Pencarian

Jejak Di Balik Kabut 38

Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja Bagian 38


"Sampai matahari sepenggalah?"
"Ya, kenapa" Bukankah biasa seseorang bangun saat
matahari sepenggalah?"
Wijang dan Paksi saling berpandangan sejenak. Agaknya Ki
Bekelpun seorang pemalas, sehingga seluruh padukuhan
seakan-akan telah menirukannya, menjadi seorang pemalas
pula. "Kapan Ki Bekel akan bangun?" bertanya Paksi.
"Aku tidak tahu, Ki Sanak"
"Apakah Ki Bekel dapat dibangunkan?"
"Tidak ada yang berani membangunkannya. Nyi Bekel pun
tidak. Apalagi orang lain"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jika ada masalah yang penting?"
"Yang berkepentingan harus menunggu"
"Jika masalah itu penting sekali sehingga harus mendapat
penanganan dengan cepat?"
"Bukankah ada bebahu yang lain?"
"Jadi orang yang berkepentingan harus mencari bebahu
yang lain" Siapa?"
"Menurut kepentingannya. Jika persoalannya menyangkut
tentang ketenangan dan tata tertib, maka itu adalah tugas Ki
Jagabaya. Mengenai persoalan-persoalan yang bersifat umum
yang menyangkut hubungan antara keluarga padukuhan ini,
adalah urusan Ki Kamituwa. Jika persoalannya menyangkut
sawah dan pategalan, itu adalah urusan bebahu yang lain lagi"
Wijang dan Paksi mengangguk-angguk. Namun Wijangpun
kemudian berkata, "Ki Sanak, jika demikian, biarlah kami
menunggu. Mungkin di banjar atau di mana saja"
"Kau tidak usah pergi ke banjar. Jika kau memang akan
menunggu, tunggulah di serambi gandok itu"
Wijang dan Paksi termangu-mangu sejenak. Namun
kemudian Wijangpun berkata, "Baiklah. Kami akan menunggu
di sini" "Nah, jika kau akan menunggu, silahkan duduk di serambi
gandok. Mungkin kau merasa lebih bebas duduk di serambi
daripada di pendapa"
Wijanglah yang menjawab, "Terima kasih, Ki Sanak. Kami
akan menunggu di serambi"
Keduanyapun kemudian dipersilahkan duduk di serambi, di
atas sebuah amben bambu yang memanjang. Beberapa saat
lamanya mereka duduk di serambi sambil berbincang tentang
padukuhan yang kering itu. Tetapi Ki Bekel masih juga belum
menemuinya. Agaknya Ki Bekel itu masih belum bangun juga.
Sementara itu, orang yang mempersilahkan mereka duduk
itupun tidak nampak lagi di pendapa.
"Sampai kapan kita harus menunggu?" bertanya Paksi.
"Kita tunggu sebentar lagi. Bukankah kita perlu bertemu
dengan Ki Bekel itu untuk menunjukkan kepedulian kita?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Sementara itu
Wijangpun berkata pula, "Biarlah kita sedikit bersabar"
Ketika mereka mendengar langkah di pintu seketeng, maka
yang mereka lihat kemudian keluar dari pintu itu adalah orang
yang mempersilahkannya duduk di serambi sambil membawa
minuman hangat serta beberapa potong makanan.
Ketika orang itu meletakkan sebuah nampan kayu di amben
panjang itu, Paksipun bertanya, "Apakah Ki Bekel sudah
bangun?" "Sudah, Ki Sanak. Baru saja"
"Ki Sanak sudah menyampaikan kedatangan kami kepada
Ki Bekel?" "Sudah. Aku sudah mengatakan, bahwa ada dua orang
yang menunggu di serambi gandok"
"Apakah Ki Bekel akan menemui kami?"
"Ya. Ketika aku mengatakan bahwa ada dua orang yang
belum aku kenal datang untuk bertemu dengan Ki Bekel, maka
Ki Bekelpun mengatakan bahwa ia akan segera menemui Ki
Sanak berdua" "Terima kasih, Ki Sanak. Kami akan menunggu"
"Silahkan minum, Ki Sanak. Silahkan makan apa adanya"
"Terima kasih" jawab Wijang.
Sejenak kemudian, orang itupun telah hilang di balik pintu
seketeng itu lagi. Beberapa saat keduanya menunggu. Tetapi Ki Bekel masih
juga belum keluar. "Kenapa lama sekali?"
"Mungkin Ki Bekel itu baru mandi"
Paksi mengangguk-angguk. Tetapi rasa-rasanya ia tidak
sabar lagi menunggu. Ketika kesabaran mereka yang menunggu di serambi itu
hampir habis, maka mereka melihat seseorang keluar dari
pintu pringgitan. Sejenak ia berdiri termangu-mangu. Namun
kemudian orang itu melambaikan tangannya, memberi isyarat
agar Wijang dan Paksi naik ke pringgitan.
"Kita pergi ke pringgitan" desis Wijang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi mengangguk. Demikianlah, maka keduanyapun segera melangkah turun
dari serambi gandok. Namun demikian mereka melangkah,
orang itupun berteriak, "Bawa minumanmu dan makanan itu
kemari" Wijang dan Paksi tertegun. Sejenak mereka saling
berpandangan. "Baiklah" desis Wijang, "kita bawa minuman
kita dan makanan itu ke pringgitan"
Sejenak kemudian, maka Wijang dan Paksipun telah duduk
di pringgitan ditemui oleh laki-laki yang baru saja bangun
tidur. Ternyata ia masih belum juga mandi. Bahkan sekali-
sekali orang itu masih menguap sambil menggosok matanya.
"Semalam aku berada di rumah tetangga yang melahirkan
anaknya yang pertama" desis orang itu.
"Bukankah aku menghadap Ki Bekel?" bertanya Wijang.
"Ya, aku bekel di sini. Tetapi dengar kata-kataku, semalam
aku berjaga-jaga di rumah tetangga sebelah yang telah
dikurniai seorang bayi laki-laki"
"Semalam suntuk, Ki Bekel?" bertanya Paksi meskipun ia
sudah tahu bahwa Ki Bekel pulang menjelang tengah malam.
"Tidak. Tetapi aku pulang menjelang tengah malam"
Paksi mengangguk-angguk. Sementara itu, Ki Bekel sambil menguap tanpa menutup
mulutnya dengan tangannya, bertanya, "Siapakah kalian?"
"Namaku Wijang, Ki Bekel. Ini adikku, Paksi"
Ki Bekel mengangguk. Dengan nada datar iapun bertanya
pula, "Untuk apa kalian datang kemari?"
"Maaf, Ki Bekel. Kami adalah perantau yang sudah
menjelajahi seribu lembah dan ngarai. Kami sudah melintasi
dataran yang luas serta mendaki lereng-lereng pegunungan"
"Untuk apa hal itu kau katakan kepadaku?"
"Sekedar pengantar, Ki Bekel. Aku hanya ingin
mengatakan, bahwa sudah banyak padukuhan yang aku
kunjungi" "Lalu?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku mencoba untuk memperbandingkan kesuburan tanah
di setiap padukuhan yang aku lewati"
"Aku tahu arah bicaramu" potong Ki Bekel. "Kau akan
mengatakan bahwa tanah di padukuhan ini nampak kering
dan gersang. Bukankah begitu?"
"Aku tidak bermaksud menyinggung perasaan Ki Bekel. Jika
aku mengatakan bahwa tanah di padukuhan ini nampak kering
dan gersang, justru aku merasa ikut prihatin akan keadaan ini"
"Kau tidak usah ikut berprihatin. Kami yang tinggal di sini
tidak pernah merasa prihatin. Inilah yang ada pada kami.
Kami harus menerimanya apa adanya tanpa merasa prihatin"
"Aku sependapat, Ki Bekel. Tetapi jika kita dikurniai akal
budi, apakah tidak sebaiknya kita pergunakan" Demikian pula
tenaga dan kemampuan kita"
"Wah" Ki Bekel itu dengan serta-merta memotong, "kau
anak kemarin sore sudah menggurui aku. Lihat, rambutku
sudah ubanan. Seharusnya kau hormati orang-orang tua.
Apakah ayah dan ibumu tidak pernah mengajarimu unggah-
ungguh?" "Tentu, Ki Bekel. Aku hormati orang-orang tua. Ayah dan
ibu kami mengajari kami, agar kami selalu menghormati
orang-orang tua" "Jadi kenapa kau sekarang mengajari kami?"
"Ki Bekel, terus terang kami merasa prihatin melihat tanah
kering dan tandus di padukuhan ini. Padahal seharusnya tanah
di padukuhan ini dapat menjadi jauh lebih subur"
"Kau jangan mengguncang ketenangan hidup di padukuhan
ini, anak muda. Biarlah yang terjadi di padukuhan ini kami
terima dengan senang hati. Ada sebagian bulak kami yang
subur di lereng gumuk itu. Selebihnya, inilah apa adanya"
"Ki Bekel" berkata Wijang, "jika Ki Bekel berkenan, kami
akan berada di padukuhan ini barang satu dua hari. Kami
berjanji untuk menunjukkan cara terbaik yang dapat dilakukan
oleh padukuhan ini, agar padukuhan ini tidak menjadi
padukuhan yang kering dan tandus"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Bekel tertawa. Katanya, "Apa yang dapat kau lakukan
dalam satu dua hari" Apakah kau seorang yang mempunyai
kekuatan ajaib sehingga dapat menjadikan daerah ini subur?"
"Tidak, Ki Bekel. Kami hanya dapat menunjukkan caranya.
Segala sesuatunya tergantung kepada Ki Bekel dan rakyat
padukuhan ini" "Sudahlah, anak muda. Kita tidak mau mempersulit diri.
Hidup kami sudah mapan. Padukuhan ini adalah padukuhan
yang tenang dan tenteram. Aku tidak mau padukuhan ini
menjadi gelisah karena nafsu ketamakan yang mencengkam
setiap jantung penghuninya. Mereka akan berlomba-lomba
dan berebut harta milik keduniawian"
"Bukankah kita dibenarkan untuk mendapatkan yang
terbaik di dunia ini" Tetapi kita harus menempuh cara yang
benar. Sedangkan apa yang kita miliki kemudian, juga akan
dapat berarti bagi orang lain"
Ki Bekel itupun tertawa. Sekali lagi ia menguap tanpa
menutup mulutnya dengan tangannya. Bahkan tangannya
telah memungut sepotong makanan untuk menyuapi
mulutnya. "Terima kasih, anak-anak" berkata Ki Bekel. "Aku senang
bertemu dengan anak-anak yang mau mengajari orang setua
aku. Baiklah, sekarang habiskan minuman kalian. Makanlah
makanan yang masih ada ini. Aku tidak berkeberatan jika
kalian akan berada di sini satu atau dua hari. Tetapi sebaiknya kalian tidak menyinggung perasaan orang-orang tua di sini"
"Tidak, Ki Bekel. Jika Ki Bekel tidak berkeberatan, aku akan
berbicara dengan anak-anak mudanya. Tidak dengan orang-
orang tua. Jika anak-anak mudanya dapat mengerti apa yang
aku katakan, mudah-mudahan padukuhan ini tidak menjadi
padukuhan yang semakin lama menjadi semakin kering dan
tandus. Jika hal itu terjadi, maka semua yang tumbuh di
padukuhan ini akan kering. Pepohonan akan berdaun kuning.
Sawah hanya dapat ditanami di musim hujan. Sedangkan
pategalan hampir tidak memberikan hasil apa-apa sepanjang
tahun" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah kita harus menggugat, kenapa tanah kami menjadi
kering dan tandus?" "Ya. Kita harus menggugat diri kita sendiri. Kenapa kita
tidak berusaha, sedangkan kita telah mendapatkan kurnia akal
dan budi disamping wadag kita?"
"Mimpimu menarik, anak muda. Tetapi jangan kecewa jika
kau nanti akan terbangun sebelum berhasil"
"Kita sama-sama tidak akan kehilangan apa-apa, Ki Bekel.
Jika gagal, ya, gagallah usaha ini. Tetapi bukankah tidak ada
barang yang hilang. Tidak ada yang dirugikan?"
"Baiklah. Kau akan dapat berhubungan dengan Ki
Kamituwa dan Ki Jagabaya"
"Terima kasih, Ki Bekel. Tetapi bagaimana caranya aku
bertemu dengan mereka" Apakah aku harus menemui mereka
di rumah mereka masing-masing?"
"Tidak. Biarlah mereka dipanggil kemari. Aku juga ingin ikut
mendengarkan pembicaraanmu dengan kedua orang bebahu
itu" "Terima kasih, Ki Bekel. Jika demikian, bukankah berarti
aku harus menunggu mereka di sini?"
"Ya. Kalian menunggu saja di sini"
Ki Bekel itupun kemudian bertepuk tangan.
Orang yang menerima Wijang dan Paksi itulah yang
kemudian datang lewat sisi samping pendapa.
"Pergilah ke rumah Ki Kamituwa dan Ki Jagabaya. Aku
menunggu kedatangan mereka"
"Baik, Ki Bekel"
Orang itupun kemudian melangkah menuju ke regol
halaman dan segera turun ke jalan.
"Nah, silahkan duduk sambil menunggu Ki Kamituwa dan Ki
Jagabaya. Aku akan mandi"
"Silahkan, Ki Bekel. Silahkan"
Ki Bekelpun bangkit berdiri sambil menggeliat. Dengan
malasnya Ki Bekel itupun melangkah masuk pintu pringgitan.
Beberapa saat Wijang dan Paksi menunggu. Sambil
meneguk minuman, maka merekapun telah makan sepotong
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
makanan yang dihidangkan kepada mereka. "Pada dasarnya
penghuni padukuhan ini adalah orang-orang yang baik. Tetapi
mereka terlalu malas" berkata Wijang.
Paksi mengangguk-angguk kecil.
Wijang mengerutkan dahinya. Tiba-tiba saja ia bertanya,
"Bukankah kau tidak kecewa, Paksi" Kita akan menunda
perjalanan barang dua tiga hari?"
Paksi menggeleng sambil menjawab pendek, "Tidak. Aku
tidak apa-apa" Namun Wijangpun berkata, "Aku minta maaf, Paksi. Aku
tidak minta pertimbanganmu dahulu. Tetapi segala sesuatunya
terserah kepadamu. Jika kau ingin segera meneruskan
perjalanan, maka kita dapat saja memberikan sedikit
gambaran kepada Ki Bekel, Ki Kamituwa dan Ki Jagabaya, apa
yang sebaiknya mereka lakukan. Sedangkan kita akan segera
dapat meneruskan perjalanan kita"
"Aku tidak apa-apa. Bukankah sudah aku katakan, bahwa


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aku tidak apa-apa?" Wijang menarik nafas dalam-dalam. Di dalam hatinya ia
berkata, "Seharusnya aku minta persetujuannya lebih dahulu
untuk menunda perjalanan barang dua atau tiga hari"
Tetapi semuanya telah terlanjur. Karena itu, maka
Wijangpun hanya dapat menyesali keterlanjurannya itu.
Beberapa saat kemudian, maka orang yang mendapat
perintah dari Ki Bekel untuk memanggil Ki Kamituwa dan Ki
Jagabaya itu telah datang bersama seorang laki-laki yang
bertubuh tegap, berkumis tebal dan berjambang panjang.
Ketika kemudian orang itu duduk di pringgitan, maka orang
itupun telah memperkenalkan dirinya, "Aku kamituwa di sini"
"O" Wijang dan Paksi yang telah lebih dahulu menyebut
namanya, mengangguk-angguk. Mereka mengira bahwa orang
itu adalah Ki Jagabaya. Namun ternyata bahwa orang itu
adalah Ki Kamituwa. Baru beberapa saat kemudian, seorang yang lain memasuki
regol halaman rumah itu. Seorang yang berperawakan
sedang, agak kekurus-kurusan dan berjanggut pendek dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jarang. Karena Ki Kamituwa sudah datang lebih dahulu, maka
yang datang itu tentu Ki Jagabaya.
Sebenarnyalah Ki Kamituwa itupun berkata, "Itu Ki
Jagabaya juga sudah datang"
Ki Jagabaya itupun naik ke pendapa pula dan duduk di
pringgitan bersama Ki Kamituwa dan dua orang yang asing
bagi padukuhan itu. "Di mana Ki Bekel?" bertanya Ki Jagabaya.
"Menurut kedua anak muda itu, Ki Bekel sedang mandi"
"Wah" desis Ki Jagabaya.
Wijang dan Paksi melihat kesan yang aneh di wajah Ki
Jagabaya. Namun Ki Kamituwapun berkata, "Tidak apa-apa,
anak-anak muda. Tetapi biasanya jika Ki Bekel mandi, maka
kita yang menunggunya sempat tidur barang sejenak"
"Lama sekali?" bertanya Paksi.
"Lama sekali. Apalagi jika Ki Bekel itu mandi keramas. Jika
kita mulai mencuci beras dan menanaknya, nasi itu tentu
sudah masak" "Apaboleh buat" berkata Ki Kamituwa.
Ki Jagabayapun mengangguk-angguk sambil menyahut,
"Ya, tentu hanya itu saja yang dapat kita katakan, apaboleh
buat" Ki Kamituwa mengerutkan dahinya. Namun kemudian iapun
tertawa. Demikian pula Ki Jagabaya. Bahkan Wijang dan
Paksipun ikut tertawa pula.
Sebenarnyalah bahwa mereka harus menunggu terlalu
lama. Laki-laki yang memanggil Ki Kamituwa dan Ki Jagabaya
telah menghidangkan minuman bagi Ki Kamituwa dan Ki
Jagabaya serta menuang lagi minuman di mangkuk Wijang
dan Paksi. "Angger Wijang dan Angger Paksi" berkata Ki Kamituwa,
"apakah Angger tahu, apakah keperluan Ki Bekel memanggil
kami" Mungkin ada hubungannya dengan kehadiran Angger
berdua?" Wijang yang menjawab pertanyaan itu berkata terus
terang, apa yang telah dibicarakannya dengan Ki Bekel. Ki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kamituwa dan Ki Jagabaya yang mendengarkannya
mengangguk-angguk. Dengan nada berat Ki Kamituwa
berkata, "Aku hargai niat Angger berdua. Tetapi aku
meragukan, apakah kami, penghuni padukuhan ini akan dapat
menanggapinya dengan baik pula"
"Maaf, Ki Kamituwa. Jika aku boleh berterus-terang, namun
orang-orang padukuhan ini terlalu malas untuk berpikir dan
apalagi berbuat sesuatu. Agaknya penghuni padukuhan ini
tidak terbiasa bekerja dengan keras, sehingga kesejahteraan
padukuhan dan penghuninya tidak meningkat"
"Kami bukan orang-orang yang tamak, anak muda. Kami
harus menerima dengan segala senang hati, apa yang menjadi
hak kita" Wijang menarik nafas dalam-dalam. Sambil mengangguk-
angguk iapun kemudian berkata, "Jadi itukah pegangan Ki
Bekel para bebahu dan rakyat padukuhan ini?"
"Bukankah dengan demikian hidup tidak terasa gelisah"
Aku mempunyai seorang sepupu laki-laki yang tinggal di
kademangan sebelah. Ia hidup berkecukupan. Sawahnya luas
dan subur. Ia mempunyai peternakan kambing dan ayam.
Namun hidupnya selalu gelisah. Siang dan malam saudara
sepupuku itu selalu dibayangi oleh kecemasan, jika ternaknya
diserang penyakit. Siang malam iapun digelisahkan oleh air
untuk mengairi sawahnya yang luas. Hampir setiap saat ia
marah dan membentak-bentak di rumah karena anak-anaknya
dianggapnya malas dan tidak mau bekerja keras. Nah, seperti
itulah yang Angger maksud dengan bentuk kehidupan yang
sejahtera?" "Tentu tidak, Ki Kamituwa" jawab Wijang. "Tetapi
bukankah kita dibenarkan untuk berusaha agar kehidupan kita
dapat meningkat tanpa harus menjadi gelisah, uring-uringan
dan selalu dibayangi oleh kecemasan?"
"Dapatkan kau memberikan contoh, kehidupan yang
bagaimana yang kau maksudkan?" bertanya Ki Jagabaya.
"Misalnya, seisi padukuhan ini bersama-sama membuat
parit untuk mengalirkan air yang terbuang di lereng berbatu-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
batu padas itu, sehingga sawah tadah hujan itu akan
mendapat air sepanjang tahun. Dengan demikian, maka
sawah yang kering itu akan dapat diairi tanpa menunggu
musim hujan. Bukan hanya duduk-duduk saja di simpang tiga,
sementara padi dan jagung di lumbung menjadi semakin tipis,
sehingga setiap keluarga harus sangat berhemat. Mungkin
tidak lagi dapat makan tiga kali sehari"
Tetapi jawab Ki Jagabaya sangat mengejutkan Wijang dan
Paksi, "Air itulah yang akan dapat menjadi masalah. Pamanku
di kademangan sebelah hampir saja berkelahi melawan
sepupunya sendiri karena berebut air. Untunglah ada yang
melihatnya, sehingga perkelahian itu dapat dicegah"
"Itu adalah akibat buruk yang mungkin dapat terjadi.
Tetapi jika air itu diatur dengan baik, serta semua orang
mentaatinya, maka tidak akan timbul masalah. Apalagi jika air
itu berlimpah. Bukankah air dari lereng bukit padas itu cukup
banyak" Air itu mengalir dan ditampung di sungai yang
semakin lama menjadi semakin dalam tanpa memberikan arti
apa-apa bagi padukuhan ini"
"Angan-angan Angger itu hanya akan menimbulkan
persoalan. Biarlah hidup kami tetap tenang seperti sekarang"
"Dengan selembar pakaian" Makan yang tersendat dan
atap rumah yang tiris?"
"Mungkin terasa sulit bagi orang lain. Tetapi kami sudah
terbiasa, Ngger. Tidak ada masalah. Seperti yang sudah aku
katakan, bahwa kami menerima apa adanya. Nrima ing
pandum" Wijang belum sempat menjawab, ketika Ki Bekel keluar dari
ruang dalam. Wajahnya nampak lebih segar serta
pakaiannyapun menjadi lebih rapi setelah Ki Bekel itu mandi
dan berbenah diri cukup lama. Ketika Ki Bekel sudah duduk,
maka pembicaraan merekapun dilanjutkan. Sambil tertawa Ki
Bekelpun berkata, "Sudahlah, Ngger. Jangan ajari orang-orang
tua ini. Kami sudah hidup di sini sejak kami lahir. Ayah dan ibu kami sudah tinggal di sini berpuluh tahun. Selama itu tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pernah ada persoalan. Sekarang kau datang untuk mengusik
ketenangan hidup kami"
"Seperti yang aku katakan, Ki Bekel. Apa salahnya jika kita
mencoba. Jika gagal, gagallah kerja itu. Kita tidak akan
merasa dirugikan kecuali kita sudah kehilangan tenaga dan
waktu" Ki Bekel itupun kemudian menyahut, "Kerja itu akan sia-sia,
Ngger" "Jika saja Ki Bekel memperkenankan kami bersama-sama
dengan anak-anak muda padukuhan ini mencobanya"
"Tentu saja aku tidak berkeberatan. Tetapi aku tidak akan
dapat memaksa mereka jika mereka berkeberatan"
"Aku mengerti, Ki Bekel"
"Baiklah. Kami tidak berkeberatan jika kau tinggal di sini
satu atau dua hari. Bertemu dan berbicara dengan anak-anak
muda. Hasilnya, aku tidak dapat mengatakan"
"Terima kasih, Ki Bekel. Tetapi di mana aku dapat bertemu
dengan anak-anak muda itu?"
"Di sore hari beberapa orang anak muda sering duduk-
duduk di regol padukuhan. Yang lain kadang-kadang berada di
regol banjar atau di bawah pohon preh di simpang empat itu"
"Apa yang mereka kerjakan?"
Ki Bekel mengerutkan dahinya. Justru Ki Bekel itu bertanya,
"Apa yang seharusnya mereka lakukan?"
"Jadi mereka hanya duduk-duduk saja?"
"Ya" "Pada kesempatan lain" Di pagi hari misalnya?"
"Di musim hujan mereka mengerjakan sawah"
"Di musim seperti ini?"
Ki Bekel termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun
menjawab, "Ya, tergantung kebutuhan. Ada yang menggali ubi
panjang, gadung, lembong atau apa saja di kebun untuk
selingan jika beras di dapur mulai menipis serta padi di
lumbung tinggal beberapa ikat saja"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baiklah, Ki Bekel. Aku akan bertemu dengan mereka.
Tetapi apakah ada seseorang yang dapat memperkenalkan
kami dengan mereka agar tidak terjadi salah paham?"
"Biarlah Ki Jagabaya nanti menyertai kalian"
Tetapi Ki Jagabaya itu menggeliat sambil berkata, "Ki Bekel,
aku sedang memperbaiki kandang ayamku. Biarlah Ki
Kamituwa sajalah yang mengantar mereka"
"Kenapa harus aku?" sahut Ki Kamituwa. "Sehari penuh aku
kerja di kebun. Aku belum beristirahat sama sekali"
Wijang dan Paksi menarik nafas dalam-dalam. Namun
kemudian Ki Bekelpun berkata, "Baiklah. Jika kalian tidak
sempat, nanti jika kalian pulang, tolong, katakan kepada anak-
anak muda yang kalian jumpai untuk datang ke rumah ini"
"Baiklah, Ki Bekel" desis Ki Jagabaya, sedangkan Ki
Kamituwa hanya mengangguk-angguk kecil.
"Katakan kepada mereka, bahwa aku baru saja mencabut
ketela pohon di halaman belakang rumah. Biarlah mereka ikut
makan ketela pohon rebus dengan serundeng kelapa"
"Baik, Ki Bekel" Ki Jagabaya pulalah yang menjawab.
Sejenak kemudian, maka kedua orang bebahu itu minta
diri. Sementara itu, Ki Bekelpun telah bertepuk tangan pula.
Ketika laki-laki yang nampaknya pembantu di rumah Ki
Bekel itu datang, maka Ki Bekelpun berkata, "Cabut empat
atau lima batang pohon ketela di kebun belakang. Beberapa
orang anak muda akan datang kemari. Katakan kepada istrimu
untuk menyiapkan minuman buat mereka"
"Baik, Ki Bekel" jawab orang itu. Namun ketika ia memasuki
pintu seketeng, maka orang itupun mulai menggeramang,
"Sehari semalam aku kerja tanpa beristirahat sama sekali"
Dalam pada itu, maka Ki Bekelpun berkata kepada Wijang
dan Paksi, "Nah, sambil menunggu mereka yang bersedia
datang kemari, kalian dapat beristirahat di gandok. Jika kalian bermalam di sini, maka kalian akan tidur di gandok itu pula"
"Terima kasih, Ki Bekel"
"Aku juga akan beristirahat"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wijang dan Paksi termangu-mangu sejenak. Bukankah Ki
Bekel baru saja bangun tidur, mandi, duduk-duduk berbincang
di pringgitan" Kapan ia bekerja sehingga harus beristirahat"
Tetapi Wijang dan Paksi tidak menanyakannya.
Ketika Ki Bekel itu bangkit, maka Wijang dan Paksipun
bangkit pula. "Silahkan, Ngger" berkata Ki Bekel sambil melangkah ke
pintu pringgitan. Wijang dan Paksipun hampir bersamaan menjawab, "Terima
kasih, Ki Bekel" Keduanyapun segera meninggalkan pringgitan dan pergi ke
gandok. Ketika mereka membuka pintu bilik yang ditunjuk
oleh Ki Bekel, maka mereka melihat sebuah ruangan yang
berisi perabot yang sederhana. Sebuah amben bambu yang
agak besar. Sebuah geledeg bambu di sudut. Sebuah ajug-
ajug lampu minyak kelapa dan sebuah sapu lidi untuk
membersihkan debu di amben bambu itu.
"Nampaknya bilik ini tidak pernah dibersihkan" desis
Wijang. Paksi mengangguk-angguk. Ketika kemudian Paksi
membersihkan amben bambu yang di atasnya dibentangkan
tikar pandan yang putih itu dengan sapu lidi, maka debupun
berhamburan di dalam bilik itu, sehingga Paksi dan Wijang
harus menutup hidung mereka.
"Di sini malam nanti kita tidur" desis Wijang.
"Masih lebih bersih dari rerumputan kering di pategalan"
jawab Paksi. Wijang tersenyum. Agaknya Paksi sudah tidak dibebani lagi
oleh perasaan kecewanya, karena perjalanan untuk mencari
adiknya itu tertunda dua atau tiga hari. Namun selagi
keduanya baru saja duduk di amben itu, pembantu Ki Bekel itu
memanggil mereka "Silahkan masuk ke ruang dalam, anak-anak muda. Ki Bekel
telah menunggu" "Ada apa?" "Silahkan menemani Ki Bekel makan"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Terima kasih. Kami akan segera datang"
Demikian orang itu pergi, maka Wijangpun berdesis,
"Makan pada saat seperti ini, terhitung makan siang atau
makan sore?" "Kapan saja" jawab Paksi. "Sebenarnya aku juga sudah
mulai merasa lapar" Ternyata Ki Bekel adalah orang yang baik. Tetapi ia adalah
seorang pemalas sehingga seakan-akan tidak mempunyai
waktu untuk berpikir dan berbuat sesuatu yang berarti bagi
padukuhannya. Sejenak kemudian, maka Wijang dan Paksipun telah duduk
di ruang dalam untuk makan bersama Ki Bekel dan Nyi Bekel.
Makan yang dihidangkan bagi Ki Bekel itupun cukup
sederhana. Nasi, sayur lodeh namun pedasnya bukan main


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan serundeng kelapa yang agaknya telah dibuat untuk dua
tiga hari sekaligus. Serundeng kelapa itu pulalah yang
agaknya dimaksudkan oleh Ki Bekel untuk makan ketela rebus
yang ditawarkan kepada anak-anak muda yang bersedia
datang ke rumahnya. Sambil makan, Ki Bekel tidak terlalu banyak berbicara.
Nyi Bekel sekali-sekali menyodorkan sayur dan serundeng
itu kepada Wijang dan Paksi. "Mari, Ngger, jangan malu-malu.
Hanya inilah yang dapat kami suguhkan bagi Angger"
"Kami mengucapkan terima kasih atas kemurahan hati Bibi
ini" sahut Wijang. Ketika mereka selesai makan, maka minuman hangatpun
telah dihidangkan pula bagi mereka. Namun selagi mereka
mulai meneguk minuman hangatnya, mereka mendengar
suara beberapa orang di pringgitan.
"Mereka sudah datang" berkata Ki Bekel.
"Begitu cepat mereka datang" desis Wijang hampir di luar
sadarnya. Agaknya anak-anak mudanya di padukuhan itu tidak
terlalu malas sebagaimana orang-orang tua mereka.
Tetapi Wijang dan Paksi menjadi kecewa ketika Ki Bekel
itupun berkata, "Agaknya mereka lebih tertarik pada ketela
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rebus dan serundengnya daripada persoalan yang akan
Angger berdua sampaikan kepada mereka"
Tetapi keduanya tidak menyahut.
Kepada istrinya, Ki Bekel itupun bertanya, "Apakah ketela
itu sudah masak?" "Sebentar lagi, Ki Bekel. Tetapi sudah hampir"
"Jika sudah masak, biarlah ketela itu dibawa ke pringgitan
bersama serundeng itu. Mungkin perlu beberapa lembar daun
pisang dan beberapa mangkuk air untuk mencuci tangan"
"Baik, Ki Bekel" jawab istrinya.
"Marilah, anak-anak muda" berkata Ki Bekel, "kalian akan
bertemu dengan anak-anak muda seumur kalian. Mudah-
mudahan pembicaraan kalian dapat berkait"
Wijang dan Paksipun kemudian mengikut Ki Bekel ke
pringgitan menemui beberapa orang anak muda yang sudah
duduk sebelum dipersilahkan. Tetapi ketika mereka melihat Ki
Bekel keluar dari ruang dalam, merekapun serentak bangkit
berdiri sambil mengangguk hormat.
"Duduklah" berkata Ki Bekel.
Ketika kemudian Ki Bekel, Wijang dan Paksi duduk, anak-
anak muda itupun duduk pula. Tetapi di hadapan mereka
masih belum terhidang ketela rebus dengan serundeng kelapa.
Ki Bekelpun kemudian memperkenalkan Wijang dan Paksi
kepada anak-anak muda padukuhannya. "Mereka berdua
adalah pengembara yang pernah menjelajahi banyak sekali
padukuhan-padukuhan. Mereka telah mencoba melihat dan
membuat perbandingan antara padukuhan yang satu dengan
padukuhan lainnya. Ketika mereka berjalan melewati
padukuhan kita, maka hati mereka telah terusik"
"Kenapa, Ki Bekel?" bertanya salah seorang dari anak-anak
muda itu. "Menurut penilaiannya, padukuhan kita adalah padukuhan
yang kering dan tandus"
"Jadi kenapa?" sahut anak muda yang lain. "Inilah yang
kita miliki sekarang. Kenapa orang yang sekedar lewat merasa
terusik" Apanya pula yang telah mengusiknya?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Padukuhan kita nampak kering dan gersang, kenapa kita
tidak berbuat apa-apa untuk membuat padukuhan kita basah
dan subur?" Seorang anak muda yang bertubuh tinggi tiba-tiba saja
bertanya, "Benarkah kau mempertanyakan hal itu?"
"Ya, Ki Sanak" jawab Wijang.
"Alangkah dungunya kau. Kenapa hal itu kau tanyakan
kepada kami" Kami pun bertanya sebagaimana kau tanyakan,
kenapa tanah ini kering dan gersang?"
Wijang menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Bukankah
kita mempunyai akal" Kita dapat mengusahakan agar tanah ini
setidak-tidaknya tidak terlalu kering"
"Apakah kita dapat merubah alam yang terbentang ini?"
"Kita tidak merubahnya. Kita hanya mengusahakan
memanfaatkan apa yang ada. Mencari kemungkinan-
kemungkinan baru dengan bekal apa yang telah digelar ini"
Seorang anak muda yang lainpun berdesis, "Kita bukan
pemimpi. Kita hadapi kenyataan ini tanpa mengeluh dan
meratap" "Pada dasarnya kalian adalah orang-orang yang tabah.
Sayang bahwa kalian tidak memanfaatkan apa yang
dikurniakan kepada kita. Termasuk akal budi kita"
"Ki Bekel" berkata seorang anak muda yang kurus, "sudah
sejak nenek moyang kita, kita hidup dalam suasana yang
tenang. Jangan biarkan orang-orang ini merusak ketenangan
kita, Ki Bekel. Beberapa hari yang lalu, padukuhan sebelah,
yang terhitung padukuhan yang lebih subur dari padukuhan
kita, telah diguncang pula oleh kedatangan beberapa orang
yang tidak dikenal. Apakah Ki Bekel belum mendengar?"
"Sudah. Aku sudah mendengar. Ki Jagabaya padukuhan
sebelah telah datang kemari dan memberitahukan apa yang
telah terjadi di padukuhan sebelah"
"Bukankah dengan demikian kita pantas mencurigai orang-
orang asing ini?" "Tunggu" berkata Ki Bekel, "mereka agak berbeda dengan
beberapa orang yang datang di padukuhan sebelah. Meskipun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
aku tidak melihat sendiri orang-orang yang mengusik di
padukuhan sebelah, tetapi menilik ceritera Ki Jagabaya,
mereka adalah orang-orang yang kasar dan bahkan agak liar.
Mereka minta dilayani apa saja yang mereka butuhkan.
Bahkan mereka telah menyakiti dua orang yang mereka
anggap tidak mematuhi perintah-perintah mereka"
Orang-orang asing di padukuhan sebelah itu ternyata
sangat menarik perhatian Wijang dan Paksi. Hampir di luar
sadarnya Paksipun bertanya, "Siapakah yang Ki Bekel
maksudkan orang asing di padukuhan sebelah?"
"Mereka tidak menyebut nama mereka. Tetapi mereka yang
terdiri dari lima atau enam orang itu telah mendatangi
padukuhan sebelah. Sikap mereka melampaui sekelompok
perampok yang ganas. Mereka minta apa saja yang mereka
butuhkan. Ketika mereka pergi, maka mereka telah membawa
apa yang mereka dapatkan di rumah Ki Bekel"
"Tentu Ki Gede Lenglengan" desis Wijang. "Mereka tentu
juga mengikuti arah yang kita tempuh, meskipun mereka
ternyata melalui jalan yang melewati padukuhan sebelah"
"Kalian berdua mengenal mereka?"
"Jika saja kami dapat melihat mereka" sahut Wijang.
"Tetapi kami hampir memastikan bahwa mereka adalah orang-
orang dari Padepokan Watukambang"
"Tepat. Mereka memang tidak menyebut nama mereka.
Tetapi ada di antara para bebahu yang mendengar mereka
menyebut Padepokan Watukambang"
"Jika demikian, maka sudah pasti bahwa mereka adalah Ki
Gede Lenglengan dengan beberapa orang pengikutnya"
"Apakah kalian berdua bukan pengikut orang itu pula?"
bertanya anak muda yang kurus dan agaknya sakit-sakitan itu.
"Bukan, Ki Sanak. Kami bukan pengikut mereka. Jika benar
dugaan kami bahwa mereka adalah Ki Gede Lenglengan, maka
kami telah mengenal mereka. Tetapi sikap kami sangat
berbeda" Anak-anak muda itu termangu-mangu sejenak. Namun
pembicaraan itu terputus ketika pembantu Ki Bekel itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menghidangkan ketela yang direbus dengan santan yang
masih mengepul. Selain ketela rebus itu, maka telah
dihidangkan pula serundeng kelapa.
"Minumnya menyusul" berkata pembantu Ki Bekel itu. "Nyi
Bekel baru mempersiapkannya"
"Apa kerja istrimu?" bertanya Ki Bekel.
"Istriku juga sibuk membantu Nyi Bekel di dapur. Tetapi
istriku juga harus mencuci kuali dan mangkuk-mangkuk yang
kotor. Menyingkirkan sisa makan di ruang dalam,
membersihkan lantai.."
"Cukup, cukup" potong Ki Bekel.
Pembantu Ki Bekel itu terdiam. Iapun kemudian melangkah
surut. Namun sejenak kemudian iapun kembali sambil
membawa minuman hangat bagi anak-anak muda yang sudah
berada di pringgitan itu.
Sementara itu, Ki Bekelpun berkata, "Nanti kita berbicara
lagi. Sekarang, silahkan. Ketela rebus itu masih hangat.
Dengan serundeng kelapa tentu cocok sekali"
Anak-anak muda itu tidak menunggu Ki Bekel mengulang.
Merekapun segera mengambil masing-masing sesobek daun
pisang. Kemudian sepotong ketela yang direbus dengan
santan, dan sejemput serundeng.
Sementara itu, pembantu Ki Bekel itu mulai menyalakan
lampu minyak di pendapa, di pringgitan dan di ruang-ruang
yang lain. Ketika anak-anak muda itu sedang makan ketela, Wijang
dan Paksi sempat melihat keadaan mereka. Bukan saja
pakaian mereka yang lusuh, tetapi kulit mereka pun tidak
nampak bersih. Nampaknya beberapa orang di antara mereka
terkena penyakit gatal-gatal pada kulit mereka. Sedangkan
yang lain pernafasannya agak terganggu.
Anak-anak muda di padukuhan itu bukannya anak-anak
muda yang kesehatannya terpelihara baik. Mungkin nafas
kehidupan di padukuhan itu memang tidak menguntungkan
bagi mereka yang sedang tumbuh, sehingga seperti tanaman
dan pepohonannya, pertumbuhan mereka tidak dapat subur.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah mereka selesai makan barulah Ki Bekel berkata
lagi, "Nah, terserah kepada kalian, anak-anak muda. Angger
Wijang dan Paksi menganjurkan agar kita mengadakan
perubahan sikap hidup kita. Terus-terang kau menangkap
maksud kedua pengembara itu. Mereka menganggap kita
terlalu malas berusaha, sehingga keadaan kita tidak dapat
berubah dari tahun ke tahun"
"Orang asing itu telah menghina kita, Ki Bekel" seorang
anak muda yang bertubuh tinggi menggeram. Nampaknya
anak muda itu merasa tersinggung.
"Maaf, Ki Sanak" sahut Wijang dengan serta-merta, "jangan
berprasangka buruk. Mungkin kalian tidak malas. Tetapi kalian
belum tergugah. Nah, jika demikian, maka kami berniat
membangunkan kalian. Bukan sebaliknya mengajak kalian
bermimpi. Tetapi jika kita dengan sungguh-sungguh berusaha,
maka Yang Maha Agung tentu akan mengijinkannya"
Tetapi anak muda yang bertubuh tinggi itu berkata, "Ki
Sanak, jangan campuri kehidupan di padukuhan kami. Kami
tidak ingin kehidupan kami menjadi goncang"
Sementara itu, yang lainpun berkata, "Jika kau mau lewat,
lewatlah. Kami tidak pernah merasa berkeberatan jika ada
orang asing lewat di padukuhan kami. Tetapi jangan ikut
campur dan apalagi mengganggu kehidupan kami"
Wijang menarik nafas dalam-dalam. Sementara itu
Paksipun berkata, "Apakah kalian tidak ingin melakukan
sesuatu yang berarti bagi padukuhan kalian?"
"Apakah maksud Ki Sanak?"
"Sebagai peninggalan anak cucu. Jika kalian tidak berbuat
sesuatu, maka kehidupan padukuhan ini memang tidak akan
berubah. Mungkin kalian merasa tenang dan tenteram. Tetapi
kelak, apakah anak cucu kalian dapat menerima nafas
kehidupan seperti ini" Jarak antara kalian dengan penghuni
padukuhan-padukuhan lain menjadi semakin jauh. Mereka
dapat menyisakan penghasilan mereka dan menabungnya
untuk membeli pedati, lembu atau seekor kuda yang baik.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu, kehidupan kalian masih saja tetap dalam
ketenangan dan ketenteraman yang beku"
"Cukup" bentak orang yang bertubuh tinggi. "Jangan
membuat kami marah. Kami adalah orang yang menyukai
ketenangan dan ketenteraman. Tetapi itu tidak berarti bahwa
kau dapat menghina kami sekehendak hati"
Paksipun terdiam. Nampaknya memang sulit untuk
menembus hati mereka, agar mereka bangkit dan berbuat
sesuatu untuk memperbaiki kesejahteraan padukuhan mereka.
Namun dalam pada itu, tiba-tiba saja ada seorang di antara
anak muda itu yang bertanya, "Ki Sanak, seandainya, sekali
lagi seandainya kami mau mendengarkan pendapat kalian,
apa yang harus kami lakukan?"
"Yang pertama kali adalah membuat parit untuk
mengalirkan air dari gumuk berbatu-batu padas itu"
"Kami sudah mempunyai parit, tetapi parit kami itu telah
mengering" "Karena parit itu tidak dipelihara dengan baik. Cobalah
menelusuri parit itu. Apakah yang salah. Kemudian membual
parit baru untuk mengairi tanah yang lebih jauh letaknya dari
sumber air itu. Jika kalian berhasil, maka dalam dua tiga
musim, maka tentu sudah timbul perubahan di padukuhan ini"
"Jadi sekarang kami harus bekerja keras memperbaiki serta
membuat perpanjangannya, baru dua tiga musim lagi kami
akan memetik hasilnya?"
"Ya" "Adakah seseorang yang mau menyia-nyiakan waktu untuk
kerja yang belum tentu akan membuahkan hasil?"
"Kerja ini bukan kerja yang sia-sia. Tetapi sudah tentu
bahwa hasilnya tidak dapat kita nikmati langsung. Dua tiga
musim adalah waktu yang pendek dibanding dengan masa
datang yang sangat panjang bagi padukuhan ini. Bagi anak
cucu dan keturunan selanjutnya. Jika kita tidak mulai
sekarang, maka jangankan dua tiga musim, dua tiga windu
pun tidak akan timbul perubahan di padukuhan ini. Bahkan
kehidupan akan menjadi semakin sulit, karena kotak-kotak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sawah yang diwariskan dari satu keturunan ke keturunan
berikutnya semakin lama akan menjadi semakin sempit"
"Maaf, Ki Sanak. Mimpimu tidak menarik perhatianku"
Bahkan seseorang berkata kepada kawannya, "Marilah kita
pulang. Malam telah turun. Aku sudah mengantuk"
"Mengantuk?" bertanya Paksi.
"Ya"

Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Senja baru saja berlalu, dan kau telah mengantuk?"
"Ya. Aku terbiasa tidur lepas senja"
"Dan bangun?" "Aku tidak pernah merencanakan, kapan aku akan bangun.
Mungkin saat matahari naik sepenggalah, mungkin lebih pagi
atau bahkan lebih siang"
Paksi hanya dapat mengangguk-angguk kecil.
Ki Bekel mendengarkan pembicaraan itu dengan sungguh-
sungguh. Semakin lama justru menjadi semakin tertarik.
Selama ini ia tidak pernah mempersoalkan, kapan anak-anak
muda itu berangkat tidur dan kapan mereka bangun.
Dalam pada itu, beberapa orang anak muda mulai menjadi
gelisah. Karena itu, maka seorang di antara merekapun
berkata, "Ki Bekel, kami mohon diri. Terima kasih atas ketela
pohon dan serundengnya. Kapan-kapan kami akan datang
lagi" "Baiklah. Lusa aku akan memanen garut di kebun belakang.
Aku ingin mengundang kalian"
"Kami tentu akan datang, Ki Bekel"
Demikianlah, maka anak-anak muda itupun meninggalkan
pringgitan rumah Ki Bekel. Wijang dan Paksi memandang
mereka dengan kecewa. Agaknya anak-anak muda padukuhan
itu sama sekali tidak tertarik untuk bekerja keras membangun
padukuhan mereka. Ki Bekel yang mengikuti pembicaraan itu dengan sungguh-
sungguh berdesis, "Itulah Ngger, anak-anak muda kami. Aku
minta maaf, bahwa mereka tidak tertarik pada niat baik
Angger berdua" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apaboleh buat, Ki Bekel. Aku berterima kasih bahwa Ki
Bekel sudah memberi kesempatan kepada kami berdua untuk
bertemu dan berbicara dengan anak-anak muda itu. Jika kami
tidak berhasil meyakinkan mereka, itu bukan salah Ki Bekel"
Ki Bekel mengangguk-angguk. Katanya, "Sebenarnya apa
yang Angger katakan itu cukup menarik untuk diperhatikan.
Selama ini aku memang tidak pernah memikirkan
kemungkinan-kemungkinan sebagaimana Angger katakan. Aku
menerima warisan jabatan ini dari ayahku. Aku juga menerima
padukuhan ini sebagaimana adanya. Tidak seorang pun yang
pernah berkata kepadaku, bahwa masih ada kemungkinan
untuk membuat perubahan-perubahan seperti yang kalian
berdua katakan. Semula memang terdengar aneh, tetapi semakin lama,
rasa-rasanya pantas untuk direnungkan"
"Terima kasih, Ki Bekel. Pernyataan Ki Bekel ini rasa-
rasanya telah mengobati perasaan kecewaku terhadap anak-
anak muda di padukuhan ini. Tetapi bahwa Ki Bekel menaruh
perhatian, bahkan harapan, maka aku pun yakin, bahwa
perlahan-lahan Ki Bekel akan dapat meyakinkan mereka.
Mungkin memerlukan waktu yang lama. Namun itu jauh lebih
baik daripada tidak sama sekali"
"Aku akan mencoba mempelajarinya, anak muda"
Namun pembicaraan merekapun terhenti. Tiga orang anak
muda telah kembali ke rumah Ki Bekel yang masih berbincang
dengan Wijang dan Paksi di pringgitan.
"Naiklah" berkata Ki Bekel.
Dengan ragu-ragu ketiga orang anak muda itupun naik dan
duduk di pringgitan. "Ada yang ketinggalan di sini?" bertanya Ki Bekel.
Seorang dari anak muda itu menyahut, "Tidak, Ki Bekel"
"Jadi, ada keperluan?"
"Maaf Ki Bekel, bahwa aku tidak dapat berterus-terang di
hadapan kawan-kawan"
"Apa?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sebenarnya aku tertarik kepada gagasan kedua
pengembara itu" Wijangpun dengan serta-merta menyahut, "Terima kasih, Ki
Sanak. Apakah itu berarti bahwa Ki Sanak bersedia untuk
melakukan sesuatu untuk melaksanakan gagasan itu?"
Anak muda itu memandang kedua orang kawannya
berganti-ganti. Kemudian dipandanginya Ki Bekel sambil
berdesis, "Jika Ki Bekel tidak berkeberatan"
"Tentu tidak, anak muda" sahut Ki Bekel. "Meskipun
barangkali aku tidak dapat membantu, tetapi aku tidak akan
menghalangi. Bahkan aku menduga bahwa jika kalian ingin
mencobanya, agaknya masih ada satu dua orang yang
bersedia bekerja sama dengan kalian"
"Tetapi kami mohon perlindungan Ki Bekel, jika kawan-
kawan kami yang tidak ingin ada kesibukan di padukuhan ini
marah kepada kami" "Apakah ada yang akan marah?"
"Ketika kami pulang tadi, Wandawa sudah menyatakan
sikapnya. Tidak seorang pun di antara kami yang dibenarkan
untuk menerima gagasan tentang parit itu"
"Wandawa memang tidak memerlukan. Tanahnya luas dan
terletak di daerah yang termasuk agak subur. Tetapi ia tidak
berhak melarang kalian untuk berbuat sesuatu yang kalian
anggap baik" Ki Bekel menarik nafas dalam-dalam. Wajahnya tiba-tiba
nampak muram. Katanya, "Mungkin ayah Wandawa yang
berkeberatan" "Kenapa dengan ayahnya?"
"Ia seorang yang berilmu tinggi. Ia mempunyai pengaruh
yang besar di padukuhan ini. Beberapa orang di antara rakyat
padukuhan ini bekerja dan mendapatkan nafkah daripadanya"
Wijang dan Paksi mengangguk-angguk. Ternyata tidak
semua orang padukuhan ini malas bekerja. Ada juga di antara
mereka yang menjual tenaganya. "Agaknya mereka orang-
orang yang sudah kelaparan, sehingga mau tidak mau mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
harus bekerja" berkata Wijang di dalam
hatinya Namun tiba-tiba saja Paksi bertanya, "Tetapi bukankah
yang memegang pimpinan pemerintahan di sini adalah Ki
Bekel?" "Ya" Ki Bekel mengangguk-angguk, "tetapi Ki Cakrajaya itu
dapat memaksakan kehendaknya"
"Apakah Ki Cakrajaya itu yang dimaksud dengan ayah
Wandawa yang berkeberatan atas gagasan kami?" bertanya
Paksi. "Ya" Ki Bekel mengangguk-angguk, "ia dapat
mempergunakan kekerasan atau mengancam untuk memecat
semua orang yang bekerja padanya dan tinggal di padukuhan
ini" "Hanya satu orang?"
Ki Bekel termangu-mangu. Namun kemudian iapun
mengangguk sambil berkata, "Ya. Hanya satu orang"
"Apakah kuasa Ki Bekel di padukuhan ini tidak mampu
mematahkan pengaruhnya?"
Ki Bekel tidak segera menjawab. Dipandanginya wajah
Wijang dan Paksi berganti-ganti.
"Ki Bekel" berkata Paksi kemudian, "Ki Bekel mempunyai
wewenang di sini. Jika yang seorang itu menentang
wewenang Ki Bekel, maka Ki Bekel dapat mempergunakan
wewenang itu. Ki Bekel dapat memerintahkan para bebahu
dan bahkan seluruh rakyat padukuhan ini untuk mengetrapkan
kuasa Ki Bekel" "Seharusnya memang begitu, Ngger. Tetapi yang terjadi
agak lain. Tidak seorang pun yang berani menentang Ki
Cakrajaya" "Mungkin tidak seorang pun yang berani. Tetapi bukankah
Ki Bekel dan seisi padukuhan ini tidak hanya seorang" Tetapi
lebih dari sepuluh orang. Bahkan duapuluh orang. Apakah
duapuluh orang isi padukuhan ini tidak dapat mengatasi yang
satu orang itu?" "Orang itu berilmu tinggi"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ki Bekel harus mencoba"
"Jika aku gagal?"
"Kami berdua akan membantu"
"Apakah kalian berdua dapat melawan Ki Cakrajaya?"
"Kami belum tahu, Ki Bekel. Tetapi kami tidak berkeberatan
untuk mencobanya" Ki Bekel termangu sejenak. Namun kemudian katanya,
"Baiklah. Kami akan mencoba" Lalu katanya kepada anak-anak
muda itu, "Apakah kalian berani mencobanya" Maksudku, jika
Wandawa marah, kalian berani melawannya" Tidak harus
seorang melawan seorang. Tetapi kalian bersama-sama. Jika
ada di antara kalian yang berani melakukannya, maka yang
lain pun akan berani pula"
"Nah, demikian pula untuk melawan Ki Cakrajaya, Ki Bekel"
sahut Wijang. "Seperti yang Ki Bekel katakan, jika ada seorang saja bebahu yang berani memaksakan wewenangnya terhadap
Ki Cakrajaya, maka yang lain pun akan melakukannya pula.
Betapapun tinggi ilmu Ki Cakrajaya, ia tidak akan dapat
melawan semua bebahu padukuhan ini serta orang-orang
yang setia kepada Ki Bekel"
Tetapi Wijang dan Paksi melihat keragu-raguan di sorot
mata Ki Bekel. Orang-orang padukuhan itu adalah orang-
orang yang tidak ingin terjadi gejolak yang mereka anggap
akan dapat mengganggu ketenangan dan ketenteraman
padukuhan mereka. Namun akhirnya Wijanglah yang berbicara, "Baiklah. Jika
tidak ada orang yang dapat mengatasi Ki Cakrajaya, maka
biarlah aku yang mengatasinya"
"Tetapi aku ingin mengingatkanmu, anak muda. Ki
Cakrajaya adalah seorang yang berilmu tinggi"
"Aku mengerti" Dengan demikian, maka mereka dapat mengesampingkan
Wandawa dan ayahnya, Ki Cakrajaya, dari pembicaraan
mereka. Ternyata bahwa ada juga anak-anak muda dari
padukuhan yang beku, yang ingin mengguncang kebekuan itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Merekapun kemudian telah membuat beberapa kesepakatan
dengan Ki Bekel, Wijang dan Paksi.
Demikianlah, ketika menginjak wayah sepi uwong, anak-
anak muda itupun telah minta diri. Besok mereka akan
bertemu dengan Wijang dan Paksi di gumuk di seberang
padang perdu. Mereka akan melihat kemungkinan terbaik
untuk mengalirkan air ke padukuhan.
Sepeninggal anak-anak muda itu, maka Ki Bekel masih
duduk beberapa lama dengan Wijang dan Paksi di pringgitan.
Setelah berbincang kesana-kemari tentang niat anak-anak
muda yang ingin membuat perubahan di padukuhan itu, maka
Wijangpun bertanya, "Ki Bekel, sebenarnya aku tertarik
kepada ceritera Ki Bekel tentang orang-orang asing yang lewat
di padukuhan sebelah"
"Seperti yang aku katakan, Ngger. Jika kalian ingin
mendapat keterangan yang lebih lengkap, biarlah besok atau
lusa, Angger kami antar ke rumah Ki Bekel yang telah
kedatangan orang-orang asing yang liar itu"
"Terima kasih, Ki Bekel. Secepat-cepatnya lusa kami akan
pergi ke padukuhan itu. Bukankah besok kami telah membuat
kesepakatan dengan anak-anak muda itu?"
Ki Bekel itupun mengangguk-angguk.
Namun dalam pada itu, pembantu Ki Bekel setelah melihat
anak-anak muda itu meninggalkan pringgitan, maka iapun
berkata, "Ki Bekel, makan sudah tersedia di ruang dalam"
"Aku masih kenyang" desis Paksi.
"Jangan menolak"
"Bukankah belum lama kita makan"
"Sudah. Sudah lama. Malam sudah sangat larut. Mungkin
pembicaraan kita dengan anak-anak muda yang tinggal itu
sangat mengasyikkan, sehingga kita lupa akan waktu"
Paksi mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak berkata apa-apa
lagi. Makan malam Ki Bekel itu masih juga sama sederhananya
dengan saat mereka makan siang. Namun agaknya Nyi Bekel
sempat memetik daun lembayung, sehingga malam itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka makan selain dengan sayur lodeh yang pedasnya
bukan kepalang serta serundeng kelapa, mereka juga
mendapat gudangan lembayung dan daun ketela gantung.
Menjelang tengah malam, maka Wijang dan Paksipun telah
berada di dalam biliknya di gandok. Mereka berduapun segera
membaringkan diri serta berusaha memejamkan mata.
Meskipun mereka berada di padukuhan yang disebut tenang
dan tenteram, namun Wijang dan Paksi telah membagi sisa
malam untuk bergantian berjaga-jaga. Di daerah yang asing
itu, maka banyak kemungkinan akan dapat terjadi.
Di hari berikutnya, maka pagi-pagi Wijang dan Paksi sudah
siap menunggu Ki Bekel yang baru mandi. Ia sudah berpesan
kepada istrinya, agar Ki Bekel itu dibangunkan pagi-pagi
sekali. "Menjelang fajar aku akan membangunkan Ki Bekel"
"Fajar" Untuk apa aku bangun menjelang fajar"
"Ki Bekel berpesan agar aku membangunkan pagi-pagi"
"Tunggu matahari sepenggalah"
"Anak-anak itu tentu sudah terlalu lama menunggu"
"Aku tidak biasa bangun menjelang fajar"
"Baiklah. Aku akan membangunkan Ki Bekel sedikit lewat
saat matahari terbit"
Ki Bekel mengerutkan dahinya. Namun kemudian iapun
berkata, "Baiklah. Aku akan bangun pada saat matahari terbit"
Wijang dan Paksi menunggu Ki Bekel mandi sampai wayah
pasar temawon. Itupun Nyi Bekel menganggap bahwa Ki Bekel
sudah mendapat banyak kemajuan. Bangun pagi dan berada
di pakiwan dalam waktu yang terhitung singkat.
Setelah mandi dan berbenah diri, maka Ki Bekel telah
mengajak kedua orang tamunya duduk serta minum minuman
hangat. "Minumlah dahulu, anak muda. Nanti kita pergi ke gumuk"
"Anak-anak itu tentu sudah menunggu, Ki Bekel"
"Mungkin. Tetapi mereka akan memaklumi bahwa tugasku
terlalu banyak, sehingga kita terlambat datang"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wijang dan Paksi saling berpandangan sejenak. Mereka
tidak mengerti, tugas apakah yang dimaksud Ki Bekel terlalu
banyak itu. Dan kenapa mereka harus terlambat datang dan
bukan terpaksa terlambat datang.


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Baru ketika matahari benar-benar sudah sepenggalah
mereka meninggalkan rumah Ki Bekel pergi ke gumuk untuk
menemui beberapa orang anak muda yang semalam datang
kembali ke rumah Ki Bekel.
Sebenarnyalah bahwa Wijang dan Paksi sudah menjadi
gelisah. Anak-anak muda itu tentu sudah menunggu terlalu
lama. Tetapi ternyata ketika mereka sampai di tempat sesuai
dengan kesepakatan, anak-anak muda itu juga baru saja
datang. Bahkan seorang di antaranya, datang hampir
bersamaan dengan Wijang, Paksi dan Ki Bekel.
"Maaf, kami datang terlambat" berkata Wijang kepada
anak-anak muda itu. Namun seorang di antara merekapun berkata, "Kami juga
baru saja datang" Ki Bekel tertawa. Katanya, "Kedua anak muda ini tergesa-
gesa saja. Jika aku menurutinya, kami akan terlalu lama
menunggu di sini" Wijang dan Paksipun tertawa pula. Mereka sadari, bahwa
kelambatan bagi orang-orang padukuhan itu adalah hal yang
wajar-wajar saja. Namun akhirnya, Wijang, Paksi, Ki Bekel dan
anak-anak muda itu mulai memperhatikan keadaan di
sekeliling mereka. Tiga batang pohon raksasa tumbuh pada jarak yang
berdekatan. Batu padas yang miring, serta air yang mengalir
dari atas batu padas yang miring itu, melimpah ke bawah,
masuk ke dalam lekuk yang tidak begitu dalam.
"Air ini dapat disalurkan ke sawah-sawah yang kering itu.
Bukankah sama sekali tidak merugikan orang lain. Di sisi yang
lain juga terdapat arus air yang melimpah seperti ini. Jika
padukuhan lain memerlukannya, maka mereka juga dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membuat saluran air bagi kotak-kotak sawah mereka" berkata
Wijang. Ki Bekel mengangguk-angguk. Namun katanya, "Aku
sependapat. Persoalannya adalah, bagaimana kita dapat
membuat parit itu" "Jika Ki Bekel dapat mengerahkan orang sepadukuhan"
"Mungkin ada juga dua tiga orang yang mau datang sambil
membawa alat-alat untuk menggali parit. Tetapi bayangkan,
berapa tahun parit itu akan dapat menggapai sawah kita?"
"Kenapa hanya dua tiga orang" Kenapa tidak lima puluh
atau enam puluh orang?"
"Aku mengenal orang-orangku dengan baik, Ngger. Sikap
anak-anak muda ini adalah contoh yang paling baik dari sikap
orang-orang tua di padukuhan ini"
Wijang dan Paksi memandang beberapa orang anak muda
yang bersedia datang. Tidak lebih dari enam orang.
"Bagaimana pendapat kalian?" bertanya Wijang.
"Kami hanya dapat mengumpulkan enam orang kawan-
kawan kami. Pada umumnya mereka memang segan untuk
bekerja. Sementara hasilnya tidak segera dapat dinikmati.
Berbeda dengan mereka yang bekerja di rumah Ki Cakrajaya.
Meskipun sedikit, tetapi hasilnya dapat mereka terima pada
hari itu juga" "Jadi, bagaimana jika kalian berenam ini membuat saluran
air dari tempat ini ke sawah kalian yang letaknya tidak terlalu jauh"
"Baru setelah rambut kami ubanan, saluran air itu akan
sampai ke padukuhan"
Wijang menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian
iapun bertanya, "Tetapi bukankah kalian bersedia untuk
melakukan kerja bagi tanah kalian?"
"Tentu" jawab salah seorang dari mereka. "Kami sudah
sampai di sini" "Baiklah" berkata Wijang. "Kalian harus mampu
menunjukkan kepada anak-anak muda di padukuhan kalian,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bahwa apa yang ingin kalian lakukan itu akan benar-benar
dapat memberikan harapan bagi masa mendatang"
"Apa yang harus kami lakukan?"
"Ada hutan bambu di sebelah?"
"Ya" "Kalian dapat mengambil beberapa puluh bambu yang
kalian perlukan. Kalian dapat membuat talang air dari bambu
untuk mengalirkan air ke sekotak sawah kalian. Tidak hanya
satu lonjor saluran air. Tetapi tiga atau empat. Bambu tidak
usah membeli. Sambung-bersambung"
"Tetapi seberapa air yang dapat mengalir lewat saluran air
dari bambu itu, meskipun kami membuat empat atau lima
saluran bambu?" "Bukankah yang kalian lakukan sekedar contoh" Salurkan
air itu ke salah satu kotak sawah kalian yang terdekat. Air
yang mengalir tanpa henti-hentinya itu akan dapat
menggenangi kotak sawah itu. Nah, kalian dapat menanami
kotak sawah itu dengan tanaman yang sangat berarti bagi
padukuhanmu. Padi, misalnya. Jika kemudian ternyata padi itu
tumbuh dan berbuah, maka orang-orang padukuhan akan
mendapat gambaran, betapa pentingnya saluran air itu.
Mereka tentu tidak akan berkeberatan untuk membuat saluran
air bagi bulak-bulak di sekitar padukuhan kalian"
"Jadi kami harus menunggu sekian lama?"
"Sudah aku katakan, bahwa jika kalian berhasil, meskipun
barangkali setahun dua tahun lagi, maka anak cucu kalianlah
yang akan menikmatinya"
Anak-anak muda itu mengangguk-angguk. Sementara
Paksipun berkata, "Jika kalian tertarik dan bersedia membuat
saluran air dari bambu itu, maka kami akan membantumu
selama dua tiga hari. Karena setelah itu, maka kami akan
melanjutkan pengembaraan kami"
"Terima kasih Ki Sanak, jika kalian bersedia membantu
kami. Jika satu atau dua kotak sawah menjadi basah,
sebagaimana Ki Sanak katakan, aku yakin, bahwa banyak
orang akan tertarik untuk ikut membuat parit yang menuju ke
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bulak di sekitar padukuhan. Bahkan kami akan dapat
memperbaiki parit induk untuk mengalirkan air sampai ke
tengah-tengah bulak yang kering itu"
"Besok kita akan mulai" berkata Paksi.
"Baik, Ki Sanak. Besok kita akan mulai"
"Tetapi jangan terlalu siang. Kita akan mulai sebelum
matahari terbit. Udaranya tentu terasa nyaman sekali"
"Sebelum matahari terbit?" bertanya salah seorang di
antara anak muda itu. "Jadi kapan kita harus bangun?"
"Kalian harus bangun menjelang fajar" jawab Paksi. Anak-
anak muda itu saling berpandangan. Namun kemudian mereka
tertawa. Seorang di antara merekapun berkata, "Kami tidak
terbiasa bangun pagi-pagi sekali"
"Kalian harus mencoba"
"Baiklah, kami akan mencobanya"
Namun pembicaraan merekapun segera terputus. Dari
kejauhan mereka melihat Wandawa dan beberapa orang
kawannya mendatangi tempat itu.
Salah seorang anak muda yang berada di tempat itu berdesis,
"Ki Bekel, Wandawa dan kawan-kawannya telah datang.
Mereka tentu berusaha mencegah niat kita memasang talang
bambu yang panjang sampai ke kotak-kotak sawah"
"Aku akan mencegahnya. Tetapi jika Wandawa ingin
memaksa dengan kekerasan, bukankah kalian dapat
mengatasinya?" "Kami akan mencobanya, Ki Bekel"
"Mereka datang berempat"
"Mugi itu agaknya telah berkhianat. Semalam ia bersedia
untuk datang bersama-sama dengan kami. Tetapi ternyata
anak itu menemui Wandawa dan memberitahukan rencana
kami" Sejenak kemudian, Wandawa dan tiga orang kawannya
telah menjadi semakin dekat. Dengan wajah yang tegang,
dipandanginya anak-anak muda yang telah datang lebih
dahulu itu seorang demi seorang. Kemudian Wandawa itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melangkah mendekati Ki Bekel sambil berkata, "Jadi Ki Bekel
juga hadir di sini pagi ini?"
"Ya, Wandawa" "Ki Bekel juga ingin membuat padukuhan kita ini resah dan
kacau?" "Kenapa?" "Selama ini kita hidup dalam ketenangan dan
ketenteraman, Ki Bekel. Kedua orang anak muda ini datang
untuk mengguncang ketenangan itu. Seharusnya Ki Bekel
mengusir mereka. Bukan sebaliknya justru melibatkan diri"
"Kenapa padukuhan kita menjadi resah dan apalagi kacau?"
bertanya Ki Bekel. Wandawa memang agak kebingungan menjawab
pertanyaan itu. Namun kemudian iapun menjawab,
"Sebaiknya kemapanan ini tidak usah diusik dengan cara
apapun juga" "Siapa yang akan mengusik kemapanan?"
Wandawa terdiam sejenak. Dengan wajah yang tegang
iapun kemudian berkata, "Pokoknya aku dan ayah
berkeberatan dengan rencana pembuatan parit itu"
"Kau dan ayahmu tentu mempunyai alasan, kenapa kalian
berkeberatan" sahut Ki Bekel.
"Apapun alasan kami tidak penting. Yang penting tidak
seorang pun akan membuat parit ke bulak di padukuhan itu"
"Kami tidak akan membuat parit, Wandawa" Paksilah yang
menyahut. "Membuat parit dibutuhkan banyak sekali tenaga
dan waktu" "Jadi apa yang akan kalian lakukan?"
"Kami akan membuat talang air dari bambu yang
disambung-sambung. Empat atau lima jelujur talang bambu"
"Bukankah itu sama saja?"
"Tidak. Tentu ada bedanya"
"Persetan dengan talang bambumu. Kami sangat
berkeberatan" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudahlah, Wandawa. Biarkan saja apa yang ingin mereka
lakukan. Ini tidak mengganggu air di sawahmu yang terhitung
subur di padukuhan kita yang kering dan gersang ini"
"Aku tidak peduli" jawab Wandawa. "Yang penting,
urungkan niat anak-anak muda itu"
"Tentu saja aku tidak berhak mengurungkannya karena
yang mereka lakukan itu sama sekali tidak bertentangan
dengan paugeran yang berlaku di padukuhan dan bahkan
seluruh kademangan kita ini"
Tiba-tiba saja Mugi yang telah memberitahukan rencana
pembuatan parit itu berkata, "Ki Bekel, jika parit itu nanti
terwujud, maka ayah Wandawa akan menjadi sangat marah.
Ia akan dapat kehilangan banyak tenaga karena mereka akan
sibuk di sawah mereka masing-masing. Setidak-tidaknya upah
tenaga akan menjadi semakin mahal"
"Tutup mulutmu" bentak Wandawa.
"Bukankah tadi ayahmu berkata begitu?"
Wandawa justru telah menampar mulut Mugi sambil
membentak, "Haruskah hal itu kau katakan kepada Ki Bekel?"
Mugi terkejut. Mulutnya terasa pedih. Dari bibirnya yang
pecah, darah mulai mengalir.
"Aku rontokkan gigimu, anak dungu" Wandawa hampir
berteriak. Wijang dan Paksi saling berpandangan sejenak. Jadi itulah
alasan yang sebenarnya dari Ki Cakrajaya.
Ki Bekelpun kemudian mengangguk-angguk sambil
berdesis, "Jadi itukah alasan sebenarnya dari ayahmu,
Wandawa" Selama ini, ayahmu dan aku sendiri, selalu
berbicara tentang kemapanan hubungan antara penghuni
padukuhan kita. Jadi itulah latar belakangnya"
-ooo00dw00ooo- Jilid 35 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"AKU TIDAK peduli dengan igauan anak setan ini. Tetapi Ki
Bekel dapat melihat sendiri. Sebelum parit atau talang itu benar-
benar di buat, di padukuhan kita telah timbul persoalan. Jika
anak-anak itu nekat melanjutkan rencananya, maka persoalan
ini akan menjadi semakin berkembang"
"Katakan kepadaku, Wandawa. Siapakah yang telah
menumbuhkan persoalan ini" Anak-anak itu atau kau?"
Wajah Wandawa menjadi merah. Dengan suara yang
bergetar iapun berkata, "Jika tidak ada gagasan gila ini, aku
tentu tidak akan berbuat apa-apa"
"Sudahlah, Wandawa. Pulanglah. Biarlah anak-anak ini
membuat talang sesuai dengan gagasan yang mereka terima
dari kedua pengembara itu. Jika talang itu memberikan
kenyataan yang baik, maka rakyat di padukuhan kita tentu
akan bersedia membuat parit ke bulak yang kering itu. Justru
sekarang aku harus mengakui, betapa malasnya kita
sebelumnya. Sikapmu, sikap ayahmu dan tekad anak-anak
muda ini akan membuka mata kita, bahwa yang terjadi
bukanlah kemapanan, ketenangan dan ketenteraman. Tetapi
kemalasan berpikir dan berbuat"
"Ki Bekel" berkata Wandawa, "aku minta Ki Bekel
menghentikan rencana itu"
Ki Bekel menggelengkan kepalanya. Katanya, "Tidak. Aku
tidak akan menghentikan rencana itu"
"Jika demikian, aku akan menyampaikannya kepada ayah.
Ki Bekellah yang bertanggung jawab terhadap ayah jika ayah
marah" Ki Bekel justru tersenyum. Katanya, "Wandawa, terserah
saja kepadamu. Tetapi ingat, bahwa akulah Bekel di sini.
Bukan ayahmu" "Aku tahu. Tetapi ayah adalah sahabat baik Ki Demang.
Sedangkan Ki Bekel berada di bawah perintah Ki Demang. Jika
Ki Demang memerintahkan untuk membatalkan rencana ini,
maka Ki Bekel tidak akan dapat berbuat apa-apa"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Bekel justru tertawa. Katanya, "Terserah saja kepada
ayahmu, Wandawa. Jika ia ingin berbicara dengan Ki Demang,
biarlah ia melakukannya. Ki Demang tidak hanya mengurusi
padukuhan ini. Tetapi Ki Demang juga harus memperhatikan
padukuhan yang baru saja disinggahi oleh beberapa orang
yang telah merampok padukuhan itu habis-habisan"


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Wandawa termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
iapun berkata, "Kau akan menyesal, Ki Bekel"
"Tidak. Aku tidak akan menyesali sikapku ini. Anak-anak
muda ini juga tidak. Jika Ki Demang mendengar gagasan ini,
maka ia tentu akan mendukungnya"
Wandawa tidak menjawab. Namun iapun segera melangkah
meninggalkan tempat itu. Ki Bekel, Wijang, Paksi serta anak-anak muda yang sudah
siap untuk membuat talang air dari bambu itu memperhatikan
Wandawa serta kawan-kawannya yang melangkah semakin
jauh. Nampaknya mereka benar-benar menjadi marah. Apalagi
Wandawa. Ia tidak saja marah kepada mereka yang akan
membuat talang, tetapi ia pun marah kepada Mugi yang
begitu dungunya dengan mengatakan alasan Ki Cakrajaya
yang sebenarnya tentang pembuatan talang air itu.
"Kita tidak akan terpengaruh oleh sikap mereka" berkata Ki
Bekel. "Ya" berkata salah seorang di antara anak-anak muda itu.
"Bagus" berkata Wijang. "Seperti yang kita bicarakan,
besok kita akan datang sebelum matahari terbit. Kalian harus
berlatih bangun pagi-pagi. Jika kalian tidak bersedia berlatih bekerja keras, maka kalian tidak akan dapat melahirkan
perubahan apa-apa. Jika kalian hanya ingin yang termudah, tidak berani
menghadapi kesulitan, maka tidak akan ada yang dapat kalian
capai. Karena untuk meningkatkan kesejahteraan hidup, kalian
harus berani berbuat dan bekerja keras. Sebenarnyalah
kebahagiaan yang diimpikan oleh setiap orang itu memerlukan
pengorbanan. Jika kita ingin mengail ikan, maka kita harus
bersedia mengorbankan umpan"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Anak-anak muda itu mengangguk-angguk. Seorang di
antara mereka berkata, "Baiklah. Besok kita akan datang
menjelang matahari terbit"
"Kalian dapat tidur sejak matahari terbenam" berkata Ki
Bekel sambil tertawa. "Tetapi Ki Bekel sendiri juga harus bangun pagi-pagi"
"Ya. Aku akan bangun pagi-pagi sekali. Menjelang fajar"
Anak-anak muda itupun tertawa pula. Seorang di antara
mereka berkata, "Tidak ada yang berani membangunkan Ki
Bekel" "Tentu ada. Hari ini aku bangun pagi-pagi. Jika kalian tidak
percaya, bertanyalah kepada kedua orang pengembara ini"
Wijang dan Paksi hanya tersenyum saja.
Demikianlah, beberapa saat kemudian mereka telah
meninggalkan tempat itu. Mereka akan bekerja esok. Mereka
akan datang sebelum matahari terbit sambil membawa
peralatan yang diperlukan untuk menebang bambu serta
membuat saluran air yang panjang.
Dalam pada itu, Wandawa dan kawan-kawannya telah
menghadap ayahnya. Wandawa memberitahukan, bahwa di
antara anak-anak muda itu terdapat Ki Bekel.
"Apa yang akan mereka lakukan?"
"Mereka akan membuat talang air, Ayah. Mereka ingin
mengalirkan air ke sawah mereka"
"Iblis manakah yang telah memberikan gagasan tentang
talang air itu?" "Ada dua orang pengembara di antara mereka. Tentu
keduanyalah yang telah mempengaruhi Ki Bekel untuk ikut
serta bersama anak-anak itu untuk membuat talang air. Kedua
orang pengembara itulah yang telah minta berbicara dengan
anak-anak muda di padukuhan ini"
"Kerja itu harus dihentikan"
"Ya" jawab Wandawa. "Tetapi mulut Mugi itu sangat
lancang" "Kenapa?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ia sudah mengatakan alasan Ayah yang sebenarnya,
kenapa kita berkeberatan jika orang-orang padukuhan ini
membuat parit" "Gila" geram Ki Cakrajaya. "Apakah aku harus mengoyak
mulutnya?" "Aku sudah menamparnya sehingga mulutnya berdarah"
"Biarlah jika alasan yang sebenarnya itu sudah terlanjur
dikatakan, meskipun terasa agak mengganggu. Biarlah aku
menemui Ki Bekel dan langsung menyatakan keberatan itu"
"Nampaknya Ki Bekel sudah bertekad untuk
melaksanakannya. Sebaiknya yang menemui Ki Demang, serta
minta Ki Demang mengurungkan rencana Ki Bekel untuk
membuat talang air itu"
"Aku akan menemui Ki Bekel lebih dahulu. Jika Ki Bekel
menjadi keras kepala, aku akan menemui Ki Demang.
Tergantung sekali kepada Ki Demang, apa yang akan
dilakukannya. Jika Ki Demang berkeberatan untuk mencegah
Ki Bekel, maka aku sendiri akan mencegahnya"
Wandawa mengangguk-angguk kecil. Katanya, "Terserah
saja kepada Ayah" "Besok aku akan menemui Ki Bekel yang tentu berada di
gumuk itu" "Besok aku akan ikut bersama Ayah"
"Tetapi kau harus menahan diri. Meskipun seandainya Ki
Bekel tetap menolak, besok aku belum akan bertindak. Aku
akan lebih dahulu menemui Ki Demang"
Wandawa mengangguk-angguk pula. Tetapi ia tidak
menjawab. Dalam pada itu, beberapa orang anak muda telah
mempersiapkan peralatan yang akan mereka bawa esok.
Sebagian dari alat-alat itu mereka pinjam dari Ki Bekel,
sedangkan yang lain, mereka kumpulkan dari sanak kadang
mereka. Ketika di sore hari anak-anak muda itu bertemu dan
berbincang dengan kawan-kawannya, ternyata ada empat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
atau lima orang lagi yang ingin ikut mencoba bekerja buat dari depan.
"Malas juga bangun pagi-pagi sekali" desis seorang di
antara mereka. "Tetapi rasa-rasanya ingin juga mencoba"
"Menurut Paksi, salah seorang dari kedua orang
pengembara itu, segala sesuatunya tergantung kepada niat
kita. Apakah kita benar-benar ingin melakukannya atau tidak"
"Baiklah" berkata salah seorang dari mereka. "Jika Ki Bekel
juga ikut, kami akan mencoba untuk bangun pagi-pagi"
Seorang yang lain menyahut, "Aku akan tidur sejak
sekarang" Kawan-kawannya yang mendengar kelakar itupun tertawa.
Namun tiba-tiba saja seorang di antara mereka berdesis,
"Bagaimana dengan Wandawa dan ayahnya?"
Anak muda yang telah dahulu datang ke gumuk itu
menjawab, "Kita akan berusaha mengatasinya jika Wandawa
ingin mengganggu. Sedangkan ayahnya akan diredam oleh Ki
Bekel" "Tetapi pengaruh Ki Cakrajaya itu besar sekali. Tidak saja di
padukuhan ini, tetapi di seluruh kademangan"
"Kita akan melihat, apa saja yang dapat dilakukannya.
Seandainya karena usahanya maka kerja ini harus dihentikan,
kita akan berhenti" "Jadi apa yang kita lakukan besok itu akan sia-sia?"
"Mungkin. Tetapi menurut Wijang, kita harus berusaha"
"Siapakah Wijang itu?"
"Salah seorang dari kedua pengembara itu. Yang seorang
namanya Wijang, yang seorang namanya Paksi"
Kawan-kawannya mengangguk-angguk.
"Nah, sekarang kita pulang, beristirahat sebaik-baiknya.
Tidur nyenyak sampai menjelang fajar. Kita akan mencoba
bangun pagi-pagi sekali"
"Ya, Ki Bekel" "Sekarang tidurlah. Agar kita tidak terlambat bangun"
"Bukankah malam baru saja turun?"
"Tetapi kita akan bangun menjelang fajar"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wijang tertawa. Katanya, "Aku terbiasa tidur setelah wayah
sepi uwong" Ki Bekel mengerutkan dahinya. Dengan nada tinggi iapun
bertanya, "Jadi, waktu tidur kalian hanya begitu pendek?"
"Tetapi itu sudah cukup bagi kami"
Ki Bekel tertawa. Katanya, "Baiklah. Aku akan mencobanya.
Tetapi dari sedikit. Jika aku memaksa diri dengan serta-merta, mungkin aku akan menjadi sakit-sakitan"
Wijang dan Paksipun tertawa pula.
"Kami memang harus mengakui" berkata Ki Bekel
kemudian, "bahwa kami adalah orang-orang yang malas.
Tetapi kemalasan ini sudah berlangsung lama, sehingga untuk
melakukan perubahan, diperlukan waktu"
"Kami tahu, Ki Bekel" sahut Wijang.
Sebenarnyalah, sejenak kemudian, Ki Bekelpun benar-
benar pergi ke biliknya. Ia sudah berpesan kepada Nyi Bekel
dan kepada pembantu-pembantunya agar Ki Bekel itu
dibangunkan pagi-pagi sekali.
"Yang tentu akan bangun pagi-pagi adalah anak-anak
muda pengembara itu" berkata Nyi Bekel.
"Mereka tentu tidak berani membangunkan aku"
"Baiklah, aku akan berusaha untuk bangun pagi-pagi"
Namun sebelum Ki Bekel tidur, terdengar pintu pringgitan
diketuk keras-keras. "Siapa?" bertanya Ki Bekel yang matanya sudah redup.
"Ki Bekel, buka pintunya"
Ki Bekel termangu-mangu sejenak. Sementara Nyi Bekel
berdesis, "Siapakah mereka, Kakang. Nampaknya bukan orang
padukuhan ini. Suaranya terdengar keras dan kasar"
Karena Ki Bekel tidak segera menjawab, maka terdengar
lagi pintu itu diketuk semakin keras.
"Buka pintunya, Ki Bekel. Kau dengar"
"Siapa kau?" bertanya Ki Bekel.
"Buka dahulu pintunya. Ki Bekel akan tahu, siapa aku"
Meskipun Ki Bekel terhitung orang yang malas, tetapi ia
bukan seorang penakut. Karena itu, maka iapun segera
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bangkit. Disambarnya sebatang tombak pendeknya. Kemudian
melangkah keluar dari biliknya menuju ke pintu pringgitan.
"Hati-hatilah, Kakang"
"Masuklah ke dalam bilik, Nyi" desis Ki Bekel.
Perlahan-lahan Ki Bekelpun melangkah ke pintu.
Diangkatnya selarak pintunya. Kemudian ditariknya sindik
kayu di atas daun pintu itu. Dengan cepat Ki Bekel itu
meloncat surut. Demikian pintu terbuka, maka Ki Bekel itupun
melihat beberapa orang berdiri di belakang pintu. Orang-orang
itu belum pernah dilihatnya sebelumnya.
Namun ketika seorang di antara mereka akan melangkah
masuk, Ki Bekel itupun berkata, "Berdiri saja di situ"
Orang itu tertegun. Ujung tombak Ki Bekel merunduk
setinggi jantung orang yang berdiri di depan pintu itu.
"Siapa kalian dan untuk apa kalian datang malam-malam
begini?" Orang itu memandang wajah Ki Bekel dengan tajamnya.
Namun ia tidak melihat kecemasan membayang di wajah itu.
"Ki Bekel" berkata orang yang berdiri di paling depan,
"sebenarnya kami tidak berurusan dengan Ki Bekel"
"Jadi, kenapa kalian kemari?"
"Kami berurusan dengan Wijang dan Paksi. Dua orang yang
mengaku sebagai pengembara"
"Ada apa dengan mereka?"
"Bukankah mereka bermalam di sini" Bukan di banjar?"
"Ya. Malam ini mereka memang berada di sini"
"Serahkan kedua orang itu kepada kami"
"Kenapa aku harus menyerahkan mereka?"
"Mereka telah melakukan kejahatan di kademangan kami"
"Kejahatan apa?"
"Sebenarnya mereka tidak hanya berdua. Tetapi kawan-
kawannya ada sekitar empat orang. Mereka telah mengambil
dengan paksa barang-barang milik beberapa keluarga di
kademangan kami" "Kademangan mana, Ki Sanak?"
"Kami adalah orang-orang dari Kademangan Randucawang"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Bekel termangu-mangu sejenak. Ia teringat kepada
penuturan beberapa orang tentang pemerasan yang terjadi di
sebuah padukuhan di kademangannya. Bahkan Ki Demang
pun telah membenarkannya. Tetapi ciri-ciri orang yang
memeras dan merampas beberapa barang berharga itu tidak
seperti yang nampak pada kedua orang pengembara yang
masih muda itu. Apalagi menilik sikap keduanya serta
kesediaan mereka membantu menyelenggarakan perubahan di
padukuhan itu. Apakah nanti akan berhasil atau tidak, bukan
soal. Tetapi keduanya telah menyampaikan gagasan yang
masuk akal bagi kesejahteraan padukuhan itu.
"Ki Sanak" berkata Ki Bekel, "menurut pengamatan kami,
tentu bukan kedua orang pengembara yang bermalam di sini.
Jika Ki Sanak orang Randucawang, Ki Sanak tentu sudah
mendengar, bahwa salah satu padukuhan di kademangan
kami juga pernah didatangi beberapa orang yang memeras
dan bahkan katakan saja, merampok beberapa orang
penghuninya. Tetapi ciri-ciri dari para perampok itu sama
sekali tidak sama dengan ciri-ciri kedua orang anak muda
yang sekarang bermalam di rumahku ini"
"Kami akan bertemu dengan mereka"
"Baik. Tetapi kalian harus berjanji bahwa kalian tidak akan
bertindak sendiri. Aku bekel di sini. Segala sesuatunya, akulah yang memutuskan"
"Ki Bekel, peristiwa kejahatan itu terjadi di kademangan
kami. Karena itu, maka kami akan minta untuk membawa
kedua orang itu ke kademangan kami"
"Jika yang datang Ki Demang Randucawang atau Ki
Jagabaya atau bebahu Randucawang yang hampir semuanya
sudah aku kenal, maka aku akan menyerahkannya. Tetapi aku
belum mengenal Ki Sanak. Bahkan aku belum mengenal
seorang pun di antara kalian. Padahal aku banyak mempunyai
kenalan di Randucawang"
"Ki Bekel, aku adalah utusan demang Randucawang itu"
"Sudah aku katakan, jika yang datang bebahu
Randucawang yang hampir semuanya sudah aku kenal, maka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
aku akan menyerahkan mereka berdua. Tetapi aku tidak akan
menyerahkan mereka kepada orang yang tidak aku kenal"
"Ki Bekel, kami datang dengan membawa kuasa dari Ki


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Demang. Itu tidak ada bedanya, bahwa Ki Demang sendiri
datang kemari" "Apakah kalian dapat membuktikan bahwa kalian telah
mendapat kuasa dari Ki Demang?"
"Ki Demang hanya memberikan perintah lesan"
"Karena itu, aku tidak dapat menyerahkan mereka"
"Jangan berkeras, Ki Bekel"
"Aku akan bertindak sebagai seorang bekel di sini"
"Ki Bekel, jika Ki Bekel berkeberatan untuk menyerahkan
keduanya, maka kami akan terpaksa mempergunakan
kekerasan" Ki Bekel menjadi tegang. Ujung tombaknyapun menjadi
bergetar. Dengan nada tinggi iapun berkata, "Jadi kalian juga
akan merampok seperti orang-orang yang kalian cari itu?"
"Kami tidak merampok. Tetapi kami sedang berusaha
menangkap perampok" "Tetapi cara yang kau pakai tidak ada bedanya dengan cara
seorang perampok. Bahkan kau akan merampok wewenangku
di padukuhan ini" "Terserah saja apa yang akan Ki Bekel katakan. Tetapi kami
akan mengambil kedua orang anak muda itu dan membawa
ke Randucawang" "Tidak. Besok aku akan menemui Ki Demang
Randucawang. Aku sendiri akan membawa kedua orang anak
muda itu dan menanyakan kepada Ki Demang, apakah benar
mereka yang dicari" "Aku tidak mau menunggu sampai besok. Aku akan
membawa mereka sekarang"
"Jika demikian, pengakuan kalian sebagai orang
Randucawang justru meragukan"
"Percaya atau tidak itu terserah saja kepada Ki Bekel.
Tetapi yang penting, kami akan membawa kedua orang itu"
"Tidak. Aku tidak akan menyerahkan mereka"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ki Bekel, bukankah selama ini tidak ada persoalan di
antara kita" Jika Ki Bekel tidak mau menyerahkan keduanya,
maka akan timbul perselisihan antara Ki Bekel dengan Ki
Demang di Randucawang"
"Aku tidak yakin. Besok aku akan pergi ke Randucawang"
"Kami tidak dapat menunggu sampai esok. Serahkan
keduanya sekarang, atau Ki Bekel akan menyesali kekerasan
hati Ki Bekel" "Aku tidak akan menyesal"
Tiba-tiba saja orang itu bergeser mundur selangkah.
Kepada beberapa orang yang datang bersamanya, orang itu
berkata, "Cari kedua orang itu. Ia ada di sini. Aku pikir
keduanya ada di gandok kiri atau kanan"
Namun mereka terkejut karena mereka mendengar suara di
seketeng. "Kami ada di sini"
Ketika orang-orang yang datang ke rumah Ki Bekel itu
berpaling, mereka melihat dua orang berdiri di depan pintu
seketeng. Remang-remang cahaya lampu minyak yang
menyala di pendapa itu sempat menggapai mereka.
"Ki Sanak" terdengar suara Wijang, "kami sama sekali tidak
pernah melakukan perampokan sebagaimana kalian tuduhkan.
Jika saja Ki Bekel meragukan bahwa kalian orang-orang
Randucawang, maka kami pun akan menyatakan bahwa kami
berkeberatan untuk ditangkap dan dibawa ke Randucawang.
Sebaliknya jika Ki Bekel tidak meragukan kalian, maka kami
akan melakukan apa saja yang diperintahkannya"
"Setan kau" geram orang yang berdiri di depan pintu.
"Tangkap mereka"
Beberapa orang itupun segera menghambur berlari ke arah
Wijang dan Paksi yang sengaja menunggu mereka di halaman.
Orang yang berdiri di depan pintu itu masih berada di depan
pintu. Kepada Ki Bekel iapun berkata, "Ki Bekel, kami telah
menemukan kedua orang itu. Sebaiknya Ki Bekel tidak usah
ikut campur. Kami akan menangkap mereka dan membawa
mereka ke Randucawang"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang itu tidak menunggu jawaban. Namun orang itu pun
segera berlari pula ke pintu seketeng.
Demikian orang itu meninggalkan pintu pringgitan, maka Ki
Bekelpun segera meloncat keluar. Dilihatnya beberapa orang
itu telah mengepung Wijang dan Paksi.
"Menyerahlah" berkata orang yang telah menemui Ki Bekel
di muka pintu pringgitan. Seorang yang berkumis lebat tetapi
berjanggut tipis dan jarang.
Ki Bekel yang masih berdiri di pendapa itu melihat Wijang
dan Paksi yang berdiri di dalam kepungan orang-orang yang
tidak dikenal itu berdiri berdampingan. Nampaknya keduanya
sama sekali tidak menjadi cemas melihat orang-orang yang
garang mengepung mereka. "Jika kalian menyerah, kami masih akan
mempertimbangkan banyak hal tentang kalian berdua. Kalian
akan mendapat banyak pengampunan, sehingga hukuman
kalian akan menjadi sangat ringan" berkata orang berkumis
lebat itu. "Kami tidak memerlukan pengampunan karena kami tidak
bersalah" jawab Wijang.
"Kalian tidak akan dapat ingkar"
"Hanya orang yang merasa bersalah saja yang minta
diampuni kesalahannya. Sementara itu, kami merasa tidak
pernah berbuat sesuatu yang dapat dianggap satu kesalahan.
Jika di sini kami menyampaikan gagasan untuk membuat
saluran air, bukankah itu bukan satu kesalahan?"
"Kami tidak berbicara tentang saluran air"
"Aku yakin, bahwa kalian datang karena saluran air itu.
Bukan karena perampokan yang terjadi di Randucawang,
meskipun kalian mengaku orang-orang Randucawang. Jika
persoalannya adalah perampokan di Randucawang, di antara
kalian tentu ada satu atau dua orang bebahu. Tetapi ternyata
tidak. Tidak ada di antara kalian yang dapat mengaku bebahu
Randucawang karena Ki Bekel mengenal semua bebahu di
Randucawang itu" "Persetan dengan igauanmu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalian tentu datang untuk menangkap kami dan mungkin
untuk menyakiti kami karena kalian yakin bahwa kamilah yang
telah melontarkan gagasan untuk membuat talang air itu"
"Dugaan yang tepat" sahut Ki Bekel yang berdiri di pendapa
dengan tombak di tangan. "Agaknya mereka datang karena
rencana itu. Aku pun menjadi semakin yakin, bahwa mereka
bukan orang-orang Randucawang"
"Aku tidak peduli" berkata orang yang berkumis lebat.
"Keduanya harus ditangkap dan dibawa ke Randucawang"
Lalu katanya kepada kawan-kawannya, "Tangkap mereka. Jika
mereka melawan, mereka harus ditundukkan. Jika karena itu
maka mereka terluka, itu adalah salah mereka sendiri"
Kawan-kawannya tidak menunggu terlalu lama. Lima orang
bergerak serentak menyerang Wijang dan Paksi. Sementara
orang yang berkumis lebat itu berdiri termangu-mangu.
Agaknya ia sedang mengamati Ki Bekel, jika Ki Bekel itu akan
ikut campur. Ki Bekel berdiri dengan tegang menyaksikan Wijang dan
Paksi berloncatan membela diri.
Namun Ki Bekel mengurungkan niatnya untuk turun ke
arena ketika ia menyaksikan bagaimana Wijang dan Paksi
menghadapi kelima orang laki-laki yang garang yang mengaku
datang dari Randucawang itu.
Dalam waktu yang singkat, seorang dari kelima orang itu
terdorong beberapa langkah surut. Bahkan orang itu tidak lagi
mampu mempertahankan keseimbangannya, sehingga jatuh
terbanting. Namun orang itupun segera bangkit berdiri
meskipun harus menyeringai menahan sakit di punggungnya.
Tetapi belum lagi mampu berdiri tegak, maka seorang
kawannya telah terlempar menimpanya, sehingga kedua-
duanya justru jatuh berguling di tanah.
Seorang di antara mereka mampu segera bangkit sambil
menahan pinggangnya dengan tangannya. Sedangkan yang
seorang lagi baru kemudian tertatih-tatih berdiri.
Sementara itu, ketiga orang kawannya justru telah
mengambil jarak. Ternyata kedua orang pengembara itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memiliki kemampuan melindungi diri mereka. Seorang di
antara orang-orang yang mengaku dari Randucawang itu
menggeram, "Ternyata dugaan kami benar. Kalian tentu
bagian dari mereka yang telah merampok di Randucawang.
Ternyata kalian mempunyai kemampuan dalam olah
kanuragan, meskipun kasar dan liar"
"Apakah hanya para perampok saja yang memiliki
kemampuan untuk membela dirinya?"
"Ya" "Bagaimana dengan kalian" Apakah kalian juga perampok
atau orang upahan yang kerjanya menyakiti orang lain untuk
beberapa keping uang. Bahkan membunuh?"
"Persetan kau orang-orang yang licik" geram orang itu.
"Semula kami memang tidak ingin membunuh. Kami hanya
ingin membawa kalian ke kademangan kami. Tetapi jika kalian
bersikukuh untuk menolak, bahkan melawan, maka mungkin
saja kalian akan mati di halaman rumah Ki Bekel ini"
"Aku menjadi saksi" berkata Ki Bekel yang telah melihat
kemampuan Wijang dan Paksi, "siapa pun yang mati, tidak
akan menjadi persoalan. Tidak akan ada yang dianggap
bersalah karena pembunuhan. Apalagi karena aku meragukan
bahwa kalian benar-benar orang Randucawang. Seandainya
benar kalian orang-orang Randucawang, aku akan memberi
penjelasan kepada Ki Demang Randucawang bahwa kalian
telah melanggar unggah-ungguh dan paugeran padukuhan ini"
Orang yang berkumis lebat dan berjanggut tipis itupun
menggeram, "Ki Bekel, jika kau tetap melindungi kedua orang
itu, maka kau akan kami anggap ikut bersalah"
"Siapa yang melindungi para pengembara itu" Bukankah
aku berdiri di sini dan tidak berbuat apa-apa" Kawan-
kawanmu itulah yang harus bertanggung jawab jika mereka
tidak berhasil menangkap kedua orang pengembara itu,
apapun alasan kalian yang sebenarnya"
Orang berkumis lebat itu menggeram. Tetapi ia tidak dapat
mengingkari kenyataan yang dihadapinya. Kedua orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pengembara itu tidak mudah untuk ditaklukkan. Apalagi
ditangkap dan dibawa keluar dari padukuhan.
Dalam pada itu, kedua orang yang jatuh berguling itu
sudah bangkit kembali. Mereka menggeliat untuk melenturkan
tubuh mereka yang terasa sakit.
Seorang di antara kedua orang itupun tiba-tiba saja
menarik goloknya sambil menggeram, "Aku tidak peduli,
apakah aku harus menangkapnya hidup-hidup atau mati.
Tetapi aku akan membunuh mereka berdua"
Orang berkumis tebal itupun berkata kepada Ki Bekel,
"Lihat, Ki Bekel. Orang-orangku sudah kehabisan kesabaran"
"Apa yang harus aku lakukan" Bukankah aku sama sekali
tidak menghalangi usaha kalian untuk menangkapnya?"
"Ki Bekel dapat memerintahkan mereka untuk menyerah"
"Mereka bukan orang-orangku. Aku tidak dapat
memerintah mereka. Seandainya itu aku lakukan, merekapun
berhak untuk tidak mentaati perintahku"
"Tetapi padukuhan ini berada di bawah perintah Ki Bekel"
"Apakah dengan demikian mereka harus tunduk kepada
perintahku?" "Bukankah itu wajar?"
"Jika demikian, kenapa kalian tidak menurut perintahku"
Jika kalian menurut perintahku, tidak akan terjadi
pertempuran di sini. Sementara itu, aku akan dapat membawa
keduanya menghadap Ki Demang di Randucawang"
"Persetan" geram orang yang baru saja terpelanting jatuh
sehingga pinggangnya terasa sakit sekali. "Aku akan
membunuh mereka" Kelima orang itupun telah menarik senjata mereka masing-
masing. Agaknya mereka benar-benar merasa tersinggung
karena mereka berlima tidak segera berhasil menguasai kedua
orang pengembara itu. Sejenak kemudian, maka kelima orang itupun telah
berloncatan kembali di sekitar Wijang dan Paksi. Namun di
tangan mereka sudah teracu senjata mereka masing-masing.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi termangu-mangu sejenak. Meskipun sejak semula ia
sudah memegangi tongkatnya, namun ia masih belum
mengerahkan kemampuannya. Tetapi menghadapi lawan-
lawannya yang mengacu-acukan senjatanya, maka tongkat
Paksipun berputar semakin cepat.
Dalam pada itu, di kedua belah tangan Wijangpun telah
tergenggam sepasang pisau belatinya. Ketika kedua Lawannya
mulai menyerang, maka sepasang pisau belati di tangan
Wijang itupun mulai berputar seperti baling-baling.
Ki Bekel yang menyaksikan pertempuran yang terjadi di
samping pendapa itu menarik nafas dalam-dalam. Iapun
yakin, bahwa kedua orang pengembara itu ternyata memiliki
ilmu yang tinggi, sehingga Ki Bekel sendiri tidak perlu turun
dan melibatkan diri di arena.
"Siapakah sebenarnya keduanya?" pertanyaan itu mulai
menggelitik jantung Ki Bekel. Namun Ki Bekel pun yakin,
bahwa kedua orang itu tentu bukan bagian dari para
perampok yang manapun juga. Bahkan Ki Bekelpun menjadi
semakin yakin pula, bahwa orang-orang yang datang itu
bukan orang-orang Randucawang. Mereka tentu diupah untuk
menangkap Wijang dan Paksi serta mengancamnya, mungkin
dengan menyakitinya atau melukainya, agar mereka tidak lagi
memimpin pembangunan talang air dari bambu sebelum
padukuhan itu dapat membuat parit yang baru atau
memperbaiki dan memanfaatkan parit yang sudah ada tetapi
rusak serta menyempurnakannya.
Dalam pada itu, pertempuran itupun menjadi semakin
sengit. Senjatapun terdengar berdentang beradu. Bunga-
bunga api berloncatan di keremangan cahaya lampu minyak
dari pendapa. Namun Ki Bekel tidak lagi merasa cemas. Beberapa kali
orang-orang yang bertempur melawan Wijang dan Paksi itu
terdesak beberapa langkah surut. Meskipun mereka
mengerahkan segala kemampuan mereka, namun mereka


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak mampu menguasai kedua orang pengembara yang akan
mereka tangkap itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam pada itu, orang yang berkumis lebat itupun menjadi
cemas. Iapun dapat melihat, bahwa orang-orangnya justru
mengalami kesulitan. Apalagi ketika orang itu mendengar
seorang di antara kelima orang itu berteriak nyaring. Ujung
pisau belati Wijang telah menyentuh bahunya, sehingga
kulitnya telah terluka. Meskipun lukanya tidak begitu dalam,
tetapi darahpun telah mengalir dari luka itu. Dibasahi oleh
keringatnya sendiri, maka luka itu terasa nyeri sekali.
Sementara itu seorang yang lain telah jatuh menelungkup.
Tongkat Paksi yang mengenai punggungnya, telah mendorong
orang itu demikian kerasnya, sehingga orang itu tidak mampu
untuk tetap tegak berdiri. Dengan derasnya ia terdorong dan
jatuh menelungkup. Wajahnya tersuruk menggores tanah
yang keras berdebu, sehingga dahinya telah tertoreh beberapa
larik luka. Ketika orang itu bangkit berdiri, maka darah telah meleleh
di wajahnya. Orang itu menggeram. Kemarahannya telah membakar isi
dadanya. Darahnya yang bagaikan mendidih telah memanasi
seluruh tubuhnya. Sementara itu, orang berkumis lebat yang masih berdiri di
luar arena pertempuran itu menjadi berdebar-debar. Ia harus
berbuat sesuatu untuk membantu orang-orangnya. Dua orang
pengembara itu harus berhasil ditangkap. Bahkan menilik
suasananya, agaknya orang-orangnya hanya dapat
menangkap mati kedua pengembara itu.
Ketika ia melihat Ki Bekel yang memperhatikan
pertempuran itu dengan segenap perhatiannya, maka
timbullah gagasannya untuk mempergunakan Ki Bekel sebagai
alat untuk memaksa kedua orang pengembara itu agar
mereka menyerah. "Aku akan menguasai Ki Bekel. Jika keduanya tidak
bersedia menyerah, maka taruhannya adalah nyawa Ki Bekel
itu sendiri" berkata orang berkumis lebat itu di dalam hatinya.
Karena itu, selagi Ki Bekel memperhatikan pertempuran itu
dengan seksama, maka orang berkumis lebat yang telah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menarik pedangnya itu tiba-tiba saja telah meloncat. Ia
berniat untuk memukul tombak Ki Bekel agar tombak itu
terjatuh. Kemudian menempelkan ujung pedang dan memaksa
kedua orang pengembara itu menyerah.
Tetapi ternyata Ki Bekel sempat melihat gerakan orang itu.
Karena itu, ketika orang itu mengayunkan pedangnya
memukul ujung tombak Ki Bekel, maka Ki Bekel sempat
menarik tombaknya sehingga pedang orang berkumis lebat itu
tidak menyentuhnya. Namun justru karena gerakan yang tiba-tiba, maka Ki
Bekelpun tidak mampu lagi memperhitungkan gerak
naluriahnya. Tiba-tiba saja tombaknya menggeliat. Dengan
cepat Ki Bekel itu telah menjulurkan tombaknya, langsung ke
dada orang yang meloncat ke arahnya itu.
Terdengar orang berkumis lebat itu berteriak. Kemudian
mengumpat dengan kasarnya. Namun suaranyapun segera
patah di kerongkongan. Orang itupun terjatuh di tanah seperti
sebatang pisang yang roboh. Sekali orang itu menggeliat.
Namun kemudian iapun terdiam untuk selama-lamanya.
Ki Bekelpun segera meloncat dan berjongkok di
sampingnya. Ketika ia meraba leher orang itu, maka tidak ada
lagi tanda-tanda kehidupannya.
"Aku tidak sengaja membunuhnya" desis Ki Bekel yang
menjadi sangat gelisah. Dalam pada itu, kelima orang yang bertempur melawan
Wijang dan Paksipun melihat, bahwa orang berkumis lebat itu
telah terbunuh. Karena itu, maka mereka merasa bahwa tidak
ada gunanya untuk bertempur terus. Merekapun merasa
bahwa kedua orang yang mereka hadapi ternyata adalah
orang-orang yang berilmu tinggi.
Karena itu, maka seorang di antara merekapun segera
bersuit nyaring untuk memberikan isyarat kepada kawan-
kawannya agar mereka serentak melarikan diri dan berpencar
ke arah yang berbeda-beda.
Tetapi isyarat itupun ditangkap pula oleh Wijang dan Paksi.
Karena itu demikian mereka mulai bergerak untuk melarikan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diri, Wijang dan Paksi segera meloncat menangkap dua orang
di antara mereka. Ketika mereka meronta, maka tangkai pisau
belati Wijang telah memukul keningnya, sehingga orang itu
terhuyung-huyung. Kepalanya terasa menjadi sangat pening, matanya
berkunang-kunang dan akhirnya iapun jatuh terguling di
tanah. Sementara itu, orang yang ditangkap oleh Paksipun
telah meronta pula. Namun tongkat Paksi dengan kerasnya
memukul kaki orang itu, sehingga rasa-rasanya tulangnya
menjadi retak. Karena itu, maka orang itupun tidak mampu
segera bangkit. Apalagi melarikan diri.
Wijang dan Paksi tidak menghiraukan lagi ketiga orang
yang berlari berpencaran. Seorang berlari lewat pintu regol
yang terbuka. Seorang meloncat dinding halaman di sebelah
gandok dan seorang lagi berlari ke kebun belakang menyusup
di antara tanaman. Tetapi dua orang itu sudah cukup. Wijang dan Paksipun
kemudian telah memaksa kedua orang itu bangkit dan
mengikat mereka masing-masing pada sebatang pohon
dengan ikat kepala mereka sendiri.
Baru kemudian, Ki Bekel, Wijang dan Paksi telah
mengangkat tubuh orang berkumis lebat itu dan membawanya
naik ke pendapa. "Aku tidak sengaja membunuhnya" desis Ki Bekel.
"Peristiwa ini terjadi begitu saja dengan cepatnya, sehingga
Ki Bekel tidak sempat membuat pertimbangan-pertimbangan"
desis Wijang. "Ya. Ternyata besok kita tidak dapat mulai dengan kerja
itu. Aku harus memberikan laporan kepada Ki Demang"
"Apakah di padukuhan ini tidak terbiasa dengan isyarat
kentongan pada keadaan yang gawat seperti ini?"
"Ya" jawab Ki Bekel. "Dalam keadaan yang memaksa, di
padukuhan ini dapat dibunyikan tanda bahaya dengan
kentongan dalam irama titir. Tadi aku sudah berpikir untuk
membunyikan kentongan. Tetapi ketika aku melihat bahwa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kalian akan segera dapat segera menguasai keadaan, maka
niat itupun aku urungkan"
Wijang dan Paksi mengangguk-angguk. Sementara Ki Bekel
berkata selanjutnya, "Pada satu kesempatan, ketika
dibunyikan isyarat kentongan dalam irama titir, seluruh
padukuhan menjadi sangat ketakutan. Kegelisahan dan
kecemasan meliputi seisi padukuhan ini, sehingga aku
berpendapat, bahwa jika tidak perlu sekali, kentongan tidak
akan dibunyikan dengan irama titir"
Wijang yang masih mengangguk-angguk itupun bertanya,
"Jadi, bagaimana dengan orang yang tertangkap dan terbunuh
ini" Apakah Ki Bekel akan menanganinya sendiri?"
"Biarlah para bebahu dipanggil"
Ki Bekelpun kemudian memanggil pembantunya.
Diperintahkannya orang itu pergi ke rumah Ki Jagabaya dan
bebahu yang lain. Juga menjemput salah seorang anak muda
yang di keesokan harinya akan pergi ke gumuk kecil untuk
membuat talang air. Tetapi pembantu Ki Bekel itu berkata, "Aku takut, Ki Bekel.
Jika di jalan aku bertemu dengan salah seorang di antara
mereka, maka aku akan menjadi sasaran dendam mereka"
"Bukankah mereka tidak mengenalmu?"
"Siapapun yang mereka jumpai, tentu akan mengalami
nasib buruk" Paksilah yang kemudian menyahut, "Marilah bersama aku.
Jika saja aku tahu di mana rumah mereka, aku dapat pergi
sendiri" "Nah, biarlah kau diantar oleh Paksi"
Pembantu di rumah Ki Bekel itu masih saja ragu-ragu.
Namun Ki Bekel itupun berkata, "Pergilah. Jika kau bertemu
dengan mereka, biarlah Paksi yang mengatasinya"
Akhirnya pembantu Ki Bekel itupun turun ke jalan bersama
Paksi, menyusuri jalan padukuhan. Sejenak kemudian,
merekapun telah sampai ke rumah Ki Jagabaya yang sedang
tidur nyenyak. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Memang sulit untuk membangunkan Ki Jagabaya. Namun
Paksi dengan sengaja telah mengetuk pintu pringgitan agak
keras dan menghentak, sehingga Ki Jagabaya dan seisi
rumahnya terkejut karenanya.
"Siapa di luar?" teriak Ki Jagabaya yang karena terkejut,
iapun telah tersentak. Tiba-tiba saja matanya tidak lagi terasa mengantuk.
"Aku, Ki Jagabaya. Pembantu di rumah Ki Bekel"
"Ada apa malam-malam begini" Kau telah mengejutkan
aku" "Ki Jagabaya diminta datang ke rumah Ki Bekel"
"Malam-malam begini?"
"Ya. Ada sesuatu yang penting"
"Ada apa" Begitu pentingkah sehingga malam-malam
begini aku harus dibangunkan?"
"Ya, sangat penting"
Terdengar langkah Ki Jagabaya menuju ke pintu pringgitan.
Kemudian terdengar pula selarak pintu diangkat. Sesaat
kemudian, maka pintu pringgitan itupun terbuka. Ki Jagabaya
berdiri di pintu, di tangannya digenggamnya keris yang sudah
telanjang. Sejenak Ki Jagabaya mengamati dua orang yang berdiri
termangu-mangu di pringgitan. Seorang di antaranya memang
dikenalnya sebagai pembantu Ki Bekel.
"Ada apa sehingga kau bangunkan aku malam-malam?"
"Ada beberapa orang perampok di rumah Ki Bekel"
"Perampok?" "Ya. Seorang di antara mereka terbunuh oleh Ki Bekel. Dua
orang diikat pada pohon yang ada di halaman"
"Baik. Baik. Aku akan pergi"
"Ki Bekel minta Ki Jagabaya singgah sebentar di rumah Ki
Kamituwa" "Kenapa bukan kau saja?"
"Aku akan pergi ke rumah Trima"
"Kenapa dengan Trima?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ki Bekel minta Trima memberitahukan kawan-kawannya
tentang rajapati yang terjadi di rumah Ki Bekel"
"Bukankah lebih penting Ki Kamituwa dan bebahu yang
lain?" "Ki Bekel minta Ki Jagabaya melakukannya. Aku harus
memberi tahu Trima. Sedangkan Trima juga harus
memberitahu beberapa orang kawannya"
Ki Jagabaya menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian
iapun berkata, "Baik. Baik. Aku singgah di rumah Ki Kamituwa"
Pembantu di rumah Ki Bekel itupun segera minta diri. Masih
diantar Paksi, orang itu pergi ke rumah salah seorang anak
muda yang di keesokan harinya berjanji untuk berada di
gumuk kecil. Sementara itu Ki Jagabaya telah berbenah diri sambil
bersungut, "Enak-enaknya orang tidur. Kenapa Ki Bekel tidak
memanggil aku besok pagi saja?"
Nyi Bekel yang duduk sambil menggeliat di bibir
pembaringannya berkata, "Dinginnya malam ini, Kang"
"Tidurlah. Aku sebenarnya juga malas keluar di malam
seperti ini. Aku sudah mulai mengantuk lagi"
Nyi Jagabaya menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia justru
harus bangkit dan melepas Ki Jagabaya di pintu pringgitan,
karena ia harus menyelarak pintu dari dalam.
Ki Jagabaya yang menyelipkan keris di pinggangnya,
berjalan di dalam gelapnya malam dengan malasnya. Ki
Jagabaya sama sekali tidak takut seandainya ia bertemu
dengan salah seorang perampok di jalan padukuhan. Tetapi
yang sangat mengganggunya adalah kemalasan berjalan di
dinginnya malam. Ketika ia membangunkan Ki Kamituwa, maka seperti juga
Ki Jagabaya, maka Ki Kamituwa itupun mengeluh karena ia
harus bangun di dinginnya malam.
"Ki Bekel tidak pernah memberikan perintah seperti ini"
berkata Ki Kamituwa. "Tentu anak-anak yang bertualang itulah yang telah
mempengaruhi Ki Bekel" desis Ki Jagabaya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun Ki Jagabaya itupun kemudian berkata, "Tetapi
menurut pembantunya, di rumah Ki Bekel itu terjadi
perampokan. Seorang di antaranya telah terbunuh oleh Ki
Bekel" "Itupun tidak pernah terjadi sebelumnya"
Ki Jagabaya dan Ki Kamituwa sebagaimana diminta oleh Ki
Bekel, telah singgah di rumah beberapa orang bebahu.
Betapapun segannya, namun para bebahu itu harus pergi
ke rumah Ki Bekel. Untuk menghilangkan keseganan dan kemalasan mereka,
maka para bebahu itu telah membangunkan dan mengajak
tetangga-tetangga mereka pergi ke rumah Ki Bekel untuk
melihat apa yang telah terjadi.
Dalam pada itu, pembantu di rumah Ki Bekel itu telah
membangunkan Trima yang tidur nyenyak.
"Apakah sekarang sudah hampir fajar?" bertanya Trima.
"Belum. Tetapi sesuatu telah terjadi di rumah Ki Bekel"
"Apa?" "Perampokan. Seorang di antara para perampok itu
terbunuh" Trima mengerutkan dahinya. Kemudian katanya, "Baik. Aku
akan pergi ke rumah Ki Bekel"
"Ajak kawan-kawanmu" berkata Paksi. "Dengan demikian,
mungkin sekali kerja kita tertunda. Atau kita mulai dari kerja yang dapat dilakukan lebih dahulu"
"Baik. Aku akan mengajak kawan-kawanku yang
seharusnya esok mulai dengan kerja. Sebenarnya apa pun
yang dapat kami lakukan, akan kami lakukan besok. Jika niat
yang sudah bergejolak ini tertunda lagi, mungkin lusa
gemuruh di dada kami sudah mereda"


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kami mengerti"
Malam itu ternyata banyak orang yang berkumpul di
halaman rumah Ki Bekel. Bukan saja para bebahu, tetapi
banyak pula tetangga-tetangga Ki Bekel dan anak-anak muda
yang berdatangan. Meskipun mereka merasa segan untuk
keluar di malam yang dingin, serta kemalasan mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengatasi perasaan kantuk, namun perampokan adalah satu
peristiwa yang sangat jarang terjadi. Apalagi setelah mereka
mendengar bahwa salah seorang di antara para perampok itu
telah terbunuh oleh Ki Bekel sedangkan dua orang perampok
yang lain telah tertangkap dan masing-masing diikat pada
sebatang pohon. Dalam kesibukan itu, Ki Bekel menyempatkan diri berbicara
dengan anak-anak muda yang di keesokan harinya akan mulai
dengan kerja mereka. "Jika kerja ini tertunda" berkata Trima, "maka gelora di
dalam hati mereka akan mereda, sehingga untuk
mengangkatnya kembali diperlukan waktu"
"Baiklah" berkata Ki Bekel, "besok kalian pergi saja ke
gumuk kecil. Mulailah dengan kerja itu bersama Wijang dan
Paksi. Aku akan menyelesaikan persoalan yang terjadi malam
ini. Aku harus melapor kepada Ki Demang. Kemudian
menguburkan orang yang terbunuh itu. Mungkin aku harus
memberikan penjelasan, apakah peristiwa ini berdiri sendiri,
atau mungkin dapat dihubungkan dengan perampokan yang
pernah terjadi di padukuhan lain"
Trima itupun kemudian berpaling kepada Wijang dan Paksi.
Sementara itu, seorang kawannya bertanya, "Apakah Wijang
dan Paksi harus berada di rumah Ki Bekel" Mungkin mereka
harus menjawab beberapa pertanyaan pula"
"Tetapi akulah yang telah membunuh. Wijang dan Paksi
memang terlibat dalam perkelahian. Tetapi mereka hanya
membela diri saja" "Bukankah orang-orang yang mengaku dari Kademangan
Randucawang itu datang untuk mencari Wijang dan Paksi?"
"Aku akan dapat memberikan penjelasan kepada Ki
Demang. Tetapi mungkin pula aku harus pergi ke
Randucawang untuk mengundang Ki Demang Randucawang
jika bersedia. Biarlah Ki Demang Randucawang melihat,
apakah orang yang terbunuh itu orang Randucawang atau
bukan. Jika orang itu memang orang Randucawang, maka
akupun harus memberi penjelasan kepada Ki Demang di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Randucawang. Mungkin Wijang dan Paksi memang diperlukan
untuk memberikan keterangan. Tetapi jika keduanya harus
ada, maka biarlah mereka dipanggil. Tetapi sebelumnya, ia
dapat bekerja bersama anak-anak di gumuk kecil itu"
"Baiklah, Ki Bekel. Tetapi jika benar orang-orang ini ada
hubungannya dengan keberatan Wandawa dan ayahnya,
maka akan dapat terjadi sesuatu di gumuk kecil itu"
"Wijang dan Paksi akan membantu mengatasinya"
"Tetapi mereka orang asing bagi kita"
"Seorang bebahu akan pergi bersama kalian"
Trima mengangguk-angguk. Katanya, "Jika demikian,
apakah kami diperbolehkan pulang sekarang agar kami dapat
tidur lagi" Besok kami harus bangun pagi-pagi sekali"
"Sudah waktunya untuk tidak bermalas-malasan lagi
sekarang" berkata Ki Bekel.
Trima mengerutkan dahinya. Namun kemudian iapun
tersenyum. Namun dalam pada itu, sebelum Trima dan
kawan-kawannya meninggalkan rumah Ki Bekel, Ki Jagabaya
dengan wajah yang tegang menemui Ki Bekel di pendapa
sambil berkata, "Ki Bekel, kedua orang yang terikat di pohon
itu mati" "Mati" Bagaimana mungkin hal itu terjadi?"
"Aku tidak tahu, tetapi keduanya telah mati"
Ki Bekelpun segera meloncat turun ke halaman diikuti oleh
Wijang, Paksi dan anak-anak muda yang ada di pendapa.
Sebenarnyalah kedua orang yang masing-masing terikat pada
sebatang pohon itu telah meninggal. Wijang dan Paksi
menemukan luka yang menganga di dada yang agaknya telah
menembus jantung mereka. Ki Bekel menjadi tegang. Katanya, "Keduanya akan menjadi
sumber keterangan, siapakah yang menggerakkan mereka
datang kemari malam ini"
"Terlalu banyak orang berkerumun, Ki Bekel. Sehingga aku
tidak melihat seseorang yang telah menusuk dada orang itu"
"Tentu kawan-kawannya sendiri" geram Ki Bekel. "Dengan
demikian mereka tidak akan dapat berceritera tentang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seseorang yang memerintahkan mereka datang malam ini
kemari" Wijang menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Mereka telah
menutup jalur untuk menelusuri, siapakah yang berada di
balik kehadiran mereka. Ternyata orang yang mengupah
orang-orang itu adalah orang yang berperhitungan jauh tanpa
menghiraukan nilai nyawa seseorang. Mereka menganggap
bahwa kepentingan mereka jauh lebih berharga dari tiga
nyawa orang-orang upahannya"
"Mereka sudah terlanjur menapak. Karena itu, maka untuk
menyembunyikan perbuatan-perbuatan mereka yang
bertentangan dengan paugeran, maka mereka harus
melakukan pelanggaran-pelanggaran berikutnya" sahut Paksi.
Terasa jantung Ki Bekel berdegup semakin cepat. Namun
dengan geram Ki Bekel itupun berkata kepada Trima, "Besok,
kau dan kawan-kawanmu harus mulai dengan kerja itu.
Biarlah Wijang dan Paksi bersama kalian. Justru usaha untuk
menggagalkan kerja itu harus menjadi cambuk bagi kita.
Biarlah aku yang mengurus orang-orang yang terbunuh di
halaman rumahku ini. Aku akan berbicara dengan Ki Demang.
Juga Ki Demang Randucawang. Karena orang-orang ini
mengaku orang Randucawang"
Trima mengangguk-angguk. Sebagai anak muda iapun
merasa tertantang untuk melaksanakan rencananya. Peristiwa
yang terjadi di rumah Ki Bekel itu akan menjadi pemacu kerja
yang akan dilakukannya. "Bukan waktunya lagi untuk bermalas-malas. Kemalasan
kita tidak akan pernah memberikan harapan cerah bagi anak
cucu kita" berkata Trima di dalam hatinya.
Sejenak kemudian, maka Ki Bekel justru telah minta agar
anak-anak muda yang besok pagi akan pergi ke gumuk kecil
itu pulang. "Tidurlah jika masih sempat. Besok kalian akan
mulai dengan kerja besar kalian"
Trima dan kawan-kawannyapun segera meninggalkan
halaman rumah Ki Bekel. Peristiwa di halaman rumah Ki Bekel
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu justru telah mendera mereka untuk melaksanakan rencana
mereka. "Aku sependapat dengan Ki Bekel" berkata Trima yang
sudah berbicara panjang dengan Ki Bekel, Wijang dan Paksi.
"Kedatangan orang-orang itu tentu ada hubungannya
dengan rencana pembuatan talang air yang akan kita kerjakan
esok" "Ya" sahut kawannya. "Alasan mereka untuk menangkap
perampok di Randucawang tentu alasan yang dibuat-buat.
Menurut Ki Bekel, mereka tentu bukan orang-orang
Randucawang" "Ki Bekel tentu akan menyelesaikan masalah itu dengan
tuntas. Tugas kita adalah membuktikan, bahwa air itu dapat
disalurkan dengan cara yang bermacam-macam ke bulak-
bulak kita yang kering"
Dalam pada itu, Ki Bekelpun telah minta agar Wijang dan
Paksi beristirahat karena esok pagi mereka juga akan pergi ke
gumuk kecil. Tetapi Wijang dan Paksi menggeleng sambil
tersenyum. Dengan nada datar Wijang menjawab, "Kami
sudah terbiasa tidak tidur semalam suntuk, Ki Bekel"
Ki Bekel termangu-mangu sejenak. Katanya, "Terserahlah
kepada kalian. Kalian tentu tahu apa yang harus kalian
lakukan, karena kalian adalah pengembara yang sudah
terbiasa menentukan sikap kalian sendiri"
"Ya, Ki Bekel" Dalam pada itu, maka kedua orang tawanan yang masing-
masing terikat pada sebatang pohon, namun yang kemudian
diketemukan telah meninggal itupun telah ditempatkan di
Pendekar Budiman Hwa I Eng-hiong 8 Manusia Harimau Jatuh Cinta Serial Manusia Harimau Karya S B. Chandra Pangeran Anggadipati 4
^