Pencarian

Jejak Di Balik Kabut 35

Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja Bagian 35


Kemudian iapun bangkit berdiri dan meloncat turun. "Terima
kasih atas kesediaan kalian berdua untuk datang pagi ini"
berkata Ki ajar sambil mengangguk hormat pula.
"Kamilah yang mengucapkan terima kasih atas kesediaan Ki
Ajar untuk membimbing kami" sahut Paksi.
Ternyata Ki Ajar kemudian tidak mempersilahkan Pangeran
Benawa dan Paksi untuk singgah di gubuknya. Tetapi Ki Ajar
itu telah mengajak Wijang dan Paksi untuk masuk ke dalam
hutan. Merekapun kemudian berhenti di sebidang tanah yang agak
luas, di bawah tiga batang pohon raksasa. Nampaknya Ki Ajar
telah membersihkan sebidang tanah itu dari pohon-pohon
yang lebih kecil serta gerumbul-gerumbul perdu.
Pada pohon-pohon raksasa itu terdapat beberapa batang
bambu yang menyilang dan terikat pangkal ujungnya dengan
pohon-pohon raksasa itu. Beberapa patok bambu petung yang
utuh yang ditanam tegak lurus dengan ketinggian yang tidak
rata. Di sana-sini terdapat berbagai macam alat-alat yang lain.
Beberapa utas tampar serabut kelapa tampak bergayutan
pada dahan-dahan pohon-pohon raksasa itu.
"Aku tidak mampu membuat sanggar yang lebih baik dari
sanggar ini, Pangeran" berkata Ki Ajar setelah mereka berdiri
di antara ketiga batang pohon raksasa itu.
"Satu sanggar terbuka yang sangat memadai" desis
Pangeran Benawa. "Setelah aku kehilangan padepokanku serta sanggar yang
aku buat secara khusus di padepokan itu, maka untuk tetap
menjaga kemampuan diri, aku telah membuat tempat ini
menjadi seperti sebuah sanggar yang sangat sederhana"
"Tetapi sanggar ini sangat menarik, Ki Ajar" berkata Paksi.
"Karena aku tidak dapat membuat yang lebih baik, maka kita
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan memakai sanggar apa adanya itu. Di sinilah setiap hari
kita akan bersama-sama mencari kemungkinan-kemungkinan
terbaik dari ilmu kita masing-masing. Aku akan sangat
bersyukur, jika aku dapat menitipkan sekedar ilmu kepada
Angger Paksi sehingga tidak akan lenyap begitu saja ditelan
waktu. Apalagi jika Pangeran Benawa sudi memperkaya
kemampuannya yang sangat tinggi itu dengan ilmu yang aku
miliki" "Aku sudah bersedia. Ki Ajar"
Demikianlah, maka sejenak kemudian, maka telah
memasuki satu suasana yang sangat bersungguh-sungguh.
Ternyata Ki Ajar telah benar-benar mengangkat Paksi sebagai
muridnya. Karena itu, maka Ki Ajar pun tidak segan-segan
menurunkan segala kemampuannya kepada Paksi. Sementara
itu, Ki Ajarpun sama sekali tidak berkeberatan dengan
keberadaan Pangeran Benawa di sanggarnya. Menurut
pendapat Ki Ajar, Pangeran Benawa yang mumpuni itu justru
akan berarti sekali bagi kemajuan Paksi.
Apalagi kesediaan Pangeran Benawa untuk melengkapi
ilmunya dengan ilmu yang tersimpan di dalam diri Ki Ajar
Permati. Dengan demikian Ki Ajar Permatipun merasa, bahwa
ilmunya masih akan tetap mengalir meskipun pada suatu saat
ia harus kembali menghadap kepada Penciptanya.
Di hari-hari pertama, Ki Ajar telah melihat bahwa Pangeran
Benawa dan Paksi sudah terbiasa berlatih bersama. Ketika hal
itu ditanyakannya, maka Pangeran Benawapun menjawab,
"Kami berasal dari padepokan yang sama. Padepokan di Hutan
Jabung, di bawah pimpinan Ki Panengah dan Ki Waskita"
Ki Ajar Permati mengangguk-angguk. Dengan demikian,
maka jalan yang akan ditempuhnya menjadi semakin lapang.
Meskipun Ki Ajar Permati mengetahui bahwa landasan dasar
ilmu mereka berbeda, tetapi nampaknya sudah beberapa lama
keduanya saling menyesuaikan diri.
Dari hari ke hari, Paksipun menjadi semakin dalam
menekuni latihan-latihan di bawah tuntunan Ki Ajar Permati.
Dengan hati-hati pula Ki Ajar berusaha menempatkan ilmunya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di antara ilmu yang telah dimiliki oleh Paksi sebelumnya.
Sementara itu, Ki Ajar pun telah meyakini, bahwa Pangeran
Benawa telah memiliki kemampuan untuk melakukannya
sendiri. Setiap hari, Paksi dan Pangeran Benawa telah
menghabiskan waktunya untuk menempa diri. Terutama Paksi
telah menjalani berbagai laku untuk melengkapi ilmunya
sesuai dengan petunjuk-petunjuk Ki Ajar Permati.
Ternyata bahwa apa yang dilakukan Paksi itu sangat berarti
baginya. Bahkan berarti pula bagi Pangeran Benawa, karena
dengan demikian, maka unsur-unsur ilmu di dalam dirinya
menjadi semakin beragam. Sedangkan kemampuannya pun
telah meningkat pula. Dalam pada itu, bagi Paksi, bukan saja menjadi semakin
kaya akan unsur-unsur gerak, tetapi tenaga dalamnya pun
telah meningkat dengan pesat.
Namun Paksi tidak sekedar tenggelam dalam latihan-latihan
saja. Tetapi ia sama sekali tidak melupakan tugasnya untuk
mencari adiknya yang berada di padepokan itu.
Hampir setiap malam Paksi dan Wijang selalu mengamati
padepokan itu. Bahkan beberapa kali mereka berhasil masuk
ke dalamnya tanpa diketahui oleh seisi padepokan yang
lengah, karena mereka menganggap bahwa lingkungan
mereka adalah lingkungan yang tidak dikenal oleh orang lain.
Meskipun demikian, Paksi dan Wijang masih belum pernah
melihat kehadiran adik Paksi di padepokan itu. Bahkan
keberadaan anak-anak muda yang disebut angkatan
mendatang itupun masih belum mereka ketahui pula.
Bahkan bukan saja Paksi dan Wijang yang pernah
memasuki padepokan itu. Tetapi Ki Ajar sendiri telah ikut
masuk pula ke dalamnya. Namun mereka masih juga belum
menemukan. Dengan demikian, maka Paksi dan Wijang masih belum
tahu apa yang harus mereka lakukan. Bahkan dalam
kegelisahannya Paksipun berkata, "Jangan-jangan anak-anak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
muda yang disebut angkatan mendatang itu tidak berada di
padepokan ini" "Mungkin saja, Paksi. Tetapi jangan tergesa-gesa
mengambil kesimpulan. Apa yang kita lihat baru sebagian kecil
dari seluruh isi padepokan itu. Apalagi bahan-bahan yang kita
dapatkan dari Paman Harya Wisaka sendiri memberikan
isyarat bahwa adikmu berada di padepokan ini"
" Seperti yang pernah aku katakan, kau harus sabar, Paksi"
"Aku tidak ingin terlambat, Ki Ajar"
"Tetapi kau tidak dapat membelakangi kenyataan. Seperti
yang dikatakan oleh Pangeran Benawa, bahwa Harya Wisaka
sendiri telah memberikan isyarat. Beberapa orang anak muda
itu telah dibawa ke padepokan ini"
Paksi menarik nafas dalam-dalam.
Pada hari berikutnya, Paksi dan Wijang tidak menunggu
malam turun. Lewat tengah hari, setelah keduanya mandi dan
berbenah diri setelah menjalani laku atas petunjuk Ki Ajar
dalam usahanya meningkatkan ilmunya, Paksi dan Wijang
telah turun untuk mengamati padepokan itu dari kejauhan.
Dengan kemampuan ketajaman penglihatan mereka,
keduanya melihat beberapa orang cantrik yang bekerja di
sawah. Tetapi mereka justru mirip budak-budak yang
diterjunkan untuk menjalani kerja paksa daripada cantrik-
cantrik di padepokan. Dua orang yang membawa cambuk menunggui beberapa
orang yang sedang memperbaiki parit yang membujur
memanjang di bulak yang luas itu. Sekali-sekali orang-orang
yang membawa cambuk itu telah mengayunkan cambuk
mereka, melecut orang-orang yang sedang bekerja itu.
"Tempat apa sebenarnya yang disebut Padepokan
Watukambang itu" desis Wijang.
"Ya. Nampaknya campuran antara sebuah padepokan
tempat beberapa orang menuntut ilmu, sebuah penjara
tempat pembuangan orang-orang yang tidak sejalan dengan
apa yang mereka namakan perjuangan, lapangan kerja paksa,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sarang perampok dan penyamun serta ajang untuk
mempersiapkan pemberontak-pemberontak yang tidak
mengenal pribadi mereka sendiri"
Wijang mengangguk-angguk. Hampir di luar sadarnya ia
pun berkata, "Nampaknya memang harus didatangkan
kekuatan yang besar untuk menghancurkan padepokan ini"
"Tetapi adikku akan dapat terbunuh karenanya"
Wijang menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Kita harus
meyakinkan, apakah benar di padepokan ini terdapat anak-
anak muda dari yang mereka sebut angkatan mendatang itu"
Paksi mengangguk-angguk. Dalam pada itu, di tengah-tengah bulak, beberapa orang
masih sibuk memperbaiki parit yang nampaknya tanggulnya
longsor. Dua orang yang menunggui mereka agaknya orang-
orang yang garang. Mungkin mereka pulalah yang telah ikut
menghukum cambuk dengan rotan terhadap lima orang yang
melarikan diri dari pertempuran melawan orang-orang yang
berada di penginapan. Untuk beberapa saat lamanya Paksi dan Wijang mengamati
mereka. Namun mereka tidak menemukan apa-apa yang
dapat mereka pergunakan untuk menelusuri keberadaan adik
laki-laki Paksi itu. "Kita harus berusaha dapat melihat sanggar mereka"
berkata Paksi tiba-tiba. "Mungkin anak-anak muda itu tidak
mendapat kesempatan untuk keluar dari barak mereka serta
sanggar tempat mereka ditempa"
Wijang menarik nafas panjang Beberapa kali mereka sudah
memasuki lingkungan padepokan yang terhitung luas itu.
Mereka sudah melihat hampir semua bangunan yang ada di
dalamnya. Merekapun tahu di mana letak sanggarnya. Bahkan tidak
hanya satu. Tetapi ada beberapa sanggar tertutup dan sebuah
sanggar terbuka yang luas dan lengkap. Sebuah sanggar
terbuka yang memadai bagi sebuah padepokan yang besar.
"Ki Gede Lenglenganlah yang membuat sanggar-sanggar
itu" berkata Ki Ajar Permati. "Pada saat aku berada di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
padepokan itu aku hanya mempunyai sebuah sanggar tertutup
yang kecil. Demikian pula sebuah sanggar terbuka yang tidak
terlalu besar. Aku pun tidak memiliki peralatan yang lengkap
seperti Ki Gede Lenglengan sekarang"
Namun Ki Ajarpun mengatakan, bahwa apa yang dibuat
oleh Ki Gede Lenglengan itu, dilandasi dengan korban yang
cukup banyak. Korban kecelakaan saat mereka membangun.
Korban karena kebengisan orang-orang yang diserahi untuk
mengawasi orang-orang yang bekerja. Serta korban dari
orang-orang yang ditugaskan untuk mencari dana bagi
perjuangan mereka sejak Harya Wisaka masih memimpin
langsung gerakannya. Beberapa lama Wijang dan Paksi mengawasi orang-orang
yang sedang memperbaiki parit di tengah-tengah bulak itu.
Namun kemudian keduanya bergeser menjauh. Jantung
mereka terasa menjadi tegang melihat orang-orang yang
bekerja itu dicambuk dengan semena-mena.
Di hari-hari berikutnya, Wijang dan Paksi menjadi semakin
sering melihat-lihat padepokan itu di siang hari, meskipun dari kejauhan. Mereka menjadi berdebar-debar ketika mereka
melihat orang-orang padepokan itu mengusung dua sosok
mayat keluar dari pintu gerbang. Mereka membawa dua sosok
mayat itu ke sebuah gumuk kecil agak jauh dari padepokan
itu. Di gumuk kecil itulah, kedua sosok mayat itu dikuburkan.
"Apalagi yang terjadi?" desis Paksi.
"Entahlah. Tetapi di balik dinding padepokan itu ada
sebuah dunia yang tentu terasa asing. Karena isinya telah
memutar-balikkan tatanan hidup sewajarnya" sahut Wijang.
Semakin sering mereka melihat peristiwa-peristiwa yang
mengusik jantung, maka rasa-rasanya Paksi semakin tidak
sabar lagi. Tetapi setiap kali Wijang dan Ki Ajar Permati telah memperingatkannya untuk bertindak dengan perhitungan
yang matang. "Jangan mempersulit dirimu sendiri, Paksi" berkata Ki Ajar
Permati. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi yang telah menjadi muridnya mengangguk hormat
sambil berdesis, "Ya, Ki Ajar"
"Niatmu adalah membebaskan adikmu. Bukan
menyurukkan dirimu sendiri ke dalamnya. Jika kau masih
bebas di luar padepokan, masih ada kemungkinan untuk
berbuat sesuatu. Tetapi jika kau tertangkap dan diikat pada
patok kayu di depan bangunan utama padepokan itu, maka
untuk selamanya kau tidak akan pernah dapat menolong
adikmu itu" Paksi menundukkan kepalanya.
"Kau mengerti, Paksi?"
"Aku mengerti, Ki Ajar"
"Nah, ingat-ingat ini. Jika kau mulai kehilangan kesabaran,
maka pertanda bahwa usahamu untuk menolong adikmu
mulai disaput oleh awan yang kelam"
"Aku mengerti, Ki Ajar"
"Jika aku mengekangmu, bukan berarti aku
menghalangimu" "Ya, Ki Ajar. Aku mengerti"
Dengan demikian, betapapun jantung Paksi bergejolak,
namun ia masih tetap berusaha untuk mengekang diri. Di hari-
hari berikutnya, atas petunjuk Ki Ajar, keduanya diminta untuk mengamati jalan keluar dari padepokan itu, jalan untuk
menembus sekat-sekat yang rapat yang memisahkan
lingkungan itu dengan dunia di luarnya.
"Kau dapat mengawasi mereka. Jika harus terjadi benturan,
maka benturan itu hendaknya terjadi di luar sekat yang
memisahkan lingkungan ini dengan lingkungan di luarnya. Jika
sesuatu terjadi atas orang-orang mereka di dalam lingkungan
ini, maka mereka akan menyadari, bahwa telah ada orang
yang lain yang memasuki lingkungan ini" Ki Ajar berhenti
sejenak. Kemudian katanya, "Paksi, pekan ini aku akan pergi
ke Pajang. Kecuali untuk mendengar perkembangan keadaan
di Pajang setelah Harya Wisaka tertangkap, aku juga
memerlukan beberapa jenis bahan kebutuhan sehari-hari"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ki Ajar. Biarlah kami berdua saja yang pergi ke Pajang


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk melakukannya" Ki Ajar tersenyum. Katanya, "Tidak, Paksi. Kau dan
Pangeran Benawa akan mengawasi jalan keluar itu. Kalian
dapat berbicara dengan satu dua orang dari mereka untuk
menanyakan apakah adikmu ada di padepokan itu. Tetapi jaga
agar orang itu tidak akan pernah kembali ke padepokannya.
Orang itu harus kau serahkan kepada sekelompok orang yang
kau percaya akan dapat menahannya sampai adikmu
diketemukan" Paksi menarik nafas dalam-dalam. Ada kemungkinan lain
untuk membuat seseorang tidak lagi dapat kembali ke
tempatnya. Tetapi haruskah ia membunuh dengan semena-
mena" Dalam kebimbangan itu, Wijangpun kemudian berkata,
"Ki Ajar. Kita bersama-sama pergi ke Pajang. Aku akan minta
kepada Ayahanda untuk menyediakan beberapa orang
terpercaya yang akan berada di luar sekat lingkungan ini.
Mereka akan membuat landasan dari sebuah kekuatan yang
setiap saat dapat digerakkan memasuki lingkungan ini"
"Tetapi bagaimana dengan adikku itu, Wijang?"
"Mereka tidak akan bergerak tanpa perintah yang kita
berikan kepada mereka"
Paksi termangu-mangu sejenak. Namun Ki Ajar itupun
berkata, "Gagasan Pangeran Benawa dapat dimengerti Paksi.
Sekelompok prajurit itu akan berada di luar sekat. Tentu saja
mereka tidak akan semata-mata datang dalam kesatuan
keprajuritan. Tetapi mereka akan datang dalam penyamaran,
sehingga tidak akan menarik perhatian. Sekelompok prajurit
itu akan dapat menjadi kekuatan pendukung jika setiap saat
kita memerlukannya" Paksi tidak segera menjawab.
Dengan hati-hati Wijangpun menjelaskan, "Mereka akan
dapat kita serahi orang-orang yang harus diamankan jika kita
tidak membunuhnya. Satu dua orang di antara mereka akan
dapat menjadi penghubung dengan Pajang. Mereka pun setiap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saat akan dapat kita gunakan untuk memasuki padepokan itu
dengan paksa" Paksi menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Jika rencana
itu kita sepakati, maka rencana itu harus dilakukan dengan
sangat cermat, sehingga yang terjadi bukannya sebaliknya.
Jika kehadiran mereka diketahui oleh Ki Gede Lenglengan, kita
tidak tahu akibat apa yang dapat terjadi dengan angkatan
mendatang itu" "Jangan terlalu cemas, Paksi. Anak-anak muda itu
diperlukan sekali oleh Ki Gede Lenglengan. Karena itu tentu
ada usaha Ki Gede untuk melindungi mereka lebih dari yang
lain-lain. Sementara itu, kita akan berbicara dengan para prajurit itu
seorang demi seorang, agar mereka bertindak hati-hati jika
mereka pada suatu saat harus memasuki padepokan itu"
Paksi akhirnya mengangguk sambil berkata, "Baiklah,
Wijang. Tetapi segala sesuatunya harus direncanakan dengan
cermat" Demikianlah, maka di hari berikutnya, bukan hanya Ki Ajar
sajalah yang dengan hati-hati keluar dari sekat yang
membatasi lingkungan yang terasing itu. Tetapi juga Wijang
dan Paksi. Mereka akan pergi ke Pajang untuk menyiapkan
satu landasan untuk menghadapi sebuah padepokan yang
agaknya mempunyai kekuatan yang cukup besar.
Ternyata Ki Ajar mempunyai seorang saudara seperguruan
yang tinggal di Pajang. Namun saudara seperguruan Ki Ajar
itu tidak lagi berbuat banyak dalam olah kanuragan. Ia hidup
seperti kebanyakan orang. Untuk menumpang kehidupannya
sehari-hari, saudara seperguruan Ki Ajar itu kecuali
menggarap sawahnya, juga menjadi blantik lembu, kerbau
dan kuda. Meskipun saudara seperguruan Ki Ajar itu tahu pasti apa
yang dilakukan oleh Ki Ajar, namun Ki Ajar pun tahu pasti,
bahwa saudara seperguruannya itu tidak akan pernah
membocorkan rahasianya kepada siapapun juga. Karena
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan demikian, sehingga akhirnya akan sampai ke telinga Ki
Gede Lenglengan. Dari saudara seperguruannya itulah, Ki Ajar mengetahui
perkembangan keadaan di Pajang. Juga hubungannya dengan
pemberontakan yang dilakukan oleh Harya Wisaka.
Sementara itu, Wijang dan Paksi telah menghadap
Kangjeng Sultan di istana untuk menyampaikan rencananya.
"Aku akan memanggil Ki Tumenggung Yudatama. Ia akan
mengatur segala-galanya"
"Hamba, Ayahanda. Tetapi apakah Paman Pemanahan
tidak menghadap?" "Pamanmu Pemanahan bersama Sutawijaya dan beberapa
orang pengiring sedang pergi ke Alas Mentaok"
"Ke Alas Mentaok?" bertanya Pangeran Benawa dengan
nada tinggi. "Ya. Mereka ingin melihat keadaan lingkungan yang akan
mereka buka itu" "Begitu cepatnya?"
"Sebenarnya tidak begitu cepat, karena pamanmu Penjawi
sudah lebih dahulu berada di Pati"
Pangeran Benawa menarik nafas dalam-dalam. Kepergian
Sutawijaya ke Mataram akan membuatnya kesepian. Dengan
nada datar Pangeran Benawa itupun bertanya, "Tetapi
bukankah mereka masih akan kembali ke Pajang, Ayahanda?"
"Tentu. Mereka masih akan kembali. Masih banyak yang
harus mereka persiapkan sebelum mereka benar-benar pergi
dan membuka Alas Mentaok itu"
Pangeran Benawa menarik nafas dalam-dalam. Sementara
itu, Kangjeng Sultan Hadiwijayapun telah memerintahkan
seorang prajurit untuk memanggil Ki Tumenggung Yudatama,
sementara Pangeran Benawa dan Paksi diperkenankan untuk
beristirahat. "Nanti, jika Ki Tumenggung Yudatama datang, kalian akan
aku panggil menghadap"
Demikianlah, maka Pangeran Benawapun telah mengajak
Paksi untuk beristirahat di kasatrian.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Begitu cepatnya Kakangmas Sutawijaya meninggalkan
Pajang" berkata Pangeran Benawa dengan nada dalam.
"Tetapi bukankah Raden Sutawijaya masih akan kembali?"
"Ya. Tetapi jika Kakangmas Sutawijaya kembali, tentu
sekedar membuat persiapan-persiapan seperlunya untuk
membuka Alas Mentaok. Ia akan segera pergi lagi dan bahkan
untuk seterusnya" "Pangeran masih akan dapat menemuinya. Mudah-
mudahan kita dapat menyelesaikan persoalan kita lebih dahulu
sebelum Raden Sutawijaya benar-benar berangkat ke Alas
Mentaok" Pangeran Benawa tidak menjawab.
Dalam pada itu, ketika Ki Tumenggung Yudatama telah
menghadap, maka Pangeran Benawa dan Paksi itu telah
dipanggil menghadap pula untuk membicarakan rencana
Pangeran Benawa, mempersiapkan sebuah landasan untuk
menghadapi padepokan Ki Gede Lenglengan di kaki Gunung
Merapi. Dengan terperinci Pangeran Benawa menjelaskan apa yang
mereka lihat tentang padepokan itu. Tentang ujud
kewadagannya dan tentang isinya. Sikap para pemimpinnya
serta tekanan yang berat yang dialami oleh penghuninya yang
keadaannya tidak lebih baik dari budak-budak yang harus
menjalani kerja paksa. "Agaknya padepokan itu mempunyai kekuatan yang cukup
besar, Pangeran" "Ya" jawab Pangeran Benawa.
"Aku akan mempersiapkan pasukan segelar-sepapan untuk
mengepung dan kemudian menghancurkan padepokan itu"
"Jangan tergesa-gesa, Ki Tumenggung" berkata Pangeran
Benawa, "kita masih harus memikirkan anak-anak muda yang
berada di padepokan itu"
"Katakan rencanamu, Benawa" berkata Kangjeng Sultan.
Wijangpun kemudian menyampaikan rencananya kepada Ki
Tumenggung Yudatama untuk membentuk landasan kekuatan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang setiap saat dapat mereka pergunakan untuk
menghancurkan padepokan itu.
"Jadi berapa lama kami harus menunggu?"
"Tidak ada batas waktunya, Ki Tumenggung. Mungkin kita
memerlukan waktu beberapa lama"
Ki Tumenggung Yudatama mengangguk-angguk. Katanya,
"Tugas ini merupakan tugas yang khusus, Pangeran. Harus
ada banyak persediaan yang dipersiapkan. Para prajurit harus
hidup dalam penyamaran untuk waktu yang mungkin cukup
lama, sehingga untuk itu diperlukan biaya, kesabaran dan
ketelitian" "Ya. Tetapi hasilnya akan memadai. Mudah-mudahan kita
dapat membebaskan sekelompok anak muda yang sedang
dijejali dengan racun oleh Ki Gede Lenglengan"
"Apakah Pangeran dapat memastikan, bahwa kita akan
dapat membebaskan mereka?"
"Kita akan membuat perhitungan untuk menyelesaikan
tugas kita ini. Jika tugas ini memang harus gagal setelah kita membuat perhitungan yang rumit, apa boleh buat. Tetapi kita
sudah berusaha. Bukankah hanya ada dua pilihan yang kita
hadapi" Gagal atau berhasil"
Ki Tumenggung Yudatama mengangguk-angguk. Katanya,
"Pangeran benar. Jika saja ada perintah, maka segala
sesuatunya akan kami persiapkan. Aku akan memilih prajurit-
prajurit pilihan, bukan saja di pertempuran, tetapi juga
mempunyai kecerdasan untuk melakukan tugas sandi"
"Terima kasih, Ki Tumenggung"
"Tetapi karena tugas ini mungkin akan memerlukan waktu
yang lama, maka aku sendiri tidak akan dapat ikut serta di
dalamnya. Aku tidak akan dapat terlalu lama meninggalkan
tugasku di barak" "Ki Tumenggung dapat menunjuk seseorang yang
dipercaya" Ki Tumenggungpun kemudian berkata kepada Kangjeng
Sultan, "Hamba menunggu perintah Kangjeng Sultan"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku perintahkan kepada Ki Tumenggung untuk
melaksanakan rencana yang telah disusun oleh Benawa.
Tetapi kalian semuanya harus sangat berhati-hati. Ada
beberapa orang yang berada di padepokan itu yang ingin kita
selamatkan. Dengan demikian kita akan menyelamatkan hari
esok, karena anak-anak muda yang disebut angkatan
mendatang itu akan dapat menjadi sepeletik api di dalam
sekam" "Jika terpaksa, apakah hamba diperkenankan
memadamkan api itu?"
Wajah Paksi menegang. Namun Pangeran Benawalah yang
menyahut, "Memang lebih mudah untuk berbuat demikian, Ki
Tumenggung. Tetapi kita berkeinginan lain. Kita tidak hanya
harus menyelamatkan masa depan dengan memadamkan
apinya. Tetapi kita harus menepati tugas-tugas kita yang lain.
Anak-anak muda yang di padepokan itu sama sekali tidak
bersalah. Mereka justru harus dikasihani karena mereka telah
terjerumus ke dalam satu lingkungan yang sangat buruk bagi
mereka. Mereka setiap hari menghirup udara racun dan akan
sangat berpengaruh terhadap diri mereka sehingga mereka
tidak akan dapat mengenali pribadi mereka sendiri. Nah,
merekalah yang harus kita tolong, bukan kita hancurkan sama
sekali" "Aku sependapat dengan Benawa, Ki Tumenggung"
"Hamba, Sinuhun. Jika demikian, biarlah hamba
mempersiapkan segala-galanya. Pasukan yang akan hamba
pergunakan adalah pasukan yang pernah memburu Harya
Wisaka bersama Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa dan
Angger Paksi" "Semuanya?" -ooo00dw00ooo- Jilid 32 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
KI TUMENGGUNG YUDATAMA termangu-mangu sejenak.
Namun kemudian iapun berkata, "Tergantung kepada
kekuatan yang ada di padepokan itu. Jika kita datang, kita
harus dapat menyelesaikan tugas kita dengan baik. Jika kita
salah membuat perhitungan, maka kita akan mereka
hancurkan tanpa sisa. Kita tahu, siapakah yang kita hadapi.
Mereka adalah orang-orang yang tidak lagi berdiri pada alas
kemanusiaan mereka" "Meskipun demikian, kita juga harus melihat, di mana para
prajurit itu akan membuat landasan. Mereka tidak dapat
begitu saja mendirikan perkemahan, apalagi barak-barak
untuk menetap. Kita harus menyamarkan kehadiran kita jika
kita ingin berhasil sesuai dengan keinginan kita" berkata
Pangeran Benawa. Ki Tumenggung Yudatamapun mengangguk-angguk.
Katanya, "Jika demikian, kita harus mengamati keadaan. Kita
harus tahu pasti keadaan medan"
"Ya" "Baiklah" berkata Ki Tumenggung Yudatama. Lalu katanya
kepada Kangjeng Sultan Pajang, "Ampun, Sinuhun. Hamba
mohon waktu untuk melihat medan serta mempersiapkan
segala-galanya dengan sebaik-baiknya. Nampaknya tugas ini
adalah tugas yang rumit. Hamba sendiri akan pergi ke tempat
yang terbaik untuk membuat landasan itu"
"Silahkan, Ki Tumenggung. Lakukan apa saja yang perlu
untuk menghapuskan padepokan yang menyimpan api yang
akan dapat menyala di masa depan itu"
"Hamba, Sinuhun. Hamba mohon restu serta mohon diri
untuk beberapa hari"
Demikianlah, maka di hari berikutnya. Ki Tumenggung
Yudatama telah mempersiapkan dirinya sebaik-baiknya.
Bersama dua orang lurah prajurit yang pilih tanding, Ki
Tumenggung itupun pergi ke Manjung. Ki Tumenggung telah
menyamar menjadi seorang pedagang perhiasan yang kaya,
sementara dua orang lurah prajurit itu menjadi pengawal-
pengawalnya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bersamaan dengan itu, Wijang dan Paksipun telah pergi ke


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Manjung pula. Tetapi keduanya adalah orang lain bagi Ki
Tumenggung Yudatama. Namun Ki Tumenggung menjadi heran ketika ia sampai di
tempat yang ditunjuk oleh Wijang dan Paksi. Meskipun hari itu
hari pasaran, tetapi tempat itu nampak sepi. Tidak ada orang-
orang yang menginap di penginapan yang disebut oleh Wijang
dan Paksi. Ki Tumenggung Yudatama termangu-mangu sejenak. Ia
masih melihat bangunan yang dikatakan oleh Wijang dan
Paksi. Tetapi rumah itu nampaknya sepi saja.
Ketika Ki Tumenggung mengamati tempat itu, maka
seorang telah mendekatinya sambil bertanya, "Apakah ada
yang Ki Sanak cari?"
"Penginapan" jawab Ki Tumenggung Yudatama.
Orang itu menarik nafas dalam-dalam. Katanya,
"Nampaknya untuk sementara jalan ini akan menjadi sepi, Ki
Sanak" "Kenapa?" "Jalan ini rasa-rasanya menjadi semakin tidak aman. Aku
adalah pemilik penginapan ini. Namun untuk sementara aku
memang menutupnya. Beberapa orang yang bersedia
membantu aku menjaga penginapan ini dan menyeberangkan
orang-orang yang melintas ke Mungge, telah mengundurkan
diri. Ada dua orang yang telah menjadi korban. Nampaknya
yang lain menjadi segan melakukannya meskipun mereka
mendapat upah yang memadai. Perampok-perampok itu tidak
menyusut. Tetapi justru menjadi semakin ganas"
"Apakah para penyeberang dari Mungge juga menyusut?"
"Ya. Orang-orang yang akan menyeberang telah memilih
jalan lain meskipun menjadi lebih jauh" orang itu berhenti
sejenak. Lalu dengan nada tinggi iapun bertanya, "Apakah Ki
Sanak sudah beberapa lama tidak menyeberang lewat jalan
ini, sehingga Ki Sanak tidak tahu, bahwa penyeberangan ini
sudah di tutup?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Memang sudah agak lama aku tidak lewat jalan yang
menuju ke Mungge. Tetapi apakah sasak itu masih ada?"
"Masih ada, Ki Sanak. Tetapi sudah menjadi terlalu sepi.
Yang lewat hanyalah orang-orang Manjung dan orang-orang
Mungge yang saling berkunjung atau perempuan-perempuan
yang ikut menuai padi di seberang"
"Jadi, apakah aku tidak dapat menginap di sini?"
"Aku sudah tidak dapat membantu menyelenggarakan
pengamanan barang-barang yang Ki Sanak bawa. Mungkin
barang-barang berharga. Selain itu, maka penginapan ini
sudah terlalu lama tidak dibersihkan"
"Tetapi aku sudah terlanjur sampai di sini"
"Jika saja Ki Sanak ingin menginap, silahkan. Aku tidak
akan memungut biaya. Tetapi sudah aku katakan, bahwa aku
tidak dapat membantu menyelenggarakan pengamanan"
Ki Tumenggung Yudatama termangu-mangu sejenak.
Namun kemudian iapun berkata, "Biarlah. Aku akan menginap
di sini. Aku tidak tahu apakah besok aku akan meneruskan
perjalanan atau tidak"
Pemilik penginapan itupun kemudian mempersilahkan Ki
Tumenggung Yudatama singgah. Tetapi tidak di
penginapannya yang sudah menjadi kotor.
"Silahkan menginap di rumahku saja, Ki Sanak"
"Maaf, Ki Sanak. Aku tidak ingin merepotkan Ki Sanak.
Biarlah aku menginap di penginapan seperti kebanyakan
orang" Pemilik penginapan itu tertawa pendek. Katanya, "Jika Ki
Sanak ingin menginap di penginapan, aku justru akan menjadi
repot. Aku harus membersihkan penginapan itu. Tentu aku
tidak dapat membersihkan sebagian saja dari lantainya yang
kotor. Aku harus menyapu seluruh ruangan yang luas itu.
Membersihkan amben-ambennya yang besar dan
membentangkan tikar yang bersih. Tetapi jika Ki Sanak
menginap di rumahku, ruangan di gandok rumahku sudah
tersedia" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Yudatamapun tertawa. Ia tidak dapat mengelak lagi. Ia
harus menginap di rumah pemilik penginapan itu. Tidak di
penginapannya yang agaknya tidak pernah dibersihkannya.
"Nah" berkata pemilik penginapan itu, "marilah. Aku
persilahkan Ki Sanak singgah di rumahku di belakang
penginapan ini" Beberapa saat kemudian, Ki Tumenggung Yudatamapun
telah duduk di pringgitan rumah pemilik penginapan itu
bersama kedua orang pengawalnya. Dengan nada dalam
pemilik penginapan itu bertanya, "Maaf, Ki Sanak. Jika Ki
Sanak pernah melewati jalan ini dan bahkan menginap di
penginapanku, mungkin sekali aku lupa. Agaknya aku
memang sudah bertambah tua. Siapakah nama Ki Sanak?"
Ki Tumenggung Yudatama menarik nafas panjang.
Katanya, "Namaku Resatama. Aku seorang pedagang kecil-
kecilan. Wesi aji, batu akik dan barangkali ada yang
membutuhkan perhiasan yang harganya tidak terlalu tinggi"
"O" pemilik penginapan itu mengangguk-angguk. Katanya,
"Daerah ini semakin lama menjadi semakin ganas. Aku jadi
kehilangan mata pencaharian. Untunglah isteriku di pagi hari
masih berjualan di pasar, sehingga dapat menjadi penyangga
hidup kami sekeluarga sehari-hari. Ditambah sesobek sawah
dan pategalan" "Mudah-mudahan dalam waktu dekat jalan ini dapat
menjadi ramai kembali"
"Aku tidak begitu mengharapkan. Seperti aku katakan, aku
merasa kesulitan mendapatkan orang yang bersedia
membantuku, membantu keamanan mereka yang bermalam
serta yang akan menyeberangi sungai lewat sasak itu"
"Bagaimana dengan arah sebaliknya?"
"Sama saja, Ki Resatama. Penginapan di Mungge juga
dikacaukan oleh para perampok yang semakin ganas itu"
Namun pembicaraan merekapun terputus. Dua orang anak
muda memasuki halaman rumah pemilik penginapan itu
setelah melingkari rumah penginapan yang kosong. Pemilik
penginapan itupun kemudian bangkit berdiri dan turun dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tangga pendapa rumahnya. Diamatinya kedua orang yang
datang itu. Namun pemilik penginapan itu langsung dapat mengenali
kedua orang yang datang itu. Keduanya adalah orang yang
dianggap membantu menyelamatkan penginapannya
beberapa waktu yang lalu. Karena itu, maka dengan ramah
pemilik penginapan itu mempersilahkan mereka berdua untuk
naik ke pendapa dan duduk di pringgitan.
"Marilah, Ki Sanak. Mari silahkan naik"
"Terima kasih. Kami hanya ingin menginap di penginapan
ini. Tetapi nampaknya penginapan itu sepi"
"Marilah, duduklah. Nanti aku jelaskan"
"Terima kasih. Kami akan pergi ke penginapan itu saja"
"Itulah yang ingin aku jelaskan" berkata pemilik
penginapan itu. Kedua orang itu, Wijang dan Paksi, tidak menolak lagi.
Keduanyapun naik ke pendapa dan duduk di pringgitan
bersama Ki Tumenggung Yudatama bersama kedua orang
pengawalnya. Pemilik penginapan itupun kemudian telah
memperkenalkan kedua orang yang baru datang itu kepada Ki
Resatama yang dikenalnya sebagai pedagang wesi aji dan
perhiasan bersama dua orang yang menyertainya. Kemudian
iapun menjelaskan keadaan penginapannya kepada Wijang
dan Paksi sebagaimana dikatakan kepada Ki Resatama.
"Jadi penginapan itu sudah ditutup sekarang?"
"Ya. Aku tidak mempunyai kawan yang bersedia bekerja
sama setelah jatuh korban itu"
Tiba-tiba saja Wijangpun berkata, "Bagaimana pendapat Ki
Sanak, jika aku menawarkan beberapa orang untuk
melakukannya?" "Ada orang yang bersedia diupah untuk tugas yang berat
itu di penginapanku?"
"Jika dikehendaki, aku dapat memanggil mereka. Mereka
adalah kawan-kawanku. Pengembara yang tidak mempunyai
apa-apa" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah benar kalian pengembara" Ketika penginapan ini
dirampok, aku melihat sendiri, bagaimana kalian berdua telah
menyelamatkan kami" "Menyelamatkan" Kami hanya ikut saja berlari-lari seperti
orang lain" "Tidak. Kalian berdua telah menunjukkan kelebihan kalian.
Namun, demikian pertempuran selesai, kami tidak dapat
menemukan kalian berdua itu"
"Kami tidak ke mana-mana. Tetapi kami memang berusaha
mengejar mereka yang tersisa. Akhirnya kami memang tidak
kembali ke penginapan ini, karena kami pergi ke Mungge.
Ternyata penginapan di Mungge tidak diganggu sama sekali
malam itu" "Ya. Malam itu memang tidak. Tetapi beberapa malam
berikutnya. Penginapan di Mungge pun telah didatangi.
Bahkan korbannya lebih banyak lagi"
"O" "Setelah malam itu, kami masih didatangi sekali lagi.
Keadaan kami menjadi parah. Beberapa di antara kami tewas,
sehingga dengan demikian, maka orang-orang yang aku upah
untuk membantu menyelenggarakan pengamanan telah
mengundurkan diri semuanya"
Wijang dan Paksi mengangguk-angguk.
"Dengan demikian, maka penginapanpun aku tutup.
Kamipun kemudian menyadari, bahwa perampok itu bukan
perampok kebanyakan. Pada saat kami menduga bahwa
gerombolan perampok itu telah hancur, maka segerombolan
perampok yang lebih kuat telah muncul"
Wijangpun kemudian mengulangi pertanyaannya,
"Bagaimana dengan tawaranku" Beberapa orang kawanku
yang dapat dipercaya akan bersedia diupah untuk ikut
menyelenggarakan pengamanan di penginapan ini, jika
penginapan ini memang akan dibuka. Mereka pun akan
sanggup menjaga keamanan orang-orang yang akan
menyeberang jika di atas sasak penyeberangan itu masih ada
orang yang akan menyamun"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau berkata sebenarnya?"
"Ya. Aku mengenal mereka dengan baik"
"Ajak mereka kemari. Berapa orang?"
"Aku mempunyai banyak kawan yang memerlukan
pekerjaan" "Jangan terlalu sedikit. Perampok itu sangat kuat. Niatku
kemudian tidak semata-mata membuka penginapan dan
mendapat banyak uang. Tetapi aku berniat mengumumkan
perang melawan para perampok itu"
"Berapa orang yang dibutuhkan" Sepuluh?"
"Lebih dari itu"
"Dua puluh?" Namun tiba-tiba suara pemilik penginapan itu merendah,
"Sebenarnya kami memang memerlukan banyak orang. Tetapi
apakah aku dapat mengupah mereka dengan upah yang
cukup?" "Jangan risaukan. Kawan-kawanku dapat bekerja dengan
upah yang kecil. Tetapi asal mereka diberi makan sehari tiga
kali" Pemilik penginapan itu termangu-mangu sejenak. Namun
kemudian katanya, "Baik. Ajak mereka kemari. Kita akan
membicarakannya. Jika mereka tidak menuntut upah terlalu
tinggi, aku akan menerima mereka. Dengan makan sehari tiga
kali" "Baik. Biarlah aku urungkan perjalananku ke Mungge. Aku
akan kembali menemui kawan-kawanku"
"Kau dapat menghubungi pemilik penginapan di Mungge.
Pemilik penginapan itu adalah adik sepupuku. Jika
pembicaraanku dengan orang-orang itu sesuai, maka adik
sepupuku tentu akan setuju pula"
"Baik. Aku akan datang kembali bersama lima belas orang
untuk penginapan ini dan lima belas orang untuk penginapan
di Mungge" "Sebaiknya kita bicarakan lebih dahulu. Jika pembicaraan
kita sudah sesuai, baru ajak mereka kemari"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, di hari berikutnya Wijang dan Paksi telah
memanggil tiga orang lurah prajurit dalam ujud penyamaran
mereka bertemu dengan pemilik penginapan itu.
Sementara itu, Ki Tumenggung Yudatama yang menyebut
dirinya bernama Resatama, tidak meninggalkan rumah pemilik
penginapan itu. Ia minta ijin untuk menginap sehari lagi. Ia
ingin melihat-lihat suasana di sekitar padukuhan Manjung itu.
"Silahkan, silahkan, Ki Sanak. Aku sama sekali tidak
berkeberatan" berkata pemilik penginapan itu, "asal Ki
Resatama tidak minta menginap di penginapan itu, sehingga
aku harus membersihkannya"
Ki Tumenggung itu tertawa. Dalam pada itu, Ki
Tumenggung sempat menyaksikan pembicaraan pemilik
penginapan itu dengan tiga orang yang mewakili kawan-
kawan mereka, membicarakan kemungkinan beberapa orang
menjadi orang-orang upahan di penginapan itu.
Ternyata pembicaraan itu tidak rumit. Orang-orang yang
bersedia menjadi orang upahan itu tidak terlalu banyak
permintaan. Bahkan permintaan mereka termasuk rendah bagi
pemilik penginapan itu. Demikianlah, maka dua hari kemudian, di penginapan itu
telah ada lima belas orang upahan yang bukan saja akan ikut
menjaga keselamatan orang-orang yang menginap, tetapi
merekapun menyelenggarakan kerja sehari-hari.
Membersihkan ruangan dan halaman. Mengisi jambangan-
jambangan di pakiwan, serta pekerjaan lain untuk memelihara
kebersihan penginapan itu.
Bahkan ternyata orang-orang upahan itupun telah bekerja
pula di Mungge, di penginapan adik sepupu dari pemilik
penginapan di Manjung itu.
Sebenarnyalah timbul beberapa pertanyaan tentang Wijang
dan Paksi yang mengaku pengembara itu. Ternyata mereka


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dapat dengan cepat mendapatkan sekian banyak orang untuk
bekerja di penginapan itu serta di penginapan di Mungge.
Meskipun demikian, pemilik penginapan yang telah melihat
bagaimana kedua orang itu membantu menyelamatkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penginapan serta orang-orang yang menginap pada waktu itu,
sehingga pemilik-pemilik penginapan itu meyakini bahwa
keduanya tentu tidak bermaksud buruk.
Apalagi setelah pemilik penginapan itu menyaksikan
kemauan kerja yang tinggi dari orang-orang yang diserahkan
kepadanya oleh kedua orang yang mengaku pengembara itu.
"Agaknya keduanya bukan pengembara biasa" berkata
pemilik penginapan itu di dalam hatinya. Kadang-kadang
memang timbul dugaan, bahkan kedua orang itu sengaja
diselundupkan oleh para perampok agar mendapat
kepercayaan dari pemilik rumah penginapan itu. Namun dari
hari ke hari orang itu justru menjadi semakin yakin, bahwa
orang-orang yang dipekerjakan kepada mereka adalah orang
yang baik. Sementara itu Wijang dan Paksi sendiri telah tidak berada
di Manjung dan tidak pula di Mungge. Namun orang yang
mengaku bernama Ki Resatama itulah yang telah lewat dua
kali dalam sepuluh hari, melalui sasak penyeberangan.
Sejak kehadiran orang-orang upahan di penginapan, maka
perlahan-lahan jalan antara Manjung dan Mungge itupun
menjadi ramai kembali. Di hari pasaran, pasar Manjungpun
nampak lebih hidup. Sementara itu, orang-orang yang
menginap di penginapan itupun merasa terlindungi.
Sedangkan mereka yang membawa barang-barang berharga
biasanya juga membawa pengawal mereka masing-masing.
Penginapan-penginapan yang menjadi semakin ramai itu
nampaknya telah menggelitik lagi orang-orang yang berada di
padepokan yang letaknya tersekat itu. Mereka mulai
mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan untuk kembali
memasuki penginapan itu. Namun agaknya pengalaman-pengalaman yang telah
mereka dapatkan di penginapan-penginapan itu telah
membuat mereka menjadi semakin berhati-hati.
"Jika mereka tidak merasa menjadi kuat kembali, maka
mereka tidak akan berani menyelenggarakan penginapan itu
lagi. Mereka tentu memperhitungkan, bahwa kami akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
datang setiap saat kami kehendaki. Justru pada saat-saat
penginapan itu menjadi ramai" berkata Ki Gede Lenglengan
kepada para pengikutnya. "Ya, Ki Gede" seorang yang bertubuh raksasa mengangguk.
"Mereka justru menantang" berkata Ki Gede Lenglengan.
"Agaknya mereka telah mendapat orang-orang baru yang
lebih dapat dipercaya dari orang-orangnya yang dahulu"
"Kami akan menjawab tantangan itu, Ki Gede. Tantangan
itu sangat menyakitkan hati"
Ki Gede Lenglengan tertawa. Katanya, "Ya. Tantangan itu
sangat menyakitkan hati, tetapi juga sangat menarik. Kirimkan
seorang untuk melihat-lihat keadaannya"
Sementara itu, Wijang dan Paksi telah berada di gubuknya.
Ki Ajar Permati masih menerima mereka setiap keduanya
datang kepadanya untuk mematangkan beberapa unsur gerak
yang dapat melengkapi ilmu mereka. Bukan hanya sekedar
bagaimana mereka melakukannya. Tetapi juga sifat dan watak
dari unsur-unsur itu, sehingga tempatnya menjadi jelas di
antara ilmu yang telah lebih dahulu dikuasainya.
Namun sebenarnyalah setiap kali Wijang dan Paksi selalu
menghubungi para prajuritnya yang berada di penginapan
Manjung dan juga yang berada di Mungge. Bahkan Ki
Tumenggung Yudatama telah meletakkan beberapa orang
prajuritnya di sebuah hutan kecil tidak jauh dari Manjung,
tetapi masih di luar sekat yang membatasi padepokan yang
dipimpin oleh Ki Gede Lenglengan itu dengan dunia luar.
Dengan demikian, maka jika diperlukan setiap saat mereka
yang ada di kaki Gunung Merapi itu akan dapat bergerak
serentak untuk menguasai padepokan yang dipimpin oleh Ki
Gede Lenglengan itu, yang oleh Ki Ajar Permati disebut
Padepokan Watukambang. Meskipun Ki Tumenggung Yudatama tidak berada di
Manjung atau di Mungge atau di hutan itu, tetapi setiap kali Ki Tumenggung pun mengunjungi mereka dengan berbagai cara.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi kebanyakan Ki Tumenggung berada di penginapan
yang berada di Manjung atau di Mungge.
Namun dalam pada itu, Paksi masih belum mendapat
petunjuk, di manakah adiknya disembunyikan bersama
beberapa orang anak muda yang disebut angkatan
mendatang. Bahkan Paksipun cenderung menduga, bahwa
adiknya tidak berada di padepokan itu.
"Jika adikku tidak berada di sana, maka sebaiknya
padepokan itu langsung saja dikepung dan dihancurkan"
berkata Paksi di dalam hatinya.
Namun setiap kali Ki Ajar masih juga memperingatkan, agar
Paksi tetap bersabar. Sementara Paksi masih selalu mengamati padepokan itu,
seorang pengikut Ki Gede Lenglengan telah turun dari
padepokannya dan pergi ke pasar Manjung untuk melihat
keadaan penginapan yang telah menjadi ramai kembali.
Tetapi ternyata bahwa Wijang dan Paksi sempat melihat
orang itu melewati sekat yang membatasi dunianya dengan
dunia di luarnya menjelang dini hari.
Dengan hati-hati Wijang dan Paksipun telah turun pula.
Mereka yakin, bahwa orang itu akan pergi ke pasar Manjung,
karena hari itu adalah hari pasaran.
"Mungkin orang itu turun untuk membeli kebutuhan sehari-
hari di pasar" berkata Paksi.
"Mungkin. Tetapi mungkin pula orang itu ingin melihat
penginapan yang sudah menjadi ramai kembali"
Paksi mengangguk-angguk. Katanya, "Ya. Kita akan
melihat, apa yang akan dilakukannya"
Wijang dan Paksipun mengikuti orang itu dari jarak yang
tidak terlalu dekat. Seandainya orang itu lepas dari
pengawasan mereka, keduanya yakin bahwa mereka akan
dapat menjumpai orang itu di pasar dan sekitarnya.
Orang itu memasuki Desa Manjung pada saat cahaya fajar
mulai nampak. Pasar Manjung memang sudah mulai sibuk.
Beberapa orang mulai menggelar dagangan mereka. Beberapa
orang memang sudah berada di Manjung sejak semalam.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka mulai berani menginap di penginapan sambil
membawa dagangan mereka, sehingga pagi-pagi sekali
mereka sudah dapat menyiapkannya di pasar.
Orang itu memang tidak langsung masuk ke dalam pasar.
Tetapi orang itu telah duduk di depan seorang penjual nasi
megana. Nasinya yang masih mengepul memang sangat
menarik perhatian. Wijang dan Paksi yang mengawasi orang itu, tidak
mendekat. Mereka justru duduk di sebelah regol pasar, di
depan warung penjual nasi tumpang. Seperti pada penjual
nasi megana, maka nasinyapun juga masih hangat.
"Aku memang lapar" berkata Wijang.
Paksipun tersenyum. Katanya, "Nasi kita masih ada.
Bukankah kita semalam telah mengasapi beberapa ekor
kutuk?" Wijang tersenyum. Katanya, "Tetapi sudah dingin. Lihat,
nasi ini masih hangat. Bahkan lembayung dan kangkung yang
direbus itu juga masih hangat"
Paksi tersenyum. Namun matanya tidak terlepas dari orang
yang sedang makan nasi megana di seberang.
"Aku belum pernah melihat penjual nasi megana itu, Bibi"
berkata Paksi tiba-tiba sambil menyuapi mulutnya.
"Kau memperhatikan penjual nasi megana itu, anak muda?"
bertanya perempuan separo baya yang menjual nasi tumpang
itu. "Tidak. Hanya aku belum pernah melihatnya"
"Apakah kau sering kemari, anak muda?"
"Ya. Bukankah aku sudah beberapa kali duduk dan makan
di sini" Tetapi mungkin tidak sepagi ini. Kadang-kadang
memang agak siang" "Tetapi aku belum pernah melihat kalian"
"Bibi memang pelupa. Baru kemarin dulu aku makan di sini"
"Aku hanya berjualan di hari pasaran"
"O" Paksi menjadi gagap. Namun katanya kemudian,
"Maksudku di hari pasaran kemarin"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perempuan itu mengerutkan dahinya. Namun iapun
kemudian berkata, "Perempuan muda yang cantik penjual nasi
megana itu sudah lama berjualan di situ. Tetapi juga hanya
pada hari-hari pasaran. Tetapi sudah sejak beberapa pasaran
ia tidak berjualan lagi"
"Sekarang ia berjualan lagi" desis Paksi.
"Sudah dua pasaran ini ia nampak berjualan di situ.
Sebenarnya ia merupakan saingan terberat bagiku. Mungkin
karena ia masih muda dan cantik, maka lebih banyak orang
membeli nasi megananya daripada nasi tumpangku, meskipun
nasi tumpangku tidak kalah enak dari nasi megana perempuan
muda yang cantik itu"
"Tentu, Bi. Nasi tumpang Bibi lebih enak dari nasi megana,
meskipun penjualnya muda dan cantik"
Namun tiba-tiba Wijangpun menyela, "Sebenarnya Bibi juga
tidak kalah cantik. Kemenangan perempuan itu hanyalah pada
kemudaannya" "Ah, kau ini ada-ada saja. Tetapi biarlah, untuk pujian ini
aku akan menambah bumbu tumpangnya pada nasi
tumpangmu. Itu kalau kau mau tambah lagi"
Wijang tertawa. Namun perempuan muda yang menjual nasi megana itu
memang menarik perhatian. Bukan karena kecantikannya.
Tetapi keasyikannya berbicara dengan orang yang baru turun
dari Padepokan Watukambang yang dipimpin oleh Ki Gede
Lenglengan. "Sst" desis perempuan penjual nasi tumpang itu, "nasimu
nanti tumpah. Kenapa kalian tidak membeli nasi megana saja
jika kalian memang tertarik kepada perempuan itu?"
"Ah, tidak. Tidak, Bi" sahut Wijang.
Sementara itu, dua orang lagi telah duduk pula di depan
penjual nasi megana yang cantik itu. Dua orang laki-laki yang
agaknya juga baru saja datang. Mereka nampaknya tidak
sempat makan pagi dari rumahnya.
Tetapi kehadiran kedua orang laki-laki itu tidak lagi
memberi kesempatan perempuan itu berbicara bersungguh-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sungguh dengan orang yang baru turun dari padepokan Ki
Gede Lenglengan itu. Beberapa saat kemudian, maka laki-laki yang baru turun
dari padepokan itupun telah bangkit berdiri. Wijang dan Paksi
melihat bahwa orang itu tidak membayar nasi yang
dimakannya. Dalam pada itu, maka Wijang dan Paksipun telah selesai
makan. Setelah membayar harga nasi tumpang yang mereka
makan, maka merekapun segera meninggalkan tempat itu.
"Ada beberapa kemungkinan" desis Wijang, "laki-laki itu
adalah saudaranya. Mungkin suaminya atau bakal suaminya.
Mungkin pula mereka mempunyai hubungan gelap"
"Tetapi menarik untuk mengetahui di mana perempuan itu
tinggal" "Ternyata kita salah mengambil langkah. Kita tidak makan
nasi megana saja, sehingga kita sempat berbincang-bincang
dengan perempuan cantik itu. Sekarang, kita tidak dapat
melakukannya. Penjual nasi tumpang itu akan dapat menjadi
marah jika ia melihat kita membeli nasi megana"
"Nanti, jika nasinya habis, kita lihat, ke mana perempuan
itu pergi" Keduanyapun kemudian berusaha untuk dapat mengamati
orang yang baru turun dari Padepokan Watukambang itu.
Ternyata orang itu memang berjalan hilir-mudik di dekat
penginapan yang telah dibuka kembali. Bahkan kemudian
orang itupun duduk di dekat penjual dawet yang sedang
berhenti di dekat dinding halaman penginapan yang rendah
itu. Wijang dan Paksi masih saja memperhatikannya. Ternyata
orang itu membeli semangkuk dawet cendol. Namun orang itu
telah memberikan uang pula kepada penjual dawet itu.
Beberapa saat orang itu duduk termangu-mangu.
Sementara itu mataharipun telah memanjat langit. Semakin
lama menjadi semakin tinggi.
Wijangpun menggamit Paksi ketika ia melihat perempuan
cantik penjual nasi megana itu berjalan sambil menggendong
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sisa dagangannya melintasi jalan di depan halaman
penginapan. Begitu perempuan itu lewat, maka laki-laki yang mereka
awasi itupun bangkit berdiri. Perempuan itu berhenti sejenak.
Mereka berbicara beberapa patah kata. Baru kemudian
perempuan itu pergi. "Nah" berkata Wijang, "siapakah yang akan kita awasi
sekarang" Perempuan itu atau laki-laki yang masih berdiri di
depan penginapan itu?"
"Biarlah perempuan itu berlalu. Kita tetap di sini"
Wijangpun mengangguk-angguk.
Sebenarnyalah Wijang dan Paksipun duduk agak jauh dari
laki-laki itu. Mereka berdua duduk di antara beberapa orang
yang sedang duduk beristirahat pula di pinggir jalan.
Ternyata laki-laki itu memang sedang mengawasi
penginapan itu. Agaknya ia ingin tahu kekuatan yang
melindungi orang-orang yang sedang menginap. Sementara
itu, di serambi penginapan itu, tiga orang upahan duduk
berjaga-jaga di amben panjang. Sedangkan dua orang yang
lain sedang sibuk membersihkan halaman.
Ketika matahari menjadi semakin tinggi, maka orang itupun
telah bangkit berdiri dan melangkah pergi.
Wijang dan Paksipun telah bersiap-siap untuk
mengikutinya. Namun ternyata orang itu pergi ke pintu
gerbang pasar dan masuk ke dalamnya.
"Apakah kita akan masuk ke pasar pula?" bertanya Paksi.


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apa salahnya" sahut Wijang.
Paksipun mengangguk-angguk. Tetapi sebelum mereka
pergi ke pintu gerbang, orang itu sudah keluar dari gerbang
pasar. Justru tidak sendiri.
"Orang itu berdua sekarang" desis Paksi.
Wijang termangu-mangu sejenak. Dengan dahi yang
berkerut diamatinya kedua orang itu yang justru telah pergi ke penginapan itu.
"Apa yang akan mereka lakukan?" desis Paksi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mereka tentu akan menginap di penginapan itu pula.
Tetapi kita dapat memperhitungkan apa yang akan mereka
lakukan" Paksi mengangguk-angguk. Beberapa saat lamanya keduanya menunggu. Mereka
melihat kedua orang itu berbicara dengan orang yang berjaga-
jaga di penginapan itu. "Mereka agaknya memang akan menginap" berkata Wijang.
Ketika kedua orang itu masuk ke dalam penginapan untuk
menemui pemiliknya, maka Wijang telah mendekati dinding
dan memberi isyarat kepada para penjaga di serambi
penginapan itu. Seorang di antara para penjaga itu telah memberi tahu
kepada kedua orang yang sedang membersihkan halaman,
agar seorang di antara mereka pergi menemui Wijang.
Dengan cepat Wijangpun memberikan pesan-pesannya
tentang kedua orang itu. "Kembalilah ke kerjamu. Kau tahu apa yang harus kau
lakukan. Malam nanti kalian harus bersiaga sepenuhnya. Aku
akan berada di sekitar tempat ini. Tetapi aku tidak akan
menginap di penginapan itu"
Orang itu mengangguk. Iapun segera kembali masuk ke
halaman penginapan untuk meneruskan kerjanya.
Sebenarnyalah kedua orang itu memang menyatakan untuk
menginap di penginapan itu. Untunglah bagi mereka, bahwa
mereka masih mendapatkan tempat, meskipun di sebuah
amben yang nampaknya susulan yang dapat mereka
pergunakan untuk berdua. "Barang-barangku masih ada di pasar" berkata orang yang
nampaknya telah dihubungi oleh laki-laki yang turun dari
padepokannya itu. "Nanti setelah pasar menjadi sepi akan aku
bawa kemari. Namun nampaknya sebagian besar daganganku
telah laku" "Apa yang Ki Sanak bawa ke pasar?"
"Kain lurik, setagen dan selendang"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pemilik penginapan itu mengangguk-angguk. Sementara
laki-laki yang akan menginap itu berkata selanjutnya, "Orang-
orang di seberang sungai banyak yang mengambil bahan-
bahanku. Mereka tentu akan dijual lagi. Harga yang aku
pasang juga terhitung murah"
"Sukurlah jika dagangan yang Ki Sanak bawa dapat habis
semuanya" Kedua orang itupun kemudian telah minta diri untuk pergi
ke pasar. Mereka masih akan menunggui barang-barang
mereka yang tersisa sampai saatnya pasar menjadi sepi.
Wijang dan Paksipun tidak mengikutinya lebih lama lagi.
Mereka sudah mendapat kesimpulan, apa yang kira-kira akan
mereka lakukan. "Cara ini lebih baik daripada kita mengepung dan
menghancurkan Padepokan Watukambang itu, Paksi" berkata
Wijang kemudian. "Maksudmu?" "Dengan cara ini, kita dapat menghancurkan mereka sedikit
demi sedikit di luar padepokan, sehingga tidak akan terjadi
salah langkah atas anak-anak muda yang disebut angkatan
mendatang. Yang akan datang kemari tentu orang-orang yang
sudah ditentukan. Mereka tentu sudah memiliki pengalaman
yang cukup untuk melakukan perampokan pada sasaran-
sasaran yang terhitung berat"
Paksi mengangguk-angguk. "Jika hari ini para prajurit dapat membunuh dan
menangkap sebagian dari para perampok itu, maka jumlah
mereka sudah dikurangi. Dendam mereka akan membawa
sebagian dari mereka datang lagi. Semakin lama penghuni
padepokan itu akan menjadi semakin sedikit"
Paksi mengangguk-angguk. Namun iapun kemudian
bertanya, "Lalu, apa yang akan kita lakukan sekarang?"
"Kita akan menunggu malam"
"Di sini?" "Kita dapat melihat-lihat lingkungan ini. Tetapi jangan ke
arah sekat dari padepokan itu, karena hal itu akan dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menimbulkan kecurigaan jika terlihat oleh orang-orang mereka
yang ternyata banyak berkeliaran di sini"
"Kita pergi ke sungai"
"Ke sungai?" "Ya" "Kau akan berendam?"
"Antara lain" "Kenapa antara lain?"
Paksi tersenyum. Katanya, "Selain berendam, aku
mempunyai keperluan lain"
Wijang tidak bertanya lagi. Ia justru berpaling, memandang
ke kejauhan sambil berdesis, "Ada-ada saja kau, Paksi"
Paksi tersenyum. Tetapi iapun terdiam.
Keduanyapun kemudian telah turun ke sungai. Mereka
berdua memang mandi sambil mencuci pakaian mereka,
kemudian dijemurnya di atas batu yang besar agar cepat
menjadi kering. Mereka sengaja melakukan apa saja untuk melupakan
waktu yang terasa berjalan sangat lamban.
Sementara itu, para prajurit yang berada di penginapan
telah mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Seorang di antara
mereka mencoba untuk meyakinkan, apakah kedua orang
yang menginap di penginapan itu, sebagaimana dipesankan
oleh Wijang dan Paksi, termasuk orang-orang yang
berbahaya. Ketika pasar menjadi sepi, maka kedua orang itu telah
kembali ke penginapan. Seorang di antara mereka hanya
membawa beberapa lembar kain yang dibungkus dengan kain
pula. Kepada orang-orang yang sudah berada di penginapan,
orang itu selalu berkata, "Daganganku laris hari ini. Semuanya habis terjual. Tinggal beberapa lembar ini"
"Sukurlah" jawab seorang pedagang yang lain. Katanya
pula, "Aku juga berdagang kain. Kainku termasuk laku di pasar
ini. Tetapi aku masih harus membawa pulang dua bungkus
kain dan selendang" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ki Sanak memberikan harga terlalu mahal, barangkali"
jawab orang yang ditemui oleh pengikut Ki Gede Lenglengan
itu. "Tidak. Harga kainku wajar. Mungkin harga kain yang Ki
Sanak pasang terlalu murah"
"Mungkin, Ki Sanak. Asal tidak rugi saja"
Pedagang itu mengangguk-angguk.
Di sore hari, penginapan itu menjadi semakin ramai. Di
antara mereka yang menginap adalah Ki Resatama. Meskipun
Ki Resatama itu tidak bertugas di Manjung atau di Mungge,
tetapi ia selalu mengamati tugas prajurit-prajuritnya.
Hari itu, di hari pasaran, Ki Resatama memerlukan datang
untuk menginap di penginapan itu. Dari seorang prajurit, Ki
Resatama segera mendapat laporan, bahwa ada dua orang
yang mencurigakan menginap di penginapan itu. Menurut
Pangeran Benawa, keduanya harus diawasi. Bahkan mungkin
malam nanti, kawan-kawan mereka akan datang.
"Untunglah, bahwa hari ini aku datang kemari"
Ki Resatamapun segera memerintahkan seorang
pengawalnya untuk menghubungi para prajurit yang berada di
hutan tidak terlalu jauh dari Manjung.
"Mereka harus bersiaga dan bahkan mendekati penginapan
ini. Jika mereka diperlukan, mereka sudah siap untuk
melibatkan diri. Tetapi harus tetap dalam penyamaran. Jangan
ada tanda-tanda keprajuritan"
"Bagaimana dengan kawan-kawan kita di Mungge?"
"Kita tidak usah menghubungi. Biarlah mereka menjaga
penginapan di Mungge. Mungkin saja para perampok justru
datang ke sana, bukan ke Manjung"
Pengawal itu mengangguk-angguk. Dengan hati-hati
pengawal itu pergi menemui beberapa orang prajurit yang
berkemah di pinggir hutan yang terlindung. Pengawal itu telah
menyampaikan perintah Ki Tumenggung Yudatama, yang
dikenal di penginapan bernama Ki Resatama.
"Baiklah" jawab seorang lurah prajurit yang bertugas
memimpin kawan-kawannya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jangan mengenakan ciri-ciri keprajuritan"
Lurah prajurit itu mengangguk.
Di sore hari, Wijang dan Paksi masih berkeliaran agak jauh
di sekitar penginapan. Tiba-tiba saja mereka melihat
perempuan cantik yang berjualan nasi megana itu telah
menggelar dagangannya tidak jauh dari penginapan. Tiga
orang telah duduk di atas tikar yang dibentangkan di dekat
regol halaman yang pagarnya agak lebih rendah dari dinding
halaman kebanyakan. "Kita juga membeli nasi megana"
Keduanyapun kemudian telah duduk di tikar yang telah
dibentangkan itu pula. Ketika ketiga orang yang membeli terdahulu sudah bangkit
berdiri dan meninggalkan penjual nasi yang cantik itu, Wijang
dan Paksi mendapat kesempatan untuk berbicara leluasa
dengan perempuan cantik itu.
"Sudah lama Mbokayu berjualan nasi megana?" bertanya
Wijang. "Sudah" jawab perempuan itu.
"Sejak berapa tahun yang lalu?"
"Tiga tahun" jawab perempuan itu.
"Suami Mbokayu tidak keberatan Mbokayu berjualan di
sini" Bukankah biasanya sampai malam turun?"
"Aku belum bersuami. Tetapi seandainya sudah, kenapa
keberatan" Bukankah aku tidak berbuat apa-apa selain
menjual nasi megana?"
"Maksudku, apakah Mbokayu selalu dijemput atau pulang
sendiri malam-malam?"
"Ah, pertanyaanmu aneh-aneh saja, Ki Sanak"
"Begini, Mbokayu" Wijang tersenyum-senyum, "jika tidak
ada yang mengantarkan Mbokayu pulang, biarlah aku saja
yang mengantarkannya. Barangkali membantu membawa
bakul dan perlengkapan lainnya atau apa saja"
"Ah. Kau ini ada-ada saja, Ki Sanak"
Paksipun kemudian menyahut, "Pokoknya, kami ingin
mengantarkan Mbokayu pulang"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perempuan itu tertawa tertahan. Katanya, "Sudah, ah.
Kalian tambah lagi atau tidak?"
"Tentu. Tentu, Mbokayu" jawab Wijang. "Biasanya kami
tidak terlalu banyak makan. Tetapi nasi megana Mbokayu
membuat kami merasa kelaparan"
Perempuan itu tertawa pula.
Namun tiba-tiba seseorang berdiri di sebelah perempuan
yang berjualan nasi megana itu sambil bertolak pinggang.
"Apa yang kalian lakukan di sini, he?"
Wijang dan Paksi termangu-mangu. Orang itu adalah orang
yang diketahuinya keluar dari sekat Padepokan Watukambang.
"Kami membeli nasi megana" jawab Wijang.
"Bohong. Kalian ganggu istriku"
"Jika aku mengganggunya, ia tentu akan berteriak minta
tolong. Bukankah tempat ini bukan tempat yang sepi. Orang-
orang yang berada di penginapan itu akan berlari-lari keluar"
"Kau ganggu istriku dengan cara yang lain. Tertawa-tawa
dan kalian bahkan telah merayunya"
"Bertanyalah kepada istrimu. Eh, apakah benar ia istrimu?"
"Kau tidak percaya, bahwa perempuan itu adalah istriku?"
"Percaya. Tentu percaya. Tetapi kami tidak
mengganggunya" "Keduanya tidak mengganggu aku, Kakang" berkata
perempuan itu. "Mereka hanya membeli nasi seperti yang lain"
"Tetapi anak muda ini tertawa-tawa dengan gayanya yang
mencurigakan" "Nampaknya sudah menjadi kebiasaan mereka, Kakang.
Tetapi yang mereka tanyakan adalah reramuan nasi megana
ini" "Itu cara mereka untuk dapat berbincang-bincang panjang
dengan kau" "Sudahlah, Kakang. Jangan marah-marah saja. Duduklah"
Laki-laki itupun kemudian duduk di sebelah perempuan
penjual nasi megana itu. Namun orang itu masih menggeram,
"Jika kalian ganggu calon istriku, maka aku bunuh kalian
berdua" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jangan terlalu garang. Aku tidak akan mengganggu siapa-
siapa di sini" "Pergilah" geram orang itu.
"Kau aneh, Ki Sanak. Kenapa kau tidak marah kepada
orang-orang lain yang membeli nasi di sini?"
"Sikap orang lain tidak seperti sikapmu berdua. Cepat,
selesaikan dan pergilah"
Namun tiba-tiba saja Paksi bertanya, "Jadi perempuan ini
calon istrimu, belum istrimu?"
"Apa bedanya, he" Aku tampar mulutmu"
Paksi menarik nafas panjang. Ia sadar, bahwa untuk
kepentingan yang lebih besar, ia harus menahan diri.
Sementara itu, langitpun menjadi gelap. Di regol halaman
penginapan telah dipasang oncor. Sedangkan dari pintu
penginapannya yang terbuka, nampak sinar lampu minyak
memancar keluar. Beberapa orang masih nampak hilir-mudik di halaman.
Yang lain duduk-duduk di lincak panjang, di serambi. Di
bagian dalam regol halaman, dua orang upahan berdiri
mengawasi keadaan. Namun keduanya sudah melihat Paksi
dan Wijang berkeliaran di luar regol halaman penginapan itu.


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setelah membayar harga nasi megana yang mereka
makan, maka Paksi dan Wijangpun bangkit berdiri dan
meninggalkan perempuan cantik penjual nasi itu.
"Kita belum sempat bertanya, di mana perempuan itu
tinggal" desis Wijang.
"Laki-laki itu tentu curiga bahwa pembicaraan kita akan
mengarah ke sana. Ia bukan semata-mata cemburu.
Perempuan itu mungkin bukan calon istrinya. Tetapi laki-laki
itu tentu lebih condong untuk melindungi rahasia
padepokannya" "Ya" Wijang mengangguk-angguk, "perempuan itu
sebenarnya akan dapat menjadi rambatan untuk mendapat
keterangan tentang padepokan itu"
Keduanyapun terdiam. Namun keduanya bahkan menjauhi
regol penginapan. Mereka tidak ingin pemilik penginapan itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melihat mereka berdua berkeliaran, namun tidak masuk ke
dalam penginapan itu. Dalam pada itu, ketika malam menjadi semakin dalam,
keadaan di sekitar penginapan itu menjadi sepi. Para penjual
nasi dan makanan serta minuman sudah tidak ada lagi. Yang
nampak hilir-mudik di halaman adalah dua orang upahan yang
menjaga regol dan dua orang lainnya menjaga pintu yang
masih sedikit terbuka. Sementara itu, pemilik penginapan itupun seperti biasanya
melihat-lihat keadaan di sekitar penginapannya. Kepada dua
orang yang menyertainya, pemilik penginapan itupun berkata,
"Nampaknya tidak ada apa-apa"
"Agaknya memang tenang-tenang saja. Tetapi seorang
kawanku sedang mengamati dua orang yang agaknya menarik
perhatian" "Keduanya menginap?"
"Ya. Nanti kawanku itu akan memberikan laporan, apabila
ia sudah mendapat kesimpulan"
Pemilik penginapan itu mengangguk-angguk. Bersama
kedua orang yang menyertainya melihat-lihat keadaan
penginapannya, pemilik penginapan itu memasuki ruang
penginapan. Nampaknya memang tenang-tenang saja. Apalagi
ruang penginapan bagi perempuan dan kanak-kanak. Tidak
ada tanda-tanda apa-apa yang dapat menimbulkan
kecurigaan. Namun ketika pemilik penginapan itu keluar, maka salah
seorang yang berjaga-jaga di pintu penginapan itu
menemuinya dan berbisik, "Ada yang mencurigakan.
Sebaiknya kita bersiap-siap"
"Kau yakin" Di mana kawan-kawan kalian?"
"Selain yang bertugas, mereka sedang beristirahat"
"Beritahu mereka agar mereka bersiap-siap jika terjadi
sesuatu malam nanti. Mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa"
Di dalam penginapan, Ki Resatama dan dua orang
pengawalnya sudah berbaring di amben yang besar bersama-
sama dengan tiga orang lain. Namun agaknya ketiganya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terlalu letih, sehingga ketiganya sudah tidur dengan nyenyak.
Di sudut, seorang saudagar yang kaya masih duduk bersila
sambil menyilangkan tangan di dadanya. Seorang
pengawalnya duduk di sebelahnya, sedang seorang yang lain
telah tidur mendengkur. "Pemalas" desis pengawalnya yang masih belum tidur.
"Biarkan saja" berkata saudagar itu. "Nanti bahkan dapat
bergantian dengan kau setelah lewat tengah malam"
Pengawalnya mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak
menjawab. Di sisi lain, dua orang masih duduk bersandar
dinding. Mereka bahkan masih berbincang-bincang dengan
asyiknya. Agaknya keduanya masih belum mengantuk.
Sedangkan di sudut, dua orang yang selalu berada dalam
pengawasan para petugas di penginapan itu, meskipun sudah
berbaring, tetapi ternyata mereka masih belum tidur pula.
Malampun semakin lama menjadi semakin larut. Wijang
dan Paksi ternyata berada di halaman samping rumah sebelah.
Mereka berusaha melepaskan diri dari penglihatan siapapun
juga. Di halaman yang gelap itu, mereka duduk terkantuk-
kantuk. Nyamuk kebun yang besar-besar merubungi tubuh
mereka. Gigitannya terasa sangat gatal di kulit mereka.
Ketika di banjar Padukuhan Manjung terdengar suara
kentongan dalam irama dara muluk, maka orang yang sempat
dilihat Wijang dan Paksi keluar dari sekat Padepokan
Watukambang itupun keluar dari ruang penginapan. Seorang
di antara kedua orang yang berjaga-jaga di luar pintu itupun
bertanya, "Ke mana, Ki Sanak?"
"Aku akan ke pakiwan"
Penjaga itu tidak bertanya lebih jauh. Namun penjaga yang
seorang lagi telah pergi menemui para penjaga di pintu regol
sambil berkata, "Berhati-hatilah. Selarak regol rapat-rapat.
Nampaknya mereka memanfaatkan suara kentongan di
banjar" "Bagaimana dengan kawan-kawan kita yang lain?"
"Aku akan mempersiapkan mereka"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Penjaga itupun kemudian telah pergi ke belakang bangsal
penginapan itu. Orang itu memasuki sebuah barak kecil yang
mereka pergunakan sebagai tempat tinggal.
Dengan isyarat, maka penjaga itu telah memberitahukan
kepada kawan-kawannya agar mereka bersiap-siap. Orang
yang pergi ke pakiwan itu ternyata tidak segera kembali.
Setelah kawannya kembali dari barak kawan-kawannya, maka
penjaga yang lain telah menyusul orang yang pergi ke
pakiwan itu. Namun ternyata orang itu tidak berada di
pakiwan. Dengan cepat penjaga itu kembali untuk memberitahukan
kepada kawannya, bahwa agaknya permainan sudah hampir
dimulai. Demikianlah, maka para penjaga itupun segera keluar dari
barak kecil mereka. Tanpa mendapat perintah dari pemilik
penginapan mereka sudah menempatkan diri mereka masing-
masing. Setelah beberapa hari mereka berada di penginapan itu,
maka para prajurit itupun benar-benar telah mengenal tempat
itu dengan baik. Mereka sudah tahu pasti, di mana mereka
harus berjaga-jaga untuk menghadapi segala kemungkinan.
Selain mereka yang berada di dalam halaman penginapan,
maka dua orang di antara mereka telah menyusup keluar
untuk mengamati keadaan di luar penginapan.
Sebenarnyalah, bahwa sekelompok orang sedang merayap
mendekati penginapan. Mereka tidak lagi mempergunakan
isyarat apa-apa. Mereka memanfaatkan suara kentongan di
banjar tepat di tengah malam sebagai aba-aba untuk mulai
merayap mendekati penginapan.
Wijang dan Paksi yang berada di halaman sebelah pun
segera menyadari kesiagaan para prajurit. Seorang di antara
para prajurit itu telah memberikan isyarat dengan
melemparkan batu kerikil, karena Wijang telah memberikan
pesan kepada mereka, bahwa ia dan Paksi akan berada di
halaman sebelah. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Halaman penginapan itu tampaknya sepi-sepi saja. Tetapi
sebenarnyalah bahwa para prajurit yang telah menjadi orang-
orang upahan di penginapan itu telah bersiaga sepenuhnya.
Tiba-tiba saja sepi malam itu telah terkoyak ketika
terdengar suara burung hantu. Suaranya terdengar jauh,
ngelangut dihanyutkan oleh angin malam yang dingin.
Suara burung hantu itu memang mengejutkan. Bahkan
orang-orang yang sedang merayap mendekati dinding
penginapan itupun terkejut. Mereka telah sepakat, tidak akan
terdengar isyarat apa pun selain suara kentongan yang tentu
akan berbunyi di banjar pada saat malam mencapai
puncaknya. "Siapakah yang membunyikan isyarat?" bertanya seorang
yang bertubuh raksasa yang memimpin sekelompok orang dari
padepokan. "Entahlah" jawab seorang perempuan, "tentu bukan orang-
orang kita" "Setan alas" geram orang bertubuh raksasa itu. "Tentu
orang-orang upahan yang bertugas mengawasi lingkungan ini"
"Apa peduli kita. Jumlah mereka hanya sedikit" jawab
perempuan itu. "Kau yakin?" "Aku yakin" "Jika demikian, kita harus dengan cepat memasuki halaman
penginapan itu. Kita bunuh setiap orang-orang upahan yang
bersedia bekerja pada pemilik penginapan itu"
"Orang-orang yang menginap tentu akan ikut bertempur"
"Mereka tidak banyak berarti"
Demikianlah, maka pemimpin dari para pengikut Ki Gede
Lenglengan itupun telah memberikan perintah dengan isyarat.
Suitan yang nyaring terdengar menggetarkan udara di sekitar
penginapan itu. Sambung-menyambung.
Dalam pada itu, pemilik penginapan itupun telah keluar dari
rumahnya pula. Seorang dari para prajurit yang menjadi orang
upahan di rumah itu telah menghubunginya dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memperingatkannya, bahwa bahaya akan dapat mendatangi
penginapan itu. "Kita akan bersiap" berkata pemilik penginapan itu.
"Apakah kalian sudah bersiap?"
"Kawan-kawan sudah berada di tempat mereka masing-
masing" "Di mana?" "Di halaman" "Berapa orang?"
"Bukankah jumlah kami ada lima belas?"
"Semuanya sudah bersiap?"
"Sudah" Pemilik penginapan itu sempat ragu-ragu sejenak. Orang-
orang yang diupahnya untuk menjaga penginapan itu justru
terlalu cepat bertindak sebelum ia memberikan perintah
apapun. "Apakah mereka justru bagian dari para perampok itu?"
pertanyaan itu sempat muncul di dalam hatinya.
Tetapi sudah tidak ada waktu untuk membuat
pertimbangan-pertimbangan. Pemilik penginapan itu tinggal
pasrah. Jika mereka bagian dari para perampok, maka
hancurlah semuanya. Namun pemilik penginapan itu sempat berdoa di dalam
hatinya. Dengan tergesa-gesa pemilik penginapan itupun
memasuki ruang penginapan untuk membangunkan mereka.
Tetapi sebagian besar dari mereka sudah terbangun.
Seorang saudagar tiba-tiba saja berteriak, "Kau
bertanggung jawab atas keselamatan kami"
"Kami akan berusaha" jawab pemilik penginapan itu.
Namun seorang yang lain berkata, "Kita tidak dapat tinggal
diam. Kita pun wajib melindungi milik kita sendiri"
Tetapi seorang yang lain lagi berkata, "Kita tidak perlu ikut
campur. Itu adalah tugas pemilik penginapan ini serta orang-
orang upahannya. Kita tinggal menunggu di sini. Jika pemilik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penginapan itu gagal memberikan perlindungan, maka justru
orang itulah yang harus kita bantai di sini"
Sebelum pemilik penginapan itu menjawab, justru seorang
upahan yang menyertainyalah yang menjawab, "Ki Sanak,
kami telah mencurigai Ki Sanak sejak Ki Sanak memasuki
penginapan ini. Kawan Ki Sanak sekarang pergi tanpa kami
ketahui. Karena itu, biarlah Ki Sanak ikut kami. Ki Sanak harus kami tempatkan di tempat yang khusus"
"Gila. Kenapa kau mencurigai aku?"
"Aku telah dihubungi oleh seorang kawanmu yang
mencurigakan. Penjual nasi megana dan tentu masih ada yang
lain. Kami sudah mendapat keterangan yang jelas tentang Ki
Sanak" Orang itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
iapun berteriak, "Kau tidak berhak memperlakukan aku seperti
itu" "Kami hanya ingin memenuhi keinginan Ki Sanak. Marilah,
Ki Sanak kami persilahkan tinggal di bilik khusus. Ki Sanak
tinggal menunggu. Kamilah yang akan melindungi mereka
yang sedang menginap"
Orang itu berdiri tegak mematung. Namun tiba-tiba saja
orang itu mencabut pedangnya dan langsung menyerang
pemilik penginapan yang sedang termangu-mangu.
Pemilik penginapan yang tidak menduga bahwa orang itu
akan menyerangnya, tidak sempat berbuat apa-apa. Ujung
pedang itu meluncur demikian cepatnya mengarah ke
jantungnya. Namun ketika ujung pedang itu tinggal sejengkal
menggapai dadanya, maka tiba-tiba saja orang itu berteriak.
Kaki orang yang dianggapnya orang upahan itu tepat
menghantam pergelangan tangannya, sehingga pedangnya
bukan saja terangkat, tetapi terlepas dari tangannya.
Orang itu meloncat selangkah surut. Tetapi ruangan terlalu
sempit, sehingga orang itu tidak dapat bergerak lebih jauh.
Pedangnya yang terlempar, hampir saja mengenai seorang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang baru saja bangkit dari pembaringannya. Untunglah
bahwa pedang itu tidak menyentuhnya.
Namun seorang yang berada di belakang orang yang
berusaha menusuk pemilik penginapan itu, hampir di luar
sadarnya telah memukul tengkuknya, sehingga orang itupun
terhuyung-huyung jatuh tertelungkup.
Ketika ia berusaha untuk bangkit, maka orang upahan
itulah yang memukulnya. Demikian kerasnya sehingga orang
itupun kembali menelungkup di lantai. Pingsan.
"Bersiaplah" berkata orang upahan itu, "para perampok itu
akan segera memasuki halaman penginapan ini"
Sejenak kemudian, maka orang-orang yang sedang
menginap itupun telah bersiap. Para saudagar dan pedagang
bersama para pengawalnya telah menggenggam senjata pula.
Ki Resatama yang menginap pula di penginapan itupun
berteriak, "Kita lindungi milik kita masing-masing. Jangan
bebankan kepada orang lain, meskipun orang lain itu akan
bersedia membantu kita. Kita sendirilah yang bertanggung


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jawab atas milik kita"
Sejenak kemudian merekapun telah berlari-larian keluar
dengan senjata mereka masing-masing. Ki Resatama adalah
orang yang pertama berlari keluar bersama kedua orang
pengawalnya. Demikian orang-orang yang menginap itu keluar, maka
para pengikut Ki Gede Lenglengan telah berada di luar dinding
penginapan yang rendah itu.
"Jangan mencoba melawan" teriak orang yang bertubuh
raksasa, yang tiba-tiba saja sudah berdiri di atas dinding
halaman penginapan itu. Yang menjawab justru Ki Resatama, "Bukankah kami
berhak melindungi harta kekayaan kami" Pergilah. Kami
semua sudah siap. Kalian tidak akan berhasil sebagaimana
yang pernah kalian lakukan"
"Apa yang pernah kami lakukan" Kami pernah mengambil
semua harta kekayaan orang-orang yang menginap di sini
tanpa banyak perlawanan. Meskipun demikian kami terpaksa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membunuh karena ada beberapa orang yang keras kepala.
Sekarang pun kami akan terpaksa membunuh jika ada yang
keras kepala" "Yang akan terjadi justru sebaliknya. Kamilah yang akan
membunuh kalian" jawab Ki Resatama yang berada di
penginapan itu sebagai seorang pedagang. Di belakangnya
dua orang pengawalnya telah siap pula menghadapi segala
kemungkinan. Sementara itu, di halaman itupun telah bertebaran orang-
orang yang dianggap sebagai orang-orang upahan untuk
melindungi penginapan itu.
Pemilik penginapan itu sendiri justru hanya berdiam diri.
Tiba-tiba saja persoalannya seakan-akan telah diambil alih
oleh pedagang yang bernama Resatama itu.
Orang bertubuh raksasa yang berdiri di atas dinding
halaman penginapan itu berteriak sekali lagi. Suaranya
menggelegar seperti suara guntur yang meledak di langit,
"Menyerahlah. Biarkan kami mengambil semua yang ingin
kami ambil. Kami berjanji untuk tidak menyakiti kalian
semuanya" "Kami tidak akan menyerahkan uang kami sekeping pun.
Kami telah bekerja keras untuk mengumpulkan uang sekeping
demi sekeping. Sekarang kalian datang begitu saja untuk
mengambilnya" jawab pedagang yang menyebut dirinya
bernama Resatama itu. "Setan kau. Kaulah yang akan mati paling cepat dari
semuanya yang ada di sini"
"Bukan kau yang menentukan mati dan hidupku"
Orang bertubuh raksasa itu tidak menunggu lebih lama lagi.
Tiba-tiba saja sekali lagi ia bersuit nyaring. Suaranya itupun disambut oleh suitan-suitan sambung bersambung.
Orang bertubuh raksasa itu pulalah yang pertama-tama
meloncat memasuki halaman penginapan itu, disusul oleh
orang-orangnya yang lain.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nampaknya orang bertubuh raksasa itu benar-benar ingin
membuktikan kata-katanya. Dengan serta-merta ia telah
menyerang orang yang menyebut dirinya Ki Resatama.
Tetapi Ki Resatama itupun telah bersiap menghadapinya. Di
tangannya telah tergenggam sebilah pedang. Pedang Ki
Resatama bahkan terhitung pedang yang besar dan panjang.
Orang bertubuh raksasa itupun telah memutar senjatanya
pula. Sebatang tongkat yang berwarna kehitam-hitaman.
Tongkat baja yang berat. Namun di tangannya, tongkat itu
nampaknya tidak lebih berat dari sebatang tongkat rotan.
Namun orang bertubuh raksasa itu terkejut. Ketika ia
mengayunkan tongkat bajanya, Ki Resatama sengaja
menangkisnya dengan pedangnya yang besar dan panjang itu.
Ketika benturan itu terjadi, orang yang bertubuh raksasa itu
merasakan getaran yang kuat bagaikan mengalir dan
mengguncang lengannya. Telapak tangannya terasa panas
sehingga orang itu harus meloncat surut untuk mengambil
jarak. "Iblis manakah yang hinggap di dalam tubuhmu?" geram
orang bertubuh raksasa itu
Ki Resatama tersenyum. Katanya, "Kau terlalu yakin akan
kemampuanmu, Ki Sanak. Sehingga kau sangat merendahkan
orang lain" "Persetan dengan tenaga iblismu. Aku akan memecahkan
kepalamu" Orang bertubuh raksasa itupun segera menyerangnya
dengan garang. Tetapi Ki Resatamapun telah siap
menghadapinya. Sementara itu kedua orang pengawal Ki Resatama pun
telah menghadapi lawan mereka masing-masing. Orang-orang
yang berwajah garang yang bertempur dengan kasar.
Dalam pada itu, maka para pengikut Ki Gede Lenglengan
itupun sudah berloncatan memasuki halaman. Mereka tidak
perlu merusak pintu, karena dinding halaman penginapan itu
termasuk dinding yang rendah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun orang-orang upahan yang bertebaran di halaman
itupun telah menyambut mereka pula. Bahkan orang-orang
yang menginap yang tidak rela menyerahkan harta bendanya
telah ikut bertempur pula. Sebagian dari mereka telah
mendapat perlindungan langsung dari pengawal mereka
masing-masing. Pemilik penginapan itu berdiri termangu-mangu. Ternyata
orang-orang yang diupahnya untuk melindungi orang-orang
yang menginap itu benar-benar melaksanakan tugas mereka
dengan sungguh-sungguh, bahkan mempertaruhkan nyawa
mereka. Menurut penilaian pemilik penginapan itu, mereka justru
jauh lebih baik dari orang-orang upahannya yang lama, yang
telah mengundurkan dirinya.
Orang-orang upahannya yang baru itu bertempur dengan
terampil dan berani. Mereka dengan tangkasnya memutar
senjata mereka. Dalam pada itu, pemilik penginapan itu menjadi berdebar-
debar ketika dilihatnya di antara mereka yang bertempur itu
terdapat dua orang anak muda yang telah membawa orang-
orang upahan itu kepadanya.
"Siapakah mereka sebenarnya" Apakah benar keduanya
pengembara?" bertanya pemilik penginapan itu di dalam
hatinya. Pemilik penginapan itu menyaksikan keduanya bertempur
di antara orang-orang upahannya dengan jantung yang
berdebaran. Namun pemilik penginapan itu tidak ingin berangan-angan
saja, sementara orang lain bertempur untuk melindungi harta
kekayaan orang-orang yang menginap di penginapannya itu.
Dengan senjata teracu di tangannya, maka pemilik
penginapan itupun segera telah turun ke arena pertempuran.
Sebenarnyalah Wijang dan Paksi telah bertempur pula di
sudut halaman penginapan. Wijang telah memilih lawan
seorangyang sangat menarik perhatiannya. Seorang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perempuan yang dikenalinya sebagai penjual nasi megana di
pasar dan di luar dinding halaman penginapan itu.
"Selamat malam, Mbokayu" sapa Wijang demikian ia berdiri
di hadapan perempuan yang sedang bertempur dengan
garangnya itu. "Kau, anak muda" desis perempuan itu. "Minggirlah. Aku
sama sekali tidak ingin membunuhmu"
Wijang tertawa. Katanya, "Aku mencarimu dengan susah
payah, sekarang begitu saja kau mengusirku"
"Untuk apa kau mencariku?"
"Sore tadi kau belum memberitahukan kepadaku, di mana
kau tinggal" "Persetan dengan pertanyaanmu itu"
"Jangan lekas marah, Mbokayu. Pembicaraan kita sore tadi
terputus karena kehadiran seorang laki-laki yang mengaku
bakal suamimu itu. Tetapi aku yakin, bahwa ia berbohong"
"Pergi, atau aku benar-benar membunuhmu"
"Kita mempunyai banyak kesempatan berbincang sekarang"
"Cukup" "Ternyata Mbokayu memang tidak memerlukan dijemput
oleh siapa pun meskipun Mbokayu pulang terlalu malam"
Perempuan itu tidak menjawab. Tetapi dengan garangnya
ia menyerang Wijang dengan sebilah pedang. Tetapi dengan
tangkasnya Wijang menghindar. Sambil tertawa iapun berkata,
"Kau memang garang, Mbokayu. Tetapi sebaiknya kau
ceriterakan kepadaku, siapakah laki-laki yang mengaku bakal
suamimu itu" Perempuan itu tidak menjawab. Tetapi serangannya justru
datang membadai. Tetapi Wijang mampu berloncatan dengan
cepat, sehingga serangan-serangan itu tidak menyentuhnya.
Namun tiba-tiba saja laki-laki yang mengaku bakal
suaminya itupun meloncat menyerangnya pula sambil berkata
lantang, "Aku telah mencurigai kalian sejak kalian pura-pura
membeli nasi megana itu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wijang meloncat surut. Namun sebelum ia harus bertempur
melawan kedua orang itu, Paksi telah meloncat
menghampirinya. Dengan tongkatnya Paksi telah menyerang laki-laki yang
mengaku bakal suami penjual nasi itu.
"Biarlah mereka berbincang berdua" berkata Paksi.
"Sebaiknya kau tidak mengganggunya"
"Persetan kau, anak muda. Perempuan itu adalah bakal
istriku" Paksi tertawa. Katanya, "Jangan bohongi aku. Kau bukan
bakal suaminya. Mungkin kau menyukai perempuan itu. Tetapi
ia tidak menyukaimu"
"Omong kosong" "Perempuan itu menyukai kawanku itu. Tetapi karena
mereka berdiri di pihak yang berbeda, merekapun telah
berpura-pura bertempur"
"Omong kosong" "Jika kau sempat, kau dapat memperhatikan mereka.
Apakah mereka bertempur bersungguh-sungguh atau tidak"
"Licik. Kau akan menyerang saat aku lengah"
"Tidak" berkata Paksi. "Aku akan mengambil jarak. Kau
akan mendapat kesempatan itu. Tetapi jangan mencoba lari"
Paksipun kemudian telah meloncat surut beberapa langkah.
Dibiarkannya lawannya itu memperhatikan lingkaran
pertempuran antara Wijang dengan perempuan yang
menyamar sebagai penjual nasi itu.
Orang itu memang sekali-sekali mendengar Wijang tertawa.
Tetapi ia tidak dapat mengamati wajah Wijang dan
perempuan penjual nasi itu dengan jelas dalam kegelapan.
"Nah, kau percaya?" bertanya Paksi.
"Tidak. Aku tidak percaya" jawab laki-laki itu. Serangan-
serangannyapun semakin lama menjadi semakin sengit.
Namun serangan-serangan itu tidak mampu menguak
pertahanan Paksi. "Jika kau tidak percaya, tanyakan sendiri kepada
perempuan itu. Aku akan memberimu kesempatan lagi"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak. Aku yakin, bahwa perempuan itu tidak akan pernah
menyukai orang lain"
Paksi tertawa. Katanya, "Kau bertepuk sebelah tangan.
Kawanku itu lebih muda darimu. Lebih tampan dan ilmunya
pun lebih tinggi. Lalu apamu yang mempunyai kelebihan dari
kawanku itu?" "Cukup" Suara tertawa Paksi masih terdengar. Katanya,
"Sebenarnya sore tadi perempuan itu sudah minta kawanku
mengantarnya pulang. Tetapi kau telah datang dan mengaku
bakal suaminya. Tetapi ternyata kau berbohong"
"Diam. Diam kau" teriak laki-laki itu semakin keras. Yang
terdengar kemudian adalah suara tertawa Paksi yang
berkepanjangan. Laki-laki itu menjadi semakin marah. Wajahnya bagaikan
terbakar. Suara tertawa Paksi terasa menusuk-nusuk
jantungnya. Tetapi orang itu tidak dapat berbuat banyak. Serangan-
serangannya selalu membentur tongkat Paksi yang
berputaran. Bahkan justru tongkat Paksilah yang sekali-sekali telah
menyentuh tubuhnya. Sementara itu, Wijang masih juga bertempur melawan
perempuan penjual nasi megana itu. Betapapun tangkasnya
perempuan itu, tetapi berhadapan dengan Wijang, maka
seakan-akan ia menjadi orang yang tidak berdaya sama sekali.
Serangan-serangannya seakan-akan tidak berarti apa-apa bagi
Wijang. Dengan gerak-gerak sederhana Wijang selalu dapat
menghindarinya. Sekali-sekali menangkis dan menepis senjata
perempuan itu. "Anak iblis" geram perempuan itu. "Ilmu apa yang kau
pergunakan sehingga kau mampu menghindari serangan-
seranganku?" "Kau pikir ilmu apa, he" Apakah ilmuku bukan ilmu
kanuragan seperti ilmumu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Persetan dengan ilmu iblismu"
Wijang tertawa. Katanya, "Sebaiknya kau bawa saja bakul
nasi meganamu. Sebenarnyalah sulit untuk menemukan nasi
megana seperti nasi megana yang kau buat itu"
Perempuan itu tidak menjawab. Serangan-serangannya
menjadi semakin cepat. Namun serangan-serangan itu sama
sekali tidak menggoyahkan pertahanan Wijang. Sepasang
pisau belati Wijang berputaran di kedua tangannya. Sekali-
sekali tajamnya nampak berkilat di gelapnya malam. Namun
Wijang sama sekali tidak berniat melukai perempuan itu. Ia
ingin menangkapnya dan menyadap keterangannya tentang
padepokan di belakang sekat itu.
Sementara itu, pertempuran di halaman itupun berlangsung
dengan sengitnya. Ki Tumenggung Yudatama sendirilah yang
menghadapi kepercayaan Ki Gede Lenglengan yang bertubuh
raksasa itu.

Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Para perampok yang datang dari Padepokan Watukambang
itu memang merasa heran, bahwa orang-orang upahan yang
melindungi orang-orang yang menginap itu ternyata memiliki
kemampuan yang tinggi. Lebih tinggi dari orang-orang upahan
yang telah mengundurkan diri itu.
Sementara itu, orang yang bertubuh raksasa itupun
menjadi sangat marah. Seorang yang menginap di penginapan
itu ternyata memiliki ilmu yang tinggi yang mampu
mengimbangi ilmunya. Pemilik penginapan itu sendiri menjadi heran. Orang-orang
upahan yang dibawa oleh kedua orang anak muda itu telah
berbuat jauh lebih banyak dari yang diharapkannya. Di hari-
hari yang lain, mereka dengan rajin bekerja memelihara
penginapan itu. Sedangkan pada saat bahaya yang
menakutkan itu datang, mereka telah menunjukkan
kemampuan mereka. Dalam pada itu, orang-orang yang menginap di penginapan
itupun benar-benar merasa dilindungi. Meskipun mereka juga
harus bertempur melawan para perampok, tetapi mereka tidak
bertempur seorang melawan seorang. Orang-orang yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menginap itu dapat saling membantu. Sementara orang-orang
yang membawa pengawal, bertempur bersama-sama dengan
pengawal-pengawal mereka. Sedangkan orang-orang upahan
yang bekerja pada penginapan itu rasa-rasanya berloncatan di
halaman dengan tangkasnya. Rasa-rasanya mereka berada di
setiap jengkal tanah di halaman penginapan itu.
Sementara itu, orang-orang dari Padepokan Watukambang
yang mendapat beban terberat telah terjerat pada lawan-
lawan yang tangguh. Orang yang bertubuh raksasa itu
ternyata tidak segera dapat mengalahkan lawannya yang
mengaku bernama Resatama itu. Bahkan semakin lama
menjadi semakin jelas, bahwa Ki Resatama itu mampu
mendesak kepercayaan Ki Gede Lenglengan.
Dalam keadaan yang gawat, maka orang bertubuh raksasa
itupun berteriak, "Nyi Rumi, cepat selesaikan lawanmu itu.
Jangan merasa belas kasihan lagi. Kita harus segera
menyelesaikan tugas kita"
"Aku akan membunuh tikus kecil ini" teriak perempuan
yang disebut Nyi Rumi itu sambil menghentakkan
kemampuannya menyerang Wijang.
Tetapi Wijangpun tertawa. Dengan tangkasnya ia meloncat
menghindar. Sementara itu Paksipun berkata kepada lawannya, "Nah,
kau lihat bahwa perempuan penjual nasi itu tidak bersungguh-
sungguh" Jika pemimpinmu yang tubuhnya seperti buta ijo itu
menyebut nama perempuan itu, tentu perempuan itu
termasuk orang yang terpercaya di lingkungan kalian. Tetapi
ia sengaja membiarkan kawanku itu memberikan perlawanan
sekedarnya, karena ia memang menyukainya"
"Tutup mulutmu" teriak laki-laki itu.
Tetapi Paksi justru tertawa. Katanya, "Jangan merajuk.
Nampaknya kau tidak akan sempat menyaksikan akhir dari
permainan perempuan yang kau sebut bakal istrimu itu"
Laki-laki yang marah itu telah menghentakkan ilmunya.
Serangan-serangannya menjadi bertambah garang. Susul-
menyusul seperti banjir bandang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi justru orang itulah yang terlempar dari arena dan
jatuh terlentang di halaman. Tongkat Paksi telah mengenai
dadanya, sehingga dadanya menjadi sangat nyeri dan
nafasnya serasa terhenti.
Namun Paksi tidak memburunya. Dibiarkannya orang itu
berusaha untuk bangkit dan memperbaiki keadaannya.
Dengan mata menyala dipandanginya Paksi yang berdiri
sambil memegangi tongkatnya dengan tangan kanannya,
sedangkan tangan kirinya bertolak pinggang.
"Bangkitlah, Ki Sanak. Menyerahlah. Barangkali itu akan
lebih baik bagimu. Seandainya kau berhasil menyelamatkan
diri dari arena pertempuran ini dan bahkan berhasil kembali ke sarangmu, apakah kau tidak akan dihukum oleh pemimpinmu"
Seorang perampok harus berhasil membawa kembali harta
benda yang berharga atau mati di arena. Mereka yang kembali
tanpa membawa hasil rampokannya, justru akan mengalami
kesulitan yang gawat"
"Persetan dengan igauanmu"
"Aku adalah salah seorang di antara mereka yang pernah
menjadi perampok. Ayahku adalah seorang perampok.
Kakakku, pamanku dan semua laki-laki dalam keluargaku.
Tetapi aku lari ketika ayah dan kakakku dibunuh oleh
pemimpin perampok itu karena gagal merampok rumah
seorang saudagar kaya. Sejak itu aku mendendam kepada
semua perampok. Termasuk kau"
Telinga orang itu bagaikan disentuh api. Karena itu, maka
iapun segera meloncat menyerang Paksi dengan garangnya.
Senjatanya terayun menebas ke arah dada. Tetapi senjata itu
sama sekali tidak menyentuh sasaran.
Bahkan demikian senjata orang itu meluncur di depan
dada, Paksi telah memukul lambung orang itu. Orang itu
terbungkuk kesakitan. Dengan tangan kirinya orang itu
menekan lambungnya yang bagaikan terbakar.
Paksi melihat kesempatan untuk menyelesaikan
pertempuran itu. Ia dapat memukul tengkuk orang itu,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sehingga orang itu akan terkapar mati di halaman penginapan
itu. Namun ketika Paksi mengangkat tongkatnya, terasa ada
sesuatu yang menahannya. Orang itu sudah tidak berdaya
sama sekali. Ia sudah tidak mampu melawan, menangkis atau
menghindar. Lebih dari itu, maka mungkin sekali orang itu
akan dapat memberikan keterangan-keterangan penting
tentang Padepokan Watukambang.
Karena itu, Paksi mengurungkan niatnya. Dengan ujung
tongkatnya Paksipun telah menekan punggung orang itu di
bawah tengkuknya. Orang itu jatuh tertelungkup. Sentuhan ujung tongkat Paksi
telah membuatnya seakan-akan kehilangan tenaganya dan
bahkan kemudian kesadarannya. Sekejap kemudian, maka
orang itupun telah jatuh pingsan.
Wijangpun melihat apa yang telah dilakukan oleh Paksi.
Ternyata apa yang dilakukan oleh Paksi itu telah menimbulkan
gagasan kepadanya untuk memperlakukan perempuan itu
sebagaimana lawan Paksi. Karena itu, ketika perempuan itu
menyerang dengan garangnya, Wijang telah melenting ke
samping. Dengan cepat perempuan itu menggeliat, senjatanya
terayun dengan derasnya, namun Wijang bagaikan telah
hilang dari arena. Tetapi perempuan itu terkejut ketika ia merasa bahunya
digamit dari belakang. Demikian ia berputar, maka dilihatnya
Wijang berdiri di hadapannya.
Namun perempuan itu tidak sempat berbuat apa-apa. Jari-
jari Wijang telah menyentuh bahunya, di pangkal lehernya.
Seperti lawan Paksi, perempuan itupun kehilangan
tenaganya. Perlahan-lahan ia jatuh di atas lututnya. Namun
kemudian ia terguling terlentang di tanah. Perempuan penjual
nasi megana itu telah pingsan.
Dalam pada itu, Wijang dan Paksi yang telah kehilangan
lawan-lawannya itupun segera terjun ke medan pertempuran,
sehingga para perampok itupun semakin mengalami kesulitan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang yang bertubuh raksasa itu menjadi semakin marah.
Ketika ia melihat perempuan yang dipanggilnya Nyi Rumi itu
terkapar, kemarahannya telah membakar ubun-ubunnya.
Namun orang itu juga menyesali keterangan yang telah
diberikan oleh Nyi Rumi, bahwa penginapan itu hanya
dilindungi oleh beberapa orang yang tidak berarti.
Namun ternyata orang-orang upahan itu adalah orang-
orang yang berpengalaman dan memiliki ketrampilan jauh
lebih baik dari orang-orang upahan yang terdahulu.
Tetapi para perampok itu sudah terlanjur terjun di medan
yang menjadi bagaikan neraka itu. Bahkan lebih buruk dari
kedatangan mereka yang pertama kali.
Tetapi orang bertumbuh raksasa itu tidak dapat
meninggalkan arena. Jika ia kembali ke padepokan, maka
nasibnya justru akan menjadi sangat buruk.
Karena itu, maka dikerahkannya ilmunya. Dihentakkannya
kekuatannya untuk menyerang pedagang yang memiliki ilmu
yang tinggi itu. Namun kepercayaan Ki Gede Lenglengan itu tidak mampu
mengimbangi kemampuan Ki Tumenggung Yudatama.
Meskipun kepercayaan Ki Gede Lenglengan itu mempunyai
tenaga dan kekuatan yang sangat besar, serta memiliki ilmu
yang tinggi dan pengalaman yang luas, namun ia telah
membentur perlawanan seorang tumenggung prajurit Pajang
yang terlatih serta mempunyai pengalaman yang tidak kalah
luasnya dengan orang bertubuh raksasa itu.
Karena itu, maka bagaimanapun juga orang bertubuh
raksasa itu mengerahkan kemampuannya, namun akhirnya, ia
tidak dapat mengelak dari satu kenyataan, bahwa ia tidak
dapat memenangkan pertempuran itu.
Tetapi orang itu sama sekali tidak mau mendengarkan
peringatan-peringatan yang diberikan oleh Ki Tumenggung.
Orang yang bertubuh raksasa itu memang tidak pernah
bermimpi untuk pada suatu saat ia akan menyerah saat
melawan calon korbannya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena itu, maka Ki Tumenggungpun tidak mempunyai
pilihan lain. Perlawanan orang bertubuh raksasa itu harus
diakhiri. Sebuah teriakan penuh gejolak kemarahan serta
umpatan-umpatan kasar telah mengakhiri perlawanan orang
bertubuh raksasa itu. Dalam pada itu, orang-orangnyapun menjadi kehilangan
pegangan. Tetapi mereka menyadari apakah yang akan terjadi
atas diri mereka jika mereka mencoba melarikan diri dan
kembali ke padepokan. Ki Gede Lenglengan tidak pernah mau
mengampuni. Orang itu tidak pernah mau mendengarkan
penjelasan dari para pengikutnya jika mereka terpaksa
melarikan diri dan kembali ke padepokan.
Karena itu, sebagian dari para perampok itu memang
memilih bertempur sampai mati. Namun sebagian yang lain
memilih menyerah daripada harus kembali menghadap Ki
Gede Lenglengan atau lari ke manapun.
Menjelang dini pertempuranpun telah berakhir. Ada enam
orang perampok yang dapat ditawan. Yang lain telah terbunuh
di pertempuran. Sedangkan yang melarikan diri, telah memilih
lari menjauhi padepokan di kaki Gunung Merapi itu. Mereka
akan menjadi pengembara yang tidak tahu kapan akan
berakhir serta apa yang akan terjadi atas diri mereka.
Sementara itu, ada dua orang upahan yang terluka agak
parah. Tujuh yang lain terluka ringan. Sedangkan dua orang
yang sedang menginap telah terluka agak parah pula,
meskipun tidak membahayakan jiwa mereka. Beberapa orang
tergores senjata sehingga terluka, meskipun hanya luka
ringan. Pemilik penginapan itu menjadi sibuk. Bersama beberapa
orang upahan, ia merawat orang-orang yang terluka.
Dipanggilnya seorang tabib terbaik di padukuhan itu untuk
segera mengobati orang-orang yang terluka, terutama yang
terluka parah. Dalam pada itu, Wijang dan Paksi telah berbicara dengan Ki
Tumenggung Yudatama. Bahkan di antara para tawanan itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terdapat seorang perempuan yang nampaknya mempunyai
pengaruh yang besar bagi padepokan itu.
"Kita akan mengumpulkan mereka yang tertawan" berkata
Ki Tumenggung. Ki Tumenggung pun telah menjelaskan pula
alasannya, kenapa ia tidak memberikan isyarat untuk
memanggil para prajurit yang berkemah di tepi hutan.
"Ada tugas khusus untuk mereka"
"Tugas apa, Ki Tumenggung?" bertanya Wijang.
"Aku akan memerintahkan lurah prajurit yang bertugas di
antara mereka. Ia harus datang dengan prajurit-prajuritnya,
dengan ciri-ciri keprajuritannya. Mereka akan dapat membawa
para tawanan yang ada di penginapan ini ke Pajang. Namun
mereka harus segera kembali ke perkemahan mereka"
Wijang dan Paksi mengangguk-angguk. Mereka mengerti
apa yang dimaksud oleh Ki Tumenggung Yudatama.
Sebenarnyalah selagi terjadi kesibukan untuk merawat
orang-orang yang terluka, seorang lurah prajurit dalam
penyamaran telah menghadap Ki Tumenggung. Sementara
Wijang dan Paksi justru telah menghilang dari penginapan itu.
Ki Tumenggungpun telah memberikan perintah-perintah,
apa yang harus dilakukannya.
Dalam pada itu, pemilik penginapan itu memang agak
menjadi bingung ketika seorang yang menginap di penginapan
itu bertanya, apakah mereka yang ingin pergi ke Nglungge
dapat melanjutkan perjalanannya esok pagi sebagaimana
direncanakan. Selagi pemilik penginapan itu masih menimbang-nimbang,
Ki Tumenggung yang dikenal sebagai Ki Resatama itupun
berkata, "Kita akan meneruskan perjalanan esok. Jika aku
tidak pergi esok pagi, aku akan dapat terlambat"
"Tetapi bagaimana dengan pengawalan yang seharusnya
kami lakukan?" "Kenapa" Bukankah tidak ada seorang pengawal pun yang
terbunuh" Mungkin ada satu dua yang tergores senjata, tetapi
bukankah mereka telah dapat melakukan tugas mereka?"
"Jadi siapakah yang akan menjaga para tawanan?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Para tawanan itu diikat saja di batang-batang pohon yang
kuat" jawab Ki Resatama. "Mungkin dua atau tiga orang yang
bekerja di penginapan ini dapat menungguinya, sementara
yang lain mengantar kami sampai ke sasak"
Pemimpin penginapan itu termangu-mangu. Namun
beberapa orang yang lain sependapat. Bahkan seorang yang
terluka pundaknya berkata, "Sebaiknya besok kita meneruskan
perjalanan seperti yang direncanakan. Aku mempunyai janji.
Jika terlambat, mungkin sekali uang yang sudah di depan
hidungku akan terlepas"
"Baiklah" berkata pemilik penginapan itu, "aku nanti akan
berbicara dengan orang-orang yang aku upah untuk


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengawal penginapan ini serta perjalanan kalian sampai ke
sasak penyeberangan"
Ternyata orang-orang upahan itu tidak berkeberatan untuk
membagi tugas. Sebagian menjaga para tawanan, sedangkan
yang lain akan mengantarkan orang-orang yang akan
menempuh perjalanan ke Nglungge lewat sasak
penyeberangan. Malam itu, hampir tidak seorang pun yang sempat tidur
lagi. Apalagi mereka yang terluka. Sedangkan orang-orang
yang akan melanjutkan perjalanan telah bersiap-siap
mengemasi barang-barang mereka. Sedangkan orang yang
besok akan pulang setelah menjual dagangannya di Pasar
Manjung di hari pasaran, akan meninggalkan penginapan itu
pula. Namun orang-orang yang menginap di penginapan itu
merasa cukup terlindungi, meskipun ada di antara mereka
yang terluka Pagi-pagi menjelang fajar, orang-orang di
penginapan itu telah dikejutkan oleh kehadiran sekelompok
orang yang tiba-tiba saja sudah berada di luar dinding
halaman penginapan yang rendah.
Pemilik penginapan itu dengan dua orang pegawainya telah
turun ke halaman dengan tergesa-gesa. Mereka melihat orang
yang bertugas di regol telah membuka pintu regol halaman.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Siapakah mereka?" bertanya pemilik penginapan dengan
cemas. Sekilas ia menduga, bahwa orang-orang yang
diupahnya bekerja padanya itu telah diselundupkan oleh
sekelompok perampok yang lain, yang ternyata datang
kemudian. Namun salah seorang pengawal di pintu regol itu
menjawab, "Sekelompok prajurit Pajang"
"Prajurit Pajang?" pemilik penginapan itu terkejut.
Sebenarnyalah yang memasuki halaman penginapan itu
adalah sekelompok prajurit yang dipimpin oleh seorang lurah
prajurit. Dengan tergesa-gesa pemilik penginapan itupun telah
menemuinya dan berkata, "Selamat datang di penginapanku,
Ki Sanak" "Aku, Ki Lurah Trunawara datang mengemban tugas"
"Tugas apa, Ki Sanak?"
"Kami mendapat perintah untuk membawa para perampok
yang tertawan ke Pajang"
"Para perampok" Demikian cepat Pajang mendengar
peristiwa ini dan demikian cepat Ki Lurah sampai di sini?"
"Petugas sandi kami telah mencium rencana ini sejak
kemarin sore. Dua orang di antara para perampok itu telah
membicarakan rencana ini. Petugas sandi itu segera
melaporkan kepadaku di perkemahan kami. Tetapi kami
datang terlambat, meskipun kami bergerak cepat. Kami
mendapat laporan dari petugas sandi kami yang lain, bahwa
pertempuran sudah selesai. Para petugas di penginapan ini
berhasil menghancurkan gerombolan perampok itu"
"O" pemilik penginapan itu menarik nafas panjang. Namun
Ia sempat juga bertanya, "Di mana perkemahan Ki Lurah,
sehingga Ki Lurah datang terlambat?"
Lurah prajurit itu mengerutkan dahinya. Namun kemudian
iapun berkata, "Apakah Ki Sanak merasa perlu mengetahui di
mana kami berkemah?"
"Tidak. Bukan maksudku. Aku hanya ingin mengatakan,
bahwa Ki Lurah tentu berkemah di tempat yang jauh"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak terlalu jauh. Tetapi perjalanan petugas sandi kami
dan perjalanan pasukan kami memerlukan waktu"
Pemilik penginapan itu tidak bertanya lagi. Namun seorang
pengawalnya berkata, "Untunglah kami dapat mengatasi
sendiri keadaan ini. Jika tidak, maka yang Ki Lurah temukan di sini adalah mayat-mayat kami"
Ki Lurah Trunawara mengerutkan dahinya. Namun sambil
menarik nafas dalam-dalam iapun berkata, "Kami memerlukan
kerja sama yang baik dengan mereka yang memerlukan
bantuan kami. Jika saja kami tahu sejak kemarin, maka kami
tidak akan terlambat. Tetapi petugas sandi kami baru dapat
mencapai perkemahan semalam. Kami berharap pada
kesempatan lain, setiap bentuk kecurigaan terhadap
kemungkinan buruk, kami dapat diberitahu secepatnya agar
kami tidak terlambat"
"Tetapi kami tidak tahu, di mana Ki Lurah berkemah"
"Kalian tidak perlu mencari aku. Yang aku maksudkan
dengan kami adalah prajurit Pajang di manapun para prajurit
itu berada" "Terima kasih, Ki Lurah" berkata salah seorang upahan
yang mengawalnya. Pagi itu juga, para prajurit Pajang itu telah mengambil dan
membawa para perampok yang tertawan, termasuk
perempuan cantik penjual nasi megana yang telah terbangun
dari pingsannya. Demikian para prajurit meninggalkan diri, sebagian dari
orang-orang yang menginap di penginapan itu akan
meneruskan perjalanan ke Nglungge. Sebagian lagi memang
akan pulang setelah seharian menggelar dagangannya di
Pasar Manjung. Para pengawal pun telah dibagi. Sepuluh orang akan
mengawal mereka yang akan meneruskan perjalanan.
Selebihnya, kecuali yang terluka parah, akan menjaga
penginapan itu serta merawat kawan-kawan mereka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Para pengawal yang terluka ringan sama sekali tidak
menghiraukan luka-luka mereka. Mereka masih saja
menjalankan tugas mereka dengan baik.
Namun dalam pada itu, pemilik penginapan itu sudah tidak
dapat menemukan lagi dua orang anak muda yang menyebut
diri mereka pengembara. Pada saat pertempuran berlangsung
keduanya nampak ada di halaman. Namun kemudian
keduanya telah hilang. Sebenarnyalah Wijang dan Paksi telah mengikuti para
prajurit Pajang yang membawa para tawanan ke Pajang.
Wijang dan Paksi ingin mendengar dari mereka, apakah di
padepokan itu terdapat beberapa anak muda yang disebut
angkatan mendatang. Namun para prajurit itu, setelah menyerahkan para
tawanan, telah kembali lagi ke dalam tugas mereka di
perkemahan mereka, di pinggir hutan di dekat Padukuhan
Manjung. Perempuan penjual nasi itu terkejut ketika di hari
berikutnya pintu bilik tahanannya terbuka. Ia melihat dua
orang yang telah membeli nasi megana di dekat penginapan
itu. "Kita bertemu lagi Mbokayu" desis Wijang yang kemudian
duduk di sebuah amben kayu bersama Paksi, sementara
perempuan itu duduk di bibir pembaringan di bilik tahanan itu.
"Siapa kau sebenarnya?" bertanya perempuan itu.
"Namaku Wijang dan ini adalah adikku, Paksi. Kami adalah
pengembara yang menempuh perjalanan tanpa akhir"
"Omong kosong. Jika kalian benar pengembara, kalian tidak
akan dapat memasuki barak tahanan ini"
Wijang tersenyum. Katanya, "Kau benar. Tetapi bagimu
siapa pun aku, itu tidak penting"
"Lalu, apa maksudmu?"
"Mbokayu" desis Wijang. Namun kata-katanya terputus.
"Jangan panggil aku Mbokayu. Panggil aku Rumi. Kau tentu
mendengar kawanku itu memanggil namaku"
"Baiklah, Rumi. Aku datang untuk minta pertolonganmu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pertolonganku" Apa yang dapat aku lakukan" Aku hanya
seorang penjual nasi"
"Mungkin pada suatu hari aku ingin kau menolong
membuat nasi megana bagi kami. Tetapi kali ini kami ingin
tahu, siapa saja yang berada di padepokan itu. Bukankah di
padepokan itu ada beberapa orang anak muda yang sedang
ditempa untuk menjadi kekuatan bagi angkatan mendatang?"
"Aku tidak tahu maksudmu"
"Rumi, kami ingin tahu, ada beberapa orang anak muda
yang berada di padepokanmu. Maksudku, anak-anak muda
atau remaja yang sudah menjelang dewasa, yang ditempa
dengan laku yang berat. Karena di bahu merekalah
Pendekar Kidal 21 Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin Mencari Bende Mataram 19
^