Pencarian

Jejak Di Balik Kabut 36

Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja Bagian 36


perjuangan di masa datang akan dibebankan. Tanpa mereka,
perjuangan di masa mendatang akan terputus"
"Aku tidak tahu. Aku tidak pernah berada di padepokan.
Aku berada di Manjung dan menjual nasi megana setiap hari"
"Kau sudah mulai berbohong. Kau tidak menjual nasi
megana setiap hari" potong Paksi. "Sementara itu kau sudah
sekitar tiga bulan tidak berjualan pada saat penginapan itu
ditutup. Baru kemudian kau mulai berjualan lagi setelah
penginapan itu dibuka kembali"
"Jangan mengigau"
"Jangan berkata kasar kepadaku" potong Paksi. "Kata-kata
kasar itu akan dapat mendorong seseorang untuk berlaku
kasar. Lebih baik kita berbicara dengan baik"
"Yang kau katakan itu tidak benar"
"Jangan membohongi kami. Kami hampir setiap hari berada
di sekitar pasar itu. Kami tahu banyak hal tentang kau.
Tentang padepokanmu yang terpisah dari dunia luar oleh
sekat yang memang sengaja dibuat"
"Jika kau sudah tahu, kenapa kau bertanya kepadaku?"
"Yang ingin aku ketahui adalah khususnya tentang anak-
anak muda bagi angkatan mendatang"
"Aku tidak tahu tentang angkatan mendatang. Aku tidak
pernah melihat ada anak-anak muda di padepokan itu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kami menjadi kecewa. Sebenarnya kami ingin berbicara
lebih panjang. Tetapi karena kau telah membohongi kami,
maka agaknya kami lebih baik tidak memperpanjang
perbincangan ini. Sebab apa pun yang kau katakan, tentu
tidak berdasarkan pada kebenaran"
"Ya" sambung Wijang, "nampaknya tidak ada gunanya
pembicaraan kami ini. Tetapi kami akan mencoba berbicara
dengan calon suamimu"
"Orang itu bukan calon suamiku"
"Kau tidak usah merasa malu. Bukankah wajar jika seorang
perempuan yang sudah dewasa itu mempunyai calon suami?"
"Tidak. Tetapi bukan laki-laki itu"
"Orang itu suka kepadamu. Ia tentu mencintaimu"
"Kami kawan bertugas"
"Mungkin itu sikapmu. Tetapi sikapnya berbeda. Karena itu,
maka kami berniat untuk menempatkan kau dan calon
suamimu itu berdekatan"
"Jangan. Jauhkan orang itu daripadaku. Aku tidak
menyukainya bagaimanapun sikapnya kepadaku"
"Jangan begitu. Kau tidak perlu berpura-pura. Kalian perlu
berbohong tentang keadaan padepokanmu, tetapi kau tidak
perlu berbohong tentang calon suamimu"
"Tidak. Aku berkata sejujurnya"
Wijang dan Paksi tertawa. Dengan nada tinggi Paksipun
berkata, "Kau sudah berbohong tentang hari-harimu pergi ke
pasar berjualan nasi. Kau sekarang berbohong tentang bakal
suami. Sehingga aku yakin, bahwa tidak ada yang pernah kau
katakan apa adanya. Kau adalah seorang yang sangat jauh
dari kebenaran" "Tidak. Aku bukan seorang pembohong dan suka berpura-
pura. Bukankah wajar jika aku mengemban rahasia dari
lingkunganku" Tetapi tidak tentang calon suami"
"Sudahlah, Mbokayu" berkata Paksi, "tenanglah. Jika kau
berbohong dengan mapan dan tegas, maka kebohonganmu
tidak akan terlalu jelas"
"Tidak. Aku tidak bohong"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sampai ketemu, Mbokayu"
"Panggil namaku"
"Akupun ragu-ragu, apakah nama itu namamu yang
sesungguhnya, yang diberikan oleh ayah dan ibumu"
"Memang bukan. Aku berkata sejujurnya, namaku yang
sebenarnya adalah Wigati"
Wijang dan Paksi tertawa pula. Di sela-sela derai
tertawanya Paksipun berkata, "Nah, begitu. Kebohongan yang
serta-merta memang menimbulkan kesan kelugasan"
"Aku berkata sesungguhnya. Aku tidak bohong" perempuan
itu berteriak. Tetapi Wijang dan Paksi masih saja tertawa. Dengan nada
datar Wijangpun berkata, "Sudahlah. Jangan berteriak. Tidak
ada manfaatnya. Kau tidak dapat memaksa kami percaya
dengan teriakan-teriakanmu itu. Kau adalah salah satu ujud
dari seorang perempuan yang palsu, pura-pura dan lamis"
"Tidak. Tidak. Jangan nilai aku seperti itu. Aku memang
menyembunyikan rahasia padepokanku. Itu wajar. Tetapi aku
bukan seorang yang palsu dan berpura-pura"
Ketika Wijang dan Paksi melangkah keluar, maka
perempuan itu berdesis, "Tunggu"
Wijang dan Paksi memang berhenti. Ia melihat perempuan
itu menutupi wajahnya sambil menahan tangis. Wijanglah
yang kemudian berkata, "Sekarang kau tawarkan air matamu.
Kau kira air matamu itu dapat mengelabuhi kami" Selamat
tinggal. Aku tidak dapat membantumu jika kau dihadapkan
kepada petugas yang akan memeriksamu"
Tangis perempuan itu bagaikan dihentakkan. Seperti
bendungan yang pecah, air matanya mengalir di sela-sela
jarinya. "Kenapa kalian tidak membunuh aku saja di medan"
Kematian yang pantas bagi sebuah perjuangan. Kematian itu
akan membebaskan dari siksaan yang keji seperti ini"
"Siksaan yang keji?" bertanya Wijang. "Kau memang aneh-
aneh saja, Wigati. Itu jika benar namamu Wigati. Aku tidak
menyentuhmu, apalagi menyakitimu. Aku tidak memukulimu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan rotan setelah kau terikat di patok kayu sebagaimana
dilakukan oleh Ki Gede Lenglengan"
Tiba-tiba saja tangis Wigati terputus. Dipandanginya Wijang
dan Paksi berganti-ganti. Dengan suara bergetar perempuan
itupun bertanya, "Dari mana kalian mengetahuinya?"
"Kau merasa aneh, bahwa aku mengetahui rahasia
padepokanmu yang tersekat itu" Mbokayu, kau tertawan
sekarang. Mungkin kau tidak akan lepas dalam waktu singkat.
Karena itu, kau boleh mengetahui, bahwa aku sudah sering
berada di dalam padepokanmu. Kita memang belum pernah
bertemu di padepokan itu. Tetapi aku tahu letak sanggar,
letak bilik untuk menawan orang-orang yang dianggap
bersalah oleh Ki Gede Lenglengan, bahkan aku tahu di mana
dapur padepokanmu berada. Aku tahu, bahwa ada tiga buah
sumur di lingkungan padepokanmu itu. Aku tahu bahwa
senggot timba sumur-sumur itu bertumpu pada pohon randu"
"O" "Aku tahu bahwa bakal suamimu itu keluar dari sekat
padepokanmu di dini hari, menghubungimu di pasar yang
sedang ramai sekali karena hari itu hari pasaran"
Di luar sadarnya perempuan itu mengangguk-angguk.
Katanya, "Banyak yang telah kau ketahui"
"Banyak. Tetapi belum semuanya. Kami mengharap bahwa
kau bersikap jujur. Justru karena kau seorang perempuan.
Tetapi ternyata harapanku itu sia-sia. Aku justru berbicara
dengan seorang yang dalam segala hal tidak pernah berkata
sebenarnya" "Jangan menilai aku seperti itu. Sudah aku katakan,
bukankah wajar jika aku menyembunyikan rahasia
padepokanku. Tetapi itu adalah bagian dari perjuanganku.
Bukan karena sifat dan watakku yang palsu dan berpura-pura"
"Baik. Baik. Kami akan mencoba mengerti. Tetapi jangan
salahkan kami jika kami tetap tidak melihat setitik kebenaran
pun di dalam dirimu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perempuan itu menangis lagi. Namun Wijang dan Paksi
tidak menghiraukannya lagi. Keduanyapun kemudian
meninggalkan bilik itu. Sepeninggal Wijang dan Paksi, maka tangis perempuan itu
meledak lagi. Ia tidak mendengar pintu biliknya ditutup dan
diselarak. Beberapa lama perempuan itu menangis. Ketika ia
terdiam, maka ia mendengar selarak pintu biliknya diangkat.
Sejenak kemudian, pintu bilik itupun terbuka.
Seorang prajurit memasuki ruang itu sambil membawa
makan dan minum bagi perempuan itu.
"Ki Sanak" berkata perempuan itu. Suaranya dalam sekali.
Bahkan agak serak dan bergetar.
Prajurit yang membawa makandan minum itu termangu-
mangu. "Kau kenal kedua orang yang tadi memasuki bilik ini?"
Prajurit itu memandang perempuan itu dengan tajamnya.
Prajurit itu kemudian bahkan bertanya, "Apakah kau belum
tahu siapakah mereka itu?"
"Belum, Ki Sanak"
"Yang seorang adalah Pangeran Benawa, putera Kangjeng
Sultan Hadiwijaya. Yang seorang namanya Paksi. Putera Ki
Tumenggung Sarpa Biwada"
"Pangeran Benawa dan putera Ki Tumenggung Sarpa
Biwada?" "Ya, kenapa?" Wajah perempuan itu menjadi sangat tegang. Ternyata
anak muda itu adalah orang terpenting di Pajang setelah
Kangjeng Sultan sendiri. Sedangkan yang seorang lagi justru
menimbulkan persoalan di dalam hatinya. Bukankah Ki
Tumenggung Sarpa Biwada itu salah seorang pemimpin yang
berdiri di pihak Harya Wisaka" Meskipun perempuan itu belum
pernah bertemu dengan Ki Tumenggung, tetapi ia sudah
pernah mendengar namanya. Perempuan itu pun tahu bahwa
Ki Tumenggung telah tertangkap, justru sebelum Harya
Wisaka sendiri. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perempuan itu tidak menjawab. Tetapi wajahnya tertunduk
lesu. Sejenak kemudian, prajurit itupun telah keluar dari dalam bilik itu. Sementara perempuan yang dipanggil Rumi tetapi
menurut pengakuannya bernama Wigati itu menjatuhkan
dirinya menelungkup di pembaringan.
Makan dan minum yang diletakkan di atas amben kayu itu
tidak segera menarik perhatiannya.
Hari itu adalah hari-hari yang basah bagi Wigati. Setiap kali
air matanya menitik di luar kendali. Sebelumnya ia adalah
seorang perempuan yang tabah, yang ditempa oleh gejolak
keinginannya untuk ikut berjuang. Selama ini jantungnya
bergelora bersama dengan para pengikut Harya Wisaka yang
lain yang ingin mendesak dan menyingkirkan Karebet dari
tahta di Pajang. Meskipun ia seorang perempuan, tetapi bekal
kemampuannya dalam olah kanuragan telah menempatkannya
pada tempat yang penting di padepokan yang dipimpin oleh Ki
Gede Lenglengan itu. Bahkan justru karena ia seorang perempuan, maka ia
mempunyai kesempatan yang lebih baik dari seorang laki-laki.
Ketika malam kemudian turun, terasa betapa sepinya bilik
tahanan itu. Wigati itu sekali-sekali mendengar para prajurit
yang bertugas di luar bilik tahanan terbatuk-batuk kecil.
Sekali-sekali terdengar mereka berbincang perlahan-lahan.
Namun kemudian sepi kembali.
Sulit bagi Wigati untuk segera tidur. Terbayang kembali
sikap kedua orang yang mengaku bernama Wijang dan Paksi.
Kata-kata merekapun terngiang kembali di telinganya, bahkan
seakan-akan kata-kata itu telah diucapkan kembali.
"Apakah aku memang seorang pembohong" Orang yang
tidak dapat dipercaya" Pura-pura dan lamis?" pertanyaan itu
rasa-rasanya bergejolak di dalam dadanya.
Wigatipun mencoba mencari jawabnya. Sikapnya itu adalah
sikap yang wajar sebagai seorang yang tengah
memperjuangkan cita-cita.
"Aku memang berpura-pura" Wigati itu menggeram, "tetapi
itu bukan sikap dan watakku. Itu adalah sikap dan watak yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dituntut oleh perjuangan yang sedang berlangsung. Dan
bahkan akan berlangsung lama sekali"
Wigati menutup wajahnya. Namun masih saja nampak di
angan-angannya sikap kedua orang anak muda yang berbicara
sambil menertawakannya. "Begitu hinakah aku, sehingga aku pantas untuk
ditertawakannya?" Namun Wigati itupun kemudian tertidur karena ia menjadi
sangat letih setelah menangis dan bergumul dengan dirinya
sendiri. Namun saat itu terdengar kokok ayam jantan untuk
yang terakhir kalinya sebelum matahari terbit di hari
berikutnya. Ketika langit mulai menjadi terang, ternyata Wigati itu telah
terbangun setelah terlena beberapa saat. Iapun kemudian
mengetuk pintu untuk minta ijin pergi ke pakiwan.
Seorang prajurit telah membuka pintu itu dan kemudian
berdua bersama seorang kawannya, prajurit itu mengantar
Wigati pergi ke pakiwan yang khusus. Dalam pengawasan
yang ketat, Wigati itupun kembali ke biliknya setelah mandi.
Ketika matahari naik sepenggalah, seorang prajurit telah
masuk ke dalam biliknya membawa makan dan minumnya.
Pagi itu, perut Wigati terasa lapar. Karena itu, maka Wigati
itupun telah makan dan minum meskipun hanya sedikit.
Demikian Wigati selesai makan dan minum, maka pintu bilik
itupun telah terbuka lagi.
Wigati terkejut ketika ia melihat kedua orang yang
mengaku bernama Wijang dan Paksi itu berdiri di muka pintu.
Adalah di luar sadarnya, ketika tiba-tiba saja Wigati itupun
berjongkok sambil menyembah. Katanya, "Hamba mohon
ampun atas kekasaran hamba, Pangeran"
Wijang tersenyum. Sambil melangkah masuk diikuti oleh
Paksi, Wijangpun bertanya, "Dari mana kau tahu tentang
kenyataan jatidiriku?"
"Seorang prajurit yang bertugas menjaga hamba telah
memberitahukan kepada hamba"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baiklah. Tetapi apakah kau juga akan menuduhku sebagai
seorang pembohong?" "Tidak, Pangeran. Hamba tahu, bahwa Pangeran tentu
sedang menyamar ketika Pangeran berada di Manjung.
Hambalah yang terlalu bodoh untuk tidak dapat membedakan
seorang pangeran dengan orang kebanyakan"
"Jika kau masih dapat membedakan, berarti penyamaranku
gagal" "Hamba, Pangeran"


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Nah, sekarang bangkitlah dan duduklah di
pembaringanmu" "Atas perkenan Pangeran"
Demikian Wigati duduk, maka Wijangpun bertanya, "Kau
juga sudah tahu, siapakah adikku ini?"
"Hamba, Pangeran. Anak muda itu bernama Paksi, putera
Ki Tumenggung Sarpa Biwada"
"Kau pernah mendengar nama Tumenggung Sarpa
Biwada?" "Pernah, Pangeran"
"Nah, putera Ki Tumenggung itu adalah seorang anak
muda yang melihat kenyataan sehingga ia tidak mengikuti
jejak ayahnya yang berpihak kepada Harya Wisaka.
Sementara itu, kau telah mengorbankan segala-galanya,
bahkan mempertaruhkan nyawamu untuk mendukung
gagasan Harya Wisaka. Setelah Harya Wisaka tertangkap, kau
masih juga melakukan apa yang kau sebut satu perjuangan"
"Tekad hamba sudah bulat"
"Wigati, coba katakan kepadaku, apa yang sebenarnya kau
perjuangkan?" Pertanyaan itu memang mengejutkan. Sejenak Wigati
terdiam. Pertanyaan itu terngiang kembali di telinganya, "Apa
yang sebenarnya kau perjuangkan?"
Wigati itupun menundukkan kepalanya dalam-dalam.
Terasa dadanya bagaikan tertekan oleh segumpal batu padas.
Sebelum Wigati itu dapat menjawab, Pangeran Benawa itu
sudah bertanya pula, "Wigati, jika kau sudah mempertaruhkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
nyawamu, itu berarti bahwa kau sudah yakin benar akan
kebenaran langkahmu. Karena itu, kau tentu dapat
mengatakan, apa yang sebenarnya kau perjuangan" Apakah
kau ingin agar Harya Wisaka dapat merebut kekuasaan
Ayahanda Sultan Hadiwijaya, sementara Paman Harya Wisaka
sudah tertangkap?" Wigati tidak segera dapat menjawab.
"Apakah yang kau yakini itu juga rahasia?"
Wigati termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun
berkata, "Apakah Pangeran masih menginginkan hamba
mengatakan yang sebenarnya?"
"Tentu, Wigati. Katakan yang sebenarnya"
"Pangeran, hamba adalah seorang anak yatim piatu. Pada
saat hamba dilahirkan oleh ibu hamba, keluarga hamba telah
terkena bencana. Ayah hamba telah terbunuh dalam
perkelahian antara dua orang laki-laki yang memperebutkan
ibu hamba meskipun ibu hamba telah melahirkan hamba"
Wajah Pangeran Benawa menjadi tegang. Sementara itu,
Wigatipun berceritera lebih lanjut, "Dalam perkelahian itu,
ayah hamba telah dibantu oleh beberapa orang kawannya.
Namun orang yang ingin merebut ibu hamba itu adalah
seorang yang sangat sakti, sehingga ayah hamba dan kawan-
kawannya tidak dapat mengalahkan laki-laki itu. Bahkan dalam
perkelahian itu ayah hamba telah terbunuh"
"Teruskan Wigati"
"Hamba mohon ampun. Tetapi sekali ini hamba berkata
jujur. Mungkin Pangeran dan Raden Paksi tidak
mempercayainya karena Pangeran sudah terlanjur
menganggap bahwa yang terloncat dari mulutku adalah
kebohongan semata-mata"
"Katakan" "Perkelahian itu terjadi di pinggir sebuah sungai yang
dalam. Tubuh ayah yang sudah tidak berdaya itupun
terlempar ke dalam sungai itu. Kawan-kawan ayah
membutuhkan waktu hampir sehari penuh untuk mencari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tubuh ayah yang ternyata telah membeku. Ayah tidak
tertolong" "Lalu apakah ibumu dibunuhnya juga?"
"Orang itu menginginkan ibu. Karena itu, maka ibu tidak
akan dibunuhnya. Tetapi ibuku telah membunuh diri"
"O" Wijang dan Paksi mengangguk-angguk.
"Siapa laki-laki itu?"
Wigati memandang wajah Pangeran Benawa sekilas.
Namun Wigatipun segera menunduk dalam-dalam.
"Siapa laki-laki itu, Wigati?"
"Hamba mohon ampun, Pangeran"
"Katakan. Katakan saja. Aku sudah dapat menduga
jawabmu. Tetapi aku ingin mendengar kau menyebutnya"
"Laki-laki itu bernama Karebet"
Wajah Paksi menegang. Jantung Wijangpun tergetar sesaat
meskipun ia sudah menduga.
"Yang kau maksud tentu Karebet yang sekarang
memegang kekuasaan di Pajang, yaitu Ayahanda Sultan
Hadiwijaya" "Ampun, Pangeran. Hamba ingin berkata sebenarnya agar
hamba tidak menjadi orang yang selalu berbohong"
"Aku percaya bahwa kau sekarang tidak berbohong, Wigati.
Tetapi kau tentu tidak dapat melihat sendiri peristiwa itu. Nah, siapakah yang menceriterakan peristiwa itu kepadamu?"
"Ki Gede Lenglengan. Karena sepeninggal ayah dan ibu,
aku diangkat menjadi anak seorang janda yang menaruh belas
kasihan terhadap nasib burukku. Janda itu adalah adik
perempuan Ki Gede Lenglengan"
Wijang mengangguk-angguk. Katanya, "Aku percaya bahwa
kau tidak berniat berbohong. Jika ceritera itu tidak benar
karena tidak sesuai dengan peristiwa yang sebenarnya, maka
bukan kaulah yang berbohong. Tetapi Ki Gede Lenglengan"
"Ki Gede Lenglengan adalah seorang yang mumpuni. Ia
menguasai berbagai macam ilmu. Bukan saja ilmu kanuragan,
tetapi juga beberapa jenis ilmu yang lain. Ki Gede menguasai
ilmu bertani, ilmu perbintangan dan berbagai macam ilmu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang lain. Ki Gede pun seorang yang memiliki kegemaran
membaca kidung dan kitab-kitab babad"
"Apakah Ki Gede Lenglengan juga seorang yang tahu benar
akan baik dan buruk?"
Wajah Wigati menjadi semakin tegang. Namun ia tidak
menjawab. Kepalanya yang tunduk menjadi semakin tunduk.
"Wigati, kali ini aku tidak menuduhmu berbohong. Tetapi
aku menuduh Ki Gede Lenglengan-lah yang berbohong.
Meskipun mungkin laki-laki yang bernama Karebet itu telah
melakukan kesalahan, tetapi tentu tidak akan sekeji itu. Jika
aku membela nama baik Karebet, itu adalah wajar, karena aku
adalah puteranya. Tetapi bukan sekedar itu. Sebelumnya
Ayahanda memang pernah menyebut nama Lenglengan.
Justru Ayahanda pernah mengembara bersama-sama. Tetapi
keduanya ternyata tidak sejalan. Ketika mereka bertengkar
dan bertempur, hampir saja Ayahanda membunuhnya. Namun
niat itu diurungkannya. Sehingga dengan demikian, mungkin
sekali Lenglengan itu sangat mendendam Ayahanda Sultan
Hadiwijaya sampai hari tuanya. Nah, kau tahu ceritera
selanjutnya" "Maksud Pangeran, Ki Gede Lenglengan telah memfitnah
Kangjeng Sultan Hadiwijaya?"
"Ya. Bukankah masuk akal?"
Wigati menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia tidak segera
menjawab. Ada semacam keragu-raguan di dalam hatinya.
Siapakah yang berkata sebenarnya" Ki Gede Lenglengan atau
Kangjeng Sultan Hadiwijaya"
"Sudahlah" berkata Pangeran Benawa, "aku tahu, bahwa
kau meragukan ceritera Ayahanda sebagaimana aku
meragukan kebenaran ceritera Ki Gede Lenglengan. Namun
seandainya yang dikatakan oleh Ki Gede Lenglengan itu benar,
itukah alasanmu kenapa kau telah menjadi pengikut Ki Gede
Lenglengan" Membalas jasa atau dibakar oleh dendam?"
Wigati masih belum menjawab.
Sementara itu, Pangeran Benawa berkata selanjutnya, "Jadi
apa yang kau sebut perjuangan itu adalah dorongan nafsumu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk membalas dendam kematian ayah dan ibumu menurut
ceritera Ki Gede Lenglengan. Bukan berdasarkan atas satu
keyakinan bahwa Harya Wisaka memang berhak atas tahta
sepeninggal Harya Penangsang, sehingga perjuangannya perlu
mendapat dukungan berdasarkan atas rasa keadilan"
Jantung Wigati bergetar semakin cepat. Pernyataan
Pangeran Benawa itu terasa bagaikan menusuk dadanya
tembus sampai ke punggung.
"Wigati" berkata Pangeran Benawa selanjutnya, "jika
persoalannya adalah dendam, maka penyelesaiannya tentu
berbeda dari sebuah perjuangan untuk menegakkan keadilan.
Kalau kau mendendam karena kematian ayah dan ibumu,
sehingga kau merasa wajib untuk membalas dendam, maka
persoalannya adalah antara kau dan aku, karena aku adalah
anak Karebet itu" Wajah Wigati menjadi merah. Namun ketika sekilas ia
memandang wajah Pangeran Benawa, di wajah itu Wigati
sama sekali tidak melihat kebencian yang menyala. Pangeran
Benawa itu masih saja nampak tenang dan bahkan tekanan
kata-katanya pun tidak berubah.
Namun tiba-tiba saja Wigati itupun telah berlutut di
hadapan Pangeran Benawa sambil berkata, "Pangeran, hamba
mohon, bunuh sajalah hamba. Jika persoalan ini harus kita
selesaikan dengan ujung senjata, maka aku tidak akan mampu
berbuat apa-apa di hadapan Pangeran. Tetapi jika hamba
dianggap sedang memperjuangkan satu cita-cita keadilan,
maka bagi Kangjeng Sultan Hadiwijaya, hamba adalah
seorang pemberontak yang sudah sepantasnya dihukum mati.
Karena itu, jika Pangeran menghendaki, hamba rela untuk
dibunuh sekarang" Pangeran Benawa menarik nafas panjang. Katanya,
"Wigati, jika kau dianggap seorang pemberontak, maka bukan
akulah yang wajib mengambil keputusan hukuman apa yang
harus kau jalani. Sebaliknya, jika yang ada adalah dendam
yang mengalir dari ayah kita masing-masing, maka dendam
itu akan berkepanjangan sepanjang jaman. Dari ayah kepada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
anaknya. Jika tidak ada anaknya, mungkin adiknya,
kemenakannya, saudara seperguruannya atau bahkan
gurunya. Lalu apakah arti kematian demi kematian yang
beruntun itu?" Wigati menundukkan wajahnya sambil mengusap matanya
yang basah. "Wigati" berkata Pangeran Benawa kemudian, "aku tidak
sependapat dengan sikapmu itu. Jika aku berbicara tentang
padepokanmu, dasarnya sama sekali bukan dendam dan
kebencian. Tetapi kami menganggap bahwa Ki Gede
Lenglengan adalah bagian dari sebuah pemberontakan. Dan
setiap pemberontakan harus ditumpas"
Wigati tidak menjawab. "Itulah sebabnya aku berharap bahwa kau dapat
membantuku, sebelum aku tahu bahwa kau telah menyimpan
dendam di hatimu. Namun sekali lagi aku beritahukan
kepadamu, bahwa Lenglengan memang pernah hampir saja
dibunuh oleh Karebet, namun ternyata Karebet bukan seorang
pembunuh" Wigati masih tetap berdiam diri.
"Baiklah, Wigati, jika kau merasa tidak ada gunanya untuk
membantuku, membebaskan anak-anak muda itu dari
pengaruh Ki Gede Lenglengan. Anak-anak muda yang
seharusnya jiwanya dapat berkembang menjelang masa
depan mereka, namun mereka telah terkungkung dalam satu
bingkai sikap yang salah. Anak-anak muda itu akan kehilangan
pribadi mereka masing-masing. Pribadi yang seharusnya
dikembangkan dalam suasana yang bebas. Setiap hari dan
bahkan setiap saat mereka dijejali oleh pikiran-pikiran buruk
serta dendam yang tidak berkesudahan. Mungkin kepada
anak-anak muda itu tidak dapat diceriterakan sebagaimana
ceritera yang pernah kau dengar dari Ki Gede Lenglengan
tentang ayah dan ibumu. Tetapi tentu ada saja ceritera lain
yang dapat diresapkan ke dalam sanubari anak-anak muda itu
sehingga mereka tumbuh dalam cengkeraman dendam dan
nafsu yang buas" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wigati semakin menunduk. Tetap ia masih tetap diam.
"Selamat tinggal, Wigati" berkata Pangeran Benawa. "Aku
tidak tahu, apakah kita akan dapat bertemu lagi. Aku harus
mencari jalan untuk menyelamatkan anak-anak itu dari racun
yang ditaburkan oleh Ki Gede Lenglengan"
Namun ketika Pangeran Benawa itu melangkah ke pintu,
Wigati itupun berdesis, "Pangeran"
Langkah Pangeran Benawa terhenti.
"Apakah ada di antara anak-anak muda itu yang Pangeran
kenal sebelumnya?" "Kau kenal dengan Raden Suminar?"
"Jangan sebut nama itu, Pangeran"
"Kenapa?" "Ia seorang anak muda yang baik. Baik sekali"
"Kau mengenalnya dari dekat?"
Wigati itu termenung. "Sayang sekali. Anak muda yang seharusnya dapat tumbuh
dan berkembang dengan baik itu harus mati tanpa arti"
"Sudahlah Pangeran. Aku mohon"
"Nampaknya kematian Suminar membuat dendammu
semakin dalam" "Aku mohon, Pangeran"
"Baiklah. Barangkali kau dapat bertanya kepada Paksi,
apakah di antara anak-anak muda itu ada yang dikenalnya"
"Raden mengenal salah seorang dari mereka?" bertanya
Wigati. "Salah seorang dari mereka adalah adikku"
"Adik" Adik Raden sendiri?"
"Ya. Anak Ki Tumenggung Sarpa Biwada"
"O" "Kau mengenalnya?"
Wigati termangu-mangu. Sementara itu Paksipun berkata, "Adikku ada di antara
anak-anak muda itu. Pada saat terakhir aku bertemu, justru
pada saat adikku itu berusaha melarikan diri dari kota, ia
sudah sampai hati untuk mencoba membunuhku.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mencelakakan adik perempuannya dan sama sekali tidak
menghormati ibu lagi. Aku tidak tahu, apa jadinya adikku


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekarang setelah berada di Padepokan Watukambang. Ki Gede
Lenglengan tentu akan menyempurnakan sikapnya. Apalagi ia
tahu bahwa aku tidak sejalan dengan ayah"
Wigati menarik nafas dalam-dalam.
"Salah satu dari mereka yang disiapkan untuk menjadi
angkatan mendatang" "Apakah yang Raden maksud itu seorang anak muda yang
bernama Lajer Laksita?"
"Ya. Lajer Laksita adalah adikku. Di mana ia sekarang?"
Wigati tidak segera menjawab.
"Kau tahu di mana Lajer Laksita itu sekarang, Wigati?"
desak Paksi. "Aku ingin mengambilnya dari tangan Ki Gede
Lenglengan. Bukan hanya adikku, tetapi anak-anak muda yang
lain, agar mereka tidak menjadi sekedar tumbal seperti Raden
Suminar" Tiba-tiba saja tubuh Wigati itu bergetar. Gejolak yang
dahsyat telah terjadi di dalam diri Wigati. Seperti segumpal
buku kecil digoncang oleh gempa, sehingga akhirnya terbelah.
"Apakah aku harus berkhianat?" tangis Wigati.
"Tidak" sahut Pangeran Benawa, "kau tidak berkhianat.
Tetapi kau justru akan menyelamatkan beberapa orang dari
kehancuran karena mereka telah kehilangan pribadinya.
Dalam keadaan wajar, tidak akan mungkin seorang adik
seperti Lajer Laksita berniat membunuh kakaknya sendiri"
Atau kau juga menganggap bahwa ajaran seperti itulah yang
harus ditrapkan kepada angkatan mendatang yang akan
meneruskan perjuanganmu?"
"Tidak, Pangeran"
"Jika demikian, tolong selamatkan mereka. Ketahuilah,
bahwa aku mengetahui padepokan yang dipimpin oleh Ki
Gede Lenglengan itu justru dari Paman Harya Wisaka sendiri.
Paman Harya Wisaka merasa sangat kehilangan karena
kematian Raden Suminar. Pamanpun kemudian berpendapat,
bahwa jangan ada Suminar-Suminar lain lagi yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengalaminya. Karena itu, Paman Harya Wisakapun
menyebut sebuah padepokan yang dipimpin oleh Ki Gede
Lenglengan. Nah, apakah dengan demikian Paman Harya
Wisaka juga berkhianat" Menurut pendapatku tidak. Pada saat
terakhir, sebelum Paman Harya Wisaka harus memasuki bilik
tahanannya, maka ia telah memberikan petunjuk yang sangat
penting bagi kami" "Pangeran berkata sebenarnya?"
"Aku berkata sebenarnya"
Wigati terdiam sejenak. Namun kemudian iapun berkata,
"Pangeran Benawa dan Raden Paksi, aku tidak tahu, apakah
aku berkhianat atau justru menyelamatkan pribadi beberapa
orang anak muda itu. Tetapi baiklah aku berkata dengan jujur,
bahwa anak-anak muda itu sudah tidak berada di Padepokan
Watukambang" Darah Paksi tersirap sampai di kepala. Dengan serta-merta
iapun bertanya, "Di mana mereka sekarang?"
"Ki Gede Lenglengan telah memerintahkan membawa anak-
anak muda itu ke sisi selatan kaki Gunung Merapi"
"Di sisi selatan?"
"Ya" "Kenapa?" "Ki Gede nampaknya sudah merasa bahwa padepokannya
akan diketahui oleh para petugas sandi dari Pajang"
"Kenapa Ki Gede Lenglengan berpendapat demikian?"
"Sejak Harya Wisaka tertangkap, Ki Gede menjadi gelisah.
Namun setelah sekian lama tidak terjadi apa-apa, maka Ki
Gede mulai merasa tenang lagi. Bahkan Ki Gede sudah berniat
untuk membawa anak-anak muda itu kembali ke Padepokan
Watukambang" "Tetapi niat itu masih belum dilaksanakan"
"Belum, Raden" "Kau tahu di mana letak padepokan atau pakuwon atau
apapun namanya, tempat tinggal anak-anak muda itu?"
"Sesungguhnyalah aku tidak tahu, Raden. Tetapi ada
ancar-ancar yang barangkali dapat Raden pergunakan"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah ancar-ancar itu?"
"Anak-anak muda itu dititipkan kepada sepasang suami
isteri yang berilmu tinggi"
"Sepasang suami isteri" Apakah nama mereka diketahui?"
"Aku tidak mengetahuinya"
"Ada berapa orang anak muda yang dititipkan kepada
sepasang suami isteri itu?" bertanya Pangeran Benawa.
"Semuanya ada enam. Mereka dianggap mempunyai
kelebihan dibanding dengan beberapa orang yang lain, yang
masih tetap tinggal di Padepokan Watukambang"
"Apakah Lajer Laksita termasuk mereka yang dititipkan di
sisi selatan kaki Gunung Merapi itu?"
"Ya, Pangeran" "Tetapi kami belum pernah melihat sekelompok anak-anak
muda di Padepokan Watukambang. Menurut penglihatanmu,
berapa orang anak muda yang masih berada di
Watukambang?" "Enam atau tujuh orang. Tetapi mereka berbaur dengan
para cantrik yang lain. Anak-anak muda yang tinggal itu
dianggap tidak mempunyai kelebihan apa-apa, sehingga
kedudukan mereka dianggap sama saja dengan para cantrik
lain" Pangeran Benawa dan Paksipun mengangguk-angguk.
Dengan nada rendah Pangeran Benawapun berkata, "Baiklah,
Wigati. Aku mengucapkan terima kasih. Mungkin aku masih
akan menemuimu lagi untuk mendapatkan beberapa
keterangan yang lain. Tetapi sampai saat ini keteranganmu
sudah cukup. Kau sudah menunjukkan kemauanmu untuk
mengentaskan anak-anak muda itu dari bencana di masa
mendatang. Salah satu di antaranya adalah Lajer Laksita. Jika
anak itu tidak segera dibebaskan dari racun yang disuapkan
kepadanya setiap hari, maka ia akan dapat menjadi musuh
bagi keluarganya sendiri selain musuh bagi Pajang. Lajer
Laksita sudah sampai pada tataran yang sangat berbahaya.
Anak-anak muda yang lain pun tentu sama berbahayanya
dengan Lajer Laksita itu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kesetiaan mereka jauh lebih tinggi dari kesetiaan kami,
Pangeran" "Kami sudah menduga. Contohnya adalah Suminar"
Wigati menundukkan kepalanya dalam-dalam. Katanya
dengan suara yang bergetar, "Itulah yang dapat hamba
sampaikan, Pangeran. Mudah-mudahan dapat berarti bagi
Pangeran dan Raden Paksi"
"Wigati" berkata Pangeran Benawa kemudian, "apakah laki-
laki yang menghubungimu itu mengetahui serta sedikit
tentang suami isteri yang mengasuh anak-anak muda itu?"
Wigati termangu-mangu sejenak. Ketegangan yang sangat,
nampak di kerut keningnya. Namun iapun kemudian berkata,
"Mungkin, Pangeran. Hamba tidak tahu, apakah ia termasuk
salah seorang yang ikut mengantarkan anak-anak muda itu ke
sisi selatan kaki Gunung Merapi. Tetapi orang itu termasuk
mempunyai banyak kesibukan di padepokan"
"Baik. Aku akan berbicara dengan calon suamimu itu"
"Tidak. Sama sekali bukan, Pangeran. Hamba berkata
sungguh-sungguh. Laki-laki pengecut itu bukan calon suami
hamba" "Apakah laki-laki itu pengecut?"
"Maksudku, hatinya mudah tergetar, bahkan goyah. Ia juga
bukan seorang pemberani di medan. Tetapi lagaknya seolah-
olah ia adalah pahlawan di padepokan" Namun kemudian
suaranya merendah, "Tetapi ia mendapat banyak kepercayaan
dari Ki Gede Lenglengan. Bahkan lebih dari kepercayaannya
kepadaku, yang dianggapnya sebagai kemenakannya sendiri"
"Aku akan menemuinya, Wigati"
Namun di sela-sela isaknya Wigati itu berkata, "Tetapi
ternyata bahwa Ki Gede Lenglengan benar. Hamba memang
tidak pantas untuk mendapatkan kepercayaannya. Sekarang
hamba sudah berkhianat"
"Sekali lagi aku katakan kepadamu, Wigati. Kau tidak
berkhianat. Jika seorang yang tersesat menemukan jalan
kembali, itu bukan berarti bahwa ia tidak setia kepada jalan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pilihannya yang sesat itu. Tetapi ia justru telah menemukan
sepeletik cahaya dari Yang Maha Agung di dalam hatinya.
Sebagaimana yang kau lakukan, kau telah memberikan
sumbangan yang sangat besar bagi kemanusiaan, karena
dengan keteranganmu itu, ada kemungkinan beberapa orang
anak muda terlepas dari belenggu kajiwan yang dililitkan oleh
Ki Gede Lenglengan sebagai salah seorang pendukung Harya
Wisaka, sementara Paman Harya Wisaka sendiri menyadari
bahwa anak-anak muda itu memang harus dibebaskan"
"Tetapi hamba mohon, jangan berkata kepada laki-laki itu,
bahwa hamba telah memberikan banyak keterangan tentang
Padepokan Watukambang"
"Tentu, Wigati. Tetapi siapakah nama pemimpin
kelompokmu yang bertubuh raksasa itu?"
"Kenapa dengan orang itu, Pangeran?"
"Aku akan mengatakan, bahwa aku telah mendapat
keterangan dari orang itu"
"Di mana orang itu sekarang, Pangeran?" wajah Wigati
memancarkan kecemasan yang sangat.
"Sesungguhnya orang itu sudah terbunuh di pertempuran"
"Jadi orang itu sudah sungguh-sungguh mati?"
"Ya. Orang itu terbunuh. Bukankah kau melihat tubuhnya
yang terkapar di halaman penginapan itu?"
"Tetapi laki-laki itu juga melihat tubuh orang yang terbunuh
itu" "Tetapi seperti kau, Wigati. Bukankah kau tidak yakin,
apakah orang itu benar-benar meninggal atau belum"
Bukankah pagi itu juga kalian dan beberapa orang yang telah
menyerah langsung dibawa ke Pajang" Kau dan kawan-
kawanmu yang menyerah itu tidak sempat melihat kawan-
kawanmu yang terbunuh itu dikuburkan oleh orang-orang
Manjung. Pemilik penginapan itu harus mengeluarkan uang
cukup banyak untuk menguburkan mayat-mayat itu"
Wigati mengangguk-angguk. Dengan nada rendah iapun
menyebut sebuah nama, "Namanya Wira Sidat"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Wira Sidat. Apakah ia seorang yang sangat dekat dengan
Ki Gede Lenglengan?"
"Ia adalah salah seorang kepercayaan Ki Gede Lenglengan"
"Kalau saja ia dapat benar-benar tertangkap hidup-hidup"
"Ia tidak akan berkata sepatah pun meskipun mendapat
tekanan dengan cara apa pun"
"Nampaknya ia benar-benar telah mengeraskan hatinya
dalam ketersesatannya"
"Wira Sidat tidak akan pernah merasa bahwa dirinya telah
tersesat" "Ya. Aku mengerti. Ia justru yakin, bahwa jalan yang
ditempuhnya adalah jalan kebenaran"
Wigati menarik nafas panjang.
Demikianlah, Pangeran Benawa dan Paksipun segera minta
diri dari bilik tahanan Wigati. Ketika Pangeran Benawa berdiri di pintu, iapun berkata, "Jangan terlalu cemas. Kami akan
membantumu pada saat yang kau perlukan"
Sejenak kemudian, maka pintu itu telah tertutup kembali.
Terdengar selarak yang berat telah menyilang pintu bilik
tahanan itu. Wigati yang berada di dalamnya terhenyak duduk
di pembaringannya. -ooo00dw00ooo- Jilid 33 SEMENTARA itu, di luar bilik tahanan Wijangpun berkata
kepada Paksi, "Ternyata kau benar, Paksi. Anak-anak muda itu
tidak berada di padepokan itu lagi"
"Jika demikian, kita dapat segera mengambil keputusan
tentang padepokan itu"
"Ya. Tidak ada pilihan lain. Padepokan itu harus segera
dihancurkan. Kekalahan para pengikut di penginapan itu akan
dapat mengusik kemapanan Ki Gede Lenglengan. Sebelum ia
mengambil sikap, maka sebaiknya kita datang lebih dahulu
kepadanya" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah sebaiknya kita menemui Ki Tumenggung
Yudatama?" "Aku sependapat. Hari pasaran mendatang, padepokan itu
kita kepung dan mereka yang tidak bersedia menyerah,
apaboleh buat" Demikianlah, keduanyapun segera menemui Ki
Tumenggung Yudatama. Untunglah bahwa Ki Tumenggung
Yudatama berada di barak pasukannya. Dengan jelas dan terperinci sesuai dengan keterangan
Wigati serta pengamatan Wijang dan Paksi selama ia
mengamati padepokan itu, maka Wijang dan Paksi
mengusulkan, agar secepatnya padepokan itu ditembus oleh
pasukan yang telah dipersiapkan.
"Baiklah, Pangeran. Jika isyarat itu sudah diberikan, maka
kitapun akan segera mengambil langkah-langkah yang
diperlukan" "Pasaran mendatang tinggal dua hari lagi, Ki Tumenggung"
"Hari ini aku akan pergi ke penginapan itu. Namun
sebelumnya kita akan menghadap Kangjeng Sultan untuk
memberikan laporan tentang anak-anak muda itu, serta
rencana kita mengepung Padepokan Watukambang"
Demikianlah, Ki Tumenggung Yudatamapun bekerja
dengan cepat. Pada saat itu juga mereka bertiga telah
menghadap Kangjeng Sultan Hadiwijaya, yang menerima
mereka dengan baik. "Lakukan apa yang baik menurut pertimbangan kalian
bertiga" berkata Kangjeng Sultan.
"Hamba mohon restu, Sinuhun" desis Ki Tumenggung
Yudatama. "Berhati-hatilah dengan Lenglengan. Ia seorang yang
sekarang tentu memiliki ilmu yang sangat tinggi"
"Hamba, Sinuhun. Hamba akan berhati-hati"
"Jangan hadapi Lenglengan seorang diri. Biarlah Benawa,
Paksi dan satu dua orang pilihan lainnya bersama-sama Ki


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tumenggung menghadapinya. Mungkin kalian memerlukan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kemampuan bersama untuk mengalahkannya. Namun kalian
juga harus menjaga agar Lenglengan tidak dapat melarikan
diri" "Hamba, Sinuhun"
"Aku tidak tahu, apakah ada orang lain yang berilmu tinggi
di padepokan itu" "Hamba sudah menjajagi kemampuan salah seorang
kepercayaannya. Agaknya kepercayaan Ki Gede Lenglengan
yang lain pun tidak terpaut banyak dari orang itu"
"Tetapi kita tidak tahu, ada berapa orang kepercayaan Ki
Gede Lenglengan itu" "Hamba akan berhati-hati sekali, Sinuhun. Hamba akan
membawa orang-orang terbaik sebelum hamba memasuki
padepokan itu" "Waktumu tinggal sedikit, Ki Tumenggung"
"Masih ada dua hari, Sinuhun. Sementara itu sebagian dari
kekuatan Pajang telah berada di Manjung, Nglungge dan di
hutan sebelah Padukuhan Manjung"
Kangjeng Sultan Hadiwijayapun mengangguk-angguk
sambil berkata, "Baiklah, Ki Tumenggung. Aku serahkan
kepadamu, mana yang baik menurut pertimbanganmu,
Benawa dan Paksi" "Kami mohon restu, Sinuhun"
"Bawa orang-orang terbaik. Lenglengan adalah seorang
yang tidak dapat dijajagi kemampuannya"
"Apakah ada orang yang mampu menjajagi kemampuan
Pangeran Benawa?" "Ah, Ki Tumenggung, aku bukan apa-apa"
"Mungkin Benawa memiliki dasar ilmu yang kuat" berkata
Kangjeng Sultan, "tetapi ia masih terlalu muda untuk dapat
mengetahui dan mengatasi, betapa liciknya Lenglengan"
"Hamba mengerti, Sinuhun"
Demikianlah, maka Ki Tumenggung itupun segera minta
diri. Waktunya memang sangat sempit untuk mempersiapkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
serangan yang meyakinkan terhadap sebuah padepokan yang
kuat sebagaimana Padepokan Watukambang.
Namun Ki Tumenggung adalah seorang prajurit pilihan.
Bersama beberapa orang prajuritnya yang terpilih, maka Ki
Tumenggungpun segera mempersiapkan pasukannya. Namun
Ki Tumenggung harus sangat berhati-hati, agar persiapannya
tidak diketahui oleh Ki Gede Lenglengan dan orang-orangnya.
Dalam pada itu, Wijang dan Paksi telah menghubungi Ki
Ajar Permati. Bahkan mereka telah mempersilahkan Ki Ajar
Permati untuk bertemu dan berbicara langsung dengan Ki
Tumenggung Yudatama. "Serahkan Lenglengan kepadaku, Ki Tumenggung" berkata
Ki Ajar Permati. "Ki Gede Lenglengan adalah seorang yang memiliki ilmu
yang sangat tinggi, Ki Ajar" sahut Ki Tumenggung. "Aku tahu"
"Bahkan Kangjeng Sultan sendiri telah berpesan, agar
Pangeran Benawa tidak seorang diri menghadapi Ki Gede
Lenglengan" "Aku pun tentu akan berpesan seperti itu, jika aku sendiri
tidak dapat menghadapinya. Tetapi bukan karena Pangeran
Benawa tidak mampu mengimbangi ilmu Ki Gede Lenglengan"
"Karena apa menurut perhitungan Ki Ajar?"
"Kangjeng Sultan tentu mempertimbangkan kelicikan Ki
Gede Lenglengan. Jika Pangeran Benawa tidak dibenarkan
untuk menghadapinya sendiri, itu semata-mata untuk
menutup kemungkinan Ki Gede Lenglengan itu melarikan diri"
Ki Tumenggung mengangguk-angguk kecil. Sementara Ki
Ajarpun berkata, "Seandainya Pangeran Benawa dan Angger
Paksi bersedia aku pun akan minta agar Pangeran Benawa
dan Paksi ikut mengawasi agar Ki Gede Lenglengan tidak
sempat lari. Sementara itu, aku ingin membuat perbandingan ilmu
dengan Ki Gede Lenglengan itu tanpa orang lain"
"Kami mengerti maksud Ki Ajar. Tetapi sebagai seorang
senapati di medan perang, aku dapat mengambil
kebijaksanaan sesuai dengan pertimbangan keadaan"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku mohon. Selain itu, aku kebetulan bukan seorang
prajurit" "Meskipun Ki Ajar bukan prajurit, tetapi Ki Ajar akan berada
di pihak pasukan Pajang. Sedangkan aku adalah senapati yang
ditunjuk oleh Kangjeng Sultan Hadiwijaya"
Ki Ajar menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian
katanya, "Baiklah, Ki Tumenggung. Aku menyadari
sepenuhnya, bahwa Ki Tumenggung terikat pada sikap
seorang senapati perang. Aku berjanji akan tunduk kepada
perintah Ki Tumenggung"
"Terima kasih atas kesediaan Ki Ajar. Di medan
pertempuran, hanya ada seorang senapati tertinggi yang
memegang seluruh kendali atas pasukannya. Bahkan
Pangeran Benawa dan Paksi berada di bawah perintah
senapati yang mendapat wewenang dari Kangjeng Sultan"
"Aku mengerti" sahut Pangeran Benawa.
"Baiklah. Kita akan segera menyusun pasukan yang akan
mengepung padepokan itu"
Ternyata bahwa Ki Ajar Permati banyak memberikan
keterangan yang dapat memberikan gambaran kepada Ki
Tumenggung Yudatama atas tugas yang sedang diembannya.
Demikianlah, maka segala sesuatunyapun telah disiapkan
dengan sebaik-baiknya. Ketika hari pasaran tiba, maka pasar
di Manjung itu nampak ramai sekali. Demikian pula
penginapan di Nglunggepun pada hari itu menjadi penuh
sebagaimana penginapan di Manjung.
Pasar di Manjung yang terasa sangat ramai itu memang
menarik perhatian seorang yang dikirim oleh Ki Gede
Lenglengan. Namun kegagalan yang parah yang baru saja terjadi, telah
membuat orang itu sangat berhati-hati. Bahkan orang itu tidak
berani memberikan isyarat kepada Ki Gede Lenglengan,
bahwa penginapan di Manjung nampak penuh dengan
beberapa orang saudagar yang membawa harta yang banyak.
Pada umumnya para saudagar itu membawa seorang atau dua
orang pengawal. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seperti pada saat perampokan yang gagal beberapa waktu
sebelumnya, para pengawal itu bersama-sama orang-orang
yang diupah untuk mengamankan penginapan itu, berhasil
menghancurkan sekelompok orang yang dikirim oleh Ki Gede
Lenglengan. Orang yang dikirim oleh Ki Gede Lenglengan itu masih
dibayangi oleh kegagalan yang terjadi. Beberapa orang terbaik
dari Padepokan Watukambang itu telah hilang dan agaknya
mereka tidak akan pernah kembali. Bahkan agaknya yang
masih hidup dan berhasil melarikan diri pun tidak berani lagi
kembali ke padepokan, karena Ki Gede Lenglengan tentu akan
menghukum mereka. Bahkan ada di antara mereka yang
dihukum itu mati terikat pada tiang kayu di halaman bangunan
utama Padepokan Watukambang.
Wira Sidat, salah seorang kepercayaan Ki Gede Lenglengan
itu telah terbunuh. Wigati, yang bagaikan anak sendiri dari Ki Gede Lenglengan telah hilang pula.
Ketika orang yang dikirim oleh Ki Gede Lenglengan itu
kembali ke padepokan setelah hari menjadi gelap, tidak
mengisyaratkan agar Ki Gede Lenglengan mengirimkan orang
ke Manjung. "Kau menjadi ketakutan?" bertanya Wira Sampak,
kepercayaan Ki Gede Lenglengan yang lain.
"Bukan begitu, Kang. Tetapi akibat buruk yang dapat timbul
tidak seimbang dengan kemungkinan baik yang dapat terjadi.
Yang menginap di penginapan Manjung hanyalah penjual
kelapa, gerabah dan barang-barang anyaman"
"Kau bohong" "Tidak" "Tentu ada beberapa orang saudagar yang menginap"
"Aku memang melihat ada orang berkuda yang menginap
di penginapan itu. Tetapi pada umumnya mereka membawa
pengawalnya masing-masing"
"Kau menjadi silau dan berusaha untuk mencegah agar kita
tidak datang ke Manjung"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bukan karena silau. Tetapi menurut perhitunganku, tidak
baik jika kita malam ini datang ke Manjung. Orang-orang
upahan itu masih nampak buas. Para Pengawal dari saudagar-
saudagar berkuda itupun benar-benar telah mempersiapkan
diri" "Aku tidak dapat kau takut-takuti"
"Kang, kau jangan kehilangan perhitungan. Maaf Kang, jika
aku menganggap kau terlalu bernafsu untuk mendapat tempat
terhormat di padepokan ini, tetapi kau tidak mau membuat
pertimbangan-pertimbangan yang lebih dalam"
Orang itu terkejut. Tangan Wira Sampak telah menampar
mulutnya, sehingga bibirnya terasa menjadi pedih. "Jaga
mulutmu agar aku tidak mengoyakkannya"
Orang itu mengusap mulutnya yang berdarah. Katanya,
"Terserah saja atas tanggapan Kakang Wira Sampak. Tetapi
aku sudah berusaha untuk mencegah malapetaka.
Sebenarnyalah memang ada beberapa orang yang nampaknya
saudagar-saudagar kaya. Mereka datang berkuda dengan satu
atau dua pengawal. Tetapi hari ini agaknya justru terlalu
banyak orang di penginapan. Jika Kakang ingin juga pergi ke
Manjung, maka Kakang harus mengerahkan terlalu banyak
orang dari padepokan ini. Aku tidak yakin, bahwa Ki Gede
Lenglengan akan menyetujuinya. Sedangkan jika yang Kakang
bawa hanya sebanyak kebiasaan yang kita lakukan, maka
akibat yang parah itu akan terjadi seperti Kakang Wira Sidat,
maka agaknya Kakang Wira Sampak pun tidak akan pernah
kembali" "Diam kau, pengecut" bentak Wira Sampak. "Aku bukan
Wira Sidat yang dungu itu"
"Terserahlah kepadamu, Kang"
Namun tiba-tiba pembicaraan mereka terhenti. Seorang
yang rambutnya ubanan datang mendekat.
"Mari, Kang" berkata Wira Sampak, "aku sedang menulari
pengecut ini untuk sedikit mempunyai keberanian"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku hanya memberikan pertimbangan kepada Kakang
Wira Sampak. Terserah kepada Kakang Wira Sampak dan
Kakang Sura Sangga" Laki-laki yang rambutnya sudah mulai ubanan itupun
berkata, "Aku sependapat, bahwa malam ini bukan saat yang
baik untuk turun ke Manjung"
"Kenapa, Kakang Sura Sangga?"
"Manjung memang terlalu ramai hari ini"
"Dari mana Kakang tahu" Dari ceritera tikus clurut ini?"
"Tidak. Ada orang lain yang menceriterakan kepadaku.
Cakrawara juga baru saja masuk"
"Cakrawara?" "Ya. Ia baru saja datang"
"Apa katanya?" "Manjung terlalu ramai hari ini"
"Bukankah keadaan seperti itu yang kita tunggu?"
"Ya. Tetapi hari ini kesibukan di Manjung agak
mencurigakan. Di Pajang, Cakrawara melihat kesibukan yang
melebihi takaran" "Apakah ada hubungannya?"
"Aku tidak tahu pasti. Tetapi kita harus berhati-hati. Aku
sudah bertemu dan berbicara dengan Ki Gede Lenglengan. Ki
Gede juga tidak berminat untuk memerintahkan sekelompok di
antara kita pergi ke Manjung"
Wira Sampak itu menarik nafas panjang. Katanya, "Tentu
tidak ada hubungannya antara kesibukan di Manjung dan
kesibukan di barak prajurit itu. Jika hari ini Manjung menjadi semakin ramai, karena para pedagang, para saudagar dan
orang-orang yang akan melintas merasa Manjung telah aman
setelah orang-orang upahan di penginapan itu berhasil
menggagalkan usaha saudara-saudara kita mengumpulkan
dana bagi perjuangan masa depan kita"
"Mungkin kau benar, Sampak. Tetapi bukankah waktu kita
masih panjang. Kita tidak terlalu tergesa-gesa sehingga
menempuh jalan yang sangat berbahaya. Manjung yang baru
saja merasa menang itu akan menyambut kedatangan kita
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan hangat jika kita datang malam ini. Seandainya kita
berhasil juga, tetapi korban kita akan terlalu banyak
dibandingkan dengan hasil yang akan kita peroleh"
Wira Sampak menjadi sangat kecewa. Tetapi ia tidak dapat
memaksakan kehendaknya. Selain orang yang bertugas
mengawasi keadaan di Manjung itu, Cakrawara juga telah
memberikan beberapa pertimbangan sehingga Ki Gede
Lenglengan tidak bermaksud memerintahkan sekelompok
orang-orangnya untuk pergi ke Manjung.
Bahkan dalam pada itu, Cakrawara telah minta kepada Ki
Gede Lenglengan untuk mempersiapkan orang-orangnya
menghadapi segala kemungkinan yang dapat terjadi di
padepokannya. "Padepokan kami tersekat dari dunia luar" berkata Ki Gede
Lenglengan. "Tidak ada orang yang pernah menjamah daerah
ini" "Jangan menjadi lengah. Mungkin saja orang-orangmu
yang tertangkap ketika kau gagal menguasai penginapan di
Manjung itu berceritera tentang padepokanmu ini"
"Tidak ada yang akan berceritera. Mungkin ada orang-
orangku yang tertangkap. Tetapi aku yakin, bahwa tidak
seorang pun di antara mereka yang akan berkhianat"
"Kau terlena dalam mimpimu itu, Ki Gede. Tetapi apa
salahnya jika kita menjadi lebih berhati-hati?"
Ki Gede tertawa. Katanya, "Baik. Baik. Aku akan
memerintahkan beberapa orang mengawasi jalan yang
melintasi sekat itu. Jalan yang tidak pernah dikenal oleh siapa pun kecuali orang-orangku sendiri"
"Bukankah kau tidak akan dirugikan jika kau perintahkan
beberapa orang pergi ke sekat itu?"
"Ya. Ya. Aku mengerti"
Ki Gede Lenglengan memang memanggil seorang
kepercayaannya. Seorang yang tubuhnya terhitung pendek.


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tetapi orang itu nampaknya sangat cekatan.
"He, Ajak Bungkik" berkata Ki Gede Lenglengan ketika
orang yang bertubuh pendek itu datang menghadap, "pergilah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ke sekat padepokan kita bersama dua atau tiga orang. Awasi.
Kau tahu apa yang harus kau lakukan jika ada orang yang
mendekat" "Untuk apa sekat itu diawasi, Ki Gede?"
Ki Gede Lenglenganpun membentak, "He, dungu. Kita
harus berhati-hati. Setelah kegagalan kita di Manjung, maka
mungkin sekali ada satu atau dua orang yang tertangkap"
"Kenapa jika ada di antara kita yang tertangkap" Apakah
kita mencemaskan kemungkinan bahwa di antara mereka ada
yang berkhianat dengan menunjukkan rahasia sekat itu?"
"Ya" yang menyahut adalah Ki Cakrawara, "hal itu mungkin
saja terjadi" Orang bertubuh pendek yang disebut Ajak Bungkik itu
tertawa. Tetapi suara tertawanyapun terputus ketika Ki Gede
Lenglengan membentaknya, "Kenapa kau tertawa?"
Ajak Bungkik itu menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Ki
Gede, adakah seorang di antara kita yang berani menyebut
rahasia tempat ini" Mereka yang berani menyebut rahasia ini
akan terkutuk, bukan saja sepanjang hidupnya, tetapi di
dunianya yang lain, ia pun akan terkutuk sepanjang waktu.
Tanpa henti" Ki Gede Lenglengan mengangguk-angguk. Katanya, "Kau
benar Bungkik. Tetapi jika ada di antara mereka itu orang-
orang gila yang tidak yakin akan kutukan itu?"
"Baik, Ki Gede. Aku akan pergi ke sekat itu"
"Dengar, Bungkik" berkata Ki Cakrawara, "aku melihat
kegiatan sekelompok prajurit di Pajang. Aku pun melihat
Manjung menjadi sangat ramai melebihi takaran"
"Pergilah, Bungkik. Mungkin ada gunanya kau berada di
sekat itu. Tetapi ingat, jika kau bertindak, kau harus yakin
bahwa tindakanmu itu tuntas. Jika kau ragu, lebih baik kau
bersembunyi saja" "Aku mengerti, Ki Gede"
Ajak Bungkik itupun kemudian telah pergi menemui
beberapa orang kawannya. Kepada mereka, Ajak Bungkik itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
telah menyampaikan perintah Ki Gede Lenglengan untuk pergi
ke sekat. "Perintah seperti ini belum pernah diberikan oleh Ki Gede"
berkata seorang kawannya.
"Ki Cakrawara yang mengusulkannya. Tetapi aku dapat
mengerti kecemasan Ki Cakrawara itu. Ia baru saja datang
dari Pajang. Ia seorang yang sangat berhati-hati"
"Baiklah. Tetapi siapa saja yang akan pergi bersama kita?"
"Tiga atau empat orang"
Tetapi ketika mereka menyampaikan perintah itu kepada
seorang yang bertubuh tinggi besar dan berdada bidang,
maka orang itu berkata, "Tunggu sebentar. Aku makan dulu.
Sore tadi aku belum makan"
"Tetapi ini sudah hampir tengah malam. Kita akan sampai
di sekat itu sedikit tengah malam"
"Biasanya juga tidak pernah diawasi. Tidak akan ada apa
apa. Tidak ada orang yang pernah menyentuh lingkungan
kita" "Ki Cakrawara mencemaskan salah seorang di antara kita
yang tertangkap akan membuka rahasia"
"Tidak akan terjadi. Tidak seorang pun di antara kita yang
akan membiarkan dirinya terkutuk selama-lamanya"
"Tetapi cepatlah sebelum Ki Gede Lenglengan tahu, bahwa
kita masih berada di sini. Bukan karena rahasia sekat itu.
Tetapi karena kita tidak segera melakukan perintahnya"
"Jika demikian, biarlah nasiku aku bawa saja. Aku dapat
makan di mana saja" Sebenarnyalah, ketika mereka berangkat meninggalkan
padepokan untuk pergi ke sekat, malam pun telah sampai ke
pertengahannya. Embun pun telah mulai menitik dari
dedaunan. Rumput-rumput yang tumbuh di tanggul-tanggul parit telah
mulai basah. Di tengah-tengah sawah, di dedaunan padi,
beribu kunang berkeredipan seperti beribu bintang yang
bergayut di langit. "Dinginnya" desah seorang yang berperut buncit.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ajak Bungkik tertawa pendek. Katanya, "Kau sakit-sakitan
saja selama ini" "Aku tidak sakit-sakitan" jawab orang yang kedinginan.
"Justru kulitku masih peka terhadap perubahan cuaca"
Kawan-kawannya yang mendengarnya tertawa berbareng.
Dalam pada itu, mereka yang mendapat tugas untuk
mengawasi sekat itu berjalan dengan malas menuruni kaki
Gunung Merapi. Di sebelah-menyebelah bulak yang luas
membentang sampai ke ujung cakrawala.
Namun sebenarnyalah bahwa mereka telah terlambat.
Menjelang tengah malam, orang terakhir dari kelompok
terakhir prajurit Pajang telah memasuki lingkungan yang
tersekat itu. Mereka mengikuti Pangeran Benawa dan Paksi yang sudah
mengenal lingkungan itu dengan baik.
Pasukan Pajang itupun kemudian merayap di belakang
gerumbul-gerumbul perdu, menyusuri sekat yang memanjang,
menjauhi jalan utama di padepokan yang seakan-akan
terpisah dari dunia di sekitarnya itu. Merekapun kemudian
berhenti di pategalan yang rimbun, mengatur diri.
Dengan jelas dan terperinci, Pangeran Benawa
menguraikan medan yang akan mereka hadapi.
Dengan demikian, maka Ki Tumenggung Yudatamapun
segera memberikan perintah-perintah. Padepokan itu harus
terkepung. Tidak seorang pun yang boleh lolos. Apalagi Ki Gede
Lenglengan. "Aku akan berada di dekat Ki Ajar Permati" berkata Ki
Yudatama. "Demikian pula aku minta Pangeran Benawa dan
Paksi juga ikut mengawasi agar Ki Gede Lenglengan tidak
luput dari tangan kita"
Setelah memberikan perintah-perintahnya kepada para
prajurit, maka Ki Yudatamapun kemudian berkata, "Sekarang,
bergeraklah. Hati-hati. Kita tidak boleh kehilangan kesempatan terbaik ini"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun dalam pada itu, Paksipun berkata, "Ki Tumenggung,
meskipun menurut keterangan yang kami dapatkan, anak-
anak muda yang dicadangkan bagi angkatan mendatang itu
tidak ada di sini, namun aku minta agar para prajurit tetap
melihat kemungkinan itu. Jika mereka menemui anak-anak
muda dalam kelompok tertentu, aku mohon, agar mereka
mendapat perlakuan yang khusus. Mungkin mereka adalah
anak-anak muda yang sedang diracuni otaknya itu"
"Bukankah kau ingin mengatakan, bahwa kita jangan
mengganggu adikmu?" "Seperti itu, Ki Tumenggung. Tetapi tidak seutuhnya. Selain
adikku, maka anak-anak muda itu juga harus mendapat
perlakuan khusus" "Baik. Aku akan memerintahkannya kepada setiap
pemimpin kelompok" Sejenak kemudian, maka pesan-pesan terakhirpun telah
diberikan. Serentak, para prajurit itupun mulai bergerak sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang telah mereka terima.
Di malam yang gelap, kelompok-kelompok prajurit itu telah
merayap di sepanjang pematang, mendekati sebuah
padepokan yang terhitung besar, justru berada di dunia yang
seakan-akan terpisah dari dunia yang lain.
Mereka semuanya, termasuk Ki Tumenggung Yudatama
belum pernah melihat lingkungan itu. Tetapi petunjuk dan
ancar-ancar yang diberikan oleh Pangeran Benawa dan Paksi
demikian jelasnya, sehingga seakan-akan mereka merasa
pernah datang mengunjungi dunia yang terpisah itu.
Malampun semakin lama menjadi semakin dalam. Semua
prajurit Pajang telah berada di tempatnya. Mereka tinggal
menunggu isyarat sebagaimana disepakati. Panah sendaren.
Ki Tumenggung Yudatama telah mengisyaratkan pula kepada
para prajuritnya, bahwa mereka dapat memanfaatkan saat-
saat terakhir untuk sekedar beristirahat menjelang fajar
menyingsing. Dalam pada itu, Ajak Bungkik dan kawan-kawannya yang
berada di mulut sekat yang memisahkan dunianya dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dunia di luarnya, duduk terkantuk-kantuk di atas sebongkah
batu yang besar. Dengan mata yang separo terpejam, orang
yang bertubuh tinggi, berbadan besar itupun berkata, "Untuk
apa kita berada di sini sampai fajar merekah" Kita bukan
orang-orang yang menyempatkan diri mengagumi terbitnya
matahari di pagi hari"
"Pada saat terang tanah, kita kembali" berkata orang yang
perutnya buncit. "Tidak" sahut Ajak Bungkik, "kita akan berada di sini
sampai matahari terbit. Setelah itu, baru kita yakin bahwa
tidak ada orang yang menyusup memasuki lingkungan ini"
Yang lain tidak membantah. Tetapi orang yang bertubuh
tinggi besar itu justru berbaring di atas baru yang besar
meskipun sambil menggeramang, "Batunya basah. Apakah
tadi di sini hujan?"
"Kau benar-benar bodoh. Batu itu tidak basah karena
hujan. Tetapi oleh embun"
"O" orang itu tidak menghiraukannya. Hanya beberapa saat
saja kemudian ia sudah mendengkur.
Ketika seorang kawannya akan membangunkannya, Ajak
Bungkik itu berkata, "Biar saja. Bukankah kita tidak berbuat
apa-apa?" "Apakah aku juga boleh tidur?" bertanya orang itu.
"Tidurlah" jawab Ajak Bungkik.
Orang itu memang benar-benar akan berbaring. Tetapi
ternyata tidak ada tempat yang kering, sehingga akhirnya ia
duduk saja sambil memeluk lututnya.
Dalam pada itu, langitpun mulai menjadi terang. Cahaya
merah nampak membayang di atas cakrawala di sebelah
timur. "Sudah siang" berkata orang yang perutnya buncit.
"Kenapa kita harus tergesa-gesa" sahut Ajak Bungkik.
Orang yang perutnya buncit itu tidak menyahut.
Dalam pada itu, Ki Tumenggung Yudatama yang sudah
berada di tempat yang ditentukan, telah memanggil dua orang
penghubungnya. Dari tempatnya, Ki Tumenggung telah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melihat remang-remang padepokan yang terhitung besar itu
dikelilingi oleh dinding yang kokoh.
"Fajar sudah menyingsing" berkata Ki Tumenggung
Yudatama yang mengambil keputusan untuk menyerang
padepokan itu setelah fajar. Ki Tumenggung
mempertimbangkan, bahwa para penghuni padepokan itu
tentu telah mengenal medan jauh lebih baik dari para
prajuritnya, sehingga jika pertempuran terjadi malam hari,
prajuritnya akan mengalami kesulitan menghadapi medan.
Karena itu, untuk mencari keseimbangan atas medan, maka Ki
Tumenggung telah menentukan bahwa serangan akan dimulai
setelah fajar. Setelah semuanya dianggap mapan, maka Ki
Tumenggungpun bertanya kepada Ki Ajar Permati,
"Bagaimana menurut pertimbangan Ki Ajar?"
"Aku kira saatnya sudah tepat, Ki Tumenggung"
"Baiklah. Aku akan memerintahkan para penghubung yang
bertugas untuk melepaskan panah sendaren" Lalu katanya
kepada Pangeran Benawa dan Paksi, "Aku mohon Pangeran
Benawa mempersiapkan diri. Aku akan segera mulai"
"Baik, Ki Tumenggung"
"Dan kau juga, Paksi"
"Ya, Ki Tumenggung"
Ki Tumenggungpun kemudian telah mengangkat
tangannya, sementara itu lima orang telah bersiap dengan
busur dan panah sendarennya.
Ketika Ki Tumenggung Yudatama menurunkan tangannya,
maka kelima anak panah sendaren itupun telah meluncur
dengan cepat ke udara. Sejenak kemudian, dengung anak panah sendaren itupun
telah menggetarkan udara di atas padepokan yang letaknya
terpencil itu. Seluruh isi padepokan yang sudah terbangun terkejut
mendengar suara sendaren itu. Yang masih tidur karena
bertugas di malam hari telah terbangun pula.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ada apa ini?" bertanya Ki Gede Lenglengan yang juga
sudah bangun. Dengan tergesa-gesa Ki Cakrawarapun menemui Ki Gede
sambil berkata, "Ki Gede, ternyata kecurigaanku atas
kesibukan para prajurit serta kesibukan di Manjung yang
melampaui takaran itu terbukti sekarang"
"Terbukti bagaimana?"
"Kau dengar suara panah sendaren?"
"Ya. Aku dengar"
"Apa artinya menurut pendapatmu?"
"Akan ada serangan"
"Kau benar" Ki Cakrawara menarik nafas dalam-dalam, sementara Ki
Gede Lenglengan itupun berkata, "Lalu setelah aku mengakui
kebenaranmu, maka kita akan bertempur melawan mereka"
"Ya. Tetapi apa kerja Ajak kerdil itu, he?"
"Mungkin Ajak Bungkik itu sudah mati dibunuh orang-orang
yang datang itu" "Mungkin" desis Ki Cakrawara.
Dalam pada itu, beberapa orang kepercayaan Ki Gede
berlari-lari menemuinya. "Bukankah suara itu suara panah sendaren?" bertanya Wira
Sampak. "Ya" jawab Ki Gede Lenglengan.
"Apa yang sebaiknya kita lakukan sekarang, Ki Gede?"
"Pertanyaan yang bodoh. Bukankah kita semua sudah tahu,
bahwa kita harus segera bersiap dan menghadapi mereka?"
"Apakah kita harus mengerahkan semua kekuatan, Ki


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gede" Bagaimana dengan orang-orang yang selama ini kita
pekerjakan di padepokan ini?" bertanya Sura Sangga.
"Bukankah sebagian dari mereka sudah mulai dapat kita
percaya bahwa mereka akan bertempur untuk kita?"
"Ya. Sebagian" "Mereka yang masih sangat meragukan, masukkan saja ke
dalam bilik tahanan. Tutup semua pintu dan selarak dengan
kuat" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baik, Ki Gede"
"Kita harus bergerak cepat, Ki Gede" berkata Ki Cakrawara.
"Ya. Tetapi orang-orangku tidak menduga bahwa hal
seperti ini akan terjadi"
"Kita harus segera mengatur pertahanan sebaik-baiknya"
Ki Gede Lenglenganpun kemudian telah memberikan
perintah-perintah kepada beberapa orang kepercayaannya
yang datang menemuinya. Pada umumnya mereka merasa
gelisah. Peristiwa itu demikian tiba-tiba saja dihadapkan di
muka hidung mereka. Namun pengalaman mereka yang luas telah dapat
menuntun mereka untuk segera berada di tempat-tempat
yang penting untuk mempertahankan padepokan mereka.
Tetapi para prajurit telah bergerak dengan cepat. Ketika
sekelompok orang di dalam padepokan itu bergerak untuk
menutup pintu gerbang yang terbuka, maka beberapa orang
prajurit telah berada di pintu gerbang, sehingga
pertempuranpun segera terjadi.
Sura Sangga yang berdiri di halaman depan itupun telah
meneriakkan aba-aba. Sementara Wira Sampak memimpin
sekelompok orang di bagian belakang padepokannya.
Sedangkan kepercayaan Ki Gede Lenglengan yang lain, telah
berteriak-teriak di antara barak-barak di padepokan itu.
Namun sebagian dari mereka telah memasukkan beberapa
orang pekerja yang masih dianggap meragukan ke dalam bilik
tahanan yang memanjang namun tertutup rapat. Pintu-
pintunyapun telah diselarak dengan kuat. Beberapa orang
masih juga mendapat perintah untuk menjaga orang-orang
yang masih dianggap meragukan itu.
Dalam pada itu, Ajak Bungkik masih berada di sekat yang
memisahkan padepokannya dengan dunia luar. Ia tidak
mendengar suara panah sendaren yang dilontarkan oleh para
penghubung prajurit Pajang itu. Karena itu, Ajak Bungkik itu
masih saja berada di tempatnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Baru kemudian, setelah langit menjadi semakin terang,
iapun mengajak kawan-kawannya untuk kembali ke
padepokan. Namun seorang di antara kawan-kawannya itupun
bertanya, "Apakah tidak mungkin, seseorang atau sekelompok
orang memasuki sekat ini di siang hari?"
"Tidak. Orang-orang tersesat mungkin saja memasuki
lingkungan kita meskipun ia tidak gila. Namanya saja juga
tersesat. Artinya, ia tidak tahu di mana ia berada dan ke mana ia harus pergi"
"Tetapi mereka tidak akan menemukan jalur jalan untuk
melampaui sekat yang rumit itu"
"Mungkin justru tanpa disengaja"
"Kau tidak yakin, bahwa sekat itu telah memisahkan kita
dari dunia luar?" Ajak Bungkik mulai menjadi jengkel.
Kawan-kawannya tidak menjawab. Jika Ajak Bungkik itu
marah, maka ia tentu akan mengajak bertengkar dan
kemudian menantang berkelahi. Di antara mereka, bahkan
yang bertubuh raksasa itu, tidak akan ada yang dapat
mengalahkan Ajak Bungkik.
Dengan demikian, maka pembicaraan merekapun terputus.
Mereka berjalan saja seenaknya sambil menikmati segarnya
udara pagi di kaki Gunung Merapi.
Burung-burung liarpun terdengar berkicau dengan gembira.
Suaranya mengumandang menyusup di antara dedaunan. Ajak
Bungkik itu menarik nafas panjang. Jarang sekali ia sempat
memperhatikan, betapa segarnya udara pagi di kaki Gunung
Merapi itu. Bahkan tiba-tiba saja Ajak Bungkik itu terkejut
melihat ujung Gunung Merapi yang menjadi merah menyala.
Seakan-akan ujung gunung itu sedang membara.
"He, apa yang terjadi?"
"Ada apa?" bertanya kawannya.
"Kenapa ujung Gunung Merapi itu?"
"Apakah kau belum pernah melihatnya?"
Ajak Bungkik itu terdiam. Sementara kawannya berkata,
"Sebentar lagi matahari akan terbit. Sinarnya sudah mulai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terlempar ke ujung gunung itu. Warna merah itu akan
menjalar menuruni tebing. Namun kemudian akan hilang
dengan sendirinya jika matahari kemudian sudah mulai
nampak" Ajak Bungkik itu mengerutkan dahinya. Tiba-tiba saja
jantungnya menjadi berdebar-debar. Menurut perasaannya,
alam pagi itu menjadi sangat ramah kepadanya. Oleh
hembusan angin pagi, daun padi yang hijau segar itu seakan-
akan melambaikan tangannya, mengucapkan selamat jalan
kepadanya. "Aku tidak akan pergi ke mana-mana" tiba-tiba saja Ajak
Bungkik itu berdesis. "Apa yang kau katakan?" bertanya kawannya yang
mendengar desis Ajak Bungkik itu, tetapi tidak jelas bunyinya.
"Tidak apa-apa" sahut Ajak Bungkik itu.
Semakin lama, merekapun menjadi semakin dekat dengan
padepokan mereka yang tertutup di tempat terpencil itu.
Dalam pada itu, pertempuran sudah berlangsung dengan
sengitnya. Terutama di pintu gerbang. Sekelompok prajurit
berusaha menembus pintu gerbang yang akan ditutup itu.
Namun para prajurit dengan cepat dapat mencegahnya,
sehingga pertempuran telah terjadi.
Sementara itu, beberapa orang prajurit yang lain berusaha
untuk memasuki padepokan itu dari pintu butulan. Ada
beberapa pintu butulan yang sempat ditutup dan diselarak dari
dalam. Namun para prajurit itu berusaha untuk memecahkan pintu
butulan itu. Adalah satu kelengahan, bahwa orang-orang padepokan itu
merasa bahwa tempatnya tidak akan terusik. Karena itu, maka
pintu gerbang maupun pintu-pintu butulan tidak dibuat cukup
kuat sehingga mudah dipecahkan.
Seorang prajurit yang bertubuh tinggi besar mengayunkan
kapaknya untuk memecah pintu butulan itu. Sekali dua kali,
kapaknya masih belum berhasil. Namun kemudian daun pintu
regol butulan itupun mulai pecah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam pada itu, sekelompok pengikut Ki Gede Lenglengan
telah bersiap-siap di belakang pintu regol butulan itu untuk
menyongsong para prajurit yang akan segera memasuki
halaman samping padepokan yang untuk beberapa lama
terpisah dari dunia di sekitarnya.
Demikianlah, maka beberapa saat kemudian, pintu regol
butulan itupun benar-benar telah pecah. Demikian pintu itu
roboh, maka ujung-ujung senjatapun telah mencuat dari
belakang pintu yang roboh itu.
Tetapi para prajuritpun telah siap menghadapinya.
Sekelompok prajurit yang membawa perisai di tangan kirinya,
bergerak maju sambil melindunginya dirinya.
Ternyata bahwa para pengikut Ki Gede Lenglengan di pintu
gerbang butulan itu sulit untuk membendung arus yang
mendesak dari luar, yang datang melanda dengan derasnya
seperti arus air yang meluap dari bendungan yang dadal.
Dengan demikian, maka pertempuranpun mulai merembes
ke dalam lingkungan padepokan. Sementara para prajurit
belum berhasil menembus pertahanan di pintu gerbang
utama, karena para pengikut Ki Gede Lenglengan
mempertahankan mati-matian, sekelompok prajurit yang lain
telah berhasil masuk ke dalam padepokan lewat regol butulan.
Seorang penghubungpun segera memberitahukan kepada
kelompok-kelompok yang lain, agar mereka memasuki pintu
yang sudah berhasil dibuka itu.
Sekelompok prajurit yang memasuki regol butulan yang
terbuka itupun langsung berlari-larian ke pintu gerbang induk.
Beberapa di antara mereka terhenti karena para pengikut Ki
Gede Lenglengan telah menghambatnya. Namun sebagian
yang lain telah berhasil mencapai pintu gerbang induk.
Dengan mengerahkan kekuatan yang ada, mereka telah
menyerang para pengikut Ki Gede Lenglengan yang bertahan
di pintu gerbang induk itu dari belakang.
Mereka yang mempertahankan pintu gerbang induk itu
terkejut. Baru mereka sadari, bahwa salah satu pintu butulan
tentu sudah terbuka, sehingga para prajurit itu dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memasuki dinding padepokan. Bahkan semakin lama menjadi
semakin banyak. Sura Sangga yang memimpin para cantrik di halaman
depan, masih saja berteriak-teriak memberikan aba-aba.
Namun karena prajurit Pajang masih saja mengalir, maka para
cantrik yang mempertahankan pintu gerbang utama itu telah
mengalami kesulitan. Mereka harus bertempur melawan
pasukan yang datang dari luar. Tetap mereka pun harus
menghadapi para prajurit yang sudah berhasil memasuki
padepokan itu. Apalagi ketika sekelompok prajurit telah berhasil membuka
satu pintu butulan lagi dari dalam. Mereka mengangkat
selarak yang berat dan kemudian membuka pintu regol
butulan itu. Ki Gede Lenglengan dan Ki Cakrawara tidak dapat tinggal
diam. Setiap kali pengikutnya telah datang menemui mereka,
memberikan laporan tentang arus prajurit Pajang yang tidak
terbendung. "Kau yakin, bahwa mereka adalah prajurit Pajang?"
"Ya, Ki Gede. Nampak beberapa tunggul yang dibawa oleh
para prajurit. Ada pula kelebet lambang kelompok-kelompok di
dalam kesatuan mereka lebih besar"
"Bagaimana mereka dapat mengetahui tempat ini?"
"Tentu ada pengkhianatan. Bukankah aku sudah
memperingatkanmu, bahwa di antara mereka yang
tertangkap, tentu akan dapat terungkap keterasingan
padepokanmu ini?" sahut Ki Cakrawara.
"Pengkhianat itu tentu akan dikutuk sepanjang jaman"
"Kalau ia terkutuk sepanjang jaman, apa yang akan terjadi
padanya?" "Ia akan dibakar di api neraka"
"Apakah mereka percaya kepada neraka?"
"Tentu. Setiap orang harus mempercayainya"
"Kau juga percaya?"
Ki Gede Lenglengan termangu-mangu sejenak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun sambil tertawa Ki Cakrawara itupun berkata, "Jika
kau percaya bahwa orang-orang yang terkutuk akan masuk
neraka, maka kau tidak akan berbuat sebagaimana kau
lakukan selama ini" "Kau juga" "Itulah anehnya" Namun Ki Cakrawara itupun berkata,
"Sudahlah. Waktu kita sedikit. Kita akan turun ke medan"
Ki Gede Lenglengan menarik nafas dalam-dalam. Katanya,
"Kita tidak perlu cemas. Tidak ada orang yang dapat
mengimbangi ilmuku. Aku akan membunuh mereka seorang
demi seorang sampai orang yang terakhir"
"Dan kau masih juga mengatakan, bahwa kau percaya
bahwa orang-orang yang terkutuk akan dilemparkan ke
neraka?" "He?" "Sudahlah. Turunlah ke medan. Kau tidak boleh terlalu
sombong dan merendahkan lawan-lawanmu. Kau akan
menyesal" Tetapi Ki Gede Lenglengan tertawa. Katanya, "Aku tidak
pernah merendahkan lawan-lawanku. Salah mereka jika
mereka benar-benar rendah di mataku. Tidak akan ada orang
yang mampu menyamai kemampuanku sekarang ini"
Ki Cakrawarapun kemudian telah beranjak dari tempatnya
sambil berkata, "Aku akan melihat medan. Terserah
kepadamu. Padepokan ini adalah padepokanmu. Jika kau
masih akan duduk sambil melamun, lakukanlah. Tetapi kau
akan terkejut jika tiba-tiba ujung sebilah keris melekat di
lehermu" Ki Gede Lenglengan tidak menjawab. Tetapi ia tertawa
berkepanjangan. Dalam pada itu, Ki Cakrawarapun telah turun ke
longkangan di belakang bangunan utama Padepokan
Watukambang. Bersama dengan dua orang pengawalnya, Ki
Cakrawara itupun melangkah ke samping. Dari longkangan
sudah terdengar riuhnya pertempuran. Beberapa orang telah
berteriak-teriak keras sekali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu di sisi yang lain, sekelompok orang bersorak-
sorak menyoraki kemenangan-kemenangan kecil yang mereka
dapatkan di medan. Langkah Ki Cakrawara tertegun. Ki Gede Lenglengan telah
memanggilnya. "Aku pergi bersamamu, Ki Cakrawara" berkata Ki Gede
Lenglengan. Ki Cakrawara memang menunggu Ki Gede Lenglengan yang
diikuti oleh sepuluh orang pengawalnya yang terbaik.
"Di mana pemimpin mereka?" bertanya Ki Gede Lenglengan
kepada orangnya yang memberikan laporan kepadanya itu.
"Kami tidak tahu, Ki Gede. Yang kami ketahui hanyalah
pemimpin-pemimpin kelompok di antara mereka. Tetapi kami
belum melihat senapati mereka yang memegang pimpinan
tertinggi pasukan Pajang itu"
"Mungkin senapati itu mempergunakan ciri khusus. Tetapi
mungkin pula tidak" "Kita tidak usah mencarinya" berkata Ki Cakrawara. "Jika
kita berada di halaman depan, membunuh lawan sebanyak-
banyaknya, maka pemimpin mereka tentu akan menemui kita"
Ki Gede Lenglengan tertawa. Katanya, "Aku setuju. Aku
pun akan membunuh sebanyak-banyaknya. Bahkan prajurit
Pajang yang ada di halaman depan itu akan mati semuanya


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jika kita berada di antara mereka"
Ki Cakrawara tidak menjawab. Tetapi ia melangkah
semakin cepat menuju ke halaman depan Padepokan
Watukambang. Tetapi langkah mereka tertegun. Sekelompok
prajurit berlari-lari ke arah mereka.
Para pengawal Ki Gede Lenglengan dan Ki Cakrawara
segera menyongsong para prajurit itu, sehingga merekapun
segera terlibat dalam pertempuran.
Ki Cakrawara dan Ki Gede Lenglengan sempat menyaksikan
pertempuran itu sejenak. Namun merekapun kemudian telah
meninggalkan mereka. Berdua, tanpa seorang pengawal pun
keduanya pergi ke halaman depan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Para prajurit yang bertempur dengan para pengawal Ki
Gede dan Ki Cakrawara itu tidak sempat meninggalkan lawan-
lawan mereka karena mereka segera terlibat dalam
pertempuran yang sengit. Para pengawal terpilih itu segera telah mendesak
sekelompok prajurit yang menyerang mereka dengan
hentakan-hentakan yang sempat mengejutkan.
Namun para prajurit itupun segera bangkit. Mereka adalah
prajurit yang telah mengalami latihan khusus untuk
menghadapi tugas yang terberat sekalipun. Karena itu, maka
sekelompok prajurit itupun segera menghimpun kekuatan
mereka mengimbangi hentakan-hentakan para pengawal Ki
Gede Lenglengan dan Ki Cakrawara.
Dengan demikian, maka pertempuranpun menjadi semakin
sengit. Kedua belah pihak memiliki kelebihan dari yang lain,
sehingga mereka saling menyerang, saling mendesak dan
saling bertahan. Dalam pada itu, Ki Cakrawara dan Ki Gede Lenglengan
telah berada di halaman depan. Mereka menyaksikan
pertempuran yang menjadi semakin seru. Prajurit Pajang yang
memasuki halaman depan itu menjadi semakin banyak.
Ki Cakrawara termangu-mangu sejenak melihat kesigapan
para prajurit Pajang. Mereka adalah prajurit-prajurit yang
benar-benar telah terlatih dengan baik.
"Kau biarkan saja orang-orangmu semakin menyusut?"
bertanya Ki Cakrawara. "Gila, orang-orang Pajang. Mereka mengira bahwa hanya
mereka sajalah yang mampu bertempur dengan garang"
"Jangan tunggu sampai orangmu yang terakhir"
Ki Gede Lenglenganpun menggeram. Iapun kemudian
melangkah memasuki medan pertempuran bersama Ki
Cakrawara. Kedua orang itu ternyata adalah orang-orang yang terlalu
garang. Ketika para prajurit menyadari bahwa keduanya
adalah orang yang berilmu tinggi, maka para prajurit itupun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
segera bertempur di dalam kelompok-kelompok kecil untuk
menghadapi Ki Cakrawara dan Ki Gede Lenglengan.
Namun kelompok-kelompok kecil itu ternyata tidak mampu
menahan gerak Ki Cakrawara dan Ki Gede Lenglengan. Satu-
satu prajurit yang bertempur dalam kelompok-kelompok kecil
itu terlempar dari arena.
Ki Cakrawara dan Ki Gede Lenglengan memang benar-
benar berniat melaksanakan niatnya untuk membunuh lawan
sebanyak-banyaknya. Namun tiba-tiba saja Ki Gede
Lenglengan tertegun. Seperti melihat hantu, ia melihat
seorang tua yang menguak prajurit Pajang yang sedang
bertempur itu. "Apakah aku berhadapan dengan hantu?" desis Ki Gede
Lenglengan. Ki Cakrawara yang mendengar suara Ki Gede itupun
meloncat mendekatinya sambil bertanya, "Ada apa?"
"Orang itu" "Kenapa dengan orang itu?"
Ki Gede Lenglengan tidak segera menjawab. Orang tua
itulah yang melangkah semakin lama menjadi semakin dekat.
Orang itu berhenti beberapa langkah di depan Ki Gede
Lenglengan yang telah ditinggalkan oleh sekelompok prajurit
Pajang yang bertempur melawannya.
Ki Cakrawarapun telah berhenti bertempur pula. Ia melihat
betapa wajah Ki Gede Lenglengan menjadi tegang seakan-
akan Ki Gede itu benar-benar melihat hantu.
"Kau masih ingat kepadaku, Lenglengan?" bertanya orang
yang melangkah mendekat itu.
Ki Gede Lenglengan menjadi sangat tegang. Dipandanginya
orang itu dengan tajamnya, seakan-akan sorot matanya itu
langsung menembus sampai ke jantung.
"Kau tentu tidak lupa kepadaku, Lenglengan. Aku memang
bertambah tua dari tahun ke tahun. Tetapi dalam beberapa
tahun terakhir ini, aku tidak terlalu banyak berubah. Aku tahu itu, jika aku bercermin di belumbang"
"Iblis tua .Bukankah kau sudah mati?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kaulah yang mengira bahwa aku sudah mati. Tetapi aku
belum mati, Lenglengan. Jika aku sudah mati, maka tentu aku
sekarang tidak akan berada di sini"
"Siapa orang ini, Ki Gede?" bertanya Ki Cakrawara.
"Ajar Permati. Namanya Ajar Permati. Ia sudah mati
beberapa tahun yang lalu. Aku sendiri melemparkan mayatnya
ke dalam jurang. Tetapi agaknya ia telah menjadi hantu atau
iblis, sehingga ia sempat datang kepadaku pada waktu yang
gawat seperti ini" "Kau terlalu tergesa-gesa mengambil kesimpulan pada
waktu itu, Lenglengan. Ternyata waktu aku kau lemparkan ke
jurang itu, aku belum mati"
"Jadi, kaulah yang menjadi cecunguk para prajurit Pajang
ini" Kau bawa mereka untuk membalas dendam kepadaku?"
"Bukan aku. Aku memang bekerja sama dengan para
prajurit Pajang, Lenglengan. Tetapi tidak semata-mata untuk
membalas dendam. Aku datang untuk menghentikan
kegiatanmu, mempersiapkan kekacauan di masa depan. Para
prajurit Pajang telah menenun usahamu meracuni anak-anak
muda, bekerja sama dengan Harya Wisaka, untuk membentuk
apa yang kalian namakan angkatan mendatang"
"Omong kosong. Kau tidak tahu apa-apa tentang angkatan
mendatang" "Aku memang tidak tahu apa-apa. Para prajurit Pajanglah
yang tahu tentang angkatan mendatang itu. Karena itu,
mereka telah datang kemari"
"Kau manfaatkan kesempatan ini untuk membalas
dendam?" "Lenglengan, jika kau mau menyerah kepada para prajurit
Pajang, maka aku akan melupakan apa yang telah terjadi.
Buat apa aku mendendammu?"
"Kau licik, Permati. Kau hadapi aku dengan cara yang tidak
pantas" "Aku tidak tahu maksudmu, Lenglengan"
"Jika kau datang tanpa prajurit Pajang, aku akan
menghormatimu. Jika kau ingin membuat penyelesaian antara
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dua orang laki-laki, aku akan melayanimu. Tetapi cara yang
kau tempuh ini sangat memuakkan"
"Lenglengan, sudah aku katakan, bahwa prajurit Pajang itu
datang karena kau berdiri di pihak Harya Wisaka. Bahkan kau
sudah mempersiapkan apa yang kau sebut angkatan
mendatang. Karena itu, maka Pajang merasa perlu untuk
menghancurkan padepokan ini. Karena itu, sebelum
pertumpahan darah ini menjadi semakin berlarut, menyerah
sajalah. Jika kau menyerah, persoalan di antara kita pun akan
aku lupakan" "Permati, kau akan melihat bahwa sebentar lagi orang
terakhir dari prajurit Pajang itu akan mati. Aku akan
membunuh mereka semuanya. Tidak seorang pun akan
tertinggal. Nah, kemudian kita akan menyelesaikan persoalan
kita" "Sudahlah. Jangan berbelit-belit. Sebaiknya kau segera
menyerah. Dengan demikian, maka jumlah kematian akan
dikurangi. Sementara itu persoalan di antara kitapun akan kita anggap sudah selesai"
"Cukup, Permati. Kau tidak usah banyak bicara. Jika kau
memang datang untuk menjajagi kemampuanku, aku akan
melayanimu" "Baiklah, Lenglengan. Jika kau benar-benar mengeraskan
hatimu" "Aku selesaikan tugasku sebagai pemimpin padepokan ini
dahulu, Permati. Baru akan melayanimu"
"Tidak. Aku tidak akan membiarkan kau membunuh lagi.
Menurut pendapatku, kau sudah terlalu banyak membunuh"
"Tetapi aku masih akan membunuh lagi. Setidak-tidaknya
seorang" "Aku tahu. Tentu akulah yang kau maksud. Tetapi kau akan
kecewa bahwa kau tidak akan berhasil melakukannya"
Ki Gede Lenglengan tertawa. Katanya, "Kau sedang
berkhayal, Permati" Namun Cakrawara tiba-tiba menyela, "Kenapa kau hanya
berbicara saja, Lenglengan" Lakukan yang akan kau lakukan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Aku akan berada di antara mereka yang sedang bertempur.
Jika kau tidak dapat melakukannya karena kau melayani orang
itu, biarlah aku membunuh semua prajurit yang ada di
halaman ini" Ki Gede Lenglengan mengangguk. Katanya, "Biarlah.
Biarlah Sura Sangga membantumu. Sebelum matahari sampai
ke puncak, semua prajurit yang memasuki padepokan ini
sudah akan mati. Ajar yang malang inilah yang justru akan
mati lebih dahulu" Ki Ajar Permati tidak menjawab. Tetapi ia tersenyum sambil
bergeser selangkah surut.
Seperti yang dikatakannya, maka Ki Cakrawarapun segera
meninggalkan Ki Gede Lenglengan terjun ke medan
pertempuran. Dengan ilmunya yang sangat tinggi, maka Ki
Cakrawara yakin, bahwa ia akan dapat membunuh seberapa
saja yang ia kehendaki. Apalagi di halaman itu terdapat juga
para pengikut Ki Gede Lenglengan yang dipimpin oleh Sura
Sangga. Dengan garangnya, maka Ki Cakrawara itu bertempur
menghadapi sekelompok kecil prajurit Pajang.
Dalam waktu yang singkat, dua di antara para prajurit
terpilih dari Pajang itu telah terlempar dari arena. Meskipun
mereka masih dapat bangkit berdiri, namun dari mulut mereka
mengalir darah. Dada mereka terasa bagaikan terhimpit oleh
sebongkah batu karang. Sehingga karena itu, maka keduanya
sudah tidak mampu lagi untuk bertempur melawan Ki
Cakrawara yang garang itu.
Sekejap kemudian, maka seorang prajurit Pajang
menggeliat ketika lambungnya tersentuh tiga jari-jari tangan
Ki Cakrawara. Namun prajurit itupun segera jatuh terbaring di tanah,
sehingga hampir saja tubuhnya justru terinjak oleh kawannya
sendiri. Namun kawan-kawannya masih belum sempat mengangkat
dan menyingkirkan tubuh itu menepi. Ki Cakrawara benar-
benar menjadi sangat garang. Jari-jari tangannya yang kokoh
mengembang, menerkam orang-orang terdekat. Ketika jari-jari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu sempat menyentuh pundak seorang prajurit, maka pundak
itupun terkoyak. Namun Ki Cakrawara itu terkejut ketika di antara prajurit
Pajang itu terdapat seorang yang masih terhitung muda,
langsung menghadapinya. Bahkan orang itu pun telah minta
kepada para prajurit untuk meninggalkannya.
"Serahkan orang ini kepadaku" berkata orang yang masih
terhitung muda itu. Ki Cakrawara meloncat surut. Diamatinya orang itu dengan
seksama. Namun tiba-tiba saja iapun berdesis, "Kaukah
Pangeran Benawa?" "Kau pernah mengenal aku" Kapan dan di mana?" bertanya
Pangeran Benawa. "Kau dikenali setiap orang di kotaraja. Kau sering berkuda
berkeliling kota. Kau sering bermain sodoran di alun-alun. Kau justru berada di mana-mana. Bahkan di pasar dan di pasar
hewan" "Kau kenali aku meskipun aku tidak mengenakan pakaian
kepangeranan?" "Mataku lebih tajam dari mata burung hantu di malam hari,
Pangeran. Mungkin orang lain tidak dapat mengenalimu.
Tetapi kau tidak dapat mengelabuhi aku"
"Baik. Aku tidak akan ingkar. Aku memang Benawa"
"Kenapa Pangeran berada di sini dalam keadaan yang
buruk ini, bahkan akan dapat membahayakan jiwa Pangeran?"
"Aku berada di dalam pasukan Pajang yang datang untuk
menangkap Ki Gede Lenglengan"
"Kenapa Ki Gede Lenglengan harus ditangkap?"
"Kau tentu tahu jawabnya" sahut Pangeran Benawa.
Namun kemudian iapun bertanya, "Kau siapa, Ki Sanak?"
"Namaku Cakrawara, Pangeran. Aku dikenali sebagai
seorang yang memiliki ilmu siluman, meskipun sebenarnya
tidak. Ilmuku adalah ilmu yang wajar-wajar saja. Tetapi
karena aku ditempa oleh seorang yang ilmunya sangat tinggi
dan kemudian aku berhasil menyadap sampai tuntas, maka
aku pun berilmu sangat tinggi"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mengagumkan. Karena itu agaknya maka kau dapat
menghalau beberapa orang prajurit dalam waktu dekat"
"Ya. Dalam waktu yang pendek, prajurit-prajurit Pajang di
padepokan ini akan mati. Apalagi setelah Ki Gede Lenglengan
membunuh orang tua yang namanya Permati itu, maka para
prajurit Pajang akan segera dilibat oleh angin pusaran yang
dahsyat, sehingga boleh keluar dari padepokan yang tersekat
ini hidup-hidup" "Kau tentu bukan murid Ki Gede Lenglengan"
"Tentu bukan" "Apa hubunganmu dengan Ki Gede Lenglengan?"
"Aku sahabatnya. Aku bekerja sama dengan Ki Gede
Lenglengan untuk menangkap masa depan. Setelah Harya
Wisaka ditangkap, maka kami harus menyusun rencana
sendiri" "Dalam mimpimu kau menganyam masa depan. Bangunlah,
dan hadapi kenyataan ini. Kau tidak akan dapat berbuat
banyak di hadapan para prajurit pilihan"
"Kau lihat, Pangeran. Dalam waktu sekejap aku telah


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyingkirkan beberapa orang prajurit. Bukankah akan sangat
mudah membunuh mereka" Para cantrik padepokan inilah
yang akan menghabisi mereka yang sudah tidak berdaya"
"Aku akan menghentikanmu, Cakrawara"
"Pangeran akan melibatkan diri?"
"Aku sudah melibatkan diri. Aku adalah salah satu dari para
prajurit Pajang itu"
"Baik. Kaupun memang harus dibunuh karena kau akan
dapat membuka rahasia padepokan yang tersembunyi ini"
Pangeran Benawa menarik nafas dalam-dalam. Nampaknya
ia berhadapan dengan seorang yang terlalu yakin akan
ilmunya yang sangat tinggi.
Pangeran Benawapun kemudian bergeser selangkah surut.
Dipersiapkannya dirinya untuk menghadapi segala
kemungkinan. Pangeran Benawapun menyadari, bahwa lawannya
memang seorang yang berilmu tinggi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pangeran" berkata Ki Cakrawara, "kedatangan Pangeran
agaknya memang sudah menjadi keharusan, bahwa Pajang
akan kehilangan putera mahkotanya. Umur Pajang memang
tidak akan lebih panjang dari umur Sultan Hadiwijaya sendiri"
Tetapi Pangeran Benawa itu tersenyum. Katanya, "Kau
terlalu yakin akan kemampuanmu. Aku percaya, Cakrawara.
Tetapi apa yang terjadi, tidak hanya tergantung kepadamu
saja, tetapi juga tergantung kepada orang lain, tergantung
kepada keadaan dan lingkungan dan yang menentukan adalah
justru Yang Maha Agung"
Ki Cakrawara tertawa. Katanya, "Kau mencari sandaran
karena kau mengakui akan kelemahanmu, Pangeran"
"Ternyata kau tidak mengerti apa yang aku katakan.
Baiklah. Nanti kau akan mengerti, apa yang sebenarnya
terjadi" Ki Cakrawara masih saja tertawa. Sementara Pangeran
Benawa sudah siap untuk bertempur.
"Sayang sekali, bahwa kau tidak akan berumur panjang,
Pangeran. Tetapi itu adalah karena kesalahanmu sendiri.
Seharusnya, seorang putera mahkota tidak berkeliaran
bersama para prajurit yang sedang bertugas"
"Aku senang dapat bertemu dengan kau, Cakrawara" jawab
Pangeran Benawa. "Kau telah melengkapi sifat-sifat orang
yang selama ini aku kenal"
Cakrawara mengerutkan dahinya. Namun kemudian iapun
berkata, "Jaga dirimu baik-baik, Pangeran"
Pangeran Benawa tidak menjawab lagi. Ketika kemudian
Cakrawara itu menyerang, maka Pangeran Benawapun
bergeser menghindar. Sejenak kemudian, maka keduanyapun telah terlibat dalam
pertempuran yang semakin lama semakin sengit. Namun
dengan demikian, maka Pangeran Benawa tidak sempat untuk
ikut menjaga agar Ki Gede Lenglengan tidak meninggalkan
medan jika ia terdesak oleh Ki Ajar Permati.
"Mudah-mudahan Paksi dapat melakukannya" berkata
Pangeran Benawa di dalam hatinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun Paksipun ternyata harus bertempur menghadapi
seorang yang memiliki kelebihan dari orang yang lain. Ketika
ia melihat Sura Sangga mengamuk, maka Paksi tidak dapat
membiarkannya. Sura Sangga dengan beberapa orang cantrik dari
Padepokan Watukambang itu bertempur dengan garangnya.
Para cantrik itu sendiri tidak terlalu banyak dapat berbuat
menghadapi para prajurit yang terlatih dengan baik. Tetapi
agaknya Sura Sangga memiliki kelebihan. Sambil berteriak-
teriak memberikan perintah-perintah yang dapat
membesarkan hati para cantrik itu, Sura Sangga yang
bersenjata sebuah golok yang besar telah mengaduk medan.
Ketika seorang anak muda tiba-tiba saja telah memasuki
lingkaran pertempuran, maka Sura Sangga menjadi sangat
marah. Dengan garang iapun berkata, "Marilah, anak muda,
jika kau ingin membunuh diri"
Kepada para prajurit Paksipun berkata, "Biarlah aku
mencoba menahannya" Para prajurit yang mengenal Paksi dengan baik, segera
bergeser menjauhi Sura Sangga. Mereka percayakan Sura
Sangga yang garang itu kepada Paksi, anak muda yang
membawa tongkat di medan pertempuran itu.
"Sebut nama ibu bapakmu, anak muda. Kau akan segera
mati" "Bapakku bernama Tumenggung Sarpa Biwada"
"He, kau anak Ki Tumenggung Sarpa Biwada?"
"Ya" "Omong kosong. Anak Ki Tumenggung Sarpa Biwada tidak
akan berada di antara prajurit Pajang. Ia adalah salah seorang pemimpin yang membantu perjuangan Harya Wisaka. Seorang
anaknya berada di sini"
"Di mana ia sekarang?"
"Kau mau apa" Anak itu sudah terlindung dengan baik"
"Biarlah ia menyebut tentang diriku. Apakah aku anak
Tumenggung Sarpa Biwada atau bukan"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jika kau benar anak Tumenggung Sarpa Biwada, maka
kau tentu sudah mengkhianati ayahmu sendiri"
"Ya. Aku memang sudah mengkhianati ayahku sendiri"
"Jika demikian, buat apa kau cari saudaramu itu?"
"Aku memerlukannya"
"Persetan dengan kau, pengkhianat. Kau akan mati di sini"
Paksi tidak menjawab lagi. Apalagi Sura Sanggapun telah
meloncat menyerang dengan garangnya. Goloknya yang besar
dan panjang itu terayun-ayun mengerikan.
Namun Sura Sanggapun terkejut ketika goloknya yang
besar itu membentur tongkat Paksi. Nampaknya anak muda
itu tidak perlu mengerahkan tenaganya untuk menepis
goloknya yang terayun ke arah lambungnya.
"Gila anak ini" geram Sura Sangga.
Paksi mendengar geram itu, tetapi ia tidak menyahut.
Bahkan tongkatnya telah terjulur lurus mengenai lawannya.
Sura Sangga berteriak kesakitan. Iapun terdorong beberapa
langkah surut. Bahkan kemudian Sura Sangga itupun
berteriak-teriak mengumpat kasar.
Telinga Paksipun terasa panas mendengarnya. Karena itu,
maka iapun segera menyerang lawannya dengan tangkasnya.
Namun justru itu, Sura Sangga itu mengumpat semakin
kotor. Tetapi Sura Sangga itu terdiam ketika tongkat Paksi
tepat mengenai tengkuknya. Sura Sangga itu terdorong
beberapa langkah justru ke depan. Kemudian iapun jatuh
tertelungkup. Wajahnya yang tersuruk ke tanah itu menjadi kotor oleh
debu yang melekat pada keningnya yang basah oleh keringat.
Bahkan wajah Sura Sangga itupun menjadi terluka. Dahinya
terkelupas, sehingga darahpun mengalir dari luka itu.
Tetapi Paksi tidak sempat menyelesaikan lawannya yang
jatuh tersuruk itu. Beberapa orang cantrik dari padepokan itu
hampir bersamaan telah menyerang Paksi serentak.
Namun Paksi cukup tangkas. Dengan cepat ia meloncat,
melenting sambil memutar tongkatnya. Sebuah pedang
terlempar dari tangan seorang cantrik. Ketika cantrik yang lain
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyerangnya dengan tombak pendek, maka dengan cepat
Paksi mengungkit tombak itu sehingga terlepas dari tangan
cantrik yang lain itu, terlempar ke udara, jatuh beberapa
langkah dari cantrik itu.
Ketika kemudian Sura Sangga bangkit berdiri, maka tulang-
tulangnyapun seakan-akan telah menjadi retak. Tengkuknya
terasa sakit sekali. Demikian pula luka di dahinya terasa pedih, sementara darah dari luka di dahinya itu mengalir membasahi
wajahnya. Kemarahan Sura Sangga telah membakar seluruh isi
dadanya. Dengan geram iapun berkata, "Aku bunuh kau,
pengkhianat" "Darahmu semakin banyak mengalir" berkata Paksi. "Kau
nampak seperti seorang yang terluka parah. Padahal dahimu
hanya lecet sedikit saja tergores batu padas"
"Persetan, kau" Mata Sura Sangga bagaikan menyala.
Tetapi Sura Sangga tidak lagi setangkas sebelumnya. Namun
beberapa orang cantrik telah membantunya.
Paksi memang sedikit mengalami kesulitan. Tetapi kesulitan
itu membuatnya menjadi semakin panas. Tongkatnya berputar
semakin cepat. Serangan-serangannyapun menjadi semakin
garang. Seorang demi seorang lawannya telah terlempar dari arena.
Sementara Sura Sangga menjadi lamban.
Meskipun demikian. Sura Sangga itu masih saja
mengumpat-umpat dan sekali-sekali berteriak, "Aku bunuh
kau" Paksi menjadi semakin marah ketika seorang cantrik telah
melontarkan tombaknya. Dalam kesibukannya, Paksi terlambat
mengelak. Tombak yang mengarah ke punggungnya itu
sempat melukai lengannya sehingga lengannya itu berdarah.
Paksi yang sempat melihat cantrik yang melemparkan
tombak itu tidak memaafkannya. Darahnya yang mulai panas,
serta keringatnya yang telah membasahi seluruh pakaiannya,
membuatnya sulit untuk mengendalikan dirinya. Karena itu,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
maka dengan cepatnya ia meloncat sambil mengayunkan
tongkatnya. Cantrik itu memang mencoba untuk mengelak dengan
meloncat ke samping. Tetapi ayunan tongkat Paksipun
berputar. Kemudian tongkat itu justru mematuk perutnya, sehingga
cantrik itupun terbungkuk kesakitan.
Paksi tidak membiarkannya. Dengan kerasnya Paksi
memukul tengkuk cantrik itu, sehingga cantrik itupun
terjerembab jatuh. Daya tahan cantrik itu tidak sebesar daya
tahan Sura Sangga. Demikian cantrik itu jatuh menelungkup, maka
nafasnyapun telah terhenti, sehingga ia tidak sempat
menggeliat. Namun dalam pada itu, seorang cantrik yang lain sempat
mempergunakan kesempatan itu untuk mengayunkan
pedangnya ke arah punggung Paksi. Tetapi Paksi menyadari
datangnya serangan dari belakangnya itu. Karena itu, maka
Paksipun justru meloncati tubuh cantrik yang jatuh
terjerembab itu dan menjatuhkan dirinya pada punggungnya.
Sekali ia berguling, kemudian meloncat bangkit dengan
cepatnya. Dalam pada itu, keadaan Sura Sangga sudah berangsur
baik. Karena itu, maka Sura Sangga itupun telah menyerang
Paksi pula sambil berteriak nyaring.
Teriakan itu membuat jantung Paksi menjadi semakin
membara. Karena itu, maka Paksi yang berhasil menghindari
ayunan golok Sura Sangga itu telah menyerangnya dengan
cepat. Tongkatnya berhasil memukul dada Sura Sangga dengan
kerasnya. Kemudian terayun sekali lagi mengenai kening
orang yang garang itu. Sura Sangga itupun terhuyung-huyung ke samping.
Sebelum ia sempat menyadari apa yang telah terjadi, tongkat
Paksi terayun dengan deras sekali menghantam bagian
belakang kepalanya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Terdengar Sura Sangga itu berteriak nyaring. Namun
suaranyapun kemudian segera patah. Sura Sangga itu jatuh di
tanah seperti sebatang pohon pisang yang rebah.
Paksi tidak sempat merenungi tubuh Sura Sangga.
Beberapa orang cantrik menyerangnya bersama-sama. Namun
dengan tangkasnya Paksi melawan mereka.
Dalam pada itu, pertempuran masih saja membakar
padepokan itu. Ki Ajar Permati dan Ki Gede Lenglenganpun
telah terlibat dalam pertempuran yang sengit. Keduanya
adalah orang-orang yang berilmu tinggi. Mereka mempunyai
persoalan tersendiri yang membuat jantung keduanya semakin
membara. Ki Gede Lenglengan yang merasa pernah membunuh dan
melemparkan mayat Ki Ajar Permati ke dalam jurang, rasa-
rasanya tidak mau menerima kenyataan, bahwa Ki Ajar
Permati itu telah datang ke padepokan yang telah direbutnya
dengan licik itu. Bahkan Ki Ajar Permati itu telah
menantangnya untuk bertempur.
Sementara itu, betapapun Ki Ajar Permati berusaha untuk
meredam dendam di dadanya, namun ketika Ki Ajar itu mulai
bertempur melawan Lenglengan yang pernah ditolongnya
namun yang kemudian meracuninya, maka dendam itu rasa-
rasanya mencuat pula ke permukaan.
Dengan demikian, maka keduanyapun telah meningkatkan
kemampuan mereka untuk dapat mengalahkan lawannya.
Lenglengan yang telah menempa diri beberapa tahun di saat-
saat terakhir memang ingin menjajagi kemampuan ilmu Ki
Ajar Permati. Karena itu, Ki Gede Lenglengan tidak segera
sampai ke puncak ilmunya. Ia ingin tahu, sampai di mana
batas kemampuan Ki Ajar Permati yang pernah memimpin
Padepokan Watukambang itu.
Sementara itu, Ki Ajar Permatipun ingin tahu pula puncak
kemampuan Ki Gede Lenglengan. Karena itu seperti juga Ki
Gede Lenglengan, maka Ki Ajar Permatipun meningkatkan
ilmunya selapis demi selapis pula.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun akhirnya keduanya menyadari, bahwa mereka
berdua telah mencapai tataran ilmu yang sangat tinggi,
sehingga merekapun harus mengerahkan ilmu mereka
masing-masing. Dengan demikian, maka pertempuran di antara merekapun
telah berlangsung dengan dahsyatnya. Serangan-serangan
merekapun datang silih berganti. Bahkan kemudian telah
terjadi pula benturan-benturan ilmu yang seakan-akan telah
menggetarkan udara di halaman Padepokan Watukambang.
Di sisi lain, orang yang merasa ilmunya tidak tertandingi,
bertempur dengan sengitnya melawan Pangeran Benawa.
Namun Ki Cakrawarapun harus segera menyadari, bahwa
Pangeran Benawa yang masih muda itu memiliki tataran ilmu
yang tidak dapat diremehkannya.


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ketika benturan-benturan terjadi, maka Ki Cakrawara dapat
menjajagi kemampuan Pangeran Benawa yang mengagumkan
itu. "Anak Karebet ini tentu mewarisi sebagian dari ilmu
ayahnya" berkata Cakrawara di dalam hatinya.
Karena itu, maka Ki Cakrawara tidak ingin membiarkan
pertempuran itu berlangsung terlalu lama. Ia harus segera
menyelesaikan anak Karebet itu. Kemudian membunuh para
prajurit Pajang yang berada di halaman.
Dengan demikian, maka Ki Cakrawara itu telah
meningkatkan ilmu sampai ke puncak. Ia ingin segera
menggilas putera mahkota yang telah berkeliaran sampai ke
Padepokan Watukambang. Ketika Ki Cakrawara itu menghentakkan ilmunya, maka
Pangeran Benawa memang terdesak beberapa saat. Tetapi
sesaat kemudian, Pangeran Benawapun telah menjadi mapan
kembali. Serangan-serangan Ki Cakrawarapun kemudian datang
dengan dahsyat, seperti prahara yang berusaha mengguncang
bukit. Namun Pangeran Benawa yang kokoh seperti bukit
karang itu tidak mudah tergoyahkan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran Benawa memang merasakan udara panas
melibatnya. Ayunan tangan Ki Cakrawara seolah-olah telah
menaburkan udara panas di seputar tubuh Pangeran Benawa.
Namun dari tubuh Pangeran Benawa seakan-akan telah
mengembun udara yang dingin, yang dapat meredam panas di
seputar tubuhnya. Ki Cakrawara memang tidak menduga sama sekali, bahwa
tingkat kemampuan ilmu Pangeran Benawa sudah sedemikian
tinggi. Bukan saja udara panas yang ditaburkan tidak mampu
membakar kulit Pangeran Benawa, tetapi justru udara yang
dingin itu terasa di kulit Ki Cakrawara.
"Iblis kecil ini ternyata memiliki ilmu yang sangat tinggi"
geram Ki Cakrawara di dalam hatinya.
Dengan demikian, maka Ki Cakrawara tidak lagi dapat
menengadahkan dadanya sambil berkata, "Aku akan
membunuh semua prajurit Pajang sampai orang yang
terakhir" Apalagi pada saat itu, Ki Cakrawara sempat melihat
kegelisahan medan pertempuran. Para cantrik pengikut Ki
Gede Lenglengan rasa-rasanya mulai mendapat kesulitan.
"Dimana Sura Sangga?" bertanya Ki Cakrawara di dalam
hatinya. Namun sorak prajurit Pajang di sisi lain membuat Ki
Cakrawara semakin bertanya-tanya. Apa yang terjadi dengan
Sura Sangga" Pertanyaan itu semakin menekan dadanya.
Namun tiba-tiba saja Ki Cakrawara melihat beberapa orang
pengikut Ki Gede Lenglengan mengusung tubuh yang sudah
tidak berdaya lagi. Pangeran Benawa yang juga melihatnya, justru ingin tahu,
siapakah yang telah diusung itu. Tentu seorang yang dianggap
penting oleh para pengikut Ki Gede Lenglengan.
Karena itu, maka Pangeran Benawa seakan-akan sengaja
memberi waktu kepada Ki Cakrawara untuk mengetahui,
siapakah orang itu. Hampir di luar sadarnya Ki Cakrawarapun berteriak,
"Siapakah orang itu?"
Terdengar seseorang menjawab, "Ki Sura Sangga"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sura Sangga" Kenapa" Siapakah yang telah
mencederainya atau bahkan membunuhnya?"
"Seorang anak muda bersenjata tongkat" jawab orang itu.
Pangeran Benawa menarik nafas dalam-dalam. Ia tahu,
bahwa anak muda yang bersenjata tongkat itu adalah Paksi.
"Para pengikut Ki Gede Lenglenganlah yang akan habis
sampai orang yang terakhir. Bukan para prajurit Pajang"
Ki Cakrawara terkejut mendengar suara Pangeran Benawa.
Ia sadar, bahwa iapun sedang terlibat dalam pertempuran
melawan seorang yang berilmu tinggi.
Namun Ki Cakrawarapun mengerti, bahwa lawannya yang
masih muda itu telah memberinya kesempatan. Ia tidak
memanfaatkan kelengahannya ketika perhatiannya tertuju
kepada Sura Sangga yang sudah tidak berdaya itu.
"Nah" berkata Pangeran Benawa kemudian, "bagaimana
dengan kau?" "Persetan dengan Sura Sangga yang rapuh itu. Sudah
sepantasnya ia mati"
"Sudah sepantasnya semua cantrik dari padepokan ini mati.
Kecuali mereka yang menyerah. Kau pun akan mati juga jika
kau tidak menyerah" "Apa" Aku" Kau kira aku ini siapa, Pangeran" Meskipun kau
bertulang baja berkulit tembaga, kau tidak akan dapat
mengalahkan aku" Pangeran Benawa tersenyum. Katanya, "Semakin banyak
kawan-kawanmu mati, maka kau akan menghadapi lawan
semakin banyak" "Aku tidak peduli. Bahkan seandainya ayahmu, Sultan
Hadiwijaya ada di sini"
"Jangan menyebut ayahandaku. Kehadiranku di sini sudah
mewakilinya" "Sejak mudanya, ayahmu memang pengecut. Ia tidak
pernah berani hadir di pertempuran manapun juga"
"Kau membuat darahku mendidih. Udara panasmu tidak
membuat jantungku membara. Tetapi kata-katamu itu
membuat telingaku seperti disentuh api"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jika kau akan marah, marahlah. Kita sudah berada di
medan. Kau dapat berbuat apa saja. Tetapi aku pun dapat
berbuat sekehendakku pula"
Degup jantung Pangeran Benawa serasa menjadi semakin
cepat. Kemarahannya benar-benar telah membakar isi
dadanya. Apalagi ketika Ki Cakrawara itu berkata, "Pangeran,
ayahmu itu tidak lebih dari seekor ayam jantan yang hanya
dapat memburu betina, tetapi tidak berani turun ke
gelanggang" Pangeran Benawa tidak dapat menahan kemarahannya
lagi. Dengan demikian, maka Pangeran Benawapun telah
meningkatkan ilmunya sampai ke puncak.
Serangan-serangan Pangeran Benawa kemudian datang
melanda lawannya seperti badai. Dalam ilmu puncaknya,
Pangeran Benawa menjadi sangat berbahaya bagi lawannya.
Dalam pada itu, Ki Ajar Permati dan Ki Gede Lenglenganpun
telah sampai ke puncak kemampuan mereka. Meskipun ilmu
mereka merambat dari lapis ke lapis, namun ternyata ilmu
mereka masih saja tetap berimbang.
Dalam ilmu puncaknya, maka arena pertempuran antara Ki
Ajar Permati melawan Ki Gede Lenglengan itu bagaikan
lingkaran angin pusaran yang dahsyat. Sehingga dengan
demikian, maka baik para pengikut Ki Gede Lenglengan
maupun para prajurit Pajang telah bergeser menjauhinya.
Dalam pada itu, Ki Tumenggung Yudatama bersama tiga
orang pengawalnya sempat memperhatikan arena
pertempuran itu dengan seksama. Ki Yudatama sendiri tidak
mengikat diri dengan seorang lawan tertentu. Tetapi Ki
Tumenggung itu seakan-akan menjelajahi seluruh medan.
Sekali-sekali Ki Tumenggung itu terjun ke arena pertempuran
bersama ketiga orang pengawal terpilihnya jika ia melihat
sekelompok prajurit Pajang yang terdesak. Namun jika
keseimbangan telah tercapai lagi, maka Ki Tumenggungpun
telah bergeser meninggalkan kelompok prajurit Pajang itu.
Di halaman belakang padepokan itu, Ki Tumenggung
melihat lingkaran pertempuran yang nampaknya agak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyulitkan para prajurit Pajang. Agaknya seorang
kepercayaan Ki Gede Lenglengan bersama beberapa orang
yang terpilih, bertempur dengan garangnya. Sekelompok
prajurit Pajang yang bertempur melawan mereka agaknya
telah terdesak. "Siapa orang itu?" bertanya Ki Tumenggung. Seorang
pengawalnyapun telah menyusup di arena pertempuran dan
menyempatkan diri bertanya, siapakah yang memimpin
sekelompok pengikut Ki Gede Lenglengan yang sedang
mengamuk itu. "Namanya Wira Sampak"
Pengawal Ki Tumenggung itupun segera menyampaikannya
kepada Ki Tumenggung Yudatama, bahwa yang memimpin
sekelompok cantrik yang sedang mengamuk itu adalah Wira
Sampak. Ki Tumenggungpun menggeram. Katanya, "Orang itu harus
dihentikan" Demikianlah, Ki Tumenggung bersama ketiga orang
pengawalnyapun segera terjun ke arena pertempuran itu.
Wira Sampak yang melihat kedatangan orang baru itupun
berteriak, "Siapa kau, He" Apakah kau sudah jemu hidup
sehingga kau berani memasuki arena pertempuran ini?"
"Aku Tumenggung Yudatama" jawab Ki Tumenggung.
"Menyerahlah. Kau akan diperlakukan dengan adil"
Wira Sampak itu justru tertawa berkepanjangan sehingga
perutnya telah terguncang-guncang. Katanya, "Kau minta aku
menyerah, Ki Tumenggung?"
"Ya" "Kau kira aku itu siapa dan kau itu siapa" Kedudukanmu
tidak lebih dari seorang Tumenggung. Apakah kau mampu
menangkap petir sehingga kau berani memerintahkan aku
menyerah?" "Aku memang tidak dapat menangkap petir. Tetapi aku
akan dapat menangkapmu, karena kau bukan petir"
"Persetan dengan celotehanmu itu, Ki Tumenggung.
Sebaiknya kau tundukkan kepalamu agar aku dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memenggalmu dengan sekali tebas. Kau tidak akan
mengalami kesakitan di saat-saat kematianmu. Besok seluruh
Pedang Tanpa Perasaan 10 Gelang Perasa Serial Tujuh Senjata (4) Karya Gu Long Istana Pulau Es 20
^