe
dari daun pohon kelapa"
"Ya, Ki Ajar. Kami akan membuatnya"
"Baiklah. Aku tahu bahwa kalian akan merasa lebih mantap
untuk tinggal di gubuk buatan kalian sendiri. Tetapi jika kalian memerlukan sesuatu, jangan segan-segan mengatakan
kepadaku" "Baik, Ki Ajar" Paksi mengangguk hormat.
Namun Wijang itu sudah mendahului berkata, "Mungkin
kami memerlukan benih yang dapat kami tanam. Kami sangat
tertarik pada halaman Ki Ajar ini. Apalagi kami pernah juga
menggarap sesobek tanah di sisi selatan kaki Gunung Merapi"
"Jadi Angger sudah berada beberapa lama di sisi selatan
Gunung Merapi untuk mencari padepokan ini?"
"Tidak. Bukan sekarang, Ki Ajar. Tetapi sekitar setahun
yang lalu. Waktu itu kami juga mengembara berdua untuk
mendapat pengalaman. Ternyata pengalaman itu akan
berguna sekarang ini"
"Jika saja waktu itu Angger berdua pergi kemari"
"Ki Ajar sudah berada di sini?"
"Agaknya aku sudah mulai menanami tanah di sekitar
tempat ini" Beberapa saat Wijang dan Paksi masih berada di gubuk
tempat tinggal Ki Ajar Permati. Namun kemudian merekapun
minta diri. "Baiklah, Angger berdua. Silahkan datang setiap saat.
Mungkin ada beberapa hal yang dapat kita lakukan bersama-
sama" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, Ki Ajar. Setiap saat kami akan datang mengunjungi Ki
Ajar" "Datanglah. Jika kalian memerlukan benih jagung atau padi
gaga, aku masih menyimpannya. Setiap kali aku memetik
tanamanku, aku selalu memilih biji yang terbaik untuk
dijadikan benih" "Terima kasih, Ki Ajar"
"Tetapi ingat pesanku, Ngger. Apa yang ingin Angger
lakukan itu berbahaya sekali. Karena itu kalian berdua harus
sabar. Kalian tidak boleh mengikuti arus kemudaan kalian.
Segala sesuatunya harus dipertimbangkan dengan sebaik-
baiknya. Bahwa kalian dapat memasuki lingkungan ini, sudah
merupakan satu keberhasilan yang dapat kalian banggakan"
"Baik, Ki Ajar" jawab Wijang, "kami akan berusaha
bersabar. Setiap kali kami akan minta petunjuk kepada Ki Ajar
Permati, apa yang sebaiknya kami lakukan"
"Silahkan, Ngger. Kapan saja Angger dapat datang kemari.
Jika aku akan turun dan pergi ke Pajang, aku akan
memberitahukan kepada Angger berdua"
"Terima kasih atas perhatian Ki Ajar terhadap kami berdua.
Mudah-mudahan yang kami inginkan itu akan dapat berhasil"
"Mudah-mudahan, Ngger. Kita akan mengamati keadaan
dengan cermat agar kita dapat mengambil langkah terbaik"
Demikianlah, maka Wijang dan Paksipun telah minta diri.
Teka-teki tentang patok, batu padas di tebing dan bekas-
bekas sentuhan tangan telah dapat mereka pecahkan. Bahkan
mereka telah menemukan seseorang yang akan bersedia
membantu mereka. Namun keduanya masih belum tahu,
sejauh mana Ki Ajar Permati itu akan ikut berusaha
membebaskan adik laki-laki Paksi yang telah terjerat ke dalam
padepokan itu. Dalam pada itu di hari berikutnya Wijang dan Paksi telah
bekerja keras memperbaiki gubuk mereka. Mereka menebang
beberapa batang bambu apus yang liat. Beberapa bambu
wulung yang juga terdapat di tempat itu untuk tiang yang
kerangka bangunannya. Sementara itu keduanya juga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menebas batang ilalang untuk dikeringkan. Batang ilalang itu
memang akan dapat dibuat atap yang lebih baik dari anyaman
daun kelapa. Apalagi mereka akan lebih mudah untuk
mendapatkan ilalang daripada daun kelapa, meskipun di
sepanjang sungai kecil itu terdapat banyak pohon kelapa.
"Kita harus berhati-hati. Jangan sampai ada penanda kerja
kita di sini yang hanyut di aliran sungai itu. Jika para cantrik di padepokan itu menemukan sesuatu yang menarik perhatian
mereka di aliran sungai itu, mungkin mereka akan
menelusurinya untuk mencari dari manakah benda-benda
yang mereka ketemukan itu" pesan Wijang.
Paksi mengangguk. Ia memang tidak membuang sesuatu
ke bawah tebing yang mungkin akan dapat hanyut dibawa
aliran sungai. Potong-potongan bambu, tebasan ilalang serta
sisa-sisa kerja mereka yang lain, telah mereka masukkan ke
dalam lubang dan kemudian mereka timbun dengan tanah,
agar tidak dihanyutkan oleh air hujan sehingga masuk ke
dalam aliran sungai kecil itu.
Keduanya bekerja dengan teliti, sehingga hampir tidak
membuat kesalahan sama sekali. Dua hari mereka bekerja
keras, sehingga gubuk merekapun sudah berdiri. Tetapi gubuk
itu masih mempergunakan atap ketepe, karena mereka masih
menunggu ilalang mereka kering. Untunglah bahwa hujan
masih belum akan turun. Mereka masih berada di ujung
musim kering, sehingga sehari-hari panas atahari memancar
dengan teriknya. Ki Ajar Permati seakan-akan selalu menunggui Wijang dan
Paksi yang sibuk dengan gubuknya. Bahkan Ki Ajar dapat
memberikan beberapa petunjuk berdasarkan pengalaman Ki
Ajar sendiri selama berada di kaki Gunung Merapi itu.
Sambil membuat gubuk, Wijang dan Paksi juga berusaha
untuk menemukan tempat terbaik bagi rencana mereka
membuka sebidang ladang kecil untuk mendukung
keberadaan mereka di tempat itu. Menurut perhitungan
mereka, maka mereka berdua akan memerlukan waktu yang
agak lama untuk dapat membebaskan adik laki-laki Paksi,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sesuai dengan pesan Ki Ajar Permati agar mereka berusaha
dengan sabar. Mungkin tidak hanya hitungan pekan. Tetapi
hitungan bulan. "Jika kita menanam jagung dan padi gaga sekarang, maka
dalam waktu tiga bulan lagi kita sudah akan dapat memetik
hasilnya" Paksi mengangguk mengiakan Nampaknya Wijang memang
tertarik untuk membuat lahan kecil yang ditanami beberapa
jenis tanaman. Di hari-hari berikutnya, setelah gubuk mereka siap dan
tinggal menunggu ilalang kering, keduanya mulai menggarap
lahan. Mereka tidak perlu menebangi pohon-pohon raksasa.
Ada sebidang tanah yang memanjang menjelujur seakan-akan
menjadi batas antara hutan lereng gunung itu dengan bibir
tebing sungai. Namun mereka berdua masih harus meratakan tanah
dengan membuat pematang-pematang penyekat serta batas
ketinggian tanah yang mereka buat seperti tangga.
Beberapa hari keduanya bekerja keras. Sementara itu, Ki
Ajar Permati banyak membantu mereka dengan peralatan
seperti cangkul, parang dan lain-lainnya. Disamping itu,
seperti yang dijanjikan, maka Ki Ajar pun telah memberikan
benih untuk ditanam oleh Wijang dan Paksi. Dalam pada itu,
selain makan buah-buahan yang mereka petik di hutan itu, Ki
Ajar pun telah memberikan ketela pohon dan jagung bagi
keduanya. Dalam kesibukan mempersiapkan tempat serta bekal untuk
tinggal beberapa lama di kaki Gunung Merapi, di malam hari
mereka menyempatkan diri untuk melihat-lihat padepokan itu.
Tetapi apa yang mereka lihat hari ini dan sepekan
kemudian, sama sekali tidak ada perubahannya. Paksi pun
masih belum sempat melihat adiknya di antara para cantrik di
padepokan itu. "Apakah anak-anak muda yang berada di padepokan itu
dipisahkan dari para cantrik yang lain?" desis Paksi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mungkin saja, Paksi. Ki Gede Lenglengan bermaksud agar
anak-anak muda itu tidak terpengaruh oleh siapa pun selain
guru-guru mereka. Bahkan oleh para putut dan cantrik dari
padepokan itu sendiri"


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Paksi mengangguk-angguk. Namun sebenarnyalah bahwa
Paksi itu menjadi semakin cemas terhadap adiknya. Semakin
terpisah anak muda itu dari sesamanya, maka cakrawala
wawasannya pun menjadi semakin sempit pula.
Namun Wijang dan Paksi tidak mudah menyerah. Dari hari
ke hari, mereka masih saja mencari jalan untuk dapat
bertemu, setidak-tidaknya mengetahui di manakah adik Paksi
itu disimpan. Tetapi seperti yang dikatakan oleh Ki Ajar Permati, Wijang
dan Paksi memang harus bersabar. Mereka tidak boleh
kehilangan kendali diri. Sedikit saja mereka tergelincir, maka akan sama saja artinya, bahwa mereka masuk ke dalam
sarang serigala yang ganas.
Dalam pada itu, ketika Wijang dan Paksi sedang
beristirahat setelah menanam batang ketela pohon di
pematang ladang mereka, Ki Ajar Permati ikut duduk pula
bersama mereka. Namun tiba-tiba saja sikap Ki Permati itu menjadi
bersungguh-sungguh. Katanya, "Angger Paksi, sebenarnya
ada sesuatu yang ingin aku tawarkan kepadamu"
Paksi mengerutkan dahinya. Dengan nada datar iapun
bertanya, "Apa, Ki Ajar?"
"Aku sudah menjadi semakin tua. Sebelum kau datang, aku
sudah merasa putus asa, bahwa hidupku akan sia-sia. Namun
tiba-tiba kedatanganmu telah memberikan harapan bagiku"
"Apakah maksud Ki Ajar?"
"Angger Paksi, serba sedikit aku mempunyai ilmu yang
ketika aku membuka sebuah padepokan kecil, aku turunkan
kepada beberapa orang muridku. Tetapi mereka sekarang
sudah punah. Tidak seorang pun yang masih hidup karena
pengkhianatan Lenglengan yang jahat itu" Ki Ajar itupun
berhenti sejenak. Kemudian Ki Ajar itupun melanjutkannya,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dengan demikian, maka ilmu yang aku wariskan kepada
mereka itupun telah ikut lenyap bersama mereka, sehingga
jika aku meninggal kelak, maka dari hidupku ini tidak akan ada yang tersisa. Ternyata dalam keputus-asaan itu aku bertemu
dengan Angger Paksi. Jika saja Angger tidak berkeberatan,
aku ingin menopang sisa-sisa hidupku kepadamu. Setidak-
tidaknya Angger Paksi sendiri akan pernah mengatakan di
dalam hati, bahwa ada beberapa unsur gerak Ki Ajar Permati
yang tertinggal di dalam diri Angger"
Paksi memandang Ki Ajar dengan kerut di dahi. Dengan
ragu-ragu Paksipun bertanya, "Ki Ajar akan memberi
kesempatan kepadaku untuk mewarisi ilmu Ki Ajar?"
"Jika Angger Paksi tidak berkeberatan"
"Tentu tidak, Ki Ajar. Justru aku akan sangat berterima
kasih bahwa Ki Ajar berkenan untuk memberikan bimbingan
ilmu kepadaku" "Karena aku telah kehilangan semua muridku, maka Angger
akan menjadi satu-satunya muridku. Aku tahu, bahwa saat
sekarang ini Angger telah memiliki ilmu yang tinggi. Namun
mungkin ilmuku akan dapat melengkapinya. entu saja segala
sesuatunya harus disesuaikan agar tidak justru menimbulkan
persoalan di dalam diri Angger"
"Terima kasih, Ki Ajar. Aku mengucapkan terima kasih"
"Tetapi tentu saja dalam keterbatasan waktu. Tentu Angger
tidak akan dapat terlalu lama tinggal di sini karena tugas
Angger membebaskan adik Angger itu"
"Ya, Ki Ajar" "Tetapi Angger sudah mempunyai landasan bekal yang
cukup. Karena itu, maka hanya yang terpenting sajalah yang
akan aku titipkan kepada Angger"
"Aku bersedia, Ki Ajar. Aku akan menjalani semua laku
yang Ki Ajar perintahkan tanpa melupakan bebas tugas yang
aku emban sehingga aku sampai ke tempat ini"
"Jika Angger bersedia, besok kita akan dapat mulai. Di
siang hari kita mempunyai banyak waktu luang. Di malam
hari, Angger dan Pangeran Benawa akan sering berada di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekitar padepokan itu. Kecuali pada waktu-waktu tertentu
Angger akan mengamati padepokan itu di siang hari"
"Ya, Ki Ajar" "Semuanya itu tentu saja dengan ijin Pangeran Benawa"
Wijang menarik nafas panjang. Dengan ragu-ragu
Wijangpun berkata, "Kenapa Ki Ajar tidak sekaligus memberi
kesempatan kepadaku?"
Ki Ajar tertawa. Katanya, "Apa yang dapat aku lakukan
terhadap Pangeran" Pangeran telah memiliki lebih dari apa
yang aku miliki" "Itu agak berlebihan, Ki Ajar. Tetapi seandainya demikian,
maka tidak semua yang Ki Ajar miliki telah aku miliki. Mungkin ada yang berbeda tetapi dapat saling melengkapi"
"Jika Pangeran kehendaki, baiklah kita akan bersama-sama
mencari kemungkinan-kemungkinan di sela-sela ilmu kita
masing-masing, yang dapat memberikan arti bagi ilmu kita"
Dengan kesepakatan itu, maka Ki Ajar minta Paksi untuk
datang ke tempat tinggal Ki Ajar setiap hari, demikian
matahari terbit. "Jika Pangeran menghendaki, silahkan Pangeran juga
datang" "Aku juga akan datang, Ki Ajar. Tidak ada batas waktu
untuk menambah ilmu dan pengetahuan"
"Pangeran benar. Karena itu, aku persilahkan Pangeran
untuk datang. Mungkin akan memberikan arti pula bagi
Angger Paksi" "Baiklah, Ki Ajar. Besok kami berdua akan datang. Pada
saat matahari terbit, kami berdua sudah akan berada di
tempat tinggal Ki Ajar"
"Aku akan menunggu. Kita akan mempergunakan waktu
sampai matahari naik ke puncak. Kemudian, kita akan
melakukan tugas-tugas kita yang lain"
Demikianlah, maka pada hari berikutnya, Paksi dan Wijang
telah datang ke tempat tinggal Ki Ajar Permati pada saat
matahari terbit. Tetapi mereka tidak menemukan Ki Ajar di
dalam gubuknya. Namun ketika mereka mencarinya di bagian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
belakang tanah garapan Ki Ajar, mereka menemukan Ki Ajar
duduk di atas sebuah batu yang besar. Keduanyapun
melangkah mendekatinya. Sambil mengangguk hormat
Paksipun berkata, "Ki Ajar, aku telah datang"
Ki Ajar yang duduk di atas batu itupun tersenyum.
Wanita Iblis 9 Asmara Berdarah karya Kho Ping Hoo Hong Lui Bun 15
^