Pencarian

Jejak Di Balik Kabut 37

Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja Bagian 37


prajurit Pajang akan berkabung karena seorang tumenggung
yang dibanggakan telah gugur di pertempuran"
Ki Tumenggung Yudatama tidak menjawab lagi. Iapun
segera bergeser maju. Pedang yang sudah di tangannya
itupun segera teracu. Wira Sampakpun segera bersiap pula. Ia menggenggam
sebuah bindi di tangannya. Dengan garangnya Wira Sampak
itupun telah meloncat menyerang dengan ayunan bindinya
yang besar dan berat. Tetapi Ki Tumenggungpun cukup tangkas. Dengan cepat
iapun mengelak. Kemudian pedangnya dengan cepat pula
terjulur ke arah lambung.
Tetapi Wira Sampakpun sempat mengelak pula, sehingga
ujung pedang Ki Tumenggung tidak mengenai sasaran.
Demikianlah, sejenak kemudian pertempuran antara
keduanyapun segera meningkat menjadi semakin sengit. Para
cantrik Padepokan Watukambang tidak sempat mendekati
pertempuran itu, karena para pengawal Ki Tumenggungpun
segera menghalanginya. Sementara itu, para prajurit Pajang yang semula
mengalami kesulitan segera dapat memanfaatkan keadaan itu.
Karena Wira Sampak harus bertempur melawan Ki
Tumenggung Yudatama, sementara para pengawal Ki
Tumenggungpun telah terjun pula di arena, maka lawan para
prajurit Pajang itupun telah menyusut.
Dengan demikian, maka para prajurit Pajang itupun telah
mempergunakan kesempatan itu sebaik-baiknya. Mereka tidak
tahu, apakah Ki Tumenggung akan berhasil dengan segera
memenangkan pertempuran, karena menurut penilaian
mereka, Wira Sampak adalah seorang yang berilmu tinggi
pula. Seandainya, Ki Tumenggung mengalami kesulitan, maka
satu dua orang prajurit bersama-sama pengawal Ki
Tumenggung itu akan dapat membantunya sehingga dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cepat dapat menguasai keadaan Karena itu, maka para
prajurit Pajang itupun telah mengerahkan sisa kemampuan
mereka untuk melindas para pengikut Ki Gede Lenglengan.
Dengan demikian maka pasukan para pengikut Ki Gede
Lenglengan itulah yang kemudian mengalami kesulitan.
Ternyata bahwa kemampuan Ki Wira Sampak tidak
menggetarkan sebagaimana kata-katanya. Ketika Ki Yudatama
mengerahkan kemampuannya, maka Wira Sampak itupun
segera terdesak. Senjatanya yang terayun-ayun mengerikan
itu tidak mampu menyentuh tubuh Ki Tumenggung Yudatama.
Bahkan ujung pedang Ki Tumenggunglah yang kemudian
mulai menggores kulitnya.
Wira Sampak itu mengumpat kasar ketika tangan kirinya
meraba bahunya yang berdarah. Kemarahannyapun kemudian
telah menyala, membakar jantungnya. Sambil berteriak
nyaring, Wira Sampak itupun meloncat menyerang dengan
ayunan bindinya yang berat.
Tetapi Ki Tumenggung telah menebas bindi yang terayun
itu, sehingga bergeser ke samping. Justru pada saat itu, kaki
Ki Tumenggung terayun dengan derasnya menghantam
lambung Wira Sampak sehingga Wira Sampak itu terdorong
beberapa langkah surut. Hampir saja Wira Sampak itu kehilangan keseimbangannya.
Namun bertelekan pada bindinya, Wira Sampak masih tetap
dapat bertahan untuk tidak jatuh terguling di tanah.
Namun Ki Tumenggung tidak memberinya kesempatan.
Demikian Wira Sampak berdiri tegak, maka pedang Ki
Tumenggung itu menebas mendatar.
Wira Sampak masih sempat bergeser surut selangkah,
sehingga ujung pedang Ki Tumenggung tidak menggores
dadanya. Namun pedang itupun berputar. Ujungnya terjulur
menggapai tubuh Wira Sampak.
Ternyata Wira Sampak tidak mempunyai kesempatan lagi.
Meskipun ia berusaha menangkis dengan bindinya, namun
ujung pedang Ki Tumenggung itu telah menggores
lambungnya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Memang tidak terlalu dalam. Namun darahpun mengalir
dari luka yang menganga itu.
Wira Sampak meloncat beberapa langkah surut untuk
mengambil jarak. Sementara itu, Ki Tumenggung tidak
tergesa-gesa memburunya. Dibiarkannya Wira Sampak
menilai, apa yang telah terjadi pada dirinya.
"Menyerahlah" berkata Ki Tumenggung.
Namun Wira Sampak justru mengumpat kasar. Dengan
lantang Wira Sampak itupun justru berteriak, "Aku bunuh kau,
Ki Tumenggung" "Kenapa kau tidak mau melihat kenyataan tentang dirimu"
Kau sudah terluka. Darah sudah mengalir dari tubuhmu.
Semakin banyak kau bergerak, maka darahpun akan semakin
banyak mengalir dari luka-lukamu"
Tetapi Wira Sampak itu justru membentak, "Kaulah yang
harus menyerah, Ki Tumenggung. Tidak ada orang yang dapat
mengalahkan Wira Sampak"
Kesabaran Ki Tumenggungpun akhirnya sampai pada
batasnya. Apalagi Wira Sampak selalu membentaknya,
mengumpat kasar dan berteriak-teriak mengancam. Karena
itulah, maka ketika Wira Sampak menyerangnya, Ki
Tumenggung tidak memberinya kesempatan lagi.
Ayunan bindi Wira Sampak yang berat itu sama sekali tidak
berhasil menyentuh tubuh Ki Tumenggung. Dengan
merendahkan diri, Ki Tumenggung terhindar dari sambaran
bindi Wira Sampak yang terayun dengan derasnya.
Demikian bindi itu terayun di atas kepalanya, maka Ki
Tumenggung yang sudah kehilangan kesabaran itupun segera
mengakhiri pertempuran. Ki Tumenggung tidak ingin terikat
terlalu lama di tempat itu karena ia harus mengamati seluruh
medan. Pedang Ki Tumenggungpun terjulur dengan cepat,
mematuk lambung Wira Sampak yang sedang mengayunkan
bindinya itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Terdengar Wira Sampak berteriak nyaring. Lambungnya
telah terkoyak oleh pedang Ki Tumenggung, sehingga
lukanyapun telah menganga.
Wira Sampak tidak lagi mampu untuk berdiri tegak. Luka-
lukanya yang sangat parah itu telah menghentikan mimpi-
mimpinya tentang keperkasaan dirinya.
Perlahan-lahan Wira Sampak itupun kemudian telah
terjatuh pada lututnya. Ia masih mencoba bertelekan pada
bindinya. Namun kemudian iapun roboh dan terbaring di tanah.
Darah yang hangat mengalir dari luka-lukanya. Terutama
dari lambungnya yang terkoyak.
Beberapa orang pengikut Ki Gede Lenglengan yang
mengetahui peristiwa itu terkejut. Beberapa orang yang
berloncatan mendekatinya telah dihadang oleh para prajurit
Pajang. Namun Ki Tumenggungpun berkata, "Biarlah orang-
orangnya berusaha menyelamatkan nyawanya. Tetapi bukan
berarti bahwa pertempuran harus berhenti. Kecuali jika
mereka semuanya telah menyerah"
Tetapi beberapa orang pengikut Ki Gede Lenglengan itu
justru telah menyerang para prajurit yang sedang termangu-
mangu mendengarkan perintah Ki Tumenggung Yudatama.
"Kami masih memberi kesempatan kalian untuk menyerah"
berkata Ki Tumenggung Yudatama. "Siapa yang ingin
mempergunakan kesempatan itu, pergunakanlah. Tetapi siapa
yang tidak mau menyerah, akan dibinasakan. Kami tidak akan
ragu-ragu menuntaskan pertempuran ini"
Namun para pengikut Ki Gede Lenglengan tidak segera
memanfaatkan kesempatan itu. Mereka masih saja bertempur
dengan garangnya melawan para prajurit yang kedudukannya
semakin mapan. Dalam pada itu, seperti yang diperintahkan oleh Ki
Tumenggung Yudatama, para prajurit itu tidak menghalangi
dua orang cantrik yang mencoba untuk membantu Ki Wira
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sampak yang terbaring diam. Namun mereka tidak dapat
berbuat apa-apa. Wira Sampak itu sudah tidak bernyawa lagi.
Ki Tumenggung Yudatama tidak menunggui arena
pertempuran itu lebih lama lagi. Bersama ketiga orang
pengawalnya, maka Ki Tumenggungpun telah meninggalkan
lingkaran pertempuran yang sudah tidak mencemaskannya
lagi itu untuk melihat keadaan arena pertempuran yang lain.
Sementara itu, di halaman depan, debupun mengepul
tinggi. Dua pusaran pertempuran telah terjadi di halaman depan.
Ki Cakrawara yang bertempur melawan Pangeran Benawapun
sudah mengerahkan kemampuannya sampai ke puncak.
Serangan Ki Cakrawara datang seperti arus banjir bandang.
Namun Pangeran Benawa adalah seorang yang memiliki ilmu
yang tidak dapat dijajagi oleh lawannya. Jika semula Ki
Cakrawara merasa dirinya tidak terkalahkan, namun kemudian
iapun harus mengakui kenyataan yang terjadi, bahwa
Pangeran Benawa adalah seorang yang berilmu sangat tinggi.
Serangan-serangan Ki Cakrawara bukannya sekedar
menebarkan udara panas yang ternyata mampu diredam oleh
Pangeran Benawa, namun telapak tangan Ki Cakrawara itupun
kemudian seolah-olah telah membara. Ketika telapak
tangannya itu sempat menyentuh kulit Pangeran Benawa,
maka sentuhan itu telah menimbulkan luka bakar yang nyeri.
Namun sentuhan itu bukan saja menimbulkan luka bakar di
kulit Pangeran Benawa, tetapi jantung Pangeran Benawapun
bagaikan telah terbakar pula.
Karena itu, maka serangan-serangan Pangeran Benawa
selanjutnya telah menggulung semua kesempatan bagi Ki
Cakrawara. Kedua tangan Pangeran Benawa itu bergerak
dengan cepat sekali, sehingga seakan-akan tangan Pangeran
Benawa menjadi beberapa pasang.
Ki Cakrawarapun mengalami kesulitan untuk menangkis
serangan Pangeran Benawa. Beberapa kali Ki Cakrawara
berusaha untuk menangkis serangan Pangeran Benawa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan telapak tangannya yang membara, namun Ki Cakrawara tidak
lagi berhasil menyentuh kulit Pangeran Benawa. Bahkan
semakin lama Pangeran Benawa itu semakin
membingungkannya. Bukan saja tangannya yang seakan-akan
menjadi beberapa pasang, tetapi Pangeran Benawa seolah-
olah berada di segala arah di sekitarnya.
Ki Cakrawara itupun mengerahkan segenap kemampuan
yang dimilikinya. Bukan saja wadagnya, tetapi juga
panggraitanya. Namun Ki Cakrawara itu kadang-kadang masih
juga kehilangan jejak lawannya.
Serangan-serangan Pangeran Benawalah yang kemudian
beberapa kali sempat mengenainya. Tangan Pangeran Benawa
yang seolah-olah menjadi beberapa pasang itu setiap kali
menghantam tubuhnya. Bahkan dari segala arah.
Ki Cakrawara itupun terhuyung-huyung dan bahkan hampir
saja jatuh terjerembab ketika tangan Pangeran Benawa
mengenai tengkuknya. Namun Ki Cakrawara itu justru menjatuhkan dirinya.
Berputar sekali, kemudian melenting berdiri.
Dalam keadaan yang sulit itulah, tiba-tiba saja di seputar Ki
Cakrawara itu terdengar desis seperti suara arus angin.
Pangeran Benawa yang siap menyerang sempat melihat debu
yang berputar di sekeliling lawannya itu. Sehingga sejenak
kemudian, Ki Cakrawara itupun seakan-akan telah terlindung
oleh pusaran angin keras.
Pangeran Benawa justru bergeser selangkah surut. Namun
kemudian putera Kangjeng Sultan Hadiwijaya itu telah
menghentakkan ilmunya. Kedua telapak tangannya itupun
ditakupkannya. Namun kemudian, Pangeran Benawa itupun
justru segera meloncat ke arah angin pusaran itu. Tangannya
yang terangkat itupun segera terayun dengan derasnya
menghantam pusaran angin itu.
Yang terjadi adalah benturan ilmu yang dahsyat. Bukan
saja telapak tangan Pangeran Benawa, tetapi getar ilmunyalah
yang telah membentur kekuatan ilmu Ki Cakrawara.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yang terjadi telah menggetarkan jantung para prajurit dan
para pengikut Ki Gede Lenglengan yang sempat
menyaksikannya. Pangeran Benawa itu telah terangkat dan
terlempar ke samping. Tubuhnyapun kemudian jatuh
terbanting di tanah dan berguling beberapa kali.
Ketika Paksi yang sedang bertempur melawan beberapa
orang pengikut Ki Gede Lenglengan sepeninggal Sura Sangga
melihatnya, iapun segera berlari mendekatinya. Namun
Pangeran Benawa itu sudah tertatih-tatih berdiri.
"Pangeran" desis Paksi.
Pangeran Benawa itupun menyahut, "Aku tidak apa-apa,
Paksi" Sementara itu, hampir berbareng keduanya berpaling ke
arah Ki Cakrawara. Mereka tidak melihat lagi angin pusaran
yang mengitarinya. Mereka tidak lagi melihat debu yang
berterbangan serta getar udara panas. Yang mereka lihat, Ki
Cakrawara itu terbaring di tanah sambil berdesah kesakitan.
Beberapa orang pengikut Ki Gede Lenglengan melihat
keadaannya. Tetapi tidak seorang pun yang datang mendekat.
Mereka sibuk bertempur melawan para prajurit Pajang yang
tidak memberi mereka kesempatan. Pada saat mereka
terkejut, pertempuran yang terjadi di seputarnya seolah-olah
memang terhenti. Namun kemudian para prajurit Pajangpun
telah menghentak mereka lagi, justru semakin keras.
Selain mereka tidak mendapat kesempatan, mereka
memang tidak berani dengan tergesa-gesa mendekati. Mereka
masih merasa cemas, bahwa lawan Ki Cakrawara itu akan
menyapu mereka pula dengan ilmunya yang dahsyat. Karena
itu, maka justru Pangeran Benawa dan Paksilah yang datang
mendekati tubuh Ki Cakrawara itu. Pangeran Benawa dan
Paksi itupun berjongkok di sebelah-menyebelah tubuh yang
terbaring sambil menggeliat itu.


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Pangeran" desis Ki Cakrawara sambil menyeringai
menahan sakit, "aku sekarang yakin, bahwa apa yang
dilakukan Lenglengan itu tidak ada artinya selain membuat
keresahan" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Maksudmu?" "Jika Pangeran mampu berbuat seperti yang baru saja
Pangeran lakukan, lalu apa saja yang dapat dilakukan oleh
Kangjeng Sultan Hadiwijaya sendiri?"
"Kau akan dapat berbicara dengan ayahanda pada
kesempatan lain" Tetapi Ki Cakrawara itu menggeleng. Katanya, "Tidak akan
ada kesempatan lagi, Pangeran. Sampaikan permohonan
ampun kepada Kangjeng Sultan"
"Kau akan dapat menyampaikannya sendiri, Ki Cakrawara"
"Tidak. Umurku sudah sampai ke batas. Aku merasa bahwa
aku harus kembali ke Yang Maha Pencipta, yang selama ini
tidak pernah menyentuh jiwaku. Namun pada saat seperti ini,
aku merasakan kuasa tanganNya"
"Kau masih sempat mohon ampun kepadaNya"
"Aku mohon ampun" suara Ki Cakrawarapun merendah.
Kemudian terdengar suaranya sangat perlahan, "Alangkah
tenteramnya hati mereka yang sudah mengenal sebelumnya
dan meyakininya" "Ki Cakrawara juga meyakininya"
Tetapi Ki Cakrawara itu tidak sempat menjawab.
Matanyapun telah terpejam, serta nafasnya telah terhenti.
Pangeran Benawa menyentuh leher orang itu. Tubuhnya
masih terasa hangat. Tetapi detak darahnyapun telah terhenti.
Pangeran Benawa menarik nafas dalam-dalam. Namun
tiba-tiba saja keduanya menyadari, bahwa pertempuran masih
belum selesai. Karena itu, maka keduanyapun segera bangkit berdiri.
Ketika mereka berpaling ke lingkaran pertempuran antara Ki
Gede Lenglengan dengan Ki Ajar Permati, maka yang mereka
lihat adalah debu yang tebal menyerupai kabut yang menutup
pandangan mereka. Hampir di luar sadar, merekapun segera mengetrapkan Aji
Sapta Pandulu, sehingga pandangan mata mereka berhasil
menembus kabut itu meskipun hanya lamat-lamat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi agaknya keduanya memang agak terlambat. Pada
saat itu, mereka sempat melihat bayangan yang meluncur
seperti anak panah meninggalkan arena.
Merekapun melihat, bahwa bayangan yang lain mencoba
mengejarnya, namun sekali lagi debu yang seperti kabut
itupun telah terhambur. Beberapa saat Aji Sapta Pandulu
itupun tidak mampu menembus. Baru sesaat kemudian,
Pangeran Benawa dan Paksi dapat melihat ke dalam lingkaran
kabut yang tebal itu. Namun yang mereka lihat tinggallah seorang yang berdiri
termangu-mangu. Beberapa saat kemudian, ketika kabut itu terkuak, mereka
melihat Ki Ajar Permati berdiri termangu-mangu. Tangannya
masih memegangi dadanya yang nampaknya terasa nyeri. Di
sudut bibirnya nampak setitik darah.
"Ki Ajar" Pangeran Benawa berlari mendekat disusul oleh
Paksi. "Aku tidak dapat menangkapnya" desis Ki Ajar Permati. "Ia
berhasil melindungi dirinya dengan permainan kabutnya"
"Jadi Lenglengan itu sempat melarikan diri?"
Ki Ajar Permati mengangguk.
"Tetapi bagaimana dengan Ki Ajar sendiri?"
Ki Ajar Permati menarik nafas dalam-dalam. Kemudian
katanya, "Ia berhasil melukaiku. Luka dalam. Tetapi aku pun
telah melukainya pula. Ketika ia merasa bahwa ia tidak akan
dapat mengalahkan aku, maka iapun melarikan diri"
"Ki Ajar perlu beristirahat"
"Aku tidak apa-apa. Aku menyesal bahwa Lenglengan
berhasil melarikan diri"
"Sayang sekali" desis Paksi. "Seharusnya aku ikut menjaga
agar Ki Gede Lenglengan tidak mempunyai kesempatan. Aku
kira bahwa ia tidak akan lari secepat itu"
"Seandainya Angger Paksi ada di sini, agaknya masih saja
mempunyai kesempatan untuk melarikan diri, karena
permainan kabutnya yang sulit ditembus penglihatan, bahkan
dengan Aji Sapta Pandulu sekalipun"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi tidak menjawab. Ia hanya dapat mengangguk-angguk
mengiyakan. Kabut itu memang sulit ditembus penglihatan,
bahkan dengan Aji Sapta Pandulu sekalipun.
"Sekarang" berkata Ki Ajar Permati kemudian, "segala
sesuatunya terserah kepada Ki Tumenggung Yudatama"
"Di mana Ki Tumenggung?" desis Pangeran Benawa.
"Ki Tumenggung mengelilingi seluruh medan" sahut Paksi.
Pangeran Benawapun kemudian memerintahkan seorang
penghubung untuk mencari dan melaporkan apa yang terjadi
kepada Ki Tumenggung Yudatama.
Beberapa saat kemudian, Ki Tumenggung telah berada di
halaman depan Padepokan Watukambang itu. Pertempuran di
sana-sini masih terjadi. Ki Tumenggung itupun kemudian memerintahkan para
pengawalnya untuk memberitakan kepada semua
pengikutnya, bahwa Ki Gede Lenglengan telah melarikan diri,
sementara Ki Cakrawara telah terbunuh. Kesempatan terakhir
untuk menyerah, siapa yang tidak menyerah, akan ditumpas
habis. Demikianlah, maka beberapa orang pengawal Ki
Tumenggung telah meneriakkan pesan Ki Tumenggung itu di
segala sudut padepokan. Merekapun dengan lantang berkata,
"Ini adalah kesempatan yang terakhir. Siapa yang tidak
mempergunakan kesempatan ini, akan ditumpas habis"
Ternyata bahwa para pengikut Ki Gede Lenglengan itu
masih saja tetap orang-orang yang mempunyai perasaan,
meskipun kepala mereka sudah diracuni dengan berbagai
macam keyakinan. Namun ketika mereka berada dalam
keadaan yang paling rumit, maka merekapun masih juga
sempat membuat pertimbangan untuk memilih antara hidup
dan mati. Meskipun satu dua orang ada yang bertekad untuk
mati dalam pengabdian, namun sebagian terbesar dari para
pengikut Ki Gede Lenglengan yang tersisa itu menyerah.
Dengan demikian, maka beberapa saat kemudian,
pertempuran di padepokan terpencil itu sudah berakhir.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pertempuran yang terhitung menegangkan. Beberapa
orang korban telah jatuh di kedua belah pihak. Di antara
orang-orang padepokan itu yang terbunuh adalah Ki
Cakrawara, seorang yang merasa dirinya memiliki kemampuan
yang sangat tinggi sehingga menyentuh langit. Namun ketika
ia harus berhadapan dengan Pangeran Benawa, maka orang
itu tidak berdaya untuk mempertahankan hidupnya.
Para pengikut Ki Gede Lenglengan yang telah menyerah
itupun kemudian dikumpulkan di halaman depan, dijaga oleh
para prajurit Pajang dengan ketat. Para tawanan itu telah
meletakkan senjata mereka di depan tangga pendapa sebagai
pernyataan kesungguhan mereka untuk menyerahkan diri.
Ki Tumenggung Yudatamapun kemudian telah memberikan
beberapa peringatan kepada para tawanannya. Namun
kemudian merekapun diperintahkan untuk mengumpulkan
kawan-kawan mereka yang terluka dan terbunuh,
sebagaimana para prajurit Pajang.
Sementara itu, Pangeran Benawa dan Paksi telah
menyusup segala sudut padepokan itu. Mereka memasuki
bangsal-bangsal yang telah kosong.
Namun Pangeran Benawa telah menemukan sebuah
bangsal panjang kuat dan tertutup rapat, diselarak dari luar
dengan selarak yang besar.
"Bangsal apa ini?" desis Pangeran Benawa.
"Marilah kita lihat" sahut Paksi.
Pangeran Benawa memang merasa ragu. Namun akhirnya
Pangeran Benawa itu telah mengangkat selarak yang berat
itu. Ketika ia membuka pintu bangsal itu, merekapun segera
melihat sebuah ruangan yang agak luas. Namun karena
dinding yang rapat, maka di dalam bangsal itu nampak hanya
remang-remang saja. Ternyata ada beberapa orang yang berada di dalam
bangsal itu. Demikian mereka melihat pintu terbuka, maka
beberapa orang itupun segera bergeser mundur. Mereka
kemudian berkumpul berdesakan hampir di ujung bangsal.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sejenak Pangeran Benawa dan Paksi termangu-mangu.
Baru beberapa saat kemudian, Pangeran Benawa itupun
bertanya, "Siapakah kalian" Apakah kalian juga para murid atau
pengikut Ki Gede Lenglengan?"
Beberapa saat tidak terdengar jawaban, sehingga Pangeran
Benawa mengulanginya, "Siapakah kalian" Jika kalian
memerlukan pertolongan, kami, para prajurit Pajang akan
mencoba menolong kalian"
Orang-orang yang berada di dalam bangsal itu saling
berpandangan sejenak. Namun mereka masih tetap berdiam
diri. "Jika tidak seorang pun di antara kalian yang tidak mau
berbicara, maka kami tidak dapat berbuat apa-apa. Kami akan
menutup dan menyelarak pintu ini kembali dan meninggalkan
kalian di ruangan ini. Kamipun tidak akan tahu-menahu lagi,
apa yang terjadi di padepokan ini"
"Tunggu, Ki Sanak" desis seseorang.
Pangeran Benawapun tertegun.
Dari antara orang-orang yang berkumpul di ujung bangsal
itu seorang melangkah maju sambil terbongkok-bongkok.
"Ampun, Ki Sanak. Kami mendengar keributan di luar bangsal.
Kami tidak tahu apa yang terjadi. Siapakah kalian berdua dan
apakah maksud Ki Sanak berdua memasuki bangsal ini?"
"Baru saja terjadi pertempuran di luar. Para prajurit Pajang
memasuki padepokan ini. Kami adalah bagian dari mereka"
"Apakah Ki Sanak akan membebaskan kami?"
"Mungkin kami akan melakukannya. Tetapi kami tidak
dapat berbuat dengan tergesa-gesa tanpa penelitian yang
dalam. Karena itu, pada saatnya nanti akan datang orang
yang akan menentukan, apakah kalian akan dilepaskan atau
tidak. Segala sesuatu akan tergantung pada hasil penelitian.
Namun kalian boleh berpengharapan"
"Hanya berpengharapan?"
"Untuk sementara, ya"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang itu terdiam. Dipandanginya kawan-kawannya yang
berada di dalam ruangan itu. Baru kemudian iapun berkata,
"Ki Sanak, selama ini kami di padepokan ini diperlakukan
sebagai seekor binatang peliharaan yang setiap kali
dipergunakan untuk menggarap sawah. Seperti seekor lembu
yang di sore hari dimasukkan ke dalam kandang. Diberi makan
secukupnya agar kami tetap kuat. Namun esok pagi, kami
digiring ke sawah untuk melakukan kerja yang berat hampir
sehari penuh. Orang-orang yang menunggui kami juga
membawa cambuk sebagaimana mereka menunggu seekor
lembu penarik bajak. Punggung dan lambung kami setiap hari
menjadi sasaran, agar kami bekerja lebih giat"
"Aku pernah melihatnya, Ki Sanak"
"Kau pernah melihatnya?"
"Ya" "Jadi sejak kapan kau berada di padepokan ini?"
"Sejak lama. Kami melihat perlakuan yang tidak sepatutnya
dilakukan atas sesamanya"
"Selama ini kalian berada di mana" Apakah kalian juga
murid Ki Gede Lenglengan?"
"Bukan. Kami berdua bukan murid Ki Gede Lenglengan.
Kami datang justru untuk menangkapnya"
"Apakah sekarang Ki Gede sudah tertangkap?"
Pangeran Benawa menggeleng. Namun sebelum Pangeran
Benawa itu berkata sesuatu lagi kepada orang-orang yang
disimpan dalam bangsal yang agak panjang itu, seorang lurah
prajurit mendatanginya dengan nafas terengah-engah. "Ki
Tumenggung Yudatama mencari Pangeran"
"Baiklah, aku akan menemuinya. Marilah, Paksi" ajak
Pangeran Benawa. Namun agaknya orang-orang yang berada di ujung bangsal
itupun mendengar sebutan itu. Karena itu, orang yang
terbongkok-bongkok itupun bertanya dengan suara gagap,
"Siapakah yang Ki Sanak maksudkan dengan Pangeran?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pangeran Benawa" jawab prajurit itu yang justru menjadi
heran mendengar pertanyaan itu. "Apakah kau belum pernah
melihat Pangeran Benawa?"
"Jadi, jadi Ki Sanak ini, eh, maksudku pangeran ini
Pangeran Benawa?" "Ya" Orang itupun segera duduk di lantai bangsal itu sambil
membungkuk hormat sampai dahinya menyentuh lantai.
"Ampun, Pangeran. Hamba tidak tahu"
Orang-orang yang lainpun segera duduk pula di lantai.
Sebagian dari mereka membungkuk dalam-dalam, sedangkan
sebagian yang lain menyembah.
"Kami mohon ampun" desis seorang yang lain.
"Tidak apa-apa. Aku sama sekali tidak marah. Bukankah
dengan sengaja aku tidak mengenakan ciri-ciri
kepangerananku?" "Hamba, Pangeran"
"Nah, untuk sementara kalian akan tetap tinggal di sini.
Tetapi seperti yang sudah aku katakan, kalian sekarang dapat
berpengharapan, meskipun segala sesuatunya akan
ditentukan oleh mereka yang memang berkewajiban. Namun
apa yang pernah aku lihat terjadi di padepokan ini, akan dapat menjadi pertimbangan bagi mereka yang akan menentukan
nasib kalian" "Hamba dan kawan-kawan hamba mohon belas kasihan,
Pangeran. Kami sudah merasa terlalu lama dikurung seperti
seekor kerbau yang sangat dungu. Kami sudah terlalu lama
diperlakukan tidak seperti manusia lagi. Hamba dan kawan-
kawan hamba merindukan satu kehidupan yang wajar.


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tidaklah bermimpi terlalu jauh, jika kami diperkenankan
pulang ke rumah kami, betapa pun miskinnya kami, kami akan
sangat berterima kasih"
"Baiklah, kami akan memperhatikannya" berkata Pangeran
Benawa kemudian. "Sekarang, aku minta diri dahulu"
Beberapa orang yang ada di bangsal itu menyembah. Yang
lain, yang tidak terbiasa, telah membungkuk dalam-dalam.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sejenak kemudian, Pangeran Benawa, Paksi dan lurah
prajurit yang memanggilnya telah meninggalkan bangsal itu.
Pintupun kemudian ditutup kembali dan diselarak dari luar
dengan selarak yang kuat.
Jika sebelumnya bangsal yang tertutup rapat itu dijaga oleh
para pengikut Ki Gede Lenglengan, maka kemudian bangsal
itu dijaga oleh para prajurit Pajang.
Dalam pada itu, Pangeran Benawa dan Paksipun kemudian
telah menemui Ki Tumenggung Yudatama dan Ki Ajar Permati
di depan pendapa dari bangunan utama padepokan itu.
Agaknya Ki Tumenggung masih mengatur para prajurit
menanggapi keadaan setelah pertempuran berakhir.
"Apakah Pangeran dan Paksi sudah melihat-lihat isi
padepokan ini?" bertanya Ki Tumenggung.
"Ya, Ki Tumenggung" jawab Pangeran Benawa.
"Apakah ada yang menarik perhatian, Pangeran"
Bagaimana dengan anak-anak muda dari angkatan mendatang
itu?" "Kami tidak menemukan anak-anak muda itu, Ki
Tumenggung" Paksilah yang menjawab. "Mungkin benar kata
perempuan yang telah dapat kita tangkap lebih dahulu itu,
bahwa anak-anak itu sudah dipindahkan"
"Mungkin sudah ada isyarat yang dapat ditangkap oleh Ki
Gede Lenglengan, bahwa pada waktu dekat, padepokannya
akan diketahui oleh orang lain"
"Mungkin sekali, Ki Tumenggung" Ki Ajar mengangguk-
angguk, "mungkin kegagalan para pengikut Ki Gede
Lenglengan merampok Manjung telah mengisyaratkan agar Ki
Gede Lenglengan menjadi lebih berhati-hati"
"Tetapi kegagalan itu baru saja terjadi" sahut Tumenggung
Yudatama. "Bukan kegagalan yang terakhir" berkata Ki Ajar, "tetapi
kegagalannya yang terdahulu"
Ki Tumenggung Yudatama mengangguk-angguk. "Baiklah"
berkata Ki Tumenggung kemudian, "mungkin untuk satu dua
hari kami masih akan berada di padepokan ini, Ki Ajar. Kami
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
masih akan mengatur bagaimana sebaiknya kami membawa
para tawanan, terutama yang sedang terluka parah"
"Sebaiknya Ki Tumenggung memang tidak tergesa-gesa"
sahut Pangeran Benawa. "Ki Tumenggung juga harus
menyelesaikan persoalan sekelompok orang yang telah
diperbudak oleh Ki Gede Lenglengan. Mereka dikurung dalam
satu bangsal yang panjang di bagian belakang dari padepokan
ini. Menurut mereka, mereka diperlakukan seperti seekor
lembu. Mereka diberi makan dan minum cukup, namun
kemudian mereka dipekerjakan di sawah atau di mana saja
tanpa belas kasihan"
Ki Tumenggung mengangguk-angguk. Sebelum mereka
benar-benar memasuki padepokan itu, Pangeran Benawa
sudah pernah mengatakan, bahwa di padepokan itu ada
sekelompok orang yang diperlakukan sebagai budak-budak
belian. "Baiklah" berkata Ki Tumenggung, "kita akan menangani
mereka. Kita memang memerlukan waktu"
Di sisa hari itu, Padepokan Watukambang nampak sibuk
sekali. Tabib yang menyertai pasukan Pajang ke
Watukambang seakan-akan tidak sempat minum karena
kesibukannya. Para prajurit yang terluka dan bahkan yang
parah, sangat memerlukannya. Beberapa orang prajurit yang
dapat membantunya, telah berusaha berbuat apa saja yang
mungkin mereka lakukan. Kecuali para prajurit, maka para pengikut Ki Gede yang
terlukapun memerlukan penanganan. Meskipun mereka adalah
musuh yang baru saja bertempur antara hidup dan mati,
tetapi mereka tidak dapat dibiarkan dalam keadaan luka parah
tanpa perawatan untuk menolong jiwanya apabila mungkin.
Meskipun kelak kemudian mereka harus dihukum, tetapi
mereka tidak boleh dibiarkan mati dalam keadaannya itu.
Ketika malam turun, Ki Tumenggung Yudatama masih
belum sempat berbicara dengan orang-orang yang dikurung
oleh Ki Gede Lenglengan di bangsal panjang itu. Bahkan para
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
petugas di dapur pun hampir lupa memberi makan bagi
mereka, setelah di siang hari mereka tidak makan, karena
tidak ada pihak-pihak yang sempat melakukannya.
Namun, meskipun Ki Tumenggung belum sempat
menangani mereka, tetapi ketika senja turun, Pangeran
Benawa dan Paksi telah berada di dalam bangsal yang
panjang itu lagi. Orang-orang yang berada di bangsal itu tidak merasa takut
lagi kepada Pangeran Benawa dan Paksi karena sikapnya yang
ramah. Meskipun ia seorang pangeran, tetapi perhatiannya
terhadap orang-orang kecil itu sangat besar.
Dalam pembicaraannya dengan beberapa orang, maka
Pangeran Benawa dan Paksi mengetahui, bahwa orang-orang
yang ada di dalam bangsal itu berasal dari daerah yang
berbeda-beda. Alasan mereka ditangkap dan dibawa ke padepokan itupun
berbeda-beda pula. "Hamba tersesat waktu itu" berkata seorang yang sudah
separo baya. "Hamba tidak tahu jalan yang harus hamba
tempuh. Ternyata hal itu menyeret hamba ke dalam kesulitan
yang berkepanjangan. Mula-mula hamba dituduh memata-
matai padepokan ini, sehingga karena itu maka hamba harus
ditangkap. Disekap dalam bilik sempit selama beberapa hari.
Baru kemudian seorang di antara mereka datang untuk
memeriksa hamba. Hamba sudah mengatakan apa yang
sebenarnya kepada orang itu, namun orang itu tidak percaya,
sehingga hambapun berada di sini"
"Untuk selanjutnya menjadi budak di sini?"
"Hamba, Pangeran" wajah orang itupun menjadi sayu.
"Sudah berapa lama kau di sini?"
"Hamba tidak dapat ingat lagi akan waktu. Bahkan hari-
haripun hamba tidak tahu lagi jika tidak ada orang lain yang
memberitahukan kepadaku. Hamba tidak tahu, apakah hari ini
Pon, Wage atau Kliwon"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tetapi bukankah kau dapat mengingat, meskipun
barangkali tidak tepat, seberapa lama kau dijadikan budak di
sini?" Orang itu mengangguk-angguk. Katanya kemudian,
"Mungkin sudah satu tahun"
"Tentu lebih" berkata seorang yang masih nampak muda.
"Aku sudah berada di sini kira-kira setahun. Sedangkan Paman
sudah berada di sini lebih dahulu"
"Ya, ya. Sekitar itulah"
Pangeran Benawa mengangguk-angguk. Sementara
Paksipun bertanya kepada orang yang masih terhitung muda,
"Kau kenapa berada di sini?"
"Aku berkelahi dengan seseorang di dekat pasar Mungge.
Aku tidak tahu siapa lawanku. Tetapi aku menyakitinya" Orang
itu berhenti sejenak, lalu, "Tetapi nasibku memang buruk.
Lima orang kemudian menjemputku di pasar dan membawaku
bersama mereka. Ternyata aku sampai di sini"
Pangeran Benawapun kemudian bertanya, "Kenapa kau
berkelahi dengan orang yang tidak kau kenal itu?"
"Orang itu mengganggu seorang gadis. Hamba kenal gadis
itu, karena gadis itu tinggal sepadukuhan dengan hamba.
Sebenarnya hamba tidak akan melawan orang yang
mengganggu gadis itu. Tetapi ia melarikan diri"
"Kemudian kembali bersama kawan-kawannya?" sambung
Pangeran Benawa. "Hamba, Pangeran"
Pangeran Benawa dan Paksi mengangguk-angguk. Banyak
ceritera yang mereka dengar, kenapa orang-orang itu menjadi
budak di Padepokan Watukambang.
Seorang di antara merekapun kemudian berkata,
"Sebenarnya tawanan yang disimpan di Watukambang ini
lebih banyak dari kami yang ada di sini"
"Di mana mereka sekarang?"
"Sebagian dari mereka yang dianggap memenuhi syarat,
dapat menyatakan kesetiaannya kepada Ki Gede Lenglengan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka akan mengalami masa-masa percobaan. Mereka
mendapat perlakukan jauh lebih baik dari kami"
"Kenapa kalian tidak melakukan hal yang sama dengan
mereka yang menyatakan kesetiaan mereka itu?"
"Merekalah yang memilih. Kami tidak tahu, dasar apakah
yang mereka pergunakan untuk memilih di antara kami orang-
orang yang bersedia menyatakan kesetiaan. Tetapi ada orang
yang telah terpilih, namun dalam waktu satu dua bulan
dilemparkan kembali kemari, karena ternyata orang itu tidak
memenuhi syarat" Namun tiba-tiba saja Paksi bertanya, "Apakah kau pernah
melihat sekelompok anak muda yang ditangani secara khusus
di padepokan ini?" Orang itu termangu-mangu sejenak. Dengan ragu-ragu
orang itupun berkata, "Aku tidak tahu dengan pasti. Tetapi di
sini pernah ada sekelompok anak muda yang disebut anak-
anak mas bagi hari depan"
"Itulah yang kami maksudkan. Anak-anak muda bagi
angkatan mendatang" "Ya" tiba-tiba yang lain menyahut, "itulah yang benar.
Bukan bagi hari depan. Tetapi mereka adalah anak-anak mas
bagi masa mendatang"
"Apakah mereka sudah tidak ada di sini?"
"Sudah beberapa lama kami tidak melihat kelompok itu
lagi. Mereka adalah kelompok anak-anak muda yang berilmu
tinggi. Mereka ditangani langsung oleh Ki Gede Lenglengan
dan seorang yang kami tidak tahu"
Paksi mengangguk-angguk. Namun sebenarnyalah terasa
getar yang mengguncang jantungnya.
"Baiklah" berkata Pangeran Benawa, "kami mengucapkan
terima kasih. Meskipun kalian masih harus tetap tinggal di
bangsal ini, tetapi percayalah, bahwa keadaan kalian tentu
akan menjadi lebih baik"
Sejenak kemudian, maka Pangeran Benawa dan Paksipun
telah keluar dari dalam bangsal itu. Beberapa orang prajurit
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bertugas berdiri tegak dengan tombak pendek di tangan
mereka. Demikian Pangeran Benawa dan Paksi melangkah di
hadapan mereka, maka merekapun serentak mengangguk
hormat. Menjelang tidur, maka Pangeran Benawa dan Paksi masih
berbincang beberapa lama dengan Ki Tumenggung Yudatama
dan Ki Ajar Permati. Menurut Ki Tumenggung, tidak ada orang
yang lebih baik dari Ki Ajar Permati yang dapat memimpin
padepokan yang terpencil itu.
"Apa yang dapat aku lakukan di sini, Ki Tumenggung" Aku
hanya seorang diri. Tanpa seorang pun yang akan menjadi
kawan untuk tinggal di sini. Bukankah padepokan ini harus
dibersihkan setiap hari" Sawah dan ladang harus digarap.
Kelengkapan sanggar harus dirawat. Bagaimana aku dapat
melakukan itu semua hanya seorang diri?"
"Ki Ajar akan segera mempunyai beberapa orang kawan.
Orang-orang yang ditawan dan dijadikan budak oleh Ki Gede
Lenglengan itu tentu ada yang dengan suka rela tinggal
bersama Ki Ajar di sini. Mungkin dua atau tiga orang. Mungkin
lebih. Sementara itu, Ki Ajar akan dapat memanggil beberapa
orang anak muda terpilih yang dapat menjadi murid Ki Ajar,
karena murid-murid Ki Ajar sebelumnya telah terbunuh"
Ki Ajar termangu-mangu. Namun kemudian iapun
mengangguk-angguk sambil berkata, "Baiklah. Aku akan
bertanya kepada mereka yang berada di dalam bangsal yang
tertutup rapat itu, Ki Tumenggung"
"Besok aku akan mulai berbicara dengan mereka, Ki Ajar.
Mungkin Ki Ajar, Pangeran Benawa dan Paksi akan dapat ikut
serta dalam pembicaraan itu"
"Baiklah, Ki Tumenggung" desis Ki Ajar kemudian. Dalam
pada itu, di luar padepokan, Ki Gede Lenglengan telah
berjalan semakin jauh dari padepokan. Ketika ia melarikan diri dari padepokan, ia telah bertemu dengan Ajak Bungkik yang
sedang kebingungan. Ia tidak tahu apa yang harus
dilakukannya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikian Ki Gede Lenglengan melihat Ajak Bungkik, maka
iapun langsung meloncat dan mencekiknya.
"Ampun, Ki Gede. Ampun" wajah Ajak Bungkik itupun
menjadi pucat. "Apa yang kau lakukan semalam, he" Kau tentu hanya tidur
mendengkur. Kau tidak melihat sepasukan yang kuat telah
mendatangi padepokan yang kita yakini tidak pernah diketahui
oleh siapapun juga?"
"Tidak, Ki Gede. Kami tidak tidur. Kami berjaga-jaga sampai
matahari terbit" "Omong kosong. Jika demikian, kenapa kau tidak melihat
pasukan yang tidak hanya terdiri dari satu dua orang. Tetapi
beberapa kelompok yang sangat kuat?"
"Kami sama sekali tidak melihat seorang pun, Ki Gede.
Mungkin ketika kami sampai di mulut sekat, mereka sudah
berada di dalam" Ki Gede Lenglengan termangu-mangu sejenak. Namun
kemudian dilepaskannya tangannya dari leher Ajak Bungkik.
"Setelah itu, kenapa kau tidak segera kembali, memasuki
arena pertempuran membantu saudara-saudaramu?"
"Kami menjadi ragu-ragu, Ki Gede. Kami tidak tahu suasana
yang sebenarnya. Kami mengira bahwa padepokan itu sudah
diduduki oleh para prajurit. Memang masih nampak
pertempuran di sana-sini. Tetapi keadaannya benar-benar
meragukan. Karena itu, aku dan kawan-kawanku memilih


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menunggu" "Pengecut. Seharusnya kalian turun di medan apa pun yang
terjadi" "Kami mohon maaf. Sekarang kami akan melakukan apa
saja yang Ki Gede perintahkan. Bahkan seandainya Ki Gede
memerintahkan kami memasuki padepokan itu"
"Pikiran gila. Aku tidak memerintahkan kalian untuk
membunuh diri" "Apa saja yang Ki Gede perintahkan"
"Ikut aku" "Ki Gede akan ke mana?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Menghindar. Aku harus menyusun kekuatan untuk
merebut padepokan itu kembali"
"Masih adakah artinya?" bertanya Ajak Bungkik.
"Kenapa?" "Sudah ada orang luar yang mengetahui keberadaan
padepokan kita" Ki Gede Lenglengan termangu-mangu sejenak. Namun
kemudian katanya, "Kita pergi menemui anak-anak dari
angkatan mendatang di padepokan mereka yang baru.
Meskipun padepokan mereka letaknya tidak terpencil, tetapi
keberadaan anak-anak itu di sana tetap merupakan rahasia
sampai saatnya mereka dapat mengangkat beban yang
diletakkan oleh angkatan sebelumnya di pundaknya"
"Kami akan melakukan apa saja menurut perintah Ki Gede"
Ki Gede Lenglengan itupun kemudian telah mengajak Ajak
Bungkik dan beberapa orang yang bertugas bersama Ajak
Bungkik itu untuk pergi meninggalkan padepokan mereka
yang terpencil, yang menurut pendapat mereka tidak akan
dapat diketahui oleh orang lain. Namun ternyata bahwa
padepokan itu sudah direbut oleh para prajurit Pajang.
Dengan cepat Ki Gede Lenglengan melewati sekat yang
memisahkan padepokan itu dengan dunia di luarnya. Mereka
seakan-akan telah memasuki sebuah dunia yang asing.
Meskipun mereka mengenali dunia yang mereka masuki,
tetapi mereka telah sering berada di dunia mereka sendiri
yang terasing dan terpencil.
Menurut Ki Gede, dunia yang lain itu adalah dunia yang
hiruk-pikuk. Dunia yang isinya saling berkait, sehingga seakanakan mereka yang ada di dunia yang lain itu telah kehilangan
kesendirian mereka. Mereka tidak mempunyai kesempatan
untuk berbuat sesuatu atas namanya sendiri, bagi
kepentingannya sendiri dan untuk kesenangannya sendiri.
Mereka harus menghiraukan kepentingan orang lain bahkan
apakah orang lain merasa terganggu atau tidak.
Namun saat itu Ki Gede harus memasuki dunia yang tidak
disenanginya itu, karena ia telah kehilangan dunianya sendiri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dunia yang seutuhnya bagi dirinya, bagi kepentingannya dan
bagi kesenangannya. Jika di dunianya itu ada orang lain, maka
mereka adalah penyangga-penyangga dari kepentingannya
dan kesenangannya. Karena itu, betapapun sakit hatinya, namun Ki Gede
Lenglengan terpaksa menjalaninya. Ia harus mulai sebuah
perjalanan yang cukup panjang, mengitari kaki Gunung
Merapi. Setelah untuk waktu yang panjang Ki Gede Lenglengan
tidak lagi mengembara, maka perjalanan itu sangat tidak
disukainya. Sementara itu padepokannya telah diduduki oleh para
prajurit Pajang. Ketika kemudian malam turun, maka Ki Gede Lenglengan
itu mengumpat-umpat sepuas-puasnya. Ia harus tidur di
sembarang tempat. Mula-mula Ki Gede ingin minta ijin
menginap di sebuah banjar padukuhan. Bahkan Ki Gede sudah
berniat untuk boleh atau tidak boleh tidur di banjar itu. Namun Ki Gede masih juga merasa cemas, jika saja Ki Ajar Permati
dan beberapa orang prajurit yang terpilih melacaknya,
mungkin mereka akan dapat menemukannya.
Ternyata Ki Gede merasa segan untuk berhadapan dengan
Ki Ajar Permati sebelum ia sempat membenahi diri dan
ilmunya, yang ternyata masih belum dapat menyamai tataran
ilmu Ki Ajar Permati. Karena itu, Ki Gede Lenglengan itu telah mengajak Ajak
Bungkik dan kawan-kawannya untuk bermalam di tempat
terbuka. Udara terasa betapa dinginnya. Titik-titik embun terasa
sangat mengganggu Ki Gede Lenglengan. Biasanya ia berada
dalam sebuah bilik yang hangat. Yang dilayani oleh orang-
orang yang sangat patuh kepadanya. Setiap saat ia dapat
memerintahkan orang-orangnya itu untuk menyediakan
minuman hangat baginya. Tetapi Ki Gede itu tidak mempunyai pilihan lain. Malam itu
Ki Gede tidur di tempat yang terbuka tanpa selimut selain kain
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
panjangnya sendiri. Hampir semalaman Ki Gede tidak dapat
tidur. Ia merasa dirinya tersiksa dengan keadaannya itu.
Di Padepokan Watukambang, Paksi juga tidak dapat
memejamkan matanya. Ia selalu memikirkan adiknya yang
masih belum dapat diketemukannya.
Berbagai macam pikiran hinggap di kepalanya. Bahkan
kemudian telah tumbuh bayangan-bayangan yang mengerikan
tentang adiknya itu. Di bawah bimbingan Ki Gede Lenglengan,
adiknya itu tidak saja mendapat bimbingan dalam olah
kanuragan, tetapi tentu kepalanya juga diracuni dengan
bayangan-bayangan yang salah tentang angkatan mendatang.
"Jika adikku berilmu tinggi, maka apakah yang akan
dilakukannya" Aku akan menjadi semakin sulit untuk
mendekatinya dan berbicara dengan baik. Ia sudah terlanjur
membentangkan jarak di antara kami berdua" berkata Paksi di
dalam hatinya. Paksi menjadi ngeri membayangkan, betapa ia harus
berhadapan dengan adiknya, meskipun berbeda ayah. Apakah
mungkin ia harus menyakiti dan apalagi membunuh adiknya"
Jika hal itu tidak dilakukannya, apakah mungkin ia
membiarkan dirinya dibunuh oleh adiknya" Sungguh kematian
yang sia-sia setelah sekian lamanya ia mencari adiknya untuk
mengentaskannya dari dunia yang gelap itu.
Pikiran Paksi memang menjadi kalut. Di dini hari, Paksi
terkejut ketika ia mendengar Pangeran Benawa bertanya
kepadanya, "Kau belum tidur?"
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Sulit bagi
hamba untuk dapat tidur malam ini, Pangeran"
"Panggil aku Wijang"
"Tidak di antara para prajurit dan di hadapan Ki
Tumenggung Yudatama"
Pangeran Benawa menarik nafas dalam-dalam. Sementara
itu Paksipun bertanya, "Pangeran juga belum tidur?"
"Hampir. Aku masih mempunyai waktu sebentar untuk
tidur" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi tidak bertanya lagi. Iapun mencoba untuk
menyingkirkan angan-angannya dan mencoba untuk tidur di
sisa malam yang tinggal sedikit itu.
Namun oleh perasaan letih lahir dan batin, Paksipun
sempat tertidur meskipun hanya beberapa saat yang pendek.
Di keesokan harinya, seperti yang dikatakan oleh Ki
Tumenggung, maka Ki Tumenggung akan bertemu dengan
orang-orang yang ditawan oleh Ki Gede Lenglengan.
Bersama Ki Ajar Permati, Pangeran Benawa dan Paksi, Ki
Tumenggung itu duduk di ruangan yang tidak terlalu luas, di
sebelah bangsal tempat para tawanan itu disekap.
"Panggil orang pertama" bertanya Ki Tumenggung kepada
seorang lurah prajurit. "Dari mana kita mulai, Ki Tumenggung" Dari yang tua atau
yang muda, atau dari sisi mana kita memandangnya?"
"Lakukan dengan acak. Yang mana saja yang kau panggil
lebih dahulu" Lurah prajurit itu mengangguk. Iapun kemudian melangkah
menuju ke bangsal di sebelah.
Seorang demi seorang telah dipanggil oleh Ki Lurah dan
dibawa menghadap Ki Tumenggung. Berbagai macam
pertanyaan sudah diajukan. Sebagian dari jawaban-jawaban
itu sudah didengar oleh Pangeran Benawa dan Paksi, karena
mereka sudah lebih dahulu bertanya.
Namun dalam pada itu, Ki Ajar Permatipun memperhatikan
jawaban-jawaban setiap orang yang dibawa menghadap Ki
Tumenggung dengan seksama. Mungkin terselip hal-hal yang
berarti bagi dirinya, karena Ki Tumenggung memang
menginginkan beberapa orang bersedia tinggal di padepokan
itu. Tetapi jika mungkin beberapa orang itu akan dipilihnya dari
antara orang-orang yang ditawan itu.
Namun dalam pada itu. Pangeran Benawa sempat
mengingatkan, "Ki Tumenggung, orang-orang itu bukan
tawanan kita. Mereka adalah tawanan Ki Gede Lenglengan"
"Ya. Kenapa?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sikap Ki Tumenggung agak terlalu keras terhadap mereka.
Justru mereka menginginkan perlindungan dari kita"
Ki Tumenggung menarik nafas dalam-dalam. Katanya,
"Baiklah, Pangeran. Tetapi kita tidak dapat bersikap terlalu
lunak kepada mereka, meskipun mereka bukan tawanan kita.
Baru saja mereka menghadapi sikap yang sangat keras dari Ki
Gede Lenglengan. Jika kita terlalu lunak, maka yang nampak
pada mereka adalah kelemahan, sehingga mereka menduga,
bahwa mereka akan dapat memanfaatkan kelemahan itu bagi
kepentingan mereka" "Tetapi yang kita lihat, mereka menjadi ketakutan.
Bukankah kita berharap bahwa mereka menganggap kita
bukan hantu yang sama menakutkannya dengan Ki Gede
Lenglengan" Atau bahkan lebih lagi?"
Ki Tumenggung Yudatama mengangguk-angguk. Katanya,
"Baiklah, Pangeran. Aku akan bersikap lebih baik"
Sebenarnyalah, Ki Tumenggung menjadi sedikit lebih lunak
menghadapi orang-orang yang berada di bangsal tahanan itu.
Namun dengan demikian, maka pertanyaan-pertanyaan Ki
Tumenggung mendapat jawaban yang lebih lancar dan
terbuka. Ki Ajar sempat menemukan beberapa orang yang
dianggapnya akan dapat membantunya. Bahkan mungkin di
antara mereka akan bersedia mempelajari ilmu kanuragan
seberapa jauh dapat mereka capai. Bahkan jika kemudian
orang itu memenuhi syarat, ia akan dapat menjadi murid
utama Ki Ajar Permati yang sudah tidak mempunyai siapa-
siapa lagi. Ki Tumenggung memerlukan waktu sehari penuh untuk
berbicara dengan mereka seorang-seorang. Ki Tumenggung
hanya beristirahat di waktu makan siang dan di sore hari,
untuk minum minuman hangat dan makan beberapa potong
makanan. Namun dalam pembicaraan itu, Ki Tumenggung
menemukan kesimpulan bahwa orang-orang itu adalah orang-
orang yang malang. Mereka tersuruk ke dalam sarang Ki Gede
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lenglengan untuk mengalami penderitaan dalam waktu yang
lama. Bahkan beberapa orang dapat menunjukkan bilur-bilur di
kulit mereka akibat penganiayaan yang sewenang-wenang.
Bilur-bilur itu ada yang terdapat di punggung, di lambung,
lengan dan paha. Bahkan hampir di mana pun. Ada pula yang
terdapat di wajah menyilang menyentuh mata.
"Bagaimana menurut pendapat Ki Ajar?" bertanya Ki
Tumenggung. "Kita bebaskan mereka"
"Untuk kepentingan Ki Ajar sendiri?"
"Aku ingin berbicara dengan sepuluh orang di antara
mereka. Kecuali mereka memiliki tubuh dan benih kekuatan
daya tahan tubuh sehingga mereka akan dapat pulang sehari
dua hari kapan saja mereka kehendaki"
"Baiklah, Ki Ajar. Besok aku berikan waktu kepada Ki Ajar
untuk berbicara dengan mereka"
"Tidak usah besok, Ki Tumenggung. Nanti malam aku dapat
berbicara dengan mereka sepuluh orang"
"Terserah saja kepada Ki Ajar jika itu yang Ki Ajar
kehendaki" Sebenarnyalah, setelah beristirahat menjelang sampai
lewat senja, maka seorang lurah prajurit telah memanggil
sepuluh orang di antara mereka yang berada di dalam bangsal
tahanan itu. Sepuluh orang yang pada umumnya masih muda-muda itu
menjadi cemas. Mereka tidak tahu, untuk apa mereka
dipanggil secara khusus. Kesepuluh orang itu diterima oleh Ki Ajar Permati,
Pangeran Benawa dan Paksi. Mereka tidak perlu datang
menemui Ki Ajar seorang demi seorang. Tetapi Ki Ajar telah
menerima mereka bersepuluh bersama-sama.
Ki Ajar tidak mulai dengan pertanyaan yang melingkar-
lingkar. Karena mereka sudah berbicara dengan Ki
Tumenggung, yang juga didengar oleh Ki Ajar, maka Ki Ajar
itu ingin langsung saja ke persoalannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku ingin menanyakan satu sikap dari kalian" berkata Ki
Ajar Permati. -ooo00dw00ooo- Jilid 34 KESEPULUH orang itu masih saja berdebar-debar. Mereka
menebak-nebak di dalam hati, apakah kira-kira yang akan
dikatakan oleh Ki Ajar Permati.
"Anak-anakku" berkata Ki Ajar Permati kemudian, "apakah
kalian ingin segera pulang ke kampung halaman?"
Beberapa orang saling berpandangan. Keragu-raguan yang
sangat nampak membayang di wajah mereka. Tidak seorang
pun di antara mereka yang menjawab.
Ki Ajar Permatipun tersenyum. Ia dapat mengerti, kenapa
orang-orang itu dibayangi oleh keragu-raguan.
"Anak-anakku" berkata Ki Ajar Permati kemudian, "baiklah
aku beritahukan, Ki Tumenggung sudah mengambil
keputusan, bahwa kalian semuanya akan dibebaskan. Kalian
semuanya yang pernah ditawan dan diperlakukan tidak wajar
di padepokan ini, akan diperkenankan pulang ke rumah kalian"


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sepercik kegembiraan telah memuncul dari wajah-wajah
mereka. Seorang yang tidak dapat mengendalikan dirinya
bergeser setapak maju sambil bertanya, "Jadi, apakah kami
boleh segera pulang?"
"Besok kalian boleh pulang"
"Besok kami boleh pulang?" sahut yang lain.
"Ya" Ki Ajar Permati mengangguk-angguk.
Seorang lagi di antara mereka bergeser setapak maju
sambil bertanya untuk meyakinkan pendengarannya, "Jadi
besok kami sudah dapat meninggalkan neraka ini?"
"Ya. Kalian akan bebas"
"Ternyata Yang Maha Agung tidak meninggalkan kami"
desis orang itu sambil mengusap matanya yang basah.
Katanya selanjutnya dengan suara sendat, "Ibuku sudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi semakin tua. Ayahku sudah tidak ada. Aku
mempunyai tiga orang adik yang harus dihidupi"
"Kau belum beristri?"
Orang itu menggeleng. Katanya, "Belum, Ki Ajar"
"Apakah adikmu perempuan atau laki-laki?"
"Seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Aku berharap
adikku laki-laki sudah dapat membantu ibu mengerjakan
sawah, sedang adikku perempuan dapat mengerjakan
pekerjaan di rumah" Ki Ajar Permati mengangguk-angguk. Katanya,
"Keluargamu tentu akan merasa sangat gembira menerima
kau kembali kepada mereka"
"Ya, Ki Ajar" Namun dengan demikian, maka Ki Ajar itu pun berkata di
dalam hatinya, "Anak ini sangat diperlukan oleh keluarganya.
Apakah aku akan memberikan tawaran kepadanya untuk
tinggal di padepokan ini?"
Namun akhirnya Ki Ajar Permati berpendapat, bahwa ia
hanya ingin menawarkan kesempatan. Apakah kesempatan itu
akan dipergunakan atau tidak, tergantung sekali kepada
kesepuluh orang itu. Karena itu, maka beberapa saat kemudian, Ki Ajar Permati
itupun mulai berbicara tentang niatnya untuk mendapatkan
beberapa orang yang bersedia tinggal bersamanya di
padepokan itu. "Jangan salah paham" berkata Ki Ajar kepada mereka
kemudian. "Bukan maksudku untuk menghambat kebebasan
kalian. Yang aku katakan itu tidak lebih hanya satu tawaran.
Besok kalian akan pulang ke rumah kalian masing-masing. Aku
akan menunggu, siapa di antara kalian yang bersedia kembali,
akan aku terima dengan senang hati. Jika aku mengundang
kalian sekarang ini, karena menurut pendapatku, kalian masih
muda, sehingga masih banyak kemungkinan yang dapat
terjadi atas kalian di masa mendatang. Kepada kalianlah aku
memberikan tawaran. Tidak kepada orang-orang yang lebih
tua. Tetapi tawaranku ini dapat kalian tolak jika kalian tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tertarik. Mungkin kalian melihat kemungkinan yang lebih baik
dari masa depan kalian lewat jalan yang lain"
Seorang anak muda yang bertubuh tinggi bertanya,
"Apakah yang akan kami lakukan dan bekal apakah yang akan
kami dapatkan bagi masa depan kami jika kami berada di
padepokan ini" Selama ini kami sudah banyak kehilangan
waktu. Bahkan kami pun sudah berputus-asa dan
menganggap bahwa hidup kami adalah sia-sia"
"Anak muda" jawab Ki Ajar Permati, "padepokan ini,
sebelum dikuasai oleh Ki Gede Lenglengan, adalah padepokan
yang aku bangun bersama beberapa orang muridku. Pada
kesempatan lain akan aku ceriterakan, apakah yang pernah
terjadi di padepokan ini sehingga aku terusir, bahkan hampir
saja aku mati. Tetapi Yang Maha Agung agaknya masih belum
menghendaki hal itu terjadi" Ki Ajar berhenti sejenak. Sepuluh orang yang dipanggilnya itu mendengarkannya dengan
seksama. "Di sini kalian akan belajar berbagai macam
pengetahuan menurut batas-batas pengetahuanku. Tentang
olah kanuragan, tentang menggarap sawah, sedikit tentang
kerajinan bambu, kayu, besi, tanah, mengenali lingkungan dan
alam dan lain-lain yang perlu sebagai bekal masa depan.
Tetapi sekali lagi, hanya sebatas pengetahuanku. Kalian tidak
dapat menuntut terlalu banyak"
Keterangan Ki Ajar itu sangat menarik. Tetapi seorang anak
muda telah bertanya, "Tetapi bukankah kami tidak akan
dipekerjakan lagi sebagai seekor kerbau?"
"Kita akan bekerja keras. Mungkin sekeras apa yang pernah
kalian lakukan. Tetapi dengan kesadaran memiliki padepokan
ini, sehingga kemauan kerja itu akan tumbuh dari dalam diri
kita sendiri. Kalian tidak boleh salah menilai kehidupan yang
akan kita bangun di padepokan ini, seolah-olah kitalah yang
menjadi Yang Dipertuan. Kemudian para budak-budaklah,
sebagaimana kalian pada masa kepemimpinan Ki Gede
Lenglengan, yang bekerja keras melayani kita. Kita memang
akan menjadi Yang Dipertuan di padepokan ini, tetapi kita
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pulalah yang akan menjadi budak-budak itu atas kemauan kita
sendiri" Kesepuluh orang yang mendengarkan itupun mengangguk-
angguk kecil. Mereka mengerti maksud Ki Ajar Permati.
"Karena itu, kalian dapat menentukan pilihan. Yang sudah
berada di padepokan ini sehari dua hari, sebulan atau
setahun, namun kemudian tidak kerasan, mereka setiap saat
dapat meninggalkan padepokan ini"
Sejenak suasana menjadi hening. Sepuluh orang itu
nampaknya sedang memikirkan tawaran Ki Ajar Permati.
"Kalian mempunyai waktu untuk membuat pertimbangan-
pertimbangan. Besok kalian akan pulang. Keluarga kalian
sudah lama menunggu. Kalian dapat membicarakan
tawaranku ini dengan keluarga kalian. Baru setelah tiga atau
empat hari, kalian mengambil keputusan. Siapa yang
menerima tawaranku, akan kembali ke padepokan ini. Siapa
yang tidak menerima, biarlah mereka tidak kembali lagi"
"Tetapi bagaimana kami dapat sampai ke padepokan ini
seorang diri seandainya aku ingin kembali" Kecuali jalan
terlalu rumit, mungkin aku akan bertemu dengan sisa-sisa
para pengikut Ki Gede Lenglengan"
"Aku akan menunggu kalian selama lima hari di penginapan
Manjung. Kita akan bersama-sama naik ke padepokan ini"
Orang-orang itu mengangguk-angguk. Seorang di antara
mereka berkata, "Terima kasih atas kesempatan ini, Ki Ajar.
Kami akan memikirkannya serta memperbincangkannya
dengan keluarga kami"
"Baiklah. Tetapi ingat, bahwa kita akan bekerja keras.
Mungkin sekeras sebagaimana pernah kalian lakukan. Namun
yang akan kita lakukan itu akan berarti bagi kita pula. Tidak
bagi orang lain" Demikianlah, maka kesepuluh orang itupun telah
dikembalikan ke bangsal yang diperuntukkan bagi mereka.
Pangeran Benawa telah memberitahukan kepada mereka,
bahwa mereka boleh mengabarkan kabar kebebasan itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepada kawan-kawan mereka, para tawanan di Padepokan
Watukambang itu. "Biarlah malam nanti mereka dapat tidur nyenyak di malam
terakhir mereka berada di padepokan ini, kecuali mereka yang
kelak berniat untuk kembali ke padepokan ini"
Kabar kebebasan itu benar-benar telah menggemparkan
seisi bangsal. Ketika seorang dari sepuluh orang yang
menghadap Ki Ajar Permati itu mewakili kawan-kawannya
menyampaikan keputusan Ki Tumenggung bahwa esok
mereka dapat meninggalkan padepokan itu, maka orang-
orang sebangsal itupun telah bersorak. Bahkan ada di antara
mereka yang terduduk di pembaringan sambil menangis
terisak-isak seperti anak-anak.
Pangeran Benawa dan Paksi yang mendengar sorak itu
tersenyum. Mereka ikut merasakan kegembiraan yang
meledak dari mereka yang sudah merasa terlalu lama
diperlakukan seperti seekor binatang. Mereka yang
kebebasannya terbelenggu.
Bahkan Pangeran Benawa itupun kemudian berkata kepada
Paksi, "Marilah, kita lihat mereka"
"Marilah, Pangeran"
Pangeran Benawapun kemudian berkata kepada Ki Ajar
Permati, "Kami akan ikut bergembira bersama mereka, Ki
Ajar" "Silahkan, Ngger. Sudah sepantasnya kita ikut bergembira
bersama mereka yang sedang bergembira. Tetapi kita juga
ikut berprihatin bersama mereka yang sedang menyandang
duka" "Ya, Ki Ajar. Aku mengerti"
"Bahkan Pangeran dan Angger Paksi telah melakukannya"
Pangeran Benawa tersenyum sambil mengangguk hormat.
Orang-orang yang sedang bersuka-ria di bangsal tahanan itu
tertegun ketika mereka melihat pintu bangsal itu terbuka.
Demikian mereka melihat Pangeran Benawa dan Paksi
memasuki ruangan, maka berebut mereka mendapatkannya.
Sebagian langsung berlutut dan berusaha menyentuh kaki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran Benawa, yang lain memeluk Paksi sambil berdesah,
"Kami bersukur, anak muda. Akhirnya tangan Yang Maha
Agung terasa menyentuh kami" Pangeran Benawa sibuk menarik mereka yang berjongkok
untuk berdiri. Katanya berulang kali, "Bangkitlah. Berdirilah"
Ketika mereka sudah menjadi tenang, maka Pangeran
Benawapun berkata, "Kami datang untuk mengucapkan
selamat kepada kalian. Besok kalian akan meninggalkan
padepokan yang telah agak lama kalian huni. Namun sekaligus
mengikat kalian dalam perbudakan"
"Terima kasih, Pangeran. Kami tidak akan melupakan jasa
Pangeran dan Raden Paksi" berkata seorang di antara mereka.
"Bukan karena jasa kami. Tetapi Ki Tumenggung atas
pertimbangan Ki Ajar memang menentukan bahwa kalian
harus dibebaskan setelah Ki Gede Lenglengan terusir dari
padepokan ini" "Sayang sekali, orang itu tidak dapat ditangkap"
"Ya, sayang sekali"
"Orang itu sangat menakutkan. Pada satu saat ia akan
datang kembali kemari. Ia akan membawa banyak kawan-
kawannya. Ia tentu akan menjemput anak-anak muda yang
telah ditempanya di sini beberapa saat lalu"
"Siapakah mereka itu?" bertanya Paksi.
"Kami tidak tahu, Raden. Tetapi kami pernah melihat
sekelompok anak muda yang mendapat perlakuan khusus"
"Berapa orang?"
"Tidak terlalu banyak. Tidak ada sepuluh orang"
"Mereka itulah yang kami maksudkan. Bukankah aku
pernah bertanya tentang anak-anak muda angkatan
mendatang kepada satu dua orang di bangsal ini?"
"Ya" sahut seorang yang lain, "namun akhir-akhir ini kami
sudah tidak dapat melihat mereka lagi. Mereka tentu berada di
satu tempat. Pada kesempatan lain, mereka akan datang
bersama Ki Gede Lenglengan untuk mengambil kembali
padepokannya" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ini bukan padepokan Ki Gede Lenglengan" jawab Paksi.
"Padepokan ini adalah padepokan Ki Ajar Permati. Justru
Lenglenganlah yang merebutnya dengan cara yang sangat
licik, kotor dan keji"
Mereka yang mendengarkan mengangguk-angguk.
"Baiklah" berkata Pangeran Benawa, "kami mengucapkan
selamat jalan kepada kalian yang besok akan meninggalkan
padepokan ini. Sebaiknya kalian berjalan bersama-sama
sampai ke sekat yang memisahkan padepokan ini dengan
dunia di luarnya. Sekelompok prajurit akan mengawasi kalian
sampai ke tempat yang meyakinkan, bahwa kalian tidak akan
diganggu lagi oleh para pengikut Ki Gede Lenglengan"
"Terima kasih, Pangeran" berkata beberapa orang hampir
bersamaan. "Beristirahatlah malam nanti dengan sebaik-baiknya. Malam
nanti adalah malam terakhir bagi kalian bermalam di
padepokan yang tentu kalian anggap sebagai neraka ini"
"Ya, Pangeran" "Mimpi kalian akan mendahului keberangkatan kalian
menuju ke kebebasan" berkata Paksi sambil tersenyum.
"Kalian tentu merasa diri kalian seperti burung yang besok
akan dilepaskan dari sangkar yang dipanggang di atas api.
Selamat malam" Pangeran Benawa dan Paksipun kemudian telah
meninggalkan bangsal yang panjang itu.
Namun dalam pada itu, ternyata orang-orang yang akan
mendapatkan kebebasan di keesokan harinya itu justru tidak
dapat tidur. Mereka sudah berangan-angan, betapa
keluarganya akan menjadi sangat gembira menyambut
kedatangannya yang agaknya telah dianggap hilang atau mati.
Di keesokan harinya, dengan upacara singkat, Ki
Tumenggung dan Ki Ajar Permati telah melepas orang-orang
yang telah diperbudak oleh Ki Gede Lenglengan itu.
Wajah-wajah merekapun menjadi cerah, secerah langit di
saat matahari terbit. Sementara itu sekelompok prajurit telah
siap untuk mengantar mereka sampai ke seberang sekat yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memisahkan padepokan itu dengan dunia di luarnya. Sehingga
para prajurit itu yakin bahwa orang-orang itu tidak akan
mengalami kesulitan dengan sisa-sisa pengikut Ki Gede
Lenglengan. Dalam pada itu, Pangeran Benawa dan Paksi masih saja
berada di padepokan itu. Ki Tumenggung sendiri sudah
merencanakan untuk segera kembali ke Pajang sambil
membawa beberapa orang kawan yang lain.
"Aku mohon Ki Tumenggung bersabar sampai sepekan"
berkata Ki Ajar Permati. "Kenapa sepekan?"
"Aku berjanji untuk berada sepekan di Manjung menunggu
mereka yang bersedia untuk tinggal bersamaku di padepokan
ini" "Apakah aku yang harus berada di sini?"
"Masih banyak kemungkinan yang dapat terjadi, justru


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

karena Ki Gede Lenglengan tidak tertangkap"
"Kangjeng Sultan tentu menungguku"
"Ki Tumenggung dapat mengirimkan penghubung untuk
menyampaikan laporan kepada Kangjeng Sultan"
Ki Tumenggung itupun tersenyum. Katanya, "Baiklah, aku
mengalah. Aku akan berada di sini sampai sepekan"
"Jika Ki Tumenggung berkenan, biarlah para tawanan itu
tetap berada di sini sampai sepekan pula" berkata Paksi.
Ki Tumenggung mengerutkan dahinya. Lalu katanya, "Ya.
Mereka akan pergi ke Pajang bersamaku"
"Terima kasih, Ki Tumenggung. Jika diperkenankan, aku
akan berusaha mendapatkan keterangan serba sedikit tentang
adikku yang sudah tidak berada di sini lagi"
"Aku tidak berkeberatan, Paksi. Tetapi kau pun harus
mengingat, bahwa selama berada di tangan Ki Gede
Lenglengan atau orang-orang yang pikirannya sejalan, otak
adikmu tentu sudah diracuni. Jika kau menemukannya,
mungkin kau justru akan mengalami kesulitan. Kau tentu akan
bersikap manis kepadanya, tetapi adikmu tentu
mendendammu. Kau tentu dianggap berkhianat karena kau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak mengikut langkah ayahmu. Sementara itu adikmu adalah
seorang anak muda yang dibentuk untuk meneruskan apa
yang disebutnya sebagai satu perjuangan yang panjang.
Adikmu adalah salah seorang dari anak-anak muda yang
disebut angkatan mendatang itu"
Paksi menarik nafas panjang. Seolah-olah ditujukan kepada
dirinya sendiri ia bergumam, "Apakah aku sudah terlambat?"
"Kita akan mencobanya" sahut Pangeran Benawa. "Kita
tidak tahu pasti, apa yang telah terjadi dengan adikmu. Tetapi menurut perhitungan nalar, maka adikmu tentu sudah
dibelenggu oleh ajaran-ajaran Ki Gede Lenglengan. Meskipun
demikian, kita dapat mencobanya. Mudah-mudahan kita dapat
bertemu dan berbicara dengan terbuka"
Tetapi Ki Tumenggung menggelengkan kepalanya.
Katanya, "Menurut pendapatku, Paksi memang sudah
terlambat. Jika Paksi pergi juga untuk mencarinya, maka Paksi
tentu akan menghadapi rintangan dan hambatan yang sulit
dapat ditembus, karena rintangan dan hambatan itu akan
berlapis, sebagaimana Paksi datang ke padepokan ini. Dengan
kekuatan yang terhitung besar, kita pecahkan padepokan ini.
Tetapi kita tidak menemukan adik Paksi itu"
"Terbalik, Ki Tumenggung" sahut Pangeran Benawa sambil
tersenyum. "Apa yang terbalik, Pangeran?"
"Kita menyerang padepokan ini dengan kekuatan yang
terhitung besar karena kita sudah mendapat keterangan
bahwa anak-anak muda itu sudah tidak berada di sini"
Ki Tumenggung termangu-mangu sejenak. Namun
kemudian iapun mengangguk sambil berdesis, "Ya, Pangeran
Benawa. Meskipun demikian, padepokan ini dapat dipakai
sebagai ukuran, bahwa adik Paksi itu berada di lingkungan
sebagaimana padepokan ini. Paksi tidak akan mudah
memasukinya dan bertemu dengan adiknya itu"
"Terima kasih atas peringatan Ki Tumenggung" desis Paksi.
"Tetapi sulit bagiku untuk mengurungkan niat mencari adikku
itu. Mungkin yang terjadi adalah sama sekali berlawanan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan niatku menemuinya karena keadaan. Tetapi aku ingin
mencobanya, Ki Tumenggung"
"Jika tekadmu sudah tidak dapat digoyahkan lagi, terserah
kepadamu. Tetapi kau harus sangat berhati-hati"
"Aku menyertainya, Ki Tumenggung. Mudah-mudahan apa
pun yang terjadi, kami berdua tidak akan kehabisan akal"
"Baiklah, Pangeran, kami akan berdoa bagi Pangeran
Benawa dan Paksi. Selanjutnya, jika Paksi masih ingin
berbicara dengan para tawanan, tentu tidak ada keberatannya
apa-apa. Silahkan. Mungkin Pangeran dan Paksi akan
mendapatkan petunjuk-petunjuk tentang anak-anak muda itu"
Sebenarnyalah, Pangeran Benawa dan Paksi berusaha
untuk mendapat keterangan tentang anak-anak muda yang
telah dikirim ke tempat yang lain di sisi selatan kaki Gunung
Merapi. Di hari-hari berikutnya, dengan sabar Pangeran Benawa
dan Paksi berbicara dengan beberapa orang tawanan. Seorang
demi seorang mereka dipanggil untuk menghadap Pangeran
Benawa dan Paksi. Namun ternyata tidak banyak keterangan yang didapat oleh
Pangeran Benawa dan Paksi tentang adik laki-laki Paksi,
meskipun adik laki-laki Paksi itu banyak dikenal di padepokan
itu. Raden Lajer Laksita memang memiliki beberapa kelebihan
dari kawan-kawannya, sehingga ia termasuk seorang anak
muda pada tataran tertinggi di antara beberapa orang anak
muda yang lain. Namun ketika Pangeran Benawa dan Paksi memanggil
seorang yang rambutnya sudah mulai memutih, maka
keterangan-keterangan yang didengarnya dapat sedikit
menambah pengenalannya atas arah dan tujuan sekelompok
anak muda yang disiapkan bagi angkatan mendatang itu.
"Siapakah namamu?" bertanya Pangeran Benawa kepada
orang yang rambutnya sudah mulai ditumbuhi uban itu.
"Ki Gede Lenglengan memanggil hamba Riwut" jawab
orang itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Itu adalah nama panggilanmu menurut lidah Ki Gede
Lenglengan. Tetapi siapakah namamu yang sebenarnya?"
"Nama hamba yang sebenarnya adalah Surareja, Pangeran"
"Apa hubunganmu dengan Ki Gede Lenglengan?"
"Hamba tidak mempunyai hubungan khusus dengan Ki
Gede Lenglengan" "Jadi kenapa kau berada di sini" Apakah kau memang
seorang yang menganggap dirimu pejuang untuk ikut
mempersiapkan angkatan mendatang di sini?"
Surareja menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Hamba
terlempar ke tempat ini bukan atas keinginan hamba sendiri"
"Jadi?" "Sebenarnya hamba adalah pemomong Raden Suminar.
Ketika Raden Suminar untuk sementara berada di sini, hamba
pun berada di sini pula"
"Bukankah Raden Suminar itu murid Ki Gede Lenglengan?"
"Ya. Tetapi bukan murid murni dari perguruan ini. Ketika
Raden Suminar memasuki padepokan ini, Raden Suminar
sudah berbekal ilmu. Namun di sini ilmu Raden Suminar itu
dimatangkan, dilengkapi, diisi dan semakin ditingkatkan"
"Ketika Raden Suminar itu bergabung dengan Harya
Wisaka, kenapa kau tidak ikut pula?" bertanya Paksi.
"Ilmuku tidak selengkap ilmu Raden Suminar. Aku tidak
diperlukan oleh Harya Wisaka. Bahkan mungkin aku hanya
akan menjadi penghambat bagi Raden Suminar. Karena itu,
aku ditinggalkan saja di padepokan ini, mengabdi kepada Ki
Gede Lenglengan" "Pada saat Raden Suminar sudah tidak ada di padepokan
ini, bukankah ada beberapa orang anak muda yang ditempa di
sini dan dipersiapkan sebagaimana Raden Suminar untuk
mendukung perjuangan Harya Wisaka di masa mendatang?"
bertanya Pangeran Benawa.
"Hamba, Pangeran. Ada beberapa orang anak muda yang
ditempa di sini. Mereka memang dipersiapkan untuk
melanjutkan perjuangan di masa mendatang. Tetapi Harya
Wisaka itu sendiri telah tertangkap"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Karena itukah mereka telah dipindahkan ke sisi selatan
kaki Gunung Merapi?"
"Ada beberapa sebab, Pangeran. Di antaranya memang
karena Harya Wisaka tertangkap serta gugurnya Raden
Suminar. Tetapi tentu ada sebab-sebab lain yang
menimbulkan kekhawatiran Ki Gede Lenglengan, bahwa pada
suatu saat padepokannya yang terpencil ini akan diketahui
orang" "Tetapi Ki Gede tidak meletakkan penjagaan di mulut sekat
yang memisahkan padepokan ini dengan dunia luar"
"Ketika beberapa lama setelah timbul kecemasan itu tidak
terjadi apa-apa, maka keyakinan Ki Gede Lenglengan bahwa
padepokan ini tidak akan diketahui oleh orang lain, kembali
menjadi kuat. Itu adalah satu kelengahan"
"Apa yang kau ketahui tentang anak-anak muda itu, Ki
Surareja?" bertanya Paksi kemudian.
"Tidak banyak, Raden"
"Mereka sekarang ditempatkan di mana?"
"Tidak seorang pun tahu kecuali Ki Gede Lenglengan
sendiri" "Ki Surareja" berkata Pangeran Benawa kemudian, "ketika
Paman Harya Wisaka tertangkap, setelah Raden Suminar
gugur, Paman Harya Wisaka telah menyadari betapa anak-
anak muda itu akan hidup dalam kesia-siaan. Raden Suminar
yang telah dipersiapkan dengan baik itupun akhirnya terkapar
mati tanpa arti apa-apa. Karena itu, maka akhirnya Paman
Harya Wisaka mengambil keputusan untuk memberitahukan
kepada kami, di mana anak-anak muda itu ditempa untuk
menjadi seorang pejuang yang tangguh sebagaimana Raden
Suminar. Namun yang akhirnya akan terdampar ke dalam
kematian yang sia-sia"
"Pangeran berkata sebenarnya?"
"Ya. Kenapa aku berbohong" Bukankah akhirnya kami
benar-benar menemukan padepokan ini?"
"Apakah pengakuan Harya Wisaka itu diberikan setelah
mengalami tekanan lahir dan batin?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau kira ada orang yang dapat memaksa Harya Wisaka
berbicara tanpa dikehendakinya sendiri?"
"Harya Wisaka memang seorang yang berilmu tinggi.
Tetapi di Pajang pun ada orang yang berilmu tinggi, yang
akan dapat memberikan tekanan kewadagan, sehingga
memaksa Harya Wisaka untuk berbicara"
"Harya Wisaka adalah seorang laki-laki. Bahkan mungkin
kami pun tidak akan dapat memaksamu berbicara meskipun
kau harus mati dengan luka arang keranjang. Tetapi dengan
kesadaran betapa pentingnya menyelamatkan jiwa anak-anak
muda itu dari masa depan yang kelam dan tidak berarti sama
sekali bagi dirinya sendiri dan bagi orang banyak, mungkin
kau akan berbicara tentang anak-anak muda itu"
Orang itu menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Pangeran
telah mengusik ketenangan jiwa hamba. Sampai saat ini
hamba yang tertangkap dalam pertempuran tidak merasa
cemas sama sekali tentang nasib hamba. Hamba sudah pasrah
seandainya hamba dihukum mati dengan cara apapun juga.
Justru karena itu, hamba tidak pernah merasa gelisah. Tetapi
keterangan Pangeran itu benar-benar membuat hamba
menjadi gelisah" "Jadi kau sudah pasrah seandainya kau dihukum mati?"
"Ya, Pangeran" "Apakah yang kau maksud dengan pasrah" Pasrah kepada
para petugas Pajang yang berwenang untuk mengadilimu,
kemudian pasrah kepada para prajurit yang akan
melaksanakan hukuman itu?"
"Ya" "Hanya itu" Kepada siapa kau pasrahkan nyawamu?"
Pertanyaan itu terasa menyengat jantung Surareja.
Dipandangnya Pangeran Benawa dengan tajamnya. Kemudian
dipandanginya pula wajah Paksi.
Akhirnya Surareja yang rambutnya sudah mulai ubanan itu
menundukkan wajahnya. Sementara itu Pangeran Benawa berkata selanjutnya, "Ki
Surareja, terserah kepadamu, apakah kau bersedia untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memberikan beberapa petunjuk tentang anak-anak muda itu
atau tidak. Jika kau masih mempunyai keinginan untuk
menyelamatkan anak-anak muda itu dari kegelapan di masa
depannya, tolonglah mereka. Kelak mereka akan berterima
kasih kepadamu" Surareja itu semakin menundukkan wajahnya. Namun
seakan-akan ditujukan kepada diri sendiri. Surareja itupun
bergumam, "Bagaimana aku tahu, bahwa Pangeran dan
Raden Paksi akan menyelamatkan mereka" Bukan sebaliknya
menangkap dan menghukum mereka dengan hukuman mati"
Paksilah yang segera menyahut, "Seorang di antara mereka
adalah adikku" Surareja mengerutkan dahinya. Sementara Paksi berkata
selanjutnya, "Lajer Laksita adalah adikku"
"Bukankah Raden Lajer Laksita itu putera Ki Tumenggung
Sarpa Biwada?" "Ya. Aku juga putera Ki Tumenggung Sarpa Biwada"
"Tetapi..." "Aku sudah berkhianat menurut sisi penglihatan para
pengikut Harya Wisaka. Aku memang tidak sependapat
dengan ayah. Karena itu, aku bukan pengikut Harya Wisaka.
Tetapi adikku yang sedang meningkat dewasa itu telah
dibentuk oleh ayah menjadi seorang Suminar baru. Jika ia
tidak diselamatkan, maka nasibnya tentu akan seperti Raden
Suminar. Bahkan mungkin akan lebih buruk lagi, karena para
pengikut Harya Wisaka itu sekarang tidak lebih dari sebuah
gerombolan yang tidak lagi mempunyai pengikat yang cukup
berwibawa" Surareja menarik nafas dalam-dalam. Nampak keragu-
raguan yang sangat sedang mencengkam jantungnya,
sehingga tubuhnya menjadi basah oleh keringat.
"Ki Surareja" desis Pangeran Benawa kemudian.
"Hamba, Pangeran"
"Aku sudah tahu, bahwa anak-anak muda dari padepokan
ini yang jumlahnya tidak mencapai sepuluh orang itu berada di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sisi selatan kaki Gunung Merapi. Mereka diasuh oleh sepasang
suami-istri yang berilmu tinggi. Namun orang yang
mengatakan hal itu tidak mengetahui nama sepasang suami-
istri itu" Surareja terkejut. Bahkan iapun bertanya, "Siapa yang
mengatakan hal itu kepada Pangeran?"
"Kau tidak perlu tahu, Ki Surareja. Kau berpendirian lain, itu berarti bahwa aku telah mengadu kalian berdua, jika aku
memberitahukanmu"

Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Surareja menarik nafas panjang. Katanya, "Keterangan itu
benar, Pangeran" "Dapatkah kau menyebutkan, siapakah sepasang suami-
istri itu?" "Ki Gede Lenglengan tidak menyebut namanya. Tetapi Ki
Gede pernah di luar sadarnya mengatakan, bahwa sepasang
suami-istri iblis itu dapat mencala putra mencala putri"
"Mereka dapat berganti rupa menjadi orang lain?"
"Maksudku tidak sejauh itu. Sepasang suami-istri itu pada
suatu saat dapat menjadi dua orang suami-istri yang nampak
lembut, baik dan akrab. Namun pada saat yang lain benar-
benar dapat berhati iblis. Mereka membunuh dengan tanpa
berkedip" Jantung Pangeran Benawa dan Paksi menjadi berdebar-
debar. Sementara itu orang yang rambutnya mulai ubanan itu
berkata selanjutnya, "Mula-mula kedua orang suami-istri itu
bermusuhan dengan Harya Wisaka. Namun tidak karena
landasan paham dan sikap mereka terhadap Pajang. Tetapi
sekedar persaingan yang tidak mempunyai landasan apapun.
Mereka sama-sama menginginkan pusaka istana yang hilang
dari bangsal perbendaharaan. Namun ketika sepasang suami-
istri itu sempat bertemu dengan Ki Gede Lenglengan yang
memang sudah mereka kenal sejak masa muda mereka, maka
kedua orang suami-istri itu bersedia dan bahkan menjadi
pendukung yang kuat dari perjuangan Harya Wisaka.
Sehingga akhirnya justru mereka mendapat kepercayaan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk membentuk masa depan beberapa orang anak muda
yang semula ditempa di padepokan ini"
Pangeran Benawa dan Paksi saling berpandangan sejenak.
Meskipun mereka tidak mempunyai kepastian, tetapi tiba-tiba
saja angan-angan mereka hinggap pada sepasang suami-istri
yang aneh yang pernah mereka jumpai di sisi selatan kaki
Gunung Merapi. Repak Rembulung dan Pupus Rembulung.
Namun merekapun berkata di dalam hati, "Mungkin tidak
ada hubungannya sama sekali dengan kedua orang itu"
Karena itu, baik Pangeran Benawa maupun Paksi tidak
menyahut sama sekali. Dalam pada itu, Pangeran Benawapun bertanya, "Apalagi
yang dapat kau katakan tentang sepasang suami-istri itu?"
"Tidak ada lagi, Pangeran. Hamba memang tidak banyak
mengetahui tentang kedua orang itu"
"Kau pernah bertemu dengan orang itu?"
Orang itu menarik nafas dalam-dalam. Namun wajahnya
membayangkan keragu-raguan yang dalam. Kemudian iapun
berkata, "Aku pernah melihat orang itu. Tetapi jaraknya tidak
terlalu dekat" "Jadi orang itu pernah datang kemari dan mengetahui
bahwa di sini ada sebuah padepokan?"
"Tidak. Tidak di sini. Tetapi di tempat lain. Pembicaraan
antara mereka dilakukan di tempat yang juga dirahasiakan.
Waktu itu, hamba mendapat kesempatan mengikuti Ki Gede
Lenglengan bersama seorang kepercayaannya yang lain"
"Siapa orang itu?"
"Ki Prana Sanggit"
"Kau dapat menunjukkan kepada kami orang yang bernama
Prana Sanggit itu?" "Orang itu sudah terbunuh, Pangeran. Hamba melihat
mayatnya pada saat siap dikuburkan"
"Jadi Prana Sanggit itu sudah terbunuh?" Paksi
menegaskan. "Ya, Raden" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jadi kau satu-satunya orang yang dapat memberikan
keterangan tentang suami-istri itu?"
"Aku sudah mengatakan apa yang aku ketahui, Raden"
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Agaknya ia memang
harus pergi ke kaki Gunung Merapi di sisi selatan. Namun
Paksi dan Pangeran Benawa tidak segera meninggalkan
padepokan itu. Ia masih mencoba untuk berbicara dengan
beberapa orang yang lain. Namun tidak seorang pun di antara
mereka yang dapat memberikan keterangan lebih jelas dari
laki-laki yang rambutnya sudah mulai ubanan itu.
Dalam pada itu, Ki Ajar Permati telah menepati janjinya
untuk berada di Manjung, menunggu beberapa orang yang
bersedia tinggal bersamanya di padepokan. Padepokan yang
kemudian telah menjadi padepokan yang terbuka, karena
sudah banyak diketahui orang, terutama para prajurit Pajang.
Selama sepekan di Manjung, ternyata Ki Ajar Permati telah
menerima lebih dari sepuluh orang. Ternyata ada seorang
anak muda yang datang bersama seorang kawannya yang
menyatakan ingin sekali tinggal di Padepokan Watukambang.
"Ketika aku menceriterakan niatku untuk kembali ke
padepokan ini, ia menyatakan keinginannya, apabila
diperkenankan, untuk ikut berguru di Padepokan
Watukambang, Ki Ajar"
Ki Ajar tersenyum. Katanya, "Baiklah. Tetapi ia harus
menyadari sebelumnya, bahwa berada di sebuah padepokan
berbeda dengan bekerja keras. Mungkin sikapku pun akan
berbeda. Sebagai seorang guru dan pemimpin padepokan, aku
tidak akan seramah sekarang ini"
Anak muda itu berpaling kepada kawannya. Dengan nada
berat iapun berkata, "Nah, kau dengar?"
Kawannya itu mengangguk. Katanya, "Ayah juga
mengatakan seperti itu"
"Ayahmu?" bertanya Ki Ajar Permati.
"Ya, Ki Ajar. Ayah juga pernah berguru. Tetapi hanya
sebentar. Dengan berat hati ayah harus meninggalkan
perguruannya" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kenapa?" "Ayah dipanggil kakek untuk segera menikah. Kakek sudah
sepakat dengan seorang sahabatnya untuk mengikat
persaudaraan mereka lebih erat"
"Dan ayahmu benar-benar pulang?"
"Ya. Ayah minta diri kepada gurunya. Kemudian ayahpun
menikah dengan gadis yang sudah ditetapkan. Maka kemudian
lahirlah anak-anaknya, termasuk aku"
Ki Ajar tertawa. Ia senang mendengar cara anak muda itu
berceritera. Katanya kemudian, "Baiklah, jika kau sudah siap
bekerja keras" Dalam pada itu, seorang anak muda yang lain telah
membawa adiknya ke Manjung. Dengan ragu-ragu iapun
berkata, "Ki Ajar, aku adalah anak yang tertua. Seperti sudah
pernah aku sampaikan kepada Ki Ajar, bahwa ayahku sudah
tidak ada. Ibuku menjadi semakin tua. Karena itu, aku akan
menjadi seorang ayah bagi adik-adikku. Seorang dari adikku
itu justru ingin berada di padepokan. Aku sudah mengatakan
kepadanya, bahwa tinggal di padepokan adalah sama artinya
dengan bekerja keras. Tetapi ia benar-benar ingin, sementara
ibu pun telah mengijinkannya"
Ki Ajar mengangguk-angguk. Dipandanginya seorang
remaja yang memasuki masa dewasanya. Tubuhnya nampak
kokoh oleh kerja yang sehari-hari dilakukannya. Kulitnya
berwarna tembaga oleh sinar matahari yang setiap hari
memanggangnya. "Baiklah" berkata Ki Ajar Permati, "aku tidak berkeberatan.
Biarlah ia bersamaku di padepokan"
"Terima kasih, Ki Ajar" berkata anak muda yang memasuki
usia dewasanya itu. "Aku akan patuh dan menjalankan segala
perintah dan petunjuk Ki Ajar"
Ki Ajar tersenyum. Katanya, "Kau akan menjadi murid yang
baik" Sementara itu, ada tiga orang yang datang atas kehendak
mereka sendiri. Mereka termasuk orang-orang yang tertawan.
Meskipun mereka tidak termasuk sepuluh orang yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dipanggil Ki Ajar, tetapi karena mereka mendengar dari
seorang di antara kesepuluh orang itu, maka merekapun telah
datang untuk menyatakan keinginan mereka tinggal di
padepokan itu. "Aku tidak mempunyai siapa-siapa lagi, Ki Ajar"
berkata seorang di antara mereka. "Kedua orang tuaku
memang sudah lama meninggal. Sementara itu, selama aku
berada di padepokan ini, istriku pun telah meninggal pula.
Karena itu, maka aku merasa bahwa sebaiknya aku berada di
Padepokan Watukambang saja"
Sementara itu, seorang yang lain berkata, "Ki Ajar, selama
aku berada di dalam perbudakan, ternyata istriku telah
meninggalkan aku. Ia telah menikah lagi dengan orang lain.
Sedangkan orang lain itu adalah sepupuku sendiri. Seorang
anakku ikut bersama mereka. Ibunya dan suaminya yang
sekarang tidak melepaskan anak itu untuk aku asuh. Karena
itu, aku berniat untuk menenggelamkan hidupku di padepokan
ini. Aku tidak pernah berniat untuk menikah lagi, jika hanya
sampai sekian batas kesetiaan seorang perempuan"
"Belum tentu kalau istrimu bukan seorang perempuan yang
setia. Tetapi karena kau disangkanya hilang dan setelah lebih
dari setahun tidak ada kabar beritanya, maka istrimu tidak
dapat menolak ketika lamaran dari saudara sepupumu itu
datang" "Ya, ya, Ki Ajar benar. Istriku memang sudah hampir gila
memikirkan kepergianku. Menurut ayah dan ibuku,
pernikahannya itu dapat menjadi obat baginya"
"Baiklah. Jika kalian semuanya bersedia untuk bekerja
keras bersamaku, maka aku tidak akan berkeberatan atas
kehadiran kalian semuanya"
Demikianlah, setelah lewat sepekan, maka Ki Ajarpun telah
mengajak orang-orang yang menyatakan kesediaannya
berada di padepokan itu meninggalkan Manjung. Mereka akan
memasuki sebuah dunia yang tidak lagi disekat dan dipisahkan
oleh dunia di luarnya, meskipun letak padepokan itu tetap saja terasing.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah Ki Ajar berada lagi di padepokan, maka Ki
Tumenggung Yudatamapun berniat untuk meninggalkan
padepokan itu. Tetapi seperti rencana semula, sebagian dari
prajuritnya akan tinggal di padepokan itu. Ki Tumenggung
masih memikirkan kemungkinan, bahwa Ki Gede Lenglengan
akan kembali lagi. "Mudah-mudahan tidak, Ki Tumenggung" berkata Ki Ajar
Permati. "Setelah sekat padepokan ini terbuka, Lenglengan
tidak akan tertarik lagi kepada padepokan ini, karena
padepokan ini tidak ada perbedaannya dengan padepokan-
padepokan yang berdiri di mana-mana. Meskipun demikian,
bahwa Ki Tumenggung berkenan meninggalkan sebagian
prajurit Pajang, aku mengucapkan terima kasih"
Dalam pada itu, Pangeran Benawa dan Paksi pun telah
berniat untuk meninggalkan padepokan itu pula. Dengan nada
berat Paksipun berkata, "Pangeran, hamba berniat untuk
menyusuri lorong-lorong di sisi selatan kaki Gunung Merapi.
Mungkin hamba akan berada di sana untuk waktu yang agak
panjang" "Aku akan pergi bersamamu, Paksi"
"Pangeran adalah putera Kangjeng Sultan Hadiwijaya.
Agaknya kurang baik bagi Pangeran untuk terlalu lama berada
di luar istana. Karena itu, apakah tidak sebaiknya Pangeran
kembali ke Pajang bersama Ki Tumenggung Yudatama,
sementara itu, biarlah hamba pergi ke sisi selatan kaki Gunung Merapi ini"
"Aku akan pergi bersamamu, Paksi. Aku sadari, bahwa
sebaiknya aku segera kembali ke istana. Karena itu, pada
saatnya mungkin aku akan meninggalkanmu di sisi selatan
kaki Gunung Merapi" "Mungkin Kangjeng Sultan telah menunggu kehadiran
Pangeran di istana" "Biarlah Ki Tumenggung Yudatama mengatakan kepada
Ayahanda, bahwa aku akan pergi ke sisi selatan Gunung
Merapi. Tetapi tidak akan terlalu lama"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kangjeng Sultan akan dapat menjadi kesepian. Raden
Sutawijaya juga tidak berada di kasatrian. Bukankah Raden
Sutawijaya pergi ke Alas Mentaok?"
"Mungkin Kakangmas Sutawijaya justru sudah berada di
istana sekarang" Paksi menarik nafas dalam-dalam. Ia mengenal Pangeran
Benawa dengan baik. Karena itu, ia tidak akan dapat merubah
keinginannya untuk pergi bersamanya.
Demikianlah, ketika Ki Ajar dan beberapa orang yang
bersedia berada di padepokan itu telah siap, Ki
Tumenggungpun telah minta diri bersama sebagian dari
prajurit-prajuritnya. Bersama Ki Tumenggung telah dibawa
pula para tawanan yang tertangkap dan yang telah menyerah.
Dengan upacara kecil, Ki Ajar dan seisi padepokan itu telah
melepas Ki Tumenggung yang meninggalkan padepokan itu.
Para prajurit yang ditinggalkan di padepokan itupun telah
memberikan penghormatan kepada kawan-kawannya yang
berangkat menuju ke Pajang.
Ternyata Ki Lurah Wirapranata yang diserahi pimpinan atas
para prajurit yang ditinggalkan adalah seorang yang baik dan
rajin. Diperintahkannya para prajuritnya untuk menyesuaikan
diri dengan kehidupan di sebuah padepokan. Mereka tidak
berpijak dengan kaku pada kedudukan mereka sebagai
seorang prajurit. Tetapi mereka pun telah mencoba untuk ikut
berbuat sebagaimana dilakukan oleh penghuni padepokan itu.
Ki Ajar Permati memang harus mulai segala-galanya dari
permulaan. Diajaknya para cantriknya yang baru untuk
mengenali lingkungannya. Ternyata banyak pula para prajurit
yang ikut melakukannya. Mereka berjalan berkeliling
lingkungan yang semula terpencil itu. Sawah, pategalan,
sungai, belumbang yang menyimpan berbagai jenis ikan,
padang rumput untuk menggembalakan kambing, lembu dan
kerbau yang banyak terdapat di padepokan itu. Lingkungan
yang dipagari dengan pagar bambu yang rapat, tempat para
cantrik di padepokan itu memelihara ayam, dan semuanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang terdapat di lingkungan yang semula tidak dikenal oleh
dunia di sekitarnya. Para cantrik yang semula menjadi budak di padepokan itu
sudah mengenali semuanya itu. Tetapi orang-orang yang baru
saja memasuki padepokan itu, harus berdecak kagum.
Ternyata di padepokan itu segala kebutuhan seakan-akan
telah dapat dipenuhi. Bahkan di padepokan itu, terdapat juga


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

para cantrik yang pandai membuat kerajinan bambu, kayu dan
besi. Ada beberapa perapian pande besi terdapat di sudut
padepokan. Sebuah barak yang panjang untuk mengerjakan
pekerjaan kayu dan bambu. "Di satu sisi, aku menaruh hormat kepada Ki Gede
Lenglengan" berkata Ki Ajar Permati, "Tetapi di sisi lain, Ki
Gede Lenglengan adalah orang yang terkutuk. Kebengisannya
yang tidak terkendali, nafsunya yang melonjak-lonjak di
dadanya serta mimpinya yang buruk, membuatnya menjadi
orang yang tidak terkendali"
Para cantriknya dan para prajurit mendengarkannya
dengan sungguh-sungguh. Sementara itu, Ki Ajarpun berkata
selanjutnya, "Sekarang, kitalah yang tinggal di sini. Yang kita anggap baik akan kita pertahankan. Bahkan jika mungkin kita
tingkatkan. Daerah ini bukan lagi daerah tertutup. Karena itu, maka hubungan kita dengan dunia luar akan berjalan lebih
mantap" Demikianlah, maka padepokan yang namanya masih tetap
dipertahankan oleh Ki Ajar Permati, yaitu Padepokan
Watukambang, telah mulai dengan langkah pertamanya.
Sementara itu, maka Pangeran Benawa dan Paksipun telah
menemui Ki Ajar Permati serta Ki Lurah Wirapranata. Mereka
minta diri untuk melanjutkan usaha mereka mencari adik laki-
laki Paksi yang telah dipindahkan dari Padepokan
Watukambang. "Apakah Pangeran dan Angger Paksi menemukan petunjuk-
petunjuk baru untuk menelusuri jejak adik laki-laki Angger
itu?" bertanya Ki Ajar Permati.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak begitu jelas, Ki Ajar" jawab Pangeran Benawa. "Yang
dapat kami ketahui, adik laki-laki Paksi bersama beberapa
orang anak muda telah diserahkan kepada sepasang suami-
istri di sisi selatan kaki Gunung Merapi ini"
"Apakah Pangeran memerlukan pasukan untuk menangkap
kedua orang itu?" bertanya Ki Lurah Wirapranata.
"Tidak, Ki Lurah. Kami masih harus menemukan siapakah
kedua orang suami-istri itu"
"Jika Pangeran sudah menemukan, panggil kami. Kami
akan menangkap mereka jika Pangeran menghendaki"
Pangeran Benawa mengangguk. Katanya, "Baiklah, Ki
Lurah. Tetapi kami tidak dapat mengatakan, kapan kami dapat
menemukan mereka" "Kapan saja Pangeran memerintahkan"
"Terima kasih atas kesediaan Ki Lurah"
Sementara itu, Ki Ajarpun berkata, "Pangeran dan Angger
Paksi harus berhati-hati. Bukan saja kedua orang suami-istri
itu tentu orang berilmu tinggi. Tetapi ada kemungkinan
Pangeran dan Angger Paksi bertemu dengan Ki Gede
Lenglengan. Aku yakin bahwa Ki Gede Lenglengan tentu juga
pergi ke padepokan suami-istri itu, di mana mereka
menempatkan anak-anak muda dari angkatan mendatang"
"Ya, Ki Ajar. Kami akan berhati-hati"
"Persoalannya adalah karena adik Angger Paksi itu sendiri,
menganggap bahwa Angger Paksi telah berkhianat kepada
ayahnya serta perjuangannya"
"Aku menyadari itu, Ki Ajar"
"Dengan demikian, pekerjaan yang Angger pikul adalah
pekerjaan yang berat sekali"
"Ya, Ki Ajar. Mudah-mudahan Yang Maha Agung memberi
jalan kepadaku agar aku dapat membawa adikku itu pulang.
Ibu tentu akan merasa gembira sekali"
Ki Ajar menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Aku akan
berdoa bagi keberhasilan Angger Paksi dan Pangeran Benawa
yang akan menyertai Angger"
"Terima kasih, Ki Ajar"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kapan Pangeran Benawa dan Angger Paksi akan
berangkat?" "Besok pagi-pagi, Ki Ajar"
"Baiklah. Namun ada yang ingin aku peringatkan kepada
Pangeran Benawa" "Tentang apa, Ki Ajar?"
"Jangan pernah mengenakan cincin kerajaan itu di
sepanjang perjalanan"
Pangeran Benawa tersenyum. Katanya, "Baiklah, Ki Ajar.
Aku mengerti" "Pangeran akan dapat terlibat dalam persoalan yang lain,
yang sama sekali tidak Pangeran duga sebelumnya"
"Terima kasih atas peringatan itu, Ki Ajar. Aku akan
menyembunyikan cincin itu agar aku tidak terjerat dalam
persoalan baru" Malam menjelang kepergian Pangeran Benawa dan Paksi,
keduanya telah menyempatkan diri menemui para penghuni
baru Padepokan Watukambang itu untuk minta diri. Juga
kepada para prajurit yang berada di padepokan itu.
Demikianlah, di dini hari berikutnya, padepokan itu sudah
nampak sibuk. Dua orang cantrik telah menyalakan api,
menjerang air dan menanak nasi. Mereka mempunyai
beberapa butir telur yang dapat mereka rebus. Sayur kacang
panjang yang dingin pun segera dipanasi.
Ketika cahaya fajar membayang di langit, maka Wijang dan
Paksipun telah siap pula untuk berangkat, menempuh sebuah
perjalanan baru yang panjang.
"Silahkan makan dahulu, Pangeran dan Angger Paksi.
Kalian berdua akan berjalan jauh. Bahkan kalian tidak tahu, di mana dan kapan kalian akan sampai ke tujuan"
Keduanya memang tidak menolak. Merekapun kemudian
makan pagi lebih dahulu sebelum berangkat meninggalkan
padepokan. Baru ketika langit menjadi semakin terang, menjelang
matahari terbit, keduanya sekali lagi minta diri kepada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penghuni padepokan itu serta para prajurit untuk
meninggalkan Padepokan Watukambang.
"Selamat jalan, Pangeran. Selamat jalan, Angger Paksi"
desis Ki Ajar Permati. "Aku mohon kalian berdua datang lagi
ke padepokan ini. Kapan pun"
Pangeran Benawa tersenyum. Katanya, "Tentu, Ki Ajar.
Pada suatu hari kami akan singgah di padepokan ini"
Sejenak kemudian, maka Pangeran Benawa dan Paksi
itupun telah keluar dan regol padepokan. Mereka akan
melewati bulak di antara sawah yang digarap oleh para cantrik
dan orang-orang yang telah diperbudak oleh Ki Gede
Lenglengan. Untuk beberapa saat mereka berjalan di jalan yang rata
dan nampak terpelihara di antara tanaman yang nampak hijau
subur. Air yang jernih mengalir di parit yang membujur
panjang di pinggir jalan itu. Beberapa batang pohon turi
tumbuh di atas tanggul parit, yang dapat menjadi tempat
berlindung bagi mereka yang berjalan di bawah teriknya
matahari. Di kejauhan nampak hutan lereng pegunungan yang hijau
lebat melindungi lingkungan dari ganasnya air hujan. Ketika
cahaya matahari pagi nampak bagaikan membakar langit,
maka keduanya telah sampai di sekat yang memisahkan
padepokan itu dari dunia di sekitarnya. Namun sekat itu
seakan-akan sudah runtuh pada saat pasukan Pajang
memasukipadepokan yang tertutup itu. Padepokan yang
ternyata menjadi bagian dari landasan kekuatan Harya
Wisaka, justru untuk jangka yang panjang.
Pangeran Benawa yang dalam pengembaraannya
mengenakan nama Wijang, serta Paksi itupun kemudian mulai
menuruni kaki Gunung Merapi melalui tanah yang miring,
berbatu-batu padas ditebari dengan batu-batu yang besar
berserakan di mana-mana. Untuk beberapa saat mereka berjalan di atas tanah yang
sama sekali tidak layak untuk dilalui. Tidak ada lorong sekecil apa pun. Tidak ada jalan setapak yang menandai bahwa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lingkungan itu sering didatangi orang meskipun jarang-jarang.
Namun agaknya dalam waktu dekat, maka di atas tanah yang
berbatu-batu padas di sela-sela batu-batu raksasa itu, akan
menjelujur jalan setapak menuju ke Padepokan
Watukambang. Dalam pada itu, Wijang dan Paksi telah sepakat untuk lebih
dahulu pergi ke Manjung. Mereka ingin melihat keadaan
Manjung setelah mereka tidak lagi diancam oleh para pengikut
Ki Gede Lenglengan. Mereka tidak perlu lagi takut dirampok di
atas sasak penyeberangan yang menuju ke Nglungge.
Demikian pula sebaliknya. Penginapan di Manjung dan
Nglungge pun tidak lagi dicemaskan oleh kedatangan
sekelompok orang-orang bersenjata yang akan merampas
bekal dan harta benda orang-orang yang menginap.
Kedatangan Wijang dan Paksi di penginapan di Manjung,
disambut dengan ramah sekali oleh pemilik penginapan itu.
Meskipun pemilik penginapan itu tidak mengetahui dengan
pasti, dengan siapa ia berhadapan, namun ia tahu, bahwa
kedua orang itu tentu mempunyai peran yang penting pada
saat prajurit Pajang menghancurkan padepokan yang
sebelumnya tidak diketahuinya itu.
"Aku persilahkan kalian berdua menginap di penginapanku
kapan saja kalian kehendaki" berkata pemilik penginapan itu.
"Terima kasih" sahut Wijang. Namun yang kemudian
berkata, "Kami tidak akan menginap. Kami datang untuk
memberikan peringatan"
"Peringatan?" orang itu mengerutkan dahinya.
"Mungkin keadaan sudah menjadi jauh lebih baik sekarang.
Meskipun demikian, sebaiknya di penginapan ini masih harus
ada petugas-petugas untuk menjaga segala kemungkinan.
Mungkin sisa-sisa penghuni padepokan yang sudah
dihancurkan itu. Mungkin justru perampok dari tempat lain
yang mendengar peristiwa yang terjadi di sini serta melihat
bahwa penginapan ini seakan-akan menjadi lengah. Dengan
sedikit perhitungan, mereka dapat memanfaatkan keadaan
yang berkembang di daerah ini"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pemilik penginapan itu mengangguk-angguk sambil
berkata, "Terima kasih atas peringatan ini. Aku akan
memanggil orang-orangku yang dahulu. Mungkin mereka tidak
lagi dibayangi ketakutan sekarang ini. Untuk menghadapi
gerombolan perampok yang lain, yang tentu tidak akan sekuat
para penghuni padepokan itu, orang-orangku itu akan dapat
mengatasinya" "Tolong sampaikan pesan ini juga kepada pemilik
penginapan di Nglungge, agar orang-orang yang menginap
menjadi lebih tenang"
Namun Wijang dan Paksi tidak terlalu lama berada di
rumah pemilik penginapan itu. Meskipun pemilik penginapan
itu mencoba menahannya, namun keduanya terpaksa
meninggalkan penginapan itu karena mereka sudah berniat
untuk mulai dengan perjalanan mereka menuju ke sisi selatan
kaki Gunung Merapi. Demikian mereka mulai dengan perjalanan mereka, maka
Wijangpun berkata, "Agaknya kita akan menuju ke arah yang
sama dengan Ki Gede Lenglengan"
Paksi mengangguk-angguk. Ia pun sadar bahwa Wijang
ingin memperingatkannya, bahwa mereka mungkin sekali akan
bertemu dengan Ki Gede Lenglengan di perjalanan. Jika
demikian, maka itu akan berarti bahwa mereka akan bertemu
dengan orang yang ilmunya sangat tinggi. Orang yang tidak
dapat ditangkap oleh Ki Ajar Permati meskipun mereka sudah
bertemu di medan. Meskipun keduanya akan menempuh perjalanan panjang
melalui jalan yang kadang-kadang mendaki, namun kadang-
kadang bagaikan menukik turun, keduanya tidak mengalami
kesulitan. Keduanya telah memiliki pengalaman
pengembaraan yang cukup. Tetapi kadang-kadang mereka sampai juga di jalan datar
yang panjang, di antara sawah yang nampak hijau terbentang
dari cakrawala sampai ke cakrawala.
Namun mereka pun sering pula menyusup jalan yang
menembus padukuhan-padukuhan yang keadaannya sangat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berbeda-beda. Kadang-kadang mereka berjalan di padukuhan
yang nampak cerah, bersih dan dihuni oleh orang-orang yang
tataran hidupnya cukup baik. Namun mereka juga melewati
padukuhan-padukuhan yang nampak muram. Di sebelah-
menyebelah jalan nampak rumah yang sederhana meskipun
halamannya cukup luas. Tetapi tanaman yang tumbuh di
atasnya, daunnya tidak nampak hijau dan rimbun. Tetapi
jarang dan agak kekuning-kuningan.
Ketika mereka sampai di sebuah padukuhan yang nampak
gersang itu, Wijangpun berkata, "Padukuhan ini memerlukan
perhatian khusus" "Nampaknya tanahnya kering dan tandus"
"Ya. Tetapi aku juga tidak melihat jalur-jalur parit di sekitar padukuhan ini"
Paksi mengerutkan dahinya. Sementara Wijangpun berkata,
"Sebenarnya lingkungan ini cukup basah. Jika saja dibuat
parit, maka air akan mengalir dari lereng"
"Agaknya tidak ada orang yang mengarahkannya. Atau
orang-orang padukuhan ini memang orang-orang malas"
Belum lagi duapuluh langkah, Wijang dan Paksi itu melihat
tiga orang laki-laki yang masih terhitung muda, duduk-duduk
sambil memeluk lutut di mulut sebuah lorong.
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Itulah
agaknya yang mereka lakukan sehari-hari. Tentu bukan hanya
tiga orang itu. Tetapi masih banyak yang lain yang kerjanya
hanyalah duduk-duduk sambil memeluk lutut"
Wijang mengangguk-angguk. Katanya, "Rasa-rasanya hati
ini tergelitik untuk berbicara dengan mereka. Jika saja aku
bukan putera Ayahanda Sultan, aku dapat menutup mata
melihat keadaan seperti ini"
Paksi mengangguk sambil berdesis, "Itu adalah kepedulian
Pangeran terhadap rakyatnya"
"Namaku Wijang"
"Putera Kangjeng Sultan Hadiwijaya namanya bukan
Wijang" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wijang memandang Paksi dengan tajam. Namun kemudian
ia tersenyum. Katanya, "Ya, kau benar, Paksi. Aku keliru.
Seharusnya aku berkata, bahwa setiap orang harus
mempedulikan lingkungannya. Termasuk kita. Wijang dan
Paksi. Kita tidak dapat membiarkan mereka tertinggal dalam


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kehidupan mereka yang apa adanya tanpa berusaha untuk
dapat meningkatkannya"
Paksipun tertawa pendek. Dengan nada berat iapun
berkata, "Apakah kita akan melakukannya sekarang?"
"Apa salahnya" Kita akan berbicara dengan mereka. Jika
mereka mau mendengarkan, sukurlah. Jika tidak, bukankah
kita tidak kehilangan apa-apa?"
"Kita akan berbicara dengan ketiga orang itu?"
"Tidak. Kita akan berbicara dengan Ki Bekel"
"Jika demikian, maka kita akan mencari rumah Ki Bekel"
Wijang mengangguk-angguk.
Beberapa puluh langkah lagi, keduanya tertegun. Mereka
melihat dua orang perempuan duduk di tangga sebuah regol
halaman yang sudah agak miring karena tidak terpelihara.
Seorang dari mereka sedang sibuk mencari kutu rambut
dan yang seorang lagi sambil asyik berbicara tanpa henti-
hentinya. "Itu adalah bayangan dari seluruh kehidupan di padukuhan
ini, Paksi" desis Wijang.
"Aku akan bertanya kepada mereka, di manakah rumah Ki
Bekel dari padukuhan ini"
Wijang mengangguk-angguk. Katanya, "Bertanyalah. Hati-
hati. Jangan membuat mereka curiga. Agaknya mereka tidak
ingin terusik dari kehidupan mereka yang tenang dan
tenteram" "Tetapi tanpa greget sama sekali. Yang mereka jalani
sekarang adalah apa yang telah mereka jalani kemarin. Apa
adanya tanpa usaha peningkatan sama sekali"
Wijang tidak menjawab. Sementara itu, Paksipun telah
melangkah mendekati dua orang perempuan yang duduk di
tangga regol itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kedua orang perempuan itu memang terkejut. Tetapi jauh-
jauh Paksi sudah mengangguk hormat sambil berkata, "Maaf,
Bibi. Apakah aku boleh bertanya?"
Sikap Paksi itu membuat kedua orang itu menjadi tenang.
Seorang di antara mereka segera bangkit berdiri dan
bertanya, "Ada apa, anak muda?"
"Bibi, di manakah rumah Ki Bekel padukuhan ini?"
"Ki Bekel" Apakah kau akan menemui Ki Bekel?"
"Ya, Bibi" "Untuk apa?" "Sekedar memperkenalkan diri"
Perempuan itu memandang Paksi dari ujung kakinya
sampai ke kepalanya. Dengan nada tinggi perempuan itu
masih saja bertanya, "Untuk apa kau memperkenalkan diri?"
"Tidak apa-apa, Bibi"
Kedua orang perempuan itu saling berpandangan. Yang
seorang, yang juga telah bangkit berdiri, bertanya, "Siapakah
kalian?" "Namaku Paksi, Bibi. Itu kakakku, namanya Wijang"
Perempuan itu mengangguk-angguk. Katanya, "Kau dapat
sampai ke rumah Ki Bekel lewat lorong sebelah. Atau kau
dapat berjalan melingkar mengikuti jalan induk ini. Kau akan
sampai di banjar, kemudian dua rumah dari banjar adalah
rumah Ki Bekel" "Terima kasih, Bibi"
Kedua orang perempuan itu tidak menjawab. Namun
mereka agaknya tertarik pada kehadiran dua orang anak
muda yang belum pernah mereka kenal.
Sejenak kemudian, maka Wijang dan Paksipun memilih
menyusuri jalan induk itu meskipun harus melingkar. Jika
mereka memilih lorong sebelah, maka ada tiga orang laki-laki
yang duduk memeluk lutut di mulut lorong itu.
"Betapa malasnya kedua orang perempuan itu. Matahari
sudah melewati puncak dan mulai bergulir ke barat.
Nampaknya mereka masih saja belum membenahi diri. Jika
hal itu karena mereka sibuk melakukan kerja, maka mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
adalah orang-orang yang rajin. Tetapi agaknya kerja kedua
perempuan itu sejak pagi, juga hanya duduk-duduk,
berbincang tentang keluarga mereka, tentang sanak kadang
mereka, tentang tetangga-tetangga mereka dan tentang apa
saja yang tidak berarti" desis Wijang.
Paksi mengangguk-angguk. Katanya, "Jika saja mereka
sedikit berbenah diri, maka mereka tidak akan kelihatan begitu kotor sebagaimana halaman rumah mereka"
"Bagaimana dengan halaman rumah mereka?"
"Nampaknya sudah sepekan tidak dibersihkan"
Wijang tidak segera menyahut. Diperhatikannya dinding
halaman yang kotor, berlumut dan di sana-sini sudah mulai
retak-retak. Beberapa saat kemudian, seperti yang dikatakan oleh
perempuan itu, merekapun sampai di depan banjar. Banjar itu
nampak sepi dan juga kurang terpelihara.
"Kita sudah hampir sampai" berkata Wijang.
Paksi mengerutkan dahinya. Katanya, "Tidak banyak anak
di sini. Aku baru melihat dua orang anak yang berlari-larian di halaman"
"Ya" sahut Wijang, "tetapi mungkin anak-anak itu sedang
menggembala kambing atau sedang merumput di pategalan"
Paksi tidak sempat menyahut. Mereka sudah sampai di
pintu regol halaman sebuah rumah yang nampaknya lebih
besar dari rumah-rumah di sekitarnya. Lebih terawat dan
halamannya yang luas juga nampak lebih bersih.
"Agaknya inilah rumah Ki Bekel" berkata Paksi.
"Ya. Rumah ini lebih besar dari yang lain. Marilah"
Keduanyapun segera memasuki regol halaman rumah Ki
Bekel itu. Ketika seorang yang sedang duduk di tangga pendapa
melihat kehadiran kedua orang anak muda itu, maka orang
itupun bangkit dan menyongsongnya.
"Apakah ini rumah Ki Bekel?" bertanya Wijang.
"Ya. Rumah ini adalah rumah Ki Bekel" jawab orang itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah aku dapat menemuinya?"
"Untuk apa?" "Ada sedikit pesan bagi Ki Bekel"
Orang itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
iapun menjawab, "Ki Bekel masih tidur. Tadi juga ada seorang
yang mencarinya. Tetapi orang dari padukuhan ini saja"
"Masih tidur" Maksudmu sejak pagi Ki Bekel belum
bangun?" "Belum, Ki Sanak. Semalam Ki Bekel berada di rumah
tetangga sebelah yang melahirkan anaknya yang pertama.
Ikut berjaga-jaga dan membaca tembang"
"Semalam suntuk?"
"Tidak. Menjelang tengah malam, Ki Bekel baru pulang"
"Menjelang tengah malam?"
"Ya" "Lalu tidur sampai sekarang?"
"Ya" "Bagaimana dengan kebiasaan Ki Bekel di hari-hari lain, jika
Ki Bekel tidak berjaga-jaga di tempat orang yang sedang
melahirkan atau mengunjungi perhelatan?"
"Ki Bekel tidak terlalu sering tidur terlalu malam"
"Kalau bangun?"
"Biasanya Ki Bekel bangun lebih pagi. Pada saat matahari
sepenggalah, Ki Bekel tentu sudah bangun"
Amanat Marga 1 Kemelut Di Cakrabuana Karya A Merdeka Permana Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 1
^